Pencarian

Budha Pedang Penyamun Terbang 17

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira Bagian 17


tidak untuk menangkis maupun menyerang. Maka bagi
mereka yang mampu menguraikan kelebat bayangan dan
angin berdesauan ini akan me lihat diriku bagaikan menari
sendiri pelahan sekali, tetapi yang dalam segala kepelahanannya tiada tersentuh segenap serangan Angin
Mendesau Berwajah Hijau sama sekali. Namun yang
sebenarnya terjadi adalah begitu cepatnya gerakanku,
sehingga akulah yang melihat Angin Mendesau Berwajah Hijau
bergerak amat sangat lamban dan setiap pukulannya
menimpa tempat kosong. Dengan maksud agar daya pendinginan yang keluar dari
pori-poriku membekukan sebanyak mungkin udara, maka
jurus ini akan selalu berusaha mengitari dan melingkari lawan
ke mana pun ia berkelebat pergi. Maka karena sebelumnya
aku menggunakan Jurus Naga Mendekam di Dalam T elur yang
membuat tubuhku berputar-putar, aku tinggal meneruskannya
berputar-putar me lingkar agar dapat mengepung Angin
Mendesau Berwajah Hijau dengan hawa dingin, dengan
membuka kedua tangan yang memeluk kedua tekukan lutut
dan mulai memainkan Jurus Tarian Naga Salju.
Dari saat ke saat, setiap kibasan tangan dalam jurus ini
membuat udara setingkat bertambah dingin. Pada saat uap air
menjadi beku dengan seketika karena ketinggian dayanya,
saat itulah jurus ini menjadi berbahaya sekali.
SAAT itu Jurus Tarian Naga Salju akan menjadi terlalu
mengasyikkan, sementara daya pendinginannya
tanpa hentinya meningkat untuk membekukan lawan. Demikianlah
Sepasang Naga dari Celah Kledung yang mengasuhku pernah
bercerita, bahwa... "...ketika tarian selesa i, lawanmu sudah menjadi patung."
Maka aku pun berhenti sampai di sini. Melenting dan
berputar balik tujuh kali untuk keluar dari gelanggang dan
hinggap di atap sebuah rumah. Di sanalah aku berkata sambil
menjura. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maafkanlah jika ternyata tanpa sahaya sengaja, telah
sahaya lakukan kesalahan yang membuat sahaya tidak
diterima. Baiklah sahaya meminta maaf sekali lagi, dan
terimakasih banyak atas segala keramahan dan pelajaran yang
telah sahaya dapatkan pula hari ini. Bersama ini pula sahaya
mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan, dengan rendah
hati pengembara yang bahkan tiada memiliki nama ini masih
harus melaksanakan tugas yang belum diselesaikannya..."
Aku memperlihatkan sikap seperti akan me lesat pergi,
ketika kusaksikan Serigala Hitam dan Serigala Merah berlutut
dan mengetuk-ngetukkan dahi mereka ke lantai papan di teras
rumah sampai tiga kali sambil berujar, kalimat dari yang satu
diseling kalimat dari yang lainnya.
"Maafkanlah kami Tuan Pendekar! Maafkanlah! Guru kami
hanya ingin sekadar berkenalan dengan caranya sendiri!
Maafkanlah! Mohon sudilah mendengar dan memenuhi
permintaan kami! Maafkanlah!"
Kulihat Angin Mendesau Berwajah Hijau masih mengerahkan tenaga dalamnya untuk memecahkan es yang
menyelimuti tubuhnya. Aku terkejut melihat akibat Jurus
Tarian Naga Salju yang tidak terduga. Busana yang
dikenakannya menjadi kaku karena mengandung uap air
membeku. Krrrkkk... Terdengar bunyi lapisan es merekah karena arus tenaga
panas yang memecahkannya. Angin Mendesau Berwajah Hijau
tidak menjadi patung, karena aku menyadarkan diriku sendiri
agar tidak terlalu tenggelam dalam pembayangan naga menari
di padang salju, yang dunia putih memutihnya, bagaikan tiada
lagi yang lebih putih, berdaya menghentikan aliran darah dan
membekukannya. Namun tetap busananya membeku, seperti
busana sebuah patung, yang jika tidak dipecahkannya dengan
irisan daya panas yang dikuasa inya, akan benar-benar
membuatnya menjadi patung.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku memang tidak mengerti adat orang Kampung
Jembatan Gantung ini, seandainya adat keturunan pemberontak dengan segala masalahnya memang harus
dibedakan dari mereka yang kedudukannya berbeda. Jadi aku
pun ingin tahu, jika upacara angkat saudara itu ada artinya,
mengapa Angin Mendesau Berwajah Hijau menyerangku
dengan jurus mematikan begitu rupa, dan mengapa pula jurus
mematikan seperti itu diterapkan untuk menyerangku, jika
tidak bermaksud membunuhku"
Betapapun Angin Mendesau Berwajah Hijau tidak berlutut
seperti Serigala Hitam dan Serigala Merah, tetapi ia balas
menjura, mengatupkan tangan satu ke tangan lainnya.
"Ia yang mengaku tidak bernama adalah seorang pendekar
besar," katanya, "sudilah kiranya minum teh sekadarnya di
pondok seorang guru tua yang mengajarkan ilmu beladiri
dengan sekadarnya." Di atas atap itu diriku kembali menjura, dengan bahasa
Negeri Atap Langit yang terpatah-patah aku berusaha
berbasa-basi sebaik-baiknya.
"Tiadalah yang lebih terhormat bagi seorang pengembara
selain tawaran untuk singgah dari seseorang tidak dikenalnya,
tetapi kali ini yang mengundangnya adalah guru saudara-
saudaranya sendiri pula," jawabku, "maka pengelana lata ini
membayangkan betapa puja-puji berlebihan tiada lagi
diperlukan, agar terbukalah kiranya segala sekat yang
menghambat persaudaraan."
Setelah mengucapkan kalimat seperti itu aku me layang
turun, menuju ke tempat Serigala Hitam dan Serigala Merah
telah mengetuk-ngetukkan dahinya seperti itu. Meskipun
barangkali sesuai adatnya mereka melakukannya dengan
tulus, aku tidak dapat menerimanya sebagai saudara yang
kedudukannya seharusnyalah setara. Mungkin mereka
melakukannya karena alasan yang terlalu sederhana, yakni
bahwa ilmu silatku yang betapapun hanya secara terbatas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dapat mereka saksikan, dianggap mengungguli ilmu silat
gurunya; atau betapa mereka khawatir, setelah mereka
takutkan diriku akan terbunuh, kemudian bahwa aku akan
membunuh gurunya. Namun aku baru akan mengetahuinya
nanti, bahwa ternyata terdapat penyebab lainnya lagi.
KURANGKUL bahu keduanya, dan aku pun berkata.
''Janganlah pernah lagi memanggil diriku Tuan, apalagi
Tuan Pendekar, wahai Kakak Serigala Hitam dan Kakak
Serigala Merah. Daku hanya seorang pengembara yang telah
dikau angkat sebagai saudara, anggaplah diriku sebagai
saudara muda kalian, dan panggillah Adik. Iz inkan pula daku
memanggil kalian berdua sebagai Kakak seperti sekarang.
Daku telah mendapatkan sesuatu semenjak kita bersua, dan
diriku sama sekali tidak ingin menghilangkannya, karena
bagiku persaudaraan kita adalah sesuatu yang luar biasa.''
Mereka berdua merangkulku pula. Pipi kami basah oleh
airmata. (Oo-dwkz-oO) DI dalam pondok Angin Mendesau Berwajah Hijau, terdapat
dua lian atau kertas bertulisan di kiri dan kanan meja abu.
Pedang Mengambang dalam Kabut adalah bunyi lian pertama,
sedangkan Dasar Laut Merah Membara adalah bunyi lian
kedua. Meskipun lian biasanya mudah dimengerti, kali ini
kurasakan sebagai teka-teki. Namun aku tidak berusaha
menduga apa maksudnya, karena Angin Mendesau Berwajah
Hijau telah mulai berbicara dengan wajah sungguh-sungguh.
''Pendekar Tanpa Nama,'' ujarnya, tanpa menyadari aku
memang biasa dipanggil seperti itu dalam bahasa manapun,
''dikau tentu telah mengenal Jin-siyan, dan demi kepentingannyalah sebenarnya, maka aku pun telah
menyerang dirimu.'' Aku terkejut dan melirik Jin-siyan yang matanya
mengerjap-ngerjap, sebentar melihat ke bawah dan sebentar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencuri pandang. Untuk sejenak aku seperti tidak melihat
kematangannya, bagaikan kanak-kanak yang belum mampu
menentukan nasibnya sendiri. Untuk sekejap pula bagaikan
kulihat Amrita berkelebat. Membuat dadaku berdesir dan
tanpa kuketahui sebabnya udara dingin bagaikan hilang
lenyap takterasa. Mendadak bajuku serasa terlalu tebal
untukku. Aku menjadi gelisah ingin segera pergi. Apakah
kiranya yang akan disampaikan Angin Mendesau Berwajah
Hijau ini" ''Jin-siyan adalah seorang gadis yang tidak lagi mempunyai
ayah dan ibu,'' kisah orang tua itu mengawali ceritanya.
Kisah Jin-siyan ternyata berhubungan dengan Pemberontakan An Lushan yang sempat menguasai Kotaraja
Chang'an. Supaya tidak usah mengulangi riwayatnya dengan
berpanjang lebar, hanya akan kuceritakan kembali bagian
yang berhubungan dengan urusan Jin-siyan ini.
Terusan Tongguan merupakan gerbang menuju Kotaraja
Chang'an, suatu terusan sempit melalui wilayah tertutup, yang
dipertahankan oleh pasukan besar di bawah pimpinan
panglima Geshu Han yang sangat dipercaya oleh Maharaja
Xuanzong. Panglima pasukan pemberontak, Cui Qianyou,
sudah selama enam bulan berturut-turut berusaha menembus
terusan itu tanpa hasil. Setiap malam mereka yang
mempertahankan terusan ini akan menyalakan api pada
menara, sebagai tanda bahwa segalanya aman. Tanda
keamanan ini akan diulang dan diteruskan dari menara satu ke
menara lain, yang memang disebut menara api, sampai ke
Kotaraja Chang'an, supaya wargakota merasa tenang.
Sementara pasukan pemberontak terhenti di Terusan
Tongguan, pihak Wangsa Tang dilanda perpecahan. Ketika
Geshu Han menganjurkan agar Terusan Tongguan dipertahankan dengan ketat oleh pasukan yang kuat;
panglima wilayah Shuofang, Guo Ziy i, dan panglima wilayah
Hedong, menulis surat kepada Maharaja dari medan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertempuran, meminta izin untuk membawa pasukannya ke
utara menyerang Fanyang, kubu yang menjadi pusat kendali
An Lushan, serta menganjurkan agar pasukan di Terusan
Tongguan menyerang pasukan musuh di luar terusan.
Namun Perdana Menteri Yang Ghuozong menentang
rencana ini. Banyak orang berkata kepada Yang Ghuozong,
''Geshu Han sekarang menguasai sebagian besar pasukan
kerajaan. Jika dia kembali ke Changian setelah mengalahkan
pasukan musuh, jabatan dikau akan berada dalam bahaya.''
Menyadari dirinya sebagai perdana menteri yang paling tidak
disukai, Yang Guozhong sangat memperhatikan peringatan ini.
Ia berkata kepada maharaja bahwa para pemberontak di luar
Terusan Tongguan sudah semakin melemah, dan jika Geshu
Han masih terus bertahan untuk tidak menyerang,
kesempatan untuk menghancurkan pemberontakan akan
hilang. Maharaja Xuanzong mempercayai alasan ini, dan
mengirim utusan demi utusan ke Tongguan memerintahkan
Geshu Han untuk menyerang musuh.
MESKIPUN waspada bahwa tindakan seperti itu akan
berakibat buruk, Geshu Han tidak dapat sepenuhnya
mengabaikan perintah maharaja. Dengan teriakan keras, ia
memberi aba-aba agar pasukannya keluar dari terusan.
"Sementara itu, pasukan pemberontak yang dipimpin
panglima Cui Qianyou telah beristirahat dengan sangat cukup.
Inilah saat yang telah mereka tunggu. Ketika pasukan Wangsa
Tang yang berkekuatan 200.000 orang di bawah pimpinan
Geshu Han menyerang keluar terusan sempit itu, mereka
disergap pasukan pilihan yang ditempatkan Cui Qianyou di
dekat Lingbao. Pasukan Wangsa Tang berhasil dihancurkan.
Hanya 80.000 orang di antara mereka yang selamat.
"Sebelum Geshu Han mendapat peluang menyusun
kekuatannya kembali, para perwira bawahannya memberontak. Sebagai akibat, para pemberontak yang
menang dalam pertempuran segera dapat menguasai T erusan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tongguan dan menawan Geshu Han. Dengan jatuhnya
Tongguan ke tangan musuh, tidak terdapat batas pertahanan
alam sepanjang jalan ke Chang'an. Segenap pejabat wilayah
setempat dan pasukan sepanjang jalan ke Chang'an lari


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lintang pukang meninggalkan kubunya.
"Semula utusan yang dikirim Geshu Han ke Chang'an untuk
meminta bantuan pasukan masih tiba, tetapi kemudian lantas
tidak muncul lagi. Pada malam hari, tanda-tanda api dari
menara pun tidak terlihat lagi. Maharaja Xuanzong akhirnya
menyadari kegawatan dan kegentingan keadaan ini. Dengan
panik ia meminta nasihat Yang Guozhong, yang segera
mengadakan pertemuan dengan para perwira maupun para
petinggi, tetapi mereka semua tidak bisa menemukan jalan
keluar, tiada sanggup mendapatkan gagasan bagus untuk
membalikkan keadaan. Mengetahui bahwa tinggal di Chang'an
bukan lagi merupakan pilihan, Yang Guozhong menganjurkan
Maharaja Xuanzong agar mundur ke wilayah Shu.
"Malam itu juga, dalam pengawalan Panglima Chen Xuanli
dan pengawal istana, Maharaja Xuanzong dan Yang
Guozhong, diikuti oleh Yang Guifei, beserta anak-anak dan
cucu-cucu keluarga bangsawan, menyelinap keluar dari
halaman tertutup istana dan meninggalkan Chang'an. Mereka
mengirim dahulu orang-orang kebiri, yang ditugaskan
mempersiapkan segala upacara yang patut bagi rombongan
kerajaan oleh para pejabat daerah.
"Tanpa pernah tersangka, ketika rombongan mencapai
Xianyang, mereka temukan bahwa kelompok yang mendahului, yaitu kelompok orang-orang kebiri, maupun para
pejabat daerah telah lenyap bagaikan ditelan bumi.
Rombongan melakukan perjalanan dengan jarak yang sangat
jauh, tanpa seorang pun menyediakan makanan kepada
mereka. Dengan usaha keras, orang kebiri yang masih tersisa
dalam rombongan akhirnya berjumpa dengan penduduk
setempat, dan meminta makanan kepada mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mereka menghasilkan sejumlah kecil roti kasar yang
terbuat dari gandum. Sesuatu yang para bangsawan istana
belum pernah memakannya sama sekali, tetapi para
bangsawan yang lapar dengan terpaksa melahapnya juga,
memegang makanan dengan tangan, mengabaikan sumpit,
mangkok, apalagi upacara.
