Rahasia Gelang Pusaka 3
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt Bagian 3
Selagi mendekati orang orang itu, Ie Kun heran. Tidak ada orang yang
menghiraukan ia, memandang pun tidak!
Kembali ia bertanya tanya pada dirinya sendiri: Mereka itu lagi berbuat apakah.
7. Dirampas. Tujuh atau delapan orang itu terus tidak mempedulikan Ie Kun. yang sekarang
merupakan Cit Chee !"iauw Sim Ie.
Mereka itu cuma memperhatikan si tua dan si muda, yang muncul lebih dulu dari
dalam jurang. "Hm, akhirnya...." Tiba tiba terdengar suara seorang, yang terus tertawa dingin.
Sekarang Ie Kun dapat melihat lebih tegas. Orang orang itu berjumlah
bertujuh. !"akatan mereka semua berwarna kuning emas, semuanya singsat, sedang
mukanya ditutup dengan topeng warna kuning emas juga pada topeng itu terdapat
tiga buah liang, untuk kedua biji mata dan sebatang hidung ...
"Kenapa kamu turut mengambil bagian?" Bu Eng Jin tua menanya salah seorang yang
rupanya menjadi pemimpin rombongan orang bertopeng itu.
Dengan berbareng, semua orang itu tertawa dingin, lalu satu di antaranya berkata
dengan tegas dan terang: "Untuk melayani kamu berdua orang orang dari tingkat
lebih muda yang tidak bernama, tenaga kami tujuh orang utusan berbaju emas dari
Tiat Ciang !"ang sudah berlebihan! Haha!
... " Parasnya Bu Eng Jin tua berobah mendengar dia dikatakan orang tingkat muda tidak
ternama, akan tetapi dia tidak melakukan tindakan apa apa kecuali tertawa tawar.
Tidak demikian dengan Tan Siang Seng si Bu Eng Jin muda, dia gusar.
Ie Kun mendengar kata kata orang itu dan melihat sikapnya kedua Bu Seng Jin,
kata ia di dalam hatinya "Mereka itu, kalau bukannya mereka semua berkepala besar, pasti mereka belum
tahu mereka siapa ini orang orang itu dan muda yang namanya sangat termashur
dalam dunia Kang Ouw! Buat lain orang mendengar nama saja sudah takut... "
Ketujuh orang itu melihat Tan Siang Seng hendak menggeraki tangan, mereka
melirik mereka tidak meghiraukan.
Bu Eng Jin tua tertawa tawar. "Aku hendak tanya kamu, pang cu kamu menyuruh atau
tidak kepada kamu untuk membawa barang itu?"
"Hm!" bersuara seorang utusan. "Pang cu kami tahu, dengan mengirim kami saja
tujuh orang utusan, kamu tentu bakal tidak mem perdulikan, maka itu buku Kie Su
Koan dari Siauw Lim Sie itu tidak disuruh kami bawa!"
Darahnya Bu Eng Jin tua meluap, dia berseru nyaring dan bengis tubuhnya lompat
menerjang! Tubuh Bu Eng Jin muda bergerak. Hanya di dalam sekejap, tujuh orang
utusan itu lantas roboh sambil menjerit kesakitan, sedangkan pada salah satu di
antaranya, sebatang pedang emas kecil nancap di tengah tengah sepasang alisnya.
Ie Kun menyaksikan dengan tegas kejadian itu.
"Sungguh mereka kejam!" katanya di dalam hatinya.
Ketujuh utusan Tiat Ciang !"ang itu, semuanya roboh binasa.
Tiat Cian pang yalah partai atau Kawanan Tangan Besi.
Selagi anak muda ini melengak, ia melihat kedua Bu Eng Jin sudah menyalin
pakaian mereka dengan jubah hitam, hingga mereka sekarang merupakan Bu Eng Jin
yang tulen. Dengan berbareng mereka berdua itu pergi, maka di lain saat, mereka sudah
menghilang di tempat tujuh atau delapan tombak jauhnya.
Selagi dua orang itu, guru dan murid berlalu dari lain arah terlihat datangnya
tiga orang lain. Mereka lari dengan sangat pesat dan ringan suatu tanda lihaynya
ilmu ringan tubuh mereka. Begitu mereka sampai di tempat kejadian, begitu mereka
berhenti berlari begitu lekas juga mereka terperanjat.
"Benar jitu apa yang diterka pang cu" kata satu di antaranya seorang usia
setengah tua, yang tubuhnya kate dan bajunya merah. Ia berkata sambil mengawasi
ketujuh mayat utusan Tiat Ciang !"ang itu. "Pang cu yalah ketua Tiat
Ciang !"ang." Dua orang yang lainnya, yang tua usianya, bajunya abu abu dan tubuhnya tinggi
dan kate, lantas mandapat tahu sebab kematiannya tujuh utusan itu. Mereka lantas
mencabut semua pedang emas kecil dari tubuh ketujuh mayat, habis itu, dengan
muka pucat mereka berseru:
"Gouw Hiu cu, tidak salah dugaan pang cu! Inilah tangan jahat dari Bu Eng Jin!"
Orang yang dipanggil, Gouw Hiu cu yang berbaju merah itu yang tubuhnya gemuk dan
kate, menyambuti pedang emas kecil itu sembari dia berkata : "Aku Gouw !"it Tat
aku tidak takuti itu!"
Orang yang berani ini ialah hio cu, atau ketua nomor empat, dari Tiat
Ciang !"ang, dan julukannya yaitu Cin Sian Ciu si Penggempur Dewa, sedang dua
yang lainnya, berkedudukan hu hoat pelindung. Sijangkung kurus, ialah Tay Lek
Sin Kun !"ui It Peng, dan si kate ialah Kiak Tek Su Gak Cong Sin, si !"endupak
Empat Gunung. Pui Thian Bin, ketua Tat Ciang Peng, telah menerka beliau. Dia menyangka orang
hanya menggunakan nama tidak keruan. Dia terpedayakan. Begitulah dia cuma
mengirim tujuh orang pesuruhnya, yang biasa disebut kim ie su cia, utusan
berbaju emas. Dia memesan untuk utusannya itu mengambil sikap keras. Sesudah
utusan itu berangkat, baru timbul kecurigaannya. !"ikirnya: "kalau pihak sana
orang biasa saja, buat apa dia meminta Siauw Lim Kie Su Koan" Urusan pasti tidak
sedemikian sederhana! Taruh urusan fihak sana hanya murid Siauw Lim !"ay, dia
juga tidak dapat dilepaskan!" Maka dia lekas
mengirim kedua hu hoat serta hio cu yang keempat itu.
Kesudahannya, mereka ini datang terlambat. !"ihak sana pasti lihay, jikalau
tidak, tidak nanti ketujuh orang itu terbinasa. Mereka itu bukan sembarang
anggauta Tian Ciang !"ang.
Pui It Peng dan Cong Sin bahkan dapat membedakan pedang emas kecil milik Yo
Thian Siauw dan Bu Eng Jin.
Ie Kun heran orang mengetahui itu. Maka tahulah ia bahwa orang orang Kangouw ini
luas pengetahuannya. Ketika itu Cin Sian Cu menepuk dan meremas kedua tangannya, maka ketujuh pedang
emas kecil itu lantas gepeng menjadi satu. Dengan sengit, ia berkata : "Sekarang
ini semua orang sudah ketahui Siauw Lim Kie Su Kuan berada ditangan partai kita,
tetapi pihak Siauw Lim !"ay sendiri, agakny mereka tilak begitu memperhatikan!
Tidakkah itu aneh" tidaklah itu harus dipikirkan" Sejak pang cu kita bergabung
dengan para orang gagah membinasakan Tiat Kiam Sie seng sampai sekarang ini ia
terus berduka dan berkuatir saja, karena itu jikalau kita tidak dapat lekas
lekas mencari dapat Cay Hoan Giok Tiap, mungkin...."
"Gouw Hio cu, janganlah kau berkata demikian!"
berkata Tay Lek Sin Kun. "Bukankah hio cu berduka karena selama ini beruntun
telah muncul beberapa orang lihay serta itu si kepala hantu" Bukan aku memandang
ringan kepada mereka itu, di dalam partai kita, sekarang ini ada tak sedikit
orang orang kosen, karena itu, kenapa kita mesti jeri" Kabarnya bocah yang
membawa Cay Hoan Giok Tiap sudah muncul di dalam dunia dan sekarang mini pang cu
tengah menyelidiki tentang dia!"
Ie Kun terkejut. Apakah orang bukan maksudkan tanya"
Tapi, iapun puas mengetahui halnya kedua Tiat Ciang
!"ang itulah yang mengajak orang orang yang mengepung dan membinasakan Tiat Kiam
Sie seng. Nama Tiat Kiam Sia seng seperti selalu terbang dimulut guruaya! Cuma
guru nya tidak mau menerangkan ada sangkut paut atau hubungan apa diantara Ciat
Kiam Sie seng dan lainnya.
Karena hatinya tertarik, tanpa merasa, Ie Kun bergerak hingga ia mengasi dengar
suara perlahan , "Siapa di sana?" tegur Cong Sin "orang gagah siapakah itu" Silahkan keluar untuk
menemui kami! Ie Kun tidak menyangka orang demikian lihay tetapi ia tidak takut, lantas ia
lompat muncul kebadapan mereka itu bertiga. Dengan tawar ia berkata: "Dunia
telah ketahui urusan dahulu hari orang membinasakan Tiat Kiam Sie seng! Maka itu
sekarang pergilah kamu pulang mengumumkan kepada kaum Kangouw bahwa Cit Chee
!"iauw hendak menuntut balas buat Tiat Kiam Sie seng!"
Ketiga orang itu terkejut, mereka heran. Orang yang muncul justru Cit
Chee !"iauw sendiri! Orang pula tanpa sebab tanpa lantaran hendak membalaskan
sakit hatinya Tiat Kiam Sie seng! Tidakkah itu aneh"
Cin Sian Cu tertawa dingin.
"Jangan ku menggerak orang dengan selagi besi rosokanmu!" katanya, keras "Aku
siorang she Goaw tidak akan terjerumus ke dalam akal muslihatmu!"
Ie Kun pula tertawa dingin, sambil mencekal Cit Chee piauw dikedua belah
tangannya dengan tawar, ia berkata pula "Cit Chee piauw ini tidak ada bisanya,
mari aku bikin kau belajar kenal dahulu dengannya!"
Cin Sian Cu tahu lihaynya Cit chee piauw, ia sudah lantas memasang mata.
"Hm!" berseru Ie Kun dingin, melihat lagak orang.
Segera ia menggeraki tangan kiri nya. Atas itu terdengarlah suara nyaring
mengguntur. Cin Sian Cu segera bergerak, menunjuki kegesitannya. Ia bergeliat kepelbagai
arah untuk menyingkir dari piauw Tujuh Bintang, paling belakang ia membebaskan
diri dengan satu lompatan Keledai malas. Hanya sekarang mukanya menjadi pucat,
hatinya goncang, karena hebatnya serangan itu.
"Kau berhati hatilah!" Ie Kun berseru pula sedang tangan kanannya besiap.
Dua dua In Peng dan Cong Sin terkejut mereka sampai mengeluarkan keringat dingin
saking menguatirkan keselamatannya Gouw !"it Cat hio cu yang bicara besar itu.
Mereka telah melihat bahwa kawan itu tidak berdaya menghadapi Cit chee piauw.
Maka mereka kuatir sahabat itu tak akan lolos seperti semula. Mereka pernah
dengar orang omong halnya tidak pernah ada orang yang selamat lolos dari
serangan Cit chee piauw yang ketiga kali.
Justeru itu dari arah kiri, dimana ada rimba lebat, mendadak muncul empat orang
wanita muda yang semua berdandan sebagai dayang dayang istana, yang bajunya
warna abu abu, terus mereka itu mengurung Cit chee
!"iauw tetiron. Satu diantara mereka itu lantas berkata
"Harap semua jangan turun tangan! Nona kami akan datang kemari!"
Semua orang berdiam, bahkan melengak. Mereka tidak tahu, siapa nona itu. Mereka
cuma melihat keempat wanita ini semuanya beroman cantik dan keren. Maka mereka
mau menduga. Sinona mestinya terlebih cantik lagi dan gagah!
Cin Sian Ciu Gouw !"it Tat mengunai ketika ini untuk beristirahat.
Ie Kun mengasi turun tangan kanannya, ia melihat kelilingan.
"Siapakah nona itu?"ia tanya, suaranya tawar.
"Oh, kau tidak tahu nona kami?"tegur salah seorang wanita, dia agak heran.
Sebelum Ie Kun berkata pula, maka dari dalam rimba terdengar ini suara yang
halus dan terang: "Para orang gagah, disekitar lima puluh lie dari lembah Hian
Im Kok kami ini dilarang orang melakukan pertempuran mati hidup! Silahkan
pergilah kamu!" Walaupun halus, suara itu mestinya suara yang dikeluarkan dengan
tenaga dalam yang mahir, lebih lebih kata kata yang terakhir.
Mendengar suara itu, parasnya Gouw !"it Tat menjadi pucat, dengan roman bengis,
ia mengawasi Ie Kun dan dengan mendongkol : "Lain kali aku akan belajar kenal
lebih jauh pula dengan kepandaianmu!" Terus ia mengulapkan tangan kepada kedua
kawannya, yang ia ajak pergi seketika juga. Rupanya mereka ini tahu siapa yang
bicara itu, mereka berlalu dengan membungkam.
Ie Kun sebaliknya. Ia jadi ingin mendapat tahu siapa sinona yang demikian
berpengaruh hingga orang orang Tiat Ciang !"ang it menjadi jinak sekali. Ia
berdiri diam saja. Keempat nona melihat tiga orang itu berlalu tetapi pemuda ini tidak kembali
mereka mengasi lihat sikap mereka yang keren. Kata satu diantaranya: "Nona kami
menitahkan kamu pergi menggelinding, Kenapa kau masih berdiam saja?"
Ie Kun mengawasi, sikapnya tetap dingin.
"Siapa itu nona kamu" Atas dasar apa dia dapat memerintah aku pergi?"tanyanya.
Hampir berbareng habisnya kata kata Ie Kun itu, tiba tiba dari dalam rimba
terdengar perintah ini: "Ang Ang hajar telinganya!"
Cepat luar biasa, sinona yang tadi menegur itu sudah melesat kedepan Ie Kun
lantas sebelah tangannya dilancarkan ketelinga orang, untuk menggaplok!
Ie Kun terkejut, akan tetapi dapat ia berkelit, hanya anginnya gaplokan itu
membuat ia merasa telinganya perih.
Ia heran hingga ia kata didalam hatinya: "Sang budak sudah begini lihay, entah
nona majikannya." Sinona menjadi pucat karena serangannya gagal, segera ia maju pula untuk
mengulangi serangannya. Kalau tadi ia menggunakan tangan kiri, sekarang tangan
kanan. Ie Kun berkelit pula, secara mudah. Ia mendongkol maka ia berkata: "Nona jikalau
kau tidak perlihatkan dirimu, aku yang rendari terpaksa akan memberi ajaran
kepada sebawahanmu ini!"
Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang nyaring nyaring halus, nadanya
tawar meski begitu, suara itu menggetarkan telinga.
Sementara itu sinona, yang gagal dengan dua kali serangannya itu, sudah lantas
menghunus pedangnya. Dia rupanya malu dan panas hati karenanya, parasnya dari
pucat menjadi merah padam. Dia sudah lantas membacok!
Ie Kun terkejut. Inilah ia tidak sangka.
Akan tetapi ia tidak berdiam saja. Sambil mendak sedikit. Ia mengangkat sebelah
tangannya, menyambuti bacokan, uituk menjepit pedang dengan dua buah jari
tangannya. Nona itu celi matanya dan gesit gerakan nya. Ia tidak sudi mengijinkan pedangnya
dijepit, dengan sebal ia membatalkan bacokan nya, untuk tukar itu dengan tabasan
dari samping. Akan putuslah dua jeriji tangan sianak muda andaikata tabasan itu
mengenai dengan jitu. Kembali Ie Kun terkejut. Sinona benar lihay, karena ini, ia lantas membalas
menyerang. Berbareng dengan menarik pulang tangan kanannya, ia menotok dengan
tangan kirinya, sedangkan dengan tangan kanannya itu, ia terus menotok juga.
Sinona menjadi kaget sekarang. Ia mengerti bahaya. Tidak lagi ia maju,
sebaliknya, ia lompat mundur sembari lompat, ia membabat, untuk melindungi
dirinya andaikata musuh menyusulnya.
Tiba tiba Ie Kun kaget. Diluar dugaannya pedang si nona menggores lengannya.
Tahu2 ia merasa nyeri dan darah mengucur keluar dari lukanya itu. Terpaksa ia
lompat mundur dua tindak.
Melihat lawan terluka, si nona tertawa puas. Lantas ia maju pula sambil menikam.
Menampak demikian, Ie Kun pun panas hati. Tidak mau ia mundur atau ia bakal di
rangsak. Maka ia mengangkat tangan kirinya untuk menangkis sedang tangan
kanannya, ia menyerang, ia menggunakan jurus ketiga dari "Thian Touw Sam Si"
yaitu Cio !"o Thian Keng "Batu pecah langit kaget."
Si nona menyerang dengan memandang hina, sembari tertawa dingin, maka ia kaget
sekali, waktu tahu tahu ia merasa tubuhnya tertolak keras.
Justeru itu, dari sisi kiri Ie Kun ada tolakan lain yang lunak, yang membikin
serangannya itu gagal. Hanya mesti demikian si nona toh terpental tiga tindak,
mukanya menjadi pucat. Ie Kun tidak puas. Ia menduga rintangan terhadapnya itu, datang dari si nona
majikan, maka ia berkata keras:
"Apa macam kelakuanmu ini, main sembunyi sembunyi"
Kenapa kau tidak mau perlihatkan diri?"
Dari dalam Rimba terdengar jawaban yang nyaring tetapi halus: "Kau sendiri juga
menyembunyikan diri, kau masih berani menegur orang lain! Bukankah kau menyaru
menjadi Cit Chee !"iau?"
Ie Kun terperanjat. Tidak ia sangka orang mengetahui rahasianya. Selagi ia
bengong itu mendadak ia merasa telinga kirinya ada yang sentil! Ia kaget ia
merasa nyeri. Tentu saja ia menjadi gusar.
"Inilah sentilan Ang Ang tadi yang belum kena!"
terdengar suara barusan itu. Sebelum Ie Kun tahu apa apa telinga kanannya sudah
tersentil juga. Ia gusar berbareng heran sekali. Ia tetap tidak dapat melihat si
penyerang. Keempat nona dengan baju abu abu itu, tertawa akan tetapi mereka menutupi mulut
mereka. Ang Ang, si nona yang tadi terpental turut tertawa juga. Rupanya mereka
merasa lucu melihat si anak muda bingung tidak berani bersuara keras mungkin
takut diomeli majikannya.
Dalam gusarnya Ie Kun mengacam: "Jikalau kau tidak mau perlihatkan diri hanya
membawa lagak iblismu jangan kau sesalkan aku kejam!"
Dari dalam rimba terdengar tertawa dingin. Orang seperti tidak takut pada Cit
Chee piauw. Kemudian menyusul terawa dingin itu terdengar perintah ini: "Kamu
bekuk bocah ini dan bawa kepadaku!"
Keempat nona atau budak maju dengan berbareng, Dengan berbareng juga mereka
telah lantas mencekal pedangnya masing masing.
Melihat demikian Ie Kun juga menghunus pedang Cit Chee Kiam pemberian Sim Ie,
bahkan ia bersiap menggunakan jurus yang pertama, Cit Chee Sian Sian atau
"Tujuh bintang berkeredepan,"
Didalam rimba terdengar seruan tertahan rupanya disebabkan ilmu silatnya anak
muda ini. "Oh kiranya kaulah muridanya si setan tua she Sim!" katanya. "Nah
pergilah!" Keempat nona menyimpan pedang mereka roman mereka masgul.
"Nona menyuruh kau pergi!" kata mereka. "Kau dengar tidak?"
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ie Kun, bersangsi, tetapi ia pikir, ia bukanlan lawan nona itu Maka akhirnya ia
kata : "Biarlah lain kali kita bertemu pula!" Ia lantas berlalu.
Disaat pemuda ini lenyap, dibelakang ia muncul si imam berjubah hitam, yang
muncul dari dalam rimba, yang terus menyusul padanya.
Malam sangat tenang dan sunyi, tak ada angin sesilir jua.
Di saat itu, hatinya Hui Khong Siansu sangat tidak tenteram. Didepan ia, pelita
berkelak kelik apinya. Ia merogoh ke sakunya, untuk menarik keluar sehelai surat
kulit kuning, untuk diteliti. Ia lakukan ini sudah beberapa kali. Terlihat ia
bersenyum tawa. "Diundurkan pula tiga bulan ..." katanya. "Sekarang tiga bulan lagi sudah tiba!
Kenapa masih saja tidak ada kabar beritanya?"
"Ser!" demikian satu suara yang disebabkan selembar kertas putih yang
digumpalkan melesat masuk dari jendela.
Terang keras itu ditimpukan oleh satu tangan yang pandai ilmu "Hui Hoa Tek Yap"
atau "Menerbangkan bunga, memetik daun" Dengan ilmu itu, orang bisa melukai
lawan dari tempat yang terpisah jauh.
Hui Khong terkejut, sampai parasnya berubah. Dengan sebat ia mengulur tangannya,
untuk menyambuti. Ketika ia mencekal kertas tangannya tergetar dan terasa panas,
ia lantas membaca : "Bu Beng Tongcu" ialah si Bocah Tak bernama.
"Sebentar tengah malam, aku menantikan di Cie Kee Wan! .Bu Beng Tonseu."
Sedangkan Cie Kee Wan yaitu taman bunga Keluarga Cie.
Hui Khong berpikir. Rasanya sulit untuk melayani penulid surat itu yang pandai
ilmu Hui Hoa Tek Yap. Ia pun percaya, sesudah berselang tiga atau empat bulan,
mestinya bocah itu jadi semakin lihay. Ia menjadi jago Siauw Lim !"ay, jarang
lawannya, toh ia jeri terhadap bocah ini. Itulah sebabnya kenapa ia jadi semakin
tak tenang, menjadi gelisah.
Cie Kee Wan ialah tempat di mana baru ini Ie Kun nampak kegagalan.
Selagi Hui Khong berpikir, telinganya mendengar suara sesuatu yang perlahan
sekali. Angin tidak ada! Dari mana datangnya suara itu" Ia berbangkit dan
berjalan. Ia mau memenuhi undangan tetapi ia seperti tak ada tujuan. Bu Beng
Tongcu membuat ia kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri... "
"Aku tidak sangka bahwa aku bakal menemui hari naas seperti ini," kata ia.
"Semoga Sang Buddha berbelas kasihan ... "
Ia bertindak terus, sampai ia mendengar suara tertawa dingin, datangnya seperti
dari empat penjuru. Ia lantas berpating ke kiri dan kanan. Rimba lebat dan
gelap, sunyi bagaikan mati. Tak ketahuan, dari mana datangnya suara tertawa itu.
Lama lama hati si pendeta menjadi panas, darahnya bagaikan bergolak. Akhirnya ia
kata dingin : "Jangan kau menghina keterlaluan! Masih belum ketanuao siapa bakal
mati dan akan hidup terus!" Karena ini mendadak suaranya kedukaannya. Maka ia
bertindak dengan tetap, kepercayaannya atas dirinya dengan sendiri timbul pula.
Sekarang ia tak pikirkan pula soal mati atau hidup...
Bu Beng Tongcu sementara itu sudah menantikan. Ia berada di tempat yang gelap,
mudah andaikata ia hendak membokong.
"hm, berpura kosen! "demikian ejekan datang dari tempat yang gelap.
Hui Khong mendengar akan tetapi ia tidak mengambil pusing. Cuma dengan diam diam
ia memasang mata, bersiap sedia kalau kalau ia dibokong. Tapi Bu Beng Tongcu
terus berdiam juga, tak ada gerak geriknya. Karena itu, kebun bunga itu menjadi
sunyi pula. Tiba tiba di sebelah depan Hui Khong di mana ada tanah munjul, satu
bayangan orang berkeebat. Tidak ayal lagi Hui Khong lompat menyusul. Setibanya
ia di depan tanah munjul itu, ia melihat selembar papan nisan, yang terpasang
miring bunyi huruf huruf diatas ialah Kuburan Hui Khong Si tosu dari Siauw Lim
Sie. Dari gusar si pendeta menjadi tertawa. Dengan satu sampokan, ia membikin papan
nisan itu pecah hancur! Ketika ia juga hendak menggempur tanah munjulnya, tiba tiba ia ingat suatu apa.
Kata ia dalam hati: "Bukankah ini
jebakan belaka" Selagi aku membungkar, mungkin membokong aku!" Mendadak ia
tertawa, ia lompat naik keatas tanah munjul itu.
"Bagus!" demikian seruan pujian dari Bu Beng Tongcu serangan siapa menyusul
pujiannya itu Hui Khong merasai angin menyambar, dengan lantas ia mendupak
dengan kaki kirinya, sedang kedua tangannya dipakai menyambuti serangan gelap
itu. Atas itu, kedua pihak sama sama bertolak mundur.
Dihadapan si pendeta sekarang muncul penyerangnya, yaitu Bu Beng Tongcu, yang
bersenyum tawar, rupanya dia memandang hina kepada pendeta itu. Biar pun
demikian Hui Khong bersikap tenang sekali. Ia ingat kepada nama baik Siauw
Lim !"ay. "Malam ini," kata Bu Beng Tonccu. "di samping kita membereskan hutang lama kita
kau juga mesti mengasi keluar dan menyerahkan si bocah vang baru baru ini
berdiam di dalam kuilmu!"
Hui Khong tidak menyahuti, ia hanya menyerang.
Bu Beng Tongcu berkelit sambil mendak, setelah itu, sambil mengangkat tubuh, ia
membalas menyerang. Ia mencelat tinggi. Hui Khong sudah siap sedia, ia
menyambuti dengan menangkis.
Itulah hebat. Kedua pihak telah sama sama mengerahkan tenaganya. Maka tangan
mereka beradu keras, lantas keduanya sama sama terpental mundur!
Karena ia salalu gagal Bu Beng Tongcu menjadi penasaran. Ketika ia maju pula,
untuk menyerang lagi, tinju kirinya lantai disusul dengan tinju kanannya. Hebat
serangannya ini. Hui Khong tidak suka mengalah, ia menyambuti pula. Ia melawan sama kerasnya.
Bahkan habis itu, ialah yang mendesak. Ia menggunai ilmu silat, Pek !"u Sin Kun,
"Kepala seratus tindak."
Bu Beng Tongcu sebaliknya menggunai "Hiong Hun Ciang kek, Tangan jago.!"
Setelah itu, melayani desakan, Bu Beng Tongcu mengangkat kedua tangannya didada
nya, terus tangan kirinya diputar dari luar kedalam tangan kanannya dipentang
dari atas diturunkan ke bawah, perlahan lahan.
"Cit Sat Cwi Sim Ciang!" Hui Khong berseru di dalam hatinya melihat sikap lawan.
Karena ini, lekas lekas ia mendahului dengan serangan dengan "Cian Kouw Cin
Thian Tambur perang menggemparkan langit", salah satu jurus dari Thian Kian Sam
Sie. Ilmu silat Langit Utara, yang terdiri dari tiga jurus. Ia berhasil
menangkis, toh ia merasa tubuhnya panas, hingga parasnya menjadi berobah.
Bu Beng Tongcu tidak berhasil dengan penyerangannya itu tetapi ia melihat muka
orang, ia tahu bahwa ia menang unggul, maka ia tertawa terus ia bersiap pula.
Ingin ia menyerang terlebih jauh. Atau mendadak ada apa apa yang memaksa ia
menunda. Selagi kedua pihak bersiap sedia itu ditengah tengah mereka terasakan sesuatu
yang menghadang, yang menolak mereka, hingga kedua nya menjadi menunda gerakan
mereka. Telinga mereka juga mendengar satu suara yang berpengaruh. "Hm!"
Hanya sejenak, dihadapan mereka mereka melihat tibanya satu orang yang romannya
luar biasa, sebab dia tua, tubuhnya kurus kering tingginya sembilan kaki.
Dia pula tersenyum tawar.
"Suhu" mendadak Bu Beng Tongcu berseru.
"Tak punya guna!" berseru orang itu, yang dipanggil guru.
Hui Khong segera mengenali orang itu, di dalam hatinya, ia menyebut: Cit Sat Im
Siu!" Orang itu sudah lantas menggeraki tangan kirinya, dengan itu dia paksa sipendeta
mundur tiga tindak sedangkan dua jeriji kanannya dijatrikian hingga berbunyi
secara aneh. "Habislah aku!" Hui Khong mengeluh, ia merasakan tubuhnya tiba tiba menjadi
tidak keruan rasa, hingga ia menjadi kaget sekali.
Justeru itu terlihat seorang berlompat ke antara mereka arang mana terus
menyerang Cit Sat Im Siu.
Orang itu yalah Ie Kun. Ia pulang ke Gie hin dimana ia tak berhasil mencari
gurunya, terus ia pergi ke Cie Kee Wan hingga ia menyaksikan Hui Khong lagi
kertempur dan terdesak, dengan lantas ia menolongi. Ia menggunai jurus kedua
dari Thian Touw Sam Sie, yaitu Cio !"o Thian Keng" Batu pecah, langit kaget.
Cit Sat Im Siu tidak sempat lagi menyerang Hui Khong, ia berbalik menghadapi
perintangnya ini. Ia membaals menyerang dengan pukulan "Thian Ie Tauw Heng."
Lolos dari hukuman akherat." Ia lihay sekali, ia membuat Ie Kun terpental jauh.
Melihat Ie Kun, timbul kebenciannya Bu Beng Tongcu.
Ia ingat halnya ia pernah di perhina. Sambil berseru, ia lompat kepada si anak
muda, untuk menyerang. Ie Kun lekas lekas menahan diri sambil menangkis, ia menyerang. Dengan tangan
kanan, dengan pukulan "Siauw
Tin Chee" "Bintang Kecil," ia menepuk kedada lawan.
Maka bertarunglah mereka berdua. Nampaknya mereka bagaikan lagi bermain main,
akan tetapi setiap pukulan mereka selalu membahayakan pihak lawan.
Cit Sat Im Siu menonton. Ia heran melihat ilmu silatnya sianak muda, yang ia
tidak kenal, karena ia belum pernah melihatnya. Ia mengerutkan alis.
Buat sejenak, Hui Khong berdiam saja. Ia mesti merawat diri karena gempuran Cit
Sat Im Siu barusan. Sambil beristirahat itu, ia mengawasi orang bertempur. Ia
bingung mendapatkan Ie Kun dirangsak lawannya. Dengan menahan nyerinya, ia
berseru: "Lekas pergi. Gurumu sudah pulang ke Ciong Lam San!"
Ie Kun memang berniat berlalu, hanya ia belum mendapatkan kesempatan, sudah Bu
Beng Tongcu mendesak, gurunya musuh pun memasang mata
terhadapnya. Cit Sat Im Siu mendongkol kepada Hui khong, yang menyuruh sianak muda berlalu,
dia tidak cuma mendelik, dia bahkan terus menolak dengan tangan kanannya.
Tidak dapat Hui khong mempertahanka diri, dua kali ia roboh terjungkal, yang
kedua kalinya, ia muntah darah.
Selagi berkelahi Ie Kun melihat sahabat gurunya dalam bahaya itu, ia menjadi
gusar mendongkol dan bingung.
Inilah berbahaya untuknya, Bu Beng Tongcu dapat kesempatan menghajarnya, hingga
iapun kena dibikin terpental, hingga bajunya terbuka, tanpa disengaja, didadanya
tampak Cay Hoan Giok Tiap.
Matanya Bu Beng Tongcu sangat tajam.
"Cay Hoan Giok Tiap!" ia berseru seraya tangannya menunjuk.
Cit Sat Im Siu tertawa tawar.
"Tidak disangka barang itu berada pada bocah ini!"
katanya suaranya seram. Terus ia serukan muridanya:
"Gunai Ceng San Pek Sui!"
Murid itu menurut, segera ia menyerang dengan tipu silat yang ditunjuki itu,
yaitu pukulan Gunung hijau, air biru. Ia mengarah dada lawan.
Sia sia Ie Kun menangkis atau berkelit, dadanya kena disambar, hingga lepas
ikatanya Giok Tiap, yang terus jatuh, sedangkan Cit Sat Im Siu dengan
kegesitannya yang luar biasa, lompat menyambar setelah benda itu jatuh
mengenakan tanah! Bukan main kagetnya Ie Kun. Berbareng iapun sakit hatinya mesti kehilangan
warisan orang tuanya. Maka ia menjadi lupa segala apa, dengan nekad ia menyerang
dengan ke dua tangannya. Berbareng itu waktu, dari empat penjuru muncul tujuh atau delapan orang lain.
Rupa nya mereka itu sudah menanti semenjak tadi karena munculnya mereka tepat
sekali Mereka mengasi dengar tertawa seram, sedang satu diantaranya berseru:
"Cay Hoan Giok Tiap menjadi milik kami! Siapa ingin menelan itu, contohnya jalan
Tiat Kiam Sie seng dahulu hari itu!"
