Pencarian

Playboy Dari Nanking 13

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 13


terbiasa dengan kesenangan dan belum terbiasa untuk tidak mendekati kesenangan
maka aku sangsi apakah kau dapat menemukan bahagia, sang kebahagiaan!"
"Aku akan melakukannya, locianpwe. Aku akan berusaha!"
"Ha-ha, kebiasaan sudah membius manusia. Kebiasaan sudah melekat kuat di setiap
tindak-tandukmu. Mampukah kau melakukan ini" Hm, aku tak percaya, Fang Fang,
terus terang aku sangsi. Tapi baiklah, itu urusanmu. Yang jelas kita a-kan
kembali lagi pada pembicaraan semula yang menyangkut dirimu ini," lalu menarik
napas tajam bersinar-sinar memandang si pemuda kakek ini meneruskan, "Fang Fang,
fokus pembicaraan kita adalah bahagia dan tidak bahagia. Bahagia dan kesenangan.
Dan karena selama ini kau tenggelam dan mabok menikmati kesenangan, dalam hal
ini adalah berahi, seks, maka kukatakan kepadamu bahwa seks itulah yang
sementara ini harus kau jauhi. Nafsu itu harus kaukendalikan. Jangan biarkan
diri hanyut dan tenggelam. Dan membiarkan seks membinal seenaknya jelas akan
membuat dirimu mabok dan lupa diri maka nafsu ini harus kaukendalikan atau sama
sekali kau gagal mencari bahagia. Bahagia pada hakekatnya harus dicari melalui
kebersihan atau kesucian batin. Mencari bahagia berarti harus menjauhkan diri
dari segala nafsu-nafsu. Dan karena seks adalah nafsu rendah yang bernaluri
hewani maka untuk mencari atau menemukan kebahagiaan sementara ini kau harus
mengekang diri dan tidak berhubungan seks! Sanggupkah itu?"
Fang Fang tertegun. Untuk pertanyaan ini dia harus berpikir keras. Bukan main,
dia harus menjauhi seks, tak boleh melakukannya. Padahal, seks adalah sesuatu
yang demikian nikmat dan memabokkan! Ah, mana mungkin itu" Meskipun dia merasa
bosan dan jemu dengan kehidupan di istana, pelayanan Hong Hong dan lain-lainnya
itu tapi itu bukanlah berarti dia jemu dan bosan akan kenikmatan seks. Tidak,
bukan begitu. Justeru dia ingin mencari kebahagiaan melalui ini, seks! Fang Fang
ingin mendapatkan seseorang yang cocok dan pasangan itulah yang dimaksudkannya.
Dia bosan dengan pelayanan Hong Hong dan lain-lainnya i-tu karena lama-lama
mereka dirasa sebagai robot. Apa yang mereka lakukan sepertinya bukan didorong
oleh cinta kasih melainkan semata atas perintah kaisar belaka. Jadi Hong Hong
ingin menyenangkannya karena takut kepada kaisar, bukan karena gadis itu atau
wanita-wanita lain di istana mencintainya. Fang Fang akhirnya merasa bahwa tiada
cinta kasih di situ. Hong Hong dan lain-lainnya itu ternyata memang gadis-gadis
penghibur yang dilatih di istana untuk melayani laki-laki, kaisar atau orang-
orang yang disenangi kaisar di mana semuanya itu bersifat fisik, penyenangan
lahiriah. Dan karena ini tak didasari rasa cinta kecuali o-leh nafsu dan
kesenangan saja, kesenangan berahi maka lama-lama Fang Fang merasa "kosong" dan
kekosongan itulah yang dirasanya sebagai tidak bahagia! Fang Fang sekarang dapat
merasakan bahwa sesungguhnya masih lebih nikmat waktu dulu dia menggauli Eng Eng
atau Ming Ming, begitu juga Ceng Ceng. Dulu permainan cintanya dengan gadis-
gadis itu masih dilambari oleh kasih sayang, bukan nafsu semata, meskipun tak
dapat disangkal bahwa akhirnya nafsulah yang mendominir mereka, karena berahi
memang memabokkan. Tapi begitu Eng Eng dan lain-lainnya itu marah dan
meninggalkannya, karena dia bermain cinta dengan kekasih-kekasih barunya maka
Fang Fang merasa menyesal tapi penyesalan i-tu sudah cepat diisinya dengan
gadis-gadis lain lagi. Terakhir mendapat Hong Hong yang servisnya selangit tapi
sayang tak ada cinta kasih di situ. Hong Hong melakukannya semata atas perintah
kaisar, jadi karena takut atau tunduk kepada kaisar. Dan meskipun Hong Hong
tentu saja lebih senang melayaninya daripada kaisar yang sudah berumur tapi
pelayanan gadis itu yang sama sekali tak dilambari cinta kasih membuat Fang
Fang' kecewa. Memang, tak dapat disangkal bahwa dia mabok dan tergila-gila pada
pelayanan si cantik itu. Dia serasa terbang ke langit dan mabok tinggi kalau
sudah diservis. Tapi begitu semuanya itu selesai dan Hong Hong meninggalkannya,
eh... tiba-tiba dia merasa kosong dan hambar. Fang Fang dapat merasakan bahwa
semuanya itu benar-benar dilakukan' karena nafsu semata. Tak ada cinta kasih di
situ, tak ada bahagia. Senyum Hong Hong pun adalah senyum buatan di mana gadis
itu semata melayaninya karena disuruh kaisar. Dan ketika yang lain-lain juga
begitu dan hal inilah yang membuat Fang Fang tak puas, kosong, maka Fang Fang
mulai menderita dan itu ditambah lagi ketika secara diam-diam Hong Hong pun
masih "dipakai" kaisar!
Fang Fang merasa nyeri. Ada rasa sakit di hatinya, ada rasa kecewa. Tapi karena
kaisar juga berhak dan itu tak dapat dilawan maka Fang Fang mulai tidak puas dan
diganggu kekosongannya itu. Dan yang lain-lain ternyata sama saja. Gadis-gadis
penghibur yang semula dipakai dirinya ternyata satu dua melayani pula para
pangeran atau beberapa bangsawan tinggi, yakni ketika mereka sedang nganggur dan
tidak dipakai Fang Fang. Gadis-gadis itu, teman-teman Hong Hong, juga sama saja
dan mengecewakan. Fang Fang akhirnya tahu bahwa mereka mendapat imbalan uang
atau emas dan gelang permata setiap melayani lelaki, kerabat istana sendiri
karena tentu saja yang bukan penghuni istana tak berani mengajak mereka. Hong
Hong dan lain-lainnya itu merupakan gadis-gadis "kelas tinggi" yang taripnya
mahal, bukan pelacur tapi apa yang dilakukan sama saja dengan pelacur,
memberikan pelayanan seks. Dan ketika Fang Fang tahu itu dan kecewa, digerogoti
rasa tidak puasnya maka dia merasa tidak bahagia dan merana!
"Eh, bagaimana jawabanmu?"
Fang Fang terkejut. Bu-tek Sin-kun tiba-tiba menegurnya, tak sabar menunggu dia
melamun ke awang-awang. Fang Fang sebenarnya sedang merenung dan bingung
menjawab. Maklumlah, menjauhi seks bukanlah hal yang pernah dibayangkannya.
Apalagi, dia masih muda! Mana kuat" Tapi ketika si kakek bertanya lagi dan dia
semburat, mendengar kakek itu tertawa maka Fang Fang mengeraskan hati.
"Baiklah," katanya. "Aku mencoba, locianpwe. Aku akan mencari bahagia dan
menjauhi kesenangan'"
"Ha-ha, sebenarnya kesenangan bukanlah hal yang harus dijauhi manusia.
Kesenangan adalah sesuatu yang patut dinikmati dan disyukuri. Tapi kalau
kesenangan sudah membius dan memabokkan manusia maka inilah yang harus dijauhi,
a-nak muda. Aku hanya memberikan nasihat kalau kau ingin mencari bahagia!"
"Aku akan mencobanya," Fang Fang sekali lagi mengangguk. "Dan aku akan berperang
melawan hawa nafsuku, locianpwe. Aku akan mencoba mengendalikan berahiku!"
"Ha-ha, satu pernyataan keras. Satu tekad yang patut diacungi jempol. Tapi, ha-
ha.... aku sangsi kau berhasil, Fang Fang. Kau sudah terbiasa dan lekat dengan
kebiasaanmu itu. Kau tak mungkin berhasil, kecuali kalau api itu padam!"
"Api" Api apa?"
"Hm," sang kakek mengebut-ngebutkan ujung lengan bajunya. "Di dalam tubuh setiap
manusia ada api hawa nafsu, Fang Fang. Dan api itu adalah semangat, pemancar
tenaga. Kalau kau belum kakek-kakek dan masih tegar begini barangkali api itu
masih terlalu kuat dan selalu mencekammu!"
"Maksud locianpwe?"
"Anak muda masih penuh dengan api hawa nafsu ini, kecuali orang-orang yang sudah
setua aku ini. Dan karena mengendalikan api itu ibarat orang mengendalikan
gunung yang bergemuruh maka biasanya tak berhasil kalau api itu sendiri tidak
padam, atau setidak-setidaknya mengecil"
"Locianpwe mengecilkan arti perjuanganku!"
"Tidak, bukan begitu. Justeru aku memberitahumu agar kau waspada, Fang Fang.
Agar kau membuktikan kata-kataku ini benar ataukah tidak. Api hawa nafsu amatlah
kuatnya, apalagi kalau melanda orang-orang muda seusiamu. Hanya dengan kekuatan
batin dan kemauan keraslah api itu dapat dikekang, atau api itu bahkan akan
membakar dan semakin menyala melahap tubuh manusia!"
"Hm, aku akan berusaha, aku akan mengendalikannya. Kita sama-sama belum tahu
apakah aku gagal atau tidak, locianpwe. Dan kuharap kau tidak mengecilkan maksud
atau keinginanku ini!"
"Aku tidak mengecilkan keinginanmu, aku hanya memberi tahu. Kalau aku salah
boleh kaumaki-maki aku kelak. Tapi kalau aku benar, hm.... tak perlu kau minta
maaf padaku. Sudahlah, sekait lagi kuberi tahu padamu, Fang Fang. Bahwa
kebahagiaan harus diperoleh dengan kebersihan atau kesucian batin. Orang yang
ingin bahagia harus menjauhkan diri dari nafsu-nafsu kotor, dan satu di antara
itu adalah berahi! Maaf, aku tidak berkata bahwa berahi harus dibunuh,
dilenyapkan. Melainkan berahi harus ditundukkan dan dikendalikan. Karena berahi
banyak menjerumuskan manusia pada hal-hal yang t'i-" dak baik. Kau mengerti,
bukan?" Fang Fang mengangguk. "Dan kuulangi sekali lagi bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan. Kebahagiaan
terbit dari cinta kasih, bukan seperti kesenangan yang terbit atau lahir dari
si-aku, ego. Dan karena kebahagiaan baru muncul kalau kita sering memperhatikan
orang lain, bukan diri sendiri maka kepentingan atau kesenangan-kesenangan yang
v bersifat menuntut diri sendiri harus dijauhi. Dengan lain kata, kebahagiaan
harus diperoleh dengan jalan memperhatikan sesamanya. Karena hanya dengan
memperhatikan sesamanya itulah baru timbul kebahagiaan yang bukan kesenangan,
seperti kesenangan menikmati seks atau hal-hal lain yang bersumber pada
keinginan menyenangkan diri sendiri!"
Fang Fang mengangguk-angguk. Setelah kakek ini bicara panjang lebar tentang
kebahagiaan dan kesenangan, hal yang mulai dapat dimengertinya meskipun tidak
penuh maka Fang Fang mulai dapat menangkap apa yang tersirat di situ. Memang
kesenangan dan kebahagiaan tidak sama. Tipis dan samar-samar ia dapat merasakan
itu. Fang Fang masih belum dapat menembus jauh karena kebersihan batinnya belum
memungkinkan. Ia hanya dapat menangkap luarnya tapi itu sudah cukup. Dan ketika
ia mengangguk-angguk dan kagum memandang kakek ini, yang dirasa membawa
kebenaran maka kakek itu menutup tentang cinta kasih antara pria dan wanita.
"Ingat, sudah kukatakan tadi beda antara cinta kasih dan cinta berahi, Fang
Fang. Cinta berahi menuntut kesenangan diri sendiri, bukan pasangannya. Tapi
cinta kasih justeru cenderung untuk selalu menyenangkan dan membahagiakan pasang
annya. Kalau kau mencinta seorang gadis harap diuji cinta yang manakah itu,
cinta berahi ataukah cinta kasih!"
"Aku paham," Fang Fang bersinar-sinar. "Sekarang aku dapat mengerti, locianpwe.
Dan sungguh nasihatmu ini berharga sekali. Aku merasa mendapat makanan rohani
yang tepat!" "Ha-ha, mengerti tanpa penghayatan tiadalah gunanya. Mengerti tanpa menjalani
tiadalah faedahnya Seharusnya gurumu yang memberi petuah-petuah begini, Fang
Fang, bukan aku. Sampaikan maafku kalau gurumu itu menegur!"
"Tidak," Fang Fang terkejut, melihat kakek itu tiba-tiba bangkit berdiri. "Aku
berterima kasih untuk semua nasihat-nasihatmu ini, locianpwe. Dan suhu tak
mungkin menegur!" "Hm, aku tak mau berpanjang lebar lagi. Cucuku sudah menanti. Kau lihat,
bayangannya sudah memanggilku, Fang Fang. Kita harus berpisah dan mudah-mudahan
bertemu dalam suasana yang lebih baik lagi. Selamat tinggal!" tapi ketika si
kakek berkelebat dan lenyap dengan kecepatan setan tiba-tiba Nagi, gadis bermata
biru itu berseru, "Tunggu, beri tahu padanya akan sepak terjang Cun-ongya, kong-kong. Beri tahu
pemuda itu agar dia tidak terkecoh dan dibodohi!"
"Hm, benar," si kakek tiba-tiba muncul lagi, mengejutkan Fang Fang. "Aku lupa
ini, Fang Fang. Tapi tak apalah, aku ingin memberi tahu sedikit." dan ketika
Fang Fang terbelalak dan kaget, kaget karena kecepatan dan gerak kakek itu
sungguh mirip siluman saja, jauh di atas dirinya maka Bu-tek Sin-kun tertawa
masam. "Kau jangan percaya begitu saja kepada Cun-ongya itu. Sebaiknya kaujauhi
dia dan jangan dekat-dekat. Nah, cukup, Fang Fang. Selebihnya kau akan mengerti
sendiri!" "Tunggu!" Fang Fang bergerak, tiba-tiba berkelebat dan menghadang di depan kakek
itu. "Bicara aneh dan tidak kumengerti sama sekali, locianpwe. Tolong tanya apa
sesungguhnya yang kau maksud!"
"Ha-ha, anak muda selalu begini. Diberi sedikit minta banyak. Diberi banyak
masih juga menuntut yang lebih banyak lagi. Maaf, aku tak dapat memberi tahu
lebih jauh, Fang Fang. Tapi barangkali cukup kalau kuterangkan padamu bahwa
kelak Cun-ongya itu hanya akan merepotkanmu saja!"
"Heii..!" Fang Fang terkejut, melihat si kakek berkelebat lenyap. "Tunggu,
locianpwe. Aku masih tak mengerti!" namun ketika suara si kakek terdengar di
kejauhan sana dan bayangannya lenyap di balik bukit maka Fang Fang tergetar dan
pucat mukanya karena ia tak sanggup mengejar kakek itu. Dia sudah mengeluarkan
semua ilmu kepandaiannya namun Sin-kun Bu-tek yang sakti itu terbang secepat
setan, disusul namun tak sanggup. Dan ketika Fang Fang termangu-mangu dan tak
mendengar lagi suara kakek itu maka Fang Fang menarik napas dalam-dalam teringat
semua wejangan kakek itu, juga kata-katanya yang terakhir bahwa Cun-ongya hanya
akan merepotkannya saja di belakang hari. Bahwa dia akan dibodohi dan dikecoh.
