Pencarian

Bayangan Berdarah 3

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 3


suara teguran seseorang yang amat dingin berkumandang
datang. "Beratkah lukanya?"
Suara ini tidak keras, tapi bagi pendengaran Kiem Lan
bagaikan suara guntur yang membelah bumi disiang hari
bolong. Seluruh tubuhnya gemetar keras dan Siauw Ling yang
dibopongpun jatuh kembali ke atas tanah.
Tampak sebuah tangan yang putih bersih mendadak lewat
mencengkeram tubuh Siauw Ling yang hendak terjatuh
ketanah kemudian perlahan-lahan dibaringkan.
Dengan sepasang mata penuh air mata buru-buru Kiem Lan
jatuhkan diri berlutut diatas tanah.
"Budak tidak tahu akan kehadiran Toa Tjungtju sehingga
tak dapat menyambut dari kejauhan mohon Tjungjtu suka
mengampuni kesalahanku ini."
Sejak gadis ini mendengar suara tersebut ia tidak berani
mendongak untuk memandang orang ini tapi suara ini sangat
dikenalnya karena tak usah lagi ia sudah tahu siapakah yang
telah datang. Terdengar suara hambar dingin dan serak kembali
memenuhi angkasa. "Kau boleh berdiri hmm kau anggap kedatangan serta
kepergianku bisa kau ketahui dengan gampang."
Perlahan-lahan Kiem Lan mendongak tampak olehnya
dengan tubuh itu Djen Bok Hong yang bongkok tahu-tahu
sudah berdiri beberapa depa dihadapannya. Sepasang
matanya memancarkan cahaya berkilat dan ujung bibirnya
tersungging suatu senyuman tawar.
Mendadak. Suara derapan kaki kuda diiringi ringkikan panjang
berkumandang datang beberapa ekor kuda jempolan dengan
menimbulkan debu yang tebal laksana kilat meluncur datang.
Buru-buru Djen Bok Hong angkat tangannya melemparkan
badan Siauw Ling ke dalam kereta kemudian serunya:
JILID 4 Cepat larikan kereta ini untuk lanjutkan perjalanan tapi aku
tak usah terlalu cepat biarlah kuda2 itu mengejar datang.
Sembari memberi perintah ia sendiri menerobos masuk ke
dalam kereta. Kiem Lan bungkam dalam seribu bahasa ia segera naik ke
atas kereta menggetarkan cambuk dan melarikan kereta kuda
itu melanjutkan perjalanan kedepan.
Kereta kuda dengan timbulkan suara derapan roda yang
santar dan kebulan debu yang tebal berlari cepat.
Suara derapan kaki kuda para pengejar makin lama
terdengar makin santar agaknya kuda itu telah berhasil
menyandak sampai dibelakang kereta.
Tiba-tiba suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang memenuhi ruang angkasa bercampur dengan
derapan kaki kuda, tak perlu menoleh lagi Kiem Lan tahu Djen
Bok Hong telah turun tangan keji membinasakan orang2 yang
mengejar dari belakang itu.
Cukup ditinjau dari jeritan ngeri yang terdengar dapat
diduga orang itu apabila tidak mati seketika itu juga paling
sedikit roboh tidak sadarkan diri karena terluka parah.
Diam2 Kiem Lan menghela napas panjang pikirnya,
"Orang2 itu sudah terlalu membenci Pek Hoa Cungcu yang
sembunyi di dalam kereta sembari lepaskan senjata rahasia
membinasakan para pengejar tersebut. Kesalahpahaman
terhadap Sam ya akan semakin menebal lagi mereka pasti
mencatat hutang berdarah ini atas nama Sam ya dikemudian
hari sekalipun Siauw Sam ya ada maksud mangkirpun susah
untuk jelaskan persoalan ini.... Aaaai perbuatan Toa tjungtju
dari perkampungan Pak Hoa San cung ini sungguh keji jikalau
Sam ya dimusuhi oleh pelbagai perguruan serta partai dalam
dunia KangOuw ia terpaksa mencari persekongkolan untuk
tancapkan kaki dikolong langit dan satu satunya jalan baginya
adalah kembali buat orang2 perkampungan Pek Hoa san tjung
rela diperintah oleh mereka."
Semakin dipikir dayang ini tidak salah lagi cara berpikirnya
timbullah hawa gusar dalam hatinya dengan cepat disambar
berulang kali. Dengan berbuat demikian kecepatan lari kereta itupun
bertambah lipat ganda, laksana sambaran2 kilat kereta kuda
tadi bergerak menuju ke arah depan.
"Kiem Lan perlahan sedikit", mendadak terdengar suara
Djen Bok Hong yang serak dan hambar kembali
berkumandang keluar dari balik ruangan kereta.
Walaupun di dalam hati Kiem Lan merasa benci terhadap
Djen Bok Hong hingga merasup ketulang sumsum tapi setiap
kali ia berjumpa dengan Djen Bok Hong atau mendengar
suaranya maka semangat membantahnya rontok kembali.
Oleh karena itu setelah mendengar suara bentakan dari
Djen Bok Hong tanpa dikuasai lagi ia tarik tali les dan
perlambat larinya kereta.
Terdengar suara derapan kaki kuda makin mendekati
kereta yang mereka tumpangi disusul suara jeritan ngeri yang
menyayatkan hati kembali berkumandang memenuhi angkasa.
Jantung Kiem Lan terasa berdebar keras pikirnya, "Aaaaaai
dendam berdarah ini kembali dicatat dalam nota atas nama
Siauw Sam ya...." Kereta melanjutkan larinya diatas jalan raya ada kalanya
dari belakang kereta berkumandang keluar suara jeritan2
ngeri yang mendirikan bulu roma.
Kiem Lan yang secara diam2 menghitung jumlah suara
jeritan2 ngeri ini dapat mengetahui apabila orang yang mati
ada sembilan orang. Kesembilan hutang darah inipun
semuanya tercatat atas nama Siauw Ling.
Berhenti mendadak dari balik kereta berkumandang keluar
suara bentakan dari Djen Bok Hong.
Dari balik kereta perlahan lahan berjalan turun Djen Bok
Hong yang tinggi besar dan bongkok ia ayun telapak
tangannya yang besar ke atas lalu ditepuk2kan ke atas
pundak Kiem Lan. "Lan Jie baikkah sikap Siauw Samya terhadap dirimu"
tanyanya sambil tertawa. Wajahnya dihiasi dengan suatu senyuman ramah dan
halus. Senyuman macam ini amat jarang menghiasi wajah
orang ini dan meninggalkan suatu kenangan yang tajam
dalam benaknya Kiem Lan Ia teringat kembali ketika pada suatu malam kegadisannya
direbut oleh Djen Bok Hong dengan paksa waktu itu iapun
menjumpai senyuman yang ramah dan halus macam begini.
Bagi Kiem Lan senyuman tersebut mendatangkan perasaan
yang muak dan sakit hati dalam benaknya, perlahan-lahan ia
menunduk. "Siauw Sam ya adalah naga diantara manusia, mana
mungkin ia bisa penuju terhadap budak, sekalipun menaruh
simpatik perasaan itupun tidak lebih karena merasa iba dan
kasihan pada busak sekalian
oooooooOoooooo "Ia meminta agar bisa membawa serta dirimu serta Giok
Lan hal ini menunjukkan apabila ia menaruh simpatik kepada
kalian ujar Djen Bok Hong sambil tertawa. Asalkan kau dapat
baik2 melayani Samya dikemudian hari pasti kujodohkan
dirimu dengan dirinya."
"Budak hanya bunga yang telah layu dan pohon Liuw yang
telah mengering, tidak berani budak mempunyai pikiran
macam begitu." "Bergaul terlalu lama bisa menimbulkan cinta, tiap hari
layani dirinya lama kelamaan ia bisa menaruh cinta terhadap
kalian...." "Setelah Siauw Sam ya sadar dari pingsannya kau kularang
untuk menceritakan kejadian yang barusan berlangsung juga
kularang kau beri tahu kepadanya akan kehadiranku disini...."
"Apakah kau telah menaruh racun dalam tubuh Sam ya?"
Teriak Kiem Lan sangat cemas ia terperanjat.
Djen Bok Hong tertawa hambar.
"Apakah kau menyukai Siauw Sam ya?"
"Sam ya bersikap baik ramah dan sayang kepada budak
sekalian...." "Asalkan kau bisa menyelesaikan semua tugas yang
kuperintahkankepadamu dikemudian hari aku pasti akan suruh
Sam Ya untuk terima kamu sebagai gundiknya" potong Djen
Bok Hong dengan wajah berat. "Tapi jika kau berani
menghianati diriku bagaimana rasanya walaupun tak perlu
kuterangkan kau bisa mengerti sendiri bukan."
Ia tarik napas panjang2 sambungnya, "Sejak saat ini Sam
yamu telah mengikat tali permusuhan dengan orang2 Bu lim
manapun kau tak usah kuracuni badannya pun jangan harap
ia mampu menghadapi tuntutan balas jago-jago Bu lim sejak
kini kecuali ia balik keperkampungan Pek Hoa San cung
jangan harap bisa selamat dan tancapkan kaki dalam Bulim
dengan aman, Nah sekarang kau telah paham pikirlah baik2!
aku mau berangkat." "Toa cungcu harap menanti sebentar, budak masih ada
urusan yang hendak diutarakan" seru Kiem Lan terburu-buru.
"Giok Lan Moay moay serta nona Tong telah menelan racun
penyusut tulang, waktu bekerja racun tersebut sudah hampir
tiba. Toa cungcu kau berbuatlah mulia menghadiahkan
mereka dengan dua butir pil pemunah racun tersebut."
"Bila kuhadiahkan kedua butir pil pemunah racun itu
kepada mereka berdua setelah Sam cung cu sadar dan
menanyakan urusan ini, bagaimana jawabmu"
"Soal ini budak rasa...."
"Sudahlah" potong Djen Bok Hong cepat, "urusan ini sudah
kuatur sebaik mungkin kau tidak usah kuatir lagi sekarang kau
boleh naik ke dalam kereta dan melanjutkan perjalanan."
Kiem Lan tidak berani banyak cakap lagi ia segera meloncat
naik ke dalam kereta mengayunkan cambuk dan melarikan
kereta untuk melanjutkan perjalanan.
Tujuh delapan lie dengan cepat telah dilalui perlahan-lahan
gadis ini menghentikan kuda dan berpaling
Hatinya masih tidak tenang ia berpaling untuk memeriksa
apakah dalam kereta masih ada bayangan dari Djen Bok
Hong, setelah tidak berhasil ditemui jejak orang itu ia baru
menerobos masuk ke dalam kereta.
Tampak Siauw Ling menggeletak dalam kereta sepasang
matanya terpejamkan rapat2, dibeberapa mulut lukanya telah
dibubuhi obat dan darah telah berhenti mengalir.
Perlahan-lahan Kiem Lan menguruti jalan darahnya
disekeliling tubuh pemuda sedikitpun tidak salah ia temukan
jalan darah Siauw Ling telah tertotok.
Agaknya Djen Bok Hong sengaja memberikan kesempatan
buat Kiem Lan untuk melepaskan pengaruh totokan ditubuh
Siauw Ling yang tertotokpun berhasil dibebaskan.
Terdengar Siauw Ling menghela napas panjang dan
perlahan-lahan membuka sepasang matanya ia memandang
sekejap wajah Kiem Lan lalu memandang pula mulut lukanya
yang telah dibalut. "Kau yang obati dan membalut luka2ku" tegurnya,
Terpaksa Kiem Lan mengangguk,
"Karena budak melihat luka Sam ya mengucurkan darah
tiada hentinya maka terpaksa aku ambil keputusan sendiri
untuk membubuhi obat diatas luka2 tersebut."
"Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasih
kepadamu...." seru Siauw Ling sambil meloncat duduk.
Ia berpaling memandang sekejap Tong Sam Kauw serta
Giok Lan kemudian sambungnya lebih lanjut, "Aaaaai....
Jikalau bukan mereka berdua telah dipaksa menelan pil
beracun penyusut tulang saat ini dengan sangat mudah kita
berhasil menerjang lolos dari kepungan dan tak perlu melukai
begitu banyak orang lagi."
"Sam ya tak usah terluka banyak berpikir baik2lah
memelihara lukamu." Tiba-tiba agaknya Siauw Ling telah teringat akan suatu
urusan yang maha penting buru-buru tanyanya, "Setelah aku
jatuh tidak sadarkan diri apakah orang2 itu melakukan
pengejaran terhadap kita orang."
"Setelah budak menolong Samya naik ke dalam kereta
segera menjalankan kereta berkuda ini secepat-cepatnya
adakah orang yang melakukan pengejaran budak merasa
kurang tahu." Karena dalam hati ada rahasia yang sedang disembunyikan
maka sewaktu berbicara ia tundukkan kepalanya rendah2
selama ini tak berani mendongak barang sebentarpun.
Kembali Siauw Ling menghela napas panjang.
"Itulah dia aaai mereka menaruh rasa benci dan dendam
terhadap diri kita walaupun hawa kegusaran susdah dihindari
tapi cara mereka mendesak orang sungguh keterlaluan
terutama sekali sikapnya yang ceroboh dan menyerang orang
tanpa bertanya hijau putih dahulu benar2 membuat orang
merasa tidak tahan."
"Sam ya tak usah marah2 lagi dunia kangouw memang
bukan suatu halangan berkelana yang baik asalkan diri sendiri
sudah melibatkan diri dalam soal kedunia kangouwan maka
susah bagi diri sendiri untuk menyingkir dari balas membalas
yang tiada hentinya."
"Sekalipun ucapanmu tidak salah tetapi seharusnya mereka
tanyakan dulu persoalan itu sampai jelas kemudian baru turun
tangan." "Kedatangan mereka dengan membawa rasa dendam benci
dan sakit hati ditambah pula menemukan tanda bukti didepan
mata, tidak aneh kalau mereka kehilangan daya pengendalian
terhadap diri sendiri sehingga menyerang tanpa menangkan
putih hijau lagi." "Ehmmm.... perkataanmu memang tidak salah jikalau
persoalan ini kau dipikirkan lebih teliti lagi memang urusan ini
tak bisa salahkan mereka."
Pemuda ini merandek sejenak untuk tukas napas kemudian
sambungnya, "Toa Cungcu kumpulkan seluruh tanda bukti
permusuhannya dengan orang2 itu di dalam keretaku sebagai
barang hadiah bukankah tindakannya bermaksud hendak
mencelakai diriku" agar kau punya mulut susah menerangkan
persoalan ini sampai jelas" caranya ini sungguh keji dan
keterlaluan." Kiem Lan menghela napas panjang bibirnya agak bergerak
seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan.
Siauw Ling mendongak memandang atap kereta lalu


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergumam seorang diri. "Aku Siauw Ling sama sekali belum pernah melakukan
suatu pekerjaan yang menyalahi perkampungan Pek Hoa San
cung mereka kenapa mereka ada maksud mencelakai diriku."
"Sam ya" sambung Kiem Lan dengan nada sedih.
"Walaupun kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay tapi
tidak mungkin bagi dirimu untuk memusuhi seluruh jago yang
ada dikolong langit, kita harus berusaha mencari satu akal
untuk menerangkan persoalan dihadapan mereka."
"Persoalan telah jadi kokoh bagaikan gunung karang,
barang bukti telah terbentang didepan mata kau suruh aku
menggunakan cara apa untuk menerangkan persoalan ini
kepada mereka?" "Agaknya Ku Bok Thaysu dapat memahami keadaan dari
Samya lebih baik Sam ya mencari dirinya dan diajak
berunding." "Aaaaaaaa sebutlah aku mempunyai dua orang saudara
cuma sayang mereka tak ada disini dengan nama serta
kedudukan kedua orang ini mungkin sedikit banyak mereka
bisa sedikit menahan persoalan ini."
