Pencarian

Bayangan Berdarah 1

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 1


Bayangan Berdarah Karya : Wo Lung Shen Diceritakan oleh Tjan ID JILID 1 Giok Lan yang diancam agaknya merasa sangat
terperanjat, lama sekali ia baru memohon dengan nada yang
halus: "Hudjien harap kau memberi belas kasihan kepadaku.
Budak sedikitpun tidak berani menunjukkan niat yang jelek
terhadap diri Sam ya."
"Hmmm! kau tak usah memohon kepadaku" potong Kiem
Hoa Hudjien dengan nada yang dingin. Selamanya aku bisa
bicara bisa melakukan setiap ucapan yang telah diutarakan tak
pernah plin plan besok akan kubicarakan soal ini dengan Toa
Tjungtju kalian." Giok Lan agaknya mengerti memohon lebih jauhpun
percuma dengan menahan perasaan hatinya ia membungkam.
Ketika itu Tok So Yok Ong sudah menghentikan
pekerjaannya mengisap darah ia lepaskan pipa besi yang
menghubungkan lengan Siauw Ling dengan darah itu lalu
bangun berdiri dan berdiri dibelakang. pintu pisau belati
dicekal ditangan kiri siap melancarkan serangan.
Di dalam hatinya ia sudah ambil keputusan asalkan ada
orang yang mendorong pintu dan berjalan masuk maka ia
akan menggunakan cara yang tercepat untuk melakukan
serangan bokongan. Dengan kelihayan kepandaian silat yang dimiliki Tok So Yok
Ong rasanya jikalau sampai melancarkan serangan bokongan
maka serangan tersebut tentu luar biasa dahsyatnya kendati
seorang jago kelas wahidpun susah menjaga diri dan sedikitsedikitnya
terluka parah ataupun binasa.
Terdengar Kiem Hoa Hujien yang berada diluar ruangan
berkata kembali, "Dalam kuil kuno yang bobrok ini kecuali
terdapat dua buah peti mati kosong bayangan setanpun tidak
kelihatan aku rasa ia tak mungkin lari kesini mari kita cari
ketempat lain saja."
Suara itu makin lama makin menjauh dan akhirnya lenyap
dari pendengaran. Jelas Kiem Hoa Hujien dengan membawa Giok Lan telah
jauh meninggalkan tempat itu.
Melihat harapannya kembali musnah Siauw Ling menghela
napas panjang pikirnya, "Aaaaai....mereka cari aku dimanamana
tidak ketemu siapa tahu justru aku berada di dalam
kamar tepat disisi mereka mungkinkah memang nasibku
sangat pendek?" Tok So Yok Ong sendiri ketika mendengar perempuanperempuan
itu sudah berlalu perlahan-lahan ia balik ketempat
semula, seraya memelototi pemuda she Siauw tajam-tajam
ujarnya dingin, "Bocah apakah kedua orang perempuan itu
sedang mencari dirimu?"
Tetapi ia tidak memberi kesempatan bagi Siauw Ling untuk
berbicara mendadak pipa besi itu laksana kilat telah ditusuk
lagi ke dalam nadi Siauw Ling mungkin ia teringat apabila
jalan darah pemuda itu sudah ditolok sehingga bicara banyak dengan pemuda
itupun tak ada gunanya. Dari luar kamar kembali terdengar suara langkah kaki yang
ramai dan kacau paling sedikit ditempat itu sudah kedatangan
lebih dari dua orang jago.
Mendengar munculnya kembali suara langkah manusia
Siauw Ling segera mengharapkan orang itu adalah Tiong Cho
siang ku yang telah pergi dan kini balik kembali, mungkin
mereka berdua berhasil memperoleh kabar apabila dirinya tak
berada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung dan sekali
lagi balik kekuil kuno ini untuk melakukan pencarian.
Dengan pusatkan semua perhatian ia coba mendengar
keluar ia menghadapkan dari suara pembicaraan orang-orang
itu dapat membedakan siapakah mereka itu.
Tetapi akhirnya ia kecewa karena orang-orang itu tanpa
mengucapkan sepatah katapun telah berlalu langkah kaki
manusia itu makin lama makin menjauh.
Tok So Yok Ong agak ragu-ragu sejenak mendadak ia
tusukan pipa besi yang lain ketubuh dara cantik itu kemudian
meloncat keluar dari jendela.
Jelas ia tak sabaran untuk menunggu lebih jauh ia siap
memancing pergi orang-orang itu atau sekalian
membinasakannya sehingga pekerjaan ganti darah bisa cepat
selesai. Sejak pipa besi yang berjuang lain ditusukan ke dalam
tubuh dara, Siauw Ling merasa darah dalam tubuhnya
perlahan-lahan mulai mengalir keluar lagi bayangan maut
mulai bermunculan di dalam benaknya.
"Aduh celaka!" serunya di dalam hati. "Jika begitu terus
maka darahku akan habis dan akupun bakal mati konyol."
Teringat orang tuanya yang masih hidup bakal berpisah
dengan terpaut dunia yang lain teringat Gak Siauw Tjha yang
tidak pernah dijumpai sejak lima tahun berselang entah masih
hidupkah gadis itu. Mulai kini tak bakal berjumpa lagi dengan
dirinya.... Ditengah kekecewaan serta kecemasan mendadak
terdengar suara helaan napas panjang kiranya dara yang
berbaring disisinya telah bangun terduduk. Seluruh tubuh
Siauw Ling tergetar keras pikirannya seketika itu juga tersadar
kembali. Dengan gunakan sepenuh tenaga ia berpaling
dan memandang sekejap ke arah gadis itu hanya mulutnya
tetap terkunci rapat-rapat tak sepatah katapun dapat
diucapkan. Agaknya gadis itu sendiripun telah menemukan adanya
Siauw Ling berbaring dan bertanya dengan suara halus,
"Siapakah kau" dimanakah ayahku?"
Beberapa parah kata itu dapat didengar Siauw Ling dengan
sangat jelas tapi tak mungkin baginya untuk memberi
jawaban. Terpaksa pipa besi yang menancap ditangan kirinya
mendadak dicabut orang kemudian terdengar suara helaan
napas yang amat lemah berkumandang memecahkan
kesunyian. "Aaaai.... kembali Tia mencelakai orang sekalipun ia benarbenar
bisa menolong diriku tetapi harus mencelakai pula jiwa
orang lain dibayar dengan satu nyawa apa gunanya."
Dari tengah kegelapan Siauw Ling dapat melihat wajah
gadis itu pucat pasi bagaikan mayat tangannya yang kurus
tinggal kulit pembungkus tulang perlahan-lahan menekan
ubun-ubun sendiri kemudian ujarnya kembali dengan suara
lirih, "Aku harus minta maaf kepadamu karena tindakan
ayahku yang kasar. Tia mengira ilmu pertabibannya sangat
lihay setiap hari mencari seorang yang bertulang bagus untuk
ditukar dengan darah jelek dalam badanku walaupun aku tidak
setuju dengan cara perbuatannya ini, karena sering kali aku
jatuh tidak sadarkan diri selama beberapa hari...."
Ia merandek sejenak. Kemudian tanyanya dengan nada
penuh keheranan, "Heeei, kenapa kau tidak berbicara?"
"Sudah tentu aku tidak bisa bicara!" batin Siauw Ling di
dalam hati kecilnya. "Sekalipun banyak ucapan yang hendak
kuutarakan juga percuma saja!"
"Oooouw! sekarang aku tahu sudah! tentu jalan darahmu
sudah tertotok oleh ayahku bukan?"
"Betul!" kembali Siauw Ling berseru dalam hatinya.
"Setelah mengetahui hal ini maka ia membebaskan jalan
darahku!" Terdengar gadis itu melanjutkan kembali kata-katanya,
"Sungguh minta maaf! aku tidak dapat membebaskan jalan
darahmu yang tertotok! terpaksa kita harus menanti hingga
ayahku kembali kemudian baru kuminta bantuannya
membebaskan dirimu sekarang aku hanya bisa bantu
membalutkan mulut lukamu saja!"
Siauw Ling hanya merasakan lengan kirinya seperti dibalut
dengan sesuatu benda tetapi kekuatannya sangat lemah
sehingga hampir-hampir tidak merasa sama sekali tak terasa
pikirnya dihati, "Gadis ini sungguh lemah sehingga mencekal
barangpun tidak kusangka seorang ayah yang ganas, keji
serta telengas bisa memiliki seorang putri yang begitu halus,
ramah dan berhati mulia. Kenapa Thian harus memberikan
keadaan yang begitu tidak mujur kepadanya?"
Mendadak ia teringat kembali akan dirinya yang pernah
menderita penyakit aneh dimana semua urat nadinya buntu
dan tersumbat sama sekali. Berbagai pengobatan susah
menyembuhkan dan keadaannya tentu diakhiri dengan suatu
kematian. Dan akhirnya bukan saja urat-urat nadi yang tersumbat,
bahkan berhasil pula mempelajari serangkaian ilmu silat yang
sangat lihay. Sebaliknya gadis ini sudah menderita penyakit ini selama
banyak tahun belum juga mati. Ini menunjukkan apabila
penyakitnya bukan termasuk penyakit yang sangat berbahaya.
Di kolong langit mungkin masih ada obat yang bisa
menyembuhkan penyakitnya.
Sewaktu otaknya sedang berputar keras mendadak muncul
sesosok bayangan manusia di dalam ruangan itu. Tahu-tahu
Tok So Yok Ong telah muncul disana.
Sepasang matanya yang tajam dan menggidikkan menyapu
sekejap wajah Siauw Ling serta gadis tersebut kemudian ia
dekapan kakinya ke atas tanah dan menghela napas panjang.
"Bocah kapan kau bangun kembali?"
"Sudah lama aku sadar kembali, bahkan telah membalutkan
pula mulut lukanya. Tia cepat kau bebaskan jalan darahnya
yang tertotok." Mendengar permintaan putri kesayangannya sekali lagi Tok
So Yok Ong menghela napas panjang.
"Aaaaai....perhitungan manusia tak dapat melampaui
perhitungan Thian. Bocah apakah kau benar-benar harus
menderita siksaan serta penderitaan dari penyakit
berbahayamu itu?" Tangannya cepat menyambar membebaskan diri Siauw
Ling dari pengaruh totokan jalan darah bisu.
Siauw Ling menghembuskan napas panjang menyegarkan
kembali dadanya yang penuh dengan kemangkelan ujarnya,
"Penyakit putrimu dapat dipertahankan sampai bertahuntahun
lamanya, ini membuktikan apabila penyakitnya tak bisa
disembuhkan lagi." "Itulah disebabkan ilmu pertabiban Loohu sangat lihay
sehingga bisa mempertahankan jiwanya selama beberapa
tahun tak buyar." "Kolong langit bukan seluas daun kelor aku tidak percaya
penyakit putrimu sungguh-sungguh, tak dapat ditolong lagi
walaupun kau berjualan sebagai raja obat menurut pikiranku
belum semua obat yang ada dikolong langit sudah kau kenali."
"Bocah, kau harus tahu jikalau Loohu sendiri dan tak
sanggup untuk menyembuhkan penyakitnya. Aku rasa
dikolong langit tak akan manusia kedua yang bisa sembuhkan
penyakitnya itu!" Tiba-tiba terdengar gadis itu menimbrung dari samping.
"Diatas tubuhnya masih ada beberapa buah jalan darah yang
belum dibebaskan. Mengapa tidak kau bebaskan dulu
kemudian baru diajak berbicara!"
"Bocah! tahukah kau bahwa kepandaian silat yang
dimilikinya." Mendadak ia menghentikan ucapannya sampai separuh
jalan telapak tangan laksana kilat berkelebat lewat
membebaskan Siauw Ling dari pengaruh kelima buah jalan
darahnya. "Kenapa dia?" seru gadis tersebut.
Belum sempat si orang berbaju hitam menyahut Siauw Ling
telah meloncat duduk. Tok So Yok Ong pun mendadak meloncat kedepan seraya
berkata, "Tubuh Siauw li sangat lemah urusan ini tiada
sangkut pautnya dengan dia orang mari kita bertanding
ditempat luaran saja. Jangan kau lukai dirinya."
Diam-diam Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh badan. Setelah dirasakan aliran darahnya lancar ia
tertawa hambar. "Apa yang kau cemaskan" cayhe tak ingin berkelahi dengan
dirimu. Apa maksudmu mendesak aku terus menerus."
"Bilamana dua ekor harimau berkelahi salah satu tentu
terluka" seru gadis tersebut mendadak sambil berpaling.
"Walaupun ayahku ada maksud untuk mencelakai dirimu
tetapi kesemuanya ini demi aku jikalau badanku sehat walafiat
sudah tentu ia tak akan menangkap dirimu untuk ditukar
darahnya dengan darahku. Bila kau benci dengan ayahku
balaskan dahulu diatas badanku. Aaaai, apalagi kepandaian
silat yang dimiliki ayahku sangat dahsyat belum tentu kau
berhasil mengalahkan dirinya."
Siauw Ling mencabut keluar jarum perak yang menancap
diatas jalan darah Thian Tu Hiat nya kemudian perlahan-lahan
bangkit berdiri. "Manusia seganas dan sekeji kau tidak kusangka
mempunyai seorang putri yang berhati welas asih dan mulia.
Aaaai, diantara kalian berdua ayah beranak yang satu busuk
yang lain mulia keadaan kalian benar-benar berbeda bagaikan
langit dan bumi." "Kau berani menasehati loohu?" teriak Tok So Yok Ong
sangat gusar sekali. Tangan kanannya diayun, dengan jari tangan ia
melancarkan sebuah totokan kilat.
Dengan sebal Siauw Ling berkelit kesamping kemudian
mengundurkan diri dua langkah ke belakang.
"Bocah keparat kalau berani ayo kita adu kekuatan diluar
kamar jika kau bisa."
Mendadak Tok So Yok Ong mundur ke belakang dengan
kekuatan, dengan nada yang jauh lebih ramah ujarnya lagi,
"Jangan melukai putriku selama hidup belum pernah ia
melakukan perbuatan jahat."
Kiranya setelah Siauw Ling mundur dua langkah ke
belakang tepat ia sudah berdiri disisi gadis tersebut. Asalkan ia
menginjakkan kakinya keras-keras ke lantai maka dada gadis
tersebut tentu akan hancur berantakan.
Ketika melancarkan serangan dalam keadaan gusar tadi
Tok So Yok Ong sama sekali melupakan apabila jarak antara


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putrinya dengan pihak musuh hanya terpaut dua langkah saja.
Menanti dia tersadar kembali buru-buru badannya mundur
ke belakang dan coba menggunakan kata-kata untuk
menghalangi pemuda she Siauw melukai putrinya karena itu ia
tantang sang pemuda untuk keluar dari ruangan.
Siapa nyana Siauw Ling sama sekali tak terpancing oleh
ucapannya malah perlahan-lahan ia berjongkok ke atas tanah.
Dengan kejadian ini Tok So Yok Ong makin terperanjat lagi
sehingga terasa sukmanya mau melayang dari badan ucapan
yang semula hendak memanasi hati lawan kini berganti untuk
memohon. Siauw Ling mendongak dengan sepasang mata
memancarkan cahaya tajam dipelototinya wajah si orang
berbaju hitam itu kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Hey orang tua ketahuilah bila kuingini jiwanya maka dalam
sekali hantaman saja nyawanya bisa kucabut."
Tok So Yok Ong semakin cemas lagi mendengar ancaman
tersebut. "Jangan lukai dirinya. Siauw li berbadan lemah tak
bertenaga cukup kau bentur sedikit dirinya saja maka jiwanya
mungkin bisa melayang."
"Yok Ong asalkan kau bisa menggunakan separuh saja rasa
cinta kasihmu terhadap putrimu untuk diberikan kepada umat
manusia lainnya aku tanggung nama busukmu Tok So Yok
Ong segera akan berubah jadi Sin So Yok Ong atau si raja
obat bertangan sakti."
