Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 7

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 7


dari perkenalanku dengan ilmu silatnya sangat mengerikan.
Aku tidak ingin membiarkannya menyiksa orang-orang
takberdaya dengan Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma yang kejam
dan sukar dilawan siapapun juga.
TOPENG itu masih melekat di sana. Seorang mabhasana
melangkah, seperti akan membukanya.
"Biarkan," kataku, "biarkan saja begitu."
Bahkan ketika segala mayat kami bakar, topeng itu pun ikut
dibakar dengan tetap menempel pada wajahya. Seperti
keinginan pemilik topeng itu, untuk dikenal sebagai pribadi
dengan topeng seperti itu pada wajahnya, yakni topeng
tertawa. Hanya itulah sisa rasa hormatku kepadanya.
Tamat sudah riwayat Pendekar Topeng Tertawa. Memang
tak bisa lain. Hanya kuperhatikan rambutnya yang putih dan
panjang. Tentunya ia sudah berumur. Apalagi jika pasangan
pendekar yang mengasuhku itu pun mengenal namanya,
sehingga bisa membedah Ilmu Penggoyah Sukma itu dengan
segala cirinya. Sayang bahwa pendekar tak terkalahkan itu telah menjadi
orang bayaran, tidak lagi membela mereka yang lemah dan
tertindas, sehingga sebetulnya tak layak disebut pendekar lagi.
Dalam usia yang sudah berumur, apakah lagi yang masih
bisa menggodanya" Jika pun bukan bayaran penyebabnya,
apakah sesuatu yang lebih penting baginya sehingga sudi
terlibat urusan duniawi ini, tetapi telah menjebaknya ke dalam
Jurus Penjerat Naga"
Aku sendiri heran dengan pertarunganku ini. Rasanya
ilmuku naik beberapa puluh tingkat. Semula aku hanya nekat
karena tidak tahan melihat penderitaan para korban, tetapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku ternyata dapat mengimbangi, dan kemudian mengatasi
Pendekar Topeng Tertawa itu. Padahal tidak ada jalan pintas
dalam ilmu silat, karena segalanya harus dipelajari dan dilatih
dengan ketat. Apakah yang telah terjadi"
Asap dari pancaka telah membubung ke udara. Matahari
menjelang terbenam. Suara-suara serangga kembali menguasai hutan. Kulihat para mabhasana itu. Jalan hidupku
saat ini sedang berjalin dengan jalan hidup mereka. Aku
terlibat justru pada saat menghindarinya. Apa boleh buat"
Meski malam kemudian turun, kami tetap meneruskan
perjalanan, karena benda-benda upacara dalam pedati ini
sudah ditunggu. (Oo-dwkz-oO) Episode 37: [Serigala Putih dan Naga Dadu]
KETIKA umurku memasuki empat tahun, yakni tahun 775,
seorang pendekar mendatangi pondok kami di Celah K ledung.
Tidak jelas bagiku saat itu siapa dia dan apakah kiranya yang
dibicarakan dengan kedua orangtuaku, tetapi sekarang aku
mulai meraba betapa kedatangannya tentu berhubungan
dengan pembebasan tanah. Tahun itu memang saat
pembangunan Kamulan Bhumisambhara tahap pertama, tentu
di atas tanah yang dalam prasasti telah menjadi s ima. Namun
dalam kenyataan, ceritanya berbeda. Pendekar itu telah
datang dengan cerita seperti berikut, seperti yang kemudian
diceritakan pasangan pendekar itu kepadaku.
"Mereka mendatangkan orang-orang golongan hitam untuk
mengusir penduduk yang bertahan di atas tanahnya untuk
pergi, yang jika tidak dituruti tentu berakhir dengan kematian,
atau petaka mengerikan yang lebih menakutkan daripada
kematian. Penduduk semula melawan, tetapi apa yang dapat
dilakukan orang awam terhadap golongan hitam" Tentara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Rakai Panamkaran yang seharusnya membela mereka
bagaikan lenyap ditelan bumi ketika dibutuhkan. 'Apakah para
pendekar akan tetap berdiam terhadap nasib sesama dalam
penderitaan"', demikianlah pendekar itu membawa kabar
tentang kemalangan dan ketidakadilan yang berlangsung.
"'Sepasang Naga dari Celah Kledung telah lama dikenal
bersikap tanpa ampun kepada golongan hitam. Mengapakah
kini keduanya berdiam diri dan berpangku tangan terhadap
ketidak adilan di sekitarnya"' Begitulah pendekar itu terus
menggugah rasa keadilan kami, dan tentu saja kami menjadi
geram, terutama setelah pendekar itu menceritakan, bahwa
dalam suatu bentrokan, apa yang semula dikiranya sebagai
golongan hitam ternyata adalah tentara Rakai Panamkaran itu
sendiri! Begitulah ia menyampaikan persoalan ini kepada kami,
karena jumlah tentara itu terlalu banyak untuk dihadapinya
sendirian; pun ia mempunyai gagasan bahwa ibarat ular
mengapa bukan kepalanya saja yang dipukul untuk
menyelesaikan persoalan. "MASALAHNYA ini bukanlah sekadar perkara terdapatnya
seekor ular, tetapi ular dengan banyak kepala yang tidak kita
ketahui keberadaannya, karena berada di balik topeng
kehidupan sehari-hari. Jadi, hanya para perusuh yang
mengusir penduduk itu sajalah, yang mengaku sebagai
golongan hitam padahal tentara, yang untuk sementara jelas
keberadaannya." Sambil berjalan aku teringat lanjutan kisah itu. Bahwa
pasangan pendekar itu berangkat menuju tempat yang
kemudian disebut Kamulan Bhumisambhara, dan membantai
para golongan hitam gadungan yang bercokol di sana. Tidak
usah diceritakan lagi betapa ganasnya Sepasang Naga dari
Celah Kledung itu menghapus segenap pasukan yang menyaru
tersebut dari muka bumi, menyisakan genangan darah yang
bau amisnya belum akan hilang setelah berhari-hari. Cerita
yang lebih seru adalah betapa ketika pasangan pendekar itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kembali ke Celah Kledung, pendekar yang telah mereka minta
menjagaku selama mereka pergi, ternyata telah raib bersama
diriku! "Sulit kami ceritakan kembali perasaan yang kami alam i
anakku, kami telah empat tahun merawatmu dan kini lenyap
bersama pendekar yang kami kenal sebagai Pendekar Serigala
Putih itu. Dalam empat tahun itu, tidak pernah secara
bersama-sama kami meninggalkanmu. Kini sekali dititipkan,
terjadi peristiwa seperti ini. Namun kami tidak saling
mengeluarkan sesal berkepanjangan. Tak sampai sehari kami
pergi dan bertarung, karena mengerahkan kecepatan Jurus
Naga Berlari di Atas Langit, tetapi tentu lebih dari cukup
baginya untuk segera melarikan kamu! Masih ingatkah dikau
akan peristiwa itu anakku?"
Dalam kacamata seorang anak berusia empat tahun yang
periang, aku hanya teringat betapa senangnya berada di atas
bahunya, sementara Serigala Putih itu berkelebat dari pohon
ke pohon. Aku merasa bagaikan terbang, seperti jika aku
berada di bahu ayah atau ibuku. Aku tertawa-tawa riang
gembira, tiada sadar sedang berada dalam penculikan. Aku
hanya teringat bahwa di sebuah kedai, aku boleh memilih
makanan apa saja yang tersedia di meja. Lantas setelah itu
pada sebuah kota kami terbang dari atap ke atap, sebelum
akhirnya melesat masuk ke sebuah tandu yang berada di atas
seekor gajah. Kalau tidak salah Serigala Putih membunuh
seseorang yang berada di dalam tandu itu, meski aku tidak
menyadarinya, sehingga ketika aku tertidur karena punggung
gajah yang berayun-ayun itu, sebetulnya di sebelahku tergolek
manusia dengan leher yang patah. Ketika aku terbangun, aku
hanya tahu sudah berada dalam gendongan ibuku dan tandu
itu sudah hancur. Kami berada di atas punggung gajah dan di
kejauhan kulihat ayahku sedang mendesak Serigala Putih ke
tepi sebuah jurang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Serigala busuk! Alangkah beraninya dikau menipu dan
menculik anak Sepasang Naga. Dikau tentu mengerti apa yang
selayaknya dikau lakukan sekarang, mati karena pedangku
atau kau bunuh dirimu dengan senjatamu sendiri!"
"Salah alamat membunuhku, wahai Naga, lagipula anak ini
bukan di sana tempatnya!"
Saat itu toya Serigala Putih sudah terpental, dan aku hanya
teringat pedang ayahku meluncur ke lehernya. Ibuku
membalikkan tubuh supaya aku tidak me lihatnya. Tak ada
yang kuingat lagi sebagai anak berumur empat tahun setelah
itu. Hanya ibuku yang mempersoalkannya kemudian setelah
aku lebih dewasa. "Kami tidak pernah tahu apa hubungan antara pembebasan
tanah yang tiada semena-mena itu dengan penculikanmu oleh
Serigala Putih. Apakah itu sekadar cara mengalihkan karena
berencana menculikmu, ataukah memang berkepentingan
dengan kedua-duanya. Kami hanya tahu bahwa suatu garis
lurus memanjang yang menyeberangi dua sungai dan satu
bukit sedang dibebaskan tanahnya, demi pembangunan tiga
kuil Mahayana dalam satu garis lurus agar memungkinkan
perziarahan dalam upacara Waisak. Memang banyak tanah
kosong, tetapi tanah yang memenuhi syarat Manasara-
Silpasastra dan Silpaprakasa kebetulan selalu menjadi tempat
pemukiman. Tidak semua desa yang dilewati garis ini
penduduknya memeluk Siwa atau Mahayana, sehingga
kepentingan agama negara itu tidak selalu mereka rasakan
wajib untuk dimaklumi. Tidak kusangka Serigala Putih itu,
yang sebetulnya sudah kita kenal lama sekali. Aku
berprasangka baik bahwa ada suatu kekuasaan yang
menekannya, tetapi tentu ia sudah tahu kemungkinannya.
Menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung sama
dengan mencari kematian."
Waktu itu ibuku belum mengungkap riwayatku yang
sebenarnya, sehingga sampai sekarang aku tidak mempunyai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nama. Namun kalimat Serigala Putih, "Anak ini bukan di sana
tempatnya," sempat kudengar meski tiada pernah kutanyakan
pula. KINI ketika, aku menulis catatan ini dalam umur 100 tahun,
aku tahu betapa tidak semua pertanyaan akan mendapatkan
jawab. Kita hanya bisa menjalani kehidupan kita, suka
maupun tidak suka, tanpa kepastian mendapat jawaban paling
benar atas pertanyaan-pertanyaan kecil maupun besar.
Pertanyaan kecil, misalnya anak siapakah aku sebenarnya;
pertanyaan besar, misalnya kenapa pula dunia dan kita semua
harus ada. Kita memang dapat menggali dan memperbincangkan jawaban-jawaban mana yang paling dapat
diterima dan siapa tahu benar. Namun agaknya kebenaran
bukanlah sesuatu yang bisa dipertanyakan, dengan jawaban
yang menjamin kepastian. Kudorong terus pedatiku dalam gelombang jalanan
melewati malam. Kuseret hatiku yang letih dengan begitu
banyak pertanyaan. (Oo-dwkz-oO) PARA pendekar seperti Serigala Putih itu bisa bertukar
peran menjadi seorang petualang. Mereka menjual gagasan
kepada penguasa dan melaksanakannya. Atau mereka
bergabung dengan pasukan kerajaan, atau menjadi pengawal
istana, yang rahasia maupun terbuka, sehingga dengan ilmu
silat di atas rata-rata mereka mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Mereka yang
tidak memiliki jaringan di sekitar istana kemungkinan besar
bergabung dengan kelompok perlawanan, dan juga mereguk
keuntungan. Kedudukan tinggi, gemerincing inmas, dan daya
pikat asmara mewarnai permainan kekuasaan, tempat siapa
pun, termasuk para pendekar, berminat memainkan peran di
dalamnya. Namun para pendekar yang tergiur kemapanan
duniawi seperti ini, lebih banyak perannya dipermainkan
daripada memainkan peran. Ilmu silat mereka yang tinggi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kurang berguna dalam permainan licin di sekitar kekuasaan,
bahkan ilmu silat itu kemudian hanya menjadi semacam alat
bagi tukang pukul dan tidak lagi memberi sumbangan dalam
perburuan kesempurnaan. Pendekar Serigala Putih tidak berasal dari Yawabumi, ia
datang dari negeri tempat banyak serigala menguasai hutan,
gunung, dan padang rumputnya. Ia disebut Serigala Putih
karena selalu mengenakan rompi kulit serigala berwarna putih
yang kebal senjata tajam. Ia datang bersama rombongan
kapal dagang yang berlabuh di pantai utara. Mula-mula
sebagai pengawal, tetapi kemudian memisahkan diri.
Wajahnya tampan, selalu tersenyum, dan penguasaan
bahasanya pun cepat sekali. Rambutnya yang hitam berkilat
dan panjang sampai menutupi punggung sering mengundang
kekaguman perempuan. Setidaknya itulah cerita ibuku.
"Siapa yang tidak akan percaya kepada Serigala Putih itu,"
katanya, "perbincangannya selalu menarik dan kepribadiannya
sangat mandiri. Pasti terdapat pengaruh yang luar biasa
kepadanya, sampai tega menjadi seorang penculik anak."
Seorang pendekar yang memisahkan diri biasanya
mempunyai tujuan untuk belajar ilmu s ilat dari para mahaguru
terkemuka. Seperti Naga Emas yang datang bersama I-t'sing,
tingkat ilmu silat Serigala Putih tentu juga sudah tinggi sekali.
Namun bagi seorang pendekar yang melalui ilmu silat
berusaha menggapai kesempurnaan hidup, tiada ilmu silat
yang terlalu rendah untuk dipelajari. Apalagi ilmu silat dari
Yawabumi. Adapun para pendeta dari negerinya yang besar,
yang dikenal sebagai Negeri Atap Langit saja datang belajar
ilmu-ilmu persiapan ke Sriwijaya sebelum berangkat ke
Nalanda; mengapa pula para pendekarnya tidak harus belajar
ilmu-ilmu silat dari para mahaguru silat ternama di Y awabumi"
DALAM perbincangan di sebuah kedai jauh di kemudian,
cerita tentang Serigala Putih mencuri anak kecil dan mati
terbunuh oleh ayah dari anak kecil itu, salah seorang dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepasang Naga dari Celah Kledung, rupanya telah menjadi
dongeng.