"Samya, maaf apabila budak terlalu banyak bicara, entah
siapakan dan macam apakah kedua orang saudara itu?"
"Tiong Cho Siang Ku."
"Aaaaaakh, Tiong Cho Siang Ku?" Kiem lan berteriak
tertahan saking kagetnya. "Budak pernah dengar orang
berkata...." "Kedua orang ini bukan saja memiliki ilmu silat yang lihay
bahkan pengetahuan serta pengalamannya sangat luas potong
Siauw Ling dengan cepat permainan siasatnya busuk macam
apapun yang ada dikolong langit jangan harap bisa lolos dari
pandangan mata mereka berdua hanya sayang kedua orang
itu tidak berada disini."
"Sam ya setelah kau memiliki kedua orang pembantu yang
demikian lihaynya kita harus cepat-cepat cari mereka guna
minta bala bantuannya" kata Kiem Lan setelah termenung
sebentar. "Tapi secara bagaimana kita hendak mencari jejak mereka"
dunia sedemikian luasnya kita harus kemana untuk
mencarinya" Bilamana urusuan tidak dijanjikan dahulu."
"Eeeei.... apakah antara Samya dengan Tiong Cho Siang ku
pernah menjanjikan sebuah tanda rahasia apabila masing
pihak bermaksud mengajak berjumpa?"
"Aaaaakh benar ada" seketika itu juga semangat Siauw
Ling bangkit kembali "jikalau kau tidak sadarkan aku masih
tidak teringat akan persoalan ini."
"Nah itulah dia asalkan sepanjang jalan Samya
meninggalkan tanda rahasia untuk menunjukkan jejakmu
bukankah Tiong Cho Siang ku segera akan berangkat untuk
berjumpa?" Siapa sangka mendadak senyuman kegirangan yang
semula menghiasi wajah Siauw Ling kini lenyap kembali.
"Bila mereka berdua tidak melewati tempat ini bukankah
tanda rahasia yang kutinggalkan hanya sia2 belaka" katanya
sambil menghela napas panjang.
"Asalkan anak murid Tiong Cho Siang ku bisa menjumpai
kode rahasia itu bukankah sama saja mereka bisa sampaikan
kabar ini kepada mereka berdua?"
"Sungguh sayang kedua orang itu tidak mempunyai
seorang anak muridpun."
"Kini urusan sudah jadi begini Samya pun tak usah terlalu
murung dan bersedih hati nama besar mereka Tiong Cho
Siang Ku tersohor diseluruh kolong langit sekalipun mereka
tidak mempunyai anak murid sedikit banyak punya mata2 juga
yang tersebar diseluruh dunia persilatan apakah mereka tak
dapat mengenali kode rahasia ini untuk disampaikan kepada
mereka." "Baiklah" akhirnya Siauw Ling menyetujui juga "perduli
Tiong Cho Siang Ku dapat melihat kode rahasia yang
kutinggalkan atau tidak bagaimanapun juga berbuat demikian
tidak ada salahnya Sewaktu kau menjalankan kereta nanti
sedikit menaroh perhatian setiap kali menjumpai simpang
jalan harus berhanti beritahu kepadaku biar aku tinggalkan
kode rahasia disana."
Kiem Lan mengiakan ia tidak berani berpaling karena dalam
hatinya mempunyai rahasia yang malu diketahui pemuda ini.
Hatinya bimbang dan kebingungan tak diketahui olehnya
haruskah ia ceritakan soal kunjungan Djen Bok Hong kepada
diri Siauw Ling atau tidak dia takut bilamana Siauw Ling
berhasil menemukan rahasia hatinya lantas timbulkan hal2
yang tidak enak. Karena itu selama ini ia selalu melengos dan tidak berani
berbentrokan pandangan mata dengan sang pemuda,
Kereta berkuda kembali melanjutkan perjalanannya
ditengah jalan raya suara putaran roda bergema tiada
hentinya meninggalkan dua gulung debu yang mengepul
memenuhi angkasa. Dengan paksakan diri Kiem Lan mengempos semangat
untuk perhatikan suasana disekeliling tampat itu menanti
kereta tiba disebuah simpang tiga ia segera berhanti dan
berpaling "Samya!" serunya keras, "Kita telah tiba disebuah simpang
tiga yang agaknya merupakan jalan yang paling penting dan
sering dilalui orang, silahkan Samya meninggalkan tanda
rahasia disini." Tempo dulu sewaktu Siauw Ling terkurung ditengah tebing
yang curam ia pernah salah makan jamur berusia ribuan tahun
yang mujarab dimana badannya yang semula lemah tak
bertenaga telah berubah jadi kuat dan sehat dan kini
sekalipun ia sudah banyak kehilangan darah tapi setelah
beristirahat sebentar tenaganya pulih kembali seperti sedia
kala. Mendengar ucapan tersebut ia segera keluar dari kereta
dan meloncat turun. "Samya kau lukamu sudah pulih seperti sedia kala?" seru
Kiem Lan tertegun melihat kegesitan sang pemuda.
Agaknya Siauw Ling sendiripun tidak menyangka apabila
lukanya dapat pulih secepat ini smula ia agak tertegun
kemudian tertawa hambar. "Aku sudah baik bagaimana dengan lukamu" agak ringan."
Sejak ia melakukan pertarungan sengit melawan para jago
Bulim berdampingan dengan Kiem Lan tanpa disadari dari
dasar hatinya timbullah perasaan kuatir dan sayang yang aneh
terhadap gadis ini. Mendengar pertanyaan itu alis Kiem Lan melenting. Suatu
senyuman gembira menghiasi bibirnya.
"Terima kasih atas perhatian Samya luka budakmu sudah
agak ringan." "Kalau begitu bagus sekali kau harus baik2 merawat
lukamu itu setelah sembuh aku hendak menurunkan beberapa
jurus ilmu pedang kepadamu sehingga dikemudian hari kalau
bergebrak melawan orang tidak sampai dilukai lagi dengan
gampang." Kiem Lan tertawa manis. "Sekalipun budak harus mati juga tidak sayang harap
Samya baik2 berjaga diri."
"Perjalanan dikemudian hari masih panjang dan
mengembang. Kita harus banyak bekerja sama dalam
menghadapi segala persoalan."
Habis mengucapkan perkataan itu dia berjalan menuju
ketepi simpang tiga tadi dan meninggalkan tanda rahasia
disana. Walaupun dimulut Kiem Lan tidak bicara tetapi sepasang
matanya terus menerus memperhatikan keadaan disekeliling
tempat itu, ia takut pada saat itu ada orang yang mengejar
datang sehingga tak bisa terhindar lagi suatu pertarungan
sengit yang mengerikan segera akan berlangsung.
Menanti Siauw Ling telah menyelesaikan pekerjaannya
meninggalkan kode rahasia disana beruntung tak ada orang
yang mengejar datang. Siauw Ling segera naik ke dalam keretanya belum sempat
ia duduk baik Kiem Lan telah mengayunkan cambuknya
melarikan sang kereta kencang2 kedepan.
Siauw Ling sama sekali tidak menduga Kiem Lan bisa
menjalankan keretanya begitu tergesa2 tidak tahan lagi
badannya sempoyongan dan roboh tepat di dalam pelukan
Giok Lan. Tampak seluruh tubuh Giok Lan gemetar keras kemudian
menjerit ngeri. "Aduuuuuuh....sakit."
Siauw Ling terperanjat dengan cepat ia bangun terduduk
dan berpikir keras dalam hatinya.
"Agaknya racun pengerut tulang ini bukan saja dapat
membinasakan orang secara diam2 bahkan yang paling hebat
lagi seseorang segera akan kehilangan seluruh kepandaian
silatnya bila ditinjau dari kepandaian yang dimiliki Giok Lan
dengan tumbukanku yang tidak sengaja ini tidak seharusnya
ia menjerit kesakitan macam begini."
Selagi ia masih berpikir kembali terdengar Giok Lan
menjerit lengking lalu bergelinding2 dalam kereta.
Siauw Ling kontan merasakan hatinya tergetar keras, buruburu
ia alihkan matanya ke arah gadis itu.
Tampak seluruh anggota badan Giok Lan mulai berkerut,
suara jeritan lengking sangat menusuk telinga membuat hati
orang bergidik. Larinya kereta dengan cepat berhenti, horden disingkap
dan muncullah Kiem Lan sambil meloncat masuk ke dalam
ruangan. Tapi ketika melihat keadaan Giok Lan yang bergelinding2
dalam kereta air mukanya langsung berubah henat dengan
sedih ia mengucurkan air mata.
Setelah rasa terkejut lewat Siauw Ling pun dapat
menenangkan kembali hatinya, dengan cepat tangan
kanannya bergerak berturut2 menotok tiga buah jalan darah
ditubuh Giok Lan. Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berhenti
tubuh yang bergelindingpun untuk sementara jadi tenang
kembali tapi air muka Giok Lan masih kelihatan begitu
menderita dan tersiksa sehingga mendatangkan rasa iba dihati
orang lain. "Aaaai....sungguh lihay pil pengerut tulang ini" seru Siauw
Ling sambil menghela napas panjang.
Kiem Lan berdiam diri ia melirik sekejap ke arah Tong Sam
Kauw yang ada pula di dalam kereta sewaktu dilihatnya gadis
itu tetap duduk tak berkutik dengan wajah yang tenang dan
sama sekali tidak kelihatan daya racunnya mulai bekerja
hatinya jadi tercengang. "Mereka berdua sama2 menelan pil pengerut tulang kenapa
hanya enci Giok Lan seorang yang kambuh" sedangkan Tong
Sam Kauw tiada urusan" serunya keheranan.
"Benar!" sambung Siauw Ling sesudah berpikir sejenak.
"Jikalau dihitung dengan jari hari belum sampai tiba saatnya
bekerjanya racun yang mengeram ditubuh mereka hanya saja
seluruh tubuh kedua orang ini tak boleh terkena tumbukan
ataupun menderita sedikit lukapun karena bila terjadi hal ini
maka daya kerja racun tersebut akan mulai bekerja sebelum
waktunya. Tadi secata tidak sengaja tubuhku bertumbukan
dengan badan Giok Lan inilah sebabnya mengapa racun yang
mengeram dalam tubuhnya mulai bekerja."
Air mata Kiem Lan jatuh bercucuran bagaikan sumber mata
air, perlahan-lahan ia mengambil keluar sebuah sapu tangan
dan mengusap keringat yang mengucur keluar membasahi
seluruh wajah Giok Lan. Kiranya setelah beberapa buah jalan darah ditubuh Giok
Lan kena ditotok oleh Siauw Ling mulutnya tak dapat bicara
badan tak dapat berkutik tapi rasa sakit karena berkerutnya
obat2 serta tulang sama sekali tak hilang saking harus
menahan rasa sakit yang luar biasa keringat mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya.
Sembari gertak gigi akhirnya Kiem Lan melancarkan satu
totokan jalan darah pingsan ditubuh encinya setelah itu dia
berpaling ke arah Siauw Ling katanya, "Samya budak harus
mati dan rela menerima hukuman dari Samya."
"Eeeei....Kiem Lan apa maksud ucapanmu itu?" kedengaran
Siauw Ling agak melengak oleh ucapan tersebut.
"Didasar hati kecil budak masih tersembunyi sebuah rahasia
yang belum diberitahukan kepada diri Samya."
Siauw Ling segera tertawa hambar.
"Rahasia apa?" "Toa Cungcu telah datang."
"Apa?" Siauw Ling tersentak kaget seluruh badannya
tergetar keras. "Toa Cungcu telah datang" kenapa sedikitpun
aku tidak merasakan?"
"Waktu itu Samya terlalu banyak kehilangan darah dan
amat letih telah jatuh tidak sadarkan diri."
"Jadi orang yang membubuhi obat luka serta membalut
luka2ku adalah Toa Cungcu?" seru Siauw Ling sembari
tundukkan kepala memandang sekejap luka dilengannya.
"Benar" dengan sedih Kiem Lan mengangguk. "Toa Cungcu
telah bantu membimbing Samya masuk ke dalam kereta
kemudian membubuhi obat diluka Samya, tapi iapun sudah
mengikatkan beberapa buah dendam berdarah bagi dirimu."
"Mengikatkan dendam berdarah?" seru Siauw Ling
keheranan. "Benar. Toa Cungcu telah bersembunyi di dalam kereta lalu
entah menggunakan ilmu silat apa secara beruntunan telah
melukai sembilan orang jago Bulim yang mengejar dibelakang
kereta." "Kau dapat melihat kesemuanya ini?" potong sang pemuda
cepat. "Walaupun budak tidak melihat dengan mata kepala sendiri
tapi dapat mendengar suara jeritan ngeri yang bergema
seluruhnya ada sembilan kali jadi aku berani memastikan ada
sembilan orang yang terkena serangan."
"Entah bagaimana dengan luka mereka."
"Jika didengar dari suara jeritan ngeri yang pendek dan
menyayatkan hati. Aku rasa orang itu susah untuk hidup lebih
lanjut." Dari sepasang mata Siauw Ling kontan memancarkan
serentetan cahaya tajam yang dingin dan menggidikkan.
"Sekarang Toa Cungcu ada dimana?" bentaknya gusar.


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Setelah Toa Cungcu melukai orang2 itu secara beruntun ia
memerintahkan budak untuk menghentikan kereta dan
memeringatkan budak jangan menceritakan peristiwa ini
kepada diri Samya kemudian sekalian berkelebat ia telah
berlalu." "Kenapa sedikitpun aku tidak tahu?" kembali Siauw Ling
memotong ucapan budak itu ditengah jalan.
"Sewaktu Toa Cungcu mengempit tubuh Samya naik ke
dalam kereta tangannya sekalian menotok jalan darah Samya
sudah tentu Samya sama sekali tidak tahu."
"Dan tadi kau yang bebaskan jalan darahku?" Kiem Lan
mengangguk. "Kereta berkuda ini sudah menjadi tanda yang jelas nagi
jago-jago Bulim untuk mencari balas. Jikalau kita melanjutkan
kembali perjalanan kita dengan menumpang kereta ini maka
banyak kesulitan yang kita temui sepanjang perjalanan."
"Aaaaaai!" potong Siauw Ling sambil menghela napas
panjang. "Aku tahu kau suruh aku membuat kereta untuk
menghindarkan diri dari pengejaran para jago dan cegatan2
mereka...." "Walaupun Samya adalah seorang jago yang memiliki
kepandaian ilmu silat tinggi tapi luka parah dibadanmu belum
benar2 sembuh mungkinkah bagimu untuk mengadakan
perlawanan terhadap serangan2 yang datang dari para jagojago
Bulim itu. Menurut pendapat budakmu lebih baik untuk
sementara waktu kita menghindarkan diri terlebih dahulu dari
cegatan lawan kemudian menanti luka2 kita telah sembuh."
"Aku mengerti maksud baikmu" timbrung Siauw Ling sambil
menggelengkan kepala berulang kali. "Tapi urusan ini
mempunyai sangkut paut yang amat besar dengan peristiwa
dikemudian hari sekarang memang kita bisa saja buang kereta
dan melarikan dari intaian serta cegatan2 lawan. Tapi dengan
berbuat demikian dikemudian hari kita bakal jumpai kesulitan
dalam menerangkan persoalan ini kepada mereka."
"Setiap manusia bila tak menemui kesulitan dikemudian
hari saat ini pasti menemui kesulitan didepan mata, budak
rasa kesalah pahaman saat ini tak dapat diterangkan kembali
dengan andalkan ucapan Samya seorang. Maksud budak
hanya untuk sementara menghindarkan diri dari bentrokan2
kekerasan untuk kemudian kita berusaha kembali...."
