Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 7

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 7


disadari baik Manjangan Puguh maupun Mei Hwa bahwa
keputusan itu telah mengubah jalan hidup keduanya.
Tiga hari kemudian rombongan W isang Geni tiba di desa
Tumbas di tepi Ka li Gunting. Dari s itu menuju Trowulan hanya
lebih kurang satu hari. Hari sudah senja, Wisang Geni
memutuskan bermalam di batas desa. Dia mengutus Gajah
Nila ke desa, mencari makanan dan keterangan.
Matahari sudah lama masuk peraduan ketika Gajah Nila
kembali. Bersamanya ikut Kebo Lanang, murid pertama Ranggascta
dan sepasang suami isteri. Mereka membawa banyak
makanan seperti ketela, ubi, ikan asin, ayam dan daging sapi
yang sudah dikeringkan. Tak lama kemudian tempat itu penuh
kesibukan. Gajah Nila memperkenalkan suami isteri itu kepada Wisang
Geni. Seorang laki-laki tampan berusia sekitar empatpuluhan,
Baruna. Isterinya sedikit lebih muda. Keduanya lama tinggal di
desa dekat Lemah Tulis, karenanya tahu banyak situasi dan
keadaan perdikan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama dua hari di batas desa Tumbas itu, satu persatu
murid Lemah Tulis berdatangan. Ternyata selama ini Lemah
Tulis masih memiliki murid yang bertebar di mana-mana dan
berlatih sendiri secara sembunyi Namun meski pun hidup
berpencar, tetapi secara diam-diam mereka tetap saling
berhubungan. Hanya selama ini belum berani memperkenalkan diri di depan umum
Ketika semua orang sudah beristirahat, Gajah Nila
membawa Baruna, menghadap Wisang Geni. Di situ duduk
juga Walang Wulan, Padeksa dan Gajah Watu. Tidak
ketinggalan di situ adalah Sekar. Karena Sekar adalah isteri
Wisang Geni, maka boleh saja hadir dalam perbincangan
Lemah Tulis. Baruna menceritakan panjang lebar segala
sesuatu yang diketahuinya tentang tanah perdikan Lemah
Tulis. Tanah perdikan itu belum lama berselang telah dikuasai
orang-orang dari partai Cundha, ketuanya bernama Tita
Sahaja. Saat ini perdkan itu sedang ramai, karena kedatangan
beberapa tokoh dari kalangan hitam Di antaranya ada
Sepasang Iblis Sapikerep dan ketua partai Bajul Ireng, yakni
Jayawikata. "Kebetulan sekali, dua iblis Sapikerep dan Jayawikata ada di
sana, aku tak perlu susah-susah mencari mereka. Guru, siapa
itu Tita Sahaja?" "Kakek itu salah seorang yang ikut dalam penyerbuan ke
Lemah Tulis dan perang Ganter. Ia kawan dekat Ken Arok
semasa muda. Ilmunya cukup tinggi, mungkin oleh Sapikerep
dan Jayawikata, dia diharapkan dapat mengimbangimu! Kita
harus berhati-hati, kupikir mereka sudah tahu kita akan
datang." Wisang Geni menyuruh Gajah Nila dan Jayasatru
mempersiapkan pertemuan seluruh anak murid Lemah Tulis.
Sebagian murid Lemah Tulis terutama yang tidak hadir di
Mahameru hanya mendengar cerita kehebatan Wisang Geni.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ketika mereka melihat wajah ketuanya yang masih
begitu muda, timbul keraguan. Apa mungkin, ketua yang
begini muda usia punya ilmu hebat sampai bisa membunuh
Kalayawana bahkan menjadi salah seorang dari lima pendekar
utama tanah Jawa" Begitu kira-kira keraguan di benak
mereka. Pertemuan berlangsung singkat, Wisang Geni
menggambarkan apa saja yang harus dilakukan untuk
membangun kembali perdikan Lemah Tulis yang sudah
duapuluh lima tahun tenggelam
"Kerja keras, berlatih keras, tidak kenal lelah, tidak kenal
putus asa, dan yang paling penting kita semua harus menjaga
memelihara persatuan dan pertemanan di antara sesama
murid Lemah Tulis. Ingat, mulai sekarang, semua murid kita,
terutama murid baru, harus diketahui asal usulnya. Tak boleh
lagi ada penyusup, tak boleh lagi ada murid pengkhianat yang
meracuni makanan dan air minum kita. Harus ada
kesepakatan bahwa siapa yang membuat kesalahan harus
dihukum, siapa pun dia, bahkan jika aku ketua kalian bersalah
dan melanggar peraturan, silahkan hukum'"
Semua murid memerhatikan seksama penegasan sang
ketua. Lebih lanjut Wisang Geni mengajak semua murid untuk
menyerbu dan merebut kembali tanah perdikan Lemah Tulis
dari tangan partai Cundha. "Pertama yang harus kita lakukan
adalah merebut kembali Lemah Tulis. Malam ini, kalian
waspada dan berjaga-jaga. Aku akan menyelidik keadaan di
perdikan, melihat apakah mereka mempersiapkan jebakan
atau tidak. Selama aku tidak ada, semua urusan disini
kuserahkan pada paman Gajah Watu sebagai penanggungjawab. Besok pagi, kita akan menyerang. Satu hal
lagi, pastikan di antara kalian tidak ada pengkhianat?"
Semua murid menyambut dengan semangat meluap. Sudah
lama mereka tarmimpi datangnya saat ini. Selama ini mereka
merasa seperti buronan saja. Tak berani memperkenalkan diri
sebagai murid Lemah Tulis karena takut disatroni musuh-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
musuh lihai. Ternyata saat yang dinanti-nanti akhirnya tiba
bahkan mereka sudah punya ketua baru yang ilmu silatnya
sangat tinggi. Wisang Geni me lakukan perjalanan cepat. Kalau berjalan
biasa tanah perdikan itu bisa dicapai dalam satu hari. Tetapi
Geni yang menggunakan Waringin Sungsang tiba sebelum
tengah malam Tak sulit menemukan perdikan itu, karena peta
yang digambar Baruna cukup jelas. Bulan ditutup mendung
tebal, Geni melihat perdikan dikelilingi pepohonan sebagai
pagar batas. Ia tersenyum dan menemukan cara paling bagus
dan aman. Menggunakan Waringin Sungsang ia melompat dari
satu pohon ke pohon lain.
Ada beberapa penjaga malam berkeliling. Di antara sekian
banyak rumah, tampak satu bangunan besar mendapat
pengawalan paling ketat. Geni menduga itu mungkin markas
pusarnya. Bagaimanapun juga ia harus mendekati bangunan
itu, mengintai rencana lawan. Ia dengan jurus Warayang dari
Waritigin Sungsang bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
Gerakan Wisang Geni terlalu cepat untuk bisa dilihat mata,
apalagi di malam hari yang rembulannya tertutup mendung
tebaL Sampai di bangunan besar, ia sembunyi di bawah
wuwungan. Dari situ ia bisa mengintai ke ruangan tengah. Tampaknya
ada pesta. Empat perempuan separuh bugil menari diiringi
musik tabuh. Beberapa lelaki duduk menyaksikan sambil
makan-minum Meja hidangan penuh makanan dan minuman,
seseorang masuk ruangan. Ia melapor adanya rombongan
besar bermalam di hutan di batas desa Tumbas. "Tidak tahu
siapa rombongan itu tapi jumlahnya sekitar limapuluh orang.
Mereka semua orang-orang yang mengerti silat."
Lelaki yang dikenal sebagai Jayawikata berseru. "Itu sudah
pasti mereka, orang-orang Lemah T ulis yang dipimpin Wisang
Geni. Kita harus bersiap-siap sekarang ini, jangan sampai kita
diserang saat kita semuanya sedang tidur."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang lelaki yang tidak dikenal Geni, berusia sekitar
tujuhpuluh tahun, mengusir pergi si pelapor tadi. "Aku sudah
siapkan semuanya. Di mana-mana ada jebakan, kalau malam
ini mereka berani menyerbu, itu sama saja dengan bunuh diri!
Aku yakin mereka akan datang besok siang. Alasannya,
mereka menganggap dirinya golongan pendekar jadi mau
tarung secara terang-terangan. Justru kesombongan mereka
itu yang akan kita manfaatkan. Sekali lagi sejarah akan
mencatat kehancuran Lemah Tulis!"
Wisang Geni terkesiap. Rupanya benar yang dikatakan
Padeksa, mereka sudah mempersiapkan diri. Apa jebakan itu,
Geni tak tahu. T iba-tiba Geni merasa telapak kakinya gatal. Ia
hendak menggaruk, tapi ditahannya. Merasa tak ada lagi yang
perlu diketahui, Geni me lesat pergi. Rasa gatal di kakinya
menjadi-jadi waktu ia tiba di luar batas perdikan. Ketika
tangannya menyentuh telapak kaki, ia terkejut. Kakinya itu
panas, bengkak dan berair. Racun ganas!
Tak ayal lagi Geni duduk bersila. Ia mengerahkan tenaga
Wiwaha di kedua kakinya. Hampir sepenanakan nasi kemudian
kakinya mulai membaik. Kakinya masih bengkak, namun
sudah kurang gatal. Sebenarnya ia bisa menyembuhkan
kakinya dengan ramuan, tetapi di ma lam hari tak mungkin
bisa menemukan daun obat Satu-satunya jalan, cepat kembali
ke rombongan. Tapi bagaimana caranya" Berlari, tidak mungkin sebab
racun itu akan menjalar lebih ganas lagi Berjalan, juga tidak
mungkin, sebab akan makan waktu lama. Menanti pagi hari,
kemudian baru mencari daun obat, juga tak mungkin, orang-
orang Lemah Tulis akan gelisah menanti. Satu-satunya jalan ia
harus mencari kuda. Terpaksa ia mencuri kuda dari salah satu rumah penduduk.
Ia melecut kuda secepatnya dan tiba di desa Tumbas saat
fajar menyingsing. Kedatangannya disambut beberapa murid.
Ia minta Sekar menyiapkan air hangat di tempayan. Sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merendam kaki, ia mengerahkan tenaga dalamnya. Air di
dalam ember mendidih, selang sesaat menjadi dingin. Wulan
dan Sekar duduk di dekat kekasihnya, bergantian melayani
kebutuhan Geni. Wulan, Sekar, Padeksa dan Gajah Watu serta beberapa
murid lain memerhatikan wajah ketuanya. Tak ada tanda-
tanda yang mengkhawatirkan, apalagi tadi Geni mengatakan
bahwa ia cuma kena racun ringan. Racun itu tidak bisa
menembus ke dalam tubuh tetapi bisa merusak telapak
kakinya. Wisang Geni selesa i dengan pengobatannya ketika
matahari pagi sudah memperlihatkan diri sepenuhnya. Geni
masih belum mau menceritakan pengalamannya. Ia semedi.
Selang beberapa lama, kakinya sudah tidak gatal lagi,
meskipun masih bengkak. Masih ada bekas racun di kaki,
warnanya agak biru kehitaman.
Setelah merasa agak baikan, Geni memaksa diri berkeliling
di hutan, mencari ramuan daun dan rumput. Sebagian ramuan
ditumbuk kemudian dilabur ke kaki, sebagian lagi direbus dan
diminum Lalu ia semedi sambil melonjorkan kaki. Ketika siang
hari, tampak kakinya sudah pulih seperti sediakala.
Wisang Geni memanggil Padeksa, Gajah Watu dan
beberapa murid utama. Ia menceritakan pengalamannya
ketika mengintai Lemah Tulis. "Jebakannya itu garam beracun
yang disebar di tanah sekeliling sehingga penyerang akan
keracunan kakinya. Racun ini akan mengganas apabila yang
keracunan menggunakan tenaga."
Setelah semua murid mengutarakan pendapat, akhirnya
Geni menjelaskan siasat. "Kita berangkat siang ini. Tapi
sebelum itu kita sebar isu akan menyerang besok siang. Kita
akan sampai sekitar tengah malam. Istirahat, lalu menjelang
fajar, kita serang. Gunakan karung berisi pasir dan batu-batu
besar yang akan kita tebar di pekarangan. Itu tempat pijakan
kaki. Selain itu, kalian lumuri kaki dengan ramuan obat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah kusediakan lalu bungkus dengan kain yang agak tebal,
menjaga jangan sampai kena racun."
Geni mengumpulkan semua anggota, membagi tugas.
Sekelompok menyediakan karung. Sesampai di tepi
perdikan, baru diisi pasir. Sekelompok lain, membuat busur
dan anak panah. Ujung panah dibungkus kain, nanti berfungsi
sebagai panah api. Perjalanan ke Lemah Tulis telah membangkitkan semangat
semua murid Mereka melangkah tegap. Tepat tengah malam
mereka sampai di hutan dekat perdikan. Semua kelompok siap
dengan tugasnya. Siap mengubah sejarah. Inilah saat-saat
kebangkitan Lemah Tulis! Beberapa saat menjelang fajar, ketika orang masih enggan
membuka mata, Wisang Geni memberi aba-aba menyerang.
Dari segala penjuru, mereka melepas anak panah berapi. Tak
lama berselang semua bangunan di perdikan itu menyala!
Musuh berlarian keluar. Suasana hiruk pikuk dan kacau. Tepat
dugaan Geni, ternyata banyak anggota partai Cundha yang tak
mengetahui kalau tanah di sekitarnya sudah ditabur racun.
Mereka hanya diberitahu agar melangkah di atas batu-batu
yang telah diatur rapi. Tetapi di malam hari dan dalam
suasana hiruk pikuk diserang musuh, tak ada lagi yang
mengingat aturan itu. Akibatnya mereka memijak tanah yang
bertabur garam beracun, satu demi satu korban di pihak
Cundha berjatuhan. Tidak lama kemudian Wisang Geni memberi aba-aba
menyerang. Karung pasir dan batu besar dilempar ke dalam
pekarangan, berbarengan murid-murid Lemah Tulis menyerbu
masuk. Geni, Gajah Watu, Wulan berada paling depan.
Gajah Watu tarung lawan Sepasang Iblis Sapikerep. Wulan
lawan Jayawikata. Sekar dan murid lainnya tarung lawan
orang-orang Cundha. Geni menghadapi si orang tua yang
ternyata adalah ketua partai Cundha, Tita Sahaja!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di mana-mana pertarungan sengit. Murid-murid Lemah
Tulis dengan ganas membabat kian kemari. Anggota partai
Cundha lari tercerai berai. Luput dari hamuk anak murid
Lemah Tulis mereka mati disengat garam beracun.
Pertarungan tidak lama, tanah perdikan itu resmi jatuh ke
tangan pemiliknya. Pertarungan antara tiga pemimpin sudah mendekati akhir.