"Dengan susah payah Maharaja Xuanzong menelan
beberapa potong roti kasar itu, air mata mengalir di pipinya.
Seorang tua menyelip di antara orang banyak dan mendekati
kereta maharaja. Ia berkata kepada maharaja, eAn Lushan
telah merencanakan pemberontakannya lama sekali. Banyak
yang melaporkan niat jahatnya dibunuh sebagai balasan. Yang
Mulia dikelilingi menteri-menteri dan penasehat yang
pekerjaannya sangat bagus
dalam menyanjung dan membudak, tetapi menyekat Sang Maharaja dari apa yang
terjadi di seluruh negeri. Kami rakyat biasa telah mengetahui
bahwa hari semacam ini akan terjadi, tetapi istana begitu sulit
dimasuki, sehingga adalah tidak mungkin membagi pengetahuan kami dengan Yang Mulia. Betapa menyedihkan
bahwa perlu bencana seperti ini agar kami bisa menyampaikan
pandangan kami ke hadapan Yang Mulia.
"Maharaja Xuanzong menjawab dengan sedih, 'Daku telah
berlaku seperti seorang dungu, tetapi sudah terlambat.'
''PADA hari ketiga pelarian ini berhenti untuk istirahat.
Rombongan tiba di sebuah gardu penjagaan di Mawei.
Pasukan yang mengawal para pengungsi istana ini dirundung
kelaparan dan kehausan, dan dirasakan semakin berat oleh
pikiran telah dipaksa meninggalkan kenyamanan Chang'an,
untuk mengembara di jalanan selamanya dengan penuh susah
payah. Mereka menyalahkan semua ini kepada Yang
Guozhong, dan mereka berniat membikin perhitungan
dengannya. ''Setidak-tidaknya dua puluh prajurit yang diperbantukan
Suku Tubo melingkari Yang Guozhong yang berada di atas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kuda, meminta makanan darinya. Sebelum ia sempat
menanggapi, orang-orang di luar suku itu mulai berteriak,
'Yang Guozhong mau berontak!' Lantas mereka membentangkan tali busur, siap melepaskan anak panahnya.
''Yang Guozhong menjadi panik dan lari, tetapi yang
arahnya telah didahului oleh sejumlah prajurit, dan mereka
inilah yang memenggal kepalanya.
''Setelah membantai Yang Ghuozong, para prajurit, masih
dalam suasana hati yang terganggu, mengelilingi gardu
tempat Maharaja Xuanzong telah diinapkan. Mendengar
keributan di luar, maharaja bertanya apa yang telah terjadi.
Orang-orang kebiri yang masih berada bersamanya mengatakan bahwa anggota pasukan telah membunuh Yang
Ghuozong. Maharaja yang tampak jelas menjadi gemetar itu,
menahan tubuhnya dengan tongkat, keluar dari gardu untuk
meyakinkan para prajurit dan mereka kembali ke perkemahan
mereka dan beristirahat. ''Para prajurit tidaklah menjadi tenang dan masih terus
berteriak-teriak. Maharaja Xuanzong mengirimkan Gao Lishin
untuk menjemput Chen Xuanli dan bertanya kepadanya
mengapa para prajurit tidak bersedia membubarkan diri. Chen
Xuanli menjawab, 'Mereka percaya bahwa karena Yang
Guozhong mencoba untuk berontak, maka Yang Diperselir
Guifei tidak dapat dibiarkan hidup.''
''Maharaja Xuanzong berada dalam kebingungan. Ia tentu
tidak tega untuk membunuh selir kesayangannya. Setelah
lama terdiam untuk berpikir, ia mengangkat kepalanya dan
berkata, 'Bagaimana mungkin Puan Guifei yang berada di
kamarnya dapat mengetahui pemberontakan Yang Guozhong"'' ''Waspada bahwa para prajurit akan menjadi tenang hanya
dengan kematian Yang Guifei, Gao Lishi berkatas, 'Puan Guifei
tidak bersalah, tetapi pasukan yang telah membunuh Yang
Guozhong, dengan ketakutan mereka atas pembalasan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dendam, tidak akan hilang kecemasannya jika Puan Guifei
tetap diizinkan hidup. Yang Mulia harus menimbang
masalahnya dengan hati-hati. Pada akhirnya, keselamatan
Yang Mulia tergantung dari kesetiaan pasukannya.
''Demi menyelamatkan lehernya sendiri, Maharaja Xuanzong, berkeras hati bagi keputusan yang sulit,
memerintahkan Gao Lishi untuk memisahkan Y ang Guifei dan
membawanya ke tempat yang tidak terlihat. Di sana, Gao Lishi
mencekiknya. Setelah diberitahu mengenai pelaksanaan
hukuman mati Yang Guifei, seluruh pasukan kembali ke
perkemahan, dan akhirnya juga merasa maharaja berpihak
kepada mereka. ''Akibat dari pemberontakan ini, Maharaja Xuanzong merasa
bimbang, 'bagaikan burung yang baru saja luput serambut
dari sambaran panah', dengan tergesa-gesa pergi ke Chengdu.
Putera Mahkota Li Heng diminta oleh penduduk Mawei untuk
tinggal dan menjadi penguasa mereka. Maka ia pun
mengumpulkan orang-orang terlantar tanpa pekerjaan
maupun sisa pasukan dalam perjalanannya ke utara dari
Mawei, dan naik takhta di Lingwu dengan gelar Maharaja
Suzong.'' SAMPAI di sini, tanpa kusadari ternyata aku telah selalu
membandingkannya dengan cerita bapak kedai dahulu tentang
Gao Lishi. Jadi rupanya peristiwa yang sama menjadi tidak
terlalu sama, ketika diceritakan dengan sudut pandang
berbeda, meskipun tidak ada sesuatu yang diubah. Bapak
kedai menceritakan peristiwa yang sama, berdasarkan
kebutuhan untuk bercerita tentang riwayat orang-orang kebiri,
sedangkan Angin Mendesau Berwajah Hijau menceritakan
peristiwa itu karena berhubungan dengan urusan Jin-siyan.
Bagaimana peristiwa yang berlangsung tahun 756 itu, jadi
sekitar 41 tahun yang lalu, bisa berhubungan dengan Jin-
siyan, belumlah kuketahui. Namun sudah kuketahui betapa
sebagai orang asing diriku harus belajar mengenal cara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyebutan yang berbeda terhadap nama yang sama. Sekadar
mengingatnya, Terusan Tong sama dengan Terusan
Tongguan, Yang Yuhuan adalah juga Yang Guifei, dan ada
beberapa rincian bapak kedai yang tidak terlalu rinci dalam
kisah Angin Mendesau Berwajah Hijau.
Terbunuhnya Yang Guifei oleh keputusan Maharaja Xuan,
meski dianggap sebagai hukuman bagi pasangan penguasa
yang suka bermewah-mewah tanpa peduli rakyat, sebagai
nasib sepasang kekasih dianggap sangat menyedihkan. Tidak
kurang dari penyair Bo Juyi menggubah puisi panjang yang
berjudul ''Nyanyian Kesedihan Tanpa Akhir'' yang juga sangat
dikenal orang banyak. Aku pernah membacanya di Kuil
Pengabdian Sejati, tetapi saat itu belum mampu kuhayati
betapa menyedihkannya nasib sepasang kekasih yang seperti
itu, karena penguasaan bahasaku yang masih sangat miskin.
Namun melalui penceritaan Angin Mendesau Berwajah Hijau
yang sudah jelas bukan seorang penyair ataupun sastrawan,
agaknya caranya bercerita lebih sesuai dengan daya
tangkapku daripada puisi Bo Juyi yang membutuhkan lebih
banyak pengetahuan dan pengalaman untuk memahaminya.
Yang Guefei dicekik Gao Lishi, dan mayatnya bahkan
diperlihatkan, agar para prajurit terbebas dari perasaan akan
dihukum berat karena membunuh Yang Ghuozong.
''Saat itu,'' kata Angin Mendesau Berwajah Hijau,
''sebetulnya Yang Guifei masih hidup!''
(Oo-dwkz-oO) Episode 179 ga ada (Oo-dwkz-oO) Episode 180: [Menulis Seperti Bersilat, Bersilat
Seperti Berpikir, Berpikir seperti Menulis]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
LEMPIR-LEMPIR lontar berserakan di atas tikar, hari sudah
sangat terang, rupa-rupanya aku sudah tertidur. Kulihat baris
terakhir yang kutulis. Aku menghela napas panjang. Dalam
lempir terakhir pun aku belum memasuki Chang'an. Tanpa
kusadari kegeleng-gelengkan kepalaku sendiri mengingat
segenap pengalamanku di Negeri Atap Langit. Alangkah
berbedanya negeri itu dengan Mataram, baik dulu maupun
sekarang. Kini pada 872, ketika di sana lembaran yang
bernama kertas tersedia untuk dibeli di setiap sudut kota, dan
kertas bertulisan dapat digandakan dengan suatu cara,
sehingga lebih banyak orang terlibat dalam pembacaan, di sini
setiap kali masih harus kuolah lempir-lempir lontarku sendiri,
sebelum aku bisa menulis di atasnya dengan guratan-guratan
pengutik yang sangat membutuhkan kesabaran.
Maka jika seperti pernah kusaksikan di Negeri Atap Langit
betapa aksara bisa dituliskan di atas kertas dengan tinta
seperti memainkan pedang, maka sulitlah kiranya untuk
melakukan yang serupa menggunakan pengutik pada lempiran
lontar. Menghadapi lempiran lontar untuk menuliskan aksara
di atasnya, artinya aku harus duduk tenang dan menulis
pelahan, karena menulis di sini adalah mengguratkan aksara
di atas lempiran lontar tersebut. Jika pengguratan tidak
berlangsung cermat, aksara menjadi tidak jelas dan tidak bisa
dibaca. Adapun di Negeri Atap Langit, alat tulisnya lemah
gemulai seperti sekumpulan rambut yang dicelupkan ke dalam
tinta. Seseorang tinggal memegang gagangnya dan
menggerakkannya di atas kertas. Masih bisa kuingat kesanku
ketika kali pertama melihat tangan menulis di atas kertas itu,
kadang seperti menari, kadang seperti memainkan pedang.
Itu juga berarti mereka bisa menulis dengan cepat sekali.
Kuingat cerita tentang penyair Li Bai, yang sambil duduk di
punggung kuda menulis di atas kertas dengan sangat cepat
dan setiap kali penuh atau selesai melemparkannya, untuk
segera mengambil kertas baru dari sebuah kantong di leher
kudanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KONON di belakangnya seorang budak harus berlari-lari
mengumpulkan kertas-kertas bertebaran itu. Meskipun
barangkali cerita semacam ini dilebih-lebihkan, tetapi
menunjukkan betapa menulis itu mungkin untuk dilakukan
dengan cepat, bahkan cepat sekali. Apakah itu berarti dalam
menulis di Negeri Atap Langit orang tidak merenung dan
berpikir" Tentu siapa pun ketika menulis dengan sendirinya
merenungkan dan memikirkan sesuatu, dan itu juga berarti
bahwa merenung dan berpikir sembari menulis dapat
dilakukan dengan cepat sekali.
Dengan demikian, di Negeri Atap Langit menulis itu tidak
jauh bedanya dari bermain pedang, atau tepatnya ilmu
penulisan dapat selalu dihubungkan dengan ilmu persilatan.
Bukankah sering kuceritakan tentang bagaimana jurus silat
dapat dima inkan secepat pikiran, bahkan lebih cepat dari
pikiran itu sendiri" Lebih cepat dari pikiran sebetulnya berarti
antara pikiran dan gerakan sudah menyatu tanpa jarak lagi,
tepatnya melebur tidak terpisahkan, tiada persilatan tiada


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiran, tiada pikiran tiada penulisan, hanya kehidupan; seperti
ombak dengan gerakan, seperti angin dengan desisan, seperti
cahaya dengan kilauan... Maka apakah yang bisa dikatakan dengan penulisan yang
menggunakan pengutik untuk menggurat di atas lempir-lempir
lontar secara sangat perlahan-lahan" Aku berpikir bahwa
dalam pemikiran, dalam pengertian sebagai pemikiran yang
tidak berjarak dari kehidupan, kelambanan maupun kecepatan
tidak lagi menjadi ukuran yang membedakan, karena memang
tiada lagi ukuran ketika bentuk meleburkan dirinya ke dalam
ketiadaan. Maka Jurus Tanpa Bentuk akhirnya memang
menjadi sama dengan Tulisan Tanpa Aksara maupun Puisi
Tanpa Kata. Jelas hanyalah dengan pikiran yang mengatasi
kebiasaan dan peraturan maka semua itu dapat terjelmakan
dalam suatu pencapaian. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pemikiran semacam inikah yang membuat seseorang di
balik tembok istana berpikir bahwa diriku telah mengalami
ketersesatan" Tentu jika seseorang itu memahami pikiranku,
dia akan menemukan bahwa pemikiran ini dapat sampai
kepada kemungkinan seperti Dewa Tanpa Kekuasaan, Agama
Tanpa Doa, maupun Buddha Tanpa Semesta, karena segala
sesuatu menyatu termasuk melenyap leburkan pikiran, seperti
Ada yang tidak memisahkan dirinya dari Tiada. Padahal para
penguasa sangat membutuhkan wibawa sebuah kekuasaan,
demi berbagai macam kepentingan.
Bukan hanya diriku kemudian yang disebutkan tersesat,
melainkan betapa diriku ini telah menyebarkan aliran sesat,
sehingga membuat diriku begitu layak ditiadakan, meski sudah
jelas mustahil melenyapkan seseorang begitu saja tanpa bekas
selama pikirannya telah berada dalam pikiran lain orang. Ia
tidak perlu dikenal, tidak perlu terkenal, bahkan sebetulnya
juga tidak perlu ada, karena jaringan pemikiran terbentuk dari
mulut ke mulut dari zaman ke zaman dalam berbagai
penanggapan, sehingga usaha melenyapkannya sebaliknya
menjadi tindak yang justru akan mengabadikan.
Seberapa berbahayakah pikiran bagi kekuasaan" Tidakkah
kekuasaan itu memiliki begitu banyak alat dan perangkat
untuk memaksakan kepentingan" Justru agaknya para pemikir
di balik tembok istana itu sangat mengerti, bahwa meskipun
seseorang itu ditangkap, dipenjarakan, atau bahkan diberikan
hukuman penggal, tiadalah mungkin menghalangi kemerdekaan berpikirnya yang juga berada di dalam kepala
setiap orang. Makanya tujuan menangkap dan menghukum
mati seseorang tidaklah sekadar bertujuan membunuh pelaku
dalam penyebaran pemikiran, melainkan terutama sebagai
lambang pemikiran itu sendiri.
Dengan kematian pelaku, diharapkan mati pula pemikirannya yang sudah tersebar di dalam kepala orang
banyak. Apabila suatu pemikiran yang dianggap berbahaya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tersebar dan menggelisahkan kekuasaan, dalam arti kuasa
pemerintahan maupun kuasa pemikiran, maka dicarikanlah
seseorang yang kiranya dianggap cocok sebagai pelaku
penyebaran, untuk dibunuh dalam usaha mematikan
pemikiran yang dianggap berbahaya tersebut.
