Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 13

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 13


menguraikan pembangunan lingga oleh Sanjaya di atas
gunung, pada 2-4 memuat pujaan kepada Siva, pada 5
memuat pujaan kepada Brahma, pada 6 adalah pujaan kepada
Visnu, pada 7 menguraikan suburnya pulau Jawa yang kaya
akan tambang emas dan menghasilkan padi, tempat
didirikannya candi Siva dari Kunjarakunjadesa demi kebahagiaan khalayak. Pada 8-9 menguraikan bahwa pulau Jawa diperintah oleh
raja Sanna yang sangat bijaksana, adil tindakannya, perwira
dalam peperangan, dan bermurah hati kepada rakyat. Ketika
Sanna meninggal dunia, negara berkabung, sedih kehilangan
pelindung. Pada 10-11 menguraikan tentang pengganti Sanna,
yakni puteranya, raja Sanjaya, yang dikiaskan sebagai
matahari. Sanjaya tidak menerima kekuasaan langsung dari
Sanna, melainkan dari kakak perempuannya. Pada 12
menguraikan kesejahteraan, keamanan, dan ketenteraman
negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut
akan pencuri dan penyamun, sehingga rakyat hidup serba
senang. Dengan sedikit pengetahuan seperti itu, apa yang dapat
kukaji dari pengalaman Campaka"
(Oo-dwkz-oO) Episode 74: [Dua Igama Seribu Aliran]
Campaka pergi keluar sebentar karena pendapatnya
diperlukan. Apakah yang sedang berlangsung di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yavabhumipala" Kehidupanku sebagai orang persilatan tidak
memberi terlalu banyak kesempatan untuk mempelajari dan
memahami cara-cara permainan kekuasaan. Namun kini aku
sedang bebas dari perhatianku kepada Campaka. Jadi aku
mencoba mengkaji sesuatu.
Aku berada di tahun 796 dan kisah Campaka berlangsung
tahun 786. Selama itu Mataram berada di bawah
pemerintahan Rakai Panunggalan yang menggantikan Rakai
Panamkaran pada 794. Apakah yang dapat kuketahui jika
mempertimbangkan kedua sosok itu"
Sejauh kuketahui seperti yang kudengar di sebuah kedai
tentang sebuah prasasti di Kalasa yang dibuat tahun 778,
disebutkan bahwa Panamkaran sebagai pengganti Sanjaya
harus membantu maharaja Sailendra dalam pembangunan
candi untuk memuja Dewi Tara. Adapun caranya adalah
menyerahkan desa Kalasa itu kepada samgha.1)
Apakah ini berarti Panamkaran telah berganti igama, dari
pemeluk Siva menjadi Mahayana" Ada yang mengatakan, hal
itu dilakukan atas perintah ayahnya, yakni Sanjaya.
Mengapakah hal itu harus dilakukan" Dari kedai ke kedai,
pernah kudengar bahwa wangsa Sailendra adalah bangsa
asing dari Jambhudvipa yang merebut kekuasaan dan
pemerintahan negara. Sanjaya telah menetapkan Siva sebagai
igama negara, sedangkan wangsa Sailendra menetapkan
Mahayana ADAPUN Panamkaran, sebagai putra Sanjaya, mungkin
sekali seorang penganut Siva. Ketika ayahnya memerintahkan
pembangunan prasasti di Canggal pada tahun 732 dulu, usia
Panamkaran mungkin baru 15 tahun. Namun pada saat
berkuasa, benarkah tiada sesuatu yang tak dapat
dilakukannya untuk melawan kekuasaan wangsa Sailendra itu"
Meskipun puteranya, Rakai Panunggalan lahir dari seorang
putri Sailendra, dan langsung dianggap memeluk Buddha,
apakah keberigama-annya dalam permainan kekuasaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dijalankan dengan rela" Perlawanan, tidakkah juga akan
ditularkan Panunggalan ke mana-mana, termasuk kelak
mengamanatkannya secara turun temurun kepada para
penggantinya" Namun jika seorang raja boleh dianggap tunduk, apakah
juga berarti seluruh anggota keluarga istana, apalagi para
pejabat pemerintahan, yang jika tidak terlalu peduli dengan
kedaulatan negara, setidaknya akan peduli kepada jabatannya
sendiri, juga dengan suka rela akan tunduk"
Itulah pertanyaannya: Tidak adakah sesuatu di luar
prasasti" Tidak adakah sesuatu sama sekali di luar kata-kata
tertulis" Bahkan, akhirnya, benarkah tidak ada sesuatu lagi di
luar kata-kata, dengan apa pun yang dapat dikatakannya"
Dunia tidaklah selalu tenang dan tenteram seperti
tampaknya. Mataram dahulu tenang dengan satu igama tetapi
banyak dewa, meski kemudian adalah Siva yang lebih sering
tersebutkan namanya; tetapi kini terdapat agama lainnya,
dengan satu Buddha, yang tetap saja beragam alirannya,
meski takberlawanan, yang kemudian menggaungkan
Mahayana sebagai yang terbanyak pengikutnya. Sepertinya
hanya dua yang terbesar, tetapi di bawah permukaannya
berbagai aliran kepercayaan mendapatkan pengikutnya, dan
jumlah para pengikut ini tidaklah dapat dikatakan sedikit,
sehingga secara keseluruhan jumlah penganut aliran di luar
Siva dan Mahayana itu besar juga jumlahnya.
Tentu dunia tidaklah selalu tenang dan tenteram seperti
tampaknya, karena di antara hiruk pikuk atas kepercayaan
tentang adanya dunia di luar sana, mereka takjarang saling
mengatakan kepercayaan yang lain adalah sesat, dengan
berbagai sebutan seperti v idharma, upadharma, apatha,
vipatha, dan mithyadusti; di samping tiada kurang-kurangnya
yang saling menggabungkan berbagai bentuk aliran
kepercayaan ini, tak hanya dua menjadi satu, tetapi bisa tiga,
empat, atau lima menjadi satu untuk kemudian terpecah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi berbagai sempalan baru lagi; bukan takmungkin pula
dengan Siva atau Mahayana di dalamnya.
Keadaan macam ini sudah lama berlangsung di
Jambhudvipa, dan ketika tiba di kawasan Suvarnadvipa,
berbagai macam aliran kepercayaan yang sudah dianut
penduduk Suvarnabhumi dan Javadvipa semakin meramaikan
keberagaman maupun peleburannya.
Aku tercenung mengingat kerancuan antara pengakuan
manusia atas keberadaan suatu kekuasaan di luar dirinya,
dengan tindak penguasaannya sendiri yang mengatas
namakan kekuasaan di luar dirinya tersebut. Apa yang dialami
Rakai Panamkaran menjelaskan kerancuan tersebut. Namun
cerita tentang wangsa Sailendra yang datang dari seberang
lautan meragukan diriku. Ini penafsiran dari orang-orang yang
membual di kedai untuk mengisi waktu luang dalam kelelahan
perjalanan. Berarti latar belakang pengetahuanku untuk menafsirkan
cerita Campaka itu sangat terbatas. Meski begitu tidak akan
terlalu salah jika kukatakan, bahwa perangkat keagamaan
seperti tanah yang dibebaskan dari pajak demi kepentingan
igama itu, telah menjadi sarana pertentangan, juga atas nama
igama tersebut. Maka, tentang Rakai Panunggalan, yang hanya kuketahui
sebagai keturunan langsung Sanjaya, dan karena itu berhak
atas gelar maharaja, kuyakini kerumitannya menghadapi
permainan kekuasaan di istana, ketika di samping masing-
masing kelompok mengatas namakan igama untuk mempertegas kekuasaannya, terdapat pula berbagai kelompok
yang hanya memanfaatkan pertentangan ini demi kepentingannya sendiri. Secara garis besar, meski telah kukatakan aku tak yakin
betapa wangsa Sailendra itu berasa l dari seberang lautan,
harus kukatakan bahwa keberadaannya sebagai wangsa
adalah nyata. Akan kuketahui kemudian, bahwa di sinilah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ternyata hubungan dengan Sriv ijaya berperan. Barulah akan
menjadi jelas bagiku nanti mengapa terdapat sikap mendua
terhadap kedatuan Sriv ijaya pada orang-orang Mataram,
bahwa sebagian memusuhi dan sebagian yang lain
menganggapnya kawan. Di daerah-daerah mana para raja Sailendra dan maharaja
itu berkuasa, tidaklah kuketahui dengan pasti, tetapi aku
mendengar perbincangan di berbagai kedai itu, bahwa para
raja Sailendra karena hubungan persahabatan dengan
Srivijaya, dan kelak kekuasaannya atas kedatuan tersebut,
berhasil mendapat kedudukan lebih terkemuka di Javadvipa,
daripada raja-raja garis keturunan Sanjaya yang lebih tua.
Bukan hanya para raja Sailendra sangat menggebu dalam
kegiatan igama, terutama pembangunan candi-candi, tetapi
dukungan Sriv ijaya dengan segenap kekayaan telah berperan
sangat menentukan.9) "Apalagi raja-raja yang memeluk Siva selalu bersedia
memberikan tanah yang sangat diperlukan untuk pembangunan candi-candi itu," kuingat seseorang berpendapat waktu itu, yang ternyata kemudian disanggah
"Jangan terlalu percaya dengan para juru warta yang
membawa gong ke mana-mana menyampaikan warta istana.
Tidak ada ceritanya raja me- nyerahkan tanah untuk igama
berbeda, biarpun atas perintah maharaja."
Aku masih teringat adegan itu. Jangan menganggap rakyat
yang buta huruf tidak bisa berpikir. Betapapun rakyat juga
mempunyai otak. Bila kuingat gambar-gambar pahatan di
lantai terbawah candi besar yang mengungkapkan kehidupan
sehari-hari rakyat sebagai orang biasa itu, maka kusaksikan
sebenarnya kemampuan mata yang melihat, seperti mata
ketiga di dahi Buddha yang menembus segala rahasia.
Tidakkah sejarah sebenarnya memang digerakkan oleh rakyat,
meski yang tercatat hanya nama-nama para pemimpin"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ya, jangan terlalu mudah percaya, siapa pun dia yang
berbicara mewakili kepentingan suatu kuasa. Apakah itu
pejabat istana maupun pemuka igama, apalagi yang lebih
sibuk dengan urusan dunia."
Kemudian tiba-tiba saja Campaka muncul kembali di pintu.
Telah kuketahui bagaimana ia bertarung untuk mengukur
kemajuannya dalam sepuluh tahun, tetapi tak kusangka
bahwa langkahnya telah menjadi begitu ringan sampai
takkuketahui kedatangannya di depan pintu. Meski aku telah
tenggelam begitu rupa di dalam pikiranku, aku seharusnyalah
mendengar langkah-langkah itu. Namun terbukti aku tidak
mendengarnya! Siapakah yang telah menjadi gurunya"
NAMUN ia masih harus menceritakan kembali kisah yang
telah disampaikan Naru. Kusampaikan kembali seperti telah
disampaikan Campaka kepadaku, tetapi dengan cara seperti
juru cerita menceritakan tokoh-tokoh, tanpa dirinya terlibat
sama sekali dalam peristiwa sepuluh tahun lalu itu.
Orang-orang tercekat. Peristiwa itu berlangsung terlalu
cepat. Sebuah bayangan berkelebat ke arah remaja tanpa
nama yang kesaktiannya sama sekali takterduga itu, melebihi
pendekar manapun yang sepak terjangnya telah mereka
saksikan. Mereka kemudian hanya sempat melihat remaja tanpa
nama itu mencabut kedua pedang dari punggungnya, tetapi
setelah itu hanya bayangan berkelebat yang terlihat, karena
kecepatan pertarungan dalam hujan yang tidak bisa diikuti
oleh mata. Hanya terdengar desis dan jeritan kera
mencerecek, taklama, karena lantas terdengar jeritan. Disusul
bunyi cebur. Baru kemudian terlihat remaja takbernama itu di
tepi perahu tambang, mengamati air sambil masih memegang
kedua pedangnya, hanya sebentar, karena dari dalam air
kemudian menguak bayangan berkelebat, dan menarik remaja
itu ke dalam air. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka hanya mendengar suara cebur, kemungkinan
karena tubuh yang menyambar dan tubuh yang disambar
masuk ke dalam air. Setelah itu hanya terdengar kesunyian
malam pada sebuah rakit yang terseret arus ke dalam
kegelapan. Di atas perahu tambang yang sesak dengan lima
pedati adalah para mabhasana dan dua tukang tambang,
Radri dan Sonta. Kedua tukang tambang ini, karena
pengalaman kerjanya di sepanjang sungai, lengkap dengan
bentrokan mereka ketika harus melindungi penyewa perahu
tambangnya dari penjarahan para penyamun, segera tahu apa
yang telah terjadi. "Kami tak dapat melihatnya, tetapi jelas remaja tanpa
nama itu telah diserang Si Kera Gila," ujar Sonta.
"Bagaimana kalian mengetahuinya" Tidak ada yang dapat
kami lihat sama sekali."
"Kukenal cerecek dan jeritan kera dalam permainan ilmu
silatnya yang sungguh gila."
"Tetapi remaja tanpa nama itu tinggi sekali ilmu s ilatnya."
Menghadapi Si Kera Gila, ilmu silat saja takcukup, karena


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kera Gila terlalu licik dan berbahaya.i
Mereka terdiam. Sadar telah kehilangan seseorang yang
semula sangat dan memang bisa diandalkan. Ia memainkan
dua pedang di tangannya dengan sangat indah, hanya untuk
sejenak, karena untuk selanjutnya seluruh gerakannya taklagi
dapat dilihat dengan mata telanjang.
Arus menyeret perahu tambang. Hujan akhirnya berhenti.
Para mabhasana yang basah kuyup dan lelah, menggigil
tubuhnya karena kedinginan dan ketakutan. Radri dan Sonta
dengan sekuat tenaga menjaga arah perahu, dua galah
mereka setengah mati bertahan agar perahu takberbalik
dengan muatan seperti ini. Memang perahu tidak terbalik,
tetapi perahu berputar-putar seperti ada yang mempermainkannya. Arus bergema dalam kegelapan malam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Betapa berat urusan mengantarkan barang-barang untuk
upacara penyerahan simaO "Radri! T ahan di depan!" Sonta berteriak dari belakang.
Kedua tukang tambang berhasil menghentikan perputaran,
sehingga perahu meluncur lurus, tetapi memang menjadi lebih
cepat. Kini mereka harus berusaha memperlambat kecepatan,
karena jika sempat bagian depan perahu menyelusup ke
bawah permukaan air, lantai perahu akan miring ke depan,
dan segenap pedati dengan isinya itu akan tenggelam ke
dasar sungai. "Tenanglah Bapak, setelah jeram satu ini, sungai akan
tenang kembali," ujar Radri, yang di antara kilat halilintar,
sempat melihat betapa para mabhasana wajahnya pucat pasi.