Tak percuma selama ini Wulan memperdalam ilmu Prasidba
dari Wisang Geni. Pada mulanya Wulan agak terdesak. Suatu
ketika ia terancam pukulan yang mengarah ke dada. Melihat


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak ada jalan keluar, Wulan memasrahkan diri sambil
menggelar jurus Akwamatyana dari ilmu Prasidba. Jayawikata
hanya sempat memekik sebelum terjengkang dua tombak ke
belakang. T ulang dadanya remuk, ia mati sebelum menyentuh
tanah. Gajah Watu sebetulnya kewalahan dikeroyok Sepasang Iblis
Sapikerep. Namun, karena Lembusana belum pulih dari luka
pedang Ki Antaboga ketika tarung di Mahameru, maka Gajah
Watu tinggal memerhatikan si iblis perempuan, Lembani. Dan
saat Wulan mengalahkan Jayawikata, saat yang sama Gajah
Watu menghantam leher Lembani. Iblis ini terlempar dengan
leher patah, mati seketika!
Lembusana kalap melihat isterinya mati. Ia menyerang
tanpa peduli pada lukanya yang belum sembuh. Gajah Watu
menyambut dengan jurus Dekungpulir dan Sikepdehak.
Tangan dan kaki Gajah Watu berputar dengan mendorong.
Bentrokan tenaga tak terhindar. Gajah Watu undur dua
langkah. Lembusana tetap di tempat, wajahnya pucat. Dari
mulurnya keluar darah, tubuhnya bergoyang, saat berikutnya
ia jatuh tertelungkup, mati! Selesai sudah perjalanan hidup
yang kelam tiga pendekar kalangan hitam, Jayawikata dan
pasangan suami isteri Sapikerep. Duapuluh lima tahun silam
mereka ikut andil dalam pembantaian berdarah murid-murid
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lemah Tulis, sekarang nyawa dan hidup mereka dihentikan
oleh orang-orang Lemah Tulis. Hutang nyawa bayar nyawa!
Pertarungan antara Wisang Geni dengan Tita Sahaja
berlangsung seru sejak awal. Murid-murid Lemah Tulis
menonton takjub. Ketua mereka ternyata seorang berilmu
tinggi meski usianya masih muda. Sepanjang pertarungan itu,
terdengar bentrokan tenagayang bersuara keras. Tita Sahaja
memainkan jurus andalannya Gelap Ngampar dan Gelap Sewu
Geni berganti-ganti menggunakan Garudamukha dan Bang
Bang Alum Alum. Sengaja Geni tak mau menggunakan Prasidha karena ingin
menguji tenaganya sendiri. Ia ingin adu tenaga habis-habisan,
ingin tahu sampai di mana kekuatan Wiwaha menghadapi
lawan istimewa ini. Baru kali ini Geni menemukan lawan
dengan tenaga luar dan tenaga batin yang begitu tinggi
Namun sekuat apa pun tenaga Tita Sahaja, tampaknya
Wimkm jauh lebih sempurna. Makin bertarung, tenaga Geni
makin besar. Panas yang membara dan dingin yang membeku
silih berganti menyiksa Tita Sahaja. Melampaui jurus
limapuluh, Tita Sahaja yang sudah terdesak hebat terpaksa
menggunakan pukulan paling dahsyat yang dimilikinya.
Amarahnya meluap, ia membentak keras dan mengerahkan
segenap tenaga. Mati atau hidup!
Geni melihat ini, ia juga mengerahkan segenap tenaga
dinginnya. Terjadi adu tenaga dalam yang dahsyat. Angin
dingin dan tangan Geni menyambar ke segala penjuru dan
terasa oleh sebagian murid Lemah Tulis. Mereka yang belum
pernah melihat sepak terjang Geni, kini takjub akan kehebatan
ketuanya. Yang paling celaka, Tita Sahaja. Bentrokan tenaga itu telah
membuatnya nyaris beku. Ia menggigil hebat. Dari mata,
hidung, mulut dan telinga merembes darah. "Ilmu apa itu?" Ia
bertanya, tapi tak sempat mendengar jawabannya. Nyawanya
melayang! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertarungan selesai lebih cepat dari perkiraan. Di pihak
Lemah Tulis tidak ada korban jiwa, hanya beberapa murid
yang luka. Tetapi di pihak lawan, sebagian besar mati di
pekarangan, sebagian lagi di luar perdikan.
Pagi itu, Lemah Tulis memulai hari yang baru. Semua murid
membersihkan pekarangan, membuang garam beracun.
Mereka bekerja dengan riang. Mayat-mayat orang partai
Cundha dikubur dalam satu liang besar di luar perdikan.
Semua bangunan dibongkar kemudian membangun yang baru
sesuai kebutuhan dan rencana.
Selama beberapa hari, Wisang Geni sibuk menjalankan
tugas sebagai ketua. Waktunya yang senggang digunakan
untuk melatih para murid atau berkeliling membantu
pembangunan. Malam hari ia istirahat bersama Wulan dan
Sekar. Dua isteri itu sekarang sudah makin rukun, mau
bercanda dan bekerjasama. Bahkan tidak jarang mereka
bercinta, dua isteri menggumuli Geni.
Hampir setiap pagi dan malam Geni membantu
penyembuhan tenaga Padeksa. Tubuh Padeksa semakin
membaik, ia sudah sembuh namun tenaga dalamnya belum
pulih sepenuhnya. Pada saat-saat tertentu Geni melatih beberapa murid
utama secara bersamaan. Kemudian beberapa murid utama ini
melatih beberapa murid di bawahnya. Tampaknya roda
kehidupan Lemah Tulis mulai berputar kembali sete lah
duapuluh lima tahun lamanya terbenam dalam lumpur
kehinaan. Hanya dalam waktu duapuluh hari, keadaan perdikan
Lemah Tulis langsung berubah. Secara fisik terlihat bangunan
dan saluran pengairan mulai berfungsi. Di s isi lain mulai timbul
kepercayaan diri pada setiap anak murid.
Sepak terjang Wisang Geni menjadi pembicaraan para
murid. Sebagai ketua ia tegas, berani dan bijaksana. Sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia biasa, ia mau duduk sama rendah dengan para
murid, makan bersama bahkan ikut menebang kayu dan
menggali sumur. Terkadang ia larut dalam canda bersama
mereka. Makin hari para murid makin segan, hormat dan
sayang pada ketua mereka yang masih berusia muda ini.
Tiba saatnya Wisang Goni berangkat ke T ajinan, memenuhi
janji tarung pada Malini dan Kumara. Malam menjelang
berangkat, Wulan membujuk Geni untuk mengajaknya. Geni
keberatan mengingat Lemah Tulis kekurangan tenaga.
"Wulan, kamu harus membantu perguruan. Guru Padeksa
belum pulih seluruhnya. Hanya seorang yang bisa diandalkan,
paman Gajah Watu selain beberapa murid utama. Itu sebab
tenagamu diperlukan di sini. Aku akan cepat kembali." Geni
melihat air muka Wulan yang murung.
"Kamu mengajak Sekar?" tukasnya dengan suara bergetar.
Geni mengangguk, mengiyakan.
Seperti anak kecil, ia merengek. "Aku mau ikut, Geni!" Geni
belum sempat menyahut, terdengar suara Sekar mengusulkan
agar Wulan ikut serta. Mau tak mau Geni akhirnya bertanya
pada Padeksa. Orang tua ini tertawa geli. Dalam hati ia
merasa lucu melihat dua isteri itu tidak mau berpisah dari
suaminya. "Sekarang ini Lemah Tulis tak akan kekurangan
tenaga. Lagipula siapa yang akan menyerang kita" Justru
kamu yang perlu ditemani, maka ajak saja dua isterimu itu.
Ingat Geni, yang kamu hadapi itu dua orang yang ilmu
silatnya tergolong kelas atas. Kamu harus waspada dan
berhati-hati!" Dalam perjalanan menuju Tajinan, Wisang Geni, Wulan dan
Sekar lebih sering berbincang mengenai ilmu silat. Berkat
latihan dan bimbingan Geni, sekarang Wulan sudah menguasai
Prasidha dan bisa menggunakan saat dibutuhkan. Selain itu
Wulan pun mulai menguasai warisan ayahnya, ilmu Nagapasa.
Geni tak lupa menyediakan waktu membimbing Sekar
khususnya dalam peningkatan tenaga dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat tertentu Wisang Geni menghabiskan waktu
memikirkan pertarungan nanti. Ia pernah bertempur dengan
Malini selama tigapuluh jurus di Mahameru. Waktu itu ia
terkejut sebab dalam setiap bentrokan tangan, ia merasa
tenaganya seperti amblas ke tempat kosong. Malini seperti
sebuah sumur yang dalam, yang menyedot seluruh tenaga
pukulannya. Ketika ia tanyakan, Padeksa menegaskan itulah
ilmu yang meminjam tenaga bumi. Inti ilmu tersebut, adalah
daya tarik bumi. Setiap benda kalau dilempar akan jatuh ke
tanah. Makin tinggi keberadaan benda dan makin berat bobot
benda itu maka kejatuhannya akan bertambah keras.
Prinsip ilmu itu hampir sama dengan Prasidha. Bedanya
Prasidha meminjam tenaga musuh untuk memukul kembali
musuh. Sedang ilmu Tenaga Bumi menyalurkan tenaga
pukulan musuh lenyap ke bumi, makin lama musuh akan
kehabisan tenaga. Selelah itu barulah musuh dihajar. Wisang
Geni berpikir, apakah Prasidha bisa mengatasi ilmu pendekar
India itu" Pertanyaan ini menghantui Geni sepanjang jalan.
Bagaimana kalau Prasidha ternyata tak mampu mengatasi
ilmu lawan itu" Memang ia berhasil meyakinkan Padeksa dan
Gajah Watu bahwa ia bisa mengatasi dua pendekar
Jambudwipa itu. Tapi dalam hatinya ia tak yakin bisa menang.
Sejak masih di Trowulan ia sudah memikirkan cara
menghadapi ilmu Tenaga Bumi itu" Namun sampai saat ini
pun, ia belum menemukan jawaban yang tepat. Ia tahu, ia tak
punya pegangan untuk menang.
Malam itu ketika nginap di hutan dekat perbatasan desa
Wajak. Wisang Geni temukan pengalaman aneh. Setelah
bercinta dengan dua isterinya sepanjang malam, Geni
terbangun saat ambang fajar. Ia merasa ada orang yang
mengusik tidurnya. Ia menengok kedua isterinya, mereka tidur
lelap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia seperti mimpi mendengar suara kidung Penakluk Raja
sayup-sayup mengelus pendengarannya. Suara itu seperti
bisikan lembut dan merdu yang mengiang di telinganya. Ia
menengok keliling, tapi tak melihat ada orang. Merasa
penasaran ia membangunkan Wulan dan Sekar. "Kau
mendengar orang menyanyikan kidung Penakluk Raja?"
Sekar mengerutkan kening, mencoba mendengar dengan
penuh perhatian, lalu menggeleng kepala. Wulan tak
mendengarnya. Wisang Geni memukul kepala, ternyata ia
tidak bermimpi, suara kidung itu masih saja terdengar di
telinga berulang-ulang. Mulanya ia mengira itu perbuatan si
Kidung Maut. Tapi ia teringat Kidung Maut tak pernah
menyanyikan syair kepala kidung. Sedangkan kidung yang
mengiang di telinganya justru lengkap. Suara itu juga bukan
suara si Kidung Maut, yang didengarnya kali ini lembut, sejuk
dan nikmat. Sekar dan Wulan melanjutkan tidurnya. Wisang Geni tetap
terjaga. Ia masih mendengar kidung. Sekonyong-konyong
kidung berhenti dan lenyap begitu saja. Kemudian suara itu
datang lagi. Tapi tidak berkidung. Suara yang sama kini
bersyair. Tidak sedih, tidak gembira,
tidak berani, tidak kuasa,
tidak birahi, tidak cinta,
tidak selamat, tidak mati.
Delapan jalan, satu tujuan.
Tidak sedih atau sedih sama saja!
Ada atau tidak ada, sama sajal
Delapan jalan menuju satu tujuan,
delapan dan satu, sama saja!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni tidak bingung lagi. Ia tahu ada orang sakti yang main-
main dengannya. Itu ilmu mengirim suara paling dahsyat yang
cuma ada dalam dongeng. Orangnya tak terlihat tapi suaranya
ada. Tak ada suara, namun ia bisa menangkap kata demi kata
yang diucapkan orang itu. Ucapan itu berulang sampai dua
kali. Wisang Geni berbicara sendiri. "Ini petunjuk, tapi petunjuk
tentang apa. Orang sakti, tolong jawab pertanyaanku."
Suaraku terdengar lagi. "Pertanyaan atau jawaban, sama
saja! Bisa bertanya, harus bisa menjawab! Selamat tinggal,
cucuku!" Wisang Geni hampir pingsan. Benar-benar dia orang sakti
yang memberi petunjuk. Tapi petunjuk tentang apa, ilmu silat"
Kalau ilmu silat, ilmu apa" Tiba-tiba Geni melompat saking
terkejutnya. Apakah mungkin itu petunjuk tentang Jurus
Penakluk Raja" Kemungkinan besar, iya, sebab bukankah
semua tadi diawali dengan kidung Penakluk Raja" Orang itu
pasti Eyang Sepuh Suryajagad, tidak bisa tidak!
Berpikir demikian Geni berlari sambil berseru memanggil,
"Eyang! Eyang, jangan pergi!"
Suara Geni membangunkan seluruh penghuni hutan,
bergema di mana-mana. Wulan dan Sekar melompat dari tidur
saking terkejutnya. Wulan mengejar menangkap Geni,
"Kenapa" Ada apa, Geni?"
Tiba-tiba W isang Geni menelungkup di tanah. Ia menangis
sambil memukul tanah. "Bodoh! Tolol! Aku pantas mampus!
Kenapa tidak dan awal aku tahu bahwa dia adalah Eyang
Sepuh Suryajagad!" Wulan dan Sekar bingung melihat tingkah laku Geni.
Apakah benar Eyang Sepuh tadi hadir di sini" Wulan melihat
berkeliling. Tak ada siapa pun. Hutan itu sepi, tak ada seorang
manusia pun Hanya kicau burung dan kokok ayam di ambang
fajar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni duduk semedi, memusatkan pikiran, mencari
tahu apa sebenarnya kejadian yang ia alam i tadi" Wulan dan
Sekar lak bisa berbuat apa-apa, duduk bersandar di pohon
mengawasi sang suami. Sekar bergumam dalam hati, ia
bertanya-tanya, apa mungkin Geni kena samber dedemit,
semacam kerasukan setan. Dua hari Geni berusaha memecahkan petunjuk Eyang
Sepuh. Tidak sedih, tidak gembira,
tidak berani, tidak kuasa,
tidak birahi, tidak cinta,
tidak selamat, tidak mati.
Delapan jalan, satu tujuan.
Tidak sedih atau sedih sama saja!
ada atau tidak ada, sama saja!
Delapan jalan menuju satu tujuan,
delapan dan satu, sama saja!
Apa maksudnya, 'Delapan jalan menuju satu tujuan,
delapan dan satu sama saja!" Bahkan ketika tiba di desa
Tajinan, Geni tetap belum temukan pegangan untuk
menghadapi dua pendekar Jambudwipa itu. Siang itu Geni
bertiga tiba di warung makan di mana pertama kali ia jumpa
Sekar. Tampak banyak orang menanti di sana. Ia gembira


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat Manjangan Puguh. Di samping gurunya, ia melihat Mei
Hwa dan empat pengawalnya. Di situ juga hadir beberapa
murid Mahameru, juga murid perguruan lain.
