Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 1

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya : John Halmahera DJVU by Manise Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ , http://dewi-kz. info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kategori Bacaan DEWASA Sinopsis : 23 tahun yang lalu, Wisang Geni kecil lolos dari
pembunuhan. Pembunuhan yang meminta korban kedua
orang tuanya, dan kehancuran perguruan silat Lemah Tulis.
Setelah dewasa dan cukup tangguh, mulailah Wisang Geni
mencari satu per satu musuh yang menghancurkan perguruan
Lemah Tulis yang membunuh kedua orang tuanya.
Dalam pengelanaannya, Wisang Geni mendapat berbagai
penemuan dan pengalaman aneh, yang membuat dirinya
semakin Sakti, dan bertemu dengan wanita-wanita yang kelak
menjadi istri-istrinya. Tidak semua petualangannya berjalan mulus, beberapa kali
Wisang Geni hampir kehilangan nyawanya, kisah cintanya pun
berliku, karena salah satu wanita yang dicintainya adalah bibi
gurunya. Bahkan dalam suatu kejadian Wisang Geni
kehilangan nyawa istrinya.
--ooo0dw0ooo-- Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) John
Halmahera Wisang Geni - Pendekar Tanpa Tandingan/ John
Halmahera, Surabaya: Wastu Lanas Grafika bekerja sama
dengan iv lasyarakat Tjerita Silat, 200o.
vi + 644 halaman; 15,5 x 23 cm
ISBN 978-602-8114-25-7 (Jilid Lengkap) ISBN 978-602-
8H4-26-4 (Jilid 1) 1. Cerita Silat 2. Judul Wisang Geni - Pendekar Tanpa Tandingan
Cetakan pertama: Wastu Lanas Grafika, Surabaya,
Desember 2008. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daftar Isi Wisang Geni Kategori Bacaan DEWASA Daftar Isi Jilid 1 Peristiwa Ganter 25 Tahun Kemudian Cinta Pertama Perpisahan Lembah Cemara Pendekar Lalawa Dendam Turun Menurun Persaingan Asmara Nyawa Bayar Nyawa Pendekar Nomor Satu Jurus Penakluk Raja Pertarungan Puncak Wulan dan Sekar Jilid 2 Rahasia K idung Limabelas Purnama Pendekar Tanah Seberang Menunggang Angin Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertarungan Argowayang Perkawinan Perempuan Hamil Selamat Tinggal Goa Cinta di Tebing Cinta
Damai Itu Indah Bunga Talasari Memburu Cinta Tarung Untuk Cinta Data Pengarang : Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 1 Peristiwa Ganter Tahun 1222 situasi keamanan di tanah Jawa memanas.
Dua pihak yang bertentangan sama-sama menghimpun
kekuatan. Di satu pihak, kerajaan Kediri yang diperintah raja
Kertajaya nama lain dari raja Dandang Gendhis. Di pihak lain,
Tumapel, daerah bawahan Kediri yang diperintah Ken Arok
Perang besar sudah di depan mata. Tidak hanya melibatkan
ribuan prajurit tapi juga para pendekar yang berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hampir seluruh pendekar ternama di tanah Jawa ikut terlibat
dengan bermacam alasan. Ada yang karena kesetiaan dan
keyakinan. Ada yang terpikat janji dan iming-iming materi.
Waktu itu banyak penduduk dan pemimpin agama dari
Kediri menyeberang dan mengabdi ke Tumapel. Sebagian
mereka tidak puas terhadap kebijakan Dandang Gendhis,
sebagian lain melihat masa depan yang lebih menjanjikan di
Tumapel. Dandang Gendhis marah-marah. Ken Arok tertawa
senang. Amarah Dandang Gendhis makin menjadi mendengar
berita Ken Arok telah menobatkan diri sebagai raja Tumapel
dengan gelar Rajasa Sang Amurwabumi. Itu pembangkangan
atau pemberontakan terhadap kerajaan Kediri.
Dandang Gendhis merencanakan serangan besar menghancurkan Tumapel. Tapi kemudian membatalkan
rencana tersebut karena mendengar laporan mata-mata
bahwa pasukan Ken Arok sudah siap-siap melurukke Kediri.
Dandang Gendhis memutuskan untuk menanti serangan
lawan. Dia mempersiapkan pasukannya lebih matang dan
rencana untuk menjebak lawan. Keputusan ini tidak banyak
menguras kekayaan kerajaan dan juga tidak menguras tenaga
pasukannya. Di pihak Tumapel, Ken Arok juga sudah menyusun rencana.
Dia memang akan menyerang Kediri, bahkan sengaja
membocorkan rencana tersebut. Tetapi ada rencana rahasia
yang dipersiapkan dengan matang. Dia mengirim pasukan
khusus yang terdiri dari sekelompok pendekar silat kenamaan
tanah Jawa, dengan tujuan menyerang dan membumihanguskan Lemah Tulis, perguruan yang merupakan
pemasok hulubalang sakti yang setia pada kerajaan Kediri.
Hancurnya Lemah Tulis secara langsung akan melumpuhkan
separuh kekuatan Kediri. Selain itu juga mendatangkan rasa
takut dan waswas di kalangan prajurit dan hulubalang Kediri.
Dia yakin Lemah Tulis akan mudah diserang dan ditaklukkan
karena saat itu sebagian besar murid utama perguruan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada di keraton dalam persiapan menyambut serangan
Tumapel. Sore itu seorang pemuda bernama Suta sedang istirahat
bersandar di pangkal pohon ketika ekor matanya melihat
serombongan besar orang mengindap-indap di hutan. Dia
curiga bahkan firasatnya mencium ada bahaya yang
mengancam dirinya. Matanya memandang sekeliling mencari-
cari tempat persembunyian. Di dekatnya ada kubangan
lumpur, satu-satunya tempat paling aman.
Dia tiarap di kubangan lumpur. Tidak bergerak, dia
mengatur nafas agar tidak terdengar orang. Dia takut
keberadaannya diketahui rombongan itu, nyawanya pasti
melayang. Rombongan melewati jalan tidak jauh dari
persembunyiannya. Karenanya dia bisa mendengar dengan
jelas sebagian pembicaraan orang-orang itu. Mendengar
pembicaraan itu dia menggigil ketakutan.
Tak lama setelah rombongan menjauh, pelan-pelan dia
bangkit, melangkah hati-hati Rombongan menuju ke
Trowulan. Dia juga menuju perdikan Lemah Tulis yang tak
jauh dari desa Trowulan, satu hari perjalanan dari tempatnya
tadi. Dia memilih jalan lain, menghindari kemungkinan
berpapasan dengan rombongan itu.
Hutan belantara itu gelap dan senyap. Cahaya rembulan
tak mampu menembus kerimbunan pepohonan.
Samar-samar tampak enam buah tenda darurat. Di salah
satu tenda, tujuh pendekar sedang istirahat. Ada yang duduk,
ada yang berbaring. Tetapi semuanya melek, tak ada yang
tidur. Rombongan Tumapel itu dipimpin Bango Samparan,
pendekar kepercayaan Ken Arok. Dia lelaki bertubuh tegap
dan berusia sekitar tigapuluhan.
"Besok pagi kita menuju T rowulan, supaya tidak menyolok,
kita berpencar dalam sepuluh kelompok, kita berjalan kaki
sebagaimana orang awam. Sore hari kita akan tiba di hutan di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luar desa. Kita istirahat. Sekitar tengah malam menjelang fajar
kita akan menyerang. Agar bisa saling mengenal satu sama
lain, kita semua menggunakan ikat kepala warna putih," kata
Bango Samparan kepada kawan-kawannya.
Kalayawana, pendekar sakti yang dijuluki Penguasa
Kegelapan dari Gondomayu, berkata lirih namun jelas.
"Bagaimana dengan rencanamu, apakah murid Lemah Tulis itu
bersedia meracuni air minum perguruannya?" Kalayawana,
berusia di penghujung tiga-puluhan, kurus, wajahnya buruk
dan tampak kejam. Dia bertelanjang dada dengan celana
sebatas lutut dan jubah hitam panjang yang penuh dengan
tambalan. Bango Samparan tersenyum licik.
"Dia pasti akan melakukan itu, dia telah kubekali racun
pelemas tulang yang reaksinya cepat. Jika dia menabur bubuk
itu di sore hari kemungkinan besar sebagian mereka sudah
mulai keracunan di waktu malam. Biasanya mereka akan
ngantuk dan tidur. Selama mereka tidak berlatih silat, mereka
tidak akan sadar tubuhnya sudah keracunan. Pada dini hari
saat kita menyerang, barulah mereka merasakan tubuhnya
lemas. Saat itu sudah terlambat untuk suatu penyembuhan.
Ya, rencana ini membuat kita tak perlu membuang banyak
tenaga." Semua orang yang mendengar tertawa senang. Mendadak
terdengar suara protes, nadanya ketus. "Itu bukan ksatria, itu
perilaku pengecut, aku tidak setuju rencana itu. Mengapa
harus pakai cara meracuni lawan dengan pelemas tulang, aku
sendiri mampu mengalahkan orang-orang Lemah Tulis,
termasuk ketuanya Ki Bergawa dan adik-adiknya itu."
Lelaki itu berusia separuh abad, dia pendekar asing asa l
dari pegunungan Himalaya, negeri India. Namanya Lahagawe.
Tubuhnya tinggi kekar, agak kehitaman, wajahnya tampan
dengan hidung mancung. Dia orang kepercayaan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkedudukan sebagai penasehat Ken Arok, pendapatnya
selalu didengar sang Rajasa.
Semua orang diam. Bango Samparan meskipun tidak
menyukai protes Lahagawe, ikut diam. Agaknya dia menaruh
hormat bahkan agakkeder terhadap Lahagawe. Namun tidak
demikian dengan lelaki gembrot berkepala botak, Tambapreto.
Pendekar ini merasa cemburu melihat Lahagawe disanjung
dan dihormati semua orang Tumapel. "Huh, orang Hima laya
itu makin lama makin sombong, apakah memang benar cerita
orang bahwa ilmu silatnya itu mumpuni, huh tanganku jadi
gatal aku ingin jajal," gumamnya dalam hati.
Tak bisa bersabar lagi T ambapreto berkala lantang.
"Tuan pendekar Himalaya memang berilmu tinggi, sampai
di mana bebatnya aku sendiri belum melihat, apakah benar
sampean bisa mengalahkan Bergawa dan adik-adiknya, hal itu
masih perlu sampean buktikan. Tetapi sekarang ini kita dalam
situasi perang, rencana meracuni air minum orang Lemah
Tulis sangat bagus. Rencana itu untuk menghemat tenaga kita
semua sehingga masih segar saat berperang lawan pasukan
Kediri. Aku setuju dan mendukung rencana itu!"
Lahagawe tidak menjawab. Dia melonjorkan kaki dan rebah
telentang di tanah. Saat berikut tubuhnya terangkat sejengkal
dari tanah. Lahagawe sengaja pamer tenaga dalamnya yang
tinggi dan hanya pendekar kelas
satu yang bisa melakukannya. Tambapreto dan pendekar lain, diam-diam
merasa kagum dan jeri. Suta bergegas. Setelah merasa tak ada orang yang
melihatnya, dia lalu berlari menggunakan ilmu ringan tubuh.
Meskipun hari gelap tetapi dia bisa bergerak cepat karena
mengenal benar liku-liku jalan yang dilaluinya. Dia ingin
secepatnya tiba di perguruannya dan me lapor pada gurunya.
Dia mencium adanya semacam bahaya maut yang
mengancam Lemah Tulis. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku harus cepat memberitahu guru Rombongan itu pasti
beristirahat di hutan karena tidak mungkin menempuh
perjalanan ma lam. Jadi aku punya banyak waktu mendahului
mereka," katanya dalam hati.
Keesokan siang dia tiba di Lemah Tulis. Seorang murid di
pintu gerbang menyapanya, tetapi dia nyaris tak bisa bicara
lantaran nafasnya yang sengal-sengaL Di pekarangan dia
bertemu seorang murid lain yang menghadang jalannya. "Hai,
Suta, kamu habis mandi lumpur, ada apa" Kelihatannya kamu
habis berlari jauh, apakah ada kejadian penting?"
"Gawat! Celaka, paman Agra. Aku tadi bertemu
serombongan pendekar, tampaknya mereka punya niatan


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang perguruan kita, aku mendengar pembicaraan di
antara mereka." Lembu Agra, usia tigapuluh tahun, tampan dengan kumis
tipis, berewokan, rambut panjang digelung di atas kepala,
tegap dan kekar. "Jumlahnya banyak" Dimana kamu bertemu
dan apakah kamu mengenal mereka?" Mimik Lembu Agra
sangat serius memberondong keponakan muridnya dengan
pertanyaan beruntun. "Aku melihat mereka di hutan dekat desa Tumbas, satu hari
jalan kaki dari sini. Jumlahnya lima puluhan, dan semuanya
dan golongan pendekar. Aku mendengar diantara mereka ada
yang dipanggil Kalayawana, Bango Samparan, lambapreto,
hanya itu yang kuingat"
Lembu Agra mengibas tangannya. "Kamu cepat-cepat
menghadap romo guru, ceritakan semua yang kamu ketahui,
aku akan memeriksa sekitar perguruan."
Lembu Agra menoleh sekeliling, tak ada orang yang
memerhatikan. Dia berbalik arah menuju gudang tempat
penyimpanan air minum dan bahan makanan. Ada beberapa
guci besar penuh berisi air minum. Hati-hati ia membuka tutup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
guci dan menabur bubuk. Semua guci dan kendi sudah
dicampurnya dengan racun pelemas.
"Sekarang masih sore jika diminum saat makan malam
maka racun akan bereaksi tengah malam. Nah, rasakan balas
dendam atas kematian keluargaku", gumamnya disertai
senyum licik. Hari masih pagi matahari baru saja terbit. Embun dan kabut
masih bergayut di pekarangan bagian belakang keraton Kediri,
Seorang lelaki berusia sekitar tiga puluh limaan sedang
bermain-main dengan anak laki-laki yang berusia sekitar
delapan tahun. Lelaki itu, Manjangan Puguh pendekar yang
memiliki ilmu ringan tubuh paling hebat di dunia persilatan.
Puguh adalah murid tunggal pendekar gunung Merapi Sagotra
yang di rimba persilatan tidak tertandingi ilmu ringan
tubuhnya. Manjangan Puguh tidak hanya terkenal ilmu ringan tubuh
Waringin Sungsang tapi juga ketampanannya. Tubuhnya
jangkung, tegap meskipun agak kurus sangat padu dengan
wajahnya yang bulat telur dan rambutnya yang panjang.
Saat itu muncul ibu Wisang Geni, Sukesih, wanita cantik
seksi berusia tigapuluhan. Dia tidak tinggi, dada montok dan
rambut panjang ikal terurai di bahunya yang kuning sawo.
Kecantikannya sungguh menggoda hasrat lelaki.
Dia mengenakan celana longgar sebatas lutut memperlihatkan
betisnya yang memadi bunting dan kebaya ketat tanpa lengan
menonjolkan kemontokan lengan dan buah dadanya.