"Sebagai seorang lelaki sejati dalam perbuatan maupun
tindakan aku tak ingin bersembunyi2. Terutama sekali Giok
Lan serta nona Tong telah menelan pil pengerut tulang dan
daya bekerja racunpun makin mendekat. Jikalau kita harus
melepaskan kereta dan melarikan diri dengan menyaru
sekalipun bisa menghindarkan diri dari pengamatan para jago
Bulim hal ini dapat membingungkan pula anggota
perkampungan Pek Hoa San cung yang ditugaskan dengan
demikian kita bakal mencelakai nyawa kedua orang itu?"
Perlahan-lahan Kiem Lan menghela napas panjang.
"Samya bisa memiliki semangat jantan, jiwa mulia budak
merasa sangat beruntung dapat mengiringi diri Samya."
"Kau tak usah menyanjung diriku lagi" potong Siauw Ling
sambil tertawa getir. "Aku seorang lelaki sejati ternyata tak
dapat melindungi keselamatan kalian beberapa orang
sebaliknya malah mengandalkan bantuanmu untuk meloloskan
hal ini bila dipikir lagi perlahan-lahan sungguh aku harus
merasa malu." Mendadak terdengar suara derapan kaki kuda
berkumandang datang memecahkan kesunyian yang
mencekam. Dengan hati bergidik Kiem Lan berseru tertahan.
"Samya ada orang datang kita cepat berlalu" teriaknya.
Dengan cepat ia menyingkap horden yang menutupi kereta
itu. "Aaaach....tidak sempat...." seru Siauw Ling.
Belum selesai dia berkata mendadak terdengar suara
desiran tajam berkumandang datang serentetan cahaya tajam
dengan menerobosi horden melayang masuk kedalam.
Siauw Ling kerutkan alisnya dengan sebat ia menangkap
datangnya senjata rahasia tersebut.
"Samya! ruangan dalam kereta terlalu sempit agak susah
bagi kita untuk berkelit, lebih baik kita keluar dari kereta saja"
bisik Kiem Lan lirih. "Baik kau baik2lah menjaga kedua orang itu sehingga
jangan sampai mereka kena dicelakai."
"Budak akan berjuang sepenuh tenaga."
Ia tahu kepandaian yang dimilikinya tak bakal bisa
menyamai seperti kepandaian Siauw Ling dimana dengan
sebab dia dapat menangkap senjata rahasia dengan cepat
pedangnya diloloskan kemudian menghadang dihadapan Giok
Lan serta Tong Sam Kauw. Ketika Siauw Ling telah melonca keluar dari kereta dan
mendongak tertampak olehnya dua ekor kuda jempolan
dengan gagah telah berhenti kurang lebih tujuh delapan depa
dihadapannya. Orang pertama mempunyai wajah persegi dengan
sepasang mata yang bulat besar berwajah merah bercahaya
jenggot putih sepanjang dada dan memakai jubah warna biru.
Dia bukan lain adalah sinaga sakti berlengan delapan Toa
Bok Ceng. Disisinya berdiri seorang dara berbaju hijau yang
mempunyai paras cantik dan menyoren sebilah pedang pada
punggungnya. Setelah menyapu sekejap wajah kedua orang itu Siauw
Ling segera merangkap tangannya menjura.
"Oooouw....kiranya Toa Bok Ceng thayhiap."
"Musuh buyutan selalu merasa jalan didunia terlalu sempit.
Disini kembali kita berjumpa" potong Toa Bok Ceng dingin.
Siauw Ling tersenyum. "Kalian berdua terus menerus mengintit diri cayhe. Entah
apa maksud kalian?" "Hmmm....tak usah kami repot2 turun tangan nanti bakal
muncul orang lain yang datang mencari balas dengan dirimu."
Ia berpaling sekejap ke arah si dara berbaju hijau itu
tambahnya, "Soat jie, mari kita pergi."
Sekali sentak tali les ia larikan kudanya melanjutkan
perjalanan. Sang dara berbaju hijau itu menyahut iapun keprak
kudanya menguntil dari belakang Toa Bok Ceng.
Melihat kedua orang itu berlalu tanpa mencari urusan
dengan dirinya Siauw Ling jadi tercengang dengan termangu2
dipandangnya bayangan punggung kedua orang itu hingga
lenyap dari pandangan. "Apa maksud mereka terus menerus menguntit" pikirnya di
dalam hati. "Mengapa setelah berjumpa dengan aku lantas
keprak kuda tinggal pergi" urusan dalam dunia kangouw
sungguh banyak yang aneh dan mengherankan...."
"Samya mari kita lanjutkan perjalanan" terdengar suara
yang halus dari Kiem Lan berkumandang dari sisinya
menyadarkan pemuda ini dari lamunan.
Siauw Ling menghembuskan napas panjang.
"Aaaai! benar ia pasti bertujuan demikian" gumamnya
seorang diri. "Samya apa kau kata?" seru Kiem Lan keheranan.
"Aku maksudkan sinaga sakti berlengan delapan Toa Bok
Ceng tentu datang kemari untuk memeriksa bagaimana
dengan lukaku! Kiem Lan aku lihat banyak bahaya yang akan
kita temui selama perjalanan kita selanjutnya."
"Bukan saja mara bahaya akan banyak dijumpai asalkan
kau tak mau buang kereta dan melanjutkan perjalanan
dengan menjura mungkin selama hidup tak bakal menemui
suatu haripun dengan hati tenang" pikir Kiem Lan di dalam
hati. Tapi diluaran ia menyahut dengan suara halus.
"Orang budiman selalu mendapat perlindungan Thian
terhadap manusia sejati macam Samya tentu akan mendapat
bantuan dari Thian."
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi perlahan-lahan ia naik
ke dalam kereta dan menyingkap horden kereta.
Dilihatnya seluruh tubuh Giok Lan basah kuyup oleh
keringat wajahnya menunjukkan kesakitan sehingga
keadaannya amat mengerikan sebaliknya Tong Sam Kauw
masih tetap bersikap bodoh dan termangu2 sama sekali tidak
terjadi perubahan pada dirinya.
Kiem Lanpun tidak banyak beribut dia ayun cambuk
melarikan kudanya untuk melanjutkan perjalanan.
Baru saja mereka melanjutkan perjalanan sejauh dua tiga li
mendadak terdengar beberapa kali suara ringkikan keras
beberapa ekor kuda jempolan penarik kereta bersama2 roboh
binasa diatas tanah. Melihat kejadian itu Kiem Lan tertegun.
"Samya keempat ekor kuda kita kena dibokong orang dan
sama2 roboh binasa."
Padahal tak perlu ia bicara Siauw Ling sudah turun dari
kereta untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti.
Akhirnya ia menghela napas panjang.
"Keempat ekor kuda kita sama2 kena terbokong senjata
rahasia yang sangat beracun, hanya saja senjata rahasia
tersebut sangat kecil benuknya sehingga waktu itu kita semua
sama sekali tidak merasa...."
"Mungkinkah hal ini hasil dari perbuatan Toan Bok Tjeng?"
"Mungkinkah dia...."
Mendadak Kiem Lan tertawa.
"Demikianpun baik juga. Hal ini akan memaksa Samya
untuk lepaskan kereta dan melanjutkan perjalanan dengan
menyaru." "Urusan tak akan gampang apa yang kau pikirkan, aku rasa
merekapun telah menyusun suatu rencana...."
Belum habis pemuda ini menyelesaikan kata2nya
mendadak terdengar suara suitan nyaring berkumandang
datang. Siauw Ling segera mendongak, terlihat olehnya beberapa li
disekitar daerah sebelah selatan kecuali sebuah
perkampungan tak terlihat rumah penduduk lainnya lagi.
Suara suitan nyaringa tadi justru muncul dari dalam
perkampungan tersebut. Kiem Lan pun berpaling menyapu sekejap keadaan
disekeliling tempat itu, lalu ujarnya, "Samya kita harus
berusaha mencari satu akal untuk melanjutkan kembali
perjalanan kita!" Siauw Ling termenung berpikir sejenak, kemudian ujarnya,
"Kau boponglah Giok Lan biar aku membawa barang yang ada
dalam kereta kita cari dulu sebuah tempat yang bisa
digunakan untuk meneduh dari curahan hujan, setelah
memberi tempat beristirahat bagi kedua orang itu kita baru
berusaha kembali...."
"Apakah kita akan menuju keperkampungan tersebut?"
tanya Kiem Lan kemudian sambil memandang ke arah
perkampungan yang ada ditempat kejauhan.
"Sudah kau dengar suara suitan panjang yang sangat
nyaring tadi?" "Dengar! kenapa?"
"Justru suara suitan itu bermaksud memancing perhatian
kita...." "Benar! mereka sengaja mengatur suatu jebakan untuk
memancing kita masuk perangkap."
Siauw Ling tertawa getir.
"Saat ini setapak demi setapak kita telah terjebak ke dalam
kepungan mereka, cukup ditinjau dari matinya keempat ekor
kuda jempolan tersebut dapat kita ambil kesimpulan apabila
mereka sudah tidak membicarakan soal peraturan Bulim lagi
mereka bersiap sedia menggunakan tindakan yang melanggar
peraturan Bulim untuk menghadapi kita sejak kini kita harus
bersikap sangat hati2 kemungkinan besar setiap saat kita bisa
menerima serangan bokongan dari mereka."
"Pendapat tinggi dari Samya membuat pikiran yang picik
dari budakmu sedikit terbuka."
"Sekalipun keadaan kita berada dalam suasana bahaya tapi
posisi kita belum sampai menderita kalah" sambung Siauw
Ling lebih kanjut. "Yang menyusahkan kita justru kedua orang
nona yang telah dicekoki obat penyusut tulang. Jikalau tidak
kita atur tempat yang aman bagi mereka dan kita bawa kedua
orang itu menyambut kedatangan pihak lawan maka hal ini
akan menyulitkan posisi kita."
"Samya kalau begitu kau berangkatlah seorang diri" seru
Kiem Lan kemudian dengan nada sedih.
"Bagaimana dengan kalian?"
"Budak bisa mohon bantuan dari pihak perkampungan Pek
Hoa San cung." "Kecuali Toa Cungcu masih berada disekitar tempat ini. Dari
sini menuju keperkampungan Pek Hoa San cung ada ratusan
lie jauhnya. Bagaimana mereka bisa tahu tentang
kesulitanmu!" "Soal ini tiada halangan dalam saku budak masih
mempunyai mercon penembus langit dari perkampungan Pek
Hoa San cung, asalkan tanda tersebut aku lepaskan maka
berita ini dengan cepat akan sampai ditelinga Toa Cungcu...."
"Kenapa" apakah mercon penembus langit ini mempunyai
kekukoayan yang istimewa?" tanya Siauw Ling tercengang.
"Perkataan budak masih belum selesai" kemudian
sambungnya lebih lanjut, "Sewaktu Toa Cungcu hendak
menyerahkan ketiga buah mercon penembus langit tersebut
kepada budak, ia pernah berkali2 memperingatkan benda
tersebut bila tidak sangat penting mercon ini jauh lebih
penting daripada tanda perintah Kiem hoa Leng asalkan
mercon ini dilepaskan walaupun aku berada ribuan lie jauhnya
dari perkampungan Pek Hoa San cung berita ini tidak sampai
beberapa jam akan sampai ditangan Cungcu."
"Benar secara diam2 ia tentu mengirim orang untuk
mengawasi semua gerak gerik kita, sudah tentu setiap saat
mereka dapat melihat peledakan mercon penembus langit
tersebut." "Dalam perkampungan Pek Hoa San cung banyak dipelihara
burung2 merpati pengirim berita" ujar Kiem Lan lebih jauh.
"Asalkan orang yang menguntit kita dapat menemukan adanya
peledakan mercon penembus langit tersebut ia segera akan
menulis sepucuk surat yang digantungkan dikaki burung
merpati dan melepaskannya untuk melaporkan hal tersebut
kepada diri Toa Cungcu."


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah itulah dia."
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan keempat penjuru
mendadak ia menemukan kurang lebih satu li dibawah sebuah
pohon besar berdiri tersendiri sebuah rumah gubuk segera
ujarnya, "Mari kita menuju kerumah petani itu setelah
memberi tempat beristirahat bagi kedua orang itu kita
bicarakan lagi soal yang lain."
Tanpa banyak pikir lagi ia berjalan terlebih dahulu kedepan.
Kiem Lan dengan membopong Giok Lan dan menggandeng
tangan Tong Sam Kauw berjalan didepan sedang Siauw Ling
dengan membawa dua buah peti kayu menyusul dari
belakang. Agaknya seluruh ilmu silat yang dimiliki Tong Sam Kauw
telah punah semua sewaktu melangkah pergi jalannya amat
lambat sehingga jarak satu li harus ditempuh dalam waktu
sepertanak nasi lamanya. Rumah gubuk itu berdiri sendiri dibawah sebuah pohon
yang amat besar. Pohon itu lebat dan dihadapannya hanya
terdapat tanah seluas setengah hektar, disekeliling gubuk
sepanjang tahun tertutup terus dari cahaya sinar matahari
sehingga dinding gubuk penuh dengan lumut.
Kedua lembar pintu terbuat dari bambu, saat ini setengah
terbuka setengah tertutup sama sekali tidak terdengar suara
sedikitpun. Siauw Ling mendehem berat, sapanya, "Adakah orang
didalam?" "siapa?" tanya seseorang dari balik ruangan gubuk dengan
suara yang serak itu. "Cayhe sedang melakukan perjalanan melewati tempat ini
tidak beruntung dua orang anggota kami menderita sakit
sehingga tak sanggup untuk melanjutkan perjalanan kembali
untuk sementara kami ingin beristirahat sejenak dirumah
hujien. Entah dapatkah?"
Pintu rumah terbuka dan muncullah seorang nenek tua
berambut putih dengan mencekal sebuah tongkat dari bambu
ujarnya lambat2, "Gubuk ditanah gersang tidak antas untuk
menyambut kedatangan tamu terhormat bila Koanjien tidak
menampik silahkan masuk kedalam."
Melihat kehalusan ucapan perempuan tua itu Siauw Ling
merasakan hatinya sedikit bergerak pikirnya, "Bila kutinjau
dari ucapan sinenek tua ini amat halus dan sopan jelas dia
adalah seorang terpelajar yang pandai bersastra."
Buru-buru sahutnya, "Terima kasih atas kebaikan hati
Popo." Ia melangkah terlebih dahulu masuk ekdalam gubuk.
Gubuk tani itu hanya terdiri dari dua bilik yang sebuah
besar yang lain kecil kecuali sebuah ruangan tetamu masih
ada sebuah ruangan dalam yang ditengahnya terpisah oleh
bambu dan didepan pintu tertutup sebuah kain horden warna
biru. Sebuah meja persegi berdiri didekat dinding belakang
diatas meja terletak sebuah teko air teh serta dua cawan putih
yang besar lagi kasar. Sinenek tua itu melirik sekejap ke arah Giok Lan yang
berada dipunggung Kiem Lan lalu sembari membereskan
rambutnya yang putih katanya, "Dirumah seribu tahun aman
keluarga rumah sehari saja menderita."
"Khek koan tak usah sungkan asal ada permintaan katakan
saja kepadaku." "Aaach! kami hanya perlu beristirahat sebentar kemudian
segera berangkat" kata Siauw Ling sambil tersenyum. "Tidak
berani terlalu merepotkan diri popo."
Kembali sinenek tua memperhatikan diri Siauw Ling serta
Giok Lan sekejap katanya, "Karena usiaku sudah tua, badan
lemah banyak penyakit, maaf aku tak dapar melayani Cuwi
terlalu lama." Dengan bantuan tongkat bambu selangkah demi selangkah
ia masuk keruang belakang.