Itulah suaranya !"ui Thian Bin, Ketua Tiat Ciang !"ang, partai Tangan besi.
Cit Sat Im Siu menoleh, ia heran akan mengenali salah satu orang dari rombongan
nya itu, ialah Tian Sie Tojin yang menjadi keponakan muridanya. Ia lantas
tertawa dingin dan berkata: "Kiranya It Koay, Ji Loo dan Sam Siu telah datang
semuanya." "Kami telah melakukan penyelidikan selama dua atau tiga bulan, kami mendapat
kenyataan bocah ini ialah turunannya Tian Kiam Sie seng!" kata !"ui Thian Bin.
"Itulah sebabnya kenapa malam ini ramai ramai kami datang ke mari! Kita mau cari
si bocah siapa tahu kau telah mendahului!"
Cit Sat Im Siu gusar, tetapi ia tertawa dingin.
Suara tertawa mengejek terdengar di sekeliling mereka.
Maka suasana menjadi panas sekali!
8. Dikurung! Ie Kun, yang kena dibikin terpental, berada di tempat yang gelap. Diam diam ia
mengawasi semua orang itu, untuk meng ngat ingat roman mereka. Ia memikir buat
nanti melakukan pembalasan.
Di pihak lain orang orang dari kedua rombongan itu berpikir masing
masing. !"ihak yang satu hendak mempertahankan, pihak yang lain ingin merampas!
Sebelum kedua pihak turun tangan, sekonyong konyong diantara mereka terlihat
berkelebatnya satu gumpalan putih, yang terus buyar seperti asap, yang bergulung
gulung hingga di depan mereka, mereka tak dapat melihat jeriji tangan sendiri.
Menyusul itu terdengarlah suara tertawa ringan dari seorang wanita, terdengarnya
dari dekat terus menjadi jauh, untuk akhirnya lenyap.
Semua pihak melengak. Tatkala asap buyar dan Thian Bin beramai sadar, mereka
tidak melihat Cit Sat Im Siu.
"Kejar!" dia berseru.
Lantas rombongan itu bergerak.
"Tahan!" teria Ie Kun. Tapi orang tidak menghiraukan teriakannya itu, semua lari
terus. Ia jadi mendelong.
Hui Khong melihat si anak mrda menjublek, ia menahan nyerinya, ia berseru :
"Lekas kau susul mereka! Tak usah Kau pedulikan aku !"
Tapi si anak muda tidak tega meninggalkan si pendeta.
Ia ingat halnya Liong Heng Ciu dahulu hari sangat menderita karena hajaran
pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang.
Melihat keragu raguan si anak muda Hui Khong gusar.
Ia berkata nyaring : "Karena Cay Hoan Giok Tiap, entah di belakang hari kita
menjadi musuh atau kawan, tapi sekarang buat apa kau berati aku" Lekas pergi!"
Ie Kun bingung sekali, akan tetapi ia dapat mengambil keputusan. Dengan lantas
ia pergi menyusul, ia lari dengan ilmu Cit Chee Tun. Hanya ketika matahari
muncul di utara, sampai di sebuah rimba di tanah pegunungan, ia kehilangan
rombongan di sebelah depan itu. Ia menjadi sangat menyesal untuk kesangsiannya
tadi. Berulang ulang ia menghela napas. Dengan lesu, ia memandang ke atas
gunung. Tiba tiba matanya melihat samar samar tiga orang di atas itu. Mendadak
saja, timbul pula harapannya, tidak tahu pasti, siapa mereka itu. Ia toh lantas
lari mendaki. Di atas gunung itu terlihat empat orang wanita dengan dandanan sebagai dayang.
"Hai, kembali kamu !" seru ia, heran. Tak mengarti ia kenapa mereka itu berada
di atas gunung ini. Baru ia berseru, atau tiba tiba ia mendapat pikiran : "Siapa
lagi perampas tadi jikalau bukannya mereka ini?" Maka dengan sendirinya, hatinya
menjadi puas. "Hai, orang hutan, kau pun datang ke mari ?" tegur salah seorang nona. "Kalau
nona kami datang, kau nanti melihat sesuatu yang bagus !"
Kata kata itu menguatkan dugaan Ie Kun bahwa si perampas ialah si nona.
"Siapa nona kamu ?" ia tanya. "Maukah kau membilang aku?"
"pria bau !" bentak nona yang dipanggil Ang Ang. "Tak tahu malu !"
Ie Kun tahu memang tidak layaknya ia menanyakan namanya seorang nona yang tidak
dikenal, akan tetapi dalam keadaan seperti ini tidak dapat ia memperhatikan itu.
Terkaannyapun jadi semakin keras. Maka ia mengawasi nona itu, matanya bersinar
gusar. "Bagus kita bertemu pula disini!" katanya keras. "Baiklah disini kita
bereskan perhitungan kita!" Dia menunjuki sikap sangat memandang enteng.
Sekonyong konyong ada suara tertawa dingin disampingnya. Ia terkejut, lantas ia
berpaling. Ia mendapat kenyataan, suara itu datangnya dari seorang imam berjubah
hitam, yang mukanya ditutup dengan topeng ke emas emasan.
Kembali Ie Kun terkejut. Itulah Bu Eng Jin.
Habis berkata itu, Bu Eng Jin terus memandang keempat nona. Dia tertawa tawar :
"Oh, aku tidak tahu bahwa kau tuan muda, ada punya janji pertemuan di sini !
Maaf maaf !" Alisnya keempat nona nona terbangun.
Mereka tidak senang mendengar kata kata yang bernada ejekan itu. Sebelum mereka
bertindak, tiba tiba terdengar suara perlahan seperti daun rontok disisinya,
sedangkan Bu Eng Jin dan Ie Kun sudah lantas lompat berputar.
Beberapa tombak jauhnya dari mereka terlihat seorang nona dengan dandanan dayang
warna terang, paras nya segar sekali, dengan perlahan, dia bertindak menghampir
kan. Dia tak terlihat tegas mukanya sebab dia mengenakan cara sutra yang tipis.
Tempo dia sudah datang, dia memandang Bu Eng Jin secara tak melihat mata, dia
mengasi dengar suara: "Hm!" Kemudian dia mengawaki Ie Kun, untuk menyapa: "Mau
apa kau datang ke mari?"
Ie Kun berdiam. Ia seperti tak tahu harus membilang apa.
Tidak demikian dengan Bu Eng Jin.
"Adakah kau yang orang sebut sebagai Pek Giok Kongcu Siang Wan Sian?" dia tanya.
"Kongcu" berarti tuan puleri dan "Pek Giok ialah
"kemala hijau."
Nona itu tidak menjawab, ia cuma menatap bengis kepada orang yang menegur itu.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi dua orang dayang menjadi gusar sekali. Mereka lantas maju mengurung sambil
membentak, "Kau siapa" bagaimana kau berani menyebut nama tuan putri kami?"
Si nona tertawa dingin. Kata dia: "Belum ada derajatku untuk disebut tuan
putri." Tapi sembari berkata sembari dia maju. tangannya diluncurkan ke muka si
Manusia Tanpa Bayangan! Bu Eng Jin sangat gesit, tetapi hampir ia tak bebas dari tangan si nona yang
putih dan halus bagi batu pualam yang hampir mengenakan telinganya. Ia lantas
tertawa dingin dan kata: "Habis kau pantas dipanggil apa?"
Keempat dayang membentak, semuanya maju
mengurung, pedang mereka tinggal ditikamkan atau dibacokan saja, kepada pria
itu. Sebelum mereka turun
tangan, dibelakang mereka, mereka mendengar suara tertawa mengejek lalu tahu
tahu muka mereka pada tergaplok hingga disitu berpeta tampak jeriji tangan!
Mereka itu kaget sekali, air mata mereka lantas mengembeng.
"Kamu semua mundur!" bentak si nona yang oleh Bu Eng Jin dipanggil tuan puteri.
Dengan segera keempat dayang mengundurkan diri.
Si nona mengawasi Bu Eng Jin, ia tertawa pula, sikapnya tawar.
"Nampaknya kau bukan orng ternama!" kata ia, angkuh
"Aku adalah Ouw Eng Soat, ingin menerima pengajaran beberapa jurus dari kau
tuan!" Mendengar perkataan si nona itu, Bu Eng Jin tertawa lebar. "Orang bilang Pek
Giok Kongcu mempunyai empat nona cantik, yang dipanggil Su Bie jin dan bawahan
Su Bie jin ada lagi empat budaknya!" katanya, "kiranya kaulah salah satu dan Su
Bie jin. Pantas dia kalau bocah she Ie ini tak mau sudah menyusul padamu!"
Ouv Eng Soat menjadi amat murka. Coba ia tak mengenakan cara tentulah paras nya
merah sekali. Juga Ie Kun menjadi mendongkol, hingga ia membentak dan tangannya mau digeraki.
"Bu Eng Jin, jangan sangat menghina orang !" tegurnya.
Bu Eng Jin tertawa. "Aku tidak takuti kepandaian Tujuh Bintangmu," kata ia tawar, "Aku kuatir kamu..."
Tidak menanti orang mengucapkan habis pertanyaannya itu Ouw Eng Soat sudah
mencelat kepada Bu Eng Jin seraya tangannya diluncurkan. Ia mencelat pesat,
iapun menyerang cepat. Ia
menggunai tipu silat "Leong Song Cua Yan," atau
"Mengantar asap musim semi".
Bu Eng Jin mendapat lihat serangan itu, ia berkelit tanpa menangkis dan tanpa
membalas, hanya selagi kelit itu, ia melompat kepada Ie Kun yang ia terus
terang! Ia tidak memandang mata kepada si anak muda semenjak pertemuannya yang
pertama kali, ia tidak tahu bahwa pemuda itu telah maju pesat. Justeru
serangannya tiba, justeru Ie Kua menyambut dengan dua tangannya, untuk menangkis
sambil meneruskan menyerang ke dada. Syukur ia lihay, lekas lekas ia membela
diri dengan membuat main napasnya. Maka ia cuma merasa dadanya tertindih keras.
"Kau mundur!" beatak Ouw Eng Soat pada Ie Kun, berbareng dengan mana dia
menghunus pedangnya. Pedang Gie Tiang Kiam sedangkan kepada Bu Eng Jin, dia
menyaran: "Apakah kau masih tidak mengeluarkan senjata
?" "Selama aku mengembara tidak pernah aku sembarang menggunai senjata!" kata Bu
Eng Jin, temberang. Eng Soat tidak berkata pula. Lantas ia menyerang dengan tipu silat "Die Tian Hoi
Jit" "Menunjuk langit, menggaris matahari,"
Bu Eng Jin berkelihat kesamping sebelah kakinya dimajukan, dengan begitu, bisa
ia membalas menyerang dengan jeriji tengahnya menotok jalan darah cit kim jalan
darah kematian. Eng Soat bisa membebaskan diri, tetapi ia mesti mundur tiga tindak, ia menjadi
gusar sekali, hingga ia mengertak giginya, di dalam murkanya itu, dia menyerang,
membabat jeriji tangan lawan. Kali ini ia menggunai tipu silat, "Wan Kiap Hong
Ie" atau "Langit mengempit angin dan hujan."
Bu Eng Jin berkelit sambil mendesak. Lalu ia membalas pula. Dengan "Siauw Liong
Ciu" "Merantai naga," ia mencoba menangkap tangan sinona.
Tak sukar nona itu membebaskan tangan nya, sesudah mana, ia kembali menyerang,
sekarang secara bertubi tubi.
Ia mendesak untuk membikin lawan tidak sempat membalas menyerang padanya.
Bu Eng Jin menegasi lihat kegesitan nya lalu berlompat segala jurusan, untuk
menghindari diri dari tikaman atau tabasan pedang Gie Tiang kiam, yang bergerak
gerak cepat seperti rantai berkilauan.
Tengah pertempuran itu berjalan seru. mendadak terdengar suara tertawa seram di
dalam rimba, dari mana terus berlompat ke luar satu orang, melihat siapa, hawa
amarahnya Ie Kun menjadi meluap, tidak bersangsi sedetik, juga ia berseru dan
lompat menerjang! Oang itu bukan lain dari pada Kim Kiam Kok Yo Thin Siauw. Dia melihat serangan,
dia mengibas membikin penyerang nya mundur tiga tindak. Hanya ketika dia melihat
tegas pada Bu Eng Jin, dia kaget sekali, dengan menjejak dengan kedua kali nya,
dia lompat untuk pergi menghilang!
Bu Eng Jin juga mendapat lihat orang she Yo itu sembari membentak. "Kau hendak
lari kemana?" dia lompat mengejar.
Ouw Eng Soat menjadi melongoh ditinggalkan lawan itu. Kemudian dia menoleh
kepada Ie Kun yang masih berdiri diam saja, "Kau datang kemari, mau apakah kau?"
tanyanya. "Kembali Giok Tiap kepunyaanku!" sabut si anak muda, singkat.
Parasnya si nona berobah.
"Apa Giok Tiap?"tanyanya dingin. "Bukankah kau sendiri yang tidak mampu
melindunginya" Lihat apa kau membuka mulut besar?"
Ie Kun tidak peduli diejek.
"Aku yang rendah ingin mercoba ke pandaian nona !"
sahutnya jumawa. Nona itu menatap, matanya memain.
"Kau tidak tahu hati orang... " katanya, sedang sejenak, nada suaranya sedih.
"Beranikah kau mengikut aku menemui nona kami?" Ia tidak menanti jawaban, dengan
satu ulapan tangan, ia menyuruh keempat budak berjalan di depan.
Ie Kun tidak melihat lain jalan. Ia turut nona nona itu. Ia menyangka si tuan
puteri tinggal digunung yang indah, tidak tahunya, ia diajak jalan di jalan yang
buruk dan sukar. Mereka pun berjalan lamanya satu hari satu malam, baru mereka sampai di daerah
pegunungan Ciong Lam San.
Untuk Ie kun, gunung itu mendatangkan perasaan yang hangat.
Di situ mereka masih berjalan terus sampai mereka mendekati Toan Hun Kok.
Bukankah ini jalan buat kelembah Toan Hun Kok?"
tanya sianak muda, heran.
Ouw Eng Soat mengawasi, sinar matanya menunjuki dia merasa aneh, dia tidak
menjawab. Mereka berjalan terus di jalan jalan yang banyak tikungan nya. Jalan jalan yang
dikenal baik, Ie Kun walaupun sukar, tidak ia hiraukan, ia juga berjalan tanpa
tanya tanya lagi. Cuma di dalam hatinya ia kata
"Mungkinlah mereka ini juga penduduk Toan Hun kok?" Ia bungkam sebab tadi orang
tidak menghiraukannya. Di dalam lembah Nyawa Putus ini, rombongan ini berjalan selama satu hari satu
malam. Itulah disebabkan sulitnya jalanan yang umum. Angin senantiasa bertiup
keras sekali siapa tidak biasa tinggal disitu, tak mungkin dia dapat bertahan.
Mendekati magrib, mereka sampai di depan gua itu ada selembar batu marmer dimana
ada diukir empat huruf besar. bunyinya: "Pek Giok Tong Hu." artinya
"Istana Kumala Hijau." Ukiran huruf huruf itu bagus dan keren, Ie Kun heran.
Pikirnya: "Kenapa belum pernah aku mendengar guru menyebut lembah ini?"
Pemuda ini tidak tahu, lantaran Pek Giok Kong cu rada sesat, orang orang kang
Ouw pada menjauhkan diri.
Sekalipun mereka yang suka menjadi sahabatnya, paling lama mereka dapat bertahan
satu sampai dua tahun. Orang menghormatinya tetapi berbareng orang pun
menjauhkan diri dari dianya. Ini pula sebabnya kenapa Kouw Siu Taysu tidak mau
memberitahukan muridanya tentang nona tetangganya itu.
Baru sekarang Ouw Eng Soat suka bicara pada si anak muda yang lagi berdiri
mengawasi papan merek atau gua itu. Dia tanya: "Kau berani turut masuk atau
tidak" Jikalau kau tidak berani akan aku suruh orang mengantarkanmu!
Kalau tidak kau bakal menyesal tetapi sesudah kasip!"
"Aku masuk untuk meminta pulang Giok Tiap, kenapa aku berani! Sahut Ie Kun.
Dengan air mata mau mengembeng, Ouw Eng Soat mengawasi si anak muda. Nampak dia
terharu dan merasa bersimpati sekali.
Melihat sikap si nona Ie Kun pun terharu. Tapi ia berkata: "Hatiku sudah tetap
tak dapat diubah pula!"
"Tolol!" kata Eng Soat di dalam hati. Ia tidak sangka pemuda tampan ini tidak
kenal asmara ia membanting kaki, ia bertindak masuk kedalam gua.
Ie Kun mengikuti, ia melihat gua gelap. Tidak ada api di situ. Cuma dibeberapa
tempat nampak sinar merah belasan biji adanya disana sini. Sinar itu ada yang
lemah ada yang sedikit terang. Entah itu mutiara apa.
Baru belakangan Ie Kun mengerti itulah petunjuk jalan.
Tiba di ujung gua, di situ, ada sebuah tikungan yang patah. Di situ barulah
tertampak sinar terang. Segera ternyata, gua ini luar biasa. Terlihat belasan
nona nona lagi berbicara atau tertawa di pekarangan yang berumput hijau.
Mereka itu tidak menghiraukan meski ada pria asing yang datang cuma satu atau
dua yang paling sebentar, tak lebih tak kurang.
"Eng Soat apakah kau datang bersama
tetamu?"demikian satu pertanyaan yang halus dan terang, yang datangnya dari gua
sebelah dalam. Suara itu pula bernada memerintah.
"Entah tuan puteri ini orang macam apa" kata Ie Kun, didalam hati. Ia heran.
"Sementara apa yang kongcu katakan, paling baik kau terima semuanya," memesan
Eng Soat pada sianak muda.
"Atau kongcu bakal menjadi susar, kau terima berarti tidak akan terjadi sesuatu,
kalau kau lihat kongcu tertawa, kau harus berhati hati!"
Habis berkata, bie jin ini membuka pintu merah didepannya, sembari ia berkata :
"Bocah tolol, kau masuklah!"
Ie Kun masuk tanpa membilang apa apa. Selekasnya ia berada didalam, ia melihat
sesuatu yang luar biasa. Tanpa
pelita lampu, gua itu terangl uar biasa. Itulah sebabnya d empat penjuranya
penuh dengan pelbagai macm batu permata. Dipojokan ada sebuah meja pemujaan
dengan yang dipuja entah pousat apa. Didepan meja suci itu, duduk ditanah, ada
seorang nona yang mukanya tertutup dengan cara. Cuma matanya nona itu, yang
bersinar tajam, mengawasi kearah sianak muda.
"Katanya kau datang untuk meminta Giok Tiap, bukan?" nona itu menanya.
Ie Kun melengak. Itulah pertanyan yang ia tidak sangka.
Begitu ia sadar, ia lantas manggut.
"Benar" sahutnya.
"Hm!" terdengar suara di hidung sinona. "Tepatkah kau?"
Habis berkata, mendadak nona itu berlompat bangun, untuk terus pergi kebelakang
Ie Kun dimana menghilang dalam sekejap.
Ie kun mengawasi tajam tetapi tak nampak sesuatu, maka tak tahu ia, tempat
pemujaan itu mempunyai keanehan apa. Ia juga heran, baru bicara sebegitu, ia
sudah lantas di tinggal sendirian didalam ruang itu. Dengan terpaksa ia berdiri
diam, untuk menantikan. Dan ia telah menanti sampai satu jam, sinona tidak juga
muncul dan nona yang lainnya tidak ada yang datang. Sebaliknya dari atas turun
kebawah, dari luar juga disekitarnya, tampak pita pita mirip sabuk yang seperti
mengurungnya! Untuk ia disediakan tempat cuma empat atau lima kaki lebarnya!
Berbareng dengan itu, entah dari mana datangnya, sekarang datang hembusan
hembusan angin yang dingin sekali yang membuat pelbagai pita itu bergerak gerak
hingga terdengar bersuara.
Didalam herannya, Ie Kun memikir buat keluar dari kurungan luar biasa itu. Ia
baru mencoba, yaitu baru satu kakinya bertindak, atau mendadak gua itu menjadi
gelap petang, semua mutiara bagakan padam sendirinya.
Tentu saja, karena itu, tak terlihat apa juga disitu, Setelah memikir lama juga,
Ie Kun menduga kepada tin touw, yaitu barisan rahasia Kie Bun Pat Kwa Tin.
Baru setelah itu, didalam kegelapan itu, terdengar suara orang. "Jikalau kau
mengerti barisanku ini dan kau dapat keluar dari dalam nya sampai dimulut gua,
baru kita bicara urusan Giok Tiap!"
Itulah suaranya Pek Giok kongcu, situan puteri gua.
Ie Kun berdiam. Tadi diwaktu ia baru di kurung, selama ia heran memikirkan atau
menerka nerka, dapat ia melihat keletakan ruang itu, tahu ia penjurunya,
sekarang di dalam gelap, sesudah ia berkisar, ia tidak dapat melihat apa juga.
Bagaimana ia bisa lolos" Terus ia tidak memberikan jawaban, ia hanya mencoba
untuk menerobos. Kembali ia gagal.
Mendadak dari luar gua terdengar suara ceng, yaitu semacam alat tetabuan kuno
mirip harpsikhord yang terdiri dari dua belas atau tiga belas tali, terdengarnya
sampai beberapa kali, bagaikan memecah kesunyian gunung itu.
Terang dan halus suara itu masuk ke telinga si anak muda.
Hanya di dalam gua, suara itu datang seperti dari delapan penjuru, hingga sukar
untuk menentukan arahnya.
Ie Kun menjadi ketarik hati. Ia memang gemar tetabuan.
Hanya, ketika ia mendengari terlebih jauh, tiba tiba perasaannya terpengaruhkan
sangat. Ia merasa seperti darahnya jalan berbalik. Suara pun berobah menjadi
keras dan seruh, bagaikan suara peperangan besar lagi
berlangsung. Diantara itu, toh ada satu suara, yang berbeda.
Ie Kun masih dapat mendengar suara ini. Disaat terancam akan sukar bernapas,
tiba tiba telinga nya mendengar suara halus ini. "Siang kong, kenapa kau tidak
mau lekas semedhi seperti ajaran gurumu?"
Ie Kun kaget, ia heran. Ia mengenal suaranya Ouw Eng Soat. Ia sadar dengan
lantas. Dengan lantas juga ia duduk numprak untuk memusatkkan perhatiannya, guna
menyalurkan darahnya yang bertentangan itu. Ternyata ia tidak dpat menolong
dirinya. Darahnya itu mendesak bertentangan. Di dalam keadaan seperti itu, ia
ingat ajaran gurunya bagaimana harus menyalurkan jalan darah yang bertentangan.
Lekas lekas ia mencoba pula. Ia memusatkan darahnya di yat kiauw, jalan daran
terbesar lalu ia memecah ke dua tangan dan kedua kakinya.
Goa tetap gelap, suara ceng terus berbunyi nyaringnya bertambah. Angin juga
menderu deru dahsyat. Hawa yang dingin seperti meresap masuk kedalam tubuh si
anak muda. Ie Kun terus memusatkan hati. Sekarang ia bersemedhi menurut ilmu semedhi Kim
Kong Cu sian dari agama Buddha, tidak menghiraukan suara tetabuan yang luar
biasa dan hebat ini, ia pejamkan matanya. Ia idak memikirkan apa apa lagi. Kali
ini ia berhasil. Lewat sekian lama ia merasa hati yang tenang.
Lewat kira kira tiga atau empat jam, sesudah tidak mendengar apa apa, baru Ie
Kun berani membuka matanya.
Untuk herannya terutama buat lega hatinya, suara tetabuan lenyap benar benar,
kegelapan pun sirna gua terang seperti tadinya. Dengan angin hebat sirap, pita
pun tidak bergoyang goyang lagi.
Dengan mementang matanya pemuda ini mengawasi kelilingan. Sekarang ia dapat
memperhaikan tin touw yang mengurungnya.
Ketenangan tidak berlangsung lama. Segera Ie Kun mendengar suara berisik di
sebelah luar gua, seperti orang lagi ramai bertarung. Rupa rupanya keempat
pelayannya Pek Giok Kongcu turut terlibat. Suara mereka itu dapat dikenali.
Siapa itu yan datang ke Toan Hun Kok" Bagaimana caranya dia dapat masuk" Apakah
maksud kedatangannya"
Semua itu pertanyaan yang memusingkan Ie Kun.
Memangnya ia telah di pusingkan kesulitan sendiri. Tidak pernah ia menyangka
bahwa orang datang untuk menolongi pada nya...
"Kim kiam!" tiba tiba menjerit salah seorang bie jia suaranya nyaring, Dia
mendapat dengar anginnya senjata rahasia yang dipakai menyerangnya waktu dia
lihat itulah Kim kiam pedang emas. Maka dia menjad terkejut.
Di dalam gelap tak tampak orang yang melakukan penyerangan gelap itu.
Karena nona ini berseru tiga kawannya lantas menghentikan gerakannya. Berempat
mereka berdiri berbaris berdiam dengan pedang masing masing ditangan dan mata di
pasang. Orang yang menyerang itu yang cuma terdengar suara tertawanya yang dingin,
berkata : "Kiranya kamu mengenali senjata yang menjadi pertanda dari aku yang
membuat aku memperoleh nama besarku !"
Baru orang itu berkata atau diantara mereka tampak berlompat turunnya satu tubuh
orang yang mengenakan seragam keraton putih seperti salju dia ini lantas
menghadapi pemilik pedang emas untuk menanya: "Kau Kim Kiam Kek atau Bu Eng
Jin?" Orang itu tidak menjawab, dia hanya menanya suaranya lebih keras dan dingin,
"Adakah kau si wanita bangsat yang menyebut dirinya Pek Giok Kongcu ?" Meski ia
menanya, ia tapi lompat mundur tiga tombak. Terdengar pula ejeknya: "Hm! Hm!"
"Eng In! Eng Hong! Cobalah dia!" demikian perintah si nona yang mengenakan
seragam keraton itu. Ketika itu pula muncul tujuh atau delapan budak pengiring dengan masing masing
membawa obor besar yang telah disulutkan api, jumlahnya belasan biji, hingga
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat yang gelap diluar gua itu menjadi terang, hingga tampak batu batu yang
beserakan dan berselengkatan, yang bertumpuk tumpuk. Dengan adanya cahaya terang
itu, terlihat juga pihak penyerbu itu seorang imam denga jubah hitam dan muka
ditutupi dengan topeng kuning emas.
Eng In bersama seorang nona lain lantas maju menghadapi si imam. Nona itu
teranglah Eng Hong adanya.
Eng In telah menyingkirkan cadar yang mengalingi mukanya hingga nampak selain
cantik sekali, ia berkulit putih dan halus sedang sikapnya keren berpengaruh.
Kapan si imam memandang Eng Soat hatinya goncang.
"Eng In kau gunai Sie Seng Liok Liong menyerang tiga jalan darah di dadanya!"
Pek Giok Kongcu memberi petunjuknya.
Eng In menurut lantas ia putar pedangnya terus ia maju untuk menikam.
Ia mengarah tiga jalan darah kie bun hian kie dan ciang bun. Ia mentaati
petunjuk ia menggunakan tipu silat Sie Seng Liok Liong , menunggang enam ekor
naga." Hek Pouw Toojin tertawa mengejek. Ia tidak menghunus pedangnya untuk menangkis.
Ketika ia diserang, mendadak saja tubuhnya mencelat, maka semua serangan yang
saling susul dengan cepat itu jatuh ditempat kosong.
Pek Giok Kongcu mengasi dengar ejekan "Hm!" Cadar dimukanya bergoyang. Itulah
tanda bahwa ia mendongkol sekali.
"Eng Ang, gunakan Heng Thian Sam Kay!" ia
memerintah pula. "Totok jalan darahnya kiok cie dan cit kim!" ia memberi
perintah dengan suara dingin.
Nona yang dipanggil Eng Ang itu bersenjatakan bun ciang pit, semacam genggaman
mirip alat tulis, ia lantas menyerang seperti diperintah. "Heng Thian Sam Kay"
itu ialah pukulan "Tiga undak tangga langit"
Serangan itu mendatangkan hembusan angin yang keras.
Si imam jubah hitam terkejut juga. Kata ia dalam hatinya :
"Eng Ang ini terlebih lihay dari pada Eng Soat." Dengan kesebatannya ia
berkelit, menyelamatkan kedua jalan darahnya yang diarah itu, cit kim dan kiok
cie. Dengan dua jurusnya itu, Pek Giok Kong cu masih belum mengenali ilmu silat si
imam. Tiba tiba sambil tertawa dingin, tubuhnya lompat kepada imam itu.
Kelihatannya ia hendak turun tangan sendiri.
Melihat si tuan puteri maju, Eng Soat yang berdiri diam disamping, berkata:
"Segala Bu Eng Jin, buat apa kongcu yang maju sendiri!"
Sengaja Eng Soat menyebut nama Bu Eng Jin, sebab mendongkol terhadap imam
berjubah hitam itu. Ia pun ingin mencoba kepandaiannya.
Bu Eng Jin sebaliknya tertawa menyeramkan.
Pek Giok Kongcu tertawa tawar, "Bu Eng Jin!"
tegurnya, "adakah kau lancang memasuki Toan Hun Kok untuk mengincar Giok Tiap?"
Bu Eng Tin tertawa tawar juga.
"Hm! Giok Tiap itu kau dapatkan belum ada satu jam, sekarang sudah lenyap pula!
Apakah kau kira mataku lamur" Hm!" demikian dia menghina.
Tubuh si tuan puteri menggigil. Didepan orang orangnya, si imam telah membuka
rahasianya. "Bagaimana kau ketahui itu?" tanyanya ia toh heran.
Bu Eng Jin tertawa puas. "Di kolong langit ini, tidak ada apa juga yang dapat lolos dari matanya Bu Eng
Jin!" katanya, temberang. "Ketika Bu Beng Tongcu menggunakan pukulan Thian Kong
Cie menyerang memutuskan tali ikatannya Giok Tiap kau menggunakan asap Bit Cong
Yan bwee yang kau bisa gunakan secara rendah itu untuk berlompat merampasnya!
Kau berhasil karena ketika itu Cit Sat Im Siu si siluman tua sedang alpa, tak
pernah ia menyangka nyangkanya! Hanya ketika itu, di sana di belakangmu, ada
seekor burung gereja lainnya yang telah menanti dan berjaja jaga.... Hahahaha!"
"Siapakah kau?" bentak Pek Giok Kongcu, yang terus mengulapkan tangannya
memerintahkan keempat Bie jin serta semua enam belas budaknya maju untuk
mengatur diri dalam barisan rahasianya.
"Thian Kong Tin touw!" berseru Bu Eng Jin apabila ia telah mengawasi selesainya
orang mengatur diri. Berbareng dengan suaranya itu, ia mengeluarkan sebatang kim
kiam, pedang emas panjang tiga kaki.
Pek Giok Kongcu tertawa dingin mendengar orang menyebut nama barisan rahasianya
itu, terus ia mengulapkan lagi tangannya, untuk menggunakan tenaga tangan Hian
Hian Ciang lek dari kitab HIAN HIAN CIN
KENG Itulah tenaga yang nampak lunak tetapi sebenarnya sangat keras, maka melihat
ini, Bu Eng Jin melompat menyingkirkan diri. Tapi ia tidak cuma menyingkir,
ingin ia mencoba tenaga lawan, dari samping ia menyambuti dengan tangan kirinya.
Ia menggunakan tenaga dua belas bagian.
Bentrokan sudah lantas terjadi. Akibat nya itu membuat si imam menjadi kaget
sekali. (BERSAMBUNG JILID KE 6) JILID KE: 6 Tiba tiba ia matanya kabur, tenaganya bagaikan buyar.
Baru sekarang ia menginsyafi lihaynya si tuan puteri dari Toan Hun Kok.
Tenaganya yang dua belas bagian itu seperti juga capung yang membentur tiang.
Karena ia masih sadar, ia lantas mengumpul pula tenaganya untuk bersiap membela
diri. Pek Giok Kongcu merasakan bahwa ia menang tenaga, ia jadi mendapat hati. Tanpa
ayal lagi, ia maju pula. Mulanya ia mengancam dengan pukulan "Geng Bun Tiat
So" lalu ia merobah itu menjadi "Cit Chee Ciu" yaitu pukulan "Bintang tujuh." Ia
menyerang kepada lengan musuh, mulanya menabas, lalu menotok!
Bu Eng Jin menarik pulang lengannya.
Lantas bersilat dengan ilmu silat "In Heng Su Hong."
Mega melayang kedelapan penjuru.
Melihat demikian, si nona terkejut. Ia pun lantas membatalkan niat serangannya
itu. Sampai disitu maka Su Biejin. Keempat nona cantik, nona nona pelayan itu, segera
maju menyerang. Eng Soat sebal terhadap lawan, ia menyerang dengan sengit,
hingga ia melupakan garisnya sendiri.
Bu Eng Jin melihat ia mau dikepung, ia mendahului mencelat, buat lolos dari
kurungan. Justeru itu, tibalah serangannya Nona Ouw. Ujung pedang meluncur ke
topengnya! "Hm!" ia berseru tawar sambil menangis.
Kedua pedang beradu keras. Eng Soat mental dengan segera, sampai empat tindak,
hampir ia tak dapat pertahankan dirinya.