"Jangan ganggu putriku jangan ganggu putriku" terdengar
Tok So Yok Ong masih ribut dengan hati cemas ada urusan
kita bisa rundingkan baik-baik asalkan loohu bisa melakukan
apapun aka kusetujui."
Sekali lagi Siauw Ling menunduk untuk melihat wajah gadis
itu tampak olehnya dara tersebut telah pejamkan matanya
rapat-rapat napasnya teratur jelas sudah tidur dengan
pulasnya tak terasa ia jadi tertegun pikirnya dihati, "Tidurnya
kenapa begitu cepat" barusan saja ia masih ajak aku bicara
kenapa dalam sekejap mata sudah tidur pulas?"
Mendadak cahaya api berkelebat lewat Tok So Yok Ong
telah memasang obor yang diangkatnya tinggi-tinggi ke atas
kemudian perlahan-lahan berjalan mendekat wajahnya penuh
diliputi rasa kaget dan gusar.
"Asalkan kau berani mengganggu putriku sehingga ia mati"
terdengar si orang berbaju hitam itu bergumam seorang diri.
"Maka aku akan membinasakan seribu sampai sepuluh laksa
orang gadis cantik sebagai gantinya."
"Eeeei, apa maksudmu membinasakan gadis-gadis yang tak
berdosa itu?" seru Siauw Ling tertegun semisalnya putrimu
mati ditanganku seharusnya sang pembunuh adalah aku dan
patutlah misalnya kau membalas dendam kepadaku."
"Hmm, aku akan membunuh sepuluh laksa gadis cantik
untuk mengawani dia berangkat keakhirat sehingga ditengah
perjalanan yang jauh ia tidak sampai menderita siksaan, tidak
sendirian dan tak ada orang yang menemani dia bermain.
Setelah itu aku akan membunuh kau untuk membalaskan sakit
hatinya dan terakhir akan kuracuni seluruh jago yang pandai
silat dikolong langit."
Seluruh tubuh Siauw Ling tergetar keras sehabis
mendengar ancaman yang diutarakan orang itu pikirnya dihati,
"Orang ini sungguh keji dan buas sekali, cinta kasihnya
terhadap putrinyapun sangat berlebih-lebihan. Aku rasa
semisalnya dia kehilangan putri kesayangannya mungkin
ancaman itu benar-benar akan dilakukan...."
"Kau tidak melukai dirinya bukan?" tampak Tok So Yok Ong
menunduk untuk pandang sekejap wajah gadis itu.
"Sekalipun cayhe tidak becus. Aku masih belum begitu
bejat untuk mencelakai seorang gadis yang sama sekali tidak
memiliki kekuatan untuk melawan apalagi ia mempunyai budi
menolong jiwa." "Tidak salah" sambung si raja obat bertangan keji cepatcepat.
"Jikalau bukan siauw li yang memberi nasehat, tentu
nyawamu sudah lenyap."
Ketika dilihatnya gadis itu sama sekali tidak terluka hatipun
jauh lebih tenang perlahan-lahan si orang berbaju hitam itu
menghela napas panjang. "Sungguh kasihan Siauw li harus menolong jiwamu malah
sebaliknya mencelakai dirinya sendiri. Kembali ia akan tersiksa
di dalam penderitaan akibat penyakitnya."
"Ayo keluar" mendadak Siauw Ling bangun berdiri. "Kita
ketanah lapang sebelah muka."
"Mau apa?" "Aku harus baik-baik memberi pelajaran kepadamu."
Mendengar ucapan itu Tok So Yok Ong meloncat bangun
siap mengumbar hawa amarahnya tetapi berhasil menahan
sabar, ujarnya lirih, "Sekalipun kepandaian silat yang kau miliki
tidak lemah bukan tandingan Loohu."
Sebenarnya ia ingin memaki dan mendamprat Siauw Ling
dengan beberapa patah kata tetapi melihat pemuda itu masih
berdiri di sisi putrinya dan dalam sekali gerakan tangan saja
kemungkinan besar putrinya akan terluka dengan paksakan
diri ditahannya rasa gusar yang berkobar dalam dadanya itu.
Melihat orang itu ragu-ragu justru karena dia berada disisi
putrinya mendadak dengan langkah lebar Siauw Ling berlalu
beberapa langkah kedepan.
"Aku rasa bila diriku tidak jauh meninggalkan putrimu kau
tak berani berbuat apa-apa terhadap diriku. Nah sekarang
seharusnya kau tak usah kuatirkan aku hendak mencelakai
putrimu pagi bukan."
Dengan pandangan tajam Tok So Yok Ong memperhatikan
sekejap wajahnya kemudian mengangguk berulang kali.
"Usiamu masih sangat muda tapi semangat jantanmu luar
biasa loohu tidak ingin mencari banyak urusan lagi dengan
dirimu sekarang kau boleh berlalu."
"Eeeei. Hal ini mana bisa jadi, kau menotok jalan darahku,
melepaskan darah dari badanku apakah demikian saja urusan
bisa dianggap beres" jika tidak kuberi sedikit peringatan
kepadamu kau masih anggap aku jeri."
"Jadi kau sungguh-sungguh ingin menantang Loohu untuk
bergebrak" seru Tok So Yok Ong dingin.
Siauw Ling berpikir sebentar akhirnya dia menggeleng.
"Sudahlah kau melepaskan darah dibadanku sehingga
hampir aku mati tetapi putrimu telah menolong jiwaku, hutang
piutang ini kita beresi sampai disini saja."
Ia mendorong pintu dan melangkah keluar dengan langkah
lebar. Tok So Yok Ong tidak menghalangi lagi perjalanan pemuda
ini dengan termangu-mangu ia memandang banyangan
punggung Siauw Ling hingga lenyap dibalik pintu luar.
Sekeluarnya dari ruangan itu Siauw Ling menghembuskan
napas panjang. Ia mengitari ruangan yang terletak dua buah
peti mati itu. Terlihat olehnya penutup peti mati sudah terbuka isi peti
itupun kosong melompong tak kelihatan sesuatu apapun tak
terasa pikirnya dalam hati, "Tiong Cho Siang Ku menyimpan
surat rahasia di dalam peti mati itu sudah tentu mereka
menutupnya kembali peti tersebut baik-baik tapi kini penutup
peti mati telah terbuka jelas suratpun telah diambil oleh
mereka. Mungkin sekali telah terjatuh ke tangan Kiem Hoa
Hujien serta Giok Lan berdua yang baru saja datang."
Teringat akan surat yang ditinggalkan di dalam peti itu
mendadak hatinya tergetar sangat keras batinnya lebih jauh,
"Untuk menyelidiki rahasiaku Tiong Cho Siang Ku telah
menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa San
cung. Teringat akan penjagaan yang begitu kuat sekalipun
silat yang dimiliki Tiong Cho Siang ku sangat lihaypun rasanya
tidak gampang untuk mengundurkan diri dari perkampungan
Pek Hoa San cung dalam keadaan selamat...."
Pikirannya dengan cepat berputar mendadak ia meloncat
keluar dari ruang itu kemudian mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya lari balik ke arah perkampungan.
Menanti tubuhnya hampir mendekati perkampungan Pek
Hoa San cung, Siauw Ling secara mendadak baru teringat
kembali apabila dirinya adalah seorang Tjungtju dari
perkampungan Pek Hoa San cung sekalipun Tiong Cho Siang
Ku menemui mara bahaya bagaimanapun juga ia tidak leluasa
untuk turun tangan memberi pertolongan. Maksud pemuda ini
ia akan menyaru dengan wajah yang lain.
Baru saja ingatan berkelebat di dalam benaknya mendadak
terlihat Tjioe Tjau Liong berjalan menghampiri dengan langkah
lambat-lambat. "Samte selama ini kau telah pergi kemana?" tegurnya
cepat, "Aaaaai! peristiwa ini susah diceritakan dengan sepatah dua
patah kata saja" seru Siauw Ling setelah menenangkan
pikirannya yang sangat kacau. "Hampir-hampir saja seluruh
darah dalam tubuh Siauwte telah dihisap orang sampai habis."
Wajah Tjioe Tjau Liong semula diliputi keseriusan serta
dingin sehabis mendengar ucapan tersebut kontan kelihatan
tercengang. "Ooouw....sudah terjadi peristiwa ini" siapa orang yang
begitu bernyali?" Siauw Ling tidak langsung memberi jawaban setelah
melihat perubahan wajah sang Djie tjungtju dari
perkampungan Pek Hoa San cung ini, pikirnya dihati, "Aku tak
boleh menceritakan kisah yang sesungguhnya kepada orang
lain. Aku harus mengarangkan ceritera bohong buatnya."
Sebetulnya Siauw Ling bukan manusia yang berhati licik
ataupun seorang yang cerdik menggunakan akal busuk. Tetapi
semenjak mendengar ucapan Kiem Hoa Hujien rasa
waspadanya mulai dipertingkatkan. Apalagi sejak kejadian
Djen Bok Hong menipu lukisan Giok Siancunya hanya dengan
beberapa patah yang sangat biasa saja. Hal ini makin
memperingatkan dirinya akan keadaan yang sangat
berbahaya. Ditambah pula sewaktu berada dalam kuil kuno tadi ia
mendengar pembicaraan Tiong Cho Siang Ku berdua beberapa
bukti ini makin memberi kepadanya apabila ia sudah
terperosok masuk ke dalam lembah kehinaan.
Agaknya sebelum Djen Bok Hong mengundurkan diri dari
peredaran Bulim dia adalah seorang jago kalangan Hek to
yang sangat lihay dan agaknya diantara dia dengan partaipartai
kalangan lurus memiliki dendam sakit hati yang sangat
mendalam akhirnya setelah ia terluka parah ia menetap di
dalam perkampungan Pek Hoa San cung.
Diluaran ia hanya menetap disana, karena telah
mengundurkan diri dari dunia persilatan padahal yang benar ia
sedang menyusun suatu kekuatan untuk merajai Bulim
terutama sekali anak buahnya yang telah disebar dan
diselundupkan ke dalam perguruan-perguruan besar lainnya
serta persengkokolannya dengan beberapa pentolan iblis sakti
hal ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang sangat
menggemparkan Bulim. Terdengar Tjioe Tjau Liong dengan nada keheranan
bertanya kembali, "Sam te! kau sudah berjumpa dengan
siapa! kenapa ia hendak melepaskan darah dibadanmu sampai
habis?" Siauw Ling tersadar kembali dari lamunannya dengan hati
terperanjat buru-buru sahutnya penuh kecemasan, "Orang itu
bernama Tok So Yok Ong. Karena sedikit siauwte berlaku
ceroboh jalan darahku kena ditotok kemudian ia hisap darah
dibadanku untuk menolong jiwa putrinya."
Belum sempat ia menyusun suatu kisah bohong pertanyaan
Tjioe Tjau Liong sudah mendesak datang bertubi-tubi dalam
keadaan gelisah terpaksa ia ngaku terus terang apa adanya
kejadian yang telah berlangsung.
"Tok So Yok Ong adalah seorang tabib yang sakti dari
dunia kangouw" terdengar Tjioe Tjau Liong berseru. "Agaknya
orang ini ada hubungan yang sangat erat dengan toako
mungkin setelah itu tahu kedudukanmu maka dirimu lantas
dilepaskan kembali?"
"Bukan aku ditolong oleh putrinya."
Mula-mula Tjioe Tjau Liong tersenyum, kemudian dengan
wajah keren dan alis berkerut tanyanya kembali, "Sekarang
dimanakah orang itu?"
Dalam hati Siauw Ling tahu berbohongpun tak ada
gunannya maka dari itu terpaksa jawabnya, "Dia berada
disebuah kuil besar yang telah bobrok diarah sebelah utara."
"Nah itulah dia maka toako menguatirkan keselamatanmu
ia sudah mengirim dua belas rombongan jago untuk mencari
jejakmu. Sekarang ia menanti beritamu diatas loteng Wang
Hoa Loo, mari kita pergi menjumpai dirinya."
"Siauwtepun pikir seharusnya aku pergi mohon ampun dari
toako!" pemuda itu mengangguk.
"Watak toako selalu keren berwibawa dan tak seorangpun
dari anggota perkampungan kita yang tidak menghormati
dirinya, tetapi terhadap dirimu ia begitu sayang dan setiap
perbuatannya melanggar kebiasaan, bukannya aku sebagai
kakakmu hendak menegur dirimu ada baiknya lain kali kau
sedikit berhati-hati dan mawas diri!"
Pada hari-hari biasa orang ini selalu bersikap ramah
terhadap diri Siauw Ling tetapi kini mendadak dengan wajah
keren telah menegur dan menasehati pemuda tersebut.
Bilamana Siauw Ling belum mengetahui keadaan
sebenarnya dari perkampungan Pek Hoa San cung serta tidak
mengetahui keadaan dirinya yang sangat berbahaya mungkin
setelah mendengar teguran itu ia sudah membantah tetapi
saat ini ia cuma tertawa hambar.
"Setelah berjumpa dengan Toa tjungtju, Siauwte tentu
akan mohon maaf dihadapannya."
Perlahan-lahan Tjioe Tjau Liong mendehem perlahan.
"Aaaaiii! keadaan Bulim sangat berbahaya ada kalanya
mengandalkan kepandaian silat sajapun percuma saja kau
belum pernah berkelana belum mempunyai pula pengalaman
yang luas sudah tentu sulit untuk menghadapi manusiamanusia
berhati picik dan licik. Lebih baik lain kali jangan
sembarangan berjalan seorang diri ditempat luaran."
Siauw Ling kontan santrap marah sehabis mendengarkan
ucapan tersebut. Hawa amarah berkobar di dalam dadanya
susah tertahan. "Teguran Djie Cungcu sedikitpun tidak salah tetapi tujuan
siauwte turun gunung sebenarnya adalah ingin pulang untuk
menjenguk orang tuaku. Siapa sangka tanpa sengaja sudah


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjumpa dengan Tjioe heng kemudian setelah mengalami
kejadian yang berliku-liku angkat saudara pula dengan Toa
cungcu tapi kau harus tahu pakaian yang indah serta makanan
yang lezat tidak dapat menahan rasa rindu siauwte untuk
menjenguk orang tuaku besok pagi siauwte ingin berpamitan
dengan kalian berdua untuk berangkat pulang kerumah."
Seketika itu juga Tjioe Tjau Liong berdiri tertegun.
"Toako sangat baik dan sayang kepadamu aku akan
menyetujui permintaanmu ini."
"Orang hidup dikolong langit mengutamakan kebaktian
kepada orang tua" potong Siauw Ling lebih jauh. "Jikalau
kalian berdua sebagai kakak itu memandang aku ini sebagai
saudara seharusnya sikap kalian adalah memuji kebaktian
Siauwte terhadap orang tuaku."
"Aaaaaaai....urusan ini kita bicarakan saja setelah berjumpa
dengan Toako sendiri" akhirnya Tjioe Tjau Liong menghela
napas panjang. Dengan langkah lebar ia berjalan maju kedepan. Tidak
selang beberapa saat kemudian loteng Wang Hoa Loo sudah
berada didepan mata tampak ruangan loteng penuh
bermandikan cahaya yang gemerlapan.
Selama perjalanan menuju loteng Wang Hoa Loo secara
diam-diam Siauw Ling memperhatikan keadaan disekeliling
tempat itu, setelah dilihatnya sesuatu tetap sunyi senyap ia
lantas tahu bila Tiong Cho Siang Ku belum datang kesana.
Tjioe Tjau Liong langsung membawa Siauw Ling naik
keloteng tingkat ketiga belas. Waktu itu Djen Bok Hong lagi
duduk disamping jendela menikmati pemandangan malam.
