Bayangan Berdarah 2
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 2
diperhatikan dengan cermat akhirnya ia menemukan bilamana
orang itu bukan lain adalah Kiem Lan yang sedang menjura.
Ia segera menjura untuk memberi hormat.
"Toako bisa persiapkan semua barang dengan siauwte
mengucapkan terima kasih dan selamat berpisah."
"Samte, silahkan kau bimbing nona Tong naik ke dalam
kereta" ujarnya Djen Bok Hong tiba-tiba seraya berpaling
memandang sekejap wajah Tong Sam Kauw.
Mendengar ucapan itu Siauw Ling segera mendongak
tampak wajah Tong Sam Kauw tawar sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apapun selama ini ia membungkam
dan tidak tertawa keadaannya sangat berbeda dengan
keadaan sewaktu mereka berjumpa untuk pertama kalinya.
Hatinya merasa keheranan tapi ia tidak menanyakan hal
tersebut kepada Sang Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung ini sembari menjura katanya, "Jikalau Nona Teng
ada maksud berangkat bersama-sama cayhe silahkan segera
naik ke dalam kereta."
Sinar mata Tong Sam Kauw perlahan-lahan beralih sekejap
kewajah Djen Bok Hong kemudian perlahan-lahan naik ke
dalam kereta. Setelah Tong Sam Kauw naik ke dalam kereta
mendadak Kiem Hoa Hujien berjalan menghampiri Siauw Ling
seraya mencekal tangan kanannya kencang-kencang ujarnya
sambil tertawa, "Saudara cilik encimu tidak menghantar lebih
jauh semoga sepanjang jalan tak menjumpai kesulitan."
Siauw Lingpun mencekal tangan perempuan itu penuh rasa
terima kasih. "Terima kasih atas perhatian hujien" sahutnya.
Mendadak ia merasa segulung kertas menyelinap masuk ke
dalam telapak tangannya buru-buru dia jepit diantara jari-jari
tangannya kemudian menjura ke arah Tjioe Tjau Liong.
"Siauwte mohon diri" sampai jumpa lain waktu."
Ia segera meloncat masuk ke dalam kereta.
Menanti pemuda itu sudah berada di dalam kereta, Kiem
Lan yang pegang kemudi segera menggetarkan tali lesnya
kereta kuda dengan cepat bergerak maju kedepan.
Dari arah belakang masih terdengar suara Kiem Hoa
Hudjien sedang berseru, "Saudara cilik, jikalau kau
menginginkan lukisan Giok Sian Tju tersebut lebih baik cepatcepatlah
kembali." Siauw Ling berdiri didepan kereta sambil menggoyanggoyangkan
tubuhnya, tapi ia tidak menjawab perkataan dari
Kiem Hoa Hudjien ini. Suara roda berdetakan melintasi jalan raja, debu mengepul
memenuhi angkasa. Bayangan tubuh Djen Bok Hong serta
Kiem Hoa Hudjien sekalian makin lama makin kecil dan
akhirnya tak berbekas. Setelah menyembunyikan kertas ke dalam sakunya Siauw
Ling menurunkan horden dan masuk ke dalam ruang kereta.
Tampak olehnya Giok Lan dengan menyaru sebagai lelaki
duduk bersila di dalam kereta sinar matanya memandang
ketempat kejauhan dengan mendelong agaknya gadis ini
sedang memikirkan sesuatu urusan yang maha berat.
Dibelakang kereta terletak dua buah peti besar. Tong Sam
Kauw bersandar diatas kereta dengan sepasang mata
terpejam agaknya ia sudah tertidur pulas.
Kuda jempolan kereta kencana diiringi pula dengan gadisgadis
cantik, bagi orang-orang biasa keadaan seperti ini tentu
merupakan kejadian yang amat menyenangkan.
Tapi bagi Siauw Ling ia mempunyai perasaan yang lain ia
merasa ruangan kereta ini penuh diliputi oleh kesedihan serta
kemesteriusan, seriap orang
terjerumus dalam pikiran masing-masing.
Akhirnya tak tertahan lagi ia menghela napas.
"Aaaaaai....Giok Lan apa yang sedang kau risaukan?"
Kiranya sejak ia memasuki ruangan kereta hingga detik itu.
Giok Lan belum pernah menengok barang sekejappun ke
arahnya seperti ia tidak mengetahui apabila ia telah masuk ke
dalam kereta. Setelah mendengar teguran tersebut Giok Lan baru
tersadar dari lamunannya perlaban-lahan ia alihkan sinar
matanya ke atas wajah Siauw Ling, sapanya penuh
mengandung kesedihan dan berperihatin.
"Samya...." Hanya ucapan itu saja yang meluncur keluar kemudian
membungkam kembali. Siauw Ling tercengang. "Eeeeeii kenapa kau?" tegurnya. "Sekarang kita sudah
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San cung. Bila ada
perkataan utarakan saja terus terang?"
Giok Lan menggeleng dan tersenyum.
"Budak sangat baik. Tak ada apa-apa yang perlu
diucapkan." Walaupun ia berusaha keras untuk perlihatkan senyuman
yang lebih leluasa, tak urung Siauw Ling berhasil menemukan
juga apabila senyuman itu terlalu dipaksakan, sangat
mengenaskan. Melihat dayang itu tidak mau menjawab, Siauw Ling jadi
mendongkol, pikirnya, "Baiklah, jikalau kau tidak ingin bicara
juga sudahlah, akupun tak akan bertanya lagi."
Ia lantas pejamkan mata untuk mengatur pernapasan tidak
selang beberapa saat kemudian ia berada dalam keadaan lupa
segala-galanya. Menanti ia tersadar kembali dari semedi sang surya sudah
lenyap dilangit barat senja haripun telah tiba.
Kereta kuda sudah berhenti Tong Sam Kauw serta Giok Lan
tidak kelihatan lagi sedang dipintu kereta cuma Kiem Lan
seorang diri. "Samya kau sudah bangun?" terdengar Kiem Lan menegur
dengan suara yang amat lirih.
Siauw Ling mengangguk. "Dimana mereka?"
"Sudah masuk ke dalam untuk beristirahat Pouw Tjungtju
pun telah lama sekali menanti diluar kereta."
"Pouw Tjungtju" siapakah dia aku tidak kenal."
Dari luar kereta mendadak terdengar suara gelak tertawa
yang sangat nyaring. "Haaa....haaa cayhe telah menerima tanda perintah Kiem
Hoa Hujien dari Toa Tjung tju sengaja datang menyambut
kedatangan Sam Tjung tju. Silahkan Sam Tjung tju masuk ke
dalam untuk beristirahat perjamuan telah disiapkan."
Siauw Ling kerutkan alisnya, ia menyingkap horden dan
melangkah turun dari dalam kereta.
Tampak seorang kakek tua berusia lima puluh tahunan
dengan memakai jubah panjang berwarna biru langit dengan
wajah penuh senyuman telah berdiri disisi kereta sikapnya
sangat menghormat. Sewaktu orang itu melihat Siauw Ling menyingkap horden
berjalan keluar dari kereta, dengan cepat ia menjura.
"Aaaaah! mana berani merepotkan saudara" buru-buru
Siauw Ling balas memberi hormat.
"Perintah Kiem Hoa Leng yang pernah dikirim Toa Tjungcu
meminta cayhe menyambut San Cungcu dengan penuh
berhati-hati cayhe tidak berani membangkang apabila Sam
Cungcu tidak inginkan loolap kena marah, harap kau suka
menerimanya dengan senang hati."
Pengaruh perkampungan Pek Hoa San cung sungguh patut
dlipandang ringan diam-diam pikir Siauw Ling di dalam
hatinya: "Ternyata dimana-manapun tersebar cabangcabangnya."
Ketika ia mendongak tampaklah sebuah bangunan yang
tinggi besar berdiri dihadapannya dengan megah pintu bercat
merah dengan atap warna hijau.
Seharusnya tempat itu merupakan sebuah bangunan orang
kaya. Orang yang tidak tahu tentu menduga rumah ini adalah
tempat tinggal seorang Wan gwee dan tak bakal ada yang
tahu apabila tempat itu sebetulnya adalah kantor cabang dari
perkampungan Pek Hoa San tjung.
"Sam Tjung tju silahkan" seru si kakek tua itu sembari
rangkap tangannya didepan dada.
Dua buah pintu besar terbuka seorang pemuda berbaju
hijau yang usianya sekitar dua puluh tahunan dengan
membawa sebuah lentera berdiri menanti disana.
Lentera terbuat dari empat penjuru terterai tulisan Pauw
yang sangat besar. Dengan kencang si kakek itu mengikuti dari belakang Siauw
Ling sedangkan Kiem Lan berada dipaling belakang.
Setelah ketiga orang itu berlalu beberapa tombak ke dalam
ruangan mendadak pintu besar berwarna hitam itu menutup
dengan sendirinya. Sesudah melewati dua buah halaman mereka memasuki
sebuah ruangan besar, lampu lilin menerangi seluruh ruangan
dimana meja perjamuan telah dipersiapkan.
Sinar mata Siauw Ling berputar keempat penjuru
ditemukan dalam ruangan yang sangat luas itu kecuali berdiri
dua orang dayang berbaju hijau tak ada tamu terhormat
lainnya lagi. Mendadak si kakek tua itu menyingkir dan berjalan terlebih
dahulu didepan Siauw Ling.
"San Cungcu silahkan menduduki kursi utama" serunya
sembari menjura. Di dalam hati pemuda ini tahu sekalipun menampikpun
tiada gunanya dengan langkah lebar ia segera ambil tempat
duduk dikursi utama. Menanti Siauw Ling sudah duduk si kakek tua itu baru
menjinjing jubah seraya jatuhkan diri berlutut.
"Pouw Tju Wie menghunjuk hormat buat Sam
Tjungtju." Melihat segala tingkah laku orang she Pouw ini Siauw
Lingpun berpikir, "Kelihatannya di dalam keadaan seperti ini
mau tak mau aku harus menjaga kedudukanku yang tinggi."
Ia segera ulapkan tangannya.
"Tak usah banyak hormat."
ooooo0ooooo Setelah bangun berdiri Pouw Tju Wie berkata kembali,
"Sam Tjungtju baru saja tiba dari tempat kejauhan. Silahkan
mencicipi arak dan sayur!"
Ia sendiri berdiri menanti disamping dengan sikap hormat.
Sayur memenuhi meja dan hanya Siauw Ling
seorang yang duduk dikursi terutama Pouw Tju Wie
ternyata tak berani mengiringi disisinya.
"Pouw heng silahkan duduk" akhirnya Siauw Ling
mempersilahkan orang itu untuk ikut duduk sembari tertawa
hambar. "Hamba mengucapkan terima kasih."
Setelah mengucapkan perkataan tersebut ia baru berani
duduk mengiringi disisinya.
Kedua orang dayang berbaju hijau segera berjalan
menghampiri dengan membawa teko arak untuk memenuhi
cawan kedua orang itu. Sinar mata Siauw Ling berputar sewaktu melihat Kiem Lan
tak ada disana hatinya jadi murung.
Tetapi ia belum sempat membuka suara untuk bertanya
agaknya Pouw Cu Wie sudah menduga apa yang sedang
dipikirkan Siauw Ling di dalam hatinya.
"Ketiga orang nona sudah diterima oleh istri hamba dan kini
bersantap diruangan belakang" sahutnya terlebih dahulu.
Perjamuan malam inipun lewat dengan cepatnya dibawah
sikap serta pelayanan yang sangat hormat dari Pouw Cu Wie.
Walaupun Siauw Ling merasa tidak leluasa dengan sikap yang
demikian hormatnya itu tapi ia terima juga dengan hati kesal.
Setelah perjamuan selesai Pouw Cu Wie menghantar sendiri
Siauw Ling untuk beristirahat.
Ruangan yang diberikan kepadanya adalah sebuah ruangan
yang mungil dan megah dengan kelambu dari sutera. Perabot
yang ada disana rata-rata sangat mewah.
Menanti Siauw Ling sudah ambil duduk, dengan penuh rasa
hormat Pouw Tju Wie kembali berkata, "Sam tjungtju, kapan
kau hendak berangkat?"
"Besok pagi segera berangkat."
"Dan Sam Tjung tju hendak menggunakan kereta ataukah
ingin berganti dengan perahu saja" silahkan Sam Tjungtju
turunkan perintah sehingga hamba bisa bikin persiapan."
"Dari sini pulang kerumah memang paling tepat
menunggang perahu" pikir Siauw Ling di dalam hati. "Tapi
diatas perahu tersebut tentu ada anak buah yang mereka
kirim untuk awasi semua gerak gerikku jauh lebih baik apabila
kunaik kereta saja."
Segera jawabnya, "Lebih baik aku menunggang kereta saja,
tidak perlu kau susah-susah untuk repot."
Pouw Cu Wie mengiakan dengan hormat ia lantas
mengundurkan diri. Sepeninggalnya orang she Pouw itu Siauw Ling
memperhatikan sekejap keadaan disekeliling ruangan serta
situasi diluar halaman kemudian padamkan lampu lilin dan
duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan.
Tetapi pikirannya tak bisa tenang berbagai persoalan
memenuhi benaknya. Teringat olehnya akan sikap Giok Lan serta Kiem Lan yang
tidak sebagaimana biasanya agaknya didasar hati kedua orang
ini telah tersembunyi suatu rahasia yang sangat besar masih
ada lagi perubahan sikap Tong Sam Kauw yang menyerupai
orang tolol dibalik kesemuanya ini tentu ada hal yang tidak
beres. Ia mengambil keputusan setelah keberangkatannya besok
pagi akan berusaha untuk mencari tahu persoalan ini hingga
jelas. Setelah keputusan diambil hatipun perlahan-lahan jadi
tenang kembali hawa murni berputar mengitari seluruh tubuh
hingga mencapai loteng tingkat kedua belas.
Haruslah diketahui kweekang yang dimilikinya saat ini telah
mencapai tarap yang tak terhingga. Setiap kali mengatur
pernapasan keadaanya tentu akan berada dalam tidak sadar
diri. Jikalau ilmu pernapasannya sedang mencapai saat-saat
yang berbahaya asalkan ada orang turun tangan membokong
dirinya, sekalipun tidak sampai mati sedikit-dikitnya ia bakal
terluka parah. Entah berapa saat sudah lewat, mendadak suara bentrokan
senjata yang amat ramai menyadarkan dirinya dari semedi. Ia
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membuka mata memandang keluar jendela.
Dibawah sorotan sinar rembulan tampaklah dua sosok
bayangan manusia sedang bergebrak dengan ramainya
ditempat luaran. Siauw Ling berseru tertahan ia segera bangun
meninggalkan pembaringan dan mendekati jendela.
Sewaktu ia perhatikan dengan telak maka tampaklah Pouw
Tju Wie dengan memutar sebilah golok emas bergebrak
melawan seorang lelaki bersenjatakan Siang Koat Pit.
Permainan pit dari lelaki itu amat telengas serangannya
gencar dan kesemuanya mengancam jalan darah ditubuh
Pouw Tju Wie. Kepandaian silat yang dimiliki Pouw Tju Wiepun tidak lemah
golok emas ditangannya berputar mengelilingi seluruh badan
meninggalkan serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata kendati serangan-serangan senjata pit yang dilancarkan
lelaki itu sangat dahsyatnyapun untuk beberapa saat tak
berhasil merebut kemenangan.
Siauw Ling yang melihat kejadian itu diam-diam merasa
tercengang pikirnya, "Ruangan yang demikian luasanya ia
mana mungkin bisa begitu sepi" jikalau tempat ini adalah
kantor cabang perkampungan Pek Hoa San Tjung seharusnya
bukan hanya berisikan Pouw Tju Wie seorang kenapa tidak
kelihatan adanya orang lain yang turun tangan membantu
dirinya?" Sebelum teka teki ini berhasil dipecahkan situasi
pertarungan di dalam kalangan sudah berubah.
Tampak golok emas Pouw Tju Wie telah berubah gerakan
dari bertahan kini mulai melancarkan serangan balasan.
Seketika itu juga cahaya golok memancar keempat penjuru
kini balik silelaki bersenjata pit itulah yang kena dikurung di
dalam cahaya golok. Siauw Ling yang diam-diam menonton jalannya
pertempuran itu, secara tidak sengaja telah menambah
pengetahuannya. Ternyata pada permulaan Pouw Tju Wie
bergebrak tadi sengaja ia sembunyikan kemampuan yang
sebenarnya dengan memiliki posisi bertahan membiarkan
silelaki bersenjata pit itu meneter terlebih dahulu disamping
memperhatikan kelemahannya yang dimiliki dalam permainan
pit lawan. Setelah ia punya pegangan yang kuat barulah mulai
melancarkan serangan-serangan balasan.
Perubahan jurus yang amat banyak memaksa silelaki
bersenjata pit itu susah menghindarkan diri lagi, ia mulai
dipaksa berjingkrak kalang kabut dan keteter mundur terus.
Beberapa kali ia ada maksud melancarkan serangan
balasan, tetapi setiap kali ada kemauan sayang tenaga tidak
memadai. Ditengah pertarungan yang amat sengit mendadak
terdengar suara dengusan berat memecahkan kesunyian.
Cahaya golok bayangan pit tadi bergoyang keras kemudian
roboh ke atas tanah. Tangan kiri Pouw Tju Wie laksana kilat segera melancarkan
totokan ke arah orang itu kemudian menyimpan goloknya ke
dalam sarung dan menjura ke arah kamar Siauw Ling.
"Hamba tidak becus sehingga membiarkan musuh
menyerbu masuk ke dalam kamar Sam Tjungcu dan
mengganggu tidur yang nyenyak, hamba mohon maaf
sebesar-besarnya." Diam-diam Siauw Ling merasa terperanjat juga mendengar
ucapan itu, pikirnya, "Kiranya ia tahu kalau aku telah sadar
dan secara diam-diam memperhatikan pertarungan yang
sedang berlangsung itu...."
Otaknya dengan cepat berputar jawabnya kalem,
"Aaaakh....tidak mengapa."
"Terima kasih atas budi Sam Tjungtju yang luhur."
Ia angkat badan lelaki bersenjata pit itu kemudian
mengundurkan diri dari sana.
Siauw Ling marasa semakin murung beberapa kali ia
bermaksud panggil kembali Pouw Tju Wie untuk ditanyai
siapakah lelaki bersenjata pit itu dan apa pula maksudnya
malam-malam datang kemari" tapi akhirnya ia berhasil
menahan diri juga. Keesokan harinya ketika ia bangun dari tidurnya Pouw Tju
Wie telah menanti diluar pintu dua orang dayang berbaju hijau
dengan membawa peralatan cuci muka menanti pula disisi
kamar. Menanti Siauw Ling telah selesai cuci muka dan sisir rambut
Pouw Tju wie baru melangkah masuk ke dalam seraya
menyapa tetapi tak sepatah katapun mengungkap peristiwa
kemaren malam. Siauw Ling yang melibat wajah Pouw Tju wie sangat
tenang agaknya telah melupakan peristiwa kemaren malam
iapun terpaksa pura-pura memperlihatkan wajah yang
hambar. "Mereka sudah bangun semua?" tanyanya.
"Nona bertiga telah mempersiapkan segala persiapan
mereka menanti perintah keberangkatan dari Sam Cungcu."
"Bagus sekali suruh mereka segera naik ke dalam kereta
aku akan berangkat."
"Di dalam ruangan tengah telah dipersiapkan sarapan pagi
untuk Sam Cungcu. Hamba persilahkan Sam Cungcu suka
bersantap dulu baru berangkat."
Sebenarnya Siauw Ling hendak menampik ajakan tersebut
tetapi iapun merasa apabila sampai tawaran inipun ditampik
maka tindakannya ini akan membuat wajah Pouw Cu Wie
kurang enak. Terpaksa ia ikut masuk ke dalam ruangan untuk bersantap
pagi, kemudian melanjutkan perjalanan.
Ini hari Kiem Lan serta Giok Lan masih menyaru sebagai
kacung buku dengan pakaian warna hijau. Tong Sam
Kauwpun keadaannya seperti sedia kala, setelah naik ke
dalam kereta ia selalu bersandar dikereta tidak bercakap
maupun bergerak lagaknya mirip baru saja sembuh dari
penyakit berat. Setelah Siauw Ling naik ke dalam kereta, Kiem Lan segera
ayunkan cambuknya melarikan kereta mereka untuk
melanjutkan perjalanannya.
Terdengar Pouw Cu Wie berteriak ke belakang.
"Hamba menghaturkan selamat buat Sam Tjungtju selama
diperjalanan...." Siauw Ling membungkam ketika itu seluruh benaknya
sudah dipenuhi dengan teka teki yang membingungkan
hatinya. Ia tidak mengerti apa sebabnya peristiwa yang
demikian banyaknya bisa terjadi di dalam ketika yang sama....
Kereta kembali berjalan sejauh tiga li, ketika ia menyingkap
horden tampak kereta mulai berjalan memasuki sebuah jalan
pegunungan yang sunyi. Ia mulai ambil keputusan untuk paksa kedua orang dayang
serta Tong Sam Kauw untuk menceritakan rahasia yang
disembunyikan dalam hati mereka.
Jalanan gunung ini amat sunyi, tak sesosok bayangan
manusia yang nampak ketika kereta berjalan dua, tiga li lagi
jalanan semakin susah dilewati yang terlihat diempat penjuru
hanyalah rumput liar setinggi lutut.
Siauw Ling tiba-tiba menarik tali les kuda sehingga kereta
berhenti kepada kedua orang dayang itu ujarnya dingin, "Kiem
Lan, Giok Lan kalian turunlah!"
Kedua orang dayang itu mengiakan dan berdiri.
Siauw Ling sentak tali les untuk putar arah kereta mereka,
kemudian ujarnya lagi lambat-lambat, "Tempat ini berjarak
sangat dekat dengan perkampungan Pek Hoa San cung. Bila
kalian ingin kembali keperkampungan nah silahkan segera
pulang?" Mendengar perkataan itu Kiem Lan menghela napas
panjang. "Jikalau budak sekalian telah berbuat salah harap Samya
memaki kita saja mengapa Samya hendak paksa budak
sekalian untuk kembali kesarang macan...."
"Aku lihat penghidupan kalian yang dialami di dalam
perkampungan Pek Hoa San cung sangat gembira, lebih baik
kalian kembali saja."
"Samya" seru Kiem Lan secara tiba-tiba sambil melelahkan
air mata. "Apakah kau merasa gusar dengan sikap enci Giok
Lan?" "Aku lihat keadaan kalian sama saja agaknya di dalam hati
penuh diliputi oleh persoalan yang memberatkan kalian dan
kini aku rasa hanya ada dua jalan yang bisa kalian pilih sesuka
hati jalan pertama adalah kalian segera kembali keperkampungan
Pek Hoa San Cung perduli di dalam hatimu ada rahasia
apapun aku tak akan banyak pertanyaan."
"Dan jalan yang kedua?" tanya Kiem Lan seraya mengusap
kering air mata yang membasahi wajahnya.
Siauw Ling yang melihat wajah gadis itu merah padam
seluruh wajah basah dengan air mata tapi tak berani terisik
nangis hatinya lama kelamaan jadi lemas juga sembari
menghela napas katanya, "Jalan kedua adalah kalian harus
menceritakan kepadaku apa rahasia yang kalian sembunyikan
dalam hati. Aku larang menyembunyikan sepatah katapun dan
aku tak akan menegur ataupun mendesak kalian lebih lanjut."
Kiem Lan menghela napas panjang.
"Aaai apabila Samya ingin tahu terpaksa budak harus
menceritakan keadaan yang sesungguhnya."
"Aku larang kalian sembunyikan sepatah katapun jikalau
sampai aku tahu kalian sengaja menyembunyikan sepatah
kata saja jangan harap aku suka mengampuni diri kalian lagi."
"Setelah budak mau bercerita sudah tentu tak akan
kupikirkan lagi mati hidupku semoga saja Samya selalu sehatsehat"
kata Kiem Lan mengangguk.
"Bukankah aku sangat baik sekali?"
Kiem Lan tertawa sedih. "Sekalipun Samya tidak bertanya setelah lewat ini haripun
akan budak ceritakan kesemuanya ini kepada Samya kau tak
dapat memarahi Giok Lan Tjici karena ia sudah dipaksa
menelan obat racun Suo Kut Tok Tan...."
"Obat racun?" Siauw Ling kelihatan tertegun.
"Benar Suo Kut Tok Tan adalah sebuah obat
beracun yang punya daya kerja sangat lambat tapi
berakibatkan mengerikan setiap orang yang telah menelan
obat ini di dalam tujuh hari pertama tak akan kambuh tetapi
orang itu sendiri bakal jadi goblok dan bodoh setiap hari
berada dalam keadaan mengantuk dan selalu ingin tidur...."
Mendengar perkataan itu seluruh tubuh Siauw Ling tergetar
keras ia segera berpaling.
Tampak sepasang mata gadis itu sayu tak bersinar
wajahnya jelas kelihatan tanda-tanda keracunan.
Tak kuasa lagi ia menghela napas panjang.
"Aaaah kiranya aku sudah salah menuduh kalian."
"Samya tidak tahu kejadian sesungguhnya. Sudah tentu tak
dapat terhitung salah menuduh."
"Lalu apakah Tong Sam Kauw pun juga ikut menelan pil
beracun pengerut tulang itu?"
"Aku lihat keadaanya tidak berbeda, tapi bagaimana
keadaan yang sebetulnya budak tidak berani memastikan
peristiwa yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung
kecuali Toa Cungcu sendiri siapapun tidak tahu perubahan
apakah sebenarnya yang telah terjadi tetapi peristiwa enci
Giok Lan menelan pil beracun pengerut tulang itu dapat budak
lihat dengan mata kepala sendiri...."
"Apakah Toa Tjungtju yang paksa untuk menelan pil
beracun tersebut....?"
"Kecuali Toa Tjungtju apakah enci Giok Lan mau mandah
diperintah dan melakukan perkataannya seperti domba?"
Tiba-tiba Siauw Ling teringat akan sesuatu dengan nada
keheranan serunya, "Pendengaran Toa Tjung tju sangat tajam
daun yang rontok disuatu tempat lima tombak darinya tak
akan berhasil mengelabui dirinya, kenapa kau dapat melihat
semua kejadian itu tanpa ditemukan olehnya!"
"Ia ada maksud agar budak dapat melihat
kejadian tersebut waktu itu aku berada sama-sama dengan
Giok Lan. Toa Tjungtju tiba-tiba mengeluarkan pil beracun
pengerut tulang setelah menerangkan daya kerja racun
tersebut kemudian diserahkan kepada enci Giok Lan suruh ia
menelannya aku lihat enci Giok Lan seraya menahan curahan
air mata dengan wajah pura-pura gembira menelan pil
beracun tadi." "Lalu kenapa ia tidak sekalian hadiahkan sebutir pil juga
kepadamu!" "Aku harus mengurusi tempat tinggal Samya
mengemudikan kereta Samya dan melayani segala keperluan,
jikalau akupun menelan pil racun sehingga kesadaran hilang
bukankah budak tak dapat membantu apapun buat Samya?"
"Pekerjaan yang diserahkan Toa Tjungtju kepadamu
apakah hanya ini saja?" tanya Siauw Ling kembali.
"Masih ada yang lain ia minta budak suka menasehati
Samya agar cepat-cepat kembali keperkampungan Pek Hoa
San cung jikalau Samya tidak suka mendengarkan maka ia
perintahkan budak secara diam-diam mencabut nyawa
Samya." Kontan Siauw Ling tertawa dingin tiada hentinya.
"Perhitungan sie poa dari Toa Tjungtju apakah tidak terlalu
sederhana dengan andalkan sedikit kepandaianmu apakah kau
kira bisa menandingi aku Siauw Ling?"
"Menyerang secara terang-terangan dapat ditangkis
serangan gelap susah dihindari karena Toa Tjungcu melihat
kepandaian silat yang dimiliki Samya luar biasa maka ia telah
menghadiahkan dua macam barang kepada budak jikalau
Samya tidak suka kembali lagi keperkampungan Pek Hoa San
cung maka ia perintahkan budak untuk turun tangan
membokong." "Ehmm....perkataan ini sedikitpun tidak salah" diam-diam
Siauw Ling mulai berpikir dalam hatinya: "Sepanjang hari ia
selalu mendampingi diriku jika mau turun tangan membokong
rasanya memang tak akan kuduga sama sekali."
Tetapi diluaran ia tetap tertawa hambar.
"Apa yang ia berikan kepadanya?"
Kiem Lan masukan tangannya ke dalam saku untuk
merogoh keluar sebuah kotak kecil terbuat dari kumala,
sembari dicekal ditangan ujarnya, "Toa Tjungtju beritahu
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada budak, di dalam kotak ini kesemuanya berisikan dua
macam benda yang pertama adalah bubuk beracun tak berbau
dan tak berwarna dan yang kedua adalah hio racun yang bisa
disulut sehingga memabokan. Jikalau Samya tidak suka
kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa San tjung maka
budak diperintahkan untuk meracuni makanan Samya."
"Hmm! cara ini terlalu kuno tidak perlu diherankan lagi?"
sela Siauw Ling dengan nada yang dingin.
"Semisalnya penjagaan Samya terlalu ketat sehingga tidak
mungkin turun tangan melalui makanan maka budak
diharuskan menyulut hio beracun ini" sambung Kiem Lan lebih
lanjut. "Menurut pemberitahuan Toa Tjungtju, hio beracun ini
dapat terbakar selama dua belas jam berturut-turut asalkan
diletakan dimana jalan yang sering dilalui Samya maka begitu
tercium bau itu ini mengartikan diri Samya sudah terjatuh ke
dalam cengkeramannya."
Siauw Ling merasa tercengang dan keheranan sehabis
mendengar ucapan tersebut pikirnya dihati, "Sekalipun racun
hio luar biasa lihaynya belum tentu bau harum tersebut benarbenar
menghilangkan kesadaranku hingga pikiranku bisa
dikuasai keseluruhnya hanya mencium sebentar saja aku
mungkin ucapannya agak sedikit berlebihan."
Sekalipun begitu diluaran ia berkata, "Bila ditinjau dari
sudut ini agaknya Toa Tjungtju adalah seorang ahli yang
pandai menggunakan berbagai macam racun?"
Kiem Lan tidak menjawab hanya secara mendadak
pergelangan kanannya menggetar siap membuang kotak
kumala tadi ke dalam semak.
"Nanti dulu berikan kotak kumala itu kepadaku" teriak
Siauw Ling ketika melihat perbuatan dayang tersebut.
"Toa Tjungtju adalah seorang jagoan yang berwatak licik
serta banyak akal aku takut ia biasa hal ini sampai kesini dan
mengerti bilamana rahasia ini pasti kubocorkan kepada diri
Samya apalagi apa sebenarnya isi kotak kumala ini budak
hanya mendengar perkataannya belaka untuk menhindarkan
diri dari sesuatu kejadian lebih baik dibuang saja."