Dan karena kakek itu tak mungkin mainmain dan dapat dipercaya, hal yang juga
agak membingungkan karena selama ini pangeran Cun tak pernah berbuat salah maka
Fang Fang melanjutkan langkahnya dan memang tak berpikir untuk kembali ke kota
raja karena ia sedang mencari bahagia!
-o~dewikz~abu~-o- "Turunkan Tong-taijin. Seret pembesar itu dan depak dia dari rumahnya!"
Ratusan orang ribut-ribut di depan sebuah gedung indah bertingkat dua. Fang Fang
memasuki kota Se-wai ketika dia tertarik oleh teriakan dan pekik marah. Ratusan
orang berkumpul di depan gedung itu dan puluhan pengawal tampak bergegas
menghalau dan membentak-bentak, terjadi perang mulut dan melayanglah pentungan
atau tongkat-tongkat karet dari para pengawal itu, menghajar a-tau menggebuk
orang-orang yang tak mau disuruh mundur. Dan ketika kekalutan terjadi dan perang
mulut disusul perang sungguhan, perkelahian atau teriakan orang-orang itu yang
membalas pengawal atau penjaga gedung maka ribut-ribut di luar ini menjadi arena
baku hantam antara petugas dan rakyat!
"Berhenti, atau semua kutembak... dor-dor!" dua letusan memecah perkelahian massal
itu, menyibak kerumunan orang-orang ini yang tadi saling baku hantam. Seorang
bertubuh tinggi tegap dengan kudanya berbulu hitam muncul dari samping gedung,
melepas tembakan dan dialah yang membentak orang-orang itu, rakyat atau kaum
demonstran yang entah sebab apa pagi-pagi itu mengamuk di gedung Tong-taijin.
Itu adalah tempat tinggal sekaligus tempat dinas bagi pembesar Tong, bupati atau
kepala daerah yang menjadi pimpinan kota Se-wai. Dan ketika semua ribut-ribut
berhasil dihentikan sejenak dan Fang Fang menyeruak di kerumunan orang-orang
itu, memandang bersinar-sinar maka laki-laki di atas kuda yang melepaskan
tembakan itu berseru, gagah dan mengancam.
"Urusan ini tak boleh diselesaikan dengan kasar. Siapa yang tak puas dengan
kepemimpinan Tong-taijin boleh maju bicara menyatakan masalahnya. Siapa yang
membuat kacau dan keributan akan kutembak. Nah, majulah seorang dua di antara
kalian dan mari menghadap Tong-taijin!"
Semua tiba-tiba diam. Ratusan orang yang semula garang dan beringas itu mendadak
terpaku ketika ditantang menghadap Tong-taijin. Pembesar itu ada di dalam gedung
dan tak satupun dari mereka ada yang beranjak. Rupanya, penawaran itu membuat
jerih. Dan ketika semua diam dan saling menunggu siapakah kiranya yang akan
maju, menjadi pemimpin atau mewakili mereka mendadak seorang pemuda menyeruak
gagah mengacungkan tangan nya.
"Jim-ciangkun, rasanya tak adil kalau kau membawa seorang atau dua orang di
antara kami. Tong-taijin ada di dalam, juga dilindungi orang-orangnya yang
banyak. Siapa menjamin keselamatan kami kalau ada apa-apa di sana" Kami rakyat
kecil sudah bosan dengan cara kepemimpinannya yang sewenang-wenang dan tidak
berperikemanusiaan. Kalau kau ingin kami bicara dengannya silahkan saja dia
disuruh keluar dan menghadapi kami. Dua orang menghadapi puluhan orang tentu tak
ada yang berani!" "Benar!" rakyat tiba-tiba berteriak. "Kaupun pasti melindungi dan membela Tong-
taijin itu, Jim-ciangkun. Kau bakal menghajar utusan kami kalau hanya berjumlah
dua orang!" "Hm, kalian terlalu berprasangka. Kalian tak tahu aturan. Siapa akan menghajar
dan menyakiti utusan" Aku adalah komandan keamanan kota ini, dan aku pasti
menjaga wargaku kalau ada tindakan sewenang-wenang!"
"Kau bohong! Buktinya Tong-taijin yang menaikkan pajak dan bersikap sewenang-
wenang tidak pernah kau tegur, apalagi kau hajar. Mana itu buktinya kau
mengamankan kota, ciangkun" Kaupun setali tiga uang dengan Tong-taijin itu. Kau
menerima suap dan penjilat...dor!" orang yang berteriak itu tiba-tiba menjerit,
roboh dan terkapar karena Jim-ciangkun tiba-tiba menembaknya. Peluru menyambar
dan panik serta gaduhlah orang-orang itu melihat Jim-ciangkun mulai mengumbar
marahnya. Tapi ketika semua ribut-ribut dan komandan itu merah padam maka laki-
laki ini menghardik bahwa semua itu bohong.
"Orang ini memfitnah, dan dia harus kuperiksa. Siapa coba-coba ingin menghina
aku lagi dan kutembak!"
Orang-orang itupun mundur. Fang Fang akhirnya bertanya pada seorang kakek di
sebelahnya apakah kira-kira yang telah menyebabkan keributan itu. Kenapa pagi-
pagi hari ratusan orang meluruk dan marah-marah kepada walikota mereka. Dan
ketika kakek itu tertegun dan sejenak tak menjawab, heran dan curiga karena Fang
Fang pastilah pendatang baru maka pemuda ini tersenyum menepuk pundak si kakek.
"Aku baru datang, sungguh-sungguh tak tahu apa-apa tentang ini. Ceritakan
kepadaku, lopek. Siapa tahu aku dapat membantu."
"Kau siapa" Bukan antek Tong-taijin yang menyamar?"
"Ah, aku seorang perantau, bukan penyamar. Tak perlu kau takut dan ceritakan
padaku apa yang menjadi sebab semua nya ini."
"Tong-taijin menaikkan pajak..."
"Hm, itu sudah kudengar. Lainnya maksudku."


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lainnya.... lainnya..." kakek itu terbelalak, ragu-ragu. "Percuma kuberitahukan
padamu, anak muda. Tak mungkin kau dapat menolong!"
"Hm, jangan memandang rendah. Kenapa lopek bicara begitu?"
"Ah, kau tahu, anak muda. Kami yang ratusan orang ini saja sudah gentar begitu
seorang teman Tong-taijin membawa senjata api, seperti Jim-ciangkun itu. Ma-na
mungkin kau mampu menghadapi mereka" Aku tidak memandang rendah, tapi percuma
kau kuberi tahu!" "Hm!" Fang Fang tersenyum. "Apakah - orang-orang Tong-taijin itu sehebat setan"
Apakah mereka kira-kira lebih hebat dari ini" Lihat, sedikit pertunjukan ini
barangkali perlu untukmu, lopek. Coba kau tusuk dan hunjam-hunjam tubuhku dengan
pisau ini!" Fang Fang mengeluarkan sebuah pisau belati, menusuk dan mengerat-
ngerat kulitnya dan kakek itu terbelalak melihat pemuda ini sama sekali tidak
apa-apa. Jangankan terluka, terbarut sedikit saja tidak! Dan ketika kakek itu
ternganga dan heran serta takjub, Fang Fang mengerahkan sinkangnya hingga tubuh
kebal maka Fang Fang berkata lagi bahwa jangankan pisau, pelurupun sanggup dia
hadapi. "Bukan aku sombong, tapi mainan di tangan Jim-ciangkun itupun tak dapat melukai
tubuhku. Nah, ceritakan padaku, lo-pek. Apa saja yang diperbuat Tong-taijin
hingga rakyat marah!"
"Mereka.... mereka mulai menaikkan kebutuhan hidup sehari-hari. Tong-taijin
mengharuskan setiap petani yang panen menyetor beras kepadanya dan dijual lagi
kepada rakyat dengan harga dua kali lipat!"
"Hm!" Fang Fang berkerut kening. "Pembesar itu mainmain dengan kebutuhan hidup
rakyat" Dan apalagi yang diperbuatnya?"
"Tong-taijin menyuruh rakyat hidup sederhana, anak muda. Tapi dia sendiri hidup
berfoya-foya. Baru-baru ini mengambil sepuluh wanita cantik untuk menjadi isteri
barunya!" Hm, Fang Fang semburat. Kalau sudah bicara tentang perempuan atau wanita maka
mau tak mau diapun terkena. Kakek ini menamparnya meskipun tak tahu. Laki-laki
memang biasanya begitu, kalau tidak puas dengan seorang atau dua wanita maka
akan mencari dan mengambil yang lain untuk pemuas hawa nafsunya. Omong kosong
kalau bicara tentang cinta. Mereka itu hanya ingin melampiaskan berahi dan
cinta-berahi itulah yang dikejar-kejar. Namun ketika Fang Fang tersenyum dan
mengangguk-angguk, menekan perasaannya sendiri yang terpukul maka dia bertanya
lagi apa yang diperbuat Tong-taijin selain itu.
"Tak ada, hanya itu. Tapi, eh... ada lagi, anak muda. Seorang gadis cantik baru-
baru ini meninggal ketika tak mau dipaksa pembesar Itu menjadi isterinya!"
"Hm, itu saja?"
"Ya, sementara ini itu saja, anak muda. Tapi lain kali mungkin akan ditambahi
dengan perbuatan-perbuatan lain yang semakin merugikan rakyat!"
"Baik, dan Jim-ciangkun itu?"
"Dia pelindung dan pembela Tong-taijin. Kau lihat bahwa dia telah melukai
seorang di antara kita!"
"Baiklah, cukup!" dan ketika Fang Fang berkelebat dan lenyap dari depan kakek
itu, seperti siluman, maka si kakek berteriak dan suara teriakannya ini
mengejutkan yang lain-lain. Kakek itu tertegun dan pucat karena lawan bicaranya
tiba-tiba menghilang seperti iblis, itulah berkat kepandaian ginkang yang
dimiliki pemuda ini, ilmu meringankan tubuh yang sengaja diperlihatkan kepada
kakek itu untuk menarik perhatiannya, juga perhatian orang-orang lain karena
tentu semua akan terkejut mendengar teriakan kakek itu, hal yang sudah diketahui
Fang Fang. Dan ketika kakek itu bengong dan tak dapat menjawab ketika teman-
temannya bertanya ada apa maka Jim-ciangkun, yang baru menembak dan melukai
seorang pembicara tiba-tiba tertegun ketika di depannya muncul seorang pemuda
berpistol dan berikat pinggang ala cow-boy.
"Kau, siapa..?" sang komandan terkejut, mundur dan membelalakkan matanya lebar-
lebar. "Siluman atau manusia biasa?" "Ha-ha!" pemuda itu, yang muncul dan
tertawa di depan Jim-ciangkun memang pantas membuat komandan ini terkejut.
Bagaimana tidak kalau tiba-tiba saja sementara orang lain tersentak oleh
teriakan si kakek mendadak dia muncui di depan komandan ini" Tanpa gerakan atau
tanpa tanda-tanda tiba-tiba saja dia sudah berada di hadapan Jim-ciangkun ini.
Rasanya, seperti baru muncul dari dalam bumi atau siluman yang sedang menakut-
nakuti Jim-ciangkun. Pemuda itu mengenakan topeng karet yang menutupi kedua
matanya, kecil dan hanya di bagian matanya itulah terlihat bola mata yang
bersinar-sinar mengejutkan, mirip iblis atau manusia kelelawar yang sedang
kesiangan. Tapi ketika pemuda itu tertawa dan Jim-ciangkun dapat menangkap bahwa
itulah manusia, bukan siluman atau iblis maka komandan ini membentak dan marah
sekali. "He, kau, orang gila. Apa yang kaulakukan di sini dan kenapa tertawa!"
"Ha-ha!" pemuda itu, yang bukan lain Fang Fang, bahkan semakin terbahak-bahak.
"Aku siluman atau manusia apakah bedanya bagimu, Jim-ciangkun" Yang jelas, aku
tidak atau bukan orang gila. A-ku datang ingin mewakili orang-orang ini
menghadap Tong-taijin. Nah, bawalah aku kepadanya dan boleh pemuda itu atau
seorang dua orang lagi turut serta bersamaku!"
"Gila, keparat!" Jim-ciangkun tiba-tiba berteriak garang. "Aku tak kenal padamu,
anak muda. Dan tak pantas kau menyembunyikan muka. Hayo buka topeng karetmu itu
dan tunjukkan siapa kau. Juga dari mana kau mendapatkan senjata api itu, mencuri
di mana!" "Ha-ha!" Fang Fang semakin terpingkal, tertawa terbahak-bahak. "Justeru akulah
yang harus bertanya kepadamu dari mana kaudapatkan senjata api itu, Jim-
ciangkun. Karena seperti yang kauketahui mestinya tak berhak kau menggantung
pistolmu itu. Kaisar telah melarang dan kau malah melanggar!"
"Kau...!" sang komandan pucat. "Tahu tentang ini dan dari kota raja" Kau... kau
siapa?" Fang Fang menghentikan tawanya. Tersenyum mengejek memandang Jim-ciangkun ini
dia melihat muka orang sudah pucat dan gemetar. Memang, hanya orang-orang dari
kota raja sajalah yang tahu bahwa senjata api dilarang dipergunakan. Kaisar
telah menetapkan bahwa semua pembantunya maupun pasukan atau pengawal tak boleh
bersenjata api. Kasak-kusuk perdagangan senjata gelap telah menimbulkan ancaman
pemberontakan di bawah tanah. Thaitaijin dan Lauwtaijin yang telah memberikan
contohnya itu memang pantas membuat kaisar khawatir, tegas dan menurunkan
peraturan bahwa tak boleh rakyatnya bersenjata a-pi. Perdagangan senjata itu
resminya telah ditutup namun orang-orang kulit putih terlibat memperdagangkan
senjata itu secara gelap-gelapan dengan beberapa o-rang sebagai pemasok. Mereka
sengaja membuat rusuh dengan memperjualbeli-kan senjata api kepada orang-orang
tertentu, beberapa pembesar negeri karena rakyat biasa tentu saja tak kuat
membeli senjata api itu, barang menarik yang memang mudah memikat beberapa
pembesar seperti Lauwtaijin maupun Thaitaijin untuk mengumpulkan kekuatan
sendiri, mem-v berontak dan ingin melawan kaisar. Dan karena Se-wai jauh dari
kota raja dan rakyat tak mengetahui bahwa senjata api dilarang dipertunjukkan
maka Jim-ciangkun langsung dapat menduga bahwa pemuda di depannya itu pastilah
dari kota raja. Dan komandan ini gemetar. Kalau lawan utusan kaisar bakal
celakalah dia. Tentu dia tak akan diampuni dan hukuman matilah yang didapat.
Namun karena di kota raja juga terdapat beberapa orang yang menjadi pemasoknya,
pelindung atau pembela kalau dia diancam orang lain maka komandan ini bertanya
dulu sebelum diam-diam jari-jarinya bergerak di pelatuk. Dia segera akan
menembak begitu lawan berkata bahwa dia utusan kaisar, jadi musuh yang tentu
saja harus segera dilenyapkan, dibasmi. Tapi ketika Fang Fang tersenyum dan
senyumnya itu sukar ditebak maka komandan ini bersikap menunggu sementara di
dalam gedung bergerak bayangan-bayangan orang yang mengintai a-tau bersembunyi
di balik daun-daun jendela.
"Aku dari kota raja, tapi hanya sebagai perantau. Kenapa kau tanya dan tampak
ketakutan" Ha-ha, orang tak bersalah tak perlu takut, Jim-ciangkun. Tenang-
tenang sajalah karena aku tak akan melapor kaisar!"
Jim-ciangkun menggigil. "Kau," katanya. "Sebutkan namamu dan buka topengmu itu,
anak muda. Tak usah mainmain dan apa maksudmu datang ke mari!"
"Hm, sudah kukatakan tadi, aku ingin menghadap Tong-taijin. Kau menakut-nakuti
orang-orang ini dengan pistolmu, dan kau telah melukai seorang di antara mereka.
