Pencarian

Aji Mlati 1

Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye Bagian 1


Koleksi KANG ZUSI Serial tujuh Manusia Harimau (6)
AJI MLATI Motinggo Busye Episode 1 Aji Mlati Aji Mlati dibawa oleh Punguh menghadap Ki Ca Hya. Orang tua itu sedang menyisiri
janggutnya yang putih dalam keadaan bersila.
"Bawa dia ke hadapanku, Pungguh", kata Ki Ca Hya.
Lalu, setelah Aji Mlati didudukan di hadapan Ki Guru itu, orang tua berjanggut
panjang itu berkata pada Pungguh: "Kau boleh kembali mengurusi ternak ayammu".
Memang orangtua berjanggut panjang itu, dengan bolamatanya yang menyorot itu,
cukup mengerikan bagi gadis kecil berusia 12 tahun itu. Tetapi kali ini
senyumnya mambukakan mata hati Aji Mlati yang selalu merasa dijahati sejak dia
diculik dan tinggal di pedukuhan Ki Ca Hya.
"Sakarang, setelah begitu lama kamu bermusuhan dangan Kakek, mari kita
berteman", ujar Ki Ca Hya.
"Tapi mana kak Pita Loka?" tanya Aji Mlati dangan suara menuntut;
"Tahukah kamu mengapa Kakek menculikmu dari Bukit Api" Penculikan itu
sesungguhnya dengan maksud baik."
"Maksud baik" Kalau saya diculik dari Kak Pita Loka apa itu maksud baik juga,
Kakek?" tanya Aji Mlati dengan nada protes;
"Maksudnya, supaya kamu jangan terlibat terus dalam petualangan Pita Loka,
cucuku" "Aku bukan cucumu!" seru Aji Mlati.
"Mamang perlu penjelasan kepadamu, dan turunan siapa kau ini. Ayahmu itu lahir
dari perut isteri Kakek. Jadi aku ini Kakekmu, masih darah dagingku."
"Jadi Nenek yang bernama Nyi Ca Hya itu adalah ibu dari ayahku?"
Koleksi KANG ZUSI "Dia bukan Nenek kontanmu, Aji Mlati. Nenekmu telah mati. Matinya juga dibunuh
oleh Ki Rotan dengan lobang di dadanya seperti terbunuhnya ayah ibumu, lalu kau
ditemukan Pita Loka dan diajak ke kawasan Bukit Api tempat bermukim saudaraku Ki
Surya Pinanti.Nama Julukan Nenekmu itu juga Nyi Ca Hya. Tapi ditambah sedikit
oleh orang di pedukuhan ini: Nyi Ca Hya T'ao. Nah nenekmu ini berasal dari
Kiangsu, Tiongkok. Konon menurut ranji keturunan ketika dia dipersembahkan oleh ayahnya kepadaku
untuk dijadikan isteriku, garis keturunan Nenekmu itu akhirnya sampai ke
Tiongkok sana, di Kiansu, dan masih sedarah dengan orang yang tinggi ilmunya
disana". "Turunan darah siapa?" tanya Aji Melati
"Turunan T'ao. Di sana ada orang bernama T'ao Hung-ching yang lahir di
pertengahan abad ke lima Masehi di suatu tempat bernama Mo-ling. Beliau
penggemar keindahan alam dan sebetulnya seorang sinshe. Beliau ahli kimia Beliau
mempunyai kitab obat-obatan yang termashur dalam sejarah. Salinan kitab itu ada
pada kakek, dan jika kau sudah besar dan pandai membaca aksara Cina, kakek akan
mewariskan kitab pengobatan itu."
"Bolehkah saya membaca Kitab itu?"
"Kamu bisa berbahasa Tiong hwa ?"
"Tidak, Kakek," ujar Aji Mlati yang membikin sang kakek ketawa nyengir. Namun
beliau ajak gadis kecil 12 tahun itu menuju ruang perpustakaan beliau. Dalam
perpustakan itu begitu banyak kitab-kitab, lalu Kakek berkata : "Perpustakaan
dan Kitab yang ada di sini, baru kamulah yang diperkenankan masuk."
"Kenapa, Kek?" tanya Aji Mlati.
"Isinya semua Rahasia. Disini ada Rahasia Kitab Tujuh.Disini ada rahasia Bukit
seratus. Disini yang paling penting bagimu ada rahasia ilmu ketabiban yang bernama T'u
ching yen i pen ts'ao. Pemilik Kitab ini di negerinya sana disebut juga Suhu
Gunung-Gunung. Nah sebagai pewaris kitab itu, kamu kelak akan mewarisi citra hidup di
pegunungan. Jadi maukah sekarang kamu berjanji tidak musuhan lagi dengan kakek?"
"Mau, Kakek. Asal Kakek ajarkan saya ilmu ketabiban itu. Banyak orang sakit
perlu di obati di mana-mana."
"Tapi, sesuai dengan mata pelajaran Moyang T"aomu itu, kamu musti memperdalam
bermacam soal seperti tekunnya Nyi Ca Hya T"ao, nenekmu itu, sebelum dia mati
dibunuh." "Apa bimbingan itu, Kakek?" tanya Aji Mlati gigih
Koleksi KANG ZUSI "Bimbingan itu musti melewati seorang guru."
"Siapa Guru saya itu, Kakek?"
"Dia adalah seorang tua yang berjanggut panjang, yang suka menyisir rambutnya di
pedukuhan ini. Guru itu juga paling suka menyisir rambutnya!"
"Kalau begitu, Guru itu adalah anda, Kek!" berseru Aji Mlati.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 2
Aji Mlati Ki Cahya tertawa lebar. "Apa kau tidak salah terka?" tanya Ki Ca Hya.
"Janggut kakek kan sering anda sisir, Kek!" tuding Aji Mlati yang lalu maju ke
depan dan merenggut janggut orangtua itu. Orangtua ini mambantingkan dirinya ke
lantai, dan dia mencoba malapaskan diri ketika janggutnya dipelintir oleh Aji
Mlati. "Aduh," kata Aji Mlati kemudian, "Tanganku terikat, Kek!"
"Terikat" Mana talinya?" sang Kakek bertanya.
"Aduh, Kek, Saya nyerah, Kek. Ini talinya!"
"Mana?" "Ini, kek, Janggut kakek sendiri" kata Aji Mlati, yang tetap merasa sulit karena
kedua tangannya sudah diikat oleh jangut Ki Ca Hya.
Setelah tertawa lebar, Ki Ca Hya malepaskan janggutnya yang mengebat lengan sang
cucu. "Bagaimana bisa terjadi begini ya" Sampai lengan Aji terikat gini?" tanya Aji
Mlati. "Semua itu ada ilmunya. Aku culik kamu ke pedukuhan ini dari tangan Pita Loka,
supaya kamu diisi dulu dengan ilmu, baru kamu kulepas ke dunia raya ini.
Sekiranya nenekmu masih hidup, tentu beliau sendiri yang mengajarkan semua ilmu
yang dia warisi ini kepadamu."
Koleksi KANG ZUSI "Apa ilmu Nenek Nyi Ca Hya Tao yang akan kakak ajarkan padaku?" tanya Aji Mlati
bersemangat. "Kalau itu yang engkau kehendaki sekarang juga, marilah kita menuju
Air Terjun Rahasia."
"Air Terjun Rahasia" Apa maksud kakek?"
"Di sini di pedukuhan ini, tidak ada orang yang tahu, bahwa di bawah bumi ini
ada juga sungai mengalir, bekas dari Taufan Nabi Nuh yang (membuat tenggelamnva
Sunda Nagara. Dulu, Indonesia ini bersambung sampai ke Thai, Laos sampai Cina
sana. Orang Barat menamakan Sunda Plata, tetapi kakek pernah mendengar benua
yang tenggelam itu disebut Sunda Nagara Kertagama. Tetapi, ketika Taufan Nabi
Nuh menenggelamkan sebagian besar benua-benua, kakek mempunyai beberapa peta. Di
Pulau Jawa, ada sembilan sungai di bawah tanah. di Sumatara adalah tiga sungai
di bawah tanah. Di Kalimantan ada tujuh sungai di bawah bumi ini. Nah, mari
kakek parkenalkan salah satu sungai di bawah bumi ini. Istimewanya, yang di
bawah pedukuhan ini sungainya ada air terjunnya jugal"
"Bawa Aji ke sana, Kakekl"
"Baik. Asal janji tidak musuhan lagi!," ujar sang Guru seraya menaruh kembali
Kitab T'u ching yen i pen Ts"ao di sebuah lemari berukir. Lalu kakek itu membuka
lantai. Rupanya ada semacam pintu ke bawah tanah yang spintas Cuma lantai biasa.
Ada ruangan dibawah tanah yang gelap gelita. Tetapi anehnya ruang itu jadi
terang setelah Ki Ca Hya masuk bersama cucunya. Aji Mlati tercengang sekali
setelah melihat sepuluh kuku jari tengan kakeknya itu memancarkan cahaya.
Mulanya lantainya terdiri dari susunan batu. Tak lama kemudian, terasa lantai
itu jadi dingin. Lalu ada pula susunan tangga di lorong menuju bawah lagi.
Sampai pula dilantai tiga.
Dari lantai tiga ini, masih lagi susunan batu yang bulat-bulat ceper merupakan
tangga lebih ke bawah. "Kemana kita Kek?"
"Ini tangga turun terakhir, cucuku!"
Setiba di anak tangga terakhir, terdengarlah suara gemuruh. Tapi tidak tampak
suatu apapun kacuali bunyi gemuruh.
"Bunyi apa itu, Kakek?" tanya Aji Mlati.
Koleksi KANG ZUSI "Itu bunyi Air Terjun Rahasia. Sebentar kakek nyalakan lampu," ujar orangtua
itu. Beliau mendekati sebuah batu padas Ki Ca Hya meninju batu itu, sehingga api
menyala. Kemudian dia ambil satu obor, dan disulutnya obor itu pada api yang menyala itu.
Api menyala itu dipegang oleti Ki Ca Hya lalu padam, tiriggal satu-satu obor
yang menerangi sekeliling.
"Indah sekali, kakek!" kata Aji Mlati.
"Mau kau melihat tempat bertapa Nenekmu?"
"Mau tentu. Kakek!"
Kakek itu membimbing tangan sang cucu. Tak jauh dari air terjun itu ada satu
pintu tertutup. Kakek membuka pintu itu, tanpa manggunakan kunci, melainkan
dangan sorotan matanya saja.
Padahal jaraknya 3 meter.
"Inilah lilin abadi. Yaitu Iilin yang dibuat secara kimia oleh ilmu nenekmu.
Tahukah kamu. berapa tahun lilin ini menyala?" tanya sang kakek tentu saja sang
cucu melongo Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 3
Aji Mlati Tetapi dalam keadaan melongo Itu mata Aji Mlati terpesona melihat ruangan
berukuran 3 kali 3 meter itu, Ada sebuah ranjang antik dengan kelambu yang
bersih utuh. Ruang itu cukup terang dengan nyala satu lilin itu,
Lalu Aji Mlati bertanya: "Berapa lama lilin ini tak pemah padam"
"30 tahun sudah," kata sang Kakek.
Lalu Ki Ca Hya menjelaskan: "Dalam pewarisan ilmu moyangnya, Nenekmu itu bertapa
menajamkan ilmunya, yaitu ilmu Chan Kao yang artinva kira-kira Pernyataan
Kesempurnaan. Beliau lalu mendapatkan wangsit ilmu kimia, dan mulai membuat
lilin dari pohon getah lilin yang ada dipedukuhan ini. Lihat olehmu. Perhatikan
ujung lilin ini. Zat apa yang ada dipermukaan lilin yang terbakar ini?"
Koleksi KANG ZUSI "Apa itu, Kek" Zat apa?"
"Getaran. Hanya getaran. Getaran itu menimbulkan reaksi positip negatip, lalu
menyalalah. Tapi jangan pegang, nanti engkau kena strum. Nah, perhatikan buku
ini. Buku yang dl meja baca dikaki lilin ini. Temyata, sebelum Nenekmu mati, masih
sempat beliau membaca dihalaman 1256. Sayang kau tidak bisa membaca aksara Tiong
Hwa?" "Kakek bisa?" tanya Aji Mlati.
"Bisa. Ini, misalnya dibaca Yuan -Shih T'ien-sun ," kata Ki Ca Hya
"Apa artinya?" "Artinya : Kebijakan yang bestari dari Awal asal segala-galanya," kata KiCa Hya
yang kemudian menjelaskan pada sang cucu; "Kegigihanmu ingin tahu sama seperti
Nenekmu." "Kakek orang Cina?" tanya Aji Mlati.
"Bukan. Aku aseli Melayu. Tapi Nenekmu, moyangnya leluhur Tiongkok sana. Ini
menurut keterangan ayahnya ketika ayahnya meminta aku jadi suaminya."
"Kenapa kakek dipungut mantu oleh ayah Nenekku?"
"Karena beliau belajar ilmu pedang dengan saya, Aji!" kata sang kakek.
"Kakek ahli pedang?" tanya Aji Mlati.
Kakek itu tak menyahut.Beliau menuju ranjang itu, membuka kelambu, dan mengambil
pedang. "Apa nama Pedang itu, kek?"
"Inilah pedang yang aku wariskan dari guruku yang mewarisi pedang ini yang
beliau sebut Tien-Yuan, yang artinya lapangan dan kebun, sebuah pedang milik
seorang penyair Tiongkok yang hanya digunakan dalam keadaan terancam saja.
Pedang ini boleh digunakan di arena lapangan, tetapi juga di kebun-kebun. Pedang
Tien-Yuan ini, hanya bisa terpelihara dalam diri pewarisnya yang berbakat ilmu
syair. "Kakek berbakat ilmu syair" "tanya Aji Mlati.
"Coba kau dengar"
Koleksi KANG ZUSI Lalu Ki Ca Hya mempermainkan pedang itu sehingga begitu cepatnya permainan itu
sehingga mirip kitiran. "Mirip apa pedang sakti ini sekarang, Aji?" tanya Ki Ca Hya.