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Alkisah, dalam perburuannya mencari ilmu dari guru ke
guru, sampailah Serigala Putih ke hadapan Naga Dadu,
penguasa dunia persilatan Kubu Tenggara, seorang lelaki
pendekar yang sangat termasyhur kecantikannya dan seolah-
olah tidak pernah bertambah tua. Apakah kecantikan Naga
Dadu adalah kecantikan seorang perempuan" Sama sekali
tidak. Kecantikannya adalah kecantikan seorang lelaki, tetapi
yang sungguh-sungguh cantik jelita tiada tara. Sebaliknya,
memang naga yang hebat ini seorang pendekar silat sakti
mandraguna, tetapi segala jurus silat untuk senjata Kipas
Kencana yang dimilikinya ternyata lemah gemulai seperti
tarian halus wanita. Serigala Putih segera menempur Naga Dadu, karena untuk
menyerahkan diri sebagai murid, biasanya ia menempur
pendekar terkenal yang telah ia dengar kedahsyatannya. Dari
pertarungan itulah akan dinilainya apakah ia perlu belajar ilmu
silat atau tidak kepada lawannya tersebut. Jika keputusannya
tidak, tentu karena ia sudah mampu membunuhnya. Jika ia
merasa perlu belajar karena lawan tak bisa dikalahkannya,
maka ia akan membungkuk dalam-dalam, kalau perlu bersujud
dengan dahi menyentuh tanah, untuk segera menjura dan
memohon kepada lawannya agar sudi menerima dirinya
sebagai murid. Biasanya pula lawannya tersebut akan sangat
tersanjung dan tidak ragu-ragu menurunkan rahasia ilmunya
kepada murid baru yang tangguh tersebut. Namun desas-
desus mengatakan bahwa kemudian Serigala Putih akan
membunuh gurunya tersebut jika rahasia ilmu silatnya sudah
dia kuasa i. Maka, nama Serigala Putih memang berembus di
sungai telaga dunia persilatan Yawabumi, tetapi dengan tidak
terlalu harum. Senjata toya putih milik Serigala Putih terbuat dari
campuran logam yang dilebur jadi satu dan tidak terpatahkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kerasnya luar biasa, batu pun remuk meski hanya
terserempet, di samping tenaga dalamnya yang memang
sangat tinggi. Barangsiapa lengah dan tergebuk oleh toya itu
niscaya remuk redam tulang-tulangnya dan tewas dengan
kesakitan luar biasa. Gaya bertempur Serigala Putih pun
mencengangkan. Toya putihnya bagaikan baling-baling tempat
ia beterbangan kian kemari. Maka apabila toyanya itu sudah
berputar, tiada seorang lawan pun dengan senjata apa pun
dapat menembus dan menyentuhnya. Namun jika ia pun ta
kmampu menyentuh apalagi me lumpuhkan lawan, saat itulah
ia akan merendahkan diri begitu rupa agar diterima menjadi
muridnya. Naga Dadu, naga dunia persilatan Kubu Tenggara yang
ditantang bertarung di hadapan murid-muridnya ketika sedang
bercengkerama sembari menikmati petikan kecapi tampak
sangat terganggu, meski keanggunannya membuat ia
berusaha keras tidak memperlihatkan itu. Naga Dadu terkenal
karena dandanan busananya yang luar biasa. Meski ia seorang
lelaki, ia mengenakan ken berbunga-bunga untuk perempuan
yang menutupi seluruh tubuhnya. Lengan baju sutranya
sangatlah lebar, bersambung tanpa potongan yang jatuhnya
terhampar lebar dan longgar sampai mata kaki. Kakinya
beralas sandal yang menutupi seluruh jari kakinya, sedikit
kulitnya yang terlihat tampak putih dan halus seperti kaki
perempuan. Wajah cantik jelitanya yang terkenal, bahkan melebihi
kecantikan seorang perempuan, nyaris seperti bidadari meski
jelas seorang lelaki. Rias wajahnya begitu halus, tetapi tegas
dan meyakinkan dengan lengkungan alis, celak mata, dan
pemerah pipi yang membuatnya bagaikan sebuah topeng,
tetapi topeng yang jelita dan penuh pesona. Seperti juga
Serigala Putih, rambut Naga Dadu sangat hitam dan panjang,
tetapi jauh lebih terawat dan berkilat. Terpotong rapi ujung-
ujungnya, melingkar rata di sekitar bahunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan senjata Kipas Kencana berwarna emas, Naga Dadu
bertarung seperti penari yang gerakannya pelan sekali. Tentu
saja itulah Jurus Kipas Maut yang tak terkalahkan itu, bahwa
kelambanannya lebih cepat dari yang tercepat. Maka mesti
gerakannya seperti terlalu lamban, sangatlah bisa mengimbangi, bahkan kemudian mendesak toya Serigala
Putih. Sangatlah aneh pemandangan itu, bahwa meski Naga
Dadu menari dengan sangat lamban, toya putih yang berputar
seperti baling-baling itu tidak pernah mengenainya.
Kemudian terdengar tampelan mendadak kipas itu pada
toya putih yang mengepung seperti baling-baling dan
mendadak saja Serigala Putih sudah jatuh terkapar dengan
kaki bersendal Naga Dadu yang telah menginjak dada. Toya
putihnya yang terpental menancap pada sebuah pohon besar.
NAGA Dadu menggunakan Kipas Kencana berwarna emas
itu untuk mengipasi dirinya.
"Serigala Putih namamu, dan tantanganmu sangat
mengganggu. Sudah selayaknyalah membunuhmu."
"Aku menantangmu untuk jadi muridmu. Terimalah aku."
"Serigala Putih, jangan kau sangka aku tidak pernah
mendengar kabar tentang seorang pendekar bangsa Tartar
yang selalu membunuh gurunya setelah mewarisi rahasia
ilmunya." Serigala Putih mencoba bangun, tetapi kaki Naga Dadu
terus menekannya. "Guru! Itu hanyalah bualan kosong para pemimpi!
Percayalah kata-kataku!"
Naga Dadu membentak, tetapi dengan nada yang sangat
tertata, sesuai dengan rias wajahnya sebagai topeng yang
sempurna. "Guru! Guru! Jangan panggil aku guru sebelum dikau
penuhi syaratku!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Naga Dadu mengangkat kakinya dari dada Serigala Putih,
lantas berbalik memunggungi Serigala Putih yang segera
bangkit. "Apakah syarat itu Guru!"
Naga Dadu mengerutkan dahi.
"Dikau masih memanggilku Guru?"
"Maafkan diriku Yang Mulia Naga Dadu, mohon katakanlah
persyaratanmu, aku pasti akan memenuhinya!"
Naga Dadu tersenyum tanpa diketahui Serigala Putih.
"Menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung."
Serigala Putih tersentak.
"Ah! Mereka adalah sahabatku!"
Naga Dadu melenggang pergi sembari mengipas-ipas.
"Itu bukan urusanku. Tapi itulah persyaratanku."
(Oo-dwkz-oO) Episode 38: [Benarkah Serigala Putih Mengalah
Kepada Naga Dadu"] Menjadi pertanyaan besar bagi dunia persilatan, mengapa
Serigala Putih bersedia menuruti kehendak Naga Dadu untuk
menculikku, anak Sepasang Naga dari Celah Kledung. Memang
benar seorang pendekar akan mengorbankan segalanya untuk
mendapatkan ilmu, tetapi seorang pendekar juga tidak akan
melanggar keutamaan apapun yang menjadi kehormatan
seorang pendekar. Sejauh dikenal dunia persilatan Serigala
Putih bukanlah jenis pendekar yang akan menjual jiwanya
kepada iblis meski ilmu silatnya akan bertambah ratusan
tingkat. Maka, meskipun Jurus Kipas Maut yang dikuasai Naga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dadu memang akan sangat memikat bagi pendekar manapun
untuk mempelajarinya, mereka tidak percaya Serigala Putih
memenuhi persyaratan Naga Dadu, hanya untuk kehilangan
nyawa, benar-benar karena ingin menguasai Jurus Kipas Maut.
Aku mendengar semua ini dalam suatu perbincangan di
kedai. Bukan hanya satu kedai, melainkan dari kedai ke kedai
dengan pembicara yang tidak pernah sama. Dunia persilatan
memang dipenuhi banyak pendekar yang terkenal sebagai
pendiam. Di antara para pendekar yang pendiam itu bahkan
beberapa di antaranya bagaikan tidak pernah berbicara sama
sekali. Namun kepandaian berbicara dan bercerita pada
dasarnya bukanlah tabu di dunia persilatan. Mereka yang suka
bercerita akan memesan arak dan dikerumuni para
pendengarnya. Para pendengar itu bisa dari kalangan sungai
telaga dunia persilatan, tetapi bisa juga orang-orang awam
yang sangat menikmati cerita dan di antara cara memaknai
kenikmatan itu adalah menceritakannya kembali, juga dari
kedai ke kedai, dengan segenap penafsiran mereka tentunya,
sehingga tentulah sudah tidak terlacak lagi bagaimanakah
peristiwa yang sebenarnya sungguh-sungguh telah terjadi.
NAMUN tentu saja aku merasa berkepentingan mendengarnya, ketika suatu saat mendengarnya, kelak
setelah aku benar-benar menjadi seorang pengembara,
karena bukankah secara tidak langsung itu juga menyangkut
diriku" Demikianlah disebutkan betapa Serigala Putih itu
sebenarnya telah jatuh cinta kepada Naga Dadu, berkat
pesona kecantikan wajah dengan segala riasannya yang
bagaikan mengungguli kecantikan seorang wanita. Memang
kecantikan Naga Dadu adalah kecantikan riasan, karena
meskipun tanpa riasan wajahnya tetap halus dan tampan,
bukankah betapapun ia berkelam in pria" Dengan gerak ilmu
silatnya yang lemah gemulai, kecantikan Naga Dadu makin
nyata dan memesona, seolah-olah ilmu silatnya adalah suatu
gerak tari yang ditujukan untuk memperlihatkan pesona
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keindahannya. Karena memang bukan hanya wajah,
melainkan segenap kediriannya adalah pesona belaka.
Pernah kudengar kata pepatah, kecantikan seorang
perempuan adalah sumber kemalangannya. Meski aku tidak
percaya dengan kepastian kalimat itu, aku mendengar bahwa
memang kecantikan Naga Dadu, meski ia bukan seorang
perempuan, juga menjadi sumber perkara, terutama bagi
lawan-lawannya. Dalam hal Serigala Putih misalnya,
berkembang cerita bahwa ia sengaja mengalah bukan sekadar
untuk mempelajari Jurus Kipas Maut, tetapi juga agar dapat
selalu berada di dekat Sang Naga Dadu, penguasa dunia
persilatan Kubu Tenggara yang untuk mencapai kedudukannya telah menumpahkan darah yang tak terhitung
jumlahnya. Seorang pendekar yang datang dari seberang
lautan seperti Serigala Putih, niscaya tidak akan terlalu
dangkal ilmunya. Berangkat sebagai seorang pendekar, tentu
saja Serigala Putih akan mempersiapkan segalanya untuk
menghadapi para pendekar di setiap tempat yang
disinggahinya. Bahkan mereka yang pernah menyaksikan
pertarungan Serigala Putih sebelum berhadapan dengan Naga
Dadu pernah bercerita seperti berikut.
Seorang pendekar yang hanya bisa bersilat dalam keadaan
mabuk, sehingga kalau bersilat harus sambil meminum arak
dari dalam kendi, dan karena itu digelari Sang Peminum,
pernah mati kutu berhadapan dengan Serigala Putih.
"Bagaimana dia tak akan mati kutu," ujar sang pencerita,
juga sambil menenggak arak, "jika ketika mulutnya sudah
terbuka dan arak dari dalam kendi mengucur keluar, maka
Serigala Putih menggerakkan tangannya ke depan, dan
mendadak cairan arak itu menjadi beku dan dingin sekali. Baik
yang sudah keluar kendi maupun yang masih berada di dalam
kendi." Mengubah udara menjadi sangat dingin sehingga membuat
arak membeku tentu membutuhkan tenaga dalam yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat tinggi. Tidak ada alasan kenapa Serigala Putih tidak
dapat membekukan aliran darah dengan kemampuan seperti
itu. Namun dalam kenyataannya ia terkalahkan oleh gerak
lamban Naga Dadu dan akhirnya bahkan terbunuh di ujung
pedang ayahku. Tak urung cerita itu sampai ke telinga Naga Dadu, dan
siapakah yang begitu suka mendengar cerita tentang
kemenangan karena lawan yang mengalah seperti itu"
"Jadi bagaimana lagi aku harus membuktikan keunggulanku
atas Serigala Putih itu" Sayang sekali ia tak kubunuh saja
waktu itu. Atau apakah aku harus menantang Sepasang Naga
dari Celah Kledung yang telah membunuhnya?"
Saat aku mendengar cerita itu, aku teringat bahwa Serigala
Putih menyatakan betapa tempatku bukanlah bersama
orangtuaku. Apakah ia mendengarnya dari Naga Dadu"
Kemudian, apakah kiranya yang membuat persyaratan Naga
Dadu agar Serigala Putih dapat diterima sebagai murid adalah
menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung, yang
adalah diriku" KAMI semua masih mendorong pedati berisi peralatan
upacara sima itu. Berbagai peristiwa yang dialam i rombongan
ini, telah membuat perjalanan terhambat, dan karena itu
harus ditukar dengan meneruskan perjalanan tanpa istirahat.
Sebuah upacara yang dianggap suci memperhitungkan waktu
dan tidak ingin menjadi bagian yang mengacaukannya.
Pada malam hari kami tetap melangkah di bawah cahaya
rembulan, kusaksikan tanduk kerbau penghela pedati-pedati
ini bercahaya keperak-perakan bagaikan suatu hiasan. Kulihat
jalan lurus ke depan yang tampak terang meskipun malam
dengan sawah di kiri-kanan yang juga keperak-perakan. Sunyi
sekali rasanya malam. Dalam keheningan ditingkah derak-
derik roda pedati di jalan tanah, aku teringat segala ajaran
dari kitab Sang Hyang Kamahayanan Mantranaya:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bhatara Hyang Buddha dari masa lalu,
yang telah mencapai Kebuddhaan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sempurna pada masa dahulu
seperti Bhatara Vipasyi, Visvabhu, Krakucchanda,
Kanakamuni, Kasyapa, mereka itu adalah para Buddha dari masa lalu.
Bhatara Buddha yang akan datang,
akan dimulai dengan Buddha Maitreya,
diakhiri dengan Bhatara Samantabhadra.
