Pencarian

Playboy Dari Nanking 12

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 12


Pengawal pergi, dan Fang Fang memandang tuan rumah. "Ada apa, goanswe" Sesuatu
yang seriuskah?" "Entahlah, tapi aku agak berdebar juga, Fang Fang. Tapi mari kuantar dan kita
sama-sama menghadap sri baginda. Tapi berjanjilah, jangan macam-macam kepada sri
baginda!" Ternyata sang jenderal takut Fang Fang mengamuk. Bu-goanswe tak tahu apa maksud
undangan itu. Tak biasa sri baginda memanggil Fang Fang, orang yang termasuk
sipil di istana, tak ada hubungan kerabat atau jabatan. Maka menyuruh pengawal
pergi dan diri sendiri menemani pemuda itu, yang berarti juga mengawal maka
jenderal Bu mengajak Fang Fang ke istana. Dan apa yang diperoleh sungguh di luar
dugaan! Fang Fang yang disambut sri baginda malah mendapat tepukan dan tawa ramah yang
luar biasa. Sri baginda turun dari singgasananya dan menyambut pemuda i-tu
sendiri, menuntun dan meminta pemuda itu duduk di sebelahnya, bukan main. Dan
ketika Fang Fang melenggong dan Bu-goanswe sendiri juga bengong maka sri baginda
menunjuk seorang wanita muda yang cantik dan bersemu dadu.
"Aku hendak menyatakan terima kasih, juga sekaligus hadiah. Bantuanmu meringkus
kawanan perusuh membuat aku senang, Fang Fang. Terimalah ini sebagai hadiah dariku dan itulah Hong Hong yang akan menemanimu selama kau suka!"
"Ap.... apa?" Fang Fang terkejut, merah dan tiba-tiba gugup menerima pemberian
itu, seorang wanita cantik! "Hamba., hamba tak mengerti, sri baginda. Hamba
kurang jelas!" "Ha-ha, aku hendak berterima kasih. Aku hendak menyatakan terima
kasihku dengan hadiah untukmu. Kau telah menolong istana, Fang Fang. Meskipun
Han-ciangkun tak terbukti namun tindak-tanduk puteranya memang sudah jelas. Aku
hendak menyatakan syukur dan terima kasihku ini sebagai hadiah. Kau murid si
Dewa Mata Keranjang, tentu tak akan menolak hadiah ini dan untuk berikut setiap
kau membekuk seorang pengacau yang memperjualbelikan senjata api tentu aku akan
memberimu seorang wanita cantik!"
Fang Fang melenggong. Tiba-tiba saja dia merah padam dan terkejut. Hadiah itu,
ah, betapa menariknya! Dan si cantik yang tersipu-sipu di sudut tampak
mengerling padanya dengan senyum dikulum, malu-malu tapi mau. Ah, Fang Fang
terbuai! Dan ketika pemuda itu tertegun sementara Bu-goanswe yang tampak juga
tak menduga kelihatan bengong namun berseri-seri, gembira, tiba-tiba sri baginda
memanggil si cantik itu menggapaikan lengannya.
"Ke marilah, ini Fang Fang. Kau boleh layani pemuda ini dengan baik dan awas
jangan membuatnya kecewa!"
"Hamba menurut...!" suara merdu itu lirih terdengar, disusul gerak dan lenggok
memikat. "Hamba akan patuh kepada segala titah paduka, sri baginda. Hamba akan
menemani Fang-siauwhiap ini sebaik hamba melayani paduka!"
"Nah," kaisar tertawa bergelak. "Dengar itu kata-katanya, Fang Fang. Mulai
sekarang kau tinggal saja di samping istana dan bawalah Hong Hong bersamamu!"
Fang Fang mendelong sadar. Akhirnya pemuda ini bangkit karena Hong Hong
menghampirinya. Lengan dan jari-jari halus itu menyentuhnya, lembut. Dan ketika
sang pemuda tergetar dan berdegup, darah berdesir, maka Hong Hong si cantik
celah mengajaknya berlutut di depan sri baginda dan minta diri.
"Baginda, hamba akan menemani Fang-siauwhiap. Sudilah paduka mengijinkan kami
mundur dan biarkan hamba melayani Fang-siauwhiap."
"Boleh, ha-ha.... boleh! Tentu saja kau harus melayani pemuda itu baik-baik, Hong
Hong. Atau aku akan menghukummu dan jangan minta dijebloskan penjara!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia tersentak dan berlutut pula di depan sri baginda,
minta diri. Tubuhnya sudah panas dingin karena pegangan si jelita itu begitu
lembut dan menggetarkan. Entahlah, meng hadapi wajah cantik tiba-tiba Fang Fang
seakan mati kutu. Kejelitaan dan daya tarik Hong Hong begitu besar. Dia seakan
lumpuh. Dan karena pemberian itu memang tidak diduga dan semua terjadi dengan
amat mendadak maka Fang Fang tak mampu menguasai guncangan hatinya ketika si
cantik ini membawanya ke samping istana. Fang Fang tidak lagi di tempatnya dulu
melainkan di sebuah gedung sendiri yang lebih besar. Kamarnya di belakang kamar
sri baginda dan tentu saja itu kehormatan baginya. Bayangkan, dia hampir
bersebelahan dengan kamar kaisar, maharaja Tiongkok! Dan ketika Hong Hong
menutup pintu kamar sementara pemuda itu masih berdegup dan mendelong maka
lembut dan halus sekali si cantik ini melepas sepatunya.
"Siauwhiap terlalu capai. Kaum perusuh memang menguras pikiran dan tenaga. Mari,
kulepas sepatumu, siauwhiap. Biar kuganti dengan kaos baru dan siauwhiap kuiring
mandi." "Apa?" Fang Fang seakan mendengar suara bidadari, sayup-sayup sampai. "Mandi"
Aku harus mandi?" "Ya, tubuhmu berkeringat, siauwhiap. Mari kuantar dan itulah kamar mandinya."
Fang Fang berdetak. Hong Hong bangkit berdiri dan dengan langkahnya yang lemah
gemulai si cantik itu membuka pintu kamar mandi. Ternyata kamar mandi menjadi
satu dengan kamar besar ini, hanya terpisah tembok. Selanjutnya bau harum
menguar keras dan air pancuranpun dibuka. Suara gemercik disusul senyum dan
kekeh ditahan sungguh membuat Fang Fang tak kuat. Luar biasa, dia sudah didorong
masuk dan tahu-tahu Hong Hong telah membuka pakaiannya, satu per satu, lembut
dan lemas seolah wanita itu sudah biasa menjalankan pekerjaannya! Tapi ketika
Fang Fang terkejut karena jari-jari itu sudah di ritsluiting celananya, siap
membuka, maka Fang Fang tersentak dan kaget menolak mundur, tak biasa mendapat
pelayanan istimewa ini. "Eiitt, nanti dulu...!" si pemuda gugup, jengah menolak. "Jangan... jangan buka itu,
Hong Hong. Aku... aku dapat sendiri!"
"Tapi siauwhiap bengong melulu. Apakah aku tak boleh membantumu?"
"Tidak.... tidak.... tapi, ah, coba keluar dulu, Hong Hong. Aku kikuk dan belum
biasa dilayani seperti ini!"
"Kalau begitu silahkan siauwhiap mandi, aku menjaga di luar." dan Hong Hong yang
lemah mengayun langkah lalu pergi dan meninggalkan si pemuda memandang bengong,
bukan apa-apa melainkan melotot pada sepasang pinggul yang naik turun itu. Hong
Hong membelakangi namun justeru ini yang lebih merangsang. Tenggorokan Fang Fang
terasa kering! Tapi ketika wanita itu menutup pintu kamar mandi dan tersenyum
padanya, manis luar biasa maka Fang Fang terkejut dan merah padam. Dia seakan
anak kecil ketika berhadapan dengan si cantik ini. Dia seolah bocah ingusan
begitu berhadapan dengan Hong Hong. Padahal dia adalah murid si Dewa Mata
Keranjang, pemuda yang suka dan senang menggoda wanita! Tapi begitu pintu
ditutup dan Hong Hong menjaga di luar, tersenyum, Fang Fang tiba-tiba sadar dan
cepat-cepat melepas sisa pakaiannya itu. Berada di kamar man di bersama wanita
secantik Hong Hong tiba-tiba membuat Fang Fang mandi keringat. Belum apa-apa
sudah gembrobyos, lucu! Dan ketika Fang Fang menyambar gavung dan mandi jebar-
jebur, sengaja menghilangkan kegugupannya dengan suara-suara keras maka di sana
Hong Hong menahan tawanya melihat kecelingusan pemuda ini. Fang Fang sabar
ditunggu dan akhirnya selesailah juga pemuda itu mandi. Hong Hong tetap di muka
pintu dan sudah mengulurkan handuk, tahu bahwa di dalam tak ada handuk. Fang
Fang melap tubuhnya begitu saja dan memang kebingungan mencari handuk, yang
belum dimasukkan. Tapi begitu si cantik memberikan dan pemuda ini lagi-lagi
merah mukanya, gugup, maka Hong Hong sudah menunjuk secangkir teh manis di atas
meja. "Kusiapkan minuman dan roti di situ. Kalau ada yang kurang silahkan siauwhiap
beri tahu." "Hm-hm, terima kasih!" Fang Fang menyelinap di samping wanita ini, secara tak
sengaja bersenggolan. "Cukup semuanya itu, Hong Hong. Kau melayaniku cukup
baik!" "Dan siauwhiap minta dipijat?"
"Apa?" "Pijat, siauwhiap, melemaskan urat-urat kencang dan mengencangkan urat-urat
lemas, agar sehat!" Fang Fang tertegun. Si cantik ini sudah menghampirinya dan dengan lembut
menyuruh dia duduk, tak likat-likat. Dan ketika dia duduk dan Hong Hong memijat
kakinya, halus dan hangat maka Fang Fang seakan dialiri listrik tegangan tinggi
ketika secara perlahan-lahan tetapi pasti jari si cantik itu merayap ke pahanya.
"Ah, benar-benar kelelahan. Seharusnya siauwhiap dipijat setiap hari. Oto-otot
kakimu terlalu tegang, kau habis melakukan perjalanan jauh!"
Fang Fang terbelalak matanya. Dia seolah tak mendengar kata-kata ini karena
matanya melekat pada baju bagian a-tas Hong Hong. Disengaja atau tidak, Hong
Hong memperlihatkan belahan dadanya yang berombak. Dada itu naik turun ketika
pemiliknya bernapas panjang pendek. Fang Fang terpukau. Benda itu, bukan main.
Montok dan segar, seperti apel masak! Tapi ketika Fang Fang berdesir dan
pikirannya tak keruan jadinya tiba-tiba si empunya barang mengangkat kepalanya
berseru tertahan, "Hei, apa yang kaulamunkan, siauwhiap. Aku bertanya apakah bajumu perlu
kulepas!" "Eh-oh...!" Fang Fang terkejut. "Ap... apa, Hong Hong" Baju" Kenapa" Dilepas" Eh,
betul. Aku gerah. Tapi, ah... kau manis sekali...!" dan Fang Fang yang terengah
melihat si cantik merangkul lehernya, melepas baju tiba-tiba sudah terguling dan
saling tindih di tempat tidur.
"Hong Hong, kau cantik sekali. Apakah... apakah aku boleh menyukaimu?"
"Ih!" si cantik menggeliat, terkejut dan bersemu dadu ketika tiba-tiba mereka
terguling tanpa sengaja. "Aku di sini memang ditugaskan melayanimu, Fang-
siauwhiap. Kalau kau suka kepadaku tentu saja aku gembira. Tapi aku wanita
bodoh. Aku wanita lemah. Aku tak dapat membantumu membekuk penjahat kalau kau
minta." "Ah, tidak. Bukan itu. Aku, hmm... a-ku senang kau berada di sini. Tapi.... tapi...."
Fang Fang gugup. "Aku jadi berkeringat begitu kau berada di kamar ini, Hong
Hong. Aku bingung....!"
"Hi-hik, siauwhiap rupanya gelisah, belum pernah dipijit atau dilayani wanita.
Apakah siauwhiap selama ini tak pernah bergaul dengan wanita" Bukankah siauwhiap
murid si Dewa Mata Keranjang yang lihai?"
"Benar, tapi, ah, sudahlah. Kau lepas bajuku dan gosok tubuhku, Hong Hong. Aku
kepanasan!" Hong Hong bangkit. Fang Fang sudah dilepas bajunya dan si cantik ini tersenyum.
Heran dia. Kenapa Fang Fang ke-blingsatan dan gugup berduaan dengannya" Bukankah
sebagai murid si Dewa Mata Keranjang yang banyak berhubungan dengan wanita
seharusnya pemuda ini tak perlu jengah atau malu-malu" Tapi Hong Hong yang tak
banyak berpikir tentang itu sudah memutar tubuhnya. Dia mengambil minyak gosok
dan dengan gemulai serta lembut dia kembali lagi ke tempat si pemuda. Fang Fang
sudah tengkurap, lucu. Seolah anak kecil yang siap kerokan! Tapi Hong Hong yang
berlutut dan menggosok tubuh pemuda ini lalu menjalankan pekerjaannya seperti
keinginan si pemuda. Jari-jari lembut itu mengurut dan menggosok. Fang Fang
diajaknya bicara ini-itu. Tak terasa, panas tubuh pemuda itu menurun. Fang Fang
sudah mulai biasa. Tapi ketika Hong Hong berdiri sebentar untuk mengganti baju,
karena wanita itu juga kegerahan maka Fang Fang terkejut ketika tiba-tiba si
cantik sudah berlutut lagi dan menyuruh dia telentang, melihat Hong Hong
mengenakan baju tipis yang tembus pandang!
"Ah..!" Fang Fang berdetak cepat, panas tubuhnya tiba-tiba meningkat lagi.
"Kau.... kenapa mengenakan pakaian seperti itu, Hong Hong" Kau juga gerah?"
"Benar," Hong Hong tersenyum manis. "Aku gerah, siauwhiap. Kamar ini tiba-tiba
juga terasa pengap bagiku. Apakah jelek dengan pakaian begini?"
"Tidak, kau... kau cantik sekali. Aku, ah....!" dan Hong Hong yang terkekeh menubruk
lembut tiba-tiba telah menjatuhkan dirinya di atas tubuh pemuda ini, dadanya
persis di puncak hidung Fang Fang dan tentu saja pemuda itu disengat aliran
listrik bertegangan tinggi. Buah "apel" yang masak itu jatuh persis di ujung
hidungnya. Fang Fang sesak! Tapi ketika dia tahu bahwa semuanya itu disengaja,
Hong Hong hendak menghiburnya maka Fang Fang mendengus dan kontan jarinya
meremas tubuh si cantik ini, selanjutnya sudah saling mencium dan siapa yang
lebih dulu tak diketahui pasti. Yang jelas Fang Fang sudah bertanya apakah Hong
Hong suka kepadanya, dijawab bahwa wanita itu memang suka kepadanya, bahkan
ingin menghiburnya luar dalam, dengan tubuh dan jiwa! Dan karena Fang Fang sudah
mendapat kepastian dan pantang baginya untuk memaksa wanita yang tidak suka
kepadanya maka begitu jawaban diterima segera saja Fang Fang bergulingan dengan
si cantik ini. Pakaian Hong Hong malah sudah lepas sendiri. Si cantik mengenakan
pakaian itu tanpa kancing yang kuat, Fang Fang merenggut dan Hong Hong pun
merenggut sisa pakaian Fang Fang. Dan ketika keduanya bergumul dan terkekeh-
kekeh, disusul dengus atau lenguhan Fang Fang maka untuk selanjutnya Fang Fang
mendapat pelayanan istimewa dari Hong Hong ini. Fang Fang mabok dan lupa
daratan. Dia mendapatkan apa yang belum pernah didapatkannya dari Eng Eng
ataupun Ming Ming, juga Ceng Ceng. Hong Hong benar-benar memabokkannya dan
membuat Fang Fang dewasa dengan cepat. Apa yang dilakukan Hong Hong memang belum
pernah dilakukan bekas kekasih-kekasih pemuda ini, karena Eng Eng maupun Ming
Ming adalah gadis-gadis hijau yang belum banyak berpengalaman melayani pria.