Tak lama kemudian dua pendekar Jambudwipa itu tiba.
Malini mengenakan celana hitam dan sutra merah yang
berlapis-lapis dililitkan di tubuhnya. Kumara mengenakan
celana dan baju hitam. Malini berseru, "Rupanya sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak orang di sini. Wisang Geni, apakah mereka datang
untuk menonton atau membantumu?"
"Jangan sombong, kita akan bertempur satu lawan satu
tanpa ada yang ikut campur. Atau mungkin kau mau maju
berdua?" "Tak perlu berdua, aku sendiri saja sudah bisa
membunuhmu. Geni. Karenanya masih ada kesempatan kamu
mundur jika kamu beritahu di mana persembunyian kakek
gurumu yang pengecut itu. Terus terang kau bukan lawanku."
"Kau mimpi di siang bolong, sudah kukatakan hutang
piutang Eyang Sepuh dengan kalian, sudah kuambil alih!"
Pertarungan tak terhindarkan lagi. Geni dan Malini saling
gempur. Tanpa ayal, Geni menggelar semua ilmu andalannya.
Bergantian ia menyerang dengan mengerahkan tenaga
Wiwaha-nya. Malini tak mau kalah, ia mainkan jurus-jurus
aneh. Malini berkata sinis, "Cuma begini saja ilmu Lemah Tulis,
tak ada yang hebat. Kau bukan tandinganku, Geni. Aku heran,
kenapa kau mau membuang jiwa untuk orang tua pengecut
itu?" Tigapuluh jurus berlalu. Geni tahu lawan mulai memainkan
ilmu Tenaga Bumi. Semua pukulan Geni seperti nyemplung di
sumur, tak berbekas. Melihat itu Geni berlaku cerdik
memancing lawan untuk menyerang. "Ia pasti menyerang
hebat kalau tahu aku tak menggunakan tenaga".
Benar perhitungannya. Malini memukul dengan tenaga
bagai air bah. Tanpa ragu Geni menyambut dengan jurus
Kacakrawartyan yakni "Penguasaan dunia" dari Garudamukha
Prasidha. Kembali Geni kalah tenaga. Ia terlempar dua tombak.
Begitu kakinya mendarat Geni merasa dadanya sesak, darah
merembes di ujung mulurnya. Malini tersenyum dingin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah kubilang kamu tidak akan bisa melawanku, bagaimana
rasanya jurusku tadi namanya Mandi Bersih di Sungai
Gangga!" Namun diam-diam dia mengakui kehebatan tenaga dalam
Geni. Kena hantaman sehebat itu ia masih bisa berdiri tegar.
Tangannya menyapu bekas darah di mulurnya. "Belum, aku
belum kalah!" Malini bangkit marahnya. Ia menyerbu ganas. Geni melesat
dengan Antarlina. Pertarungan jadi menarik, Malini menyerang
dan Geni mengelak dengan berlari. Geni berhasil menemukan
cara mengatasi Tenaga Bumi lawan. "Harus kupancing dia
tarung di udara. Jika tidak memijak bumi, aku rasa Tenaga
Bumi itu tidak bisa ia gunakan."
Berlarian dengan Waringin Sungsang Geni punya dua
maksud. Memancing Malini bertarung di udara dan mencuri
waktu memulihkan tenaganya. Karena betapa pun hebat
tenaga Wiwaha, kena hajaran sehebat itu tetap membutuhkan
waktu untuk memulihkan luka dalam itu.
Suatu ketika Geni menggunakan jurus Sumujugtundaghata
dari Prasidha menyambut hantaman keras Malini. Rencana
Geni berjalan mulus, bentrokan tenaga terjadi di udara.
Keduanya dalam keadaan melayang, tidak memijak bumi Tapi
bukannya berhasil, Geni justru merasakan tenaga dinginnya
membalik menghantam dirinya. Cepat ia mengerahkan tenaga
panas untuk bertahan. Pertarungan berlanjut, Geni semakin kewalahan, ternyata di
udara pun ilmu Prasidha tak bisa melumpuhkan perlawanan
Malini. Limapuluh jurus berlalu. Malini tertawa, ia berbisik dengan
memendam suara sehingga hanya Geni yang mendengarnya.
'Pulang dari Mahameru, temanku Kumara cemburu, ia
kemudian me lamar aku menjadi isterinya. Geni, aku
menyukaimu, aku akan menolak lamaran itu, jika kamu mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadikan aku isterimu Dan semua urusan ini akan
kulupakan. Bagaimanapun kamu tak bisa mengalah kau aku,
percuma kau memancing pertarungan sambil melayang di
udara. Tak ada gunanya. Di udara atau pun di bumi sama
saja, jurusku sama hebatnya. Kamu tetap akan mati."
Kata-kata Malini "di udara atau pun di bumi, sama saja"
dan pernyataan cintanya itu mengingatkan Geni akan petunjuk
dari Eyang Sepuh. "Katanya ia cinta padaku, mungkinkah itu"
Benar atau tidak benar, cinta dan tidak cinta, sama saja. Di
udara dan di bumi, sama saja. Tidak sedih, tidak gembira,
tidak berani, tidak kuasa, tidak birahi, tidak cinta, tidak
selamat, tidak mati. Delapan jalan satu tujuan. Tidak sedih
atau sedih, sama saja! Ada atau tiada, sama saja! Delapan
jalan menuju satu tujuan, delapan dan satu, sama saja!"
Geni bicara sendiri namun bisa didengar Malini. "Cinta atau
tidak cinta, sama saja. Ya, tarung di udara atau pun di bumi,
sama saja, aku tetap kalah. Menang atau kalah, sama saja.
Dua sifat yang berlawanan namun tetap sama. Kenapa"
Dipukul atau memukul, sama saja. Kenapa" Delapan dan satu,
sama saja. Delapan jalan menuju satu tujuan, apa itu" Kenapa
menyebut delapan, bukannya sembilan atau sepuluh. Tetapi
delapan dengan sepuluh, sama saja. Kalau delapan sama
dengan satu, empat juga sama dengan delapan, sama juga
dengan satu." Malini kesal mendengar jawaban Geni. "Jadi kamu menolak
cinta dan uluran tangan berteman denganku, kamu kurang
ajar Geni, kuhajar kamu, biar tahu rasa!" Ia menyerang
gencar. Geni berpikir. Dia berpikir terus sementara tubuhnya tak
henti bergerak menghindar dan menangkis gempuran Malini
yang makin gencar dan ganas. Dua pukulan Ma lini
menghantam tubuh Geni. Ia terhempas ke kanan dan ke kiri,
dua kali ia muntah darah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manjangan Puguh mencekal tangan Mei Hwa erat,
meremas keras. Berulang kali ia hendak bangkit menolong
Geni, Mei Hwa menahannya. "Muridmu itu sedang berlatih
dalam bertarung. Ia tak apa-apa."
Sekar marah mendengar komentar Mei Hwa. "Kau bicara
apa, dia muntah darah, masih kamu bilang dia tak apa-apa?"
"Sekar dan Wulan, tenanglah. Biasanya orang yang sudah
muntah darah itu sudah tak mampu lagi bertarung. Kalau
Geni, ia muntah darah tetapi masih saja bisa adu tenaga Itu
kan aneh?" Memang aneh, Geni merasa terombang-ambing di tengah
lautan luas. Tak ada daya menentang ganasnya ombak.
Kenapa dua hal yang berlawanan dikatakan sama saja
Delapan dan satu sama saja.
Satu dan empat, .sama saja. Apa maksudnya"
Geni merasa makin dekat dengan tujuan. Apa tujuannya, ia
tak tahu. Ia tak ambil pusing dibulan-bulani pukulan dahsyat
Malini. Dipukul atau tidak dipukul, memukul atau dipukul,
sama saja. Mati sekarang, hari ini dengan mati besok atau
mati lima tahun lagi, sama saja. Tidak ada bedanya. Sama
saja, yaitu mati! Tetapi waktunya bisa beda, hari ini, besok,
dua hari, satu tahun, lima tahun. Sama saja, mati adalah satu.
Waktu bisa banyak, lima atau delapan. Delapan sama dengan
satu, satu sama dengan lima. Lantas tiba-tiba ia berteriak,
"Memang sama, intinya kan mati"
Bagaimana dengan sedih dan tidak sedih, sama saja.
Memang sama, karena intinya adalah rasa atau sringara.
Gembira dan tidak gembira, sama saja, itu juga rasa. Kalau
ada rasa, tentu lanjutannya harus ada aksi atau bhava. Hidup
dan mati. Hidup bisa merasa dan bisa beraksi. Tetapi mati,
tidak bisa merasa dan tidak bisa beraksi. Inti dari Prasidha
adalah merasakan pukulan lawan, menerima pukulan lawan,
itu yang namanya rasa atau sringara kemudian melontarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa yang dirasakan itu menjadi aksi atau bhava. Makin cepat
dan makin bertenaga pukulan lawan itu maka bhava yang
dilontarkan juga sama cepat dan sama besarnya.
Geni merasa gembira luar biasa. Melompat seperti anak
kecil mendapat mainan. Teka teki itu sudah terjawab. Misteri
bagaimana cara memainkan Prasidha telah terungkap. Saat itu
pukulan Ma lini kembali menggoncang tubuhnya. Kalau tadinya
menerima pukulan Geni merasa darahnya meluap, ingin
muntah. Sekarang, tidak lagi, pukulan itu seperti pukulan
biasa yang tidak bertenaga. Geni menerima pukulan itu
dengan menggerak rasa tidak sakit, kemudian aksi membuang
tenaga lawan. Geni memainkan tiga jurus gabungan
Mangapeksa (Menanti), Kumawashaken (Menguasai) dan
Sikepdehak (Tangkap dorong). Ada rasa gembira dalam diri
Geni, menguak misteri sringara dan bhava, tetapi ia juga kesal
dan marah. "Kau sudah memukul aku berulang kali, kini
rasakan tamparanku, anak nakal!"
"Plakkk!" Malini terpelanting ke belakang. Ia jatuh berdiri di atas dua
kaki. Ia heran, ia tak melihat gerakan Geni, tahu-tahu saja
pipinya kena tampar. Ilmu siluman! Bagaimana Geni
menamparnya tadi, ia tak tahu. Ia merasa ada cairan kental di
mulurnya, ia meludah. Ia marah luar biasa melihat dua giginya
copot. Malini marah, menyerang ganas. Geni mengelak dan
menampar bokong Malini. Ia tak cuma menampar namun
meremas bokong perempuan itu. Malini makin marah. Geni
mencengkeram leher, lalu tiba-tiba tangannya ke bawah,
meremas buah dada perempuan itu.
Kontan Malini me lompat mundur. Ia tak habis pikir
bagaimana mungkin Geni bisa meremas bokongnya, meremas
buah dadanya tanpa ia sanggup menangkis. "Kurangajar, ia
telah menghina aku habis-habisan, tetapi ilmu apa itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana jika ia menurunkan tangan jahat. Aku bisa mati
atau paling tidak terluka parah!" gumamnya dalam hati.
Pada saat itu, Kumara sudah masuk ke medan tarung,
berdiri di sisi Malini. Ia bercakap-cakap dengan Malini dalam
bahasa India. Tampak Malini sekali-sekali manggut kemudian
menggeleng kepala. Sedang Kumara kelihatan berang,
wajahnya yang agak hitam semakin seram karena marah dan
malu. Tanpa basa-basi, Kumara menyerang. Pukulan berantai
disertai tenaga dalam dahsyat sepertinya akan melumat habis
tubuh Geni. Menggunakan Waringin Sungsang Geni
meloloskan diri Namun tak hanya mengelak, Geni kini
membalas dengan dua jurus Bang Bang Alum Alum yakni
Nanawidha (Beraneka warna) dan Nyakra Manggilingan
(Selalu berputar-putar), pukulannya cepat, ringkas dan
bertenaga Kumara terpental mundur sambil memegang
pundaknya Ia menyerang sekali lagi, kini Geni membalas
kontan dengan jurus lain dari Bang Bang Alum Alum yaitu
Bahni Aempuh Toya (Api menyerang air) dengan tenaga
panas. Kumara kena gampar di pungungnya Punggungnya
merah kehitaman, bajunya koyak seperti hangus.
Melihat rekannya kesakitan, Malini maju mendampingi
Kumara Keduanya berbincang lirih. Lalu Malini berseru,
"Wisang Geni kamu menggunakan ilmu siluman, karena itu
kami akan maju berdua, apakah kamu takut" Jika takut kamu
cepat mundur menyerah dan mengaku di mana Ki Suryajagad
bersembunyi" Sekar berteriak dari pinggiran, "Hei, wanita goblok, tak
punya malu, sudah keok masih tak tahu malu, sekarang mau
main curang dua mengeroyok satu"
"Kamu mau bela kekasihmu, maju saja sekalian biar
kucabik-cabik wajahmu yang burik." Malini seperti kelepasan
omong. Ia heran tanpa sadar ia berseru, "Hei kamu sudah
tidak burik lagi, waktu di Mahameru aku tidak begitu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perhatikan. Kamu cantik, pantas saja Wisang Geni tergila-gila
padamu!" Geni tertawa "Kamu ini tak tahu diri, kenapa masih mau
tarung lawan kakek guruku, menghadapi aku cucu muridnya
saja, kalian tak ungkulan apalagi melawan Eyang Suryajagad.
Kalian mau maju berdua, ya mau saja, dari dulu aku sudah
tahu persis kalian ini tak punya malu."
Tidak menanti lebih lama lagi, dua pendekar India itu
langsung menyerbu mengeroyok Wisang Geni. Hebat! Dua-
dua, Malini dan Kumara, menyerang dengan jurus mematikan.
Semua di situ terperanjat tapi tak kuasa menolong Geni.
Apalagi tahu, dua pendekar asing itu memiliki ilmu silat yang
tak terukur tingginya. Sekar membanting kakinya, "Tadi kan mas Geni sudah
menang, kenapa mau meladeni keroyokan mereka, wah bisa
runyam ini, mbak Wulan bagaimana ini?"
Wulan yang sedang melotot nonton tarung hebat itu,
menggeleng kepala, "Aku tak tahu, Sekar."
Pertarungan jadi lain. Tadi seorang diri Ma lini menghajar
Wisang Geni sampai babak belur. Kemudian setelah
memperoleh pencerahan dan menemukan inti Prasidha Geni
menghajar balik Malini. Kini berdua, Kumara dan Malini
bahkan tampak terdesak. Geni memainkan Garudamukha dan
Bang Bang Alum Alum dengan leluasa. Duapuluh jurus berlalu,
dua pendekar asing itu terdesak, bernapas pun sulit! Dalam
keadaan bingung dan frustasi, Kumara dan Malini berlaku
nekad Adu jiwa! Mereka menggelar jurus yang paling diandalkan perguruan
mereka Atehai Zaminpar Kabhiyeh Chand Sitare (Kadang
bulan dan bintang pun turun ke bumi), jurus yang bisa
digunakan dua atau tiga orang secara bersatupadu. Dua
pasang tangan saling bantu, mencakar dan memukul dengan
seluruh kekuatan yang ada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni me lihat datangnya serangan, bukannya mengelak
malah maju menerjang. Dua tangan melakukan gerak
memutar kemudian mendorong. Ia menggabung dua jurus


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Garudamukha Prasidha yaitu Agniwisa (Bisa api, pijar) dan
Sanakanilamatra (Sebesar angin yang terkecil). Itu jurus
sederhana, tetapi sulit dimainkan secara gabung karena
mengandung unsur berlawanan yakni gerak putar dan gerak
dorong dengan tenaga yang dikeluarkan luar biasa besarnya.
