Pencarian

Pusaka Jala Kawalerang 1

Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 1


Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 01 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
BIARA RUSAK DI ATAS BUKIT
MALAM ITU, udara segar bugar. Bintang-bintang bergetar lembut di angkasa. Awan
meniup lembut membawa rangkaian awan putih berarak-arak. Kadangkala menutup
cahaya bulan yang menebarkan kesemarakannya di atas bumi. Pangeran Jayakusuma
menunggu abu Ki Ageng Mijil Pinilih dengan hati pilu dan khidmat. Pengalamannya
bergaul dengan almarhum berkesan dalam baginya. Seumpama tiada bertemu dan
berguru padanya, barangkali pada saal ini dia hidup sebagai binatang piaraan
yang menderita siksaan batin dan jasmani.
Tatkala matahari timbul di permukaan langit, dengan hati-hati ia mengumpulkan
dan membungkus abu jenasah dengan kain pembungkus pakaian pemberian Dandung
Gumilar. Setelah dibupgkusnya rapih, bungkusan itu di ikatnya pada punggungnya.
Lalu membuat sebuah liang kubur dan mengubur sisa-sisa abu pembakaran.
Bersembahlah ia beberapa kali seolah-olah seseorang sedang bersujud kepada
Dewata Agung. Dan barulah ia meneruskan perjalanannya.
Kira-kira matahari sepenggalah tingginya, ia memasuki sebuah kota kecil. Segera
ia mencari rumah makan dan pemangkas rambut. Setelah itu, membeli dua perangkat
pakaian dan berangkat mengarah ke barat. Tiba-tiba hatinya kehilangan arah.
Mau ke mana " Apakah kembali ke Goa Kapakisan "
Mengenangkan goa itu, hatinya jadi pedih bukan main. Malahan ia merasa takut.
Takut pada bayangannya sendiri dan rasa sunyi.
Karena berbimbang-bimbang, ia menghentikan langkahnya.
Selagi demikian, tangannya menyentuh bungkusan abu Ki Ageng Mijil Pinilih.
Seketika itu juga, terbangunlah semangat hidupnya.
Suatu gumpalan tekat tersembul dalam lubuk hatinya. Berkata kepada dirinya
sendiri: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Goa Kapakisan kini memang merupakan suatu siksaan bagiku. Pastilah aku akan
menjadi boneka permainan kenangan lama yang menyakitkan hati. Tetapi aku pernah
tersekap di dalam penjara demikian pula. Ah, rasanya di dalam goa jauh lebih
baik daripada tersekap di dalam penjara. Baiklah kakang, demi menenteramkan
arwahmu aku akan kembali ke Goa Kapakisan untuk menyempurnakan ilmu
warisanmu.............."
Memperoleh ketetapan hati demikian, ia jadi bersemangat kembali. Dengan berlari-
larian ia mengarah ke Goa Kapakisan.
Beberapa hari kemudian, sampailah ia di depan goa. Dan melihat goa itu, benar
saja hatinya mulai bergolak hebat, la lantas duduk berjuntai di tepi tebing batu
dengan hati pepat. Di goa itulah, ia dahulu bertemu dengan Retno Marlangen dan
melepaskan cintanya yang pertama. Sekarang Retno Marlangen tiada lagi di dalam
goa itu. Dia hilang, dia lenyap karena terenggut suatu kekuasaan maha dahsyat.
Dan bayangan Nayaka Madu tersembul di antara angan-angannya yang keruh. Kemudian
muncul pula Pangeran Anden Loano, Ulupi dan akhirnya Ki Ageng Mijil Pinilih :
"Carilah harta itu dan serahkan kepada Ulupi. Kemudian rebutlah Retno Marlangen
kembali!" Mendengar bisikan suara, jantungnya berdegupan. Seketika itu juga semangat
juangnya berkobar-kobar bagaikan membakar seluruh sendi-sendi tubuhnya. Terus
saja ia memasuki goa Kapakisan. Ces ! Hatinya teresapi perasaan dingin sampai
menembus tulang-sumsumnya. Ia memasuki rumahnya sendiri, kini. Melihat dinding
goa, ia menggerayangi dan merabanya dengan perasaan damai. Ingin ia mengadukan
nasibnya yang buruk. Tetapi tentu saja, dinding goa tidak pandai diajaknya
berbicara untuk memuntahkan semua isi hatinya.
Beberapa hari kemudian, mulailah ia memeriksa dinding goa yang terdapat tulisan
Ki Ageng Mijil Pinilih. Diantaranya terdapat beberapa kalimat yang berbunyi
demikian : "Empat tahun kemudian, kayu dan batu dapat digunakan sebagai pedang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemajuanmu sudah mencapai tataran tanpa senjata melebihi senjata apapun". la
membaca kalimat itu berulang kali dan mencoba menyelami maknanya. Berpikirlah ia
di dalam hati : "Dengan bersenjata rantai aku sudah berhasil merobohkan pendekar-pendekar kelas
satu, dalam satu gebrakan saja.
Apalagi, bila aku menggunakan pedang. Rasanya tiada tandingnya lagi di dunia.
