Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 6

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 6


pandangan, kehendak taksadar, dan kesadaran?"
"Bukan, wahai Raja Besar!"
"Kalau begitu, seperti telah kutanyakan, daku takdapat
menemukan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nagasena sama sekali. 'Nagasena' ini hanyalah suara
belaka, tetapi siapakah Nagasena yang sebenarnya"
Junjungan kalian ini telah menyatakan kebohongan, berbicara
dusta! Sebenarnya tiada Nagasena!"
Maka Yang Mulia Nagasena berkata kepada Raja Milinda.
"Sebagai raja, Paduka telah dibesarkan dalam kehalusan
budi bahasa maupun ketinggian budi pekerti dan Paduka menghindari
segala jenis perilaku kasar. Jikalau Paduka berjalan pada
tengah hari dalam terik, panas, di tanah berpasir ini, maka
kaki Paduka akan mengarah ke tanah berkerikil, dan itu akan
melukai Paduka, tubuh Paduka akan menjadi letih, pikiran
Paduka terganggu, dan kewaspadaan tubuh Paduka akan
terhubungkan dengan kesakitan.
Lantas bagaimanakah Paduka akan datang, dengan
berjalan kaki ataukah dengan kuda tunggangan?"
"Daku tidak datang berjalan kaki, Tuan, tetapi dengan
kereta." "JIKALAU Paduka datang dengan kereta, maka mohon
dijelaskan kepada sahaya, apakah kereta itu. Apakah tiangnya
itu kereta?" "Bukan, Yang Mulia!"
"Kalau begitu gandarnya itulah kereta?"
"Bukan, Yang Mulia!"
"Jadi adalah roda-rodanya, ataukah kerangkanya, atau
gagang benderanya, atau kuknya, atau tali kekangnya, atau
tongkat pemacunya?" "Bukan, Yang Mulia!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau begitu perpaduan antara gandar, roda, kerangka,
gagang bendera, kuk, tali kekang, dan tongkat pemacu, yang
merupakan kereta?" "Bukan, Yang Mulia!"
"Maka, seperti yang ingin sahaya tanyakan, apakah sahaya
dapat menemukan sebuah kereta sama sekali. 'Kereta' ini
hanyalah suatu bunyi. Namun apakah kereta yang
sebenarnya" Paduka telah menceritakan kebohongan, telah
berdusta! Sebenarnya tidak ada kereta! Paduka adalah raja
terbesar di seluruh India. Lantas kepada siapakah Paduka
merasa takut untuk menyatakan kebenaran?"
Lantas Nagasena menyatakan.
"Kini dengarlah kalian 500 orang Yunani dan 80.000
pendeta, Raja Milinda ini mengatakan kepadaku telah datang
menunggang kereta. Namun ketika diminta menjelaskan
kepadaku apakah sebuah kereta itu, ia tidak dapat
meyakinkan keberadaannya. Bagaimana seseorang mungkin
bersetuju dengan itu?"
Limaratus orang Yunani itu kemudian memberi tepuk
tangan kepada Yang Mulia Nagasena dan berkata kepada Raja
Milinda. "Sekarang cobalah Paduka keluar dari masalah ini jika
mampu!" Namun Raja Milinda berkata kepada Nagasena.
"Nagasena, aku tidaklah berdusta. Atas ketergantungannya
kepada kuk, roda-roda, kerangka, gander, gagang bendera,
dan lain-lainnya, di sanalah terletak satuan 'kereta',
penandaan, istilah bagi suatu pengertian, sebutan umum, dan
sebuah nama." "Paduka telah berbicara dengan baik perihal kereta. Begitu
juga dengan sahaya. Dalam ketergantungannya kepada 32
bagian tubuh dan lima Skandha )3 terdapatlah satuan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
'Nagasena', penandaan ini, istilah bagi suatu pengertian,
sebutan umum dan hanya sebuah nama. Dalam kenyataan
yang paling dimungkinkan, betapapun, pribadi ini tidak dapat
terlihat. Dan inilah yang telah dikatakan Vajira, saudara
perempuan kita, ketika bermuka-muka dengan Sang Buddha:
'Pada tempat unsur-unsur pokok ini hadir, kata sebuah kereta
diterapkan. Jadi, begitu pula, pada tempat skandha berada,
istilah badan pada umumnya digunakan.'"
"Bagus sekali, wahai Nagasena, mengherankan! Dengan
sangat cerdas pertanyaan-pertanyaan ini telah Tuanku jawab!
Jika Sang Buddha sendiri berada di sini, akan disetujuinya pula
apa yang telah Tuanku katakan. Tuan telah membicarakannya
dengan cakap, wahai Nagasena! Perbincangan yang cakap!"
)4 (Oo-dwkz-oO) AKU memang terbangun pada hari ketiga. Ketika membuka
mata kulihat Harini menatapku sambil berurai airmata, meski
pada saat mataku terbuka airmata itu memang sedang
dihapusnya. Dalam pandanganku yang masih kabur terlihat
wajah Harini yang bahagia dan aku taktahu betapa memang
tiga hari lamanya aku terkapar dan tidak bergerak seperti
orang mati. Aku merasa sangat lemas dan takbisa
menggerakkan tubuhku. "Jangan bergerak dulu, telan dulu ramuan ini," kata Harini.
Menggunakan daun yang ujungnya terlipat dan dikunci
dengan lidi, Harini menyuapiku. Waktu kutelan ramuan itu aku
hampir muntah karena pahitnya luar biasa. Namun Harini
segera membuka mulutku agar ramuan itu tetap masuk. Ini
seribu kali lebih pahit dari daun papaya, pikirku, siapa bisa
menjamin ini semua bukannya racun"
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Episode 31: [Pendekar Satu Jurus]
HARINI membaca sebuah kitab, untukku atau untuk dirinya
aku tak tahu lagi karena kami sudah begitu saling mengerti
tentang apa yang berguna dan takberguna untuk hidup kami.
Entah kenapa yang dibacanya adalah Riwayat Pendekar Satu
Jurus yang selama ini kitabnya kupelajari. Namun kitab itu
tidak jelas siapa penulisnya. Hanya saja memang jelas, bahwa
kitab ini tentang Pendekar Satu Jurus yang ditulis oleh orang
lain, dan bukan oleh Pendekar Satu Jurus itu sendiri. Adapun
penulisnya seperti menghindar, bukan saja untuk diketahui
namanya, tetapi juga menghindarkan kesan yang akan
membuat pembacanya memikirkan siapa yang menulis.
Ini berbeda dengan kebanyakan kitab yang ditulis pada
masa itu, yang akan selalu memperkenalkan diri penulisnya, di
awal dan akhir kitabnya, meski dengan cara tidak langsung,
atau dengan nama samaran, bahkan kemudian merendah-
rendah pula. Aku memang pernah memikirkan kebiasaan para
penulis merendah-rendahkan diri semacam itu. Aku percaya
sepenuhnya para penulis ini tidaklah rendah diri sama sekali.
Meskipun biasanya mereka sambil merendah-rendahkan diri
juga memuja-muja riwayat raja yang mereka tulis sebagai
dewa, kurasakan betapa sebetulnya mereka ingin menunjukkan kepada pembacanya betapa kemuliaan sang
raja sangat tergantung kepada kemampuan penulisan mereka.
Ini terlihat dari cara mereka merendah-rendah yang begitu
penuh dengan kepiawaian, yang secara terselubung kadang-
kadang seperti ingin menunjukkan, setidaknya mengundang
pertanyaan, apakah rajanya sendiri yang begitu mulia,
memiliki tingkat pengetahuan dan kebijakan yang setara
dengan penulis riwayat hidupnya.
Dalam kitab ini, tidak tertulis sesuatu pun tentang
penulisnya, kecuali suatu candrasengkala yang menyatakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
waktu penulisan, bahwa kitab ini ditulis setelah Pendekar Satu
Jurus meninggal dunia. Jadi, hanya menunjukkan bahwa
memang bukan Pendekar Satu Jurus yang menulis kitab
tersebut. (Oo-dwkz-oO) IA mendapatkan namanya karena selalu mengalahkan
lawannya dalam sekejap mata dan hanya dalam satu gerakan.
Namun siapapun lawannya, satu jurus yang akan mematikan
itu selalu hanya keluar setelah lawannya bergerak. Berapapun
lamanya, ia akan selalu menunggu lawannya bergerak, dan
baru setelah itu, dalam waktu tersingkat di dunia dalam
kecepatan takterukur, ia juga akan bergerak, dan gerakannya
selalu merupakan jurus mematikan yang menyelesaikan
riwayat lawannya. Siapapun lawannya, apapun ilmunya,
berapapun jumlahnya, selalu dikalahkan dan dibunuhnya
semua hanya dalam satu gebrakan saja.
"Pendekar Satu Jurus, ayo seranglah aku!"
Begitulah seorang lawannya pernah memancingnya, tetapi
Pendekar Satu Jurus tidak bergerak, bahkan juga tidak
berbicara sama sekali. Ia tidak bisu dan ia bukannya tiada
pandai berkata-kata, tetapi ketika menghadapi pertarungan ia
tidak akan bersuara sama sekali. Setelah berhadapan dengan
lawannya ketika sebuah pertarungan tiba waktunya, ia akan
memasang kuda-kuda dan menanti serangan. Selalu hanya
menanti, dan tiada lain selain menanti, meskipun itu bisa
sampai sehari semalam lamanya.
Apabila lawannya membuka serangan untuk memancing
gerakan, maka saat itu pula nyawanya melayang ke alam
baka. Sejumlah pendekar tingkat tinggi, ketika mengetahui
bahwa Pendekar Satu Jurus hanya akan menyerang, dan
serangan itu akan mematikan, setelah dirinya diserang, meski
belum mengetahui kunci penalaran dari jurusnya itu, mencoba
tidak menyerang selama mungkin. Namun bagaimana
mungkin sebuah pertarungan ilmu silat akan berlangsung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanpa serangan sama sekali" Lawan yang telah meminta
Pendekar Satu Jurus menyerangnya itu juga tidak pernah
membuka serangan. Demikian rupa mereka saling menunggu
serangan, sehingga mereka berdua hanya berdiri saja dengan
sikap sangat amat waspada, sampai sehari semalam lamanya.
PADA pagi berikutnya mereka masih berhadapan tanpa
bergeser sama sekali. Apakah ini bukan suatu pertarungan"
Tentu saja ini suatu pertarungan yang berat sekali, suatu ujian
kesabaran yang nyaris tidak tertahankan, karena dalam
riwayat dari mulut ke mulut dunia persilatan di Yawabumi,
tidak pernah disebutkan Pendejar Satu Jurus terkalahkan
dalam pertarungan. Betapa tidak akan menguji kesabaran, jika
disadari betapapun Pendekar Satu Jurus juga mampu
menyerang lawannya dengan mematikan, tanpa harus
menunggu serangan lawannya itu.
Ia memang tidak pernah melakukannya, sejauh diketahui
dan diingat orang, sekalipun tidak pernah menyerang lebih
dahulu, tetapi itu bukan jaminan ia tidak akan pernah
menyerang terlebih dahulu sama sekali, jika keadaan
menuntutnya begitu. Memang belum pernah, tapi s iapa berani
menjamin tidak akan bukan" Apalagi dengan akibat kematian.
Ini berarti tiada pendekar yang berani melepaskan
kewaspadaan meskipun Pendekar Satu Jurus tidak pernah
menyerang. Pertarungan seperti ini sangat menuntut
ketahanan urat syaraf. Jika menyerang, belum pernah
diketahui Pendekar Satu Jurus takberhasil dalam serangan
satu jurusnya yang kecepatannya tiada terukukur; jika tidak
menyerang, tidak pernah diketahui sampai berapa lama
mereka akan diam mematung dengan penuh kewaspadaan
menegangkan seperti. Kebanyakan pendekar menjadi kehilangan kewaspadaan setelah begitu banyak waktu berlalu,
lantas menyerang, dan seketika itu juga tewas bermandi
darah. Serangan Pendekar Satu Jurus selalu telak, dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengenai sasaran hanya dalam ratusan belahan kejap setelah
lawannya menyerang. Demikianlah terceritera betapa seorang lawan yang disebut
Pendekar Lautan Tombak telah mengadu kekuatan urat
syarafnya dari pagi sampai malam dan sampai pagi lagi.
Selama waktu itu para penonton adu ilmu silat tersebut telah
menanti pertarungan sejak malam sebelumnya, di sebuah
tempat bernama Telaga Darah, yang diberi nama demikian
karena para pendekar sering menggunakannya sebagai
tempat bertarung sampai salah satu tewas karena dikalahkan.
Tiada telaga sama sekali di tempat itu, hanya sebuah
dataran luas di puncak bukit, yang memang tampak sesuai
untuk sebuah pertarungan yang tidak terganggu oleh keadaan
alam, sehingga ilmu silat masing-masing bisa dikeluarkan
seluruhnya sampai habis tanpa sisa. Pada saat semua jurus
telah dikerahkan sampai habis, akan tibalah saat penentuan
yang berakhir dengan kematian. Tidak jarang para pendekar
itu mati bersama di sana, sampyuh, jika kekuatan mereka
memang sungguh berimbang.
Pertarungan itu juga mempunyai kebiasaan berlangsung di
malam bulan purnama, saat rembulan tampak begitu penuh,
indah, dan sangat memesona di balik pucuk-pucuk cemara,
entah kenapa. Tidak selalu demikian memang. Ada yang lebih
suka memilih pertarungan pada dini hari sebelum matahari
terbit, ada yang begitu suka bertarung dalam keremangan
senja ketika langit menjadi merah, tetapi pertarungan pada
malam bulan purnama merupakan peristiwa yang dianggap
penting. Seolah-olah menang atau mati pada malam bulan
purnama jauh lebih terhormat dibanding dengan jika
berlangsung pada saat-saat lain. Namun satu hal pasti, bulan
purnama yang cahaya keperakannya menyapu bumi,
membuat pertarungan silat yang terindah menjadi sangat
menarik ditonton, tentu jika mereka yang bersemangat datang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari berbagai penjuru Y awabumi untuk menyaksikannya dapat
mengikuti gerakan para pendekar itu.
Seperti telah diketahui, gerakan para pendekar silat tingkat
tinggi sangat sulit diikuti mata orang biasa, dan ini berarti
bahwa pertarungan silat tingkat tinggi hanya dapat diikuti oleh
mereka yang sedikit banyak memahami seluk beluk ilmu silat,


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yakni para pendekar itu juga. Dalam pertarungan ilmu silat
tingkat tinggi, para pendekar tidak sekadar bergerak ketika
bersilat, melainkan berkelebat, dan tidak sekadar berkelebat,
melainkan berkelebat seperti bayangan.