"Mirip kitiran."
Lalu Kakek bersyair: Kitiran adalah bola semesta
Seluruh semesta adalah gerak lingkar
yang menyenangkan burung dan memindahkan awan Burung dan awan berkawan kenapa manusia bodoh tak berkawan dengan burung dan awan Lalu kedengaran bunyi serba aneka. Dan Ki Ca Hya bertanya
"Aji, bunyi apa yang kau dengar ini?"
"Bunyi burung, kakek!"
Maka Ki Ca Hya pun bersyair, sesuai dengan bunyi pedang:
Perhatikan bangau yang mengelilingi sarang Perhatikan kakinya dan sayapnya Perhatikan gerak sayap ketika ia terbang Lalu ketika ia turun Sebelum satu kakinya Mencecah tanah Jika kau perhatikan semuanya berdasar ilmu lalu kita berguru Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 4
Aji Mlati Selesai Ki Ca Hya bermain pedang itu, Aji Mlati yang kegirangan lalu bertepuk
tangan. Orang tua berjanggut panjang itu bertanya; "Apakah yang kamu lihat dari sya"ir
dan pedang tadi itu?"
Koleksi KANG ZUSI "Semua gerak pedang itu menggambarkan kata-kata sya"ir itu, Kakek,' ujar Aji
Mlati. Mendengar jawaban itu sang Guru keheranan. Beliau bertanya:
"Kamu mendengar suara halus ditelingamu berupa wisik?"
"Tidak,' kata Aji Mlati keheranan.
"Tapi kau bisa menjawab tepat pertanyaanku" ujar Ki Ca Hya tetap keheranan. Aji
Mlati pun keheranan. Dan pedang Tien Yuan itu pun beliau sarungkan kembali, Aji Mlati menagih:
"Kenapa tidak jadi saya diberikan ilmu, kakek?"
"Mari duduk di lantai,' ujar sang Guru.
"Bersila?" "Ya. Karena bersila itu adalah duduknya para Nabi dan Guru-Guru,' kata Ki Ca
Hya. "Kita mulai belajar pernafasan berdasarkan bimbingan ilmu Kebijakan yang bestari
dari awal asal segala-galanya" ujar sang Kakek. Lalu setelah Aji Mlati duduk
dengan sikap mantap, sang kakek memberikan wejangan selaku Guru. "Kenapa dalam
tubuh manusia ada yang bernama puser atau pusat" Hendaknya kamu mengenali dirimu
sendiri. Puser itu adalah pusat hidup. Pusat tubuh manusia. Pernah kamu melihat
bayi" Nah, kalau pernah, kamu mestinya tahu, bahwa puser itu di potong, dan
kalau begitu. . .potongannya tadi ada dimana" Itulah yang disebut ari-ari yang oleh orang Barat
disebut placenta, dan yang oleh orang kita disebut sedulur, yaitu saudara
kandung yang selama ini menemani manusia dalam perut ibu. Nah, kembali kepada


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puser, marilah kita awali pengaturan nafas dengan gerak puser kita. Pernafasan
memang gudangnya di paru-paru. Tatapi itu gudang. Namun pintu rumahnya adalah
puser-pusermu. Nah, coba!
Apa bisa?" tanya Ki Ca Hya dengan ucapan takzim.
Dangan takzim pula Aji Mlati mencobakan lalu mengangguk takzim.
"Aturlah dengan baik. Burung terbang dengan pernafasan pusernya, dan bila burung
berseru diudara pun dengan permainan nafas perutnya, maka suaranya nyaring, Kamu
juga harus bersuara nyaring bila bersilat dengan pedangmu. Selain untuk menakuti
lawan, suara itu untuk menyatukan gerak dan jurus dan menggunakan arah senjata."
"Kapan main pedangnya, Kek?"
Koleksi KANG ZUSI "Oh, aturan pernafasan saja belum,' ujar sang Kakek.
"Baik. Aji akan atur nafas lagi,' ujar gadis kecil itu.
Salama tiga jam Aji Mlati keasyikan mengatur nafas. Dia keasyikan sendiri,
sehingga dia agak terkejut melihat dua tangannya yang dia tempel didengkul itu
mendadak naik sendiri ke atas.
Lalu Aji Mlati bagaikan punya gerak mirip penari membuka tarian. Aji Mlati
bertambah asyik, dan membiarkan gerak tangannya lemah gemulai dan menarilah dia
dengan gerak lembut namun teratur.
Aji Mlati berkeinginan main silat. Bukan menari. Ketika hatinya mempertanyakan
mengapa Kakekku tidak melatihkan bersilat, mendadak gadis 12 tahun itu keheranan
semua gerak tarian tadi semakin cepat dan semakin cepat sehingga gerak tari tadi
secara sendirinya berubah jadi gerak silat. Dia membayangkan pula " " sebagai
anak kecil " " bahwa dihadapannya sedang menunggu lawan, sehingga dia pukul
lawannya itu dengan disertai teriakan yang bersumber pada puser. Teriakan itu
lantang, dan memang mengejutkan kakeknya yang asyik memperhatikan. Satu
tendangan ke samping yang amat cepat, disertai teriakan lantang pula! Sang Guru
kagum pada cekatan gerak tangan dan kaki cucunya. Terutama gerak tangannya,
memang pantas dialah yang mewarisi Pedang Sakti Lapangan dan Kebun, yakni Pedang
Tien Yuan itu. Namun ketika beliau asyik menonton gerak cucunya Itu, dia tiba-tiba melihat
kilatan cahaya. Ini pemberitahuan pada Ki Ca Hya, bahwa pedukuhannya dalam
keadaan kurang aman. Lalu dia biarkan cucunya ditinggalnya sendirian.
Aji Mlati pun tidak menyadari, karena asyiknva itu, bahwa si kakek telah
meninggalkan tempat latihan itu. Berbeda dengan ketika turun membawa cucu, Kini
Ki Ca Hya naik ke anak-anak tangga itu meloncat bagaikan gerak bangau pindah,
sampai kemudian dia ke pintu loteng. Pintu lantai itu dia buka perlahan, lalu
dilihatnya Ki Kembar kakak beradik sedang membuka salah sebuah kitab di
perpustakaannya. Dangan tenaga puser, pintu itu terbuka cepat dan tertutup cepat
pula. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 5
Aji Mlati Dua Pendekar yang mencuri membaca kitab itu lantas terkesima, Ki Ca Hya berkata
perlahan tapi mantap: "Keluarlah dari pintu dimana tadi kamu masuki"
Koleksi KANG ZUSI Dua Pendekar Kembar tampaknya ingin licik. Mereka merundukkan kepala seolah
patuh, tetapi dengan jurus badak keduanya menyerbu Ki Ca Hya. Ki Ca Hya cuma
berdiri seraya mengirimkan jurus arus kilat sehingga kedua pendekar itu
terjungkal. "Harus kalian ingat, dengan siapa kalin berhadapan!"
"Ampun Ki Ca Hya."
"Untuk kedua kalinya kuperintahkan : Keluar dari pintu tempat kalian masuk
tadi!" ucap Ki Ca Hya dengan nada rendah tapi berwibawa. Dengan tenaga dalamnya
Ki Ca Hya membuka pintu ruang pustaka itu, lalu dia seakan-akan mendorong dua
pendekar jahat itu dengan gerak jarak jauh sehingga keduanya terlempar keluar
pintu, menabrak tiang utama rumah dan mental ke samping lalu keluar meluncur
lewat ruang tamu dan kemudian terjungkal jumpalitan di halaman padepokan itu.
Si Pungguh melongo melihat dua pendekar yang masuk rumah secara rahasia itu.
Ketika dilihatnya Ki Kembar lari berebut duluan, Pungguh memaki-maki; "Kutiup
kamu dengan ilmu tiupku sampai jumpalitan kamu! Coba kalau berani kamu kembali."
Tetapi Pungguh mendadak malu sendiri setelah dia melihat Ki Ca Hya sedang tegak
perkasa tepat ditengah pintu, Lalu Ki Ca Hya kembali ke ruang perpustakaan dan
masuk pintu rahasia lalu melangkah setengah lari dengan loncatan-loncatan hingga
ke tempat Air Terjun Rahasia dibawah tanah itu.
Beliau mendapati Aji Mlati dalam keadaan mengejutkan!
Anak itu sudah bersyair seraya memainkan pedang :
Kitiran adalah bola semesta
Seluruh semesta adalah gerak lingkar
yang menyenangkan burung lalu Aji dua tiga kali meloncat-loneat seperti burung dengan mempermainkan
pedangnya, dan melanjutkan syair disertai gerak :
dan memindahkan awan Burung dan awan berkawan loncatan indah dengan pedang yang dipegang dan dimainkan cekatan bagai menebas
lawan di kiri dan kanan, seluruhnya lebih banyak gerak di udara. Ki Ca Hya
bergeleng-geleng kepala sewaktu seluruh permainan burung bangau di udara itu
selesai. Aji ngos-ngosan. "Capek, kek. Haus,' kata Aji Mlati.
"TegukIah air terjun itu " Ujar Ki Ca Hya.
Koleksi KANG ZUSI "Nanti bajuku basah, Kek!"
"Dia tidak akan basah,' ujar Ki Ca Hya.
Aji Mlati, sebagai gadis kecil, tentu saja ingin menguji apakah benar yang
diucapkan kakeknya. Dia mendekati air terjun itu, lalu meneguk air itu. Rambutnya dan mukanya tak
basah sedikitpun, apalagi bajunya. Aji Mlati keheranan, tapi si kakek lebih
heran lagi, karena anak itu memainkan pedangnya dangan menebas air terjun itu.
Tebasan itu berkali-kali.
Malahan disertai syair : "Tolaklah kekuatan air dengan angin...............
Maka air kalah dengan angin
karena ia musti patuh kalau membangkang akan durhaka
Ki Ca Hya tercengang dan bertanya ketika Aji mendatangi beliau.
"Hai, cucuku, di mana kau dapati syair itu?"
"Ketika tadi kakek keatas, gema suara kakek saya dengar di bawah ini. Bahkan
mungkin kakek sedang bertanding dengan dua musuh,' ujar gadis kecil itu.
"Kamu melihat kakek menghadapi dua lawan?" tanya Ki Ca Hya.
"Melihat sembari main pedang ini."
"Kalau begitu kamu secara alami mewarisi ilmu Pandang Tembus leluhurmu dari
pihak nenekmu Orang Bijaksana T'ao Hung-ching?"
"Tadi beliau disini" ujar Aji Mlati.
"Ha" Di sini",' tanya Ki Ca Hya.
"Aji melihat sendiri disini, dan beliau membetulkan kesalahan Aji waktu memegang
pedang ini. Kakek T'ao itu bilang begini: Aji, kamu musti ingat betul, jurus
pedang keramat ini semuanya ada 99 jurus."
"Ha" Kalau begitu kamu bukan berkhayal. Jadi memang betul leluhurmu pendekar
T'ao ada hadir disini. Darimana dia muncul?"
Koleksi KANG ZUSI "Dari dalam ranjang berkelambu itu,' ujar Aji Mlati.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 6
Aji Mlati Ibarat tirai yang berlapis-lapis, semuanya kini menjadi jelas bagi Ki Ca Hya,
setelah satu demi satu tiral itu terbuka. Ki Ca Hya mulai merenung dan lebih
banyak membolak-balik di ruang perpustakaannya. Dia harus menempuh jalan yang
berbelit mendidik Aji Mlati. Hal ini karena mengingat seluk beluk darah yang
mengalir di tubuh cucunya itu. Darah yang mengalir bukan darah sembarangan,harus
dipelihara secara tidak sembarangan pula. Orang tidak memakan makanan di mangkok
yang sama , karena tiap diri memiliki keutamaan dan kelemahan. Mengajar bangsat
berbeda dengan mengajar darah bangsawan. Pada suatu pagi, dipanggilnya
pelayannya: "PungguhTolol, kesini!" Seperti namanya, kedatangannya lamban dan
bertingkah tolol. Begitu dia menghadap sang Guru, dia bertanya : "Saya akan
ditugaskan mengajar silat gadis cantik itu, tuan guru?"
"Dari mana kau tahu, Tolol?"
"Karena dari dulu tuan Guru menyuruh saya jadi pelatih"
"Tapi sekarang ini berbeda!"
"Sekarang dan dulu tidak berbeda Tuan Guru ! Dulu bulannya sama. Dulu
mataharinya sama. Dulu anginnya sama. Dulu api panas dan air dingin. Sekarang
juga sama." Mendengar itu, Ki Ca Hya manatap Pungguh Tolol dengan tatapan jeli. Beliau
Barkata: "Untuk pertama kali kamu banyak omong,Tolol"
"Omong banyak, bohong banyak," ujar Pungguh Tolol.
Tapi tadi malam aku kehilangan sebuah buku. Kamu mencurinya?" tanya Ki Ca Hya.
"Pencuri itu maling, tuan Guru!"
"Itu aku tahu, Tolol!"
"Saya tidak mencuri buku. Tapi saya membaca Kitab. Mencuri buku cuma mendapatkan
lembaran kartas. Mencuri Kitab mendapatkan ilmu!"
Mendengar itu. Ki Ca Hya yang jarang tertawa lalu tertawa. Dia gembira, karena
bertahun-tahun memelihara saorang Pungguh Tolol lebih beruntung ketimbang
memelihara seekor ayam jantan yang tidak mempunyai dalu yang tajam di kakinya.
"Pungguh ToIol...," ujar Ki Ca Hya.
"Ya Tuan Guru?"
Koleksi KANG ZUSI "Aku ini berbahagia memelihara kamu, Sudah tiga kali kamu membaca dengan
mencuri-curi. Pertama : Kitab Burung Pujangga. Kedua : Kitab Makom Mahmuda.
Ketiga : Kitab Kebun Senjata. Sekarang aku curiga, kamu ini mungkin pendekar
yang menyamar jadi orang Tolol."
"Ha-ha . .. .. Saya memang Tolol, tuan Guru" lalu muntir-muntir di sekitar
perpustakaan itu. Sekelebat itu juga Ki Ca Hya menyerangnya dengan jurus bangau mengibas sayap.