Tetapi kakang Mijil Pinilih dapat dirobohkan oleh racun Nayaka Madu. Memang
kepandaian Nayaka Madu hebat. Kalau begitu, meskipun aku kelak dapat mewarisi
semua kepandaian yang diharapkan kakang Mijil Pinilih, aku harus tetap
berwaspada terhadap tipu-muslihat yang menggunakan racun berbahaya. Nayaka Madu
memang licik, jahat dan terlalu licin ! Baiklah, biarlah aku bersabat sampai
empat tahun lagi sebelum menuntut dendam. Bila kepandaianku sudah maju seperti
makna bunyi kalimat kakang Mijil Pinilih, pada waktu itu belum kasep untuk
membuat perhitungan dengan Nayaka Madu."
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia keluar goa membuat sebatang pedang
kayu. Kemudian mulailah ia berlatih mengikuti petunjuk-petunjuk tulisan dan
gambar yang terdapat pada dinding goa. Memang tidak semudah orang mendengarkan
petunjuk seorang guru yang dapat berbicara daripada petunjuk seorang guru yang
tidak hanya bisu tetapi tidak pandai bergerak pula. Tetapi Jayakusuma selamanya
tidak pernah menyerah dengan suatu kenyataan betapa sulitpun. Makin ia
menghadapi suatu kesukaran, makin berkobarlah semangat juangnya untuk mengatasi.
"Pedang kayu memang mudah sekali patah." Pikirnya di dalam hati. "Beratnya jauh
sekali bila dibandingkan dengan rantai Simagalu. Agaknya hanya terdapat dua
jalan. Pertama, aku harus menyelami intipati jurus-jurus sakti yang terdapat
dalam kitab sakti Pancasila. Dengan berbekal jurus-jurusnya, aku harus dapat
bergerak cepat mendahului gerakan lawan. Dan kedua : himpunan tenaga saktiku
harus menemukan salurannya yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepat dan cepat. Kakang Mijil Pinilih menganjurkan agar aku memperhatikan
petunjuk-petunjuk yang terdapat pada dinding goa ini. Pastilah ada alasannya."
Semenjak hari itu, mulailah ia berlatih jurus-jurus ilmu sakti Pancasila.
Hasilnya benar-benar diluar dugaan. Himpunan tenaga saktinya mendadak saja
membanjir keluar tanpa rintangan, seolah-olah menemukan salurannya yang tepat.
Karena tidak mempunyai kawan berlatih, ia mencebur di dalam arus terusan yang
dulu pernah mementalkan tubuh Retno Marlangen. Heran, kini ia bisa bertahan dan
bahkan hampir mampu memundurkan arusnya yang deras. Dan tak terasa enam bulan,
lewatlah sudah. Selama itu, ilmu pedangnya kini berubah gaya dan bentuknya.
Itulah ilmu pedang Pancasila yang tiada taranya di jagad ini.
Sebab selain sudah manunggal dalam dirinya, sesungguhnya merupakan perasan dari
semua intisari ilmu sakti yang terdapat dalam jagad raya ini.
Suatu hari teringatlah dia kepada buah Klepu Dewadaru.
Segera ia membuka peti penyimpannya dan memakan buah itu setiap tiga hari
sekali. Sekarang himpunan tenaga saktinya selalu bergolak setiap kali ia
mengadakan gerakan-gerakan sekecil-nyapun.
Dahulu, tatkala ia mencoba-coba merenungi lekak-lekuk garis ilmu sakti tentu ada
tenaga perlawanan yang kuat. Kini, sama sekali tidak. Maka timbullah niatnya
hendak mulai menyelami gurat-guratan ilmu sakti Carang Gesing dan Bende Mataram.
Tetapi aneh ! Begitu ia merenungi garis-garis lekukannya, seluruh badannya
tergetar. Namun ia dapat bertahan dan tak usah sampai dipentalkan. Hanya saja,
sewaktu ia menggerakkan pedang kayunya, tiba-tiba angin berderu bergulungan
seakan-akan hujan badai melanda bumi. Terdorong oleh rasa girang, ia
menyambitkan pedangnya. Sing ! Pedang kayunya menyambar dinding goa. Cres ! Dan
batu dinding goa itu ambrol seperti Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tergempur tenaga gempa bumi. Sebaliknya pedang kayu itupun patah pula menjadi
dua. "Hai ! Tenagaku !" ia berseru terkejut bercampur girang.
"Dengan memiliki tenaga sehebat ini siapa lagi yang dapat menandingi diriku " Ah
! tak mengherankan apa sebab bunyi ucapan kakang Mijil Pinilih berkesan sombong
dan tinggi hati. Katanya, ilmu saktinya dapat menindih semua ilmu sakti Empu Kapakisan. Nyatanya,
warisannya memang begini hebat dan dahsyat."
Seperti diingatkan, ia berlari-larian mencari tempat penyimpanan abu Ki Ageng
Mijil Pinilih. Berulang kali ia membuat sembah. Lalu berkata berkomat-kamit:
"Kakang ! Tanpa pertolonganmu, pastilah aku tidak mempunyai kepandaian begini
tinggi. Kakang, legakan hatimu !
Pastilah aku akan menuntutkan dendam bagimu menggempur kesaktian Patih Madu.
Orang itu tidak hanya menjahatimu, tetapi berkhianat kepada negara dan
menghancurkan masa depanku pula."