Sambil tertawa kecil Sukesih ikut berma in dan mengejar
putranya yang berlompatan dari satu pohon ke pohon lain.
Puguh pun ikut mengejar. Geni berlari sambil tertawa. Setelah
merasa cukup bermain ketiganya berhenti.
"Geni, ayahmu sudah menunggumu uniuk latihan tenaga
dalam, pergilah." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata demikian dia melirik dan tersenyum pada
Manjangan Puguh. Sepeninggal putranya, Sukesih me langkah genit menghampiri lelaki itu. Perempuan itu mengulum senyum
menggoda. Dia menatap lelaki itu. Keduanya bertatapan.
Manjangan Puguh melihat keliling, sepi tak ada orang. Ia
memegang tangan wanita. "Kesih, hari-hari belakangan ini aku
melihat kamu semakin cantik."
Sukesih menengadah menatap lelaki itu yang lebih
jangkung. Sepasang mata wanita itu berkedip-kedip dan
berbinar macam kemilau bintang di malam purnama.
"Benarkah aku cantik, Mas?"
Laki-laki itu tak menjawab, dia gugup. Sekali lagi dia
melihat sekeliling. Mendadak dia menggenggam tangan wanita
itu. Keduanya berkelebat melompati pagar keraton. Mereka
menuju hutan yang berada tidak jauh di arah timur keraton.
Mereka tiba di goa tersembunyi yang berada di balik pohon
besar. Setelah menyingkirkan batu dan ranting pohon yang
menutup pintu, mereka masuk. Goa itu bersih, tampaknya
sering dibersihkan karena selama ini menjadi tempat
pertemuan kedua kekasih itu memadu cinta. Keduanya tak
kuasa menahan birahi lagi, mereka bergumul dengan liar,
panas dan bernafsu. Cinta terlarang memang penuh nafsu
yang panasnya selalu membara dan menimbulkan rasa
ketagihan. Pada saat bersamaan di halaman belakang dekat pendopo,
Gajah Kuning sedang melatih W isang Geni. Dia berusia
empatpuluhan. Tetapi kesannya tampak lebih tua. Cambangnya hitam lebat, rambutnya yang panjang dikonde di
atas kepala. Ia mengenakan celana sebatas lutut, tubuh
bagian atas telanjang. "Anakku, jurus Garudamukha itu
semakin dahsyat jika kamu menguasai tenaga dalam yang
sangat mumpuni. Itu sebab kamu harus me latih tenaga
batinmu lebih rajin lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka berlatih semedi dari pagi hari sampai matahari
berada di titik palingtinggi. Udara panas. Keringat membasahi
tubuh keduanya. Gajah Kuning membuka matanya ketika
merasa tangan yang lembut mengusap keringat di dahinya.
Dia melihat isterinya. Sukesih duduk di sampingnya.
Gajah Kuning berkata pada putranya, "Geni, sudah cukup
latihan hari ini, pergilah istirahat ke kamarmu"
Dia kemudian merangkul pundak isterinya. "Tubuhmu
panas dan keringatan, kamu dari mana, sejak pagi aku tidak
melihatmu?" Isterinya mengangguk, memeluk dan mencium leher
suaminya yang masih berkeringat. "Aku tadi berlatih kejar-
kejaran sejenak dengan Geni kemudian pergi berkeliling ke
desa, mencari-cari udara segar."
Gajah Kuning melonjorkan kaki. Dia menarik nafas panjang.
"Kesih, hari-hari belakangan ini hatiku tidak tenteram, aku
memikirkan Geni. Aku kawatir mimpiku itu menjadi nyata." Dia
memandang isterinya dengan penuh rasa cinta. Keduanya
berpelukan. "Aku kawatir akan nasib Geni, jika sampai kita
kalah atau kita mati terbunuh dalam perang."
"Kangmas, kita tidak mungkin kalah. Sehebat apa pun
pasukan Tumapel, kita tetap akan memenangkan perang,"
tukas wanita itu dengan semangat berapi-api.
Dia mengerutkan kening dan menatap isterinya. "Dalam
perang apa saja bisa terjadi. Sulit meramalkan s iapa lebih kuat
dan siapa bakal menang. Terkadang pasukan yang menang
pun banyak kehilangan prajurit dan punggawa. Jika kita kalah
perang, kamu harus pergi meninggalkan medan perang,
selamatkan dirimu dan kembalilah ke keraton menyelamatkan
Geni. Jangan biarkan dia terluka atau menjadi tawanan
musuh." Sukesih merenggangkan tubuhnya, memandang mesra
suaminya. Matanya bersinar cinta. "Aku sudah bersumpah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setia. Hidup dan mati selalu bersamamu. Mas, jika aku mati
dalam perang, maka kau yang harus selamatkan dirimu, pergi
ke keraton dan selamatkan anak kita. Tetapi jika kamu yang
mati maka aku ikut mati bersamamu, membela suami adalah
darma kesetiaan dan kehormatanku sebagai isteri."
"Kesih kekasihku, aku tidak mungkin melarikan diri dari
medan perang," tegas laki-laki itu.
Mendadak Sukesih ingat seseorang, ia tersenyum "Kenapa
kamu tidak meminta kangmas Puguh menolong Geni. Di
antara semua pendekar yang berkumpul di sini, dialah yang
paling tinggi ilmu ringan tubuhnya. Amat mudah baginya
meloloskan diri untuk kembali ke keraton menyelamatkan
Geni." "Dia laki-laki sejati, dia tidak akan mau lari dari medan
perang." Mendadak laki-laki itu tersenyum, dia teringat
sesuatu. Sambil memeluk isterinya dia berbisik. "T etapi Puguh
pasti mau melakukan itu jika kamu yang membujuknya. Aku
rasa tak akan ada seorang laki-laki pun yang bisa menolak
permintaanmu apalagi jika kau membujuk dan merayunya."
Dia mencubit suaminya. "Termasuk kamu, Mas?"
Gajah Kuning mengangguk. "Aku pun selalu tak berdaya jika dihadapkan pada
kecantikanmu" Dia berbisik sambil lidahnya menggelitik telinga
isterinya. "Kesih, lakukan itu, kau bujuk dia, lakukan sebelum
perang ini terjadi, lebih cepat lebih baik. Jika Puguh sudah
berjanji, dia pasti akan menepatinya dan itu artinya
keselamatan anak kita sudah terjamin."
"Apa maksudmu, kangmas?" Dalam hati Sukesih menebak-
nebak apakah suaminya sudah mengetahui perselingkuhannya
selama ini dengan Manjangan Puguh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Demi kepentingan anak kita, lakukan itu Kesih, bujuk dan
rayu dia supaya mau berjanji menolong W isang Geni
seandainya kita kalah perang atau jika kita berdua mati di
medan perang. Pada saat itu dia harus kembali ke keraton dan
menyelamatkan Geni meskipun untuk itu dia harus lari dari
medan perang." Dia masih mendekap isterinya, menyembunyikan wajahnya di leher wanita itu.
Sukesih terkesiap. Hatinya berbunga memperoleh kesempatan itu, tapi ia berpura-pura. "Tetapi aku hanya
membujuk, bicara dengannya, tidak lebih dari itu, Mas.
Meskipun begitu aku butuh waktu satu atau dua hari
membujuknya. Dan belum tentu aku akan berhasil."
"Ini demi keselamatan anak kita, demi anakmu Lagipula
Puguh adalah kekasihmu yang pertama, aku melihat bahwa
dia masih mencintaimu bahkan sangat kasmaran. Makanya
aku yakin Puguh akan mengabulkan permohonanmu, apa saja
yang kau minta." "Mas, kamu suamiku, hanya padamu aku mengabdi dan
jiwa ragaku kepunyaanmu semata. Manjangan Puguh itu milik
masa lalu, tapi Gajah Kuning dan W isang Geni adalah masa
depanku. Aku sangat mencintaimu, Gajah Kuning," bisiknya
separuh mendesis. Sukesih merasa dia benar-benar mencintai
suaminya. Tetapi di dalam hati, dia tak bisa memungkiri
bahwa dia juga mencintai Manjangan Puguh.
Mereka masih berangkulan. Lantas
Gajah Kuning meregangkan tubuh, memandang wajah jelita isterinya. Dia
mencium mulut Sukesih. Dia tak pernah tahu, pagi tadi mulut
itu sudah dilumat habis-habisan oleh Puguh.
Di salah satu kamar di bagian keraton, Wisang Geni sedang
menekuni lembaran kulit tipis yang bertuliskan aksara Jawa
kuno dan Sansekerta. Kamar itu diterangi obor dinding.
Seorang lelaki berusia tiga puluhan sedang mengawasi. Dialah
Ki Waragang, tokoh muda yang terkenal sebagai tabib sakti
dan juga ahli racun. Dia merupakan tabib istana yang menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang kepercayaan Mahisa Walutigan, adik kandung baginda
raja Dandang Gendhis. Mahisa Walungan menyukai Wisang Geni karena menganggap anak itu punya bakat luar biasa bagusnya untuk
menjadi pendekar besar. Itu sebabnya, dia ikut me latih Geni.
Bahkan dia minta Ki Waragang melatih dan mempersiapkan
Geni menjadi pendekar yang menguasai sastra, obat-obatan,
bahkan juga racun. Sedang untuk ilmu silat, dia berempat
Gajah Kuning, Gubar Baleman dan Manjangan Puguh akan
mendidiknya serius. "Geni, ini aksara kuno yang digunakan orang di jaman dulu,
sekitar seratusan tahun lebih pada saat raja Erlangga masih
memerintah. Kamu perlu mengetahui ini semua, pasti suatu
waktu ilmu sastra ini akan berguna bagimu." Waragang tak
bosan-bosan memberi petunjuk. Lelaki itu mengelus-elus
kepala Geni. "Dua tahun sudah aku mendidikmu, sebenarnya
kamu sudah lulus. Besok mungkin aku tak perlu lagi
menemanimu Kamu sudah pandai membaca menulis,
mengerti sastra, menguasai ilmuketabiban serta yang paling
penting, darahmu kini punya daya tolak terhadap segala
macam racun. Kamu sudah kebal terhadap racun. Mungkin
ada beberapa jenis racun yang bisa menerobos daya tahan
tubuhmu, tetapi tidak banyak."
Lemah Tulis suatu perdikan besar. Sudah menjadi tradisi
turun temurun sejak cikal bakal Mpu Baradha mendirikan
perguruan itu di jaman raja Erlangga, Lemah Tulis selalu
mengirim anak muridnya untuk mengabdi keraton. Dalam
beberapa kejadian, murid-murid Lemah Tulis ini menjadi
punggawa kerajaan tidak resmi yang setiap saat siap membela
keraton dari ancaman luar.
Tanah perdikan Lemah Tulis cukup luas. Di rimba
kependekaran tanah Jawa, Lemah Tulis tergolong perguruan
paling berpengaruh dan disegani orang. Murid yang berguru di
perguruan itu mencapai seratus limapuluhan. Sebagian di


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
antaranya mengabdi di keraton Kediri. Dalam situasi panas
membara dan perang sudah bergayut di depan mata, sekitar
lima puluh murid Lemah Tulis berada di keraton. Siap
membela keraton. Sebagian lainnya masih tinggal di
perguruan namun sudah siap-siap berangkat membela
kerajaan. Sore menjelang malam Ketua Lemah Tulis, Bergawa, duduk
bersama adik seperguruannya, Branjangan. Dua tokoh itu
hampir sebaya, sekitar empat puluhan. Duduk di hadapan
keduanya, seorang cucu murid, Suta yang adalah murid Gubar
Baleman. Suta sejak tiba siang tadi belum istirahat. Dia
membersihkan tubuh dan mengganti pakaiannya yang penuh
lumpur, kemudian menghadap dua kakek gurunya itu.
Suta menceritakan kejadian yang dialaminya di hutan
kemarin sore. Bergawa berpikir sejenak, keningnya berkerut.
Dia kemudian memerintah Suta memanggil enambelas murid
lain yang namanya disebut satu-satu. Mereka semua adalah
murid paling tangguh yang berada di perguruan saat itu.
Selang sesaat sepeninggal Suta, seorang murid perempuan
masuk dengan nampan berisi makanan dan beberapa kendi air
minum Dua tokoh itu makan dan minum sambil membincang
kekuatan lawan. "Jumlahnya sekitar limapuluh pendekar di
antaranya Kalayawana, Tambapreto, Bango Samparan.
Mereka semua pendekar kenamaan yang memiliki ilmu silat
kelas satu. Pasti ini bagian dari strategi perang Tumapel.
Pertama, lumpuhkan Lemah Tulis, setelah itu baru menyerang
keraton Kediri," kata Bergawa.
Tak lama kemudian tujuhbelas murid termasuk Suta duduk
menghadap. Ada beberapa murid yang meskipun masih muda
usia namun sudah memiliki ilmu silat mumpuni. Di antaranya
tiga murid Bergawa yakni Ranggaseta murid kedua, Lembu
Agra murid kelima dan Walang Wulan murid ketujuh. Empat
murid Bergawa lainnya saat itu sedang berada di keraton.
Gubar Baleman yang tertua dan sudah mewarisi semua ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silat gurunya. Gajah Kuning murid ketiga, Kebo Jawa murid
keempat dan Sukesih murid keenam
Bergawa menceritakan adanya bahaya yang sudah di
depan mata. Musuh dengan kekuatan besar akan menyerang
dan menghancurkan Lemah Tulis.
"Keadaan ini sangat menentukan mati hidupnya Lemah
Tulis. Kita di sini akan diserang dan yang menyerang adalah
pendekar berilmu tinggi yang menjadi bagian kekuatan
pasukan Tumapel. Di Kediri, saudara kalian akan berperang
membela keraton, dan kita tidak tahu bagaimana nasib
mereka dalam perang nanti. Tetapi satu hal penting harus
kalian ingat, ilmu Lemah Tulis ini tak boleh lenyap dari muka
bumi. Jika keadaan terdesak dan kita tak mungkin bertahan
lebih lama, kalian harus lari, selamatkan diri masing-masing,
berlatihlah dengan rajin, pelihara dan lestarikan jurus-jurus
Garudamukha, aku yakin suatu hari nanti akan muncul
seorang ketua baru dari angkatan muda untuk memimpin
Lemah Tulis. Camkan ini"
Selanjutnya Bergawa dan Branjangau mengatur semua
muridnya untuk bersiap menanti serangan lawan. Tujuhbelas
murid itu menjadi pemimpin kelompok yang bertanggungjawab di pos-pos tertentu.
Ketika semua murid sudah keluar ruangan, Branjangan
dengan wajah muram berkata kepada kakak perguruannya,
"Tumapel rupanya sangat siap berperang. Aku kawatir dengan
apa yang bakal terjadi. Kangmas, sebaiknya kita bertarung di
dekat kamar rahasia. Sebagai ketua kamu bertanggungjawab
menjaga dan meneruskan ilmu silat kita, karenanya kamu
harus selamat, begitu kita kalah, kamu harus masuk kamar
rahasia, aku yakin Dimas Padeksa dan Gajah Watu akan
datang, kamu harus bertahan hidup dan menunggu mereka,
kamu harus berjanji padaku, Mas"
Dua tokoh itu kemudian bersemedi mengatur tenaga
dalam. Keduanya terkejut karena tenaga dalam tak bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disalurkan. Ada sesuatu dalam tubuh yang menghalangi
mengalirnya tenaga batin. Semakin dilawan semakin tubuh
merasa lemas. Tanpa sadar Branjangan berkata sambil
menatap kakaknya, "Ada apa dengan tenagaku?"
