Pencarian

Rahasia Gelang Pusaka 8

Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt Bagian 8


Kau sekarang meminta ampun dari satu anak muda, tidaklah merendahkan derajatmu
sebagai seorang tua"
Mukanya Cit Sat Im Siu menjadi merah Tidak menanti orang berbicara. Bu Beng
Tongcu berkata "Aku kenal budi dan permusuhan itulah hal yang diutamakan kaum
Rimba Persilatan! Sekarang kau membuka mulutmu, aku aku tidak mau berlaku
keterlaluan aku berjanji tidak akan menggunai panah Cit Cit Bu Ciang Kwie Ie
Ciang yang beracun, akan tetapi, berbareng dengan ini aku juga tidak menghendaki
ada orang ]uar yang campur tahu urusan kita ini! Budi dan
permusuhan kita, kita sendirilah yang mengurusnya, yang membikin beres! Maka
itu, andaikata aku gagal menuntut balas aku pasrah kepada Thian, sebalik apa
bila aku berhasil menang, aku melainkan hendak membikin lega dan puas arwahnya
ayah bundaku. Cit Sat Im siu dan Tian Tie Toojin kamu berdua, silahkan kamu
pikir dapat kamu melakukannya atau tidak"
Dua orang itu heran. Mereka tidak menyangka Bu Beng Tongcu demikian juga berani
satu menantang dua. Tang Hay Hie In tidak puas dengan sikapnya bocah ini, ia berkuatir, ia menjadi
gelisah. Ia tahu si bocah liehay disamping panah hujan itu, dia mempunyai Kim
Kut ie, kipas bertulang,emasnya itu, akan tetapi ia mengerti baik sekali bahwa
dua-dua jago ini ini tidak dapat dipandang ringan Ia merasa buat menang unggul
saja, harapan sulit... Bagaimana kalau dia gagal hingga dia nampak kebinasaannya" pikir si nelayan
bingung, Dengan begitu kau harus malu terhadap arwahnya Tiat Kiam bie seng suami
istri dan U Ie Kun serta ternadap Bu Tim Totiang juga. Mereka memesan dan
mengharapku mendidik dan melindungi bocah ini! Laginya, kalau ketika ini tidak
digunai buat membinasakan Cit Sat Im 5iu berdua maka pastilah akan sulit urusan
pertemuan di Toan Hun kok serta daya upaya untuk mendapatkan pulang Siau Lim Ke
Su koan dan Can Hoan Giok Tiap...."
Saking bingung Tang-Hay Hie In lantas tertawa dingin dan berkata: "Hm Cit Sat im
Siu yang tersohornya seperti Thian si imam tua! sekarang mereka mau bekerja sama
untuk mengeroyok seorang muda" Oh, dari pada berbuat demikian, bukankah lebih
baik mereka membunuh diri saja supaya mereka tidak usah medapat malu"....."
Dalam malunya Cit Sat Im Siu mejadi murka, hingga wajahnya menjadi guram
Mendadak dia berlompat kepada sinelayan dari Laut Timur untuk membentak "Hari
ini tidak bisa tidak mesti aku membikin rata punggungmu yang bungkuk itu!..."
Lalu kata-katanya itu ditutup dengan serangannya.
Tang Hay Hie In biasa menyebut diri sendiri Giam Tocu akan tetapi sebaliknya ia
sangat membenci. apabila orang mengatai cacatnya itu. Demikian kali ini
mendengar suaranya Cit Sat Im Siu. ia gusar bukan main. Tanpa membilang apa apa
lagi. ia sudah lantas menyerang orang dengan joran pancingnya!
Cit Sat Im Siu tidak dapat menerka hati si nelayan. Dia tidak tahu bahwa orang
menyerang dia supaya Bu Beng Tongcu tidak sampai kena dikeroyok berdua, bahwa
Tang Hay Hie In merasa pasti pihaknya bakal menang andai kata mereka berempat
bertempur satu lawan satu dengan pihaknya ada bantuan orang. Dalam gusarnya dia
melayani bertempur, bahkan dia membalas menyerang dengan hebat!
Hanyalah, begitu mereka bergebrak. Cit Sat Im Siu menyesal sendirinya, Dia
merasa bahwa dia sudah berlaku sembrono, karena dia kurang sadar.
Menyusul serangannya Tang Hay Hie In Bu Beng Tongcu menyerang Thian tie Tcojin
dengan ia menggunai Kim Kut Sie kipas tulang emasnya itu.
Tok Koan Im menonton dari tepian, pikirannya bekerja.
Si orang hutan juga berdiri menonton dari pinggiran, saban saban menampak
kegirangannya, sebab dia sering menyeringai
Tengah kedua pihak bertempur seru di dalam dua rombongan, mendadak diantara
mereka terdenga suara puji
Sang Budha yang nyaring tetapi halus, suara itu seperti memecah kesunyian sang
alam. Menyusul itu lantas terlihat berkelebatnya sesosok tubuh, yang tampak
nyata karena gerakan bajunya.
Yang datang itu bukan cuma orang tapi lima!
Yang pertama nampak yalah Sam Im Sin Nie, lalu Pek Kut Ang Hun kie siu. Ang Shie
Siauw-lie Cu Jie Gin Kie Cu dan Bok Yang Koay Tong, si bocah penggembala
kambing. Selekasnya mengenali lima orang itu. Tang Hay Hie In yang paling dulu lompat
keluar dari kalangan pertempuran, meninggalkan lawannya.
Sebaliknya, dengan Tok Koan Im. Melihat pada Sam Im Sin Nie, muka dia menjadi
merah, tanpa mengatakan sesuatu, lantas dia menyingkirkan diri.
Menampak demikian, si orang hutan pun mengikuti si nyonya.
Bu Beng tongcu, lagi bertempur seru dengan Thian Tie Toojin ketika ia melihat
perginya siorang hutan, mendadak ia lompat meninhgalkan lawannya, guna menyusul
binatang itu sambil ia mengawasi dengar siulannya yang nyaring.
Si orang hutan mendapat dengar suara si bocah, dia berhenti berlari, dia
menoleh, setibanya si bocah, dia berdiam dan menunduk, dia membiarkan Tok Koan
Im pergi seorang diri. Maka itu, bocah itu lantas membawanya balik ketempat
partempuran tadi. Ia segera mendapat kenyataan. Cit sat Im Siu dan Tian Tie
Tojin tidak berada di situ sedangkan Sam Im Sin Nie lagi bicara perlahan sekali
dengan Tang Hay Hie In. Ang Hun Pek Kut Kie Siu kelihatan bengis kepada Gin Kie Cu sebaliknya dengan Gin
Kie Cu Dia berpegangan tangan Bok Yang Koay Tong dia tersenyum tawar!
Bu Beng Tongcu mengawasi. Ia tidak tahu maksud kedatangannya lima orang itu. Ia
pun heran melihat sikapnya Tang Hay Hie En dan Sam sin Sim nie.
Baru selang sejenak, si nelayan menghampirkan muridnya.
"Mari kita pergi!" dia mengajak. Baru saat kata katanya habis, atau dia sudah
melompat pergi! Bu Beng Tongcu menuntun si orang hutan, ia menatap sebentar pada kelima orang
itu. baru ia turut Tang Hay Hie In pergi belajar.
Samar-samar maka di Cit Cee To terdengar seruan seruan Ang Hun Pek kiat kie siu
dan Ga kie cu berdua.....
31. Ie kun - Liam Cu Malam itu turun hujan tetapi kemudian sang hujan berhenti terbawa sang angin.
Ketika sarat, fajar tiba lalu menyusul munculah Sang Surya. Cuaca terang sakali,
hingga tampaklah seluruh pegunungan Ciong Lam San yang panjang ribuan li, Semua
daun bersih dari debu akibat turunnva sang hujan yang seperti mencuci segala apa
sampainya daun daun cemara terang bercahaya, Jurang dan batu -batu beraneka
ragam tampak jelas sekali. Siapa melihat pemandangan gunung itu pasti hatinya
terbuka. Lembah Toat Hun kok atau Nyawa Putus berada di bagian yang dalam dari gunung
Ciong Lam San itu terkitarkan puncak puncak, dan dalamnya banyak tikungannya.
Maka siapa berada didalam situ, dia bagaikan terbenam diantara kabut.......
Tepat didalam suasana pasti itu maka terlihatlah sesosok tubuh gesit larinya
sangat ringan akan tetapi meski demikian dia tidak lari sekeras-kerasnya, dia
seperti lagi menanti orang atau tengah mencari sesuatu Bahkan kemudian dia
berduduk diatas sebuah batu, untuk beristirahat.
Di mulut lembah itu ada sebuah batu besar dimana dia bisa duduk dengan merdeka,
Lantas dia memandang kesekitarnya.
Sekonyong-konyong..... Satu suara perlahan terdengar dibelakang
dimanapun terdengar anginnya ujung baju. Dia menoleh dialah seorang nona dengan
pakaian serba putih dia terperanjat, lantas dia berbangkit untuk terus berlutut,
dan berkata "Suhu, terimalah hormatnya Hong jie." Ia terus tunduk mukanya merah.
Orang yang baru datang itu tertawa tawar.
"Bagus Bun Hong!" katanya, nyaring. "bagus perbuatan kau, ya! Aku tidak sangka
bahwa nama bersih dari Sam In Sin Nie telah dinodakan olehmu! Sudah kau tidak
mentaati titah buat segera pulang ke Ay Lao San kau juga telah main gila!
Mengapa kau melompat aku sebagai gurumu" Kenapa sekarang kau dapat menebali muka
datang menghadiri pertemuan di Toan Hun-kok" Tidak mau aku membeber rahasia di
depan kaum Rimba Persilatan, maka kau bersabar saja, kau menanti! Sekarang aku
mau pergi....." Belum berhenti suaranya Sam Im Sin Nie atau tubuhnya sudah melesat pergi.
Pek Ie Lie Bun Hong tidak mau mengarti, dia berlompat untuk menyusul.
"Suhu jangan gusar!" ia berkata. "Suhu dengar muridmu."
Akan tetapi guru itu berlari terus tanpa ia menoleh lagi.
Melihat demikian Bun Hong juga mengejar terus, tak perduli dia merasa gerakan
tubuhnya kurang leluasa. Oleh karena guru dan murid itu berlari terus di lain saat, mereka sudah lenyap
diantara pedut, maka juga kembalilah mulut lembah Toan Hun-kok sepi dari manusia
seperti semula tadi. Akan tetapi, kesunyian tak berlangsung lama Hanya sebentar, itu dipecahkan suara
tertawa yang nyaring halus lama. Di situ muncul lagi lain orang, yaitu Pek Giok
Kong cu bersama U Ie Kun ...
"Kamu berdua datang terlambat!" tiba-tiba mereka mendengar satu suara dari sisi
mereka Inilah harus disayangi tetapi pun pantas diberi selamat..."
Kedua muda mudi itu terperanjat, mereka lantas berpaling. Maka diantara rumpun
rumput mereka melihat Sin kay Yo Thian-hoa yang muncul sambil jalan
menghampirkan perlahan-lahan. Mereka heran tetapi mereka menyambut, buat memberi
hormat. "Ada kejadian apakah?" tanya Pek Giok Kongcu tidak mengerti. "Apa itu yang harus
disayangi berbareng harus diberi selamat?"
Yo Thian-hoa tidak menjawab cuma bersenyum Pek Giok Kongcu heran, dia melirik Ie
Kun, lalu sambil mengawasi tajam si-pengemis Sakti, dia kata: "Hm! Ada perkara
apa sih yang luar biasa"..."
Yo Thian-hoa membalas melirik sinona dan bersenyum ia juga melirik Ie Kun kata
ia "Apa yang luar biasa"
Memang luar biasa sekali! Jikalau kau sekarang tidak mau memberi ketika buat
mengundang aku minum, supaya kutu arak didalam perutku mendapat makan maka
kemudian nanti sukar kau mencari aku."
"Siapa kesudian mengundangmu!" kata si nona yang mendelik kepada si pengemis.
Ie Kun tidak mengerti, dia ingin menanya, tetapi Yo Thian Hoa mengulapkan tangan
mamegatnya seraya berkata: "Jangan tanya-tanya! Sebentar setelah orang datang
kau bakal mengerti! Nah, lihat itu siapakah yang datang?"
Thian Hoa berkata sambil menunjuk ke belakang Ie kun hingga ia membikin sianak
muda tak sempat menanya lagi padanya Anak muda itu lantas memutar tubuhnya. Pek
Giok Kongcu turut menoleh juga.
Segera tampak yang datang itu ialah Bu Tim Siangjin bersama sama Lay Ong. Pesat
mereka itu berlari mendatangi, hingga sebentar saja mereka sudah tiba. Cuma
setibanya mereka itu mulut Toan Hun kok, wajah mereka tampak tak gembira. Disatu
tempat berlakunya peristiwa hebat dan menyedihkan pada tujuh belas tahun yang
lampau maka juga hati mereka jadi tergerak, mereka lantas merasa terharu
sendirinya, sedangkan tadinya selama ditengah jalan, keduanya tenang-tenang
saja. Lantas Ie Kun berlutut memberi hormat pada dua orang itu.
Bu Tim Siangjin mengasi bangun pada sianak muda.
"Jangan pakai aturan." katanya. "kita tidak mempunyai banyak waktu lagi..." Ia
maju kedepan, matanya melihat kelilingan. Nampak ia heran, Katanya kemudian.
"Eh, eh, mengapa Giam Tocu masih belum datang" Mungkinkah..."
