Meraba Matahari 9
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja Bagian 9
sebagai anak seorang Adipati meskipun sudah wafat, kau akan tersiksa sekali."
"Aku bukan seorang yang mencemaskan hari esok, Wismaya. Jika itu terjadi, maka
aku akan berjuang unatuk mencegahnya. Sebagai seorang laki-laki, maka nyawaku
akan menjadi taruhan."
"Tetapi jika Raden Ajeng Rantamsari menerima kemungkinan itu dengan penuh
kebanggaan, bahwa ia akan
Ebook by Dewi Kangzusi 624 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mendapatkan seorang laki-laki yang berderajat jauh lebih
tinggi dari seorang Senapati kecil seperti kita?"
"Kenapa kau bayangkan masa depan itu seperti sisi gelap
dunia ini, Wismaya Kenapa kau tidak membayangkan bahwa
aku akan diterima dengan baik didalam keluarga Raden Ayu
Prawirayuda" Bahkan direstui oleh Kangjeng Adipati
Prangkusuma" Kenapa kau tidak membayangkan, bahwa
Kangjeng Adipati akan memberiku hadiah seekor kuda yang
tegar serta mengangkat aku menjadi seorang Rangga di
kadipaten Parang Anom?"
Wismaya menarik nafas dalam-dalam. Namun ia masih
saja bergumam" Kau bermimpi, Sasangka"
"Ya Biarlah aku nikmati mimpiku. Jangan menggangguku
sehingga aku akan terbangun serta mimpiku itu akan
terlepas." Wismaya menarik nafas panjang. Terasa debar jantungnya
memukul-mukul dinding dadanya. Namun Wismaya masih
mencoba menahan diri. Ia sadar bahwa ia memang tidak
berhak untuk mencampuri persoalan yang sangat pribadi itu.
Tetapi Wismaya sudah berusaha memperingatkannya. Jika
terjadi sesuatu kelak, apakah peristiwa yang terjadi pada
Rembana itu terulang, atau kelak Sasangka itu akan
dihempaskan oleh kenyataan bahwa Raden Ajeng Rantamsari
itu akan direnggut dari sisinya untuk diperbandingkan dengan
seseorang yang dianggap memiliki derajat yang seimbang, ia
sudah pernah memperingatkannya
Wismaya tidak lagi berkata apa-apa ketika kemudian
Sasangka itu berdiri dan melangkah ke dalam kegelapan
Ebook by Dewi Kangzusi 625 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba terbersit sebuah pertanyaan"Apakah justru Sasangka sendiri yang
telah menghabisi Rembana?"
Pertanyaan seperti itu memang pernah mengganggunya.
Bahkan Wismayapun menangkap pertanyaan serupa tersirat dari kata-kata Raden
Madyasta dan bahkan Raden Wignyana Namun sementara itu, di dalam kegelapan,
Sasangkapun bertanya kepada dirinya sendiri"Apakah sebenamya Wismaya sendiri
mengingini Raden Ajeng Rantamsari sehingga ia menjadi sangat iri melihat aku
menjadi semakin akrab dengan gadis itu?"
Sasangka tiba-tiba menggertakkan giginya sambil menggeram"Aku akan
mempertaruhkan nyawaku untuk mendapatkannya. Siapapun yang menghalangiku, akan
aku singkirkan." Di serambi belakang, Raden Madyasta duduk sendiri. Ia bangkit berdiri ketika ia
melihat bibinya datang mendekatinya
"Sendiri ngger?" bertanya Raden Ayu Prawirayuda
"Ya, bibi. Kakang Wismaya dan kakang Sasangka ada di gandok."
"Silahkan duduk ngger."
Raden Madyastapun kemudian duduk kembali. Bahkan bibinyapun duduk pula
disebelahnya. "Dingin, ngger"
"Dingin bibi. Tetapi aku sudah terbiasa berada dalam segala cuaea"
Ebook by Dewi Kangzusi 626 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Sementara itu Raden Madyastalah yang berkata"
Bibi nanti kedinginan. Udara terasa lembab. Langit nampak gelap. Mungkin hujan
akan turun" "Ya Ngger. Angin basah bertiup semakin kencang."
"Ya, bibi. Sebaiknya bibi berada didalam."
"Sebenarnya aku tidak sampai hati membiarkan angger Madyasta kedinginan di
serambi seperti ini."
"Aku sudah terbiasa bibi. Seperti aku katakan, aku terbiasa berada di segala
macam cuaea Bahkan kehujanan sekalipun.
Di padepokan aku membiasakan diri berada di dinginnya malam, basah kuyup
kehujanan, tetapi juga dipanggang diteriknya sinar matahari. Menahan haus dan
lapar. Karena itu, bibi tidak usah memikirkan aku dan para Senapati. Dalam
menjalankan tugas, kami tidak memilih tempat, waktu, suasana dan cuaea."
"Tetapi jika ada kemungkinan yang lebih baik, bukankah tidak ada salahnya jika
angger memilih?" "Maksud bibi?" "Angger tidak harus berada di serambi seperti ini. Angger dapat berada diruang
dalam." Madyasta tersenyum. Katanya "Lebih baik berada di sini bibi. Jika sesuatu
terjadi, aku akan cepat bertindak"
"Tetapi menurut pendapatku, justru sangat berbahaya bagi angger. Disini angger
dapat dilihat dari kegelapan. Jika ada orang bemiat buruk, orang itu dapat
melihat angger dengan jelas. Tetapi sebaliknya angger tidak dapat melihatnya."
Ebook by Dewi Kangzusi 627 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku tidak akan berada disini terus bibi. Aku akan turun pula ke halaman."
"Tetapi bukankah sangat berbahaya bagi angger. Angger Rembana telah terbunuh
tanpa sempat memberikan perlawanan."
"Petaka itu memang telah terjadi padanya" desis Raden Madyasta"namun dengan
demikian, aku akan menjadi lebih berhati-hati, bibi."
"Raden, apakah salahnya jika Raden berada di dalam" Jika ada orang bermaksud
jahat, sebagaimana yang pernah mereka lakukan, membunuh seekor kueing untuk
menakut-nakuti kami, bukankah mereka akan masuk ke dalam. Jika mereka berada di
luar, bukankah kita dapat mengabaikannya?"
"Bibi. Aku adalah bagian dari para prajurit yang ditugaskan oleh ayahanda di
rumah ini. Karena itu, maka aku tidak dapat di pisahkan dari mereka."
"Angger adalah putera Kangjeng Adipati di Parang Anom.
Yang bahkan akan menggantikan kedudukan ayahandanya.
Sedangkan mereka adalah prajurit sebagaimana prajurit-prajurit yang lain."
"Aku sebagai seorang prajurit, tidak berbeda dengan mereka, bibi."
Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas panjang. Katanya;
"Angger memang seorang prajurit sejati."
"Aku adalah satu diantara prajurit Paranganom."
Ebook by Dewi Kangzusi 628 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Namun kemudian Raden Ayu itupun berkata
"Ngger. Mumpung ada waktu luang, aku ingin bertanya, apakah Dimas Adipati masih
marah kepada Raden?"
Raden Madyasta menarik nafas panjang. Dengan nada rendah iapun menjawab "Tidak
bibi. Ayahanda tidak marah lagi kepadaku."
"Apakah dengan demikian berarti Dimas Adipati membiarkan hubungan angger
Madyasta dengan gadis Panjer itu?"
"Kami belum pernah membicarakannya lagi, bibi."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk.
Katanya"Ngger. Bagaimanapun juga sebaiknya angger mendengarkan nasehat orang
tua. Sekaligus seorang Adipati yang memegang kuasa di kadipaten ini. Jika angger
menentangnya, maka akibatnya akan dapat menjadi jauh sekali."
Raden Madyasta menundukkan wajahnya
"Aku adalah bibimu, ngger. Aku merasa berkewajiban untuk memberi nasehat kepada
angger Madyasta Apalagi persoalan sisihan adalah persoalan yang sangat rumit."
"Ya, bibi" jawab Madyasta
"Angger adalah seorang anak muda yang tampan putera seorang Adipati yang
sekaligus akan menggantikan kedudukannya. Karena itu, maka anggerpun harus
berhati-hati memilih sisihan Gadis Panjer itu mungkin memang sangat menarik
perhatian angger. Mungkin ia cantik dan lembut Tetapi gadis itu tidak lebih dari
anak seorang Demang. Jika
Ebook by Dewi Kangzusi 629 Kang Zusi http://kangzusi.com/
angger kehendaki, angger dapat mengambilnya menjadi
garwa ampeyan." Terasa degup jantung Raden Madyasta menjadi semakin
cepat Sebenarnya ia tidak ingin mendengar nasehat bibinya
itu. Tetapi ia tidak dapat memaksa agar bibinya itu berhenti
berbicara Untuk beberapa saat Raden Ayu Prawirayuda itu masih
menasehatinya. Raden Ayu itu memberi beberapa petunjuk
tentang hubungan suami isteri. Tentang cinta dan sekedar
nafsu. Raden Madyasta hanya dapat mengangguk-angguk saja.
Sekali-sekali ia mengiakannya. Dengan demikian Raden
Madyasta berharap agar bibinya itu segera berhenti berbicara
Setelah beberapa lama Raden Ayu Prawirayuda itu duduk
di serambi belakang bersama Raden Madyasta, maka
kemudian Raden Ayu itupun berkata "Semakin lama, malam
terasa menjadi semakin dingin, ngger."
"Bibi. Agaknya lebih baik bagi bibi untuk masuk saja
keruang dalam. Angin malam akan dapat berakibat buruk bagi
bibi." Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Katanya "Akupun
sudah sering menjalani laku prihatin, ngger. Bahkan aku
pernah tidur tiga malam di pasareyan eyang.kakung."
"Tetapi bukankah itu bibi lak-ukan waktu bibi masih
muda." Raden Ayu Prawirayuda itu masih saja tersenyum sambil
berkata"Aku sekarang memang sudah tua ngger."
Ebook by Dewi Kangzusi 630 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan serta-merta Raden Madyasta menyahut "Bukan itu maksudku bibi. Tetapi
mungkin ketahanan tubuh bibi sudah rnenyusut"
"Sebenarnya masih banyak yang ingin aku sampaikan kepada angger. Justru karena
aku bibi angger." "Terima kasih, bibi."
"Jika saja angger bersedia duduk di ruang dalam.
Rantamsari akan menyediakan minuman hangat bagi angger."
"Terima kasih, bibi. Terima kasih biarlah kangmbok Rantamsari beristirahat."
Raden Ayu Prawirayuda itupun kemudian bangkit berdiri.
Dilayangkannya pandangan matanya ke kegelapan di halaman belakang. Sementara itu
nyala lampu minyak di serambi itu bergoyang di sentuh angin.
"Selamat malam ngger."
"Selamat malam, bibi."
Ketika Raden Ayu Prawirayuda itu akan masuk ke ruang dalam, iapun masih
berdesis"Kadang-kadang aku merasa bersalah, bahwa karena permohonanku, angger
harus berjaga-jaga di serambi dalam dinginnya udara malam."
Raden Madyasta tertawa. Katanya"Aku sudah ditempa untuk melakukan tugas seperti
ini." "Berhati-hatilah, ngger."
"Ya,bibi." Ebook by Dewi Kangzusi 631 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Raden Ayu Prawirayuda itupun telah hilang di balik pintu yang
kemudian tertutup rapat. Raden Madyasta menarik nafas panjang. Iapun kemudian duduk kembali di amben kayu
di serambi dibawah cahaya lampu minyak. Pandangan matanya terlempar menusuk ke
kegelapan di halaman belakang yang terhitung luas itu.
*** Dalam pada itu, di malam yang semakin dalam, di rumah Ki Tumenggung Reksadrana
telah kedatangan seorang tamu yang tidak diinginkan. Tetapi Ki Tumenggung yang
sedang duduk-duduk bersama Sura Branggah itu tidak dapat menolaknya.
"Marilah, duduklah Raden Wicitra"
"Terima kasih, Ki Tumenggung. Ternyata kau ada disini Sura Branggah."
"Sudah sejak senja tadi,Raden"
"Sudah agak lama kita tidak bertemu, Raden" berkata Ki Tumenggung Reksadrana
kemudian. "Ya. Sejak sebelum Sura Branggah menemui aku waktu itu."
"Ya Waktu itu aku minta Raden datang menemui aku.
Tetapi Raden tidak menjawab apa-apa"
"Aku sudah menjawab."
"Menjawab apa?"
Ebook by Dewi Kangzusi 632 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku katakan kepada Sura Branggah bahwa pada suatu hari aku akan menemui Ki
Tumenggung Reksadrana"
"Pada suatu hari. Bukankah jawaban itu tidak jelas?"
"Nah, pada suatu hari itu adalah sekarang. Aku sekarang datang menemui Ki
Tumenggung Reksadrana"
"Raden datang ketika segala sesuatunya sudah berantakan. Ketika anakku sudah
meninggal." "Aku baru mempunyai kesempatan sekarang, Ki Tumenggung. Tetapi aku kira
kedatanganku belum teriambat"
"Apa yang akan Raden katakan sekarang?"
"Ternyata Senapati-senapati yang masih ingusan itu memiliki kemampuan yang
tinggi." "Apa maksud Raden?"
"Aku kira berkelahi melawan Senapati muda yang berada di rumah kangmbok
Prawirayuda itu tidak memerlukan tenaga dan waktu. Tetapi ternyata aku tidak
berhasil membunuhnya"
Ki Tumenggung Reksadrana memandang Raden Wicitra dengan mata setengah terpejam.
Dengan nada tinggi iapun berkata"Bukan senapati ingusan itu yang memiliki
kemampuan tinggi. Tetapi Radenlah yang sama sekali tidak bertenaga"
"Ki Tumenggung. Kata-kata Ki Tumenggung itu menyinggung perasaanku."
"Bukankah kenyataannya memang demikian."
Ebook by Dewi Kangzusi 633 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Jangan berkata begitu Ki Tumenggung. Bagaimana jika aku menantangmu untuk
memperbandingkan kemampuan kita."
"Apakah alasan Raden menantangku?"
"Tidak ada alasannya Sekedar untuk membuktikan kata-kata Ki Tumenggung. Apakah
aku memang tidak bertenaga"
"Kalau Raden memang ingin menjajagi kemampuan prajurit Kateguhan, aku sama
sekali tidak berkeberatan."
"Kita coba saja Ki Tumenggung."
"Bagus. Dibelakang ada tempat untuk bermain binten.
Meskipun aku sudah tua, tetapi aku masih akan sanggup mematahkan kaki Rade"
"Jangan sesumbar, Ki Tumenggung. Mari, kita coba saja."
Ketika Raden Wicitra bangkit berdiri, maka Ki Tumenggungpun segera berdiri pula.
"Bagus. Kita peigi ke belakang?"geram Ki Tumenggung.
Namun tiba-tiba saja Sura Branggah itupun tertawa Katanya"Aku bukan seorang
Tumenggung. Aku juga bukan keluarga berdarah biru. Tetapi aku tidak terlalu
mudah untuk memuntahkan gejolak perasaanku. Bukankah seperti kanak-kanak yang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpapasan di jalan, saling berpandangan, kemudian berkelahi tanpa sebab?"
"Tetapi aku tidak mau direndahkan seperti itu Sura Branggah. Aku tidak mau
dikatakan tidak bertenaga."
Ebook by Dewi Kangzusi 634 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Sekarang silahkan Raden duduk. Silahkan mengatakan, apa yang akan Raden katakan
sehingga Raden datang kemari."
"Tetapi Ki Tumenggung nampaknya tidak mau mendengarkan"
"Begitu Ki Tumenggung?" bertanya Sura Branggah.
"Jika Raden Wicitra itu berbicara, tentunya aku akan mendengarkan. Tetapi jika
Raden Wicitra ingin berkelahi, aku tidak berkeberatan"
Ketika Raden Wicitra bangkit lagi, Sura Branggah itupun menahannya sambil
beikata"Sudahlah. Sekarang katakan saja maksud Raden datang kemari."
Wicitra termangu-mangu, sementara Ki Tumenggungpun telah duduk pula.
"Nah, sekarang katakan Raden. Agaknya Ki Tumenggung sudah siap untuk
mendengarkan" Raden Wicitra termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun beikata"Aku dengar Ki
Tumenggung masih berniat untuk mengganggu ketentraman Paranganom."
"Apa kepentingan Raden dengan ontran-ontran yang masih akan aku timbulkan di
Paranganom itu?" bertanya Ki Tumenggung
Dahi Raden Wicitra berkerut Namun kemudian iapun menjawab"Aku memang mempunyai
kepentingan, Ki Tumenggung"
"Kepentingan itulah yang aku tanyakan."
Ebook by Dewi Kangzusi 635 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kita dapat bekerja sama"
"Maksud Raden."
"Apa yang Ki Tumenggung lakukan sekarang sebenarnya
tanggung. Belum tentu bahwa yang membunuh putera Ki
Tumenggung itu Rembana. Mungkin Sasangka, mungkin
Wismaya atau bahkan Madyasta sendiri."
"Aku tidak tahu arah bicara Raden."
"Kita bekerja sama. Kita bunuh semuanya"
"Kami memang akan melakukannya Semua itu akan
menjadi makanan kami. Tanpa kerja samapun kami akan
dapat melakukannya" "Tetapi sampai sekarang yang baru berhasil kau bunuh
baru Rembana" "Apa?" "Bukankah kau belum terlalu tua, Ki Tumenggung. Tetapi
pendengaranmu nampaknya sudah berkurang."
"Kau mulai lagi, Raden."
"Dengarlah baik-baik. Kalian tidak usah menyombongkan
diri bahwa kalian akan membunuh para Senapati muda itu
termasuk Madyasta. Jika kalian mampu, maka tentu sudah
kalian lakukan. Ternyata sampai sekarang kau baru dapat
membunuh seorang saja diantara mereka. Rembana."
"O. Jadi Raden Wicitra datang kemari sekedar untuk
menyombongkan diri, bahwa Raden sudah berhasil
Ebook by Dewi Kangzusi 636 Kang Zusi http://kangzusi.com/
membunuh Rembana. Raden, aku menyesali keberhasilan
Raden Aku berniat untuk mendapatkan semuanya. Aku ingin
membunuh keempat Senapati muda itu. Tetapi Raden Wicitra
sudah mencuri seorang diantara mereka."
"Nanti dulu, Ki Tumenggung. Bukankah Ki Tumenggung,
meskipun mungkin tidak dengan tangan sendiri, sudah
berhasil membunuh Rembana" Sekarang aku menawarkan
kerja sama untuk membunuh yang lain. Bahkan jika perlu, aku
dapat memberikan imbalan kepada Sura Branggah dan kawan-
kawannya yang mampu dihimpunnya lagi."
"Raden tidak usah berputar-putar seperti itu untuk
menyombongkan diri. Katakan saja bahwa Raden sudah
membunuh Rembana. Raden ingin pengakuanku bahwa Raden
orang yang berilmu tinggi tanpa tanding karena dapat
membunuh Senapati ingusan itu. Sedangkan Senapati ingusan
itu ternyata berilmu tinggi"
"Kenapa kau terlalu berprasangka Ki Tumenggung. Jika
aku datang sekedar untuk menyombongkan diri, lalu apa
gunanya" Apa keuntunganku dengan tindakan bodoh itu."
"Lalu apa maksud Raden sebenarnya."
"Sudah aku katakan berulang-ulang. Marilah bekerja sama
membunuh para Senapati yang tersisa itu."
Ki Tumenggung memandang Sura Branggah sejenak.
Namun Sura Branggah itu menggelengkan kepalanya
"Raden" berkata Ki Tumenggung" sebaiknya kita tidak
usah bekerja sama. Lakukan apa yang ingin Raden lakukan.
Aku lakukan apa yang ingin aku lakukan."
Ebook by Dewi Kangzusi 637 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apakah keberatan Ki Tumenggung" Bukankah kita mempunyai sasaran yang sama
meskipun dasar kepentingan kita berbeda"
"Terus-terang Raden, aku tidak percaya kepada Raden.
Mungkin saja Raden dapat bekerja sama dengan kami untuk sesaat Namun setelah itu
Raden berkhianat Raden memfitnah kami, sehingga kami ditangkap dan bahkan
dihukum. Sedangkan Raden akan dapat menikmati hasilnya"
"Aku bukan jenis seorang pengkhianat"
"Sebaiknya kita bekerja sendiri-sendiri saja, Raden. Jika Raden ingin membunuh,
bunuhlah jika mampu. Sementara itu, jika kami ingin melakukannya, biarlah kami
melakukannya." "Jadi Ki Tumenggung tetap berkeberatan untuk bekerja sama meskipun aku sudah
berjanji untuk menyediakan upah sekedarnya bagi Sura Branggah dan kelompoknya
yang baru nanti?" "Ya. Aku tetap berkeberatan."
"Raden" berkata Ki Sura Branggah kemudian"kenapa Raden harus berpikir macam-
macam. Tidur sajalah di rumah.
Tanpa kerja samapun sebenarnya akan tetap menguntungkan Raden. Raden tidur
sajalah di rumah. Nanti para Senapati itu akan mati sendiri karena tangan kami,
sehingga Raden justru tidak kehilangan upah, tidak kehilangan waktu dan tidak
diperlukan keberanian apa-apa."
Bab 26 - Gugurnya Lurah Sasangka
"Edan kau Sura Branggah. Aku ingin membunuh Sasangka dengan tanganku."
Ebook by Dewi Kangzusi 638 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa tidak Raden lakukan?"
"Jika kita bekerja sama, kalian dapat menjerat para
Senapati yang lain dalam pertempuran."
"Nanti Raden kalah lagi. Nanti malah Raden yang mati."
"Aku sumbat mulutmu dengan tumitkii ini Sura Branggah.
Sebenarnya aku tidak kalah. Tetapi aku terlalu
merendahkannya, sehingga aku telah kehilangan kesempatan
yang pertama." "Bukankah Raden sendiri yang mengaiakan bahwa bagi
Raden, para Senapati muda itu ilmunya ternyata tidak dapat
Raden atasi." "Apakah aku berkata begitu?"
"Sekarang, apapun yang Raden katakan, kami tidak dapat
bekerja sama dengan Raden."
"Ki Tumenggung memang keras kepala."
"Jangan berkata begitu Raden. Nanti aku benturkan
kepalaku yang keras ini ke kepalamu."
"Tetapi kau tidak dapat menolak, Ki Tumenggung."
"Kenapa" Apakah Raden bermaksud mengancam?"
"Ya. Aku memang akan mengancam Ki Tumenggung. Jika
Ki Tumenggung tetap tidak mau bekerja sama, maka aku akan
membuka rahasia Ki Tumenggung."
"Rahasia apa" Aku tidak mempunyai rahasia apa-apa."
Ebook by Dewi Kangzusi 639 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Jangan memperbodoh orang Ki.Tumenggung. Rencanamu
untuk tetap menimbulkan kekacauan dengan Paranganom
tentu tidak disetujui oleh Kangjeng Adipati. Karena itu, jika
Kangjeng Adipati mengetahui, maka kau tentu akan dihukum
berat, karena yang kau lakukan ini akan dapat merendahkan
nama Kangjeng Adipati."
"Jadi Raden akan melaporkan rencanaku kepada Kangjeng
Adipati?" "Jika Ki Tumenggung tidak mau bekerja sama."
"Raden tentu tidak akan berani melakukannya."
"Kenapa aku tidak berani melakukannya" Aku akan mohon
waktu untuk menghadap. Karena Kangjeng Adipati
mempunyai persoalan khusus dengan kangmbok Prawirayuda,
aku tentu akan diterima. Bahkan segera pada saat aku
mengajukan permohonan. Kangjeng Adipati tentu mengira
bahwa persoalannya menyangkut kangmbok Prawirayuda.
Tetapi setelah aku menghadap, aku akan mengatakan bahwa
ternyata Ki Tumenggung Reksadrana tidak tunduk kepada
perintah Kangjeng Adipati. Ternyata Ki Tumenggung masih
tetap berusaha untuk membuat kericuhan di Paranganom.
Nah, saat itu juga Kangjeng Adipati akan memanggil Ki
Tumenggung. Jika Ki Tumenggung menolak, maka Ki
Tumenggung akan ditangkap. Jika tidak ada prajurit yang
berani menangkap Ki Tumenggung, maka akulah yang akan
mohon diperintahkan melakukannya dengan sekelompok
prajurit pilihan. Ki Tumenggung akan diadili oleh Kangjeng
Adipati pribadi. Ki Tumenggung akan dihukum gantung di
alun-alun. Atau setidak-tidaknya Ki Tumenggung akan
dihukum kerja paksa seumur hidup. Kaki Ki Tumenggung akan
diikat dengan rantai bersama-sama dengan para gegedug
kecu, brandal, begal dan sebagainya."
Ebook by Dewi Kangzusi 640 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba saja Ki Tumenggung itu tertawa
berkepanjangan, sehingga Raden Wicitra menjadi terheran-
heran. Bahkan Sura Branggahpun memandanginya dengan
mulut ternganga. " Ada apa dengan Ki Tumenggung?" bertanya Sura
Branggah didalam hatinya.
Namun sebenarnyalah bahwa Sura Branggah sendiri
menjadi cemas. Jika Raden Wicitra benar-benar melaporkan-
nya kepada Kangjeng Adipati, maka bukan hanya Ki
Tumenggung yang ditangkap. Tetapi tentu dirinya juga akan
ditangkap. Di gantung di alun-alun atau dihukum dengan kerja
paksa seumur hidup. Sura Branggah tidak akan merasa ngeri bercampur dengan
para gegedug brandal, kecu dan begal, karena namanya
cukup dikenal dan ditakuti. Tetapi Sura Branggah
membayangkan bahwa sepanjang umumya ia tidak akan
melihat lagi ramainya pasar Kliwon. Lezatnya nasi tumpang
dengan telur pindang. Ia tidak lagi dikerubuti perempuan-
perempuan cantik yang haus keping-keping uang yang
dibawanya atau berbagai perhiasan emas dan permata hasil
rampokannya. Baru sejenak kemudian suara tertawa Ki Tumenggung itu
mereda. Disela-sela suara tertawanya yang masih tersisa,
iapun berkata"Raden memang jenis seorang pengkhianat.
Seorang yang suka memfitnah."
"Ini bukan fitnah. Bukankah yang terjadi sebenarnya
memang demikian?" Ebook by Dewi Kangzusi 641 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Baik, baik Raden. Yang terjadi sebenarnya memang demikian. Tetapi bukankah aku
juga berhak untuk memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati?"
"Apa yang akan kau laporkan?"
Ki Tumenggung memandangi wajah Raden Wicitra yang tegang sambil tersenyum-
senyum. Katanya"Raden. Sudah ada berapa macam benda-benda berharga di keputren
yang Raden curi. Ketika Raden Ayu Prawirayuda masih tinggal di istana, jika
Raden datang mengunjunginya, maka sepularig Raden dari keputren, Raden langsung
pergi ke tukang tadah barang-barang berharga yang Raden curi dari keputren." .
"Bohong. Kalau ini benar-benar fitnah" Raden Wicitra hampir berteriak sambil
bangkit dari tempat duduknya"apa maksud Ki Tumenggung dengan fitnah itu?"
"Jadi menurut Raden, apa yang aku katakan ini fitnah?"
" Ya." "Raden kenal dengan Ki Citraprana, saudagar barang-barang kuno yang mempunyai
nilai yang tinggi itu?"
"Apakah jika aku mengenalnya berani aku menjual barang-barang curian kepadanya?"
"Aku akan menangkap Ki Citraprana. Aku masih mempuyai wewenang sekarang ini,
sebelum aku di rantai di penjara karena pengkhianatan Raden. Aku akan memaksanya
berbicara dan berusaha menemukan bukti-bukti benda-benda berharga yang sekarang
masih ada di rumahnya."
Ebook by Dewi Kangzusi 642 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Wajah Raden Wicitra menjadi pucat. Katanya" Kenapa kau menjadi dengki kepadaku"
Itu adalah persoalanku dengan kangmbok Prawirayuda."
"Benda-benda yang, kau curi bukan milik Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi milik
Kangjeng Adipati. Nah, percaya atau tidak percaya, sekarang aku tahu, bahwa
Raden sering mencuri di kadipaten. Jika aku mendorongnya dengan ujung jari
kelingkingku saja, maka Kangjeng Adipati tentu akan menangkap Raden. Apalagi
sekarang Raden Ayu Prawirayuda, kakang perempuan Raden yang dapat sedikit
memberikan perlindungan kepada Raden itu sudah tidak ada di kadipaten."
"Setan kau Tumenggung Reksadrana. Kaulah yang mempunyai tampang seorang
penghianat." "Bukan hanya aku. Tetapi kita berdua. Kau dan aku sama-sama orang-orang licik.
Bendanya aku adalah seorang yang cerdik. Sedangkan Raden adalah seorang pencuri
yang bodoh." "Cukup." "Raden tidak usah berteriak. Sebaiknya Raden sekarang keluar dari rumahku.
"Persetan kau Ki Tumenggung. Kau akan menyesali sikapmu ini."
"Kalau aku memang harus menyesal, biarlah aku menyesal."
Wajah Raden Wicitra menjadi merah bagaikan membara.
Namun betapapun kemarahannya membakar jantungnya, tetapi ia tidak dapat berbuat
banyak. Di rumah itu ada Sura
Branggah. Jika ia berselisih dan bahkan kemudian harus
Ebook by Dewi Kangzusi 643 Kang Zusi http://kangzusi.com/
berkelahi melawan Ki Tumenggung, maka Sura Branggah
tidak akan tinggal diam. Iapun akan ikut melibatkan diri dan
bahkan mungkin Sura Branggahlah yang akan membunuhnya
dan kemudian melemparkan mayatnya di sungai sebelah. Baru
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besok orang-orang yang turun ke kali menemukan mayatnya
itu. Karena itu, maka dengan serta-merta Raden Wicitrapun
meninggalkan rumah itu sambil bergeramang" Persoalan kita
belum tuntas, Ki Tumenggung."
Namun yang menyahut adalah Sura Branggah"Kaulah yang
tidak lumrah, Raden. Gadis puteri Raden Ayu itu adalah
kemanakan Raden sendiri. Kenapa Raden akan memaksa
untuk mengambilnya sebagai istri."
"Diam kau perampok buruk."
Sura Branggah tertawa. Katanya"Seorang perampok masih
memerlukan keberanian untuk menjalankan pekerjaannya.
Tetapi tidak bagi seorang pencuri. Ia mengambil justru pada
saat pemiliknya lengah dan tidak melihatnya."
"Seorang pencuri jauh lebih berharga dari seorang
perampok. Seorang pencuri harus memiliki ketrampilan yang
tinggi. Selebihnya seorang pencuri adalah orang-orang yang
lembut hati yang tidak menginginkan kekerasan, sehingga
memungkinkan untuk jatuh korban. Seorang pencuri
melakukan kekerasan hanya pada saat-saat ia tersudut.