Bu Eng Jin mendapat hati, dia merangsak, pedangnya turun dari atas.
"Awas!" demikian satu bentakan dari belakang.
Batal Bu Eng Jin menyerang Eng Soat, ia memutar tubuh dan menangkis. Ia
terlambat sedikit. Ujung bajunya tersontak robek bun ciang pit.
"Eng Peng! Eag In! Gunakan senjata panjang !" Pek Giok Kongcu memberi perintah
sambil ia sendari lantas mengambil kedudukan ditengah.
Kedua biejin itu menyimpan pedangnya, untuk menukar itu dengan masing masing
sehelai ikat pinggang atau sabuk sulaman tujuh warna, ketika menggoyangnya
dengan dikageti, sabuk itu lantas meluncur lurus kaku mirip toya.
Mereka lantas menyerang. Bu Eng Jin tertawa nyaring dan seram. Ia memutar diri, menangkis dan menyerang
dengan pedang emasnya. Ia membuat tubuhnya seperti dikurung sinar kuning emas.
Dengan itu ia mendesak mundur kepada musuh musuhnya itu.
Pek Giok Kongcu kagum. Tidak ia sangka lawan demikian gagah. Tak mudah
mengundurkan Su Bie Syin, yang kepandaiannya sudah setaraf dengan jago jago
Kangouw kelas satu. Ia pun tidak tahu, barusan keempat pelayannya maju dengan
tak memandang mata kepada musuhnya.
Sesudah mengawasi sekian lama, Pek Giok Kongcu berkata dalam hatinya : "Bu Eng
Jin kesohor bukan nama belaka! Kalau sekarang dia dikasih lolos, pasti aku tidak
dapat menaruh kaki lebih lama pula di lembah Toan Hun Kok ini!" Maka ia
berpaling kepada para budaknya, ia memberi isyarat dengan sinar matanya.
Dengan lantas seorang budak datang dengan sebuah CENG tua.
Si nona menyambut alat tetabuannya yang langka itu, terus duduk bersila, untuk
selanjutnya jari jarri tangannya mulai mementil mentil. memperdengarkan lagu
yang aneh, yang sangat asing untuk kebanyakan orang.
Bu Eng Jin lihay, akan tetapi ia masih terhalang oleh usianya yang muda. Artiaya
itu ialah ia masih kurang latihan mendalam tentang lay keng tenaga dalam.
Demikian ketika ia mendengar suara CENG, lantas hatinya
berdebaran dan goncang Celakanya yaitu pikirannya pun menjadi kacau, untuk
menolong dirinya, tidak ada jalan lain, ia cuma menggunakan kegesitannya, yaitu
"Bu Eng Ciat Kie" atau "ilmu Tanpa bayangan." Ia berkelit dan melejit kesegala
arah, menghindarkan diri dari berbagai serangan ke empat lawannya.
"Aneh, kenapa mereka tidak tenganggu sahabat seperti aku?" kemudian Bu Eng Jin
berpikir. Ia tenganggu suara tetabuan itu, si nona nona tidak. Dalam kacaunya
pikiran, ia masih menyadari itu. Karena ini ia ingat saja bahwa ia terancam
bahaya dan jalan paling selamat ialah segera mengangkat kaki dari Pek Giok Tong
hu. Tengah Bu Eng Jin berpikir itu dari sampingnya, ia mendengar suara ini : "Sedot
dan keluarkan napasmu!"
Boleh dibilang hampir berbareng dengan suara itu maka Ie Kun yang telah
terkurung satu hari dan satu malam, berlompat keluar dari dalam tinhtouw.
Bukan saja Bu Eng Jin yang heran tetapi juga Pek Giok Kongcu. Tuan puteri ini
mengandal betul pada barisan rahasianya itu.
Menyusul lolosnya i u, terdengar pula suara "Sedot dan keluarkan napas!" Kali
ini kata kata itu terlihat dari mulut Ie Kun.
Bu Eng Jin cerdas sekali. Tiba tiba ia insyaf. Maka ia pun lantas menyedot dan
mengeluarkan napasnya. Di dalam sekejap, lenyap suara tetabuhan itu dan ia
merasa bebas seluruhnya. Menyaksikan kejadian itu Pek Giok Kongcu lantas membentak musuh. Tahulah ia
bahwa musuh telah berhasil memecahkan rahasia alat tetabuhannya itu. Ia
melepskan alatnya terus ia menyerang kepada Bu Eng Jin. Hebat serangannya ini. Belum lagi
Bu Eng Jin tahu apa apa, topengnya telah kena tergores pedang pendek si nona
hingga topengnya itu pecah dan terlihatlah kulit muka nya putih halus serta
hidungnya yang bangir. Saking kaget, Bu Eng Jin lompat jauh delapan tombak.
Pek Giok Kongcu tidak mau mengerti untuk terus menyerang, hanya sekarang ia
bukan menggunai pedangnya tetapi sepasang tangannya untuk menjambak musuh guna
di bekuk. Ia menggunai cengkramannya Eng Jiauw Ciu atau Kuku Garuda.
Kembali Bu Eng Jin berkelit, hanya ia masih kalah sebat, maka mukanya kena
tersambar, pipi kirinya seperti tergaplok, hingga matanya kabur dan kepalanya
pusing. Berbareng dengan itu, rambutnyapun terlepas dan jadi terurai !
"Orang perempuan!" berseru orang orang yang hadir dimedan pertempuran itu
semuanya heran. Ie Kun heran. Yang ia lihat dahulu hari ialah seorang pemuda tampan, tak tahunya
sekarang seorang pemudi cantik!
Pek Giok Kougcu heran hingga ia melengak. Justeru semua orang terheran heran dan
menjublek. Bu Eng Jin menggunai saatnya untuk lompat lari dan menghilang di
tempat yang gelap. Ie Cun sadar, dengan melompat Ci Cee Tun, ia lari pergi. Tadinya ia ingin
berbicara dengan Bu Eng Jin, untuk melenyapkan hal hal yang tidak jelas baginya,
tetapi sekarang mengetahui dialah seorang wanita ... yang dia anggap licik ...
ia jadi jeri untuk menemukannya! Maka itu, selewatnya dua lie lebih, ia memutar
haluan, mengambil jalan cagak untuk menuju ke tempat gurunya karena seruannya ini.
"Suhu!" ia memanggil selekasnya ia tiba di lembah Hian Peng Gay dimana salju
penuh di empat penjuru dan suara salju yang gempa terdengar berisik sekali.
Detik lain ia menjadi heran. Ia melihat mulut jalanan ke tempat gurunya tertutup
duabelas batang tiang kayu. Lantas hatinya menerka nerka : "Apakah telah terjadi
sesuatu?" Sementara itu, pemuda ini kabur bukan tidak ada yang mengejar. Setelah
ketinggalan sekian lama, selagi ia berdiri di mulut jalanan itu dan berseru, ia
telah dapat di candak si pengejar ialah Ouw Eng Soat bersama Eng Ang dan Eng
Peng, yang terus mengambil sikap mengung padanya.
"Bagaimana, eh!" tegur Eng Ang, "apakah kau hendak memohon bantuan gurumu?"
Mukanya Ie Kun merah. Ia jengah disindir sinona. Tapi ia tidak menjawab, ia
hanya menghajar dua belas batang tiang balok itu. Diluar dugaannya, semua tiang
itu tak bergeming, sebaliknya, ia sendiri tertolak mundur keras sekali hampir ia
roboh terguling! "Ah!..." serunya heran. Ia tahu ia telah menggunai tenaga besar menyerang tiang
tiang penghadang itu. Eng Peng menyaksikan itu, ia turut merasa heran.
Ie Kun lantas mengawasi semua tiang itu. Herannya, semua tiang tidak ditancapkan
dalam. Tapi ia tidak dapat berdiam lama. Maka ia berkata kepada ketiga nona
itu."Aku kuatir telah terjadi seuatu atas diri guruku, karena itu, jikalau kamu
hendak bertempur pula, harap kamu tunggu sebentar. Sekarang perlu aku mencari
tahu dulu tentang guruku!"
Ie Kun tidak malu untuk memohon demikian. Ia tidak tahu kalau orang kalah dan
lari pulang kepada gurunya, buat minta bantuan, itulah sesuatu yang hina, yang
memalukan. Ia merasa bahwa ia belum dikalahkan, ia cuma menyingkir saja.
Eng Soat mengawasi dengan sinar mata menyinta, lantas ia menoleh kepada kedua
kawannya, untuk memberi isyarat, atas nama bertiga mereka lompat mundur tiga
tombak. Mereka terus diberi diam, memasang mata.
Setelah tahu tidak ada ancaman bahaya langsung dibelakangnya, Ie Kun
memperhatikan pula kedua belas balok. Ia tidak menyerang lagi seperti tadi,
hanya lebih dahulu ia maraba untuk menolak secara perlahan. Atau ia kena dibikin
menjadi heran luar biasa, walaupun ia menolak mencoba, ia toh tertolak mundur
satu tindak! "Aneh!" katanya. "Benda apakah itu."
Dalam penasaran, ia menyerang pula, kali ini dengan ilmu silat "Sie Seng Liok
Liong". Untuk itu ia mencelat dulu dan memutar tubuhnya selagi turun, ia menjejak dengan
kedua kakinya. Kembali terjadi hal yang aneh itu. Balok tak bergeming, ia sendiri yang tertotok
mundur dua tombak, ketika ia mencoba pula, makin keras ia menyerang, makin jauh
ia mentalnya! Hal itu mengherankan juga Eng Soat semua. Dengan sendirinya mereka menjadi
ketarik hati. Lantas mereka maju mendekati, untuk mendekati perhatian,
"Mungkinkah suhu dikurung didalam sini?" Ie Kun tanya, dalam hati pikirannya
bekerja keras. "Tadinya tidak ada kurungan semacam ini! Siapakah yang
memasangnya" Dan apakah maksudanya ini?"
Karena berpikir, tiba tiba Ie Kun ingat kapada pedang bambu yang ia dapatkan
didalam lembah yang tidak dikenal ini. Pedang itu menggenggam sinar lunak dan
keras menjadi satu, sampaipun batu karang dapat dipapas dengan itu.
"Kenapa aku tidak mau coba kepada balok ini?"pikirnya.
Lalu ia terus bekerja. Dari buntalan kuning dipunggungnya ia keluarkan pedang
bambunya yang tersalut emas itu.
Begitu ia bersiap, akan mengumpul tenaganya, begitu ia menyerang!
Sebera terjadilah hal yang aneh" kalau dengann hajaran tangan dan kaki yang
dahsyat dari Ie Kun pagar balok itu tidak terusakkan bahwa mempunyai tenaga
menolak yang keras, kali ini semuanya terbabat dengan pedang bambu, terkurung
tak berdaya! Ie Kun sendiri heran sekali. Ini pula yang pertama kali ia memakai pedangnya
itu. Eng Soat beramai terperanjat. Mereka heran akan lihaynya pedang anak muda itu.
Merekapun melihat, robohnya balok bukan bukan menggabruk langsung hanya melayang
dahulu! "Mungkinkah pemuda ini menyembunyikan
kepandaiannya?" mereka menerka. Herannya yaitu pedang itu pedang bambu.
Setelah runtuhnya pagar balok, dari dalam lembah terdengar tertawa yang dingin,
tandanya orang menghina. Suara itu sangat tak sedap dan mempengaruhkan pernapasan, sampai napas terasa
sesak. Dari perlahan tertawa menjadi keras hingga mengganggu pendengaran, lalu
akhirnya bagaikan tertawa gelap.
Itulah bukan suara Kouw Siu Taysu.
"Orang pandai didalam lembah, siapakah kau?"Ie Kun tanya.
Tidak ada jawaban, suara tertawa tanyanya terdengar terus, tak kurang
nyaringnya. Baru sekira sehiruppan teh, suara itu berhenti untuk diganti dengan
teguran ini : "Siapakah yang telah makan hati serigala dan jantung macan maka dia berani
merusak tiang pertanda istimewa dari aku?"
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara itu tajam, terus disusul dengan satu tangan satu tenaga menolak yang
keras, sampai Ie Kun terpelanting dua kali. Sedangkan ketiga nona merasakan
mukanya perih risi! Baru Ie Kun berdiri tetap atau datang pula serangan luar biasa itu yang
dibarengi dengan seruan, hingga kembali ia terpelanting.
Teranglah itu tenaga sesat, yang menakuti! Siapakah orangnya" Ilmu sesat apakah
itu" Mana sipenyerangnya"
Ie Kun berdiam, sampai lama tidak ada suara lagi, tidak serangan pula.
Sebaliknya disebelah dalam lembah, tampak sebaris pagar balok lainnya!
Dengan matahari mulai bersinar panas, salju mulai lumer.
Ie Kun tidak usah menanti lama akan melihat munculnya seorang tua yang kurus
tanpa tandingan, hingga dia mirip mayat hidup. Dia berdandan sebadai seorang too
su. Sudah kurus itu, mata dia juga celong dua duanya.
Dengan sinar mata dingin, dia mengawasi si pemuda dan pemudi pemudi itu.
Tidak ada orang yang kenal imam ini.
Selagi berdiam. Ie Kun mengawasi ke dalam lembah. Ia tidak melihat gurunya.
"Kau siapa?" tanya ia kemudian. "Kenapa kau menempati ini gua es guruku?"
Imam aneh itu tertawa, matanya tidak bergerak. Dia tidak menjawab.
Ie Kun mengulapkan pedang bambunya. Ia mendongkol.
"Jikalau kau tidak menjawab, maaf, aku yang muda terpaksa akan berlaku kurang
hormat." Ia mengancam.
Kulit matanya si imam memain sedang parasnya menandakan dia sangat memandang
hina. Baru sekarang dia membuka mulutnya, mengasi dengar suaranya yang dingin,
yang sangat tidak sedap : "Bocah cilik, kau telah merusak pertanda istimewa dari
aku, bagianmu yalah bagian mati! Aku si orang tua, aku tidak mau bicara dengan
orang mati!" Baru si imam berkata itu, atau dari sisi lembah terdengar tertawa dingin,
mendengar mana, imam itu terkejut, parasnya berobah menjadi pucat sedangkan
kedua biji matanya memperlihatkan sinar bengis. Dengan sinar mata menakuti itu,
ia menoleh ke samping, untuk terus melihat kelilingan.
Tidak ada orang yang mengasi dengar suara tertawa itu.
Disitu diantara salju, tidak ada tempat buat menyembunyikan diri. Bukan main
herannya si imam. Dia percaya disitu tidak ada lain orang, itulah sebabnya dia
memasang pagarnya itu supaya orang tidak
mengganggunya. Siapa tahu sekarang, selain si anak muda, yang datang dan merusak
pagarnya itu, masih ada lain orang yang mengumpatkan diri!
"Hm!" dia mengasi dengar suaranya, Masih dia mencari dengan matanya kelilingan.
"Mungkinkah bocah ini yang tertawa?" akhirnya dalam hatinya dia tanya dirinya
sendiri. Maka dia mengawasi Ie Kun dan ketiga nona nona. Lenyaplah
kesangsiannya. Pikirnya pula : "Tidak munkin si bocah yang bersuara!
Suara tertawa ini sangat hebat, sangat menusuk telingaku!"
Bingung imam ini, otaknya bekerja keras "Hai, Kouw Siu, hantu tua!" akhirnya dia
kata keras. "Kau main gila apa ya" Kau bersembunyi di dalam salju bagaikan kura
kura! Kau lihat, akan aku korek kau dari dalam salju ini!"
Imam ini berkata dan bekerja. Dia mengulur tangannya kearah suara tertawa itu,
dia menindih. Setelah itu, diam diam dia terkejut. Dia merasa ada tenaga
perlawanan. Tidak dapat dia menindih terus. Tenaga melawan itu sama tangguhnya seperti
tenaganya sendiri. Teranglah bahwa orang telah memiliki tenaga dalam yang mahir
luar biasa tiba tiba terdengar suara dari dalam es: "Pin ceng tidak menemui kau!
Tak usah kau repot repot mencari aku!"
Si imam kurus terkejut, kemudian dia tertawa tawa. Dia mendongkol sekali.
Melayani kata kata si pendeta dia kata sengit: "Sudah sepuluh tahun pin too
duduk bersemedi perlunya itu ialah guna mengeset kulitmu buat gegaras dagingmu!
Itulah untuk mencuci mulut dahulu hari!
Dahulu kau menolak aku!"
Dari dalam es terdengar tertawa dingin yang memandang enteng kepada si imam:
"Dahulu hari itu pin ceng tolak padamu sebab untuk turut mengambil bagian dalam
upacara semadi kau telah membinasakan empat puluh sembilan jiwa orang, perlunya
cuma kau hendak mempelajari ilmu sesat buat membetot arwah manusia!"
"Upacara semedhi itu upacaranya Tiga Nabi wilayah Barat, mengapa kau yang
mengusahi sendiri?" tanya si imam. "Ketika itu kau telah menggunakan ketikamu
menolong tujuh jalan darahnya Goan goan lama hingga sekarang ini dia tidak dapat
menggeraki tubuh nya dia terus mesti tersiksa tubuhnya beku !"
Orang didalam salju itu tertawa.
"Jangan kau menempel emas pada mukamu!" katanya.
"Di dalam dunia ini tidak ada, Tiga Nabi wilayah Barat seperti kau sebutkan itu,
ada juga Hek Gwa It Mo Koun But si hantu dari wilayah Barat yang selama ini
kembali melakukan banyak kejahatan maka Pinceng yang menerima pesan gurumu,
lambat atau laun, bakal mewakilkan dia membersihkan perguruannya.
Si imam kurus kering ialah Hek Gwe It Mo, terkejut mukanya menjadi pucat. Dia
tidak takut dia justru gusar sekali. Dia tertawa dingin. Tanpa berkata apa apa
dia lompat kearah salju dimana terdengar suara si pendeta, dengan tangan
kanannya dia menyerang, hingga nampak satu sinar sugguh yang menyambar masuk
kedalam salju itu! Sebagai kesudahan dari serangan itu maka salju meletus menjerat kesegala
penjuru, memunculkan serang pendeta yang mengenakan jubah suci warna aba abu.
Justeru orang muncul si Hantu tertawa pula dan lompat menyerang. Hingga tubuh
mereka seperti bentrok di tengah udara, tangan mereka beradu satu dengan lain
lalu dengan berpisahan, mereka sama sama turun menginjak tanah.
Nampaknya Hek Gwa It Ma yang menang unggul akan tetapi waktu kaki mereka
mengenakan es adalah tampak kaki nya yang mendam lebih dalam! Tapa kaki si
pendeta ialah Kauw Siu Taysu cetek sekali tandanya ia tak jatuh seperti
terbanting. Mesti begitu Hek Gwa It Mo tertawa dingin, terus dia bersikap untuk menyerang
lagi. Kau Siu menghadapi lawan dengan tenang ia tertawa dingin,
"Kouw But, jangan kau banyak tingkah!" tegurnya.
"Selama tiga bulan aku menyingkir dari kau maksudku bukannya aku jeri tetapi
hendak aku menyingkir dari pembunuhan. Buktinya barusan kau telah menyerang
muridku dengan pukulan Kek Khong itu Eng Sin Ciang aku membiarkan saja, tetapi
sekarang, apa bila kau sangat mendesak terhadap aku nanti melanggar sumpahku
akan aku turun tangan melayanimu."
Ilmu "Kek Khong Bu En Sin Ciang" itu ialah ilmu pukulan mengandal tenaga angin
saja tak usah tangan sampai mengenakan sasarannya!
Baru Kouw Siu berkata demikian atau dari empat penjuru Hian Peng Gay terdengar
kumandang siulan nyaring yang tajam, mendergar mana paras si pendeta menjadi
berobab pucat. Sebaliknya Hek Gwa It Mo, dia justeru tertawa terbahak.
"Nah Goan goan Lama juga datang !" serunya.
Hantu dari barat ini tidak cuma berkata dengan nada mengejek itu, dia bahkan berlompat melakukan
serangan, tangannya menyambar si pendeta dengan gerakkan Kim Pa Tam Jiauw" Macan
tutul emas mengulur Kuku."
Kouw Siu terkejut, ia mundur tiga tindak. Ia berpikir keras karena dihadapannya
muncul dua lawan tangguh, sedang muridanya, nampaknya, terancam ketiga nona nona
yng sikap nya mengancam itu. Hek Gwa It Mo heran melihat cara berkelit pendeta
itu, tetapi ia tidak mau mengerti ia maju sambil mengulangi serangan nya. Dua
kali ia menyerang dengan pukulan Kek Khong Bu Eng Sin Ciang yang sebenarnya
sangat sukar buat dikelit.
Melihat ia dirangsak, Kouw Siu mengasi dengar siulan perlahan, dadanya ditarik
ke dalam, alisnya berbangkit berdiri menyusul itu, ia memutar tubuh dengan
kegesitan luar biasa, sebab kakinya, terus bertindak hingga ia berputar
kebelakang penyerangannya dari mana terus ia menolak dengan kedua tannan nya. Ia
menggunai tipu silat "Gie Kong Ie San" atau "Gie Kong memindahkan gunung".
Si hantu terkejut. Dia tidak sangka, sesudah bertapa lagi sepuluh tahun, dia
masih belum melalui si pendeta. Dia belum kalah, mereka berdua masih seimbang,
toh dia menyesal. Dengan sebat dia memutar tubuhnya, buat menangkis dengan kedua
tangannya juga. Habis menangkis, dia meneruskan menyengkram kedada lawan.
Dia menggunakan "Leng Yam Ciang Lek", "tangan beracun Panas Dingin" Asal
tangannya mengenai sasarannya, hawa dinginnya akan menyelusup masuk meracuni
tubuh. Racun itu cuma dapat ditolak dengan tenaga dalam yang mahir atau orang
akan mati tersiksa selama satu jam.
Kauw Siu melihat air muka orang ia menerka Kouw But bertangan beracun. Benar
nampaknya pukulan itu pukulan biasa saja, tetapi kulit tangannya sendiri
memperlihatkan warna matang biru. Maka tanpa ayal lagi ia berkelit. Karena lawan
berlaku telengas, ia membalas dengan cepat. Dengan tangan kanan ia mengancam
dengan tangan kiri, ia menyerang. Berbareng dengan itu sebelah kaki nya naik
melayang ke iga si hantu. Itulah pukulan "Hui Liong Kun pou" atau "Naga terbang"
yang menjadi ciptaannya sendiri.
Kouw But terkejut juga, lekas lekas dia berkelit dengan kedua tangan, dengan
masing masing dua jeriji tengah dan telunjuk, dia menotok kearah kaki lawan itu.
Itulah totokan "Hay Tee Loa Goat". "Di dasar laut menggogo rembulan".
Kemudian sesudah totokan itu gagal, dia meneruskan
mengangkat kedua tangannya buat menusuk kedua mata lawan. Kali ini dia
menggunakan tusukan Siang Li ong Chio Cu," , "sepasang naga berebut mutiara."
Kouw Siu berkikit dengan gerakkan "Say Cu Yauw Tauw" "Singa menggoyang kepala!".
Tapi ia tidak mau manda di serang iapun membalas sama sebatnya. Dengan keras ia
menyerukan "Say Cu Houw" atau "Deruman singa" hingga suaranya menggelegar keras
seumpama kata menggoncangkan bukit dan gunung.
Kouw But berkelit sambil melenggak terus mencelat mundur delapan tindak.
Inilah ketika baik bagi si pendeta, yang menjadi menang angin maka ia terus
merangsak. Ia berlompat cepat dengan
"Keng Hong Hou In" atau "Angin enteng mega mengambang" sedang kedua belah
tangannya dari dirapatkan terus dibuka dipakai menyerang.
Tidak di sangka oleh si Hantu bahwa kealpaannya itu digunai lawannya untuk
mendesaknya. Lekas lekas dia memperbaiki diri lantas dia menyerang pula, kedua
tangannya diajukan sambil dia berseru.
Kouw Siu tidak mau mengadu tangan. Ia mundur pula.
Atas itu, si imam lantas bersiap sedia dengan kuda kudanya yang istimewa. Dengan
mengeluarkan suara meretek, tubuhnya men jadi lebih kate dan ringkas. Yang hebat
yaitu kulit lengannya menjadi berwarna matang biru, begitu juga kulit mukanya,
hingga dia nampak menjadi jelek mirip dengan roman hantu, sedangkan biji matanya
melihat lurus ke depan seperti mata mayat!
Kouw Siu telah berpengalaman tetapi ia merasa aneh melihat sikap lawannya ini.
Ia tidak kenal kuda kuda serta pasangan lawan itu. Sudah begitu, sembari tertawa
dingin, lawannya maju setindak demi setindak. Itulah gerakan sangat lambat. Baru
kemudian, dengan mendadak lawannya itu menyengkeram!
Tidak berani si pendeta menyambuti. Ia lompat kesamping.
"Dia bersikap mirip mayat hidup," pikirnya.
Justru itu salah seorang nona menyerukan kedua lawannya : "Kiang Su Kang!"
"Ya, aku ingat sekarang!" kata Kouw Siu di dalam hati.
Kouw But lagi menggunai "Kiang Su Kang" atau ilmu
"Mayat Hidup." Ia lantas merasakan serangan hawa dingin, yang membangkitkan bulu roma, hingga
ia menggigil. Dengan lekas ia mengerahkan tenaga dalamnya buat mengusir pergi
hawa dingin itu, untuk bertahan. Ia menaruh tangan kiri di depan dada, lantas
dengan tangan kanan, ia menyerang.
Kouw But terus melihat ke depan, dia seperti tidak mendapat tahu si pendeta
hendak menyerang padanya.
Menyaksikan demikian, Kouw Siu menjadi ragu ragu.
"Dia begini berani, dia tentu mengandalkan sesuatu,"
pikirnya. "Bukankah ini ilmu sesat?"
Oleh karena berpikir demikian, lekas lekas Kouw Siu merobah pukulannya, ia mau
menggunakan "Hang Mo Cauw Sie" atau ilmu silat "Menaklukkan iblis," jeriji
tangannya diluncurkan ke jalan darah besar didada lawan.
Hek Gwat It Mo juga lantas merobah sikapnya, ketika totokan tiba dari samping,
da membentur dengan sikunya, sedang kakinya di ajukan buat meneruskan menambah
serangan dengan "Lang Yam Ciang lek." pukulan panas dingin itu.
Kouw Siu menarik pulang tangannya. Setelah pukulan lawan liwat ia pun maju. Ia
menyerang dengan "Kim Lun Cu" pukulan "Roda emas "
Kouw But berlaku sangat sebat. Justeru tangan lawan sampai, justeru tangannya
menyambar untuk membangkol.
Kouw Siu kaget. Beradunya kedua tangan mereke menyebabkan ia merasakan serangan
hawa dingin yang tersalur lengan nusuh. Lekas lekas ia meloloskan tangannya
menyusul itu. ia menyerang. Ia menggunakan Kim Kong Ciang lek." Tenaga Arhat".
Dengan tangannya yang lain, ia juga menolak keras hingga tubuh si Hantu dari
Barat kena terdorong. Maka ketika ini dipakai ia untuk lekas lekas meluruskan
napasnya. "Goan Goan Lam!" Kouw Siu berseru ketertepasan.
Si pendeta lama tertawa pula.
"Tak disangka bahwa akan datang hari ni!" katanya, "ha ha ha!"
Habis berkata dan tertawa, Goan Goan menyingkap jubahnya bagian bawah, maka
terlihatlah bahwa ia tidak mempunyai sepasang kakinya sebatas dengkul, hanya
kaki itu ditukar dengan kaki palsu. Segera ternyata bahwa sepasang tangannyapun
ditukar dengan semacam gaetan emas!
"Setelah hilang tangan dan kakiku semua, aku masih dapat melindungi jiwaku!
Bukankah ini tak disangka kau?"
kata Goan Goan suaranya tertawa. "Bagaimana, keledai botak" Bukankah kedua
tangan dan kakiku seperti juga kau yang menguntungkannya?"
Sembari berkata begitu, si pendeta lama mendekati terus.
Kouw Siu terus berkutat meluruskan nafasnya, guna memulihkan kesegarannya maka
andaikata orang menghajarnya, ada kemungkinan ia tidak berdaya dan akan mati
seketika. Goan Goan bertindak terus, perlahan tetapi tetap, wajahnya
berseri seri Ie Kun tidak tahu gurunya lagi
beristira at, ia menyangka guru itu tengah bersiap sedia menyambut penyerangan,
selagi ia merasa heran , si lama sudah datang dekat sekali, tinggal tiga tindak.
Justeru itu mendadak Hek Gwa It Mo memuntahkan darah, terus dia membalik tubuh
untuk melompat bangun sambil berkata keras: "Si keledai botak ini telah terhajar
pukulanku Leng Yam Souw Hun Hoat!"
Mendengar itu Ie Kun kaget tak terkira. Iapun telah melihat gurunya mulai
mengeluarkan keringat. Lupa segala apa, kecuali hendak menolong guru itu, ia
lantas menyerang dengan piauwnya. Ia menggunai cara menimpuk cara yang nomor
dua. Goan Goan Lama berkelit, terus ia maju kepada Kouw Siu sambil menggeraki gaetan
nya, atas mana lengan kiri sipendeta robek bajunya dan dagingnya pun kena
tertarik segumpal. Ie Kun sementara itu sudah menyerang untuk ketiga kalinya. Lima barang piauw nya
mengenai sipendeta lama, akan tetapi dia tidak roboh, bahkan sambil tertawa
seram, dia maju terus untuk menotok Kouw Siu, setelah mana di lompat kepada
sianak muda. Ie Kun kaget dan heran. Luar bisa kosennya pendeta lama ini. Sebelum ia sempat
berdaya, ia juga telah kena ditotok hingga ia lupa akan dirinya.
Eng Soat bertiga terkejut menyaksikan itu macam pertempuran, mereka mundur
setombak lebih. Tapi sipendeta lama sekarang maju kearah mereka.
"Jangan!" Hek Gwa It Mo berseru saking kaget. "Jangan ganggu bawanan hantu
wanita itu!" Terlambat pemberian ingat sihantu Goan Goan sudah menerjang ketiga nona itu. Dia
melompat dengan tipu silat
"Elang menyambar kelinci." Seperti tadi dia lompat kepada Ie Kun demikian
sekarang dia lompat kepada Nona Ouw, bahkan gaetannya sudah lantas merobek
bajunya si nona! Eng Soat dan dua kawannya menjadi sangat tusar, dengan berbareng mereka mengasi
dengar tertawa mereka yang seram, dan sebelum tertawa mereka berhenti tubuh
mereka sudah melekat, untuk lenyap diantara hujan salju!
Hek Gwa It Mo menyalurkan napasnya, membuat dadanya lega.
"Laotee kau telah menerbitkan gara gara!" kata dia tawar kepada sipendeta lama,
"Hayo, lekas kau mengangkat kaki!"
Kawan ini mengasi tahu siapa adanya nona nona itu.
Baru sekarang Goan Goan terkejut, parasnya menjadi pucat.
"Oh, apakah dia masih hidup?" tanyanya.
"Apakah kau tidak lihat kata Cit kiam Tang khia di pinggangnya nono nona itu!"
It Mo balik bertanya. Goan Goan bagaikan baru tersadar. Dia menjadi kaget pula. "Mari kita pergi!"
serunya. Lantas ia mendahului mengangkat kaki.
Hek Gwa It Mo pergi menyusul dengan lantas.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keduanya meninggalkan lembah Hian Peng Gay di mana,
di atas salju nampak dua orang korban totokkan dan darah bergumpal.
YANG MATI YANG LUKA Di suatu ujung gunung Ciong Lam San, di sisinya kecil Eng Ciu Kian yang airnya
deras, ada berdiri sebuah rumah cuci yang diberi nama Hok Houw Sie, yang bearti
Harimau Mendekam. Mulanya di situ berdiam seorang pendeta dari Siauw Lim Si,
ketika kemudian dia menutup mata, lantas tidak ada penggantinya, tahun ketemu
tahun berhala itu tinggal kosong, hingga menjadi sepi dan rusak. Akan tetapi
pada suatu hari maka di belakang pendopo Tay Hiong Poo tian saban saban
terdengar suara orang merinitih tampa orangnya tampak.
Rintihan itu terdengar terus selama dua hari, lalu selanjutnya, suara itu
menjadi sangat perlahan, sangat perlahan, sampai akhir nya hampir tak dapat
terdengar lagi.... Justeru begitu tiba tiba terlihat tiga orang lari mendatangi cepat selali.
Mulanya terlihat sebagai bayangan lantas mereka tampak tegas. Yang berjalan
depan yalah seorang tua yang tubuhnya kurus kering yang alisnya putih
demikianpun rambutnya. Dua yang dibelakang, yang lari berendeng, dua duanya muda
dan tubuhnya kate dan gemuk bagaikan buntalan.
Ketuanya lari keras ke arah Hok Houw Sie tetapi mereka tidak berkeringatan.
Itulah bukti mahirnya tenaga dalam mereka.
"Yaya di sini" tiba tiba berkata salah satu dari dua orang muda itu. Dia lantas
menunjuk ke satu pojokan dari kuil Harimau Mendekam, yang berada di dalam rimba.
Orang tua kurus kering itu menghentikan larinya. Ia lantas mengawasi dengan ke
dua matanya bersinar tajam. Ia melihat ke empat penjuru.