Mereka itu "ortodoks" bila dibandingkan Hong Hong, jauh.... jauh sekali. Maka
ketika hari itu Fang Fang dibuat jatuh bangun dan permainan Hong Hong sungguh
luar biasa maka untuk seminggu penuh Fang Fang tak melepaskan sedetik jua pun si
cantik ini. Fang Fang benar-benar mabok. Fang Fang tiba-tiba menjadi lelaki dewasa yang
tulen. Kejantanannya telah "dilatih" Hong Hong. Hebat wanita itu. Fang Fang
akhirnya jatuh cinta! Tapi ketika pemuda itu lagi mabok-maboknya dan setiap hari
hanya mengeloni Hong Hong tiba-tiba saja Bu-goanswe muncul.
"Hm!" jenderal itu merah mukanya, melihat Fang Fang berciuman mesra. "Maaf, Fang
Fang. Kau melupakan janjimu!"
Fang Fang terkejut, menoleh ke belakang. "Kau?" pemuda ini tertegun, tiba-tiba
mendorong kekasihnya. "Ada apa, goanswe" Janji apa?"
"Terlalu!" sang jenderal geli, tapi juga mendongkol. "Kau berjanji untuk
membekuk calon-calon pemberontak, Fang Fang. Tapi begitu mendapat Hong Hong
tiba-tiba saja kau tak pernah menjenguk aku, sekejap pun tidak!"
"Maaf," Fang Fang teringat, menyeringai tersipu. "Aku jatuh cinta kepada
kekasihku ini, goanswe. Dan kau tentu maklum bagaimana rasanya orang jatuh
cinta. Ah, kau benar. Aku lupa. Tapi katakan sekarang apa yang harus kulakukan!"
"Aku tak leluasa bicara di sini. Marilah ke gedungku," si jenderal mengajak.
"Maaf, Hong Hong. Fang Fang kupinjam sebentar untuk membantu negara."
Hong Hong mengangguk. Dia juga terkejut ketika tiba-tiba Bu-goanswe itu datang.
Tapi karena jenderal Bu adalah o-rang yang sudah dikenal dan Fang Fang pun tak
menolak maka si cantik tersenyum saja ketika Fang Fang diajak pergi.
"Aku pergi sebentar," Fang Fang menyesal meninggalkan kekasihnya ini. "Nanti aku
kembali lagi, moi-moi. Kau tunggulah di sini."
Sang kekasih mengerti. Bu-goanswe tersenyum mendengar Fang Fang sudah menyebut
Hong Hong dengan "moi-moi" (dinda), sebutan yang menunjukkan betapa dalam dan
beratnya pemuda ini jatuh cinta. Panggilannya lembut, juga mesra. Persis dua
muda-mudi yang sudah lengket tak mungkin dipisahkan! Tapi begitu Fang Fang sudah
di gedungnya dan duduk berhadapan maka jenderal itu menegur Fang Fang untuk
tidak bersenang-senang saja.
"Empat orang yang kucurigai sudah mulai ada yang bergerak. Lieciangkun dan Cok-
ciangkun malam nanti mau keluar dengan sebuah kereta penuh berisi senjata api!"
"Kau sudah pasti?"
"Setan! Kalau tidak pasti tak mungkin memanggilmu, Fang Fang. Aku justeru ingin
membuktikan padamu dan periksalah sendiri!"
"Kapan mereka bergerak?"
"Tepat tengah malan. Sebuah kereta akan keluar dari pintu gerbang selatan dan
kau selidikilah sendiri!"
Fang Fang membelalakkan mata. Bu-goanswe akhirnya memberi informasi-informasi
lebih lengkap dan disebutnya pula ciri-ciri dua orang itu. Mereka akan bertugas
di perbatasan dan secara diam-diam akan membawa sebuah kereta penuh senjata api.
Ke mana senjata itu a-kan diserahkan Bu-goanswe tak tahu. Pokoknya dua orang itu
harus segera ditangkap, atau jejak bakal kabur lagi kalau terlalu lama,
membiarkan mereka sudah jauh meninggalkan kota raja umpamanya. Dan ketika Fang
Fang mengangguk-angguk menyatakan mengerti, alis berkerut dan ganti-berganti
bayangan Hong Hong dan kereta bermunculan di benaknya maka pemuda ini berhasil
menindas bayangan Hong Hong untuk dikalahkan dengan bayangan kereta penuh
senjata api itu. "Baiklah, tengah malam nanti aku bersiap, goanswe. Aku akan membekuk dua
panglima itu!" "Dan sekarang tak perlu kau kembali ke kekasihmu itu. Langsung saja berangkat
dan lihat isi kereta!"
"Hah?" "Hm, sekarang sudah gelap. Beberapa jam lagi mereka bisa menukar kereta, Fang
Fang. Kau tak akan tahu. Lekaslah berangkat dan selidiki gedung Lieciang-kun.
Kereta itu di samping rumahnya dan tepat tengah malam akan berangkat!"
Fang Fang terkejut. Bu-goanswe memerintahkannya tanpa boleh kembali lagi ke Hong
Hong. Ah, dia kecewa. Tapi ketika dijelaskan bahwa kereta bisa ditukar, dia akan
kehilangan bukti maka Fang Fang mengangguk dan menarik napas dongkol.
"Kalau begitu daripada mencegat di luar pintu gerbang sebaiknya kucegat di
rumahnya sendiri, goanswe. Aku dapat langsung bertindak dan menangkapnya!"
"Jangan!" Bu-goanswe terkejut. "Lima ratus pengawal Lieciangkun akan bergerak,
Fang Fang. Lieciangkun dapat memanggil anak buahnya dan menyelamatkan diri.
Kalau hal itu boleh dilakukan tentu sudah kulakukan sendiri. Tapi aku tak ingin


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

para pengawal bentrok, aku tak ingin ada keributan di istana. Boleh ribut tapi
harus di luar!" "Hm, begitukah?" Fang Fang mengerutkan kening. "Baiklah, kuturuti permintaanmu,
goanswe. Sekarang juga aku menyelidiki dan mudah-mudahan berhasil!"
"Dan aku akan mengawasimu dari jauh. Aku akan menyiapkan pasukah diam-diam.
Kalau kau kewalahan aku akan membantumu. Tapi ingat, jangan dua orang itu
dibunuh!" Fang Fang mengerti. Akhirnya dengan menyesal terpaksa ia tak kembali ke Hong
Hong. Bu-goanswe mencegahnya karena takut kekasihnya itu membocorkan rahasia,
hal yang membuat alis pemuda i-ni berkerut, dalam. Tapi ketika Bu-goanswe
bersungguh-sungguh dan menyatakan bahwa di istana banyak mata-mata maka pemuda
ini melepas dongkol dengan mengumpat.
"Baiklah, Hong Hong kudapatkan atas jasa peristiwa ini, goanswe. Sekali
dikecewakan biarlah tak apa. Aku akan membekuk perusuh-perusuh itu!"
Fang Fang berkelebat. Akhirnya dia tak jadi kembali dan menuju ke gedung
Lieciangkun. Di sana ada sebuah kereta dan cepat pemuda ini memeriksa. Benar
saja, tumpukan senjata api ada di belakang, di bawah kereta! Dan ketika Fang
Fang geram dan membuktikan omongan Bu-goanswe maka tepat tengah malam kereta
itupun bergerak dan Lieciangkun, panglima tinggi kurus bermuka sempit sudah
duduk di dalam keretanya.
Tapi kereta ini tak langsung keluar, berbelok dan menuju ke gedung Gokciang-kun,
perwira pendek yang mukanya penuh cambang, matanya bulat lebar. Dan ketika Fang
Fang mengikuti semua itu karena dia melekat di bawah kereta, menempel seperti
lintah maka barulah kereta dibedal dan keluar lewat pintu gerbang selatan. Dan
di sinilah Fang Fang bekerja.
Pemuda itu habis sabar ketika dua orang di atas kereta tertawa-tawa dan bicara
masalah itu. Fang Fang coba mendengarkan kepada siapa senjata-senjata api ini
akan dibawa tapi tak juga dua orang itu menyebut-nyebut. Mereka hanya mengatakan
bahwa keuntungan besar akan diraih. Mereka akan hidup senang dan siap membangun
istana atau kebun yang luas. Dan ketika dua orang itu membedal keretanya
menyuruh kusir mempercepat larinya maka Fang Fang mengerahkan ilmunya Ban-kin-
kang (Tenaga Pemberat Sepuluh Ribu Kati) di mana empat ekor kuda yang menarik
mendadak meringkik dan tertahan, tak kuat berjalan"
"Eh, ada apa?" Lieciangkun melongok, kaget. "Kenapa berhenti, A-tong" Siapa
suruh menghentikan kereta?"
"Hamba.... hamba tak tahu. Kereta tiba-tiba menjadi berat. Empat ekor kuda tak
mampu menarik!" "Bodoh, tak ada apa-apa di sini. Hayo jalan!" dan ketika Lieciangkun membentak
dan bertepuk tangan tiba-tiba dari belakang berderap puluhan ekor kuda disusul
pertanyaan atau seruan nyaring,
"Ciangkun, ada apa?"
Fang Fang tertegun. Dia sudah mau keluar ketika mendadak puluhan orang berkuda
itu muncul. Mereka ternyata pengawal atau pengiring rahasia Lieciangkun,
bergerak di belakang dan tiba-tiba dari depan juga muncul kuda-kuda yang lain,
jumlahnya tak kurang limapuluh o-rang juga dan terkejutlah Fang Fang karena itu
berarti seratus pengawal. Keparat, kiranya Lieciangkun telah berjaga-jaga dengan
melindungi diri di balik pengawal rahasia. Dia tak memperhatikan itu tadi karena
telinganya dipakai untuk menangkap percakapan di kereta, yang sialnya tak
mendengarkan sesuatu yang cukup penting kecuali disebut-sebutnya nama Bu-
goanswe, juga dirinya. Maka begitu seratus pengawal muncul dan Lieciangkun
memberi tahu bahwa kereta tiba-tiba tak mau jalan, seolah dibebani sesuatu yang
berat maka Gokciangkun yang ada di dalam tiba-tiba meloncat keluar.
"Coba periksa kereta ini. Aku juga merasa sesuatu yang berat nggandul di bawah!"
Fang Fang tertawa. Melihat dirinya a-kan diperiksa dan dua panglima itu sudah
keluar dari keretanya maka tak mau lagi pemuda ini bersembunyi. Fang Fang cepat
berkelebat dan sekali dia mendorong kereta tiba-tiba empat ekor kuda itu
meringkik. Mereka terdorong dan menabrak tujuh pengawal yang mau memeriksa. Dan
ketika Fang Fang bergerak dan cepat seperti siluman tahu-tahu ia telah menangkap
Lieciangkun, yang kaget dan mau melompat menghindar namun tidak sempat maka Fang
Fang sudah berseru menyuruh yang lain mundur.
"Haii, ini aku. Lieciangkun dan Cok-ciangkun menyembunyikan senjata api di
keretanya. Kalian mundur, dan jangan menyerang kalau ingin selamat!"
"Keparat!" Cok-ciangkun, panglima bertubuh pendek itu pucat pias. "Bocah i-ni
ada di sini, Lieciangkun. Celaka, terkutuk dia. Serang, dan bunuh dia!" dan Cok-
ciangkun yang menyambar goloknya membabat Fang Fang tiba-tiba gentar namun marah
menyerang pemuda itu, membentak para pengawalnya agar maju menyerang. Pemuda
yang ditakuti itu ternyata ada di situ, bersembunyi di bawah kereta! Namun
ketika Fang Fang berkelebat dan tertawa mengejek, menghindari bacokan maka
pemuda itu menendang golok di tangan Cok-ciangkun yang seketika mencelat.
"Orang she Gok, jangan suruh pembantumu menerima dosa. Semua mundur, karena Bu-
goanswe ada di sini!" dan para pengawal yang terkejut serta menghentikan
serangan karena mendengar seruan dan bentakan mengguntur tiba-tiba tertegun
karena Bu-goanswe muncul di situ, diiring seratus pasukannya pula dan para
pengawal Lieciangkun pucat. Mereka tak tahu apa yang dilakukan Lieciangkun namun
tuduhan bahwa Lieciangkun membawa senjata api sungguh mengejutkan. Dan ketika
mereka bengong dan tak menyerang Fang Fang, yang menjepit dan memiting leher
lawan maka Cok-ciangkun yang pucat serta kaget melihat kehadiran Bu-goanswe
tiba-tiba lari ke kereta dan menyambar dua senjata api di mana dengan membabi-
buta dan penuh ketakutan panglima itu menembak siapa saja. "Dor-dor-dorr...!"
Fang Fang tersentak. Hamburan senjata api itu menyerang dirinya dan Bu-goan swe,
juga pengawal di belakang jenderal tinggi besar itu. Dan karena mereka tidak
menduga dan tembakan membabi-buta itu dilancarkan dalam panik dan marah maka
tujuh di antara pengawal atu pasukan Bu-goanswe roboh.
"Awas, menyingkir...!"
Fang Fang bergerak cepat. Dia menendang sebutir batu tepat mengenai pergelangan
tangan Cok-ciangkun. Panglima she Cok itu menjerit dan terlepaslah senjata api
di tangannya. Dan ketika Fang Fang berkelebat dan menotoknya dari jauh maka
panglima itu berdebuk dan terbanting merintih.
"Kau tak berperikemanusiaan!" Fang Fang gemas menginjak panglima ini, disusul
bayangan Bu-goanswe yang menggeram dan memaki lawan. Dan ketika Gokciangkun
pucat dan mengeluh tak keruan, ketakutan, maka jenderal Bu itu menendang
kepalanya berseru marah, "Orang she Gok, kau tak berjantung. Disuruh menyerah baik-baik malah
menghamburkan senjata api. Nah, tahu rasa kau sekarang. Dosamu bertumpuk, bukti-
bukti tak dapat kausangkal lagi dan hayo ikut kami ke istana!" lalu membalik dan
membentak seratus pengawal Cok-ciangkun atau Lieciangkun yang pucat menyaksikan
Fang Fang, pemuda yang sudah diketahui kelihaiannya itu jenderal ini mengangkat
tangan tinggi-tinggi. "Kalian yang menyerah baik-baik harap lepaskan senjata,
jangan melawan. Aku akan memeriksa kalian nanti di kota raja dan siapa yang
benar-benar tidak bersalah akan -mendapat kebebasan!"
Semua orang berseri. Mereka rupanya lega mendengar kata-kata Bu-goanswe itu
karena kata-kata itu serupa janji. Mereka hanya pengikut, pelaksana perintah.
Dan karena majikan atau tuan mereka sudah ditangkap dan Lieciangkun serta
Gokciangkun itulah yang bersalah maka semua membuang senjata dan berlutut. Bu-
goanswe melirik Fang Fang karena sesungguhnya pemuda itulah yang amat ditakuti
orang-orang ini. Kalau tidak, mungkin mereka akan mendapat perintah Lieciangkun
atau Gokciangkun untuk melawan, karena jumlah mereka cukup. Tapi karena Fang
Fang ada di situ dan kehebatan atau kelihaian pemuda ini sudah diketahui semua
orang maka Fang Fang tersenyum saja mendapat lirikan jenderal itu, yang
diketahui artinya. "Sekarang kita pulang," jenderal Bu mengajak kembali. "Dan ikat dua orang ini
sebagai tertuduh utama. Nah, bergeraklah, pengawal. Jaga kereta baik-baik dan
keluarkan isinya nanti di depan istana!"
Gokciangkun dan Lieciangkun menggigil. Mereka habis harapan dan Lieciangkun
akhirnya pingsan. Mereka dibawa ke kota raja dan langsung menghadap kaisar.
Mereka ditelanjangi. Dan ketika malam itu juga sri baginda diberi tahu dan
keluar maka sri baginda marah sekali melihat semuanya ini.
