Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 6

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 6


Wulan dan Sekar, tampaknya paling panik di kubu Lemah
Tulis. Begitu juga Padeksa, Manjangan Puguh, Waning Hyun
dan rombongannya. Geni tampaknya bertarung tidak wajar.
Ada sesuatu yang mengganggu pikiran lelaki itu. Apa itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan melihat-lihat ke sekeliling. Matanya menetap di
tenda Kalayawana. Ia melihat iblis tua itu sedang
memejamkan mata dengan duduk bersila. Wulan berbisik
pada Manjangan Puguh yang duduk di sampingnya. "Kakang,
kau lihat Kalayawana! Aku yakin ia sedang mengirim ilmu
jarak jauh untuk mengacau pikiran Geni. Seperti kecurangan
yang ia lakukan kepada Sindu pendekar Ujung Pangkah itu."
Bukan saja Wulan dan Manjangan Puguh, tetapi Padeksa,
Gajah Watu dan rombongan Ranggawuni juga bisa membaca
ketidakberesan yang sedang mengganggu Geni. Tiba-tiba
Waning Hyun berkata kepada tokoh separuh baya yang dari
tadi berdiam diri. "Paman Pamegat, berbuatlah sesuatu,
tarung itu tidak adil!"
Sang Pamegat, tokoh misterius itu menjawab dengan
menggumam. "Tak usah khawatir, aku pikir tak lama lagi
Wisang Geni akan tertawa keras yang pasti akan melenyapkan
pengaruh sihir kuburan Gondomayu."
Suara yang seperti bergumam itu hanya didengar oleh
Wulan dan orang sekitarnya. Orang lain tidak mendengar
karena suaranya cukup lirih. T etapi anehnya, suara itu mampu
menerobos telinga Wisang Geni. Pemuda ini mendengar
ucapan Sang Pamegat. Ia sadar kini, rupanya Kalayawana
telah main gila. Iblis Gondomayu itu menggunakan Angampuhan, ilmu
menguasai gelombang aliran udara dalam radius tertentu. Dan
Kalayawana hanya perlu mempengaruhi udara sekitar W isang
Geni. Hal ini yang menyebabkan Geni tak bisa menguasai
pendengaran dengan baik. Akibatnya ia tak lagi bisa membaca
atau mendengar serangan dari belakang dan samping yang
memang tidak bisa dilihatnya.
Mendadak orang mendengar "Wisang Geni berkata,
"Terimakasih tuan atas petunjukmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang-orang tak tahu kepada siapa ucapan terimakasih itu
ditujukan. Orang juga tak tahu bagaimana caranya, mendadak
terjadi perubahan di gelanggang tarung. Wisang Geni tiba-tiba
berteriak keras. Teriakan seperti kera sedang marah. Lalu
tampak pemandangan unik Geni memainkan jurus sambil
berteriak, terkadang ia tertawa di lain saat dia marah.
Pertarungan berubah. Kali ini Geni kembali mengimbangi
lawan-lawannya. Sambil teriak dan tertawa menirukan kera, pikiran Geni
mencari jalan keluar. Keadaaan seperti ini tak boleh tanpa
perubahan. Ia harus menemukan cara secepatnya sebelum
keletihan membelit tubuhnya "Kalau saja aku bisa mainkan
Garudamukha Prasidha pasti lain keadaannya"
Tiba-tiba seberkas cahaya melintas dibenaknya belakangan
ini, setiap ia memikirkan Prasidha selalu cahaya itu seperti
berkelebat dibenaknya. Apa itu"
Dalam benak Geni saat itu terlintas ucapan penari Kinanti
bahwa ia mengucapkan kalimat Parahwanta Angentasana
Dukharnawa selalu pada saat tubuhnya seperti terdorong ke
samping atau ke depan atau ke belakang.
Geni seperti menemukan jalan keluarnya, ia menemukan
cahaya itu kembali, tetapi mendadak lenyap. Geni merasa
frustasi. Tanpa sadar ia berhenti tertawa dan berteriak.
Akibatnya ilmu Angampuhan Kalayawana kembali mengganggu indera pendengarannya
Saat itu pertarungan memasuki jurus keseratus dan detik-
detik paling genting. Kalabendana menerjang dengan
hantaman keras ke pinggang kiri. Pada saatyang sama
Kalajudha menyerang dari depan ke bagian bawah Geni, dua
kakinya menggunting sambil tangannya memukul perut dan
selangkangan. Kalamasura menghajar pelipis dan pinggang
dari samping kanan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak ada jalan keluar lagi, Geni harus menghadapi tiga
pasang kaki dan tiga pasang tangan dalam satu serangan
yang serentak. Juga gangguan Ilmu Angampuhan yang
mengacau keseimbangannya Geni dalam bahaya besar!
Mendadak, cahaya itu datang kembali. Pikirannya menjadi
terang. Kalimat itu cuma menjelaskan bagaimana sikap jiwa
yang pasrah pada saat kematian akan datang. Kalimat itu
terpecahkan sudah! T erpecahkan justru pada saat Geni dalam
keadaan kritis! "Hendaknya aku menjadi perahumu untuk
menyeberangi lautan kesusahan ". Kalimat itu artinya
sederhana sekali. Geni sadar, "menyeberangi kesusahan'
artinya Menyeberangi dunia Menjalani Kematian. Dan 'Aku
menjadi perahumu' artinya sesuatu yang kosong. Sesuatu
yang hampa! Ternyata kalimat itu hanya satu sikap jiwa, kunci
lain yang tak kalah penting adalah gerak yang diperlihatkan
penari K inanti. Tadi malam, penari itu menuturkan bahwa ia bergerak ke
kanan karena ia sepertinya menerima tenaga dorong dari kiri.
Ia bergerak ke depan juga lantaran karena adanya tenaga
dorong dari belakang atau dari arah berlawanan.
Geni berlaku nekad. Ia yakin ampuhnya tenaga Wiwaha. Ia
pernah merasakan bobot pukulan Kalajudha sebelumnya dan
ia yakin bisa menahannya lagi apabila rencananya gagal.
Tetapi kalau ia berhasil maka itulah penemuannya yang paling
penting. Geni nekad menggunakan jurus Prasidha, ia tak lagi
takut tenaganya tak akan tersalur. Karena kini ia mainkan
jurus Kacakrawartyan tanpa memaksakan penyaluran tenaga
dalam. Satu kakinya diangkat melindungi selangkangan.
Tangan kirinya membuat lingkaran kecil ke samping
menyambut pukulan Kalabendana. Tangan kanannya mendorong ke kanan. Jurus Kacakrawatyan (Menguasai dunia)
digelar Geni tanpa tenaga sedikit pun!
Tanpa tenaga! Geni bersikap pasrah, tak ada paksaan
untuk menggunakan tenaga melindungi tubuh atau menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan lawan. Tubuhnya kosong! Geni pasrah! Ia rela mati!
Ia tahu kematian akan mengantarnya menemui ayah
bundanya! Mata Wulan membelalak. Ia melihat kekasihnya menggelar
ilmu Prasidha dan ia tahu persis Geni belum mampu
memainkan ilmu itu. Geni bunuh diri! T ubuh Wulan kejang, dia
tahu dia tak lagi akan melihat Geni. Wulan menutup mata dan
menghela napas. Habis sudah segala-galanya. Tamat!
Manjangan Puguh, Gajah Watu, Waning Hyun, dan semua
orang di kubu Wisang Geni menghela napas membayangkan
matinya seorang murid Lemah Tulis yang begitu penuh bakat.
Tubuh mereka membeku! Perasaan mereka semua mati!
Hanya dua orang di situ yang menatap dengan harap-harap
cemas, Padeksa dan Sang Pamegat!
Terdengar pekik mengerikan dari gelanggang tarung.
Kalamasura terlempar dua tombak. Darah menyembur dari
mulurnya. Ia mati sebelum tubuhnya menyentuh tanah. Apa
yang terjadi" Itulah saat di mana misteri Garudamukha Prasidha terkuak
oleh Wisang Geni. Pada akhirnya terlihatlah betapa
sederhananya ilmu Prasidha itu. Intinya hanya "meminjam
tenaga lawan" dan mengeluarkannya kembali dengan sama
besar. Bahkan bisa lebih besar lagi apabila ditambah tenaga
sendiri. Pada saat Geni dalam keadaan kritis. Tiga serangan
berbarengan itu tidak datang pada saat bersamaan. Pukulan
Kalabendana datang lebih dulu masuk ke dalam putaran
tangan kiri Geni. Disusul serangan Kalajudha yang
menghantam perut dan kaki Geni. Yang terakhir adalah
pukulan Kalamasura Jurus Kacakrawartyan telah memakan korban Kalamasura,
sebab pukulan dialah yang paling terakhir mengena tubuh
Geni. Ternyata jurus Garudamukha Prasidhaitu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerap tenaga Kalabendana dan Kalajudha kemudian
diteruskan ke Kalamasura Kalabendana dan Kalajudha memekik dahsyat. Kalayawana
yang sedang memusatkan perhatian terkejut setengah
mampus. Mana mungkin di dalam keadaan di atas angin,
mendadak saja Kalamasura bisa mati"
Kejadian itu begitu cepat. Semua orang terkejut. Lagi-lagi
Wisang Geni memperlihatkan hasil di luar dugaan. Dalam
keadaan terdesak hebat dan terancam jiwanya, bukannya dia
yang mati malahan lawan yang mati. Mati secara mengerikan!
Ketika mendengar jeritan mengerikan, tanpa kontrol lagi
Wulan membuka matanya Ia tahu, itu bukan suara Wisang
Geni. Tapi toh matanya membelalak melihat Wisang Geni
segar bugar, malahan salah satu lawannya mati.
Tanpa sadar mata Wulan basah. Ia menangis melihat
keberhasilan kekasihnya "Oh Jagad Dewa Batara, akhirnya ia
berhasil menembus misteri itu!"
Sekar tak mengerti perkataan Wulan. "Apa, kenapa
mhakyu?" "Dia berhasil memecahkan misteri ilmu silatnya, bahkan
jurusnya menjadi dahsyat!" tutur Wulan sambil tersenyum
Di gelanggang tarung, Kalabendana dan Kalajudha tak
sempat berpikir kenapa keadaan bisa berbalik seperti itu. Dari
posisi unggul mendadak menjadi terpuruk bahkan saudaranya
mati mengenaskan. Amarah telah menggerakkan tangan dan
kaki mereka dalam serangan paling dahsyat Kalabendana
menggelar jurus Bhayattaka (Hebat menakutkan) yang
mengerikan. Kalajudha dengan Durghanda yang menguarkan
bau busuk. Wisang Geni masih terpesona dengan hasil yang
diperolehnya. Ia melihat serangan datang. Sekali lagi ia
mencoba Prasidha seakan ia tak mau membiarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penemuannya lenyap lagi Sekarang ia mainkan jurus
Ahwamatyana (Biarlah aku yang membunuh).
Sebagian dari serangan lawan itu sempat terangkis,
sebagian lagi menerpa tubuh Geni. Pada saat yang hampir
bersamaan, hanya terpatu sepersekian detik, tangan Geni
bergerak seperti mengusir ayam. Dari tangannya keluar
tenaga maha dahsyat, satu maha dingin dan satunya lagi
maha panas. Sekali lagi terlihat pemandangan mengerikan. Kalabendana
dan Kalajudha terpental dua tombak. Tubuh Kalabendana
menggigil hebat, dari mulut keluar darah hitam, matanya
melotot. Dua tangannya rusak hebat, hampir tak ada tulang
yang utuh. Tapi ia masih hidup. Jika ia masih hidup,
saudaranya justru tewas. Kalajudha mati sebelum menyentuh
tanah. Darah membusa dari mulurnya. Tubuhnya seperti
hangus. Ia mati mengerikan!
Semua kejadian itu berlangsung cepat. Orang belum
sempat berpikir jernih, ketika terdengar jeritan berbarengan.
Wulan menjerit me lihat Wisang Geni jatuh terduduk seperti
orang kehabisan tenaga Satu jeritan lagi keluar dari mulut
Kalayawana yang seperti terbang melesat memasuki arena.
Belum pernah dalam hidupnya, ia kalap seperti saat itu
ketika menyaksikan tiga murid kesayangannya mati dihajar
Wisang Geni. Kalayawana kalap. Ia tak mampu membendung
keinginan menghancurleburkan tubuh dan jasad Wisang Geni.
Ia menerjang dengan ilmu paling telengas. Jeritan
Akashawakya (Suara di mana-mana) seperti menguasai
delapan penjuru angin serta jurus Daitya Naraka (Raksasa dari
neraka). Amuknya Kalayawana saat itu seperti sosok raksasa
yang menerjang keluar dari neraka
Pada saat bersamaan tiga bayangan berkelebat Manjangan
Puguh melesat dengan Waringin Sungsangyang paling handal.
Macukunda dan Gajah Watu seperti terbang menggunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilat Tatit, ilmu ringan tubuh yang mungkin bisa disejajarkan
dengan Waringin Sungsang.
Manjangan Puguh sampai lebih dulu di samping Wisang
Geni. Tak ada orang yang boleh mengganggu selembar pun
rambut Wisang Geni, putra dari perempuan yang pernah
dicintainya Kalau saja muridnya ini sampai mati, Manjangan
Puguh tak akan sanggup menemui Sukesih kelak di alam baka.
Apa kata Sukesih kepadanya nanti.
Hampir bersamaan Macukunda pun tiba di s isi W isang Geni.
Mau tak mau pendeta Mahameru ini memuji ilmu ringan tubuh
Manjangan Puguh. Sungguh benar kata orang Waringin
Sungsang ilmu ringan tubuh dari perguruan Merapi tak ada
tandingannya. Bagaimana lagi kalau dimainkan oleh Ki
Sagotra, pendekar Merapi yang menjadi guru Manjangan
Puguh" Gajah Watu sengaja memotong jalannya Kalayawana
Pertemuan antara dua jago di tengah udara ini cukup
menggemparkan. Terdengar beberapa kak bentrokan tangan
dan kaki, sebelum dua jago itu memisahkan diri. Keduanya
saling tatap! "Kalayawana, kau berilmu tinggi. Anak muda itu sudah
kehabisan tenaga menghadapi empat lawan!" Sambil bicara
pendeta Macukunda memasang kuda-kuda
Kalayawana terdiam Matanya melotot. Ia memandang tak
percaya kepada tiga muridnya. Dua sudah mati Kalabendana
masih hidup tapi seperti sudah mati. Kalayawana menghampiri
Kalabendana. Airmatanya berlinang me lihat penderitaan
muridnya. "Guru, sempurnakanlah aku. Maafkan aku, guru.
Aku belum sanggup membalas budimu. Sempurnakan aku,
guru!" Kalayawana dengan berlinang airmata menekan dada
muridnya Kalabendana mati sudah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orangtua kurus itu menatap Wisang Geni dengan sinar


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata yang sulit dibaca artinya Tatapan mata itu punya arti
tunggal, kematian mengerikan. Kebetulan Wisang Geni pun
sedang menatapnya. Tak terhindarkan lagi bentrokan mata
dua pendekar yang saling dendam!