Anehnya Pungguh Tolol menangkisnya dengan jurus bangau menguak satu sayap. Lalu
dia tartawa dan mengaduh-aduh kesakitan, padahal tidak ada serangan Ki Ca Hya
yang mengenai. "Parnah kamu kenal Ki Senik yang cantik?" tanya Ki Ca Hya.
"Siapa itu, tuan Guru?"
"Jangan kamu berdusta, anak muda!"
"Haha, saya sekarang ingat. Dia isteri Ki Tunggal."
"Ki Tunggal Palsu?"
"Ya, betul" "Kalau begitu memang kamu sudah membaca Kitab Makom Mahmuda dengan baik, namun
kamu berlagak tolol!"
"Memang saya ini si Tolol, tuan Guru!"
"Jangan bercanda terus dengan orangtua, Tolol! Kuperintahkan kamu dari sekarang
sebagai Pelatih mewakiliku!" ujar Ki Ca Hya.
"Pelatih ilmu Tolol, tuan?" tanya Pungguh Tolol.
"Ya. Untuk menertibkan ilmu Aji Mlati, kamu mulai dengan Kitab Burung Pujangga.
Kamu tahu tempat kitab itu di sini, karena pernah mencuri membacanya. Bimbinglah
cucuku itu!" "Ha-ha... saya tidak kuat, tuan Guru! " ujar Pungguh bertolol-tolol.
"Jangan berkilah."
"Nanti saya tergoda. Cucu tuan itu cantik sekali!" ujarPungguh.
"Ayoh ambil Kitab itu!" ujar Ki Ca Hya menguji.
Dengan langkah santai selebor, Pungguh Tolol menuju rak rahasia. Lalu dia tak
tahu sedang diintai oleh sang Guru. Dia mendapatkan kunci. Lalu menekan kunci
itu sampai rak terbuka. Lalu diambilnya Kitab Burung Pujangga itu. Dan membuka
kitab itu secara sembarangan. Membacanya secara seenaknya: Petir pada lima bunga
Bangau terjun ke air Kodok mati Koleksi KANG ZUSI Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 7
Aji Mlati Ki Ca hya berlagak bertanya: "Apa itu artinya, Pungguh Tolol?"
Ki Ca Hya merasa puas dengan dugaannya, bahwa pelayanannya yang sudah bertahun-
tahun mengabdikan diri memang mewarisi kependekaran. Yang belum bisa
diketahuinya, Pungguh Tolol ini dari garis turunan siapa"
Pungguh Tolol membuka lembaran lain dari Kitab Burung Pujangga itu lalu membaca
dengan sembarangan sya'ir itu:
Bertarung di udara Bulu berguguran biarkan Asal tulang tidak bergeser
Ki Ca Hya menerkam dengan pertanyaan; "Apa artinya, cepat!"
"Pakaian luar tidak penting dibanding pakaian dalam."
"Tenaga dalam?" uji Ki Ca Hya.
"Ha-ha, tuan Guru Pintar!" dan Pungguh Tolol ketawa lebar. Memang itu sudah lama
memuakkan Ki Ca Hya. Kemudian pendekar tua itu berkata:
"Sekarang kamu pergi ke Air Terjun Rahasia," sembari menguji.
Pungguh Tolol mengecup ujung telunjuk. Lalu ujung telunjuk itu ditaruh di
kening, sepertinya sedang mengingat-ingat. Dengan langkah selebor dia menuju
bagian lantai kamar perpustakaan itu, Dia segara menemukan kunci pembuka. Lantai
itu terbuka. Lalu dia masuk dan melambaikan tangannya pada sang Guru, kemudian
menghilang dan lantai pun tertutup.
Ki Ca Hya geleng-geleng kepala seraya berkata sendiri: "Bahkan pintu rahasia dan
peta padepokanku sudah dia ketahui dengan cermat. Apa ia memang tolol atau
berpura-pura tolol?"
Mendadak sontak Ki Ca Hya meloncat dan membuka rak, Dia pungut Kitab Kebun
Senjata. Dia buka halaman tengah dan lantas geleng?geleng kepala seraya berkata
sendiri: "Dia sudah mempelajari, bahkan memiliki ilmu yang hebat Ilmu Menyerap
Pikiran dan Ilmu Menyerap Bacaan. Oh, untuk dua ilmu ini orang harus punya otak
cahaya yang terang benderang!"
Sementara itu, Pungguh Tolol sudah sampai di lantai Air Terjun Rahasia. Dia
menonton Aji Mlati yang memahirkan gerak permainan Pedang Tien-Yuen. Si Tolol
melihat kalung Aji Mlati terjatuh. Dia meloncat memungut kalung itu, bertepatan
dengan pedang itu sedang diayunkan menebas leher. Tapi harusnya leher si Tolol
terpenggal ketika itu, tapi dengan mangelak seraya ketawa leher itu tak jadi
kena tebas. Hal ini membangkitkan jengkel Aji Mlati sampai dia hentikan permainannya. Dia
tersenyum seraya cemberut. Dan mengomel gadis cantik remaja itu: "Kamu kepingin
kepalamu putus, Pungguh?"
"Tentu tidak. Saya tadi memungut kalung tuan!" ujar Pungguh dengan bibir
manjeber, lalu mendekati Aji Mlati dan mengenakan kalung itu.
Ketika kalung itu dikenakan, Aji Mlati melirik pada Pungguh Tolol. Lirikan itu
amat genit. Dia berkata dengan jantung berdebar; "Kamu tolol tapi ganteng, Kak
Pungguh!" Koleksi KANG ZUSI "Aku hanya pelayan Pendakar Tua," kata Pungguh merendah.
"Minggir, aku akan berlatih!"
Pungguh Tolol pun minggir. Aji Mlati melatih Jurus gertak dengan mempermainkan
pedangnya seraya bersya'ir :
Bila pedang jadi kitiran Kodok melongo di batu Sebelum dia menyemprot kencingnya
Telan seketika! Pungguh Tolol terbahak bertepatan dangan Aji Mlati mulai dengan jurus jebakan
bangau yang mencocor lawan. Dia untung tidak merasa ragu ketika mencocor dangan
pedangnya itu, sebab lawan itu memang hadir di depannya, yaitu Pungguh Tolol
yang bolak balik mengelak cocoran pedang di depannya. Aji Mlati terus mencocor
tetapi pungguh sudah melompat melangkahi kepalanya. Aji Mlati membalik mencari
pungguh, tapi dia sudah kena jegal dengan cekatan, terjegal dengan jegalan
Pungguh. Sembari mau bangkit dengan pinggang nyeri, Aji Mlati menggerutu :
"Rupanya kamu menguasai ilmu ini ya?"
Pungguh Tolol menyerahkan peniti emas kepada Aji Mlati : "Saya cuma kebetulan
memungut peniti emas yang tuan yang jatuh, jadi terpaksa mengelak pedang tuan!"
"Ah, Kak Pungguh bergurau. Aji yakin, kakak pandai main pedang. Coba tunjukkan
satu permainan yang agak hebat ." uajr Aji Mlati seraya menyodorkan pedangnya
kepada si Tolol. Si Tolol tertawa menyeringai seraya memegang ujung pedang.
"Pegang pedang dengan gagangnya, kak!" ujar Aji Mlati ketawa.
"Oh ya?" ujar Pungguh Tolol, lalu melempar pedang ke udara sehingga pedang itu


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagai kitiran lalu ditangkap Pungguh gagangnya dan bertanya : "Begini cara
memegang pedang ya dik Aji Mlati?"
Lirik tatapan mata Aji Mlati kelihatan mengagumi kegantengan Pungguh yang selama
ini tetap dianggapnya pelayan tolol.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 8
Aji Mlati Aji Mlati tertawa lebar. Dia tertarik dengan wajah yang ganteng itu, tapi
tertawa geli melihat tingkah lakunya.
"Aku senang bercanda dengan pedang," ujar Pungguh Tolol. Sembari ketawa dan
melangkah seleboran, Pungguh Tolol mempermainkan pedang itu dengan Jurus Sepuluh
Bayangan Pedang. Jurus itu membuat tampaknya pedang itu menjadi sepuluh buah,
sehingga musuh bingung yang mana yang pedang dan yang mana yang bayangan.
Buntut jurus yang membuat Aji Mlati ternganga itu, diakhiri dengan satu sabetan
pada satu tangkai bunga wijayakusuma yang tumbuh dekat air terjun itu. Anehnya
seperti sabetan pedang itu tidak mengenai tangkai bunga itu , sebab bunga itu
tidak jatuh. Tetapi ketika Pungguh dalam sekelabatan Koleksi KANG ZUSI
menyambar tangkai bunga itu, Aji Mlati memperhatikan dengan teliti. Pungguh
menyodorkan bunga setangkai itu. Dan tampaklah bekas pedang yang memenggal
tangkai itu. "Aku persembahkan bunga wijayakusuma ini untuk tuan," ujar Pungguh Tolol sembari
ketawa menyeringai. Aji Mlati menyambut bunga persembahan itu. Dia cium baunya. Dia tatap mata
Pungguh Tolol. Tapi Pungguh membuang muka.
"Kamu nakal, Kak Pungguh!" ujar Aji Mlati.
"Kenapa aku dibilang nakal?"
"kau kesini menggangu latihanku. Kau mengganggu kemestian agar aku belajar
khusyuk!" "Teruslah berlatih. Aku hanya menonton," ujar Pungguh Tolol.
"Jurus apa yang kak Pungguh minta?" tanya Aji Mlati.
"Mulailah dari jurus pertama Burung Pujangga!" kata Pungguh"Wah, kamu pernah
membaca kitab Burung Pujangga, Kak?"
"Aku cuma dengar-dengar orang ngomong. Maka aku coba meminta kamu memainkar
jurus pertama Burung Pujangga itu!" ujar Aji Mlati.
"Kalau begitu kamu dikirim kakek untuk menjadi pelatihkul"
"Pelatih" Bahasa apa itu" Aku tak tahul" ujar Pungguh Tolol..
"Jangan dusta!" ujar Aji Mlati jengkel,cemberut sayang.
"Janganlah cemberut adik manis. Kamu menyuruh aku minta satu permainan kau. Maka
kuminta. Cobalah main," ujar Pungguh Tolol.
Aji Mlati berkonsentrasi dengan pedangnva. Lalu mulai bersyair dengan suaranya
yang merdu: Pada awalnya seekor bangau
Mengintip dari sarang... Tiap baris kalimat diikuti dengan gerak.
Cocornya pedang ini Yang logamnya mulia barasal dari langit Bintang Panji
delapan lengkah utama meneliti alam sekeliling Sebelah kaki lebih kokoh dari dua kaki berdiri Dan semakin cepat Aji Mlati mempermainkan pedangnya dengan sebelah kaki yang
kadang harus dengan dua kaki untuk memindahkan gerak menangkis.
Koleksi KANG ZUSI Sementara itu Pungguh Tolol berkeliling, tapi dia terpeleset mengenai batu kecil
dan seperti mengumpan dirinya untuk terkena sabetan pedang Aji Mlati yang
membalik dengan sebelah kaki. Ketika inilah Aji Mlati tambah yakin, bahwa Tolol
dikirimkan kakeknya sebagai pelatih. Maka dia melakukan serangan-serangan tanpa
tanggung-tanggung dengan Sepuluh Jurus Pemula.
Selalu saja Pungguh Tolol berhasil mengelakkan sabetan itu, sampai Aji Mlati
kemudian menghentikan permainan seraya sempoyongan menuju batu besar di depan
air terjun, Nafasnya ngos-ngosan.
"Kakak kurang asem.. ," gerutu Aji Mlati sembari menyarungkan pedangnya. Pedang
itu dilempar ke udara, dan Pungguh Tolol berseru; "Aduh kepalaku bisa ketiban!"
dan cepat disambernya pedang itu sembari tertawa menyeringai.
"Hentikan lelucon ini, Kak Pungguh." ujar Aji Mliati.
"Aku bukan pelawak. Aku tak membuat lelucon."
"Jangan dusta. Anda dikirim sebagai pelatihku!"
"Aku cuma nonton," ujar Pungguh,
"Tadi ketika aku akan masuk jurus ke dua sampai ke jurus 10, apa kamu bukan
sengaja masuk memancing sabetan pedangku?" tanya Aji Mlati.
"Itu kebetulan aku kepleset!" kata Pungguh tertawa tolol.
"Tidak mungkin kebetulan. Pertama ketika kakak datang, kakak mangganggu
permainanku memungut kalungku yang jatuh. Hampir saja kepalamu kena penggal.
Tapi kau bisa mengelak pedangku. Kemudian kau mengacau permainanku lagi dengan
alasan memungut peniti. Yang ketiga kau bilang tergelincir, alasan kepleset
batu! Aku tidak sudi ditonton lagi!" ujar Aji Mlati cemberut.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 9
Aji Mlati Melihat Aji Mlati cemberut, Pungguh berkata: "Tidak ada calon pendekar yang
gampang merajuk!" "Aku merajuk! Aku tidak ingin jadi pendekar!" ujar Aji Mlati sembari berlari
meninggalkan ruangan air terjun rahasia itu, Pungguh menyeru namanya sampai tiga
kali. Tapi Aji Mlati tidak turun-turun lagi.
Aji Mlati kemudian muncul di ruang bacaan Ki Ca Hya, Sang kakek sedang membaca
sebuah kitab. Datanglah pertolongan cahaya
menyelamatkan pendekar buta
Melatihnya ilmu harimau Dan melatih pendengaran Untuk menangkap wisik. Kakek menoleh melihat Aji Mlati muncul lalu bertanya: "Ketika kamu ikut Pita
Loka di padepokan Ki Surya Pinanti, apakah Pita Loka di sana sampai 40 hari
genap?" Koleksi KANG ZUSI Aji Mlati cuma cemberut tak menjawab.
Dengan heran Ki Ca Hya mendekati, bertanya : "Kenapa kamu anak manis?"
"Aku dikibuli."
"Dikibuli siapa, Aji Mlati?"
"Dikibuli si Tolol."
