Pencarian

Playboy Dari Nanking 14

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 14


terdengar jelas dan Fang Fang terkejut karena gabungan tenaga duabelas orang itu
membuatnya terhuyung maka dia terdesak dan belum apa-apa sudah keteter!
"Hi-hik!" nenek Yok Bi terkekeh. "Bagus, Twaliong.... bagus. Hantam pemuda itu dan
bunuh dia!" "Kami pasti membunuhnya," si Naga Pertama bersinar. "Dia murid Dewa Mata
Keranjang, Yok Bi. Dan kau tahu betapa sakit hati kami kepadanya!" dan ketika
duabelas ruyung itu bergerak kembali sementara senjata api siap meletus sewaktu-
waktu maka si Setan Pemabok yang tadi bersembunyi menghilang mendadak muncul
lagi dan tertawa dengan bulibuli baru di tangan kanannya.
"Ha-ha, dan kubantu kalian, Cap-ji-liong. Hampir kalian terlambat datang kalau
tidak dipanggil isteriku!"
Fang Fang membelalakkan mata. Dia marah ketika tiba-tiba saja dari segala
penjuru lawan sudah berkelebatan dengan senjata di tangan. Ruyung itu menderu-
deru dan kadang kala juga menjeletar, suaranya memekakkan telinga dan kalau
bukan Fang Fang barangkali sudah pecah kepalanya. Tapi karena Fang Fang adalah
murid Dewa Mata Keranjang dan hampir semua ilmu gurunya telah diwariskan
kepadanya maka begitu dia didesak dan Ok-tu-kwipun muncul tiba-tiba Fang Fang
mengeluarkan seruan panjang dan kedua tangannya mengembang di kanan kiri.
"Siap-siap!" Fang Fang sudah beterbangan seperti burung srikatan. Apa boleh buat
dia mengeluarkan Sin-bian Ginkang-nya itu dan ilmu meringankan tubuh ini membuat
Fang Fang berkelebatan di antara senjata-senjata lawan. Demikian ringan dan
entengnya gerakan tubuh Fang Fang itu hingga tersentuh angin sambaran ruyung
saja dia sudah terdorong, tentu saja pukulan lawan luput mengenainya dan itu
membuat duabelas Naga Siluman marah dan gusar, di samping tentu saja kagum. Dan
ketika Fang Fang mulai meledakkan pukulan-pukulan Pek-in-ciang dan lawan
terkejut merasakan hawa panas maka naga keduabelas, orang termuda di antara Cap-
ji-liong itu menjerit ketika dia tak tahan dan terpelanting ditangkis ruyungnya.
"Plak!" Saudara-saudaranya yang lain terkejut. Mereka juga merasakan itu dan kini
tamparan-tamparan Fang Fang selalu menggetarkan mereka. Hawa panas itu menjalar
dan mereka kaget. Dan ketika ruyung serasa terbakar karena Fang Fang menambah
kekuatannya itu maka orang ke sebelas tiba-tiba juga berteriak karena telapaknya
melepuh. "Aduh..!" Fang Fang sudah tertawa. Akhirnya dia dapat menghadapi duabelas lawannya itu
setelah berkelebatan dengan ilmu meringankan tubuhnya Kapas Sakti. Lalu begitu
dia mainkan Pek-in-ciang dan Pukulan Awan Putih itu mengeluarkan cahaya-cahaya
panas maka orang-orang termuda di antara duabelas Naga Siluman itu tak tahan.
Yang satu terbanting ditangkis ruyungnya sedangkan yang lain lagi melepuh.
Senjata di tangan berobah seolah bara api dan tentu saja orang itu terkejut,
berteriak dan melempar ruyungnya. Dan ketika yang lain terbelalak dan kaget
serta pecah perhatiannya maka Fang Fang membalas mereka dengan tamparan-tam-
paran kilat. "Nah, tadi kalian bersombong. Sekarang coba robohkan aku dan bunuh kalau bisa!"
Duabelas Naga itu pucat. Twaliong, orang pertama, menggereng dan marah.
Dua adiknya sudah tak dapat maju lagi karena mengaduh-aduh di sana. Mereka sibuk
mendinginkan tangan yang terbakar dan itu cukup merupakan pukulan. Gusarlah
orang pertama dari Cap-ji Koai-liong ini karena Fang Fang mendesak mereka. Dan
ketika dia membentak dan menyuruh saudara-saudaranya untuk maju lebih hebat lagi
maka Fang Fang berkelebatan kian cepat hingga tak dapat disentuh ruyung.
"Ha-ha, lihat kalian semua, Cap-ji Koai-liong. Lihat betapa aku akan merobohkan
kalian. Waspadalah!" dan ketika Fang Fang tertawa dan bergerak mendahului mereka
tiba-tiba tiga di antara mereka menjerit terpelanting roboh. Fang Fang
menunjukkan kelihaiannya dengan mengikuti gerakan ruyung, berputar dan
mendahului seolah seekor burung garuda yang siap mematuk lawan. Dan ketika dia
menukik dan melakukan tamparan tiga kali maka tiga orang itu terbanting dan tak
dapat bangkit lagi. "Aduh!" Itu membuat yang lain-lain pucat. Twaliong, orang pertama, melotot dan geram Dia
mulai gentar karena Fang Fang seperti gurunya, Dewa Mata Keranjang yang hebat
dan sakti itu. Dan ketika dua di antara saudaranya kembali menjerit dan roboh,
ruyung mereka patah sementara tangan bengkak kebiruan maka Twaliong membentak
agar Ok-tu-kwi yang berkeliaran dan menyemprot-nyemprotkan arak dari jauh supaya
maju dan tidak bersikap pengecut.
"Kau jangan hanya menyuruh kami yang ada di depan. Majulah dan hadapi pemuda ini
dengan jantan!" "Ha-ha, aku hanya membantu, Twaliong, bukan orang yang berhadapan langsung.
Kalau kau takut, mundurlah. Pemuda ini memang lihai!"
'Apa" Kau menyuruh kami mundur" Keparat, kami datang karena membantu dirimu, Ok-
tu-kwi. Bukan kau yang membantu kami. Seharusnya kau yang di depan dan aku di
belakang!" "Ha-ha, itu sudah kulakukan tadi, tapi pemuda ini terlalu hebat. Kalau kewalahan
lebih baik gerakkan pistol di tangan, Twaliong. Dan mari bunuh bersama-sama....
dor!" Twaliong seolah diingatkan, si Setan Pemabok sudah meletuskan senjata
apinya dan melesatlah peluru di pinggir telinga Fang Fang, luput. Dan ketika
Fang Fang terkejut karena Twaliong dan lain-lain sudah menggerakkan pistol di
tangan kiri maka berturut-turut desingan senjata api menyambar tubuhnya.
"Dor-dor!" Fang Fang marah. Empat peluru menyambar tapi mental bertemu tubuhnya. Dia
secepat kilat mengerahkan sinkang dan melindungi diri, memasang kekebalannya
itu. Dan ketika lawan terbelalak dan dia membalas, bergerak dan mencabut pistol
dengan tangan kiri maka berhamburanlah enam peluru menyambar mereka.
"Dor-dor!" Keadaan menjadi ramai. Twaliong dan adiknya melempar tubuh bergulingan, mereka
tak berani menerima seperti halnya Fang Fang menerima peluru-peluru itu, tanda
sinkang mereka tak sekuat si pemuda. Dan ketika Fang Fang bergerak dan
mengarahkan pistolnya pada Ok-tu-kwi maka si Setan Pemabok itu menjerit karena
buli-bulinya pecah! "Huwaduh, celaka. Mati aku...!" dan si Setan Pemabok yang bergulingan menjauh dan
meloncat bangun lalu terbirit-birit melarikan diri dan tidak perduli pada
duabelas Naga itu lagi, tentu saja membuat yang bersangkutan kaget dan geram.
Cap-ji-liong datang untuk membantu si Pemabok, tiba-tiba, eh... kini kakek itu
melarikan diri. Dan karena Fang Fang terus bergerak dan membalas mereka dengan
tembakan-tembakan pula maka empat dari duabelas Naga itu akhirnya terluka.
Mereka berteriak dan terbanting dengan tubuh berlumuran darah. Fang Fang tertawa
dan bersinar-sinar, sorot matanya mulai dingin karena dia marah kepada orang-
orang ini. Dan ketika Twaliong melempar tubuh bergulingan sambil menyambar
seorang saudaranya maka orang tertua dari duabelas Naga itu berteriak agar
melarikan diri. "Mundur.... mundur...! Ok-tu-kwi telah meninggalkan kita!"
Duabelas orang itu tunggang-langgang. Mereka yang terluka disambar saudaranya
masing-masing untuk diselamatkan. Fang Fang tertawa dan menyimpan kembali
pistolnya, karena pelurunya habis. Dan ketika dia bergerak dan tentu saja
mengejar orang-orang ini, Ci Leng dan gurunya telah kabur semua maka pemuda itu
berkelebat dan berseru menakut-nakuti.
"He, jangan lari. Aku masih ingin memenggal kepala kalian!"
Namun tiba-tiba terdengar rintih dan panggilan seseorang. Fang Fang sudah
berkelebat di luar kelenteng ketika tiba-tiba panggilan itu ditujukan kepadanya,
lemah dan berasal dari dalam. Dan ketika Fang Fang tertegun karena serasa
mengenal suara itu maka dia berhenti dan masuk ke dalam, ingin melihat.
"Siauwhiap.... to.... tolong. Aku ingin bicara kepadamu...!"
Dan Fang Fang tertegun. Dari balik meja altar tiba-tiba memberosot seseorang
dengan muka berlumuran darah. Orang itulah yang memanggil-manggilnya tadi -dan
sejenak Fang Fang tak mengenal. Tapi ketika tubuh ini keluar semua dan seorang
laki-laki pendek gendut merintih dan mengerang-erang maka Fang Fang terkejut
karena itulah bupati Se-wai.
"Tong-taijin...!"
-o~dewikz~abu~-o - Jilid : XXV BUPATI itu mengangguk. Fang Fang sudah bergerak dan menyambar bupati ini, yang
merintih dan mengaduh ketika dia memegang tubuhnya. Dan ketika bupati itu
berseru agar Fang Fang tidak keras-keras memegang tubuhnya, yang kesakitan dan penuh darah maka Fang Fang melepaskan pegangannya
dan terkejut. "Kenapa kau ini. Ada apa. Bagaimana bersembunyi di kolong altar!"
"Aduh, ah... aku... aku disiksa secara kejam dan tidak berperikemanusiaan, Fang-
siauwhiap. Aku dipukuli dan dijadikan seperti ini. Aku menderita lahir batin
oleh perbuatan Gak-taijin!"
"Hm, Gak-taijin" Apa maksudmu?"
"Dia... dia itulah yang menipu aku, siauwhiap, juga kau. Gak-taijin berada di
balik semua peristiwa ini!"
"Maksudmu...?" "Ah, tolong aku dahulu, siauwhiap. Aku tak kuat, aku luka-luka. Aku tak dapat
bicara banyak kalau kau tidak menolongku...!"
Fang Fang sadar. Sebenarnya bupati inilah yang dia cari-cari dan hendak diberi
hukuman. Tapi karena orang tampaknya sekarat dan apa yang dikatakan bupati itu
menarik perhatiannya, setelah dia diserang dan dicurangi Ci Leng dan guru-
gurunya tadi maka Fang Fang menolong dan membalut luka-luka di tubuh Tong-taijin
itu. Dia merobek dan tidak ragu-ragu membelah baju bagus bupati itu, yang
pinggirannya bersulamkan benang emas dan kancing-kancing bermata mutiara. Dan
ketika bupati itu merintih tapi Fang Fang cepat
mengeluarkan obat penawar sakit, menjejalkannya ke mulut bupati itu maka Tong-
taijin mulai dapat bicara lebih baik. "Aku tak nyana akan bertemu denganmu di
sini. Aku disiksa, disekap. Sudah tujuh hari tujuh malam tak makan tak minum.
Aduh, tolong balaskan sakit hatiku, siauwhiap. Bawa aku ke kota raja dan kita
lapor Cun-ongya!" "Hm, apa yang terjadi" Bagaimana asal mulanya?"
"Aku ditipu Gak-taijin, siauwhiap, masalah senjata-senjata api itu. Aku., aku
mendapatkannya darinya dengan sistim jual beli..."
"Jual beli" Jual beli bagaimana?"
"Ah, terlalu panjang ceritanya, siauwhiap. Bawa saja aku ke kota raja dan di
dalam perjalanan aku akan bercerita!"
Fang Fang menatap tajam. Dia tahu bahwa bupati ini adalah seorang licik dan
cerdik. Berapa kali dia terkecoh dan kenyang tipuannya. Maka ketika orang minta
antar ke kota raja sementara dia tak tahu apa yang menjadi sebab hingga bupati
itu luka-luka, hal yang seharusnya malah disyukurinya maka Fang Fang mengejek
dan tertawa berkata, "Tong-taijin, kau dan aku adalah orang-orang yang sama sekali tidak menaruh
kepercayaan satu sama lain. Bagaimana demikian enak kau meminta antar" Apa
kiramu aku akan mau?"
"Kau... kau pasti mau, siauwhiap. Ini penting, penting sekali. Aku akan membuka
kebusukan Gak-taijin di depan atasannya!"
"Hm, Cun-ongya?"
"Benar." "Dan kau sendiri tak menyimpan kebusukan?"
"Ah," bupati itu menyeringai, menahan sakit. "Aku juga menyimpan kebusukan,
siauwhiap. Tapi yang disimpan Gak-taijin itu jauh lebih busuk dan kotor lagi.
Dialah pedagang gelap senjata api. Dialah yang diam-diam memberikan senjata-
senjata api kepada calon-calon pemberontak yang akan merongrong kaisar yang
kurang berwibawa!" "Ha-ha!" Fang Fang tak percaya. "Kau pandai mengarang cerita, Tong-tai-jin. Dan
ingin kutahu bagaimana muka sri baginda kalau mendengar terang-terangan kau
mengatakannya sebagai kaisar yang kurang berwibawa. Hm, aku kini ingin
menangkapmu, taijin, dan membawamu ke istana. Tapi bukan karena laporanmu
tentang Gak-taijin melainkan tentang sepak terjangmu sendiri!"
"Boleh!" bupati itu tiba-tiba menantang. "Itu sama saja bagiku, siauwhiap.
Betapapun Gak-taijin pasti kugigit. Cepatlah, bawa aku ke istana dan laporkan
semua sepak terjangku!"
Fang Fang tertegun. Kalau begini tentu saja dia tercengang. Heran, bupati ini
tak takut-takut menerima ancamannya dan justeru ingin cepat-cepat dibawa ke
istana. Katanya, Gak-taijin akan "digigit" pula kalau dia sudah berhadapan
dengan kaisar. Dan karena sikap atau kata-kata bupati itu terasa sungguh-sungguh
dan tidak dibuat-buat, pasti betul-betul ada sesuatu yang penting maka Fang Fang
melengak dan berdebar juga.
"Hm, kau serius, taijin, dan agaknya kali ini aku boleh percaya. Baiklah,
ceritakan padaku apa yang kauketahui dan kuantar kau ke kota raja!"
"Ah, kalau begitu cepat, siauwhiap. Musuh-musuh kita akan datang lagi dan jangan
sampai aku dibunuh. Aku telah melihat pertempuranmu tadi, dan aku percaya
padamu. Bawalah aku ke istana dan laporkan semua kejahatanku!"
Fang Fang tak menunda waktu lagi. Sang bupati yang tak dapat bangkit berdiri
segera disambar dan diangkatnya, lalu begitu orang berteriak girang Fang Fang
pun sudah berkelebat dan keluar meninggalkan kuil tua itu.
"Nah, sekarang kau boleh bercerita, taijin. Cepat atau aku akan membuangmu ke
jurang!" Tong-taijin segera bercerita. Dia mengatakan bahwa apa yang terjadi di Se-wai
sebenarnya adalah atas perbuatan Gak-taijin itu juga. Harga-harga kebutuhan
pokok yang naik dua kali lipat sebenarnya diakibatkan perbuatan Gak-taijin.