Ketika melihat munculnya kedua orang itu ia segera bangun
dan tertawa. "Djie te, samt te silahkan duduk."
Siauw Ling yang mengikuti dibelakang Tjioe Tjau Liong
sewaktu melihat si Toa Tjungtju mempersilahkan mereka
duduk terpaksa iapun ikut menjura memberi hormat.
Perlahan-lahan dari dalam sakunya Djen Bok Hong
mengambil keluar segulung lukisan lalu diangsurkan kedepan.
"Lukisan Giok Siantju ini sudah Siauw heng periksa"
katanya sambil tertawa. "Walaupun coretannya indah dan
mantap, seluruh lukisan dibuat sangat hidup. Aku rasa tidak
begitu mempesonakan seperti yang disiarkan dalam Bulim.
Kau baik-baiklah menyimpan benda ini dan jangan sampai
hilang, kalau tidak maka kau tak akan bisa mempertanggung
jawabkan benda tersebut dihadapan Kiem Hoa Hujien."
Djen Bok Hong yang selalu berwajah keren penuh wibawa
pada saat ini sikapnya telah berubah seratus persen! suatu
senyuman yang sukar diduga maksudnya menghiasi seluruh
wajah. Siauw Lingpun tidak banyak bicara seraua menerima
lukisan itu katanya lirih, "Siauwte datang mohon ampun!"
"Eeeei, kau sudah melakukan kesalahan apa" kenapa nada
ucapanmu begitu serius?"
Siauw Ling tertegun beberapa saat lamanya tak
mengucapkan sepatah katapun ia berpaling memandang
sekejap wajah Tjioe Tjau Liong kemudian sahutnya, "Siauwte
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San cung."
"Kau sebagai Tjungtju sudah seharusnya bertindak dan
pergi sesuka hatimu apalagi aku sudah menjatuhi maksudmu
ini aku rasa kau tak ada urusan yang patut diampuni bukan?"
potong Djen Bok Hong sambil tertawa.
"Tapi merepotkan toako harus mengirim dua belas
rombongan jago untuk mencari jejakku."
Djen Bok Hong goyangkan tangannya melarang Siauw Ling
berkata lebih lanjut. "Asalkan kau aman tak terjadi urusan apapun akupun boleh
berlega hati urusan sekecil ini rasanya tak penting untuk
dibicarakan." Ia bangun berdiri dan tertawa sambungnya, "Waktu sudah
tidak pagi kalianpun harus pergi beristirahat."
"Siauwte masih ada urusan hendak dilaporkan kepada
toako" buru-buru Siauw Ling berseru.
"Urusan apa?" perlahan-lahan Djen Bok Hong duduk
kembali ke atas kursinya asalkan aku bisa melakukan tentu tak
akan kutolak." "Sejak Siauwte mempelajari ilmu silat telah lama berpisah
dengan orang tuaku rasa rindu yang mencengkeram hati
Siauwte sukar ditahan lagi. Karena itu maksudku ingin
berangkat balik kekampung untuk menjenguk mereka."
"Sebagai manusia harus mengutamakan kebaktian jikalau
demikian adanya entah Sam te kapan berangkat?"
Diam-diam Siauw Ling memperhatikan perubahan wajah
Djen Bok Hong ketika dilihatnya ia tidak menunjukkan rasa
tidak senang segera sambungnya lebih jauh, "Secara
mendadak siauwte ingin menjenguk orang tuaku rasa rindu
susah ditahan lagi bagaikan anak panah yang tekah dipasang
diatas gendewa aku rasa besok pagi segera berangkat."
"Baiklah" ujar Djen Bok Hong sambil tertawa dan
mengangguk. "Besok siang aku akan mengadakan perjamuan
untuk menghantar keberangkatanmu."
"Aaakh siauwte tidak berani merepotkan diri Toako."
"Sebenarnya aku sebagai kakakpun harus ikut berangkat
untuk menjenguk orang tuamu berdua tetapi saat ini dalam
perkampungan sedang banyak urusan rasanya kurang leluasa
untuk berangkat terlalu jauh menggunakan waktu setengah
harian ini biarlah Siauwte persiapkan beberapa macam hadiah
nah sekarang turunlah untuk beristirahat."
Siauw Ling merasa sangat terharu pikirnya dihati, "Jika
ditinjau dari cara yang melakukan pekerjaan jelas Toako
adalah seorang yang berperasaan mengapa orang-orang pada
mengecap dia sebagai manusia paling jahat?"
Belum sempat pikiran kedua berkelebat lewat Tjioe Tjau
Liong sudah bangun berdiri seraya menjura mohon diri
terpaksa Siauw Ling ikut menjura dan bersama-sama turun
dari loteng. Baru saja kedua orang itu keluar dari loteng Wang Hoa Loo
lampu yang semula menyinari ruangan mendadak padam
seluruhnya. Melihat hal tersebut diam-diam Tjioe Tjau Liong berbisik
lirih, "Terhadap Sam te boleh dikata Toako merasa sayangnya
luar biasa setelah Sam te kembali kekampung untuk
menjenguk kedua orang tua cepat-cepatlah balik kemari agar
Toako jangan selalu merindukan dirimu...."
"Soal ini baru bisa siauwte tentukan setelah berjumpa
dengan orang tuaku."
Ia merandek sejenak lalu tanyanya lagi, "Apakah malam ini
dalam perkampungan Pek Hoa San cung kedatangan musuh
yang menyelundup masuk."
"Tidak ada. Eeeei mengapa samte menanyakan persoalan
ini?" Dalam keadaan terperanjat, satu ingatan cerdik berkelebat
di dalam benak pemuda she Siauw ini.
"Aku teringat akan tantangan Kiem Hoa Hujien untuk
mengajak Tiong Lam Jie bergebrak. Hal ini kesemuanya
dikarenakan peristiwa dari pihak Bu tong pay karena itu pihak
Bu tong pay tentu tak akan berpeluk tangan belaka. Mungkin
sekali mereka mengirim orang untuk datang menjenguk gerak
gerik kita." "Ehmm perkataan ini memang sangat beralasan" Tjioe Tjau
Liong mengangguk setelah merandek sejenak tambahnya,
"Mari, aku hantar kau kembali."
"Tidak perlu, tidak perlu Siauwte bisa pulang sendiri."
Dengan menjura sebagai perpisahan, buru-buru Siauw Ling
balik kerumah Lan Hoa Tjing Sinya.
ooo0ooo Tampak Giok Lan, Kiem Lan duduk saling berhadaphadapan
diruangan tengah, melihat munculnya Siauw Ling
mereka sama-sama meloncat bangun seraya lari menyambut.
Terdengar Giok Lan menghembuskan napas panjang.
"Sam ya! akhirnya kau kembali juga kami sudah mencari
kau kemari serunya penuh rasa lega."
Siauw Ling yang masih teringat akan diri Tiong Cho Siang
Ku dengan nada memberi jawaban tapi menyerupai pula
pertanyaan ujarnya, "Apakah malam ini ada orang yang
menyatroni perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Budak menemani Kiem Hoa Hujien pergi mencari sam ya
sekembalinya dari tempat luaran sama sekali tidak mendengar
berita apapun!" "Budak selalu berjaga diruangan tengah. Berita tanda
bahaya sama sekali tidak terdengar!" sambung Kiem Lan dari
samping. "Aaaakh! kalau begitu sungguh aneh sekali!" pikir Siauw
Ling dengan rasa tercengang. "Dengan ketetapan penjagaan
dalam perkampungan Pek Hoa San cung asalkan Tiong Cho
Siang Ku menyelundup masuk ke dalam perkampungan tak
membunyikan tanda bahaya" apakah kedua orang itu lain
dimulut lain dihati dan tidak datang kemari! atau mungkin
ditengah jalan mereka sudah berubah pikiran lain
mengundurkan dirinya kembali?"
Sembari berpikir ia menyingkap horden dan berjalan masuk
ke dalam kamar. Giok Lan telah menyulut lilin merah untuk menerangi
seluruh ruangan seraya bekerja ujarnya, "Sam ya, apakah
ingin makan sedikit?"
"Tidak perlu! aku harus baik-baik beristirahat dan kalianpun
seharusnya pergi tidur."
Kiem Lan saling bertukar pandangan sekejap dengan
adiknya Giok Lan. Bibir tampak bergerak seperti mau
mengucapkan sesuatu tetapi akhirnya dibatalkan dan
perlahan-lahan mengundurkan diri dari sana.
Sepeninggalnya kedua orang dayang itu Siauw Ling mulai
duduk bersemedi mengatur pernapasan.
Selama ini dalam hatinya selalu murung apakah tenaga
sinkangnya mendapat gangguan karena banyaknya darah
yang telah dihisap orang, tetapi setelah ia salurkan tenaga dan
atur pernapasan terasalah keempat anggota badannya segar
sama sekali tak terganggu.
Haruslah diketahui sewaktu Tok So Yok Ong melepaskan
darah dari tubuh Siauw Ling, berhubung mendapat berbagai
macam gangguan maka darah yang berhasil dihisap keluar
sama sekali tidak banyak.
Tetapi dalam pandangan Siauw Ling, peristiwa ini sangat
menakutkan pikirannya selama ini ia selali menganggap darah
di dalam badannya paling sedikit telah hilang separuh.
Terasa hawa murni perlahan-lahan berputar mencapai
loteng tingkat kedua belas dan akhirnya ia lelap dalam
keadaan lupa segalanya. Menanti ia tersadar kembali dari semedinya sang surya
telah memancarkan cahayanya menyoroti seluruh jagat.
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan pertandingan
silat antara Kiem Hoa Hujien melawan Tiong Lam Djie Hiap
pada pagi ini, dengan cepat ia meloncat bangun tanpa sisir
rambut dan cuci muka lagi segera lari keruang tengah.
Tampak Giok Lan serta Kiem Lan menyoren pedang telah
menanti didepan ruangan. "Apakah Kiem Hoa Hujien sudah datang kemari?" buruburu
tanyanya kepada kedua orang dayang tersebut.
"Belum" jawab Giok Lan. "Hanya Djie Tjungtju telah datang
untuk mengajak Samya pergi melihat pertandingan, karena
budak melihat Samya belum bangun maka tidak kupanggil
dirimu." "Sudah berapa lama ia pergi?"
"Tidak sampai satu jam."
"Waah....sudah cukup waktu untuk menentukan siapa
menang siapa kalah siapa hidup siapa mati."
Ia cepat-cepat lari kemuka atau secara tiba-tiba teringat
akan sesuatu segera ia berpaling kembali.
"Tadi apa yang kau ucapkan?"
"Budak melarang Djie Tjungtju masuk" sahut Giok Lan
sambil tertawa sedih. "Aaaai bagaimanapun juga budak adalah
seorang yang hampir mendekati ajalnya. Membuat dosa
kepada Djie Tjungtjupun tidak mengapa...."
"Makin didengar pikiranku makin bingung. Sebenarnya apa
yang telah terjadi?"
Giok Lan mengusap kering bekas air mata dipipinya
kemudian tertawa paksa. "Aku rasa pertandingan antara Kiem Hoa Hujien melawan
Tiong Lam Djie hiap sudah dimulai lebih baik Samya pergi
menonton keramaian dahulu."
Perlahan-lahan Siauw Ling melirik sekejap wajah kedua
orang dayang itu dilihatnya sepasang mata mereka merah
membengkak jelas baru saja menangis sedih, tak terasa lagi ia
menghela napas panjang. "Apakah Djie Tjungtju paksakan hendak menerjang masuk
kedalam?" tanyanya. "Benar" sahut Kiem Lan mengangguk. "karena dia
memaksa maka Giok Lan Moay cabut pedang merintangi jalan
perginya dan ngotot tak mau mengalah dengan membawa
gusar Djie Tjungtju segera berlalu. Bila ia mengadukan Giok
Lan dihadapan Toa Tjungtju dengan kata-kata yang tak baik
mungkin...." Giok Lan tiba-tiba menggeleng tidak membiarkan Kiem Lan
bercerita lebih lanjut serunya, "Kiem Lan cici jangan
membuang waktu Samya untuk menonton keramaian lagi."
"Eeeei kalian berpakaian ringkas serta menggembol pedang
apakah kamu berduapun ingin ikut melihat keramaian?"
"Kedudukan budak sekalian sangat rendah mana punya
rejeki sebesar ini untuk ikut menonton" seru Giok Lan sedih.
"Kami kakak beradik dua orang sedang menunggu petugas
yang datang menangkap kami" sambung Kiem Lan dari
samping. "Sebelum Samya bangun dari tidur apabila mereka
telah datang, maka kami berdua sudah punya rencana untuk
melakukan perlawanan terhadap para petugas itu."
"Dan kini Samya telah bangun kamipun tidak perlu
melawan para petugas itu lagi" sela Giok Lan pula mengiringi
pembicaraan encinya. Mendengar kesemuanya ini Siauw Ling mengedipkan
matanya, tiba-tiba ia berseru, "Ayo cepat, kita bersama-sama
pergi menonton keramaian."
"Tidak lebih baik budak tidak pergi. Harap Samya suka
baik-baik berjaga diri."
"Setelah Samya kembali dari nonton keramaian" sambung


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiem Lan kembali dari samping kemungkinan besar budak
sekali sudah tidak berada di dalam pesanggrahan Lan Hoa
Tjing si lagi selama beberapa hari ini Samya harus berhati-hati
terhadap makanan dan minuman."
"Ehmm sekarang aku rada sedikit paham" Siauw Ling
mengangguk tiada hentinya. "Kalian ikutlah aku pergi."
"Budak sekalian bukannya tidak ingin pergi tapi kami benarbenar
tak bisa pergi Samya kau pergilah sendiri" seru Giok Lan
menggeleng. Sepasang mata Siauw Ling berkilat.
"Giok Lan kau sungguh-sungguh tidak takut mati?"
"Kegagahan Samya semangat lelaki sejati yang kau
perlihatkan belum pernah budak sekalian temui selama hidup
sekalipun mati juga tidak kecewa."
"Ehmm...." Siauw Ling mengangguk sinar matanya kini
dialihkan ke atas wajah Kiem Lan. "Dan kau takut mati tidak?"
"Sekalipun budak tidak ingin matipun tak mungkin bisa
asalkan Samya sehat walafiat budak matipun rela."
"Bagus sekali setelah kalian tidak takut mati apa yang perlu
kalian takuti lagi" pada saat ini ayo ikut aku pergi nonton
keramaian." "Walaupun kami berdua tidak takut mati tetapi tidak ingin
mencelakai Samya" seru kedua orang budak itu hampir
berbareng. Siauw Ling tertawa hambar.
"Aku tidak takut mati ayo kalian ikuti diriku."
Saking terharunya kedua orang itu sampai menangis dan
jatuhkan diri berlutut. "Samya adalah seorang yang budiman dan berhati mulia,
budak berdua merasa sangat berterima kasih semoga saja
Samya jangan terlalu melawan perintah Toa Tjungtju
karena...." "Kalian tidak usah banyak bicara lagi aku bisa ambil
keputusan sendiri nah sekarang bangunlah."
Ia lantas bimbing bangun kedua orang dayang tersebut.
"Moay-moay" kata Kiem Lan sambil mengusap air matanya.
"Setelah bangun berdiri setelah Samya ngotot membawa kita
ikut serta lebih baik kita menurut saja malang kesana
melintang kesini akhirnya juga mati apa yang perlu ditakuti?"
"Benar sebelum kita mati masih bisa membantu diri Samya
pula." Melihat tingkah laku kedua orang dayangnya Siauw Ling
tertawa. "Cepatlah kalian usap kering air mata dipipi kalian jangan
nanti dikira orang aku sedang menganiaya kalian berdua."
Kedua orang dayang itu saling berpandang dan tertawa
setelah mengusap keringat bekas air mata dengan mengikuti
dari belakang Siauw Ling berlari ke arah muka.