Dengan termangu2 Siauw Ling memperhatikan bayangan
punggung sinenek tua itu lenyap dari pandangan, pikirnya
dalam hati, "Nenek tua ini tidak mirip seseorang kelahiran
dusun." Mendadak. "Chee Loo nio kau ada didalam?" suara seseorang yang
berat berkumandang datang.
"Ada urusan apa kau datang mencari diriku?" suara sahutan
sinenek muncul dari dalam ruangan.
Ketika Siauw Ling alihkan sinar matanya keluar tampak
seorang lelaki kekar berbaju singsat telah berdiri kurang lebih
satu tombak diluar gubuk ketika itu ia sedang rangkap
tangannya menjura. "Cayhe menerima perintah dari majikan. Ada urusan
hendak dirundingkan dengan loocianpwee."
Dari ruangan dalam muncul suara jawaban dari Chee Toa
nio, "Ini hari kesehatanku tidak beres apalagi dalam rumah
kedatangan tamu terhormat, aku tidak terima tamu lagi ada
urusan kita bicarakan dikemudian hari saja."
"Tapi urusan ini amat penting bagaimanapun juga harus."
"Aku bilang ini hari tidak terima tamu, kau sudah dengar
belum?" teriak Chee Toa nio sangat gusar.
"Urusan ini ada sangkut pautnya dengan tetamu yang ada
dirumah kau orang tua. Urusan tak bisa diperpanjang lagi."
Berturut2 ia mengulangi kembali kata2nya sampai
beberapa kali tapi tak kedengaran suara jawaban dari Chee
Toa nio lagi. Mendadak Siauw Ling bangun berdiri, bisiknya kepada diri
Kiem Lan, "Orang itu ada maksud mencari kita aku akan
menanyakan persoalan ini sampai jelas."
Sewaktu ia ada maksud bangkit keluar mendadak terdengar
lelaki yang ada diluar gubuk menjerit kaget lalu putar badan
lari terbirit2 dri sana. Dari dalam ruangan kembali berkumandang keluar suara
dari Chee Toa nio, "Manusia tak tahu diri sudah kasih muka
kepadamu kau masih juga tidak mau tahu. Hmmm dasarnya
tidak mau minum arak kehormatan memilih arak hukuman."
"Samya!" bisik Kiem Lan lirih setelah mendengar ucapan
sinenek tua itu. "Sinenek tua itu adalah seorang jago lihay
yang sedang mengasingkan diri."
Siauw Ling mengangguk ia membungkam dala seribu
bahasa. "Kalian boleh beristirahat dengan lega hati" terdengar Chee
Toa nio melanjutkan kata2nya. "Walaupun gubukku jelek dan
tidak bagus kelihatannya tapi sangat aman untuk orang
beristirahat." "Terima kasih atas kehadiran Loo popo!"
"Cuma Cuwi pun tak dapat terlalu lama berdiam disini.
Dalam dua jam kemudian cuwi harus sudah meninggalkan
tempat ini. Aku rasa dua jam cukup panjang buat kalian untuk
beristirahat serta merawat luka bukan!"
Pada dasarnya Siauw Ling punya watak sombong dan tinggi
hati mendengar ucapan itu segera sambungnya, "Loo popo
boleh berlega hati, kami pasti tak akan menyusahkan diri Loo
popo, tidak sampai dua tajam cayhe sekalian segera akan
berangkat." "Oooouw sungguh besar omonganmu!"
Siauw Ling tidak menggubris ucapan sinenek tua itu lagi
sembari mengangkat kedua buah peti kayu itu serunya, "Kiem
Lan mari kita berangkat, mereka pasti akan mendesak kita
sehingga menemui jalan buntu mungkin sekali kita harus
turun tangan melakukan pertarungan sengit dengan mereka."
"Samya...." seru Kiem Lan sedih.
"Sudahlah tak usah bicara lagi mari kita berangkat" Siauw
Ling ulapkan tagannya mencegah gadis itu melanjutkan
kata2nya. Kiem Lan tidak berani banyak bicara sembari menggandeng
tangan Tong Sam Kauw dengan mengikuti dibelakang Siauw
Ling berjalan keluar. Mendadak tampak horden bergoyang disusul ujung baju
tersampok angin. Tahu2 Chee Toa nio telah munculkan dirinya
didepan pintu mencegat jalan pergi mereka.
"Tunggu sebentar" bentaknya dingin.
Diam2 Siauw Ling melakukan persiapan sewaktu dilihatnya
nenek tua menghadang jalan pergi mereka.
"Loo poo, kau ada petunjuk apa lagi yang hendak
disampaikan kepadaku?"
"Apakah kalian hendak pergi dengan demikian saja?"
"Kalau kami hendak pergi dengan demikian saja lalu kau
mau apa?" Mendengar ucapan sang pemuda ini Chee Toa nio
tersenyum. "Tinggalkan dulu sedikit barang! terus terang saja
kukatakan rumah gubukku ini selamanya tak pernah
menerima tetamu dengan sia2 belaka."
"Aaaach! bila kutinjau dari situasi yang kuhadapi saat ini
kalau tidak bergebrak tidak mungkin bisa meninggalkan
tempat ini dalam keadaan selamat" pikir Siauw Ling dalam
hatinya. "Tidak kusangka disebuah tempat pegunungan yang
sunyi bisa berdiam seorang jago Bulim lihay yang mempunyai
watak aneh." Diam2 hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh
badan siap menghadapi serangan yang setiap saat dapat tiba
sembari melepaskan peti kayu yang ada ditangannya ke atas
tanah ia berkata, "Entah apa yang diinginkan Loo popo dari
diri cayhe?" "Heee....heee....kelihatannya kau ada maksud hendak
bergebrak melawan diriku?"
"Keadaan terpaksa membuat cayhe harus berbuat demikian
walaupun cayhe masih ada maksud untuk menghindarkan diri
dari banyak urusan tapi niatku ini tak bakal bisa terpenuhi."
"Harimau yang baru turun dari gunung kau sungguh tidak
takut mati, semangat jantan kau sibocah cilik sungguh
membuat diriku serasa amat kagum."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lebih lanjut, "Kau
harus menerima tiga buah seranganku dengan menggunakan
cara apapun, mau berkelit atau menerima dengan kekerasan
sesuka hatimu asalkan kau bisa menerima serangan2ku itu
tanpa menderita luka. Aku segera akan melepaskan kalian
untuk melanjutkan kembali perjalanan."
Terbayang kembali dalam benak Siauw Ling akan
pengalamannya selama melakukan perjalanan beberapa hari
ini hawa gusar memuncak dan tak bisa ditahan lagi ia tertawa
dingin tiada hentinya. "Heee....heee....asalkan Loo popo ada maksud menantang
aku untuk bergebrak cayhe pasti akan mengiringinya dengan
senang hati." Chee Loo nio tertawa. "Selama hidup aku paling suka terhadap enghiong hoohan
yang bersemangat jantan dan pemberani bocah cilik ternyata
aku tidak jelek." Ditengah ucapan yang diiringi suatu senyuman toya
ditangan kanannya mendadak dialihkan ketangan kiri sedang
tangan yang semula akan melepaskan tongkat tersebut
membabat keluar mengirim sebuah serangan dahsyat.
Siauw Ling membalikkan tangan kanannya menyambut
datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras ia
tidak ingin menunjukkan kelemahan ataupun menghindar.
Braaak! terdengar suara bentrokan keras bergema
memenuhi angkasa diiringi pusaran angin tajam mereka
berdua sama2 berdiri ditempat semula tanpa bergerak
sedikitpun juga jelas di dalam serangan mengadu kekerasan
barusan keadaan mereka adalah seimbang.
Chee Loo nio berseru tertahan, tangan kanannya segera
ditarik kembali laksana kilat cepatnya kembali mengirim
sebuah babatan dahsyat kedepan.
Diam2 Siauw Ling menggertak gigi, telapak kanannya
diayun kemuka sekali menerima datangnya serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Pundak Chee Loo nio bergoyang keras membuat badannya
teratur sedangkan Siauw Ling tanpa dikuasai lagi mundur dua
langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Kiem Lan yang menonton jalannya pertarungan dari sisi
kalangan segera berpaling ke arah Siauw Ling dilihatnya air
muka pemuda itu tenang2 saja sedikitpun tidak menunjukkan
tanda-tanda terluka hatinya jadi lega kembali dia
menghembuskan napas panjang2.
Setelah terjadi bentrokan kedua senyuman yang semula
menghiasi wajah Chee Loo nio lenyap tak berbekas telapak
kanannya walaupun diangkat ke atas tapi tidak berani dibabat
keluar jelas di dalam serangannya yang terakhir ini dia masih
belum mempunyai pegangan yang kuat untuk mengalahkan
diri Siauw Ling oleh karena itu ia tak berani turun tangan
gegabah. Tampak nenek tua itu perlahan-lahan menarik kembali
telapak tangannya. "Siapakah gurumu" berasal dari perguruan mana kau bocah
cilik?" tegurnya dingin.
"Suhuku tak mempunyai perguruan. Maaf nama besarnya
tak dapat kuberitahukan."
Sepasang mata Chee Loo nio memancarkan cahaya tajam
mendadak dengan penuh kegusaran.
"Bocah cilik kau sombong benar beranikah kau menerima
seranganku yang terakhir ini."
Telapak kanannya diayun dengan sekuat tenaga membabat
keluar. "Kenapa tidak berani?" sahut sang pemuda sinis telapak
kanan diangkat dan sekali lagi ia menerima datangnya
serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Sepasang telapak tangan kembali saling beradu
menimbulka suara getaran yang memekikkan telinga.
Oleh tenaga tekanan yang maha dahsyat dari pihak lawan
seketika itu juga Siauw Ling merasakan matanya berkunang2
berturut2 ia mundur empat lima langkah ke belakang dengan
sempoyongan. Chee Loo nio sendiripun tak sanggup bediri tegak badannya
tak kuasa mundur empat lima langkah ke belakang dengan
sempoyongan. Chee Loo nio sendiripun tak sanggup berdiri tegak
badannya tak kuasa mundur tiga langkah ke belakang.
Perlahan-lahan Siauw Ling menghembuskan napas
panjang.

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tiga jurus telah berlalu, entah Loo popo masih ada lagi...."
tanyanya. "Silahkan" sinenek tua she Chee segera menyingkir
memberi jalan buat tetamunya untuk berlalu.
Siauw Lingpun tidak banyak bicara lagi sembari menjinjing
kedua buah peti kayu itu dia berjalan keluar dengan langkah
lebar. Pada saat itulah kurang lebih empat lima tombak diluar
gubuk berdiri dua orang lelaki kekar berbaju singsat dan
menggembol golok pada punggungnya. Ketika itu dengan
sepasang mata melotot bulat2 mereka sedang mengawasi
seluruh gerak gerik pemuda kita.
Melihat ada orang yang sedang mengawasi mereka. Kiem
Lan percepat langkahnya mengejar kesisi Siauw Ling lalu
bisiknya lirih, "Samya agaknya kedua orang itu sedang
menantikan kedatangan kita."
"Ehmm....orang yang menyaru sebagai aku Siauw Ling
mungkin memiliki nama yang amat tersohor dikolong langit,
setiap orang menghormati dirinya. Kiem Lan tahukah kau apa
sebabnya mereka bersifat demikian?"
"Budak tidak mengerti."
"Hal ini dikarenakan tindakannya terlalu keji, telengas dan
tidak tahu ampun, orang yang mereka bunug sudah sangat
banyak sehingga memaksa orang lain menghirmati dirinya jeri
kepadanya dan tidak berani secara gegabah mencari satroni
dengan dirinya jikalau mereka hendak paksa kita memojok
kesudut jalan buntu aku Siauw Lingpun terpaksa sedikit
memperlihatkan kelihayanku dihadapan mereka...."
Dalam hati Kiem Lan pun tahu majikan Siauw Ling
beberapa hari ini selalu tertekan kendati ia memiliki
kepandaian silatnya yang lihay tapi tak sejuruspun yang bisa
ia keluarkan ditambah pula saat bekerjanya racun yang
mengeram dalam tubuh Giok Lan serta Tong Sam Kauw
hampir tiba hal ini makin membuat hatinya gelisah dan cemas.
Lama kelamaan jiwa yang tertekan serta rasa gelisah yang
mengacaukan pikirannya berubah menjadi suatu rasa benci
dendang di dalam benaknya benci dan dendam yang muncul
dalam keadaan gusar kebanyakan memaksa seseorang ambil
keputusan tanpa berpikir panjang inilah sebabnya iaada
maksud turun tangan melakukan pembunuhan.
Sudah tentu saja cara berpikir dari pemuda tersebut
menimbulkan rasa bergidik dihati Kiem Lan.
Inilaj harapan dari Djen Bok Hong dengan mengatur siasat
keji tersebut dengan berbagai macam akal ia berusaha
menciptakan suatu suasana pembunuhan berdarah yang
dilakukan Siauw Ling terhadap para jago-jago dunia persilatan
justru yang dilakukan Toa Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung adalah memaksa ia berada dalam keadaan
terpojok lalu menggunakan waktu selagi dia jengkel dan
gelisah suatu pembunuhan yang keji membuat pemuda ini tak
bisa tancapkan kakinya kembali ke dalam Bulim dan
memberikan peluang yang besar baginya untuk sesuka hati
menggunakan tenaga ini. Terdengar suara bentakan keras yang memotong lamunan
Kiem Lan ditengah jalan. "Kau orangkah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung?" "Kalau benar mau apa" sahut Siauw Ling dingin perlahanlahan
ia meletakkan kotak kayu ke atas tanah kemudian
meloloskan pedang tersoren yang ada punggungnya.
"Samya bersabarlah beberapa saat jangan sampai
menjatuhkan diri ke dalam lembah penyesalan yang tiada
tepian" bisik Kiem Lan halus setelah dilihatnya ada maksud
turun tangan. Waktu itu napsu membunuh telah menyelimuti seluruh
wajah Siauw Ling setelah pedangnya diloloskan dari sarung ia
kumpulkan semua tenaga singkang untuk siap turun tangan
membinasakan pihak lawan dibawah serangannya.
Tetapi setelah mendengar peringatan Kiem Lan hawa
napsu membunuh perlahan-lahan lenyap tak berbekas pedang
yang ada ditanganpun melemas kembali.
"Apa maksud kalian berdua mencari diriku?" tegurnya.
"Selama perjalanan Sam Cungcu datang kemari secara
beruntun telah membinasakan sembilan orang jago-jago lihay
dari kalangan Bulim sungguh hebat kepandaianmu! sungguh
keji hatimu" jengek seorang lelaki yang berdiri disebelah kiri.
Sinar mata Siauw Ling dengan tajam menyapu sekejap
wajah kedua orang itu terlihat olehnya dari sikap maupun cara
mereka berpakaian tidak mirip dengan cara berdandan
seorang jago kenamaan dalam dunia persilatan dandanan
mereka tidak lebih hanya mirip bawahan seseorang.
Melihat seorang bawahanpun berani bersikap begitu tak
tahu adat, begitu kurang ajar terhadap dirinya kembali Siauw
Ling naik pitam, sepasang matanya memancarkan cahaya
dingin yang menggidikkan hati.
