Pencarian

Sengatan Satu Titik 7

Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo Bagian 7


membuat gerakan tubuh Arya bagaikan hantu gentayangan.
Setelah berputar-putar beberapa kali, melumpuhkan tiga
belas macam pesawat rahasia, menyengat rubuh lima orang
penjaga yang sama sekali tak punya kesempatan, bahkan
untuk sadar bahwa mereka diserang, akhirnya Arya melihat
seberkas cahaya. Arya mengira akan berhadapan dengan situasi yang
pastinya istimewa, selusin pedang yang mengacung
berbarengan atau bacokan sepasukan orang bergolok sebesar
kaki kuda mungkin, yah...setidaknya tidak kurang dari itu.
Darah mudanya menggelegak dalam rangsangan akan
pertarungan. Tenaganya menjalar wajar di seluruh tubuh.
Pada saat seperti ini ia bukan lagi seorang pemuda yang
penuh beban duka. Ia adalah Sengatan Satu Titik Satu Nyawa,
atau seperti kata orang-orang 'Iblis dengan kekuatan
membunuh tak tertandingi'.
Seandainya benar-benar hal berbahaya seperti yang terpikir
dalam benaknya lah yang dihadapinya, Arya mungkin ma lah
tidak terkejut. Tetapi yang menghadangnya di depan ini justru
membuat ia bingung tak mengerti.
Cahaya itu berasal dari sebuah lubang sebesar tubuh
manusia yang langsung menghadap keluasan langit biru. Batu-
batu pegunungan yang berlumut menawarkan udara yang
membersihkan paru-paru. Pohon-pohon dan semak liar
tumbuh tak terganggu. Gemericik air menuntun pandangan
Arya ke mata air kecil yang tampak sebening kaca seperi air
mata perawan yang sungguh suci. Sejauh mata memandang
hanya warna biru-hijau yang menghampar berujung awan
yang melayang datar. Mana ada lautan golok atau lusinan
pedang segala. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Didepan sana hanya ada satu batu yang agaknya tak alami.
Jaraknya dari lubang keluar ada tujuh tombak, dikelilingi
padang rumput kecil. Batu itu berbentuk bulat dengan bagian
atas datar pipih seperti terpapas golok. Tapi pasti tidak golok
macam apapun yang bisa memapas batu berdiameter lebih
dari dua meter. Diatas batu terhampar kain sutra bergambar ular berkepala
lima berlatar api emas yang berkobar itu. Diatas kain
terhampar sajian berbagai macam makanan yang mengundang selera, mulai dari sambal goring ati sampai sayur
gudeg. Ada juga berbagai macam buah-buahan pencuci mulut
serta beberapa gelas gading berisi madu asli.
Kalau pemandangan ini sudah aneh makan ada yang lebih
aneh lagi dan sekaligus membingungkan.
Di tengah sajian berbagai macam makanan itu duduk dua
orang. Yang satu berwujud kakek tua dengan tulang pelipis
menonjol keluar, otot lengan bertonjolan seperti akar beringin,
menandakan tenaga luar yang luar biasa. Paras muka kakek
tua ini sebenarnya bisa dikatakan sangar dan menakutkan.
Matanya besar melotot berwarna merah. Ekspresinya seperti
orang yang amat marah, tapi juga amat takut. Bibir ditekuk
sedemikian rupa menghasilkan cengiran tak percaya.
Orang ini tak terlalu membuat Arya heran.
Tapi orang yang satunya lagi benar-benar ia membuat
bingung tak mengerti. Satu orang ini, lebih tepatnya bocah
dengan sikap seenaknya ternyata adalah Gagang Gerhana.
Bocah ini tanpa memperdulikan apa-apa tengah makan
dengan lahapnya seakan perutnya bertambah besar setiap
detik. Sajian yang sedemikian banyaknya itu hampir habis
separohnya. Anak kerbau pun tak akan menghabiskan
makanan sebanyak itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek berahang keras itu tampak duduk dengan sikap tak
percaya. Matanya memelototi Gagang Gerhana seperi
mendadak bocah itu tumbuh tanduk.
Arya mendekat perlahan, belum mengendurkan sikap
waspadanya, walaupun yang tampak di mata orang lain hanya
lah seorang pemuda muka pucat yang berjalan acuh tak acuh.
Setelah jaraknya dengan dua orang itu sudah satu tombak
barulah kakek tua itu mendongakkan kepalanya ke arah Arya.
"Maukah kau mendengar cerita yang tidak akan kau
percayai?" Tanya kakek itu dengan nada terperangah.
Arya hanya mengangguk sekali, belum punya gambaran
atas apa yang terjadi. Tapi jelas sekali hubungan antara
Gagang Gerhana dan kakek itu tidak terlalu mesra.
"Bocah ini datang dari bawah sana," tutur kakek itu sambil
menunjuk ke bawah gunung, "begitu datang ia langsung
bertanya padaku apa ia bisa memakan makanan ini. Kujawab
kalau semua makanan ini beracun, bahkan racun yang sangat
ganas, bila kau memakannya kau ingin matipun sulit. Bocah ini
tidak menggubris penjelasanku, ia hanya mengulang
pertanyaannya. Maka kujawab bahwa makanan ini disajikan
untuk orang lain, orang yang akan mati. Tapi dia bilang orang
itu adalah kerabat dekatnya dan karena itu pasti tidak
keberatan makanannya dimakan. Lalu kutanya, memangnya
kau tidak takut keracunan. Dia menjawab, ada racun pasti ada
penawar. Kukatakan, tapi kau toh tidak tahu dimana
penawarnya. Ia menjawab, sekarang aku tidak tahu tapi kalau
waktunya datang penawar itu akan ada di tanganku."
Arya mendengarkan penuturan orang tua itu tanpa
ekspresi, seperti ia lagi mendengar cerita tentang kuda yang
melahirkan. Kembali orang tua itu berkata, "Apa kau percaya kejadian
demikian bisa terjadi,"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk pertama kalinya Arya membuka mulut, "Percaya atau
tidak kejadian itu toh sudah terjadi,"
"Benar, untuk tak percaya pun tak bisa lagi."
"Kau tahu siapa aku?" Tanya Arya.
Kakek tua itu mengangguk, suaranya berubah dingin ketika
mengatakan, "Kau adalah orang yang seharusnya memakan
makanan ini, orang yang akan mati."
"Kau hanya benar separoh,"
"Bagian mana yang benar","
"Kalimat yang pertama."
"Yang tidak benar?"
"Aku belum berniat akan mati,"
Kakek tua itu menjengek dingin, "Kalau begitu akan ku
benarkan." Bersamaan dengan kata terakhirnya segera sebuah cambuk
berduri berujung logam pipih tajam keluar bagai ular berbisa
dan dengan kecepatan kilat bergerak membelit tubuh Arya
seperti pusaran angin puyuh. Pangkal cambuk ada di tangan
kakek tua itu sementara ujungnya seperti lidah ular
mengancam berbagai jalan darah mematikan.
Belitan cambuk itu seperti tepat melingkari tubuh Arya.
Dalam sekilas tidak ada jalan keluar lagi bagi pemuda itu
untuk menghindar apalagi melawan.
Ujung bibir kakek tua itu menampilkan senyuman bengis
berbarengan tangan kananya menyendal. Seketika belitan
cambuk itu mengecil dengan kekuatan mengiris memotong
yang menggiriskan. Tapi sedetik kemudian Arya yang tadi sudah pasti akan
terima kematian dalam belitan cambuk itu tiba-tiba sudah
berdiri satu langkah lebih dekat. Tubuhnya masih diam acuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak acuh, tapi cambuk itu sudah terpotong menjadi puluhan
bagian. Ular boleh jadi mematikan bagi kebanyakan orang, tapi
tidak bagi pawang ular. Kakek tua itu mendelong mengawasi pemuda muka pucat
ini. Tangannya terkulai lemas.
Arya seperti tidak melakukan apa-apa, tapi kakek tua itu
seperti sudah kehilangan seluruh tenaganya, bahkan pangkal
cambuk pun sudah tak kuat dipegang lagi.
Dengan melotot ia mengawasi Arya seperti tak mau
percaya bahwa kejadian demikian bisa terjadi. Tapi kejadian
toh sudah terjadi mau tidak percaya juga tidak bisa lagi.
Kakek tua itu menghela nafas panjang, "Saat ini hanya satu
hal yang kuketahui dengan benar,"
Arya hanya diam mendengarkan.
"Memang benar ada orang yang akan mati, tapi orang itu
bukan kau." Belum habis ucapannya mendadak tenaganya yang sesaat
tadi hilang tiba-tiba muncul tak terbendung. Sebilah belati
yang berkilauan seperti permukaan danau tiba-tiba me lesat
dari lengan bajunya. Tapi belati itu tidak menikam ke arah
Arya, melainkan ke dadanya sendiri.
Tikaman itu begitu cepat dan tak terduga. Bahkan
seandainya orang tua itu menyesali keputusannya dan
bermaksud menarik kembali tikamannya pun mungkin sudah
tak bisa lagi. Ujung belati itu sudah merobek baju dan mulai menoreh
kulit ketika tiba-tiba berhenti. Dua buah jari menjepitnya
layaknya tanggam besi. Dua buah jari yang biasanya
membawa hawa maut. Dua buah jari itu tumbuh di tangan
Arya Dipaloka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepersekian detik orang tua itu menatap mata Arya, yang
sekarang begitu dekat, membayangkan nafsu membunuh
yang bengis, dan mendadak tangan kiri orang tua itu bergerak
sekilas, menekan pegas pada sebuah alat kecil di bawah
lengan bajunya, seketika itu berpuluh jarum halus langsung
melesat terbang ke arah dada Arya.
Waktunya begitu cepat, tak terduga, keji, juga mematikan.
Saat itu jari-jari tangan Arya masih menjepit belati yang
berkilauan itu, tubuhnya agak doyong ke depan, sama sekali
tidak ada kesempatan untuk menghindar. Dalam keadaan
seperti ini sekalipun kepandaiannya maha tinggi juga tidak
bisa digunakan. Dalam detik yang kritis itulah mendadak sepotong ayam
bakar melayang di depan dada Arya, seperseratus detik
sebelum jarum-jarum halus itu menembus dada pemuda itu.
Saat berikutnya tubuh orang itu me layang dua tombak ke
belakang dalam gerakan delapan langkah belalang, nyata
memang kepandaian istimewa, kakinya menotol tanah dan
bermaksud melompat lebih jauh, mendadak is merasakan
tenaganya macet. Alhasil tubuhnya gedebukan di tanah
berumput. Arya masih berdiri di tempatnya. Jari-jari tangan kanannya
yang tersisa dua masih menjepit ujung belati. Ekspresi
mukanya masih datar, tapi sepasang matanya mencorong
tajam. Pandangan matanya menatap belati itu lekat-lekat,
sekian lamanya barulah ia berpaling ke arah Gagang Gerhana.
Wajah Gagang Gerhana bersemu merah dengan dua titik
biru di pelipisnya. "Kau keracunan," kata Arya datar, nadanya seperti lagi
mengatakan ada tahi di jidatmu.
Gagang Gerhana hanya tertawa-tawa, mulutnya masih
mengunyah asik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
~Dewi-KZ~ xxiiiTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sengatan Satu Titik Karya : Gedungsongo di Indozone
Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Bab XXIII, Putri Teratai Kumala ke 7
Gagang Gerhana hanya seorang anak kecil yang meski
aneh tapi tak akan mempunyai kekuatan sebesar itu. Ayam
bakar itu memang bukan ia yang melemparkan.
"Kakak Adik sama2 keracunan, apa ini bukan takdir langit?"
Suaranya lemah seperti mendesah, pengucapannya pun
patah-patah, setiap satu kata dengan selanjutnya seakan
berjarak bermil-mil jauhnya, namun satu kalimat menekankan
makna yang jelas dan gamblang, seperti sebuah kesimpulan
dari ribuan buku. Orang ini pula yang melemparkan potongan ayam bakar
itu, yang sebelumnya ada di tangan Gagang Gerhana. Hanya
dengan sepotong ayam bakar ia sanggup menggusur runtuh
puluhan jarum yang dilepaskan dengan pegas berkekuatan
tiga kali sabetan pedang. Ditilik dari sini sudah kelihatan
tenaga dalamnya yang lain dari yang lain.