Belum berhenti pertanyaan orang beribadat ini, suara pekik keras terdengar dari
tempat yang jauh. dari mana segera nampak si orang hutan mendatangi sambil dia
menggendol sebuah kantung cita, kemudian baru terlihat Teng hay Hie In datang
sambil menuntun Bu Beng Tongcu.
Baru saja mereka datang dekat atau Bu Beng Tongcu melepaskan diri dari
tuntunannya si nelayan, untuk ia berlompat menubruk U Ie Kun.
Dilain pihak, Ie Kun juga lompat menubruk hingga dilain saat keduanya sudah
berpeluk berangkulan sambil sama-sama mengasih dengar tangisan sedih-sedih
menggembirakan, sebab mereka berduka berbareng girang.
Itulah tangisannya dua orang saudara yang baru bertemu satu pada lain sesudah
lama mereka berpisah, sedang didalam hal mereka ini berdua, mereka sering
bertemu, tetapi sebagai musuh.
Semua orang terharu menyaksikan tingkahnya dua saudara itu yang menangis lama
sekali. Sebagai juga sang langit berkesan baik, cuaca yang cerah mendadak menjadi guram
sebab sang mega bergumpal dan melayang berkumpul secara tiba-tiba
Hanya tidak lama langit menjadi terang pula.
Ie Kun dan Bu Beng Tongcu dengan mata mereka merah dan benggul, dengan
bergandengan tangan bertindak menghampirkan Lay Ong semua sedangkan Lay Ong
terus maju untuk memapak untuk mengusap-usap kakak beradik itu seraya berkata
"Kamu dua saudara telah bertemu satu dengan lain, inilah hal sangat
menggembirakan, selanjutnya kamu tidak usah bersusah hati lagi!"
Bu Tim pun menghampirkan untuk berkata "Tulang belulang ayah-bunda kamu selama
tujuh belas tahun telah dikubur oleh Kouw Siu Taysu, oleh karena lembah luas dan banyak pepohonannya,
sulit buat mencarinya meski demikian mari kita mencobanya supaya kemudian kamu
dapat menyembahyanginya"
"Tetapi dimana kita mesti carinya?" tanya Tang Hay In.
Mendengar demikian Ie Kun berkata "Turut kataku, mestinya kuburan itu tidak
berada jauh, tentu berada diam disekitar sini. Aku ingat selama aku turut
guruku, dengan tentu setiap tahun dimusim rontok, guruku datang kelembab ini,
hanya saban ia pergi ia tentu pergi seorang diri, sedangkan saban kali ia
pulang, ia nampak berduka.
Selama itu guruku senantiasa memperhatikan segala keperluanku...."
Mendengar suara Ie Kun, Pek Giok Kongcu seperti ingat suatu apa.
"Kata katamu ini membuat aku ingat suatu hal,"
katanya. "Selama Kouw Su Taysu tinggal di Toan Hun kok, kita berdua menjadi
tetangga satu pada lain. cuma selama itu, kita tidak bergaul erat. Halnya taysu
suka datang ke lembah ini, itulah aku tahu, sebab dua kali pernah aku
melihatnya. Sekarang aku ingat, dapat kita pergi ketempat kemana ia biasa pergi
itu." "Kalau begitu mari kita pergi sekarang!" Bu Tim mengajak "Jangan kita menyia
nyiakan waktu lagi!"
Pek Giok-kongcu Sian Wan Sian melirik Ie Kun lantas ia bertindak berlari
memasuki lembah. Bu Tim beramai lantas mengikuti.
Bagus Pek Giok-kongcu yang membuka jalan, kalau tidak, tidak mudah orang
berjalan didalam lembah, yang keadaannya beda daripada bagian luarnya. Sudah
jalan yang di ambil berliku-liku, pedut pun tebal
"Jangan memijarkan diri." kata Bu Tim yang memperingati kawan kawannya, agar
mereka tidak berpencar dan tersasar karenanya. "Kalau perlu masing-masing harus
bersiul!" Srsudah berlari-lari sekian lama. Bu-Tim beramai mendapatkan mereka sulit
menemui jalan keluar, Merekapun mesti menyebrangi selokan dan mendaki puncak
atau lereng, Tepat mereka tiba di depan sebuah jurang. Pek Giok kongcu berhenti
sambil ia memberi isyarat dengan siulannya.
Semua orang lantai berhenti, untuk berkumpul menjadi satu.
"Selama dua kali musim rontok aku menemui kouw Siu taysu datang kesini, selalu
dia mundar nandir disini saja kata Siang Wan Sian. "Selamanya dia datang diwaktu
malam." Berkata begitu, iapun menunjuk kesatu arah Bu Tim mengawasi Tempat itu guram
dengan pedut. "Jurang ini tidak terlalu lebar, mari kita mencari dengan berpencaran" ia
menyarankan. "Siapa yang lebih dahulu berhasil, dia harus bersiul. Kita juga
jangan meninggalkan tempat ini, mesti kita tunggui"
Semua orang akur, bahkan Tang Hay Hie In lantas melirik pada Bu Beng tongcu,
yang ada bersama si orang hutan.
Bocah tak bernama itu mengerti.
Katanya "Binatang ini membawa barang sembahyang biar dia yang menjaga disini."
Bu Tim berpikir sejenak, dia setuju.
Bu Beng tongcu lantas bicara dengan binatang piaraannya itu. Ia memberikan
perbagai tanda. Si orang hutan mengerti, dia mengangguk, dia meletaki kantung, terus dia berdiam
disisinya. Karena itu, bertujuh mereka lantas memisah diri. Mereka berjalan dengan perlahan
Tak mudah mencari kuburannya Kiat kiam Sie seng suami-isteri. Mungkin Kouw Siu-
taysu tidak memberikaa pertanda yang mudah dikenal lain orang Tempat tempat yang
dilalui sukar sekali, banyak batunya, rumput atau pepohonannya rumpun, dan ada
selokannya juga, Saban saban mereka memberi isyarat, untuk saling memberitahukan
mereka berada diarah mana, masing masing bahwa mereka belum berhasil. Memang
juga, diantara mereka kecuali Pek Giok-kongcu, yang lainnya semua sangat meraba
raba, hingga agaknya mereka itu berputus asa.
Ie Kun dan Bu Beng-tongcu bergelisag sendirinya sedang keinginan mereka ialah
lekas-lekas menemui kuburan ayah bunda mereka!
Tengah orang mencari itu, tiba tiba terdengar siulan dari arah Utara. Mendadak
saja, semua menjadi girang. Lantas berlari-lari kearah itu, dari mana siulan


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar terus. Itulah siulannya Pek Giok kongcu. Dia diketemukan lagi berdiri menghadapi sebuah
pohon cemara yang tua dan besar dimana dia berjalan mundar-mandir disekitarnya,
Melihat kawan-kawan, dia terus menuju kepohon itu
"Lihat!" katanya. "Kelihatannya di sini pernah ada orang melakukan sesuatu."
Semua orang mengawasi dengan perhatian. Semua merasa Nona Siang benar.
Ie Kun dan Bu Beng-tongcu tidak cuma mengawasi mereka bahkan lantas maju, untuk
mencari. Mereka maju dari kiri dan masing masing. Merekapun bekerja. Yang satu
menggunai Po Tek kiam, pedang bambunya, dan yang lain dengan Kim Kut Sie, kipas
bertulang emas itu. Dengan mudah mereka membersihkan setiap pohon yang
menghadang. Hanya sebentar, bersih sudah pepohonan di sekitar pohon cemara itu, Maka
selanjutnya, dua saudara ini memberesi rumput, hingga mereka melihat tanah yang
sedikit muncul. Tanpa bersangsi pula mereka lantai mulai menggali tanah itu.
Tiba tiba terdengar Ie Kun berseru Bu-Beng tongcu lantas menghampirkan saudara
itu, Ia Lintas disusul yang lainnya.
Ie Kun menggali baru tiga kaki, ia telah menemui sebuah batu besar yang licin
dan persegi, lebarnya beberapa kaki Samar samar nampak ukiran huruf huruf pada
batu itu, "Coba singkirkan tanahnya!" kata Bu Tim.
Ie Kun menurut Ia bukan menggasak atau menggosok, ia justeru menghembuskan napas
keras yang terlebih dahulu ia kerahkan atas mana batu itu menjadi bersih
bagaikan tercuci. Dengan begitu juga segera terlihat delapan huruf besar yang
artinya: "Kuburan suami-isteri Tiat Kiam sie seng." sedangkan di bawah itu,
tertulis namanya pendeta Kouw Siu.
Ie Kun menubruk batu nisan itu. terus ia menangis menggerung. gerung, la diturut
Bu-Beng Tongcu. Bun Tim semua berdiam sambil tunduk, mereka sangat berduka cita, air mata mereka
mengembeng. Akhirnya Bun Tim Siangjin mengangguk lalu menyebut Sang Buddha sambil terus
berkata: "Syukur kamu berdua saudara telab bertemu dan bersatu psdu, lebih
bersyukur pula kamu berhasil menemui tempat beristirahat buat selama lamanya
dari ayah bunda kamu, maka itu sekarang tak usah kamu berduka. Bukankah
kebanyakan musuh kamu telah dapat dibinasakan" Karena itu, marilah kamu
bersembahyang!" Tang Hay Hie In akur. Pergi kau suruh si orang hutan membawa kemari barang barang sembahyang." katanya
pada Bun Beng Tongcu. Bocah itu menurut. Ia lantas dongak untuk bersiul nyanng dan lama
Tidak ada jiwaban, si orang hutan juga tidak muncul Bu Beng Tongcu bersiul pula.
Lalu ia menanti Akan tetapi seperti tadi ia tidak mendengar apa apa binatang itu
tidak juga datang, Ia jadi heran, lantas timbul penasaran dan kekuatirannya
Tidak ayal lagi, ia lari ketempat tadi.
Sampai sekian lama ia kembali seorang diri, tangannya membawa karung barang
makanan si orang hutan tidak ada bersama Dia nampak berduka berbareng
mendongkol. "Apa sudah terjadi?" tanya Tang Hay Hie In. heran.
Bu Beng Tongcu membawa juga sehelai kertas, yang ada tulisanya ia serahkan surat
itu pada Bu Tim Siangjin.
Si pendeta membaca ia terkejut, hingga air mukanya muram.
"Siapakah dia?" tanyanya Terima ia serahkan surat itu pada kawan kawannya, untuk
mereka baca sendiri. Surat itu berbunyi : "Sebenarnya dapat aku basmi kamu semua. akan tetapi kaum Bu Lim menghargai
kebaktian dan kebijaksanaan, mengingat kamu anak anak berbakti suka aku memberi
keringanan, supaya kamu sampat melakukan kebaktian kamu! Maka itu sekarang aku
cuma menahan si orang hutan, untuk dijadikan makhluk jaminan! Sekarang ini aku
lagi menantikan untuk menerima pelajaran dari kamu."
Surat itu yang nadanya jumawa tidak mencatat nama penulisnya serta juga tanpa
alamatnya, akan tetapi mengingat dia dapat menaklukkan si orang hutan sampai
binatang itu tidak bersuara, terang sudah bahwa dia liehay sekali. Orang tidak
menerka Cit Sat Im Siu dan rombongannya karena Cit Sat Im Siu tidak nanti
mempedulikan soal kebaktian.
Lama orang menerka nerka dangan sia-sia akhirnya Bu Tim menyerahkan surat itu
pada Ie Kun sambil ia berkata :
"0rang itu sudah pergi, biarlah ! Percuma saja kita susul dia sekarang ! Paling
benar mari kita bersembahyang dahulu Nanti, sepulangnya baru kita cari dia!
Meski dia tidak menulis nama dan alamatnya, mesti satu hari kita akan
menemukannya, atau dia sendiri yang akan
menjelaskannya !" Ie Kun menurut.
Yo Thian Hoa dan Pek Giok Kongcu lantas mengatur barang sembanyang, setelah itu
Lay Ong berlaku sebagai pemimpin upacara.
"Tunggu sebentar!" Bu Tim mencegah. "Kita harus melakukan dahulu sesuatu yang
paling penting!" Semua orang heran, semua mengawasi pendeta itu.
Bu Tim menunjuk pada Bu Beng Tongcu.
"Untuk menyembabahyangi ayah bunda sendiri, mana satu anak tidak dapat menyebut
she dan namanya?" katanya. Mendengar demikian, semua orang lantas ingat Bu Beng Tongcu.
"Jikalau begitu." kata Tang Hay Hie In di depan kuburan ayah bunda mereka. yang
paling tepat memberikan nama kepadanya yalah kakaknya."
"Sekarang ini pikiranku lagi kusut, baik para cianpwee saja yang memberikanya."
kata Ie Kun. Bu Tim dan Lay Ong berkata berbareng : "Kouw Siu Taysu memberikan nama Ie Kun
maka itu Giam Tocu, baik kaulah yang memberikan nama pada muridmu ini!"
Tang Hay Hie In tahu dia tidak dapat menampik, maka dia berpikir. Hanya sejenak,
dia berkata : "Nama Ie Kun berarti dia tidak dapat melupakan ayahnya, karena itu
bagaimana kalau aku berikan nama yang mempunyai maksud anak ini pun tidak dapat
melupakan ibunya" Aku setuju dengan nama Liam Cu! bagaimana pendapat kamu
semua ?" "Bagus! Baius!" kata Bu Tim beramai sambil mengangguk angguk.
Ie Kun menarik Bu Beng Tongcu, menyuruhnya berlutut di depan Tang Hay Hie In.
Guna memberi hormat, buat menghaturkan terima kasih sambil mengangguk hingga
tiga kali Satelah itu, barulah upacara dimulai. Kembali kakak beradik itu menangis sedih.