"Hmmmm kalian berdua benar2 tidak takut mati?" tegurnya
ketus. Lelaki yang ada disebelah kanan segera mendongak dan
tertawa terbahak2. "Haaaaa....haaaaa....haaaaaa....kami mengakui kepandaian
silat yang kami miliki tak sanggup menandingi kepandaian
silatmu mungkin hanya sebuah jurus ilmu pedangmu sudah
cukup merubuhkan kita, tapi kami mempunyai semangat
jantan seorang pendekar semangat tidak takut mati. Semua
enghiong hoohan yang ada dikolong langit pada membenci
dirimu hingga merasuk ketulang sumsum, saudara kami yang
mati dibawah pedangmu pasti akan mendapatkan
penghargaan dari seluruh enghiong hoohan yang ada dikolong
langit mereka boleh bangga sekalipun mati juga tak perlu
menyesal." Siauw Ling tertegun mendengar ucapan tersebut akhirnya
ia menghela napas panjang.
"Jika kedatangan kalian berdua mencari diriku adalah
bermaksud mencari kematian buat diri sendiri."
"Kami sih bukan orang bodoh yang suka mencari mati
konyol buat diri sendiri" sahut silelaki yang ada disebelah kiri.
"Kedatangan kami dikarenakan sedang menjalankan perintah
majikan kami untuk menyampaikan suatu persoalan kepada
diri Sam Cungcu." "Urusan apa" silahkan kalian mengutarakan keluar, cayhe
pasti pentang telinga untuk mendengarkan."
"Majikan kami telah menyiapkan sebuah meja perjamuan"
sambung silelaki yang ada disebelah kanan. "Mereka
menantikan jawabanmu beranikah kau orang menghadiri
perjamuan yang telah disiapkan itu?"
Sebelum Siauw Ling memberi jawabannya silelaki yang ada
disebelah kiri berebut bicara terlebih dahulu katanya lebih
lanjut, "Pepatah mengatakan pertemuan belum pasti suatu
pertemuan yang baik perjamuan belum tentu suatu perjamuan
yang menyenangkan. Dalam perjamuan kali ini kecuali
majikan kami sendiri masih ada lagi jago-jago lihay dari kolong
langit termasuk kaum paderi dari pihak Siauw lim pay. Kini
majikan kami hanya memerintahkan diri kami menyampaikan
hal tersebut kepadamu mau pergi atau tidak itu terserah
dirimu sendiri." "Kami orang2 Bulim paling mengutamakan keterus
terangan dan tidak menggunakan senjata rahasia membokong
orang lain" tambah silelaki yang ada disebelah kanan cepat.
"Tapi tindakan kalian orang2 perkampungan Pek Hoa San
cung terlalu keji kejam dan telengas, yang kalian utamakan
hanyalah membokong orang dengan cara yang rendah. Kami
tak akan menggunakan hal tersebut untuk menghadapi dirimu
dalam perjamuan nanti, jikalau Sam Cungcu tidak berani
menghadapi perjamuan ini silahkan kau beritahukan hal
tersebut kepada kami hanya saja dengan demikianlah sejak ini
hari kamipun akan unjuk gigi dengan gunakan cara yang
rendah macam perkampungan Pek Hoa San cung kalian untuk
menghadapi kamu semua penyerangan akan kami lakukan
tanpa pemberitahuan lagi."
Siauw Ling tidak banyak cingcong dia masukkan kembali
pedangnya ke dalam sarung lantas berseru lantang, "Silahkan
kalian berdua membawa jalan cayhe rela menjumpai majikan
kalian." Agaknya kedua orang lelaki tersebut sama sekali tidak
menyangka kalau Siauw Ling suka memilih pergi menghadapi
perjamuan yang telah diadakan mereka kelihatan agak
tertegun kemudian saling bertukar pandangan sekejap.
"Ternyata Sam Cungcu belum kehilangan semangat
seorang jantan kami kakak adik berdua akan berjalan
selangkah terlebih dahulu untuk membawa jalan."
"Tunggu sebentar!"
Waktu itu kedua orang lelaki kekar tersebut siap hendak
putar badan, mendnegar teguran tersebut mereka sama2
berhenti. "Mengapa apakah Sam Cungcu berubah pendirian?"
"Setiap ucapan yang telah cayhe utarakan sekalipun harus
menaiki gunung golok atau menerobosi lautan pedang
selamanya tak pernah kupungkiri kembali harap kalian berdua
suka tunggu sebentar cayhe akan atur urusan pribadiku
sebentar...." Ia berpaling dan memandang sekejap wajah Kiem lan lalu
bertanya, "Kalian pergilah, bawa mereka balik
keperkampungan Pek Hoa San cung...."
"Samya tak perlu menguatirkan keselamatan kami" potong
Kiem Lan cepat. "Silahkan kau menghadiri perjamuan tersebut
dengan hati tenang. Jikalau dapat dijelaskan baik2lah jangan
sampai turun tangan menggunakan kekerasan."
"Soal ini aku sudah tahu" tukas Siauw Ling seraya
mengangguk. "Hanya saja waktu bekerjanya racun yang
mengeram ditubuh mereka hampir sampai, jikalau kau tidak
bawa mereka kembali keperkampungan Pek Hoa San cung
bukanlah ini sama artinya kita telah mencelakai mereka
berdua?" "Bagaimanakah perasaan hati nona Tong budak tidak
berani memastikannya" ujar Kiem Lan dengan sedih. "Tapi
perasaan hati enci Giok Lan dapat kuketahui dengan sangat
jelas, dia rela mati keracunan dari pada balik kembali
keperkampungan Pek Hoa San cung."
Siauw Ling termenung dia mendongak memnadang langit
dan berpikir lama sekali.
"Bagaimana menurut pendapatmu?" akhirnya dia bertanya.
"Jikalau Samya merasa bahwa kami bertiga tidak
merepotkan dirimu. Kami sekalian rela mengiringi disisi
Samya." Siauw Ling termenung iapun mengetahui dikolong langit
kecuali berada disisinya sudah tak ada tempat lagi bagi Kiem
lan serta Giok Lan untuk hidup aman, terpaksa ia menghela
napas panjang. Seraya putar badan dengan langkah lebar ia berjalan
kemuka. Kedua orang lelaki kekar yang selama ini ada disisi
kalangan dapat mencuri dnegar pembicaraan kedua orang itu.
Walaupun mereka belum berhasil mendapatkan keterangan
yang jelas dibalik peristiwa tersebut tapi secara lapat2 mereka
dapat menduga apabila di dalam hati Siauw Ling tersembunyi
suatu kesulitan yang susah diutarakan keluar.
Siauw Ling dengan menjinjing kedua buah peti kayu itu
melanjutkan perjalanannya kedepan disusul oleh Kiem Lan
dengan tangan kanan memayang punggung Giok Lan tangan
kiri menggandeng tangan Tong Sam Kauw.
Demikianlah dibawah bimbingan kedua orang lelaki kasar
sebagai petunjuk jalan mereka melakukan perjalanan sejauh
tujuh delapan li kemudian menikung masuk ekdalam sebuah
hutan yang lebat. Mendadak Kiem Lan percepat langkahnya mendekati sisi
tubuh Siauw Ling bisiknya lirih.
"Samya kesemuanya ini adalah akibat dari siasat licik dan
keji atur Toa Cungcu hal tersebut tak bisa menyalahkan diri
Samya sendiri juga tak bisa menyalahkan orang lain harap
Samya suka bersabar untuk bikin jelas dulu duduknya
persoalan." Siauw Ling berpaling memandang sekejap wajah Giok Lan
serta Tong Sam Kauw mendadak ia tersenyum.
"Jikalau bukan dikarenakan Toa Cungcu telah mengatur
dua buah beban berat yang membingungkan hatiku mungkin
sejak semua hilang sudah kesabaranku."
Pada saat itulah silelaki kekar pembawa jalan berteriak
keras, "Sam Cungcudari perkampunga Pek Hoa San cung
datang memenuhi undangan."
Siauw Ling mendongak terlihat olehnya diatas sebuah
tanah lapang yang luas dan lebar berdiri seorang lelaki kekar
bercambang yang berusia empat puluh tahunan sepasang
matanya bulat besar bercahaya sikapnya gagah segera ia
busungkan dada dengan langkah lebar berjalan menghampiri.
Kedua orang lelaki kekar sipembawa jalan buru-buru
menyingkir kesamping memberi jalan.
Setibanya ditepi lapangan Siauw Ling meletakkan kedua
kotak itu ke atas tanah kemudian merangkap tangannya
menjura. "Cayhe datang untuk memenuhi undangan tolong tanya
dimanakah tuan rumah berada?"
Sejak Siauw Ling munculkan dirinya disana silelaki
bercambang itu dengan sepasang mata yang tajam tiada
hentinya memperhatikan seluruh tubuh pemuda tersebut dari
atas hingga kebawah menanti Siauw Ling menyapa seraya
menjura ia baru tarik kembali sinar matanya dan balas
memberi hormat. "Cayhe adalah sang tuan rumah bila kudengar dari nada
ucapan tentu kaulah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung bukan?" "Sedikit tidak salah aku orang she Siauw datang untuk
memenuhi undangan, entah ada urusan apa kau mengundang
diriku datang kemari?"
Mendadak silelaki bercambang itu mendongak tertawa
terbahak2 tangannya bergerak datang mencengkeram
pergelangan kanan Siauw Ling sedang diluaran katanya
lantang, "Tidak kusangka dengan wajah Sam Cungcu yang
demikian tampa serta menarik hati bisa memiliki watak keji
dan telengas memandang manusia sungguh tak boleh hanya
memandang wajah belaka."


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ling yang merasakan pergelangan kanannya
dicengkeram iapun tidak mau berdiam diri jari2 tangan
kanannya berputar balik balas mencengkeram pergelangan
sang lelaki kekar tersebut.
Kedua belah tangan dengan cepat saling mencengkeram
suasana jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Lama sekali baru terlihat silelaki bercambang itu
melepaskan cengkeramannya pada tangan kanan Siauw Ling
dan berseru memuji, "Sam Cungcu sungguh dahsyat
kepandaian silatmu."
"Terlalu memuji, terlalu memuji entah siapak nama besar
Heng thay?" "siauwte Poh Thian seng."
Sejak masing-masing pihak saling mencekal tangan pihak
lawannya dan berakhir dengan hasil seimbang mereka mulai
menaruh rasa sayang pada masing-masing pihak dengan
sendirinya rasa permusuhan dihati merekapun jauh berkurang.
"Entah apa maksud Poh heng mengirim orang untuk
mengundang siauwte datang kemari?" kembali Siauw Ling
bertanya. "Oooouw ada beberapa orang kawan Bulim yang ingin
berjumpa dengan diri Sam Cungcu sudah tentu termasuk
siauwte salah satu diantaranya."
Mendengar ada jago-jago Bulim yang ingin berjumpa
dengan dirinya sepasang mata Siauw Ling dengan tajam
menyapu sekejap sekeliling tempat itu tapi tak sesosok
bayangan manusiapun yang berhasil ia jumpai.
"Entah jago-jago dari manakah yang ingin menemui
diriku?" serunya kemudian.
"Sudah tentu siauwte akan perkenalkan mereka kepada diri
Sam Cungcu." Bicara sampai disitu mendadak ia bertepuk tangan ke arah
balik hutan sebelah timur.
Dari balik pepohonan perlahan-lahan muncullah seorang
hweesio berjubah abu2 dengan usia kurang lebih lima puluh
tahunan. Begitu melihat wajah sang hweesio tersebut Siauw Ling
segera merasakan wajah paderi ini sangat dikenal olehnya.
Hanya untuk sesaat ia lupa ditempat manakah ia pernah
berjumpa dengan dirinya. Terdengar Poh Thian seng sembari menuding ke arah
hweesio tersebut ia memperkenalkan dirinya dengan sang
pemuda. "Thaysu ini adalah Ci Kuang Thaysu dari perguruan Siauw
Lim pay!" "Selamat berjumpa selamat berjumpa" seru Siauw Ling
buru-buru seraya menjura.
"Omitohud" Ci Kuang Thaysu merangkap telapaknya
memuji keagungan Buddha. Ia membalas menjura.
Kembali Poh Thian seng bertepuk tangan dua kali, dari
balik hutan sebelah selatan muncullah seorang lelaki
berperawakan kekar dengan dada lebar, jenggot putih terurai
sepanjang dadanya sedang dipunggungnya tergantung
senjata roda bergigi Jiet Gwat Cing Loen.
Orang ini bagi Siauw Ling mendatangkan kesan yang
mendalam karena ia sekali pandang ia segera mengenali
kembali siapakah dirinya, bibir bergerak akan menyapa atau
secara mendadak hatinya agak bergetak ia paksa menahan
sabar. Sembari menuding ke arah lelaki tersebut Poh San Cu
Thayhiap orang menyebut dirinya sebagai Sin So Thiat Tan
atau sitangan sakti peluru besi.
"Coe Thayhiap cayhe Siauw Ling" kembali sang pemuda
menjura. "Telah lama kudengar nama besarmu, ini hari bisa
berjumpa sungguh amat beruntung...."
"Ehmm....orang ini bukan saja konyol dan bersifat
kekanak2an bahkan otaknya bebal tak bisa digunakan untuk
berpikir" batin Siauw Ling dalam hatinya. "Setelah kulaporkan
namaku ternyata ia berlagak pilon pura2 tidak mendengar."
Haruslah diketahui lima tahun berselang Siauw Ling tidak
lebih hanya seorang bocah cilik yang berbadan lemah dan
penyakitan karena untuk pertama kalinya ia melakukan
perjalanan bersama2 Gak Siauw Tjha dimanapun ia merasa
semua kejadian merupakan pemandangan yang baru dan
aneh bagi dirinya setiap manusia yang dijumpai tentu
mendatangkan kesan yang mendalam, dalam hatinya
sekalipun begitu belum tentu orang lain jika masih ingat
dengan dirinya. Kembali terdengar suara tepukan tiga kali dari hutan
sebelah barat perlahan-lahan muncul dua orang manusia.
Orang pertama seorang hweesio kepala gundul yang
memakai jubah Ihasa. Wajahnya penuh berkelepotan minyak
dengan dipunggungnya menggembol sebuah cupu besar yang
terbuat dari besi. Mengikuti dari sisinya adalah seorang pengemis bebaju
kusut dan dengkil dengan memakai sepatu rumput, rumput
awut2an dan membawa sebuah kuali besi yang besar.
Sembari menuding kedua orang itu sekali lagi Poh Thian
seng memperkenalkan jagoannya kepada diri Siauw Ling.
"Mereka berdua adalah jago-jago kukoay yang dihormati
dan tersohor dikolong langit hingga saat ini sihweesio
pemabok serta sipengemis kelaparan."
"Lama mengagumi nama besar kalian berdua" Siauw Ling
segera menjura memberi hormat.
Sihweesio pemabok membuka sedikit sepasang matanya
yang sipit karena kebanyakan minum air kata2 setelah
memperhatikan sesaat seluruh wajah Siauw Ling ia mulai
bergumam seorang diri. "Ooouw sayang! sungguh sayang...."
Tangannya berbalik melepaskan cupu2 besi yang
tergantung pada punggungnya membuka penutup dan
meneguk isi arak sepuas2nya kemudian barulah
menambahkan, "Sungguh sayang sebutir mutiara harus
terjatuh ke dalam tong berisi kotoran manusia."
"Hmm! apa perlunya kau bicara dengan manusia macam
dia, usus serta isi perutnya telah mati semua kau bicara
dengan ia macam bicara dengan patung belaka eeeei kawan
lebih baik simpan sedikit tenaga buat memetik khiem tanduk
kerbau saja!" jengek sipengemis kelaparan.
Kontan Siauw Ling berkerut keningnya setelah mendengar
jengekan tersebut pikirnya, "Orang ini kalau bicara kenapa
begitu ngaco belo entah siapa yang sedang ia maki?"