Tetapi Geni memainkan dua jurus gabungan itu dalam satu
gerak yang mulus dan bertenaga. Satu lagi bukti kehebatan
Wiwaha, hasilnya luar biasa! Terjadi bentrok tenaga, dua
tangan Geni mampu menahan empat tangan lawannya. Tetapi
pada saat-saat terakhir Geni mengurangi tenaganya. Dan
inilah yang menyelamatkan nyawa dua pendekar India itu
sehingga tidak tewas atau terluka parah.
Kumara dan Malini terpental mundur. Dari mulut Kumara
merembes darah. Malini merasa dadanya sesak. Dua pendekar
asing itu jatuh terduduk, luka dalam! Keduanya heran!
Tadinya terdesak hebat bahkan nyaris mati, mendadak Geni
bisa menjadi begitu perkasa. "Ilmu apa ini" Apakah ilmu ini
yang digunakan Ki Suryajagad ketika mengalahkan paman
guru Lahagawe?" gumam Kumara dalam bahasa India. Malini
mendengar keluhan kekasihnya itu, tetapi tak mau menjawab.
Geni tertawa. "Kau memukul aku begitu banyak, tapi aku
cuma membalas sedikit. Kau untung banyak. T api sama saja,
untung atau rugi, sama saja. Kalian pulanglah ke negerimu,
tanah Jawa ini terlalu angker buat kalian orang-orang asing."
Sekonyong-konyong pusaran angin mendatangi arena
tarung, tetapi sebelum memasuki arena tarung, pusaran angin
itu menjauh sambil membawa serta debu, ranting dan
dedaunan. Terdengar suara lembut dan mesra, "Kalian
pulanglah, sampaikan salam dan maafku pada Lahagawe,
katakan salam hormat dari pemilik Jurus Penakluk Raja." Saat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berikut terdengar kidung Penakluk Raja ditembang, suaranya
lembut, dingin namun ada ketegasan seorang penguasa.
Ilmu dari seberang Tak boleh tepuk dada Di T anah Jawa ini Dari gunung Lejar Jurus penakluk Raja Ilmu dari segala ilmu Melenggang ke Barat Meluruk ke Timur Merangsak ke Utara Merantau ke Selatan Tak ada lawan Tak ada Tandingan
Ilmu dari segala ilmu Wisang Geni melihat di kejauhan bayangan putih
melenggang santai. Hanya sekejap kemudian suara kidung
dan bayangan itu lenyap dari pandangan. Ia menatap
bayangan itu dengan mata mendelong. Geni berkata perlahan.
"Kenapa Eyang tak memberi kesempatan aku sungkem?"
Dia melangkah berat, seperti kehilangan sesuatu. Dia
menengadah langit, menggumam "Kenapa, eyang pergi begitu
saja" Kenapa tidak mau kutemui" Tapi kenapa aku bertanya,
orang bertanya harus tahu jawabannya!"
Kumara dan Malini menyaksikan sepak terjang kakek
berjubah putih itu, merasakan angin Lesus bawaan si kakek
serta kidung yang dinyanyikan dengan tenaga dahsyat serta
mengandung wibawa kekuasaan. Dalam hati mereka
mengakui takkan mungkin bisa menandingi ilmu silat tokoh
sakti itu. Keduanya duduk bersila di tanah, mengerahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga mengobati luka dalamnya. Sia-sia. Tenaga mereka
belum bisa digunakan. Perlu waktu satu bulan untuk
memulihkan tenaga Geni menghampiri dua musuhnya itu. "Aku tahu rahasiamu
Kalian adalah si Kidung Maut itu. Kalian membunuh banyak
orang. Sekarang kalian luka dan mungkin satu bulan lagi baru
bisa sembuh. Kalau aku buka rahasiamu sekarang ini, banyak
orang akan mengejar kalian, membalas dendam kematian
keluarganya, kalian akan dikejar ratusan orang."
Kumara dan Malini memandang ketakutan. Butir keringat
dingin muncul di wajahnya Selama ini dengan ilmu yang
begitu tinggi, mereka tidak pernah membayangkan akan
dikalahkan seseorang apalagi sampai terluka, mereka tak
sekali pun ketakutan. Tapi kini di saat luka parah dan
membayangkan diri dikeroyok orang banyak, mereka bergidik
ketakutan. Keduanya menatap Geni seperti meminta belas
kasihan. Wisang Geni tertawa "Kamu tak pernah menyangka,
beberapa bulan lalu, kalian memaksa aku menelan racun,
sekarang justru nyawa kalian berada di tanganku Sekali balik
tangan, kamu mati Semua tergantung kalian, masih mau
menyimpan dendam, masih mau berhitung dendam dengan
Lemah Tulis" Cerita dendam ini tak akan pernah habis. Tapi
buat apa" Dendam atau tidak dendam sama saja Pergilah,
pulanglah ke negerimu, senangkan hatimu di sana. Jangan
memikirkan dendam." Dua pendekar asing itu me lenggang pergi dengan sejuta
kesal dan kagum. Kesal tak mampu mengalahkan Geni Kagum
akan ilmu silat Geni yang begitu dahsyat.
Semua yang hadir di situ, sekali lagi melihat kehebatan
Wisang Geni. Seperti di Mahameru ia selalu mengawali dari
posisi kalah dan terdesak untuk kemudian merebut
kemenangan dengan begitu fantastis. Tetapi hanya Manjangan Puguh dan Walang Wulan saja yang tahu bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni menang lantaran menemukan keajaiban,
memecahkan rahasia jurus silat di tengah pertarungan
merupakan hal yang mustahil dan yang hanya bisa dilakukan
orang yang cerdas dan beruntung.
Wulan tak mengerti ilmu apa yang diperoleh kekasihnya.
Sebulan yang lalu di Mahameru, Geni menang karena secara
ajaib berhasil memecahkan rahasia ilmu Prasidha. Tadi itu,
ilmu apalagi yang di peroleh kekasihnya itu. Wulan yakin
keajaiban itu ada hubungannya dengan keanehan yang terjadi
beberapa malam lalu di hutan dekat desa Wajak. Ketika
seperti orang kesurupan. Geni berteriak-teriak memanggil
Eyang Sepuh Suryajagad. Wulan dan Sekar menghampiri kekasihnya. Mereka
terkejut, seperti disambar halilintar. Mata membelalak
menatap rambut di kepala Geni. Rambut yang tadinya
berwarna hitam legam, kini hampir semua dipenuhi uban.
Rambut yang tadinya agak keriting, sekarang menjadi lurus.
Dan wajah kekasihnya itu seperti menunjukkan keletihan dari
perjalanan jauh. Geni tampak lebih tua dan lebih dewasa
namun di balik itu tersimpan wibawa dan ketegasan.
Geni memang seperti orang yang letih fisik dan mental.
Rambutnya yang penuh uban menunjukkan perjalanan fisik
yang jauh. Ia tampak lebih tua beberapa tahun. Kelakuan dan
tabiatnya pun ikut berubah. Ketika Sekar menunjukkan
perubahan rambutnya yang uban, Geni cuma tertawa. "Hitam,
putih, abu-abu sama saja, tak perlu dipusingkan."
Banyak orang yang pernah atau belum pernah ia kenal
datang mengucapkan selamat dan memuji kehebatannya.
Tetapi Wisang Geni menyambut tawar, seperti tak mengalami
sesuatu yang hebat. Wulan dan Sekar, dua perempuan yang
sangat mengenal Geni, mulai menangkap perubahan sikap
pembawaan kekasihnya. Hari itu setelah makan dan istirahat, Geni bertiga Sekar dan
Wulan pamitan kepada semua orang. Manjangan Puguh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memeluk murid dan putra sahabatnya itu. "Ilmu silatmu
sekarang sudah maju pesat, kamu sudah menjadi pendekar
kelas utama, hati-hati dan waspada, jangan terbuai sanjungan
dan nafsu kekuasaan. Geni jika kamu butuh sesuatu, kamu
cari aku di bukit Penanggungan, sementara aku menetap di
sana." Manjangan Puguh berkata sambil melirik Mei Hwa yang
berdiri di sampingnya. Keintiman Manjangan Puguh dengan Mei Hwa tak luput dari
mata Wisang Geni. Ia berbisik, "Guru, apakah kamu dengan
Mei Hwa, sudah berkawan akrab ?"
Mei Hwa tersenyum agak malu-ma lu. "Kami sudah kawin,
beberapa hari lalu."
Karuan saja Geni, Wulan dan Sekar memberi hormat dan
ucapan selamat. Wulan bahkan memeluk Mei Hwa. "Syukur,
akhirnya kamu bisa mencairkan hati pamanku itu."
Mei Hwa menarik Wulan menjauh. "Dia sudah cerita
semuanya padaku, tentang perasaan cintanya pada ibunya
Geni, pendekar Sukesih. Sejak itu ia berkelana dan bercinta
dengan banyak perempuan cantik, tetapi tak ada yang hebat
secantik Sukesih. Katanya, ia telah menemukan Sukesih dalam
diriku. Kini ia sudah bisa menerima kejadian itu sebagai masa
lalu yang bisa ia lupakan dan tinggalkan, sekarang ia memiliki
aku, dan ia merasa bahagia karena aku mencintainya,
sesungguhnya ia lelaki yang romantis meskipun agak kaku dan
tegas." "Tetapi bagaimana dengan kedudukanmu sebagai utusan
para pendekar Cina dalam tarung mendatang?"
"Aku kan hanya sebagai utusan, sebagai juru bahasa, jadi
tidak ada pengaruh apa-apa"
"Setelah pertarungan, apa kamu pulang ke negerimu?"
"Aku sudah memutuskan tetap tinggal di negeri ini sejak
aku menjadi isteri pamanmu. Di negeri Cina ada pepatah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khusus bagi kaum wanita, jika kamu kawin dengan penjahat,
maka kamu juga menjadi penjahat. Itu ungkapan yang
artinya, perempuan Cina itu akan setia mengikuti ke mana
suaminya pergi." Mei Hwa menoleh ke arah Sekar yang
mendampingi Geni. "Wulan, apakah Sekar sudah jadi isteri
Geni?" Wulan tersenyum Ia berbisik ke telinga Mei Hwa "Untung
ada Sekar, jadi kami berdua bisa bergantian melayani Geni."
Mei Hwa memandang Wulan, kemudian tertawa geli. Ia
sepertinya mengerti apa maksud ucapan Wulan. Dua
perempuan itu semakin akrab satu sama lain. Keduanya
berpelukan ketika harus berpisah.
Dalam perjalanan pulang ke Lemah Tulis, Wulan dan Sekar
makin bingung melihat suaminya. Mereka semakin banyak
menemukan perubahan dalam diri kekasihnya Wisang Geni
kini lebih peka terhadap lingkungan. Dalam sekejap mata, ia
bisa berubah sedih, gembira, marah ataupun berdiam diri.
Dalam waktu sehari-hari ia kini banyak berdiam diri,
menyendiri dan berpikir. Sekar dan Wulan merasa harus
menanyakan kepada Geni. Wulan memberanikan diri menanyakan kepada Geni kenapa
ia lebih suka menyendiri dan berdiam diri. "Tak ada apa-apa,
aku biasa-biasa saja. Aku hanya perlu waktu untuk berpikir,
ada sesuatu dalam diriku yang menuntut, aku sendiri tak tahu
apa itu?" Beberapa hari kemudian mereka sampai di Lemah Tulis.
Semua murid menyambut dengan suka cita. Rupanya kabar
kemenangan Geni lebih cepat datang. Wisang Geni kembali
sibuk sebagai seorang ketua.
Kepada Padeksa dan Gajah Watu, Geni hanya bercerita
singkat tentang pertarungannya. Dua sepuh perguruan itu
heran. Keduanya melihat perubahan Geni yang bingung,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti seseorang yang sedang dilanda persoalan yang
membutuhkan pemikiran keras.
Ia tetap bergaul erat dan akrab dengan anak muridnya.
Namun, ia masih mengerjakan kebiasaan yang baru, duduk
menyendiri dan melamun. Padeksa, Gajah Watu, Sekar dan
Wulan tak bisa mencegah kebiasaan ini. Karena begitu
kebiasaannya disebut-sebut, Geni langsung berdiam diri
seperti anak kecil yang merajuk.
Makin hari kebiasaan Geni semakin mencolok. Waktunya
kini lebih sering dihabiskan sendirian, duduk melamun atau
berlatih silat sendirian. Ia tak lagi mengurus dirinya, agak
mirip orang tak waras. Anehnya, ia berlatih s ilat seperti orang
pemula, mulai dari tingkat dasar. Jurus-jurus sederhana yang
pernah dipelajari para pemula, itu yang dilatihnya seharian.
Ia hampir tak pernah tidur. Ia juga menjauh dari Sekar dan
Wulan. Kalau sebelum itu hampir setiap malam ia bercinta
dengan Wulan atau Sekar, sekarang tidak lagi. Hanya sekali-
sekali ia meniduri isterinya. Itu pun dengan cara dan
perlakuan kasar. Tak ada lagi basa-basi atau ungkapan
romantis dalam bercinta. Sekar dan Wulan tak berani
menolak. Keduanya bingung, mengapa terjadi perubahan
dalam diri suaminya. Padeksa dan Gajah Watu kehabisan akaL Tak tahu harus
berbuat apa. Wulan dan Sekar hanya bisa menangis, iba akan
nasib kekasihnya. Suatu hari Manjangan Puguh dan Me i Hwa
datang bertamu. Ia terkejut dan terenyuh melihat keadaan
muridnya. "Kita tak boleh diam saja dan pasrah menerima kenyataan
pahit ini. Keadaan Geni sangat kritis. Kita harus melakukan
sesuatu. Aku akan pergi menjemput Ki Waragang. Dan paman
Gajah Watu berdua, Sekar menjemput Dewi Obat di Lembah
Cemara. Kita harus bergerak cepat, lebih cepat lebih bagus.
Kita berangkat sekarang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua pekan menjelang hari tarung antara pendekar tanah
Jawa dengan jago-jago daratan Cina, datang dua utusan
Mahameru menemui Padeksa. Setawasatra, murid paling
berbakat dari Mahameru didampingi kekasihnya Rorowangi, murid nomor
dua Nyi Pujawati Keduanya membawa surat dari pendeta
Macukunda, minta agar Wisang Geni segera datang dan
berkumpul di bukit Penanggungan.
Selama ini Wisang Geni sudah mirip orang hilang ingatan.