Sang surya jauh telah berada ditengah awang-awang tiga li
diluar perkampungan Pek Hoa San cung didepan sebuah tanah
lapang berumput sedang berlangsung suatu pertarungan yang
maha sengit. Sewaktu Siauw Ling muncul disana seketika itu juga
hatinya tergetar keras. Tampak Loo djie dari Tiong Lam Siang Hiap Teng It Loei
menggeletak kaku dibawah sebatang pohon Yang Liuw
agaknya ia telah menderita luka yang amat parah.
Im Yang Tju serta Tjan Yap Tjing dengan wajah penuh
kesedihan masing-masing berdiri disisi Teng It Loei terutama
sekali Tjan Yap Tjing. Sepasang matanya memancarkan cahaya berapi-api
bibirnya kelihatan berdarah.
Tjioe Tjau Liong tetap memakai perlente, bergendong
tangan berdiri disisi Ih Boen Han To dibelakang kedua orang
itu berdiri pula empat orang pemuda yang menyoren pedang.
Pakaian yang dikenakan keempat orang pemuda tersebut
sangat aneh sekali. Dua orang memakai baju berwarna merah
padam yang menyolok sedang dua orang lainnya memakai
baju warna putih, wajahnya pucat pasi bagaikan mayat.
Sedang yang berbaju merah padam bagaikan darah.
Ketika Giok Lan melihat hadir keempat orang itu air
mukanya kelihatan berubah hebat bisiknya kepada diri Siauw
Ling, "Samya sudah lihat keempat orang itu" dua orang
berbaju putih dan dua orang berbaju merah."
"Sudah kulihat kenapa?"
"Itulah anggota Pet Toa Hiat Im atau delapan orang sukma
bayangan berdarah yang diciptakan Toa Cungcu tak kusangka
dari delapan sukma bayangan berdarah kini sudah ada empat
orang yang hadir. Aku berani memastikan kali ini pihak Bu
tong pay akan kalah total sekalipun mereka berhasil
menangkan Kiem Hoa Hujienpun sama saja seluruh
pasukannya bakal musnah...."
Mendadak Tjioe Tjau Liong berpaling buru-buru budak ini
tutup mulut. Sewaktu Tjioe Tjau Liong melihat Siauw Ling hadir sama
kedua orang dayang agaknya ia merasa sedikit ada diluar
dugaan setelah tertegun sejenak ia baru menggape ke arah
sang pemuda. Siauw Ling percepat langkahnya berjalan menghampiri,
tetapi dengan cepat seluruh perhatiannya telah terhisap oleh
pertarungan yang berlangsung dengan serunya ditengah
kalangan. Tampak pedang Thiat Kut San dari Ke Thian Ih sebentar
naik sebentar turun dengan perubahan yang sangat banyak,
cahaya merah sebentar menyambar lewat disusul bayangan
hitam mendesir memekikan telinga. Semua serangan
ditujukan ke arah jalan darah ditubuh Kiem Hoa Hujien.
Kiranya kipas dari Ke Thian Ih terdiri dari sebagian warna
merah dan sebagian lagi warna hitam dengan begitu sewaktu
berkelebatpun memancarkan cahaya yang berbeda pula.
Senjata yang digunakan Kiem Hoa Hujien juga sangat aneh
sekali ditangan kirinya memainkan sebuah kelabang besar
yang sedang mementangkan cakarnya sedang ditangan kanan
memutar seekor ular aneh bersisikkan bintik-bintik merah.
Ular itu hanya sebesar jari tangan tetapi panjangnya
mencapai tiga empat depa tubuh ular melingkar ditangan
kanan Kiem Hoa Hujien sedang kepala ular sebentar
menyambar sebentar menyusut dengan melancarkan
serangan dibarengi pertahanan yang kuat.
Siauw Ling yang melihat kejadian itu jadi tertegun
dibuatnya. "Menggunakan ular aneh serta kelabang sebagai senjata
bergebrak sungguh susah dipikirkan...."
"Sam te kau sudah datang terlambat satu langkah sebuah
pertarungan sengit telah kau lampaui."
"Apakah Teng It Loei terluka dibawah patukan ular berbisa
dari Kiem Hoa Hujien?"
"Teng It Loei mengandalkan ilmu kepalannya menjagoi
seluruh kolong langit" sela Ih Boen Han To dari samping.
"Dalam pertarungan yang pertama masing-masing tidak
menggunakan senjata."
"Bagaimana" kalau begitu Teng It Loei terluka zdibawah
serangan Kiem Hoa Hujien?"
"Tidak salah Teng It Loei mengandalkan ilmu kepalannya
yang tiada tandingan dikolong langit. Siapa sangka justru
kecudang dibawah serangan kepalan pula. Nama besar Tiong
Lam Djie hiap kemungkinan besar akan hancur di dalam
pertarungan sengit kali ini."
Ketika Siauw Ling memperhatikan kembali jalannya
pertarungan ditengah kalangan, ia temukan permainan jurus
dari Kiem Hoa Hujien benar-benar aneh dan telengas, tidak
terasa pikirnya di dalam hati, "Tidak kusangka bukan saja
perempuan ini pandai menggunakan beratus-ratus macam
racun bahkan kepandaian silat yang dimilikipun sangat luar
biasa. Jikalau ia benar-benar berniat untuk menjadi pembantu
setia Djen Bok Hong dan bekerja sama di dalam
perjuangannya mencapai cita-cita yang diimpikan rasanya
tidak sukar bagi mereka untuk menguasai seluruh kalangan
dunia persilatan!" Terdengar Ih Boen Han To tiba-tiba berkata, "Sam Tjungtju
kepandaian silatmu sangat lihay rasanya tidak sulit untuk
meninjau siapa yang bakal menang dan siapa pula yang bakal
kalah, entah dapatkah kau memberi bayangan siapakah yang
bakal unggul di dalam pertarungan."
Dengan teliti dipandangnya pertarungan dikalangan!
pemuda itu merasakan pertempuran yang sedang berlangsung
susah untuk diberikan suatu bayangan yang tepat dalam
saling serang menyerang yang berlangsung dikalangan
masing-masing pihak menggunakan perubahan jurus yang
sama-sama lihay untuk mempertahankan diri dan berusaha
pula untuk merubuhkan lawan.
Tak terasa ia menyahut, "Bila ditinjau dari hasil
pertarungan sampai saat ini mereka berdua masih setali tiga
uang dalam dua puluh tiga puluh jurus masih susah untuk
menentukan siapa menang siapa kalah menurut pandangan
cayhe menang kalah paling sedikit baru bisa dilihat setelah
bergebrak ratusan jurus lagi jikalau Ih Boen heng punya
pendapat yang tinggi siauwte akan bentang telinga
mendengarkan uraianmu."
"Menurut pendapat cayhe kemenangan berada ditangan
Kiem Hoa Hujien bahkan tidak sampai seratus jurus
kemudian." "Bagaimana kau bisa berpendapat demikian?"
"Ke Thian Ih dipengaruhi oleh napsu untuk membalas
dendam baru saja turun tangan ia telah mengeluarkan seluruh
kepandaian yang dimilikinya dan menyerang dengan gencar.
Hal ini justru melanggar pantangan terbesar bagi seorang jago
silat terutama sekali menghadapi manusia macam Kiem Hoa
Hujien ia makin mudah untuk dikalahkan...."
"Ehhmmm....perkataannya sedikitpun tidak salah" pikir
Siauw Ling di dalam hati, sedang diluaran katanya, "Walaupun
jurus serangan yang dilancarkan Ke Thian Ih sangat ganas
dan gencar tetapi pertahanan dilakukan amat rapat. Aku rasa
perubahan belum tentu terjadi menurut dugaan Ih Boen
heng?" "Baik ilmu silat maupun jurus serangan yang digunakan
Kiem Hoa Hujien kebanyakan beraliran aneh, apalagi senjata
yang digunakan binatang hidup yang bisa menjulur menarik
semaunya, walaupun pertahanan Ke Thian Ih sngat kuat
inipun hanya bisa digunakan untuk sementara waktu saja."
Beberapa patah kata ucapan ini diucapkan dengan nada
tinggi. Semua orang yang hadir dikalangan dapat mendengar
dengan jelas. Di dalam pertarungan jago-jago kelas wahid yang paling
ditakutkan adalah pecahnya seluruh perhatian. Ketika Ke
Thian Ih mendengar ada orang meneriakkan salahnya cara
bertarung mendadak permainan jurusnya berubah dari
penyerangan yang gencar ia berubah jadi kedudukan bertahan
yang ketat.... Justru ketika Ke Thian Ih mengubah caranya bertempur
itulah mendadak Kiem Hoa Hujien melancarkan dua jurus
serangan yang maha dahsyat memaksa orang itu terdesak
mundur dua langkah ke belakang.
Setelah serangannya berhasil merebut posisi yang
menguntungkan, Kiem Hoa Hujien segera menggerakkan
tangan kanannya melancarkan satu swerangan yang jatuh
lebih gencar. Ular merah ditangannya mendadak menerjang
satu depa lebih panjang mengancam wajah Ke Thian Ih.
Buru-buru Ke Thian Ih menggerakkan kipas ditangan
kanannya untuk coba menggagalkan serangan tersebut tetapi
gerakannya ini sudah keburu dikunci oleh serangan kelabang
ditangan kiri Kiem Hoa Hujien.
Untuk beberapa saat untuk menangkis datangnya serangan
tersebut Loo toa dari Tiong Lam Djie hiap ini menemui
kesulitan dalam keadaan gugup dan terburu-buru tubuhnya
menjatuhkan diri ke belakang. Kakinya menjejak! badanpun
bersalto beberapa kali menghindar sejauh lima depa ke
belakang. Walaupun pengalaman Siauw Ling dalam dunia kangouw
belum banyak tetapi ia sudah mendapat didikan yang ketat
dari tiga orang jago lihay. Apalagi yang diketahui Tjung San
Pek amat luas. Tiap jurus serangan dari tiap perguruan ia
mengerti dimana letak kelihayannya serta dimanakah letak
kelemahannya. Setelah melihat Ke Thian Ih kehilangan
posisinya yang baik seketika itu juga ia menjadi sadar kembali
bila Ih Boen Han To sebenarnya sedang menipu diri Ke Thian
Ih. Dalam keadaan cemas, dengan melupakan diri ia telah
berteriak keras, "Akhh! pendapat Ih Boen sianseng belum
tentu benar. Bilamana Ke Thian Ih ngotot menyerang
disamping bertahan paling banter akan timbulkan keadaan
sama-sama menderita luka."
Ke Thian Ih yang sudajh berulang kali kena direbut posisi
baiknya, kekalahan sudah berada diambang pintu tetapi
setelah mendengar ucapan dari Siauw Ling ini kontan saja
semangatnya berkobar. Kipasnya dengan jurus Wan Teh Huan Im atau dasar
pergelangan membalik Mega menggulung pihak lawan dari
bawah menuju ke atas sedangkan tangan kirinya dengan jurus
Hun Swie Fu Liong atau memisah air membelenggu naga dari
Siong Yang Toa Kloe Djien Nah So hoat tidak menanti
badannya berdiri tegak bersama-sama dilancarkan keluar.
Kiem Hoa Hujien yang mencekal kemenangan diwaktu itu
sedang menerjang maju kemuka ia sama sekali tidak
menyangka kalau dalam keadaan kritis itu dari posisi bertahan
Ke Thian Ih bisa berubah menjadi posisi menyerang.
Tampak dua sosok bayangan manusia berbentrok menjadi
satu kemudian masing-masing pihak meloncat mundur lima
depa ke belakang. Pundak kiri Kiem Hoa Hujien terluka, darah segar mengucur
keluar dengan derasnya sedangkan air muka Ke Thian Ih
pucat pasi bagaikan mayat jari manis ditangan kirinya
membengkak satu kali lipat.
Jelas di dalam bentrokan yang terjadi dalam waktu kilat
itulah masing-masing pihak sudah menderita luka.
Dengan menahan rasa sakit dipundak kirinya Kiem Hoa
Hujien tertawa dingin seraya menjengek.
"Kau telah kena digigit ular Ci Lian Coa ku perduli tenaga
kweekangmu telah mencapai sempurna apapun jangan harap
bisa mengeluarkan racun ganas itu dalam dua jam kemudian


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau pasti mati." "Di dalam kipas Hong Hwee San ku inipun tersembunyi dua
belas batang jarum beracun sebenarnya sudah lama tidak
kugunakan lagi" kata Ke Thian Ih dengan wajah serius.
"Tetapi menghadapi kau manusia berhati ganas digunakanpun
tidak perlu disayangkan lagi ketika kipasku menyambar diatas
pundak kirimu kedua belas batang jarum beracun telah
kuhamburkan semua di dalam dua belas jam kemudian jarum
tersebut dengan mengikuti aliran darah akan menyerang ke
dalam jantungmu sekalipun berjumpa dengan tabib
tersohorpun jangan harap bisa menolong selembar wajahmu."
Melihat akhir dari pertarungan ini dengan gemas Ih Boen
Han To sekejap ke arah Siauw Ling ujarnya dingin, "Jikalau
bukan Sam Cungcu terlalu banyak bicara pada saat ini Ke
Thian Ih sudah terluka kena digigit ular beracun dari Hujien
dan tidak sampai kedua belah pihak sama-sama menderita
luka parah." Otak Siauw Ling dengan cepat berputar, sahutnya dengan
nada dingin, "Jikalau bukan kau yang mulai dulu untuk
memanasi hatiku, kita sama-sama tak banyak bicara pada saat
ini belum tentu kedua belah pihak menyelesaikan
pertarungannya." "Jadi Sam Cungcu ada maksud hendak membantu orang
lain?" seru Ih Boen Han To sangat gusar.
"Masing-masing pihak sama-sama bicara apakah akupun
tidak boleh coba menangkan pembicaraan tersebut."
Mendadak terdengar suara suitan keras memotong
percekcokan diantara kedua orang itu Can Yap Cing dengan
mencekal pedang telah berlari datang seraya berseru, "Ih
Boen Han Ti dengan berakhirnya pertarungan ini dengan
hasilnya yang sangat mengerikan rasanya kau tak bisa cuci
tangan lagi sudah lama kudengar nama besar dari majikan
Sian Kie Su Loe mari ini hari juga kita selesaikan persoalan
diantara kita." Walaupun berada di dalam keadaan gusar ia masih bisa
mempertahankan kesopanan dan tidak mengeluarkan sepatah
kata-kata kotorpun. Ih Boen Han To adalah seorang tua bangka yang berhati
licik kendati tidak ingin melibatkan diri dalam persoalan ini tapi
demi menjaga nama baiknya terpaksa ia menjawab, "Tjan
Siauw hiap adalah jago berbakat dri Bu tong pay siauwte bisa
memperoleh petunjuk tinggi sungguh merupakan suatu
keuntungan bagiku." Seraya membawa peti emasnya ia melangkah kedepan.
"Tahan" mendadak Siauw Ling membentak keras.
Dengan langkah lebar pemuda itupun berjalan masuk ke
dalam ruangan. Dalam anggapan Ih Boen Han To pemuda ini hendak turun
tangan mewakili dirinya hatinya jadi kegirangan.
"Bangsat cilik ini mempunyai kepandaian silat tidak lemah
biarlah dia bentrok dengan Tjan Yap Tjing dan sama-sama
menemui ajalnya" pikirnya dihati.
Segera ujarnya cepat, "Bilamana Sam Tjungtju ingin
mencoba kelihayan itu pedang aliran Bu tong pay baiklah biar
siauwte mengalah." Siauw Ling sama sekali tidak menggubris diri Ih Boen Han
To sinar matanya dialihkan ke atas wajah Tjan Yap Tjing
seraya ujarnya, "Jikalau saudara ingin berkelahi harap tunggu
sebentar." "Pertarungan ini hari sebelum mati tak akan kuakhiri
baiklah aku orang she Tjan mencoba dulu kepandaianmu."