"Dia tidak melatihmu?" tanya sang kakek.
Aji Mlati senang dengan pertanyaan kakeknya itu. Dia bertanya:
"Kakek, apakah Pungguh Tolol kakek kirim untuk melatih saya?"
"Betul" sahut sang kakek.
"Kalau begitu dia memang pelatih kibul, Dia kibuli saya. Katanya dia cuma
nonton. Padahal tiga kali saya menemukan bukti bahwa dia pendekar pedang yang
tangguh. Dia berhasil mengelak sabetan pedang saya sembari memungut kalungku
yang jatuh, penitiku yang jatuh, dan sekali lagi dia berlagak tergelincir batu
tetapi menguji permainanku! Saya serang dengan jurus cocor bangau pun dia cuma
mengelak dengan berkelebat seperti orang berjoget."
Ki Ca Hya tertawa lebar. Tertawanya penuh kepuasan. Dan ketawanya berhenti
begitu matanya tertuju pada Aji Mlati yang cemberut dan buang muka.
"Hai, jangan cemberut anak manis!" ujar sang Guru.
"Aku kesal. Kesaaallll sekali," ujar sang cucu.
"Mungkin kamu lapar, dan pergilah ke sana makan. Minta pada pelayan dapur."
Aji Mlati akan pergi tapi berbalik. Lalu bertanya: "Tadi ketika saya cemberut,
Kakek Guru menanya apa?"
"Aku menanyakan tentang Pita Loka, karena aku yakin dalam Kitab yang sedang aku
pelajari ini, dia berperan penting. Adakah dia empat puluh hari berguru pada Ki
Surya Pinanti?" "Ya. Sebelum saya kakek culik itu," ujar Aji Mlati.
"Kalau begitu dia akan mengalami buta!" ujar Kakek tua itu.
Aji Mlati terdongak kaget.
"Kak Pita Loka akan mengalami buta?" tanyanya.
"Itu jika perkiraanku tidak meleset menafsirkan kitab ini"
"Dia buta karena bertarung?"
Koleksi KANG ZUSI "Demikianlah menurut ramalan."
"Siapa yang membuat Kak Pita Loka itu buta, kek?"
"Seorang pendekar harimau!"
"Lho, bagaimana itu bisa terjadi?"
"Semuanya mungkin dalam ilmu persilatan!"
"Tapi menurut intipan saya, Kak Pita Loka itu sendiri berguru llmu Harimau,
Kenapa bisa terjadi harimau bertarung dengan harimau?"
"Itu bisa saja terjadi. Dalam mencapai tingkatan, tiap pendekar kadang harus
diuji dengan teman seperguruan. Untuk manajamkan ilmu. Bahkan itu ujian
terberat, Misalnya ada murid mwlawan Guru. Itu wajar saja dalam persilatan, hai
Aji Mlati!" Aji Mlati tertawa lebar seraya berkata; "Kalau begitu bisa terjadi suatu kali
Aji Mlati bertarung dengan Pungguh Tolol?"
"Jika kamu cinta padanya, tak mungkin!" ujar Ki Ca Hya tertawa, Aji Mlati
cemberut dan berkata menggerutu pada kakeknya:
"Cinta pada si Tolol?" Dia jelek, pangkatnya pelayan di padepokan ini,
Menjijikkan. Suka ngibul! Ah, aku benci padanyal"
"Jangan benci. Sebab benci bisa mengakar cinta. Bunga teratai pernah mengutuk
air, Katanya air itu dingin, Tapi akhirnya bunga teratai bercinta dengan air,
dan hanya berpisah kalau ingin mati saja" ujar Ki Ca Hya mengucapkan kata-kata
pilihan bestari. "Ah, aku lapar!" ujar Aji Mlati.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 10
Aji Mlati Setelah Aji Mlati pergi, Ki Ca Hya manutup Kitab Tujuh. Dan menarok kitab itu
pada tempatnya yang rahasia. Dengan hati-hati dibukanya pintu rahasia di lantai
itu. Dituruninya tangga-tangga menuju air terjun rahasia. Setalah tiba di lantai
terbawah, telinganya mendengar bunyi sabetan- sabetan pedang yang merupakan
jurus terhalus Sembilan Bayangan Sayap Bangau. Dan dengan tercengang diawasinya
siapa yang sedang memainkan jurus itu. Tak lain, tentunya, Pungguh Tolol,
pelayannya. Sekadar menguji kehalusan pukulan pelayan tolot itu, Ki Ca Hya meloncat ke udara
mamasuki arena dan seketika itu juga menjadi "lawan" si Tolol. Ki Ca Hya
melakukan tangkisan- tangkisan yang membuktikan pula kejituannya bersilat. Dan
ketika pendekar tua itu mencoba merebut pedang itu, temyata Pungguh Tolol
berhasil berkelit. Sekaligus setelah itu Pungguh Tolol menghatur sembah ma"af
pada Pendekar Tua itu: "Ma"afkan, semestinya bukan saya memegang pedang ini,
Tuan Majikan!" "Jangan mendustakan saya, nak!" ujar Ki Ca Hya seraya menerima pedang sakti itu
dari tangan pelayannya, "Saya yakin kau telah mempelajari permainan ini bukan
dalam waktu sedikit. Jika kau Koleksi KANG ZUSI
mengaku umurmu telah 23 tahun, setidaknya kau sudah pernah memegang pedang
semacam ini pada usia 10 tahun."
Pungguh Tolol lantas menololkan diri: "Saya ini pengemis terlantar, Tuan Guru!"
"Baik. Kamu mengaku pengemis terlantar. Lalu kupungut jadi pelayan. Tapi darah
yang mengalir di tubuhmu sekarang ini bukannya darah sembarangan. Katakan siapa
ayahmu?" "Saya tak mengenal ayah saya, Tuan Guru!"
"Katakan siapa kakek kamu!"
"Juga saya tak mengenal. Saya yatim piatu semenjak kecil, jadi tak kenal siapa
lbu dan Ayah. Apalagi Kakek!" ujar Pungguh Tolol lalu terkekeh-kekeh.
"Tentu kamu pernah belajar ilmu silat dengan seseorang. Dari Tujuh Harimau di
kawasan bukit seratus ini, tidak mungkin salah seorang dari mereka itu menjadi
sang gurumu. Kami bertujuh selalu saling berhubungan. Aku ingin mengetahui saja
nama orang itu. Siapa, Pungguh?"
"Orang itu tak saya kenal," ujar Pungguh.
"Jujur?" desak si tua.
"Jujur, Tuan Majikan!"
"Kalau begitu kamu pernah terbangun malam?"
"Pernah, Tuan Guru!"
"Ketika itu kamu bertemu dengan seseorang?"
"Tidak. Tidak ada orang!"
"Kalau begitu roh halus berupa orang tua?" tanya Ki Ca Hya bersemangat. Pungguh
Tolol terkekeh sejenak. "Katakan, nak, supaya nanti kau tidak disesatkan Ilmu Setan," ujar Ki Ca Hya,
"Sebab banyak sekali roh halus berupa penjelmaan setan yang memberi pelajaran
silat awal secara betul. Di pelajaran akhir dia salah. Banyak contoh pendekar-
pendekar sesat yang melakukan hal itu. Antara lain pendekar iblis Dasa Laksana,
malah dia ketempelan roh pendekar sesat. Sulit melepaskan diri baginya kecuali
oleh kematian dengan kepala terpenggal. Juga salah seorang dari anak kandung
temankus eguru. Dia mengalami kepandaian semacammu!"
"Siapa nama orang itu, Ki Guru?" sela Pungguh.
"Namanya Harwati."
"Dan siapa nama roh yang mengajarnya?"
"Kalau sudah semacam itu, sudahs ulit mengetahui gurunya. Dia akan mengalami
masa gila yang tak pernah selesai kecuali dengan benda sakti berupa Permata
Hijau dari kitab Amsal Solaiman yang tersimpan di benua Afrika, yang diwariskan
turun temurun untuk penyembuh sakit gila. Tapi marilah kita Koleksi KANG ZUSI
selesaikan dulu pertanyaan pertama: Roh orang halus yang mengajarkan kau bermain
pedang begitu hebat itu siapa, nak?"
"Saya sudah bersumpah merahasiakan nama beliau, Tuan Guru," ujar Pungguh Tolol
tanpa ketololan. Dia bersungguh-sungguh ketika berkata.
"Baiklah. Cerita ini kita tutup," ujar Ki Ca Hya.
Pungguh Tolol menatap majikannya dengan wajah murung. Dia kuatir kejujurannya
itu membuat Sang Guru tidak menyukainya lagi. Lalu: "Tuan Guru! Saya bersedia
melanggar sumpah!" "Oh tidak. Kau anak jujur meskipun tolol.peliharalah kejujuran dalam
kependekaranmu yang bukan sembarangan itu," ujar Ki Ca Hya.
Pungguh Tolol tiba-tiba merintih, menangis.
"Cinta Tuan Guru jangan berubah gara-gara ini, Tuan!" ujarnya
"Aku tak pernah berubah sikap. Bahkan bajingan, jika aku sudah cinta, tetap aku
cintai, nak!" ujar beliau dalam kata-kata hikmah.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 11
Aji Mlati Ki Ca Hya segera menaruh perhatian kepada soal silsilah si Pungguh Tolol ini.
Dia menganggap anak muda ini bukan turunan orang sembarangan. Jika kini usianya
23 tahun, dan dia tidak mengenal lbu dan Ayahnya, tentu dia punya masa kecil yang
pahit. Ki Ca Hya mulai mengingat-ingat peristiwa apakah yang telah terjadi di masa bayi
si Tolol ini. Setidaknya itu terjadi dua dasa warsa yang lalu! Dua puluh tahun
yang lalu! Pertarungan dahsyat apakah yang telah terjadi di masa itu" Baru Ki Ca Hya ingat
telah terjadi satu perkara besar mengenai perampokan tanah persawahan. Seorang
jagoan muncul merampok tanah-tanah petani Bukit Selikur yang tak biasa
bertarung. Tetapi ada seorang petani yang mengadu pada Ki Ca Hya tentang
pemilikan tanah secara tidak syah ini. Ki Ca Hya muncul di Bukit Selikur dan
menemui jagoan itu. Mulanya telah diperingatkan secara baik-baik. Jagoan itu
ditanyainya; "Apa kelebihan tuan maka tuan berani berbuat semena-mena atas
petani ini?" "Jangan banyak omong!" ujar jagoan itu mengacungkan pedangnya.
"Siapa anda?" tanya Ki Ca Hya merendah.
"Jangan tanya aku! Maju kalau kamu berani menantangku!"
Koleksi KANG ZUSI "Saya cuma ingin mendamaikan Anda dangan para petani ini. Siapa Anda" Darimana
Anda datang" Apakah Anda pendekar di antara begitu banyak jagoan di kawasan
Bukit Seratus ?" "Tak usah banyak tanya sebelum aku marah dan kupisahkan kepalamu!"
Ki Ca Hya mundur perlahan. Lalu dia dengar seorang anak sekitar tiga tahun di
gendongan ibunya bertariak-teriak.
Teriakan anak kecil inilah yang membuat jagoan itu jadi kalap. Dia ayunkan
pedangnya dengan sebuah permainan sembilan bayangan sayap bangau. Tentu saja Ki
Ca Hya melayani pertarungan itu, Hanya dengan cara menghindar.
Cara menghindar ini pulalah yang mencelakakan jagoan itu. Pedang itu bukannya
memenggal leher Ki Ca Hya ketika dihantamkan ke lehernya. Dengan jurus harimau


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengelakkan "Serbuan Kekasih", pedang itu berbalik dan membelah kepala jagoan
itu. Jagoan itu rubuh! Para petani bersorak. Ki Ca Hya cuma berkata :
"Kuburkan mayat pendekar ingusan ini. Dan setelah Itu kerjakan tanah milik
kalian kembali!" Ki Ca Hya berlalu. la lupa menanyakan siapa anak kecil itu. Dan siapa wanita
yang berpakaian pendekar itu. Lalu setelah sehari perjalanan meninggalkan Bukit
Selikur, ia ingat kembali pada jagoan ingusan yang telah jadi korban senjatanya
itu. "Aku harus kembali. Perasaanku kurang enak", ujar Ki Ca Hya dalam hati. Dan
beliau kembali lagi ke Bukit Selikur. Benarlah! Disitu telah terjadi peristiwa
mengerikan! Penduduk Bukit Selikur yang penakut rupanya bangkit marah ketika janda jagoan
itu masih bersitegang. Lalu wanita itu dikeroyok ramai- ramai secara membabi
buta o!eh para petani itu, karena lima orang petani sempat terbunuh
dipenggalnya. Dan dalam pengeroyokan itu,wanita itu tewas.
"Mana anaknya"!" seru Ki Ca Hya.
"Mungkin juga sudah terbunuh dalam amukan kami", ujar seorang petani.
"Aku tidak dapat menyalahkan kalian. Biarpun begitu, kejadian ini bagiku membuat
aku merinding. Kalian kejam. Tapi aku bisa menyalahkan kalian", ujar Ki Ca Hya.
Dan sejak itu, Ki Ca Hya tidak pernah kembali manginjak Bukit Selikur, hingga
hari ini. Dan sore hari, ketika pelayan tolol itu selesai menghidangkan makanan baginya,
Ki Ca Hya memanggil : "Pungguh, kemari kamu Tolol!"
Koleksi KANG ZUSI "Ada apa, Tuan Guru?"
"Silakan duduk yang baik."
Pungguh Tolol duduk secara serampangan.
"Duduk yang baik, nak!" ujar Ki Ca Hya.
"Ini sudah duduk paling baik, Tuan Guru!" Ujar Pungguh Tolol dengan ketawa
serampangan pula. "Kalau itu sudah terbaik menurutmu, tak apalah. Memang kamu tak pernah dididik
sopan santun. Bukan begitu, Tolol?"
"Benar, Tuan Guru."
"Sekarang aku mau tanya kamu : Pemahkah kamu mengenal bukit yang disebut Bukit
Selikur?" tanya Ki Ca Hya.
"Tidak pernah Tuan Guru!"