Mereka memberi hormat dan menghaturkan terima kasih pada semua tertua itu. Habis
sembahyang baru mereka tanya Bu Tim Siangjin, apa yang mereka sekalian harus
lakukan selanjutnya. Pendeta itu berpikir. "Sekarang ini kaum Bu Lim yang memusuhkan kita kecuali Cit
Sat im Siu dan Thian Tie Toojin dan Tok Koh Siu, yang lainnya sudah pada runtuh"
katanya selang sejenak, "Tentang musuh musuh kamu berdua saudara, kecuali Thian
Tie si imam dan dari tujuh orang yang enam sudah pada mati. Mengenai Siauw Lim
Sie Su Koan dan Hoa Cay Giok Tian katanya semua itu telah terjatuh dalam tangan
pihak Ngo Bie Pay. Make sekarang tinggal soal lebih dahulu membalas sakit hati
atau mendapatkan pulang sekalian benda pusaka itu. Dalam hal ini baiklah kamu
yang memutuskan sendiri, Hanya satu hal harus diperhatikan, Bu Eng Jin liehay
sekali, dia menjadi orang separuh sesat dam separuh sadar, menghadapi dia kamu
harus waspada. Dari halnya si orang hutan yang yang diculik itu. sebelum
penculiknya ketahuan she dan namanya serta alamatnya, baik itu ditunda dahulu
agar kita tidak menyia nyiakan ketika yang baik..."
Berkata begitu. Bu Tim memandang semua kawannya, lalu ia meneruskan : "Sekarang
ini akan mempunyai janji dengan Sam Im Sin Nie. buat sementara tidak dapat aku
turut terus pada kalian. Karena Giam Tocu dan Lay Ong menjadi guru kamu berdua.
baiklah kamu berempat berada bersama-sama.
"Entahlah, bagaimana dengan kau, pengemis."
"kau yang gemar sekali berkelana" Kau juga Nona Siang, terserah kepada kau yang
memutuskannya, kau ingin berdiam terus di Toan Hun Kok ini atau ingin turut
mereka mengembara, hanya..."
Bu Tim berhenti sampai di situ, terus ia mengawasi Pek Giok kongcu. Ia
tersenyum. Tanpa menanti jawaban lagi ia menambahkan : "Maafkan aku, hendak aku
berangkat terlebih dahulu!"
Benar benar endeta ini berangkat pergi, hingga sebentar saja ia sudah lenyap di
antara pedut.... seberlalunya si pendeta, sekian lama orang berdiam. Di dalam hal keputusan,
orang menanti pikirannya Ie kun Anak muda ini justeru lagi berpikir. Ia ingat
Sam Im Sin Nie, lalu ingat seorang lainnya yang menjanjikan pertemuan di mulut
lembah Toan Hun Kok ini. "Ah!.." serunya, tertahan
Orang heran, semua mengawasi si anak muda.
Ie Kun jengah sendirinya parasnya menjadi bersemu dadu, Toh seperti pada dirinya
sendiri, ia kata : "Eh kenapa Nona Bun masih belum tiba juga'."
Mendengar itu, Yo Thian Hoa tertawa. "Datang sih dia telah datang, cumalah..."
katanya sambil tertawa pula.
"Kenapa dia tak nampak?" tanya Ie Kun.
"Itulah yang menyebabkan aku mengatakan harus disayangi berbareng harus diberi
selamat..." sahut si pengemis.
Tang Hay Hie In dan Lay Ong tidak mengerti.
"Pengemis tua, jangan main gila ?" tegur mereka,
"Sebenarnya bagaimana!"
Yo Thian Hoa berbisik pada dua orang itu, atas mana, kedua duanya, Tang Hay Hie
In dan Lay Ong, menjadi heran Mau atau tidak mereka mengawasi si anak muda
sekalian dan melirik Pek Giok Kongcu Sikapnya tiga orang itu membikin Ie Kun dan
Siang Wan Sian menjadi heran mereka jadi mau minta keterangan akan tetapi Yo
Thian mendahulukan dengan berbisik pada si anak muda.
Habis dibisiki, Ie Kun melirik Pek Giok Kongcu.
Kelihatannya dia heran berbareng girang.
Siang Wan Sian menjadi betambah heran.
"Eh, kamu main apakah?" akhirnya dia tanya sambil membanting kaki.
(BERSAMBUNG JILID 16) Jilid 16 Tang Hay Hie In dan Lay Ong saling berbisik, hanya kali ini mereka tidak terus
membungkam. Lantas Lay Ong kata pada si nona : "Inilah urusan yang sebenarnya
kami tidak hendak memberitahukanmu, akan tetapi melihat persahabatanmu yang erat
dengan Ie Kun, baiklah suka aku menerangkan juga agar kau tidak nanti jadi
heran, curiga atau nanti timbul hal hal yang tidak diingini..."
Berkata begitu, orang tua ini mendekati si nona untuk membisikinya.
Mula mendengar, Pak Giok Kongcu terperanjat, setelah itu, parasnya menjadi merah
dadu untuk diakhirnya ia nampak girang. Sambil tunduk, ia kata: "Siapa sih yang
menghendaki?" Tapi ia toh melirik si anak muda....
Lay Ong tertawa bergelak melihat lagak orang, sembari tertawa, dia mendekati
Tang Hay Hie In. Ie Kun dan Liam Cu mengawasi orang tua itu. Terutama Liam Cu. si bocah tidak
bernama, merasa heran sekali, sebab tidak ada orang yang membisikinya....
32. Pengganggu.. - Pada suatu hari. magrib, di jalan kecil dari Kong goan ke kiam bun, tampak
beberapa orang lagi berlari-lari. Dari jauh, mereka mirip bayangan saja. Hanya
setelah mereka sudah datang lebih dekat, selain nyata jumlah mereka berenam juga jelas
merekalah lima orang pria dan seorang wanitanya, bahkan yang tiga tua, yang tiga
lagi muda. Merekalah rombongan yang keluar dari lembah Toan Hun Kok di gunung Ciong Lam San
sebab mereka U Ie Kun bersama-sama U Liam Cu, Pek Giok Kongcu, Tang Hay Hie In,
Lay Ong dan Sin Kay Yo Thian Hoa, dan Yo Thian Hoa si pengemis yang berjalan di
muka, yang dengan tongkat bambu di tangannya, saban saban menyampoki pepohonan
di tepi jalan hingga saban saban juga terdengar suara hajarannya itu.
Ie Kun dan Liam Cu lari berendeng. Di belakang mereka mengintil Nona Siang wan
Sian. Tang Hay Hie In dan Lay Ong selalu berbicara satu dengan lain agaknya mereka
sangat gembira. Didalam tempo yang cepat, mereka sudah mendekati kota Kiam Bun Kwan yang kesohor
kuat, yang telah temboknya tampak dari jauh jauh.
Tengah mereka itu berjalan, mendadak mereka mendengar tertawa dingin yang datang
dari tepi jalan. Dengan serempak mereka berhenti berlari, semua lantas menoleh, menyusul mana Ie
Kun, bergerak dengan "Angin puyuh melintasi selokan" suatu jurus dari "Soan-hong
Tay Pat Sie." Mulanya dia mendak. lantas dia menjejak tanah dengan kaki kiri,
kaki kanannya terangkat, untuk berlompat, sedang tangan kanannya dipentang.
Dengan berani dia lompat kearah suara itu.
Melihat demikian lima orang yang lainnya turut menyusul.
Ditepian itu tumbuh banyak pohon yang lebat, yang merupakan rimba, Kedalam titu
semua orang mengawas tajam
Ie Kun berlompat sebat sekali akan tetapi ia tidak, melihat siapa juga bahkan
daun atau cabang cabang pohon tidak ada yang bergoyang bekas tersentuh orang
yang memperdengarkan tertawanya secara sekonyong-konyong itu.
"Tak salah pendengaranku." katanya heran. "Kenapa dia tak nampak?"
"Bagaimana?" tanya Liam Cu dan juga Pek Giok Koncu.
"Siapakah orang itu" Apakah kau kenal?"
Ie Kun menggeleng kepala. Tiba-tiba pemuda ini menjadi kaget. Selagi ia
menggeleng kepala itu, ia merasa ada angin menyambarnya, suaranya tajam. Dengan
sebat ia memutar tubuh, untuk dikasi miring sedikit. Selagi memutar itu, ia
meluncurkan tangan kanannya. Maka di lain detik, ia telah memegang senjata
rabasia yang tadi mengancam tenggorokannya, Untuk herannya, ternyata itulah
sepotong kertas yang tergumpal.
Semua orang heran, semua datang memulung
Ie Kun heran, baru ia beber kertas itu, kertas putih yang ada suratnya. ia
membaca : "Sang arwah tidak buyar misah, Sembarang waktu berhati-hatilah."
Surat peringatan itu tidak memuat nama pengirimnya, ada juga lukisannya buat
gerobak sorong yang kecil yang beroda dua.
Habis membaca, si anak muda mengangguk, terus ia serahkan kertas itu pada Lay
Ong. Semua orang heran, tak ada yang dapa menerka siapa pengirim surat budek itu.
Cuma Ie Kun berdua Tang Hay Hie in yang mengenali kereta sorong itu.
Orang pula tidak tahu siapa orang yang dimaksudkan, disebut sebagai arwah tidak
buyar misah" artinya setan yang tidak mau pergi.....
Karena tidak dapat membeda, lantas perjalanan dilanjuti menuju ke Kiam-bun guna
pergi ke Kiam kok. Ketika mereka tiba ditempat tujuan, waktu sudah jam satu
lewat Akan tetapi meski berada di tanah pegunungan, karena itulah empat lalu
lintas yang penting, kota masih ramai sekali, toko berdiri berderet-deret.
Di waktu malam begitu, perlu rombongan ini lantas mencari pondokan Justru mereka
lagi mencari, mereka ditegur oleh seorang pelayan usia lebih kurang tiga puluh
tahun, katanya: "Oh, tuan tuan baru tiba?"
Mereka melengak saking heran.
jongos itu lantas menyodorkan sepucuk surat sambil ia berkata: "Tuan yang
meninggalkan surat ini telah memesankan kamar kamar kelas satu untuk tuan tuan,
bahkan semua uang sewa kamar dan lain lain telah dibayar lunas juga. Silahkan
tuan tuan turut dan..."
Walaupun mereka heran tetapi merekalah orang orang kang ouw yaug berpengalaman,
maka itu Tang Hay Hie In, yang menyambut orang, lantas memberi isyarat untuk
kawan kawannya mengikuti si jongos, yang berjalan didepan.
Mereka melalui jalan jalan yang kiri dan kanannya terang dengan api penerangan,
dimana pun ada banyak orang mundar mandir. Lekas sekali mereka sampai ditoko yang memakai merek Hoat
Lay, Lebih dulu jongos berbicara dengan pengurus hotel, baru ia ajak Dara tetamunya
masuk kedalam. Pekarangan dalam terawat rapih dan bersih dan ada ditanaman
pepohonan. Mereka lantas disuguhkan teh, habis mana, jongos itu dibiarkan pergi untuk
mengurus lain lain keperluan mereka.
Tang Hay Hie In tidak mau minta keterangannya si jongos, yang ia sangka tentulah
tidak tahu apa apa. Maka seberlalunya jongos itu baiu ia buka timpa surat buat
membaca isinya. Begini bunyinya surat itu: Benda mustika itu. siapapun berhak
memilikinya asal dia bijaksana Maka itu, Cay Hoan dan Giok Tiap, kitab "Siauw
Lim Sie Su Koan" semuanya berada ditempatku si orang bodoh. Pernah dijanjikan,
pusaka itu bakal dihaturkan kepada orang yang gagah, nanti siapa orang gagah itu
sulit buat menyebutnya. Oleh karena itu maka aku mengundang tuan tuan untuk nanti di malam Tiong kiu...
bulan sembilan tanggal sembilan untuk datang hadir dipuncak Kim Teng dari gunung
Ngo Bie San! Harap diberikan undangan ini dikasi lewat dengan sia sia. Disaat


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rapat itu bakal hadir semua orang lurus dan sesat sebab kedua belah pihak bakal
menghadapi suatu saat penting untuk kaum Rimba persilatan, buat kemakmuran
mereka selama seratus tahun yang paling belakang ini:"
Tidak ada tanda tangannya si pengundang, atau penantang yang terlukis cuma
sebatang hong pian san senjata mirip garu. yang bisa digunakan oleh pendeta yang
mengarti silat. Lukisan itu panjangnya kira2 tiga dim.
Tang Hay H:e in terperanjat parasnya berubah.
Mungkinkah dia benar benar hidup dalam dunia ini?"
katanya. "Surat ini berbunyi lemah lembut tetapi maksudnya keras bahkan berbau
ketelengasan." Lantas ia serahkan kertas itu pada yang lain lain.
"Mungkin kau menerka kepada Yauw Bu si pendeta?"
Lay Ong tanya Tang Hay Hie In mengangguk. "Jikalau begitu." berkata Ie Kun "itu kusir cilik
yang beberapa kali kita ketemukan, adakah dia muridnya pendeta itu" Kalau tidak,
mana mungkin dia demikian lihay" Mungkinkah Yauw Bu yang duduk di kereta kecil
di Soatang itu, yang memberi peringatan dengan timpukannya dengan daun
surat, Surat ini pastilah bukan dibawa kusir kecil itu...."
Tang Hay Hie In kembali mengangguk.