Sesaat Bergawa sadar, ia berseru, "Dimas, jangan kerahkan
tenaga, ini racun pelemas tulang, makin kita lawan makin kita
keracunan." Ranggaseta, laki-laki muda bertubuh kekar masuk
menghadap dengan tergesa-gesa. Dia melapor beberapa
murid tak bisa melakukan semedi. Ada gangguan dalam tubuh
yang menghambat pengerahan tenaga dalam Tapi dia sendiri
tidak keracunan. Bergawa memanggil semua murid berkumpul. Dia
menanyakan siapa saja yang kena racun. Sebagian murid
melangkah ke depan Hampir separuh dari mereka, keracunan.
"Racun itu dicampur dalam makanan dan minuman, bagi
murid yang belum keracunan, sekarang ini jangan makan dan
minum," tegas Bergawa.
Tadi dia dan Branjangan telah memeriksa murid pembawa
nampan. Dari pengakuannya, seperti biasanya dia masuk
gudang bersama empat murid lain, tak ada sesuatu yang
mencurigakan. Bergawa memastikan bahwa lima murid
tersebut tidak bersalah. Dia berkata pada Branjangan. "Orang
itu tak mungkin dari luar sebab tak mungkin dia bisa
menyusup masuk. Pasti dia orang dalam, seorang murid
pengkhianat. Tetapi sebaiknya hal ini tak perlu kita
bincangkan dengan para murid, aku khawatir akan timbul
perpecahan karena saling curiga mencurigai padahal saat ini
semua harus bersatupadu."
Situasi kritis itu harus disikapi dengan bijak Bergawa
memutuskan murid yang keracunan harus pergi meninggalkan
perguruan. Mereka tak mungkin bisa bertarung karena hanya
membuang nyawa percuma. Murid yang tidak keracunan,
boleh tetap di sini dan bertarung mati hidup. "Aku, Branjangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Ranggaseta tetap di s ini, kami masih sanggup bertarung,"
tegasnya. Walang Wulan, murid Bergawa paling bontot, usia
tujuhbelas tahun, jangkung, cantik keibuan dengan kulit
kuning sawo. Dia menangis ketika kepalanya dielus sang guru
"Kamu tak boleh di sini, kamu harus hidup dan ikut menjaga
ilmu silat kita. Kamu cari pamanmu Padeksa, berlatihlah
bersama dia. Adapun pamanmu, Gajah Watu, terserah
padamu apakah kau maafkan dia atau tidak. Dia tidak pantas
menjadi paman gurumu Wulan, bawalah pesanku, muridku
yang paling layak menggantikan aku sebagai ketua, adalah
kakakmu Gubar Baleman, urutan berikutnya Gajah Kuning.
Semoga para dewa melindungi dua kakakmu itu. Ingat ini, jika
dua kakakmu itu gugur dalam perang, maka kamu lebih layak
menjadi ketua dibanding Lembu Agra, camkan itu! Karena itu
Wulan, berlatihlah lebih rajin. Sekarang pergilah, Wulan,
sebelum terlambat," katanya sambil menghapus airmata di
wajah cantik muridnya. Malam itu menjadi ma lam perpisahan yang tak mungkin
dilupakan para murid, baik mereka yang pergi maupun yang
menetap. Jumlah yang memilih bertarung sampai mati, hanya
empatpuluhan murid. Dipimpin Ranggaseta, mereka bersiap-
siap di beberapa tempat Para murid yang harus pergi
meninggalkan perguruan, pergi dengan isak tangis. Tidak
pernah terpikirkan bahwa situasi perguruan bisa seburuk itu.
Mereka pergi dengan isak tangis bercampur dendam
membara, tetapi masa depan yang gelap menanti sekelam
malam yang gulita. Apakah Lemah T ulis akan sirna dari tanah
Jawa" Bergawa teringat pesan gurunya, Rama Balawan, cara unik
mengembalikan tenaga yang hilang akibat racun pelemas
tulang. Cara itu hanya bisa dilakukan jika yang kena racun
adalah dua orang yang tidak terpaut jauh tenaga dalamnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kenyataannya dua tokoh murid Rama Balawan itu, tenaga
dalamnya sama imbang. Tidak ayal lagi Bergawa dan Branjangan lantas memainkan
jurus Gongkrodha (Kemarahan Luar Biasa) dari ilmu
Garudamukha yang merupakan ilmu silat andalan Lemah Tulis.
Selama dua gurunya berlatih, Ranggseta setia berjaga-jaga
Benturan tapak tangan dua tokoh itu mulanya perlahan,
makin lama semakin keras, dan tiada henti. Lama kemudian,
keduanya berhenti sejenak. Branjangan tampak gembira.
"Kangmas, sebagian besar tenagaku sudah pulih." Dia
melanjutkan dengan lirih. "Romo Guru Balawan, meski sudah
lama mati namun masih bisa juga menolong dua muridnya
yang goblok ini." Malam makin larut, bulan sembunyi di balik awan
mendung. Guruh dan kilat bersambung mengiringi hujan
gerimis. Bergawa dan Branjangan tekun bersemedi. Keduanya
bersama semua murid mengenakan pakaian warna putih dan
ikat kepala warna hitam. Gerimis masih menyiram bumi. Malam makin larut.
Dingin mencekam. Mendadak langit terang benderang,
panah api dan obor menyala melayang di udara masuk ke
dalam pekarangan perguruan. Lalu terdengar suara gedubrak
keras ketika pendekar Hima laya, Lahagawe memukul pintu
gerbang. Beberapa kali terdengar bunyi keras, saat berikut
pintu hancur. Terdengar suara hiruk pikuk, puluhan orang
menyerbu masuk, mereka menggunakan ikat kepala warna
putih. Pertarungan satu lawan satu atau keroyokan terjadi di
mana-mana. Banyak korban berjatuhan. Ada yang mati, ada
yang luka parah. Suara jerit kematian dan kesakitan
bercampur dengan makian dan sumpah serapah mewarnai
gelapnya malam yang masih disiram gerimis kecil. Kalah
dalam jumlah, satu demi satu murid Lemah Tulis mulai gugur.
Di pihak lawan juga banyak yang mati Murid-murid Lemah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tulis makin terdesak dan tidak punya peluang untuk
mempertahankan tanah perdikannya.
Di suatu sisi pertarungan tampak Bergawa sedang melawan
Lahagawe, Branjangan dikeroyok Bango Samparan dan
Tambapreto, dan Ranggaseta bertarung mati hidup dengan
Kalayawana. Tiga pendekar Lemah Tulis terdesak mundur
sampai ke dekat kamar rahasia.
Lahagawe mendesak, menggunakan jurus-jurus Hima laya
yang aneh tapi mumpuni. "Huh hanya sebegini saja jurus Lemah Tulis, tak ada apa-
apanya yang bisa dibanggakan!"
Bergawa tertawa keras. "Jurus silatmu biasa tapi racun
pelemas tulangmu hebat. Tak kusangka pendekar berilmu
tinggi macam kamu hanya pengecut yang mahir meracuni
lawan dengan diam-diam. Dasar licik, pengecut tidak tahu
malu!" Lahagawe murka. Ia menggeram Tarung makin dahsyat.
Pukulan Lahagawe mengena pundak dan perut Bergawa yang
kontan terlempar. Lahagawe mengejar. Ranggaseta meninggalkan lawannya, dia mengejar Lahagawe. Dia
memotong jalan dan menghadang di depan langkah pendekar
Hima laya itu. Ranggaseta berteriakk, "Guru, cepat masuk!"
Bergawa ragu-ragu. Lahagawe menggerakkan kaki dan
tangan, menyerang Ranggaseta. Tetapi murid Bergawa ini tak
mau menghindar dari jalan. Saking kesalnya, Lahagawe
menggelar jurus-jurus mematikan. Dalam beberapa jurus
berikut pukulannya menerpa kepala Ranggaseta. Murid setia
ini terpelanting dan mati sebelum tubuhnya menyentuh tanah!
Tetapi tidak s ia-sia pengorbanannya. Dia te lah memberikan
waktu yang cukup bagi gurunya untuk berpikir dan mengambil
sikap. Kejadian berlangsung cepat. Branjangan menyaksikan
kematian Rmggaseta. Dia berteriak, "Kangmas, cepat masuk!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jika terlambat masuk, kamu jadi orang paling berdosa bagi
perguruan kita, cepat!"
Bergawa sempat memandang berkeliling. Hampir tak ada
lagi murid Lemah Tulis yang bertarung. Semua mati! Terakhir
yang mati, adalah muridnya yang setia, Ranggaseta. Dia
melihat Branjangan bertarung dengan gagah berani. Adiknya
itu sudah luka parah tapi tetap berdiri dan bertarung
menghadang siapa saja yang ingin mendekati Bergawa.
Tahu dirinya tak lagi bisa berbuat, Bergawa cepat
menerobos masuk kamar. Pintu serta merta tertutup. Bergawa
muntah darah dan jatuh tertelungkup. Gelap. Semua gelap. Di
luar kamar, Bango Samparan beserta teman-temannya
berupaya membuka pintu, tetapi tak berhasil. Pintu itu tak
akan bisa dibuka siapa pun dari luar. Hanya ketua Lemah Tulis
seorang yang tahu rahasia membuka pintu kamar rahasia itu.
Kabar buruk itu berjalan cepat, bahkan sangat cepat. Pada
dini hari, Lemah Tulis porakporanda. Sore harinya, kabar
buruk itu sudah sampai di keraton Kediri. Semua murid Lemah
Tulis yang berada di keraton, menangis mendengar berita
semua rekan seperguruan mati termasuk ketua Bergawa dan
Branjangan. Hanya sedikit murid yang lolos. Batin mereka
terpukul. Apalagi mereka yang masih memiliki hubungan
saudara, bahkan isteri atau suami. Mereka tak tahu apakah
sanak kerabatnya itu mati atau berhasil meloloskan diri.
Sore itu di pendopo, tampak Gubar Baleman, Gajah Kuning,
Kebo Jawa, Sukesih, Manjangan Puguh dan Mahisa Walungan
duduk bersama. Wajah-wajah itu tampak murung dan lesu.
Mereka terpukul oleh kabar buruk dari Lemah Tulis.
Tiga dayang silih berganti masuk pendopo sambil
membungkuk hormat membawa nampan penuh berisi
hidangan. Mahisa Walungan mempersilahkan makan.
"Itu berita buruk, suatu pukulan berat buat kita semua.
Tetapi pukulan itu semakin merusak semangat tarung jika kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membiarkan diri larut dalam kesedihan. Ingat tak lama lagi
kita sudah masuk ke medan perang. Ayo, makan, biar
semangat dan tenaga pulih, kita akan membalas kekalahan di
Lemah Tulis!" Sambil menyantap ayam bakar, Mahisa Walungan bertanya
pada Sukesih. "Mana Wisang Geni?"
Wajah Sukesih masih murung. "Kangmas Walung, Geni
sudah tidur mungkin letih karena seharian berlatih."
Mahisa Walungan menoleh ke Gajah Kuning. "Dimas, aku
yakin suatu hari nanti, anakmu itu akan jadi pendekar
tangguh. Sayang sampai hari ini aku belum sempat
mewariskan jurus Nagapasa padanya."
"Terimakasih kangmas, dia pasti akan lebih digjaya sebab
jurus Nagapasa ciptaanmu itu hebat dan ampuh."
Selesa i bersantap, Mahisa Walungan agak gugup berkata,
"Maaf, aku ingin bicara dengan dimas Puguh, tidak lama,
kalian tunggu di sini"
Keduanya melompat dan menghilang di kegelapan malam.
Di suatu tempat di sudut keraton mereka jalan berendeng.
"Dimas ceritakan tentang puteriku itu, apakah dia ikut
terbunuh di Lemah Tulis?"
Manjangan Puguh menggeleng kepala. "Tidak! Itu yang
pertama-tama kuselidiki, aku bertemu seorang murid yang
lolos yang kukenal. Ternyata Ki Bergawa te lah memerintahkan
beberapa murid yang sudah terkena racun untuk pergi
meninggalkan perguruan mencari selamat agar ilmu Lemah
Tulis tetap bisa diajarkan. Dan Walang Wulan berada di antara
mereka yang lolos." "Bagaimana keadaannya, ilmu silatnya" Apakah dia cantik"
Kapan terakhir kamu ketemu dengannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Belum lama, sekitar dua purnama lalu. Walang Wulan itu
hebat, dia muda, cantik jelita persis seperti ibunya, Ki Bergawa
sangat menyayanginya."
"Apakah sudah kamu ajarkan jurus Nagapasa?"
"Belum!" "Kalau begitu kamu tak boleh ikut ke medan perang, kamu
tak boleh mati, sebab kamu masih punya hutang padaku,
kamu harus mengajarkan Nagapasa pada Walang Wulan."
Manjangan Puguh membelalak. Dalam hatinya ia tertawa.
Dia mau menyabung nyawa di medan perang karena c intanya
pada Sukesih. Dia akan membela dan melindungi wanita itu,
meskipun harus berkorban nyawa.
"Tidak, kangmas. Aku tak bisa memenuhi permintaanmu,
aku sudah ikrar akan tarung di medan perang, tak bisa kamu
mengubah pendirianku itu"
Mahisa Walungan menatap mata kawannya. Dia melihat
sinar mata yang mantap. Dia menghela napas, keputusan
Puguh tak bisa berubah. Mendadak dia ingat sesuatu. "Puguh,
aku pernah menawarkan padamu untuk menyunting Wulan
jadi isterimu, kau belum menjawab."
"Sejak Wulan masih kecil dia sudah mempercayai aku
adalah kakak kandungnya. Aku menganggapnya sebagai adik
sendiri. Ketika aku titipkan Wulan ke Lemah Tulis, aku
berbohong pada Bergawa bahwa aku adalah kakak
kandungnya. Kangmas, putrimu itu cantik jelita, tetapi aku
tidak mungkin memperisterinya."
"Dimas Puguh, siapa saja yang mengetahui rahasia bahwa
Wulan adalah putriku?"
"Hanya dua orang, guruku dan Nyi Pancasona. Tidak ada
lain orang lagi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tengah malam di kebun bagian belakang keraton,
Manjangan Puguh sedang berlatih, ia duduk semedi di atas
pohon. Ia berbaring di dahan kecil, tubuhnya berayun kian
kemari dalam kerimbunan daun. Mendadak seorang bertopeng
melesat ke atas pohon, menyerang Puguh. Keduanya tarung
keras. Manjangan Puguh membentak, "Siapa kamu, berani
menyatroni keraton!"