Ketika seseorang dan banyak orang akhirnya memang
dibunuh, dalam pengertian sengaja dibunuh untuk membunuh
pemikiran, sangat mungkin memang orang-orang menjadi
takut dibunuh, tetapi betapapun tiada berdaya menolak untuk
memikirkan dan memandang dunia dengan cara yang telah
disepakati oleh dirinya sendiri. Pemikiran tidaklah pernah
memaksakan dirinya selain untuk disepakati, disanggah, atau
ditolak dalam perbincangan seseorang dengan dirinya sendiri,
yang jika akan menerimanya, maka penerimaan itu sebetulnya
adalah pembermaknaan yang juga berasal dari dirinya. Jadi,
dalam pemikiran, seseorang itu sebetulnya tidak menerima,
melainkan menghasilkan, karena berpikir itu membuka
kesadaran, dan kesadaran itulah yang memberi makna
kehidupan. ADAPUN kesadaran disebut sebagai kesadaran, karena
susunan dalam penalarannya yang penuh peny ingkapan,
seperti penyusunan sebuah tulisan untuk menyampaikan
gagasan. Demikianlah sebuah tulisan bagaikan cermin suatu
gagasan, yang ketika menjadi bagian ingatan dalam kepala,
dengan segala pengayaan yang diberikan sang empunya
kepala, merupakan olah pemikiran yang mustahil dibunuh dan
dihilangkan. Penindasan dan pembunuhan hanya membuat
orang memikirkannya kembali, kembali, dan kembali; dan
ketika ditemukan kelemahan dalam pemikiran itu seseorang
sangat mungkin memperbarui atau menyesuaikannya berdasarkan sudut pandang dan kepentingannya.
"Kakek!" Kulihat Nawa melambai ketika digandeng ibunya menuju ke
sungai. Ibunya mengangguk, aku pun mengangguk dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tersenyum, meski kemudian senyumku hilang me lihat lempir-
lempir lontarku yang tersebar tidak berurutan. Mungkin aku
telah menjatuhkan tumpukannya ketika tertidur. Damar sudah
lama mati. Aku pun tentunya harus membersihkan diri ke
sungai. Namun kini aku harus membereskan lempir-lempir lontar ini
terlebih dahulu. Kukira aku memang harus mengikatnya dalam
urutan, dan menyimpannya dalam bentuk tumpukan keropak.
Aku bermaksud menyimpannya di dalam bilik, dan seperti baru
menyadari bahwa sudah tinggi juga tumpukan keropak itu,
terbersit suatu gambaran, bagaimana kalau keropak-keropak
lontar ini suatu hari hilang" Jika pernah ada usaha untuk
mencurinya, tidak ada alasan untuk terulang kembali. Lagipula
jika para tetangga mungkin mengetahuinya, mungkin mereka
akan curiga. Pengusaha lempir yang selalu membawa lempir-
lempir buatanku ke istana pernah bertanya diriku sedang
menulis apa, dan sudah kujawab menuliskan kenanganku
sendiri, tetapi jika sempat diketahui bahwa tumpukan keropak
sudah setinggi ini, apakah seseorang tidak akan setidaknya
bertanya-tanya" Begitulah, umurku dalam penulisan riwayat hidupku itu
baru sampai umur 26 tahun, tetapi aku tidak mungkin
melewati setiap rincian begitu saja dalam tujuan penulisanku
ini. Aku sudah melompati masa sepuluh tahun, ketika dari
tahun 786 sampai 796 berkubang memperdalam ilmu silat
dalam gua sejak usia 15 tahun. Sebetulnya bukan tidak ada
yang layak ditulis selama berada di dalamnya, bahkan jika
kuingat kembali banyak juga yang menarik dan penting,
terutama dalam perenungan ruang dan waktu. Namun aku
merasa dapat melompatinya, karena selama sepuluh tahun
berada di dalam gua diriku memang tidak pernah bertemu
manusia, sehingga kuanggap tidak ada sesuatupun yang akan
berhubungan dengan pengumuman resmi kerajaan untuk
memburu diriku. Jika dalam hal ini diriku keliru, tentu saja
akibatnya besar sekali, karena meskipun ruang-waktu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terhayati secara lain dalam samadhi, betapapun dalam
sepuluh tahun tiada mustahil ada juga sesuatu yang secara
tidak langsung berhubungan dengan masalahku ini terjadi.
(Oo-dwkz-oO) KURAPIKAN dan kubawa lempir-lempir lontar ini ke dalam
bilik. Kupikir aku akan mengikatnya nanti setelah kembali dari
sungai. Namun saat itulah telingaku yang masih sangat amat
tajam meski tanpa merapal ilmu Mendengar Semut Berbisik di
Dalam Liang, menangkap gerakan banyak orang yang
mengendap-endap. Aku terkesiap. Apakah mereka mengepungku" Jika memang begitu, tentu saja agak di luar
kebiasaan jika tindak pengepungan ini dilakukan siang hari.
Jika mereka anggota Kalapasa, dan jika mereka bukan
anggota Kalapasa tetapi adalah pemburu hadiah maupun
seorang tikshna atau pembunuh bayaran, maka mengepung
seseorang di hari terang seperti ini adalah di luar kebiasaan.
Kecuali, tentu, jika ini bukan serangan gelap seperti yang akan
dilakukan golongan hitam, melainkan suatu penangkapan
resmi! Benarkah tempat persembunyianku ini sudah diketahui
orang" Jika memang demikian halnya bagiku ini tentu sangat
menyulitkan. Bukanlah karena aku merasa jiwaku terancam,
karena bagiku mereka yang masih merasa pengepungan
adalah jalan terbaik untuk menangkap buronan, ilmu silatnya
besar kemungkinan tidak terlalu tinggi. Ibarat kata sekali
berkelebat, aku sudah akan bisa meloloskan diri dari
kepungan. Namun aku tidak akan bisa berkelebat begitu saja
dan pergi, karena aku harus mempedulikan lempiran lontar
yang sudah bertumpuk-tumpuk itu.
Setelah berjuang dari hari ke hari dan dari ma lam ke
malam menuliskannya, sedangkan ini barulah permulaannya
sahaja, akan sangat tidak mungkin bagiku untuk meninggalkannya, tetapi justru membawanya itulah yang akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengakibatkan persoalan besar, meskipun misalnya tidak
seorang di dunia ini yang tertarik untuk memperhatikan.
PADAHAL, mungkinkah kiranya di dunia yang penuh bahaya
ini, tempat orang-orang di luar kotaraja meradang penuh
dendam karena merasa disingkirkan kerajaan, miskin, kurang
makan, dan tidak mempunyai tempat tinggal untuk tidur
dengan nyaman, tidak akan penasaran melihat seorang tua
membawa banyak beban, baik dalam gerobak ataupun karung
di punggungnya" Adapun jika mereka sudah tertarik perhatiannya, tidak ada
jaminan untuk tidak ingin mengetahui isinya, bahkan sudah
berharap isinya mungkin berharga dan barangkali bisa
dirampok pula. Meskipun aku masih terus menyamar, tetap
saja banyak orang melihatku sebagai orang yang sudah tua,
dan membayangkan bahwa orang tua biasanya kurang
berdaya, mereka yang berpikiran jahat dan berkeliaran di
jalanan tentulah akan sangat amat tergoda untuk
merampoknya. Tidak berarti jika seseorang mengetahui bahwa isi karung
yang dipanggul atau tergolek di dalam gerobak itu bukanlah
intan berlian melainkan lempir-lempir lontar, lantas seseorang
itu tidak akan tertarik untuk merampasnya pula. Mereka yang
mengerti bahwa aksara tersusun jadi kata, kata-kata
membentuk kalimat, dan kalimat demi kalimat membentuk
wacana, tentulah akan menjadi penasaran untuk mengetahuinya pula, begitu rupa sehingga bukan tidak
mungkin berusaha mencurinya. Apalagi, seperti yang pernah
kukatakan, jika seseorang itu adalah pendekar pengembara
pula, yang sangat mungkin akan mempertimbangkan, bahwa
lempir-lempir lontar ini adalah sejumlah kitab ilmu silat yang
sangat langka. ''Pendekar Tanpa Nama!'' Mendadak terdengar teriakan menggelegar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Keluarlah dari tempat persembunyianmu! Dikau sudah
terkepung! T idak ada gunanya melawan! Menyerahlah!''
Suara itu memang keras, tetapi ada sesuatu yang rasanya
janggal. Aku pun mengintip lewat celah dinding bambu.
Kulihat sekitar lima puluh prajurit dengan senjata terhunus.
Mereka membawa tombak dan pedang, tetapi tidak membawa
perisai, yang memang hanya digunakan dalam pertempuran
melawan suatu pasukan pula. Pemimpinnya bersenjata
cambuk dan terbedakan dari lainnya karena ken dan
perangkat hiasan yang dikenakannya, sejak dari sadangan
warna kuny it, ikat pinggang emas dengan hiasan intan, hiasan
rambut kulit penyu pada rambutnya yang terikat ke atas,
maupun kelat pada bahunya. Wajah orang ini tampak seram
karena penuh dengan bulu.
Namun yang penting, ternyata mereka tidak sedang
mengepung pondokku, melainkan pondok Rangga!
Mereka keliru! Atau seseorang telah menyesatkan mereka!
Aku sungguh tidak mengerti dengan keadaanku ini, yang
tampaknya saja tenang dan tersembunyi, tetapi bagaikan
begitu banyak orang yang ternyata mengetahui.
Betapapun mereka telah keliru, dan itu berarti mereka tidak
tahu. Namun setidaknya ada seseorang yang telah membuat
limapuluh anggota pengawal raja mencariku ke dalam puri
yang tanahnya disewa-sewakan ini. Meskipun begitu, jelas
terdapat mata rantai yang terputus, sehingga keterangan bisa
terbelokkan dan pondok orang tua yang suka meniup seruling
itulah yang dikepung dan bukan pondokku.
Terdengar suara ledakan dahsyat. Ternyata berasal dari
cambuk itu. Ia melecutkan cambuknya berkali-kali sehingga
terdengar ledakan keras beruntun yang menggetarkan.
''Keluarlah orang tua! Jangan sampai kami terpaksa
membakar dirimu di rumahmu sendiri! Keluarlah! Tiada lagi


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tempat bagimu untuk bersembunyi! Janganlah melawan
pasukan pengawal raja!'' Aku menahan nafas. Ternyata terdapat juga mamanah,
atau anggota pasukan panah, yang baru terlihat olehku
sekarang di antara mereka, setidaknya sepuluh orang, yang
ujung anak panahnya telah berbalut kain menyala-nyala, siap
membakar atap ijuk dan dinding bambu yang serba mudah
terbakar itu. Apa yang akan terjadi dengan Rangga Tua jika ia
muncul dari balik pintu" Apakah pasukan pengawal raja ini
akan menangkapnya" Tutup pintu yang terbuat dari bambu itu terjatuh ketika
Rangga T ua yang sudah berusia 80 tahun muncul di pintu. Ia
melangkah tertatih dan tampak belum menyadari apa yang
terjadi, ketika begitu keluar cahaya matahari pagi yang
menembus dedaunan langsung menerpa matanya.
Pemimpin pasukan itu melecutkan cambuknya. Terdengar
ledakan dahsyat. ''Serbuuuuuu!'' Teriakannya keras membahana, dan limapuluh anak
buahnya bergerak serentak. Meskipun sudah 101 tahun
umurku, darahku masih bisa naik ke kepala.
BUKANKAH pemimpin pasukan ini memintanya menyerah"
Semula, karena kupikir pasukan pengawal raja ini akan
menggunakan aturan, setidaknya hanya menangkap Rangga
Tua dan tidak membunuhnya, akan kubiarkan saja mereka
menangkap Rangga Tua, untuk kemudian menyadari
kekeliruan lantas melepaskannya. Namun yang terjadi justru
pembantaian terencana! Aku sudah memutuskan untuk bergerak menyelamatkan
Rangga Tua yang selalu kunikmati suara serulingnya pada
malam sunyi, ketika suatu bayangan berkelebat. Para
mamanah langsung terpental dan terjungkal muntah darah,
sedangkan anak panahnya yang berapi langsung berpindah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangan, menjadi senjata yang digunakan untuk menyapu para
manalah atau pasukan tombak. Delapan anak panah
menancap ke tubuh delapan manalah dalam keadaan masih
berapi yang menimbulkan jeritan-jeritan panjang, sementara
dua anak dipegang dan menjadi senjata yang berputar seperti
baling-baling menangkis serangan seluruh pasukan.
Baling-baling api berkelebat di antara gerak pengeroyokan
pasukan. Meski hari sudah terang, pepohonan di dalam puri ini
cukup rimbun untuk memperlihatkan cahaya api yang
melesat-lesat kian kemari dan dalam setiap arahnya menelan
korban. Semua ini terjadi cepat sekali, tetapi dapat kubaca
dari gerak api itu sebuah jurus yang belum pernah muncul di
dunia persilatan, meski pernah kupelajari dari Kitab Jurus-
Jurus Langka yang Hampir Punah. Sejauh yang bisa kuingat,
jurus itu disebut Jurus Naga Api, yang memang memanfaatkan unsur api sebagai bagian penting dari
jurusnya. Dalam bentuknya yang terbaik, demikian katanya
dalam kitab yang pernah kubaca itu, tubuh lawannya dapat
terbungkus api dan menyala sampai lawannya tewas
terpanggang menjadi arang.
Namun bayangan yang berkelebat itu tampaknya tidak
bermaksud membuat para anggota pasukan pengawal raja ini
menjadi arang ataupun menjadi dendeng, meski memang
tidak biasanya jika pucuk panah berapi itu menembus tubuh,
ketika dicabut kembali apinya masih menyala. Kukira
pemegangnya menyalurkan tenaga dalam yang membuat
apinya bukan saja tetap menyala, tetapi juga bahwa ujung
logam mata anak panahnya merah membara.
Dalam sekejap semua anggota pasukan sudah tergeletak
tak bergerak-gerak dan takbersuara. Pemimpin pasukan
bertarung sebentar dikurung Jurus Naga Api. Rupanya kepada
pemimpin pasukan inilah penyelamat Rangga Tua itu
mengirimkan hukuman dan pesan kebersalahan. Hanya
sebentar cambuk andalannya meledak-ledak membahana,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena sebentar kemudian terdengar jeritan panjang, tetapi
yang kemudian berhenti untuk selama-lamanya. Begitu mata
anak panah itu tertancap ke dadanya, warna merah bara dari
mata anak panah itu merayap ke seluruh tubuhnya, membuat
seluruh tubuh itu juga menjadi merah, seperti bara yang
menyala! (Oo-dwkz-oO) TANAH di halaman sudah bersih dari darah yang mengalir.
Mayat-mayat sudah diangkut dengan gerobak. Para anggota
pasukan pengawal raja itu masih dihormati karena
menjalankan tugas negara, dan karena itu mayatnya tidak
ditumpuk-tumpuk. Asal sudah penuh oleh mayat tiga atau
empat mayat berdampingan, segeralah gerobak dibawa pergi.