Mereka para Buddha dari masa yang akan datang
Akan mencapai tingkat Kebuddhaan di masa mendatang.
Buddha masa sekarang adalah Sri Bhatara Sakyamuni,
Buddha yang harus kamu anggap
Sebagai yang Tertinggi (Hyang),
yang ajarannya harus kamu ikuti
dengan sepenuh hati Mereka adalah Tiga Hyang Buddha
dari masa lalu, sekarang, dan mendatang.
Dalam usia 15 tahun, aku bukan orang yang boleh
dianggap paham ilmu-ilmu agama, tetapi sejak kecil aku
sering mendengar perbincangan ayah dan ibuku, yang meski
bagiku tidak pernah jelas memeluk Mahayana atau Siwa, atau
aliran kepercayaan apapun yang telah menjadi tertekan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sering mengundang pendeta maupun pedanda ke pondok
kami. Mereka diundang tidak untuk mengajari, melainkan
untuk berbincang kian kemari, sementara aku terkantuk-
kantuk di pangkuan mereka, tetapi yang dalam kenyataannya
sering teringat kembali kalimat-kalimat mereka.
Tidak ada jalan (marga) lain
yang dapat menuntun ke arah pencapaian Kebuddhaan.
Jalan yang paling baik yaitu Mahayana jika di kuti dapat menjadi jalan
untuk dapat tiba di Nirvana.
ang Hyang Mahayana ini, sebagai jalan yang paling baik,
akan saya ajarkan kepada Anda.
Sebaiknya dengarkanlah baik-baik,
karena inilah cara yang benar
untuk mencapai sorga, juga yang dapat memberikan
kebahagiaan yang agung (kamahodayan). Mahodaya berarti kebahagiaan lahir dan batin (wahyadhyatmikasuka). Kebahagiaan lahir ialah kesucian, kekayaan, keperwiraan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kehormatan, keningratan. Kebahagiaan batin ialah Kebahagiaan di dunia tanpa penderitaan, terbebas dari kesakitan, ketuaan, kematian, kebahagiaan atas kesempurnaan
pengetahuan yang tertinggi
(anuttara wara samyaksambo-dhisuka),
dan atas tercapainya kelepasan (moksa).
Demikianlah inti kebahagiaan lahir dan batin
jika mengikuti dan melaksanakan ajaran yang agung Mahayana.
Karena Ananda sedang berusaha
untuk memantapkan pengertian
terhadap Kamahayanan, bulatkanlah tekad Ananda dalam mencapai Kebuddhaan.
Para rohaniwan yang diundang datang ke pondok kami di
Celah Kledung itu barangkali mengira betapa orangtuaku itu
ingin belajar agama dan barangkali memang itu ada benarnya;
yang tidak akan pernah mereka duga adalah betapa kedua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orangtuaku itu berusaha menggali sesuatu dari ilmu-ilmu
agama demi kesempurnaan ilmu silat. Dalam usia 15 tahun,
aku belum terlalu menyadarinya. Namun dalam usia 100
tahun, merenungkan kembali semua itu, ternyata kecenderunganku untuk memanfaatkan ilmu-ilmu agama demi
ilmu s ilat telah kukenal dari orangtuaku.
Pengertian seperti lahir dan batin, yang dalam kenyataannya tidak terpisahkan sebagai Mahodaya, telah
dimanfaatkan pasangan pendekar itu untuk mengembangkan
Ilmu Pedang Naga Kembar yang tiada duanya. Apa yang lahir
menyembunyikan yang batin, tetapi menebak suatu kepastian
batin dari yang tampak adalah kesia-siaan. Dengan caranya
sendiri pasangan pendekar itu telah menafsirkan kerangka
berpikir keagamaan ke dalam pencapaian ilmu persilatan.
Jurus-jurus Ilmu Pedang Naga Kembar yang penuh dengan
jebakan dikembangkan berdasarkan kerangka gagasan lahir-
batin golongan Mahayana; ibarat berhadapan dengan Naga
Kembar, lawan tak akan pernah mampu memastikan,
manakah naga yang sedang mengancam dan manakah naga
yang hanya bayangan. Namun kedua orangtuaku mampu
menjadikan pula naga kembar itu kedua-duanya sebagai
bayangan maupun kenyataan yang mengancam. Dengan
demikian gerakan mereka selalu luput dari penafsiran,
sehingga sebagai pasangan pendekar mereka tak terkalahkan.
MENJELANG fajar merekah, kami berhenti di tepi sebuah
sungai untuk beristirahat sebentar. Di samping kami memang
harus menunggu tukang perahu yang akan menyeberangkan
pedati-pedati ini ke seberang.
Pagi masih dingin. Para mabhasana melepaskan kerbau-
kerbau agar mereka dapat berkubang dan mandi di tepi
sungai yang besar itu. Ke tepi sungai itu banyak orang
menantikan tukang perahu untuk membawa barang-barang
maupun diri mereka sendiri untuk menyeberang, sehingga
tempat penyeberangan itu menjadi tempat yang ramai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan kata ramai, artinya terdapat sebuah kedai,
penginapan, dan sebuah pasar kecil. Terdapat juga gardu
tempat perahu yang lalu lalang ataupun bersandar harus
membayar pajak kepada hulu wuattan atau pengawas
jembatan dan jalan. Meski sungai ini karena luasnya tak
berjembatan, peranan tukang perahu sebagai pengganti
jembatan dan penghubung jalan yang mendapat upah tak
luput dari sasaran petugas pajak kerajaan.
Berikut ini adalah sebagian peraturan menyangkut tugas
Pengawas Perkapalan seperti tertulis dalam Arthasastra sejauh
yang bisa kuingat: Pengawas Perkapalan harus memperhatikan
kegiatan mengenai perjalanan laut
dan penyeberangan pada mulut sungai,
maupun penyeberangan pada danau alam,
danau buatan dan sungai, dalam sthaniya dan kota-kota lain
Desa di tepi dan sisi harus membayar pajak yang ditentukan
Nelayan harus membayar seperenam tangkapan mereka
sebagai sewa kapal Pedagang harus membayar sebagian barang
sebagai pajak menurut apa yang berlaku di pelabuhan,
mereka yang naik kapal raja
harus membayar sewa untuk perjalanan itu
Mereka yang memancing kulit keong besar
dan mutiara harus membayar sewa untuk kapal,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau berlayar dengan kapalnya sendiri
dan tugas pengawas ini sudah dijelaskan
pada tugas Pengatur Tambang
Seperti telah kuceritakan, aku pernah mempelajari
Arthasastra dari seorang guru, sebagai salah satu pelajaran
yang kudapatkan dalam pengembaraanku mempelajari segala
macam ilmu dari guru ke guru. Namun sebenarnya orangtuaku
memiliki juga Arthasastra, bertumpuk dengan kitab-kitab lain
dalam peti kayu. Semenjak belajar membaca aku sering diam-
diam mengejanya, karena gambaran dunia yang diberikan
Arthasastra itu bagiku yang masih kecil menarik sekali.
Meskipun isinya peraturan-peraturan wajib dalam tata negara,
tetapi setiap kata yang tertulis bagiku menjadi sumber
pengetahuan tentang dunia. Peraturan tentang Pengawas
Perkapalan itu misalnya, menuntut aku untuk mengenal segala
kata di sana dengan cara mengetahui maksudnya. Maka,
meskipun belum pernah menyaksikannya sendiri, sete lah
bertanya dan mendapat jawaban atas arti setiap kata,
terbayangkanlah sebuah dunia tempat kapal berlalu lalang,
tempat jual beli berlangsung, dan kehidupan menjelma.
Sebuah kitab tentang peraturan sama menariknya bagiku
dengan berbagai kitab lain yang bercerita tentang
kepahlawanan dan cinta seperti yang dibacakan ibuku.
Hari masih pagi, suasana masih sepi, tetapi kedai di tepi
sungai ini tidak pernah tutup, karena tempat penyeberangan
ini agaknya merupakan jalur lalu lintas yang ramai. Aku yang
selama ini hanya hidup di sekitar Celah Kledung, dan jika
diajak dalam perjalanan hampir selalu menghindari kota,
untuk kali pertama melihat sebuah tempat seperti ini.
DARI dalam kedai terdengar suara riuh orang tertawa-
tawa, dan kudengar pula suara perempuan. Waktu kutengok
ke arah suara-suara itu, kulihat di depan pintu seorang lelaki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tinggi besar yang berotot berdiri tegak, membopong seorang
perempuan yang masih juga tertawa-tawa. Perempuan itu
tidak terlalu cantik, tetapi rias dan dandanannya membuat ia
menarik perhatian. Ia mengenakan ken merah tua berenda
emas dari pinggang ke bawah, dengan rambut panjang yang
menutupi dadanya. Pipinya disapu warna merah dan bibirnya
tampak bergincu pula. Mata perempuan itu sangat tajam dan
jalang, aku bergetar ketika diliriknya sampai tertegun tak
bergerak menatapnya. Mataku terus mengikutinya ketika lelaki tinggi besar yang
setengah mabuk itu membopongnya ke rumah penginapan
yang berdinding bambu. Mungkin aku telah mengenal Harini
dan juga telah mengalam i betapa cinta dapat menggairahkan
jiwa dan raga, tetapi aku sungguh tidak mengerti betapa cinta
juga dapat diperjualbelikan. Pemimpin rombongan yang telah
menerima aku bekerja itu menepuk punggungku dari
belakang. "Apakah yang dikau pandangi itu, Bocah?"
Aku telah dipanggil Tuan Pendekar sebagai ganti Bocah,
tetapi kali ini aku dengan tegas disebutnya Bocah kembali.
Apakah caraku memandang perempuan itu yang membuatku
dipanggil Bocah" "Bocah Tanpa Nama, dikau belum pernah me lihat seorang
pelacur?" Aku lantas mengalihkan pandang. Tidak tahu harus
menjawab apa kepada penjual pakaian itu. Tentu saja aku
juga pernah membaca peraturan tentang pelacuran dalam
Arthasastra tanpa mampu membayangkan dunia yang
digambarkannya, karena setiap kali aku bertanya mengenai
arti pelacur pada masa kecilku, pasangan pendekar yang
mengasuhku itu hanya dapat saling memandang sambil
tersenyum. Aku tidak pernah dapat memahami arti senyuman
itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika aku masih mendesak juga, ibuku menjawab.
"Pelacur itu, anakku, perempuan yang bekerja sebagai
penghibur." "Menghibur siapa" Orang-orang yang sedih?"
Ibuku tersenyum lagi. ''Bukan orang yang sedih, anakku, tetapi orang yang ingin
bersenang-senang." "Jadi kalau Ibu ingin bersenang-senang, Ibu juga mencari
seorang pelacur?" Aku teringat pasangan pendekar itu tertawa terbahak-
bahak. Ayahku kemudian berkata.
"Bacalah bagian itu lagi, nanti jika dikau sudah dewasa,
anakku, maka dikau nanti akan mengerti sendiri."
Saat kulihat sendiri seorang pelacur dibopong seorang pria
dari kedai menuju penginapan, yang sebetulnya juga rumah
pelacuran, belum bisa kupastikan apakah diriku yang berusia
15 tahun sudah bisa disebut dewasa.
Namun dari dalam rumah penginapan itu tiba-tiba
terdengar jeritan. (Oo-dwkz-oO) Episode 39: [Membela Pelacur dan Diserbu Perompak Sungai] JERITAN itu membuat semua orang pada pagi yang dingin


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tertegun. Para penjaga yang berada di gardu pajak segera
berlompatan ke sana, dan terlihatlah lelaki yang tinggi besar
itu telah terkapar bergelimang darah. Perempuan yang disebut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pelacur itu telah membunuhnya dengan sebilah pisau yang
masih terus dihunjamkannya.
"Matilah dikau pengkhianat durjana! Telah kau bunuh
suamiku dari belakang dalam pertempuran meski berada di
pihak yang sama! Matilah dikau! Matilah dikau! Matilah dikau!"
Para penjaga di gardu pajak berlompatan ke sana dan
segera meringkus perempuan itu. Ia terus meronta ketika
mereka berusaha mengikatnya.
"Dibunuhnya suamiku karena menghendaki diriku! Bebaskan aku! Sudah menjadi hakku untuk membunuhnya!"
Para penjaga membawanya ke gardu. Para mabhasana
yang melihat kejadian itu menggeleng-gelengkan kepala.
Mereka yang keluar dari kedai segera membicarakannya.
"Mereka baru saja keluar dari sini, tak sangka perempuan
itu berniat membunuhnya."
"Kalau memang benar apa yang dikatakannya, ia harus
dibebaskan dari hukuman."
SEBAIKNYA, apa yang dikatakannya sulit dibuktikan di
pengadilan. Ia akan mati terbakar!"
"Atau mati tenggelam."
"Ayo kita bertaruh! Dia akan ditenggelamkan atau dibakar?"
Para penjudi itu lantas ramai-ramai bertaruh. Mereka telah
berjudi semalaman dan masih saja bertaruh setelah terang
tanah. Aku teringat hukuman bagi pelacur jika membunuh
seorang lelaki, menurut Arthasastra hukuman akan berupa
pembakaran di atas api penguburan atau ditenggelamkan ke
dalam air. Jadi, ketika lelaki itu dibakar, maka perempuan itu
sebagai pembunuhnya akan dibakar bersamanya. Namun
ditenggelamkan ke dalam air juga tidak akan kurang tersiksa.
Aku merasa pembelaan diri perempuan itu harus didengar,
tetapi siapakah yang akan mendengarkannya" Tempat ini jauh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terpencil dari kotaraja, hukum terlalu sering berjalan tidak
semena-mena. Dengan memeriksa Arthasastra, sebenarnya
bisa dibayangkan perjalanan hidup seorang pelacur.
