Pencarian

Kembang Kecubung 6

Kembang Kecubung Karya S H Mintardja Bagian 6


pula yang lain-lain. Lalu bagaimana aku harus menjawab " "
"Sungguh den. Aku mohon diberi kesempatan.
Meskipun di Sendang Arum sedang te di kem rja
elut, tetapi aku akan pergi ke sana, menemui
langgananku. Mungkin ia dapat memberikan jalan keluar. "
"Bukankah aku sudah memberimu waktu tiga hari. Kalau malam nanti kau berang
endang kat ke S Arum, maka esok pagi kau sudah akan berada di Sendang Ar
Kau m um. empunyai waktu sehari. Di
malam hari, kau kembali pulang, sehingga kau masih mempunyai waktu sehari sampai
batas waktu yang aku berikan. "
"Apakah mungkin aku berjalan dua malam
sehari terus-menerus tanpa beristirahat dan tidur "
Wadagku tidak akan kuat, sehingga aku akan dapat n
menjadi sakit. Akibatnya akan me jadi lebih buruk lagi. "
"Baiklah. Terserah kepada paman. Yang penting, dalam tiga hari, paman dapat memenuhi kewajiban paman kepada nenek. Nah, paman tahu, jika paman gagal memenuhi kewajiban paman, maka paman akan berurusan dengan kami. "
"Aku mohon pengertian Raden "
"Nenekpun minta pengertian paman, Srana dan yang lain. Jika kalian tidak
memenuhi kewajiban kalian, maka nenek akan mengalami masa-masa suram yang tidak
pernah diharapkannya. "
"Tetapi ...." "Sudahlah, paman "potong anak muda itu "tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku
percaya kepada paman. Selama ini paman tidak pernah ingkar akan janji paman.
Hanya pada saat kami tidak ada, kebetulan paman mengalami kesulitan. Tetapi
sekarang kami sudah kembali. Aku harapkan kesulitan paman sudah teratasi. "
Yang disebut paman itu menarik nafas panjang.
Namun iapun masih bergumam "Terkutuklah pemberontakan yang telah mengacaukan
jalan perdaganganku. "
"Jangan menyalahkan siapa-siapa paman. Sudah aku katakan, bahwa nenek tidak
peduli, apakah Adipatinya mati dan berganti lima kali. Yang penting uang nenek
itu kembali. " "Aku mengerti Raden. Jika aku mengutuk
pemberontakan itu, karena pemberontakan itu telah menutup putaran uang yang aku
jalankan itu." Namun tiba-tiba saja Jalawaja bergumam
seakan-akan kepada diri sendiri "Memang.
Terkutuklah pemberontakan itu. "
Semua orang berpaling kepadanya. Demikian pula anak-anak muda yang berpakaian
rapi dari bahan yang mahal itu.
"Apa maksudmu dengan gumammu itu, Ki
Sanak. " bertanya anak muda itu.
"Aku memandangnya dari sisi lain " jawab Jalawaja "pemberontakan itu memang
harus dikutuk. Pemberontak itu telah melawan
pemerintahan yang sah, yang dipimpin oleh Kangjeng Adipati. Meskipun padukuhan
ini terletak jauh dari pusat pemerintahan, tetapi rakyat di Sendang Arum harus
menentukan sikap. " "Sikap apa " "
"Berpihak kepada Kangjeng Adipati yang
memegang pemerintahan yang sah, atau berpihak kepada pemberontak. Meskipun getar
dari suasana pemberontakan yang telah pembunuh banyak orang di kedua belah pihak
itu, tetapi rakyat Sendang Arum tidak dapat menjadi tidak peduli kepada
peristiwa yang menyangkut pemerintahan di Sendang Arum. "
"Kalian itu siapa" " bertanya anak muda itu.
"Kami adalah bagian dari anak-anak muda di Sendang Arum. Kami tidak dapat
melepaskan diri dari gejolak yang terjadi. Kami harus ikut menentukan, siapakah
yang berhak untuk memerintah di Sendang Arum. "
"Kau persulit dirimu sendiri Ki Sanak. Jika kau mau melibatkan diri dal
ola am gej k yang terjadi di Sendang Arum, lakukanlah. Tetapi kau hanya butir-butir pasir lembut yang tidak
berarti di luasnya pantai samodra. Sikap dan kepedulianmu tidak akan ada artinya
apa-apa. " "Aku seorang memang tidak akan ada artinya.
Tetapi jika semua anak-anak muda dan bahkan seluruh rakyat Sendang Arum
bersikap, maka sikap kita tentu akan mempunyai arti. "
"Kau tidak usah bermimpi. Kalau kau ingin melibatkan diri, lakukanlah. Jangan
seret kami ke dalam gejolak yang tidak kami mengerti. "
"Bukankah pengaruhnya sudah terasa" "
"Tidak. Pengaruhnya tidak terasa. "
"Kaulah yang tidak peka menanggapi suasana.
Bukankah orang yang kau sebut paman itu tidak dapat memenuhi kewajibannya karena
ada gejolak di Sendang Arum. Seandainya yang kemudian berkuasa adalah para
pemberontak, bukankah mereka dapat menyusun paugeran dan tatanan baru di Sendang
Arum ini" Tatanan itu akan dapat menguntungkan bagi mereka yang menjalankan
uangnya dengan menghisap sesamanya karena bunganya yang tinggi. Tetapi dapat
juga sebaliknya karena pemerintahan yang baru itu membuat paugeran menghukum
gantung semua orang yang membungakan uangnya. "
Anak muda itu termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian katanya "Sudahlah. Jangan mencampuri persoalan kami. "
"Aku memang tidak akan mencampuri
urusanmu. Aku menangkap pembicaraanmu dan mengetahui bahwa nenekmu telah
membungakan uang. Aku tidak peduli. Yang menarik perhatianku adalah justru
ketidak pedulian kalian terhadap pergumulan yang gawat yang terjadi dalam
pemerintahan di Sendang Arum. Jika terjadi pemberontakan, apalagi Sudah berhasil
mengusir Kangjeng Adipati dari pusat pemerintahan, bukankah itu satu masalah
yang gawat yang harus ditanggapi oleh seluru
yat S h rak endang Arum" Nah, sekarang aku ingin bertanya kepada kalian semuanya yang ada di ruang ini
sebagai rakyat Sendang Arum, apakah ada kepedulian kalian terhadap pemberontakan
yang telah mengusir Kangjeng Adipati"
Apakah kalian mengira bahwa Kangjeng Adipati yang terusir itu akan membiarkan
kedudukannya dipegang oleh orang lain dengan cara yang tidak sah" Nah, jika
terjadi gejolak, benturan kekuatan atau katakanlah perang antara kekuatan yang
mendukung Kangjeng Adipati dan kekuatan yang mendukung para pemberontak, apa
yang akan kalian laku uk menghitun kan" Sib g bunga uang yang dipinjamkan" Sibuk mengejar orang-orang yang berhutang tetapi belum dapat
membayar kembali hutangnya bersama bunganya" Atau justru memanfaatkan kesempatan
itu untuk tidak membayar hutang" Yang semuanya itu dilakukan tanpa menghiraukan
siapakah yang akan menang dan siapakah yang akan kalah dalam perang antara
Kangjeng Adipati dengan para pemberontak" "
Anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak.
Namun pernyataan Jalawaja itu telah menarik perhatian orang-orang yang berada di
kedai itu. Apakah mereka akan bersandar pada keadaan lingkungan mereka yang tidak tersentuh
oleh kegelisahan karena terjadi pemberontakan" Tetapi jika di Sendang Arum
benar-benar ada penguasa baru, apakah kekuasaannya akan berpengaruh baik atau
berpengaruh buruk" Namun bagaimanapun juga, Kangjeng Adipati adalah penguasa
yang sah di Kadipaten Sendang Arum.
Tetapi ternyata anak-anak muda itu bersikap lain. Seorang diantara mereka yang
masih duduk ditempatnya segera bangkit berdiri. Seorang anak muda yang bertubuh
tinggi, berdada bidang dengan bahu dan lengan yang kekar.
"Ki Sanak. Jika kau menaruh kepedulian yang besar terhadap peristiwa di Sendang
Arum, pergilah ke Sendang Arum. Kau tidak sah u
berusaha mempengaruhi ketenangan hidup di lingkungan ini. "
"Agar nenekmu dapat membungakan uang
tanpa terganggu" "
"Antara lain memang demikian. Karena itu, diamlah. Jangan berbicara lagi tentang
kekisruhan yang terjadi di Sendang Arum. Jangan berbicara lagi tentang
pemberontakan yang sudah berhasil mengusir Kangjeng Adipati. "
"Tetapi bukankah kau yang mula-mula
mengatakannya bahwa telah terjadi goncangan-goncangan yang berbahaya di pusat
pemerintahan. Bukankah kau yang mengatakan bahwa dalem kadipaten telah diduduki oleh seorang
perempuan yang bernama Raden Ayu Reksayuda" "
"Ya." "Kemudian kau begitu saja mengharap kita semuanya yang a a disi
d ni melupakan berita itu" "
"Ya." "Tidak. Kita harus menaruh perhatian yang besar pada berita itu. Peristiwa itu
sudah menyebabkan arus perdagangan terhenti.
Ketenangan hidup terganggu. Bahkan dimana-mana terjadi ancama
m n yang enggelisahkan. Bahkan kau tidak mengakui gangguan arus perdagangan dengan memaksa orang-orang
yang meminjam kepada nenekmu untuk memenuhi
janjinya tanpa menghiraukan apa yang .sudah terjadi di pusat pemerintahan
Sendang Arum. " "Cukup "bentak anak muda yang bertubuh tinggi besar dan kekar itu "apa maumu
sebenarnya" " "Aku ingin semua orang Sendang Arum
mempedulikan persoalan yang mendasar yang terjadi di tanah kelahirannya ini.
Bukan semata-mata mementingkan diri sendiri. "
"Ki Sanak. Kau tidak dapat menggurui kami.
Pergilah, sebelum kami menjadi marah. "
"Kau mengusir aku" Apakah hakmu mengusir aku dari kedai ini" Aku akan berada
disini sampai esok, atau bahkan lusa. Aku akan berbicara kepada setiap oran
gar mereka mempedulikan apa yang
g, a terjadi di Sendang Arum. Aku akan mengajak mereka menegakkan paugeran dan
tatanan yang berlaku. Bahkan aku akan mengajak seluruh rakyat Sendang Arum
menghukum pemberontakan ini. "
"Kau sudah gila. Kau siapa, he" Kau kira kau mempunyai kekuasaan untuk
mengerahkan rakyat Sendang Arum" "
"Bukan soal kekuasaan. Tetapi jika kita menyadari apa yang terjadi serta akibat
yang dapat timbul, maka kita akan bersiap untuk menegakkan tatanan dan paugeran
di Sendang Arum. " "Persetan kau orang gila. Pergi atau aku akan memaksa kalian berdua pergi. "
"Kami tidak akan pergi. "
"Jika demikian, kami akan melemparkan kalian berdua keluar dari kedai ini. "
"Itu tidak perlu. Kami berdua dapat keluar sendiri. Tetapi seterusnya kami akan
berbicara didepan pasar, bahwa kita harus menegakkan tatanan dan pangeran. Kita
harus menumpas pemberontak yang timbul di Sendang Arum, sekaligus memberantas
mereka yang membungakan uang dengan bunga yang justru mencekik leher. Dengan pura-pura
membantu, namun akibatnya justru sebaliknya. "
"Setan kau. Kami akan membungkam mulutmu."
"Kita selesaikan persoalan kita di luar. Jangan di
, dalam karena kita akan dapat merusakkan perabot di kedai ini. "
Jalawajapun bangkit sambil berdesis "Marilah.
Kita beri anak-anak bengal ini sedikit peringatan agar mereka tidak mementingkan
diri sendiri saja justru pada saat Sendang Arum sedang
bergejolak ." Suratamapun bangkit. Keduanya berjalan
dengan tenang kepintu kedai itu. Kemudian dengan tenang pula keduanya turun ke
halaman. Pemilik kedai itu menjadi berdebar-debar.
Keempat orang anak muda yang berpakaian rapi dan terbuat dari bahan yang mahal
itu adalah cucu seorang perempuan yang memiliki pengaruh yang besar di
padukuhaan itu. Mereka adalah anak-anak muda yang ditakuti. Meskipun sikap
mereka kadang-kadang baik, tetapi mereka adalah kepanjangan tangan nenek mereka
untuk memungut pembayaran hutan da
g ri orang-orang yang berhutang pada neneknya dengan bunga yang tinggi.
Tetapi pemilik kedai itu, bahkan pelayannya, tidak sempat memberi peringatan
kepada kedua orang anak muda yang tidak mereka kenal itu.
Apalagi mereka berdua. Bahkan seandainya mereka berjumlah sama dengan empat
orang pemungut cicilan hutang itu, agaknya sulit bagi mereka untuk
mengimbanginya. Beberapa saat kemudian, maka Jalawaja dan Suratama sudah berada di halaman kedai
itu. Dalam pada itu, keempat orang anak muda yang berpakaian rapi itupun sudah keluar
pula dari kedai itu. Anak muda yang bertubuh tinggi, berbadan kekar itulah yang berdiri di paling
depan. Dengan nada yang berat orang bertubuh raksasa itupun berkata "Masih ada
waktu anak-anak. Pergilah. Jika kalian tidak mau pergi, maka kalian akan
menyesal." "Tentu saja aku tidak dapat pergi begitu saja.
Aku belum membayar harga minuman dan
makanan yang aku minum dan aku makan. Jika aku pergi, maka aku dapat dituduh
berbuat curang. "Pergilah. Aku yang akan membayarnya."