"Kalayawana, separuh dari hutangmu pada ayah bundaku
sudah terbayar! Tinggal separuh lagi, yaitu jiwamu yang
kotor!" kata Geni dengan datar dan dingin.
Kalayawana sudah berhasil mengendalikan diri. Mendadak
ia me lepaskan tawanya yang mengerikan yang dilapisi ilmu
Angampuhan. Pekiknya terdengar dahsyat dan bergelombang
serta memantulkan gema ke mana-mana. Sambil mengumandangkan teriakannya ia melangkah terus menuju
tendanya. Beberapa pelayan perempuan dan beberapa murid
angkatan keduanya tak berani bergerak me lihat paras
mengerikan sang guru. Wisang Geni bangun berdiri. Ia terduduk tadi bukannya
kehabisan tenaga tetapi disebabkan terlalu gembira akan
keberhasilannya Ia merunduk menyentuh kaki Manjangan Puguh. Gurunya
menyuruhnya berdiri. Geni kemudian membungkuk ke arah
Gajah Watu. Ia juga menoleh ke tenda di mana Sang Pamegat
berdiri, ia tahu pendekar itulah yang memberitahu cara
mengatasi pengaruh sihir Kalayawana tadi, Geni memberi
hormat. "Terimakasih atas peringatanmu tadi."
Wisang Geni kemudian menoleh dan membungkuk hormat
kepada pendeta Macukunda. "Terimakasih, paman pendeta
sudah bersusah payah melindungiku"
Macukunda mengelusus-elus jenggotnya. Ia heran melihat
Wisang Geni sudah dalam keadaan segar seperti tak
mengalami pertarungan melelahkan. Ia senang dan simpati
melihat kelakuan anak muda ini yang sopan dan begitu tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aturan dan tak memperlihatkan rasa sombong meski memiliki
ilmu begitu tinggi. "Ho... ho... anak muda, kau boleh istirahat
sekarang. Nanti akan datang giliranmu lagi!"
Dalam sekejap saja, gelanggang sudah kosong. T iga mayat
murid Kalayawana itu sudah digotong keluar. Pertarungan
masih berlanjut dua partai lagi ketika matahari masuk ke
peraduan. Macukunda mengumumkan pertarungan diistirahatkan, akan dilanjutkan esok pagi.
Malam itu, satu malam paling bahagia bagi orang-orang
Lemah Tulis, Padeksa dan Gajah Watu sebagai yang paling tua
dikunjungi banyak orang. Tigapuluh orang lebih mengaku
murid Lemah T ulis yang lolos dari pembantaian duapuluh lima
tahun silam. Selama ini mereka terpencar cerai berai, tak tahu
harus ke mana. Mereka bersembunyi dan menyamar sebagai
petani atau pedagang biasa yang tidak mengerti silat.
Pertemuan itu sangat menggembirakan Usia mereka masih
muda ketika meloloskan diri duapuluh lima tahun lalu, kini
rata-rata usianya sudah di atas empatpuluhan bahkan tidak
sedikit yang berusia lebih dari separuh abad. Padeksa, Gajah
Watu, Geni dan Wulan s ibuk memeriksa dan melakukan tanya
jawab. Tidak sulit menentukan benar tidaknya mereka sebagai
murid Lemah Tulis sebab satu sama lain di antara mereka
sendiri sudah saling kenal. Bahkan semua mereka berpeluk-
pelukan kangen sambil menutur pengalaman. Sangat
mengharukan memang. Mereka benar-benar murid Lemah Tulis. Empat di
antaranya adalah murid Gubar Baleman, murid tertua Bergawa
yang mati di medan perang Ganter. Tiga orang murid
Ranggaseta, murid kedua Bergawayang gugur di Lemah Tulis.
Dua orang murid Gajah Kuning, murid ketiga Bergawayang
mati di Ganter. Dua orang murid Kebo Jawa, murid keempat
Bergawayang gugur di Ganter.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga murid Bergawa lainnya, Lembu Agra, Sukesih dan
Walang Wulan tidak punya murid karena waktu itu masih
terlalu muda. Dua murid Gajah Kuning memeluk hangat
Wisang Geni. Keduanya sudah berusia lebih dari empatpuluhan dengan perawakan sedang. Yang bercambang
lebat, orangnya agak hitam, Gajah Nila. Yang seorang lag;,
rambutnya jarang, bernama Gajah Lengar. Keduanya gembira
bahwa putra guru mereka, sudah berangkat dewasa dengan
ilmu silat yang begitu menakjubkan. Wisang Geni pun sangat
senang menjumpai Gajah Nila dan Gajah Lengar yang
bagaikan keluarga mendiang orangtuanya.
Ia memaksa Gajah Nila dan Gajah Lengar bercerita perihal
orangtuanya. Malam itu Wisang Geni mengumpulkan kembali
serpihan kenangan yang telah hilang belasan tahun silam.
Dalam hati ia bangga. Ayahnya adalah pendekar yang
menjunjung kebenaran, tak mengenal takut selama hidupnya.
Ibunya seorang pendekar wanita berhati singa. Mereka gugur
secara jantan di Ganter. Orangtuanya itu sering menjadi
penolong rakyat dalam setiap pengembaraan. Mereka tidak
menyukai penindasan dan kejahatan yang dilakukan si kuat
terhadap si lemah. Di malam dingin itu, Padeksa dan Gajah Watu
mengumpulkan semua murid Lemah Tulis. Sementara itu
sejak tadi, rombongan Sang Pamegat, Ranggawuni, Mahisa
Campaka dan delapan pendekar Tumapel sudah memisahkan
diri, tak mau mencampuri urusan Lemah Tulis. Sekar juga
memisahkan diri, kepada Geni ia berpesan agar menjemputnya nanti di tenda Dewi Obat.
"Sudah suratan dewa, malam ini kita bertemu di sini.
Setelah kangmas Branjangan dan ketua Bergawa meninggal,
kini tinggal aku dan dimas Gajah Watu sebagai yang paling
tua di Lemah T ulis. Muridku cuma seorang yaitu Wisang Geni.
Dimas pun cuma punya satu murid, yakni Waning Hyun. Ada
dua murid kakang Branjangan yang masih hidup, Dipta dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prastawana. Sedang murid kakang Bergawa yang masih
hidup, hanya Lembu Agra dan Walang Wulan. Kalian perlu
tahu, Lembu Agra itu murid pengkhianat, dia seorang
penyusup yang puluhan tahun tidak kita ketahui, ma lam itu
dialah yang meracuni air minum kita dengan racun pelemas
tulang, itu sebab kita tak berdaya ketika diserbu pasukan Arok
dan para begundalnya."
"Kalau tak diracun pelemas tulang itu kangmas Bergawa
dan Branjangan sulit dikalahkan. Jelas kini bahwa Lembu Agra
bukan lagi orang Lemah Tulis. Nama aslinya, Ki Jaranan, dia
adalah keturunan ketua partai Turangga dan kini ia ketua
partai itu. Ilmunya tinggi, karenanya kalian jangan coba
membenturnya." Di tengah-tengah pertemuan itu, Prastawana melontarkan
suatu gagasan yang ternyata disambut baik semua orang.
"Paman guru sudah lama kita semua, murid-murid Lemah
Tulis kehilangan arah. Selama ini kita bagaikan anak ayam
kehilangan induk. Kenapa paman Padeksa sebagai yang tertua
tidak tampil sebagai ketua Lemah Tulis dan memimpin kam i "
Padeksa menolak. "Tak bisa! Aku sudah tua lagi pula yang
kalian butuhkan adalah seorang ketua yang masih punya
harapan hidup lebih lama. Kakang Bergawa ketika ditunjuk
sebagai ketua, pada saat itu usianya baru duapuluh delapan
tahun. Aturan tak tertulis di perguruan kita menegaskan
perihal ketua yang harus dipilih secara bulat adalah seorang
murid setia yang masih muda dan dari generasi berikut.
Kangmas Bergawa adalah ketua lama, maka ketua baru harus
murid dari angkatan di bawah kangmas Bergawa. Karenanya
aku tidak layak untuk dipilih."
"Tapi paman, Lemah Tulis sekarang ini sangat butuh
seorang ketua. Kita harus bisa memanfaatkan pertemuan ini
yang jarang bisa terselenggara Ini jelas restu dewa semata
Bagaimana kalau saat ini kita manfaatkan untuk memilih
seorang ketua?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa dan Gajah Watu saling pandang kemudian
menyetujuinya "Kami berdua sudah tua, kami hanya
mengarahkan pemilihan ini agar berlaku adil dan bebas tanpa
tekanan seseorang. Biarlah waktu saja yang menentukan!"
Terdengar kasak-kusuk. Orang membicarakan figur ketua
Tapi tak ada yang lebih cocok dari Wisang Geni. Kehebatan
ilmu silatnya sudah terbukti Apalagi ia sudah menguasai
Garudamukha Prasidha pusaka perguruan yang paling tinggi.
Sebagai putra dua pendekar Lemah Tulis tak perlu diragukan,
apalagi ia dibesarkan bahkan menjadi murid tunggal Padeksa.
Keberanian W isang Geni pun sukar dicari duanya, seperti
saat ia menantang Kalayawana. Pekertinya patut jadi teladan,
ia tidak sombong meski berilmu tinggi Lima syarat utama itu,
berasal dari keturunan baik-baik, memiliki sifat berani,
berkepandaian tinggi, muda usia dan baik budi pekertinya
membuat Wisang Geni tak tersaingi. Semua murid Lemah
Tulis, tanpa kecuali, sepakat memilih W isang Geni sebagai
ketua perguruan Padeksa dan Gajah Watu gembira mengetahui semua
murid memilih Wisang Geni sebagai calon tunggal Kedua tetua
Lemah Tulis pun sama pendapatnya Suara bulat te lah memilih
Wisang Geni sebagai ketua Lemah Tulis membuat anak muda
itu merasa kikuk dan malu.
Makin banyak orang mendesak, Wisang Geni makin tak
mau menerima jabatan itu. "Tidak mungkin aku bisa! Kalian
pilih orang lain saja! Masih banyak yang lebih pantas dari aku!
Masih banyak orang yang lebih tua dan lebih pandai daripada
aku!" Namun begitu Walang Wulan, Waning Hyun, Padeksa,
Gajah Watu dan Manjangan Puguh memaksanya, Wisang Geni
tak bisa lagi mengelak. Ma lam itu Wisang Geni dengan
upacara sederhana diangkat jadi ketua Lemah Tulis yang
ketujuh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni kemudian mengucap pidato singkat "Kawan-
kawan, di antara kalian ada yang lebih tua daripadaku. Hal ini
membuat aku agak kikuk memimpin. Tetapi kepercayaan
kalian kepadaku dan tanggungjawabku sebagai murid Lemah
Tulis, aku akan berusaha mengembalikan kejayaan perguruan
kita. Kawan-kawan, bantulah aku, tanpa, bantuan kalian aku
tak mungkin berhasil."
Malam itu suasana meriah di kubu Lemah Tulis. Hampir tak
ada seorang murid pun bisa memejamkan mata. Mereka
ngobrol satu sama lain, menceritakan masa lalu dan
pengalaman masing-masing. Ketika cerita bergeser kepada
ketuanyayang baru, mereka menyebut nama Wisang Geni
dengan rasa kagum. Saat itu W isang Geni duduk ngobrol dengan gurunya
Manjangan Puguh. Lelaki ini tak kuasa menahan harunya, ia
memeluk Geni dengan penuh perasaan. "Aku bangga padamu,
Geni!" Mendengar cerita perjalanan dan pengalaman pahit Geni
sampai ia memperoleh dan mempelajari jurus W iwaha ilmu
kelas tinggi itu, Manjangan Puguh makin mengagumi
keberuntungan muridnya. "Aku rasanya pernah mendengar
cerita guru Sagotra, bahwa pendekar Lalawa itu sangat tinggi
ilmu silatnya dan hampir tak punya tandingan, ia adalah
pendekar pembela kebenaran. Banyak musuh dari golongan
hitam mati di tangannya, yang masih hidup akan segera kabur
bersembunyi ke mana pendekar hebat itu lewat. Kamu
beruntung mewarisi ilmunya, Geni."
Malam semakin larut, Padeksa menyuruh Wisang Geni
istirahat "Kau perlu mengumpulkan tenaga, besok kau akan
menghadapi pertarungan yang lebih berat"
Saat itu seorang gadis cantik menghampiri Wisang Geni
yang duduk bersama Padeksa, Gajah Watu dan Manjangan
Puguh. Gadis itu membawa nampan berisi makanan yang
masih hangat Ketika gadis itu meletakkan nampan di dekat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakinya, ia harus merunduk. Saat itu Geni sempat melihat
belahan buah dada si gadis. Anak itu masih remaja namun
dadanya penuh dan montok.
"Kamu siapa?" Gadis itu terkejut mendengar sapaan ketuanya. Ia gugup
dan tak berani menengadah memandang wajah tampan sang
ketua. "Aku, namaku Prawesti."
Padeksa tertawa. "Ketua menanyakan siapa kamu, murid
siapa?" Saat itulah, Prastawana mendekat. "Dia cucu kangmas
Gubar Baleman, sejak kecil dia tinggal bersama suami isteri
Jayasatru, murid Ranggaseta. Hei, Westi, beri hormat pada
ketua." Di tenda juga berkumpul murid angkatan dua, seperti Dyah
Mekar putri Ranggaseta, Kebo Lanang dan Jayasatru murid
pertama dan kedua Ranggaseta, kemudian Daraka dan
Margana murid Gubar Baleman. Mereka adalah murid-murid
yang kebetulan keracunan sehingga dipaksa Bergawa untuk
meninggalkan perguruan. Wisang Geni memerhatikan gerakan
bokong Prawesti ketika gadis itu beringsut mundur kemudian
melangkah menjauh keluar tenda. "Gadis itu tak hanya cantik
juga montok dan subur," kata Geni dalam hati.
Mendadak saja ia teringat Walang Wulan dan Sekar. Ia


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingat Sekar sedang pulang ke tenda neneknya, tetapi ke mana
Wulan" Ia memandang sekeliling tetapi Wulan tak terlihat. Ia
keluar mencari keliling tenda. Ia melihat seorang perempuan
duduk di bawah pohon. Tak salah lagi itu Wulan!
Malamku cahaya rembulan cukup terang. Wisang Geni
mendekat, ia terkejut melihat air mata mengalir dari sepasang
mata indah itu. "Kenapa menangis, Wulan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan menoleh memandang Geni. Wajahnya yang cantik
berbinar ditimpa cahaya rembulan. Wulan menggeleng kepala,
rambutnya menyibak ke sana kemari. "Tak apa-apa. Aku
hanya memikirkan kebahagiaanmu. Kau kini jadi ketua Lemah
Tulis dan aku bawahanmu. Kau akan banyak disanjung orang,
perempuan yang cantik-cantik dan muda-muda akan
mengelilingi engkau. Aku tak tahu di mana nanti aku berdiri."
Wisang Geni memegang dagu kekasihnya. "Kau tetap
berdiri di sampingku. Dengan kau di sisi, aku akan lebih kuat
dan lebih tegar menantang kesulitan. Wulan, jangan berpikir
yang bukan-bukan. Sekali aku mencintaimu, sampai mati pun
tak akan luntur." Terdengar suara mendehem. Manjangan Puguh tiba-tiba
saja sudah berada di situ. Dua sejoli itu sama sekak tak
mendengar langkah orang. Keduanya tersipu-sipu malu.