Gokciangkun dan Lieciangkun dihukum seumur hidup. Mereka dipersalahkan tapi
masih mendapat keringanan mengingat jasa-jasa mereka. Dan ketika hukuman sudah
dijatuhkan dan dua orang itu menangis maka kaisar menghadapi Fang Fang yang
untuk kedua kalinya membekuk komplotan penjual senjata api.
"Aku gembira, dan sekali lagi berterima kasih. Baiklah, menepati janjiku sendiri
maka ambillah dua di antara empat orang wanita itu, Fang Fang. Kuberikan mereka
kepadamu sebagai pelayan atau penghiburmu!"
"Apa?" Fang Fang terbelalak. "Dua... dua lagi untuk hamba?"
"Ya, kau memberikan dua panglima kepadaku, Fang Fang. Dan karena aku sudah
berjanji bahwa untuk setiap orang pengacau kau mendapat seorang wanita cantik
maka itulah untukmu dan pilih dua di antara mereka!"
Fang Fang tertegun. Dia berdetak melihat empat wanita cantik yang berlutut di
situ. Usianya rata-rata duapuluhan tahun dan cantik-cantik, tubuh mereka juga
padat berisi dan Fang Fang menekan guncangan hatinya. Teringatlah dia kepada
Hong Hong yang mampu membuatnya tergila-gila. Apakah wanita-wanita ini juga
pandai dan mampu membuatnya tergila-gila" Bagaimana kalau dia mabok tak keruan
dan jatuh bangun dilayani tiga wanita seperti ini" Dan ketika Fang Fang bi ngung
tapi juga menelan ludah, tergetar, maka kaisar tertawa berkata padanva,
"Fang Fang, jangan khawatir. Mereka tak di bawah Hong Hong. Dati Hong Hong juga
tak akan cemburu. Kaubawalah mereka, dan bersenang-senangan!"
"Sst," Bu-goanswe berbisik. "Itu rejeki yang harus kausyukuri, Fang Fang.
Terimalah dan kita mundur'"
Fang Fang menganggur. Akhirnya dia menerima dan memilih dua di antara mereka.
Sebenarnya dia bingung karena mereka cantik-cantik, berimbang. Tapi ketika dia
memilih juga pilihannya dan malam itu mendapatkan dua wanita penghibur lagi,
agak berdebar dan takut-takut bagaimana sambutan Hong Hong nanti ternyata
kekasihnya itu tertawa kecil melihat dua hadiah ini.
"Ih, kiranya Kim Lan dan Kim Swat. Selamat, kalian tentu diperintahkan sri
baginda ke mari, Kim Lan. Masuklah, dan kita layani Fang-siauwhiap!"
Fang Fang tertegun. "Kau mengenalnya?"
"Hi-hik, kami bertiga adalah dayang-dayang khusus di istana, siauwhiap, tentu
saja kenal! Sudahlah, ajak mereka ke kamar dan kau tentu lelah setelah setengah
malam menyergap Lieciangkun!"
Fang Fang bengong. Hong Hong, kekasihnya itu, ternyata tidak cemburu atau marah
melihat dia bersama Kim Lan dan Kim Swat. Mereka memang kakak beradik dan
justeru itulah dipilih Fang Fang. Pemuda ini tertarik karena mereka hampir mirip
satu sama lain, kecuali pakaian mereka yang berbeda. Dan ketika Hong Hong
mengajak dua gadis itu ke kamarnya dan langsung melayaninya seperti biasa maka
Hong Hong berkata, "Kami adalah pelayanmu, meskipun sebuah kehormatan besar bila kau menganggap
kami sebagai kekasih. Tidurlah, dan biar kami pijit seluruh tubuhmu yang pegal-
pegal, siauwhiap. Setelah itu kau tentu akan tidur dengan nyenyak!"
Fang Fang terbelalak. Hong Hong memijitnya dengan lembut sementara Kim Lan dan
adiknya juga begitu. Mereka mulai tersenyum. Dan ketika tiga gadis atau wanita
itu memijitnya tertawa-tawa dan agaknya geli melihat Fang Fang yang terlihat
kikuk, canggung, maka Hong Hong memberi contoh agar Kim Lan menciumnya.
"Jangan takut, aku tak marah. Lihat kusuruh Kim Lan menciummu!"
Fang Fang terkejut. Kim Lan tahu-tahu terkekeh kecil dan menciumnya, bukan mulut
melainkan pipi. Dan ketika Hong Hong berseru agar Kim Lan mencium mulut,
mengulang, maka hampir saja Fang Fang terjungkal ketika Kim Swat juga disuruh
Hong Hong melakukan hal yang sama.
"Nah, kami semua adalah kekasihmu. Biarkan kami menyenangkan hatimu karena
inilah tugas kami'" Selanjutnya Fang Fang panas dingin. Hong Hong sungguh tak cemburu atau marah
melihat dirinya bersama Kim Lan atau Kim Swat itu. Sungguh jauh bedanya dengan
Eng Eng atau Ming Ming dulu, juga Ceng Ceng, atau gadis-gadis lain yang pernah
menjadi kekasihnya. Dan ketika Hong Hong malah menyuruh temannya untuk mencium
atau memeluknya mesra maka Fang Fang serasa terbang ke langit ketika tiga gadis
itu bergantian melepas pakaiannya, tak malu-malu.
"Kami diperintahkan sri baginda melayanimu. Nah, inilah kami, siauwhiap.
Terimalah dan semoga kau senang!"
Fang Fang tak tahan lagi. Dia sebelumnya sudah menggigil menerima rabaan atau
pijitan-pijitan lembut itu. Hong Hong memimpin teman-temannya untuk bersikap
berani, dengan mula-mula membuka celana pemuda itu hingga Fang Fang tinggal
mengenakan celana dalam saja. Dan ketika Kim Lan mengikuti dan dua enci adik itu
tertawa, lembut mengecupnya maka Fang Fang sudah menyambar dan berturut-turut
tiga gadis cantik itu roboh di atas tubuhnya.
Selanjutnya Fang Fang mengalami apa yang sebelumnve tak pernah dialami. Hong
Hong mengatakan bahwa kejadian seperti itu adalah biasa di istana. Para pangeran
atau bangsawan-bangsawan tinggi sudah biasa dilayani tiga atau empat wanita
cantik, bahkan seringkali lebih. Dan ketika Fang Fang mabok dan baru selama itu
dalam hidupnya bercumbu dengan tiga wanita sekaligus, hal yang tak terbayangkan,
maka selanjutnya setiap ada penyelundup yang memperdagangkan senjata api dan
ditangkap pemuda ini mendapat lagi hadiah wanita-wanita cantik dari kaisar. Fang
Fang menjadi bersemangat dan tentu saja dia gembira menangkapi orang-orang itu.
Coa-ciangkun dan Bing-ciangkun akhirnya tertangkap juga. Fang Fang kini
dikerumuni bukan hanya oleh tiga atau empat wanita cantik melainkan hampir
duapuluh orang. Luar biasa. Pemuda ini hampir setiap hari selalu bergumul dengan
kekasih-kekasih barunya itu. Rata-rata mereka setingkat Hong Hong dan tentu saja
itu membuat Fang Fang tergila-gila, meskipun kewalahan! Dan ketika sebentar
kemudian kaisar mengangkatnya sebagai pangeran muda, satu kedudukan atau pangkat
yang terhormat bagi orang biasa maka Fang Fang sudah mendapat gedung sendiri dan
bukan lagi pinjaman. "Kau berhak atas gedung itu, juga segala isinya baik yang hidup atau mati. Nah,
tinggallah di sini sepuasmu, Fang Fang. Dan jagalah keamanan istana seperti kau
menjaga gedungmu sendiri!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia sudah diikat tanpa sadar. Kedudukan dan
wanita-wanita cantik diperolehnya, begitu gampang. Tapi karena keberadaannya di
situ membuat calon-calon pemberontak jerih, gentar, maka dua bulan tinggal di
istana sudah tak ada lagi peristiwa penjualan senjata api di mana pemuda itu
akhirnya nganggur dan teringat kembali pada anaknya, Kiok Eng.
"Belum juga ditemukan, goanswe" Tak ada kabar?"
"Hm, maaf," sang jenderal tersenyum puas, Fang Fang berhasil menyapu bersih
pedagang-pedagang gelap seperti Lieciangkun dan lain-lainnya itu. "Anakmu belum
diketemukan pembantu-pernbantu-ku, Fang Fang. Aku menyesal dan terserah kau mau
melakukan apa." Fang Fang mengerutkan kening. "Apakah sama sekali tidak ada jejak?"
"Tidak." "Kalau begitu terpaksa aku pergi. Hm, tak dapat aku bersenang-senang kalau
anakku belum ditemukan, goanswe. Aku harus mencarinya dan menemukannya!"
"Tapi kau diminta menjaga istana..."
"Sekarang sudah aman!" Fang Fang memotong. "Aku tak melihat lagi calon-calon
perusuh yang menjual senjata api, goanswe. Kau tahu itu. Sri baginda atau pun
kau tak boleh menahanku di sini!"
"Hm, baiklah," sang jenderal mengangguk. "Aku mengerti, Fang Fang. Tapi sekarang
kau adalah seorang pangeran muda. Pergi dan datang harus memberi tahu kaisar."
"Aku akan melakukannya," Fang Fang tiba-tiba merasa tak bebas, terikat. "Aku
akan menghadap sri baginda, goanswe. Dan besok aku pergi!"
Jenderal Bu menarik napas dalam. Ia tak dapat mencegah kemauan pemuda itu dan
itu memang hak Fang Fang. Pemuda ini belum menemukan anaknya dan ia sendiri
menyesal kenapa anak perempuan itu tak dapat diketemukan pembantunya. Kalau
tidak tentu Fang Fang dapat diikat di istana dan kehadiran pemuda itu
sesungguhnya menenteramkan hatinya. Diam-diam ia girang bahwa Fang Fang sudah
betah di istana, tak mengira bahwa akhirnya kebosanan muncul juga, teringat a-
nak perempuannya yang hilang. Dan ketika Fang Fang berkelebat dan melapor sri
baginda maka keesokannya pemuda ini sudah pergi meninggalkan gedungnya.
Tak banyak yang dipikirkan Fang Fang. Kesenangan yang didapatnya di istana
akhirnya menumbuhkan juga kebosanan. Hong Hong yang semula dianggapnya hebat
tiba-tiba saja menjadi biasa setelah Kim Lan dan lain-lainnya itu muncul. Ah,
dia menjadi matang dan masak. Permainan sex direguknya sepuas-puasnya seperti
halnya para pangeran atau kaisar sendiri. Fang Fang tak kikuk dilayani belasan
wanita sekaligus kalau dia sudah di kamarnya. Kemajuan besar diperoleh pemuda
ini, kemajuan sex! Tapi karena sex lama-lama membuahkan kejenuhan dan Fang Fang
merasa ada sesuatu yang kosong, entah apa itu, maka dia merasa bahwa sex
bukanlah alat menuju kebahagiaan.
Eh!, tiba-tiba Fang Fang terkejut. Kebahagiaan" Kenapa dia mendadak sontak
menyebut-nyebut kebahagiaan" Tidak bahagiakah dia" Tidak senangkah dia" Hm, Fang
Fang mengerutkan kening. Soal kebahagiaan memang dia merasa tidak bahagia. Tapi
soal senang... jelas, dia sudah mendapatkan kesenangan. Hidup dikelilingi wanita-
wanita cantik bukanlah hal yang tidak menyenangkan. Tidak. Dia harus mengakui
bahwa hal itu sungguh menyenangkan. Teringatlah dia akan pelayanan atau servis
Hong Hong. Teringatlah dia akan pelayanan atau servis Kim Lan, juga Kim Swat dan
lain-lainnya itu. Tak dapat disangkal bahwa dia merasa mabok dan tergila-gila


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada pelayanan kekasih-kekasihnya yang cantik-cantik itu. Mereka seakan
berlomba dan dia semula jatuh cinta berat kepada Hong Hong. Tapi ketika Kim Lan
melakukan hal yang sama dan diapun jatuh cinta kepada gadis ini, eh... tiba-tiba
dia juga merasa jatuh cinta dan suka kepada Kim Swat maupun yang lain-lainnya.
Semula dia mengira cintanya itu abadi, kekal, paling tidak a-kan berumur panjang
dan lama. Tapi ketika cintanya dapat berpindah-pindah dan tidak menetap di satu
tempat yang tetap, seperti halnya dulu dia mencinta Sylvia tiba-tiba Fang Fang
kecewa karena ada semacam kekosongan di jiwanya pada saat itu.
Aneh, perasaan apakah ini" Apa yang melandanya saat itu" Mula-mula, memang dia
mabok dan tergila-gila sampai melupakan segalanya ketika dilayani Hong Hong dan
lain-lainnya itu. Servis mereka begitu memabokkan hingga dia hanyut, bahkan
tenggelam! Tapi ketika semuanya itu dirasanya tak ada yang baru dan selalu
mengulang-ulang tiba-tiba dia menjadi bosan dan jenuh. Dan Fang Fang mulai tak
kerasan! Dia ingin meninggalkan istana. Dia ingin bebas lagi seperti dulu dan
tidak terkurung. Fang Fang mulai berkerut kening ketika tiba-tiba dia harus
mengikuti kegiatan ini-itu di istana: rapat, sidang, atau apa-apa lagi
sejenisnya. Tiba-tiba dia merasa terikat dan kebebasannya di masa lampau
terbelenggu. Dan ketika semua itu bertumpu pada anaknya yang belum diketemukan,
Kiok Eng, tiba-tiba Fang Fang i-ngin membebaskan diri dan keluar dari semuanya
itu. Rutinitas yang dialami akhirnya menimbulkan bosan. Dia jemu. Petualangan sexnya
di istana sudah tak semenarik dulu. Dia sudah tahu itu. Dan karena manusia
cenderung untuk mencari yang belum diketahui, yang baru, maka Fang Fang terjebak
pola ini dan dengan alasan mencari anaknya yang hilang dia ingin keluar dari
suasana rutin ke suasana yang segar, suasana lain. Dan Fang Fang tiba-tiba
mendapatkan itu. Suara suling mendadak memecah keheningan pagi. Kicau burung dan cecowetan monyet
di hutan yang baru dimasukinya mendadak menggugah kesadarannya yang terombang-
ambing oleh ketidakpastian, rasa jenuh itu, bosan. Dan ketika Fang Fang menoleh
dan melihat seorang kakek duduk di bawah pohon besar meniup sulingnya, lembut
dan merdu tiba-tiba Fang Fang tergerak untuk mendekati kakek ini.
Sang kakek tak menghiraukan. Dia bahkan menutup matanya ketika Fang Fang datang,
bukan tak acuh melainkan justeru untuk berkonsentrasi meniup sulingnya dengan
lebih berperasaan lagi. Lagu yang aneh meliuk naik turun, iramanya lincah dan
bersemangat. Tapi ketika tiba-tiba menukik dan turun dengan tajam, seolah
mendesah, tiba-tiba Fang Fang merasa bahwa lagu yang ditiup itu seperti
menggambarkan keadaan dirinya, yang mula-mula bersemangat dan penuh senang di
istana tapi tiba-tiba dibuat bosan oleh rutinitas yang menjemukan, aneh. Dan si
kakek tiba-tiba menembangkan lagu yang mirip keadaannya!
Ha-ha, bahagia! Apakah itu" Ha-ha, bosan! Kenapakah begitu" Aku terjebak dan
terikat, tapi aku tak sadar Aku terbelenggu dan terkurung, tapi aku tetap juga
bodoh! Bahagia, aku mencari dirimu
datanglah, dan tengok aku
Aku tak mau begini aku ingin berobah tapi aku tak tahu bagaimana dan
dengan cara apa, ha-ha! Fang Fang merasa tersindir. Melihat si kakek kini membuka mata dan melirik
padanya, tertawa, Fang Fang merasa bahwa dialah yang dijadikan bahan olokan. Dia
terkejut melihat sinar mata si kakek yang jernih namun tajam. Sinar mata itu
seolah menembus hatinya, langsung dan menguak seperti pisau belati! Dan ketika
Fang Fang mendekat dan duduk di dekat kakek itu, tanpa ijin, maka si kakek
menghentikan tiupan sulingnya dan menyimpan benda itu.