Dalam beberapa jurus Manjangan Puguh bisa membaca
siapa lawannya itu. Jurus Garudamukba cuma bisa dimainkan
oleh murid Lemah Tulis. Dan melihat potongan tubuhnya yang
langsing, dia mengenali Sukesih. "Kesih berhenti, mau apa
kamu?" Tiba-tiba Sukesih limbung, tubuhnya doyong ke samping.
Manjangan Puguh cepat meraih pinggangnya. Sukesih
membuka topengnya, ia mengibas rambutnya yang tadinya
diikat. Puguh hendak melepas pelukannya, tetapi Sukesih
justru memeluknya. Lelaki itu tak bisa menguasai diri, ia
memeluk, menciumi leher dan mulut wanita yang dia cintai itu.
Terengah-engah, Sukesih mendesah. "Lemah Tulis porak
poranda, semua hancur, banyak yang mati, guruku mati,
malam ini aku sangat sedih, Gajah Kuning tak bisa
menghiburku, ia juga sedang berduka. Puguh, hibur aku,
cintai aku, Mas" Suara Sukesih sendu, ada isak di dalamnya. Puguh merasa
iba, tetapi suara memelas dan tubuh montok itu telah
merangsang nafsu birahinya. "Aku mencintaimu, Kesih, kamu
wanita satu-satunya yang kucintai, tak ada wanita lain." Dia
melihat sekeliling kemudian membopong perempuan itu ke
goa di hutan. Sukesih, pada usia limabelas, berkenalan dengan
Manjangan Puguh. Pertama kali dia mengenal lelaki dan
kehilangan perawan. Percintaan yang penuh nafsu birahi
Mereka bercinta dari satu tempat ke tempat lain. Mereka
kasmaran satu sama lain. Dua tahun bercinta, Puguh lupa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amanat gurunya, Sagotra. Suatu waktu sang guru mendampratnya, karena tidak serius berlatih. Sagotra
membawa muridnya kembali ke gunung Merapi Puguh pergi
tanpa sempat memberitahu kekasihnya. Dia seperti lenyap
ditelan bumi. Sepeninggal Manjangan Puguh, Sukesih patah hati. Kakak
seperguruannya, Gajah Kuning yang sudah lama mencintainya, merayunya. Satu tahun tanpa kabar berita dari
Manjangan Puguh, dia yakin kekasihnya itu mati Dia tak punya
pilihan lain, gurunya mendesak agar menerima lamaran Gajah
Kuning. Dia berusaha mencintai Gajah Kuning, tetapi
bayangan Puguh tetap melekat di hatinya.
Sepuluh tahun berguru di Merapi, Manjangan Puguh turun
gunung mencari kekasihnya namun Sukesih sudah menjadi
isteri Gajah Kuning dan telah melahirkan W isang Geni. Tapi
Puguh tak bisa melupakan kekasihnya. Begitu juga Sukesih.
Setelah mengetahui latar belakang menghilangnya Puguh
sepuluh tahun lalu, cinta Sukesih bersemi lagi Dia tak bisa
melupakan kenangan manis masa lalu. Terlebih-lebih Puguh
punya banyak kelebihan dibanding suaminya. Maka terjadilah
perselingkuhan itu. Puguh sangat kasmaran pada kekasihnya.
Sukesih masih mencintai Puguh dan selalu merindukan belaian
dan cintanya yang panas. Kepada dirinya, Sukesih sering
berkata pada dirinya, "Drupadi mencintai lima suaminya,
Pandawa Lima, dan tak pernah bisa menjawab siapa yang
paling dia cintai, apakah Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula atau
Sadewa" Tetapi aku hanya mencintai dua laki-laki."
Goa itu gelap, keduanya berdiri saling pandang. Sukesih
mengangkat dua tangannya merapikan tatanan rambutnya.
Gerakan itu memperlihatkan tonjolan buah dadanya yang
montok dan indah. Tangan lelaki itu meraba pinggangnya
yang ramping, menarik wanita itu merapat. Laki-laki itu
merunduk dan mencium bibirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bulan purnama keluar dari balik awan.Malam semakin larut,
dua kekasih itu masih bergumul penuh nafsu. Saat mentari
mulai ngiinip dari ufuk Timur, dua anak manusia itu masih
berenang di lautan birahi cinta terlarang yang indah dan
mempesona. " Kangmas Puguh, mengapa kamu tidak mencari
perempuan yang bisa mendampingimu sepanjang hari, dari
pagi sampai malam, sampai pagi lagi. Aku tidak bisa
mendampingimu seperti itu. Aku harus mengikuti, Gajah
Kuning. Dia suamiku yang resmi."
"Tidak Kesih, aku tidak bisa melupakanmu. Hanya ajal saja
yang bisa membuat aku lupa padamu"
"Puguh tadi malam kamu sudah berjanji padaku, apa pun
yang kuminta akan kamu kabulkan, seandainya aku meminta
kamu mati, kamu bersedia?"
"Aku rela mati untukmu, asalkan mati dalam pelukanmu,
mati dengan mulutmu menempel di mulutku, mati pada saat
kamu mencintaiku." "Kalau aku minta kamu tidak boleh mati, kamu bersedia
juga kan?" "Tentu saja! Selama hidupku aku akan selalu mencintaimu"
"Mas, jika suamiku gugur dalam perang nanti, aku ikut mati
bersamanya, itulah puncak darma dan pengabdian seorang
isteri. Jika kami berdua mati dalam perang, kamu harus pergi
meninggalkan medan perang, kembali ke keraton dan
menolong Geni. Jadi kamu tak boleh mati Kamu harus
membesarkan dan mendidik Geni, jangan biarkan dia
terbunuh atau menjadi tawanan pasukan Arok. Janji,
berjanjilah padaku, kekasihku. Sekarang ini aku akan
lucnernanimu sampai siang hari, aku akan memberimu
kepuasan sehingga kamu tak akan pernah melupakan saat-
saat ini." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kesih, aku sungguh tak berdaya dalam perangkap
pesonamu, aku mencintai, kasmaran padamu, mencium
kakimu pun aku rela. Aku ingin mati bersamamu, tapi aku
tahu itu tak mungkin, Gajah Kuning ada di sampingmu Aku
janji akan menolong Geni, tak akan kubiarkan selembar
rambutnya diusik orang. Kesih, aku ingin memelukmu seharian
penuh bahkan kalau bisa sepanjang hidupku, betapa aku
mencintamu" "Aku juga mencintaimu, Puguh. Kamu jantan, kamu
memberiku kepuasan yang tak bisa diberikan Gajah Kuning.
Aku merasa berdosa pada suamiku, tapi aku tak berdaya
karena aku tak bisa melupakanmu Puguh, ingat janjimu, kamu
tak boleh mati di medan perang, kamu harus menyelamatkan
Geni, didik dan besarkan anakku itu. Aku ingin jika nanti
dilahirkan kembali, aku menjadi isterimu dan melahirkan
banyak anak untukmu sesuatu yang tak bisa kuberikan
padamu sekarang ini."
Malam itu, Mahisa Walungan meneruskan perintah
kakaknya, baginda raja Kertajaya. Seluruh pasukan siap untuk
berangkat esok pagi, menuju desa Ganter. Mereka akan
mencegat pasukan Tumapel di hutan dekat Ganter. Mereka
akan menyusun jebakan dan siasat yang akan melumpuhkan
dan menghancurkan pasukan Tumapel.
Di dalam kamar, Gajah Kuning menggumuli tubuh isterinya.
Dia tergila-gila akan kecantikan wajah dan tubuh isterinya. Dia
sudah tahu, istrinya selingkuh dan memadu cinta terlarang
dengan Manjangan Puguh. Tapi dia tak sanggup mencegah.
Dia takut, isterinya akan memilih. Dia yakin isterinya pasti
akan memilih Puguh. Dia tak sanggup berpisah dari Sukesih.
Sukesih mengelus kepala suaminya. Dia sering merasa iba
pada suaminya. Laki-laki itu sangat kasmaran padanya. Dia
tahu, suaminya itu lebih tergila-gila pada tubuhnya ketimbang
mencintainya. Laki-laki itu menyukai bagian tubuhnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelus dan menjilati buah dada, ketiak, paha dan betis
bahkan sering menciumi telapak dan tumit kakinya.
Sulit dipercaya bahwa Gajah Kuning yang terkenal sebagai
pendekar berilmu tinggi dan jago tarung yang amat tega
membunuh lawan serta ditakuti lawan dan disegani kawan,
ternyata tidak berdaya menghadapi pesona tubuh dan
kecantikan liar seorang perempuan bernama Sukesih.
"Kesih aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku," suara
Gajah Kuning memelas sambil dia menciumi ketiak isterinya.
Laki-laki itu sudah tak berdaya lagi. Tiga kali dia mencapai
orgasme. Sedangkan Sukesih tak sekalipun, namun seperti
biasa, perempuan cantik ini berpura-pura merasakan
kenikmatan orgasme. Perempuan itu mengumpulkan segenap kekuatan batinnya.
Suaranya agak parau. "Mas, besok kita tarung di medan
perang, mungkin kita akan mati, itu sebab aku harus berterus
terang padamu tentang aku dan Puguh."
"Kesih, aku sudah tahu semuanya, kalian berdua saling
menyinta dan kalian sering bercinta," sambil mengelus
payudara dan mencium leher isterinya, Gajah Kuning
melanjutkan. "Aku tahu semuanya. Tidak perlu kamu ceritakan
padaku." "Mas, kamu sudah tahu aku selingkuh dan bercinta dengan
Puguh tetapi kamu diam saja, mengapa?"
"Sebab aku yakin kamu akan memilih Puguh jika aku
mendesakmu, dan itu aku tak mau, aku tak mau berpisah
denganmu Kesih, jangan tinggalkan aku!"
Mendadak rasa iba dan kasihan mendorong dirinya untuk
memeluk dan menciumi wajah suaminya. "Tidak mas, aku tak
akan meninggalkanmu Besok, kita berdua akan berdampingan
melawan musuh. Mati hidup kita bersama-sama. Aku tak akan
berpisah darimu, walau sejengkal pun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perang Ganter melibatkan ribuan serdadu di kedua pihak,
Kediri dan Tumapel. Adu strategi dan siasat. Pihak Kediri
mempersiapkan jebakan yang jika terlaksana akan menghancurkan pasukan Tumapel. Sayang ada pengkhianat
yang membocorkan rahasia ini. Jebakan Kediri itu akhirnya
menjadi kuburan bagi pasukan Kediri.
Semula diperkirakan jumlah pasukan Kediri lebih banyak


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menggentarkan lawan. Kenyataan sebaliknya jumlah
pasukan Tumapel lebih banyak karena pada saat-saat terakhir
sebagian pasukan keraton membelot dan bergabung dengan
Tumapel. Tak heran dalam perang bubat itu, satu per satu
prajurit dan hulubalang Kediri gugur bersimbah darah. Tapi
mereka pantang menyerah terutama orang-orang Lemah
Tulis. Para pendekar Lemah Tulis itu merasa kematian sudah
di ujung rambut, namun tak seorang pun yang melarikan diri.
Lebih baik mati ketimbang lari dari medan perang.
"Kami boleh mati tapi tidak boleh terhina. Jika harus mati,
kami akan menyeret banyak korban dari pihak lawan."
Di tengah arena perang Mahisa Walungan dan para
pendekar kepercayaan keraton, bertarung mendampingi
baginda raja Dandang Gendhis. Seratus lebih prajurit dan
hulubalang Tumapel mengepung raja Kediri itu. Di antara
kelompok pengepung itu, beberapa pendekar berilmu tinggi
seperti Bango Samparan, Mpu Palot, Sempani, Jayawikata,
dan Bajul Ijo telah menutup ruang bagi Dandang Gendhis
untuk lolos. Tidak jauh dari tempat itu, Gajah Kuning berdua isterinya
bahu membahu bersama Kebo Jawa adu jiwa menghadapi
Kalayawana, Penguasa Kegelapan dari Gondomayu, yang
dibantu Sepasang Iblis Sapikerep dan belasan pendekar
tangguh lainnya. Di satu sudut medan Manjangan Puguh dan Gubar Baleman
terdesak oleh Lahagawe, pendekar Himalaya yang kosen itu.
Jurus-jurus silat Lahagawe sangat aneh. Ditambah lagi dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga dalamnya yang begitu besar, tak heran jika Manjangan
Puguh dan Gubar Baleman terdesak hebat. Padahal dua
pendekar itu tergolong pendekar kelas utama tanah Jawa.
Manjangan Puguh, murid tunggal Ki Sagotra, dari gunung
Merapi. Ia memiliki ilmu ringan tubuh Waringin Sungsang yang
kesohor kehebatannya serta jurus Bang Bang Alum Alum.
Sedangkan Gubar Baleman, murid pertama Bergawa yang
sudah mewarisi seluruh ilmu gurunya, ketua Lemah Tulis,
mumpuni dalam jurus-jurus Garudamukha yang kondang.
Namun dua jago kerajaan ini terdesak hebat bahkan nyawa
mereka sudah di ujung rambut. Saat itu Baleman berteriak
keras mengerahkan segenap tenaga lewat dua jurus
Garudamukha yang saling susul Gongkrodha (Kemarahan Luar
Biasa) dan Shubdrawa (Hancur Luluh). Sehebat-hebatnya
Lahagawe gebrakannya tertahan juga. Dua jurus Garudamukha itu diumbar pada saat yang tepat. Saat di mana
nyawa terancam. Keampuhannya menjadi berlipat ganda.
Sementara Manjangan Puguh memanfaatkan kesempatan
dengan menggelar dua jurus dahsyat dari Bang Bang Alum
Alum (Semua Merah, Semua Hidup atau Semua Mari) yaitu
Bhaskarogra (Panas Matahari yang Memuncak) disusul
Nanawidha (Beraneka Warna). "Mas Gubar, ayo kita adu jiwa
dengan dedemit ini," teriak Puguh.
Gubar Baleman menggeram, Manjangan Puguh tak kalah
bengisnya. Tetapi Lahagawe bukan pendekar biasa, dia sudah
terbiasa dalam pertarungan tingkat tinggi Karenanya dia
bukannya gentar malah merangsek maju. Dua tangannya
berputar dalam lingkaran yang berbeda. Tangan kanan
membuat lingkaran besar ke kanan, tangan kiri membuat
lingkaran kecil ke kiri. Tenaga dua pendekar Jawa itu tersedot diseret arus tenaga
lingkaran. Keadaan kritis. Sebab begitu Lahagawe menyibak
dua tangannya disusul tenaga mendorong maka tulang dada
dua pendekar Jawa itu terancam berantakan. Benar saja!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tampak jari-jari tangan Lahagawe lurus merapat, dua
tangannya mengubah lingkaran menjadi gerakan seperti
menyibak air. T enaga dua pendekar Jawa terpental ke kiri dan
kanan. Dua siku Lahagawe ditekuk. Keadaan kritis. Maut
mengancam dua pendekar Jawa.