Begitukah sikap seorang aparat keamanan yang main tembak dan menyerang orang
lain" Hm, sikapmu bertolak belakang dengan jabatanmu, Jim-ciangkun. A-ku datang
justeru untuk meluruskan hal-hal yang begini. Bawalah aku kepada Tong taijin dan
biarkan pemuda itu bersamaku!"
"Kau siapa dulu," Jim-ciangkun menahan marah. "Sebutkan namamu dan baru kuantar
menghadap!" "Dia pemuda yang tadi ada di sini itu!" sang komandan terkejut mendengar
teriakan seorang kakek, yang tiba-tiba nyelonong maju. "Benar, kau kiranya, anak
muda. Ah, kau memiliki ilmu siluman dan dapat menghilang!" kakek itu lalu
berseru terkagum-kagum, menceritakan kepada orang-orang lain bahwa pemuda itulah
yang tadi membuatnya berteriak tak keruan. Kakek ini menceritakan pula bahwa
pemuda itu kebal ditusuk-tusuk pisau, bermaksud membantu mereka dan se baiknya
mereka setuju. Dan ketika semua orang menjadi ribut mendengarkan cerita kakek
ini maka pemuda pertama yang tadi berhadapan dengan Jim-ciangkun sudah meloncat
dan menggenggam tangan Fang Fang.
"Aku ikut denganmu!"
"Benar," si kakek berseru. "Akupun ikut denganmu, anak muda. Aku tak takut kalau
kau melindungiku!" dan si kakek yang menghambur dan berlari ke depan lalu
mencengkeram dan menggenggam tangan Fang Fang pula, membuat orang-orang di situ
tertegun dan Jim-ciang kun berobah mukanya. Cerita si kakek yang menyebut pemuda
ini kebal membuat dia terbelalak. Kalau begitu dia berhadapan dengan seorang
pemuda kang-ouw! Namun karena bukti itu belum dilihat dan keributan tiba-tiba
muncul kembali maka Jim-ciangkun membentak agar sekali lagi Fang Fang
memperkenalkan nama. "Sebutkan, atau aku terpaksa membuatmu menggelepar!" dan ketika komandan itu
mencabut pistolnya dan mengancam beringas, mengejutkan si kakek dan pemuda yang
di samping Fang Fang maka aneh sekali tiba-tiba Fang Fang malah tertawa.
"Jim-ciangkun, kau tampak semakin ketakutan sekali. Apakah kaukira mainan di
tanganmu itu mampu membunuhku" Lihat, aku siap beradu cepat denganmu... dor!" dan
Fang Fang yang secepat kilat mencabut dan menembakkan pistolnya tiba-tiba
membuat sang komandan menjerit dan roboh terguling-guling. Pistol di tangannya
terlempar karena secepat kilat Fang Fang telah melukai pergelangan tangannya
itu, padahal dia sudah terlebih dahulu mencabut dan menodongkan pistolnya. Dan
ketika komandan itu berteriak dan anak buahnya bergerak mencabut senjata api,
yang tadi disembunyikan di pinggang maka secepat kilat Fang Fang melepaskan
tembakan-tembakan lagi ke arah mereka.
"Dor-dor-dorr...!"
Teriakan dan jerit kaget melengking di sana-sini. Sebelas orang pembantu Jim-
ciangkun itu roboh mengaduh-aduh karena pergelangan tangan merekapun luka. Fang
Fang telah mendahuiui mereka dengan gaya seorang jago tembak mahir. Itulah ilmu
yang dulu didapat atau diperolehnya dari Sylvia, gadis cantik puteri Tuan Smith
itu. Dan ketika teriakan dan jerit kagum juga meluncur dari orang-orang yang
berkerumun itu, kaum "demonstran" maka Fang Fang sudah berdiri tegak dan
tersenyum simpul menyimpan senjata apinya, seolah tak pernah ada kejadian
apaapa! "Hebat, pemuda luar biasa! Ah, kata-kata Cin-lopek benar!" dan ketika semua
orang berteriak dan kagum melonjak-lonjak maka di balik gedung terdengar
teriakan bahwa pemuda itu boleh masuk.
"Jim-ciangkun, jangan serang pemuda itu. Kita rupanya kedatangan tamu
terhormat!" Jim-ciangkun merintih membelalakkan mata. Dia kaget bukan main ketika dalam
waktu sesingkat itu sebelas anak buahnya dibuat jatuh bangun, dan dia sendiripun
juga ditembak secepat kilat padahal diapun menggenggam senjata api, kalah cepat.
Dan ketika komandan itu bangkit berdiri sementara Fang Fang sudah melenggang di
depannya, berhenti dan menendang pistol yang akan disambar lagi maka pemuda itu
tertawa berkata padanya. "Dengar, tuan rumah sendiri sudah mengundangku secara baik-baik, ciangkun.
Agaknya tak ada alasan lagi bagimu untuk menolak aku. Antarkan, atau aku akan
melubangi dadamu!" Jim-ciangkun menggigil. Setelah dia dikalahkan begitu mudah dan pemuda ini jelas
menunjukkan diri sebagai seorang jago tembak lihai tiba-tiba saja komandan itu
pucat. Kalau saja bukti itu tak tampak di depan matanya barangkali dia akan
nekat dan coba menyerang lagi. Namun melihat bahwa pemuda ini betul-betul jagoan
dan cara menembaknya tadi begitu luar biasa maka komandan ini merintih dan
mengangguk. "Ba.... baik. Kau seorang pemuda luar biasa, anak muda. Entah kau ini seorang
pemuda kang-ouw ataukah komplotan orang Barat!"
"Hm, aku pemuda Han juga, tak usah banyak omong. Mari antarkan aku menghadap
Tong-taijin dan jangan coba-coba melukai atau menembak teman-temanku ini!" Fang
Fang mengancam, tadi terpaksa menembak sebelas pengawal itu karena dia harus
melindungi pemuda dan kakek ini, yang tentu akan menjadi korban kalau dia tidak
cepat-cepat bergerak. Dan karena dua orang itu dinilai memiliki keberanian
mengagumkan karena berani bersamanya maka Fang Fang yang merasa perlu didampingi
seorang yang tahu permasalahan itu lalu minta Jim-ciangkun mengantarnya. Fang
Fang menggertak dan mengancam komandan ini agar anak buahnya mundur menjauh.
Mereka itu dilihat Fang Fang siap mendekat dengan senjata di tangan, bukan
senjata api melainkan pedang dan golok. Yang bersenjata a-pi hanyalah sebelas
orang itu dan Fang Fang diam-diam mengerutkan alis bahwa di kota ini ada
pengawal yang memiliki pistol, laporan yang tentu akan membuat kaisar marah
karena sudah dilarangnya senjata api itu. Dan ketika Jim-ciangkun tertatih dan
menyuruh anak buahnya menjauh maka ganti rakyat kecil yang ada di belakang Fang
Fang bersorak-sorai dan ikut masuk.
"Eh, Tong-taijin tak menghendaki mereka. Harap kau suruh mereka mundur dan biar
kalian bertiga saja yang mewakili!"
"Hm!" Fang Fang mengangguk, merasa benar. "Boleh juga omonganmu, ciangkun. Tapi
jangan coba-coba menjebak atau mempermainkan kami di dalam!"
"Tidak... tidak. Aku tentu tak berani mainmain!" dan ketika Fang Fang menoleh dan
berhenti sejenak, mengangkat tangannya, maka pemuda itu berseru agar orang-orang
itu berjaga di luar. "Aku akan memperjuangkan keinginan kalian, harap bersabar di luar saja. Jangan
kalian masuk karena ini menunjukkan sikap yang liar, dan kita bukan gerom bolan
perampok!" "Tapi Tong-taijin dan Jim-ciangkun itu tak dapat dipercaya, inkong (tuan
penolong) yang luar biasa. Mereka itu licik dan amat curang!"
"Hm, aku dapat menghadapi. Kalau mereka betul begitu tentu aku mampu melindungi
diriku. Jangan takut, kalian mundurlah dan biarkan aku bersama Cin-lopek ini ke
dalam!" Orang-orang itu ribut sejenak. Tapi ketika mereka percaya dan kepandaian Fang
Fang tadi memang mentakjubkan semua orang maka mereka mundur dan berjaga di luar
sementara teriakan atau seruan di sana-sini menunjukkan kegemasan mereka untuk
membalas kalau Fang Fang atau dua temannya itu dijebak.
"Baiklah, kami akan mundur tapi akan menyerbu lagi kalau sampai ada apa-apa di
antara kalian bertiga!"
Fang Fang tersenyum. Ini sudah menggembirakan hatinya karena kiranya orang-orang
itu bukan orang-orang yang tak tahu membalas budi. Mereka akan marah menyerbu ke
dalam kalau dia dan Cin-lo-pek itu diganggu. Dan ketika Jim-ciangkun tampak
melotot tapi menunduk seperti singa kehilangan kumisnya maka masuklah Fang Fang
ke gedung yang menjadi tempat tinggal Tong-taijin itu.
Ternyata gedung ini besar dan luas. Fang Fang harus kagum oleh lampu-lampu hias
yang bergelantungan di tengah-tengah ruangan. Banyak di antaranya disisipkan
mutiara-mutiara hidup yang berkilau-kilauan. Hm, satu lampu hias saja tentu
harganya tak kurang dari delapan ribu tail emas, padahal jumlahnya ada puluhan,
besar kecil. Dan ketika Cin-lopek berbisik bahwa itulah hasil Tong-taijin
memeras rakyat maka Fang Fang menjadi gemas dan diam-diam memutuskan akan
menghajar pembesar itu, kalau benar.
"Aku dengar katanya Tong-taijin juga menyimpan harta karun. Entahlah, di mana
itu dan untuk apa!" "Hm, begitu" Baik, kau tunggu saja, lopek. Akan kuhadapi dan kuhukum pembesar
itu nanti. Tapi kau harap bersiap-siap, jangan jauh dariku karena sukar bagiku
melindungimu kalau orang-orang Tong taijin itu menyerang kita!"
"Baik, tentu, inkong. Dan itulah Tong-taijin!"
Fang Fang menyambar ke kanan. Mereka sudah berada di ruangan dalam yang cukup
luas, lebar dan tinggi dan di sini duduk seorang laki-laki pendek gendut di
dekat sebuah meja batu pualam. Cin-lo-pek mendecak melihat batu pualam itu,
bukan main, bersinar-sinar dan tembus pan dang, jelas sebuah meja yang mahal
harganya dan berkesan mewah! Dan ketika Fang Fang juga tertegun karena itulah
meja yang biasanya hanya terdapat di istana kaisar maka Jim-ciangkun yang
membungkuk dan menjura di depan laki-laki itu berseru, mata memberi isyarat ke
kiri kanan, ke arah para pengawal,
"Taijin, inilah pemuda yang mengacau di luar tadi. Kau memperkenankannya masuk,
tentu maklum apa yang harus kaulakukan dan maaf sampai saat ini aku belum
mengenal namanya!" "Hm!" Tong-taijin, laki-laki pendek gendut itu menyeringai, tiba-tiba bangkit


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri. "Kau gagah dan hebat sekali, anak muda. Telah kulihat kepandaianmu
menembak dan sungguh aku butuh pemuda-pemuda macam dirimu ini. Siapakah kau dan
kenapa membela tikus-tikus busuk di luar itu" Mereka orang-orang tiada guna, tak
tahu terima kasih dan hanya biang penyakit saja. Heran bahwa kau terpengaruh
oleh mereka padahal tidak mendapat apa-apa!"
"Hm," Fang Fang tersenyum, mengejek. "Kaukah pembesar Tong" Kau Tong-taijin?"
"Benar, akulah itu, anak muda. Dan siapa kau serta hebat benar caramu
mempergunakan senjata api. Aku menaruh kagum dan terus terang ingin menawarkan
sesuatu yang menarik padamu, yakni bagaimana kalau kau menjadi kepala pengawal
di sini!" berkata begitu, Tong-taijin ini tiba-tiba melempar sepundi-pundi uang
emas di atas meja. Laki-laki pendek gendut ini sudah menghampiri Fang Fang dan
tersenyum-senyum. Dia menunjuk dan menuding uang di atas meja itu, barangkali,
jumlahnya ada selaksa! Tapi ketika Fang Fang tertawa dan mengherankan lawannya
itu maka pemuda ini berseru mengejek,
"Taijin, aku datang bukan untuk menerima suap. Kalau kau dapat memberiku
sepundi-pundi uang tentu kekayaan atau hartamu jauh lebih banyak daripada itu.
Hm, tidak. Aku datang untuk mewakili saudara-saudaraku di luar, menuntut apa
yang seharusnya mereka tuntut. Benarkah kau bersikap sewenang-wenang dan
menaikkan pajak serta kebutuhan pangan" Benarkah kau menyuruh para petani
menyetorkan beras dan kau melemparnya lagi dengan harga dua kali lipat?"
Pembesar itu mendelik. Tak menyangka jawaban Fang Fang yang demikian tajam dan
tidak halus maka muka Tong-taijin ini tiba-tiba merah. Dia melotot tapi tertawa
lebar, aneh sekali. Dan ketika Fang Fang heran bahwa lawan bicaranya itu tidak
marah maka Tong-taijin mengebutkan baju dan seorang pengawalnya tiba-tiba
menarik sebuah kursi. "Mari duduk," pembesar itu menawari, ramah. "Bicara sambil berdiri sungguh tidak
enak sekali, anak muda. Aku dapat bicara tentang ini dan akan kujelaskan padamu
bahwa semuanya itu tidak benar?"Bohong!" Cin-lopek tiba-tiba berseru. "Kau jelas menaikkan pajak dan mencekik
kami dengan harga kebutuhan pokok yang selangit, Tong-taijin. Dan kau mengumbar
kesenangan diri sendiri sementara rakyat kecil kau suruh mengencangkan i-kat
pinggang!" "Hm, itu tidak betul," sang pembesar mengerling sekejap. "Kau Cin-lopek, bukan"
Petani yang gandumnya dulu kurang"
"Benar, itulah aku," sang kakek bicara gagah. "Tapi bukan kurang, taijin,
melainkan anak buahmu yang membuangnya dan menumpahkannya di jalan!"
"Dan kau, siapa?" sang pembesar memandang pemuda di sebelah kiri Fang Fang, tak
memperdulikan kakek itu lagi. "Apakah ada sesuatu yang merugikan dirimu hingga
kau datang ke sini?"
"Aku... aku Thi Bun. Aku... aku tak ada sesuatu yang kualami. Aku hanya ikut teman-
teman di luar sebagai perwujudan setia kawan!"
Tong-taijin tertawa. Melihat pemuda itu melirik sepundi-pundi uang emas di atas
meja tiba-tiba pembesar ini geli. Fang Fang mengerutkan kening karena tiba-tiba
pemuda yang tadi berani dan gagah itu mendadak bersikap lain ketika melihat
sepundi-pundi uang. Dan karena uang itu ada yang tercecer di atas meja karena
pundi-pundi itu tak rapat maka Thi Bun yang meliar matanya dan tergerak oleh
setumpuk uang demikian banyak tiba-tiba hilang "kepahlawanannya" terganti oleh
rasa keinginan disogok uang sebegitu jumlahnya, yang tadi ditolak mentah-mentah
oleh Fang Fang. "Kau ingin uang itu?" sang pembesar meraup, menyambar pundi-pundi. "Apakah kau
ingin menjadi pembantuku dan tidak memusuhiku?"
"Aku... aku mau!" sang pemuda tiba-tiba bergerak. "Aku memang tak memusuhi mu
secara serius, taijin. Aku hanya coba-coba menguji kebijaksanaanmu belaka. Kalau
kau mau memberikan uang itu tentu saja aku akan berdiri di belakangmu!"
"Ha-ha, dan dua orang ini?" Tong-taijin menunjuk Fang Fang dan Cin-lopek.
"Apakah balik akan kaumusuhi?"
"Ah, mereka orang-orang bodoh. Diberi sekantung uang tak mau dan coba-coba
bersikap pahlawan. Kalau aku tentu saja tak seperti mereka, persetan dengan
orang-orang di luar itu dan biarkan saja anjing menggonggong!"