Ia sudah salah menganggap Siauw Ling hendak menantang
ia untuk diajak bertempur sudah tentu saja dia orang tidak
ingin memperlihat kelemahannya.
Sinar mata Siauw Ling berputar ia melirik sekejap ke arah
Ke Thian Ih serta Kiem Hoa Hujien, lalu ujarnya, "Ilmu silat
sumbernya berasal dari satu masing-masing partai serta
perguruan memiliki kepandaian yang istimewa dan bagus dan
siapapun tak dapat menganggap dirinya tak ada tandingan
dikolong langit. Sebagaimana hasil terakhir dari pertarungan
kali ini dan kalian semua dapat melihat sendiri baik Ke Thian
Ih maupun Kiem Hoa Hujien sama-sama terluka parah ini
membuktikan bila apa yang aku ucapkan bukan kosong
belaka. Setelah peristiwa yang mengenaskan terjadi, rasanya
menolong orang jauh lebih penting entah bagaimana
tanggapan Cuwi sekalian."
Sambil mengebut ujung jubahnya Im Yang Cu maju
kedepan. "Perkataan dari Sam Cungcu sedikitpun tidak salah tetapi
entah kau hendak menolong dengan cara apa."
Perlahan Siauw Ling mengalihkan sinar matanya ke atas
wajah Kiem Hoa Hujien. "Hujien apakah racun ular Ci Lian Coamu ada obat
pemusnah?" "Saudara cilik apakah kau sungguh-sungguh ingin
menolong jiwanya?" tanya Kiem Hoa Hujien sambil tertawa
sedih. "Juga untuk menolong dirimu jikalau kau percaya kepadaku
serahkanlah obat pemusnah racun ular Ci Lian Coa tersebut
kepadaku," Kiem Hoa Hujien ragu-ragu sejenak, akhirnya dia merogoh
ke dalam saku mengambil keluar sebutir pil berwarna hitam
dan diangsurkan kedepan. Siauw Ling menerima pil tadi lalu sinar matanya dialihkan
ke atas wajah Ke Thian Ih.
"Ke Toay hiap apakah jarum beracun dari kipas Hong Hwee
San mu pun ada obat pemusnahnya?"
"Tiong Lam Djie heng selamanya hidup bersama mati
berbareng luka yang diderita saudara cayhe itu sangat parah
kesempatan hidup sangat sedikit aku Ke Thian Ih sebagai
saudaranya apakah tega untuk hidup seorang diri?"
"Jadi maksud Ke Thay hiap ingin mengadu jiwa dengan diri
Kiem Hoa Hujien?" seru Siauw Ling dengan alis berkerut.
"Benar kami akan adu jiwa sampai titik darah
penghabisan." "Jikalau cayhepun menyanggupi untuk menolong Teng Djie
hiap entah maukah Ke Thay hiap memberi obat pemusnah
dari racun jarum rahasia tersebut untuk menolong jiwa Kiem
Hoa Hujien?" seru pemuda itu secara tiba-tiba dengan sinar
mata berkilat. "Jikalau bisa berbuat begitu sudah tentu cayhe
menyetujui." "Bagus sekali", pemuda itu mengangguk "asalkan yang
diderita bukan luka beracun cayhe percaya masih bisa
menyembuhkannya." Ia ambil obat pemusnah dari tangan Kiem Hoa Hujien
kemudian dilempar ke arahnya.
"Racun ular dibadanmu segera akan bekerja silahkan
menelan pil pemusnah ini terlebih dulu."
Melihat tindakan yang diambil oleh Siauw Ling, Ih Boen
Han To segera menoleh ke arah Tjioe Tjau Liong seraya
bisiknya lirih, "Tjioe heng, adik saudara sungguh goblok sekali
dikolong langit mana ada orang yang menolong pihak musuh
terlebih dahulu kemudian baru berusaha menolong diri sendiri.
Bilamana setelah kejadian ini Ke Thian Ih menyesal dan tidak
ingin tolong sembuhkan racun yang diderita Kiem Hoa Hujien
bukankah kerugaian yang kita derita sangat besar" Tjioe heng
mengapa kau berpeluk tangan tidak mengurusi?"
Tampak Ke Thian Ih miringkan badannya dengan langkah
lambat berjalan mendekati Kiem Hoa Hujien ujarnya, "Jarum
racun yang kusembunyikan di dalam kipas dapat bergerak
mengikuti aliran darah jikalau waktu berlarut lebih lama
mungkin susah untuk ditolong kembali jikalau kau ingin
menolong jiwamu cepatlah tutup dahulu seluruh jalan darah
yang ada disekeliling pundak kiri untuk menahan mengalirnya
jarum beracun tersebut."
Kiem Hoa Hujien tidak banyak bicara ia menurut dan
kerahkan tenaga untuk menutup seluruh jalan darah yang ada
disekeliling pundak kirinya.
Setelah itu Ke Thian Ih baru berpaling ke arah Siauw Ling
sambil mengambil keluar sebuah besi semberani berbentuk
telapak kuda katanya lagi, "Hisap dulu jarum beracun yang
bersarang dalam tubuhnya kemudian baru diberi obat
pemusnahku!" Siauw Ling segera menerima angsuran besi semberani itu.
"Ke Thayhiap! kaupun cepatlah menelan pil tersebut
sehingga jangan sampai racun ular bersarang lebih berat!"
Ke Thian Ih menerima angsuran obat itu kemudian ditelan
ke dalam perut. Ketika itulah Siauw Ling mengeluarkan ilmu
sentilannya yang maha dahsyat untuk menotok jalan darah
bisu dari Ke Thian Ih kemudian membimbing tubuh Ke Thian
Ih untuk duduk. "Ke Thay hiap silahkan duduk disini untuk mengatur
pernapasan dengan demikian racun ularpun bisa cepat-cepat
hilang." Jari tangannya dengan cepat bekerja kembali menotok
empat buah jalan darahnya diatas sepasang kaki serta
lengannya. Diluaran semua orang melihat Ke Thian Ih sedang salurkan
hawa murninya untuk mengatur pernapasan padahal yang
nyata seluruh jalan darahnya telah tertotok sehingga tubuhnya
tak dapat berkutik. Setelah Siauw Ling meletakkan Ke Thian Ih diatas ia
berjalan menghampiri Kiem Hoa Hujien.
"Hujien, bagaimana kalau kau hisap keluar dulu jarumjarum
beracun tersebut dari dalam tubuhmu?"
Kiem Hoa Hujien yang pada hari biasa sombong kali ini
tidak banyak bicara lagi dia terima besi semberani tersebut
merobek pakaiannya dan menghisap keluar lima batang jarum
beracun. Mendadak dengan langkah lebar Ih Boen Han To berjalan
mendekati tengah kalangan.
"Hujien apakah kau sungguh-sungguh terkena jarum
beracun?" tanyanya. Siauw Ling menarik kembali besi semberaninya kemudian
dengan ambil kesempatan itu menotok beberapa buah jalan
darah ditubuh perempuan ini.
Tjan Yap Tjing yang melihat Ih Boen Han To berjalan
mendekati tengah kalangan ia segera menggetarkan
pedangnya menghadang. "Ih Boen Han To" tegurnya dingin. "Jikalau kau ingin
menggunakan kesempatan ini untuk turun tangan jahat lagi
maka dugaanmu kali ini bakal meleset."
Ih Boen Han To melangkah setindak kedepan tubuhnya
tahu-tahu sudah berada disisi Kiem Hoa Hujien, tangannya
dengan cepat mencengkeram tubuh perempuan itu.
Sejak semula Siauw Ling sudah memperhatikan segala
gerak geriknya melihat orang itu melancarkan serangan
mendadak tangan kanannya berbalik dengan jurus Thian Way
Lay Im atau luar langit muncul mega ia menghajar kedepan.
Merasakan serangan lawan datangnya sangat dahsyat
dengan gerakan yang sangat cepat Ih Boen Han To menarik
kembali tangan kanannya belum sempat ia melancarkan
serangan balasan Siauw Ling sudah mengirim pukulan yang
kedua. Ilmu telapak berantai itu dari Lam Ih Kong sudah terkenal
kecepatan gerakannya, setelah Siauw Ling berhasil merebut
posisi yang menguntungkan maka hampir boleh dikata Ih
Boen Han To sudah tidak memiliki kekuatan untuk
melancarkan serangan balasan lagi.
Tampak bayangan telapak berkelebat tiada hentinya dalam
sekejap mata dia sudah mengirim serta jago bagaimana lihay
tetapi belum pernah menjumpai serangan segencar dan
secepat ini hatinya kontan jadi terperanjat.
"Entah bangsat cilik ini belajar ilmu pukulan secepat ini dari
siapa?" pikirnya dihati. "sungguh pukulannya dahsyat
bagaikan gulungan ombak ditengah sungai Tiang Kang
membuat orang susah menghindar maupun bertahan."
Tanpa terasa rasa jerinya terhadap diri Siauw Lingpun
bertambah satu bagian lagi.
Dalam hati sejak semula Siauw Ling sudah punya rencana
setelah berhasil mendesak mundur Ih Boen Han To mendadak
ia berbalik menyerang Tjan Yap Tjing yang berdiri pula
ditengah kalangan. Buru-buru Tjan Yap Tjing menggerakkan pergelangan
kanannya dengan membentuk selapis cahaya pedang
menghadang datangnya serangan pemuda itu.
Melihat cahaya sambaran pedang lawan Siauw Ling
menarik kembali serangannya segera maju selangkah
mendekati tubuh lawan serangan kedua kembali menyambar
keluar. Ketika Tjioe Tjau Liong melihat Siauw Ling secara
mendadak melancarkan serangan ke arah Ih Boen Han To
hatinya terkejut bercampur cemas tetapi belum sempat ia
menegur mendadak Siauw Ling telah mengalihkan
serangannya ke arah Tjan Yap Tjing.
Kecepatan gerak yang diperlihatkan Siauw Ling sungguh
bagaikan sambaran petir membelah bumi baru saja Tjan Yap
Tjing mengirim tiga buah serangan gencar, Siauw Ling sudah
melancarkan tiga belas pukulan memaksa jago Bu tong pay ini
harus mundur dua langkah ke belakang.
Dalam keadaan seperti ini bukan saja Tjan Yap Tjing diamdiam
merasa terperanjat bahkan Im Yang cupun kelihatan
tergetar hatinya. Dalam waktu yang sangat singkat baik pihak lawan maupun
pihak kawan sama-sama mempunyai penilaian yang lain
terhadap pemuda she Siauw ini. Setelah Siauw Ling berhasil
merebut kembali posisi yang menguntungkan di dalam
penyerangan barusan ini mendadak ia menarik kembali
serangannya sambil meloncat mundur dua langkah ke
belakang. "Jikalau kita berdua melanjutkan pertarungan ini
kemungkinan sekali akan membahayakan nyawa kedua orang
yang sedang terluka!" ujarnya keren. "Bila partai kalian
mempercayai cayhe bagaimana kalau saudarapun ikut mundur
ke belakang!" Tjan Yap Tjing yang melihat pihak lawan walaupun berhasil
mencekal posisi yang menguntungkan tetapi sengaja masih
melindungi wajahnya segera menarik kembali pedangnya
sehabis mendengar ucapan tersebut.


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku rasa saudara bukan seorang yang suka berbohong
baiklah cayhe turuti permintaanmu."
Perlahan-lahan ia mundur ke belakang.
Setelah melihat jago muda dari pihak Bu tong pay ini
mengundurkan diri sinar mata Siauw Ling kembali menyapu
sekejap keempat penjuru perintahnya kembali, "Harap
masing-masing pihak mundur kembali satu tombak ke
belakang." Semua jago yang hadir dikalangan tidak mengerti Siauw
Ling sedang mempersiapkan permainan apa tetapi mereka
menurut saja dengan mundur ke belakang.
Menanti semua orang sudah mundur Siauw Ling baru
membimbing bangun Ke Thian Ih untuk meletakkan disisi
Kiem Hoa Hujien sedang ia sendiri duduk ditengahnya
meletakkan besi semberani ketanah dan sepasang tangannya
sama-sama digerakkan menepuk jalan darah dipundak kedua
belah pihak bisiknya lirih, "Jalan darah disepasang kakimu
serta jalan darah Tjing Bun pada iga kalian sudah kena aku
totok dengan ilmu penotok khusus perguruanku siapapun
tidak bakal dapat berkutik ataupun bangun melarikan diri,
tetapi tenaga kweekang kalian sama sekali tidak hilang, jikalau
masing-masing pihak masih ingin coba menyerang pihak
lawan maka kalian berdua bakal sama-sama menemui
ajalnya." Ia merandek sejenak setelah menyapu sekejap wajah
kedua orang itu sambungnya, "Jikalau kalian tidak ingin
bergebrak lagi satu sama lain mengartikan bahwa diantara
kalian sebenarnya tidak terikat dendam yang sangat
mendalam sehingga harus diselesaikan dengan suatu
pertarungan mati-matian. Ada pepatah mengatakan
permusuhan bukannya tak bisa diselesaikan terutama sekali
kalian berdua tidak saling mengenal tidak terikat pula dendam
sedalam lautan. Hanya karena sepatah dua patah kata saja
apa gunanya bergebrak menggunakan kekerasan" jikalau
semua orang bisa bertindak dengan hati tenang rasanya
dalam Bulim tak akan terjadi bentrokan-bentrokan serta
pertumpahan darah yang harus mengorbankan banyak jiwa."
Ia merandek sejenak lalu dengan wajah serius tambahnya,
"Ke Thayhiap setelah kau menelan obat pemusnah tersebut
jikalau luka sudah terasa baikan mengangguklah sebagai
tanda bila obat tersebut manjur bilamana lukanya lebih parah
menggelenglah!" Dalam keadaan seperti ini Ke Thian Ih maupun Kiem Hoa
Hujien sama-sama merasa menyesal dan kecewa, tetapi kena
dipaksa oleh keadaan terpaksa mereka mandah juga
diperintah orang. Setelah termenung lama sekali Ke Thian Ih perlahan
mengangguk berulang kali.
"Jika begitu ini obat tersebut adalah benar. Nah sekarang
keluarkanlah obat pemusnahmu sendiri."
Ke Thian Ih masukkan tangannya ke dalam saku untuk
mengambil keluar sebuah botol porselen lalu diletakkan ke
atas tanah dan memperlihatkan ketiga jari tangannya.
Kiranya Kiem Hoa Hujien serta Ke Thian Ih sama-sama
sudah tertotok jalan darah bisunya sehingga tak mungkin lagi
bagi mereka untuk buka suara.
Siauw Ling segera menerima botol itu.
"Apakah harus menelan tiga butir pil sekaligus?" tanyanya
lagi. Ke Thian Ih mengangguk. Siauw Ling membuka penutup botol itu untuk
mengeluarkan tiga butir pil kemudian diberikan ketangan Kiem
Hoa Hujien. "Bagus sekali, sekarang kau telanlah obat ini! walaupun kau
pandai menggunakan beratus-ratus macam racun, rasanya
belum tentu seluruh racun ada dikolong langit kau pahami."
Teringat akan persoalan ini menyangkut mati hidupnya,
terpaksa Kiem Hoa Hujien menerima pil itu dan ditelannya
tanpa banyak cakap lagi. Setelah itu Siauw Ling mengembalikan botol tadi ketangan
Ke Thian Ih dan berkatalah seraya memandang wajah Kiem
Hoa Hujien, "Apakah Teng Djie hiap juga keracunan!!"
Kiem Hoa Hujien menggeleng.
"Kalau begitu terluka oleh pukulan tenaga dalam?"
Kali ini Kiem Hoa Hujien mengangguk.