"Kami percaya kepada kalian, Radri dan Sonta, tetapi masih
jauhkah pelabuhan sungai tempat dari mana kita akan menuju
ke Ratawun?" "Di depan kelokan itu Bapak, tenanglah, wilayah ini berada
dalam kekuasaan kami!"
Naru tertegun. Cara Radri mengucapkan kata kekuasaan
kami itu tidak seperti ucapan seorang tukang perahu tambang
yang lugu. Namun sejak awal sebenarnya Naru sudah
tercengang melihat keberanian Radri dan Sonta ketika
menghadapi Gerombolan Kera Gila. Meskipun jurus-jurus yang
memanfaatkan galah dan dayung merupakan keterampilan
bela diri yang umum di antara para tukang perahu di
sepanjang sungai, karena di sekitar pelabuhan memang selalu
ada perompak sungai mengincar barang-barang dagangan,
Naru melihat keberanian dan keterampilan mereka lebih dari
biasa. Keduanya selalu tahu arah serangan para perompak itu,
tempat mereka selalu dapat melumpuhkannya dengan
menghajar kepalanya begitu muncul dari dalam air.
PARA mabhasana yang lain juga saling berpandangan
dengan Naru. Mereka dengan cepat segera menangkap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gelagat. Kedua tukang perahu yang sudah ikut berjuang
sehidup semati bersama mereka itu mungkin saja sebetulnya
berjuang untuk diri mereka sendiri! Mereka menghadapi
Gerombolan Kera Gila dengan gagah berani, bukan karena
jiwa kepahlawanan untuk membela penumpang atau penyewa
perahu mereka sampai mati, tetapi sebagai perompak lain
yang ingin menguasai barang jarahan yang sama. Bedanya,
jika Gerombolan Kera Gila mengerahkan segalanya sebagai
bagian dari permainan kekuasaan di istana, maka Radri dan
Sonta hanyalah perompak biasa di luar perma inan itu, yang
dalam keadaan biasa belum tentu bertahan ketika Gerombolan
Kera Gila dikerahkan semuanya seperti itu. Bahkan apalagi
ternyata Si Kera Gila pun turun tangan sendiri.
Namun kehadiran remaja tanpa nama yang oleh Naru
semula dipanggil Bocah, dan kemudian berubah menjadi T uan
itu, ternyata mengubah segalanya.
Seluruh rencana mengambil alih barang-barang upacara penyerahan sima
bukan saja takkunjung berhasil, tetapi bahkan Gerombolan
Kera Gila yang diandalkan itu pun ternyata nyaris musnah.
Kini, dengan lenyapnya Gerombolan Kera Gila, begitu pula Si
Kera Gila itu sendiri bersama remaja takbernama tersebut, tak
ada lagi yang bisa menghalangi Radri dan Sonta menguasai
harta karun itu. Gerimis turun rintik-rintik ketika perahu tambang melewati
kelokan, dan lantas mendekati tepian. Hanya kegelapan lamat-
lamat memperlihatkan dinding batu. Naru tercekat.
''Di mana pelabuhan itu Radri" Tidak ada apa-apa di sini!''
Sonta di bagian belakang perahu bersuit. Maka sebentar
kemudian dari balik batu-batu besar muncul sekitar duapuluh
orang yang semuanya hanya berkancut dan bertelanjang
dada. Tidak ada tanda-tanda yang membedakan mereka
dengan orang biasa, kecuali wajah mereka yang tegas dan
kejam serta mata mereka yang nyalang. Mereka membawa
bermacam-macam senjata di tangannya. Mulai dari golok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
biasa, kapak bertali, tombak pendek, maupun penggada batu
yang bisa menghancurkan kepala.
Para mabhasana mencabut golok mereka. Radri berbalik
menghadapi para mabhasana dan tertawa terbahak-bahak.
''Huahahahaha! Tuan-Tuan, menyerahlah jika tidak ingin
kehilangan nyawa! K ini barang-barang di dalam pedati ini milik
gerombolan Radri dan Sonta!''
''Gerombolan apa" Apakah kalian juga penyamun wahai
Radri dan Sonta"'' ''Benar sekali! Huahahahaha! Gerombolan Kera Gila telah
musnah! Kini tiba giliran kami menguasai sungai ini!''
Naru mengacungkan goloknya.
''Radri dan Sonta, kalian tahu bahwa kami hanyalah para
mabhasana, hanyalah para penjual pakaian, yang kadang
merangkap sebagai pawdihan (tukang jahit), kadang juga
menjadi manglakha (tukang celup kain warna merah), atau
juga manila (tukang celup kain warna biru). Artinya kami tidak
mahir berolah senjata dan karena itu tentu akan dengan
mudah kalian musnahkan. Namun ketahuilah Radri dan Sonta,
meskipun kami tampaknya lemah dan tanpa daya, kami tidak
memiliki jiwa tikus seperti kalian! Jadi majulah kalian para
astacandala! Jika kami mati, sudah jelas jiwa kami mendapat
tempat yang lebih tinggi dari jiwa kalian!''
Radri tertawa makin keras.
''Jiwa pahlawan! Huahahahahaha! Jiwa pahlawan! Huahahahahaha! Wahai Sang Buddha! Ampunilah hamba!
Huahahahahaha!'' Suaranya yang keras terpantul pada dinding-dinding tebing.
Gerimis kembali menjadi hujan. Para mabhasana, yang telah
memperlihatan keteguhan jiwa dalam mengabdi negara,
menanti serangan dengan dada berdebar-debar.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Episode 75: [Putri Seorang Penyamun]
PARA mabhasana itu sudah siap untuk mati, ketika Radri
dan Sonta melompat ke tepian dan me lenting ringan di pucuk
batu-batu besar. ''Giliran kalian sekarang,'' kata Radri kepada anak buahnya,
''aku sudah capai membunuhi anak buah Si Kera Gila.''
Sepuluh perompak melompat ke atas perahu tambang.
Mereka mengangkat senjata dan segera menyerang para
mabhasana yang berjumlah lima orang itu dengan jurus
mematikan. Namun belum juga sampai senjata mereka
menyentuh tubuh, ataupun tertangkis oleh golok para
mabhasana, sesosok bayangan berkelebat cepat tak
tertangkap mata, disusul bunyi tinju menghantam tubuh, dan
tahu-tahu kesepuluh perompak itu sudah berteriak kesakitan
sebelum jatuh ke sungai. ''Aaaaaaaaahhh!'' Byur... ''Aaaaaaaahhh!'' Byur... Byur... Byur... Byur... Para mabhasana yang sudah siap menyambut serangan
juga terkejut karena mendadak kehilangan lawan mereka.
Tentu mereka harus tetap waspada karena masih ada sepuluh
lagi anak buah Radri dan Sonta yang s iap menyerang. Namun
dari lentikan kilat yang berkeredap sekejap, terlihat betapa
mereka pun sangat amat terkejut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di atas perahu tambang itu, di balik tirai hujan, terlihatlah
seorang perempuan yang tubuhnya penuh rajah, sehingga ia
seperti mengenakan busana, padahal sampai kepada
payudaranya pun terbuka. Payudaranya tidak besar, hanya
sebesar buah jeruk, tampak sesuai dengan gambar rajah yang
seperti membungkus tubuhnya. Dengan payudara seperti itu,
ia tidak perlu menutupinya dalam permainan ilmu s ilat, karena
memang tidak akan menimbulkan gangguan apa pun.
Perempuan inilah, yang berkain dari pinggang sampai ke lutut,
dengan dua pisau panjang bergerigi terselip di pinggangnya
yang ramping itu, yang telah menjatuhkan sepuluh perompak
secepat kilat dengan tangan kosong. Kesepuluh perompak
yang tadi jatuh tercebur, berenang ke tepian berbatu-batu dan
naik dengan tubuh menggigil tak berani membalas.
''Nilam ! Kenapa kamu selalu mencampuri urusan Ayah!''
Naru mengangkat alis. Perempuan yang telah menolong
mereka ini anak Radri" Putri seorang penyamun"
''Ayah selalu berprasangka buruk kepadaku, padahal
semuanya kulakukan demi kepentingan Ayah!''
''Hmmh! Kepentinganku" Apa maksudmu dengan perbuatanmu kali ini, Nilam"''
''Ayah memang seorang perompak, dan pekerjaan seorang
perompak memang merampas harta benda, tetapi kali ini
Ayah merampas harta benda yang salah.''
''Jelaskanlah maksudnya, wahai Nilam, putriku yang selalu
mengganggu.'' Naru menghela nafps. Ayah beranak ini berbicara di tengah
hujan lebat, dan nasib mereka semua sangat tergantung dari
percakapan itu. Bukanlah nyawa para mabhasana yang
mereka bicarakan itu, melainkan perihal harta benda tersebut.
Nyawa manusia tidak ada artinya dibandingkan barang-
barang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia perhatikan perempuan yang disebut Nilam itu. Cantik,
tetapi tampaknya sangat kejam. Kedua pisau panjangnya saja
bergerigi, seperti telah menjelaskan tujuan penggunaannya
yang bukan sekadar melumpuhkan, melainkan juga menyakiti
lawan. ''Tidak tahukah Ayah bahwa harta benda yang berada
dalam pedati ini bukan sembarang harta benda orang kaya,
melainkan harta benda yang dipesan oleh kerajaan"''
Radri dan Sonta telah diberi tahu remaja tanpa nama itu
perihal serba-serbi isi pedati. Justru pemberitahuan itulah
yang telah menggoda keduanya.
''Ya, kami tahu riwayat isi pedati itu. Justru karena kami
jadi bersemangat merebutnya.''
''Apakah yang Ayah katakan telah Ayah ketahui itu"''
''Bahwa semua barang ini pesanan istana, yang akan
diserahkan untuk upacara penyerahan sima. Ada pihak yang
bermaksud merampas, dengan tujuan menggagalkannya. Apa
salahnya jika aku saja yang merampoknya"''
Hujan bukannya makin reda. Petir memekakkan telinga.
Nilam yang rambut panjangnya basah dan menempel di kulit
punggungnya yang penuh rajah berteriak keras berusaha
mengatasinya. ''PERBUATAN itu sangat berbahaya Ayah! Ini bukan
perampokan biasa! Ini perampokan sebagai bagian pengkhianatan terhadap negara! Jika kita merampoknya juga,
kita akan menghadapi dua pihak, para pengkhianat yang
merasa jarahannya tercuri maupun para pengawal rahasia
istana! Mengambil barang-barang ini terlalu besar akibatnya,
akibat yang tidak perlu pula!''
Radri terdiam. Lantas mendengus.
''Anak perempuan! Pintar bicara seperti ibunya!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sudah jelas ia harus mengakui kebenaran kata-kata
putrinya. ''Jangan sebut lagi tentang Ibu! Biarlah hidupnya tenang di
alam barzah!'' Terbayang oleh Naru suatu sengketa keluarga yang tidak
dapat ditebaknya. ''Bagaimana aku harus percaya ini semua bukan
karanganmu Nilam"'' Nilam menghela napas panjang.
''Kalapasa....'' ''Kalapasa"'' ''Kalapasa mengetahui semuanya.''
Hmm. Kalapasa. Radri mengetahui bahwa Nilam berkasih-
kasihan dengan seorang anggota Kalapasa, dan dari sanalah
maka penjelasannya bisa dipercaya. Sebagai putri seorang
penyamun, Nilam jauh lebih berotak daripada ayahnya.
''Jadi apa yang harus kita lakukan Nilam"''
Di antara keredap kilat, Naru melihat senyuman Nilam yang
licik. ''Kita tidak akan merampok, melainkan menyelamatkan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barang-barang ini.'' ''Lantas"'' ''Tentu kita tidak akan memilikinya Ayah, kita akan menjadi
pahlawan.'' Radri masih tidak percaya betapa ia tak akan memiliki harta
benda yang ibarat kata sudah jatuh ke tangannya. Naru tidak
bisa membayangkan, betapa dapat menjadi begitu licin
seorang putri penyamun seperti Nilam.
''Jadi kita akan menyerahkannya"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Ya, kita akan menyerahkannya.''
''Kepada siapa"'' Nilam kembali menunjukkan bagaimana
ia dapat memegang kendali. ''Kudengar pengawal rahasia istana sedang menyusul para
mabhasana ini.'' Kini Radri tahu bahwa Nilam telah menyelamatkan mereka,
berkat segala pesan yang didapatkannya dari seorang anggota
Kalapasa, meski ia sendiri tidak menyukai lelaki yang sudah
beristri itu. ''Dasar anak penyamun,'' katanya kepada Nilam
waktu itu, ''bisanya menyamun suami orang.''
Nilam yang cerdas tentu saja menjawabnya, ''Apakah Ayah
bukan penyamun, sehingga menyamun istri orang sampai Ibu
meninggal karena merana"''
Namun kini Radri sedang memikirkan sesuatu yang lain. Ia
turun dari batu, dengan nada yang sudah berubah.
''Nilam, Ayah setuju pendapatmu, kamu memang cerdas
seperti ibumu, yang juga anak seorang penyamun; tetapi
bagaimana kalau kita tidak usah menyerahkan semuanya"''
''Maksud Ayah"'' ''Dari tiap karung kita ambil sedikit-sedikit, tentu mereka
tidak akan tahu. Benda-benda ini sangat berharga, biarlah
seluruh anggota kita memilikinya meski hanya sedikit-sedikit
sahaja.'' Nilam tertawa terbahak-bahak.
''Bahkan penyamun pun tidak boleh sebodoh itu, Ayah!
Hahahaha! Apakah Ayah pikir juru hitung bendaharawan
istana tidak akan menghitungnya.''
''Barang sebanyak ini"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Ayah! Sekeping inmas pun, kalau hilang, mereka akan
mengetahuinya!'' ''Haaaaaaaaaahhhhh!'' Radri meraung ke angkasa untuk menyalurkan kejengkelannya. Naru bergidik mendengar perkembangan ini. Harta benda
memang tidak jadi dirampas, bahkan akan dikembalikan,
tetapi bukankah para mabhasana ini telah mendengar bahwa
pengembalian itu bukanlah pengembalian yang tulus" Para
petinggi istana mungkin sangat peduli kepada tiap keping
inmas di antara barang-barang di dalam pedati itu, tetapi
apakah juga akan peduli kepada jiwa para mabhasana" Naru
yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan anak
buahnya, baru menyadari betapa murah jiwa manusia di
tengah dunia persilatan. Telah disaksikannya sepak terjang
remaja tak bernama itu menghadapi lawan-lawannya. Betapa
kejam dunia persilatan itu, betapa tanpa ampun!
Meskipun kawanan penyamun itu tidak saling mengucapkan
sesuatu tentang nasib mereka. Naru dapat membaca suatu
gelagat yang sangat tidak mengenakkan perasaan.
Nilam menoleh kepada para mabhasana.