Gerobak ini tidak dihela oleh sapi, melainkan budak-budak
yang mengendalikan di depan maupun mendorong dari
belakang. Mayat kepala pasukan itu paling sulit diangkut
karena sudah menjadi kaku seperti patung. Tubuhnya yang
tadi menyala kini hanya hitam seperti batu, tetapi yang
sebetulnya sangatlah rapuh seperti arang.
Warga setempat yang mau membantu dilarang. Bahkan
tadi tempat pertempuran dan mayat-mayat tergeletak dijaga,
supaya segala petunjuk yang mengarah kepada Pendekar
Tanpa Nama tidak terhapus. T idak seorangpun dapat melihat
gerak bayangan yang berkelebat itu. Memang benar warga
yang saat pengepungan masih berada di pondoknya masing-
masing mengerti duduk perkaranya, bahwa pasukan pengawal
raja telah keliru menyangka Rangga Tua sebagai Pendekar
Tanpa Nama. Namun tidak seorangpun sebenarnya mengetahui, bahwa bayangan berkelebat yang telah
menewaskan lima puluh pasukan pengawal raja, masih
ditambah dengan kepala pasukannya, bukanlah Pendekar
Tanpa Nama. Bayangan itu berkelebat begitu cepat seperti kilat. Segenap
peristiwa yang kuceritakan tadi dalam arti sebenarnyalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya berlangsung sekejap mata. Orang awam yang
menganggap dunia persilatan hanya dongeng, tidak mungkin
dapat melihat gerak dengan kecepatan seperti itu, apalagi
mengetahuinya sebagai Jurus Naga Api, meski barangkali bisa
saja membayangkannya. Bukankah orang awam juga kiranya
yang suka menceritakan kembali dunia persilatan ini begitu
rupa, sehingga lebih mirip dongeng tidak masuk akal yang
bisa dipercaya" Betapapun memang tidak seorangpun yang
mengetahui makna peristiwa ini, kecuali, ya kecuali seseorang
cukup waspada dengan kenyataan bahwa semula yang
disangka Pendekar Tanpa Nama adalah Rangga Tua.
TELAH kusebutkan kemungkinan terputusnya mata rantai
pesan, sehingga yang seharusnya mengepung pondokku,
beralih menjadi kepungan atas pondok Rangga Tua, yang
sampai sekarang belum juga menyadari betapa dirinya nyaris
menjadi korban. Namun aku memikirkan kemungkinan lain
lagi sekarang, karena pasukan pengawal raja kukira tidaklah
mungkin tertipu begitu saja. Dengan dukungan pengawal
rahasia istana, semestinya sekali mereka menyelidiki, tiada
alasan untuk tidak sampai ke arah yang tepat; tetapi bukan
saja mereka belum berhasil, bahkan segenap mata-matanya
juga sudah ditewaskan. Memang dari ketiga orang berkuda hitam yang tewas
waktu itu, belum dapat dipastikan apakah mereka bekerja
demi kepentingan pengawal rahasia istana, karena jaringan
rahasia Cakrawarti yang merasuk ke segala lapisan,
kupertimbangkan telah menyelundupkan sejumlah anggota
Kalapasa sebagai pengawal rahasia istana. Namun jika
pertimbanganku keliru, tetap saja jalan yang menunjukkan
keberadaanku masuk akal kukatakan sudah tertutup. Sebab
jika tidak, tentu sudah terlalu banyak tantangan maupun
serangan gelap yang harus kulayani.
Hanya satu orang yang kukira berusaha keras mengetahui
keberadaanku maupun siapa diriku. Ia sudah berada di arah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang tepat, seperti diceritakan Nawa, bahwa ia te lah bertanya-
tanya adakah di kampung ini seorang pendekar yang disebut
Pendekar Tanpa Nama, tetapi aku tidak pernah menunjukkan
tanda-tanda yang membenarkannya. Bahkan juga setelah
diketahuinya betapa aku telah menulis dan menyimpan
keropak lontar yang cukup banyak di pondokku. Ia memilih
untuk mengamatiku dari kejauhan, siang dan malam, seperti
pernah kukatakan, dan bukannya diriku tiada mengetahuinya.
Aku berpikir, mungkinkah kini dirinya ingin menarik
perhatianku" Dialah satu-satunya manusia yang mengetahui
diriku berada di sini. Sangatlah mungkin baginya untuk
menyampaikan pesan terpercaya, yang dengan dungu akan
diikuti pula, karena memang bukan pengawal rahasia istana
yang dipancingnya! Namun jika perhitunganku ini tidak terlalu keliru, tidakkah
berarti ia sebetulnya kejam sekali" Karena para anggota
pasukan pengawal raja itu telah dijebaknya dalam jerat tipu
daya, dengan kesadaran penuh bahwa mereka semua akan
dibunuhnya sendiri! Aku menghela napas panjang. Apakah yang diinginkannya
dariku" Di halaman masih terdengar teriakan riuh rendah para
budak. "Awas! Awas! Jangan lewat tempat berbatu itu!"
Namun agaknya budak yang menghela di depan sudah
telanjur berjalan di atas batu. Ini gerobak yang membawa
kepala pasukan membatu, tetapi yang sebetulnya rapuh
seperti arang itu. Bagaikan patung yang berdiri di atas
gerobak, mengacungkan cambuk yang tampak begitu siap
untuk melecut. "Awaaaass!!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gerobak itu melonjak, mayat kepala pasukan yang kaku
beku itu terpental. "Aaaaahhhh!" Orang banyak berteriak melihatnya, karena tubuh yang
mematung serapuh arang ini jatuh berdebum di atas tanah
dalam keadaan terpisah-pisah. Tangannya yang memegang
cambuk lepas, kepalanya menggelinding, dan tubuhnya pun
patah terbagi antara pinggang ke atas dan pinggang ke
bawah. Aku masih berada di dalam bilik. Menyadari sepenuhnya
betapa setiap orang yang mengenalku di sini mengetahui aku
tidak mempunyai nama. Namun kurasa dunia persilatan masih
terlalu berjarak dari dunia orang awam, sehingga tidak
mungkinlah siapapun di sini akan menghubungkan diriku
dengan Pendekar Tanpa Nama yang nyawanya dihargai
10.000 inmas tersebut. Betapapun aku merasa masih aman untuk menulis terus di
sini. Ya, menuliskan segala sesuatunya seperti bersilat, tentu
bersilat seperti berpikir, dan berpikir seperti menulis!
(Oo-dwkz-oO) Episode 181: [Orang-orang Tersingkir]
Kabut turun kembali menyelimuti Kampung Jembatan
Gantung. Dari rumah-rumah yang menempel di dinding seperti
sarang burung walet ini segalanya hanya tampak sebagai
kekelabuan yang rata. Negeri Atap Langit memiliki
perbentengan alam yang sangat kuat untuk menghadapi
serangan dari bangsa-bangsa lain, tetapi di dalam negerinya
sendiri, perpecahan yang tidak kunjung usai, semakin lama
semakin memperlemah wangsa yang telah membawa negeri
itu ke puncak kejayaan dan peradaban, yakni Wangsa Tang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
DALAM Pemberontakan An Lushan antara tahun 755
sampai 763, kekacauan bahkan dapat membuat Maharaja
Xuanzong memerintahkan hukuman mati bagi selirnya yang
terkasih, Yang Guifei. Peristiwa itu terjadi ketika rombongan
istana mengungsi, dan pada 756 para pengawal berhasil
membunuh Perdana Menteri Yang Ghuozong, serta memaksa
agar Yang Guifei yang cerdas disingkirkan juga. Tercatat
dalam sejarah, bahwa dalam peristiwa 41 tahun lalu itu, orang
kebiri Gao Lishi melaksanakan perintah maharaja dengan cara
mencekiknya di sebuah kuil. Dengan meyakinkan mayatnya
diperlihatkan, dan karena itulah para pengawalnya tetap setia,
sementara rombongan itu sendiri telah menjadi tercerai berai.
"Saat itu," kata Angin Mendesau Berwajah Hijau,
"sebetulnya Yang Guifei masih hidup!"
Bagaimanakah ucapan seseorang bisa dipegang" Setelah
dibiasakan menggauli kitab-kitab, baik keropak lontar di
Javadvipa maupun gulungan kain sejak dari Kuil Pengabdian
Sejati, aku mengerti betapa sekali dituliskan aksara tidak akan
pernah berubah lagi. Namun cerita lisan dari mulut ke mulut,
akan selalu terceritakan dalam penafsiran pengujarnya, dan
apabila sang juru cerita memiliki kepentingan tertentu dalam
apa yang diceritakannya, maka disadari atau tidak tentu
berpengaruh kepada nada, sudut pandang, maupun semangat
penceritaannya. Adapun cerita Angin Mendesau Berwajah Hijau ini sama
sekali berbeda. Yang Guifei yang telah diketahui semua orang
mati dicekik Gao Lishi dikatakannya masih hidup. Bahkan saat
itu hamil besar dan me lahirkan pula. Konon itulah pula
sebabnya maka Gao Lishi tidak tega membunuhnya.
"Yan Zi ini adalah anak Yang Guifei dari Maharaja
Xuanzong," ujar Angin Mendesau Berwajah Hijau, "makanya ia
disembunyikan di sini, bahkan di kampung ini hanya yang
berada di ruangan inilah yang mengetahui siapa sebenarnya
Yan Zi. Jika mata-mata kerajaan mengetahui keberadaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seorang anak Maharaja Xuanzong dari kandungan Y ang Guifei,
niscaya segala kekuatan yang ada dikerahkan untuk menjejaki
dan menjejaki dan melenyapkannya, sebagai bibit manusia
yang terlarang untuk hadir di muka bumi."
Aku pernah membaca bagaimana kemudian seluruh


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerabat Yang Guifei di wilayah Szechuan diburu untuk
dibantai, dan ini tentu mengingatkan diriku pula, bahwa dalam
catatan yang kubaca di Kuil Pengabdian Sejati dituliskan
betapa Yang Guifei diperintahkan mencekik dirinya sendiri
dengan kain sutera. Mungkinkah" Berbagai cerita yang
berbeda tidaklah muncul tanpa sengaja, melainkan demi
jaringan penyebab yang sangat rumit pula.
Bahkan dalam bentuk tulisan, kepentingan bukan tidak
mengendap dalam pengarahan, meskipun bagi pembaca
segala sesuatunya lebih memberi kesempatan untuk
mempertimbangkan. Adapun dalam cerita lisan, yang dalam
hal cerita seorang Angin Mendesau Berwajah Hijau tidak
dimaksudkan sebagai hiburan maupun tontonan, melainkan
perbincangan yang sungguh-sungguh demi kehidupan seorang
perempuan, bukan berarti aku tidak waspada terhadap
pembelokan catatan, melainkan sungguh aku harus bersikap
sopan. Artinya pengetahuan yang kudapat sebelumnya
mengenai Yang Guifei yang tewas mengenaskan dalam usia
43 tahun itu tidaklah harus membuat aku mempertanyakan,
karena apapun yang menjadi latar belakang, Angin Mendesau
Berwajah Hijau pada dasarnya ingin menyerahkan Yan Zi
sebagai titipan. "Sejak dilahirkan 41 tahun yang lalu Yan Zi menjalani
kehidupan sebagai pelarian, sampai akhirnya kami menemukan dan membangun persembunyian ini," Angin
Mendesau Berwajah Hijau me lanjutkan, ikini sudah waktunya
ia pergi mengambil haknya dan melihat dunia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku memandang Angin Mendesau Berwajah Hijau, maupun
Serigala Hitam dan Serigala Merah, dengan wajah kurang
mengerti. Angin Mendesau Berwajah Hijau tersenyum sambil
mengelus jenggotnya yang putih.
"Tentu saja Pendekar Tanpa Nama belum paham. Yan Zi
bukannya ingin diakui sebagai keluarga istana, melainkan
wajib mengambil kembali pedang mestika warisan leluhurnya,
yakni Pedang Mata Cahaya, yang dirampas dalam penjarahan
di Szechuan. Pedang itu merupakan pasangan, maksudnya
seperti sepasang mata, yang jika keluar dari sarungnya saja,
jika dipegang dengan tenaga dalam cahayanya sudah bisa
menggoreskan luka mematikan.
"Ketika mengungsi dari Changian, Pedang Mata Cahaya
yang untuk dipegang tangan kanan berada di dalam tumpukan
busana Yang Guifei. Orang kebiri Gao Lishi yang
menemukannya segera menyimpan pedang itu, yang
diperlakukannya seperti milik sendiri supaya tidak mencurigakan. Adapun Pedang Mata Cahaya yang untuk
dipegang tangan kiri berada di tempat tinggal ayahnya di
Szechuan. Ketika berlangsung pembantaian seluruh kerabat
Yang Guifei, yang dianggap merupakan sumber kekacauan
pemerintahan Wangsa Tang, pedang itu menjadi barang
jarahan, yang tentunya menjadi barang perbendaharaan
istana. 'YAN Zi sejak bayi hidup bersama kami dan belum pernah
keluar dari wilayah ini, kecuali ketika tinggal di Perguruan
Shaolin untuk belajar ilmu silat. Itu pun tidak pernah pergi ke
mana pun karena memang dilarang keluar dari balik tembok.
Sebetulnya Perguruan Shaolin hanya mengajarkan ilmu silat
kepada para bhiksu atau bhiksuni, tetapi mereka bersedia
mengajar Yan Zi setelah kami temui bhiksu kepala, dan
menceritakan segalanya, antara lain suatu ketika ia harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengambil kembali Pedang Mata Cahaya yang untuk dipegang
tangan kiri dari dalam istana.
''Pedang Mata Cahaya yang untuk tangan kanan sudah
dikirimkan oleh Ghao Lizi secara rahasia, melalui segala
jaringan yang memungkinkan, bersama bayi Y ang Guifei, yang
diselundupkan bersama para pemberontak yang setelah
dikalahkan segera melarikan diri ke perbatasan. Tidakkah
aneh bahwa para pemberontak berhubungan dengan Gao
Lishi" Dalam jaringan kerahasiaan lawan bisa menjadi kawan
dan kawan bisa menjadi lawan, apalagi terdengar desas-desus
bahwa bayi itu bukan anak Maharaja Xuanzong melainkan An
Lushan! ''Sementara Ghao Lizi mungkin saja menotok jalan darah
Yang Guifei agar tampak seperti orang mati, memang masih
belum jelas siapa yang menghuni kuburannya sekarang, dan
bagaimana caranya menyembunyikan Yang Guifei sampai ia
melahirkan. Namun hanya orang terpercayalah yang akan
mendapat jalan sampai ke tempat ini mengantar s i bay i. Kami
menerimanya bukan karena dia anak maharaja atau
pemberontak, tetapi karena anak siapapun dia, sangat
mungkin dibunuh jika diketahui s iapa ibunya.
''Bhiksu kepala Perguruan Shaolin itu menyanggupi,
meskipun katanya melanggar peraturan, yang membuat Yan
Zi tidak boleh terlihat orang luar tinggal bersama mereka.