Sehingga kemampuan untuk mengamati pertarungan
memang sangat ditentukan oleh kemampuan penontonnya.
Makin berilmu penontonnya sebagai pendekar, makin banyak
yang dapat dinikmatinya dalam pertarungan ilmu silat tingkat
tinggi, Para penonton berilmu inilah, yang sedikit banyak akan
membicarakan sebuah pertarungan dari api unggun ke api
unggun dan dari kedai ke kedai, yang akan terdengar di
telinga orang awam sebagai dongeng, yang tidak selalu
mereka yakini harus ditanggapi seperti apa.
Apakah para pendekar ini tidak pernah bekerja seperti
orang biasa" Bagaimanakah caranya mereka menghidupi diri
mereka sendiri" Mengapa begitu penting bagi mereka untuk
menguji kemampuan diri dengan mengadu jiwa dalam
pertarungan di malam bulan purnama?"
Orang awam akan segera terserap ke dalam kehidupan
mereka sehari-hari, tapi orang-orang yang mengembara di
sungai telaga dunia persilatan tak akan pernah berhenti
mengasah ilmu maupun pedang mereka, untuk sebuah
pertarungan yang setiap saat bisa menjadi pertarungan
terakhir dalam hidup mereka. Memang tidak setiap kekalahan
sudah pasti berarti kematian, tetapi hidup dengan suatu
catatan pernah terkalahkan, yang akan tersebar beritanya dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kedai ke kedai di rumba hijau, pada umumnya diterima
sebagai lebih buruk dari kematian.
Pada malam bulan purnama itu, belum ada satu gerakan
pun dari kedua pendekar tersebut. Pendekar Lautan Tombak
dan Pendekar Satu Jurus telah berdiri berhadapan sejak dini
hari ketika matahari masih bersembunyi di balik langit.
Pendekar Satu Jurus tidak menyerang sebelum lawannya
menyerang lebih dulu, sedangkan Pendekar Lautan Tombak
tidak menyerang karena Pendekar Satu Jurus mendapatkan
gelarnya dari kenyataan bahwa ia selalu berhasil membunuh
lawannya tepat pada saat lawannya menyerang. Siapa pun
lawannya, apakah ilmunya masih rendah atau sudah sangat
tinggi, dan karenanya menjadi sangat terkenal, siapa pun dia
asal berhadapan dengan Pendekar Sau Jurus dan menyerang
terlebih dahulu, langsung tewas tanpa ampun hanya dalam
sate jurus. Maka satu-satunya cara yang belum dilakukan adalah tidak
menyerang. Namun bagaimanakah suatu pertarungan akan
berlangsung, jika tiada seorang pun dari kedua pendekar yang
saling berhadapan itu memulai menyerang, Mereka telah
berdiri berhadapan, tidak saling menyerang, semenjak hari
masih gelap, matahari muncul, perlahan-lahan, begitu
perlahan, tetapi dengan penuh kepastian, mengubah yang
remang-remang menjadi terang.
Permkimam bumi berubah, bulan purnama menghilang,
langit menjadi ungu, tetapi segera memudar, menguning,
memutih, dan menjadi pagi yang riuh dengan suit, kicau
burung. Bisakah dibayangkan betapa kedua pendekar berdiri
seperti patung, tetapi bukan mematung, melainkan saling
mengawasi dengan tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi"
Pertarungan seperti itu sungguh mahaberat bagi mereka
yang tidak pernah mengalami dan tidak pernah melatihnya,
karena dalam hal melawan Pendekar Satu Jurus, ia hanya
membutuhkan sedikit gerakan dari lawan untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghabisinya. Seringkali, ia tidak perlu menunggu sampai
jurus pertama lawan itu selesai digerakkan, karena sebelum
jurus itu selesai, jurus serangan yang ia balaskan segera telah
mengenai lawannya dengan tepat dan mematikan.
Bagi Pendekar Satu Jurus, dengan andalan serangan yang
menunggu serangan lawan, terlebih dahulu, sikap menanti
dan menunggu ini telah dihayati dan dilatihnya sampai kepada
titik yang paling mungkin dilakukan. Ia telah melatih dirinya
untuk tetap menanti dan menanti dengan tingkat kewaspadaan dan kepekaan yang sangat tinggi, seberapa
lama pun lawannya itu akan bertahan.
Sangatlah tidak mudah untuk bertahan tidak menyerang
dalam penantian yang mencekam seperti itu, tetapi Pendekar
Satu Jurus telah melatih dirinya, karena jurus yang
diandalkannya bagaikan secara mutlak menuntut serangan
lawan terlebih dahulu. Namun bagaimana jika tidak" Mereka
yang ilmu silatnya tidak berhubungan dengan kemutlakan
seperti itu akan sulit bersikap, meskipun jika mereka
mengetahui betapa setiap serangan mereka sangat mungkin
berakibat kematian bagi diri mereka sendiri.
Setelah menunggu sampai terik natahari membara, sampai
matahari tenggelam di barat dan sore menjelma senja, sampai
malam berlalu dan pagi keesokan harinya tiba, masihkah
mereka akan berhadapan saling mewaspadai dan tidak saling
menyerang juga" Pendekar Lautan Tombak dikenal karena kecepatannya
memainkan tombak yang sangat luar biasa. Ia mendapatkan
namanya karena ujung tombak yang dima inkannya dalam
pertarungan akan segera menjadi selaksa serta menyerang
lawannya dari segala arah dan jurusan. Dengan senjata apa
pun lawan-lawan nya akan kebingungan, mereka mengira
menangkis dan terserang, ternyata itu hanya bayangan hanya
bayangan. Selaksa ujung tombak menyerang leher, tapi hanya
satu yang merupakan ancaman. Ketika selaksa ujung tombak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyerang bersamaan, manakah kiranya yang harus ditangkis
dan dipunahkan" Pertarungan ilmu silat tingkat tinggi tidak memberi
kesempatan untuk berpikir panjang. Segala kejadian
terandaikan pernah dilatih, dipelajari, dan dipahami. Pada
waktu pertarungan, hanya bayangan berkelebat dan sedikit
saja kelengahan berakibat nyawa melayang.
Demikianlah agaknya Pendekar Lautan Tombak mengandalkan kecepatan untuk menghadapi Pendekar Satu
Jurus. Barangkali telah dipelajarinya,bahwa serangan balasan
mendadak yang selama ini menjadi ciri ilmu Pendekar Satu
Jurus mengandalkan keberhasilannya kepada kecepatannya
yang takterukur. Pendekar Satu Jurus bukan hanya mengandalkan kecepatan sebetulnya,tetapi tentu juga tenaga dalam yang
berdaya sangat tinggi, karena ia hanya bertangan kosong.
Mereka yang bertangan kosong, tetapi tidak berilmu Tangan
Besi, tentu mengandalkan tenaga dalam untuk mendorong
angin, dan membuat angin itu bisa menohok dan
melumpuhkan. Agaknya, Pendekar Lautan Tombak mengandaikan dirinya
bisa bergerak lebih cepat dari Pendekar Satu Jurus, sehingga
ia bisa melumpuhkannya lebih dahulu sebelum pendekar itu
bisa membalas serangannya. Bukankah masuk akal jika
kecepatan lebih tinggilah yang akan melumpuhkan Pendekar
Satu Jurus sebelum ia sempat balas menyerang"
Namun sebenarnyalah Pendekar Lautan Tombak itu
bukanlah sembarang pendekar. Meskipun
ia merasa kecepatannya bisa mengungguli kecepatan Pendekar Satu
Jurus, ia tidak sembarangan menyerang lebih dahulu. Ia sadar
memang akan menyerang lebih dahulu, tetapi ia ingin
menyerang dalam keadaan yang paling menguntungkan
baginya, yakni ketika Pendekar Satu Jurus berada dalam
keadaan lengah, dan Pendekar Lautan Tombak hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membutuhkan sekejap kelengahan agar ujung tombaknya
menancap di tempat yang paling mematikan. Inilah yang
membuat pertarungan itu, meskipun belum juga berlangsung
setelah pagi menjadi malam dan menjadi pagi lagi, tetap saja
sangat menegangkan. Tidak banyak penonton yang menyaksikan pertarungan itu,
tetapi inilah para penonton yang mengerti seni ilmu silat
dalam makna di luar yang kasat mata. Mengikuti yang
bertarung, mereka juga tidak tidur, menghayati pertarungan
kewaspadaan antara kedua pendekar yang sebetulnyalah
sangat menentukan. Apakah yang tidak lebih menegangkan
selain menanti sedikit kelengahan yang akan membuat nyawa
melayang" Pendekar Lautan Tombak bertubuh tinggi dan langsing. Ia
mengenakan wpm,' yang barangkali dibeli atau dirampasnya
dari orang-orang asing dari Negeri Atap Langit yang turun di
pantai utara. Kumis dan jenggotnya mulai beruban dan
rambutnya yang panjang dan mulai memutih tertutup oleh
semacam serban dari kain yang tipis. Busananya terbuat dari
kulit binatang yang seperti merekat di badan, dengan sabuk
kulit saling bersilang dari bahu kanan ke pinggangkiri dan dari
bahu kiri ke pinggang kanan, yang penuh dengan kantong
peralatan bagi senjatanya. Selain kantong racun bagi ujung
tombaknya, ia juga memilki berbagai mata tombak dalam
kantong lainnya, karena ia biasa rnengganti-ganti mata
tombak sesuai keperluannya. Mulai dari mata tombak yang
sekadar lurus tajam, mata tombak yang berombak dan
bergerigi, maupun yang berkait sehingga bisa menggaet
keluar seluruh isi perut lawan. Kini ia memegang tombak
pendek dengan mata tombak yang lurus panjang. Matanya
menatap tajam ke arah Pendekar Satu Jurus dengan penuh
kewaspadaan. Pendekar Satu Jurus berpakaian putih-putih seperti seorang
pedanda Siva, tetapi ia bukanlah pendeta yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengagungkan agama, ia seorang pelajar ilmu silat yang
menekuni ilmunya sampai senja usia. Ia tidak mengenakan
alas kaki. Seluruh rambutnya sudah putih, digelung ke atas
dengan rangkaian, manik-manik biji saga. Busananya adalah
jubah putih sehingga menimbulkan pertanyaan dengan
busana seperti itu bagaimanakah kiranya ia akan bertarung"
Tubuhnya agak pendek, tetapi tegap dan kukuh, tak
seorang pun akan berani memandangnya sebelah mata.
Busana seperti itu dikenakannya tanpa perlu terganggu,
karena bukankah selama ini ia hanya memerlukan satu jurus
saja untuk menyelesaikan pertarungan" Seluruh kumis dan
janggutnya sudah memutih, alis tebal di atas matanya juga
putih. Matanya menatap tajam dengan penuh kewaspadaan
ke arah Pendekar Lautan Tombak.
Mereka telah berhadapan sehari semalam. Semesta alam
telah beredar dan kembali ke tempatnya semula, tetapi kedua
manusia itu belum bergerak sama sekali. Pertarungan ini
berlangsung dalam kediaman. Pertarungan daya tahan dan
kewaspadaan karena saling menunggu kelengahan. Hanya
diperlukan kelengahan sekejap mata untuk memenangkan
pertarungan. Betapa besar daya tahan kejiwaan dibutuhkan
untuk bertahan dalam kediaman yang penuh kewaspadaan.
Seberapa lamakah kiranya mereka berdua akan terus-menerus
bertahan dalam diam menunggu kelengahan" Sampai
kapankah mereka akan bisa bertahan"
(Oo-dwkz-oO) Episode 32: [Ke Mana Sungai Kehidupan Membawaku"] Harini menghentikan pembacaannya dan menatapku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Diteruskan atau tidak" Dikau tampak lelah dan mengantuk
setelah minum ramuan itu."
"Sebaliknya, aku sudah tidur selama tiga hari dan setelah
minum ramuan itu badanku jadi panas dan berkeringat.
Pikiranku terang dan badanku rasanya segar sekali, hanya
tenaga saja yang belum kupunyai. Teruskan saja Harini, jika
dikau masih sudi, ataukah sebaiknya kubaca saja sendiri?"
Harini tersenyum sembari mengusap dahiku. Ia membaca
kembali. Pagi masih dingin. Matahari belum muncul. Lapangan
rumput di Telaga Darah itu masih berembun. Orang-orang
yang menyoren pedang di punggung"nya dan disebut
pendekar itu, yang telah menyaksikan Pendekar Lautan
Tombak dan Pendekar Satu Jurus berhadapan sejak dini hari
kemarin, kini menahan papas. Pendekar Lautan Tombak
tampak menggeser kuda-kudanya dan mengangkat tombaknya perlahan-lahan. Mereka tahu bahwa pertarungan
dalam diam itu akan segera berubah menjadi gerakan, dan
seperti apa pun gerakannya tentu akan berlangsung cepat
sekali, bahkan begitu cepat, lebih cepat dari kedipan mata,
sehingga jika mereka berkedip ketika gerakan itu akhirnya


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi, maka gerakan yang mereka nantikan dari pagi sampai
pagi lagi itu tak akan bisa mereka saksikan.
Tampaknya siapa pun yang sedang menyaksikan
pertarungan itu telah menjadi mengerti, bahwa Pendekar
Lautan Tombak sedang mengujikan siasat bertarung baru
yang belum pernah dihadapkan kepada Pendekar Satu Jurus.
Selama ini lawannya selalu dengan segera menyerang lebih
dahulu, dan pada saat itulah Pendekar Satu Jurus akan dapat
melihat kelengahan lawannya dan memanfaatkannya dengan
keccpatan tiada tara. Jika sejak kemarin Pendekar Lautan
Tombak ternyata tidak juga menyerang meski telah
berhadapan, maka hanya terdapat dua kemungkinan dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
siasatnya, jika tidak menunggu serangan Pendekar Satu Jurus
lebih dulu, dan menantikan munculnya pertahanan yang
terbuka; tentu menyerang lebih dulu, tetapi hanya jika
Pendekar Satu Jurus memperlihatkan kelengahan, meski itu
hanyalah secercah kelengahan saja.
Ternyata setelah sehari semalam Pendekar Satu Jurus tidak
juga menyerang dan memang seperti tidak akan pernah
menyerang, tampaknya Pendekar Lautan Tombak memilih
untuk menyerang lebih dulu.