Sekonyong-konyong datang menyeruak bayangan serba
putih, seorang pendekar usia enampuluh, rambut, jenggot,
kumis dan alis semua serba putih. Kakinya tidak terlihat
karena tertutup jubah pulihnya. Jubah itu menjuntai sampai ke
tanah berkibar ditiup angin.
Persis dewa yang turun dan kahyangan ke bumi. Ia bagai
terbang, ringan bagai kapas, sungguh ilmu ringan tubuh yang
sulit diuari bandingannya. Masih dalam keadaan melayang,
pendekar itu melonjor dua tangan dalam gerak berputar. Siku
dibengkokkan. Jari tangan seperti meraup, kemudian tapak
tangannya dihadapkan ke arah dua pendekar Jawa. "Jangan
gunakan tenaga, kosongkan tubuhmu !" Suara pendekar jubah
putih itu merdu dan akrab di telinga Puguh dan Baleman.
Pada saat Lahagawe meluruskan dua tangannya, memukul
dahsyat ke dada dua pendekar Jawa, pada saat yang sama
angin pukulan si jubah putih menerpa Baleman dan Puguh.
Dua pendekar Jawa ini tanpa rasa curiga sedikit pun mengikuti
bisikan si jubah putih. Keduanya mengosongkan tubuh dan
tidak menggunakan tenaga Pukulan pendekar itu mengangkat
dua pendekar Jawa seperti terbang me layang beberapa depa
dari sasaran pukulan Lahagawe. Pukulan Lahagawe menerpa
tanah kosong. Debu berterbangan Ada semacam bebauan
tanah terbakar. Lahagawe murka melihat pukulannya mengena tempat
kosong. "Siapa orang yang berani mati mencampuri urusanku
?" Pendekar jubah putih tertawa. "Karena menyangkut gengsi
dan kehormatan tanah Jawa, aku terpaksa ikut campur. Ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seberang tak boleh tepuk dada di tanah Jawa. Orang asing tak
boleh temberang di negeri ini."
Dua pendekar itu kemudian terlibat pertarungan dahsyat Si
jubah putih bertarung seperti orang tidak bertenaga
Gerakannya aneh. Semua anggota tubuhnya bergerak namun
aneh kakinya tidak bergerak. Memang kakinya tertutup jubah,
namun bisa dilihat bahwa kakinya tidak memijak bumi Ia
melayang, ujung jubahnya pun tak menyentuh tanah.
Mengetahui lawan berilmu silat tinggi, Lahagawe memukul
dengan jurus mematikan. Semua pukulan tertuju ke titik
kematian. Si jubah putih mengelak dan balas menyerang.
Limapuluh jurus berlalu. Lahagawe mulai terdesak, ia
memutuskan menyerang dengan jurus paling mematikan Teri
sanson Mein Jevati Mein Sirf teri kusbu hai (Dalam Hidup dan
Nafasku Hanya Terdapat Harum Dirimu), jurus adu jiwa
Lahagawe selama ini belum menemukan tandingan yang
membuatnya kelewat sombong. Tapi kehebatan si jubah putih
telah mengusik harga dirinya, itu sebab ia melancarkan jurus
adu jiwa Pendekar jubah putih tersenyum, seperti main-ma in, ia
menepuk dua tangannya. Benturan tenaga terdengar.
"Desss.". Tepukan itu telah membuat pukulan Lahagawe
melenceng jatuh di ruang kosong. Si jubah pulih menjulurkan
satu tangan ke depan bagai hendak mencengkram. Lahagawe
terdesak, surut dua langkah sambil me lontarkan pukulan
Banjao kisi ke kisi ko aapna banalo (Jadilah Milik Seseorang
dan Milikilah Seseorang).
Tapi si jubah putih tak berhenti. Tangan kiri seperti
menggaruk belakang kepala. Tangan kanan ditekuk dan
diputar mengarah bumi. Pinggul dihentak ke kiri dan kanan.
Tangan kirinya mendorong menangkis pukulan dua tangan
Lahagawe. Tangan kanannya menjulur dan menyusup ke
depan menggaruk dada Lahagawe.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lahagawe terkesiap. Ia terpental surut dua langkah.
Wajahnya pucat. Ia tak berdaya ketika si jubah putih bergerak
maju. Lahagawe memasang kuda-kuda, berdiri dengan wajah
pucat tetapi mata bersinar penuh amarah. Ia menggeram dan
menghimpun segenap tenaga, dua tangannya membuat
lingkaran besar dan kecil. Ia mengulang jurus andalan Banjao
kisi ke kisi ko aapna banalo (Jadilah Milik Seseorang dan
Milikilah Seseorang) dalam sikap sama-sama mati.
Mendadak pendekar jubah putih seperti menangis, lengan
kiri disapukan ke matanya, tangan kanan membuat lingkaran
kecil mengarah ke depan, tangan kiri menjulur ke depan.
Berbarengan tangan kanannya digentak dengan tarikan
dahsyat ke dadanya. Kuda-kuda Lahagawe gempur dan
tubuhnya bergetar, terombang ambing didorong dan ditarik
tenaga si jubah putih. Sesaat kemudian si jubah putih berkata
lirih. "Ah tidak ada gunanya membunuh kamu, pulanglah ke
negerimu, jangan pernah kembali lagi ke tanah Jawa!" Dua
tangannya seperti mengusir ayam, tetapi angin pukulannya
membuat Lahagawe terpental ke belakang.
Pendekar Hima laya itu muntah darah. Matanya melotot, dia
sungguh tak percaya bahwa dia bisa kalah dan terluka sampai
muntah darah. Dia berkata lirih dalam bahasa Jawa yang
fasih, "Terimakasih, tuan sudah mengampuni jiwaku. Aku
akan pulang ke Hima laya, tak akan datang lagi ke tanah
Jawa." Pendekar jubah putih tanpa menoleh meneruskan
geraknya, melayang pergi begitu saja. Geraknya ringan seperti
terbang. Hebatnya lagi, seluruh gerakan sejak awal sampai
akhir, semua dalam satu gerak sinambungan yang harmonis
dan mulus. Seperu tak ada paksaan dalam geraknya. Bagai
terbang ia menuju ke bagian di mana Raja Kertajaya sedang
dalam kepungan. Sepak terjangnya membuat para pengepung pontang-
panting, ia membelah kumpulan manusia semudah menyibak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
air dalam kolam. Ia menggandeng lengan Baginda Raja
kemudian berdua menerobos keluar, meloloskan diri.
Semudah itu, bagaikan tak menemukan perlawanan. Ia masuk
kepungan, menggandeng lengan Baginda Raja, menerobos
keluar dengan mendendangkan kidung Penakluk Raja, kidung
yang kemudian menjadi populer dan dibincangkan orang di
dunia kependekaran. Ilmu dari seberang, Tak boleh tepuk dada, Di T anah Jawa ini, Dari Gunung Tejar, Jurus Penakluk Raja, Ilmu dari segala ilmu, Melenggang ke Barat, Meluruk ke Timur, Merangsak ke Utara, Merantau ke Selatan, Tak ada lawan, Tak ada tandingan, Ilmu dari segala ilmu Gubar Baleman dan Manjangan Puguh terpesona oleh
sepak terjang pendekar jubah putih itu.
Siapa dia" Pada saat bersamaan, telinga Gubar Baleman
mendengar kesiuran angin. Dia merunduk. Tombak itu lewat
di atas kepalanya, dia melihat Tambapreto dan beberapa
pendekar lain melur ukke arahnya. Manjangan Puguh tak
tinggal diam, dia bergerak cepat bagai siluman. Itulah
Waringin Sungsang tingkat paling tinggi. Tidak cuma bergerak
dia juga menampar ke kanan kiri. Terdengar teriak kesakitan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiga pendekar lawan memegang kepala kemudian roboh, mati,
tanpa suara. Tapi satu mati, datang lima, mati dua muncul
duapuluh. Sepertinya pasukan Tumapel tak pernah habis.
Di pihak Kediri, hanya beberapa gelintir yang masih
bertahan. Gajah Kuning dan Sukesih sudah bersimbah darah,
keduanya masih melawan dan membunuh beberapa lawan.
Kalayawana tertawa sadis seperti ringkik kuda, membuat
sepasang suami isteri makin terdesak hebat. Manjangan
Puguh melayang hendak menolong. Tapi Sukesih justru
berteriak keras padanya, "Puguh pergi cepat selamatkan
anakku. Cepat pergi, ingat janjimu"
Pada saat itu juga sebatang tombak nancap di dada
Sukesih. Mata Puguh membelalak. Perempuan itu berteriak
lagi. "Pergi Mas Puguh, pergilah, tak ada gunanya bertahan,
kita sudah kalah." Manjangan Puguh melesat pergi, amarahnya meluap. Dia
bagaikan terbang, menghajar siapa saja lawan yang
menghadangnya. Dia melewati banyak mayat musuh, tapi dia
juga menyaksikan teman-temannya mati satu per satu Mahisa
Walungan, Gubar Baleman, Kebo Jawa, Gajah Kuning dan
perempuan yang dicintainya. Dia me loloskan diri menuju
keraton, memenuhi janji dan ikrarnya untuk menyelamatkan
putra kecintaan Sukesih. Puguh berlari sambil menangis.
Tangis seorang pendekar tangguh.
---ooo0dw0ooo--- Tanah perdikan Lemah Tulis yang tadinya selalu ramai
dengan latihan ilmu silat serta kegiatan bercocok tanam dan
aktifitas lain, hari itu tampak porak poranda. Di sana sini
mayat bergelimpangan. Tak ada sisa makhluk hidup. Kerbau,
sapi, ayam, babi dan semua binatang ternak, mati Yang ada
hanya burung pemakan bangkai, terbang melayang dan
hinggap di sana-sini. Bau busuk mayat manusia dan bangkai
binatang tercium di mana-mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa, adik seperguruan Bergawa menerobos masuk
pekarangan. Dia mendengar berita hancurnya Lemah Tulis
serta kekalahan pasukan Kediri dalam perang Ganter. Dia
bergegas menuju Lemah Tulis. Dia tiba di perdikan Lemah
Tulis tiga hari setelah serangan yang membumihanguskan
perguruannya. Dia melihat berkeliling. Amarahnya meluap
kesedihannya memuncak. "Hancur, semua hancur, tidak ada sisa," desisnya.
Dia berlari ke sana kemari, berteriak memanggil orang.
Suasana sepi, lengang, hanya terdengar gema suaranya
memantul. Tak ada orang yang menjawab panggilannya. Ia
memeriksa mayat-mayat. Banyak yang dikenalnya, banyak
juga yang tak dikenalnya, pasti para penyerang. Semua murid
mati dalam pertarungan, bekas darah kering tercecer di mana-
mana. Dia tak merasakan sengatan terik mentari. Ia lari


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju kamar Bergawa. Tertutup rapat. Tak mungkin bisa
dibongkar atau dibuka dari luar. Selamanya hanya satu orang
saja yang bisa membuka pintu rahasia itu dari luar, yakni
ketua Lemah Tulis, tak ada orang lain. Tiba-tiba matanya
melihat mayat tertelungkup agak jauh dari pintu kamar. Ia
menghampiri dengan jantung berdegup kencang. Ia membalik
mayatnya. Padeksa berteriak, "Kangmas, kangmas Branjangan
!" Dia juga menemukan mayat Ranggaseta. Dua mayat itu
sudah dingin, kaku dan berbau busuk. Padeksa memeriksa di
sekitarnya. Ia tak menemukan kakaknya, Bergawa. "Kangmas
pasti ada di sini, aku tahu dia tidak ikut berperang di Ganter.
Ia masih di sini!" Tiba-tiba terlintas di benaknya, mungkin
Bergawa masih hidup dan berada di dalam kamar rahasia. Dia
mengetuk pintu dengan pengerahan tenaga dalam, mengetuk
dengan isyarat rahasia, "Kangmas, kangmas, ini aku Padeksa."
Sesaat kemudian terdengar balasan dari dalam, ketukan
yang tidak keras namun cukup jelas. Padeksa gembira, pasti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang di dalam itu Bergawa, tidak mungkin lain orang.
Dia mengetuk lebih keras. "Kangmas, buka pintunya."
Pintu kamar terbuka perlahan. Padeksa mendorong. Dia
menerobos masuk, mendapatkan Bergawa bersandar di
dinding dekat pintu. Padeksa memeluk Bergawa, "Kangmas, oh, untung kamu
masih hidup." Dia merasakan tubuh Bergawa dingin. Dari luar
tidak terlihat adanya luka.
"Kangmas, kau luka dalam" Kangmas Branjangan mati,
perguruan hancur, banyak murid mati, perbuatan siapa
kangmas, apa benar pasukan Arok?"
Bergawa luka parah, tenaga intinya musnah kena pukulan
Lahagawe. Dia tak mungkin pulih bahkan ajalnya sudah
merapat. Tetapi ia masih sempat menceritakan kehancuran
Lemah Tulis. Ada pengkhianat dalam perguruan, semua murid
dari yang rendah sampai murid utama bahkan Bergawa dan
Branjangan pun terkecoh. Air minum dalam gudang diracun
dengan racun pelemas tulang. Itu sebab, para penyerbu tak
menemukan perlawanan berarti. Bergawa menyebut nama
para penyerbu antara lain pendekar kosen dari I Iima laya
Lahagawe, Tambapreto, Sepasang Sapikerep, Sempani,
Jayawikata, Palot, Kalayawana, Samparan.
"Seharusnya aku ikut tarung sampai mati, itulah
kehormatan bagi seorang pendekar, tetapi Branjangan
memaksa aku sembunyi di kamar rahasia ini dan sebisa
mungkin bertahan hidup untuk menyampaikan tragedi ini
kepada kamu dan Gajah Watu. Dia yakin kalian akan datang
meskipun terlambat. Ternyata harapannya terpenuhi, kau
datang tepat saat ajalku sudah dekat."
Bergawa berpesan bahwa Padeksa harus menjabat ketua
Lemah Tulis sampai metemukan seorang murid yang tepat
dan layak sebagai ketua penerus. Dua tugas lain, menemukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu pusaka Garudamukha Prasidha yang konon rahasianya
dipegang keturunan Kanjeng Paduka Nyi Kili suci
"Kamu harus temukan murid pengkhianat iiu, selanjutnya
masa depan perguruan ada di tanganmu"
Sebelum mati, Bergawa sempat memberitahu kunci kamar
rahasia. Padeksa melangkah lunglai keluar. Dia agak kaget melihat
beberapa orang desa menghadang jalannya. Lalu seorang di
antaranya membuka caping sambil memberi hormat. "Paman
Padeksa, terimalah hormat kami."
Padeksa mengenalnya, dia Prastawana, murid langsung
kakaknya Branjangan. Semuanya enam orang. Prastawana
dan Dipta, keduanya murid Branjangan Dua pemuda murid
Gajah Kuning yakni Gajah Nila dan Gajah Lengar. Dua lainnya,
Jayasatru, murid Ranggaseta dan Dyah Mekar, gadis kecil
putri tunggal Ranggaseta.