"Geni dan Wulan, aku sudah tahu hubungan kalian. Ada
yang perlu kusampaikan, suatu rahasia tentang dirimu, Wulan.
Tak mungkin aku menyimpannya lebih lama. Wulan, kau
bukan adikku!" Perkataan itu membuat ledakan di telinga Geni dan Wulan.
Dua sejoli itu kaget luar biasa.
Manjangan Puguh melanjutkan. "Wulan, ayahmu seorang
pendekar paling banyak musuhnya. Ia tak mau orang tahu
bahwa ia punya anak, ia khawatir dendam musuh-musuhnya
akan ditimpakan kepada putrinya. Itu sebabnya kau dititipkan
kepadaku, ia memaksaku untuk mengakuimu sebagai adik
kandung. Rahasia ini hanya aku yang tahu, kini rahasia itu
menjadi milik kita bertiga!"
Wajah Wulan pucat. Ia ingin tahu siapa orang tuanya.
Tetapi ia takut bertanya. Ia takut jawabannya akan tidak
menggembirakan. Wisang Geni tidak bisa menahan diri. "Siapa orangtua
Wulan, guru?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manjangan Puguh menengadah menatap bulan. "Ayahmu
adalah seorang yang paling kuhormati dan kusegani. Dia, adik
baginda raja Kertajaya."
Mulut Wulan terkunci. W isang Geni bagai disambar
geledek. "Maksud guru, pendekar Mahisa Walungan?"
"Ya, Wulan masih berdarah biru, darah keraton!"
Wulan makin tenggelam dalam kebingungan. Selama ini
Manjangan Puguh mengatakan orang tuanya telah mati sejak
ia kecil. Dia ingat usianya sepuluh tahun ketika dua pendekar
datang menjemput dari tangan kakeknya. Sang kakek
memperkenalkan Manjangan Puguh sebagai kakak kandungnya. Pendekar yang satunya, tidak dikenal, meski
tampak akrab dengan sang kakek. Sejak itu dia dipelihara oleh
guru Sagotra dan Manjangan Puguh sampai kemudian
diserahkan kepada pendekar Bergawa, ketua Lemah Tulis.
Dan sejak itu Wulan hanya tahu ia adalah murid Ki Bergawa
dari Lemah Tulis. Wulan tak pernah tahu siapa orangtuanya,
dimana ia di lahirkan. Suatu waktu ia bertanya kepada
Manjangan Puguh, "Kangmas kamu kan kakakku, tentu kamu
tahu siapa orangtua kita, ayo ceritakan padaku." Manjangan
Puguh tidak menjawab, hanya mengatakan, "Belum saatnya
kamu tahu!" Kini sudah saatnya, begitu pikir Wulan. Namun ia tetap
bingung dihadapkan pada cerita baru, cerita yang sebenarnya,
tentang orangtuanya. Ia hampir tidak percaya, bahwa ia masih
berdarah keraton. Ayahnya adalah Mahisa Walungan yang
terkenal. Tetapi apa hebatnya, toh tak ada perubahan dalam
dirinya. Ia masih saja Wulan yang kemarin. "Siapa ibuku,
kakang, oh, aku harus memanggilmu apa?"
"Apa artinya panggilan, panggil aku sesuka hatimu. Wulan,
ayahmu adalah sahabatku. Kami bersahabat sejak masih
muda. Kamu masih ingat ketika aku dan seorang pendekar
datang menjemputmu, kakekmu tampak akrab dengannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi mereka tak mau memperkenalkan diri. Dialah ayahmu,
kakang Mahisa Walungan."
Mahisa Walungan, adik kesayangan baginda raja Kertajaya.
Ia gemar merantau, sambil menambah kepandaian ilmu
silatnya. Dia sering bertarung membela kebenaran. Ia tak suka
melihat penindasan dari yang kuat terhadap si lemah, atau si
kaya terhadap si miskin Tak jarang ia menghukum pejabat
desa yang ketahuan menggui uk.m kekuasaan semena-mena.
Ia seorang yang menyukai kebebasan dan tak suka diikat
dalam adat istiadat keraton yang kaku.
Suatu saat Walungan memergoki sekelompok perampok
yang menjarah desa. Desa kacau, hiruk pikuk penduduk yang
hei larian dikejar penjahat. Mereka merampok binatang
ternak, sapi, ayam, bebek, kambing, sapi, kerbau, babi.
Mereka menjarah harta benda Mereka juga memerkosa para
wanita. Mahisa Walungan datang tepat pada saat para
penjahat belum lama beraksi.
Hari itu Walungan ngamuk, hampir seluruh perampok itu
tewas ditebas pedang hitamnya yang tajam luar biasa.
Perampok yang masih hidup lari serabutan ke hutan. Ia
mendengar suara tangis di mana mana. Banyak perempuan
menangisi suaminya yang luka sebagian bahkan tewas.
Mendadak seorang perempuan tua berlumuran darah
menghampiri Walungan. "Tuan pendekar, kamu tolong
putriku, ia dibawa lari penjahat, ke arah sana."
Tidak ayal lagi, Walungan berkelebat mengejar ke arah
hutan yang ditunjuk perempuan tua itu. Tak berapa lama ia
mendengar jeritan perempuan. Ia belum terlambat. Setelah
menghajar penjahat itu sampai tewas, ia menghampiri
perempuan. Ia terpesona melihat kecantikan gadis itu yang
hampir telanjang lantaran pakaiannya sudah dicabik-cabik si
penjahat Walungan membuka sarung yang melingkat di
pinggangnya, kemudian menutupi tubuh gadis itu. Dua pasang
mata saling menatap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar penolong jatuh cinta pada gadis yang ditolong. Si
gadis jatuh cinta pada sang pendekar. Walungan menetap di
desa itu, kawin dan bercinta dengan gadis cantik itu.
"Ayahmu tak pernah berpisah dari ibumu, sampai ketika
ibumu meninggal satu hari sete lah melahirkan kamu. Sesaat
sebelum maut merenggut nyawanya, ibumu memeluk kamu
dan memohon pada suaminya agar memberi nama Walang
Wulan," tutur Manjangan Puguh.
"Siapa nama ibu?"
"Namanya indah, Wulan Sari, nama indah seperti
kecantikannya. Ayahmu memperkenalkan aku dengan ibumu,
sungguh aku belum pernah me lihat wanita secantik ibumu.
Dia juga wanita dan isteri yang sangat setia dan telaten
melayani suaminya. Tidak heran ayahmu tak mau berpisah
dengan ibumu "Ibumu setia dan sangat mencintai suaminya. Ia tak pernah
bertanya asal-usul suaminya. Ia tidak tahu bahwa lelaki yang
mengawini dirinya adalah seorang pangeran, adik dari raja
yang paling berkuasa pada jamannya. Pada saat hendak
melahirkan ia bertanya pada suaminya dan ia tidak heran
ketika mengetahui suaminya seorang pangeran. Selama itu
ibumu dan penduduk desa mengenal ayahmu sebagai
pendekar Nagapasa yang kesohor membela kebenaran dan
pembasmi penjahat" Wulan terpesona akan cerita itu. Ia menangis. Tapi ia tak
tahu kenapa ia menangis. Ia tak pernah mengenal siapa
orangtuanya. "Wulan, ada titipan penting dari ayahmu untukmu. Ia
menitipkan ilmu Nagapasa ciptaannya sendiri. Ia meramu
jurus hebat itu dan seluruh pendalamannya atas semua jurus
silat yang ia pelajari selama pengembaraan. Kini hanya kamu
pemilik tunggal ilmu dahsyat itu, bersiaplah aku akan
mengajarimu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu Geni pamit diri. Dalam adat istiadat
kependekaran, tabu bagi Geni ikut mendengar latihan ilmu
Nagapasa. "Ayahmu mengajarkannya kepadaku setelah aku membawamu ke Lemah Tulis. Ia memaksaku berjanji."
"Apa janjimu, kangmas?"
Manjangan Puguh tersenyum "Iya, kau mau tahu apa
janjiku" Aku tak boleh mati dalam perang, aku harus
melindungimu sampai kau dewasa dan kawin kelak."
Walang Wulan berdiam diri. Manjangan Puguh menghela
nafas. Tak sanggup membendung kenangan lamanya, ia
menceritakan juga tentang cintanya kepada Sukesih, istri
sahabatnya. Dan Sukesih juga meminta hal yang sama,
menyuruh ia melarikan diri dari perang untuk menyelamatkan
Wisang Geni Wulan menatap lelaki itu dengan pandangan iba. "Itu
sebabnya kau begitu memerhatikan Wisang Geni?"
"Kalian berdua adalah putra dan putri dari sahabatku. Aku
senang mengetahui hubunganmu dengan Geni. Sekarang
kamu bersiaplah, Wulan, menerima ilmu warisan dari
ayahmu." Manjangan Puguh kemudian mengajarkan ilmu Nagapasa
yang seluruhnya terdiri dari 18 jurus. Inilah ilmu yang
menggunakan telapak tangan sebagai senjata. Pada tingkat
yang tinggi, tamparan Nagapasa bisa mematahkan pedang
atau golok. Tenaga yang digunakan adalah tenaga panas.
Semalaman Wulan berlath ilmu silat dibimbing Manjangan
Puguh. Pada saat yang sama, Geni berlari ke tenda Dewi Obat
dan mengajak Sekar ke hutan. Semalaman Geni bercinta
meluapkan birahi dan cintanya pada Sekar. Bagi W isang Geni,
Sekar adalah seorang dewi yang nyaris sempurna. Perempuan
yang tubuhnya indah dan molek, membuat dia tergila-gila. Di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam tubuh indah itu, terkumpul kesetiaan dan kepasrahan
yang membuat Geni kasmaran hampir setiap saat. Sekar
ibarat danau yang membuat Wisang Geni ingin berenang,
menyelam dan meminum air sebanyak-banyaknya. Dan
semakin banyak dia menenggak air danau itu, semakin dia
ketagihan. Sekar ibarat candu bagi Geni.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar Nomor Satu Matahari pagi masih ma lu-ma lu, embun dan kabut belum
sepenuhnya pergi. Udara masih sangat dingin, tetapi di sekitar
arena tarung tampak kesibukan orang. Murid Mahameru lalu
lalang di sana sini, melayani semua tamu. Meskipun di hari
kemarin sudah jatuh banyak korban, baik yang mati atau pun
yang luka, tetapi tampaknya tamu tidak berkurang.
Setelah pertarungan kemarin, hari kedua ini tidak banyak
pendekar yang tersisa. Hanya penonton yang banyak. Semua
orang tahu, pertarungan hari ini akan melibatkan para
pendekar kelas wahid Akan ada tontonan jurus-jurus tanah
Jawa yang paling hebat yang selama ini hanya didengar orang
tetapi jarang terlihat Saat pendeta Macukunda mengucap kata-kata pembukaan
dimulainya pertarungan, seorang lelaki me lompat masuk
arena. Lelaki itu sudah tua, seluruh rambut dan kumisnya
putih. Usianya lebih separuh abad. Wajah lelaki itu ada bekas
bacokan memanjang dari dahi sampai ke dagu. "Aku jauh-jauh
datang dari Ujung Kulon. Aku masih punya hutang piutang
dengan Nyi Pancasona. Mana dia, kemarin aku melihatnya ada
di s ini?" Sebuah bayangan melesat masuk arena. Ia mendarat
seperti daun kering. "Mau apa kau, Grajagan" Kita sudah tua-
tua begini, masih saja kau tak mau melupakan peristiwa
dulu?" "Ha... ha... siapa bilang kau sudah tua" Sona aku cuma
ingin memperlihatkan jurus baruku ini. Limabelas tahun kulatih
ilmu Sewubraja ini dan belum sekalipun aku menggunakan
jurus ini. Aku liati ya ingin kamu sendiri yang menjajalnya, ayo
mari kita main-main!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyi Pancasona mencabut pedangnya. Lelaki yang bernama
Grajagan itu memasang kuda-kuda kosong. Saat berikutnya
terjadi pertarungan sengit. Jurus pedang Dala-dala perguruan
Goranggareng cukup terkenal di dunia persilatan. Banyak
pendekar di situ yang sangat ingin melihat sendiri jurus
pedang dahsyat yang dimainkan langsung oleh ketua
perguruannya sendiri. Bisa dibayangkan kehebatannya. Sinar pedang berkelebat
menyilaukan, mengurung tubuh Grajagan. Jurus demi jurus
berlalu tampak Nyi Pancasona menguasai pertandingan.
Pedangnya mengurung, tidak memberi peluang Grajagan
meloloskan diri. Tetapi bagi mata para ahli, justru pendekar
bernama Grajagan itu yang unggul.
Itulah pertarungan antara dua sifat yang bertentangan.
Ilmu pedang Dala-dala mengutamakan kecepatan dan
ketajaman pedang. Sedang jurus tangan kosong Sewubraja
menggunakan telapak tangan sebagai senjata lebih memanfaatkan kelambatan untuk mengatasi kecepatan.
Ilmu Sewubraja itu dima inkan dengan tenaga dalam yang
hebat sehingga terlihat lambat Telapak tangan yang dilatih


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hebat itu bahkan tak perlu takut ketebas pedang. Telapak
tangan itu kebal senjata dan bisa digunakan menyabet atau
menangkis pedang. Manjangan Puguh mencolek pundak Wulan, "Jurus si lelaki
itu agak mirip jurus Nagapasa tapi ada bedanya. Telapak
tangan sama punya kekebalan, hanya ilmu ayahmu
mengutamakan gerak yang cepat dan tepat Sedang ilmu
orang itu mendasari gerak dari sifat lambat dan kaku."
Wulan mendengar petuah dan pelajaran Manjangan Puguh
sambil tetap memerhatikan arena pertarungan. Sinar pedang
itu makin lama makin memudar. Tiba-tiba sinar pedang itu
terhenti. Nyi Pancasona melihat kutungan pedang di
tangannya. Grajagan melihat wajah perempuan itu yang
tampak kecewa. "Hei, Sona, kamu tidak kalah, kita sama-sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menang. Pedangmu patah, tetapi telapak tanganku luka. Kau
lihat tanganku!" Nyi Pancasona tertawa hambar. "Grajagan, kau sengaja
melukai dirimu, aku akui kau sekarang sudah hebat!"
"Sungguhkah jurusku hebat" Bagaimana kalau dipadu
dengan Sagotra" Hai, ke mana Sagotra sembunyi?"
Nyi Pancasona memutar tubuh sambil melempar kutungan
pedang yang amblas ke dalam tanah. "Aku tidak tahu, kau cari
sendiri". Tahu-tahu sesosok bayangan melesat ke dalam arena.
Gerakannya sulit diikuti mata. Mirip gerakan Manjangan Puguh
ketika masuk arena. Bedanya, ketika menginjak tanah
Manjangan Puguh masih membuat debu sedikit mengepul.
Tetapi kaki orang tua itu sama sekali tidak mengusik debu.
Bayangan yang baru masuk itu memandang Nyi Pancasona
dan Grajagan bergantian. Mendadak ketiganya tertawakeras.