Tidak kurang dari dua puluh tahun Yan Zi belajar ilmu silat di
sana. Namun bhiksu kepala itu sebelum meninggal dunia
sempat berkata, meski ilmu silat Yan Zi sangat tinggi, jangan
mimpi bisa menembus penjagaan istana jika jurusnya masih
dapat terlihat oleh orang-orang sungai telaga. Ia berkata, Yan
Zi hanya akan dapat mengambil pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri yang persembunyiannya pun belum jelas tersebut,
jika ia sanggup memainkan jurus-jurusnya sehingga tidak
dapat dilihat, atau masuk bersama seseorang yang sudah
mampu melakukannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Serigala Merah telah menyaksikan bahwa gerakan
Pendekar Tanpa Nama tidak dapat dilihat, bahkan oleh orang-
orang sungai telaga dan rimba hijau yang ilmu silatnya sudah
sangat tinggi. Tidak usah dijelaskan lagi bahwa kami sangat
mengerti, bahkan telah lancang menguji kepandaian pendekar
yang mengaku tidak bernama, dan kami merasakan sendiri
betapa ilmunya memang tinggi. Mohon kiranya sudi menemani
dan menjaga Yan Zi untuk mengambil Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri di istana Chang'an.''
Setelah menutup kalimatnya, baik Angin Mendesau
Berwajah Hijau, maupun Serigala Hitam dan Serigala Merah,
segera berlutut, membungkuk, dan mengetuk-ngetukkan
kepalanya ke lantai berkali-kali.
Aku menghela napas. Dengan cara seperti itu, dibandingkan dengan Negeri Atap Langit, orang-orang
Javabhumipala tampak sombong.
(Oo-dwkz-oO) AKU memang harus berangkat, dan aku memang ingin
segera berangkat, karena meskipun Kampung Jembatan
Gantung yang rumah-rumahnya menempel seperti sarang
burung walet ini bagaikan begitu menarik untuk dihuni,
pikiranku tak bisa kulepaskan dari Harimau Perang. Aku tidak
ingin kehilangan jejaknya lagi, apalagi ketika aku justru
berpeluang mencegatnya. Namun siapakah kiranya akan
mengira, bahwa akhirnya diriku bahkan mendapat beban
tugas tambahan, yakni mengawal Yan Zi dalam usahanya
mengambil Pedang Mata Cahaya" Serigala Hitam dan Serigala
Merah tentu juga telah menyampaikan kepada Angin
Mendesau Berwajah Hijau bahwa aku sedang melacak jejak
seseorang yang kusebut Harimau Perang, tetapi baiklah
kupercayakan saja betapa dengan segala pengertian tetap
saja tugas itu dibebankan kepadaku karena tiada lain pilihan.
Betapapun aku tidak boleh mengeluh dan memikirkan diriku
sendiri. Kong Fuzi berkata:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
manusia unggul mengerti apa yang benar
manusia rendah mengerti apa yang laku dijual
Setelah kami semua bersama-sama minum teh oolong yang
sungguh mengembalikan kekuatan tubuh, Y an Zi meminta diri
untuk mengambil barang bawaan dan menyiapkan kuda. Aku
memang merasa kehilangan kudaku, dan sejak kemarin
bertanya-tanya di manakah kiranya kuda bisa merumput di
tempat setiap orang seolah-olah akan selalu bisa terpeleset
melayang ke jurang seperti ini.
NAMUN sebentar kemudian Yan Zi telah melayang kembali
dengan wajah pucat. Angin Mendesau Berwajah Hijau serta
Serigala Hitam dan Serigala Merah segera berkelebat
mengikutinya. Hubungan batin keempat orang ini tampaknya
begitu kuat, sehingga hanya perlu sekilas pandangan mata
sahaja untuk menggantikan seribu kata berbusa. Aku pun
tentunya ikut berkelebat menyusul mrereka dari belakang.
Mereka langsung melayang masuk ke balai pertemuan yang
juga menempel di dinding seperti sarang burung walet,
tempatku menginap semalam. Di dalam kulihat lelaki tua
berjubah ungu itu sudah tertelungkup, dengan cawan yang
sudah terguling dan air tehnya menggenang pada meja
pendek. Sebagian air teh itu juga sudah membasahi kertas yang
sudah bertulisan. Rupanya lelaki tua berjubah itu menyeduh
teh sebelum menulis, dan sempat meminumnya selagi
menulis, tetapi kemudian tertelungkup karena ternyata
kehilangan nyawanya. Pasti kejadiannya belum lama. Ia sudah
menulis ketika aku keluar dari balai pertemuan ini tadi pagi,
dan waktu itu di meja pendek tempat lelaki tua tersebut
menulis belum kulihat teko maupun cawan berisi teh panas. Di
balai pertemuan itu memang terdapat irisan daun teh pada
suatu tempat dari anyaman bambu, agar siapapun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyeduhnya sen-diri dengan air panas. Di belakang balai,
terdapat tempat untuk memasak air itu.
Berarti kejadiannya memang belum lama, berlangsung
ketika Angin Mendesau Berwajah Hijau mengisahkan riwayat
Yan Zi, yang berlanjut dengan acara minum teh. Setelah aku
pergi ia berhenti menulis, menyeduh teh, dan kembali ke
mejanya. Ketika mulai menulis kembali, ia minum teh dari
dalam cawan yang sudah disiapkannya sendiri....
"Racun...," desis Angin Mendesau Berwajah Hijau.
Kuamati permukaan genangan air teh yang tumpah dari
cawan di atas meja, meski samar terlihat kebiru-biruan.
Meskipun ilmu pemunah racun yang bekerja dengan
sendirinya sebagai warisan Raja Pembantai dari Selatan sudah
menguap bersama dengan penguasaan atas
filsafat Nagarjuna, pengenalan tersembunyi tentang racun itu tidak
pernah hilang, meski aku sendiri tidak merasa pernah belajar
cukup sungguh perihal racun.
Serigala Hitam segera memeriksa teko, dan Serigala Merah
membuka tutup penyimpan irisan-irisan daun teh. Sementara
Angin Mendesau Berwajah Hijau menyelamatkan kertas
bertulisan yang dirayapi resapan air.
"Racun itu berasal dari sini," ujar Serigala Hitam.
"Ya, daun-daun teh ini bersih," ujar Serigala Merah.
Masalahnya, siapa yang telah memasukkan racun itu ke
dalam teko" Yan Zi yang sejak tadi bagaikan tersihir
berkelebat menghilang. Tentu ia mencari orang-orang yang
mengurus balai pertemuan,
termasuk merekas yang mempersiapkan irisan-irisan daun teh dan menyediakan segala
peralatan yang ada di situ, antara lain ceret, teko, maupun
cawan untuk minum teh. Tubuh orang tua itu masih hangat. Barangkali nyawanya
baru saja lepas dalam sekejap mata. Aku mengerti betapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
persoalan bisa menjadi pelik, bukan sekadar karena seorang
tua yang lidahnya dipotong mati diracuni ketika sedang
menulis, melainkan karena seseorang telah diracuni di dalam
Kampung Jembatan Gantung yang sangat ketat pertahanannya atas penyusupan dari luar. Satu kali sahaja
suatu titik tembus, meski hanya oleh satu orang, sangat
mudah segera berubah menjadi satu pasukan, yang niscaya
akan membakar, menjarah, membunuh, dan memperkosa,
memusnahkan segalanya yang dianggap sebagai bibit-bibit
pemberontakan. Pikiran, itulah masalahnya, tidak harus pikiran
untuk memberontak, bahkan berpikir untuk tidak menjadi
sama, melainkan untuk menjadi berbeda, meskipun hanya
sebagai pikiran, bagi kekuasaan yang menghendaki kemutlakan, sudah lebih dari cukup untuk sebuah pembasmian. Keadaan harus dianggap genting bagi Kampung Jembatan
Gantung jika telah berlangsung penyusupan yang mampu
menembus tabir tanda-tanda rahasia penuh jebakan
menyesatkan, maupun lolos dari mata tajam para penjaga
batas-batas perkampungan. Pembunuhan seorang tua berjubah ungu yang bekerja di istana, tetapi yang sudah lari


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jauh ke pelosok seperti ini, bahkan ke suatu tempat yang amat
sangat tersembunyi, tentu dilakukan petugas rahasia yang
dengan suatu cara telah membongkar kunci-kuncinya. Namun
aku tahu, mengingat begitu mustahilnya Kampung Jembatan
Gantung ini ditemukan dalam berpuluh-puluh tahun perburuan
oleh para petugas rahasia, yang sangat ditakuti oleh Angin
Mendesau Berwajah Hijau adalah terdapatnya mata-mata
tidur, yakni mata-mata yang telah ditanam selama berpuluh-
puluh tahun, hanya untuk melakukan tindakan pada saat yang
sangat amat menentukan. MUNGKINKAH terdapat mata-mata tidur di antara semua
orang yang telah mereka kenal dengan akrab ini" Bahwa
hampir setiap warga Kampung Jembatan Gantung memiliki
kemampuan tempur yang diwariskan oleh para pemberontak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagah berani tentu sudah menjadi pengetahuan bersama.
Namun jika dengan kemampuan yang tinggi salah seorang
warga ternyata adalah mata-mata tidur, pada dasarnya
riwayat Kampung Jembatan Gantung sebagai benteng
persembunyian terakhir sudah tamat. Akupun takbisa
membayangkan, seseorang menunggu dengan tabah dan
sabar selama berpuluh-puluh tahun, untuk suatu ketika
memutuskan bahwa orang tua berjubah ungu itu tergolong
ancaman bahaya yang harus dimusnahkan. Sebelum ia
menulis lebih banyak lagi.
Cara berpikir semua orang yang ada di ruangan ini ternyata
sama. ''Mengapa kertas bertulisan ini tidak diambilnya"'' ujar
Angin Mendesau Berwajah Hijau.
Serigala Hitam yang memeriksa teko, ceret, maupun
cawan, juga seperti Serigala Merah, dengan mengendus-
endusnya, rupanya sangat memahami ilmu racun.
''Racun ini tidak mungkin dibuat di sini, bahannya tidak
terdapat di Negeri Atap Langit,'' katanya.
Sesuatu terasa bergerak di dadaku. Tidakkah hanya diriku
satu-satunya unsur asing di sini" Apakah mereka akan
menggeledahku" Betapapun jika mereka berminat melakukannya, aku merasa hal itu masuk akal. Meski ternyata
lanjutan kata-katanya membuat diriku tenang.
''Racun ini kepahitannya memang mirip teh,'' ujar Serigala
Hitam yang bahkan berani mencecap dengan lidahnya, dari air
teh yang ia tuangkan sedikit ke punggung tangannya, ''maka
sama sekali tidak mencurigakan.''
Ia pun mengibas-ngibaskan tangannya, sambil berteriak.
''Hanya beberapa tetes saja sudah begini gatal rasanya!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Angin Mendesau Berwajah Hijau yang masih memegang
kertas kemudian ikut mencicipi, tetapi yang seperti juga
Serigala Hitam segera meludahkannya keluar jendela.
''Racun ini tergolong dalam jenis-jenis racun Lendir Naga,''
katanya, ''berasal dari campuran bisa ular senduk di
Jambhudvipa dengan jamur hitam beracun dari Persia.
Campuran langka hanya bisa didapatkan para pengolah racun
yang sudah sangat tinggi tingkatnya.''
''....dan dibayar mahal tentunya,'' sambung Serigala Merah.
''.... seorang pengolah racun yang mendapat banyak
kemudahan untuk mendapatkan segala bahan yang
diinginkannya,'' Serigala Hitam melanjutkan, ''bagaimana
mungkin seseorang di tempat terpencil dan tersembunyi
seperti Kampung Jembatan Gantung ini bisa mendapatkannya"'' ''Istana!'' Sergah Angin Mendesau Berwajah Hijau yang
tampak mengerut wajah tuanya.
''Tabib istana,'' lanjutnya hati-hati, ''para tabib istana selain
bertugas mengolah obat, sebetulnya bertugas juga mengolah
racun untuk pembunuhan-pembunuhan gelap yang dilakukan
istana. Hanya istana melalui lintas perdagangan antarnegara,
baik me lalui laut maupun Jalur Sutera, bisa mendapatkan
bahan-bahan pembuat racun terlangka dari pelosok dunia
manapun.'' Serigala Merah dengan hati-hati memeriksa busana orang
tua yang belum digeser dari telungkupnya itu. Aku terhenyak
dengan kecepatan berpikir orang-orang keturunan pemberontak di tempat terpencil ini.
Sementara itu tibalah Yan Zi kembali dan ia berkata bahwa
tidak seorangpun dari mereka yang mengurus balai pertemuan
ini patut dicurigai. Mereka tidak berada di tempat ini pada
saat-saat yang terhubungkan dengan kematian orang tua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berbaju ungu yang masih tertelungkup tersebut, dan banyak
pula saksi-saksi mendukungnya.
Saat itulah Serigala Merah berteriak seperti menemukan
intan berlian. ''Ini dia!'' Ia menunjukkan sebuah kantong kain, dan memperlihatkan
kepada kami semua apa yang menjadi isinya. Ternyata seperti
serbuk berwarna hitam, yang ketika sebagian ditaburkan ke
dalam yang telah diisi teh lagi, memperlihatkan akibat yang
sama, yakni permukaannya secara samar agak kebiruan,
meski sepintas lalu tidak kelihatan sama sekali.
''Siapa mau coba"'' Serigala Merah bercanda mengangkat
cawan itu. ''Jadi rupanya bapak tua ini sendirilah yang telah
menuangkan racun Lendir Naga ini dan meminumnya. Racun
ini memang mirip teh rasanya, dan bekerjanya begitu cepat
sehingga korban tidak tersiksa. Orang tua ini sengaja memilih
dan membawa Lendir Naga di antara banyak racun yang
tersedia di tangan tabib istana, artinya sadar bahwa ada
kemungkinan ia harus menggunakannya,'' ujar Angin
Mendesau Berwajah Hijau. ''MENGAPA ia meminum racun ini justru ketika tidak
seorang pun menekan dan mengejarnya, pada saat ia bebas
untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan kata
hatinya"'' Serigala Hitam bertanya-tanya, seperti kepada
dirinya sendiri. Perhatian semua orang kini terpindahkan kepada kertas
bertulisan yang ada di tangan Angin Mendesau Berwajah
Hijau. ''Apakah yang akan dituliskannya"''
''Apakah ia minum racun setelah selesai menulis"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Apakah tulisannya terpotong karena minum racun"''
Orang tua yang lidahnya terpotong, sehingga dari mulutnya
terdengar suara gagu itu, tubuhnya masih menelungkup tanpa
nyawa, dan kami semua susah mengeja aksara-aksara yang
dituliskannya. Meskipun belum terlalu menguasai aksara
maupun bahasanya waktu itu, kucoba untuk menuliskan dan
menerjemahkannya seperti ini.
Kami hanya orang-orang tersingkir,
dibuang, diasingkan, dibunuh, dan dilupakan...
Kalimat ini tidak mengejutkan, tetapi bagi kami yang
sedang menyelidiki, sepotong kata berbicara banyak. Apakah
kata kami misalnya, menyatakan banyak orang yang diburu
untuk dibunuh, ataukah suatu golongan tertentu yang
merupakan golongannya pula, ataukah kedua-duanya,
golongan tertentu yang semuanya diburu untuk dibunuh"
Kata tersingkir menunjukkan ada yang menyingkirkan, dan
begitu pula untuk diasingkan dan dibunuh. Namun kata
dilupakan bukan sekadar menunjukkan bahwa ada yang
melupakan, melainkan bahwa golongan yang sekarang diburu
itu, sebelumnya adalah golongan yang dekat dengan
kedudukan yang memungkinkan untuk menyingkirkan,
mengasingkan, dan membunuh, seperti suatu kekuasaan.