Pengarah Para Pelacur harus mengangkat sebagai pelacur
dengan seribu pana seorang gadis dari ke luarga pelacur
atau dari keluarga bukan pelacur,
yang sangat cantik, muda, dan seni wati
dan seorang wakil pelacur
untuk separo usaha keluarg a
bila seorang pelacur lari atau meninggal
puterinya atau saudara perempuannya
harus menjalankan usaha keluarga
atau ibunya harus menyediakan
seorang wakil pelacur bila tidak ada, raja harus menghapus usaha itu
sesuai kelebihan dalam hal kecantikan dan perh iasan
ia harus dengan seribu pana mengangkat giliran
terendah, menengah, atau tertinggi (untuk keha diran)
agar menambah hormat dengan payung, pembawa air, kipas,
tandu, kursi, dan kereta bila kehilangan kecantikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia harus mengangkat sebagai Ibu
harga tebusan adalah 24.000 pana
untuk seorang pelacur 12.000 pana untuk pute ra pelacur
sejak umur delapan tahun yang terakhir harus bekerj a
sebagai pengamen raja budak perempuan seorang pelacur
yang sudah lewat masa kerjanya
harus bekerja di gudang atau dap ur
seseorang yang tidak dapat mengerjakannya
harus dikekang harus membayar upah bulanan 1,25 pana
ia harus mencatat pembayaran para tamu,
hadiah, penghasilan, pengeluaran,
dan keuntungan seorang pelacur
dan harus melarang tindakan pengeluara n berlebihan
memberikan perhiasan untuk disimpan orang la in
selain ibunya denda 4,25 pa na menjual atau menjanjikan miliknya
denda 50,25 pana cedera yang terliha t TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
denda 24 pana cedera badan d ua kali lipat
denda 50,25 pana memotong telinga denda 1,5 pana dalam hal kekerasan untuk gadis yang eng gan denda tertinggi ditentuka n
(jika ia bersedia) adalah dana teren dah untuk kekerasan jika seorang pria mengekang pelacur
yang tidak bersedia atau membantunya melarikan diri
atau merusak kecantikannya
dengan melukai denda 1.000 pan a atau denda ditambahkan sesuai pentingnya kedudu kan
sampai dua kali lipat uang teb usan
bila seorang pria melukai pelacur yang diangkat
denda akan tiga kali uang tebusan
untuk membunuh seorang ibu, puterinya,
atau budak perempuan yang hidup dari kecantik annya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan dikenakan denda tertinggi u ntuk kekerasan
dalam semua hal, denda pelanggara n pertama
dua kali lipat untuk pelangga ran kedua
tiga kali lipat untuk pelanggaran ketiga
dan apapun bisa dilakukan
untuk pelanggaran keempat
seorang pelacur yang tidak mendekati lelaki
atas perintah raja akan mendapat seribu pukulan dengan cambuk
atau denda 5.000 pana seorang pelacur yang setelah menerima bayaran
memperlihatkan ketidak sukaannya
akan didenda dua kali pembayaranny a
bila menipu dalam hal kehadirannya
kepada para tamu yang menginap
harus membayar delapan kali jumla h pembayaran
kecuali bila sakit atau ada kekurang an pada pria
bila pelacur itu membunuh seorang pria
hukuman berupa pembakaran di atas api penguburan
atau ditenggelamkan di dalam air
bila seorang pria merampas perhia san
barang atau pembayaran TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang diwajibkan bagi seor ang pelacur
pria itu akan didenda delapan kali jum lah itu
menjual atau menjanjikan miliknya
denda 50,25 pana cedera yang terliha t denda 24 pana cedera badan dua kali lipat
denda 50,25 pana memotong telinga denda 1,5 pana dalam hal kekerasan untuk gadis yang eng gan denda tertinggi ditentuka n
(jika ia bersedia) adalah dana terendah untuk kekerasan jika seorang pria mengekang pelacur
yang tidak bersedia atau membantunya melarikan diri
atau merusak kecantikannya
dengan melukai denda 1.000 pan a atau denda ditambahkan sesuai pentingnya kedudu kan
sampai dua kali lipat uang teb usan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bila seorang pria melukai pelacur yang diangkat
denda akan tiga kali uang tebusan
untuk membunuh seorang ibu, pute rinya,
atau budak perempuan yang hidup dari kecantikannya
akan dikenakan denda tertinggi u ntuk kekerasan
dalam semua hal, denda pelanggaran pertama
dua kali lipat untuk pelangg aran kedua
tiga kali lipat untuk pelanggaran ketiga
dan apapun bisa dilakukan
untuk pelanggaran keempa t
seorang pelacur yang tidak m endekati lelaki
atas perintah raja akan mendapat ser ibu pukulan dengan cambuk
atau denda 5.000 pana seorang pelacur yang setelah menerima bayaran
memperlihatkan ketidak sukaannya
akan didenda dua kali pembayarannya
bila menipu dalam hal kehadirannya
kepada para tamu yang menginap
harus membayar delapan kali juml ah pembayaran
kecuali bila sakit atau ada kekurang an pada pria
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bila pelacur itu membunuh seo rang pria
hukuman berupa pembakaran di atas api penguburan
atau ditenggelamkan di dalam air
bila seorang pria merampas perhia san
barang atau pembayaran yang diwajibkan bagi seor ang pelacur
pria itu akan didenda delapan kali jum lah itu
IA beranjak ke arah gardu, tempat perempuan itu ditahan
dan kerumunan sudah dibubarkan. Suasana mungkin sepi,
tetapi kurasa ini bukanlah tempat yang sunyi. Kami
menyandarkan seluruh pedati di tempat penitipan dan
bermaksud istirahat sebentar di penginapan sebelum
menyeberang, sambil menunggu hasil kerja Naru itu. Kulihat
tadi ia mengambil pundi-pundi dari dalam pedati, sehingga
takbisa kuhindarkan kesan betapa ia akan menyuap para
petugas itu. Kutatap sekitarku, inilah salah satu dari tempat
penyeberangan yang banyak terdapat di Yawabumi Tengah
bagian se latan, salah satu dari 47 naditirapradesa yang artinya
tempat-tempat di tepi sungai. Istilah itu berhubungan dengan
dua pengertian, yakni tempat penyeberangan maupun
pelabuhan sungai. Adalah pelabuhan sungai yang jauh lebih
ramai, meski tempat penyeberangan ini tidak bisa dianggap
sunyi. Aku segera mandi di tepi sungai dan memasuki
penginapan, artinya sebuah rumah panjang berdinding bambu
yang menyediakan tikar. Rasanya lelah sekali badanku dan aku langsung jatuh
tertidur begitu menyentuh tikar.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
WAKTU aku terbangun, hari sudah sangat siang dan
tubuhku rasanya sangat penat. Baru kemudian kusadari
pelacur yang hampir saja dihukum mati itu sudah bersimpuh
di sampingku. Lantas muncul Naru, yang tampaknya juga
seperti baru bangun dari tidur.
"Aku hanya bisa membebaskan dia jika membelinya, Bocah,
tidak ada pengadilan di sini, kecuali jika mau kembali ke
kotaraja." Aku mengerti, rombongan ini dinanti di Ratawun, arah
sebaliknya. Perempuan ini telah dibebaskan dari hukuman,
tetapi ia kini menjadi seorang budak. Apakah ia masih ingin
menjadi seorang pelacur" Jika mampu, ia bisa membeli dirinya
sendiri dengan uang hasil pekerjaannya nanti.
Seperti bisa membaca pikiranku, Naru berkata.
"Perempuan ini tidak ingin menjadi pelacur lagi. Ia merasa
jalan hidupnya mengikuti dirimu."
Mengikuti diriku" Bagaimana mungkin" Namun Naru sudah
menyahutku. "Biarlah perempuan ini mengikuti perjalanan kita," katanya,
"biarlah dialam inya sendiri bahwa mengikuti dirimu tidaklah
mungkin." Maka, perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai
pelacur itu akhirnya sudah berada bersama kami ketika
semuanya, dengan segala pedati, muatan, dan kerbau-
kerbaunya, telah

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di atas perahu tambang penyeberangan berjenis akirim agong. Dua penambang
bertubuh tinggi kekar berdiri di depan dan belakang,
mengarahkan perahu ke seberang yang tempatnya tidak tepat
berada di seberangnya, melainkan agak menyerong.
KUPANDANGI sungai itu, begitu luas dan bergerak malas,
meski kutahu ketenangan permukaan ini sangat mengecoh.
Air sungai ini berwarna cokelat, menyilaukan karena pantulan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
cahaya matahari. Dari seberang datang berpapasan perahu
pengangkut akirim agong yang lain. Memang sepanjang
bengawan ini terdapat pasar-pasar di tepi sungai, yang
menyatu atau berada di dekat pelabuhan sungai. Kemudian
terlihat sebuah delta. Nanti setelah melewati delta tersebut
baru akan terlihat pangkalan tambang di seberang sungai
tempat kami diturunkan. Delta itu cukup besar, bahkan terdapat semak-semak dan
pepohonan. Jika malam pastilah menyeramkan sekali. Entah
kenapa perasaanku mengatakan sesuatu akan terjadi. Perahu
mengikuti arus yang semula tampak pelan, tetapi kemudian
bertambah lama bertambah cepat. Sudah bukan rahasia lagi
bahwa sungai yang menjadi lalu lintas perdagangan juga
memancing kehadiran para perompak sungai. Tukang
tambang juga mengenali para perompak dan itulah sebabnya
mereka dibayar mahal, karena selain bertugas menyeberangkan para pedagang dan barang-barangnya, juga
berkewajiban melindunginya pula.
Maka menjadi tukang tambang berarti harus mempunyai
ilmu silat yang tinggi. Bukan sembarang ilmu silat biasa,
karena ancaman bahaya yang mereka hadapi datang dari para
perompak sungai yang sangat menguasai cara bertarung di
atas perahu maupun di dalam air.
Kemudian apa yang kukhawatirkan terjadilah.
"Tuan, waspadalah dan siapkan senjata-senjata Tuan. Kita
kedatangan tamu," ujar tukang tambang yang di depan.
Lantas ia berkata kepada temannya di belakang.
"Radri, bersiaplah! Kawan-kawan lama itu tidak kapok juga
dengan gebukan kita!"
Radri menyahut dari belakang.
"Biarkan gerombolan astacandala itu datang Sonta! Sudah
lama kita tidak main-ma in dengan mereka!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melihat sekeliling dan baru sadar betapa kami sedang
diserbu dari segala jurusan oleh sekitar limapuluh orang, yang
berenang sangat cepat ke arah kami dengan pisau di
mulutnya. Kecepatannya membuktikan bahwa mereka adalah
para perenang andalan, dan bahwa mereka tiba-tiba muncul
agaknya karena sebelum itu mereka datang entah dari mana
dengan cara menyelam. Betapapun, aku harus menghindari
pertarungan di dalam air.
NAMUN apakah mungkin" Limapuluh manusia yang
menggigit sebilah pisau menyilang di mulutnya melaju dengan
cepat seperti ikan lumba-lumba. Dengan hanya berdiri
semuanya di atas perahu ini saja, kami semua akan tercebur
ke sungai. Aku ingin tahu apa yang dilakukan Sonta dan Radri,
kedua tukang tambang yang bertanggung jawab atas
keselamatan barang maupun jiwa kami. Perempuan yang
mengikuti kami itu kulihat mengambil sebilah golok milik entah
siapa yang tergeletak di situ. Kulihat pegangannya kuat dan
mantap. Rasanya tidak mungkin ia tidak mengenal ilmu silat.
"Siaga semuanya! Siaga! Siaga! Siaga!"
Sonta dan Radri memberi aba-aba. Para mabhasana juga
telah memegang golok. Kulirik Sonta dan Radri hanya akan
menggunakan dayungnya. Mereka tampak gagah dan perkasa.
Namun laju kelimapuluh perompak yang datang meluncur
sambil membawa pisau di mulutnya itu sungguh mendebarkan
hati. "Siaga! Siaga! Siaga! Bacok saja setiap orang yang
mendekat!" Dalam jarak beberapa depa dari perahu, para perompak
yang terdepan melejit ke atas dan ke depan seperti ikan
lumba-lumba, di udara mereka mengambil pisau dari
mulutnya, lantas sembari me layang turun ke atas perahu
berusaha membacok setiap orang dari kami. Namun para
mabhasana menyambut mereka dengan sambaran golok.
Seorang perompak ambruk di perahu dengan isi perut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berhamburan, seorang yang lain terpental kembali ke sungai
dengan lengan putus dan segera dihanyutkan arus, sementara
yang lain berhasil mendarat di perahu dan memburu kami
dengan penuh nafsu pembunuhan. Para perompak ini hanya
berkancut seperti orang sadhu, tetapi tubuh mereka dirajah
dengan gambar kalajengking tanda gerombolan mereka.
Suasana di perahu hiruk pikuk karena para perompak
berkelahi sambil berteriak-teriak dan menjerit-jerit seperti
kera. Perempuan itu menguasai ilmu beladiri dengan sangat
baik, meski tampaknya tidak memiliki tenaga dalam. Setiap
kali seorang perompak menusukkan pisau, perempuan itu
selalu berhasil mengelak, bahkan melesakkan goloknya ke
arah belakang yang langsung bersarang dalam perut
lawannya, yang tentu saja akan meraung kesakitan. Di atas
perahu yang kini sudah dipenuhi perompak, ia mengelak dan
mengelak sembari menusukkan goloknya ke depan dan ke
belakang tanpa melihat lagi, dan selalu menelan korban yang
akan meraung keras sekali dengan darah bercipratan.
Para perompak tak hanya melompat ke atas seperti ikan
lumba-lumba, tetapi juga hilang menyelam ke dalam air
sebelum akhir muncul di tepi perahu untuk meloncat naik
dengan sebat sembari mengambil pisau di mulutnya. Para
mabhasana bergerak ke sana kemari membacoki perompak
yang melejit dari bawah, yang tentu saja tidak membiarkan
dirinya agar bisa dibacok dengan mudah. Suara golok beradu
pisau terdengar berdentang-dentang ditingkah suara jerit dan
raungan kera, yang menjadi teriakan panjang ketika sambaran
golok mengoyak tubuh mereka.
Sonta dan Radri memutar dayungnya seperti angin puting
beliung. Setiap kali mengenai badan pasti meretakkan tulang
dan setiap kali mengenai kepala pastilah yang terkena
kehilangan nyawa. Suara anginnya terdengar gemuruh
mengerikan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Majulah kalian tikus-tikus sungai! Majulah! Serahkan
nyawamu supaya lahir kembali sebagai musang! Hahahahahaha!" "Jangan terlalu cepat Sonta! B iarkan mereka sadar sebelum
meninggalkan dunia! Hohohohoho!"
Namun sebanyak perompak yang dilumpuhkan, sebanyak
itu pula perompak yang datang meluncur di sungai seperti
ikan lumba-lumba mengepung dari segala arah. Sebagian dari
mereka bahkan menyelam ke bawah perahu dan mulai
menggoyang-goyangnya pula!