"He... he... tak terasa kita sudah sama-sama tua," kata orang
itu. Pancasona memandang lelaki tua itu dengan mata
berbinar. "Kemana kau sembunyi selama duapuluh tahun" Kau
sengaja sembunyi dariku, Sagotra! Aku tidak terima baik!"
Kecuali Manjangan Puguh, semua orang di situ terkejut.
Ternyata orang tua itu, Ki Sagotra, yang terkenal dengan
julukan pendekar Merapi. Ditegur Ny i Pancasona, Sagotra
gugup. "Aku... ketagihan mancing... main dengan ombak.
Oh... hebat, mancing di pulau Sempu" Kalian pasti suka di
sana." "Hei, Sagotra, begini saja. Kita bertarung, kalau kau
menang kau ajak aku dan Sona ke pulailmu. Tapi kalau aku
menang maka kalian berdua jadi tamuku di Ujung Kulon.
Tempatku juga di tepi pantai, bisa mancing dan ombaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setinggi Mahameru ini. Hayo, apa kau berani jajal jurus
Semibraja ini?" "Baik, hayo, kita tarung. Orang-orang ini perlu juga melihat
Bang Bang Alum Alum yang asli. Kemarin, murid si Manjangan
Puguh yang dari Lemah Tulis memainkan jurusku itu, buruk
sekali!" Sesaat kemudian dua jago tua itu bertarung sengit.
Terdengar suara tangan beradu tangan, kaki beradu kaki.
Mereka bertarung sengit, tapi kaki mereka tidak membuat
debu naik dari permukaan tanah. Pertanda keduanya punya
ilmu ringan tubuh yang mumpuni. Namun orang bisa
membedakan bahwa ilmu ringan tubuh Ki Sagotra masih jauh
di atas lawannya. Gerak kakinya tak mengusik debu,
sementara gerak kaki Grajagan membuat sebagian debu
mengepul. Mata Wisang Geni dan Manjangan Puguh tak
berkedip. Tampaknya Ki Sagotra memperlihatkan cara yang
paling benar memainkan ilmu Bang Bang Alum Alum. Diam-
diam Geni dan Manjangan Puguh berterimakasih.
Suatu ketika Grajagan menampar dada Sagotra. Tangan
yang satu lagi mendorong ke arah pinggang. Pendekar Merapi
ini menangkis dengan jurus Lokamandhala (Muka permukaan
bumi) dari Bang Bang Alum Alum. Dua tangan beradu keras.
Sagotra terlempar dua tombak ke belakang. Tubuhnya
melayang ringan kena dorongan tenaga lawan.
Tapi, tubuh itu terhenti di udara, dan anehnya tanpa
kakinya memijak tanah, Sagotra melayang balik ke arah
Grajagan. Sungguh ilmu ringan tubuh yang tak mungkin bisa
digelar manusia. Aneh tapi nyata ilmu Waringin Sungsang yang tadi
diperlihatkan Sagotra itu tak pernah dilihat orang sebelumnya.
Kontan saja Grajagan berteriak marah, "Bangsat kau Sagotra,
kau menipuku, sampai mampus pun aku tak akan bisa
menyamai kepandaianmu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu pendeta Macukunda melesat masuk arena. "Ki
Sagotra, kau harus ikut bertarung lawan orang-orang negeri
Cina. Kau tak boleh lari bersembunyi lagi."
"Aku tak mau..."
"Kau harus mau, Ki Sagotra. Ini menyangkut gengsi tanah
Jawa, bukan persoalan pribadi kita. Kalau kau menolak, berarti
kau bukan pendekar tanah Jawa!"
Nyi Pancasona melesat masuk gelanggang, ia menggenggam tangan dua lelaki sahabatnya itu, Sagotra dan
Grajagan. T iga orang itu bergendengan tangan meninggalkan
gelanggang tarung. Sambil me lesat pergi, Nyi Pancasona
berkata, "Hai Pendeta Macukunda kamu tak usah khawatir,
pada saatnya nanti kamu hanya perlu kirim kabar ke pulau
Sempu dan pendekar Merapi pasti akan datang membantu."
Di gelanggang tarung tinggal pendeta Macukunda seorang.
Merasa tak pantas keluar gelanggang sebelum bertarung,
Macukunda memberi hormat ke sekeliling. "Aku pendeta buruk
terpaksa menyediakan tulangku yang tua ini untuk dijajal
orang, hanya sebab ingin membela gengsi tanah Jawa. Tak
ada ambisiku untuk memperlihatkan ilmu. Silahkan siapa yang
ingin menjajal tulang tua ini."
Tak ada orang bersuara. Sunyi senyap. Macukunda kembali
mengulang tantangannya. Sesosok bayangan melesat masuk
arena. Dialah Sang Pamegat, tokoh sakti yang misterius yang
menyertai rombongan Ranggawuni. "Pendeta berbudi luhur,
semua orang tahu kehebatanmu. Tapi belum ada yang melihat
secara langsung caramu bertarung. Mereka ingin melihat
kehebatanmu, tapi tak ada yang berani mencoba. Biar aku,
Panji Patipati, yang menjadi mitra tandingmu, maafkan aku
dan tolong berlaku murah padaku!"
"Kau terlalu merendah, Ki Panji. Aku sudah lama
mengagumimu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua pendekar ternama langsung saling gebrak membuat
semua orang meleletkan lidah. Macukunda tanpa segan-segan
memainkan ilmu Brahmanagrha yang terdiri 21 jurus. Ilmu
Mahameru ini mengambil panutan pada sifat Gereh dan
Sedung. Itu sebabnya terkadang pukulan Macukunda berbunyi
bagai suara guntur dan badai. Tenaga besar dan bunyi yang
mengguntur membuat gebrak Macukunda ini sangat
berwibawa. Panji Patipati, tokoh misterius dari keraton Tumapel ini,
tidak kalah galak. Ilmu Tanding Tinanding dan Jala Ampir
digelar bergantian dengan ilmu simpanannya yang membuat
ia digelari orang Sang Pamegat. Tujuhbelas jurus Pamegat itu
termasuk ilmu kelas atas, menggunakan kecepatan dan
kejelian burung elang serta terkaman macan kumbang sebagai
panutan. Tak terasa limapuluh jurus telah berlalu. Macukunda pun
mulai mengeluarkan ilmunya yang lain Sasraludira yang terdiri
dari duapuluh lima tata cara mencengkeram titik kematian.
Berulang kali terjadi bentrokan tangan dan kaki di tanah
maupun udara. Sungguh pertarungan tingkat atas. Lewat
seratus jurus, mendadak keduanya memisahkan diri. Baju di
pundak kanan Sang Pamegat hancur. Begitu pula baju di
bagian perut Macukunda. Kedua pendekar ini saling hormat,
kemudian sama-sama meninggalkan gelanggang tarung.
Pertarungan demi pertarungan berlangsung. Jayawitaka
dihajar sungsang sumbal oleh Geriting, pendekar dari Utara.
Dan Geriting tak ungkulan menghadapi ilmu Pedang Tanpa
Suara dari K i Antaboga, ketua perguruan Ngantang.
Berikutnya, Harsup, tokoh kebanci-bancian dari Nusa
Barung dengan tipu muslihatnya yang licik menghajar
mampus Ki Sawung. Harsup kemudian kabur ketika
berhadapan dengan sepasang Setan Sapikerep. Tadinya
Wisang Geni hendak turun gelanggang menghadapi dua Setan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sapikerep itu tetapi kedahuluan oleh Banjalit, yang dijuluki
pendekar Selatan. Hampir duaratus jurus lebih bertarung akhirnya Banjalit
harus menyerah. Dadanya kena hantaman kaki sang isteri,
Lembani, disusul pukulan sang suami, Lembusana. Melempar
diri ke belakang beberapa tombak, Banjalit berjongkok Ia
memasang kuda-kuda dalam sikap adu jiwa, apalagi lawan
masih akan menyerang. Melihat sikap lawan yang garang dan
siap adu jiwa, pasangan suami isteri itu, batal menyerang.
Saat berikut Banjalit keluar gelanggang dengan sikap gagah.
Menghadapi sepasang suami isteri Sapikerep itu, Ki
Antaboga masuk arena bersama isterinya, Nyi Kudadu. Terjadi
pertarungan antara dua pasang suami isteri. Antaboga dengan
Pedang Tanpa Suara sedang Nyi Kudadu menggunakan ilmu
Seribu Pedang Sejuta Bunga. Suami isteri Sapikerep
menggunakan sepasang tombak pendek.
Seratus jurus berlangsung, pasangan dan Ngantang itu
terlihat unggul dan mendesak habis pasangan Sapikerep. Pada
akhirnya dua tebasan beruntun dari Ki Antaboga berhasil
melukai telak Lembusana yang jatuh bergulingan. Darah
mengucur dan pundak dan lengannya. Lembani menggotong
suaminya keluar arena Matahari telah berada di puncaknya ketika Macukunda
melompat masuk gelanggang. Ia memberi hormat berkeliling.
"Sampai saai mi hanya tinggal beberapa orang yang belum
terkalahkan. Aku dan Ki Pamegat, dalam pertarungan kami
tadi tak ada yang kalah dan tak ada yang menang. Aku
menantang siapa yang mau menantang aku si pendeta
Macukunda atau siapa juga yang mau menantang sang
Pamegat." Tak seorang pun yang keluar menantang dua tokoh sakti
itu. Ilmu dua orang itu sudah terbukti kehebatannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, kalau demikian, sudah tiga orang yang terpilih dari
luna yang kita cari. Aku s i pendeta Macukunda, Sang Pamegat
dan Pendekar Merapi. Siapa yang tidak setuju atau keberatan
silahkan angkat suara."
Hening, tak ada suara. Kemudian terdengar suara tertawa
bagaikan ringkik kuda, panjang, kering dan bergelombang.
Begitu suara tawa itu berhenti, dari kemah sebelah timur
melayang sesosok bayangan ke arena. Kalayawana!
"Pendeta Macukunda, tiga orang pilihan itu kurasa tidak
ada lagi yang menantang. Itu artinya semua orang setuju. Kini
masih tersisa dua lowongan, aku mau satu. Kalau tak ada
yang menantangku, berarti aku terpilih. Sebenarnya aku ingin
tarung lawan pendekar Lemah Tulis yang kemarin membunuh
muridku dan menantang aku, mana dia, apakah masih berani
maju menantang aku?"
Suara Kalayawana menggaung dan mengema ke empat
penjuru, itu ilmu Angampuban yang menjadi andalannya.
Dalam hati ia mengharap agar Wisang Geni masuk
gelanggang tarung, sungguh ia akan remas batang lehernya.
Dan memang Wisang Geni sudah bersiap dari tadi. Geni
sudah pamit pada Padeksa. Ketika itu Manjangan Puguh
memegang lengan muridnya. "Geni, jangan maju, biar aku
saja yang menghadapinya."
"Tidak guru, ini kewajibanku sebagai seorang anak, ini
dendam berdarah yang sudah lama kuinginkan. Tak ada
keinginan yang lebih kuinginkan selain membunuh Kalayawana! Guru biarkan aku maju!"
Gajah Watu menyela, "Ilmu silatnya sangat tinggi, apa kau
yakin bisa mengatasinya?"
Geni tertawa lirih. "Aku yakin akan kemampuan Wiwaha
dan ilmu Prasidha, aku bisa mengatasinya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa berkata lirih, "Geni, hati-hati, dia punya ilmu sihir
yang bisa membuat lawan lupa ingatan."
"Aku akan mengingatnya guru!"
Geni me langkah sambil me lirik Wulan dan Sekar dengan
mesra. Bibir Wulan bergerak, "Geni hati-hati!" T etapi suaranya
tersumbat di kerongkongan. Dua kekasih Geni itu merasa
tegang yang amat sangat. Karena mereka tahu betapa tinggi
kepandaian silat Kalayawana, tanpa sadar Wulan menggumam, apakah Geni mampu menahannya.
Wisang Geni me lompat masuk arena. Ia menggunakan
jurus handal Waringin Sungsang yakni Mesat (Meloncat
dengan kecepatan tinggi). Dalam sekejap mata ia sudah
berdiri beberapa tombak berhadapan dengan Kalayawana.
Geni menatap tajam mata Kalayawana. Mata musuh yang
hanya satu itu mencorong bagai bola matahari yang panas
dan siap membakar apa saja di depannya. Tetapi Geni tak
merasa takut sedikit pun. Ia merasa mampu mengatasi musuh
besarnya itu. "Kau, berani juga mengantar jiwamu. Sebentar lagi akan
kupatahkan batang lehermu, mengantar kamu ke kubur, di
sana kamu harus minta maaf pada tiga muridku."
"Kalayawana, jangan banyak bacot. Kau hutang nyawa


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayah ibuku, kau juga ikut andil menghancurkan perguruanku.
Selain itu perbuatanmu membuat banyak orang lain sengsara.
Kau terlalu, banyak berbuat kejahatan, aku tidak bisa
membiarkan kamu hidup lebih lama lagi di dunia."
Kalayawana tertawa keras. Ia mulai mengalunkan aji
Begananta, suaranya bagai jarum yang menusuk-nusuk
gendang telinga. Geni tidak ayal lantas mengeluarkan suara
Tawa Kera. Sambil tetap perang tertawa, dua seteru yang
sama-sama punya dendam kesumat sebesar gunung ini saling
gebrak menggunakan jurus-jurus telengas dan sengit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seluruh ilmu simpanan dari kuburan Gondomayu
dikeluarkan Kalayawana dengan pengerahan tenaga besar.
Jurus dari ilmu Ghandarwapati seperti hendak me luluh
lantakkan tubuh W isang Geni. Tetapi anak muda yang sudah
makin pengalaman dalam pertarungan tak mau terburu nafsu.
Itu memang pesan gurunya, Padeksa. "Jangan marah, jangan
terburu nafsu, tenang seperti air danau yang tidak terusik
bahkan oleh angin semilir pun."
Setelah tadi secara tidak langsung memperoleh petunjuk
pendekar Sagotra, kini W isang Geni lebih mulus dalam
menggelar Bang Bang Alum Alum. Jurus handal dari gunung
Merapi ini kadang diselingi Garudamukha dengan kegesitan
enam jurus gerak Waringin Sungsang. Pertarungan berlangsung ketat dan sengit. Sampai seratus jurus,
kedudukan masih imbang. Dalam hati Kalayawana heran, empat bulan lalu ia
menghajar Wisang Geni hanya dengan sekali pukul.
Bagaimana mungkin, sekarang anak muda ini bisa
mengimbanginya sampai seratus jurus lebih. Tadinya ia
menganggap kematian tiga muridnya sebagai keteledoran dan
kesemberonoan muridnya. Tetapi kini ia tahu, memang
kepandaian Geni sudah tergolong kelas satu.
Dalam ilmu ringan tubuh, Wisang Geni lebih unggul.
Tenaga dalam sama imbang. Kalayawana unggul dalam
pengalaman. Itu sebab pertarungan berlangsung imbang.
Memasuki jurus seratus limapuluh Geni sedikit demi sedikit
mulai meningkatkan kadar tenaga dan kecepatan dalam tiap
geraknya. Kalayawana mulai keder.