Padahal dalam hati iapun tahu orang yang sedang dimaki
oleh sipengemis tersebut bukan lain adalah dirinya sendiri
hanya saja ia tidak mau mengakui begitu saja sebelum orang
itu mengungkap nama seseorang belum tentu yang dimaki
adlah dirinya. Kali ini Poh Thian seng bertepuk empat kali ketengah udara
dari hutan sebelah utara perlahan-lahan muncul seorang
kakek tua berjenggot putih tangannya mencekal sebuah
tongkat dan kaki kirinya pincang orang itu bukan lain adalah
Po Hiap atau sipendekar pincang Tjiang Toa Hay yang pernah
dijumpai Siauw Ling sewaktu berada dalam perkampungan
Pek Hoa San cung. Dibelakang si orang tua tersebut menguntil datang dua
orang yang satu seorang lelaki kekar berusia tiga puluh
tahunan seorang yang lain seorang pemuda berusia dua puluh
tahunan mereka berdua sama2 telah meloloskan pedang
ditangan empat buah sinar mata penuh mengandung rasa
benci dan mendendam melototi wajah Siauw Ling tak
berkedip. Sewaktu Siauw Ling menjumpai guru murid tiga orang ini
hatinya seketika itu juga berdebar keras pikirnya, "Hati
mereka bertiga tentu masih mendendam terhadap diriku
karena mereka kena diusir keluar dari perkampungan Pek Hoa
San cung gara2 diriku jikalau ini hari ada mereka bertiga yang
bikin rusak suasana maksudku untuk menjelaskan keadaan
yang sebenarnya pasti menemui kegagalan."
Ternyata sipendekar pincang Ciang Toa Hay masih
mengingat sakit tempo hari, tidak menanti Poh Thian seng
memperkenalkan dirinya kepada pemuda tersebut ia sudah
keburu bicara terlebih dulu.
"Sam Cungcu bagaimana keadaanmu sejak perpisahan"
entah masih ingatkah kau orang dengan kami guru murid tiga
orang?" "Siauwte mana berani melupakan diri sipendekar pincang
Ciang Toa Hay Ciang heng."
"Hmm! bulan yang lalu dibawah pimpinan Djen Bok Hong
Sam Cungcu telah gebah turun kami guru murid bertiga dari
atas loteng Wang Hoa Loo sikap gagah serta keren pada saat
ini tidak akan kami guru murid bertiga lupakan sepanjang
hidup" seru Ciang Toa Hay kembali dengan nada yang dingin.
Siauw Ling tertawa hambar.
"Kesalah pahaman antara aku dengan kalian guru murid
bertiga rasanya makin lama terperosok makin mendalam aku
lihat peristiwa ini tak dapat dijelaskan dengan ucapan kata2
belaka." "Haaa....haaaa....semisalnya berita ini aku orang she Tjiang
dengar dari kabar selentingan yang tersiar dalam Bulim
mungkin saja berita tersebut bisa salah tapi kejadian ini
kualami dan kulihat sendiri dengan sepasang kata dan
telingaku apakah aku bisa salah melihat dirimu?"
Siauw Ling segera merasakan beribu2 bahkan berjuta2 kata
bergolak hendak meluncur keluar dari bibirnya justru ia
bingung harus bicara dari mana terlebih dahulu untuk sesaat
ia kebingungan dan akhirnya menghela napas panjang lalu
membungkam dalam seribu bahasa.
"Apabila kalian berdua orang pernah saling kenal cayhepun
tak usah memperkenalkan kalian lagi" kata Poh Thian seng
kemudian ia merandek sejenak untuk tukar napas lalu
sambungnya lebih lanjut, "Ini hari walaupun kami
mengundang Sam Cungcu datang kemari sungguh sayang
sama sekali tidak menyediakan perjamuan kami hanya ingin
menanyakan beberapa macam persoalan dari Sam Cungcu
serta penyelesaiannya."
Nada ucapan tersebut sangat mendesak orang untuk
berada dalam posisi tersudut.
Semangat Siauw Ling segera berkobar setelah mendengar
ucapan tersebut katanya, "Cuwi silahkan mengajukan
pertanyaan asalkan Siauw Ling tahu pasti akan kuutarakan."
"Jika kau suka berbuat demikian itu jauh lebih bagus lagi
kita sebagai orang2 yang sering melakukan perjalanan dalam
Bulim memang seharusnya berani bertanggung jawab setelah
berani berbuat." "Omitohud" terdengar Tji Kuang Thaysu merangkap
tangannya memuji keagungan sang Buddha. "Tadi secara
beruntun Sam Cungcu berhasil membinasakan sembilan orang
jagoan lihay ini mengartikan kepandaian silat yang kau miliki
sangat lihay seorang sulit loolap ikut menemui ajalnya
ditangan Sam Cungcu hal ini hanya bisa salahkan kepandaian
silatnya kurang sempurna sehingga sepatutnya yang lemah
menemui ajal tapi loolap ingin mencari tahu apa sebabnya
Sam Cungcu melakukan tindakan sekeji itu untuk cabut
nyawanya?" Siauw Ling mendehem perlahan sebelum ia mencari
jawaban yang tepat untuk menanggapi persoalan tersebut
mendadak terdengar Coe Kun San berteriak pula lantang,
"Sinelayan dari karesidenan Sam Siang jadi orang ramah dan
mulia orang Bulim tak ada seorang pun yang tidak menaruh
hormat kepadanya dendam sakit hati apakah yang terikat
antara dirimu dengan dia orang sehingga kau begitu tega
menggunakan senjata rahasia beracun untuk melukai jiwanya"
dendam ini aku orang she Coe sudah pastikan untuk menuntut
kembali, bila tak kupikul beban ini bukankah sama artinya
hubungan akrab selama tiga puluh tahun lamanya akan
hanyut bagaikan air disungai Yang Tse" bukankah tindakanku
ini akan ditertawakan seluruh jago kangouw?"
JILID 5 Sepatah demi sepatah kata dari Tjoe Koen San ini bagaikan
godam yang berat memilu dalam hati Siauw Ling otaknya
kontan jadi kacau sehingga tak sepatah katapun bisa
diutarakan. Suasana sesaat jadi sunyi senyap sehingga tak kedengaran
sedikit suarapun. Mendadak sihweesio pemabok melirik sekejap ke arah
sipengemis kelaparan lalu ujarnya, "Eeeei....pengemis busuk
kau saja yang bicara! orang lain merupakan jago-jago dari
perguruan terkenal semua kitapun tidak seharusnya bergebrak
dalam suatu pertempuran buta."
Dari dalam sebuah kantung kain yang tergantung pada
pinggangnya sipengemis kelaparan mencomot dulu
segenggaman nasi lalu dimasukkan ke dalam mulut sembari
mengunyah katanya, "Sin heng Tui Hong Khek atau sijagoan
pengejar angin dengan kami sihweesio pemabok dan
pengemis kelaparan disebut orang sebagai Hong Jen Sam yu
sekarang kau hajar dia sampai kehilangan napasnya bila kami
tidak balaskan dendam atas kematiannya bukankah orang lain
akan mengatakan kami Hong Djen Sam yu jeri terhadap kalian
orang2 dari perkampungan Pek Hoa San cung."
Lima tahun berselang sipengemis kelaparan serta sihweesio
pemabok pernah munculkan diri melindungi Siauw Ling demi
Gak Siauw Tjha hanya saja Siauw Ling waktu itu amat kurus
dan lemah keadaannya jauh berbeda dengan kegagahan serta
ketampanannya saat ini. Apalagi Lan Giok Tong yang menyaru dengan Siauw Ling
telah menggemparkan seluruh dunia persilatan
menggabungkan Siauw Ling ke dalam pihak perkampungan
Pek Hoa San cung serta munculnya kembali Djen Bok Hong
telah menggetarkan seluruh dunia persilatan oleh karena itu
terhadap Siauw Ling waktu itu dan Siauw Ling sekarang
siapapun tak bisa membedakan dengan jelas.
Poh Thian Seng mendehem perlahan ujarnya, "Nama keji
Djen Bok Hong sudah tersohor diseluruh kolong langit dendam
yang ia ikat sudah bertumpuk2 bagaikan bukit san selama
hidup entah sudah menciptakan berapa banyak pembunuh2
keji. Sepuluh tahun berselang dibawah kerubutan para
enghiong seluruh kolong langit ia berhasil dihajar sampai
terluka parah semua orang waktu itu mengira ia sudah mati
siapa nyana bajingan tua itu masih hidup segar bugar dalam


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia kangouw sepuluh tahun kemudian ia munculkan dirinya
kembali dengan mendapat bantuan kau Siauw Ling."
Siauw Ling hanya merasakan darah panas bergolak keras
dalam rongga dadanya sehingga susah dikendalikan lagi.
"Tutup mulut" bentaknya keras. "Dengan andalkan apa
kalian berani menuduh semua pembunuh itu aku orang she
Siauw yang lakukan?"
"Orang2 itu mengejar kencang dibelakang kereta Sam
Cungcu jikalau bukan kau yang melakukan mungkinkah ada
orang lain yang mewakili dirimu?" jengek Poh Thian Seng
sambil tertawa hambar. "Ada orang yang melihat?"
"Aku...." Seketika Siauw Ling merasakan otaknya tergetar seperti
mau meledak. "Kau melihat dengan mata kepala sendiri?" teriaknya
setengah menjerit. Air muka Poh Thian Seng berubah hebat ia ulapkan
tangannya ketengah udara.
"Gotong kemari jenasah Jie ya."
Dari balik hutan terdengar sahutan dua orang lelaki kekar
dengan menggotong sesosok jenasah dengan langkah
terburu-buru bergerak mendekat.
"Letakkan ke atas tanah."
Kedua orang lelaki itu mengiakan dan meletakkan jenasah
tadi ke atas tanah kemudian bersama megundurkan diri.
Siauw Ling segera alihkan sinar matanya ke atas jenasah
tersebut. Tampak olehnya orang itu dengan sepasang mata melotot
bulat2 ujung bibirnya masih membekas darah kering wajahnya
yang kaku menunjukkan kegusaran jelas kematiannya begitu
tidak rela sehingga keadaannya kelihatan sangat
menyeramkan. "Sam Cungcu sudah kau lihat?" tegur Poh Thian Seng
dingin. "Sudah tapi dia bukan...."
"Adik angkatku ini berwatak paling mulia dan sangat
berlawanan dengan watakku yang benci kejahatan sampai
merasuk ketulang" potong Poh Thian Seng penuh kegusaran.
"Tidak disangka manusia yang mulia dan baik hati macam dia
harus mendapat akhir yang demikian mengenaskan tidak
mendapat akhir yang demikian mengenaskan tidak aneh kalau
kematiannya tidak meram."
"Poh heng...." seru Siauw Ling sambil ulapkan tangannya.
Agaknya Poh Thian Seng sudah tak dpat menahan rasa
sedih yang bergelora dalam dadanya lagi dengan keras
kembali ia membentak, "Aku berada kurang lebih tiga empat
tombak dibelakangnya sewaktu ia mendekati belakang
keretamu mendadak badannya roboh binasa apa aku anggap
yang kulihat ini adalah palsu belaka...."
"Secara bagaimana kau berani memastikan apabila orang
yang ada dalam kereta hanya aku seorang...."
"Dalam kereta hanya kalian berempat" potong Poh Thian
Seng dengan cepat "dan kini semuanya hadir disini kalau
bukan kau siapa lagi yang bisa melakukan perbuatan sekeji
ini." Jantung Siauw Ling berdebar keras sekalipun ia tak pernah
berbuat tapi dalam keadaan begitu ada mulutpun susah
mungkir saking cemasnya ia berteriak keras, "Walaupun
mereka terbunuh sewaktu mengejar kereta itu tapi sang
pembunuh bukan aku orang she Siauw."
"Bukti sudah berada didepan mata kau masih ingin
mungkir?" teriak Poh Thian Seng semakin gusar. "Cuma
sayang waktu itu aku merasa amat sedih karena kematian
adik angkatku sehingga tidak mengejar ke dalam kereta
menyeret kau keluar...."
Siauw Ling yang didesak terus menerus mulai naik pitam.
"Tanpa menyelidiki dahulu keadaan yang sebenarnya dan
tanpa membedakan mana putih mana hitam kalian bersikeras
menuduh aku yang bunuh orang2 itu bukankah ini sama
artinya kalian hendak mendesak aku...."
"Samya!" timbrung Kiem Lan secara mendadak. "Emas
murni tak takut api kau tak usah cemas perlahan-lahan
terangkan kejadian yang sebenarnya kepada mereka."
"Siapa kau?" bentak hweesio pemabok dingin sewaktu
melihat Kiem Lan ikut menimbrung.
"Aku bernama Kiem Lan. Hmm! kalian mengaku sebagai
jago-jago kangouw yang bersemangat jantan pendekar
budiman tidak tahu semuanya hanya manusia2 tolol belaka."
"Kau maki siapa tolol?" Coe Koen San meraung keras.
"Aku katakan kalian semua tolol sudah tentu termasuk pula
dirimu." Coe Koen San mendengar suaranya tinggi melengking
seperti suara perempuan tapi memakai baju lelaki badannya
dengan cepat meloncat kedepan.
"Kau seorang lelaki atau perempuan?" bentaknya.
Telapak diayun diap melancarkan serangan.
"Perempuan! tapi aku lihat kalian orang2 laki walaupun
kenyataan memiliki tenaga lebih besar dari perempuan tapi
dalam melakukan pekerjaan tolol semua kalian tak dapat
memadai ketelitian hati seorang perempuan."
"Hmm! memandang dari luar sikap kalian begitu keren,
buas dan menakutkan padahal yang benar mendatangkan
rasa iba rasa kasihan dan menggelikan bagi hati orang lain."
Telapak tangan Coe Koen San yang telah dipersiapkan
perlahan-lahan ditarik kembali.
"Seorang lelaki baik tak akan bertempur melawan
perempuan dengan kedudukan loohu tak bakal sudi
menantang dirimu untuk bergebrak."
Seraya putar badan ia meloncat mundur lagi sejauh satu
tombak ke belakang. Segera muncul dua orang lelaki kekar berbaju hitam
menggotong pergi jenasah tersebut sedang ia sendiri
mencabut keluar sebuah seruling perak yang tersoren pada
punggungnya dengan suara dingin serunya, "Perduli kau
menggunakan ilmu silat atau senjata rahasia apapun dapat
melukai sembilan orang jagoan lihay secara beruntun hal ini
membuktikan apabila kepandaianmu sangat lihay dan aku Poh
Thian Seng harus minta sedikit petunjuk."
"Samya...." teriak Kiem Lan keras2.
Tapi Siauw Ling telah meloloskan pedangnya sembari
berkata dingin, "Persoalan ini tak dapat dijelaskan dengan
bersilat lidah, lebih baik kita selesaikan dulu dalam ilmu silat
kemudian baru dibicarakan lagi cepat kau mundur."
Kiem Lan pun tahu benak Siauw Ling pada saat ini telah
dipenuhi dengan kemurungan serta kesedihan. Jikalau tidak
membiarkan ia salurkan keluar perasaan tersebut dari dalam
hatinya maka ia tentu bersedih hati, apalagi orang2 ini begitu
bersikeras menuduh dia adalah sang pembunuhnya hal
tersebut tak mungkin bisa diselesaikan dengan kata2.
Akhirnya dengan sedih ia menghela napas panjang.
"Samya berhati2lah."
Perlahan-lahan ia mengundurkan diri kebekalang.
Selama ini Poh Thian Seng yang menahan golakan hatinya
sejak tadi sudah tidak sabaran lagi menanti pemuda tersebut
menjelaskan kata2nya seruling perak yang ada ditangan
segera digetarkan. "Terimalah seranganku!" bentaknya keras.