Bupati itu diminta untuk mengirimkan uang sebanyak-banyaknya, sebagai pajak. Dan
ketika Fang Fang bertanya untuk apa uang itu, uang pajak apa pula, maka Tong-
taijin meringis menerangkan gentar.
"Gak-taijin hendak menyusun angkatan perang yang kuat, secara diam-diam.
Gubernur itu butuh senjata api yang banyak untuk memberontak. Dan karena semua
i-tu membutuhkan uang dan biaya yang banyak maka bupati-bupati bawahannya
diperintahkan untuk menambah uang upeti setiap bulan dua kali lebih banyak
daripada biasanya. Dan kami, bupati-bupati bawahannya, tentu saja lalu mencari
semua dana itu dengan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok untuk menutup
keinginan Gak-taijin!"
"Ah, benarkah?" Fang Fang terkejut. "Kau tidak bohong?"
"Boleh buktikan ke bupati-bupati yang lain, siauwhiap. Coba tanya dan selidiki
bupati An-tien, juga bupati Po-tien dan Sha-yang!"
Fang Fang berobah mukanya. Tiba-tiba dia terkejut kalau apa yang dikata bupati
ini benar. Gak-taijin akan memberontak, dengan pasukan kuat yang semuanya
dipersenjatai senjata api! Dan karena dia sudah membuktikan bahwa hampir semua
pengawal di tempat gubernur itu memang membawa senjata api maka Fang Fang hampir
percaya kepada apa yang dikatakan Tong-taijin ini. Namun dia tak boleh gegabah.
Nama-nama tiga bupati yang tadi disebut Tong-taijin akan diselidikinya. Dan
mudah menyelidiki itu: bertanya kepada rakyat! Dan karena tiga nama-nama tempat
yang tadi disebut bupati ini juga searah dengan perjalanan ke kota raja maka
Fang Fang sudah mengerahkan ilmu lari cepatnya dan terbang ke kota-kota itu.
Tapi baru dia meninggalkan kuil dan memasuki hutan di depan tiba-tiba seribu
pasukan bersenjata lengkap menghadang! Fang Fang terkejut karena di sana tampak
Ok-tu-kwi serta isteri dan muridnya, Ci Leng. Dan ketika Fang Fang tertegun
karena moncong senjata-senjata api sudah terarah kepadanya, siap tembak maka Ok-
tu-kwi tertawa bergelak menyemburkan araknya ke atas.
"Ha-ha, selamat bertemu lagi, bocah. Tapi pertemuan kita adalah pertemuan yang
bersahabat. Kami tidak bermaksud menyerangmu, melainkan meminta agar bupati Tong
itu kauserahkan kepada kami. Dia berkhianat terhadap Gak-taijin, belum mampus
dan ternyata masih hidup. Nah, serahkan bupati itu dan kau boleh pergi secara
baik-baik!" "Tidak!" Tong-taijin tiba-tiba berteriak. "Lari dan selamatkan aku, siauwhiap
Jangan serahkan aku kepada mereka. Lari!"
Fang Fang mengepal tinju. Sebenarnya melihat tiga musuh-musuhnya ada di situ
ingin dia menerjang dan menghajar. Ci Leng si gadis penipu itu tersenyum-se-nyum
mengejek, Fang Fang ingin bergerak dan menangkap bekas kekasihnya ini. Tapi
karena Tong-taijin ada di pundaknya dan bupati itu merupakan saksi hidup yang
baik sekali untuk dihadapkan kepada kaisar maka Fang Fang bingung apa yang harus
dilakukan. Dan pasukan itu sudah bergerak. Ok-tu-kwi menyembur-nyembur-kan
araknya ke atas dan Ci Lengpun tertawa membujuk Fang Fang. Suara merdu gadis itu
seakan berobah suara ular bagi telinga Fang Fang. Dan ketika dia tertegun dan
masih ragu, musuh sudah kian mendekat mendadak sebuah letusan terdengar
mengiringi derai tawa Ok-tu-kwi.
"Aduh!" Tong-taijin menjerit. Fang Fang kaget karena dari sebelah kirinya tiba-tiba
menyambar letusan itu, padahal musuh rata-rata ada di depan. Dan ketika dia
menoleh dan kaget membelalakkan mata ternyata muncul Twaliong dan saudara-
saudaranya itu, yang secara diam-diam bersembunyi di sebelah kirinya.
"Ha-ha, serahkan bupati itu, Fang Fang. Atau dia akan mati konyol!"
Fang Fang menggeram. Sekejap kemudian letusan pistol kembali terdengar, kini
dari sebelah kanan dan Tong-taijin kem bali menjerit. Dan ketika Fang Fang
diancam untuk menyelamatkan bupati itu atau menerjang lawan, yang berakibat Tong


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

taijin akan celaka maka Fang Fang membentak dan tiba-tiba berkelebat memutar
tubuhnya. Apa boleh buat Fang Fang harus meninggalkan musuh-musuhnya dan
terbanglah pemuda itu membawa Tong-taijin yang mengaduh-aduh. Bupati itu terkena
dua kali tembakan dan semuanya mengenai paha, peluru tinggal dan menancap di
dalam daging, tentu saja bupati i-tu tak kuat dan berteriak-teriak. Tapi ketika
Fang Fang melarikan diri dan musuh mengejar, Ok-tu-kwi tertawa bergelak tiba-
tiba dari depan muncul empat bayangan dan Bhi-kong-ciang Sia Cen Lin alias nenek
Lin Lin muncul bersama tiga nenek yang lain, May-may dan Bi Hwa serta Bi Giok!
"Fang Fang, lepaskan bupati she Tong itu!"
Fang Fang kaget bukan main. Empat kekasih gurunya muncul, menyerang dan
membentak ketika dia melarikan Tong-taijin itu. Dan karena musuh di belakang
mengejar sementara empat nenek-nenek ini membentak dan menghadangnya di depan
apa boleh buat Fang Fang menggerakkan tangan kanannya dan semua pukulan itu
ditangkisnya. "Des-des-dess!"
Fang Fang terlempar berjungkir balik. May-may, nenek yang meledakkan rambut
panjangnya itu terhuyung dan melotot beringas. Tiga temannya yang lain dibuat
terdorong dan Bi Hwa serta Bi Giok memaki pemuda ini. Fang Fang melayang turun
dan pucat melihat empat nenek-nenek itu. Ternyata mereka sudah berdiri di
belakang Gak-taijin, jadi, rupanya benar kalau gubernur Gak itu akan melakukan
pemberontakan. Dan ketika Fang Fang tertegun dan tak mampu mengeluarkan suara,
terhenyak dan kaget maka Bhi-kong-ciang Lin Lin menerjang dan kembali menghantam
maju, melepas pukulan Kilat Birunya itu.
"Fang Fang, robohlah kau!"
Pemuda ini mengeluh. Akhirnya dia mengelak namun May-may dan dua nenek lain
sudah menerjang juga, mereka membentak dan Kiam-ciang atau Tangan Pedang dari
nenek Bi Hwa dan Bi Giok menyambar, suaranya berdesing dan Tong-taijin sampai
pucat. Dan ketika Fang Fang menangkis namun keserempet Tangan Pedang maka bupati
itu menjerit karena bahunya luka.
"Aduh, mati aku....'"
Fang Fang bingung. Di belakang sudah terdengar sorakan dan gemuruh seribu
pasukan itu, sementara empat nenek ini menyerangnya semakin kalap dan gencar.
Dan ketika rambut meledak-ledak dan Kiam-ciang serta pukulan Kilat Biru
menyambar-nyambar dari segala penjuru apa boleh buat Fang Fang membentak dan
melepas pukulan Awan Putihnya. Dan begitu Pek-in-ciang atau pukulan Awan Putih
ini menangkis semua serangan lawan maka empat nenek itu mencelat dan terbanting
bergulingan memaki-maki, kalah kuat namun Fang Fang tidak mengejar. Pemuda ini
sudah mendengar derap pasukan yang amat dekat, berkelebat dan melewati nenek-
nenek itu dan terbanglah kembali pemuda ini meninggalkan lawan. Dan ketika empat
nenek itu berlompatan bangun dan marah membentak Fang Fang maka Fang Fang
dikejar dan kembali tidak diberi napas.
"Fang Fang, serahkan Tong-taijin. Atau kau mampus bersamanya!"
Fang Fang menggigit bibir. Dia mengibas ke belakang dan empat nenek itu kembali
terpelanting. Namun karena mereka mengejar lagi dan itu adalah gangguan maka
pemuda ini tertunda langkahnya dan sering menerima serangan dari belakang. Fang
Fang marah. "Locianpwe, jangan mengganggu aku. Pergilah, atau aku akan membalas kalian lebih
keras!" "Keparat, balaslah, Fang Fang. Balaslah! Kami tak takut dan justeru kamilah yang
akan menyerangmu semakin keras!" dan ketika empat nenek itu menerjang dan
memaki-maki lagi, Fang Fang dicegat maka barisan berkuda itu datang mendekat dan
Ok-tu-kwi serta isteri dan muridnya melepas pelor-pelor berbahaya. Fang Fang
mengelak namun Tong-taijin menjerit, menjadi korban dan saat itu letusan pistol
kembali terdengar. Fang Fang marah dan gusar bukan main. Dan ketika dia
membentak dan berkelebatan dengan Sin-bian-ginkangnya, ilmu Kapas Sakti maka
Fang Fang memukul roboh empat nenek di depan, yang dianggap paling berbahaya.
"Baiklah, locianpwe tak mau mengindahkan kata-kataku dan sekarang terpaksa aku
bersikap keras....bres-bres-bress!" dan empat nenek itu yang terpelanting serta
menjerit roboh akhirnya pingsan oleh pukulan Awan Putih pemuda ini, yang
bergerak dan sudah menghantam pula ke arah Si Setan Pemabok beserta murid dan
isterinya. Ci Leng terlempar lebih dulu dan gadis itupun pingsan tak sempat
menghindar, Ok-tu-kwi terpelanting tapi sempat bergulingan menjauhkan diri,
begitu pula isterinya. Dan ketika semua berteriak dan kaget oleh bayangan Fang
Fang maka pemuda itu membalik dan melarikan diri lagi. Sekarang nenek May-may
dan lain-lainnya itu pingsan, Fang Fang dapat bergerak bebas dan menjauhkan diri
dari pasukan yang mendatanginya itu, bukan takut melainkan semata ingin
menyelamatkan nyawa Tong-taijin, saksi hidup satu-satunya yang diharap dapat
bercerita banyak di depan kaisar. Tapi ketika Fang Fang keluar hutan dan jauh
meninggalkan pasukan ternyata bupati itu tewas, kepalanya ditembus tiga butir
peluru panas "Keparat!" Fang Fang membanting kaki dengan kesal. "Apa gunanya aku bersu-sah
payah menyelamatkanmu, Tong-taijin" Sial, kaupun sudah keburu melayang ke alam
baka!" dan Fang Fang yang gusar menahan kemarahan akhirnya meletakkan mayat
bupati itu di tanah, tepekur tapi akhirnya menggali lubang untuk mengubur jasad
Tong-taijin ini. Betapapun orang mati memang harus dimakamkan. Dan ketika
semuanya selesai dan Fang Fang berpikir apa sebaiknya yang harus dilakukan maka
pemuda itu menggigit bibir akan melabrak Gak-taijin dan pasukannya itu. Tapi
Fang Fang teringat akan yang lebih penting.
Agaknya, dalam keadaan seperti ini maka dia harus secepatnya ke kota raja. Dia
akan menghadap Cun-ongya dan menceritakan semuanya itu, mengharap pasukan
kerajaan menggempur dan menangkap Gak-taijin, sebelum pembesar itu menyerang dan
mendahului istana. Dan ketika Fang Fang berpikir bahwa itulah yang terbaik,
menunda dulu urusannya dengan gubernur she Cak itu maka diapun melangkahkan kaki
dan berkelebat ke kota raja. Dan karena bupati An-tien, Po-tien dan Sha-yang
juga sekaligus dilewati maka Fang Fang bergerak sekaligus menyelidiki kebenaran
kata-kata bupati Tong itu. Dan begitu dia bergerak dan meninggalkan tempat itu
maka Fang Fang ke kota raja sambil menyelidiki tiga tempat yang disebut mendiang
bupati she Tong, yang ternyata benar!
"Hm, kebetulan kau ke sini. Ada apa, Fang Fang. Kenapa kau demikian tegang dan
seperti orang dikejar setan!"
"Aku hendak memberi laporan bahwa Gak-taijin akan memberontak. Aku datang
kepadamu karena Cun-ongya yang kucari tak ada!"
Bu-goanswe, jenderal yang dekat dengan Fang Fang terkejut pagi itu. Fang Fang
telah mendatangi gedung pangeran Cun namun sang pangeran tak ada. Dan ketika
berpikir-pikir bahwa sebaiknya dia ke gedung jenderal Bu, jenderal tinggi besar
itu maka Fang Fang sudah membangun kan sang jenderal yang pagi itu sebelumnya
belum bangun, masih berpiyama dan kusut, belum cuci muka!
"Hm, apa maksudmu, Fang Fang. Kau selalu membuat kaget dan cemas orang lain. Kau
datang-datang memberi kabar buruk!"
"Maaf," Fang Fang tak enak juga, merasa terlalu pagi membangunkan sang jenderal,
tak sabar menunggu. "Aku datang memang membawa kabar buruk, goanswe. Tapi ini
berkaitan dengan keselamatan negara. Gak-taijin akan memberontak, dan dia sudah
menyiapkan angkatan perang secara diam-diam!"
"Bagaimana terjadinya" Kau sudah menyelidiki itu dengan betul?"
"Sudah, goanswe. Dan semua pasukan gubernur Cak itu dipersenjatai senjata api!"
Sang jenderal mencelat kaget. Bu-goan swe berteriak tertahan dan Fang Fang
girang melihat jenderal ini tergugah dari mengantuknya yang masih setengah-
setengah. Memang Bu-goanswe masih setengah mengantuk menerima Fang Fang, a-gak
kaget ketika mendengar rencana pemberontakan tapi betul-betul kaget ketika Fang
Fang bicara tentang senjata api, yang jelas-jelas dilarang oleh kaisar dan
merupakan dosa besar. Dan ketika jenderal itu tersentak dan melayang turun,
mencengkeram pundak pemuda ini maka sang jenderal berseru,
"Fang Fang, kau tidak mainmain" Kau bicara benar?"
"Ah, aku tak pernah berbohong, goanswe. Dan bukti untuk itu kusimpan untukmu.
Aku membawa saksi!" "Saksi?" "Ya. Aku telah dikepung pasukan Gak-taijin, menangkap atau mendapatkan
bawahannya yang savang tewas ketika hendak kubawa ke mari. Tapi ketika aku
mencari yang lain dan ingat akan ini maka aku membawa saksi hidup yang kini akan
bercerita banyak untukmu!" Fang Fang lalu menceritakan peristiwa di tempat Gak-
taijin, betapa dia dikeroyok dan diserang pasukan besar yang ingin merampas
Tong-taijin, bawahan gubernur Gak itu. Tapi karena Tong-taijin akhirnya tewas
diberondong peluru, sementara dia kebal dan tidak apa-apa maka kini bupati Sha-
yang, yang diselidiki dan ditangkap Fang Fang dapat sebagai pengganti Tongcai
jin itu. "Ah, di mana dia sekarang. Kausembunyikan di mana. Kenapa tidak ikut!"
"Maaf, tadinya aku hendak mengajak bupati Sha-yang itu sekalian ke sini, goan
swe, tapi dia takut dan minta disembunyikan. Dan karena aku teringat kamar
pemberian Cun-ongya dulu maka kuletakkan dia di sana di samping istana...."
"Celaka!" sang jenderal tiba-tiba berkelebat dan memotong. "Kau gegabah dan
tolol, Fang Fang. Ayo cepat ambil atau nanti tak keburu lagi!"