Mengetahui dirinya mulai berada bawah angin, Kalayawana
mulai menggunakan ilmu hitamnya. Lewat tertawa Angampuban yang bergantian dengan Akashawakya, Kalayawana menggunakan ilmu sihir. Matanya menatap Geni
dengan berkedip-kedip mesra. Ia mengubah cara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkelahinya, tidak lagi menggunakan tinju atau cakar,
melainkan pukulan telapak tangan.
Wisang Geni merasa aneh. Kalayawana yang buruk rupa itu
terkadang bisa salin wajah menjadi Wulan. Makin lama wajah
dan tubuh Wulan lebih sering menggantikan Kalayawana.
Wisang Geni tahu ini s ihir buatan lawan, tetapi ia tak tahu cara
mengatasinya. Suatu saat Geni menarik pukulannya karena
takut melukai Wulan. Sebaliknya pukulan keras Kalayawana
menghantam dadanya. Penonton menjerit W isang Geni melempar diri empat
langkah ke belakang. Ia muntah darah. Untung baginya
tenaga Wiwaha telah melapis dirinya sehingga pukulan tidak
sampai telak dan merusak. Sedang Kalayawana melihat
pukulannya berhasil mengena lawan, kontan menyerbu
dengan geram Ia ingin membunuh dan melumat Geni.
Mengetahui kondisi kritis Geni melejit dengan Antarlina jurus
melenyapkan diri dari Waringin Sungsang.
Kalayawana memburu, Geni melejit dengan Antarlina. Geni
merasa dadanya masih sakit. Beberapa saat kemudian rasa
sakit itu lenyap. Ia tahu tenaga Wtwiiba telah menyembuhkan
lukanya, Geni kembali bertarung rapat, kali ini ia mengeluarkan jurus
Sikhwiriya (cintaku kepadanya) dari ilmu Garudamukha
Prasidha.Jurus ini dilukiskan sebagai luapan rasa cinta
Abhimanyu kepada Ksiti Sundari dalam cerita Gatotkacasraya.
Tanpa sadar Geni memilih jurus ini karena melihat Kalayawana
berubah menjadi Wulan di hadapannya.
Pada saaat itu Kalayawana menyerang dengan Daitya
Naraka (Raksasa dari Neraka) jurus telengas dari Ghandanvapati. Tangan kanan mencengkeram dada, tangan
kiri memukul pelipis, disertai tendangan ke selangkangan.
Hebatnya jurus ini masih dibantu pengaruh sihir serta tertawa
Angatnpuhan. Wisang Geni seperti melihat Wulan mendekat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepadanya. Tangan Wulan hendak mengelus dada, tangan
yang lain mengelus kepalanya.
Dari pikiran sadarnya Geni tahu Kalayawana menyerang
dengan jurus mematikan. Tapi pandangannya melihat Wulan
melompat hendak membelai dan mengelusnya, Geni tidak
tega menggunakan jurus maut, takut melukai Wulan
seandainya itu benar Wulan. Tapi Geni juga takut jika bukan
Wulan, maka ia akan kena hajar Kalayawana.
Akhirnya Geni pasrah. Sikap jiwa saat menggunakan
Prasidha itu Geni memilih s ikap Sikhwiriya sebagai pernyataan
cintanya, "Kalau pun mati tak apalah asal kau tahu betapa
cintaku padamu". Dua tangan Geni menyongsong pukulan
lawan. Kakinya ditekuk ke bawah sehingga tendangan
Kalayawana yang mengarah ke selangkangan akan mendarat
di perut. Kalayawana melihat sepasang mata Geni berbinar namun
bergoyang. Ia yakin Geni masih dalam pengaruh sihirnya.
Tanpa belas kasihan Kalayawana menyalurkan seluruh
tenaganya ke dua tangan. "Mampus kamu!" teriaknya.
Saat berikut Kalayawana mencelos, tenaganya seperti
menerobos ke dalam sumur yang tak berdasar. Ia sangat
terkejut, berniat hendak menarik kembali tenaganya, tetapi
semua sudah terlambat Tenaganya seperti ditarik dan disedot
masuk dalam sumur. Kemudian dari tangan Geni muncul
keluar gelombang tenaga besar yang luar biasa dinginnya.
Tenaga itu menerobos melalui tangan Kalayawana dan
melanda seluruh tubuhnya. Kalayawana berteriak. Teriakan
yang membangkitkan bulu roma.
Kalayawana terlempar dua tombak, terletang di tanah
dengan darah keluar dari semua lobang tubuhnya.
Kalayawana memandang Wisang Geni dengan heran dan
penasaran. "Ilmu apa itu, ilmu siluman dari mana, katakan
ilmu apa itu biar aku tidak penasaran?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni yang baru saja terbebas dari sihir memandang
Kalayawana dengan kasihan. Ia menjawab dengan suara yang
agak keras, supaya didengar banyak orang. "Itu ilmu paling
handal dari Lemah Tulis namanya Garudamukha Prasidha dan
jurus yang kugunakan namanya Sikwiriya, sudahlah
Kalayawana, aku sudah membayar lunas kematian dua
orangtuaku, pergilah ke neraka membawa serta semua
kejahatanmu, tanah Jawa tak memerlukan orang jahat seperti
kamu, Kalayawana!" Saat itu juga Kalayawana memejamkan mata. Mati! Sesaat
penonton membisu, kemudian menyambut kemenangan
Wisang Geni dengan tepuk tangan. Orang-orang Lemah Tulis
yang paling getol menyambut kemenangan ketuanya.
Padeksa, Gajah Watu, Walang Wulan dan Sekar berdiri
bertepuk tangan. Memang mencengangkan, suatu kejutan besar, seorang
anak muda yang belum punya nama ternyata mampu
menghabisi petualangan Kalayawana yang selama ini tidak
pernah terkalahkan. Meskipun ia dari Lemah Tulis, perguruan
yang pernah begitu populer, hal itu tetap kejutan yang paling
menggegerkan. Wisang Geni kendati telah unjuk kebolehan dengan
membunuh Sempani dan tiga murid Kalayawana, pada
mulanya tetap diramalkan hanya akan menghantar nyawa di
tangan Kalayawana. Tetapi kenyataan justru terbalik, Geni
akhirnya keluar sebagai pemenang. Sebagian penonton
merasa senang, bagi mereka satu dari sekian orang jahat dan
telengas di kolong langit akhirnya mati juga
Sebagian pendekar menduga-duga ilmu apa yang
digunakan W isang Geni dalam tiga pertarungan yang begitu
mencekam Ketika Geni menjawab pertanyaan Kalayawana
yang sekarat, tak ada lagi keheranan dari wajah mereka.
Kalau itu memang ilmu paling handal dari Lemah Tulis, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak salah lagi kalau perdikan itu pernah berjaya duapuluh
tahun silam. Berdiri dari kursi, Pendeta Macukunda mengucap selamat
kepada Wisang Geni sebagai pendekar muda pendatang baru
di dunia persilatan. Macukunda kemudian berseru kepada
Padeksa dan Gajah Watu. "Berbahagialah sampean berdua,
aku melihat masa depan yang cerah menanti Lemah Tulis di
depan mata." Padeksa mengucapkan terimakasih sekaligus permisi untuk
suatu berita perguruan. "Hari ini kepada para pendekar
sekalian yang ada di sini, kami berdua, Padeksa dan Gajah
Watu memberitahu bahwa sejak kehilangan ketua duapuluh
lima tahun yang lalu, baru kini kami memiliki seorang ketua.
Dialah ketua perdikan Lemah Tulis yang ketujuh, namanya
Wisang Geni." Wisang Geni memberi hormat ke seluruh arena, "Aku yang
muda ingin mengumumkan bahwa sejak hari ini Lemah Tulis
tak lagi punya ikatan perguruan dengan Lembu Agra. Dia
murid busuk yang berkhianat yang menaruh racun pelemas
tulang ke sumur perguruan. Akibatnya kami semua keracunan
sehingga lawan dengan mudah mengalahkan kami. Perlu
diketahui bahwa ia sebenarnya adalah murid keturunan partai
Turangga, nama aslinya Jaranan, kini ia menjabat ketua partai
itu." Pengumuman itu sangat mengejutkan. Baru sekarang
terungkap tabir misteri mengapa perguruan sehebat Lemah
Tulis sampai hancur dan nyaris punah duapuluh lima tahun
yang lalu. Macukunda memecahkan kesunyian "Hayo, siapa lagi yang
mau menantang Ki Wisang Geni, ketua Lemah Tulis yang baru
ini. Atau mungkin menantang Ki Antaboga ketua perguruan
Ngantang?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni beranjak hendak meninggalkan gelanggang
tarung, ketika terdengar suara bentakan nyaring, "Tunggu!"
Seorang wanita cantik melangkah masuk gelanggang
tarung. Ia berjalan biasa, sepertinya tak peduli akan
pandangan orang yang kagum melihat kecantikannya.
Pakaiannya aneh. Celana panjang longgar sebatas perut.
Bagian perutnya terbuka, memperlihatkan perut yang rata dan
putih bersih. Di bagian dada, baju ketat yang memperlihatkan
bentuk buah dada yang montok. Ia mengenakan selendang
dari sutera warna putih sama seperti warna pakaiannya. Ia
cantik, hidung bangir, mulut agak lebar, rambut panjang
dibiarkan terurai melebihi pundak. Tinggi semampai. Matanya
berbinar memandang Wisang Geni.
"Kita ketemu lagi, Wisang Geni yang tampan."
Wisang Geni gugup menjawab, "Kau... kau..."
"Kenapa kau gugup, aku tetap Malini yang dulu. Kalau dulu
kau tak kuberi obat penawar racun, tentu sekarang ini kau
sudah mati. Seharusnya kau berterima kasih padaku."
Wisang Geni meluap amarahnya. "Kau perempuan bangsat,
kau telah meracuni aku dan Sekar. Kalau saja tak ada Dewi
Obat yang menolong, aku pasti sudah mati! Aku tak suka
bertempur dengan perempuan, panggil keluar lakimu!"
"Ah lagi-lagi kamu cemburu, Geni. Sudah berulang kali
kukatakan Kumara itu cuma teman perjalanan."
Wisang Geni kewalahan, ia berpikir keras. "Perempuan ini
gila dan tak tahu malu, ia ingin mempermalukan aku di depan
umum Apa kata orang nanti tentang aku" Apa kata Wulan dan
Sekar?" Wisang Geni tak tahu apa yang harus diperbuat. Mendadak
terdengar suara bisikan Malini di telinganya. Ini ilmu mengirim
suara jarak jauh. "Wisang Geni, cepat kamu beritahu di mana
kakek gurumu bersembunyi, kalau kau masih membandel
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga, akan aku umumkan bahwa dulu kita pernah bercinta dan
sekarang ini aku hamiL"
Tubuh Wisang Geni gemetar, keringat membasahi dahinya.
Tanpa sadar ia menoleh ke tenda mencari-cari wajah Wulan.
Terdengar bentakan nyaring Malini. "Hayo! Tunggu apa lagi!"
"Baik akan aku bawa kamu ke gunung Lejar. Tapi besok
baru kita berangkat," jawab Geni dengan gugup.
Malini tertawa dingin suaranya nyaring sehingga semua
orang mendengar. "Tidak! Aku tak mau besok! Aku mau
sekarang juga kita berangkat!"
Pada saat yang kritis itu tiba-tiba melesat sesosok


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangan masuk gelanggang. Ia berdiri di samping W isang
Geni. Gadis itu Sekar. Mendadak sekilas W isang Geni melihat
Malini menggerakkan tangan, menyerang Sekar. Tidak ayal
lagi Geni memotong serangan Malini dengan serangan. Sekar
tertawa. Ia tampak cantik, lebih cantik dari Malini karena
Sekar tampak masih muda, segar dan ceria. Mata Sekar
melotot marah, berlagak seperti seorang ibu yang sedang
memarahi putrinya yang nakal.
"Malini, rupanya kau masih mengenali aku. Itu sebab kamu
menyerangku, kamu ingin membunuhku, agar kau bisa
memfitnah Wisang Geni dengan leluasa, bukan" Aku heran di
dunia ini ada perempuan macam kamu yang tak kenal malu."
"Kau belum mati rupanya, seharusnya kamu jangan muncul
supaya bisa hidup lebih lama lagi."
"Maksudmu, kamu mau membunuh aku?"
"Hari ini aku sungguh akan mencabut nyawamu!" Berkata
demikian perempuan dari negeri Jambudwipa itu menyerbu
Sekar dengan serangan beruntun. Wisang Geni tak tinggal
diam, ia tahu Sekar tak akan bisa menangkal serangan
dahsyat itu. Segera terjadi pertempuran sengit antara Geni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Malini. Jurus demi jurus berlalu dengan cepat, tanpa
terasa pertarungan memasuki jurus yang ketigapuluh.
Pada saat itu melayang sesosok bayangan ke arena.
Seorang lelaki dengan pakaian aneh masuk arena. Bercelana
longgar yang diikat di pergelangan kaki. Bajunya sempit,
tanpa lengan dengan dada terbuka, memperlihatkan bulu
dadanya yang lebat. Rambutnya hitam pekat, keriting dan
digelung di atas kepala. Hidungnya mancung. Banyak
persamaan dengan perempuan asing itu.
Empat bayangan menerobos gelanggang tarung. "Siapa
kalian yang berani mengacau di Mahameru" Apa kalian pikir
tak ada orang yang bisa mengusirmu?" Empat orang itu tak
lain, saudara seperguruan Macukunda yang selama dua hari
ini tidak pernah jauh dari sang ketua Mahameru.
Lelaki asing itu, Kumara, memandang tajam empat
pendekar Mahameru. Pada saat itu, Malini menarik
serangannya, melakukan salto ke belakang dan tepat berdiri di
samping Kumara. "Hebat, ilmu kamu sudah jauh maju.
Jawablah dengan jujur, Wisang Geni. Kamu seorang ketua
Lemah Tulis, harus punya kehormatan. Kami berdua punya
hutang piutang dengan seorang ketua Lemah Tulis yang
duapuluh lima tahun silam mengalahkan pamanku Lahagawe
di perang Ganter, katakan di mana kami bisa temui orang tua
itu!" "Aku tak pernah ketemu dengan Eyang Sepuh Suryajagad.
Aku tak tahu beliau ada di mana. Kalau kau memang punya
hutang piutang dengan beliau, kamu alihkan padaku. Aku
yang bertanggungjawab atas semua hutang piutang Lemah
Tulis!" "Begitu pun bagus. Kamu sebagai ketua Lemah Tulis, kamu
yang bertanggungjawab. Juga kudengar kamu tadi mengatakan kamu sudah menguasai ilmu tingkat tinggi
perguruanmu yang bernama jurus Prasidha. Baiklah kita akan
berjumpa satu bulan lagi di tempat pertama kali kita jumpa".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selesa i berkata, Kumara memegang tangan Malini, keduanya
bergandengan meninggalkan gelanggang tarung seperti
melayang saja. Ilmu ringan tubuh yang diperlihatkan tidak
berada di bawah jago-jago tanah Jawa.
Wisang Geni mengucap terima kasih kepada empat
pendekar Mahameru itu. Ia menggenggam tangan Sekar dan
meninggalkan gelanggang tarung.