''Turun kalian,'' katanya.
Perintahnya jelas sangat tegas dan penuh wibawa. Ketika
melewatinya, Naru mengamati sepintas rajah di tubuh Nilam
yang membuatnya seperti mengenakan busana atasan.
Rupanya gambar seekor naga melingkar dan mengangakan
mulutnya. Kepalanya berada di depan dengan mulut
menganga, kedua payudara nilam yang sebesar buah jeruk
separo menjadi mata naga itu, dengan kedua puting berikut
lingkaran di tepiannya menjadi lingkaran hitam mata naga.
Suatu rajah yang indah, pikir Naru, sekaligus ganas dan
mengerikan. Jika suatu gambar rajah merupakan usaha
seseorang untuk menunjukkan siapa dirinya, mungkinkah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dapat ditafs irkan bahwa Nilam ingin menjadi naga yang
menerkam" Istilah naga mencerminkan wibawa, tetapi juga
suatu kuasa. Apakah Nilam ingin berkuasa dan menerkam
siapa pun di bawah kekuasaannya"
Mereka melangkah di antara batu-batu menonjol di tepian,
dan setelah mencapai dataran yang rata di baliknya, mereka
digiring masuk hutan. Tampak betapa ini pun merupakan
daerah takbertuan. Seberapa besarkah kekuasaan seorang
raja di sebuah wilayah tanpa manusia" Di sanalah orang-orang
yang ingin menjadi tuan atas dirinya sendiri bercokol. Mereka
ingin hidup bebas atas kehendak mereka sendiri. Tak sudi
tunduk kepada kekuasaan apa pun. Tidak kepada seorang
raja, tidak pula kepada suatu igama. Tidak sudi membayar
pajak, tidak pula akan menyerahkan tanah untuk candi. Bila
perlu bahkan membangun kekuasaan mereka sendiri.
Maka demikianlah para penyamun di sepanjang sungai
menentukan wilayah kekuasaannya bagi diri mereka, tak
peduli apakah itu daerah yang tidak pernah disentuh manusia,
ataupun bagian dari wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah
kerajaan. Dalam hal yang terakhir inilah para penyamun akan
berhadapan dengan para penegak hukum, pasukan yang
dikirim untuk membasmi mereka sampai ke akar-akarnya.
Meski dalam kenyataannya, para penyamun bukan saja masih
bercokol di berbagai wilayah tepian sungai, melainkan
jumlahnya dari saat ke saat menjadi semakin banyak.
Naru melihat Nilam memberi tanda kepada anak buah
ayahnya. Dengan patuh mereka segera melaksanakan
perintahnya, yakni menutup mata para mabhasana dengan
kain. Semenjak saat itu Naru hanya mendengar suara-suara.
Ia berpikir, apakah diri mereka akan dibunuh" Semula ia
mengira bahwa mata itu harus ditutup, karena jalan yang
akan mereka lalui adalah jalan rahasia. Sebagai orang-orang
di luar hukum, mereka harus menjaga agar tempat
persembunyian mereka tidak diketahui siapa pun. Hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anggota kawanan mereka boleh mengetahuinya. Ini memang
sebuah kemungkinan, tetapi Naru yang dalam keadaan tubuh
menggigil, karena hujan deras kini disapu angin dingin, masih
mampu berpikir, bahwa tujuan Nilam untuk membunuh para
mabhasana sangat masuk akal.
Kawanan ini bermaksud menunjukkan jasa, dengan tujuan
menjadikan kekuasaan negara sebagai pelindung kegiatan
mereka. Permainan seperti ini bukan tidak pernah dilakukan
oleh para pejabat istana. Mereka biarkan para perompak
sungai merajalela, selama terdapat upeti yang diserahkan
kepada mereka. Dalam keadaan seperti ini ada kalanya
berlangsung pemerasan luar biasa, karena mereka ternyata
mengirim pasukan setiap kali upeti dianggap kurang. Para
penyamun atau perompak yang garang menjadi pihak yang
diperas! Bukankah dengan begitu istana telah menjadi bagian
dari jaringan kejahatan pula"
Namun, kali ini, demikianlah mungkin pikiran Nilam, bukan
sekadar kawanannya akan membina hubungan dengan salah
seorang pejabat istana dengan sembunyi-sembunyi; melainkan karena jasa yang akan mereka reka untuk itu, maka
bukan seorang pejabat culas tersembunyi yang akan mereka
jadikan bagian jaringan, sebaliknya adalah istana yang akan
memberi penghargaan atas jasa mereka secara resmi!
Betapapun, jasa menyelamatkan barang-barang bagi kepentingan upacara sima bukanlah sembarang jasa, karena
kegagalan upacara merupakan kegagalan mendapatkan tanah
untuk kepentingan yang sangat berguna. Tentu saja rencana
Nilam hanya bisa berjalan jika para mabhasana yang telah
mendengarkan perbincangan mereka ditutup mulutnya, tentu
untuk selama-lamanya... Naru mendengar suara hujan, dan juga mendengar
percakapan yang jelas merupakan bahasa sandi. Seperti
bahasa Kawi yang mereka ucapkan sehari-hari, tetapi yang
dibalik-balik dengan aturan tertentu, menjadi ''bahasa maling''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang hanya dikuasai para candala pengabdi dunia hitam.
Langkah Naru menyapu semak-semak, sementara hujan
agaknya telah menjadi gerimis. Tanah terasa sekali sangat
amat becek, sehingga terdengar beberapa kali para
mabhasana yang ditutup matanya dengan kain itu terjatuh.
SETIAP kali terjatuh, mereka ditunggu untuk bangkit
berdiri. Kadang-kadang mereka jatuh begitu rupa sampai
wajah mereka menyelusup ke dalam tanah becek. T erdengar
suara makian para penyamun, yang dirasa oleh Naru telah
ditugaskan untuk membantai mereka. Takterdengar lagi suara
Nilam. Naru berpikir tentang malapetaka yang akan menimpa
istana, apabila para penyamun mendapatkan kepercayaan
sebagai orang-orang yang berjasa. Padahal tanpa remaja
takbernama itu, bagaimana Gerombolan Kera Gila yang jaya
musnah bagaikan tanpa sisa"
Mendadak alam yang telah menjadi hening ketika gerimis
menghilang itu, dipenuhi dengan bentakan, teriakan dan
makian yang sangat merendahkan dan menghina. Lantas
sebentar-sebentar terdengar jerit kesakitan dan suara tubuh
yang jatuh berdebam, sembari masih mengerang penuh
penderitaan. Ditutupi kain dengan tangan terikat erat ke
belakang, jelas membuat para mabhasana kebingungan. Naru
mencoba tenang, dan merasa senang: Agaknya mereka
sedang dibebaskan! ''Para penyamun, kami prajurit kerajaan Mataram!
Menyerah atau mati!'' Ketika kalimat ini diucapkan, anak buah Radri sebetulnya
tinggal sedikit. Tangan Naru yang terikat tiba-tiba terasa
bebas, dan dengan cepat ia membuka kedua matanya. Dalam
kegelapan di balik tirai hujan, pertarungan terlihat sudah
mencapai saat terakhir. Para penyamun yang dilihatnya di tepi
sungai tadi sudah terkapar. Hanya tinggal Radri yang
bertahan, karena Sonta juga sudah terlihat tengkurap dengan
tombak menembus punggungnya. Naru segera mengenali
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
para pembebasnya sebagai pengawal rahasia istana. Peringkat
tertinggi dalam lapisan pasukan kerajaan, di atas pasukan
kerajaan sebagai peringkat terbawah, maupun pengawal raja
yang berada di atasnya. Namun menghadapi lawan, mereka
tampil dengan satu nama resmi untuk menunjukkan
wewenang hukumnya, yakni prajurit kerajaan Mataram.
''Kami tak mengakui kerajaan mana pun!'' Radri berteriak
lantang. Namun Radri pun akhirnya tumbang dengan sepuluh pisau
terbang di dadanya. Para mabhasana yang semuanya telah
membuka penutup mata, dengan cepat saling berpandangan.
Nilam tak berada di tempat dan artinya ia masih berkeliaran,
padahal dialah yang sebetulnya sungguh paling berbahaya.
Baru berpikir seperti itu, suatu bayangan berkelebat dan
menyerang pengawal rahasia istana dengan sangat cepatnya.
Secepat berpikir itu sendiri, lima pengawal rahasia istana
terguling dengan sayatan mengerikan di dadanya, hasil
sayatan pisau panjang Nilam yang bergerigi itu.
''Waspada! Anak penyamun itu!''
Terdengar teriakan mengingatkan.
Tentu bukan pengawal rahasia istana jika tidak dengan
cepat bisa mengatasi masalahnya. Lima korban itu tidak
bertambah lagi karena Nilam telah dikepung limabelas orang
pengawal rahasia istana, laki dan perempuan, dengan jurus-
jurus kepungan yang untuk sementara takbisa dipecahkan
oleh Nilam. Mereka mengitari Nilam dengan jurus Naga
Menimang Telur Emas yang membuat Nilam hanya dapat
menangkis dengan sepasang pisau panjang bergeriginya itu.
Dalam perputaran cepat yang membuat kelima belas
pengawal takterlihat mata itu, setiap saat terdapat senjata
yang menyerang Nilam. Dalam hal ilmu silat, jelas ilmu Nilam
lebih tinggi daripada ayahnya, karena ilmu silatnya bukanlah
sekadar ilmu silat tukang tambang yang mengandalkan jurus-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jurus dengan galah dan dayung lagi. Ilmu meringankan
tubuhnya tinggi, terbukti dari gerakan tubuhnya yang tidak
terlihat, dan jelas Nilam menguasai tenaga dalam, seperti
ketika ia membuyarkan kepungan itu.
''Huahhhh!'' teriaknya. Dua orang anggota pengawal rahasia istana roboh sambil
memuntahkan darah. Perempuan yang tubuhnya dibelit
gambar rajah naga menganga itu berjungkir balik dengan
ringan ke atas, dan hinggap pada dahan sebuah pohon.
''Kalian para pengawal rahasia istana yang terkemuka,
kudoakan kalian akan tetap hidup dalam tugas-tugasmu, agar
bisa mengalam i pembalasanku. Kalian telah membunuh
ayahku dan menghancurkan persaudaraannya. Daku Nilam,
putri satu-satunya, tidak akan tinggal diam. Namun daku tahu
kalian tidak akan menemukan tempat ini dan menggerebek
kami, jika tidak karena pengkhianatan seorang kepadaku.
''Kalian pintar telah menggunakan anggota Kalapasa yang
bermulut manis dan berhasil merayu daku. Akan daku cari dia
sebelum kalian sempat memberi tahunya, dan akan daku
kirimkan seluruh anggota tubuhnya kepada masing-masing
dari kalian. Ingat, tak seorang pun dari kalian pembunuh
ayahku akan lolos dariku.
''Kalian boleh bermimpi buruk setiap malam sampai daku


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencabut nyawa kalian. Perhatikan bahwa daku, Nilam, selalu
membalas, dan pembalasan daku akan selalu lebih kejam!''
Nilam lantas melemparkan butiran-butiran kain sebesar
kelereng ke arah para pengawal rahasia istana, yang ketika
ditangkis meledak serta mengeluarkan asap menutupi
pandangan. Angin malam segera menyingkirkan asap di udara yang
basah, tetapi pada saat itu Nilam sudah menghilang.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Episode 76: [Menghasut Lingkar Para Raja]
KINI menjadi jelas bagiku bagaimana Naru bisa mendadak
muncul bersama para pengawal rahasia istana dan
menemukan Campaka yang didera kegalauan karena
pengkhianatan yang takmasuk di akalnya. Pengawal rahasia
istana telah mengendus rencana penggagalan upacara
penyerahan sima melalui kelompok Kalapasa, tetapi saat itu
rombongan mabhasana sudah jauh dan telah mengalami
berbagai macam peristiwa. Meski begitu, mereka berusaha
mengikuti jejaknya dan mendengar berbagai peristiwa yang
telah dialam i rombongan ini. Mereka putuskan untuk
menyelamatkan para mabhasana dari ancaman Gerombolan
Kera Gila, tanpa mengetahui bahwa diriku dan Campaka
berada dalam rombongan. Sebuah pesan susulan dari jaringan Ka lapasa menceritakan
punahnya Gerombolan Kera Gila dan kemungkinan bahwa
Nilam, puteri penyamun Radri, akan mengambil alih harta
benda tersebut untuk memaksakan perjanjian dengan
kerajaan. Pesan itu tentu saja tidak menyebut-nyebut tentang
diriku dan pertarungan dengan Kera Gila; maupun pengiriman
Campaka yang berlangsung karena ketidak tahuan kami atas
pengkhianatan oleh para penyelenggara upacara penyerahan
sima itu sendiri. Sumber berita yang terbatas kepada
pengamatan dari tepi sungai, membuat para petugas Kalapasa
tidak dapat memastikan apa yang berlangsung di atas perahu
di tengah sungai besar yang nyaris selalu mengalir dalam
curah hujan lebat itu. Lagipula Kalapasa adalah jaringan rahasia penyelusup,
bukan jaringan rahasia mata-mata seperti Cakrawarti, yang
mampu memanfaatkan setiap manusia dari setiap kasta di
setiap tempat demi kepentingan mutu pesan rahasia yang
dijualnya. Namun anggota Kalapasa yang berkasih-kasihan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan Nilam telah mendengar dari puteri anak penyamun itu,
bahwa Gerombolan Kera Gila telah dibantai seorang remaja
tak bernama, tetapi Si Kera Gila masih hidup dan masuk akal
jika diperkirakan akan membalasnya. Radri dan Sonta rupanya
telah menyampaikan pesan rahasia berantai kepada Nilam,
ketika perahu tambang mereka menurunkan Campaka di
pelabuhan sungai. Rencana Nilam setelah menerima pesan itu memang
matang, merampok dan menjadikan benda-benda upacara itu
sandera untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Gerombolan
Kera Gila di sepanjang sungai. Namun justru gagasan yang
disampaikannya kepada kekasih gelap itulah, yang ternyata
dijual untuk membuktikan kesetiaan Kalapasa saat itu
terhadap kerjasama dengan pengawal rahasia istana.
Maka rontoklah rencana Nilam yang matang, tetapi Naru
mengingatkan para pengawal rahasia istana tentang
keberadaan Campaka yang ternyata memasuki sarang
serigala. Mendengar cerita Campaka tentang apa yang diceritakan
Naru, kukagumi kesungguhan hati para pengawal rahasia
istana dalam pengabdiannya kepada kerajaan, maupun
keterampilan serta ketabahan mereka yang tinggi menghadapi
segala kesulitan. Kudengar betapa mereka telah memacu
kudanya begitu rupa di sepanjang tepi sungai, setelah susah
payah mencari jejak sebelumnya, lantas menyeberanginya
dengan kuda yang terpaksa harus berenang, dan tiba tepat
pada saat Naru dan kawan-kawannya nyaris ditewaskan.