Tetapi Siauw Ling telah menggeleng sembari tersenyum.
"Jangan, jangan dibuang kita periksa dulu apa isi kotak ini."
Terpaksa Kiem Lan mengangsurkan kotak kumala tadi
ketangan pemuda tersebut.
"Samya hati-hati jangan terlalu ceroboh dan waspada
terhadap segala bokongan" serunya memberi peringatan.
Siauw Ling mengangguk diam-diam ia salurkan hawa
sinkangnya menutup seluruh jalan darah ditubuhnya lalu
perlahan-lahan membuka kotak tadi dengan sangat hati-hati.
Seketika itu juga cahaya tajam yang menyilaukan mata
berpancaran memenuhi angkasa. Isi kotak kumala tersebut
sama sekali bukan bubuk beracun ataupun hio beracun
melainkan sebuah mutiara yang luar biasa besar dan
indahnya. Kontan Kiem Lan maupun Siauw Ling dibikin tertegun dan
berdiri melongo. "Samya jangan membiarkan bubuk beracun tersebut
beterbangan diluaran" kembali teriak Kiem Lan memberi
peringatan. "Biarlah untuk sementara disimpan di dalam sakuku...."
Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Kiem Lan
lalu tambahnya lagi, "Kiem Lan apa yang harus kita perbuat
untuk memunahkan racun ganas yang mengeram dalam
tubuh Giok Lan?" "Menurut apa yang budak ketahui Toa Tjungtju hanya
memiliki ilmu silat yang sangat lihay dan ia bukan seorang ahli
dalam penggunaan racun-racun berbisa, tetapi seorang
sahabat karibnya eeeeh yaaa, orang itu bernama Tok So Yok
Ong sangat pandai di dalam penggunaan pelbagai macam
racun-racun keji pil Suo Kut Tan yang didapatkan Toa Tjungcu
bukan lain adalah hasil kerjanya."
"Kau pernah berjumpa dengan Tok So Yok Ong?"
"Belum, budak belum pernah menjumpai manusia aneh ini"
sahut Kiem Lan sambil menggeleng. "Ia sangat jarang
mengunjungi perkampungan Pek Hoa San cung, tetapi budak
mengerti jelas apabila orang ini memang benar-benar ada?"
Terhadap diri Tok So Yok Ong yang pernah menotok roboh
jalan darahnya dalam kuil bobrok malam itu serta melepaskan
darah dari badannya untuk menolong sang gadis yang
menderita sakit ia mempunyai gambaran yang lain dari pada
yang lain terhadap orang ini.
Ia sangat berharap Kiem Lan bisa menjelaskan bentuk
tubuh manusia tersebut kemudian kecocokan dengan apa
yang berada dalam benaknya bilamana apa yang diucapkan
tidak benar maka ini membuktikan bila Kiem Lan tidak sungguh-sungguh mau
memihak padanya sehingga lain kali dapat bersikap lebih
berhati-hati lai menghadapi sepasang dayang ini.
Siapa sangka mereka tidak pernah menjumpai orang aneh
itu, ia segera menyentak tali les kuda sembari berkata,
"Cepatlah kalian berdua naik ke dalam kereta! aku pikir Toa
Cungcu secara diam-diam tentu kirim orang untuk mengawasi
semua gerak gerik kita jikalau
kita terlalu lama berdiam disini aku takut pihak mereka
akan menaruh curiga."
"Bilamana dugaan budak tidak salah, maka semua gerak
gerik kita sepanjang perjalanan susah untuk meloloskan diri
dari pengamatan kaki tangan Toa Cungcu."
Ia merandek sejenak dia untuk bimbing Giok Lan naik ke
dalam kereta lalu sambungnya lebih lanjut, "Tetapi hingga
detik ini budak berani memastian Samya tak bakal menerima
serangan-serangan bokongan bila budak tinjau dari nada
ucapan Toa Tjungtju agaknya ia masih mengharapkan Sam ya bisa cepat-cepat
balik ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung. Jadi budak
berani memastikan sebelum Sam ya memberi keputusan suka
balik lagi ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung atau
tidak mereka tidak bakal turun tangan keji terhadap diri Sam
ya." Siauw Ling ayunkan cambuk untuk membawa keretanya
balik kejalan raya. Sedang dimulut ia berkata lambat-lambat,
"Satu-satunya urusan yang patut kita murungkan saat ini
adalah keadaan dari Giok Lan serta Tong Sam Kauw yang
dicekoki racun Suo Kut Tan, tak bisa jadi kita harus membawa
serta mereka berdua dalam keadaan demikian parah terutama
sekali sewaktu racun yang mengeram ditubuh mereka mulai
bekerja." "Soal ini sih harap Sam ya suka berlega hati. Toa Tjungtju
telah beritahu kepada budak bahwa di dalam tujuh hari ini
daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh mereka berdua
tak akan kumat semisalnya sudah tiba waktunya racun mulai
bekerja. Toa Tjungtju akan kirim orang untuk mengantarkan
obat pemusnah buat mereka...."
Mendengar ucapan tersebut tiba-tiba sepasang mata Siauw
Ling berkilat. "Kiem Lan, bagaimanakah sikap aku Siauw
Ling terhadap dirimu?" tanyanya lirih.
"Sam ya adalah seorang lelaki sejati yang mengutamakan
kebajikan budak merasa sangat kagum?"
"Bagaimanakah perasaanmu selama hidup dilingkungan Pek
Hoa San tjung?" "Walaupun pakaian, makanan lebih dari cukup tapi
penghidupan satu hari amat tersiksa bagaikan melewatkan
setahun lamanya." "Bagus sekali! Setelah aku bawa kalian jauh meninggalkan
lingkungan pengaruh perkampungan Pek Hoa San tjung
sekarang kalian terbanglah jauh keujung langit! kolong langit
bukan selebar daun kelor! pergilah kemana saja yang terasa
jauh lebih aman dari tempat ini! mulailah kalian mengatur
penghidupan yang haru dan sama sekali lepas dari tempat ini,
mulailah kalian mengatur penghidupan yang baru dan sama
sekali lepas dari pergolakan Bulim, jadilah rakyat biasa dan
carilah pasangan kalian untuk melanjutkan keturunan dalam
suasana aman dan damai."
"Sam ya, sungguh gampang sekali caramu berpikir" seru
Kiem Lan sembari tertawa getir. Jikalau urusan bisa berjalan
gampang seperti apa yang Samya katakan dari dalam
perkampungan Pek Hoa San Tjung sudah banyak saudarasaudara
kami yang melarikan diri dari cengkeraman iblis Toa Tjungtju tetapi
aku rasa Samya tak perlu bingung-bingung serta repot karena
kami berdua aku serta Giok Lan moay-moay telah menyusun
rencana bagaimana jalan yang harus kami tempuh dikemudian
hari." "Terus terang saja budak beritahu kami kakak beradik
walaupun sangat menghormati diri Samya rela berbakti
sampai mati tetapi kami adalah sisa-sisa makanan orang lain
budak mengerti bila kami berdua tidak berbak untuk menjadi
budak Samya tetapi kami mengakui apabila Samya adalah
satu-satunya jago lihay satu-satunya orang yang bikin Toa
Tjungtju jadi jeri."
"Kesucian badan kami kakak beradik telah hancur di
ditangan Toa Tjung tju walaupun dalam cengkereman iblisnya
yang keras kami tidak berani membangkang dan tiada
bertenaga untuk melawan tapi hati kami sangat membenci
dirinya saking bencinya ingin sekali kami dahar dagingnya
meneguk darahnya kami rela mendapat makian maupun
teguran dari Samya rasa hormat kami tak bakal musnah
kesemuanya ini bukan disebabkan kami kagum akan
ketampanan wajah Samya kami kagum gembira dengan sifat
Samya yang gagah. Jikalau Samya mengijinkan ingin sekali
kami sumbang tenaga kami untuk membantu diri Samya
dalam menyelesaikan segala cita?"
Pada mulanya Siauw Ling bermaksud setelah
membawa ketiga orang itu keluar dari lingkungan pengaruh
perkampungan Pek Hoa San tjung lantas membiarkan mereka
ambil jalan sendiri-sendiri.
Tetapi setelah mendengar ucapan dari Kiem Lan ini jalan
pikirannya berubah. Benar juga perkataannya setelah Siauw Ling ada maksud
menolong mereka. "Mengapa harus membiarkan mereka
sengsara ditengah jalan" sekalipun aku ada maksud suruh
mereka pergi sendiripun harus bebaskan dulu racun yang
mengeram dalam tubuhnya. Baru kemudian mereka suruh
pergi...." JILID 3 Setelah berpikir sejenak dengan nada serius ujarnya,
"Perduli kejahatan Djen Bok Hong telah menumpuk bagaikan
gunung hutang darah bagai samudra, tetapi bagaimanapun
juga dia adalah saudara angkatku perduli dia ada maksud
membawa aku masuk ke dalam lingkaran setan atau
memancing aku masuk ke dalam perangkap kini kayu sudah
jadi sampan menyesalpun sudah terlambat. Sehari aku belum
memutuskan hubungan persaudaraan sehari pula aku tak bisa
berdiri sebagai musuh dengan dirinya. Aku rasa persoalan ini
tiada sangkut pautnya dengan dirimu, pelajaran guruku masih
mendengung disisi telinga membantu yang lemah menindas
yang jahat merupakan tugas yang harus aku jalankan...."
"Djen Bok Hong hanya ingin menggunakan kepandaian silat
serta kemampuanmu untuk bantu dia berbuat jahat". Sela
Kiem Lan dengan wajah keren "bilamana dibicarakan
sesungguhnya antara dia dengan dirimu sama sekali tiada
perasaan persaudaraan jikalau ia memandang dirimu sebagai
saudara, budak rasa tidak seharusnya secara diam-diam ia
bermaksud mencelakai dirimu".
Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Aaaaai.... walaupun perkataanmu sedikitpun tak salah tapi
aku Siauw Ling tak seharusnya meninggalkan bahan
tertawaan bagiku dikemudian hari sebelum hubungan
persaudaraan diputuskan aku akan terus bersabar".
Mendadak terdengar suara derakan kaki kuda memotong
ucapan yang belum selesai tiga ekor kuda jempolan dengan
cepatnya menyongsong kedatangan mereka.
Orang yang berada dipaling depan adalah seorang dara
berbaju hijau. Air mukanya keren penuh keseriusan wajahnya
memandang kedepan tak berkedip.
Kuda kedua ditunggangi oleh seorang kakek tua berjenggot
putih sepanjang dada matanya bulat besar dengan mulut yang
lebar sikapnya amat berwibawa.
Ketika si kakek tua itu melihat munculnya Siauw Ling
disana mendadak air mukanya berubah hebat. Buru-buru ia
melengos dan cepat-cepat jalankan kudanya lewat dari sisi
kereta. Siauw Ling merasa kedua orang penunggang kuda itu
sepertinya tidak asing baginya, setelah lama ia baru teringat
kembali bilamana mereka berdua bukan lain adalah Pat So Sin
Liong atau Naga Sakti berlengan Delapan Toan Pok Tjeng
yang pernah ditemuinya diatas loteng rumah makan kota Koei
Cho bersama sinona baju hijau yang melakukan serangan
bokongan terhadap diri Tjioe Tjau Liong tempo dulu.
Orang pada kuda ketiga adalah seorang lelaki kurus kering
berbaju abu-abu, kumisnya melintang dengan jenggot yang
panjang terurai kebawah, sepasang matanya tajam luar biasa.
Ketika menemukan Siauw Ling dalam kereta tersebut
mendadak ia tarik tali les kudanya tersebut sehingga binatang
tunggangan yang semula berlari cepat kini lewat dari sisi
kerata dengan gerakan lambat.
Melihat kejadian tersebut Siauw Ling segera menyerahkan
tali les kuda tersebut ketangan Kiem Lan, sedang ia sendiri
menerobos masuk ke dalam ruangan kereta.
Dari sakunya ia ambil keluar kertas yang diberikan Kiem
Hoa Hudjien kepadanya waktu itu dan dibaca isi surat
tersebut. Sepanjang perjalanan kau pasti akan menemui hadanganhadangan.
Hati-hati terhadap kedua orang budak tersebut.
Selama ini Siauw Ling selalu bersabar tidak membaca surat
yang diberikan Kiem Hoa Hudjien kepadanya hal ini
disebabkan ia ingin mengandalkan kecerdasan sendiri untuk
coba menjernihkan kecurigaan-kecurigaan yang mencekam
dalam dadanya kemudian dicocokkan dengan apa yang ditulis
dalam kertas tersebut sama tidak dengan apa yang ia pikir
dihati. Untuk pertama kalinya ia terjunkan diri ke dalam dunia
kangouw tidak disangka telah terjerumus ke dalam
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perkampungan Pek Hoa San Tjung yang bahaya dan penuh
keseraman tanpa sadari ia telah terseret ke dalam suatu
pergolakan Bulim yang maha dahsyat ia merasa seseorang
perduli memiliki kepandaian silat seberapa lihaypun jangan
harap bisa lancar berkelana di dalam dunia kangouw apabila
tidak diimbangi dengan kecerdasan dengan kecerdasan dalam
menghadapi segala perubahan.
Bilamana tidak berbuat demikian maka jangan harap bisa
menghadapi kelicikan Bulim dengan gampang dan lancar.
Dan kini Tong Sam Kauw serta Giok Lan sama sama telah
dipaksa menelan pil pengerut tulang sekalipun Siauw Ling
tidak terlalu menguatirkan diri mereka berdua lagi tapi hatinya
tetap risau sehabis membaca surat tersebut dia segera robek
dan melumat2 kertas tadi hingga hancur lalu dibuang keluar
kereta. Sedangkan dalam hati pemuda ini mulai berpikir ia merasa
kedua orang budak yang dimaksudkan dalam surat tersebut
tentu mengartikan diri Kiem Lan serta Giok Lan walaupun
kejadian cocok seperti apa yang diduga Kiem Hoa Hudjien tapi
perubahan yang kemudian terjadi sedikit berbeda.
Karena Kiem Lan rela menempuh bahaya menghianati Djen
Bok Hong, hal ini membuat rencana sang Toa Cungcu yang
telah disusun dengan rapi dan cermat terpaksa harus
mengalami hancur berantakan bagaikan mengalirnya air
disungai. Kini Siauw Ling tidak begitu menguatirkan akan ancaman
yang datang dari Kiem Lan lagi sebab jebakan yang diatur
Djen Bok Hong disisi tubuhnya kini sudah hancur berantakan.
Justru yang membuat dia murung adalah keadaan dari Giok
Lan serta Tong Sam Kauw yang telah dipaksa menelan pil
racun pengerut tulang saat ini mereka sudah berubah jadi
manusia-manusia tolol untuk tinggalkan dia ditengah jalan
sudah tak mungkin dibawa sertapun ia tak mengerti
bagaimana caranya menolong bebaskan mereka dari pengaruh
racun hatinya bingung dan kacau.
Masih ada lagi kata-kata dari Kiem Hoa Hudjien yang
mengatakan ditengah perjalanan pasti menemui hadangan
bila ditinjau nada ucapan yang jelas amat mantap dan tegas
rasanya sebelum Kiem Hoa Hudjien mempunyai pegangan
yang kuat tidak mungkin berani beritahu urusan ini dengan
begitu tegas dan serius. Kedua persoalan yang penuh mengandung kecurigaan tiada
hentinya berputar dalam benaknya tapi ia tidak berhasil juga
memperoleh sebab2 yang rasanya sesuai dengan jalan
pikirannya. Ketika itulah mendadak dari luar ruangan kereta terdengar
suara Kiem Lan sedang berseru keras.
"Samya didepan ada orang menghadang perjalanan kita."
Kereta bergerak makin perlahan sehingga akhirnya berhenti
sama sekali. Siauw Ling menyingkap horden melangkah keluar dari
kereta sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap
kesekeliling tempat itu. Tampak olehnya diantara pepohonan yang tumbuh lebat
disisi jalanan secara lapat-lapat tampak bayangan manusia
bergerak lewat. Empat orang lelaki bersenjata tajam berdiri sejajar ditengah
jalan menghadang jalan pergi mereka.
Diantara mereka dua orang adalah lelaki kekar berusia
pertengahan seorang kakek tua berjubah panjang serta
seorang hwesio berpakaian lhasa.
setelah beberapa bulan lamanya menemui berbagai
pergolakan Siauw Ling telah pandai memeriksa keadaan pihak
lawannya perlahan lahan sinar mata yang tajam menyapu
sekejap wajah keempat orang itu ia dapat mengerti bilamana
si kakek tua serta sihwesio itu memiliki tenaga sinkang yang
amat sempurna. Tampak si kakek berjubah hijau merangkap tangannya
menjura, "Apakah saudara berasal dari perkampungan Pek
Hoa San Tjung?" tegurnya.
"Tidak salah" Siauw Ling mengangguk perlahan, "entah ada
urusan apa Lotiang menghadang perjalanan kami?"
Seorang lelaki kekar yang berdiri disebelah kiri segera
membentak keras. "Apakah kau adalah Sam Tjungtju dari perkampungan Pek
Hoa San Tjung?" "Tidak Salah." "Dan saudarakah yang bernama Siauw Ling?" sambung si
lelaki yang berada disebelah kanan.
Bagus sekali diam-diam pikir Siauw Ling dihati kiranya
kalian sudah selidiki jelas keadaan maupun asal usulku.
Sedang diluaran ia menyahut sopan"
"Benar cayhe adalah Siauw Ling."
Mendadak terdengar si kakek berbaju hijau itu menghela
napas panjang. "Aaaaai.... Siauw Tayhiap baru saja berkelana di dalam
dunia persilatan, namamu telah tersohor dan menggetarkan
Bulim tidak disangka ternyata suka menggabungkan diri
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San Tjung sungguh
sayang, sungguh sayang."
Melihat sikap Siauw Ling beberapa orang itu tahu sekali lagi
mereka menganggap dirinya sebagai si Siauw Ling palsu
dalam keadaan dan situasi seperti ini iapun tidak gampang
baginya untuk memberikan penjelasan hingga dia sampai
percaya. Terpaksa pemuda ini menjawab sekenanya, "Cayhe
dengan Tjuwi sekalian tidak saling mengenal. Tiada ikatan
dendam sakit hati pula diantara kita, entah apa maksud Tjuwi
sekalian menghadang jalan pergi cayhe?"
Sinar mata si kakek tua berbaju hijau itu berkilat ia melirik
sekejap ke arah kereta berkuda itu lalu ujarnya, "Sam Tjung
tju tolong tanya barang apa yang ada di dalam kereta
tersebut?" Semula Siauw Ling agak tertegun tapi sebentar kemudian ia
berhasil menguasai perasaan sendiri.
"Orang yang ada di dalam kereta adalah beberapa orang
kawan cayhe yang ikut melakukan perjalanan."
Sreeeet si lelaki kekar yang ada disebelah kiri dengan tidak
sabaran mencabut keluar golok dari punggungnya.
"Jikalau tak ada benda yang lain dalam kereta, bagaimana
kalau kami melakukan pemeriksaan sejenak?" serunya dingin.
Alis Siauw Ling berkerut sepasang matanya memancarkan
cahaya tajam agaknya ia ada maksud mengumbar hawa
amarah. Mendadak satu ingatan bagus berkelebat lewat dalam
benaknya diam-diam ia berpikir.
Kecuali keempat orang ini di dalam hutan masih banyak
jago-jago lihay, aku rasa berkumpulnya banyak jago pasti ada
sebab-sebab tertentu.... Dalam kereta aku tidak menyimpan
barang yang tak boleh diperiksa orang lebih baik biarkan saja
ia melakukan pemeriksaan sehingga mereka menjadi jelas
sendiri jikalau aku tidak membawa sesuatu apapun.
Berpikir akan hal tersebut hawa amarahpun jadi sirap
kembali ia tertawa hambar.
"Jikalau Tju-wi ada maksud memeriksa, nah silahkan
periksa sendiri...." serunya.
Ia segera menyingkir kesamping sembari memerintahkan
Kiem Lan untuk membuka horden kereta.
"Kiem Lan coba kau buka horden tersebut agar mereka bisa
melakukan pemeriksaan"
Tindakan Siauw Ling yang ramah dan lapang dada ini
agaknya jauh berada diluar dugaan kedua orang lelaki kekar
serta si kakek tua berbaju hijau itu mereka bertiga saling
bertukar pandangan sekejab kemudian perlahan lahan
berjalan mendekati kereta,
"Apakah orang yang berada di dalam kereta terdiri dari
kaum perempuan?" tiba-tiba si kakek tua berbaju hijau itu
menegur dengan alis berkerut.
Hati Siauw Ling sedikit bergerak kembali pikirnya, "Hingga
kini Tong Sam Kauw mengenakan pakaian perempuan jika
tahu begini sejak tadi aku suruh Kiem Lan menggantikan
pakaiannya dengan baju lelaki"
Ia segera mengangguk, "Sedikitpun tidak salah."
"Antara lelaki dan perempuan tidak boleh saling
bersentuhan kami tidak ingin mengganggu keluarga Sam
Tjung tju bagaimana kalau sam Tjung tju suka sedikit
merepotkan untuk bawa mereka turun dari atas kereta"...."
Siauw Ling mengiakan ia segera bimbing Giok Lan serta
Tong Sam Kauw turun dari kereta.
Setelah kereta tersebut jadi kosong sinar mata si kakek tua
berbaju hijau itu baru menyapu seluruh benda dalam ruangan
kereta tersebut dengan pandangan mata tajam.
"Entah bolehkah kami periksa kedua peti kayu yang berada
dalam kereta itu?" tanyanya kemudian
Siauw Ling merasa amat murung dan mangkal sekali lagi
pikirnya, "Entah apa maksudnya beberapa orang ini berbuat
demikian" benda ada sebenarnya yang sedang dicari?"
Sekalipun dalam hatinya timbul perasaan gusa dan
mendongkol ia tetap berbisik ke arah Kiem Lan dengan suara
lirih. "Bawa turun kedua buah peti kayu ini agar bisa mereka
periksa." Kiem Lan ragu-ragu sebentar akhirnya ia naik ke dalam
kereta untuk bopong turun kedua buah peti kayu itu.
Peti kayu tadi bercat warna merah diantara peti tergantung
sebuah gembokan emas dua lembar segel menyegel peti tadi
dengan rapi. Pada dasarnya peti-peti ini adalah hadiah uang diberikan
Djen Bok Hong serta Tjioe Tjau Liong untuk dipersembahkan
kepada orang tuanya apa isi peti itu hingga kini Siauw Ling
sendiripun tidak tahu. Kembali si kakek tua berbaju hijau itu dengan sepasang
mata yang tajam menyapu sekejap seluruh isi ruangan kereta
menanti ia tidak berhasil temukan benda lain yang perlu
dicurigai orang tua itu baru berpaling dan berkata kepada diri
Siauw Ling. "Bagaimana kalau merepotkan Sam Tjung Tju suka
membuka kedua peti kayu ini agar bisa kami periksa isinya?"
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling mulai
bergelora, tetapi sebisanya ia tekan hawa gusar tersebut di
dalam hati. "Disiang hari bolong Tju wi sekalian membawa begitu
banyak jago menghadang perjalanan kami, setelah selesai
memeriksa peti kayu ini cayhe masih ingin menuntut keadilan
dari cu wi sekalian"
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling mulai
bergelora, tetapi sebisanya ia tekan hawa gusar tersebut di
dalam hati. "Disiang hari bolong Tju wi sekalian membawa begitu
banyak jago menghadang perjalanan kami, setelah selesai
memeriksa peti kayu ini cayhe masih ingin menuntut keadilan
dari cu wi sekalian" serunya dingin.
sinar matanya segera dialihkan ke Kiem Lan tambahnya,
"Coba kau buka kedua peti kayu ini."
"Hamba tidak punya kunci", sahut Kiem Lan dengan suara
serak. Disadarkan hal tersebut Siauw Ling baru ingat bahwa ia
sendiripun tidak mempunyai kunci pembuka peti kayu itu Djen
Bok Hong hanya beritahu kepadanya bahwa diatas kereta
terdapat dua buah peti yang berisikan hadiah untuk dia bawa
pulang tetapi tidak serahkan kunci tadi kepadanya.
Setelah termenung sebentar ia berkata, "Kalau begitu kau
babat putus saja gembok emas itu."
Kiem Lan kerutkan alisnya, tapi ia tidak berani
membangkan dari dinding kereta, gadis ini cabut sebilah
pedang kemudian beberapa kali babatan putuskan gembokan
emas diatas peti-peti itu.
"Kini kunci telah tertebas lepas, silahkan Cuwi membuka
sendiri" kata Siauw Ling kemudian seraya menjura ke arah si
kakek tua tersebut. Agaknya si kakek tua itu merasa agak menyesal dalam
hatinya sebelum turun tangan membuka peti itu terlebih
dahulu ujarnya berat, "Semisalnya kami sekalian tidak
memperoleh sesuatu dari peti ini loolap segera akan minta
maaf dihadapan Siauw heng."
Perlahan-lahan ia membuka peti kayu yang ada disebelah
kiri. Tampak bubuk beterbangan memenuhi angkasa diikuti bau
sengak obat yang sangat menusuk hidung menyambar
keempat penjuru. Secara tiba-tiba ia dadanya kena dihantam oleh suatu
pukulan dahsyat kakek tua berbaju hijau itu berubah wajah
dengan sempoyongan badannya mundur dua langkah ke
belakang. Kedua orang lelaki kekar itu segera maju kedepan
melongok ke dalam peti itu dan mendadak mereka berdua
sama menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu-sedu.
Sihweesio berpakaian Ihasa yang selama ini membungkam
ikut mengalihkan sinar matanya ke arah peti mendadak dia
merangkap tangannya didepan dada seraya memuji
keagungan sang Buddha. "Omitohud...." Dari sikap kaget tercengang serta berduka yang
diperlihatkan keempat orang itu kendati Siauw Ling bisa
menduga ketidak beresan urusan ini tetapi benda apa yang
berada dalam peti itu ia sendiripun tidak tahu.
Siauw Ling segera melangkah maju kedepan dan melongok
ke dalam peti mati itu air mukanya kontan berubah hebat.
Kiranya di dalam peti kayu itu penuh dialasi dengan bubuk
putih hampir mencapai separuh peti diantara bubuk putih tadi
menggeletakkan sebuah batok kepala manusia.
Agaknya batok kepala itu sudah direndam lama sekali di
dalam air obat mimik maupun raut mukanya masih bisa
dikenal dengan sangat jelas.
Batok kepala itu penuh bercambang matanya bulat melotot
keluar dengan rambut riap-riap tidak karuan sekalipun hanya
sebuah batok kepala tapi sulit bagi setiap orang untuk
membayangkan bagaimana gagahnya keadaan orang ini
tempo dulu. Siauw Ling berdiri tertegun mendadak ia membuka penutup
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peti kayu yang lain. Tampak di dalam peti yang kedua terletak dua buah surat
putih yang sudah hampir menguning disamping itu terdapat
pula sebatang pedang pendek berwarna kuning emas serta
sebuah cermin antik yang terbuat dari tembaga.
Agaknya si kakek tua berbaju hijau itu mempunyai iman
yang kuat setelah merasa terkejut beberapa saat dengan
cepat ia dapat pulihkan kembali ketenangannya.
"Barang bukti sudah tertera didepan mata entah Sam
Tjungtju masih ingin mengatakan alasan apa lagi?" tegurnya
dingin. Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia bakal difitnah
oleh saudara angkatnya sendiri perlahan-lahan ia menghela
napas panjang. "Aaaai....tidak kusangka rencana mereka" mendadak ia
merandek dan berubah nada ucapan. "Batok kepala siapakah
yang berada di dalam peti ini?"
Kedua orang lelaki kekar yang sedang menangis tersedusedu
diatas tanah tiba-tiba meloncat bangun seraya
meloloskan golok dari sarungnya.
Satu dari kiri yang lain dari kanan hampir bersamaan
waktunya menyerang diri Siauw Ling jurus serangannya ganas
dan telengas jelas mereka ada maksud mencabut nyawa
pemuda ini. Buru-buru Siauw Ling meloncat kesamping untuk berkelit
dari datangnya serangan tersebut.
"Untuk sementara kalian berdua jangan marah dulu"
serunya berat. "Cayhe ada beberapa patah kata penting
hendak kusampaikan."
Tetapi kedua orang lelaki kekar itu sudah mendekati
histeris, bagaikan orang kalap mereka terjang terus kedepan
tanpa menghiraukan keselamatan sendiri.
Mereka tidak ingin memberi kesempatan lagi Siauw Ling
untuk mengajukan pembelaan lagi sepasang golok secara
beruntun melancarkan serangan gencar cahaya golok
berkilauan menusuk pandangan mata seketika itu juga mereka
kurung tubuh Siauw Ling di dalam kepungan bayanganbayangan
golok mereka. Dengan tetap bertangan kosong Siauw Ling berputar
kesana kemari menghindarkan diri dari babatan cahaya tajam
selama ini ia hanya menghindar terus tanpa melancarkan
sebuah serangan balasanpun.
Dalam sekejap mata kedua orang lelaki kekar itu sudah
melancarkan dua puluh buah serangan lebih. Tetapi tak
sebuah serangan mereka berdua berhasil melukai Siauw Ling
kendati mereka tetap ngotot tak mau berhenti.
Si kakek tua berbaju hijau yang menonton jalannya
pertarungan dari samping agaknya sudah dapat melihat
bilamana kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling beberapa
kali lipat jauh lebih tinggi dari kepandaian kedua orang itu
jikalau dia sampai melancarkan serangan balasan mungkin
sejak semula kedua orang lelaki kekar tersebut sudah roboh
terluka dibawah serangan pemuda she Siauw.
"Tahan" dengan suara yang keras bagaikan ledakan guntur
disiang bolong ia membentak.
Kesadaran kedua orang lelaki kekar yang hampir
dikacaukan oleh kesedihan yang melebihi takaran itu segera
jadi terang kembali oleh bentakan ini buru-buru mereka tarik
kembali senjatanya seraya meloncat mundur ke belakang.
Sreeet! kini gantian si kakek tua berbaju hijau yang cabut
keluar pedangnya dari sarung.
"Loohu ingin mohon petunjuk dari kepandaian silat Sam
Cungcu" serunya. Walaupun diluaran ia berhasil mempertahankan
ketenangannya tetapi jelas kelihatan apabila dihati ia merasa
sedih jauh melebihi kesedihan yang dialami kedua orang lelaki
tersebut. Setelah cabut keluar pedangnya dari sarung tanpa bertanya
putih hitam lagi ia segera melancarkan serangan dengan jurus
Giok Lie To Suo atau gadis perawan melempar peluru
menusuk dada pemuda she Siauw ini.
"Saudara jangan keburu turun tangan bagaimana kalau
mendengarkan dahulu beberapa patah kata pembelaanku?"
seru Siauw Ling amat cemas.