Para pendekar juga telah memperkirakan, bahwa
kemungkinan besar Pendekar Lautan Tombak telah mempertimbangkan betapa dirinya semestinya Iebih mampu
bergerak lebih cepat, sehingga bisa melumpuhkannya sebelum
Pendekar Satu Jurus bergerak menyerang; di samping, bahwa
setelah berdiri berhadapan dengan penuh kewaspadaan
selama sehari semalam bukan tidak mungkin bahwa Pendekar
Satu Jurus yang lanjut usia itu selain berkurang tenaga dan
mengendur kewaspadaannya, juga akan menjadi lengah meski
hanya sekejap, yang dalam pertarungan s ilat tinggi tentu saja
sangat menentukan. Hanya diperlukan kelengahan sekejap
untuk menembus pertahanan lawan dan membunuhnya untuk
meraih kemenangan. Pendekar Lautan Tombak mengangkat tombaknya, tapi
tidak juga menyerang. Apa lagi yang ditunggu"
Punggung-punggung bukit yang semula kehitaman dengan
latar belakang cahaya ungu muda, kini tampak semakin hitam
karena matahari yang merangkak naik telah membuat garis di
punggung-punggung itu semakin terang menyilaukan.
Beberapa saat kemudian puncak tertinggi dari bulatan
matahari itu melewati punggung bukit dan cahaya pertamanya
yang sangat menyilaukan itu meluncur dan menyiram Telaga
Darah, termasuk ke arah pandangan mata Pendekar Satu
Jurus! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itulah Pendekar Lautan Tombak melepaskan
tombaknya dengan kecepatan yang telah memberinya nama di
dunia persilatan, tetapi saat itu pula ia rpental ke belakang
dengan bunyi seclak dari mulutnya yang memuntahkan "rah.
Seperti semua korban Pendekar Satu Jurus yang lain,
Pendekar Lautan Tombak bukan perkecualian, ia tewas dalam
satu jurus tak sampai sekejap telah menyerang.
Waktu aku terbangun, hari masih gelap. Terlihat Harini
tergolek di amben yang lebih rendah di samping amben-ku.
Kedua tangannya terangkat ke atas dan rambutnya yang
panjang menutupi sebagian dadanya yang terbuka. Meskipun
gelap, kedua lengannya yang kuning langsat itu seperti
bercahaya. Terhirup olehku harum tubuhnya. Dalam keadaan terbaring
dalam pemulihan akibat luka dalam, aku terperangkap oleh
wisaya. Sebelum tidur, tampaknya Harini telah mandi terlebih
dahulu, lantas mengolesi tubuhnya dengan burat, selain
karena baunya kukenal, juga karena kulihat di tepi kainnya
terdapat bubuk-bubuk emas. Ia sendiri tampak menjadi
anggun karena tubuhnya bagaikan berlapis hancuran emas.
Saat aku menatapnya dalam gelap itu, Harini membuka
mata. la tidak tampak mengantuk sama sekali. Matanya tajam
menembus kegelapan, membuat dadaku berdegup dan
berdebar-debar. la mengulurkan tangannya, memegang
tanganku yang juga terulur menyambutnya.
'Tdaki Tanpa Nama, dikau membuka mata," katanya
berbisik perlahan. "Apakah dikau mencari Harini?"
la menarik tanganku. Mengarahkan ke dadanya. Namun
jarak amben-ku yang tinggi ini terlalu jauh bagi tanganku
untuk mencapai ambennya yang pendek. Maka Harini
menyentak tanganku, sehingga aku terseret ke bawah, dan
jatuh ke pelukannya. Aku seperti mendadak sembuh. Sembari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencium bibirnya kutarik kainnya ke bawah dan ia menarik
kainku ke bawah juga. Dari begitu banyak ilmu yang kutekuni,
dari Harini kukenal berbagai seni permainan cinta, karena
semenjak membaca Kama Sutra, ia selalu mau menguji yang
tertulis dalam kitab itu hanya denganku.
selama seratus tahun hidupnya
manusia harus berhasil mengejar tiga tujuan
yang saling bergantung satu sama lain
yakni kebajikan (dharma), kemakmuran (artha),
dan cinta (kama) menyerasikannya satu sama lain,
tanpa prasangka kepada yang mana pun jua
Beberapa lama kemudian terdengar ayam jantan berkokok,
tetapi kami masih akan terbangun nanti setelah matahari lebih
tinggi. Di pondok ini, pintu tiada berdaun dan jendela selalu
terbuka. Waktu aku terbangun matahari telah menghangatkan
kaki kami dan ketika Harini terbangun ia langsung tersenyum.
"Lelaki Tanpa Nama, dikau masih terlalu muda, tetapi telah
berlaku seperti lelaki dewasa."
"Apakah yang harus kukatakan kepadamu, Harini,
perempuan pertama yang kukenal dan kugauli, yang tiada
akan pernah kutinggalkan lagi."
Harini tersenyum, tetapi dengan selaput mendung yang
menyapu wajahnya. "Janganlah menjanjikan sesuatu yang belum tentu akan
kaupenuhi, wahai Lelaki Tanpa Nama, tapi Harini sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahagia betapa hidupnya pernah menjadi bagian dari hidup
Lelaki T anpa Nama..."
"Harini yang indah, apakah yang telah membuatnya
berpikiran demikian Lelaki Tanpa Nama mencintainya dengan
kerelaan dan ketulusan."
"Lelaki Tanpa Nama, dikau seorang pendekar, selamanya
tetap akan menjadi pendekar, dan suratan seorang pendekar
adalah mengembara." Benarkah begitu" Aku selalu ingin mengembara, tetapi aku
sama sekali tidak ingin menjadi seorang pendekar. Meski
begitu, karena diasuh dan dibesarkan Sepasang Naga dari
Celah Kledung, aku merasa harus menguasai ilmu persilatan
sepenuhnya. Mungkinkah menguasai ilmu silat setinggi-
tingginya tanpa hidup sebagai seorang pendekar"
Tiba-tiba aku teringat betapa orangtuaku telah pergi untuk
tidak kembali. Sampai sekarang, tidak terlalu jelas bagiku,
apakah mereka tidak kembali karena tewas
dalam pertarungan, ataukah sekadar melanjutkan pengembaraan
yang telah sekian lama tertunda, antara lain karena
mengasuhku" Aku tidak )ernah merasa bisa mendapat
kepastian, karena jika memang benar mereka :ewas dalam
pertarungan, sepertinya tidak mungkin beritanya tak akan
sampai kepadaku. Sepasang Naga dari Celah Kledung adalah
nama yang besar dalam dunia persilatan dan Ilmu Pedang
Naga Kembar nyaris tanpa kelemahan untuk bisa dikalahkan.
Jika itulah yang memang terjadi, oleh sebab apakah kiranya
maka peristiwa itu tidak menjadi perbincangan di dunia
persilatan dari kedai ke kedai dan tidak terdengar olehku"
Memang benar para pendekar besar sering memiliki
perilaku ajaib dan karena itu juga tindak-tanduknya sulit
dimengerti dan dipahami. Mereka muncul mendadak di suatu tempat dan segera
menghilang tidak jelas ke mana. Tidak jarang pula mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berganti haluan, mengundurkan diri dari dunia persilatan, dan
menjadi warga biasa, orang awam yang terserap ke dalam
kehidupan sehari-hari. Ini yang membuat sejumlah pendekar
yang telah mengundurkan diri itu akan menimbulkan
kegemparan, ketika terpaksa keluar dari persembunyian dan
melakukan tindakan tegas, apabila tidak tahan lagi
menyaksikan ketidakadilan di sekitarnya.
Apakah kedua orangtuaku sebetulnya berada di sekitarku
dan selalu mengawasi aku" Andaikan ya, aku tak tahu kenapa
mereka harus melakukan itu dan karena itu aku pun
tenggelam dalam pertanyaan pertanyaan tiada berjawab.
Lelaki Tanpa Nama, ketahuilah bahwa Harini masih ada,"
sebuah suara berbisik di telingaku.
Harini mendekapku dari belakang dengan segenap
keharuman tubuhnya yang seperti membuatku terbangun
sekali lagi. Serbuk keemasan itu sebagian telah berpindah ke
tubuhku. Aku tahu Harini menyukai wewangian dan di desa itu
memang hanya Harini yang menguasai pengetahuan tentang
hal itu dengan baik, karena segalanya lebih kurang telah
tercatat dalam berbagai kitab.
Dari kitab yang dimiliki ayahnya aku pun pernah membaca
tentang jebad kasturi, wewangian yang bersumber dari
kelenjar jenis musang tertentu. Wewangian itu biasa
disiramkan ke hiasan telinga. Harumnya kasturi juga
dimanfaatkan untuk mewangikan bedak, kain, peraduan,
bunga-bunga yang dikenakan pada busana,
bahkan pangungangan. Di hutan luar desa, terdapat segenap tanaman
yang dapat diolah menjadi wewangian, seperti bunga dan
kayu cendana, daun pandan dan bunganya yang disebut
pudak, dan juga tanaman agaru, yang kayunya, yakni kayu
laka, bunganya yang disebut ergelo dan menyan, yakni
getahnya, semua merupakan bahan wewangian.
"Lelaki T anpa Nama...," bisiknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ya..." 'Bolehkah Harini menanyakan sesuatu kepadamu, Lelaki
Tanpa Nama?" "Dikau tidak pernah bertanya seperti ini Harini, ada apa?"
Aku berbalik dan melihatnya, sungguh Harini perempuan
matang seperti yang sudah seharusnya apabila menguasai
Kama Sutra, tetapi kenapa kali ini ia menundukkan kepala"
Saat mengangkat wajah, airmatanya sudah berlinang.
"Harini..." Umurku memang masih 15 tahun, dalam permainan cinta
pun aku masih seorang bocah ingusan. Namun pada saat
seperti ini aku seperti merasa sudah seharusnya bersikap
seolah-olah telah dewasa. Kuseka airmata di pipinya.
"Apakah yang telah diperbuat oleh Lelaki Tanpa Nama ini,
Harini, hingga porempuan bernama Harini harus mengeluarkan airmata begini rupa?"
Airmatanya menderas, tetapi ia menggeleng-gelengkan
kepala. "Tidak, tidak, Harini tidak akan pernah meminta. Harini
hanya mau memberi, memberikan segalanya untuk Lelaki
Tanpa Nama..." Aku mengangguk dan memeluknya, tetapi aku hanyalah
seorang remaja 15 tahun yang buta pemahaman cinta. Harini
sudah 20 tahun. Perempuan ini lebih berpengalaman dan lebih
mengerti, meski kusadari betapa pengetahuanku tentang
Harini sebetulnya juga terbatas sekali. Bukankah aku hanya
seorang pengembara, yang terbawa langkah kaki hingga
sampai kemari" Aku merasa sehat, tetapi itu tidak berarti aku sembuh
dengan cepat. Setidaknya perlu waktu sebulan bagiku untuk
menyehatkan tubuhku melalui olah pernapasan supaya siap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berlatih kembali. Aku merasa sangat ragu, bahkan merasa
malu, untuk kembali ke wihara di atas tebing itu lagi. Maka
akupun berlatih di tempat-tempat sepi yang lain, di sekitar
Desa Balingawan, meski rasanya seperti tidak mendapat
kemajuan. Artinya aku tahu pasti dengan cara latihan seperti
yang telah kujalani, berapa lama pun aku berlatih, pada saat
berjumpa dengan Naga Hitam aku akan dikalahkan dan
menemui kematian. Memang benar aku telah mempelajari Jurus Penjerat Naga
yang diajarkan oleh Pendekar Satu Jurus, tetapi sudah terbukti
tiada artinya melawan pendeta kurus kering yang telah
mempermainkan aku, bahkan aku juga nyaris terbunuh oleh
raksasa pemilik ilmu pukulan tangan kosong Telapak Darah,
yang ternyata murid Naga Hitam. Sembari berlatih, aku
mengingat kembali pengalaman bertarungku. Mencoba belajar
dari kesalahan, dan menemukan sesuatu dalam perenungan.
Maka kemudian kusadari betapa bhiksu berkalung tasbih yang
telah mendorongku jatuh ke jurang itu sebetulnya sedang
melatih aku dalam gerak berbagai jurus tertentu. Jurus bisa
sama, tetapi penafsiran boleh dipastikan akan berbeda, dan
tidak setiap penafsiran akan berhasil mencapai tujuan dari
Jurus Penjerat Naga yang tergambar dalam kitab itu.
Membandingkannya dengan sepotong riwayat Pendekar
Satu Jurus yang dibacakan Harini untukku, aku tahu betapa
bahkan Pendekar Satu Jurus sendiri belum pernah
menggunakannya dalam suatu pertarungan.

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pernah kusebutkan bahwa Jurus Penjerat Naga terdiri dari
serangkaian jurus takmenyerang yang baru kemudian diakhiri
jurus mematikan. Namun agaknya lawan Pendekar Satu Jurus
pada masanya, yakni sekitar 100 tahun sebelum aku
dilahirkan, tidak pernah terlalu kuat. Lawannya tidak pernah
terlalu kuat untuk membuka serangan dalam beberapa jurus,
seluruhnya sudah bisa dilumpuhkan saat mereka lakukan
serangannya yang pertama. Jadi,
ternyata memang dimungkinkan Pendekar Satu Jurus menyerang hanya setelah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jurus"jurus takmenyerang itu mengundang serangan beruntun, tetapi lawan seperti ini tidak pernah ditemuinya.
Aku telah me latih semua gerakan itu di ruangan tertutup di
wihara, tetapi yang disebut ilmu silat memang hanya dapat
berkembang dalam pertarungan. Kuingat bagaimana bhiksu
itu selalu menyerangku dari arah tertentu berkali-kali, dengan
jenis serangan tertentu, yang memaksaku mengeluarkan
jurus"jurus tertentu berkali-kali juga. Rupa-rupanya saat itu ia
sedang melatihku. Celakanya hanya setelah tenagaku terkuras itulah muncul
murid Naga Hitam yang bahkan tak kuketahui namanya, dan
berhasil melukai aku dengan pukulan Telapak Darah yang
sangat beracun. Aku menjadi curiga, siapakah bhiksu itu sebenarnya"
Pendeta macam apakah yang makannya hanya sedikit karena
sepanjang waktu hanya bertapa, ternyata memiliki ilmu silat
yang begitu tinggi sehingga bisa menyusulku yang
didorongnya jatuh, untuk menyambut tubuhku dan mendarat
seperti bangau dengan ringan sekali"
Kusadari betapa masih hijaunya diriku di rimba hijau.
Mereka yang malang melintang di dunia persilatan ini bisa
mengenali seseorang hanya dari jurus jurusnya, meski
sebelumnya belum pernah bertemu. Mereka juga dengan
mudah mengenali seseorang dari senjata yang dipakainya,
meski senjata-senjata itu sepintas lalu mirip satu sama lain.
Namun semua ini tidak mengurungkan niatku untuk suatu
ketika meneruskan perjalanan, dan barangkali mau tidak mau
akan terbawa-bawa ke dalam urusan dunia persilatan. Seperti
telah kukatakan, aku sama sekali tidak mempunyai keinginan
mencari nama sebagai pendekar, tetapi aku tidak akan
melawan atau menolak jika arus sungai hidupku tak urung
membawaku ke dunia persilatan jua.