Karena itu, jika pada saatnya aku tersudut, maka aku juga
akan melakukan kekerasan."
"Kenapa tidak kau lakukan Raden" Apakah sekarang Raden
belum tersudut?" bertanya Sura Branggah.
Ebook by Dewi Kangzusi 644 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kemarahan Raden Wicitra benar-benar telah membakar dadanya. Tetapi Raden Wicitra
tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa ia memang agak merasa ngeri karena di
rumah itu ada Ki Tumenggung Reksadrana serta Sura Branggah.
Karena itu, maka Raden Wicitra itupun segera meninggalkan rumah itu.
Ketika ia keluar dari pintu pringgitan, ia masih mendengar suara tertawa
berkepanjangan. Agaknya Ki Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggah masih saja
mentertawakannya. Raden Wicitra ternyata tidak mampu lagi menahan kemarahannya yang menggelegak.
Karena itu, demikian ia turun ke halaman, maka iapun segera meraih batu sebesar
kepalan tangannya. Sejenak ia termangu-mangu. Tetapi suara tertawa yang lamat-lamat di ruang dalam
Ki Tumenggung itu masih memanaskan darahnya.
Karena itu, maka Raden Wicitra itu telah melemparkan batu sebesar kepalan
tangannya itu ke atap rumah Ki Tumenggung.
Ki Tumenggung terkejut. Bersama Sura Branggah merekapun berlari keluar. Tetapi
Raden Wicitra telah hilang dibalik pintu regol rumah Ki Tumenggung Reksadrana.
"Gila orang itu" geram Ki Tumenggung.
"Ternyata tingkahnya masih seperti kanak-kanak. Ia hanya berani melemparkan batu
ke atas rumah." Ebook by Dewi Kangzusi 645 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bukan itu yang aku pikirkan. Bahwa ia melemparkan batu itu adalah pertanda
Wicitra hampir menjadi gila oleh kemarahannya. Karena itu, maka ia akan dapat
berbuat apa saja untuk menghancurkan kita kelak."
"Jika demikian, maka orang itu sangat berbahaya Ki Tumenggung."
"Ya. Orang itu sangat berbahaya."
"Jika demikian, kenapa orang itu tidak dilenyapkan saja
"Aku masih berpikir, bahwa ia akan dapat kita manfaatkan, Ia akan dapat menjadi
sasaran tuduhan pembunuhan alas para Senapati di rumah Raden Ayu Prawirayuda
justru karena Wicitra itu menjadi gila untuk mengambil kemanakannya sendiri
menjadi isterinya." "Kenapa Ki Tumenggung menolak bekerja bersama?"
"Orang itu tentu berpikir seperti yang aku pikirkan. Ia berharap bahwa kitalah
yang dituduh membunuh para Senapati di rumah itu untuk memberikan kesan
kekacauan di Paranganom. Tetapi jika benar demikian, maka Kangjeng Adipati
Yudapati sendiri yang akan menghabisi kita"
"Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?"
"Aku memang ragu-ragu."
"Jika demikian, kita lenyapkan saja orang itu. Habis perkara."
"Kau akan melakukannya?"
"Mumpung belum jauh, Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 646 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Terserah saja kepadamu."
"Baik. Aku akan menyusulnya. Lidah orang itu tentu sangat
berbisa." Ki Tumenggung mengangguk sambil berkata"Berhati-
hatilah. Orang itu tentu licik licin dan tidak tahu malu. Ia akan
dapat berbuat apa saja."
"Baik, Ki Tumenggung."
Sura Branggah itupun kemudian telah turun pula ke
halaman. Dengan cepat ia keluar dari regol halaman menyusul
Raden Wicitra yang telah menyusup kedalam kegelapan.
Namun Sura Branggah sudah menduga, kemana Raden
Wicitra itu akan pergi. Raden Wicitra itu mempunyai seorang
selir yang tinggal di padukuhan sebelah berantara dua bulak
yang tidak terlalu panjang.
"Aku harus menyusulnya pada saat Raden Wicitra berada
di bulak yang kedua itu lebih panjang sehingga jaraknya dari
padukuhan disebelah menyebelah tidak terlalu dekat.
Seandainya Raden Wicitra itu berteriak, suaranya tidak akan
terdengar dari padukuhan.
Sebenarnya Sura Branggah sudah dapat melihat sosok
Raden Wicitra sesaat sebelum ia memasuki padukuhan. Tetapi
Sura Branggah membiarkannya saja. Dengan hati-hati ia terus
mengikutinya sampai Raden Wicitra itu muncul dari gerbang
padukuhan di sebelah lain dan memasuki bulak yang lebih
panjang. Ketika Raden Wicitra sampai di tengah-tengah bulak, maka
Sura Branggahpun mempercepat langkahnya, sehingga
jaraknyapun menjadi semakin dekat.
Ebook by Dewi Kangzusi 647 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa tergesa-gesa Raden" sapa Sura Branggah ketika
Raden Wicitra sampai di simpang empat di tengah tengah
bulak itu. Raden Wicitra terkejut. Iapun segera berhenti dan
memutar tubuhnya. Dalam keremangan malam Raden Wicitra itu melihat Sura
Branggah berdiri beberapa langkah di hadapannya.
"Sura Branggah" desis Raden Wicitra.
"Ya. Raden." "Apakah kau menyusulku atau kau memang akan pergi
searah dengan aku?" "Aku memang sengaja menyusul Raden."
"Apakah ada pesan dari Ki Tumenggung."
"Tidak Raden. Tidak ada pesan apa-apa."
"Jadi?" "Keperluanku sendiri."
"Keperluanmu sendiri.?"
"Ya" "Keperluan apa?"
"Aku ingin membunuh Raden."
Ebook by Dewi Kangzusi 648 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"He?"Raden Wicitra terkejut sehingga sesaat ia tidak dapat berbicara apa-apa.
"Jangan menyesali nasib burukmu Raden. Kau merupakan ancaman bagi kami. Maksudku
Ki Tumenggung Reksadrana serta aku dan gerombolanku yang baru akan aku susun
kembali." "Kenapa aku kau anggap ancaman bagimu dan Ki Tumenggung?"
"Lidah Raden itu sangat tajam dan bahkan beracun.
Karena itu, untuk mengamankan diri, Ki Tumenggung dan aku menganggap lebih baik
jika Raden ditiadakan saja sehingga tidak akan mungkin dapat memfttnah kami.
Tentang para Senapati di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu jangan dicemaskan. Kami
akan membunuh mereka semuanya.
Sayang bahwa seorang diantara mereka sudah mati."
|"Nampaknya kau dan Ki Tumenggung Reksadrana sudah gila. Kau kira dengan
membunuh aku, kalian dapat melakukan rencana kalian dengan baik" Sura Branggah.
Ada atau tidak ada, aku tidak akan mempengaruhi rencanamu yang kau susun dengan
Ki Tumenggung Reksadrana."
"Kau tidak dapat membela diri lagi Raden. Sekarang sudah saatnya kau mati.
Karena itu, kau harus mengikhlaskan nyawamu."
Jantung Wicitra terasa berdegup semakin keras.
Kemarahannya kepada Ki Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggah masih belum
mengendap. Kini Sura Branggah itu telah menantangnya.
Karena itu, maka Raden Wicitra itupun berkata" Sura Branggah. Jangan meremehkan
orang lain. Kau kira aku silau Ebook by Dewi Kangzusi
649 Kang Zusi http://kangzusi.com/
melihat tampangmu serta gemetar mendengar namamu. Jika
kau menang ingin menantangku, baiklah. Aku juga laki-laki
seperti kau. Kau kira akan takut menghadapimu?"
"Aku tidak mengira bahwa Raden akan menjadi ketakutan
Aku tahu bahwa Raden tentu akan menerima tantanganku.
"Bagus Sura Branggah. Jika demikian, kau akan aku yang
akan mati disini." Sura Branggah tertawa pendek. Katanya"Jika memang
demikian, bersiaplah Raden. Aku datang untuk membunuhmu.
Hanya jika kau berhasil membunuhku sajalah maka kau akan
selamat. Tetapi jika kau tidak berhasil membunuhku, maka
kaulah yang akan mati."
"Kita sama-sama laki-laki Sura Branggah. Meskipun kau
pemimpin brandal yang namamu menakuikan, tetapi jangan
bermimpi akan dapat mengalahkan aku."
"Bersiaplah untuk mati Raden." /
Raden Wicitra menggeram. Namun iapun segera
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
Sura Branggahpun segera meloncat menyerang. Tanganya
terjulur menggapai kearah dada. Namun Raden Wicitra
menangkis sambil meloncat kesamping.
Dernikdanlah, maka keduanyapun segera terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Ternyata tidak seperti yang diduga
oleh Sura Branggah, bahwa Raden Wicitra akan dapat dengan
mudah dikalahkannya. Tetapi ternyata bahwa Raden Wicitra
juga seorang yang tangkas.
Raden Wicitra tidak hanya sekedar mampu mengelak dan
berloncatan surut. Tetapi dengan garang Raden Wicitrapun
telah membalas menyerang.
Ebook by Dewi Kangzusi 650 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka telah terjadi benturan-benturan
antara dua kekuatan yang ternyata seimbang Sehingga
keduanya berganti-ganti harus bergeser surut.
"Ternyata orang ini juga mempunyai kemampuan yang
tinggi" berkata Sura Branggah didalam hatinya.
Sementara itu, Raden Wicitrapun harus mengakui
kenyataan yang dihadapinya, bahwa Sura Branggah memiliki
kekuatan yang besar serta ketahanan tubuh yang tinggi.
Dengan demikian pertempuran ini semakin menjadi
semakin seru. Keduanya saling menyerang dengan
mengerahkan segenap tenaga dan kemumpuan mereka
Ketika kaki Raden Wicitra itu menyambar dada Sura
Branggah, maka Sura Branggahpun telah terdorong beberapa
langkah surut. Dengan cepat Raden Wicitra memburunya.
Dengan loneatan panjang, maka sekuli lagi kaki Raden Wicitra
terayun rnendatar, justru menyambar kening Sura Branggah.
Sura Branggah tidak mampu lagi mempertahankan
keseimbangannya. Tubuhnyapuh terlempai dan terguling jatuh
menimpa tanggul parit. Tetapi dengan cepat Sura Branggah melenting bangkit.
Ketika Raden Wicitra meloncat mendekatinya, Sura
Branggahlah justru menyongsongnya. Sura Branggahlah yang
mendahului menyerang Raden Wicitra. Tangannya tetap
menghantam perut. Raden Wicitra mengaduh tertahan. Diluar sadarnya Raden
Wicitra itu membongkok sambil memegangi perutnya dengan
kedua belah tangannya. Ebook by Dewi Kangzusi 651 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Pada saat itu Sura Branggah dengan cepat menekan kepala Raden Wicitra serta
membentumya dengan lututnya.
Sekali lagi Raden Wicitra mengaduh. Tetapi ia tidak membiarkan kepalanya sekali
lagi dibenturkan ke lutut Sura Branggah. Karena itu, maka iapun segera
menggeliat. Raden Wicitra justru telah menjatuhkan dirinya berguling beberapa
kali untuk mengambil jarak.
Sura Branggah yang marah dengan cepat meloncat menerkam. Kedua tangannya
terjulur Turus menggapai leher Raden Wicitra.
Tetapi tubuh Sura Branggah justru menerpa kedua kaki Raden Wicitra yang merapat.
Ketika kedua kaki itu dihentakkannya, maka Sura Branggah telah teriempar
beberapa langkah. Sekali lagi Sura Branggah terpelanting jatuh menimpa tanggul
parit. Sekejap kemudian, keduanya telah meloncat bangkit berdiri dan bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Keduanyapun kemudian bergeser beberapa langkah.
Kepala Raden Wicitra yang terantuk lutut Sura Branggah masih terasa pening.
Perutnyapun masih mual. Sementara itu, punggung Sura Branggahpun terasa nyeri
setelah dua kali menimpa tanggul parit di pinggir jalan.
Namun keduanya berusaha untuk mengatasinya dengan mengerahkan daya tahan masing-
masing. "Tubuhmu liat juga Raden" geram Sura Branggah.
"Setan kau Sura Branggah. Ternyata tulang-tulangmu liat juga. Tetapi jangan
mirnpi kau dapat keluar dengan selamat.
Besok orang-orang yang lewat akan menemukan tubuh gegedug brandal yang ditakuti
itu terbaring di simpang empat Ebook by Dewi Kangzusi
652 Kang Zusi http://kangzusi.com/
ini. Tetapi itu sudah nasibmu. Kau sendirilah yang datang
kepadaku untuk mengantarkan nyawamu."
"Mulutmu sajalah yang besar Raden. Tetapi tenagamu
tidak lebih besar dari tenaga seorang pepempuan tua sakit-
sakitan." "Tetapi kau tidak dapat menahannya. Dengan mudah aku
melemparkanmu menghantam tanggul parti itu.
Sura Branggah tidak menjawab lagi, Dengan garangnya
Sura Branggah telah meloncat menyerang
Pertempuran diantara keduanya segera menyala lagi.
Keduanya berloncatan dengan cepat, melingkar lingkar di
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gelapnya malam. Mereka saling menyerang dan saling
menghindar. Benturan-benturan terjadi semakin sering.
Serangan-seranganpun semakin sering pula mengenai
sasarannya. Setelah mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka
beberapa lama, maka nafas merekapun mulai memburu di
lubang hidung mereka. Keringatpun bagaikan diperas dari
tubuh mereka. Pakaian mereka telah basah kuyup dilekati
debu yang semakin tebal. Namun tidak segera dapat diketahui, siapakah yang akan
memenangkan pertempuran itu.
Akhimya Wicitra merasa bahwa tidak ada gunanya untuk
bertempur terus. Wicitrapun meragukan kemampuannya
sendiri untuk dapat mengalahkan Sura Branggah yang
bertempur semakin kasar. Dan bahkan menjadi buas dan liar.
Meskipun demikian, Wicitrapun meragukan kemampuan
Sura Branggah, bahwa ia akan dapat mengalahkannya.
Ebook by Dewi Kangzusi 653 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah, bahwa beberapa saat kemudian, tenaga
merekapun telah menjadi semakin menyusut. Ketika Sura
Branggah terpelanting jatuh, maka ia memerlukan waktu
beberapa saat untuk bangkit. Tetapi Wicitrapun tidak mampu
lagi untuk mendekatinya dengan cepat untuk menyerang pada
saat Sura Branggah bangkit dan belum bersiap menghadapi
serangannya. Namun Wicitrapun terdorong jatuh dan terjerembab ke
dalam parit yang mengalir ketika serangannya tidak mengenai
sasaran. Bahkan Sura Branggah sempat mendorongnya
dengan sisa tenaganya. Ketika Wicitra itu kemudian bangkit. maka iapun
berkata"Tidak ada gunanya perkelahian ini diteruskan. Aku
akan pergi. Pada kesempatan Iain, aku akan menikammu
dengan kerisku ini."
Sura Branggah termangu-mangu sejenak. Sura Branggah
melihat keris di tangan Raden Wicitra. Karena itu. maka iapun
telah menarik pisau belatinya.
Tetapi Raden Wicitra itu tidak mei yerangnya. Tertatih-tatih
Raden Wicitra itu justru melangkah menjauh samhil
berkata"Kita cari kesempatan yang lebih baik. Sura Branggah.
Aku akan benar-benar membunuhmu."
"Kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja Raden ."
geram Sura Branggah. "Tanganmu tidak lagi kuat menekankan pisaumu itu
didadaku. Akupun sudah kehabisan tenaga untuk menikam
jantungmu. Aku menyesal bahwa aku terlambat menarik
kerisku." Ebook by Dewi Kangzusi 654 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku akan menunggu, Raden."
"Bagus. Kapanpun saatnya kita akan menyelesaikan persoalan diantara kita ini.
Setelah aku membunuhmu, maka aku akan membunuh Ki Tumenggung Reksadrana yang
tamak itu." "Persetan dengan celotehmu itu."
Raden Wicitrapun kemudian dengan langkah gontai meninggalkan simpang empat di
bulak panjang itu. Sementara Sura Branggahpun tidak mengejarnya. Sura Branggah
sendiri sudah merasa kehabisan tenaga, Sehingga seandainya mereka bertempur
terus, maka mereka tentu hanya akan saling melukai. Tubuh mereka akan terkapar
di simpang ampat itu. Jika besok mereka diketemukan oleh orang lewat, maka mereka ternyata masih belum
mati. "Ternyata anak iblis itu mampu mempertahankan hidupnya" geram Sura Branggah.
Sementara itu, Raden Wicitrapun melangkah semakin lama semakin jauh menusuk
masuk ke dalam gelapnya malam.
Sejenak kemudian, simpang empat itu sudah menjadi lengang. Sura Branggah masih
berada di simpang empat itu, duduk katas tanggul parit yang basah.
Namun sejenak kemudian, Sura Branggah yang letih itupun bangkit berdiri. Kakinya
terasa menjadi sangat berat ketika ia melangkah untuk kembali ke rumah Ki
Tumenggung Reksadrana. Di dini hari, Sura Branggah itu telah berada di rumah Ki Tumenggung Reksadrana.
Sura Branggah duduk di lantai. Di Ebook by Dewi Kangzusi
655 Kang Zusi http://kangzusi.com/
bawah cahaya lampu minyak ia melihat noda-noda darah pada
pakaiannya. Ternyata di tubuhnya terdapat goresan-goresan luka.
Ketika ia terjatuh menimpa tanggul parit serta beberapa kali
tubuhnya terdorong dan tersandar pada pohon turi yang
tumbuh di pinggir jalan, agaknya batu-batu padas, serta kulit
batang turi yang kasar itu telah melukai kulilnya.
Ki Tumenggung Reksadrana yang berjalan hilir mudik
diruang itu dengan geram bertanya"Jadi kau gagal membunuh
iblis yang lidahnya bercabang itu?"
"Aku mohon maaf, Ki Tumenggung. Ternyata nyawa
Raden Wicitra itu liat juga. Ia mampu mempertahankan diri
untuk beberapa lama sebelum ia meninggalkan arena
pertempuran." "Kau tidak mengejarnya?"
"Aku sendiri hampir kehabisan tenaga, Ki Tumenggung.
Jika aku mengejarnya dan perkelahian itu berlanjut, mungkin
kami berdua akan pingsan di simpang empat itu. Jika tubuh
kami berdua di temukan oleh orang lewat, maka tentu akan
menjadi bahan pembicaraan yang panjang.
"Orang-orang akan mengira bahwa kau berusaha
menyamun Raden Wicitra. Tetapi Raden Wicitra lelah melawan
sehingga kalian berdua menjadi pingsan.
"Dengan demikian, aku akan dipenjara. dan bahkan akan
timbul kesan, bahwa Kateguhanpun telah menjadi tidak aman
seperti Paranganom "Tetapi Wicitra itu tentu akan rrienyebai racun dengan
lidahnya yang bercabang itu
Ebook by Dewi Kangzusi 656 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi sudah banyak orang yang mongenalnya sebagai
iblis yang lidahnya bercabang, Ki Tumenggung,
"Kau sudah mulai Sura Branggah. Kau harus
menyelesaikannya. "Tentu Ki Tumenggung, Aku akan menyolesaikannya."
"Jangan terlalu lama."
"Ya. Tentu tidak terlalu lama. Tetapi bukan hari ini."
Ki Tumenggung itupun kemudian menggeran"Aku mau
tidur. Terserah apakah kau akan tidur atau tidak."
"Aku akan tidur di lincak panjang diserambi itu saja Ki
Tumenggung." Disisa malam itu, Raden Wicitra telah mengetuk rumah
seorang perempuan. Rumah perempuan yang memang
menjadi tempat persinggahannya.
"Siapa diluar?" terdengar suara seorang perempuan
bertanya dari dalam. "Aku Nyi, Wicitra"
Raden Wicitra menarik nafas panjang, ketika ia menderigar
langkah kaki ke pintu. Sejenak kemudian, maka pintu itupun
telah terbuka. Seorang perempuan berdiri termangu-mangu di belakang
pintu yang terbuka itu. Tertatih-tatih Raden Wicitra melangkah masuk.
Ebook by Dewi Kangzusi 657 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Raden, kenapa?" bertanya perempuan itu ketika ia
melihat keadaan Wicitra yang wajahnya nampak pengab
kebiru-biruan. Setelah pintu itu ditutup kembali, maka perempuan itu
telah menggandeng Raden Wicitra ke sebuah lincak panjang..
. Raden Wicitra yang letih itupun segera duduk di lincak itu
sambil berdesah. "Tubuhku terasa sakit semuanya. Tulang-tulangku
bagaikan menjadi retak. Isi rongga dadaku seakan-akan telah
rontok berguguran" "Kenapa" Raden telah berkelahi lagi memperebutkan puteri
yang bernama Rantamsari itu?"
"Tidak." "Bohong. Raden tentu berkelahi lagi seperti beberapa
waktu yang lalu. Waktu itu Raden datang sambil mengeluh.
Raden minta aku memijit tubuh Raden yang terasa sakit.
Tetapi Raden berbicara terus-menerus tentang perempuan
yang bernama Rantamsari itu. Bukankah hatiku menjadi sakit"
"Kau tidak usah menjadi sakit hati. Aku tidak akan
meninggalkanmu, meskipun aku akan menikah dengan
Rantamsari kelak." "Sekarang, dalam keadaan seperti ini, kenapa Raden tidak
pergi saja ke rumah Rantamsari."
"Rantamsari rumahnya jauh sekali. Ia tinggal di
Paranganom, sementara kita berada di Kateguhan."
Ebook by Dewi Kangzusi 658 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Sekarang Raden kemari mau apa?"
"Kau lihat keadaanku" Tolong, obali luka-lukaku. Aku juga
memerlukan ganti pakaian. Bukankah ada pakaianku yang aku
tinggalkan disini." Perempuan itupun kemudian telah merawat Raden Wicitra.
Ia telah merebus air untuk mandi. Kemudian menyediakan
ganti pakaian serta menyiapkau minuman hangat.
Namun ketika ia menerima pakaian Wicitra yang kotor,
yang basah oleh keringat dan dilekati debu yang tebal, maka
yang pertama-tama dicarinya adalah uang di kantong baju itu.
Tetapi perempuan itu hanya.menemukan beberapa keping
uang kecil saja, sehingga ia masih bernafsu untuk
mendapatkan yang lebih banyak lagi.
Baru ketika Raden Wicitra tertidur setelah mandi air
hangat, berganti pakaian dan minum minuman panas,
perempuan itu sempat membuka kantong ikal pinggang
Raden. Wicitra. Di kantong ikat pinggang itu, ia menemukan uang lebih
banyak lagi. Demikianlah, maka dendam Raden Wicitra kepada Ki
Tumenggung Reksadrana dan kepada Sura Branggahpun
menjadi semakin dalam. Demikian pula sehaliknya, Ki
Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggahpun menjadi
semakin benci kepada Raden Wicitra. Bagi Ki Tumenggung
Reksadrana dan bagi Sura Branggah, RadenWicitra harus
disingkirkan. Ebook by Dewi Kangzusi 659 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun demikian, baik Raden Wicitra maupun Ki Tumenggung tidak ada yang berani
memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati Yudapati tentang-kejahatan yang
pernah mereka lakukan. Mereka berniat membuat penyelesaian sendiri atas persoalan diantara mereka.
*** Dalam pada itu, di Paranganom, Wismaya melihat hubungan antara Raden Ajeng
Rantamsari dan Sasangka menjadi semakin rapat. Bahkan Wismayapun pernah.
menyampaikan persoalannya kepada Raden Madyasta. Tetapi Raden Madyasta sendiri
merasa agak bingui g, apa yang harus dilakukannya.
"Sasangka sama sekali sudah tidak lagi. merasa malu, Raden" berkata Wismaya.
"Aku tidak tahu, apa yang sebaiknya aku lakukan, kakang."
"Mungkin kematian Rembana tidak ada hubungannya dengan Raden Ajeng Rantamsari,
tetapi bukan berarti bahwa kemungkinan itu tidak ada sama sekali."
"Kakang Sasangka memang menimbulkan beberapa pertanyaan. Kadang-kadang aku
merasa takut memikirkannya."
"Mungkin apa yang Raden tatkutkan itu, sama seperti yang aku takutkan pula."
"Apa yang kakang takutkan?"
Ebook by Dewi Kangzusi 660 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Pernah tersirat dalam pembicaraan kita sebelumnya, Raden. Tetapi kita masing-
masing tidak mengatakannya dengan terbuka."
"Hubungan antara kematian kakang Rembana dengan apa yang dilakukan oleh Sasangka
sekarang?" "Ya, Raden." "Tegasnya, dugaan bahwa kakang Sasangkalah yang telah membunuh kakang Rembana?"
"Ya, Akupun menjadi curiga, karena sebelumnya Sasangka pernah memperingatkan
Rembana agar tidak berhubungan terlalu rapat dengan Raden Ajeng Rantamsari.
"Tetapi waktu itu menurut kakang Wismaya, kakang Sasangka mengueapkan
peringatannya dengan jujur.
Maksudnya, kakang Sasangka benar-benar memperingatkan Rembana agar Rembana tidak
menjadi sangat kecewa di kemudian hari. Hatinya tidak menjadi sangat pedih, jika
Raden Ajeng Rantamsari itu tiba-tiba telah direnggut dari sisihnya."
" Ya. Menurut tanggapanku waktu itu memang demikian, Raden. Tetapi apa yang
terjadi kemudian membuat aku menjadi ragu-ragu."
"Aku harus berhati-hati menghadapi persoalan ini, kakang."
"Raden. Bagaimana menurut pendapat Raden, jika Raden berusaha berdiri diantara
Sasangka dan Raden Ajeng Rantamsari?"
"Aku tidak dapat melakukannya, kakang. Nanti akan dapat timbul salah paham pada
bibi." Ebook by Dewi Kangzusi 661 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Raden akan berterus-lerang mengatakan kepada Raden
Ayu Prawirayuda. "Raden Madyasta menarik nafas panjang. Selama ini
bibinya bersikap amat baik kepadanya. Apalagi menurut
ayahandanya, Kangjeng Adipati Prangkusuma dan
Paranganom, bibinya pernah berniat untuk menempatkan
Raden Ajeng Rantamsari disisi Kangjeng Adipati Yudapati di
Kateguhan. Padahal menurut penglihatan orang orang
Keteguhan, Raden Ajeng Rantamsari adalah adik Kangjeng
Adipati Yudapati, meskipun sebenarnya hanyalah adik tiri yang
berbeda ayah dan ibu. Karena Raden Madyasta tidak segera menjawab, Wismaya
itupun bertanya pula"Bagaimana menurut Raden?"
Raden Madyasta masih termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun justru bertanya"Bagaimana menurut
tanggapan kakang Wismaya terhadap sikap bibi Prawirayuda"
Nampaknya bibi sama sekali tidak menaruh keberatan."
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pada saat Raden Ajeng Rantamsari berhubungan dengan
Rembaria, Raden Ayu Prawirayuda juga tidak berusaha
mencegahnya." "Seharusnya bibi tidak membiarkan kangmbok Rantamsari
bersikap seperti itu."
Wismaya terdiam. Sementara Raden Madyasta itu berkata
didalam hatinya"Mungkin bibi merasa sangat kecewa, bahwa
kakangmas Adipati Yudapati telah menolaknya, sehingga
akhirnya bibi justru menjadi tidak peduli lagi atas apa yang
dilakukan oleh kangmbok Rantamsari dalam hubungannya
dengan seorang laki-laki. Tetapi jika itu benar, maka
malanglah nasib kangmbok Rantamsari."
Ebook by Dewi Kangzusi 662 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan demikian maka keduanya tidak menemukan
kesimpulan apa-apa yang akan dapat mereka sampaikan
kepada Sasangka. Sehingga untuk sementara baik Wismaya
maupun Raden Madyasta masih akan tetap berdiam diri.
Dalam pada itu, Raden Madyastapun telah teringat akan
dirinya sendiri yang telah menjalin hubungan dengan anak
perempuan Ki Demang Panjer. Ayahandanya masih tetap
berpegang kepada ajaran orang-orang tua, bahwa keturunan
akan memegang peran penting dalam kehidupan rumah
tangga. Sebagai putera seorang Adipati, maka tidak
sepatutnya, ia mengambil anak perempuan Demang Panjer itu
untuk menjadi sisihannya.
"Jika pada saatnya, seandainya hubungan Sasangka dan
kangmbok Rantamsari dapat diterima oleh bibi Prawirayuda,
sehingga kemudian disampaikan kepada ayahanda, aku tidak
yakin, bahwa ayahanda akan menyetujuinya. Ayahanda tentu
menghendaki, bahwa kangmbok Rantamsari mendapat jodoh
seorang yang mempunyai derajad yang setidak-tidaknya tidak
berada pada lapisan yang terlalu jauh dari kangmbok
Rantamsari sendiri. Bukan hanya sekedar seorang Senapati
kecil yang masih berpangkat Lurah Prajurit" berkata Raden
Madyasta didalam hatinya.
Sebenarnyalah, dari hari ke hari hubungan Sasangka
dengan Raden Ajeng Rantamsari menjadi semakin dekat.
Sementara itu, Raden Ayu Prawirayuda memang tidak
berusaha mencegahnya. Hanya setiap kali Raden Ayu sempat
memperhatikan tingkah laku puterinya itu dari bilik pintu
butulan yang sedikit terbuka, Raden Ajeng Rantamsari duduk
bersama Sasangka di longkangan atau di halaman belakang.
Sekali-sekali Raden Ayu memang memanggil puterinya.
Tetapi karena Raden Ayu menjadi kesal, bahwa Raden Ajeng
Ebook by Dewi Kangzusi 663 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Rantamsari seakan-akan melupakan kain yang sedang
dibatiknya "Kapan kainmu itu selesai Rantamsari?" bertanya ibunya.
"Aku sedang letih ibu."
"Apa yang kau lakukan, sehingga kau menjadi letih"
"Mungkin aku sedang tidak enak badan. Udara terasa
terlalu panas, sehingga rasa-rasanya aku lebih senang duduk
di taman atau di bawah pepohonan di halaman belakang."
"Tetapi kainmu itu jangan dilupakan Rantamsari. Setiap
hari, meskipun hanya sedikit, sebaiknya kau coret kainmu itu.
Jika kelak kain itu sudah siap, maka kau akan dengan bangga
mengenakannya, karena kain itu kau batik sendiri." Raden
Ajeng Rantamsari yang menjadi muram itu menjawab"Aku
akan mengerjakannya malam nanti; ibu."
"Jangan terlalu sering mengerjakan di malam hari.
Terangnya lampu minyak dan terangnya cahaya matahari itu
berbeda, Rantamsari."
"Baiklah, ibu. Besok aku akan mulai membatik di pagi
hari." "Kenapa besok?"
"Hari ini aku akan beristirahat. Hari ini aku tidak akan
mengerjakan apa-apa."