Dilihat dari sini, ia tampak seperti sebuah batu besar yang
kapan saja siap lumer. Meski tubuhnya tinggi besar dengan
sambungan tulang yang menonjol di setiap persendian,
namun nampak sangat rapuh dan getas. Kulitnya seperti kain
tipis yang menutupi kerangka kursi, sama sekali tak terlihat
adanya daging. Sepasang kakinya menekuk ke depan seakan
tak kuat menahan beban tubuh bagian atasnya. Nafasnya
panjang putus-putus mirip orang sakit angin. Doyongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya terganjal sebatang tongkat yang tergengggam erat
oleh tangan kanannya. Yang menarik, paras mukanya mulus kelimis, juga tampak
sangat muda, sangat bertolak belakang dengan keadaan
tubuhnya yang ringkih. Selapis senyum dingin mengembang di
mulut bagai kilatan belati.
Arya memandanginya tanpa ekspresi apapun, juga tidak
kelihatan terkejut. Sikapnya masih tawar, tidak bersiap
menyerang, juga tidak berjaga-jaga terhadap serangan. Orang
yang lama kenal pemuda ini akan tahu bahwa justru sikap
seperti ini lah yang merupakan tindak kewaspadaannya
tertinggi. Meskipun tampak tawar dan acuh tak acuh, namun
setiap saat bisa melakukan perubahan yang mematikan.
Seperti langit yang biru cerah tapi dalam sekejap bisa
memuntahkan hujan badai. "Kau tau siapa dia?" Tanya orang aneh ini sambil menunjuk
si kakek tua yang masih meringkuk kesakitan di sebelah sana.
Arya menggeleng. "Dia adalah sahabat karibku, bahkan sudah seperti saudara


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kandungku sendiri. Orang-orang memanggil kami berdua T ua-
Muda bungkuk. Dia T ua aku juga T ua, namun karena puluhan
tahun aku rajin merawat mukaku sehingga tampak selalu
muda, oleh karena itu orang-orang memanggilku Muda
Bungkuk. Sejak empat puluh tahun malang melintang kami tak
pernah berpisah." Arya melangkah satu kaki ke depan, "Aku justru orang yang
tidak kau kenal, bahkan bertemu denganmu pun baru kali ini."
Si Muda Bungkuk mengangguk.
"Tapi kenapa kau ma lah menolongku dengan turunkan
tangan jahat kepada sahabat karibmu sendiri?"
Si Muda Bungkuk menyengir, "Kau tahu pertanyaannya,
apa kau juga tahu jawabannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya mengangguk. Si Muda bungkuk melotot, "kau tahu ?"
Arya menarik Gagang Gerhana ke sampingnya, "Karena
kalian berdua sama-sama orang suruhan. Ia disuruh
meracuniku, kau sebaliknya disuruh memberiku obat penawar.
Sekalipun setengah mati kau ingin membunuhku, namun kau
tidak bisa berbuat lain selain menyelamatkanku. Justru karena
itu aku tidak menghabisinya dengan serangan pertama."
Si Muda Bungkuk memicingkan matanya, "Kau bisa
membunuhnya dengan serangan pertama?"
Arya mengangkat bahu, "Permainan seperti itu bukan
sesuatu yang mengagumkan di mataku,"
Si Muda Bungkuk sejenak melototkan matanya, lalu
mendadak tertawa, "Nyata watakmu banyak mirip dengannya..." kata terakhirnya terdengar mengambang dan
mengandung nada rawan. Arya memicingkan matanya, hatinya berdenyut mendengar
kata terakhir orang aneh di hadapannya itu. Tapi sebelum ia
membuka mulut si Muda Bungkuk berkata lagi, "Tapi apa kau
juga tahu kenapa kami disuruh me lakukan dua hal yang
berlawanan?" Arya mengangguk. Kali ini rasa kejut si Muda Bungkuk tak dibuat-buat, "Kau
benar-benar tahu?" "Pertama ia disuruh meracuniku, membuatku mati tidak
hidup pun tidak, lalu mungkin ia akan meninggalkanku
seorang diri disini, tersiksa oleh panas dan hujan, sampai saat
tubuhku tak kuat lagi, semangat habis, daya tahan hancur.
Saat itulah kau akan datang menjual jasa, boleh jadi kau akan
memerasku untuk melakukan hal-hal yang kau inginkan, boleh
jadi juga kau akan membuatku merasa berhutang budi
sehingga aku akan menganggapmu sebagai kawan sejati dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seratus persen percaya padamu, saat itu kau bisa
memperalatku kapan saja."
Si Muda Bungkuk menyengir, yang artinya kurang lebih
membenarkan perkataan Arya.
"Tapi apa kau tahu bukan saja racun di makanan itu tidak
mempan di tubuhku, malahan sekalipun kau tidak menolongku
pun aku bisa menyelamatkan diri dari serangan terakhir
sahabatmu itu" Bukan saja bisa menyelamatkan diri, aku pun
bisa sekaligus membunuhnya." Lanjut Arya datar.
Lalu sambil menggamit tangan Gagang Gerhana Arya
menjumput sepotong ayam bakar dan pelan2 memakannya,
sama sekali tak kelihatan terburu-buru dan begitu menikmati
hidangan di depannya, sekaligus tujuh macam penganan di
meja batu itu disantapnya semua, seleranya tak kurang besar
dari kerbau bunting yang belum makan tiga hari.
Si Muda Bungkuk memandangi Arya seperti lagi melihat
kera beranak kambing, sungguh ia tak menyangka orang
macam ini ada di dunia. Dalam mimpinya pun ia tak tak
pernah membayangkan seseorang akan sukarela memakan
racun tanpa paksaan. Apa tujuan pemuda itu lebih-lebih ia tak
bisa membayangkan. Maklum tingkat pendidikannya memang
tidak terlalu tinggi. Setelah mengenyangkan perut, baru Arya menoleh kepada
si Muda Bungkuk, "Santapan sudah ku makan, sekarang boleh
kau antarkan aku ke majikanmu."
Si Muda Bungkuk masih terlongong bengong, lalu sejenak
mendesah pasrah. "Kau tahu sebenarnya aku memang disuruh memaksa dan
menipumu untuk memakan makanan beracun itu, jika kau
masih membandel, lekas-lekas aku harus membunuhmu."
"Apa aku masih membandel?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kuharap begitu, sehingga aku bisa bertarung sepuasnya
denganmu, jujur saja sudah beberapa belas tahun aku tidak
bertemu lawan yang seunik kau. Kabarnya tak pernah ada
seorang pun sebelumnya yang sanggup hidup dibawah satu
sentuhan jarimu." "Kenyataannya aku malah sangat penurut. Suruh makan
racun lantas makan, suruh pergi lantas pergi, begitu bukan?"
Si Muda Bungkuk mengangguk.
"Karena itulah kau tidak punya pilihan selain membawaku
ke majikanmu, malah kau harus membawaku agak cepat,
terlambat sedikit mungkin nyawaku keburu tidak betah untuk
pesiar ke Akhirat." Habis berkata demikian, Arya lantas merebahkan tubuhnya
di atas batu, menguletkan tubuhnya beberapa kali dan
memejamkan matanya. Si Muda Bungkuk kembali memicingkan matanya.
"Katamu aku harus membawamu ke majikanku, malahan
harus membawamu dengan agak cepat"!" "Hmm.." "Lalu kenapa kau malah siap-siap mau tidur?"
"Karena aku memang mau tidur."
Si Muda Bungkuk tidak lagi bisa berkomentar, mau Tanya
lagi pun rasanya agak malu, diri sendiri dirasa terlalu bodoh.
Arya tertawa kecil, "Sungguh aku heran bagaimana kau
bisa merawat wajahmu hingga bisa awet muda tapi hal kecil
begini pun kau tidak paham,"
Wajah si Muda Bungkuk sedikit memerah, merasa diri
sendiri bodoh dan dikatai bodoh orang lain adalah dua hal
sama sekali berbeda. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksudku, karena aku habis makan racun maka tenaga
dengan sendirinya harus digunakan untuk melawan menjalarnya racun, sama sekali tidak boleh digunakan untuk
hal lain. Salah2 sebelum aku bertemu dengan majikanmu yang
terhormat nyawaku sudah pecat. Maka dari itu kau yang
memang ditugaskan membawaku dengan sendirinya harus
mencari segala daya upaya untuk memindahkan tubuhku dari
sini ke sana. Asal tidak mengganggu semediku cara apapun
boleh kau pergunakan."
"Memangnya kau biasa bersemedi sambil tidur?"
"Ada orang bersemedi sambil bergelantungan di pohon,
duduk di bawah air terjun, berdiri dengan satu kaki, kenapa
aku tidak boleh bersemedi sambil tidur?"
Terpaksa si Muda Bungkuk hanya bisa melongong.
"OIA, kalau kau masih bingung, boleh juga kau minta
bantuan sahabat karibmu itu, meski ia sudah terkena satu
pukulanku, tapi untuk menggotong orang rasanya masih bisa."
Sambil mengomel panjang pendek terpaksa kedua orang
aneh ini pun berdaya membuat semacam joli darurat untuk
mengusung Arya dan Gagang Gerhana. Kenyataan Arya
memang sudah memakan racun itu, maka apa yang
dikatannya pun masuk akal.
Sebenarnya apa maksud pemuda ini me lakukan tindakan
seaneh ini, seakan menyodorkan leher sendiri ke mata golok"
------------- Meski mata tertutup dan nafas mengalir teratur layaknya
orang yang tertidur pulas, namun apa yang terjadi, tempat
mana yang mereka lewati semua tak lepas dari perhatian
Arya. Sekitar lima ratus melalui perlintasan dua bukit dan satu
lembah samar-samar Arya mulai mencium bau bebungaan
segar, semacam kumpulan dari bebauan melati dan sedap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malam, semakin lama semakin tajam, meski tidak
memuakkan. Lebih dekat lagi telinganya mulai tersentuh irama seruling
yang mengalun naik turun dengan ritme dua-dua,
menggambarkan penggembala yang duduk asik di atas kerbau
gembalannya, berselimutkan awan putih, dengan hamparan
permadani hijau tergelar sejauh mata memandang, begitu
damai, bebas. Memupus lara derita, menabur obat akan hati
yang luka. Menunggu bebauan itu mengalir masuk ke paru-parunya,
menjalar ke segenap tubuh, didampingi irama seruling yang
sesekali tersentak oleh tabuhan kendang satu-satu, Arya
merasakan kesegaran murni merayapi tubuhnya, menyebar
melalui pembuluh darah, melapangkan dada yang sesak, nafas
yang tersumbat. Ia juga merasakan gerakan dua orang
bungkuk itu menjadi lebih halus dan teratur, seperti mereka
pun terpengaruh oleh hawa menyegarkan itu.
Perlahan itu merasa joli di turunkan ke lantai, langkah kaki
kedua orang bungkuk pun beranjak ke samping kanan kiri
dengan khidmat. Arya membuka matanya......
Langit biru tampak melengkung di batas cakrawala. Awan
putih seperti sayap merpati mengambang tinggi, anggun.
Sekelompok bangau putih melayang rendah tanpa suara. Sinar
matahari gemilang menyinari mayapada.
"Sekedar berdiri saja tentu saja tak akan menghabiskan
tenagamu bukan?" Suara ini lembut menentramkan. Menegur bagai seorang
ibu yang mengomeli anaknya. Meski nadanya menegur namun
nampak jelas curahan kasih sayang yang tercurah tanpa
batas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya bangkit menegakkan punggungnya, saat masih
berjongkok ia memutar pinggangnya setengah lingkaran
sehingga kini tubuhnya sempurna menghadap ke depan.
Putaran ini bukan putaran biasa, melainkan semacam
perlindungan jaga-jaga dengan menghamparkan energi
pelindung ke sekitar tubuh sehingga setiap serangan
mendadak, sekecil apapun akan dapat terdeteksi.