"Awas, kamu jangan sembarangan turun tangan!
"katanya habis memeriksa kelilingan.
Kedua anak muda itu membuat main bibir mereka.
Agaknya mereka kurang puas dengan sikap berhati hati dari orang tua itu yang
menjadi kakek mereka, sebagaimana mereka memanggilnya "yaya." Bahkan satu
diantaranya berkata: "Kalau tahu begini, lebih baik kita tidak memberitaitukan
yaya! Kalau kita datang sendiri, bukankah kita merdeka?"
Orang tua itu mengawasi tajam kedua cucu itu itu Kata dia: "Aku kenal baik kuil
ini, tetapi sudah beberapa puluh tahun tak pernah aku datang ke sini. Jikalau
kamu benar teranglah Hok Houw Sie telah ditempatkan kedua hantu yang lihay
sekali itu. Merekalah yang disebut See Hek Sam Hiong Tiga hantu wilayah Barat
yang bukan sembarangan orang, karena mana, tidak dapat kamu berlaku sembrono."
Ketika itu kuil sangat sunyi. Melihat demikian, tak mestinya ada orang yang
berdiam di dalam situ. Itu pula sebabnya kenapa si orang tua menjadi ragu ragu.
"Kamu tunggu sebentar," Kata dia selang sesaat. "Biar aku yang masuk terlebih
dahulu, untuk melihat lihat."
Begitu berkata, dia berlompat, lari ke kuil, untuk masuk ke dalamnya.
Walaupun disiang hari, kuil rada gelap.
Baru siorang tua menaruh kakinya atau dari sebuah jendela pendopo terdengar satu
suara dingin, yang membuat orang bergidik. Tapi orang tua ini tertawa tawar.
Dia mengawasi tajam dan berkata nyaring: "Aku yang
rendah ialah Hantiong It Poan Kwan Sem Ciang! Aku sedang menerima pesan orang
untuk menilik kuil ini, untuk menanya apakah tuan tuan Goan Loosu serta Hek Goa
It Mo dari Hek gwa Sam Hiong?"
Jawaban atas pertanyaan itu ialah tertawa yang tertahan dan nadanya dingin.
Paras si orang tua berobah. Terang dia mendongkol.
Dengan kedua tangannya, dia lantas menyerang kearah jendela, atas mana kertas
jendela menjadi pecah dan terbang berhamburan.
Serangan itu tidak menyebabkan orang berlompat keluar, bahkan suaranya juga
tidak terdengar. Kwan Sam Ciang heran. Diam diam tubuhnya bergidik.
Mungkinkah Kwan Sui dan Kwan Hiong keliru melihat"
kata dia didalam hati. "Ah, tak mungkin. Hanya!...."
Suaranya terdengar, orangnya tak nampak! Tidakkah itu aneh" Orang tidak mau
perlihatkan dirinya, bukankah dia bermaksud sesuatu" Bukankah disini ada
perangkap" Tengah Sam Ciang berpikir itu, mendadak ada belasan sinar seperti bintang
meluncur kearahnya. Sinar sinar itu ada rupanya tidak ada suaranya! Itulah bukti
bahwa si pelepas bintang yaitu senjata rahasia liehay sekali. Dia tertawa dingin
dengan sebat dia lompat berjingkrak, membiarkan serangan lewat dibawahan
kakinya. Habis itu, dia tertawa dingin berulang ulang, sebab hatinya mendongkol.
Tidak ayal lagi, dengan memasang kedua tangannya di depan dada, dia lompat masuk
kedalam pendopo. Berbareng dengan lompat masuknya Kwan Sam Ciang, dilain pihak ada bayangan putih
yang lompat keluar dari dalam tak terlihat tegas romannya, kecuali kopiah dan
bajunya kopiah dan baju pelajar.
Menyusul itu terdengar bentakannya dua saudara Kwan.
Kwan Sam Ciang, yang tiba di dalam lantas menjadi berdiri melengak. Apa yang ia
lihat membuatnya heran dan kaget. Dari atas penglari merosot turun dua lembar
rantai, rantai itu menggantung dua orang, yang terikat atau tertusuk tulang
pipinya! Yang seorang ialah seorang pendeta, dan yang lainnya satu anak muda.
Mereka itu mirip mayat, tubuh mereka berlumuran darah. Terlihat napas mereka
berjalan dengan sangat perlahan...
Dengan sebat Hantiong It Poan menolongi kedua orang itu, dikasi turun dari atas
gantungan, setelah mana, ia mengwasi mereka bergantian.
"Ah!" serunya. "Kenapakah mereka!"
Orang tua ini mengenali satu orang diantara dua orang itu. Tentu sekali, ia
tidak ketahui peristiwa di Hian Peng Gay. Tiba tiba ?a terperanjat. Ia ingat
kedua cucunya di luar. Orang demikian lihay, mana sanggup kedua cucu itu melawan
dia" Baru ia memikir buat pergi keluar, untuk melihat atau dengan beruntun dua
bayangaan orang berlari lari dan lompat kepadanya.
Itulah Kwan Sui dan Kwan Hiong.
"Orang berpakaian putih itu sangat gesit!" kata kedua cucu ini, kagum.
"Bagai mana romannya dia itu?"
"Kami tidak keburu mengenali dia pria atau wanita!"
sahut Kwan Hiong. "Tapi pasti dia bukanlah satu diantara dua orang yang kami
lihat." "Aneh!" kata Sam Ciang.
Sementara itu dua saudara Kwan mengawasi kedua orang yang terluka itu.
"Yaya, apakah mereka ini masih dapat ditolong?" tanya Kwan Sui.
"Yaya menjadi tabib pandai, mana bisa yaya tak dapat menolong ?" Kata Kwan
Hiong. Selagi dua saudara itu berbicara, sang kakek sudah mulai meloloskan Ie Kun dari
rantainya terus ia menotok jalan darah nya pemuda itu ditujuh atau delapan
tempat, kemudian dengan suara sungguh sungguh, ia berkata kepada kedua cucunya
itu: "Sekarang kamu mendapat tugas penting! Yang satu mesti berdiam disitu
menjadi pelindungku, yang lain pergi keluar untuk mencari barang makanan. Pemuda
ini terluka sangat parah!"
Kwan Hiong menurut ia lantas bergerak.
"Nanti aku yang pergi mencari barang makanan!"
katanya. Terus ia berlompat pergi.
Sam Ciang segera duduk bersila didepannya Ie Kun. Ia meluncurkan kedua
tangannya, untuk mengerahkan tenaga dalamnya. Bukan lama nampak samar samar uap
putih naik dan kedua tangannya seperti mengurung nya. Itulah hawa panas.
Setelah itu, dengan kedua tangannya, orang tua itu menahan jalan darah beng bun
dari Ie Kun, guna menyalurkan masuk hawa panasnya kedalam tubuh sianak muda.
Dengan ini jalan hendak ia menyingkirkan apa yang dinamakan hawa jahat im hwee.
Terang ia telah mesti menggunai tenaga dalam yang dahsyat, karena ia lantas
mengeluarkan keringat pada muka nya.
Selama itu, pada Ie Kun tidak terdapat perobahan apa apa. Hal ini membuat
siorang tua bingung. Ia penasaian, ia mencoba terus.
Selang sejenak, di situ terasa siliran angin, mulanya halus lalu perlahan lahan
berobah menjadi keras dan makin keras.
Hal itu mengherankan Sam Ciang dan cucunya. Itulah angin buatan manusia. Selagi
mereka bercuriga, angin itu telah menyebabkan mereka merasa dingin. Angin itu
pula menusuk mendatangkan rasa risi.
Kwan Sui lantas bergerak, menghampirkan jendela dari mana angin itu bertiup
masuk. Ia mau menolak dengan kedua tangannya, dengan ilmu kepandaian
keluanganya, yang disebut "Kwan Kee Sam Ciang" "Tiga tangan Keluarga Kwan."
Jurus yang pertama bernama "Kay Thian Pek Tee," yaitu "Menciptakan dunia". Hanya
belum lagi ia menolak, atau ia sudah tertolak mundur dua tindak oleh hembusan
angin yang keras. Menyusul itu, satu bayangan putih berkelebat masuk.
Sebelum Kwan Sui tahu apa apa, "Plok!" maka pipinya yang kiri sudah kena
tertampar. Serangan itu tak harusnya terjadi mengingat lihaynya si cucu dan
kakeknya, toh Kwan Sui tidak berdaya...
Kwan Sam Ciang lagi mengerahkan tenaganya, ia cuma bisa mengawasi sebentaran
kepada bayangan putih itu. Ia melihat samar samar orang berambut dan berjenggot
putih dan bermuka merah, usianya sudah lanjut. Ia bingung sebab ia tak tahu
orang itu kawan atau lawan, dia bermaksud baik atau jahat. Karena ini,
pengerahan tenaganya menjadi tenganggu, bahkan ia merasakan hawa menolak keras
dari tubuh si anak muda. Ia menjadi semakin bingung, hingga ia berkuatir.
Sekarang hembusan angin dari luar itu, sudah berhenti, sebagai gantinya tak
hentinya terdengar suara tertawa dingin.
Sam Ciang terus mengusahakan pertolongannya, yang tetap sia sia, sampai tiba
tiba ia mendengar suara yang dingin terdengar dari luar : "Sia sia belaka kau
menolongnya! Kau harus ketahui, jalan darahnya si anak muda bertentangan dengan
salurannya yang semestinya!
Baiklah kau serahkan dia kepada aku si orang tua!"
Tidak cuma dingin, suara itu juga bernada temberang.
Kwan Sam Ciang terperanjat. Ia merasa bahwa tenaga dalamnya tak dapat dipakai
menandingi si orang tua yang tidak dikenal itu. Ialah seorang Kangouw
berpengalaman, segera ia menginsafinya. Memang benar perkataannya orang tua itu.
Sejak tadi ia tidak menyadari yang hawa, atau jalan darah Ie Kun, tersalurkan
bertentangan. "Pantas aku tidak berhasil," pikirnya. "Dengan caraku, aku jadi seperti
menentangnya. Pasti sia sia percobaanku.
Ah, aneh orang tua ini. Ada kemungkinan dia telah mendahului aku memeriksa
lukanya anak muda itu... kalau tidak, mana dia ketahui pertentangan jalan darah
itu" kalau dia musuh tentu pemuda ini sudah hilang jiwanya. Hanya, kalau dia
sahabat, kenapa kedatangku kemari dia menyembunyikan diri dan baru sekarang dia
muncul" Apakah maksudanya dia!"
Dalam herannya, Sam Ciang mulai menyalurkan lagi hawanya, untuk meluruskan hawa
bertentangan dari Ie Kun, kali ini ia berhasil dengan cepat. Tubuh si anak muda
lantas mengeluarkan keringat dan parasnya lantas berobah, mulanya pucat, menjadi
guram, lalu merah. Hanya dia tetap tidak berkutik, rupanya dia masih sangat
lemah. "Kelihatannya, tanpa Leng cie tua seribu tahun, atau obat pulung Cian Coan Siok
Beng Wan dari Tang hay Hie In, sekali untuk menolong jiwanya bocah ini..."
pikirnya bingung. Ia menghela napas.
Mengingat pada Tang hay Hie In, orang tua ini menjadi berduka. Tanpa jodoh, tak
mudah orang bertemu dengan si Nelayan dari laut Timur lagi pula, obat pulungnya
itu, obat penyambung jiwa Cian Toan Siok Beng Wan semuanya cuma tujuh butir. Di
lain pihak, pohon Leng cie juga pohon obat yang sangat sukar didapatkannya.
Kemana mesti mencari itu, apa pula disaat penting sebagai ini"
Ie Kun terus berdiam. Muka dia merah tapi tak sadar.
Sam Ciang menghela napas. Tak berdaya lebih jauh.
Maka ia mengangkat tangannya untuk ditarik pulang.
Justru itu suara dingin dan temberang luar itu terdengar pula: "Orang tua she
Kwan! Goan Goan Lama bersama sama Hek Goan It Mo bakal lekas datang kembali,
sekarang mereka sudah berada kira tiga liel lagi dari sini! Atau mungkin mereka
sudah bersompokan dengan cucumu!
Kenapa kau tidak mau pergi membantui cucumu itu?"
Sam Ciang heran orang kenal padanya melengak berbareng, ia pun kaget akan kata
kata orang itu tentang Goan Goan Lama dan Hek Gwa It Mo serta perihal cucunya,
ia heran pula kenapa orang ketahui tentang itu dua jago dari wilayah Barat.
Lagi lagi suara di luar pendopo terdengar "Orang tua she Kwan, mungkinkah kau
tidak percaya aku" Kau dengarlah!
Bukan kah itu suaranya Hek Gwa It Mo?"
Benar! Dari kejauhan terdengar siulan yang nyaring serta deruman "sauwy Cu Hauw"
dari Keluarga Kwan. Maka bukan main kagetnya Hantiong It Poan. It Poan menjadi
bingung sekali. Tidak dapat ia meninggalkan Ie Kun, juga tak dapat ia membiarkan
cucunya yang disayang melawan musuh seorang diri.
Kwan Sui pun bingung, apapula kapan melihat roman kakeknya itu. Tidak dapat ia
bersabar lagi, tanpa perkenan sang kakek ia lantas berlompat pergi.
Justeru sang cucu pergi, justeru ada sehelai kertas yang dari luar pendopo
terbang terbawa angin sampai di depan Kwantiong It Poan, kertas mana ada
tulisannya yang berbunyi : "Lekas pergi menyambut dua telur kecil pengacau itu,
janganlah bertempur lama lama !" Surat itu tidak ada tanda tangannya ada juga
lukisan seorang tua lagi tidur ngelenggut.
Bukan main herannya Sam Ciang. Selagi ia melengak, sekonyong konyang satu
bayangan putih berkelebat, lantas Ie Kun terbawa pergi. Hingga ia menjadi
terlebih heran pula, hingga ia menjublek terus.
"Mungkinkah Lay Siu masih hidup didalam dunia?"
pikirnya. Lay Siu ialah si tua pemalas, orang tua yang lukisannya sedang tidur itu.
Tapi tidak dapat Sam Ciang berpikir lebih lama pula, maka ia lantas lari keluar
menuju ke arah suara pertempuran.
ORANG ANEH DARI DALAM KERETA
SASTERAWAN YANG WANGI PUPUR.
Hawa udara di bulan ke enam panas luar biasa sampai batu batu kerikil di tengah
jalan terasa panas melepukan hingga orang orang yang berlalu lintas merasa
tersiksa. Toh, diwaktu demikian ada orang orang yang berlalu lintas. Ada yang
berombongan berdua atau bertiga, ada pula yang menunggang kuda yang dikaburkan
keras. Tepat tengah hari tampak tiga penunggang kuda lagi mendatangi cepatnya luar
biasa, belakang mereka itu ada
sebuah kereta kuda, yang dilarikan tak kalah kencangnya.
Kudanya kereta itu tinggi besar sama seperti kudanya ketiga penunggang kuda itu.
Lewatnya ketika kuda dan kereta itu menyebabkan debu mengepul naik.
Ketiga penunggang kuda itu berpakaian mentereng.
Yang paling depan ialah seorang bermata satu dan romannya licin. Dua yang
lainnya beroman keren, kulit mukanya merah gelap. Mereka kabur tetapi mereka
tidak berkeringat. Keretapun terias indah, memakai tali air emas dan bertaburkan
batu kemala. Rupanya itulah keretanya seorang berpangkat tinggi. Hanya kalau itu
kereta keluarga pembesar negeri, apa perlunya dilarikan demikian cepat"
Siapa ketiga penunggang kuda itu"
Selagi kuda dan kereta kabur, penunggang kuda yang ketiga menoleh kebelakang ke
arah kereta, untuk berkata :
"Di depan sana ada tempat penyeberangan! Apakah perlu kuda dikasih ngaso dulu?"
Penumpang kereta itu berdiam saja, setelah pertanyaan si penunggang kuda
diulangi, baru terdengar jawabannya, perlahan tetapi dalam: "Hm". Dia sangat
jumawa. Atas itu simata satu tertawa dingin, dia menyambuk ke udara, hingga cambuknya
mengeter nyaring sekali. Dilihat dari sikapnya, dia sangat mendongkol dan
penasaran sekali. Semua kuda dan kereta terus lari keras, sampai didepnnya sebuah rumah makan yang
kecil. Mendadak simata satu menahan kuda nya, hingga kudanya itu berhenti sambil
mengangkat kedua kaki depannya dan meringkik keras.
Penunggang kuda yang kedua dan ketiga turut menahan kuda mereka.
Selagi kuda berdiri, para penunggangnya sudah lantas lompat turun, gerakannya
sangat lincah. Adalah sikusir yang turun dari keretanya dengan sikap ragu ragu. Dia
menghampirkan bangku di depan rumah makan dimana dia berduduk.
"Panas! Panas!" dia mengeluh.
Kereta itu tidak ada yang perhatikan penumpangnya juga tidak turun atau muncul.
Sedang begitu, didalam rumah makan si mata satu menghajar meja dengan cambuknya
hingga terdengar suara cambukan yang berisik sekali. Dia berseru. "Lekas
sediakan barang hidangan yang lezat dengan araknya yang wangi!
Lekas, tuan besar kamu mau lekas lekas melanjuti perjalanannya!"
Nyaring sekali suaranya tetamu ini, hingga pemilik rumah makan menjadi kader,
kata dia didalam hati: "Dia lebih hebat dari pada yang semula tadi! Mungkinkah
setiap rombongan terlebih lihay pula." Tapi dia lekas menyahuti dan bekerja.
Salah satu dari dua orang yang berpakaian gantengpun berkata kepada seorang
pegawai rumah makan, yang lagi berdiri bengong saja: "Eh, lekas kau mengantarkan
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
barang makanan dan arak ke dalam kereta!"
Beberapa itu waktu, dua orang lalu bertindak masuk kedalam rumah makan itu.
Orang yang satu tinggi usianya, yang lainnya masih muda. Sembari berjalan,
mereka itu bersenandungkan syair. Yang luai biasa dari mereka, kecuali usia
mereka berlainan juga cara berdandannya. Si orang tua sudah putih rambut dan
kumis janggutnya, putih juga seluruh pakaiannya. Si anak muda sebaliknya
berpakaian hijau mulus, pinggangnya tergangtungkan
sebatang pedang, punggungnya menggendol sebatang yang lainnya. Usia mereka beda
kira kira tujuh atau delapan puluh tahun! Mereka berjalan kaki, mungkin mereka
sudah berjalan jauh tetapi sepatu mereka tidak ada debunya.
Sebaliknya muka mereka penuh dengan peluh.
Tanpa menghiraukan siapapun juga, tanpa melirik ke kiri dan kanan, ke dua tetamu
ini langsung memilih meja di pojokan.
Melihat mereka itu, ketiga penunggang kuda tadi nampak heran. Rata rata di dalam
hati mereka, mereka berkata: "Bukankah dua orang ini si tua dan si muda yang
tadi kita ketemukan di tengah jalan" Kenapa jalanya mereka begini cepat,
sekarang mereka telah tiba di sini" Mereka cuma keunggulan satu tindak!" Lalu
yang dua kata pada yang satu suaranya perlahan: "Eh. Lao toa, mereka berdua
muncul secara mendadak begini, bukankah mereka ada maksudanya" Mereka kawankah
atau lawan?" Si tua. yang matanya satu, kata dengan tawar: "Itu Khong Tong Sam Yu, memangnya
siapakah yang kita takut?"
Khong Tong Sam Yu berarti Tiga Sahabat Khong Tong Pay.
Justru itu tiba tiba si tua berkata cempreng seperti suaranya bambu pecah: "Eh,
tuan pemilik rumah makan!
Di sini ada tiga ekor burung elang dan kuntul, kau tolong panggang untuk aku si
orang tua!" Ia pun merogoh ke kantungnya dari mana dia menarik keluar tiga ekor
burung elang, yang terus di serahkan pada pemilik rumah makan itu. Sedangkan si
muda menambahkan: "Kau panggang baik baik, ya. Jangan bikin matanya kebakar
hangus! Aku paling doyan biji matanya!"
Tiga orang dengan dandanan mewah itu menjadi gusar.
"He, bocah apa kau bilang?" satu di antaranya menegur sambil dia menggeprak
meja. Tidaklah heran kalau mereka bertiga gusar. Merekalah tiga adik perguruan dari
ketua Khong Tong Pay, gelaran mereka yaitu Khong Tong Sam Eng tiga ekor elang
dari partai Khong Tong Pay. Merekalah Tok Gan Liong Ang Kie si Naga Bermata
Satu, dan Khong Tong Siang Ciu Ong Koa dan Ong Wie. "Siang Ciu" berarti
"Sepasang kuntul."
Mereka justru merasa sedang diejek dengan gelaran mereka itu.
Si tua berpakaian putih dan si muda berpakatan hijau seperti tidak mendengar
suara orang, mereka lantas bicara berdua sembari tertawa tawa.
"Ini arak wangi sekali! Ini arak wangi sekali!" kata si tua.
"Mari bocah kau keringi cawanmu!"
"Apakah kita tidak menanti matangnya elang dan kuntul itu?" tanya si anak muda.
"Bukankah arak ini akan terasa terlebih sedap pula?"
Mereka bicara seenaknya saja, sedangkan Tok Gan Liong bertiga, mendongkolnya
bertambah tambah. Ong Hoa habis sabar, maka terangkatlah kakinya melayangka
sebuah bangku! Si muda pucat mukanya, hendak dia menangkis bangku itu, atau si tua telah
mendahulukan dia. Dengan melemparkan sumppit di tangannya orang tua itu membikin
bangku terpental balik ke tempal asalnya!
Khong Tong Sam Eng terkejut, lantas Ong Hoa tertawa dingin, dengan tajam, dia
mengawasi si tua dan si muda itu.
Dia berkata: "Sungguh kepandaian tangan yang liehay! Aku Ong Hoa, ingin aku
belajar kenal dengan kepandaian itu!"
Lantas sambil mengulapkan cambuknya, dia maju menghampirkan.
Si tua tertawa, dia berkata : "Ie Kun, ini bagianmu memperoleh untung!"
Ketika cambuk tiba. si tua telah mercelat pergi, sedangkan si muda yang
dipanggil Ie Kun itu, berkelit hingga cambuk menghajar meja, suaranya nyaring,
arak dan barang makanan tumpah dan muncrat!
Karena gagalnya serangannya itu Ong Hoa mendongkol hingga dia betkaokan, hingga
dia lupa bahwa orang liehay sekali kembali dia menyerang, kali ini dengan
cambukan "Beng Ngo weng" "Ayam berkokok jam lima" Ie Kun menyekat sebatang tulang ayam,
dengan itu ia menotok ke atas, membikin cambuk meleset maka cambuk itu kembali
menghajar meja hingga terdengar pula suara yang nyaring dan meja itu berbekas
buat kedua kalinya. Hanya habis menangkis itu, ia maju, tangannya diluncurkan.
Bergeraknya itu membikin baju hijaunya berkelebat tegas.
Ong Hoa menyerang tempat kosong, tubuhuya maju ke depan, dia seperti
menghampirkan serangan, tetapi dialah jago Khong Tong Pay, dia bukan sembarangan
orang dengan menekankan cambuknya kepada meja, dia membikin tumbikin tubuhnya
terangkat, buat mental mundur, hingga dia bebas dari bahaya.
Melihat serangannya gagal, Ie Kun menjadi berhati hati.
Sejak satu tahun, ia sudah menyekap diri, ia sudah berlatih lebih jauh, sekarang
ini untuk yang pertama kali ia muncul pula. Maka tak mau ia berlaku sembrono.
Habis mengelak bahaya, ia maju pula, untuk menotok dengan tipu silat
"Mending langit menggaris matahari"
Ong Wie melihat kakaknya terancam bahaya, ia lompat maju untuk mendahulukan
menyerang si baju hijau. Dengan beruntun ia menerjang dua kali.
Tok Gan Liong melihat anak muda itu lihay. Ia juga menduga, orang muncul bukan
tanpa maksud. Karena ini, ia lantas maju juga, membantu kawannya.
Ong Hoa girang mendapat bantuan. Memangnya ia telah merasa bahwa ia bakal
terancam lawan. Karena ini, berbareng mendapat hati, ia pun mendesak, dengan
kedua kakinya, ia menerjang beruntun. Itulah "Lian hoat Wan yoh Kiat" atau
"Tendangan Burung Wanyoh."
Dikepung bertiga, Ie Kun memperontonkan
kegesitannya. Hanya dengan satu gerakan ia menghilang dari hadapan lawan, hingga
serangan mereka itu gatal semuanya!
Khong Tong Sam melongoh, muka mereka merah.
Mereka sudah tersohor tetapi melayani seorang lawan, yang muda, mereka tidak
memperoleh hasil. Mereka tidak tahu lawan bersilat dengan ilmu silat apa.
"Kamu bertiga tahang nasi semuanya! Orang sudah menyingkir dengan tipu Ie Heng
Hoan Wie! Sekarang ini dia sudah berada jauh satu lie lebih!" demikian bentakan
yang datangnya dari dalam kereta, suaranya dalam.
Tipu "Ie Heng Hoan Wie" itu ialah kepandaian Menukar wujud, mengganti
kedudukan." "Hm! Banyak lagak!" kata Tok Gan Liong sengit.
Berbareng ia dan dua kawannya menoleh kekereta, mata mereka mendelik. Hanya,
belum lagi ia menutup mulutnya, dari dalam kereta sudah melayang sejilid buku,
kendati ia berkelit, toh pipinya yang kiri kena terhajar, hingga mulutnya
mengeluarkan darah! "Hm! Hm!" demikian terdengar pula suara dari dalam kereta yang disusul dengan
bentakan ini: "Mari berangkat!"
Itulah perintah! Khong Tong Sam Yu mendongkol bukan main. Tapi mereka tidak berani melawan atau
menentang. Orang didalam kereta itu menjadi orang yang ketua mereka
mengundangnya dengan susah payah. Terpaksa mereka menurut dan berangkat.
"Tempat ini tempat apa?" Ong Wie tanya Tok Gan Liong.
Orang tua itu melihat kelilingan.
"Mungkin ini wilayah propinsi Shoatang!" sahutnya.
"Buat apa kau menanyakan tempat" Paling perlu ialah berangkat lekas!"
"Kenapa kita mesti turut orang Tiat Ciang Pang pergi ke Tay San?" tanya Ong Wie
tak mengerti. Tok Gan Liong bermonyongkan mulut kearah kereta, ia tidak menjawab. Itu artinya
bahwa itulah kehendaknya orang didalam kereta itu.
Oag Wie menoleh kearah kereta itu, ia pun berdiam.
Perjalanan sudah dilanjuti. Tiga penunggang kuda dan sebuah kereta kabur seperti
tadi. Dibelakang mereka, debu mengepul naik. Jauh dibelakang mereka, habis debu,
muncu pula si tua dan si muda yang pakaiannya masing masing putih dan hijau....
"Ie Kun," kata situa "Bukannya aku malas, tetapi baiklah kita bertemu pula
dikota Ceelam nanti."
Siorang tua berkata begitu setelah ia melihat ketiga penunggang kuda dan kereta
menikung ditengah jalan. Kemudian, tanpa menanti jawaban, ia berkata pula: "Besok
malam, kita bertemu pula di kuil Wan Kak Sie, dikota selatan." Terus ia
berkelebat, lantas ia menghilang.
Ie Kun mengawasi orang berlalu. Ia sekarang lagi menuju ke Utara, untak turut
dalam rapat umum kaum sesat digunung Tay San. Ia tidak tahu waktunya rapat, maka
itu, ia turut Lan Ong, si Tua Pemalas. Bersama si tua ia membuat lakon. Ditengah
jalan, saban bertemu orang, mereka menggoda untuk bergurau, habis itu, mereka
menghilang. Demikian mereka menggodai Khong Tong Sam Yu. Hanya kali ini mereka
berniat memancing penumpang kereta itu muncul untuk memperlihatkan diri.
Nyatanya mereka gagal. Penumpang kereta itu cuma bersuara "Hm!" dan menegur
Khong Tong Sam Yu. Terhadap mereka berdua, dia bungkam dalam segala bahasa.
Karena siorang tua sang guru pergi, Ie Kun menjadi kesepian. Ia pun tidak berani
lancang turun tangan mengganggu pula orang, didalam kereta itu.
Tidak lama, dari aran depan datang siuran angin dingin, dan langit mulai guram.
"Celaka, tentu bakal turun hujan!" katanya didalam hati.
"Angin bertambah keras dan langit mulai gelap. Pasti akan turun hujan besar!
Kalau mereka singgah, tentu aku mesti singgah bersama. Tidak tidak dapataku
bertemu dengan mereka itu."
Maka ia lantas lari kearah pepohonan lebat. Atau dilain saat, dari situ muncul
seorang dengan roman dan dandanan sebagai Cit Chee Piauw Sim Ie!
Selagi langit gelap hujan mulai turun. Untuk tidak kebasahan, Ie Kun lari keras
dengan ilmu "Leng Khong Hie Touw" "Menyebrangkan udara". Setelah satu lie, ia
melihat sebuah tembok merah didepan ia di sebelah kanannya
sebuah lembah. Itulah sebuah kuil. Ia lari kesana. Ketika ia sampai didepan kuil
itu, bajunya sudah demak.
Pintu pekarangan kuil terkunci, tetapi gemboknya berlobang dibeberapa tempat.
Itulah bukti kuil itu kosong dan sudah rusak.
"Kalau kuil kosong, kenapa pintunya dikuncinya?" pikir Ie Kun heran. Ia molos
disatu lobang. Didalam terlihat sebuah pekarangan luas tetapi kosong. Teranglah
kuil itu besar, pintu pekarangan bukan cuma terkunci tetapi juga terganjel
sebuah batu besar berat tiga ratus kati mungkin.
Meski ia heran, Ie Kun tidak pikirkan itu. Ia pergi ke toa tian, pendopo besar,
di sana dilantai ia melihat tapak kaki basah dari beberapa orang.
"Mungkin mereka juga mau pergi ke Tay San," pikirnya
"Mestinya mereka menunggang kuda. Mana kuda mereka itu?"
Ie Kun bertindak, mengikuti pelbagai tapak kaki itu.
Mendadak ia berhenti. la bercuriga. Pikirnya: "Mungkin mereka tahu aku datang ke
mari...." Maka ia batal masuk terus, sebaliknya, ia lari keluar. Ia mencari
genting yang rendah, untuk ia naik ke atasnya.
Hujan turun besar sekali, suaranya sangat berisik.
Di belakang toan tian ada sebuah pekarangan terbuka, di situ tertambat tujuh
atau delapan ekor kuda. Ia pun mengenali kereta yang diiring Khong Tong Sam Yu.
la maju terus melewati dua buah undakan. Disini barulah ia lompat turun. Maka ia
mendapat sebuah kamar pendeta.
"Oh, anak kau sudah sampai?" tiba tiba terdengar suara menyapa.
Ie Kun tertawa dingin. "Kau siapa?" ia tanya.
"Hm!" demikian suara di dalam. Tak ada jawaban lainnya.
"Kau siapa!" Ie Kun mengulangi pertanyaan nya, keras.
Merdadak daun jendela bersuara nyaring. Itulah suara pecahnya kertas jendela.
Dari sebelah dalam muncul ujungnya sebatang joran.
Tiba tiba saja Ie Kun menjadi girang sekali.
"Tang Hay Hie In!" serunya.
"Lekas masuk!" demikian terdengar pula suara di dalam itu.
Dengan hati lega, Ie Kun memasuki ruang. Segera ia melihat Tang Hay Hie In lagi
duduk sambil menggelogoti buli buli arak.
"Lolos topengmu! Di sana itu mereka lagi saling menerka!" kata nelayan. "Aku
tahu Ouw Siu bercelaka aku, kira kau pun sudah habis! Siapa tahu kau bertemu
dengan Lay Ong! Ha ha! Berapa banyak sudah kau mewariskan kepandaiannya?"
Ie Kun tahu nelayan jago itu sangat "polos "dan sederhana. Tanpa malu malu, ia
menjawab : "Baru lima bagian!" Ia pun tertawa.
"Cukup! Cukup!" kata si nelayan. "Aku Giam pocu, aku menyangka kau baru dapat
tiga bagian!" Ia bersenyum lantas ia menambahkan : "Mari! Mari kita lihat,
mereka itu lagi mempertunjukkan sandiwara apa !"
Berkata begitu, Tang Hay Hie In menggendol tempat araknya, ia cekal jorannya,
terus ia lompat keluar dari jendela.
Tanpa ayal lagi, Ie Kun lompat menyusul.
Mereka pergi ke pendopo. Di sana segera terdengar suara berisik.
"Ketua dan Tiat Ciang Pang mengadakan rapat besar di Tay San ini, dia tentu
mengandung suatu maksud," kata seorang, "Di toh menggunai Cay Hun Giok Tiap
sebagai umpan!" "Kabarnya pihak Siauw Lini Pay bakal mengirim orang orangnya yang lihay," kata
seorang lain "Siauw Lim Pay hendak merampas pulang pasukannya itu!"
(BERSAMBUNG JILID 7 ) Jilid ke : 7 "Sebenarnya Cay Hoan Giok Tiap tidak berada di tanganku Pui Thian Bin..."