Demikianlah Siauw Ling segera membebaskan jalan darah
bisu ditubuh kedua orang itu.
"Nah sekarang kalian berdua boleh berbicara lagi."
Dari sepasang matanya Kiem Hoa Hujien memancarkan
serentetan cahaya yang maha aneh untuk melototi wajah
Siauw Ling tak berkedip, perlahan-lahan ujarnya, "Tjioe Djie
Tjungtju berada dibelakang tubuhmu, semua perbuatan yang
kau lakukan ini hari semuanya sudah ia lihat sekembalinya ke
dalam perkampungan ia akan laporkan semua peristiwa ini
kepada Djen Bok Hong."
Siauw Ling tertawa getir.
"Aku baru pertama kali ini menerjunkan diri ke dalam dunia
kangouw pengalaman Bulim sama sekali tidak kumiliki. Aaai
karena sekali melangkah menjelaskan sepanjang tahun
sekalipun aku menyesal agak terlambat perbuatan Toa
Tjungtju sangat jahat tetapi ia bagaimanapun juga adalah
toakoku aaai." Sebagai penutup dari cerita ini ia menghela napas panjang.
"Pada sepuluh tahun yang lalu Djen Bok Hong pernah
menimbulkan suatu pembunuhan berdarah yang
menggemparkan seluruh dunia persilatan dimana-mana ia
melakukan pembunuhan yang berakibatkan marahnya semua
jago di dalam Bulim" sambung Ke Thian Ih dari samping.
"Akhirnya dibawah pimpinan tjiang bunjien dari Siauw lim sie
sendiri dengan membawa delapan belas orang pendeta
membentuk barisan tersebut tetapi orang ini mempunyai
kepandaian yang melebihi orang lain dalam keadaan
menderita luka parah ia masih berhasil juga meloloskan diri
dari barisan tersebut. Aaaai....! tidak kusangka sepuluh tahun
kemudian ia kembali akan munculkan dirinya di dalam dunia
persilatan." Menanti orang itu selesai berkata Siauw Ling baru merogoh
ke dalam sakunya mengambil keluar sebutir pil seraya
katanya, "Pil bulat ini adalah pemberian suhuku
kemujarabannya sangat luar biasa bahkan dapat menolong
orang yang hampir mendekati kematian asalkan adik saudara
bukan terluka kena pukulan beracun tidaklah susah untuk
menyembuhkan luka kembali."
Ia serahkan obat pemusnah ketangan Ke Thian Ih sekalian
totok bebas jalan darah yang berada disepasang kakinya.
"Budi yang amat besar dari saudara selama hidup tak akan
kami dua bersaudara Tiong Lam lupakan pada suatu hari tentu
kubalas budi kebaikan ini."
Ke Thian Ih bangun berdiri dan berlalu dengan langkah
lebar. Tampak orang itu berbicara beberapa patah kata dengan
Im Yang cu serta Tjan Yap Tjing dalam nada yang rendah
kemudian bersama-sama putar badan dan berlalu.
"Saudara cilik orang lain sudah pada pergi kenapa kau
belum bebaskan jalan darah yang tertotok?" tiba-tiba Kiem
Hoa Hujien menegur. Buru-buru Siauw Ling membebaskan diri Kiem Hoa Hujien
dari pengaruh totokan katanya, "Berkat perhatian serta cinta
kasih darimu cayhe merasa sangat berterima kasih sekali
semoga sejak ini hari hujien suka mengurangi pekerjaan jahat
dan banyaklah melakukan pekerjaan mulia yang
menguntungkan seluruh umat Bulim...."
"Urusan dikemudian hari kita bicarakan lain kali saja." Kiem
Hoa Hujien tersenyum dan bangun berdiri. "Ini haru
beruntung kau sudah menolong jiwaku tetapi menerima pula
semua perintahku entah sejak ini hari seharusnya aku
memandang kau sebagai musuh ataukah sebagai kawan?"
"Hubungan kita selanjutnya sebagai teman atau lawan ini
semua tergantung kemauan hujien sendiri" sahut Siauw Ling.
Kiem Hoa Hujien tertawa. "Usiamu masih sangat muda tetapi memiliki kegagahan
yang sangat luar biasa cuma sayang bergaul justru dengan
manusia sebangsa Djen Bok Hong."
"Bilamana dugaanku tidak salah kemudian hari kalian
berdua kakak beradik tentu akan melangsungkan suatu
pertarungan saling membunuh yang amat seru."
Waktu itu Tjioe Tjau Liong serta Ih Boen Han To sudah
pada datang menghampiri terpaksa Siauw Ling menelan
kembali kata-kata yang siap meluncur keluar dari bibirnya.
"Hujien apakah lukamu sudah sembuh?" terdengar Ih Boen
Han To menegur dengan suara datar.
"Terima kasih atas perhatianmu."
Buru-buru perempuan ini putar badan seraya berlalu.
Setelah perempuan itu berlalu Tjioe Tjau Liong segera
berpaling dan memandang sekejap wajah Siauw Ling.
"Sam te kau sudah menolong Ke Thian Ih...."
"Juga menolong Kiem Hoa Hujien" sambung pemuda
dengan cepat. "Bila Toako sampai tahu aku takut...."
Agaknya Djie Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San
cung ini merasa terlanjur bicara dengan cepat ia
membungkam kembali. "Soal ini sih tak perlu Djie ko kuatirkan bila Toako
menyalahkan diriku biarlah siauwte memikul dosa itu sendiri."
Kini Tjioe Tjau Liong alihkan sinar mata ke arah Kiem Lan
serta Giok Lan yang berdiri jauh lebih dari sana, ujarnya tibatiba,
"Nyali kedua orang budak ini sungguh tidak kecil berani
benar mereka datang untuk menonton keramaian?"
"Ooow....soal ini lebih baik Djieko jangan menyalahkan
dirinya karena kedatangan mereka adalah siauwte yang paksa
mereka berdua untuk ikut."
"Sam te belum lama tiba disini, banyak peraturan
perkampungan itu yang masih belum dipahami tapi kedua
orang budak ini terang-terangan sudah tahu masih berani
melanggar." Sinar mata Siauw Ling berputar. Ia memperhatikan sejenak
wajah kedua orang pemuda berbaju merah serta dua orang
berbaju putih itu, tertampak olehnya wajah si orang berbaju
merah makin lama semakin merah sedang kedua orang yang
berbaju putih makin lama semakin pucat tanpa terasa ia sudah
pertinggi kewaspadaannya.
"Air muka keempat orang itu sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apapun" pikirnya dihati. "Sepintas lali
mirip mayat-mayat saja aku rasa mereka adalah jago-jago
yang sangat lihay." Sembari tertawa segera ujarnya kepada diri Tjioe Tjau
Liong, "Setelah Toako menghadiahkan kedua orang itu untuk
melayani siauwte sebagai dayang pribadi sudah tentu mereka
tak akan berani melanggar perintah siauwte jika Djieko
menegur, naah! tegur saja diri siauwte sepuas hatimu."
Tjioe Tjau Liong langsung dibikin tertegun setelah
mendengar ucapan itu. "Urusan ini sudah kuputusi sendiri, baiklah kita menanti
keputusan dari Toako...."
JILID 2 Ia merandek sebentar kemudian tambahnya, "Jikalau
benar-benar Samte yang paksa mereka datang, aku rasa
kemungkinan besar Toako tak akan menyalahkan mereka."
Dari dalam sakunya ia ambil keluar sebuah panji kecil
berwarna merah lalu diayunkan ketengah udara.
Keempat orang manusia aneh yang kaku bagaikan mayat
hidup itu segera putar badan dan berlalu.
Gerak gerik keempat orang itu sangat aneh sekali loncat
mencapai beberapa tombak jauhnya dalam beberapa kali
kelebatan mereka telah lenyap dari pandangan.
Melihat kecepatan gerak dari keempat orang itu diam-diam
Siauw Ling sangat terperanjat pikirnya, "Suatu ilmu
meringankan tubuh yang sangat lihay gerakan badan yang
amat cepat." Dalam pada itu orang Bu tong pay dengan membawa Tiong
Lam Djie hiap telah berlalu sedang Ih Boen Han To mengikuti
Kiem Hoa Hujien sudah lenyap tak berbekas ditengah
kalangan kecuali Tjioe Tjau Liong yang berdiri menanti kurang
tiga tombak dari mereka berdiri.
"Mari kitapun harus pulang" ujar Tjioe Tjau Liong kemudian
seraya menyimpan kembali panji kecil berwarna merah.
Tanpa banyak bicara lagi ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling yang segera percepat langkahnya mengikuti
dari belakang Tjioe Tjau Liong.
"Djie ko" ujarnya tiba-tiba. "Di dalam hati siauwte ada
beberapa urusan yang merasa kurang paham entah bolehkah
aku orang mengajukan pertanyaan?"
Tjioe Tjau Liong berpaling memperlihatkan wajah Siauw
Ling sekejap kemudian tertawa.
"Samte! urusan yang mencurigakan hatimu bukankah
menyangkut soal keempat orang tadi."
"Tidak salah apakah mereka berempat adalah anak murid
perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Kedudukan mereka berempat sangat istimewa" jawab
Tjioe Tjau Liong setelah termenung sebentar. "Boleh dihitung
mereka adalah anak murid perkampungan kami. Tapi boleh
dihitung pula bukan anggota perkampungan kami...."
"Apa maksud ucapan dari Djie ko ini" makin mendengar
siauwte merasa semakin bingung."
"Bicara yang lebih jelas lagi! mereka adalah orang didikan
langsung oleh Toako."
"Aku masih tidak paham" seru Siauw Ling seraya
menggeleng. Melihat pemuda itu belum juga mengerti Tjioe Tjau Liong
segera tertawa hambar. "Yang jelas aku sendiripun tidak begitu paham tentang
persoalan ini bilamana Samte ingin mengetahui hal yang
sebetulnya boleh kau tanyakan langsung dengan toako
sendiri." "Aaaah! aku hanya bertanya saja jikalau Djie ko tidak tahu
yaa sudahlah! urusan sekecil ini apa perlunya sampai
ditanyakan pada Toako sendiri."
"Waktu sudah tidak pagi, nanti siang Toa Cungcu masih
ingin mengadakan perjamuan perpisahan untuk Samte. Aku
sebagai saudaramupun ada seharusnya mempersiapkan


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedikit hadiah untukmu."
"Djie ko tak perlu repot terhadap saudara sendiri buat apa
memakai hadiah-hadiah segala."
"Soal ini sih tidak terlalu mengganggu." Tjioe Tjau Liong
tertawa. Mendadak ia percepat langkahnya kedepan.
Kiem Lan dan Giok Lan mengikuti dari belakang kedua
orang itu kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung.
Siauw Ling langsung kembali kerumah pesanggrahan Lan
Hoa Cing Si. Dengan cepatnya ia benahi pakaiannya sewaktu berpaling
ia melihat kedua orang dayang tersebut masih berdiri berjajar
didepan pintu. Bilamana pada hari-hari biasa kedua orang dayang itu pasti
sudah persiapkan air teh serta makanan tetapi sikapnya ini
hari sangat berbeda. Mereka tidak melepaskan pedang juga
tidak berganti pakaian. Tiba-tiba terlihat kedua orang dayang itu berlutut.
"Budak sekalian menghanturkan terima kasih untuk
kebaikan Samya selama ini semoga Samya bisa tiba ditempat
tujuan dengan selamat."
Sehabis memberi hormat mereka berlalu dengan tergesagesa.
Memandang lenyapnya bayangan kedua orang budak itu
Siauw Ling berpikir dalam hatinya, "Setelah aku pergi kedua
orang dayang ini tentu akan memperoleh siksaan lebih baik
kubawa serta mereka untuk terbang jauh meninggalkan
tempat ini." Sekalipun dalam hati sudah mengambil keputusan tapi ia
tidak sampaikan maksud hatinya ini kepada kedua orang
dayang tersebut. Segulung angin bertiup lewat membawa bau harum bunga
yang semerbak. Dari dalam sakunya Siauw Ling mengambil keluar kitab
pusaka Sam Khie Tjin Boh serta lukisan Giok San Tju ia
bersiap-siap dalam perjamuan nanti mengembalikan kedua
benda ini untuk Djen Bok Hong serta Kiem Hoa Hujien.
Disamping itu iapun berhasil menemukan apabila
perkampungan Pek Hoa San cung penuh diliputi napsu
membunuh jikalau tinggal lebih lama lagi kemungkinan besar
diri sendiripun bakal kecipratan noda darah.
Oleh karena itu ia bertekad bulat untuk tinggalkan tempat
itu dan meminjam alasan hendak menengok orang tuanya
sejak ini tidak kembali lagi ke dalam perkampungan.
Mendadak hatinya sedikit bergerak, pikirnya, "Setelah
kepergianku kali ini selamanya tak akan balik lagi kemari
entah kapankah aku baru punya kesempatan untuk melihat
lukisan Giok Sian Tju tersebut" kenapa aku tidak
menggunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk
melihatnya?" Segera ia keluarkan lukisan Giok Sian Tju dan dibentangkan
diatas meja. Ketika ia alihkan sinar matanya ke atas lukisan tersebut,
maka dilihatnya seorang gadis yang amat cantik sekali bediri
dengan ditangannya mencekal sekuntum bunga merah, wajah
dara tersebut benar0benar luar biasa ayunya. Ia memiliki alis
yang melentik dengan bibir yang kecil mungil, sebaris gigi
berwarna putih dengan mata yang cerah, sungguh merupakan
seorang gadis yang tiada tandingannya dikolong langit.
Tak kuasa lagi Siauw Ling berseru memuji.
"Pepatah kuno mengatakan: kecantikan tidak
mempersonakan melainkan manusialah yang dipersonakan,
kelihatannya kata-kata ini memang benar, semisalnya lukisan
ini jadi orang sungguh-sungguh maka seluruh jagad bakal
gempar." Segulung angin kencang bertiup lewat menyingkap horden
sehingga cahaya matahari menyorot masuk melalui jendela
tepat menyinari putik bunga merah yang dicekal gadis
tersebut. Mendadak Siauw Ling merasakan diantara putik bunga
merah itu kelihatan rada sedikit menonjol keluar, bagian yang
menonjol keluar sangat kecil sehingga susah ditemukan.
Apabila bukan adanya cahaya matahari yang menyorot
masuk dan tepat menyinari putik bunga merah tadi kendati
memiliki ketajaman mata yang sangat lihaypun jangan harap
bisa temukan rahasia ini.
Tetapi Siauw Ling masih salah menganggap mejanya yang
tidak rata, jari tangannya segera menggosok perlahan bagian
putik bunga merah tersebut.
Terasa putik bunga merah tadi mendadak terlepas
tempatnya sehingga muncullah sebaris tulisan yang amat kecil
sekali. Apabila bukannya sepasang mata Siauw Ling amat tajam
mungkin ia tak akan membaca tulisan sekecil ini.
Terbaca tulisan itu berbunyi demikian, "Singkaplah ujung
gaun sebelah kirinya."
Melihat hal itu Siauw Ling tertegun ia sama sekali tidak
menyangka dalam lukisan tersebut bisa ditemui hal yang
demikian kukoynya selagi ia sipa melakukan pemeriksaan yang
lebih teliti lagi terhadap ujung gaun sebelah kiri dari lukisan itu
mendadak suara langkah kaki manusia bergema datang
memecahkan kesunyian. Horden kembali tersingkap segulung angin segar bertiup
lewat membuat putik warna merah yang berada ditangan
Siauw Ling kena tertiup kabur.
Djen Bok Hong dengan wajah penuh dihiasi senyuman
telah munculkan dirinya disana air muka yang begitu tenang
sama sekali tidak memperlihatkan sedikit perubahan apapun
hal ini menimbulkan keragu-raguan dihati orang lain tentang
sikapnya waktu itu. Buru-buru Siauw Ling bangkit berdiri untuk menjura.