Ketika Siauw Ling sedang berbicara si kakek tua itu sudah
mengirim delapan buah tusukan gencar setiap tusukan
merupakan serangan yang keji dan telengas jauh lebih lihay
beberapa kali lipat dari pada permainan golok kedua orang
lelaki kekar itu. Dibawah desakan delapan buah serangan gencar Siauw
Ling kena dipaksa mundur empat langkah ke belakang.
Melihat hal tersebut Kiem Lan jadi kuatir tak tertahan lagi
teriaknya keras-keras, "Samya hati-hati dalam keadaan gusar
mereka bisa melancarkan serangan dengan jurus-jurus
pedang yang keji dan telengas menjumpai keadaan seperti ini
tiada berguna banyak beribut dengan mereka."
Maksud dari ucapannya adalah memberitahu kepada Siauw
Ling agar menggunakan ilmu silat menguasai dahulu orang ini
kemudian baru diterangkan dengan melalui kata-kata.
Siapa nyana justru karena ia banyak bicara telah
memancing perhatian dari kedua orang lelaki kekar itu.
Mereka membentak keras yang satu menerjang ke arah
Kiem Lan sedang yang lain menubruk ke arah Giok Lan.
Melihat tindakan mereka yang begitu berangasan dan buas
Kiem Lan jadi amat terperanjat pedangnya dikebaskan
merintang jalan pergi lelaki-lelaki itu kehadapan Giok Lan
kemudian tegurnya dengan suara yang dingin, "Kalian benarbenar
tidak tahu aturan sebelum bicara terang sudah
menyerang dengan buas."
"Asalkan orang dari perkampungan Pek Hoa San cung ratarata
merupakan penjahat yang telah banyak melakukan
kejahatan sepasang tangan kalian sudah penuh berlepotan
darah sekalipun mati juga tidak patut disayangkan...." bentak
lelaki itu keras. Menggunakan jurus Heng Sauw Tjian Kiem atau menyapu
runtuh selaksa prajurit ia babat pinggang dayang tersebut.
Kiem Lan mengerti baik ilmu silat maupun gerakan
tubuhnya sukar dibandingkan dengan kelihayan Siauw Ling
bilamana ia balas menyerang maka tidak sampai sepuluh jurus
tentu akan terluka ditangan orang ini terpaksa pedangnya
diputar balik kemudian dengan menggunakan jurus Kiem Sie
Tjau Wan atau serat emas melingkari pergelangan menyapu
urat nadi lelaki itu. Karena Kiem Lan keburu meloncat kehadapan adiknya Giok
Lan, lelaki kekar lainnya jadi kehilangan lawan bergebraknya
setelah menubruk tempat kosong tubuhnya segera berputar
seraya ayunkan golok mengancam gadis ini.
Di dalam hati Kiem Lan tahu Giok Lan serta Tong Sam
Kauw sama-sama telah menelan pil beracun walaupun daya
bekerja racun tersebut belum mulai bekerja, tetapi
kesadarannya sudah punah tidak mungkin lagi bagi mereka
untuk menghadapi musuh lagi.
Dengan mengepos napas panjang segera berputar
sedemikian rupa melindungi kedua orang itu.
Pada saat ditengah kalangan berlangsung dua grup
pertarungan sihweesio berbaju Ihasa yang mendekati peti itu
kemudian pungut pedang emas yang ada di dalam peti dan
disembunyikan ke dalam sakunya.
Siauw Ling dapat melihat perbuatan hweesio ini dengan
sangat jelas meledaklah hawa amarah yang ditekan terus
selama ini bentaknya, "Sebenarnya kalian bermaksud
membalaskan dendam bagi saudara-saudara kalian ataukah
hanya ingin merampas barang-barang milikku?"
Ditengah suara bentakan yang keras telapak tangannya
dibalik balas melancarkan serangan angin pukulan menderuderu
mengancam pergelangan kanan si kakek tua berbaju
hijau yang mencekal pedang.
Merasakan datangnya angin serangan si kakek tua itu
segera miringkan badannya meloloskan diri dari ancaman
tersebut selagi ia siap getarkan pedang melancarkan serangan
kembali. Siapa sangka saat itulah dari Siauw Ling berikutnya
telah menerjang kedepan terlebih dahulu.
Karena harus berkelit si kakek tua itu kehilangan posisinya
yang baik dibawah serangan telapak berantai yang gencar
kakek tua itu terdesak sehingga mundur ke belakang secara
beruntun. Haruslah diketahui serangan telapak berantai yang
dimainkan Siauw Ling barusan adalah sebuah ilmu yang maha
dahsyat di dalam dunia persilatan keistimewahan dari ilmu ini
justru terletak pada kecepatan geraknya yang melebihi
sambaran petir sehingga mendatangkan kerepotan dan
gelagapan bagi mangsanya.
Setelah beruntun Siauw Ling melancarkan enam belas buah
serangan berantai si kakek tua berbaju hijau itu sudah kena
didesak mundur sejauh enam tujuh depa lebih. Mendadak si
pemuda itu menarik kembali serangannya seraya menubruk
kehadapan sihweesio berIhasa itu.
"Kembali!" bentaknya dingin.
Hweesio ini, walaupun memakai baju Ihasa yang longgar
dan besar sebenarnya ia memiliki perawakan yang kurus
kering. Mendengar teguran tersebut ia membuka sedikit matanya
yang semula terpejamkan. "Barang apa yang kau minta kembali."
"Sebilah pedang emas kau anggap aku tidak melihat
perbuatanmu mengambil pedang tadi dari dalam kotak."
"Sekalipun sudah kau lihat mau apa?" jengek sihweesio
kurus sambil tertaw hambar. "Pokoknya barang itupun bukan
milik kalian orang-orang perkampungan Pek Hoa San cung."
Siauw Ling makin gusar melihat keketusan sang hweesio ia
naik pitam dan marah-marah.
"Cukup dari mimikmu yang kicik dan sikapmu yang ketus
dapat kuduga kau bukan paderi yang saleh yang berasal dari
perguruan hormat." "Omitohud" seru sang hweesio. "Menurut pandangan sicu,
maka pinceng mirip apa?"
"Aku lihat kau mirip seorang perampok ditengah samudera
dan seorang pencoleng yang suka mencuri ayam."
Sekalipun kena dihina dan dimaki sihweesioa itu sama
sekali tidak jadi marah. Ia hanya tertawa hambar.
"Pedang emas ini adalah barang milik kawan karib pinceng.
Benda ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teka
teki hidupnya pinceng, akan aku simpan dulu benda ini untuk
beberapa waktu kemudian akan kuserahkan kepada
keturunannya...." Ia merandek sejenak untuk menghela napas panjang
kemudian sambungnya lebih lanjut, "Sudah ada puluhan tahun
lamanya pinceng mengasingkan diri dari keramaian dunia
terutama persoalan yang menyangkut dunia persilatan.
Selama ini pinceng belum pernah bergebrak melawan
siapapun juga tetapi demi kawan karib yang mempunyai
hubungan sangat akrab dengan pinceng mau tak mau aku
harus munculkan diri untuk selidiki peristiwa ini sebelum
persoalan berhasil dibikin jelas pinceng tidak ingin bergebrak
melawan siapapun." "Tapi sewaktu pinceng melihat adanya pedang emas di
dalam kotak hatiku tergetar keras tetapi sebagai seorang
paderi pinceng tidak ingin turun tangan sesuka hati setelah
kupikir beberapa saat rasanya jauh lebih baik bilamana
pedang emas ini untuk sementara pinceng yang simpan
dikemudian hari setelah kutemukan pembunuh yang
sebenarnya barulah loolap turun tangan balaskan dendam
kematian kawan karibku ini. Usia siauw sitju masih muda
tindakanmu masih polos pinceng tidak ingin banyak cari
urusan dengan dirimu."
Siauw Ling yang mendengar ucapan itu jadi melengak.
"Jika demikian adanya pedang emas ini mempunyai suatu
hubungan yang erat dengan suatu kisah sedih pada masa
yang silam?" "Bukan pedang emas ini saja bahkan seisi peti itu
mempunyai hubungan yang erat dengan hutang berdarah
yang telah terikat hampir meliputi seluruh penjuru Bulim."
Hawa gusar yang bergelora dalam dada Siauw Ling
langsung punah dan mereka sehabis mendengar ucapan itu
diam-diam pikirnya di dalam hati, "Memandang manusia tak
boleh berdasarkan wajahnya belaka seperti hweesio ini
sekalipun wajahnya menunjukkan seorang manusia berwatak
licik tetapi ia benar-benar seorang paderi yang saleh."
Dengan cepat ia tangkap tangannya menjura.
"Tolong tanya siapakah sebutan Tay suhu?"
"Pada dasarnya pinceng memiliki perawakan badan yang
kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang keadaanku mirip
pohon yang kering kerontang ditengah timbunan salju karena
itu orang menyebut pinceng dengan sebutan Ku Bok" sahut
sang hweesio kurus sembari tertawa hambar.
"Oooouw....kiranya Ku Bok Thaysu, cayhe ucapkan selamat
berjumpa Thaysu mempunyai pikiran yang panjang cayhe
harap kau suka menasehati kedua orang heng thay tersebut
untuk sementara bersabar sebelum urusan dibikin jelas cayhe
tidak ingin menciptakan banyak pembunuhan diantara kalian."
"Omitohud asalkan siauw sitju mempunyai ingatan
demikian ini cukup memperlihatkan kemuliaan hatimu."
"Terima kasih atas pujian thaysu" Siauw Ling tertawa
hambar. Perlahan-lahan Ku Bok thaysu berpaling ke arah si kakek
tua berbaju hijau itu ujarnya, "Sitju, pinceng berharap untuk
sementara waktu kau suka menasehati mereka jangan turun
tangan secara gegabah. Seharusnya kau bikin terang dulu
persoalan ini." "Ehmmm....perkataan Thaysu memang cengli" kakek itu
mengangguk ia lantas berpaliang dan berseru: " Untuk
sementara kalian berhenti bergebrak dahulu."
Agaknya terhadap si kakek tua berbaju hijau ini kedua
orang lelaki kekar itu bersikap sangat menghormat setelah
mendengar teguran tadi mereka segera tarik kembali senjata
goloknya dan mundur ke belakang.
Padahal yang sebenarnya dihati kakek tua berbaju hijau
maupun kedua orang lelaki kasar sama-sama sudah
mempunyai perhitungan sendiri. Ilmu pukulan kilat berantai
yang dimainkan Siauw Ling bukan saja gencar dan hebat
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahkan luar biasa sekali sekalipun si kakek tua berbaju hijau
itu andalkan ketajaman pedangnya percuma saja.
Apalagi pertarungan antara kedua orang lelaki kekar
tersebut melawan Kiem Lan tidak berhasil memperoleh hasil
apapun berpuluh-puluh jurus serangan golok mereka
lancarkan satu demi sati berhasil dipunahkan oleh Kiem Lan
mereka semakin tahu gebrak lebih lama berarti mencari malu
buat diri sendiri. Setelah semua orang menarik diri dari kalangan
pertarungan Siauw Ling menghela napas panjang seraya
rangkap tangannya menjura ke arah si kakek tua berbaju hijau
itu ujarnya, "Tolong tanya siapakah nama besar Heng thay"
dan batok kepala siapakah yang berada dalam peti itu?"
"Loohu Tang Kong Seng berasal dari perguruan Ih Heng
Bun" sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap batok
kepala yang menggeletak di dalam peti lalu sambungnya,
"Batok kepala yang ada di dalam peti tersebut adalah batok
kepala Tjian bunjien angkatan kesembilan dari perguruan
kami. Mereka semua adalah anak muridnya hubungan guru
dan murid erat bagaikan ayah beranak tidak dapat disalahkan
mereka susah menekan rasa gusar yang berkobar dalam dada
mereka." "Dan kau apanya?"
"Aku adalah sutenya!" dia miring badan untuk melirik
kembali batok kepala tersebut kemudian ujarnya lagi, "Aku
rasa perkampungan kalian sudah lama sekali menyimpan
batok kepala ini bukan?"
Siauw Ling menggeleng. "Tentang soal ini cayhe kurang tahu" katanya.
"Walaupun siauw heng belum lama terjunkan diri ke dalam
dunia persilatan tetapi nama besarmu sudah tersohor disegala
penjuru dunia. Entah apa sebabnya kau suka menggabungkan
diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung."
"Tentang soal ini...." akhirnya setela meragu setengah
harian lamanya Siauw Ling tertawa getir. "Alasan dibalik
kejadian ini maaf bilamana aku tak bisa menceritakan
dihadapan umum." Sekali lagi sinar mata Tang Kong Seng menyapu bendabenda
yang berada di dalam peti katanya, "Siauw Ling heng
terus terang kuberitahu kepadamu orang-orang yang ikut
hadir dalam kalangan saat ini bukan terdiri dari perguruan Ih
Heng Bun kami saja...."
"Tentang soal itu aku sudah tahu" Siauw Ling mengangguk
dan melirik sekejap ke arah hutan yang terbentang didepan
mata. "Di dalam hutan tersebut banyak terdapat jago-jago
lihay yang sedang mengawasi tindak tanduk siauwte."
"Lalu entah tindakan apa yang hendak Sam Cungcu
gunakan untuk menyelesaikan persoalan ini."
"Cayhe sendiri justru lagi bingung tindakan apa yang
sepatutnya cayhe lakukan aku ingin mohon petunjuk dari Cuwi
sekalian." "Soal ini sih rasa sulit" ujar Tang Kong Seng setelah
melengak beberapa saat lamanya. "Menurut pandangan loohu
jago-jago lihay yang bersembunyi dalam hutan itu bukan saja
terdiri dari jago-jago Siauw lim pay bahkan jago dari ketiga
partai besar lainpun ikut hadir."
"Ooouw....kenapa" apakah mereka pada berdatangan untuk
bikin penyelesaian dengan diriku."
"Pihak perkampungan Pek Hoa San cung sudah terlalu
banyak berhutang darah dengan jago-jago Bulim kau sebagai
Sam Cungcu sekalipun tidak ikut di dalam perebutan keji itu
tapi kau bakal terseret oleh nama busuk pihak perkampungan
Pek Hoa San cung. Untuk lewat dari sini dalam keadaan
selamat aku rasa bukan suatu pekerjaan yang gampang."
Sepasang alis Siauw Ling kontan berkerut.
"Kendati jago-jago dari sembilan partai besar merupakan
kaum pendekar budiman yang dihormtai semua kaum Bulim
tetapi kalian tak boleh memaksa orang keterlaluan cayhe
sekalipun masih bersabar tadi kalianpun harus tahu kesabaran
seseorang ada batas-batasnya."
"Memang kemungkinan besar mereka datang dengan tanpa
membedakan mana merah mana putih tapi kedatangan orangorang
itu jelas dengan membawa rasa dendam dan benci yang
meluap" sambung Ku Bok Thaysu tidak menanti pemuda itu
menyelesaikan kata-katanya. "Jikalau kedudukan mereka
harus diganti dengan kau Sam Cungcu belum tentu kau
memiliki kesabaran yang melebihi mereka Siauw sitju jikalau
kau suka mendengarkan nasehat dari pinceng maka berlapang
dadalah sedapat mungkin bersabarlah sampai sebisa jangan
sampai membiarkan peristiwa ini dinodai dengan ceceran
darah." Mendadak hweesio ini pejamkan mata merangkap
tangannya didepan dada setelah memuji keagungan sang
Buddha sambungnya lebih lanjut, "Kelihayan ilmu silat yang
dimiliki Siauw sitju jauh melebihi dugaan loolap jikalau ini hari
Siauw sitju tidak suka mantapkan diri untuk bersabar dan
menghindarkan diri dari bentrokan-bentrokan kekerasan
dikemudian hari badai pembunuhan berdarah pasti akan
melanda dunia persilatan selamanya tak bisa tenang dan
keadaan kacau balau susah ditahan. Pinceng sudah lama
mengasingkan diri dan jarang berkelana dalam dunia
persilatan selama ini aku tidak berjodoh bisa berjumpa dengan
sibayangan berdarah Djen Bok Hong Djen Cungcu tetapi
cukup kudengar dari gelar serta musuh-musuhnya dia
menduga dia adalah seorang jagoan yang memiliki kepandaian
ilmu silat tinggi setelah ini hari dapat berjumpa dengan Sam
Cungcu makin kuatlah dugaan pinceng."
"Seorang lelaki sejati boleh dibunuh tak boleh dihina"
potong Siauw Ling dingin. "Bilamana orang kangouw
memandang aku orang she Siauw sebagai seorang penjahat
yang banyak melakukan kejahatan hal ini merupakan suatu
persoalan yang susah dibantah lagi."
"Bangga atau malu semuanya muncul dari hati kecil sendiri
ini hari para jago berkumpul disini untuk menuntut kau Siauw
Sam Cungcu kemungkinan besar suatu drama berdarah yang
menggidikan hati kita segera berlangsung. Mengapa kau tak
coba menerima segala penghinaan untuk mengganti saat
pengembalikan nama bersihmu."
Siauw Ling yang mendengar ucapan itu hatinya sedikit
bergerak. "Terima kasih atas petunjuk dari Thaysu" tak terasa
serunya. Ketika ia mendongak kembali tampak olehnya dari balik
hutan perlahan-lahan muncul empat puluh orang lebih jagojago
lihay baik berdandankan sebagai kaum beragama
maupun rakyat biasa. Orang-orang itu ada sebagian telah mencabut keluar
senjata tajamnya ditangan mereka berjalan mendekat dengan
wajah penuh diliputi hawa napsu membunuh.
Siauw Ling segera silangkan tangannya didepan dada
seraya berbisik lirih kepada diri Kiem Lan.
"Baik-baik melindungi mereka berdua cepat naik dan
tunggu aku di dalam kereta."
Kiem Lan mengiakan ia bimbing Tong Sam Kauw serta Giok
Lan naik ke atas kereta. Menanti beberapa orang gadis itu sudah pada naik semua.
Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia coba buang
segala kemangkelan serta kemurungan dari dalam dadanya.
Para jago yang barusan munculkan diri dengan cepat
mengurung seluruh kalangan dalam sekejap mata Siauw Ling
telah berada ditengah-tengah kepungan yang rapat.
Dari ujung sebelah barat muncul seorang pemuda
berpakaian kabung yang berwajah murung dan sedih
mendadak terdengar ia menjerit tertahan.
"Aaaach! surat peninggalan ayahku."
Dengan cepat ia jatuhkan diri berlutut dihadapan peti
tersebut dan mencekal sepucuk surat erat-erat.
Mengikuti beralihnya sinar mata para jago Siauw Lingpun
berpaling ke atas sampul surat tersebut.
Tampak diatas sampul itu tertera beberapa patah kata yang
berbunyi, "Ditujukan buat istriku yang tercinta Boen Oh."
Sikap pemuda itu amat gugup tangannya yang mencekal
surat tersebut gemetar tiada hentinya.
Dua puluh pasang mata para jago yang ikut hadir
disekeliling kalangan bersama-sama mengalihkan
pandangannya ke atas surat yang dicekal pemuda itu.
Walaupun mereka tak seorangpun yang menegur diri Siauw
Ling tetapi pemuda she Siauw sendiri mulai timbuk perasaan
kurang tenang dia merasa orang-orang ini sebagian besar
bahkan seluruhnya memandang ia sebagai seorang musuh
besar yang terikat dendam sedalam lautan.
Teringat akan hal itu tak kuasa lagi ia menghela napas
panjang. Siapa nyana justru karena suara helaan napas inilah
memancing meledaknya suara tertawa dingin memenuhi
empat penjuru kalangan. Situasi yang dihadapi saat ini amat aneh dan sunyi. Tak
seorangpun yang buka suara juga tak ada yang memaki atau
ajak Siauw Ling berbicara tetapi situasi semacam ini makin
mempertegang hati Siauw Ling maupun para jago-jago itu.
Agaknya secara diam-diam semua orang telah melakukan
persiapan dalam pertarungan sengit yang mempengaruhi mati
hidupnya diri sendiri. Dengan kumpulan seluruh kekuatan yang ada Siauw Ling
coba menenangkan hatinya, ia ingin buka suara untuk
pecahkan suasana yang demikian sunyi dan tenang ini, tetapi
selalu gagal untuk mengutarakan kata-kata yang pertama.
"Siauw sicu" mendadak terdengar suara Ku Bok Thaysu
yang halus dan lirih bagaikan nyamuk bergema masuk ke
dalam telinganya. "Coba pertahankan diri keadaan dan situasi
yang kau hadapi detik ini sangat mempengaruhi nasibmu
dalam dunia kangouw kemudian hari kau harus coba
menggunakan ketenangan yang tinggi serta imam yang tebal
untuk menyambut kedatangan suasana penuh hawa
membunuh ini perubahan besar segera akan terjadi sedetik
lagi." Siauw Ling tertawa getir degan perasaan apa boleh buat ia
melirik sekejap ke arah Ku Bok Thaysu.
Mendadak terdegar sang pemuda yang berlutut diatas
tanah dan mencekal surat akhir peninggalan ayahnya
bergumam seorang diri. "Selama hidup Tia bersikap terus terang dan mulia tak
sebuah urusanpun yang patut dirahasiakan didepan umum
sedang ibu karena merindukan Tia selama hampir sepuluh
tahun lamanya tidak beruntung menemui ajalnya pada
sebulan berselang putramu dengan memberanikan diri akan
membuka dan membaca surat tia yang ditunjukkan buat kau
ibu." Agaknya para jago yang ada diempat penjuru pada kenal
dengan sang pemuda berpakaian kabung ini bahkan menaruh
rasa hormat kepadanya tetapi sikap merekapun seperti
menghadapi orang asing tak seorangpun ada saat ini buka
suara menghibur dirinya. Tampak ia membuka sampul surat itu dan mengambil
keluar surat yang ada didalamnya lalu dibentang kedepan
dengan demikian para jago yang ada disekeliling tempat itu
termasuk Siauw Ling dapat membaca isi surat itu dengan
jelas. Tampak surat itu berbunyi sebagai berikut, "Buat istriku
yang tercinta!" "Aku telah kena dikurung dalam perkampungan Pek Hoa
San cung setelah mengalami siksaan keji dengan tujuh belas
macam ragam yang berbeda badanku kini jadi cacad seumur
hidup. Bila kau menjumpai suratku ini berarti kau menjumpai
diriku untuk terakhir kalinya. Aku berharap dengan mengingatingat
hubungan suami istri diantara kita selama ini sudilah kau
memelihara satu-satunya putra kita hingga dewasa."
Dibawahnya tertera tanda tangan yang berbunyi
Tjangbunjien angkatan kedua belas dari perguruan Thay Khak
Bun aliran Sak Tjoen san.
Ucapan yang terdapat dalam isi surat itu kebanyakan
merupakan pesan-pesan terakhir buat istri tercintanya tetapi
tanda tangan yang tertera dipaling belakang surat ini jauh
berlawanan dengan isi surat tersebut.
Setelah berpikir sejenak akhirnya Siauw Ling mengerti
mengapa isi surat tersebut depan dan belakangnya
bertentangan. Aaaach benar pikirnya. Tentunya setelah Sak Tjoen san
selesai menulis surat ini ia tidak berharapan besar untuk
menyampaikan surat kepada istri tercintanya. Oleh karena itu
diakhir surat tersebut sengaja dia cantumkan nama maupun
kedudukannya sehingga semisalnya surat ini terjatuh
ketangan kawan-kawan Bulim dengan perantara mereka surat
ini tiba disampaikan ketangan orang-orang perguruan Thay
Khek Bun aliran selatan. Terdengar suara helaan napas sedih mengiringi selesainya
membaca isi surat tersebut jelas para jago yang hadir
disekeliling tempat itu rata-rata menaruh simpatik terhadap
diri Sak Coen San. Air mata yang jatuh berlinang dari kelopak mata pemuda
berpakaian kabung itu makin deras sehingga setetes demi
setetes berjatuhan diatas kertas surat itu ditambah pula
dengan tangan yang gemetar keras tanpa ia sadari surat tadi
tercabik-cabik hingga tidak karuan lagi bentuknya.
Mendadak terdengar suara seseorang yang berat
berkumandang datang, "Sak Ciangbunjien tak usah terlalu
bersedih hati nama pendekar ayahmu telah tersohor diseluruh
penjuru dunia kangouw setiap jago Bulim yang sealiran
dengan kita rata-rata menghormati dirinya baik-baiklah
Ciangbunjien menjaga kesehatan badan agar dikemudian hari
dapat digunakan untuk menuntut balas atas kematian
ayahmu." Baru saja ucapan itu selesai diutarakan dari antara
kerumunan para jago muncul dua orang kakek tua yang
berusia lima puluh tahunan yang langsung berjalan kekedua
belah sisi pemuda itu dengan langkah lebar.
Terdengar si kakek kedua berkata dengan suara lantang,
"Tjiangbunjien memikul tugas berat untuk mengembangkan
perguruan kita disamping itu masih ada beban berat untuk
menuntut balas dendam berdarah sedalam lautan janganlah
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersedih hati sehingga merusak kesehatan badan."
Mendengar kata-kata nasehat tersebut perlahan-lahan
pemuda berbaju berkabung itu bangun berdiri dan menghela
napas panjang. "Susiok berdua harap suka mewakili aku menyimpankan
surat wasiat ini" Ia serahkan surat tersebut ketangan si kakek
tua yang berdiri disebelah kiri, lalu sambungnya, "Jikalau tidak
beruntung aku gugur dalam pertempuran ini harap kalian
berdua dengan andalkan surat ini suka mengumpulkan seluruh
anak murid perguruan Thay Khek Bun untuk mengangkat
orang lain untuk menggantikan kedudukanku sebagai
Tjiangbunjien. Kita tak boleh membiarkan perguruan Thay
Khek Bun hancur dan lenyap dari peredaran Bulim karena
kematianku." Dengan tangan mengusap kering bekas air mata yang
membasahi wajahnya kemudian dengan sepasang mata
memancarkan cahaya tajam yang penuh mengandung hawa
mendendam ujarnya kepada diri Siauw Ling, "Kau orang kah
Sam Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Siauwte adalah Siauw Ling" segera pemuda ini rangkap
tangannya menjura. "Kematian ayahku di dalam perkampungan Pek Hoa San
cung rasanya tidak bakal palsu bukan setelah ada surat
sebagai tanda bukti" seru pemuda berbaju kabung itu tegas.
"Dendam sakit hati atas kematian ayahku lebih dalam dari
samudra ini hari dihadapan para jago sebagai saksi aku ingin
menuntut balas dendam berdarah ini dari tangan Sam
Tjungtju hutang nyawa bayar nyawa hutang uang bayar uang
silahkan kau turun tangan."
Siauw Ling menghela napas panjang.
"Sak heng walaupun apa yang kau ucapkan sedikitpun tidak
salah tetapi siauwte pun mempunyai kesulitan sendiri
dapatkah kau memberi suatu kesempatan bagi cayhe untuk
membela diri." Belum lagi ia selesai bicara mendadak terdengar suara isak
tangis yang amat sedih berkumandang datang seorang
perempuan berpakaian kabung dengan membawa sebuah
Leng pay berlari mendatang.
Perempuan itu ditangan kanan membawa Leng pay tangan
kiri menutupi muka sendiri dengan menangis terisak berlari
mendekat. Gerakan tubuhnya itu amat cepat bagaikan sambaran kilat
dalam waktu sekejap mata dia sudah berjalan mendekat dan
langsung menerjang masuk ketengah kalangan.
Ketika para jago melihat munculnya seorang perempuan
dengan pakaian berkabung dan membawa Leng pay mereka
segera menyingkir kesamping memberi jalan.
Perempuan itu langsung menerjang masuk ketengah
kalangan tersebut keluar pedang yang tersoren dipunggung
teriaknya keras, "Siapa yang menjabat sebagai Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa San cung?"
Melihat dikalangan muncul seorang perempuan berpakaian
kabung Siauw Ling jadi tercengang.
"Sungguh aneh sekali" diam-diam pikirnya dihati. "Agaknya
siang-siang ini tidak perjanjian terlebih dulu tetapi mengapa
mereka bisa datang bersamaan waktunya."
Tetapi pemuda ini tak sempat untuk berpikir lebih lanjut
karena perempuan muda berbaju kabung itu seraya ayunkan
pedang telah menuding ke arahnya sembari membentak
gusar. "Kau orangkah si Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San
cung?" Siauw Ling tidak bisa mungkir terpaksa ia mengangguk.
"Tidak salah...."
"Bagus sekali akan kubunuh dirimu terlebih dahulu untuk
membalaskan dendam sakit hati atas kematian suamiku."
Sreeet dengan disertai suara desiran tajam pedang itu
langsung menusuk kelambung Siauw Ling.
Pemuda she Siauw hanya merasakan datangnya tusukan
pedang itu amat keji dan telengas hatinya tergetar keras.
"Sungguh telengas serangan perempuan ini" pikirnya dihati.
"Bahkan jauh lebih ganas dari pada permainan ilmu pedang
Tang Kong Seng bila aku tak turun tangan balas menyerang
tentu akan terluka dibawah serangan pedangnya."
Sewaktu pikiran maish berputar perempuan muda
berpakaian kabung itu secara beruntun telah melancarkan
delapan buah tusukan. Walaupun dengan andalkan ilmu meringankan tubuhnya
yang lihay setelah bersusah payah Siauw Ling berhasil juga
menghindarkan diri dari serangan kedelapan buah tusukan
dahsyat itu tapi iapun sudah dibikin repot dan kelabakan tidak
karuan. Sewaktu siperempuan muda berbaju kabung itu melihat
Siauw Ling berhasil menghindarkan diri dari kedelapan buah
serangan gencarnya tanpa melancarkan serangan balasan
barang sejuruspun pada mulanya agak tertegun lalu diiringi
isak tangis yang amat keras.
Pedang yang berada ditangannya mengikuti isak tangisnya
gemetar tiada hentinya bahkan serangan yang dilancarkanpun
makin lama semakin ganas setiap serangan tentu mengancam
jalan darah yang mematikan.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kedelapan jurus
serangan lawan tadi Siauw Ling telah menyadari bilamana
dirinya sudah berjumpa dengan musuh tangguh dia ada
maksud turun tangan melancarkan serangan balasan.
Siapa nyana mendadak perempuan muda itu malah
menangis tersedu-sedu tidak kuasa timbullah sifat gagah
dalam hatinya. "Aku Siauw Ling adalah seorang lelaki sejati" pikirnya
dihati. "Apa gunanya mengumbar hawa amarah dengan
seorang perempuan lemah."
Tampak permainan pedang perempuan muda berbaju
kabung itu makin lama makin ganas semakin gencar
seranganpun makin dahsyat mengarung seluruh penjuru
membuat pemuda she Siauw terperosot ke dalam posisi yang
sangat berbahaya. Walaupun dengan paksakan diri kembali Siauw Ling
berhasil mempertahankan diri sebanyak tiga empat puluh
jurus tetapi keadaannya sudah amat mengenaskan ia
gelagapan kalang kabut dan terdesak hebat.