Ia tak mau didekati orang, ia curiga pada setiap orang bahkan
juga Wulan, Sekar dan Padeksa. Jika ada yang mendekat,
Geni kontan pasang kuda-kuda, kalau sudah begitu tak ada
yang berani mendekat. Tak seorang pun bisa menandingi ilmu
silat Geni jika dia memberontak. Itu sebab Padeksa tak
mampu menyembunyikan keadaan Geni dari dua tetamu itu.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rorowangi terkejut melihat keadaan Geni yang dulu secara
diam diam pernah dirindukannya. Ia tak pernah mengira Geni
bisa berubah menjadi orang hilang ingatan. Setawastra
membawa kabar itu ke gurunya. Dan pendeta Macukunda
segera berunding dengan Sang Pamegat untuk memilih
pendekar pengganti W isang Geni. Pilihan akhirnya jatuh pada
Ki Demung Pragola. Kabar kehebatan Wisang Geni yang
mengalahkan dua jago Jambudwipa tidak lagi dibincangkan
orang. Kabar yang beredar kini adalah W isang Geni jadi gila
lantaran mempelajari ilmu sesat.
Dua hari setelah kedatangan utusan Mahameru, Manjangan
Puguh tiba dengan seorang lelaki tua, Ki Waragang, tabib sakti
yang pernah merawat Wisang Geni waktu kecil. Esok harinya
Gajah Watu dan Sekar datang bersama Dewi Obat. Dua tabib
yang saat itu dikenal sebagai yang paling jago di tanah Jawa,
pun sama bingungnya. Keduanya tak tahu penyakit apa yang
membuat Geni hilang ingatan. "Kemungkinan besar, Geni sakit
ingatan lantaran terlalu banyak berpikir," tukas Waragang
setelah mendengar cerita Wulan dan Sekar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waragang memikirkan ramuan yang bisa menyembuhkan
orang yang mengalami tekanan pikiran berlebihan. "Aku bisa
membuat ramuan itu, tetapi kita harus temukan cara untuk
meminumkannya pada Geni. Sampai saat ini, ia tak bisa
didekati siapa pun."
Dewi Obat berkata lirih, "Ki, aku pikir lebih baik sekarang ini
kamu bikin ramuan obat itu, sementara kita semua
memikirkan cara meminumkannya."
Waragang membuka bungkusan pakaiannya. Di dalamnya
banyak tabung bambu yang berisi ramuan obat. Sementara ia
meracik dan mencampur ramuan, Dewi Obat bersama Sekar,
Wulan, Padeksa, Gajah Watu berpikir keras. "Banyak pendekar
ahli mengalam i hal yang sama dengan Geni, pemahaman ilmu
silat yang melebihi kesanggupan pikiran, membuat seseorang
bisa gila bahkan tewas," kata Padeksa. "Sebenarnya ilmu apa
yang sedang ia pikirkan?"
Wulan dan Sekar mengulang sekali lagi kejadian di hutan,
ketika Geni berteriak memanggil Eyang Sepuh Suryajagad
Mendadak dewi Obat memanggil Wulan dan Sekar menjauh.
"Sudah berapa lama kamu tidak bercinta dengan Geni?"
Agak malu-malu dua perempuan itu mengatakan, sudah
sejak tujuh hari. Geni tampaknya tak mau mendekat lagi. Ia
tidur sendirian, ketika didekati Wulan atau Sekar, ia berteriak
mengusir, "Jangan ganggu aku, pergi!"
Tiba-tiba Dewi Obat teringat sesuatu, ia berseru, "Ada akal,
kalian berdua bisa membuat Geni minum ramuan itu." Ia lalu
menjelaskan rencananya. Wulan dan Sekar manggut-
manggut. "Apa saja akan kulakukan agar dia sembuh," kata
Sekar. Rencana itu disetujui Waragang, Gajah Watu dan
Padeksa. Malam itu ketika semua murid sudah tidur lelap, seperti
biasanya Geni berlatih silat di bawah sinar bulan, di
pekarangan rumahnya. Terdengar sayup-sayup suara Gajah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Watu yang menceritakan kisah Ksiti Sundari kasmaran. Di
beranda rumah, Sekar setengah bugil menarikan Kinanti
Prasidha yang kebetulan saja ia pelajari saat bosan menjalani
penyembuhan wajah buriknya di Lembah Cemara
Cerita itu, suara lelaki seperti tembang Ki Dalang dengan
Sekar yang menari Kinanti dengan penuh goyang birahi, telah
menarik perhatian Geni. Ia menghampiri beranda rumah. Ia
menyaksikan goyang bokong, paha dan hentakan kaki yang
membuat buah dada Sekar membusung mengundang birahi.
Geni yang sudah mandi keringat hasil latihan silat, cepat sekali
terangsang. Ia mendekat lalu tiba-tiba memeluk Sekar,
menciumi gadis itu dengan nafasnya panas membara Sekar
bereaksi tak kalah ganasnya, membuat Geni makin terperosok
ke lautan birahi. Sekar menarik tangan suaminya masuk
rumah. Di dalam rumah Wulan menanti dengan bugil,
langsung mengeroyok Geni. Terjadilah pergumulan birahi. Di
tengah mabuk kasmaran, Wulan dan Sekar bergantian
meminumkan ramuan yang langsung ditenggak Geni tanpa
curiga Semalaman Geni dengan kasar dan brutal meniduri dua
isterinya, membuat Sekar dan Wulan kesakitan. Tetapi apalah
arti sakit dibanding keinginan mereka melihat suaminya
sembuh. Besok paginya, Geni tampak sudah membaik. Malam
hari, rencana itu diulang lagi, demikian seterusnya sampai
empat malam. Hari itu Wisang Geni sudah mulai membaik. Ingatannya
mulai pulih. Apalagi Sekardan Wulan tak pernah bosan
mendampingi. Keduanya bercerita tentang masa lalu. Geni
sudah bisa tertawa. hal ini membuat Waragang dan Dewi Obat
gembira. Apalagi Geni rajin minum ramuan Ki Waragang. Hari
keenam setelah kehadiran dua tabib sakti, Geni sudah pulih
seperti sediakala. Kepada Wulan dan Sekar, Geni menceritakan perjalanan
batinnya sejak malam hari di hutan Wajak sampai saat ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menemukan inti ajaran Garudamukha Prasidha dalam
pertarungan lawan Malini. "Inilah jurus yang disebut Eyang
sebagai Jurus Penakluk Raja. Aku sudah hampir menguasai
seutuhnya, hanya tinggal satu dua bagian saja," katanya pada
dua isterinya. Sebenarnya ia telah menembus pencerahan Sringara dan
Bhava tetapi ada sesuatu yang seperti titik bayangan kabur di
depannya. Ia tahu bahwa ia harus sampai ke titik tersebut.
"Aku berterimakasih kepada kalian semua, guru Waragang
dan Dewi Obat serta dua isteriku dan guru Padeksa serta
paman Gajah Watu, tanpa kalian mungkin aku sudah tewas
atau gila.Tetapi aku harus terus mencari pengertian itu. Kalian
jangan khawatir." Wisang Geni seharusnya merasakan Sringara dalam
pengalaman hidupnya baru ia bisa menguasai sempurna
Sringara delapan rasa itu seperti bisikan Eyang Sepuh, Glana
(Sedih), Harsa (Gembira), Syura (Berani), Prabhawa (Kekuasaan), Raga (Nafsu birahi), Kamuka (Jatuh cinta), Haju
(Keselamatan), Kapejah (Kematian).
Menyelusuri delapan rasa itu ternyata bukan hal yang
mudah. Geni melakukan kesalahan besar karena terlampau
memaksakan diri. Seharusnya delapan rasa itu ditelusuri
sambil ia menyelami asam garam kehidupan dunia. Ia nyaris
tewas karena tenaga itu berbalik menghantam otak dan
hampir merusak seluruh jaringan pikiran. Ia selamat lantaran
memiliki ilmu W iwaha. Ilmu langka ajaran pendekar Lalawa ini
sama tua dengan Garudamukha ajaran Prabu Erlangga punya
dua sisi yang sama besar pengaruhnya, sisi kekuatan untuk
bertarung dan sisi kelaki-lakian. Arti W iwaha adalah Kakawin.
Tak heran kalau Geni punya tenaga besar panas dan dingin
untuk bertarung. Selain itu Geni juga sama besar dalam hal
nafsu birahi serta keperkasaan sebagai lelaki. Ia bisa selamat
karena kecerdasan Dewi Obat, ramuan obat Waragang, dan
pengorbanan dua isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi rasa khawatir orang-orang itu timbul lagi sehabis
makan siang. Geni berlatih silat di tengah panas matahari.
Mulanya orang menganggap sebagai hal wajar ma lahan
senang karena dengan menyaksikan Geni bersilat, mereka
dapat memetik keuntungan.
Namun, ketika sampai malam hari belum juga Geni
berhenti, orang mulai khawatir. Semalaman penuh, Geni
belum juga menghentikan latihannya. Bahkan berlanjut
sampai pagi harinya. Semua orang terutama Wulan dan Sekar tidak tidur
semalaman, menemani Geni. Mereka khawatir melihat
keadaan Geni. Anehnya silat yang dima inkan Geni mirip jurus
Lemah Tulis tetapi banyak perubahan yang aneh. T etapi Geni
memainkannya dengan hebat.
Geni tidak mengutamakan kehebatan jurus atau ilmu
tenaga dalam. Ia bersilat sesuai perasaan hati Ada kalanya ia
menggeram marah dan bersilat cepat serta beringas.
Terkadang ia bersilat lambat dan tampak seperti orang
berduka. Saat berikutnya seperti sikap seorang raja yang
memiliki pengaruh. Delapan rasa dan satu aksi yang ia mainkan itu merupakan
inti permainan silatnya, inti dari Jurus Penakluk Raja yang
kesohor. Tentu saja tidak dimengerti oleh sebagian besar
murid Lemah tulis. Padeksa dan Gajah Watu menduga-duga
ilmu apa yang sedang dimainkan Geni, tetapi mereka tak bisa
menjawab. Siang hari, matahari tepat di atas kepala. Geni berhenti.
Tepat satu hari satu malam ia berlatih. Ia tertawa senang.
"Akhirnya aku dapatkan juga Jurus Penakluk Raja itu."
Ia melihat berkeliling. Ia tertawa melihat Wulan dan Sekar
duduk bersandar di tiang beranda, mata terpejam. Rupanya
semalaman tidak tidur. Tetapi tertawanya terhenti ketika
melihat semua murid memandang kepadanya. Geni kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjelaskan perjalanan dirinya mencari pencerahan ilmu silat
sudah selesai. "Kalian tak perlu cemas, aku sudah selesai
berlatih!" ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertarungan Puncak Perjalanan panjang yang melelahkan Geni sejak pencerahan ilmu Wiwaha di lembah kera dan penemuan
Prasidha telah berakhir pada hari kemarin. Resiko hampir gila
dan hampir tewas telah mewarnai perjalanannya dalam
penguasaan ilmu silat kelas utama. Dendam atas kematian
orangtuanya dan semangat membayar semua hutang darah
perguruannya membuat Wisang Geni tak pernah surut dalam
melangkah. Tujuannya jelas, ingin melunasi dendam serta
ambisi besar mengangkat kembali citra Lemah Tulis yang
sudah terpuruk selama duapuluh lima tahun.
Pencerahan ilmu silat dimulainya ketika dia menemukan
rahasia kehebatan Prasidha saat tarung lawan tiga murid
Kalayawana di Mahameru Dia berhasil menembus misteri
memahami inti falsafah jurus pusaka itu. Kalimat Parahwanta
Angentasana Dukharnawa (Hendaknya menjadi perahumu
menyeberangi lautan kesusahan) telah sempurna dipahaminya
pada saat-saat terakhir ketika nyawanya berada di ambang
maut. Jurus Prasidha itu, intinya adalah menyedot dan
menyimpan tenaga pukulan lawan lalu dikembalikan dengan
tenaga yang sama atau bahkan berlipatganda. Jika
Garudamukha mengandalkan tenaga kasar berasal dari nafsu
amarah dan kekuasaan manusia, maka Prasidha mengutamakan tenaga batin leburnya dua tenaga inti Gama
(Amarah) dan Kadharmestati yang diperoleh dari tenaga
dingin. Adanya tenaga panas dan dingin Wiwaha membuat
Prasidha makin dahsyat. Setelah menguasai Prasidha Geni mendapatkan hal baru
Bisikan Eyang Sepuh Suryajagad membuka lagi tabir ilmu s ilat
tingkat lebih tinggi. Jurus Penakluk Raja lewat delapan rasa
menuju satu aksi. Delapan Sringara menuju satu Bhava.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ia terlampau bernafsu menyelesaikan secepatnya
sesuatu yang seharusnya ditempuh dalam proses pencerahan
yang panjang melalui pengalaman asam garam kehidupan.
Nyaris saja ia celaka! Memang sebagian telah ia temukan saat tarung lawan
Malini dan Kumara. Namun ketika masuk lebih dalam
mengorek delapan rasa ia terjebak dalam pemikiran yang
njelimet, melingkar dan tak pernah putus. Pertolongan Dewi
Obat, Waragang, Sekar dan Wulan pun sebenarnya sia-sia.
Geni tidak tertolong lagi dari kegilaan dan maut. Ramuan
waragang, rencana Dewi Obat, tari K inanti dan terapi bercinta
Sekar dan Wulan pun sesungguhnya sia-sia. Geni tidak
tertolong kecuali datangnya suatu keajaiban.
Di saat kritis itulah, Eyang Sepuh Suryajagad datang
menolong. Setiap malam selama tiga malam berturutan Eyang
Sepuh hadir di samping Geni. Orangtua itu datang dengan
sembunyi Ia menggelar tenaga dalamnya yang sudah
mencapai kesempurnaan, membuat siapa saja yang berada di
dekat Geni, tertidur pulas.
Ia memijat dahi, mengurut kepala dan seluruh tubuh Geni.
"Semoga Dewa membantuku, cucuku ini adalah murid Lemah
Tulis satu-satunya yang bisa mengangkat citra perguruan, jika
dia mati, Lemah Tulis akan terkubur. Sudah tugasku si tua,
menjaga dan memeliharanya."
Kehadiran dan pertolongan Eyang Sepuh yang tersembunyi,
membuat semua orang mengira pengobatan Dewi Obat dan
Waragang berjalan sukses. Tetapi Geni samar-samar
mengetahui adanya tangan halus empuk yang mengirim
tenaga maha dahsyat menelusuri seluruh tubuh dengan
sasaran utama di bagian otak. Tenaga itu menarik dan
menghidupkan kembali tenaga Wiwaha sampai saatnya tenaga
Wiwaha bekerja normal. Orang itu pasti memiliki ilmu silat dahsyat tak terukur.
Tetapi setiap hendak membuka mata melihat siapa orangnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia gagaL Ia tak pernah tahu siapa, tetapi ia yakin dialah Eyang
Sepuh. Ketika ia sembuh, pikirannya sudah kembali norma l, ia
berpura-pura tetap mengikuti terapi pengobatan Dewi Obat
dan Waragang serta demonstrasi bercinta Sekar dan Wulan.
Tak seorang pun yang tahu.