Namun Arya tidak merasakan datangnya ancaman. Udara
mengalir natural, suara alam pun tak terkotori.
Ketika Arya mendongakkan kepalanya, ia mendapati air
terjun kecil yang jatuh ke sebuah lempeng batu miring
sehingga menghasilkan suara halus dan lapisan air bagaikan
kain sutra tembus pandang. Berlatar belakang tebing batu
yang sebagian menampakkan batu pualam putih dan
bebungaan beraneka sehingga menciptakan pemandangan
memabukkan. Di bagian bawah air terjun itu melewati semacam mulut
gua berbentuk kipas, hanya berjaran dua meteran dari
permukaan air. Di balik tirai air terjun itu tampak seorang berperawakan
langsing kurus dengan cadar kain menutupi seluruh wajahnya
duduk bersila tenang di mulut gua, diatas sebuah batu kemala
putih yang ditatah membentuk bantalan. Berjubah putih
panjang dengan sebilah pedang kayu hijau tersender di
pangkuannya. Meski teraling selapis air terjun yang gemerojok tak henti,
namun suara yang dikeluarkan mulut wanita ini jelas
terdengar, seperti ia bicara di dekat telingamu. Sekali pandang
saja Arya sudah bisa menebak betapa tinggi dan tak
terukurnya ilmu kepandaian perempuan di balik air terjun.
Meski tidak menampakkan hawa membunuh yang tajam
sebagaimana terjadi pada kebanyakan pendekar kelas wahid,
namun semacam semangat yang membangkitkan jiwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semerbak menyebar dari sekeliling perempuan itu, menembus
kalbu dan sanubari, menguak ke balik relung dada.
Air terjun itu sendiri berpangkal pada sebuah tebing batu
curam dengan ketinggian tak tertangkap mata, melingkar
dalam bentuk oval mengelilingi lembah yang cukup luas.
Lembah yang ditumbuhi bebungaan macam-macam, bertubuh
jelma akan keindahan tiada tara dan semerbak harum yang
tak bisa diciptakan manusia. Sungguh sebuah keajaiban
tersendiri diantara tak terhingga tanda-tanda keagungan Sang
Pencipta. Udara segar bertiup dalam lingkar angin sepoi-sepoi,
membawa keriangan dan kehangatan.
Di setiap sudut lembah yang naik turun dengan bebukitan
mini dan pepohonan perdu, tampak dara-dara berbaju aneka
warna sama berlatih macam-macam hal. Ada yang bersilat,
bermain pedang, memutar tombak pendek, ada pula yang
menenun kain, mengolah sesayuran, obat-obatan alam dan
macam-macam pekerjaan lainnya.
Suasana damai dan tenang. Tak tampak adanya keributan
ataupun bentuk keterkejutan apapun akan kehadiran seorang
asing diantara mereka. Kedua orang tua bungkuk itu pun
entah dimana beradanya, sama sekali tak kelihatan.
Arya melirik Gagang Gerhana yang tangan kecilnya
tergenggam erat di telapak tangannya sendiri. Bocah itu
clingak-clinguk dengan mulut membuka dan mata membesar
senang. Seorang bocah adalah manusia terjujur diantara jenis
manusia lainnya. Sedih mereka menangis, senang mereka
tertawa, lapar makan, kenyang pun tak menimbun lagi.
Mereka adalah manusia yang belum menjamur oleh


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keserakahan dan kebusukan hidup. Maka biasanya mereka
pun bisa merasakan akan kejujuran lingkungan sekitarnya.
Bahwa Gagang Gerhana bisa tertawa senang menunjukkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa tempat itu memang tidak menyimpan ancaman
apapun, setidaknya yang kasat indra. Bocah ini ma lah
kelihatan begitu tenang dan khidmat memandang perempuan
di balik air terjun itu, seakan ada tali amat kuat yang
membentang diantara keduanya.
Samar-samar Arya juga merasakan hatinya bergetar, entah
apa sebabnya. Mendadak kolam air terjun itu muncrat ke atas,
memercikkan ribuan tetes air ke muka Arya, juga sembilan
pedang yang menusuk secepat gemeredep kilat. Sembilan
pedang itu tercekal oleh sembilan tangan halus putih yang
bergerak selincah ular kobra.
Hawa pedang yang tajam kental seketika menghampar
menggantikan suasana damai tentram.
Sembilan dara dengan sembilan bilah pedang, menusuk
bagai selarik cahaya pelangi. Menampakkan keindahan yang
memesona mata, juga hawa kematian yang mampu menjebol
dada. Anehnya meski ancaman nampak nyata di depan mata,
namun Arya tak menggerakkan seinci pun anggota tubuhnya,
seakan ia tidak melihat sembilan pedang itu.
Benar saja, ketika tinggal sekuku lagi jarak ujung pedang
dengan kulit Arya, mendadak sembilan pedang itu memutar
berbarengan, membentuk lingkaran kematian yang membelit
sekeliling tubuh Arya. Arya masih diam tak bergerak.
Formasi pedang itu pun berubah lagi. Kali ini ujung pedang
bertaburan layaknya ratusan bintang, bertutulan seakan
ratusan patuk Rajawali. Gemeredep cahayanya, lugas
memupus sekujur jalan darah.
Dalam sekejap sembilan dara cantik itu sudah memainkan
formasi pedang dalam puluhan jurus. Setiap gerakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merangkum keindahan tiada tara, layaknya simphoni orkestra
di panggung teater. Indah menggetar, maut menghampar.
Tapi sepanjang itu Arya diam tak bergerak. Jangankan
menggerakkan tangan, bahkan nafas pun tak memburu. Sinar
mata tenang memandang air terjun. Seakan sembilan dara
dengan sembilan pedang di tangan mereka itu hanya selapis
kaca yang tembus pandang.
Setelah memainkan sembilan puluh sembilan formasi dalam
ratusan jurus, kesembilan dara itu menghentikan gerakan
mereka. Wajah ke sembilan orang sama memerah
berkeringat, nafas pun kembang kempis.
Gadis yang berada di tengah, agaknya merupakan
pemimpin kelompok ini mendelikkan matanya ke Arya,
"Kenapa kau tidak balas menyerang atau bertahan?"
Arya tersenyum, "Ilmu pedang Pelangi Satu Warna, tak
mempan pada orang tak bersalah, bila lawan tak melawan,
pedang pun tak melukai."
"Dari mana kau tahu tentang Ilmu Pedang Pelangi Satu
Warna?" "Dari gosip tetangga, dari buku, dari kabar burung,
memang apa bedanya, pokoknya aku tahu, begitu saja kok
repot." Gadis itu menggigit bibirnya, "Meski kami tak bisa
melukaimu, kau pun tidak bisa dikatakan menang,
memangnya apa yang kau banggakan?"
"Apapun tidak kubanggakan, yang penting tubuh segar
bugar, makan kenyang tidurpun nyenyak. Apalagi berkelahi
kerubutan begitu sama sekali bukan hobiku. Jelek-jelek aku
masih laki-laki juga."
Gadis itu masih mau mengomel lagi, mendadak ia tertawa
terkikik-kikik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak heran anak rewel itu begitu membelamu, nyata kau
memang lain dari yang lain. Meski bukan kualitas tinggi, tapi
juga bukan barang biasa."
Belum sempat gadis itu mengakhiri omongannya, terdengar
deheman dari sebelah sana. Seketika ke sembilan gadis itu
yang semula tersenyum-senyum jahil menampakkan sikap
khidmat dan khsusyuk. Semuanya sama menunduk dan
menghadap ke balik tabir air terjun.
"Demi bertemu denganku kau rela memakan makanan
beracun tanpa ragu, apa sebenarnya maksud kandungan
hatimu?" Nadanya lembut hangat, bentuknya lugas, tidak bertele-
tele. Terhadap orang begini Arya pun tidak main kucing-
kucingan. "Tiga hal." Perempuan itu tertawa lembut, "Coba kau sebutkan."
"Temanku yang hilang, mohon petunjuk keberadaannya."
"Yang kedua?" "Racun yang dimakan adikku ini, tolong minta obat
penawarnya." "Satu lagi." "Perihal Kulit Naga, mohon penjelasan."
"Ada lagi permintaanmu?"
"Tidak," "Bagus, tahu diri dan tidak serakah...hmm....tapi dari mana
kau tahu aku sanggup memenuhi tiga permintaanmu yang
tidak mudah itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya tersenyum, "Kalau anda sebagai Putri Kumala Teratai
angkatan ke 7 tidak mampu, sungguh di dunia tak bisa kupikir
lagi s iapa yang sanggup."
"Anak cerdas, hanya melalui beberapa gerakan itu pun kau
sudah bisa menebak kalau aku adalah Putri Kumala Teratai
angkatan ke 7." Arya tersenyum, "Selain Putri Teratai Kumala memangnya
siapa lagi yang bisa menampilkan formasi pelangi satu warna
dengan begitu tajam tanpa cacat?"
Putri Teratai Kumala tertawa lembut, "Nyata apa yang
dikatakan Arum Puspita bukan omong kosong. Kau bukan saja
sabar dan banyak akal, watak dan tindak tandukmu pun
mencerminkan dirinya."
Arya sebenarnya ingin bertanya siapa dia yang dimaksud,
namun mendengar Arum Puspita selamat sudah melebihi
harapannya, maka untuk bertanya lagi rasanya kurang sopan.
Setelah terdiam sejenak kembali si perempuan di balik air
terjun berkata, "Apa kau tahu bahwa racun yang mengeram di
tubuhmu sudah mendekati ambang batas toleransi tubuh
manusia?" Arya mengangguk. "Meski tenaga dalammu lain dari pada yang lain, juga kau
sudah menguasai dasar dari kitab Teratai, namun karena
kadar racun yang tinggi ditambah terbangkitnya racun 30 hari
naik ke surga di tiga puluh jalan darah utama tubuhmu, maka
saat ini boleh kukatakan bahwa kau berada dalam ancaman
maut." Arya kembali mengangguk, akhir-akhir ini ia memang
merasa racun 30 hari naik ke surga kembali kumat, meskipun
masih terasa samar. "Tahu begitu kenapa kau tidak meminta padaku untuk
menawarkan racun di tubuhmu"."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arya menunduk, menarik nafas dalam-dalam, baru
menjawab, "Racun yang kumakan dengan suka rela, tak perlu
orang menjadi repot karenanya."
Putrid Teratai Kumala tertawa lembut, "Perbuatan sendiri
ditanggung sendiri, pantang menyusahkan orang lain,
bukankah itu yang ingin kau katakan?"
Arya tersenyum, "Bukannya takabur, tapi dengan pengerahan seluruh tenaga, rasanya masih sanggup melawan
jalannya racun." "Hmmm...agaknya begitu, tapi akibatnya kau akan
kehilangan seluruh ilmu silatmu."
Arya kembali tersenyum, "Ilmu pengetahuan anugerah
Tuhan, kalau Dia ingin mengambil kembali juga tak bisa di
protes paksa." Perempuan di balik air terjun sejenak terdiam, sebelum
berkata, "Setiap kata-kata punya kejujurannya, apa kau tahu?"
Arya mengangguk. "Sekarang kau lihatlah di sebelah timur sana,"
Arya menoleh ke kanan. "Apa kau lihat tebing batu berwarna merah itu?"
Arya mengangguk. Memang tampak di sebelah timur sana
tebing batu menjulang keatas langit. Warnanya merah seperti
besi yang terpanggang oleh api selama ribuan tahun. Karena
terlalu jauh, Arya tidak bisa melihat selain warna merahnya
yang membara dan bentuknya yang bak pilar tembaga.
"Dibalik tebing itulah temanmu berada," setelah menghela
nafas rawan, perempuan di balik air terjun melanjutkan, "Tapi
sebelum kau memutuskan apapun dengarkan lah dulu
penuturanku," Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ada diam yang menganga seperti luka lama yang terkuak,
bernanah dan menyakitkan.
Lama sebelum perempan di balik tabir itu membuka suara.