Satu tahun lagi ia berlatih siang dan malam. Sekarang, gerakannya tidak lagi
menerbitkan suara mendengung. Bahkan tidak bersuara sama sekali. Akan tetapi
bila menghendaki, ia bisa menerbitkan suara deru menderu dahsyat seperti tinggal
memijat tombolnya saja. Ringkasnya ia kini dapat menguasai ilmu sakti Pancasila
sekehendak hatinya. Mau halus jadi halus. Sebaliknya bila menghendaki kasar,
menjadi gumpalan tenaga dahsyat bagaikan badai melanda bumi.
"Tatkala aku melepaskan pedang kayuku, dinding goa ambrol Tetapi pedang kayu,
patah menjadi dua. Kalau aku bisa mempertahankan pedang kayuku tetap utuh,
barulah aku mendekati kehendak kakang Mijil Pinilih." katanya di dalam ha.
Demikianlah, ia berlatih satu tahun lagi. Karena disibukkan masa latihannya,
kenangannya terhadap Retno Marlangen sudah Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa tersisihkan. Pada suatu hari ia mencoba melemparkan pedang kayunya. Dengan
suara mengaung pedang kayunya terbang menabas batu dinding goa. Bres ! Dinding
goa ambrol seperti dulu. Hanya kali ini, pedang kayunya tetap utuh. Ia
bergembira, namun belum puas juga. Tiga bulan kemudian, setelah dapat
melemparkan pedang kayunya dan dapat menabas dinding goa tanpa menerbitkan
bunyi, barulah ia berhenti berlatih. Tak usah dikatakan lagi, bahwa ilmu
kepandaiannya kini sudah mencapai puncak kemahiran. Ia tidak hanya mengantongi
kedahsyatan manunggalnya ilmu sakti Sasanti madu dan Pancasila saja, tapipun
dapat menggunakan jurus-jurus sakti warisan Empu Kapakisan yang sama dahsyat dan
saktinya. Keesokan harinya, kembali lagi ia bersujud di depan abu Ki Ageng Mijil Pinilih.
Lalu berkata : "Mari kakang, kita mencari ayunda Prabasini. Aku akan mencari bibi Retno
Marlangen. Mulai saat ini, dapatlah aku menuntutkan dendammu. Moga-moga pula aku
dapat menemukan harta terpendam atas petunjukmu.........."
Setelah berkata demikian, ia membungkus guci abu Ki Ageng Mijil Pinilih dan
dimasukkan ke dalam kantong bajunya. Ia membawa pedang kayu yang tergantung pada
dinding goa. Rantai Srinagaluh yang pernah berjasa melindungi dirinya digubatkan di
pinggangnya, seolah-olah sebuah ikat pinggang berwarna hitam. Kemudian
berangkatlah ia meninggalkan goa Kapakisan.
Waktu itu tahun ketiga pemerintahan Rangga Permana yang menggantikan kedudukan
ayahanda Mapatih Gajah Mada, sebagai perdana Menteri kerajaan Majapahit Negeri
berkesan aman sentausa dan rakyat hidup makmur. Di sawah ladang terdengar
senandung petani menggarap tanamannya. Kanak-kanak bermain petak dan lumpur
meniru pekerti kerbau-kerbau gembalaannya. AVajah mereka cerah. Secerah matahari
di Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pagihari yang menembus deretan awan berarak-arak. Akan tetapi benarkah suasana
negara aman dan sentausa "
Tidak! Di salah satu sudut wilayah negara masih hidup Nayaka Madu dengan saudara
seperguruannya yang sudah semenjak lama merongrong kewibawaan negeri. Untuk
sementara mereka hidup sentausa, karena kekuasaannya belum terobohkan. Apalagi
Pangeran Jayakusuma tiada lagi berada di wilayah kekuasaannya.
Meskipun tentara negeri masih saja mencoba menerobos daerah pertahanannya,
tetapi Nayaka Madu selalu dapat mengundurkan atau lari menyembunyikan diri.
Karena Markas Besarnya berada dalam suatu tempat yang penuh dengan jebakan-
jebakan dan racun-racun berbahaya, lagipula bersembunyi pada suatu tebing yang
hanya diketahuinya sendiri, maka tentara negeri tidak berhasil menangkapnya
hidup atau mati. -o~dwkz~o- SEMENTARA ITU musim panas sudah berganti dengan musim hujan. Setiap kali
matahari muncul di udara, hujan selalu turun.
Mula-mula turun rintik-rintik yang didahului dengan angin meniup kencang. Lalu
makin lama makin deras dan akhirnya menjadi hujan badai yang menakutkan hati
kanak-kanak yang sedang mengenal silat alam. Mereka menangis atau lari
berlindung di bawah ketiak orang tuanya. Dan dengan manis ayah-bundanya
membesarkan hati mereka dengan dongeng-dongeng
kepahlawanan. Karena riwayat Pangeran Jayakusuma sudah meresap dalam hati dan
pendengaran penduduk, maka tokoh itu pulalah yang selalu menjadi paraga
tauladan. "Jangan takut, anakku ! Selama Pangeran Jayakusuma masih hidup, semua kesukaran
macam apapun akan dilaluinya. Hujan badai akan ditentangnya. Bahkan kekuasaan
nga berani dilawannya, demi cinta-kasihnya yang tulus kepada bibinya Retno
Marlangen..............."