"Ha-ha, kalau begitu bawalah uang ini, Thi Bun. Nikmati dan jadilah kau sebagai
pembantuku. Pergilah ke belakang dan berjaga-jagalah bersama pengawalku!"
Thi Bun girang bukan main. Melihat Tong-taijin melempar dan memberikan liangnya
tiba-tiba dia girang menyambar i-tu, menerima dan menjatuhkan diri berlutut
seraya berulang-ulang mengucap terima kasih. Tak disangkanya bahwa sedemikian
mudah ia mendapatkan hadiah. Ia menjadi orang kaya baru! Dan ketika Tong taijin
tertawa dan menyuruh dia ke belakang, diantar seorang pengawal maka Fang Fang
melihat kilatan keji di pandang mata pembesar itu, tak jadi mencegah karena
tiba-tiba ia menjadi muak dengan pemuda yang tadi bersamanya itu. "Thi Bun, kau
manusia tak tahu malu. Begitu cepat dan enak kau meninggalkan kawan-kawanmu!"
"Ha-ha, tak usah iri, inkong. Kalau kau menerimanya juga bukankah Tong-taijin
tak akan memberikannya kepadaku" Sudahlah, kau yang tolol dan jangan salahkan
aku!" Fang Fang gemas. Ia marah namun menahan kemarahannya itu, membiarkan saja pemuda
itu dibawa ke belakang tapi tiba-tiba terdengar suara berdebuk. Sesuatu tampak jatuh dan sejenak terdengar erangan pendek. Dan ketika pengawal itu muncul dan
Thi Bun tak bersamanya lagi maka pengawal itu berkata bahwa Thi Bun sakit perut
di belakang, jatuh dan diistirahatkan di kamar.
"Ha-ha, pemuda itu sakit perut" Ah, terlalu sekali. Agaknya kekenyangan menerima
sepundi-pundi uang!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia ingin bergerak dan menyambar pengawal itu,
tahu bahwa sesuatu telah terjadi dan Thi Bun diserang, mungkin malah dibunuh.
Tapi ketika dia ingat bahwa kejadian itu pantas diterima si pemuda, karena Thi
Bun adalah seorang pengkhianat maka Cin-lopekpun bergetar menyerukan bisikannya.
"Thi Bun diserang, barangkali pemuda itu malah dibunuh!"
"Hm, bagaimana pendapatmu" Apakah aku perlu menolongnya, lopek?"
"Tak usah, dia pengkhianat!" dan ketika Fang Fang mengangguk dan merasa
sependapat maka Tong-taijin memandangnya lagi dan menyuruhnya duduk, kini
bersama Jim-ciangkun dan Cin-lopek.
"Mari... mari... duduklah. Kita dapat bercakap-cakap lebih leluasa, anak muda. Dan
bagaimana aku harus memanggilmu, maksudku, siapa namamu!"
"Panggil saja aku Giam-ong (Dewa Maut)," Fang Fang tertawa mengejek. "Aku tak
perlu memperkenalkan diri kepada o-rang-orang yang licik dan curang, Tong-
taijin. Kalau kau tak tahu siapa aku malah kebetulan, aku dapat bergerak lebih
leluasa!" Fang Fang duduk, menyeret kursi yang diberikannya itu dan Tong-taijin-
pun merah kembali. Kalau saja pemuda itu tidak dikenalnya sebagai pemuda yang
luar biasa dan hebat tentu pembesar ini sudah membentak dan menyuruh orang-
orangnya menyerang. Namun karena Fang Fang dapat melepaskan sebelas tembakan
dalam satu gerakan saja maka pembesar ini berhati-hati dan melotot saja.
"Hm, kau anak muda yang jumawa," katanya. "Baiklah, aku akan menyebutmu
sebagaimana adanya saja, anak muda. Dan sekarang apa yang hendak kaurunding-
kan!" "Aku tidak hendak merundingkan apa-apa," Fang Fang tertawa. "Melainkan hendak
berkata padamu bahwa kembalilah sebagai pembesar yang jujur dan adil terhadap
rakyat. Kau sewenang-wenang, kau penjahat berkedok domba. Aku tak suka ini dan
hendak bertanya kenapa kau menindas dan mempermainkan rakyat..."
"Brakk!" meja itu digebrak, tiba-tiba Tong-taijin tak dapat menahan marahnya
lagi. "Keparat jahanam kau, anak muda. Kalau begitu mampuslah dan terima ini!"
Tong-taijin memberi tanda, puluhan pengawal yang ada di situ tiba-tiba membentak
dan menerjang Fang Fang. Pemuda i-ni membelakangi mereka dan golok serta tombak
berhamburan menyambar punggung, ada di antaranya yang menyambar Cin-lopek pula.
Tapi ketika Fang Fang menjentik dan tanpa menoleh ke belakang ia mampu membuat
semua senjata itu terpental, hanya dengan sentilan kuku jarinya belaka maka
pengawal kaget dan Tong-taijinpun terbelalak lebar-lebar.
"Ting-ting-crangg!"
Fang Fang membuat orang-orang itu jatuh bangun. Para pengawal yang membentak dan
menerjang ini bukan saja terpental senjatanya melainkan juga berpelantingan ke
sana ke mari. Mereka berteriak dan berseru kaget karena tangkisan Fang Fang tadi
menjalar sampai ke tubuh mereka, bagai disengat listrik karena Fang Fang
mengerahkan sinkangnya yang berhawa panas, jadi tentu saja mengejutkan orang-
orang itu. Dan ketika orang-orang itu berteriak dan kaget serta pucat tiba-tiba
Tong-taijin yang ada di depan Fang Fang mengeluarkan senjata api dan menembak
pemuda itu, dari jarak dekat.
"Awas..... dor!"
Teriakan Cin-lopek tak berguna. Tong-taijin telah meletuskan senjatanya dan
menyambarlah sebutir peluru dengan kecepatan luar biasa ke arah Fang Fang,
dielak-pun tak mungkin Fang Fang mampu. Tapi ketika Cin-lopek berteriak dan Fang
Fang tersenyum menyeringai, aneh sekali, maka kakek itu melongo melihat peluru
itu mental bertemu dada Fang Fang.
"Tang!" Peluru seperti menghantam tembok baja. Sang kakek membelalakkan mata lebar-lebar
sementara Tong-taijinpun seakan tak percaya. Fang Fang kebal dari senjata api!
Tapi ketika Tong-taijin membentak dan melepas tembakan lagi, dua kali berturut-
turut maka Jim-ciangkun yang duduk di sebelah dan cepat melempar tubuh
bergulingan tiba-tiba juga menembak Fang Fang dari samping.
"Dor-dor-dorr...!"
Fang Fang mengebutkan ujung lengan bajunya. Empat tembakan berturut-turut yang
menyambar pemuda ini tiba-tiba dikebut dan peluru-peluru ltupun mental. Tong-
taijin terpekik sementara Jim-ciang-kunpun terbelalak lebar-lebar, pucat. Tapi
ketika Tong-taijin teringat sesuatu dan pembesar itu tampaknya terkejut tiba-
tiba dia berteriak, kabur dan melarikan diri.
"Dia Fang Fang, murid Si Dewa Mata Keranjang!" dan ketika pembesar itu lari
terbirit-birit sementara Fang Fang sudah diserang atas aba-aba Jim-ciangkun maka
komandan Jim yang terkejut oleh teriakan itu tiba-tiba juga membalik dan kabur,
membiarkan saja puluhan orangnya mengeroyok Fang Fang, apalagi ketika dari luar
terdengar bentakan-bentakan dan seruan riuh-rendah dari rakyat di luar yang
rupanya tiba-tiba menyerbu masuk, mendengar tembakan dan letusan-letusan tadi.
"Masuk, serbu! Tuan penolong kita dicurangi!"
Fang Fang membelalakkan mata. Dia melihat ratusan orang tiba-tiba menyerang dan
memasuki gedung Tong-taijin itu, berteriak-teriak, menghantam dan memecahkan
kaca jendela serta mengobrak-abrik tempat itu. Gegerlah suasana ketika dari
kamar-kamar yang didobrak terdengar jeritan dan pekik wanita-wanita muda, selir
atau isteri-isteri Tong-taijin itu. Dan ketika semuanya menjadi hiruk-pikuk dan
Fang Fang menangkis hujan serangan, yang dilancarkan para perajurit atau
pengawal itu maka dia menjadi gemas dan marah karena Tong-taijin, biang penyakit
itu merat bersama Jim-ciangkun. "Keparat!" Fang Fang mendorong dan mengibas
orang-orang itu. "Enyahlah kalian, tikus-tikus bodoh. Dan menghadaplah ke Dewa
Keadilan!" Fang Fang merobohkan dan melempar orang-orang ini, berkelebat dan
menyelinap ke sana ke mari karena tiba-tiba dia ingin mengejar dan menangkap
Tong-taijin itu. Cin-lopek disambarnya dan dibawanya menjauh dari semua
keributan itu. Kakek ini tadi dikempit ketika Fang Fang menghadapi hujan
serangan. Dan ketika Fang Fang menurunkannya dan sudah berada di luar, menepuk
dan menyuruh kakek itu meredakan teman-temannya maka kakek ini bengong melihat
Fang Fang berkelebat menghilang.
"Lopek, suruh teman-temanmu itu menahan diri. Jangan merusaki gedung. Aku
mengejar Tong-taijin dan cegah mereka berbuat semaunya!"
Kakek ini melongo. Untuk kesekian kalinya lagi dia melihat sesuatu yang tak
masuk di akalnya. Tadi pemuda itu mampu menerima peluru-peluru panas dan kini
terbang mengejar Tong-taijin. Sebuah kereta berdepan di sana dan Tong-taijin
lewat belakang. Rupanya, pembesar itu tahu diri dan ketakutan, gentar melarikan
diri dan Fang Fang tentu saja geram. Tong-taijin itu tiada ubahnya pembesar-
pembesar lain yang selalu ketakutan dan pengecut kalau menerima bahaya. Mau
enaknya tapi tak mau getahnya! Maka ketika Fang Fang membentak dan terbang
mengejar, dipandang dan disaksikan Cin-lopek yang ah-oh-ah-oh ternganga di sana
maka Fang Fang meluncur secepat setan mendahului kuda yang berlari kencang.
"Berhenti!" kuda meringkik panjang. '"Keluar dan terima hukumanmu, Tong-taijin.
Atau aku menyeretmu dan kau kuserahkan kepada rakyat!"
Namun tembakan membabi-buta tiba-tiba menyambutnya. Fang Fang telah berjungkir
balik dan menahan kuda yang sedang berlari kencang itu. Empat ekor kuda
ditahannya dengan kedua lengan terangkat dan kuda tak mampu melawannya. Hebat
sekali pemuda ini. Tapi ketika tembakan meluncur membabi-buta dan Fang Fang
kaget serta marah maka kereta itu diangkat dan kuda serta segala isinya
terbanting berhamburan. "Bedebah, kubunuh kau!"
Jerit dan pekik meluncur tumpang-tindih. Fang Fang telah membanting dan membalik
seisi kereta. Empat ekor kuda itu tak mampu melawannya dan merekapun terguling
menggelepar-gelepar. Empat penghuni kereta mencelat terlempar dan mereka itulah
yang menjerit dan memekik, campuraduk dengan ringkik kuda. Tapi ketika tak
satupun adalah Tong-taijin dan Fang Fang terbelalak karena mereka itu hanya
kusir dan tiga pengawal maka Fang Fang tertegun namun sudah menyambar seorang di
antara mereka, mencekik lehernya.
"Di mana Tong-taijin, dan juga Jim-ciangkun!"
"Ak... aku tak tahu. Ta... tanya pemimpin kami, siauwhiap (pendekar muda). A.... aku
sungguh tak tahu.... bruk!" Fang Fang membanting orang itu, berkelebat dan sudah
menyambar yang ditunjuk. "Kau juga tak tahu" Minta kubanting mampus?"
"Am... ampun. Tong-taijin ke selatan, siauwhiap. Ka... kami memang disuruh
mengecohmu.... bruk!" orang itupun dilempar, menguik dan terbanting pingsan di
sana. Fang Fang menjadi marah karena dia ternyata ditipu. Sang biang keladi a-da
di tempat lain. Dan ketika dia berkelebat dan menendangi orang-orang itu, yang
seketika mencelat dan terbanting pingsan maka Fang Fang sudah bergerak dan
terbang ke selatan. "Terkutuk, jahanam keparat. Awas kau, orang she Tong. Kujantur dan kupelintir
lehermu nanti!" Fang Fang mengepal-ngepal tinju. Dia memang naik darah dan gusar bahwa untuk
pertama kali ini dia ditipu mentah-mentah. Babi yang dicari ternyata kabur ke
arah lain sementara yang didapatnya hanya empat ekor kucing kurus. Bedebah,
terkutuk! Dan ketika Fang Fang mengerah kan ginkangnya dan kembali ke selatan,
melewati lagi gedung itu maka dilihatnya orang-orang di dalam gedung sudah agak
reda. Jeritan dan bentakan tak terdengar lagi dan rupanya rakyat sudah berhasil
menundukkan orang-orangnya Tong-taijin itu, para pengawal yang kejatuhan sial.
Tapi karena dia harus mengejar lawan dan Tong-taijin tentu semakin jauh maka
Fang Fang melewati saja dan orang-orang di dalam gedung terpekik melihat
bayangannya yang meluncur secepat setan.
"Heii, itu tuan penolong kita!"
"Dan dia terbang seperti burung, ah!" dan ketika seruan atau pekik kagum
terdengar di sana-sini, karena Fang Fang berkelebat dan meluncur seperti burung
rajawali maka pemuda itu melambaikan tangan dan lenyap ke selatan. Fang Fang tak
mau memasuki gedung itu karena tak ingin kehilangan jejak Tong-taijin. Di gedung
itu sudah ada Cin-lopek dan dia percaya kakek itu pasti dapat mengendalikan
teman-temannya, karena rakyat melihat bahwa kakek inilah yang paling dekat dan
mengenal Fang Fang. Maka ketika dia terbang dan mengerahkan kepandaian lari
cepatnya maka Fang Fang sudah keluar kota dan benar saja melihat larinya sebuah
kereta yang dipacu kencang, mirip diburu hantu.
"Berhenti!" Fang Fang membentak dari belakang. "Aku telah menangkapmu, Tong-
taijin. Jangan lari dan siaplah menerima hukuman!"
Namun, mana kereta itu mau berhenti" Justeru mendengar suara Fang Fang tiba-tiba
kusirnya membentak sang kuda. Kusir ini ketakutan dan kuda mencongklang lebih
cepat lagi. Mereka meringkik panjang dan laripun seolah terbang. Tapi " ketika
Fang Fang membentak dan menarik besi di belakang, yakni sambungan kereta kalau
ingin digandeng dengan kereta yang lain maka kuda terkejut ketika tiba-tiba
tertahan dari belakang, seolah diganduli atau dicengkeram sebuah tangan raksasa.
"Riiitttt....!"
Roda kereta berderit panjang ketika bergesek dengan batu-batu yang keras di
jalanan. Lelatu api bahkan sampai berpijar dan keempat ekor kuda yang ada di
depan sampai meringkik dengan kedua kaki terangkat tinggi-tinggi. Bukan main
hebatnya tenaga Fang Fang. Tapi ketika pemuda itu menghentikan kereta dan kusir
di depan terpelanting kaget, karena tak mampu menguasai kendaraannya lagi maka
tiba-tiba letusan senjata api berhamburan dari dalam.
"Dor-dor-dorr!"
Fang Fang mengumpat. Lagi-lagi dia ditembak dari dalam namun dengan sigap pemuda
ini melejit ke kanan. Di situ ada pintu kereta dan Tong-taijin serta orang-
orangnya menembak ke belakang, karena memang dia ada di belakang. Tapi begitu
dia sudah di sisi kereta dan pintu itu ditendang dan dijebol maka para penembak
tampak terkejut namun tak mampu menge lak ketika Fang Fang berkelebat dan
menotok roboh mereka. "Tuk-tuk-tuk!" Fang Fang marah dan geram. Di dalam kereta samar-samar tampak seorang pendek
gendut yang dikira Tong-taijin. Fang Fang merobohkan terlebih dahulu orang ini
dan menendangnya keluar, baru yang lain. Tapi ketika semua menggelinding dan
merintih-rintih di luar, minta ampun, maka Fang Fang tertegun karena si gendut
itu ternyata bukan Tong-taijin!