Fang Fang terkejut. Bu-goanswe sudah melayang dan meluncur seperti terbang,
langsung ke tempatnya dulu, kamar atau gedung kecil pemberian Cun-ongya semasa
dia tinggal di istana. Dan ketika Fang Fang bergerak dan mengikuti jenderal itu,
bahkan menyusul dan mendobrak pintu kamar ternyata mayat seseorang menunggunya
di situ, bersandar di balik pintu.
"Yang-taijin!" Fang Fang hampir tak percaya. Bupati itu, yang dibawa dan disembunyikan disitu
ternyata sudah tewas dengan leher tergorok. Sepintas kelihatan seolah bupati itu
bunuh diri! Tapi ketika Fang Fang bergerak dan menendang golok itu, yang melekat
dan dipegang mayat Yang-taijin maka Fang Fang melihat bahwa sebenarnya bupati
itu dibunuh. "Keparat, benar katamu!" Fang Fang tertegun membelalakkan mata. "Aku gegabah,
goanswe. Aku telah kehilangan seorang saksi lagi! Ah, terkutuk. Siapa melakukan
ini" Bagaimana di kompleks istana sendiri tak aman?"
Bu-goanswe berkerot-kerot. Jenderal itu sedang menjublak dengan mata terbuka
lebar-lebar. Apa yang disaksikan dan dilihatnya ini memukul perasaannya. Bu-
goanswe menggigil. Namun ketika dia sadar dan menarik lengan Fang Fang maka
jenderal itu berkelebat dan keluar lagi.
"Fang Fang, tak aman di sini. Mari kembali ke tempatku lagi dan di sana kita
bicara. Ada sesuatu yang menggemaskan!"
Fang Fang merah. Dia mengikuti saja ditarik kawannya itu, kembali dan sudah
duduk di kamar Bu-goanswe, kamar pribadinya, bukan di ruang tengah atau depan!
Dan ketika Fang Fang tertegun karena dapat merasa betapa seriusnya itu, hal yang
tak akan dilakukan jenderal ini kalau tidak betul-betul penting maka jenderal
itu menutup pintu kamarnya, berkata,
"Sekarang kita aman, nah, kita dapat bercakap-cakap dan kebetulan kau ke sini!
"Hm," Fang Fang menekan debaran marahnya. "Siapa yang melakukan itu, goanswe"
Bagaimana di istana bisa terjadi pembunuhan" Apakah ada perobahan di sini?"
"Benar, kau dengarlah. Memang ada beberapa hal penting yang berkembang pesat
sejak kau meninggalkan istana. Pertama, lebih baik kutanya dulu, apakah kau
telah menemukan anakmu itu. Bagaimana keadaannya!"
Fang Fang tiba-tiba gelap. "Aku tak menemukan anakku itu. Aku tak mendapatkan
apapun..." "Hm, begitu" Jadi kau selama ini keluyuran sia-sia?"
"Begitulah, goanswe. Dan tiba-tiba kudapat berita itu, rencana pemberontakan
Gak-taijin." "Hm, sebenarnya bukan hanya Gak-taijin ini saja. Ada hal luar biasa yang
merisaukan aku, Fang Fang. Dan aku selama sebulan ini dibuat pusing!"
"Tentang apa" Sri baginda sakit?"
"Bukan, melainkan oleh lenyapnya tawanan. Tawanan yang berbahaya! Kau ingat
Thaitaijin dan Lauwtaijin, bukan" Nah, itulah. Mereka lolos!"
"Lolos" Kapan terjadinya?"
"Sudah beberapa bulan yang lalu. Dan mereka kabarnya bersembunyi di propinsi Ce-
kiang!" "Di selatan?" "Ya, di selatan. Tapi aku tak mampu menemukannya meskipun sudah menyebar orang
ke sana!" "Hm, aneh," Fang Fang bersinar matanya. "Bagaimana mereka itu bisa lolos,
goanswe" Bukankah penjara mereka di ruang bawah tanah" Tanpa bantuan siluman tak
mungkin mereka bisa keluar, biarpun memiliki sayap!"
"Itulah," sang jenderal mengetuk meja "Hanya siluman atau orang-orang seperti
siluman yang dapat membebaskan mereka itu, Fang Fang. Apalagi kau dan gurumu tak
ada lagi di sini. Tapi bukan siluman yang membawa lari mereka, melainkan orang
berpengaruh di sini!"
"Orang berpengaruh" Siapa?"
"Inilah yang sedang kuselidiki. Karena bersama dua dedengkot pemberontak itu
lari juga beberapa orang lain macam Gak-taijin yang dulu pernah mempunyai
rencana untuk mengangkat senjata!"
"Hm-hm, ceritakan itu. Siapa maksudmu."
"Kau ingat nama-nama seperti Li-tai-jin dan Hang-taijin, bukan" Mereka itulah
yang kumaksud. Mereka inilah bersama dua dedengkot pemberontak itu lolos dari
penjara bawah tanah dan tak seorangpun mengetahui!"
"Aneh..." "Ya, aneh. Akupun juga merasa aneh. Masa sekian orang lolos dari penjara tanpa
diketahui seorangpun! Memangnya mereka bisa menghilang dan lenyap begitu saja"
Memangnya mereka berubah seperti asap hingga tak dapat dilihat orang" Aku
menduga seseorang telah membebaskannya, Fang Fang. Dan orang itu adalah orang
berpengaruh di istana!"
"Maksudmu ada pengkhianat?"
"Betul." "Tapi kau tak tahu siapa?"
"Betul." "Tapi para penjaga itu dapat ditanyai, goanswe. Komandannya dapat ditangkap dan
diinterogasi!" "Hm, komandannya tewas, dan anak buahnya kebingungan. Bagaimana menginterogasi
penjaga, Fang Fang" Aku sudah melakukan itu, tapi gagal!"
Fang Fang tertegun. "Dan kau tentu khawatir akan mereka. Mereka bisa menimbulkan
ancaman pemberontakan lagi!"
"Ya, dan kau melapor tentang gerak-gerik Gak-taijin. Kalau mereka bergabung dan
Hang-taijin atau Li-taijin juga membangun kekuatan tentu negeri ini celaka. Ah,
ini semua gara-gara orang Barat itu. Merekalah yang menjadi sumber kemelut di
sini dan biang malapetaka. Keparat, aku tak dapat berbuat apa-apa karena sri
baginda kaisar enak-enak saja tenggelam dalam hiburannya, dipelukan wanita-
wanita cantik!" Fang Fang semburat. Tiba-tiba tanpa sengaja iapun merasa kena sentil. Bu-goan
swe telah bicara tentang wanita-wanita cantik dan itu mau tak mau pasti
mengenainya. Fang Fang semburat namun sang jenderal tiba-tiba sadar, menahan
makiannya dan batuk-batuk. Dan ketika Fang Fang ikut batuk-batuk dan menelan
ludah maka jenderal Bu tiba-tiba bertanya apakah dia sudah mendengar suatu
kabar, tentang orang-orang Barat.
"Tidak, aku tak mendengar apa-apa. Aku tenggelam dalam urusanku sendiri."
"Hm, utusan bangsa Inggeris telah diganti, Fang Fang. Maksudku, tuan Smith telah
dipanggil pulang ke negerinya sendiri, digantikan orang lain."
"Tuan Smith?" Fang Fang tiba-tiba tertegun. "Ayah dari Sylvia?"
"Ya, orang tua itu. Ada kabar pribadi tentang mereka tapi kurasa tak usah
kuceritakan kepadamu..."
"Tidak," Fang Fang tiba-tiba bangkit berdiri. "Kabar pribadi yang bagaimana,
goanswe. Ada apa dengan mereka!"
"Hm, ayah dan anak kacau. Slyvia tak jadi menikah dengan Michael!"
"Tak jadi menikah" Jadi bagaimana?"
"Aku tak tahu secara lengkap, tapi dua orang kakak beradik itu lolos dan tidak
kembali ke negerinya. Kudengar pertempuran mati hidup di kapal!"
Fang Fang terguncang. Kalau Sylvia tak jadi menikah maka terbuka harapan baginya
untuk meneruskan hubungan cintanya dengan si cantik. Ah, tiba-tiba Fang Fang
kembali tergila-gila dan berkobar rasa cintanya. Gemuruh yang menggebu tiba-tiba
bergolak dan bangkit bagai api di gunung Mahameru. Tapi ketika Bu-goanswe
menangkap dan mencengkeram pundaknya maka pemuda itu disuruh duduk.
"Tenanglah, jangan berpikiran yang macam-macam. Orang yang kini menggantikan
tuan Smith itu bukan lain adalah calon mantunya yang gagal itu, Michael!"
"Michael" Dia di sini?"
"Tenanglah," sang jenderal melihat sorot buas di mata Fang Fang. "Meskipun
pimpinan orang Barat sudah diganti namun pemuda itu tak berkedudukan di kota
raja, Fang Fang. Pemuda itu tak di sini dan tak perlu kau marah-marah. Semua
orang Barat sudah ditarik kecuali pemuda ini dan beberapa temannya saja."
"Di mana dia, katakan padaku!"
"Tak boleh kau bertanya seperti itu. Michael sekarang utusan bangsa Inggeris dan
cukup dihormati kaisar. Kau tentu tak boleh membunuhnya kalau tak ingin bangsa
Tiongkok berhadapan dengan bangsa Inggeris!"
"Aku tak takut itu, goanswe. Aku tak perduli itu. Aku ingin melenyapkan si


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jahanam ini karena dia biang penyakit!"
"Hm, urusan pribadi jangan dicampuradukkan dengan urusan negara, bisa runyam.
Kau tolonglah aku mencari pemberontak-pemberontak yang melarikan diri ini dan
tinggalkan dulu urusan Michael. Aku ingin membagi kerja denganmu."
Fang Fang menggeram, menggeleng. "Tidak, aku terlalu benci kepada jahanam ini,
goanswe. Kau tahu sendiri betapa dia berkali-kali hendak membunuhku. Kalau dia
tidak pulang ke negerinya dan justeru kembali ke sini maka dia akan kucari dan
kubunuh!" Sang jenderal tiba-tiba bangkit berdiri. "Fang Fang," suara itu penuh wibawa dan
berat. "Kau ingin dicap pemberontak dan pengacau" Kau ingin mempermalukan sri
baginda kaisar dengan membunuh seorang tamu" Kalau dia bukan pucuk pimpinan tak
apa hal itu kaulakukan, Fang Fang. Tapi kalau dia sudah memimpin dan menjadi
semacam utusan di sini maka tindakanmu tak pantas. Sri baginda akan marah besar
dan seluruh pasukan bisa dikerahkan untuk membunuhmu, dan satu di antaranya
adalah aku! Kau tahu dan sadar, bukan?"
Fang Fang terkejut. "Tekan dan kendalikan dulu amarah pribadimu itu. Berpikirlah jernih bahwa
perbuatanmu bisa menyeret rakyat dalam perang, padahal calon-calon pemberontak
akan timbul dan membuat susah lagi di sini. Apakah kau tak berpikir sampai di
sini" Memangnya otakmu tumpul?"
Fang Fang tergetar hebat. Dimaki dan dibentak seperti itu tiba-tiba saja pemuda
ini sadar. Kewibawaan dan kegagahan jenderal itu tampak benar, meskipun
seandainya mereka bertanding jenderal itu tetap bukan lawannya. Dan ketika Fang
Fang terkejut dan menekan amarah pribadinya maka dia menunduk dan menarik napas
dalam-dalam. "Baiklah, kau yang memberi nasihat ini, goanswe. Kalau bukan tentu aku tak mau
menuruti. Sekarang katakan apa yang harus kulakukan dan bagaimana dengan
lepasnya pemberontak-pemberontak itu. Siapa kira-kira yang menjadi dalang hingga
lolos tanpa diketahui siapa pun!"
"Aku tak dapat menduga siapapun, namun yang kucurigai banyak, satu di antaranya
adalah Koktaijin! Kau dapat menyelidiki menteri itu dan bekerja secara diam-
diam?" Fang Fang kaget. "Koktaijin" Sahabatmu sendiri?"
"Kawan yang berbalik khianat bukan lagi sahabat bagiku, Fang Fang, melainkan
musuh, apalagi demi negara. Aku dulu melihatnya bersama seorang pembantunya, di
bawah ruang bawah tanah itu. Namun karena tak tahu apa yang dia kerjakan maka
aku tak dapat menduga apa yang dia lakukan!"
"Hm, hebat kalau begitu," Fang Fang berobah. "Kalau Koktaijin menjadi dalang
dari lolosnya pemberontak-pemberontak maka diapun berarti terlibat di sini,
goanswe. Dan itu sungguh berbahaya. Tapi siapa pembantunya yang kausebutkan i-tu
dan kapan kau melihatnya!"
"Dia adalah perwira Sam, orang kepercayaannya. Dan aku melihatnya persis sehari
setelah tawanan lari'"
"Hm, aku akan menyelidiki. Tapi ke mana Cun-ongya kenapa jarang di gedungnya."
"Entahlah, akhir-akhir ini sri baginda sering mengutus Cun-ongya keluar, Fang
Fang. Aku sendiri kerepotan kalau ingin menemuinya. Tapi tak apa, kita dapat
memantau semua gerak-gerik orang-orang yang kita curigai itu dan tangkap mereka
kalau sudah!" "Baiklah, dan ada lagi yang hendak kausampaikan, goanswe?"
"Tak ada, sementara ini dulu. Pergilah dan kita mulai bekerja!" tapi ketika Fang
Fang mengangguk dan bangkit berdiri, hendak meninggalkan lawannya tiba-tiba
jenderal itu berseru, "Eh, satu hal lagi, Fang Fang. Jangan tampakkan dirimu
kepada sembarang orang. Sebaiknya kau bekerja secara diam-diam dan jangan
diketahui siapapun!"
"Tapi kedatanganku rupanya sudah diketahui. Mayat bupati Sha-yang sebagai
bukti!" "Hm, benar," sang jenderal terkejut. "Tapi yang mengetahuimu adalah orang-orang
tertentu, Fang Fang. Selanjutnya kau hati-hati dan jangan sembarangan
memperlihatkan diri!"
"Baiklah, aku mengerti. Dan kau sendiri, apa yang kaukerjakan, goanswe?"
"Aku akan melapor sri baginda meneruskan keteranganmu!"
"Bagus, terima kasih!" dan Fang Fang yang berkelebat mengangguk girang lalu
meninggalkan jenderal itu dan mulai melakukan penyelidikan, bukan di luar istana
melainkan di dalam, di gedung menteri Kok. Dan karena Fang Fang mengenal tempat
itu sebagaimana mengenal rumahnya sendiri maka tak sukar bagi pemuda ini
mengintai gedung Koktaijin.
-o~dewikz~abu~-o - Malam itu Fang Fang melihat sebuah bayangan berkelebat dari dalam gedung menteri
Kok. Seorang laki-laki bertampang gagah, berkumis tipis dan berlenca-na di
pundak keluar dari pintu belakang. Fang Fang mengintai dari wuwungan paling
tinggi hingga dia mengetahui bayangan itu. Dan ketika bayangan itu berkelebat
dan berjungkir balik melewati tembok pagar, ringan dan enteng maka bayangan itu
sudah bergerak dan terbang ke selatan.
Fang Fang terkejut. Dia segera berdetak karena itulah' Sam-ciangkun, perwira
Sam. Pembantu atau orang kepercayaan Koktaijin yang dikenal sepintas tapi kini
segera menjadi pusat perhatiannya. Dan ketika dia bergerak dan turun ke bawah,
melayang bagai seekor burung garuda raer nyambar maka Fang Fang sudah mengikuti
bayangan ini yang berkelebatan dan terus menuju ke selatan. Fang Fang berdebar
dan ingin tahu, apa yang kira-kira akan dilakukan lawannya itu, calon korban
yang akan disergap dan ditangkap. Dan ketika dia terus mengikuti dan akhirnya
menuju sebuah hutan maka Fang Fang tertegun karena Sam-ciangkun memasuki sebuah
rumah rusak. Cepat dia bergerak dan menempel perwira itu, yang lenyap dan masuk
ke rumah bobrok. Dan Fang Fang yang tak mau dirinya dikenal, kalau nanti ada
apa-apa tiba-tiba sudah mengenakan topeng karetnya, benda mainan yang dulu
dipakai di kota Se-wai. Tapi begitu dia memasuki rumah ini dan mengintai dari
balik sebuah dinding rusak tiba-tiba Fang Fang berubah hebat.