Setelah me lewati masa kritis itu, Geni ragu-ragu
melanjutkan pendalaman Jurus Penakluk Raja, takut gagal


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berakhir kehilangan akal waras lagi. Saat itulah,
terdengar suara bisikan, "Kenapa harus takut, takut dan
berani sama saja. Jurus Penakluk Raja terlalu ampuh dan
agung sehingga pantas untuk dipelajari meskipun ada resiko
kematian di s itu." Geni tahu, itu suara Eyang Sepuh. "Jadi memang benar
yang tiap malam menolong aku adalah Eyang Sepuh." Timbul
semangat dan keberanian Geni. Ia berlatih kembali,
memainkan delapan rasa menuju satu aksi. Mulanya ia
mempersiapkan sikap jiwa delapan rasa kemudian baru
memainkan jurus-jurus Prasidha. Tahapan berikut ia berhasil
memainkan jurus Bhava berbarengan sikap jiwa delapan rasa.
Tidak ada kesulitan atau hambatan setiap ia memainkan
aksi jurus. Itulah yang disebut Jurus Penakluk Raja, ilmu dari
segala ilmu Wisang Geni bahkan tidak sadar bahwa ia kini
telah melompati tingkat kepandaian silat kelas utama.
Hari itu, suatu pagi yang cerah Geni terjaga dari tidur
lelapnya. Ia melihat dua isterinya masih tidur lelap dalam
keadaan bugil. Ia memerhatikan dua perempuan itu. Tubuh
keduanya, sama molek, sama-sama sintal. Tetapi dari wajah,
tampak Sekar lebih cantik. Geni menepuk bokong keduanya
yang langsung lompat saking terkejutnya. Geni tertawa,
sembari lari me lesat keluar rumah. Ia menemui gurunya,
Padeksa. Padeksa sedang berlatih Prasidha. Geni menanti kemudian
setelah melihat gurunya istirahat, ia menegur, "Guru, kenapa
pagi ini perguruan kita tampak sepi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebagian murid utama dan lapis kedua, dua hari lalu
sudah berangkat ke bukit Penanggungan, bersama dimas
Gajah Watu." "Oh, mereka menonton pertarungan pendekar tanah Jawa
lawan orang-orang Kuangchou itu" Guru, aku pikir, sebaiknya
aku juga pergi ke sana?"
Padeksa menatap muridnya. "Cucuku, selama kamu sakit,
ada utusan Mahameru datang mengundang kamu. Belakangan
aku mendengar bahwa mereka telah mengganti dirimu dengan
Demung Pragola. Tarung itu akan dilaksanakan pada saat
purnama bulan Aswina, tempatnya di hutan bagian selatan
bukit Penanggungan, sekarang masih ada s isa waktu tiga hari
lagi. Jika kau bergegas menunggang kuda, kau akan tiba pada
siang di hari tarung."
Sebelum Geni menjawab, terdengar suara Wulan, "Aku dan
Sekar ikut bersamamu" Dua perempuan itu sudah berada di
situ. "Guru, aku ke sana hanya sekadar nonton tarung. Aku tak
punya maksud unjuk jago." Ia menoleh ke dua isterinya. "Jadi
sebaiknya aku pergi sendiri saja."
"Geni, ajaklah isterimu. Kamu perlu ada yang menemani.
Biar aku yang menjaga perdikan ini."
Dua perempuan itu cepat berkemas dan menyediakan
kuda. Geni bertiga kemudian pamit pada Padeksa dan
sebagian murid. Mereka melecut kuda tunggangannya masing-
masing. Malam hari mereka istirahat di hutan. Mereka
menemukan tempat bermalam yang tersembunyi dan aman.
Setelah makan malam, Geni memeluk Sekar dan Wulan
menciumi dua isterinya, melucuti pakaian dan bercinta. "Kamu
sekarang sudah normal. Sudah pulih seperti biasa. Tetapi
waktu kamu masih sakit, perilakumu mengerikan. Kamu brutal
dan kasar, seluruh tubuhku sakit," bisik Sekar. "Kamu hampir
membunuh kami berdua, sepanjang malam kamu menyakiti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami. Geni, kamu tidak lagi menciumi tetapi menggigit. Kamu
lihat saja bekas gigitanmu masih ada," kata Wulan sambil
memperlihatkan bekas merah di sisi buah dadanya dekat
ketiak. Geni tertawa geli. "Kalian berteriak kesakitan?"
"Gila kamu, mana mungkin kami berteriak, malu didengar
orang!" kata Sekar sambil menindih tubuh suaminya.
Esok paginya mereka melanjutkan perjalanan. Siang hari
mereka istirahat di sebuah desa kecil. Lima orang tampak
mengawasi saat ketiganya memasuki warung makan. Salah
seorang mendekati pemilik warung. "Lelaki itu penjahat cabul
dua wanita itu tawanan dan terpaksa mengikuti kemauan
lelaki itu karena takut mati. Kami orang baik-baik ingin
menolong dua wanita itu, maka tolong kamu bantu kami
mencampur racun di dalam makanan mereka. Racun ini tidak
berbahaya, hanya membuat orang menjadi lemas tak
berdaya." Pemilik warung manggut kepala.
Saking laparnya, semua jenis makanan dipesan. Menyaksikan dua isterinya makan begitu lahap, Geni tak
sampai hati. Ia makan sekadarnya, suap demi suap. T iba-tiba
Wulan dan Sekar, hampir berbarengan memegang kerongkongan, dan mengeluarkan suara ngorok
Geni terkejut. Ia tahu ada racun dalam makanan. Karena ia
belum makan banyak racun belum menyerang dirinya. Ia
kerahkan tenaga Wiwaha aliran dingin menghentikan kerja
pencernaan kemudian tenaga panas menguras dan mendorong makanan yang masuk tadi, keluar lagi Saat
berikutnya, ia membungkuk dan memuntahkan semua isi
perutnya. Pada saat berbarengan, lima kawanan tadi menyerang
dengan berbagai macam senjata. Wulan dan Sekar sudah
rubuh dengan mulut berbusa. Geni tak ayal lagi, menjatuhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri telentang, dua tangannya menepuk punggung dua
isterinya, sementara dua kakinya menendang bangku-bangku
dan meja ke arah lawan. Tenaga Wiwaha membanjir
menerobos punggung Wulan dan Sekar berputar-putar di
perut. Lima lelaki itu terkejut, tak menyangka bahwa Geni masih
bisa memberikan perlawanan hebat meskipun sudah menelan
makanan beracun. Karena terkejut, tak menyangka, maka dua
orang kena hantaman kursi. Keduanya terjengkang dengan
kepala berdarah, sakit tetapi tidak tewas. Tiga lainnya sibuk
mengelak. Geni bergerak pesat Ia tahu racun sangat ganas dan
mematikan. Tak ada jalan lain, dia harus memilih siapa yang
dia tolong lebih dahulu, resikonyayang belakangan bisa lebih
parah. Pada saat kritis itu secara naluriah W isang Geni akan
mendahulukan perempuan yang lebih dicintainya. Pikiran dan
gerakannya spontan, dia mendahulukan Sekar. Belakangan
memang dia tahu bahwa dia sangat mencintai Sekar. Dia
menggapai tubuh Sekar, mengurut perutnya dengan tenaga
besar, satu tangan lainnya mengerahkan tenaga Wiwaha
menerbos punggung Sekar. Selang beberapa saat, dia ganti
memeluk Wulan dan melakukan penyembuhan dengan cara
yang sama Saat itu lima musuh meluruk maju, serangannya ganas.
Untung bagi Geni, kepandaian mereka bukan dari kalangan
atas, sehingga bisa diatasi. Tetapi serangan itu telah
menghambat penyembuhan Wulan. Geni menepuk punggung
Sekar, tangan lain menekan perut Wulan, kemudian
menggendong keduanya melompat menjauh. Terpisah agak
jauh dari musuhnya, dia menekan dan mengurut perut Sekar
yang langsung muntah-muntah, semua isi perutnya terkuras
keluar. Tak lama kemudian, Wulan pun muntah. Geni merasa
lega, pertolongan pertama sudah selesai. Pada tahapan itu,
nyawa dua isterinya sudah bisa diselamatkan. Geni berbalik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadap lima penjahat itu, "Siapa kalian" Aku tidak kenal
kalian, mengapa kalian memusuhi aku?"
Lima orang itu menyerang membabi-buta Salah seorang
berseru. "Kamu Wisang Geni telah membunuh guru kami, Ki
Sempani, kami harus balas dendam!"
Geni tak menanti lagi. Ia bergerak cepat mengandalkan
Waringin Sungsang dan Jurus Penakluk Raja sekadar ingin
menjajal jurus barunya itu. T etapi hasilnya luar biasa. Tolakan
dua tangan sambil memutar dan mendorong, membuat lima
penjahat itu saling hantam satu sama lain. Dua orang tewas
oleh senjata kawinnya, tiga lainnya luka parah. Mereka
memandang Geni dengan mata mendclong, tak percaya. "Ilmu
siluman!" kata yang seorang.
Tadinya ia sangat marah, tetapi belakangan ia merasa
kasihan. "Kalian membalas dendam kematian gurumu, itu
perbuatan lelaki sejati, tak peduli jahat atau buruk
kelakuanmu. Kamu pergilah! Lupakan dendam kalian!
Percuma, dendam tak akan pernah selesai. Pergilah, bawa
serta mayat temanmu!" Orang itu kabur.
Setelah mencari keliling, Geni menemukan si pemilik
warung sedang bersembunyi ketakutan. Geni memanggil
berulangkali dengan seruan marah. Pemilik warung muncul
dengan ketakutan. Ia menyembah minta ampun. Geni
membentak, "Cepat kamu ambil tuak yang banyak!"
Geni memaksa dua isterinya membuka mulut. Ia menuang
tuak ke mulut. Hampir empat tabung, masuk kerongkongan
Wulan dan Sekar. Ia mendudukkan mereka, kemudian dua
tangannya menempel di punggung dan mulai mengurut
disertai pengerahan tenaga dalam. Tenaga panas yang
disalurkan, membuat dua isterinya merintih kesakitan. Isi
perut macam dibakar. Tak lama keduanya muntah lagi,
memuntahkan air tuak yang berbusa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat dua isterinya masih lemah, Geni memutuskan
menunda perjalanan. Pemilik warung yang merasa bersalah
namun tidak mendapat hukuman, menebus kesalahannya
dengan menyediakan kamar di rumahnya sendiri untuk tiga
orang itu menginap. Semalaman Geni bergantian menyembuhkan Sekar dan
Wulan. Menjelang fajar, ia istirahat, tidur. Dua perempuan itu
memandang sang suami dengan penuh rasa cinta dan
terimakasih. Keduanya memijit tubuh dan kaki Geni yang tidur
pulas. Esok harinya, ketika matahari sudah di atas kepala, mereka
melanjutkan perjalanan. Tetapi perjalanan tak bisa cepat
karena tubuh Wulan dan Sekar masih lemas. Untuk mengejar
waktu yang terbuang, mereka nginap di hutan. Keesokan hari,
melihat kondisi tubuh kedua istrinya membaik, Geni
memaksakan perjalanan cepat. Siangnya mereka tiba di
selatan bukit Penanggungan.
Geni takjub melihat suasana di bukit itu. Di tengah
kerilmunan penonton, sebuah panggung raksasa berdiri
dengan megahnya. Di atas panggung dua sosok bayangan
sedang bertempur sengit. Begitu banyak penonton, tapi
anehnya suasana justru sangat sepi. Geni bertiga terlambat,
karena pertarungan sudah tiba pada partai terakhir. Ketiganya
berdesakan maju mendekati panggung. Mereka berdiri di
antara murid-murid Mahameru. Di atas panggung Geni melihat
pendeta Macukunda sedang tarung sengit dengan seorang
lelaki kurus. Ketua Mahameru memainkan tasbih menghadapi
serangan dahsyat sepasang golok.
Mencari-cari wajah yang dia kenal, Geni gembira mengenali
Ki Antasena, saudara seperguruan Macukunda. Geni menegur
ramah. Ki Antasena melihat dengan sinar mata aneh,
kemudian mengalih pandangan ke atas panggung. Geni
mengikuti pandangan Ki Antasena. Di panggung pertarungan,
Macukunda terdesak. Senjata tasbih yang memainkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duapuluh satu jurus ilmu andalan Mahameru, Brahmanagrha,
ternyata tak mampu membendung permainan sepasang golok
lawan. Geni mendengar bunyi napas Macukunda sudah ibarat
dengus kuda yang habis berlari jauh.
Suasana yang begitu suny i dan lenggang membuat dengus
napas ketua Mahameru terdengar lebih jelas. Lelaki yang jadi
lawannya, seorang tua dengan jenggot dan kumis putih bagai
salju tertawa terbahak-bahak. Lelaki itu memutar golok
semakin gencar. Geni melihat keadaan sudah semakin berbahaya. Sesaat
lagi Macukunda akan roboh. Saat itu Geni mendengar keluhan
seorang perempuan yang suaranya seperti ia kenal. "Begitu
Macukunda roboh, habis sudah nama besar tanah Jawa."
Wisang Geni berpikir sesaat. Ia bertanya kepada
perempuan itu yang ternyata Rorowangi, kekasih Setawastra.
"Apa maksudmu, oh kamu adik Rorowangi, apa maksudmu
nama tanah Jawa habis?"
Rorowangi terkejut melihat Wisang Geni, "Oh kamu Ki
Wisang Geni, kau sudah sembuh, syukurlah! Kau baru datang
rupanya, jago-jago kita sudah kalah semua, harapan tinggal
pada pendeta Macukunda. Tapi lihatlah sendiri, apa masih ada
harapan?" Tadi sebelum Geni tiba, sudah diselesaikan empat
pertarungan. Kok Bun satu-satunya jago pihak lawan yang
kalah, ia dikalahkan Ki Antaboga. Jago-jago Kuangchou
lainnya menang meski pun lewat keunggulan tipis.
Pak Beng mengalahkan dua lawan beruntun, Antaboga dan
Sang Pamegat. Kemudian Liong Kam mengalahkan Demung
Pragola. Jago nomor satu Kuangchou, Sam Hong mengalahkan pendekar Merapi, Ki Sagotra dalam pertarungan


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang paling seru. Dan kini yang sedang dihadapi pendeta
Macukunda adalah jago nomor dua Cina, Sin Thong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni menoleh memandang Sekar dan Wulan yang ikut
mendengar penuturan Rorowangi. Geni seperti bisa membaca
pikiran Wulan. Pikiran yang sama seperti apa yang ia pikirkan. Ia tak bisa
berdiam diri, karena bagaimanapun juga hal ini menyangkut
gengsi tanah Jawa. T ak sabar lagi, Wisang Geni melompat ke
atas panggung dengan menggunakan jurus Paghasa dari
Waringin Sungsang. Begitu mendekat panggung pertarungan, Geni mengibas
dua tangannya. Satu mengarah ke dada Sin Thong. Satunya
lagi ke pendeta Macukunda. Gebrakan tiba-tiba oleh Geni
mendatangkan kegaduhan di kalangan penonton. Macukunda
dan Sin Thong yang sedang memusatkan perhatian, merasa
ada serangan angin keras yang mendorong mereka surut
beberapa langkah. Sin Thong berteriak marah. Ia memaki dalam bahasa Cina.