"Hai, siapa kau, anak muda" Mau duduk dan menemani aku si tua bangka i-ni?"
Fang Fang tersenyum, mengangguk. "Aku Fang Fang, tertarik dan mendengar bunyi
sulingmu tadi. Tapi yang lebih lagi, aku penasaran dan ingin tahu tentang syair
atau isi lagumu!" "Ha-ha, anak muda bersemangat. Dan namamu Fang Fang. Ha, tentu kau murid, si
Dewa Mata Keranjang yang lihai itu, pemuda yang menangkapi dan membekuk
pedagang-pedagang senjata gelap yang merupakan calon pemberontak!"
Fang Fang terkejut. "Kau tahu?"
"Ha-ha, aku si tua bangka ini tahu karena memiliki mata dan telinga, anak muda.
Dan aku juga tahu bahwa kau mencari bahagia!"
"Hm, aku penasaran!" Fang Fang terkejut. "Kau kiranya seorang kakek lihai yang
hebat. Maaf, siapakah kau, locianpwe" Bolehkah kita berterus terang saja" Dan
sedang apa kau di sini?"
"Pertanyaan yang lengkap," si kakek tertawa. "Aku menunggu cucuku, anak muda.
Dan siapa aku barangkali tak perlu kau tahu. Aku orang biasa-biasa saja, kakek
yang mau mampus. Lain dengan kau yang cepat terkenal dan ditakuti orang-orang
jahat!" "Hm, terlalu berlebihan. Akupun orang biasa saja, locianpwe, seperti kau. Atau
mungkin malah kau yang lebih menonjol daripada aku. Maaf, kau tak memperkenalkan
nama, aku semakin penasaran. A-pakah tak boleh aku tahu?"
"Hm, aku lupa namaku. Tapi orang memanggilku Sin-kun Lo-jin (Malaikat Tua
Bangka). Ha-ha, sebutan pertama tak tepat, anak muda. Tapi Lo-jin atau Tua
Bangka sungguh cocok dengan keadaanku. Nah, panggillah aku Lo-jin dan kita boleh
bercakap-cakap!" "Sin-kun Lo-jin?" Fang Fang mengerutkan kening. "Aku tak mendengar nama ini.
Tapi kalau kau mengenal guruku tentu kau bukan orang sembarangan. Baiklah, aku
senang berjumpa denganmu, locianpwe. Dan sebagai orang muda yang tahu diri
haruslah aku memberi hormat. Terimalah salamku!" Fang Fang bangkit berdiri,
tersenyum dan cepat menggerakkan kedua tangan ke depan dalam sikap menyoja.
Kedua tangan dibentuk kepalan tinju dan Fang Fang meletakkannya di atas kepala.
Itulah hormat atau pengakuan terhadap yang tinggi. Tapi begitu Fang Fang
menggerakkan kedua tangan di atas kepala, menghormat, maka dari kedua kepalan
itu pula meluncur suatu tenaga dahsyat untuk mencoba si tua! "Wherr!"
Fang Fang menguji mengerahkan setengah bagian tenaganya. Dia tahu bahwa si kakek
adalah seorang tokoh hebat, sorot matanya itu sudah menunjukkan jelas. Tapi
ketika si kakek menggoyang-goyang lengan dan berseru tertawa, mencegah, maka
Fang Fang kaget setengah mati karena tenaganya lenyap dan amblas entah ke mana.
"Ha-ha, tak usah sungkan, anak muda. Duduklah... duduklah...!"
Fang Fang tersentak. Si tua menggoyang-goyangkan lengan dan tiba-tiba ia-pun
ikut bergoyang-goyang. Celaka, dia terpengaruh! Dan ketika Fang Fang merasa
betapa sebuah balasan dari depan menghisap dan hendak menekannya maka Fang Fang
kaget sekali dan cepat dia mendorong membentak perlahan.
"Dess...!" dan.... Fang Fang terbanting! Pemuda itu bergulingan meloncat bangun dan
si tua tampak terkejut, berteriak dan memburu pemuda ini untuk diangkat bangun.
Dan ketika Fang Fang terbelalak dan pucat mukanya maka kakek itu berseru seolah
bodoh kenapa Fang Fang membanting tubuhnya sendiri.
"Celaka, amit-amit. Aneh kau ini, anak muda. Tidak ada hujan tidak ada angin
tiba-tiba melempar tubuh seperti itu. Ada apa" Lihat, pakaianmu kotor!"
Fang Fang tertegun. Si tua membersihkan bajunya dan diam-diam dia terkejut
sekali. Luar biasa, pukulannya tadi diterima dan akhirnya ditolak balik. Dia
sudah mengerahkan sebagian besar tenaganya namun tetap kalah. Dari kedua tangan
kakek yang digoyang-goyang itu meluncur sebuah kekuatan luar biasa di mana ia
tak mampu mempertahankan diri, terjengkang dan akhirnya terbanting. Dan ketika
Fang Fang tersentak dan berubah mukanya, kaget, maka si kakek tertawa ha-ha-he-
he tapi tiba-tiba sebuah bayangan ramping membentak dari samping, berkelebat
muncul. "Kong-kong (kakek), ada orang menghinamu" Kurang ajar, jangan khawatir. Aku
membalas perbuatannya dan lihat betapa aku menghajarnya!"
Fang Fang terkejut ulang. Dia terkejut karena tiba-tiba dari sebelah kiri muncul
seruan nyaring itu. Seruan ini merdu dan Fang Fang melihat berkelebatnya
bayangan seorang gadis cantik. Gadis ini berkulit putih, mukanya bersemu dadu,
matanya kebiruan. Dan ketika Fang Fang terkejut karena gadis itu jelas bukan
gadis Han, bangsanya, maka pukulan keras menyambarnya dari kiri dan tentu saja
dia berteriak menangkis sambil menggerakkan lengan.
"Heii.... nanti dulu, dess!" dan... Fang Fangpun terpental bergulingan. Gadis yang
menyerang itu juga mengeluarkan pekik tertahan dan terlempar tapi berjungkir
balik indah di udara lalu turun dengan mata terbelalak lebar. Fang Fang yang
sudah melompat bangun harus menahan guncangan hatinya yang seakan dibetot oleh
mata indah itu. Mata itu melotot tapi bagi Fang Fang justeru merupakan daya
tarik yang kuat. Begitu kuatnya hingga ia terbetot, maju terhuyung. Tapi ketika
gadis itu melengking dan mengayun kan lengannya lagi, menyerang, maka Fang Fang
terkejut dan melempar tubuh sambil membentak.
"Blarr!" Pukulan si gadis menghajar tanah. Fang Fang terbeliak karena tanah yang dihajar
amblong, kerikil dan batu berhamburan ke atas tapi si gadis juga terkejut karena
dua kali Fang Fang dapat menyelamatkan diri. Namun ketika dia hendak menyerang
lagi dan melengking gusar tiba-tiba si kakek bergerak ke depan dan terkekeh
memisah mereka. "Eiitt, ha-ha.... nanti dulu. Sabar, Nagi, sabar. Pemuda ini bukan musuh dan dia
adalah teman baru kita!"
"Hm, siapa dia?" Nagi, gadis bermata kebiruan itu membentak. "Kenapa dia
menyerangmu dan tak boleh dianggap musuh" Aku tadi melihatnya, kong-kong. Secara
licik dan diam-diam dia melepas pukulan kepadamu!"
"Ha-ha, aku tak tahu itu, tak merasa. Kau mungkin mabok perjalanan. Ini adalah
Fang Fang, Nagi, murid si Dewa Mata Keranjang. Dialah yang kita dengar namanya
membekuk calon-calon pemberontak di kota raja itu. Pemuda ini sahabat, bukan
musuh!" "Hm, Fang Fang" Playboy dari Nanking itu?"
Fang Fang terkejut. "Apa" Playboy?"
"Ya, bukankah kau murid si Dewa Mata Keranjang" Bukankah kesukaanmu melihat
wanita-wanita cantik dan bermain cinta" Cis, pemuda macam ini tak perlu menjadi
sahabat kita, kong-kong. Pemuda macam ini hanya mereguk nafsu berahi saja! Kita
dengar tingkah lakunya di istana itu. Kita dengar sepak terjangnya yang tiap
hari hanya bercinta dan bercinta melulu! Ah, pemuda macam begini tak perlu kita
dekati dan mari pergi!" Nagi tiba-tiba menarik kakeknya, meloncat dan marah-
marah begitu mendengar bahwa inilah Fang Fang, pemuda yang cepat terkenal karena
menangkapi orang-orang seperti Lieciangkun dan lain-lainnya itu. Dan ketika Fang
Fang terkejut dan merah padam, tentu saja gusar maka si nona sudah lenyap dan
gerakannya yang secepat setan membuat Fang Fang terkesiap.
-o~dewikz~abu~-o - Jilid : XXII "HEI...!" Fang Fang tentu saja tak mau sudah. "Tunggu, bocah keparat. Berhenti dan
lancang sekali mulutmu!"
Namun si nona terbang di depan. Gadis itu mendengus dan Fang Fang yang akhirnya
melihat lagi gadis ini sudah mengerahkan ilmu lari cepatnya mengejar, siap
menyusul tapi tiba-tiba lawan bergerak lebih cepat dan Fang Fang tertinggal.
Kaget pemuda ini. Namun ketika Fang Fang berseru keras dan mengeluarkan Sin-bian
Ginkangnya (Ginkang Kapas Sakti) maka ganti gadis di depan itu terkejut, karena
tiba-tiba ia tersusul. "Keparat!" gadis itu melengking. "Mari berlomba cepat, pemuda tak tahu malu.
Boleh kejar aku dan tangkap kalau bisa!"
Fang Fang terbelalak. Sekarang jarak mereka merenggang lagi dan gadis itu mampu
berlari lebih cepat, Fang Fang kian lama kian tertinggal jauh kalau tidak
menambah kecepatan larinya. Dan ketika pemuda itu juga melengking dan membentak
marah, mengeluarkan segenap tenaganya tiba-tiba Fang Fang dapat menyusul lagi
dan jarak mereka menjadi semula, hal yang lagi-lagi membuat gadis bermata biru
itu kaget, juga penasaran, la menambah kecepatan larinya lagi namun ternyata
sudah penuh. Seluruh "gas" sudah dipancal namun tetap sebegitu juga. Dan ketika
jarak di antara mereka tetap terjaga dan gadis itu memaki-maki, sementara Fang
Fang juga tak dapat menyusul atau menyentuhnya maka Fang Fang sendiri diam-diam
kaget karena baru kali inilah dia bertemu lawan setanding yang tingkat ilmu
meringankan tubuhnya sama!
"Jahanam!" Fang Fang memaki. "Kau hebat dan mengagumkan, siluman betina. Tapi
sekarang kita uji siapa yang lebih memiliki daya tahan prima!"
Gadis di depan itupun juga memaki. Ia sama-sama marah dan berpikiran pula
seperti Fang Fang, yakni hendak menguji "ausdauer" lawan. Fang Fang tak dapat
memperpendek jarak sementara iapun juga tak mampu menjauhkan diri. Dua jam
mereka berlari dan tetap itu-itu juga jarak di antara mereka, kurang lebih
setombak. Dan karena hanya kekuatan daya tahan saja yang bakal menentukan mereka
sebagai pemenang maka hal itupun dilakukan gadis ini. Dia tancap gas sepenuh
kekuatan sementara Fang Fang sendiri juga tancap pedal tanpa ampun. Masing-
masing sama cepat. Dan ketika enam jam berlalu tanpa disadari dan Fang Fang
maupun lawannya sama-sama mandi keringat, basah kuyup, maka ternyata keduanya
sudah memburu napasnya dan lututpun gemetar namun keduanya sama-sama nekat untuk
memenangkan pertandingan ini.
"Ha-ha!" si kakek tertawa bergelak. "Kalian sama-sama kuat, anak-anak. Tapi aku
si tua bangka ini sudah keropos lututku. Ayolah, berhenti dan sudahi saja!"
"Tidak!" si gadis membentak. "Dia atau aku yang kalah, kong-kong. Aku tak mau
berhenti kalau dia belum menyatakan kalah!"
"Keparat, siapa mengaku kalah?" Fang Fang berseru, marah dan memaki gadis itu.
"Kau tak dapat menjauhkan diri biarpun aku tak dapat menyusulmu, nona. Kita
masih sama-sama berimbang dan hanya daya tahan kitalah yang akan menentukan
semuanya ini!" "Hm, dan kau sudah gemetar!"
"Kaupun juga!" "Tapi kau dua jam lagi pasti tak tahan!"
"Siapa bilang" Kaulah yang dua jam lagi menyerah, nona. Dan aku akan menangkap
serta membekukmu untuk kelancangan mulutmu tadi!"
"Omong kosong! Mari kita buktikan siapa yang dua jam lagi roboh!" dan si gadis
yang terus mempercepat larinya namun mulai agak goyah akhirnya diketaawai Fang
Fang namun tiba-tiba si pemudapun terkejut, berseru tertahan karena iapun hampir
terhuyung dan jatuh mempertahankan diri. Si kakek berseri-seri dan gadis itu
ganti mengejek. Fang Fang mengejar lagi dan mereka berduapun terus berlomba, dua
jam akhirnya lewat namun, masing-masing tak ada yang roboh. Fang Fang kaget dan
kagum. Gadis di depan juga diam-diam kaget dan kagum. Itulah lawan yang seumur
hidup baru mereka temui! Tapi karena masing-masing sama-sama memiliki watak
keras dan tak terasa kemudian mataharipun condong ke barat dan malam tiba, hal
yang membuat Fang Fang berdebar karena mengharap gadis itu menyerah ternyata
lawannya ini meneruskan lari dan tetap teguh meskipun mulai jatuh bangun.
"Berhenti.... berhenti...!" si kakek tak tertawa-tawa lagi, mulai khawatir. "Aku
sudah mulai tak kuat, Nagi. Kakiku serasa patah-patah dan lututku bengkok!"
"Tak perlu bohong!" si gadis berseru. "Kau jauh lebih pandai daripada aku, kong
kong. Kalau kau ingin menghentikan aku untuk menyerah pada pemuda itu maka
jangan harap. Aku tetap akan meneruskan lariku atau kau berhenti sendiri!"
"Heii..!" si kakek terkejut. "Bukan begitu, Nagi. Tapi murid Dewa Mata Keranjang
ini betul-betul setanding denganmu. Tak ada yang kalah atau menang di antara
kalian. Lebih baik berhenti, dan kita selesaikan baik-baik!"
"Aku mau berhenti kalau pemuda itu menyatakan kalah. Atau aku meneruskan lariku
dan kuuji dia sampai titik darah penghabisan!"
"Wah-wah...!" si kakek kewalahan. "Kalau begini susah, Nagi. Pemuda itu tak
bakalan mau kalah dan kalian akan sama-sama menderita. Celaka, aku bertemu anak-
anak muda yang berkepala batu!"
Fang Fang mandi keringat di sana. Tentu saja dia mendengar percakapan itu dan
melotot geram. Enaknya! Siapa mau kalah kalau lawanpun tidak berhasil menjauhkan
diri" Kakek itu benar, mereka berimbang. Tapi karena dia laki-laki dan tak
mungkin sudi menerima kekalahan, yang belum benar, maka Fang Fang membentak dan
berkata bahwa gadis itulah yang harus tahu diri.
"Kau mulai menangis, tanda kehabisan tenaga. Ayolah, menyerah dan jangan malu-
malu?" "Apa" Menyerah" Hidungmu itu! Aku tak mungkin menyerah dan biar sampai pagi aku
akan tetap berlari!" dan ketika benar saja gadis itu melanjutkan larinya dan
marah memaki-maki Fang Fang maka Fang Fang sendiri menjadi gemas dan mendongkol.
Selamanya baru kali ini dia bertemu lawan setanding. Hebat, Sin-bian Ginkangnya
bertemu ginkang yang amat hebat dan lihai. Dia tak dapat memperpendek jarak
sementara lawanpun tak mampu menjauh. Mereka tetap sama dan saling kejar dengan
ketat. Dan ketika malam berganti pagi dan Fang Fang nyaris menyerah karena
napasnya memburu mendadak gadis di depan itu berteriak kaget dan roboh
terguling. "Aduh...!"