"Jangan bohong".
"Saya ini tolol dan jujur, jujur dan tolol, Tuan Guru!" ujar Pungguh.
"Kamu ingat masa kecilmu?" tanya Ki Ca Hya.
"Tidak ingat, Tuan Guru."
"Lalu kamu pernah tinggal dengan siapa?"
"Lupa," sahut Pungguh Tolol lalu dia tertawa terkekah-kekeh Serial tujuh Manusia
Harimau (6) - Episode 12 Aji Mlati Ki Ca Hya jadi semakin ingin tahu. Dia ingin mengetahui, selama menjadi
pengemis, desa-desa dan padepokan manakah yang dia singgahi" Lalu pagi ini
dipanggilnya pelayannya. Pelayan setia itu, Si Pungguh Tolol, muncul seketika :
"Tuan majikan memanggil saya?"
Koleksi KANG ZUSI "Ya, Saya ingin menanyakan sesuatu. Sebelum kedatanganmu ke sini, kamu tentu
mengemis dari desa satu ke desa lain. Tentu kamu juga lewat padepokan demi
padepokan, Bisakah kamu mengingat nama beberapa desa yang kamu lewati?"
Pungguh nyengir dan menggelengkan kepaaa. Ini mencengangkan ! Lalu Ki Ca Hya
bertanya lagi : "Satu desa saja kamu tak ingat namanya?"
"Tidak, tuan Guru.Kalau saya mengemis, sesudah dikasih makan dan minum lalu saya
di Usir. Cuma disini saya tidak diusir," ujar Pungguh.
"Pernah kenal nama pendekar wanita?" tanya Ki Ca Hya.
"Wah, banyak. Hebat, tuan Guru. Pendekar wanita itu lebih hebat dari pendekar
lelaki. Misalnya saja Aji Mlati, Hebat sekali," kata Pungguh.
"Tentu Aji Mlati kamu kenal, Tapi pernah mendengar nama pendekar Pita Loka?"
"Pernah kenal."
"Dimana?" "Di sini. Yang cerita Aji Mlati," kata Pungguh.
Ki Ca Hya tertawa terbahak.
"Sudah. Latihlah Aji Mlati pagi ini. Pernah membaca Kitab Kebun Senjata, bukan?"
"Hmmm. Cuma curi-curi, tuan Guru," ujar Pungguh senyum-senyum.
"Kalau begitu pagi ini latihlah dia dengan jurus Menangkis Seratus Pedang," ujar
sanag Guru. "Baik, tuan Guru. Saya Tengok tadi Aji Mlati sudah turun ke air terjun," ujar
Pungguh Tolol. Lalu si Tolol itu pun pergi. Dia memasuki pintu rahasia ke lantai bawah tanah,
dan menemukan Aji Mlati masih berlatih jurus Sembilan Bayangan Pedang. Dan
dengan serta merta Pungguh meloncat didepan air terjun itu, dan berbuat dirinya
menjadi lawan tangguh Aji Mlati. Aji Mlati senang sekali berlatih dengan adanya
lawan dihadapannya. Tetapi keasyikan dua orang ini tidak mengganggu rencana Ki
Ca Hya pagi ini. Seluruh ruangan sudah di kunci menurut tata aturan sebelum
beliau berangkat. Ya, beliau akan berangkat menuju Bukit Selikur.
Koleksi KANG ZUSI Di sebuah desa yang dilaluinya, Ki Ca Hya bertanya : "Pernah kenal Pungguh.
Tolol?" "O, pemuda gila itu?" sahut pemilik warung.
"Betul. Pemuda gila tak tahu adat itu. Pernah dia tinggal di desa ini?"
"Dia cuma mengemis. Tidak tinggal di sini. Dia bolak balik di sini sejak kecil."
"Sejak kecil?" tanya Ki Ca Hya.
"Sejak masih anak-anak menurut cerita orang-orang di desa sana maupun desa sini,
si Pungguh Tolol hanya mengemis."
"Tahu kalian anak siapa dia?" tanya Ki Ca Hya.
"Kami tak tahu nama ayahnya. Tapi orang bilang dia anak perarrpok, Kami benci,
tapi terpaksa memberi makan minum karena kasihan."
"Terimakasih," ujar Ki Ca Hya lalu berlalu.
Hampir semua desa yang dilalui menjawab pertanyaan dengan cerita yang sama.
Tetapi cerita itu berbeda ketiga guru tua itu tiba di desa Bukit Selikur. Tiba
di desa ini Ki Ca Hya datang dengan menyamar.
"Aku datang ke sini mencari salah seorang saudaraku!"
"Namanya siapa, Pak?"
"Karena peristiwanya duapuluh tahun yang silam, mungkin kalian lebih tahu nama
orang itu. Orang itulah yang memelihara seorang anak kecil yang ibu bapanya
dibunuh orang-orang tani di sini," ujar Ki Ca Hya.
"Anak perampok yang mati dibunuh Ki Ca Hya, yang isterinya lalu kami bunuh
ramai-ramai?" "Betul," sahut Ki Ca Hya, "Yang aku cari bukan anak itu.Tapi orang yang
memelihara anak itu."
"Anak itu tidak dipelihara. Tapi sudah dibunuh oleh Nyi Pungguh, seorang wanita
pertapa tua yang mengutuk perampok dan isterinya. Anak itu dia culik, lalu
dibabatnya dan dagingnya dilemparnya ke kali."
Koleksi KANG ZUSI "Nah, Nyai Pungguh inilah yang saya ingin temukan," ujar Ki Ca Hya.
"Dia tetap bertapa di guha Selikur. Entah masih hidup atau sudah ghoib. Kami
cuma bisa menunjuki guha itu. Masuk kedalamnya tidak berani, Pak," ujar si
pemilik warung. "Itu sudah cukup. Tunjuki saja aku letak guha itu," ujar Ki Ca Hya. Lain ki Guru
tua itu diantar oleh seorang bocah ke depan guha itu.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 13
Aji Mlati Guha Bukit Selikur itu sebetulnya bukan sebuah guha. Itu hanya lubang di dinding
tebing. Yang membuatnya serdadu Jepang, Tetapi ketika dilubangi sejarak enam
meter, rupanya kepentok batu besar. Lalu dibatalkan. Nenek tua itu, Nyi Pungguh,
berdiam di sana sudah tiga puluh tahun lamanya. Dan orang pun bingung bagaimana
caranya Nyi Pungguh memanjati tebing itu sebab tidak ada tangga.
Tapi buat Ki Ca Hya memanjat dinding sebegitu amatlah mudah. Dia memanjat saja
seperti dalam waktu sedetik, bagai sebuah batu dilontarkan.
Begitu dia terlontar masuk guha itu, seorang nenek tua sudah menantinya dengan
pedang terhunus. "Aku datang bukan dengan maksud jahat," ujar Ki Ca Hya.
"Saya kenal kau, Ki Ca Hya," ujar Nyi Pungguh.
"O, terimakasih."
"Silakan duduk, Jika kau memang bermaksud baik, silahkan ikut makan sirih."
"Saya puasa," ujar Ki Ca Hya.
"Kalau begitu , Tuan Guru ingin mempertanyakan anak itu"
"Ya.. " "Dia melarikan diri setelah tahu caranya turun dari tebing ini. Tanpa aku ajar.
Tapi memang waktunya si Pungguh lepas dari tanggunganku. Aku hanya mengandalkan
rasa batin, Kasihan. Maka sebelum dia terbunuh oleh petani-petani yang sakit
hati itu, aku culik. Pedang yang berdarah itu untuh membuktikan pada para petani
itu, bahwa anak Koleksi KANG ZUSI
kecil itu sudah aku bunuh dan aku buang ke sungai. Tapi si Pungguh berada di
mana sakarang, saya tidak tahu," ujar Nyi Pungguh.
"Dengan maksud apa anda memberikan nama si Pungguh padanya, Nyi?"
"Supaya dia tidak dikenal, Hanya orang ini yang kenal dia. Mereka sebenarnya,
mengusirnya dengan melemparinya dengan batu. Mereka cuma memanggilnya Si Anak
Perampok. Itulah gelar yang menyedihkan. Tuan ke sini karena ingin menebus kasih
sayang sebab telah memenggal ayahnya?"
"Bukan dengan maksud itu. Dia mati bukan dengan pedangku. Tapi pedang dia
sendiri sebelum memenggal kepalaku. Aku ke sini hanya ingin tahu. Setidaknya
nama ayahnya." "Aku tak mengenal perampok itu, apalagi namanya, Ki Ca Hya!"
Nenek tua itu tersenyum. "Hati-hati. Aku yakin, jika nanti waktunya tiba, si Pungguh akan datang ke desa
Bukit Selikur ini. Tentu dengan penyelidikan atau mendengar cerita dari orang
lain, bahwa ayahnya mati dibunuh Ki Ca Hya. Dia akan membalas dendam. Kepadaku
sering dia tanyakan ayahnya. Tapi aku tak tahu. Dan kemungkinan, dia minggat
dari tempatku ini disebabkan keinginannya untukmencari ayahnya."
"Kini aku ayahnya," ujar Ki Ca Hya dengan nada haru.
"Tuan Guru?" "Dia tinggal di padepokanku. Aku akan didik dia sampai waktunya nanti dia bisa
kulepas. Kuajarkan dia agar dia kelak jadi pendekar," ujar KiCa Hya.
"Itu baik, Tapi juga tidak baik," ujar Nyi Pungguh.
"Aku tahu maksud anda. Bahwa suatu ketika dia akan membalas dendam, membunuhku.
Begitu maksud Nyi Pungguh kan?"
"Itu sudah naluri alam," ujar Nyi Pungguh.
"Kuharap tidak. Baiklah. Aku harus kembali kepadepokanku," ujar Ki Ca Hya.
Beliau bersembah pada nenek tua berusia 150 tahun itu. Lalu di depan gerbang dia
membaca mantera sejenak :
Bang gedibang Koleksi KANG ZUSI Aku tak ada aku terbang Sepancaran cahaya telah menyilaukan nenek tua itu sampal air matanya keluar
saking silaunya. Lalu yang tampak adalah bola api yang membal dari pohon ke
pohon. Setiba di padepokan, Ki Ca Hya tidak segera masuk. Batinnya gusar. Seperti ada
sesuatu telah terjadi. Lalu muncullah pengurus rumah tangga.
"Ada berita buruk?" tanya Ki Ca Hya.
"Tuan Guru mungkin sudah tahu."
"Maka kuharap kalian semua di padepokanku jangan berburuk sangka pada apa yang
telah terjadi. Pungguh Tolol melarikan Aji Mlati bukan karena hawa nafsu jahat.
Kuharap dia jaga cucuku, agar ilmunya lebih mantap, ini semua karena kesalahan
dan kekhilafanku jua. Telah kuberi tahu pada Aji Mlati, bahwa yang membunuh ayah
dan ibunya adalah Ki Rotan. Tentu mereka pergi berdua bukan dengan alasan
minggat atau nafsu kelamin. Mereka pergi karena ajakan Aji Mlati. Sudahlah. Kita
terima kejadian ini sebagai bagian dari perjalanan alam," lalu Ki Ca Hya masuk
ke ruang pertapaan. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 14
Aji Mlati Ramalan pendekar bijak bestari biasanya jarang yang meleset. Begitu pula ramalan
Ki Ca Hya. Hatinya tidak gundah karena sang cucu yang perawan remaja sepertinya
dibawa minggat oleh Pungguh Tolol. Pendekar yang agung bukannya menyerah pasrah
pada manusia, tetapi menyerahkan kekuasaan pada Yang Maha Kuasa yang justru
mengatur seluruh gerak di Alam Semesta ini.
Ki Ca Hya cuma membantu dengan sedikit do'a.
Tapi bukannya beliau bersantai diri. Beliau langsung membuka sebuah lemari tua.
Diambilnya Pedang Mercu Api yang tidak pernah dia jamah sejak diwariskan
ayahnya. Kemudian dia mengangkat sumpah dengan mengacukan pedang sakti Itu : "Kau bukan
tuanku. Akulah tuanmu. Karena itu kau yang mesti ikuti permainankul Jika saja
pendekar tidak memerlukan senjata, kamu hanyalah sepotong besi tak berarti!"
Sumpah itu pesan ayahnya ketika mewariskan pedang bertuah itu. Lalu beliau turun
ke Air Terjun Rahasia. Di sinilah beliau berdiri di depan air terjun seraya
membaca mantera : Koleksi KANG ZUSI Dang kata Pedang Pedang dilarang mempecundang!
Dan dia kumpulkan napas, lalu dia tebas air terjun itu. Begitu dahsyatnya angin
yang terbawa oleh arus ayunan pedang itu, sehingga air terjun itu terbelah dua.
Tebasan kedua dilakukannya lagi.
Tebasan ketiga dilakukannya lagi! Kemudian pendekar tua itu memberi amanah
kepada pedangnya : "Bila saatnya tiba nanti . . . Kamu hanya menangkis! Aku
larang kau melukai anakku, Pungguh Tolol itu!"
Pada detik itu. Pungguh Tolol yang sedang menggeletak di lembah yang disaput
rumput hijau terbangun dari separuh tidurnya. Dia bukan bermimpi, Tapi
telinganya seakan mendengar suara majikannya memanggil namanya. Dan dia lalu
berdiri seperti mencari sesuatu, sehingga Aji Mlati bertanya : "Hai Pendekar
Tolol, kau mancari apa, ha?"
"Aku mencari suara."
"Suara siapa?" "Suara Ki Guru. Suara Ki Ca Hya," ujar Pungguh.
"Daripada buang waktu, mari kita lanjutkan perjalanan," ujar Aji Mlati
bersitelekan dengan pedangnya untuk berdiri.
Pungguh Tolol, sebagaimana biasa,patuh saja. Dia melanjutkan perjalanan
berdampingan dengan perawan jelita Aji Mlati.
"Belum ketemu satu desa pun," ujar si Tolol dengan cemas.
"Untuk apa ketemu desa" Perjalanan kita pun rahasial" ujar Aji Mlati.
"Aku butuh melakukan sesuatu!"