"Tidak. Aku mempunyai uang cukup."
"Jadi, apakah aku harus memaksamu pergi?"
"Tidak seorangpun dapat memaksaku pergi jika aku memang belum ingin pergi."
"Kau sangat menjengkelkan."
"Sudahlah, Ki Sanak. Jangan hiraukan kami.
Biarkan kami lakukan apa yang ingin kami lakukan.
Bukankah yang kami lakukan justru akan berarti bagi Sendang Arum" berkata
Suratarna " Karena itu, Ki Sanak jangan mempersulit diri sendiri.
Lakukan apa yang akan kau lakukan."
"Kalian mau pergi atau tidak " bentak anak muda yang bertubuh tinggi kekar itu.
Namun Suratarna menjawab tegas " Tidak."
"Bagus. Jika kalian tidak mau pergi, maka aku akan memaksa kalian."
Ketika ketiga orang anak muda yang lain bergeser mendekati Jalawaja dan
Suratarna, maka anak muda yang bertubuh tinggi besar itupun berkata " Serahkan
mereka kepadaku. Aku akan mengusir mereka. Jika mereka tetap tida mau k
pergi, maka mereka akan menyesal. Jika mereka akan menjadi kesakitan, bukan


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salahku." "Kau akan menyakiti kami" " bertanya Jalawaja.
"Ya. Jika kalian berdua tidak mau pergi."
"Bagaimana jika kami yang menyakiti kalian?"
"Iblis kau. Jika kalian memang akan
memberikan perlawanan, bersiaplah."
Jalawaja dan Suratamapun bersiap. Mereka tidak tahu, seberapa tinggi ilmu anak
muda yang bertubuh raksasa itu. Tetapi menurut pengamatan mereka, anak muda itu
tentu akan lebih banyak mengandalkan kekuatannya saja daripada ilmu kanuragan,
meskipun mungkin anak muda itu juga pernah berguru.
Jalawaja dan Suratama itupun kemudian
bergeser justru saling mendekat. Jalawaja masih juga sempat berbisik " Kita buat
anak ini jera." Suratamapun mengangguk kecil.
Sejenak kemudian, maka anak muda bertubuh raksasa itu melangkah mendekati
Jalawaja dan Suratama, sementara kedua orang anak muda itu telah mempersiapkan
diri sebaik-baiknya. "Aku bukan orang yang licik yang mengambil kesempatan sebelum lawanku benar-
benar siap." "Kami sudah siap " sahut Jalawaja.
Anak muda bertubuh raksasa itu menggeram.
Sementara itu ketiga orang kawannya berdiri termangu-mangu. Mereka tahu benar
akan kekuatan dan kemampuan kawannya yang
bertubuh tinggi, kekar dan sedikit angkuh itu.
Tiba-tiba saja anak muda itu meloncat
menyerang. Kedua tangannya terjulur lurus kedepati. Tangan kanannya menggapai
leher Jalawaja sedang tangan kirinya menggapai leher Suratama.
Tetapi anak muda bert raksa ubuh sa itu salah hitung. Yang mereka hadapi bukan anak-anak muda seperti yang setiap hari
dijumpainya di padukuhannya atau di kademangannya. Bukan pula sebagaimana orang-
orang yang berada di pasar.
Bahkan ora ran ng-o g jahat yang berkeliaran di
pasar itu. Yang dihadapinya adalah Jalawaja dan Suratarna. Dua orang anak muda
yang telah mendalami dasar-dasar olah kanuragan.
Karena itu, demikian tangannya terjulur, maka anak muda itupun segera
terpelanting. Jalawaja dan Suratarna dengan tangkas menghindari tangan anak muda
itu. Namun keduanya-pun segera menangkap pergelangan tangannya. Jalawajapun
segera mengisyaratkan untuk melemparkan anak muda bertubuh raksasa itu, bahkan
didorong oleh tenaga anak muda bertubuh raksasa itu sendiri.
Dengan demikian, maka anak muda bertubuh raksasa yang tidak menduga akan
diperlakukan demikian, terkejut sekali. Tetapi ia terlambat menyadari, bahwa
tubuhnya yang besar itu terlempar dengan derasnya.
Anak muda bertubuh raksasa itupun jatuh terjerembab di halaman kedai itu.
Wajahnya tersuruk di tanah berdebu, sehingga debupun melekat di wajah yang basah
oleh keringat itu. Dengan cepat anak muda bertubuh raksasa itu bangkit. Tetapi demikian anak muda
itu berdiri, maka dengan cepat Jalawaja dan Suratarna telah menangkap lengannya.
Sekali lagi anak muda bertubuh raksasa itu terlempar. Sekali lagi ia terjerembab
dan debu diwajahnya menjadi semakin tebal. Pakaiannya yang rapi dan terbuat dari
bahan yang mahal itu menjadi sangat kotor, sementara wiru kain panjangnya
terlepas. "Anak iblis " anak muda itu berteriak. Ketiga anak muda itu berusaha untuk
bangkit, ketiga orang anak muda yang lainpun segera berlari untuk melindunginya.
Jalawaja dan Suratarna berdiri termangu-mangu. Mereka berdua tidak berbuat apa-
apa ketika anak muda bertubuh raksasa itu berusaha untuk bangkit, sementara
ketiga orang kawannya berdiri disebelah menyebelahnya.
Ketika seorang diantara mereka berniat
menolong kawannya yang terjerembab itu, maka tanganyapun dikibaskan sambil
berkata "Aku dapat berdiri sendiri. Aku tidak apa-apa. Mereka licik dan
menyerang sebelum aku bersiap. " Suratama tertawa. Katanya "Bukankah kau yang telah menyerang kami lebih dahulu " Bahkan kau sempat berbaik hati, memperingat kan agar aku berhati-hati. "
"Persetan kau " geram anak muda bertubuh raksasa itu "kau telah menyakiti aku.
Itu adalah satu tindakan yang sangat bodoh, karena aku tentu akan membalasmu.
Seperti nenek yang membungakan uangnya, maka kaupun harus
membayar bunga. Jika kau menyakiti aku dan mengotori pakaianku, maka aku akan
melukaimu dan ngoyakkan pakaian mu. "
Suratama masih saja tertawa. Katanya
"Sudahlah. Jangan berkeras. Pulanglah. Kau dapat berganti pakaian. Bukankah
pakaianmu masih ada beberapa pengadeg sehingga kau tidak akan mengalami
kesulitan untuk berganti pakaian sehari tujuh kali " "
"Kau semakin memuakkan. Jangan sesali
nasibmu yang buruk."
"Kenapa aku harus menyesal. Aku bahkan ingin memperingatkan kau dan kawan-
kawanmu, agar kalian pergi. Jangan ganggu kami. Kami akan berbicara tentang
keadaan kadipaten Sendang Arum sebagaimana kalian katakan. Kami akan minta
rakyat Sendang Arum menyadari keadaan yang mereka hadapi sekarang ini. "
Anak muda bertubuh raksasa itupun kemudian tidak ingin maju sendiri. Dengan
geram iapun berkata "Mereka adalah orang-orang licik. Karena itu, kita akan
menghadapi mereka bersama-sama. "
Tetapi Jalawajapun bertanya "Apakah batasan tentang kelicikan seseorang " "
"Persetan. Jika kalian masih bersikap sangat memuakkan, maka kami akan
menghentikannya dengan cara kami. "
Orang-orang yang ada di sekitar tempat itupun menjadi riuh. Ada yang dengan
serta-merta pergi meninggalkan tempat itu, tetapi ada juga orang-orang yang
justru ingin melihat apa yang sedang terjadi di depan salah satu kedai di dekat
pasar itu. Pemilik kedai dan pelayaninya menjadi
kebingungan. Jika empat orang anak muda itu bertindak bersama-sama, maka kedua
orang lawan mereka benar-benar akan mengalami kesulitan.
Sementara itu, orang-orang yang berkerumun itupun menjadi berdebar-debar.
Kebanyakan diantara mereka mengenal keempat anak muda yang menjadi pemungut
cicilan hutang dari nenek merek
M a. ereka tidak saja berkawan, tetapi
mereka masih mempunyai ikatan darah.
Beberapa orang di pasar itu memang
mempunyai hutang kepada nenek keempat orang anak muda itu. hutang yang harus
mereka bayar dengan cicilan disetiap hari pasaran.
Tetapi perlawanan kedua orang anak muda itu terhadap anak muda yang bertubuh
raksasa itu telah membuat jantung mereka berdebaran.
Sebelumnya tidak ada orang yang berani melawan mereka. Bahkan petugas yang harus
menjaga keamanan dan ketenangan pasar itupun tidak berani menegur keempat orang
nak mud a a itu. Kecuali mereka memang segan karena kemampuan keempat orang anak muda itu, nenek
anak muda itu adalah seorang yang sangat berpengaruh.
Seorang yang kaya dan mempunyai beberapa cucu-cucunya itu.
Namun tiba-tiba saja ada dua orang anak muda yang tidak dikenal di tempat itu
telah berani melawan keempat penagih hutang yang berbunga tinggi itu.
Dalam pada itu, keempat orang anak muda itupun segera berpencar. Mereka akan
menghadapi kedua orang lawan mereka dari arah yang berbeda.
"Tidak ada lagi kesempatan lagi kalian. Kalian harus menerima hukuman kami.
Kalian akan kami bawa pulang. Di rumah, kalian akan dapat menjadi bahan
permainan yang men-gasikkan barang sepekan. Baru kemudian kami akan melepas
kalian." "Ki Sanak " berkata Jalawaja kemudian
"sekarang aku ingin bersungguh-sungguh. Akulah yang masih memberi kesempatan
kepada kalian. Jika kalian tidak mau ikut melibatkan diri dalam gejolak yang terjadi di Sendang
Arum, terserah saja kepada kalian. Tetapi jangan halangi aku untuk berhubungan
dengan rakyat Sendang Arum.
Biarlah aku berbicara kepada mereka agar mereka tahu apa yang teradi di
negerinya ini. Seperti yang kau katakan, bahwa Kangjeng Adipati telah terusir
dari tahtanya oleh seorang perempuan yang bernama Raden Ayu Reksayuda " "
"Kau akan menjadi pahlawan?"
"Ya " jawab Jalawaja tegas " aku tidak merasa malu meskipun kau ucapkan kata-
kata itu dengan nada yang miring. Aku memang akan menjadi pahlawan. Semua orang
harus menjadi pahlawan menghadapi pemberontakan ini. Yang penting bagi kami
bukan sebutan pahlawan itu. Bukan untuk disanjung dan di beri tepuk tangan.
Tetapi aku ingin melakukan apa yang ingin aku lakukan sebagai rakyat Sendang
Arum." "Cukup " bentak seorang yang agaknya
umurnya tertua diantara mereka " Sesali apa yang harus kau sesali. Sudah aku
katakan, kalian tidak akan mendapat kesempatan lagi. Seperti kata saudaraku,
kalian berdua akan kami bawa pulang.
Kami memang membutuhkan barang mainan.
Sementara itu, agaknya kalian berdua memenuhi syarat yang kami inginkan."
Wajah Jalawaja menjadi merah. Katanya " Baik.
Kita tidak akan saling memb i kesem
er patan. Sekarang akulah yang akan memperingatkan kalian. Bersiaplah."
Jalawajapun kemudian memberikan isyarat kepada Suratarna. Mereka bergeser untuk
rak diantara mereka. membuat ja Anak muda yang tertua itupun segera
memberikan isyarat pula. Dengan serentak maka keempat orang anak uda itupu
m n berloncatan menyerang. Tetapi mereka memang salah menilai
kemamp n ua kedua orang anak muda itu. Ketika
kedua orang anak muda itu berloncatan, maka dua diantara keempat orang itupun
telah terlempar dan terpelanting jatuh.
Ketika kedua orang yang lain masih mencoba menyerang, maka seorang diantaranya
telah terlempar pula. Justru menimpa kawannya yang sedang berusaha untuk
bangkit. Sedangkan yang seorang lagi, yang mencoba menyerang Jalawaja dengan menjulurkan
tangannya mengarah ke dada, juitru harus mengaduh kesakitan. Jalawaja menangkap
pergelangan tangan itu, sementara kakinya menyerang lambungnya. Tidak hanya
sekali, tetapi serangan kaki Jalawaja itu dilakukan beberapa kali.
Ketika kemudian Jalawaja melepaskan tangan itu, maka anak muda itu justru
terhuyung-huyung beberapa langkah surut. Kemudian jatuh terlentang sambil
menyeringai menahan sakit.
Kawannya yang terlempar sebelumnya telah bangkit berdiri. Dengan tergesa-gesa
anak muda yang bertubuh raksasa itu mendekati dan kemudian b rjong
e kok di sebelah kawannya yang
kesakitan. "Jangan cengeng "
ta berka anak muda yang bertubuh raksasa " Kita akan menghajarnya. Kita harus lebih berhati-hati."
Anak muda yang kesakitan itu berusaha untuk bangkit, sementara Jalawaja berdiri
sambil bertolak pinggang.
"Jika kalian masih akan melawan, keadaan kalian akan menjadi semakin parah "
berkata Jalawaja. Tetapi keduanya tidak menghiraukannya. Anak muda yang kesakitan itupun berusaha
untuk bangkit berdiri. Sedangkan kedua orang yang bertempur
melawan Suratama telah bersiap lebih dahulu.
Meskipun punggung mereka t ras
e a sakit ketika yang seorang menimpa yang lain yang sedang berusaha untuk bangkit, dengan
derasnya, namun merekapun segera mempersiapkan diri untuk segera bertempur
kembali. Sejenak kemudian, Jalawaja dan Suratama sudah harus melayani keempat orang anak
muda itu lagi. Tetapi dalam waktu yang terhitung singkat, keempat orang itu
sudah terpental. Seorang bahkan mengerang kesakitan. Dua giginya tanggal ketika
tumit Suratama tepat mengenai mulutnya.