Justru saat itulah permaianan pedang sang perempuan
muda tersebut telah mencapai detik-detik yang paling indah
serangan meluncur keluar tiada hentinya bagaikan air bah.
Akhirnya saking tak tahan menghadapi desakan gencar
pihak lawan mendadak Siauw Ling membentak keras telapak
tangannya dikirim kedepan mengirim sebuah serangan yang
maha dahsyat memaksa mundur siperempuan muda itu ke
belakang. Ketika sinar mata semua orang dialihkan kembali ke atas
tubuh pemuda ini terlihatlah oleh mereka tangan kanan Siauw
Ling ketika itu sedang menekan pundak kiri sendiri darah
segar mengucur keluar melalui celah-celah jari tangannya
jelas luka bekas bacokan ini tidak ringan.
"Omitohud" seru Ku Bok Thaysu dengan suara lirih.
"Ketengangan serta kemantapan hati Siauw sitju benar-benar
sangat mengagumkan pinceng ikut kagum atas
kehebatanmu." Suara itu sangat kecil dan lirih beberpa orang yang berada
disekitarnya ikut mendengar sisanya boleh dikata sama sekali
tidak tahu bila hweesio ini barusan telah buka suara.
Air muka Siauw Ling pucat pasi bagaikan mayat dengan
wajah serius ujarnya kepada siperempuan muda itu,
"Suamimu mungkin benar-benar terluka oleh orang-orang
anggota perkampungan Pek Hoa San cung tetapi aku ini sama
sekali bukan pembunuh yang menghabiskan jiwa suamimu
aku menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San
cung beberapa bulan saja tetapi semisalnya Hujien bersikeras
menuduh cayhelah sipembunuh suamimu aaaai persoalan ini
tak sanggup kuterangkan tapi sebelum kejadian aku ingin
memberitahukan dulu kepadamu jika kau turun tangan lagi
maka cayhe akan melakukan serangan balasan."
"Bila bukan seseorang memiliki kepandaian silat macam kau
belum mereka bisa membinasakan suamiku" potong
perempuan muda itu dengan suara keras.
"Kenapa" jadi kau anggap aku adalah pembunuh
suamimu?" agaknya Siauw Ling sudah mulai naik pitam.
"Sedikitpun tidak salah! karena hanya kepandaian silat
sedahsyat ini saja yang berkemampuan untuk membinasakan
suamiku." "Hujien terlalu memuji diriku" seru Siauw Ling apa boleh
buat ia tertawa getir. Perempuan muda itu tidak bicara lagi pedangnya digetar
sekali lagi melancarkan sebuah tusukan kilat.
Dalam hati Siauw Ling tahu luka yang diderita pada pundak
kirinya sangat berat bilamana ia tidak melancarkan serangan
balasan mungkin sulit untuk berkelit dari sepuluh jurus
seranganpun. Tangan kanannya segera digetarkan kedepan secepat kilat
ia melancarkan sebuah serangan mengancam pergelangan
kanan sang perempuan muda yang mencekal pedang.
Merasa datanganya ngin serangan amat tajam buru-buru
perempuan itu menekan pedangnya kebawah meloloskan diri
dari hajaran telapak Siauw Ling kemudian dengan jurus Hwee
Hong Suo Liuw atau angin berpusing pohon Liuw melambai
balas membabat kemuka. Siauw Ling segera buyarkan serangan seraya berebut maju
kehadapan perempuan muda itu tangan kiri berkelebat
mengancam wajah pihak lawan memaksa perempuan itu
terpaksa harus menarik kembali pedangnya sambil mundur
dua langkah ke belakang. Keganasan serta ketelengasan jurus pedang yang
digunakan siperempuan muda berbaju kabung ini sudah
diketahui para jago sejak semula ia memang benar-benar
memiliki perubahan yang tiada terhingga.
Tetapi kecepatan gerak Siauw Ling serta ketajaman angin
pukulannya jauh diluar dugaan semua orang. Perduli
bagaimana banyaknya serangan lawan serta bagaimana
telengas dan dahsyatnya serangan pedang itu asalkan
tertekan oleh desiran angin pukulan Siauw Ling segera punah
dan kehilangan daya kekuatannya.
"Lepas tangan" mendadak terdengar Siauw Ling
membentak keras. Braaak sebuah pukulan dengan telak menghajar
pergelangan tangan sang perempuan muda yang mencekal
pedang itu seketika senjata tajam tersebut terpental ketangah
udara dan lepas dari cekalan.
Melihat pedangnya kena disapu jatuh oleh pihak lawan
pihak perempuan muda itu menutup wajah sendiri dengan
ujung baju kiri lalu menangis tersedu-sedu tanpa banyak
bicara lagi ia putar badan berlalu dari sana.
Kedatangannya sangat mendadak dan kepergian cepat
laksana sambaran kilat bahkan pedangnya yang terjatuh ke
atas tanahpun tidak sempat dipungut kembali.
Dengan termangu-mangu Siauw Ling memandang
bayangan punggung sang perempuan muda yang kari
menjauh dan itu akhirnya lenyap dari pandangan dalam hati
dia merasa amat menyesal bercampur kecewa ingin sekali ia
salurkan keluar rasa mangkel dan mendongkol yang
mencekam seluruh benaknya.
Luka bacokan pada pundak kirinya semakin parah lagi
darah segar bagaikan sumber mata air mengucur keluar
membasahi seluruh pakaiannya.
Ku Bok Thaysu yang ada disisi kalangan diam-diam
memperhatikan terus perubahan air muka Siauw Ling yang
pucat pasi bagaikan mayat diam-diam dia merasa jantungnya
bergetar keras. "Orang ini memiliki bakat alam yang sangat luar biasa
wajahnya cemerlang dan bercahaya tajam jelas ilmu silatnya
telah mencapai taraf kesempurnaan" pikirnya dihati.
"Dikemudian hari dia pasti akan menjadi seorang jago lihay
yang sukar dicarikan tandingan dalam Bulim bila ini hari kita
orang mendesak dirinya hingga memancing hawa gusarnya
dan mengakibatkan suatu pembunuhan secara besar-besaran
maka ini berarti pula orang-orang Bulim memaksa ia berbuat
jahat pembunuhan berdarah yang bakal terjadi dikemudian
hari pasti makin mendahsyat lagi ada baiknya Loolap bantu
dirinya membebaskan diri dari kesulitan ini...."
Pada waktu itu sang pemuda berpakaian kabung yang ada
disisinya telah mencabut keluar sebilah pedang pendek yang
panjanganya tidak lebih dari dua perlahan-lahan ia berjalan
mendekati Siauw Ling. "Cayhe Sak Hong Sian mohon petunjuk kepandaian silat
dari Sam Tjungtju!" serunya.
Di dalam hati Siauw Ling merasa gemas dan getir ia tidak
menyangka orang-orang ini tidak menanyakan merah atau
putih dengan bersikeras memaksa dirinya terus menerus
perasaan hati yang semula tenang perlahan-lahan mulai
dibakar dengan hawa amarah.
Karena dalam hati ada kesulitan. Pemuda ini sampai lupa
menyalurkan hawa murninya mencegah menanti Sak Ho siang
menantang ia bergebrak, Siauw Ling baru sadar kembali dari
lamunan. "Ayahmu mati ditangan siapa" apakah kau sudah
melakukan penyelidikan yang jelas?" tegurnya dinging.
"Perkampungan Pek Hoa San cung apakah andalkan hal ini
masih belum cukup?" "Setelah saudara mengetahui perbuatan ini adalah hasil
kerja orang-orang perkampungan Pek Hoa San cung kenapa
kau tidak langsung pergi kunjungi perkampungan tersebut?"
"Dendam sakit hati dalam bagaikan samudra mati hidup
tidak perlu kuatirkan. Jangan dikata hanya sebuah
perkampungan Pek Hoa San cung belaka sekalipun sarang
Naga gua harimau aku seorang she Sak juga tidak pikirkan
dalam hati hanya saja selama ini cayhe belum berhasil
mendapatkan bukti yang nyata karena itu kami tak berani
bertindak gegabah sehingga dijadikan bahan tertawaan orang
dikemudian hari. Ini hari surat wasiat ayahku telah ditemukan
dan peristiwa ini benar-benar bisa melukai orang tuaku atau
bukan sebagai Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San
cung kau ikut bertanggung jawab atas kematian ayahku ini.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedudukan seorang Cungcu dalam perkampungan Pek Hoa
San cung sangat terhormat sekalipun kau tidak secara
langsung terlibat dalam peristiwa ini. Bila mengatakan
kejadian yang sebenarnya kaupun tidak tahu hal ini sungguh
membuat orang kurang percaya."
"Setelah cuwi tidak mempercayai pembelaan cayhe baiklah
terpaksa kita harus tentukan mati hidup kita diatas kepandaian
silat" seru Siauw Ling dingin.
Jelas ia mulai dibikin gusar oleh desakan-desakan pihak
lawan. "Cayhe memang sedang menanti petunjukmu."
Bagaimanapun juga Siauw Ling adalah seorang pemuda
yang masih berdarah panas ditambah lagi pundak kirinya
terluka parah ia tidak bisa menyebarkan diri lagi.
Dengan cepat ia mengepos hawa murni mengelilingi
seluruh badan lalu bentaknya keras, "Setelah cuwi sekalian
mencap aku orang she Siauw sebagai seorang bajingan yang
banyak melakukan kejahatan aku orang she Siauw pun
terpaksa akan bunuh kalian beberapa orang untuk menambah
pengetahuan kalian semua."
"Silahkan Sam Cungcu cabut keluar senjata tajam" ujar Sak
Hong Sian mempersilahkan.
Walaupun dia berada dalam kesedihan tetapi sikapnya
masih bisa mepertahankan kegagahan seorang ciangbunjien
sebuah perguruan besar. "Cayhe akan menerima serangan dengan andalkan
sepasang kepalan ini saja."
Mendadak pemuda she Siauw ini merasa kepalanya pening
hampir-hampir saja ia tak sanggup berdiri tegak.
Kiranya karena terlalu banyak darah yang mengucur keluar
ditambah dengan pikiran yang amat kacau gusar mendongkol
membuat daya tahannya semakin berkurang.
"Jikalau Sam tjungju tidak ingin cabut keluar senjata
tajammu terpaksa cayhe harus melakukan kesalahan."
Pedangnya digetarkan keras dengan jurus Pek Hok Ti Ling
atau bangun putih mengibaskan sayap membabat ke arah
pinggang lawan. Siauw Ling pun tidak mengalah lagi telapak tangannya
diayun dengan jurus Thian Loei Sin Tji atau guntur langit
membelah bumi menghantam pergelangan kanan Sak Hong
sian yang mencekal pedang.
Kiranya ilmu telapak kilat berantai dari Lam Ih Kong ini
walaupun mencari menang dengan andalkan kecepatan secara
diam-diam mengandung pula keistimewaan dari ilmu telapak
berbagai perguruan setipa jurus serangan yang dilancarkan
keluar bersamaan menyerang terkandung pula gerakan untuk
menghindarkan diri dari serangan musuh dari dua gerakan
yang berlainan yang menggabungkan jadi satu jurus tidak
aneh kalau setiap gerakan jauh lebih cepat satu tindak dari
gerakan lawan. Sekalipun barusan jurus serangan pedang Sak Hong Sian
dilancarkan terlebih dahulu dan serangan pukulan Siauw Ling
dilancarkan terakhir tetapi angin pukulan pemuda she Siauw
ini sampai sasarannya terlebih dahulu hal ini memaksa Sak
Hing sian terpaksa harus punahkan posisi menyerang jadi
kedudukan bertahan. Dalam hati Siauw Ling sendiripun tahu ia sudah kehilangan
banyak darah bergebrak terlalu lama sangat tidak
menguntungkan posisi apalagi para jago yang mengepung
dirinya diempat penjuru tidak berjumpa dibawah belasan.
Jika ia mengulur waktu lagi maka dirinya akan mati konyol
karena itu sembari mengerahkan tenaga sinkang untuk
menghentikan aliran darah. Ia keluarkan ilmu telapak kilat
berantai dengan gerakan cepat meneter pihak lawan.
Dalam sekejap mata sembilan jurus sudah meluncur keluar
memenuhi seluruh angkasa.
Derakan pedang ditangan Sak Hong sian sudah kehilangan
daya serangannya ia terdesak untuk memilih posisi bertahan
untuk menyelamatkan diri.
Ilmu silat perguruan Thay Khek Bun aliran selatan justru
keistimewaannya terletak pada tenaga yang lunak jurus
serangannya telengas tapi tidak ganas dan paling lihay dalam
hal pertahanan. Tidak aneh kalau pemuda itu sama sekali tidak kelihata
kalah sekalipun harus menerima sembilan buah serangan
gencar Siauw Ling yang datanganya berantai.
Ilmu telapak berantai dari Lam Ih Kong adalah suatu ilmu
silat yang mengandalkan kekerasan ditambah pula tenaga
sinkang Siauw Ling luar biasa bila digunakan tenaganya
mencapai delapan bagian maka tak usah diragukan lagi pihak
lawan pasti roboh binasa.
Tapi sungguh sayang berhubung pertama terlalu banyak
darah yang mengalir keluar sehingga menyebabkan tenaga
sinkangnya terpukul hebat kedua ia harus menutup
pernapasan guna mencegah mengalirnya darah lebih deras hal
ini menyebabkan pemuda ini tak sanggup melancarkan
serangan dengan separuh tenaga.
Setelah sembilan jurus lewat bukan saja musuh tangguh
belum berhasil dikalahkan bahkan ia mulai merasa tenaganya
tidak sanggup untuk mempertahankan diri lebih lama.
Terdengar Sak Hong Sian membentak keras mendadak
pedxang ditangannya dari posisi bertahan kini mengubah diri
dalam kedudukan menyerang.
Bila dipandang sepintas lalu kelihatan ilmu pedangnya tidak
begitu gentar tapi serangan mengalir keluar tiada putusnya.
Melayang dan menyambar susah diduga membabat menotok
susah ditahan. Inilah ilmu pedang Hwe Hong Tjap Pwee Kiam atau
delapan belas jurus ilmu pedang angin berpusing dari
perguruan Thay Khek Bun aliran selatan yang telah menjagoi
Bulim. Sekalipun hanya terdiri dari delapan belas jurus belaka
tapi setiap jurus masih mengandung tiga buah perubahan
besar sehingga keseluruhannya memiliki lima puluh empat
perubahan. Lima puluh empat perubahan dengan gerakan kebalikan
dan lima puluh empat dengan gerakan lurus jadi jumlah
seluruhnya ada seratus delapan perubahan enam gerakan
bergabung menjadi satu jurus hal ini menambah kekejian
serta ketelengasan ilmu pedang itu.
Setelah Siauw Ling berhasil mempertahankan diri dari
desakan ketiga jurus serangan pedang lawan ia mulai
merasakan bahwa dirinya tak sanggup mempertahankan diri
lebih lanjut pikirnya dihati, "Seharusnya sejak tadi aku patut
menyadari bahwa setelah banyak darahku yang hilang tidak
tepat apabila menghadapi muswuh dengan gunakan ilmu
telapak ajaran Gi Hu apabila dalam keadaan seperti ini aku
bisa mendapatkan sebilah pedang ditangan. Dengan andalkan
ilmu pedang ajaran suhu kendati tak berhasil menangkan
pihak lawan paling sedikit bisa mempertahankan diri dalam
keadaan seimbang dengan ambil kesempatan itupun aku bisa
autr pernapasan untuk memulihkan kembali tenaga sinkangku
yang telah benyak berkurang. Setelah tenaga pulih barulah
kuhadapi dirinya dengan serangan ilmu telapak berantai."
Kiranya Tjung San Pek adalah seorang jago lihay yang
memahami segala macam ilmu kepalan, ilmu telapak maupun
ilmu pedang dari pelbagai perguruan maupun partai yang ada
dikolong langit. Walaupun sewaktu ada dilembah Sam Sin Kok
pemuda she Siauw pernah lama mengikuti dia belajar ilmu
silat dalam waktu sesingkat itu Tjung San Pek tidak berhasil
menurunkan seluruh jurus kepandaian silat yang diingatingatnya
dalam hati terpaksa ia ajarkan serangkaian ilmu
pedang yang subur dengan perubahan kepada diri pemuda ini
kemudian menerangkan cara bagaimana menghadapi
serangan lawan. Jurus ilmu pedang yang diajarkan kepada Siauw Ling ini
bukan lain adalah ilmu pedang maha sakti yang diciptakan
olehnya sendiri setelah berada dalam lembah Sam Sin Kok
tersebut. Oleh karena itulah ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling sangat
aneh sekali ia tidak berhasil mengetahui rangkaian ilmu
pedang macam apapun tapi setelah ilmu pedang pihak lawan
mengeluarkan perubahan-perubahan yang paling lihay dalam
benaknya segera timbullah suatu ingatan bagus dan menjadi
paham kembali jurus apa yang harus ia gunakan untuk
memecahkan serangan tersebut.
Lain halnya dengan ilmu pedang Hwee Hong Tjap pwee
Kiem ini selama hidup Siauw Ling belum pernah mendengar
maupun menemuinya oleh karena itu pada serangan puluhan
jurus pertama ia belum dapat meraba jalannya jurus serangan
lawan bahkan keadaannya terdesak dan selalu berada dalam
keadaan bahaya. Selagi ia merasa gelisah itulah mendadak terdengar Sak
Hong Sian membentak, "Kena."
Ujung pedang berkelebat lewat tahu-tahu serangan
tersebut telah mengancam didepan dadanya.
Walaupun Siauw Ling dapat melihat datangnya serangan
tersebut tapi ia tak sanggup menghindarkan diri terpaksa
badannya berkelit kesebelah kiri.
Siapa nyana ujung pedang Sak Hong sian yang semula
mengancam dada bagian depan mendadak menekan kebawah
lalu berputar santar mengancam tubuh bagian sebelah kiri.
Inilah salah sebuah jurus terlihay dari ilmu pedang delapan
belas jurus angin berpusing yang bernama Hwee Liuw Sian
Tang atau pusaran mengiringi angin menumpas.
Sejak Siauw Ling menutupi seluruh jalan darah diatas
lengan kirinya untuk mencegah lebih banyak darah yang
mengalir keluar seluruh lengan kirinya sudah kehilangan
kegesitan serta kelincahan.
Justru datang ancaman dari pedang San Hong Sian adalah
lengan kirinya yang terluka dalam keadaan terburu-buru ia
mengempos napas mundur ke belakang.
Tapi sayang tindakannya terlambat satu tindak tahu-tahu
lengannya kembali tertusuk oleh ujung pedang lawan pakaian
terobek darah bercucuran.
Sewaktu ujung pedang Sak Hong Sian berhasil menusuk
lengan Siauw Ling dan para jago berseru kagum mendadak
tampak pemuda she Siauw ini ayunkan tangan kanannya
mengeluarkan ilmu sintilan Siauw Loo sin Tji yang maha
dahsyat segulung angin desiran menembus angkasa langsung
menghajar lengan kanan Sak Hong Sian.
Tubuh pemuda she Sak itu kontan terpukul sehingga
mundur sempoyongan pedang ditangannya tahu-tahu
mengendor dan jatuh ke atas tanah.
Setelah berturut-turut Siauw Ling menderita luka sebanyak
dua kali kali ini harus pula menyalurkan hawa murninya untuk
melancarkan ilmu sintilan.
Siauw Loo sin Tji guna melukai Sak Hong sian jalan darah
yang semula tertutup terbuka kembali darah segar bagaikan
sumber mata air mengucur keluar membasahi seluruh
bajunya. Kebanyakan para jago yang hadir disekeliling kalangan
tidak mengenali ilmu sintil Siauw Loo sin Tji yang maha lihay
itu melihat Siauw Ling setelah dua kali terluka cukup ayunkan
tangan saja Sak Hong sian telah roboh rata-rata hatinya
merasa tergetar keras wajah mereka berubah hebat
menunjukkan rasa bergidik.
Dari antara gerombolan manusia dengan cepat muncul dua
orang kakek tua berusia lima puluh tahunan yang seorang
berjongkok untuk bimbing bangun Sak Hong sian sedang yang
lain meloloskan pedang dari dalam sarung.
"Tiam Koen dari perguruan Thay Khek Bun aliran selatan
mohon petunjuk dari Sam cungcu."
Tidak menunggu jawaban dari Siauw Ling lagi ia segera
pasang kuda-kuda siap melancarkan serangan.
Mendadak terdengar suara teguran yang nyaring dan
merdu berkumandang datang memecahkan kesunyian.
"Justru karena hatinya ramah dan keliwat mulia berturutturut
ia rela menderita luka sebanyak dua kali kalian mengaku
diri kalian sebagai seorang jago Bulim yang tersohor mengapa
saat ini ia hendak menggunakan siasat roda kereta untuk
menghadapi seorang yang telah terluka" terhitung enghiong
macam apakah kalian" jikalau kalian benar-benar kepingin
bergebrak marilah biar aku yang temani kalian beberapa
jurus." Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut seorang
kacung buku berbaju hijau yang mencekal pedang telah
menghadang dihadapan Siauw Ling.
Kacung buku itu bukan lain adapah penyaruan dari Kiem
Lan. Melihat munculnya seorang kacung buku menatang ia
bergebrak Tiam Koen segera menarik kembali pedangnya
seraya mundur selangkah ke belakang.
"Eeeei....kau seorang gadis atau seorang lelaki?" tegurnya
cepat. Kiranya Kiem Lan yang cemas karena melihat para jago
Bulim itu hendak menggunakan sistim pertarungan bergilir
untuk menghadapi Siauw Ling ia telah lupa menutupi suara
kegadisannya. Kiem Lan kelihatan rada tertegun tapi sebentar kemudian ia
sudah berseru, "Perduli aku lelaki atau perempuan menangkan
dulu Pookiam ditanganku kemudian baru bicara lagi."
"Hmm aku rasa orang-orang perkampungan Pek Hoa San
cung baik yang lelaki maupun yang perempuan sudah
seharusnya mati semua."
Pedangnya diangkat lantas mengirim sebuah tusukan
kedepan. Melihat datangnya serangan Kiem Lan tidak ingin terlalu
banyak buang tenaga sinkang untuk menangkis datangnya
sernagan lawan dengan keras lawan keras badannya miring
kesamping untuk berkelit kemudian balas mengirim sebuah
tusukan. Setelah saling bergebrak masing-masing pihakpun segera
mengeluarkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya untuk
berusaha merubuhkan pihak lawan secepatnya.
Cahaya pedang berkelebat menyilaukan mata desiran angin
tajam menghembus memenuhi angkasa setiap serangan baik
dari Tiam Koen maupun dari Kiem Lan sama-sama ditujukan
kebagian tubuh yang paling berbahaya dari pihak lawannya.
Ketika Siauw Ling dapat melihat permainan ilmu pedang si
kakek tua itu luar biasa bagusnya dan jelas tidak berada
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibawah kepandaian Sak Hong sian ia segera menyadari
apabila Kiem Lan bukan tandingan orang itu ditambah lagi
Giok Lan serta Tong Sam Kauw yang ada di dalam kereta
telah dicekoki dengan pil beracun penyusut tulang kecuali
tinggal mereka dan melarikan diri sendiri satu-satunya jalan
baginya saat ini hanyalah memaksa mundur para jago Bulim.
Setelah ambil meputusan dihati, hawa amarahpun mulai
memuncak. Sembari merobek ujung pakaian untuk membalut
luka sendiri dia berpaling ke arah Ku Bok Thaysu ujarnya
dingin, "Thaysu rasanya kau dapat melihat dengan mata
sendiri apabila orang ini tidak suka mendengarkan uraianku
juga tidak mau melepaskan diriku. Mereka ada maksud
menghukum mati diriku cayhe sudah dua kali mengalah dua
kali menderita luka pedang bilamana mereka mendesak lagi
diriku keterlaluan jangan salahkan aku orang she Siauw
segera akan membuka pantangan membunuh."
"Omitohud! dendam dan napsu menimbulkan angkara
murka harap sicu mau bersabar beberapa saat lagi. Menanti
seorang lawan karib loolap telah tiba disini dengan adanya
ornag itu yang munculkan diri napsu membunuh yang telah
menyelimuti seluruh kalangan ini hari pasti segera bersapu
bersih. Loolap jarang berkelana dalam dunia kangouw sedikit
orang yang kukenal."
"Walaupun aku mempunyai maksud untuk meleraipun
rasanya tiada berkekuatan untuk melaksanakannya."
"Jikalau thaysu mengerti tiada berkekuatan lebih baik
jangan mengurusi persoalanku lagi."
"Omitohud perjalanan seratus li sudah ditempuh sembilan
puluh bagian setelah sicu bersabar beberapa saat kenapa
tidak bersabar sejenak lagi?"
Sinar mata para jago yang ada disekeliling tempat itu
bersama-sama dialihkan ke atas tubuh mereka berdua yang
sedang kasak kusuk tiada hentinya jelas orang-orang yang
ada dikalangan rata-rata tidak kenal Ku Bok Thaysu ini.
"Lepas tangan" mendadak terdengar Tiam Koen
membentak keras. Pedangnya dengan menggunakan gerakan melengket
mengancam pergelangan kanan Kiem Lan.
Dalam keadaan bahaya dan kritis seperti itu Kiem Lan tetap
tak mau lepaskan pedangnya sang telapak sebelah kiri
mendadak mengirim sebuah babatan menghajar dada Tiam
Koen sedang pergelangan tangan ditarik ke belakang
kemudian menekan kebawah.
Walaupun perubahan yang dilakukan sangat cepat sayang
dia tak sanggup meloloskan diri dari datangnya sambaran
pedang Tiam Koen yang cepat laksana sambaran petir itu.
Dimana cahaya tajam berkelebat lewat. Butiran darah segar
muncrat memenuhi angkasa lengan Kiem Lan yang putih dan
halus tahu-tahu sudah membekas sebuah guratan darah yang
panjangnya ada tiga coen.
Sambil gertak gigi menahan rasa sakit Kiem Lan getarkan
lengannya balas melancarkan serangan drag segar bersamaan
dengan berkelebatnya senjata muncrat satu tombak lebih
jauhnya menodai pakaian yang dikenakan para jago
disekeliling kalangan. Setelah dapat beristirahat sebentar kekuatan badan Siauw
Ling boleh dikata sudah pulih kembali kini melihat Kiem Lan
terluka oleh serangan pedang lawan ia jadi amat gusar.
Diiringi suara bentakan keras tangannya kembali mengayun
kedepan dengan gerakan ilmu menyentil Siauw Loo sin Tji.
Segulung suara desiran tajam segera menembusi angkasa
menghantam kemuka. Terdengar Tiam Koen mendengus berat tahu-tahu
badannya roboh terjengkang ke atas tanah.
Setelah Siauw Ling berhasil menotok roboh Tiam Koen
tubuhnya mendesak maju dua langkah kedepan sesampainya
disisi Kiem Lan segera ujarnya dengan nada berat, "Berikan
Pookiam itu kepadaku simpan pti dan jalankan kereta
melanjutkan perjalanan."
"Tapi luka dari samya."
"Tidak terlalu mengganggu...."
Tangannya dengan cepat merebut Pookiam yang ada
ditangan Kiem Lan kemudian digetarkan membentuk selapis
cahaya tajam menghadang jalan maju para jago yang sedang
mendesak kedepan. Sambil menahan rasa sakit dilengan Kiem Lan putar badan
dibawah perlindungan cahaya pedang Siauw Ling yang kuat
dan kokoh ia tutup kembali peti kayu yang menggeletak
ditanah kemudian meloncat naik ke dalam kereta mencekal
tali les dan larikan kendaraan tersebut kedepan.
Gerakan pedang Siauw Ling segera berubah berturut-turut
ia melukai dua orang lelaki kekar yang berdiri disisinya.
"Siapa yang berani menghadang diriku mati" bentaknya
keras. Sembari mengepos seluruh tenaga sinkang yang dimilikinya
pedang tersebut diputar sedemikian rupa sehingga
menimbulkan selapis cahaya tajam bagaikan curahan hujan
deras. Dalam sekejap mata seorang lelaki kekar kembali kena
terbabat luka. Melihat kelihayan serta kehebatan Siauw Ling para jago
mulai keder dan bergidik siapapun tidak berani maju lebih
kedepan. Menggunakan kesempatan sewaktu para jago rada
merandek itulah Siauw Ling menerjang masuk ke dalam
gerombolan para jago ditengah perputaran cahaya pedang
yang tajam sekali lagi ia melukai dua orang.
Kiem Lan yang menjalankan keretanya menguntit
dibelakang Siauw Ling dibawah perlindungan pemuda ini
dengan cepat melarikan kereta tersebut menerjang keluar dari
kepungan. Sejak Siauw Ling mengeluarkan tenaga saktinya hati para
jago mulai dibikin keder setelah berhasil meloloskan diri dari
kepungan ia berlarian sejauh empat lima li kemudian baru
berhenti. Ia berpaling memandang sekejap wajah Kiem Lan bibirnya
bergerak seperti sedang mengucapkan sesuatu tapi belum
sempat ucapannya meluncur keluar ia telah roboh ke atas
tanah. Ternyata dalam keadaan luka parah ia tak sempat
menyembuhkan luka tersebut ditambah pula harus
mengumpulkan tenaga sinkangnya untuk turun tangan mulut
luka segera memecah kembali.
Setelah berlarian beberapa saat darah yang mengucur
keluar semakin banyak dan susah untuk mengumpulkan
tenaga kembali. Menanti ia berpaling melihat Kiem Lan tidak kekurangan
sesuatu apapun. Hatinya jadi lega karena hawa murni buyar
iapun roboh terjengkang ke atas tanah.
Melihat pemuda itu roboh Kiem Lan berseru kaget segera ia
meloncat turun dari kereta untuk bimbing bangun diri Siauw
Ling teriaknya berulang kali, "Samya, Samya...."
Sembari berseru ia mendorong badan Siauw Ling berulang
kali. Lama sekali baru kelihatan pemuda tersebut membuka
mata sinar matanya sayu tak bersinar dengan nada yang
lemah katanya, "Kiem Lan jangan takut aku tak akan mati
cepat bimbing aku naik ke dalam kereta dan segera
berangkat." Agaknya beberapa patah kata ini diutarakan dengan
kumpulkan seluruh tenaga yang dimilikinya begitu selesai
berbicara ia pejamkan matanya kembali.
Sembari gertak gigi menahan rasa sakit dilengan Kiem Lan
bimbing Siauw Ling masuk ke dalam kereta.
Tapi belum sempat ia melangkah naik mendadak terdengar
Suling Emas Dan Naga Siluman 14 Lambang Naga Panji Naga Sakti Karya Wo Lung Shen Mencari Bende Mataram 8
diperhatikan dengan cermat akhirnya ia menemukan bilamana
orang itu bukan lain adalah Kiem Lan yang sedang menjura.