"Pada dua puluh tahun yang lalu, terjadi pertarungan sengit
antara diriku dengan seorang gembong iblis yang mempunyai
kesaktian tak terukur, boleh dikata dengan tangan kosong ia
sanggup melelehkan sebatang besi. Karena pertarungan itu
tempat tinggal yang dibangun oleh leluhurku selama puluhan
generasi hancur berkeping-keping. Puluhan anak murid dan
saudariku meninggal secara tragis. Pada akhirnya aku sendiri
terluka parah sehingga wujudku sudah tak memper manusia
lagi." Setiap patah kata seakan tertatah oleh darah dan air mata.
Meskipun sudah lewat puluhan tahun namun rasa sakit dan
bekas luka itu masih tampak jelas, bahkan oleh Gagang
Gerhana yang mendadak menampakkan pandangan pilu.
"Dengan seorang diri ia sanggup melumat kami satu
perguruan, dapat kau bayangkan sendiri betapa tinggi ilmu
kesaktiannya." "Apakah orang itu saat ini terkurung di balik tebing merah
itu?" "Anak cerdas. Diberitahu satu tangkap dua. Memang orang
itu terkurung di tebing tembaga itu."
Gerojokan air terjun masih mengirama, namun seruling
sudah berhenti bernyanyi. Bau bebungaan pun seakan
menyingkir oleh pertempuran berdarah dua puluh lima tahun
lalu. "Pada akhir pertempuran aku memutuskan untuk mengadu
jiwa, gugur bersama iblis itu. Tak tersangka serangan yang
kulancarkan tanpa memikirkan nasib sendiri itu agaknya
menggetarkan nyali iblis itu sehingga ia terlambat melancarkan serangan balik, akibatnya tiga puluh jalan darah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tubuhnya tembus tertusuk oleh pedangku. Namun hawa api
nerakanya pun tak ampun menghanguskan kulit daging di
seluruh tubuhku. Kalau bukan hawa Teratai Murni yang
mengalir dan menahan darah di seluruh jalan darahku
meleleh, aku pasti sudah tak berada lagi di dunia."
Telinga Arya mendengar, otaknya menghubungkan satu
kejadian dengan lain. "Dengan tenaga penghabisan akhirnya aku bisa mengurung
iblis itu di tebing tembaga, yang merupakan salah satu tempat
pusaka perguruan kami selama ratusan tahun. Tebing itu
terbuat dari batu dasar bumi yang entah bagaimana bisa
menguak ke permukaan. Kerasnya melebihi baja murni,
senjata tajam macam apapun tak akan sanggup menatahnya
walau secuil. Untuk masuk kesitu hanya ada satu pintu. Pun
setelah masuk kau tidak akan bisa keluar lagi."
Si perempuan dalam air terjun menghela nafas panjang.
"Dalam keadaan begini, bahwa temanmu, entah dengan
cara bagaimana bisa terjatuh ke dalam kurungan tebing itu
merupakan takdir yang tak bisa dilawan. Kunasehatkan kau
untuk menerima dengan dada lapang dan tidak memaksakan
sesuatu yang tidak bisa diselesaikan."
Arya terdiam menunduk, dipandanginya Gagang Gerhana
yang dengan cerita main mata dengan gadis paling kecil
diantara sembilan gadis di hadapannya. Dielusnya kepala
bocah itu, kepala yang masih nihil dari keruwetan dunia,
sebenuhnya bebas dari prasangka dan kebusukan hidup.
Tak terasa sepasang mata Arya bergetar. Ia sadar
sepenuhnya mungkin sekali ini kali terakhir tangannya
menyentuh kepala bocah itu. Meski tak serahim, namun darah
tetap lebih kental dari air. Betapapun ia merasa agak berat
juga. Lalu perlahan ia menyerahkan Gagang Gerhana ke salah
seorang gadis di hadapannya. Ia percaya penuh Putri Teratai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kumala tak akan mengingkari janjinya. Apa ia akan mampu
kembali atau tidak, yang pasti Gagang Gerhana akan kembali
sehat bugar. "Kalau masuknya Risang ke tembok tembaga itu
merupakan jalan takdir, maka akan kumintakan ia berbelok ke
persimpangan dimana kami bisa meneguk barang secangkir
kopi." Itulah kata-kata terakhirnya, sebelum dengan langkah
mantap tenang Arya berjalan ke arah timur. Punggungnya
tegak, pandangan lurus. Badai silahkan mengamuk, petir biar
saja menggelegar, tak akan surut kaki melangkah, tak akan
goyah tangan mengepal. Bab XXIV, Kolam Suam Sang Iblis
Seluruh dinding gua ini berpijar dalam warna kuning
kemerahan. Bukan kuningnya emas, tapi kuning tembaga.
Bukan merah mawar, melainkah merah lidah api. Hawa panas
mengepul dari setiap celah batu. Bentuk ruangan mirip bagian


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam perapian di rumah-rumah pejabat, lebar di bagian
bawah, mengerucut ke atas. Di tengah ruangan terbentuk
semacam ranjang terbuat dari batu yang juga berwarna
kuning kemerahan. Di atas ranjang batu itulah Risang Ontosoro terbaring
menutup mata, seluruh kesadaran dan eksistensinya seakan
lebur oleh hawa panas yang meleleh dari sekujur tubuhnya,
mengepulkan asap putih tipis yang mengambang di tengah
ruangan, semakin lama semakin tebal.
Wajah pemuda itu tampak pucat mengering. Beberapa
bagian bibirnya pecah meneteskan darah kental.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara di bagian gua yang lain, yang berwarna lebih
gelap namun tetap menampilkan nuansa kuning kemerahan,
Puspa Arini duduk menundukkan kepalanya. Tampak nanar
tatapan matanya ke ujung kaki sendiri, seperti lagi memikirkan
persoalan yang amat berat.
Di depan gadis cantik berbaju putih itu duduk bersila
seorang kakek tua berperawakan tinggi besar. Cambang putih
lebat menutupi sebagian area wajahnya. Sepasang matanya
merah mencorong. Merah seperti darah hidup. Merah darah
layaknya lidah api abadi.
Perlahan Puspa Arini mendongakkan kepalanya, "Betul-
betul tidak ada cara lain lagi?"
"Seandainya tenaga dalammu sedikit lebih tinggi, dengan
resiko kehilangan seluruh tenaga kau bisa melakukan ritual
Nyala Lilin terhadapnya."
"Ritual Nyala Lilin?"
"Artinya, sedikit demi sedikit kau menjadikan tenaga
dalammu sebagai air pemadam bagi hawa panas yang
mengamuk di tubuhnya. Semakin besar hawa panas di tubuh
anak muda itu, semakin banyak pula tenaga dalammu akan
terkuras habis. Cuma untuk melakukan ritual ini kau
setidaknya harus memiliki tenaga dalam melebihi apa yang
dimiliki anak muda itu."
"Kenapa harus begitu?"
Kakek itu tersenyum, memperlihatkan sederet gigi yang
ompong setengah, "Hawa panas beracun di tubuh anak muda
itu adalah efek dari persinggungan antara tenaga dalamnya
sendiri dengan Hawa Aji Glagah Geni tingkat ke tujuh yang
pada sepuluh tahun lalu berhasil ku kekeluarkan dari tubuhku
dan kukurung dalam sumur Sembilan kematian. Ketika Hawa
Aji Glagah Geni bertemu dengan tenaga dalam seseorang
yang bersifat panas, maka dengan sendirinya ia akan
menyatu, sepertinya menempelnya nyala api pada kayu bakar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka besar dari pengaruh hawa itu sama persis kadarnya
dengan besar dari tenaga dalam yang di tempelnya."
"Untuk menyembuhkannya, maka dibutuhkan seseorang
dengan tenaga dalam bersifat dingin dengan kadar setidaknya
sama atau lebih besar dari tenaga dalam anak muda itu.
Dengan begitu Hawa Aji Glagah Geni akan bisa dipadamkan,
seperti salju memadamkan tungku api. Meskipun dengan
begitu kedua orang akan sama-sama kehilangan tenaga
dalamnya." "Apa kakek sendiri tidak bisa mengobatinya?"
"Tenaga dalamku memang lebih tinggi dari pemuda itu,
sayangnya tenaga dalamku juga bersifat panas. Apalagi meski
sudah hidup puluhan tahun tapi aku belum merasa bosan
terhadap dunia ini, ada keinginan dan cita-cita yang belum
terkabul. Maka untuk mengorbankan tenaga dalam sendiri
juga harus pikir-pikir lebih dulu."
"Jadi tinggal satu cara itu saja?"
Si Kakek tua mengangguk, "Meski kau tidak punya tenaga
dalam cukup. T api kau masih seorang gadis suci. Setiap gadis
perawan dalam dirinya menyimpan hawa dingin murni dalam
kadar tak terukur, merupakan pemberian purba dari Sang
Maha Agung. Dengan menggunakan hawa dingin murni itu
kau bisa menawarkan Hawa Aji Glagah Geni yang sedang
mengamuk. Namun akibatnya kau akan kehilangan keperawananmu. Kau tentu tahu apa yang kumaksud."
Puspa Arini kembali tertunduk, sungguh berat jalan yang
harus dipilih. Disatu sisi ia tak rela mengorbankan kesucian
sendiri, disisi lain ia juga tidak tega melihat pemuda
penolongnya mati dengan berpeluk tangan.
Si Kakek bermata api berkata lagi, "Jangan terlalu lama kau
ambil pertimbangan. Dalam dua jam seluruh tenaga dalam
anak muda itu akan terbakar habis. Begitu tenaganya habis,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
badan wadagnya pun akan terbakar hangus. Dengan
sendirinya nyawanya juga akan melayang putus."
Lama Puspa Arini menundukkan kepalanya. Alam
pikirannya hanyut dalam dunia yang sama sekali belum
pernah di jajaginya. Kenyataan memang ia gadis yang baru
saja keluar rumah. Meski pemberani dan agak binal, namun ia
tetaplah seorang gadis muda yang belum berpengalaman,
dihadapkan pada pilihan seberat itu, bahkan wanita yang
sudah masak pun akan kebingungan setengah mati, apalagi
dirinya. Karena terlalu hanyut dalam pikirannya, Puspa Arini tak
menyadari kakek tua dihadapannya sudah menghilang.
Ketika ia mendongakkan kepalanya, hanya kesunyian yang
didapatinya. Perlahan tubuhnya tegak berdiri.
Berangsur-angsur sinar matanya yang semula muram
berubah terang berkilauan. Sepasang pundaknya yang lemas
menegak tegas. Ia telah mengambil keputusan akhir.
Puspa tidak tahu apa ia akan menyesali keputusannya ini.
Tapi segenap pikiran, pertimbangan, dan pengalamannya
telah ia curahkan untuk mengambil keputusan ini. Sekalipun
kelak ada yang menyesalinya, ia pun tidak peduli.
Dengan menekan tombol di lempeng batu merah, bilah
pintu batu ruangan dimana Risang berada terbuka separoh.
Seandainya tidak dalam suasana hati yang demikian menyiksa,
Puspa pasti akan terkagum-kagum oleh keindahan arsitektur
dua batu itu. Setiap ruangan tampak rapi dan efisien, sama
sekali tak ada ruang yang kelihatan berlebihan.
Hawa panas seketika menyeruak keluar. Asap putih
mengaburkan mata, hawa panas melesak ke paru-paru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puspa Arini tiba-tiba merasakan ruangan itu mirip dengan
ruang kremasi mayat. Tapi mayat siapa yang akan dikremasi"
------------ Arya berjalan dengan langkah tetap, tidak terlalu cepat,
juga tidak terlalu lambat. Tembok tembaga itu sudah tak jauh
lagi di hadapannya. Meski berwarna kuning keemasan, namun tembok itu tentu
bukan benar-bener terbuat dari tembaga. Mungkin karena
peleburan panas bumi selama ribuan tahun yang menjadikan
batu menjulang tinggi itu berwarna kuning kemerahan, juga
keras luar biasa. Hal lain yang membuatnya istimewa adalah bahwa tak ada
sejumput rumput hijau atau sebatang tumbuhan pun yang
tumbuh di situ. Seakan memang kehidupan tak diberi tempat
disitu. Di bagian tengah tebing itu, dari jauh tampak sejalur garis
putus-putus yang memanjang dari bawah ke atas.