Darahpun mengalir dari sela-sela bibirnya, meleleh ke dagunya.
"Gigiku " anak muda itu merintih.
"Jangan hiraukan gigimu."
"Gigiku " ulangnya.
"Apaboleh buat. Jangan hiraukan gigimu, Kita harus membalasnya. Kita akan
mematahkan semua giginya. Tidak hanya beberapa. Kau tidak perlu menangisi gi
yang t gimu anggal. Nanti akan tumbuh
lagi." Suratama justru tertawa. Katanya " Kau kira orang seumurnya giginya yang patah
masih akan dapat tumbuh lagi?"
"Gigiku memang tidak akan-tumbuh lagi. Ada lubang di deretan gigiku."
"Bangkit. Sekarang kita akan, mematahkan semua giginya " Anak muda itu
mengangguk. "Relakan gigimu yang patah."
"Tetapi gigi itu tertelan."
Kawannya mengerutkan dahinya. Namun
kemudian katanya " Tidak apa-apa. Gigimu tidak akan dapat mengunyah isi
perutmu." Kawannya yang giginya patah itu mengangguk lagi.
Ketika keduanya melangkah maju mendekati Suratarna, maka anak muda yang bertubuh
raksasa, yang bertempur melawan Jalawaja itu terpelanting lagi. Tubuhnya
terbanting dengan kerasnya, sehingga tulang punggungnya serasa menjadi retak.
"Kalian tidak akan dapat menyakiti kami. Tetapi jika kalian berkeras untuk
berkelahi terus, kami akan m nyakiti kalia
e n sekehendak hati kami. Bahkan lebih dari itu " berka ta Suratarna.
"Apa maksudmu menyakiti kami sekehendak hati kalian itu " "
"Aku akan mematahkan semua gigimu. Bahkan aku akan memotong telingamu. Jika
kalian masih tetap melawan, aku akan memotong lehermu. Kau tidak akan dapat
hidup tanpa leher. "
"Setan kau. Aku akan membunuhmu. "


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan berkata begitu. Kau menggelitik perasaanku. Jangan menimbulkan keinginan
di hatiku untuk membunuh kalian berdua. Karena kesempatan untuk membunuh bagiku
tentu lebih besar dari kesempatan kalian. "
Kedua orang anak muda itu termangu-mangu.
Sementara itu, kedua orang lawan Jalawajapun sudah tidak berdaya lagi. Seorang
terduduk kesakitan, seorang yang lain justru duduk tersandar pada sebatang
pohon. "Kau lihat kawan-kawanmu " " bertanya
Suratarna. Kedua orang anak muda itu termangu-mangu.
"Menyerahlah. Rawatlah saudara-saudaramu itu.
" Kedua orang lawan Suratarna itu tidak dapat berbuat lain.
Mereka menyadari, bahwa mereka tidak akan dapat melawan. Apalagi anak muda yang
lain sudah dapat membuat kedua lawan mereka tidak berdaya.
Namun dalam pada itu, pemilik kedai,
pelayannya dan beberapa orang yang berada di sekitar arena perkelahian itu
menjadi berdebar-debar. Beberapa orang merasa senang bahwa keempat anak muda itu
pada satu kali mendapat pelajaran sehingga mereka tida
akan m k enjadi semakin menyombongkan diri lagi. Atau setidaknya mereka menyadari, bahwa mereka
bukan orang terkuat di dunia ini. Tetapi justru karena mereka tahu, siapakah
keempat orang anak muda itu, maka mereka mencemaskan nasib kedua orang anak muda
yang telah mengalahkan keempat orang anak muda itu. Jika kekalahan mereka
didengar oleh orang-orang upahan neneknya, maka mereka tentu akan berdatangan.
Sedangkan mereka adalah orang-orang upahan yang tidak berjantung, karena jantung
mereka telah terbeli. Kedua orang anak muda yang bertempur
melawan Suratarna itupun kemudian segera mendekati kedua orang saudara mereka
yang terbaring kesakitan. Dengan suara yang bergetar, anak muda yang bertubuh
raksasa itu berkata "Bunuh mereka. "
"Mana mungkin "jawab anak muda yang giginya patah dua buah "gigiku patah.
Mulutku berdarah. Jika aku masih juga melawannya, maka bukan hanya gigiku yang tanggal, tetapi ia
akan menanggalkan telingaku. Jika aku masih juga melawan, maka leherkulah yang
akan ditanggalkannya. " "Jangan takut. Mereka hanya menggertak. "
"Tetapi bagaimana dengan kau sendiri " "
Anak muda bertubuh raksasa yang rasa-rasanya sudah tidak dapat bangkit lagi
itupun mengger am. Tetapi ia tidak berkata apa-apa lagi.
Kedua orang anak muda yang dilepaskan oleh Suratama itupun mencoba membantu
saudara-saudaranya bangkit berdiri dan berjalan ke tangga kedai itu.
Namun apa yang dicemaskan oleh beberapa orang yang menyaksikan perkelahian
itupun terjadi. Sebelum ada yang sempat memperingatkan agar kedua orang anak
muda itu meninggalkan tempat itu, beberapa orang upahan nenek merekapun telah
berdatangan. Tidak hanya ampat orang. Tetapi tujuh orang.
Bahkan nenek tua yang membungakan uangnya itupun ikut pula datang.
Nenek tua itu telah menyingsingkan kain panjangnya, berjalan setengah berlari
menuju ke kedai itu diikuti oleh tujuh orang upahannya.
Agaknya seseorang telah melaporkan
kepadanya, apa yang telah terjadi dengan cucu-cucunya di kedai itu.
Sebelum sampai di halaman kedai itu, telah terdengar suaranya lantang "Mana
demit-demit itu he ?"
Jalawaja dan Suratama termangu-mangu
sejenak. Kepada pemilik kedai yang berdiri dekat pintu kedainya Jalawaja
bertanya "Siapakah mereka " "
"Nenek mereka dan orang-orang up
y ahann a. " Jalawaja menggeram. Dengan nada berat
Jalawaja bertanya ". Apa yang akan kita lakukan Suratama ?"
Suratama itupun menjawab "Jika mereka tidak mau mendengarkan kata-kata kita,
anggap saja mereka juga telah memberontak sebagaimana Raden Ayu Reksayuda. "
"Kita perlakukan mereka sebagai pemberontak.
" " "Kita akan memberi mereka peringatan. Jika mereka tidak mau mendengar, apaboleh
buat. " Jalawaja mengangguk-angguk
Dalam pada itu, nenek tua yang berlari-lari kecil sambil menyingsingkan kain
panjangnya itu telah memasuki halaman kedai itu. Terdengar lagi suaranya lantang
"Mana demit-demit yang telah berani melawan kuasaku disini itu, Jie " "
Tidak ada yang menjawab. Namun ketika nenek tua itu melihat keempat cucu-cucunya
duduk di tangga kedai itu dengan darah dimulut serta wajah yang pucat dan mulut
yang menyeringai . kesakitan, maka iapun segera berlari mendekatinya
"Kalian-kenapa anak-anak manis " Demit itu sudah mengganggumu sehingga kalian
menjadi demikian parah " "
"Ya. nek " jawab anak muda yang giginya tanggal " mereka berdua adalah orang-
orang gila yang sudah mengganggu kami berempat "
"Kenapa kalian tidak membunuh saja mereka "
Kalian tidak akan dianggap bersalah jika kalian membunuh keduanya dalam sebuah
pertarungan. " "Jangankan membunuh " jawab anak muda
yang bertubuh raksasa "untuk melindungi diri
sendiripun kami tidak mampu lagi. "
ua "Setan alas" nenek t itu berteriak. Suaranya masih lantang, melengking seakan-
akan berputar di sekitar pasar itu.
Orang-orang yang er b ada di pasar telah membenahi dagangan mereka. Jika terjadi sesuatu yang merembet ke pasar, maka mereka akan segera dapat mengambil langkah-langkah pengamanan. "Kalian berdua, anak-anak gelandangan yang kelaparan, apakah kalian tidak tahu siapa aku " "
"Tidak, nek. " "Jangan panggil aku nenek. Kapan aku menjadi isteri bergeser. Sementara
perempuan tua itupun berteriak lagi kepada keempat cucu-cucunya
"Bangkit. Kalian harus ikut menangkap mereka.
Kalian akan dapat membawa mereka pulang. Ada kurungan besi di kebun belakang.
Keduanya dapat dimasukkan kedalamnya. Kita akan dapat bermain harimau-
hariamuan." Tetapi keempat orang anak muda itu masih tetap duduk di tangga.
"Bangkit, pengecut. Selama ini aku bangga terhadap kalian yang mampu mendukung
usahaku. Tiba-tiba kalian tidak berdaya menghadapi dua orang gelandangan yang kelapara
n itu." Tetapi keempat orang cucunya itu tidak
beranjak dari tempatnya. Dengan demikian maka perempuan itupun
segera memberi aba-aba kepada orang-orang upahannya "Lakukan sekarang. Tidak ada
yang ditunggu lagi."
Demikianlah tujuh orang upahannya itupun segera bergerak mendekati Jalawaja dan
Suratama. "Kita sudah terlalu lama bermain permainan yang menjemukan ini Suratama "desis
Jalawaja. "Ya." "Sekarang, kita tidak perlu lagi menunjukkan permainan gaya apapun. Kita akan
bekerja dengan cepat, secepat-cepatnya. Lawan kita menjadi semakin banyak.
Mereka agaknya lebih berpengalaman dari keempat anak kucing itu."
"Ya." "Karena itu, kita harus bekerja cepat. Semakin cepat semakin baik."
Suratama mengangguk. Sementara itu beberapa orang telah berhenti di hadapannya.
"Bersiaplah anak muda. Nasibmu kau perburuk dengan kesombonganmu."
Suratarna tidak menjawab. Tetapi ia sudah siap menghadapi segala
m ke ungkinan. Demikian pula Jalawaja yang telah bergeser mengambil jarak dari Suratarna.
Dalam pada itu, baik Jalawaja maupun
Suratarna tidak menunggu lebih lama lagi. Mereka berdualah yang mendahului
menyerang orang-orang yang mengerumuninya.
Ternyata Jalawaja harus berhadapan dengan empat orang, sedangkan Suratarna akan
menghadapi tiga orang yang menurut pengamatan mereka agaknya orang-orang itu
memiliki pengalaman yang lebih banyak dari keempat orang cucu nenek tua itu.
Pertempuranpun segera membakar lagi halaman kedai itu. Orang-orang yang
berkerumun agak jauh dari halaman kedai itu masih juga berdiri di tempatnya.
Bahkan menjadi semakin banyak.
Petugas pasar, yang harus mengawasi dan mengamankan pasar itupun ikut menonton
dari kejauhan. Mereka tidak berani mendekat untuk melerai pertempuran itu. .
Jalawaja dan Suratarna tidak lagi menahan diri.
Mereka menyadari, jika mereka tidak
memanfaatkan kesempatan pertama, mungkin mereka akan mengalami kesulitan untuk
selanjutnya. Karena itu, maka baik Jalawaja maupun
Suratamapun segera berloncatan menyerang lawan-lawan mereka.
Serangan Jalawaja dan Suratarna agaknya telah mengejutkan ketujuh orang anak
muda itu adalah.anak-anak muda yang berilmu tinggi.
Tetapi mereka adalah orang-orang yang
hidupnya memang berkubang dalam lingkungan kekerasan. Karena itu, maka mereka
memiliki pengalaman yang cu
s. kup lua Namun yang mereka hadapi adalah anak-anak muda yang terlatih. Tidak hanya
sekedar mengandalkan kewadagan mereka, tetapi mereka memiliki kemampuan utuh di
dalam dirinya. Segala segi-segi kekuatan dan tenaga telah dilatih untuk dapat
dipergunakan jika diperlukan.
Karena itu, maka sejenak kemudian,
pertempuran di depan kedai itupun menjadi semakin seru.
Orang-orang yang menyaksikan pertempuran itupun menjadi berdebar-debar. Menurut
anggapan mereka, jangankan tujuh orang. Seorang saja dari antara orang-orang
upahan itu telah membuat orang sepasar ketakutan.
"Apa jadinya anak-anak muda itu " berkata seorang yang berdiri disebelah
sebatang pohon "darah muda mereka agaknya masih terlalu mudah mendidih, sehingga mereka tidak
sempat menilai siapakah yang mereka hadapi."
"Kasihan mereka " sahut yang lain "mereka tentu akan menjadi debu. Nenek tua itu
menginginkan keduanya tertangkap hidup untuk dibawa pulang. Aku tidak dapat
membayangkan, apa jadinya mereka setelah mereka berada di rumah nenek tua yang
cucu-cucunya telah dikalahkan itu."
"Tidak seorangpun yang dapat menolong "
berkata seorang yang lain.
Dalam pada itu, pertempuranpun telah menebar ketika Jalawaja dan Suratama
sengaja mengambil jarak semakin panjang. Dengan demikian maka keduanya menjadi
lebih leluasa. Mereka berloncatan seperti burung sikatan memburu belalang di padang rumput.
Orang-orang yang menyaksikannya hampir tidak percaya melihat apa yang telah
terjadi. Sekali-sekali mereka melihat di-antara ketujuh orang itu terpelanting
keluar arena. Bahkan seorang yang bertempur berempat, terlempar dengan derasnya.
Tubuhnya itupun telah membentur sebatang pohon yang ada di halaman kedai itu,
sehingga untuk t, or beberapa saa ang itu harus menyeringai
menahan sakit pada punggungnya.