Ia segera menjura untuk memberi hormat.
"Toako bisa persiapkan semua barang dengan siauwte
mengucapkan terima kasih dan selamat berpisah."
"Samte, silahkan kau bimbing nona Tong naik ke dalam
kereta" ujarnya Djen Bok Hong tiba-tiba seraya berpaling
memandang sekejap wajah Tong Sam Kauw.
Mendengar ucapan itu Siauw Ling segera mendongak
tampak wajah Tong Sam Kauw tawar sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apapun selama ini ia membungkam
dan tidak tertawa keadaannya sangat berbeda dengan
keadaan sewaktu mereka berjumpa untuk pertama kalinya.
Hatinya merasa keheranan tapi ia tidak menanyakan hal
tersebut kepada Sang Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung ini sembari menjura katanya, "Jikalau Nona Teng
ada maksud berangkat bersama-sama cayhe silahkan segera
naik ke dalam kereta."
Sinar mata Tong Sam Kauw perlahan-lahan beralih sekejap
kewajah Djen Bok Hong kemudian perlahan-lahan naik ke
dalam kereta. Setelah Tong Sam Kauw naik ke dalam kereta
mendadak Kiem Hoa Hujien berjalan menghampiri Siauw Ling
seraya mencekal tangan kanannya kencang-kencang ujarnya
sambil tertawa, "Saudara cilik encimu tidak menghantar lebih
jauh semoga sepanjang jalan tak menjumpai kesulitan."
Siauw Lingpun mencekal tangan perempuan itu penuh rasa
terima kasih. "Terima kasih atas perhatian hujien" sahutnya.
Mendadak ia merasa segulung kertas menyelinap masuk ke
dalam telapak tangannya buru-buru dia jepit diantara jari-jari
tangannya kemudian menjura ke arah Tjioe Tjau Liong.
"Siauwte mohon diri" sampai jumpa lain waktu."
Ia segera meloncat masuk ke dalam kereta.
Menanti pemuda itu sudah berada di dalam kereta, Kiem
Lan yang pegang kemudi segera menggetarkan tali lesnya
kereta kuda dengan cepat bergerak maju kedepan.
Dari arah belakang masih terdengar suara Kiem Hoa
Hudjien sedang berseru, "Saudara cilik, jikalau kau
menginginkan lukisan Giok Sian Tju tersebut lebih baik cepatcepatlah
kembali." Siauw Ling berdiri didepan kereta sambil menggoyanggoyangkan
tubuhnya, tapi ia tidak menjawab perkataan dari
Kiem Hoa Hudjien ini. Suara roda berdetakan melintasi jalan raja, debu mengepul
memenuhi angkasa. Bayangan tubuh Djen Bok Hong serta
Kiem Hoa Hudjien sekalian makin lama makin kecil dan
akhirnya tak berbekas. Setelah menyembunyikan kertas ke dalam sakunya Siauw
Ling menurunkan horden dan masuk ke dalam ruang kereta.
Tampak olehnya Giok Lan dengan menyaru sebagai lelaki
duduk bersila di dalam kereta sinar matanya memandang
ketempat kejauhan dengan mendelong agaknya gadis ini
sedang memikirkan sesuatu urusan yang maha berat.
Dibelakang kereta terletak dua buah peti besar. Tong Sam
Kauw bersandar diatas kereta dengan sepasang mata
terpejam agaknya ia sudah tertidur pulas.
Kuda jempolan kereta kencana diiringi pula dengan gadisgadis
cantik, bagi orang-orang biasa keadaan seperti ini tentu
merupakan kejadian yang amat menyenangkan.
Tapi bagi Siauw Ling ia mempunyai perasaan yang lain ia
merasa ruangan kereta ini penuh diliputi oleh kesedihan serta
kemesteriusan, seriap orang
terjerumus dalam pikiran masing-masing.
Akhirnya tak tertahan lagi ia menghela napas.
"Aaaaaai....Giok Lan apa yang sedang kau risaukan?"
Kiranya sejak ia memasuki ruangan kereta hingga detik itu.
Giok Lan belum pernah menengok barang sekejappun ke
arahnya seperti ia tidak mengetahui apabila ia telah masuk ke
dalam kereta. Setelah mendengar teguran tersebut Giok Lan baru
tersadar dari lamunannya perlaban-lahan ia alihkan sinar
matanya ke atas wajah Siauw Ling, sapanya penuh
mengandung kesedihan dan berperihatin.
"Samya...." Hanya ucapan itu saja yang meluncur keluar kemudian
membungkam kembali. Siauw Ling tercengang. "Eeeeeii kenapa kau?" tegurnya. "Sekarang kita sudah
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San cung. Bila ada
perkataan utarakan saja terus terang?"
Giok Lan menggeleng dan tersenyum.
"Budak sangat baik. Tak ada apa-apa yang perlu
diucapkan." Walaupun ia berusaha keras untuk perlihatkan senyuman
yang lebih leluasa, tak urung Siauw Ling berhasil menemukan
juga apabila senyuman itu terlalu dipaksakan, sangat
mengenaskan. Melihat dayang itu tidak mau menjawab, Siauw Ling jadi
mendongkol, pikirnya, "Baiklah, jikalau kau tidak ingin bicara
juga sudahlah, akupun tak akan bertanya lagi."
Ia lantas pejamkan mata untuk mengatur pernapasan tidak
selang beberapa saat kemudian ia berada dalam keadaan lupa
segala-galanya. Menanti ia tersadar kembali dari semedi sang surya sudah
lenyap dilangit barat senja haripun telah tiba.
Kereta kuda sudah berhenti Tong Sam Kauw serta Giok Lan
tidak kelihatan lagi sedang dipintu kereta cuma Kiem Lan
seorang diri. "Samya kau sudah bangun?" terdengar Kiem Lan menegur
dengan suara yang amat lirih.
Siauw Ling mengangguk. "Dimana mereka?"
"Sudah masuk ke dalam untuk beristirahat Pouw Tjungtju
pun telah lama sekali menanti diluar kereta."
"Pouw Tjungtju" siapakah dia aku tidak kenal."
Dari luar kereta mendadak terdengar suara gelak tertawa
yang sangat nyaring. "Haaa....haaa cayhe telah menerima tanda perintah Kiem
Hoa Hujien dari Toa Tjung tju sengaja datang menyambut
kedatangan Sam Tjung tju. Silahkan Sam Tjung tju masuk ke
dalam untuk beristirahat perjamuan telah disiapkan."
Siauw Ling kerutkan alisnya, ia menyingkap horden dan
melangkah turun dari dalam kereta.
Tampak seorang kakek tua berusia lima puluh tahunan
dengan memakai jubah panjang berwarna biru langit dengan
wajah penuh senyuman telah berdiri disisi kereta sikapnya
sangat menghormat. Sewaktu orang itu melihat Siauw Ling menyingkap horden
berjalan keluar dari kereta, dengan cepat ia menjura.
"Aaaaah! mana berani merepotkan saudara" buru-buru
Siauw Ling balas memberi hormat.
"Perintah Kiem Hoa Leng yang pernah dikirim Toa Tjungcu
meminta cayhe menyambut San Cungcu dengan penuh
berhati-hati cayhe tidak berani membangkang apabila Sam
Cungcu tidak inginkan loolap kena marah, harap kau suka
menerimanya dengan senang hati."
Pengaruh perkampungan Pek Hoa San cung sungguh patut
dlipandang ringan diam-diam pikir Siauw Ling di dalam
hatinya: "Ternyata dimana-manapun tersebar cabangcabangnya."
Ketika ia mendongak tampaklah sebuah bangunan yang
tinggi besar berdiri dihadapannya dengan megah pintu bercat
merah dengan atap warna hijau.
Seharusnya tempat itu merupakan sebuah bangunan orang
kaya. Orang yang tidak tahu tentu menduga rumah ini adalah
tempat tinggal seorang Wan gwee dan tak bakal ada yang
tahu apabila tempat itu sebetulnya adalah kantor cabang dari
perkampungan Pek Hoa San tjung.
"Sam Tjung tju silahkan" seru si kakek tua itu sembari
rangkap tangannya didepan dada.
Dua buah pintu besar terbuka seorang pemuda berbaju
hijau yang usianya sekitar dua puluh tahunan dengan
membawa sebuah lentera berdiri menanti disana.
Lentera terbuat dari empat penjuru terterai tulisan Pauw
yang sangat besar. Dengan kencang si kakek itu mengikuti dari belakang Siauw
Ling sedangkan Kiem Lan berada dipaling belakang.
Setelah ketiga orang itu berlalu beberapa tombak ke dalam
ruangan mendadak pintu besar berwarna hitam itu menutup
dengan sendirinya. Sesudah melewati dua buah halaman mereka memasuki
sebuah ruangan besar, lampu lilin menerangi seluruh ruangan
dimana meja perjamuan telah dipersiapkan.
Sinar mata Siauw Ling berputar keempat penjuru
ditemukan dalam ruangan yang sangat luas itu kecuali berdiri
dua orang dayang berbaju hijau tak ada tamu terhormat
lainnya lagi. Mendadak si kakek tua itu menyingkir dan berjalan terlebih
dahulu didepan Siauw Ling.
"San Cungcu silahkan menduduki kursi utama" serunya
sembari menjura. Di dalam hati pemuda ini tahu sekalipun menampikpun
tiada gunanya dengan langkah lebar ia segera ambil tempat
duduk dikursi utama. Menanti Siauw Ling sudah duduk si kakek tua itu baru
menjinjing jubah seraya jatuhkan diri berlutut.
"Pouw Tju Wie menghunjuk hormat buat Sam
Tjungtju." Melihat segala tingkah laku orang she Pouw ini Siauw
Lingpun berpikir, "Kelihatannya di dalam keadaan seperti ini
mau tak mau aku harus menjaga kedudukanku yang tinggi."
Ia segera ulapkan tangannya.
"Tak usah banyak hormat."
ooooo0ooooo Setelah bangun berdiri Pouw Tju Wie berkata kembali,
"Sam Tjungtju baru saja tiba dari tempat kejauhan. Silahkan
mencicipi arak dan sayur!"
Ia sendiri berdiri menanti disamping dengan sikap hormat.
Sayur memenuhi meja dan hanya Siauw Ling
seorang yang duduk dikursi terutama Pouw Tju Wie
ternyata tak berani mengiringi disisinya.
"Pouw heng silahkan duduk" akhirnya Siauw Ling
mempersilahkan orang itu untuk ikut duduk sembari tertawa
hambar. "Hamba mengucapkan terima kasih."
Setelah mengucapkan perkataan tersebut ia baru berani
duduk mengiringi disisinya.
Kedua orang dayang berbaju hijau segera berjalan
menghampiri dengan membawa teko arak untuk memenuhi
cawan kedua orang itu. Sinar mata Siauw Ling berputar sewaktu melihat Kiem Lan
tak ada disana hatinya jadi murung.
Tetapi ia belum sempat membuka suara untuk bertanya
agaknya Pouw Cu Wie sudah menduga apa yang sedang
dipikirkan Siauw Ling di dalam hatinya.
"Ketiga orang nona sudah diterima oleh istri hamba dan kini
bersantap diruangan belakang" sahutnya terlebih dahulu.
Perjamuan malam inipun lewat dengan cepatnya dibawah
sikap serta pelayanan yang sangat hormat dari Pouw Cu Wie.
Walaupun Siauw Ling merasa tidak leluasa dengan sikap yang
demikian hormatnya itu tapi ia terima juga dengan hati kesal.
Setelah perjamuan selesai Pouw Cu Wie menghantar sendiri
Siauw Ling untuk beristirahat.
Ruangan yang diberikan kepadanya adalah sebuah ruangan
yang mungil dan megah dengan kelambu dari sutera. Perabot
yang ada disana rata-rata sangat mewah.
Menanti Siauw Ling sudah ambil duduk, dengan penuh rasa
hormat Pouw Tju Wie kembali berkata, "Sam tjungtju, kapan
kau hendak berangkat?"
"Besok pagi segera berangkat."
"Dan Sam Tjung tju hendak menggunakan kereta ataukah
ingin berganti dengan perahu saja" silahkan Sam Tjungtju
turunkan perintah sehingga hamba bisa bikin persiapan."
"Dari sini pulang kerumah memang paling tepat
menunggang perahu" pikir Siauw Ling di dalam hati. "Tapi
diatas perahu tersebut tentu ada anak buah yang mereka
kirim untuk awasi semua gerak gerikku jauh lebih baik apabila
kunaik kereta saja."
Segera jawabnya, "Lebih baik aku menunggang kereta saja,
tidak perlu kau susah-susah untuk repot."
Pouw Cu Wie mengiakan dengan hormat ia lantas
mengundurkan diri. Sepeninggalnya orang she Pouw itu Siauw Ling
memperhatikan sekejap keadaan disekeliling ruangan serta
situasi diluar halaman kemudian padamkan lampu lilin dan
duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan.
Tetapi pikirannya tak bisa tenang berbagai persoalan
memenuhi benaknya. Teringat olehnya akan sikap Giok Lan serta Kiem Lan yang
tidak sebagaimana biasanya agaknya didasar hati kedua orang
ini telah tersembunyi suatu rahasia yang sangat besar masih
ada lagi perubahan sikap Tong Sam Kauw yang menyerupai
orang tolol dibalik kesemuanya ini tentu ada hal yang tidak
beres. Ia mengambil keputusan setelah keberangkatannya besok
pagi akan berusaha untuk mencari tahu persoalan ini hingga
jelas. Setelah keputusan diambil hatipun perlahan-lahan jadi
tenang kembali hawa murni berputar mengitari seluruh tubuh
hingga mencapai loteng tingkat kedua belas.
Haruslah diketahui kweekang yang dimilikinya saat ini telah
mencapai tarap yang tak terhingga. Setiap kali mengatur
pernapasan keadaanya tentu akan berada dalam tidak sadar
diri. Jikalau ilmu pernapasannya sedang mencapai saat-saat
yang berbahaya asalkan ada orang turun tangan membokong
dirinya, sekalipun tidak sampai mati sedikit-dikitnya ia bakal
terluka parah. Entah berapa saat sudah lewat, mendadak suara bentrokan
senjata yang amat ramai menyadarkan dirinya dari semedi. Ia
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membuka mata memandang keluar jendela.
Dibawah sorotan sinar rembulan tampaklah dua sosok
bayangan manusia sedang bergebrak dengan ramainya
ditempat luaran. Siauw Ling berseru tertahan ia segera bangun
meninggalkan pembaringan dan mendekati jendela.
Sewaktu ia perhatikan dengan telak maka tampaklah Pouw
Tju Wie dengan memutar sebilah golok emas bergebrak
melawan seorang lelaki bersenjatakan Siang Koat Pit.
Permainan pit dari lelaki itu amat telengas serangannya
gencar dan kesemuanya mengancam jalan darah ditubuh
Pouw Tju Wie. Kepandaian silat yang dimiliki Pouw Tju Wiepun tidak lemah
golok emas ditangannya berputar mengelilingi seluruh badan
meninggalkan serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata kendati serangan-serangan senjata pit yang dilancarkan
lelaki itu sangat dahsyatnyapun untuk beberapa saat tak
berhasil merebut kemenangan.
Siauw Ling yang melihat kejadian itu diam-diam merasa
tercengang pikirnya, "Ruangan yang demikian luasanya ia
mana mungkin bisa begitu sepi" jikalau tempat ini adalah
kantor cabang perkampungan Pek Hoa San Tjung seharusnya
bukan hanya berisikan Pouw Tju Wie seorang kenapa tidak
kelihatan adanya orang lain yang turun tangan membantu
dirinya?" Sebelum teka teki ini berhasil dipecahkan situasi
pertarungan di dalam kalangan sudah berubah.
Tampak golok emas Pouw Tju Wie telah berubah gerakan
dari bertahan kini mulai melancarkan serangan balasan.
Seketika itu juga cahaya golok memancar keempat penjuru
kini balik silelaki bersenjata pit itulah yang kena dikurung di
dalam cahaya golok. Siauw Ling yang diam-diam menonton jalannya
pertempuran itu, secara tidak sengaja telah menambah
pengetahuannya. Ternyata pada permulaan Pouw Tju Wie
bergebrak tadi sengaja ia sembunyikan kemampuan yang
sebenarnya dengan memiliki posisi bertahan membiarkan
silelaki bersenjata pit itu meneter terlebih dahulu disamping
memperhatikan kelemahannya yang dimiliki dalam permainan
pit lawan. Setelah ia punya pegangan yang kuat barulah mulai
melancarkan serangan-serangan balasan.
Perubahan jurus yang amat banyak memaksa silelaki
bersenjata pit itu susah menghindarkan diri lagi, ia mulai
dipaksa berjingkrak kalang kabut dan keteter mundur terus.
Beberapa kali ia ada maksud melancarkan serangan
balasan, tetapi setiap kali ada kemauan sayang tenaga tidak
memadai. Ditengah pertarungan yang amat sengit mendadak
terdengar suara dengusan berat memecahkan kesunyian.
Cahaya golok bayangan pit tadi bergoyang keras kemudian
roboh ke atas tanah. Tangan kiri Pouw Tju Wie laksana kilat segera melancarkan
totokan ke arah orang itu kemudian menyimpan goloknya ke
dalam sarung dan menjura ke arah kamar Siauw Ling.
"Hamba tidak becus sehingga membiarkan musuh
menyerbu masuk ke dalam kamar Sam Tjungcu dan
mengganggu tidur yang nyenyak, hamba mohon maaf
sebesar-besarnya." Diam-diam Siauw Ling merasa terperanjat juga mendengar
ucapan itu, pikirnya, "Kiranya ia tahu kalau aku telah sadar
dan secara diam-diam memperhatikan pertarungan yang
sedang berlangsung itu...."
Otaknya dengan cepat berputar jawabnya kalem,
"Aaaakh....tidak mengapa."
"Terima kasih atas budi Sam Tjungtju yang luhur."
Ia angkat badan lelaki bersenjata pit itu kemudian
mengundurkan diri dari sana.
Siauw Ling marasa semakin murung beberapa kali ia
bermaksud panggil kembali Pouw Tju Wie untuk ditanyai
siapakah lelaki bersenjata pit itu dan apa pula maksudnya
malam-malam datang kemari" tapi akhirnya ia berhasil
menahan diri juga. Keesokan harinya ketika ia bangun dari tidurnya Pouw Tju
Wie telah menanti diluar pintu dua orang dayang berbaju hijau
dengan membawa peralatan cuci muka menanti pula disisi
kamar. Menanti Siauw Ling telah selesai cuci muka dan sisir rambut
Pouw Tju wie baru melangkah masuk ke dalam seraya
menyapa tetapi tak sepatah katapun mengungkap peristiwa
kemaren malam. Siauw Ling yang melibat wajah Pouw Tju wie sangat
tenang agaknya telah melupakan peristiwa kemaren malam
iapun terpaksa pura-pura memperlihatkan wajah yang
hambar. "Mereka sudah bangun semua?" tanyanya.
"Nona bertiga telah mempersiapkan segala persiapan
mereka menanti perintah keberangkatan dari Sam Cungcu."
"Bagus sekali suruh mereka segera naik ke dalam kereta
aku akan berangkat."
"Di dalam ruangan tengah telah dipersiapkan sarapan pagi
untuk Sam Cungcu. Hamba persilahkan Sam Cungcu suka
bersantap dulu baru berangkat."
Sebenarnya Siauw Ling hendak menampik ajakan tersebut
tetapi iapun merasa apabila sampai tawaran inipun ditampik
maka tindakannya ini akan membuat wajah Pouw Cu Wie
kurang enak. Terpaksa ia ikut masuk ke dalam ruangan untuk bersantap
pagi, kemudian melanjutkan perjalanan.
Ini hari Kiem Lan serta Giok Lan masih menyaru sebagai
kacung buku dengan pakaian warna hijau. Tong Sam
Kauwpun keadaannya seperti sedia kala, setelah naik ke
dalam kereta ia selalu bersandar dikereta tidak bercakap
maupun bergerak lagaknya mirip baru saja sembuh dari
penyakit berat. Setelah Siauw Ling naik ke dalam kereta, Kiem Lan segera
ayunkan cambuknya melarikan kereta mereka untuk
melanjutkan perjalanannya.
Terdengar Pouw Cu Wie berteriak ke belakang.
"Hamba menghaturkan selamat buat Sam Tjungtju selama
diperjalanan...." Siauw Ling membungkam ketika itu seluruh benaknya
sudah dipenuhi dengan teka teki yang membingungkan
hatinya. Ia tidak mengerti apa sebabnya peristiwa yang
demikian banyaknya bisa terjadi di dalam ketika yang sama....
Kereta kembali berjalan sejauh tiga li, ketika ia menyingkap
horden tampak kereta mulai berjalan memasuki sebuah jalan
pegunungan yang sunyi. Ia mulai ambil keputusan untuk paksa kedua orang dayang
serta Tong Sam Kauw untuk menceritakan rahasia yang
disembunyikan dalam hati mereka.
Jalanan gunung ini amat sunyi, tak sesosok bayangan
manusia yang nampak ketika kereta berjalan dua, tiga li lagi
jalanan semakin susah dilewati yang terlihat diempat penjuru
hanyalah rumput liar setinggi lutut.
Siauw Ling tiba-tiba menarik tali les kuda sehingga kereta
berhenti kepada kedua orang dayang itu ujarnya dingin, "Kiem
Lan, Giok Lan kalian turunlah!"
Kedua orang dayang itu mengiakan dan berdiri.
Siauw Ling sentak tali les untuk putar arah kereta mereka,
kemudian ujarnya lagi lambat-lambat, "Tempat ini berjarak
sangat dekat dengan perkampungan Pek Hoa San cung. Bila
kalian ingin kembali keperkampungan nah silahkan segera
pulang?" Mendengar perkataan itu Kiem Lan menghela napas
panjang. "Jikalau budak sekalian telah berbuat salah harap Samya
memaki kita saja mengapa Samya hendak paksa budak
sekalian untuk kembali kesarang macan...."
"Aku lihat penghidupan kalian yang dialami di dalam
perkampungan Pek Hoa San cung sangat gembira, lebih baik
kalian kembali saja."
"Samya" seru Kiem Lan secara tiba-tiba sambil melelahkan
air mata. "Apakah kau merasa gusar dengan sikap enci Giok
Lan?" "Aku lihat keadaan kalian sama saja agaknya di dalam hati
penuh diliputi oleh persoalan yang memberatkan kalian dan
kini aku rasa hanya ada dua jalan yang bisa kalian pilih sesuka
hati jalan pertama adalah kalian segera kembali keperkampungan
Pek Hoa San Cung perduli di dalam hatimu ada rahasia
apapun aku tak akan banyak pertanyaan."
"Dan jalan yang kedua?" tanya Kiem Lan seraya mengusap
kering air mata yang membasahi wajahnya.
Siauw Ling yang melihat wajah gadis itu merah padam
seluruh wajah basah dengan air mata tapi tak berani terisik
nangis hatinya lama kelamaan jadi lemas juga sembari
menghela napas katanya, "Jalan kedua adalah kalian harus
menceritakan kepadaku apa rahasia yang kalian sembunyikan
dalam hati. Aku larang menyembunyikan sepatah katapun dan
aku tak akan menegur ataupun mendesak kalian lebih lanjut."
Kiem Lan menghela napas panjang.
"Aaai apabila Samya ingin tahu terpaksa budak harus
menceritakan keadaan yang sesungguhnya."
"Aku larang kalian sembunyikan sepatah katapun jikalau
sampai aku tahu kalian sengaja menyembunyikan sepatah
kata saja jangan harap aku suka mengampuni diri kalian lagi."
"Setelah budak mau bercerita sudah tentu tak akan
kupikirkan lagi mati hidupku semoga saja Samya selalu sehatsehat"
kata Kiem Lan mengangguk.
"Bukankah aku sangat baik sekali?"
Kiem Lan tertawa sedih. "Sekalipun Samya tidak bertanya setelah lewat ini haripun
akan budak ceritakan kesemuanya ini kepada Samya kau tak
dapat memarahi Giok Lan Tjici karena ia sudah dipaksa
menelan obat racun Suo Kut Tok Tan...."
"Obat racun?" Siauw Ling kelihatan tertegun.
"Benar Suo Kut Tok Tan adalah sebuah obat
beracun yang punya daya kerja sangat lambat tapi
berakibatkan mengerikan setiap orang yang telah menelan
obat ini di dalam tujuh hari pertama tak akan kambuh tetapi
orang itu sendiri bakal jadi goblok dan bodoh setiap hari
berada dalam keadaan mengantuk dan selalu ingin tidur...."
Mendengar perkataan itu seluruh tubuh Siauw Ling tergetar
keras ia segera berpaling.
Tampak sepasang mata gadis itu sayu tak bersinar
wajahnya jelas kelihatan tanda-tanda keracunan.
Tak kuasa lagi ia menghela napas panjang.
"Aaaah kiranya aku sudah salah menuduh kalian."
"Samya tidak tahu kejadian sesungguhnya. Sudah tentu tak
dapat terhitung salah menuduh."
"Lalu apakah Tong Sam Kauw pun juga ikut menelan pil
beracun pengerut tulang itu?"
"Aku lihat keadaanya tidak berbeda, tapi bagaimana
keadaan yang sebetulnya budak tidak berani memastikan
peristiwa yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung
kecuali Toa Cungcu sendiri siapapun tidak tahu perubahan
apakah sebenarnya yang telah terjadi tetapi peristiwa enci
Giok Lan menelan pil beracun pengerut tulang itu dapat budak
lihat dengan mata kepala sendiri...."
"Apakah Toa Tjungtju yang paksa untuk menelan pil
beracun tersebut....?"
"Kecuali Toa Tjungtju apakah enci Giok Lan mau mandah
diperintah dan melakukan perkataannya seperti domba?"
Tiba-tiba Siauw Ling teringat akan sesuatu dengan nada
keheranan serunya, "Pendengaran Toa Tjung tju sangat tajam
daun yang rontok disuatu tempat lima tombak darinya tak
akan berhasil mengelabui dirinya, kenapa kau dapat melihat
semua kejadian itu tanpa ditemukan olehnya!"
"Ia ada maksud agar budak dapat melihat
kejadian tersebut waktu itu aku berada sama-sama dengan
Giok Lan. Toa Tjungtju tiba-tiba mengeluarkan pil beracun
pengerut tulang setelah menerangkan daya kerja racun
tersebut kemudian diserahkan kepada enci Giok Lan suruh ia
menelannya aku lihat enci Giok Lan seraya menahan curahan
air mata dengan wajah pura-pura gembira menelan pil
beracun tadi." "Lalu kenapa ia tidak sekalian hadiahkan sebutir pil juga
kepadamu!" "Aku harus mengurusi tempat tinggal Samya
mengemudikan kereta Samya dan melayani segala keperluan,
jikalau akupun menelan pil racun sehingga kesadaran hilang
bukankah budak tak dapat membantu apapun buat Samya?"
"Pekerjaan yang diserahkan Toa Tjungtju kepadamu
apakah hanya ini saja?" tanya Siauw Ling kembali.
"Masih ada yang lain ia minta budak suka menasehati
Samya agar cepat-cepat kembali keperkampungan Pek Hoa
San cung jikalau Samya tidak suka mendengarkan maka ia
perintahkan budak secara diam-diam mencabut nyawa
Samya." Kontan Siauw Ling tertawa dingin tiada hentinya.
"Perhitungan sie poa dari Toa Tjungtju apakah tidak terlalu
sederhana dengan andalkan sedikit kepandaianmu apakah kau
kira bisa menandingi aku Siauw Ling?"
"Menyerang secara terang-terangan dapat ditangkis
serangan gelap susah dihindari karena Toa Tjungcu melihat
kepandaian silat yang dimiliki Samya luar biasa maka ia telah
menghadiahkan dua macam barang kepada budak jikalau
Samya tidak suka kembali lagi keperkampungan Pek Hoa San
cung maka ia perintahkan budak untuk turun tangan
membokong." "Ehmm....perkataan ini sedikitpun tidak salah" diam-diam
Siauw Ling mulai berpikir dalam hatinya: "Sepanjang hari ia
selalu mendampingi diriku jika mau turun tangan membokong
rasanya memang tak akan kuduga sama sekali."
Tetapi diluaran ia tetap tertawa hambar.
"Apa yang ia berikan kepadanya?"
Kiem Lan masukan tangannya ke dalam saku untuk
merogoh keluar sebuah kotak kecil terbuat dari kumala,
sembari dicekal ditangan ujarnya, "Toa Tjungtju beritahu
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada budak, di dalam kotak ini kesemuanya berisikan dua
macam benda yang pertama adalah bubuk beracun tak berbau
dan tak berwarna dan yang kedua adalah hio racun yang bisa
disulut sehingga memabokan. Jikalau Samya tidak suka
kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa San tjung maka
budak diperintahkan untuk meracuni makanan Samya."
"Hmm! cara ini terlalu kuno tidak perlu diherankan lagi?"
sela Siauw Ling dengan nada yang dingin.
"Semisalnya penjagaan Samya terlalu ketat sehingga tidak
mungkin turun tangan melalui makanan maka budak
diharuskan menyulut hio beracun ini" sambung Kiem Lan lebih
lanjut. "Menurut pemberitahuan Toa Tjungtju, hio beracun ini
dapat terbakar selama dua belas jam berturut-turut asalkan
diletakan dimana jalan yang sering dilalui Samya maka begitu
tercium bau itu ini mengartikan diri Samya sudah terjatuh ke
dalam cengkeramannya."
Siauw Ling merasa tercengang dan keheranan sehabis
mendengar ucapan tersebut pikirnya dihati, "Sekalipun racun
hio luar biasa lihaynya belum tentu bau harum tersebut benarbenar
menghilangkan kesadaranku hingga pikiranku bisa
dikuasai keseluruhnya hanya mencium sebentar saja aku
mungkin ucapannya agak sedikit berlebihan."
Sekalipun begitu diluaran ia berkata, "Bila ditinjau dari
sudut ini agaknya Toa Tjungtju adalah seorang ahli yang
pandai menggunakan berbagai macam racun?"
Kiem Lan tidak menjawab hanya secara mendadak
pergelangan kanannya menggetar siap membuang kotak
kumala tadi ke dalam semak.
"Nanti dulu berikan kotak kumala itu kepadaku" teriak
Siauw Ling ketika melihat perbuatan dayang tersebut.
"Toa Tjungtju adalah seorang jagoan yang berwatak licik
serta banyak akal aku takut ia biasa hal ini sampai kesini dan
mengerti bilamana rahasia ini pasti kubocorkan kepada diri
Samya apalagi apa sebenarnya isi kotak kumala ini budak
hanya mendengar perkataannya belaka untuk menhindarkan
diri dari sesuatu kejadian lebih baik dibuang saja."