Raden Ayu Prawirayuda hanya dapat menarik nafas
panjang. Sementara itu, Raden Ajeng Rantamsaripun segera
meninggalkannya. Ebook by Dewi Kangzusi 664 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Selain kegelisahan yang timbul karena hubungan Sasangka dengan Raden Ajeng
Rantamsari, maka agaknya tidak pernah lagi terjadi gangguan di rumah Raden Ayu
Prawirayuda. Raden Wicitrapun tidak pernah datang lagi mengganggu kemanakannya.
Meskipun demikian, Raden Madyasta masih saja ragu-ragu untuk meninggalkan rumah
bibinya untuk pergi ke Panjer. Jika pada saat ia pergi terjadi sesuatu di rumah
itu, maka ayahandanya tentu akan menjadi sangat marah kepadanya"
Yang dapat dilakukan oleh Raden Madyasta jika ia merasa jemu berada di rumah
bibinya, maka iapun minta diri untuk pulang ke kadipaten. Tetapi tidak terlalu
lama ia harus sudah berada di rumah bibinya lagi. Di kadipaten Madyasta dapat
bermain-main kuda bersama Raden Wignyana, seorang penggemar kuda. Tetapi ketika
ia sudah berada di rumah bibinya lagi, maka ia akan berada dalam suasana yang
tegang. Bukan saja karena setiap saat akan dapat muncul orang-orang yang berniat jahat,
tetapi juga karena hubungan antara Sasangka dan Raden Ajeng Rantamsari yang
mendebarkan itu. Namun Raden Madyasta masih juga merasa heran, bahwa bibinya, Raden Ayu
Prawirayuda tidak berbuat apa-apa Raden Ayu Prawirayuda itu seakan-akan tidak
mengetahui, bahwa Raden Ajeng Rantamsari sudah tenggelam dalam mimpinya
"Raden" berkata Wismaya yang menjadi semakin tegang"
apakah kita masih akan tetap berdiam diri" Sasangka telah melampaui batas
tugasnya. Jika pada suatu saat, Raden Ajeng Rantamsari itu di renggut dari
sampingnya karena berbagai macam alasan, maka Sasangka akan dapat menjadi gila."
"Baiklah, kakang. Biarlah besok aku berbicara dengan kakang Sasangka. Aku juga
merasa bertanggung jawab jika Ebook by Dewi Kangzusi
665 Kang Zusi http://kangzusi.com/
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan disini, justru oleh
.prajurit Paranganom sendiri. Sekarang, selagi masih ada
kesempatan, aku harus mencegahnya."
"Raden dapat membawa perintah dari Kangjeng Adipati,
bahwa Sasangka dipindahkan dari tugasnya yang sekarang.
Agar tidak terlalu melukai hatinya, maka sebaiknya kita
bersama-sama digeser dari tugas kita ini dan digantikan
dengan orang-orang baru sama sekali, namun yang dapat
dipercaya." "Tetapi sebelumnya, aku akan berterus-terang, kakang.
Mungkin kakang Sasangka akan menjadi kecewa atau bahkan
marah kepadaku. Mungkin kakang Sasangka akan menjadi
salah sangka. Mungkin kakang Sasangka mengira, bahwa aku
sendiri menginginkan kangmbok Rantamsari sehingga aku
berusaha memisahkannya gadis itu. Dalam keadaan yang
demikian, maka aku akan mempergunakan kuasaku sebagai
putera Adipati Paranganom yang diserahi memimpin para
Senapati yang beriugas disini.
Namun yang akan menyulitkan adalah jika bibi justru
menginginkan hubungan itu berlanjut."
"Jika demikian, segala sesuatunya terserah saja kepada
Raden Ayu Prawirayuda. Kita memang tidak akan dapat
mencampurinya." Raden Madyasta mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, suasana di rumah Raden Ayu Prawirayuda
itu terasa agak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Terasa
sekat yang membatasi hubungan antara Wismaya dan
Sasangka menjadi semakin tegal. Keduanya tidak banyak lagi
berbicara, sehingga seakan-akan diantara keduanya telah
timbul persoalan yang gawat. Sementara itu Raden Madyasta
Ebook by Dewi Kangzusi 666 Kang Zusi http://kangzusi.com/
juga membatasi dirinya. Iapun tidak banyak berbicara, baik
dengan Sasangka niaupun dengan Wismaya.
Ketika kemudian malam turun, maka Raden Madyasta
itupun berkata kepada keduanya "Aku akan berada di serambi
belakang, kakang. Sebaiknya salah seorang dari kakang
berdua beristirahat saja dahulu, agar setelah lewat tengah
malam ada diantara kita yang berjaga-jaga."
"Baik, Raden" jawab Sasangka "biarlah aku berjaga-jaga
sekarang. Aku akan membangunkan Wismaya setelah lewat
tengah malam nanti."
Sementara itu Wismaya menyahut "Raden sendiri juga
haras beristirahat. Hampir setiap malam Raden berjaga-jaga
semalam suntuk, sedangkan kami dapat membagi waktu."
Raden Madyasta tersenyum. Katanya Biarlah. Jika aku
merasa letih dan mengantuk, aku akan tidur."
Sejenak kemudian, maka Raden Madyastapun telah
meninggalkan serambi gandok. Sementara dengan tidak
banyak berbicara lagi. Wismayapun masuk ke dalam biliknya
di gandok. Di serambi gandok Sasangka duduk sendiri. Dipandanginya
daun pepohonan di halaman yang bergoyang di terpa angin
malam yang basah. Namun Sasangkapun kemudian bangkit berdiri dan turun
ke halaman. Terasa angin bertiup semakin keras. Ketika Sasangka
kemudian menengadahkan wajahnya ke langit, maka
dilihatnya langit gelap. Tidak ada sepercik bintangpun yang
nampak. Bahkan sekali-sekali kilat mulai merebak. cahayanya
Ebook by Dewi Kangzusi 667 Kang Zusi http://kangzusi.com/
memancar sekilas menyilaukan. Disusul oleh gelegar guruh
yang bagaikan melingkar-lingkar menyusuri lereng-lereng
pegunungan. Sasangka menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya
pintu bilik di gandok yang tertutup. Bilik yang satu berisi
Wismaya. Sedangkan bilik yang lain kosong.
Sasangkapun kemudian melangkah menyusuri halaman
depan rumah Raden Ayu Prawirayuda. Rumah yang terhitung
besar itu berdiri bagaikan membeku. Meskipun angin bertiup
semakin kencang, tetapi rumah itu sama sekali tidak
tergoyahkan. Hanya nyala lampu minyak dipendapa yang
terombang-ambing oleh hembusan angin.
Kilat masih sekali-sekali menyambar disusul oleh suara
guruh yang menderu. Ketika hujan turun, maka Sasangkapun telah berada di
tangga pendapa. Terasa percikan air hujan yang dihembus
angin mengusap ketubuhnya.
Dingin malam menjadi semakin dalam menusuk kulit.
Beberapa saat lamanya Sasangka berdiri di pendapa. Tiba-
tiba saja ia merasa bertanggung jawab atas rumah itu.
Seakan-akan rumah itu adalah rumahnya sendiri.
Rumahnya yang akan dihuninya bersama seorang perempuan
yang bemama Rantamsari. Sasangka itupun kemudian telah naik ke pendapa.
Dipandanginya saka guru yang beridiri tegak menyangga atap
pendapa rumah yang terhitung besar itu.
Ebook by Dewi Kangzusi 668 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Pintu pringgitan yang tertutup, gebyok kayu yang tebal serta hiasan dinding yang
serasi dengan warna kayu nangka yang sudah tua. Kuning kecoklat-coklatan.
Tiba-tiba saja Sasangka merasa wajib untuk mengelilingi rumah itu. Ia merasa
bertanggung-jawab atas keselamatan seisi rumah itu, melampaui tanggung jawab
seorang prajurit yang bertugas. Sasangka merasa seakan-akan ia sedang prajurit
yang bertugas. Sasangka merasa seakan-akan ia sedang melindungi keluarganya
sendiri dari kemungkinan buruk yang dapat terjadi setiap saat.
Hujanpun menjadi semakin lebat. Kilat menjadi semakin sering memancar di langit.
Angin berhembus semakin kencang mengguncang pepohonan.
Diluar sadarnya, Sasangka memandang pintu bilik di gandok yang nampak dari
pendapa. Pintu itu kedua-duanya masih tertutup rapat. Wismaya tertu masih berada
di dalamnya. Bahkan orang itu sudah tertidur melingkar dibawah selimutnya yang
kusut. "Aku harus mengelilingi rumah ini" berkata Sasangka didalam hati "Raden Madyasta
tentu duduk saja di serambi.
Pemalas itu tentu segan turun ke dalam lebatnya htijan. Atau mungkin Raden
Madyasta malah masuk ke dalam rumah, duduk-duduk sambil bergurau dengan Raden
Ayu Prawirayuda dan Raden Ajeng Rantamsari sambil minum minuman hangat.
Jantung Sasangka bergetar. Di dalam hatinya ia berkata
"Jika Raden Ajeng Rantamsari membuat mmuman hangat, seharusnya akulah yang
dilayaninya. Bukan Raden Madyasta."
Tiba-tiba saja Sasangka itu ingin pergi ke serambi belakang.
Ebook by Dewi Kangzusi 669 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Untuk beberapa saat ia masih mencoba menahan diri. Ia tidak dapat pergi ke
serambi belakang melewati pintu pringgitan, masuk ke ruang dalam, kemudian lewat
serambi samping sampai ke serambi belakang. Jika ia akan pergi ke serambi
belakang, maka ia harus.melingkari rumah yang terhitung besar itu.
Tetapi ternyata Sasangka tidak dapat menahan dirinya lagi. Ada dorongan yang
sangat kuat yang memaksanya untuk turun ke halaman meskipun hujan menjadi
semakin lebat. Sementara itu, ternyata Raden Madyasta juga tidak duduk saja di serambi. Hujan
yang semakin lebat itu telah membuat hatinya menjadi tidak tenang. Ada sesuatu
yang menggelitiknya, agar Raden Madyasta itu turun untuk melihat-lihat keadaan.
Dengan demikian maka Raden Madyastapun telah masuk ke dalam kegelapan, menyusuri
dinding rumah. Dibawah emper yang tidak terlalu lebar Raden Madyasta bergeser ke
arah longkangan.. Malam terasa sepi. Meskipun Raden Madyasta . menyusuri emperan rumah, namun
pakaiannya masih juga menjadi basah.
Ketika Raden Madyasta itu berada di longkangan, dilihatnya longkangan itu sepi
sekali. Lampu minyak di serambi samping agaknya telah padam oleh tiupan angin
yang kencang. Sejenak Raden Madyasta berdiri termangu-mangu. Namun sejenak kemudian, iapun
mulai bergerak dalam kegelapan menuju ke seketeng. Ketika kilat menyambar di
langit, Raden Madyasta melihat bahwa pintu seketeng itu sedikit terbuka.
Ebook by Dewi Kangzusi 670 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apakah pintu itu lupa tidak ditutup?"
Dari longkangan Raden Madyasta melihat bilik tempat para pembantu di rumah itu
yang berada disebelah dapur, sudah gelap. Agaknya para pembantu di rumah itupun
sudah tertidur nyenyak. Jantung Raden Madyasta terasa menjadi semakin berdebaran. Ia tidak tahu, apa
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang telah menyebabkannya.
Ia sudah beberapa lama berada di rumah bibinya. Ia sudah mengalami berkali-kali
mengelilingi rumah itu di malam hari.
Bahkan pada saat hujan yang lebat sekalipun seperti malam itu.
Raden Madyasta itu bergeser terus melekat dinding agar air hujan tidak tercurah
langsung ke tubuhnya. Emperan diatasnya masih juga serba sedikit melindunginya
dari hempasan air hujan yang seperti tertuang dari langit.
Tetapi untuk pergi ke seketeng maka Raden Madyasta tidak dapat menghindari
curahan air hujan. Berlari-lari kecil Raden Madyasta menuju ke seketeng.
Meskipun jaraknya tidak terlalu panjang tetapi pakaian Raden Madyasta menjadi
basah kuyup. Namun demikian Raden Madyasta keluar dari pintu seketeng, ia menjadi sangat
terkejut. Ia melihat sesosok tubuh yang menelungkup di tangga serambi gandok.
Dengan cepat Raden Madyasta itu berlari. Tanpa menghiraukan air hujan, maka
Raden Madyastapun segera berjongkok di samping tubuh itu. Ketika ia
menelentangkannya, maka sekali lagi Raden Madyasta terkejut, sehingga terasa
jantungnya bagaikan berhenti berdetak.
Ebook by Dewi Kangzusi 671 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kakang Sasangka" Raden Madyasta hampir berteriak.
"Raden" suara Sasangka lemah sekali.
"Kakang Wismaya. Kakang Wismaya" teriak Raden Madyasta.
Tetapi suaranya larut oleh deru derasnya hujan.
Raden Madyasta tidak meninggalkan Sasangka yang menjadi sangat lemah. Karena
itu, maka Raden Madyastapun segera memungut sebuah batu sebesar telur.
Dilemparkannya batu itu kepintu bilik Wismaya.
Derak batu yang mengenai pintu itu telah mengejutkan Wismaya yang memang sedang
tidur nyenyak. Justru karena hujan yang deras sehingga dinginnya udara malam
membuatnya semakin terlena
Dengan cepat Wismaya meloncat bangkit dari pembaringannya, la sempat menibenahi
pakaiannya sejenak. Kemudian diraihnya keris yang tergolek di penibaringan nya.
Sejenak kemudian, maka pintu bilik itupun terbuka. Tetapi Wismaya tidak segera
meloncat keluar. Peristiwa yang telah merenggut nyawa Rembana membuatnya
berhati-hati. Tetapi demikian pintu terbuka, maka didengarnya diantara deru air hujan suara
memanggil "Kakang Wismaya. Kakang Wismaya."
Suara itu suara Raden Madyasta. Meskipun berbaur dengan hujan yang deras, namun
Wismaya tetap dapat mengenalinya.
Ebook by Dewi Kangzusi 672 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Wismayapun segera berlari ke tangga.
Dengan serta merta iapun berjongkok pula disisi Sasangka.
"Sasangka" suara Wismayapun ditelan oleh deru air hujan.
Dengan berteriak lebih keras lagi Wismaya itu bertanya" Apa yang terjadi dengan
Sasangka Raden" "
Madyasta menempelkan mulutnya ke telinga Sasangka.
"Apa yang terjadi, kakang?"
Suara Sasangka menjadi semakin lemah. Tetapi Raden Madyasta dan Wismaya masih
mendengarnya. "Aku diserang dengan licik, Raden."
"Kakang tidak sempat membela diri sama sekali;?"
Sasangka menggelengkan kepalanya. Suaranya lemah sekali "Aku tidak menduganya.
Tiba-tiba saja aku merasa tertusuk di lambungku" suaranya menjadi tersendat
"ketika aku berpaling, aku tidak melihat apa-apa. Kemudian aku menjadi semakin
lemah. Aku mencoba melangkah ke serambi."
"Kakang Wismaya" panggil tabib yang manapun juga untuk memberikan pertolongan,
setidak-tidaknya pertolongan sementara kepada kakang Sasangka."
"Baik, Raden." Tetapi Sasangkapun berkata "Tidak ada gunanya, luka ini terlalu dalam dan darah
sudah banyak yang mengalir "
"Kita harus berusaha" sahut Raden Madyasta" cepatlah kakang."
Ebook by Dewi Kangzusi 673 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tetapi ketika Wismaya bergeser, Sasangka itupun berdesis" Raden. Aku minta maaf
bahwa aku tidak dapat menjalankan tugasku dengan baik."
"Kakang...." "Sasangka...." Nafas Sasangkapun terhenti. Sasangka telah tiada.
Terdengar gemeretak gigi Raden Madyasta. Iapun segera bangkit berdiri sambil
menarik kerisnya. Sambil berdiri tegak dengan keris yang bergetar di tangannya
Raden Madyasta itupun berteriak "He, jangan berbuat licik dan curang. Jika kau
memang laki-laki sejati, keluarlah dari persembunyianmu. Kita akan berhadapan
beradu dada. Jangan bersembunyi dan menyerang dari belakang. Itu bukan watak
laki-laki." Suara Raden Madyasta meninggi. Bahkan Raden Madyasta itupun kemudian berlari ke
tengah tengah halaman. Ia masih saja berteriak-teriak dengan marahnya.
Namun tidak terdengar sahulan Yang terdengar masih saja deru air hujan.
Sementara itu Wismaya mengangkat tubuh Sasangka dan dibaringkannya di serambi
gandok. Iapun kemudian mendatangi Raden Madyasta sambil berkata "Sudahlah Raden.
Orang itu tidak akan menampakkan dirinya. Orang yang licik itu tidak akan
tergelitik mendengar tantangan Raden. Karena itu, marilah. Kita rawat tubuh
Sasangka. Kita memberitahukan kepada Raden Ayu Prawirayuda, bahwa bencana itu
telah terjadi lagi. Setelah Rembana, maka kini giliran Sasangka."
"Aku tidak dapat menerima keadaan ini, kakang."
Ebook by Dewi Kangzusi 674 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi kita tidak dapat berbuat apa-apa, Raden. Mungkin
orang yang menusuk Sasangka sekarang sudah berada di
bulak sebelah. Nafas Raden Madyasta yang marah itu mengalir semakin
cepat. Raden Madyasta bahkan menjadi terengah-engah
seperti seseorang yang baru saja bekerja berat sehari suntuk.
"Marilah, Raden. Silahkan memberitahukan hal ini kepada
Raden Ayu Prawirayuda."
Raden Madyasta menarik nafas dalam-dalam seakan-akan
berusaha mengendapkan perasaannya yang bergejolak.
"Baiklah kakang. Aku akan menghadap bibi. Aku minta
kakang menunggui tubuh kakang Sasangka."
"Baik Raden." Wismayapun kemudian telah kembali ke gandok. Iapun
kemudian duduk bersila di sebelah tubuh Sasangka yang
terbaring diam. Pisau belati yang tertancap di lambungnya
telah dilepas oleh .Wismaya atas persetujuan Raden
Madyasta. Namun Raden Madyasta minta Wismaya
mengingal-ingat letak pisau belati yang tertancap itu.
Raden Madyastapun kemudian telah naik ke pendapa.
Namun kemudian diurungkan niatnya untuk mengetuk pintu
pringgitan. Bibinya akan lebih cepat mendengarnya jika ia
mengetuk pintu butulan. Perlahan-lahan Madyastapun mengetuk pintu yang
terdekat dengan bilik tidur bibinya. Sekali dua kali, bibinya
masih belum mendengarnya.
Ebook by Dewi Kangzusi 675 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bibi tentu tidur dengan nyenyak" berkata Raden Madyasta didalam hatinya.
Karena itu, maka Madyastapun mengetuk semakin keras.
Baru kemudian Madyasta mendengar suara bibinya "Siapa diluar?"
"Aku bibi, Madyasta."
Raden Ayu Prawirayuda mengenal suara itu. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa
Raden Ayu Prawirayuda pergi ke pintu dan mengangkat selaraknya.
Demikian pintu terbuka, ia melihat Raden Madyasta berdiri termangu-mangu dengan
pakaian yang basah kuyup.
"Ada apa ngger" Angger kehujanan?"
"Maaf bibi. Mungkin aku mengejutkan bibi."
"Ada apa, ngger?" wajah Raden Ayu Prawirayuda menjadi tegang.
"Yang telah terjadi itu terulang lagi, bibi."
"Maksud angger?" suara Raden Ayu Prawirayuda meninggi.
"Seperti kakang Rembana, kakang Sasangkapun telah terbunuh pula."
"Angger Sasangka terbunuh?" suara Raden Ayu itu tinggi melingking.
"Ya, bibi. Kami mohon maaf, bahwa yang tidak kita harapkan itu terjadi lagi."
Ebook by Dewi Kangzusi 676 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi bagaimana hal itu dapat terjadi, ngger" Bagaimana
mungkin" Dimana angger Sasangka pada saat terjadinya
bencana itu, ngger?"
"Kami masih belum mengamatinya lebih jauh, bibi."
Aku menemukan kakang Sasangka terluka parah di tangga
serambi gandok. Nampaknya kakang Sasangka berusaha
untuk meneapai gandok dan memberitahukan kepada kakang
Wismaya. Tetapi ia sudah menjadi terlalu lemah dan terkapar
di tangga. Ketika aku menemukannya,.kakang Sasangka
masih hidup. Tetapi ia sudah sangat lemah sehingga tidak
banyak yang sempat dikatakannya. Aku telah minta kakang
Wismaya pergi menjemput seorang tabib dari manapun juga.
Tetapi sebelum kakang Wismaya berangkat, kakang Sasangka
sudah meningal.. "Apa yang akan aku katakan kepada Rantamsari?" ,
Raden Madyasta tidak menjawab. Bahkan iapun segera
menundukkan wajahnya. Ternyata pembicaraan yang agak keras diantara deru
hujan itu telah terdengar oleh Raden Ajeng Rantamsari.
Karena itu, maka dengan tergesa-gesa Raden Ajeng
Rantamsari itupun keluar dari biliknya pula.
"Ada apa dimas. Aku mendengar pembicaraan dimas
dengan itu. Nampaknya ada sesuatu yang penting?"
Raden Madyasta memandang wajah bibinya dengan
jantung yang berdebaran. Raden Ayu Prawirayudapun tidak segera dapat
mengatakan, apa yang telah terjadi. Karena itu untuk
beberapa saat suasana menjadi tegang.
Ebook by Dewi Kangzusi 677 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ibu, apa yang terjadi?"
"Ngger..." "Ibu" Raden Ajeng Rantamsaripun segera mendekap
ibunya "apa yang terjadi ibu?"
"Kita hanya dapat berusaha, Rantamsari. Tetapi keputusan
akhir berada di luar jangkauan kuasa kita."
"Tetapi apa yang terjadi?"
Raden Ayu Prawirayuda itu mengusap matanya yang .
basah. Kemudian diapun berdesis "Adalah diluar kemauan kita
semuanya, Rantamsari."
"Apa" Apa" Ibu belum mengatakannya."
"Yang pernah terjadi itu ternyata lagi, Rantamsari."
"Yang pernah terjadi yang mana?"
"Yang pernah terjadi atas angger Rembana, kini terjadi lagi
atas angger Sasangka."
"Ibu" Raden Ajeng Rantamsari itu terpekik "maksud ibu ..."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk.
"Ibu, dimana kakang Sasangka sekarang. Dimana?"
Raden Ajeng Rantamsari tidak menunggu jawaban ibunya.
Namun ketika ia meloncat untuk berlari menghabur di
longkangan dalam hujan yang lebat, Raden Ayu Prawirayuda
sempat memeluknya sambil berkata "Rantamsari, tenanglah.
Ebook by Dewi Kangzusi 678 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tenanglah. Mungkin bahaya itu masih berada disekitar kita
sekarang ini. "Kangmbok berkata Raden Madyasta "sebaiknya kangmbok
jangan keluar dahulu. Tutup saja kembali pintu ini dan
diselarak dari dalam."
"Tidak. Tidak. Aku ingin melihat keadaan kakang
Sasangka." "Jangan sekarang kangmbok" cegah Raden Madyasta.
Tetapi Raden Ajeng Rantamsari meronta, sehingga lepas
dari pelukan ibunya "Dimana kakang Sasangka" Dimana?"
Raden Madyasta tidak berniat memberitahukarmya. Tetapi
Raden Ajeng Rantamsari itu telah berlari ke gandok. Ia tahu
bahwa bilik Sasangka dan Wismaya berada di gandok itu.
Raden Madyasta tidak dapat berbuat lain kecuali berlari
menyusulnya Demikian pula Raden Ayu Prawirayuda.
Di serambi gandok, Wismaya tidak sempat mencegah
Raden Ajeng Rantamsari menjatuhkan diri diatas tubuh
Sasangka yang telah tidak bernafas lagi sambil menangis
menjerit-jerit. "Kakang, kakang. Kenapa kau juga pergi meninggalkan
aku." Raden Ajeng Prawirayudapun kemudian berusaha
membangunkan anaknya. Sekali-sekali Raden Ayu
Prawirayuda itupun mengusap air matanya pula.
Ebook by Dewi Kangzusi 679 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Duduklah yang baik, Rantamsari."
Raden Ajeng Rantamsari memeluk ibunya erat-erat sambil menangis "Ibu, kenapa hal
ini harus terjadi padaku?"
"Tenanglah Rantamsari. Sudah aku katakan, bahwa segala sesuatunya itu bergantung
kepada Yang Maha Agung. Kita tidak akan dapat mengelakannya. Kita harus menerima
dengan ikhlas" "Tetapi tidak seperti ini ibu. Aku tidak akan mampu memikul beban seberat ini."
"Kita akan bertanya kepada Yang Maha Agung, apa sebenarnya yang dikehendaki-Nya.
Lewat banyak cara, Yang Maha Agung akan menjawab pertanyaan kita, Rantamsari"
"Tetapi aku tidak mau hal ini terjadi, ibu" Rantamsari memeluk ibunya semakin
erat. Demikian pula Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi Raden Ayu sendiri tidak dapat
menahan air matanya yang meleleh dari pelupuknya.
***** Jilid 09 Bab 27 - Rencana Reksadrana
KETIKA tangis Raden Ajeng Rantamsari sedikit mereda, maka ibunyapun berkata
"Rantamsari. Aku mengerti, betapa pedih hatimu. Ibarat luka yang terdahulu masih
belum sembuh, maka hatimu telah terluka lagi, sehingga tentu akan terasa semakin
pedih. Tetapi marilah kita mengambil hikmahnya saja. Kau masih dapat mengucap
sukur, bahwa hal ini terjadi sebelum terlanjur."
Ebook by Dewi Kangzusi 680 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Maksud ibu?" "Baik yang terjadi sekarang, maupun yang terjadi
sebelumnya. Untunglah bahwa kau belum menjadi seorang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isteri. Jika itu terjadi, maka kau telah menjadi janda dua kali."
"Tetapi hal seperti ini tidak terjadi, ibu."
"Kita tidak akan dapat mengelak, Rantamsari. Meskipun
dipagari dengan dinding baja, jika maut itu datang
menjemput, tidak seorangpun dapat lari dari padanya. Yang
terjadi ini tentu akan terjadi. Demikian pula dengan angger
Rembana. Kematian itu tentu akan datang kepada mereka
sebagaimana yang telah terjadi."
Raden Ajeng Rantamsari mengusap matanya yang basah.
Yang dikatakan oleh ibunya itu memang dapat masuk di
akalnya. Tetapi perasaannya benar-benar merasa betapa
pedihnya. "Kenapa Yang Maha Agung itu telah memanggil mereka
yang diharapkan akan dapat menjadi tangkai bagi hidupku di
masa mendatang?" Air mata masih saja meleleh dari pelupuk mata
Rantamsari. Bahkan ibunyapun sekali-sekali masih mengusap
matanya pula dengan lengan bajunya.
Seperti yang pernah terjadi, hari itu di rumah Raden Ayu
Prawirayuda menjadi sangat sibuk. Kangjeng Adipatipun telah
berada di rumah itu pula. Demikian pula Raden Wignyana.
Kangjeng Adipati sendiri telah mencoba meredakan
gejoIak perasaan Raden Ajeng Rantamsari, yang setiap saat
Ebook by Dewi Kangzusi 681 Kang Zusi http://kangzusi.com/
masih saja menangis. Yang dialaminya itu benar-benar
merupakan beban yang sangat berat baginya.
Siang itu juga, tubuh Sasangka telah dibawa ke baraknya.
Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda
merasa agak kesulitan untuk menenangkan para prajurit yang
bergejolak. "Kita harus menemukan pembunuhnya" berkata seorang
pemimpin kelompok barak Sasangka
"Ki Tumenggung" berkata yang lain "berikan tugas kepada
kami untuk berada di rumah itu Kami akan menangkap
pembunuh Ki i.urah Sasangka dan mambantainya di halaman
barak ini. " Di Parang Anom Ini ada tatanan dan paugeran yang
mengatur tingkah laku rakyatnya" berkata Ki Tumenggung
Wiradapa "segala sesuatunya harus sesuai dengan tatanan
dan paugeran itu" "Kita tidak dapat membiarkan para Senapati kita dibunuh
dengan cara yang licik."
"Aku tahu. Bukan hanya kalian saja yang tersinggung.
Tetapi, kami yang tua-tua inipun merasa tersinggung pula.
Karena itu, tenanglah. Kita akan berusaha menemukan
pembunuh itu." "Jangan biarkan jatuh korban lagi, Ki Tumenggung. Yang
tersisa di rumah itu hanyalah Ki Lurah Wismaya dan justru
Raden Madyasta sendiri. Karena itu, biarlah kami. sekelompok
prajurit menjaga rumah itu"
Ebook by Dewi Kangzusi 682 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sanggayudalah yang menjawab "Kita akan memikirkan langkah yang
sebaik-baiknya yang harus kita ambil."
Namun bagaimanapun juga nampak di wajah para prajurit itu ungkapan perasaan
mereka. Nampaknya mereka benar-benar menjadi marah karena kematian Lurahnya yang
mereka anggap seorang Senapati muda yang berilmu linggi., Disamping para
prajurit di barak Sasangka yang bergejolak, ternyata para prajurit di barak
Rembanapun bagaikan terungkit lagi kemarahan mereka. Namun para pemimpin
prajurit Paranganom berhasil meredamnya.
Hari itu, Sasangka dimakamkan dengan upacara kebesaran seorang prajurit yang
gugur dalam tugasnya. Rakyat Paranganom harus berduka sekali lagi. Ternyata
peristiwa yang menyakitkan itu telah terjadi lagi di rumah Raden Ayu
Prawirayuda. "Apakah perempuan itu memang membawal sial" bertanya seseorang kepada kawannya
yang berdiri disebelahnya ketika keduanya ikut memberikan penghormatan terakhir
kepada Sasangka. Kawannya menggeleng. Namun demikian iapun menjawab
"Petaka seperti ini terjadi dua kali di rumah itu. Apakah masih akan disusul
dengan peristiwa yang sama di kemudian hari?"
"Memang menyakitkan" berkata kawannya yang lain
"kesalahan yang sama telah terjadi."
"Ya. Sedangkan keledai yang dungupun kakinya tidak akan teratuk batu yang sama
untuk kedua kalinya."
"Tetapi justru karena mereka bukan keledai."
Ebook by Dewi Kangzusi 683 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Hus " Merekapun terdiam. Mereka melihat, wajah-wajah prajurit
yang geram, yang berjalan disebelah menyebelah jenazah
Sasangka ketika dibawa ke makam.