Ki Antasena, yang tertua dari keempat pendekar itu
melontarkan pertanyaan ke sekeliling arena. "Kalau tidak ada
lagi pendekar yang menantang maka pertarungan ini akan
segera ditutup!" Arena pertarungan lengang dan sepi. Mendadak terdengar
bentakan memecah kesunyian, "Tunggu!"
Seorang lelaki berpakaian penuh tambalan dengan jenggot
dan kumis yang sudah putih semua, melangkah cepat
memasuki gelanggang urung. Tubuhnya tinggi dan tegap,
langkahnya lebar, mengingatkan orang pada tokoh Pandawa
yang tinggi besar, Bratasena. Tak salah lagi dialah K i Demung
Pragola! Ia menoleh ke sekeliling. "Mana dia W isang Geni,
jangan lari kamu. Mana kejantananmu, ke mana kau bawa
kabur cucuku" Hayo tunjukkan rupamu, sedikit saja kau
ganggu rambut cucuku, jiwamu ku kirim ke neraka! Geni
keluar kau, ayo temui aku!"
Wisang Geni masuk kembali ke gelanggang, ia merasa
heran. Ia memandang Wulan yang juga keheranan.
"Bukankah cucilmu sudah kulepaskan waktu itu, ma lah
dijemput oleh anak buahmu sendiri!"
"Bohong kamu, anak buahku kamu bunuh, mana bisa ada
urusan seperti itu! Ternyata Lembu Agra benar, kau memang
penjahat yang berpura-pura menjadi pendekar berjiwa
ksatria!" Mendengar nama Lembu Agra, secara naluriah Geni
berpaling memandang kemah di mana ia melihat Sempani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menginap bersama Lembu Agra kemarin. Sekilas ia melihat
bayangan berkelebat dan jerit suara anak kecil memanggil,
"Kakek!" Saat itu juga Geni melesat menggunakan jurus Mesat
disambung dengan Warayang dua jurus hebat dari Waringin
Sungsang. Gerakan Geni susah diikuti mata. Dalam keadaan
terdesak tenaga Wiwaha memperlihatkan keampuhannya,
dorongan tenaga yang begitu besar membuat gerakannya
cepat dan pesat seperti kelebatnya kilat.
Sesaat kemudian Geni sudah mengancam Lembu Agra yang
lari sambil memondong seorang gadis kecil. Dalam hal ilmu
ringan tubuh Lembu Agra berada di bawah kemampuan
Wisang Geni, apalagi dengan memondong tubuh gadis kecil
itu, maka dalam sekejap mata Wisang Geni sudah mendekat.
Tahu sulit meloloskan diri dari kejaran Geni, Lembu Agra
melempar tubuh gadis kecil itu. Tubuh gadis kecil itu me lesat
ke arah batu besar. Wisang Geni terkejut, tak ayal lagi ia berbelok arah,
menggunakan jurus Antarlina dengan segala kekuatan
tenaganya. Tapi ia terlambat, tubuh gadis kecil itu melayang
lebih cepat. Terdengar jerit banyak orang, mereka
membayangkan kepala gadis itu akan pecah berantakan.
Mendadak tubuh Geni seperti terlontar ke depan, sambil kedua
tangannya mengirim pukulan jarak jauh. Itu jurus Warayangungas dari Garudamukha. Batu itu pecah berantakan
dan hancur menjadi debu Tubuh gadis kecil itu me lesat
melewati pecahan batu yang berantakan. Sesaat kemudian
Geni menjambret tubuh gadis kecil itu yang pingsan saking
kagetnya. Beberapa saat kemudian Demung Pragola tiba di tempat itu
diikuti hampir semua orang. Ki Demung yang tinggi besar itu
segera merebut cucunya dari tangan Geni dan memeluknya
erat. "Untung kamu selamat, nduk", katanya dengan suara
penuh haru. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah ketenangan mereda, semua orang kembali ke
tempat masing-masing. Demung Pragola mengucap terima
kasih kepada Geni. Ia juga menyapa Wulan, Padeksa, dan
Gajah Watu dengan akrab. Memang benar, Demung Pragola
adalah sahabat mendiang Bergawa. Pada mulanya Pragola
heran, mengapa Lembu Agra menyandera cucunya. Tetapi
setelah mendengar cerita perihal pengkhianatan itu, Pragola
mengerti duduk persoalannya.
Pendeta Macukunda menghampiri dan menyapa Demung
Pragola dengan akrab, "Hei, Pragola, kenapa baru sekarang
datang" Tarung belum berakhir, masih ada kesempatan kalau
kau mau ikut bersaing. Kau tinggal pilih menantang pendekar
yang mana di antara lima pemenangnya. Aku Macukunda atau
sang Pamegat atau Ki Sagotra dari gunung Merapi atau Ki
Wisang Geni ketua Lemah Tulis atau Ki Antaboga ketua
Ngantang" Hayo kau pilih yang mana?"
"Ha... ha... aku tak tertarik. Mereka yang kau sebut tadi
semuanya pendekar yang pantas mewakili tanah Jawa. Satu-
satunya yang belum kukenal cuma Ki Wisang Geni. Tetapi
kepandaian yang diperlihatkan tadi ketika menyelamatkan
cucuku, itu ilmu silat kelas atas. Aku tak perlu ragu lagi! Dia
pantas mewakili tanah Jawa." Setelah basa-basi secukupnya,
Demung Pragola bersama cucu dan beberapa anak buahnya
pamit mundur. Tetapi Macukunda mengajak Pragola
sahabatnya itu untuk nginap satu hari lagi.
"Hb... ho... orang bilang habis gelap akan datanglah
terang, Lemah Tulis sekarang sedang kejatuhan bintang.
Kamu tahu, riwayat dan petualangan Kalayawana dari
Gondowayu berakhir di tangan Ki W isang Geni, begitu juga
Sempani, opo ora hebat itu?"
Akhirnya pertarungan para pendekar di puncak Mahameru
selesai sudah. Macukunda mengucap terimakasih kepada
semua orangyang telah menghadiri pertemuan. Ia mengumumkan lima nama pemenangnya, yang nantinya akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mewakili tanah Jawa dalam adu kepandaian lawan jago-jago
dari daratan Cina. Tetapi sebelum kumpulan orang-orang itu bubar turun
gunung, lima orang dengan dandanan dan wajah yang asing
mendekati gelanggang tarung. Semua orang memandang
kelompok orang asing itu dengan heran dan takjub.
Seorang di antaranya perempuan. Ia cantik berkulit putih
bersih mengenakan celana dan kemeja panjang, warna hitam
Ia maju sambil merangkap dua tangan memberi hormat
kepada semua orang di sita. "Kami utusan dari Kuangchou,
kami ingin berjumpa dengan pimpinan persilatan tanah Jawa."
Suara gadis itu terdengar bening dan empuk, meski
logatnya kaku dan patah-patah. Ki Demung Pragola menjawab
spontan, "Di tanah Jawa ini belum ada seorang pemimpin
persilatan atau yang disebut sebagai orang nomor satu Kami
belum pernah melakukan pemilihan sepertiitu. Tapi nona bisa
ketemu dengan ketua Mahameru, pendeta Macukunda yang
cukup bijaksana dan berilmu tinggi, ini dia orangnya."
Gadis itu membungkuk menghormat. "Nama saya Mei Hwa,
saya mengucap selamat panjang umur bagi ketua Mahameru
dan semua pendekar di tanah Jawa ini. Saya bersama empat
orang teman, yang ini Liong Sam, ini Put Hai, Siong Bu Kam,
dan itu Tan Bing. Kami datang membawa pesan dari
pemimpin rimba persilatan di negeri kami, Sam Hong."
Macukunda memerhatikan satu per satu orang asing di
hadapannya. "Apa pesannya, nona. Boleh dijelaskan di sini
juga, apakah itu rahasia penting?"
Ketika itu sepasang mata Mei Hwa yang indah memandang
Manjangan Puguh. Mei Hwa menegur dengan ramah, "Tak
tahunya kembali saya berjumpa dengan pendekar budiman Ki
Manjangan Puguh, hormat saya untuk anda semoga panjang
umur, terimakasih atas pertolongan tuan pendekar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manjangan Puguh agak gugup menjawab, "Nona, itu tak
perlu terlalu diingat, setiap orang harus menolong orang lain
yang sedang memerlukan pertolongan. Aku hanya membantu
kalian mengusir sekelompok penjahat dan menunjuk jalan ke
Mahameru ini, bukan sesuatu yang terlalu besar."
Mata sipitnya berbinar ketika ia mengangguk, "Bagaimanapun juga pertolongan itu tetap suatu jasa baik
yang harus diingat." Mei Hwa memandang Manjangan Puguh
dengan senyumnya yang manis.
Mei Hwa kemudian menoleh ke arah Macukunda dan
tersenyum ramah. "Maaf, saya harus mendahulukan pendekar
yang telah menolong kami dari kesulitan. Tentang apakah itu
rahasia, penting atau tidak, saya serahkan kebijaksanaan
kepada bapak pendeta."
Mei Hwa merogoh surat dari balik bajunya, lalu diserahkan
kepada Macukunda. Pendeta ini membuka surat dan membaca
pesan yang ditulis dalam aksara Jawa. Macukunda menghela
nafas. "Pendekar sekalian, surat ini berisi pesan adu tanding
antara pihak tanah Jawa dengan Kuangchou. Pertandingan
dimajukan dua Inilah lantaran perhitungan arus dan angin
dalam pelayaran. Dengan demikian pertandingan akan
berlangsung tepat di malam purnama bulan Aswina, berarti
masih ada waktu empatpuluh lima hari lagi. Tempatnya di
hutan bagian selatan bukit Penanggungan".
Hari masih belum senja, sehingga semua orang masih
sempat pamitan turun gunung. Tanpa malu-malu Mei Hwa
mendekati Manjangan Puguh, menanyakan di mana ia bisa
menginap supaya pagi-pagi sekali bisa turun gunung. Sebelum
Manjangan Puguh menjawab, Wulan mendahului mengajak
Mei Hwa bergabung. "Kamu ikut kami turun gunung, nanti
malam kita sama-sama mencari tempat bermalam"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni mengajak Sekar. Keduanya kemudian pamit
pada nenek Dewi Obat. Sambil memeluk neneknya Sekar
menangis dan berbisik, "Aku harus mengikuti suamiku, nek."
Rombongan besar Lemah Tulis bersama kelompok
Ranggawuni dan lima utusan Kuangchou sama-sama turun
gunung. Di tengah jalan W isang Geni melihat wajah Wulan
agak muram Tak seperti biasa, diam-diam Geni mendekati.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi Wulan tidak memberi reaksi seperti biasa, malahan
menjauh. Dalam hati Geni berpikir mungkin Wulan malu jalan
berdampingan. Geni menoleh mencari di mana Sekar,
dilihatnya gadis itu berjalan bersama Prawesti, cucu Gubar
Baleman itu. Malam itu rombongan bermalam di sebuah desa. Kebetulan
kepala desanya adalah anggota dan anak buah Demung
Pragola sehingga tidak sulit untuk meminjam balairung balai
desa yang luas dan terbuka untuk tempat bermalam
Sehabis santap malam, semua orang duduk dalam
beberapa kelompok. Semua tampak gembira, cerita tentang
pertarungan Mahameru seakan tak pernah habis. Ada seorang
yang malam itu justru sangat gundah, dia Walang Wulan.
Wajahnya murung, seperti halnya mendung yang menutupi
kecantikan bulan. Malam sudah agak larut tapi Wulan tak bisa
memejamkan mata. Pikirannya menerawang ke mana-mana. Ia berpikir macam-
macam Ia melihat bagaimana Sekar tadi siang berani
menghadapi bahaya maut demi menolong Wisang Geni.
Kepandaian Sekar terlalu rendah, tetapi ia berani menerobos
arena menghadapi Malini yang kosen dan berilmu tinggi.
Masih banyak gadis-gadis lain yang lebih muda yang mau
berkorban jiwa demi Geni. Masih banyak gadis muda lainnya
yang mau menyerahkan diri menjadi isteri atau selir dari ketua
Lemah Tulis yang perkasa itu.
Wulan makin mengenal diri sendiri, ia adalah tipe
perempuan pencemburu Ia tahu akan banyak gadis memburu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni. "Bisa bisa aku mati lantaran cemburu setiap hari,"
bisiknya. Wulan menarik kesimpulan sepihak, kedudukannya
sebagai ketua Lemah Tulis membuat Wisang Geni kini bukan
milik Walang Wulan sendiri, tetapi milik orang banyak.
Entah bagaimana tiba-tiba Waning Hyun sudah duduk di
sampingnya. "Mbakyu Wulan, aku tahu apa yang kau pikirkan.
Biar kutebak, tapi kau harus jujur, jika tepat kamu harus
membenarkan ?" "Mana mungkin kamu tahu apa yang kupikirkan?" Wulan
tadinya memiliki rasa tidak suka pada Waning Hyun sete lah
mengetahui dirinya adalah putri Mahisa Walungan sementara
Hyun adalah cucu Ken Arok. Dendam perang Ganter menjadi
sebab. Tetapi Wulan akhirnya bisa menerima kenyataan
bahwa sejarah masa lalu Kertajaya, Mahisa Walungan, Ken
Arok tak ada sangkut paut dan hubungan langsung dengan dia
dan Waning Hyun. Pelan pelan Wulan mulai menyukai putri
keraton ini. "Mbakyu, kamu memikirkan Wisang Geni, dia sekarang
ketua Lemah Tulis yang mungkin akan melupakan kamu,
benar kan?" Wulan memandang heran pada adik seperguruan ini.
"Bagaimana kamu bisa menebak jitu?"
Waning Hyun menghela nafas, duduk menyandar
kepalanya ke pundak Wulan. "Mbakyu, aku juga sering
memikirkan nasibku kalau kelak menjadi isteri raja.
Ranggawuni suatu hari pasti akan menjadi raja. Seorang raja
di tanah Jawa harus memiliki banyak selir. Dan aku harus
menerima kenyataan ini, rela me lihat suamiku membagi
cintanya kepada perempuan lain. Bukan itu saja, suamiku juga
bukan milikku lagi, dia milik kerajaan, milik rakyat, dia harus
menyisihkan banyak waktu untuk kerajaan dan rakyatnya. Aku
mungkin hanya kebagian sisa waktunya yang lowong.
Keadaanmu dengan Wisang Geni masih jauh lebih ringan
ketimbang yang kuhadapi, mbakyu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan terkejut, ia menatap Waning Hyun dengan nanar.
"Tetapi kamu tahu dari mana kalau aku sedang memikirkan
Geni?" "Aku perempuan, mbakyu. Aku melihat wajahmu yang
gundah seharian ini, padahal Geni begitu hebat mengangkat
citra dan derajat Lemah Tulis. Kau bahkan menjauh dari Geni.
Aku lantas menarik kesimpulan, pasti ada yang tidak beres
menyangkut hubunganmu dengan Geni."
"Kupikir memang Geni kini bukan lagi milikku, aku harus
rela dan ikhlas melepasnya."
"Kalau itu keputusan kalian berdua, aku tak bisa komentar
apa-apa. Tetapi kalau itu keputusanmu sendiri, tanpa setahu
Geni, maka itulah keputusan paling bodoh!"