Fang Fang terkejut. Nagi, gadis bermata biru itu jatuh. Si kakek terlepas dan
gadis ini terguling-guling. Kiranya sebatang akar tersandung kakinya dan lelah
serta capai akhirnya membuat gadis itu kehilangan kontrol dirinya. Fang Fang
tertawa tapi tiba-tiba diapun terpelanting roboh, juga oleh sebatang akar besar
yang entah bagaimana tahu-tahu sudah ada di depannya, kaget pemuda itu. Dan
ketika Fang Fang bergulingan meloncat bangun dan tentu saja menghentikan
tawanya, tak tahu atau melihat bahwa itulah perbuatan si kakek bersuling, yang
tadi secara lihai dan cepat menendang akar ke kaki cucunya dan Fang Fang maka


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis bermata biru yang marah oleh ejekan Fang Fang tiba-tiba membalik dan
menghantam pemuda ini. "Tak perlu tertawa, kaupun roboh.....dess!" dan Fang Fang yang mencelat lagi oleh
pukulan lawan tiba-tiba mengeluh karena harus sarapan gebuk. Belum apa-apa sudah
dipukul dan tentu saja pemuda ini marah. Dia memaki, melompat bangun. Dan ketika
gadis itu menerjang lagi dan melepas tamparan miring, gemetar, maka Fang Fang
menyambut dan kali ini ingin beradu tenaga.
"Dukk!" Dan dua-duanya terpental. Sekarang Fang Fang tahu bahwa dalam soal tenaga pun
gadis ini hebat. Dia terpental sementara gadis itupun terpelanting. Tapi ketika
si gadis berteriak marah dan menyerang lagi maka Fang Fang sudah mendapat
pukulan dan tamparan yang tiada hentinya, apa boleh buat harus dibalas dan
segera keduanya terlibat pertempuran seru. Fang Fang juga marah dan memaki-maki
lawannya ini. Pagi-pagi sudah harus bergebrak dan cekcok mulut. Dan ketika
keduanya bertanding dan saling melepas pukulan maka si kakek terduduk dan tampak
terengah-engah namun sepasang matanya berseri-seri gembira!
"Ha-ha, bagus. Begini baru baik. Menarik untuk ditonton! Ha-ha, hajar lawanmu
itu, Nagi. Pukul dan serang dia!"
Fang Fang melotot. Dia gemetar melayani lawan sementara lawanpun juga menggigil
melayani dirinya. Bukan apa-apa, melainkan semata oleh kelelahan dan rasa capai
yang sangat. Maklumlah, sehari semalam mereka telah menguras tenaga dengan
berlari cepat. Baik disengaja atau tidak keduanya telah mengeluarkan segenap
kekuatan untuk memenangkan adu cepat itu, yang ternyata gagal. Dan ketika pagi
itu lari cepat sudah diganti adu pukulan atau serang-menyerang maka si kakek
yang menonton terdengar tertawa-tawa atau terkekeh geli.
Fang Fang marah. Sebenarnya, dia kagum dan tak habis kaget melihat lawannya yang
luar biasa ini. Dalam pertemuannya dengan gadis-gadis cantik seperti Eng Eng
atau Ming Ming dan bahkan Ceng Ceng dia selalu dapat mengungguli lawan-lawannya
itu. Ceng Ceng maupun yang lain-lain masih di bawah tingkatnya. Bahkan, guru
merekapun seperti nenek May-may atau Lin Lin dapat dilayani, dan ini membuat
Fang Fang bersombong bahwa dia adalah pemuda yang pilih tanding. Gurunya si Dewa
Mata Keranjang benar-benar merupakan orang yang hebat dan sakti, dia sudah
menganggap tak akan ada yang dapat melebihi gurunya itu. Tapi ketika hari ini
dia bertemu si gadis luar biasa dan Nagi gadis bermata biru itu begitu lihai dan
cepat dengan pukulan-pukulannya yang ganas berbahaya maka Fang Fang terbelalak
karena sadar bahwa di antara semua orang dia masih mempunyai tandingan!
"Keparat, sungguh luar biasa. Kalau tidak kubuktikan sendiri tak bakal aku
percaya bahwa gadis ini hebat sekali!"
Fang Fang penasaran. Dia akhirnya mengakui bahwa di antara semua lawan-lawannya
maka gadis ini adalah yang terhebat. Pukulan-pukulan gadis itu menyambar bagai
kilat menyambar-nyambar dan berkat lm-bian-kun atau Silat Kapas Dingin dia dapat
meredam. Tapi ketika si gadis melengking tinggi dan tiba-tiba mencabut seruling,
senjata yang kiranya disisipkan di balik pinggang maka Fang Fang terdesak ketika
seruling itu mematuk dan menyambar-nyambarnya bagai patuk burung garuda.
"Keparat, mengajak bersenjata!" Fang Fang berseru keras. "Aku tak takut
serulingmu, nona. Dan lihat akupun dapat melayanimu dengan tongkat!" Fang Fang
mengeluarkan senjatanya itu, cepat dan luar biasa lalu membendung serangan-
serangan si nona dan gadis itu terkejut. Benda hitam menyambar-nyambar di
sekelilingnya dan aneh serta luar biasa tiba-tiba Fang Fang tersenyum. Ah,
senyum itu! Si gadis kaget. Fang Fang tersenyum dengan lembut dan penuh
kemesraan. Pemuda yang tadi marah dan gusar itu sekonyong-konyong lenyap
kemarahannya berganti dengan senyum yang memikat. Bola mata Fang Fang pun memain
dengan tawa dan si gadis tertegun. Tapi begitu dia tertegun dan kaget seolah
disihir, karena Fang Fang mengeluarkan ilmu tongkatnya Naga Merayu Dewi maka
tiba-tiba gadis itu menjerit ketika tongkat Fang Fang menyambar pundaknya.
"Awas!" Si gadis terpelanting. Nagi tak tahu dan tersentak bagai diguyur air dingin.
Kakeknya berseru namun terlambat, pundaknya sudah disambar dan selanjutnya Fang
Fang mengejar dengan tongkat hitamnya itu, tertawa-tawa, tersenyum dan memainkan
matanya dengan nakal. Desir lembut dan halus dikeluarkan pemuda ini lewat
permainan tongkatnya, juga mulut yang selalu tersenyum-senyum penuh arti,
menggetarkan, karena senyum itu adalah cinta kasih. Senyum yang diajarkan Dewa
Mata Keranjang untuk mengelabuhi sekaligus merobohkan lawan! Maka ketika gadis
itu terkejut dan terguling-guling, mengeluh menerima pukulan tongkat maka
selanjutnya Fang Fang mengejar dan sudah mendesaknya. Fang Fang girang karena
tiba-tiba ilmu silatnya yang baru ini berhasil. Dia jarang mengeluarkan kalau
tidak terpaksa, seperti pesan gurunya pula. Dan ketika lawan berhasil didesak
dan si gadis bingung karena tongkat dan senyum di bibir Fang Fang sungguh lain
satu sama lain maka si gadis berteriak Jagi ketika mendapat dua pukulan telak.
Fang Fang terpaksa mengurangi tenaganya ketika tongkat di tangannya menyambar
dada, apa boleh buat diturunkan sedikit dan menghantam lambung. Dan ketika si
gadis dua kali mengeluh namun dua kali itu pula dapat melompat bangun dan tidak
apa-apa, tanda sinkang di tubuhnya dapat melindungi baik maka Fang Fang tertegun
dan saat itulah tiba-tiba si gadis membalas.
"Plak!" Seruling menyambar tak diduga. Fang Fang ganti terguling-guling dan roboh
terbanting, kaget berseru keras dan gugup lah dia ketika seruling berkelebat dua
kali. Benda kecil itu seolah dua ekor ular yang berseliweran naik turun, mematuk
dan menyambar mukanya namun ketika ditangkis tiba-tiba melejit. Dan karena Fang
Fang sedang bergulingan dan sedetik serangan tongkatnya kacau maka dua kali
itulah si gadis membalas pukulannya dengan suling yang mengenai telak.
"Buk-buk!" Fang Fang menyeringai. Si gadis tak-sungkan-sungkan dan lain dia lain si nona.
Kalau tadi dia mengurangi tenaganya dalam memukul adalah gadis ini tak mau
begitu. Dua kali sambaran sulingnya membuat Fang Fang pedih. Perut dan
selangkangannya korban. Untung, daerah selangkangan tidak tepat ke daerah
"berbahaya", rupanya si gadis tahu atau menurunkan sedikit sambaran sulingnya
tadi. Na-mun karena ini sudah cukup membuat Fang Fang kesakitan karena tenaga
itu dilancarkan sepenuhnya maka pemuda ini gusar dan Fang Fang membentak
meloncat bangun, mainkan lagi silat tongkatnya itu tapi celaka senyumnya lenyap.
Silat Naga Merayu Dewi haruslah diiringi senyum, Fang Fang lupa itu. Maka ketika
dia digebuk lagi dan kelihaian tongkatnya lenyap maka Fang Fang jatuh bangun
mendengar si gadis mengejek.
Hi-hik, lihat sekarang. Kau akan roboh dan tak dapat bangun lagi!? "
Fang Fang kaget. Cepat dia memutar tongkatnya ketika seruling menyambar ke
sekian kali, menuju dada dan perutnya namun tiba-tiba dia tersenyum.
Kegagalannya tadi mengingatkan itu dan tertawalah Fang Fang menangkis suling.
Dan ketika suling terpental dan Fang Fang balik mendesak, senyum itu mengembang
lagi maka si gadis terpengaruh dan tongkat kini menyerangnya bertubi-tubi, masuk
dan menyelinap ke dalam lingkaran serulingnya dan gadis itu terkejut. Sekarang
Fang Fang tertawa, ganti mengejek. Dan karena Fang Fang menemukan bentuk
serangannya lagi dan tongkat di tangannya berputaran mengikuti senyum maka lawan
kelabakan dan gadis itu terdesak.
"Siluman!" kakek di sana berseru keheranan. "Ilmu silat apalagi yang diciptakan
Si Dewa Mata Keranjang ini" Kenapa cucuku tak berdaya?" lalu ketika cucunya
terpelanting dan mengaduh dua kali maka si kakek memberi petunjuk dan tiba-tiba.
gadis itu bangkit semangatnya, mengelak sana-sini dan tongkatpun luput
menyambar. Fang Fang melengak. Kurang ajar, kakek itu curang. Dan ketika si
kakek balik tertawa dan menyuruh gadis itu menyerang Fang Fang maka sulingnya
mampu bertahan lagi tapi tongkat tetap menghalangi dengan senyum Fang Fang yang
aduhai. "Aku tak mampu mendesaknya. Entahlah, bocah siluman ini menyihirku!"
"Apa?" si kakek terkejut. "Menyihir" Eh, bocah itu tak melakukan apa-apa, Nagi.
Aku tak merasa pengaruh hitam atau tenaga sihir!"
"Senyumnya itu!" gadis ini berteriak. "Bocah ini tersenyum-senyum seperti orang
gila, kong-kong. Aku terpengaruh oleh senyumnya itu. Iblis!"
Si kakek tercengang. Dia melihat senyum Fang Fang dan merasakan adanya sesuatu
yang aneh juga. Namun karena kakek ini laki-laki dan senyum itu khusus ditujukan
kepada lawan jenis maka si kakek tak mampu mengerti dan akhirnya dia berseru
agar cucunya itu tak usah memperhatikan senyum Fang Fang.
"Kalau begitu cuek saja. Tak usah dihiraukan!"
Si gadis terkejut. Tiba-tiba dia sadar dan tergerak oleh sesuatu. Benar, kalau
dia tak memperhatikan senyum pemuda itu dan tetap bertahan dengan sulingnya ,
bukankah dia tak bakal terdesak" Maka membentak dan mengalihkan pandangan tiba-
tiba gadis itu menangkis dan tak melihat senyum Fang Fang. Namun, mana mungkin
itu" Sekali dua memang dapat, tapi kalau mereka terus bergerak dan serang-
menyerang tentu dia tak akan berhasil. Dan ketika benar saja Fang Fang tertawa
dan senyum mautnya itu dikembangkan lebih hebat maka si gadis tertarik dan
tersedot lagi perhatiannya ke sini.
"Des-dess'" Dan gadis itupun menjerit. Fang Fang dengan cepat berhasil menguak gulungan
sinar suling, masuk dan menghantam gadis itu dengan dua kali pukulan tongkat.
Dan ketika si gadis terguling-guling namun dapat meloncat bangun lagj, tak apa-
apa, maka Fang Fang penasaran dan ka- . gum tapi gemas juga.
"Hebat, kau lihai. Tapi kau akan tetap menerima pukulan-pukulan tongkatku!"
"Lakukanlah!" si gadis melengking. "Aku masih mempunyai ilmu mempertahankan
diri, bocah. Lihat dan buktikan ini!"
Fang Fang terkejut. Si gadis memutar sulingnya dan tiba-tiba memejamkan mata.
Luar biasa, suling tiba-tiba melengking mirip tawon keluar dari sarang dan Fang
Fang terguncang oleh suara suling ini. Entah kenapa hatinya seperti disayat-
sayat dan rasa iba yang besar melandanya saat itu. Gerakan tongkatnya lemah dan
tiba-tiba senyumnya tak berguna. Lawan memejamkan mata dan tentu saja daya
lumpuhnya itu buyar, pengaruh senyumnya tak bekerja. Dan ketika tongkat
mengendor sementara gadis itu hanya memutar-mutar sulingnya mempertahankan diri,
tak menyerang, maka kedua belah pihak tiba-tiba menjauh sendiri dan Fang Fang
berusaha melawan pengaruh suara suling yang kian melengking-lengking.
Terkejutlah pemuda itu karena lawan hendak merobohkannya dengan pengaruh
khikang, kekuatan suara. Dan ketika dia gemetar dan jatuh terduduk, tongkat
akhirnya me-lunglai dan lemah di tangan maka gadis itu pucat pasi mengerahkan
seluruh kekuatan khikangnya untuk merobohkan Fang Fang.
Dan Fang Fang juga pucat pasi. Pemuda ini bersila dan akhirnya mengerahkan
seluruh sinkangnya menutup lubang telinga. Hanya itulah satu-satunya jalan untuk
bertahan. Dan karena sekarang masing-masing tak mempergunakan senjata lagi untuk
menyerang lawan maka aneh bin ajaib ketika gadis itu juga jatuh terduduk.
"Cukup!" si kakek tiba-tiba membentak. "Hentikan pengaruh It-ho-kai-san (Suara
Menggugurkan Gunung), Nagi. Pemuda ini menutup seluruh panca indranya melawan
sulingmu. Kalian tak ada yang kalah atau menang!" dan berkelebat merampas suling
tiba-tiba kakek itu membuat si gadis mengeluh, roboh dan kehabisan tenaga
sementara Fang Fang sendiri juga ambruk. Akhirnya pemuda ini tak kuat juga dan
seluruh tulang serasa dilolosi. Fang Fang mandi keringat dan mengeluh di sana,
setengah pingsan. Tapi ketika si kakek berkelebat ke arahnya dan menotok
punggung, memberikan pertolongan tiba-tiba Fang Fang dapat membuka mata dan
terbeliak kaget. "Luar biasa, sungguh luar biasa. Cucumu itu hebat sekali!"
"Hm!" si kakek sudah menolong cucunya pula. "Kalian dua muda-mudi yang nekat,
anak-anak. Sudah tahu tak ada yang kalah atau menang masih juga meneruskan
pertandingan. Kau hebat dengan silat tongkatmu tadi, tapi cucuku hebat dengan
suara It-ho-kai-sannya1"
Fang Fang gemetar, tiba-tiba bangkit terhuyung. Dan ketika di sana bekas
lawannya juga bangkit terhuyung dan memandangnya melotot, marah, maka Fang Fang
tersenyum getir dan maklum bahwa dia berhadapan dengan orang-orang yang bukan
tergolong orang jahat, terutama kakek itu yang tadi menolongnya dan tidak
membiarkan dia terguling pingsan.