Sebagai pengembara aku menuruti langkah kakiku. Sebagai
manusia kuturuti arus sungai kehidupan yang membawaku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
(Oo-dwkz-oO) Episode 33: [Para Pemungut Pajak]
PADA tahun 786 pemerintahan Rakai Panunggalan baru
berjalan dua tahun. Untuk mengukuhkan kekuasaan dan
menghimpun dana, pemerintahannya itu dengan rajin menarik
pajak. Setiap bulan, para petugas pengambil uang pajak
datang ke Desa Balinawan. Di pusat pemerintahan, terdapat
tiga pejabat yang selalu muncul bersama-sama, sang mana
katrini, yang terdiri dari pangkur, tawan, dan tirip. Ketiganya
akan melakukan tugas atas nama rakai. Namun di bawah
ketiga pejabat ini terdapat nama sejumlah jabatan seperti
wadwa, parujar, pangurang, pihujung, dan kalang.
Di antara para pejabat di istana, terdapat istilah rakai
kanuruhan yang harus menguasai semua bahasa, karena ia
mengurus pedagang-pedagang asing, dan memungut uang
dari pedagang-pedagang asing itu. Disebutkan, ia tidak ragu-
ragu kehilangan uang untuk mendapat uang. Namun rakai
kanuruhan dianggap penting bukan dalam urusannya dengan
uang, melainkan karena menjadi pejabat yang bertugas
menyelenggarakan tata upacara di istana. Kemudian, ia juga
menjadi pejabat yang memberikan sima, tanah yang
dibebaskan dari pajak oleh berbagai alasan, terutama karena
jasa para penduduknya. Namun ternyata masih ada lagi mangilala drawya haji, yang
bertugas mengambil "milik raja"alias petugas pajak pula
adanya. Aku sendiri tidak terlalu mengerti, kenapa petugas
yang mengurusi pajak bukan hanya banyak, tetapi juga sangat
bertumpang tindih, yang kuduga karena mewakili berbagai
kepentingan. Jadi memang ada yang bertugas demi raja,
tetapi ada juga yang demi para pejabat tinggi lain di dalam
istana yang penuh dengan permainan kekuasaan. Pada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dasarnya semua orang ingin mengambil keuntungan untuk
dirinya sendiri, dengan berlindung di balik wibawa raja atau
istana. Penduduk desa Balinawan tidak mengetahui silang
sengketa istana, mereka hanya tahu meski desa telah menjadi
sima, tetap saja berlalu lalang para petugas kerajaan yang
meminta apa saja sesuka mereka.
Demikianlah pada suatu hari, ketika Harini turun dari
pondok sambil membawa baju dan peralatan makan yang
akan dicuci di kali, lewatlah di depan pondok serombongan
penunggang kuda. Mereka sekitar duabelas orang, seorang
punggawa istana dengan para pengawalnya, dan di antara
para pengawal itu tersisipkan pula beberapa orang pengawal
rahasia istana. Harini muncul dengan pembawaannya yang biasa. Bunga-
bunga di rambut dan kain dari dada sampai ke bawah lutut,
dengan perhiasan leher yang mempertegas kejenjangan
lehernya. Rombongan itu sampai terhenti ketika me lihat Harini
turun tangga. Siapakah yang bisa menolak untuk menyaksikan
betis Harini yang begitu indah sehingga tiada mungkin
diungkapkan" Bahunya yang terbuka dan kedua tangannya
juga hanyalah indah, begtu indah, terlalu indah, sehingga juga
tiada mungkin lagi disampaikan seperti apakah kiranya
keindahannya. Mulut mereka ternganga. Bahkan di istana
tiada perempuan yang begitu memesona ketika melangkah
seperti Harini. Maka mereka mengikuti ke mana Harini pergi.
MENGETAHUI rombongan berkuda itu melangkah pelahan
di belakangnya, Harini menoleh. Ia melangkah ke tepi,
mengira rombongan itu akan mendahuluinya. Namun
rombongan itu ikut berhenti. Punggawa itu berbicara.
"Perempuan, siapakah namamu?"
Harini tidak menjawab dan balik bertanya.
"Perempuan ini bertanya, siapakah dia yang bertanya tanpa
memperkenalkan dirinya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Punggawa itu terkejut. "Perempuan desa! Dikau tidak mengenal kepada siapa
dikau berbicara!" Namun Harini tenang-tenang saja. Menjawab tanpa
perubahan dalam suaranya.
"Tiada bedanya bicara kepada siapapun jua, hanya
penghormatan yang membedakannya."
Punggawa itu naik pitam. Menunjuk kepada Harini.
"Dikau berkata tidak perlu menghormati aku"!"
Harini menggeleng dan menundukkan kepala, merasa tidak
sudi melayani percakapan mereka. Ia melangkah pergi.
"He! Budak perempuan! Katakan kepada siapa kami bisa
membeli kamu! Atau mungkinkah desa ini mesti membayar
pajak dengan dirimu?"
Harini tidak menghentikan langkahnya. Seperti merasa
dirinya tidak layak melayani pembicaraan seperti itu.
Punggawa itu memberi tanda kepada salah seorang pengawal,
yang segera mendekati Harini, menyambar pinggangnya,
lantas rombongan itu memacu kudanya dan pergi. Kepada
para petani yang berpapasan, punggawa itu berkata, "Kalian
tidak usah membayar pajak bulan ini, tapi perempuan ini kami
bawa pergi!" Cerita ini kususun berdasarkan apa yang diberitahukan
kepadaku kemudian, melalui Harini dan para petani itu. Tanpa
membuang waktu aku berkelebat keluar pondok, memburu
jejak yang masih jelas mereka tinggalkan di jalan keluar desa.
Orang-orang desa, para pemuda yang selama ini kuberi
pelajaran bela diri sekadarnya, ikut menyusul keluar desa,
tetapi tentu saja aku lebih cepat dari mereka. Dengan Jurus
Naga Berlari di Atas Langit aku berlari me lalui pucuk-pucuk
pepohonan untuk mengejar mereka. Sebelum mereka terlalu
jauh aku telah melayang turun di hadapan mereka. Aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membawa dua bilah pedang di punggungku dan tanpa
bertanya lagi kucabut kedua-duanya, langsung menyerang
mereka dengan Ilmu Pedang Naga Kembar. Setiap orang yang
kuserang merasa menghadapi 44 pedang yang bergerak dari
segala jurusan. Enam orang pengawal langsung tewas ketika
berusaha melindungi punggawa itu. Mereka semua tewas
dengan kepala nyaris terputus. Kuda-kuda meringkik panik.
Kaki depan mereka terangkat ke udara dan menjatuhkan para
penunggangnya. Mereka bermaksud lari dari arah mereka datang, tetapi dari
arah itu orang-orang desa datang berlarian, dan nasib mereka
tidak bisa lebih parah lagi. Sisa enam orang itu tewas dirajam
tanpa ampun. Memang dua di antaranya adalah pengawal
rahasia istana yang semula telah me loncat ringan ke udara,
tetapi saat itu kujentikkan dua butir kerikil yang menotok jalan
darah keduanya, sehingga mereka tidak bisa bangkit lagi
ketika tubuhnya jatuh di tanah. Tidak seorang pun dari
keenamnya masih utuh tubuhnya karena tiada seorang jua
dari orang-orang desa itu yang tidak menyumbangkan tusukan
kepada tubuh-tubuh malang itu. Bahkan aku tidak mengira
nasib orang-orang dari kotaraja yang jumawa itu bisa begitu
buruknya. Namun siapa akan mengira desa yang selama ini
lemah dan menjadi bulan-bulanan
penghisapan dan penindasan akan kehilangan ketakutannya dan melawan. Jika
desa mereka menjadi sima, sudah semestinyalah tiada pajak
apapun yang mesti mereka berikan, bahkan sebaliknya kepada
penduduk yang tanahnya teranugerahi sebagai sima
selayaknya mendapat perlindungan adanya.
Harini tersadar dari pingsannya setelah semua ini selesai.
"Jangan lihat," kataku.
Namun ia terlanjur sempat melihat mayat-mayat
bergelimpangan tanpa wujud itu. Ia tak berkata-kata, dan
akan menjadi pendiam selama-lamanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
RAKAI Panunggalan barangkali tidak mendengar apapun,
tetapi diberitahu betapa orang-orangnya terbantai. Tentu ia
tidak diberitahu sebabnya, sehingga menyiapkan pasukan
duaratus orang untuk membakar habis Desa Balinawan dan
membunuh orang-orangnya sampai tidak ada yang tersisa.
Sekitar sepuluh hari kemudian duaratus orang yang dikirim
untuk menghukum itu sudah berada di luar desa. Seorang
utusan dikirim untuk bicara.
"Orang-orang Balinawan, di luar desa ini berkumpul
duaratus prajurit berkuda terlatih yang sudah biasa berperang,
mereka siap membumi hanguskan desa ini dan percayalah
perlawanan seperti apapun akan dipatahkan. Namun kalian
dapat menghindarkan pertumpahan darah jika yang
bertanggungjawab diserahkan untuk mendapat hukuman.
Rakai Panunggalan masih bermurah hati kepada penduduk
Desa Balinawan yang telah dianugerahi sima, beliau tidak
bermaksud menulis riwayat pemerintahannya dengan darah
rakyatnya sendiri." Akulah yang maju menyerahkan diri. Penduduk desa
semula tidak menyetujui ini. Peristiwa yang dialami Harini
mereka terima sebagai penghinaan takterperi, kematian demi
kehormatan bukan masalah bagi mereka yang telah
mengalami banyak perubahan. Tidak dapat kuingkari,
kehadiranku dengan segenap kitab dalam peti kayu telah
mengubah kesadaran mereka akan nasib. Dari malam ke
malam satu orang yang bisa membaca dari mereka telah
membacakan kitab-kitab itu untuk semua orang. Tidak selalu
habis kitab itu dibaca dalam semalam dan tidak selalu semua
orang akan memahami isinya setelah habis dibacakan, tetapi
kini mereka telah terbiasa untuk menilai sesuatu dengan
pemikiran berkesadaran. Mereka telah terbebaskan dari
ketertindasan pikiran. Maka tiada dapat mereka terima
kedudukan mereka sebagai budak kerajaan yang tidak
memiliki dirinya sendiri, seperti yang akan ditimpakan kepada
Harini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun mereka setuju bahwa darah takperlu ditumpahkan
sia-sia. Kuserahkan diriku untuk menghindari pertumpahan
darah dengan janji bahwa diriku akan mampu meloloskan diri
dengan mudah. (Oo-dwkz-oO) MEREKA membawaku ke arah kotaraja. Waktu itu kotaraja
belum terletak di Mantyasih, melainkan sebuah tempat
bernama Kelurak. Aku didudukkan membelakang di atas
seekor kuda dan kedua tanganku diikat ke belakang. Berada di
antara duaratus prajurit yang terlatih akan membuat siapapun
mengira tidaklah mungkin kiranya seorang tawanan bakal
lolos. Perkiraan itu tidak keliru, kecuali jika tawanan itu berasal
dari sungai telaga dunia persilatan.
Sepanjang jalan telah kucoba untuk meyakinkan pemimpin
pasukan ini, bahwa kesalahan terletak pada perilaku kilalan
yang dikirim kerajaan itu sendiri, karena tidak sesuai dengan
ajaran agama. "Agama apa yang dipeluk orang-orang Balinawan?"
"Mahayana." "Itu juga yang kudengar, tetapi kami di istana memeluk
Siwa." "Kalau itu alasannya kalian salah juga, karena ayah Harini
berkasta Brahmana, kalian telah berdosa memperlakukannya
seperti itu. Lagipula agama yang berbeda juga harus dihormati
penganut agama apapun."
Tentang ayah Harini, sebetulnya aku hanya menduga,
tetapi kelak akan terbukti bahwa dugaanku tidak keliru.
Namun kepala pasukan itu agaknya lebih tertarik kepadaku.
"Bocah, kamu masih terlalu anak-anak untuk mampu


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat kekacauan begini rupa. Kudengar kamu bukan
orang Balinawan, memang takmungkin orang Balinawan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pengecut itu mampu melawan tanpa pengaruh dari luar.
Siapakah kamu?" Aku terperangah. Aku memang sulit menjelaskan siapa
diriku, karena memang tidak tahu.
"Kamu taktahu siapa dirimu bocah" Siapa namamu?"
Pertanyaan ini lebih mudah kujawab, meski jawabanku
bukanlah jawaban pertanyaan itu.
"Aku... aku... tak bernama..."
"Bocah, kamu tak bernama?"
"Ya, aku tidak punya nama..."
"Hahahahaha! Ada bocah takbernama! Hahahahaha! Lantas
bagaimana orang-orang memanggilmu?"
KUINGAT bagaimana Harini memanggilku. Aku merasa
sedih. Sedangkan orang-orang ini menertawakan aku.
Kutegaskan sesuatu. "Kepala Pasukan! Aku menghormati tugasmu untuk
menangkapku, aku telah menjelaskan bahwa orang-orang
Balinawan tidak bersalah, dan dikau menyetujuinya sehingga
kini membawaku ke kotaraja. Kini ingin kutegaskan
kepadamu, jika aku meloloskan diri dari tangkapanmu, apakah
dikau akan menghukum orang-orang Balinawan" Kuingin
mendengar jawaban seorang perwira!"
Ia masih tertawa-tawa. "Huahahahaha! Bocah kecil pintar bicara! Seorang perwira
tak akan menghukum seseorang yang tidak bersalah, wahai
bocah! Namun jangan m impi kamu bisa me loloskan diri wahai
bocah takbernama! Hahahahahaha! Bagaimana mungkin kamu
bisa tidak mempunyai nama! Huahahahahaha!"