Lebih dekat lagi Arya bisa melihat kalau garis itu adalah
sebuah lekukan batu sebesar mangkok yang diatur rapi dari
bawah ke atas, berjarak satu meter antara satu dengan
lainnya, jumlahnya ada lebih dari tiga puluh.
Karena tidak ada tanda lain yang lebih memungkinkan
untuk menunjukkan adanya pintu masuk, maka Arya
berkesimpulan lekukan batu itulah tangga naik menuju bagian
dalam tebing tembaga. Tanpa ragu Arya menjejakkan kakinya ke lekukan batu
paling bawah, mengerahkan tenaga, tubuhnya pun melesat ke
atas, sesekali menjejak lekukan batu lagi, dan terus melesat
ke atas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sekejap saja Arya sudah sampai ke bagian paling
atas dari tebing tembaga.
Kini ia berdiri menghadap ke sebelah dalam tebing.
Berdiri di sebelah atas sini baru ia tahu kalau tebing
tembaga ini juga ternyata berbentuk lingkaran sempurna.
Berbentuk mirip benteng dengan tembok sekeliling setebal
satu meter. Bagian dalam sendiri merupakan pemandangan yang tak
dapat ditembus, karena asap putih tebal yang terus
membumbung, mirip kabut di waktu pegunungan paling
tinggi. Bedanya asap disini berhawa panas luar biasa.
Ini adalah ketel raksasa dengan hawa mendidih yang
melelehkan kulit dan melumerkan tulang.
Tapi kulit siapa yang akan me leleh, tulang s iapa yang akan
lumer" Pintu masuk telah terbuka, sambutan pun telah disiapkan.
Kini tinggal satu langkah lagi bagi Arya untuk masuk ke
tebing tembaga. Ia tinggal menerjunkan dirinya ke kabut
pekat panas itu. Meski hanya sekejap saja pemuda itu nampak termenung,
namun betapa hebat pergolakan hati dan emosinya, siapa pula
yang sanggup membayangkan.
Pintu itu adalah pintu kematian. Meski sering memandang
remeh hidup sendiri, namun menghadapi kenyataan kematian
di depan mata, betapapun membuat dada Arya bergolak.
Setelah hari ini mungkin tak lagi yang akan menyebut nama
Arya Dipaloka. Segala kenangan, kesedihan, petaka dan
tragedi akan menemukan titik akhirnya.
Satu langkah ini langkah yang memutuskan. Memutuskan
tali duka, juga simpul cinta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapkah ia untuk kehilangan semua ini"
Tapi kalau toh semua orang harus mati pada akhirnya, apa
bedanya sekarang atau kemudian"
Yang penting baginya, kematian ini bukan kematian yang
memalukan. Kematiannya adalah kehidupan sahabatnya. Ini
saja sudah cukup setimpal.
Perlahan Arya melompat ke dalam.
Byurrr....... Terdengar benda jatuh ke air. Pertanyaannya, apakah ini
minyak atau air, sekalipun ini adalah air, apakah air biasa atau
air mendidih" Air biasa tentu tak akan mengeluarkan uap
sepanas ini. Arya mengira tubuhnya akan langsung matang dan siap
hidang. Ajaibnya, badannya masih segar bugar, bahkan
setelah ia berenang beberapa kali putaran seperti ikan lumba-
lumba kecil. Air ini ternyata air dingin biasa, bahkan sangat segar,
seperti mata air di pegunungan-pegunungan tertinggi.
Asap panas bukan berasal dari air, melainkan dari celah
batu-batu merah di sekeliling. Batu-batu itu licin luar biasa,
bahkan cicak pun akan terpeleset jatuh.
Udara di permukaan air justru hangat-hangat kuku,
merupakan perpaduan dari dinginnya air dan panas batu.
Seketika Arya tidak paham bagaimana tempat sebaik ini
dijadikan penjara tempat mengurung musuh bebuyutan. Lebih
tepat kalau tempat seenak ini dibuat sebagai kolam rekreasi
dan relaksasi. Kenyataannya Arya merasakan tubuhnya sangat
nyaman dan segar. Tapi tentu ia tidak datang untuk bersantai. Ia datang untuk
menyabung nasib. Bukan saja nasibnya sendiri, juga nasib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Risang Ontosoro. Jadi dimana gerangan pemuda berandalan
itu berada" Arya mulai berenang menjelajah kolam raksasa itu, dari
satu sudut ke sudut yang lain.
Setengah harian ia berenang kesana kemari namun tak ada
sesuatu pun yang ditemukannya. Seluruh s isi kolam berbentuk
sama, seakan memang tercetak dari pahatan yang dibentuk
rapi dan serupa. Tapi tunggu dulu. Ada kanan ada kiri, ada atas ada juga
bawah. Ia sudah melihat kiri kanan, juga sebelah atas. Kini tinggal
bagian bawah. Setelah menghirup nafas dalam-dalam, menyesaki setiap
sel paru-parunya dengan udara segar, Arya menghujamkan
tubuhnya ke bawah air, tegak lurus seperti sebilah pedang
yang menusuk dari balik awan putih.
Sekitar lima meter dari permukaan air, Arya melihat
pusaran kecil yang berujung pada sebuah lubang setengah
lingkaran di dasar. Lubang itu cukup di masuki kepala
manusia. Kalau kepala bisa masuk, bagian yang lain tentu
juga bukan halangan. Maka Arya pun masuk ke lubang itu, yang merupakan
terowongan berkelak-kelok tanpa cahaya.
Arya sudah merasa dadanya menyesak hebat dan paru-
parunya akan terbakar ketika sebuah cahaya putih tampak
berkilauan di depan sana.
Begitu menyentuh udara, Arya segera membuka mulut dan
lubang hidungnya lebar-lebar, merasakan udara mengalir ke
paru-paru, membuka kembali lembar kehidupan.
Setelah menentramkan dadanya, Arya mulai sadar ia
berada di sebuah ruangan yang amat dikenalnya. Ia merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasti pernah berada di ruangan ini. Setiap jengkal dinding dan
perabot dikenalnya dengan baik. Ini adalah ruang yang mirip
dengan ruang bawah tanah Istana Dasar Teratai, lengkap
dengan kubah setengah lingkaran dan simbol bintang segi
lima di tengah-tengah kubah.
Satu-satunya yang berbeda adalah di tempat ini terdapat
kail pancing. Kail pancing yang berada tepat di depan
mulutnya. Gagang pancing di pegang oleh seorang kakek tinggi besar


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bermata merah darah yang lagi duduk menyilangkan kaki di
pinggiran kolam. Ujung mulut kakek itu mengulum senyum
dingin menggidikkan. Serupa senyum yang ditunjukkan oleh
pemburu yang lagi bermain-main dengan hewan buruannya.
"Sudah ada beberapa puluh tahun aku memancing di
tempat ini, baru kali ini ada ikan aneh penujui kailku,"
Suaranya besar menggelegar, seakan kerongkongannya
juga sanggup menyemburkan api.
Arya masih belum bergerak dari tempat ia muncul. Karena
mendadak ia merasakan hawa membunuh yang kental.
Hawa membunuh itu berasa l dari sepasang mata yang
mirip kawah gunung berapi.
"Kau kah Iblis Tinju Neraka?"
Si Kakek bermata api menelengkan kepala, "Sudah sekian
lama tak ada orang memanggilku dengan sebutan itu, tapi aku
memang Iblis Tinju Neraka."
Arya mendadak tertawa. "Kenapa kau tertawa?"
"Tak bolehkah aku tertawa?"
"Boleh saja, aku hanya mengherankan sesuatu."
"O, apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selainmu aku belum pernah melihat ada orang mati bisa
tertawa." "Apa aku orang mati?"
"Ikan yang penujui kailku biasanya akan langsung mati
begitu keluar dari air."
"Tapi aku toh bukan ikan, lagi pula kau tidak akan doyan
makan dagingku." "Kata siapa" Daging apapun kalau dibumbui dengan baik
akan terasa enak." "Dibumbui macam apapun, daging yang mengandung
racun akan merusak isi perut."
"Apa dagingmu mengandung racun?"
"Bukan Cuma sedikit, bahkan di setiap sel tubuhku sudah
dipenuhi racun" "Kalau begitu aku tinggal menawarkan lebih dulu racunmu,
kemudian baru memasak dagingmu, kan beres?"
"Tidak bisa." "Kenapa tidak bisa?"
"Karena racun dalam tubuhku tidak bisa ditawarkan."
"O, masa?" Arya mengangguk-angguk, "Karena akulah yang meracuni
tubuhku sendiri. Kalau aku tidak mau menawarkan racunku
sendiri, orang lain lebih-lebih tidak akan bisa"
Iblis Tinju Neraka melengak, "Wah, memangnya kau sudah
bosan hidup", kulihat umurmu juga belum terlalu tua."
"Bosan sih belum, aku hanya ingin memastikan sesuatu
saja." "O, apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitu kau terkena pukulanku, kau akan langsung mati."
"Memperhebat serangan menggunakan racun, bagus
amat." "Kalau begitu kau mengakui kalau ilmu silatmu masih tidak
bisa mengungguliku?" kata Iblis Tinju Neraka lagi.
"Meski ilmu silatku ada dibawahmu, tidak berarti aku tidak
bisa membunuhmu." "Benar-benar. Kuli angkat pun bisa membunuh pendekar
kenamaan. Tapi aku pun tidak akan hidup lagi setelahnya."
Arya tertawa rawan, "Setelah memutuskan bertarung
dengan Iblis Tinju Neraka memangnya ada hak bagiku untuk
ingin terus hidup"!"
"Benar-benar. Seratus delapan puluh satu pertarungan tak
pernah aku membiarkan musuhku hidup, kecuali satu kali
saja." "Tapi kau melupakan sesuatu." Kata Iblis Tinju Neraka lagi.
Arya diam mendengarkan. "Belum pasti aku mau bertarung denganmu. Siapapun akan
berpikir lima puluh kali dulu sebelum memutuskan bertarung
dengan manusia penuh racun seperti dirimu."
"Tapi aku bisa memastikan kau akan bertarung denganku.
Bahkan keinginanmu tidak lebih kecil dariku."
"Sebab apa?" "Setiap orang yang melatih ilmu silat akan tumbuh dalam
dirinya semacam kebutuhan untuk bertarung, boleh bertarung
sungguh-sungguh boleh juga main-ma in, pokoknya bertarung.
Menyuruh seorang ahli silat berhenti bertarung sama saja
dengan menyuruh bocah berhenti bermain, bukan saja amat
sulit, malah mustahil. Padahal ilmu silatmu lebih tinggi dari
orang lain, dengan sendirinya kebutuhanmu untuk bertarung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga lebih besar dari orang lain ditambah kau sudah puluhan
tahun kau terkurung disini, maka hakikatnya keinginanmu
untuk bertarung sudah sampai ke ubun-ubun. Bagaimana kau
bisa melewatkan kesempatan sebaik ini."
Iblis Tinju Neraka mengangguk-angguk, "Masuk akal juga
penuturanmu." "Kalau begitu bersiaplah!"
"Bersiap untuk apa?"
"Mengadu jiwa."
"Dengan siapa" Apa denganmu?"
Arya tak menjawab, ia malah memejamkan matanya.
Kepalanya yang semula muncul di atas air perlahan-lahan
tenggelam. Iblis Tinju Neraka mendesah, "Anak muda zaman sekarang
kenapa selalu tak sabaran?"
"Tunggu dulu," seru Iblis Tinju Neraka.
Arya membuka matanya. "Kenapa aku harus mengadu jiwa denganmu?"