Hari itu, Kangjeng Adipati telah memanggil Madyasta dan
Wismaya, justru pada saat di rumah Raden Ayu Prawirayuda
masih banyak orang yang sibuk membenahi perabot rumah
yang telah digeser-geser pada saat mempersiapkan jenazah
Sasangka untuk dibawa ke baraknya. Beberapa orang prajuril
masih berada di rumah itu sehingga kepergian Wismaya dan
Raden Madyasia tidak menimbulkan kecemasan bagi keluarga
Raden Ayu Prawirayuda. "Bagaimana pendapatmu, Madyasia?" bertanya Kangjeng
Adipali. "Kami harus merasa malu atas peristiwa ini, ayahanda. dua
orang Senupali muda yang dianggap mempunyai kelebihan di
Paranganom telah terbunuh"
"Aku ingin mendengar pendapatmu, Madyasta. Apakah kau
memerlukan kawan baru untuk bertugas di rumah bibimu",
Temyala tugas itu bukan tugas yang sederhana. Jika semula
kita menganggap bahwa keberadaan kalian di rumah bibimu
hanya sekedar menuruti keinginannya, namun ternyata
sekarang kila berpendapat lain"
"Hamba ayahanda, tetapi hamha mohon, biarlah kami
berdua sajalah yang bertugas dl rumah bibi, Hamba lidak
dapat ingkar, bahwa aku menaruh dendam kepada orang yang
telah membunuh Rembana dan Sasangka Dua orang prajurit
yang namanya mulai dikenal sejak perang besar di sebelah
Bengawan Rahina itu."
Ebook by Dewi Kangzusi 684 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku dapat mengerti, Madyasia."
"Ampun Kangjeng Adipati" berkata Wismaya "jika di rumah
itu terdapat beberapa orang prajurit baru, maka pembunuh itu
mungkin akan menghindar. Tetapi biarlah kami berdua
berusaha untuk menangkapnya."
"Keadaan menjadi semakin gawat, Wismaya. Ketika kalian
masih bertiga, kalian tidak dapat menangkap pembunuh
Rembana. Bahkan Sasangka telah terbunuh pula."
"Itu merupakan tantangan bagi kami, ayahanda. Meskipun
sekarang kami hanya berdua, tetapi kami justru yakin, apabila
pembunuh itu kembali lagi, kami akan dapat menangkapnya."
"Satu permainan yang sangat berbahaya, Madyasta."
"Tetapi itu adalah jalan terbaik untuk menangkap
pembunuh itu ayahanda."
Kangjeng Adipati menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Aku mengerti, bahwa harga diri kalian berdua akan
tersinggung, seakan-akan kalian hanya dapat merengek minta
perlindungan. Tetapi untuk menghadapi perbuatan yang licik
itu, bukankah tidak ada salahnya jika kita menjadi lebih
berhati-hati." "Kami akan sangat berhati-hati, ayahanda." Kangjeng
Adipati tereenung sejenak, la tahu, bahwa darah muda yang
mengalir di tubuh Raden Madyasta dan Wismaya bagaikan
sudah mendidih oleh peristiwa yang membuat keduanya
menjadi malu. Dengan demikian, maka mereka akan berusaha
untuk menebusnya tanpa bantuan orang lain.
Ebook by Dewi Kangzusi 685 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kangjeng Adipati tidak dapat memaksa keduanya dengan menempatkan prajurit-
prajurit baru di rumah Raden Ayu Prawirayuda. Jika Kangjeng Adipati itu mencoba
memaksa, maka keduanya akan kecewa, sehingga keduanya justru akan dapat menjadi
lengah. Karena itu, maka Kangjeng Adipati itupun berkata "Baiklah.
Madyasta dan Wismaya. Jika kalian berkeras untuk bertugas berdua saja. Tetapi
Srkali lagi aku pesan, kalian harus sangat berhati-hati. Bahaya itu selalu
mengintip kalian berdua. Setiap saat bahaya itu akan rnenerkam tanpa kalian
ketahui kapan dan dimana mereka merunduk, Aku percaya, bahwa kalian tentu akan
dapat mengalasinya jika kalian berhadapan beradu dada. Tetapi pembunuh itu tidak
berbuat demikian. Dengan licik ia merunduk, kemudian menikam dari belakang."
"Hamba berjanji ayahanda. Kami akan menjadi sangat berhati-hati.
Demikianlah, maka keduanyapun segera kembali ke rumah Raden Ayu Prawirayuda yang
masih dibenahi. Namun beberapa saat kemudian, segala sesuatunya telah mapan.
Perabot-perabot rumah, alat-alat dapur dan bahkan sampah di halamanpun telah
dibersihkan. Malam itu, terasa suasana di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu menjadi semakin
sepi. Beberapa orang keluarga Sasangka yang datang disaat pemakamannya, ternyata
lebih senang berada di barak. Ternyata ada beberapa orang prajurit yang sejak
sebelum berada di barak itu sudah mengenal keluarga Sasangka dengan baik. Karena
itu, maka merekapun berusaha untuk membantu dan bahkan menenangkan kepedihan
hati yang telah mencengkam.
Ebook by Dewi Kangzusi 686 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Malam itu, Raden Ayu Prawirayuda telah menemui Madyasta sekali lagi, untuk
menawarkan agar Madyasta tidak berada di bilik yang ada di gandok.
"Keadaan nampaknya menjadi semakin gawat, ngger. Aku minta angger tidur di ruang
dalam saja." "Apakah aku harus membiarkan kakang Wismaya sendiri?"
"Apakah anger Wisama akan menjadi ketakutan?"
"Bukan soal ketakutan atau tidak bibi. Aku yakin, bahwa kakang Wismaya tidak
akan ketakutan. Tetapi bukankah perasaan ini menjadi tidak enak, jika kami
berdua dan berada di bilik tidur yang berbeda. Maksudku, satu di gandok dan yang
lain di ruang dalam"
"Angger Madyasta. Bagaimanapun juga kedudukan kalian berdua memang berbeda.
Wismaya adalah seorang Lurah prajurit dan angger Madyasta adalah putera seorang
Adipati" Jika pada dasarnya sudah berbeda, bukankah tidak ada salahnya jika angger
Madyasta dan angger Wismaya berada di bilik yang berbeda pula."
"Terima kasih bibi. Tetapi keberadaanku disini bersama kakang Wismaya tidak
mengenal perbedaan itu. Aku dan kakang Wismaya adalah prajurit yang mengemban
tugas yang sama." Kerut di dahi Raden Ayu Prawirayuda menjadi semakin dalam. Setelah memandang
kesekitarnya iapun berkata perlahan "Maaf, ngger. Sebenarnyalah aku mencurigai
semua orang dalam peristiwa yang telah terjadi."
"Maksud bibi?" Ebook by Dewi Kangzusi 687 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ketika angger Rembana terbunuh, aku sama sekali tidak dapat menuduh siapakah
pembunuhnya. Tetapi perkembangan keadaan telah mendorongku untuk mencurigai
angger Sasangka. Aku menduga, bahwa angger Sasangkalah yang telah membunuh
angger Rembana. Namun tiba-tiba angger Sasangka telah terbunuh dengan cara dan
senjata yang sama dengan cara dan senjata pada saat angger Rembana terbunuh."
"Ya, bibi. Aku mengerti."
"Maaf, ngger. Aku minta maaf. Bagaimana pendapat angger Madyasta tentang angger
Wismaya.?" "Kita tidak dapat mencurigai Wismaya, bibi."
"Kenapa?" "Pada saat Rembana terbunuh, Wismaya ada bersamaku."
"Apakah itu benar?"
"Seingatku, bibi."
"Mungkin angger lupa. Peristiwanya sudah agak lama."
Raden Madyasta menunduk. Namun kemudian katanya
"Tetapi aku yakin, tentu bukan kakang Wismaya. Jika seandainya cara dan senjata
pembunuhnya tidak sama, mungkin aku dapat mencurigai Wismaya sekarang ini."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Katanya
"Sukurlah jika perhitungan angger itu benar. Yang aku cemaskan, jika yang
melakukan itu angger Wismaya, maka Ebook by Dewi Kangzusi
688 Kang Zusi http://kangzusi.com/
akan mudah sekali terjadi pula atas angger Madyasta jika
angger berada di gandok bersama angger Wismaya."
"Tidak, bibi. Aku yakin tentu bukan kakang Wismaya."
"Sukurlah. Namun begitu, aku masih juga minta angger
bersedia berada di bilik di ruang dalam. Bukankah kami hanya
berdua saja di rumah ini?"
"Terima kasih, bibi."
"Ngger. Aku lebih condong mengangap angger sebagai
anakku sendiri daripada seorang prajurit yang bertugas di
rumah ini." "Terima kasih, bibi."
"Itulah sebabnya, bahwa aku merasa lebih cemas
memikirkan angger daripada para Senapati yang lain,
meskipun aku tahu, bahwa angger memiliki kemampuan lebih
tinggi dari para Senapati itu."
"Biarlah aku berada di gandok bersama kakang. Wismaya
saja bibi." "Jika demikian, terserahlah kepada angger. Bukan niatku
untuk tidak menghormati angger sebagai putera seorang
Adipati di Paranganom ini."
Namun bagaimanapun juga bibinya memintanya, Raden
Madyasta merasa lebih baik berada di gandok bersama
Wismaya. Dalam pada itu, yang mencemaskan keselamatan Raden
Madyasta dan Wismaya bukan saja Kangjeng Adipati
Paranganom. Sebagai seorang ayah sebenarnya Kangjeng
Ebook by Dewi Kangzusi 689 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Adipati memang wajar sekali menjadi cemas memikirkan
keselamatan anaknya. Tetapi ia juga harus bersikap sebagai
seorang Adipati. Sebenarnyalah bahwa kedua orang Tumenggung yang
terdekat dengan Kangjeng Adipati juga merasa sangat cemas
terhadap keselamatan Raden Madyasta dan Wismaya.
Agaknya mereka berhadapan dengan satu kemampuan yang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat tinggi, namun yang terselubung.
Karena itu, maka keduanya telah datang menghadap
Kangjeng Adipati untuk menyampaikan pendapat mereka.
"Ampun Kangjeng" berkata Ki Tumenggung Wiradapa
"kami berdua sangat mencemaskan keselamatan Raden
Madyasta dan Wismaya yang masih berada di rumah Raden
Ayu Prawirayuda." "Ya, kakang. Akupun mencemaskannya. Tetapi ketika aku
panggil keduanya, keduanya mohon agar aku memberi
kesempatan kepada mereka berdua untuk menjalankan tugas
mereka tanpa orang lain. Mereka berniat untuk menangkap
pembunuh Rembana dan Sasangka. Tetapi jika di rumah itu
ditempatkan orang lain, maka pembunuh itu tentu tidak akan
datang kembali, sehingga mereka akan kehilangan jejaknya."
"Tetapi kemungkinan buruk dapat terjadi atas mereka
berdua, Kangjeng." "Aku sudah mengatakannya. Tetapi keduanya berkeras
untuk tetap berada di rumah kangmbok Prawirayuda berdua
saja." "Kangjeng" berkata Ki Tumenggung Sanggayuda "kami
mohon maaf sebelumnya. Kami berdua ingin menyampaikan
permohonan jika Kangjeng Adipati memperkenankan."
Ebook by Dewi Kangzusi 690 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apa kakang ?" "Hamba sudah membicarakai nya dengan kakang Wiradapa. Jika Kangjeng berkenan
memberikan perintah kepada kami berdua untuk mengawasi rumah Raden Ayu
Prawirayuda itu." "Kakang akan berada di rumah itu pula ?"
"Tidak, Kangjeng. Kami akan tetap berada di luar dinding halaman rumah Raden Ayu
Prawirayuda. Kami akan mengawasi rumah itu dari luar. Mungkin keberadaan kami
itu tidak akan berarli apa apa Tetapi dalam keadaan yang gawat, mungkin akan
berarti pula. "Baikiah, kakang, Aku mengucapkan terima kasih atas kesediaan kakang berdua
untuk langsung ikut campur dalam persoalan yang sangal khusus ini"
"Aku masih menghubungkan dengan keberadaan segerombolan perampok yang berada di
Panjer. Bahkan aku tidak berhasil melupakan, bahwa persoalan yang terjadi di
Paranganom ini ada sangkut pautnya dengan kadipaten Kateguhan. Kebencian orang-
orang Kaleguhan terhadap orang-orang Paranganom itu sudah sangat berlebihan,
sehingga menimbulkan dugaan-dugaan yang buruk."
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk.
Sementara itu, Ki Tumenggung Wiradapapun berkat
"Raden Ayu Prawirayuda termasuk orang yang tidak disukai di Kateguhan, Kangjeng.
Sehingga setelah berada di Paranganompun Raden Ayu Prawirayuda masih saja
diganggu." Ebook by Dewi Kangzusi 691 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi apakah kemampuan orang-orang Kateguhan demikian tinggi, sehingga mereka
dapat mempermainkan para prajurit pilihan di Paranganom ?"
"Ada satu dua orang berilmu tinggi di Kateguhan,*
Kangjeng. Kehadiran Raden Wicitra di rumah Raden Ayu Prawirayuda juga merupakan
persoalan tersendiri."
"Aku mengerti kakang. Karena itu aku sama sekali tidak berkeberatan atas niat
kakang. berdua untuk ikut mengamati rumah kangmbok Prawirayuda itu."
"Kami mohon perintah Kangjeng Adipati."
"Baik. Aku perintahkan kakang berdua untuk ikut mengawasi rumah Kangmbok
Prawirayuda serta mengambil langkah-langkah yang perlu dalam keadaan yang
gawat." "Terima kasih, Kangjeng. Kami berdua akan menjalankan perintah ini dengan
sebaik-baiknya." Demikianlah, sejenak kemudian, kedua orang Tumenggung itupun mohon diri dari
hadapan Kangjeng Adipati Prangkusuma.
Sepeninggal kedua Tumenggung itu, maka Kangjeng Adipatipun sempat duduk
termenung. Sebenarnyalah bahwa Kangjeng Adipati sendiri sulit untuk dapat
melepaskan persoalan yang terjadi di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu dengan
kebencian orang-orang Kateguhan terhadap orang-orang Paranganom.
Sementara itu, Raden Ayu Prawirayuda adalah orang yang sangat dibenci di
Kateguhan, sehingga Kangjeng Adipati di Kateguhan telah mengusirnya. Atau justru
sebaliknya, karena Ebook by Dewi Kangzusi
692 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu itu sudah diusir dari Kateguhan. Maka orang-orang
Kateguhan menjadi sangat membencinya.
*** Dalam pada itu, di Kateguhan, Ki Tumenggung Reksadrana
telah kehabisan kesabarannya. Dengan jantung yang bagaikan
membara iapun berkata kepada Sura Branggah yang
dipanggilnya menghadap "Sura Branggah. Satu lagi pembunuh
anakku itu sudah mati."
"Ya, Ki Tumenggung. Nampaknya Raden Wicitra tidak
dapat dihentikan lagi."
"Aku tidak mau kehilangan sasaranku yang semakin
menyusut itu, Sura Branggah."
"Bukankah satu kebetulan bagi kita " Kita tidak usah
bersusah payah. Sementara itu orang-orang yang akan
menjadi sasaran kita sudah mati satu demi satu."
"Edan kau Sura Branggah" bentak Ki Tumenggung sambil
mencengkam baju Sura Branggah "apa maumu pemalas. Kau
memeras uangku, tetapi kau tidak mau bekerja keras."
"Maaf, Ki Tumenggung. Tetapi itu bukan kemauanku.
Bukankah Raden Wicitra sudah melakukannya atas
kehendaknya sendiri."
"Tidak" didorongnya Sura Brangga yang duduk di lantai itu
sehingga terlentang "aku akan membunuh dua orang yang
lain. Untunglah Madyasta itu masih belum sempat dibunuh
oleh Wicitra. Akulah yang akan membunuhnya. Dengan
tanganku sendiri. Aku harus membalaskan dendam anakku
yang telah mereka bunuh. Aku akan mencincangnya menjadi
sewalang-walang." Ebook by Dewi Kangzusi 693 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sura Branggah yang kemudian bangkit sambil membenahi
pakaiannya berkata "Maaf Ki Tumenggung. Bukan maksudku
untuk tidak mau bekerja keras. Tetapi jika Ki Tumenggung
akan membunuhnya dengan tangan Ki Tumenggung sendiri,
maka aku tidak akan berkeberatan."
"Kita akan datang ke rumah Raden Ayu yang tamak itu.
Kita bunuh Wismaya, kemudian kita tangkap Madyasta hidup-
hidup. Kita bawa Madyasta keluar dari rumah itu dan kita akan
dapat berbuat apa saja sekehendak kita atas anak itu."
"Bagaimana dengan Raden Ayu Prawirayuda dan anak
gadisnya yang yang cantik itu?"
"Jika saja anakku masih ada, aku akan membawa
Rantamsari baginya. Tetapi karena anakkku sudah mati, aku
akan membunuh mereka pula."
"Maksud Ki Tumenggung?"
"Aku akan membunuh Raden Ayu Prawirayuda dan anak
perempuannya itu. Biarlah kekacauan yang terjadi di
Paranganom itu lengkap. Paranganom akan menjadi gempar.
Kematian Raden Ayu yang tamak itu gemanya tentu akan
sampai ke Tegal angkap. Mau tidak mau penilaian Kangjeng
Sultan Tegal angkap terhadap Kangjeng Adipali di Paranganom
tentu akan terpengaruh juga."
Sura Branggah termangu-mangu sejenak. Karena Sura
Branggah tidak segera menanggapinya, maka Ki Tumenggung
itu membentaknya "He, pamalas. Jangan tidur. Dengar kata-
kataku ini, he?" "Ya, ya. Aku mendengar Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 694 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Seperti yang sudah pernah aku katakan. Jika perhatian Kangjeng Sultan di Tegal
angkap tertuju kepada Kangjeng Adipati di Kateguhan untuk menjabat pepatih dalem
di Tegal angkap, maka akulah yang akan menggantikan kedudukan Kangjeng Adipati.
Aku akan menjadi Adipati di Kateguhan."
Tiba-tiba saja Ki Tumenggung Reksadrana itu tertawa berkepanjangan. Sementara
itu Sura Branggah hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Bahkan iapun
berkata didalam hatinya."
"Jika gegayuhan ini meleset, Ki Tumenggung ini akan dapat menjadi gila."
Namun tiba-tiba sura tertawa Ki Tumenggung itu terputus.
Tiba-tiba saja kepalanya menunduk. Terdengar suaranya sendat "Tetapi anakku
sudah mati. Jika aku berjuang mencari kemukten, sebenarnyalah aku ingin
mewariskannya kepada anakku. Tetapi anakku sudah mati. Mati dibunuh oleh orang-
orang Paranganom." Ki Tumenggung Reksadrana itu menggeretakkan giginya.
Tiba-tiba tangannya menghentak sambil menggeram
"Aku bunuh orang-orang Paranganom. Aku bunuh Raden Ayu yang tamak dan berlindung
di Paranganom itu. Aku bunuh anaknya perempuan. Aku juga akan membunuh bukan
saja Madyasta. Tetapi juga anak laki-laki Adipati Paranganom yang satu lagi.
Wignyana." Sura Branggah hanya dapat menarik nafas panjang.
Sementara itu Ki Tumenggung masih juga menggeram
"Prakosa. Jangan gelisah karena kematianmu itu. Aku akan Ebook by Dewi Kangzusi
695 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mengirimkan Madyasta dan Wignyana kepadamu. Lakukan
apa yang ingin kau lakukan atas mereka."
Namun tiba-tiba saja Ki Tumenggung Reksadrana itu
tertawa. Katanya "Jika aku sudah menjadi Adipati, aku akan
dapat mengambil dua atau tiga atau berapapun perempuan
yang aku inginkan. Aku tentu akan mendapatkan seorang
anak laki-laki dari mereka. Anak yang kelak akan
menggantikan Prakosa menjadi Adipati di Kateguhan."
Suara tertawa Ki Tumenggung Reksadrana itu mengu-
mandang lagi di ruang dalam rumahnya, sehingga liang-
liangnya seakan-akan telah bergetar karenanya.
"Ki Tumenggung Reksadrana itu sesungguh-sungguh
sudah mulai menjadi gila" berkata Sura Branggah di dalam
hatinya. Bahkan Sura Branggah itupun-tersenyum-senyum
sendiri pula sambil bergumam "Gila atau tidak, tetapi
uangnyalah yang penting bagiku."
Namun tiba-tiba saja Sura Branggah itupun menyadari
tingkah lakunya sendiri. "Apakah aku juga sudah gila dan
tertawa sendiri pula ?"
Tiba-tiba Sura Branggah itu teikejut ketika Ki Tumenggung
membentaknya "He, Sura Branggah. Apakah kau sudah
menjadi gila " Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri " Atau
kau mentertawakan aku ?"
"Tidak, Ki Tumenggung. Aku tidak mentertawakan Ki
Tumenggung. Tetapi mungkin aku memang sudah menjadi
gila." " Sura Branggah. Siapkan sisa-sisa orangmu. Besok malam
kita memasuki rumah Raden Ayu Prawirayuda."
Ebook by Dewi Kangzusi 696 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Besok malam ?"
"Ya. Kita akan berangkat ke Paranganom. Malam nanti kita harus sudah berada di
Paranganom. Bukankah kau mempunyai sarang di sana" Kita harus memasuki
Paranganom di malam hari. Selambat-lambatnya esok dini hari. Kita akan
beristirahat sehari di Paranganom. Kita akan membunuh semua orang penghuni rumah
itu. Bahkan pada abdipun akan kita bunuh semuanya agar tidak ada seorang
saksipun yang dapat berceritera tentang keberadaan kita di rumah itu."
"Raden Madyasta?"
"Kecuali Madyasta, dungu. Madyasta harus ditangkap hidup-hidup. Aku akan
mengurusnya untuk selanjutnya."
"Lalu, bagaimana dengan Raden Wignyana?"
"Anak itu tidak berada di. rumah Raden Ayu Prawirayuda.
Anak itu berada di Kadipaten."
"Bukankah Ki Tumenggung juga ingin mem-bunuhnya?"
"Tentu lain kali" Ki Tumenggung itu berteriak "ternyata kau dungu melebihi
seekor kerbau." Sura Branggah tidak menjawab.
"Nah, sekarang kau pergi. Kumpulkan sedikitnya delapan orang terbaik. Kalau
kawan-kawanmu sudah mati di tumpas Madyasta, cari yang lain. Kau tentu mempunyai
hubungan yang luas. Janjikan upah yang tinggi. Aku tidak berkeberatan, asal kita
dapat membunuh seisi rumah itu dan menangkap Madyasta hidup-hidup."
"Kenapa delapan ?" Ki Tumenggung.
Ebook by Dewi Kangzusi 697 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bersama kita. berdua, maka jumlahnya menjadi sepuluh
orang. Bersepuluh kita tentu akan berhasil. Di rumah itu hanya
ada dua orang Senapati yang sombong. Mereka mau
memanggil bantuan untuk mengamankan rumah itu. Berdua
mereka merasa akan dapat mengatasi pembunuh kedua orang
kawan mereka." Agaknya mereka juga mencurigai Wicitra. Jika benar
Wicitra pembunuhnya, maka berdua mereka akan dapat
menangkapnya." "Tetapi ternyata mereka tidak mampu menghindari dari
kelicikannya." Sura Branggah mengangguk-angguk.
"Karena kita tidak mau gagal, maka kita akan datang
bersama delapan orang yang kau tentu dapat memilihnya
diantara sekian banyak gegedug di Kadipaten Kateguhan."
Sura Branggah mengangguk-angguk. "Pergilah. Nanti
sebelum senja semuanya harus siap. Kita akan berangkat
dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah dengan
melewati jalan yang berbeda pada saat kita memasuki
Paranganom agar tidak menimbulkan kecurigaan."
Sura Branggah menarik nafas dalam-dalam. Katanya lebih
ditujukan kepada diri sendiri "Waktunya terlalu pendek."
"Jangan berceloteh. Pakai salah satu kuda di kandang itu,
asal bukan si Werdi, kuda yang berwarna kelabu."
"Baik, Ki Tumenggung. Aku akan mencobanya."
Ebook by Dewi Kangzusi 698 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kau benggolan kecu yang sudah kawentar, masih juga akan coba-coba " Kenapa kau
tidak dapat berkata dengan pasti" Aku tidak mau kau membawa kecoak-kecoak kecil,
kurus kering dan sakit-sakitan. Aku ingin kau membawa gegedug-gegedug yang
sembada. Baik ujudnya maupun kemampuannya." ,
"Tetapi Ki Tumenggung harus mengerti, bahwa mereka bukan anak buahku sendiri.
Anak buahku yang dapat diandalkan tinggal tidak lebih dari ampat orang."
"Aku tidak peduli. Kau harus mendapatkannya berapapun upahnya. Aku tidak mau
kehilangan Madyasta. Ia akan dapat menjadi permainan yang menyenangkan. Aku akan
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memeliharanya dengan baik, la akan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan
disetiap pagi, pada saat aku bangun tidur. Ia akan terikat di tiang yang kokoh.
Tentu aku akan memanjakannya. Setiap hari ia akan disuapi. Ia tidak boleh segera
mati." "Baiklah, Ki Tumenggung, Aku akan memenuhi keinginan Ki Tumenggung."
"Pergilah. Aku akan tidur sekarang. Malam nanti kita akan menempuh perjalanan
panjang." "Kalau Kangjeng Adipati rnencari Ki Tumenggung."
"Aku akan memohon diri untuk pergi barang dua tiga hari menengok adikku yang
sakit di Tegal angkap "
Sura Branggah mengangguk-angguk.
"Cepat. Cari orang itu."
"Baik, baik Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 699 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Sura Branggahpun minta diri.
Dibawanya seekor diantara beberapa kuda Ki Tumenggung.
Sura Branggah memilih kuda yang berwarna coklat kehitaman.
Di sore hari, Sura Branggah telah datang lagi ke rumah Ki
Tumenggung Reksadrana, yang dengan tergesa-gesa
menemuinya. "Kau dapatkan orang-orang itu?"
"Ya, Ki Tumenggung. empat orang adalah anak buahku
sendiri. Empat orang yang lain adalah gegedug-gegedug yang
dapat dipercaya. Tetapi upah bagi merekapun cukup besar.
"Sudah aku katakan, aku tidak peduli."
"Tetapi persoalannya tidak terlalu sederhana Ki
Tumenggung." "Apa lagi?" "Bukankah orang-orang itu akan ditempatkan dibawah
pimpinanku?" "Tentu. Kau akan menjadi panglima dari pasukanku itu."
"Ki Tumenggung. Jika aku harus memimpin mereka, maka
upahku tentu harus lebih banyak dari mereka."
"Iblis kau Sura Branggah., Sudah aku kalakan, kalau perlu
aku akan menjual beberapa barang berharga yang aku miliki."
Sura Branggah mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Segala sesuatunya sudah siap. Senja nanti kita sudah dapat
berangkat." Ebook by Dewi Kangzusi 700 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bukankah mereka membawa kuda mereka sendiri-sendiri?"
"Para gegedug itu mempunyai kuda mereka sendiri. Tetapi bagi ampat orang-orangku
hanya tersedia dua ekor kuda."
" Ambil kudaku satu lagi asal bukan Si Werdi."
"Kudanya kurang dua, Ki Tumenggung."
"Kau sama sekali tidak punya modal apa-apa, Sura Branggah.
"Jadi kami meminjam tiga ekor kuda Ki Tumenggung."
"Kudaku hanya empat. Kalian bawa tiga."
"Bukankah Ki Tumenggung Reksadrana hanya membutuhkan seekor kuda."
"Kau memang gila, Sura Branggah."
" Sekali-sekali saja Ki Tumenggung. Bukankah saat ini saat yang sangat penting
bagi Ki Tumenggung. Tanpa kuda, maka kami tidak akan dapat sampai ke Paranganom
sebelum dini. Mungkin baru esok siang atau bahkan lebih lama lagi."
"Cukup. Aku tidak mau tertunda lagi."
"Jadi?" "Pakai kudaku. Pakai kudaku" Ki Tumenggung Reksadrana berteriak nyaring.
Ebook by Dewi Kangzusi 701 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah beberapa saat kemudian, beberapa orang gegedug telah berada di
rmah Ki Tumenggung. Seorang diantara merekapun berkata dengan nada yang kasar "Ki Tumenggung.
Sebelum kita berangkat, aku minta uang jaminan agar Ki Tumenggung tidak menipu
kami." "Menipu " Apakah kata-kata itu keluar dari mulutmu?"
bertanya Ki Tumenggung Reksadrana.
"Ya. Siapa tahu."
"Kau berbicara dengan seorang Tumenggung" bentak Sura Branggah.
"Aku tahu. Tetapi seorang Tumenggungpun dapat saja menipu dan berbohong."
"Dengar" wajah Sura Branggah menjadi merah. Ia merasa bertanggung jawab atas
orang-orang yang dibawanya menghadap Ki Tumenggung Reksadrana "Aku dapat
membunuhmu sekarang atau kapan saja. Apalagi Ki Tumenggung Reksadrana. Bukan
karena jabatannya sehingga ia dapat memanggil sekelompok prajurit. Tetapi dengan
ayunan tangannya, kepalamu dapat dipecahkannya."
"Tetapi siapa yang akan menjamin bahwa kami tidak akan menyabung nyawa tetapi
kemudian janji-janji sebelumnya diingkari?"
"Aku. Aku yang akan menjamin bahwa segalanya akan berlangsung sesuai dengan
pembicaraan kita. Kau berbicara dengan aku. Jika kau diingkari, maka akulah yang
bertanggung jawab." Ebook by Dewi Kangzusi 702 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Orang itu mengerutkan dahinya, sementara Ki Tumenggung Reksadranapun berkata
"Jika saja kau bukan orang yang dipercaya oleh Sura Branggah, maka aku tentu
sudah mengoyakkan mulutmu. Atau jika kau tidak percaya akan kemampuanku, kau
akan menantangku setelah kerja kita selesai?"
"Tidak. bukan maksudku, Ki Tumenggung. Tetapi aku hanya ingin meyakinkan bahwa
aku tidak bertaruh nyawa dengan sia-sia."
"Kau sendirilah yang membuat kerjamu sia-sia."
"Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Sekarang kau diam. Aku yang bertanggung jawab."
Orang itupun terdiam. Sementara Sura Branggahpun berkata "Kita akan segera
bersiap-siap. Sedikit lewat senja kita akan berangkat. Kita akan menempuh
perjalanan di malam hari. Kita berharap akan berada di Paranganom sebelum terang
tanah, sehingga tidak ada orang yang mengetahui kedatangan kita dan apalagi
mencurigainya. Kita akan menempuh perjalanan di malam hari. Kitapun akan berbagi
diri dalam kelompok-kelompok kecil. Kita tidak akan tertarik pada apapun juga
yang kita jumpai diperjalanan."
"Apa yang kau maksud, kakang?" bertanya salah seorang gegedug.
Menuntut Balas 15 Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar Pendekar Kidal 6
sebagai anak seorang Adipati meskipun sudah wafat, kau akan tersiksa sekali."