Walang Wulan terkejut, ia mengerutkan kening. Waning
Hyun tampaknya tak peduli kata-katanya telah membuat
wajah Wulan memerah saking malu dan tersinggung. Ia
melanjutkan dengan wejangan yang bermaknakan falsafah
hidup. Sulit dibayangkan gadis muda memiliki wawasan hidup
yang begitu luas. "Hidup ini cuma mengenal dua sisi. Mimpi dan kenyataan.
Kalau sedang memburu sesuatu yang kita inginkan, itu
namanya mengejar mimpi. Kalau gagal, kita tidak rugi, sebab
kita cuma kehilangan mimpi. Lain hal kalau kehilangan sesuatu
yang sudah dalam genggaman, yang sudah kita miliki. Itu
namanya rugi. Kata guru, kejarlah mimpi dengan ngotot dan
kerja keras, hasilnya bisa gagal, bisa sukses. Kalau gagal
jangan putus asa. Di sisi lain kita harus ngotot dan berupaya
keras mempertahankan apa yang sudah menjadi milik kita.
Dalam hal ini kita tak boleh gagal, kita harus berjuang keras
mempertahankannya!" Wulan memandang Waning Hyun dengan takjub. "Dari
mana kau peroleh pelajaran hidup itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa lagi kalau bukan guru Gajah Watu. Kamu tahu,
mbakyu, guruku itu pernah mencintai seorang gadis pendekar,
tetapi dia telah menyia-nyiakan kesempatan mendapatkan
gadis itu sebagai isteri. Dia menyesal, itu sebab sampai
sekarang dia tak mau terikat oleh seorang wanita pun,
padahal di keraton banyak gadis yang mau menjadi isterinya."
Wulan terkejut, tetapi menyembunyikan wajahnya. Dia
takut jangan sampai Waning Hyun membaca pikirannya.
Sebab dia tahu, siapa gadis yang dimaksud Gajah Watu itu.
"Jadi sebenarnya dia mencintai aku" Seandainya dia melamar
aku, pasti aku bersedia waktu itu. Tetapi dia hanya
membutuhkan tubuhku saja," katanya dalam hati. Dia tanpa
memandang adik seperguruannya, dia bertanya dengan
berdebar-debar. "Gurumu, menyebut siapa gadis itu, aku jadi
ingin tahu?" Waning Hyun menggeleng kepala. 'Tidak. Kata guruku, itu
rahasia yang akan dibawanya sebagai kenangan pribadi.
Tetapi dari pengalaman itu, dia memberiku nasehat, jangan
melepas apa yang sudah ada di dalam genggaman, jangan
bodoh!" "Kira-kira apa yang harus kuperbuat, adik manis?"
"Bukan lagi kira-kira, tapi suatu keharusan! Kamu harus
mempertahankan Wisang Geni, apapun rintangannya! Kamu
sudah memperoleh cintanya, kini tinggal kamu pertahankan
itu! Kamu mimpi hidup berdampingan dengannya, nah
kejarlah mimpi itu dengan larimu yang paling kencang!"
"Adik Hyun, kamu masih begini muda tapi pandanganmu
tentang hidup, bukan main luas dan bijaksananya!"
Waning Hyun menghela napas. "Mbakyu, aku tadinya
hanya mempersiapkan diri menjadi isteri seorang lelaki. Tetapi
belakangan ini aku harus menerima kenyataan lain, menjadi
isteri seorang pangeran yang tak lama lagi akan menjadi raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku harus siap melepas kebebasan dan kemerdekaan yang
sudah membesarkan aku selama ini."
Wulan memeluk Hyun. "Apalagi yang membuat kau gelisah.
Mimpi seorang puteri keraton adalah menjadi isteri seorang
raja, kau seharusnya bahagia!"
"Ya, seharusnya demikian." Suara Waning Hyun terdengar
agak parau. Ada suara duka di dalamnya.
Keduanya beranjak masuk ke dalam kamar. Wulan masih
memikirkan pembicaraannya dengan Waning Hyun dan
bagaimana sikapnya menghadapi Wisang Geni. Ia sudah
hendak tidur ketika terdengar suara orang menyanyikan
kidung Jurus Penakluk Raja. Suaranya dingin dan sinis, ciri
suara seorang pembunuh. Suara itu bening dan jernih,
pertanda tenaga dalam orang itu dari pendekar kelas atas.
Di tengah gelapnya malam, udara yang dingin serta
heningnya suasana, kidung itu membangkitkan bulu roma.
Ada hawa pembunuhan yang terbawa dalam nada suara si
penyanyi. Dari gunung Lejar Jurus penakluk Raja Ilmu dari segala ilmu
Melenggang ke Barat Meluruk ke Timur Merangsak ke Utara Merantau ke Selatan Tak ada lawan Tak ada tandingan Ilmu dari segala ilmu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga perempuan di kamar iiu melompat bangun, terutama
Mei Hwa yang dari tadi sudah pulas. Gadis dari Kuangchou ini
tak mengerti apa persoalannya. Ia bangun karena mendengar
suara ribut yang ditimbulkan tiga rekan sekamarnya, Waning
Hyun, Sekar dan Walang Wulan.
Wulan berseru perlahan, "Itu Kidung Maut!" "Tiga kali
kidung dinyanyikan Berarti malam ini sebelum fajar
menyingsing, ada tiga orang yang jiwanya bakal me layang di
rumah ini. Sungguh temberang si Kidung Maut, tidak tahukah
dia bahwa di rumah ini berkumpul banyak jago dari kalangan
kelas atas?" Kata-kata Wulan itu semakin membuat Mei Hwa
bingung. Tetapi gadis Kuangchou itu tak sempat bertanya lebih
lanjut. Terdengar suara Ki Demung Pragola membelah
kesunyian malam yang sudah mulai hangat suasananya.
"Harap semua orang berkumpul di ruang tengah! Kita bentuk
lingkaran dengan setiap orang menghadap keluar."
Ruangan itu memang besar dan luas. Semua orang sudah
berkumpul di ruang tengah. Seluruhnya terhitung tigapuluh
tujuh orang, termasuk tuan rumah dan keluarganya, Ki
Demung Pragola mendudukkan cucunya di dekatnya. "Nduk,
kau tak boleh berpisah dengan kakek, biar sesaat pun! Ingat
itu, nduk" Demung Pragola memandang semua orang. Di situ ada
Padeksa, Gajah Watu, Sang Pamegat, Manjangan Puguh,
Wisang Geni, Ranggawuni, Mahisa Cempaka, Waning Hyun,
Walang Wulan, delapan pendekar Tumapel, lima utusan dari
Kuangchou, beberapa murid Lemah Tulis dan beberapa murid
perguruan DemungPragola. Melihat wataknya yang agak berangasan, tak heran
Demung Pragola kesal bagai kebakaran jenggot. "Sungguh
sombong dan temberang si Kidung Maut itu. Ia terlalu
memandang enteng kita semua yang ada di sini. Aku Demung
Pragola merasa terhina kalau sampai ada orang yang menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
korban sementara aku ada di sini. Tuan-tuan apa yang harus
kita lakukan?" Sang Pamegat seperti juga Ki Demung Pragola merasa
sangat terhina dengan kejadian ini. "Kita tunggu saja, sampai
di mana kehebatan si Kidung Maut itu. Aku ingin melihat
apakah darahnya juga merah seperti darahku?"
Manjangan Puguh memandang Wisang Geni yang
kebetulan sedang menatapnya. Hampir tujuh purnama silam
dia bertiga Padeksa dan Wisang Geni menghadapi situasi
sama. Waktu itu si Kidung Maut berhasil memenuhi
kebiasaannya, membunuh orang sesuai jumlah kidung yang
dia lembangkan. Apakah kali ini ia juga akan berhasil lagi
membunuh orang sesuai keinginannya"
Manjangan Puguh berjalan hilir mudik, tampaknya ia
sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia bertanya kepada
muridnya, "Ketika tadi bertempur dengan perempuan
Jambudwipa itu, apakah kau temukan sesuatu yang aneh,
Geni?" "Tidak, tak ada yang aneh guru!" Mata Geni melihat Sekar
dan Wulan yang duduk jauh dari tempatnya. Ia menggapai
dua gadis itu agar duduk di dekatnya. Dua perempuan itu
beranjak mendekati tempat Geni.
Manjangan Puguh melanjutkan pembahasannya, hanya
berdua Wisang Geni, tak ada orang yang mendengarnya
karena pembicaraan dilakukan dengan ilmu pendam suara.
"Maksudku begini, setahun lalu kita bertiga bersama Ki
Padeksa pernah tarung dengan s i K idung Maut. Waktu itu kita
sepakat si Kidung Maut sesungguhnya adalah seorang
perempuan. Sejak hari itu aku mengejar pembunuh kejam itu.
Dari beberapa kejadian aku yakin pembunuh itu terdiri dua
orang. Keduanya berilmu tinggi Satu di antaranya perempuan.
Satunya lagi kuyakin laki-laki. Dan aku yakin malam ini,
keduanya akan turun tangan bersama."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni terkesiap. "Kalau begitu ma lam ini kita
menghadapi lawan berat. Satu Kidung Maut saja sudah sulit di
lawan, apalagi kini dua orang. Kita tak boleh lengah, benar-
benar harus waspada."
"Geni, setahun lalu kau mengatakan mencium wewangian
perempuan waktu kau bergebrak dengan si Kidung Maut,
kamu masih ingat" Tadi waktu kau bertarung dengan Malini,
adakah kau mencium aroma wewangian yang sama?"
Wisang Geni berdiam, mencoba mengingat-ingat. Saat itu
semua orang diam, masing-masing sibuk menata diri,
mempersiapkan tenaga menghadapi serangan yang mendadak
dari iblis pencabut nyawa itu. Geni bertanya pada gurunya,
"Guru, kenapa kau mencurigai perempuan dari negeri
Jambudwipa itu?" Tetapi sebelum dia menjawab, dia terkejut dengan
kehadiran Mei Hwa yang melangkah mendekatinya dan duduk
di sampingnya. "Pendekar Puguh, siapa orang yang menyanyi
tadi, mengapa semua orang panik dan bersiap-siap seperti
mau bertarung?" Pendekar ini terkejut mendengar pertanyaan Mei Hwa, ia
heran melihat sikap wanita Cina ini yang memperlihatkan
perhatian kepadanya. Ia menjawab dengan tersenyum
"Penyanyi kidung itu adalah pembunuh kejam, dia selalu


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh dengan terlebih dahulu menyanyikan kidung
tersebut, tadi tiga kali dia mengulang kidung itu artinya dia
akan membunuh tiga orang di antara kita, dan itu akan dia
lakukan sebelum fajar menyingsing."
Puguh menoleh kepada Wisang Geni. Dia bicara lirih,
sengaja biar Mei Hwa juga bisa mendengar. "Selama
penyelidikan aku temukan keanehan bahwa orang Jambudwipa itu sering kali berada di sekitar tempat
pembunuhan. Seperti malam ini, bukankah tadi siang kita
bertemu mereka?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Wisang Geni berseru, suaranya agak keras, "Guru,
memang dia!" Dia kemudian menyambung bicaranya dengan
suara lirih. "Tadi memang aku mencium wewangian. Tapi
wewangian yang tadi masih asing bagiku, tak bisa kuingat
atau membandingkannya. Lain hal saat aku dan Sekar dipaksa
menelan racun oleh Ma lini dan Kumara, waktu itu Ma lini
berdiri dekat denganku, sehingga aku mencium wewangian
yang rasanya pernah kukenal. Hanya saat itu aku lupa. Kini
aku ingat, wewangian itu sama, wewangian yang dipakai
Malini sama wanginya dengan wewangian yang dipakai si
Kidung Maut. Tetapi guru mungkinkah dua pendekar asing itu
yang menyamar sebagai Kidung Maut?"
Manjangan Puguh manggut-manggut. "Tadinya, aku sedikit
ragu, kini tidak lagi. Aku berani mempertaruhkan kepalaku, si
Kidung Maut adalah dua pendekar Jambudwipa itu, aku pasti!"
Mei Hwa penasaran. "Tapi apa kira-kira alasan mereka"
Mengapa mereka suka membunuh?"
Wisang Geni berseru, "Guru, aku tahu sebabnya! Ketika aku
terluka, mereka membujuk aku, mereka akan menyembuhkan
lukaku kalau kuberitahu di mana tempat Eyang Sepuh
Suryajagad bertapa. Tadi pagi, kembali ia menanyakan hal
yang sama dengan ancaman akan memfitnah diriku di depan
umum Ia juga menyebut Resi Lahagawe yang pernah dihajar
Eyang Sepuh di perang Ganter. Hubungannya jelas, dengan
menyanyikan kidung Jurus Penakluk Raja yang pernah
dinyanyikan Eyang Sepuh, mereka memancing agar Eyang
Sepuh mau keluar dari pertapaan."
Manjangan Puguh tertawa. "Itu sebabnya,
setiap menyanyikan kidung itu, kepala kidung tidak ikut dinyanyikan!" Mei Hwa memegang tangan Manjangan Puguh, "Kangmas
Puguh, aku ingin mendengarkan kidung Penakluk Raja yang
lengkap." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jantung Manjangan Puguh berdebar kencang. Dia juga
merasa heran dengan dirinya, mendadak saja dia timbul birahi
dan rangsangan nafsu saat Mei Hwa duduk di dekatnya. Bahu
Mei Hwa sesekali menempel dengan bahunya. Kini tangan
gadis Kuangchou itu malah menggenggam tangannya. Puguh
menggunakan ilmu pendam suara ditujukan kepada gadis
cantik itu. Dia menyanyikan kidung yang lengkap.
Ilmu dari seberang Tak boleh tepuk dada Di T anah Jawa ini Dari Gunung Lejar Jurus Penakluk Raja Ilmu dari segala Ilmu Melenggang ke Barat Meluruk ke Timur Merangsak ke Utara Merantau ke Selatan Tak ada Lawan Tak ada Tandingan Ilmu dari segala Ilmu Suara Puguh kasar dan gemetaran, tetapi Mei Hwa
meleletkan lidah. Dalam hatinya ia kagum terhadap pencipta
kidung. Kagum bahwa orang itu begitu percaya pada ilmunya.
Dan bahwa ilmu tiada tandingan tentu bukan sembarang ilmu.
Ilmu dari segala ilmu Mei Hwa masih mau bertanya, tetapi dicegah oleh Puguh.
Karena saat itu dia melihat Wisang Geni berjalan keluar
menuju alam terbuka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gerak gerik Wisang Geni tidak luput dari pengamatan
Wulan dan Sekar. Keduanya saling memberi isyarat, keduanya
mengikuti Geni me langkah keluar. Wulan bertanya. "Geni, ke
mana kau?" Ada rasa khawatir dalam getar suaranya.
Wisang Geni menoleh, dia menggapai dua kekasihnya itu.