Ketika orang itu memasuki kembali arena pertempuran dengan punggung yang masih
nyeri, maka kawannya yang seorang lagi dengan
kerasny erbantin a t g di tanah. Beberapa kali orang
itu berguling. Namun ketika ia mencoba bangkit, tangannya harus menekan
pinggangnya yang kesakitan.
Yang terjadi sama sekali tidak sebagaimana dicemaskan
bany oleh ak orang. Ketujuh orang itu
satu-persatu mulai kehilangan tenaga dan kemampuan untuk melawan. Serangan-
serangan Jalawaja dan Suratarna telah menghancurkan kebanggaan mereka sebagai
orang upahan yartg sangat ditakuti. Tujuh orang yang bertempur bersama-sama
ternyata tidak mamp ala u meng hkan dua orang anak muda yang tidak dikenal.
Jalawaja dan Suratarna memang tidak menahan diri lagi. Kedua-nya telah
mengerahkan kemampuan mereka untuk memaksa ketujuh orang lawan mereka itu menyerah.
Nenek tua itupun berteriak-teriak marah ketika orang-orangnya mulai kehilangan
tenaga dan kemampuan mereka. Ketika satu persatu ketujuh orang itu tidak lagi
mampu bangkit dan memasuki arena.
"Bangkit. Jika keduanya tidak dapat ditangkap hidup-hidup, bunuh mereka di
tempat " teriak nenek tua itu.
Tetapi ketujuh orang itu menjadi semakin tidak berdaya.
Dengan marah perempuan itu itupun
membentak keempat cucu-cucunya "Bangkit, lawan mereka."
Tetapi keempat cucu-cucunya itu menggeleng.
Bahkan seorang diantara mereka berkata "Nenek lihat sendiri, ketujuh orang
upahan nenek itu tidak mampu melawan kedua orang anak muda yang berilmu iblis
itu." "Buat apa aku memberimu makan. Memberimu pakaian dari setiap kali uang menurut
kebutuhan kalian. Aku pula yang memberi ayah dan ibumu makan, pakaian dan tempat
tinggal. Tetapi ternyata kalian tidak dapat membantuku."
"Bukankah wajar jika nenek memberi ayah makan, pakaian dan tempat tinggal,
karena ayah adalah anak nenek ?"
"Persetan kau " teriak nenek itu. .
Sementara itu, ketujuh orang upahannya sudah tidak berdaya sama sekali. Ketiga
lawan Suratama sudah tidak mampu lagi bangkit, apalagi melawan.
Sedang seorang lawan Jalawaja bahkan menjadi pingsan. Seorang punggungnya serasa
patah, sedang seorang lagi kepalanya terbentur bebatur kedai itu, sehingga
semuanya seolah-olah menjadi berputar. Seorang lagi masih dapat bangkit berdiri.
Tetapi ia tidak lagi berniat untuk melawan. Dengan putus-asa ia duduk sambil
berkata memelas "Aku minta ampun."
Jalawaja dan Suratamapun kemudian
melangkah mendekati nenek tua itu. Dengan suara yang berg
r eta oleh kemarahan Jalawaja berkata


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dengar nenek tua yang tidak tahu diri. Apakah kau masih belum melihat kenyataan
yang kau hadapi sekarang."
"Kalian iblis laknat yang terkutuk. Kenapa kalian mencampuri urusanku ?"
"Dengar. Ada pemberontakan di Sendang Arum.
Kau masih tidak peduli."
"Itu bu an k urusanku. " "Kau tidak mengakui bahwa kau rakyat Sendang Arum. "
"Apa peduliku " "
" Baik. Jika kau tidak peduli dengan kekuasaan di Sendang Arum, maka kau tidak
akan mendapat perlindungan dari penguasa di Sendang Arum, siapapun orangnya. "
"Aku dapat melindungi diriku ndir
se i. " "Tidak. Sekarang kau tidak dapat
elindun m gi dirimu sendiri. Orang-orangmu
ah sud tidak berdaya. " "Mereka akan segera bangkit lagi. "
"Tidak ada artinya. Aku sekarang akan pergi ke rumahmu. Aku akan mengambil semua
harta bendamu. Aku akan mempergunakannya untuk membiayai perjuangan kami melawan
pemberontak yang sudah menduduki kadipaten. "
"Jangan." " Marilah " Jalawajapun berpaling kepada Suratarna "kita bawa orang yang
menyerah itu untuk menunjukkan, di-mana rumah nenek itu. Jika ia menolak, kita
akan membunuhnya. Nenek tua ini tidak akan mendapat perlindungan dari sia-
papun." "Jangan. Jangan ambil hartaku " lalu katanya kepada cucu-cucuya
gah m "ce ereka, ngger. Cegah mereka. " "Siapa yang akan mencoba mencegahku, akan aku bunuh."
" Tetapi. Tetapi......"nenek tua itu mulai menjadi cemas.
Suratamapun kemudian mend
an ekati or g upahan yang menyerah itu sambil membentak
"Antar kami ke rumah nenek itu, atau kami bunuh kau disini. "
"Ampun. Jangan bunuh aku. "
"Jika demikian, bangkit. Antar kami. "
"Jangan, tolong jangan lakukan ngger. Jangan.
Aku bekerja keras sejak aku masih perawan. Aku ingin kaya. Karena itu, jangan
ambil hartaku. " Jalawajapun termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya "Aku tidak akan
mengambil hartamu, tetapi kau harus mengerti, apa arti pergolakan yang terjadi
di.Sendang Arum. Kau harus perduli agar kau mendapat perlindungan dari penguasa
di Sendang Arum. " "Apa yang harus aku lakukan " "
"Sementara ini tidak apa-apa. Tetapi jangan peras sesamamu. Pada kesem atan lain
aku p akan datang kepadamu dengan sekelompok prajurit. "
"Prajurit. Kenapa kau akan datang dengan sekelompok prajurit " "
"Aku adalah gian ba dari prajurit Sendang Arum
itu. " "Jadi angger berdua ini prajurit " "
"Ya. Kami berdua adalah pr
rit Senda aju ng Arum." "Ampunkan aku ngger. Aku minta ampun. "
Jalawaja dan Suratama tidak menghiraukannya lagi. Tetapi Jalawajapun kemudian
berkata lantang kepada orang-orang yang ber r
ke umun "Kalian adalah rakyat Sendang Arum. Terserah kepada kalian, apakah kalian akan berpihak
kepada para pemberontak atau berpihak kepada Kangjeng Adipati yang memiliki
kekuasaan yang sebenarnya di Sendang Arum. Jika kalian berpihak kepada para
pemberontak, maka kalian akan di hancurkan. "
Orang-orang yang ada disekitarnya tidak ada yang me ahut. Mes
ny kipun demikian, ternyata jantung mereka mulai tersentuh.
Jalawaja dan Suratama tidak menghiraukan mereka lagi. Kepada Suratama,
Jalawajapun berkata "Marilah. Kita tinggalkan mereka. Biarlah mereka mencerna
peristiwa ini. Aku yakin bahwa mereka akan memberikan pilihan yang benar. "
Suratamapun mengangguk. Demikianlah, maka tanpa berkata apa-apa kepada nenek tua itu, Jalawaja dan
Suratamapun meninggalkan kedai itu. Tetapi mereka masih menyempat
diri kan untuk membayar kepada pemilik kedai itu. usah "Tidak , ngger. Tidak usah. "
Tetapi Jalawaja berkata "Terimalah. Bukan apa-apa. Tetapi ini adalah
kewajibanku. " Pemilik kedai itu tidak dapat menolak.
Sementara itu, Jalawaja dan Suratamapun kemudian meninggalkan tempat itu.
melanjutkan perjalanannya menjelajahi daerah Sendang Arum untuk mengetahui sikap
rakyatnya. Sementara itu, Ragajaya dan Ragajatipun telah melakukan tugasnya dengan baik.
Dalam perjalanannya dari padukuhan ke padukuhan, keduanya menangkap isyarat, bahwa
sebenarnya rakyat Sendang Arum masih setia kepada Kangjeng Adipati Wiranegara.
Mereka tidak dapat menerima keberadaan Raden Ayu Reksayuda di dalem kadipaten.
" Tetapi apakah bukan Kangjeng Adipati yang telah memerintahkan membunuh Raden
Tumenggung Wreda Reksayuda " "
" Omong kosong " jawab Ragajaya "Kangjeng Adipati bukan seorang yang terlalu
bodoh dengan mengorbankan namanya. Kita harus dapat menilai peristiwa itu dengan
penalaran yang bening. Apa untungnya seandainya Kangjeng Adipati benar-benar
telah memerintahkan membunuh Raden Tumenggung Wreda Reksayuda " Orang tua itu
sudah tidak mempunyai pengaruh apa-apa di Sendang Arum."
"Tetapi kematiannya di tangisi oleh banyak orang. "
"Bukan karena peran Raden Tumenggung
Reksayuda sendiri. Tetapi lebih banyak karena hasutan Raden Ayu Reksayuda yang
menuntut keadilan. Dengan kasar Raden Ayu Reksayuda telah menghasut orang-orang
Sendang Arum untuk mendapat keuntungan dari kematian suaminya. "
Orang-orang yang mendengarkannya
mengangguk-angguk kecil. Namun merekapun kemudian meyakini, bahwa ada yang tidak
wajar telah terjadi di Sendang Arum. Pemberontakan itu terjadi bukan karena
rakyat sejak semula meyakini bahwa Kangjeng Adipati telah memerintahkan membunuh
Raden Tumenggung Wreda Reksayuda.
Tetapi baru kemudian, setelah Raden Ayu Reksayuda menghasut mereka bersama Ki
Tumenggung Jayataruna. Namun Ragajaya dan Ragajati meyakinkan rakyat Sendang
Arum, bahwa Ki Tumenggung Jayataruna pada saat terakhir telah menghadap Kangjeng
Adipati untuk menyatakan penyesalannya. " Nah, sekarang kekuatan asing telah berada di Sendang Arum " berkata Ragajaya.
" Kekuatan asing yang mana" " bertanya seseorang. "Kangjeng Adipati dari Pucang Kembar sudah berada di Sendang Ari m bersama pasukannya. " Orang itu mengangguk- angguk. Sementara Ragajayapun berkata " Segala sesuatunya terserah kepada kalian. Apakah kalian
akan berdiri di pihak Kangjeng Adipati, atau akan berdiri di pihak para
pemberontak. " "Kami akan tetap berdiri dibelakang Kangjeng Adipati " sahut beberapa orang
hampir bersamaan. Dengan demikian, maka baik Jalawaja dan Suratarna maupun Ragajaya dan Ragajati
telah mendapat keyakinan bahwa sebenarnyalah bahwa Rakyat Sendang Arum masih
tetap setia kepada Kangjeng Adipati Wirakusuma
Sementara itu, Ki Tumenggung Reksabawapun dengan diam-diam telah menemui
beberapa orang Senapati. Beberapa orang Senapati mengaku bahwa mereka telah
terjebak kedalam perangkap Ki Tumenggung Jayataruna dan Raden
Ayu Reksayuda. "Pada saat terakhir, Ki Tumenggung Jayataruna telah menyatakan kesetiaannya
kepada Kangjeng Adipati Wirakusuma,"
" Pada saat-saat terakhirnya "sahut seorang Senapati.
"Ya. Pada saat menjelang ajalnya. Ki
Tumenggung Jayataruna menyesali segala
perbuatannya. Ternyata ia telah dijadikan alat yang hidup oleh Raden Ayu
Reksayuda. " "Ya. Kami sudah menduga. Apalagi sekarang di Sendang Arum telah hadir kekuat
Pu an dari cang Kembar. Baru mata kami mulai terbuka. "
"Kenapa kalian tidak berbuat apa-apa" "
"Kami memerlukan seorang yang dapat
mengikat ka u kesatu mi menjadi sat an yang utuh. Selama ini kami masih ragu-ragu, apakah yang harus kami lakukan, karena kami
masih saja saling mencurigai. Kami tidak tahu siapakah yang sejalan dengan kami,
dan siapakah yang berdiri
berseberangan dengan kami. "
"Baik. Aku akan menjadi perantara. Aku akan menghubungi beberapa orang Senapati.
Aku akan mencari kesempatan untuk dapat mempertemukan kalian. Hanya mereka yang
tidak meragukan. Jika kalian sudah menyatakan sikap, maka akan jelas, siapakah
yang akan berpihak kepada kita dan siapakah yang akan memusuhi kita. "
"Baik, Ki Tumenggung. Kami akan
mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pasukanku hanya kecil saja. Tetapi jika
beberapa kesatuan dapat bergabung, maka kami akan berani
menyatakan diri dengan terbuka."
"Baiklah. Aku memerlukan waktu satu dua hari."
Ternyata Ki Tumenggung Reksabawa tidak
mengenal lelah. Hari itu ia berhasil menghubungi tiga orang Senapati yang
masing-masing memimpin satu kesatuan. Meskipun kesatuan mereka termasuk kesatuan kecil, tetapi
jika sikap mereka meyakinkan, maka mereka akan dapat menjadi landasan perjuangan
selanjutnya. Dihari berikutnya Ki Tumenggung Reksabawa dapat menghubungi lagi dua orang
Senapati, sehingga Ki Reksabawa telah memberanikan diri untuk menyelenggarakan
satu pertemuan kecil diantara para Senapati itu.
Ternyata para Senapati itu sepakat untuk mempersiapkan
awan k diri mel ekuasaan yang untuk sementara berada di tangan Raden Ayu Reksayuda.
"Jika benturan kekerasan mulai terjadi, maka aku yakin akan banyak sekali
prajurit yang terbuka matanya. Mereka akan segera mengambil sikap melawan Raden
Ayu Reksayuda "berkata seorang Senapati.