Prastawana menceritakan pada malam menjelang serangan
mematikan itu, beberapa murid yang keracunan disuruh pergi
oleh guru ketua. Sekarang ini mereka hidup berpencar dan
sementara menyamar sebagai orang desa. Mereka memberanikan diri kembali ke perdikan untuk menyelidiki
keadaan. "Kami datang berniat mengubur teman-teman,"
katanya sendu. Mendadak saja, Padeksa berbisik, "Cepat sembunyi, ada
orang datang!" Terdengar suara derap kuda masuk pekarangan. Seorang
laki-laki melompat turun. Manjangan Puguh dan bocah berusia
delapan tahun, W isang Geni. Padeksa mengenal Puguh,
karenanya lantas keluar menemui Pertemuan cukup
mengharukan, Puguh menceritakan apa yang dilihatnya di
Ganter. Dan mengapa dia bisa lolos dan menyelamatkan putra
Gajah Kuning. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sudah berjanji pada kedua orangtua Geni, bahwa aku
harus kembali ke keraton menyelamatkan Geni sebab keraton
bakal jatuh ke tangan musuh. Gajah Kuning dan Sukesih tak
mau anaknya menjadi tawanan atau dibunuh musuh. Demi
persaudaraan aku rela menjadi pengecut hina yang lari dari
medan perang. Itu pilihan yang sulit."
Terdengar suara Padeksa menghibur. "Jangan menyesali
apa yang sudah terjadi."
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
25 Tahun Kemudian Tahun 1247 suatu malam di tengah bulan Margasirsa.
Duapuluh lima tahun kemudian setelah perang Ganter yang
menelan banyak korban jiwa itu. Bulan purnama menerangi
hutan di pinggir desa Mlarak. Tampak sebuah bangunan tua di
antara pepohonan jati. Reruntuhan rumah tua itu hampir tidak
beratap. Hanya satu sisi dinding yang terbuat dari batu hitam
yang masih utuh. Dinding lainnya sudah tidak utuh. Daun
pintu sudah tak ada, rusak dan lapuk termakan rayap.
Di ruangan dalam yang terbuka dan luas mirip bangsal
beberapa orang sedang istirahat. Rumah tua itu sering
dijadikan tempat menginap perantau yang kemalaman di
jalan. Suasana sunyi dan sepi. Hanya terdengar suara jengkrik
dan kodok sahut-sahutan. Gerimis membuat malam makin
dingin. Terdengar suara orang mendendangkan kidung. Suaranya
sinis dan dingin. Suaranya tidak keras namun terdengar jelas
oleh semua orang di rumah besar. Suara jengkrik dan kodok
mendadak senyap ditelan suara yang membawa suasana
magis. Dari Gunung Lejar, Jurus Penakluk Raja. Ilmu dari segala ilmu, Melenggang ke Barat, Meluruk ke Timur, Merangsak ke Utara, Merantau ke Selatan, Tak ada lawan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak ada tandingan, Ilmu dari segala ilmu Kidung itu seakan menyihir semua orang. Semua diam.
Saling pandang. Sebagian wajahnya pucat. Sebagian lainnya
waspada. Kidung dinyanyikan dengan tenaga dalam tinggi,
membuat jantung orang berdegup kencang. Suara itu juga
menebar pengaruh magis. Pelan-pelan gema suara menghilang. Suara jengkrik dan
kodok mulai lagi bersahutan. Gerimis masih menyiram bumi.
Seorang lelaki paruh baya bersandar di dinding tertawa dingin,
menghentakkan kakinya ke tanah. Tubuhnya gembul, kepala
botak. "Kidung hanya satu kali dinyanyikan, berarti ia akan
membunuh satu orang di antara kita di ruangan ini, siapa"
Aku pasti akan me lawannya, aku akan adu jiwa dengannya,
sudah lama aku mencarinya," kata si lelaki botak itu. Semua di
ruangan saling pandang. Semuanya, sebelas orang, tujuh
lelaki dan empat wanita. Seorang anak muda berusia sekitar tigapuluhan sedang
melahap nasi bungkus. Ia menunda makannya, memandang
lelaki gembul botak itu dengan heran. Ia menoleh kepada
kakek tua berusia enampuluhan yang duduk di sampingnya.
"Guru, mengapa harus ada yang mati terbunuh" Apa anehnya
kidung tadi." Sebelum kakek itu menjawab, lelaki botak mendahului
dengan tertawa dingin. "Anak muda, itu tadi namanya
tembang Jurus Penakluk Raja tapi belakangan lebih dikenal
orang dengan sebutan Kidung Maut. Dan si penyanyi adalah
dedemit kejam yang doyan membunuh. Kalau kidung
dinyanyikan satu kali, artinya ia akan mencabut nyawa satu
orang sebelum fajar menyingsing. Kalau dua kali, ya artinya
dua nyawa." "Siapa si pembunuh itu ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa" Selama ini tak seorang pun pernah melihat
tampangnya. Orang rimba persilatan menjulukinya si Kidung
Maut. Ia muncul tiba-tiba dan dengan ilmunya yang tinggi
mudah baginya untuk membunuh siapa saja. Ia muncul tiba-
tba dan menghilang tiba-tiba persis siluman. Agaknya
benarlah syair kidungnya, tak ada lawan, tak ada tandingan!"
"Apakah tuan pernah memergoki kejadian seperti malam
ini?" Pemuda itu masih penasaran.
"Ini yang pertama kali. Waktu isteriku jadi korban
kekejamannya, aku tak ada di situ. Istriku memang mati
dibunuh dedemit itu. Dan Sesaat Manjangan Puguh tertegun. Kemudian ali mukanya
berubah cerah, ia tertawa lepas. "Kamu pasti Wisang Geni,
wah kamu sudah dewasa, aku pangling, kalau bertemu di
jalan aku pasti tak bisa mengenalmu Berdirilah dan kembali ke
samping kakek gurumu, nanti kita ngobrol." Ia memberi
hormat dengan dua tangannya kepada orangtua yang
disebutnya kakek itu. "Ki Padeksa, terimalah hormatku"
Wisang Geni kembali ke tempat duduknya. Tetapi
langkahnya terhenti karena pada saat bersamaan terdengar
kembali kidung Jurus Penakluk Raja ditembangkan. Suara
penyanyinya sama, tetap jernih dan bening. Dari suaranya
sulit diduga, dia itu perempuan atau lelaki.
Dari Gunung Tejar, Jurus Penakluk Raja, Ilmu dari segala
ilmu, Melenggang ke Barat, Meluruk ke Timur, Merangsak ke
Utara, Merantau ke Selatan,
Tak ada lawan, Tak ada tandingan, Ilmu dari segala ilmu
Semua orang di ruangan saling pandang. Tidak ada suara
lain kecuali kumandang kidung itu. Suaranya mendengung dan
bergema di segala penjuru Sesaat kemudian suara lenyap.
Belum juga orang-orang itu hilang rasa tegangnya, kidung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkumandang lagi. Begitu seterusnya sampai empat kali
beruntun. Semua orang tegang. Pendekar wanita separuh
baya yang dikenal sebagai Nyi Pujawati bangkit. Ia tampak
kesal. "Rupanya satu saja tak cukup bagi si Kidung Maut,
malam ini ia menginginkan lima nyawa. Benar-benar
kurangajar, apa dia pikir kita semua ini batang pisang yang
manda digorok begitu saja. Di ruangan ini juga hadir dua
tokoh kelas atas, Ki Manjangan Puguh dan Ki Padeksa. Aku
ingin tahu apa yang mau dilakukan s i pembunuh itu."
Sambil berkata, Pujawati dengan geram menggerakkan
tangannya. Sekejap saja sebilah pedang sudah dalam
genggaman. Gerakannya sebat dan sulit diikuti pandangan
mata orang biasa. Itu suatu bukti perguruan Goranggareng
kesohor dengan ilmu pedangnya, bukan bualan semata.
Manjangan Puguh memandang semua orang di ruangan.
"Kita tak punya waktu, setiap saat pembunuh itu bisa
menyerbu Kupikir sebaiknya kita semua berkumpul di tengah
ruangan dalam bentuk lingkaran, setiap orang menghadap
keluar lingkaran. Dengan demikian serangan dari arah mana
saja bisa kita ketahui. Cepat!"
Tak perlu diulang, semua orang bergerak mengikuti saran
Manjangan Puguh. Sepasang suami isteri yang usianya sudah
tua, beringsut keluar menuju pintu. "Kami hanya dua orangtua
pedagang kecil yang tak mengerti silat. Kami juga bukan dari
dunia kependekaran. Pasti bukan kami yang dimaui penyanyi
kidung itu. Kami mohon pamit, para pendekar."
Tertatih-tatih dua orangtua
itu me langkah keluar reruntuhan rumah tua dan menghilang di kegelapan malam
Semua pendekar memandang dengan mata mendelong tanpa
bisa berbuat apa-apa. Wisang Geni tetap berdampingan
dengan Padeksa. "Kakek, keadaan tampaknya gawat
Pembunuh misterius itu rupanya memiliki ilmu silat yang
tinggi. Aku lihat guru Puguh dan kakek juga, tampak tegang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa diam saja. Mulutnya komat-kamit. Rupanya ia
bicara kepada muridnya menggunakan ilmu memendam suara
lewat tenaga perut. Hebat! Orang lain tak mungkin bisa
mendengar. Pertanda tenaga dalamnya sudah mencapai
tingkat tinggi "Geni, tenaga dalam orang itu cukup aneh dan
sulit diukur tinggi rendahnya. Pasti dia pendekar kelas atas.
Kita harus hati-hati, kamu jangan sekali-sekali menjauh dari
sisiku." "Geni, aku sudah tua, sudah lebih dari separuh abad. Aku
hidup dalam penyesalan sejak Bergawa mati Kalau saja dulu
aku tak menuruti katahatiku, kalau saja dulu aku dan dimas
Gajah Watu mau menetap bersama kakang Bergawa dan
kakang Branjangan mungkin kita masih bisa bahu-membahu
menyelamatkan Lemah Tulis, atau kalau pun harus mati, mati
dalam tarung adalah pilihan paling mulia bagi pendekar.
"Tapi nasi sudah jadi bubur. Aku menyesal, merasa
bersalah. Meski hatiku agak terhibur karena sempat menemui
kakang Bergawa sebelum ajalnya. Ia mati meram karena aku
berjanji akan melaksanakan tiga perintahnya. Jika aku mati


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam ini, maka tiga tugas itu harus kamu laksanakan sebab
itu perintah perguruan."
Cerita Padeksa terhenti. Saat itu terdengar jeritan dua
orang saling susul. Suaranya mendirikan bulu roma. Saat
berikut, dua sosok bayangan menyerbu masuk, mendatangkan
angin kencang. Manjangan Puguh dan Pujawati bergerak
sebat, hampir berbarengan "Kena kamu dedemit!" teriak
Pujawati Makian itu disusul teriak girang Pujawati karena pedangnya
mengena sasaran tubuh manusia. Pukulan melingkar
Manjangan Puguh yang berisi tenaga dalam dahsyat mengena
telak dada lawan yang lain. Darah muncrat ke mana-mana.
Dua musuh itu sudah dipecundangi, begitu mudahnya. Semua
mata melotot memandang dua sosok mayat yang tergeletak di
ruangan. Ternyata mereka dua orangtua pedagang kecil tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luka menganga di dada tepat bagian jantung. Darah
membasahi seluruh tubuhnya. Mereka dibunuh dengan keji
kemudian mayatnya dilempar ke dalam, itu yang membuat
Pujawati dan Manjangan Puguh kecele.
"Bangsat kejam!" Dua murid Pujawati membuang muka,
tak tahan melihat mayat mengerikan itu. Apalagi dua orangtua
itu bukan dari kalangan pendekar. Mereka orang awamyang
tak bisa silat. Pujawati menggamit dua muridnya, Rorokunda
dan Rorowangi. "Kalian jangan jauh-jauh dari gurumu"
Padeksa dan Wisang Geni tak begitu peduli. Sekilas melihat
dua mayat, Padeksa menggamit Wisang Geni. Namun sebelum
ia buka mulut, terdengar suara Manjangan Puguh. "Ki
Padeksa, Nyi Pujawati, coba perhatikan ini, senjata apa ini
yang bisa membuat lubang di dada manusia, mungkin
semacam bor." Dua pendekar itu mendekat dan memerhatikan mayat.
Lukanya sama, tepat di bagian jantung. Tampak seperti
senjata itu menembus dada, berputar dan melumat hancur
tulang dan daging di seputar dada sebelah kiri. "Mungkin
benar, senjatanya semacam bor namun jelas sekali
dikendalikan dengan tenaga dalam yang besar," tukas
Padeksa. "Setahuku, belum pernah ada pendekar di tanah Jawa yang
menggunakan senjata aneh seperti ini," tambah Pujawati
Lelaki botak alias Si Tangan Besi menyela, "Menurut cerita
orang, sepanjang beberapa bulan belakangan ini, si Kidung
Maut selalu meninggalkan saksi hidup. Dan mereka yang ikut
menyaksikan pembunuhan keji itu tak pernah menyebut
adanya senjata, mereka mengatakan orang itu berkelebat
macam siluman, geraknya sangat cepat dan ia selalu beraksi
dengan tangan kosong. Mungkin saja, malam ini malam
istimewa sehingga dia menggunakan senjata"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu semua orang lengah. Mereka terpencar dan tidak
berada lagi di dalam lingkaran. Tiba-tiba saja terdengar suara
mencicit yang bising. Manjangan Puguh berteriak. "Kembali ke
lingkaran semula!" Terlambat! Suara mencicit sudah memenuhi ruangan. Senjata itu
hampir tak terlihat. Bor maut berbentuk kerucut sebesar ibu
jari, dikendalikan dengan tali yang saking tipisnya hampir tidak
terlihat. Semuanya ada empat bor maut. Senjata itu berputar
bagai gasing dan menyambar ke sana kemari dengan
kecepatan tinggi Semua orang panik. Sibuk berkelit dari serangan senjata
maut itu. Caci maki dan sumpah serapah keluar dari mulut
para pendekar. Tidak lama. Tidak sampai sepeminuman teh,
terdengar jerit dan lengking kesakitan.
Saat berikutnya senjata itu menghilang. Datang secara
mendadak, pergi pun sangat tiba-tiba. Suasana lengang.
Kidung Maut tetap tak kelihatan batang hidungnya.
Dua mayat tergeletak di tanah. Darah segar masih
mengucur dari lubang di dadanya. Warsakumara dan Tangan
Besi! Dua pendekar yang saling bermusuhan, kini mati
bersamaan tanpa pernah mengenal wajah pembunuhnya.
Semua saling pandang. Seperti tak pernah ada sesuatu yang
terjadi karena berlangsung begitu cepat. Semua sependapat
ilmu iblis itu teramat tinggi. Tanpa memperlihatkan diri ia
sanggup mencabut nyawa dua pendekar di depan mata
delapan pendekar lainnya.
Manjangan Puguh memandang Padeksa dan Pujawati.
Teror bor maut itu masih terbayang Suaranya seakan masih
mencicit di telinga Pujawati membanting kaki, saking kesal.