"Leo...!" Desisan itu hampir saja terlontar dalam pekik tertahan. Fang Fang terkejut dan
kaget karena di dalam rumah itu, menunggu Sam-ciangkun telah ada seorang pemuda
lain yang berambut pirang.
Itulah Leo si pemuda bule, pembantu atau anak buah tuan Smith dan berarti juga
sahabat atau teman James Smith, kakak Sylvia. Tapi ketika Fang Fang menekan
debaran hatinya karena bagaimana pemuda itu ada di situ, padahal dulu ikut dan
pergi bersama Sylvia kakak beradik maka terdengar percakapan di sini yang
menarik perhatian Fang Fang.
"Koktaijin minta bantuan gurumu untuk cepat ke istana. Seseorang telah datang
membantu Bu-goanswe. Jenderal itu bersikap mencurigakan karena gerak-geriknya
tertutup!" "Siapa yang datang, ciangkun" Dari mana?"
"Kami tak tahu. Aku kemarin hanya melihat sebuah bayangan berkelebat dan Bu-
goanswe bercakap-cakap dengan seseorang, di kamar pribadinya!"
"Hm, penting kalau begitu, bersifat rahasia. Dan bagaimana selanjutnya?"
"Gerak-gerik jenderal itu diawasi Koktaijin pribadi. Kecurigaan bahwa jenderal
itu melepaskan para pemberontak menjadi semakin kuat, karena kini seseorang
telah menghubunginya. Bagaimana dengan, tugasmu yang lain, Leo, apakah sudah
selesai?" "Belum, kami semua harus bergerak amat hati-hati. Kami berempat tak boleh
diketahui lawan. Sayang tak ada Fang Fang yang amat lihai itu!"
"Hm, pemuda itu memang dapat diandalkan, tapi dia telah meninggalkan istana
beberapa bulan yang lalu. Fang Fang kecewa, dia frustrasi. Selain kehilangan
anak perempuannya juga karena cintanya kepada Sylvia yang masih belum padam!"
"Hm, akupun merasa kasihan. Sylvia juga menderita dan sering menangis sendirian.
Ah, kalau saja mereka dapat bertemu dan berbaik seperti dulu!"
"Eh!" Sam-ciangkun menegur. "Kau ini aneh, Leo. Bukankah kau juga mencintai
puteri atasanmu itu" Bukankah kau juga setengah mati mencintai Sylvia?"
"Hm, cinta boleh cinta, ciangkun. Tapi aku merasa tak pantas mendapatkannya. Aku
tak mampu melindungi gadis itu, kalau seandainya kelak menjadi isteriku. Lain
dengan Fang Fang yang lihai dan berkali-kali menunjukkan kehebatannya. Ah, apa
aku ini dibanding pemuda i-tu" Sylvia kupikir pantas menjadi isteri Fang Fang,
tapi sayang pemuda itu...."
"Mata keranjang!" Sam-ciangkun meneruskan, tertawa dan Fang Fang terpukul hebat
mendengar kata-kata ini. Leo dilihatnya tersenyum pahit dan pemuda yang ternyata
mencintai Sylvia itu menarik napas dalam-dalam. Terbayang ketulusan dan
kegagahan mengagumkan dari mata biru yang amat jernih dan dalam itu. Terbayang
watak yang baik dan penuh cinta. Dan ketika Fang Fang tertegun karena Leo jujur
dan sportif menilai diri sendiri maka Sam-ciangkun menghentikan percakapan itu
dan bersikap serius kembali, ke persoalan semula.
"Leo, malam ini kembalilah ke gurumu. Katakan kepadanya bahwa Koktaijin
memintanya datang, secara diam-diam. Koktaijin tak berani terang-terangan
menyelidiki Bu-goanswe karena betapapun mereka masih sama-sama memegang
persahabatan!" "Hm, baiklah. Besok guruku kuharap datang, ciangkun, dan aku pasti
menyampaikannya." "Baiklah, terima kasih. Kita berpisah sampai ketemu besok!"
Fang Fang tertegun. Sekarang Sam-ciangkun berkelebat keluar dan Leo mengangguk.
Pemuda bule yang tiba-tiba ada di situ dan melakukan percakapan dengan Sam-
ciangkun tiba-tiba menarik perhatian Fang Fang. Fang Fang berdebar karena Leo
mengatakan bahwa dirinya berempat, jadi ada tiga temannya yang lain dan
disebutkan pula bahwa guru pemuda itu ada di situ. Aneh, baru kali ini Fang Fang
tahu akan guru si pemuda bule, padahal seingatnya pemuda itu tak mempunyai guru
dan selalu sendirian saja. Maka ketika Sam-ciangkun pergi sementara Leo juga
bergerak dan meloncat keluar, lewat belakang rumah rusak maka Fang Fang
menujukan perhatiannya ke sini dan tidak jadi menguntit Sam-ciangkun lagi,
karena Leo dan berita tentang Sylvia jauh lebih menarik! Maka begitu pemuda itu
bergerak dan meninggalkan rumah tua, masuk dan menyelinap memasuki perut hutan
yang gelap Fang Fang sudah mengikuti dan alangkah herannya pemuda ini ketika di
tengah hutan yang lebat berdiri sebuah rumah kecil yang kokoh dan baru,
dikelilingi pohon-pohon besar yang membuat tempat itu jadi sejuk dan nyaman!
"Hm, sebuah tempat persembunyian yang baik," Fang Fang membatin. "Tak kelihatan
dari luar dan aman serta terlindung!"
Fang Fang berdebar terheran-heran. Kalau saja Leo tak hapal tempat itu
sedemikian baiknya tentu tak mungkin bagi pemuda itu untuk mendatangi tempat ini
di malam dan di tengah hutan yang gelap. Rupanya Leo sudah biasa keluar masuk ke
hutan ini dan lampu di rumah kecil itu menjadi petunjuk yang jelas. Ada suara
orang bercakap-cakap dan Fang Fang berdetak. Ada suara wanita yang lembut dan
empuk di rumah itu, suara Sylvia! Dan ketika Fang Fang tertegun karena dua
bayangan berkelebat dan Leo disambut, sudah memberikan siulan kecil di luar maka
benar saja Sylvia dan kakaknya, James, muncul di pintu.
"Haii...!" suara itu dikenal dan dihapal baik-baik oleh Fang Fang. "Apa kabar,
Leo" Sudah ketemu?"
"Hm, sudah," Leo berseri dan melompat masuk. "Aku sudah bertemu Sam-ciang kun,
Sylvia. Tapi ada sebuah kabar yang membuat kita harus berhati-hati!"
"Kabar apa itu. Coba ceritakan."
"Bu-goanswe berhubungan dengan seseorang yang lihai. Sam-ciangkun tak sempat
menangkap bayangannya tapi diduga dia adalah pengawal rahasia jenderal ini. Kita
harus waspada. Mana guru?"
"Guru di dalam, mari masuk..." tapi baru kata-kata itu selesai diucapkan tiba-tiba
terdengar bentakan dan benturan pukulan. Tiga muda-mudi itu kaget karena di luar
rumah tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan tinggi besar, menubruk atau menerkam
seseorang yang bersembunyi di situ. Itulah Fang Fang, yang tadi tertegun dan
menggigil memandang Sylvia, yang membetot semua semangatnya hingga dia tak tahu
akan adanya sepasang mata yang tajam menatapnya, mata seorang laki-laki
berperawakan raksasa yang muncul dari samping rumah. Dia tadi mengeluarkan suara
berkeresek perlahan dan suara itulah yang ditangkap laki-laki ini, yang kokoh
dan kekar bagai seekor banteng yang siap tarung. Maka begitu tiga muda-mudi itu
bercakap-cakap sementara Fang Fang kehilangan kewaspadaannya, karena tertarik
atau terbetot oleh bayangan Sylvia maka dia tak tahu ketika laki-laki
berperawakan raksasa itu menghampirinya dengan langkah ringan. Fang Fang baru
tahu ketika tiba-tiba dirinya disergap dan ditubruk bagai seekor kelinci
diterkam harimau, mendengar bentakan dan suara laki-laki yang dahsyat dan parau.
Suaranya saja sudah cukup membuat jantung seakan copot. Dan ketika dia terkejut
dan cepat menangkis, tak sempat lagi mengelak maka terdengarlah suara benturan
pukulan itu tapi Fang Fang yang kaget dan amat terburu-buru tidak dapat
mengerahkan semua tenaganya dan terbanting serta terpelanting bergulingan oleh
sergapan yang dahsyat itu, mirip sergapan biruang yang sedang kelaparan!
"Dess!" Fang Fang kaget berseru tertahan. Dia berteriak dan bergulingan meloncat bangun,
kini sudah di dekat rumah kecil itu dan Sylvia serta yang lain-lain terkejut.
Fang Fang masih mengenakan topeng karetnya itu dan karena itu tak dikenal. Fang
Fang sendiri lupa bahwa mukanya tertutup topeng. Dan ketika dia berteriak dan
memanggil nama gadis itu, sengau dan parau maka Sylvia yang tentu saja tak
mengenalnya tiba-tiba melompat mundur dan bayangan tinggi besar yang
menyergapnya itu menggeram dan berseru penasaran.
"Minggir, kubekuk binatang ini. Dia menguntit Leo!"
Leo terkejut. Pemuda itu tentu saja tak tahu bahwa dirinya diikuti, Fang Fang
memang bergerak amat ringan dan bukan tandingan pemuda itu. Maka ketika
dikatakan bahwa orang aneh bertopeng i-ni mengikutinya, menguntit, tiba-tiba Leo
marah dan membentak maju.
"Begitukah" Jadi dia menguntitku" Keparat, serahkan padaku, guru. Biar aku yang
membekuk dan menghajarnya...... dess!" dan Fang Fang yang tertegun menerima pukulan,
kaget kenapa Leo tak mengenalnya tiba-tiba harus melempar tubuh ke kiri ketika
si raksasa yang ada di belakangnya itu menerkam dan membentak.
"Tidak, orang ini luar biasa. Kau bukan tandingannya karena dia mampu menahan
pukulanku tadi... bress!" dan rumput yang bergoyang hancur oleh pukulan si raksasa
lalu diteruskan lagi dengan kejaran dan bentakan. Fang Fang sekarang melihat
bahwa lawannya ini adalah seorang laki-laki bermata kehijauan, tampang nya gagah
dengan muka segi empat. Sepasang matanya menyorot bagai mata seekor harimau dan
Fang Fang cepat maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan tangguh.
Pukulan atau serangan tadi sudah membuktikannya. Dan ketika Fang Fang terkejut
karena tak mengenal siapa lawannya ini, seorang laki-laki setengah baya
bercambang lebat maka dia merunduk tapi terpelanting oleh sebuah sapuan kaki
yang amat dahsyat, tak tahu dan juga tertegun kenapa Leo dan kawan-kawannya itu
tak mengenalnya. Fang Fang lagi-lagi lupa bahwa dia masih mengenakan topeng
karetnya itu. Tapi ketika dia dibentak dan disuruh melepas topeng karetnya itu,
si raksasa menubruk dan menyerang lagi maka barulah Fang Fang ingat dan tiba-
tiba tertawa bergelak, gembira melihat lawan yang luar biasa ini, yang bantingan
serta sergapannya sungguh dahsyat.
"Ha-ha, aku si Topeng Maut, orang gagah. Dan siapa kau yang begini garang dan
ganas sepak terjangmu!"
"Hari, aku tak perlu memperkenalkan nama. Orang macam kau harus kubekuk dan
kulipat-lipat. Keparat!" dan si raksasa yang menerjang dan menubruk lagi
akhirnya berhasil menangkap pinggang Fang Fang, dilipat dan ditekuk tapi Fang
Fang tentu saja tak mau dirobohkan secara konyol. Dia kagum dan terkejut akan
kecepatan gerak lawannya ini karena untuk kesekian kalinya lagi dia kalah cepat
mengelak, bukan main. Maka begitu pinggangnya tertangkap dan siap ditekuk, hal
yang tentu bakal membuatnya celaka tiba-tiba Fang Fang mengerahkan sinkangnya
dan tubuh yang akan ditekuk itu tiba-tiba menjadi kaku dan tegak seperti kayu,
tak dapat dilipat. "Krak-krek?" Pinggang dan seluruh tulang-tulang Fang Fang berkeratak dan berbunyi. Fang Fang
mengerahkan sinkangnya semen tara si raskasa membentak mengeluarkan semua
tenaganya. Lawannya itu terkejut karena tubuh yang semula lemas itu mendadak
kaku seperti kayu, tak dapat ditekuk atau dilipat. Si raksasa menjadi marah dan
akibatnya diapun menambah tenaganya, tulang-tulang Fang Fang sampai berbunyi
semua, persis kerupuk digoreng. Tapi karena Fang Fang tetap bertahan dan sengaja
mencoba tenaga lawan, sambil sekalian memamerkan kesaktiannya maka lawan melotot
dan tubuh yang tak dapat ditekuk itu mendadak diangkat dan dibanting.
"Bress!" Fang Fang tak menyangka ini. Lagi-lagi dia kalah cepat oleh perubahan gerak
lawannya itu, yang merobah tekukan menjadi bantingan. Dan ketika Fang Fang
terkejut dan bergulingan menjauhkan diri maka lawan terbelalak dan marah
mengejarnya, kaget karena Fang Fang tak apa-apa.
"Keparat, kau tak remuk tulang-tulangmu" Kau minta kubanting lebih keras lagi"
Ke sini, bocah. Jangan lari dan lihat berapa lama kau dapat bertahan!" Fang Fang
tahu-tahu sudah dicengkeram lagi, cepat dan kuat dan pemuda itupun terkejut
kafena untuk kesekian kalinya lagi dia kalah cepat dengan lawan. Tapi ketika dia
dibanting dan sudah mengerahkan sinkangnya itu maka Fang Fang pun dapat bangkit
lagi dan tertawa. Lawan . melebarkan mata dan selanjutnya Fang Fang mendengar
kutukan seram. Dia diterkam dan ditubruk lagi, menangkis dan segera keduanya
terlibat dalam serang-menyerang yang sama-sama cepat. Sekarang Fang Fang


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya itu dan lawan mulai berseru heran. Tubuh
pemuda itu selalu melejit seperti belut, luput dan dikejar lagi seperti raksasa
mengejar kupu-kupu. Sekarang Fang Fang memamerkan ginkang nya itu dan lawan
mengumpat-umpat. Dua kali serangan ditangkis Fang Fang tapi pemuda itu
terpental, tanda betapa lawan benar-benar memiliki tenaga yang dahsyat sekali.
Dan ketika Fang Fang mulai beterbangan tapi lawan juga bergerak cepat
mengejarnya maka dua orang itu sudah saling menunjukkan kepandaian dengan Fang
Fang di pihak yang diserang.
"Ha-ha, pukul terus, orang tua. Ayo robohkan aku dan lihat berapa lama kau
memenangkan pertandingan!"
"Keparat, bedebah. Jangan kau lari saja seperti tikus dikejar-kejar kucing. Hayo
balas pukulan-pukulanku dan lihat a-pakah kau dapat juga merobohkan aku!"