"Merekalah yang menawarkan kepada sahaya untuk dilatih
dan bergabung sebagai pengawal rahasia istana," ujar
Campaka, "apalagi setelah mereka ketahui bahwa ayah dan
suami sahaya adalah prajurit."
Begitulah, sepuluh tahun kemudian adalah Campaka, yang
bukan hanya melatih, bukan hanya memimpin pasukan, tetapi
memimpin pembasmian dan perburuan terhadap seluruh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jaringan kejahatan Naga Hitam. Tidak tahukah ia bahwa
penyebaran ketakutan oleh jaringan kejahatan Naga Hitam
digerakkan dari dalam istana itu sendiri"
Aku masih belum pulih benar. Namun sebetulnya aku sudah
bisa berangkat lagi. Aku bimbang dan diliputi keraguan.
Pertama, aku memang ingin mengajarkan ilmu pedang kepada
Campaka, hal ini bukanlah masalah bagiku, tetapi ini membuat
aku harus tetap tinggal untuk sementara. Kedua, aku diliputi
keraguan apakah aku harus menempur dan membasmi Naga
Hitam dengan segera, ataukah mengikuti kata hatiku untuk
pergi mengembara" Aku tidak bisa mengambil keputusan
karena aku telah membiasakan diriku untuk hidup menurut
aliran sungai kehidupan yang akan membawaku; ke mana
arus mengalir ke sanalah aku akan berada, ke mana ujung
kakiku mengarah ke sana pula aku akan melangkah. Itulah
memang kehidupan yang kuinginkan, mengembara seperti
angin, tanpa halangan dan tanpa tujuan, selain melakukan
pengembaraan itu sendiri.
NAMUN kusadari sepenuhnya, betapa sikap seperti itu
adalah suatu sikap yang mewah. Hanya dapat dilakukan oleh
siapa pun yang tidak terikat oleh suatu kewajiban, apakah itu
kewajiban kepada keluarga, kepada tanah, kepada kerajaan,
dan kepada kehidupan. Seorang pendekar kelana memang
tidak terikat oleh apapun, tetapi ia tetap terikat oleh kewajiban
kepada kehidupan. Bahwa dalam segala kesempatan ia wajib
memelihara dan menjaga kehidupan seperti merawat tanaman
dalam pertumbuhan. Dengan kemampuannya dalam ilmu silat, itu berarti ia
harus menggunakannya untuk membela mereka yang
tertindas, lemah dan tidak berdaya, serta menegakkan
keadilan, karena ketidak adilan akan membunuh kehidupan.
Suatu kewajiban yang akan terasa berat bagi mereka yang
masih memikirkan dirinya sendiri, ketika dengan bersemangat
mencari ilmu sebanyak-banyaknya dalam perjalanan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengembara ke berbagai penjuru bumi dalam suasana
kebebasan. Maka, seperti yang kulakukan sekarang, aku tidak
bisa terlalu lama tinggal di suatu tempat, tetapi juga tidak
akan menolak setiap masalah yang berpapasan dengan jalan
kehidupanku dan menuntut untuk diselesaikan.
Persoalannya, seberapa cepatkah urusanku dengan Naga
Hitam bisa segera diselesaikan" Ia selalu bisa memburu dan
menemukanku, tetapi tidak kujamin diriku bisa memburu dan
menantangnya. Dengan segenap cita-cita dan jaringan yang
dimilikinya untuk terlibat dalam permainan kekuasaan,
kuragukan Naga Hitam berminat mempertaruhkan semua itu
dalam suatu pertarungan. Aku tidak berani takabur, bahwa
aku pasti akan mampu melumpuhkannya dalam suatu
pertarungan, tetapi kurasa Naga Hitam mempunyai alasan
kuat untuk tidak turun sendiri sampai sekarang untuk
menghabisiku, dan itu adalah kemampuanku untuk juga bisa
mengakhiri pertarungan dengan kemenanganosedang arti
kekalahan dalam dunia persilatan, meski bermakna kesempurnaan, juga berwujud kematian.
Naga Hitam belum pernah terkalahkan. Aku juga belum
pernah terkalahkan. Namun pengalaman Naga Hitam yang
panjang, dan berbagai kemenangannya melawan pendekar-
pendekar ternama, yang membuatnya diakui sebagai naga,
bukanlah suatu kelebihan sembarangan.
Aku tidak gentar menghadapi Naga Hitam. Aku hanya
berpikir, jika Naga Hitam sampai hari ini tidak pernah
menemuiku sendiri, meski sudah begitu banyak murid dan
pengikutnya tewas ditanganku, maka aku pun tidak akan
pernah bisa mencarinya. Salah satu jalan adalah menantangnya secara terbuka, karena jika ia tidak
melayaninya maka ia akan terpermalukan selama-lamanya.
Namun harus kuakui bahwa hal semacam itu tidaklah sejalan
dengan perasaanku. Aku tidak ingin membuat seseorang
bertanding hanya karena takut dipermalukan. Apalagi aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sendiri pun tidak mempunyai keinginan mendapat nama dan
meraih gelar. Bukankah aku seperti telah ditakdirkan untuk
lahir dan menjalani kehidupan tanpa suatu nama"
Begitulah aku diliputi kebimbangan.
(Oo-dwkz-oO) DI samping balai-balaiku tergeletak Kitab Arthasastra.
Setiap anggota pasukan pengawal rahasia istana harus
mempelajarinya. Aku juga pernah membuka-bukanya, seperti
aku telah membuka semua kitab lain dalam peti kayu milik
orangtuaku yang kutinggal di Desa Balinawan itu. Membuka-
bukanya tidak sama dengan mempelajarinya. Betapapun aku
merasa perlu untuk suatu saat berguru secara tersendiri
perihal isi Arthasastra itu. Namun kisah Campaka tentang
segala permainan yang penuh kerahasiaan di istana telah
menggugah minatku untuk membuka-buka kembali Arthasastra tersebut. Perhatianku segera tertarik kepada Buku Keduabelas,
Tentang Raja yang Lemah, tepatnya Bab Tiga pada Bagian
165, yang berjudul "Menghasut Lingkar Para Raja." Bagian ini
terdiri atas 21 pasal dan semuanya akan kuungkapkan.
para petugas rahasia yang bekerja dekat dengan rajanya musuh
dan disukai raja tersebut
hendaknya memberi tahu kepada siapa saja yang bersahabat
dengan kepala pasukan jalan kaki,
kepala pasukan kuda, kereta temur, dan gajah
bahwa raja marah dengan kepercayaan seperti kepada sahabat bila desas-desus sudah padat
para pembunuh bayaran TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setelah bersiap dengan segala bahaya
yang akan timbul dari pergerakan malam hari
hendaknya pergi ke rumah para kepala itu
dan berkata, ''Dengan perintah raja, Datanglah bersama kami.''
hendaknya mereka dibunuh begitu keluar rumah
dan berkata kepada yang berada di dekatnya,
''Inilah pesan raja.'' kepada yang tidak dibunuh
para petugas rahasia hendaknya berkata
bahwa dirinya diberitahu raja,
''Mereka ini meminta sesuatu
yang tidak boleh diminta;
kuberikan kepada mereka upaya agar mereka percaya kepadaku;
mereka sekongkol dengan musuh;
usahakan menghancurkan mereka.''
hendaknya petugas rahasia
bertindak seperti itu. dengan ini dijelaskan seluruh kelompok orang yang dapat dibujuk atau petugas rahasia yang bekerja di dekat raja
memberitahunya, bahwa seorang petinggi
berhubungan dengan orang-orang dari pihak musuh
bila ini dipercaya, tunjukkan para pengkhianat
yang membawa surat dari dia
dan katakan, ''Ini orangnya!''
atau, setelah menyuap pejabat utama dengan tanah
dan para kepala pasukan dengan uang
hendaknya dibuat memerangi bangsa sendiri
atau membawa mereka pergi
hendaknya ia membuat putera raja
yang tinggal di dekat atau dalam benteng
dibujuk oleh petugas rahasia,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Kau adalah putra yang memiliki keunggulan pribadi lebih besar
tapi kau disisihkan; lalu mengapa kau berbeda"
perangi dan rebut kerajaan;
putra mahkota akan segera
menghancurkanmu.'' setelah membujuk para kepala hutan
dengan uang dan kehormatan
ia hendaknya membuat kerajaannya dihancurkan
atau, ia hendaknya berkata kepada
musuh yang berada di belakang,


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Raja ini setelah menghancurkan saya, pasti akan menghancurkanmu;
serang dia dari belakang;
bila ia berbalik kepadamu,
aku akan menyerang dia dari belakang.''
atau, ia hendaknya berkata kepada sekutu musuh,
''Aku bendunganmu; kalau aku pecah; raja ini akan menguasai kalian semua;
mari kita bersatu dan mengacau dari jalur pengirimannya.'' maka ia hendaknya mengirimkan surat-surat
kepada mereka yang bersatu
dengan dia dan mereka yang tidak bersatu,
''Raja ini, setelah mencabut akarku,
pasti akan bertindak melawanmu:
awas; lebih baik kau membantuku.''
ia hendaknya mengirimkan seruan
kepada raja yang di tengah
dan yang tidak berpihak, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
agar menyerah kepadanya, supaya selamat. MEMBACA Arthasastra bagian tersebut membuat aku
bergidik, karena jika memang menjadi kitab yang dirujuk para
penyelenggara kekuasaan, maka takterbayangkan olehku
suasana dalam istana yang penuh pertarungan di bawah
permukaan. Wajah-wajah yang tidak dapat dipastikan
kejujurannya, dan saling curiga yang hanya bisa dituntaskan
dengan pembunuhan untuk memastikan keamanan. Jika pun
negeri lain tidak merupakan ancaman, maka kecurigaan akan
adanya pemberontakan sudah cukup untuk memanaskan
keadaan. Perasaan terancam menimbulkan ketakutan,
ketakutan mendorong penindasan, dan penindasan mendorong pemberontakan, yang hanya akan berjalan jika
didukung pengkhianatan. Seribu satu kepentingan membuat
berbagai hubungan antar pejabat dalam istana menjadi ruwet
dan tidak mungkin dipetakan lagi. Bagaimana caranya
pengawal rahasia istana mengatasi keadaan ini" Seberapa
jauhkah pemahaman atas isi Arthasastra akan membantunya"
Jika Arthasastra menjadi pegangan setiap pelaku dalam
jaringan benang kusut ini, bagaimana pula para pelaku itu
akan saling menghindar dan mengatasi yang lain"
Di antara semua itu, aku menaruh perhatian kepada dua
hal jika menerapkannya kepada istana Rakai Panunggalan
yang harus dijaga keamanannya oleh Campaka: Pertama,
bahwa istana menjadi tempat berkeliaran Cakrawarti yang
menjalankan peran petugas rahasia, maupun sasaran
Kalapasa yang menjalankan peran pembunuh bayaran; kedua,
bahwa dengan hadirnya Kalapasa maka akan, dan mungkin
telah, berlangsung pembunuhan takterpecahkan, karena seni
membunuh, termasuk secara gaib, adalah pada tujuannya
agar siapa yang membunuh tidak pernah diketahui. Perhatian
ini, tentu, adalah untuk Campaka, karena sebagai pemimpin
sebuah pasukan pengawal rahasia istana, bukan saja ia harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mampu menangkal dan melacak jejak kejahatan seperti itu,
melainkan juga karena dirinya pun takmustahil dapat menjadi
sasaran pembunuhan. Para pembunuh dalam permainan seperti itu tidak akan
sekadar membunuh, melainkan juga berkemungkinan membunuh demi sebuah pengarahan kepada kesan tertentu,
misalnya bahwa korban dibunuh oleh seseorang yang
memang harus difitnah, dengan bukti-bukti meyakinkan. Aku
tidak merasa yakin mengetahui cara menangkal fitnah, tetapi
kurasa dapat kuberikan kepada Campaka cara menangkal
pembunuhan, baik yang terbuka maupun yang diam-diam.
Maka pada suatu saat menjelang malam, ketika kelelawar
baru mulai berangkat terbang dengan latar belakang gunung
berkabut, setelah usai kuberikan kepadanya Ilmu Pedang
Naga Kembar, kuminta ia melakukan samadhi dan
mengosongkan dirinya sendiri.
''Hanya ada kegelapan dalam dirimu,'' kataku.
''Hanya ada kelabu. ''Hanya ada putih. ''Hanya ada cahaya. ''Hanya ada kebeningan. ''Hanya ada keheningan. ''Hanya ada kekosongan. ''Tiada lagi dirimu.'' Lantas kupindahkan kepadanya sesuatu dalam diriku yang
akan membuatnya mampu menangkis bacokan belati atau
menendang siapa pun yang akan menyentuhnya tanpa
peringatan saat ia sedang tidur, dan tetap tak perlu bangun
meski telah dihindarinya daun pintu yang jatuh karena tertiup
angin, sehingga ia yang mesti berada di bawahnya telah
berada di atasnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian kuuji dia dengan cambukan mendadak saat
bersamadhi itu, dan ternyata tangannya bergerak cepat
menangkap cambuk itu. Kemudian kusambar sembarang
dedaunan di sembarang pohon sembari mengitarinya agar aku
bisa menyerangnya sambil berputar dengan kecepatan yang
tidak dapat diikuti oleh mata. Ternyata dengan tenangnya pula
Campaka telah menggerakkan tangannya dalam samadhi,
bagaikan seorang penari, bagaikan Durga yang menggerakkan
keenam tangannya, sehingga ratusan daun yang telah kuubah
menjadi setajam belati dan meluncur ke tempat-tempat
mematikan di sekujur tubuhnya itu, rontok bagaikan daun
kering kembali. NAMUN jika pun segenap gerak berkalimat itu dapat
dibacanya, bagaimanakah caranya menghindarkan pernyataan
kematian" Telah disebutkan betapa ketika dihadapkan kepada
lawan maka Jurus Dua Pedang Menulis Kematian bagai
suratan kematian itu sendiri. Bagaimanakah caranya menolak
atau menghindari suratan kematian" Padahal itulah yang akan
dituliskan oleh Campaka kepadaku, dan tentunya dariku
kepada Campaka --bagaimanakah caranya kami tidak saling
berbunuhan" Demikianlah tadi kukatakan betapa aku bersiap untuk
sebuah aksara, tetapi ternyata Campaka tidak mengeluarkan
aksara sama sekali, setidaknya bukan aksara yang kukenal!