"Melakukan apa lagi, Tolol?"
"Mengemis. Kebiasaanku menerima kasihan orang lain, Aji Mlati."
Aji Mlati ketawa : "Wahai kakak Pungguh! Pantas jika kamu digelari si Tolol.
Alangkah sayang parasmu yang cantik itu."
Koleksi KANG ZUSI "Aku cantik" Mana yang cantik dengan kau, dik Aji?"
"Mukamu itu mirip banci."
"Banci itu termasuk binatang apa, dik Aji?"
"Banci itu termasuk manusia purbakala."
"Uh, jangan bikin aku jadi ngeri. Ngeri aku!" ujar Pungguh Tolol.
Tiba-tiba mereka dihadang olah empat orang tak dikenal.
"Wah, kita celaka," ujar Pungguh kuat-kuat. Empat lelaki bersenjata golok itu
ketawa terbahak mendengarnya.
"Jangan teruskan perjalanan," ujar empat lelaki itu.
"Kalian orang berdosa," ujar Aji Mlati.
"Jangan tantang mereka berkelahi, dik Aji ! Mereka hebat. Aku takut ," ujar
Pungguh Tolol. "Jangan takut Aku juga takut. Tapi kepada empat lelaki ini aku ingin bertanya :
Hai, saudara-saudara, pernah kalian baca Kitab Tao-Te Ching ayat 337"
Empat lelaki itu mulai mengayunkan golok dan mengancam. Namun Aji Mlati
berkata : "Ayat itu menyebutkan : Siapa mengenal orang lain maka dialah orang bijaksana.
Tapi siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka dia memperoleh cahaya."
Dalam sekelebatan Aji Mlati mencabut pedang saktinya dan satu ayunan pedangnya
menciptakan empat bunyi beradunya pedang itu dengan empat mata golok penghadang.


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pungguh Tolol berlompatan melarikan diri, tetapi dia akhirnya meloncat seraya
menjerit-jerit ke tengah arena. Berkali-kali golok-golok itu hampir mengenai
tubuhnya, kakinya, bahkan lehemya. Tapi ketololannya mengelak itu menimbulkan
rasa ngeri pada empat pencegat. Dan disaat itulah satu sabetan tak terduga
terjadi : Kaki Pungguh menghajar empat dengkul musuh dengan satu tarikan nafas.
Mereka menjerit. Dan Pungguh bertanya : "Kenapa kalian menjerit?" Lalu
dipungutnya empat golok musuh dari rumput ; "Belajar mengasah golok. Belajar
memegangnya. Baru berkelahi!"
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 15
Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Lalu empat golok itu dibagi-bagikannya kembali kepada empat pencegat tadi.
Seraya berkata; "Belajar ilmu silat pada guru yang baik, ya?"
"Aduh, kaki kami lumpuh!" seru salah seorang lelaki pencegat.
"Itu lebih bagus. Kalau lumpuh, belajar main atas saja. Dan kalian berempat akan
terkenal sebagai Empat Pendekar Lumpuhl" dan Pungguh Tolol ketawa terkekeh.
"Siapa tuan" Aku akan belajar padamu!" seru lelaki itu lagi.
"Aku" Aku ini pendekar tolol. Kalau balajar pada guru tolol, kalian malah akan
bertambah tolol." "Apa kamu bukannya Pungguh Tolol" " tanya yang seorang lagi.
"Tebakan jitu".
"Kalau begitu kamu pernah mengemis di desaku!" kata yang satu.
"Memang betul", ujar Pungguh Tolol, lalu menadahkan tangannya pada orang itu dan
berkata berhiba-hiba : "Tuan, kasihani aku, Aku mengemis padamu, tuan."
Aji Mlati menghela lengan Pungguh seraya berkata : "Ayoh, kak. Jangan pedulikan
mereka lagi". Pungguh Tolol pun terkekeh-kekeh dan mengikuti langkah Aji Mlati yang tegap
perkasa. Sedangkan Pungguh hanya melangkah santai, sekali-sekali mengejar Aji
Mlati seraya berseru : "Tunggu . . hai . . . aku ketinggalan!"
Aji Mlati tertawa dan menunggunya.
Ketika telah dekat dengan Aji Mlati, Pungguh Tolol berkata :
"Di kitab apa kamu baca Tao-Te Ching itu, dik Aji?"
"O, yang kau maksud ucapanku pada empat pencegat tadi, kak?"
"Betul, Aku kagum sekali otakmu pintar menghafal. Aku sendiri orang tolol", ujar
Pungguh merendah. Koleksi KANG ZUSI "Kau jangan kibuli aku lagi, kak. Tadi dengan gaya tololmu sudah kau rusak
dengkul empat bajingan itu", ujarAji Mlati.
"Coba dengar baris ayat 19 Tao-Te Ching punyaku ini, dik Aji : Sasari dirimu
yang bersahaja. Pegang teguh sifatmu yang aseli"
Aji Mlati melongo. Lalu berkata : "Berkali-kali kamu membuat aku terpelongo,
Tolol". Lalu mereka berdua melanjutkan perjalanan lagi.
"Hai, sungai! Mungkin ini sungai Selawi yang aku mimpikan tadi malam", ujar Aji
Mlati tiba-tiba sesampai di tepi lembah.
"Tadi malam kamu barmimpi, dik Aji?" tanya Pungguh Tolol.
"Betul, kak". "Coba terangkan padaku", ujar Pungguh Tolol.
"Aku bermimpi harus ikut arus sungai ini. Dalam berenang itu, nanti aku akan
mendengar suara halus yang memberitahukanku", ujar Aji Mlati.
"Suara halus Ki Ca Hya?"
"Bukan, Suara nenekku!" ujar Aji Mlati.
Lalu Aji Mlati mempersiapkan diri untuk mencebur, Tapi Pungguh mencegah :
"Jangan mencebur begitu saja!"
"Kenapa?" "Aku bagaimana?"
"Kau juga menceburl"
"Tidak mau ah !"
"Kenapa, kak" Kita nanti akan sampai ke pedukuhan Bukit Rotan !"
"Tak ikut ah!" "Kanapa, kak?" Koleksi KANG ZUSI "Soalnya . . . aku tidak bisa berenang", ujar Pungguh Tolol.
Aji Mlati merasa itu cuma akal tolol dan lelucon belaka. Maka setelah dia
selipkan pedang saktinya itu diikat pinggang, Aji Mlati pun mencebur ke sungai
Selawi itu . Tapi Pungguh tak ikut mencebur, Dia cuma berlari ditepi sungai itu saja seraya
berseru : "Aku begini sajalah! Aku tak bisa berenang!" dan dia ketawa terkekeh
berlari ditepi sungai itu menuruti Aji Mlati yang ikut arus.
"Ha-ha... untung aku tak pandai berenang! Bajuku tidak basah!" teriak Pungguh
Tolol lagi. Larinya Pungguh ditepian sungai itu menjadikan Aji Mlati terhibur. Dan dia tidak
merasa letih mengendalikan arus yang samakin ke hilir semakin besar. Ketika
sudah agak lama, Aji Mlati mendadak tidak melihat lagi Pungguh Tolol lari di
tepi. Maka dia pun memagut sebuah batu besar dan kepalanya menoleh ke kiri dan
ke kanan. Lalu berteriak : "Kak Pungguh, dimana kau?"
"Dimana kau Kak Pungguh?" teriaknya lagi dengan cemas.
Terdengar sahutan dari tengah sungai, sewaktu sebuah kepala menyembul : "Aku
disini! Ayoh berenang lebih cepat!"
"Kurang ajar, rupanya kamu bisa berenang lebih baik dariku!" gerutu Aji Mlati.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 16
Aji Mlati Sementara itu. Ki Ca Hya di padepokannya tidak berdiam diri. Kepergian Aji Mlati
dan PungguhTolol bukan untuk dilepas begitu saja. Dia masuk ke tempat latihan.
Enam murid yang sudah dia gembleng dengan baik dia kumpulkan.
"Kalian semuanya enam orang akan aku kirim untuk menculik cucuku Aji Mlati.
Jelas?" "Jelas, tuan Guru."
"Kalian berangkat enam orang. Tapi jangan kuatir. Sebenarnya aku ikut bersama
kalian." "Jadi Tuan Guru juga ikut?" tanya Pendekar Pertama.
"Bukan jasadku yang ikut. Tapi bayanganku akan ikut," ujar Ki Ca Hya.
Koleksi KANG ZUSI "Kemana kami harus menuju?"
"Ke satu tempat yang harus mengikuti aliran sungai "ular". Jelas?" tanya Ki Ca
Hya. "Sungai yang semacam ular cuma satu, Ki Guru !"
"Benar, Pendekar Kedua. Yaitu sungai Selawi yang membelit tujuh Bukit Utama,
Sungai ini arusnya berbahaya," kata Ki Ca Hya.
"Kami sudah terlatih berenang ! " ujar Pendekar Ketiga.
"Ha, jangan takabur. Sungai ini sewaktu-waktu didatangi banjir dahsyat. Orang
bisa terbawa oleh arus banjir dan pergi ke satu lembah sesat dan bisa mati di
situ. Ancaman bahaya inilah yang akan dihadapi oleh Aji Mlati," ujar Ki Ca Hya.
"Tapi bagaimana dengan Pungguh Tolol, pelayan tuan?" tanya Pendekar Pertama.
"Dia tidak ikut kami culik?" tanya Pendekar Kelima.
"Jangan," ujar Ki Ca Hya. Wajahnya tampaknya bimbang.
Dan memang, sejak secara mendadak seminggu yang lalu Ki Ca Hya didatangi mimpi
itu, kebimbangan dan kecemasan mewarnai tingkah laku beliau.
"Mereka berdua sesungguhnya akan ke Bukit Rotan, kawasan berbahaya yang riam-
riam sungainya mengerikan. Aku kadang harus berhati-hati memutuskan sesuatu yang
khusus mengenai cucuku Aji Mlati ini, anak-anak!
Dia keras seperti Neneknva almarhum, Aku kuatir, kepergiannya minggat bersama
Pungguh Tolol ini dikarenakan bimbingan roh Neneknya. Aku sudah bertenung
mengenai perjalanannya. Anak ini mencebur ke sungai Selawi, lalu diikuti si
Pungguh, dan kelihatannya ia mengikuti bisikan roh Neneknya untuk membalas
dendam atas kematian Ayah dan Ibunya. Aji Mlati menyaksikan kematian itu didepan
matanya sendiri. Tentu dia akan membunuh Ki Rotan dengan suatu balas dendam.
Tapi ilmu Ki Rotan ini amat gawat!"
"Tuan guru bimbang?" tanya Pendekar Pertama.
"Tidak. Tapi aku melihat penghalang pertama. Penghalang ini tidaklah jelas
orangnya, si Tolol atau Roh Ayah atau Roh Kakeknya!"
Koleksi KANG ZUSI Enam pendekar yang sudah bersiap-siap untuk terjun bartarung itu saling melihat
satu dengan yang lain. Ki Ca Hya akhirnya mengepalkan tinju, dan memukul lantai:
"Hampir saja aku berbuat dengan bimbingan setan."
"Tuhan melihat sesuatu yang ghaib?"
"Ya. Mari kita ka ruang latihan," ujar Ki Ca Hya, "Aku memutuskan untuk
membatalkan penculikan ini."
Enam murid utama itu mengikuti perjalanan memasuki satu bukit rahasia, lalu
memasuki terowongan di bawah tanah. Disinilah letak ruang latihan.
"Semua duduk jajar bersila," ujar sang Guru.
Enam pendekar murid utama itu duduk jajar bersila dihadapan Guru yang juga duduk
bersila. "Tidak sebagaimana biasanya, kali ini aku akan ngisi kalian berenam. Mari maju
ke hadapanku Pendekar Pertama," ujar Ki Ca Hya.
Pendekar Pertama mengingsut pantatnya sampai dekat dengan Ki Ca Hya. Setelah
jarak sedepa, Ki Ca Hya memegang kepalanya.
Si itu isi Isi si Isi dengan tanah, air, angin, api
Dari Kebun Senjata ada satu permainan binatang
Binatang belalang. Lang kata binatang Lang kata belalang Belalang kata orang Rang Cangcorang Si! Isi! Isimu Cangcorang ! Lalu Pendekar Pertama disuruh mundur. Dari gerak mundurnya tampaklah dia sudah
diisi dengan gerak mundur belalang Cangcorang.
"Pendekar Kedua sekarang," ujar Ki Ca Hya.
Lalu Pendekar Kedua mengingsut pantatnya menuju sang Guru.
Dan sang Guru mengisi lagi dengan mantera yang sama. Ketika sudah terisi.
Pendekar Kedua pun mundur seperti Cangcorang mundur.
Koleksi KANG ZUSI Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 17
Aji Mlati Setelah enam murid utama itu diisi, Guru Tua itu pun berseru ; "Pendekar Pertama
maju berhadapan dengan Pendekar Keenam."
"Kamu Pendekar Kedua maju berhadapan dengan Pendekar Kelima," ujar Ki Ca Hya
lagi. "Dan kamu Pendekar Ketiga maju berhadapan dengan Pendekar Keempat," ujar sang
Guru kemudian. Setelah masing-masing berhadapan, sang Guru berteriak ;
"Tarung!" Dan bertarunglah tiga pasang pendekar itu dengan jurus-jurus kaku. Dan
selalu, yang satu cuma diam dan yang lain menyerang. Setelah semua jurus
dimainkan, Ki Ca Hya berteriak lagi; "Berhenti!"
Latihan itu berhenti. Ki Ca Hya memanggil Pendekar Kedua, Keempat dan Keenam.
"Kalian bertiga ini memiliki kemampuan bertahan. Jadi kalian tidak aku
perkenankan menyerang musuh datam tugas ini, Cuma bertahan, mengerti?"
"Ya, tuan Guru!" tiga pendekar itu serentak menyahuti.
Lalu tuan Guru memerintahkan enam pendekar itu membuat lingkaran yang
mengelilingi beliau. Setelah lingkaran itu terbentuk, tuan Guru tua itu memberi perintah.
"Semua membelakangiku !" ujarnya.