"Ya "jawab Senapati yang lain "kami memang merasa terjebak ketika kami
menyatakan dukungan kami terhadap Raden Ayu Reksayuda. Justru karena sikap Ki
Tumenggung Jayataruna. Namun ternyata bahwa Tumenggung Jayataruna itupun tidak
lebih dari sekedar alat bagi Raden Ayu Reksayuda. Pada saat tidak diperlukan
lagi, maka alat itu akan dimusnahkannya. Demikian pula dengan kita kelak. "
"Nah, jika demikian bersiaplah. Pada saatnya akan ada isyarat bahwa kita akan
bertindak. " "Tetapi lawan kita terlalu berat sekarang.
Pasukan Pucang Kembar segelar-sepapan sudah berada di Sendang Arum."
"Itu satu bukti bahwa telah terjadi
pengkhianatan. Bukan sekedar pemberontakan.
Pemberontakan masih mungkin didorong oleh cita-cita tinggi serta keyakinan,
meskipun diletakkan pada cara yang tidak dapat dibenarkan. Tetapi pengkhianatan
sama sekali tidak lagi mempunyai landasan selain pamrih pribadi " berkata Ki
Tumenggung Reksabawa. Para Senapati itupun mengangguk-angguk.
Demikianlah, maka Ki Reksabawapun kemudian meyakini, bahwa sebagian dari
prajurit Sendang Arum masih tetap setiap kepada Kangjeng Adipati Wirakusuma,
Mungkin masih ada yang lain, tetapi sulit untuk menghubungi mereka. Apalagi jika
kesetiaan mereka itu masih terselubung, sehingga Ki Tumenggung Reksabawa tidak
melihat. Namun dalam pada itu, dalam perjalanannya menjelajahi daerah Sendang Arum, maka
Jalawaja, Suratarna, Ragajaya dan Ragajati telah mendapat pernyataan dari
beberapa kademangan yang bersedia mendukung perjuangan Kangjeng Adipati.
Mereka telah mempersiapkan anak-anak muda mereka untuk bergabung dengan pasukan
yang setia kepada Kangjeng Adipati.
Dengan demikian, ketika semuanya itu telah dilaporkan kepada Kangjeng Adipati
Wirakusuma oleh Ki Tumenggung Reksayuda serta keempat anak-anak muda yang telah
menyatakan kesetiaannya kepada Kangjeng Adipati itu, maka Kangjeng Adipatipun segera
mengadakan persiapan-persiapan. Ki Tumenggung Reksabawa serta keempat anak muda itulah yang pertama-tama datang
ke sebuah kademangan yang telah menyatakan dukungan sepenuhnya kepada Kangjeng
Adipati. Ki Demang di Karanggayam itu mengaku pernah dihubungi oleh Ki
Tumenggung Jayataruna untuk ikut serta mendukung Raden Ayu Reksayuda. Tetapi Ki
Demang yang meragukan kebersihan niat Raden Ayu Reksayuda tidak pernah
menanggapinya, meskipun pada waktu itu, Ki Demang tidak berani dengan terang-
terangan menentangnya. Baru kemudian, setelah segala persiapan di kademangan itu mapan, maka Kangjeng
Adipati, Raden Ajeng Ririswari serta Ki Ajar Anggara telah berada di kademangan
itu pula. Menyertai Kangjeng Adipati dan Ki Ajar adalah anak-anak muda padukuhan
disekitar pondok Ki Ajar Anggara di lereng b
ang b ukit y

Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

erguru kepadanya, berlatih
oleh kanuragan serta mempelajari berbagai macam ilmu yang lain, termasuk
meningkatkan tata pertanian di padukuhan mereka masing-masing.
Dalam pada itu, Ki Demang Karanggayampun telah mempersiapkan anak-anak mudanya
pula. Bukan hanya anak-anak muda, tetapi juga setrap laki-laki yang
enya m takan diri dan bersedia ikut
serta mendukung jalan kembali Kangjeng Adipati ke dalem kadipaten di Sendang
Arum. Selain mereka, maka beberapa kesatuan
prajuritpun telah berad m a di kade angan itu pula.
Meskipun dibandingkan dengan kekuatan yang ada di kadipaten Sendang Arum masih
belum memadai, tetapi sebagai landasan perjuangan untuk merebut kembali
kadipaten Sendang Arum dari tangan Raden Ayu Reksayuda agaknya sudah cukup
memadai. Dengan landasan kekuatan yang ada itu, maka Kangjeng Adipatipun segera
menyatakan diri akan keberadaannya di Karanggayam, serta menyatakan niatnya
untuk dalam waktu dekat menyerang dan merebut kembali kekuasaan di Sendang Arum.
Pernyataan Kangjeng Adipati itu memang
mengejutkan. Ketika pernyataan Kangjeng Adipati itu terdengar oleh Kangjeng
Adipati Jayanegara dari Pucang Kembar yang sedang berada di Sendang Arum serta
Raden Ayu Reksayuda, maka merekapun segera memanggil para Senapati. Baik dari
Sendang Arum, maupun para Senapati dari Pucang Kembar.
"Mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa Raden Ayu " berkata seorang Senapati
Sendang Arum yang telah menyatakan kesetiaannya kepada Raden Ayu Reksayuda.
"Bagaimanapun juga pernyataan mereka tentu akan membuat para prajurit gelisah
"sahut Raden Ayu Reksayuda.
"Jadi bagaimana menurut Raden Ayu " Apakah aku harus pergi ke Karanggayam untuk
menyelesaikan mereka " Aku kira aku tidak akan memerlukan waktu yang lama. "
Raden Ayu Reksayuda pn term itu angu-mangu sejenak. Ketika ia berpaling kepada Kangjeng Adipati Jayanegara, maka Kangjeng
Adipati itupun berkata "Jika kakangmbok sependapat, biarlah Ki Rangga Kertawira
berangkat membawa prajuritnya untuk menghancurkan kekuatan yang masih mencoba
mengembalikan kekuasaan Adipati Wirakusumai itu. "
"Baiklah. Biarlah kakang Rangga pergi ke Karanggayam. Mumpung api itu baru
sepeletik. Jika api itu nanti menjadi semakin besar, maka seluruh negera ini
akan terbakar." "Aku mohon restu Raden Ayu. Aku akan
menghancurkan pasukan yang baru dihimpun oleh Kangjeng Adipati itu. "
"Bawa prajurit sebanyak dapat kau kumpulkan kakang Ranga. Jangan sampai gagal.
Jika Kangjeng Adipati itu sempat lolos, maka pekerjaan kita akan menjadi semakin
berkepanjangan. " "Baik, Raden Ayu. Besok pagi-pag
ami a i k kan berangkat. " "Lakukan tugasmu baik-baik, Kakang Ranfgga.
Kali ini tugasmu akan menentukan akhir dari perjuangan kita. "
"Sekarang kau minta diri. Aku akan membuat persiapan-persiapan seperlunya. "
Ki Rangga Kertawirapun segera mengundurkan diri untuk mempersiapkan pasukannya
yang akan dibawanya ke Karanggayam.
Ki Ranggapun kemudian telah memberikan
perintah kepada beberapa orang Lurah Prajurit untuk bersiaga. Mereka akan
berangkat ke Karanggayam malam nanti, di dini hari. Mereka memperhitungkan bahwa
mereka akan sampai ke Karanggayam menjelang fajar.
Mereka sempat beristirahat sejenak. Pada saat matahari terbit, mereka akan
menyerang kademangan Karanggayam dari bebetapa arah.
Mereka harus menjaga agar Kangjeng Adipati Wirakusum atidak dapat lolos dari
tangan mereka. Demikian malam turun, maka para Lurah
Prajurit itupun segera memperingatkan para prajuritnya agar segera pergi tidur.
"Tengah malam kalian harus sudah bangun.
Kemudian berjalan menuju ke kademangan
Karanggayam yang menjadi landasan kekuatan Kangjeng Adipati Wiranegara dalam
usahanya untuk merebut kembali kekuasaannya. "
Para prajurit itupun kemudian pergi tidur.
Namun ketika mereka sudah berbaring ada saja yang masih berbincang dengan kawan-
kawannya. "Kenapa kita harus berpihak kepada Raden Ayu Reksayuda " " bertanya seorang
prajurit "keberadaan Kangjeng Adipati Jayanegara di Kadipaten Sendang Arum, rasa-rasanya
sangat mengganggu kemandirian kadipaten ini. "
"Nampaknya Raden Ayu Reksayuda kurang
yakin akan kekuatannya sendiri."
Seorang prajurit yang lainpun berdesis
"Nampaknya mereka memang meremehkan kita. "
iam ketika Mereka terd Ki Lurah datang untuk mengamati para prajurit. Apakah mereka benar-benar sudah tidur atau tidak.
Ketika Ki Lurah itu melihat bahwa masih banyak prajurit yang masih belum tidur,
maka Ki Lurah itupun berkata "Sejak tengah malam nanti, kalian tidak akan
mempunyai kesempatan untuk
beristirahat. Jika kalian tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, maka besok
kalian akan kehabisan tenaga."
Lurah Prajurit itupun segera meninggalkan rangan itu untuk pergi dan melihat
ruang yang lain di barak itu.
Sebenarnyalah di tengah malam, para prajurit itu sudah bersiap. Merekapun
kemudian bergabung dengan kesatuan-kesatuan yang lain.
Sedikit lewat tengah malam, maka pasukan yang dipimpin oleh Ki Rangga Kertawira
itupun segera berangkat. Ternyata Raden Ayu Reksayuda memerlukan ikut melepas
pasukan itu di alun-alun kadipaten Sendang Arum.
Di dini hari yang dingi , pas
n ukan itu merayap mendekati kademangan Karanggayam.
Ketika terdengar ayam jantan berkokok untuk kedua kalinya, maka Ki Rangga
Kertawira memerintahkan pasukannya untuk berhenti di sebuah pategalan yang luas.
"Masih agak jauh, Ki Rangga " berkata seorang Lurah Prajurit.
"Tidak. Bukankah melintasi dua bulak lagi kita akan sampai ke kademangan
karanggayam ?" "Ya, Ki Rangga. Tetapi kita dapat maju lagi menyeberangi satu bulak panjang.
Kita berhenti di padukuhan yang berseberangan dengan
padukuhan pertama di kademangan Karanggayam.
Ki Rangga termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata "Aku ingin
melihat keadaan medan. Kita belum tahu pasti, apakah pertahanan Kangjeng Adipati
benar-benar hanya sebatas kademangan atau diluar kademangan Karanggayam. Jika
pertahanan Kangjeng Adipati ada di luar kademangan, kita akan dapat terjebak di
padukuhan sebelah." Ki Lurah mengangguk-angguk. Ia dapat
mengerti jalan pikiran Ki Rangga Kertawira.
Ki Rangga itupun kemudian bahkan telah
memanggil lima orang Lurah Prajurit yang ikut dalam pasukannya.
"Marilah. Kita berenam melihat apa yang ada di padukuhan di depan kita."
"Kita sendiri yang pergi ke padukuhan itu, Ki Rangga?"
"Ya. Kita sendiri. Aku kurang yakin akan kemampuan prajurit sandi kita."
Kelima orang Lurah prajurit itu tidak dapat mengelak. Ki Rangga sendiri juga
pergi untuk melihat-lihat keadaan di padukuhan yang ada di depan mereka.
Enam orang pemimpin prajurit dari Sendang Arum yang telah berada di bawah
penganih Ki Tumenggung Jayataruna itupun segera
menyeberang bulak panjang. Ketika mereka sampai di padukuhan di depan mereka,
agaknya padukuhan itu masih tertidur lelap. Tidak ada seorangpun yang nampak berada di
luar rumahnya. Dengan hati-hati keenam orang itu memasuki lorong kecil menuju kejantung
padukuhan. "Tunggu disini " berkata Ki Rangga Kertawira
"aku akan melihat keadaan di banjar padukuhan."
Ke lima orang-Lurah prajurit itupun menunggu ketika Ki Rangga Kertawira
menyelinap menyeberang jalan utama padukuhan itu, masuk lewat regol banjar yang terbuka.
Beberapa saat kemudian, Ki Rangga itupun telah kembali kepada ke lima Lurah yang
ditinggalkannya. "Marilah. Kita pergi ke banjar."
"Untuk apa ?" "Kita lihat, apakah padukuhan ini dapat kita pergunakan sebagai landasan untuk
menyerang kademangan Karanggayam. Keputusan kita akan kita bawa kepada para
prajurit yang kita tinggalkan."
Kelima orang Lurah prajurit itupun kemudian mengikuti Ki Rangga Kertawira
menyeberangi jalan utama masuk ke halaman banjar yang sepi.
Banjar padukuhan itu banjar yang adalah termasuk besar dan berhalaman luas. Demikian mereka berada di .halaman, Ki
Ranggapun berkata ak "Ap ah kita akan membawa pasukan kita kemari?"
"Ki Rangga "berkata seorang Lurah prajurit
"bukankah kita tidak memerlukan tempat seperti ini
" Kita hanya akan berhenti untuk beristirahat sebentar. Saat matahari akan
terbit, kita sudah harus memasuki kademangan Karanggayam.
"Apakah kita yakin akan dapat menyelesaikan pertempuran itu dalam sehari ?"
"Seberapa kekuatan Kangjeng Adipati yang ada di Karanggayam itu ?"
"Kita tidak tahu pasti. Tetapi yang kita tahu, beberapa orang Senapati telah
menyatakan kesetiaan mereka kepada Kangjeng Adipati. Mereka telah menemukan
keseimbangan penalaran mereka kembali menghadapi keadaan di Sendang Arum."