Fang Fang kagum. Memang dia akhirnya membalas serangan-serangan lawan dan
beberapa tamparan sinkangnya mendarat di tubuh kakek itu. Tapi karena lawan
memiliki tubuh yang demikian kekar dan rupanya semua tamparan itu seperti elusan
seorang bocah saja maka Fang Fang pun tak mampu merobohkan lawan di samping
karena iapun tak sungguh-sungguh mengeluarkan semua kepandaiannya. Kakek itu
jelas guru Leo dan ilmu banting atau cengkeramannya tadi hebat sekali. Fang Fang
percaya bahwa kalau bukan dirinya pasti hancur diterkam jari-jari kakek itu,
yang demikian dahsyat dan bertenaga besar. Tapi karena lawan bukanlah musuh
sementara di situ ada Sylvia yang mengguncangkan perasaannya akhirnya Fang Fang
mengeluarkan Sin-bian Ginkangnya dan Ilmu Kapas Sakti itu sekonyong-konyong
disambut jerit dan teriakan tertahan si cantik.
"Ah, itu... itu Sin-bian Ginkang!"
Fang Fang berdegup. Memang sengaja dia mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya
itu agar dikenal Sylvia. Tapi karena si gadis tampak ragu-ragu dan masih kurang
percaya tiba-tiba satu tubrukan kakek itu disambut pukulan Awan Putih yang
dimiliki Fang Fang. "Dess!" Kakek itu mencelat terlempar. Kali ini Fang Fang mengerahkan hampir segenap
tenaganya dan barulah kakek raksasa itu berteriak. Pukulan Awan Putih
mengeluarkan sinar terang dan Sylvia menjerit melihat si kakek bergulingan. Dan
ketika tiga bayangan berkelebat dan Sylvia serta dua temannya bergerak mencabut
pistol maka Fang Fang sudah ditodong dari tiga penjuru oleh tiga pucuk senjata
api itu. "Lepaskan kedokmu, atau kami akan menembak!"
Fang Fang tertegun. Bentakan dan seruan nyaring itu mengingatkan dia akan
peristiwa di kapal. Begitulah dulu ketika Sylvia dan kakaknya ini mengancam. Dan
ketika Fang Fang mundur dan menarik napas dalam, menenangkan guncangan batinnya
yang besar maka perlahan-lahan dia membuka topeng karetnya itu sementara si
kakek sudah meloncat bangun dan menggigil, juga tak apa-apa!
"Kau.... Fang Fang!"
Jerit dan teriakan itu hampir disertai tangis dan sedu-sedan. Fang Fang telah
membuka kedok karetnya dan Sylvia yang sudah menduga tapi ragu-ragu tiba-tiba
undur dan berteriak tertahan. Memang, hanya gadis inilah yang tahu Sin-bian
Ginkang dan ilmu pukulan Awan Putih. Jelek-jelek Fang Fang dahulu telah
menurunkan sebagian ilmu silatnya dan tentu saja Sylvia kenal. Maka ketika
topeng dibuka dan itu memang Fang Fang adanya maka Sylvia yang kaget dan
mengeluh perlahan tiba-tiba terguling dan.... pingsan.
"Ah, kau kiranya!" James dan Leo sama-sama terkejut. Si kakek yang ada di
belakang tiba-tiba berkelebat maju dan menahan tubuh Sylvia. Fang Fang harus
mengakui bahwa kakek tinggi besar ini cukup hebat, gerak-geriknya tangkas dan
dia yang tadi mau menyambar tubuh Sylvia terasa kalah cepat, karena di situpun
masih ada Leo dan temannya. Dan ketika Fang Fang mengangguk dan tahu bahwa
Sylvia diguncang kaget, seperti halnya dirinya sendiri yang juga tak menyangka
gadis itu sudah ada di daratan Tiong-goan maka kakek tinggi besar itu menepuk
kedua tangannya yang meledak seperti guntur.
"Ah, ini bocah yang bernama Fang Fang itu" Murid si Dewa Mata Keranjang"
"Benar," Leo menjawab, mendahului yang lain. "Inilah pemuda gagah perkasa yang
sering kami ceritakan kepadamu itu guru. Dialah murid si Dewa Mata Keranjang
itu!" "Ah, pantas. Hebat sekali. Dan pukulanmu yang terakhir tadi membuat aku sesak!
Ha-ha, sudah lama aku ingin menemuimu, anak muda. Dan juga ingin berkenalan
dengan gurumu. Aku Frederick, tua bangka yang tidak mampu mengalahkan seorang
bocah!" Fang Fang menjura. Si kakek sudah menyerahkan Sylvia kepada kakaknya dan James
cepat membawa masuk adiknya yang pingsan itu. Leo menemani gurunya di situ dan
Fang Fang mau tak mau harus di luar. Dan ketika dia memberi hormat dan berkata
bahwa kakek itupun hebat, karena dia berkali-kali dibanting maka Frederick,
kakek gagah itu menepuk pundaknya.
"Tidak, tak perlu merendah. Meskipun berkali-kali kau kubanting namun kau tak
apa-apa. Hm, sinkangmu hebat, aku si tua bangka harus memujimu. Eh, mana gurumu
itu, anak muda" Dan kenapa kau menguntit Leo?"
"Maaf," Fang Fang menarik napas, melirik ke dalam. "Aku kebetulan saja bertemu
Leo, tuan Frederick. Aku sebenarnya mengikuti bayangan Sam-ciangkun dan melihat
Leo menjemputnya di luar "hutan."
"Eh!" Leo terkejut. "Kau mengetahuinya, Fang Fang" Jadi kau ada di sana?"
"Ya, aku ada di sana. Tapi tak menduga bahwa kau ada pula di situ..."
"Ah, kalau begitu kau mendengar semua percakapanku. Kau siluman dan meng goda
orang saja!" "Tidak sengaja," Fang Fang menyeringai. "Tapi justeru kutemukan kesalahpahaman
ini, Leo. Bu-goanswe dan Koktaijin ternyata selidik-menyelidik!"
"Ha-ha, ayo masuk ke dalam!" suara tawa dan parau nyaring itu memotong di
tengah. "Kalau sahabat sudah ada di sini maka persilahkan dia masuk, Leo. Jangan
di luar saja dikerumuni dingin dan gelap!"
"Ah, benar. Mari masuk!" dan Leo yang tersipu ditegur gurunya lalu masuk dan
sudah didahului gurunya yang melangkah lebar ke dalam. Frederick, kakek gagah
itu, mengajak Fang Fang dan Leo ke dalam. Kakek itu tertawa-tawa dan tampak
gembira sekali. Dan ketika mereka duduk namun Fang Fang tak melihat Sylvia
maupun kakaknya maka si kakek menyambar sepucuk surat yang tiba-tiba a-da di
situ. "Hm-hm, James tak dapat menemani. Sylvia dibawa keluar!"
Fang Fang merah mukanya. Dia segera terpukul karena James kiranya tak suka
bertemu muka dengannya, juga Sylvia. Tapi karena dia sudah ada di situ dan kakek
gagah itu juga rupanya orang jujur dan suka bicara blak-blakan maka Fang Fang
diam saja ketika kakek itu memandangnya.
"Kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti."
"Kau tidak marah?"
"Ah, aku tidak marah, tuan Frederick. Aku tahu bahwa kedatanganku kurang disukai
kakak beradik itu. Barangkali tuan sudah mendengar semuanya tentang aku."
"Hm, jangan panggil tuan. Di negerimu ini ada adat-istiadat sendiri, Fang Fang.
Kau boleh sebut saja aku seperti tata cara negerimu."
"Baiklah, locianpwe (orang tua gagah)," Fang Fang akhirnya merobah sebutan. "Aku
kagum dan suka akan keterbukaanmu ini. Tapi maaf bahwa aku mungkin tidak
menyenangkan hatimu dalam persoalanku dengan dua kakak beradik itu."
"Hm-hm, aku tahu. Tapi masalah cinta aku tak mau mencampuri! Eh, mari bicara
yang lain dan bagaimana kau bisa menemui muridku ini, Leo!"
"Aku mengikuti Sam-ciangkun..."
"Ya-ya, itu maksudku. Bagaimana dan kenapa kau mengikuti perwira itu!"
"Aku disuruh Bu-goanswe, menyelidiki Koktaijin, juga perwira itu," dan ketika
Fang Fang mulai bercerita karena dilihatnya guru dan murid membelalakkan mata
akhirnya dia menyelesaikan bahwa sebenarnya yang dilihat perwira she Sam itu
adalah dirinya. "Akulah yang datang dan berkelebat di tempat Bu-goanswe itu. Aku
yang dilihat oleh Sam-ciangkun!"
"Ah, begitukah?" Leo melonjak. "Jadi kau yang dilihat Sam-ciangkun itu" Kenapa
tidak segera memberi tahu dan muncul ketika kau melihat kami di rumah tua itu"
Ah, kau terlalu, Fang Fang. Kalau begini Sam-ciangkun tak mungkin mengenalmu!"
"Hm, aku tak mau memperlihatkan diri. Aku tak ingin membuat kalian kaget."
"Atau karena kau memang ingin mengikuti dan menguntit aku" Ah, kau terus
teranglah saja, Fang Fang. Kau tahu bahwa aku suka kejujuran dan keterbukaan.
Kaupun biasanva jujur dan terbuka, kenapa sekarang sembunyi-sembunyi?"
"Hm, barangkali betul," Fang Fang merah mukanya, memang melihat bahwa Leo ini
adalah pemuda jujur dan terbuka, seperti gurunya, si kakek raksasa. Dan ketika
kakek itu tertawa lebar dan geli melihat raut muka Fang Fang maka kakek ini
berseru, menimpali, "Tahu aku, Fang Fang memang ingin melihat siapa teman-temanmu yang lain di sini.
Dan karena dia sudah melihatmu maka tentu saja dia juga ingin melihat Sylvia dan
kakaknya. Ha-ha, bukankah benar begitu, Fang Fang?"
"Hm, locianpwe terlalu blak-blakan," Fang Fang semakin merah. "Tapi baiklah,
kuakui itu. Aku memang ingin melihat Sylvia dan kakaknya, aku rindu mereka..."
"Ha-ha, mereka siapa" Kau tak jujur lagi, anak muda. Tapi sudahlah, itu bukan
urusanku!" dan Fang Fang yang seperti kepiting direbus lalu menunduk dan tidak
memperhatikan Leo yang juga berubah mukanya, menggigit bibir namun pemuda itu
tersenyum mengangguk. Leo juga menahan diri karena Fang Fang yang mencintai
Sylvia jelas merupakan saingannya, saingan berat. Tapi karena pemuda ini tahu
diri dan dapat menahan gerak-geriknya akhirnya pembicaraan dilanjutkan dengan
bagaimana Fang Fang bisa selamat.
"Dulu kau terlempar dan jatuh di kapal. Siapa yang menyelamatkanmu."
"Hm, aku diselamatkan seorang nelayan. Aku berusaha mengejar lagi namun tak
berhasil." "Dan kau kehilangan anak perempuanmu. Bagaimana itu, Fang Fang?"
Fang Fang .menggigit bibir. "Leo, kau rupanya banyak tahu tentang aku. Dari mana
kau tahu ini?" "Aku tahu dari kenalan-kenalanku," pemuda itu tersenyum. "Dan tentu kau hendak
bertanya apakah Sylvia dan kakaknya juga tahu tentang ini!"
"Hm, benar. Mereka juga tahu, bukan"
"Ya, seperti aku. Tapi mari kembali ke persoalan serius yang lebih penting. Apa
yang dikata tentang Bu-goanswe dengan pemberontak-pemberontak yang lolos itu!"
"Bu-goanswe menduga Koktaijin..."
"Tidak, justeru Koktaijin yang menduga Bu-goanswe. Hm, kalau begitu jelas o-rang
lain, Fang Fang. Dan kukira orang itu guruku yang lebih tahu!"
"Wah, tahu bagaimana" Kita selalu sembunyi di hutan, Leo. Hanya malam hari saja
kita bergerak. Kau ngawur. Aku juga belum tahu apa-apa!"
Leo terkejut. Gurunya memberi kedipan dan kakek raksasa itu memberi semacam
teguran kepada muridnya. Fang Fang tak tahu ini. Dan ketika Leo mengerutkan
kening dan jadi heran, Fang Fang menunduk maka pemuda itu tiba-tiba bangkit
berdiri dan berkata bahwa dia tak tertarik lagi urusan pemberontak.
"Aku sudah bertemu kalian, baiklah. Aku akan kembali dan melapor pada Bu-goanswe
bahwa Koktaijin tak layak dicurigai. Aku akan kembali."
"Eh, kenapa, Fang Fang" Kita baru saja bertemu, belum puas aku bercakap-cakap!"
"Hm, Fang Fang kecewa. Kenapa kau tak melihat ini, Leo" Pergunakan perasaan
hatimu dan jangan tolol. Biarlah dia kembali karena kita tentu akan bertemu
lagi. Bukankah begitu, anak muda?" kakek tinggi besar itu mengedip pada
muridnya, menyadarkan Leo bahwa Fang Fang memang kecewa karena tak dapat menemui
Sylvia, karena gadis itu sudah dibawa kakaknya. Maka ketika dia sadar dan
mengangguk akhirnya pemuda ini diam dan tidak berkata apa-apa lagi, selain maaf.
"Hm, tak apa. Gurumu ini tajam sekali perasaannya, Leo. Aku jadi gugup dan takut
berlama-lama dengannya. Dia benar, kita tentu akan bertemu lagi. Selamat tinggal
dan sampai besok!" dan ketika Fang Fang bergerak dan berkelebat meninggalkan
tempat itu maka pemuda ini sudah menghilang di luar dan kakek itu serta muridnya
mengejar, tak melihat bayangan pemuda itu lagi dan kakek ini berseru kagum. Fang
Fang baru saja bergerak tapi tahu-tahu sudah tak tampak bayangannya lagi,
sungguh seperti siluman' Dan ketika Leo juga mendecak dan kagum memuji Fang Fang
maka kakek i-tu menepuk pundak muridnya agar jangan terlalu banyak bicara.
"Kau jangan mengatakan aku tahu apa-apa. Kita sendiri sedang melaksanakan tugas
negeri kita!" "Baik, maaf, guru. Aku memang terlalu bodoh dan polos untuk menyimpan rahasia.
Baiklah, aku tak akan berkata apa-apa lagi selain urusan itu!"
Fang Fang tak mendengar. Pemuda i-tu sendiri sudah lenyap dan kalau dia a-da di
situ barangkali pemuda ini akan tertegun. Si kakek raksasa bicara begitu aneh,
mencurigakan! Tapi karena pemuda itu pergi dan sudah tidak ada di situ lagi maka
Fang Fang yang berkelebat dan keluar hutan bermaksud untuk kembali lagi ke
tempat jenderal Bu ketika tiba-tiba di depannya berdiri seorang pemuda lain yang
rambutnya pirang. "James!" Fang Fang terkejut. James, pemuda i-tu, tegak menghadangnya di tepi hutan.
Kiranya sewaktu Fang Fang bercakap-cakap tadi pemuda ini meninggalkan tengah
hutan, menunggu dan sudah berada di luar hutan, yakni di mana Fang Fang akan
keluar lagi. Dan ketika pemuda itu muncul dan James, pemuda ini gagah menunggu
maka Fang Fang melirik sekitar tapi Sylvia tidak dilihatnya ada di situ. Jadi,
pemuda ini sendiri! "Hm," Fang Fang berdebar, maju selangkah. "Ada apa kau menghadangku, James" Kau
ingin bicara atau memusuhiku?"
James, pemuda itu, tegak bersinar-sinar memandang lawannya. Fang Fang menekan
debaran hatinya karena sepasang mata lawannya itu dingin dan beku menyambarnya.
James tidak segera menjawab selain dengan pandangannya yang dingin menusuk itu,
penuh benci! Tapi ketika Fang Fang meremang dan bersiap-siap, maklum lawannya
itu marah kepadanya maka James berkata lambat-lambat dengan kaki menggigil.
-o~dewikz~abu~-o - Jilid : XXVI "FANG FANG, aku datang karena terpaksa, tapi ini karena ulahmu. Adikku masih
pingsan, jalan darah di tenggorokannya tersumbat. Dan karena kau yang menjadi
gara-gara karena tadi adikku kaget dan tersentak melihat kedatanganmu maka kau
tolonglah dia atau aku akan bertanding denganmu tanpa menghiraukan kepandaianku
sendiri yang rendah!"