Astaga, mungkinkah aku tewas karena ilmu yang kuturunkan
sendiri" Untuk diperhatikan, aku tidak pernah menganggap
Campaka muridku, karena ilmu yang kuberikan bukanlah
gubahanku sepenuhnya. Aku hanya mengembangkan Jurus
Dua Pedang Menulis Kematian pada akhir rangkaian Ilmu
Pedang Naga Kembar gubahan pasangan pendekar yang telah
mengasuhku. Ilmu silat bagiku adalah hak milik semua orang
yang ingin mempelajarinya, tak seorang guru pun berhak
menguasai ilmu silatnya untuk diri sendiri sahaja, karena jika
itu terjadi maka kesempurnaan rohani yang diburunya dalam
ilmu persilatan tidak akan pernah dicapainya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jadi, telah kuberikan semuanya yang kuketahui mengenai
Ilmu Pedang Naga Kembar sampai kepada Jurus Penjerat
Naga dan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Maka jika
terdapat sesuatu yang tak kukenal dari gerak Campaka,
apakah yang telah dilakukannya" Aku bergerak secepat-
cepatnya untuk terus menghindari buruan ujung pedangnya
yang sangat berbahaya. Campaka telah memadukan
gerakannya dengan bunyi mulut. Namun bunyi mulut itu pun
tidak mengartikan sesuatu. Hanya bunyi demi bunyi itu
sendiri. Aku sempat kebingungan dan hanya bisa menghindar
dan menghindar, sembari berpikir keras untuk memecahkannya. Telah kukatakan bahwa meski dalam sepuluh tahun ini
kemajuan ilmu silat Campaka sungguh luar biasa, tetapi
perkembangan ilmu silatku sendiri jauh berlipat ganda
dibanding kemajuan Campaka. Maka jika Campaka telah
menyulitkan aku sekarang, tentu itu bukanlah karena ia punya
tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya,
seberapa hebat pun kemajuan Campaka dalam hal itu,
belumlah akan mengungguli aku. Adapun Ilmu Pedang Naga
Kembar yang baru saja kuturunkan, jelaslah kuketahui seluk
beluknya seperti aku mengenal diriku. Apakah yang telah
terjadi" Hanya satu jawaban dimungkinkan. Campaka telah
menggunakan otaknya! Tak ada ilmu silat lain yang dikuasai
Campaka berada di luar pengetahuanku, sehingga tak bisa lain
ini berarti Campaka telah menafsirkan Jurus Dua Pedang
Menulis Kematian dengan caranya sendiri, yang sengaja
menghindari kemungkinanku untuk mengenalinya! Namun
bagaimana itu mungkin, jika aksara yang dikenal Campaka
tidak lebih banyak, bahkan mestinya lebih sedikit daripada
berbagai jenis aksara yang kukenal" Maka tentu tetaplah
Campaka memanfaatkan aksara yang kukenal juga, tetapi
dengan cara penulisan yang berbeda. Adalah tugasku untuk
memecahkannya! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak mudah melakukan hal ini, dalam pertarungan dengan
kecepatan yang tidak dapat diikuti oleh mata! Namun pernah
kukatakan, jika kita mampu bergerak lebih cepat dari cepat,
maka yang cepat itu akan tampak begitu lamban, sehingga
mungkin diperiksa dan dibaca segenap pergerakannya. Maka
aku bergerak dua kali lebih cepat dari semula, begitu cepatnya
sehingga seolah-olah aku dapat membelah diriku jadi dua;
yang satu melayani Campaka, yang lain mengamati
pergerakan pedangnya. Dengan cara ini segera kudapatkan
pemecahannya. Campaka telah menggunakan otaknya, aku
pun harus menggunakan otakku!
Kemudian kuketahui bahwa Campaka telah menggunakan
huruf yang sama saja, tetapi telah memecahkannya menjadi
garis-garis lurus, garis-garis lengkung, dan titik-titik, yang
memiliki keteraturan begitu rupa sehingga dalam perbandingannya akan dapat dikenali sebagai aksara juga.
Pantas semula gerakan kedua pedangnya bagiku sangat
membingungkan! Dengan cara ini setiap aksara yang biasanya
terbentuk oleh satu gerakan singkat, kini menjadi lebih
panjang dan lebih lama waktunya untuk menjadi kata, dan
tentu lebih lama lagi menjadi kalimat. Dalam kecepatan yang
tidak dapat diikuti mata, kemampuan memecahkan ini,
meskipun bukan merupakan sembarang penemuan, masih
belum berarti apa-apa; karena bukankah kematian pada
dasarnya telah dituliskan" Mungkinkah menghindari kematian
yang telah disuratkan, dengan dua pedang pula"
LANTAS kuambil sebatang tongkat, kuperlakukan bagai
tombak yang siap menusuknya. Kutusukkan tongkat itu
dengan cepat seolah tombak menusuk lehernya, tetapi yang
berhenti hanya dalam jarak satu jari dari lehernya yang
jenjang. Ternyata Campaka masih bersamadhi, tetap
bergeming sama sekali! Ketika ujung tongkat itu kugerakkan
lagi untuk menyentuh lehernya, ia lenyap begitu saja, dan
mendadak sudah berada di atas dahan sebuah pohon di
belakangku, masih dalam keadaan bersamadhi!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka aku teringat langkah kakinya yang begitu ringan
sehingga tak terdengar olehku itu. Telah tergabung dalam
dirinya kecepatan dan kegaiban yang akan membuatnya sulit
tertandingi. Itu pula suatu syarat mutlak, jika ingin mampu
memainkan Ilmu Pedang Naga Kembar sampai pada tingkat
Jurus Penjerat Naga, yang sengaja diciptakan untuk
menghadapi para naga apabila terpaksa bentrok suatu ketika;
maupun Jurus Dua Pedang Menulis Kematian yang telah
kukembangkan sendiri. Lantas kusapa dia dengan Ilmu
Pembisik Sukma agar dia memudarkan samadhi, karena ingin
kuperiksa pengaruh tenaga gaib itu kepada I lmu Pedang Naga
Kembar yang dimainkan berpasangan.
Dalam cahaya bulan kami segera berkepak seperti
kelelawar saling menyambar buah-buahan. Pertarungan kami
berlangsung di atas pucuk-pucuk pepohonan yang bagi kami
terasa bagaikan lapangan. Campaka menggunakan kedua
pedangnya dan aku menggunakan kedua pedang hitam dari
dalam tanganku. Sembari terbang saling desak mendesak
kami bertukar tusukan dan babatan yang ketika berbenturan
mengeluarkan percik-percik api di tengah malam. Suara logam
tipis berbenturan lembut tanpa nafsu pembunuhan meski
terjamin akan tetap mematikan.
Ilmu Pedang Naga Kembar sebetulnya diciptakan Sepasang
Naga dari Celah Kledung untuk dimainkan berpasangan.
Namun menyadari bahwa latihan hanya akan berlangsung
antara pasangan tersebut, maka suatu cara pengujian
ketepatan penguasaan telah diciptakan pula berdasarkan
kebutuhan, yakni bahwa suatu jurus tertentu akan
berhadapan dengan jurus tertentu. Dalam ketepatan
penguasaan, keberpasangan tersebut akan tampak indah
karena penuh dengan pesona gerakan.
Campaka tersenyum bahagia menghayati keindahan gerak
jurus-jurus Ilmu Pedang Naga Kembar, karena kami bagai


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawakan tarian terbang berpasangan. Namun tentu saja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tidak ingin membuatnya lengah, maka beberapa kali
kukejutkan dia dengan berbagai serangan mendadak, dengan
penambahan kecepatan, dan gabungan berbagai jurus yang
sengaja kubuat membingungkan. Ternyata bahwa Campaka
melayani semua itu dengan jurus-jurus pasangan yang telah
digabungkannya pula. Kami berkelebat saling sambar
menyambar tanpa suara sepanjang malam, mendaki tingkatan
dari jurus ke jurus sampai melewati Jurus Penjerat Naga dan
tiba pada Jurus Dua Pedang Menulis Kematian.
Sampai di sini kami harus berhati-hati, karena mengeluarkan jurus ini bagai menentukan kodrat yang sesuai
dengan namanya, yakni akan berakhir dengan kematian
lawan. Mungkinkah kami menghindarkan kematian yang kami
tentukan sendiri" (Oo-dwkz-oO) Episode 77: [Membaca Gerakan Pedang]
DEMIKIANLAH Campaka mulai bergerak. Aku sudah bersiap
untuk suatu gerak berdasarkan aksara yang akan menjadi
kata, dan pada gilirannya kata demi kata yang akan menjadi
kalimat. Itulah kalimat yang bisa pendek dan bisa panjang,
tetapi semuanya menyatakan kematian. Bersama pernyataan
akan kematian itulah pedang telah menancap ke jantung
lawan, atau di mana pun titik pada tubuh manusia yang akan
membuat jiwanya melayang dari tubuhnya.
Dalam pertarungan dengan kecepatan yang tidak bisa
diikuti oleh mata, jangankan aksaranya dapat terbaca, karena
geraknya pun tiada terlihat pula, maka gerakan lawan harus
diikuti dengan kecepatan yang sama agar gerak terbaca
sebagai aksara, rangkaian aksara sebagai kata, dan akhirnya
rangkaian kata-kata membentuk kalimat yang menyatakan
kematian. Demikianlah untuk mengimbangi Jurus Dua Pedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Menulis Kematian seseorang bukan hanya seperti setiap
pendekar harus menguasai ilmu meringankan tubuh dan
tenaga dalam, tetapi wajib me lek aksara pula, itu berbagai
cara menulis aksara, agar dalam aksara apa pun lawan
mengasalkan geraknya akan segera diketahuinya pula.
NAMUN jika pun segenap gerak berkalimat itu dapat
dibacanya, bagaimanakah caranya menghindarkan pernyataan
kematian" Telah disebutkan betapa ketika dihadapkan kepada
lawan maka Jurus Dua Pedang Menulis Kematian bagai
suratan kematian itu sendiri. Bagaimanakah caranya menolak
atau menghindari suratan kematian" Padahal itulah yang akan
dituliskan oleh Campaka kepadaku, dan tentunya dariku
kepada Campaka, bagaimanakah caranya kami tidak saling
berbunuhan" Demikianlah tadi kukatakan betapa aku bersiap untuk
sebuah aksara, tetapi ternyata Campaka tidak mengeluarkan
aksara sama sekali, setidaknya bukan aksara yang kukenal!
Astaga, mungkinkah aku tewas karena ilmu yang kuturunkan
sendiri" Untuk diperhatikan, aku tidak pernah menganggap
Campaka muridku, karena ilmu yang kuberikan bukanlah
gubahanku sepenuhnya. Aku hanya mengembangkan Jurus
Dua Pedang Menulis Kematian pada akhir rangkaian Ilmu
Pedang Naga Kembar gubahan pasangan pendekar yang telah
mengasuhku. Ilmu silat bagiku adalah hak milik semua orang
yang ingin mempelajarinya, takseorang guru pun berhak
menguasai ilmu silatnya untuk diri sendiri sahaja, karena jika
itu terjadi maka kesempurnaan rohani yang diburunya dalam
ilmu persilatan tidak akan pernah dicapainya.
Jadi, telah kuberikan semuanya yang kuketahui mengenai
Ilmu Pedang Naga Kembar sampai kepada Jurus Penjerat
Naga dan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Maka jika
terdapat sesuatu yang takkukenal dari gerak Campaka,
apakah yang telah dilakukannya" Aku bergerak secepat-
cepatnya untuk terus menghindari buruan ujung pedangnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sangat berbahaya. Campaka telah memadukan
gerakannya dengan bunyi mulut. Namun bunyi mulut itu pun
tidak mengartikan sesuatu. Hanya bunyi demi bunyi itu
sendiri. Aku sempat kebingungan dan hanya bisa menghindar
dan menghindar, sembari berpikir keras untuk memecahkannya. Telah kukatakan bahwa meski dalam sepuluh tahun ini
kemajuan ilmu silat Campaka sungguh luar biasa, tetapi
perkembangan ilmu silatku sendiri jauh berlipat ganda
dibanding kemajuan Campaka. Maka jika Campaka telah
menyulitkan aku sekarang, tentu itu bukanlah karena ia punya
tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya,
seberapa hebat pun kemajuan Campaka dalam hal itu,
belumlah akan mengungguli aku. Adapun Ilmu Pedang Naga
Kembar yang baru saja kuturunkan, jelaslah kuketahui seluk
beluknya seperti aku mengenal diriku. Apakah yang telah
terjadi" Hanya satu jawaban dimungkinkan. Campaka telah
menggunakan otaknya! Tak ada ilmu silat lain yang dikuasai
Campaka berada di luar pengetahuanku, sehingga tak bisa lain
ini berarti Campaka telah menafsirkan Jurus Dua Pedang
Menulis Kematian dengan caranya sendiri, yang sengaja
menghindari kemungkinanku untuk mengenalinya! Namun
bagaimana itu mungkin, jika aksara yang dikenal Campaka
tidak lebih banyak, bahkan mestinya lebih sedikit daripada
berbagai jenis aksara yang kukenal" Maka tentu tetaplah
Campaka memanfaatkan aksara yang kukenal juga, tetapi
dengan cara penulisan yang berbeda. Adalah tugasku untuk
memecahkannya! Tidak mudah melakukan hal ini, dalam pertarungan dengan
kecepatan yang tidak dapat diikuti oleh mata! Namun pernah
kukatakan, jika kita mampu bergerak lebih cepat dari cepat,
maka yang cepat itu akan tampak begitu lamban, sehingga
mungkin diperiksa dan dibaca segenap pergerakannya. Maka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku bergerak dua kali lebih cepat dari semula, begitu cepatnya
sehingga seolah-olah aku dapat membelah diriku jadi dua;
yang satu melayani Campaka, yang lain mengamati
pergerakan pedangnya. Dengan cara ini segera kudapatkan
pemecahannya. Campaka telah menggunakan otaknya, aku
pun harus menggunakan otakku!
Kemudian kuketahui bahwa Campaka telah menggunakan
huruf yang sama saja, tetapi telah memecahkannya menjadi
garis-garis lurus, garis-garis lengkung, dan titik-titik, yang
memiliki keteraturan begitu rupa sehingga dalam perbandingannya akan dapat dikenali sebagai aksara juga.