"Baiklah Kepala Pasukan! Kupegang kata-katamu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka akupun menjejakkan kaki pada sanggurdi, me layang
ke atas, dengan mudah menarikkan kedua tangan ke arah
berlawanan sampai talinya putus, dan turun lagi dalam
keadaan bebas. Aku hanya mengenakan kain melingkari
pinggang, tetapi di dalam kain terdapat kancut yang terikat
ketat. Kubuka kainku. Menghadapi duaratus orang yang
sebaiknya tidak kubunuh, aku memerlukan kebebasan
bergerak, karena dengan cepat mereka memang segera
mengepungku. Mereka merangsek dan aku melawan dengan tangan
kosong. Setiap kali diserang dengan tombak, kelewang,
maupun sabit berantai yang terikat pada suatu gagang, aku
berusaha menepis dan menampelnya sampai terlepas. Kuingat
dahulu kedua orangtuaku melatihku untuk menghadapi
kepungan ratusan orang seperti ini, dengan memanfaatkan
Ilmu Pedang Naga Kembar, ketika kedua pedang yang
masing-masing mereka pegang bergerak menutup semua
jalan keluar. Menghadapi pasukan duaratus orang ini menjadi
tidak terlalu sulit bagiku, bahkan aku terkejut dengan
kemampuanku sendiri, karena Jurus Penjerat Naga yang
kulatih, ternyata bisa kumanfaatkan lebih dari yang kuduga
bisa melakukannya. Gerakan yang harus kulakukan berulang-ulang ketika
menghadapi resi pertapa kurus kering dari pertapaan di atas
tebing itu, rupa-rupanya telah membuat Jurus Penjerat Naga
kukuasai seperti yang seharusnya. Hampir segenap serangan
dari setiap anggota pasukan menjadi kelengahan yang
melumpuhkan diri mereka sendiri. Aku bergerak sangat cepat,
dalam waktu singkat seratus orang bergelimpangan membuka
ruang. Aku masih terkepung, tetapi tiada seorangpun berani
mendekatiku. "Tahan!" Kepala Pasukan itu mencegah anak buahnya. Ia turun dari
kuda dan memeriksa orang-orang yang bergelimpangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang tak setetes pun darah tertumpah. Lantas ia berkata
kepadaku. "Bocah takbernama! Pergilah jika kau takbersalah! Akan
kusampaikan perbincangan kita kepada Rakai Panunggalan
dan jika beliau menganggap dirimu bersalah, ia pasti akan
mengerahkan para naga untuk memburumu!"
Para naga " Aku melesat pergi, dan menyadari betapa semakin terlibat
dalam dunia persilatan. Aku tahu yang dimaksudnya adalah
para pendekar bergelar Naga dari delapan kubu yang teracu
kepada mata angin. Naga Putih, Naga Kuning, Naga Merah,
Naga Biru, Naga Hijau, Naga Dadu, Naga Jingga, dan Naga
Hitam! Para pendekar penguasa delapan kubu mata angin
bersama penguasa Mataram yang manapun dianggap
berperan penting bagi ketenteraman Yawabumi. Di sanalah
titik temu dunia persilatan dan dunia awam dari kehidupan
sehari-hari, agar tiada satupun unsur kejahatan yang lolos dan
mengacaukan dunia. Namun tahukah Rakai Panunggalan bahwa Naga Hitam
bermaksud menguasai dunia pula"
Aku melesat pergi, tetapi tidak terlalu jauh, karena aku
harus meyakinkan diriku bahwa mereka tidak akan kembali ke
Balinawan, dan mereka memang tidak melakukannya. Seratus
orang harus mengurusi seratus orang yang pingsan. Mereka
benar-benar pulang dengan kekalahan.
AKU termangu sendirian menyaksikan mereka pergi ketika
hari telah semakin sore. Apakah aku sebaiknya kembali ke
Balinawan, atau melanjutkan perjalanan" Aku teringat
segenap kitab dalam peti kayu itu. Hampir semuanya telah
kubaca meskipun tidak semuanya kumengerti. Mengenal huruf
saja takcukup untuk membaca rupanya, yang juga dibutuhkan
adalah kematangan hati dan otak dalam pembacaan, dan
diriku yang masih berumur 15 tahun tentu masih jauh dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kematangan itu. Namun siapakah kiranya yang berumur 15
tahun telah menyadarinya" Apalagi sete lah seorang
perempuan seperti Harini memperkenalkan segenap cara
bermain cinta dalam Kama Sutra...
Hari semakin gelap ketika dari arah para pasukan itu lenyap
muncul rombongan pedagang yang membawa lima pedati
bermuatan barang-barang. Menyadari diriku hanya berkancut,
aku bermaksud membeli kain untuk melingkari pinggang dan
badanku, tetapi aku baru sadar tidak membawa alat pembeli
bernama uang sama sekali. Kepingan emasku ada di
pondokku dan hanya Harini yang tahu di mana tempatnya.
Namun aku sudah terlanjur muncul di tengah jalan. Mereka
sekitar limabelas orang, termasuk para pengawal perjalanan.
Dua orang dari mereka maju ke depan sambil mencabut
goloknya. "Bocah, apa maksudmu berdiri di tengah jalan" Kalau tidak
ada perlunya minggirlah!"
Anak-anak kecil memang hanya berkancut jika mengenakan
busana. Lebih sering bertelanjang bulat saja berlarian ke sana
ke mari. Sekarang aku mengerti kenapa cenderung dipanggil
bocah jika hanya berkancut seperti ini.
"Kulihat kalian membawa barang dagangan. Bolehkah aku
membelinya" Tapi pembayarannya nanti di Desa Balinawan.
Mintalah kepada Harini harga yang kau berikan."
"Bocah, belajarlah lebih pandai jika mau menipu! Sekarang
minggirlah kalau tak mau diterjang Si Kemplang!"
Rupanya nama kuda hitam yang perkasa itu adalah Si
Kemplang. Aku menepi karena memang tidak mencari
keributan. Namun salah seorang pedagang itu maju ke depan.
Berbeda dengan pengawal berkuda yang berkumis baplang
dan menyeramkan, wajah pedagang ini tampak baik hati dan
penuh kesabaran. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bocah, kami tidak akan me lewati Balinawan, tapi kamu
bisa mendapatkan yang kamu inginkan jika membayarnya
dengan tenagamu." "Maksud Bapak?"
"Ambil yang kamu inginkan, bayarlah dengan tenagamu
sampai mencapai tujuan."
"Dan untuk apakah tenagaku ini nantinya, Bapak?"
"Kerbau-kerbau ini akan kepayahan mendaki. Kami tidak
membayangkan perjalanan begini ketika memuatkan barang-
barang ke atas pedati."
Aku berpikir sejenak. "Baiklah Bapak, sekarang berilah aku kain penutup
tubuhku, maka aku akan mengikuti rombonganmu, dan
memberikan tenagaku saat pedati-pedati ini harus mendaki
perbukitan." Demikianlah aku mengikuti rombongan itu. Pada jalan yang
bercabang, rombongan tidak memilih arah ke Balinawan.
Dalam kegelapan, kulihat kerlap-kerlip api penerangan dari
kejauhan. Aku tidak akan kembali, tetapi hatiku bagaikan
tertinggal di desa Balinawan.
(Oo-dwkz-oO) Episode 34: [Para Mabhasana]
APAKAH Naga Hitam memang mencariku" Namun ia sudah
mengirimkan seorang muridnya, berarti ia sudah mengetahui
keberadaanku. Apabila kemudian akan didengarnya bahwa
muridnya itu perlaya, maka keberadaanku tentu akan semakin
mengganggunya. Jika diperkirakannnya betapa murid yang
dikirimkannya itu kurang sakti, maka tentulah akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ditugaskannya murid lain yang lebih tinggi kepandaiannya
untuk membunuhku. Aku menduga Naga Hitam sudah
mendengar bahwa aku hanya seorang remaja 15 tahun yang
tidak punya nama dalam dunia persilatan. Tidak jelas bagiku
apakah ia te lah mengetahui bahwa aku bahkan memang tidak
punya nama, meskipun hal itu tidak akan mengubah apa-apa.
Belum punya nama maupun tidak bernama, tetaplah aku
harus dilenyapkannya, karena tewasnya murid, bahkan dua
murid pula, jika tidak ditebus dengan pembunuhan balasan
merupakan suatu noda bagi namanya.
BEGITULAH, dalam dunia persilatan tidak hanya berlaku
nilai kehormatan yang terletak pada kematian dalam
pertarungan, tetapi juga kemenangan dalam pembunuhan.
Tiada jalan lain bagiku, kecuali meyakinkan diriku bahwa aku
akan siap menghadapi serangan yang manapun, baik murid-
muridnya, baik Naga Hitam sendiri, maupun serangan dan
tantangan siapapun jua. Apalah artinya hidup dalam dunia
persilatan tanpa pertarungan bukan" Meskipun aku tidak
mempunyai minat untuk mencari nama dalam dunia
persilatan, sekali terlibat pertarungan dengan orang-orang
persilatan, bahkan menewaskannya pula, tak akan dengan
mudah melepaskan diri dari matarantai dendam yang
berkepanjangan. Justru matarantai dendam itulah agaknya
yang telah membentuk riwayat panjang dunia persilatan dari
zaman ke zaman. Ini berarti aku tidak dapat menunda diriku untuk menimba
ilmu, dengan sasaran harus mampu menghadapi Naga Hitam.
Aku merasa bahwa segala ilmu silat yang kukenal dan
kukuasai, mulai dari Ilmu Pedang Naga Kembar sampai Jurus
Penjerat Naga seharusnya sangat cukup menghadapi Ilmu
Pedang Naga Hitam. Bahkan aku telah menggabung dan
meleburkan keduanya, sehingga menurut perhitunganku,
seandainya saja kecepatan dan tenaga dalamku setingkat
dengan Naga Hitam, maka tak ada kemungkinan lain betapa ia
bisa kukalahkan. Namun itulah masalahnya. Tenaga dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan kecepatan Naga Hitam masih terlalu jauh di atasku, dan
dalam hal itu tiada jalan pintas dalam ilmu persilatan. Itulah
sebabnya aku merasa perlu menghilang, bukan karena takut
mati, tetapi karena tidak mau mati konyol karena kekurangan
ilmu. Kalaupun aku harus mati di tangan Naga Hitam, aku
ingin mati setelah memberi perlawanan yang sepadan.
"Bocah, hati-hatilah, jalan di depanmu berbatu-batu."
Teguran mabhasana atau penjual pakaian itu menyadarkan
aku dari lamunan. Aku mendorong pedati yang mendaki itu
dengan tenaga kasar, karena jika aku menggunakan tenaga
dalam, akan tampak terlalu ringan, dan tentu saja
mengundang kecurigaan. Sehingga aku pun tampak betul-
betul berkeringat dan kelelahan. Jalan mendaki ini bukanlah
jalan yang sebenarnya, hanyalah semacam jalan yang
barangkali dibuat beberapa tahun lalu menggunakan pekerja
paksa, yang sekarang sudah hancur, berlubang-lubang dan
berbatu-batu. Hujan sepanjang musim telah menghancurkannya dan setelah kemarau tiba tiada pula yang
berusaha membetulkan. Perjalanan menjadi sangat lambat. Kadang aku bukan
sekadar mendorong, melainkan mengangkat pedati itu. Roda
mereka terkadang rusak atau bahkan kerbau mereka
bermasalah, tak mau berjalan maju. Entah kenapa mereka
tidak menggunakan sapi saja. Namun tenaga kerbau memang
besar, apalagi untuk jalanan yang berat bagi pedati. Untung
semua orang mau bekerja sama, begitu yang sebetulnya
hanya bertugas mengawal saja.
Beban pedati itu terlalu berat jika dianggap hanya berisi
kain. Kemudian akupun tahu, bahwa kelengkapan busana
tidak hanya berurusan dengan kain, melainkan juga
perhiasannya seperti cincin emas, anting-anting, kalung,
gelang tangan dan kaki, maupun kelat bahu. T entu saja siapa
yang memakai akan menentukan apa yang dipakainya.
Adapun yang kami angkut ke wilayah Ratawun ini adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ratusan pasang wdihan atau pakaian untuk laki-laki maupun
kain atau ken, atau juga tapih, pakaian untuk perempuan.3)
BEGITU banyak pakaian ini, ratusan yugala banyaknya,
karena akan digunakan bagi upacara penyerahan lahan
menjadi sima, wilayah yang dibebaskan dari pajak. Kain-kain
ini diletakkan dalam keranjang pakaian, sehingga aku bisa
mengukur bahwa jumlah yugala-nya tidak sesuai dengan brat-
nya. Rupanya mereka juga mengangkut inmas, uang emas
pengganti wdihan. Tentu ini upacara yang akan dihadiri
banyak pejabat, karena hanya orang-orang penting yang
mungkin tak terdapat wdihan baginya, sehingga harus diganti


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

inmas. Wdihan membuat laki-laki Yawabumi tidak kalah semarak
berbusana dibanding kaum perempuan, karena selain wdihan
putih atau kain dengan dasar putih, terdapat juga wdihan
kalyaga atau kain dengan dasar merah; wdihan sulasih atau
kain dengan gambar bunga pohon sulasih; wdihan ambay-
ambay atau kain dengan gambar bunga-bungaan; wdihan
rangga atau kain dengan gambar bunga lili; wdihan ganjar
patra sisi atau kain dengan gambar sulur-suluran di bagian
tepinya; wdihan ronparibu atau kain dengan gambar hiasan
daun-daunan; wdihan ayami himi himi atau kain dengan
hiasan bunga kapuk dan kerang-kerangan. Tentu saja siapa
memakai apa ini tergantung juga kepada siapakah dia dalam
catur warna atau kasta, dan juga apakah kedudukannya dalam
pemerintahan, yakni apakah dia pejabat tinggi, pejabat
menengah, pejabat rendahan, atau rakyat biasa. Adapun
rakyat biasa di luar kasta, biasanya mengenakan wdihan
maupun kain lusuh tanpa gambar apa pun.
Tentu terdapat pula kain atau ken bagi perempuan seperti
kain jaro, kain kalyaga, kain pinilai, ken bwat wetan, ken bwat
lor, kain pangkat, kain buat ingulu, kain halangpakan, ken
Atmaraksa, kain laki, ken putih, kain rangga dan tidak
ketinggalan ken kalamwatan. Tidak kurang beragam warna
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan hiasan kain-kain ini, sehingga mengingatkan aku kepada
Harini. Kuteringat Harini, yang akan menyanggul atau
membiarkan rambutnya terurai, tergantung dari kain yang
dipakainya, yang kadang menutupi tubuhnya dari dada, tetapi
takjarang juga hanya dikenakannya dari pinggang ke bawah,
sehingga dadanya terbuka. Aku menghela napas teringat
Balinawan. Suatu ketika kelak aku harus kembali ke sana.
Namun adalah perhiasan yang kami angkut dalam banyak
karung yang kurasa telah membuat pedati kami menjadi
berat. Cincin emas, gelang tangan dan kaki, dan juga inmas,
uang emas itu, tidak dapat kuduga berapa masa nilainya,
kukira mencapai ribuan masa banyaknya. Sembari mendorong
dan mengangkat pedati, aku terus berpikir, barang-barang
yang diangkut ini semestinya dikawal oleh makuda atau
pasukan berkuda, setidaknya lebih dari sekadar dua pengawal
bersenjata sewaan seperti sekarang. Angkutan mereka terlalu
berharga. Lagipula upacara peresmian sima merupakan bagian
dari kegiatan pemerintahan negara.