Fang Fang tertegun. "Adikmu masih pingsan?"
"Ya." "Tersumbat jalan darahnya?"
"Hm, kau lebih tahu nanti, Fang Fang. Sekarang tolonglah dia atau aku akan
membunuhmu atau kau yang membunuh aku!"
"Jangan gila!" Fang Fang membentak, berkelebat dan menampar pemuda itu yang
mencabut pistol. "Tanpa kau ancam-pun aku pasti menolongnya, James. Mari
tunjukkan padaku di mana adikmu itu dan kenapa tadi kau menjauhi aku!"
James terkejut. Pistol yang dicabut secepat kilat sudah dirampas Fang Fang, yang
bergerak dan memasukkannya kembali di kantong pinggangnya. Dan ketika pemuda itu
tersentak dan kaget melompat mundur tahu-tahu Fang Fang sudah menangkap
pundaknya dan dibawa terbang, kembali memasuki hutan.
"Di mana adikmu itu, cepat katakan!"
James menuding. Sebenarnya dia kaget dan kagum tapi juga marah disambar Fang
Fang seperti ini. Tubuhnya diangkat dan dia dibawa seperti seekor kelinci
dicengkeraman seekor garuda saja. Tapi ketika dia memberontak dan tidak membawa
hasil, Fang Fang sudah semakin jauh ke dalam maka pemuda itu berseru, gemetar,
"Di sini, bukan di situ...!" dan ketika Fang Fang bergerak dan tiba di tempat yang
ditunjuk maka tampaklah di bawah sinar bulan sosok tubuh gadis itu. Sylvia
menggeletak dan rupanya benar saja tetap tak sadar, karena tubuhnya membujur
kaku dan tak bergerak-gerak. Tapi ketika Fang Fang melempar tubuh lawannya dan
James menggeram bergulingan meloncat bangun maka pemuda itu sudah melihat Fang
Fang berlutut dan memeriksa.
"Tercekik! Jalan darah di tenggorokan tersumbat! Ah, cari sebatang sapu lidi,
James, atau apa saja benda runcing untuk menusuknya. Cepat, aku akan meniupkan
hawa ke mulutnya!" James terbelalak. Fang Fang, pemuda itu, tiba-tiba sudah menunduk dan mencium
mulut adiknya. Kalau saja Fang Fang tidak memberi tahu bahwa akan meniupkan hawa
ke mulut adiknya tentu pemuda ini sudah menerjang dan menghantam kepala Fang
Fang. Tapi pemuda itu bukan bermaksud kurang ajar. Fang Fang sedang meniupkan
hawa sakti karena jalan darah di tenggorokan si gadis tersumbat. Hal itu bisa
terjadi karena ketika kaget dan terpekik tadi Sylvia tersedak kerongkongannya,
tak dapat menahan diri dan celaka sekali jalan darah teng-hi-hiat menyempit,
terjepit atau "kaget" oleh guncangan yang diterima gadis itu.
Maka ketika Fang Fang melihat bahwa ini cukup membahayakan, dapat mencekik
pernapasan dan membuat gadis itu binasa maka Fang Fang sudah meniupkan hawa
sakti ke mulut gadis itu untuk membuka dari dalam. James sendiri sudah
disuruhnya untuk mencari sapu lidi atau a-pa saja yang runcing, untuk ditusukkan
dari luar. Dan ketika James datang membawa apa yang diminta maka Fang Fang,
masih meniupkan hawa, sudah menusuk dan membuka sumbatan jalan darah teng-hi-
hiat itu. Saking asyik dan khawatirnya Fang Fang sampai tidak tahu bahwa si
gadis mulai sadar, kaget membuka mata dan tentu saja perlahan-lahan Sylvia
teringat apa yang terjadi. Tapi begitu tubuhnya ditindih seseorang sementara
kakaknya dilihatnya di situ, mendelong, mendadak gadis ini menjerit dan Fang


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fang yang menempelkan mulut tiba-tiba digigit!
"Aduh!" Fang Fang terpelanting mencelat jauh. Pemuda itu kaget dan berteriak karena
tiba-tiba mulutnya digigit, pecah berdarah! Dan ketika Fang Fang bergulingan
meloncat bangun sementara si gadis berteriak dan berseru tertahan, melompat
bangun dan melihat siapa lawannya mendadak Sylvia melengking dan.... menerjang
pemuda ini. "Keparat, jahanam terkutuk. Kiranya di samping mata keranjang kaupun suka
memaksa orang, Fang Fang. Ah, hina dan biadab sekali caramu terhadap wanita.
Kubunuh kau... sing-wut!" Fang Fang meng hindar, kaget dan terheran-heran karena
dia disangka mau memperkosa. Sylvia memang belum tahu duduk persoalannya dan dia
sendiri tak segera menerangkan. Sinar bulan yang menerangi wajah Sylvia membuat
wajah gadis itu begitu cantik rupawan, indah berkilau-kilau dan rambutnya yang
keemasanpun tampak begitu hidup dan melambai-lambai. Ah, Fang Fang terpesona dan
untuk kesekian kalinya lagi tergetar dan kagum akan. wajah ini, wajah yang
memang dicintanya. Dan ketika dia lambat berkelit sementara pedang terus
menyambar-nyambar maka Fang Fang tak dapat menghindar lagi ketika sebuah tusukan
mengenai pundaknya. "Cep!" Fang Fang terkejut. Dia lupa mengerahkan sinkang hingga kekebalannya tak
dipakai, luka dan berdarah dan gadis itu sudah menerjangnya lagi dengan beringas
dan marah-marah. Fang Fang menahan sakit tapi berlompatan ke sana-sini, coba
menghindar tapi tak sepenuh semangat. Dan ketika sebuah tusukan kembali mengenai
tubuhnya dan James berseru tertahan maka pemuda yang sudah sadar itu tiba-tiba
berteriak. "Sylvia, tahan. Fang Fang tidak bersalah!" dan ketika sang adik terkejut dan
melompat mundur, menarik serangannya maka pemuda kulit putih ini sudah menggigil
mengangkat tangan di kiri kanan tubuhnya, melerai.
"Stop, Fang Fang telah menolongmu. Dia bukan mau memperkosa. Aku yang memanggil
dan mendatangkannya ke mari!"
Si gadis tertegun. Kakaknya sudah menerangkan dan dengan cepat serta buru-buru
pemuda itu menenangkan adiknya. Tapi ketika selesai dan si gadis membanting kaki
Sylvia malah marah-marah dan memaki kakaknya kenapa membiarkan dia ditolong
pemuda itu. "Kau membuatku malu, kau merendahkan adikmu sendiri. Keparat, kenapa kau meminta
tolong padanya, James" Bukankah kau tahu aku tak mau disentuh" Dan dia.... dia
menciumku tadi. Ah, jahanam, sungguh pemuda ini tak tahu malu. Biar aku
membunuhnya atau aku yang dibunuhnya!"
"Eiii, sabar Fang Fang bukan menciummu, Sylvia, melainkan meniupkan hawa sakti
untuk membuka jalan darahmu yang tersumbat. Kalau dia menciummu seperti yang kau
sangka tentu aku akan membunuh dan mendahuluinya!"
Gadis ini tertegun. Untuk kesekian kalinya ladi dia menjublak. Fang Fang sendiri
pucat dan merah berganti-ganti. bukan oleh malu, melainkan oleh perasaan
tertikam melihat betapa Sylvia kini benar-benar membencinva. Ah, tak ada ampun
rupanya baginya. Dia memang penuh dosa. Dan tak ingin kakak beradik itu
bertengkar masalah dirinya tiba-tiba Fang Fang bergerak dan lenyap keluar hutan,
hati perih bagai diiris sembilu.
"James, adikmu benar. Tak usah kalian bertengkar. Aku memang bukan pemuda baik-
baik dan tak perlu kau membela aku. Sudahlah, aku minta maaf dan selamat
tinggal!" "Fang Fang...!"
Fang Fang tak mau berhenti. Yang memanggilnya itu adalah sang kakak dan pemuda
ini menulikan telinga. Jangankan James, biar Sylvia sendiri barangkali Fang Fang
tak akan mau berhenti. Cinta yang semula menggebu-gebu itu mendadak runtuh
seperti salju ditiup angin kencang. Fang Fang tak melihat kemesraan sedikitpun
di hati Sylvia lagi. Maka daripada perasaannya seperti ditusuk-tusuk dan gadis
itu akan bertengkar dengan kakaknya sendiri maka Fang Fang berpikir lebih baik
meninggalkan keduanya dan tidak menggubris panggilan James. Fang Fang tak tahu
betapa Sylvia tiba-tiba mengeluh dan roboh terbelalak. Gadis itupun memanggil
namanya namun sayang panggilan itu terlalu lirih. Fang Fang tak melihat betapa
dari sepasang mata gadis i-tu membanjir air mata yang bercucuran. Sylvia
mengeluh dan roboh terguling. Dan ketika gadis itu mengguguk namun Fang Fang
lenyap di luar hutan maka kakaknya menggigil sementara Fang Fang sendiri sudah
terbang ke kota raja. Pemuda ini menemui Bu-goanswe dan menggigil menceritakan apa yang terjadi. Bahwa
curiga-mencurigai telah terjadi antara dirinya dengan Koktaijin. Dan ketika Fang
Fang memberi tahu bahwa Leo dan teman-temannya ada di dalam hutan, bertemu dan
bercakap-cakap dengan Sam-ciangkun maka pemuda itu berkata bahwa lolosnya
pemberontak bukan oleh ulah Koktaijin.
"Aku berani menjamin, dan aku akan ke gedung Koktaijin. Goanswe lebih baik
bekerja sama dengan Koktaijin seperti dulu dan cari musuh yang sesungguhnya. Aku
sendiri tak sanggup bekerja lagi, aku mau pergi. Nah, selamat tinggal, goanswe,
dan hati-hati menjaga dirimu!"
"Eh-eh, nanti dulu!" Bu-goanswe berkelebat dan mengejar pemuda ini, karena Fang
Fang sudah lenyap dan berkelebat di luar. "Aku tak puas dengan segala omonganmu,
Fang Fang. Kenapa kau begini aneh dan apa yang telah terjadi padamu!"
Namun Fang Fang lenyap menggenjot kakinya. Sang jenderal berteriak-teriak tapi
Fang Fang hilang di balik gedung. Dan ketika jenderal itu tertegun dan mematung
gemetar, kaget, maka di depan kakinya menyambar sepucuk surat yang menceritakan
tempat persembunyian Leo dan kawan-kawannya, juga rumah tua yang menjadi tempat
pertemuan antara Sam-ciangkun dengan pemuda kulit putih itu. Fang Fang sendiri
lenyap tapi keesokannya jenderal itu mendapat tamu, yakni Sam-ciangkun dan
Koktaijin! Dan ketika Bu-goanswe tertegun karena sahabatnya yang dicurigai itu
sudah membungkuk dan meminta maaf dalam-dalam, membawa pula sepucuk surat dari
Fang Fang maka jenderal ini mendusin dan cepat mengajak tamunya ke dalam.
Selanjutnya dua sahabat yang tadinya curiga-mencurigai itu sudah saling berbaik
kembali. Mereka sama-sama sadar bahwa bukan merekalah yang meloloskan tawanan.
Dan ketika Sam-ciangkun menjaga dan melindungi tuannya maka Bu-goanswe juga
melaporkan laporan Fang Fang tentang adanya rencana pemberontakan dari Gak-
taijin. Selanjutnya dua pembesar itu terlibat pembicaraan serius yang menyang
kut negara. Bu-goanswe menggeleng dan mengepal-ngepal tinju kenapa tenaga
sepenting Fang Fang tak dapat dijangkaunya lagi. Tapi ketika Koktaijin berkata
bahwa pemuda itu bebas pulang dan pergi sebagaimana layaknya orang-orang kang
ouw maka Koktaijin bilang bahwa biarlah pekerjaan itu diselesaikan mereka
berdua, yang bagaimanapun juga toh adalah pembesar negara.
Fang Fang sendiri memang akhirnya tak lama-lama di kota raja. Dia terpukul dan
berduka sekali oleh sikap Sylvia, diam-diam girang dan mengharap cintanya lagi
namun si gadis rupanya sudah menutup pintu hatinya rapat-rapat. Semuanya itu
memang karena ulah dirinya pula, yang menjalin hubungan dan bahkan akhirnya
mendapat keturunan dari satu di antara sekian pacar-pacarnya. Dan ketika dua
pembesar negeri itu sibuk dengan urusan sendiri, urusan negara, maka Fang Fang
tak kelihatan lagi untuk dua bulan lamanya. Ke mana pemuda itu" Ternyata kembali
ke Liang-san, tempat gurunya!
-o~dewikz~abu~-o - Fang Fang patah hati. Malam itu juga, setelah mencari Koktaijin dan membawa Sam-
ciangkun, menjelaskan curiga-mencurigai di antara Bu-goanswe dan menteri itu
Fang Fang terbang ke barat. Dia menangis sepanjang jalan meskipun tak bersuara.
Sungguh mengherankan melihat pemuda yang suka bercanda-ria ini mendadak begitu
gelap dan muram. Fang Fang tak akan tertawa melihat kelucuan apapun. Dia tak
akan tergelitik oleh kicau burung atau canda monyet yang menggemaskan, di
tempat-tempat yang dilaluinya. Dan ketika pagi itu, dua hari kemudian dia tiba
di Liang-san maka pemuda ini sudah bergegas mencari gurunya.
Fang Fang memang hendak kembali dan berkumpul dengan gurunya itu. Dalam saat-
saat seperti itu tak ada orang lain lagi yang dapat menghiburnya kecuali
gurunya. Sudah bulat tekad Fang Fang bahwa dia akan ke puncak dan tak akan
turun-turun lagi. Dia akan menyatakan diri untuk bertapa, meskipun gurunya nanti
menentang! Tapi ketika Fang Fang tiba di atas dan melihat suasana sepi, kosong,
maka Fang Fang tertegun melihat gurunya tak ada di situ.
Ke mana gurunya" Entahlah, Fang Fang tiba-tiba juga tak ambil perduli.
Barangkali gurunya sedang turun sebentar untuk mencari garam atau bumbu-bumbu
dapur. Kalau begitu biarlah dia tunggu dan Fang Fang teringat isteri gurunya
yang paling muda, yakni Mien Nio. Dulu wanita itu di belakang gunung tapi
disitupun tak ada. Fang Fang sebenarnya hendak bertanya kepada subonya itu ke
mana gurunya pergi. Tapi ketika subonya itu juga tak ada di tempat dan Fang Fang
membuang semua kekesalannya dengan duduk bersila maka pemuda itu sudah meramkan
mata dan siulian atau bersamadhi menunggu gurunya.
Namun Fang Fang mengerutkan kening. Dua hari dia bersila namun gurunya itu tak
muncul juga. Tiga hari.... empat hari... dan akhirnya seminggu penuh! Dan ketika
Fang Fang mulai tahu bahwa gurunya sedang pergi, karena tak mungkin selama itu
mencari bumbu dapur atau rempah-rempah akhirnya Fang Fang memejamkan mata
kembali dan duduk bertapa untuk selama-lamanya!
Dan hebat pemuda itu. Sebulan penuh tanpa makan tanpa minum tak membuatnya
kurus. Bahkan, hawa yang bersinar tiba-tiba mencorong di mukanya. Fang Fang
telah pergi ke alam hening dengan duduk bersamadhi di puncak gunung. Segala
pikiran di bumi ditarik, dijadikan satu atau diikat dengan alam pikiran batin.
Dan karena ini adalah latihan samadhi yang hebat dan luar biasa, Fang Fang telah
bertekad untuk tidak menerjunkan diri lagi di dunia yang biasa maka perlahan-
lahar hawa murninya naik ke atas dan terciptalah semacam gulungan cahaya di atas
kepalanva bagai mustika atau kabut yang tembus pandang!