"Apakah dia jahat, bu ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jahat " O, tidak ! Dia seorang pahlawan besar"
"Mengapa berani melawan raja ?"
"Karena dia tidak diperkenankan mengawini bibinya sendiri.
Padahal Pangeran Jayakusuma dan Retno Marlangen adalah sepasang dewa-dewi yang
selaras. Tetapi kekuasaan raja merenggut bibinya dan dikawinkan dengan Pangeran
Anden Loano......" Tentu saja si anak belum puas memperoleh keterangan sependek itu. Maka ia minta
kejelasan lagi dan kejelasan lagi.
Dan demi melupakan rasa takut anaknya terhadap hujan badai yang menyerang alam
di luar rumah, sang Ibu kemudian menceritakan riwayatnya sebisa-bisanya menurut
pendengaran dan tutur-kata orang lain yang tersebar dari mulut ke mulut.
Sementara itu, hujan badai terus mengaung-aung di udara luas. Awan hitam
menutupi penglihatan orang. Angin meraung-raung dari tempat ke tempat. Akan
tetapi hujan badai yang demikian menakutkan biasanya tidak berlangsung terlalu
lama. Beberapa jam kemudian, hujan berhenti dengan tiba-tiba.
Sekarang angin mulai meniup dengan lembut menyapa puncak mahkota pohon-pohon.
Dibuainya pelahan-lahan lalu ditinggalkan dalam keadaan basah dan gemeresah.
Hawa jadi terasa lapang. Rasa sejuk mulai meraba tiap insani. Matahari mulai mencongakkan diri dan
memancarkan cahayanya kembali yang berwarna keemas-emasan.
Lalu-lintas mulai hidup kembali. Baik yang berada di dalam kota, di pedusunan
maupun yang sedang melakukan perjalanan.
Di senjahari itu, tiga orang penunggang kuda melarikan kudanya mengarah kota
Wengker. Pada dewasa itu, Wengker merupakan urat nadi perdagangan yang banyak
dikunjung orang. Akan tetapi mereka bertiga bukan golongan pedagang. Mereka
terdiri dari dua gadis dan seorang pria. Ketiga-tiganya mengenakan pakaian orang
berada. Terutama gadis yang berumur 24 tahun. Busana yang dikenakan amat
mentereng. Mungkin sekali, ia sudah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang nyonya. Paling tidak baru saja melampaui masa temanten baru. Sedang
gadis lainnya yang sama pula cantik dan agungnya mengenakan pakaian perajuriL
Dan yang pria berpakaian seorang pendekar model putera seorang hartawan
Merekalah Diah Carangsari, Diah Perwita Mustika dan Harya Demung Panular.
"Penular !" ujar Carangsari dengan suaranya yang lantang.
"Setelah melampaui bukit itu, kita harus melintasi rimba raya lagi.


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kau siapkan saja pedangmu."
"Daripada susah-susah, mengapa tidak balik saja ke kota ?"
Panular minta pertimbangan kakaknya yang beradat panas itu.
"Kau berkata apa ?" bentak Carangsari.
"Maksudku.....maksudku apakah kakang Pangeran Jayakusuma berada di Wengker ?"
"Ada atau tidak, itu bukan soalnya." bentak Carangsari
"Pendek kata, aku harus bertemu dulu dengan dia dan barulah hatiku jadi
tenteram. Ini semua kulakukan demi kepentingan negara."
"Tetapi kakanda Wira Wardhana sudah diangkat Sri Baginda dengan resmi sebagai
pengganti Panglima Panji Angragani. Apa lagi yang diributkan ?"
"Hm, kau tahu apa ?"
Harya Demung Panular tercengang. Di dalam hati ia merasa tidak mengerti jalan
pikiran ayundanya. Carangsari kini sudah menjadi isteri Panglima Wira Wardhana.
Sebenarnya dia harus bersyukur karena suaminya yang dipilih raja menggantikan
kedudukan Panji Angragani yang diimpi-impikan setiap perwira tinggi. Tetapi
mengapa dia tidak senang " Memang sekalian orang-tahu, bahwa yang berhak
menduduki jabatan itu sebenarnya Pangeran Jayakusuma. Sebab Pangeran itulah yang
memenangkan pertandingan. Tetapi Pangeran Jayakusuma yang Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senang menuruti kehendak hatinya sendiri itu, menghilang tak keruan rimbanya.
Masakan Negara harus menunggu
kehadirannya entah sampai kapan " Maka dilantiklah Wira Wardhana untuk menempati
kedudukan yang kosong itu.
Nyatanya Wira Wardhana tidak mengecewakan Sri Baginda.
Berulang kali ia menyerbu dan merusak markas Nayaka Madu.
Meskipun belum berhasil menangkap Nayaka Madu hidup atau mati, namun markasnya
sudah rusak. Sebaliknya, Harya Demung Panular tidak tahu, bahwa Pangeran
Jayakusuma mempunyai tempat sendiri dalam hati Diah Carangsari. Coba, kalau
tidak ditinggalkan bocah edan itu di markas Wira Wardhana, tentunya tidak bakal
dirinya menjadi nyonya Wira Wardhana. Bagi Carangsah alias Nyonya Wira Wardhana,
pergaulannya dengan Pangeran Jayakusuma akan tetap manis dan indah sampai
kapanpun. "Apakah ayunda yakin, bahwa kakang Pangeran Jayakusuma berada di tanah
Wengker ?" Harya Demung Panular masih mencoba.