Pengadaan dan pengangkutan bisa diserahkan kepada usaha jasa, tetapi
muatan barang senilai yang diangkut pedati tersebut layak
dijaga pasukan bersenjata kerajaan.
Bagaimana jika rombongan ini dibegal kelompok bersenjata
yang memusuhi Rakai Panunggalan" Kuperhatikan dua
pengawal bersenjata pedang itu. Seberapa jauh mereka dapat
diandalkan" Aku mempertimbangkan kemungkinan, bahwa
kemampuan keduanya diandalkan sebagai pengganti satu
pasukan bersenjata. Satu pasukan, bukan sekadar satu regu,
mengingat yang kami bawa ini menurutku sungguh
merupakan harta karun yang sesungguhnya. Sungguh terlalu
banyak bagi peresmian sima biasa.
Jalanan kini kembali rata. Di kiri dan kanan persawahan
menguning. Namun hari telah mendekati ma lam. Tampaknya
kepala rombongan yang telah menawarkan kepadaku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pekerjaan ini ingin berma lam di desa tempat para pemilik
sawah ini. "Kita akan bermalam di sana," katanya, "bocah, sampai di
desa itu, kuanggap utangmu sudah lunas, dan dikau boleh
pergi dengan pakaianmu itu."
Aku mengangguk. "Aku juga akan bermalam dulu di sini, Bapak, terima kasih
telah memberi aku busana kebesaran ini."
Aku mengatakannya begitu, karena
wdihan yang kukenakan tampaknya memang mahal, karena tidak ada
busana untuk rakyat biasa dalam pengangkutan ini.
TENTU ada suatu peristiwa besar. Kalau peresmian sima
yang biasa, tidaklah perlu membagi hadiah sebanyak ini. Aku
telah salah menduga, mengira para mabhasana ini akan
menjual barang dagangan dari kota ke desa. Adapun yang
terjadi, seluruh barang ini sudah dibeli negara, dan kini
mereka harus membawanya ke Ratawun, tempat akan
berlangsungnya peresmian sima. Betapapun, aku tetap
merasa pengawalannya tidak sepadan, mengingat ribuan
inmas, mata uang emas, yang juga diangkut mereka. Dalam
upacara peresmian sima, mata uang emas adalah pengganti
wdihan bagi pejabat, tetapi jika kulihat sendiri wdihan yang
dibawa tak kurang banyaknya dalam keranjang-keranjang
yang disebut kban, seperti memang akan diperdagangkan,
untuk apa lagi uang emas itu"
(Oo-dwkz-oO) KAMI semua tidur di balai desa yang luas dan berlantai
kayu. Dengan segera kami semua tertidur karena perjalanan
yang memang sangat melelahkan. Menjelang dini hari, aku
merasakan lantai kayu bergoyang pelahan dan segera
membuka mata. Sebuah sosok sedang mengendap-endap
melangkahi kami, menuju keluar, ke arah pedati-pedati berisi
keranjang itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam kegelapan aku mengawasinya. Salah seorang
pengawal itu mengambil sebuah keranjang dan berjingkat-
jingkat pergi. Aku beranjak dan berkelebat mengikutinya.
Kulihat ia membawa keranjang itu ke sebuah pondok tempat
seseorang telah menunggunya. Ternyata pengawal yang lain
telah berada di sana dan segera menerima serta
menyembunyikannya. Tentu ini sangat mudah. Pengawal
mencuri barang-barang yang harus dikawalnya sendiri.
Mereka terus mengambil barang-barang dari dalam pedati,
keranjang demi keranjang, sampai pedati itu kosong sama
sekali dan pondok itu kini penuh dengan harta karun. Aku
terus mengawasinya sembari bertanya-tanya dalam hati.
Apakah yang akan mereka lakukan selanjutnya" Aku ditelan
kebimbangan antara memberi tahu pedagang yang telah
memintaku ikut rombongan ini, ataukah mengikuti terus
masalah ini untuk mengetahui bagaimana akan berakhir.
Namun kusadari aku sendiri mempunyai banyak persoalan,
sementara masalah ini pasti juga akan berkembang tanpa
kuketahui bagaimana akan selesai. Jika melibatkan diri,
tidakkah hidupku akan menjadi lebih rumit" Padahal aku
taktahu menahu persoalan di balik barang-barang berharga
ini. Dengan kesadaran atas segala kerumitan, masihkah aku
harus bersikap mengikuti saja arus ke mana pun sungai
kehidupan membawaku" Tidak bisakah kiranya aku bersikap
untuk membiarkan mereka dengan segala urusannya"
Mereka berdua tidak saling berkata-kata. Bahkan berbisik
pun tidak sama sekali. Tentu saling pengertian antara mereka
sudah sangat kuat, atau rencana mereka memang sudah
begitu matang. Aku tidak tahu seberapa jauh diriku harus
terlibat, karena aku tidak apa yang sedang terjadi. Siapa yang
kiranya boleh dianggap benar dan siapa kiranya boleh
dianggap salah" Setidaknya aku harus mengenali persoalan
dan tahu bagaimana menempatkan diriku di dalamnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka kemudian mengendap-endap kembali ke balai desa.
Apa yang akan mereka pikir jika melihatku tak ada" Aku
segera berkelebat ke belakang balai desa itu tanpa mereka
ketahui. Apabila besok terjadi kegemparan karena barang itu
hilang, dan kedua pengawal itu tahu betapa aku
berkemungkinan mengetahui kosongnya
tikar mereka, nyawaku berada dalam bahaya.
Meski memejamkan mata, aku tahu mereka mengawasi
semua yang tidur satu persatu. Setelah mereka yakin tiada
seorang pun yang mengetahui perbuatan mereka, maka
mereka pun merebahkan diri pada tikar masing-masing.
Sebentar kemudian mereka pun tidur mendengkur. Agaknya
mereka belum tidur sama sekali dan sepanjang malam hanya
pura-pura tidur agar dapat menjalankan rencananya.
Mendadak aku mendapat gagasan. Maka aku pun bangkit
dan keluar lagi tanpa seorang pun menyadarinya. T idak juga
kedua pengawal yang telah mencuri itu. Di luar, kulihat pedati
yang kosong. T idak bisa kubayangkan penderitaan yang akan
dialam i para pedagang ini, jika mereka tiba di tempat upacara
tanpa barang-barang ini. Aku merasa para mabhasana ini
adalah orang-orang yang baik. Jika pedagang lain, melihatku
berdiri di tengah jalan hanya untuk berutang pakaian, pastilah
sudah menyuruh para pengawal itu mengusirku. Namun ia
memberiku kesempatan untuk berbusana layak tanpa harus
berutang. Aku menghargainya meski mendorong pedati di
jalan yang berlubang-lubang dan mendaki juga bukan
pekerjaan ringan. Betapapun ia seorang pedagang.
AKU melangkah cepat ke arah pondok tempat barang-
barang mahal itu disembunyikan. Aku baru mengetahui
belakangan bahwa terdapat juga gerabah, peralatan masak
dan makan, seperti mangkuk dan bejana, yang dilapisi jerami
supaya tidak pecah. Mangkuk-mangkuk porselin berwarna
putih yang dihiasi gambar-gambar belum bisa dibuat di
Yawabumi. Barang-barang ini datang dari negeri yang jauh,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diangkut dengan kapal yang belum pernah kulihat. Kukira aku
harus melihatnya suatu ketika, dan kenapa tidak menaiki kapal
itu atau kapal yang mana pun menuju negeri-negeri yang
jauh" Jika begitu jauhnya aku mengembara, sehingga bahkan
tidak mungkin lagi untuk kembali, aku pun tidak keberatan
pula. Bukankah hanya satu tujuan hidup yang telah
kutetapkan dan itu hanyalah menjadi seorang pengembara"
Kumasuki pondok, kudorong pintunya, tiada seorang pun
menjaganya. Namun siapakah yang telah menyediakannya
dengan begitu kebetulan di depan balai desa" Kulihat
keranjang-keranjang bertumpuk sampai nyaris mengenai atap.
Segera kuambil satu persatu dan dengan mengerahkan tenaga
dalam sedikit saja kupindahkan semuanya kembali ke dalam
pedati. Dengan tenaga dalam artinya segala beban dari
barang-barang itu menjadi tiada artinya dan aku dapat
memindahkannya dengan cepat tanpa suara. Bahkan jejak
kakiku di tanah pun tiada karena aku telah menggunakan ilmu
meringankan tubuh juga. Keranjang-keranjang berisi wdihan,
inmas, dan gerabah langka dari negeri manca itu akhirnya
kembali ke tempatnya semula, bagaikan tiada seorang pun
yang sempat memindahkannya. Hanya para kerbau menjadi
saksi semua kejadian ini. Namun apalah yang bisa dikatakan
para kerbau" Aku tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi.
Langit mulai menyembunyikan rembulan. Di dalam balai desa
mereka pasti masih tertidur, semuanya karena kelelahan,
begitu juga kedua orang yang seharusnya mengawal tetapi
mencuri itu, yang masih mendengkur karena baru saja tidur.
Aku masuk dan mencoba tidur. Namun aku tidak bisa berhenti
berpikir. Siapakah kiranya yang telah menyediakan pondok di
depan balai desa itu" Kubayangkan terdapatnya suatu
jaringan yang mampu menggerogoti perbendaharaan istana
dengan perhitungan yang cermat. Aku terkejut sendiri ketika
membayangkan kemungkinan, bahwa mungkin saja upacara
penyerahan lahan menjadi sima itu ternyata sekadar cerita,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang memperdayakan Rakai Panunggalan di istana! Jika
benar, tentu ini merupakan penipuan yang canggih!
(Oo-dwkz-oO) Episode 35: [Para Pencuri]
AKU masih tidur ketika seseorang menggoyang kakiku.
"Bocah, jika dikau bermaksud memisahkan diri di sini, kami
berangkat dahulu," katanya.
Pemimpin rombongan itulah yang telah membangunkan
aku. Dengan cepat kulirik apa yang terjadi di luar. Mereka
semua sudah siap berangkat, seperti tidak terjadi sesuatu
yang genting seperti semalam itu. Sembari beranjak, sebelum
menjawab, aku berpikir. Aku telah menyelamatkan barang-
barang berharga itu. Jika aku memisahkan diri, tidak ada
jaminan barang-barang berharga itu akan tetap selamat. Maka
aku harus selalu berada bersama rombongan ini, jika memang
berkepentingan untuk menjaganya.
Namun jika aku meneruskan perjalanan bersama rombongan ini, aku merasa
khawatir akan semakin terlibat dengan persoalan mereka,
yang hanya secara kebetulan saja melibatkan diriku.
Masalahnya, aku tidak merasa dapat berdiam diri jika terjadi
sesuatu dengan mereka. Aku merasa, setidaknya untuk
sementara, sebaiknya tetap menjaga mereka, bukan demi
barang-barangnya, melainkan terutama demi keselamatan
mereka. "Pergilah, Bapak, dewa-dewa akan menjaga keselamatanku," kataku, lantas berpura-pura tidur kembali.
Meski memejamkan mata, kudengar desah nafas
panjangnya, dan barangkali ia menggeleng-gelengkan kepala.
Ia melangkah keluar. Kudengar derak roda-roda pedati yang
makin lama semakin jauh. Aku memikirkan kedua pengawal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang curang itu, dan seseorang yang telah menyediakan
pondok di depan balai desa untuk menyembunyikan barang
curian. Aku pun segera melesat untuk mengikuti rombongan itu
tanpa mereka ketahui. KARENA jalan sudah rata, perjalanan bisa lebih cepat.
Namun akan menjadi seberapa cepatkah perjalanan dengan
pedati" Apabila mereka bergerak maju perlahan-lahan di
jalanan, aku bergerak tanpa suara di balik rimbunnya
pepohonan di tepi jalan. Harus kuakui mengikuti rombongan
dengan cara seperti itu sangat membosankan. Aku hampir
saja meninggalkan mereka karena kebosanan yang teramat
sangat karena dalam kelambanan itu tidak terjadi sesuatu pun


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jua. Namun aku juga merasa betapa aku harus selalu
waspada. Aku yakin bahwa jaringan pencuri ini tidak hanya
terdiri atas dua orang pengawal dan seorang penyedia pondok
penyimpan barang. Bahkan mereka bertiga kemungkinan
besar juga hanyalah orang-orang suruhan. Pikiranku terus
bekerja, tetapi pengetahuanku sebagai remaja 15 tahun tentu
saja sangat membatasi segala pertimbangan. Pertarungan
kekuasaan di dalam istana misalnya, hanya bisa kuduga
dengan perbendaharaan pengetahuan yang sangat terbatas.
Aku hanya berpikir bahwa pencurian barang-barang demi
kepentingan upacara seperti itu, bukanlah pemikiran seorang
pencuri biasa yang ingin memiliki barang-barang tersebut.
Barang-barang itu berusaha dicuri bukanlah untuk dimiliki,
melainkan demi suatu kepentingan tertentu. Kepentingan apa"
Dalam batas pemikiranku, setidaknya itu adalah gagalnya
upacara peresmian sima. Kenapa upacara peresmian harus
digagalkan" Sampai di sini kemiskinan pengetahuanku
berbicara. Aku hanya tahu betapa untuk sementara aku harus
terus mengikuti rombongan ini, karena para mabhasana ini
hanyalah orang-orang yang akan dikorbankan. Dugaan
mengenai adanya kejahatan semacam ini saja sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuatku geram, kelicikan semacam itu memang memualkan. Ketika aku menyambar buah jambu air untuk menawarkan
dahagaku, di bawahku berkelebatlah sesosok bayangan yang
mengikuti rombongan itu. Aku terkesiap. Ternyata Kepala
Desa dari desa tempat kami menginap semalam. Desa apakah
namanya" Bahkan aku juga tidak mengetahuinya. Jika
seorang kepala desa seperti itu terlibat dalam pencurian
semalam, aku semakin yakin betapa ini bukan sekadar
pencurian biasa. Ia menirukan suara burung, sebagai tanda
bagi kedua pengawal yang menunggang kuda di depan dan
bekakang rombongan. Kulihat kedua pengawal itu memegang
gagang pedangnya masing-masing yang masih berada di
dalam sarungnya. Kulihat juga Kepala Desa itu bahkan telah
mencabut pedang. Mereka akan segera menggunakannya!
Kutelan jambu airku dan melayang turun dan tentu saja
tidak ada yang mengetahuinya. Jika hanya terdapat lima
orang yang barang-barangnya dikawal, maka mudah saja
membunuh mereka dengan kecepatan kilat, apalagi yang tidak
pernah mereka duga akan dilakukan para pengawal mereka
sendiri. Apa yang harus kulakukan" Pertama-tama aku
melayang turun ke belakang kepala desa itu. Ia mengangkat
pedangnya ke belakang, seperti s iap berlari menyerbu. Namun
aku dengan kecepatan kilat mengambil pedang tersebut, dan
tentu saja takbisa dibayangkan betapa bukan alang kepalang
ia terkejutnya ketika membalikkan badan.