Seruling berkelebat lewat dengan meninggalkan cahaya
tajam menotok ketubuh lawan.
Siauw Ling balas menggerakkan pedangnya dengan jurus
Kie hong Then Ciau atau membangunkan naga mengikat ular
dengan memilih posisi bertahan ia punahkan datanganya
serangan seruling perak dari Poh Thian Seng kemudian putar
pergelangan balas membabat kedepan.
Poh Thian Seng buru-buru berkelit kesamping menghindar
ia bersuit panjang serulingnya berkelebat balas menyerang.
Tampak cahaya keperak2kan menyambar memenuhi
angkasa seketika itu juga sekeliling tempat itu telah tertutup
oleh desiran angin tajam.
Saking sedih dan sakit hatinya dalam melancarkan ini ia
telah menggunakan seluruh kekuatan yang ada.
Siauw Ling menggetarkan pedangnya menyambut
datangnya serangan tersebut dengan cepat suatu pertarungan
sengit segera berkobar. Setelah Poh Thian Seng mengeluarkan ilmu serulingnya
sejurus lebih hebat dari jurus berikutnya serangan meluncur
tiada putusnya dan sedikitpun tak ada peluang yang memberi
kesempatan kepada pihak lawan untuk mengubah posisi
bertahan jadi posisi menyerang.
Inilah suatu rangkaian ilmu seruling yang maha lihay orang
biasa jarang bisa bertahan sebanyak tiga puluh jurus.
Cuma sayang dia telah berjumpa dengan Siauw Ling hal ini
membuat kelihayan dari ilmu serulingnya berkurang banyak.
Ternyata ilmu pedang yang dipelajari Siauw Ling dari Cung
San Pek mengandung sim hoat dari ilmu silat berbagai partai
maupun perguruan yang ada dikolong langit dan paling tepat
bila digunakan untuk menghadapi setipa perubahan lawan.
Sebentar ia mainkan ilmu pedang aliran Bu tong pay
sebentar kemudian beralih dengan ilmu pedang aliran Cing
Shia pay perubahan jurusnya luas dengan mengandung
perubahan aneh yang banyak.
Bukan saja ilmu pedang tersebut dapat memusnahkan
seluruh jurus ilmu seruling dari Poh Thian Seng bahkan
membuat setiao jago yang hadir disekeliling kalangan
merasakan hatinya tergetar keras.
Mereka tak menyangka dengan usia yang begitu muda
Siauw Ling bisa menjelajahkan ilmu silatnya sedemikian luas.
Dalam sekejap mata masing-masing pihak telah bergerak
sebanyak tiga puluh jurus lebih.
Mendadak Siauw Ling mengeluarkan jurus Coen Hong Hua
Yu atau angin semi memusnahkan hujan menangkis miring
datangnya serangan seruling ujarnya, "Cayhe telah minta
petunjuk tentang ilmu seruling saudara yang begitu saja hati2
aku segera akan balas melancarkan serangan."
Mengiringi selesainya ucapan tersebut permainan ilmu
pedang berubah seratus delapan puluh derajat cahaya tajam
tampak beterbangan menyilaukan mata hawa pedang berdesir
menggidikkan hati tahu2 ia sudah melancarkan sebuah
serangan balasan yang sangat hebat.
Karena sedikit merandek Poh Thian Seng kehilangan posisi
yang menguntungkan ia merasakan serangan pedang Siauw
Ling bagaikan air bah menerjang tiada hentinya ke atas
badannya membuat orang ini jadi terperanjat pikirnya, "Orang
ini dapat membinasakan sembilan orang jago lihay secara
beruntun dalam setengah hari ternyata kepandaian silat yang
dimilikinya benar2 luar biasa."
Sewaktu ia berpikir sampai disitu mendadak terasa hawa
pedang menggulung datang dari empat penjuru tapi sebentar
kemudian hawa tekanan tersebut lenyap dan lingkungan
kepunganpun jadi kendor. Merasakan hal tersebut ia jadi kegirangan seruling
peraknya digetarkan siap melancarkan serangan balasan.
Siapa sangka ketika itulah cahaya tajam berkelebat lewat
seluruh angkasa dipenuhi dengan hawa pedang serta
berkuntum2 bunga pedang berwarna keperak2kan.
Pedang lawan tahu2 sudah mengancam didepan dadanya
Poh Thian Seng jadi gugup seruling peraknya buru-buru
diangkat lantas digetar dari bawah ke atas menangkis
datangnya serangan pedang itu.
Traaaang sepasang senjata bentrok satu sama lainnya
mendadak ia membentak keras segulung hawa pukulan yang
hebat disalurkan keluar menggetar pergi pedang lawan.
Kiranya setelah ia bergebrak beberapa jurus melawan
Siauw Ling dalam hati orang she Poh ini merasa bahwa dirinya
tak bakal bisa menangkan pihak lawannya dalam perubahan
jurus serangan satu2nya kesempatan bagi dia untuk mencari
kemenangan adalah mengandalkan tenaga sinkang hasil
latihan selama puluhan tahunnya menggetar lewat pedang
pihak lawan. Walau caranya berpikir tidak jelek tapi kenyataan berada
diluar dugaa sewaktu tenaga sinkang disalurkan keluar pedang
Siauw Ling sama sekali tidak terlepas sebaliknya menempel
diatas seruling peraknya kencang2 bahkan mulai menekannya
kebawah. Inilah merupakan suatu bagian dari ilmu pedang tingkat
atas yang disebut gerakan menempel pada mulanya pemuda
she Siauw ini menggunakan tenaga Im yang lunak untuk
menempel diatas senjata lawan kemudian meminjam tenaga
getaran Poh Thian Seng yang mengalir datang ia tekan
pedangnya kebawah mengancam pergelangan kanan orang
she Poh yang mencekal senjata.
Dalam keadaan seperti ini apabila Poh Thian Seng tidak
suka melepaskan senjata serulingnya maka pergelangan
kanannya akan putus terbabat senjata lawan.
Dalam posisi yang kritis dan berbahaya Poh Thian Seng tak
sempat berpikir panjang lagi, tangan kanannya mengendor
dan tahu2 seruling peraknya sudah terlepas diatas tanah.
Siauw Ling mengundurkan diri ke belakang sembari ujarnya
berulang kali, "Maaf, maaf, maaf...."
Air muka Poh Thian Seng pucat pasi bagaikan mayat
dengan sedih ia tundukkan kepalanya rendah2.
"Ilmu pedang Sam Cungcu telah mencapai kesempurnaan
cayhe mengaku bukan tandinganmu" katanya lirih.
Kiem Lan yang pada mulanya merasa kuatir Siauw Ling
dalam keadaan terdesak dan gusar telah turun tangan melukai
musuhnya kini melihat kenyataan yang terbentang didepan
mata hatipun ikut jadi lega.
Setelah melihat kekalahan yang diderita Poh Thian Seng
kini sipendekar pincang Tjiang Toa Hay sambil mengetok
tongkatnya ke atas tanah berkata, "Menang kalah merupakan
peristiwa jamak terhadi dalam dunia persilatan ini hari
perguruan kita bukannya untuk berebut urutan nama
sekalipun kalah apa perlunya merasa malu" Poh heng silahkan
mundur untuk beristirahat biarlah siauwte minta petunjuk ilmu
pedangnya." Diiringi suara bentakan keras badannya menuruk kedepan
tongkat besinya dengan menimbulkan suara desiran tajam
menggunakan jurus Heng Sauw Cian Kiem atau menyapu
runtuh selaksa prajurit menyapu pinggang lawan.


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ling yang dapat mendengar suara desiran tajam
diantara penyambarnya tongkat besi lawan tidak berani
menyambut datangnya seragan tersebut dengan
menggunakan pedangnya sang badan dengan cepat berkelit
kesamping. Melihat pihak lawan berkelit Tjiang Toa Hay mendadak
lebih maju tongkat besinya bagaikan tiupan angin taupan dan
curahan hujan deras terus menerus pihak lawannya.
Siauw Ling mengempos napas pedangnya dengan
membentuk selapis bunga2 pedang khusus mencari ruang2
kosong untuk memaksa tongkat besinya tak dapat mendekati
tubuh sendiri. Tjiang Toa Hay sebagai seorang jagoan yang telah lama
berkelana dalam dunia kangouw pengalamannya dalam
menghadapi musuh amat luas.
Melihat Siauw Ling tak berani menangkis datangnya
seranan tongkat besi yang ia lancarkan dengan cepat ia
keluarkan semua kehebatan dari permainan toyanya.
Tongkat besi dengan membawa desiran angin tajam
bagaikan tiupan angin taupan menyambar kesana menyambar
kemari dengan dahsyatnya.
Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah bergebrak
sebanyak lima puluh jurusan.
Oleh serangan gencar yang meneter dirinya terus menerus
Siauw Ling terdesak hebat badannya mundur tujuh delapan
depa jauhnya ke belakang.
Walaupun Tjiang Toa Hay berhasil merebut posisi tapi
dihati iapun paham apabila Siauw Ling hanya untuk sementara
kena digertak oleh kedahsyatan ilmu toyanya sehingga tak
berani menyambut serangan tersebut dengan pedangnya oleh
karena itu ia terus menerus mundur menghindar.
Ia mengerti apabila membiarkan pihak lawan berhasil
mendapat cara yang tepat dalam memecahkan serangan itu
dengan mengeluarkan gerakan melawan serangan seruling
Poh Thian Seng tadi tidak sukar baginya dari tamu menjadi
tuan rumah dan merebut kembali posisinya yang terdesak.
Karena itu ia mengambil keputusan untuk melukai dahulu
pihak lawannya sebelum pemuda tersebut menyadari akan hal
tersebut. Sekalipun ia dapat berpikir demikian hanya sayang
pertahanan Siauw Ling amat kuat dan rapat kendati ia berada
dalam keadaan terdesak. Seluruh bagian tubuhnya dipertahankan sedemikian rupa
sehingga bagi Tjiang Toa Hay sulit untuk mendapatkan
kesempatan yang baik guna melaksanakan niatnya.
Tjiang Toa Hay yang bermaksud mencari kemenangan tapi
lima puluh jurus kemudian belum berhasil juga mendapat
peluang yang kosong dalam pertahanan ilmu pedang Siauw
Ling hatinya mulai gelisah karena pikiran bercabang
permainan tongkatpun jadi sedikit lambat.
Pada saat ia sedikit merandek itulah mendatangkan pikiran
cerdik dalam benak Siauw Ling mendadak pedangnya
mengeluarkan jurus Thian hoa Tau Kua atau sungai langit
jatuh bergantungan. Ujung pedang gemetar keras
menciptakan dua kuntum bunga2 pedang yang menyerang
masuk ketengah putaran bayangan tongkat Tjiang Toa Hay
sedang tangan kirinya bersamaan waktu melancarkan sebuah
babatan gencar. Angin pukulan yang dahsyat kontan berhasil menahan
gerakan Tjiang Toa Hay menggunakan kesempatan itulah
pedangnya dengan menggunakan jurus Hwee Hong Si Liuw
atau angin berpusing menghembus Liuw menusuk kekiri dan
kekanan. Seketika itu juga pertahanan Tjiang Toa Hay terbuka lebar
melihat ujung pedang lawan hampir menotok datang buruburu
tongkatnya ditarik seraya mundur ke belakang.
Sejak serangan telapak serta pedangnya berhasil merebut
kembali posisi yang semula pikiran cerdik dalam benak Siauw
Ling makin terbuka bagaikan bayangan setan ia menerjang
maju lebih jauh. Kini berbalik Tjiang Toa Hay yang keteter hebat badannya
mundur terus sejauh tiga empat tombak melingkari kalangan
tetapi tidak juga berhasil meloloskan diri dari ancaman pedang
yang berada didepan dadanya melihat kejadian tersebut
punahlah sudah semua harapan yang terkandung dalam
benaknya ia menghela napas panjang dan berhenti.
Para jago yang ada disekeliling kalangan tidak tega melihat
lebih lanjut mereka sama2 pejamkan matanya sedang dalam
hati berpikir, "Aaaai! setelah orang she Siauw ini
membinasakan kesembilan jago lihay Bulim dengan begitu keji
kali ini serangan pedangnya pasti akan berhasil merobek perut
sipendekar pincang Tjiang Toa Hay...."
Kedua orang lelaki serta pemuda yang mengiringi
dibelakang Tjiang Toa Hay sewaktu melihat gurunya terancam
mara bahaya mereka bersama2 membentak keras satu dari
kiri yang lain dari kanan bersama2 menubruk kedepan.
Kedua orang ini merupakan murid kesayangan Tjiang Toa
Hay sudah tentu hati mereka cemas dan sedih melihat suhu
mereka sebentar lagi akan menemui ajalnya dibawah
serangan pedang Siauw Ling serangan yang mereka lancarkan
barusan telah menggunakan sepenuh tenaga yang dimilikinya
dua bilah pedang dengan membentuk dua rentetan hawa
pedang yang menggidikan bersama2 menyapu datang.
Tampak Siauw Ling menggerakkan pergelangan tangannya
dimana pedang bergerak kekiri dan kekanan dengan
menimbulkan suara gemerincingan yang nyaring kedua bilah
pedang yang menyerang datang sudah berhasil dipukul
mental, dia sendiri tetap berdiri ditempat semula dengan
wajah seirus dan sepasang mata bercahaya.
Sewaktu semua jago mengalihkan sinar matanya tampak
oleh mereka baju bagian dada yang dikenakan Tjiang Toa Hay
telah robek sepanjang tiga coen sedangkan orangnya sama
sekali tidak terluka. Kedua orang lelaki tersebut jadi tertegun mereka bersama2
berpaling dan berseru, "Suhu."
Sipendekar pincang Tjiang Toa Hay membuka matanya
menghela napas sedih. "Sudah, sudahlah....habis sudah diriku kami guru murid
tidak punya muka untuk tancapkan kaki dalam Bulim lagi...."
gumamnya. Mendadak ia ayunkan tangannya menabok ubun2 sendiri.
Kedua orang lelaki yang berada disisi gurunya sama sekali
tidak menyangka suhu mereka bisa mengambil tindakan
seperti ini sekalipun melihat si orang tua itu ayunkan
tangannya untuk bunuh diri mereka tak sanggup untuk turun
tangan menolong. Dalam keadaan terperanjat dan ngeri mendadak sesosok
bayangan manusia berkelebat lewat tangan kiri Siauw Ling
laksana kilat telah diayun menotok urat nadi diatas tubuh
Tjiang Toa Hay. Tangan kiri yang digunakan Tjiang Toa Hay untuk bunuh
diri kontan tidak mengikuti perintahnya lagi dengan lemas dan
tak bertenaga tergantung kebawah.
Melihat gurunya selamat kedua orang lelaki muridnya
berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling saat ini
mereka tidak mengerti haruskah membenci dirinya ataukah
berterima kasih. Seraya menghela napas panjang ia tundukka kepalanya
rendah2. "Omitohud!" perlahan-lahan Ci Kuang Thaysu melangkah
maju ketengah lapangan. "Memang kalah merupakan hal yang
jamak dalam setiap pertarungan setiap jago yang sering
berkelana dalam Bulim kadang kala mendapat kemenangan
kadang kala menderita pula kekalahan Tjiang Toa Hay kau
jangan terlalu mengikuti hawa napsu."
"Menerima budi pertolongan dari pihak musuh kau suruh
aku ini membalas budi dengan cara bagaimana dikemudian
hari?" Siauw Ling tertawa gwtir.
"Perduli tahun dan bulan apapun asalkan kau orang she
Siauw masih hidup dikolong langit Tjiang Toa Hay boleh setiap
saat datang menuntut balas atas kekalahan ini hari."