"Paling tidak, dia berada di atas dunia." sahut Carangsari sengit.
Harya Demung Panular tidak berani mengumbar mulutnya lagi. Dengan patuh ia
memeriksa pedangnya yang tergantung di pinggangnya. Pedang panjang bersarung
perak pemberian ayah-angkatnya Pandan Tunggaldewa.
Selama mereka berdua berbicara, Diah Munstika Perwita membungkam mulut. Diah
Mustika Perwita mempunyai kesan sendiri terhadap Pangeran Jayakusuma. Terhadap
pemuda itu yang memiliki hati panas dan selalu bergolak, ia merasa diri berusia
jauh lebih tua daripadanya. Rasa keibuannya membersit dengan tak setahunya
sendiri. Padahal, usianya terpaut jauh dengan Pangeran Jayakusuma. Mungkin
terpaut sembilan atau sepuluh tahun. Namun baginya, tidaklah menjadi halangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Andaikata......ah, andaikata......... Pendek kata hatinya mempunyai pengucapan
sendiri yang khusus dan hanya dapat dimengerti hatinya sendiri pula. Karena itu,
terhadap Pangeran Jayakusuma ia merasa seperti wajib mendampingi. Itulah
sebabnya ia merasa berbahagia, tatkala dahulu sempat merawat luka Pangeran
Jayakusuma di dekat kota Singasan. Dan tatkala Pangeran Jayakusuma hilang tiada
kabarnya, barulah ia mengetahui pertumbuhan hatinya sendiri. Diluar kesadarannya
sendiri, ternyata ia mencintai pemuda itu selaras dengan watak dan budi-
pekertinya, yang halus. Dalam pada itu, kuda mereka bertiga mulai mendaki bukit.
Tatkala tiba di atas bukit, matahari nyaris mendekati ufuk barat.
Cahayanya tidak panas lagi. Malahan terasa nyaman dan menyedapkan penglihatan.
Suasana alam jadi semarak. Apa lagi sehabis hujan deras melanda bumi. Semuanya
berkesan segar menyalakan semangat hidup yang lembut dan damai. Selagi mereka
menikmati penglihatan itu, tiba-tiba terdengar bentakan sayup-sayup dan suara
beradunya senjata tajam. Dengan berbareng mereika memalingkan pandang.
Dua orang sedang bertempur dengan serunya, sedang seorang perempuan berdiri
dengan tertawa riuh tiada hentinya.
Siapakah mereka " Apa yang sedang dipertengkarkannya "
Kelihatannya, meskipun bertempur seru, masing-masing tidak bermaksud melukai.
Apalagi sampai saling membunuh. Mereka hanya bergerak demi melampiaskan rasa
mendongkolnya. Dan si perempuan yang berada di luar gelanggang berkali-kali
berseru: "Hayo ! Hayo ! Gajor ! Kau masih bisa melawan atau tidak ?"
"Nenek bangsat !" teriak yang bernama Gajor sambil menangkis serangan lawannya.
"Pantas kau disebut nenek Kajoran. Memang mulutmu seperti gerojogan kotor."
(gerojokan=terusan air terjun)
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nenek Kajoran yang dimaki Gajor hanya menanggapi dengan tertawa terkekeh-kekeh.
Lalu berseru kepada dua orang laki-laki yang duduk di bawah sebatang pohon besar
: "Lembu Jenar! Kebo Asem! Bagaimana pendapat kalian ?"
Dua orang yang disebut dengan nama Lembu Jenar dan Kebo Asem berdiri dengan
pelahan-lahan. Kebo Asem yang berperawakan gagah perkasa kemudian menyahut:
"Nenek Kajoran, aku baru saja datang. Jadi aku tidak mengerti pokok
persoalannya." "Tetapi bukankah engkau sempat mendengar " Kita semua baru mempertengkarkan
masalah Pangeran Jayakusuma." teriak nenek Kajoran dengan nada marah.
Mendengar kata-kata nenek Kgjoran, Diah Carangsari bertiga tertarik hatinya.
Segera mereka melarikan kudanya, kemudian berhenti di luar gelanggang baku
hantam. "Coba kalian berhenti dulu !" seru Kebo Asem. "Aku ingin mendengarkan mula-mula
ucapan kalian." Yang sedang berbaku hantam adalah Gajor melawan Kalungkung.
Gajor berperawakan kasar. Bentuk badannya pendek buntet, sedang Kalungkung
tinggi jangkung. Mendengar seruan Kebo Asem dengan berbareng mereka berdua
melompat mundur. "Benarkah kalian mempertengkarkan masalah Pangeran Jayakusuma ?" Kebo Asem
menegas. "Kalungkung, katakanlah lagi! Kau tadi berkata bagaimana ?"
nenek Kgjoran menyela. "Aku bertata, pada hari-hari terakhir ini, sepak terjang Nayaka Madu makin
menjadi-jadi. Karma apa " Karena Mapatih Gajah Mada sudah mukswa. Laskarnya jadi
ganas dan kejam. Untung, tentara kerajaan cukup tangkas dan berjumlah banyak.