(Oo-dwkz-oO) Episode 40: [Apakah Menulis Itu"]
PEMBACA yang Budiman, izinkan diriku yang tua ini
beristirahat sebentar. Dalam usia seratus tahun, meskipun aku
masih mampu bertarung tiga hari tiga malam tanpa makan
dan minum, kalaulah ada lawan yang bisa bertahan selama
itu, menuliskan riwayat hidupku ini ternyata tak kalah
memakan tenaga. Terasa benar sekarang bahwa aku ini
memiliki pinggang dan tulang belakang. Aku telah duduk dan
menulis terus menerus menggoreskan pengutik pada keping-
keping lontar itu lebih dari satu bulan di teras rumah, sampai
tetangga-tetangga mengira aku seorang kawi. Selama itu aku
harus menjaga samaranku dengan terus-menerus menyemir
rambutku yang seluruhnya sudah memutih agar tetap tampak
hitam. Begitupun, aku tetaplah terlihat sebagai orang tua, dan
pemandangan orang tua menulis tidaklah terdapat di kalangan
rakyat jelata. ORANG tua yang menulis menjadi warga istana, rumahnya
pun tidak akan terlalu jauh dari sana. Rakyat hampir
semuanya tidak bisa membaca dan menulis. Hanya mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang mempunyai tekad kuat ingin membaca dan menulis akan
menghabiskan waktunya untuk belajar dari seorang guru, dan
pada saatnya akan mengabdikan hidupnya kepada pekerjaan
membaca dan menulis tersebut. Sedangkan tekad tersebut
hanya dapat dimiliki seseorang yang bukan saja merasa
membaca dan menulis adalah baik, tetapi juga merasa dan
yakin akan mampu melakukannya dengan baik. Berbeda
denganku, yang hanya mengikuti saja kebiasaan pasangan
pendekar yang mengasuhku, yang selalu menghubungkan
segala pengalaman kepada pemikiran dalam kitab-kitab,
sehingga aku terbiasa melihat orang membaca dan
membicarakan isinya, di kalangan rakyat biasa kemampuan
membaca dan menulis berada di luar jangkauan pemikiran.
Kitab-kitab sampai kepada rakyat dengan suatu cara, yakni
lewat seorang juru dongeng yang akan menceritakan kembali
isi kitab-kitab sebagai hiburan, seorang guru agama yang
menjadikan kitab-kitab itu sebagai pedoman, atau melalui
seorang pembaca yang akan membacakannya di depan orang
banyak, sebagai hiburan maupun pendidikan. Dengan cara
itulah isi kitab-kitab dikenal dan dapat digambarkan kembali
dalam bentuk wayang topeng, tarian, maupun patung dan
gambaran cerita yang ditatahkan pada batu. Memang, dari
antara mereka yang menyukai dan senang membicarakan isi
kitab itu jugalah akan muncul seseorang yang dianggap
berbakat dan layak dilatih untuk menulis. Dari sanalah para
kawi yang bekerja untuk kepentingan istana akan mencari
penggantinya, tetapi yang memang akan lebih sering
ditemukan di keluarganya sendiri.
Ini membuat mereka yang menguasai kemampuan
membaca dan menulis memiliki kekuasaan, karena mengetahui lebih banyak, bahkan menguasai pengetahuan itu
untuk diri mereka saja, sehingga menggenggam kesahihan
untuk mengatur dunia. Bukankah telah kuceritakan tentang
terdapatnya prasasti yang berisi kutukan" Aku yakin
sepenuhnya, betapa penggubah kalimat maupun pengukir
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kalimat kutukan pada batu atau lempengan logam tersebut
juga tidak percaya, bahwa yang dibuatnya itu akan benar-
benar berakibat dengan terkutuknya para pelanggar
maklumat. Mereka hanya tahu betapa aksara yang tertuliskan
itu, karena makna yang diungkapnya, memungkinkan
dianggap sebagai sakti dan bertuah. Kemungkinan inilah yang
mereka manfaatkan untuk menguasai.
Mereka yang mengetahui akan menguasai mereka yang tidak mengetahui,
karena bagi yang tidak mengetahui, dunia ini memang penuh
dengan daya kuasa yang menentukan atas dunia dan
kehidupan mereka. Telah kuceritakan betapa para penulis sebagian besar
menjual jiwanya kepada penguasa, demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup mereka, karena dalam ketidak mampuannya menguasai pengetahuan, para penguasa sering
merasa kurang terancam jika para penulis yang menguasai
pengetahuan itu disingkirkan. Ini terjadi jika dirasakan betapa
seorang penulis tampaknya tidak akan terlalu setia kepadanya,
dan menulis apapun tanpa bisa diatur dan diperiksanya karena
tidak mampu membaca. Maka penawaran atas kenyamanan
dan keamanan pribadi adalah cara terbaik bagi penguasa
istana untuk mengukuhkan dan mengabadikan kekuasaannya.
Jika tidak, seorang penulis layak disingkirkan, apakah itu
diasingkan, atau dibunuh beserta seluruh keluarganya.
Kemungkinan terakhir inilah yang sangat mungkin membuat
seorang penulis memilih untuk bekerja di bawah perlindungan
istana. Namun aku tetap menjalankan perananku sebagai pembuat
lontar. Dengan itu kuharap pemandangan bahwa aku selalu
menulis jika sedang tidak membuat lontar menjadi wajar,
meski sebetulnya pembuat lempengan lontar dari lembar-
lembar daun rontal bukanlah dari golongan yang bisa menulis.
Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain itu, karena telah
kuputuskan untuk terus menuliskan apapun yang bisa kuingat.
Dalam umur seratus tahun, setiap orang pantas TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memperhitungkan betapa maut akan menjemputnya setiap
saat, sedangkan aku tidak ingin mati penasaran tanpa
mengetahui sebab musabab yang pasti, kenapa aku diburu
dan dilombakan untuk mati dengan hadiah 10.000 keping
inamas seperti itu.

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku memang harus tetap waspada, karena di negeri ini,
siapapun yang buta huruf tetap tahu nilai mata uang.
Meskipun tidak hidup sebagai pembaca dan penulis, para
tikshna atau pembunuh bayaran setidaknya mampu membaca
pengumuman tentang seseorang yang diburu dengan hadiah
uang. Padahal para tikshna ini sungguh terlatih mencari
seseorang yang menghilang. Maka sembari menulis, aku tidak
pernah melepaskan kewaspadaan.
Tulisanku sendiri tidak memuaskan. Aku ingin mengurutkan
riwayat hidupku satu persatu, mengulang kembali hari ke hari
tanpa ada yang luput, tetapi bukan saja ingatanku yang
sangat terbatas, melainkan juga kemampuanku bercerita
secara runtut itulah yang juga menjadi masalah.
BUKAN saja urutan waktunya tidak berjalan dalam suatu
garis lurus, melainkan terlalu sering setiap kali meloncat ke
belakang, karena setiap kali harus menceritakan sesuatu yang
berada di masa lalu dalam catatan atau ingatan seseorang,
bahkan bisa saja terjadi merupakan ingatan atas ingatan lagi.
Cerita yang hanya kudengar dari ingatan seseorang atas
ingatan seseorang pula, tetap harus kuceritakan sebisa-
bisanya secara utuh bukan" Karena aku ingin menuliskan
segala sesuatu yang dapat dituliskan, bukan sekadar karena
akan selalu ada gunanya, tetapi juga karena semakin banyak
yang terungkap dari masa laluku, semakin terbuka
kemungkinan untuk membongkar teka-teki keberadaanku
sekarang ini sebagai manusia yang diburu untuk dimusnahkan.
Memang benar aku telah menyusun sejumlah dugaan seperti
yang telah kuceritakan, tetapi tanpa bukti bahwa dugaanku
tidak keliru. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun usaha menuliskan kembali segala sesuatu
selengkap-lengkapnya juga membuatku khawatir atas panjang
tulisan dan lamanya waktu penulisanku. Jika aku mengawali
cerita sejak umur 15 tahun, ketika pasangan pendekar yang
mengasuhku itu pergi meninggalkan aku, takberarti aku tidak
mempunyai ingatan atas tahun-tahun sebelumnya. Masalahnya, jika dari masa selama aku berumur 15 tahun itu
saja masih sedikit sekali yang kuceritakan dari ingatanku,
lantas akan berapa lama lagikah aku masih akan menuliskan
seluruh riwayat hidupku" Sudah kukatakan tadi, duduk
menulis terus-menerus bagi orang tua seperti aku ini ternyata
bukan tanpa akibat. Kadangkala anak-anak tetangga datang menggangguku.
"Kakek tua! Kakek tua! Kenapa selalu duduk menulis tanpa
pernah bekerja?" Rupanya mereka terbiasa melihat orang tuanya berangkat
keluar rumah untuk bekerja. Pemandangan bahwa seseorang
hanya duduk dan menulis terus-menerus setiap hari
tampaknya mengherankan. Namun di antara anak-anak yang selalu ingin tahu itu
terdapat salah satu yang cerdas dan berani. Ia tidak ingusan,
ia tidak telanjang, ia tidak menggigit jari, dan ia tidak pernah
lari kalau ditakut-takuti. Matanya sungguh tajam dan ia
dengan berani mendekat begitu saja kepadaku, memperhatikan aku mengguratkan aksara yang membentuk
kalimat di atas lembaran lontar. Ia suka berdiri lama sekali,
memperhatikan aku, lantas memperhatikan tulisanku.
"Kakek melakukan apa?"
Begitulah akhirnya suatu hari ia bertanya.
"Kakek sedang menulis," jawabku sekenanya.
Karena, bukankah aku sedang menulis dan sedang
berjuang keras mengingat segala hal dari masa lalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apakah menulis itu?"
Pertanyaan seperti ini membuat aku berhenti menulis,
karena memang tidak bisa dijawab dengan mudah, apalagi
jika yang bertanya adalah seorang anak kecil umur enam
tahun. Bahkan kukira aku sungguh tidak berdaya menjawabnya, dalam pengertian bahwa aku memang tidak
tahu, apakah sebenarnya menulis itu. Memang, seperti
kupelajari dari pasangan pendekar yang mengasuhku, aku
telah belajar membaca, dan karena itu bisa juga menulis,
tetapi aku dan juga kedua orang tua asuhku itu banyak
membaca bukan dalam rangka menulis, melainkan untuk
belajar ilmu silat. Menurut orang tua asuhku itu, kitab bisa
menjadi pengganti guru, sehingga jika seorang guru tidak bisa
ditemukan, kitab ilmu s ilat bisa memberikan segalanya sebagai
pengganti seorang guru. Maka apakah sebenarnya menulis itu sama sekali tidak
pernah kupikirkan. Meskipun aku telah mampu membaca
semenjak usia kanak-kanak karena mengikuti kehidupan
kedua pendekar itu, yang kemudian kupikirkan hanyalah ilmu
persilatan dan bukan tentang penulisan itu sendiri. Bahkan
kurasa aku tidak menyadari sepenuhnya, bahwa dalam
kehidupan di Yawabumi ini, selain terdapat raja, abhiseka,
rakai, mapatih, mahamantri, haji, senapati, samget, nayaka,
rama, wiku, pedagang, perajin, pemungut pajak, pekerja seni,
tukang celup warna, dan pembuat gula, terdapatlah para
penulis. Aku hanya senang membaca dan menghargai keberadaan
kitab-kitab sebagaimana orangtuaku telah mengumpulkannya
dalam sebuah peti kayu. Namun tiada terpikir olehku bahwa
segala kitab itu mulai tertulis sejak aksara pertama, menjadi
kata, membentuk kalimat, menjelma susunan pengertian yang
mendorong perbincangan dalam kepala pembacanya. Betapa
benda mati berwujud lempengan lontar tergurat-gurat itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mampu menghidupkan jiwa dan pemikiran pembaca, dan
semua itu diberikan oleh seorang penulis.
Aku nyaris tidak pernah terlalu memikirkan soal itu, karena
aku membaca untuk mencari kebahagiaan, bukan menambah
beban pikiran, meski kitab yang baik memang selalu berhasil
merangsang pemikiran. Jadi, aku memang tidak tahu apakah
sebenarnya menulis itu, tetapi aku juga tahu bahwa
pertanyaan anak kecil yang seperti itu tidak boleh dijawab
dengan seadanya, karena jawaban apapun akan dibawanya
seumur hidup. "SIAPA namamu Nak," kataku.
"Namaku Nawa," katanya.
Maka kuambil lembaran lontar yang belum ada tulisannya,
dan kugoreskan pengutikku untuk membentuk aksara na.
"Coba lihat, aksara ini berbunyi na."
Nawa mengulang pelan, terbata-bata, sembari menunjuk
huruf tersebut. "Ak-sa-ra i-ni ber-bu-nyi na."
Kemudian kutuliskan aksara wa di sampingnya.
"Kalau ini buny inya wa."
Mulutnya menirukan. "Wa..." Kemudian kutunjuk na, kemudian wa, sementara mulutku
menirukan. ''Na-wa...." Lantas anak itu mengulanginya dengan mantap.
"Nawa!" Ia tertawa-tawa sendiri sambil mengulang-ulang kata itu,
sambil menunjuk dirinya sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Na-wa! Na-wa! Na-wa!"
Aku tersenyum. Bukankah anak kecil memang selalu
menyenangkan" Tentu saja asal ia tidak telanjang dan kotor,
tidak ingusan sampai bibir, yang sebentar-sebentar diserap
hidungnya ke atas, tidak memasukkan jari ke dalam mulut,
dan tidak me ledak tangisnya setiap kali seseorang
mendelikkan mata kepadanya.
Kuambil tangannya agar memegang pengutik itu.
Kubimbing untuk menggurat lembaran lontar yang masih
kosong. "Sekarang tulislah namamu sendiri..."
Kuguratkan, melalui tangannya yang memegang pengutik,
aksara na. "Nah, ini berbunyi Na...."
Disusul aksara wa. "Dan ini Wa.... Coba baca sekarang...."
Ia melirikku sebelum mengejanya.
"Na....Wa...." Kemudian ia menatapku lagi.
"Nawa mau menulis banyak-banyak."
Kutatap anak lelaki itu. Matanya bening. Rambutnya hitam
legam. Apakah berarti aku harus mengajarinya" Aku tidak
pernah mengangkat seorang murid pun dan tidak pernah
merasa membutuhkannya, tetapi itu dalam ilmu persilatan,
karena aku tidak pernah yakin apakah seseorang tidak akan
memanfaatkannya untuk kepentingan dirinya sendiri, jika tidak
untuk suatu tindak kejahatan. Terlalu sering kudengar cerita
tentang bagaimana murid mengkhianati cita-cita perguruannya begitu rupa, sehingga sang guru harus turun
gunung sendiri untuk membunuh murid yang sudah dididiknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan susah payah. Kita tidak pernah tahu untuk apa sebuah
ilmu diturunkan. Dalam dunia persilatan, ada ilmu yang hanya
dimiliki satu orang saja, ada yang dimiliki oleh sedikit orang
seperti seorang guru dengan dua atau tiga murid, dan ada
yang sengaja diajarkan dalam suatu perguruan. Kadang begitu
luasnya ilmu silat yang disebarkan ini, sehingga perguruan itu
menamakan dirinya partai, dan seperti semua partai tentunya
mempunyai tujuan untuk berkuasa. Dalam hal ini tentu
menguasai dunia persilatan.