"Biar bagaimsns, kita harus menerima baik janji pertemuan hari Tiong kiu itu."
katanya "Hanya masih ada tempo beberapa hari untuk sampai kepada waktu itu. Aku
rasa, dimuka pertemuan itu, orang akan menguji saingannya masing masing, karena
itu, perlulah kita waspada. Peringatan si kusir cilik di Kiam bun itulah ada
maksudnya." Orang membenarkan pikiran si nelayan ini. Cuma Pek Giok Kongcu. yang bersikap
lain. Sinona justeru tertawa tawar, kata dia nyaring: "Pendeta Yauw Bu itu,
bukankah dia sipendeta tua yang pada seratus tabun dulu sudah membinasakan
banyak orang BuLim disebabkan ketelengasannya" kalau benar dia memang mirip
siluman! Akan tetapi aku tidak dapat mempercayainya apabila mau dibilang muridnya
demikian liebay umpama kata si kusir cilik yajg usianya baru belasan tahun itu!"
Tang Hay Hie In tidak melayani sinona, ia hanya melirik pada Ie Kun.
"Didalam dunia yang fana ini, tidak ada keanehan yang tidak ada." bilangnya.
"Apa yang dilihat sendiri mana dapat itu tidak dipercaya" Demikian kejadian
diluar kota kiam bun tadi dimana kau tidak lihat bagaimana hebatnya ilmu ringan
tubuhnya itu!" "Aku tetap tidak percaya!" ksta Pek Giok kongcu, yang kembali tertawa tawar.
"Jikalau ada ketikanya, ingin aku mencobanya.... "
Belum sirap suara nona ini atau diluar jendela mereka terdengar suara mengejek.
"Hmm!" Semua orang terperanjat. Pek Giok segera mendahului lompat keluar jendela ketika orang menyusul, dia tak
nampak sekalipun bayangan, jangan kata orang yang mengejek itu. Semua menjadi
tercengang. Dalam ilmu ringan tubuh, dianatara mereka semua, tidak ada yang
menjamin sinona Bahkan Sin kay Yo Thian Hoa masih kalah unggul: Herannya, orang
telah menyusul tamu, toh sinona lenyap lantai Juga, Selagi orang berdiri
tercengang, terdengar suara si jongos yaag lagi membawa barang hidangan Tang Hay
Hie In memberi isyarat dengan gerakan tangannya, terus ia mengajak orang."
kembali ke dalam tanpa suara apa apa. ia tidak mau menerbitkan suara, agar
jongos itu tidak menjadi heran atau kaget. Pada jongos ia pesan supaya dia
datang basok pagi saja untuk membenahkan piring mangkok: Jongos itu girang sebab
dari tetamunya tidak rewel Ketika dia mengundurkan diri. Ie Kun mengikuti untuk
menutup pintu, Baru pemuda ini mau kembali mendadak ia mendengar suara apa-apa
diatas pohon besar di dalam
pekarangan. Untuk terkejutnya Lantas ia pergi melihat Untuk terkejutnya, ia
melihat tubuh seorang lagi tergantung dicabang pohon ia lantas mengetuarkan
seruan tertahan Ketika itu beberapa orang muncul. Mereka mendengar suaranya si
anak muda, mereka mau malihat ada terjadi apa. Atau mereka menyaksikan Ia Kun
tengah mengasi turun tabuh orang itu.
Untuk herannya semua orang yang menjadi terperanjat sekali, mereka mendapat
kenyataan orang yang tergantung itu bukan lain daripada Pek Giok kongcu. Si nona
toh liehay dan ternama! Kiranya dia mengnilang sebab orang telah menawan dan
menggantungnva. Syukur dia bukan di gantung pada lehernya.
Jadi terang orang tidak bermaksud jahat, orang melainkan bergurau,
Pek Giok Kongcu kena di otok gagunya, mudah Ie Kun membebaskannya, maka dilain
saat sambil duduk medelepok, dia mengeluarkan paras lega.
Tepat selagi si dia sadar Ie Kun semua mendengar suara ujung baju mendatangkan
angin, lalu satu bayangan orang bcrkelebat lompat pergi, atau segera bayangan
itu lenyap. Walaupun demikian Ie Kun berdua Bu Beng Tongcu sudah lantas lompat mencelat,
guna mengejar, sembari menyusul mereka berseru seru
Tang Hay-Hie In dan lainnya tidak turun mengejar, mereka semua lantas masuk
kedalam. Yo Thian tiba yang membantu Pek Giok Kongca bsrbangkit dan berjalan
masuk" untuk sinona istirahat
Pek Giok tidak teruskan akan tetapi, semasuknya ia dalam kamarnia lantas ia
tidur pulas la tidak perdulikan siapa juga.
Tang Hay Hie In ketahui tabiatnva nona itu yang berkepala besar. Rupanva dia
malu maka dia dibiarkan tidak ada yang mau menggangunya. Orang sebaliknya duduk
bersantap sambil minum arak, guna sekalian menantikan kenbalinya It Kun berdua.
Melihat peristiwa itu Tang Hay Hie In menerka bahwa Pak Giok mendapat
pengalamannya itu di sebabkan omong besarnya bahwa jiwanya tidak terancam Mereka
mau menduga orang yang mengajar adat pada sinona tentulah sikusir cilik Karena
ini juga mereka tidak menguatirkan keselamatannya. Ie Kun dia Liam cu.
Di luar dugaan, sampai orang telah lama selesai bersantap sampai tengah malam In
Kun berdua masih belum kembali. Karena ini mereka menduga duga, dan hati mereka
mulai keras tenang, Lantas mereka ingat pada Pek Giok Kongcu.
"Mari kita lihat!" kata Tang Hay Hie In Teman mereka sampai di dalam kamar
sinona kembali mereka terkejut.
Pek Giok Kongcu lenyap, kamarnya itu kosong. Lantas mereka menyangka, sinona
mungkin pergi sendiri malu atau dia pergi menyusul Ie Kun Rupanya tadi nona itu pura pura
tidur untuk mengelabui mereka.
Atau mungkin si rona pun telah diculik orang Cilik"
Kemudian Yo Thian Hoa tertawa dan berkata
"Giam Tocu inilah dasar kau! Habis bagaimana sekarang" kita kehilangan tiga
kawan." Tang Hay Hie In berdiam. mendadak dia berseru: "Mari kita cari mereka!" Dan
lantas dia lari keluar! Melihat demikian Lay Ong lompat menyusul, maka Thian Hoa menyusul juga Mereka
bertiga berlari lari dia antara
sinar rembulan dan angin silir. Pesat larinya mereka. Si nelayan di depan, si
Tua Pemalas di tengah, dan si pengemis di paling belakang.
Tengah mereka berlari lari, tiba-tiba Tang Hay Hie In terperanyat Ada angin
halus yang mendadak menghembus dan samping Ia berkelit sambil berseru: "Mundur!"
Ia lompat sejauh satu tombak.
Lay Ong Yo Thian Hoa dapat segara lompat minggir Menyusul itu Tang Hay Hie In
lantas menghadapi sepasang pedang pendek, [a lantas mengenali Bu Eng Jin si
Manusia Tanpa Bayangan. Bu Eng Jin tertawa dan berkata nyaring "Giam Tocu bayar pulang nyawaku!"
Giam Hiong heran bukan main. Bukankah Bu Eng Jin telah mati terbunuh di luar
kota ceelam Kenapa sekarang muncul lagi satu Bu Eng Jin" Sambil berpikir itu ia
mencelat buat membebaskan diri diri ujungnya kedua pedang sesudah mana dengan
berani ia berlompat maju!
Bu Eng Jin tertawa. Dia tidak takut diserang. Dengan sebatang pedang di depan
mukanya dia menolong diri lalu tubuhnya mencelat kesamping terus kebelakang
orang. Dengan bergerak gesit itu dia berbareng menyambar kepunggung bungkuk dari si
nelayan she Giam dari Laut Timur itu.
Giam Hiong berseru jorannya di kasi bekerja dengan gerakannya Kang Thay Kong
mengail ikan. Dengan popang di dapan dada Bu Eng Jin mendadak terus ia berkelit ke samping.
Dia tidak pergi jauh, malah sebaliknya dia mendesak pula Ketika dia diserang
pula dia membabat ke arah nadi lawan sedangkan dengan tangan
kirinya dia menotok kejalan darah ciauw yauw dari si nelayan.
Giam Hiong berseru ia berkelit. Lalu sekali lagi ia maju.
Dengan jorannya ia menyarang dengan tipu silat.
Melintang menyapu seribu tentara.
Bu Eng Jin berani sekali, Dia berseru keras dia berkelit sambil mengajukan diri
untuk merapati lawan guna menikam dengan pedang lemasnya ke tenggorokan lawannya
itu! Melihat orang berkelahi secara nekad Tang Hay Hie In tertawa tawar. Ia berkelit
dengan sebat lalu dari samping ia membalas menyerang pula. ia mengarah batok
kepala lawan yang liebay itu yang tubuhnya dapat berkelebatan gesit mirip
bayangan. Kali ini aneh sikapnya Bu Eng Jin Dia berkelit dia lompat mundur teras dia pergi
menghilang! Tang Hay Hie In tidak mau mengerti ia mengejar, Ia berlompat dengan bantuan
jorannya yang dicokankan ke tanah.
Yo Thian Hoa dan Lay Ong menyusul. Mereka melihat Bu Eng Jin kabur sebelum
kalah, mereka menerka orang hendak menggunakan akal muslihat. Maka itu empat
buah bayangan orang berlari lari saling susul.
Gim Hiong mengeluarkan kepandaiannya ia menyusul lawan dengan tetap terpisah
cuma dua tiga tombak jauhnya Tengah mereka mengejar itu mendadak Giam Hiong
bertiga terkejut. Kali ini setau mereka mendengar suara bentakan-bentakan dari
arah kiri. Terang itulah suara orang lagi berkelahi. Bahkan segera dikenali satu
di antaranya alah suaranya Ie Kun..
Untuk dapat melihat apa yang lagi terjadi Tang Hay Hie In lompat ke sisi kirinya
itu. Dengan begitu ia jadi membiarkan Bu Eng Jin kabur terus.
Thian Hoa dan Lay Ong menyusul kawannya ini.
Lekas sekali mereka datang mendekati tempat pertempuran itu di mana suara
bentakan dan pertempuran terdengar semakin tegas. Sekarang mereka bisa melihat
nyata bagaimana Ie Kun tengah bertarung dengan Ko Tok Siu sedangkan Liam Cu lagi
berdiri di pinggiran tengah meluruskan napasnya yang memburu keras. Ie Kun
terlihat tidak terdesak lawannya yang kesohor lie-hay itu, Di situ tidak nampak
Pek Giok Kongcu. Tang Hay Hie In bertiga heran melihat Ko Tok Siu mereka menduga duga. Tak
mungkin Ko Tok Sia si topeng hitam yang menawan dan menggantung Pek Giok Kongcu,
Tak mungkin Ko Tok Siu dapat membekuk si nona.
Sambil berpikir bertiga mereka mengawasi tajam pada dua orang yang lagi mengadu
kepandaian itu. Mereka percaya tak mungkin Ko tok Siu bakal merebut kemenangan.
Hanya benar si topeng hitam sudah berkelahi dengan sengit sekali. Inilah bisa
jadi disebabkan dia melihat Ie Kun dapat tambahan kawan.
Tengah bertarung seru itu mendadak Ie Kun terancam bahaya. ko Tok Siu telah
mendesak hebat sekali tangannya meluncur sangat cepat.
Tiba tiba ia Minggir ke garis tiong kiong! Maju ke dudukan kim! Pentang kedua
tangan untuk menyerang! demikian terdengar suara yang memberikan petunjuk kepada si anak mada.
Teng Hay Hie In bertiga heran, Mereka mendengar suara mereka tidak melihat
Orangnya. Itulah bukan suaranya Bu Beng Tongcu.
Ie Kun sementara itu telah bergerak mengikuti petunjuk itu. la menyingkir ke
garis timur kiong ia maju ke dudukan kini lain tangan kiri dan tangan kanannya
di baka tangan kiri menyerang ke bawah tangan ksnan ke atas itulah tipu silat
"Siang Hee Kauw Ceng" atau "Atas dan bawah berebutan" Penyerangan pun dilakukan
dengan sangat cepat dengan tenaga besar.
Ko Tok Siu liehay sekali Dia mclenjit ke kiri sebelah tangannya di ulur di pakai
menyambar ke muka si anak muda. Ia berkelit sambil terus menyerang pula.
Kembali Ie Kun tcrancam bahaya. Lagi lagi ia mendengar ada orang mengejarnya:
"Tiong Liu Tie Cu! Hua Toan Lan Kiu, Itulah nama-nama tipu silat yang berarti, Di tengah mengalir
ke pilar batu dan Arwah memutuskan jembatan biru. ia seperti mengerti baik tipu
tipu itu segera ia bersilat dengan menuruti petunjuk itu. Ia memasang kuda-kuda
tangan kanannya menangkis.
Kok Tok Siu liehay, dia sempat menarik pulang tangannya hingga tangkisan lawan
mengenai sasaran kosong. Tapi dia bukan cuma menarik pulang saja.
Tubuhnya berputar cepat lalu sebelah tangannya menyerang pula kali ini ke pundak
kiri. Sekarang tidak ada lagi suara yang memberi petunjuk akan tetapi Ie Kun tetap
waspada dan matanya gesit gerakannya Ia berseru nyaring sambil bergerak dengan
jurus silat Jia Long Tan Sau yaitu "Malaikat Jie Long Sin memanggul gunung.