Arya tertawa dingin, "Tak nyana Iblis Tinju Neraka yang
kesohor bengis dan berdarah dingin ternyata Cuma seorang
kakek cerewet." "Bukan aku cerewet, Cuma sekian lama berada di tempat
ini darahku sudah tidak dingin lagi. Apalagi jiwaku sudah
tinggal sedikit, betapapun harus kujaga-rawat semampunya,
di dunia ini kan tidak ada penjual jiwa. Untuk mengadu jiwa
setidaknya harus punya alasan kuat."
"Apa kau pernah mendengar mata dibalas mata, hutang
darah dibalas darah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pameo ini sangat terkenal, bagaimana aku tidak
mendengarnya?" "Kalau begitu kau sudah paham sekarang."
"Apa aku pernah mencongkel matamu?"
Arya menggeleng. "Apa aku pun pernah mengalirkan darahmu?"
Arya menggeleng lagi. "Lalu apa yang kau tuntut dariku?"
"Darah Ibuku." "Siapa Ibumu?" "Ibuku adalah Putri T eratai Kemala ke 8."
Iblis Tinju Neraka tiba-tiba tertawa.
Arya memandanginya dengan mata melotot.
"Kalau begitu kau tentu datang dari liang teratai busuk itu?"
Arya tidak menjawab. "Kau tentu juga telah bertemu dengan wanita berwajah
separo itu?" Wajah Arya semakin memerah, kalau bisa ingin digaploknya
mampus muka orang tua ini.
Iblis Tinju Neraka berkata lagi, "Apa kau tahu mukanya
yang hilang separo itu disebabkan oleh apa?"
"Apa bukan oleh tinju nerakamu?"
"Kalau aku yang melukainya masakah ia tidak langsung
mampus?" jengek Iblis Tinju Neraka.
Arya tidak menjawap lagi. Hal ini nyatanya ia juga
mendengarnya dari penuturan Arum Puspita, apa benar apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak seketika juga tidak dapat diputuskannya. Ia hanya yakin
gadis itu tidak mungkin membohonginya.
Iblis Tinju Neraka memandanginya dengan tatapan
menusuk, lalu pelan-pelan berkata, dengan penekanan setiap
patah kata, "Yang membunuh Ibumu justru Perempuan
berwajah setengah itu. Mukannya yang rusak itu ma lahan
ayahmu yang melukainya."
Bab XXV Penasaran Sang Iblis
Arya menatap Iblis Tinju Neraka dengan tak kalah tajam.
Tentu saja ia tidak percaya. Tapi ia pun tidak melewatkannya
secara membabi buta. Kadang-kadang butir emas bisa keluar
dari mulut anjing. Iblis Tinju Neraka berkata lagi, "Pertarungan itu memang
terjadi. Ambruknya Istana Dasar Teratai pada dua puluh lima
tahun berselang memang juga disebabkan karena perbuatanku. Tapi disebabkan apa aku melakukan itu, apa kau
tahu?" "Kitab Teratai." Jawab Arya singkat.
Mendadak Iblis Tinju Neraka tertawa terbahak-bahak.
Suaranya tawanya yang menggelegar membuat air kolam
serasa bergetar. Setelah tawanya mereda, baru ia berkata lagi, "Aku tidak
menyalahkanmu karena informasimu yang salah kaprah. Aku
hanya geli melihat kejadian bisa diputar balikkan sedemikian
rupa." Ia berkata lagi, "Apa kau tahu siapa pendekar nomor satu
dunia persilatan saat itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada dua puluh lima tahun lalu Arya belum lagi lahir,
bagaimana ia bisa tahu. Anehnya kabar tentang ini pun ia tak
pernah dengar. Ia hanya tahu tokoh paling berpengaruh pada
masa lalu adalah pendiri Tiga Istana Abadi, tapi sebelum itu
memangnya tak ada orang yang lebih lihai. Semula tidak
terpikir olehnya, tapi begitu terpikir memang agak aneh.
Seakan ada satu mata rantai yang hilang, atau sengaja
dihapus" Jawaban Iblis Tnju Neraka sungguh mengejutkan, "Ialah
aku. Manusia dengan ilmu silat tertinggi saat itu adalah aku, si
Iblis Tinju Neraka."
Kata-katanya penuh nada kebanggaan. Tapi entah
bagaimana Arya bisa merasakan kehampaan yang bergumpal
dari sepasang mata merah itu. Seperti sebuah menu makanan
dari rumah makan paling mahal, tapi tawar.
"Saat itu cukup dengan aku satu tangan aku sanggup
memukul jebol tiga puluh dada pendekar kelas wahid. Aku tak
perlu Kitab Teratai untuk menambah kekuatan."
"Aku tahu sulit bagimu menerima kebenaran ucapanku.
Tapi tidak ada salahnya kau mendengarkan terlebih dahulu.
Setelah itu apakah kita akan bertempur sampai mati atau apa
terserahlah padamu."
Seandainya Iblis Tinju Neraka menuturkan hal lain
kemungkinan Arya tidak akan mau mendengarkan, tapi hal ini
kebenaran dendam dan hutang-hutang masa lalu orang
tuanya, mau tidak mau ia harus membuka lebar-lebar
telinganya. Iblis Tinju Neraka kembali bertutur, "Apa kau tahu buah
yang bernama kurma?"
Arya tidak tahu tujuan pertanyaan Iblis Tinju Neraka, tapi
tak urung ia menjawab "Buah yang hanya tumbuh di padang
pasir jauh?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Menurut kata orang buah itu mempunyai khasiat
yang luar biasa, satu biji saja sanggup mengenyangkan perut.
Pokoknya tak mau tumbuh keculali di daerah padang pasir
yang amat panas. Nah sekarang coba kau jawab, seandainya
ada orang yang telah memakan seluruh buah yang ada
didunia ini, mungkinkah ia akan kehilangan keinginannya
untuk memakan buah kurma?"
"Tidak, justru keinginannya akan tambah membesar."
"Benar, begitulah sifat manusia. Tidak peduli seberapa
banyak apa yang telah kau makan, kau akan tetap mempunyai
nafsu untuk menikmati hal yang belum kau nikmati.
Seandainya pun ia te lah mengusai seluruh hamparan bumi ini,
tak urung ia pun masih akan bernafsu menguasai langit."
"Manusia yang sanggup menerima kehidupannya apa
adanya memang tidak terlalu banyak."
"Tapi justru karena manusia mempunyai nafsu seperti itu
maka kehidupan menjadi semarak dan semakin maju. Meski
terkadang memunculkan tragedy yang menyayat hati, namun
perkembangan peradaban manusia justru bergantung pada
keinginan yang tanpa batas ini. Untuk mengejar keinginan dan
cita-citanya maka seseorang tak keberatan untuk menanggung seberatap berat apapun lelakon yang harus
dijalani." Arya mengerti, karena ia pun orang yang demikian. Kalau
bukan karena ingin membalas dendam ibunya, ia mungkin tak
akan berlatih keras menguasai ilmu mematikan miliknya.
"Sejak kecil aku berlatih keras, melatih ilmu silat tertinggi,
bertarung dengan ratusan orang mulai dari begundal jalanan
sampai pendekar kelas utama. Dengan bakat yang kulimiki
dan kitab pusaka yang tak sengaja kutemukan di kawah
mahameru, ilmu silat yang kulatih berlipat-lipat tingginya
dibanding orang biasa hanya dalam waktu singkat. Setiap
bertarung aku tak pernah ringan tangan, selalu sampai mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anggapanku waktu itu orang yang bertarung setengah-
setengah hakikatnya tidak menghormati inti ilmu silat.
Bertarung harus sepenuh tenaga, menang atau mati. Pada
akhirnya tak ada lagi yang sanggup yang mengalahkanku.
Jangankan bertarung, setiap orang asal dengar namaku lantas
ngacir ke belakang."
Orang seperti ini, yang menjadikan hidup sendiri sebagai


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barang taruhan, sekalipun mempunyai kepandaian rendah
juga akan berubah menakutkan. Apalagi dengan kepandaian
setinggi Iblis Tinju Neraka.
"Pada mulanya memang menyenangkan, tapi lama
kelamaan aku pun merasa seperti sendirian di bumi yang luas
ini. Tak ada teman, tak ada musuh. Kesepian seperti itu
mungkin anak muda seperti kau tidak mengerti, tapi bisa
kujamin tidak cukup setahun sudah akan membuat kau gila."
Berdiri di ujung pegunungan tertinggi, tak ada teman, tak
ada musuh. Mendadak Arya merasa keadaanya masih agak
mendingan, setidaknya ia belum jadi gila oleh penderitaannya,
meski kesepian yang dialaminya mungkin tidak lebih
menyakitkan dari orang tua ini.
"Pada saat itu yang kuinginkan hanya satu hal, yaitu
kekalahan. Aku hanya butuh seorang untuk mengalahkanku.
Tapi untuk mendapatkan kekalahan sejati maka dia juga harus
menggunakan kepandaian sejati untuk mengalahkanku."
Lingkar kehidupan tak ada habisnya, inilah kenapa manusia
dianjurkan menjinakkan nafsu keinginannya, karena keinginan
tak berbatas, sedang kemampuan dan hidup manusia hanya
sejengkal. "Pada saat yang sama dunia persilatan juga sibuk
merundingkan cara bagaimana mengalahkanku, karena
betapapun aku adalah iblis. Iblis tidak boleh menjagoi tanpa
tanding, hanya pendekar berbudi yang boleh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Iblis Tinju Neraka mendengus sinis, "Padahal kelakuan
mereka yang menamakan pendekar penegak keadilan itu pada
hakekatnya juga bersumber dari kepentingan pribadi. Bedanya
mereka pintar menyembunyikannya di balik kata bijak dan
senyum palsu." Arya bukan seorang yang dipandang sebagai pendekar
terhormat, julukannya justru condong ke iblis-iblisan, tapi tak
urung ia merasa tidak enak juga.
"Kubiarkan saja mereka menyusun tipu daya, justru sesuai
dengan keinginanku. Pada akhirnya berdirilah sebuah serikat
bernama Tiga Istana Abadi. Dengan bersatu bersama-sama
mereka berencana menghadapiku. Tentu saja ini sebuah akal
yang jenius dan pintar."
Untuk menghadapi seorang gembong iblis, memang tak
ada jalan lain selain bersatu padu.
Iblis Tinju Neraka bercerita seperti mengurutkan satu
gambar dari gambar yang lain.
"Kau tentu tahu bahwa Tiga Istana Abadi terdiri dari tiga
buah perserikatan. Diantara ketiganya, ilmu silat Dasar Teratai
termasuk yang paling lihai. Maka ketika waktunya sudah
kuhitung tepat, aku pun meluruk ke sana."
"Pertempuran besar pecah. Seperti orang gila aku
mengamuk.." Arya bisa membayangkan betapa berdarah dan mengerikannya pertempuran dua puluh lima tahun lalu itu.
Darah mengucur dari puluhan tubuh tak berdosa. Kehidupan
seakan dipaksa keluar dari dunia.
"Waktu itu hujan turun deras. Angin gunung bertuip
kencang, merontokkan daun dan dahan. Langit gelap gulita.
Suasana mencekam. Meskipun semuanya perempuan yang tak
pernah melihat anyir darah, namun segenap penghuni Istana
Dasar Teratai bertempur dengan gagah berani. Satu orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rubuh segera satu orang lain maju. Sama sekali tak ada yang
mundur. Bahkan aku pun kemudian merasa khawatir.
Seandainya kedua istana lain, yang saat itu belum tiba,
mempunyai tekad dan keteguhan serupa, maka malam itu
adalah malam terakhir aku merasakan sinaran bulan."
Iblis Tinju Neraka memandangi tangannya, seakan lagi
melihat noda darah yang tak bisa terhapus.
"Tapi sekian lama bertarung, kedua istana lain belum juga
tiba. Jangankan tokoh-tokohnya, bahkan seorang kacung pun
tak nampak." "Tepat tengah malam, ketika pertempuran mencapai
puncaknya, mendadak terdengar suara berdebum keras.
Seperti sebuah batu besar tiba-tiba jatuh dari langit.
Tentu saja tak ada batu yang jatuh dari langit. Suara
berdebum itu adalah suara dari tersegelnya batu besar
penutup Istana Dasar Teratai. Artinya, tidak ada lagi yang
akan keluar atau masuk ke dalam Istana."