Ketiganya menjauh dari rumah besar. Dua perempuan itu
terkejut ketika Wisang Geni tertawa, menggunakan tenaga
dalam. Tertawanya, khas tertawa lembah kera. Tawa itu
berkumandang ke segala penjuru, panjang bergelombang,
jernih dan lepas. Geni sengaja menggunakan tenaga Wiwaha
sehingga siapa pun yang mendengar pasti akan meleletkan
lidah kagum akan kekuatan tenaga dalam Geni Bahkan tokoh
seperti Sang Pamegat, dan Demung Praloga, sampai terpaku
di tempatnya. Mendadak tertawa itu terhenti, saat berikutnya terdengar
suara Geni. "Kalian berdua hentikan pembunuhan yang tak
ada gunanya ini Satu purnama mendatang, aku akan menemui
kalian berdua untuk melunasi segala hutang piutang di antara
kita. Tempatnya di warung tempat kita bertemu dulu."
Suara Geni ini terdengar jelas, lantang dan jernih
menerobos ke empat penjuru angin. Gemanya terdengar jauh
nun di sana saling bersahutan. Lama sekali baru gema itu
lenyap. Semua orang di situ termasuk Mei Hwa dan empat
kawannya, mengakui hebatnya tenaga dalam Geni.
Demung Pragola menghela napas. "Sungguh benar kata
orang, gelombang di belakang selalu menghempas gelombang
di depannya. Dari mana Lemah Tulis bisa memperoleh murid
seperti Wisang Geni. Sayang aku tak melihat bagaimana ia
menghabisi riwayat Kalayawana."
Malam sunyi sepi. Tak lama terdengar suara kidung
dinyanyikan orang. Makin lama suara kidung makin menjauh
sampai akhirnya lenyap ditelan kebisuan malam
Manjangan Puguh tampak kesal. "Mereka sudah pergi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demung Pragola dan Padeksa
hampir bersamaan menyahut, "Tak boleh percaya. Kita harus tetap waspada dan
tetap berkumpul bersama-sama di ruangan ini."
Mei Hwa menegur Manjangan Puguh. "Kenapa kau kesal,
kangmas. Dengan perginya iblis pembunuh kan kita tak perlu
bertempur lagi." Manjangan Puguh menatap wajah cantik di depannya. Ia
tak bisa menyembunyikan perasaan tertariknya. Dua kali gadis
itu memanggilnya kangmas. Agak gugup Manjangan
menjawab. "Benar katamu. Tapi aku khawatir keselamatan
Wisang Geni dalam pertarungannya dengan dua orang itu."
"Kamu tak usah khawatir. Muridmu itu memiliki ilmu silat
yang jarang bisa dicari bandingannya. Tenaga dalam seperti
itu di negeriku mungkin hanya dimiliki oleh ketua Sam Hong
saja. Tetapi mas, jika muridmu sebegitu hebatnya tentu kamu
sebagai gurunya memiliki ilmu s ilat yang lebih hebat lagi."
"Tidak bisa mengukur ilmu silat seseorang dengan cara
begitu. Dulu, memang dia pernah kudidik sebagai murid,
tetapi waktu berjalan terus, dia punya jalan lain, aku
menempuh jalan lain. Aku senang bahwa muridku memperoleh keberuntungan sehingga ilmu silatnya meningkat
pesat, aku rasa sekarang ini dia sudah mencapai tingkatan di
atasku. Dan aku sangat bangga padanya."
Mei Hwa tersenyum Ia memegang tangan Manjangan
Puguh yang tentu saja bertambah gugup. "Mas, kamu
pendekar yang bermoraL Aku bersyukur kamu tidak termasuk
dalam lima jago tanah Jawa yang akan pibu adu silat dengan
jagoan kami." "Kenapa kamu berkata demikian."
Mei Hwa merunduk. "Aku tak mau kamu terluka."
Manjangan Puguh terkesiap. Ia bertanya-tanya, apakah
gadis cantik ini menyatakan perasaan cinta kepadanya" Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih gugup ketika Me i Hwa menggenggam tangannya dan
menarik menjauh dari orang-orang. "Kangmas Puguh, ketika
kamu menolong kami dari keroyokan penjahat, kamu sudah
memeluk tubuhku Terus terang selama ini, tubuhku belum
pernah dipeluk seorang lelaki. Aku mau tanya, kamu harus
jawab jujur, kamu bisa melakukan pertolongan itu tanpa harus
memeluk aku, kenapa kamu memeluk aku?"
Manjangan Puguh tersenyum "Mei Hwa, aku tahu kamu
punya ilmu silat yang mungkin tidak berada di bawah
tingkatanku, mengapa kamu tidak menghajar penjahat itu,
tetapi pura-pura lemah dan memberi kesempatan aku
menolongmu, kamu juga tidak berontak ma lah membiarkan
aku memelukmu?" Mei Hwa tersipu-sipu. Ia merunduk. "Aku yang bertanya
dulu, kamu tak boleh balik bertanya, kamu harus
menjawabnya dulu." Manjangan Puguh menoleh sekeliling. Tak ada orang yang
memerhatikan. Ia memegang tangan Mei Hwa, menciumi
tangan itu. "Aku menyukaimu sejak pertama melihatmu, Mei
Hwa." Berikutnya dua insan itu terlibat dalam pembicaraan
akrab. Di sudut sana Ranggawuni juga sedang ngobrol dengan
Waning Hyun. Sedang di luar ruangan, dekat taman, Wisang
Geni dan Walang Wulan saling menatap. Ternyata Waning
Hyun berhasil mengubah sikap Wulan, yang tadinya serba
ragu kini hangat kembali.
"Geni, kau kini sudah jadi ketua, aku bawahanmu Dalam
soal ilmu ilmu s ilat, kamu pun lebih kuat. Sebagai suami, kamu
tentu punya banyak kelebihan, aku mau tanya apakah
nantinya kamu akan berlaku galak terhadapku?"
Geni tak menjawab, malahan balas bertanya, "Kenapa
seharian ini kau menjauh dariku, apakah aku berbuat sesuatu
yang membuatmu marah atau tersinggung?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau belum menjawab pertanyaanku!"
"Kau jawab dulu pertanyaanku!"
Wulan menggeleng. Geni tersenyum "Kamu terkadang memang keras kepala."
Dia meraih tubuh Wulan, memeluk erat. "Wulan, aku tak akan
pernah galak terhadapmu, sekarang atau pun kelak. Aku akan
batasi diri bergaul dengan perempuan. Tapi ada syaratnya."
Wulan bertanya manja. "Apa?"
"Tidak di sini, mari kuajak kamu ke suatu tempat." Geni
menggandeng tangan kekasihnya. Keduanya melesat ke
kerimbunan hutan. Sekar memandang kepergian dua insan itu
dengan senyum Di kerimbunan pepohonan, Geni melucuti pakaian Wulan.
Mereka bercinta dan menikmati birahi yang panas membara.
Sambil mengerang, terengah-engah, Wulan berbisik, "Kamu
belum katakan syaratnya tadi."
"Kamu tak boleh menyimpan persoalan, jika ada persoalan,
utarakan saja padaku."
"Cuma itu?" "Ya cuma itu." Sembari memeluk suaminya, Wulan berbisik lirih, "Geni,
tadi, saat kita bergandengan menuju hutan, aku melihat
Sekar, artinya ia melihat kita pergi berduaan."
"Tidak ada masalah, Sekar sudah mengerti. Sekar dan
kamu harus mengerti bahwa aku harus melayani dua isteri.
Lain kali, aku akan mengajak Sekar dan kamu yang melihat
kepergianku berdua Sekar."
Wulan berbisik, menggelitik telinga kekasihnya. "Terbalik,
bukan kamu yang melayani dua isteri tetapi kami berdua yang
harus melayani kamu. Bahkan mungkin dalam masa datang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan ada perempuan lain lagi yang masuk ke dalam keluarga
ini." "Kenapa mengatakan adanya perempuan lain lagi?"
Wulan tertawa geli ketika tangan Geni menggelitik
tubuhnya. "Aku tahu, sebab melihat gelagat birahimu, setelah
memahami ilmu Wiwaha tampak perubahan dalam dirimu,
kamu semakin cepat terangsang birahi dan makin perkasa."
Keduanya tertawa lirih sambil tetap. menikmati pelukan
asmara di tengah malam yang remang-remang disinari cahaya
rembulan. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jurus Penakluk Raja Hari ini adalah awal dari hari esok. Pertemuan adalah awal
dari suatu perpisahan. Beberapa hari bersama-sama, ngobrol
bercanda, makan minum dan tidur, tanpa terasa telah
menumbuhkan rasa pertemanan yang akrab. Rombongan
besar itu berpencar. Demung Pragola bersama cucu dan anak
buahnya pulang ke markas partainya. Sebelum pergi Demung
Pragola menjanjikan bantuan kepada Wisang Geni, kapan saja
diperlukan. Rombongan Sang Pamegat bersama Ranggawuni, Mahisa
Campaka, Waning Hyun dan delapan pendekar Tumapel
melanjutkan tujuan asalnya. Wisang Geni yang dulunya tawar
terhadap tiga pangeran ini, belakangan mulai hangat. Ia
memberi hormat sambil mengucap salam perpisahan.
Sekoyong-koyong Waning Hyun yang berdiri di samping
Ranggawuni memperingatkan Geni.
"Kangmas Wisang Geni, kamu sekarang ketua Lemah Tulis,
kamu juga kakak perguruanku, tetapi kamu tetap masih


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hutang satu permintaan padaku. Jangan lupa, suatu waktu
nanti aku akan menagih janji itu, awas kamu tak boleh
ingkar." Wisang Geni tertawa. "Tanpa berhutang janji pun, kalau di
perintah seorang permaisuri agung, mana berani aku
menolak." Melihat Waning Hyun tersipu-sipu. Ranggawuni tertawa
terbahak-bahak. "Kangmas Geni, kamu sekarang tak lagi kaku
seperti dulu pertama kali bertemu kami. Sobat, berhati-hatilah
memimpin Lemah Tulis. Makin tinggi kau duduk makin besar
angin yang akan menerpamu, hati-hati dan waspada terhadap
siapa pun!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rombongan Lemah Tulis melanjutkan perjalanan. Lima hari
kemudian sampai di Gayu, sebuah desa kecil di kaki gunung
Wclirang. Lima hari itu bagi Manjangan Puguh adalah
pengalaman baru. Selama lima hari itu ia merasa dikejar-kejar
Mei Hwa. Setiap ia sendirian, Mei Hwa selalu menghampiri dan
mengajaknya bicara Dia seperti melihat wajah Mei Hwa di mana-mana.
Hidungnya yang bangir mungil, matanya yang sipit indah
gemerlap, rambutnya yang halus lurus, bibir yang mungil,
semuanya seperti akrab dengannya. Perawakannya yang
tinggi jangkung, tidak kurus dan tidak gemuk selalu jadi bahan
lamunan. Manjangan Puguh seorang lelaki berjiwa polos yang tak
pernah menyembunyikan perasaannya. Ia terus memikirkan
Mei Hwa. Sampai suatu saat ia dihadapkan pada pilihan sulit.
Pergi jauh dari perempuan Cina itu, atau menghampiri
perempuan itu dan mengatakan bahwa ia mencintainya.
Tetapi ia bimbang. Ada rasa khawatir, cintanya akan ditolak.
Ia merasa sudah tua, usia separuh abad, apakah Mei Hwa
mau menerima cintanya" Ia makin kesal terhadap dirinya,
mengapa menjadi begitu lemah, tak mampu mengambil
keputusan tegas. Perpisahan selalu membawa kenangan. Bagi Manjangan
Puguh, yang selalu berpindah tempat dan tak pernah diam
lama di suatu tempat, perpisahan adalah kawannya yang
paling akrab. Hari itu ia sulit memutuskan mengikuti
rombongan Wisang Geni ke Lemah Tulis, pergi mengembara
seorang diri atau mengawani rombongan Mei Hwa ke bukit
Penanggungan. Ia bingung memilih, seperti kebingungan
dirinya yang tidak punya keberanian mengutarakan cintanya
pada Mei Hwa. Tadi malam, bagi Manjangan Puguh suatu hari yang tak
akan terlupa. Mei Hwa menghampirinya, memegang
tangannya dan menatap lekat-lekat matanya. Ia sepertinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat sinar mata yang mengandung cinta. Apakah benar,
Mei Hwa mencintai dirinya sebagaimana ia mencintainya"
Gadis itu berkata lirih, "Mas Puguh, di dalam rombongan ini
aku adalah pemimpinnya karena aku pandai bahasa Jawa.
Tetapi pengalamanku cetek, apalagi aku sangat asing dengan
negeri ini, aku mohon bantuanmu mengantar kami ke bukit
Penanggungan. Di bukit itu kami akan menanti rombongan
ketua Sam Hong. Kamu mau mengantar kami?"
Entah mengapa Manjangan Puguh justru menjawab yang
tidak sesuai bahkan bertentangan dengan kemauannya. "Aku
tidak bisa, aku masih punya urusan lain." Ia melihat wajah Mei
Hwa yang kecewa, bahkan matanya merah basah. Ia
menyesal, tetapi tak mampu meralat jawabannya tadi.
Siang hari itu, di batas desa Gayu, dua rombongan itu
sampai di persimpangan jalan. Ke kiri menuju Trowulan,
markas perdikan Lemah Tulis. Ke kanan menuju bukit
Penanggungan. Jari Manjangan Puguh menunjuk lurus ke
depan. "Kalau ke utara terus, kalian akan sampai di bukit
Penanggungan." Mata Mei Hwa berkaca-kaca. Ia dan keempat kawannya
memberi hormat kepada semua orang. Matanya memandang
Manjangan Puguh penuh arti. Sepasang mata sipit itu, basah
tapi masih bening dan berkilat. Manjangan Puguh menyukai
keindahan mata itu. Hatinya tergugah, tapi ia tak bisa
mengambil keputusan. Dalam hatinya ia merasa malu,
mencintai gadis usia duapuluhan, padahal dia sendiri sudah
hampir setengah abad. Ia malu terhadap Geni dan yang
lainnya. Juga terhadap Mei Hwa.
Manjangan Puguh tak sanggup menatap lama-lama mata
Mei Hwa. Cepat ia membalik dan me langkah mendahului
rombongan Lemah Tulis. Ia berjalan menuju Trowulan. Mei
Hwa masih berdiri tak bergerak Mata gadis itu menatap
kekosongan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni berbisik pada Wulan. Perempuan ini manggut,
lalu berseru, "Paman, tunggu dulu, lebih baik paman
mengawani Mei Hwa dan rombongannya, kalau terjadi apa-
apa terhadap mereka, nama kita semua akan cemar. Lagi
pula, paman, kau bukan anggota Lemah Tulis apa gunanya ke
Trowulan?" Manjangan Puguh berhenti, berpikir sejenak, ia berbalik.
"Kau benar juga. Aku bukan orang Lemah T ulis, buat apa ikut
ke Trowulan. Baik, aku akan mengawani orang-orang Cina ini
sampai desa di depan."
Sambil berkata Manjangan Puguh melesat Sekejap saja ia
sudah berdiri di dekat Mei Hwa. Mata gadis itu berbinar,
wajahnya menjadi cerah. Tanpa merasa malu ia mengucap,
"Terimakasih," sambil menjura kepada Geni dan Wulan. Tidak
Kelana Buana 14 Pendekar Rajawali Sakti 58 Darah Seratus Bayi Hati Budha Tangan Berbisa 5
^