"Apa maksud Ki Rangga ?" bertanya seorang Lurah prajurit.
"Kita telah tersuruk memasuki jalan yang sesat.
Kita tidak akan pernah sampai ke tujuan.
Kemuliaan dan kesejahteraan yang merata di Sendang Arum."
"Kenapa ?" bertanya Lurah yang lain.
"Keberadaan Kangjeng Adipati Jayanegara di Sendang Arum telah membuat mata kita
terbuka ?" "Apa yang kita lihat sekarang ?"
"Kenapa Kangjeng Adipati Jayanegara berada di Sendang Arum bersama pasukan
segelar-sepapan ?" "Bukankah itu pertanda bahwa Raden Ayu
Reksayuda sudah membuka hubungan baik dengan kadipaten tetangga " Kangjeng
Adipati Jayanegara telah datang untuk membantu menegakkan
kewibawaannya." "Kenapa harus melibatkan campur tangan orang asing " Lalu kenap Ki Tumenggu
a ng Jayataruna yang menjadi kaitan kita dengan kekuasaan di Sendang Arum terusir ?" Para Lurah
itupun terdiam. "Nah, kita sekarang mempunyai kesempatan untuk menilai langkah-langkah kita
selanjutnya. Kangjeng Adipati Wirakusuma telah menyatakan dirinya tetap. memegang kekuasaan
di Sendang Arum meskipun tidak berkedudukan di pusat pemerintahan. Pernyataan
itu akan segera tersebar dan rakyatpun akan segera bangkit. Sekarang, terserah
kepada kita, apakah kita akan terus berjalan di
tau kita jalan sesat a mencari jalan kembali. " Para Lurah prajurit itu terdiam. Mereka mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi di masa depan.
Sementara itu, Ki Ranggapun berkata "Nah, kita harus memilih sekarang. Mendukung
kembalinya Kangjeng Adipati atau membiarkan Kangjeng Adipati Jayanegara berkuasa
di Sendang Arum. Karena aku yakin bahwa Raden Ayu Reksayuda akan segera dikendalikan oleh
Kangjeng Adipati Jayanegara. "
Para Lurah itu masih tetap berdiam diri. Namun mereka-pun terkejut ketika tiba-
tiba saja muncul seseorang dari keg la
e pan. Seorang yang mereka
kenal dengan baik. Kita Tumenggung Reksabawa.
"Ki Tumenggung Reksabawa " desis para Lurah itu hampir berbareng.
"Ya. Aku adalah Tumenggung Reksabawa. "
"Aku telah mengirim utusan sebelumnya untuk menghubungi Ki Tumenggung " berkata
Ki Rangga "karena itu aku ajak para Lurah prajurit untuk datang ke banjar ini. "
"AJcu berterima kasih atas kesediaan para Lurah Prajurit untuk datang. Tetapi
akupun merasakan getar keragu-raguan kalian. Tidak akan ada paksaan bagi kalian.
Kalian adalah orang-orang dewasa yang sudah mandiri lahir dan batin. Karena itu
kalian dapat memilih. "
Kelima orang Lurah prajurit itu masih saja termangu-mangu. Sementara itu, Ki
Tumenggungpun berkata "Sebaiknya kalian bertemu langsung dengan orang yang
sedang kita bicarakan sekarang. "
Jantung para prajurit Sendang Arum itu menjadi berdebaran. Bahkan juga Ki Rangga
Kertawira. Ketika pintu pringg itu itan banjar terbuka, maka
dari ruang dalam muncul seorang yang sudah
mereka kenal dengan sangat baik. Kangjeng Adipati, diiringi ol h
e ampat orang anak muda yang
telah bekerja keras untuk memantapkan kembali dukungan rakyat Sendang Arum
kepada Kangjeng Adipati Wirakusuma
Dengan lantang Ki Tumenggung Reksabawapun berkata "Seorang dari anak-anak muda
itu adalah angger Jalawaja, putera Raden Tumenggung Wreda Reksayuda. Anak tiri
Raden Ayu Reksayuda yang sekarang menduduki dalem kadipaten.
Seorang adalah angger Suratama. Putera adi Tumenggung Jayataruna, yang atas
pesan terak hirjayahnya, telah menyatakan setianya kepada Kangjeng Adipati.
Sedangkan kedua orang yang lain adalah
anak-anakku. " Ki Rangga Kertawira dan kelima orang Lurah prajurit itu berdiri mematung ketika mereka melihat Kangjeng Adipati dan keempat orang anak muda itu berjalan ke tangga pendapa.
Namun tiba-tiba saja Ki Rangga Kertawirapun berlari dan langsung berjongkok di
hadapan Kangjeng Adipati.
"Hamba mohon ampun Kangjeng Adipati.


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hampa telah ikut berkhianat sehingga Kangjeng Adipati harus menyingkir dari d
lem a kadipaten. " "Kita masih mempunyai waktu untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah kitiallakukan Ki Rangga. "
"Hamba Kangjeng. Hamba mengucapkan terima kasih jika hamba masih mendapat
kesempatan untuk memperbaiki kesalahan hamba. "
"Belum terlambat, Ki Rangga. "
Kelima lurah prajurit itupun telah berjongkok pula di hadapan Kangjeng Adipati.
Merekapun segera mohon ampun dan menyatakan kesetiaan mereka kepada Kangjeng
Adipati. Wirakusuma. "Baiklah. Bawa pasukanmu kemari. Biarlah mereka berada di padukuhan ini. "
"Tetapi bukankah padukuhan ini masih belum termasuk kademangan! Karanggayam ?"
"Lingkungan para pendukung Kangjeng Adipati tidak hanya kademangan Karanggayam,
Ki rangga "sahut Ki Tumenggung Reksabawa "tetapi seluruh wilayah Kadipaten Sendang Arum. "
"Ya, ya. Ki Tumenggung benar. "
"Nah. Sekarang kembalilah ke pasukanmu.
Jelaskan kepada mereka apa yang kalian
ketemukan disini. Kemudian bawa mereka kemari.
Sekali lagi, tidak ada paksaan. Yang menolak untuk bergabung dengan kami,
persilahkan untuk pergi dan kembali kepada Raden Ayu Reksayuda serta Kangjeng
Adipati Jayanegara. "
Ki Rangga Kertawira bersama kelima orang Lurah prajurit itupun segera minta diri
untuk kembali ke pasukan mereka.
Ki Rangga dan para Lurah prajurit itu berada kembali di pasukannya pada saat
bayangan fajar telah membayang. Waktu mereka tinggal sedikit.
Para prajurit itu masih berpegang pada tugas yang dibebankan kepada mereka pada
saat mereka berangkat dari alun-alun kadipaten Sendang Arum.
Ki Ranggapun segera mengum
an pulk para prajuritnya. Ki Rangga itupun kemudian berdiri didepan pasukannya. Di
belakangnya berdiri lima orang Lurah prajurit.
Dengan hati-hati Ki Rangga menjelaskan
pertemuannya dengan Kangjeng Adipati. Dengan penuh tanggung jawab Ki . Ranggapun
telah menyatakan sikapnya dihadapan para prajuritnya.
Ki Ranggapun menjadi berdebar-debar
menunggu tanggapan para prajuritnya. Jika mereka menolak, Ki Rangga dan para
Lurah itu akan dapat dibantai oleh para prajurit. Sedangkan jika sikap para
prajurit itu terbelah, m'a? akan terjadi pertempuran diantara mereka yang
berbeda sikap. Karena itu, Ki Ranggapun berkata "Kangjeng Adipati tidak akan memaksa. Siapa
yang memilih memihaknya akan diterima dengan senang hati.
Sedangkan yang menolaknya, dipersilahkan un uk t
meninggalkan tempat ini. Kangjeng Adipati tidak menghendaki kita saling
membantai pagi ini."
Belum seorangpun menyatakan sikapnya.
Sehingga Ki Rapgga itupun berkata "Akupun memberi kalian kesempatan untuk
memilih. Siapa yang tidak ingin menyatakan kesetiaannya kepada Kangjeng
Tumenggung Wirakusuma, aku
persilahkan untuk berdiri di sebelah kiri, dibawah pohon yafig besar itu,
menghadap kemari. Tidak akan ada tindakan apa-apa hari ini. Tetapi kelak, kalian
yang berkhianat akan dihadapkan ke pengadilan di kadipaten Sendang Arum."
Ternyata tidak seorangpun yang beranjak dari tempatnya. Bahkan ketika sekali
lagi dan sekali lagi Ki Rangga meneriakkannya, tetap saja semua prajurit berdiri
di tempatnya. "Jika demikian, terima kasih "berkata Ki Rangga Kertawira "kita adalah prajurit-
prajurit yang hilang, yang berada di jalan pulang."
Dengan demikian, maka kedudukan Kangjeng Adipati Wirakusumapun menjadi semakin
kokoh. Sejak saat itu pasukan Ki Rangga Kertawira telah menjadi bagian dari kekuatan
Kangjeng Adipati Wirakusuma.
Berita tentang sikap Ki Rangga Kertawira ditanggapi dengan kemarahan yang.
seakan-akan telah membakar jantung Raden Ayu Reksayuda dan Kangjeng Adipati
Jayanegara. Mereka menganggap bahwa Ki Rangga Kertawira itu telah berkhianat.
Berita yang menyakitkan itu, kemudian dari hari ke hari telah disusul oleh
berita-berita yang .pahit pula. Pasukan Kangjeng Adipati Wirakusuma telah
bergerak mendekati pusat pemerintahan di Sendang Arum. Para prajurit yang semula
berpihak kepada Raden Ayu Reksayuda semakin banyak yang berbalik, kembali kepada
Kangjeng Adipati Wirakusuma.
Namun Kangjeng Adipati Judanegarapun
berkata "Jangan cemas, kangmbok. Pasukanku segelar sepapan ada disini. Pasukanku
akan membantu menghancurkan kekuatan Adipati Wirakusuma."
"Terima kasih dimas. Aku mohon pasukan dimas Jayanegara segera diturunkan di
medan." "Aku sudah memerintahkannya. Sejak hari ini, mereka akan berada di medan
pertempuran." "Terima kasih, dimas."
Sebenarnyalah bahwa Kangjeng Adipati
Jayanegara telah menurunkan pasukannya ke medan pertempuran bersama-sama dengan
pasukan Sendang Arum yang masih terikat kepada Raden Ayu Reksayuda. Beberapa
orang Senapati sempat mendapat janji-janji yang membuat mereka berharap pada
sebuah mimpi untuk dapat menjadi kenyataan.
Namun di setiap pertempuran, pasukan Raden Ayu Reksayuda dan pasukan Kangjeng
Adipati Jayanegara selalu terdesak mundur.
Para prajurit dari Pucang Kembar agaknya didalam setiap pertempuran tidak
bertempur dengan sepenuh hati. Mereka lebih banyak menghindar dan mengedepankan
pasukan Sendang Arum yang masih berada di bawah pengaruh Raden Ayu Reksayuda.
Sementara itu pasukan Kangjeng Adipati
Wirakusuma semakin lama menjadi semakin kuat.
Beberapa kesatuan telah bergabung untuk memperkokoh kedudukan Kangjeng Adipati
Wirakusuma. Sementara itu, Rakyat dimana-mana telah menyatakan kesetiaan mereka.
Bahkan mereka telah membantu perjuangan Kangjeng Adipati Wirakusuma untuk
memulihkan kembali kewibawaannya.
Daerah demi daerah telah direbut oleh pasukan Kangjeng Adipati Wirakusuma,
sehingga semakin lama menjadi semakin mendekati pusat
pemerintahan Se a nd ng Arum. Laporanpun datang susul menyusul tentang kemajuan pasukan yang bergerak menuju
ke kota. Di luar pengetahuan Raden Ayu Reksayuda, gjeng
Kan Adipati Jayanegarapun telah berunding
dengan para Senapatinya, apakah yang sebaiknya mereka lakukan selanjutnya.
"Raden Ayu Reksayuda tidak akan-mungkin dapat bertahan lagi, Kangjeng " berkata
salah seorang Senapati dari Pucang Kembar.
"Ampun Kangjeng " berkata Senapatinya yang lain "jika kita masih harus tetap
bertahan, maka kedudukan kita akan menjadi semakin sulit."
"Menurut pendapatku, Kangjeng. Tidak ada gunanya mempertahankan kedudukan Raden
Ayu Reksayuda. Pasukan Raden Ayu Reksayuda
semakin lama menjadi semakin menyusut. Bukan karena mereka gugur dipertempuran,
tetapi mereka memilih meninggalkan Raden Ayu
Reksayuda dan kembali kepada Kangjeng Adipati Wirakusuma."
"Jadi, bagaimana menurut pertimbangan kalian
?" "Kita tinggalkan Sendang Arum. Kita kembali ke Pucang Kembar."
"Baiklah. Aku akan mengajak kangmbok
Reksayuda agar kangmbok bersedia pergi ke Pucang Kembar."
"Kenapa harus dengan Raden Ayu Reksayuda ?"
"Apakah aku harus meninggalkan kangmbok Reksayuda dalam keadaan yang sangat
gawat ini ?" "Persoalannya adalah persoalan didalam batas-batas kadipaten Sendang Arum.
Biarlah Sendang Arum sendiri menyelesaikannya. Termasuk persoalan Raden Ayu
Reksayuda." "Tetapi aku ikut bertanggung jawab terhadap gejolak yang. terjadi di Sendang
Arum." "Kenapa Kangjeng ikut bertanggung-jawab "
"Kangjeng Adipati Yudanegara justru terdiam. Di sorot matanya memancar gejolak
yang terjadi didalam dadanya.