Aku teringat peristiwa di luar celah, ketika seseorang
menunjuk orang tua itu. ''Kamu! Ya, kamulah orangnya! Aku tidak bisa melupakan
wajahmu yang seperti seekor unta itu!''
Dari peristiwa ini aku mendapat kesan, bahwa orang tua itu
memiliki kekuasaan dan dalam penyelenggaraan kekuasaan itu
melakukan kekejaman. Mengingat orang tua ini dipotong lidahnya supaya tidak
membocorkan rahasia, tetapi dibiarkan hidup, justru agar
rahasianya suatu ketika terungkap juga; maka menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertanyaan tentunya, apakah yang dituliskannya ini ada
hubungannya dengan kerahasiaan yang menjadi bebannya
selama ini, ataukah tidak ada hubungannya sama sekali"
(Oo-dwkz-oO) Episode 182: [Seribu Air Terjun]
Di luar Kampung Jembatan Gantung terdapat sepotong
lapangan rumput, dan di seberangnya terdapat tepian tebing
dengan jalan setapak yang harus kami lewati jika ingin keluar
ke dunia luas. Namun lapangan rumput itu hanya bisa dicapai
melalui sebuah terowongan sempit yang selalu menetes-
neteskan air, karena rupanya terowongan ini berujung di
sebuah air terjun. Suaranya terdengar begitu luar biasa ketika
kami, aku dan Yan Zi, berjalan terbungkuk-bungkuk sepanjang
terowongan, karena jika tidak begitu tentu kepala kami tiap
sebentar terantuk ujung-ujung batu tajam yang bertonjolan di
atap terowongan. Betapapun, terowongan yang sempit ini
ternyata masih cukup untuk seekor kuda, asalkan tidak
ditunggangi tentunya, dan tentu lewat terowongan inilah agak
kuda Uighur itu telah dibawa, setelah merayapi jalan setapak
ke atas di balik air terjun, agar merumput dengan bebas pada
sepotong tanah terbuka. Dapat kupercaya betapa terlindung dan tersembunyikannya
Kampung Jembatan Gantung, karena bagi mata orang luar,
selain cenderung tidak akan memikirkan sesuatupun tentang
apa pun dibalik air terjun, jika melihatnya juga tidak akan
memikirkannya sebagai jalan setapak menuju ke mulut sebuah
terowongan yang sangat amat tidak kentara, karena memang
tersembunyikan oleh bibir terowongan yang menutupi
pandangan atas lubangnya.
Kudaku langsung mendekat dan menyentuhkan kepalanya
ke tubuhku sambil mengibaskan ekor. Kupeluk kepalanya dan
kutepuk-tepuk lehernya. Apakah kiranya yang terpikirkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam seekor kuda" Apakah ia menganggapku sebagai pribadi,
meskipun memang takbernama, ataukah hanya sebagai
seorang manusia" Kuda Yan Zi pun mendatangi Y an Zi, seekor
kuda putih dari kelamin betina yang ramping, seolah
menyesuaikan diri dengan penunggangnya yang juga selalu
berbusana serba putih dan gerakannya sangat lincah. Yan Zi
memang berarti Walet. Menunjukkan apa yang mampu
dilakukannya dalam ilmu silat, yakni bergerak lincah seperti
burung walet. KEBERADAAN tanah lapang berumput yang menjadi
semacam tempat penggembalaan, atau juga istal liar, bagi
orang-orang Kampung Jembatan Gantung itu, sedikit banyak
tampak mencengangkan diriku.
"Kampung Jembatan Gantung memang dibangun sebagai
permukiman tersembunyi, tetapi setelah berpuluh tahun,
naluri pengembaraan yang terpendam menyeruak kembali,"
ujar Yan Zi yang menangkap pandangan keherananku itu,
"sementara kami juga masih berhubungan dengan berbagai
permukiman lain di seluruh pegunungan batu ini, yang jika
membutuhkan waktu cepat akan sedikit teratasi dengan
adanya kuda." Memang telah kudengar tentang itu, bahwa perbedaan
masa pemberontakan dari wangsa ke wangsa dalam sejarah
Negeri Atap Langit juga telah membuat segenap permukiman
tersembunyi di sepanjang lautan kelabu gunung batu tidak
dapat disamakan. Ada yang sudah bermukim begitu lama,
ratusan tahun lamanya, sehingga bagi keturunannya riwayat
pemberontakan hanya tinggal sebagai dongeng, dan lebih
merasa dirinya penduduk asli, sehingga permukimannya
terbuka bagi orang luar, segenap tanda-tanda rahasia
menyesatkan dihapus, meski tetap saja sangat sulit dicapai.
Ada pula yang masih baru terbentuk setelah Pemberontakan
An Lushan berakhir seperti Kampung Jembatan Gantung ini,
yang karenanya menjadi tempat dikirimkannya bayi yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disebut sebagai anak Yang Gueifei dan An Lushan, dan kini
bernama Yan Zi. Tentu Yan Zi berumur 41 tahun. Agaknya itulah yang
membuatku terkesan ketika mengiranya sebagai gadis muda
yang matang. Ternyata kesanku terbalik, Yan Zi adalah
perempuan matang yang sepintas lalu tampak seperti remaja,
karena tubuhnya kecil dan ramping, sangat lincah kalau
bergerak meski gerakannya sendiri takbanyak; dan sering
menampakkan senyum tipis tersipu-sipu, tetapi bukan karena
malu, melainkan seperti terlalu banyak hal dalam hidup ini
yang pantas ditertawakannya.
Kami sudah berada di atas kuda. Sete-lah tanah lapang ini
terdapat hutan cemara yang sangat cantik dan penuh dengan
kicau burung, tetapi setelah itu kami kembali merayapi jalan
setapak berbatu di tepi dinding, di antara puncak-puncak
gunung yang dinding-dindingnya berair terjun. Suara air terjun
itu, yang dekat maupun yang jauh, ketika mendekat maupun
menjauh, memberi kesan keagungan alam yang mengesankan, sehingga hanya dengan hadir bersamanya saja,
hidup bagaikan sudah begitu bermakna.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keluar dari lingkungan Seribu Air Terjun ini, kita akan
melewati Perguruan Shaolin," ujar Yan Zi.
Ia berpakaian seperti lelaki. Bahkan rambutnya bertudung
lelaki. Sepintas lalu ia akan tampak seperti lelaki, tetapi
memang lelaki yang cantik dan manis, dan itu kukira bukan
berarti tidak mengundang masalah dalam perjalanan.
Sudah jelas bahwa perempuan yang melakukan perjalanan
sendirian tidak akan pernah aman, karena rimba hijau
memang penuh manusia buas yang hanya memandang
perempuan sebagai daging molek untuk diperkosa. Tidak
heran jika para perempuan pendekar sering berlaku amat
kejam dan tanpa ampun terhadap manusia lelaki berderajat
binatang ini. Tidak jarang pula seorang perempuan pendekar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belajar ilmu silat, karena pengalaman amat sangat pahit
dengan manusia lelaki semacam itu.
Apakah ini berarti cara berbusana Y an Zi yang seperti lelaki
aman dari ancaman lelaki" Sembari merayapi jalan setapak,
Yan Zi berkuda di depan dan aku di belakangnya, terpandang
olehku pinggangnya yang ramping, tetapi dengan cara
berbusana siap tempur seperti itu Yan Zi lebih tampak gagah
dan tampak memang bersikap seperti lelaki. Jadi Yan Zi ini
memang berwajah cantik, tetapi aku merasakan ada sesuatu
yang belum bisa kumengerti.
Sejauh kuingat perempuan-perempuan yang kukenal,
Harini yang kutinggalkan di Desa Balingawan, Campaka yang
menjadi salah satu kepala pasukan pengawal rahasia istana
Mataram, Pendekar Melati yang hanya kukenal selintas,
maupun Amrita, perempuan Khmer yang bersamanya aku
hidup dari pertempuran ke pertempuran di Daerah
Perlindungan An Nam, tidaklah pernah kutemukan kesan yang
tidak dapat kujelaskan seperti saat ini. Baik Harini yang
memang tidak bersilat, tetapi berpengetahuan tinggi dalam
ilmu surat; maupun Campaka, Pendekar Melati, dan Amrita
Vighnesvara yang menerjunkan diri di sungai telaga, mereka
semua memberikan kesan yang dapat kuharapkan dan siap
kuterima dari seorang perempuan.
Dari perempuan pendekar yang mengasuhku kukenal setiap
sisi yang dimungkinkan seorang perempuan, kelembutan
seorang ibu, maupun ketegasan mengambil keputusan dalam
pertarungan antara hidup dan mati. Namun melakukan
perjalanan bersama Yan Zi, aku merasakan sesuatu yang
belum pernah kukenal... 'TIDAK semua orang itu sama, Anakku,'' ujar ibuku dulu,
''dan juga jangan terlalu cepat menyamakan orang yang satu
dengan yang lain, meskipun mereka itu satu suku, satu
bangsa, satu warna kulit, bahkan satu jenis kelamin. Kau lihat
keluasan semesta di langit itu, Anakku"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Waktu itu langit penuh bintang, dan sejak kecil selalu
kutanyakan apa yang berada di balik tabir kelam yang jika
pagi hari menjelma menjadi langit biru.
Aku mengangguk. ''Seluas itulah jiwa manusia, Anakku, sehingga tidak aneh
jika seseorang itu tidak mengenali dirinya sepenuhnya, dan
merasa asing dengan dirinya sendiri ketika menemukan diri
tidak seperti yang selalu disangka.''
''Aku ingin mengenal diriku sendiri, Ibu.''
''Tentu, tentu kamu harus mengenali dirimu, Anakku.''
Kuingat waktu itu dia memelukku, dan belum kutahu
artinya kenapa air mata mengalir di pipinya dan membasahi
wajahku yang diciuminya. Kini dapat kumengerti, tentu
disadarinya ketika itu, betapa aku belum tahu bahwa diriku
bukanlah anak mereka yang sebenarnya, dan betapa bahwa
nama pun aku tidak memiliki, dan jika mungkin pernah ada
nama yang diberikan kepadaku, aku tidaklah mengetahuinya...
''Hiduplah dengan itu, Anakku...,'' kata ibuku kemudian
hari, ketika memberitahukan segalanya sebelum kami berpisah
untuk selamanya. Sengaja tidak kuingat-ingat peristiwa itu, karena mengingatnya membuat perasaanku menjadi kosong, tetapi
ada kalanya, seperti sekarang, begitu saja aku berada dalam
keadaan untuk teringat meski tidak menghendakinya.
Apakah Yan Zi mengenal dirinya sendiri" Tentu saja
segenap cerita Angin Mendesau Berwajah Hijau telah pula
disampaikan kepadanya. Apakah Yan Zi mengenal jiwanya
sendiri" Jika aku merasa terdapat sesuatu yang tidak kukenal
terdapat pada seorang perempuan, apakah Yan Zi
merasakannya juga" Jika tidak, apakah seseorang kiranya
pernah mendapat kesan yang sama denganku dan
memberitahunya" Demikianlah aku sibuk dengan pikiranku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sendiri selama merayapi jalan setapak di tepi tebing curam
berbatu-batu. Gemuruh air terjun datang dan pergi sepanjang
perjalanan ini, karena setiap kali meninggalkan air terjun yang
satu, bertemu lagi air terjun lagi.
''Lihat,'' ujar Yan Zi sambil menunjuk.
Kulihat arah yang ditunjuknya. Maka terlihatlah seorang
lelaki berkepala gundul sedang bertapa di bawah air terjun
yang cukup besar juga. ''Bhiksu Shaolin"'' Yan Zi mengangguk. Air sebanyak itu terus-menerus menerpa bahunya,
seharusnya membuat seseorang terbanting, atau jika terus
menerus berada dalam kedudukan itu, setidaknya melesak ke
bawah. Namun bukan saja dasar batu tidak akan membuatnya
melesak ke mana pun, melainkan bahwa tingkat tenaga dalam
bhiksu tersebut telah membuat beban air puluhan ribu kati
hanya terasa bagaikan pancuran air dari saluran bambu
sahaja. Jarak kami dengan bhiksu yang melatih tenaga dalamnya
itu sangat jauh, tetapi sempat kulihat ia mengangkat
kepalanya sebentar, yang kutafsirkan sebagai penanda telah
didengarnya percakapan kami. Mendengarkan hanya dua kata
dari tempat yang sangat jauh, di tengah deru air terjun yang
bergemuruh, tentu adalah tingkat pencapaian luar biasa.
Barangkali didengarnya sentuhan kaki-kaki kuda pada batu
dan dari sana diketahuinya berapa orang jumlah kami, beban
apa saja yang kami bawa, dan seterusnya.
Apalah yang dicarinya jika bukan kesempurnaan jua
adanya" Menjadi seorang bhiksu yang menggunduli kepala,
menahan nafsu, dan hidup dari pemberian seadanya adalah
suatu panggilan, sekaligus merupakan harga yang harus
dibayar apabila masih berminat mencapai pencerahan dalam
hidupnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sambil terus berjalan menyusuri jalan setapak berbatu-batu
yang ada kalanya curam sekali, sehingga kami pun harus
turun dan berjalan pelan di atas kuda, kuingat cerita Iblis Suci
Peremuk Tulang tentang bagaimana di Negeri Atap Langit
aliran Buddha yang berusaha mencapai pencerahan di luar
pembacaan naskah, melainkan me lalui dhyana, tidaklah
banyak, antara lain yang disebut Chan, dan di antara yang
sedikit itu terdapatlah para bhiksu Chan yang menggabungkan
dhyana dengan ilmu silat. Dari sinilah Perguruan Shaolin itu
mendapatkan akarnya. IBLIS Suci Peremuk Tulang juga bercerita tentang Ta Mo
yang hidup semasa pemerintahan Wangsa Liang antara tahun
506 sampai 556. "Kata orang ia datang dari Jambhudvipa pada 520," kata
Iblis Suci, "tidak jelas apakah sebagai tawanan pasukan Negeri
Atap Langit, ataukah memang berniat menyebarkan ajaran
Buddha seperti yang telah mencerahkannya.
"Apa pun, ia akhirnya berhadapan dengan maharaja, yang
kemudian mengizinkannya agar ditampung oleh suatu Kuil
Shaolin. Menurut cerita orang-orang, selama sembilan tahun
pertama di Negeri Atap Langit, sebagian besar waktu
dihabiskannya untuk menatap tembok dan menerapkan
dhyana sampai lebur dengan lingkungannya, sehingga bahkan
dapat didengarnya gerakan serangga di belakangnya.
"Sumbangan T a Mo dianggap luar biasa, karena meskipun
ia juga menerjemahkan kitab-kitab Buddha, ia terutama
dihargai atas penafsiran terhadap ajaran Buddha di Negeri
Atap Langit yang disebut Chan itu. Pendekatannya diterima
banyak orang, bahkan menyapu aliran-aliran pemikiran
kejiwaan lainnya, dan Ta Mo menjadi tokoh Negeri Atap Langit
pertama yang disebut sebagai Bodhidharma, artinya yang
keduapuluhdelapan setelah Gautama.