Dengan begitu tenaganya dikerahkan dipundak kirinya maka waktu serangan tiba ia
mendadak menyambutnya! Berbareng dengan itu Ie Kun dan Ko Tok Sin sama sama mundur dan Kok Tok Siu
setelah berdiam sejenak terus tertawa seram terus berlompat pergi untuk
menghilang. Ie Kun meraba pundak kirinya tetapi ia mengasi lihat perasaan puas. Terus ia
bertindak ketempat darimana datang suaranya seorang tukang memberi petunjuk itu
sembari berjalan ia menanya nyaring: "Orang pandai dari mana itu silahkan keluar
untuk kita membuat pertemuan!"
Selagi Ie Kun berjalan Tang Hay Hie In bertiga berlompat kearahnya,
Tidak ada jawaban buat undangan Ie Kun itu sampat si anak muda melihat kawan-
kawannya. Dengan roman heran ia menanya: "Eh manakah Nona Siang?" Giam Hiong
menggeleng kepala. 33. Pertemuan di atas puncak
Pada malam Tiong Cu pertengahan musim rontok si Putera Malam terang bercahaya
seumpama siang hari dan saat demikian maka Kim Teng Puncak Emas yaitu puncak
tertinggi dari gunung Ngo Bie San seperti bermandikan cahayanya itu. Justeru di
saat itu maka seorang wanita muda yang dandan mirip puteri keraton lagi berjalan
mundar mandir sambil tangannya memegang sebuah ceng yaitu alat tetabuhan jaman
kuno sedang kau dengan matanya dia mandang jauh. Agaknya dia menyesal dan
penasaran... Baru saja sinona datang kegunung Ngo Bie San ini dimana ia menjelajah seluruh
gunung guna mencari Ngo Hoa Tong gua Lima Tangkai Bunga tetapi ia tidak berhasil
mendapatkannya bahkan ia tak beruntung juga menemui orang yang ia cari!
Oleh karena itu bagaikan orang putus asa sakarang ia menantikan tibanya saat
Tiong Kiu yaitu tanggal sembilan bulan sembilan. Ia tunduk memandangi perbagai
puncak lainnya ia berdongak mengawasi si Puteri Malam. Tanpa merasa ia mengasi
dengar keluhan perlahan sekali.
Ia terus berjalan mundar mandir kadang kadang ia tunduk tempo-tempo ia berdongak
hatinya terus berpikir otaknya bekerja. Ia seperti tidak tahu bagaimana harus
melewati saatnya yang sunyi dan mendukakan itu.
Selagi sinona dalam keadaan tidak keruan rasa itu mendadak ia dikejutkan satu
suara yang datang dari sisinya Itulah suara tertawa yang menggoncangkan hati.
Segera ia menoleh Maka ia melihat siorang hutan yang hilang di Toan Kun Kok lagi
menghadapnya sambil tertawa itu, Ia heran Kenapa orang membawa binatang itu,
kegunung ini" Adakah itu perbuatannya si kusir cilik"
Tengah si nona keheran-heranan itu ia kembali dikejutkan satu suara lain. Itu
pula suara tertawa hanya nadanya sangat gembira bahkan centil Suara itu datang
dari dalam rimba didekatnya. Sebelum suara tertawa itu berhenti, muncullah orang
yang menerbitkannya, yaitu Tok Koau Im Hang Kie Bun!
Belum lagi si nyonya datang dekat. dia sudah berkata:
"Sejak pertemuan kita di Bong San, sampai sekarang ini aku senantiasa
memikirkanmu! Katanya kau kongcu kau. telah mengambil Oe Ie Kun si bocah menjadi
huma mu....." Mendengar demikian si nona ialah Pek Giok Kongcu agak terperanjat
"Fui!" bentaknya. "Tak berhak kau mencampur tahu urusanku!"
Dengan "huma," yaitu menantu raja," Tok Koan im mengejek nona itu. Inilah sebab
Siang Wan Sian memakai gelaran Pek Giok Kongcu si Poteri Kemala Hijau."
Kongcu ialah puteri."
Hang Kie Bun tertawa dingin.
"Kau bilang aku tidak berhak mencampur tahu?"
katanya. "Tahukah kau bahwa sekarang ini dialah kepunyaanku?"
"Muka tebal." kata Pek Giok Kongcu didalam hati. Ia terus saja berpikir: "Si
orang hutan lenyap di Toan Hun Kok orang meninggalkan surat ancaman. Mungkinkah
orang itu wanita ini adanya?"
Selagi si puteri Kemala Hijau berpikir itu, hang Kie Bun berkata pula: "Kita
sesama wanita, kita sama-sama membutuhkah punya! Meski demikian mana dapat kau
merampas kepunyaan lain orang" Maka itu, aku ingin beri nasehat padamu supaya
kau segera memutuskan hubunganmu dengannya!"


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Fui," Pek Giok kongcu membentak, "Sembabatkah kau berpasangan dengannya?"
Parasnya Tok Koan Im menjadi keren, "Hai, budak cilik!" serunya, "Bagaimana Apa
benar kau tidak mau minum arak pemberian selamat tetapi ingin menenggak arak
hukuman denda?" Pek Giok Kongcu gusar. "Terserah kepadamu!" katanya, keras.
"Kau boleh bikin apa kau suka."
Tok Koan Im memperlihatkan roman muram, dia tertawa dingin, Lantas dia melirik
memberi isyarat kepada si orang hutan, setelah itu dia mengundurkan diri.
Binatang itu tertawa terhadap Siang Wan Sian dia menunjuki roman ceriwis,
setelah itu. dia berlompat maju.
untuk menubruk dengan dua belah tangannya yang berkuku kuat dan tajam Dia
menjambak sepasang buah dada si nona
! Mukanya Pek Giok Kongcu menjadi merah saking likat.
"Kurang ajar!" serunya sambil menggeraki alat tetabuhannya yang ia gunakan
sebagai perkakas guna menyambut menghajar binatang liar itu.
Si orang hutan cerdik dia berlompat mundur Pek Giok Kongcu panas hati ia lompat
menerjang. Ketika ia menggerakan senjatanya yang istimewa itu, alat tetabuhan itu. mengasih
dengar suaranya sendiri. Orang hutan itu tidak berani melayani keras lawan keras dia lintas main lompat,
berputaran, selalu dia berkelit.
Ketika dia didesak terus dia berputaran terus juga makin lama makin cepat.
Melihat demikian hati si nona menjadi makin panas ia gusar bukan main. Sambil
membentak ia berlompat menyerang. Hanya kali ini mendadak ia menjadi kaget Baru
ia lompat atau tiba tiba tubuhnya menjadi kaku sendirinya, terus ia tak sadarkan
diri ! Entah berapa lama Siang Wan Sian pingsan waktu ia mendunsin, ia mendapatkan Tok
Koan Im bersama siorang hutan berdiri berendeng berdiam dipinggiran, sedangkan
di sisinya sendiri berdiri seorang kacung usia sembilan belas tahun.
Hanya dengan melihat sebentar tahulah,
Pek Giok Kongcu bahwa ia telah ditolong! bocah itu.
Karena itu ia menjadi heran kenapa Tok Koan Im dan
siorang hutan yang demikian lihay dapat dibikin tunduk lelancur itu....
"Bagus dia talah mondusin," demikian terdengar suara si bocah sesadarnya, Pek
Giok. "Kalau tidak, Kiu Bwee Sian Ho tidak dapat aku beri ampun padamu Paling
sedikitnya kau mesti tinggalkan disini sembilan ekormu Kiu Bwea Sian-ho "berarti
rase berekor sembilan" (kiu bwee).
Parasnya Tok Koan Im merah padam, diam malu berbareng mendongkol ketika dia
mengawasi bocah itu, akan tetapi dia tidak berani membuka mulut Bocah itu
berkata pula: "Begitu lekas, kau datang ke Ngo Bie ini, aku lantas mendapat
tahu! Maksud kedatanganmu juga tak lain tak bukan guna mencari si muka putih itu atau
kalau ada ketikanya tidak ada halangannya buat kau sekalian menyambar Cay Hoan
Giok Tiap! Bukankah To Jiauw Sin Liong juga bakal datang menghadiri pertemuan
umum Tiong Kiu itu" Bakankah itu kebetulan sekali untukmu menemukannya"
Benar bukan" Tapi dengan menerka demikian, kau menerka keliru! Walaupun kau
menyebut dirimu Kiu Bwee Sin Ho tidak selayaknya kau menyerahkan dirimu kepada
siorang hutan, Kembali mukanya si nyonya menjadi merah padam, Dia gusar
beibareng malu sekali. Walaupun demikian dia, tetap tidak herani berlalu atau
menyerang bocah itu, hingga dia hanya mandang mendengari orang menegurnya!"
Bocah itu yang berdandan sebagai bocah kampungan tertawa.
"Apanya yang dibuat malu?" katanya. Waktu di Toan Hun Kok itu kau telah membawa
pergi si orang hutan yang kau pancing dengan parasmu yang cantik dan ketika kau
berlalu kau meninggalkan suratmu untuk medustakan orang...
Mendengar itu maka tahulah Pek Giok Kongcu tentang duduknya peristiwa, Kiranya
mereka ditantang kepuncak Ngo Bie San melulu sebab akalnya Tok Koan Im.
Selagi orang berdiam bocah itu berkata pula "Orang hutan ini, ceriwis maka aku
telah dititahkan guruku untuk menghukum mati!."
Begitu dia berkata begitu bocah itu menggamiti tangannya dan sebelum Tok Koan Im
tahu apa si orang hutan sudah menjerit hebat dan tubuhnya roboh untuk tidak
berkutik pula! "Ha, ilmu apakah ini." tanya Pek Giok didalam hati. Ia terkejut dan heran. Hebat
becah ini Tok Koan Im pun kaget dan nyeri mukanya menjadi sangar pucat.
Habis menghajar mati pada orang hutan si bocah berkata lagi "Kau banyak
melakukan perbuatan yang tidak pantas, akan tetapi guruku mengangap kau tidak
terlalu jahat, maka itu kau di berikan ketika buat merobah kelakuanmu sendiri!
Kau tahu, kau telah memikir yang tidak tidak! Secara gila kau berkerja sama si
orang hutan. Yang kau perdayakan!
Kau mau menculik Oe Ie Kun. supaya kau dapat jadikan dia umpanmu! kau juga mau
mencari To Jiauw Sin Liong untuk kau melampiaskan sakit hati Di sebelah itu, kau
berniat sekalian merampas Tay Hoan Giok Tiap supaya kemudian kau dapat
mengangkat dirimu menjadi jago diantara kaum Bu Lim! Bukankah itu hebat"
Sekarang aku beri ketika padamu buat segera kau meninggalkan gunung Ngo Bie San
ini, untuk kau pulang kesarangmu Pek To Kian untuk kau hidup menyendiri, guna
kau menjesali dan memperbaruhi dirimu! Jikalau kau membandel, kau lihatlah
siorang hutan sabagai contohmu! Tentang pertemuan hari Tiong Kiu, kerena sesuatu
sebab mungkin bakal diajukan tanggal harinya. Sayang kau datang terlalu pagi,
jikalau tidak. Ia berhenti sebentar, lantas ia menambahkan: "Nah rase siluman,
kau goyanglah ekormu dan pergi dari sini!"
Tok Koan Im mendengar kata, walaupun hatinya sangat panik ia toh lantas pergi
menghilang. Bukan main kagumnya Pek Giok Kongcu terhadap si bocah, hanya saking tabiatnya
angkuh, ia tidak mau sembarang membuka mulutnya Selagi si noaa pergi diam diam
ia mengerahkan tenaga dalamnya. Diam diam juga ia menjadi girang sendirinya. Ia
tidak kurang sesuatu apa.
Akhir akhirnya ia tertawa dan berkata manis "Saudara kecil syukur untuk
bantuanmu!..." Bocah itu tidak menanti orang habis bicara, dia tertawa dan mencegah "Itu tidak
ada artinya! Menangkap rase dan orang utan siapapun dapat!"
Nona Siang tahu orang merendah berbareng mengangkat diri sambil berkelakar,
karena orang ramah tamah dan sesungguhnya liehay. ia menyukai kelakuan orang
itu. "Eh, saudara kecil," tanyanya, "apakah she dan namamu" Siapkah gurumu" Dapatkah
kau mengajak aku menemuinya" Barusan juga kau menyebutnya hal tanggal harinya
pertemuan Tiong Kiu telah diajukan lebih siang, benarkah itu?" Bocah itu
tertawa. "Aku hanyalah orang bawahan, mana tepat aku di panggil saudara cilik olehmu
Kongcu?" katanya. "Pada kenyataan aku tidak mempunyai guru, habis kau ingin
pergi menemui siapa" Orang desa juga jarang yang mempunyai nama, maka itu, orang
banyak memanggil aku si kusir cilik...."
Mendengar bahwa orang ialah si kusir cilik Siang Wan Sian terkejut saking heran,
lalu ia menjadi girang berbareng likat
Bocah itu seperti biasa, bagaikan tiada sesuatu hal.
berkata pula wajar. Mengenai diajukan tanggal pertemuan itu. tak lain tak bukan,
kongcu, itulah disebabkan lenyapmu.
Pek Giok kongcu tidak mengarti, ia mengawasi orang.
Si kusir cilik tertawa dan berkata. "Jikalau kau tidak hilang, kongcu maka Giam
Tocu beramai tak nanti datang kemari mencarimu mereka tentulah bakal datang
dengan menurut waktu yang telah ditetapkan Dengan datangnya mereka lantas
bertemu segala orang tidak karuan, yang bermaksud jahat sebelum hari rapat untuk
menyingkirkan dahulu musuh musuhnya" Karena orang sudah berkumpul, buat apa
menanti lagi sampi tanggal sembilan bulan sembilan itu"
Mendengar itu si nona girang. Ia hanya tidak tahu siapa yang di maksudkan dengan
segala orang tidak karuan itu.