"Heh, mana jahanam keparat itu" Kalian mempermainkan aku?" Fang Fang r menyambar
dan mencengkeram si pendek gemuk ini, yang kontan menjerit dan mengaduh-aduh.


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mana Tong-taijin dan Jim-ciangkun?"
"Am... ampun!" si gendut itu mengelepar-gelepar. "A... aku tak tahu, siauwhiap. Dia...
dia tak kuketahui ke mana..."
"Bohong!" Fang Fang menjepit jalan darah di belakang tengkuk, yang membuat orang
seperti digigit semut api. "Kau tak mau memberi tahu dan sengaja melindungi
jahanam she Tong itu" Kau minta mampus" Baik, rasakan itu dan jangan mengaku
sampai kau benar-benar tobat!" dan si gendut yang kontan saja berteriak-teriak
tak tahan tiba-tiba mengiba dan berkata bahwa Tong-taijin ke kota Chang-sha, ibu
kota propinsi. . "Dia... dia menghadap gubernur Gak. Minta tolong dan
perlindungan!" "Hm, Gak-taijin" Mau bersembunyi dan berlindung di sana" Bedebah, biarpun
berlindung di sarang siluman tetap akan kucari, babi gemuk. Kalau begitu
tidurlah dan tenang-tenang di sini.... plak!" Fang Fang menampar, menepuk atau
memukul dahi si gemuk itu dan kontan "babi" ini mengeluh. Dia terlempar dan
pingsan tak sadarkan diri. Dan ketika yang lain-lain pucat dan menggigil minta
ampun, Fang Fang mendepak dan tak perduli maka orang-orang itu terlempar dan
terbanting pingsan pula di sana.
Selanjutnya Fang Fang berkelebat dan langsung ke Chang-sha. Dia belum pernah ke
kota itu dan Gak-taijinpun belum pernah dikenalnya. Tapi karena gubernur itu
bawahan Cun-ongya dan dia sudah mengenal nama maka Fang Fang menggerakkan
tubuhnya dan terbang ke sana. Ada beberapa jalan ke ibu kota propinsi itu dan
Fang Fang diam-diam bingung. Jalan manakah kiranya yang diambil Tong-taijin"
Kalau dia mampu menangkap pembesar itu tidak di rumah Gak-taijin tentu lebih
baik. Dia tak usah berurusan dengan gubernur dan membawa kembali pembesar itu
kepada rakyat. Rakyat Se-wailah yang akan mengadili, karena dikhwatir-kan atasan
Tong-taijin itu akan membela atau sedikitnya melindungi bawahan. Tapi ketika
Fang Fang tiba di Chang-sha, melakukan perjalanan cepat dan tak berhasil
menangkap pembesar itu di tengah jalan maka yang dihadapi pertama kali adalah
seraut wajah manis dari seorang gadis cantik!
"Selamat datang, ini tentu Fang Fang siauwhiap si Playboy Dari Nanking. Silahkan
masuk. Mari... mari, Fang-kongcu... Kau tentu mencari Gak-taijin. Kebetulan, ada di
dalam!" Fang Fang tertegun. Si cantik nan manis yang tiba-tiba membuat hatinya berdetak
itu sudah menyambut dan menyapanya di depan pintu. Tadi dia melewati pen jagaan
beberapa orang pengawal dan entah bagaimana gadis cantik ini tiba-tiba tahu
kedatangannya, dan lebih lagi, namanya! Tapi mendengar orang menyebutnya sebagai
"playboy" maka Fang Fang berkerut dan tidak senang. "Maaf, kau siapa?"
"Hi-hik, akan kauketahui nanti di dalam, kongcu. Yang jelas, tolong lepas dulu
topeng karetmu itu karena aku ngeri!"
-o~dewikz~abu~-o - Jilid : XXIV FANG FANG terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia masih mengenakan topeng nya
itu, topeng karet di mana kedua bola matanya kelihatan sedikit. Tapi karena dia
tak mengenal siapa gadis ini sementara gadis itu mengenalnya maka dia ragu
membuka topengnya itu. "Kenapa tidak segera dibuka" Kau takut dikenal orang" Hi-hik, lucu. Kau sudah
kukenal, Fang-kongcu. Dan percuma kau menyembunyikan wajahmu itu. Kalau kau
masuk dengan cara begini salah-salah Gak-taijin tak mau menemuimu!"
Terpaksa, karena itu dirasa benar maka Fang Fang membuka dan melepas topengnya
itu. Dan begitu dia memperlihatkan wajah maka yang pertama adalah seruan kagum
yang keluar, seruan dari mulut mungil itu,
"Ah, tampan. Gagah dan tampan!"
Fang Fang semburat. Biasanya, laki-lakilah yang memuji wanita, bukan wanita yang
memuji laki-laki, apalagi begitu terang-terangan. Tapi Fang Fang yang
menyeringai dan berdegup jantungnya sudah dibuat dag-dig-dug, maklum bahwa dia
berhadapan dengan seorang wanita yang bukan "mentah" lagi.
"Apakah begini caramu mempersilahkan tamu?" Fang Fang tertawa menekan debaran
jantungnya. "Apakah Gak-taijin menyuruhmu untuk melancarkan pujian-pujian
sebelum menghantam aku dari belakang?"
"Ah, hi-hik. Kau terlalu berprasangka buruk, kongcu. Kau tampaknya seperti orang
ketakutan. Apakah begini murid Dewa Mata Keranjang yang lihai dan sakti" Apakah
begini kau mencurigai tuan rumah?"
"Hm, aku tidak curiga, juga tidak takut. Tapi hati-hati kukira adalah watak
semua orang! Eh, aku tak mau ngobrol lagi denganmu, nona. Kupikir cukup dan
antarkan aku!" Si gadis tertawa. Akhirnya Fang Fang diajak ke dalam dan masuklah pemuda itu
menemui Gak-taijin. Di beberapa ruangan Fang Fang bertemu dengan pengawal-
pengawal lagi namun mereka itu tak mengganggunya. Mereka bahkan mengangguk dan
memberi hormat di depan gadis itu, menyebutnya "Leng-siocia" (nona Leng). Dan
ketika Fang Fang mulai tahu nama orang sementara gadis itu tersenyum-senyum dan
terus melangkah ke dalam akhirnya Fang Fang disuruh menunggu dan duduk di
ruangan hijau. "Aku akan memanggil taijin. Silahkan duduk dan tunggu dulu sebentar di sini."
"Hm," Fang Fang berdebar. "Kau tak akan lama-lama, bukan?"
"Hi-hik, memangnya kenapa" Kau tak dapat jauh dariku?"
Fang Fang terkejut. Si gadis tertawa namun sudah membalikkan tubuhnya. Kata-
katanya tadi jelas "tantangan" dan Fang Fang membelalakkan mata melihat pinggul
si gadis menari-nari. Amboi, betapa indah dan hebatnya. Dan ketika pinggul itu
malah sengaja digoyang-goyang dan jakun Fang Fang naik turun maka birahi atau
nafsu Fang Fang tiba-tiba mulai bergolak.
Entah kenapa mendadak Fang Fang merasa "syur". Dia tertarik dan mau tak mau
terpikat kepada Leng-siocia ini. Dan karena sikap serta kata-kata orang begitu
menantang dan menarik hatinya maka meskipun di luarnya dia bersikap dingin dan
acuh namun di dalam sebenarnya Fang Fang sudah mulai panas!
Tapi tak lama kemudian Fang Fang menghentikan lamunannya itu. Bayangan Leng-
siocia yang begitu memikat dan aduhai, terutama pinggulnya yang naik turun
begitu berirama mendadak terganti oleh masuknya seorang laki-laki tinggi kurus
berwajah segar. Laki-laki ini diiring Leng-siocia, datang dan belum apa-apa
sudah melambaikan tangan kepadanya, tertawa, seolah seruan sahabat yang lama
tidak jumpa. Dan ketika Fang Fang bangkit berdiri dan dapat menduga itulah
tentunya Gak-taijin maka laki-laki ini sudah menyapanya dari jauh,
"Hai, sudah lama menunggu aku, Fang-kongcu" Ha-ha, maaf. Aku baru saja mandi dan
diberi tahu Ci Leng ini. Selamat datang, sebuah kehormatan besar bagiku bahwa
kau mengunjungi aku. Ada pesan dari Cun-ongyakah?"
Fang Fang tertegun. Gak-taijin kiranya seorang gubernur ramah yang begitu
simpatik. Sikap dan kata-katanya penuh persahabatan dan lembut. Fang Fang cepat
membalas hormat orang ketika Gak-taijin sudah berdiri di depannya, tertawa dan
seharusnya dialah yang terlebih dulu memberi hormat tuan rumah. Dan ketika dia
terbelalak dan menggeleng, bukan sebagai urusan Cun-ongya maka dia bertanya
bagaimana Gak-taijin dapat menduganya begitu.
"Gampang, kau terkenal sekali di kota raja. Gurumu adalah sahabat Cun-ongya.
Kalau bukan suruhan Cun-ongya apa lagi maksudmu datang ke mari" Benarkah begitu,
kongcu?" "Tidak," Fang Fang menggeleng, melihat Leng-siocia tersenyum padanya, mata
memain, lincah berkelak-kelok. "Aku., aku datang sebagai utusan diriku sendiri,
taijin. Maksudku, hm... aku mau mencari Tong-taijin, bupati Se-wai!"
"Ah, ada apakah" Dan kau membawa senjata api! Aduh, ngeri aku melihat dandananmu
ini, kongcu. Kau bukan lagi seperti pemuda Han melainkan koboi yang mau ngamuk!
Ah-ah, lepaskan pistolmu itu dan jangan menakut-nakuti aku. Kaisar sudah
melarang senjata api dan penduduk tak boleh memilikinya!"
"Itulah," Fang Fang mulai gugup, melihat Ci Leng atau Leng-siocia itu
mengganggunya dengan bola mata yang terus memain. "Aku justeru melihat ini pada
diri bupati Tong itu, taijin. Dan aku mau menangkapnya karena dia membuat onar
dan kekacauan di Se-wai!"
"Hm, benarkah" Masa seorang bupati malah mengacau dan membuat onar di daerahnya
sendiri" Omongan apa ini, Fang-kongcu ?"
"Kau boleh membuktikannya kepada rakyat, taijin. Aku melihat dan membuktikannya
sendiri. Aku datang memang untuk urusan itu!" dan ketika Fang Fang disuruh duduk
dan tenang, karena pemuda ini tampak gugup maka Gak-taijin bertanya apa saja
yang terjadi, ada apa di kota Se-wai.
"Selama ini aku tak mendengar apa-apa, semuanya beres. Bagaimana tiba-tiba bisa
begitu" Dan kenapa kau mencari bupati itu ke sini" Apakah dia lari ke sini?"
"Benar, rakyat mengamuk dan mengobrak-abrik gedungnya, taijin. Dan aku mengejar
serta mau membekuk bupati itu. Dia menyerangku dan menembakku berkali-kali.
Lihat, bajuku berlubang-lubang oleh kecurangan Tong-taijin itu!" dan ketika Fang
Fang memperlihatkan dan menunjukkan bajunya yang berlubang-lubang, tembus peluru
maka Gak-taijin membelalakkan mata dan tampak takjub.
"Luar biasa, dan kau tak apa-apa. Ah, betul kata orang bahwa kau kebal senjata
api. Hebat, kau mengagumkan sekali sebagjai murid gurumu itu. kongcu. Aku benar-
benar merasa takjub dan kagum akan ini!"
"Maaf," Fang Fang tersipu. "Aku bukan mau pamer kepandaian, taijin, melainkan
mau melapor dan memberi tahu sepak terjang bupati itu. Dia kurang ajar, patut
dihukum!" 'Hm-hm, tentu.... tentu. Dia anak buahku, kongcu. Dan aku tentu akan memeriksanya.
Kalau betul dia melakukan tindakan-tindakan itu tentu dia kuperingatkan keras.
Tapi aku harus mendapatkan bukti-bukti. Aku tak boleh gegabah!"
Taijin tak percaya kepadaku?"?"Bukan... bukan begitu!" sang gubernur tertawa menggoyang lengan. "Hanya sebagai
atasan yang baik tentu aku harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kong-cu.
Jangan sampai menjatuhkan hukuman terlalu ringan kalau tidak mencari bukti dari
orang-orang lain lagi. Bukankah aku harus ke Se-wai dan mencari keterangan di
sana" Dengan demikian bisa adil menjatuhkan hukuman, jangan sampai kurang!"
"Dan kongcu tak perlu khawatir," Ci Leng tiba-tiba berkata. "Gak-taijin adalah
orang jujur dan bijaksana, tak mungkin membela atau melindungi bawahan sendiri
kalau terbukti bersalah, apalagi berat!"
"Hm," Fang Fang tiba-tiba teringat. "Siapakah Leng-siocia ini, taijin" Bolehkah
aku tahu?" "Ah, dia tak memberitahukannya kepadamu?"
"Tidak." "Ha-ha, terlalu. Ini adalah kepala pengawal di sini. Dia pembantuku terpercaya!"
dan ketika Fang Fang tertegun dan membelalakkan mata, karena gadis atau wanita
itu ternyata adalah kepala pengawal, berarti seorang yang berkepandaian maka
tiba-tiba dia mendesah dan bangkit berdiri.
"Ah, kiranya kau adalah kepala pengawal. Pantas, semua tunduk padamu dan begitu
hormat. Ah, aku yang tak menyangkanya, nona. Maaf kalau tadi aku bersikap kurang
hormat!" dan Fang Fang yang buru-buru menjura di depan si gadis tiba-tiba
gembira dan ingin menjajal kepandaian lawannya ini. Kalau lawan sudah disebut
sebagai kepala pengawal tentu hebat kepandaiannya. Maka begitu memberi hormat
dan gembira merangkapkan lengan tiba-tiba Fang Fang sudah mengerahkan sinkangnya
dan ingin tahu sampai di mana kekuatan gadis itu.
"Plak!" Fang Fang melihat Leng-siocia tertawa, cepat mengebutkan lengan baju.
"Aku tak berani menerima hormatmu, kongcu. Terlalu tinggi!" dan ketika Fang Fang
tergetar dan cepat menambah tenaga, karena lawan memukulnya balik maka kedua
orang itu bergoyang-goyang sejenak tapi Ci Leng akhirnya terhuyung mundur dengan
muka pucat. Fang Fang segera tahu bahwa gadis ini cukup hebat, meskipun masih
kalah olehnya. Dan ketika dia girang bahwa gadis ini lumayan juga maka cepat dia
menarik tenaganya dan buru-buru menahan pundak gadis itu yang otomatis tertarik
ke depan. "Maaf.... maaf, aku kagum kepadamu, Leng-siocia. Kiranya kau memang benar-benar
hebat!" dan ketika gadis itu semburat karena kalah kuat, mendongkol tapi lega
bahwa Fang Fang tak sombong, karena pemuda itu menarik kembali tenaganya dan
menahan pundaknya maka gadis ini tersipu malu namun juga kagum.
"Kau hebat, Fang-kongcu. Tapi akulah yang seharusnya kagum. Aku belum apa-apa
dibanding denganmu dan kepandaianmu benar-benar tinggi sekali!"
Fang Fang tersenyum. Gak-taijin sudah tertawa karena dia maklum akan adu tenaga
tadi, hal yang biasa dilakukan orang-orang kang-ouw karena begitulah biasanya
mereka. Dan ketika Fang Fang disuruh duduk kembali dan Ci Leng berdiri di
belakang sang gubernur maka Gak-taijin berjanji bahwa urusan itu akan
diselesaikannya. "Aku belum menerima kedatangan bawahanku itu, tapi kalau kongcu tak percaya
boleh saja menyelidiki rumah ini-. Kuberi kebebasan!"