Fang Fang akan menjadi orang sakti kalau saja dia terus-menerus begitu. Setidak-
tidaknya. pemuda ini akan menjadi manusia dewa yang pilih tanding. Bayangkan,
setiap hari dia mengumpulkan hawa murninya itu dan kalau ini sudah membungkus
seluruh tubuhnya maka pemuda itu tak akan kasat mata lagi. Barangkali, setahun
begitu Fang Fang sudah akan jauh melampaui gurunya karena sebulan itu saja tiba-
tiba tubuhnya sudah mulai terangkat naik perlahan dan perlahan dan pada bulan
kedua tiba-tiba Fang Fang sudah bersila secara mengambang! Luar biasa sekali.
Orang tentu takjub dan akan kagum memandangnva. Tapi ketika pagi itu terdengar
jerit dan tangis wanita, vang berteriak dan melolong-lolong tiba-tiba alam
samadhi Fang Fang buyar. Sebenarnya, Fang Fang sudan akan mencapai tingkat vang mentakjubkan. Pemuda ini
akan dapat terbang tanpa sayap, dapat menghilang tanpa menggerakkan tubuh. Tapi
begitu jerit dan tangis wanita mengganggunya, dan kebetulan pemuda ini "lemah"
terhadap suara wanita, maka tiba-tiba saja Fang Fang terkejut dan membuka
matanya ketika terdengar suara berdebuk dan sebuah tubuh yang empuk hangat jatuh
di pangkuannya, di saat dia bersamadhi!
"Aduh, tolong. Mati aku...!"
Fang Fang tersentak. Saat itu, satu-satunya pantangan baginva adalah suara
wanita. Dia sampai bertapa adalah karena juga wanita. Maka begitu suara teriakan
dan minta tolong itu disusul oleh jatuhnya sebuah tubuh yang nangat empuk, yang
menyentakkan heningnya dari alam samadhi tiba-tiba Fang Fang membuka mata dan
bukan main kaget serta tersentaknya pemuda ini ketika melihat bahwa itu adalah
Sylvia! "Fang Fang, tolong. Aku dikejar-kejar musuh...!"
Fang Fang hilang rasa manunggalnya dengan alam. Hening samadhi yang dua bulan
ini menenggelamkannya dari suasana menyatu mendadak buyar berantakan. Apalagi
Sylvia yang membangunkannya, gadis dari semua gadis yang dicintanya! Maka begitu
dia tersentak dan sadar, kaget dan tiba-tiba terbanting ke bawah mendadak Fang
Fang yang tadi mengambang sudah melekat lagi di permukaan tanah dan terguling-
guling bersama tubuh gadis cantik itu.
"Ah, keparat. Apa yang terjadi ini. Siapa menganggumu!"
Sylvia tersedu-sedu. Dia meloncat bangun dan melepaskan diri dari pelukan Fang Fang. Pemuda itu mencengkeram dan memeluknya ketika jatuh
di atas pangkuan, kini menuding dan tampaklah di bawah gunung puluhan orang
mendaki ke atas. Gerakan mereka cepat dan gesit dan Fang Fang tertegun melihat
bayangan-bayangan nenek-nenek cantik berkelebatan ke situ. Itulah nenek May-may
dan lain-lain. Dan ketika pemuda itu tertegun dan mendelong, kaget, maka di
bawah gunung di kakinya yang jauh di sana terlihat ribuan orang sedang bertempur
dan mengadu jiwa. Perang.
Fang Fang membelakakkan mata. Tadi di alam samadhinya itu memang samar-samar dia
mendengar denting senjata beradu, juga teriakan atau jerit sayup-sayup. Tapi
karena semuanya itu suara lelaki dan Fang Fang tak tembus oleh ini maka pemuda
itu dapat meneruskan samadhinya dan tetap hening. Tapi begitu suara wanita
datang menjerit dan sudah lama ini Fang Fang "rindu" akan suara itu, pengaruh
dari kebiasaannya berkumpul dengan lawan jenis maka Fang Fang tergugah dan
langsung sadar. Apalagi itu adalah suara Sylvia. Dan begitu dia sadar dan putus
samadhinya, tubuh anjlok ke bawah maka Fang Fang kehilangan sinar terang tadi
dan sudah berubah merah gelap, apalagi mendengar tawa dan kekeh di pinggang
gunung, bayangan-bayangan itu.
"Hi-hik, menyerah saja, Mata Keranjang. Kami akan mengejarmu sampai ke puncak!"
Fang Fang terkejut. Di bawah itu, di pinggang gunung, tampak gurunya lari
terbirit-birit. Fang Fang terkejut karena gurunya tampak mengempit seorang
wanita, sementara di bawahnya mengejar puluhan orang yang barangkali mendekati
seratus! Dan ketika gurunya terseok-seok dan berkali-kali jatuh bangun, pucat,
maka Fang Fang tersentak melihat gurunya luka-luka.
"Suhu...!" bentakan atau pekik menggeledek itu tiba-tiba menggetarkan gunung. Dewa
Mata Keranjang yang sedang lari jatuh bangun tiba-tiba membelalakkan mata
melihat Fang Fang berkelebat dan meluncur turun. Pemuda itu terjun begitu saja
dari atas ke bawah, padahal jarak ada limapuluh meter! Tapi ketika pemuda itu
jatuh dengan ringan dan kakinya hinggap seperti kucing saja maka di atas ganti
terdengar teriakan dan jerit Sylvia, yang tadi dilupakan Fang Fang.
"Fang Fang, tolong. Aku diserang binatang jahanam ini!"
Fang Fang terbeliak. Lupa dan tidak ingat gadis itu di atas tiba-tiba dia
melihat bayangan seorang pemuda di puncak. Tadi dia tak melihat bayangan itu
karena rupanya si pemuda bersembunyi. Tapi begitu dia terjun dan turun ke bawah,
Sylvia ditinggalkannya karena melihat gurunya lari terpincang-pincang maka Fang
Fang ke sini dan sekarang menjadi nyalang matanva melihat siapa kiranya pemuda
itu. "Michael!" Bentakan atau geraman itu disusul oleh tubuh vang mencelat ke atas. Kalau tadi
Fang Fang terjun dan melayang ke bawah adalah sekarang pemuda ini "terbang" dan
naik ke atas. Jarak limapuluh meter itu dilalui Fang Fang seperti garuda yang
menyambar naik, sepasang tangan mengembang di kiri kanan dan ratusan orang
berseru kaget melihat kesaktian itu. Fang Fang sendiri tak sadar bahwa tiba-tiba
tubuhnya melayang naik, begitu menjejakkan kaki ke bumi. Jadi mirip manusia
terbang atau siluman vang hendak masuk ke awan. Tapi begitu dia tiba di atas dan
langsung menyambar bayangan ini, menggerakkan tangan kirinya maka pemuda itu
mencelat dan terlempar oleh hawa pukulannya yang amat dahsyat, padahal jaraknya
juga belasan meter. "Augh.... bress!"
Michael terbanting ke bawah. Pemuda itu berteriak dan karena Fang Fang
mendorongnya begitu dahsyat maka pemuda itu terlempar ke dinding gunung sebelah
kiri. Di sini menganga jurang yang dalam dan siap menelan tubuh pemuda itu. Tapi
ketika terdengar suara menjeletar nyaring dan empat sosok tubuh berkelebat maka
pemuda itu disambar empat helai sabuk hitam di mana tubuhnya tiba-tiba ditarik
dan diselamatkan dari jurang.
"Ah, keparat. Jahanam bedebah!" pemuda itu mengutuk dan memaki-maki. Fang Fang
sendiri terbelalak dan teringat si cantik, berkelebat dan menyambarnya ke kanan.
Dan ketika gurunva di bawah tertawa bergelak dan Fang Fang ingat itu mendadak
pemuda ini meluncur lagi dan.... melayang turun bersama-sama Sylvia.
"Ahhhhh....'" Teriakan panjang itu mirip pekik ngeri. Siapa tak ngeri kalau dibawa meloncat
turun dari tempat setinggi itu" Fang Fang membawa Sylvia seperti seekor garuda
membawa seekor anak ayam, terjun dan langsung ke bawah sementara empat nenek di
atas terkejut dan terbelalak. Mereka telah menolong Michael dan Fang Fang tak
menghiraukan lagi pemuda itu karena gurunya di bawah terseok dan jatuh bangun
diserang puluhan orang. Panah dan senjata-senjata gelap menyambar, Dewa Mata
Keranjang sibuk menangkisi semua itu karena melindungi wanita yang dipanggulnya,
yang bukan lain adalah Mien Nio isteri mudanya, isteri yang paling dicinta. Dan
ketika Fang Fang tiba di bawah dan anjlok seperti gajah menggetarkan tempat itu,
sengaja mempergunakan tenaga Seribu Katinya untuk menciutkan nyali lawan maka
benar saja belasan orang yang ada di depan terpelanting dan mencelat oleh
gedrukan kaki seperti gajah bengkak itu.
"Aduh, celaka...'"
Fang Fang sudah mengibas dan menghalau semua benda-benda yang menyambar gurunya.
Gurunya terbelalak dan kaget melihat ulah muridnya itu. Kepandaian Fang Fang
mentakjubkan sekali karena kibasan tangannya Itu membuat yang lain terlempar dan
jatuh terguling-guling di lereng gunung, berteriak dan menjerit karena kibasan
itu jauh lebih dahsyat daripada pukulan Dewa Mata Keranjang sendiri. Itulah
akibat siulian yang dilakukan Fang Fang selama dua bulan penuh. Hebatnya bukan
main karena dari jarak duapuluh meter saja pemuda ini dapat menghalau musuh
tanpa disentuh, Dewa Mata Keranjang terbelalak karena dia sendiri tak mampu
melakukan itu, paling-paling hanya sepuluh atau sebelas meter saja. Maka ketika


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluhan orang jungkir balik dan Fang Fang sendiri tak menyadari kehebatannya
ini, hasil dari samadhi dua bulan maka gurunya tertawa bergelak dan berseru,
"Fang Fang, para pemberontak mencari aku dan dirimu. Mereka hendak membunuh
kita. Hayo sapu mereka dan bantu Bu-goanswe di bawah gunung!"
"Bu-goanswe?" Fang Fang terkejut. "Ada apa dengan jenderal itu, suhu" Kenapa dia
sampai ke mari?" "Ha-ha, biang pemberontak akan ditemukan. Aku diminta Bu-goanswe untuk
membantunya setelah kau pergi. Tak tahunya kau mendekam di sini dan kini
kemajuanmu hebat sekali. Wah, bagus, bocah. Aku dikeroyok ratusan orang dan tak
tahan karena di sana ada May-may dan lain-lainnya itu. Mereka isteri-isteri-ku,
tak dapat kubunuh. Maka aku terluka dan sekarang kau tolong gurumu yang lemah
ini, ha-ha!" Fang Fang tertegun. Kiranya Bu-goanswe ada di bawah dan kini pasukannya
bertempur dengan pasukan pemberontak. Dan ketika dia bertanya siapa pemberontak
yang dimaksudkan maka gurunya itu terkekeh.
"Gak-taijin, siapa lagi" Dialah yang mengatur jualbeli senjata api, Fang Fang.
Tapi dedengkot nomor satu masih bersembunyi di balik layar. Gak-taijin itu hanya
orang nomor dua atau tiga!"
"Ah, dan kau sudah tahu siapa dedengkot nomor satu itu?"
"Belum, tapi kalau gubernur she Gak itu ditangkap dan dikompres tentu dia akan
mengaku!" Fang Fang terbelalak. Saat itu puluhan lawan yang berpelantingan sudah meloncat
bangun dan berseru lagi, marah dan menerjang gurunya dan Dewa Mata Keranjang
sibuk menangkis dan mengelak. Tapi karena Dewa Mata Keranjang sudah terluka
sementara dia lebih memusatkan perhatian untuk melindungi isterinya, yang
rupanya pingsan maka Fang Fang bergerak dan menerjang orang-orang itu, tujuh di
antaranya adalah Cap-ji Koai-liong.
"Suhu, serahkan tikus-tikus busuk ini kepadaku. Biarlah kau terus naik dan
selamatkan isterirnu!"
"Ha-ha, sekarang tak perlu. Aku ke sini karena memang ingin menarikmu, A-fang.
Kalau kau tak ada di mana-mana tentu kau kembali ke Liang-san. Benar saja, kau
di sini dan kita bertemu. Hayo sapu mereka dan basmi antek-antek Gak-taijin
ini.... des-dess!" Dewa Mata Keranjang mengamuk, menghantam dan melepas pukulan
dan delapan orang mencelat oleh balasan kakek itu. Hebat si Dewa Mata Keranjang
ini biarpun dia sudah luka-luka. Dan ketika kakek itu berkelebatan dan Mien Nio
akhirnya dikempit di bawah ketiak, menerjang membantu Fang Fang maka musuh
kocar-kacir dan tiba-tiba berlarian turun gunung. Tapi, sebelas bayangan tiba-
tiba berkelebat. "Cing Bhok, jangan banyak tingkah. Hayo lawan kami dan bunuh kalau bisa!"
Kakek itu terkejut. May-may, dan lain-lainnya itu, tiba-tiba berdatangan dan
menyambar bagai burung-burung srikatan mendapat mangsa. Mereka membentak dan
menerjang dan kakek itu mengeluh. Dan ketika dia menangkis namun terhuyung,
terbelalak, maka May-may sudah menjeletarkan rambutnya dan menerjang bersama
yang lain, nenek Lin Lin atau Bi Hwa dan Bi Giok.
"Hayo, bunuh kakek ini. Cincang dia'" Dewa Mata Keranjang tampak ragu-ragu.
Berhadapan dengan sebelas isterinya ini kakek itu memang selamanya banyak
mengalah. Berkali-kali dia memukul mundur namun berkali-kali itu pula bekas-
bekas isterinya ini menyerang lagi. Kalau hendak mengusir maka harus menurunkan
tangan berat, dan kakek itu biasanya tak tega. Hanya kalau dia terpaksa saja
maka pukulan atau tangan besi kakek ini turun. Dan ketika hari itu isteri-
isterinya kembali menyerang dan mereka dibantu pasukan pemberontak, yang dibantu
pula oleh orang-orang lihai macam Cap-ji Koai liong dan lain-lain, bahkan Setan
Judi Ok-tu-kwi suami isteri ada di situ pula, mengeroyok dan mencari kesempatan
maka kakek ini mengeluh. "May-may, kalian pergilah. Jangan musuhi aku dan harap kalian tahu diri. Jangan
membuat aku marah!" "Keparat, siapa takut" Justeru kalau kau marah silahkan marah, Cing Bhok. Kami
datang memang untuk menuntut balas dan penghinaan!"
"Ah, tapi aku tak pernah menghina kalian. Aku tetap menyayang dan mencintai
kalian!" "Bohong! Mencintai sambil mengambil isteri baru" Menyayang sambil mengempit
wanita siluman itu" Serahkan dia kepada kami, Cing Bhok. Baru kami akan berhenti
dan tak akan menyerangmu. Hayo, serahkan siluman itu atau kami akan menganggap
semua kata-katamu kosong!"
"Ah, mana bisa?" kakek ini mengelak, bingung. "Dia isteriku yang paling akhir,
May-may. Aku telah bersumpah untuk tidak mencari pasangan lagi. Kalian harap
mengerti dan tidak terlalu mendesak aku. Biasanya kalian dapat akur dan mengerti
satu sama lain!" "Tapi kami benci wanita itu. Kau menumpahkan semua kasih sayangmu kepadanya!"
"Ah, tidak. Kalian salah. Aku.... des-dess!" dan sang Dewa Mata Keranjang yang
mengelak dan menghentikan kata-katanya, karena harus menerima tujuh pukul an
sekaligus akhirnya berjungkir balik meloncat tinggi menghindari serangan May-may
dan lain-lainnya itu, yang meledak di bawah kakinya dan tanah seketika berlubang
seakan dihantam meriam. Cing Bhok akhirnya tak bisa bicara lagi karena sebelas
isterinya mengamuk dan menggencet dari segala penjuru, mengeluhlah kakek itu dan
sibuklah dia melindungi diri. Dan ketika rambut akhirnya mengenai juga pundaknya
dan Kiam-ciang atau Tangan Pedang nenek Bi Giok juga nyaris mengenai Mien Nio
maka kakek itu marah dan berkilat matanya.