Wisang Geni tidak mengerti. Tetapi tiba-tiba timbul humornya,
ia membalas dengan meniru perkataan Sin T hong dalam logat
Jawa yang kental! Suasana penonton yang tadi begitu sunyi karena merasa
prihatin atas kekalahan jago-jago negeri sendiri, berobah
gaduh. Mereka yang pernah hadir di Mahameru dan Tajinan
menyaksikan sepak terjang Geni, kontan berseru, "Itu Wisang
Geni!" Dua bulan belakangan ini nama Wisang Geni berkibar di
dunia kependekaran, dia dikenal hampir semua pendekar silat.
Kemenangan atas Kalayawana dan sepasang pendekar India
memang pantas jadi bahan kekaguman orang. Kemarin pun
namanya disebut-sebut berkaitan kabar yang mengatakan ia
gila lantaran melatih ilmu sesat.
Sin Thong memandang Wisang Geni dengan amarah luar
biasa. Ia memaki dalam bahasa Cina. Geni tertawa dingin,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
balas memaki dengan meniru ucapan Sin Thong. Amarah Sin
Thong memuncak. Dari gebrakan Geni tadi, Sin Thong tahu lawannya berilmu
tinggi Itu sebabnya sambil memaki, Sin Thong menyerang
sengit. Sepasang goloknya, mengarah empatbelas jalan darah
Geni. Melihat lawan begitu telengas, Geni segera mengerahkan jurus Sikepdehak yang inti gerakannya adalah
tangkap dan dorong. Geni seperti menyampok punggung golok dan mendorongnya ke sisi berlawanan, gerakan itu dilakukan
seperti tidak menggunakan tenaga, namun hasilnya luar biasa.
Sepasang golok lawan sa ling beradu dan Sin T hong terdorong
surut dua langkah. Pada saat itu melayang dua sosok tubuh ke atas panggung.
Geni mengenal yang wanita, yakni Me i Hwa, yang sekarang
sudah menjadi isteri Manjangan Puguh, gurunya. Seorang lagi,
lelaki kurus jangkung berusia sekitar limapuluhan. Lelaki itu
menuding Macukunda dan berkata setengah teriak dengan
logat Cina yang patah-patah. Rupanya ia sedikit gagu Mei
Hwa menerjemahkan, "beginikah jago tanah jawa
bertanding, kalian sudah kalah, lantas mau sengaja
mengacau, hayo cepat mengaku kalah!"
Wisang Geni balas membentak, "Siapa kau, berani
mengatakan tanah Jawa kalah. Aku belum bertanding
bagaimana bisa kalah?"
"Aku, Sam Hong dari partai Whu Than, aku pemimpin
rombongan Kuangchou ini. Kau pura-pura tidak tahu atau
memang matamu tidak melihat semua jago tanah Jawa sudah
kalah!" Mei Hwa sibuk menerjemahkan dari bahasa Cina ke
Jawa dan juga sebaliknya dari bahasa Jawa ke bahasa Cina.
"Tidak bisa! Aku belum bertanding, tak bisa dikatakan
tanah Jawa kalah! Kalau kalian sudah kalahkan aku, baru
boleh temberang dan tepuk dada."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu siapa, kita sudah membuat aturan sebelum
pertarungan dimulai, yaitu masing-masing kubu diwakili lima
pendekar. Siapa yang menang paling akhir, dia yang keluar
sebagai pemenang. Jago kalian sudah kalah semua. Apalagi
yang mau dibicarakan!"
Wisang Geni tahu bahwa ia harus memancing kemarahan
orang-orang Kuangchou agar mau membuka pertarungan lagi.
Karena ia yakin dengan pengendalian Jurus Penakluk Raja ia
akan mampu menghadapi siapa saja di pihak lawan. Kalaupun
kalah, ia tak akan kecewa karena sudah berusaha. Lagipula
inilah kesempatan bagus mengangkat kembali citra dan
kebesaran nama Lemah Tulis.
"Hei, goblok! Aku adalah salah satu peserta yang menang
di puncak Mahameru jadi aku berhak tarung dengan kalian.
Lagipula pendeta Macukunda belum kalah, jadi layak saja jika
aku maju menggantikan beliau."
Ketika itu Mei Hwa berbisik-bisik pada Sam Hong. Sebelum
dia mengatakan sesuatu, Geni telah mendahuluinya. "Ya,
bagus, Mei Hwa, kau seorang juru bahasa yang pintar.
Katakan pada ketua partaimu itu, bahwa aku punya ilmu
sangat tinggi. Aku adalah jagonya jago, jadi kalau dia takut
suruh saja dia pulang ke Cina dan bertapa di puncak gunung!"
Sam Hong berkata dengan nada hormat. "Rupanya tuan
seorang ketua partai besar, tapi kenapa tuan tidak menepati
janji. Tuan datang terlambat sehingga tempat tuan diberikan
kepada teman pendekar lain."
Wisang Geni terdesak. Tapi ia tak mau kalah. Ia menyahut
sembarangan. "Siapa bilang aku terlambat, lihat aku berdiri di
sini, sekarang aku ambil kembali jatahku, tidak salah kan"
Lagipula semua ini salahmu, kenapa kamu tentukan hari
pertarungan pada hari perkawinanku. Aku terpaksa kawin
dulu, baru datang ke sini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benarkah, tuan merayakan pernikahan dulu" Aku ucapkan
selamat, tapi mana isteri tuan apakah tuan bawa serta?"
Saat itu juga Wulan dan Sekar melambungkan tubuh dan
salto ke atas panggung. "Kenapa apa ketua partai Whu T hang
tak percaya pada omongan suamiku?" kata Wulan.
Sam Hong berulang-ulang memberi selamat dengan
menjura. "Oh dua perempuan ini isteri kamu. Tetapi sayang
aku tetap tak percaya omong kosong ini. Lagipula jika benar,
perkawinan ini tak ada hubungannya dengan pertarungan.
Aturan tetap aturan, tanah Jawa sudah kalah, habis perkara."
Kini Wisang Geni benar-benar naik pitam. "Hei, kau dan
kawanmu cepat pergi dari sini, sebelum hidung kalian
kupindahkan ke pantat atau kaki kalian kupindahkan ke
telinga. Kau tahu, kalian tak punya keberanian menghadapi
aku, bilang saja takut dan berlutut di depanku, baru aku beri
ampun!" Sepasang mata Sam Hong berkilat. Ia marah. T iba-tiba Sin
Thong menghampiri Sam Hong dan bicara dalam bahasa Cina.
Selang sesaat, Sam Hong berkata kepada Wisang Geni dan
juga ditujukan kepada semua penonton.
"Baik, karena pendekar Wisang Geni mendesak, maka kami
akan bertarung dengan dia. Tapi kalian harus janji, setelah dia
kalah tak boleh ada lagi yang menantang kami. Kalau kalian
sepakat baru kami siap!"
Semua penonton menjawab serempak "Setuju!"
Sam Hong segera melompat turun bersama Mei Hwa diikuti
pendeta Macukunda, Wulan dan Sekar. Tinggal W isang Geni
dan Sin Thong yang akan tarung.
Sin Thong memberi hormat, "Silahkan tuan mengambil
senjata!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni tertawa keras, sengaja pamer tertawa dari
lembah kera kemudian menjawab, "Maaf, aku tak pernah
pakai senjata!" Tanpa sungkan Sin Thong menyerang sengit. Ia memutar
sepasang goloknya bagai titiran dan menyerang semua jalan
darah kematian. Geni menyambut dengan tertawa dingin.
Terlihat ia seperti orang bersedih hati, tangannya ditopang ke
dagu, dua kakinya seperti berjalan gontai, tangannya yang
lain mendorong ke depan. Percuma memutar goloknya dengan gencar, ada tenaga
besar yang membuat Sin Thong terpukul mundur. Pendekar
Kuangchou ini terkejut, ilmu apa itu dan betapa besar tenaga
yang dikeluarkan Geni Tetapi pendekar cina ini tak mengendurkan serangan,
dalam sepuluh jurus ia sudah mengurung Geni rapat rapat.
Terlihat kilat putaran golok di sekeliling tubuh Geni. Tetapi
jangankan mengena telak, menyentuh kulit Geni saja tak bisa.
Pendekar Lemah Tulis itu tak terjamah.
Geni me lihat dan mencari kelemahan lawan. Ia merasa
sudah cukup berlaku kendur, ia harus secepatnya menyelesaikan tarung pertama ini. Masih ada beberapa tarung
lain yang akan dilaluinya. Segera ia rciainkan jurus Prasada
Atishasha (Menara sangat tinggi) dari Prasidha dengan
perasaan Prabhawa. Inilah Jurus Penakluk Raja, ilmu dari
segala ilmu. Kekuasaan atau sikap Prabhawa yang melapis jurus
Prasada Atishasha yang merupakan penampilan Jurus
Penakluk Raja itu berhasil membuat sepasang golok Sin Thong
mental ke udara, tangan Geni terus melaju menerobos
pertahanan dan menggedor pundak lawan. Pendekar Cina itu
terpental keluar panggung. Dua goloknya jatuh persis di
tangan Geni yang segera menekuk patah menjadi delapan
potong. Sin Thong berdiri gontai, muntah darah kemudian
terduduk lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni seperti tak peduli keadaan sekeliling, ia
memandang ke arah Sam Hong dengan pandangan menghina.
Sam Hong merasa darahnya mendidih. Tapi sebelum ia
melompat, Pak Beng melompat duluan. Tanpa basa basi, Pak
Beng segera menyerang dengan tangan kosong. Ia terkenal
dengan pukulan racun dingin. Antaboga dan Sang Pamegat
yang kena hajar tangan dinginnya masih saja menggigil
sampai sekarang. Wisang Geni tersenyum dan berseru dengan
nada sinis, "Kau pamer tenaga dingin di daerah panas, baik
aku mau lihat mana lebih dingin tenagamu atau tenagaku?"
Sambil berkata demikian, Geni me lontar pukulan dengan
Jurus Penakluk Raja dengan aksi jurus Nanawidha dari Bang
Bang Alum Alum dan rasa sikap hayu (Keselamatan).
Hebatnya Jurus Penakluk Raja adalah rasa diambil dari
delapan sikap jiwa sementara bhava atau aksi tidak harus dari
Prasidha tapi bisa dengan jurus apa saja.
Mei Hwa masih saja rajin menerjemahkan semua
percakapan di atas panggung. Mendengar Geni mau adu
tenaga pukulan dingin, diam-diam Pak Beng merasa senang.
Ia yakin, sekali hantam Geni akan rubuh! Sebab tenaga
dinginnya ini yang dilatih di puncak gunung bersalju selama ini
tak pernah tertandingi. Di daratan Cina hampir tak ada
pendekar yang berani adu tenaga dingin dengannya.
Terdengar benturan tenaga, keras lawan keras. Hawa
dingin menyambar ke mana-mana, penonton di bawah
panggung merasa kedinginan, hampir beku. Beberapa
benturan tenaga pukulan menyusul. Wisang Geni menggelar
Jurus Penakluk Raja dengan Sringara sikap Syura (Berani)
dengan menggabung empat jurus Nanawidha, Gora Andaka,
Kinabasang, hokamandala semuanya dari Bang Bang Alum
Alum. Tujuh kali terjadi benturan tenaga, Geni tetap berdiri
tegar. Pak Beng juga berdiri, hanya mendadak tubuhnya
menggigil hebat. Pak Beng roboh dengan wajah keabu-abuan,
bibirnya pucat dengan tubuh gemetaran hebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penonton bersorak riuh. Wajah semua anggota tamu pucat
pasi. Tidak bisa tidak, kini Sam Hong harus maju meski dalam
hati ia agak gentar. Tetapi ini masalah gengsi, lebih baik mati
daripada menanggung malu. Sam Hong meloncat ke
panggung. Ia berseru, suaranya menggema. Mei Hwa
menerjemahkan. "Ketua Lemah Tulis ternyata seorang
pendekar dengan ilmu kepandaian hebat, aku kagum
dibuatnya. T erpaksa aku harus mencoba unjuk kepandaianku
yang tak seberapa ini".
Wisang Geni menatap lawannya ini, yang merupakan
pendekar kenamaan Cina dan juga kepala rombongan. Ia
melihat ke dalam mata lawannya. Mata lawannya itu bening,
jernih dan berbinar-binar. Itu tanda bahwa Sam Hong memiliki
tenaga dalam hebat yang tak terukur. Karenanya Geni tak
mau meremehkan lawannya ini. Diam-diam ia menebak
lawannya pasti lebih tangguh dan lebih lihai dibanding Sin
Thong ataupun Pak Beng. Sam Hong bertanya yang diterjemahkan Mei Hwa. "Aku
akan menanti di bawah panggung, sampai pendekar Wisang
Geni merasa sudah cukup beristirahat, karena aku tak mau
mengambil keuntungan dari keadaan tuan yang letih."
Dengan nada angkuh dan sikap jumawa Wisang Geni
menegaskan ia tak perlu istirahat. "Tadi itu, aku hanya
melakukan pemanasan saja, karena aku tahu bakal
menghadapi pendekar hebat dari Cina yang bernama Sam
Hong. Nah silahkan tuan memulai!"
Pertarungan tak terelakkan, keduanya berlaga dengan
tangan kosong. Sam Hong dengan delapanbelas jurus Naga
Membalik Bumi diladeni Geni yang memainkan Jurus Penakluk
Raja namun kini dengan jurus-jurus dari Garudamukha
Prasidha yakni Sikbwiriya

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(Cintaku kepadanya), Sanakanilamatra (Sebesar angin terkecil), Agniwisa (Pijar api),
Silmujugtundaghata (Menukik ke bawah), Prasada Atishasha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(Menara tinggi bukan ma in), Akwamatyana (Biarlah aku
membunuh) dan Kacakrawartyan (Penguasaan dunia).
Tujuh jurus Prasidha yang diulang dua kali putaran tak
membuat Sam Hong kesulitan. Sepertinya Geni merasa tenaga
menghisap dari Prasidha ternyata tidak berarti apa-apa bagi
Sam Hong. Pertarungan dari saat ke saat semakin seru. Sam
Hong benar-benar seorang jago sejati Ilmu Naga Membalik
Bumi merupakan gabungan tenaga keras dan lunak, panas
dan dingin. Wisang Geni kewalahan, ilmu Prasidha dan yang
diikuti Bang Bang Alum Alum tak berdaya mengimbangi
kekuatan lawan. Sam Hong benar-benar tangguh, jurus-jurusnya penuh
perubahan yang membingungkan disertai penggunaan tenaga
dalam hebat. Geni sekarang mengerti mengapa pendekar
Merapi, Sagotra, dikalahkan pendekar kelas wahid Wu Than
ini. Pada jurus limapuluh, tamparan keras Sam Hong
menerobos dan menggenjot dada dan pundak Geni.
Geni sempat menangkis sehingga pukulan itu tidak
mengena telak dan tenaga pukulan juga sudah hilang lebih
dari separuh. Kendali demikian, Geni merasa darahnya
bergolak hebat, nyaris ia memuntahkan darah. Sam Hong tahu
lawannya terluka, maka ia tak mau memberi kesempatan. Ia
menyerang gencar dan telengas. Ia tak peduli soal mati hidup
lagi. Dia ingin menang, agar kematian putranya bisa
terungkap. Sesuai perjanjian jika tanah Jawa kalah maka
seluruh pendekar tanah Jawa harus mencari dan menemukan
pembunuh putra Sam Hong itu.