"Haahhh?" Namun tidak kuberi kesempatan ia berteriak lebih keras
lagi. Sekali sentuh ia sudah jatuh pingsan. Aku memang tidak
ingin kedua pengawal itu mengetahui apa yang telah terjadi.
Aku ingin menghukum mereka dengan caraku sendiri. Kedua
pengawal itu menyerbu orang-orang yang seharusnya mereka
jaga keselamatannya. Kelima orang yang lain terkejut. Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka dengan cepat mencabut pedangnya masing-masing
pula, bahkan dengan kemarahan membara.
Kuperhatikan dari balik semak-semak, pertarungan
berlangsung seimbang. Dalam arti, satu pengawal melawan
dua orang, dan satu pengawal lain melawan tiga orang.
Pertarungan ini berlangsung diiringi maki-makian kasar yang
tidak sepatutnya diungkap di sini. Cara bertarung mereka pun
tidak beraturan. Karena meskipun kedua pengawal ini tampak
mengerti ilmu silat, kelima orang yang melawan dengan
membabi buta itu tidaklah mengerti ilmu silat sama sekali.
Tidaklah lantas menjadi mudah bagi orang yang mengerti ilmu
silat untuk menghadapi orang-orang awam yang bertarung
tanpa aturan, karena ilmu silat digubah dalam kerangka ilmu
silat juga, bukan gerak orang awam yang tanpa jurus, bahkan
tanpa aturan. Dengan kata lain, ilmu s ilat tidak akan mengenal
bahasa gerakan bukan silat. Jurus silat digubah untuk
menghadapi jurus silat, bukan sembarang gerakan. Sehingga
menyaksikan pertarungan semacam ini memberikan sejumlah
gagasan untukku, bahwa jurus-jurus yang seperti bukan jurus-
jurus ilmu silat, akan sangat sulit dihadapi jurus-jurus ilmu
silat itu sendiri. Saat itu aku tentu saja tidak pernah menduga,
bahwa pemikiran semacam ini kelak akan membawaku kepada
penemuan Jurus Tanpa Bentuk.
MEREKA ternyata bahkan menemui kesulitan dengan
bertempur di atas kuda seperti itu. Tentu ini juga disebabkan
oleh ilmu silat mereka yang sama sekali tidak tinggi. Sembari
bertempur mereka sebentar-sebentar melihat ke arahku, tentu
mengharap bantuan kepala desa yang juga culas itu. Aku
tertawa dalam hati melihat kebingungan mereka, tetapi tidak
terbersit sedikit pun dalam pikiranku untuk mengampuni
orang-orang yang menyalahgunakan kepercayaan semacam
ini. Kulihat kuda yang bernama Si Kemplang itu memang
perkasa, bukan hanya ketegapan tubuhnya, tetapi juga karena
tampak terlatih ikut menyerang lawan majikannya dalam
pertempuran. Suatu hal yang hanya dikuasa i kuda dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
makuda atau pasukan berkuda. Kedua orang ini pastilah
setidaknya pernah menjadi anggota suatu pasukan berkuda.
Artinya bukan orang yang mencuri karena kelaparan!
Dengan sebutir kerikil kutotok jalan darah Si Kemplang,
yang tidak membuat kuda hitam perkasa itu menjadi lemas
tanpa daya, sebaliknya bahkan melonjak-lonjak sambil
meringkik-ringkik tak terkendali. Kuda temannya pun
kuperlakukan seperti itu, sehingga kini kedua pengawal
tersebut lebih sibuk mengurusi kudanya daripada lawan-
lawannya. Pertarungan menjadi berat sebelah dan nasib kedua
pengawal itu sudah ditentukan. Sedikit demi sedikit anggota
badan mereka terbacok senjata tajam. Begitu rupa sehingga
tak lama kemudian seluruh tubuh mereka telah menjadi merah
oleh darah mereka sendiri, meskipun ternyata mereka tidak
kunjung mati. Kemudian tiba saatnya mereka terjatuh ke tanah. Para
pembuat pakaian yang telah gelap mata ini nyaris mencacah-
cacah tubuh keduanya jika kepala rombongan yang bijak itu
tidak mencegahnya. "Jika mereka bisa terus hidup, mungkin mereka akan jadi
orang baik," katanya.
"Biarlah dia jadi orang baik waktu lahir kembali saja kelak,
setelah sebelumnya menjadi monyet terjelek di dunia," kata
salah satunya. "Biarlah dia jadi orang baik sekarang," ujar kepala
rombongan itu dengan tegas, "aku ingin tahu apakah dia juga
pendapat yang sama atau tidak."
Mereka mengerumuni kedua orang itu, sementara kepala
desa yang kutepuk dan pingsan telah sadar kembali.
Kuberdirikan kepalanya agar mampu melihat nasib kedua
komplotannya. Ia menjadi sangat ketakutan.
"Ampuni saya Tuan, saya mempunyai anak dan istri di
rumah," katanya sembari menyembah-nyembah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam keadaan yang lain, mana mungkin ia memanggilku
Tuan" "Kuserahkan kepada mereka kalau Bapak tidak berterus
terang tentang segalanya."
Ia menelan ludah dan merasa tak berdaya. Lantas begitu
saja bercerita. Seseorang dari istana dengan gelar mangilala drawya haji
atau pemungut pajak telah datang dan menyatakan bahwa
sejumlah pejabat akan dikirim dari kotaraja. Adapun
maksudnya adalah menyatakan desa mereka sebagai sima,
dibebaskan dari pajak, karena jasa yang telah diberikan tanah
tersebut kepada negara. "Kami semua tidak mengerti," katanya, "apakah yang
disebut sebagai jasa tanah kami kepada negara."
Di desa mereka tersebut, sawah justru memberi
penghasilan besar kepada negara, dan penduduk masih
menerima banyak keuntungan dari penjualan beras, meski
setelah dipotong oleh pajak. Maka tentu saja pesan yang
dibawa pejabat pajak itu ditolak. "DI desa kami, bahkan para
rakai atau pamegat akan selalu kalah wibawanya dibandingkan para rama.3) Namun kali ini mereka tampaknya
memaksakan kehendak dengan senjata."
Ternyata bukan tanah desa mereka saja yang ingin dikuasa i
oleh istana, tetapi juga tanah desa-desa lain, karena agaknya
sedang berlangsung persaingan dalam kepemilikan tanah,
agar di atas tanah itu bisa didirikan candi, baik dari kelompok
Siwa maupun Mahayana. Penduduk desa tidak terpengaruh
untuk memilih salah satu dari kedua agama besar yang
menguasai istana, karena kepercayaan yang mereka warisi
dari nenek moyang sudah memuaskan kebutuhan beragama
mereka, yakni bahwa sesuatu yang luar biasa memang
menguasai kehidupan mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kami tidak peduli dengan persaingan diam-diam kedua
agama ini," katanya, lagi, "tetapi kedua agama ini
membutuhkan tanah-tanah kami untuk mendirikan candi."
Aku teringat, tidak sembarang tanah kosong bisa menjadi
lahan tempat didirikannya candi. Para sthapaka (arsitek
pendeta) dan stahapati (arsitek perencana) dalam tindak
bhumisamgraha (pemelihan tempat) dan bhupariksa (pengujian tanah pada calon lahan bangunan) telah mengacu
kepada kitab-kitab dari Jambhudwipa perihal aturan
pembuatan bangunan seperti Manasara-Silpasastra maupun
Silpaprakasa. Menurut kitab-kitab ini, lahan tempat pendirian
bangunan kuil dinilai tinggi, bahkan lebih penting dari
bangunan suci itu sendiri.4) Ini membuat lahan yang
memenuhi syarat, di mana pun, diincar untuk diambil alih bagi
pembangunan kuil-kuil pemujaan yang disebut candi itu.
Ketika agama tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan, maka
berperilakulah para pemimpin keagamaan bagaikan sekadar
pemimpin di wilayah dunia fana, yang tampak dalam
persaingan perebutan lahan bagi candi di Yawabumi.
"Apa hubungannya semua itu dengan pencurian ini?"
"Persaingan di antara para pejabat agama di istana telah
membuat mereka saling berusaha menggagalkan upacara
peresmian sima, dan kami sekarang ini membantu usaha
penggagalan upacara di Ratawun, karena lahan yang akan
dikuasai sangat besar sekali. Jika lahan tersebut diubah
menjadi tempat pendirian candi, kami semua akan mati
karena sekarang ini merupakan sumber penghasilan kami."
"Kenapa harus tanah kalian dan bukan yang lain?"
"Karena tanah kami adalah tanah Brahmana."
Aku mengerti, tanah Brahmana merupakan tanah terbaik
seperti yang dirumuskan Silpaprakasa. Tanah Brahmana
mengandung lempung, kenampakannya bercahaya seperti
debu mutiara dan harum baunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
TANAH lain yang dianggap sama mutunya adalah tanah
Ksatrya, yang berwarna kemerahan, bercahaya seperti darah
segar, dan berbau keasaman. "Jika semua tanah Brahmana
dan Ksatrya diambil demi kuil, apakah manusia hanya boleh
menempati tanah Waisya dan Sudra?" Begitulah kepala desa
itu mempertanyakan. Hmm. "Siapakah kedua prajurit itu?" T anyaku.
"Oh, mereka adalah orang-orang yang berasal dari desa
kami, berhasil diterima ketika melamar jadi anggota pasukan
berkuda, dan mereka merasa perlu menyelamatkan penduduk
dari kemalangan jika segenap lahan diambil secara paksa."
Kulihat di tengah jalan, kelima mabhasana seperti siap
membacok kedua pengawal yang malang itu. Aku harus
segera mencegahnya jika tidak ingin mereka mati, meskipun
aku bingung juga jika harus bertemu muka lagi dengan
rombongan ini. "Jangaaaaann!" Tangan mereka terhenti di udara. Jika tangan-tangan yang
memegang golok itu turun, tamatlah riwayat kedua pengawal
celaka. Aku bersyukur tidak mengambil keputusan untuk
membunuh ketiga-tiganya secepat-cepatnya, seperti yang
kupikirkan ketika untuk pertama kalinya membaca hubungan
mereka sebagai komplotan. Kini, sebaliknya, aku merasa
kasihan terhadap mereka yang tanahnya dirampas, meski
untuk keperluan bangunan suci. Artinya, bagiku, bukan hanya
persyaratan keadaan tanah yang diperlukan untuk membangun tempat ibadah, melainkan juga kerelaan dan
kepasrahan sang pemilik tanah untuk menyerahkannya yang
menjadi syarat mutlak. Jika tidak, tanah itu bermasalah, dan
bagi pembangunan sebuah kuil, tidakkah itu menghalangi dan
menghancurkan segenap tujuan pemujaan dalam upacara
agama" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lagipula, siapa bilang segalanya
ini murni demi kepentingan agama" Penduduk Yawabumi setahuku tidak
terlalu peduli dengan agama manapun yang mereka peluk,
selama peraturan agama yang berlangsung tidak mengganggu
kehidupan mereka. Bahkan bila perlu berbagai macam
ketentuan dalam agama manapun justru disesuaikan dengan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepercayaan semula mereka, dan tidak seorang penyebar atau
pemuka agama pun bisa memaksakan kehendaknya. Maka
mereka tahu belaka jika agama disebut-sebut hanya sebagai
alasan, ketika kepentingan kekuasaan berada di baliknya.
Kedua orang itu tidak jadi mati. Namun tubuh mereka yang
merah oleh darah memberikan pemandangan yang mengerikan. Para mabhasana terbelalak melihat aku datang
bersama Kepala Desa. "Bapak, ceritakanlah semua," kataku.
Kami berada di tengah jalan yang membelah hutan.
Burung-burung berkicau dengan riuh, tetapi bagiku hal itu
masih terlalu sepi dibandingkan ketegangan dalam permainan
kekuasaan di istana, yang mengorbankan penduduk desa demi
segala kepentingan mereka. Kepentingan yang tidak ada
hubungannya dengan kehidupan desa, tetapi yang sedikit
demi sedikit mulai merusaknya.
"Jadi apakah yang sekarang harus kita lakukan, wahai
bocah takbernama?" Aku senang mereka masih memanggilku bocah, meski
memang tetap tanpa namaku. Hmm. Namaku adalah Tanpa
Nama. Benarkah itu sebuah na-ma" Kita takbisa menghindar
untuk tetap bernama, sebagai pemberian makna siapapun
kepada kita. (Oo-dwkz-oO) Episode 36: [Pendekar Topeng Tertawa]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SESUAI kepala desa itu bercerita, aku baru sadar betapa
memang tidak mungkin menghindari aliran sungai kehidupan
yang membentuk riwayat hidupku. Ketika berusaha menghindari urusan rombongan tersebut dengan cara
memisahkan diri, kupikir itulah cara terbaik untuk mengelak.
Namun karena khawatir dengan keselamatan mereka, aku
tetap mengikuti mereka tanpa mereka ketahui, tetapi yang
ternyata membuat aku terlibat semakin dalam. Seusai kepala
desa itu bercerita, pandangan mereka kepadaku kini berubah.
Mereka tidak mungkin lagi menyebutku sebagai bocah dan
kupikir masa kebocahanku memang telah berakhir, terutama
setelah didewasakan oleh Harini dengan segala percobaan
Kama Sutra yang dibacanya itu kepada diriku.
"Pendekar inilah yang telah mengagalkan rencana kami,
dengan mengembalikan lagi segala barang ke dalam pedati.
Jika tidak, kami tentu tidak akan tahu lagi nasib kalian."
Para mabhasana itu menoleh kepadaku, lantas bersujud
sampai dahinya menyentuh tanah.
"Tuan Pendekar! Maafkan kami!"
Aku merasa sangat sungkan dan sangat malu. Aku tidak
ingin melibatkan diriku, tetapi mungkinkah kini aku
melepaskan diri" "Bapak! Berdirilah!"