"Gila, sungguh pembunuh licik dan keji" Tak bisa kuasai
dirinya lagi, pendekar pedang Goranggareng itu berteriak,
"Bangsat licik, keluar kau, hadapi aku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara Pujawati bagai guntur di tengah malam sunyi Gema
suara itu dipantulkan ke sana kemari. Suatu pameran tenaga
dalam dari seorang pendekar kelas satu Suasana kembali
sunyi Seorang lelaki muda tampan dan tampaknya serombongan
dengan Pujawati, berkata sambil memberi hormat kepada para
pendekar. "Sebaiknya kita jangan terpancing, serangan iblis
itu akan datang lagi. Sudah empat nyawa melayang, masih
ada satu lagi yang diincarnya sebelum fajar, salah satu di
antara kita. Maka lebih baik kita siap-siap menghadapinya."
"Benar apa yang dikatakan Setawastra, sebaiknya kita
semua siap dalam kelompok." Berkata demikian Pujawati
menarik dua muridnya yang cantik, mendekat kepadanya.
Setawastra memegang lengan temannya. "Kangmas
Matangga, kita harus bahu-membahu untuk selamat." Lelaki
bertubuh kekar itu manggut. Ia mencabut pedang dari balik
punggung "Sebaiknyakita tetap berdampingan, dimas. Apa
pun yang terjadi, jangan sampai kita terpisah."
Manjangan Puguh bergabung dengan Padeksa dan Wisang
Geni. Delapan pendekar itu terbagi dua kelompok tetapi tak
berjauhan satu sama lain. Semua bersiap. Menanti!
Sepi dan lengang. Tak ada suara apa pun kecuali suara
kodok dan jengkrik. Saat demi saat berlalu. Fajar semakin
dekat. Dari jauh terdengar suara kokok ayam. Belum ada
tanda-tanda Kidung Maut akan menyerang. Tanpa terasa
suasana ini mendebarkan semua orang. Mereka tetap siaga.
Mendadak terdengar suara gedubrakan. "Bruuaaakkk!"
Tembok rumah tiba-tiba runtuh dijebol orang. Dihantam
dengan pengerahan tenaga dalam sangat tinggi Bunyikeras itu
disusul bebatuan tembok yang beterbangan ke sana kemari
dengan kecepatan tinggi dan serabutan. Debu beterbangan
memenuhi ruangan. Sinar rembulan purnama dan penerangan
obor tak mampu menembus kumpulan debu. Obor pun mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang sulit melihat datangnya bebatuan yang begitu banyak
jumlahnya. Hanya menggunakan ketajaman pendengaran
membuat para pendekar pontang-panting mengelak terjangan
batu. Salah hitung, kepala bisa pecah.
"Bangsat pengecut, perlihatkan dirimu!'' teriak Pujawati
marah. Matangga dengan suaranya yang keras kasar
membentak. "Ayo hadapi aku secara jantan, jangan main
sembunyi!'' Dari balik debu yang masih memenuhi ruangan, sosok
bayangan berkelebat. Gerakannya gesit, bahkan teramat gesit.
Seakan berlomba adu cepat dengan batu-batuyang beterbangan. Tangannya mengibas menyemburkan tenaga
dalam dahsyat ke Manjangan Puguh dan Padeksa. Dua
pendekar kawakan ini terkejut. T enaga lawan sungguh besar.
Tak ayal lagi keduanya membalas dengan seluruh kekuatan
tenaga dalam. Tak terhindar adanya benturan tenaga.
"Dukk ! Dessss!"
Padeksa terdorong surut satu langkah, Manjangan Puguh
juga. Bayangan lawan bagai tak mendapat rintangan, tetap
menyerbu Kini sasarannya Wisang Geni!
Wisang Geni sejak awal sudah siaga penuh. Ia merentang
dua tangan dalam sikap Mangapeksa (Menanti) dari jurus
andalan Lemah Tulis Garudamukha. Ini sikap pasrah dan
menanti yang menyimpan banyak perubahan tak terduga.
Geni mengerahkan segenap tenaga dalamnya. Ia tahu situasi
kritis mengancam hidupnya.
Padeksa dan Manjangan Puguh terkesiap. Kalau mereka
saja terdesak mundur oleh tenaga dalam lawan, bagaimana
lagi nasib Wisang Geni. Tanpa pikir lagi keduanya menerjang
lawan sambil mengirim pukulan jarak jauh.
Saat itu Kidung Maut sudah sampai di depan Geni. Ia
mengibas dengan tangan kiri, tangan kanan mencengkeram
batuk kepala. Tenaga kibaran itu sangat besar membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh Geni serasa kaku. Saat berikutnya kepalanya terasa
dingin. Geni tahu jiwanya berada di ujung tanduk, namun ia
tidak gentar. Ia bergerak dengan dua jurus susulan
Angluputana (Yang Akan Membebaskan) dan Sumpetutit
(Jungkir dan Berputar). Saat itu Geni berpikir sederhana, jika
ia harus terluka atau bahkan binasa, maka lawannya pun
harus mengalami kerugian besar. Pukulan dan tendangannya
mengarah pelipis dan selangkangan lawan. Pada saat itu dua
pukulan Padeksa dan Manjangan Puguh ikut mengancam
punggung K idung Maut. Terdengar suara lawan "iiihhh!" Kidung Maut terkejut,
diam-diam ia memuji gerakan Geni. Jika ia meneruskan
serangan, Geni pasti mati, namun ia pun akan terluka parah.
Begitu juga pukulan dua pendekar kawakan yang mengarah
punggungnya. Dia membatalkan serangan pada Geni, sambil merentangkan dua tangannya ia menerima pukulan Padeksa
dan Manjangan Puguh. "Deeeesss!" Punggungnya kena telak.
Pakaian di bagian punggungnya pecah dan robek. Namun
Kidung Maut itu tampak tidak terluka. Saat pukulannya
mengena telak punggung lawan, Padeksa dan Manjangan
Puguh merasa tenaganya amblas di ruang kosong. Memang
terasa adanya benturan, namun tidak ada daya tolak dari
punggung lawan sebagaimana mestinya.
Ternyata sebenarnya Kidung Maut meminjam tenaga
lawan, pukulan itu tidak melukainya bahkan tubuhnya dengan
kecepatan tinggi melayang ke arah Pujawati
Ketua Goranggareng ini menyambut dengan kibasan
pedang Kembangtehn (Bunga Tiga Warna) satu jurus
mematikan dari ilmu andalannya Kemayangan (Bahagia dan
Beruntung). Berbarengan dengan itu Matangga dan
Setawastra bersama-sama mengirim pukulan gabungan
yhmjilakmi (Menghasilkan) salah satu jurus tangan kosong
handal dari perguruan Mahameru Sergapan tiga pendekar ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepertinya menebar hawa kematian. Kidung Maut tak punya
peluang untuk lolos. Kenyataan tidak demikian. Kidung Maut membuat gerakan
putar, tubuhnya melintir dan meliuk ke samping, menghindari
pedang Pujawati. Ternyata geraknya bukan hanya menghindar. Tetapi sekaligus menyedot dan menarik tubuh
Pujawati sampai terhuyung ke depan Dua tanggannya
kemudian membentur pukulan dua murid Mahameru
"Duuukkk... dukkk!"
Malangga dan Setawastra terhuyung empat langkah ke
belakang. Pujawati hilang keseimbangan dan tersuruk dua
langkah ke depan. Kidung Maut benar-benar pamer kepandaiannya. Meminjam
tenaga lawan, ia me lejit dan melenting ke atas melewati tiga
lawannya. Kini dua gadis Goranggareng yang terancam!
Pujawati yang terpisah agak jauh dan dalam keadaan
limbung tak bisa berbuat apa-apa. Begitu juga dua murid
Mahameru Tidak demikian Wisang Geni yang cerdik. Ia bisa membaca
jalan pikiran Kidung Maut. Saat Kidung Maut menempur
Pujawati, saat itu juga Geni menerjang ke arah Rorowangi dan
Rorokunda. Sehingga waktu dua gadis cantik itu diserang,
Geni ikut membantu dengan jurus Sumpetutit (Jungkir dan
Berputar). Dua gadis cantik ini juga bukan orang lemah, dua kilatan
pedang berkelebat mengibas udara
Terdengar suara menggumam dari balik topeng Kidung
Maut, suara yang tidak jelas. "Hmmmmm.'' Ia memainkan
ilmu pinjam tenaga, menangkis pukulan Geni, ia melenting
dan melesat meloloskan diri dari kibasan pedang dua gadis itu.
Gerakan menangkis itu dilakukan sambil ia melayang pergi ke
luar ruangan menghilang di kegelapan malam. Sepertinya ia
lari karena gagal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak terdengar suara mencicit saling susul. Dua bor
menyerbu masuk. Semua terkejut. Geni sehabis bentrok
tenaga dan surut empat langkah dengan dada sesak sempat
melihat bor itu mengancam Rorowangi. Tanpa sadar Geni
melesat ke arah gadis itu memotong jalan bor maut. Padeksa
dan Manjangan Puguh ikut meluruk ke arah sama, begitu juga
Pujawati T iga pendekar kawakan ini bergerak pesat menolong
Rorowangi. Tetapi Kidung Maut lebih cepat lagi. Saat itu juga
terdengar suara mencicit lainnya, dua bor lain menyerang
pesat. Terdengar jeritan maut. Rorokunda yang sendirian dan
tidak dilindungi menjadi korban. Dadanya bersimbah darah.
Tewas mengerikan. Saat itu juga suasana sepi dan lengang.
Fajar mulai menyingsing.

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua terpana. Pertarungan berlangsung singkat. Serba
cepat dan telah menebar detik-detik kematian yang
mengancam semua pendekar. Hanya nasib baik saja yang
meloloskan mereka dari kematian. Rupanya sambil melayang
pergi, menuju kegelapan malam, Kidung Maut menyerang
dengan senjata bor mautnya. Tak seorang pun menyangka
keadaan seperti itu. Lawan juga berlaku licik, menyerang Rorowangi namun
yang yang di incarnya adalah Rorokunda. Sehingga begitu
semua perhatian dan pertolongan mengarah pada Rorowangi,
saat itu juga ia menyerang Rorokunda. Lihai, sungguh lihai.
Lihai dan licik! Rorowangi memeluk mayat adiknya, menjerit dengan
tangis memilu. "Adikku, kenapa kamu tinggalkan aku, maafkan
mbakyu ini karena gagal melindungi adiknya."
Pujawati merunduk, selama ini belum pernah ia
dipecundangi orang setelak itu. Muridnya mati di depan
hidungnya tanpa ia sanggup menolong. Lawannya pun hilang
begitu saja. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malangga, Setawastra dan Wisang Geni merasakan
jantungnya berdegup kencang. Benturan tenaga dengan
Kidung Maut membuat tenaga dalam mereka jadi tidak
karuan. Mereka duduk semedi mengatur kembali tenaga
intinya. Padeksa dan Manjangan Puguh masih bingung dan
takjub. Mereka heran, sebab jelas-jelas Kidung Maut kena
pukulan telak di punggungnya, pukulan yang sanggup
menghancurkan gajah sekali pun ternyata tidak mempan
terhadap tubuh lawan. Mereka takjub akan ilmu pinjam
tenagayang dimainkan Kidung Maut. Jelas, tenaga dalam dan
ringan tubuh lawan sangat tinggi, ditambah lagi dengan jurus-
jurus aneh, membuat orang bertopeng itu tampak sangat
digdaya. Drama berdarah itu selesa i persis fajar menyingsing.
Seperti kebiasaan yang diceritakan dari mulut ke mulut,
Kidung Maut menepati janjinya. Lima kali kidung dinyanyikan,
lima nyawa melayang Hebatnya lagi, ia menyisakan saksi hidup agar dunia
kependekaran mengetahui kehebatan Kidung Maut.
"Tak ada lawan. Tak ada tandingan. Ilmu dari segala Ilmu.
" ---ooo0dw0ooo--- Suasana pagi di sekitar bangunan tua itu sepi dan lengang.
Tak terdengar kicau burung. Seakan makhluk unggas itu ikut
berdukacita. Seakan ikut sedih atas malapetaka yang ditabur
Kidung Maut tadi malam. Wisang Geni masih membayangkan Rorowangi yang cantik.
Rorowangi yang menangisi kematian adiknya. Rorowangi yang
memandangnya dengan penuh rasa terimakasih. Ia juga tak
bisa melupakan pengalaman mengerikan itu. Selama ini ia
telah melewati banyak pertarungan namun sepak terjang
musuh seperti Kidung Maut tak akan pernah bisa ia lupakan.
Telengas, keji dan sangat lihai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni masih memandangi rombongan Pujawati, Rorowangi
dan dua murid Mahameru yang menghilang di balik hutan.
Geni merasa ada sesuatu dari dirinya yang terbawa
Rorowangi. Ia kesengsem akan kecantikan gadis itu.
Wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang montok. Geni punya
perasaan kuat si gadis punya perhatian padanya. Ia sering
memergoki Rorowangi sedang memandangnya. Dan saat mata
mereka bentrok, gadis itu melempar senyum dengan mata
yang berkedip-kedip. "Ia juga ada perhatian padaku, tetapi
apakah ia sudah punya hubungan dengan Setawastra, murid
Mahameru itu?" gumamnya dalam hati.
Dalam keadaan termenung, Geni dikejutkan panggilan
Padeksa. "Geni, tadi saat kau diserang, tiba-tiba dia
membatalkan serangannya padamu, apa yang terjadi ?"
Wisang Geni tak bisa menjawab. Ia sendiri tak mengerti
mengapa Kidung Maut membatalkan serangannya. Kalau saja
serangan itu dilanjutkan, ia tak yakin bisa menghindari maut.
"Waktu itu aku siap dengan kuda-kuda Mangapeksa (Menanti)
dan siap menyerang dengan jurus Angluputana (Yang Akan
Membebaskan) dan Sumpetutit (Jungkir dan Berputar), tetapi
aku tak mengerti mengapa ia batal menyerang, ia
mengeluarkan suara 'iiihhh' seperti orang terkejut. Aku tak
tahu apa yang membuat ia terkejut."
Manjangan Puguh memotong penuturan Geni. "Coba, nak,
kamu ingat-ingat suara orang itu, suara lelaki atau
perempuan?" "Orang itu memakai topeng, wajahnya tak terlihat,
potongan tubuh pun tersembunyi dalam jubah panjangnya.
Waktu ia menyanyikan kidung agak sulit membedakan
suaranya, tetapi tadi ma lam aku yakin mendengar suara
kaget, suaranya mirip suara perempuan. Dia pasti seorang
perempuan, guru." Manjangan Puguh mengerutkan kening, tampak ia berpikir
keras. "Waktu benturan tenaga jarak jauh aku mencium
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bebauan yang biasa dipakai kaum wanita, wewangian bunga,
apakah kau juga mencium bebauan serupa, Ki?"
Padeksa yang ditanya tertawa lirih. "Aku tak pernah tahu
bagaimana bebauan perempuan, tetapi memang aku sempat
mencium wangi-wangian segar semacam bebauan bunga."