"Seperti juga Dao, Buddha bukan agama lain, melainkan
olah kejiwaan dan jalan pemikiran yang berhubungan dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yoga. Akibat tersebarnya ajaran Buddha tidak lebih sama
dengan penerimaan Dao seribu tahun sebelumnya. Pendekatan seperti kekosongan pikiran dan berbagai bentuk
dhyana yang diperkenalkan Chan dengan cepat melebur
kepada seni olah kejiwaan ini. Adapun karena Buddha sangat
mendasarkan dirinya kepada jalan damai dan bukan-
kekerasan, akhirnya memperkuat berbagai kesepakatan yang
menjadi pedoman ilmu silat.
"Dalam taraf keragaan, yang paling penting dari ajaran Ta
Mo adalah latihan-latihan dan cara-cara pernapasannya.
Konon katanya beliau itu putera Raja Sugandha dan sebagai
anggota kasta ksatria mendapatkan latihan-latihan olah
senjata dan keragaan sepanjang masa mudanya. Kata orang,
ketika tiba di Kuil Shaolin, ia melihat para rahib keadaan
raganya buruk sekali, sampai mereka tidak mampu tetap
bertahan dalam dhyana dengan waktu
lama yang disyaratkannya. "Diperhatikannya, ketika sedang mengajar murid-murid
yang raganya lemah jatuh tertidur. Percaya bahwa raga yang
kuat bukan hanya dapat mengobati kelemahan ini, melainkan
juga membuat seseorang makin dekat kepada jiwanya, Ta Mo
memberikan apa yang disebut Delapan Belas Latihan untuk
dilakukan setiap pagi."
Saat itu, karena berada di tengah suasana diburu dan
memburu dalam pertempuran dengan siasat sergap dan lari
melawan pasukan pemerintah dari hutan ke hutan di Daerah
Perlindungan An Nam, belum sempat disampaikannya apa saja
Delapanbelas Latihan itu. Ketika kami bersama-sama hidup di
Kuil Pengabdian Sejati di Thang-long, aku tidak ingat lagi
perbincangan tentang Shaolin itu, karena tenggelam dalam
pembelajaran filsafat Nagarjuna maupun pengetahuan tentang
Negeri Atap Langit lainnya. Apakah sekarang ini sebaiknya
kutanyakan kepada Yan Zi"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu ia menunjuk ke suatu arah, dan ketika kuikuti arah
yang ditunjuknya, terlihatlah pemandangan yang bagiku luar
biasa. Pada air terjun itu tampaklah lima bhiksu cilik berkepala
gundul berlari dalam kedudukan miring, seolah air terjun itu
adalah dataran bumi dan mereka berlari di atasnya. Adapun
karena air terjun itu mengalir terus, maka tampaklah dalam
kedudukan miring dengan kepala menghadap ke langit seperti
itu para bhiksu cilik tersebut seperti berlari-lari di tempat. Kaki
mereka tampak berputar cepat sekali dan sambil berlarian
seperti itu mereka berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
"Suhu! Sudah capai sekali Suhu!"
"Iya Suhu! Istirahat dulu ya" Tolong!
Kucari yang mereka panggil suhu dan ternyata di tepi
kolam berbatu-batu itu, di atas sebuah batu besar, tampaklah
seorang bhiksu tua berbaju ringkas warna jingga yang masih
tampak gagah duduk mengawasi sambil bersila.
"Lari terus!" Ia berteriak keras mengatasi gemuruh air
terjun, "Jangan harap bisa istirahat sebelum sampai ke atas!"
"Aaaaahhh...Suhu! Mana bisa kami sampai ke atas kalau air
terjun ini mengalir terus!"
BODOH! Tentu saja air terjun ini mengalir terus! Kalau
berhenti mengalir kaki kalian mau berpijak di mana?"
Kelima bhiksu cilik itu saling berpandangan sambil masih
terus saja tertawa-tawa. Tampaknya mereka saling memahami
apa yang sebetulnya di sampaikan sang suhu. Mereka akan
terus berlari di tempat jika hanya menggunakan tenaganya
sendiri, mereka hanya bisa berlari sampai ke atas jika
memanfaatkan daya air terjun itu juga.
"Ayo balapan!" Salah seorang dari mereka berteriak.
"Ayo!" "Ayo!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayo!" Kini mereka memanfaatkan daya dorong air terjun untuk
menambah tekanan kaki mereka sendiri, sehingga kedudukan
mereka kini tidak lagi m iring dengan kepala menghadap langit,
melainkan seperti sejajar dengan air terjun karena kaki
mereka bergerak mendaki, tetapi dengan sangat cepat sekali.
Kaki mereka memang harus bergerak lebih cepat daripada
kecepatan air terjun, karena jika tidak bukannya mereka akan
bisa bergerak maju sampai ke atas, melainkan tetap bergerak
di tempat, bahkan jika kemudian kelelahan melanda justru
akan mundur dan tercebur ke kolam.
"Ayo! Siapa kalah cuci bajuku!"
"Siapa kalah tidak boleh makan!"
"Siapa kalah menyapu halaman sendirian!"
"Siapa kalah tidur di luar!"
"Siapa kalah menghapalkan sutra!"
"Siapa kalah harus minum arak sampai mabuk!"
"Hahahahahahaha!"
Sambil bercanda dan tertawa-tawa seperti itu mereka
ternyata bisa berlari menanjak, makin lama makin tinggi,
sementara kulihat di bawah suhunya mengangguk-angguk
sambil mengelus-elus jenggotnya yang putih.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para bhiksu cilik itu menghilang di puncak tebing, mungkin
masih berlari di atas sungai, melesat kembali ke Perguruan
Shaolin sambil tertawa-tawa. Tinggal suara tertawa-tawa ceria
itulah yang terdengar olehku di sela gemuruh air terjun, ketika
kulihat sang suhu yang sedang melatih para bhiksu cilik itu
pun melenting dari atas batu, membuka kakinya yang semula
bersila di udara, lantas melangkahkan kaki bagaikan terdapat
tangga batu, dan hanya dalam beberapa langkah lenyap di
balik puncak tebing menyusul murid-muridnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yan Zi tersenyum melihatku ternganga.
"Itulah yang dulu juga kualam i di Perguruan Shaolin,"
katanya, "latihan tidak habis-habisnya seperti tidak ada
kehidupan lain lagi."
Tiada kehidupan lain" Tidakkah kehidupan seorang bhiksu
atau bhiksuni memang merupakan pilihan sadar untuk hidup
dengan caranya sendiri" Yan Zi telah berada di atas kudanya
kembali setelah jalan setapak makin melebar, dan dari atas
kuda pula kuperhatikan Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kanan yang tersoren di punggungnya. Sempat diceritakan oleh
Angin Mendesau Berwajah Hijau, bahwa jika pemegang
pedang itu menguasai tenaga dalam yang cukup, maka
cahaya yang memantul dan berkilat dari pedang itu akan
menjadi zat padat dengan ketajaman yang mampu membelah
tubuh siapa pun yang terlewati kilatan cahayanya.
Tidak dapat kubayangkan betapa mengerikannya pedang
mestika itu jika jatuh ke tangan golongan hitam. Mungkinkah
justru karena keberadaan pedang itu Yan Zi dikirim ke
Perguruan Shaolin, bukan agar menjadi bhiksuni tentunya,
tetapi justru agar dapat mengatasi bukan saja pengaruh buruk
pedang itu, tetapi juga dapat menjaganya dari usaha orang-
orang rimba hijau maupun sungai telaga untuk merebutnya.
Dalam dunia persilatan, keinginan untuk memiliki pedang
mestika yang ampuh, dan jika perlu merebutnya, tidak hanya
berlaku di kalangan golongan hitam, melainkan juga golongan
putih. Bahkan para pendekar golongan merdeka yang seperti
kurang peduli keadaan dunia, tidak jarang menjadi amat
sangat tergoda ketika yang menjadi masalah adalah senjata
sakti. Betapapun, pemegang Pedang Mata Cahaya yang
bermaksud menyalurkan tenaga dalamnya agar cahaya yang
memantul dapat membunuh lawan, memang harus memiliki
tenaga dalam tingkat tinggi sedemikian rupa, sehingga cahaya
yang berkilatan itu tidak memantul ke arah dirinya sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahkan tenaga dalam saja sebetulnya tidak cukup, karena
tidaklah mudah menghindari kilatan cahaya apapun, apalagi
mengarahkannya, kecuali menguasai jurus ilmu pedang yang
dibuat untuk menggunakan Pedang Mata Cahaya itu.
SETIAP kali jalan setapak kami bersua air terjun, jika air
terjun itu besar artinya jalan setapak tersebut berada di
baliknya dan kami bisa berjalan di balik air terjun yang tumpah
bergemuruh. Maka justru ketika bertemu a ir terjun kecil, yang
airnya masih menempel pada dinding batu, kami harus
merayap ke atas air itu lebih dulu agar bisa melewatinya.
Dilakukan bersama dengan kuda, hal itu menjadi lebih sukar
dilakukan, seolah wilayah Seribu Air Terjun yang serba curam
ini memang bukan tempat untuk kuda. Namun melakukannya
dengan berjalan kaki akan membuat seluruh perjalanannya
berlarat-larat. Kami masih akan membutuhkan kuda ini nanti,
tetapi kini ibarat kata kamilah yang mesti menuntun kuda ini.
Demikianlah kami berjalan naik dan turun serta keluar masuk
air terjun tanpa banyak bicara, jika tidak ingin selalu berteriak-
teriak, karena setiap kali meninggalkan air terjun bergemuruh
yang satu, akan bertemu lagi dengan air terjun yang lain.
Burung elang sesekali tampak berkepak dan melayang,
berputar-putar di udara terbuka mencari mangsa, yang
membuat aku berpikir, tidakkah seseorang sedang mengawasi
kami dan bermaksud menjadikan kami korban" Jika tidak
membawa kuda, barangkali kami bisa melenting-lenting
menjejak ujung-ujung batu pada tebing, ke arah menghilangnya para bhiksu cilik yang tadi berlatih ilmu
meringankan tubuh itu, tetapi sekarang kami harus berjalan
agak memutar sebelum tiba Perguruan Shaolin. Jika dengan
jalan seberat ini pun dikatakan aku bisa mendahului dan
menantikan Harimau Perang, bisa kubayangkan betapa jalur
yang ditempuhnya tentu jauh lebih berat.
Aku masih berpikir apakah yang dipelajari Yan Zi di
Perguruan Shaolin adalah terutama cara mempergunakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pedang Mata Cahaya itu, ketika masuk ke sebalik air terjun
yang sangat besar dan sangat bergemuruh, sehingga jalan
setapak di baliknya pun cukup luas dan cukup panjang,
sesosok bayangan merah tampak melayang masuk dari ujung
jalan setapak yang lain dan mencegat kami di tengah jalan.
Kulihat sepintas, aku mengenalinya!
Itulah perempuan pendekar berbusana sutera merah, yang
bisa terbang seperti burung elang dan telah kusaksikan
membunuh lawannya dengan cara luar biasa, yakni
menusukkan pedangnya sembari mengambang diam di udara.
Kuingat betapa ia telah melemparkan pisau terbang
bergagang gading dengan gambar naga pada kedua sisinya.
Pisau terbang yang dilempar untuk selalu mengenai
sasarannya, untuk selalu dicabut kembali karena lawannya
sudah mati, bukan pisau terbang yang dilemparkan untuk
tertangkis dan hilang tidak kembali. Makanya pisau itu bagus
sekali. Bergagang gading dan berukiran naga pada kedua s isi.
Ia harus kembali kepada pemiliknya dan karena itu harus
menancap agar bisa dicabut lagi.
Namun saat itu aku telah menangkapnya. Sekarang
tampaknya perempuan pendekar berbusana sutera merah itu
masih mengenali diriku yang waktu itu pun jauh sekali. Tanpa
berkata apapun juga ia telah mencabut pedangnya dan
berkelebat menyerang! ''Kembalikan pisauku!'' Ia berteriak lantang di tengah gemuruh air terjun, sambil
melayang dengan pedang jian terarah ke depan.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KITAB 10 : ANTARA PEDANG DAN
CINTA Episode 183: [Masalah Elang Merah]
Pedang jian dengan dua s isi tajam yang dibuat hanya demi
kesempurnaan ilmu silat itu terarah lurus ke jantungku.
Kecepatannya tentu tinggi, karena bahkan mataku yang
terlatih pun hanya melihatnya sebagai kelebat bayangan
merah. Namun belum lagi usai ketercekatanku, bayangan
merah yang melesat itu telah dipapas bayangan putih, dan
segeralah hanya terlihat bayangan merah dan bayangan putih
saling bergulung, disela dentingan dari dua pedang yang
berbenturan dan melentikkan bunga-bunga api.
Aku harus segera menyesuaikan mataku dengan kecepatan
pertarungan yang tiada dapat diikuti mata awam itu, agar
segera tahu bagaimana kedudukan Yan Zi yang seharusnya
kulindungi tetapi kini bersikap melindungiku. Segera
kusaksikan pertarungan dahsyat dalam gemuruh air terjun,
ketika perempuan pendekar berbaju sutera serba merah
dengan jurus-jurus Ilmu Pedang Cakar Elang itu menghadapi
jurus-jurus Ilmu Pedang Mata Cahaya yang diciptakan hanya
demi Pedang Mata Cahaya yang kini dipegang Yan Zi. Segera
kulihat betapa perempuan pendekar berbusana sutera merah
itu terdesak, tetapi bukan karena ilmu pedangnya lebih
rendah, melainkan karena pedang mestika yang dipegang Yan
Zi terlalu sakti untuk dihadapi lawan manapun.
AGAKNYA Yan Zi telah menyalurkan tenaga dalamnya
kepada pedang itu, sehingga pantulan cahayanya secepat kilat
berubah menjadi benda padat yang siap membelah
perempuan pendekar tersebut. Siapa pun kiranya pasti akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terdesak menghadapi pedang seperti itu. Bahkan, bahwa
perempuan pendekar itu masih bertahan saja bagiku sudah
sangat luar biasa, karena pantulan cahaya yang menyambar
sebagai benda padat bukanlah sembarang ancaman yang
dapat dihindarkan setiap orang. Sesungguhnyalah perempuan
pendekar itu berada dalam kedudukan yang berbahaya sekali.
Aku merasa, meskipun ia menyerang lebih dahulu, tidaklah
adil jika ia tewas karena senjata sakti seperti ini.
Untuk kali pertama kusaksikan bagaimana Ilmu Pedang
Mata Cahaya itu diperagakan dan dimainkan, dengan suatu
pendekatan yang tidak terdapat pada ilmu pedang mana pun,
yakni betapa pantulan cahaya Pedang Mata Cahaya yang
sangat membunuh itu tidak akan mengenai pemegang
pedangnya. Ilmu pedang tersebut dengan begitu harus
mampu menghindarkan pemegang pedangnya dari pantulan
cahayanya sendiri, sementara dalam jurus serangan melibatkan pula pantulan cahaya dari pedang sebagai senjata
untuk melumpuhkan lawan. Maka siapapun lawan yang
berhadapan dengan Ilmu Pedang Mata Cahaya akan menjadi
sangat terdesak, karena bukan hanya Pedang Mata Cahaya itu
saja yang harus ditangkis dan dihindarinya ketika menyambar-
nyambar, melainkan juga cahaya pantulannya yang memadat
dan melesat-lesat penuh ancaman maut dalam jurus-jurus
yang sengaja dibuat untuk itu.