"Maaf," pemuda ini maju memberi hormat, masih gemetar. "Kau dan cucumu ternyata
orang-orang yang membunuh kesombonganku, locianpwe. Aku terus terang kagum dan
mengakui bahwa di atas langit masih ada langit!"
"Hm, sudahlah," kakek itu tertawa. "Aku dan cucuku juga kagum kepadamu, anak
muda, meskipun cucuku menyerangmu habis-habisan dan kelihatan penuh benci. Tapi
tidak. Aku dan cucuku bukan manusia-manusia pendendam. Dan aku menaruh kagum
padamu sebagai murid si Dewa Mata Keranjang. Gurumu patut diacungi jempol!"
"Hm, siapa bilang?" Nagi, gadis bermata biru menyemprot. "Aku tidak kagum
kepadanya, kong-kong, meskipun harus kuakui ilmu kepandaiannya hebat. Dia pemuda
playboy, mata keranjang. Apanya yang perlu dikagumi" Cis, aku tidak kagum,
bahkan muak!" "Hm!" si kakek buru-buru melerai, tertawa. "Mata keranjang atau tidak bukanlah
urusan kita, Nagi. Tapi harus kauakui bahwa pemuda ini tidak seperti pemuda-
pemuda mata keranjang lainnya. Lihat ketika dia memukul dadamu tadi, bukankah
tongkatnya diturunkan dan menyerang lambung" Dan tenaganyapun dikurangi. Pemuda
ini tergolong sportip, sopan. Kau tentu tahu itu dan harus mengakui!"
"Cis, tapi akupun.... ih!" si gadis melerok, tak jadi meneruskan kata-katanya
karena diapun hendak berkata bahwa tadi-pun dia melakukan hal yang sama.
Anggauta rahasia Fang Fang tidak dipukulnya sepenuhnya karena suling diturunkan
sedikit, meskipun tenaganya tetap keras! Dan ketika kakek itu tertawa dan tahu
apa yang dimaksud maka Fang Fang juga menyeringai dan tiba-tiba tertarik pada
cucu kakek yang lihai ini.
"Maaf," katanya. "Kau benar, nona. Kaupun tidak salah. Aku memang mata
keranjang, playboy. Tapi ketahuilah bahwa aku tak pernah memaksa wanita dan
meskipun aku mata keranjang namun mereka-mereka itu suka dan menerima cintaku!"
"Cis, itulah karena mereka-mereka itu orang-orang tak tahu malu. Kalau wanita
baik-baik tak mungkin menerima dan suka kepadamu. Dan di sini aku memberi
contoh!" "Ha-ha, sudahlah," si kakek tertawa melerai, lagi-lagi melihat cucunya
menunjukkan sikap bermusuhan. "Tak suka ya tak suka, Nagi. Tak perlu memaki-maki
lawan. Pemuda ini jujur, meskipun mata keranjang. Dan memang kudengar ia sebagai
pemuda yang tak pernah memaksa wanita untuk menerima cintanya. Sudahlah, kau
boleh pergi kalau tak suka kepada pemuda ini. Fang Fang rupanya hendak mengajak
aku bercakap-cakap!"
Fang Fang semburat merah. Si gadis mendengus dan benar-benar melompat pergi, si
kakek menghadapinya dan tertawa sareh. Fang Fang terkejut karena kakek itu
menebaknya tepat. Memang ia ingin bercakap-cakap, ingin banyak tahu tentang
siapa kakek ini dan lebih lagi ia ingin tahu dan mendekati si gadis, cucu kakek
yang lihai itu. Fang Fang tergetar sukmanya! Tapi ketika si gadis melompat pergi
dan tinggallah ia berdua dengan kakek itu maka Fang Fang menekan kecewanya dan
apa boleh buat bercakap-cakap saja dengan kakek ini, orang yang juga menarik
perhatiannya meskipun tentu saja ia lebih tertarik dan ingin berduaan serta
bercakap-cakap dengan si cantik!
"Hm, kau benar," Fang Fang menghela napas. "Aku ingin bercakap-cakap denganmu,
locianpwe. Dan yang ingin kutanyakan ialah tentang syair lagumu tadi. Kau
menyebut tentang bahagia, kau menyebut tentang bosan. Aku merasa kau menyindirku
dan lagu tadi kautujukan kepadaku!"
"Ha-ha, perasa sekali!" si kakek tertawa geli. "Maaf kalau laguku itu menusuk
perasaanmu, anak muda. Tapi sesungguhnya aku bernyanyi karena aku suka akan
syair itu." "Hm, dan katakan bagaimana sekarang dengan itu. Aku tertarik dan ingin tahu!"
Si kakek mengangguk-angguk. "Apa saja yang ingin kauketahui?"
"Banyak, tentang bahagia dan tidak bahagia!"
"Wah, pertanyaan pendek, tapi jawabannya tak sependek itu. Ha-ha, apakah gurumu
tak pernah menceritakan ini, anak muda" Apakah Dewa Mata Keranjang tak pernah
bicara akan filsafat" Syair itu cenderung berfilsafat, barangkali berat bagimu
kalau gurumu sama sekali tak pernah bicara tentang filsafat!"
"Suhu hanya mengajariku tentang ilmu silat, selain itu tak ada."
"Hm, duduklah. Mari kita bercakap-cakap santai, serius tapi santai," dan ketika
si kakek mempersilahkan duduk dan Fang Fang berdebar memandang kakek itu, yang
kini setelah dekat ternyata memiliki perbawa dan sorot mata yang jauh lebih
tajam daripada yang disangkanya semula maka kakek itu mulai bicara tapi
sebelumnya tiba-tiba mengeluarkan roti kering dan arak. "Kau suka ini?"
Fang Fang tertegun. "Suka.."
"Kalau begitu terimalah, dan makan dulu."
Fang Fang terkejut. Si kakek tiba-tiba tertawa dan mendahului menyantap roti
keringnya itu, disusul oleh seteguk dua teguk arak di mana roti meluncur ke
dalam perut. Dan ketika Fang Fang mengikuti namun roti menyangkut di
kerongkongan, tak mau turun, maka si kakek tertawa memberikan araknya.
"Nih, jangan sungkan-sungkan. Dorong dan suruh roti keringmu itu turun!"
"Tapi locianpwe...."
"Ha-ha, aku masih mempunyai sebotol lagi, anak muda. Lihatlah dan mari kita
minum!" Fang Fang tersipu. Ternyata si kakek mengambil arak baru lagi dan arak lama
diberikan kepadanya. Fang Fang mengerutkan kening tapi menerima, diam-diam agak
mengumpat karena bekas si kakek diberikan kepadanya, bukan yang baru i-tu! Namun
ketika pikirannya rupanya dapat terbaca dan si kakek terkekeh, menukarkan


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

araknya yang baru maka Fang Fang tersentak buru-buru menolak.
"Tidak, tidak.... ini cukup!" dan ketika si kakek terbahak dan Fang Fang menenggak
araknya maka kakek itu berseru mengusap bibir,
"Ha-ha, tak usah takut, anak muda. Meskipun bekas mulutku namun tak ada kuman
penyakit di situ, percayalah!"
Fang Fang semburat. Akhirnya dia berhati-hati karena kakek lihai ini dapat
membaca pikiran segala, dia terbatuk dan buru-buru menenggak araknya lagi,
karena roti itu masih belum mau turun saking gugupnya. Tapi ketika roti meluncur
ke perut dan Fang Fang dapat menguasai diri maka dia meletakkan botol araknya
mendengarkan kakek itu bicara.
"Pertama adalah kuharap kau tidak tersinggung. Kedua kau jangan marah dan gusar
kalau nanti aku bercerita tentang hal-hal yang mungkin sangkamu menyindir.
Sanggupkah kau berjanji, anak muda?"
"Locianpwe bukan seorang jahat, dan aku tentu percaya bahwa apa yang hendak
locianpwe katakan tentu demi kebaikanku juga."
"Ha-ha, senang memuji, persis gurumu. Kau-anak muda yang pintar, bocah. Dan
patut kau sebagai murid si Dewa Mata Keranjang!"
"Hm, aku tak apa-apa dibanding locianpwe yang hebat. Untuk apa memujimu kalau
kenyataannya kau lihai, locianpwe"
Aku tidak memuji, tapi bicara apa adanya!"?"Ha-ha, baiklah. Kau benar, tapi mungkin juga tidak. Eh, apa yang hendak kita
bicarakan ini, bocah" Apa yang ingin kau ketahui" Aku lupa!"
"Locianpwe bicara tentang syair lagu itu, tentang kebahagiaan dan kebosanan!"
"Ha-ha, benar. Aku pelupa. Hm, apa yang hendak kita bicarakan di sini" Kupikir
kau tahu, aku paling-paling hanya bersifat menambahi..."
"Tidak!" Fang Fang memotong. "Aku tak tahu dan tak mengerti apa-apa, locianpwe.
Aku ingin tahu karena syair lagumu itu persis keadaanku!"
"Hm, keadaan bagaimana?"
"Kebosanan, kejemuan. Aku tiba-tiba merasa kosong dan hampa, tidak bahagia!"
Si kakek tiba-tiba tertawa. "Bocah," serunya. "Kau persis sebagian besar manusia
di dunia ini. Tidak bahagia, hampa! Ah, apa artinya itu dan kenapa begitu"
Bagaimana kau bisa diserang perasaan macam itu?"
"Inilah yang ingin kutanyakan. Aku ingin menyelidiki!"
"Dan penyelidikan adalah permulaan , belajar. Dan belajar adalah satu-satunya
cara untuk membuat manusia lebih pandai. Wah, lumayan kau ini, bocah. Rupanya
kau tidak seperti gurumu'"
"Hm, apa maksud locianpwe?"
"Maksudku adalah bahwa gurumu itu membiarkan diri terseret dan terhanyut o-leh ketidakbahagiaannya itu, sedang kau tidak. Baiklah, aku mau
bicara ini tapi sebelumnya kutanya dulu kau apa yang selama ini kaukerjakan."
Fang Fang berkerut kening. "Aku tidak mengerjakan apa-apa..."
"Bodoh, apakah kau hanya tidur dan minum melulu di istana?"
"Hm," Fang Fang semburat. "Aku menangkap penjual senjata-senjata api, locianpwe,
kalau itu yang kau maksud..."
"Ha-ha, aku tahu. Tapi apakah hanya itu?"
"Maksud locianpwe?"
"Apakah tidak ada yang lain" Hal-hal menyenangkan yang selama ini kaulakukan'"
Fang Fang berdebar. "Barangkali locianpwe hendak maksudkan pekerjaanku
bersenang-senang dengan wanita-wanita cantik di istana. Apakah itu?"
"Ha-ha, benar, dan kau tidak berusaha mungkir. Bagus, kau jujur, anak muda. Dan
apa yang kuamati ternyata benar. Kau jujur dan tidak menyembunyikan apa yang
sebenarnya orang lain sembunyikan. Ah, kau memang lain dari pemuda-pemuda lain
yang sama-sama suka paras cantik!"
"Maaf," Fang Fang agak merah mukanya. "Wanita-wanita yang ada di gedungku itu
adalah pemberian kaisar, locianpwe. Bukan kucari-cari atau sengaja kucari-cari!"
"Bagus, dan aku tahu itu. Tapi kau tidak menolak apa yang seharusnya perlu
ditolak. Kau menerima itu dan terjebak dalam kesenangan. Kau tak tahu bahwa di
balik kesenangan terdapat penderitaan. Dan karena penderitaan sudah muncul dan
kini kau merasa tidak senang, tidak bahagia, maka kau bertanya kenapa kau tidak
bahagia! Ha-ha, kau seperti kucing lapar menyergap ikan segar, bocah. Kau tak
tahu bahwa di tubuh ikan segar itu terlumuri racun!"
"Apa?" Fang Fang terkejut. "Racun" Locianpwe maksudkan bahwa di balik semua
kesenangan-kesenangan yang kuperoleh ada racunnya" Locianpwe hendak berkata
bahwa...." "Nanti dulu.... nanti dulu!" sang kakek terbahak-bahak, memotong sambil menggoyang
lengan. "Bicara dengan emosi tak bakal mendapatkan sesuatu yang jernih, anak
muda. Kalau kau hendak marah-marah dan belum apa-apa sudah mau menggusari aku
maka kau melanggar janjimu!"
Fang Fang terkejut. Memang dia mulai marah ketika kakek itu bicara yang tidak
betul. Bagaimana mungkin di balik kesenangan ada penderitaan" Bagaimana mungkin
dia diibaratkan kucing lapar yang menyergap ikan segar" Salahkah dia menerima
wanita-wanita cantik itu" Salahkah dia menikmati dan bercinta dengan mereka"
Hong Hong dan lain-lainnya itu bukanlah dia yang mencari, melainkan kaisar yang
datang dan memberikannya. Dan dia diibaratkan kucing lapar .yang menyergap ikan
segar. Ah, dia tak terima itu. Si kakek terlalu tajam! Tapi ketika kakek itu
tertawa padanya dan mengingatkan janjinya untuk tidak tersinggung dan marah, hal
yang sudah disanggupi maka pemuda ini tertegun dan tiba-tiba pandang mata si
kakek yang penuh tawa dan lembut mendinginkan perasaannya, yang mulai terbakar.
"Maaf, aku lupa, locianpwe. Tapi jelaskanlah kepadaku bagaimana aku kau
ibaratkan begitu. Terus terang aku tak dapat menerima ini karena aku tak melihat
racun dalam ikan segar yang kumakan tadi!"
"Ha-ha, anak muda yang bersemangat, pemberani dan mudah marah. Bagus... bagus. Kau
telah jujur menyatakan ketidaksenanganmu, bocah. Dan ini jauh lebih bagus
daripada berpura-pura dan bersikap lain. Baiklah, aku akan menjelaskan tapi
semua ini tergantung penangkapanmu nanti. Kalau kau cerdas, jernih, tentu kau
akan melihatnya. Tapi kalau kau masih diamuk hawa nafsu dan mudah hanyut oleh
keinginan rasa senang yang selalu meninabobok manusia maka kau akan gagal lagi
dan ketidakbahagiaan itu akan menyerangmu lagi. Baiklah, dengarkan ini'" dan
duduk berseri-seri melipat kakinya kakek itu memandang Fang Fang, bertanya,
"Adakah yang salah dalam penerimaanmu mengenai pemberian kaisar itu" Adakah yang
tidak benar menurut jalan pikiranmu mengenai kesenang-senanganmu dengan wanita-
wanita cantik itu?" "Maaf," Fang Fang mengerutkan kening, agak bingung. "Aku tak tahu ke mana arah
pertanyaanmu nanti, locianpwe. Apakah kau hendak menjebakku dalam satu
pertanyaan licik yang akan menggiringku dalam kesulitan menjawab!"
"Ah, kau sudah ketakutan!" kakek ini tertawa. "Kenapa bertanya macam-macam kalau
jawabannya ada atau tidak" Kenapa mesti mencurigaiku bakal menyudutkanmu dalam
sebuah jawaban yang sulit" Orang yang benar tak perlu takut menjawab apa adanya,
bocah. Tapi orang yang tidak benar memang selalu akan kebingungan dalam mencari
jawaban yang dibenar-benarkan!"
"Hm, kau menusuk jauh," Fang Fang terkejut. "Kau ceplas-ceplos tak tedeng aling-
aling, locianpwe. Tapi kau salah kalau mengira aku takut! Aku tidak takut, aku
hanya berhati-hati. Siapa tahu kau akan licik menggiringku dalam sebuah tanya
jawab yang menyukarkan aku sendiri!"
"Ha-ha, sukar atau tidak tergantung permasalahannya. Kalau permasalahannya
benar, lurus, kenapa sukar" Eh, tak perlu takut, anak muda. Aku bukan orang tua
yang suka berbuat curang. Aku hendak mengajakmu bicara jujur dan apa adanya,
tanpa taktik atau strategi licik! Kau bisa merasakan ini?"
"Hm," Fang Fang mengangguk, percaya. "Aku percava padamu, locianpwe. Baiklah
kita teruskan percakapan ini."