"Tak salah lagi, ia pasti perempuan!" teriak Manjangan
Puguh. "Benar guru, aku juga mencium wewangian itu. Tetapi apa
bedanya perempuan atau lelaki, yang pasti ia seorang
pembunuh keji yang berilmu tinggi."
"Ada bedanya bagiku, Geni. Itu bukti bahwa Kidung Maut
bukan seseorang yang kukenal dan yang sangat kuhormati!"
"Siapa yang kau maksud, guru ?"
Manjangan Puguh memandang langit. Suaranya agak
serak. "Kejadiannya duapuluh lima tahun silam di tengah
perang Ganter. Berdua kakang Gubar Baleman, aku bertarung
lawan jago kepercayaan Ken Arok, pendekar Himalaya,
Lahagawe dari India. "Hebat ilmu pendekar itu, kami berdua terdesak hebat
Nyawa kami sudah di ujung rambut. Mendadak datang
pendekar penolong itu. Keduanya kemudian terlibat tarung,
sungguh perkelahian pendekar kelas utama. Sebelum dan
sesudahnya aku tak pernah melihat ada pertarungan tingkat
tinggi seperti itu lagi. Tidak sampai limapuluh jurus penolong
itu sudah menghajar pendekar Lahagawe muntah darah.
Pendekar penolong kemudian seperti terbang me layang pergi
membawa serta Baginda Raja lolos dari kepungan lawan. Dia
berlalu sambil mendendangkan kidung Jurus Penakluk Raja
itu." "Syairnya sama, guru ?"
"Syairnya sama persis. Hanya ada satu bait awal yang
dinyanyikan pendekar penolong tetapi yang tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditembangkan si Kidung Maut tadi malam. Kidung itu sangat
terkenal pada masa itu tetapi belakangan, setelah duapuluh
lima tahun berlalu, orang mulai lupa. Lengkapnya begini,
Ilmu dari seberang, Tak boleh tepuk dada, Di T anah Jawa ini, Dari Gunung Lejar, Jurus Penakluk Raja, Ilmu dari segala ilmu, Melenggang ke Barat, Meluruk ke Timur, Merangsak ke Utara, Merantau ke Selatan, Tak ada lawan, Tak ada tandingan. Ilmu dari segala ilmu "Tadi malam Kidung Maut tidak menembangkan bait awal
Ilmu dari seberang, tak boleh tepuk dada, di Tanah Jawa ini.
Selain itu pembunuh tadi seorang perempuan, berarti ia bukan
pendekar penolongku. Nah pertanyaannya sekarang, kalau ia
bukan penolongku itu, lantas siapa dia " Mengapa ia selalu
menembang kidung Penakluk Raja setiap melakukan
pembunuhan keji?" Suasana lengang seketika, Padeksa kemudian angkat
bicara. "Sebenarnya kidung Penakluk Raja itu konon gubahan
kakek Sepuh Suryajagad, tokoh sepuh dan legenda hidup
perguruan kami. Dan hanya sedikit orang terutama di
kalangan murid utama saja yang mengerti dan hafal kidung
Penakluk Raja." Padeksa berhenti sejenak lalu me lanjutkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Manjangan, penting sekali mengetahui pendekar penolong
itu, kau satu-satunya saksi hidup yang pernah menyaksikan
sepak terjangnya dalam perang Ganter, mungkin dari jurus
ilmu silatnya bisa kita ketahui apakah dia Eyang Sepuh
Suryajagad atau bukan, dan apa hubungannya dengan si
pembunuh itu?" "Sudah duapuluh lima tahun berlalu, setiap kupikirkan tetap
tak ada jawaban. Aku Cuma merasa ilmu s ilat kakek penolong
itu sangat tinggi dan sulit diukur. Terkadang aku merasa tak
asing dengan gerak s ilatnya, tapi makin kupikir makin aku tak
mengenalnya." Kening Padeksa berkerut, tanda ia berpikir keras.
"Tampaknya ini rahasia besar yang menyangkut dunia
kependekaran kita. Coba kau pusatkan pikiran dan mengingat
kembali kejadian itu dan menceritakannya secara rinci.
Mungkin bisa terpecahkan."
Manjangan Puguh duduk bersila, dua tangannya sedekap
dengan sepasang telunjuk menempel ujung hidungnya yang
mancung. Ia memejamkan mata. Tidak mudah mengingat
kejadian yang sudah duapuluh lima tahun berlalu. Kecuali jika
kejadiannya memang sangat berkesan. Sebab jika kejadiannya
sangat berkesan akan menempel ketat di alam bawah sadar.
Untuk mengingatnya seseorang memerlukan konsentrasi
penuh menggali ingatan atas kejadian itu. Kejadiannya
memang sangat berkesan bagi Manjangan Puguh. Ada
seorang wanita cantik terlibat di dalamnya, wanita yang
sangat dicintainya, Sukesih. Wanita itu tewas bersama semua
sahabat dan kenalan dekatnya, bahkan mereka yang sudah
dianggap saudara Pendekar jangkung ini kemudian menceritakan apa yang
dilihatnya. Pertarungan itu sangat dahsyat. Kedua pendekar
itu memeragakan ilmu silat yang sulit dicari tandingannya.
Pendekar penolong berjubah putih dengan anggun mengalahkan pendekar Lahagawe yang beringas dan penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amarah. Pertarungan itu seperti terpampang kembali di depan
matanya. Dia menceritakan dengan rinci setiap gerak yang
dima inkan pendekar jubah putih itu.
Padeksa mendengar dengan serius, keningnya berkerut.
Orangtua ini tampak berfikir keras. Tiba-tiba dia bangkit dari
duduk melangkah, tangan dan kakinya memainkan jurus.
"Gerak menepuk dua tangan lalu satu tangan mencengkeram ke depan itu pasti gerak awal jurus Sumujug
Tundaghata (Menukik dan Menyerang Mematuk). Tangan kiri
menggaruk belakang kepala dan tangan kanan ditekuk dan
diputar mengarah bumi itu jurus Parasada Atishasha (Menara
Menjulang). Pinggang digoyang, tangan kiri mendorong
pukulan lawan, tangan kanan menyusup ke depan mengelus
dada lawan, itu gerakan akhir dari Sumujug Tundaghata. Itu
peragaan jurus biasa ilmu Garudamukha, tetapi karena digelar
dengan tenaga dalam yang tinggi luar biasa, maka jurus
menjadi sangat ampuh. Siapa lagi jikalau bukan Eyang Sepuh
Suryajagad, satu-satunya orang yang bisa menggelar
Garudamukha sehebat itu"
Wisang Geni tak bisa menyembunyikan keinginan tahunya.
"Siapa beliau, siapa Eyang Sepuh Suryajagad?"
Padeksa tak menjawab. Ia berdiri seperti patung,
pandangan menerawang jauh. Manjangan Puguh menarik
lengan muridnya. "Geni, biarkan dia sendirian, ia sedang
memikirkan jurus tadi."
Keduanya duduk. Geni menatap gurunya lekat-lekat
Manjangan Puguh menghela napas. "Geni, hidup memang
banyak tantangan, apalagi hidup di dunia kependekaran yang
serba keras dan kejam di mana hanya hukum rimba yang
berlaku, siapa kuat dia jadi raja, siapa lemah dia jadi budak
atau mati ditindas. Sering kita dilanda keresahan, bentrokan,
marah, kecewa karena dua hal pokok.Tidak memperoleh apa
yang kita inginkan. Atau memperoleh sesuatu yang tidak kita
inginkan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Geni, aku dan ayahmu, beserta kangmas Gubar Baleman
dan kangmas Mahisa Walungan sudah angkat saudara. Kami
bertiga menjadi inti pasukan elit keraton yang dipimpin
kangmas Mahisa Walunganyang tidak lain adalah adik Baginda
Raja Kertajaya. Kami punya rencana besar yakni mencetak
seorang pendekar yang sangat hebat dan menjadi nomor satu
di dunia kependekaran. Kami sepakat memilih kamu Sejak
bayi, tubuhmu dibentuk dengan memberimu bekal kekuatan,
jamu unggul dari gurumu Waragang, jamu dan makanan
khusus menjadi santapanmu sehari-hari, obat anti racun,
dasar tenaga dalam, dasar ilmu ringan tubuh. Kamu dilatih
khusus."

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku masih ingat, guru, waktu kau melatih aku berlari dan
gelantungan di atas pohon. Ayah mengajari aku latihan tenaga
dalam Paman Baleman melatih kuda-kuda. Aku ingat
semuanya." Manjangan Puguh melanjutkan, "tetapi perang Ganter telah
mengubah semuanya, jalan hidupmu, jalan hidupku, semua
berubah, tidak seperti yang kita rencanakan. Ayahmu dan
pamanmu Gubar Baleman, juga ibumu dan saudara lainnya,
semua tewas di Ganter."
Wajah Geni tampak keras, ia memandang tajam gurunya,
"Guru, aku sudah tahu orangtuaku tewas di Ganter, tetapi
siapa orang yang membunuh mereka?"
Manjangan Puguh memandang Geni. Dalam mata muridnya
ia me lihat pancaran bara api. Percikan marah dan dendam
kesumat yang tak terukur besarnya. Manjangan Puguh
menghela napas gundah. "Sebelumnya tidak pernah
terpikirkan bahwa kita akan kalah dalam perang. Sebelum
menuju Ganter, kami mendengar berita Lemah Tulis
dibumihanguskan pasukan musuh. Kamu tahu Geni, sebagian
besar hulubalang keraton adalah murid Lemah Tulis, sehingga
berita itu sangat memukul mental pasukan keraton. Dendam
dan kekhawatiran berbaur dalam diri kami. Ternyata pasukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Arok sangat tangguh, banyak pendekar berilmu silat tinggi
yang membelanya. Satu demi satu hulubalang Kediri mati
Tetapi kami pantang menyerah. Meskipun terdesak, kami
merasa tenang sebab Baginda Raja sudah lolos ditolong Eyang
Sepuh Suryajagad. Kami akan tarung sampai tetes darah
terakhir." Kejadian itu berputar kembali di depan mata Manjangan
Puguh. Ia melihat Sukesih, ibu Wisang Geni, bersama
suaminya Gajah Kuning bertarung bahu membahu. Satu hal
yang tidak akan pernah ia ceritakan kepada Geni bahkan
kepada siapa pun, percintaannya dan perselingkuhannya
dengan Sukesih. Ia mencintai wanita cantik itu saat masih
gadis belia dan tak pernah luntur sampai ajal menjauhkan
kekasihnya dari dekapannya.
Dia me lihat panah nancap di pundak kekasihnya. Dia
melihat tombak yang nancap di dada kekasihnya, dada yang
sering dibelai dandikecupnya. Dia mendengar kembali seruan
kekasihnya. "Puguh pergi cepat selamatkan anakku. Cepat
pergi, ingat janjimu." Kemudian seruan yang kedua, "Pergi
Mas Puguh, pergilah, tak ada gunanya bertahan, kita sudah
kalah." Ketika dia me lesat pergi dia masih menoleh ke belakang.
Dia me lihat Kalayawana menghantam kepala Gajah Kuning.
Sekali lagi dia menoleh dan melihat tinju Kalayawana
menghantam dada Sukesih. Dia berlari sambil menangis. Dia
menangis sepanjang tahun, dia sedih lantaran tak bisa
berbuat apa-apa dan hanya bisa menyaksikan perempuan
yang dicintainya itu mati.
"Aku mencari-cari pembunuh ibumu itu. Tapi dia seperti
hilang dari bumi. Semula dia berada di Tumapel, aku juga
mencarinya di kuburan Gondomayu tetapi tak pernah bisa
menemukannya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Guru, kamu menyebut kuburan Gondomayu, apakah dia s i
Penguasa Kegelapan dari Gondomayu yang bernama
Kalayawana?" "Benar, Kalayawana!"
"Baik, aku akan mencari balas, hutang darah bayar darah,
hutang nyawa bayar nyawa."
"Geni kamu tak boleh membalas dendam sekarang, itu
sama dengan mengantar nyawamu, ilmu silatnya sangat
tinggi. Itu sebabnya kakek gurumu Padeksa
tidak memberitahumu tentang Kalayawana."
Wisang Geni tertawa lirih.
"Tetapi kamu telah memberitahu, terimakasih guru!"
"Geni, aku tadi kelepasan bicara Sebenarnya belum saatnya
kuberitahu. Kamu harus janji padaku, jangan balas dendam
sebelum ilmu silatmu maju pesat. Berjanjilah!"
"Soal itu, aku tak bisa menjanjikan apa-apa, guru"
Wisang Geni me lihat ada penyesalan di mata gurunya, dia
bertanya lirih sambil memegang tangan gurunya. "Guru, kamu
mencintai ibuku dan ibu mencintaimu, benarkah?"
Puguh terkejut. Bagaikan disambar petir. Dia gagap
menjawab, "Kamu tahu" Dari mana kamu tahu?"
Geni tersenyum, menjawab dengan senyum "Aku pernah
melihat kalian berdua memasuki goa itu."
"Kamu membuntuti kami" Lalu kamu memberitahu
ayahmu?" Melihat Geni menggeleng kepala, Puguh bertanya lagi,
"Mengapa tidak lapor pada ayahmu?"
Geni menggeleng sambil senyum menggoda. "Itu biasa.
Ayah dan ibu saling menyintai, jika tidak mana mungkin aku
lahir. Ibu dan guru saling mencintai, jika tidak mana mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mau berduaan dan bercinta di goa itu. Drupadi mencintai lima
Pandawa sedangkan ibu mencintai dua pendekar, jadi kupikir
itu hal yang biasa. Lagipula aku menyayangi ayah, ibu dan
juga kamu guru" Manjangan Puguh memandang muridnya dengan kagum.
Dia melihat seorang muda yang jujur, cerdas dan berpikir
jernih. Dia mengalihkan pembicaraan. "Kamu ingat, selain
Kalayawana, juga Tambapreto mengeroyok kangmas Gubar
Baleman. Dua musuh lainnya Bango Samparan dan Sempani
membunuh kangmas Mahisa Walungan dan Sepasang Iblis
Sapikerep membunuh pamanmu Kebo Ijo."
Sepasang mata Wisang Geni memancarkan sinar penuh
dendam. Tangannya terkepal, menahan amarah. Dia meyakinkan
dirinya "Aku harus rajin berlatih, karena banyak hutang nyawa
yang harus kutagih. Aku akan mencari kalian, Kalayawana,
Tambapreto, Sempani, Bango Samparan, Iblis Sapikerep.
Hutang darah bayar darah, hutang nyawa bayar nyawa!"
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cinta Pertama Padeksa menghela napas, ia gundah. Sampai hari ini,
duapuluh lima tahun berlalu, ia belum bisa menyelesaikan
tugas yang diembankan Bergawa padanya. Ia belum
menemukan adik perguruan Gajah Watu dan juga keturunan
Nyi Ageng Kili Suci. Ia belum tahu bagaimana caranya bisa
mendapatkan jurus pusaka Garudamukha Prasidha. Ia juga
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 1 Pendekar Rajawali Sakti 155 Misteri Mayat Darah Pendekar Guntur 17
^