Cuma sayangnya, kita tidak mempunyai panglima setangguh Panji Angragani dulu.
Kabarnya Panglima Panji Angragani diminta Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bekerja kembali, akan tetapi beliau menolak. Beliau masih tidak dapat melupakan
peristiwa pembunuhan terhadap Utusan Negeri Singgela, yang menjadi tanggung
jawabnya. Hai Lembu Jenar, lantas engkau berkata apa ?"
Lembu Jenar yang berdiri di samping Kebo Asem menjawab:
"Aku bilang, mungkin sekali panglima Panji Angragani kena fitnah lawan. Bukan
mustahil Nayaka Madu yang menjadi dalangnya."
"Bagus ! Memang begitu." seru Kalungkung dengan bersemangat "pastilah semua itu
terjadi oleh jaring-jaring fitnahan Nayaka Madu yang sudah direncanakan jauh-
jauh sebelumnya terjadi. Panji Angragani harus disingkirkan dahulu dari
percaturan negara. Sebab, sesungguhnya ia segan terhadap ketangguhan Panglima
andalan almarhum Mapatih Gajah Mada itu. Setelah Panglima Panji Angragani
terguling dari kedudukannya, mulailah Nayaka Madu menunjukkan gigi dan
taringnya. Lalu kau berkata apa lagi ?"
Lembu Jenar mengeluh. Menyahut:
"Apakah Panglima Panji Angragani tidak menunjuk siapakah penggantinya yang
pantas " Kabarnya Pangeran Jayakusuma berhak menempati kedudukannya, karena dia
menang dalam arena adu kepandaian di Kepatihan dulu. Kalian semua tahu, bahwa
Pangeran Jayakusuma putera Sri Baginda, bukan ?"
"Benar." sahut Kalungkung. "Cuma sayang sekali. Pangeran Jayakusuma hilang tiada
kabar beritanya." "Apakah bukan kena jaring tipu-muslihat Nayaka Madu ?"
Lembu Jenar menegas. "Jaring apa ?" Gajor membentak dengan kasar. "Kalau kena jaring Nayaka Madu,
namanya sih lumayan. Tetapi dia minggat justru karena linglung."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Linglung " Kau masih bilang dia linglung ?" Lembu Jenar menggas dengan
tercengang. "Gila pada paras cantik, bukankah namanya linglung ?" sahut Gajor dengan suara
nyaring. "Karena tergila-gila paras cantik, dia tidak memperdulikan semuanya.
Apakah pemuda macam bggitu, tidak boleh disebut linglung " Aku malah mengatakan
manusia edan ! Manusia sinting !" setelah berkata demikian, ia tertawa terbahak-
bahak sambil menyembut-nyemburkan ludahnya.
Carangsari yang mempunyai kesan manis terhadap Pangeran Jayakusuma tidak sering
mendengar kata-kata Gajor yang diucapkan dengan kasar pula. Tiba-tiba saja ia
merenggut sebuah kancing bajunya dan disentilkan dengan jari kanannya.
Kancing baju sebesar kerikil terbang mengenai pundak Gajor. Tak
! Gajor terkejut. Tertawanya sirap seketika itu juga. Sebenarnya ia orang
berangasan. Tetapi melihat peribadi Carangsari dan kepandaiannya, tak berani ia
mengumbar adatnya. "Ayunda !" bisik Harya Demung Panulan "Tak usah ayunda melayani perangainya."
Dan setelah berbisik demikian, ia bersenyum kepada Gajor. Lalu berkata ramah :
"Sebenarnya, siapakah saudara ?"
"Aku " Aku bernama Gajor Lawang Pamokswa. Panggil saja aku Gajor ! Aku memang
orang kasar" "Saudara Gajor, lanjutkan kata-katamu !" Harya Demung Panular berkata lagi
dengan manis. Terhadap Pangeran Jayakusuma, Harya Demung Panular mempunyai kesan
kurang senang. Hal itu akibat pengaruh ayah-angkatnya Pandan Tunggal-dewa yang
bermusuhan dengan Mapatih Gajah Mada.
Tetapi setelah memperoleh keterangan-keterangan dari Diah Mustika Perwita,
sikapnya agak lunak. Apalagi, karena Pangeran Jayakusuma mempunyai adik yang
menggugurkan imannya. Dialah Diah Galuhwati. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun tidak pernah terkatakan melalui mulutnya, akan tetapi Diah Mustika
Perwita yang berperasaan halus dapat menangkap keadaan hatinya. Maka gadis itu
kemudian menganjurkan dirinya agar ikut serta memasuki ujian Bhayangkara. Karena
memiliki kepandaian tinggi, ia lulus dan diterima sebagai bintara. Dalam waktu
kurang dari dua tahun, ia naik pangkat menjadi seorang perwira. Berkat
kepandaiannya, ia naik pangkat sampai dua kali dalam waktu enam bulan saja.