"Nah, kutanya lagi, kuulangi. Adakah sesuatu yang salah yang kaurasakan ketika
kau menerima pemberian kaisar itu" Adakah sesuatu yang tidak benar dalam konteks
pembicaraan ini?" "Aku rasa tidak," Fang Fang bersinar-sinar dan gagah menjawab, mengedikkan
kepala. "Aku tidak merasa salah atau dosa menerima pemberian kaisar itu,
locianpwe. Dan justeru aku merasa janggal kenapa kau meluncurkan pertanyaan ini,
pertanyaan yang sebetulnya kau sendiri tahu jawabannya!"
"Ha-ha, kau tidak merasa salah" Kau tidak merasa dosa?"
"Tidak, dan justeru aku ingin bertanya kenapa locianpwe menanyakan itu!"
"Ha-ha, inilah kepandiran manusia yang sudah tertutup oleh nafsu kesenangannya
sendiri. Jawabanmu menunjukkan bahwa kau terjebak demikian dalam oleh
ketidaksadaranmu. Dan karena kau tidak sadar maka kau tidak menyatakan salah!"
"Tentu saja!" Fang Fang ngotot, ingin membalas. "Aku tak merasakan salah
menerima wanita-wanita itu, locianpwe. Mereka diberikan kepadaku atas jasa-
jasaku menangkap penjual senjata-senjata api gelap. Dan kaisarlah yang
memberikan itu kepadaku, bukan aku menculik atau mencurinya. Apakah salah jika
aku menerimanya" Apakah salah jika aku menikmati pemberian kaisar itu" Ah,
kupikir kaulah yang salah melancarkan pertanyaan, locianpwe. Kupikir barangkali
kau cemburu atau iri hati atas keberuntunganku!"
"Ha-ha!" kakek ini meledak dalam tawa yang menggetarkan hutan. "Sungguh tak
kusangka jawabanmu berbalik tuduhan, bocah. Sungguh tak kusangka semangatmu yang
menggebu-gebu justeru mengira aku cemburu atau iri kepada keberuntunganmu yang
besar itu! Ha-ha, justeru keberuntungan inilah yang sekarang mencelakakan dirimu
itu. Dan justeru keberuntungan macam beginilah yang akan kujauhi secepat-
cepatnya karena keberuntungan begini biasanya bakal membuat manusia mabok dan
lupa daratan. Dan kau adalah contohnya. Ha-ha, bakal terpingkal lawan-lawan Sin-
kun Bu-tek mendengar dirinya disangka mencemburui seorang pemuda!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba si kakek tertawa begitu dahsyatnya dan isi hutan
seolah diguncang-guncang. Rupanya tanpa sadar kakek ini telah mengeluarkan
kesaktiannya dan tawanya yang penuh mengandung khikang itu terasa begitu dahsyat
menggetarkan Fang Fang. Jantung pemuda ini seolah digedor palu raksasa dan Fang
Fang pucat. Tiba-tiba tubuhnya menggigil hebat dan cepat dia mengerahkan
sinkang. Tapi ketika tawa si kakek masih bergema dan gemanya itu membuat harimau
atau binatang-binatang lain mengaum ketakutan, lari tunggang-langgang maka Fang
Fang sendiri hampir roboh terguling dan cepat menekan tanah untuk menyangga
tubuhnya. Dan Fang Fang mengeluarkan keringat dingin. Si kakek juga tanpa sadar
telah menyebut nama julukannya: Sin-kun Bu-tek, atau si Malaikat Tanpa Tanding!
Dan ketika Fang Fang terkesiap dan tiba-tiba teringat cerita gurunya akan tokoh
yang luar biasa ini, tokoh yang dikagumi dan katanya setingkat dengan gurunya
itu maka si kakek menghentikan tawanya dan rupanya sadar bahwa dia telah membuat
terkejut si pemuda. "Aih, maaf," si kakek tertawa biasa. "Aku tak sadar, anak muda. Aku membuatmu
terkejut. Tapi tak apalah, aku terkejut karena kaulah yang membuat aku terkejut,
ha-ha!" dan ketika suara itu hilang terganti suara yang biasa lagi maka Fang
Fang membuka mata dan kakek itu menepuk bahunya.
"Kau tak apa-apa, bukan?"
"Tak apa-apa, tapi.... tapi locianpwe kiranya adalah Sin-kun Bu-tek si Malaikat
Tanpa Tanding yang katanya sudah tigapuluh tahun tak pernah menampakkan diri?"
"Ah, aku kelepasan omong," si kakek tersenyum lebar. "Lupakan itu, bocah. Aku
adalah si tua bangka yang sederhana 'kdan biasa-biasa seperti ini. Sudahlah,
mari kita lanjutkan lagi dan aku akan menjawab tuduhanmu tadi," dan tertawa
melepas senyum pahit kakek ini batuk-batuk sebelum melanjutkan. "Aku tak
cemburu, aku tak iri. Bahkan sebenarnya terus terang saja kukatakan kepadamu
bahwa aku kasihan melihat kau menerima wanita-wanita cantik itu. Kenapa" Bukan
lain karena kau tentu bakal terhanyut dan tenggelam dalam nafsu berahi. Dan
sekali nafsu ini bekerja maka biasanya manusia tak ingat apa-apa lagi sampai
akhirnya dia merasa jemu dan bosan akan pengulangan yang itu-itu juga, tak
melihat sesuatu yang baru karena nafsu berahi adalah alat untuk mengajak manusia
ke tempat yang dangkal!"
"Maaf," Fang Fang terkejut. "Ulasanmu gegabah, locianpwe. Ulasanmu sembrono! Kau
tak boleh mengatakan nafsu itu membawa manusia ke tempat yang dangkal. Sebab,
tanpa adanya nafsu itu maka manusia tak akan ada dan bakal lenyap dari muka
bumi!" "Hm, ini satu sudut dari sisi pandangan yang lain. Yang kumaksudkan bukanlah
begitu, melainkan berkisar pada apa kaulakukan, bukan salah atau tidak salahnya
nafsu itu sendiri!" Maksud locianpwe?"?"Kau tak paham?"
"Tidak." "Begini," sang kakek menarik napas dalam-dalam. "Pembicaraan ini difokuskan pada
sepak terjangmu, Fang Fang, bukan sepak terjang atau perbuatan manusia lain. Aku
hendak bicara tentang apa yang telah kaulakukan. Dan karena ini ada kaitannya
dengan kenapa kau merasa tidak bahagia maka kukatakan kepadamu bahwa
sesungguhnya kesenangan-kesenangan yang telah kauperoleh di istana itulah yang
telah menjauhkan dirimu dari kebahagiaan. Kau terbius, kau terlelap. Dan karena
kesenangan memang selamanya membawa manusia pada ketidaksadaran akan sesuatu
maka sesuatu itu akhirnya menjauh dan pergi meninggalkan manusia!"
"Aku bingung...."
"Nanti dulu, aku belum habis bicara!" sang kakek menegur. "Dengarkan dulu apa
yang kukatakan ini, anak muda. Dan renungkan serta pahami baik-baik. Kau masih
muda, kurang pengalaman. Dan karena anak muda sering tergelincir dan hanyut oleh
kesenangan-kesenangan yang membawa kebahagiaan semu maka yang sejati,
kebahagiaan yang benar akhirnya menjauh dan terbang meninggalkan dirimu!"
"Aku tak mengerti..."
"Kau akan mengerti!" si kakek memotong. "Sudah kukatakan dengar dan jangan
bertanya dulu, bocah. Aku akan menjelaskan ini secara panjang lebar. Kau, yang
menerima dan tidak menolak pemberian kaisar memang tidak salah. Mula-mulanya
begitu. Tapi karena kelanjutannya adalah kau lalu menikmati dan mabok dalam
permainan cinta dengan wanita-wanita itu maka di sinilah kekosongan jiwamu mulai
muncul. Kau tidak menghiraukan larangan Tuhan, kau tidak memperdulikan tata-
krama agama. Dan karena hal ini kaulewati begitu saja dan mabok dalam kesenangan
sendiri maka ketidaksenangan atau ketidakbahagiaan itu terasa ketika tiba-tiba
kau merasa bosan dan jemu akan rutinitas yang terjadi sehari-hari itu. Dan
inilah sumber derita yang kaurasakan sekarang ini!"
"Hm-hm, aku belum mengerti benar. Bolehkah kupotong sebentar, locianpwe?" Fang
Fang berdebar, melancarkan pertanyaan. Dan ketika si kakek mengangguk dan
tersenyum lebar, bersinar-sinar, maka Fang Fang melanjutkan pertanyaannya yang
dirasa mengganjal. "Kau mau bertanya apakah?"
"Kata-katamu tadi, tentang larangan Tuhan atau tata-krama agama. Hal apakah yang
membuat aku dituduh begitu" Kesalahan apakah yang kulakukan dalam hal ini" Maaf,
aku bercinta dengan mereka atas dasar suka sama suka, locianpwe. Dan akupun
tidak memaksa mereka atau memperkosanya! Mereka adalah pemberian kaisar. Aku
mendapatkannya secara sah dan benar, bukan menculik atau melarikan wanita-wanita
cantik. Maka aku sungguh heran bahwa kau mengatakan seperti itu seolah aku tidak
berhak menikmati pemberian kaisar dan bermain cinta dengan mereka!"
"Hm, baiklah, sudah kuduga. Aku memang tahu bahwa kau pasti akan melancarkan
pertanyaan ini. Dengarkan..." si kakek berseri-seri, tidak marah. "Sudah kukatakan
tadi bahwa sebatas kau menerima dan tidak menolak pemberian kaisar maka kau
adalah tidak bersalah, Fang Fang. Tapi begitu kau menikmati dan bermain cinta
dengan mereka maka di sini kau tergelincir, salah! Kau belum terikat perkawinan,
belum menjadi suami isteri. Bagaimana kau melakukan perbuatan itu dan enak saja
menenggelamkan diri dalam nikmatnya nafsu berahi" Bukankah sudah dikatakan bahwa
berdosalah orang yang melakukan perbuatan itu bila belum terikat oleh tali
perkawinan" Nah, inilah tata-krama agama, Fang Fang. Bahwa dianggap zinalah
laki-laki dan perempuan kalau melakukan itu, padahal mereka bukan suami isteri.
Dan karena kau melanggar ini dan tidak menghiraukan tata-krama agama, padahal
agama adalah dari Tuhan untuk kebahagiaan manusia maka kau tersesat dan akhirnya
menderita ketidakbahagiaan ini begitu kesenangan terasa membosankan dan akhirnya
membuat jemu!" Fang Fang tertegun, tersentak.
"Kau mengerti?"
Pemuda ini pucat. "Locianpwe, aku selama ini tak pernah mempelajari kitab-kitab
agama. Aku hanya mempelajari ilmu silat atau kepandaian-kepandaian lain. Kalau
kau bicara tentang ini, tentang agama terus terang kukatakan bahwa aku tidak
mengetahui!" "Hm, kalau begitu gurumu tetap saja seperti itu. Mendidik murid hanya melulu
ilmu silat dan bukannya moral. Ah, aku lupa bahwa kau adalah murid si Dewa Mata
Keranjang!" "Maaf," Fang Fang terpukul. "Guruku memang Dewa Mata Keranjang, locianpwe. Tapi
sepak terjang guruku tak pernah merugikan orang lain. Guruku selalu bertanggung
jawab akan apa yang dia lakukan!"
"Ha-ha, seperti dirimu ini umpamanya" Bertanggung jawab sebatas dan seberapa
jauh" Dan tentang yang tidak ada dirugikan. Eh! Jangan begitu, anak muda. Tak
ada tindak-tanduk gurumu ataupun kau yang tidak merugikan orang lain! Lihat
contohmu ini misalnya, kekasihmu Ming Ming atau Eng Eng dan bahkan Ceng Ceng!
Tidak rugikah mereka menerima sepak terjangmu" Tidak rugikah mereka oleh tindak-
tandukmu" Benar bahwa merekapun bersalah karena menerima bujukanmu, Fang Fang.
Tapi kau juga bersalah karena melakukan apa yang seharusnya tak boleh dilakukan
oleh dua manusia yang belum diikat tali perkawinan!"
"Locianpwe...!" Fang Fang terpekik. "Kau... kau mengetahui segala urusan pribadiku"
Kau mengintai gerak-gerikku?"
"Hm, duduklah," sang kakek tertawa getir. "Aku tak mengintai atau mencampuri


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan pribadimu, Fang Fang. Melainkan gadis-gadis itulah yang datang dan
menemui aku. Merekalah yang menceritakan dan menangis tersedu-sedu. Merekalah
yang bicara dan kini merasa dirugikan!"
Fang Fang pucat. "Tapi... tapi.... di mana mereka itu sekarang" Dan apakah Ceng Ceng
juga bertemu denganmu?"
"Hm, itu urusan pribadimu, aku tak ingin turut campur. Tapi karena benar ketiga
gadis itu bertemu denganku dan telah menceritakan semuanya maka Ceng Ceng juga
begitu dan bertemu aku."
Fang Fang pucat. "Kau terkejut, bukan?"
"Ya." "Dan kau tahu bahwa sepak terjangmu ternyata merugikan orang lain. Jangan bilang
bahwa kaupun akan bertanggung jawab atau apa seperti gurumu itu. Jangan bilang
bahwa kau akan menebus dosa atau bertobat untuk hal-hal yang sudah kaulakukan.
Itu terlambat, bocah, sudah kasep. Kejadian itu sudah terjadi, tak dapat
diperbaiki. Dan karena semua ini karena nafsu atau berahimu itu maka
sesungguhnya inilah yang menyeret dirimu ke dalam ketidakbahagiaan!"
"Aku mulai mendengar," Fang Fang gemetar. "Tapi coba ceritakan bagaimana mereka-
mereka itu datang padamu, locianpwe. Bagaimana mereka bisa menceritakan itu!"
"Aku tak menghendaki atau menyuruh mereka datang. Mereka datang secara kebetulan
saja, mungkin sudah diatur oleh Yang Mahakuasa. Dan tentang cerita yang mereka
ceritakan bukanlah soal bagimu, Fang Fang, kecuali apa yang mereka derita, hasil
perbuatanmu!" "Maaf," Fang Fang menggigil. "Aku tahu, locianpwe, aku mengerti. Tapi coba
terangkan padaku tentang sebab-sebab semua ini."
"Kau terlalu menurutkan kesenangan, kau terlalu menurutkan berahi. Dan karena
berahi seperti nafsu-nafsu lain yang tidak sehat dan buruk seperti marah a-tau
benci maka nafsu-nafsu inilah yang menyeretmu ke dalam ketidakbahagiaan. Bahagia
bukanlah kesenangan, dan kesenangan bukanlah bahagia. Kalau orang mengira
bahagia itu adalah kesenangan maka orang telah keliru!"
"Hm, aku tak mengerti," Fang Fang bingung dan masih gemetar, menahan perasaannya
tentang Eng Eng dan lain-lainnya tadi. "Apakah maksudmu itu, locianpwe"
Bagaimana kesenangan bukan kebahagiaan?"
"Jelas, kesenangan urusan otak, Fang Fang, berkaitan dengan ego, si aku. Tapi
kebahagiaan adalah urusan hati, bersumber dari cinta kasih!"
"Aku mohon penjelasan lagi..."
"Aku memang akan menjelaskan!" dan ketika kakek itu berdehem dan batuk-batuk
kecil, menukas pembicaraan Fang Fang maka Sin-kun Bu-tek si Malaikat Tanpa
Tanding ini bicara, "Kebahagiaan harus diperoleh dengan hati yang bersih,
kesenangan tidak. Kebahagiaan selalu berkaitan erat dengan kesucian, sementara
kesenangan tak memperdulikan itu. Nah, karena dua hal ini berbeda dan kesenangan
berbeda dengan kebahagiaan maka kesenangan bukanlah kebahagiaan, Fang Fang,
karena kebahagiaan selamanya tak pernah mengorbankan orang lain! Kebahagiaan
lebih banyak mengorbankan diri sendiri. Kebahagiaan lebih banyak bersifat
memberi daripada diberi. Lain daripada kesenangan yang lebih bersifat menuntut
daripada dituntut!" "Hm, aku mulai mengerti," Fang Fang pucat. "Tapi salahkah orang yang mencari
kesenangan, locianpwe" Bukankah kesenangan adalah hak yang dituntut manusia"
Bukankah setiap orang pada dasarnya mencari senang?"