"Tidak," Fang Fang mulai malu, melihat pembesar ini rupanya jujur dan sungguh-
sungguh. "Kalau dia belum datang biarlah aku menunggunya juga, taijin. Toh aku
harus membalas padanya untuk hutang beberapa peluru-peluru itu."
"Hm, harap kongcu tidak main hakim sendiri. Kalau kau sudah melaporkannya
kepadaku maka akulah yang bertindak, kongcu. Kau sebagai saksi kalau bawahanku
itu menyangkal. Kongcu tentu tak akan menghilangkan mukaku, bukan?"
Fang Fang sadar, merasa di rumah o-rang, mengangguk dan menyatakan baiklah dia
menyerahkan persoalan itu kepada Gak-taijin. Dan ketika sang gubernur tersenyum
dan bangkit berdiri maka Gak-taijin berkata akan mengutus orang-orangnya ke Se-
wai, mencari bukti. "Biarlah kongcu ditemani Ci Leng ini dulu. Kalau ada apa-apa tentu pembantuku
ini dapat menolong dan silahkan beristirahat."
Fang Fang tak berkutik. Setelah dia berhadapan dengan Gak-taijin dan melihat
bahwa pembesar itu begitu simpatik dan ramah maka dia merasa mati kutu, apalagi
semua menyambut baik dan Gak-taijin sendiri berjanji akan menangani bawahannya.
Maka ketika sang pembesar meninggalkannya dan Ci Leng menyambar lengannya, hal
yang mula-mula mengejutkan maka Fang Fang malah gembira dan bangkit gairahnya
ketika gadis itu mengajaknya berdua.
"Aku memiliki kamar di belakang, kebetulan kamar sebelah kosong. Nah, itu
untukmu, Fang-kongcu. Kita dapat bercakap-cakap dan bebas melakukan apa saja.
Mari, kuantar dan kita ngobrol di sana!"
Fang Fang Ci Leng tak malu-malu memegang lengannya dan dia-pun juga tak sungkan-
sungkan memegang lengan orang. Dan karena Fang Fang pada dasarnya suka kepada
wanita cantik dan dia persis gurunya maka begitu diajak ke belakang dan diberi
kamar di sebelah kamar Ci Leng tiba-tiba Fang Fang lupa kepada "perjanjiannya"
dengan kakek lihai Bu-tek Sin-kun tentang mengendalikan hawa nafsu berahi.
"Aku tak akan bermain sex. Aku akan mengekangnya. Boleh kita sama-sama lihat,
locianpwe. Dan jangan buru-buru men tertawakan aku!"
Itulah janji Fang Fang dulu. Tapi apa yang terlihat sekarang" Fang Fang sudah
terlanjur dibetot dan tertarik semangatnya oleh si cantik ini. Ci Leng bukanlah
gadis biasa saja yang tak tahu gerak-gerik lelaki. Gadis itu mampu menaikkan
tekanan darah seseorang dengan tingkah dan lakunya, juga lenggang atau langkah
kakinya itu. Dan karena Fang Fang tertarik dan kagum akan sepasang pinggul o-
rang yang indah menari-nari maka tak lama kemudian diapun sudah menyentuh dan
meraba pinggul ini. Dan ketika Ci Leng tak menolak dan bahkan terkekeh, Fang
Fang semakin berani maka belum satu jam saja Fang Fang sudah menjadi pemuda yang
"ramah", alias: rajin menjamah!
-o~dewikz~abu~-o- "Nah, ini kamarmu," si gadis membuka pintu kamar dan masuk. "Pengap dan agak
berbau, Fang Fang. Tapi dapat kusemprot dan kusiram wangi-wangian!"
Fang Fang tertawa. Akhirnya dia menyuruh gadis itu memanggil namanya begitu saja
sementara diapun memanggil Ci Leng tanpa embel-embel siocia. Mereka sekarang
akrab dan satu sama lain sudah menyebut nama. Ci Leng tertawa dan Fang Fang pun
tertawa. Dan ketika gadis itu menyemprot wangi-wangian sementara Fang Fang
melepas topeng karetnya, menyimpan tapi masih menggantung dan melekatkan pistol
tak jauh dari pinggang maka Ci Leng geli menarik kursi.
"Lucu, kau ini seolah bukan pemuda Han saja. Kenapa membawa-bawa pistol dan
tidak melepaskannya, Fang Fang" Memangnya kau takut bahaya?"
"Ha-ha, siapa takut" Aku hanya ingin bergaya, maksudku, tentu lebih gagah begini
ketimbang tidak!" "Hra, kepandaianmu tinggi, sinkangmu pun hebat. Untuk apalagi senjata api" Kau
tak merasa kikuk membawanya di dalam kamar?"
"Maksudmu, kau ingin aku membuangnya" Baiklah..." Fang Fang tertawa. "Kulepas
sejenak, Ci Leng. Dan mari bercakap-cakap apa yang ingin kauperbincang-kan!"
"Hm, aku ingin bercakap-cakap apa saja, kecuali pertikaian..."
"Wah, siapa mau bicara pertikaian" Aku tidak bertikai denganmu!"
"Betul, tapi bukan itu maksudku. Yang kumaksud adalah jangan kita bicara tentang
Tong-taijin, itu..."
"Hm!" Fang Fang menarik napas, gemas. "Kau sudah memintanya, Ci Leng. Baiklah
aku memenuhinya. Sekarang, apa yang ingin kaubicarakan?"
Gadis itu tersenyum manis, bangkit berdiri. "Kau sendiri..." katanya. "Apa yang
ingin kaubicarakan" Sudah kuberi tahu bahwa sebaiknya kita bicara yang bukan
masalah itu, kita bercakap-cakap dan kuambilkan dulu minuman untukmu." si cantik
melenggang, mengayun langkahnya yang aduhai itu dan Fang Fang menahan napas.
Kalau sudah begini, kalau sudah melihat pinggul yang menari-nari itu maka
selamanya hatinya berdebur kencang. Entahlah, daya tarik gadis itu justeru di
pinggulnya. Pinggul itu begitu bulat dan kalau sudah menari-nari, wow... naik
turun jakun lelaki. Itu pasti! Maka ketika Fang Fang tertegun dan matanya
bersinar-sinar memandang pinggul si nona, yang begitu memikat dan penuh daya
pesona maka Fang Fang kaget tersipu ketika mendadak si empunya pinggul membalik,


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berseru, "Heii, kau tidak dengar pertanyaanku, Fang Fang" Kau mau arak atau kopi!"
"Hm-hm!" Fang Fang tergagap. "Apa-apa boleh, Ci Leng. Tapi rasanya yang
ternikmatlah yang kumau!"
"Maksudmu?" "Ah, kau tak tahu" Sudahlah, bawa apa saja dan nanti tentu tahu!" dan ketika
Fang Fang tertawa memandang bagian tubuh si nona yang paling menarik hatinya
maka Ci Leng sadar dan tertawa, genit.
"Dasar mata keranjang, di mana-mana saja sama!"
"Hm, tidak!" Fang Fang bergairah. "Di sini aku lebih merasa senang, Ci Leng.
Maksudku, aku lebih merasa bahagia!"
"Gombal!" dan ketika si gadis terkekeh dan membawa arak, meletakkannya di meja
kecil maka Ci Leng tertawa berkata, "Fang Fang, kau benar-benar mewarisi watak
gurumu. Kau pantas menjadi murid Dewa Mata Keranjang. Apalagi yang kauperoleh
dari gurumu itu ilmu-ilmu merayu wanita" Kau pandai memuji, dan pasti juga
pandai berdusta!" "Hm, berdusta tentang apa" Untuk a-pa" Aku selamanya memuji setulus hatiku, Ci
Leng. Dan kalau aku bilang kau cantik maka itu bukan rayuan melainkan pujian
yang benar-benar tulus dari hatiku. Ah, dan kau hari ini begitu mempesona.
Lenggangmu begitu aduhai dan terus terang saja aku tertarik!"
"Hush, ceriwis kau!"
"Ceriwis" Ha-ha, kalau ini dikatakan ceriwis maka aku tetap ingin ceriwis, Ci
Leng. Tanyalah setiap lelaki apakah kata-kataku salah. Uh, kau menggairahkan,
entah kenapa aku mendadak jatuh cinta padamu!"
"Sorry," si gadis berkelit, Fang Fang mau mencium. "I don't like it (aku tak
menyukai ini), Fang Fang. Jangan main tubruk kalau ingin memikat seorang gadis!"
Fang Fang terkejut. "Kau dapat berbahasa asing?"
"Hm, sedikit-sedikit. Tentu bukan kau saja yang bisa!" dan ketika gadis itu
terkekeh sedangkan Fang Fang melongo, karena tak menyangka lawan bicaranya
demikian lincah maka dia sudah tersenyum tapi tiba-tiba gelap ketika ditanya
tentang hubungannya dengan Sylvia, gadis yang tak dapat dilupakannya seumur
hidup. "Aku mendengar bahwa kau jatuh cinta berat kepada puteri Tuan Smith itu.
Benarkah?" "Hm, dari mana kau tahu?"
"Eh, aku pembantu Gak-taijin, Fang Fang. Dan Gak-taijin sering ke kota raja. Apa
yang terjadi di sana tentu diceritakannya kepadaku. Sayang, waktu aku
mengawalnya ke sana kau sedang pergi!"
"Hm-hm!" Fang Fang mendengar gadis ini berceloteh tentang perbuatannya di kota
raja. "Kau menggegerkan istana, Fang Fang. Dan kau hampir saja memaksa sri
baginda kaisar. Ampun, kalau bukan cintamu yang demikian berat mana mungkin kau
melakukan itu" Kau lupa segala, seperti orang gila!"
"Ya, aku seperti gila," Fang Fang terkenang itu. "Tapi sudahlah jangan bicarakan
ini. Kau tentu tak ingin melukai hatiku, bukan" Kau tentu tak akan mengajak aku
ke kenangan yang pahit?"
"Sorry," si gadis tersenyum. "Aku tak sengaja, Fang Fang. Tapi kudengar kau
belajar bahasa asing dari gadis cantik i-tu. Dan barangkali inilah permulaannya
hingga kau dapat bercakap-cakap seperti mereka."
"Not much (tak banyak)," Fang Fang sedikit pamer. "Aku hanya tahu sepatah dua
patah, Ci Leng. Agaknya tak seperti kau yang kelihatannya sudah begitu pandai.
Aku hanya pandai bilang 1 love you atau you love me (kau cinta padaku)'"
"Cih!" si gadis terkekeh. "Beginilah watak aslimu, Fang Fang. Selalu berkata
cinta setiap melihat gadis cantik. Tapi tak apalah, akupun suka padamu!"
"Hm," Fang Fang menyambar lengan itu, mengusapnya. "Kau betul-betul suka
kepadaku" Kau tak menolak kalau kuajak....?"Eh, nanti dulu!" si nona meloncat.
"Ada uang abang sayang, Fang Fang. Tak ada uang lu gua tendang, hi-hik!"
Fang Fang tertegun. "Kau sungguh-sungguh" Kau butuh uang?"
"Ah, lelaki bodoh. Siapa butuh uang sepertimu ini" Hm, tidak. Aku tak butuh
uang, Fang Fang. Aku mempunyai uang banyak dan cukup. Bukan, bukan itu.
Maksudku, hmm... kalau kau benar-benar suka kepadaku tentu kau tak akan begitu
saja bersahabat denganku. Maksudku, hm ... aku penasaran dengan ilmu silatmu tadi
dan ingin belajar darimu!"
Fang Fang terkejut, tiba-tiba tertawa. "Ci Leng," katanya. "Ilmu kepandaianmu
kurasa tinggi dan cukup. Apa maksudmu dengan belajar tadi" Kau penasaran kubuat
terhuyung di depan tadi?"
"Benar," gadis itu tersenyum, pahit. "Aku penasaran olehmu, Fang Fang. Dan terus
terang aku ingin menjajal lagi di sini.... haiittt!" Ci Leng tiba-tiba mencabut
pedang, mundur dan meloncat di sudut. "Sekarang tak ada Gak-taijin lagi, Fang
Fang. Aku tak perlu sungkan padanya kalau mencoba lagi ilmu silatmu. Ayolah,
kita bertanding dan akan kuserahkan segala-galanya kalau kau dapat mengalahkan
aku selama seratus jurus!"
Fang Fang tertawa, tiba-tiba merasa geli. "Ci Leng, kau aneh. Kita baru saja
ngobrol, masa harus berbaku hantam" Ah masalah belajar tentu saja aku mau
memenuhi permintaanmu, tak usah bertan=-ding. Baiklah, simpan pedangmu dan aku
sudah tertarik oleh penawaranmu tadi!" Fang Fang maju melangkah, pura-pura
membujuk si nona tapi tiba-tiba secepat kilat tangannya bergerak, menotok dan
melepaskan pedang di tangan gadis itu. Dan ketika Ci Leng terkejut dan memekik
tertahan, kaget, maka pedang itu sudah berpindah tangan dan Fang Fang tertawa
bergelak. "Bagaimana, tak perlu seratus jurus, kan" Nah, ayolah. Kita ngobrol-
ngobrol lagi dan jangan buat aku takut melihat pedang!"
Fang Fang membalik dua jarinya, melontar dan tiba-tiba pedang sudah masuk
kembali ke sarungnya di belakang punggung Ci Leng. Gadis itu tadi tertotok dan
terkejut karena tangannya tiba-tibatak dapat digerakkan, kaku. Dia terkejut dan
membelalakkan mata karena Fang Fang secara lihai menipunya, dia lengah. Tapi
ketika gadis itu tertawa dan bebas kembali, Fang Fang tak menotoknya lama maka
Ci Leng menubruk dan gemas memukul dada pemuda ini.
"Fang Fang, kau licik, curang. Tapi, ah... aku suka padamu!" dan ketika Fang Fang
menyambut dan tertawa mengembangkan lengan maka Ci Leng sudah berada di
dekapannya dan tiba-tiba dia mencium.
"Ci Leng, aku cinta padamu!"
Sang gadis tak berontak. Ci Leng hanya mengeluarkan keluhan panjang ketika
dicium, persis seekor kucing dibelai majikannya, manja tapi minta. Dan ketika
Fang Fang tentu saja gembira dan segera meraba pakaian si nona maka diapun
melepas itu dan membantingnya ke tempat tidur.
"Hi-hik, kau rajin sekali, Fang Fang. Seperti seekor kuda lapar!"
"Ah, bagaimana tak lapar melihat tubuh begini denok" Kau menggairahkan, Ci Leng.
Kau manis dan cantik sekali. Ah, mari kita bersenang-senang!" dan ketika Fang
Fang melumat dan mencium si gadis, menggebu dan melancarkan ciuman-ciuman panas
akhirnya Ci Leng tak tahan dan mengerang panjang pendek, membalas dan segera
mereka bergulingan melepas gairah. Fang Fang tak ingat lagi akan janjinya kepada
Sin-kun Bu-tek. Fang Fang tak ingat lagi akan keadaan sekelilingnya, nafsu telah
menguasainya sedemikian dalam. Tapi ketika masing-masing sudah tak berpakaian
lagi dan Fang Fang kagum akan tubuh si nona mendadak Ci Leng menahan, mencegah.
"Stop, nanti dulu, Fang Fang. Benarkah kau akan memberiku pelajaran-pelajaran
silatmu yang lihai!"
"Hm, tentu saja, Ci Leng. Bukankah aku sudah berjanji?"
"Kau tak menipu?"
"Asal kau tetap menjadi kekasihku!" dan ketika Fang Fang mendengus dan menubruk
si nona, yang tak dapat mengelak lagi maka Fang Fang sudah berbisik bahwa semua
itu akan diberikannya. Ci Leng gembira dan menyambut lawannya, terkekeh karena
Fang Fang menciumi buah dadanya hingga geli. Dan ketika gadis itu membalas dan
ganti menciumi Fang Fang maka murid Dewa Mata Keranjang ini dibuat mabok dan
lupa daratan. Apa yang belum pernah dialami Fang Fang telah diberikan gadis itu.