Jadilah ia seorang perwira menengah. Dan sebagai seorang perwira menengah
dapatlah ia keluar-masuk Istana dengan leluasa. Ia bisa bergaul dengan Lukita
Wardhani, puteri Rangga Permana yang kini menggantikan kedudukan Mapatih Gajah
Mada sebagai Perdana Menteri Kerajaan Majapahit. Karena Diah Galuhwati ibarat
pengawal Lukita Wardhani, maka ia sering bertemu. Ia jadi kian tergila-gila
setelah mengenal Diah Galuhwati dari dekat. Kini tidak hanya cantik jelita saja,
tetapi menurut penglihatannya, Diah Galuhwati adalah seorang gadis yang
berkepandaian tinggi, cerdas dan halus budi-pekertinya.
Pendek kata, Diah Galuhwati adalah pengejawantahan selera hatinya. Tetapi ia
jadi berkecil hati, karena mengingat Diah Galuhwati adalah puteri Sri Baginda.
Sedang dirinya hanyalah anak-angkat Pandan Tunggaldewa. Satu-satunya jalan
pendekatannya hanyalah apabila ia berjasa terhadap raja dan kerajaan. Tak
mengherankan, ia bekerja dengan sungguh-sungguh. Bintang terang mulai terasa
memayungi dirinya, sewaktu Panglima Wira Wardhana berkenan menyunting ayundanya.
Jalan makin rata. Apalagi setelah Sri Baginda berkenan menunjuk kakak-iparnya
sebagai pengganti Panglima Panji Angragani Diluar dugaan, ayundanya justru tidak
puas sebelum bertemu dengan Pangeran Jayakusuma yang
sebenarnya berhak menduduki jabatan itu. Maka demi kepentingannya sendiri, ia
berharap ayundanya membatalkan maksudnya hendak mencari Pangeran Jayakusuma
sampai ketemu. Itulah sebabnya pula, ia mendukung ucapan Gajor yang kasar
terhadap Pangeran Jayakusuma. Kalau Gajor bisa Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuktikan kata-katanya sebagai suatu kenyataan, bukankah kesan ayundanya akan
berubah terhadap Pangeran Jayakusuma"
Sementara itu dengan agak segan, Gajor Lawang Pamokswa berkata:
"Aku memang orang kasar. Tetapi menurut pendapatku, Pangeran Jayakusuma terlalu
menuruti kata hatinya berlebih-lebihan. Katakan saja, dia seorang pemuda yang
pendek pikir, pendek akal. Seorang pemuda yang tidak mengenal adat-istiadat dan
peradaban hidup." "Belum tentu !" bentak nenek Kajoran.
"Belum tentu bagaimana ?" bentak Gajor dengan geram.
"Seperti kataku tadi, aku justru beranggapan bahwa Pangeran Jayakusuma seorang
pendekar yang berani dan jujur. Dia pergi.
Dia menghilang dari hadapan ayahanda raja, demi kata hatinya yang jujur. Kalau
dia seorang pemuda yang tidak tahu adat, tentunya akan melampiaskan rasa
penasarannya terhadap siapa saja yang menentang perkawinannya. Nyatanya, dia
tidak berbuat demikian."
"Huuuuu.........."
"Huu apa ?" nenek Kajoran merah padam. "Apakah penilaianmu terhadap Pangeran
Jayakusuma bukankah menurut ukuranmu sendiri ?"
"Kalau seseorang hendak mengawini bibinya sendiri, bukankah manusia biadab ?"
Gajor tidak mau mengalah. "Karena menuruti gejolak perasaannya saja ia mau
mendesakkan kemauannya terhadap adat-istiadat. Bukankah dia pemuda linglung ?"
"Belum tentu." ujar nenek Kajoran "Dengarkan ujar orang-orang tua dulu ! Wahyu,
rejeki, jodoh dan maut ada di tangan Hyang Widdhi Wasesa. Mengapa engkau berani
mengadili " Kalau bibinya itu memang dipastikan menjadi jodohnya, manusia bisa
berbicara apa " Raja bertahta karena memperoleh kepercayaan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rakyat. Kepercayaan orang satu dan sarunya. Kepercayaanku, kau dan kepercayaan
dia, bahwa raja akan membahagiakan hidupnya, hidupku dan hidupmu. Mengapa
sekarang raja justru menghancurkan kebahagiaan orang yang percaya padanya "
Nah, siapakah sebenarnya yang tidak mengenal adat-istiadat dan peradaban hidup "
Raja atau Pangeran Jayakusuma ?"
Kata-kata nenek Kajoran itu menarik perhatian Diah Carangsari, Harya Demung
Panular dan Diah Mustika Perwita, termasuk Kebo Asem. Siapakah sebenarnya nenek
Kajoran " Mustahil, ia seorang nenek dari dusun yang tidak mempunyai pengetahuan.
Sebaliknya, Gajor Lawang Pamokswa malahan tertawa geli. Ia menganggap ucapan
nenek Kajoran tiada beda dengan orang yang sedang berkhotbah. Katanya:
"Perjodohan antara bibi dan kemenakan, bukan raja yang melarang. Tetapi oleh dan
atas persetujuan kita semua. Jadi kalau raja melarang, disebabkan kita semua
yang melarang. Meskipun Pangeran Jayakusuma puteranya sendiri, raja tetap tunduk dan patuh
kepada bunyi undang-undang peradaban dan adat-istiadat kita semua. Hal itu
membuktikan, bahwa rajajustru mengenal dan memegang teguh adat-istiadat serta
peradaban hidup. Ah, raja yang memerintah sekarang adalah seorang raja yang adil
dan bijaksana." "Kau bilang, kita melarang perkawinan itu ?" bantah nenek Kajoran. "Hm, kau
boleh melarang, tetapi aku boleh tidak melarang. Bagiku, aku akan ikut bersyukur
bila melihat sepasang muda-mudi hidup berbahagia. Hidup sehati dan setujuan." la
berhenti untuk mengesankan ucapannya. Meneruskan : "Di dalam cerita Mahabharata,
satria Abimanyu boleh mengawini neneknya sendiri yang bernama Utari. Padahal
Utari puteri seorang raja. Raja Matswa yang memerintah negeri Wiratha.