"Siapakah orang orang itu tidak karuan itu?" ia tanya.
Wajar saja si kasir Cilik menjawab "Tak lain tak bukan cuma segala Ko Tok Siu,
Beng Eng Gin, Cit Sat Im Siu, dan Thian Tie si iman bangkotan!"
Pek Giok Kongcu heran sekali "Oh, mereka itu datang kemari?" katanya. Di mana
adanya mereka sekarang?"
"Semua di propinsi Sucoan."
Siang Wan Sian tahu orang tidak mau memberi keterangan, sendirinya mukanya
menjadi merah, Tapi ia masih mau menanya dengan paksakan diri, ia membuka mulut
pula. "Bagaimana dengan rombongannya. Tang Hay Hie In."
tanyanya "Di manakah adanya mereka itu?"
"Mungkin mereka masih ada di atas pohon di dalam rumah penginapan di Kiam-Kek."
sahut si kusir cilik yang sebelum suaranya berhenti, sudah lantas pergi
melenyapkan diri... Siang Wan Sian melegak, herannya bukan kepalang.
Orang tak terlihat cara berlalu, tahu-tahu orang sudah tidak ada di depan
matanya. Sekarang baru ia takluk benar benar.
Maka ia menyesali diri yang jumawa hingga ia kena orang tawan dan gantung di
atas pohon, "Bagaimana sekarang?" pikirnya. Ia berniat pulang atau segera ia membatalkannya.
Si kusir cilik membilangi ia bahwa Tang Hay Hie In semua bakal lekas tiba, sebab
pertemuan hari Tiong Kiu di Ngo Bie San tinggal dua tiga hari lagi. "Baiklah aku
berdiam disini menantikan mereka, sekalian meiihat lihat gerak terik lawan di
hari-hari di muka rapat..."
Memikir demikian, si nona lantas mengambil keputusan, hingga hati pun menjadi
lega. Tidak ayal lagi ia bersiul, terus ia lari mendaki puncak Kim Teng, untuk
mencari rumah suci di mana ia dapat memeriahkan diri.
Ngo Bie San menjadi ialah satu pusat kaum Buddhist, banyak rumah berhalanya
banyak pelancong yang mendatanginya, selama satu tahun, tak putus-putusnya
orang-orang yang datang bersujud.
(BERSAMBUNG JILID 17) JILID 17 SALAH sebuah wihara ialah Goan Kak Sie belasan lie dari Kiu Teng, parnahnya di
antara tiga bukit, keletakannya sunyi dan indah. Kesan Pek Giok Kongcu pergi
sesudah ia bendandan sebagai salah seorang pelancong yang sekalian berziarah, disaaa ia
mohon menumpang bermalam.
Didalam Goan Kak Siu ada lima orang pendetanya semua mereka itu sudah berusia
lanjut dan tak menghiraukan lagi urusan dunia, tetamu disitupun sedikit, maka
juga kedatangan si tuan puteri telah diterima dengan kegirangan.
Tiga hari tiga malam sudah Pek Giok-kongcu berdiam didalam wihara, selama itu ia
tidak pernah melihat munculnya orang Bulim, terutama tindak Tang Hay Hie In dan
kawan kawannya. Karena itu sendirinya ia menjadi memperhatikan rombongan mereka
itu. hingga ia menerka-nerka apa mungkin menemui sesuatu ditengah jalan.
Selagi hari rapat mendatangi, makin Pek Giok tidak mau turun gunung, supaya
mereka kedua pihak jangan sampai nanti tidak bertemu satu dengan lain.
Lalu datang tengah malam dari keempat habis Tiong Ciu, pertengahan bulan musim
rontok. Malam itu Pek Giok pergi keluar untuk melihat sepulangnya, lantas ia
masuk ke dalam kamarnya berniat tidur, mendadak ia mendengar sentilan pada
jendela kamarnya, Itulah isyarat biasa bagi Ya-heng-jin yaitu orang atau orang-orang yang biasa
keluar malam. Ia heran, tetapi ia lantas bersiap. Ia berindap indap kebawah
jendela, untuk memasang telinga. Tapi ia tidak mendengar apa-apa.
"Mungkinkah aku keliru mendengar?" pikirnya yang kembali kepembaringannya Baru
ia merebahkan diri, atau kembali ia mendapat dengar sentilan pada jendelanya Ia
heran. Siapa orang yang minta ia keluar itu. Bukankah ia lagi menyembunyikan
diri dan tidak ada orang yang mengetahuinya" Bukankah ia sendiri belum pernah
menemui orang Bulim disitu" Siapa pengunjung di tengah
malam buta rata ini" Ia tidak mau berlaku sembrono Dengan sangat berhati hati,
ia membuka jendela. Ia tidak melihat atau mendengar apa apa, sesudah memasang
mata dan telinga sekian lama mendadak ia lompat keluar.
Tiba diatas Pek Giok terperanjat Disitu telah menantikan orang yang menyintil
jendela itu. Ia mengawas maka ia melihat tegas seorang pendeta yang usianya
lanjut yang romannya sabar dan welas asih.
"Siapakah dia?" pikirnya "Aku tidak kenal dia belum pernah melihatnya. Mau apa
dia menemui aku?" Pendeta itu rupanya dapat menerka keragu-raguan sinona. Dia tersenyum tanpa
membilang apa-apa, dia berlompat turun untuk pergi keluar pekarangan wihara.
Dengan jeriji tangannya tangannya, dia memberi isyarat kepada sinona.
Pek Giok percaya orang bukannya musuh, ia menyusul mengikuti.
Pendeta tua itu tahu baik gunung itu. Hanya sebentar, ia sudah pergi jauh
beberapa lie dari Goan Kek sie. Sekarang ia berada d[ dalam sebuah lembah yang
kecil. Disitu ia berhenti disebuah batu datar yang licin mengkilat.
"Maaf nona malam malam aku mengganggu padamu."
katanya sambil memberi homat.
Pek Giok membalas hormat itu.
"Taysu dapatkah aku mengetahui nama taysu serta tempat kediaman taysu?" tanya
ia. "Juga dapatkah taysu memberi petunjuk padaku, ada urusan apa maka malam
malam taysu datang kepadaku?"
Pendeta itu menjawab sabar dan hormat "Aku yang tua ialah Goan Thong dari Siauw
Lim Sie...." Pek Giok heran tidak ia sangka, inilah ketua Siauw Lim Sie. Karena itu ia jadi
bersikap semakin menghormat.
Entah ada uraian apa taysu datang ke Ngo Bie ini dan malam malam datang padaku?"
ia tanya pula. "Datangku kemari sama dengan maksud kedatangan nona beramai," sahut siorang
beribadat. "Hanya aku tidak mempunyai guna karena itu aku mau memohon sesuatu
dari nona." Pek Giok tertawa. "Didalam rapat di Kim Teng ini bakal hadir banyak orang berilmu." katanya. "Aku
Siang Wan Sian ada apakah kebisaanku hingga taysu sampai hendak memohon
bantuanku?" "Akan memberi penjelasan nona." berkata si pendeta.
"Rapat yang bakal dibuka disini diatur oleh Yauw Bu, pendeta yang seratus tahun
dulu telah mencoba membasmi kaum Rimba Persilatan. Dia bertindak begitu karena
dia kepingin memiliki pusaka Siauw-Lim Sie yaitu Siauw Lim Kie Su Koan serta Cay
Hoan Giok Tiap, Dialah seorang yang luar biasa, Dulu bari itu setiap orang
membencinya disebabkan keganasannya tetapi sekarang dia telah merubah tabiatnya
yang buruk dan telengas itu sedangkan disebelah itu, ilmu silatnya bertambah
tanpa ada batasnya sulit untuk menerkanya. Kalau toh mau dibilang dia mirip apa
yang dibuat cerita tentang kiam-sian, yaitu perihal dewa-dewa pedang.
Demikianlah, mengenai sikapnya kedua belah pihak kaum Bulim yang ingin
mendapatkan pusaka Siauw Lim Sie, dia sudah mengatur sendiri segala sesuatu
tinggal menunggu saja saat peristiwanya berlaku..." Pek Giok agak kurang
sebaran. "Taysu, tak dapatkah taysu bicara biar jelas?" tanyanya.
Goan Thong Taysu mengangguk "Sampai sebegitu jauh yang aku ketahui." katanya
"nampaknya Yauw Bu sangat memperhatikan U Ie Kun yang menjsdi sahabatmu itu
nona. Rapat ini katanya suatu pertandingan persahabatan guna memutuskan siapa
yang nanti berhak mendapat pusaka akan tetapi menurut penglihatanku maksud yang
sebenarnya dari Yauw Bu ialah untuk mengadakan perdamaikan guna memecahkan
masalah budi dan permusuhan diantara kaum Rimba Persilatan supaya kedua belah
pihak tidak usah mengangkat senjata Karena aku kuatir juga soal sakit hatinya
ayah bunda Ie Kun nanti akan diselesaikan secara damai Aku mau percaya, pada
akhirnya, baik Siauw lm Kie Su Koan maupun Tay Hoan Giok Tiap semua bakal
dihadiahkan pada Ie Kun sahabatmu itu......"
Pek Giok masih tetap tidak mengerti.
"Bagaimara taysu bisa berpendapat demikian?" ia tanya Goan Thong berdiam sejenak
sebelumnya ia menjawab. "Pendapat itu ialah berkat kesadaranku sendiri"
sabutnya. "Tentang itu aku tidak dapat memastikannya."
"Jikalau begitu taysu." kata si nona, tolong taysu beritahukan aku apa yang
dapat aku lakukan untuk taysu...."
Goan Thong lantas menjawab "Siauw-Lim Kie Su Koan ialah sebuah kitab rahasia
atau pusaka Siauw lim Pay kami.
Tentang apa isinya, aku sendiri tidak mendapat tahu Yang terutama penting ialah
kitab itu menyangkut pada mati hidup dan hina mulianya partai kami, karenanya,
isinya itu pasti pasti kami tidak akan ijinkan diketahui oleh orang luar. Maka
itu nona, aku hendak memohon bantuanmu, yaitu kalau nanti kitab telah diserahkan
pada sahabatmu, supaya sahabatmu itu suka memulangkannya kepada kamu.
Tanpa kitab itu dibuka dan dibaca isinya.
Lega juga hati Pek Giok mendengar permohonan itu.


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iapun merasa senang sebab orang mengetahui hubungannya dengan Ie Kun. Walaupun
demikian ia merendah. Kata ia: "Aku dengan tuan Ie cuma baru bertemu beberapa
kali. Karena itu, buat urusan ini mengapa taysu tidak mau bicara saja dengan
Tang Hay Hie In atau Lay Ong yang menjadi gurunya?"
Goan Thong taysu bersenyum, Ia mengangguk.
"Nonalah seorang yang cerdas yang mengerti segala apa tak usah sampai aku
menjelaskannya terlebih jauh" ujarnya,
"Bukankah sulit buatku membuka mulutku untuk menerangkannya?"
Mukanya si nona menjadi merah. Tapi ia berkata
"Dahulu hari itu suami-istri Tiat lam Sie-seng tidak cocok pendapat dengan Siaw
Lim Sie maka kejadian mereka itu telah mengambil barang barang pusaka itu. Siapa
sangka karena itu mereka berdua telah mcndapat nasib celaka hilang jiwa mereka.
Pepatah tua mengatakan. Meski aku tidak membunuh Pek Jin tetapi Pek Jin mati
karena aku Demikian dengan turunannya Tiat Kiam Sie seng itu Puaskah mereka
jikalau mereka diminta suka melindungi rahasia partai taysu itu?"
Goan Thong mengangguk perlahan "Benarlah apa yang nona bilang." katanya "Itu
pula sebabnya kenapa aku mau memobon bantuanmu supaya nona dapat bicara dengan
cara baik baik dengan sahabatmu itu. Bukankah nona sudi membantu kami?"
"Manusia berusaha, Thisn berkuasa." kata Pek Giok
"maka itu, aku cuma suka berjanji akan melakukan segala apa untuk taysu, tetapi
tentang hatinya, aku minta taysu maklum saja...."
Hati Goan Thong menjadi lega sekali.
"Asal nona sudi membantu, hasilnya tetapi sudah ada delapan atau sambilan bagian
katanya "Maka itu sekarang terlebih dahulu hendak aku menghaturkan terima
kasihku. "Jangan mengucap terima kasih, taysu" kata Pek Giok yang terus menggunai
ketikanya yang baik, Ia tanya.
"Taysu pasti mengetahui suasana baik sesuatu sepak terjangnya kaum Bu Lim selama
yang paling belakang ini?"
Goan Thong berdiam sebelumnya ia menjawab.
"Sekarang ini kaum sesat dan kaum lurus ada seumpama sedang saling mementang-
panah mereka." katanya "maka juga, pada sebelum rapat mungkin terjadi juga
pertempuran yang maha dahsyat. Akan tetapi sebaliknya. apabila saatnya telah
tiba mungkin segala apa dapat di selesaikan secara damai. Yang sulit ialah
urusan diantara mereka yang dahulu hari mengepung Tian Kiam Sie seng suami
isteri serta U Ie Kun sahabatmu itu, nona. Dapatkah mereka didamaikan" Diantara
mereka itu. yang tinggal sisanya, yang langsung bersangkut paut ialah Yang Cu
dan Thian Tie si imam tua. Mereka yang bersangkutan tidak langsung tinggal Cit
Sat Im Siu dan Bu Eng Jin atau lainnya, sama sekali mereka tidak bersangkut paut
secara langsung." Pek Giok mengangguk Jelas keterangannya pendeta ini.