Apa yang belum pernah diberikan Hong Hong telah diberikan oleh kepala pengawal
Gak-taijin ini. Dan ketika Fang Fang terkejut tapi juga menggelinjang kenikmatan
maka diam-diam Fang Fang kaget bahwa Ci Leng ternyata gadis yang luar biasa
dalam bermain cinta. Sampai akhirnya, ketika dua jam kemudian dia dibuat
terkapar maka Fang Fang mendengus-dengus seperti seekor kuda kelelahan, mandi
keringat. "Cukup, ah... cukup. Kau luar biasa dan hebat sekali. Sudah, ah... sudah, Ci Leng.
Nanti lagi!" Ci Leng terkekeh. Fang Fang dibuatnya lupa daratan karena permainannya begitu
melangit. Fang Fang belum pernah merasakan apa yang seperti ini. Pemuda itu
puas, puas sekali. Maka ketika Ci Leng menubruk dan memeluknya, manja, Fang Fang
tersenyum bahagia mendapatkan a-pa yang dicari.
"Kau luar biasa sekali, hebat. Tapi dari mana kau bisa mendapatkan semuanya itu"
Hm, kau ternyata bukan gadis sembarang gadis, Ci Leng. Kau rupanya sudah banyak
bergaul dengan lelaki!"
Ci Leng tiba-tiba marah, mengerutkan kening. "Fang Fang, perlukah bicara seperti
ini" Perlukah kuingatkan bahwa kau-pun bukan pemuda hijau yang masih mentah"
Bukankah kau juga banyak bermain cinta dengan wanita-wanita cantik hingga kau
dijuluki Playboy Dari Nanking?"
"Maaf... maaf...!" Fang Fang tertawa. "Aku hanya heran dan kagum akan permainanmu
itu, Ci Leng. Bahwa sesungguhnya belum pernah aku diservis begitu selangit. Aku
sebenarnya hendak memujimu, bukan membuatmu marah!"
"Kalau begitu ajari aku ilmu-ilmu silatmu itu. Aku ingin selihai dirimu!"
"Ha-ha, masa begitu gampang" Ilmu dilatih bertahun-tahun, Ci Leng, tak dapat
sebulan dua. Ah, aku tak akan. mengingkari janjiku, pasti kuberi. Tapi jangan
sekarang karena aku lelah!"
"Baik," Ci Leng tersenyum, tak marah lagi. "Kalau kau menepati janjimu maka
setiap ilmu akan kubayar dengan setiap pelayananku, Fang Fang. Kutanggung kau
akan mabok lupa daratan dan tak ingin jauh dariku!"
"Ha-ha, tanpa itupun aku merasa tak dapat jauh darimu, Ci Leng. Kau manis dan
penurut sekali. Ah, sudahlah, mari ke sini dan kita tidur!"
Fang Fang meraih, mencium dan merayu si gadis hingga Ci Leng tertawa lagi.
Suasana yang hampir buruk dapat berubah sekejap dalam kegembiraan lagi. Ci Leng
lega dan mencium Fang Fang. Dan ketika hari-hari berikut dilewatkan penuh
kegembiraan dan Fang Fang merasa bahwa agaknya dengan Ci Leng inilah dia akan
menemukan kebahagiaannya maka tak terasa seminggu sudah dia berada di situ dan
lupa kepada Tong-taijin! Ini berkat kepandaian Ci Leng. Fang Fang tak merasa bahwa setiap dia mau
membicarakan bupati itu maka buru-buru
Ci Leng membelokkan arah percakapan. Ada-ada saja cara gadis itu menarik Fang
Fang ke perhatian lain. Tapi ketika dua minggu kemudian Fang Fang jemu di situ
lagi dan teringat Tong-taijin maka dia tergugah dari kenikmatannya karena tiba-
tiba Cin-lopek datang, menyusul dirinya!
Waktu itu, Fang Fang kelelahan setelah semalam dikuras Ci Leng. Nyaris tenaganya
habis dan Fang Fang serasa dicopoti tulang-belulangnya. Tapi ketika pagi itu dia
mendengar ribut-ribut dan telinganya yang tajam menarik semua kesadarannya maka
Ci Leng yang tergeletak di sampingnya dilompati begitu saja karena ada seseorang
berteriak-teriak memanggil namanya. Fang Fang berkelebat dan langsung keluar,
melihat seorang kakek dikejar-kejar beberapa pengawal dan kakek itu berteriak-
teriak memanggil namanya. Fang Fang tertegun karena itulah Cin-lopek, kakek dari
Se-wai! Dan ketika dia ingat bahwa urusannya dengan Tong-taijin belum beres dan
aneh sekali bahwa berminggu-minggu bupati itu juga tak mun cul maka Fang Fang
membentak dan bergerak mendorong pengawal, yang hampir saja menangkap atau
menusukkan tombaknya ke punggung Cin-lopek.
"Berhenti, dan jangan serang kakek ini!"
Empat pengawal menjerit. Mereka terlempar karena Fang Fang menampar dan
menendang, Cin-lopek disambar dan sudah diselamatkannya dari sergapan empat
pengawal ini. Dan ketika kakek itu terkejut tapi girang sekali bertemu tuan
penolongnya maka dia tergagap dan tergopoh berseru tertahan, menjatuhkan diri
berlutut. "Ah, aku mencari-carimu, inkong. Ada kabar buruk. Teman-teman kita dibunuh oleh
pengawal-pengawal bersenjata api. Mereka... mereka dikuasai oleh teman-teman Tong-
taijin!" Fang Fang terkejut. "Apa maksudmu?"
"Aku, ah... aku tak dapat bicara banyak, in-kong. Bawa saja aku ke kuil Hek-thian.
Di sana ada penjahat-penjahat yang mengatur semuanya ini. Aku... ough!" si kakek
tiba-tiba menjerit, sebuah pisau menancap di punggungnya dan Fang Fang terkejut
karena itulah serangan Ci Leng. Gadis itu muncul dan menyerang si kakek, di saat
Fang Fang lengah karena mendengarkan kata-kata itu. Dan ketika Fang Fang
terkejut dan tentu saja berteriak, si kakek sudah roboh dan tersungkur maka
pemuda itu menyambar dan melotot kepada Ci Leng, kekasihnya yang baru datang
dengan rambut awut-awutan, cantik dan sebenarnya menggairahkan tapi Fang Fang
tak tergerak oleh semuanya ini.
"Ci Leng!" bentakan itu menunjukkan rasa marah. "Kenapa kau menyerang kakek ini
dan membunuhnya9 Tidak tahukah kau bahwa dia adalah temanku" Keparat, kau
gegabah sekali, seharusnya tanya dulu dan jangan sembarangan menyerang'"
"Hm," gadis itu tertawa mengejek. "Ka kek ini masuk dan bertindak liar, Fang
Fang. Dia membuat ribut-ribut dan mengacau di pagi hari. Apa kata orang kalau
aku tidak menghukumnya" Ini adalah tempat tinggal gubernur Gak, bukan rumah
kampungan. Kalau kau ingin membelanya silahkan tapi ingat bahwa aku kepala
pengawal'" Fang Fang melotot. Dia tahu dan gusar tapi apa boleh buat harus mengakui itu. Ci
Leng adalah kepala pengawal dan tugasnya untuk mengamankan gedung Gak-taijin.
Tapi bahwa Cin-lopek yang tak pandai silat harus diserang seperti itu dan dia
kaget bahwa pisau berlumuran racun, dicabut dan tampak kebiru-biruan maka Cin-
lopek saat itu mengejang dan melayang sukmama.
"Jahanam!" Fang Fang meletakkan jenasah kakek ini. "Kau kejam dan tak kenal
kasihan, Ci Leng. Tapi baiklah, aku tak akan menuntutnya dan biar aku nanti
kembali lagi!" "Kau ke mana?" Ci Leng menghadang, ketika Fang Fang berkelebat. "Kenapa buru-
buru meninggalkan aku" Kakek ini tampaknya lebih berharga daripada aku, sialan!"
"Maaf," Fang Fang mendorong gadis itu. "Ada sesuatu di kuil Hek-thian, Ci Leng.
Aku akan ke sana dan mcnrngkap penjahat-penjahat!"
"Heii..!" Ci Leng terpelanting, Fang Fang sudah berkelebat dan mendorongnya
"Keparat kau, Fang Fang. Kau menghina aku. Habis manis sepah dibuang!" dan
ketika Ci Leng membentak dan menyerang pemuda itu, berkelebat dan melepas
pukulannya bertubi-tubi maka Fang Fang terkejut karena gadis itu lalu menyuruh
pengawal menghadang dan berteriak-teriak, mencegah dia pergi dan tentu saja dia
terkejut. Ci Leng memaki-makinya bahwa kepergiannya itu alasan belaka, yang
jelas dia hendak meninggalkan gadis itu dan melupakan Ci Leng, habis manis sepah
dibuang. Dan ketika Fang Fang belum sadar bahwa sesuatu sedang dikerjakan gadis
itu maka sebuah pukulan Ci Leng terpaksa ditangkisnya hingga gadis itu
terbanting. "Plak!" Ci Leng jungkir balik memaki-maki. Fang Fang mau pergi ketika tiba-tiba seratus
pengawal menghadang jalan keluarnya. Itulah atas perintah Ci Leng. Dan ketika
dia terbelalak dan kaget serta marah, C i Leng sudah melompat bangun dan
meneriakkan aba-aba serbu maka Fang Fang melihat gadis itu kalap membabi-bu-ta,
mencabut pedangnya. "Tangkap pemuda ini, bekuk dia. Atau bunuh!"
Fang Fang terkejut. Ci Leng sudah menyerangnya sementara seratus pengawal itu
juga bergerak dan menyerang. Mereka berteriak-teriak dan rasa hormat yang tadi
ada mendadak lenyap. Para pengawal itu menganggap Fang Fang benar-benar musuh
dan tentu saja pemuda itu gusar. Dan ketika mereka bergerak semen tara Ci Leng
menusuk dan menikam maka Fang Fang membentak dan berkelebatan mengerahkan
ilmunya. "Keparat kalian, tak tahu diri.... plak-plak-plak!" dan Fang Fang yang menampar
atau mengibas orang-orang itu akhirnya membuat pengawal-pengawal berteriak kaget
dan terlempar ke sana ke mari, jatuh bangun tunggang-langgang sementara Ci Leng
juga terhuyung-huyung. Gadis itu mendelik dan Fang Fang heran bahwa bagaimana
kekasihnya ini tiba-tiba bisa marah besar, padahal dia telah membunuh Cin-lopek.
Tapi menganggap gadis i-tu cemburu karena dia lebih memperhatikan Cin-lopek
daripada Ci Leng maka Fang Fang tak menduga bahwa sebenarnya gadis ini sedang
menahan dirinya mati-matian agar tidak ke kuil Hek-thian. Fang Fang tak tahu dan
membentak-bentak saja para penyerangnya, meroboh-ro-bohkan pengawal sementara
pedang atau serangan-serangan Ci Leng sering ditolak atau dipentalkan. Dan
ketika gadis itu melengking dan marah tapi juga kagum maka Fang Fang sudah
menyibak seratus pengawal itu dan meloncat pergi, terbang ke kuil Hek-thian.
"Kejar, tangkap!"
Fang Fang tersenyum. Dia tentu saja tertawa mengejek melihat Ci Leng mengejar
dan menyuruh pengawal menangkap nya, hal yang menggelikan baginva. Tapi ketika
terdengar letusan dan Fang Fang tersentak, kena sebutir peluru yang melubangi
bajunya maka berturut-turut terdengar tembakan dan seratus pengawal itu
menyerangnya dengan senjata api.
"Dor-dor-dorr!"
Fang Fang tertegun. Dia berhenti dan otomatis membalik. Hawa saktinya bekerja
dan semua peluru-peluru yang mengenai tubuhnya runtuh. Pelor-pelor panas itu


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seakan bertemu tembok baja yang tak mempan ditembak. Dan ketika Fang Fang
berkelebat dan marah membentak orang-orang itu maka dia menampar dan merampas
senjata api di tangan Ci Leng.
"Berhenti, apa-apaan ini!"
Ci Leng terpelanting. Para pengawal berhenti dan semua terbelalak, mereka ngeri
dan gentar menyaksikan kesaktian Fang Fang itu. Pemuda ini kebal dan tak dapat
ditembak, seperti siluman! Tapi ketika Fang Fang bergerak dan menangkap Ci Leng,
yang bergulingan dan memaki-maki melompat bangun maka gadis itu disambar dan
dicengkeram leher bajunya.
"Ci Leng, apa artinya ini" Pasukan Gak-taijinpun mempunyai senjata api" Kau...
kalian...'" "Lepaskan!" Ci Leng membentak sengit. "Itu bukan urusanmu, Fang Fang. Mereka
akulah vang mengatur dan hanva dikeluarkan pada saat-saat tertentu. Aku harus
bertanggung jawab atas keselamatan Gak-taijin!"
"Tapi... senjata api dilarang. Kau tentu tahu!"
"Persetan dengan itu!" gadis ini tiba-tiba menendang. "Lepaskan cengkeraman-mu
atau kau mampus, Fang Fang. Aku tak mau bicara lagi dan kau tetap di sini atau
aku akan menyerangmu mati-matian!" dan Fang Fang yang sudah diserang dan dimaki-
maki lagi lalu mengelak dan terheran-heran melihat ulah gadis ini. Melihat
betapa Ci Leng amat gigih mencegahnya ke kuil Hek-thian, melihat betapa gadis
itu mati-matian menyerangnya kalau dia pergi. Fang Fang tiba-tiba terangkat
alisnya karena ini bukan lagi sekedar kecemburuan terhadap Cin-lopek. Ini tentu
ada apa-apa! Dan ketika Fang Fang mulai curiga dan marah tapi belum tahu tiba-
tiba kekasihnya itu merebut pistol dan meletuskannya lagi ke arah dirinya.
"Dor-dor!" Fang Fang marah. Sekarang dilihatnya gadis ini benar-benar mau membunuhnya.
Lenyap sudah cinta kasih di mata kekasihnya itu dan Ci Leng tampak beringas. Dan
ketika gadis itu berteriak agar para pengawal menembak Fang Fang maka Ci Leng
tiba-tiba melepas tusuk konde dan memindah pedang di tangan kiri tiba-tiba gadis
itu menerjang dan lebih hebat lagi daripada tadi.
"Trak-trak-cringgg!"
Fang Fang bergerak mundur. Letusan atau tembakan kembali gencar mengenai
tubuhnya. Seratus pengawal itu berteriak-teriak dan Fang Fang tentu saja gusar.
Dia menjentikkan kuku jarinya mementalkan senjata di tangan Ci Leng itu, hingga
beradu sendiri. Dan karena dia tadi tak melumpuhkan pengawal-pengawal itu karena
mereka adalah pembantu kekasihnya maka begitu mereka menyerang dan berteriak-
teriak mendadak Fang Fang mencabut senjata api dan dengan gaya seorang jago
tembak yang membanting tubuhnya di tanah tiba-tiba Fang Fang membalas dan
merobohkan pengawal-pengawal itu.
"Dor-dor-dor!" Puluhan orang menjerit. Mereka terjengkang dan terpelanting karena pergelangan
tangan mereka terluka. Senjata di tangan terlepas dan itulah berkat tembakan
jitu Fang Fang yang tak mau memberi ampun lagi. Pemuda ini bergulingan dan
menembak yang lain-lain lagi, persis cowboy yang membalas dendam kesumat. Dan
ketika Ci Leng terpelanting dan men-jeiit di sana, pergelangan tangannyapun
terluka maka gadis itu pucat melihat seratus anak buahnya kocar-kacir dan roboh
tumpang tindih. Dalam waktu sekejap saja Fang Fang telah menunjukkan aksinya,
pengawal-pengawal itu dirobohkan dan tujuhpuluh lebih merintih-rintih. Sisanya
pucat dan akhirnya melarikan diri. Dan ketika Fang Fang melompat bangun dan Ci
Leng ternyata tak ada di situ maka Fang Fang mendesis dan timbul curiganya. Dia
menendangi orang-orang yang roboh tumpang-tindih itu dan bertanya ke mara C i
Leng, dijawab bahwa gadis itu ke kuil Hek-thian. Dan ketika Fang Fang
mengerutkan kening dan heran kenapa gadis itu ke sana, mendahuluinya, maka Fang
Fang berkelebat dan melempar pengawal yang ditanyainya itu.