Sekutu Iblis 2 Pendekar Rajawali Sakti 65 Kuda Api Gordapala Makam Bunga Mawar 31
Selagi mendekati orang orang itu, Ie Kun heran. Tidak ada orang yang
menghiraukan ia, memandang pun tidak!
Kembali ia bertanya tanya pada dirinya sendiri: Mereka itu lagi berbuat apakah.
7. Dirampas. Tujuh atau delapan orang itu terus tidak mempedulikan Ie Kun. yang sekarang
merupakan Cit Chee !"iauw Sim Ie.
Mereka itu cuma memperhatikan si tua dan si muda, yang muncul lebih dulu dari
dalam jurang. "Hm, akhirnya...." Tiba tiba terdengar suara seorang, yang terus tertawa dingin.
Sekarang Ie Kun dapat melihat lebih tegas. Orang orang itu berjumlah
bertujuh. !"akatan mereka semua berwarna kuning emas, semuanya singsat, sedang
mukanya ditutup dengan topeng warna kuning emas juga pada topeng itu terdapat
tiga buah liang, untuk kedua biji mata dan sebatang hidung ...
"Kenapa kamu turut mengambil bagian?" Bu Eng Jin tua menanya salah seorang yang
rupanya menjadi pemimpin rombongan orang bertopeng itu.
Dengan berbareng, semua orang itu tertawa dingin, lalu satu di antaranya berkata
dengan tegas dan terang: "Untuk melayani kamu berdua orang orang dari tingkat
lebih muda yang tidak bernama, tenaga kami tujuh orang utusan berbaju emas dari
Tiat Ciang !"ang sudah berlebihan! Haha!
... " Parasnya Bu Eng Jin tua berobah mendengar dia dikatakan orang tingkat muda tidak
ternama, akan tetapi dia tidak melakukan tindakan apa apa kecuali tertawa tawar.
Tidak demikian dengan Tan Siang Seng si Bu Eng Jin muda, dia gusar.
Ie Kun mendengar kata kata orang itu dan melihat sikapnya kedua Bu Seng Jin,
kata ia di dalam hatinya "Mereka itu, kalau bukannya mereka semua berkepala besar, pasti mereka belum
tahu mereka siapa ini orang orang itu dan muda yang namanya sangat termashur
dalam dunia Kang Ouw! Buat lain orang mendengar nama saja sudah takut... "
Ketujuh orang itu melihat Tan Siang Seng hendak menggeraki tangan, mereka
melirik mereka tidak meghiraukan.
Bu Eng Jin tua tertawa tawar. "Aku hendak tanya kamu, pang cu kamu menyuruh atau
tidak kepada kamu untuk membawa barang itu?"
"Hm!" bersuara seorang utusan. "Pang cu kami tahu, dengan mengirim kami saja
tujuh orang utusan, kamu tentu bakal tidak mem perdulikan, maka itu buku Kie Su
Koan dari Siauw Lim Sie itu tidak disuruh kami bawa!"
Darahnya Bu Eng Jin tua meluap, dia berseru nyaring dan bengis tubuhnya lompat
menerjang! Tubuh Bu Eng Jin muda bergerak. Hanya di dalam sekejap, tujuh orang
utusan itu lantas roboh sambil menjerit kesakitan, sedangkan pada salah satu di
antaranya, sebatang pedang emas kecil nancap di tengah tengah sepasang alisnya.
Ie Kun menyaksikan dengan tegas kejadian itu.
"Sungguh mereka kejam!" katanya di dalam hatinya.
Ketujuh utusan Tiat Ciang !"ang itu, semuanya roboh binasa.
Tiat Cian pang yalah partai atau Kawanan Tangan Besi.
Selagi anak muda ini melengak, ia melihat kedua Bu Eng Jin sudah menyalin
pakaian mereka dengan jubah hitam, hingga mereka sekarang merupakan Bu Eng Jin
yang tulen. Dengan berbareng mereka berdua itu pergi, maka di lain saat, mereka sudah
menghilang di tempat tujuh atau delapan tombak jauhnya.
Selagi dua orang itu, guru dan murid berlalu dari lain arah terlihat datangnya
tiga orang lain. Mereka lari dengan sangat pesat dan ringan suatu tanda lihaynya
ilmu ringan tubuh mereka. Begitu mereka sampai di tempat kejadian, begitu mereka
berhenti berlari begitu lekas juga mereka terperanjat.
"Benar jitu apa yang diterka pang cu" kata satu di antaranya seorang usia
setengah tua, yang tubuhnya kate dan bajunya merah. Ia berkata sambil mengawasi
ketujuh mayat utusan Tiat Ciang !"ang itu. "Pang cu yalah ketua Tiat
Ciang !"ang." Dua orang yang lainnya, yang tua usianya, bajunya abu abu dan tubuhnya tinggi
dan kate, lantas mandapat tahu sebab kematiannya tujuh utusan itu. Mereka lantas
mencabut semua pedang emas kecil dari tubuh ketujuh mayat, habis itu, dengan
muka pucat mereka berseru:
"Gouw Hiu cu, tidak salah dugaan pang cu! Inilah tangan jahat dari Bu Eng Jin!"
Orang yang dipanggil, Gouw Hiu cu yang berbaju merah itu yang tubuhnya gemuk dan
kate, menyambuti pedang emas kecil itu sembari dia berkata : "Aku Gouw !"it Tat
aku tidak takuti itu!"
Orang yang berani ini ialah hio cu, atau ketua nomor empat, dari Tiat
Ciang !"ang, dan julukannya yaitu Cin Sian Ciu si Penggempur Dewa, sedang dua
yang lainnya, berkedudukan hu hoat pelindung. Sijangkung kurus, ialah Tay Lek
Sin Kun !"ui It Peng, dan si kate ialah Kiak Tek Su Gak Cong Sin, si !"endupak
Empat Gunung. Pui Thian Bin, ketua Tat Ciang Peng, telah menerka beliau. Dia menyangka orang
hanya menggunakan nama tidak keruan. Dia terpedayakan. Begitulah dia cuma
mengirim tujuh orang pesuruhnya, yang biasa disebut kim ie su cia, utusan
berbaju emas. Dia memesan untuk utusannya itu mengambil sikap keras. Sesudah
utusan itu berangkat, baru timbul kecurigaannya. !"ikirnya: "kalau pihak sana
orang biasa saja, buat apa dia meminta Siauw Lim Kie Su Koan" Urusan pasti tidak
sedemikian sederhana! Taruh urusan fihak sana hanya murid Siauw Lim !"ay, dia
juga tidak dapat dilepaskan!" Maka dia lekas
mengirim kedua hu hoat serta hio cu yang keempat itu.
Kesudahannya, mereka ini datang terlambat. !"ihak sana pasti lihay, jikalau
tidak, tidak nanti ketujuh orang itu terbinasa. Mereka itu bukan sembarang
anggauta Tian Ciang !"ang.
Pui It Peng dan Cong Sin bahkan dapat membedakan pedang emas kecil milik Yo
Thian Siauw dan Bu Eng Jin.
Ie Kun heran orang mengetahui itu. Maka tahulah ia bahwa orang orang Kangouw ini
luas pengetahuannya. Ketika itu Cin Sian Cu menepuk dan meremas kedua tangannya, maka ketujuh pedang
emas kecil itu lantas gepeng menjadi satu. Dengan sengit, ia berkata : "Sekarang
ini semua orang sudah ketahui Siauw Lim Kie Su Kuan berada ditangan partai kita,
tetapi pihak Siauw Lim !"ay sendiri, agakny mereka tilak begitu memperhatikan!
Tidakkah itu aneh" tidaklah itu harus dipikirkan" Sejak pang cu kita bergabung
dengan para orang gagah membinasakan Tiat Kiam Sie seng sampai sekarang ini ia
terus berduka dan berkuatir saja, karena itu jikalau kita tidak dapat lekas
lekas mencari dapat Cay Hoan Giok Tiap, mungkin...."
"Gouw Hio cu, janganlah kau berkata demikian!"
berkata Tay Lek Sin Kun. "Bukankah hio cu berduka karena selama ini beruntun
telah muncul beberapa orang lihay serta itu si kepala hantu" Bukan aku memandang
ringan kepada mereka itu, di dalam partai kita, sekarang ini ada tak sedikit
orang orang kosen, karena itu, kenapa kita mesti jeri" Kabarnya bocah yang
membawa Cay Hoan Giok Tiap sudah muncul di dalam dunia dan sekarang mini pang cu
tengah menyelidiki tentang dia!"
Ie Kun terkejut. Apakah orang bukan maksudkan tanya"
Tapi, iapun puas mengetahui halnya kedua Tiat Ciang
!"ang itulah yang mengajak orang orang yang mengepung dan membinasakan Tiat Kiam
Sie seng. Nama Tiat Kiam Sia seng seperti selalu terbang dimulut guruaya! Cuma
guru nya tidak mau menerangkan ada sangkut paut atau hubungan apa diantara Ciat
Kiam Sie seng dan lainnya.
Karena hatinya tertarik, tanpa merasa, Ie Kun bergerak hingga ia mengasi dengar
suara perlahan , "Siapa di sana?" tegur Cong Sin "orang gagah siapakah itu" Silahkan keluar untuk
menemui kami! Ie Kun tidak menyangka orang demikian lihay tetapi ia tidak takut, lantas ia
lompat muncul kebadapan mereka itu bertiga. Dengan tawar ia berkata: "Dunia
telah ketahui urusan dahulu hari orang membinasakan Tiat Kiam Sie seng! Maka itu
sekarang pergilah kamu pulang mengumumkan kepada kaum Kangouw bahwa Cit Chee
!"iauw hendak menuntut balas buat Tiat Kiam Sie seng!"
Ketiga orang itu terkejut, mereka heran. Orang yang muncul justru Cit
Chee !"iauw sendiri! Orang pula tanpa sebab tanpa lantaran hendak membalaskan
sakit hatinya Tiat Kiam Sie seng! Tidakkah itu aneh"
Cin Sian Cu tertawa dingin.
"Jangan ku menggerak orang dengan selagi besi rosokanmu!" katanya, keras "Aku
siorang she Goaw tidak akan terjerumus ke dalam akal muslihatmu!"
Ie Kun pula tertawa dingin, sambil mencekal Cit Chee piauw dikedua belah
tangannya dengan tawar, ia berkata pula "Cit Chee piauw ini tidak ada bisanya,
mari aku bikin kau belajar kenal dahulu dengannya!"
Cin Sian Cu tahu lihaynya Cit chee piauw, ia sudah lantas memasang mata.
"Hm!" berseru Ie Kun dingin, melihat lagak orang.
Segera ia menggeraki tangan kiri nya. Atas itu terdengarlah suara nyaring
mengguntur. Cin Sian Cu segera bergerak, menunjuki kegesitannya. Ia bergeliat kepelbagai
arah untuk menyingkir dari piauw Tujuh Bintang, paling belakang ia membebaskan
diri dengan satu lompatan Keledai malas. Hanya sekarang mukanya menjadi pucat,
hatinya goncang, karena hebatnya serangan itu.
"Kau berhati hatilah!" Ie Kun berseru pula sedang tangan kanannya besiap.
Dua dua In Peng dan Cong Sin terkejut mereka sampai mengeluarkan keringat dingin
saking menguatirkan keselamatannya Gouw !"it Cat hio cu yang bicara besar itu.
Mereka telah melihat bahwa kawan itu tidak berdaya menghadapi Cit chee piauw.
Maka mereka kuatir sahabat itu tak akan lolos seperti semula. Mereka pernah
dengar orang omong halnya tidak pernah ada orang yang selamat lolos dari
serangan Cit chee piauw yang ketiga kali.
Justeru itu dari arah kiri, dimana ada rimba lebat, mendadak muncul empat orang
wanita muda yang semua berdandan sebagai dayang dayang istana, yang bajunya
warna abu abu, terus mereka itu mengurung Cit chee
!"iauw tetiron. Satu diantara mereka itu lantas berkata
"Harap semua jangan turun tangan! Nona kami akan datang kemari!"
Semua orang berdiam, bahkan melengak. Mereka tidak tahu, siapa nona itu. Mereka
cuma melihat keempat wanita ini semuanya beroman cantik dan keren. Maka mereka
mau menduga. Sinona mestinya terlebih cantik lagi dan gagah!
Cin Sian Ciu Gouw !"it Tat mengunai ketika ini untuk beristirahat.
Ie Kun mengasi turun tangan kanannya, ia melihat kelilingan.
"Siapakah nona itu?"ia tanya, suaranya tawar.
"Oh, kau tidak tahu nona kami?"tegur salah seorang wanita, dia agak heran.
Sebelum Ie Kun berkata pula, maka dari dalam rimba terdengar ini suara yang
halus dan terang: "Para orang gagah, disekitar lima puluh lie dari lembah Hian
Im Kok kami ini dilarang orang melakukan pertempuran mati hidup! Silahkan
pergilah kamu!" Walaupun halus, suara itu mestinya suara yang dikeluarkan dengan
tenaga dalam yang mahir, lebih lebih kata kata yang terakhir.
Mendengar suara itu, parasnya Gouw !"it Tat menjadi pucat, dengan roman bengis,
ia mengawasi Ie Kun dan dengan mendongkol : "Lain kali aku akan belajar kenal
lebih jauh pula dengan kepandaianmu!" Terus ia mengulapkan tangan kepada kedua
kawannya, yang ia ajak pergi seketika juga. Rupanya mereka ini tahu siapa yang
bicara itu, mereka berlalu dengan membungkam.
Ie Kun sebaliknya. Ia jadi ingin mendapat tahu siapa sinona yang demikian
berpengaruh hingga orang orang Tiat Ciang !"ang it menjadi jinak sekali. Ia
berdiri diam saja. Keempat nona melihat tiga orang itu berlalu tetapi pemuda ini tidak kembali
mereka mengasi lihat sikap mereka yang keren. Kata satu diantaranya: "Nona kami
menitahkan kamu pergi menggelinding, Kenapa kau masih berdiam saja?"
Ie Kun mengawasi, sikapnya tetap dingin.
"Siapa itu nona kamu" Atas dasar apa dia dapat memerintah aku pergi?"tanyanya.
Hampir berbareng habisnya kata kata Ie Kun itu, tiba tiba dari dalam rimba
terdengar perintah ini: "Ang Ang hajar telinganya!"
Cepat luar biasa, sinona yang tadi menegur itu sudah melesat kedepan Ie Kun
lantas sebelah tangannya dilancarkan ketelinga orang, untuk menggaplok!
Ie Kun terkejut, akan tetapi dapat ia berkelit, hanya anginnya gaplokan itu
membuat ia merasa telinganya perih.
Ia heran hingga ia kata didalam hatinya: "Sang budak sudah begini lihay, entah
nona majikannya." Sinona menjadi pucat karena serangannya gagal, segera ia maju pula untuk
mengulangi serangannya. Kalau tadi ia menggunakan tangan kiri, sekarang tangan
kanan. Ie Kun berkelit pula, secara mudah. Ia mendongkol maka ia berkata: "Nona jikalau
kau tidak perlihatkan dirimu, aku yang rendari terpaksa akan memberi ajaran
kepada sebawahanmu ini!"
Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang nyaring nyaring halus, nadanya
tawar meski begitu, suara itu menggetarkan telinga.
Sementara itu sinona, yang gagal dengan dua kali serangannya itu, sudah lantas
menghunus pedangnya. Dia rupanya malu dan panas hati karenanya, parasnya dari
pucat menjadi merah padam. Dia sudah lantas membacok!
Ie Kun terkejut. Inilah ia tidak sangka.
Akan tetapi ia tidak berdiam saja. Sambil mendak sedikit. Ia mengangkat sebelah
tangannya, menyambuti bacokan, uituk menjepit pedang dengan dua buah jari
tangannya. Nona itu celi matanya dan gesit gerakan nya. Ia tidak sudi mengijinkan pedangnya
dijepit, dengan sebal ia membatalkan bacokan nya, untuk tukar itu dengan tabasan
dari samping. Akan putuslah dua jeriji tangan sianak muda andaikata tabasan itu
mengenai dengan jitu. Kembali Ie Kun terkejut. Sinona benar lihay, karena ini, ia lantas membalas
menyerang. Berbareng dengan menarik pulang tangan kanannya, ia menotok dengan
tangan kirinya, sedangkan dengan tangan kanannya itu, ia terus menotok juga.
Sinona menjadi kaget sekarang. Ia mengerti bahaya. Tidak lagi ia maju,
sebaliknya, ia lompat mundur sembari lompat, ia membabat, untuk melindungi
dirinya andaikata musuh menyusulnya.
Tiba tiba Ie Kun kaget. Diluar dugaannya pedang si nona menggores lengannya.
Tahu2 ia merasa nyeri dan darah mengucur keluar dari lukanya itu. Terpaksa ia
lompat mundur dua tindak.
Melihat lawan terluka, si nona tertawa puas. Lantas ia maju pula sambil menikam.
Menampak demikian, Ie Kun pun panas hati. Tidak mau ia mundur atau ia bakal di
rangsak. Maka ia mengangkat tangan kirinya untuk menangkis sedang tangan
kanannya, ia menyerang, ia menggunakan jurus ketiga dari "Thian Touw Sam Si"
yaitu Cio !"o Thian Keng "Batu pecah langit kaget."
Si nona menyerang dengan memandang hina, sembari tertawa dingin, maka ia kaget
sekali, waktu tahu tahu ia merasa tubuhnya tertolak keras.
Justeru itu, dari sisi kiri Ie Kun ada tolakan lain yang lunak, yang membikin
serangannya itu gagal. Hanya mesti demikian si nona toh terpental tiga tindak,
mukanya menjadi pucat. Ie Kun tidak puas. Ia menduga rintangan terhadapnya itu, datang dari si nona
majikan, maka ia berkata keras:
"Apa macam kelakuanmu ini, main sembunyi sembunyi"
Kenapa kau tidak mau perlihatkan diri?"
Dari dalam Rimba terdengar jawaban yang nyaring tetapi halus: "Kau sendiri juga
menyembunyikan diri, kau masih berani menegur orang lain! Bukankah kau menyaru
menjadi Cit Chee !"iau?"
Ie Kun terperanjat. Tidak ia sangka orang mengetahui rahasianya. Selagi ia
bengong itu mendadak ia merasa telinga kirinya ada yang sentil! Ia kaget ia
merasa nyeri. Tentu saja ia menjadi gusar.
"Inilah sentilan Ang Ang tadi yang belum kena!"
terdengar suara barusan itu. Sebelum Ie Kun tahu apa apa telinga kanannya sudah
tersentil juga. Ia gusar berbareng heran sekali. Ia tetap tidak dapat melihat si
penyerang. Keempat nona dengan baju abu abu itu, tertawa akan tetapi mereka menutupi mulut
mereka. Ang Ang, si nona yang tadi terpental turut tertawa juga. Rupanya mereka
merasa lucu melihat si anak muda bingung tidak berani bersuara keras mungkin
takut diomeli majikannya.
Dalam gusarnya Ie Kun mengacam: "Jikalau kau tidak mau perlihatkan diri hanya
membawa lagak iblismu jangan kau sesalkan aku kejam!"
Dari dalam rimba terdengar tertawa dingin. Orang seperti tidak takut pada Cit
Chee piauw. Kemudian menyusul terawa dingin itu terdengar perintah ini: "Kamu
bekuk bocah ini dan bawa kepadaku!"
Keempat nona atau budak maju dengan berbareng, Dengan berbareng juga mereka
telah lantas mencekal pedangnya masing masing.
Melihat demikian Ie Kun juga menghunus pedang Cit Chee Kiam pemberian Sim Ie,
bahkan ia bersiap menggunakan jurus yang pertama, Cit Chee Sian Sian atau
"Tujuh bintang berkeredepan,"
Didalam rimba terdengar seruan tertahan rupanya disebabkan ilmu silatnya anak
muda ini. "Oh kiranya kaulah muridanya si setan tua she Sim!" katanya. "Nah
pergilah!" Keempat nona menyimpan pedang mereka roman mereka masgul.
"Nona menyuruh kau pergi!" kata mereka. "Kau dengar tidak?"
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ie Kun, bersangsi, tetapi ia pikir, ia bukanlan lawan nona itu Maka akhirnya ia
kata : "Biarlah lain kali kita bertemu pula!" Ia lantas berlalu.
Disaat pemuda ini lenyap, dibelakang ia muncul si imam berjubah hitam, yang
muncul dari dalam rimba, yang terus menyusul padanya.
Malam sangat tenang dan sunyi, tak ada angin sesilir jua.
Di saat itu, hatinya Hui Khong Siansu sangat tidak tenteram. Didepan ia, pelita
berkelak kelik apinya. Ia merogoh ke sakunya, untuk menarik keluar sehelai surat
kulit kuning, untuk diteliti. Ia lakukan ini sudah beberapa kali. Terlihat ia
bersenyum tawa. "Diundurkan pula tiga bulan ..." katanya. "Sekarang tiga bulan lagi sudah tiba!
Kenapa masih saja tidak ada kabar beritanya?"
"Ser!" demikian satu suara yang disebabkan selembar kertas putih yang
digumpalkan melesat masuk dari jendela.
Terang keras itu ditimpukan oleh satu tangan yang pandai ilmu "Hui Hoa Tek Yap"
atau "Menerbangkan bunga, memetik daun" Dengan ilmu itu, orang bisa melukai
lawan dari tempat yang terpisah jauh.
Hui Khong terkejut, sampai parasnya berubah. Dengan sebat ia mengulur tangannya,
untuk menyambuti. Ketika ia mencekal kertas tangannya tergetar dan terasa panas,
ia lantas membaca : "Bu Beng Tongcu" ialah si Bocah Tak bernama.
"Sebentar tengah malam, aku menantikan di Cie Kee Wan! .Bu Beng Tonseu."
Sedangkan Cie Kee Wan yaitu taman bunga Keluarga Cie.
Hui Khong berpikir. Rasanya sulit untuk melayani penulid surat itu yang pandai
ilmu Hui Hoa Tek Yap. Ia pun percaya, sesudah berselang tiga atau empat bulan,
mestinya bocah itu jadi semakin lihay. Ia menjadi jago Siauw Lim !"ay, jarang
lawannya, toh ia jeri terhadap bocah ini. Itulah sebabnya kenapa ia jadi semakin
tak tenang, menjadi gelisah.
Cie Kee Wan ialah tempat di mana baru ini Ie Kun nampak kegagalan.
Selagi Hui Khong berpikir, telinganya mendengar suara sesuatu yang perlahan
sekali. Angin tidak ada! Dari mana datangnya suara itu" Ia berbangkit dan
berjalan. Ia mau memenuhi undangan tetapi ia seperti tak ada tujuan. Bu Beng
Tongcu membuat ia kehilangan kepercayaan atas dirinya sendiri... "
"Aku tidak sangka bahwa aku bakal menemui hari naas seperti ini," kata ia.
"Semoga Sang Buddha berbelas kasihan ... "
Ia bertindak terus, sampai ia mendengar suara tertawa dingin, datangnya seperti
dari empat penjuru. Ia lantas berpating ke kiri dan kanan. Rimba lebat dan
gelap, sunyi bagaikan mati. Tak ketahuan, dari mana datangnya suara tertawa itu.
Lama lama hati si pendeta menjadi panas, darahnya bagaikan bergolak. Akhirnya ia
kata dingin : "Jangan kau menghina keterlaluan! Masih belum ketanuao siapa bakal
mati dan akan hidup terus!" Karena ini mendadak suaranya kedukaannya. Maka ia
bertindak dengan tetap, kepercayaannya atas dirinya dengan sendiri timbul pula.
Sekarang ia tak pikirkan pula soal mati atau hidup...
Bu Beng Tongcu sementara itu sudah menantikan. Ia berada di tempat yang gelap,
mudah andaikata ia hendak membokong.
"hm, berpura kosen! "demikian ejekan datang dari tempat yang gelap.
Hui Khong mendengar akan tetapi ia tidak mengambil pusing. Cuma dengan diam diam
ia memasang mata, bersiap sedia kalau kalau ia dibokong. Tapi Bu Beng Tongcu
terus berdiam juga, tak ada gerak geriknya. Karena itu, kebun bunga itu menjadi
sunyi pula. Tiba tiba di sebelah depan Hui Khong di mana ada tanah munjul, satu
bayangan orang berkeebat. Tidak ayal lagi Hui Khong lompat menyusul. Setibanya
ia di depan tanah munjul itu, ia melihat selembar papan nisan, yang terpasang
miring bunyi huruf huruf diatas ialah Kuburan Hui Khong Si tosu dari Siauw Lim
Sie. Dari gusar si pendeta menjadi tertawa. Dengan satu sampokan, ia membikin papan
nisan itu pecah hancur! Ketika ia juga hendak menggempur tanah munjulnya, tiba tiba ia ingat suatu apa.
Kata ia dalam hati: "Bukankah ini
jebakan belaka" Selagi aku membungkar, mungkin membokong aku!" Mendadak ia
tertawa, ia lompat naik keatas tanah munjul itu.
"Bagus!" demikian seruan pujian dari Bu Beng Tongcu serangan siapa menyusul
pujiannya itu Hui Khong merasai angin menyambar, dengan lantas ia mendupak
dengan kaki kirinya, sedang kedua tangannya dipakai menyambuti serangan gelap
itu. Atas itu, kedua pihak sama sama bertolak mundur.
Dihadapan si pendeta sekarang muncul penyerangnya, yaitu Bu Beng Tongcu, yang
bersenyum tawar, rupanya dia memandang hina kepada pendeta itu. Biar pun
demikian Hui Khong bersikap tenang sekali. Ia ingat kepada nama baik Siauw
Lim !"ay. "Malam ini," kata Bu Beng Tonccu. "di samping kita membereskan hutang lama kita
kau juga mesti mengasi keluar dan menyerahkan si bocah vang baru baru ini
berdiam di dalam kuilmu!"
Hui Khong tidak menyahuti, ia hanya menyerang.
Bu Beng Tongcu berkelit sambil mendak, setelah itu, sambil mengangkat tubuh, ia
membalas menyerang. Ia mencelat tinggi. Hui Khong sudah siap sedia, ia
menyambuti dengan menangkis.
Itulah hebat. Kedua pihak telah sama sama mengerahkan tenaganya. Maka tangan
mereka beradu keras, lantas keduanya sama sama terpental mundur!
Karena ia salalu gagal Bu Beng Tongcu menjadi penasaran. Ketika ia maju pula,
untuk menyerang lagi, tinju kirinya lantai disusul dengan tinju kanannya. Hebat
serangannya ini. Hui Khong tidak suka mengalah, ia menyambuti pula. Ia melawan sama kerasnya.
Bahkan habis itu, ialah yang mendesak. Ia menggunai ilmu silat, Pek !"u Sin Kun,
"Kepala seratus tindak."
Bu Beng Tongcu sebaliknya menggunai "Hiong Hun Ciang kek, Tangan jago.!"
Setelah itu, melayani desakan, Bu Beng Tongcu mengangkat kedua tangannya didada
nya, terus tangan kirinya diputar dari luar kedalam tangan kanannya dipentang
dari atas diturunkan ke bawah, perlahan lahan.
"Cit Sat Cwi Sim Ciang!" Hui Khong berseru di dalam hatinya melihat sikap lawan.
Karena ini, lekas lekas ia mendahului dengan serangan dengan "Cian Kouw Cin
Thian Tambur perang menggemparkan langit", salah satu jurus dari Thian Kian Sam
Sie. Ilmu silat Langit Utara, yang terdiri dari tiga jurus. Ia berhasil
menangkis, toh ia merasa tubuhnya panas, hingga parasnya menjadi berobah.
Bu Beng Tongcu tidak berhasil dengan penyerangannya itu tetapi ia melihat muka
orang, ia tahu bahwa ia menang unggul, maka ia tertawa terus ia bersiap pula.
Ingin ia menyerang terlebih jauh. Atau mendadak ada apa apa yang memaksa ia
menunda. Selagi kedua pihak bersiap sedia itu ditengah tengah mereka terasakan sesuatu
yang menghadang, yang menolak mereka, hingga kedua nya menjadi menunda gerakan
mereka. Telinga mereka juga mendengar satu suara yang berpengaruh. "Hm!"
Hanya sejenak, dihadapan mereka mereka melihat tibanya satu orang yang romannya
luar biasa, sebab dia tua, tubuhnya kurus kering tingginya sembilan kaki.
Dia pula tersenyum tawar.
"Suhu" mendadak Bu Beng Tongcu berseru.
"Tak punya guna!" berseru orang itu, yang dipanggil guru.
Hui Khong segera mengenali orang itu, di dalam hatinya, ia menyebut: Cit Sat Im
Siu!" Orang itu sudah lantas menggeraki tangan kirinya, dengan itu dia paksa sipendeta
mundur tiga tindak sedangkan dua jeriji kanannya dijatrikian hingga berbunyi
secara aneh. "Habislah aku!" Hui Khong mengeluh, ia merasakan tubuhnya tiba tiba menjadi
tidak keruan rasa, hingga ia menjadi kaget sekali.
Justeru itu terlihat seorang berlompat ke antara mereka arang mana terus
menyerang Cit Sat Im Siu.
Orang itu yalah Ie Kun. Ia pulang ke Gie hin dimana ia tak berhasil mencari
gurunya, terus ia pergi ke Cie Kee Wan hingga ia menyaksikan Hui Khong lagi
kertempur dan terdesak, dengan lantas ia menolongi. Ia menggunai jurus kedua
dari Thian Touw Sam Sie, yaitu Cio !"o Thian Keng" Batu pecah, langit kaget.
Cit Sat Im Siu tidak sempat lagi menyerang Hui Khong, ia berbalik menghadapi
perintangnya ini. Ia membaals menyerang dengan pukulan "Thian Ie Tauw Heng."
Lolos dari hukuman akherat." Ia lihay sekali, ia membuat Ie Kun terpental jauh.
Melihat Ie Kun, timbul kebenciannya Bu Beng Tongcu.
Ia ingat halnya ia pernah di perhina. Sambil berseru, ia lompat kepada si anak
muda, untuk menyerang. Ie Kun lekas lekas menahan diri sambil menangkis, ia menyerang. Dengan tangan
kanan, dengan pukulan "Siauw
Tin Chee" "Bintang Kecil," ia menepuk kedada lawan.
Maka bertarunglah mereka berdua. Nampaknya mereka bagaikan lagi bermain main,
akan tetapi setiap pukulan mereka selalu membahayakan pihak lawan.
Cit Sat Im Siu menonton. Ia heran melihat ilmu silatnya sianak muda, yang ia
tidak kenal, karena ia belum pernah melihatnya. Ia mengerutkan alis.
Buat sejenak, Hui Khong berdiam saja. Ia mesti merawat diri karena gempuran Cit
Sat Im Siu barusan. Sambil beristirahat itu, ia mengawasi orang bertempur. Ia
bingung mendapatkan Ie Kun dirangsak lawannya. Dengan menahan nyerinya, ia
berseru: "Lekas pergi. Gurumu sudah pulang ke Ciong Lam San!"
Ie Kun memang berniat berlalu, hanya ia belum mendapatkan kesempatan, sudah Bu
Beng Tongcu mendesak, gurunya musuh pun memasang mata
terhadapnya. Cit Sat Im Siu mendongkol kepada Hui khong, yang menyuruh sianak muda berlalu,
dia tidak cuma mendelik, dia bahkan terus menolak dengan tangan kanannya.
Tidak dapat Hui khong mempertahanka diri, dua kali ia roboh terjungkal, yang
kedua kalinya, ia muntah darah.
Selagi berkelahi Ie Kun melihat sahabat gurunya dalam bahaya itu, ia menjadi
gusar mendongkol dan bingung.
Inilah berbahaya untuknya, Bu Beng Tongcu dapat kesempatan menghajarnya, hingga
iapun kena dibikin terpental, hingga bajunya terbuka, tanpa disengaja, didadanya
tampak Cay Hoan Giok Tiap.
Matanya Bu Beng Tongcu sangat tajam.
"Cay Hoan Giok Tiap!" ia berseru seraya tangannya menunjuk.
Cit Sat Im Siu tertawa tawar.
"Tidak disangka barang itu berada pada bocah ini!"
katanya suaranya seram. Terus ia serukan muridanya:
"Gunai Ceng San Pek Sui!"
Murid itu menurut, segera ia menyerang dengan tipu silat yang ditunjuki itu,
yaitu pukulan Gunung hijau, air biru. Ia mengarah dada lawan.
Sia sia Ie Kun menangkis atau berkelit, dadanya kena disambar, hingga lepas
ikatanya Giok Tiap, yang terus jatuh, sedangkan Cit Sat Im Siu dengan
kegesitannya yang luar biasa, lompat menyambar setelah benda itu jatuh
mengenakan tanah! Bukan main kagetnya Ie Kun. Berbareng iapun sakit hatinya mesti kehilangan
warisan orang tuanya. Maka ia menjadi lupa segala apa, dengan nekad ia menyerang
dengan ke dua tangannya. Berbareng itu waktu, dari empat penjuru muncul tujuh atau delapan orang lain.
Rupa nya mereka itu sudah menanti semenjak tadi karena munculnya mereka tepat
sekali Mereka mengasi dengar tertawa seram, sedang satu diantaranya berseru:
"Cay Hoan Giok Tiap menjadi milik kami! Siapa ingin menelan itu, contohnya jalan
Tiat Kiam Sie seng dahulu hari itu!"