Tetapi Siauw Ling telah menggeleng sembari tersenyum.
"Jangan, jangan dibuang kita periksa dulu apa isi kotak ini."
Terpaksa Kiem Lan mengangsurkan kotak kumala tadi
ketangan pemuda tersebut.
"Samya hati-hati jangan terlalu ceroboh dan waspada
terhadap segala bokongan" serunya memberi peringatan.
Siauw Ling mengangguk diam-diam ia salurkan hawa
sinkangnya menutup seluruh jalan darah ditubuhnya lalu
perlahan-lahan membuka kotak tadi dengan sangat hati-hati.
Seketika itu juga cahaya tajam yang menyilaukan mata
berpancaran memenuhi angkasa. Isi kotak kumala tersebut
sama sekali bukan bubuk beracun ataupun hio beracun
melainkan sebuah mutiara yang luar biasa besar dan
indahnya. Kontan Kiem Lan maupun Siauw Ling dibikin tertegun dan
berdiri melongo. "Samya jangan membiarkan bubuk beracun tersebut
beterbangan diluaran" kembali teriak Kiem Lan memberi
peringatan. "Biarlah untuk sementara disimpan di dalam sakuku...."
Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Kiem Lan
lalu tambahnya lagi, "Kiem Lan apa yang harus kita perbuat
untuk memunahkan racun ganas yang mengeram dalam
tubuh Giok Lan?" "Menurut apa yang budak ketahui Toa Tjungtju hanya
memiliki ilmu silat yang sangat lihay dan ia bukan seorang ahli
dalam penggunaan racun-racun berbisa, tetapi seorang
sahabat karibnya eeeeh yaaa, orang itu bernama Tok So Yok
Ong sangat pandai di dalam penggunaan pelbagai macam
racun-racun keji pil Suo Kut Tan yang didapatkan Toa Tjungcu
bukan lain adalah hasil kerjanya."
"Kau pernah berjumpa dengan Tok So Yok Ong?"
"Belum, budak belum pernah menjumpai manusia aneh ini"
sahut Kiem Lan sambil menggeleng. "Ia sangat jarang
mengunjungi perkampungan Pek Hoa San cung, tetapi budak
mengerti jelas apabila orang ini memang benar-benar ada?"
Terhadap diri Tok So Yok Ong yang pernah menotok roboh
jalan darahnya dalam kuil bobrok malam itu serta melepaskan
darah dari badannya untuk menolong sang gadis yang
menderita sakit ia mempunyai gambaran yang lain dari pada
yang lain terhadap orang ini.
Ia sangat berharap Kiem Lan bisa menjelaskan bentuk
tubuh manusia tersebut kemudian kecocokan dengan apa
yang berada dalam benaknya bilamana apa yang diucapkan
tidak benar maka ini membuktikan bila Kiem Lan tidak sungguh-sungguh mau
memihak padanya sehingga lain kali dapat bersikap lebih
berhati-hati lai menghadapi sepasang dayang ini.
Siapa sangka mereka tidak pernah menjumpai orang aneh
itu, ia segera menyentak tali les kuda sembari berkata,
"Cepatlah kalian berdua naik ke dalam kereta! aku pikir Toa
Cungcu secara diam-diam tentu kirim orang untuk mengawasi
semua gerak gerik kita jikalau
kita terlalu lama berdiam disini aku takut pihak mereka
akan menaruh curiga."
"Bilamana dugaan budak tidak salah, maka semua gerak
gerik kita sepanjang perjalanan susah untuk meloloskan diri
dari pengamatan kaki tangan Toa Cungcu."
Ia merandek sejenak dia untuk bimbing Giok Lan naik ke
dalam kereta lalu sambungnya lebih lanjut, "Tetapi hingga
detik ini budak berani memastian Samya tak bakal menerima
serangan-serangan bokongan bila budak tinjau dari nada
ucapan Toa Tjungtju agaknya ia masih mengharapkan Sam ya bisa cepat-cepat
balik ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung. Jadi budak
berani memastikan sebelum Sam ya memberi keputusan suka
balik lagi ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung atau
tidak mereka tidak bakal turun tangan keji terhadap diri Sam
ya." Siauw Ling ayunkan cambuk untuk membawa keretanya
balik kejalan raya. Sedang dimulut ia berkata lambat-lambat,
"Satu-satunya urusan yang patut kita murungkan saat ini
adalah keadaan dari Giok Lan serta Tong Sam Kauw yang
dicekoki racun Suo Kut Tan, tak bisa jadi kita harus membawa
serta mereka berdua dalam keadaan demikian parah terutama
sekali sewaktu racun yang mengeram ditubuh mereka mulai
bekerja." "Soal ini sih harap Sam ya suka berlega hati. Toa Tjungtju
telah beritahu kepada budak bahwa di dalam tujuh hari ini
daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh mereka berdua
tak akan kumat semisalnya sudah tiba waktunya racun mulai
bekerja. Toa Tjungtju akan kirim orang untuk mengantarkan
obat pemusnah buat mereka...."
Mendengar ucapan tersebut tiba-tiba sepasang mata Siauw
Ling berkilat. "Kiem Lan, bagaimanakah sikap aku Siauw
Ling terhadap dirimu?" tanyanya lirih.
"Sam ya adalah seorang lelaki sejati yang mengutamakan
kebajikan budak merasa sangat kagum?"
"Bagaimanakah perasaanmu selama hidup dilingkungan Pek
Hoa San tjung?" "Walaupun pakaian, makanan lebih dari cukup tapi
penghidupan satu hari amat tersiksa bagaikan melewatkan
setahun lamanya." "Bagus sekali! Setelah aku bawa kalian jauh meninggalkan
lingkungan pengaruh perkampungan Pek Hoa San tjung
sekarang kalian terbanglah jauh keujung langit! kolong langit
bukan selebar daun kelor! pergilah kemana saja yang terasa
jauh lebih aman dari tempat ini! mulailah kalian mengatur
penghidupan yang haru dan sama sekali lepas dari tempat ini,
mulailah kalian mengatur penghidupan yang baru dan sama
sekali lepas dari pergolakan Bulim, jadilah rakyat biasa dan
carilah pasangan kalian untuk melanjutkan keturunan dalam
suasana aman dan damai."
"Sam ya, sungguh gampang sekali caramu berpikir" seru
Kiem Lan sembari tertawa getir. Jikalau urusan bisa berjalan
gampang seperti apa yang Samya katakan dari dalam
perkampungan Pek Hoa San Tjung sudah banyak saudarasaudara
kami yang melarikan diri dari cengkeraman iblis Toa Tjungtju tetapi
aku rasa Samya tak perlu bingung-bingung serta repot karena
kami berdua aku serta Giok Lan moay-moay telah menyusun
rencana bagaimana jalan yang harus kami tempuh dikemudian
hari." "Terus terang saja budak beritahu kami kakak beradik
walaupun sangat menghormati diri Samya rela berbakti
sampai mati tetapi kami adalah sisa-sisa makanan orang lain
budak mengerti bila kami berdua tidak berbak untuk menjadi
budak Samya tetapi kami mengakui apabila Samya adalah
satu-satunya jago lihay satu-satunya orang yang bikin Toa
Tjungtju jadi jeri."
"Kesucian badan kami kakak beradik telah hancur di
ditangan Toa Tjung tju walaupun dalam cengkereman iblisnya
yang keras kami tidak berani membangkang dan tiada
bertenaga untuk melawan tapi hati kami sangat membenci
dirinya saking bencinya ingin sekali kami dahar dagingnya
meneguk darahnya kami rela mendapat makian maupun
teguran dari Samya rasa hormat kami tak bakal musnah
kesemuanya ini bukan disebabkan kami kagum akan
ketampanan wajah Samya kami kagum gembira dengan sifat
Samya yang gagah. Jikalau Samya mengijinkan ingin sekali
kami sumbang tenaga kami untuk membantu diri Samya
dalam menyelesaikan segala cita?"
Pada mulanya Siauw Ling bermaksud setelah
membawa ketiga orang itu keluar dari lingkungan pengaruh
perkampungan Pek Hoa San tjung lantas membiarkan mereka
ambil jalan sendiri-sendiri.
Tetapi setelah mendengar ucapan dari Kiem Lan ini jalan
pikirannya berubah. Benar juga perkataannya setelah Siauw Ling ada maksud
menolong mereka. "Mengapa harus membiarkan mereka
sengsara ditengah jalan" sekalipun aku ada maksud suruh
mereka pergi sendiripun harus bebaskan dulu racun yang
mengeram dalam tubuhnya. Baru kemudian mereka suruh
pergi...." JILID 3 Setelah berpikir sejenak dengan nada serius ujarnya,
"Perduli kejahatan Djen Bok Hong telah menumpuk bagaikan
gunung hutang darah bagai samudra, tetapi bagaimanapun
juga dia adalah saudara angkatku perduli dia ada maksud
membawa aku masuk ke dalam lingkaran setan atau
memancing aku masuk ke dalam perangkap kini kayu sudah
jadi sampan menyesalpun sudah terlambat. Sehari aku belum
memutuskan hubungan persaudaraan sehari pula aku tak bisa
berdiri sebagai musuh dengan dirinya. Aku rasa persoalan ini
tiada sangkut pautnya dengan dirimu, pelajaran guruku masih
mendengung disisi telinga membantu yang lemah menindas
yang jahat merupakan tugas yang harus aku jalankan...."
"Djen Bok Hong hanya ingin menggunakan kepandaian silat
serta kemampuanmu untuk bantu dia berbuat jahat". Sela
Kiem Lan dengan wajah keren "bilamana dibicarakan
sesungguhnya antara dia dengan dirimu sama sekali tiada
perasaan persaudaraan jikalau ia memandang dirimu sebagai
saudara, budak rasa tidak seharusnya secara diam-diam ia
bermaksud mencelakai dirimu".
Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Aaaaai.... walaupun perkataanmu sedikitpun tak salah tapi
aku Siauw Ling tak seharusnya meninggalkan bahan
tertawaan bagiku dikemudian hari sebelum hubungan
persaudaraan diputuskan aku akan terus bersabar".
Mendadak terdengar suara derakan kaki kuda memotong
ucapan yang belum selesai tiga ekor kuda jempolan dengan
cepatnya menyongsong kedatangan mereka.
Orang yang berada dipaling depan adalah seorang dara
berbaju hijau. Air mukanya keren penuh keseriusan wajahnya
memandang kedepan tak berkedip.
Kuda kedua ditunggangi oleh seorang kakek tua berjenggot
putih sepanjang dada matanya bulat besar dengan mulut yang
lebar sikapnya amat berwibawa.
Ketika si kakek tua itu melihat munculnya Siauw Ling
disana mendadak air mukanya berubah hebat. Buru-buru ia
melengos dan cepat-cepat jalankan kudanya lewat dari sisi
kereta. Siauw Ling merasa kedua orang penunggang kuda itu
sepertinya tidak asing baginya, setelah lama ia baru teringat
kembali bilamana mereka berdua bukan lain adalah Pat So Sin
Liong atau Naga Sakti berlengan Delapan Toan Pok Tjeng
yang pernah ditemuinya diatas loteng rumah makan kota Koei
Cho bersama sinona baju hijau yang melakukan serangan
bokongan terhadap diri Tjioe Tjau Liong tempo dulu.
Orang pada kuda ketiga adalah seorang lelaki kurus kering
berbaju abu-abu, kumisnya melintang dengan jenggot yang
panjang terurai kebawah, sepasang matanya tajam luar biasa.
Ketika menemukan Siauw Ling dalam kereta tersebut
mendadak ia tarik tali les kudanya tersebut sehingga binatang
tunggangan yang semula berlari cepat kini lewat dari sisi
kerata dengan gerakan lambat.
Melihat kejadian tersebut Siauw Ling segera menyerahkan
tali les kuda tersebut ketangan Kiem Lan, sedang ia sendiri
menerobos masuk ke dalam ruangan kereta.
Dari sakunya ia ambil keluar kertas yang diberikan Kiem
Hoa Hudjien kepadanya waktu itu dan dibaca isi surat
tersebut. Sepanjang perjalanan kau pasti akan menemui hadanganhadangan.
Hati-hati terhadap kedua orang budak tersebut.
Selama ini Siauw Ling selalu bersabar tidak membaca surat
yang diberikan Kiem Hoa Hudjien kepadanya hal ini
disebabkan ia ingin mengandalkan kecerdasan sendiri untuk
coba menjernihkan kecurigaan-kecurigaan yang mencekam
dalam dadanya kemudian dicocokkan dengan apa yang ditulis
dalam kertas tersebut sama tidak dengan apa yang ia pikir
dihati. Untuk pertama kalinya ia terjunkan diri ke dalam dunia
kangouw tidak disangka telah terjerumus ke dalam
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perkampungan Pek Hoa San Tjung yang bahaya dan penuh
keseraman tanpa sadari ia telah terseret ke dalam suatu
pergolakan Bulim yang maha dahsyat ia merasa seseorang
perduli memiliki kepandaian silat seberapa lihaypun jangan
harap bisa lancar berkelana di dalam dunia kangouw apabila
tidak diimbangi dengan kecerdasan dengan kecerdasan dalam
menghadapi segala perubahan.
Bilamana tidak berbuat demikian maka jangan harap bisa
menghadapi kelicikan Bulim dengan gampang dan lancar.
Dan kini Tong Sam Kauw serta Giok Lan sama sama telah
dipaksa menelan pil pengerut tulang sekalipun Siauw Ling
tidak terlalu menguatirkan diri mereka berdua lagi tapi hatinya
tetap risau sehabis membaca surat tersebut dia segera robek
dan melumat2 kertas tadi hingga hancur lalu dibuang keluar
kereta. Sedangkan dalam hati pemuda ini mulai berpikir ia merasa
kedua orang budak yang dimaksudkan dalam surat tersebut
tentu mengartikan diri Kiem Lan serta Giok Lan walaupun
kejadian cocok seperti apa yang diduga Kiem Hoa Hudjien tapi
perubahan yang kemudian terjadi sedikit berbeda.
Karena Kiem Lan rela menempuh bahaya menghianati Djen
Bok Hong, hal ini membuat rencana sang Toa Cungcu yang
telah disusun dengan rapi dan cermat terpaksa harus
mengalami hancur berantakan bagaikan mengalirnya air
disungai. Kini Siauw Ling tidak begitu menguatirkan akan ancaman
yang datang dari Kiem Lan lagi sebab jebakan yang diatur
Djen Bok Hong disisi tubuhnya kini sudah hancur berantakan.
Justru yang membuat dia murung adalah keadaan dari Giok
Lan serta Tong Sam Kauw yang telah dipaksa menelan pil
racun pengerut tulang saat ini mereka sudah berubah jadi
manusia-manusia tolol untuk tinggalkan dia ditengah jalan
sudah tak mungkin dibawa sertapun ia tak mengerti
bagaimana caranya menolong bebaskan mereka dari pengaruh
racun hatinya bingung dan kacau.
Masih ada lagi kata-kata dari Kiem Hoa Hudjien yang
mengatakan ditengah perjalanan pasti menemui hadangan
bila ditinjau nada ucapan yang jelas amat mantap dan tegas
rasanya sebelum Kiem Hoa Hudjien mempunyai pegangan
yang kuat tidak mungkin berani beritahu urusan ini dengan
begitu tegas dan serius. Kedua persoalan yang penuh mengandung kecurigaan tiada
hentinya berputar dalam benaknya tapi ia tidak berhasil juga
memperoleh sebab2 yang rasanya sesuai dengan jalan
pikirannya. Ketika itulah mendadak dari luar ruangan kereta terdengar
suara Kiem Lan sedang berseru keras.
"Samya didepan ada orang menghadang perjalanan kita."
Kereta bergerak makin perlahan sehingga akhirnya berhenti
sama sekali. Siauw Ling menyingkap horden melangkah keluar dari
kereta sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap
kesekeliling tempat itu. Tampak olehnya diantara pepohonan yang tumbuh lebat
disisi jalanan secara lapat-lapat tampak bayangan manusia
bergerak lewat. Empat orang lelaki bersenjata tajam berdiri sejajar ditengah
jalan menghadang jalan pergi mereka.
Diantara mereka dua orang adalah lelaki kekar berusia
pertengahan seorang kakek tua berjubah panjang serta
seorang hwesio berpakaian lhasa.
setelah beberapa bulan lamanya menemui berbagai
pergolakan Siauw Ling telah pandai memeriksa keadaan pihak
lawannya perlahan lahan sinar mata yang tajam menyapu
sekejap wajah keempat orang itu ia dapat mengerti bilamana
si kakek tua serta sihwesio itu memiliki tenaga sinkang yang
amat sempurna. Tampak si kakek berjubah hijau merangkap tangannya
menjura, "Apakah saudara berasal dari perkampungan Pek
Hoa San Tjung?" tegurnya.
"Tidak salah" Siauw Ling mengangguk perlahan, "entah ada
urusan apa Lotiang menghadang perjalanan kami?"
Seorang lelaki kekar yang berdiri disebelah kiri segera
membentak keras. "Apakah kau adalah Sam Tjungtju dari perkampungan Pek
Hoa San Tjung?" "Tidak Salah." "Dan saudarakah yang bernama Siauw Ling?" sambung si
lelaki yang berada disebelah kanan.
Bagus sekali diam-diam pikir Siauw Ling dihati kiranya
kalian sudah selidiki jelas keadaan maupun asal usulku.
Sedang diluaran ia menyahut sopan"
"Benar cayhe adalah Siauw Ling."
Mendadak terdengar si kakek berbaju hijau itu menghela
napas panjang. "Aaaaai.... Siauw Tayhiap baru saja berkelana di dalam
dunia persilatan, namamu telah tersohor dan menggetarkan
Bulim tidak disangka ternyata suka menggabungkan diri
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San Tjung sungguh
sayang, sungguh sayang."
Melihat sikap Siauw Ling beberapa orang itu tahu sekali lagi
mereka menganggap dirinya sebagai si Siauw Ling palsu
dalam keadaan dan situasi seperti ini iapun tidak gampang
baginya untuk memberikan penjelasan hingga dia sampai
percaya. Terpaksa pemuda ini menjawab sekenanya, "Cayhe
dengan Tjuwi sekalian tidak saling mengenal. Tiada ikatan
dendam sakit hati pula diantara kita, entah apa maksud Tjuwi
sekalian menghadang jalan pergi cayhe?"
Sinar mata si kakek tua berbaju hijau itu berkilat ia melirik
sekejap ke arah kereta berkuda itu lalu ujarnya, "Sam Tjung
tju tolong tanya barang apa yang ada di dalam kereta
tersebut?" Semula Siauw Ling agak tertegun tapi sebentar kemudian ia
berhasil menguasai perasaan sendiri.
"Orang yang ada di dalam kereta adalah beberapa orang
kawan cayhe yang ikut melakukan perjalanan."
Sreeeet si lelaki kekar yang ada disebelah kiri dengan tidak
sabaran mencabut keluar golok dari punggungnya.
"Jikalau tak ada benda yang lain dalam kereta, bagaimana
kalau kami melakukan pemeriksaan sejenak?" serunya dingin.
Alis Siauw Ling berkerut sepasang matanya memancarkan
cahaya tajam agaknya ia ada maksud mengumbar hawa
amarah. Mendadak satu ingatan bagus berkelebat lewat dalam
benaknya diam-diam ia berpikir.
Kecuali keempat orang ini di dalam hutan masih banyak
jago-jago lihay, aku rasa berkumpulnya banyak jago pasti ada
sebab-sebab tertentu.... Dalam kereta aku tidak menyimpan
barang yang tak boleh diperiksa orang lebih baik biarkan saja
ia melakukan pemeriksaan sehingga mereka menjadi jelas
sendiri jikalau aku tidak membawa sesuatu apapun.
Berpikir akan hal tersebut hawa amarahpun jadi sirap
kembali ia tertawa hambar.
"Jikalau Tju-wi ada maksud memeriksa, nah silahkan
periksa sendiri...." serunya.
Ia segera menyingkir kesamping sembari memerintahkan
Kiem Lan untuk membuka horden kereta.
"Kiem Lan coba kau buka horden tersebut agar mereka bisa
melakukan pemeriksaan"
Tindakan Siauw Ling yang ramah dan lapang dada ini
agaknya jauh berada diluar dugaan kedua orang lelaki kekar
serta si kakek tua berbaju hijau itu mereka bertiga saling
bertukar pandangan sekejab kemudian perlahan lahan
berjalan mendekati kereta,
"Apakah orang yang berada di dalam kereta terdiri dari
kaum perempuan?" tiba-tiba si kakek tua berbaju hijau itu
menegur dengan alis berkerut.
Hati Siauw Ling sedikit bergerak kembali pikirnya, "Hingga
kini Tong Sam Kauw mengenakan pakaian perempuan jika
tahu begini sejak tadi aku suruh Kiem Lan menggantikan
pakaiannya dengan baju lelaki"
Ia segera mengangguk, "Sedikitpun tidak salah."
"Antara lelaki dan perempuan tidak boleh saling
bersentuhan kami tidak ingin mengganggu keluarga Sam
Tjung tju bagaimana kalau sam Tjung tju suka sedikit
merepotkan untuk bawa mereka turun dari atas kereta"...."
Siauw Ling mengiakan ia segera bimbing Giok Lan serta
Tong Sam Kauw turun dari kereta.
Setelah kereta tersebut jadi kosong sinar mata si kakek tua
berbaju hijau itu baru menyapu seluruh benda dalam ruangan
kereta tersebut dengan pandangan mata tajam.
"Entah bolehkah kami periksa kedua peti kayu yang berada
dalam kereta itu?" tanyanya kemudian
Siauw Ling merasa amat murung dan mangkal sekali lagi
pikirnya, "Entah apa maksudnya beberapa orang ini berbuat
demikian" benda ada sebenarnya yang sedang dicari?"
Sekalipun dalam hatinya timbul perasaan gusa dan
mendongkol ia tetap berbisik ke arah Kiem Lan dengan suara
lirih. "Bawa turun kedua buah peti kayu ini agar bisa mereka
periksa." Kiem Lan ragu-ragu sebentar akhirnya ia naik ke dalam
kereta untuk bopong turun kedua buah peti kayu itu.
Peti kayu tadi bercat warna merah diantara peti tergantung
sebuah gembokan emas dua lembar segel menyegel peti tadi
dengan rapi. Pada dasarnya peti-peti ini adalah hadiah uang diberikan
Djen Bok Hong serta Tjioe Tjau Liong untuk dipersembahkan
kepada orang tuanya apa isi peti itu hingga kini Siauw Ling
sendiripun tidak tahu. Kembali si kakek tua berbaju hijau itu dengan sepasang
mata yang tajam menyapu sekejap seluruh isi ruangan kereta
menanti ia tidak berhasil temukan benda lain yang perlu
dicurigai orang tua itu baru berpaling dan berkata kepada diri
Siauw Ling. "Bagaimana kalau merepotkan Sam Tjung Tju suka
membuka kedua peti kayu ini agar bisa kami periksa isinya?"
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling mulai
bergelora, tetapi sebisanya ia tekan hawa gusar tersebut di
dalam hati. "Disiang hari bolong Tju wi sekalian membawa begitu
banyak jago menghadang perjalanan kami, setelah selesai
memeriksa peti kayu ini cayhe masih ingin menuntut keadilan
dari cu wi sekalian"
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling mulai
bergelora, tetapi sebisanya ia tekan hawa gusar tersebut di
dalam hati. "Disiang hari bolong Tju wi sekalian membawa begitu
banyak jago menghadang perjalanan kami, setelah selesai
memeriksa peti kayu ini cayhe masih ingin menuntut keadilan
dari cu wi sekalian" serunya dingin.
sinar matanya segera dialihkan ke Kiem Lan tambahnya,
"Coba kau buka kedua peti kayu ini."
"Hamba tidak punya kunci", sahut Kiem Lan dengan suara
serak. Disadarkan hal tersebut Siauw Ling baru ingat bahwa ia
sendiripun tidak mempunyai kunci pembuka peti kayu itu Djen
Bok Hong hanya beritahu kepadanya bahwa diatas kereta
terdapat dua buah peti yang berisikan hadiah untuk dia bawa
pulang tetapi tidak serahkan kunci tadi kepadanya.
Setelah termenung sebentar ia berkata, "Kalau begitu kau
babat putus saja gembok emas itu."
Kiem Lan kerutkan alisnya, tapi ia tidak berani
membangkan dari dinding kereta, gadis ini cabut sebilah
pedang kemudian beberapa kali babatan putuskan gembokan
emas diatas peti-peti itu.
"Kini kunci telah tertebas lepas, silahkan Cuwi membuka
sendiri" kata Siauw Ling kemudian seraya menjura ke arah si
kakek tua tersebut. Agaknya si kakek tua itu merasa agak menyesal dalam
hatinya sebelum turun tangan membuka peti itu terlebih
dahulu ujarnya berat, "Semisalnya kami sekalian tidak
memperoleh sesuatu dari peti ini loolap segera akan minta
maaf dihadapan Siauw heng."
Perlahan-lahan ia membuka peti kayu yang ada disebelah
kiri. Tampak bubuk beterbangan memenuhi angkasa diikuti bau
sengak obat yang sangat menusuk hidung menyambar
keempat penjuru. Secara tiba-tiba ia dadanya kena dihantam oleh suatu
pukulan dahsyat kakek tua berbaju hijau itu berubah wajah
dengan sempoyongan badannya mundur dua langkah ke
belakang. Kedua orang lelaki kekar itu segera maju kedepan
melongok ke dalam peti itu dan mendadak mereka berdua
sama menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu-sedu.
Sihweesio berpakaian Ihasa yang selama ini membungkam
ikut mengalihkan sinar matanya ke arah peti mendadak dia
merangkap tangannya didepan dada seraya memuji
keagungan sang Buddha. "Omitohud...." Dari sikap kaget tercengang serta berduka yang
diperlihatkan keempat orang itu kendati Siauw Ling bisa
menduga ketidak beresan urusan ini tetapi benda apa yang
berada dalam peti itu ia sendiripun tidak tahu.
Siauw Ling segera melangkah maju kedepan dan melongok
ke dalam peti mati itu air mukanya kontan berubah hebat.
Kiranya di dalam peti kayu itu penuh dialasi dengan bubuk
putih hampir mencapai separuh peti diantara bubuk putih tadi
menggeletakkan sebuah batok kepala manusia.
Agaknya batok kepala itu sudah direndam lama sekali di
dalam air obat mimik maupun raut mukanya masih bisa
dikenal dengan sangat jelas.
Batok kepala itu penuh bercambang matanya bulat melotot
keluar dengan rambut riap-riap tidak karuan sekalipun hanya
sebuah batok kepala tapi sulit bagi setiap orang untuk
membayangkan bagaimana gagahnya keadaan orang ini
tempo dulu. Siauw Ling berdiri tertegun mendadak ia membuka penutup
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peti kayu yang lain. Tampak di dalam peti yang kedua terletak dua buah surat
putih yang sudah hampir menguning disamping itu terdapat
pula sebatang pedang pendek berwarna kuning emas serta
sebuah cermin antik yang terbuat dari tembaga.
Agaknya si kakek tua berbaju hijau itu mempunyai iman
yang kuat setelah merasa terkejut beberapa saat dengan
cepat ia dapat pulihkan kembali ketenangannya.
"Barang bukti sudah tertera didepan mata entah Sam
Tjungtju masih ingin mengatakan alasan apa lagi?" tegurnya
dingin. Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia bakal difitnah
oleh saudara angkatnya sendiri perlahan-lahan ia menghela
napas panjang. "Aaaai....tidak kusangka rencana mereka" mendadak ia
merandek dan berubah nada ucapan. "Batok kepala siapakah
yang berada di dalam peti ini?"
Kedua orang lelaki kekar yang sedang menangis tersedusedu
diatas tanah tiba-tiba meloncat bangun seraya
meloloskan golok dari sarungnya.
Satu dari kiri yang lain dari kanan hampir bersamaan
waktunya menyerang diri Siauw Ling jurus serangannya ganas
dan telengas jelas mereka ada maksud mencabut nyawa
pemuda ini. Buru-buru Siauw Ling meloncat kesamping untuk berkelit
dari datangnya serangan tersebut.
"Untuk sementara kalian berdua jangan marah dulu"
serunya berat. "Cayhe ada beberapa patah kata penting
hendak kusampaikan."
Tetapi kedua orang lelaki kekar itu sudah mendekati
histeris, bagaikan orang kalap mereka terjang terus kedepan
tanpa menghiraukan keselamatan sendiri.
Mereka tidak ingin memberi kesempatan lagi Siauw Ling
untuk mengajukan pembelaan lagi sepasang golok secara
beruntun melancarkan serangan gencar cahaya golok
berkilauan menusuk pandangan mata seketika itu juga mereka
kurung tubuh Siauw Ling di dalam kepungan bayanganbayangan
golok mereka. Dengan tetap bertangan kosong Siauw Ling berputar
kesana kemari menghindarkan diri dari babatan cahaya tajam
selama ini ia hanya menghindar terus tanpa melancarkan
sebuah serangan balasanpun.
Dalam sekejap mata kedua orang lelaki kekar itu sudah
melancarkan dua puluh buah serangan lebih. Tetapi tak
sebuah serangan mereka berdua berhasil melukai Siauw Ling
kendati mereka tetap ngotot tak mau berhenti.
Si kakek tua berbaju hijau yang menonton jalannya
pertarungan dari samping agaknya sudah dapat melihat
bilamana kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling beberapa
kali lipat jauh lebih tinggi dari kepandaian kedua orang itu
jikalau dia sampai melancarkan serangan balasan mungkin
sejak semula kedua orang lelaki kekar tersebut sudah roboh
terluka dibawah serangan pemuda she Siauw.
"Tahan" dengan suara yang keras bagaikan ledakan guntur
disiang bolong ia membentak.
Kesadaran kedua orang lelaki kekar yang hampir
dikacaukan oleh kesedihan yang melebihi takaran itu segera
jadi terang kembali oleh bentakan ini buru-buru mereka tarik
kembali senjatanya seraya meloncat mundur ke belakang.
Sreeet! kini gantian si kakek tua berbaju hijau yang cabut
keluar pedangnya dari sarung.
"Loohu ingin mohon petunjuk dari kepandaian silat Sam
Cungcu" serunya. Walaupun diluaran ia berhasil mempertahankan
ketenangannya tetapi jelas kelihatan apabila dihati ia merasa
sedih jauh melebihi kesedihan yang dialami kedua orang lelaki
tersebut. Setelah cabut keluar pedangnya dari sarung tanpa bertanya
putih hitam lagi ia segera melancarkan serangan dengan jurus
Giok Lie To Suo atau gadis perawan melempar peluru
menusuk dada pemuda she Siauw ini.
"Saudara jangan keburu turun tangan bagaimana kalau
mendengarkan dahulu beberapa patah kata pembelaanku?"
seru Siauw Ling amat cemas.