"Mengenai pemberesannya taysu. apakah Yauw Bu telah ada rencananya?" ia tanya
pula. "Harap saja demikian adanya!" sebut Goan Thong
"Mengenai permintaanku, ingin aku mengulanginya, harap nona suka bicara dengan
baik-baik dengan sahabatmu itu.
Aku telah mengganggumu nona, maaf!"
Pek Giok tahu pembicaraan sudah selesai ia lantas meminta diri." Katanya.
"Jikalau taysu tidak ada petunjuk lainnya lagi, hendak aku pulang...."
Goan Thong merangkap kedua tangannya.
"Maaf atas gangguanku" katanya: "Harap nona bekerja sungguh sungguh dan akan
berhasil. Terima kasih!"
Pek Giok mengangguk sambil bersenyum lantas ia pergi.
Ia pulang langsung ke Goan Kak Sie. Baru saja ia lompat turun, atau ia lantas
mendengar suara orang bicara perlahan didalam kamarnya Ia menjadi heran sekali.
Lekas lekas ia bertindak maju buat melihat, Baru ia mendekati jendela, atau dari
belakangnya ada angin yang keras yang menyerangnya! Ia kaget, ia lantas memutar
tubuh untuk menangkis. Tapi waktu ia sudah menoleh dan lihat si penyerang, ia
segera merandak untuk membatalkan serangan pembalasannya. Sebab orang itu Ie Kun
adanya! Pemuda itu tidak mengasi dengar suara apa apa ia lantas memegang lengan orang,
buat segera diajak lompat bersama naik keatas genting untuk seterusnya mereka
memasuki kamar dengan ambil jalan jendela belakang!
Kiranya didalam kamar telah menanti rombongannya Tang Hay Hie In.
"Heran." pikir Pek Giok. "Aku menyembunyikan diri disini, siapa yang
memberitahukan kepada mereka ini"
Apakah dia bukannya si kusir cilik?"
34. (TAMAT) TUAN dari Lembah Putus Nyawa Inilah hari kelima setelah Tiong Ciu, pertengahan
bulan kedelapan Tengah malam tepat! Rembulan indah jagat bersih terangnya
bagaikan warna putih perak! Karena itu puncak Kim Teng pun tak kurang indahnya.
Di waktu begitu sepinya segala apa sunyi kecuali suara kutu-kutu malam serta
silirnya angin balas......
Baru sesaat kemudian, mendadak kesunyian dipecahkan satu suara pujian bagi Sang
Buddha, suara mana disusul dengan berkelebat munculnya seorang yang tubuhnya
kecil dan kurus kering yang rambutnya telah putih semua. Dialah seorang pendeta
tua. Dibelakang ia mengintil seorang bocah umur sembilan belas tahun, yang
tangannya membawa sebuah teromol atau kotak yang tersalut emas Pendeta itu
berdiri diatas puncak sekali dimana ada tanah datar, lantas ia meiinat
kesekitarnya. setelah itu ia bersiul nyaring hingga suaranya itu berkumandang di
lembah lembah. "Leng kiang lantas bersiap!" demikian titahnya seberhentinya siulannya itu.
Habis berkata kembali sipendeta memandangi keindahan si Puteri Malam.
Bocah yang dipanggil Leng kiang itu menurut perintah.
Dia membawa peti kehadapan sipendeta. Kemudian si pendeta memberi perintah untuk
dia meletaki ditanah di depannya sekali.
Kemudian Lang Kiang menurut perintah Hanyalah sebelum dia meletaki itu, lebih
dahulu dia mengumpulkan sejumlah batu bundar gepeng, yang sepotong demi sepotong
diatur rapi merupakan sebuah bundaran, yang bagian dalamnya lebar kira-kira lima
puluh tombak. Di antara itu ada dua belas orang orangan dan batu yang tinggi
sependirian orang biasa, yang dirupakan semacam bundaran juga.
Aneh bocah itu, sebab dia kuat mengangkat dan mengangkut semua batu dan orang
orangan batu itu yang setiap buahnya berat seribu kati. Nampak dia mengangkat
ringan seperti kursi atau meja. Dan diapun bekerja dengan muat cepat Selesai
itu, barulah petinya ditaruh ditengah-
tengah bundaran, diatas batu datar. Kemudian dia pergi kebelakang si pendeta,
untuk berdiri diam sambil memandang keindahan sang malam seperti lakunya si
pendeta sendiri. Lama juga pendeta tua dan kurus itu berdiam baru dia nampak kurang sabaran. Dia
mengerutkan jeratan alisnya
"Eh Leng kiang." katanya kemudian "Kau tinggalkan beberapa kata kata kepada
mereka itu, lalu mari kita pulang dulu...."
Begitu dia berkata begitu si pendata pergi melenyapkan diri.
Sebelumnya si pendeta, Leng Kiang bekerja. Ia pergi ke belakangnya setiap orang
orangan batu dibelakang semua ia mencorat coret maka di lain saat...... sangat
cepat sekali pada punggungnya setiap anak-anakan itu sudah terukir delapan huruf
yang bunyinya: "Para tetamu duduklah tenang-tenang legakan hati jangan gelisah."
Teranglah bocah itu telah mengukir dengan jerijinya dengan ilmu "Tay Lek Kim
kong cee" atau "Jeriji Arhat Bertenaga Besar".
Lalu seperginya dia, puncak Kim Teng kembali berada didalam kesunyian.
Akan tetapi suasana diam itu tidak berkilau lama.
Sekarang terlihat bayangan bayangan orang bergerak di empat penjuru puncak semua
mendatangi dengan cepat, diantaranya ada yang sambil berseru seru Kemudian
ternyata yang muncul paling dalu ialah Cit Sat Im Siu bersama Thian-tie Toojin!
Melihat segala pengaturan serba batu itu
dua orang Ini mengasi lihat senyum ewa di susul dengan tertawa dingin, akan
tetapi setelah mereka membaca huruf huruf uluran di belakang setiap orang batu,
baru mereka terkejut, hingga paras mereka berubah, Habis itu mereka duduk di
sebelah kanan dan bicara kasak-kusuk Tidak lama munculah Ang Han Pek Kut Kie Siu
bersama sama Cui Jie dan Giam-Kiesu Kok Hong, yang dipimpin oleh Yang Koay Tong,
si bocah penggembala kambing yang luar biasa.
Lalu terjadi sesutu hal yang dianggap luar biasa Ialah Cit Chee Piauw Sim Ie pun
datang bersama mereka itu.
Ternyatalah bahwa permusuhan di Touw Liong Po telah dibereskan di Cit Chee To
dan yang membereskan, ialah Sam Im Sie Nie yang mendatangkan pengertian diantara
kedua belah pihak, hingga dari musuh mereka menjadi bersahabat.
Melihat tibanya rombongannya Sie Ie itu hatinya Cit Sat Im Siu dan Thian Tie
menjadi gelisah Mereka lantas mendapat firasat bahwa suasana malam ini pastilah
buruk akibatnya untuk mereka. Tapi merekalah orang orang berkenamaan, maka
mereka berbangkit dan menyambut dengan gembira.
Ang Hun Pek Kut tidak menghiraukan dua orang itu, yang cengar cengir. adalah
yang lain lain yang mengangguk dengan perlahan.
Setelah itu orang pada berduduk. Tapi hanya sejenak, lantas mereka mendengar
satu siulan yang nyaring, sebelum orang yang bersiul itu muncul, sudah melesat
dulu tiga batang pedang emasnya.
Semua orang tidak menghiraukan mereka bahkan memandang ringan, kecuali Cui jie
yang berkata secara menghina: "Lagak apakah itu" Hanya baru suaranya itu berhenti atau Bu Eng Jin
sudah muncul menyusul pedang emasnya itu!"
Dengan sikap tidak menghiraukan, bahwa memandang tak mata, Bu Eng Jin mengawasi
semua orang sesudah itu, ia lantas berduduk seorang diri dipinggiran!
Datangnya Bu Eng Jin si Manusia Tanpa Bayangan membuat suasana puncak menjadi
tegang sendirinya. Meski demikian, ketegangan tidak lantas saling rupa menjadi
sesuatu yang dahsyat Mereka yang datang terdahulu itu dapat menguasai dirinya
masing-masing. Kembali tidak lama sang malam yang indah itu dibikin menarik hati dengan
terdengarnya suara tetabuhan yang merdu, yang munculnya dari arah selatan itulah
suara Ceng yang lemah lembut dan menarik hati, yang kemudian berobah menjadi
keras dan seru bagaikan kaburnya seekor kuda hutan!
Perobahan yang suara yang belakangan ini menyebabkan orang bergelisah pula
Belum lama berhentilah suara tetabuhan itu. Sebagai gantinya tampak beberapa
orang lagi mendatangi dengan sangat cepat.
Itulah U Ie Kun bersama-sama U Liam Cu dan Pek Giok Kongcu Dua yang belakangan
mendampingi Ie Kun dikiri dan kanan. Mana ada tiga orang kawan mereka itu ialah
Sam Po Kiak Twie Hong Kay Yo Thian Hoa si pengemis Pengejar Angin serta Lay-Ong
si Tua Pemalas dan Tang Hay Hie In Giam Hong si Nelayan dari Tang Hay, Laut
Timur. Setibanya 1e Kun, suasana menjadi semakin tegang.
Tapi Ie Kun menghargai dirinya sendiri. Dengan
memimpin rombongannya ia menemui semua orang dan memberi hormat kepada mareka
Itu. Iapun memberi hormat pada Cit Sat Im Siu. Habis tempat duduk, ia duduk
disampingnya Giam Hiong. Tanpa terasa sang waktu telah berjalan terus, Ketika itu sudah hampir lewat jam
empat. Karena si Puteri Malam sudah mulai turun, langit nampak rada sursm,
kesunyian terus menguasai pegunungan Ngo Bie San itu, Lewat sekian lama
ketenangan di pecahkan puji Sang Buddha yang tinggi, sampai semua hadirin
merasai telinganya hampir tuli. Sendirinya semua orang terperanjat.
Habis suara nyaring itu, munculan si pendeta kecil dan kurus kering di ikuti
sibocah umur sembilan belas tahun, Bocah itu membawa kotak pusakanya.
Tidak ada orang yang kenal pendeta tua itu. Tidak demikian dengan si bocah.
Dialah sikusir cilik, Terutama Siang Wan Siang, Ie Kun dan Tang Hay Hie In semua
mengenal orang baik sekali
Hanya mengenai si pendeta rata rata orang segera menerka kepada Yauw Bu si
pendeta tua yang usianya sudah seratus tahun lebih.
Selagi semua orang mengawasi sambil hati mereka menduga-duga, si pendeta sudah
berhenti untuk berdiri diujung meja batu. Ia mengawasi semua orang. Sedangkan si
kusir cilik terus meletaki kotak di depan sipendeta, dia sendiri lalu berdiri
disisinya Tepat disaat pendeta itu mau membuka mulutnya mendadak ada datang lagi tiga
orang baru. yang kemudian ternyata merekalah It Yang Cu dari Khong Tong Pay
bersama Koh Tok Siu sedangkan Goan Tong Taysu dari Siauw Lim Sie berjalan
dibelakang mereka itu berdua.
Orang semua heran bahwa sisesat datang bersama sama si lurus, akan tetapi si
pendeta tua dan kurus kering itu tidak menghiraukannya sama sekali.
Dengan sikapnya yang temberang. It Yang Cu dan Koh Kok Siu mengawasi peti pusaka
kemudian mereka mengambil tempat duduk dipinggiran.
Tidak demikian dengan Goan Khong. Ketua Siauw Lim Sie ini merangkap kedua
tangannya memberi hormat kepada pendeta tua itu, sesudah itu dengan membungkam
ia me mengambil tempat dudak disisi Tang Hay Hie In, desisnya Pek Giok Kongcu. Dia
datang bersama orang sesat, tetapi sekarang dia duduk diantara kaum lurus. Mau
atau tidak, orang semua mengawasinya.
Begitulah telah hadir semua orang dari kedua golongan sesat dan lurus itu
kecuali Bu Tim Siangjin bersama Sam In Sin Nie. Sampai sekian lama mereka itu
tetap belum muncul juga. Di akhirnya si pendeta tua dan kurus memperdengarkan pujinya bagi Sang Buddha
lalu terus ia berkata: "Aku si pendeta tua ialah Yauw Bu! Pada seratus tahun
dahulu aku sangat jemu terhadap suasananya buruk dari dunia, maka aku telah main
membunuh secara hantam kromo. sampai siapa mendengarnya dalam kalangan BuLim,
orang pucat parasnya. Semenjak itu tahulah aku akan dosaku, maka juga aku lantas
menyembunyikan diri untuk memahami ajaran agama terlebih jauh. Selama itu aku
insaf bahwa membalas keadilan dengan kebaikan ialah jalan utama bagi kita umat
manusia, itulah perbuatan seorang laki laki sejati.
Bahwa siapa membedakan budi dan penasaran, itulah perbuatan rendah. Oleh karena
demikian, kali ini aku muncul pula dengan aku lancang menugaskan diri buat
menjadi si juru pemisah, buat mengakurkan perbagai pihak yang bermusuhan.
Peristiwa menyedihkan hebat di lembah Toan Hun kok adalah akibatnya urusan kitab
pusaka Kie Su Koan dan Cay Hoan Giok Tiap. maka akan aku telah ambil semua
pusaka itu maksudku ialah untuk aku membeber urusan disini, guna memohon
pendapat semua orang......."