"Selama kesenangan itu tidak merugikan orang lain pada hakekatnya tak salah,
Fang Fang. Tapi karena kesenangan begitu membius dan biasanya menjerat maka
manusia sering terkecoh di sini dan lupa daratan!"
"Maksudmu'" "Ambil contoh dirimu ini. Bukankah seks adalah kesenangan yang amat membius"
Bukankah seks adalah kesenangan yang sebenarnya penuh jerat" Sekali manusia
terperangkap dan lupa daratan maka apapun akan dijalankannya, Fang Fang. Untuk
mengejar atau mendapatkan kenikmatan seks itu. Dan hal ini sudah terbukti
denganmu. Kau tak puas dengan satu wanita saja. Kau menghendaki lebih. Dan
sekali kau menuruti nafsu ini dan mabok bersamanya maka seks tiba-tiba merupakan
kebutuhan pokok yang agaknya tak dapat disingkirkan begitu saja. Padahal, ini
adalah jebakan untuk manusia agar tidak memperoleh kebahagiaan sejati!"
"Jadi seks tak boleh dinikmati Seks tak boleh dikejar-kejar?"
"Hm, menikmati seks bukanlah larangan, Fang Fang. Aku tak mengatakan begitu.
Tapi kalau sudah dikejar-kejar, tenggelam dan membiarkan diri menjadi hamba
nafsu berahinya maka ini adalah salah. Itu yang kumaksud!"
"Hm, coba ulangi sekali lagi."
"Baiklah, dengar, dan ambil saja contoh dirimu ini. Lihat apa yang terjadi
denganmu. Mula-mula, ketika kau berkenalan dengan Eng Eng dan akhirnya menikmati
hubungan seks, kau merasa begitu nikmat dan terbius. Kau mabok, tergila-gila.
Kau kehilangan kontrol diri dan lupa bahwa itu seharusnya tak boleh kaulakukan.
Bukankah kau masih belum melamar dan menjadikan gadis itu isterimu" Bukankah
kalian masih belum terikat tali perkawinan" Tapi kau tak perduli, kau tak
menghiraukan. Saat itu yang kau tuju dan kau pikir ialah kenikmatan seks itu,
kesenangannya. Dan karena seks memang membius dan amat memabokkan maka Eng Eng
pun tergelincir dan ikut-ikutan bersamamu melakukan hal terlarang. Lalu, apa
selanjutnya" Kalian tenggelam. Kalian sama-sama terbawa nafsu berahi dan nafsu
itu memang menjanjikan kepada kalian kenikmatan-kenikmatan pada pertama kalinya
tapi sekaligus juga ketidakenakannya setelah semuanya itu nanti berakhir!"
"Tapi locianpwe," Fang Fang tiba-tiba memotong marah. "Aku melakukan itu karena
cintaku kepada Eng Eng. Aku bukan semata melakukan hubungan seks atas dasar
berahi belaka!" "Ha-ha, itulah cerdiknya berahi. Kau boleh bilang bahwa pada mulanya kau
mencintai gadis itu, Fang Fang. Tapi kenyataan menunjukkan lain karena berahi
dan cinta tidak sama!"
"Maksud locianpwe?"
"Aku tak meragukan bahwa pada mulanya memang kau benar-benar mencinta gadis itu,
cinta yang baik. Tapi karena cinta antara lelaki dan perempuan pasti berbaur
dengan nafsu berahi maka akhirnya nafsu inilah yang menonjol ke depan dan cinta
seperti yang kaukatakan itu akhirnya tak ada!"
"Aku protes! Sampai sekarangpun aku masih mencintai Eng Eng!"
"Hm, dan juga Ming Ming serta Ceng Ceng?"
"Ya!" Fang Fang tak ragu-ragu, menjawab dengan kepala terangkat. "Barangkali aku
memang mata keranjang, locianpwe. Tapi kukatakan bahwa sesungguhnya aku masih
mencinta kekasih-kekasihku itu!"
"Tapi sayang," sang kakek tiba-tiba menarik napas dalam-dalam. "Mereka sekarang
justeru tak mencintaimu lagi, Fang Fang. Eng Eng telah mendapatkan jodohnya dan
pergi bersama seorang pemuda sementara Ming Ming juga begitu. Dua pemuda dari
utara telah membawa mereka, kasihan dan jatuh iba melihat nasib mereka yang
malang, perbuatanmu itu. Dan karena Eng Eng maupun Ming Ming akhirnya menerima
dua pemuda itu maka mereka akhirnya pergi dan merencanakan untuk menikah
beberapa bulan lagi."
"Apa?" Fang Fang melonjak. "Mereka ..... mereka bersama pemuda lain" Eng Eng dan
Ming Ming...." "Duduklah," sang kakek tersenyum pahit. "Ada apa dengan semuanya ini, Fang Fang"
Kenapa kau marah-marah?"
"Keparat!" Fang Fang tiba-tiba bangkit berdiri. "Akan kubunuh mereka itu,
locianpwe. Katakan siapa mereka dan di mana sekarang!"
"Hm, inikah bukti cintamu itu" Inikah yang namanya kasih sayang" Kalau kau ,
mencinta atau mengasihi mereka justeru kau seharusnya bahagia dan senang
mendengar ini, Fang Fang. Bukan marah-marah dan bermaksud membunuh mereka. Kau
tak adil, mau menangnya sendiri. Apa yang kautunjukkan ini bukan cinta melainkan
nafsu. Dan nafsu di mana-mana sama, bersumber pada ego, aku. Aku juga protes!"
Fang Fang terkejut. "Duduklah," sang kakek mengulangi. "Sekarang kau lihat bagaimana ujud cintamu
itu, Fang Fang. Sekarang kau lihat bahwa apa yang kukatakan adalah benar. Cinta
dan berahi tidak sama, seperti halnya kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan
bersumber pada diri sendiri, sedang kebahagiaan selalu memikirkan dan
mementingkan orang lain!"
Fang Fang gemetar. "Tapi...."
"Nanti dulu, tak ada tapi," sang kakek memotong. "Sekarang kau dapat merasakan
apa yang dirasakan kekasih-kekasihmu itu, Fang Fang. Betapa luka dan sakitnya
hati kalau melihat atau mendengar orang yang dicinta sudah berbalik dan galang-
gulung dengan orang lain. Kau dulu tak menghiraukan perasaan Eng Eng atau Ming
Ming. Kau dulu tak menghiraukan itu karena kau sendiri belum pernah
merasakannya. Tapi begitu kau sekarang tahu dan marah-marah, sakit, maka kau
harus bersikap adil kalau kau benar-benar bukan orang yang mau menangnya sendiri
saja, orang yang mau senangnya sendiri!"
Fang Fang tertegun. "Kau melihat sekarang," Bu-tek Sin-kun melanjutkan. "Cinta dan berahi memang
berbeda, Fang Fang, seperti halnya kemarahan dan kasih sayang. Nafsu-nafsu itu,
marah dan benci atau berahi, sumbernya pada otak, aku, si ego. Tapi kasih sayang
dan cinta bersumber pada hati, jiwa yang luhur. Dan karena dua ini jelas berbeda
dan masing-masing menghasilkan yang berbeda pula maka nafsu menciptakan
ketidakbahagiaan sedang cinta kasih adalah sebaliknya!"
Fang Fang tak menjawab, menggigil.
"Kau mulai dapat menangkap?"
"Sebagian...." "Bagus, itu permulaan yang baik. Berahi, seperti yang kukatakan tadi, selalu
bersumber pada kesenangan diri sendiri. Berahi tak pernah memikirkan orang lain
karena nafsu itu mengajak manusia untuk menyenangkan diri sendiri. Tapi cinta
kasih, kasih sayang, tidak. Cinta kasih selalu memikirkan orang lain dan karena
itu tak bersumber pada aku. Dan karena cinta kasih dan berahi adalah dua hal
yang berbeda maka jangan bilang bahwa kau mencintai gadis-gadis itu karena
buktinya kau marah mendengar mereka sudah bersama orang lain! Aku tahu bahwa
hatimu sakit, Fang Fang. Tapi itulah resiko berahi, nafsu yang selalu
mementingkan diri sendiri. Dan kalau kau sadar akan ini maka permulaan yang baik
akan kauperoleh bila kau memulainya juga dengan yang baik! Paham?"
Fang Fang menggigil, masih juga tak menjawab.
"Hm, rupanya kau masih belum terbiasa mendengar wejangan-wejangan seperti ini.
Baiklah, kusingkat saja, Fang Fang. . Ada dua ciri-ciri menyolok antara berahi
dan cinta. Kau ingin dengar?"
"Ya." "Berahi, seperti yang kukatakan tadi, bersumber dan berpusat pada ego, yang
ingin menyenangkan diri sendiri. Sedang cinta, yang bersumber dan berpusat pada
hati, jiwa luhur, justeru sebaliknya. Cinta selalu ingin menyenangkan orang
lain. Dan karena cinta selalu ingin menyenangkan orang lain maka pada hakekatnya
orang yang mencinta ini ingin membahagiakan orang lain, bukan diri sendiri!
Paham?" Fang Fang tersentak. "Ap.... apa" Bagaimana itu tadi, locianpwe" Maaf, tolong
diulangi lagi!" "Hm, kau seperti kucing yang diguyur air dingin. Kau tersentak. Baiklah, dengar
ini, Fang Fang. Cinta, seperti yang kukatakan tadi, adalah keinginan untuk
membahagiakan orang lain. Cinta tak bersumber pada kesenangan diri sendiri.
Cinta bukan nafsu. Dan karena cinta bukan nafsu maka orang yang mencinta orang
lain seharusnya orang yang mencinta ini ingin membahagiakan orang lain itu. Tapi
berahi tidak. Berahi sepenuhnya berpusat pada ego, keinginan diri sendiri. Dan
karena berahi bersumber pada ego maka orang yang dikuasai berahi tuntutannya
adalah kesenangan diri sendiri, bukan orang lain. Berbeda dengan cinta yang
justeru ingin menyenangkan orang lain! Kau paham?"
Fang Fang mangar-mangar. "Jadi... jadi kalau begitu..."
"Benar," Bu-tek Sin-kun mengangguk. "Kalau kau menyatakan kau mencintai gadis-
gadis itu maka pada hakekatnya kau mencinta dalam arti berahi, Fang Fang, bukan
cinta yang luhur. Karena kalau cinta yang luhur maka kau akan berpikir seribu
kali untuk membuat orang-orang yang kau cinta itu menderita!"
"Jadi.... jadi aku salah" Aku... aku tak boleh timbul berahiku?"
"Hm, berahi sudah ada di tubuh setiap manusia normal, Fang Fang. Berahi sudah
ada di situ dan tentu saja dapat timbul sewaktu-waktu. Kau tak perlu mem bunuh
berahimu karena bukan itu yang kumaksud!"
"Jadi bagaimana?"
"Berahi, menuruti berahi, dapat berakibat fatal bagi manusia, Fang Fang. Hanyut
dan tenggelam dalam nafsu berahi hanya membuat manusia jauh dari kebahagiaan
saja. Berahi itu seperti seekor kuda liar, ia harus dikendalikan dan dikemudikan
secara benar. Dan inilah yang kumaksud! Kau boleh saja timbul berahimu, boleh
saja dirangsang oleh sesuatu. Tapi jangan menurutkan hawa nafsu itu begitu saja,
Fang Fang. Karena kenyataan menunjukkan bahwa selesai semuanya itu maka
kedukaanlah yang bakal datang. Berahi hanya membawa nikmat sekejap, tapi ekor
atau buntutnya yang panjang dari ketidakwaspadaan akan ini sungguh jauh lebih
lama dari kenikmatan yang didapat itu. Karena itu waspada akan ini adalah sebuah
langkah kebijaksanaan yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan!"
Fang Fang tertegun, termangu-mangu. Tiba-tiba mukanya merah dan terkejut oleh
semua kata-kata kakek itu. Tiba-tiba dia sadar bahwa apa yang dikata si kakek
adalah benar. Tapi belum puas oleh semuanya itu tiba-tiba Fang Fang bertanya,
menggigil, "Locianpwe, mungkinkah mencinta orang lain dengan tidak dikuasai
berahi" Mungkinkah mencinta orang lain dengan, tidak diikuti berahi ini?"
"Tak mungkin," si kakek menjawab. "Cinta manusia berlawanan jenis pasti terdiri
dari dua jenis itu, Fang Fang. Karena tanpa cinta berahi maka manusia tak dapat
berkembang. Tapi ingat, cinta berahi tak boleh menguasai keadaan. Cinta berahi
harus ditempatkan nomor dua karena cinta yang baik yang timbul dari kasih sayang
dan jiwa luhur itulah yang harus diutamakan. Didudukkan pada porsi tertinggi!"
"Hm," Fang Fang tak jadi membantah "Kalau begitu aku tak bertanya lagi. Aku
mengerti. Tapi kenapa berahi sering mengalahkan cinta sejati yang harusnya di a-
tas itu!" "Sederhana," si kakek tertawa. "Hal itu terjadi karena manusia terlalu besar e-
gonya, Fang Fang. Terlalu besar keinginannya untuk menyenangkan diri sendiri.
Manusia tak berlatih untuk coba menyenangkan orang lain, pasangannya. Dan karena
manusia selalu dan selalu memikirkan kepentingan dirinya saja maka itulah yang
terjadi karena berahi adalah satu di antara sekian nafsu manusia yang
menjanjikan kenikmatan amat besar!"
"Hm, begitukah?"
"Ya, dan sekarang lihat dirimu sendiri itu. Bukankah kau ingin dan selalu ingin
disenangkan oleh wanita-wanita penghiburmu di istana itu" Bukankah rasanya tak
puas hanya berpindah dari satu wanita ke wanita yang lain" Tapi karena berahi
hanya berkisar yang itu-itu saja, tak ada yang baru maka akhirnya kebosanan-lah
yang timbul ketika manusia tak menemukan yang lebih enak, mulai merasakan
kekosongan dan digerogoti kehampaan itu, seperti yang kaualami sekarang!"
Fang Fang terkejut. "Locianpwe tahu persis?"
"Tentu saja!" "Kalau begitu dapatkah locianpwe mencarikan jalan keluarnya" Dapatkah locianpwe
memberi tahu aku bagaimana supaya aku bahagia?"
-o~dewikz~abu~-o - Jilid : XXIII "HA-HA!" kakek itu tertawa bergelak. "Kau sama seperti manusia-manusia lainnya,
Fang Fang. Kau ingin mencari bahagia setelah tidak menemukan itu. Sungguh jauh
bedanya ketika kau begitu lahap dan rakus menerima kesenangan! Ah, inilah
manusia. Setelah gagal tak menemukan yang baru bertanyalah dia bagaimana supaya
bahagia. Padahal, kalau bahagia diidentikkan dengan kesenangan maka manusia akan
gagal lagi karena mencari kebahagiaan sungguh harus dimulai dengan sesuatu yang
berat. Dan itu adalah menjauhi kesenangan, menyingkirkannya! Sanggupkah manusia
melakukan ini" Sanggupkah kau menolak kesenangan dan tidak berhanyut-hanyut
lagi?" "Maksudmu?" Fang Fang terkejut. "AKU tak boleh menikmati kesenangan, locianpwe"
Aku harus menjauhinya dan tak boleh berdekatan?"
"Untuk sementara ini, ya! Untuk sementara ini memang begitu. Atau kau a-kan
gagal lagi karena sesungguhnya bahagia itu bukan kesenangan!"
"Hm, jelaskan padaku. Aku ingin tahu!"
"Aku memang akan memberitahumu, a-kan menerangkannya. Tapi karena kau sudah
Sumpah Palapa 6 Si Racun Dari Barat See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan Karya Jin Yong Kisah Tiga Kerajaan 3
^