"Kangjeng "berkata seorang Senapatinya "jika Kangjeng membawa Raden Ayu
Reksayuda, itu akan dapat menjadi alasan Kangjeng Adipati untuk memburunya dan
memasuki tlatah Pucang Kembar.
Sementara itu Rakyat Sendang Arum yang sedang dibakar oleh kemarahan karena
sikap Raden Ayu Reksayuda yang telah memberontak melawan Kangjeng Adipati.
Kangjeng. Seandainya Pucang Kembar mampu mempertahankan diri dan
an Sen mendesak pasuk dang Arum keluar, namun mereka tentu meninggalkan korban yang banyak sekali. Prajurit maupun rakyat
Pucang Kembar yang tidak bersalah. Karena itu, hamba mohon, Kangjeng jangan
membawa Raden Ayu Reksayuda." "Jadi aku harus minta diri dan memaksa
kangmbok Reksayuda tinggal " "
"Kenapa harus minta diri. Kangjeng dapat begitu saja keluar dari dalem kadipaten
ini dan selanjutnya bersama selu
pas ruh ukan meninggalkan Sendang Arum. "
"Aku akan memikirkannya " berkata Kangjeng Adipati Jayanegar k
a emudian. Beberapa orang Senapatinya memang menjadi kecewa atas sikap Kangjeng Adipati
Jayanegara. Mereka tahu, alasan apakah yang membuat Kangjeng Adipati Jayanegara bersedia
membawa pasukannya ke Sendang Arum. Kangjeng Adipati sudah menyatakan kepada
para pemimpin di Pucang Kembar, bahwa Pucang Kembar harus menanamkan pengaruhnya
di Sendang Arum. Ia mendukung pemberontakan Raden Ayu Reksayuda karen
b a ia berhanjap ahwa daerah subur diper-
batasan serta tambang emas yang ada di bukit yang memagari kedua kadipaten itu
akan menjadi imbalan bantuannya itu. Selanjutnya lalu lintas perdagangan dari
Pucang Kembar akan mendapat perlakuan yang baik pada saat melintasi daerah
Sendang Arum. Tetapi para Senapati itu mempunyai pendapat lain. Mungkin alasan yang dikatakan
oleh Kangjeng Adipati itu benar. Namun.sebenarnyalah bahwa kecantikan Raden Ayu
Reksayuda yang sudah menjadi janda itulah yang memberi dorongan terkuat kepada
Kangjeng Adipati untuk membantu janda yang masiih muda dan cantik itu.
Tetapi pengorbanan yang diberikan oleh
Kangjeng Adipati agak terlalu ba
Beberapa nyak. orang prajuritnya gugur di Sendang Arum.
"Apakah nilai perempuan itu sebanding dengan beberapa nyawa kawan-kawan kita
"berkata seorang Senapati.
Dalam pada itu, pasukan Sendang Arum yang setia kepada Kangjeng Adipati mendesak
semakin maju. Gerak mereka sudah tidak Jt'prtahankan lagi, sehingga pada suatu
malam, pasukan Kangjeng Adipati telah mengepung kota.
Gerakan di malam hari itu, tidak terduga sebelumnya oleh pasukan Raden Ayu
Reksayuda, sehingga dengan demikian, maka mereka tidak mampu menghambat pasukan
yang bergerak melingkari kota itu. Dua orang prajurit berlari-lari masuk ke dalem kadipaten untuk memberikan
laporan tentang gerakan pasukan Sendang Arum yang setia kepada Kangjeng Adipati
itu. Raden Ayu Reksayuda yang sedang tidur itupun terkejut.
Dengan tergesa-gesa Raden Ayu itupun keluar dari ruang dalam.
"Ada apa " "
"Ampun Raden Ayu. Pasukan Kangjeng Adipati melakukan gerakan di malam hari.
Mereka telah mengepung kota. "
"Bagaimana dengan pasukan kita " "
"Pasukan kita yang tidak mengira akan ada gerakan di
m malam hari telah enarik diri ke dalam
kota. " "Pasukan Pucang Kembar " "
"Kami sudah tidak melihat lagi pasukan Pucang Kembar?"
"He, jangan mengigau."
"Benar Raden Ayu. Tidak ada lagi pasukan Pucang Kembar. Sejak malam turun,
pasukan Pucang Kembar sudah ditarik dan seakan-akan telah lenyap dari Sendang
Arum. " "Kau tidak berceloteh " "
"Tidak Raden Ayu. "
Raden Ayu Reksayuda itupun segera berlari ke bilik tidur yang dipergunakan oleh
Kangjeng Adipati Pucang Kembar. Ternyata bahwa bilik itu kosong.
Di dalem kadipaten itu tidak lagi terlihat seorangpun prajurit dari Pucang
Kembar. Para Senapatinyapuri seakan-akan telah lenyap di telan bumi.
"Dimas, dimas " Raden Ayu Reksayudapun
berteriak-teriak seperti orang yang kehilangan akal.
Tetapi Kangjeng Adipati Pucang Kembar tidak menjawab.
Seorang prajurit yang bertugas di pintu gerbang sebelah Timurpun kemudian
menghadap Raden Ayu Reksay
an b uda d erkata "Kangjeng Adipati dan
para Senapatinya telah keluar lewat pintu gerbang sebelah Timur, Raden ayu. "
"Kemana " Apakah Kangjeng Adipati Pucang Kembar mengatakannya " "
"Menurut seorang Senapati, mereka akan
menghentikan gerak maju pasukan Kangjeng Adipati Wirakusuma. "
"Apakah kau tahu, kemana Kangjeng Adipati Pucang Kembar membawa pasukannya " "
"Aku tidak tahu, Raden Ayu. "
Namun dua orang prajurit yang lain telah datang pula untuk memberikan laporan.
"Apa yang ingin kau laporkan " "
"Ampun Raden Ayu. Kangjeng Adipati Pucang Kembar dan pasukannya telah
meninggalkan kota, justru sebelum pasukan Kangjeng Adipati Wirakusuma mengepung
kota ini. " "Kemana " "
"Kami tidak tahu Raden Ayu. Tetapi jalan yang ditempuh justru jalan yang semakin
jauh dari kota." "Keparat. Keparat. Dalam keadaan yang gawat, dimas Adipati meninggalkan aku
sendiri. " Tubuh Raden Ayu Reksayuda tiba-tiba menjadi lemas. Tulang-tulangnya bagaikan
terlepas dari sendi-sendinya.
"Prajurit. Apa yang harus aku lakukan " "
"Masih ada sepasukan prajurit yang siap mempertahankan kota ini, Raden Ayu. "
"Siapakah Senapatinya " "
"Ki Rangga Wira Sembada. "
"Ki Rangga Wira Sembada " "
"Ya." Luka di hati Raden Ayu Reksayuda serasa mejadi semakin pedih. Ki Rangga Wira
Sembada adalah seorang yang wajahnya cacat oleh beberapa bekas luka karena
goresan senjata. Meskipun ia mempunyai kemampuan yang sangat tinggi, tetapi Ki Rangga sangat
tidak menarik di mata Raden Ayu Reksayuda. Sementara itu, Raden Ayu Reksayuda
menyadari, bahwa kesetiaan Ki Rangga tentu bukannya tanpa maksud, justru pada


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat prajurit yang setiap kepada Raden Ayu Reksayuda menjadi semakin tercepit.
Dalam pada itu, pasukan Pucang embar t
K elah meninggalkan kota. Mereka berusaha
tuk un secepat-cepatnya menjauhi Sendang Arum. Mereka berharap bahwa esok pagi-pagi
mereka sudah berada di tempat yang tidak lagi terjangkau oleh pasukan Sendang
Arum. Tetapi Kangjeng Adipati Pucang Kembar tida k
menyadari, bahwa pasukan Sendang Arum telah bergerak di malam hari. Dua orang
a petugas s ndi sempat memberikan laporan, bahwa Kangjeng Adipati Pucang Kembar telah membawa
pasukannya meninggalkan kota.
"Agaknya mereka akan kembali ke Pucang
Kembar, Kangjeng" berkata petugas sandi itu.
Kangjeng Adipati Wirakusuma tertarik kepada laporan itu. Karena itu, maka iapun
bertanya "Jadi, tidak ada kekuatan lagi yang dapat
mempertahankan kota. "
"Ki Rangga Wira Sembada masih berada di kota.
Agaknya Ki Rangga Wira Sembada tetap setia kepada Raden Ayu Reksayuda. "
"Bagus " berkata Kangjeng Adipati Wirakusuma
"jangan kendorkan kepungan atas kota pusat pemerintahan Sendang Arum. Kita akan
membagi kekuatan. Sebagian ikut aku. Kita akan memotong perjalanan Kangjeng
Adipati Pucang Kembar. "
"Hamba Kangjeng. Hamba akan membagi tugas.
Hamba akan membawa sepasukan prajurit untuk memotong pasukan Pucang Kembar. "
"Akulah yang akan memimpin pasukan itu. "
Ki Tumenggung Reksabawa tidak dapat
mengelak ketika Kangjeng Adipati Wirakusuma memberikan perintah "Kakang
Tumenggung harus mengawasi pasukan yang mengepung kota. Jangan ada seekor
lalatpun yang sempat terbang keluar. "
"Hamba Kangjeng " jawab Ki Tumenggung.
Dalam pada itu, maka Kangjeng Adipati
Wirakusuma sendiri telah memimpin pasukan yang kuat untuk memotong perjalanan
pasukan Pucang Kembar. Dengan menempuh jalan pintas, Kangjeng Adipati
memperhitungkan bahwa pasukannya akan mampu menyergap pasukan Pucang Kembar.
Sebenarnyalah bahwa pasukan Sendang Arum telah sampai lebih dahulu di sebuah
simpang ampat di tengah-tengah bulak. Dengan ketajaman penglihatan dua orang
pencari jejak, mereka yakin bahwa pasukan Pucang Kembar masih belum lewat.
Pasukan Sendang Arum itupun segera digelar di sepanjang jalan, diselimuti oleh
bayangan pohon perdu di pinggir jalan.
Sebenarnyalah sejenak kemudian, maka
pasukan Pucang Kembar yang berjalan dalam barisan yang teratur telah mendekati
simpang ampat. Namun mereka sama sekali tidak mengira, bahwa pasukan Sendang
Arum telah menunggunya. Karena itu, ketika kemudian terdengar isyarat dari Kangjeng Adipati Wirakusuma
kepada prajuritnya yang segera bangkit dan menyerang, pasukan Pucang Kembar
terkejut karenanya. Namun tidak ada kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan itu. Pasukan Sendang Arum deng
b an cepat erhasil menggulung pasukan
Pucang Kembar. Tetapi ketika pertempuran itu berakhir sebelum fajar, ternyata bahwa Kangjeng
Adipati Jayanegara sempat luput dari tangan pasukan Sendang Arum.
Kemarahan telah membakar jantung Kangjeng-Adipati Wirakusuma, bahwa Kangjeng
Adipati Jayanegara sempat meloloskan diri.
Dalam hiruk-pikuk pertempuran, beberapa orang pengawal setia Kangjeng Adipati
Jayanegara telah membawanya menyusup diantara semak-semak dan hilang dari medan.
Kemarahan Kangjeng Adipati Wirakusumapun kemudian ditujukan kepada Raden Ayu
Reksayuda. Karena itu, maka Kangjeng Adipati Wirakusuma telah membawa pasukannya kembali
menghadap ke dinding kota.
"Kita akan memasuki kota demikian matahari terbit "berkata Kangjeng Adipati
kepada Ki Tumenggung Reksabawa serta kepada para
Senapati. Kemudian kepada keempat anak muda yang selalu menyertainya, Kangjeng
Adipati berkata "Kalian ikut aku. Kita harus segera masuk ke dalem kadipaten
agar kita tidak kehilangan kangmbok Reksayuda."
Jantung Jalawaja terasa berdebaran. Ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan
perempuan itu. Tetapi ia tidak dapat mengelakkan perintah pamanftya. Bahwa ia harus
menyertainya masuk kedalam istana.
Sebelum matahari terbit, Kangjeng Adipati Wirakusuma telah berada di depan pintu
gerbang kota. Sekelompok prajurit telah mempersiapkan sebatang kayu yane besar.
Dengan diusung oleh sekelompok prajurit, balok kayu itu akan dibenturkan pintu
gerbang berulang kali, sehingga pintu gefbang itu pecah.
Di dalam dinding kota, sepasukan prajurit dibawah pimpinan Ki Rangga Wira
Sembadapun sudah siap pula. Sebagian besar dari mereka berada di depan pintu
gerbang. Demikian pintu gerbang dipecahkan, maka mereka akan segera menyergap
para prajurit yang akan memasuki gerbang itu.
Sebenarnyalah ketika cahaya langit di sebelah Timur menjadi semakin terang, maka
Kangjeng Adi-patipun telah menjatuhkan perintah untuk menembus pintu gerbang.
Perintahnya disahut oleh para Senapati sehingga perintah itu seak -
an akan telah bergema diseke-liling dinding kota.
Seperti yang sudah direncanakan, maka
sekelompok prajurit telah berusaha memecahkan pintu gerbang kota. Sementara yang
lain mempergunakan tangga-tangga bambu yang juga sudah dipersiapkan, memahjat
meloncati dinding. Deng nta an empat kali he kkan, maka pintu gerbang kota itupun telah menjadi retak. Pada hentakkan kelima, kemudian keenam,
pintu gerbang kota itupun telah roboh.
Para prajurit yang berada di belakang pintu gerbang itupun telah bersiap
menyambut pasukan yang akan segera menyerbu masuk.
Namun bersamaan dengan itu, kelompok-
kelompok prajurit Sendang Arum telah berhasil memanjat dinding dengan tangga-
tangga bambu. Merekapun segera berloncatan memasuki dinding kota.