Pantas semula gerakan kedua pedangnya bagiku sangat
membingungkan! Dengan cara ini setiap aksara yang biasanya
terbentuk oleh satu gerakan singkat, kini menjadi lebih
panjang dan lebih lama waktunya untuk menjadi kata, dan
tentu lebih lama lagi menjadi kalimat. Dalam kecepatan yang
tidak dapat diikuti mata, kemampuan memecahkan ini,
meskipun bukan merupakan sembarang penemuan, masih
belum berarti apa-apa; karena bukankah kematian pada
dasarnya telah dituliskan" Mungkinkah menghindari kematian
yang telah disuratkan, dengan dua pedang pula"
KAMI masih berkelebat di pucuk-pucuk pepohonan ketika
hari terang tanah dan kelelawar-kelelawar tampak datang dari
langit yang ungu beterbangan pulang. Bagaimana menghindari kematian masing-masing apabila dua petarung
telah sampai kepada Jurus Dua Pedang Menulis Kematian"
Campaka melayang dan menari-nari dengan kedua pedang
menuliskan kematian terindah yang paling dimungkinkan bagiseorang pendekar. Berkali-kali pedangnya berdesir hanya
berjarak tiga, dua, bahkan satu jari dari dada, perut, mata,
maupun leherku. Padahal ini hanya latihan. Aku tentunya
harus diandaikan tak membiarkan diri latihan ini berakhir
dengan kematian. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemampuanku membaca aksara yang telah dipecah
Campaka dalam susunan baru garis-garis lurus, garis-garis
lengkung, dan titik-titik ini membuatku akan bisa mengatasinya. Campaka telah menggerakkan kedua dengan
sangat cepat dengan caranya sendiri untuk menyusun kalimat
berikut: hanya kehampaan setelah mati, garis terputus, ketiadaan
dunia Ini berarti bagi Campaka kematian adalah suatu akhir.
Maka dengan cara menulis aksara yang sama kedua pedang
hitamku membentuk kalimat seperti ini:
kehidupan dan kematian adalah satu, tiada awal dan tiada
akhir Dengan kalimat seperti ini, suratan kematian yang
dituliskan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian yang
diguratkan Campaka tidak dihindari atau ditolak, justru
diterima, sehingga pedang yang mana pun tak bisa lagi
membunuhnya. Sebaliknya Jurus Dua Pedang Menulis
Kematian yang diguratkan olehku untuk mengimbanginya juga
tidak akan membunuhnya dalam arti mengakhiri kehidupan,
karena juga takmungkin jika kematian ternyata bagian saja
dari kehidupan yang tak berawal dan tak berakhir.
Saat itulah, masih di angkasa, pedang kami saling
menyambar tapi tak saling berbenturan, berhenti tepat pada
saat berjarak sehelai benang, tak bisa berlanjut lagi. Lantas
kami turun perlahan seperti kapas yang jatuh melayang
dengan ringan. Begitu menginjak tanah, Campaka memasukkan kedua
pedang ke sarungnya di punggung dan bersujud sambil
menangis tersedu-sedu. ''Ampunilah sahaya T uan! Ampunilah sahaya! Sudilah Tuan
sahaya panggil sebagai guru!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia terus mengulangi kata-kata itu dan kubiarkan dia
menangis sampai habis. Hutan begitu sunyi. *Aku juga
takmengerti apa yang bisa kulakukan dengan sikapnya ini.
Namun bagiku dia bukanlah murid takhanya karena alasan
yang telah kusebutkan tadi. Aku memang takpernah ingin
mengangkat murid, jika itu berarti mencari seseorang untuk
menerima ilmuku, bukan hanya karena ilmu pada dasarnya
bukan milikku, melainkan karena ilmu silat yang kutemukan
sendiri, seperti Jurus Bayangan Cermin, dan yang sedang
kucoba gali sekarang, yakni suatu jurus yang takberbentuk,
karena yang dipermainkannya adalah pikiran, memang tidak
bisa diturunkan. Ilmu Pedang Naga Kembar adalah warisan pasangan
pendekar yang telah mengasuhku, Jurus Penjerat Naga
bahkan kupelajari dari sebuah kitab. Biarlah ilmu pedang itu
menjadi milik dunia dan biarlah semua orang mengembangkannya. Sebab jika ilmu silat tingkat tinggi hanya
menjadi milik sejumlah pendekar, akan menjadi sangat kuat
godaan memperlakukannya sebagai alat untuk berkuasa dan
memperjual belikannya kepada siapa pun yang mampu
memberinya harga tertinggi pula.
''Ilmu merupakan suatu kuasa,'' kuingat pasangan pendekar
itu pernah menyampaikannya, ''karena itu sebanyak mungkin
orang sebaiknya memiliki ilmu, supaya penguasa ilmu tidak
menindas yang tidak berilmu. Ilmu memberikan kepada kita
pengetahuan lebih daripada pengetahuan yang dimiliki orang
tidak berilmu. Dalam keadaan seperti ini, harus ada suatu cara
agar kuasa ilmu tidak dimiliki terlalu sedikit orang. Bukan
hanya ilmu silat, melainkan ilmu apapun yang ada di muka
bumi ini.'' Maka aku pun tidak mau diuntungkan oleh kepemilikan ilmu
itu. Semakin banyak orang menguasai ilmu silat, semakin
sedikit orang akan bisa memperjual belikan kuasa ilmu silat
kepada siapapun dengan tujuan apapun. Sebegitu jauh, ilmu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
silat terlalu sering menjadi alat untuk memaksakan kehendak,
dan karena itu kekuasaan atas ilmu silat harus dihancurkan
melalui penyebaran ilmu silat itu sendiri.
Saat cahaya matahari menembus dedaunan membentuk
sepetak cahaya di tempat Campaka bersujud, usai pula tangis
perempuan itu. Ia mendongak dengan mata yang basah. Usia
perempuan ini 35 tahun. Us iaku sepuluh tahun di bawahnya.
Namun jika sepuluh tahun lalu, ketika usiaku 15 tahun, aku
merasa Campaka jauh lebih tua, hal itu kini sudah tidak
berlaku lagi. DAHULU ia mencengangkan aku sebagai orang awam yang
terpaksa menjadi pelacur untuk membalas dendam atas


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematian suaminya. Kini kurasakan sudah sewajarnyalah
perempuan setangguh ini menjadi seorang prajurit dengan
ilmu silat yang tinggi. Ia bukan hanya prajurit, ia memimpin
suatu pasukan dalam kesatuan pengawal rahasia istana.
Bagiku bahkan kecerdasannya layak menempatkan dirinya
dalam kedudukan panglima. Namun Campaka tak pernah ingin
aku memandangnya dengan cara seperti itu.
''Maafkan sahaya Tuan, jika telah berani lancang.
Barangkali sahaya memang bukanlah perempuan yang pantas
untuk menjadi murid Tuan. Maafkanlah sahaya Tuan!''
Lantas Campaka berkelebat menghilang.
Aku tidak mengejarnya. Termangu-mangu di tengah
kesunyian hutan pada suatu pagi. Hanya burung-burung
terdengar memecahkan sepi.
(Oo-dwkz-oO) AKU menghela napas. Hidup berjalan tanpa bisa diduga.
Aku tertangkap, hampir mati, dan dibebaskan oleh Campaka.
Namun kini aku sendiri lagi, berjalan di tengah keramaian, tak
tahu kapan akan bertemu Campaka lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ya, aku berada di sebuah kedai di pelabuhan. Sembari
makan nasi dengan lauk ikan bakar, kuamati dunia di luar
sana. Hmm. Itukah yang disebut kapal" Juga, itukah yang
disebut laut, samudera yang luasnya bagai tiada berbatas"
Kapal-kapal yang berlabuh itu katanya berasal dari
Samudradvipa. Begitulah, Samudradvipa adalah sebuah pulau,
yang konon jauh lebih besar daripada Javadvipa. Namun
Samudradvipa juga sering disebut sebagai bagian dari
Suvarnabhumi, yang begitu luas, tidak kalah luasnya dengan
Suvarnadvipa. Jika mendengar penjelasan orang, yang pengetahuannya
sama-sama terbatas seperti aku, ketika mereka sebutkan
cakupan wilayahnya, tampaknya antara Suvarnabhumi dan
Suvarnabhumi bertumpang tindih, karena disebutkan untuk
menyebut tempat yang sama, meski dalam kerinciannya tidak
betul-betul sama. Samudradvipa dan Javadvipa misalnya, tak
jarang disebutkan sebagai bagian dari Suvarnabhumi maupun
Suvarnadvipa. Sejauh kuingat dari pembacaan kitab yang
berisikan perbincangan antara Raja Milinda dan Sang
Nagasena, yakni M ilindapanha, nama Java disebutkan terpisah
dari Suvarnabhumi dalam 24 wilayah yang telah diarungi para
pelaut Jambudvipa lama. Jika perbincangan itu sendiri
berlangsung 700 tahun lalu, mana yang lebih berlaku" Jika
Javadvipa bukan bagian Suvarnabhumi, benarkah Suvarnabhumi tidak mencakup Javadvipa, dan bahkan hanya
kata lain dari Samudradvipa" Karena memang di Samudradvipa ini terdapat emas, sedangkan di Javadvipa
tidak, padahal Suvarnabhumi berarti tanah emas.
APA pun namanya, aku ingin pergi ke Samudradv ipa, pulau
yang disebut sebagai pusat kedatuan Sriv ijaya. Aku juga te lah
membaca karya Buddha berbahasa Pali, Mahaniddesa, yang
ditulis 300 tahun lalu, bahwa terdapat wilayah bernama
Suvarnabhumi dan Wangka yang termasuk kerajaan Srivijaya.
Jika aku berjarak lebih dekat daripada penulis kitab-kitab
Milindapanha dan Mahaniddesa,
mengapa aku tidak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendatanginya sendiri saja" Ingin kuketahui bagaimana
caranya orang menambang timah di pulau Wangka, tempat
terdapatnya prasasti di Kota Kapur yang konon katanya dapat
mengutuk, seperti yang kudengar di kedai waktu itu.
Langit sungguh biru dan kudengar angin. Namun layar-
layar kapal itu masih tergulung. Kapan mereka akan berangkat
berlayar dan bagaimana cara supaya dapat berada di atasnya"
Aku baru saja menghabiskan ikan bakar itu ketika terjadi
keributan di depan kedai.
''Orang Sriv ijaya terkutuk! Dasar negeri bajak laut! Dikau
sudah mempertaruhkan kapal, dan ternyata dikau kalah!
Kenapa dikau tidak sudi menyerahkannya, wahai candala tiada
berkasta"'' ''Hati-hati bicara orang Shailendra, kita berasal dari wangsa
yang sama, jangan masalah keturunan dibawa, karena darah
bisa tumpah tanpa ada perlunya!''
Mereka terus beradu mulut dan orang banyak datang
mendekat. Para pelaut Sriv ijaya yang berkulit hitam karena
matahari dan badannya serba tegap dan kukuh datang di
belakang lelaki yang kalah judi itu. Di belakang bandar judi
yang menuntut haknya muncul para tukang pukul dengan
senjata terhunus. Cahaya matahari berkilauan dipantulkan
senjata-senjata itu. Para pelaut kulihat juga sudah menghunus
pisau belati mereka yang melengkung itu dari sarungnya.
Lelaki perempuan tua muda juga ikut berkerumun. Adu mulut
masih berlanjut. ''Ya, kuakui telah kupertaruhkan perahu untuk mengembalikan kekalahan permainan dikau yang curang.
Namun setelah kuketahui kecurangan, pertaruhan itu tidak
berlaku. Sebetulnya semua kekalahan bisa kuminta kembali,
tapi daku hanya mempertahankan kapalku, karena yang lain
boleh kuanggap daku tertipu. Namun saat kupertaruhkan
kapalku, kupergoki kecurangan dikau, hasilnya tidak berlaku!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Siapa yang curang" Dikau hanya mengarang!''
''Dikau hentikan dadu itu dengan tenaga gaib seperti dikau
mau! Ini tidak bisa berlaku!''
''Ya, karena dikaulah yang berusaha menentukan angka
dengan tenaga gaib untuk mengembalikan kekalahan!
Mengapa dikau takmau mengaku"!''
Aku tahu perdebatan ini tiada akan ada habisnya. Bahkan
masing-masing pemimpin itu sudah memberi tanda! Padahal
mereka tidak bertarung di sebuah gelanggang terbuka dengan
penonton yang jelas batasnya. Mereka berada di antara orang
banyak, pedagang dan kuli pengangkut barang mondar-
mandir di antara mereka. Perempuan dan kanak-kanak bukan
perkecualian pula. Kukhawatirkan keributan ini akan me luas,
karena meskipun tiada permusuhan antara Mataram dan
Srivijaya, bahkan antara kedua kerajaan terdapat hubungan
kekeluargaan, kehidupan sehari-hari di bawah permukaan
tidaklah setenang tampaknya.
Perkampungan sekitar pelabuhan ini merupakan pemukiman orang-orang Sriv ijaya. Agaknya telah berlangsung
banyak masalah dengan kehadiran orang-orang Sriv ijaya di
sana yang belum kuketahui sebab musababnya. Namun aku
merasa perkelahian kedua kelompok ini bisa marak menjadi
pertempuran dua negara. Matahari meninggi. Terik membara. Tiada kemungkinan
hati mereka akan mendingin. Sebaliknya, setiap saat
pertumpahan darah akan segera berlangsung!
(Oo-dwkz-oO) Episode 78: [Menang Tanpa Mengalahkan]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
DI pelabuhan itu semua laki-laki yang siap berbaku bunuh
hanya berkancut, kain yang dilibat-libatkan dengan cara
tertentu, sehingga tak terlalu mudah untuk segera
membedakan orang-orang Sriv ijaya dan orang-orang Mataram. Kulit mereka sama-sama berwarna tembaga,
menjadi kehitaman karena mereka yang selalu melaut maupun
hidup di pelabuhan, sama-sama selalu bermandi matahari.
Hanya pisau belati yang melengkung itulah yang membedakannya. Tampaknya cara menggunakan pisau belati
yang melengkung itu pun berbeda dari pisau belati yang biasa.
Aku baru saja selesai makan. Apakah seusai makan aku
harus melihat pisau belati yang melengkung itu mengeluarkan
isi perut seseorang" Adakah jaminan bahwa perempuan dan
kanak-kanak di sekitarnya tidak akan terluka atau bahkan
tewas dalam kekacauan karena sambaran senjata tajam yang
nyasar" Tawuran tanpa aturan ini harus kucegah, tapi
bagaimana caranya" Kedua pihak yang bertikai sudah sama-sama siap
bertarung. Panas matahari telah membutakan pikiran mereka.
Kedua pemimpinnya kulihat telah sama-sama mulai mengangkat tangannya tanda mereka akan saling menyerang!
Aku harus melakukan sesuatu!
Aku pun berkelebat.. Mendadak saja aku sudah berada di antara kedua
rombongan yang siap saling membunuh itu. Aku juga hanya
mengenakan kancut, tetapi aku bercaping, dan aku membawa
tongkat yang pada ujungnya terikat sebuah buntalan, karena
bukankah aku seorang pengembara"
Seperti tak terjadi apa-apa aku bersendawa.
"Hooooiiiikk.."
Orang-orang terheran me lihat diriku. Lantas aku menguap
seperti orang mengantuk dan merebahkan diri seperti orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mau tidur di tengah gelanggang. Kujadikan buntalan itu
bantalku dan caping menutupi wajah. Sejak tadi tak seorang
pun pernah melihat wajahku. Bahkan orang-orang dalam
kedai belum tentu memperhatikan aku yang tiba-tiba
menghilang itu. "Hoaaaahemmm.. Habis makan kenyang kenapa daku jadi
mengantuk ya" Daku mau tidur saja sekarang."