Itulah suaranya !"ui Thian Bin, Ketua Tiat Ciang !"ang, partai Tangan besi.
Cit Sat Im Siu menoleh, ia heran akan mengenali salah satu orang dari rombongan
nya itu, ialah Tian Sie Tojin yang menjadi keponakan muridanya. Ia lantas
tertawa dingin dan berkata: "Kiranya It Koay, Ji Loo dan Sam Siu telah datang
semuanya." "Kami telah melakukan penyelidikan selama dua atau tiga bulan, kami mendapat
kenyataan bocah ini ialah turunannya Tian Kiam Sie seng!" kata !"ui Thian Bin.
"Itulah sebabnya kenapa malam ini ramai ramai kami datang ke mari! Kita mau cari
si bocah siapa tahu kau telah mendahului!"
Cit Sat Im Siu gusar, tetapi ia tertawa dingin.
Suara tertawa mengejek terdengar di sekeliling mereka.
Maka suasana menjadi panas sekali!
8. Dikurung! Ie Kun, yang kena dibikin terpental, berada di tempat yang gelap. Diam diam ia
mengawasi semua orang itu, untuk meng ngat ingat roman mereka. Ia memikir buat
nanti melakukan pembalasan.
Di pihak lain orang orang dari kedua rombongan itu berpikir masing
masing. !"ihak yang satu hendak mempertahankan, pihak yang lain ingin merampas!
Sebelum kedua pihak turun tangan, sekonyong konyong diantara mereka terlihat
berkelebatnya satu gumpalan putih, yang terus buyar seperti asap, yang bergulung
gulung hingga di depan mereka, mereka tak dapat melihat jeriji tangan sendiri.
Menyusul itu terdengarlah suara tertawa ringan dari seorang wanita, terdengarnya
dari dekat terus menjadi jauh, untuk akhirnya lenyap.
Semua pihak melengak. Tatkala asap buyar dan Thian Bin beramai sadar, mereka
tidak melihat Cit Sat Im Siu.
"Kejar!" dia berseru.
Lantas rombongan itu bergerak.
"Tahan!" teria Ie Kun. Tapi orang tidak menghiraukan teriakannya itu, semua lari
terus. Ia jadi mendelong.
Hui Khong melihat si anak mrda menjublek, ia menahan nyerinya, ia berseru :
"Lekas kau susul mereka! Tak usah Kau pedulikan aku !"
Tapi si anak muda tidak tega meninggalkan si pendeta.
Ia ingat halnya Liong Heng Ciu dahulu hari sangat menderita karena hajaran
pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang.
Melihat keragu raguan si anak muda Hui Khong gusar.
Ia berkata nyaring : "Karena Cay Hoan Giok Tiap, entah di belakang hari kita
menjadi musuh atau kawan, tapi sekarang buat apa kau berati aku" Lekas pergi!"
Ie Kun bingung sekali, akan tetapi ia dapat mengambil keputusan. Dengan lantas
ia pergi menyusul, ia lari dengan ilmu Cit Chee Tun. Hanya ketika matahari
muncul di utara, sampai di sebuah rimba di tanah pegunungan, ia kehilangan
rombongan di sebelah depan itu. Ia menjadi sangat menyesal untuk kesangsiannya
tadi. Berulang ulang ia menghela napas. Dengan lesu, ia memandang ke atas
gunung. Tiba tiba matanya melihat samar samar tiga orang di atas itu. Mendadak
saja, timbul pula harapannya, tidak tahu pasti, siapa mereka itu. Ia toh lantas
lari mendaki. Di atas gunung itu terlihat empat orang wanita dengan dandanan sebagai dayang.
"Hai, kembali kamu !" seru ia, heran. Tak mengarti ia kenapa mereka itu berada
di atas gunung ini. Baru ia berseru, atau tiba tiba ia mendapat pikiran : "Siapa
lagi perampas tadi jikalau bukannya mereka ini?" Maka dengan sendirinya, hatinya
menjadi puas. "Hai, orang hutan, kau pun datang ke mari ?" tegur salah seorang nona. "Kalau
nona kami datang, kau nanti melihat sesuatu yang bagus !"
Kata kata itu menguatkan dugaan Ie Kun bahwa si perampas ialah si nona.
"Siapa nona kamu ?" ia tanya. "Maukah kau membilang aku?"
"pria bau !" bentak nona yang dipanggil Ang Ang. "Tak tahu malu !"
Ie Kun tahu memang tidak layaknya ia menanyakan namanya seorang nona yang tidak
dikenal, akan tetapi dalam keadaan seperti ini tidak dapat ia memperhatikan itu.
Terkaannyapun jadi semakin keras. Maka ia mengawasi nona itu, matanya bersinar
gusar. "Bagus kita bertemu pula disini!" katanya keras. "Baiklah disini kita
bereskan perhitungan kita!" Dia menunjuki sikap sangat memandang enteng.
Sekonyong konyong ada suara tertawa dingin disampingnya. Ia terkejut, lantas ia
berpaling. Ia mendapat kenyataan, suara itu datangnya dari seorang imam berjubah
hitam, yang mukanya ditutup dengan topeng ke emas emasan.
Kembali Ie Kun terkejut. Itulah Bu Eng Jin.
Habis berkata itu, Bu Eng Jin terus memandang keempat nona. Dia tertawa tawar :
"Oh, aku tidak tahu bahwa kau tuan muda, ada punya janji pertemuan di sini !
Maaf maaf !" Alisnya keempat nona nona terbangun.
Mereka tidak senang mendengar kata kata yang bernada ejekan itu. Sebelum mereka
bertindak, tiba tiba terdengar suara perlahan seperti daun rontok disisinya,
sedangkan Bu Eng Jin dan Ie Kun sudah lantas lompat berputar.
Beberapa tombak jauhnya dari mereka terlihat seorang nona dengan dandanan dayang
warna terang, paras nya segar sekali, dengan perlahan, dia bertindak menghampir
kan. Dia tak terlihat tegas mukanya sebab dia mengenakan cara sutra yang tipis.
Tempo dia sudah datang, dia memandang Bu Eng Jin secara tak melihat mata, dia
mengasi dengar suara: "Hm!" Kemudian dia mengawaki Ie Kun, untuk menyapa: "Mau
apa kau datang ke mari?"
Ie Kun berdiam. Ia seperti tak tahu harus membilang apa.
Tidak demikian dengan Bu Eng Jin.
"Adakah kau yang orang sebut sebagai Pek Giok Kongcu Siang Wan Sian?" dia tanya.
"Kongcu" berarti tuan puleri dan "Pek Giok ialah
"kemala hijau."
Nona itu tidak menjawab, ia cuma menatap bengis kepada orang yang menegur itu.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi dua orang dayang menjadi gusar sekali. Mereka lantas maju mengurung sambil
membentak, "Kau siapa" bagaimana kau berani menyebut nama tuan putri kami?"
Si nona tertawa dingin. Kata dia: "Belum ada derajatku untuk disebut tuan
putri." Tapi sembari berkata sembari dia maju. tangannya diluncurkan ke muka si
Manusia Tanpa Bayangan! Bu Eng Jin sangat gesit, tetapi hampir ia tak bebas dari tangan si nona yang
putih dan halus bagi batu pualam yang hampir mengenakan telinganya. Ia lantas
tertawa dingin dan kata: "Habis kau pantas dipanggil apa?"
Keempat dayang membentak, semuanya maju
mengurung, pedang mereka tinggal ditikamkan atau dibacokan saja, kepada pria
itu. Sebelum mereka turun
tangan, dibelakang mereka, mereka mendengar suara tertawa mengejek lalu tahu
tahu muka mereka pada tergaplok hingga disitu berpeta tampak jeriji tangan!
Mereka itu kaget sekali, air mata mereka lantas mengembeng.
"Kamu semua mundur!" bentak si nona yang oleh Bu Eng Jin dipanggil tuan puteri.
Dengan segera keempat dayang mengundurkan diri.
Si nona mengawasi Bu Eng Jin, ia tertawa pula, sikapnya tawar.
"Nampaknya kau bukan orng ternama!" kata ia, angkuh
"Aku adalah Ouw Eng Soat, ingin menerima pengajaran beberapa jurus dari kau
tuan!" Mendengar perkataan si nona itu, Bu Eng Jin tertawa lebar. "Orang bilang Pek
Giok Kongcu mempunyai empat nona cantik, yang dipanggil Su Bie jin dan bawahan
Su Bie jin ada lagi empat budaknya!" katanya, "kiranya kaulah salah satu dan Su
Bie jin. Pantas dia kalau bocah she Ie ini tak mau sudah menyusul padamu!"
Ouv Eng Soat menjadi amat murka. Coba ia tak mengenakan cara tentulah paras nya
merah sekali. Juga Ie Kun menjadi mendongkol, hingga ia membentak dan tangannya mau digeraki.
"Bu Eng Jin, jangan sangat menghina orang !" tegurnya.
Bu Eng Jin tertawa. "Aku tidak takuti kepandaian Tujuh Bintangmu," kata ia tawar, "Aku kuatir kamu..."
Tidak menanti orang mengucapkan habis pertanyaannya itu Ouw Eng Soat sudah
mencelat kepada Bu Eng Jin seraya tangannya diluncurkan. Ia mencelat pesat,
iapun menyerang cepat. Ia
menggunai tipu silat "Leong Song Cua Yan," atau
"Mengantar asap musim semi".
Bu Eng Jin mendapat lihat serangan itu, ia berkelit tanpa menangkis dan tanpa
membalas, hanya selagi kelit itu, ia melompat kepada Ie Kun yang ia terus
terang! Ia tidak memandang mata kepada si anak muda semenjak pertemuannya yang
pertama kali, ia tidak tahu bahwa pemuda itu telah maju pesat. Justeru
serangannya tiba, justeru Ie Kua menyambut dengan dua tangannya, untuk menangkis
sambil meneruskan menyerang ke dada. Syukur ia lihay, lekas lekas ia membela
diri dengan membuat main napasnya. Maka ia cuma merasa dadanya tertindih keras.
"Kau mundur!" beatak Ouw Eng Soat pada Ie Kun, berbareng dengan mana dia
menghunus pedangnya. Pedang Gie Tiang Kiam sedangkan kepada Bu Eng Jin, dia
menyaran: "Apakah kau masih tidak mengeluarkan senjata
?" "Selama aku mengembara tidak pernah aku sembarang menggunai senjata!" kata Bu
Eng Jin, temberang. Eng Soat tidak berkata pula. Lantas ia menyerang dengan tipu silat "Die Tian Hoi
Jit" "Menunjuk langit, menggaris matahari,"
Bu Eng Jin berkelihat kesamping sebelah kakinya dimajukan, dengan begitu, bisa
ia membalas menyerang dengan jeriji tengahnya menotok jalan darah cit kim jalan
darah kematian. Eng Soat bisa membebaskan diri, tetapi ia mesti mundur tiga tindak, ia menjadi
gusar sekali, hingga ia mengertak giginya, di dalam murkanya itu, dia menyerang,
membabat jeriji tangan lawan. Kali ini ia menggunai tipu silat, "Wan Kiap Hong
Ie" atau "Langit mengempit angin dan hujan."
Bu Eng Jin berkelit sambil mendesak. Lalu ia membalas pula. Dengan "Siauw Liong
Ciu" "Merantai naga," ia mencoba menangkap tangan sinona.
Tak sukar nona itu membebaskan tangan nya, sesudah mana, ia kembali menyerang,
sekarang secara bertubi tubi.
Ia mendesak untuk membikin lawan tidak sempat membalas menyerang padanya.
Bu Eng Jin menegasi lihat kegesitan nya lalu berlompat segala jurusan, untuk
menghindari diri dari tikaman atau tabasan pedang Gie Tiang kiam, yang bergerak
gerak cepat seperti rantai berkilauan.
Tengah pertempuran itu berjalan seru. mendadak terdengar suara tertawa seram di
dalam rimba, dari mana terus berlompat ke luar satu orang, melihat siapa, hawa
amarahnya Ie Kun menjadi meluap, tidak bersangsi sedetik, juga ia berseru dan
lompat menerjang! Oang itu bukan lain dari pada Kim Kiam Kok Yo Thin Siauw. Dia melihat serangan,
dia mengibas membikin penyerang nya mundur tiga tindak. Hanya ketika dia melihat
tegas pada Bu Eng Jin, dia kaget sekali, dengan menjejak dengan kedua kali nya,
dia lompat untuk pergi menghilang!
Bu Eng Jin juga mendapat lihat orang she Yo itu sembari membentak. "Kau hendak
lari kemana?" dia lompat mengejar.
Ouw Eng Soat menjadi melongoh ditinggalkan lawan itu. Kemudian dia menoleh
kepada Ie Kun yang masih berdiri diam saja, "Kau datang kemari, mau apakah kau?"
tanyanya. "Kembali Giok Tiap kepunyaanku!" sabut si anak muda, singkat.
Parasnya si nona berobah.
"Apa Giok Tiap?"tanyanya dingin. "Bukankah kau sendiri yang tidak mampu
melindunginya" Lihat apa kau membuka mulut besar?"
Ie Kun tidak peduli diejek.
"Aku yang rendah ingin mercoba ke pandaian nona !"
sahutnya jumawa. Nona itu menatap, matanya memain.
"Kau tidak tahu hati orang... " katanya, sedang sejenak, nada suaranya sedih.
"Beranikah kau mengikut aku menemui nona kami?" Ia tidak menanti jawaban, dengan
satu ulapan tangan, ia menyuruh keempat budak berjalan di depan.
Ie Kun tidak melihat lain jalan. Ia turut nona nona itu. Ia menyangka si tuan
puteri tinggal digunung yang indah, tidak tahunya, ia diajak jalan di jalan yang
buruk dan sukar. Mereka pun berjalan lamanya satu hari satu malam, baru mereka sampai di daerah
pegunungan Ciong Lam San.
Untuk Ie kun, gunung itu mendatangkan perasaan yang hangat.
Di situ mereka masih berjalan terus sampai mereka mendekati Toan Hun Kok.
Bukankah ini jalan buat kelembah Toan Hun Kok?"
tanya sianak muda, heran.
Ouw Eng Soat mengawasi, sinar matanya menunjuki dia merasa aneh, dia tidak
menjawab. Mereka berjalan terus di jalan jalan yang banyak tikungan nya. Jalan jalan yang
dikenal baik, Ie Kun walaupun sukar, tidak ia hiraukan, ia juga berjalan tanpa
tanya tanya lagi. Cuma di dalam hatinya ia kata
"Mungkinlah mereka ini juga penduduk Toan Hun kok?" Ia bungkam sebab tadi orang
tidak menghiraukannya. Di dalam lembah Nyawa Putus ini, rombongan ini berjalan selama satu hari satu
malam. Itulah disebabkan sulitnya jalanan yang umum. Angin senantiasa bertiup
keras sekali siapa tidak biasa tinggal disitu, tak mungkin dia dapat bertahan.
Mendekati magrib, mereka sampai di depan gua itu ada selembar batu marmer dimana
ada diukir empat huruf besar. bunyinya: "Pek Giok Tong Hu." artinya
"Istana Kumala Hijau." Ukiran huruf huruf itu bagus dan keren, Ie Kun heran.
Pikirnya: "Kenapa belum pernah aku mendengar guru menyebut lembah ini?"
Pemuda ini tidak tahu, lantaran Pek Giok Kong cu rada sesat, orang orang kang
Ouw pada menjauhkan diri.
Sekalipun mereka yang suka menjadi sahabatnya, paling lama mereka dapat bertahan
satu sampai dua tahun. Orang menghormatinya tetapi berbareng orang pun
menjauhkan diri dari dianya. Ini pula sebabnya kenapa Kouw Siu Taysu tidak mau
memberitahukan muridanya tentang nona tetangganya itu.
Baru sekarang Ouw Eng Soat suka bicara pada si anak muda yang lagi berdiri
mengawasi papan merek atau gua itu. Dia tanya: "Kau berani turut masuk atau
tidak" Jikalau kau tidak berani akan aku suruh orang mengantarkanmu!
Kalau tidak kau bakal menyesal tetapi sesudah kasip!"
"Aku masuk untuk meminta pulang Giok Tiap, kenapa aku berani! Sahut Ie Kun.
Dengan air mata mau mengembeng, Ouw Eng Soat mengawasi si anak muda. Nampak dia
terharu dan merasa bersimpati sekali.
Melihat sikap si nona Ie Kun pun terharu. Tapi ia berkata: "Hatiku sudah tetap
tak dapat diubah pula!"
"Tolol!" kata Eng Soat di dalam hati. Ia tidak sangka pemuda tampan ini tidak
kenal asmara ia membanting kaki, ia bertindak masuk kedalam gua.
Ie Kun mengikuti, ia melihat gua gelap. Tidak ada api di situ. Cuma dibeberapa
tempat nampak sinar merah belasan biji adanya disana sini. Sinar itu ada yang
lemah ada yang sedikit terang. Entah itu mutiara apa.
Baru belakangan Ie Kun mengerti itulah petunjuk jalan.
Tiba di ujung gua, di situ, ada sebuah tikungan yang patah. Di situ barulah
tertampak sinar terang. Segera ternyata, gua ini luar biasa. Terlihat belasan
nona nona lagi berbicara atau tertawa di pekarangan yang berumput hijau.
Mereka itu tidak menghiraukan meski ada pria asing yang datang cuma satu atau
dua yang paling sebentar, tak lebih tak kurang.
"Eng Soat apakah kau datang bersama
tetamu?"demikian satu pertanyaan yang halus dan terang, yang datangnya dari gua
sebelah dalam. Suara itu pula bernada memerintah.
"Entah tuan puteri ini orang macam apa" kata Ie Kun, didalam hati. Ia heran.
"Sementara apa yang kongcu katakan, paling baik kau terima semuanya," memesan
Eng Soat pada sianak muda.
"Atau kongcu bakal menjadi susar, kau terima berarti tidak akan terjadi sesuatu,
kalau kau lihat kongcu tertawa, kau harus berhati hati!"
Habis berkata, bie jin ini membuka pintu merah didepannya, sembari ia berkata :
"Bocah tolol, kau masuklah!"
Ie Kun masuk tanpa membilang apa apa. Selekasnya ia berada didalam, ia melihat
sesuatu yang luar biasa. Tanpa
pelita lampu, gua itu terangl uar biasa. Itulah sebabnya d empat penjuranya
penuh dengan pelbagai macm batu permata. Dipojokan ada sebuah meja pemujaan
dengan yang dipuja entah pousat apa. Didepan meja suci itu, duduk ditanah, ada
seorang nona yang mukanya tertutup dengan cara. Cuma matanya nona itu, yang
bersinar tajam, mengawasi kearah sianak muda.
"Katanya kau datang untuk meminta Giok Tiap, bukan?" nona itu menanya.
Ie Kun melengak. Itulah pertanyan yang ia tidak sangka.
Begitu ia sadar, ia lantas manggut.
"Benar" sahutnya.
"Hm!" terdengar suara di hidung sinona. "Tepatkah kau?"
Habis berkata, mendadak nona itu berlompat bangun, untuk terus pergi kebelakang
Ie Kun dimana menghilang dalam sekejap.
Ie kun mengawasi tajam tetapi tak nampak sesuatu, maka tak tahu ia, tempat
pemujaan itu mempunyai keanehan apa. Ia juga heran, baru bicara sebegitu, ia
sudah lantas di tinggal sendirian didalam ruang itu. Dengan terpaksa ia berdiri
diam, untuk menantikan. Dan ia telah menanti sampai satu jam, sinona tidak juga
muncul dan nona yang lainnya tidak ada yang datang. Sebaliknya dari atas turun
kebawah, dari luar juga disekitarnya, tampak pita pita mirip sabuk yang seperti
mengurungnya! Untuk ia disediakan tempat cuma empat atau lima kaki lebarnya!
Berbareng dengan itu, entah dari mana datangnya, sekarang datang hembusan
hembusan angin yang dingin sekali yang membuat pelbagai pita itu bergerak gerak
hingga terdengar bersuara.
Didalam herannya, Ie Kun memikir buat keluar dari kurungan luar biasa itu. Ia
baru mencoba, yaitu baru satu kakinya bertindak, atau mendadak gua itu menjadi
gelap petang, semua mutiara bagakan padam sendirinya.
Tentu saja, karena itu, tak terlihat apa juga disitu, Setelah memikir lama juga,
Ie Kun menduga kepada tin touw, yaitu barisan rahasia Kie Bun Pat Kwa Tin.
Baru setelah itu, didalam kegelapan itu, terdengar suara orang. "Jikalau kau
mengerti barisanku ini dan kau dapat keluar dari dalam nya sampai dimulut gua,
baru kita bicara urusan Giok Tiap!"
Itulah suaranya Pek Giok kongcu, situan puteri gua.
Ie Kun berdiam. Tadi diwaktu ia baru di kurung, selama ia heran memikirkan atau
menerka nerka, dapat ia melihat keletakan ruang itu, tahu ia penjurunya,
sekarang di dalam gelap, sesudah ia berkisar, ia tidak dapat melihat apa juga.
Bagaimana ia bisa lolos" Terus ia tidak memberikan jawaban, ia hanya mencoba
untuk menerobos. Kembali ia gagal.
Mendadak dari luar gua terdengar suara ceng, yaitu semacam alat tetabuan kuno
mirip harpsikhord yang terdiri dari dua belas atau tiga belas tali, terdengarnya
sampai beberapa kali, bagaikan memecah kesunyian gunung itu.
Terang dan halus suara itu masuk ke telinga si anak muda.
Hanya di dalam gua, suara itu datang seperti dari delapan penjuru, hingga sukar
untuk menentukan arahnya.
Ie Kun menjadi ketarik hati. Ia memang gemar tetabuan.
Hanya, ketika ia mendengari terlebih jauh, tiba tiba perasaannya terpengaruhkan
sangat. Ia merasa seperti darahnya jalan berbalik. Suara pun berobah menjadi
keras dan seruh, bagaikan suara peperangan besar lagi
berlangsung. Diantara itu, toh ada satu suara, yang berbeda.
Ie Kun masih dapat mendengar suara ini. Disaat terancam akan sukar bernapas,
tiba tiba telinga nya mendengar suara halus ini. "Siang kong, kenapa kau tidak
mau lekas semedhi seperti ajaran gurumu?"
Ie Kun kaget, ia heran. Ia mengenal suaranya Ouw Eng Soat. Ia sadar dengan
lantas. Dengan lantas juga ia duduk numprak untuk memusatkkan perhatiannya, guna
menyalurkan darahnya yang bertentangan itu. Ternyata ia tidak dpat menolong
dirinya. Darahnya itu mendesak bertentangan. Di dalam keadaan seperti itu, ia
ingat ajaran gurunya bagaimana harus menyalurkan jalan darah yang bertentangan.
Lekas lekas ia mencoba pula. Ia memusatkan darahnya di yat kiauw, jalan daran
terbesar lalu ia memecah ke dua tangan dan kedua kakinya.
Goa tetap gelap, suara ceng terus berbunyi nyaringnya bertambah. Angin juga
menderu deru dahsyat. Hawa yang dingin seperti meresap masuk kedalam tubuh si
anak muda. Ie Kun terus memusatkan hati. Sekarang ia bersemedhi menurut ilmu semedhi Kim
Kong Cu sian dari agama Buddha, tidak menghiraukan suara tetabuan yang luar
biasa dan hebat ini, ia pejamkan matanya. Ia idak memikirkan apa apa lagi. Kali
ini ia berhasil. Lewat sekian lama ia merasa hati yang tenang.
Lewat kira kira tiga atau empat jam, sesudah tidak mendengar apa apa, baru Ie
Kun berani membuka matanya.
Untuk herannya terutama buat lega hatinya, suara tetabuan lenyap benar benar,
kegelapan pun sirna gua terang seperti tadinya. Dengan angin hebat sirap, pita
pun tidak bergoyang goyang lagi.
Dengan mementang matanya pemuda ini mengawasi kelilingan. Sekarang ia dapat
memperhaikan tin touw yang mengurungnya.
Ketenangan tidak berlangsung lama. Segera Ie Kun mendengar suara berisik di
sebelah luar gua, seperti orang lagi ramai bertarung. Rupa rupanya keempat
pelayannya Pek Giok Kongcu turut terlibat. Suara mereka itu dapat dikenali.
Siapa itu yan datang ke Toan Hun Kok" Bagaimana caranya dia dapat masuk" Apakah
maksud kedatangannya"
Semua itu pertanyaan yang memusingkan Ie Kun.
Memangnya ia telah di pusingkan kesulitan sendiri. Tidak pernah ia menyangka
bahwa orang datang untuk menolongi pada nya...
"Kim kiam!" tiba tiba menjerit salah seorang bie jia suaranya nyaring, Dia
mendapat dengar anginnya senjata rahasia yang dipakai menyerangnya waktu dia
lihat itulah Kim kiam pedang emas. Maka dia menjad terkejut.
Di dalam gelap tak tampak orang yang melakukan penyerangan gelap itu.
Karena nona ini berseru tiga kawannya lantas menghentikan gerakannya. Berempat
mereka berdiri berbaris berdiam dengan pedang masing masing ditangan dan mata di
pasang. Orang yang menyerang itu yang cuma terdengar suara tertawanya yang dingin,
berkata : "Kiranya kamu mengenali senjata yang menjadi pertanda dari aku yang
membuat aku memperoleh nama besarku !"
Baru orang itu berkata atau diantara mereka tampak berlompat turunnya satu tubuh
orang yang mengenakan seragam keraton putih seperti salju dia ini lantas
menghadapi pemilik pedang emas untuk menanya: "Kau Kim Kiam Kek atau Bu Eng
Jin?" Orang itu tidak menjawab, dia hanya menanya suaranya lebih keras dan dingin,
"Adakah kau si wanita bangsat yang menyebut dirinya Pek Giok Kongcu ?" Meski ia
menanya, ia tapi lompat mundur tiga tombak. Terdengar pula ejeknya: "Hm! Hm!"
"Eng In! Eng Hong! Cobalah dia!" demikian perintah si nona yang mengenakan
seragam keraton itu. Ketika itu pula muncul tujuh atau delapan budak pengiring dengan masing masing
membawa obor besar yang telah disulutkan api, jumlahnya belasan biji, hingga
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat yang gelap diluar gua itu menjadi terang, hingga tampak batu batu yang
beserakan dan berselengkatan, yang bertumpuk tumpuk. Dengan adanya cahaya terang
itu, terlihat juga pihak penyerbu itu seorang imam denga jubah hitam dan muka
ditutupi dengan topeng kuning emas.
Eng In bersama seorang nona lain lantas maju menghadapi si imam. Nona itu
teranglah Eng Hong adanya.
Eng In telah menyingkirkan cadar yang mengalingi mukanya hingga nampak selain
cantik sekali, ia berkulit putih dan halus sedang sikapnya keren berpengaruh.
Kapan si imam memandang Eng Soat hatinya goncang.
"Eng In kau gunai Sie Seng Liok Liong menyerang tiga jalan darah di dadanya!"
Pek Giok Kongcu memberi petunjuknya.
Eng In menurut lantas ia putar pedangnya terus ia maju untuk menikam.
Ia mengarah tiga jalan darah kie bun hian kie dan ciang bun. Ia mentaati
petunjuk ia menggunakan tipu silat Sie Seng Liok Liong , menunggang enam ekor
naga." Hek Pouw Toojin tertawa mengejek. Ia tidak menghunus pedangnya untuk menangkis.
Ketika ia diserang, mendadak saja tubuhnya mencelat, maka semua serangan yang
saling susul dengan cepat itu jatuh ditempat kosong.
Pek Giok Kongcu mengasi dengar ejekan "Hm!" Cadar dimukanya bergoyang. Itulah
tanda bahwa ia mendongkol sekali.
"Eng Ang, gunakan Heng Thian Sam Kay!" ia
memerintah pula. "Totok jalan darahnya kiok cie dan cit kim!" ia memberi
perintah dengan suara dingin.
Nona yang dipanggil Eng Ang itu bersenjatakan bun ciang pit, semacam genggaman
mirip alat tulis, ia lantas menyerang seperti diperintah. "Heng Thian Sam Kay"
itu ialah pukulan "Tiga undak tangga langit"
Serangan itu mendatangkan hembusan angin yang keras.
Si imam jubah hitam terkejut juga. Kata ia dalam hatinya :
"Eng Ang ini terlebih lihay dari pada Eng Soat." Dengan kesebatannya ia
berkelit, menyelamatkan kedua jalan darahnya yang diarah itu, cit kim dan kiok
cie. Dengan dua jurusnya itu, Pek Giok Kong cu masih belum mengenali ilmu silat si
imam. Tiba tiba sambil tertawa dingin, tubuhnya lompat kepada imam itu.
Kelihatannya ia hendak turun tangan sendiri.
Melihat si tuan puteri maju, Eng Soat yang berdiri diam disamping, berkata:
"Segala Bu Eng Jin, buat apa kongcu yang maju sendiri!"
Sengaja Eng Soat menyebut nama Bu Eng Jin, sebab mendongkol terhadap imam
berjubah hitam itu. Ia pun ingin mencoba kepandaiannya.
Bu Eng Jin sebaliknya tertawa menyeramkan.
Pek Giok Kongcu tertawa tawar, "Bu Eng Jin!"
tegurnya, "adakah kau lancang memasuki Toan Hun Kok untuk mengincar Giok Tiap?"
Bu Eng Tin tertawa tawar juga.
"Hm! Giok Tiap itu kau dapatkan belum ada satu jam, sekarang sudah lenyap pula!
Apakah kau kira mataku lamur" Hm!" demikian dia menghina.
Tubuh si tuan puteri menggigil. Didepan orang orangnya, si imam telah membuka
rahasianya. "Bagaimana kau ketahui itu?" tanyanya ia toh heran.
Bu Eng Jin tertawa puas. "Di kolong langit ini, tidak ada apa juga yang dapat lolos dari matanya Bu Eng
Jin!" katanya, temberang. "Ketika Bu Beng Tongcu menggunakan pukulan Thian Kong
Cie menyerang memutuskan tali ikatannya Giok Tiap kau menggunakan asap Bit Cong
Yan bwee yang kau bisa gunakan secara rendah itu untuk berlompat merampasnya!
Kau berhasil karena ketika itu Cit Sat Im Siu si siluman tua sedang alpa, tak
pernah ia menyangka nyangkanya! Hanya ketika itu, di sana di belakangmu, ada
seekor burung gereja lainnya yang telah menanti dan berjaja jaga.... Hahahaha!"
"Siapakah kau?" bentak Pek Giok Kongcu, yang terus mengulapkan tangannya
memerintahkan keempat Bie jin serta semua enam belas budaknya maju untuk
mengatur diri dalam barisan rahasianya.
"Thian Kong Tin touw!" berseru Bu Eng Jin apabila ia telah mengawasi selesainya
orang mengatur diri. Berbareng dengan suaranya itu, ia mengeluarkan sebatang kim
kiam, pedang emas panjang tiga kaki.
Pek Giok Kongcu tertawa dingin mendengar orang menyebut nama barisan rahasianya
itu, terus ia mengulapkan lagi tangannya, untuk menggunakan tenaga tangan Hian
Hian Ciang lek dari kitab HIAN HIAN CIN
KENG Itulah tenaga yang nampak lunak tetapi sebenarnya sangat keras, maka melihat
ini, Bu Eng Jin melompat menyingkirkan diri. Tapi ia tidak cuma menyingkir,
ingin ia mencoba tenaga lawan, dari samping ia menyambuti dengan tangan kirinya.
Ia menggunakan tenaga dua belas bagian.
Bentrokan sudah lantas terjadi. Akibat nya itu membuat si imam menjadi kaget
sekali. (BERSAMBUNG JILID KE 6) JILID KE: 6 Tiba tiba ia matanya kabur, tenaganya bagaikan buyar.
Baru sekarang ia menginsyafi lihaynya si tuan puteri dari Toan Hun Kok.
Tenaganya yang dua belas bagian itu seperti juga capung yang membentur tiang.
Karena ia masih sadar, ia lantas mengumpul pula tenaganya untuk bersiap membela
diri. Pek Giok Kongcu merasakan bahwa ia menang tenaga, ia jadi mendapat hati. Tanpa
ayal lagi, ia maju pula. Mulanya ia mengancam dengan pukulan "Geng Bun Tiat
So" lalu ia merobah itu menjadi "Cit Chee Ciu" yaitu pukulan "Bintang tujuh." Ia
menyerang kepada lengan musuh, mulanya menabas, lalu menotok!
Bu Eng Jin menarik pulang lengannya.
Lantas bersilat dengan ilmu silat "In Heng Su Hong."
Mega melayang kedelapan penjuru.
Melihat demikian, si nona terkejut. Ia pun lantas membatalkan niat serangannya
itu. Sampai disitu maka Su Biejin. Keempat nona cantik, nona nona pelayan itu, segera
maju menyerang. Eng Soat sebal terhadap lawan, ia menyerang dengan sengit,
hingga ia melupakan garisnya sendiri.
Bu Eng Jin melihat ia mau dikepung, ia mendahului mencelat, buat lolos dari
kurungan. Justeru itu, tibalah serangannya Nona Ouw. Ujung pedang meluncur ke
topengnya! "Hm!" ia berseru tawar sambil menangis.
Kedua pedang beradu keras. Eng Soat mental dengan segera, sampai empat tindak,
hampir ia tak dapat pertahankan dirinya.