Namun anak ini tidak ingin belajar ilmu s ilat, ia ingin belajar
menulis. Tentu saja ia tidak tahu siapakah diriku sebenarnya.
Baginya aku hanyalah seorang tua pembuat lontar yang di
sela-sela pekerjaannya, yakni saat daun direndam dan
dikeringkan, selalu duduk dan menulis. Apakah aku harus
menolaknya pula" Berbeda dengan ilmu s ilat yang merupakan
pilihan bagi mereka yang ingin hidup di jalan seorang
pendekar, maka ilmu surat, begitulah istilah bagi dunia tulis
menulis ini, kurasa merupakan hak setiap orang. Sama seperti
hak setiap orang untuk melihat dunia dengan matanya.
Maka, kepadaku, anak berusia enam tahun yang menyebut
dirinya Nawa ini belajar menulis. Aku merasa sedih menyadari
diriku bukanlah seorang penulis yang menguasai seluk-beluk
dunia penulisan dengan baik. Dalam dunia persilatan,
Pendekar Tanpa Nama adalah nama yang telah menjadi
dongeng; dalam dunia penulisan siapalah diriku ini"
Kupersalahkan diriku sendiri kini, kenapa aku tidak pernah
belajar menulis dengan sungguh-sungguh kepada para kawi
ternama maupun tidak ternama karena menyembunyikan diri,
ketika kesempatan untuk itu masih terbuka.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KITAB 3: KESEMPURNAAN dan
KEMATIAN (Oo-dwkz-oO) Episode 41: [Gerombolan Kera Gila]
AKU belajar membaca hanya untuk memperdalam ilmu
silatku. Hidupku penuh dengan gelimang darah para pendekar
yang tewas dalam pertarungan melawanku. Memang,
sebagian besar merupakan pertarungan yang adil, dan untuk
sebagian yang lain adalah diriku yang mengalami
ketidakadilan pertarungan, misalnya dikeroyok oleh ratusan
orang; sebegitu jauh akulah yang selalu keluar sebagai
pemenang. Namun dengan semua itu tidakkah dunia
persilatan ini menjadi dunia yang sia-sia" T idakkah sia-sia jika
seseorang belajar ilmu silat bertahun-tahun bahkan berpuluh-
puluh tahun hanya untuk terbunuh dalam pertarungan demi
kehormatan, yang sama sekali bukan merupakan keadaan tak
terhindarkan" Tidak seperti mati ketika membela diri,
kematian dalam dunia persilatan adalah kematian yang dipilih
sendiri, sebagai akibat jalan seorang pendekar yang memburu
pemenuhan hidup dalam kemenangan atau kematian.
Aku yang setelah berumur seratus tahun hanya tahu
bagaimana membunuh kini harus mengajari seorang anak
tanpa dosa agar bisa membaca dan menulis" Layakkah aku"
Namun anak itu terus bertanya dan aku tidak punya waktu
untuk berpikir apakah akan terus mengajari atau menghindarinya. "Langit! Bagaimanakah menulis langit?"
Maka aku mengajarinya bukan saja menulis langit, tetapi
bagaimana cara memanfaatkan aksara yang dikenalnya, agar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa menuliskan kata apa pun tanpa harus bertanya kepadaku
lagi. Aku sadar, aku belum pernah dan belum mampu
menjawab pertanyaan Nawa sebelum bisa membaca dan
menulis: Apakah menulis itu" Namun setidaknya kuharap
dengan belajar membaca dan menulis itu sendiri, setidaknya ia


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memahami pengertian paling sederhana yang selama ini
kuhayati tentang menulis, yakni mencatat dan menyampaikan.
Mencatat, karena kita memindahkan segala sesuatu ke
dalam tulisan; menyampaikan, karena tulisan adalah sesuatu
yang dibaca, siapa pun pembacanya, meskipun itu penulisnya
sendiri. PERAHU tambang berjenis akirim agong ini sebetulnya lebih
mirip rakit daripada perahu, karena memang hanya digunakan
untuk penyeberangan. Namun memang ini rakit yang besar
sekali, karena bisa memuat lima pedati, lima kerbau, dan para
mabhasana, masih ditambah diriku, perempuan itu, dan kedua
tukang tambang itu sendiri. Terbuat dari balok-balok kayu
besar yang dirapatkan dengan ikatan sulur rotan, dengan
lantai balok-balok kecil yang tersusun melebar di atasnya,
yang meskipun sama sekali tidak rata, cukup memadai bagi
roda-roda pedati dengan segala muatannya itu.
Rakit sebesar ini tampak kecil di sungai yang luas dengan
berbagai jenis arus yang berbeda-beda kecepatannya di
berbagai bagian sungai. Mereka yang tidak mengenal berbagai
jenis arus yang tidak terlalu tampak dari permukaan ini, jika
sembarang berperahu begitu saja tanpa bertanya-tanya, bisa
terputar-putar mendadak tanpa tahu sebabnya. Permukaan air
sungai tampaknya tenang, tetapi arus di bawahnya
menghanyutkan. Sangat menghanyutkan. Begitu menghanyutkan. Sehingga jika seseorang terjatuh pada
arusnya yang deras, maka ia akan segera langsung tenggelam
dan menghilang. Tak peduli ia bisa berenang atau tidak bisa
berenang. Maka tentunya para perompak sudah sangat
mengenal letak berbagai arus sungai besar ini, sehingga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka dapat datang meluncur seperti ikan lumba-lumba dari
segala arah. Sebagian orang telah tiba di perahu dan menyerang
sembari berteriak-teriak seperti kera, membuat suasana
gaduh, rusuh, dan menimbulkan kepanikan. Namun para
anggota rombongan tampaknya tenang, aku bersyukur para
mabhasana yang nyaris tidak menguasai ilmu silat itu mampu
memusatkan pikiran dan membela diri dengan jurus apa
adanya, yang betapapun berguna menyelamatkan diri mereka
dari kematian. Sebagian dari para perompak itu bahkan sudah
tewas di tangan perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai
pelacur itu, yang entah darimana kini telah memegang dua
golok. Tak ada seorang perompak pun berhasil menyentuhnya. Namun tidak berarti keadaan sudah aman, karena bukan
saja para perompak masih berdatangan seperti ikan lunba-
lumba, melainkan mereka telah menggoyang perahu tambang
ini dari bawah pula. Dalam kemiringan tertentu roda-roda
pedati ini bisa menggelinding turun dan kerbau-kerbaunya
bisa terseret masuk ke sungai dan tentu ini sangat berbahaya.
Sementara itu yang menyerbu dari air telah melompat ke
udara seperti ikan lumba-lumba, tangan mereka bergerak
mengambil pisau yang digigitnya, lantas turun dengan gerak
membacok ke segala sasaran. Aku bergerak cepat, berkelebat
menyabet mereka sekaligus dengan kecepatan yang tidak bisa
diikuti oleh mata, dan mereka mendarat di atas perahu tanpa
bernyawa lagi. "BUANG mayatnya ke sungai! Buang mayatnya!"
Tanpa disadari s iapa pun aku sudah berada kembali di atas
perahu itu. Kubantu mereka membuang mayat-mayat
bergelimpangan, karena yang harus dilakukan adalah
melemparkan mayat-mayat itu ke arah kawan-kawannya yang
masih datang menyerbu. Mereka yang masih meluncur di air
seperti ikan lumba-lumba itu biarlah berpikir dua kali ketika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mayat kawan-kawannya yang bersimbah darah menimpa
mereka. Selain itu, mayat-mayat itu memang harus dibuang
untuk memperluas ruang gerak di atas perahu. Namun kini
mereka yang menggoyang semakin berdaya. Aku tak tahu
bagaimana cara mengatasinya, karena meskipun aku telah
dilatih kedua orangtuaku bertarung di dalam air, kuduga para
perompak ini mempunyai kelebihan karena sangat mengenal
sungai ini. Terbukti mereka tetap di bawah ketika perahu
tambang ini mendadak makin cepat meluncur karena arus
yang tiba-tiba menderas, bahkan perahu tambang ini telah
berputar-putar pula. Mereka manfaatkan kesibukan Radri dan
Sonta yang sibuk menghadapi serangan dari udara.
Maka sekali lagi aku berkelebat, kali ini menghadang
mereka yang melayang seperti ikan terbang itu di udara,
kugerakkan dua pedang dengan Jurus Dua Pedang Menulis
Kematian untuk memastikan hasilnya, dan dengan menjejak
mayat terakhir yang masih melayang turun aku mendarat di
perahu. Kedua tukang tambang itu mengerti maksudku,
karena adalah tugas mereka menyelamatkan perahu. Sonta
segera menyelam dari belakang dan Radri dari depan,
sementara para mabhasana dan perempuan itu menusuk-
nusukkan senjata di antara celah-celah balok mencari sasaran.
Sebentar kemudian darah menyembur dari balik celah-celah
itu. Kemudian dengan masih berteriak kesakitan, tampak satu
persatu para perompak lepas dan terapung-apung tanpa daya,
sementara perahu meluncur cepat meninggalkan mereka.
Kecepatan perahu ini taktersusul lagi oleh mereka yang belum
mencapai perahu, kini perahu sudah bersih dari perompak,
hanya darah mereka berceceran di mana-mana. Namun
perahu berputar semakin cepat, sementara Sonta dan Radri
agaknya masih bergulat di bawah perahu. Dengan setengah
nekad aku masuk ke dalam air, menuju ke balik perahu, tentu
tanpa pernah melepaskan pegangan tangan kiri pada tali rotan
di antara balok. Sonta dan Radri masih saling mencekik
dengan lawan masing-masing di dalam air, sementara tangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kiri masing-masing juga berpegangan pada tali rotan. Aku
mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya, agar pedang di
tangan kananku bisa bergerak dengan kecepatan yang sama
seperti jika tidak berada di dalam air. Sekali putar selesailah
sudah, kedua perompak yang terlepas cekikannya itu
tenggelam diserap kedalaman. Darahnya yang berhamburan
segera menyatu dengan air sungai.
Ketika kami bertiga naik ke atas perahu tambang, di sisi
sebelah kanan sudah terlihat delta, dan perahu meluncur di
antara jeram dengan kecepatan tinggi. Namun Radri dan
Sonta, kedua penambang kami yang luar biasa itu, sudah siap
di tempat masing-masing dengan dayung yang mampu
diandalkan untuk mengarahkan perahu tambang ini. Aku
terkesiap, karena justru delta itulah yang disebut-sebut
sebagai sarang para perompak sungai. Benar juga, pada
dahan-dahan pohon besar yang menjorok sampai ke atas
sungai, sehingga perahu kami takbisa menghindar untuk tidak
lewat di bawahnya, tampaklah para perompak bergelantungan
dan berlari-lari di atasnya seperti kera.
"Waspadalah Tuan! Gerombolan Kera Gila masih menghadang!" Jadi nama gerombolan perompak sungai itu adalah
Gerombolan Kera Gila. Sejak tadi telah kuceritakan cara
mereka bertempur yang selalu sambil berteriak-teriak seperti
kera. Namun mengapa harus disebut Kera Gila" Itu baru akan
kuketahui nanti. Sekarang gerombolan perompak sungai itu
sudah berada di atas perahu karena mereka telah meloncat
turun dari dahan-dahan tempat kami lewat di bawahnya. Aku
berloncatan ke sana kemari di atas perahu karena banyaknya
para perompak itu. Pada setiap dahan yang rimbun di atas
selalu ada perompak yang meloncat turun dan langsung
menyerang dengan belati yang mereka ambil dari mulutnya.
Teriakan mereka gegap gempita sepanjang dahan-dahan yang
masih akan lama terlewati maupun di atas perahu ini sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka semua mengenakan serban hitam di kepalanya, hanya
berkancut, yang juga hitam warnanya, tetapi belati mereka
berkilat-kilat di bawah cahaya matahari.
Aku sangat khawatir dengan keselamatan para mabhasana
yang harus menghadapi keadaan berat seperti ini. Mereka
memang telah membela diri dengan baik menghadapi
serangan satu persatu di ruang sempit perahu. Namun telah
kulirik di atas itu para perompak juga memegang panah,
sumpit, dan tombak yang siap dilemparkan.
MESKIPUN tidak menggunakan tenaga dalam, serangan
rahasia dari tempat yang tidak diketahui bagi orang awam
sangatlah berbahaya. Sedangkan bagi seorang pendekar saja,
jika ia lengah sedikit pasti akan terlambat menangkisnya,
padahal senjata semacam itu biasanya beracun. Maka aku pun
berkelebat ke atas, dengan Jurus Dua Pedang Menulis
Kematian kubabat semua perompak itu tanpa kecuali seperti
menebas rerumputan. Aku meloncat dari dahan ke dahan
sementara perahu tambang itu mengalir di bawahnya,
sehingga kadang-kadang ada perompak yang jatuh ke
atasnya. Para mabhasana itu hanya perlu membuangnya
karena tentu sudah tidak bernyawa.
Namun ternyata bahwa perompak itu cukup banyak,
sehingga dari dahan pun aku harus melesat ke perahu untuk
menangkiskan serangan panah, sumpit, dan tombak itu.
Demikianlah aku meloncat dari perahu ke dahan untuk
membantai dan kembali ke perahu lagi, dan aku belum bisa
berhenti sebelum delta ini terlewati. Suasana sungguh riuh
rendah karena angin bertiup kencang, sementara daun-daun
berbunyi karena angin maupun perkelahian. Di antara
dedaunan yang berkerosak itulah aku melesat dan setiap kali
kedua pedangku bergerak, siapapun yang terjangkau di
sekitarku pastilah nyawanya tercabut seketika. Seperti buah-
buahan yang rontok mereka berjatuhan, ke sungai, ke perahu,
atau tergelantung begitu saja terjepit dahan-dahan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lantas, seperti tiba-tiba saja, delta itu sudah terlewati dan
sungai itu menjadi lebar kembali. Tampaklah pelabuhan di
seberang, tempat kami harus merapat nanti. Kudengar Radri
berteriak kepada Sonta. "Sonta, katakanlah kepadaku Sonta, siapakah mereka dan
apakah kiranya yang telah dibawa oleh Tuan-tuan kita ini"
Sudah terlalu sering kita berhadapan dengan astacandala
Gerombolan Kera Gila itu, tetapi belum pernah para pengecut
itu berani mati seperti sekarang ini."