Segera terdengar tanggapan.
"He, orang gila! Minggir! Mau mati kamu?"
Aku memperdengarkan suara orang tidur mendengkur.
"Eh, kurang ajar!"
Bandar judi yang dituduh main curang tadi bermaksud
menendang, tetapi tiba-tiba saja ia sudah jatuh jungkir balik
dan tidak memegang pisau lagi. Aku membalikkan tubuh
sambil menggeliat, seperti sedang tidur dengan enak sekali.
Padahal bukan hanya udara begitu panas dalam terik matahari
membara, tetapi suasana sudah terlalu panas sehingga seperti
hanya pertumpahan darah bisa mendinginkannya.
Giliran pelaut Sriv ijaya yang maju, kali ini sambil
menggerakkan pisau belatinya yang melengkung itu dengan
kecepatan yang tidak bisa diikuti mata.
Hmm. Pantas ia seperti tidak punya rasa takut sama sekali.
"Orang edan mencari kematian!"
Pisau belati yang melengkung itu terarah ke perutku.
Namun hasilnya sama saja. Ia mendadak terjengkang dan
tidak memegang pisau lagi.
Mereka semua terhenyak. Aku sebenarnya menunggu agar
para pajurit yang menjaga pelabuhan melihat kerusuhan ini
dan segera bertindak untuk menengahi, tetapi mereka belum
juga muncul sementara suasana telah sangat meruncing.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku menggeliat lagi, masih dengan wajah tertutup caping,
seperti berada di bawah pohon yang sejuk. Dari balik caping
kutahu sejumlah senjata tajam dari berbagai arah secara
bersamaan diayunkan kepadaku. Aku segera bergerak dengan
kecepatan yang tidak bisa diikuti mata, begitu cepatnya
sehingga mata siapa pun yang mencoba mengamati
gerakanku tetap hanya akan melihatku sebagai orang yang
tidur mendengkur. Sekitar duapuluh orang yang tadi bergerak serentak telah
kehilangan senjata masing-masing yang baru saja digenggamnya, bahkan jari-jari mereka masih seperti
memegang senjata itu! Kemudian sekian belas orang sisanya, tanpa sempat
bergerak juga telah kehilangan senjata yang digenggamnya!
Saat itulah pasukan yang menjaga pelabuhan berdatangan
di atas kuda mereka sambil membawa tombak, yang tidak
sekadar merupakan senjata, melainkan tanda pemegang
wewenang resmi. "Ada apa ini" Urusan judi lagi?"
BAGI para penjaga pelabuhan ini, sangat aneh bahwa
kedua kelompok yang siap tawuran ini tidak seorang pun
memegang senjata. Saat itu aku sudah kembali masuk kedai
tanpa ada yang menyadari betapa aku untuk sejenak telah
meninggalkan bangku yang kududuki.
Kuperhatikan para penjaga pelabuhan mengurus masalah
itu. Tidak penting lagi hasilnya bagiku selama tidak
berlangsung pertumpahan darah. Aku hanya tak tahu di mana
harus kuletakkan 47 pisau di dalam buntalanku ini.


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari dalam kedai kuperhatikan lagi perahu Sriv ijaya di
pelabuhan itu. Kapal itu tidaklah besar, kemungkinan kapal
tempur yang juga dimanfaatkan untuk pelayaran di dalam
sungai di Samudradvipa sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Perahu sebesar itu masih bisa digunakan menyeberangi
selat dan menyusuri pantai sampai kemari," ujar pemilik kedai,
seperti tahu pikiranku. "Mereka gunakan perahu yang sama untuk pergi ke
Jambhudvipa?" tanyaku.
"Mereka gunakan yang sejenis juga, tetapi yang lebih
besar. Kalau berlayar di samudera besar, mereka tidak
gunakan penyeimbang di kanan kiri yang disebut cadik itu."
Pemilik kedai itu rupanya berasal dari Wanka, pulau tempat
Kota Kapur berada, sehingga tidak asing dengan seluk beluk
kapal-kapal Sriv ijaya. Dengan kapal-kapal kecil seperti itulah
mereka serbu Kerajaan Malayu dan menguasai emas yang
dihasilkannya seratus tahun lalu.
"Meskipun kecil, kapal-kapal itu canggih," katanya lagi
sambil menuang arak dari kendi ke dalam tempat minum yang
terbuat dari tabung bambu, "papan-papan itu diikat bagaikan
jahitan, mengikat dan mengangkat tiang kapal, menggunakan
layar topang dan penggandung. T iada pasak digunakan dalam
pembuatan kapal ini dan kemudi menempel pada sisi buritan."
Aku memandangnya dengan ternganga, karena memang
tak terlalu paham soal kapal.
"Rincian yang paling kecil memperhatikan rancangan tiang
dan kedalaman batang tiang yang mendukung layar,"
sambungnya, "pernah datang orang menyalin perahu ini ke
dalam gambar di atas kain, katanya untuk dipahatkan di
dinding candi besar."
Aku teringat tentang usaha menggambarkan segala hal
pada candi besar yang katanya akan bernama Bhumisambharabuddhara itu. Takkudengar bahwa mereka
juga akan memahatkan gambar kapal di situ, tetapi tentu saja
luar biasa bahwa gambar kapal dengan layar terkembangnya
akan tampak di sana. Di sebuah candi pemujaan di
pedalaman, tempat banyak orang tadinya seperti juga diriku,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tak pernah melihat kapal yang mengarungi keluasan
samudera. "Kapal-kapal yang besar dibuat tanpa perlu penyeimbang
lagi, mampu memuat banyak sekali barang dan pasukan
tentara. Daya kapal-kapal itu akan sangat tergantung
kecepatan dan beratnya. Ukuran dan kemampuan muat
sebuah kapal beragam tergantung untuk perdagangan apa
mereka digunakan. Bentuk kapal-kapal ini dikembangkan dari
kapal yang digunakan nenekmoyang kita."
Kulihat kapal yang sedang bersandar itu. Para pelaut yang
tadi nyaris berbaku bunuh itu terlihat sedang bicara di sekitar
kapal. Agaknya urusan sudah diselesaikan. Mungkin mereka
hanya harus membayar denda, karena belum terjadi
pertumpahan darah sama sekali. Beberapa orang tampak
memegang sarung yang kosong.
DALAM buntalanku setidaknya masih terbawa olehku
sekitar duapuluhan pisau belati yang melengkung itu. Aku pun
tiba-tiba mendapat akal. Kubuang pisau belati yang tidak melengkung di suatu
tempat, sedangkan sisanya, yakni pisau belati yang
melengkung kubawa ke arah kapal tersebut. Kulihat sejumlah
kuli masih mengangkut berkarung-karung barang ke dalam
kapal. Waktu aku kelihatan mendekat, mereka yang sedang
berkerumun dan berbicara menunjukkan sikap waspada. Aku
telah membuang capingku, dan membalik kain buntalan
maupun kancutku agar berwarna lain, supaya tidak ada
sesuatu pun yang menghubungkan diriku dengan kejadian
tadi. ''Anak muda, berhenti dulu di situ. Mau ke manakah
dikau"'' ujar seorang pelaut yang berkumis me lintang dan
mengenakan destar di kepalanya. Tidak semua orang
mengenakan destar, jadi mungkin ia mempunyai jabatan
tertentu di kapal itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Ah, sahaya mau bertemu dengan nakhoda, Tuan.''
''Bertemu nakhoda" Siapakah dikau dan apa kehendak
dikau"'' ''Sahaya bukan siapa-siapa, Tuan, sahaya hanya diberi tahu
bahwa pisau-pisau yang sahaya temukan ini adalah milik
Tuan-Tuan, maka sahaya datang kemari untuk mengembalikannya.'' ''Hah" Pisau" Coba lihat!''
Kubuka buntalanku, kuserahkan pisau-pisau itu. Di luar
dugaanku, semua orang berebut mengambil miliknya masing-
masing. Baru ternyatakan olehku sekarang betapa pisau-pisau
belati yang melengkung itu memang bukan sembarang pisau.
Bukan sekadar ketajaman atau mutu penempaan yang
menjadikannya senjata pilihan, melainkan terutama makna
pribadi senjata itu bagi setiap orang. Gagang masing-masing
pisau itu misalnya, ada yang terbuat dari gading dengan
hiasan batu permata di pangkalnya, atau mungkin sederhana
saja dengan gagang kayu, tetapi telah berjasa besar kepada
pemiliknya dalam perjalanan kehidupan. Termasuk bahwa
mungkin saja pisau itu merupakan pusaka keluarga yang
diturunkan sebagai warisan dari zaman ke zaman.
Beberapa orang langsung menciumi pisau belati yang
melengkung itu atau menjunjungnya sebentar di atas kepala.
Kulihat juga sarung penyimpan belati-belati itu bukanlah
sembarang sarung senjata, melainkan padanan yang tiada
duanya bagi setiap belati yang disimpannya. Gagang gading
bersarung gading, gagang emas bersarung emas, dan gagang
kayu berukir bersarung kayu berukir. Senjata itu bagaikan
nyawa kedua bagi orang-orang tersebut. Pedagang dan pelaut
macam apakah yang menjadikan senjata begitu penting dalam
hidupnya" Aku tak sempat memikirkannya, karena merekalah
yang banyak bertanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Dikau tadi berkata telah menemukannya, di manakah
tempatnya"'' Kutunjuk saja suatu arah.
''Di sana, bangun tidur tadi pisau-pisau ini sudah ada di
samping sahaya. Semula sahaya bermaksud menjualnya,
tetapi tukang besi di pasar itu berkata pisau-pisau ini
sebaiknya di kembalikan sahaja. Katanya, pisau-pisau
semacam ini pasti milik para pelaut dari kapal T uan.''
''Ya benar, seseorang dengan ilmu s ihir telah merampasnya
dari tangan kami. Namun dengan itu perkelahian batal terjadi.
Sebetulnya ia telah menolong kami. Ini uang emas untuk
dikau.'' Namun aku menolaknya. ''Ah, anak muda! Apa maksud dikau"''
''Maafkanlah sahaya Tuan, sahaya hanyalah seorang
pengembara yang tidak punya pekerjaan tetap. Sahaya tidak
menginginkan uang Tuan, sahaya ingin mendapatkan
pengalaman. Izinkanlah sahaya menumpang di kapal Tuan,
dan biarlah sahaya bekerja tanpa bayaran sebagai pengganti
uang tumpangan.'' ''Jadi selama ini dikau merantau anak muda" Siapa
namamu dan dari mana asalmu"''
''Ya, sahaya selama ini bekerja di perjalanan, T uan, sekadar
agar dapat menopang kehidupan, berpindah-pindah ke mana
pun kaki melangkah, Tuan. Telah sahaya sampaikan, sahaya
bukan siapa-siapa Tuan, dan sahaya berasal nun jauh dari
Celah Kledung.'' Lelaki yang kepalanya berdestar itu manggut-manggut.
''Hmm. Seperti pernah kudengar nama Celah Kledung itu.
Kuhargai cita-citamu anak muda, menjelajah dunia adalah
cita-cita kami orang Sriv ijaya. Dikau telah berjasa untuk kami,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka kami tidak dapat menolakmu anak muda, tetapi bekerja
di kapal itu ada syaratnya.''
Aku tertegun. ''Syarat apakah kiranya itu Tuan, sekiranya dimungkinkan"''
"PERTAMA, dikau harus bisa berenang dan tidak mabuk
laut di perjalanan. Ini adalah syarat yang dengan sendirinya
harus dimiliki setiap orang yang bekerja di kapal. Kedua, tentu
saja dikau harus memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh
keadaan kapal tempat ia akan bekerja."
"Jadi apakah yang dibutuhkan kapal ini sekarang, Tuan"
Semoga sahaya yang bodoh ini dapat memenuhinya, Tuan."
"Mula-mula dikau harus bersedia untuk bekerja berat,
sebagaimana pekerjaan yang dilakukan oleh seorang sudra,
bahkan juga paria." "Sahaya memang seorang paria Tuan, apa pun akan
sahaya kerjakan." "Itu baharu syarat pertama, yakni membersihkan kotoran
kapal maupun kotoran awak kapal, menyikat seluruh lantai
dan dinding geladak, dan setiap kali merapat ke darat harus
mengangkut segenap keperluan air bersih ke dalam kapal
maupun menggosok seluruh dinding luar kapal. Sanggupkah?"
"Sahaya sanggup, Tuan."
"Syarat kedua, dikau harus mempunyai tenaga yang kuat,
karena setiap awak kapal harus sanggup menarik dan
mengulur tali untuk membuka dan menggulung layar, dalam
keadaan angin sekencang apa pun, yang pasti membutuhkan
tenaga besar sekali. Apakah dikau memiliki tenaga sebesar
itu?" "Sahaya sanggup melaksanakannya, Tuan, hanya sahaya
belum paham mengenai cara-cara menangani layar kapal itu,
karena belum pernah melakukannya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lelaki berdestar yang berbadan tegap ini me lirik badanku
yang tampak tidak sebanding dengan semua pelaut Sriv ijaya
yang memang kulihat bertubuh serbakekar.
"Dikau jangan berkata sanggup jika tidak mampu
melakukannya, anak muda! Masalah layar bisa dipelajari, tapi
tenaga kuat adalah milik dikau sendiri. Apakah dikau memiliki
tenaga yang kuat?" Aku tentu saja harus berusaha agar tampak sangat rendah
hati, tetapi tetap terlihat yakin untuk berusaha dengan keras
sekali, karena betapapun aku merasa bahwa aku harus ikut
kapal itu! "Maafkan sahaya Tuan, apakah terdapat suatu cara untuk
menguji tenaga sahaya kuat atau tidak?"
Lelaki berdestar itu tersenyum.
"Cobalah dikau beradu panco dengan anak buahku yang
itu. Jika dikau sanggup mengalahkannya, tak syak lagi dikau
memiliki tenaga yang besar untuk menarik tali layar," katanya.
Lantas ia panggil anak buahnya yang tinggi besar itu.
"Pangkar!" Ternyatalah betapa ia seorang raksasa! Rambutnya yang
panjang dikucir seperti ekor kuda. Terdapat anting-anting
besar pada hidung dan kedua telinganya. Pada dadanya
terdapatlah rajah peta laut dan daratan yang pernah
dijelajahinya. Kelak akan kuketahui bahwa peta itu tergambar
sejak masih merupakan pulau kecil saja, yang makin lama
makin meluas sesuai dengan wilayah pelayarannya.