Para prajurit yang mempertahankan kota itu dibawah pimpinan Ki Rangga Wira
Sembada segera mengalami kesulitan. Pasukan yang memasuki pintu gerbang itu
bagaikan arus banjir bandang.
Sementara itu, pasukan yang lainpun telah berada di dalam dinding kota pula.
Sehingga dengan demikian, maka dalam waktu yang terhitung singkat, pasukan yang
bertahan itu segera terdesak mundur.
Satu-satunya kemungkinan terakhir bagi mereka adalah m
k k asu e dinding dalem kadipaten.
Dalam pada itu, Raden Ayu Reksayuda yang berad
kadipat a di dalem en menjadi semakin gelisah
dan ketakutan. Tubuhnya menjadi gemetar dan wajahnyapun menjadi pucat. Lewat
para penghubung, Raden Ayu Reksayuda selalu
mengikuti perkembangan pertempuran yang terjadi di sekitar dalem kadipaten.
Pada saat-saat terakhir, rasa-rasanya nafas Raden Ayu Reksayuda itu seolah-olah
telah tersumba mem t. Ia sudah bayangkan tali gantungan membelit di lehernya.
Namun Raden Ayu itu terkejut ketika tiba-tiba saja Ki Rangga Wira Sembada
muncul. Nafasnya terengah-engah. Wajahnya yang cacat itu basah oleh keringat.
Sementara bajunya yang terbuat dari bahan yang mahal, dengan perhiasan yang
terbuat dari emas di bagian dadanya sebelah kiri, serta disulam dengan benang-
benang yang juga berwarna emas, telah basah oleh darah.
"Raden Ayu " berkata Ki Rangga dengan suara parau "maaf, aku tidak mampu
mempertahankan kota. Pasukan Adipati Wirakusuma terlalu banyak.
Mereka mengamuk seperti kerasukan iblis.
Sekarang, marilah. Kita meninggalkan tempat ini.
Aku tahu jalan rahasia yang akan dapat
membebaskan kita dari tangan pasukan
Wirakusuma itu." "Kita akan pergi kemana?" bertanya Raden Ayu Reksayuda.
"Kemana saja asal terlepas dari tangan
Wirakusuma." Raden Ayu Reksayud-a termangu-mangu
sejenak. Ketika ia memandang wajah Ki Rangga, tiba-tiba saja tengkuknya
meremang. Di wajahnya yang cacat karena luka dan buruk itu memancar sorot
matanya yang merah menyala seperti bara api. Bukan sorot mata seorang Senapati,
tetapi sorot mata seorang laki-laki kasar di-hadapan seorang perempuan cantik.
Karena itu, maka dengan serta-merta Raden Ayu itupun menjawab "Ki Rangga. Aku
akan tetap berada disini. Seandainya hari ini aku dapat melepaskan diri, tetapi
aku akan menjadi buruan sampai kapanpun, sehingga saatnya aku
tertangkap." "Raden Ayu, tidak akan tertangkap. Kita dapat bersembunyi di tempat yang tidak
akan terjangkau oleh Wirakusuma."
"Tidak. Ki Rangga. Aku tetap disini."
"Raden Ayu. Jangan sia-siakan kesetiaanku kepada Raden Ayu. Kita harus
mempergunakan kesempatan terakhir ini untuk meloloskan diri. Kita harus terlepas
dari tangan Adipati Wirakusuma. "
"Tidak akan ada gunanya, Ki Rangga. "
"Raden Ayu harus pergi. "
"Tidak. Jangan paksa aku. "
"Aku akan memaksa Raden Ayu. "
"Prajurit " teriak Raden Ayu Reksayuda.
i R Tetapi K angga berkata "Prajurit-prajurit itu
adalah pengawalku. Merekalah yang akan
mengawal kita pergi melalui pintu rahasia."
"Tidak." Ki Rangga tidak sabar lagi. Tiba-tiba saja Ki Rangga menangkap tangan Raden Ayu
Reksayuda dan menariknya untuk meninggalkan dalem kadipaten.
Tetapi pada saat yang bersamaan, Kangjeng Adipati Wirakusuma, Ki Tumenggung
Reksabawa dan ampat orang anak-anak muda yang telah ikut bertempur bersama
Kangjeng Adipati Wirakusuma telah memasuki ruangan itu. Sekelompok prajurit
telah mengusir dan bahkan menangkap beberapa orang pengawal Ki Rangga Wira
Sembada. Tidak ada kesempatan lagi. Ternyata dihadapan Kangjeng Adipati Wirakusuma, Ki
ga Rang Wira Sembada itu seakan-akan tidak bertenaga lagi.
Ketika Raden Ayu Reksayuda bersimpuh di hadapan Kangjeng Adipati, maka Ki Rangga
Wira Sembadapun telah berlutut pula.
"Ampun dimas " i tang s Raden Ayu Reksayuda
"aku mohon ampun. Apa yang terjadi di kadipaten Sendang Arum bukanlah gagasan
hamba. " "Jadi gagasan siapa" "
"Dimas Adipati Jayanegara."
"Kangmas Adipati Jayanegara di Pucang
Kembar?" "Ya, Dimas. " "Kangmbok sudah berhubungan dengan
Kangmas Jayanegara sejak kangmas Reksayuda masih berada di pengasingan" "
"Ya, dimas. " "Jadi, bagaimana dengan kema
kangma tian s Reksayuda?" Raden Ayu.Reksayuda itu menangis. Semakin ia mencoba menahan tangisnya, maka
sedu-sedannya terasa semakin menyesakkan dadanya.
"Ketika pada suatu hari aku mengunjungi kangmas Reksayuda di pengasingan, maka
aku telah diterima secara khusus oleh dimas Jayanegara. Ternyata aku telah
terbujuk oleh gagasan dimas Adipati Pucang Kembar. "'
"Termasuk kematian kangmas Reksayuda."
Raden Ayu Reksayuda mengangguk. Dengan
lengan bajunya Raden Ayu Reksayuda mengusap air matanya yang mengalir dari
pelupuknya tanpa dapat ditahannya lagi. "
Tiba-tiba saja Suranatapun menyela "Raden Ayu melibatkan ayahku, bahkan
memperalatnya. Aku tahu, bahwa ayahkupun bersalah. Tetapi apakah itu juga
termasuk gagasan Kangjeng Adipati Jayanegara" "
Raden Ayu Reksayuda tidak menjawab. Tetapi kepalanyapun menjadi semakin
tertunduk. "Kangmbok " berkata Kangjeng Adipati
Wirakusuma kemudian "Segala sesuatunya akan diajukan kepada sidang yang akan
mengadili kangmbok Reksayuda. Aku minta kangmbok
mengatakan segala-galanya. Jangan ada yang tersembunyi. "
"Hamba mohon ampun, Kangjeng. "
"Yang mempunyai kewajibanlah yang akan
memutuskannya. Namun aku minta kangmbok mengetahuinya, bahwa apa yang telah
terjadi di Sendang Arum, merupakan noda-noda hitam yang mengotori sejarah
kadipaten ini. " Raden Ayu Reksayuda semakin menunduk.
"Sementara itu, ka g
n mas Jayanegara dengan ringannya mencuci tangannya. Hampir saja aku berhasil menangkapnya. Tetapi
sayang sekali, bahwa aku telah gagal. "
"Hamba telah dikhianatinya dimas.. Hamba ditinggalkan sendiri dalam kesulitan
seperti ini. " "Kangmbok memang harus ngunduh wohing
pakarti. Kangmbok tejah menabur, sehingga kangmbok harus menuai."
"Ya, dimas. Tetapi aku tidak sendiri. "
"Aku tahu. Jika kangmbok kelak sudah diajukan kehadapan sidang yang akan
mengadili kangn ok, maka persoalanku dengan kangmbok telah selesai.
Tetapi persoalanku dengan kangmas Jayanegara masih belum selesai. Persoalan
antara Sendang Arum dan Pucang Kembar. "
Raden Ayu Reksayuda terdiam.
"Pucang Kembar telah bukan saja mencampuri persoalan rumah tangga Sendang Arum,
tetapi kangmas Adipati Jayanegara telah merusak rumah tanggaku."
"Hamba, dimas " suara Raden Ayu Reksayuda menjadi lirih. Namun Raden Ayu
Reksayuda itupun kemudian berkata "Dimas, jika dimas berkenan, aku ingin
berbicara dengan anakku, angger Jalawaja. "
"Jalawaja" " bertanya Kangjeng Adipati
"Hamba Kangjeng. "
"Diantara kita, tidak ada yang perlu dibicarakan


Kembang Kecubung Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sahut Jalawaja. "Jalawaja. Sebelum aku kehilangan semua kesempatan, aku mempunyai satu
permintaan kepadamu, ngger. "
Wajah Jalawaja menjadi gelap. Namun Kangjeng Adipati yang kemudian menjadi iba
merasakan kepedihan di hati Raden Ayu Reksayuda itupun berkata "Dengarkan
Jalawaja. Dengarkan permintaannya. Jika itu memang merupakan satu permintaan, maka kau dapat
memenuhinya atau menolaknya. "
Jalawaja tidak menjawab. Sementara itu, Kangjeng Adipatipun berkata kepada Raden
Ayu Reksayuda "katakan kangmbok. Jalawaja akan mendengarkannya. "
"Jalawaja. Jika masih ada sisa belas kasihanmu, aku ingin mendengar ka
ggi u meman lku ibu. Ngger. Panggil aku ibu. Itu saja keinginanku yang masih tersisa di kesempatanku yang
terakhir ini. " Jalawaja termangu-mangu sejenak.
Dipandanginya pamannya, Kangjeng Adipati Wirakusuma. Kemudian
atama Sur , Ragajaya dan Ragapati yang berdiri termangu-mangu.
"Kau dengar permintaan ibumu itu, Jalawaja "
desis Kangjeng Adipati. Jalawaja menarik nafas panjang.
"Panggil aku ibu, ngger. Panggil aku ibu. Aku ingin memperbaiki semua kesalahan
yang pernah aku lakukan. Jika kau mau memanggil aku ibu, rasa-rasanya aku sudah
memperbaiki lebih dari separo dari kesalahanku. "
Jalawaja masih saja berdiri term gu-mangu.
an Ruangan itupun untuk beberapa saat telah dicengkam oleh ketegangan. Semua mata
rasa-rasanya sedang memandang kepada Jalawaja yang menjadi tegang.
Namun dalam keheningan itu, tiba-tiba
terdengar s alawaj uara J a "Ibu. " "Ngger." "Ya, ibu. Aku menerimamu sebagai ibuku. "
Tangis Raden Ayu Reksayuda yang tertahan itu bagaikan meledak. Air matanya
mengalir seperti bendungan yang pecah. Isaknyapun menjadi semakin menyesakkan
dadanya. "Terima kasih ngger. Terima kasih. Ibumu minta maaf kepadamu ngger, bahwa ibumu
telah mengkhianatimu. Aku juga minta kau sampaikan kepada angger Ririswari. Aku minta
angger Ririswari memaafkan aku. "
"Ya, ibu. Yang berada diruang itupun menahan nafasnya.
Mereka membiarkan Raden Ayu Reksayuda .
menangis untuk melepaska tekana
n n yang menghimpit dadanya. Namun beberapa saat kemudian, Raden Ayu Reksayuda itupun harus ikut bersama
beberapa orang prajurit untuk dimasukkan kedalam bilik tahanannya. Sementar
or a itu, beberapa ang prajurit yang lain telah membawa Ki Rangga Wira Sembada ke bilik tahanan yang
lain. Seorang prajurit yang telah mengenal Ki Rangga sebelumnya sempat bertanya
kepadanya "Kenapa kau masih saja setia mengabdi kepada Raden Ayu Reksayuda. " "
Ki Rangga mengerutkan dahinya. Namun ia tidak menja ab.
w Hari-hari berikutnya adalah hari-hari yang bening bagi Sendang Arum. Kangjeng
Adipati Wirakusuma mempunyai kesempatan yang luas untuk membangun kembali
kadipaten Sendang Arum yang sempat menjadi porak-poranda.
Anak-anak muda yang ber telah buat banyak bagi kewibawaannya itupun telah mendapat tempatnya masing-masing.
Ketika tembang Jalawaja terdengar di pintu gerbang taman, maka Ririswari tidak
lagi membuatnya kecewa. Apalagi Kangjeng Adipati sendiri sudah merestui hubungan
mereka. Bahkan hari-hari yang mereka tunggupun telah ditetapkan pula.
Tamat ---OOO0DW0OOO--- "Kembang Kecubung" sudah tamat pada jilid 6
ini. Selanjutnya S.H. Mintardja akan
menghadirkan.ceritera baru yang berjudul:
"TEMBANG TANTANGAN"
Ceritera yang mengisahkan tentang
kebersamaan menyeberangi arus kehidupan yang rumit. Juga tentang perbedaan sikap
dan pendapat. Pengejawantahan dari sikap memuliakan Yang Maha Agung dalam kehidupan yang penuh
dengan tantangan. Tembang Tantangan adalah tantangan
kehidupan. Tetapi dapat juga berarti tantangan akibat dari sikap bermusuhan yang
mengalir dari sisi hitam sesamanya.
Tembang Tantangan akan mengalunkan kidung kehidupan yang beraneka rupa.
Terimah kasih untuk yg sdh upload djvunya di dimhad yeeeeeeeee
Document Outline SH Mintardja Kembang Kecubung Sumber djvu: Dimhad website
Ebook by Dewi KZ Legenda Kelelawar 5 Bulu Merak Serial 7 Senjata Qi Zhong Wu Qi Zhi Karya Gu Long Kedele Maut 9
^