"Maafkan kebodohan kami Tuan Pendekar! Kini kami tidak
dapat membayangkan, ancaman apa lagi yang menanti di
depan kami!" Mabhasana artinya penjual pakaian. Mereka bisa hanya
menjual, dan tidak membuat sendiri baju-baju bersulam emas
ini, tetapi bisa juga menjual dan membuatnya sendiri. Namun
jika membuatnya, jelas ia memerlukan bantuan pewdihan
(tukang jahit), menglakha (tukang celup kain warna merah),
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
manila (tukang celup kain warna biru), mawungkudu (tukang
celup kain warna merah yang lain). Bahkan jaringan
pengadaan sandang ini juga melibatkan para penjual kapas
dan tukang tenun. Lebih jauh lagi, jika bagi para pejabat
dibutuhkan wdihan dengan mutu yang istimewa, maka
jaringan ini diperluas oleh keberadaan para pedagang yang
datang dari seberang lautan. Artinya kegagalan memenuhi
janji akan berarti petaka bagi mereka semua, karena barang
dagangan sebanyak itu kemungkinan juga merupakan
piutang. Melihat barang-barang yang kupindahkan kembali semalam, berarti mereka berutang juga kepada mandyun
(pembuat benda-benda tanah liat), pandai mas (tukang
emas), pandai wsi (tukang besi), manapus (pembuat benang),
manubar (pembuat bahan cat warna merah), magawai payun
wlu (pembuat payung wlu), maupun mananyamanam
(pembuat barang-barang anyaman). Jumlah dan tuntutan
akan mutunya tidak membuat mereka mungkin untuk
membayar lunas lebih dahulu, meski tentunya mereka tetap
memberikan uang muka. Kesempatan seperti ini memang
diberikan oleh negara, demi berputarnya roda perdagangan,
seperti yang mereka rujuk dari Arthasastra.
pertanian, peternakan, perdagangan
membentuk varta (ekonomi) yang bermanfaat
karena menghasilkan padi-padian, ternak,
hasil hutan dan lapangan pekerjaan
raja dapat mengendalikan pihaknya sendiri maupun pihak lawan
dengan menggunakan keuangan dan tentara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ADAPUN tentang utang piutang, Arthasastra mengatakan:
Satu seperempat pana adalah sukubunga sebulan menurut hukum
bagi seratus pana lima pana bagi perdagangan
sepuluh pana bagi yang melewati hutan
duapuluh pana untuk melewati lautan
bagi yang meminta atau menetapkan sukubunga di atas itu
hukumannya adalah denda terendah untuk kekerasan
bagi para saksi, masing-masing separuh denda
tetapi jika raja tidak menjamin perlindungan
hakim harus mempertimbangkan
pekerjaan umum bagi para pemberi pinjaman
dan para peminjam bunga untuk gandum sampai separuh waktu panen
setelah itu bisa bertambah
karena berubah menjadi modal
bunga modal akan berjumlah separuh keuntungan
dibayar dalam setahun dipisahkan dalam toko orang yang pergi jauh atau bandel membayar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan membayar dua kali modal bagi orang yang menarik bunga
tanpa menentukannya atau menaikkan sukubunga atau menuntut melalui saksi
modal dengan tambahan bunga
dendanya empat kali 1/5 atau 1/10 bagian
jika menuntut melalui saksi jumlah kecil
(yang tidak pernah dipinjamkan)
denda akan empat (jumlah) yang tidak ada
untuk itu penerima akan membayar sepertiga
sisanya bagi orang yang telah membantunya
Masih banyak perkara utang piutang yang telah diatur
secara hukum. Masalahnya, seberapa jauh hakim dalam
peradilan dapat diandalkan" Memang benar hakim yang bijak
dan berani karena benar selalu ada, tetapi sebagian besar
lebih suka mempermainkan hukum demi kepentingan para
penguasa, dan tentu saja demi keselamatannya sendiri.
"Bapak! Aku mohon! Berdirilah!"
Mereka semua berdiri dengan pandangan menyerahkan
segala persoalan kepadaku. Adapun aku sendiri tidak tahu apa
yang harus kulakukan. Aku tidak mempunyai cukup
pengalaman dan pengetahuan mengenai permainan kekuasaan untuk dapat mengambil keputusan dengan penuh
keyakinan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ketahuilah Bapak! Aku akan selalu membantu Bapak!
Namun dalam hubungannya dengan seluk-beluk permainan
kekuasaan di istana, akulah orang yang membutuhkan
pertolongan!" Lantas aku membungkuk dalam-dalam.
"Tolonglah saya, Bapak!"
IA terdiam. Aku juga terdiam. Kedua pengawal yang mandi
darah itu memandang kami, masih dengan wajah yang
ketakutan. Kepala desa itu diam seribu bahasa. Namun jiwa
ketiganya jelas telah lolos dari lubang jarum, mengingat
betapa niat mereka semula sebenarnyalah untuk membunuh
kami. Betapapun sekarang aku tidak merasa ketiganya terlalu
jahat, karena dapat kubayangkan terdapatnya suatu ancaman,
suatu tekanan yang membuat mereka justru akan lebih ce laka
jika tidak melakukannya. Peristiwa ini bagaikan buah simalakama bagi sesama
pelengkap penderita. Jika barang-barang dalam pedati itu
hilang, para mabhasana bukan sekadar terjerat utang, tetapi
juga bisa mendapat hukuman yang tidak perlu. Sebaliknya jika
barang-barang itu tidak berhasil dicuri, kepala desa dan dua
pengawal itu kiranya akan mengalami nasib yang lebih buruk
lagi. Pantaslah mereka berjuang begitu rupa sampai berusaha
mengorbankan nyawa. Kini jelas nyawa mereka terancam, dan
hanya kepada kami mereka bisa berlindung. Namun
bagaimana kami, aku dan para mabhasana ini bisa melindungi
mereka" Dalam kegalauan seperti inilah kemudian terdengar sebuah
tawa lirih. Aku terkesiap, karena tawa ini bukanlah sembarang
tawa. Inilah suara tawa yang akan membunuh. Tawa ini
sangat getir, tidak menimbulkan perasaan gembira, sebaliknya
kesedihan yang terasa pedih dan menyayat-nyayat. Namun
karena ini bukanlah tawa sembarang tawa, melainkan suara
tawa sebagai ilmu kesaktian dalam dunia persilatan yang
tujuannya membunuh, setidaknya melumpuhkan, tetapi lebih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sering menyiksa, apa yang semula berarti kepedihan batin,
kini menjadi kepedihan tubuh yang menyimpan perasaan
pedih tersebut. Maka seketika tampak menggeleparlah kedua pengawal
yang sebelum itu juga sudah bermandi darah. Mereka
menggelepar, karena perasaan getir yang mendera hati dan
perasaan mereka itu seolah berubah menjadi benda keras
serta tajam, yang tentu saja tidak kelihatan. Keras dan tajam
artinya berkemampuan merobek tubuh dari dalam, karena
yang disebut perasaan telah berubah menjadi senjata tajam
takkasat mata! Itu berarti setelah menggelepar mereka pun
tewas. Kepala desa pun terjatuh bersama kelima mabhasana
dan segera menggelepar pula.
"Tutup telinga kalian! T utup telinga kalian!"
Aku pernah mendengar dari pasangan pendekar yang
mengasuhku perihal ilmu-ilmu suara dalam dunia persilatan.
Artinya bagaimana suara dan bunyi apapun dimanfaatkan
sebagai penggoyah sukma, sehingga cabang ilmu suara
disebut juga Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma. Pada umumnya
penguasaan ilmu ini dianggap sudah sempurna, jika sudah
mampu memeras perasaan, dan karena itu menjadi pengalih
perhatian terbaik dalam pertarungan. Siapapun yang menjadi
sedih dan menangis karena mendengar lagu sedih itu, akan
terobek tubuhnya pada tempat perasaannya bergetar. Betul-
betul terobek dan mengeluarkan darah, dan karena
sayatannya dari dalam maka darahnya menjadi berbuncah-
buncah. Mengerikan. Tawa ini juga mengerikan. Lirih tetapi bergema, bagaikan
terdengar dari dalam sebuah gua. Aku mengerahkan tenaga
dalam untuk mematikan perasaanku. Lantas melihat ke
sekeliling. Lantas dengan segera aku menyambar dua pedang
dan melesat. Pasangan pendekar itu pernah bercerita
kepadaku tentang seorang pendekar, yang semula berasal dari
golongan merdeka, tetapi kini menjadi orang bayaran, apalagi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jika bukan bayaran untuk me lakukan pembunuhan. Pendekar
itu mengandalkan ilmu silatnya kepada Ilmu-Ilmu Penggoyah
Sukma, dan yang paling dikenal adalah tawa lirihnya yang
getir serta mematikan. Sedangkan gelarnya adalah Pendekar
Topeng Tertawa. Ia memang selalu mengenakan topeng orang tertawa yang
bukan main menggelikan bagi yang melihatnya. Suatu topeng
jenaka yang sungguh menggugah rasa gembira. Maka lawan-
lawannya sering sulit bersikap menghadapinya. Di satu pihak
topeng lucunya membuat orang tersenyum geli, tetapi pada
saat tersenyum dan merasa geli berada dalam ancaman
bahaya, karena pedang panjang Pendekar Topeng Tertawa
akan menyambar-nyambar seperti angin menyapu padang
rumput. Bukankah sulit diterima jika kita terbunuh sembari
terbelalak memandang topeng tertawa"
KUJUMPAI ia berjuntai di atas pohon dan segera kuserang.
Seperti cerita kedua orang tuaku, ia mengenakan busana
longgar yang menutup seluruh tubuhnya dari pergelangan
tangan sampai mata kaki. Busananya itu berwarna putih
bersih, nyaris menyilaukan dalam terpaan cahaya matahari,
dan jika ia bergerak cepat akan berkibar-kibar karena sangat
longgar. Suara kibaran kain juga menjadi bagian dari
pengalihan perhatian di samping suara tawa yang lirih dan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

getir. Belum ada seorangpun yang mengalahkannya, tetapi
kini jika aku tidak ingin mati dalam umur 15 tahun, aku harus
membunuhnya! Dalam sekejap mata kulihat topeng
tertawanya, sangat lucu, tetapi sudah kumatikan seluruh
perasaanku. Aku menyerang dan menggempurnya dengan jurus-jurus
Ilmu Pedang Naga Kembar yang paling mematikan. Ia tampak
sangat terkejut dan berkelebat menghindar.
"Jika dikau suatu ketika berhadapan dengan Pendekar
Topeng Tertawa, wahai anakku, seranglah terus tanpa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memberinya waktu bernapas. Hanya dengan cara itu dikau
akan mampu melumpuhkannya," kata ibuku.
Kukepung Pendekar Topeng Tertawa itu dengan dua
pedang yang telah berubah menjadi empat puluh empat
cahaya pedang menyambar-nyambar. Aku harus membunuhnya dengan secepat-cepatnya, karena Ilmu-Ilmu
Penggoyah Sukma yang dimilikinya terlalu berbahaya.
Bukankah sangat mengerikan ketika kita ikut tertawa
misalnya, lantas dada kita tersobek oleh sayatan pedang yang
tidak kelihatan wujudnya, dari dalam tubuh kita sendiri"
Seperti sihir, tetapi bukan sihir, hanya ilmu pengalih zat yang
sempurna. Ia tentu tidak diam saja. Busana putihnya yang amat bersih
dan amat longgar berkibar-kibar dalam kelebatnya yang luar
biasa cepat dan tidak dapat diikuti oleh mata. Ia masih
tertawa, tetapi bagiku sudah tiada artinya, meski topeng
tertawanya kusadari memang bisa membingungkan. Lucu,
tetapi yang memakainya sangat mengancam nyawa.
Pedangnya yang panjang tak jarang nyaris membelah tubuhku
menjadi dua, jika aku tidak segera melompat berputar tujuh
kali ke udara. Maka aku terus menyerangnya sembari
mengitarinya dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit.
Pedang yang beradu mengeluarkan suara berdentang-dentang
diiringi lelatu api. Sudah barang tentu gerakan kami tak
terlihat lagi oleh para mabhasana yang syukurlah sudah
terselamatkan. Namun kepala desa itu dadanya sudah tersayat
dari dalam sehingga mengalirkan darah segar.
Pendekar Topeng Tertawa tak bisa tertawa lagi karena
sepasang pedang yang kumainkan bagaikan menyerangnya
dari segala arah. Ia pun mengggerakkan pedang panjangnya
dengan Jurus Pedang Panjang Menyapu Rumput, suatu jurus
yang selalu berhasil memenggal kepala lawan dari batang
lehernya, karena senjata apapun yang menangkisnya hanya
akan terpotong seperti rumput berhadapan dengan sabit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka aku pun tidak menangkisnya, dan memainkan Jurus
Penjerat Naga, yang akan membuat setiap serangan hebat
menjadi kelengahan terbuka. Aku tidak menunda sampai
rangkaian Jurus Penjerat Naga itu habis ketika pertahanannya
sudah terbuka. Bukankah Pendekar Satu Jurus bahkan selalu
menggebrak pada kelengahan pertama" Tanpa ampun
kubabat kedua lengannya sampai putus. Sebelah lengannya
yang masih memegang pedang panjang terpental ke udara. Ia
meraung di balik topeng tertawanya. Ini sangat berbahaya!
Maka kedua pedangku bergerak menggunting. Kepala
bertopeng itu pun menyusul ke dua lengannya.
Waktu aku mendarat kembali ke tanah, rerumputan sudah
licin karena darah. Bajuku lengket karena semburan darah
Pendekar Topeng Tertawa. Kulihat topeng itu masih terpasang
di kepalanya. Jika raungan tadi kubiarkan menyentuh
perasaan, jantung dan paru-paruku bisa keluar menyeruak
dari balik dadaku. Topengnya memang lucu, tetapi ilmunya
terlalu kejam untuk dibiarkan hidup. Itulah pilihan seorang
pendekar. Aku baru menyadarinya kemudian, bahwa seorang
pendekar harus menjadi hakim bagi nasib musuh yang bisa
diatas inya, apakah akan dibunuhnya, atau dibiarkan hidup.
Tidak akan ada kesempatan untuk menyerahkannya kepada
hakim yang sebenarnya. Bagaimana mungkin jika pertarungannya saja tidak bisa diikuti mata"
Seperti pertarunganku dengan Pendekar Topeng Tertawa.
Menuliskannya jauh lebih lama dari kejadian sesungguhnya,
karena berlangsung lebih cepat dari pikiran. Dalam kecepatan
seperti itu pun seorang pendekar harus penuh pertimbangan
sebelum melakukan penghakiman, apakah membuat musuhnya tewas atau membiarkannya tetap hidup. Memang
benar dalam dunia persilatan dikenal suatu nilai betapa
kematian dalam pertarungan adalah kehormatan. Namun
sungguh mati, tidak semua orang yang bertarung dalam dunia
persilatan adalah pendekar, dan karena itu tidak juga layak
mendapat kehormatan seperti itu. Akan halnya Pendekar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Topeng Tertawa, keputusan membunuhnya dengan seketika
kuambil di tengah pertarungan, karena kesan yang kudapat
Manusia Penyebar Kutuk 1 Pedang Siluman Darah 16 Cinta Memendam Dendam Cinta Memendam Dendam 2
^