Tinggi Pangkar nyaris dua kali tubuhku. Ini sangat tidak
adil, karena aku yakin tidak seorang pun dari anak buahnya
yang bekerja di kapal itu lebih besar tenaganya dari tenaga
Pangkar. Seharusnya aku dilawankan dengan anak buahnya
yang paling lemah, sehingga jika aku kalah maka aku memang
tidak layak, karena berada di bawah kemampuan anak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
buahnya yang paling lemah; sebaliknya kalau menang, tentu
saja harus dianggap layak diterima, karena yang telah
kukalahkan itu pun sudah bekerja di kapalnya. Jelas ini cara
yang halus untuk menolak diriku, karena aku telanjur
dianggap berjasa telah mengembalikan senjata-senjata pusaka
mereka. Artinya aku harus mengalahkan Pangkar, yang jika
kumanfaatkan tenaga dalamku, sebetulnya sama mudahnya
dengan membalik tangan. Kesulitannya justru bagaimana
caranya agar aku mengalahkannya dengan cara yang dapat
mereka terima! Dengan cara apakah kiranya akan bisa mereka
terima, bahwa dengan sosok seperti tubuhku sekarang ini aku
ternyata dapat mengalahkan raksasa seperti Pangkar dalam
adu panco" Pangkar jelas memandang sebelah mata kepadaku. Bahkan
sebetulnya kukira ia merasa kasihan. Semua awak kapal
bertubuh tegap dan sebetulnya siapa pun tampak bisa
mengalahkan aku. Tampaknya dia juga sadar, betapa maksud
lelaki berdestar yang kukira adalah nakhoda kapal itu sendiri,
yang semula maksudnya sekadar sebagai cara menolak, akan
terasa kepadaku bagai suatu siksaan.
"Bagaimana anak muda" Tidak usah malu untuk
membatalkan niat dikau, karena lautan memang bukan tempat
permainan." Aku masih belum menemukan jalan, bagaimana caranya
aku menang dengan cara yang dapat mereka terima.
'Maafkanlah sahaya Tuan, tidak menjadi masalah sahaya
batal berangkat, jika memang tidak memenuhi syarat.''
Setidaknya kuanggap wajar untuk tampak berjuang dengan
semangat membabi buta. Mendengar itu, aku dan Pangkar digiring menuju sebuah
tiang balok besar yang biasa digunakan untuk mengikatkan
tali kapal-kapal yang berlabuh. Permukaan balok yang rendah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu rata. Di sanalah kami berlutut dengan siku masing-masing
menempel pada permukaan balok. Ketika tangan kami


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditempelkan agar saling menggenggam, pandangan Pangkar
kepadaku sungguh merupakan pandangan penuh belas
kasihan. ''Sayang sekali daku tidak mungkin mengalah kepadamu,
anak muda. Berjuanglah sekuat tenaga.''
''Jangan kuatir Kakak,'' kataku, ''Kakak sama sekali tidak
akan perlu mengalah.'' Pangkar tersenyum penuh haru. Ia seperti raksasa yang
baik hati. Aku jadi khawatir, bagaimanakah perasaannya nanti
jika aku ternyata dapat mengalahkan dia" Memang benar aku
harus berangkat dengan kapal itu, dan untuk itu aku harus
menang dalam adu panco ini. Namun meski aku memang
dapat dengan mudah mengalahkan Pangkar, keadaannya
terbukti tidak mengizinkan aku untuk begitu saja mengalahkannya. Tangan kami sudah saling menggenggam. Orang-orang di
luar awak kapal pun datang berkerumun.
Nakhoda itu memberi aba-aba.
''Satu, dua... mulai!'' (Oo-dwkz-oO) Episode 79: [Mengalahkan Tanpa Menyakiti]
PANGKAR langsung menekan sekuat tenaga dengan
maksud menyelesaikan adu panco ini secepat mungkin. Bagi
Pangkar yang bertubuh raksasa itu, tentu sangatlah
memalukan, meski jika hanya sempat tertahan saja oleh sosok
sepertiku, yang telanjur mengaku sebagai perantau yang
mencari pekerjaan di atas kapal.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia menghentak, mengeluarkan seluruh tenaganya.
''Huuuuuaaaaaahhh!'' Aku harus memperlihatkan suatu kewajaran, yakni bahwa
tanganku berhasil ditekannya, sampai nyaris menyentuh
permukaan potongan balok yang rata itu. Jika tanganku
mengenai permukaan tersebut, aku boleh dianggap kalah;
tetapi aku tidak mau kalah, karena aku harus ikut kapal itu.
Maka kuambil napas dan kutahan tangan Pangkar di sana.
Nyaris menyentuh permukaan, tapi belum mengenainya.
Orang-orang berteriak dengan seru.
''Ayo Pangkar! Habisi dia! Habisi dia!''
''Habisi!'' ''Habisi!'' ''Habisi!'' ''Tekan terus Pangkar! T ekan!''
Namun bagaimana caranya tenaga otot mengalahkan
tenaga dalam" Bukan saja Pangkar tak berhasil menekan
tanganku lebih jauh, sebaliknya aku bahkan sedikit demi
sedikit mampu mengangkat tanganku, mendesak tangan
Pangkar kembali ke atas, terus, terus, dan terus, sampai
kembali ke keadaan semula, seperti ketika adu panco ini baru
dimulai. Sebetulnya sangat mudah untuk memenangkan adu panco
ini secepat kilat, tetapi aku memang harus bersandiwara, agar
tampak bahwa kemampuanku bertahan, meski memang
sebetulnya takmungkin, dapat mereka terima juga. Maka
sembari menahan tekanan Pangkar yang telah mengambil
napas dan mengerahkan seluruh tenaganya, karena dia akan
malu jika adu panco ini tidak selesai dengan cepat, aku juga
memperlihatkan mimik berjuang sekuat tenaga. Bahkan
kuperlihatkan aku menggigit bibir dan mengejan pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Eghhhhhk!'' Orang-orang tertahan napasnya.
''Gila! Bocah ini kuat juga!''
Meski ada yang cukup waspada.
''Darimana datangnya tenaga anak ini"''
Apakah wajahku memang kekanak-kanakan" Aku merasa
masih wajar disebut sebagai bocah atau anak ini pada sepuluh
tahun lalu, ketika umurku memang masih 15 tahun, tetapi
tidak sekarang pada usia 25 tahun.
MUNGKIN karena para pelaut ini memang semuanya orang-
orang yang sudah sarat dengan pengalaman. Dari
pengalamanku yang singkat, aku tahu perbedaan antara
mereka yang pernah merantau dan tidak pernah merantau
sangat menentukan. Di negeri Mataram terlalu banyak orang
hidup di pedalaman, tidak pernah keluar dari kampungnya,
tetapi merasa itu semua sudah merupakan keseluruhan dunia.
Tentulah besar perbedaan antara mereka yang belum pernah
melihat lautan, dan baru melihatnya sekarang seperti aku,
dibanding dengan para pelaut yang telah menyeberangi tujuh
samudera seperti para pelaut Sriv ijaya.
Atas pertimbangan itu sajalah kuterima pandangan mereka
untuk menganggapku bocah. Lagipula, saat ini aku sedang
dituntut keadaan untuk tampak tidak terlalu hebat, yang
begitu menyulitkan diriku karena betapapun aku tidak boleh
kalah maupun mengalah kepada pelaut bertubuh raksasa itu.
"Heeeeeggghhh!!"
Pangkar mengambil napas dan menekan lagi. Kubiarkan
tangannya menekan, tetapi baru separo jalan aku pun
bertahan, tak mau turun lagi. Tentu aku juga harus tampak
mengerahkan seluruh tenagaku.
"Heeeeeggghhhh!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Para pelaut itu berdesis. Kini mereka tahu sedang
mendapatkan tontonan seru. Apalagi ketika pelahan-lahan
tanganku mulai mendesak kembali ke tengah, kembali kepada
kedudukan semula. Kukira, meski aku dapat dengan mudah
melewati garis tengah itu, dan menekan tangan Pangkar
sampai menyentuh permukaan balok, aku tidak akan
melakukannya. Hanya sebatas inilah kewajaran yang dapat
kuperlihatkan, yakni bahwa Pangkar tidak bisa mengalahkan
aku tetapi aku pun tidak dapat mengalahkan Pangkar.
Beberapa saat berlalu. Keringat bercucuran dari dahi Pangkar. Tenaga dan
tubuhnya yang besar membuat ia tidak pernah mengerahkan
tenaga dalam adu panco. Sekali gebrak boleh dibilang
lawannya akan langsung kalah. Maka bukanlah soal ia tak
bertenaga maka kini keringatnya bercucuran begitu rupa
tanpa kunjung bisa menundukkanku, melainkan betapa ia
tidak pernah menggunakan tenaganya terus-menerus dalam
waktu yang lama. Suatu siasat yang sebetulnya sering berlaku
dalam pertarungan silat, apabila yang lebih lemah tenaganya
harus berhadapan dengan yang bertenaga jauh lebih besar.
"Wah, Pangkar belum bisa mengalahkan anak itu!"
Hmm. Lagi-lagi mereka menyebutku anak. Dalam usia 25
tahun aku merasa diriku telah dewasa tak kurang suatu apa.
Ingin sekali rasanya aku segera membalikkan tangan Pangkar
itu. Namun justru di sanalah agaknya tantangan kedewasaan.
Selain aku telah berniat tidak memberikan rasa malu lebih dari
yang harus ditanggungnya, aku juga harus memperingatkan
diriku sendiri, bahwa aku sedang tidak berada dalam dunia
persilatan, tempat segala keajaiban diterima sebagai
kewajaran. "Ayo Pangkar! Ayo! Lama sekali kamu kalahkan anak ini!"
Pangkar mengejan lagi. "Eeeeggggghhhhh!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun aku bergeming. Meski terpaksa pura-pura
mengejan juga. "Eeeeegggggghhhh!"
Orang yang datang mengerumuni semakin banyak. Melihat
aku tak juga dikalahkan. Para penjudi mulai bertaruh lagi.
"Aku pegang anak itu!"
"Aku pegang Pangkar!"
Mula-mula hanya beberapa keping inmas, tetapi lama-lama
bagaikan segala harta di pelabuhan itu telah dipertaruhkan. Ke
mana para penjaga pelabuhan" Sepintas lalu kulihat juga
mereka, dan rupa-rupanya mereka juga penasaran siapakah
kiranya yang akan memenangkan pertarungan! Lagipula,
suatu pertaruhan belum terbukti jadi perjudian ketika yang
dipertaruhkan belum terlihat dibayarkan. Selain itu, perjudian
memang tidak dilarang, karena yang selama ini dijaga
hanyalah jangan sampai terjadi keributan yang disebabkan
oleh kecurangan, apalagi yang berlanjut dengan pembunuhan.
Semua pilihan berada di tanganku. Kalau aku mengalah.
Sejumlah orang jatuh miskin. Tentu lebih banyak yang
bertaruh untuk kemenangan Pangkar, dan artinya lebih
banyak lagi yang akan jatuh miskin dengan pertaruhan
sebesar itu. Akan halnya bandar, bukankah mereka semua
lebih sering diuntungkan"
Jelas aku juga tidak ingin mengalahkan Pangkar. Jadi aku
tetap bertahan. Tidak pernah maju lagi dari kedudukanku
pada awal permainan. Tentu kadang-kadang kubiarkan
Pangkar seperti berhasil menekan dan mendesakku sampai
tanganku nyaris menempel permukaan balok, tetapi hal itu
tidak pernah terjadi. Pada titik itu tangan Pangkar akan
kuangkat kembali, sambil pura-pura mengejan dan mengerahkan segenap tenaga.
"Eeeeegggghhh!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
PERLAHAN-LAHAN tangan Pangkar akan terangkat. Saat itu
ia akan menambah tekanan, yang kadang kubiarkan sebentar
agar tampak seperti berhasil, tapi sebelum tanganku
menyentuh permukaan balok tentu akan segera kuangkat
kembali sampai mencapai kedudukan semula.
Demikianlah terjadi berkali-kali, dan inilah yang membuat
orang-orang menahan napas. Sungguh suatu tontonan yang
mengasyikkan! Kemudian Pangkar me lakukan sesuatu. Tangannya
meremas tanganku. Dalam hal adu panco pada umumnya,
maka yang diremas akan kesakitan, perhatiannya teralihkan,
dan pada saat itulah yang meremas akan memberi tekanan
dahsyat untuk mengakhiri pertarungan. Bisa dianggap
kecurangan, tetapi laz im juga berlaku sebagai bagian dari
siasat, agar adu panco tak melulu menjadi adu tenaga.
Tentu saja aku pura-pura mengaduh kesakitan.
''Aaaaahhhhhhh!'' Pangkar segera menekan. Kulepaskan tenaga pertahananku
sehingga tenaganya pun terlepas tanpa daya tahan. Ini juga
siasat panco yang agak lebih sahih daripada meremas tangan.
Saat tenaganya terlepas tanpa kendali, dengan sedikit tenaga
saja sebetulnya aku bisa membalikkan keadaan. Itu memang
kulakukan, tapi lagi-lagi hanya sampai kepada kedudukan
semula! Orang-orang berdesis kembali. Napas mereka tertahan.
Kulirik nakhoda itu. Ia juga sedang memperhatikan diriku.
Apakah kiranya yang dipikirkan oleh nakhoda itu" Apakah ia
melihat sesuatu yang selama ini kusembunyikan, bahwa aku
dengan mudah sebetulnya sudah dapat mengalahkan Pangkar
dari tadi" Kemudian kutatap pula pandangan Pangkar, yang kini
antara terheran-heran dan penuh belas bertanya-tanya juga
sedang menatapku. Ia tetap mengerahkan seluruh tenaganya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk menekan tanganku, tetapi tampaknya ia mulai
menyadari betapa aku ternyata mampu menguasai dan
menentukan bagaimana pertarungan ini akan berlangsung.
Aku sedang mempertimbangkan manakah yang lebih baik,
apakah sebaiknya ia tahu aku yang menentukan, ataukah
sebaiknya tidak tahu; yang pertama akan membuat dia
menghargai aku, jika kuputuskan untuk tidak mengalahkannya
di muka umum seperti ini; yang kedua akan memberi
perasaan malu dan kebanggaan semu jika aku mengalahkannya maupun berpura-pura.
Dari pertimbangan ini kupilih yang pertama, yakni tidak
akan mengalahkannya, meski juga tidak akan mengalah sama
sekali. Ini berarti sisa pertimbangan dan keputusan
kuserahkan kepada sang nakhoda. Apakah ia ingin menerima
aku atau tidak; dan lebih jauh ia ingin kapalnya berangkat
atau tidak, karena aku dapat membuat keadaan seperti ini
berlangsung berhari-hari.
Kutatap lagi nakhoda itu. Ia tampak berpikir keras.
Mungkinkah ia tahu betapa akulah kini yang menguasai
keadaan" Jika ia berpikir begitu, kini tergantung minatnyalah,
Darah Darah Laknat 1 Pendekar Mabuk 029 Cambuk Getar Bumi Kisah Tiga Kerajaan 14
^