"Aku bukan seorang yang mencemaskan hari esok, Wismaya. Jika itu terjadi, maka
aku akan berjuang unatuk mencegahnya. Sebagai seorang laki-laki, maka nyawaku
akan menjadi taruhan."
"Tetapi jika Raden Ajeng Rantamsari menerima kemungkinan itu dengan penuh
kebanggaan, bahwa ia akan
Ebook by Dewi Kangzusi 624 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mendapatkan seorang laki-laki yang berderajat jauh lebih
tinggi dari seorang Senapati kecil seperti kita?"
"Kenapa kau bayangkan masa depan itu seperti sisi gelap
dunia ini, Wismaya Kenapa kau tidak membayangkan bahwa
aku akan diterima dengan baik didalam keluarga Raden Ayu
Prawirayuda" Bahkan direstui oleh Kangjeng Adipati
Prangkusuma" Kenapa kau tidak membayangkan, bahwa
Kangjeng Adipati akan memberiku hadiah seekor kuda yang
tegar serta mengangkat aku menjadi seorang Rangga di
kadipaten Parang Anom?"
Wismaya menarik nafas dalam-dalam. Namun ia masih
saja bergumam" Kau bermimpi, Sasangka"
"Ya Biarlah aku nikmati mimpiku. Jangan menggangguku
sehingga aku akan terbangun serta mimpiku itu akan
terlepas." Wismaya menarik nafas panjang. Terasa debar jantungnya
memukul-mukul dinding dadanya. Namun Wismaya masih
mencoba menahan diri. Ia sadar bahwa ia memang tidak
berhak untuk mencampuri persoalan yang sangat pribadi itu.
Tetapi Wismaya sudah berusaha memperingatkannya. Jika
terjadi sesuatu kelak, apakah peristiwa yang terjadi pada
Rembana itu terulang, atau kelak Sasangka itu akan
dihempaskan oleh kenyataan bahwa Raden Ajeng Rantamsari
itu akan direnggut dari sisinya untuk diperbandingkan dengan
seseorang yang dianggap memiliki derajat yang seimbang, ia
sudah pernah memperingatkannya
Wismaya tidak lagi berkata apa-apa ketika kemudian
Sasangka itu berdiri dan melangkah ke dalam kegelapan
Ebook by Dewi Kangzusi 625 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba terbersit sebuah pertanyaan"Apakah justru Sasangka sendiri yang
telah menghabisi Rembana?"
Pertanyaan seperti itu memang pernah mengganggunya.
Bahkan Wismayapun menangkap pertanyaan serupa tersirat dari kata-kata Raden
Madyasta dan bahkan Raden Wignyana Namun sementara itu, di dalam kegelapan,
Sasangkapun bertanya kepada dirinya sendiri"Apakah sebenamya Wismaya sendiri
mengingini Raden Ajeng Rantamsari sehingga ia menjadi sangat iri melihat aku
menjadi semakin akrab dengan gadis itu?"
Sasangka tiba-tiba menggertakkan giginya sambil menggeram"Aku akan
mempertaruhkan nyawaku untuk mendapatkannya. Siapapun yang menghalangiku, akan
aku singkirkan." Di serambi belakang, Raden Madyasta duduk sendiri. Ia bangkit berdiri ketika ia
melihat bibinya datang mendekatinya
"Sendiri ngger?" bertanya Raden Ayu Prawirayuda
"Ya, bibi. Kakang Wismaya dan kakang Sasangka ada di gandok."
"Silahkan duduk ngger."
Raden Madyastapun kemudian duduk kembali. Bahkan bibinyapun duduk pula
disebelahnya. "Dingin, ngger"
"Dingin bibi. Tetapi aku sudah terbiasa berada dalam segala cuaea"
Ebook by Dewi Kangzusi 626 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Sementara itu Raden Madyastalah yang berkata"
Bibi nanti kedinginan. Udara terasa lembab. Langit nampak gelap. Mungkin hujan
akan turun" "Ya Ngger. Angin basah bertiup semakin kencang."
"Ya, bibi. Sebaiknya bibi berada didalam."
"Sebenarnya aku tidak sampai hati membiarkan angger Madyasta kedinginan di
serambi seperti ini."
"Aku sudah terbiasa bibi. Seperti aku katakan, aku terbiasa berada di segala
macam cuaea Bahkan kehujanan sekalipun.
Di padepokan aku membiasakan diri berada di dinginnya malam, basah kuyup
kehujanan, tetapi juga dipanggang diteriknya sinar matahari. Menahan haus dan
lapar. Karena itu, bibi tidak usah memikirkan aku dan para Senapati. Dalam
menjalankan tugas, kami tidak memilih tempat, waktu, suasana dan cuaea."
"Tetapi jika ada kemungkinan yang lebih baik, bukankah tidak ada salahnya jika
angger memilih?" "Maksud bibi?" "Angger tidak harus berada di serambi seperti ini. Angger dapat berada diruang
dalam." Madyasta tersenyum. Katanya "Lebih baik berada di sini bibi. Jika sesuatu
terjadi, aku akan cepat bertindak"
"Tetapi menurut pendapatku, justru sangat berbahaya bagi angger. Disini angger
dapat dilihat dari kegelapan. Jika ada orang bemiat buruk, orang itu dapat
melihat angger dengan jelas. Tetapi sebaliknya angger tidak dapat melihatnya."
Ebook by Dewi Kangzusi 627 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku tidak akan berada disini terus bibi. Aku akan turun pula ke halaman."
"Tetapi bukankah sangat berbahaya bagi angger. Angger Rembana telah terbunuh
tanpa sempat memberikan perlawanan."
"Petaka itu memang telah terjadi padanya" desis Raden Madyasta"namun dengan
demikian, aku akan menjadi lebih berhati-hati, bibi."
"Raden, apakah salahnya jika Raden berada di dalam" Jika ada orang bermaksud
jahat, sebagaimana yang pernah mereka lakukan, membunuh seekor kueing untuk
menakut-nakuti kami, bukankah mereka akan masuk ke dalam. Jika mereka berada di
luar, bukankah kita dapat mengabaikannya?"
"Bibi. Aku adalah bagian dari para prajurit yang ditugaskan oleh ayahanda di
rumah ini. Karena itu, maka aku tidak dapat di pisahkan dari mereka."
"Angger adalah putera Kangjeng Adipati di Parang Anom.
Yang bahkan akan menggantikan kedudukan ayahandanya.
Sedangkan mereka adalah prajurit sebagaimana prajurit-prajurit yang lain."
"Aku sebagai seorang prajurit, tidak berbeda dengan mereka, bibi."
Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas panjang. Katanya;
"Angger memang seorang prajurit sejati."
"Aku adalah satu diantara prajurit Paranganom."
Ebook by Dewi Kangzusi 628 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Namun kemudian Raden Ayu itupun berkata
"Ngger. Mumpung ada waktu luang, aku ingin bertanya, apakah Dimas Adipati masih
marah kepada Raden?"
Raden Madyasta menarik nafas panjang. Dengan nada rendah iapun menjawab "Tidak
bibi. Ayahanda tidak marah lagi kepadaku."
"Apakah dengan demikian berarti Dimas Adipati membiarkan hubungan angger
Madyasta dengan gadis Panjer itu?"
"Kami belum pernah membicarakannya lagi, bibi."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk.
Katanya"Ngger. Bagaimanapun juga sebaiknya angger mendengarkan nasehat orang
tua. Sekaligus seorang Adipati yang memegang kuasa di kadipaten ini. Jika angger
menentangnya, maka akibatnya akan dapat menjadi jauh sekali."
Raden Madyasta menundukkan wajahnya
"Aku adalah bibimu, ngger. Aku merasa berkewajiban untuk memberi nasehat kepada
angger Madyasta Apalagi persoalan sisihan adalah persoalan yang sangat rumit."
"Ya, bibi" jawab Madyasta
"Angger adalah seorang anak muda yang tampan putera seorang Adipati yang
sekaligus akan menggantikan kedudukannya. Karena itu, maka anggerpun harus
berhati-hati memilih sisihan Gadis Panjer itu mungkin memang sangat menarik
perhatian angger. Mungkin ia cantik dan lembut Tetapi gadis itu tidak lebih dari
anak seorang Demang. Jika
Ebook by Dewi Kangzusi 629 Kang Zusi http://kangzusi.com/
angger kehendaki, angger dapat mengambilnya menjadi
garwa ampeyan." Terasa degup jantung Raden Madyasta menjadi semakin
cepat Sebenarnya ia tidak ingin mendengar nasehat bibinya
itu. Tetapi ia tidak dapat memaksa agar bibinya itu berhenti
berbicara Untuk beberapa saat Raden Ayu Prawirayuda itu masih
menasehatinya. Raden Ayu itu memberi beberapa petunjuk
tentang hubungan suami isteri. Tentang cinta dan sekedar
nafsu. Raden Madyasta hanya dapat mengangguk-angguk saja.
Sekali-sekali ia mengiakannya. Dengan demikian Raden
Madyasta berharap agar bibinya itu segera berhenti berbicara
Setelah beberapa lama Raden Ayu Prawirayuda itu duduk
di serambi belakang bersama Raden Madyasta, maka
kemudian Raden Ayu itupun berkata "Semakin lama, malam
terasa menjadi semakin dingin, ngger."
"Bibi. Agaknya lebih baik bagi bibi untuk masuk saja
keruang dalam. Angin malam akan dapat berakibat buruk bagi
bibi." Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Katanya "Akupun
sudah sering menjalani laku prihatin, ngger. Bahkan aku
pernah tidur tiga malam di pasareyan eyang.kakung."
"Tetapi bukankah itu bibi lak-ukan waktu bibi masih
muda." Raden Ayu Prawirayuda itu masih saja tersenyum sambil
berkata"Aku sekarang memang sudah tua ngger."
Ebook by Dewi Kangzusi 630 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan serta-merta Raden Madyasta menyahut "Bukan itu maksudku bibi. Tetapi
mungkin ketahanan tubuh bibi sudah rnenyusut"
"Sebenarnya masih banyak yang ingin aku sampaikan kepada angger. Justru karena
aku bibi angger." "Terima kasih, bibi."
"Jika saja angger bersedia duduk di ruang dalam.
Rantamsari akan menyediakan minuman hangat bagi angger."
"Terima kasih, bibi. Terima kasih biarlah kangmbok Rantamsari beristirahat."
Raden Ayu Prawirayuda itupun kemudian bangkit berdiri.
Dilayangkannya pandangan matanya ke kegelapan di halaman belakang. Sementara itu
nyala lampu minyak di serambi itu bergoyang di sentuh angin.
"Selamat malam ngger."
"Selamat malam, bibi."
Ketika Raden Ayu Prawirayuda itu akan masuk ke ruang dalam, iapun masih
berdesis"Kadang-kadang aku merasa bersalah, bahwa karena permohonanku, angger
harus berjaga-jaga di serambi dalam dinginnya udara malam."
Raden Madyasta tertawa. Katanya"Aku sudah ditempa untuk melakukan tugas seperti
ini." "Berhati-hatilah, ngger."
"Ya,bibi." Ebook by Dewi Kangzusi 631 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Raden Ayu Prawirayuda itupun telah hilang di balik pintu yang
kemudian tertutup rapat. Raden Madyasta menarik nafas panjang. Iapun kemudian duduk kembali di amben kayu
di serambi dibawah cahaya lampu minyak. Pandangan matanya terlempar menusuk ke
kegelapan di halaman belakang yang terhitung luas itu.
*** Dalam pada itu, di malam yang semakin dalam, di rumah Ki Tumenggung Reksadrana
telah kedatangan seorang tamu yang tidak diinginkan. Tetapi Ki Tumenggung yang
sedang duduk-duduk bersama Sura Branggah itu tidak dapat menolaknya.
"Marilah, duduklah Raden Wicitra"
"Terima kasih, Ki Tumenggung. Ternyata kau ada disini Sura Branggah."
"Sudah sejak senja tadi,Raden"
"Sudah agak lama kita tidak bertemu, Raden" berkata Ki Tumenggung Reksadrana
kemudian. "Ya. Sejak sebelum Sura Branggah menemui aku waktu itu."
"Ya Waktu itu aku minta Raden datang menemui aku.
Tetapi Raden tidak menjawab apa-apa"
"Aku sudah menjawab."
"Menjawab apa?"
Ebook by Dewi Kangzusi 632 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku katakan kepada Sura Branggah bahwa pada suatu hari aku akan menemui Ki
Tumenggung Reksadrana"
"Pada suatu hari. Bukankah jawaban itu tidak jelas?"
"Nah, pada suatu hari itu adalah sekarang. Aku sekarang datang menemui Ki
Tumenggung Reksadrana"
"Raden datang ketika segala sesuatunya sudah berantakan. Ketika anakku sudah
meninggal." "Aku baru mempunyai kesempatan sekarang, Ki Tumenggung. Tetapi aku kira
kedatanganku belum teriambat"
"Apa yang akan Raden katakan sekarang?"
"Ternyata Senapati-senapati yang masih ingusan itu memiliki kemampuan yang
tinggi." "Apa maksud Raden?"
"Aku kira berkelahi melawan Senapati muda yang berada di rumah kangmbok
Prawirayuda itu tidak memerlukan tenaga dan waktu. Tetapi ternyata aku tidak
berhasil membunuhnya"
Ki Tumenggung Reksadrana memandang Raden Wicitra dengan mata setengah terpejam.
Dengan nada tinggi iapun berkata"Bukan senapati ingusan itu yang memiliki
kemampuan tinggi. Tetapi Radenlah yang sama sekali tidak bertenaga"
"Ki Tumenggung. Kata-kata Ki Tumenggung itu menyinggung perasaanku."
"Bukankah kenyataannya memang demikian."
Ebook by Dewi Kangzusi 633 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Jangan berkata begitu Ki Tumenggung. Bagaimana jika aku menantangmu untuk
memperbandingkan kemampuan kita."
"Apakah alasan Raden menantangku?"
"Tidak ada alasannya Sekedar untuk membuktikan kata-kata Ki Tumenggung. Apakah
aku memang tidak bertenaga"
"Kalau Raden memang ingin menjajagi kemampuan prajurit Kateguhan, aku sama
sekali tidak berkeberatan."
"Kita coba saja Ki Tumenggung."
"Bagus. Dibelakang ada tempat untuk bermain binten.
Meskipun aku sudah tua, tetapi aku masih akan sanggup mematahkan kaki Rade"
"Jangan sesumbar, Ki Tumenggung. Mari, kita coba saja."
Ketika Raden Wicitra bangkit berdiri, maka Ki Tumenggungpun segera berdiri pula.
"Bagus. Kita peigi ke belakang?"geram Ki Tumenggung.
Namun tiba-tiba saja Sura Branggah itupun tertawa Katanya"Aku bukan seorang
Tumenggung. Aku juga bukan keluarga berdarah biru. Tetapi aku tidak terlalu
mudah untuk memuntahkan gejolak perasaanku. Bukankah seperti kanak-kanak yang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpapasan di jalan, saling berpandangan, kemudian berkelahi tanpa sebab?"
"Tetapi aku tidak mau direndahkan seperti itu Sura Branggah. Aku tidak mau
dikatakan tidak bertenaga."
Ebook by Dewi Kangzusi 634 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Sekarang silahkan Raden duduk. Silahkan mengatakan, apa yang akan Raden katakan
sehingga Raden datang kemari."
"Tetapi Ki Tumenggung nampaknya tidak mau mendengarkan"
"Begitu Ki Tumenggung?" bertanya Sura Branggah.
"Jika Raden Wicitra itu berbicara, tentunya aku akan mendengarkan. Tetapi jika
Raden Wicitra ingin berkelahi, aku tidak berkeberatan"
Ketika Raden Wicitra bangkit lagi, Sura Branggah itupun menahannya sambil
beikata"Sudahlah. Sekarang katakan saja maksud Raden datang kemari."
Wicitra termangu-mangu, sementara Ki Tumenggungpun telah duduk pula.
"Nah, sekarang katakan Raden. Agaknya Ki Tumenggung sudah siap untuk
mendengarkan" Raden Wicitra termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun beikata"Aku dengar Ki
Tumenggung masih berniat untuk mengganggu ketentraman Paranganom."
"Apa kepentingan Raden dengan ontran-ontran yang masih akan aku timbulkan di
Paranganom itu?" bertanya Ki Tumenggung
Dahi Raden Wicitra berkerut Namun kemudian iapun menjawab"Aku memang mempunyai
kepentingan, Ki Tumenggung"
"Kepentingan itulah yang aku tanyakan."
Ebook by Dewi Kangzusi 635 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kita dapat bekerja sama"
"Maksud Raden."
"Apa yang Ki Tumenggung lakukan sekarang sebenarnya
tanggung. Belum tentu bahwa yang membunuh putera Ki
Tumenggung itu Rembana. Mungkin Sasangka, mungkin
Wismaya atau bahkan Madyasta sendiri."
"Aku tidak tahu arah bicara Raden."
"Kita bekerja sama. Kita bunuh semuanya"
"Kami memang akan melakukannya Semua itu akan
menjadi makanan kami. Tanpa kerja samapun kami akan
dapat melakukannya" "Tetapi sampai sekarang yang baru berhasil kau bunuh
baru Rembana" "Apa?" "Bukankah kau belum terlalu tua, Ki Tumenggung. Tetapi
pendengaranmu nampaknya sudah berkurang."
"Kau mulai lagi, Raden."
"Dengarlah baik-baik. Kalian tidak usah menyombongkan
diri bahwa kalian akan membunuh para Senapati muda itu
termasuk Madyasta. Jika kalian mampu, maka tentu sudah
kalian lakukan. Ternyata sampai sekarang kau baru dapat
membunuh seorang saja diantara mereka. Rembana."
"O. Jadi Raden Wicitra datang kemari sekedar untuk
menyombongkan diri, bahwa Raden sudah berhasil
Ebook by Dewi Kangzusi 636 Kang Zusi http://kangzusi.com/
membunuh Rembana. Raden, aku menyesali keberhasilan
Raden Aku berniat untuk mendapatkan semuanya. Aku ingin
membunuh keempat Senapati muda itu. Tetapi Raden Wicitra
sudah mencuri seorang diantara mereka."
"Nanti dulu, Ki Tumenggung. Bukankah Ki Tumenggung,
meskipun mungkin tidak dengan tangan sendiri, sudah
berhasil membunuh Rembana" Sekarang aku menawarkan
kerja sama untuk membunuh yang lain. Bahkan jika perlu, aku
dapat memberikan imbalan kepada Sura Branggah dan kawan-
kawannya yang mampu dihimpunnya lagi."
"Raden tidak usah berputar-putar seperti itu untuk
menyombongkan diri. Katakan saja bahwa Raden sudah
membunuh Rembana. Raden ingin pengakuanku bahwa Raden
orang yang berilmu tinggi tanpa tanding karena dapat
membunuh Senapati ingusan itu. Sedangkan Senapati ingusan
itu ternyata berilmu tinggi"
"Kenapa kau terlalu berprasangka Ki Tumenggung. Jika
aku datang sekedar untuk menyombongkan diri, lalu apa
gunanya" Apa keuntunganku dengan tindakan bodoh itu."
"Lalu apa maksud Raden sebenarnya."
"Sudah aku katakan berulang-ulang. Marilah bekerja sama
membunuh para Senapati yang tersisa itu."
Ki Tumenggung memandang Sura Branggah sejenak.
Namun Sura Branggah itu menggelengkan kepalanya
"Raden" berkata Ki Tumenggung" sebaiknya kita tidak
usah bekerja sama. Lakukan apa yang ingin Raden lakukan.
Aku lakukan apa yang ingin aku lakukan."
Ebook by Dewi Kangzusi 637 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apakah keberatan Ki Tumenggung" Bukankah kita mempunyai sasaran yang sama
meskipun dasar kepentingan kita berbeda"
"Terus-terang Raden, aku tidak percaya kepada Raden.
Mungkin saja Raden dapat bekerja sama dengan kami untuk sesaat Namun setelah itu
Raden berkhianat Raden memfitnah kami, sehingga kami ditangkap dan bahkan
dihukum. Sedangkan Raden akan dapat menikmati hasilnya"
"Aku bukan jenis seorang pengkhianat"
"Sebaiknya kita bekerja sendiri-sendiri saja, Raden. Jika Raden ingin membunuh,
bunuhlah jika mampu. Sementara itu, jika kami ingin melakukannya, biarlah kami
melakukannya." "Jadi Ki Tumenggung tetap berkeberatan untuk bekerja sama meskipun aku sudah
berjanji untuk menyediakan upah sekedarnya bagi Sura Branggah dan kelompoknya
yang baru nanti?" "Ya. Aku tetap berkeberatan."
"Raden" berkata Ki Sura Branggah kemudian"kenapa Raden harus berpikir macam-
macam. Tidur sajalah di rumah.
Tanpa kerja samapun sebenarnya akan tetap menguntungkan Raden. Raden tidur
sajalah di rumah. Nanti para Senapati itu akan mati sendiri karena tangan kami,
sehingga Raden justru tidak kehilangan upah, tidak kehilangan waktu dan tidak
diperlukan keberanian apa-apa."
Bab 26 - Gugurnya Lurah Sasangka
"Edan kau Sura Branggah. Aku ingin membunuh Sasangka dengan tanganku."
Ebook by Dewi Kangzusi 638 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa tidak Raden lakukan?"
"Jika kita bekerja sama, kalian dapat menjerat para
Senapati yang lain dalam pertempuran."
"Nanti Raden kalah lagi. Nanti malah Raden yang mati."
"Aku sumbat mulutmu dengan tumitkii ini Sura Branggah.
Sebenarnya aku tidak kalah. Tetapi aku terlalu
merendahkannya, sehingga aku telah kehilangan kesempatan
yang pertama." "Bukankah Raden sendiri yang mengaiakan bahwa bagi
Raden, para Senapati muda itu ilmunya ternyata tidak dapat
Raden atasi." "Apakah aku berkata begitu?"
"Sekarang, apapun yang Raden katakan, kami tidak dapat
bekerja sama dengan Raden."
"Ki Tumenggung memang keras kepala."
"Jangan berkata begitu Raden. Nanti aku benturkan
kepalaku yang keras ini ke kepalamu."
"Tetapi kau tidak dapat menolak, Ki Tumenggung."
"Kenapa" Apakah Raden bermaksud mengancam?"
"Ya. Aku memang akan mengancam Ki Tumenggung. Jika
Ki Tumenggung tetap tidak mau bekerja sama, maka aku akan
membuka rahasia Ki Tumenggung."
"Rahasia apa" Aku tidak mempunyai rahasia apa-apa."
Ebook by Dewi Kangzusi 639 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Jangan memperbodoh orang Ki.Tumenggung. Rencanamu
untuk tetap menimbulkan kekacauan dengan Paranganom
tentu tidak disetujui oleh Kangjeng Adipati. Karena itu, jika
Kangjeng Adipati mengetahui, maka kau tentu akan dihukum
berat, karena yang kau lakukan ini akan dapat merendahkan
nama Kangjeng Adipati."
"Jadi Raden akan melaporkan rencanaku kepada Kangjeng
Adipati?" "Jika Ki Tumenggung tidak mau bekerja sama."
"Raden tentu tidak akan berani melakukannya."
"Kenapa aku tidak berani melakukannya" Aku akan mohon
waktu untuk menghadap. Karena Kangjeng Adipati
mempunyai persoalan khusus dengan kangmbok Prawirayuda,
aku tentu akan diterima. Bahkan segera pada saat aku
mengajukan permohonan. Kangjeng Adipati tentu mengira
bahwa persoalannya menyangkut kangmbok Prawirayuda.
Tetapi setelah aku menghadap, aku akan mengatakan bahwa
ternyata Ki Tumenggung Reksadrana tidak tunduk kepada
perintah Kangjeng Adipati. Ternyata Ki Tumenggung masih
tetap berusaha untuk membuat kericuhan di Paranganom.
Nah, saat itu juga Kangjeng Adipati akan memanggil Ki
Tumenggung. Jika Ki Tumenggung menolak, maka Ki
Tumenggung akan ditangkap. Jika tidak ada prajurit yang
berani menangkap Ki Tumenggung, maka akulah yang akan
mohon diperintahkan melakukannya dengan sekelompok
prajurit pilihan. Ki Tumenggung akan diadili oleh Kangjeng
Adipati pribadi. Ki Tumenggung akan dihukum gantung di
alun-alun. Atau setidak-tidaknya Ki Tumenggung akan
dihukum kerja paksa seumur hidup. Kaki Ki Tumenggung akan
diikat dengan rantai bersama-sama dengan para gegedug
kecu, brandal, begal dan sebagainya."
Ebook by Dewi Kangzusi 640 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba saja Ki Tumenggung itu tertawa
berkepanjangan, sehingga Raden Wicitra menjadi terheran-
heran. Bahkan Sura Branggahpun memandanginya dengan
mulut ternganga. " Ada apa dengan Ki Tumenggung?" bertanya Sura
Branggah didalam hatinya.
Namun sebenarnyalah bahwa Sura Branggah sendiri
menjadi cemas. Jika Raden Wicitra benar-benar melaporkan-
nya kepada Kangjeng Adipati, maka bukan hanya Ki
Tumenggung yang ditangkap. Tetapi tentu dirinya juga akan
ditangkap. Di gantung di alun-alun atau dihukum dengan kerja
paksa seumur hidup. Sura Branggah tidak akan merasa ngeri bercampur dengan
para gegedug brandal, kecu dan begal, karena namanya
cukup dikenal dan ditakuti. Tetapi Sura Branggah
membayangkan bahwa sepanjang umumya ia tidak akan
melihat lagi ramainya pasar Kliwon. Lezatnya nasi tumpang
dengan telur pindang. Ia tidak lagi dikerubuti perempuan-
perempuan cantik yang haus keping-keping uang yang
dibawanya atau berbagai perhiasan emas dan permata hasil
rampokannya. Baru sejenak kemudian suara tertawa Ki Tumenggung itu
mereda. Disela-sela suara tertawanya yang masih tersisa,
iapun berkata"Raden memang jenis seorang pengkhianat.
Seorang yang suka memfitnah."
"Ini bukan fitnah. Bukankah yang terjadi sebenarnya
memang demikian?" Ebook by Dewi Kangzusi 641 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Baik, baik Raden. Yang terjadi sebenarnya memang demikian. Tetapi bukankah aku
juga berhak untuk memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati?"
"Apa yang akan kau laporkan?"
Ki Tumenggung memandangi wajah Raden Wicitra yang tegang sambil tersenyum-
senyum. Katanya"Raden. Sudah ada berapa macam benda-benda berharga di keputren
yang Raden curi. Ketika Raden Ayu Prawirayuda masih tinggal di istana, jika
Raden datang mengunjunginya, maka sepularig Raden dari keputren, Raden langsung
pergi ke tukang tadah barang-barang berharga yang Raden curi dari keputren." .
"Bohong. Kalau ini benar-benar fitnah" Raden Wicitra hampir berteriak sambil
bangkit dari tempat duduknya"apa maksud Ki Tumenggung dengan fitnah itu?"
"Jadi menurut Raden, apa yang aku katakan ini fitnah?"
" Ya." "Raden kenal dengan Ki Citraprana, saudagar barang-barang kuno yang mempunyai
nilai yang tinggi itu?"
"Apakah jika aku mengenalnya berani aku menjual barang-barang curian kepadanya?"
"Aku akan menangkap Ki Citraprana. Aku masih mempuyai wewenang sekarang ini,
sebelum aku di rantai di penjara karena pengkhianatan Raden. Aku akan memaksanya
berbicara dan berusaha menemukan bukti-bukti benda-benda berharga yang sekarang
masih ada di rumahnya."
Ebook by Dewi Kangzusi 642 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Wajah Raden Wicitra menjadi pucat. Katanya" Kenapa kau menjadi dengki kepadaku"
Itu adalah persoalanku dengan kangmbok Prawirayuda."
"Benda-benda yang, kau curi bukan milik Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi milik
Kangjeng Adipati. Nah, percaya atau tidak percaya, sekarang aku tahu, bahwa
Raden sering mencuri di kadipaten. Jika aku mendorongnya dengan ujung jari
kelingkingku saja, maka Kangjeng Adipati tentu akan menangkap Raden. Apalagi
sekarang Raden Ayu Prawirayuda, kakang perempuan Raden yang dapat sedikit
memberikan perlindungan kepada Raden itu sudah tidak ada di kadipaten."
"Setan kau Tumenggung Reksadrana. Kaulah yang mempunyai tampang seorang
penghianat." "Bukan hanya aku. Tetapi kita berdua. Kau dan aku sama-sama orang-orang licik.
Bendanya aku adalah seorang yang cerdik. Sedangkan Raden adalah seorang pencuri
yang bodoh." "Cukup." "Raden tidak usah berteriak. Sebaiknya Raden sekarang keluar dari rumahku.
"Persetan kau Ki Tumenggung. Kau akan menyesali sikapmu ini."
"Kalau aku memang harus menyesal, biarlah aku menyesal."
Wajah Raden Wicitra menjadi merah bagaikan membara.
Namun betapapun kemarahannya membakar jantungnya, tetapi ia tidak dapat berbuat
banyak. Di rumah itu ada Sura
Branggah. Jika ia berselisih dan bahkan kemudian harus
Ebook by Dewi Kangzusi 643 Kang Zusi http://kangzusi.com/
berkelahi melawan Ki Tumenggung, maka Sura Branggah
tidak akan tinggal diam. Iapun akan ikut melibatkan diri dan
bahkan mungkin Sura Branggahlah yang akan membunuhnya
dan kemudian melemparkan mayatnya di sungai sebelah. Baru
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besok orang-orang yang turun ke kali menemukan mayatnya
itu. Karena itu, maka dengan serta-merta Raden Wicitrapun
meninggalkan rumah itu sambil bergeramang" Persoalan kita
belum tuntas, Ki Tumenggung."
Namun yang menyahut adalah Sura Branggah"Kaulah yang
tidak lumrah, Raden. Gadis puteri Raden Ayu itu adalah
kemanakan Raden sendiri. Kenapa Raden akan memaksa
untuk mengambilnya sebagai istri."
"Diam kau perampok buruk."
Sura Branggah tertawa. Katanya"Seorang perampok masih
memerlukan keberanian untuk menjalankan pekerjaannya.
Tetapi tidak bagi seorang pencuri. Ia mengambil justru pada
saat pemiliknya lengah dan tidak melihatnya."
"Seorang pencuri jauh lebih berharga dari seorang
perampok. Seorang pencuri harus memiliki ketrampilan yang
tinggi. Selebihnya seorang pencuri adalah orang-orang yang
lembut hati yang tidak menginginkan kekerasan, sehingga
memungkinkan untuk jatuh korban. Seorang pencuri
melakukan kekerasan hanya pada saat-saat ia tersudut.
Karena itu, jika pada saatnya aku tersudut, maka aku juga
akan melakukan kekerasan."