"Bagaimana aku akan mengetahuinya Radri" Bukankah kita
belum pernah terpisah semenjak terpaksa menambang karena
tanah kita diambil demi kuil pemujaan" Mereka tampaknya
datang dari kota dan tampaknya membawa barang-barang
penting, bagaimana mungkin aku mengetahuinya Radri?"
Semula aku tidak mengerti cara mereka berbicara, tetapi
perempuan yang menentukan dirinya sendiri harus mengikuti
diriku ke mana pun aku pergi itu, kemudian berkata.
"Mereka bukan penduduk daerah ini Tuan, bagi mereka
mungkin tidak sopan menanyakan sesuatu yang seharusnya
tidak menjadi urusan mereka, tetapi kali ini tindakan
Gerombolan Kera Gila itu memang lebih dari biasa, sehingga
mencurigakan mereka. Apalagi Tuan tampaknya telah
membantai mereka, hampir semua, kecuali pem impinnya."
Aku terdiam. Aku tanpa sengaja telah mengamankan
daerah ini, atau telah menambah kesulitan mereka"
"Gerombolan ini punya pemimpin" Siapa namanya?"
"Dialah yang disebut Kera Gila itu Tuan, murid tokoh
persilatan yang disebut Naga Hitam."
Dadaku berdegup. Naga Hitam lagi. Jejaknya bagaikan ada
di mana-mana. Namun usaha para perompak ini tidak
berhubungan dengan diriku, melainkan dengan barang-barang
wdihan dan berbagai alat upacara ini. Kami harus menjelaskan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semuanya karena aku merasa kami masih akan membutuhkan
pertolongan kedua tukang tambang itu. Aku memperkirakan
pemimpin perompak yang disebut Kera Gila itu masih akan
berusaha menggagalkan pengiriman barang-barang ini.
Bukanlah karena barang-barang ini mesti dirampok, melainkan
karena upacara peresmian sima yang menggunakan barang-
barang ini harus digagalkan. Mereka telah mengetahui jalur
perjalanan dari kotaraja ke Ratawun, jadi kupikir lebih baik
mengubah jalur perjalanan itu. Namun karena dengan itu
perjalanan menjadi lebih lama, harus dikirim seseorang untuk
memberitahukan berita keterlambatan tersebut.
Kuungkapkan gagasanku kepada Ranu dan juga kami
ceritakan segalanya kepada kedua penambang tersebut.
"Ah, Tuan, sebaiknya kita turun di pelabuhan yang lebih
jauh di selatan, perjalanan bisa sampai sehari semalam, tetapi
jalan darat ke Ratawun menjadi lebih singkat," ujar Radri
setelah mengetahui persoalannya.
Namun karena tetap akan terlambat, maka sebaiknya tetap
dikirim seseorang yang memacu kuda untuk sampai ke sana.
Siapa" Jelas diriku diandalkan Ranu untuk tetap bersama
pedati-pedati dengan segala muatannya ini, dan bagiku
memang tidak ada pilihan lain.
"Siapa di antara kalian yang berani menuju Ratawun?"
Suara arus sampai terdengar jelas karena semua orang
terdiam. "Kukira bisa dua orang, meskipun kita harus membeli
budak di jalan untuk mendorong pedati."
MASALAHNYA bukan perjalanan, melainkan kemungkinan
tetap dicegat sisa Gerombolan Kera Gila, jika bukan Si Kera
Gila sendiri. Konon ia diberi nama Kera Gila karena Ilmu Silat
Kera Gila yang dikuasainya. Dengan kedua tangannya ia biasa
merobek-robek tubuh dan wajah lawan. Aku tidak bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membayangkan perbendaharaan ilmu silat Naga Hitam,


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hampir setiap murid memiliki ilmu s ilat berlainan.
"Biar sahaya yang berangkat Tuan," tiba-tiba terdengar
suara di luar lingkaran. Perempuan itu memang tidak disertakan dalam perundingan. Namun kami semua masih teringat kegagahannya dengan dua golok. Meskipun tidak mempunyai
tenaga dalam, ketangkasan seperti yang kusaksikan itu sangat
bisa diandalkan. Aku terharu dengan perjalanan nasib perempuan itu, yang
kini bersimpangan dengan urusan kami.
"Perempuan gagah, siapakah namamu?"
Perempuan itu tetap menunduk. Aku masih teringat, ketika
ia dibopong sebagai pelacur oleh lelaki tinggi besar yang
dibunuhnya, pandangan matanya yang jalang telah membuat
dadaku berdebar-debar. Agaknya itu hanyalah pandangan
sebuah peran. Sejak mengikuti rombongan kami, karena telah
dibebaskan Ranu dengan pembayaran kepada para pejabat
yang mewakili kerajaan, terlihat betapa menjadi pelacur
baginya hanyalah sebuah pekerjaan, yang telah dijalaninya
demi sebuah pembalasan dendam. Kini ia menyerahkan
hidupnya kepada orang yang telah menyelamatkannya dari
pembakaran. Namun bukan berarti aku siap mengorbankannya jika tawaran itu kupenuhi. Betapapun
perempuan ini merupakan pilihan terbaik dalam keadaan
seperti sekarang. Karena ia masih diam, aku bertanya lagi.
"Perempuan gagah, apalah salahnya kami mengetahui
dikau punya nama" Adakah sesuatu yang melanggar
peraturan?" Ia menghela nafas panjang, tetapi tidak mengangkat
kepala ketika menyebutkan namanya dengan perlahan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Campaka...." Kami saling berpandangan.
"Campaka, tahukah dikau kemungkinan yang akan dikau
hadapi dalam perjalanan?"
"Sahaya mengetahui sepenuhnya Tuan, karena telah
memikirkannya." Ia bukan saja gagah, tapi juga cerdas. Ia memang lebih tua
dariku, jauh lebih tua bahkan. Mungkin usianya 25 tahun.
Namun kukira pengalaman telah membuatnya jauh lebih
matang. Tentu baru setelah berumur 100 tahun ini aku
mampu menilai, bahwa dalam hal cinta ia sangat kurang
perhitungan. Tentu, apakah masih bernama cinta jika segala
sesuatunya diperhitungkan bukan" Namun dalam umur 15
tahun ketika itu, yang kurasakan hanyalah kekaguman.
"Bahwa dikau akan dicegat sisa Gerombolan Kera Gila, jika
bukan Si Kera Gila sendiri" Apa yang akan dikau lakukan?"
"Percayalah kepada diri sahaya Tuan. Sahaya seorang
pelacur dan Si Kera Gila adalah langganan sahaya, pasti
sahaya akan bisa menghadapinya."
"Si Kera Gila langgananmu" Bagaimana caranya?"
"Ia selalu datang menyamar, hanya sahaya yang
mengetahui dirinya adalah Kera Gila."
Aku tidak bertanya lebih lanjut, meski masih ada
pertanyaan tersisa, yakni apakah selama ini Kera Gila tahu
bahwa Campaka ini mengenalnya, atau tidak mengetahui
sama sekali, karena hal semacam ini akan ikut memengaruhi
nasibnya jika bersua. Aku percaya dia tahu apa yang sedang
dilakukannya. Namun kutanyakan juga sesuatu yang lain,
"Campaka, dikau tidak harus berangkat jika merasakannya
sebagai sesuatu yang berat. Bagaimana jika dikau alami
sesuatu yang mengerikan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sahaya hanya seorang pelacur, Tuan. Jika sahaya mati,
siapa pun di dunia ini tidak perlu merasa kehilangan. Berilah
sahaya kuda yang segar, semoga tugas ini akan dapat sahaya
jalankan." Aku merasa berat melepaskannya, dan merasa tidak
pantas. Namun keterampilannya bermain golok yang telah
kusaksikan hari ini memberikan kepadaku keyakinan, bukan
karena dengan itu dapat diimbanginya Kera Gila yang
ternama, tetapi karena keberanian dan kecerdasannya pasti
akan menyelamatkannya. Tentu saja ini pertimbangan yang
juga terdorong oleh perasaan seorang remaja, yang sangat
terkesan dan terpesona oleh seorang perempuan yang
baginya tampak begitu dewasa. Dadanya yang ketika kulihat
pertama kali tertutup oleh rambutnya yang panjang, telah
ditutup dengan ikatan selembar kain ke punggungnya.
Rambutnya yang panjang pun telah dimasukkannya ke dalam
kain serban yang melingkari kepalanya, sehingga sepintas lalu
ia akan tampak sebagai lelaki. Dua golok kini tersoren di
punggungnya, sungguh bagaikan seorang pendekar.
Selama percakapan Campaka selalu menundukkan kepala,
tetapi kurasa ia tahu bagaimana aku telah memandanginya.
(Oo-dwkz-oO) Episode 42: [Pertarungan Malam]
PERAHU tambang mengikuti arus di sungai yang besar.
Radri di depan dan Sonta di belakang tampak bisa
mengendalikannya tanpa kesulitan berarti. Hari menjelang
senja, tetapi langit masih terang, di tepi sungai kulihat orang
mandi, memasang bubu, dan mencuci. Mereka melihat ke
arah kami dan kami melihat ke arah mereka. Mereka tentu
melihat pedati-pedati lengkap dengan kerbaunya di atas
perahu tambang ini, tetapi aku tidak tahu apa yang mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pikirkan. Kusaksikan anak-anak gembala menunggangi
kerbaunya. Ada kerbau, ada sapi, banyak anjing tampak
berkeliaran. Kadang terdengar sayup-sayup celoteh mereka
yang berada di tepi sungai, ditingkah suara tertawa-tawa para
petani yang kembali dari sawah. Di belakang mereka hutan
bambu yang rimbun dan pohon-pohon kelapa menghalangi
pandangan langsung ke desa mereka. Dari arah perahu,
pemandangan seperti itu menimbulkan berbagai pertanyaan
padaku: Siapakah mereka, datang darimana, sejak kapan
berada di sana" Yawabumi belakangan ini menyaksikan kedatangan orang-
orang asing di sepanjang pantai utara. Sebagian di antaranya
mungkin saja menyusuri sungai ini. Orang-orang keling yang
tegap dan hitam, orang-orang negeri atap langit yang kecil,
putih, dan berkuncir rambutnya, serta orang berkulit putih
tegap perkasa dan melintang kumisnya. Mereka membawa
barang-barang yang semula tidak dikenal di Yawabumi, untuk
dipertukarkan dengan hasil bumi. Tanaman memang tidak
tumbuh di semua tempat, tetapi yang tumbuh di Yawabumi
rupa-rupanya berguna untuk obat-obatan, pewangi, dan
banyak hal yang belum terlalu dikenal. Sebaliknya penduduk
Yawabumi tidak sepenuhnya mengerti pengolahan bahan-
bahan hasil buminya sendiri, kecuali yang bisa dimakan-maka
semula kain sutera harus dibayar mahal sebelum mampu
meniru dan membuatnya sendiri. Namun dalam hal meniru,
penduduk Yawabumi dapat melakukannya dengan cepat
sekali, dengan hasil yang mencengangkan, sehingga untuk
keperluan sehari-hari kemudian tidak tergantung pedagang
negeri asing lagi. Banyak desa kemudian dikenal dengan
keterampilan tertentu yang berbeda dengan desa-desa lain
yang telah memiliki keterampilannya masing-masing, yang
hasilnya beredar ke seluruh negeri.
Pada usia 15 tahun, kenyataan semacam itu kukenali
sedikit demi sedikit, bersama dengan terserapnya aku dalam
kenyataan hidup sehari-hari. Memang benar selama diasuh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepasang Naga dari Celah Kledung aku kadang-kadang diajak
keluar, bahkan cukup sering diajak beranjangsana ke desa-
desa di sekitar Celah Kledung itu. Tentu kedua orangtua
asuhku itu selalu berkata, "Tidak perlu mereka tahu bahwa
kita adalah orang-orang persilatan, kita menyamar sebagai
pengelana yang mencari ilmu kesempurnaan hidup." Maka,
aku pun sedikit banyak mengenal kehidupan orang-orang
awam. Di setiap desa itu selalu ada guru yang dituakan, dan
mereka itu memiliki kitab-kitab yang bisa dibaca, sehingga
orangtuaku merasa ada gunanya mempelajari pengetahuan
yang mereka kuasai. Namun sebegitu jauh, betapapun
kehidupanku bersama kedua orangtuaku itu adalah kehidupan
para pendekar yang ingin mencapai kesempurnaan hidup
melalui ilmu persilatan. Kehidupan orang awam tidaklah
menjadi perhatian utama, meski mereka tidak melupakannya.
"TIDAK ada jalan hidup yang lebih mulia dibanding jalan
hidup yang lain," kata ibuku, "jalan hidup seorang pendeta
tidaklah lebih tinggi dari jalan hidup tukang emas. Ukuran
kesempurnaan pendeta tidaklah lebih tinggi dari ukuran
kesempurnaan tukang emas, begitu pula ukuran kesempurnaan pendekar silat tidaklah lebih tinggi dari ukuran
kesempurnaan petani bawang, karena dalam setiap jalan,
kesempurnaan menunjukkan pencerahan. Ingatlah itu selalu
Anakku." "Lantas apakah ukuran tinggi dan rendah untuk
membandingkannya, Ibu?"
"Tidak ada ukuran untuk membandingkannya, Anakku,
bahkan sesama pendekar silat sebetulnya takmungkin saling
membandingkan kesempurnaannya, karena kesempurnaan
adalah ukuran masing-masing."
"Jadi kenapa para pendekar harus saling bertarung Ibu, jika
kesempurnaan adalah ukuran masing-masing?"
"Pertarungan hanyalah sekadar cara untuk merayakan
kesempurnaan itu Anakku, bukan siapa kalah dan siapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menang ukuran kesempurnaannya, karena yang kalah dapat
menjadi sempurna dalam kematiannya, tetapi yang menang
belum tentu sempurna dalam kemenangannya."
"Jadi apakah kesempurnaan itu Ibu?"
"Kesempurnaan adalah pencapaian dari segala kemampuan, Anakku, masalahnya kita tidak pernah tahu apa
yang dapat kita capai sebelum mencapainya."
"Jadi apakah artinya pencapaian dalam kematian itu Ibu?"
Aku teringat Ibu tersenyum dan mengusap kepalaku.