"Hm, kenapa ke sana" Ada apa" Aku harus mengejar. Keparat!" dan Fang Fang yang
berkelebat mengerahkan semua kepandaiannya akhirnya lenyap dan meluncur di luar
kota. Kuil Hek-thian terletak di utara dan karena itu pemuda ini menuju ke sana. Dan
ketika kuil itu dilihatnya dan Fang Fang menggerakkan kaki dua tiga kali
akhirnya bayangan Ci Leng dilihatnya di situ, berkelebat masuk.
"Suhu, tolong...!"
Fang Fang heran. Selama ini Ci Leng tak pernah memberi tahu akan suhu atau orang
tuanya. Gadis itu berkata bahwa dia sendirian di dunia ini dan karena itu Fang
Fang terkejut ketika kekasihnya berteriak memanggil seseorang di dalam, gurunya.
Tapi ketika Fang Fang bergerak dan berjungkir balik di sini, hinggap dan
menggelantung mirip kalong di belandar maka di dalam tak ada siapa-siapa alias
kuil tua itu kosong! "Aneh," Fang Fang berdebar. "Ke mana Ci Leng tadi" Lenyap ditelan setan" Hm, tak
mungkin. Pasti masih ada di sini'" dan Fang Fang yang penasaran melihat itu
tiba-tiba mendengar kesiur angin di bawah sana dan Ci Leng tiba-tiba muncul.
"Fang Fang, turunlah. Aku mau bicara kepadamu'"
Fang Fang terkejut. Ci Leng tiba-tiba mendongak ke atas dan tahu di mana dia
bersembunyi, kaget dan heran juga Fang Fang. Tapi karena gadis itu terluka dan
Ci Leng menangis, tak bersama siapapun maka Fang Fang tertawa dan berkelebat
turun. "Ci Leng, kau aneh. Hari ini kau menganggapku seperti musuh dan tak ada sama
sekali kasih sayangmu itu. Kekasih macam apa ini dan di mana gurumu yang au
panggil itu?" Namun begitu Fang Fang menginjakkan kakinya di lantai sekonyong-konyong
terdengar cuitan dari kanan kiri dan puluhan anak-anak panah atau jarum hitam
menyambar. Fang Fang terkejut tapi mengebut runtuh, membentak Ci Leng. Tapi
ketika dia marah dan menginjak lantai itu, tepat bersamaan dengan runtuhnya
segala macam jarum atau panah mendadak lantai itu menganga dan tubuh Fang Fang
terjeblos ke bawah. "Heii...!" Fang Fang tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Dia melayang masuk dan
meluncur turun ke bawah, kaget bukan main. Dan ketika Fang Fang terbanting namun
mencelat lagi ke atas, merabai seperti bola maka di sana terdengar suara tawa
bergelak dan beberapa wajah melongok.
"Ha-ha!" Fang Fang terkejut. "Kau mirip singa muda yang terjebak pemburu, Fang Fang. Selamat datang tapi juga
selamat berpisah untuk menghadap Dewa Akherat!"
Fang Fang terkesiap. Di atas sana berdiri sambil menggelogok araknya seorang
kakek berpakaian hitam yang bukan lain Ok-tu-kwi, Si Setan Judi. Di sebelah
kakek itu terkekeh seorang nenek yang bukan lain So Yok Bi, isterinya. Dan
ketika di sebelahnya lagi tersenyum menahan tawa si cantik Ci Leng, yang telah
beberapa minggu ini menjadi kekasih Fang Fang maka murid Dewa Mata Keranjang itu
tertegun dan nyaris tak dapat bersuara.
"Ha-ha!" Ok-tu-kwi kini berseru lagi. "Kau ingat siapa kami, Fang Fang" Kau tahu
siapa kami?" "Keparat!" Fang Fang membentak. "Aku tahu siapa dirimu, Ok-tu-kwi, dan aku tahu
pula siapa tua bangka di sebelahmu itu. Tapi aku tak menyangka bahwa Ci Leng
adalah muridmu... wut!" dan Fang Fang yang bergerak dan menjejakkan kakinya ke
atas tiba-tiba telah mengerahkan segenap ilmu meringankan tubuhnya untuk
meloncat keluar. Dia terkurung di sebuah sumur dalam yang tingginya tak kurang
dari sepuluh tombak, berarti, hampir setinggi pohon kelapa. Tapi ketika ia
bergerak dan coba melayang naik tiba-tiba lawannya menyemburkan arak dan nenek
Yok Bi menyambitkan jarum-jarum beracunnya.
"Wut-wut-plak!" Fang Fang terpaksa menangkis. Dia meruntuhkan semua jarum-jarum
itu dan ini membuat tubuhnya melayang kembali ke bawah. Fang Fang berteriak
gusar dan coba berjungkir balik lagi namun lawan mengulangi serangannya. Arak
yang disemprotkan si Setan Pemabok atau si Setan Penjudi itu membasahi muka Fang
Fang. Pemuda ini marah dan gusar bukan main. Dan ketika dia tiga kali meluncur
ke bawah dan dipaksa turun, mencaci-maki maka Ci Leng terkekeh menggerakkan
jarum-jarum hitamnya pula.
"Fang Fang, sayang sekali. Kau tak dapat menjadi kekasih yang awet!"
Fang Fang marah sekali. Dia menggeram dan membentak melepas pukulan. Kedua
tangannya didorong ke atas dan belasan jarum-jarum yang menyambar tiba-tiba
tertolak naik, balik menyambar ke a-rah Ci Leng dan sebagian ke muka Ok-tu-kwi
atau isterinya. Dan ketika Ci Leng terpelanting karena sebatang jarum menancap
di pipinya, menjerit dan kesakitan maka si Setan Pemabok maupun Yok Bi terpaksa
mundur dan mengebutkan lengannya, mengumpat. Dan saat itu Fang Fang menebak
memukul dinding. Pemuda ini cepat mengerahkan sinkangnya dan tiba-tiba merayap
naik. Bagai seekor cecak yang sedang kesetanan tiba-tiba pemuda itu sudah di
bibir sumur. Dan persis lawan melongok untuk memaki atau menyerangnya maka Fang
Fang sudah menghantam dan berjungkir balik meloncat keluar, mengagetkan
lawannya. "Jahanam terkutuk, kiranya kalian orang-orang yang berdiri di balik semua
kekejian ini... des-des-dess!" dan Fang Fang yang menghantam serta menyerang dua
kakek nenek itu lalu membuat Ok-tu-kwi berteriak dan menyemburkan arak namun
balik mengenai mukanya sendiri, bergulingan meloncat bangun sementara isterinya
juga berteriak dan mengebut. Nenek iblis itu menangkis tapi kalah kuat,
terpelanting dan terguling-guling di sana. Dan ketika keduanya terkejut karena
Fang Fang sudah keluar sumur, marah dan menggeram maka Fang Fang sudah menerjang
dan menyerang mereka. Kalutlah dua orang ini. Yok Bi dan suaminya tahu kelihaian Fang Fang karena dulu
mereka sudah menjajal kepandaian si pemuda. Nenek iblis itu memaki-maki Ci Leng
kenapa demikian gegabah dan goblok. Gadis itu sendiri terbelalak di sudut dan
masih merintih memegangi pipinya. Pipi Ci Leng bolong karena ditembus jarum! Dan
ketika nenek itu memaki-maki dan Yok Bi berteriak menyuruh muridnya maju maka
Ok-tu-kwi menyembur-nyemburkan araknya dan Fang Fang berkelebatan menghadapi dua
orang lawannya ini. Tapi Ok-tu-kwi dan isterinya mengakui kehebatan lawan. Fang Fang mainkan Im-
bian-kun dan Pek-in-ciang (Pukulan A-wan Putih) secara berganti-ganti. Tangan
kanan dan kirinya sering berobah oleh pukulan yang selalu tak tetap itu,
sebentar panas sebentar dingin, karena Im-bian-kun atau Silat Kapas Dingin
memang berisikan tenaga Im (Dingin) untuk menghantam lawan-lawannya itu. Dan
ketika mereka kelabakan dan dipaksa mundur-mundur, apa boleh buat harus berhati-
hati karena serangan Fang Fang kian menggencar maka Yok Bi berteriak pada
muridnya agar maju membantu.
"Jangan bengong saja di sana, hayo bantu kedua gurumu!"
"Baik!" Ci Leng masih gemetar, pucat "Fang Fang memang lihai, subo. Tapi
beberapa ilmunya mulai diwariskan kepadaku.... des!" dan Ci Leng yang menghantam
dengan Pek-in-ciang, Pukulan Awan Putih tiba-tiba menubruk dan menggerakkan
tangan kirinya itu. Fang Fang menangkis dan Ci Leng mencelat, kaget terguling-
guling namun gadis itu membentak lagi dengan pukulan cepat, kali ini menghantam
pinggang. Tapi ketika Fang Fang kembali menangkis dan Ci Leng terpental dengan
dada sesak, napas seakan tercekik maka gadis itu membelalakkan mata melihat Fang
Fang tertawa. "Ha-ha, boleh coba-coba serang aku dengan Pek-in-ciang, Ci Leng. Tapi jangan
harap berhasil. Kau akan sesak napas setiap kali memukul. Aku menjungkir balik
caramu berlatih!" "Keparat, jadi... jadi kau menipu?"
"Ha-ha, tidak menipu, Ci Leng, kalau kaupun tidak menipu kepadaku. Tapi kau
telah mengecoh aku, dan aku hanya membalasmu sebagai imbangan!"
"Ooh, terkutuk. Jahanam!" dan Ci Leng yang tak berani lagi mempergunakan ilmu-
ilmu silat Fang Fang lalu meloncat bangun dan marah menerjang pemuda itu,
membentak dan mengayunkan pedangnya dan tangan kirinya bergerak dengan pukulan-
pukulan sendiri. Tentu saja dia tak berani melepas Pek-in-ciang karena ilmu yang
dipelajarinya dijungkir balik, pantas dadanya sesak setiap dia melancarkan
pukulan. Dan ketika gadis itu melengking dan berkelebatan membantu gurunya, Yok
Bi dan Ok-tu-kwi terbelalak mendengarkan itu maka Fang Fang tertawa-tawa
melayani tiga orang guru dan murid ini. Dia mengerahkan Sin-bian Ginkangnya dan
ilmu Kapas Sakti ini membuat tubuh Fang Fang seringan kapas, bergerak dan
melayang-layang di antara pukulan-pukulan lawan. Dan ketika semprotan arak
berkali-kali gagal dan Fang Fang sering menolak balik dengan kibasan atau
kebutan ujung lengan bajunya maka semprotan arak itu bahkan memercik ke sana-
sini dan beberapa di antaranya mengenai wajah Ci Leng atau Yok Bi, yang
berteriak karena percikan-percikan arak itu serasa tusukan puluhan jarum.
"Heii, keparat. Jangan percikkan arakmu ke mari!"
"Eh, aku tidak memercikkannya, Yok Bi. Bocah setan inilah yang menghalau dan
menolaknya. Kau lihat, dia memang kesetanan!" dan ketika Fang Fang tertawa-tawa
dan geli, mempercepat gerakannya hingga dua orang itu mengeluh maka Ci Leng yang
paling rendah di antara mereka terpelanting lebih dulu oleh sebuah tamparan dan
tendangan pemuda ini. "Dess!" gadis itu mencelat. Pedangnya patah dan tangan kirinyapun berobah
kehitam-hitaman karena pukulan beracunnya membalik. Fang Fang menampar dan
tenaga sinkang pemuda itu yang lebih hebat daripadanya telah membuat Ci Leng
terbanting kesakitan. Gadis ini merintih dan tak dapat maju kembali. Dan ketika
dua gurunya terbelalak dan geram maka Fang Fang berkata bahwa sebentar lagi
mereka berdua akan menerima gilirannya.
"Kebetulan kalian datang, aku akan menanyakan di mana anakku!"
"Bedebah!" nenek itu melengking. "Aku tak tahu di mana anakmu, Fang Fang.
Terkutuk dan mampuslah kau!"
"Hm!" Fang Fang berkelit. "Kau dulu melarikan puteriku, nenek siluman. Dan
kupikir kaupun tahu di mana anakku itu. Hayo, mengaku atau kupatahkan lenganmu....
krak!" dan si nenek yang tiba-tiba menjerit dan terpelanting mengaduh mendadak
bergulingan melempar tubuh karena tangan kirinya patah. Fang Fang menangkis
setelah berkelit tadi, mengerahkan tenaganya dan berteriaklah si nenek. Dan
ketika nenek itu mengaduh-aduh dan suaminya kaget maka Ok-tu-kwi membentak
menghantamkan buli-bulinya.
"Hm, kaupun kakek-kakek bangkotan. Kau dan isterimu sama-sama buruk, Oktu-kwi.
Enyahlah dan kuhajar kau... dess! " bulibuli itu hancur, si kakek terbanting dan
Ok-tu-kwi berteriak panjang. Fang Fang berkelebat dan menampar kakek ini, yang
gugup mengelak sana-sini namun sebuah tendangan tiba-tiba saja tetap membuat dia
terlempar. Dan ketika kakek itu memekik dan pucat terguling-guling maka tiba-
tiba saja Ok-tu-kwi mencabut sesuatu dan Fang Fang terbelalak melihat kakek itu
mengeluarkan pistol. "Dor-dor!" Ini benar-benar gila. Ok-tu-kwi, si Setan Pemabok ternyata juga memiliki senjata
api. Lucu melihat kakek itu mengarahkan pistolnya dan menembak, luput dan tidak
Kena karena tangannya gemetar oleh takut. Kehebatan dan kelihaian Fang Fang
benar-benar membuat kakek ini pucat, gentar. Dan ketika Fang Fang tertegun dan
kakek itu meloncat bangun maka Ok-tu-kwi melepas tembakan lagi sementara
isterinya bersuit di sana.
Dan muncullah duabelas bayangan di kiri kanan kuil. Ok-tu-kwi sendiri akhirnya
menyelinap dan bersembunyi entah ke mana. Yok Bi tertatih bangun dan mendelik
memandang Fang Fang, yang tiba-tiba sudah terkurung dan dikepung oleh duabelas
laki-laki berwajah dingin yang bukan lain adalah Cap-ji Koai-liong (Duabelas
Naga Siluman). Dan ketika Fang Fang tertegun karena tak menyangka orang-orang
macam itu ada di situ maka tangan kiri duabelas orang ini bergerak dan...
tercabutlah masing-masing sebuah pistol di tangan kiri.
"Hm!" satu di antara duabelas orang itu menggeram. "Ini murid Dewa Mata
Keranjang itu, Yok Bi" Dia yang dulu di Liang-san itu?"
"Benar," nenek Yok Bi melengking. "Inilah bocah yang harus kita bunuh itu,
Twaliong (Naga Pertama). Dia harus kita lenyapkan karena membahayakan kedudukan
Gak-taijin!" "Hm, jangan khawatir. Kita akan membunuhnya dan tak perlu kau cemas... tar!" dan
ruyung yang meledak di tangan kanan tiba-tiba disusul ruyung-ruyung lain yang
menderu di tangan duabelas Cap-ji Koai-liong itu, menghantam dan bergerak susul-
menyusul dan dua belas orang itu tiba-tiba sudah berseliweran naik turun. Ruyung
di tangan mereka membabat dan Fang Fang tentu saja mengelak, berkelebatan dan
segera mengimbangi duabelas orang itu. Namun karena dia dikeroyok dan gerakan
ruyung ada di mana-mana maka Fang Fang tak mungkin mengelak terus-terusan dan
apa boleh buat harus menangkis.
"Plak!" dan Fang Fang tergetar. Lawan terhuyung tapi yang lain-lain maju
menghantam. Fang Fang bergerak dan menangkis lagi. Dan ketika suara "plak-plak"
Pendekar Naga Mas 10 Rajawali Emas 05 Dewi Karang Samudera Lambang Naga Panji Naga Sakti 8
^