"Kenapa tidak kau lakukan Raden" Apakah sekarang Raden
belum tersudut?" bertanya Sura Branggah.
Ebook by Dewi Kangzusi 644 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kemarahan Raden Wicitra benar-benar telah membakar dadanya. Tetapi Raden Wicitra
tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa ia memang agak merasa ngeri karena di
rumah itu ada Ki Tumenggung Reksadrana serta Sura Branggah.
Karena itu, maka Raden Wicitra itupun segera meninggalkan rumah itu.
Ketika ia keluar dari pintu pringgitan, ia masih mendengar suara tertawa
berkepanjangan. Agaknya Ki Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggah masih saja
mentertawakannya. Raden Wicitra ternyata tidak mampu lagi menahan kemarahannya yang menggelegak.
Karena itu, demikian ia turun ke halaman, maka iapun segera meraih batu sebesar
kepalan tangannya. Sejenak ia termangu-mangu. Tetapi suara tertawa yang lamat-lamat di ruang dalam
Ki Tumenggung itu masih memanaskan darahnya.
Karena itu, maka Raden Wicitra itu telah melemparkan batu sebesar kepalan
tangannya itu ke atap rumah Ki Tumenggung.
Ki Tumenggung terkejut. Bersama Sura Branggah merekapun berlari keluar. Tetapi
Raden Wicitra telah hilang dibalik pintu regol rumah Ki Tumenggung Reksadrana.
"Gila orang itu" geram Ki Tumenggung.
"Ternyata tingkahnya masih seperti kanak-kanak. Ia hanya berani melemparkan batu
ke atas rumah." Ebook by Dewi Kangzusi 645 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bukan itu yang aku pikirkan. Bahwa ia melemparkan batu itu adalah pertanda
Wicitra hampir menjadi gila oleh kemarahannya. Karena itu, maka ia akan dapat
berbuat apa saja untuk menghancurkan kita kelak."
"Jika demikian, maka orang itu sangat berbahaya Ki Tumenggung."
"Ya. Orang itu sangat berbahaya."
"Jika demikian, kenapa orang itu tidak dilenyapkan saja
"Aku masih berpikir, bahwa ia akan dapat kita manfaatkan, Ia akan dapat menjadi
sasaran tuduhan pembunuhan alas para Senapati di rumah Raden Ayu Prawirayuda
justru karena Wicitra itu menjadi gila untuk mengambil kemanakannya sendiri
menjadi isterinya." "Kenapa Ki Tumenggung menolak bekerja bersama?"
"Orang itu tentu berpikir seperti yang aku pikirkan. Ia berharap bahwa kitalah
yang dituduh membunuh para Senapati di rumah itu untuk memberikan kesan
kekacauan di Paranganom. Tetapi jika benar demikian, maka Kangjeng Adipati
Yudapati sendiri yang akan menghabisi kita"
"Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?"
"Aku memang ragu-ragu."
"Jika demikian, kita lenyapkan saja orang itu. Habis perkara."
"Kau akan melakukannya?"
"Mumpung belum jauh, Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 646 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Terserah saja kepadamu."
"Baik. Aku akan menyusulnya. Lidah orang itu tentu sangat
berbisa." Ki Tumenggung mengangguk sambil berkata"Berhati-
hatilah. Orang itu tentu licik licin dan tidak tahu malu. Ia akan
dapat berbuat apa saja."
"Baik, Ki Tumenggung."
Sura Branggah itupun kemudian telah turun pula ke
halaman. Dengan cepat ia keluar dari regol halaman menyusul
Raden Wicitra yang telah menyusup kedalam kegelapan.
Namun Sura Branggah sudah menduga, kemana Raden
Wicitra itu akan pergi. Raden Wicitra itu mempunyai seorang
selir yang tinggal di padukuhan sebelah berantara dua bulak
yang tidak terlalu panjang.
"Aku harus menyusulnya pada saat Raden Wicitra berada
di bulak yang kedua itu lebih panjang sehingga jaraknya dari
padukuhan disebelah menyebelah tidak terlalu dekat.
Seandainya Raden Wicitra itu berteriak, suaranya tidak akan
terdengar dari padukuhan.
Sebenarnya Sura Branggah sudah dapat melihat sosok
Raden Wicitra sesaat sebelum ia memasuki padukuhan. Tetapi
Sura Branggah membiarkannya saja. Dengan hati-hati ia terus
mengikutinya sampai Raden Wicitra itu muncul dari gerbang
padukuhan di sebelah lain dan memasuki bulak yang lebih
panjang. Ketika Raden Wicitra sampai di tengah-tengah bulak, maka
Sura Branggahpun mempercepat langkahnya, sehingga
jaraknyapun menjadi semakin dekat.
Ebook by Dewi Kangzusi 647 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa tergesa-gesa Raden" sapa Sura Branggah ketika
Raden Wicitra sampai di simpang empat di tengah tengah
bulak itu. Raden Wicitra terkejut. Iapun segera berhenti dan
memutar tubuhnya. Dalam keremangan malam Raden Wicitra itu melihat Sura
Branggah berdiri beberapa langkah di hadapannya.
"Sura Branggah" desis Raden Wicitra.
"Ya. Raden." "Apakah kau menyusulku atau kau memang akan pergi
searah dengan aku?" "Aku memang sengaja menyusul Raden."
"Apakah ada pesan dari Ki Tumenggung."
"Tidak Raden. Tidak ada pesan apa-apa."
"Jadi?" "Keperluanku sendiri."
"Keperluanmu sendiri.?"
"Ya" "Keperluan apa?"
"Aku ingin membunuh Raden."
Ebook by Dewi Kangzusi 648 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"He?"Raden Wicitra terkejut sehingga sesaat ia tidak dapat berbicara apa-apa.
"Jangan menyesali nasib burukmu Raden. Kau merupakan ancaman bagi kami. Maksudku
Ki Tumenggung Reksadrana serta aku dan gerombolanku yang baru akan aku susun
kembali." "Kenapa aku kau anggap ancaman bagimu dan Ki Tumenggung?"
"Lidah Raden itu sangat tajam dan bahkan beracun.
Karena itu, untuk mengamankan diri, Ki Tumenggung dan aku menganggap lebih baik
jika Raden ditiadakan saja sehingga tidak akan mungkin dapat memfttnah kami.
Tentang para Senapati di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu jangan dicemaskan. Kami
akan membunuh mereka semuanya.
Sayang bahwa seorang diantara mereka sudah mati."
|"Nampaknya kau dan Ki Tumenggung Reksadrana sudah gila. Kau kira dengan
membunuh aku, kalian dapat melakukan rencana kalian dengan baik" Sura Branggah.
Ada atau tidak ada, aku tidak akan mempengaruhi rencanamu yang kau susun dengan
Ki Tumenggung Reksadrana."
"Kau tidak dapat membela diri lagi Raden. Sekarang sudah saatnya kau mati.
Karena itu, kau harus mengikhlaskan nyawamu."
Jantung Wicitra terasa berdegup semakin keras.
Kemarahannya kepada Ki Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggah masih belum
mengendap. Kini Sura Branggah itu telah menantangnya.
Karena itu, maka Raden Wicitra itupun berkata" Sura Branggah. Jangan meremehkan
orang lain. Kau kira aku silau Ebook by Dewi Kangzusi
649 Kang Zusi http://kangzusi.com/
melihat tampangmu serta gemetar mendengar namamu. Jika
kau menang ingin menantangku, baiklah. Aku juga laki-laki
seperti kau. Kau kira akan takut menghadapimu?"
"Aku tidak mengira bahwa Raden akan menjadi ketakutan
Aku tahu bahwa Raden tentu akan menerima tantanganku.
"Bagus Sura Branggah. Jika demikian, kau akan aku yang
akan mati disini." Sura Branggah tertawa pendek. Katanya"Jika memang
demikian, bersiaplah Raden. Aku datang untuk membunuhmu.
Hanya jika kau berhasil membunuhku sajalah maka kau akan
selamat. Tetapi jika kau tidak berhasil membunuhku, maka
kaulah yang akan mati."
"Kita sama-sama laki-laki Sura Branggah. Meskipun kau
pemimpin brandal yang namamu menakuikan, tetapi jangan
bermimpi akan dapat mengalahkan aku."
"Bersiaplah untuk mati Raden." /
Raden Wicitra menggeram. Namun iapun segera
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
Sura Branggahpun segera meloncat menyerang. Tanganya
terjulur menggapai kearah dada. Namun Raden Wicitra
menangkis sambil meloncat kesamping.
Dernikdanlah, maka keduanyapun segera terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Ternyata tidak seperti yang diduga
oleh Sura Branggah, bahwa Raden Wicitra akan dapat dengan
mudah dikalahkannya. Tetapi ternyata bahwa Raden Wicitra
juga seorang yang tangkas.
Raden Wicitra tidak hanya sekedar mampu mengelak dan
berloncatan surut. Tetapi dengan garang Raden Wicitrapun
telah membalas menyerang.
Ebook by Dewi Kangzusi 650 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka telah terjadi benturan-benturan
antara dua kekuatan yang ternyata seimbang Sehingga
keduanya berganti-ganti harus bergeser surut.
"Ternyata orang ini juga mempunyai kemampuan yang
tinggi" berkata Sura Branggah didalam hatinya.
Sementara itu, Raden Wicitrapun harus mengakui
kenyataan yang dihadapinya, bahwa Sura Branggah memiliki
kekuatan yang besar serta ketahanan tubuh yang tinggi.
Dengan demikian pertempuran ini semakin menjadi
semakin seru. Keduanya saling menyerang dengan
mengerahkan segenap tenaga dan kemumpuan mereka
Ketika kaki Raden Wicitra itu menyambar dada Sura
Branggah, maka Sura Branggahpun telah terdorong beberapa
langkah surut. Dengan cepat Raden Wicitra memburunya.
Dengan loneatan panjang, maka sekuli lagi kaki Raden Wicitra
terayun rnendatar, justru menyambar kening Sura Branggah.
Sura Branggah tidak mampu lagi mempertahankan
keseimbangannya. Tubuhnyapuh terlempai dan terguling jatuh
menimpa tanggul parit. Tetapi dengan cepat Sura Branggah melenting bangkit.
Ketika Raden Wicitra meloncat mendekatinya, Sura
Branggahlah justru menyongsongnya. Sura Branggahlah yang
mendahului menyerang Raden Wicitra. Tangannya tetap
menghantam perut. Raden Wicitra mengaduh tertahan. Diluar sadarnya Raden
Wicitra itu membongkok sambil memegangi perutnya dengan
kedua belah tangannya. Ebook by Dewi Kangzusi 651 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Pada saat itu Sura Branggah dengan cepat menekan kepala Raden Wicitra serta
membentumya dengan lututnya.
Sekali lagi Raden Wicitra mengaduh. Tetapi ia tidak membiarkan kepalanya sekali
lagi dibenturkan ke lutut Sura Branggah. Karena itu, maka iapun segera
menggeliat. Raden Wicitra justru telah menjatuhkan dirinya berguling beberapa
kali untuk mengambil jarak.
Sura Branggah yang marah dengan cepat meloncat menerkam. Kedua tangannya
terjulur Turus menggapai leher Raden Wicitra.
Tetapi tubuh Sura Branggah justru menerpa kedua kaki Raden Wicitra yang merapat.
Ketika kedua kaki itu dihentakkannya, maka Sura Branggah telah teriempar
beberapa langkah. Sekali lagi Sura Branggah terpelanting jatuh menimpa tanggul
parit. Sekejap kemudian, keduanya telah meloncat bangkit berdiri dan bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Keduanyapun kemudian bergeser beberapa langkah.
Kepala Raden Wicitra yang terantuk lutut Sura Branggah masih terasa pening.
Perutnyapun masih mual. Sementara itu, punggung Sura Branggahpun terasa nyeri
setelah dua kali menimpa tanggul parit di pinggir jalan.
Namun keduanya berusaha untuk mengatasinya dengan mengerahkan daya tahan masing-
masing. "Tubuhmu liat juga Raden" geram Sura Branggah.
"Setan kau Sura Branggah. Ternyata tulang-tulangmu liat juga. Tetapi jangan
mirnpi kau dapat keluar dengan selamat.
Besok orang-orang yang lewat akan menemukan tubuh gegedug brandal yang ditakuti
itu terbaring di simpang empat Ebook by Dewi Kangzusi
652 Kang Zusi http://kangzusi.com/
ini. Tetapi itu sudah nasibmu. Kau sendirilah yang datang
kepadaku untuk mengantarkan nyawamu."
"Mulutmu sajalah yang besar Raden. Tetapi tenagamu
tidak lebih besar dari tenaga seorang pepempuan tua sakit-
sakitan." "Tetapi kau tidak dapat menahannya. Dengan mudah aku
melemparkanmu menghantam tanggul parti itu.
Sura Branggah tidak menjawab lagi, Dengan garangnya
Sura Branggah telah meloncat menyerang
Pertempuran diantara keduanya segera menyala lagi.
Keduanya berloncatan dengan cepat, melingkar lingkar di
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gelapnya malam. Mereka saling menyerang dan saling
menghindar. Benturan-benturan terjadi semakin sering.
Serangan-seranganpun semakin sering pula mengenai
sasarannya. Setelah mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka
beberapa lama, maka nafas merekapun mulai memburu di
lubang hidung mereka. Keringatpun bagaikan diperas dari
tubuh mereka. Pakaian mereka telah basah kuyup dilekati
debu yang semakin tebal. Namun tidak segera dapat diketahui, siapakah yang akan
memenangkan pertempuran itu.
Akhimya Wicitra merasa bahwa tidak ada gunanya untuk
bertempur terus. Wicitrapun meragukan kemampuannya
sendiri untuk dapat mengalahkan Sura Branggah yang
bertempur semakin kasar. Dan bahkan menjadi buas dan liar.
Meskipun demikian, Wicitrapun meragukan kemampuan
Sura Branggah, bahwa ia akan dapat mengalahkannya.
Ebook by Dewi Kangzusi 653 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah, bahwa beberapa saat kemudian, tenaga
merekapun telah menjadi semakin menyusut. Ketika Sura
Branggah terpelanting jatuh, maka ia memerlukan waktu
beberapa saat untuk bangkit. Tetapi Wicitrapun tidak mampu
lagi untuk mendekatinya dengan cepat untuk menyerang pada
saat Sura Branggah bangkit dan belum bersiap menghadapi
serangannya. Namun Wicitrapun terdorong jatuh dan terjerembab ke
dalam parit yang mengalir ketika serangannya tidak mengenai
sasaran. Bahkan Sura Branggah sempat mendorongnya
dengan sisa tenaganya. Ketika Wicitra itu kemudian bangkit. maka iapun
berkata"Tidak ada gunanya perkelahian ini diteruskan. Aku
akan pergi. Pada kesempatan Iain, aku akan menikammu
dengan kerisku ini."
Sura Branggah termangu-mangu sejenak. Sura Branggah
melihat keris di tangan Raden Wicitra. Karena itu. maka iapun
telah menarik pisau belatinya.
Tetapi Raden Wicitra itu tidak mei yerangnya. Tertatih-tatih
Raden Wicitra itu justru melangkah menjauh samhil
berkata"Kita cari kesempatan yang lebih baik. Sura Branggah.
Aku akan benar-benar membunuhmu."
"Kenapa tidak kita selesaikan sekarang saja Raden ."
geram Sura Branggah. "Tanganmu tidak lagi kuat menekankan pisaumu itu
didadaku. Akupun sudah kehabisan tenaga untuk menikam
jantungmu. Aku menyesal bahwa aku terlambat menarik
kerisku." Ebook by Dewi Kangzusi 654 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku akan menunggu, Raden."
"Bagus. Kapanpun saatnya kita akan menyelesaikan persoalan diantara kita ini.
Setelah aku membunuhmu, maka aku akan membunuh Ki Tumenggung Reksadrana yang
tamak itu." "Persetan dengan celotehmu itu."
Raden Wicitrapun kemudian dengan langkah gontai meninggalkan simpang empat di
bulak panjang itu. Sementara Sura Branggahpun tidak mengejarnya. Sura Branggah
sendiri sudah merasa kehabisan tenaga, Sehingga seandainya mereka bertempur
terus, maka mereka tentu hanya akan saling melukai. Tubuh mereka akan terkapar
di simpang ampat itu. Jika besok mereka diketemukan oleh orang lewat, maka mereka ternyata masih belum
mati. "Ternyata anak iblis itu mampu mempertahankan hidupnya" geram Sura Branggah.
Sementara itu, Raden Wicitrapun melangkah semakin lama semakin jauh menusuk
masuk ke dalam gelapnya malam.
Sejenak kemudian, simpang empat itu sudah menjadi lengang. Sura Branggah masih
berada di simpang empat itu, duduk katas tanggul parit yang basah.
Namun sejenak kemudian, Sura Branggah yang letih itupun bangkit berdiri. Kakinya
terasa menjadi sangat berat ketika ia melangkah untuk kembali ke rumah Ki
Tumenggung Reksadrana. Di dini hari, Sura Branggah itu telah berada di rumah Ki Tumenggung Reksadrana.
Sura Branggah duduk di lantai. Di Ebook by Dewi Kangzusi
655 Kang Zusi http://kangzusi.com/
bawah cahaya lampu minyak ia melihat noda-noda darah pada
pakaiannya. Ternyata di tubuhnya terdapat goresan-goresan luka.
Ketika ia terjatuh menimpa tanggul parit serta beberapa kali
tubuhnya terdorong dan tersandar pada pohon turi yang
tumbuh di pinggir jalan, agaknya batu-batu padas, serta kulit
batang turi yang kasar itu telah melukai kulilnya.
Ki Tumenggung Reksadrana yang berjalan hilir mudik
diruang itu dengan geram bertanya"Jadi kau gagal membunuh
iblis yang lidahnya bercabang itu?"
"Aku mohon maaf, Ki Tumenggung. Ternyata nyawa
Raden Wicitra itu liat juga. Ia mampu mempertahankan diri
untuk beberapa lama sebelum ia meninggalkan arena
pertempuran." "Kau tidak mengejarnya?"
"Aku sendiri hampir kehabisan tenaga, Ki Tumenggung.
Jika aku mengejarnya dan perkelahian itu berlanjut, mungkin
kami berdua akan pingsan di simpang empat itu. Jika tubuh
kami berdua di temukan oleh orang lewat, maka tentu akan
menjadi bahan pembicaraan yang panjang.
"Orang-orang akan mengira bahwa kau berusaha
menyamun Raden Wicitra. Tetapi Raden Wicitra lelah melawan
sehingga kalian berdua menjadi pingsan.
"Dengan demikian, aku akan dipenjara. dan bahkan akan
timbul kesan, bahwa Kateguhanpun telah menjadi tidak aman
seperti Paranganom "Tetapi Wicitra itu tentu akan rrienyebai racun dengan
lidahnya yang bercabang itu
Ebook by Dewi Kangzusi 656 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi sudah banyak orang yang mongenalnya sebagai
iblis yang lidahnya bercabang, Ki Tumenggung,
"Kau sudah mulai Sura Branggah. Kau harus
menyelesaikannya. "Tentu Ki Tumenggung, Aku akan menyolesaikannya."
"Jangan terlalu lama."
"Ya. Tentu tidak terlalu lama. Tetapi bukan hari ini."
Ki Tumenggung itupun kemudian menggeran"Aku mau
tidur. Terserah apakah kau akan tidur atau tidak."
"Aku akan tidur di lincak panjang diserambi itu saja Ki
Tumenggung." Disisa malam itu, Raden Wicitra telah mengetuk rumah
seorang perempuan. Rumah perempuan yang memang
menjadi tempat persinggahannya.
"Siapa diluar?" terdengar suara seorang perempuan
bertanya dari dalam. "Aku Nyi, Wicitra"
Raden Wicitra menarik nafas panjang, ketika ia menderigar
langkah kaki ke pintu. Sejenak kemudian, maka pintu itupun
telah terbuka. Seorang perempuan berdiri termangu-mangu di belakang
pintu yang terbuka itu. Tertatih-tatih Raden Wicitra melangkah masuk.
Ebook by Dewi Kangzusi 657 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Raden, kenapa?" bertanya perempuan itu ketika ia
melihat keadaan Wicitra yang wajahnya nampak pengab
kebiru-biruan. Setelah pintu itu ditutup kembali, maka perempuan itu
telah menggandeng Raden Wicitra ke sebuah lincak panjang..
. Raden Wicitra yang letih itupun segera duduk di lincak itu
sambil berdesah. "Tubuhku terasa sakit semuanya. Tulang-tulangku
bagaikan menjadi retak. Isi rongga dadaku seakan-akan telah
rontok berguguran" "Kenapa" Raden telah berkelahi lagi memperebutkan puteri
yang bernama Rantamsari itu?"
"Tidak." "Bohong. Raden tentu berkelahi lagi seperti beberapa
waktu yang lalu. Waktu itu Raden datang sambil mengeluh.
Raden minta aku memijit tubuh Raden yang terasa sakit.
Tetapi Raden berbicara terus-menerus tentang perempuan
yang bernama Rantamsari itu. Bukankah hatiku menjadi sakit"
"Kau tidak usah menjadi sakit hati. Aku tidak akan
meninggalkanmu, meskipun aku akan menikah dengan
Rantamsari kelak." "Sekarang, dalam keadaan seperti ini, kenapa Raden tidak
pergi saja ke rumah Rantamsari."
"Rantamsari rumahnya jauh sekali. Ia tinggal di
Paranganom, sementara kita berada di Kateguhan."
Ebook by Dewi Kangzusi 658 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Sekarang Raden kemari mau apa?"
"Kau lihat keadaanku" Tolong, obali luka-lukaku. Aku juga
memerlukan ganti pakaian. Bukankah ada pakaianku yang aku
tinggalkan disini." Perempuan itupun kemudian telah merawat Raden Wicitra.
Ia telah merebus air untuk mandi. Kemudian menyediakan
ganti pakaian serta menyiapkau minuman hangat.
Namun ketika ia menerima pakaian Wicitra yang kotor,
yang basah oleh keringat dan dilekati debu yang tebal, maka
yang pertama-tama dicarinya adalah uang di kantong baju itu.
Tetapi perempuan itu hanya.menemukan beberapa keping
uang kecil saja, sehingga ia masih bernafsu untuk
mendapatkan yang lebih banyak lagi.
Baru ketika Raden Wicitra tertidur setelah mandi air
hangat, berganti pakaian dan minum minuman panas,
perempuan itu sempat membuka kantong ikal pinggang
Raden. Wicitra. Di kantong ikat pinggang itu, ia menemukan uang lebih
banyak lagi. Demikianlah, maka dendam Raden Wicitra kepada Ki
Tumenggung Reksadrana dan kepada Sura Branggahpun
menjadi semakin dalam. Demikian pula sehaliknya, Ki
Tumenggung Reksadrana dan Sura Branggahpun menjadi
semakin benci kepada Raden Wicitra. Bagi Ki Tumenggung
Reksadrana dan bagi Sura Branggah, RadenWicitra harus
disingkirkan. Ebook by Dewi Kangzusi 659 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun demikian, baik Raden Wicitra maupun Ki Tumenggung tidak ada yang berani
memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati Yudapati tentang-kejahatan yang
pernah mereka lakukan. Mereka berniat membuat penyelesaian sendiri atas persoalan diantara mereka.
*** Dalam pada itu, di Paranganom, Wismaya melihat hubungan antara Raden Ajeng
Rantamsari dan Sasangka menjadi semakin rapat. Bahkan Wismayapun pernah.
menyampaikan persoalannya kepada Raden Madyasta. Tetapi Raden Madyasta sendiri
merasa agak bingui g, apa yang harus dilakukannya.
"Sasangka sama sekali sudah tidak lagi. merasa malu, Raden" berkata Wismaya.
"Aku tidak tahu, apa yang sebaiknya aku lakukan, kakang."
"Mungkin kematian Rembana tidak ada hubungannya dengan Raden Ajeng Rantamsari,
tetapi bukan berarti bahwa kemungkinan itu tidak ada sama sekali."
"Kakang Sasangka memang menimbulkan beberapa pertanyaan. Kadang-kadang aku
merasa takut memikirkannya."
"Mungkin apa yang Raden tatkutkan itu, sama seperti yang aku takutkan pula."
"Apa yang kakang takutkan?"
Ebook by Dewi Kangzusi 660 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Pernah tersirat dalam pembicaraan kita sebelumnya, Raden. Tetapi kita masing-
masing tidak mengatakannya dengan terbuka."
"Hubungan antara kematian kakang Rembana dengan apa yang dilakukan oleh Sasangka
sekarang?" "Ya, Raden." "Tegasnya, dugaan bahwa kakang Sasangkalah yang telah membunuh kakang Rembana?"
"Ya, Akupun menjadi curiga, karena sebelumnya Sasangka pernah memperingatkan
Rembana agar tidak berhubungan terlalu rapat dengan Raden Ajeng Rantamsari.
"Tetapi waktu itu menurut kakang Wismaya, kakang Sasangka mengueapkan
peringatannya dengan jujur.
Maksudnya, kakang Sasangka benar-benar memperingatkan Rembana agar Rembana tidak
menjadi sangat kecewa di kemudian hari. Hatinya tidak menjadi sangat pedih, jika
Raden Ajeng Rantamsari itu tiba-tiba telah direnggut dari sisihnya."
" Ya. Menurut tanggapanku waktu itu memang demikian, Raden. Tetapi apa yang
terjadi kemudian membuat aku menjadi ragu-ragu."
"Aku harus berhati-hati menghadapi persoalan ini, kakang."
"Raden. Bagaimana menurut pendapat Raden, jika Raden berusaha berdiri diantara
Sasangka dan Raden Ajeng Rantamsari?"
"Aku tidak dapat melakukannya, kakang. Nanti akan dapat timbul salah paham pada
bibi." Ebook by Dewi Kangzusi 661 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Raden akan berterus-lerang mengatakan kepada Raden
Ayu Prawirayuda. "Raden Madyasta menarik nafas panjang. Selama ini
bibinya bersikap amat baik kepadanya. Apalagi menurut
ayahandanya, Kangjeng Adipati Prangkusuma dan
Paranganom, bibinya pernah berniat untuk menempatkan
Raden Ajeng Rantamsari disisi Kangjeng Adipati Yudapati di
Kateguhan. Padahal menurut penglihatan orang orang
Keteguhan, Raden Ajeng Rantamsari adalah adik Kangjeng
Adipati Yudapati, meskipun sebenarnya hanyalah adik tiri yang
berbeda ayah dan ibu. Karena Raden Madyasta tidak segera menjawab, Wismaya
itupun bertanya pula"Bagaimana menurut Raden?"
Raden Madyasta masih termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun justru bertanya"Bagaimana menurut
tanggapan kakang Wismaya terhadap sikap bibi Prawirayuda"
Nampaknya bibi sama sekali tidak menaruh keberatan."
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pada saat Raden Ajeng Rantamsari berhubungan dengan
Rembaria, Raden Ayu Prawirayuda juga tidak berusaha
mencegahnya." "Seharusnya bibi tidak membiarkan kangmbok Rantamsari
bersikap seperti itu."
Wismaya terdiam. Sementara Raden Madyasta itu berkata
didalam hatinya"Mungkin bibi merasa sangat kecewa, bahwa
kakangmas Adipati Yudapati telah menolaknya, sehingga
akhirnya bibi justru menjadi tidak peduli lagi atas apa yang
dilakukan oleh kangmbok Rantamsari dalam hubungannya
dengan seorang laki-laki. Tetapi jika itu benar, maka
malanglah nasib kangmbok Rantamsari."
Ebook by Dewi Kangzusi 662 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dengan demikian maka keduanya tidak menemukan
kesimpulan apa-apa yang akan dapat mereka sampaikan
kepada Sasangka. Sehingga untuk sementara baik Wismaya
maupun Raden Madyasta masih akan tetap berdiam diri.
Dalam pada itu, Raden Madyastapun telah teringat akan
dirinya sendiri yang telah menjalin hubungan dengan anak
perempuan Ki Demang Panjer. Ayahandanya masih tetap
berpegang kepada ajaran orang-orang tua, bahwa keturunan
akan memegang peran penting dalam kehidupan rumah
tangga. Sebagai putera seorang Adipati, maka tidak
sepatutnya, ia mengambil anak perempuan Demang Panjer itu
untuk menjadi sisihannya.
"Jika pada saatnya, seandainya hubungan Sasangka dan
kangmbok Rantamsari dapat diterima oleh bibi Prawirayuda,
sehingga kemudian disampaikan kepada ayahanda, aku tidak
yakin, bahwa ayahanda akan menyetujuinya. Ayahanda tentu
menghendaki, bahwa kangmbok Rantamsari mendapat jodoh
seorang yang mempunyai derajad yang setidak-tidaknya tidak
berada pada lapisan yang terlalu jauh dari kangmbok
Rantamsari sendiri. Bukan hanya sekedar seorang Senapati
kecil yang masih berpangkat Lurah Prajurit" berkata Raden
Madyasta didalam hatinya.
Sebenarnyalah, dari hari ke hari hubungan Sasangka
dengan Raden Ajeng Rantamsari menjadi semakin dekat.
Sementara itu, Raden Ayu Prawirayuda memang tidak
berusaha mencegahnya. Hanya setiap kali Raden Ayu sempat
memperhatikan tingkah laku puterinya itu dari bilik pintu
butulan yang sedikit terbuka, Raden Ajeng Rantamsari duduk
bersama Sasangka di longkangan atau di halaman belakang.
Sekali-sekali Raden Ayu memang memanggil puterinya.
Tetapi karena Raden Ayu menjadi kesal, bahwa Raden Ajeng
Ebook by Dewi Kangzusi 663 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Rantamsari seakan-akan melupakan kain yang sedang
dibatiknya "Kapan kainmu itu selesai Rantamsari?" bertanya ibunya.
"Aku sedang letih ibu."
"Apa yang kau lakukan, sehingga kau menjadi letih"
"Mungkin aku sedang tidak enak badan. Udara terasa
terlalu panas, sehingga rasa-rasanya aku lebih senang duduk
di taman atau di bawah pepohonan di halaman belakang."
"Tetapi kainmu itu jangan dilupakan Rantamsari. Setiap
hari, meskipun hanya sedikit, sebaiknya kau coret kainmu itu.
Jika kelak kain itu sudah siap, maka kau akan dengan bangga
mengenakannya, karena kain itu kau batik sendiri." Raden
Ajeng Rantamsari yang menjadi muram itu menjawab"Aku
akan mengerjakannya malam nanti; ibu."
"Jangan terlalu sering mengerjakan di malam hari.
Terangnya lampu minyak dan terangnya cahaya matahari itu
berbeda, Rantamsari."
"Baiklah, ibu. Besok aku akan mulai membatik di pagi
hari." "Kenapa besok?"
"Hari ini aku akan beristirahat. Hari ini aku tidak akan
mengerjakan apa-apa."