"Bahkan kau?" "Bahkan aku pun tidak akan mampu menggesernya walau
sedikit. Batu itu besarnya hampir dua kali ukuran gajah,
sekuat apapun tidak akan tenaga manusia yang sanggup
mengangkatnya." "Mereka sudah bertekad mengadu jiwa denganmu."
"Pada awalnya kupikir juga begitu. Tapi bukankah sangat
aneh, pada waktu itu semua orang sibuk bertempur, mati-
matian bertahan dalam formasi masing-masing, mana ada
yang peduli dengan hal lain. Apalagi mereka juga menunggu
bantuan dari dua istana yang lain, bagaimana mungkin
mereka akan menutup pintu satu-satunya menuju ke dalam
Istana." "Jadi ada orang lain yang menutup pintu itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pintu dibuat sedemikian rumit dan rahasia, kecuali
penghuni Istana Dasar Teratai yang sudah mencapai tingkatan
tinggi saja tahu tentang adanya pintu segel itu. Mana orang
luar tahu menahu?" "Penghianat.." "Benar. Yang menyegel pintu itu adalah seorang dari Istana
Dasar Teratai sendiri. Orang itu adalah perempuan berwajah
setengah yang kau temui."
Arya merasakan kepalanya berputar. Meski ia mencoba tak
percaya, mau tidak mau ada juga keraguan mengingat sikap
putri kesembilan tempo hari.
"Kenapa ia berkhianat?"
"Kenapa" Hmmm..jawaban pertanyaan ini hanya dia
seorang yang tahu." "Katamu luka di mukanya itu justru ibuku yang
melukainya." "Pada saat kritis tertutupnya pintu batu, Ibumu yang saat
itu berada di formasi samping kanan entah bagaimana melihat
perbuatan perempuan itu. Ia pun melabraknya. Aku tidak jelas
apa yang diperdebatkan mereka berdua selama pertempuran,
aku sendiri menjadi kalut saat itu, ketenanganku goyah."
Kerut-kerut di wajah Iblis Tinju Neraka bergerak-gerak,
seakan jiwanya tersedot ke peristiwa dua puluh lima tahun itu.
"Kesempatan itu tentu tak disia-siakan oleh Putri Teratai
Kumala ke 7 yang bertempur berhadapan muka denganku.
Dengan nekad ia mengadu jiwa dengan jurus terakhir Pelangi
Satu Warna. Jurus pamungkas itu sendiri bersifat unik. Ia
tidak akan berguna bila lawan tidak melawan, tapi semakin
besar perlawanan dari musuh ia juga mengamuk semakin
hebat." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku yang pada saat itu kalut tak menduga akan adanya
serangan luar biasa ini sehingga dalam sekejab menjadi
lengah. Tapi sekejap itu cukup bagi pedang pelangi untuk
menembus tiga puluh jalan darah di tubuhku."
"Ketika tersadar kembali, aku sudah berada di tempat ini."
Meski kelihatan tenang dan tetap waspada, namun dalam
hari Arya sudah terjadi pergulatan hebat antara apa yang
diketahuinya dengan apa yang didengarnya dari Iblis Tinju
Neraka. Kalau apa yang dikatakan Iblis Tinju Neraka benar, maka
kemungkinan ia telah menjadi korban intrik luar biasa yang
entah bertujuan apa dan entah pula siapa yang
mendalanginya. Tapi bagaimana ia bisa mempercayai orang tua ini"
Untuk ini ia harus menanyai satu orang lagi, yaitu Putri
Kemala ke 7. dengan begitu pertama kali ia harus keluar
hidup-hidup dari liang tembaga ini. Tapi seorang sebagai Iblis
Tinju Neraka pun tidak mampu keluar dari sini, cara
bagaimana ia bisa keluar.
Terdengar Iblis Tinju Neraka menghela nafas panjang,
seperti melepaskan satu beban maha berat.
"Sudah kukatakan apa yang harus kukatakan, sekarang
tinggal bagian akhirnya."
Arya tentu tahu apa yang dimaksud orang tua itu, karena
mendadak ia merasakan air dengan cepat memanas, seperti
sebuah tungku besar dinyalakan di bawahnya.
Ketika Iblis Tinju Neraka menggerakkan tangannya, Tali
pancing pun berputar seperti angin puyuh kecil. Angin yang
dikeluarkannya mengurung gerakan Arya, juga menimbulkan
hawa panas yang melelehkan kulit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak tubuh Arya mencelat ke atas, seperti seekor ikan
lumba-lumba yang melompati lingkaran.
Angin puyuh itu pun langsung melibas tubuh Arya.
Hakikatnya saat ini ia seperti seekor ikan yang terkena
jarring. Jangan anggap tali pancing itu Cuma tali nilon biasa, di
tangan Iblis Tinju Neraka ia bisa lebih tajam dari mata golok.
Sekali tersambit, tulang gajah pun bisa langsung putus.
Dengan melompat ke atas hakikatnya Arya menyerahkan
dirinya mentah-mentah. Seperti sapi menyerahkan lehernya ke
golok jagal. Tapi benarkah ia sudah bosan hidup, sehingga bisa berbuat
begitu bodoh" Bahkan Iblis Tinju Neraka pun sedikit tertegun, tak
disangkanya pemuda itu bisa bertindak begitu nekad bahkan
dalam jurus pertama. Sayangnya ia tak tahu, Sengatan Satu Titik memangnya
hanya terdiri dari satu jurus. Jurus kematian, kau yang mati
atau aku yang mati. Justru karena kenekadan jurus inilah ia tak pernah
terkalahkan. Karena lawan yang betapapun tangguhnya pasti
juga punya keinginan untuk tetap hidup. Sekalipun orang yang
sudah sekarat pun tetap masih ingin hidup.
Karena keinginan untuk hidup inilah maka dalam
menyerang mereka tidak pernah menggunakan seluruh
kepandaian, karena harus ada sebagian tenaga yang dibuat
berjaga-jaga. Tidak demikian dengan Sengatan Satu Titik.
Hakikatnya jurus ini adalah jurus bunuh diri. Kehidupan
sendiri dijadikan tumbal untuk merenggut kehidupan lawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak diragukan lagi ilmu ini memang menakutkan. Meski
bukan semacam kepandaian yang paling hebat, tapi pasti
merupakan salah satu yang paling mematikan.
Menunggu Iblis Tinju Neraka sadar dari tertegunnya, ia
merasakan tangan yang memegang pangkal pancing terasa
ada sesuatu yang menyengat. Sengatan seperti sengatan
lebah kecil. Sama sekali ia tak melihat dari mana sengatan ini
datang. Seperti angin segar yang berhembus.
Dapatkah kau melihat dari mana angin berhembus"
Tiga puluh tahun lalu ia memang seorang yang tanpa
tanding, bukan saja menakutkan, juga mematikan.
Tapi setelah tiga puluh tahun terkurung dalam tempat ini
tanpa pekerjaan apa-apa, agaknya sedikit banyak menumpulkan kewaspadaan dan semangat bertarungnya.
Siapapun kalau dikurung dalam waktu selama itu pasti juga
akan mengalami penurunan yang tidak sedikit.
Apalagi semakin tua seseorang semakin kikir ia terhadap
kehidupannya. Meski tahu tak seberapa lama lagi ia mampu
menghirup udara, tapi yang sebentar itu justru susah untuk di
lepaskan. Sebaliknya Arya sedang ada di puncak semangat. Juga
sudah tidak memikirkan mati hidup lagi.
Maka yang masih berdiri di tepi kolam itu justru Arya.
Sekujur kulit tubuhnya terbeset tali pancing, seperti pohon
karet yang sudah bertahun-tahun di kerat. Tapi bukan getah
yang mengalir, melainkan darah.
Darah yang berwarna merah segar.
Nyata lukanya tidak ringan, namun saat ini bukan waktunya
memikirkan hal ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air kolam kembali tenang, seperti tak pernah terjadi
sesuatu di situ. Tertegun Arya memandangi orang tua yang terduduk
dengan paras muka entah penasaran entah ketakutan. Nyata
dalam menghadapi kematian tak seorang pun yang berbeda.
Entah itu kuli pasar atau gembong iblis pasti juga
menampilkan rona yang demikian.
Sebetulnya Arya sendiri tidak menyangka serangannya
akan seberhasil ini. Nyatanya waktu memang bisa menggerus
apa saja. Pelan2 Arya mengusapkan tangannya ke wajah Iblis Tinju
Neraka, mengatupkan kelopak mata yang melotot.
Bab XXVI, Lebah yang tak lagi punya
sengat Gua tembaga itu dibuat menyerupai sarang tawon. Satu
kamar berdempetan dengan kamar yang lain. Meski
kebanyakan kosong melompong, tapi Arya menemukan
beberapa yang berisi perabot meja dan ranjang batu.
Diantara kamar terdapat lorong berkelok-kelok yang
menyerupai labirin. Udara di dalam terasa hangat seperti di dalam sauna.
Semacam rasa hangat yang bisa membuat peluh bercucuran
dan badan terasa segar. Arya mulai merasa heran kenapa tempat seperti ini ma lah
di jadikan penjara, tempat mengurung orang yang seharusnya


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkesan keras, hitam, kumuh, dan kejam"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Instingnya mengatakan ada sesuatu yang salah, sayang
otaknya masih membutuhkan bahan tambahan untuk
memetakan persis letak kesalahan itu.
Bagi orang lain tentu amat sulit menemukan seseorang
dalam puluhan ruang yang saling berdempetan ini.
Namun Arya bukan orang lain. Ia adalah si Sengatan Satu
Titik yang bisa menyengat seperti seekor lebah kecil.
Seekor lebah tentu amat mudah menemukan sarangnya
sendiri, meski diantara ratusan kamar berbentuk segi lima.
Maka tak lama Arya pun sudah menemukan kamar
berhawa panas itu. Pintu ruangan sedikit terbuka. Asap mengepul dari celahnya
seperti semburan uap air di lubang panci.
Dengan tangan kiri Arya menolak pintu. Angin panas
menampar muka. Tapi mata Arya tidak berkedip karenanya.
Karena ia telah menyaksikan dua orang.
Dua orang yang sedang duduk berhadapan punggung.
Keringat membasahi tubuh keduanya seperti seember air yang
baru saja diguyurkan. Sekelebatan saja Arya segera tahu bahwa kedua orang
sahabatnya ini sedang melakukan semedi silang. Semacam
semedi untuk menyalurkan tenaga sendiri ke tubuh orang lain.
Wajah Risang berwarna merah darah, seakan seluruh
pembuluh darah di wajahnya sewaktu-waktu akan meledak.
Hawa panas serupa uap putih mengepul dari ubun-ubun
pemuda itu. Sementara Puspa justru sangat pucat. Tubuhnya mengigil
keras, pertanda tenaga dalam gadis itu sedang tersedot habis-
habisan. Meski tidak mengerti sebab musababnya, tapi Arya tahu
pasti bahwa Risang sedang menyedot tenaga dalam Puspa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sepeminum teh kalau penyedotan ini tak dihentikan
maka Puspa akan mati lemas kehabisan tenaga.
Melihat paras keduanya sepertinya keadaan ini sudah
berlangusng beberapa lama dan tidak bisa terkontrol.
Tapi sebelum Arya sempat memikirkan sesuatu pemecahan,
mendadak Risang menggerung keras. Saking kerasnya sampai
Arya sendiri tak percaya bahwa gerungan itu bisa dikeluarkan
oleh seorang manusia. Tubuhnya melengkung ke depan seperti menahan sesuatu
yang sangat hebat di dalam perut. Sepasang matanya melotot
seperti mau meledak, dengan urat-urat merah yang
mengerikan. Bersamaan dengan itu tubuh Puspa Arini terpental ke
belakang. Untung saja Arya sigap menyambutnya sehingga
tubuh gadis itu tidak sampai menumbuk dinding.