"Hmmm, sekalipun aku Tjiang Toa Hay hendak menuntut
balas atas kekalahanku ini haripun aku harus menolong dulu
jiwamu satu kali" bentak sipendekar pincang gusar.
Tongkat besinya ditutul ke atas permukaan tanah sekali
loncat ia telah berada satu tombak lebih jauhnya dan dengan
langkah lebar berlalu dari sana.
Melihat suhunya berlalu kedua orang lelaki itupun
menguntil dari belakang dengan cepat mereka guru murid
bertiga lenyap dibalik hutan.
Memandang bayangan punggung mereka bertiga yang
lenyap dari pandangan diam2 Siauw Ling menghela napas
panjang. "Orang ini sudah terlalu dalam menaruh kesalah pahaman
terhadap diriku. Aaaai entah sampai kapan persoalan ini bisa
dibikin jelas?" pikirnya dihati.
"Omitohud" terdengar Ci Kuang Thaysu berseru. "Ilmu
pedang Sam Cungcu luar biasa dahsyatnya dengan perubahan
yang banyak selama hidup belum pernah loolap menjumpai
kepandaian macam begini tidak aneh setengah harian saja kau
berhasil membinasakan sembilan jago lihay dari kalangan
Bulim ini hari Loolap memberanikan diri ingin minta petunjuk
dari Sam Cungcu." "Thaysu adalah seorang padri lihay kepandaian silatmu
sudah mencapai taraf melebihi manusia biasa aku rasa cayhe
bukan tandinganmu." "Aaaaakh Sam Cungcu terlalu merendah Loolap lah
seharusnya yang menyadari bahwa mencari kemenangan
bagiku hanya sia2 belaka. Nah Sam Cungcu silahkan mulai
menyerang." oooooo0ooooooo Di dalam hati Siauw Ling pun menyadari persoalan yang
terjadi ini hari tak dapat dijelaskan dengan ucapan belaka tapi
banyak sungkan lagi pedangnya dengan menggunakan jurus
Thian Hong Ceng Mey atau angin langit menyingkap gaun
dalam sekejap mata menciptakan cahaya tajam yang secara
terpencar mengancam tiga buah jalan darah penting Ci Kuang
Thaysu. "Ilmu pedang yang sangat bagus" puji Ci Kuang Thaysu
dengan suara berat. Ujung jubahnya dikebut lantas menyapu keluar menangkis
datanganya serangan pedang itu kemudian disusul dengan
suatu gerakan membabat dada lawan.
Melihat datanganya serangan yang mengancam dada Siauw
Ling segera getarkan pedangnya menangkis.
"Cayhe tunggu sebentar."
"Entah Cungcu masih ada petunjuk apalagi."
Sejak ia bisa mengalahkan Poh Thian Seng serta Ciang Toa
Hay semua jago yang ada dikalangan tak ada yang berani
memandang enteng dirinya lagi.
Perlahan-lahan Siauw Ling masukan kembali pedangnya ke
dalam sarung kemudian merangkap tangannya menjura.
"Bilamana Thaysu tidak ingin menggerakkan senjata
cayhepun lebih baik melayani dirimu dengan tangan kosong
pula" ujarnya. "Kepandaian Sam Cungcu amat lihay Loolappun tidak ingin
menampik lagi mau gunakan senjata atau tangan kosong
terserah dirimu sendiri."
"Terima kasih atas pujian thaysu."
Telapak tangannya diiringi dengan suatu desiran tajam
segera didorong kedepan. Ci Kuang Thaysu tidak berani berlaku gegabah diam2 hawa
singkangnya disalurkan mengelilingi seluruh badan
menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan
keras. Braaak....sepasang tapak berbentrok satu sama lain
menimbulkan suara bentrokan yang keras seluruh tubuh
Siauw Ling tergetar keras.
"Ooouw sungguh dahsyat tenaga pukulan Thaysu!" pujinya.
Dengan menggunakan ilmu pukulan berantai Lian Huan San
Tiam Ciang Hoat ia berebut menyerang pihak lawannya.
Setelah Ci Kuang Thaysu menerima bentrokan kekerasan
dengan Siauw Ling tadi iapun merasa terperanjat pikirnya,
"Orang ini masih berusia sangat muda tapi tenaga sinkangnya
telah berhasil mencapai kesempurnaan jikalau dibiarkan
demikian terus lain kali mungkin susah dicari tandingannya...."
Selagi berpikir Siauw Ling telah mengirim enam belas buah
serangan gencar kecepatan geraknya benar2 laksana
sambaran petir yang membelah angkasa.
Oleh serangan yang demikian gencar dan cepatnya ini Ci
Kuang Thaysu terdesak hebat badannya mundur empat
langkah ke belakang dengan sempoyongan ia merasa bingung
entah bagaimana seharusnya menerima tekanan tersebut.
Ilmu telapak Cap Pwee Loo Han Ciang dari kuil Siauw lim
sie sudah tersohor dikolong langit siapapun tak ada yang tidak
kenal dengan nama ilmu pukulan ini justru Ci Kuang Thaysu
bisa tersohor dan menduduki posisi yang tinggi dalam kuil
karena ia pernah mengalahkan sembilan saudara dari gunung
Yen San dengan andalkan ilmu telapak Cap Pwee Loo han
Ciang ini. Ini hari ternyata ia kena didesak mundur oleh serangan
berantai dari Siauw Ling hal ini membuat para jago yang ada
dikalangan rata2 dibikin terperanjat dan tercengang.
"Eeeeei....sipengemis busuk" bisik sihweesio pemabok
dengan suara yang lirih. "Kelihatannya bocah cilik ini benar2
berisi aku takut sihweesio tersebut bukan tandingannya."
Sewaktu ia bercakap2 mendadak tampak olehnya Ci Kuang
Thaysu dengan kumpulkan semua tenaga melancarkan
serangan balasan. Sreeet, sreeet dengan susah payah akhirnya berhasil juga
ia mempertahankan posisinya.
"Pertarungan ini boleh dikata merupakan suatu pertarungan
yang paling sengit dan susah dijumpai selama ini empat
telapak saling menyambar menimbulkan angin berpusing
mengancam daerah seluas beberapa tombak.
Ilmu telapak Siauw Ling mengutamakan kecepatan gerak
serangan pertama baru saja dilancarkan serangan kedua telah
menyusul dari belakang sepuluh jurus bagaikan dilancarkan
bersamaan waktu. Hal ini membuat para jago yang menonton


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disamping kalangan merasakan pandangannya jadi kabur.
Sebaliknya ilmu telapak dari Ci Kuang Thaysu
mengutamakan kekuatan tenaga pukulannya, pertahanan
disekitar badan rapat dan kuat susah ditembusi perduli Siauw
Ling telah melancarkan serangan dengan beribu2 perubahan
sehingga menimbulkan gulungan angin puyuh pun tetap juga
belum berhasil menjebolkan pertahanan dari Ci Kuang Thaysu.
Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak
sudah bergebrak sebanyak seratus jurus tetapi belum berhasil
juga memastikan siapa menang siapa kalah diantara mereka
berdua. Di dalam seratus jurus pertarungan yang maha sengit ini
Siauw Ling lebih banyak menyerang dari pada bertahan
sebaliknya Ci Kuang Thaysu lebih banyak bertahan dari pada
menyerang. Agaknya sipengemis kelaparan tak dapat menahan sabar
lagi sembari menepuk2kan besi besar ditangannya ia
gelengkan kepala berulang kali.
"Eeeei hweesio pemabok aku lihat semangat bergebrak
mereka berdua makin lama semakin baik."
"Pertarungan ini mungkin akan berlangsung tidak sampai
lima ratus jurus sudah menentukan siapa menang siapa
kalah." "Pandangan aku sihweesio justru berbeda dengan
pandanganmu di dalam seratus jurus ini Siauw Ling sudah
memperoleh banyak kesempatan untuk memperoleh
kemenangan tapi pengalamannya dalam menghadapi musuh
masih terlalu cetek dan membuang kedua peluang bail itu
dengan sia2 belaka sebaliknya Ci Kuang Thaysu walaupun
mempunyai pertahanan yang kuat dan rapat tetapi ia lebih
banyak bertahan dari pada menyerang hal ini sudah membuat
ia kehilangan kesempatan untuk cari kemenangan jikalau
pandangan aku sihweesio tidak salah dalam seratus jurus lagi
diantara mereka berdua sudah dapat ditentukan siapa menang
siapa kalah." Tiba-tiba terdengar Ci Kuang Thaysu memuji keagungan
sang Buddha mendadak dari posisi bertahan ia berubah jadi
kedudukan menyerang telapak kiri kepalan kanan secara
bergantian mengirim pukulan2 gencar.
Melihat hal tersebut sipengemis kelaparan tertawa.
"Eeeei....hweesio pemabok, coba sudah kau lihat belum" Ci
Kuang Thaysu telah mengeluarkan kepandaian silatnya yang
disembunyikan didasar peti" jengeknya.
Kepalan serta telapaknya menerjang saling bergantian yang
digunakan tentu tenaga yang berbeda pula.
"Sedikitpun tidak salah walaupun telapak kanannya masih
menggunakan ilmu telapak Cap Pwee Loo han Ciang Hoat
tetapi kepalan kirinya telah mengeluarkan Sian Thian Seng
Kang Cian salah satu ilmu simpanan pihak Siauw lim yang
kesemuanya berjumlah tujuh puluh dua macam dalam satu
jurus yang sama ia menggunakan tenaga lemas serta keras
secara bersamaan aku lihat bocah ini tak akan bertahan lebih
lama lagi." "Belum tentu" kata sihweesio pemabok. "Cepat coba kau
lihat permainan telapak bocah itu sangat aneh dan mirip2
dengan ilmu telapak perantai Lian huan San Tiam Ciang yang
dikabarkan telah punah dari peredaran dunia persilatan tempo
dulu Lam Ih Kong Lam Thay hiap pernah mengandalkan
rangkaian ilmu telapaj ini menggegerkan enam puluh tiga
keresidenan didaerah utara dan tujuh daerah keresidenan
diselatan sehingga namanya tersohor."
"Heeee....heee....heee....kau pernah menjumpai ilmu
telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat dari Lam Thay hiap!"
seru sipengemis kelaparan sambil tertawa dingin.
"Walaupun aku sihweesio tidak berjodoh untuk menonton
ilmu telapak kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan
San Tiam Ciang Hoat dari Lam Ih Kong tapi kau pernah
berjumpa dengan Lam Ih Kong pribadi tentang soal ini aku
lihat diriku jauh lebih hebat dari kau sipengemis busuk" sahut
sihweesio pemabok sambil tersenyum.
"Jikalau kau belum pernah menjumpai ilmu telapak kau
pernah menjumpai ilmu telapak Lian Huan San Tiam Ciang
Hoat tersebut kenapa kau katakan ilmu yang digunakan
pemuda itu adalah ilmu pukulan dari Lam Ih Kong."
"Sudah pernah kulihat ilmu pukulan maupun ilmu telapak
yang ada diseluruh kolong langit tapi belum pernah kujumpai
ilmu telapak yang mempunyai gerakan secepat ini Lam Ih
Kong mengandalkan kecepatan ilmu telapaknya menggetarkan
sungai telaga dan disebut orang sebagai jago pukulan tercepat
dikolong langit mengandalkan hal inilah aku membuktikan
apabila ilmu tersebut tentu ilmu kau pernah menjumpai ilmu
telapak Lian Huan San Tiam Ciang Hoat dan hal ini
membuktikan pula apabila pengetahuanku jauh lebih tinggi
beberapa kali lipat dari kau sipengemis busuk."
"Oooo....sungguh tidak malu bicara sendiri lalu memuji diri
sendiri...." dengus sipengemis kelaparan.
Kedua orang manusia2 kasar ini walaupun sudah ada
puluhan tahun bersahabat karib tapi setiap hari selalu saja
cekcok dan ribut siapapun tak mau mengalah kepada yang
lain. Ketika dua orang itu sedang bercakap2 situasi dalam
kalangan kembali terjadi perubahan setelah Tji Kuang Thaysu
mengeluarkan ilmu simpanan perguruannya Sian thian Seng
Kang Cian ia benar2 berhasil meredakan keadaannya yang
terdesak dan berubah dari posisi bertahan menjadi kedudukan
menyerang. Dikarenakan dalam ilmu telapak dan kepalan hweesio ini
menggunakan tenaga keras serta tenaga lunak yang berbeda
maka ilmu telapak berantai yang digunakan Siauw Ling
mendapat pukulan yang amat besar kecepatan gerakan jauh
berkurang. Suatu ilmu telapak tangan keistimewaannya terletak pada
kecepatan geraknya setelah bermain agak terlambat
kekuatanpun jauh berkurang hal ini membuat Tji Kuang
Thaysu memperoleh kesempatan yang baik untuk berubah
posisi dari bertahan menjadi kedudukan menyerang.
Kiem Lan yang menonton jalannya pertarungan dari
samping kalangan mulai merasa kuatir pikirnya, "Jikalau Siauw
Ling sampai menderita kalah ditangan hweesio tersebut dalam
keadaan gusar para jago Bulim lainnya pasti tak akan
mengampuni dirinya dengan demikian Samya jadi sial dan
susah mencuci bersih noda2 busuk yang menimpa dirinya."
Sewaktu ia sedang berpikir mendadak permainan telapak
Siauw Ling pun berubah tangan kiri tetap menggunakan ilmu
telapak berantai kau pernah menjumpai ilmu telapak Lian
Huan San Tiam Ciang Hoat sedangkan tangan kanannya
mengeluarkan ilmu sentilan Cap Jie Lan Hoa Hu Too.
Dalam tiga jurus saja ia telah berhasil menangkan posisinya
yang terdesak. Ilmu sentilan Cap Jie Lan Hoa Hu Hiat So bukan saja
memiliki daya penyerangan yang gencar dan dahsyat bahkan
gerakan maupun gayanya sangat indah menarik hati jari2
tangan bergerak bagaikan sarang laba2 yang selalu menempel
disekeliling urat nadi serta jalan darah Tji Kuang Thaysu.
Sewaktu sipengemis kelaparan melihat Tji Kuang Thaysu
berhasil merebut posisi menang tadi hatinya merasa sangat
girang ia siap menyindir sihweesio pemabok dengan beberapa
patah kata tajam. Siapa nyana pada waktu itulah permainan ilmu telapak
Siauw Ling berubah bukan saja dia berhasil merebut posisi
yang semula terdesak hebat bahkan dapat pula menguasai diri
Ci Kuang Thaysu sehingga banyak gerakan serangannya susah
dikelkuarkan. Tak kuasa air mukanya berubah hebat.
"Ternyata bangsat ini memiliki ilmu kepandaian yang amat
lihay...." serunya tertahan.
"Haaa....haaa....nah! sekarang kau sudah tahu kelihayanku
bukan sekalipun aku sihweesio sepanjang hari tidak pernah
lepas dari arak tapi makin minum arak pikiranku semakin
tajam...." "Kau jangan keburu gembira dulu, tujuh puluh dua macam
ilmu simpanan Siauw lim pay ada tujuh macam ilmu sakti yang
berhasil dikuasai Ci Kuang Thaysu ilmu pukulan Sian Thian
Seng Kang Ciang serta Loo Han Cap Pwee Ciang pun tidak
lebih baru dua macam."
Pada saat itulah pertarungan dalam kalangan telah
menentukan siapa menang siapa kalah tampak dua sosok
bayangan manusia bersama2 memencar dan mundur ke
belakang. "Kepandaian silat Sam Cungcu benar2 lihay Loolap
mengaku bukan tandingan" kata Ci Kuang Thaysu sambil
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 7 Pendekar Harpa Emas Karya Rajakelana Wasiat Agung Dari Tibet 2
^