"Itulah rahasia kesempurnaan, wahai Anakku sayangO"
Perahu tambang masih melaju sementara langit mulai
meremang. Hari ini beberapa pekan sudah memasuki bulan
Asuji , pertanda setiap saat hujan akan mulai turun. Kudengar
bisikan sungai yang seperti selalu menceritakan sesuatu,
sementara aku termenung-menung teringat orangtuaku. Ke
manakah mereka pergi" Mengapa dikatakannya pergi untuk
tidak kembali" Apakah mereka bertarung dengan seorang
pendekar mahasakti sehingga kematiannya adalah pasti"
Ataukah mereka berhadapan dengan sebuah partai besar yang
akan mengeroyoknya, ataukah dengan pasukan kerajaan yang
besar sehingga kematiannya bukanlah sesuatu yang mustahil"
Aku tidak yakin betapa Sepasang Naga dari Celah Kledung itu
bisa dikalahkan, tetapi aku juga percaya mereka tidak akan
pernah muncul kembali, karena mereka tidak akan pernah
menyatakan sesuatu yang tidak pasti. Aku sendiri, sete lah
mereka beritahukan betapa aku bukanlah anak mereka
sendiri, lantas merasa tidak berhak menuntut apapun.
Bukankah mereka telah limabelas tahun merawat seorang
anak yang tidak pernah diinginkannya"
Tanpa tersadar air mataku mengambang. Kuhapus sebelum
semua orang di atas perahu melihatnya, tetapi Naru
memandangku seperti orang yang mengerti meski sama sekali
tidak bertanya. Sungai besar ini berkelak-kelok bagaikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
takberujung, meski aku tahu ini akan berakhir di lautan yang
belum pernah kusaksikan. Kini kusadari betapa masih miskin
pengalamanku dan betapa menjadi pengembara adalah
keinginan yang paling memenuhi cita-citaku, yakni melihat
semua tempat yang belum pernah kulihat. Namun dengan
sendirinya, demi jaminan keselamatanku di dunia yang belum
sepenuhnya kukenal, aku harus menguasai ilmu silat yang
tidak sekadar cukup untuk membela diri, melainkan juga
takterkalahkan. Aku belum ingin mati dalam kesempurnaan
seorang pendekar, aku tidak ingin mati terlalu dini karena aku
masih ingin melihat dunia.
Kami telah meninggalkan Campaka di pelabuhan sungai
yang berada di dekat delta, Naru telah membelikan untuknya
seekor kuda perkasa yang segera dicongklangnya menyusuri
jalan ke Ratawun, tempat para pejabat negara menantikan
barang-barang ini. MEREKA harus diberi tahu bahwa barang-barang ini akan
datang terlambat dan harus diberi tahu pula sebab-sebabnya,
agar para pejabat itu tidak sembarang menyalahkan para
mabhasana sederhana yang telah berjuang keras melebihi
tugasnya, bahwa mereka hampir pula menjadi korban dari
akibat yang tidak menjadi tanggungjawab mereka. Sebaliknya
para pejabat itulah yang harus menyadari, betapa rawan
urusan tanah yang dijadikan sima ini telah dimanfaatkan
lawan-lawan kekuasaannya, bahkan sampai menumpahkan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

darah, demi kepentingan yang menjadi tugas mereka untuk
menyelidikinya. Campaka langsung memacu kudanya tanpa menoleh lagi,
ketika kami baru akan makan dari perbekalan yang baru saja
kami beli. Sungguh ia seorang perempuan pemberani. Jika ia
mendapatkan guru silat yang tepat, betapa akan sangat
meningkat kemampuannya. Ini mengingatkan diriku kepada
keadaannku, yang sama sekali belum memiliki kemampuan
cukup untuk menghadapi Naga Hitam. Sedangkan Naga Hitam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu sudah jelas sedang memburu diriku untuk mencabut
nyawaku. Namun kapankah waktuku untuk memperdalam
ilmu" Berbagai peristiwa yang melibatkan diriku menuntut
keterlibatanku untuk membela mereka yang lemah dan tidak
berdaya. Aku tidak bisa menghindarinya demi kepentingan
diriku sendiri. Dalam keadaan begini suatu pilihan yang sadar
harus dilakukan, karena aku tidak ingin menyesali apa pun
yang telah menjadi keputusanku. Setidaknya aku harus
mengantar para mabhasana dengan barang-barang yang telah
dipesan ini dengan selamat sampai ke Ratawun, tempat
upacara penyerahan sima akan diadakan.
Kini apabila kami menyusuri sungai dalam senja yang mulai
meremang, kubayangkan pula Campaka melaju sendirian di
atas kudanya dan akan melaju terus sepanjang malam.
Bagaimanakah kiranya jika Kera Gila itu mencegatnya" Apakah
jaminannya, bahwa sebagai pelacur yang selalu menerima
kepala perompak sungai itu sebagai langganannya, lantas
perempuan itu tidak dirobek-robek sebagai ganti kekecewaannya" Aku menjadi gelisah dengan kemungkinan
itu, meski tahu betapa Campaka adalah perempuan yang
banyak akalnya. Namun seandainya pun tidak ada masalah dengan barang-
barang dalam pedati ini, tidakkah seorang perempuan yang
pergi sendiri seperti itu, tidak seperti mengundang bahaya"
Dalam kegelapan sepanjang perjalanan, petualang manakah
yang tidak akan menguji kemampuannya untuk mengganggu
Campaka" Kugeleng-gelengkan kepalaku dengan keras,
bagaikan mengusir berbagai bayangan tentang Campaka,
mencoba meyakinkan diriku sendiri betapa segala kekhawatiranku adalah berlebihan. Kucoba memikirkan
sesuatu tentang cara memperdalam ilmu silatku, agar setiap
saat siap menghadapi Naga Hitam, bahkan bila perlu
menantangnya lebih dahulu.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SAAT itu senja telah menjadi malam dan di balik kegelapan
kulihat sesuatu berkelebat. Kewaspadaanku meningkat tinggi,
segera kupasang ilmu pendengaran Mendengar Semut
Berbisik di Dalam Liang yang belum pernah kumanfaatkan.
"Jika dikau menggunakan ilmu ini, anakku," kata ayahku,
"pendengaranmu akan sama baiknya dengan para pendekar
silat yang buta, yang telah menggunakan telinganya sebagai
mata mereka. Namun dikau juga harus menutup mata seperti
mereka." Demikianlah kupejamkan mataku, lantas kudengar hujan
datang dari kejauhan. Masih ribuan depa dari perahu ini,
tetapi aku sudah mendengar hujan itu datang menderu. Tentu
bukan hujan itulah yang ingin kuketahui keberadaannya,
melainkan bayangan berkelebat yang tidak bisa diikuti oleh
mataku. Dengan menguasai ilmu meringankan tubuh yang
tinggi, seorang pendekar silat dapat berkelebat tanpa bisa
diikuti oleh mata, tetapi dengan ilmu silat yang kukuasai,
kelebat pendekar silat mana pun selalu bisa kuikuti. Maka
apabila bayangan yang berkelebat ini hanya bisa kutangkap
sebagai kelebat bayangan sahaja, tentu ilmu meringankan
tubuh manusia yang berkelebat tersebut sudah sangat tinggi
sehingga hanyalah dengan ilmu pendengaran Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Liang akan bisa kulacak jejaknya
seberapa ringan pun bobot tubuhnya, karena ilmu
pendengaran ini terarah kepada gesekan tubuh dengan udara.
Dengan segera kutangkap langkah-langkah ringan di atas
air menuju diriku! Aku tak sempat memberitahukan apapun
kepada kawan-kawanku. Kutarik dua pedang dari punggungku
tanpa membuka mata dan segera menyambut bayangan
berkelebat menyerbu itu dengan Jurus Penjerat Naga.
PADA saat itu pula hujan tiba di perahu tambang dan
menyiram kami dengan curah kelebatan yang luar biasa. Aku
mengerahkan segenap ilmu pendengaranku untuk memisahkan hujan dari gerakan luar biasa penyerang ini. Ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak menggunakan senjata, ia menggunakan kedua
tangannya, dan tangannya itu tidak memukul, melainkan
mencakar. Sudah pasti inilah Si Kera Gila! Aku menghindar
kian kemari dan cakarnya sempat membaret punggung dan
dadaku. Gerakannya aneh tidak seperti s ilat biasa. Tubuh agak
membungkuk, kaki suka naik tanpa perlu, dan tangan jika
sedang tak menyerang tergantung lurus seperti kera.
Namun Ilmu Silat Kera Gila ini menuntut perilaku seperti
kera pula. Maka sebentar kemudian ia mendesis-desis dan
disusul menjerit-jerit seperti kera. Kupilih untuk tetap
memejamkan mata, karena aku tahu jika kubuka aku akan
disergap kegelapan dan tirai hujan sehingga makin sedikit
kemungkinan melihat bayangan berkelebat secepat itu.
Dengan hanya mendengar suara gambaran keberadaannya
sangat jelas, tidak terpengaruh oleh kegelapan dan tirai hujan.
Kubiarkan ia menyerangku dalam jebakan Jurus Penjerat Naga
dan kuayunkan kedua pedang pada gerakan terakhir, tetapi
yang kali ini kugunakan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian.
Wuzz! Wuzz! Terdengar jeritan membahana di sela derasnya hujan dan
halilintar. Kedua tangan Kera Gila telah kubabat putus, tetapi
ia menghilang karena meloncat ke sungai. Luar biasa! Ia
belum mati! Padahal gabungan kedua jurus ini seharusnya
memustahilkan kegagalan. Meski bagi Kera Gila kehilangan
kedua tangan cakarnya itu boleh dianggap sama dengan
kematian, aku tidak melepaskan kewaspadaan. Bukankah bagi
kepala gerombolan perompak sungai ini air bagaikan
rumahnya" Benar juga. Saat kubuka mata sesosok bayangan muncul
dari dalam air, menubrukku dari samping, dan membawaku
masuk tercebur ke dalam air. Aku merasakan tubuhku dibekap
dan sebuah gigitan menancap di leherku. Sungguh jurus gila
dari Ilmu Silat Kera Gila! Ia sudah kehilangan dua tangan dan
masih bisa menggunakan mulutnya! Di dalam air aku tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa melihat apapun, dan ketika kututup mataku ternyata aku
tidak bisa memisahkan bunyi apapun! Ilmu pendengaran
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang hanya memisahkan
bunyi pergerakan yang menggesek udara dan tidak berguna di
dalam air! Gigitan Kera Gila di leherku sangat berbahaya dan tidak
menancap lebih dalam hanya karena kukerahkan tenaga
dalam pada tempat gigitannya, sehingga leherku itu menjadi
sekeras kayu jati. Namun ini tidak bisa dibiarkan lebih lama,
karena seperti cakarnya, gigitannya tentu juga beracun
adanya, sesuai dengan nama ilmunya yang mengembangkan
segenap perilaku kera. Gigitan dan cakar kera yang
sesungguhnya tentu tidak beracun sama sekali, tetapi inilah
Ilmu Silat Kera Gila. Dalam penanganan orang-orang golongan
hitam, ilmu silat aliran apa pun selalu dihubungkan dengan
racun yang mematikan. Aku masih memegang dua pedang di tanganku, aku harus
melepaskannya jika ingin membebaskan diri dari terkaman
Ilmu Silat Kera Gila ini. Tidak ada jalan lain, terpaksa
kulepaskan kedua pedangku itu. Kukerahkan tenaga dalam
sepenuhnya ke dalam kedua lenganku. Kuarahkan tangan
kiriku mencengkeram tengkuk Si Kera Gila sampai gigitannya
terlepas, bersama tangan kanan keduanya mencengkeram
tengkuk itu dan menariknya sampai terbalik di hadapanku.
Aku tidak dapat melihat apa pun di dalam air sungai pada
malam berhujan lebat seperti itu, kecuali suatu sosok dengan
kedua tangan yang sudah terbabat putus. Aku tidak boleh
lengah, maka kuajukan tangan kananku ke dadanya dengan
Jurus Telapak Darah. Dari arah mulutnya langsung tersembur
cairan kehitaman yang sudah pasti adalah darah. Lantas
kulepaskan tangan kiriku karena nyawa Kera Gila jelas sudah
melayang, dan tubuhnya langsung diserap kedalaman air
dalam kegelapan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku segera meluncur ke permukaan sungai. Hujan deras
menyambutku dan arus sungai membawaku. Tak kulihat
perahu tambang itu. Aku melenting ke atas dan berkelebat di
antara hujan memanfaatkan apapun yang tampak mengambang. Aku melesat ke hilir karena mungkin saja
perahu tambang itu melaju cepat ketika aku diseret Kera Gila
ke dalam air. Namun meski kuperkirakan betapa semestinya
aku telah mendahuluinya, karena aku menggunakan Jurus
Naga Berlari di Atas Langit, ternyata perahu tambang itu tidak
tampak lagi! Apakah mereka telah mengalami sesuatu dan
tenggelam" Mengingat keterampilan Radri dan Sonta kurasa
hal itu tidak mungkin. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
Membayangkan perahu tambang besar dengan pedati-pedati
beserta kerbau penghelanya itu aku merasa sangat khawatir.
Apakah yang telah terjadi" Bagaimana nasib para mabhasana
" Terbayang olehku, kedua tangan bercakar Kera Gila yang
putus masih ada di atas perahu itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 43: [Ingatan Matahari dan Ketenangan
Rembulan] AKU berdiri di atas sepotong kayu mengikuti arus sungai.
Hujan makin deras. Aku tidak bisa melihat apa pun. Namun
ketika kilat bersabung dan bumi untuk beberapa saat
mendadak terang benderang, sempat kulihat berpuluh-puluh
sosok dengan wajah menyeringai sedang mengintai dan siap
menerkam dari atas pohon. Aku terkesiap, sisa anak buah Si
Kera Gila masih cukup banyak! Agaknya mereka siap
menuntut bela atas kematian junjungannya. Ketika kilat
bersabung untuk kedua kalinya, di antara tirai hujan terlihat
mereka bergerak serentak dari kedua tepi sungai dan
menyerbuku. Mereka semua berlari di atas air. Jelas, anak
buah Kera Gila yang datang menyerbuku ini ilmu s ilatnya jauh
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lebih tinggi dari mereka yang berenang seperti ikan lumba-
lumba. Gerakan mereka cepat dan ringan, seperti kelelawar
memangsa ikan, yang nyaris tak menyentuh air untuk
memangsa sebelum kembali mengudara, dan kali ini mereka
semua bermaksud memangsa diriku!
Apakah mereka yang telah melenyapkan perahu tambang
itu" Namun mereka tidak memberi aku kesempatan berpikir,
orang-orang pertama yang bersenjata belati panjang berkilat
itu telah berada di hadapanku, kuputar tubuhku dan tanganku
Lembah Akhirat 1 Raja Naga 19 Dewa Pengasih Bandit Penyulam 3
^