"Tidak mengetahui akan kehadiran Toako maaf apabila
siauwte tidak menyambut kedatangan Toako dari tempat
kejauhan." Djen Bok Hong hanya mengangguk, mulutnya tetap
membungkam. Seraya menggendong tangan perlahan-lahan ia berjalan
masuk ke dalam ruangan dan berhenti didepan meja dimana
lukisan tersebut terbentang setelah diperiksanya sejenak
seluruh lukisan itu dengan teliti mendadak diatas wajahnya
yang hambar sama sekali tidak memperlihatkan perubahan
apapun itu tersungging satu senyuman yang dingin.
"Samte apakah kau berhasil menemukan rahasia yang
menyangkut lukisan Giok Sian Tju ini?"
Siauw Ling terperanjat mendengar teguran itu, pikirnya
dihati, "Aduuuh celaka, putik bunga merah itu kena kusentil
hingga terjatuh mungkin ia sudah menemukan rahasia ini...."
Sewaktu sinar matanya dialihkan kembali ke atas lukisan
tersebut, tertampak olehnya putik bunga warna merah itu
tetap seperti sedia kala. Jelas dibalik tonjolan putik warna
merah tersebutpun mempunyai lukisan yang mirip dengan
lukisan diatasnya. Diam-diam Siauw Ling memuji akan kelihayan sipelukis itu
pikirnya, "Simalaikat pelukis Si Thian To benar-benar seorang
seniman yang berbakat melukis serta berkepandaian silat
kecerdikanpun melebihi orang lain."
Di dalam hati ia berpikir demikian, sedang diluaran
jawabnya dengan tegas, "Pengetahuan siauwte tidak luas tak
berhasil kutemukan kekukoyan di dalam lukisan ini."
Sepasang mata Djen Bok Hong dengan memancarkan
cahaya dingin yang menggidikkan segera beralih ke atas
wajah Siauw Ling agaknya ia hendak memeriksa sesuatu dari
perubahan air mukanya. Dari bagian putik bunga merah tadi tetap tidak
menunjukkan hal-hal yang bisa timbulkan kecurigaan hal ini
membuat hati Siauw Ling jauh lebih tenang lagi.
Dengan demikian sekalipun pandangan mata Djen Bok
Hong sangat tajam serta pikirannya bagaimana cerdikpun ia
tak berhasil menemukan sesuatu hal yang patut dicurigai
diatas wajah pemuda ini. Melihat dirinya dipandang terus menerus Siauw Ling
pentangkan matanya lebar-lebar ia tertawa hambar.
"Toako memandang diri siauwte sedemikian rupa entah apa
maksudmu?" Djen Bok Hong angkat pundak mendadak tertawa
terbahak-bahak. "Haaa....haaa....jikalau dalam hatimu tiada sesuatu
perasaan menyesal atau rahasia yang perlu disimpan apa
halangannya kalau toako memperhatikan dirimu sekejap."
Suara gelak tertawanya mendadak merandek. Dengan
sepasang mata yang tajam ia alihkan sinar matanya dari atas
wajah Siauw Ling keseluruh ruangan disekitar tempat itu.
Seluruh tubuh Siauw Ling tergetar keras diam-diam
pikirnya, "Djen Bok Hong benar-benar seorang jago yang amat
teliti dan cermat di dalam menghadapi sesuatu hal macam
apapun tentu ia sudah temukan sikapku tadi yang kelihatan
agak kaget sehingga mendesak terus persoalan ini hingga
sampai kedasar-dasarnya."
Tetapi sangat kebetulan putik bunga merah yang terlepas
tadi dengan mengikuti tiupan angin telah terbang keluar
jendela dengan demikian walaupun Djen Bok Hong telah
menyapu tajam seluruh ruangan hasilnya tetap nihil.
"Samte!" ujarnya kemudian dengan perlahan-lahan.
"Jikalau di dalam ruangan ini tertinggal sebatang jarum yang
kutungpun aku percaya tak akan lolos dari pandangan
mataku." "Tenaga sakti yang toako miliki sangat dahsyat siauwte
percaya tak akan berhasil mengungguli."
Duduklah Djen Bok Hong diatas kursi yang ada disisinya.
"Lima tahun kemudian!" ujarnya perlahan. "Aku percaya
hanya Samte seoranglah diantara para jago lihay diseluruh
kolong langit yang bisa mendatangi kepandaian toakomu."
Dalam hati Siauw Ling merasa sangat terperanjat, tapi
diluaran dia tetap tertawa.
"Toako terlalu memuji diri siauwte walaupun siauwte
berhasil mendapatkan kasih sayang dari guruku sehingga
mendapat pendidikan ilmu silat tapi patut disayangkan otakku
terlalu kebal sehingga tidak sanggup untuk mempelajari
seluruh kepandaian yang diturunkan oleh gurumu...."
Djen Bok Hong tertawa hambar potongnya, "Sekalipun
kepandaian silatmu seperti sekarangpun belum tentu kau
pandang sebelah mata toako."
"Yang kumaksudkan adalah kecerdasanmu di dalam
menghadapi segala perubahan Samte adalah seorang jago
bagaikan intan yang belum diasah asalkan kau telah
memperoleh pengalaman yang luas maka kau pasti akan
menjadi seorang enghiong yang gagah perkasa baik lihay
dalam ilmu silatnya maupun lihay dalam kecerdasan cukup
ditinjau dari sikapmu dalam menghadapi setiap perubahan
sudah lebih untuk meyakinkan aku."
Walaupun pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang yang
berotak cerdik mendapat pula pendidikan dari Tjung San Pek
yang sering menceritakan kegagahan para enghiong pada
ratusan tahun berselang tetapi ia hanyalah seorang pemuda
yang baru sekali ini terjunkan diri ke dalam dunia persilatan
mendengar ucapan-ucapan Djen Bok Hong yang sangat tajam
bagaikan pisau itu untuk beberapa saat tidak berhasil
menemukan jawaban yang tepat untuk membantah.
Terdengar Djen Bok Hong melanjutkan kembali
perkataannya, "Ketika untuk pertama kalinya siauw heng
menginjak ruangan tadi ketemukan air muka Samte sangat
mencurigakan bila kutinjau dari situasi ketika itu aku berani
menduga dibalik hatimu pasti tersembunyi sesuatu rahasia
yang sangat besar apalagi setelah kutemukan lukisan Giok
Sian Tju ini terbentang diatas meja semakin menguatkan
dugaan siauw heng apabila rahasia yang ada dalam hatimu
tentu punya sangkut paut yang sangat erat dengan lukisan
tersebut." Pada dasarnya Siauw Ling sudah timbul rasa was-was
dalam hatinya terhadap orang ini mendengar tuduhan yang
dilontarkan hatinya jadi panas ia siap berseru membantah.
Mendadak hatinya jadi bergerak pikirnya, "Banyak bicara
kemungkinan salah omong sangat besar. Lebih baik aku
membungkam saja sehingga memberikan suatu dugaan yang
membingungkan bagi dirinya."
Segera ia tersenyum dan membungkam dalam seribu
bahasa. Sedikitpun tidak salah tindakannya ini seketika itu juga
mendatangkan sikap diluar dugaan dari Djen Bok Hong.
Setelah ditunggu lama sekali belum kedengaran Siauw Ling
memberi jawaban. Alisnya langsung berkerut sambungnya
lebih jauh, "Di dalam waktu yang amat singkat Samte bisa
pulihkan kembali ketenangan hatimu tindakan tersebut
sungguh mendatangkan rasa kagum dihati Siauw heng, tetapi
siauw heng pun merasa yakin apabila yang kuduga sama
sekali tidak salah! entah bagaimana menurut pendapat
Samte?" Bila didengar dari nada ucapannya ia ada maksud
mendesak Siauw Ling untuk buka suara.
"Nasehat dari Toako sedikitpun tidak salah, siauwte akan
pentang telinga mendengarkan semua nasehat toako?"
"Suatu ucapan pentang telinga mendengarkan semua
nasehat yang amat bagus sekali!" kontan Djen Bok Hong
meninggalkan kursinya dan mendongak tertawa terbahakbahak.
Suara gelak tertawa tersebut mendatangkan hawa bergidik
dan penuh dengan napsu membunuh bagi Siauw Ling yang
mendengar jantungnya ikut berdetak keras.
Gelak tertawa berlangsung seperempat jam lamanya, suara
pantulan memenuhi seluruh ruangan dan memekikan telinga
sehingga terasa sakit. Diam-diam Siauw Ling mulai salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap suara gelak tertawa yang sangat memekikan telinga
itu kendati begitu air mukanya masih tetap mempertahankan
ketenangannya. Braaak....suara bentrokan keras tiba-tiba berkumandang
memenuhi angkasa sehingga bercampur dengan suara gelak
tertawa. Kontan Djen Bok Hong berhenti tertawa dan
berpaling. Tampak Giok Lan dengan wajah pucat pasi badan gemetar
berdiri didepan pintu, nampan dicekal telah melemas kebawah


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang dua cawan arak berwarna putih tujuh hancur
berantakan diatas lantai.
Air muka Djen Bok Hong berubah dingin menyeramkan tapi
sebentar kemudian sudah penuh dihiasi kembali dengan
senyuman. "Sam Tjungtju telah mengambil keputusan nanti siang
berangkat meninggalkan perkampungan Pek Hoa San tjung
untuk kembali kedesa menjenguk orang tuanya apakah kalian
ada maksud untuk mengikuti dirinya?" terdengar Djen Bok
Hong bertanya. "Budak sekalian akan mendengarkan perintah dari Toa
Tjungtju." buru-buru Giok Lan menyahut dengan nada penuh
hormat. Djen Bok Hong tersenyum. "Soal ini akan kutinjau dari sikap Sam Tjungtju sendiri
apakah ia suka membawa kalian atau tidak."
"Justru siauwte memang ada maksud memohon Toako
suka mensertakan Kiem Lan serta Giok Lan kedua orang
dayang ini untuk ikut siauwte kembali kedesa karena siauwte
merasa sangat senang dengan kelincahan serta kecerdikan
mereka berdua entah apakah Toako suka menyanggupi atau
tidak." "Kiem Lan, Giok Lan dua orang dayang memang
merupakan dayang yang paling top di dalam perkampungan
Pek Hoa San tjung tidak aneh kalau Samte menyukai mereka,
apalagi kepandaian silat yang mereka berdua miliki tidak
lemah kecerdikannya dalam menghadapi perubahan masih
bisa diandalkan. Jikalau Samte suka membawa serta mereka
berdua sehingga ditengah jalan ada yang melayani dirimu
siauw heng pun boleh berlega hati."
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan diri Tong Sam
Kauw sembari menjura ujarnya ragu-ragu, "Terima kasih
toako eeee....siauwte masih ada satu...."
"Diantara saudara sendiri tak perlu kau ucapkan terima
kasih kepadaku" potong Djen Bok Hong.
"Siauwte masih ada satu urusan ingin mohon persetujuan
Toako." "Katakanlah asalkan siauw heng bisa melakukan tentu tak
akan kutolak permintaanmu itu."
"Tong sam Kauw telah melanggar peraturan perkampungan
kita sehingga kena dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah
oleh Toako bolehkah sekalian kau lepaskan dirinya?"
"Oooouw....Samte, urusan yang kau ketahui tentang
perkampungan kita sungguh tidak sedikit" seru Djen Bok Hong
sambil tertawa. "Setelah siauwte menjadi Sam Cungcu dari perkampungan
ini sudah seharusnya menaruh perhatian yang serius pula
terhadap semua persoalan yang terjadi di dalam
perkampungan Pek Hoa San cung."
"Apa kau hendak membawa serta dirinya untuk pergi
menjenguk kedua orang tuamu didesa."
"Bila aku tidak suka membawa serta dirinya meninggalkan
tempat ini mungkin selama hidup dia tak akan bisa
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San cung lagi...." pikir
Siauw Ling di dalam hati. "Aku harus berusaha keras untuk
menolong gadis itu...."
Segera sahutnya, "Walaupun siauwte ada maksud demikian
hanya tidak tahu apakah Tong Sam Kauw menyetujui atau
tidak." "Samte adalah seorang pemuda yang berwajah tampan
sikapmu gagah perkasa justru inilah merupakan inceran dari
kaum gadis-gadis sekalian aku rasa Tong Sam Kauw pasti tak
akan menolak." "Toako menyetujui untuk lepaska dirinya."
"Segala permintaan dari Samte selamanya belum pernah
Siauw heng tampik!" Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Sebetulnya saat ini adalah saat-saat perkampungan kita
membutuhkan orang tidak seharusnya siauwte meninggalkan
perkampungan ini, tetapi rasa rinduku terhadap kedua orang
tuaku." "Samte tak usah menyesal dikarenakan hal ini" potong Djen
Bok Hong sambil tertawa. "Asalkan kau bisa cepat pergi cepat
kembali dan bisa kembali sebelum pertemuan para enghiong
hoohan dibuka itu sudah lebih dari cukup!"
"Justru maksudku dengan meminjam alasan ingin pulang
kedesa untuk menjenguk kedua orang tua adalah tidak ingin
membantu kau melakukan kejahatan" pikir Siauw Ling di
dalam hatinya. "Setelah meninggalkan tempat ini sudah tentu
tak akan kembali lagi."
Sekalipun ia berpikir begitu tapi diluaran mejawab:
"Siauwte akan berusaha keras secepatnya kembali kemari."
"Siauw heng segera akan persiapkan perjamuan untuk
menghantar kepergian dari Samte" ujar Djen Bok Hong.
"Setelah memperhatikan sejenak keadaan cuaca sekarang
waktu sudah mendekati siang hari. Samtepun seharusnya
mengadakan persiapan sejenak setelah selesai perjamuan kau
boleh segera berangkat."
Habis berkata ia putar badan siap berlalu.
Mendadak Siauw Ling mengambil keluar kitab pusaka Sam
Khie Tjin Boh yang berada di dalam sakunya.
"Toako kitab pusaka Sam Khie Tjin Boh yang siauwte
simpankan lebih baik kuserahkan kembali kepada Toako saja!"
"Biarlah ditinggal dulu disaku Samte dan boleh kau
serahkan kepada Kiem Hoa Hujien dalam perjamuan nanti."
Dengan percepat langkahnya Toa Tjungtju dari
perkampungan Pek Hoa San tjung ini segera berlalu dari sana.
Menanti bayangan punggung dari Djen Bok Hong telah
lenyap dari pandangan Siauw Ling baru berpaling ke arah Giok
Lan. "Giok Lan agaknya kau sangat takut dengan Toa Tjungtju
kalian?" serunya. Dengan sedih Giok Lan menghela napas panjang.
"Samya berhati-hatilah di dalam perjamuan siang nanti!"
Ia berbongkok untuk memunguti pecahan gelas lalu buruburu
berlalu dari sana. "Djen Bok Hong si Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa
San tjung ini, kecuali seorang manusia yang sangat mudah
mencurigai orang lain. Terhadap diriku boleh dihitung sangat
baik dan ramah" pikir Siauw Ling setelah mendengar ucapan
dari dayangnya. "Tapi mengapa Giok Lan memperingatkan
diriku dengan ucapan ini" aku harus berhati-hati dalam
tindakanku nanti." Setelah membereskan buntalannya ia gulung lukisan Giok
Sian Tju dan dimasukan ke dalam saku kemudian dengan
langkah lambat menuju keruangan tengah.
Dalam ruangan tengah telah dipersiapkan sebuah meja
perjamuan. Djen Bok Hong, Tjioe Tjau Liong, Kiem Hoa Hujien
serta Ih Boen Han To sudah menanti semua disana.
Yang membuat Siauw Ling jadi terperanjat adalah ikut
hadirnya Tong Sam Kauw di dalam perjamuan itu.