Ketika Siauw Ling sedang berbicara si kakek tua itu sudah
mengirim delapan buah tusukan gencar setiap tusukan
merupakan serangan yang keji dan telengas jauh lebih lihay
beberapa kali lipat dari pada permainan golok kedua orang
lelaki kekar itu. Dibawah desakan delapan buah serangan gencar Siauw
Ling kena dipaksa mundur empat langkah ke belakang.
Melihat hal tersebut Kiem Lan jadi kuatir tak tertahan lagi
teriaknya keras-keras, "Samya hati-hati dalam keadaan gusar
mereka bisa melancarkan serangan dengan jurus-jurus
pedang yang keji dan telengas menjumpai keadaan seperti ini
tiada berguna banyak beribut dengan mereka."
Maksud dari ucapannya adalah memberitahu kepada Siauw
Ling agar menggunakan ilmu silat menguasai dahulu orang ini
kemudian baru diterangkan dengan melalui kata-kata.
Siapa nyana justru karena ia banyak bicara telah
memancing perhatian dari kedua orang lelaki kekar itu.
Mereka membentak keras yang satu menerjang ke arah
Kiem Lan sedang yang lain menubruk ke arah Giok Lan.
Melihat tindakan mereka yang begitu berangasan dan buas
Kiem Lan jadi amat terperanjat pedangnya dikebaskan
merintang jalan pergi lelaki-lelaki itu kehadapan Giok Lan
kemudian tegurnya dengan suara yang dingin, "Kalian benarbenar
tidak tahu aturan sebelum bicara terang sudah
menyerang dengan buas."
"Asalkan orang dari perkampungan Pek Hoa San cung ratarata
merupakan penjahat yang telah banyak melakukan
kejahatan sepasang tangan kalian sudah penuh berlepotan
darah sekalipun mati juga tidak patut disayangkan...." bentak
lelaki itu keras. Menggunakan jurus Heng Sauw Tjian Kiem atau menyapu
runtuh selaksa prajurit ia babat pinggang dayang tersebut.
Kiem Lan mengerti baik ilmu silat maupun gerakan
tubuhnya sukar dibandingkan dengan kelihayan Siauw Ling
bilamana ia balas menyerang maka tidak sampai sepuluh jurus
tentu akan terluka ditangan orang ini terpaksa pedangnya
diputar balik kemudian dengan menggunakan jurus Kiem Sie
Tjau Wan atau serat emas melingkari pergelangan menyapu
urat nadi lelaki itu. Karena Kiem Lan keburu meloncat kehadapan adiknya Giok
Lan, lelaki kekar lainnya jadi kehilangan lawan bergebraknya
setelah menubruk tempat kosong tubuhnya segera berputar
seraya ayunkan golok mengancam gadis ini.
Di dalam hati Kiem Lan tahu Giok Lan serta Tong Sam
Kauw sama-sama telah menelan pil beracun walaupun daya
bekerja racun tersebut belum mulai bekerja, tetapi
kesadarannya sudah punah tidak mungkin lagi bagi mereka
untuk menghadapi musuh lagi.
Dengan mengepos napas panjang segera berputar
sedemikian rupa melindungi kedua orang itu.
Pada saat ditengah kalangan berlangsung dua grup
pertarungan sihweesio berbaju Ihasa yang mendekati peti itu
kemudian pungut pedang emas yang ada di dalam peti dan
disembunyikan ke dalam sakunya.
Siauw Ling dapat melihat perbuatan hweesio ini dengan
sangat jelas meledaklah hawa amarah yang ditekan terus
selama ini bentaknya, "Sebenarnya kalian bermaksud
membalaskan dendam bagi saudara-saudara kalian ataukah
hanya ingin merampas barang-barang milikku?"
Ditengah suara bentakan yang keras telapak tangannya
dibalik balas melancarkan serangan angin pukulan menderuderu
mengancam pergelangan kanan si kakek tua berbaju
hijau yang mencekal pedang.
Merasakan datangnya angin serangan si kakek tua itu
segera miringkan badannya meloloskan diri dari ancaman
tersebut selagi ia siap getarkan pedang melancarkan serangan
kembali. Siapa sangka saat itulah dari Siauw Ling berikutnya
telah menerjang kedepan terlebih dahulu.
Karena harus berkelit si kakek tua itu kehilangan posisinya
yang baik dibawah serangan telapak berantai yang gencar
kakek tua itu terdesak sehingga mundur ke belakang secara
beruntun. Haruslah diketahui serangan telapak berantai yang
dimainkan Siauw Ling barusan adalah sebuah ilmu yang maha
dahsyat di dalam dunia persilatan keistimewahan dari ilmu ini
justru terletak pada kecepatan geraknya yang melebihi
sambaran petir sehingga mendatangkan kerepotan dan
gelagapan bagi mangsanya.
Setelah beruntun Siauw Ling melancarkan enam belas buah
serangan berantai si kakek tua berbaju hijau itu sudah kena
didesak mundur sejauh enam tujuh depa lebih. Mendadak si
pemuda itu menarik kembali serangannya seraya menubruk
kehadapan sihweesio berIhasa itu.
"Kembali!" bentaknya dingin.
Hweesio ini, walaupun memakai baju Ihasa yang longgar
dan besar sebenarnya ia memiliki perawakan yang kurus
kering. Mendengar teguran tersebut ia membuka sedikit matanya
yang semula terpejamkan. "Barang apa yang kau minta kembali."
"Sebilah pedang emas kau anggap aku tidak melihat
perbuatanmu mengambil pedang tadi dari dalam kotak."
"Sekalipun sudah kau lihat mau apa?" jengek sihweesio
kurus sambil tertaw hambar. "Pokoknya barang itupun bukan
milik kalian orang-orang perkampungan Pek Hoa San cung."
Siauw Ling makin gusar melihat keketusan sang hweesio ia
naik pitam dan marah-marah.
"Cukup dari mimikmu yang kicik dan sikapmu yang ketus
dapat kuduga kau bukan paderi yang saleh yang berasal dari
perguruan hormat." "Omitohud" seru sang hweesio. "Menurut pandangan sicu,
maka pinceng mirip apa?"
"Aku lihat kau mirip seorang perampok ditengah samudera
dan seorang pencoleng yang suka mencuri ayam."
Sekalipun kena dihina dan dimaki sihweesioa itu sama
sekali tidak jadi marah. Ia hanya tertawa hambar.
"Pedang emas ini adalah barang milik kawan karib pinceng.
Benda ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teka
teki hidupnya pinceng, akan aku simpan dulu benda ini untuk
beberapa waktu kemudian akan kuserahkan kepada
keturunannya...." Ia merandek sejenak untuk menghela napas panjang
kemudian sambungnya lebih lanjut, "Sudah ada puluhan tahun
lamanya pinceng mengasingkan diri dari keramaian dunia
terutama persoalan yang menyangkut dunia persilatan.
Selama ini pinceng belum pernah bergebrak melawan
siapapun juga tetapi demi kawan karib yang mempunyai
hubungan sangat akrab dengan pinceng mau tak mau aku
harus munculkan diri untuk selidiki peristiwa ini sebelum
persoalan berhasil dibikin jelas pinceng tidak ingin bergebrak
melawan siapapun." "Tapi sewaktu pinceng melihat adanya pedang emas di
dalam kotak hatiku tergetar keras tetapi sebagai seorang
paderi pinceng tidak ingin turun tangan sesuka hati setelah
kupikir beberapa saat rasanya jauh lebih baik bilamana
pedang emas ini untuk sementara pinceng yang simpan
dikemudian hari setelah kutemukan pembunuh yang
sebenarnya barulah loolap turun tangan balaskan dendam
kematian kawan karibku ini. Usia siauw sitju masih muda
tindakanmu masih polos pinceng tidak ingin banyak cari
urusan dengan dirimu."
Siauw Ling yang mendengar ucapan itu jadi melengak.
"Jika demikian adanya pedang emas ini mempunyai suatu
hubungan yang erat dengan suatu kisah sedih pada masa
yang silam?" "Bukan pedang emas ini saja bahkan seisi peti itu
mempunyai hubungan yang erat dengan hutang berdarah
yang telah terikat hampir meliputi seluruh penjuru Bulim."
Hawa gusar yang bergelora dalam dada Siauw Ling
langsung punah dan mereka sehabis mendengar ucapan itu
diam-diam pikirnya di dalam hati, "Memandang manusia tak
boleh berdasarkan wajahnya belaka seperti hweesio ini
sekalipun wajahnya menunjukkan seorang manusia berwatak
licik tetapi ia benar-benar seorang paderi yang saleh."
Dengan cepat ia tangkap tangannya menjura.
"Tolong tanya siapakah sebutan Tay suhu?"
"Pada dasarnya pinceng memiliki perawakan badan yang
kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang keadaanku mirip
pohon yang kering kerontang ditengah timbunan salju karena
itu orang menyebut pinceng dengan sebutan Ku Bok" sahut
sang hweesio kurus sembari tertawa hambar.
"Oooouw....kiranya Ku Bok Thaysu, cayhe ucapkan selamat
berjumpa Thaysu mempunyai pikiran yang panjang cayhe
harap kau suka menasehati kedua orang heng thay tersebut
untuk sementara bersabar sebelum urusan dibikin jelas cayhe
tidak ingin menciptakan banyak pembunuhan diantara kalian."
"Omitohud asalkan siauw sitju mempunyai ingatan
demikian ini cukup memperlihatkan kemuliaan hatimu."
"Terima kasih atas pujian thaysu" Siauw Ling tertawa
hambar. Perlahan-lahan Ku Bok thaysu berpaling ke arah si kakek
tua berbaju hijau itu ujarnya, "Sitju, pinceng berharap untuk
sementara waktu kau suka menasehati mereka jangan turun
tangan secara gegabah. Seharusnya kau bikin terang dulu
persoalan ini." "Ehmmm....perkataan Thaysu memang cengli" kakek itu
mengangguk ia lantas berpaliang dan berseru: " Untuk
sementara kalian berhenti bergebrak dahulu."
Agaknya terhadap si kakek tua berbaju hijau ini kedua
orang lelaki kekar itu bersikap sangat menghormat setelah
mendengar teguran tadi mereka segera tarik kembali senjata
goloknya dan mundur ke belakang.
Padahal yang sebenarnya dihati kakek tua berbaju hijau
maupun kedua orang lelaki kasar sama-sama sudah
mempunyai perhitungan sendiri. Ilmu pukulan kilat berantai
yang dimainkan Siauw Ling bukan saja gencar dan hebat
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahkan luar biasa sekali sekalipun si kakek tua berbaju hijau
itu andalkan ketajaman pedangnya percuma saja.
Apalagi pertarungan antara kedua orang lelaki kekar
tersebut melawan Kiem Lan tidak berhasil memperoleh hasil
apapun berpuluh-puluh jurus serangan golok mereka
lancarkan satu demi sati berhasil dipunahkan oleh Kiem Lan
mereka semakin tahu gebrak lebih lama berarti mencari malu
buat diri sendiri. Setelah semua orang menarik diri dari kalangan
pertarungan Siauw Ling menghela napas panjang seraya
rangkap tangannya menjura ke arah si kakek tua berbaju hijau
itu ujarnya, "Tolong tanya siapakah nama besar Heng thay"
dan batok kepala siapakah yang berada dalam peti itu?"
"Loohu Tang Kong Seng berasal dari perguruan Ih Heng
Bun" sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap batok
kepala yang menggeletak di dalam peti lalu sambungnya,
"Batok kepala yang ada di dalam peti tersebut adalah batok
kepala Tjian bunjien angkatan kesembilan dari perguruan
kami. Mereka semua adalah anak muridnya hubungan guru
dan murid erat bagaikan ayah beranak tidak dapat disalahkan
mereka susah menekan rasa gusar yang berkobar dalam dada
mereka." "Dan kau apanya?"
"Aku adalah sutenya!" dia miring badan untuk melirik
kembali batok kepala tersebut kemudian ujarnya lagi, "Aku
rasa perkampungan kalian sudah lama sekali menyimpan
batok kepala ini bukan?"
Siauw Ling menggeleng. "Tentang soal ini cayhe kurang tahu" katanya.
"Walaupun siauw heng belum lama terjunkan diri ke dalam
dunia persilatan tetapi nama besarmu sudah tersohor disegala
penjuru dunia. Entah apa sebabnya kau suka menggabungkan
diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung."
"Tentang soal ini...." akhirnya setela meragu setengah
harian lamanya Siauw Ling tertawa getir. "Alasan dibalik
kejadian ini maaf bilamana aku tak bisa menceritakan
dihadapan umum." Sekali lagi sinar mata Tang Kong Seng menyapu bendabenda
yang berada di dalam peti katanya, "Siauw Ling heng
terus terang kuberitahu kepadamu orang-orang yang ikut
hadir dalam kalangan saat ini bukan terdiri dari perguruan Ih
Heng Bun kami saja...."
"Tentang soal itu aku sudah tahu" Siauw Ling mengangguk
dan melirik sekejap ke arah hutan yang terbentang didepan
mata. "Di dalam hutan tersebut banyak terdapat jago-jago
lihay yang sedang mengawasi tindak tanduk siauwte."
"Lalu entah tindakan apa yang hendak Sam Cungcu
gunakan untuk menyelesaikan persoalan ini."
"Cayhe sendiri justru lagi bingung tindakan apa yang
sepatutnya cayhe lakukan aku ingin mohon petunjuk dari Cuwi
sekalian." "Soal ini sih rasa sulit" ujar Tang Kong Seng setelah
melengak beberapa saat lamanya. "Menurut pandangan loohu
jago-jago lihay yang bersembunyi dalam hutan itu bukan saja
terdiri dari jago-jago Siauw lim pay bahkan jago dari ketiga
partai besar lainpun ikut hadir."
"Ooouw....kenapa" apakah mereka pada berdatangan untuk
bikin penyelesaian dengan diriku."
"Pihak perkampungan Pek Hoa San cung sudah terlalu
banyak berhutang darah dengan jago-jago Bulim kau sebagai
Sam Cungcu sekalipun tidak ikut di dalam perebutan keji itu
tapi kau bakal terseret oleh nama busuk pihak perkampungan
Pek Hoa San cung. Untuk lewat dari sini dalam keadaan
selamat aku rasa bukan suatu pekerjaan yang gampang."
Sepasang alis Siauw Ling kontan berkerut.
"Kendati jago-jago dari sembilan partai besar merupakan
kaum pendekar budiman yang dihormtai semua kaum Bulim
tetapi kalian tak boleh memaksa orang keterlaluan cayhe
sekalipun masih bersabar tadi kalianpun harus tahu kesabaran
seseorang ada batas-batasnya."
"Memang kemungkinan besar mereka datang dengan tanpa
membedakan mana merah mana putih tapi kedatangan orangorang
itu jelas dengan membawa rasa dendam dan benci yang
meluap" sambung Ku Bok Thaysu tidak menanti pemuda itu
menyelesaikan kata-katanya. "Jikalau kedudukan mereka
harus diganti dengan kau Sam Cungcu belum tentu kau
memiliki kesabaran yang melebihi mereka Siauw sitju jikalau
kau suka mendengarkan nasehat dari pinceng maka berlapang
dadalah sedapat mungkin bersabarlah sampai sebisa jangan
sampai membiarkan peristiwa ini dinodai dengan ceceran
darah." Mendadak hweesio ini pejamkan mata merangkap
tangannya didepan dada setelah memuji keagungan sang
Buddha sambungnya lebih lanjut, "Kelihayan ilmu silat yang
dimiliki Siauw sitju jauh melebihi dugaan loolap jikalau ini hari
Siauw sitju tidak suka mantapkan diri untuk bersabar dan
menghindarkan diri dari bentrokan-bentrokan kekerasan
dikemudian hari badai pembunuhan berdarah pasti akan
melanda dunia persilatan selamanya tak bisa tenang dan
keadaan kacau balau susah ditahan. Pinceng sudah lama
mengasingkan diri dan jarang berkelana dalam dunia
persilatan selama ini aku tidak berjodoh bisa berjumpa dengan
sibayangan berdarah Djen Bok Hong Djen Cungcu tetapi
cukup kudengar dari gelar serta musuh-musuhnya dia
menduga dia adalah seorang jagoan yang memiliki kepandaian
ilmu silat tinggi setelah ini hari dapat berjumpa dengan Sam
Cungcu makin kuatlah dugaan pinceng."
"Seorang lelaki sejati boleh dibunuh tak boleh dihina"
potong Siauw Ling dingin. "Bilamana orang kangouw
memandang aku orang she Siauw sebagai seorang penjahat
yang banyak melakukan kejahatan hal ini merupakan suatu
persoalan yang susah dibantah lagi."
"Bangga atau malu semuanya muncul dari hati kecil sendiri
ini hari para jago berkumpul disini untuk menuntut kau Siauw
Sam Cungcu kemungkinan besar suatu drama berdarah yang
menggidikan hati kita segera berlangsung. Mengapa kau tak
coba menerima segala penghinaan untuk mengganti saat
pengembalikan nama bersihmu."
Siauw Ling yang mendengar ucapan itu hatinya sedikit
bergerak. "Terima kasih atas petunjuk dari Thaysu" tak terasa
serunya. Ketika ia mendongak kembali tampak olehnya dari balik
hutan perlahan-lahan muncul empat puluh orang lebih jagojago
lihay baik berdandankan sebagai kaum beragama
maupun rakyat biasa. Orang-orang itu ada sebagian telah mencabut keluar
senjata tajamnya ditangan mereka berjalan mendekat dengan
wajah penuh diliputi hawa napsu membunuh.
Siauw Ling segera silangkan tangannya didepan dada
seraya berbisik lirih kepada diri Kiem Lan.
"Baik-baik melindungi mereka berdua cepat naik dan
tunggu aku di dalam kereta."
Kiem Lan mengiakan ia bimbing Tong Sam Kauw serta Giok
Lan naik ke atas kereta. Menanti beberapa orang gadis itu sudah pada naik semua.
Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia coba buang
segala kemangkelan serta kemurungan dari dalam dadanya.
Para jago yang barusan munculkan diri dengan cepat
mengurung seluruh kalangan dalam sekejap mata Siauw Ling
telah berada ditengah-tengah kepungan yang rapat.
Dari ujung sebelah barat muncul seorang pemuda
berpakaian kabung yang berwajah murung dan sedih
mendadak terdengar ia menjerit tertahan.
"Aaaach! surat peninggalan ayahku."
Dengan cepat ia jatuhkan diri berlutut dihadapan peti
tersebut dan mencekal sepucuk surat erat-erat.
Mengikuti beralihnya sinar mata para jago Siauw Lingpun
berpaling ke atas sampul surat tersebut.
Tampak diatas sampul itu tertera beberapa patah kata yang
berbunyi, "Ditujukan buat istriku yang tercinta Boen Oh."
Sikap pemuda itu amat gugup tangannya yang mencekal
surat tersebut gemetar tiada hentinya.
Dua puluh pasang mata para jago yang ikut hadir
disekeliling kalangan bersama-sama mengalihkan
pandangannya ke atas surat yang dicekal pemuda itu.
Walaupun mereka tak seorangpun yang menegur diri Siauw
Ling tetapi pemuda she Siauw sendiri mulai timbuk perasaan
kurang tenang dia merasa orang-orang ini sebagian besar
bahkan seluruhnya memandang ia sebagai seorang musuh
besar yang terikat dendam sedalam lautan.
Teringat akan hal itu tak kuasa lagi ia menghela napas
panjang. Siapa nyana justru karena suara helaan napas inilah
memancing meledaknya suara tertawa dingin memenuhi
empat penjuru kalangan. Situasi yang dihadapi saat ini amat aneh dan sunyi. Tak
seorangpun yang buka suara juga tak ada yang memaki atau
ajak Siauw Ling berbicara tetapi situasi semacam ini makin
mempertegang hati Siauw Ling maupun para jago-jago itu.
Agaknya secara diam-diam semua orang telah melakukan
persiapan dalam pertarungan sengit yang mempengaruhi mati
hidupnya diri sendiri. Dengan kumpulan seluruh kekuatan yang ada Siauw Ling
coba menenangkan hatinya, ia ingin buka suara untuk
pecahkan suasana yang demikian sunyi dan tenang ini, tetapi
selalu gagal untuk mengutarakan kata-kata yang pertama.
"Siauw sicu" mendadak terdengar suara Ku Bok Thaysu
yang halus dan lirih bagaikan nyamuk bergema masuk ke
dalam telinganya. "Coba pertahankan diri keadaan dan situasi
yang kau hadapi detik ini sangat mempengaruhi nasibmu
dalam dunia kangouw kemudian hari kau harus coba
menggunakan ketenangan yang tinggi serta imam yang tebal
untuk menyambut kedatangan suasana penuh hawa
membunuh ini perubahan besar segera akan terjadi sedetik
lagi." Siauw Ling tertawa getir degan perasaan apa boleh buat ia
melirik sekejap ke arah Ku Bok Thaysu.
Mendadak terdegar sang pemuda yang berlutut diatas
tanah dan mencekal surat akhir peninggalan ayahnya
bergumam seorang diri. "Selama hidup Tia bersikap terus terang dan mulia tak
sebuah urusanpun yang patut dirahasiakan didepan umum
sedang ibu karena merindukan Tia selama hampir sepuluh
tahun lamanya tidak beruntung menemui ajalnya pada
sebulan berselang putramu dengan memberanikan diri akan
membuka dan membaca surat tia yang ditunjukkan buat kau
ibu." Agaknya para jago yang ada diempat penjuru pada kenal
dengan sang pemuda berpakaian kabung ini bahkan menaruh
rasa hormat kepadanya tetapi sikap merekapun seperti
menghadapi orang asing tak seorangpun ada saat ini buka
suara menghibur dirinya. Tampak ia membuka sampul surat itu dan mengambil
keluar surat yang ada didalamnya lalu dibentang kedepan
dengan demikian para jago yang ada disekeliling tempat itu
termasuk Siauw Ling dapat membaca isi surat itu dengan
jelas. Tampak surat itu berbunyi sebagai berikut, "Buat istriku
yang tercinta!" "Aku telah kena dikurung dalam perkampungan Pek Hoa
San cung setelah mengalami siksaan keji dengan tujuh belas
macam ragam yang berbeda badanku kini jadi cacad seumur
hidup. Bila kau menjumpai suratku ini berarti kau menjumpai
diriku untuk terakhir kalinya. Aku berharap dengan mengingatingat
hubungan suami istri diantara kita selama ini sudilah kau
memelihara satu-satunya putra kita hingga dewasa."
Dibawahnya tertera tanda tangan yang berbunyi
Tjangbunjien angkatan kedua belas dari perguruan Thay Khak
Bun aliran Sak Tjoen san.
Ucapan yang terdapat dalam isi surat itu kebanyakan
merupakan pesan-pesan terakhir buat istri tercintanya tetapi
tanda tangan yang tertera dipaling belakang surat ini jauh
berlawanan dengan isi surat tersebut.
Setelah berpikir sejenak akhirnya Siauw Ling mengerti
mengapa isi surat tersebut depan dan belakangnya
bertentangan. Aaaach benar pikirnya. Tentunya setelah Sak Tjoen san
selesai menulis surat ini ia tidak berharapan besar untuk
menyampaikan surat kepada istri tercintanya. Oleh karena itu
diakhir surat tersebut sengaja dia cantumkan nama maupun
kedudukannya sehingga semisalnya surat ini terjatuh
ketangan kawan-kawan Bulim dengan perantara mereka surat
ini tiba disampaikan ketangan orang-orang perguruan Thay
Khek Bun aliran selatan. Terdengar suara helaan napas sedih mengiringi selesainya
membaca isi surat tersebut jelas para jago yang hadir
disekeliling tempat itu rata-rata menaruh simpatik terhadap
diri Sak Coen San. Air mata yang jatuh berlinang dari kelopak mata pemuda
berpakaian kabung itu makin deras sehingga setetes demi
setetes berjatuhan diatas kertas surat itu ditambah pula
dengan tangan yang gemetar keras tanpa ia sadari surat tadi
tercabik-cabik hingga tidak karuan lagi bentuknya.
Mendadak terdengar suara seseorang yang berat
berkumandang datang, "Sak Ciangbunjien tak usah terlalu
bersedih hati nama pendekar ayahmu telah tersohor diseluruh
penjuru dunia kangouw setiap jago Bulim yang sealiran
dengan kita rata-rata menghormati dirinya baik-baiklah
Ciangbunjien menjaga kesehatan badan agar dikemudian hari
dapat digunakan untuk menuntut balas atas kematian
ayahmu." Baru saja ucapan itu selesai diutarakan dari antara
kerumunan para jago muncul dua orang kakek tua yang
berusia lima puluh tahunan yang langsung berjalan kekedua
belah sisi pemuda itu dengan langkah lebar.
Terdengar si kakek kedua berkata dengan suara lantang,
"Tjiangbunjien memikul tugas berat untuk mengembangkan
perguruan kita disamping itu masih ada beban berat untuk
menuntut balas dendam berdarah sedalam lautan janganlah
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersedih hati sehingga merusak kesehatan badan."
Mendengar kata-kata nasehat tersebut perlahan-lahan
pemuda berbaju berkabung itu bangun berdiri dan menghela
napas panjang. "Susiok berdua harap suka mewakili aku menyimpankan
surat wasiat ini" Ia serahkan surat tersebut ketangan si kakek
tua yang berdiri disebelah kiri, lalu sambungnya, "Jikalau tidak
beruntung aku gugur dalam pertempuran ini harap kalian
berdua dengan andalkan surat ini suka mengumpulkan seluruh
anak murid perguruan Thay Khek Bun untuk mengangkat
orang lain untuk menggantikan kedudukanku sebagai
Tjiangbunjien. Kita tak boleh membiarkan perguruan Thay
Khek Bun hancur dan lenyap dari peredaran Bulim karena
kematianku." Dengan tangan mengusap kering bekas air mata yang
membasahi wajahnya kemudian dengan sepasang mata
memancarkan cahaya tajam yang penuh mengandung hawa
mendendam ujarnya kepada diri Siauw Ling, "Kau orang kah
Sam Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Siauwte adalah Siauw Ling" segera pemuda ini rangkap
tangannya menjura. "Kematian ayahku di dalam perkampungan Pek Hoa San
cung rasanya tidak bakal palsu bukan setelah ada surat
sebagai tanda bukti" seru pemuda berbaju kabung itu tegas.
"Dendam sakit hati atas kematian ayahku lebih dalam dari
samudra ini hari dihadapan para jago sebagai saksi aku ingin
menuntut balas dendam berdarah ini dari tangan Sam
Tjungtju hutang nyawa bayar nyawa hutang uang bayar uang
silahkan kau turun tangan."
Siauw Ling menghela napas panjang.
"Sak heng walaupun apa yang kau ucapkan sedikitpun tidak
salah tetapi siauwte pun mempunyai kesulitan sendiri
dapatkah kau memberi suatu kesempatan bagi cayhe untuk
membela diri." Belum lagi ia selesai bicara mendadak terdengar suara isak
tangis yang amat sedih berkumandang datang seorang
perempuan berpakaian kabung dengan membawa sebuah
Leng pay berlari mendatang.
Perempuan itu ditangan kanan membawa Leng pay tangan
kiri menutupi muka sendiri dengan menangis terisak berlari
mendekat. Gerakan tubuhnya itu amat cepat bagaikan sambaran kilat
dalam waktu sekejap mata dia sudah berjalan mendekat dan
langsung menerjang masuk ketengah kalangan.
Ketika para jago melihat munculnya seorang perempuan
dengan pakaian berkabung dan membawa Leng pay mereka
segera menyingkir kesamping memberi jalan.
Perempuan itu langsung menerjang masuk ketengah
kalangan tersebut keluar pedang yang tersoren dipunggung
teriaknya keras, "Siapa yang menjabat sebagai Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa San cung?"
Melihat dikalangan muncul seorang perempuan berpakaian
kabung Siauw Ling jadi tercengang.
"Sungguh aneh sekali" diam-diam pikirnya dihati. "Agaknya
siang-siang ini tidak perjanjian terlebih dulu tetapi mengapa
mereka bisa datang bersamaan waktunya."
Tetapi pemuda ini tak sempat untuk berpikir lebih lanjut
karena perempuan muda berbaju kabung itu seraya ayunkan
pedang telah menuding ke arahnya sembari membentak
gusar. "Kau orangkah si Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San
cung?" Siauw Ling tidak bisa mungkir terpaksa ia mengangguk.
"Tidak salah...."
"Bagus sekali akan kubunuh dirimu terlebih dahulu untuk
membalaskan dendam sakit hati atas kematian suamiku."
Sreeet dengan disertai suara desiran tajam pedang itu
langsung menusuk kelambung Siauw Ling.
Pemuda she Siauw hanya merasakan datangnya tusukan
pedang itu amat keji dan telengas hatinya tergetar keras.
"Sungguh telengas serangan perempuan ini" pikirnya dihati.
"Bahkan jauh lebih ganas dari pada permainan ilmu pedang
Tang Kong Seng bila aku tak turun tangan balas menyerang
tentu akan terluka dibawah serangan pedangnya."
Sewaktu pikiran maish berputar perempuan muda
berpakaian kabung itu secara beruntun telah melancarkan
delapan buah tusukan. Walaupun dengan andalkan ilmu meringankan tubuhnya
yang lihay setelah bersusah payah Siauw Ling berhasil juga
menghindarkan diri dari serangan kedelapan buah tusukan
dahsyat itu tapi iapun sudah dibikin repot dan kelabakan tidak
karuan. Sewaktu siperempuan muda berbaju kabung itu melihat
Siauw Ling berhasil menghindarkan diri dari kedelapan buah
serangan gencarnya tanpa melancarkan serangan balasan
barang sejuruspun pada mulanya agak tertegun lalu diiringi
isak tangis yang amat keras.
Pedang yang berada ditangannya mengikuti isak tangisnya
gemetar tiada hentinya bahkan serangan yang dilancarkanpun
makin lama semakin ganas setiap serangan tentu mengancam
jalan darah yang mematikan.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kedelapan jurus
serangan lawan tadi Siauw Ling telah menyadari bilamana
dirinya sudah berjumpa dengan musuh tangguh dia ada
maksud turun tangan melancarkan serangan balasan.
Siapa nyana mendadak perempuan muda itu malah
menangis tersedu-sedu tidak kuasa timbullah sifat gagah
dalam hatinya. "Aku Siauw Ling adalah seorang lelaki sejati" pikirnya
dihati. "Apa gunanya mengumbar hawa amarah dengan
seorang perempuan lemah."
Tampak permainan pedang perempuan muda berbaju
kabung itu makin lama makin ganas semakin gencar
seranganpun makin dahsyat mengarung seluruh penjuru
membuat pemuda she Siauw terperosot ke dalam posisi yang
sangat berbahaya. Walaupun dengan paksakan diri kembali Siauw Ling
berhasil mempertahankan diri sebanyak tiga empat puluh
jurus tetapi keadaannya sudah amat mengenaskan ia
gelagapan kalang kabut dan terdesak hebat.