Enam pendekar murid utama itu patuh membelakangi Ki Ca Hya.
Lalu mereka dengar pula perintah beliau. "Semua angkat tangan ke atas!"
Enam pendekar murid utama itu mematuhi, angkat tangan. Dan dalam sekejap mata
tendangan putar Ki Ca Hya menendang enam pantat muridnya itu, sehingga mereka
jungkir balik dengan gerak silat Cangcorang. Pendekar Pertama, Ketiga dan Ke!ima
langsung menyerang Ki Ca Hya dengan gerak kaku. Tetapi Ki Ca Hya mengelak
serbuan itu. Bahkan dia menyerang Pendekar Kedua, Ketiga dan Keempat yang selalu
bertahan. Koleksi KANG ZUSI Setelah pertarungan Uji coba itu selesai, Ki Ca Hya tersenyum. Sudah seminggu
beliau tidak tersenyum. Kini beliau berkata : "Aku puas dengan tiga muridku yang
mampu menahan seranganku!"
"Tapi..,." beliau tersenyum lagi. "Ini kalian yang bertiga menyerangku harus
dengan sepenuh hati!"
Pendekar Pertama, Ketiga dan Kelima diperintahkan menyerang sang Guru. Menyerang
dengan sepenuh hati. Dan serangan Cangcorang bertiga ini memang dahsyat sekali,
"Kini aku puas," ujar sang Guru.
Begitu keluar dari ruang latihan itu, Ki Ca Hya bertanya :
"Apa ada diantara kalian yang lapar dan haus?"
"Kami semua lapar dan haus, Ki Guru!"
"Tentu saja. Kita sudah tiga hari tiga malam melakukan latihan. Rasanya cuma
satu jam saja. . . .," Ki Ca Hya tertawa dan mengajak mereka kedapur.
Di sini, isteri keempat Ki Ca Hya menyambut mereka ; "Tiga hari tiga malam
kalian tidak kelihatan. Tentu kalian akan rakus hari ini."
Dan memang mereka semua rakus memakan hidangan itu. Tapi Ki Ca Hya tidak ikut
makan. Beliau hanya minum satu mangkuk air putih balaka. Lalu kembali ke tempat
beliau sering berada. Di ruang baca rahasia. Tiba-tiba saja beliau merasakan
kedua kakinya bergetar. Beliau pun menyadari ini suatu perintah untuk
meninggalkan tempat. Betul. Tangannya pun ikut bergetar. Dan membuka pintu rahasia menuju ruang bawah
tanah. Beliau masuk ke bawah, menuju tempat latihan utama, didepan air terjun
Rahasia itu. Tapi beliau tidak berlatih suatu apa.
Beliau hanya duduk besila dihadapan air terjun itu, seraya mengucapkan kata-kata
singkat yang semakin lama semakin cepat.
Mata beliau tertutup. Lidah beliau bergerak makin cepat mengucapkan sepatah Kata
Utama, Dan kemudian, ketika matanya terbuka, air terjun itu seakan-akan tak
bargerak. Putih bagai kaca belaka !
Mata Ki Ca Hya menatap keputihan warna kaca dihadapannya. Lalu tampak oleh
beliau bahwa Aji Mlati tidak lagi berhanyut-hanyut. Dia malah sedang berlatih
dihadapan Pungguh Tolol. Koleksi KANG ZUSI Sungguh wajah tua itu senang menyaksikan latihan pedang yang dahsyat itu !
Barulah kemudian beliau memejamkan matanya lagi. Dan memang, ditepi sungai yang
berpadang rumput luas itu, Pungguh Tolol melatih permainan silat Aji Mlati
dengan penuh kesungguhan....
"Aku letih, Tolol," ujar Aji Mlati.
"Tinggal sembilan Jurus lagi. Seluruhnya ini khusus untuk persilatan malam hari.
Memang yang meletihkanmu karena jurus malam ini seluruhnya terbalik dengan jurus
siang. Ayoh, sembilan jurus lagil" ujar Pungguh.
Aji Mlati dengan malas mematuhi pelatihnya.
Tapi sang pelatih menggerutu : "Jurus akhir tadi hampir kepalaku jadi buntung!"
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 18
Aji Mlati Sementara itu, di padepokan Ki Ca Hya tampaklah kesuraman. Kesuraman di suatu
pagi! "Agar hatiku puas, kalian, enam murid utama, aku perintahkan untuk berangkat.
Tugas kalian tidak banyak. Cuma menculik Aji Mlati yang terpaksa aku tunda empat
hari." "Kami ta'at, Tuan Guru."
"Ingat, tugas kalian hanya menculik Aji Mlati," ujar Ki Ca Hya mengulangi.
"Baik, Tuan Guru. Kami ta'at dan kami berbuat!"
"Berangkat sekarang," kata Ki Ca Hya.
"Tapi apa Tuan Guru tidak diliputi keraguan atas kemampuan kami?" tanya Pendekar
Pertama. "Terpaksa aku memberi pesan tambahan, Aji Mlati jangan dibawa pulang dalam
keadaan terluka. Itu saja, Ayoh berangkat!" ujar Ki Ca Hya.
Enam murid utama itu mencium tangan sang Guru dengan berlutut. Sang Guru lalu
meneteskan airmata. "Kenapa Tuan Guru menangis?" tanya Pendekar Pertama.
Koleksi KANG ZUSI "Entah. Kali ini aku tak tahu mengapa getaran Jantungku begini keras. Sepertinya
aku ini akan mati," ujar sang Guru.
Enam murid utama itu berdiam diri pada mulanya. Lalu, karena Pendekar Pertama


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangis maka menangislah lima pendekar lainnya. Namun mareka sudah berteguh
hati untuk berangkat. Perjalanan mereka ketika fajar itu sungguh marupakan perjalanan yang penuh rasa
kepahlawanan dan memikul amanat. Bukan sekali dua kali apabila mereka melewati
desa, mereka digoda oleh pendekar-pendekar tanggung yang hampir menimbulkan
perkelahian. "Ingat, jangan tergoda oleh setan," ujar Pendekar Pertama pada lima temannya.
Ketika mereka dijamu minum di sebuah desa kecil yang tak mereka kenal, tiga
lelaki muda memancing perkelahian.
"Mereka ini minum tidak bayar," ujar satu lelaki muda.
"Kami sudah mengajukan permohonan pada lbu ini sejak semula. Bahwa kami akan
mengemis minuman," ujar Pendekar Pertama.
"Kalau begitu kalian berenam ini pendekar-pendekar," ujar lelaki muda itu, yang langsung memegang kepala Pendekar Partama.
Pendekar Pertama kelihatan berusaha sabar. Ketika Pendekar Ketiga bangkit
berdiri sewaktu melihat Pendekar Pertama dijenggut rambutnya oleh si lelaki muda
itu, Pendekar Pertama berkata: "Jangan menyerang!"
Temyata ada sepuluh lelaki muda yang kemudian menyeret enam pendekar itu keluar
dari warung, Mereka mengeroyok enam pendekar itu. Disini ilmu mereka benar-benar
diuji. Mereka ditendang dan dipukul, tetapi mereka cuma mengelak.
"Kami kalah," seru Pendekar Pertama.
Dia ditendang tepat di dadanya begitu menyatakan diri kalah. Dan dengan satu
kayu dia pun kena pukul tepat di bahunya, tapi cuma menghindari diri saja.
"Mari kita lari!" teriak Pendekar Pertama ketika dilihatnya Pendekar Kelima
mulai naik darah dan secara tak sengaja membuat penyerang jatuh pingsan.
Koleksi KANG ZUSI Enam murid utama itu cepat melarikan diri dari desa itu. Setelah menembus hutan,
Pendekar Pertama menyeret tangan Pendekar Ketiga ; "Hai, kau tak bisa
mengendalikan nafsumu. Ingat, kita cuma punya satu tugas ; Menculik Aji Mliati!"
"Aku kasihan melihat kamu dijadikan mainan oleh orang itu," ujar Pendekar
Kelima. "Yah, semoga dosamu diampuni Guru", ujar Pendekar Pertama, Mereka melangkah
terus menembus siang dan malam. Sampai. ketika suatu kali mereka terbangun
ditengah hutan, ada yang berseru: "Suara air terjun!"
Lima pendekar terbangun. "Air terjun!" seru Pendekar Keenam yang melihat air terjun itu. Mereka lalu
bersama-sama berlari bagai belalang Cangcorang menuruni bukit itu, dan didepan
air terjun yang dahsyat itu mereka berhenti.
"Boleh kita mandi?" tanya Pendekar Keenam.
"Jangan. Kita bukan bertamasya ke sini", ujar Pendekar Pertama. Tetapi Pendekar
Kelima, yang memang agak emosi, berkata ; "Kita mau menculik gadis cantik, masa"
badan kita dibiarkan bau?"
Lalu ia terjun. Pendekar Pertama mengurut dada dan berkata : "Semoga Pendekar
Kelima diampuni Tuan Guru."
Pendekar Kelima yang keenakan mandi di air terjun tiba-tiba berseru : "Hai, di
balik air terjun ini ada guha!"
Dan mendadak pula muncul dalam keadaan samar seorang manusia.
"Hai, ada manusia!" serunya dan menepi berenang menghindari diri.
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 19
Aji Mlati Kemudian Pendekar Kelima bergabung dengan teman-temannya. Ia malahan berbisik
pada Pendekar Pertama : "Aku tadi melihat orang. Sungguh mati!"
"Apakah orang dibalik air terjun itu sepertinya seorang pendekar?"
Koleksi KANG ZUSI "Ya. Bahkan aku rasanya tak salah lihat...."
"Maksudmu bagaimana?"
"Dia teman kita," bisiknya,
"Yang kita cari," bisik Pendekar Kelima lagi.
"Aji Mlati?" tanya Pendekar Pertama.
"Bukan." "Kalau begitu si Tolol," kata Pendekar Pertama.
"Betul." Pendekar Pertama lalu memberi isyarat meninggalkan air terjun itu. Di sini dia
mengatur siasat. "Tugas kita sudah dekat. Jelas, bahwa dalam guha ini, yang letaknva di balik air
terjun ini, si Pungguh Tolol sedang menyembunyikan Aji Mlati. Mungkin inilah
tempat pemukiman mereka selama mereka minggat. Jadi aku kira, tugas kita sudah
hampir berhasil. Yang penting kita harus menculik Aji Mlati nanti malam."
"Itu membuang waktu," potong Pendekar Kelima.
"Mana bisa sekarang" Kita harus menculiknya ketika Aji Mlati tidur. Jadi kita
atur siasat sesuai dengan ilham yang aku perdapat. Pertama, nanti lewat tengah
malam, aku akan memanggil Pungguh Tolol. Jika dia keluar dari air terjun itu,
aku akan ajak dia berunding di luar. Sementara kalian berlima masuk ke guha.
Culik Aji Mlati dengan segera, sesuai dengan ajaran Ki Guru kita, yaitu dengan
tujuh macam mantera sebelum memegangnya dan ingat, jangan sampai cucu ki Guru
dilukai!" Pendekar Kelima ketawa miring.
"Kenapa kau ketawa, Pendekar Kelima?" tanya Pendekar Pertama.
"Apa yang anda usulkan itu bukan siasat. Tapi khayalan. Kita lebih baik bersama-
sama masuk ke guha. Kita temui secara ksatria si Tolol itu. Kita kemukakan apa
tujuan kita ke sini,...."
"Jika dia menolak?" tanya Pendekar Pertama.
Koleksi KANG ZUSI "Kita harus paksa sampai dia bersedia. Dia itu murid Ki Guru juga seperti kita-
kita ini kan?" ujar Pendekar Kelima.
"Dengan usulmu itu, berarti usulku batal. Tugasku sebagai pemimpin pun batal."
"Karena usulmu membuang waktu, Pendekar Pertama," kata Pendekar Kelima.
"Yah memang betul. Membuang waktu. Tapi yang disebut membuang waktu adalah ujian
atas kesabaran. Menunggu. Menunggu itu bukti kesabaran, mengerti kau?"
"Aku mengerti, tapi tak setuju," ujar Pendekar Kelima.
"Kau sudah tiga kali melanggar aturan kependekaran. Pertama, kau tidak bisa
menahan marah ketika di warung. Kedua kau terjun mandi, padahal sudah aku
larang. Aku ini pemimpin kalian berlima, lho. Ingat. Dan yang ketiga, ketika aku
punya usul kamu malahan bikin usul lain. Jadi patuhmu pada pemimpinmu kapan?"
"Aku pernah dengar pesan Ki Guru dulu di ruangan latihan. Sudah lama, Dulu,
maksudku. Beliau bilang, pemimpin harus dipatuhi apalagi dia ber Tuhan. Kalau
pemimpin salah, jangan dipatuhi. Siasatmu salah, kan?"
"Siasatku tidak salah," ujar Pendekar Pertama.
"Itu pendapatmu. Coba kita tanyakan pada teman-teman ini. Hei.teman, apakah
kalian mau berdiam diri dipinggir sungai ini, dimakan nyamuk dan lintah sampai
tengah malam nanti?"
"Wah itu siksaan," ujar Pendekar Ketiga.
"Jadi kalau berempat setuju jika kita tidak membuang waktu?"
"Saya kira kita jangan membuang waktu. Itu mengulur dukacita Ki Guru yang
melepas kila pun dengan menangis. Jangan-jangan kita kembali Ki Guru sudah mati,
kan begitu beliau berpesan?"
"Ada lagi yang menolak dukunganku" Kalau menolak, bicara. Kalau setuju, diam
saja. Ayoh ada yang mau bicara?" tanya Pendekar Kelima.
Semuanya diam, termasuk Pendekar Pertama. Lalu Pendekar Kelima berkata dengan
tegas; "Kalian semua diam. Termasuk Pendekar Pertama. Itu berarti kalian
mendukungku, setuju dengan rencanakul"
Koleksi KANG ZUSI "Aku memang diam. Tapi aku tak mendukungmu. Akulah murid yang paling patuh
dengan amanat Guru. Maka aku disebut Pendekar Pertama", ujar Pendekar Pertama
menahan jengkel. "Kalau begitu, yang setuju denganku ikut aku", ujar Pendekar Kelima dengan
ucapan tegas. Empat murid utama itu mengikuti Pendekar Kelima.