Raden Ayu Prawirayuda hanya dapat menarik nafas
panjang. Sementara itu, Raden Ajeng Rantamsaripun segera
meninggalkannya. Ebook by Dewi Kangzusi 664 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Selain kegelisahan yang timbul karena hubungan Sasangka dengan Raden Ajeng
Rantamsari, maka agaknya tidak pernah lagi terjadi gangguan di rumah Raden Ayu
Prawirayuda. Raden Wicitrapun tidak pernah datang lagi mengganggu kemanakannya.
Meskipun demikian, Raden Madyasta masih saja ragu-ragu untuk meninggalkan rumah
bibinya untuk pergi ke Panjer. Jika pada saat ia pergi terjadi sesuatu di rumah
itu, maka ayahandanya tentu akan menjadi sangat marah kepadanya"
Yang dapat dilakukan oleh Raden Madyasta jika ia merasa jemu berada di rumah
bibinya, maka iapun minta diri untuk pulang ke kadipaten. Tetapi tidak terlalu
lama ia harus sudah berada di rumah bibinya lagi. Di kadipaten Madyasta dapat
bermain-main kuda bersama Raden Wignyana, seorang penggemar kuda. Tetapi ketika
ia sudah berada di rumah bibinya lagi, maka ia akan berada dalam suasana yang
tegang. Bukan saja karena setiap saat akan dapat muncul orang-orang yang berniat jahat,
tetapi juga karena hubungan antara Sasangka dan Raden Ajeng Rantamsari yang
mendebarkan itu. Namun Raden Madyasta masih juga merasa heran, bahwa bibinya, Raden Ayu
Prawirayuda tidak berbuat apa-apa Raden Ayu Prawirayuda itu seakan-akan tidak
mengetahui, bahwa Raden Ajeng Rantamsari sudah tenggelam dalam mimpinya
"Raden" berkata Wismaya yang menjadi semakin tegang"
apakah kita masih akan tetap berdiam diri" Sasangka telah melampaui batas
tugasnya. Jika pada suatu saat, Raden Ajeng Rantamsari itu di renggut dari
sampingnya karena berbagai macam alasan, maka Sasangka akan dapat menjadi gila."
"Baiklah, kakang. Biarlah besok aku berbicara dengan kakang Sasangka. Aku juga
merasa bertanggung jawab jika Ebook by Dewi Kangzusi
665 Kang Zusi http://kangzusi.com/
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan disini, justru oleh
.prajurit Paranganom sendiri. Sekarang, selagi masih ada
kesempatan, aku harus mencegahnya."
"Raden dapat membawa perintah dari Kangjeng Adipati,
bahwa Sasangka dipindahkan dari tugasnya yang sekarang.
Agar tidak terlalu melukai hatinya, maka sebaiknya kita
bersama-sama digeser dari tugas kita ini dan digantikan
dengan orang-orang baru sama sekali, namun yang dapat
dipercaya." "Tetapi sebelumnya, aku akan berterus-terang, kakang.
Mungkin kakang Sasangka akan menjadi kecewa atau bahkan
marah kepadaku. Mungkin kakang Sasangka akan menjadi
salah sangka. Mungkin kakang Sasangka mengira, bahwa aku
sendiri menginginkan kangmbok Rantamsari sehingga aku
berusaha memisahkannya gadis itu. Dalam keadaan yang
demikian, maka aku akan mempergunakan kuasaku sebagai
putera Adipati Paranganom yang diserahi memimpin para
Senapati yang beriugas disini.
Namun yang akan menyulitkan adalah jika bibi justru
menginginkan hubungan itu berlanjut."
"Jika demikian, segala sesuatunya terserah saja kepada
Raden Ayu Prawirayuda. Kita memang tidak akan dapat
mencampurinya." Raden Madyasta mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, suasana di rumah Raden Ayu Prawirayuda
itu terasa agak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Terasa
sekat yang membatasi hubungan antara Wismaya dan
Sasangka menjadi semakin tegal. Keduanya tidak banyak lagi
berbicara, sehingga seakan-akan diantara keduanya telah
timbul persoalan yang gawat. Sementara itu Raden Madyasta
Ebook by Dewi Kangzusi 666 Kang Zusi http://kangzusi.com/
juga membatasi dirinya. Iapun tidak banyak berbicara, baik
dengan Sasangka niaupun dengan Wismaya.
Ketika kemudian malam turun, maka Raden Madyasta
itupun berkata kepada keduanya "Aku akan berada di serambi
belakang, kakang. Sebaiknya salah seorang dari kakang
berdua beristirahat saja dahulu, agar setelah lewat tengah
malam ada diantara kita yang berjaga-jaga."
"Baik, Raden" jawab Sasangka "biarlah aku berjaga-jaga
sekarang. Aku akan membangunkan Wismaya setelah lewat
tengah malam nanti."
Sementara itu Wismaya menyahut "Raden sendiri juga
haras beristirahat. Hampir setiap malam Raden berjaga-jaga
semalam suntuk, sedangkan kami dapat membagi waktu."
Raden Madyasta tersenyum. Katanya Biarlah. Jika aku
merasa letih dan mengantuk, aku akan tidur."
Sejenak kemudian, maka Raden Madyastapun telah
meninggalkan serambi gandok. Sementara dengan tidak
banyak berbicara lagi. Wismayapun masuk ke dalam biliknya
di gandok. Di serambi gandok Sasangka duduk sendiri. Dipandanginya
daun pepohonan di halaman yang bergoyang di terpa angin
malam yang basah. Namun Sasangkapun kemudian bangkit berdiri dan turun
ke halaman. Terasa angin bertiup semakin keras. Ketika Sasangka
kemudian menengadahkan wajahnya ke langit, maka
dilihatnya langit gelap. Tidak ada sepercik bintangpun yang
nampak. Bahkan sekali-sekali kilat mulai merebak. cahayanya
Ebook by Dewi Kangzusi 667 Kang Zusi http://kangzusi.com/
memancar sekilas menyilaukan. Disusul oleh gelegar guruh
yang bagaikan melingkar-lingkar menyusuri lereng-lereng
pegunungan. Sasangka menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya
pintu bilik di gandok yang tertutup. Bilik yang satu berisi
Wismaya. Sedangkan bilik yang lain kosong.
Sasangkapun kemudian melangkah menyusuri halaman
depan rumah Raden Ayu Prawirayuda. Rumah yang terhitung
besar itu berdiri bagaikan membeku. Meskipun angin bertiup
semakin kencang, tetapi rumah itu sama sekali tidak
tergoyahkan. Hanya nyala lampu minyak dipendapa yang
terombang-ambing oleh hembusan angin.
Kilat masih sekali-sekali menyambar disusul oleh suara
guruh yang menderu. Ketika hujan turun, maka Sasangkapun telah berada di
tangga pendapa. Terasa percikan air hujan yang dihembus
angin mengusap ketubuhnya.
Dingin malam menjadi semakin dalam menusuk kulit.
Beberapa saat lamanya Sasangka berdiri di pendapa. Tiba-
tiba saja ia merasa bertanggung jawab atas rumah itu.
Seakan-akan rumah itu adalah rumahnya sendiri.
Rumahnya yang akan dihuninya bersama seorang perempuan
yang bemama Rantamsari. Sasangka itupun kemudian telah naik ke pendapa.
Dipandanginya saka guru yang beridiri tegak menyangga atap
pendapa rumah yang terhitung besar itu.
Ebook by Dewi Kangzusi 668 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Pintu pringgitan yang tertutup, gebyok kayu yang tebal serta hiasan dinding yang
serasi dengan warna kayu nangka yang sudah tua. Kuning kecoklat-coklatan.
Tiba-tiba saja Sasangka merasa wajib untuk mengelilingi rumah itu. Ia merasa
bertanggung-jawab atas keselamatan seisi rumah itu, melampaui tanggung jawab
seorang prajurit yang bertugas. Sasangka merasa seakan-akan ia sedang prajurit
yang bertugas. Sasangka merasa seakan-akan ia sedang melindungi keluarganya
sendiri dari kemungkinan buruk yang dapat terjadi setiap saat.
Hujanpun menjadi semakin lebat. Kilat menjadi semakin sering memancar di langit.
Angin berhembus semakin kencang mengguncang pepohonan.
Diluar sadarnya, Sasangka memandang pintu bilik di gandok yang nampak dari
pendapa. Pintu itu kedua-duanya masih tertutup rapat. Wismaya tertu masih berada
di dalamnya. Bahkan orang itu sudah tertidur melingkar dibawah selimutnya yang
kusut. "Aku harus mengelilingi rumah ini" berkata Sasangka didalam hati "Raden Madyasta
tentu duduk saja di serambi.
Pemalas itu tentu segan turun ke dalam lebatnya htijan. Atau mungkin Raden
Madyasta malah masuk ke dalam rumah, duduk-duduk sambil bergurau dengan Raden
Ayu Prawirayuda dan Raden Ajeng Rantamsari sambil minum minuman hangat.
Jantung Sasangka bergetar. Di dalam hatinya ia berkata
"Jika Raden Ajeng Rantamsari membuat mmuman hangat, seharusnya akulah yang
dilayaninya. Bukan Raden Madyasta."
Tiba-tiba saja Sasangka itu ingin pergi ke serambi belakang.
Ebook by Dewi Kangzusi 669 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Untuk beberapa saat ia masih mencoba menahan diri. Ia tidak dapat pergi ke
serambi belakang melewati pintu pringgitan, masuk ke ruang dalam, kemudian lewat
serambi samping sampai ke serambi belakang. Jika ia akan pergi ke serambi
belakang, maka ia harus.melingkari rumah yang terhitung besar itu.
Tetapi ternyata Sasangka tidak dapat menahan dirinya lagi. Ada dorongan yang
sangat kuat yang memaksanya untuk turun ke halaman meskipun hujan menjadi
semakin lebat. Sementara itu, ternyata Raden Madyasta juga tidak duduk saja di serambi. Hujan
yang semakin lebat itu telah membuat hatinya menjadi tidak tenang. Ada sesuatu
yang menggelitiknya, agar Raden Madyasta itu turun untuk melihat-lihat keadaan.
Dengan demikian maka Raden Madyastapun telah masuk ke dalam kegelapan, menyusuri
dinding rumah. Dibawah emper yang tidak terlalu lebar Raden Madyasta bergeser ke
arah longkangan.. Malam terasa sepi. Meskipun Raden Madyasta . menyusuri emperan rumah, namun
pakaiannya masih juga menjadi basah.
Ketika Raden Madyasta itu berada di longkangan, dilihatnya longkangan itu sepi
sekali. Lampu minyak di serambi samping agaknya telah padam oleh tiupan angin
yang kencang. Sejenak Raden Madyasta berdiri termangu-mangu. Namun sejenak kemudian, iapun
mulai bergerak dalam kegelapan menuju ke seketeng. Ketika kilat menyambar di
langit, Raden Madyasta melihat bahwa pintu seketeng itu sedikit terbuka.
Ebook by Dewi Kangzusi 670 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apakah pintu itu lupa tidak ditutup?"
Dari longkangan Raden Madyasta melihat bilik tempat para pembantu di rumah itu
yang berada disebelah dapur, sudah gelap. Agaknya para pembantu di rumah itupun
sudah tertidur nyenyak. Jantung Raden Madyasta terasa menjadi semakin berdebaran. Ia tidak tahu, apa
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang telah menyebabkannya.
Ia sudah beberapa lama berada di rumah bibinya. Ia sudah mengalami berkali-kali
mengelilingi rumah itu di malam hari.
Bahkan pada saat hujan yang lebat sekalipun seperti malam itu.
Raden Madyasta itu bergeser terus melekat dinding agar air hujan tidak tercurah
langsung ke tubuhnya. Emperan diatasnya masih juga serba sedikit melindunginya
dari hempasan air hujan yang seperti tertuang dari langit.
Tetapi untuk pergi ke seketeng maka Raden Madyasta tidak dapat menghindari
curahan air hujan. Berlari-lari kecil Raden Madyasta menuju ke seketeng.
Meskipun jaraknya tidak terlalu panjang tetapi pakaian Raden Madyasta menjadi
basah kuyup. Namun demikian Raden Madyasta keluar dari pintu seketeng, ia menjadi sangat
terkejut. Ia melihat sesosok tubuh yang menelungkup di tangga serambi gandok.
Dengan cepat Raden Madyasta itu berlari. Tanpa menghiraukan air hujan, maka
Raden Madyastapun segera berjongkok di samping tubuh itu. Ketika ia
menelentangkannya, maka sekali lagi Raden Madyasta terkejut, sehingga terasa
jantungnya bagaikan berhenti berdetak.
Ebook by Dewi Kangzusi 671 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kakang Sasangka" Raden Madyasta hampir berteriak.
"Raden" suara Sasangka lemah sekali.
"Kakang Wismaya. Kakang Wismaya" teriak Raden Madyasta.
Tetapi suaranya larut oleh deru derasnya hujan.
Raden Madyasta tidak meninggalkan Sasangka yang menjadi sangat lemah. Karena
itu, maka Raden Madyastapun segera memungut sebuah batu sebesar telur.
Dilemparkannya batu itu kepintu bilik Wismaya.
Derak batu yang mengenai pintu itu telah mengejutkan Wismaya yang memang sedang
tidur nyenyak. Justru karena hujan yang deras sehingga dinginnya udara malam
membuatnya semakin terlena
Dengan cepat Wismaya meloncat bangkit dari pembaringannya, la sempat menibenahi
pakaiannya sejenak. Kemudian diraihnya keris yang tergolek di penibaringan nya.
Sejenak kemudian, maka pintu bilik itupun terbuka. Tetapi Wismaya tidak segera
meloncat keluar. Peristiwa yang telah merenggut nyawa Rembana membuatnya
berhati-hati. Tetapi demikian pintu terbuka, maka didengarnya diantara deru air hujan suara
memanggil "Kakang Wismaya. Kakang Wismaya."
Suara itu suara Raden Madyasta. Meskipun berbaur dengan hujan yang deras, namun
Wismaya tetap dapat mengenalinya.
Ebook by Dewi Kangzusi 672 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Wismayapun segera berlari ke tangga.
Dengan serta merta iapun berjongkok pula disisi Sasangka.
"Sasangka" suara Wismayapun ditelan oleh deru air hujan.
Dengan berteriak lebih keras lagi Wismaya itu bertanya" Apa yang terjadi dengan
Sasangka Raden" "
Madyasta menempelkan mulutnya ke telinga Sasangka.
"Apa yang terjadi, kakang?"
Suara Sasangka menjadi semakin lemah. Tetapi Raden Madyasta dan Wismaya masih
mendengarnya. "Aku diserang dengan licik, Raden."
"Kakang tidak sempat membela diri sama sekali;?"
Sasangka menggelengkan kepalanya. Suaranya lemah sekali "Aku tidak menduganya.
Tiba-tiba saja aku merasa tertusuk di lambungku" suaranya menjadi tersendat
"ketika aku berpaling, aku tidak melihat apa-apa. Kemudian aku menjadi semakin
lemah. Aku mencoba melangkah ke serambi."
"Kakang Wismaya" panggil tabib yang manapun juga untuk memberikan pertolongan,
setidak-tidaknya pertolongan sementara kepada kakang Sasangka."
"Baik, Raden." Tetapi Sasangkapun berkata "Tidak ada gunanya, luka ini terlalu dalam dan darah
sudah banyak yang mengalir "
"Kita harus berusaha" sahut Raden Madyasta" cepatlah kakang."
Ebook by Dewi Kangzusi 673 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tetapi ketika Wismaya bergeser, Sasangka itupun berdesis" Raden. Aku minta maaf
bahwa aku tidak dapat menjalankan tugasku dengan baik."
"Kakang...." "Sasangka...." Nafas Sasangkapun terhenti. Sasangka telah tiada.
Terdengar gemeretak gigi Raden Madyasta. Iapun segera bangkit berdiri sambil
menarik kerisnya. Sambil berdiri tegak dengan keris yang bergetar di tangannya
Raden Madyasta itupun berteriak "He, jangan berbuat licik dan curang. Jika kau
memang laki-laki sejati, keluarlah dari persembunyianmu. Kita akan berhadapan
beradu dada. Jangan bersembunyi dan menyerang dari belakang. Itu bukan watak
laki-laki." Suara Raden Madyasta meninggi. Bahkan Raden Madyasta itupun kemudian berlari ke
tengah tengah halaman. Ia masih saja berteriak-teriak dengan marahnya.
Namun tidak terdengar sahulan Yang terdengar masih saja deru air hujan.
Sementara itu Wismaya mengangkat tubuh Sasangka dan dibaringkannya di serambi
gandok. Iapun kemudian mendatangi Raden Madyasta sambil berkata "Sudahlah Raden.
Orang itu tidak akan menampakkan dirinya. Orang yang licik itu tidak akan
tergelitik mendengar tantangan Raden. Karena itu, marilah. Kita rawat tubuh
Sasangka. Kita memberitahukan kepada Raden Ayu Prawirayuda, bahwa bencana itu
telah terjadi lagi. Setelah Rembana, maka kini giliran Sasangka."
"Aku tidak dapat menerima keadaan ini, kakang."
Ebook by Dewi Kangzusi 674 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi kita tidak dapat berbuat apa-apa, Raden. Mungkin
orang yang menusuk Sasangka sekarang sudah berada di
bulak sebelah. Nafas Raden Madyasta yang marah itu mengalir semakin
cepat. Raden Madyasta bahkan menjadi terengah-engah
seperti seseorang yang baru saja bekerja berat sehari suntuk.
"Marilah, Raden. Silahkan memberitahukan hal ini kepada
Raden Ayu Prawirayuda."
Raden Madyasta menarik nafas dalam-dalam seakan-akan
berusaha mengendapkan perasaannya yang bergejolak.
"Baiklah kakang. Aku akan menghadap bibi. Aku minta
kakang menunggui tubuh kakang Sasangka."
"Baik Raden." Wismayapun kemudian telah kembali ke gandok. Iapun
kemudian duduk bersila di sebelah tubuh Sasangka yang
terbaring diam. Pisau belati yang tertancap di lambungnya
telah dilepas oleh .Wismaya atas persetujuan Raden
Madyasta. Namun Raden Madyasta minta Wismaya
mengingal-ingat letak pisau belati yang tertancap itu.
Raden Madyastapun kemudian telah naik ke pendapa.
Namun kemudian diurungkan niatnya untuk mengetuk pintu
pringgitan. Bibinya akan lebih cepat mendengarnya jika ia
mengetuk pintu butulan. Perlahan-lahan Madyastapun mengetuk pintu yang
terdekat dengan bilik tidur bibinya. Sekali dua kali, bibinya
masih belum mendengarnya.
Ebook by Dewi Kangzusi 675 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bibi tentu tidur dengan nyenyak" berkata Raden Madyasta didalam hatinya.
Karena itu, maka Madyastapun mengetuk semakin keras.
Baru kemudian Madyasta mendengar suara bibinya "Siapa diluar?"
"Aku bibi, Madyasta."
Raden Ayu Prawirayuda mengenal suara itu. Karena itu, maka dengan tergesa-gesa
Raden Ayu Prawirayuda pergi ke pintu dan mengangkat selaraknya.
Demikian pintu terbuka, ia melihat Raden Madyasta berdiri termangu-mangu dengan
pakaian yang basah kuyup.
"Ada apa ngger" Angger kehujanan?"
"Maaf bibi. Mungkin aku mengejutkan bibi."
"Ada apa, ngger?" wajah Raden Ayu Prawirayuda menjadi tegang.
"Yang telah terjadi itu terulang lagi, bibi."
"Maksud angger?" suara Raden Ayu Prawirayuda meninggi.
"Seperti kakang Rembana, kakang Sasangkapun telah terbunuh pula."
"Angger Sasangka terbunuh?" suara Raden Ayu itu tinggi melingking.
"Ya, bibi. Kami mohon maaf, bahwa yang tidak kita harapkan itu terjadi lagi."
Ebook by Dewi Kangzusi 676 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi bagaimana hal itu dapat terjadi, ngger" Bagaimana
mungkin" Dimana angger Sasangka pada saat terjadinya
bencana itu, ngger?"
"Kami masih belum mengamatinya lebih jauh, bibi."
Aku menemukan kakang Sasangka terluka parah di tangga
serambi gandok. Nampaknya kakang Sasangka berusaha
untuk meneapai gandok dan memberitahukan kepada kakang
Wismaya. Tetapi ia sudah menjadi terlalu lemah dan terkapar
di tangga. Ketika aku menemukannya,.kakang Sasangka
masih hidup. Tetapi ia sudah sangat lemah sehingga tidak
banyak yang sempat dikatakannya. Aku telah minta kakang
Wismaya pergi menjemput seorang tabib dari manapun juga.
Tetapi sebelum kakang Wismaya berangkat, kakang Sasangka
sudah meningal.. "Apa yang akan aku katakan kepada Rantamsari?" ,
Raden Madyasta tidak menjawab. Bahkan iapun segera
menundukkan wajahnya. Ternyata pembicaraan yang agak keras diantara deru
hujan itu telah terdengar oleh Raden Ajeng Rantamsari.
Karena itu, maka dengan tergesa-gesa Raden Ajeng
Rantamsari itupun keluar dari biliknya pula.
"Ada apa dimas. Aku mendengar pembicaraan dimas
dengan itu. Nampaknya ada sesuatu yang penting?"
Raden Madyasta memandang wajah bibinya dengan
jantung yang berdebaran. Raden Ayu Prawirayudapun tidak segera dapat
mengatakan, apa yang telah terjadi. Karena itu untuk
beberapa saat suasana menjadi tegang.
Ebook by Dewi Kangzusi 677 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ibu, apa yang terjadi?"
"Ngger..." "Ibu" Raden Ajeng Rantamsaripun segera mendekap
ibunya "apa yang terjadi ibu?"
"Kita hanya dapat berusaha, Rantamsari. Tetapi keputusan
akhir berada di luar jangkauan kuasa kita."
"Tetapi apa yang terjadi?"
Raden Ayu Prawirayuda itu mengusap matanya yang .
basah. Kemudian diapun berdesis "Adalah diluar kemauan kita
semuanya, Rantamsari."
"Apa" Apa" Ibu belum mengatakannya."
"Yang pernah terjadi itu ternyata lagi, Rantamsari."
"Yang pernah terjadi yang mana?"
"Yang pernah terjadi atas angger Rembana, kini terjadi lagi
atas angger Sasangka."
"Ibu" Raden Ajeng Rantamsari itu terpekik "maksud ibu ..."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk.
"Ibu, dimana kakang Sasangka sekarang. Dimana?"
Raden Ajeng Rantamsari tidak menunggu jawaban ibunya.
Namun ketika ia meloncat untuk berlari menghabur di
longkangan dalam hujan yang lebat, Raden Ayu Prawirayuda
sempat memeluknya sambil berkata "Rantamsari, tenanglah.
Ebook by Dewi Kangzusi 678 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tenanglah. Mungkin bahaya itu masih berada disekitar kita
sekarang ini. "Kangmbok berkata Raden Madyasta "sebaiknya kangmbok
jangan keluar dahulu. Tutup saja kembali pintu ini dan
diselarak dari dalam."
"Tidak. Tidak. Aku ingin melihat keadaan kakang
Sasangka." "Jangan sekarang kangmbok" cegah Raden Madyasta.
Tetapi Raden Ajeng Rantamsari meronta, sehingga lepas
dari pelukan ibunya "Dimana kakang Sasangka" Dimana?"
Raden Madyasta tidak berniat memberitahukarmya. Tetapi
Raden Ajeng Rantamsari itu telah berlari ke gandok. Ia tahu
bahwa bilik Sasangka dan Wismaya berada di gandok itu.
Raden Madyasta tidak dapat berbuat lain kecuali berlari
menyusulnya Demikian pula Raden Ayu Prawirayuda.
Di serambi gandok, Wismaya tidak sempat mencegah
Raden Ajeng Rantamsari menjatuhkan diri diatas tubuh
Sasangka yang telah tidak bernafas lagi sambil menangis
menjerit-jerit. "Kakang, kakang. Kenapa kau juga pergi meninggalkan
aku." Raden Ajeng Prawirayudapun kemudian berusaha
membangunkan anaknya. Sekali-sekali Raden Ayu
Prawirayuda itupun mengusap air matanya pula.
Ebook by Dewi Kangzusi 679 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Duduklah yang baik, Rantamsari."
Raden Ajeng Rantamsari memeluk ibunya erat-erat sambil menangis "Ibu, kenapa hal
ini harus terjadi padaku?"
"Tenanglah Rantamsari. Sudah aku katakan, bahwa segala sesuatunya itu bergantung
kepada Yang Maha Agung. Kita tidak akan dapat mengelakannya. Kita harus menerima
dengan ikhlas" "Tetapi tidak seperti ini ibu. Aku tidak akan mampu memikul beban seberat ini."
"Kita akan bertanya kepada Yang Maha Agung, apa sebenarnya yang dikehendaki-Nya.
Lewat banyak cara, Yang Maha Agung akan menjawab pertanyaan kita, Rantamsari"
"Tetapi aku tidak mau hal ini terjadi, ibu" Rantamsari memeluk ibunya semakin
erat. Demikian pula Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi Raden Ayu sendiri tidak dapat
menahan air matanya yang meleleh dari pelupuknya.
***** Jilid 09 Bab 27 - Rencana Reksadrana
KETIKA tangis Raden Ajeng Rantamsari sedikit mereda, maka ibunyapun berkata
"Rantamsari. Aku mengerti, betapa pedih hatimu. Ibarat luka yang terdahulu masih
belum sembuh, maka hatimu telah terluka lagi, sehingga tentu akan terasa semakin
pedih. Tetapi marilah kita mengambil hikmahnya saja. Kau masih dapat mengucap
sukur, bahwa hal ini terjadi sebelum terlanjur."
Ebook by Dewi Kangzusi 680 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Maksud ibu?" "Baik yang terjadi sekarang, maupun yang terjadi
sebelumnya. Untunglah bahwa kau belum menjadi seorang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isteri. Jika itu terjadi, maka kau telah menjadi janda dua kali."
"Tetapi hal seperti ini tidak terjadi, ibu."
"Kita tidak akan dapat mengelak, Rantamsari. Meskipun
dipagari dengan dinding baja, jika maut itu datang
menjemput, tidak seorangpun dapat lari dari padanya. Yang
terjadi ini tentu akan terjadi. Demikian pula dengan angger
Rembana. Kematian itu tentu akan datang kepada mereka
sebagaimana yang telah terjadi."
Raden Ajeng Rantamsari mengusap matanya yang basah.
Yang dikatakan oleh ibunya itu memang dapat masuk di
akalnya. Tetapi perasaannya benar-benar merasa betapa
pedihnya. "Kenapa Yang Maha Agung itu telah memanggil mereka
yang diharapkan akan dapat menjadi tangkai bagi hidupku di
masa mendatang?" Air mata masih saja meleleh dari pelupuk mata
Rantamsari. Bahkan ibunyapun sekali-sekali masih mengusap
matanya pula dengan lengan bajunya.
Seperti yang pernah terjadi, hari itu di rumah Raden Ayu
Prawirayuda menjadi sangat sibuk. Kangjeng Adipatipun telah
berada di rumah itu pula. Demikian pula Raden Wignyana.
Kangjeng Adipati sendiri telah mencoba meredakan
gejoIak perasaan Raden Ajeng Rantamsari, yang setiap saat
Ebook by Dewi Kangzusi 681 Kang Zusi http://kangzusi.com/
masih saja menangis. Yang dialaminya itu benar-benar
merupakan beban yang sangat berat baginya.
Siang itu juga, tubuh Sasangka telah dibawa ke baraknya.
Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda
merasa agak kesulitan untuk menenangkan para prajurit yang
bergejolak. "Kita harus menemukan pembunuhnya" berkata seorang
pemimpin kelompok barak Sasangka
"Ki Tumenggung" berkata yang lain "berikan tugas kepada
kami untuk berada di rumah itu Kami akan menangkap
pembunuh Ki i.urah Sasangka dan mambantainya di halaman
barak ini. " Di Parang Anom Ini ada tatanan dan paugeran yang
mengatur tingkah laku rakyatnya" berkata Ki Tumenggung
Wiradapa "segala sesuatunya harus sesuai dengan tatanan
dan paugeran itu" "Kita tidak dapat membiarkan para Senapati kita dibunuh
dengan cara yang licik."
"Aku tahu. Bukan hanya kalian saja yang tersinggung.
Tetapi, kami yang tua-tua inipun merasa tersinggung pula.
Karena itu, tenanglah. Kita akan berusaha menemukan
pembunuh itu." "Jangan biarkan jatuh korban lagi, Ki Tumenggung. Yang
tersisa di rumah itu hanyalah Ki Lurah Wismaya dan justru
Raden Madyasta sendiri. Karena itu, biarlah kami. sekelompok
prajurit menjaga rumah itu"
Ebook by Dewi Kangzusi 682 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sanggayudalah yang menjawab "Kita akan memikirkan langkah yang
sebaik-baiknya yang harus kita ambil."
Namun bagaimanapun juga nampak di wajah para prajurit itu ungkapan perasaan
mereka. Nampaknya mereka benar-benar menjadi marah karena kematian Lurahnya yang
mereka anggap seorang Senapati muda yang berilmu linggi., Disamping para
prajurit di barak Sasangka yang bergejolak, ternyata para prajurit di barak
Rembanapun bagaikan terungkit lagi kemarahan mereka. Namun para pemimpin
prajurit Paranganom berhasil meredamnya.
Hari itu, Sasangka dimakamkan dengan upacara kebesaran seorang prajurit yang
gugur dalam tugasnya. Rakyat Paranganom harus berduka sekali lagi. Ternyata
peristiwa yang menyakitkan itu telah terjadi lagi di rumah Raden Ayu
Prawirayuda. "Apakah perempuan itu memang membawal sial" bertanya seseorang kepada kawannya
yang berdiri disebelahnya ketika keduanya ikut memberikan penghormatan terakhir
kepada Sasangka. Kawannya menggeleng. Namun demikian iapun menjawab
"Petaka seperti ini terjadi dua kali di rumah itu. Apakah masih akan disusul
dengan peristiwa yang sama di kemudian hari?"
"Memang menyakitkan" berkata kawannya yang lain
"kesalahan yang sama telah terjadi."
"Ya. Sedangkan keledai yang dungupun kakinya tidak akan teratuk batu yang sama
untuk kedua kalinya."
"Tetapi justru karena mereka bukan keledai."
Ebook by Dewi Kangzusi 683 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Hus " Merekapun terdiam. Mereka melihat, wajah-wajah prajurit
yang geram, yang berjalan disebelah menyebelah jenazah
Sasangka ketika dibawa ke makam.