Keadaan Puspa Arini ternyata lebih lemah dari yang
diperkirakan Arya. Gadis itu bahkan tidak mampu membuka
kelopak matanya. Arya segera menotok dan mengurut beberapa jalan darah
penting di punggung dan leher, sekalian menyalurkan hawa
segar ke tubuh gadis itu.
Sementara itu Risang, meski tampak mengerikan dengan
keadaan tubuh seperti orang kesurupan, kelihatannya masih
dalam kesadaran yang cukup.
Tubuhnya menggeliat-geliat gelisah, tapi sepasang matanya
tampak samara-samar menyiratkan rasa lega ketika melihat
Arya. Hal apa di dunia ini yang sanggup menandingi kelegaan
melihat seorang sahabat di saat kritis, ketika tangan tak kuat
lagi menggenggam, saat kaki tak lagi sanggup berpijak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Risang merasa hawa panas di tubuhnya semakin
mengamuk hebat, dalam sekejap sudah akan melewati
ambang batas ketahanannya sebagai manusia.
Besar keinginannya untuk mengucap sepatah kata terima
kasih sekaligus perpisahan bagi sahabat kentalnya, namun
lidah terasa tebal, tenggorokan pun tersekat. Jangankan
bicara, sedang bernafas saja rasanya sudah setangah mati.
Hanya sinar matanya yang mengurai berjuta kata tak
terperi. Sebutir air mata menggenang di ujung mata kanannya. Air
mata itu keburu menguap sebelum sempat meleleh.
Setelah mengurut beberapa kali, Arya mengernyitkan
kening. Apa yang menimpa Risang benar-benar hal yang
belum pernah dilihatnya. Bukannya tertotok lumpuh, justru
jalan darah di tubuh pemuda itu terbuka semuanya. Darahnya
mengalir seperti gelombang samudra yang menggelora. Aliran
energi yang begini hebat sungguh tidak pernah ditemuinya.
Arya tidak tahu apa yang menimpa sahabatnya ini, tapi
apapun itu waktu yang tersisa tak akan lama lagi. Dalam
waktu sekejap ini ia harus mengambil keputusan tepat tentang
apa yang harus di perbuatnya.
Sambil menentramkan semangatnya sendiri, perlahan Arya
mengatur tubuh Risang agar kembali duduk bersila di atas
ranjang batu. Ia sendiri lalu berdiri di depannya dalam jarak dua kaki.
Nafas Arya tertarik panjang. Segenap tulang di tubuhnya
berkerotakan keras, pertanda pemuda tengah mengerahkan
tenaga dalam tertinggi yang dimilikinya.
Bersama dengan bentakan yang menggelegar keras, jari
Arya menutuk ke depan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak salah lagi, inilah sengatan satu titik satu nyawa yang
termasyhur. Dalam sekali tutuk ini Arya sudah mengerahkan
segenap tenaga, kepandaian, pengalaman, juga eksistensinya.
Arah sengatan langsung ke dada sebelah kiri, tepat di
jantung. Bagi orang lain sengatan ini mungkin terlihat sebagai
serangan maut tak berampun.
Sudah bukan rahasia lagi bagi segenap angota dunia
persilatan bahwa bila serangan ini dilancarkan akan ada satu
nyawa melayang. Satu jurus Sengatan Satu Titik yang tidak ada duanya,
satu-satunya dan hanya satu.
Mungkinkah karena tidak tega melihat penderitaan
sahabatnya, lantas Arya akhirnya berkeputusan untuk
mengakhiri hidup Risang"
Apakah, lewat pengalaman dan penderitaannya sendiri,
Arya tahu bahwa bukan kematian itu sendiri yang
menakutkan. Kematian hanya satu kali, justru menunggu ajal
lah yang terlebih menakutkan.
Puspa Arini sampai menjerit begitu Arya mulai bergerak. Ia
mengira dalam sedetik lagi Pemuda yang mulai mekar di
pandangan matanya itu sudah akan tinggal jasad, raga tanpa
nyawa. Tapi apa yang dilihatnya sedetik kemudian sungguh
berbeda dari perkiraannya.
Begitu ujung jari Arya menempel di kulit dada Risang,
seketika tubuh Arya bergetar, kulit wajahnya berkerut-kerut
hebat seakan menahan sakit yang amat sangat.
Justru rona muka Risang menampilkan kelegaan luar biasa,
persis seorang yang kehausan setengah mati tiba-tiba jatuh ke
danau yang jernih segar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sedetik saja jari Arya menutuk lantas tubuhnya
meloso jatuh seperti sepotong baju yang terhempas dari
gantungan. Begitu jatuh terus rebah di tanah dan tak bergerak
lagi, jangankan bangun menggerakkan jari saja kelihatannya
amat berat. Sementara warna merah di wajah Risang perlahan-lahan
memudar. Otot-otot yang menonjol di sekujur tubuhnya pun
pelan-pelan mengendor. Tidak berapa lama sepasang matanya
terbuka. Meski keringat masih kelihatan berteretesan dari
sekujur tubuhnya, tapi kali ini bukan keringat panas,
melainkan keringat segar.
Sepasang mata yang melotot seperti gundu pun perlahan
meredup, namun tidak memudar. Justru cahayanya bertambah cemerlang, laksana bintang timur yang baru lahir.
Sinar mata yang bagai semburat fajar di musim dingin,
begitu hangat dan membawa harapan. Seperti sambaran kilat
di musim kemarau, bersiap mencurahkan benih kehidupan di
semenanjung mayapada. Tapi begitu ia me lihat keadaan Arya, sinar mata yang
semula memancarkan semangat yang berkobar-kobar itu
seketika berubah penuh kecemasan.
"Kenapa kau berbuat begitu?" ujar Risang
lirih. Disandarkannya tubuh Arya yang lemas ke ranjang batu.
Sepasang bibirnya bergetar ingin melontarkan sejuta kata,
namun tak kuasa membuka. Hanya dengan sekali lihat saja ia tahu bahwa Arya telah
mengorbankan segenap tenaga murninya untuk meredam
hawa racun panas di tubuhnya sendiri. Teredamnya hawa ini
bukan saja menyeretnya balik dari pintu akhirat sekaligus juga
melipat gandakan tenaga dalamnya sendiri.
Namun ini pun harus ditebus dengan hilangnya seantero
tenaga murni Arya. Dalam sekejap ini, dari seorang pendekar
tanpa tanding yang sanggup merontokkan nyali gembong dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dedengkot persilatan, Arya telah menjadi seorang biasa yang
untuk membunuh tikus pun mungkin sudah tak mampu lagi.
Hanya sedetik saja perubahan ini terjadi, namun begitu
hebat dan drastinya persis seperti terang dan gelap.
Mendengar pertanyaan itu Arya hanya tertawa getir, "Aku
memang harus berbuat begitu," jawabnya lemah.
"Tapi sekarang ...." Betapa terharu dan terima kasih Risang
sampai ia sendiri malah merasa amat serakah. Kalau untuk
menyembuhkan dirinya seorang sahabat karibnya harus
menanggung nasib cacar seumur hidup, betapapun ini bukan
kejadian yang bisa dibuat gembira.
"Sekarang aku mungkin sudah kehilangan segenap
tenagaku," potong Arya,"tapi tenagaku yang tidak seberaba
itu bisa menyelamatkan hidupmu, ini pun bukan hal yang
terlalu jelek," "Seharusnya kau biarkan aku mati saja,"
"lalu aku akan tinggal sendirian di dunia, wah jadinya kan
kurang gembira," Arya berusaha bangkit berdiri, meski harus bertopang pada
ranjang batu, akhirnya ia bisa menegakkan tubuhnya.
Cepat Risang menyangga tubuh sahabatnya itu. Meski
berusaha kuat menahan hatinya, namun tak urung sepasang
matanya berkaca-kaca. Sebagai seorang persilatan ia tahu
bahwa kehilangan tenaga dalam berarti harus sepenuhnya
mundur dari dunia persilatan. Bukan saja tidak boleh lagi
mencari berbagai urusan, namun juga harus berusaha tidak
diketahui keberadaannya oleh musuh-musuhnya. Dan siapapun tahu di dunia ini yang ingin membinasakan si
sengatan satu titik tidaklah sedikit.
Arya tersenyum lemah, sambil menyilangkan kakinya di
ranjang batu ia berujar, "Aku akan sedikit mengatur nafas,
kau bantulah teman barumu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian ia sudah memejamkan mata dengan
tangan meringkas di atas lutut.
Risang menoleh ke arah Puspa Arini, mendapati wajah
gadis itu yang sudah bersimbah air mata. Tampak ia
menggigit bibir bawahnya kencang, mencoba menahan
perasaan yang menggelora di dalam dada.
Dari penjelasan Iblis Tinju Neraka Puspa tahu apa yang
terjadi, ia pun mungkin akan melakukan hal yang sama
seandainya ia punya tenaga cukup.
Tapi membayangkan sesuatu dengan melakukannya di
dunia nyata adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang pasti
bercita-cita ingin menjadi orang baik, membantu sesama,
memberi kepada yang kekurangan, kalau perlu dengan
pengorbanan di pihak sendiri. Namun kenyataan yang
berlangsung di dunia justru banyak kebalikannya.
Puspa belum pernah bertemu Arya, ia juga tidak tahu siapa
dan apa kedudukan pemuda itu di dunia persilatan. Namun
apa yang dilakukan pemuda kekurus kurusan itu sejenak lalu
sudah menumbuhkan rasa hormat yang teramat dalam di
lubuk hatinya. Siapapun pemuda itu pastilah ia seorang yang luar biasa
dan lain dari yang lain. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Risang pelan.
"Baik," Agak rikuh Risang menundukkan pandangan, "Aku minta
maaf telah membawaku ke situasi yang tidak mengenakkan
ini," "Tidak," jawab puspa pelan tapi tegas,"akulah yang
berkehendak. Seandainya tidak ada kau mungkin aku sendiri
akan tetap menerjun ke sumur itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Risang menghela nafas, "Syukurlah pada akhirnya tidak ada
yang terluka, hanya ..."
Tak tahan Risang mengerling kea rah Arya. Dilihatnya
pemuda itu sudah membuka mata.
Sepasang mata yang dulunya tajam menusuk bagai sinar
meteor itu kini tampak redup. Namun sekalipun tidak lagi
secemerlang semula Risang justru merasakan kedamaian yang
samara-samar dari sinarnya.
"Kita harus cepat-cepat keluar dari sini," terdengar Arya
berkata. "Kukira tidak perlu cepat-cepat. Tidak akan ada yang
menggangu kita disini, kau bisa beristirahat cukup."
"Bagaimana dengan si iblis tua?" sela Puspa.
Setelah terdiam sejenak, baru Risang berujar pelan, "Kalau
toh si Sengatan Satu Titik sudah dating, kukira nasib si T ua itu
tidak akan mujur lagi."
Menyoror sinar kaget di mata Puspa, "Apa Sengatan Satu


Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Titik datang", wah kan tambah runyam."
Arya tersenyum, "Dia memang sudah datang, Cuma yang
runyam justru dirinya sendiri."
"Kenapa?" "Karena sekarang ia sudah tidak bisa menyengat lagi."
"Setidaknya kau masih hidup. Asal masih hidup tentu ada
cara kelak mengembalikan tenagamu." Sahut Risang.
Puspa memandangai kedua pemuda itu bergantian. Tentu
ia paham duduknya perkara. Tapi mimpi pun ia tak
menyangka bahwa tuan penolong yang dihormatinya ini
adalah salah seorang iblis yang tidak lama berselang di
cacinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mendamaikan tubuh dan pernafasannya, perlahan
Arya menjelas, "Justru keadaan semakin genting."
"Genting?" Arya mengangguk, "Tadi mendadak aku terpikir sesuatu,"
Lalu diceritakanya tentang Putri Kemala ke 7 dan kejadian
yang berlangsung belasan tahun berselang antara dia dan Iblis
Tinju Neraka, juga perkataan Iblis tua itu tentang
penghianatan ke dua Istana lainnya.
Sambung ke XXVII Senopati Pamungkas I 9 Pendekar Naga Geni 24 Pendekar Empat Serangkai Penyamaran Raden Sanjaya 2
^