Justru saat itulah permaianan pedang sang perempuan
muda tersebut telah mencapai detik-detik yang paling indah
serangan meluncur keluar tiada hentinya bagaikan air bah.
Akhirnya saking tak tahan menghadapi desakan gencar
pihak lawan mendadak Siauw Ling membentak keras telapak
tangannya dikirim kedepan mengirim sebuah serangan yang
maha dahsyat memaksa mundur siperempuan muda itu ke
belakang. Ketika sinar mata semua orang dialihkan kembali ke atas
tubuh pemuda ini terlihatlah oleh mereka tangan kanan Siauw
Ling ketika itu sedang menekan pundak kiri sendiri darah
segar mengucur keluar melalui celah-celah jari tangannya
jelas luka bekas bacokan ini tidak ringan.
"Omitohud" seru Ku Bok Thaysu dengan suara lirih.
"Ketengangan serta kemantapan hati Siauw sitju benar-benar
sangat mengagumkan pinceng ikut kagum atas
kehebatanmu." Suara itu sangat kecil dan lirih beberpa orang yang berada
disekitarnya ikut mendengar sisanya boleh dikata sama sekali
tidak tahu bila hweesio ini barusan telah buka suara.
Air muka Siauw Ling pucat pasi bagaikan mayat dengan
wajah serius ujarnya kepada siperempuan muda itu,
"Suamimu mungkin benar-benar terluka oleh orang-orang
anggota perkampungan Pek Hoa San cung tetapi aku ini sama
sekali bukan pembunuh yang menghabiskan jiwa suamimu
aku menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San
cung beberapa bulan saja tetapi semisalnya Hujien bersikeras
menuduh cayhelah sipembunuh suamimu aaaai persoalan ini
tak sanggup kuterangkan tapi sebelum kejadian aku ingin
memberitahukan dulu kepadamu jika kau turun tangan lagi
maka cayhe akan melakukan serangan balasan."
"Bila bukan seseorang memiliki kepandaian silat macam kau
belum mereka bisa membinasakan suamiku" potong
perempuan muda itu dengan suara keras.
"Kenapa" jadi kau anggap aku adalah pembunuh
suamimu?" agaknya Siauw Ling sudah mulai naik pitam.
"Sedikitpun tidak salah! karena hanya kepandaian silat
sedahsyat ini saja yang berkemampuan untuk membinasakan
suamiku." "Hujien terlalu memuji diriku" seru Siauw Ling apa boleh
buat ia tertawa getir. Perempuan muda itu tidak bicara lagi pedangnya digetar
sekali lagi melancarkan sebuah tusukan kilat.
Dalam hati Siauw Ling tahu luka yang diderita pada pundak
kirinya sangat berat bilamana ia tidak melancarkan serangan
balasan mungkin sulit untuk berkelit dari sepuluh jurus
seranganpun. Tangan kanannya segera digetarkan kedepan secepat kilat
ia melancarkan sebuah serangan mengancam pergelangan
kanan sang perempuan muda yang mencekal pedang.
Merasa datanganya ngin serangan amat tajam buru-buru
perempuan itu menekan pedangnya kebawah meloloskan diri
dari hajaran telapak Siauw Ling kemudian dengan jurus Hwee
Hong Suo Liuw atau angin berpusing pohon Liuw melambai
balas membabat kemuka. Siauw Ling segera buyarkan serangan seraya berebut maju
kehadapan perempuan muda itu tangan kiri berkelebat
mengancam wajah pihak lawan memaksa perempuan itu
terpaksa harus menarik kembali pedangnya sambil mundur
dua langkah ke belakang. Keganasan serta ketelengasan jurus pedang yang
digunakan siperempuan muda berbaju kabung ini sudah
diketahui para jago sejak semula ia memang benar-benar
memiliki perubahan yang tiada terhingga.
Tetapi kecepatan gerak Siauw Ling serta ketajaman angin
pukulannya jauh diluar dugaan semua orang. Perduli
bagaimana banyaknya serangan lawan serta bagaimana
telengas dan dahsyatnya serangan pedang itu asalkan
tertekan oleh desiran angin pukulan Siauw Ling segera punah
dan kehilangan daya kekuatannya.
"Lepas tangan" mendadak terdengar Siauw Ling
membentak keras. Braaak sebuah pukulan dengan telak menghajar
pergelangan tangan sang perempuan muda yang mencekal
pedang itu seketika senjata tajam tersebut terpental ketangah
udara dan lepas dari cekalan.
Melihat pedangnya kena disapu jatuh oleh pihak lawan
pihak perempuan muda itu menutup wajah sendiri dengan
ujung baju kiri lalu menangis tersedu-sedu tanpa banyak
bicara lagi ia putar badan berlalu dari sana.
Kedatangannya sangat mendadak dan kepergian cepat
laksana sambaran kilat bahkan pedangnya yang terjatuh ke
atas tanahpun tidak sempat dipungut kembali.
Dengan termangu-mangu Siauw Ling memandang
bayangan punggung sang perempuan muda yang kari
menjauh dan itu akhirnya lenyap dari pandangan dalam hati
dia merasa amat menyesal bercampur kecewa ingin sekali ia
salurkan keluar rasa mangkel dan mendongkol yang
mencekam seluruh benaknya.
Luka bacokan pada pundak kirinya semakin parah lagi
darah segar bagaikan sumber mata air mengucur keluar
membasahi seluruh pakaiannya.
Ku Bok Thaysu yang ada disisi kalangan diam-diam
memperhatikan terus perubahan air muka Siauw Ling yang
pucat pasi bagaikan mayat diam-diam dia merasa jantungnya
bergetar keras. "Orang ini memiliki bakat alam yang sangat luar biasa
wajahnya cemerlang dan bercahaya tajam jelas ilmu silatnya
telah mencapai taraf kesempurnaan" pikirnya dihati.
"Dikemudian hari dia pasti akan menjadi seorang jago lihay
yang sukar dicarikan tandingan dalam Bulim bila ini hari kita
orang mendesak dirinya hingga memancing hawa gusarnya
dan mengakibatkan suatu pembunuhan secara besar-besaran
maka ini berarti pula orang-orang Bulim memaksa ia berbuat
jahat pembunuhan berdarah yang bakal terjadi dikemudian
hari pasti makin mendahsyat lagi ada baiknya Loolap bantu
dirinya membebaskan diri dari kesulitan ini...."
Pada waktu itu sang pemuda berpakaian kabung yang ada
disisinya telah mencabut keluar sebilah pedang pendek yang
panjanganya tidak lebih dari dua perlahan-lahan ia berjalan
mendekati Siauw Ling. "Cayhe Sak Hong Sian mohon petunjuk kepandaian silat
dari Sam Tjungtju!" serunya.
Di dalam hati Siauw Ling merasa gemas dan getir ia tidak
menyangka orang-orang ini tidak menanyakan merah atau
putih dengan bersikeras memaksa dirinya terus menerus
perasaan hati yang semula tenang perlahan-lahan mulai
dibakar dengan hawa amarah.
Karena dalam hati ada kesulitan. Pemuda ini sampai lupa
menyalurkan hawa murninya mencegah menanti Sak Ho siang
menantang ia bergebrak, Siauw Ling baru sadar kembali dari
lamunan. "Ayahmu mati ditangan siapa" apakah kau sudah
melakukan penyelidikan yang jelas?" tegurnya dinging.
"Perkampungan Pek Hoa San cung apakah andalkan hal ini
masih belum cukup?" "Setelah saudara mengetahui perbuatan ini adalah hasil
kerja orang-orang perkampungan Pek Hoa San cung kenapa
kau tidak langsung pergi kunjungi perkampungan tersebut?"
"Dendam sakit hati dalam bagaikan samudra mati hidup
tidak perlu kuatirkan. Jangan dikata hanya sebuah
perkampungan Pek Hoa San cung belaka sekalipun sarang
Naga gua harimau aku seorang she Sak juga tidak pikirkan
dalam hati hanya saja selama ini cayhe belum berhasil
mendapatkan bukti yang nyata karena itu kami tak berani
bertindak gegabah sehingga dijadikan bahan tertawaan orang
dikemudian hari. Ini hari surat wasiat ayahku telah ditemukan
dan peristiwa ini benar-benar bisa melukai orang tuaku atau
bukan sebagai Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San
cung kau ikut bertanggung jawab atas kematian ayahku ini.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedudukan seorang Cungcu dalam perkampungan Pek Hoa
San cung sangat terhormat sekalipun kau tidak secara
langsung terlibat dalam peristiwa ini. Bila mengatakan
kejadian yang sebenarnya kaupun tidak tahu hal ini sungguh
membuat orang kurang percaya."
"Setelah cuwi tidak mempercayai pembelaan cayhe baiklah
terpaksa kita harus tentukan mati hidup kita diatas kepandaian
silat" seru Siauw Ling dingin.
Jelas ia mulai dibikin gusar oleh desakan-desakan pihak
lawan. "Cayhe memang sedang menanti petunjukmu."
Bagaimanapun juga Siauw Ling adalah seorang pemuda
yang masih berdarah panas ditambah lagi pundak kirinya
terluka parah ia tidak bisa menyebarkan diri lagi.
Dengan cepat ia mengepos hawa murni mengelilingi
seluruh badan lalu bentaknya keras, "Setelah cuwi sekalian
mencap aku orang she Siauw sebagai seorang bajingan yang
banyak melakukan kejahatan aku orang she Siauw pun
terpaksa akan bunuh kalian beberapa orang untuk menambah
pengetahuan kalian semua."
"Silahkan Sam Cungcu cabut keluar senjata tajam" ujar Sak
Hong Sian mempersilahkan.
Walaupun dia berada dalam kesedihan tetapi sikapnya
masih bisa mepertahankan kegagahan seorang ciangbunjien
sebuah perguruan besar. "Cayhe akan menerima serangan dengan andalkan
sepasang kepalan ini saja."
Mendadak pemuda she Siauw ini merasa kepalanya pening
hampir-hampir saja ia tak sanggup berdiri tegak.
Kiranya karena terlalu banyak darah yang mengucur keluar
ditambah dengan pikiran yang amat kacau gusar mendongkol
membuat daya tahannya semakin berkurang.
"Jikalau Sam tjungju tidak ingin cabut keluar senjata
tajammu terpaksa cayhe harus melakukan kesalahan."
Pedangnya digetarkan keras dengan jurus Pek Hok Ti Ling
atau bangun putih mengibaskan sayap membabat ke arah
pinggang lawan. Siauw Ling pun tidak mengalah lagi telapak tangannya
diayun dengan jurus Thian Loei Sin Tji atau guntur langit
membelah bumi menghantam pergelangan kanan Sak Hong
sian yang mencekal pedang.
Kiranya ilmu telapak kilat berantai dari Lam Ih Kong ini
walaupun mencari menang dengan andalkan kecepatan secara
diam-diam mengandung pula keistimewaan dari ilmu telapak
berbagai perguruan setipa jurus serangan yang dilancarkan
keluar bersamaan menyerang terkandung pula gerakan untuk
menghindarkan diri dari serangan musuh dari dua gerakan
yang berlainan yang menggabungkan jadi satu jurus tidak
aneh kalau setiap gerakan jauh lebih cepat satu tindak dari
gerakan lawan. Sekalipun barusan jurus serangan pedang Sak Hong Sian
dilancarkan terlebih dahulu dan serangan pukulan Siauw Ling
dilancarkan terakhir tetapi angin pukulan pemuda she Siauw
ini sampai sasarannya terlebih dahulu hal ini memaksa Sak
Hing sian terpaksa harus punahkan posisi menyerang jadi
kedudukan bertahan. Dalam hati Siauw Ling sendiripun tahu ia sudah kehilangan
banyak darah bergebrak terlalu lama sangat tidak
menguntungkan posisi apalagi para jago yang mengepung
dirinya diempat penjuru tidak berjumpa dibawah belasan.
Jika ia mengulur waktu lagi maka dirinya akan mati konyol
karena itu sembari mengerahkan tenaga sinkang untuk
menghentikan aliran darah. Ia keluarkan ilmu telapak kilat
berantai dengan gerakan cepat meneter pihak lawan.
Dalam sekejap mata sembilan jurus sudah meluncur keluar
memenuhi seluruh angkasa.
Derakan pedang ditangan Sak Hong sian sudah kehilangan
daya serangannya ia terdesak untuk memilih posisi bertahan
untuk menyelamatkan diri.
Ilmu silat perguruan Thay Khek Bun aliran selatan justru
keistimewaannya terletak pada tenaga yang lunak jurus
serangannya telengas tapi tidak ganas dan paling lihay dalam
hal pertahanan. Tidak aneh kalau pemuda itu sama sekali tidak kelihata
kalah sekalipun harus menerima sembilan buah serangan
gencar Siauw Ling yang datanganya berantai.
Ilmu telapak berantai dari Lam Ih Kong adalah suatu ilmu
silat yang mengandalkan kekerasan ditambah pula tenaga
sinkang Siauw Ling luar biasa bila digunakan tenaganya
mencapai delapan bagian maka tak usah diragukan lagi pihak
lawan pasti roboh binasa.
Tapi sungguh sayang berhubung pertama terlalu banyak
darah yang mengalir keluar sehingga menyebabkan tenaga
sinkangnya terpukul hebat kedua ia harus menutup
pernapasan guna mencegah mengalirnya darah lebih deras hal
ini menyebabkan pemuda ini tak sanggup melancarkan
serangan dengan separuh tenaga.
Setelah sembilan jurus lewat bukan saja musuh tangguh
belum berhasil dikalahkan bahkan ia mulai merasa tenaganya
tidak sanggup untuk mempertahankan diri lebih lama.
Terdengar Sak Hong Sian membentak keras mendadak
pedxang ditangannya dari posisi bertahan kini mengubah diri
dalam kedudukan menyerang.
Bila dipandang sepintas lalu kelihatan ilmu pedangnya tidak
begitu gentar tapi serangan mengalir keluar tiada putusnya.
Melayang dan menyambar susah diduga membabat menotok
susah ditahan. Inilah ilmu pedang Hwe Hong Tjap Pwee Kiam atau
delapan belas jurus ilmu pedang angin berpusing dari
perguruan Thay Khek Bun aliran selatan yang telah menjagoi
Bulim. Sekalipun hanya terdiri dari delapan belas jurus belaka
tapi setiap jurus masih mengandung tiga buah perubahan
besar sehingga keseluruhannya memiliki lima puluh empat
perubahan. Lima puluh empat perubahan dengan gerakan kebalikan
dan lima puluh empat dengan gerakan lurus jadi jumlah
seluruhnya ada seratus delapan perubahan enam gerakan
bergabung menjadi satu jurus hal ini menambah kekejian
serta ketelengasan ilmu pedang itu.
Setelah Siauw Ling berhasil mempertahankan diri dari
desakan ketiga jurus serangan pedang lawan ia mulai
merasakan bahwa dirinya tak sanggup mempertahankan diri
lebih lanjut pikirnya dihati, "Seharusnya sejak tadi aku patut
menyadari bahwa setelah banyak darahku yang hilang tidak
tepat apabila menghadapi muswuh dengan gunakan ilmu
telapak ajaran Gi Hu apabila dalam keadaan seperti ini aku
bisa mendapatkan sebilah pedang ditangan. Dengan andalkan
ilmu pedang ajaran suhu kendati tak berhasil menangkan
pihak lawan paling sedikit bisa mempertahankan diri dalam
keadaan seimbang dengan ambil kesempatan itupun aku bisa
autr pernapasan untuk memulihkan kembali tenaga sinkangku
yang telah benyak berkurang. Setelah tenaga pulih barulah
kuhadapi dirinya dengan serangan ilmu telapak berantai."
Kiranya Tjung San Pek adalah seorang jago lihay yang
memahami segala macam ilmu kepalan, ilmu telapak maupun
ilmu pedang dari pelbagai perguruan maupun partai yang ada
dikolong langit. Walaupun sewaktu ada dilembah Sam Sin Kok
pemuda she Siauw pernah lama mengikuti dia belajar ilmu
silat dalam waktu sesingkat itu Tjung San Pek tidak berhasil
menurunkan seluruh jurus kepandaian silat yang diingatingatnya
dalam hati terpaksa ia ajarkan serangkaian ilmu
pedang yang subur dengan perubahan kepada diri pemuda ini
kemudian menerangkan cara bagaimana menghadapi
serangan lawan. Jurus ilmu pedang yang diajarkan kepada Siauw Ling ini
bukan lain adalah ilmu pedang maha sakti yang diciptakan
olehnya sendiri setelah berada dalam lembah Sam Sin Kok
tersebut. Oleh karena itulah ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling sangat
aneh sekali ia tidak berhasil mengetahui rangkaian ilmu
pedang macam apapun tapi setelah ilmu pedang pihak lawan
mengeluarkan perubahan-perubahan yang paling lihay dalam
benaknya segera timbullah suatu ingatan bagus dan menjadi
paham kembali jurus apa yang harus ia gunakan untuk
memecahkan serangan tersebut.
Lain halnya dengan ilmu pedang Hwee Hong Tjap pwee
Kiem ini selama hidup Siauw Ling belum pernah mendengar
maupun menemuinya oleh karena itu pada serangan puluhan
jurus pertama ia belum dapat meraba jalannya jurus serangan
lawan bahkan keadaannya terdesak dan selalu berada dalam
keadaan bahaya. Selagi ia merasa gelisah itulah mendadak terdengar Sak
Hong Sian membentak, "Kena."
Ujung pedang berkelebat lewat tahu-tahu serangan
tersebut telah mengancam didepan dadanya.
Walaupun Siauw Ling dapat melihat datangnya serangan
tersebut tapi ia tak sanggup menghindarkan diri terpaksa
badannya berkelit kesebelah kiri.
Siapa nyana ujung pedang Sak Hong sian yang semula
mengancam dada bagian depan mendadak menekan kebawah
lalu berputar santar mengancam tubuh bagian sebelah kiri.
Inilah salah sebuah jurus terlihay dari ilmu pedang delapan
belas jurus angin berpusing yang bernama Hwee Liuw Sian
Tang atau pusaran mengiringi angin menumpas.
Sejak Siauw Ling menutupi seluruh jalan darah diatas
lengan kirinya untuk mencegah lebih banyak darah yang
mengalir keluar seluruh lengan kirinya sudah kehilangan
kegesitan serta kelincahan.
Justru datang ancaman dari pedang San Hong Sian adalah
lengan kirinya yang terluka dalam keadaan terburu-buru ia
mengempos napas mundur ke belakang.
Tapi sayang tindakannya terlambat satu tindak tahu-tahu
lengannya kembali tertusuk oleh ujung pedang lawan pakaian
terobek darah bercucuran.
Sewaktu ujung pedang Sak Hong Sian berhasil menusuk
lengan Siauw Ling dan para jago berseru kagum mendadak
tampak pemuda she Siauw ini ayunkan tangan kanannya
mengeluarkan ilmu sintilan Siauw Loo sin Tji yang maha
dahsyat segulung angin desiran menembus angkasa langsung
menghajar lengan kanan Sak Hong Sian.
Tubuh pemuda she Sak itu kontan terpukul sehingga
mundur sempoyongan pedang ditangannya tahu-tahu
mengendor dan jatuh ke atas tanah.
Setelah berturut-turut Siauw Ling menderita luka sebanyak
dua kali kali ini harus pula menyalurkan hawa murninya untuk
melancarkan ilmu sintilan.
Siauw Loo sin Tji guna melukai Sak Hong sian jalan darah
yang semula tertutup terbuka kembali darah segar bagaikan
sumber mata air mengucur keluar membasahi seluruh
bajunya. Kebanyakan para jago yang hadir disekeliling kalangan
tidak mengenali ilmu sintil Siauw Loo sin Tji yang maha lihay
itu melihat Siauw Ling setelah dua kali terluka cukup ayunkan
tangan saja Sak Hong sian telah roboh rata-rata hatinya
merasa tergetar keras wajah mereka berubah hebat
menunjukkan rasa bergidik.
Dari antara gerombolan manusia dengan cepat muncul dua
orang kakek tua berusia lima puluh tahunan yang seorang
berjongkok untuk bimbing bangun Sak Hong sian sedang yang
lain meloloskan pedang dari dalam sarung.
"Tiam Koen dari perguruan Thay Khek Bun aliran selatan
mohon petunjuk dari Sam cungcu."
Tidak menunggu jawaban dari Siauw Ling lagi ia segera
pasang kuda-kuda siap melancarkan serangan.
Mendadak terdengar suara teguran yang nyaring dan
merdu berkumandang datang memecahkan kesunyian.
"Justru karena hatinya ramah dan keliwat mulia berturutturut
ia rela menderita luka sebanyak dua kali kalian mengaku
diri kalian sebagai seorang jago Bulim yang tersohor mengapa
saat ini ia hendak menggunakan siasat roda kereta untuk
menghadapi seorang yang telah terluka" terhitung enghiong
macam apakah kalian" jikalau kalian benar-benar kepingin
bergebrak marilah biar aku yang temani kalian beberapa
jurus." Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut seorang
kacung buku berbaju hijau yang mencekal pedang telah
menghadang dihadapan Siauw Ling.
Kacung buku itu bukan lain adapah penyaruan dari Kiem
Lan. Melihat munculnya seorang kacung buku menatang ia
bergebrak Tiam Koen segera menarik kembali pedangnya
seraya mundur selangkah ke belakang.
"Eeeei....kau seorang gadis atau seorang lelaki?" tegurnya
cepat. Kiranya Kiem Lan yang cemas karena melihat para jago
Bulim itu hendak menggunakan sistim pertarungan bergilir
untuk menghadapi Siauw Ling ia telah lupa menutupi suara
kegadisannya. Kiem Lan kelihatan rada tertegun tapi sebentar kemudian ia
sudah berseru, "Perduli aku lelaki atau perempuan menangkan
dulu Pookiam ditanganku kemudian baru bicara lagi."
"Hmm aku rasa orang-orang perkampungan Pek Hoa San
cung baik yang lelaki maupun yang perempuan sudah
seharusnya mati semua."
Pedangnya diangkat lantas mengirim sebuah tusukan
kedepan. Melihat datangnya serangan Kiem Lan tidak ingin terlalu
banyak buang tenaga sinkang untuk menangkis datangnya
sernagan lawan dengan keras lawan keras badannya miring
kesamping untuk berkelit kemudian balas mengirim sebuah
tusukan. Setelah saling bergebrak masing-masing pihakpun segera
mengeluarkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya untuk
berusaha merubuhkan pihak lawan secepatnya.
Cahaya pedang berkelebat menyilaukan mata desiran angin
tajam menghembus memenuhi angkasa setiap serangan baik
dari Tiam Koen maupun dari Kiem Lan sama-sama ditujukan
kebagian tubuh yang paling berbahaya dari pihak lawannya.
Ketika Siauw Ling dapat melihat permainan ilmu pedang si
kakek tua itu luar biasa bagusnya dan jelas tidak berada
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibawah kepandaian Sak Hong sian ia segera menyadari
apabila Kiem Lan bukan tandingan orang itu ditambah lagi
Giok Lan serta Tong Sam Kauw yang ada di dalam kereta
telah dicekoki dengan pil beracun penyusut tulang kecuali
tinggal mereka dan melarikan diri sendiri satu-satunya jalan
baginya saat ini hanyalah memaksa mundur para jago Bulim.
Setelah ambil meputusan dihati, hawa amarahpun mulai
memuncak. Sembari merobek ujung pakaian untuk membalut
luka sendiri dia berpaling ke arah Ku Bok Thaysu ujarnya
dingin, "Thaysu rasanya kau dapat melihat dengan mata
sendiri apabila orang ini tidak suka mendengarkan uraianku
juga tidak mau melepaskan diriku. Mereka ada maksud
menghukum mati diriku cayhe sudah dua kali mengalah dua
kali menderita luka pedang bilamana mereka mendesak lagi
diriku keterlaluan jangan salahkan aku orang she Siauw
segera akan membuka pantangan membunuh."
"Omitohud! dendam dan napsu menimbulkan angkara
murka harap sicu mau bersabar beberapa saat lagi. Menanti
seorang lawan karib loolap telah tiba disini dengan adanya
ornag itu yang munculkan diri napsu membunuh yang telah
menyelimuti seluruh kalangan ini hari pasti segera bersapu
bersih. Loolap jarang berkelana dalam dunia kangouw sedikit
orang yang kukenal."
"Walaupun aku mempunyai maksud untuk meleraipun
rasanya tiada berkekuatan untuk melaksanakannya."
"Jikalau thaysu mengerti tiada berkekuatan lebih baik
jangan mengurusi persoalanku lagi."
"Omitohud perjalanan seratus li sudah ditempuh sembilan
puluh bagian setelah sicu bersabar beberapa saat kenapa
tidak bersabar sejenak lagi?"
Sinar mata para jago yang ada disekeliling tempat itu
bersama-sama dialihkan ke atas tubuh mereka berdua yang
sedang kasak kusuk tiada hentinya jelas orang-orang yang
ada dikalangan rata-rata tidak kenal Ku Bok Thaysu ini.
"Lepas tangan" mendadak terdengar Tiam Koen
membentak keras. Pedangnya dengan menggunakan gerakan melengket
mengancam pergelangan kanan Kiem Lan.
Dalam keadaan bahaya dan kritis seperti itu Kiem Lan tetap
tak mau lepaskan pedangnya sang telapak sebelah kiri
mendadak mengirim sebuah babatan menghajar dada Tiam
Koen sedang pergelangan tangan ditarik ke belakang
kemudian menekan kebawah.
Walaupun perubahan yang dilakukan sangat cepat sayang
dia tak sanggup meloloskan diri dari datangnya sambaran
pedang Tiam Koen yang cepat laksana sambaran petir itu.
Dimana cahaya tajam berkelebat lewat. Butiran darah segar
muncrat memenuhi angkasa lengan Kiem Lan yang putih dan
halus tahu-tahu sudah membekas sebuah guratan darah yang
panjangnya ada tiga coen.
Sambil gertak gigi menahan rasa sakit Kiem Lan getarkan
lengannya balas melancarkan serangan drag segar bersamaan
dengan berkelebatnya senjata muncrat satu tombak lebih
jauhnya menodai pakaian yang dikenakan para jago
disekeliling kalangan. Setelah dapat beristirahat sebentar kekuatan badan Siauw
Ling boleh dikata sudah pulih kembali kini melihat Kiem Lan
terluka oleh serangan pedang lawan ia jadi amat gusar.
Diiringi suara bentakan keras tangannya kembali mengayun
kedepan dengan gerakan ilmu menyentil Siauw Loo sin Tji.
Segulung suara desiran tajam segera menembusi angkasa
menghantam kemuka. Terdengar Tiam Koen mendengus berat tahu-tahu
badannya roboh terjengkang ke atas tanah.
Setelah Siauw Ling berhasil menotok roboh Tiam Koen
tubuhnya mendesak maju dua langkah kedepan sesampainya
disisi Kiem Lan segera ujarnya dengan nada berat, "Berikan
Pookiam itu kepadaku simpan pti dan jalankan kereta
melanjutkan perjalanan."
"Tapi luka dari samya."
"Tidak terlalu mengganggu...."
Tangannya dengan cepat merebut Pookiam yang ada
ditangan Kiem Lan kemudian digetarkan membentuk selapis
cahaya tajam menghadang jalan maju para jago yang sedang
mendesak kedepan. Sambil menahan rasa sakit dilengan Kiem Lan putar badan
dibawah perlindungan cahaya pedang Siauw Ling yang kuat
dan kokoh ia tutup kembali peti kayu yang menggeletak
ditanah kemudian meloncat naik ke dalam kereta mencekal
tali les dan larikan kendaraan tersebut kedepan.
Gerakan pedang Siauw Ling segera berubah berturut-turut
ia melukai dua orang lelaki kekar yang berdiri disisinya.
"Siapa yang berani menghadang diriku mati" bentaknya
keras. Sembari mengepos seluruh tenaga sinkang yang dimilikinya
pedang tersebut diputar sedemikian rupa sehingga
menimbulkan selapis cahaya tajam bagaikan curahan hujan
deras. Dalam sekejap mata seorang lelaki kekar kembali kena
terbabat luka. Melihat kelihayan serta kehebatan Siauw Ling para jago
mulai keder dan bergidik siapapun tidak berani maju lebih
kedepan. Menggunakan kesempatan sewaktu para jago rada
merandek itulah Siauw Ling menerjang masuk ke dalam
gerombolan para jago ditengah perputaran cahaya pedang
yang tajam sekali lagi ia melukai dua orang.
Kiem Lan yang menjalankan keretanya menguntit
dibelakang Siauw Ling dibawah perlindungan pemuda ini
dengan cepat melarikan kereta tersebut menerjang keluar dari
kepungan. Sejak Siauw Ling mengeluarkan tenaga saktinya hati para
jago mulai dibikin keder setelah berhasil meloloskan diri dari
kepungan ia berlarian sejauh empat lima li kemudian baru
berhenti. Ia berpaling memandang sekejap wajah Kiem Lan bibirnya
bergerak seperti sedang mengucapkan sesuatu tapi belum
sempat ucapannya meluncur keluar ia telah roboh ke atas
tanah. Ternyata dalam keadaan luka parah ia tak sempat
menyembuhkan luka tersebut ditambah pula harus
mengumpulkan tenaga sinkangnya untuk turun tangan mulut
luka segera memecah kembali.
Setelah berlarian beberapa saat darah yang mengucur
keluar semakin banyak dan susah untuk mengumpulkan
tenaga kembali. Menanti ia berpaling melihat Kiem Lan tidak kekurangan
sesuatu apapun. Hatinya jadi lega karena hawa murni buyar
iapun roboh terjengkang ke atas tanah.
Melihat pemuda itu roboh Kiem Lan berseru kaget segera ia
meloncat turun dari kereta untuk bimbing bangun diri Siauw
Ling teriaknya berulang kali, "Samya, Samya...."
Sembari berseru ia mendorong badan Siauw Ling berulang
kali. Lama sekali baru kelihatan pemuda tersebut membuka
mata sinar matanya sayu tak bersinar dengan nada yang
lemah katanya, "Kiem Lan jangan takut aku tak akan mati
cepat bimbing aku naik ke dalam kereta dan segera
berangkat." Agaknya beberapa patah kata ini diutarakan dengan
kumpulkan seluruh tenaga yang dimilikinya begitu selesai
berbicara ia pejamkan matanya kembali.
Sembari gertak gigi menahan rasa sakit dilengan Kiem Lan
bimbing Siauw Ling masuk ke dalam kereta.
Tapi belum sempat ia melangkah naik mendadak terdengar
Suling Emas Dan Naga Siluman 14 Lambang Naga Panji Naga Sakti Karya Wo Lung Shen Mencari Bende Mataram 8