Hari itu, Kangjeng Adipati telah memanggil Madyasta dan
Wismaya, justru pada saat di rumah Raden Ayu Prawirayuda
masih banyak orang yang sibuk membenahi perabot rumah
yang telah digeser-geser pada saat mempersiapkan jenazah
Sasangka untuk dibawa ke baraknya. Beberapa orang prajuril
masih berada di rumah itu sehingga kepergian Wismaya dan
Raden Madyasia tidak menimbulkan kecemasan bagi keluarga
Raden Ayu Prawirayuda. "Bagaimana pendapatmu, Madyasia?" bertanya Kangjeng
Adipali. "Kami harus merasa malu atas peristiwa ini, ayahanda. dua
orang Senupali muda yang dianggap mempunyai kelebihan di
Paranganom telah terbunuh"
"Aku ingin mendengar pendapatmu, Madyasta. Apakah kau
memerlukan kawan baru untuk bertugas di rumah bibimu",
Temyala tugas itu bukan tugas yang sederhana. Jika semula
kita menganggap bahwa keberadaan kalian di rumah bibimu
hanya sekedar menuruti keinginannya, namun ternyata
sekarang kila berpendapat lain"
"Hamba ayahanda, tetapi hamha mohon, biarlah kami
berdua sajalah yang bertugas dl rumah bibi, Hamba lidak
dapat ingkar, bahwa aku menaruh dendam kepada orang yang
telah membunuh Rembana dan Sasangka Dua orang prajurit
yang namanya mulai dikenal sejak perang besar di sebelah
Bengawan Rahina itu."
Ebook by Dewi Kangzusi 684 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku dapat mengerti, Madyasia."
"Ampun Kangjeng Adipati" berkata Wismaya "jika di rumah
itu terdapat beberapa orang prajurit baru, maka pembunuh itu
mungkin akan menghindar. Tetapi biarlah kami berdua
berusaha untuk menangkapnya."
"Keadaan menjadi semakin gawat, Wismaya. Ketika kalian
masih bertiga, kalian tidak dapat menangkap pembunuh
Rembana. Bahkan Sasangka telah terbunuh pula."
"Itu merupakan tantangan bagi kami, ayahanda. Meskipun
sekarang kami hanya berdua, tetapi kami justru yakin, apabila
pembunuh itu kembali lagi, kami akan dapat menangkapnya."
"Satu permainan yang sangat berbahaya, Madyasta."
"Tetapi itu adalah jalan terbaik untuk menangkap
pembunuh itu ayahanda."
Kangjeng Adipati menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Aku mengerti, bahwa harga diri kalian berdua akan
tersinggung, seakan-akan kalian hanya dapat merengek minta
perlindungan. Tetapi untuk menghadapi perbuatan yang licik
itu, bukankah tidak ada salahnya jika kita menjadi lebih
berhati-hati." "Kami akan sangat berhati-hati, ayahanda." Kangjeng
Adipati tereenung sejenak, la tahu, bahwa darah muda yang
mengalir di tubuh Raden Madyasta dan Wismaya bagaikan
sudah mendidih oleh peristiwa yang membuat keduanya
menjadi malu. Dengan demikian, maka mereka akan berusaha
untuk menebusnya tanpa bantuan orang lain.
Ebook by Dewi Kangzusi 685 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kangjeng Adipati tidak dapat memaksa keduanya dengan menempatkan prajurit-
prajurit baru di rumah Raden Ayu Prawirayuda. Jika Kangjeng Adipati itu mencoba
memaksa, maka keduanya akan kecewa, sehingga keduanya justru akan dapat menjadi
lengah. Karena itu, maka Kangjeng Adipati itupun berkata "Baiklah.
Madyasta dan Wismaya. Jika kalian berkeras untuk bertugas berdua saja. Tetapi
Srkali lagi aku pesan, kalian harus sangat berhati-hati. Bahaya itu selalu
mengintip kalian berdua. Setiap saat bahaya itu akan rnenerkam tanpa kalian
ketahui kapan dan dimana mereka merunduk, Aku percaya, bahwa kalian tentu akan
dapat mengalasinya jika kalian berhadapan beradu dada. Tetapi pembunuh itu tidak
berbuat demikian. Dengan licik ia merunduk, kemudian menikam dari belakang."
"Hamba berjanji ayahanda. Kami akan menjadi sangat berhati-hati.
Demikianlah, maka keduanyapun segera kembali ke rumah Raden Ayu Prawirayuda yang
masih dibenahi. Namun beberapa saat kemudian, segala sesuatunya telah mapan.
Perabot-perabot rumah, alat-alat dapur dan bahkan sampah di halamanpun telah
dibersihkan. Malam itu, terasa suasana di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu menjadi semakin
sepi. Beberapa orang keluarga Sasangka yang datang disaat pemakamannya, ternyata
lebih senang berada di barak. Ternyata ada beberapa orang prajurit yang sejak
sebelum berada di barak itu sudah mengenal keluarga Sasangka dengan baik. Karena
itu, maka merekapun berusaha untuk membantu dan bahkan menenangkan kepedihan
hati yang telah mencengkam.
Ebook by Dewi Kangzusi 686 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Malam itu, Raden Ayu Prawirayuda telah menemui Madyasta sekali lagi, untuk
menawarkan agar Madyasta tidak berada di bilik yang ada di gandok.
"Keadaan nampaknya menjadi semakin gawat, ngger. Aku minta angger tidur di ruang
dalam saja." "Apakah aku harus membiarkan kakang Wismaya sendiri?"
"Apakah anger Wisama akan menjadi ketakutan?"
"Bukan soal ketakutan atau tidak bibi. Aku yakin, bahwa kakang Wismaya tidak
akan ketakutan. Tetapi bukankah perasaan ini menjadi tidak enak, jika kami
berdua dan berada di bilik tidur yang berbeda. Maksudku, satu di gandok dan yang
lain di ruang dalam"
"Angger Madyasta. Bagaimanapun juga kedudukan kalian berdua memang berbeda.
Wismaya adalah seorang Lurah prajurit dan angger Madyasta adalah putera seorang
Adipati" Jika pada dasarnya sudah berbeda, bukankah tidak ada salahnya jika angger
Madyasta dan angger Wismaya berada di bilik yang berbeda pula."
"Terima kasih bibi. Tetapi keberadaanku disini bersama kakang Wismaya tidak
mengenal perbedaan itu. Aku dan kakang Wismaya adalah prajurit yang mengemban
tugas yang sama." Kerut di dahi Raden Ayu Prawirayuda menjadi semakin dalam. Setelah memandang
kesekitarnya iapun berkata perlahan "Maaf, ngger. Sebenarnyalah aku mencurigai
semua orang dalam peristiwa yang telah terjadi."
"Maksud bibi?" Ebook by Dewi Kangzusi 687 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ketika angger Rembana terbunuh, aku sama sekali tidak dapat menuduh siapakah
pembunuhnya. Tetapi perkembangan keadaan telah mendorongku untuk mencurigai
angger Sasangka. Aku menduga, bahwa angger Sasangkalah yang telah membunuh
angger Rembana. Namun tiba-tiba angger Sasangka telah terbunuh dengan cara dan
senjata yang sama dengan cara dan senjata pada saat angger Rembana terbunuh."
"Ya, bibi. Aku mengerti."
"Maaf, ngger. Aku minta maaf. Bagaimana pendapat angger Madyasta tentang angger
Wismaya.?" "Kita tidak dapat mencurigai Wismaya, bibi."
"Kenapa?" "Pada saat Rembana terbunuh, Wismaya ada bersamaku."
"Apakah itu benar?"
"Seingatku, bibi."
"Mungkin angger lupa. Peristiwanya sudah agak lama."
Raden Madyasta menunduk. Namun kemudian katanya
"Tetapi aku yakin, tentu bukan kakang Wismaya. Jika seandainya cara dan senjata
pembunuhnya tidak sama, mungkin aku dapat mencurigai Wismaya sekarang ini."
Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Katanya
"Sukurlah jika perhitungan angger itu benar. Yang aku cemaskan, jika yang
melakukan itu angger Wismaya, maka Ebook by Dewi Kangzusi
688 Kang Zusi http://kangzusi.com/
akan mudah sekali terjadi pula atas angger Madyasta jika
angger berada di gandok bersama angger Wismaya."
"Tidak, bibi. Aku yakin tentu bukan kakang Wismaya."
"Sukurlah. Namun begitu, aku masih juga minta angger
bersedia berada di bilik di ruang dalam. Bukankah kami hanya
berdua saja di rumah ini?"
"Terima kasih, bibi."
"Ngger. Aku lebih condong mengangap angger sebagai
anakku sendiri daripada seorang prajurit yang bertugas di
rumah ini." "Terima kasih, bibi."
"Itulah sebabnya, bahwa aku merasa lebih cemas
memikirkan angger daripada para Senapati yang lain,
meskipun aku tahu, bahwa angger memiliki kemampuan lebih
tinggi dari para Senapati itu."
"Biarlah aku berada di gandok bersama kakang. Wismaya
saja bibi." "Jika demikian, terserahlah kepada angger. Bukan niatku
untuk tidak menghormati angger sebagai putera seorang
Adipati di Paranganom ini."
Namun bagaimanapun juga bibinya memintanya, Raden
Madyasta merasa lebih baik berada di gandok bersama
Wismaya. Dalam pada itu, yang mencemaskan keselamatan Raden
Madyasta dan Wismaya bukan saja Kangjeng Adipati
Paranganom. Sebagai seorang ayah sebenarnya Kangjeng
Ebook by Dewi Kangzusi 689 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Adipati memang wajar sekali menjadi cemas memikirkan
keselamatan anaknya. Tetapi ia juga harus bersikap sebagai
seorang Adipati. Sebenarnyalah bahwa kedua orang Tumenggung yang
terdekat dengan Kangjeng Adipati juga merasa sangat cemas
terhadap keselamatan Raden Madyasta dan Wismaya.
Agaknya mereka berhadapan dengan satu kemampuan yang
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat tinggi, namun yang terselubung.
Karena itu, maka keduanya telah datang menghadap
Kangjeng Adipati untuk menyampaikan pendapat mereka.
"Ampun Kangjeng" berkata Ki Tumenggung Wiradapa
"kami berdua sangat mencemaskan keselamatan Raden
Madyasta dan Wismaya yang masih berada di rumah Raden
Ayu Prawirayuda." "Ya, kakang. Akupun mencemaskannya. Tetapi ketika aku
panggil keduanya, keduanya mohon agar aku memberi
kesempatan kepada mereka berdua untuk menjalankan tugas
mereka tanpa orang lain. Mereka berniat untuk menangkap
pembunuh Rembana dan Sasangka. Tetapi jika di rumah itu
ditempatkan orang lain, maka pembunuh itu tentu tidak akan
datang kembali, sehingga mereka akan kehilangan jejaknya."
"Tetapi kemungkinan buruk dapat terjadi atas mereka
berdua, Kangjeng." "Aku sudah mengatakannya. Tetapi keduanya berkeras
untuk tetap berada di rumah kangmbok Prawirayuda berdua
saja." "Kangjeng" berkata Ki Tumenggung Sanggayuda "kami
mohon maaf sebelumnya. Kami berdua ingin menyampaikan
permohonan jika Kangjeng Adipati memperkenankan."
Ebook by Dewi Kangzusi 690 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apa kakang ?" "Hamba sudah membicarakai nya dengan kakang Wiradapa. Jika Kangjeng berkenan
memberikan perintah kepada kami berdua untuk mengawasi rumah Raden Ayu
Prawirayuda itu." "Kakang akan berada di rumah itu pula ?"
"Tidak, Kangjeng. Kami akan tetap berada di luar dinding halaman rumah Raden Ayu
Prawirayuda. Kami akan mengawasi rumah itu dari luar. Mungkin keberadaan kami
itu tidak akan berarli apa apa Tetapi dalam keadaan yang gawat, mungkin akan
berarti pula. "Baikiah, kakang, Aku mengucapkan terima kasih atas kesediaan kakang berdua
untuk langsung ikut campur dalam persoalan yang sangal khusus ini"
"Aku masih menghubungkan dengan keberadaan segerombolan perampok yang berada di
Panjer. Bahkan aku tidak berhasil melupakan, bahwa persoalan yang terjadi di
Paranganom ini ada sangkut pautnya dengan kadipaten Kateguhan. Kebencian orang-
orang Kaleguhan terhadap orang-orang Paranganom itu sudah sangat berlebihan,
sehingga menimbulkan dugaan-dugaan yang buruk."
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk.
Sementara itu, Ki Tumenggung Wiradapapun berkat
"Raden Ayu Prawirayuda termasuk orang yang tidak disukai di Kateguhan, Kangjeng.
Sehingga setelah berada di Paranganompun Raden Ayu Prawirayuda masih saja
diganggu." Ebook by Dewi Kangzusi 691 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tetapi apakah kemampuan orang-orang Kateguhan demikian tinggi, sehingga mereka
dapat mempermainkan para prajurit pilihan di Paranganom ?"
"Ada satu dua orang berilmu tinggi di Kateguhan,*
Kangjeng. Kehadiran Raden Wicitra di rumah Raden Ayu Prawirayuda juga merupakan
persoalan tersendiri."
"Aku mengerti kakang. Karena itu aku sama sekali tidak berkeberatan atas niat
kakang. berdua untuk ikut mengamati rumah kangmbok Prawirayuda itu."
"Kami mohon perintah Kangjeng Adipati."
"Baik. Aku perintahkan kakang berdua untuk ikut mengawasi rumah Kangmbok
Prawirayuda serta mengambil langkah-langkah yang perlu dalam keadaan yang
gawat." "Terima kasih, Kangjeng. Kami berdua akan menjalankan perintah ini dengan
sebaik-baiknya." Demikianlah, sejenak kemudian, kedua orang Tumenggung itupun mohon diri dari
hadapan Kangjeng Adipati Prangkusuma.
Sepeninggal kedua Tumenggung itu, maka Kangjeng Adipatipun sempat duduk
termenung. Sebenarnyalah bahwa Kangjeng Adipati sendiri sulit untuk dapat
melepaskan persoalan yang terjadi di rumah Raden Ayu Prawirayuda itu dengan
kebencian orang-orang Kateguhan terhadap orang-orang Paranganom.
Sementara itu, Raden Ayu Prawirayuda adalah orang yang sangat dibenci di
Kateguhan, sehingga Kangjeng Adipati di Kateguhan telah mengusirnya. Atau justru
sebaliknya, karena Ebook by Dewi Kangzusi
692 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Ayu itu sudah diusir dari Kateguhan. Maka orang-orang
Kateguhan menjadi sangat membencinya.
*** Dalam pada itu, di Kateguhan, Ki Tumenggung Reksadrana
telah kehabisan kesabarannya. Dengan jantung yang bagaikan
membara iapun berkata kepada Sura Branggah yang
dipanggilnya menghadap "Sura Branggah. Satu lagi pembunuh
anakku itu sudah mati."
"Ya, Ki Tumenggung. Nampaknya Raden Wicitra tidak
dapat dihentikan lagi."
"Aku tidak mau kehilangan sasaranku yang semakin
menyusut itu, Sura Branggah."
"Bukankah satu kebetulan bagi kita " Kita tidak usah
bersusah payah. Sementara itu orang-orang yang akan
menjadi sasaran kita sudah mati satu demi satu."
"Edan kau Sura Branggah" bentak Ki Tumenggung sambil
mencengkam baju Sura Branggah "apa maumu pemalas. Kau
memeras uangku, tetapi kau tidak mau bekerja keras."
"Maaf, Ki Tumenggung. Tetapi itu bukan kemauanku.
Bukankah Raden Wicitra sudah melakukannya atas
kehendaknya sendiri."
"Tidak" didorongnya Sura Brangga yang duduk di lantai itu
sehingga terlentang "aku akan membunuh dua orang yang
lain. Untunglah Madyasta itu masih belum sempat dibunuh
oleh Wicitra. Akulah yang akan membunuhnya. Dengan
tanganku sendiri. Aku harus membalaskan dendam anakku
yang telah mereka bunuh. Aku akan mencincangnya menjadi
sewalang-walang." Ebook by Dewi Kangzusi 693 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sura Branggah yang kemudian bangkit sambil membenahi
pakaiannya berkata "Maaf Ki Tumenggung. Bukan maksudku
untuk tidak mau bekerja keras. Tetapi jika Ki Tumenggung
akan membunuhnya dengan tangan Ki Tumenggung sendiri,
maka aku tidak akan berkeberatan."
"Kita akan datang ke rumah Raden Ayu yang tamak itu.
Kita bunuh Wismaya, kemudian kita tangkap Madyasta hidup-
hidup. Kita bawa Madyasta keluar dari rumah itu dan kita akan
dapat berbuat apa saja sekehendak kita atas anak itu."
"Bagaimana dengan Raden Ayu Prawirayuda dan anak
gadisnya yang yang cantik itu?"
"Jika saja anakku masih ada, aku akan membawa
Rantamsari baginya. Tetapi karena anakkku sudah mati, aku
akan membunuh mereka pula."
"Maksud Ki Tumenggung?"
"Aku akan membunuh Raden Ayu Prawirayuda dan anak
perempuannya itu. Biarlah kekacauan yang terjadi di
Paranganom itu lengkap. Paranganom akan menjadi gempar.
Kematian Raden Ayu yang tamak itu gemanya tentu akan
sampai ke Tegal angkap. Mau tidak mau penilaian Kangjeng
Sultan Tegal angkap terhadap Kangjeng Adipali di Paranganom
tentu akan terpengaruh juga."
Sura Branggah termangu-mangu sejenak. Karena Sura
Branggah tidak segera menanggapinya, maka Ki Tumenggung
itu membentaknya "He, pamalas. Jangan tidur. Dengar kata-
kataku ini, he?" "Ya, ya. Aku mendengar Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 694 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Seperti yang sudah pernah aku katakan. Jika perhatian Kangjeng Sultan di Tegal
angkap tertuju kepada Kangjeng Adipati di Kateguhan untuk menjabat pepatih dalem
di Tegal angkap, maka akulah yang akan menggantikan kedudukan Kangjeng Adipati.
Aku akan menjadi Adipati di Kateguhan."
Tiba-tiba saja Ki Tumenggung Reksadrana itu tertawa berkepanjangan. Sementara
itu Sura Branggah hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Bahkan iapun
berkata didalam hatinya."
"Jika gegayuhan ini meleset, Ki Tumenggung ini akan dapat menjadi gila."
Namun tiba-tiba sura tertawa Ki Tumenggung itu terputus.
Tiba-tiba saja kepalanya menunduk. Terdengar suaranya sendat "Tetapi anakku
sudah mati. Jika aku berjuang mencari kemukten, sebenarnyalah aku ingin
mewariskannya kepada anakku. Tetapi anakku sudah mati. Mati dibunuh oleh orang-
orang Paranganom." Ki Tumenggung Reksadrana itu menggeretakkan giginya.
Tiba-tiba tangannya menghentak sambil menggeram
"Aku bunuh orang-orang Paranganom. Aku bunuh Raden Ayu yang tamak dan berlindung
di Paranganom itu. Aku bunuh anaknya perempuan. Aku juga akan membunuh bukan
saja Madyasta. Tetapi juga anak laki-laki Adipati Paranganom yang satu lagi.
Wignyana." Sura Branggah hanya dapat menarik nafas panjang.
Sementara itu Ki Tumenggung masih juga menggeram
"Prakosa. Jangan gelisah karena kematianmu itu. Aku akan Ebook by Dewi Kangzusi
695 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mengirimkan Madyasta dan Wignyana kepadamu. Lakukan
apa yang ingin kau lakukan atas mereka."
Namun tiba-tiba saja Ki Tumenggung Reksadrana itu
tertawa. Katanya "Jika aku sudah menjadi Adipati, aku akan
dapat mengambil dua atau tiga atau berapapun perempuan
yang aku inginkan. Aku tentu akan mendapatkan seorang
anak laki-laki dari mereka. Anak yang kelak akan
menggantikan Prakosa menjadi Adipati di Kateguhan."
Suara tertawa Ki Tumenggung Reksadrana itu mengu-
mandang lagi di ruang dalam rumahnya, sehingga liang-
liangnya seakan-akan telah bergetar karenanya.
"Ki Tumenggung Reksadrana itu sesungguh-sungguh
sudah mulai menjadi gila" berkata Sura Branggah di dalam
hatinya. Bahkan Sura Branggah itupun-tersenyum-senyum
sendiri pula sambil bergumam "Gila atau tidak, tetapi
uangnyalah yang penting bagiku."
Namun tiba-tiba saja Sura Branggah itupun menyadari
tingkah lakunya sendiri. "Apakah aku juga sudah gila dan
tertawa sendiri pula ?"
Tiba-tiba Sura Branggah itu teikejut ketika Ki Tumenggung
membentaknya "He, Sura Branggah. Apakah kau sudah
menjadi gila " Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri " Atau
kau mentertawakan aku ?"
"Tidak, Ki Tumenggung. Aku tidak mentertawakan Ki
Tumenggung. Tetapi mungkin aku memang sudah menjadi
gila." " Sura Branggah. Siapkan sisa-sisa orangmu. Besok malam
kita memasuki rumah Raden Ayu Prawirayuda."
Ebook by Dewi Kangzusi 696 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Besok malam ?"
"Ya. Kita akan berangkat ke Paranganom. Malam nanti kita harus sudah berada di
Paranganom. Bukankah kau mempunyai sarang di sana" Kita harus memasuki
Paranganom di malam hari. Selambat-lambatnya esok dini hari. Kita akan
beristirahat sehari di Paranganom. Kita akan membunuh semua orang penghuni rumah
itu. Bahkan pada abdipun akan kita bunuh semuanya agar tidak ada seorang
saksipun yang dapat berceritera tentang keberadaan kita di rumah itu."
"Raden Madyasta?"
"Kecuali Madyasta, dungu. Madyasta harus ditangkap hidup-hidup. Aku akan
mengurusnya untuk selanjutnya."
"Lalu, bagaimana dengan Raden Wignyana?"
"Anak itu tidak berada di. rumah Raden Ayu Prawirayuda.
Anak itu berada di Kadipaten."
"Bukankah Ki Tumenggung juga ingin mem-bunuhnya?"
"Tentu lain kali" Ki Tumenggung itu berteriak "ternyata kau dungu melebihi
seekor kerbau." Sura Branggah tidak menjawab.
"Nah, sekarang kau pergi. Kumpulkan sedikitnya delapan orang terbaik. Kalau
kawan-kawanmu sudah mati di tumpas Madyasta, cari yang lain. Kau tentu mempunyai
hubungan yang luas. Janjikan upah yang tinggi. Aku tidak berkeberatan, asal kita
dapat membunuh seisi rumah itu dan menangkap Madyasta hidup-hidup."
"Kenapa delapan ?" Ki Tumenggung.
Ebook by Dewi Kangzusi 697 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bersama kita. berdua, maka jumlahnya menjadi sepuluh
orang. Bersepuluh kita tentu akan berhasil. Di rumah itu hanya
ada dua orang Senapati yang sombong. Mereka mau
memanggil bantuan untuk mengamankan rumah itu. Berdua
mereka merasa akan dapat mengatasi pembunuh kedua orang
kawan mereka." Agaknya mereka juga mencurigai Wicitra. Jika benar
Wicitra pembunuhnya, maka berdua mereka akan dapat
menangkapnya." "Tetapi ternyata mereka tidak mampu menghindari dari
kelicikannya." Sura Branggah mengangguk-angguk.
"Karena kita tidak mau gagal, maka kita akan datang
bersama delapan orang yang kau tentu dapat memilihnya
diantara sekian banyak gegedug di Kadipaten Kateguhan."
Sura Branggah mengangguk-angguk. "Pergilah. Nanti
sebelum senja semuanya harus siap. Kita akan berangkat
dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah dengan
melewati jalan yang berbeda pada saat kita memasuki
Paranganom agar tidak menimbulkan kecurigaan."
Sura Branggah menarik nafas dalam-dalam. Katanya lebih
ditujukan kepada diri sendiri "Waktunya terlalu pendek."
"Jangan berceloteh. Pakai salah satu kuda di kandang itu,
asal bukan si Werdi, kuda yang berwarna kelabu."
"Baik, Ki Tumenggung. Aku akan mencobanya."
Ebook by Dewi Kangzusi 698 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kau benggolan kecu yang sudah kawentar, masih juga akan coba-coba " Kenapa kau
tidak dapat berkata dengan pasti" Aku tidak mau kau membawa kecoak-kecoak kecil,
kurus kering dan sakit-sakitan. Aku ingin kau membawa gegedug-gegedug yang
sembada. Baik ujudnya maupun kemampuannya." ,
"Tetapi Ki Tumenggung harus mengerti, bahwa mereka bukan anak buahku sendiri.
Anak buahku yang dapat diandalkan tinggal tidak lebih dari ampat orang."
"Aku tidak peduli. Kau harus mendapatkannya berapapun upahnya. Aku tidak mau
kehilangan Madyasta. Ia akan dapat menjadi permainan yang menyenangkan. Aku akan
Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memeliharanya dengan baik, la akan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan
disetiap pagi, pada saat aku bangun tidur. Ia akan terikat di tiang yang kokoh.
Tentu aku akan memanjakannya. Setiap hari ia akan disuapi. Ia tidak boleh segera
mati." "Baiklah, Ki Tumenggung, Aku akan memenuhi keinginan Ki Tumenggung."
"Pergilah. Aku akan tidur sekarang. Malam nanti kita akan menempuh perjalanan
panjang." "Kalau Kangjeng Adipati rnencari Ki Tumenggung."
"Aku akan memohon diri untuk pergi barang dua tiga hari menengok adikku yang
sakit di Tegal angkap "
Sura Branggah mengangguk-angguk.
"Cepat. Cari orang itu."
"Baik, baik Ki Tumenggung."
Ebook by Dewi Kangzusi 699 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sejenak kemudian, Sura Branggahpun minta diri.
Dibawanya seekor diantara beberapa kuda Ki Tumenggung.
Sura Branggah memilih kuda yang berwarna coklat kehitaman.
Di sore hari, Sura Branggah telah datang lagi ke rumah Ki
Tumenggung Reksadrana, yang dengan tergesa-gesa
menemuinya. "Kau dapatkan orang-orang itu?"
"Ya, Ki Tumenggung. empat orang adalah anak buahku
sendiri. Empat orang yang lain adalah gegedug-gegedug yang
dapat dipercaya. Tetapi upah bagi merekapun cukup besar.
"Sudah aku katakan, aku tidak peduli."
"Tetapi persoalannya tidak terlalu sederhana Ki
Tumenggung." "Apa lagi?" "Bukankah orang-orang itu akan ditempatkan dibawah
pimpinanku?" "Tentu. Kau akan menjadi panglima dari pasukanku itu."
"Ki Tumenggung. Jika aku harus memimpin mereka, maka
upahku tentu harus lebih banyak dari mereka."
"Iblis kau Sura Branggah., Sudah aku kalakan, kalau perlu
aku akan menjual beberapa barang berharga yang aku miliki."
Sura Branggah mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Segala sesuatunya sudah siap. Senja nanti kita sudah dapat
berangkat." Ebook by Dewi Kangzusi 700 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bukankah mereka membawa kuda mereka sendiri-sendiri?"
"Para gegedug itu mempunyai kuda mereka sendiri. Tetapi bagi ampat orang-orangku
hanya tersedia dua ekor kuda."
" Ambil kudaku satu lagi asal bukan Si Werdi."
"Kudanya kurang dua, Ki Tumenggung."
"Kau sama sekali tidak punya modal apa-apa, Sura Branggah.
"Jadi kami meminjam tiga ekor kuda Ki Tumenggung."
"Kudaku hanya empat. Kalian bawa tiga."
"Bukankah Ki Tumenggung Reksadrana hanya membutuhkan seekor kuda."
"Kau memang gila, Sura Branggah."
" Sekali-sekali saja Ki Tumenggung. Bukankah saat ini saat yang sangat penting
bagi Ki Tumenggung. Tanpa kuda, maka kami tidak akan dapat sampai ke Paranganom
sebelum dini. Mungkin baru esok siang atau bahkan lebih lama lagi."
"Cukup. Aku tidak mau tertunda lagi."
"Jadi?" "Pakai kudaku. Pakai kudaku" Ki Tumenggung Reksadrana berteriak nyaring.
Ebook by Dewi Kangzusi 701 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah beberapa saat kemudian, beberapa orang gegedug telah berada di
rmah Ki Tumenggung. Seorang diantara merekapun berkata dengan nada yang kasar "Ki Tumenggung.
Sebelum kita berangkat, aku minta uang jaminan agar Ki Tumenggung tidak menipu
kami." "Menipu " Apakah kata-kata itu keluar dari mulutmu?"
bertanya Ki Tumenggung Reksadrana.
"Ya. Siapa tahu."
"Kau berbicara dengan seorang Tumenggung" bentak Sura Branggah.
"Aku tahu. Tetapi seorang Tumenggungpun dapat saja menipu dan berbohong."
"Dengar" wajah Sura Branggah menjadi merah. Ia merasa bertanggung jawab atas
orang-orang yang dibawanya menghadap Ki Tumenggung Reksadrana "Aku dapat
membunuhmu sekarang atau kapan saja. Apalagi Ki Tumenggung Reksadrana. Bukan
karena jabatannya sehingga ia dapat memanggil sekelompok prajurit. Tetapi dengan
ayunan tangannya, kepalamu dapat dipecahkannya."
"Tetapi siapa yang akan menjamin bahwa kami tidak akan menyabung nyawa tetapi
kemudian janji-janji sebelumnya diingkari?"
"Aku. Aku yang akan menjamin bahwa segalanya akan berlangsung sesuai dengan
pembicaraan kita. Kau berbicara dengan aku. Jika kau diingkari, maka akulah yang
bertanggung jawab." Ebook by Dewi Kangzusi 702 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Orang itu mengerutkan dahinya, sementara Ki Tumenggung Reksadranapun berkata
"Jika saja kau bukan orang yang dipercaya oleh Sura Branggah, maka aku tentu
sudah mengoyakkan mulutmu. Atau jika kau tidak percaya akan kemampuanku, kau
akan menantangku setelah kerja kita selesai?"
"Tidak. bukan maksudku, Ki Tumenggung. Tetapi aku hanya ingin meyakinkan bahwa
aku tidak bertaruh nyawa dengan sia-sia."
"Kau sendirilah yang membuat kerjamu sia-sia."
"Aku tidak bermaksud seperti itu."
"Sekarang kau diam. Aku yang bertanggung jawab."
Orang itupun terdiam. Sementara Sura Branggahpun berkata "Kita akan segera
bersiap-siap. Sedikit lewat senja kita akan berangkat. Kita akan menempuh
perjalanan di malam hari. Kita berharap akan berada di Paranganom sebelum terang
tanah, sehingga tidak ada orang yang mengetahui kedatangan kita dan apalagi
mencurigainya. Kita akan menempuh perjalanan di malam hari. Kitapun akan berbagi
diri dalam kelompok-kelompok kecil. Kita tidak akan tertarik pada apapun juga
yang kita jumpai diperjalanan."
"Apa yang kau maksud, kakang?" bertanya salah seorang gegedug.
Menuntut Balas 15 Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar Pendekar Kidal 6