''Elang Merah! Mengapa dikau selalu menyerang orang
tanpa menunggu jawaban" Kini dikau harus mati! Mati! Mati!''
Yan Zi yang berarti walet memang melesat-lesat lincah
seperti burung walet. Harus kuceritakan bahwa dalam Ilmu
Pedang Mata Cahaya, pantulan cahaya itu tidak selalu
menyerang dalam pantulan lurus menusuk tajam, melainkan
bergerak atas pengarahan yang menyalurkan tenaga dalam ke
pedangnya. Apakah ia menginginkan cahaya memadat
sepadat-padatnya, atau memadat secukupnya saja, ataukah
bermain di antaranya. Maka dalam permainan pedang Yan Zi,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pantulan cahaya memang tidak menusuk lurus tajam,
melainkan melingkar-lingkar saat mendekat seperti putaran
selendang panjang. Namun apabila perputaran selendang
cahaya ini dipotong pedang, ternyata masih saja merupakan
cahaya, dan hanya ketika menyentuh kulit dan tubuh
mendadak padat dan tajam.
''Mati! Mati! Mati!'' Yan Zi berteriak memastikan. Namun ternyata perempuan
pendekar yang disebut Elang Merah itu masih bisa lolos dari
maut karena kecepatan dan kecekatannya yang luar biasa.
Menghadapi Ilmu Pedang Mata Cahaya dengan pedang
mestika yang begitu sakti, sebetulnya hampir mustahil
membayangkan lawan mana pun akan hidup lagi. Maka harus
diakui betapa ilmu silat Elang Merah ini memang tinggi sekali.
Betapapun aku masih merasa tidak terlalu adil, jika riwayatnya
tamat karena kesaktian pedang dan bukan tingginya ilmu.
Pada saat pedangnya menangkis Pedang Mata Cahaya,
tetapi pantulan cahayanya melingkar-lingkar mendekat untuk
memenggal lehernya, aku berkelebat di antara cahaya dan
menyelamatkannya; tetapi aku tentu perlu alasan agar Elang
Merah tidak merasa terhina dan Yan Zi pun bisa menerimanya.
''Elang Merah bermaksud membunuhku, untuk kedua
kalinya, biarlah pengembara dari Javadvipa ini mendapat
pelajaran dari pewaris Ilmu Pedang Cakar Elang yang
ternama,'' kataku setelah melempar tubuhnya yang kusambar,
ke arah dari mana ia melayang.
Suara air terjun bagaikan bertambah gemuruh. Wajah
Elang Merah bersemu dadu. Tidak jelas bagiku apakah ia tahu
jiwanya kuselamatkan, tetapi pada matanya tampak betapa
keinginan untuk membunuhku besar sekali. Apakah yang telah
terjadi" Tidaklah mungkin ia ingin membunuhku hanya karena
pisau terbangnya belum kukembalikan. Apakah ia ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membunuhku karena aku menjadi saksi pertarungan yang
waktu itu dimenangkannya" Namun bukankah para penyoren
pedang yang membawa keledai-keledai beban itu juga sampai
berhenti di tengah jalan hanya untuk menontonnya, dan
berarti menjadi saksi yang harus dibunuhnya pula" Jadi, tentu
bukan perkara kesaksian itulah yang menjadi penyebab,
sehingga sepasang matanya yang indah kini menyala-nyala
penuh keinginan membunuhku.
''Biarlah daku yang menghadapinya, Pendekar Tanpa
Nama, ia te lah mengganggu perjalanan kita,'' Yan Zi berteriak
penasaran, ''daku tadi sudah hampir membunuhnya, mengapa
Pendekar Tanpa Nama harus berpura-pura ingin bertarung
dengan Elang Merah, jika sebetulnya ia ingin menyelamatkannya!'' AKU mengangkat tangan kiriku tanpa menoleh agar Yan Zi
diam. Terbukti permintaanku sangat beralasan karena Elang
Merah yang tubuhnya masih mengambang setelah kulemparkan, telah bergeser mendekati air terjun sambil
menyarungkan pedangnya, lantas kedua tangannya bergerak
cepat sekali sampai tidak dapat diikuti mata orang biasa.
"Awas!" Aku berteriak memperingatkan Yan Zi. Sudah kukatakan
ilmu silat Elang Merah sesungguhnyalah tinggi sekali.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebetulnya ilmu meringankan tubuh yang tertinggi pun tidak
akan bisa membuat manusia terbang seperti burung, tetapi
memang benar betapa pada tingkat yang tertinggi itu manusia
bisa tampak seperti terbang melayang bagaikan burung elang,
dan seperti yang kusaksikan,
Elang Merah bahkan mengambang dan bergeser di udara, menjauh dan mendekati
air terjun, lantas tangannya bergerak cepat sekali menampel-
nampel percikan air dengan tenaga dalam. Maka berlesatanlah
percikan air itu sebagai senjata rahasia yang berbahaya sekali.
Segeralah aku teringat bagaimana air terhubungkan
dengan ilmu silat seperti pernah dibicarakan Iblis Suci
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Peremuk T ulang. Chi sao atau tangan terjurus dalam gung fu
atau silat dalam bahasa Negeri Atap Langit, sangatlah dekat
kepada Dao maupun Chan. Permainan dengan jurus tangan
adalah seni penyesuaian antara pelaku dan lawannya.
Pedomannya mengikuti wu wei dalam Dao. Wu berarti tak
sedangkan wei berarti tindak. Tidak berarti takmelakukan apa
pun, melainkan agar pikiran seseorang bebas mengalir,
dipercaya agar bekerja dengan sendirinya.
Wu wei dalam gung fu berarti tindakan pikiran, dalam arti
bahwa yang mengatur segala daya adalah pikiran dan bukan
perasaan. Dalam pertarungan seorang pesilat melupakan
dirinya sendiri dan mengikuti gerak lawan, membiarkan
pikirannya bebas menentukan gerak perlawanan tanpa
campur tangan. Dalam jurus tangan, seorang pesilat membebaskan diri dari
penolakan jiwa dan melebur dalam sikap yang serasi.
Tindakannya hadir tanpa pemaksaan diri. Ia membiarkan
pikirannya tetap menanggapi dengan sendirinya. Setiap
tindakannya ditimbulkan oleh gerakan lawan. Ia tidak
melawan maupun membiarkan segalanya begitu saja,
melainkan dengan kelenturan sebuah pelontar. Bisa lemas
sekaligus keras. Menjuruskan tangan dinyatakan sifatnya sama dengan air,
yang tak dapat dicengkeram dengan tangan, dibenturkan tidak
sakit, ditikam tidak terluka. Seperti air, seorang pelaku gung fu
tidak memiliki bentuk atau cara yang menjadi miliknya sendiri,
tetapi meleburkan gerakannya ke dalam gerak lawannya.
Adalah benar jika disebutkan air itu benda terlemah di dunia,
tetapi jika menyerang bisa menjadi yang terkeras dan
terganas. Tenang seperti danau dan bergolak seperti air
terjun. Begitulah kiranya jurus tangan Elang Merah bisa begitu
bertenaga dan air yang ditampel Elang Merah melesat dengan
kecepatan tinggi. Namun jangan lupa betapa siapapun yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempelajari ilmu silat dengan guru yang baik sedikit banyak
memahami pedoman yang sama.
Yan Zi memang lincah, selincah namanya yang berarti
walet. Jadi ia bisa melenting sementara percik-percik air yang
telah jadi sekeras besi itu mendesing-desing di bawahnya;
sedangkan aku hanya perlu mengibaskan lengan baju, agar
senjata rahasia yang sangat berbahaya karena jika berhasil
dibabat tetap meluncur karena betapapun adalah benda cair
itu berbalik ke arah Elang Merah sendiri.
Ia terpaksa melenting dan mengeluarkan pedang untuk
menangkis semua itu dengan sisi lebarnya, sehingga di tengah
gemuruh suara air terjun terdengar suara berdenting-denting
ketika percik-percik air yang telah menjadi sekeras besi itu tak
mampu menembus putaran pedangnya yang seperti baling-
baling. Aku sengaja memberinya peluang menangkis, dengan
tenaga dalam pada kibasan lengan baju secukupnya sahaja,
sehingga ketika Elang Merah menangkis percik-percik air
sekeras besi itu aku sudah berada di belakangnya,
mengambang di udara juga, dan menotok jalan darahnya
pada tengkuk agar untuk sementara dapat kulumpuhkan.
Kusambar tubuhnya sebelum terjatuh ke bawah dan
kujejak air terjun agar diriku dapat melayang bersamanya dan
hinggap kembali di jalan setapak.
Kuletakkan tubuhnya di jalan setapak itu. T ubuhnya lemas,
tetapi matanya menatap nyalang penuh dengan kemarahan.
'BIAR kubunuh dia!'' Yan Zi siap mencabut pedang, tetapi kuberi tanda agar
diam. Aku tahu Elang Merah bisa berbicara, maka aku pun
berujar panjang lebar dengan terpatah-patah.
''Sahaya yang tak bernama hanyalah seorang pengembara
miskin yang hina dina, tiada lain tujuannya berkelana sampai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke Negeri Atap Langit hanyalah mencari pengalaman dan
pengetahuan, untuk berguru kepada segenap cerdik pandai
yang telah membangun kebudayaan, agar segenap pertanyaan sahaya tentang dunia dan kehidupan ini mendapat
jawabannya. Maka pendekar gagah yang bergelar Elang
Merah boleh percaya kepada pengembara miskin yang hina
dina bahkan nama pun takpunya ini, betapa permusuhan
bukanlah sesuatu yang dicarinya. Tentu banyaklah kesalahan
paham yang dilakukannya sebagai orang asing yang bodoh
dan tanpa guna. Untuk itu sahaya mohon maaf sebesar-
besarnya. Kini sudilah kiranya Elang Merah berbicara,
kesalahan apakah kiranya yang telah sahaya lakukan
kepadanya meskipun kiranya tanpa sengaja.''
Elang Merah bisa berbicara, tetapi ia diam saja. Aku tidak
menotok jalan darahnya sampai ia tidak bisa bicara, jadi
hanya belum sudi saja berkata-kata kepadaku. Aku harus
mencari penyebab kenapa ia menyerangku. Aku berpikir
mungkin ia tidak sudi berbicara karena urusannya terkacaukan
oleh keterlibatan Yan Zi. Sudah jelas serangannya ditujukan
kepadaku yang berada di belakang Yan Zi, semestinya
memang akulah yang melayaninya bertanding, tetapi Yan Zi
yang tampak seperti berusaha melindungiku justru membuatnya kewalahan. Bahkan aku yang diserang
kemungkinan diketahui justru me lindunginya pula. Keadaan
berkembang terbalik. Betapapun, jika ia menyerangku agar akulah yang
menghadapinya, bukankah kehendaknya itu sudah berlangsung ketika kulayani serangan percik-percik air sekeras
besi itu" Ia tadi membuka serangannya dengan alasan
meminta kembali pisaunya. Sesungguhnyalah pisau terbang
bergagang gading dengan gambar ukiran naga di kedua
sisinya itu masih terselip di balik bajuku. Aku telah
membawanya begitu lama dengan hanya sekali menggunakannya, sampai lupa betapa pisau terbang itu selalu
berada bersamaku. Mungkin karena aku telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menganggapnya sebagai cenderamata, maka setelah sekali
kugunakan itu, yakni untuk menangkis golok yang
dilemparkan dari depan, dengan tujuan membaikkan arahnya,
sehingga membelah tubuh penyamun gunung yang melemparkannya, maka aku tidak pernah menggunakannya.
Lagi pula di sungai telaga, aku memang tidak mengandalkan
jenis senjata tertentu. ''Pendekar Elang Merah telah menghadiahkan kepada
sahaya sebuah pisau yang indah, maafkanlah bahwa
pengembara yang hina dina ini telah menggunakannya untuk
membela diri ketika berhadapan dengan para penyamun
lautan kelabu gunung batu. Sedikit banyak pisau terbang
Pendekar Elang Merah telah menyelamatkan jiwa sahaya,''
kataku sambil mengeluarkan kembali pisau bergagang gading
dari dalam lipatan baju, ''mohon diterima kembali pisau ini,
terima kasih banyak atas pinjamannya, dan mohon maaf tidak
sanggup mencari Pendekar Elang Merah di balik awan.''
Sembari menyerahkan pisau aku membungkuk untuk
menotok kembali jalan darahnya, supaya ia bisa menggerakkan tangannya untuk menerimanya. Sepintas
kulihat betapa Pendekar Elang Merah itu matanya indah
sekali... Bukan hanya indah, melainkan juga tajam!
Tangannya terulur menerima pisau itu dengan lemah,
tetapi bersama mengalirnya darah ke bagian yang lemah itu
tenaganya pun pulih, dan saat itulah pisau terbang yang
dimintanya kembali setelah sekian waktu tersebut melesat ke
atas. ''Aaaaaaaaahhhhhh!'' Dari atas melayang jatuh sesosok tubuh yang sudah
memegang pedang terhunus. Namun di belakang sosok tubuh
yang jatuh itu beterbanganlah sosok-sosok berbaju ringkas
yang menutupi kepalanya dengan fu tou ketat sampai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menutupi dahi, sehingga hanya kelihatan sepasang matanya
yang penuh dengan semangat pembunuhan. Agaknya mereka
semula menempel dengan ilmu cicak, pada tebing dan atap
yang menjorok dari tebing itu dan dilalui sungai yang menjadi
air terjun besar ini. ''Golongan Murni!'' Sambil mengucapkan kata-kata itu Elang Merah langsung
melejit dengan pedang di tangan dan berkelebat menyambut
sosok-sosok pembawa maut yang berkelebatan, sementara
aku tidak menunggu mayat itu jatuh untuk mencabut pisau
terbang bergagang gading dengan gambar ukiran naga pada
kedua sisinya yang menancap dijantungnya. Aku menyambar
pisau itu sembari berkelebat menghindari serangan, bahkan
secepat kilat menggores urat lehernya sehingga mereka nyaris
berbarengan melayang ke jurang.
TAK dapat kuhitung lagi sosok-sosok berbaju ringkas dan
berilmu silat sangat tinggi yang disebut Golongan Murni ini
berkelebatan ke arah kami bertiga, karena dalam gemuruh air
terjun dan kesempitan jalan setapak, pertarungan yang tidak
dapat dilihat mata ini hanya mengandalkan naluri. Yan Zi
hanya tinggal kelebat bayangan putih berkilauan, setiap
geraknya hanya berarti jeritan dan nyawa melayang.
"Elang Merah! Perempuan Tubo! Sudah lama kami
peringatkan jangan malang melintang di wilayah kami!"
Jadi Elang Merah berasal dari Tibet. Pantas orang-orang
Harimau Kemala Putih 11 Wiro Sableng 008 Dewi Siluman Bukit Tunggul Hina Kelana 31
^