Melihat munculnya Siauw Ling disana Kiem Hoa Hujien
segera tertawa cekikikan seraya menuding kursi disisinya ia
segera berseru, "Saudara cilik cepat kemari disinilah kursimu."
Siauw Ling berjalan menghampiri perempuan itu setelah
tiba dihadapannya ia keluarkan lukisan Giok Sian Tju
kemudian diangsurkan kedepan.
"Hujien silahkan menerima kembali lukisanmu ini!" katanya.
"Sebenarnya lukisan ini patut bila kuhadiahkan buat
saudara cilik, tetapi lukisan Giok Sian Tju terlalu indah biarlah
aku simpan sendiri saja."
Ia terima lukisan itu kemudian dimasukkan ke dalam
bajunya. Selama sang pemuda itu mengembalikan lukisan tersebut
ketangan Kiem Hoa Hujien, Djen Bok Hong si Toa Tjungtju
dari perkampungan Pek Hoa San tjung ini dengan sepasang
mata yang tajam memperhatikan perubahan wajah Siauw Ling
agaknya ia ingin mencari tanda-tanda yang mencurigakan dari
perubahan air mukanya. Tampak wajah Siauw Ling amat tenang sedikitpun tidak
memperhatikan perubahan apapun ia jadi keheranan.
"Apa mungkin dugaanku salah besar....?"
Kembali Siauw Ling mengambil keluar kitab Sam Khie Tjin
Boh dari sakunya kemudian sekalian diangsurkan ketangan
perempuan itu. "Toako minta aku suka menyerahkan kitab pusaka Sam
Khie Tjin Boh ini agar Hudjien yang simpankan?"
"Baiklah biar aku periksa sebentar kemudian baru
kuserahkan kembali ketangan Toa Tjungtju agar ia yang
simpan" Kiem Hoa Hujien segera terima angsuran kitab
tersebut. Setelah semua mengambil tempat duduk Djen Bok Hong
baru angkat cawan araknya seraya berkata, "Samte, mogamoga
kau bisa cepat-cepat pergi dan cepat kembali."
Sekali teguk ia habiskan dulu isi cawannya.
Siauw Lingpun angkat cawannya siap diteguk atau secara
mendadak ia teringat kembali akan pesan dari Giok Lan,
hatinya mulai merasa ragu-ragu.
Tetapi Djen Bok Hong tidak memperhatikan perubahan dari
pemuda itu ia melanjutkan tegukannya.
Terdengar Tjioe Tjau Liong tersenyum, iapun angkat
cawannya sendiri. "Semoga Sam te bisa tiba ditempat tujuan dengan
selamat." "Saudara cilik baik-baiklah kau berjaga diri" sambung Kiem
Hoa Hujien. Dan terakhir Ih Boen Han To yang menghormati pemuda
ini dengan secawan arak. "Sam Cungcu semoga perjalananmu kali ini memperoleh
kegembiraan." Ketika keempat orang itu menghormati sang pemuda
dengan secawan arak, masing-masing orang telah
mengeringkan arak dicawan sendiri tetapi arak dicawan Siauw
Ling masih tetap utuh seperti sedia kala, tak setetespun yang
diteguk ia jadi riku sendiri sehingga pikirnya dihati, "Sekalipun
secawan arak ini berisikan arak beracunpun aku harus
meneguknya hingga habis...."
Ia segera angkat cawan sendiri siap diteguk habis secara
mendadak terdengar serentetan suara yang sangat halus
berkumandang masuk ke dalam telinganya.
"Secawan arak ini jangan kau teguk."
Hati Siauw Ling rada bergerak buru-buru ia tutup semua
pernapasan dan meneguk arak dalam cawannya ke dalam
mulut hanya saja arak tersebut tidak sampai ditelan ke dalam
perut perlahan-lahan ia duduk kembali kekursinya.
Dalam sekejap mata itulah ia mulai memahami apabila
dirinya berada dalam lingkungan yang penuh dengan napsu
membunuh ia harus menggunakan suatu tindakan yang dingin
dan tenang untuk menghadapi situasi ini.
Diluaran air mukanya tenang-tenang saja seperti belum
pernah terjadi sesuatu apapun, padahal secara diam-diam ia
perhatikan terus siapakah yang barusan mengirim suara
kepadanya. Tapi di dalam ruangan tersebut kecuali beberapa orang
yang duduk dimeja perjamuan hanya dua orang dayang
berbaju hijau saja ikut hadir disana.
Bila orang yang mengirim suara adalah orang-orang yang
duduk dalam perjamuan ini maka orang itu kemungkinan
sekali adalah berasal dari Tong Sam Kauw serta Kiem Hoa
Hujien. Tetapi selama ini kedua orang itu tidak menggerakkan
bibirnya, apalagi suara itupun kedengaran sangat asing sekali.
Menurut ingatannya belum pernah ia dengar suara semacam
ini. Setelah Djen Bok Hong melihat Siauw Ling meneguk habis
arak di dalam cawannya, ia segera menggerakan sumpitnya
sembari berkata, "Samte berhasrat cepat-cepat tinggalkan
perkampungan untuk pulang kedesa mari cepat kita
bersantap." Terpaksa Siauw Ling menggerakkan sumpitnya untuk
mengambil sayur, tapi ia tidak berani masukan ke dalam
mulutnya. Karena arak yang semula diteguk masih berada di
dalam mulut. Terdengar suara yang sangat asing itu kembali
berkumandang dalam telinganya.
"Jika kau tidak suka mendengarkan nasehatku dan
meneguk habis arak beracun itu maka selama hidup kau akan
berada dibawah kekuasaan Djen Bok Hong kecuali kau
berhasil menjumpai Tok So Yok Ong dan ia menyanggupi
untuk menolong diriku kau baru bisa lolos dari
cengkramannya. Bila arak beracun tersebut belum kau teguk
cepatlah berusaha untuk ditumpahkan keluar."
Setelah Siauw Ling dengar orang itu mengungkap Tok So
Yok Ong dan teringat peristiwa melepaskan darah malam itu
hatinya baru percaya delapan bagian.
Pikiran dengan cepat berputar akhirnya dia mendapatkan
satu akal bagus untuk berusaha tumpahkan keluar arak dari
mulutnya. Dari dalam saku dia mengambil sebuah mata uang setelah
menyalurkan tenaga benda itu segera disentil keluar melalui
bawah meja. Dari Liuw Sian Cu pemuda itu pernah mempelajari ilmu
memantul Hwee Sian So Hoat yang tiada keduanya dikolong
langit ini. Uang logam yang disentil keluar dari meja tadi segera
berdesir keluar melalui jendela kemudian berputar ke arah
jendela yang lain dan berkelebat masuk melewati sisi telinga
Tjioe Tjau Liong menghajar piring sayur diatas meja.
Sebetika itu juga piring hancur berantakan dan sayur
berhamburan keempat penjuru.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini sama sekali
berada diluar dugaan semua orang walaupun di dalam meja
perjamuan itu duduk para jago kelas wahid tapi tak
seorangpun yang sanggup menerima datangnya sambaran
senjata rahasia. Siauw Ling segera menekan permukaan meja menerobos
keluar melalui jendela kemudian meloncat naik ke atas atap
rumah meminjam kesempatan yang sangat baik ini arak
beracun yang berada dalam mulutnya segera ditumpah keluar.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tjioe Tjau Liong, Kiem Hoa Hujien serta Ih Boen Han To
bersama-sama meloncat keluar dan melayang naik ke atas
atap rumah. "Saudara cilik, kau sungguh cepat gerakan badanmu
apakah kau berhasil menemukan jejak musuhmu?" bisik Kiem
Hoa Hujien lirih. "Tidak!" pemuda she Siauw menggeleng kepala.
"Siapa yang berani menyelundup masuk ke dalam
perkampungan Pek Hoa San tjung kita untuk mengacau
sungguh kurang ajar" Teriak Tjioe Tjau Liong dari samping.
Kiem Hoa Hujien segera tertawa mendengar ucapan itu.
"Djie Tjungtju sering mengatakan apabila penjagaan di
dalam perkampungan kalian sangat ketat, bahkan melebihi
dinding besi maupun tembok baja siapa sangka ini hari disiang
hari bolong kena dimasuki musuh bahkan mengacau pula di
dalam ruangan perjamuan sungguh menakjubkan sekali."
Tjioe Tjau Liong tidak menggubris terhadap jengekan
tersebut sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap
keadaan diempat penjuru, tampak suasana amat tenang
sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan
alisnya sangat berkerut. Peristiwa yang terjadi ini hari sungguh aneh.
Kiem Hoa Hujien menyapu sekejap keadaan disekeliling
tempat itu terlihat olehnya semak yang paling dekat dengan
ruangan besar itu berada kurang lebih tiga tombak dari ruang
tengah tapi arahnya tidak benar hatinya jadi tergetar keras
tapi diluaran ia masih tersenyum merdu.
"Eeeei....kekuatan pergelangan itu sungguh luar biasa
dahsyatnya ternyata ia bisa melancarkan senjata rahasia dari
sebuah tempat kurang lebih lima tombak dari ruangan."
Air muka Tjioe Tjau Liong segera berubah jadi merah panas
mendadak ia bertepuk tangan tiga kali.
"Dimanakah petugas penjaga halaman?" teriaknya keraskeras.
Dari balik semak sekeliling tempat itu mendadak muncul
sepuluh orang lelaki kekar bersenjata tajam lari mendekat.
Tjioe Tjau Liong pertama-tama meloncat dulu turun
kebawah kemudian disusul oleh Kiem Hoa Hujien sekalian.
Sewaktu beberapa orang itu tiba diatas permukaan tanah
beberapa orang lelaki kekar itupun sudah berdiri berjajar
dihadapan mereka. Melihat gerakan beberapa orang itu sangat cepat, Ih Boen
Han To segera berpikir di dalam hatinya, Gerakan beberapa
orang ini sungguh cepat sekali jelas kepandaian silat yang
mereka miliki sangat luar biasa walaupun sepintas lalu
perkampungan ini kelihatan tidak dijaga padahal penjagaan
yang diatur sangat ketat sekali jangan dikata musuh susah
menyembunyikan diri bahkan tamu perkampunganpun tak
akan lolos dari pengawasan mereka yang ketat."
Tampak beberapa orang lelaki kekar itu bersama-sama
menjura. "Djie Tjungtju memanggil datang kami semua entah ada
perintah apa?" "Apakah kalian menemukan adanya jejak musuh yang
menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa San
Tjung kita?" Mendengar perkataan itu sepuluh orang lelaki kekar
tersebut sama-sama berdiri tertegun mereka saling berputar
pandangan dan tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.
Lama sekali baru terdengar salah seorang diantaranya
menjawab, "Kami sekalian berjaga dengan serius tak ada
seorangpun yang berani teledor tapi benar-benar tak kami
temukan jejak musuh yang mendekati tempat ini."
Tjioe Tjau Liong yang beberapa kali kena sindir Kiem Hoa
Hujien saat ini tak dapat menahan hawa gusar dalam dadanya
ia segera membentak keras.
"Jikalau tak ada musuh menyelundup masuk apakah
senjata rahasia punya sayap yang bisa terbang masuk sendiri
ke dalam ruangan?" Sewaktu mendengar ada senjata rahasia menyambar
masuk ke dalam ruangan air muka kesepuluh orang lelaki
kekar itu sama-sama berubah hebat.
Selama ini perkampungan dijaga penuh kekuatan belum
pernah terjadi peristiwa macam begini barang satu kalipun
setelah kejadian ini jelas mereka tak akan luput dari hukuman
berat. Terdengar suara dari Djen Bok Hong pada waktu itu
berkumandang datang dari dalam ruangan.
"Djie te tak usah menegur mereka lagi peristiwa ini tiada
sangkut pautnya dengan mereka. Lepaskan saja beberapa
orang itu." Suara tersebut tidak keras tapi dapat berkumandang
meluas sehingga setiap orang dapat mendengar sangat jelas.
Selamanya Tjioe Tjau Liong tidak berani membangkang
perintah Djen Bok Hong ia segera ulapkan tangannya.
"Kalian pergilah."
Setelah putar badan ia masuk ke dalam ruangan.
Kesepuluh orang lelaki kekar itu bersama-sama menjura
lalu putar badan dan berlalu di dalam sekejap mata mereka
telah lenyap dibalik semak-semak disekitar tempat itu.
Siauw Ling yang mengikuti dibelakang Tjioe Tjau Liong
berjalan masuk ke dalam ruangan hatinya mulai merasa
berdebar pikirnya, "Djen Bok Hong adalah seorang manusia
berotak cerdik kepandaian silat yang dimilikipun sangat lihay
apakah berhasil mengetahui apabila permainan setan ini
adalah hasil perbuatanku?"
Ketika otaknya masih berputar ia telah berada diruangan
tengah. Tampak Djen Bok Hong masih duduk ditempat semula
wajahnya tenang sama sekali tidak memperlihatkan sikap
kegusaran. "Maaf, maaf telah mengganggu Tjuwi sekalian" serunya
sambil mengangguk dan tertawa.
Kiem Hoa Hujien tertawa cekikikan.
"Wajah Toa Tjungtju tenang sama sekali tak ada
perubahan tentunya dalam hatimu sudah punya perhitungan
yang matang bukan?" Djen Bok Hong tidak menjawab pertanyaan perempuan itu
sebaliknya malah ia bertanya, "Siauw Samte, sudah tidak nanti
untuk buru-buru datang kedesa melihat kedua orang tuanya
kitapun tak usah karena peristiwa ini sampai mengganggu
waktu pemberangkatannya!"
Diam-diam Siauw Ling merasa hatinya berdebar, sedang
diluar sahutnya, "Aaaaah....! perkampungan kita sudah
kedatangan musuh, peristiwa ini amat penting sekali.
Bagaimann boleh tidak periksa...."
"Sudah tak usah diperiksa lagi" Potong Djen Bok Hong.
"Orang yang melepaskan senjata rahasia itu mungkin sudah
mengundurkan diri mengejarpun percuma."
Setelah merandek sejenak katanya lagi, "Silahkan kalian
ambil tempat duduk, jangan karena peristiwa itu sampai
mengganggu kesenangan kita untuk menikmati arak."
Piring serta mangkok yang pecah sudah disingkirkan
menanti para jago duduk kembali ketempat masing-masing
perjamuanpun dilanjutkan.
Siauw Ling yang takut di dalam arak ada racun ia tak
berani meneguk lagi tetapi mengikuti jejak Djen Bok Hong ia
ikut menyumpit sayur. "Jikalau dalam sayur inipun kau beri racun maka termasuk
kau sendiripun tak akan lolos dari keracunan" pikirnya.
Setelah perjamuan selesai Djen Bok Hong sambil
menggandeng tangan Siauw Ling berjalan keluar dari ruangan
tengah, melewati semak dan menuju keluar perkampungan.
Tampak sebuah kereta kuda yang amat mentereng dan
mewah dengan dihela oleh empat ekor kuda jempolan telah
siap diluar perkampungan. Seorang bocah cilik berbaju hijau
duduk pegang kemudi ditangan kanannya mencekal cambuk
sedang tangan kirinya mencekal tali les siap berangkat.
Seraya tertawa Djen bok Hong menuding kereta mewah
itu, katanya: "Aku serta Djie ko mu masing-masing telah
mempersiapkan hadiah untuk kedua orang tuamu. Barangbarang
milik Samte, aku sudah perintahkan orang untuk
dimasukkan ke dalam kereta. Sedang keempat ekor kuda
jempolan ini adalah kuda-kuda pilihan dalam sehari bisa
melakukan perjalanan yang amat jauh. Samte kau boleh
segera berangkat." Dengan pandangan tajam Siauw Ling memperhatikan
sibocah berbaju hijau yang duduk pegang kemudi setelah
Warisan Terkutuk 2 Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng Para Ksatria Penjaga Majapahit 3
^