Tinggallah Pendekar pertama ditepi sungai. Mereka berlima menuju air terjun, dan
merangkak masuk ke guha dari balik air terjun itu....
Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 20
Aji Mlati Dan begitu beberapa saat saja pendekar-pendekar yang membangkang itu masuk
dibalik air tejun itu, mendadak saja Pendekar Pertama terdongak kaget di tepi
sungai. Dia kaget karena satu demi satu anak buahnya itu terlempar melintasi air terjun
itu. Di antara mereka ada yang hanyut. Malahan Pendekar Kelima yang pertama ngotot
dan membangkang lalu jatuh ke batu dan menggelepar. Melihat keadaan itu, tentu
saja Pendekar Pertama, betapapun sakit hati, harus membela kehormatan lima anak
buah yang dilempar lawan. Dia melompat dengan menggunakan tenaga dalam menerobos
air terjun itu. Dalam sekejap mata dia sudah dihadap oleh lawannya yang mempecundang dengan
terjangan sayap bangau. Tapi tendangan itu bagai kipas mengipas angin, malahan
lawannya itu ditendang baliknya dengan jurus kuak kaki bangau pula.
"Ha-ha-ha..." terdengar suara ketawa.
Sudah jelas itu bukan ketawanya Aji Mlati. Ketawa terkekeh itu dikenal betul
oleh Pendekar Pertama itu.
"Siapa kau ?" teriak Pendekar Pertama sembari membuat jarak.
"Ha-ha-ha...." "Kau tentu Pungguh Tolol ya?"
"Betul aku Pungguh Tolol," sahut lawannya tadi.
Koleksi KANG ZUSI Pendekar Pertama berkata tegas ; "Kau pelayan Guru Besar kita. Kau pun muridnya.
Sampai hati kau melemparkan bekas teman-temanmu! Apa aku juga mau kau lempar
begitu saja, hal" "Siapa kamu kalau begitu?" tanya Pungguh Tolol.
"Aku Pendekar Pertama dan ketua dari lima murid utama Guru Besar. Kau
keterlaluan!" "Astaga... aku sudah salah terjang. Masih hidupkah teman-teman itu?" tanya
Pungguh Tolol. "Kau cari mereka. Selamatkan mereka yang hanyutl" bentak Pendekar Pertama dengan
tegas, "Lalu.... aku ditugaskan Guru Besar untuk menjemput Aji Mlati hidup-
hidup. Mana Aji Mlati, Tolol?"
"Soal Aji Mlati belakangan. Tadi setelah mereka berlima kuterjang dengan kipas
kepak bangau . . . aduh . . . mereka bisa celaka kalau tak segera ditolong...,"
dan melompatlah Pendekar Tolol itu menerjang air terjun dan mencebur ke sungai
lalu menyelamatkan bebarapa orang pendekar yang hanyut dan malah ada yang hampir
tenggelam kehabisan napas.
"Baru ketemu empat!" seru Pendekar Tolol seketika melihat Pendekar Pertama yang
keluar dari air terjun. "Itu, satu lagi di atas batu. Jangan-langan dia mati," ujar Pendekar Pertama
seraya menunjuk ke batu besar, dimana tergeletak Pendekar Kelima tukang
membangkang, Begitu Pendekar Tolok melompat ke batu itu, dan dia tarik tubuh
Pendekar Kelima . . , dia berteriak ketakutan: "Anak ini mati!"
"Mati" Celaka. . . !" ujar Pendekar Partama.
"Dia mati! Kepalanya pecah!" ujar Pendekar Tolol.
Tampaknya mamang bukan Pendekar Tolol itu saja yang kebingungan. Pendekar
Pertama pun ikut-ikutan kebingungan. Karena dia adalah ketua kelompok Itu, Dia
tentu kuatir akan dihukum oleh Sang Guru.
Setelah mayat Pendekar Kelima digotong ke tepi sungai, Pendekar Tolol berkata
sedih: "Bukan sengaja aku menyerang mereka berlima ini. Tangkisan kipas kepak bangau
yang menyebabkan lima anak buahmu terlempar adalah karena yang nongol pertama
itulah yang mau menyerangku dengan jurus maut tanpa ampun. Aku membela diri,
sekalian satu kali sabet pada lima penyerang, tapi aku rasa dialah yang
terparah. Kepalanya ini Koleksi KANG ZUSI
pecah bukan karena terbentur batu. Dia pecah karena terkena tulang tumitku.
Marilah kita kubur anak ini. Pendekar Kelima ini sejak di padepokan aku kenal
anak bandel. Sering membantah guru kita. Nanti aku akan mempertanggungjawabkan kesalahanku
ini di depan Guru. Ayoh gali lobang dan kita kubur anak sial ini. Ah, kamu ini
mati bikin kerjaan orang lain, busyet!"
Setelah upacara penguburan sesuatu yang sakral dan dilakukan dengan
penghormatan, barulah Pungguh Tolol memberi keterangan tentang Aji Mlati :
"Tentang Aji Mlati, aku rasa, sulit untuk dicari lagi."
"Dia tidak ada dalam guha di balik air terjun itu?" tanya Pendekar Pertama.
"Dua hari setelah kami di guha ini, dia melarikan diri. Tetapi mungkin juga
dilarikan oleh salah seorang dari Seratus Pendekar Iblis yang suka menjegal kaum
ilmu putih." Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 21
Aji Mlati Dan memang Aji Mlati dilarikan oleh salah seorang dari Seratus Pendekar
Iblis.Proses penculikan itu sendiri tidak diketahui oleh si Pendekar Pungguh
Tolol. Mereka berdua sudah diintai selama tiga hari tiga malam. Terutama
keampuhan permainan Pedang Tien-Yuan yang diayunkan oleh Aji Mlati ketika
menebas air terjun itu. Pedang Tien-Yuan itu sudah lama dirindukan oleh salah
seorang dari Seratus Pendekar Iblis itu, selama tiga puluh tahun. Namanya lebih
dikenal dengan angka-angka. Yaitu Pendekar ke-33. Dia dikenal berwajah cantik,
lemah lembut dan tidak pernah kawin. Kumisnya terpelihara dengan rapi. Dia juga
dikenal dengan sebutan Pendekar Janggut Dilapih, sebab janggutnya itu
dikelabangnya. Dia inilah yang menyihir Pungguh Tolol ketika si tolol ini sedang tidur.
Tidurnya nyenyak malam itu, karena letih melatih Aji Mlati bermain pedang. Aji
Mlati juga tidur terlena dengan amat pulas dangan berbantal pedang sakti itu.
Dia disihir setelah si Tolol disihir ketika nyenyak. Dan digendonglah pendekar
perawan jelita itu ke arah selatan.
Begitu sampai dipadepokannya di Bukit Si bungkuk, hari masih malam. Dia memasuki
padepokan tanpa sepengetahuan anak buahnya. Langsung saja anak perawan itu
dibaringkan di atas tempat tidur pertapaan beliau. Pedang itu diperiksanya. Yang
membingungkan dia adalah aksara Cina yang tertera di permukaan pedang itu. Dia
yakin, aksara itu berisi amanat atau keterangan tentang kesaktian pedang itu.
Koleksi KANG ZUSI Tapi dia tidak kekurangan akal. Dia bakar menyan. Dia bersemadi sejenak, lalu
dipanggilnya Jin Byung Gombak. Jin ini adalah jin Cina yang mampu melakukan apa
saja, kecuali kawin. Wajahnya seram, rambutnya panjang dan dikelabang, janggutnya beberapa lembar dan
kumisnya pun terjuntai jarang.
"Coba kamu baca aksara ini, Byung Gombak!" perintah Pendekar ke-33. Dan jasad
halus Jin itu mulai meliuk-liuk, matanya melotot ketika membaca tulisan itu.
"Apa itu, Byung Gombak?" tanya Pendekar 33.
"Syair rahasia."
"Coba kamu baca. Bagiku tak ada rahasia yang tidak dapat aku buka," ujar
Pendakar 33. Dan Jin Cina itupun mulai mambaca pantun itu :
Seperti capung Aku senang di kebun Dan di lapangan karena itulah tempat bermainku di rumah biarpun indah napasku bisa sesak Lalu Pendekar 33 memberi perintah lagi ; "Baca syair yang di sebelahnya!"
Seperti lempung Aku keras Seperti air aku mencari tempat rendah
seperti angin Kuisi ruang kosong Seperti api Aku membakar Seperti Cahaya Aku menerangi kegelapan Lalu Pendekar 33 menendang pantat Buyung Gombak dan padamlah menyan di pedupaan
itu seketika. Koleksi KANG ZUSI "Aku memahami syair ini. Jadi engkau punya lima kekuatan ampuh, ya?" ujar


Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar 33 itu kepada pedang sakti itu, Seketika itulah Aji Mlati terbangun.
Dia bukan takut. Dia tersenyum bahagia. Dia terheran-heran melihat seorang pendekar tua yang
begitu rupawan. Sebetulnya, begitu mata Aji Mlati terbuka, dia telah dalam keadaan terkena sihir
pendekar iblis ini. "Kau tahu dimana kamu sekarang?" tanya Pendekar 33.
"Aku tak tahu. Tapi tak penting itu, Tuan Guru. Yang terpenting aku senang
berada di sini. Dimana saya sekarang ini, Tuan Guru?"
"Di rumahmu juga. Ini rumahmu yang sebenarnya. Dari Bukit Si bungkuk kamu
berasal, di Bukit Sibungkuk ini pula kamu nanti akan mati. Di tanganku ini ada
pedang sakti, Pedang ini asalnya milik moyangku. Tapi Ki Ca Hya telah
mencurinya. Dan dia mengaku-aku kau itu cucunya. Huh, si busuk mulut, bicara
seenaknya." "Jadi saya bukan cucu kontan Ki Ca Hya?" tanya Aji Mlati heran Serial tujuh
Manusia Harimau (6) - Episode 22
Aji Mlati Mendengar pertanyaan itu, Aji Mlati menjawab : "Aku mulanya diculik. Aku
sebetulnya lebih senang bersama Kak Pita Loka."
"Yang kakek kontanmu itu aku, Aji Mlati! Aku ini Guru dari segala Guru di
seratus bukit persilatan ini. Tapi Ki Ca Hya itu telah mempalsukannya kepada
setiap orang. Lebih jelek lagi, dia menganggap dialah yang paling jagoan dari
Pendekar Tujuh Harimau. Huh, si mulut busuk. Jadi kamu itu diculiknya, ya cucu?"
"Betul, Tuan Guru!"
"Jangan panggil aku Tuan Guru sejak sekarang. Panggillah aku Kakek. Karena
akulah kakekmu yang sejati. Kau diculik oleh musuhku. Jadi kau harus sadar,
bahwa sebagai musuh kita, kita berdua harus bersatu hati. Tanda aku
menghormatimu, aku akan belajar ilmu kepadamu, cucuku!"
Aji Mlati tertawa terbahak-bahak.
Koleksi KANG ZUSI "Kakek adalah Tuan Guru. Mana mungkin Aji akan mengajari kakek bersilat, kek?"
"Dengan segala kerendahan hati, ajari kakek bersilat!" ujar Pendekar 33 dengan
nada ramah. "Caranya, gimana kek?" tanya Aji Mlati.
"Kau sebutkan buku-buku yang bersangkutan dengan pedang ini," ujar Pendekar 33,
"Wah, setahu saya cuma Buku Kebun Senjata," ujar Aji Mlati.
"Pedang ini bisa dimainkan dengan Kitab Kebun Senjata itu, Aji?"
"Justru dari kitab itu, Kek!"
"Hoho... Tentu kamu tahu dimana ada kitab itu, cucu!"
"Tentu saja tahu. Di perpustakaan Kakek..., si mulut busuk Ki Ca Hya."
"Lalu kamu tahu apa khasiat pedang sakti ini?"
"Mari aja saya perlihatkan khasiat permainannya," ujar Aji Mlati yang serta
merta merebut pedang itu tapi tidak memainkannya di ruangan pertapaan itu.
"Cari tempat yang lapang, Kakekl," ujar pendekar perawan.
"Yang lapang itu tentulah lapangan!"
"Tunjuki jalan ke sana!" ujar Aji Mlati.
Dan mereka keluar dari ruangan itu, lalu turun tangga, dan di bawah memang ada
lembah yang luasnya selapangan bola. Di lapangan inilah Aji Mlati
mempertontonkan seluruh permainan dasar dengan seluruh 99 jurus bangau.
"Sungguh dahsyat," puji Pendekar 33.
"Memang dahsyat, Si Tolol juga memuji permainan pedang Aji, kek."
"Tapi aku lebih tertarik dengan Kitabnya. Kitab apa lagi yang dimiliki si mulut
busuk?" "KitabTujuh," sahut Aji Mlati.
"Lalu Kitab apa lagi?"
Koleksi KANG ZUSI "Yang mengetahui seluruh kitab itu adalah pelayan si mulut busuk!"
"Siapa pelayan si mulut busuk itu?"
"Si Pungguh Tolol ," ujar Aji Mlati.
"O, yang tidur di guha dibalik air terjun itu?"
Aji Mlati lupa seluruh kejadian sejak dia minggat itu. Dia tak bisa
menjelaskannya. "Baiklah. Mari kita naik kuda menuju air terjun itu. Kita harus tangkap pelayan
si mulut busuk. Jika dia tidak bersedia bersekongkol dengan kakekmu ini, kakek
kontanmu ini. . . kita bunuh saja dia."
Aji Mlati terpelongo ; "Lho, ilmunya hebat, Kekl"
"Mana yang lebih hebat dengan si mulut busuk yang mengaku dirinya adalah
kakekmu, ha?" "Saya rasa si Pungguh Tolol ilmunya lebih hebat," ujar Aji Mlati.
Lamaran Berdarah 1 Dewa Arak 32 Algojo-algojo Bukit Larangan Tusuk Kondai Pusaka 13
^