Wisang Geni terdesak, saat itu Sam Hong memukul dari
dua arah berlawanan, gerakan menggunting yang banyak
kembangan tipu, jurus Naga Langit Mengawini Naga Bumi,
salah satu jurus paling hebat dan ganas dari ilmuNagaMembalik Bumi. Geni dalam bahaya. Tenaga
dalamnya masih belum teratur akibat pukulan Sam Hong yang
cukup keras itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia tak punya jalan keluar. Sebab ia tahu begitu menangkis
maka serangan kaki Sam Hong akan lebih mengancam lagi. Ia
bisa membaca itu dari pasangan kuda-kuda Sam Hong. Ini
soal mati dan hidup! T idak ayal lagi, Geni menggelar Waringin
Sungsang dengan sikap Harsa (Gembira). Pukulan Sam Hong
jatuh di tempat kosong, Geni melejit mundur. Sam Hong
memburu, "Mau lari ke mana kamu" Katanya dalam bahasa
Cina. Geni me lejit mundur memutari panggung, Sam Hong
mengejar dengan pukulan-pukulan mematikan. Tetapi berkat
ilmu ringan tubuh Geni yang sangat mumpuni, Sam Hong tak
mampu mengejarnya. Karuan membuat pendekar Cina ini
semakin marah. Dalam beberapa saat itu, memanfaatkan waktu kejar-
kejaran tadi, Geni berhasil menghimpun kembali tenaga
Wiwaha meskipun dada dan pundaknya masih sakit. Merasa
sudah cukup menghindar dan merasa tenaganya sudah mulai
teratur, Geni kembali bertarung dalam jarak dekat.
Tetapi jurus-jurus aneh dari Naga Membalik Bumi kembali
unjuk keunggulan. Beberapa kali ancaman itu nyaris menerpa
tubuh Geni. Pertarungan memasuki jurus limapuluhan dan
Wisang Geni masih saja terdesak. Suatu ketika Sam Hong
menghantam dengan jurus dahsyat Ekor Naga Menghentak
Bumi. Tenaganya penuh, tampaknya Sam Hong ingin adu
pukulan karena ia memang mengandalkan jurus ampuhnya
itu. Wisang Geni tak ingin terus berlari. Ia ingin menyudahi
tarung secepatnya. Karenanya ia kerahkan rasa Kapejah,
perasaan seseorang waktu hendak mati. Dan Bahva yang ia
pilih adalah jurus Akwamatyana dari Garudamukha Prasidha
(Biarlah aku mati atau kau yang mati).
"Plaak, plaak, plaak! Plaak, plaak, plak! Dess, dess, desss!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sembilan kali benturan tangan dan kaki, menimbulkan
suara keras. Penonton di bawah panggung merasakan
kesiuran angin panas dan dingin. Untuk pertama kalinya sejak
menguasai ilmu silat tingkat tinggi, baru hari ini Geni
menemukan tandingan. Tenaga Sam Hong sesungguhnya
masih di bawah kekuatan Wiwaha namun jurus Naga
pendekar Cina itu bisa membuat tenaga pukulannya ibarat
gelombang. Adu pukulan itu menimbulkan akibat pada kedua pendekar.
Geni merasa darahnya meluap kemudian mereda, dadanya
merasa ngilu, dua lututnya bergetar hebat. Tubuhnya oleng,
hampir jatuh. Mata jeli Geni sempat melihat keadaan Sam
Hong. Tampak mata Sam Hong melotot, tubuhnya bergetar hebat.
Ia jatuh terduduk dengan posisi menghadap Geni. Mendadak
dua kepalan tangan Sam Hong bergerak putar ke atas
kemudian turun mengarah kepala sendiri. Sam Hong hendak
bunuh diri! Wisang Geni berteriak, "Jangan", sambil ia
melayang ke arah Sam Hong. Ia berupaya hendak menahan
tangan Sam Hong, mencegah pendekar Cina itu bunuh diri.
Ternyata tidak, Sam Hong merancang strategi tipuan. Jika
Geni tidak berupaya menolong, paling tidak Geni akan
terkejut. Saat itulah gerak tangan itu akan berubah menjadi
jurus Lidah Api Naga Bumi Menelan Korban menghantam
kepala dan dada lawan. Jika Geni bergerak maju hendak menolong, maka jurus itu
akan lebih mudah mengenai sasaran. Dan sudah pasti akan
menelan korban. Geni bakal kena hantaman! Sam Hong
terpaksa memainkan akal bulus ini, meski di dalam hati ia
merasa malu dan risih. Bagi seorang pendekar garis lurus,
menciderai lawan dengan cara membokong dan berlaku
curang adalah suatu aib tersendiri.
Memang itulah yang terjadi! Geni bergerak maju hendak
menolong. Geni melakukan itu tanpa persiapan dan tidak tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa di balik tipuan itu, ia akan diserang dengan jurus
mematikan. Sam Hong berteriak gembira. Begitu Geni berada di
depannya, dua tangan yang mengarah kepala sendiri itu
berubah arah, memutar di atas kepala dan menghantam dada
Geni. Tenaganya penuh, Sam Hong telah menguras seluruh
tenaganya disalurkan dalam jurus maut itu. Jarak sangat
dekat, Geni tak punya peluang menghindar. Semangat Geni
terbang. "Matilah aku!"
Di saat-saat terakhir itu, Geni pasrah secara mutlak! Mati
sekarang atau mati besok sama saja, selamat tinggal dunia,
selamat tinggal Wulan dan Sekar, isteri dan kekasihku! Secara
naluriah sikapnya Sringara adalah Kapejah kematian dan
Kemuka cinta. Ia pasrah mati, tetapi dalam keadaan mencintai
dua kekasihnya. Namun sebagai manusia yang ingin hidup,
tanpa sadar ia menarik dua bahunya merapat ke dada sambil
dua tangannya berdekap melindungi dada sekaligus
memainkan Bhava jurus Sikhmriya (Cintaku kepadanya) dari
Garudamukha Prasidha. "Desss, desss, desss, dess!"
Terdengar suara bentrokan tenaga. Dua tangan Sam Hong
membentur dua tangan Geni yang melindungi dada. Saat
berikut Sikhmriya beraksi, satu tangan tetap menahan dua
tangan lawan, tangan lainnya diangkat ke atas, berputar dan
mendorong ke depan. Tangannya telak menghantam dada
Sam Hong, sambil ia berseru, "Kalau pun harus mati, maka
kita mati berdua!" Semua penonton menahan napas. Wisang Geni terlempar
ke belakang sambil memuntahkan darah segar.
Sam Hong tak bersuara lagi, dadanya melesak ke dalam,
tulang-tulangnya patah. Ia tewas di tempat. Tragis, seorang
pendekar kenamaan dari daratan Cina, tewas secara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memilukan di bukit Penanggungan. Berita ini bakal
menggegerkan dunia persilatan di daratan Cina.
Pada saat itu beberapa bayangan melompat ke atas
panggung. Wulan dan Sekar segera merangkul suaminya.
Wulan memangku kepala, Sekar memeluk tubuhnya. Dua
perempuan cantik itu berseru dengan tangis, "Geni, jangan
mati!" Manjangan Puguh dan Gajah Waiu berjaga-jaga di sisi Geni.
Saat berikutnya Geni membuka mata. "Aku masih hidup.
Bagaimana dengan Sam Hong?" Ia memaksa diri duduk
dengan dibantu dua isterinya. Ia melihat beberapa pendekar
Cina memegang dan menggotong mayat Sam Hong.
Manjangan Puguh berkata lirih, "Sam Hong mati!" Ia
memegang lengan Me i Hwa, isterinya Perempuan Cina itu
bersandar di pundak suam inya Ada warna duka dalam wajah
Mei Hwa Ia sudah pamit tadi sebelum pertarungan, bahwa ia
tak akan kembali ke Cina karena mengikuti suaminya,
Manjangan Puguh. Berita ini juga akan membuat ibu Mei Hwa,
seorang pendekar kenamaan Sian Hwa, Dewi Pedang Gurun
Gobi bersedih. "Geni bagaimana lukamu?" Sekar bertanya dengan suara
gemetar saking tegang memikirkan keselamatan kekasihnya.
Tanpa mendengar jawaban Geni, sebenarnya ia menyadari
luka suaminya cukup parah.
"Aku tak apa-apa. Luka ini memang cukup parah, aku perlu
waktu satu bulan untuk sembuh" Geni memandang wajah dua
isterinya yang tampak sayu dan bersimbah airmata "Jikalau
saja tadi aku tidak mengingat kalian berdua, mengingat cinta
kalian padaku dan merasakan cintaku pada kalian, mungkin
aku sudah mati sekarang ini!" Dua perempuan itu tak
mengerti apa hubungannya cinta dengan pertarungan mati
hidup tadi, tetapi keduanya diam dan hanya manggut saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni me lanjutkan, "Tetapi Sam Hong, sungguh kasihan,
harus mati seperti itu. Aku heran mengapa ia mengambil jalan
pintas dan nekad. Ia memojokkan aku, serangannya itu cuma
aku atau dia yang hidup. Salah seorang harus mati! Bagiku tak
ada pilihan lagipula jurusku itu keluar begitu saja untuk
menyelamatkan diri meski sebenarnya aku sudah pasrah mati,
bagiku mati sekarang atau mati besok, sama saja, mati dan
hidup pun, sama saja!"
Wulan memotong, "Geni, jangan bicara terus. Kau perlu
merawat lukamu!" Saat itu matahari senja tenggelam Semua orang sudah
bubar turun gunung. Pendeta Macukunda dan para pendekar
lain, memberi selamat dan terimakasih kepada Geni yang telah
menyelamatkan gengsi tanah Jawa "Ki Wisang Geni, kamu
sekarang sudah pantas disebut Pendekar Tanah Jawa.
Memang masih banyak pendekar lain yang barangkali berilmu
lebih tinggi dari kamu, tetapi gebrakanmu tadi telah
menyelamatkan kita semua, aku beri kamu gelar Pendekar
Tanah Jawa, dan siapa orang yang tak setuju usulku ini boleh
berhadapan dengan Mahameru!"
Geni membalas hormat para pendekar. "Jangan paman
pendeta memberi aku gelar itu, aku belurn pantas
menerimanya!" Semua pendekar menyatakan setuju. Pendekar Merapi
Sagotra, Nyi Pancasona, Grajagan, Manjangan Puguh, Gajah
Watu, Dewi Obat, Sang Pamegat menyambut baik gelar yang
memang pantas diberikan kepada Geni mengingat jasanya
yang besar. Kemudian satu per satu mereka bubar turun
gunung. Wisang Geni dipapah dua isterinya. Ia memegang tangan
Wulan dan Sekar. "Kalian berdua takut aku mati kenapa?"
Mendadak tubuh Wisang Geni menggigil. Luka dalam
membuat ia lemah, karenanya ia tak tahan angin dingin yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba berhembus dengan kerasnya. Ia memaksa duduk sila,
semedi dengan memejamkan mata. Tetapi tak ada gunanya,
ia tetap menggigil kedinginan. Wulan dan Sekar menggandeng
lengan Geni memasuki desa dekat lereng gunung.
Mereka menemukan sebuah rumah penduduk yang
bersedia disewa. Wulan dan Sekar memeluk untuk
menghangatkan tubuh kekasihnya. Geni berbisik, "Aku
memang luka dalam, tetapi aku masih kuat memberi kalian
berdua kepuasan seperti biasa." Tiga insan itu tertawa geli.
Saat berikut Geni tak lagi merasa dingin.
Esok paginya seharian, Wisang Geni semedi mengatur
kembali tenaga W iwaha yang sudah semrawut berkeliaran tak
teratur di seluruh tubuhnya. Ia tahu, kalau saja tak pernah
berlatih Wiwaha nama Wisang Geni saat ini sudah terkubur.
"Terimakasih guru Lalawa. Kamu sudah lama mati, tapi kamu
telah memberi kehidupan pada muridmu yang paling
beruntung ini!" Tujuh hari mereka tinggal di desa. Malam hari mereka
bercinta, siang hari Geni semedi menyembuhkan luka
dalamnya. Di hari pertama Geni mengajari dua kekasihnya
mencari rumput dan akar pohon untuk ramuan. Mendadak
saja di hari kedelapan muncul Lembu Agra di depan rumah. Ia
didampingi empat orang anak buahnya dari perguruan
Turangga. Lembu Agra tertawa keras, "Ha, ha, ha, mau lari ke mana
kamu Wisang Geni, kamu tak pernah menyangka aku bisa
menemukan kamu di sini. Kamu hebat bisa mengalahkan
orang-orang Cina itu, tetapi kamu sekarang luka parah, kamu
tak berdaya." Geni tak pernah menyangka bakal ada kejadian seperti ini.
Dia menyesal meminta Manjangan Puguh dan teman-teman
lain pergi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikirnya wakiu itu dia ingin menyendiri bertiga isterinya.
Sekarang Jia

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lak berdaya, jangankan Lembu Agra,
menghadapi penjahat kelas teri pun sekarang ini ia tak
sanggup. "Kau memang tak punya malu!"
Wulan dan Sekar pasang kuda-kuda di samping suaminya.
Wulan memaki, "Kamu mau apa ke sini?"
"Sudah tentu membunuh Wisang Geni. Tetapi sebelum itu
aku ingin melihat penderitaannya. Aku akan memperkosa
kamu berdua di depan matanya.
Nah, bagaimana pendapatmu?" "Kamu memang bejat, pengkhianat busuk, aku akan adu
jiwa denganmu!" Wulan hendak menyerang, tetapi tangan
Sekar memegang erat lengannya. "Tahan dulu, mbak. Dia
sengaja memancing amarah kita."
Seorang nenek tua, tubuhnya agak bungkuk, rambut putih
seluruhnya, dengan tongkat sapu lidi di tangan, mendekat.
"Jangan, jangan berkelahi di s ini, rumah ini nanti roboh!"
Tetapi mana mau Lembu Agra menuruti omongan si nenek.
Ia membentak si nenek, "Diam kamu tua bangkotan, cepat
kamu minggir!" Nenek tua itu ketakutan dan melangkah terseok-seok
keluar ke pekarangan. Lembu Agra berkata kepada anak buahnya, "Jangan bunuh
Wisang Geni, biarkan dia hidup beberapa saat lagi sampai aku
selesai bercinta dengan dua isterinya yang montok"
Empat murid Turangga menyerang Sekar dan Wulan.
Sedang Lembu Agra menyerang Wisang Geni. Saking
terkejutnya Sekar dan Wulan berseru, "Bangsat pengecut!"
Tetapi dua perempuan ini tak mampu melepaskan diri dari
keroyokan empat lawannya yang juga memiliki ilmu silat kelas
atas. Wulan mengandalkan Garudamukha Prasidha menyerang
gencar dengan jurus Agniwisa (Bisa api) dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak Harimau 10 Suro Bodong 12 Geger Pusaka Matsuri Wasiat Dewa 1
^