Bu Eng Jin mendapat hati, dia merangsak, pedangnya turun dari atas.
"Awas!" demikian satu bentakan dari belakang.
Batal Bu Eng Jin menyerang Eng Soat, ia memutar tubuh dan menangkis. Ia
terlambat sedikit. Ujung bajunya tersontak robek bun ciang pit.
"Eng Peng! Eag In! Gunakan senjata panjang !" Pek Giok Kongcu memberi perintah
sambil ia sendari lantas mengambil kedudukan ditengah.
Kedua biejin itu menyimpan pedangnya, untuk menukar itu dengan masing masing
sehelai ikat pinggang atau sabuk sulaman tujuh warna, ketika menggoyangnya
dengan dikageti, sabuk itu lantas meluncur lurus kaku mirip toya.
Mereka lantas menyerang. Bu Eng Jin tertawa nyaring dan seram. Ia memutar diri, menangkis dan menyerang
dengan pedang emasnya. Ia membuat tubuhnya seperti dikurung sinar kuning emas.
Dengan itu ia mendesak mundur kepada musuh musuhnya itu.
Pek Giok Kongcu kagum. Tidak ia sangka lawan demikian gagah. Tak mudah
mengundurkan Su Bie Syin, yang kepandaiannya sudah setaraf dengan jago jago
Kangouw kelas satu. Ia pun tidak tahu, barusan keempat pelayannya maju dengan
tak memandang mata kepada musuhnya.
Sesudah mengawasi sekian lama, Pek Giok Kongcu berkata dalam hatinya : "Bu Eng
Jin kesohor bukan nama belaka! Kalau sekarang dia dikasih lolos, pasti aku tidak
dapat menaruh kaki lebih lama pula di lembah Toan Hun Kok ini!" Maka ia
berpaling kepada para budaknya, ia memberi isyarat dengan sinar matanya.
Dengan lantas seorang budak datang dengan sebuah CENG tua.
Si nona menyambut alat tetabuannya yang langka itu, terus duduk bersila, untuk
selanjutnya jari jarri tangannya mulai mementil mentil. memperdengarkan lagu
yang aneh, yang sangat asing untuk kebanyakan orang.
Bu Eng Jin lihay, akan tetapi ia masih terhalang oleh usianya yang muda. Artiaya
itu ialah ia masih kurang latihan mendalam tentang lay keng tenaga dalam.
Demikian ketika ia mendengar suara CENG, lantas hatinya
berdebaran dan goncang Celakanya yaitu pikirannya pun menjadi kacau, untuk
menolong dirinya, tidak ada jalan lain, ia cuma menggunakan kegesitannya, yaitu
"Bu Eng Ciat Kie" atau "ilmu Tanpa bayangan." Ia berkelit dan melejit kesegala
arah, menghindarkan diri dari berbagai serangan ke empat lawannya.
"Aneh, kenapa mereka tidak tenganggu sahabat seperti aku?" kemudian Bu Eng Jin
berpikir. Ia tenganggu suara tetabuan itu, si nona nona tidak. Dalam kacaunya
pikiran, ia masih menyadari itu. Karena ini ia ingat saja bahwa ia terancam
bahaya dan jalan paling selamat ialah segera mengangkat kaki dari Pek Giok Tong
hu. Tengah Bu Eng Jin berpikir itu dari sampingnya, ia mendengar suara ini : "Sedot
dan keluarkan napasmu!"
Boleh dibilang hampir berbareng dengan suara itu maka Ie Kun yang telah
terkurung satu hari dan satu malam, berlompat keluar dari dalam tinhtouw.
Bukan saja Bu Eng Jin yang heran tetapi juga Pek Giok Kongcu. Tuan puteri ini
mengandal betul pada barisan rahasianya itu.
Menyusul lolosnya i u, terdengar pula suara "Sedot dan keluarkan napas!" Kali
ini kata kata itu terlihat dari mulut Ie Kun.
Bu Eng Jin cerdas sekali. Tiba tiba ia insyaf. Maka ia pun lantas menyedot dan
mengeluarkan napasnya. Di dalam sekejap, lenyap suara tetabuhan itu dan ia
merasa bebas seluruhnya. Menyaksikan kejadian itu Pek Giok Kongcu lantas membentak musuh. Tahulah ia
bahwa musuh telah berhasil memecahkan rahasia alat tetabuhannya itu. Ia
melepskan alatnya terus ia menyerang kepada Bu Eng Jin. Hebat serangannya ini. Belum lagi
Bu Eng Jin tahu apa apa, topengnya telah kena tergores pedang pendek si nona
hingga topengnya itu pecah dan terlihatlah kulit muka nya putih halus serta
hidungnya yang bangir. Saking kaget, Bu Eng Jin lompat jauh delapan tombak.
Pek Giok Kongcu tidak mau mengerti untuk terus menyerang, hanya sekarang ia
bukan menggunai pedangnya tetapi sepasang tangannya untuk menjambak musuh guna
di bekuk. Ia menggunai cengkramannya Eng Jiauw Ciu atau Kuku Garuda.
Kembali Bu Eng Jin berkelit, hanya ia masih kalah sebat, maka mukanya kena
tersambar, pipi kirinya seperti tergaplok, hingga matanya kabur dan kepalanya
pusing. Berbareng dengan itu, rambutnyapun terlepas dan jadi terurai !
"Orang perempuan!" berseru orang orang yang hadir dimedan pertempuran itu
semuanya heran. Ie Kun heran. Yang ia lihat dahulu hari ialah seorang pemuda tampan, tak tahunya
sekarang seorang pemudi cantik!
Pek Giok Kougcu heran hingga ia melengak. Justeru semua orang terheran heran dan
menjublek. Bu Eng Jin menggunai saatnya untuk lompat lari dan menghilang di
tempat yang gelap. Ie Cun sadar, dengan melompat Ci Cee Tun, ia lari pergi. Tadinya ia ingin
berbicara dengan Bu Eng Jin, untuk melenyapkan hal hal yang tidak jelas baginya,
tetapi sekarang mengetahui dialah seorang wanita ... yang dia anggap licik ...
ia jadi jeri untuk menemukannya! Maka itu, selewatnya dua lie lebih, ia memutar
haluan, mengambil jalan cagak untuk menuju ke tempat gurunya karena seruannya ini.
"Suhu!" ia memanggil selekasnya ia tiba di lembah Hian Peng Gay dimana salju
penuh di empat penjuru dan suara salju yang gempa terdengar berisik sekali.
Detik lain ia menjadi heran. Ia melihat mulut jalanan ke tempat gurunya tertutup
duabelas batang tiang kayu. Lantas hatinya menerka nerka : "Apakah telah terjadi
sesuatu?" Sementara itu, pemuda ini kabur bukan tidak ada yang mengejar. Setelah
ketinggalan sekian lama, selagi ia berdiri di mulut jalanan itu dan berseru, ia
telah dapat di candak si pengejar ialah Ouw Eng Soat bersama Eng Ang dan Eng
Peng, yang terus mengambil sikap mengung padanya.
"Bagaimana, eh!" tegur Eng Ang, "apakah kau hendak memohon bantuan gurumu?"
Mukanya Ie Kun merah. Ia jengah disindir sinona. Tapi ia tidak menjawab, ia
hanya menghajar dua belas batang tiang balok itu. Diluar dugaannya, semua tiang
itu tak bergeming, sebaliknya, ia sendiri tertolak mundur keras sekali hampir ia
roboh terguling! "Ah!..." serunya heran. Ia tahu ia telah menggunai tenaga besar menyerang tiang
tiang penghadang itu. Eng Peng menyaksikan itu, ia turut merasa heran.
Ie Kun lantas mengawasi semua tiang itu. Herannya, semua tiang tidak ditancapkan
dalam. Tapi ia tidak dapat berdiam lama. Maka ia berkata kepada ketiga nona
itu."Aku kuatir telah terjadi seuatu atas diri guruku, karena itu, jikalau kamu
hendak bertempur pula, harap kamu tunggu sebentar. Sekarang perlu aku mencari
tahu dulu tentang guruku!"
Ie Kun tidak malu untuk memohon demikian. Ia tidak tahu kalau orang kalah dan
lari pulang kepada gurunya, buat minta bantuan, itulah sesuatu yang hina, yang
memalukan. Ia merasa bahwa ia belum dikalahkan, ia cuma menyingkir saja.
Eng Soat mengawasi dengan sinar mata menyinta, lantas ia menoleh kepada kedua
kawannya, untuk memberi isyarat, atas nama bertiga mereka lompat mundur tiga
tombak. Mereka terus diberi diam, memasang mata.
Setelah tahu tidak ada ancaman bahaya langsung dibelakangnya, Ie Kun
memperhatikan pula kedua belas balok. Ia tidak menyerang lagi seperti tadi,
hanya lebih dahulu ia maraba untuk menolak secara perlahan. Atau ia kena dibikin
menjadi heran luar biasa, walaupun ia menolak mencoba, ia toh tertolak mundur
satu tindak! "Aneh!" katanya. "Benda apakah itu."
Dalam penasaran, ia menyerang pula, kali ini dengan ilmu silat "Sie Seng Liok
Liong". Untuk itu ia mencelat dulu dan memutar tubuhnya selagi turun, ia menjejak dengan
kedua kakinya. Kembali terjadi hal yang aneh itu. Balok tak bergeming, ia sendiri yang tertotok
mundur dua tombak, ketika ia mencoba pula, makin keras ia menyerang, makin jauh
ia mentalnya! Hal itu mengherankan juga Eng Soat semua. Dengan sendirinya mereka menjadi
ketarik hati. Lantas mereka maju mendekati, untuk mendekati perhatian,
"Mungkinkah suhu dikurung didalam sini?" Ie Kun tanya, dalam hati pikirannya
bekerja keras. "Tadinya tidak ada kurungan semacam ini! Siapakah yang
memasangnya" Dan apakah maksudanya ini?"
Karena berpikir, tiba tiba Ie Kun ingat kapada pedang bambu yang ia dapatkan
didalam lembah yang tidak dikenal ini. Pedang itu menggenggam sinar lunak dan
keras menjadi satu, sampaipun batu karang dapat dipapas dengan itu.
"Kenapa aku tidak mau coba kepada balok ini?"pikirnya.
Lalu ia terus bekerja. Dari buntalan kuning dipunggungnya ia keluarkan pedang
bambunya yang tersalut emas itu.
Begitu ia bersiap, akan mengumpul tenaganya, begitu ia menyerang!
Sebera terjadilah hal yang aneh" kalau dengann hajaran tangan dan kaki yang
dahsyat dari Ie Kun pagar balok itu tidak terusakkan bahwa mempunyai tenaga
menolak yang keras, kali ini semuanya terbabat dengan pedang bambu, terkurung
tak berdaya! Ie Kun sendiri heran sekali. Ini pula yang pertama kali ia memakai pedangnya
itu. Eng Soat beramai terperanjat. Mereka heran akan lihaynya pedang anak muda itu.
Merekapun melihat, robohnya balok bukan bukan menggabruk langsung hanya melayang
dahulu! "Mungkinkah pemuda ini menyembunyikan
kepandaiannya?" mereka menerka. Herannya yaitu pedang itu pedang bambu.
Setelah runtuhnya pagar balok, dari dalam lembah terdengar tertawa yang dingin,
tandanya orang menghina. Suara itu sangat tak sedap dan mempengaruhkan pernapasan, sampai napas terasa
sesak. Dari perlahan tertawa menjadi keras hingga mengganggu pendengaran, lalu
akhirnya bagaikan tertawa gelap.
Itulah bukan suara Kouw Siu Taysu.
"Orang pandai didalam lembah, siapakah kau?"Ie Kun tanya.
Tidak ada jawaban, suara tertawa tanyanya terdengar terus, tak kurang
nyaringnya. Baru sekira sehiruppan teh, suara itu berhenti untuk diganti dengan
teguran ini : "Siapakah yang telah makan hati serigala dan jantung macan maka dia berani
merusak tiang pertanda istimewa dari aku?"
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara itu tajam, terus disusul dengan satu tangan satu tenaga menolak yang
keras, sampai Ie Kun terpelanting dua kali. Sedangkan ketiga nona merasakan
mukanya perih risi! Baru Ie Kun berdiri tetap atau datang pula serangan luar biasa itu yang
dibarengi dengan seruan, hingga kembali ia terpelanting.
Teranglah itu tenaga sesat, yang menakuti! Siapakah orangnya" Ilmu sesat apakah
itu" Mana sipenyerangnya"
Ie Kun berdiam, sampai lama tidak ada suara lagi, tidak serangan pula.
Sebaliknya disebelah dalam lembah, tampak sebaris pagar balok lainnya!
Dengan matahari mulai bersinar panas, salju mulai lumer.
Ie Kun tidak usah menanti lama akan melihat munculnya seorang tua yang kurus
tanpa tandingan, hingga dia mirip mayat hidup. Dia berdandan sebadai seorang too
su. Sudah kurus itu, mata dia juga celong dua duanya.
Dengan sinar mata dingin, dia mengawasi si pemuda dan pemudi pemudi itu.
Tidak ada orang yang kenal imam ini.
Selagi berdiam. Ie Kun mengawasi ke dalam lembah. Ia tidak melihat gurunya.
"Kau siapa?" tanya ia kemudian. "Kenapa kau menempati ini gua es guruku?"
Imam aneh itu tertawa, matanya tidak bergerak. Dia tidak menjawab.
Ie Kun mengulapkan pedang bambunya. Ia mendongkol.
"Jikalau kau tidak menjawab, maaf, aku yang muda terpaksa akan berlaku kurang
hormat." Ia mengancam.
Kulit matanya si imam memain sedang parasnya menandakan dia sangat memandang
hina. Baru sekarang dia membuka mulutnya, mengasi dengar suaranya yang dingin,
yang sangat tidak sedap : "Bocah cilik, kau telah merusak pertanda istimewa dari
aku, bagianmu yalah bagian mati! Aku si orang tua, aku tidak mau bicara dengan
orang mati!" Baru si imam berkata itu, atau dari sisi lembah terdengar tertawa dingin,
mendengar mana, imam itu terkejut, parasnya berobah menjadi pucat sedangkan
kedua biji matanya memperlihatkan sinar bengis. Dengan sinar mata menakuti itu,
ia menoleh ke samping, untuk terus melihat kelilingan.
Tidak ada orang yang mengasi dengar suara tertawa itu.
Disitu diantara salju, tidak ada tempat buat menyembunyikan diri. Bukan main
herannya si imam. Dia percaya disitu tidak ada lain orang, itulah sebabnya dia
memasang pagarnya itu supaya orang tidak
mengganggunya. Siapa tahu sekarang, selain si anak muda, yang datang dan merusak
pagarnya itu, masih ada lain orang yang mengumpatkan diri!
"Hm!" dia mengasi dengar suaranya, Masih dia mencari dengan matanya kelilingan.
"Mungkinkah bocah ini yang tertawa?" akhirnya dalam hatinya dia tanya dirinya
sendiri. Maka dia mengawasi Ie Kun dan ketiga nona nona. Lenyaplah
kesangsiannya. Pikirnya pula : "Tidak munkin si bocah yang bersuara!
Suara tertawa ini sangat hebat, sangat menusuk telingaku!"
Bingung imam ini, otaknya bekerja keras "Hai, Kouw Siu, hantu tua!" akhirnya dia
kata keras. "Kau main gila apa ya" Kau bersembunyi di dalam salju bagaikan kura
kura! Kau lihat, akan aku korek kau dari dalam salju ini!"
Imam ini berkata dan bekerja. Dia mengulur tangannya kearah suara tertawa itu,
dia menindih. Setelah itu, diam diam dia terkejut. Dia merasa ada tenaga
perlawanan. Tidak dapat dia menindih terus. Tenaga melawan itu sama tangguhnya seperti
tenaganya sendiri. Teranglah bahwa orang telah memiliki tenaga dalam yang mahir
luar biasa tiba tiba terdengar suara dari dalam es: "Pin ceng tidak menemui kau!
Tak usah kau repot repot mencari aku!"
Si imam kurus terkejut, kemudian dia tertawa tawa. Dia mendongkol sekali.
Melayani kata kata si pendeta dia kata sengit: "Sudah sepuluh tahun pin too
duduk bersemedi perlunya itu ialah guna mengeset kulitmu buat gegaras dagingmu!
Itulah untuk mencuci mulut dahulu hari!
Dahulu kau menolak aku!"
Dari dalam es terdengar tertawa dingin yang memandang enteng kepada si imam:
"Dahulu hari itu pin ceng tolak padamu sebab untuk turut mengambil bagian dalam
upacara semadi kau telah membinasakan empat puluh sembilan jiwa orang, perlunya
cuma kau hendak mempelajari ilmu sesat buat membetot arwah manusia!"
"Upacara semedhi itu upacaranya Tiga Nabi wilayah Barat, mengapa kau yang
mengusahi sendiri?" tanya si imam. "Ketika itu kau telah menggunakan ketikamu
menolong tujuh jalan darahnya Goan goan lama hingga sekarang ini dia tidak dapat
menggeraki tubuh nya dia terus mesti tersiksa tubuhnya beku !"
Orang didalam salju itu tertawa.
"Jangan kau menempel emas pada mukamu!" katanya.
"Di dalam dunia ini tidak ada, Tiga Nabi wilayah Barat seperti kau sebutkan itu,
ada juga Hek Gwa It Mo Koun But si hantu dari wilayah Barat yang selama ini
kembali melakukan banyak kejahatan maka Pinceng yang menerima pesan gurumu,
lambat atau laun, bakal mewakilkan dia membersihkan perguruannya.
Si imam kurus kering ialah Hek Gwe It Mo, terkejut mukanya menjadi pucat. Dia
tidak takut dia justru gusar sekali. Dia tertawa dingin. Tanpa berkata apa apa
dia lompat kearah salju dimana terdengar suara si pendeta, dengan tangan
kanannya dia menyerang, hingga nampak satu sinar sugguh yang menyambar masuk
kedalam salju itu! Sebagai kesudahan dari serangan itu maka salju meletus menjerat kesegala
penjuru, memunculkan serang pendeta yang mengenakan jubah suci warna aba abu.
Justeru orang muncul si Hantu tertawa pula dan lompat menyerang. Hingga tubuh
mereka seperti bentrok di tengah udara, tangan mereka beradu satu dengan lain
lalu dengan berpisahan, mereka sama sama turun menginjak tanah.
Nampaknya Hek Gwa It Ma yang menang unggul akan tetapi waktu kaki mereka
mengenakan es adalah tampak kaki nya yang mendam lebih dalam! Tapa kaki si
pendeta ialah Kauw Siu Taysu cetek sekali tandanya ia tak jatuh seperti
terbanting. Mesti begitu Hek Gwa It Mo tertawa dingin, terus dia bersikap untuk menyerang
lagi. Kau Siu menghadapi lawan dengan tenang ia tertawa dingin,
"Kouw But, jangan kau banyak tingkah!" tegurnya.
"Selama tiga bulan aku menyingkir dari kau maksudku bukannya aku jeri tetapi
hendak aku menyingkir dari pembunuhan. Buktinya barusan kau telah menyerang
muridku dengan pukulan Kek Khong itu Eng Sin Ciang aku membiarkan saja, tetapi
sekarang, apa bila kau sangat mendesak terhadap aku nanti melanggar sumpahku
akan aku turun tangan melayanimu."
Ilmu "Kek Khong Bu En Sin Ciang" itu ialah ilmu pukulan mengandal tenaga angin
saja tak usah tangan sampai mengenakan sasarannya!
Baru Kouw Siu berkata demikian atau dari empat penjuru Hian Peng Gay terdengar
kumandang siulan nyaring yang tajam, mendergar mana paras si pendeta menjadi
berobab pucat. Sebaliknya Hek Gwa It Mo, dia justeru tertawa terbahak.
"Nah Goan goan Lama juga datang !" serunya.
Hantu dari barat ini tidak cuma berkata dengan nada mengejek itu, dia bahkan berlompat melakukan
serangan, tangannya menyambar si pendeta dengan gerakkan Kim Pa Tam Jiauw" Macan
tutul emas mengulur Kuku."
Kouw Siu terkejut, ia mundur tiga tindak. Ia berpikir keras karena dihadapannya
muncul dua lawan tangguh, sedang muridanya, nampaknya, terancam ketiga nona nona
yng sikap nya mengancam itu. Hek Gwa It Mo heran melihat cara berkelit pendeta
itu, tetapi ia tidak mau mengerti ia maju sambil mengulangi serangan nya. Dua
kali ia menyerang dengan pukulan Kek Khong Bu Eng Sin Ciang yang sebenarnya
sangat sukar buat dikelit.
Melihat ia dirangsak, Kouw Siu mengasi dengar siulan perlahan, dadanya ditarik
ke dalam, alisnya berbangkit berdiri menyusul itu, ia memutar tubuh dengan
kegesitan luar biasa, sebab kakinya, terus bertindak hingga ia berputar
kebelakang penyerangannya dari mana terus ia menolak dengan kedua tannan nya. Ia
menggunai tipu silat "Gie Kong Ie San" atau "Gie Kong memindahkan gunung".
Si hantu terkejut. Dia tidak sangka, sesudah bertapa lagi sepuluh tahun, dia
masih belum melalui si pendeta. Dia belum kalah, mereka berdua masih seimbang,
toh dia menyesal. Dengan sebat dia memutar tubuhnya, buat menangkis dengan kedua
tangannya juga. Habis menangkis, dia meneruskan menyengkram kedada lawan.
Dia menggunakan "Leng Yam Ciang Lek", "tangan beracun Panas Dingin" Asal
tangannya mengenai sasarannya, hawa dinginnya akan menyelusup masuk meracuni
tubuh. Racun itu cuma dapat ditolak dengan tenaga dalam yang mahir atau orang
akan mati tersiksa selama satu jam.
Kauw Siu melihat air muka orang ia menerka Kouw But bertangan beracun. Benar
nampaknya pukulan itu pukulan biasa saja, tetapi kulit tangannya sendiri
memperlihatkan warna matang biru. Maka tanpa ayal lagi ia berkelit. Karena lawan
berlaku telengas, ia membalas dengan cepat. Dengan tangan kanan ia mengancam
dengan tangan kiri, ia menyerang. Berbareng dengan itu sebelah kaki nya naik
melayang ke iga si hantu. Itulah pukulan "Hui Liong Kun pou" atau "Naga terbang"
yang menjadi ciptaannya sendiri.
Kouw But terkejut juga, lekas lekas dia berkelit dengan kedua tangan, dengan
masing masing dua jeriji tengah dan telunjuk, dia menotok kearah kaki lawan itu.
Itulah totokan "Hay Tee Loa Goat". "Di dasar laut menggogo rembulan".
Kemudian sesudah totokan itu gagal, dia meneruskan
mengangkat kedua tangannya buat menusuk kedua mata lawan. Kali ini dia
menggunakan tusukan Siang Li ong Chio Cu," , "sepasang naga berebut mutiara."
Kouw Siu berkikit dengan gerakkan "Say Cu Yauw Tauw" "Singa menggoyang kepala!".
Tapi ia tidak mau manda di serang iapun membalas sama sebatnya. Dengan keras ia
menyerukan "Say Cu Houw" atau "Deruman singa" hingga suaranya menggelegar keras
seumpama kata menggoncangkan bukit dan gunung.
Kouw But berkelit sambil melenggak terus mencelat mundur delapan tindak.
Inilah ketika baik bagi si pendeta, yang menjadi menang angin maka ia terus
merangsak. Ia berlompat cepat dengan
"Keng Hong Hou In" atau "Angin enteng mega mengambang" sedang kedua belah
tangannya dari dirapatkan terus dibuka dipakai menyerang.
Tidak di sangka oleh si Hantu bahwa kealpaannya itu digunai lawannya untuk
mendesaknya. Lekas lekas dia memperbaiki diri lantas dia menyerang pula, kedua
tangannya diajukan sambil dia berseru.
Kouw Siu tidak mau mengadu tangan. Ia mundur pula.
Atas itu, si imam lantas bersiap sedia dengan kuda kudanya yang istimewa. Dengan
mengeluarkan suara meretek, tubuhnya men jadi lebih kate dan ringkas. Yang hebat
yaitu kulit lengannya menjadi berwarna matang biru, begitu juga kulit mukanya,
hingga dia nampak menjadi jelek mirip dengan roman hantu, sedangkan biji matanya
melihat lurus ke depan seperti mata mayat!
Kouw Siu telah berpengalaman tetapi ia merasa aneh melihat sikap lawannya ini.
Ia tidak kenal kuda kuda serta pasangan lawan itu. Sudah begitu, sembari tertawa
dingin, lawannya maju setindak demi setindak. Itulah gerakan sangat lambat. Baru
kemudian, dengan mendadak lawannya itu menyengkeram!
Tidak berani si pendeta menyambuti. Ia lompat kesamping.
"Dia bersikap mirip mayat hidup," pikirnya.
Justru itu salah seorang nona menyerukan kedua lawannya : "Kiang Su Kang!"
"Ya, aku ingat sekarang!" kata Kouw Siu di dalam hati.
Kouw But lagi menggunai "Kiang Su Kang" atau ilmu
"Mayat Hidup." Ia lantas merasakan serangan hawa dingin, yang membangkitkan bulu roma, hingga
ia menggigil. Dengan lekas ia mengerahkan tenaga dalamnya buat mengusir pergi
hawa dingin itu, untuk bertahan. Ia menaruh tangan kiri di depan dada, lantas
dengan tangan kanan, ia menyerang.
Kouw But terus melihat ke depan, dia seperti tidak mendapat tahu si pendeta
hendak menyerang padanya.
Menyaksikan demikian, Kouw Siu menjadi ragu ragu.
"Dia begini berani, dia tentu mengandalkan sesuatu,"
pikirnya. "Bukankah ini ilmu sesat?"
Oleh karena berpikir demikian, lekas lekas Kouw Siu merobah pukulannya, ia mau
menggunakan "Hang Mo Cauw Sie" atau ilmu silat "Menaklukkan iblis," jeriji
tangannya diluncurkan ke jalan darah besar didada lawan.
Hek Gwat It Mo juga lantas merobah sikapnya, ketika totokan tiba dari samping,
da membentur dengan sikunya, sedang kakinya di ajukan buat meneruskan menambah
serangan dengan "Lang Yam Ciang lek." pukulan panas dingin itu.
Kouw Siu menarik pulang tangannya. Setelah pukulan lawan liwat ia pun maju. Ia
menyerang dengan "Kim Lun Cu" pukulan "Roda emas "
Kouw But berlaku sangat sebat. Justeru tangan lawan sampai, justeru tangannya
menyambar untuk membangkol.
Kouw Siu kaget. Beradunya kedua tangan mereke menyebabkan ia merasakan serangan
hawa dingin yang tersalur lengan nusuh. Lekas lekas ia meloloskan tangannya
menyusul itu. ia menyerang. Ia menggunakan Kim Kong Ciang lek." Tenaga Arhat".
Dengan tangannya yang lain, ia juga menolak keras hingga tubuh si Hantu dari
Barat kena terdorong. Maka ketika ini dipakai ia untuk lekas lekas meluruskan
napasnya. "Goan Goan Lam!" Kouw Siu berseru ketertepasan.
Si pendeta lama tertawa pula.
"Tak disangka bahwa akan datang hari ni!" katanya, "ha ha ha!"
Habis berkata dan tertawa, Goan Goan menyingkap jubahnya bagian bawah, maka
terlihatlah bahwa ia tidak mempunyai sepasang kakinya sebatas dengkul, hanya
kaki itu ditukar dengan kaki palsu. Segera ternyata bahwa sepasang tangannyapun
ditukar dengan semacam gaetan emas!
"Setelah hilang tangan dan kakiku semua, aku masih dapat melindungi jiwaku!
Bukankah ini tak disangka kau?"
kata Goan Goan suaranya tertawa. "Bagaimana, keledai botak" Bukankah kedua
tangan dan kakiku seperti juga kau yang menguntungkannya?"
Sembari berkata begitu, si pendeta lama mendekati terus.
Kouw Siu terus berkutat meluruskan nafasnya, guna memulihkan kesegarannya maka
andaikata orang menghajarnya, ada kemungkinan ia tidak berdaya dan akan mati
seketika. Goan Goan bertindak terus, perlahan tetapi tetap, wajahnya
berseri seri Ie Kun tidak tahu gurunya lagi
beristira at, ia menyangka guru itu tengah bersiap sedia menyambut penyerangan,
selagi ia merasa heran , si lama sudah datang dekat sekali, tinggal tiga tindak.
Justeru itu mendadak Hek Gwa It Mo memuntahkan darah, terus dia membalik tubuh
untuk melompat bangun sambil berkata keras: "Si keledai botak ini telah terhajar
pukulanku Leng Yam Souw Hun Hoat!"
Mendengar itu Ie Kun kaget tak terkira. Iapun telah melihat gurunya mulai
mengeluarkan keringat. Lupa segala apa, kecuali hendak menolong guru itu, ia
lantas menyerang dengan piauwnya. Ia menggunai cara menimpuk cara yang nomor
dua. Goan Goan Lama berkelit, terus ia maju kepada Kouw Siu sambil menggeraki gaetan
nya, atas mana lengan kiri sipendeta robek bajunya dan dagingnya pun kena
tertarik segumpal. Ie Kun sementara itu sudah menyerang untuk ketiga kalinya. Lima barang piauw nya
mengenai sipendeta lama, akan tetapi dia tidak roboh, bahkan sambil tertawa
seram, dia maju terus untuk menotok Kouw Siu, setelah mana di lompat kepada
sianak muda. Ie Kun kaget dan heran. Luar bisa kosennya pendeta lama ini. Sebelum ia sempat
berdaya, ia juga telah kena ditotok hingga ia lupa akan dirinya.
Eng Soat bertiga terkejut menyaksikan itu macam pertempuran, mereka mundur
setombak lebih. Tapi sipendeta lama sekarang maju kearah mereka.
"Jangan!" Hek Gwa It Mo berseru saking kaget. "Jangan ganggu bawanan hantu
wanita itu!" Terlambat pemberian ingat sihantu Goan Goan sudah menerjang ketiga nona itu. Dia
melompat dengan tipu silat
"Elang menyambar kelinci." Seperti tadi dia lompat kepada Ie Kun demikian
sekarang dia lompat kepada Nona Ouw, bahkan gaetannya sudah lantas merobek
bajunya si nona! Eng Soat dan dua kawannya menjadi sangat tusar, dengan berbareng mereka mengasi
dengar tertawa mereka yang seram, dan sebelum tertawa mereka berhenti tubuh
mereka sudah melekat, untuk lenyap diantara hujan salju!
Hek Gwa It Mo menyalurkan napasnya, membuat dadanya lega.
"Laotee kau telah menerbitkan gara gara!" kata dia tawar kepada sipendeta lama,
"Hayo, lekas kau mengangkat kaki!"
Kawan ini mengasi tahu siapa adanya nona nona itu.
Baru sekarang Goan Goan terkejut, parasnya menjadi pucat.
"Oh, apakah dia masih hidup?" tanyanya.
"Apakah kau tidak lihat kata Cit kiam Tang khia di pinggangnya nono nona itu!"
It Mo balik bertanya. Goan Goan bagaikan baru tersadar. Dia menjadi kaget pula. "Mari kita pergi!"
serunya. Lantas ia mendahului mengangkat kaki.
Hek Gwa It Mo pergi menyusul dengan lantas.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keduanya meninggalkan lembah Hian Peng Gay di mana,
di atas salju nampak dua orang korban totokkan dan darah bergumpal.
YANG MATI YANG LUKA Di suatu ujung gunung Ciong Lam San, di sisinya kecil Eng Ciu Kian yang airnya
deras, ada berdiri sebuah rumah cuci yang diberi nama Hok Houw Sie, yang bearti
Harimau Mendekam. Mulanya di situ berdiam seorang pendeta dari Siauw Lim Si,
ketika kemudian dia menutup mata, lantas tidak ada penggantinya, tahun ketemu
tahun berhala itu tinggal kosong, hingga menjadi sepi dan rusak. Akan tetapi
pada suatu hari maka di belakang pendopo Tay Hiong Poo tian saban saban
terdengar suara orang merinitih tampa orangnya tampak.
Rintihan itu terdengar terus selama dua hari, lalu selanjutnya, suara itu
menjadi sangat perlahan, sangat perlahan, sampai akhir nya hampir tak dapat
terdengar lagi.... Justeru begitu tiba tiba terlihat tiga orang lari mendatangi cepat selali.
Mulanya terlihat sebagai bayangan lantas mereka tampak tegas. Yang berjalan
depan yalah seorang tua yang tubuhnya kurus kering yang alisnya putih
demikianpun rambutnya. Dua yang dibelakang, yang lari berendeng, dua duanya muda
dan tubuhnya kate dan gemuk bagaikan buntalan.
Ketuanya lari keras ke arah Hok Houw Sie tetapi mereka tidak berkeringatan.
Itulah bukti mahirnya tenaga dalam mereka.
"Yaya di sini" tiba tiba berkata salah satu dari dua orang muda itu. Dia lantas
menunjuk ke satu pojokan dari kuil Harimau Mendekam, yang berada di dalam rimba.
Orang tua kurus kering itu menghentikan larinya. Ia lantas mengawasi dengan ke
dua matanya bersinar tajam. Ia melihat ke empat penjuru.