"Bi Giok, May-may, berhenti! Atau aku tak akan mengingat kalian sebagai isteri-
isteriku lagi dan kalian kuhajar!"
"Hajarlah, bunuhlah. Siapa takut" Kami memang sudah sering kausia-siakan, Cing
Bhok. Boleh hajar dan bunuh kami kalau mampu.... des-siuuttt!" dan pedang serta
rambut yang bercuit dan meledak di belakang si kakek akhirnva membuat kakek ini
naik pitam dan gusar. Mien Nio pingsan karena terluka dihajar isteri-isterinya
ini. Dia lengah ketika melindungi isterinya itu. Dan ketika May-may dan lain-
lain menerjang lagi sementara Cap-ji Koai-liong tiba-tiba muncul bersama puluhan
perwira, sang kakek tertegun karena muridnya tak tampak di situ, entah ke mana
maka Dewa Mata Keranjang berseru keras dan mencabut tongkatnya, mainkan Silat
Naga Merayu Dewi. "Baiklah, kalian tak dapat dimaafkan, Bi Giok. Sekarang aku akan memberi
pelajaran dan awas tongkat.... siutt!" dan Dewa Mata Keranjang yang terkekeh dan
tersenyum lebar tiba-tiba berkelebat dan cepat serta luar biasa mengelak serta
menjauhi serangan isteri-isterinya, tak mau mendekat dan saat itu sebelas
isterinya berteriak keras karena rambut atau Tangan Pedang bertemu sendiri,
meledak dan tiba-tiba tongkat di tangan kakek itu membalik. Bi Giok dan lain-
lain terkejut karena mereka kehilangan bayangan kakek itu, Dewa Mata Keranjang
entah berkelebat ke mana karena kakek itu bergerak dengan ilmunya meringankan
tubuh Sin-bian Ginkang (Ginkang Kapas Sakti). Dan karena ilmu meringankan tubuh
ini memang luar biasa dan kecepatannya bagai siluman, si kakek lenyap, maka
begitu sebelas isterinya berteriak keras tahu-tahu si kakek muncul lagi dan
putaran tongkatnya yang bagai angin puyuh menggebuk tujuh dari sebelas
isterinya. "Aduh.... buk-buk-bukk!"
Bi Giok dan lain-lain terbanting. Mereka mengaduh karena gebukan tongkat bukan
sembarang gebukan. Dewa Mata Keranjang mengisi tenaganya dengan sinkang Awan
Putih, kuat luar biasa hingga Bi Giok yang terpukul duluan langsung roboh,
tulang punggungnya retak! Dan ketika yang lain terkejut karena enam yang
terpukul juga tak dapat bangun lagi, merintih-rintih dan akhirnva pingsan maka
May-may dan sisanya yang pucat dan terbelalak melihat itu menjadi marah namun
juga gentar bukan main. Namun kakek ini tak memberi kesempatan. Empat isterinya
yang lain dikejar dan tongkat bergulung-gulung bagai naga menari, tampaknya
indah namun berbahayanya tak dapat dibayangkan. Kakek itu telah bertekad untuk
merobohkan isteri-isterinya, apa boleh buat harus bertangan besi. Tapi karena
saat itu Cap-ji Koai-hong sudah datang dan puluhan perwira para pemberontak juga
bermunculan mengeroyok kakek ini, berteriak-teriak sambil melempar tom bak atau
panah, si kakek sibuk maka May-may dan tiga sisanya berhasil menyelamatkan diri.
"Awas, kakek ini sudah bukan manusia. Dia iblis haus darah!"
Kakek itu terbahak. Dia terpaksa menangkis hujan senjata para perwira di mana
tombak atau anak-anak panah mental, bahkan bukan hanya sekedar menangkis -
melainkan "meretour" semua senjata-senjata itu ke arah tuannya. Dan ketika para
perwira itu berteriak karena tombak a-tau anak-anak panah mengenai tubuh mereka
sendiri, menancap di dada atau perut maka semuanya roboh namun yang lain maju
lagi dan saat itu Ok-tu-kwi muncul pula di balik bayang-bayang Cap-ji Koai-
liong. "Ha-ha, tak usah takut. Mari kubantu di sini..... prott!" arak menyembur bagai
hujan, muncrat ke atas tapi akhirnya meluncur ke tubuh si Dewa Mata Keranjang.
Kakek itu terkejut tapi mulutnyapun meniup ke atas, dengan khikang atau tiupan
mulutnya yang kuat hujan arak itu ditolak balik, Ok-tu-kwi terbelalak dan
memaki-maki. Dan ketika Cap-ji Koai-liong sudah bergerak dengan ruyung-ruyung
mereka dan May-may serta tiga yang lain timbul keberaniannya lagi, maju
mengeroyok maka Dewa Mata Keranjang berkelebatan naik turun dengan segenap
kepandaiannya. "Baik, boleh maju semua. Ha-ha, ayo maju. Biar kusikat habis!"
Lawan-lawan terpukul mundur. Cap-ji Koai-liong terdorong tubuhnya karena tong
kat menyapu mereka. Ok-tu-kwi juga terkejut karena semprotan araknyapun tak
membawa hasil, malah ditiup balik dan hujan araknya menjadi semacam jarum-jarum
kecil yang membuat para perwira berteriak kesakitan, tiga di antaranya bahkan
buta karena mengenai mata! Dan ketika semua terkejut tapi menyerang lagi, si
kakek tertawa-tawa maka Cap-ji Koai-liong terpengaruh oleh senyum dan sikap
lawan yang seolah bercanda. Mereka heran melihat kakek itu tak menunjukkan rasa
marah melainkan justeru sebaliknya, senyumnya itu begitu mempesona hingga mereka
tertegun. Tak tahu bahwa itulah senyum di balik bayang-bayang maut. Silat
Tongkat Naga Merayu Dewi justeru di sini kekuatannya, mengecoh lawan di balik
senyum manis dan ramah, padahal tongkat selalu bergerak naik turun mencari
mangsa. Dan ketika benar saja duabelas orang Naga Siluman itu lengah dan masing-
masing tertegun oleh senyum si Dewa Mata Keranjang, yang tak pernah '
menghentikan tawanya maka mendadak ketika dua di antara mereka mematung dan
heran sekonyong-konyong tongkat menyambar dan menusuk dada.
"Ha-ha, kalian sahabatku. Tak ada musuh, ah, kita sahabat. Mari kuantar
menghadap akherat!" dan tongkat si kakek yang sekonyong-konyong menukik dan
bergerak luar biasa cepat, menusuk ke bawah tiba-tiba sudah menancap dan tembus
merobohkan dua orang Cap-ji Koai-liong itu.
"Aduhh...!" Jeritan ini menyadarkan yang lain. Sisa dari Cap-ji Koai-liong tersentak ketika
dua saudara mereka roboh, dada tertusuk tongkat dan tentu saja tewas seketika!
Dan ketika kakek itu terbahak namun meneruskan gerakannya, senyum itu tetap
ramah dan "bersahabat" maka empat di antara mereka kembali roboh dan binasa!
"Ha-ha, mari kuantar ke akherat. Kita sahabat!"
Enam dari sisa Cap-ji Koai-liong pucat. Mereka tentu saja ngeri namun juga marah
oleh kehebatan kakek itu. Dikeroyok sekian banyak orang masih juga kakek itu
demikian hebat. Ok-tu-kwi terbelalak dan setan arak itu mundur menjauh, tak
berani melihat senyum si kakek karena diapun tersedot dan hendak ikut tersenyum.
May-may, dan lain-lain, ternyata juga tertarik pada senyum ini dan mereka sudah
tersenyum. Gila! Dan ketika semua menjadi kacau karena tak mung kin bermusuhan
sambil tersenyum, karena musuh harus dihadapi dengan marah dan sikap benci maka
Dewa Mata Keranjang kembali berhasil merobohkan dua di antara Cap-ji Koai-liong,
yang kini tinggal empat! "Ha-ha, kita bukan musuh. Ah, kita sahabat. Mari, kuantar ke akherat!"
Cap-ji Koai-liong melempar tubuh bergulingan. Setiap kakek itu bicara tentang
"sahabat dan akherat" maka seorang di antara mereka pasti roboh. Delapan saudara
mereka sudah terbunuh dan kini tinggal mereka berempat saja, bukan main ngeri
dan gentarnya empat orang Cap-ji Koai-liong yang tersisa ini. Mereka pucat dan
berteriak-teriak sendirian. Dan ketika mereka meloncat bangun namun si kakek
terus tertawa-tawa, tongkatnya menyambar naik turun diiringi senyumnya yang
"bersahabat" itu maka May-may dan tiga lainnya roboh pula terbanting.
"Mari, kuantar ke akherat. Ah, kalian sahabat-sahabatku yang manis!"
May-may dan lain-lainnya menjerit. Mereka sadar bahwa pengaruh ilmu batin
membuat pikiran mereka kosong. Senyum itu terlanjur melekat dan karena jelek-
jelek kakek itu adalah bekas suami sendiri, jadi mereka adalah orang yang paling
mudah terpengaruh maka begitu si kakek menyihir dan mempengaruhi mereka tiba-
tiba semua sudah masuk namun nenek May-may yang menjerit dan sadar lebih dulu,
karena tongkat menusuk dada tiba-tiba membuat Dewa Mata Keranjang merobah
tusukannya menjadi pukulan ke pundak. . "Krak-krakk!"
May-may dan lain-lain patah tulangnya. Dewa Mata Keranjang teringat kisah-kasih
dengan bekas isteri-isterinya ini, May-may tidak dibunuh melainkan dibuat roboh
terluka, terbanting dengan pundak sengkleh. Dan ketika mereka merintih-rintih
namun kakek itu menyerang yang lain, karena Ok-tu-kwi dan para perwira menyerang
dari jauh, harus dibasmi maka kakek itu berkelebat dan mengejar si setan arak
ini. "Heh-heh, jangan lari. Kita sahabat, Ok-tu-kwi. Dan akan kuantar kau menghadap
Giam-lo-ong (Raja Akherat)!"
"Tidak.... jangan!" si setan arak menyemburkan araknya, melempar bulibuli dan
tunggang-langgang menghindari serangan Dewa Mata Keranjang. Namun karena Dewa
Mata Keranjang menghalau dan semburan arak itu memukul balik tuannya, Ok-tu-kwi
menjerit karena tubuhnya serasa ditusuki jarum maka saat itulah tongkatnya
mengejar dan paha si setan pemabok mendapat hajaran.
"Bukk!" Ok-tu-kwi menjerit. Hajaran bukan sembarang hajaran yang dilakukan si Dewa Mata
Keranjang tadi nyaris membuat lawannya ini menangis saking sakitnya. Ok-tu-kwi
hampir mengaduh-aduh seperti a-nak kecil. Tapi ketika setan pemabok itu
bergulingan meloncat bangun dan terpincang-pincang memaki si Dewa Mata
Keranjang, marah namun juga gentar maka isterinya berkelebat dan bayangan So Yok
Bi muncul, menolong suaminya.
"Dewa Mata Keranjang, tak usah banyak tingkah. Rasakan pelorku dan coba tangkis
ini.... dar-dar!" pelor meledak, ditangkis tongkat dan seketika itu juga jarum-
jarum halus berhamburan. Itulah senjata andalan nenek ini dan setan pemabok
girang isterinya datang membantu. Namun karena Dewa Mata Keranjang bukanlah
kakek biasa dan kakek itu terbahak berjungkir balik, tinggi empat lima kali di
udara maka semua jarum-jarum halus runtuh kembali ke tanah, tak satu pun yang
mengenai tubuhnya. "Ha-ha, bagus. Suami isteri sudah datang ke sini. Bagus, mari mainmain denganku,
Yok Bi. Ah, teringat aku ketika dulu kau ingin bermesraan denganku, ha-ha!"
kakek itu gembira, memaki lawan namun mulut tersenyum-senyum. Si Kuda Binal So
Yok Bi tertegun namun saat itu bayangan lawan berkelebat di depannya. Tongkat
menyambar dan langsung menghan tam muka, sekali kena tentu hancur! Dan ketika
nenek itu menjerit dan melempar tubuh ke kiri, tongkat menghantam pecah batu di
sebelah kanannya maka setan pemabok memberi tahu agar isterinya tidak memandang
mulut lawannya. "Jangan perhatikan senyum si Dewa Mata Keranjang itu. Dia licik, jahat!"
"Apa yang dia lakukan?" sang isteri bergulingan meloncat bangun, bertanya. "Ada
apa dengan senyumnya?"
"Entahlah, delapan dari Cap-ji Koai-liong roboh binasa, isteriku. Dan itu karena
mereka memandang senyum si tua bangka ini. Dewa Mata Keranjang bermain sihir!"
"Ha-ha, tak ada sihir!" Tan Cing Bhok tertawa bergelak, sikapnya seperti
mainmain, atau bicara dengan sahabat. "Senyumku adalah senyum tulus, Ok-tu-kwi.
Kalau kalian mau diajak bersahabat maka aku tak akan menyerang kalian. Lihat,
aku sungguh-sungguh!" namun ketika lawan terbelalak dan tertegun, lengah, tiba-
tiba tongkat yang dikata tak akan menyerang itu mendadak menyerampang dan
menggebuk pinggang si setan pemabok, terus meliuk dan membabat So Yok Bi dan
suami isteri itu kaget menangkis sambil mengelak. Yok Bi baru saja meloncat
bangun ketika tiba-tiba serampangan itu datang menyambar dirinya. Maka ketika
dia memekik dan membuang diri, mencabut tusuk konde dan menghantam tongkat lawan
maka nenek itu terpelanting sementara suaminya terjengkang tak kuat menahan
tongkat. "Adouw, matik aku!"
Dewa Mata Keranjang tertawa-tawa. Dua lawannya dibuat jungkir balik namun dia
terus mengejar, mulut berkata "sahabat" namun senjata di tangan sungguh
menunjukkan lain. Dan karena empat dari Cap-ji Koai-liong akhirnya melarikan
diri sementara May-may dan tiga rekannya patah tulang pundaknya maka sisa
perwira yang membantu Ok-tu-kwi tak ada artinya bagi dua suami isteri itu,
dikejar dan didesak dan tongkat kembali menghantam punggung. Kalau Ok-tu-kwi
tidak mengerahkan sinkangnya tentu punggungnya remuk, setidak-tidaknya retak!
Dan ketika So Yok Bi juga keteter dan tusuk konde akhirnya patah, nenek itu
menjerit maka si setan pemabok sudah mendahului lari meninggalkan pertempuran,
sekaligus juga meninggalkan isterinya, yang tadi datang membantu!
"Heii, keparat! Tak tahu malu! Jangan tinggalkan aku, Pemabok. Tunggu atau nanti
kau kuhajar!" "Wah, tobaat...! Tak berani aku lama-lama menghadapi lawan kita itu, Yok Bi.
Menyingkir saja dan selamatkanlah dirimu jauh-jauh!"
"Tapi tunggu aku, atau kau mampus ..... dess!" dan si isteri yang akhirnya


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang suami akhirnya membuat Ok-tu-kwi menjerit dan terlempar bergulingan di
lereng gunung, menerima pukulan yang mengenai pundaknya dan kakek itu berteriak.
Dewa Mata Keranjang terkekeh-kekeh dan hendak mengejar lagi dua lawannya ketika
tiba-tiba Mien Nio mengeluh, sadar dan membuka mata dan bertanya di mana mereka
sekarang. Dan ketika kakek itu tertegun dan teringat bahwa isterinya harus
ditolong, Mien Nio menderita luka dalam maka Dewa Mata Keranjang menahan
langkahnya dan membiarkan Ok-tu-kwi lintang-pukang dihajar isterinya sen diri,
Cincin Warisan Setan 2 Pendekar Rajawali Sakti 186 Pesanggrahan Telaga Warna Kelelawar Hijau 1
^