Berkata sampai disitu ia berhenti, matanya mengawasi orang banyak Sampai sekian
lama, ia belum berkata pula.
Semua orang berdiam, semua balik mengawasi. Rata rata orang dapat membade hati
sipendeta meski benar dia mengatakan meminta pertimbangan......
Tang Pay Hie In menunggu sekian lama, melihat orang terus berdiam, ia
berbangkit, untuk terus berkata: "Cianpwe menjadi tertua kaum BuLim, mengenai
perkataan ini mestinya cianpwee telah mempunyai sesuatu rencana oleh karena itu
kami suka bersedia mendengar perintah cianpwee!"
Yauw Bu memandang Giam Hiong. baru ia mengawasi semua orang untuk bertanya:
"Tuan-tuan bagaimana pendapat kamu mengenai pediriannya Tang Hay Hie In Giam
Tayhiap ini" Apakah ada yang berpendapat lain?"
Orang2 berdiam. Semuanya tidak berani lancang bicara Mereka menduga tetapi belum
pasti. Sebaliknya orang heran mengapa Tang Hay Hie In menyatakan demikian.
Melihat semua berdiam, Yauw Bu tertawa nyaring Lantas dia kata; "Jikalau tidak
ada yang hendak menyatakan sesuatu, umpama kata buat menentang baiklah, aku si
pendeta tua, ingin aku supaya orang bertindak menurut perintahku. Kalau perintah
sudah dikeluarkan, lalu ada yang melanggar dia tidak dapat dipaksa, cuma dia
harus baik sesuatu syarat.....
Berkata begitu, Yauw Bu melirik pada si kusir cilik, Leng Kiang lantas maju
kedepan, tindakannya perlahan, Terus ia mengibasi sebelah tangannya kearah
sebuah anak anak batu di depannya, karena mana robohlah manusia batu itu! Tapi
cara mengibasnya itu wajar saja."
Semua orang terkejut. Cuma Pek Giok Kongcu yang pernah melihat si kusir
demikian. Habis merobohkan batu Leng Kiang mundur pula kembali ketempatnya tadi.
"Nah, inilah dia syaratku!" berkata Yauw Bu
"Seandainya apa yang aku perkatakan ada tuan yang tidak menyetujui, maka tuan
itu aku persilahkan merobohkan anak-anakan batu seperti apa yang dilakukan
muridku yang buruk ini yang bernama Put Loo Sian tong Leng Kiang!"
Put Loo Sian-tong berarti kacung yang tidak pernah tua."
Baru berkata begitu. Yauw Bu lantas me nambahkan:
"Menolak roboh anakan batu bukanlah pekerjaan aneh, tetapi apa yang kukehendaki
ialah gerakan tangan sipenyerang tanpa suara apa apa, tanpa suara anginnya
sedangkan isi perutnya si anak-anakan batu juga mesti pecah hancur bersama! Nah,
sekarang aku minta siapakah yang suka memerik seisi perutnya anak-anakan batu
itu?" Thian Tie toojin menjadi orang yang pertama yang lompat maju kepada anak-anakan
batu yang roboh itu, lantas dia disusul Sin Kay Yo Thian Hoa. Maka bersama-sama
mereka memeriksa, meraba raba dengan tangan mereka. Kelihatannya anak anakan
batu itu cuma roboh tetapi seluruhnya tidak rusak, akan tetapi setelah diraba


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ditekan, nyata telah hancur semuanya, luar dan dalam nya.
Saking heran dua orang itu berdiri melengak berhadapan, baru kemudian mereka
kembali ketempat duduk mereka.
Yauw Bu tertawa dia kata "Anak-anakan batu hancur lebur seperti kataku! Maka
sekarang silahkan semua mendengar keputusanku!"
Sendirinya semua orang bergelisah tubuh mereka bergerak tetapi semua berdiam
untuk memasang telinga. Semuanya pan mengawasi pendeta itu.
Maka berkatalah si pendeta tua dan kurus "Para hadirin!
Tak perduli apa adanya hubungan kamu, budi atau permusuhan, semua itu mulai saat
ini harus dibikin habis! Aku larang kamu melakukan perbuatan saling balas lagi!"
"Semua orang bungkam, melainkan paras mereka yang berobah robah.
Si pendeta melanjuti kata katanya: "Benda pusaka dikolong langit ini cuma dia
yang bijaksana yang berhak memilikinya! Maka itu sekarang Cay Hoan Giok Tiap
harus diserahkan, kepada U Ie Kun anak sulungnya Tiat Kiam Sie seng buat dia
mempelajarinya. Kali ini suara itu mendatangkan suara berisik Tampak nyata bagaimana gusarnya It
Yang Cu dan Koh Tok Siu. Walaupun demikian mereka tidak mcngasi dengar suara menentang.
Yauw Bu mengawasi semua orang. Ia melihat tidak ada penentangnya. Lantas ia
berkata pula: "Cay Hoan Giok Tiap dipat dipahami rahasianya jikalau ada Siauw
Lim Kie Su Koan yang mendampinginya. Begitulah orang bilang!
Itulah kedustaan belaka! Juga adalah suatu pantangan besar yang orang luar
membeber rahasianya lain orang oleh karena itu, kitab tersebut harus diserahkan
kepada Goan Thong Taysu, pemilik asalnya, buat dibawa pulang ke Siauw Lim Sie
untuk disimpan seperti sedia kala."
Mendengar keputusan itu, hatinya Goan Thong Taysu lega bukan main, Dia seperti
baru saja menelan obat penenteram hati. Dia menghela napas panjang, Semua orang
berdiam. Mereka tidak memberi suara apa-apa mendengar halnya Siauw Lim Kie Su
Koan tidak ada hubungan dengan Cay Hoan Giok Tiap, walaupun kedua-duanya sama
sama menjadi pusaka Siauw Lim Pay.
Masih Yauw Bu melanjuti kata-katanya:
"Aku melarang orang menimbulkan pula soal sakit hati atau permusuhan peristiwa
dilembah Toan Hun Kok itu !
Bukankah semua pusaka yang bersangkutan telah di bagi rata" Oleh karena para
para hadirin tidak dapat menyatakan sesuatu, sekarang aku hendak mengeluarkan
lain keputusan lagi Jalan aku mengangkat U ie Kun menjadi Toan Kun Kong-yu,
pemilik dari Toan Hun Kok, dan U Liam Cu dan Siang Wan Sian sebagai pembantu
pembatunya. Kecuali penduduk asal Toan Hun Kok, ternyata ketiga orang ini maka
didalam tempo dua puluh tahun, aku larang siapa juga lancang memasuki lembah
Toan Hun Kok ! Siapa yang berani melanggar larangan ini, hukumannya ialah
hukuman mati tak berampun ! Berbareng dengan ini aku angkat muridku ini, Put
Sian tong Leng Kiang, sebagai pemilik, untuk merondai lembah ! Karena urusan
mengenai kamu semua, aku silahkan kamu untuk memikirkan masak masak, supaya kamu
jangan nanti menyesal kemudian."
Sembari berkata Yauw Bu mengawasi tajam semua orang. Ia tetap melibat tidak ada
orang yang menentangnya. Maka itu selang sesaat, ia merangkap kedua belah tangannya, ia memuji Sang
Buddha yang maha suci, pemurah hati dan penyata Kata ia
"Buddha kami welas asih tuan-tuan juga saling menyinta, maka itu kalau kelak
dibelakang hari timbul malapetaka,
maka sekarang, dengar kata-kataku ini aku membikin habis semuanya. Sekarang
kecuali ketiga pemilik Toan Hun Kok serta Goan Thong Taysu, yang lainnya semua
aku minta sukalah berangkat pulang masing-masing! Paling akhir ingin aku memberi
nasihat, mundur setindak untuk berpikir itulah artinya kelak di kemudian hari
kebahagiaan tak habis habisnya Nah sampai bertemu pula!"
Itulah semacam pengusiran! Mendengar itu maka It Yang Cu bersama Koh Siu yang
mulai mengangkat kaki paling dulu, perginya mereka dengan hatinya panas dan
mengandung penyesalan serta penasaran. Setelah itu, mereka disusul Cit Sat Im
Siu serta Thian Tie Toojin, yang tidak kurang mendongkolnya, hanya mereka pun
dengan separuh girang sebab mereka bebas dari pembalasan sakit hati....
Rombongannya Tang Hay Hie In mengambil selamat berpisah dari Ie Kun bertiga
sesudah mereka meninggalkan pesan yang berupa nasihat.
Sekarang tinggallah Goan Thong Taysu.
Yauw Bu menyerahkan Kie Su Koan kepala pendeta dan Siauw Lim Sie itu, yang
seterusnya diminta berangkat pulang kemudian baru dia menyerahkan Cay Hoan Giok
Tiap pada Ie Kun sambil dia memesan katanya "Kamu berdua saudara, kamu berbakat
baik, maka itu kamu harus belajar dengan sungguh-sungguh supaya kamu berhasil.
Ilmu silat yang menjadi rahasia atau isinya. Cay Hoan Giok Tian tidak dapat
diajari dengan mulut karena itu kamu panamilah dengan perlahan dan saksama,
nanti kamu sendiri akan mengarti dan barhati2 menanggap artinya. Di waktu
mempelajari, kamu harus menggunai berbareng cara cara lunak dan keras. Kecuali
kamu berdua saudara Siang Wan Sian juga cerdas dialah yang akan mendapati
pelajaran yang lunak itu hanya mengenai pelajaran lunak ini, masih kurang satu
orang lain. Orang itu, kau tahu mungkin bakal ada yang mengantarkan ke Toan Kun
Kok. Aku harap kamu belajar dengan sabar dan damai, dengan sungguh-sungguh, nanti
sesudah lewat dua puluh tahun uku sendiri akan datang kepada kamu didalam lembah
kamu itu untuk melihat hasilnya peryakinan kamu Selama dua puluh tahun iru,
dengan tentu tentu muridku akan datang menjenguk dan melayani kamu, maka tak
usah kamu pikirkan lagi urusan, belajar saja dengan tekun. Sekarang selesai
sudah semua urusan maka aku pujikan kamu berhasil!"
Ie Kun bertiga Liam Cu dan Siang Wan Sian berdiam seperti orang-orangan mereka
berdiam dengan sikap hormat. Ketika kemudian mereka sadar.
Yauw Bu dan Leng Kiang sudah tidak ada dihadapan mereka
Diakhirnya saking bersedih dan bergirang. Ie Kun merangkul Liam Cu. untuk
menangis bersama-sama. Pek Giok Kongcu berpikir lain.
"Ah buat apa kamu bersedih lagi "' katanya "Hayo mari kita pergi!"
Ie Kun berdua masih menangis, sampai mata mereka merah dan bengul.
Liam Cu bagaikan baru sadar ketika dia berkata :
"Bukankah Yauw Bu membilang bahwa kita bakal mendapat seorang kawan lain yang
akan memahami ilmu bagian yang lunak-lunak" Entah siapakah dia.
Ie Kun sadar, lantas is ingat Pek Ie Lie Bun Hong kekasihnya itu Sekarang ia
tidak tahu di mana adanya nona itu, karenanya sudah tamu. tidak dapat ia pergi
mencari. Buat itu, temponya juga sudah tidak ada. Karena ia masgul, ia menjadi berdiri
men-jubJak saja. Pek Giok dapat menerka h ati orang, kembali ia tertawa.
* Sudahjangan bingung !" tak berguna, "Orang yaag bakal diantar kemari yalah
orang yang kau selalu buat pikiran ! Aku kuatir dia masih
Berkata begitu, mendadak aona ini berhenti bicara, sedangkan mukanya merah
sendirinya. "Bagaimana kau ketahui itu ?" Ie Kun tanya, heran.
Pek Giok dapat menenangkan diri. Dia menjawab : Sam Im Sin Nie dan Bu Tim
Siangjin tidak hadir bersama.
Apakah itu artinya " Bukankah Yauw Ba juga menyebut tempo tiga bulan "...',
Mukanya Ie Kun merah. "Sudah, mari kita pergi!" selanya.
Liam Cu sebaliknya heran.
"Siapakah dia?" dia tanya.
Ie Kun belum menjawab atau Pek Giok yang
menalanginya : "Dialah ensomu!"
Enso ialah isterinya seorang kakak.
Liam Cu tetap heran, tetapi ia berdiam
Ie Kun tidak menghiraukan lagi. ia berlompat pergi untuk mulai meninggalkan
puncak Kim Teng. Mau atau tidak, Pek Giok dan Liam Cu pergi menyusul...
Itulah bulan kesepuluh. Langit cerah sekali. Lembah Toan Hun Kok, lembah Putus
Nyawa, Nyawa yang biasa terkurung pedut kali ini menjadi sangat beda. Kali ini
lembah itu pun sangat terang pedut tidak ada mega tidak bergumpal di atasnya.
Umpama kata di tempat seluas laksaan lie, awan sekelumit pun tidak ada.
Ketika itu pun mendekati tengah hari.
Justeru itu mendadak di mulut Toan Hun Kok terlihat sesosok tubuh manusia
berkelebat, akan di lain saat nampak seorang biksuni usia pertengahan muncul
dengan tangannya mencekal sebatang hudtim, kebutan suci. Dia berjalan dengan
sangat cepat, sedang dibelakangnya mengikuti seorang nona dengan pakain serba
putih... Itulah si nona yang bakal melengkapi kekurangan seorang yang akan mempelajari
ilmu lunak... TAMAT Pedang Pelangi 17 Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo Tusuk Kondai Pusaka 4
^