"Awas, kamu jangan sembarangan turun tangan!
"katanya habis memeriksa kelilingan.
Kedua anak muda itu membuat main bibir mereka.
Agaknya mereka kurang puas dengan sikap berhati hati dari orang tua itu yang
menjadi kakek mereka, sebagaimana mereka memanggilnya "yaya." Bahkan satu
diantaranya berkata: "Kalau tahu begini, lebih baik kita tidak memberitaitukan
yaya! Kalau kita datang sendiri, bukankah kita merdeka?"
Orang tua itu mengawasi tajam kedua cucu itu itu Kata dia: "Aku kenal baik kuil
ini, tetapi sudah beberapa puluh tahun tak pernah aku datang ke sini. Jikalau
kamu benar teranglah Hok Houw Sie telah ditempatkan kedua hantu yang lihay
sekali itu. Merekalah yang disebut See Hek Sam Hiong Tiga hantu wilayah Barat
yang bukan sembarangan orang, karena mana, tidak dapat kamu berlaku sembrono."
Ketika itu kuil sangat sunyi. Melihat demikian, tak mestinya ada orang yang
berdiam di dalam situ. Itu pula sebabnya kenapa si orang tua menjadi ragu ragu.
"Kamu tunggu sebentar," Kata dia selang sesaat. "Biar aku yang masuk terlebih
dahulu, untuk melihat lihat."
Begitu berkata, dia berlompat, lari ke kuil, untuk masuk ke dalamnya.
Walaupun disiang hari, kuil rada gelap.
Baru siorang tua menaruh kakinya atau dari sebuah jendela pendopo terdengar satu
suara dingin, yang membuat orang bergidik. Tapi orang tua ini tertawa tawar.
Dia mengawasi tajam dan berkata nyaring: "Aku yang
rendah ialah Hantiong It Poan Kwan Sem Ciang! Aku sedang menerima pesan orang
untuk menilik kuil ini, untuk menanya apakah tuan tuan Goan Loosu serta Hek Goa
It Mo dari Hek gwa Sam Hiong?"
Jawaban atas pertanyaan itu ialah tertawa yang tertahan dan nadanya dingin.
Paras si orang tua berobah. Terang dia mendongkol.
Dengan kedua tangannya, dia lantas menyerang kearah jendela, atas mana kertas
jendela menjadi pecah dan terbang berhamburan.
Serangan itu tidak menyebabkan orang berlompat keluar, bahkan suaranya juga
tidak terdengar. Kwan Sam Ciang heran. Diam diam tubuhnya bergidik.
Mungkinkah Kwan Sui dan Kwan Hiong keliru melihat"
kata dia didalam hati. "Ah, tak mungkin. Hanya!...."
Suaranya terdengar, orangnya tak nampak! Tidakkah itu aneh" Orang tidak mau
perlihatkan dirinya, bukankah dia bermaksud sesuatu" Bukankah disini ada
perangkap" Tengah Sam Ciang berpikir itu, mendadak ada belasan sinar seperti bintang
meluncur kearahnya. Sinar sinar itu ada rupanya tidak ada suaranya! Itulah bukti
bahwa si pelepas bintang yaitu senjata rahasia liehay sekali. Dia tertawa dingin
dengan sebat dia lompat berjingkrak, membiarkan serangan lewat dibawahan
kakinya. Habis itu, dia tertawa dingin berulang ulang, sebab hatinya mendongkol.
Tidak ayal lagi, dengan memasang kedua tangannya di depan dada, dia lompat masuk
kedalam pendopo. Berbareng dengan lompat masuknya Kwan Sam Ciang, dilain pihak ada bayangan putih
yang lompat keluar dari dalam tak terlihat tegas romannya, kecuali kopiah dan
bajunya kopiah dan baju pelajar.
Menyusul itu terdengar bentakannya dua saudara Kwan.
Kwan Sam Ciang, yang tiba di dalam lantas menjadi berdiri melengak. Apa yang ia
lihat membuatnya heran dan kaget. Dari atas penglari merosot turun dua lembar
rantai, rantai itu menggantung dua orang, yang terikat atau tertusuk tulang
pipinya! Yang seorang ialah seorang pendeta, dan yang lainnya satu anak muda.
Mereka itu mirip mayat, tubuh mereka berlumuran darah. Terlihat napas mereka
berjalan dengan sangat perlahan...
Dengan sebat Hantiong It Poan menolongi kedua orang itu, dikasi turun dari atas
gantungan, setelah mana, ia mengwasi mereka bergantian.
"Ah!" serunya. "Kenapakah mereka!"
Orang tua ini mengenali satu orang diantara dua orang itu. Tentu sekali, ia
tidak ketahui peristiwa di Hian Peng Gay. Tiba tiba ?a terperanjat. Ia ingat
kedua cucunya di luar. Orang demikian lihay, mana sanggup kedua cucu itu melawan
dia" Baru ia memikir buat pergi keluar, untuk melihat atau dengan beruntun dua
bayangaan orang berlari lari dan lompat kepadanya.
Itulah Kwan Sui dan Kwan Hiong.
"Orang berpakaian putih itu sangat gesit!" kata kedua cucu ini, kagum.
"Bagai mana romannya dia itu?"
"Kami tidak keburu mengenali dia pria atau wanita!"
sahut Kwan Hiong. "Tapi pasti dia bukanlah satu diantara dua orang yang kami
lihat." "Aneh!" kata Sam Ciang.
Sementara itu dua saudara Kwan mengawasi kedua orang yang terluka itu.
"Yaya, apakah mereka ini masih dapat ditolong?" tanya Kwan Sui.
"Yaya menjadi tabib pandai, mana bisa yaya tak dapat menolong ?" Kata Kwan
Hiong. Selagi dua saudara itu berbicara, sang kakek sudah mulai meloloskan Ie Kun dari
rantainya terus ia menotok jalan darah nya pemuda itu ditujuh atau delapan
tempat, kemudian dengan suara sungguh sungguh, ia berkata kepada kedua cucunya
itu: "Sekarang kamu mendapat tugas penting! Yang satu mesti berdiam disitu
menjadi pelindungku, yang lain pergi keluar untuk mencari barang makanan. Pemuda
ini terluka sangat parah!"
Kwan Hiong menurut ia lantas bergerak.
"Nanti aku yang pergi mencari barang makanan!"
katanya. Terus ia berlompat pergi.
Sam Ciang segera duduk bersila didepannya Ie Kun. Ia meluncurkan kedua
tangannya, untuk mengerahkan tenaga dalamnya. Bukan lama nampak samar samar uap
putih naik dan kedua tangannya seperti mengurung nya. Itulah hawa panas.
Setelah itu, dengan kedua tangannya, orang tua itu menahan jalan darah beng bun
dari Ie Kun, guna menyalurkan masuk hawa panasnya kedalam tubuh sianak muda.
Dengan ini jalan hendak ia menyingkirkan apa yang dinamakan hawa jahat im hwee.
Terang ia telah mesti menggunai tenaga dalam yang dahsyat, karena ia lantas
mengeluarkan keringat pada muka nya.
Selama itu, pada Ie Kun tidak terdapat perobahan apa apa. Hal ini membuat
siorang tua bingung. Ia penasaian, ia mencoba terus.
Selang sejenak, di situ terasa siliran angin, mulanya halus lalu perlahan lahan
berobah menjadi keras dan makin keras.
Hal itu mengherankan Sam Ciang dan cucunya. Itulah angin buatan manusia. Selagi
mereka bercuriga, angin itu telah menyebabkan mereka merasa dingin. Angin itu
pula menusuk mendatangkan rasa risi.
Kwan Sui lantas bergerak, menghampirkan jendela dari mana angin itu bertiup
masuk. Ia mau menolak dengan kedua tangannya, dengan ilmu kepandaian
keluanganya, yang disebut "Kwan Kee Sam Ciang" "Tiga tangan Keluarga Kwan."
Jurus yang pertama bernama "Kay Thian Pek Tee," yaitu "Menciptakan dunia". Hanya
belum lagi ia menolak, atau ia sudah tertolak mundur dua tindak oleh hembusan
angin yang keras. Menyusul itu, satu bayangan putih berkelebat masuk.
Sebelum Kwan Sui tahu apa apa, "Plok!" maka pipinya yang kiri sudah kena
tertampar. Serangan itu tak harusnya terjadi mengingat lihaynya si cucu dan
kakeknya, toh Kwan Sui tidak berdaya...
Kwan Sam Ciang lagi mengerahkan tenaganya, ia cuma bisa mengawasi sebentaran
kepada bayangan putih itu. Ia melihat samar samar orang berambut dan berjenggot
putih dan bermuka merah, usianya sudah lanjut. Ia bingung sebab ia tak tahu
orang itu kawan atau lawan, dia bermaksud baik atau jahat. Karena ini,
pengerahan tenaganya menjadi tenganggu, bahkan ia merasakan hawa menolak keras
dari tubuh si anak muda. Ia menjadi semakin bingung, hingga ia berkuatir.
Sekarang hembusan angin dari luar itu, sudah berhenti, sebagai gantinya tak
hentinya terdengar suara tertawa dingin.
Sam Ciang terus mengusahakan pertolongannya, yang tetap sia sia, sampai tiba
tiba ia mendengar suara yang dingin terdengar dari luar : "Sia sia belaka kau
menolongnya! Kau harus ketahui, jalan darahnya si anak muda bertentangan dengan
salurannya yang semestinya!
Baiklah kau serahkan dia kepada aku si orang tua!"
Tidak cuma dingin, suara itu juga bernada temberang.
Kwan Sam Ciang terperanjat. Ia merasa bahwa tenaga dalamnya tak dapat dipakai
menandingi si orang tua yang tidak dikenal itu. Ialah seorang Kangouw
berpengalaman, segera ia menginsafinya. Memang benar perkataannya orang tua itu.
Sejak tadi ia tidak menyadari yang hawa, atau jalan darah Ie Kun, tersalurkan
bertentangan. "Pantas aku tidak berhasil," pikirnya. "Dengan caraku, aku jadi seperti
menentangnya. Pasti sia sia percobaanku.
Ah, aneh orang tua ini. Ada kemungkinan dia telah mendahului aku memeriksa
lukanya anak muda itu... kalau tidak, mana dia ketahui pertentangan jalan darah
itu" kalau dia musuh tentu pemuda ini sudah hilang jiwanya. Hanya, kalau dia
sahabat, kenapa kedatangku kemari dia menyembunyikan diri dan baru sekarang dia
muncul" Apakah maksudanya dia!"
Dalam herannya, Sam Ciang mulai menyalurkan lagi hawanya, untuk meluruskan hawa
bertentangan dari Ie Kun, kali ini ia berhasil dengan cepat. Tubuh si anak muda
lantas mengeluarkan keringat dan parasnya lantas berobah, mulanya pucat, menjadi
guram, lalu merah. Hanya dia tetap tidak berkutik, rupanya dia masih sangat
lemah. "Kelihatannya, tanpa Leng cie tua seribu tahun, atau obat pulung Cian Coan Siok
Beng Wan dari Tang hay Hie In, sekali untuk menolong jiwanya bocah ini..."
pikirnya bingung. Ia menghela napas.
Mengingat pada Tang hay Hie In, orang tua ini menjadi berduka. Tanpa jodoh, tak
mudah orang bertemu dengan si Nelayan dari laut Timur lagi pula, obat pulungnya
itu, obat penyambung jiwa Cian Toan Siok Beng Wan semuanya cuma tujuh butir. Di
lain pihak, pohon Leng cie juga pohon obat yang sangat sukar didapatkannya.
Kemana mesti mencari itu, apa pula disaat penting sebagai ini"
Ie Kun terus berdiam. Muka dia merah tapi tak sadar.
Sam Ciang menghela napas. Tak berdaya lebih jauh.
Maka ia mengangkat tangannya untuk ditarik pulang.
Justru itu suara dingin dan temberang luar itu terdengar pula: "Orang tua she
Kwan! Goan Goan Lama bersama sama Hek Goan It Mo bakal lekas datang kembali,
sekarang mereka sudah berada kira tiga liel lagi dari sini! Atau mungkin mereka
sudah bersompokan dengan cucumu!
Kenapa kau tidak mau pergi membantui cucumu itu?"
Sam Ciang heran orang kenal padanya melengak berbareng, ia pun kaget akan kata
kata orang itu tentang Goan Goan Lama dan Hek Gwa It Mo serta perihal cucunya,
ia heran pula kenapa orang ketahui tentang itu dua jago dari wilayah Barat.
Lagi lagi suara di luar pendopo terdengar "Orang tua she Kwan, mungkinkah kau
tidak percaya aku" Kau dengarlah!
Bukan kah itu suaranya Hek Gwa It Mo?"
Benar! Dari kejauhan terdengar siulan yang nyaring serta deruman "sauwy Cu Hauw"
dari Keluarga Kwan. Maka bukan main kagetnya Hantiong It Poan. It Poan menjadi
bingung sekali. Tidak dapat ia meninggalkan Ie Kun, juga tak dapat ia membiarkan
cucunya yang disayang melawan musuh seorang diri.
Kwan Sui pun bingung, apapula kapan melihat roman kakeknya itu. Tidak dapat ia
bersabar lagi, tanpa perkenan sang kakek ia lantas berlompat pergi.
Justeru sang cucu pergi, justeru ada sehelai kertas yang dari luar pendopo
terbang terbawa angin sampai di depan Kwantiong It Poan, kertas mana ada
tulisannya yang berbunyi : "Lekas pergi menyambut dua telur kecil pengacau itu,
janganlah bertempur lama lama !" Surat itu tidak ada tanda tangannya ada juga
lukisan seorang tua lagi tidur ngelenggut.
Bukan main herannya Sam Ciang. Selagi ia melengak, sekonyong konyang satu
bayangan putih berkelebat, lantas Ie Kun terbawa pergi. Hingga ia menjadi
terlebih heran pula, hingga ia menjublek terus.
"Mungkinkah Lay Siu masih hidup didalam dunia?"
pikirnya. Lay Siu ialah si tua pemalas, orang tua yang lukisannya sedang tidur itu.
Tapi tidak dapat Sam Ciang berpikir lebih lama pula, maka ia lantas lari keluar
menuju ke arah suara pertempuran.
ORANG ANEH DARI DALAM KERETA
SASTERAWAN YANG WANGI PUPUR.
Hawa udara di bulan ke enam panas luar biasa sampai batu batu kerikil di tengah
jalan terasa panas melepukan hingga orang orang yang berlalu lintas merasa
tersiksa. Toh, diwaktu demikian ada orang orang yang berlalu lintas. Ada yang
berombongan berdua atau bertiga, ada pula yang menunggang kuda yang dikaburkan
keras. Tepat tengah hari tampak tiga penunggang kuda lagi mendatangi cepatnya luar
biasa, belakang mereka itu ada
sebuah kereta kuda, yang dilarikan tak kalah kencangnya.
Kudanya kereta itu tinggi besar sama seperti kudanya ketiga penunggang kuda itu.
Lewatnya ketika kuda dan kereta itu menyebabkan debu mengepul naik.
Ketiga penunggang kuda itu berpakaian mentereng.
Yang paling depan ialah seorang bermata satu dan romannya licin. Dua yang
lainnya beroman keren, kulit mukanya merah gelap. Mereka kabur tetapi mereka
tidak berkeringat. Keretapun terias indah, memakai tali air emas dan bertaburkan
batu kemala. Rupanya itulah keretanya seorang berpangkat tinggi. Hanya kalau itu
kereta keluarga pembesar negeri, apa perlunya dilarikan demikian cepat"
Siapa ketiga penunggang kuda itu"
Selagi kuda dan kereta kabur, penunggang kuda yang ketiga menoleh kebelakang ke
arah kereta, untuk berkata :
"Di depan sana ada tempat penyeberangan! Apakah perlu kuda dikasih ngaso dulu?"
Penumpang kereta itu berdiam saja, setelah pertanyaan si penunggang kuda
diulangi, baru terdengar jawabannya, perlahan tetapi dalam: "Hm". Dia sangat
jumawa. Atas itu simata satu tertawa dingin, dia menyambuk ke udara, hingga cambuknya
mengeter nyaring sekali. Dilihat dari sikapnya, dia sangat mendongkol dan
penasaran sekali. Semua kuda dan kereta terus lari keras, sampai didepnnya sebuah rumah makan yang
kecil. Mendadak simata satu menahan kuda nya, hingga kudanya itu berhenti sambil
mengangkat kedua kaki depannya dan meringkik keras.
Penunggang kuda yang kedua dan ketiga turut menahan kuda mereka.
Selagi kuda berdiri, para penunggangnya sudah lantas lompat turun, gerakannya
sangat lincah. Adalah sikusir yang turun dari keretanya dengan sikap ragu ragu. Dia
menghampirkan bangku di depan rumah makan dimana dia berduduk.
"Panas! Panas!" dia mengeluh.
Kereta itu tidak ada yang perhatikan penumpangnya juga tidak turun atau muncul.
Sedang begitu, didalam rumah makan si mata satu menghajar meja dengan cambuknya
hingga terdengar suara cambukan yang berisik sekali. Dia berseru. "Lekas
sediakan barang hidangan yang lezat dengan araknya yang wangi!
Lekas, tuan besar kamu mau lekas lekas melanjuti perjalanannya!"
Nyaring sekali suaranya tetamu ini, hingga pemilik rumah makan menjadi kader,
kata dia didalam hati: "Dia lebih hebat dari pada yang semula tadi! Mungkinkah
setiap rombongan terlebih lihay pula." Tapi dia lekas menyahuti dan bekerja.
Salah satu dari dua orang yang berpakaian gantengpun berkata kepada seorang
pegawai rumah makan, yang lagi berdiri bengong saja: "Eh, lekas kau mengantarkan
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
barang makanan dan arak ke dalam kereta!"
Beberapa itu waktu, dua orang lalu bertindak masuk kedalam rumah makan itu.
Orang yang satu tinggi usianya, yang lainnya masih muda. Sembari berjalan,
mereka itu bersenandungkan syair. Yang luai biasa dari mereka, kecuali usia
mereka berlainan juga cara berdandannya. Si orang tua sudah putih rambut dan
kumis janggutnya, putih juga seluruh pakaiannya. Si anak muda sebaliknya
berpakaian hijau mulus, pinggangnya tergangtungkan
sebatang pedang, punggungnya menggendol sebatang yang lainnya. Usia mereka beda
kira kira tujuh atau delapan puluh tahun! Mereka berjalan kaki, mungkin mereka
sudah berjalan jauh tetapi sepatu mereka tidak ada debunya.
Sebaliknya muka mereka penuh dengan peluh.
Tanpa menghiraukan siapapun juga, tanpa melirik ke kiri dan kanan, ke dua tetamu
ini langsung memilih meja di pojokan.
Melihat mereka itu, ketiga penunggang kuda tadi nampak heran. Rata rata di dalam
hati mereka, mereka berkata: "Bukankah dua orang ini si tua dan si muda yang
tadi kita ketemukan di tengah jalan" Kenapa jalanya mereka begini cepat,
sekarang mereka telah tiba di sini" Mereka cuma keunggulan satu tindak!" Lalu
yang dua kata pada yang satu suaranya perlahan: "Eh. Lao toa, mereka berdua
muncul secara mendadak begini, bukankah mereka ada maksudanya" Mereka kawankah
atau lawan?" Si tua. yang matanya satu, kata dengan tawar: "Itu Khong Tong Sam Yu, memangnya
siapakah yang kita takut?"
Khong Tong Sam Yu berarti Tiga Sahabat Khong Tong Pay.
Justru itu tiba tiba si tua berkata cempreng seperti suaranya bambu pecah: "Eh,
tuan pemilik rumah makan!
Di sini ada tiga ekor burung elang dan kuntul, kau tolong panggang untuk aku si
orang tua!" Ia pun merogoh ke kantungnya dari mana dia menarik keluar tiga ekor
burung elang, yang terus di serahkan pada pemilik rumah makan itu. Sedangkan si
muda menambahkan: "Kau panggang baik baik, ya. Jangan bikin matanya kebakar
hangus! Aku paling doyan biji matanya!"
Tiga orang dengan dandanan mewah itu menjadi gusar.
"He, bocah apa kau bilang?" satu di antaranya menegur sambil dia menggeprak
meja. Tidaklah heran kalau mereka bertiga gusar. Merekalah tiga adik perguruan dari
ketua Khong Tong Pay, gelaran mereka yaitu Khong Tong Sam Eng tiga ekor elang
dari partai Khong Tong Pay. Merekalah Tok Gan Liong Ang Kie si Naga Bermata
Satu, dan Khong Tong Siang Ciu Ong Koa dan Ong Wie. "Siang Ciu" berarti
"Sepasang kuntul."
Mereka justru merasa sedang diejek dengan gelaran mereka itu.
Si tua berpakaian putih dan si muda berpakatan hijau seperti tidak mendengar
suara orang, mereka lantas bicara berdua sembari tertawa tawa.
"Ini arak wangi sekali! Ini arak wangi sekali!" kata si tua.
"Mari bocah kau keringi cawanmu!"
"Apakah kita tidak menanti matangnya elang dan kuntul itu?" tanya si anak muda.
"Bukankah arak ini akan terasa terlebih sedap pula?"
Mereka bicara seenaknya saja, sedangkan Tok Gan Liong bertiga, mendongkolnya
bertambah tambah. Ong Hoa habis sabar, maka terangkatlah kakinya melayangka
sebuah bangku! Si muda pucat mukanya, hendak dia menangkis bangku itu, atau si tua telah
mendahulukan dia. Dengan melemparkan sumppit di tangannya orang tua itu membikin
bangku terpental balik ke tempal asalnya!
Khong Tong Sam Eng terkejut, lantas Ong Hoa tertawa dingin, dengan tajam, dia
mengawasi si tua dan si muda itu.
Dia berkata: "Sungguh kepandaian tangan yang liehay! Aku Ong Hoa, ingin aku
belajar kenal dengan kepandaian itu!"
Lantas sambil mengulapkan cambuknya, dia maju menghampirkan.
Si tua tertawa, dia berkata : "Ie Kun, ini bagianmu memperoleh untung!"
Ketika cambuk tiba. si tua telah mercelat pergi, sedangkan si muda yang
dipanggil Ie Kun itu, berkelit hingga cambuk menghajar meja, suaranya nyaring,
arak dan barang makanan tumpah dan muncrat!
Karena gagalnya serangannya itu Ong Hoa mendongkol hingga dia betkaokan, hingga
dia lupa bahwa orang liehay sekali kembali dia menyerang, kali ini dengan
cambukan "Beng Ngo weng" "Ayam berkokok jam lima" Ie Kun menyekat sebatang tulang ayam,
dengan itu ia menotok ke atas, membikin cambuk meleset maka cambuk itu kembali
menghajar meja hingga terdengar pula suara yang nyaring dan meja itu berbekas
buat kedua kalinya. Hanya habis menangkis itu, ia maju, tangannya diluncurkan.
Bergeraknya itu membikin baju hijaunya berkelebat tegas.
Ong Hoa menyerang tempat kosong, tubuhuya maju ke depan, dia seperti
menghampirkan serangan, tetapi dialah jago Khong Tong Pay, dia bukan sembarangan
orang dengan menekankan cambuknya kepada meja, dia membikin tumbikin tubuhnya
terangkat, buat mental mundur, hingga dia bebas dari bahaya.
Melihat serangannya gagal, Ie Kun menjadi berhati hati.
Sejak satu tahun, ia sudah menyekap diri, ia sudah berlatih lebih jauh, sekarang
ini untuk yang pertama kali ia muncul pula. Maka tak mau ia berlaku sembrono.
Habis mengelak bahaya, ia maju pula, untuk menotok dengan tipu silat
"Mending langit menggaris matahari"
Ong Wie melihat kakaknya terancam bahaya, ia lompat maju untuk mendahulukan
menyerang si baju hijau. Dengan beruntun ia menerjang dua kali.
Tok Gan Liong melihat anak muda itu lihay. Ia juga menduga, orang muncul bukan
tanpa maksud. Karena ini, ia lantas maju juga, membantu kawannya.
Ong Hoa girang mendapat bantuan. Memangnya ia telah merasa bahwa ia bakal
terancam lawan. Karena ini, berbareng mendapat hati, ia pun mendesak, dengan
kedua kakinya, ia menerjang beruntun. Itulah "Lian hoat Wan yoh Kiat" atau
"Tendangan Burung Wanyoh."
Dikepung bertiga, Ie Kun memperontonkan
kegesitannya. Hanya dengan satu gerakan ia menghilang dari hadapan lawan, hingga
serangan mereka itu gatal semuanya!
Khong Tong Sam melongoh, muka mereka merah.
Mereka sudah tersohor tetapi melayani seorang lawan, yang muda, mereka tidak
memperoleh hasil. Mereka tidak tahu lawan bersilat dengan ilmu silat apa.
"Kamu bertiga tahang nasi semuanya! Orang sudah menyingkir dengan tipu Ie Heng
Hoan Wie! Sekarang ini dia sudah berada jauh satu lie lebih!" demikian bentakan
yang datangnya dari dalam kereta, suaranya dalam.
Tipu "Ie Heng Hoan Wie" itu ialah kepandaian Menukar wujud, mengganti
kedudukan." "Hm! Banyak lagak!" kata Tok Gan Liong sengit.
Berbareng ia dan dua kawannya menoleh kekereta, mata mereka mendelik. Hanya,
belum lagi ia menutup mulutnya, dari dalam kereta sudah melayang sejilid buku,
kendati ia berkelit, toh pipinya yang kiri kena terhajar, hingga mulutnya
mengeluarkan darah! "Hm! Hm!" demikian terdengar pula suara dari dalam kereta yang disusul dengan
bentakan ini: "Mari berangkat!"
Itulah perintah! Khong Tong Sam Yu mendongkol bukan main. Tapi mereka tidak berani melawan atau
menentang. Orang didalam kereta itu menjadi orang yang ketua mereka
mengundangnya dengan susah payah. Terpaksa mereka menurut dan berangkat.
"Tempat ini tempat apa?" Ong Wie tanya Tok Gan Liong.
Orang tua itu melihat kelilingan.
"Mungkin ini wilayah propinsi Shoatang!" sahutnya.
"Buat apa kau menanyakan tempat" Paling perlu ialah berangkat lekas!"
"Kenapa kita mesti turut orang Tiat Ciang Pang pergi ke Tay San?" tanya Ong Wie
tak mengerti. Tok Gan Liong bermonyongkan mulut kearah kereta, ia tidak menjawab. Itu artinya
bahwa itulah kehendaknya orang didalam kereta itu.
Oag Wie menoleh kearah kereta itu, ia pun berdiam.
Perjalanan sudah dilanjuti. Tiga penunggang kuda dan sebuah kereta kabur seperti
tadi. Dibelakang mereka, debu mengepul naik. Jauh dibelakang mereka, habis debu,
muncu pula si tua dan si muda yang pakaiannya masing masing putih dan hijau....
"Ie Kun," kata situa "Bukannya aku malas, tetapi baiklah kita bertemu pula
dikota Ceelam nanti."
Siorang tua berkata begitu setelah ia melihat ketiga penunggang kuda dan kereta
menikung ditengah jalan. Kemudian, tanpa menanti jawaban, ia berkata pula: "Besok
malam, kita bertemu pula di kuil Wan Kak Sie, dikota selatan." Terus ia
berkelebat, lantas ia menghilang.
Ie Kun mengawasi orang berlalu. Ia sekarang lagi menuju ke Utara, untak turut
dalam rapat umum kaum sesat digunung Tay San. Ia tidak tahu waktunya rapat, maka
itu, ia turut Lan Ong, si Tua Pemalas. Bersama si tua ia membuat lakon. Ditengah
jalan, saban bertemu orang, mereka menggoda untuk bergurau, habis itu, mereka
menghilang. Demikian mereka menggodai Khong Tong Sam Yu. Hanya kali ini mereka
berniat memancing penumpang kereta itu muncul untuk memperlihatkan diri.
Nyatanya mereka gagal. Penumpang kereta itu cuma bersuara "Hm!" dan menegur
Khong Tong Sam Yu. Terhadap mereka berdua, dia bungkam dalam segala bahasa.
Karena siorang tua sang guru pergi, Ie Kun menjadi kesepian. Ia pun tidak berani
lancang turun tangan mengganggu pula orang, didalam kereta itu.
Tidak lama, dari aran depan datang siuran angin dingin, dan langit mulai guram.
"Celaka, tentu bakal turun hujan!" katanya didalam hati.
"Angin bertambah keras dan langit mulai gelap. Pasti akan turun hujan besar!
Kalau mereka singgah, tentu aku mesti singgah bersama. Tidak tidak dapataku
bertemu dengan mereka itu."
Maka ia lantas lari kearah pepohonan lebat. Atau dilain saat, dari situ muncul
seorang dengan roman dan dandanan sebagai Cit Chee Piauw Sim Ie!
Selagi langit gelap hujan mulai turun. Untuk tidak kebasahan, Ie Kun lari keras
dengan ilmu "Leng Khong Hie Touw" "Menyebrangkan udara". Setelah satu lie, ia
melihat sebuah tembok merah didepan ia di sebelah kanannya
sebuah lembah. Itulah sebuah kuil. Ia lari kesana. Ketika ia sampai didepan kuil
itu, bajunya sudah demak.
Pintu pekarangan kuil terkunci, tetapi gemboknya berlobang dibeberapa tempat.
Itulah bukti kuil itu kosong dan sudah rusak.
"Kalau kuil kosong, kenapa pintunya dikuncinya?" pikir Ie Kun heran. Ia molos
disatu lobang. Didalam terlihat sebuah pekarangan luas tetapi kosong. Teranglah
kuil itu besar, pintu pekarangan bukan cuma terkunci tetapi juga terganjel
sebuah batu besar berat tiga ratus kati mungkin.
Meski ia heran, Ie Kun tidak pikirkan itu. Ia pergi ke toa tian, pendopo besar,
di sana dilantai ia melihat tapak kaki basah dari beberapa orang.
"Mungkin mereka juga mau pergi ke Tay San," pikirnya
"Mestinya mereka menunggang kuda. Mana kuda mereka itu?"
Ie Kun bertindak, mengikuti pelbagai tapak kaki itu.
Mendadak ia berhenti. la bercuriga. Pikirnya: "Mungkin mereka tahu aku datang ke
mari...." Maka ia batal masuk terus, sebaliknya, ia lari keluar. Ia mencari
genting yang rendah, untuk ia naik ke atasnya.
Hujan turun besar sekali, suaranya sangat berisik.
Di belakang toan tian ada sebuah pekarangan terbuka, di situ tertambat tujuh
atau delapan ekor kuda. Ia pun mengenali kereta yang diiring Khong Tong Sam Yu.
la maju terus melewati dua buah undakan. Disini barulah ia lompat turun. Maka ia
mendapat sebuah kamar pendeta.
"Oh, anak kau sudah sampai?" tiba tiba terdengar suara menyapa.
Ie Kun tertawa dingin. "Kau siapa?" ia tanya.
"Hm!" demikian suara di dalam. Tak ada jawaban lainnya.
"Kau siapa!" Ie Kun mengulangi pertanyaan nya, keras.
Merdadak daun jendela bersuara nyaring. Itulah suara pecahnya kertas jendela.
Dari sebelah dalam muncul ujungnya sebatang joran.
Tiba tiba saja Ie Kun menjadi girang sekali.
"Tang Hay Hie In!" serunya.
"Lekas masuk!" demikian terdengar pula suara di dalam itu.
Dengan hati lega, Ie Kun memasuki ruang. Segera ia melihat Tang Hay Hie In lagi
duduk sambil menggelogoti buli buli arak.
"Lolos topengmu! Di sana itu mereka lagi saling menerka!" kata nelayan. "Aku
tahu Ouw Siu bercelaka aku, kira kau pun sudah habis! Siapa tahu kau bertemu
dengan Lay Ong! Ha ha! Berapa banyak sudah kau mewariskan kepandaiannya?"
Ie Kun tahu nelayan jago itu sangat "polos "dan sederhana. Tanpa malu malu, ia
menjawab : "Baru lima bagian!" Ia pun tertawa.
"Cukup! Cukup!" kata si nelayan. "Aku Giam pocu, aku menyangka kau baru dapat
tiga bagian!" Ia bersenyum lantas ia menambahkan : "Mari! Mari kita lihat,
mereka itu lagi mempertunjukkan sandiwara apa !"
Berkata begitu, Tang Hay Hie In menggendol tempat araknya, ia cekal jorannya,
terus ia lompat keluar dari jendela.
Tanpa ayal lagi, Ie Kun lompat menyusul.
Mereka pergi ke pendopo. Di sana segera terdengar suara berisik.
"Ketua dan Tiat Ciang Pang mengadakan rapat besar di Tay San ini, dia tentu
mengandung suatu maksud," kata seorang, "Di toh menggunai Cay Hun Giok Tiap
sebagai umpan!" "Kabarnya pihak Siauw Lini Pay bakal mengirim orang orangnya yang lihay," kata
seorang lain "Siauw Lim Pay hendak merampas pulang pasukannya itu!"
(BERSAMBUNG JILID 7 ) Jilid ke : 7 "Sebenarnya Cay Hoan Giok Tiap tidak berada di tanganku Pui Thian Bin..."
Sekutu Iblis 2 Pendekar Rajawali Sakti 65 Kuda Api Gordapala Makam Bunga Mawar 31