Raja-raja dan sanak keluarganya, tiada yang berani menghalang-halangi. Kenapa "
Karena mereka sadar, itulah kehendak Dewata.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa yang menentang perjodohan suatu insan, samalah halnya menentang kekuasaan
dewa sendiri." Hebat ucapan nenek Kajoran, sehingga Diah Carangsari mengerinyitkan dahinya.


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba ia mendengar Kebo Asem berkata dengan suara menggelegar :
"Kalian tak usah bertengkar mengenai sesuatu yang kurang jelas. Apakah kalian
pernah bertemu, bertatap muka atau berbicara dengan Pangeran Jayakusuma ?"
Nenek Kajoran bungkam sejenak. Kemudian menyahut:
"Terus terang saja, belum pernah aku bertemu apalagi berkenalan dengan Pangeran
Jayakusuma. Tetapi aku seringkali mendengar nama dan perbuatannya. Meskipun anak
seorang raja, Pangeran Jayakusuma gemar menolong penderitaan penduduk. Kalau
perlu dia sanggup mengorbankan jiwanya sendiri. Bukankah manusia semacam dia
pantas kita hormati dan cintai."
"Ha, sekarang ketahuan belangnya." Gajor tertawa menang.
"Jadi engkau hanya mengenal namanya. Sebaliknya, aku pernah bertemu. Memang dia
seorang Pangeran yang rendah hati.
Dengan siapa saja dia mau bergaul. Sepak-terjangnya tidak tercela. Hanya saja,
dalam hal memilih jodoh, aku tidak dapat menyetujui."
"Bagus !" ujar Kebo Asem. "Kau mengaku pernah bergaul dengan dia. Kalau benar,
coba tunjukkan padaku di mana dia kini berada."
Gajor Lawang Pamokswa berbimbang-bimbang. Wajahnya berubah. Lalu menjawab dengan
hati-hati : "Saudara siapa " Apakah saudara pernah bertemu dengan Pangeran Jayakusuma ?"
Kebo Asem si tinggi besar itu tertawa melalui dadanya.
Menyahut : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku seorang pemburu. Namaku Kebo Asem. Pada suatu hari aku sedang berburu
harimau. Karena rejekiku besar, aku melihat dua ekor harimau. Sekaligus kuuber
dua harimau itu dengan tombakku. Tiba-tiba aku melihat seorang pemuda duduk di
atas batu. Dialah Pangeran Jayakusuma yang kukenal kemudian"
"Mengapa dia duduk di atas batu ?" mendadak Carangsari minta keterangan.
"Di kemudian hari aku baru tahu. Dia berada di jalan simpang.
Separoh hatinya ingin kembali ke ayahanda baginda. Tetapi kemudian teringat,
bahwa dia hendak menuntut dendam kepada Nayaka Madu dulu." sahut Kebo Asem
dengan tersenyum. "Coba lanjutkan keteranganmu !" perintah Diah Carangsari Kebo Asem tidak segera
menanggapi. Setelah berdehem beberapa kali, ia menjawab :
"Pada saat itu aku perlu uang untuk membelikan makan-minumnya sahabatku itu."
"Siapa yang kau maksudkan sahabatmu ?" Diah Carangsah menegas.
"Pangeran Jayakusuma. Apakah aku kurang pantas ?" Diah Carangsari menimbang-
nimbang sejenak. Lalu melemparkan sekantung uang emas di atas tanah sambil
berkata : "Ambillah ! Apakah masih kurang ?"
"Hai!" Harya Panular terkejut. "Ayunda rupanya terlalu royal"
"Kenapa " Apakah tidak boleh ?" jawab Diah Carangsari dengan suara sengit. Dan
mendengar nada suaranya, Harya Panular membungkam. Diah Carangsari kini tidak
hanya sebagai kakaknya perempuan saja, tetapi berbareng menjadi atasannya.
Sebab Diah Carangsari adalah isteri panglimanya.
Dengan gembira Kebo Asem memungut kantung itu. Setelah dilihat isinya, kedua
matanya bersinar-sinar. Sambil menyimpan Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kantung uang pemberian Diah Carangsari ia mulai menuturkan pengalamannya.
Katanya : "Seperti kataku tadi, aku sedang berburu harimau. Melihat aku sedang mengejar
harimau, dia tertarik. Segera ia meloncat dan ikut mengejar. Sungguh !
Menyaksikan cara larinya, benar-benar aku kagum. Selama hidupku belum pernah aku
menyaksikan sese-orang bisa lari secepat dia. Bagaikan bayangan ia berkelebat
dari tempat ke tempat. Sebentar saja ia sudah menyusul diriku.
Sedikit banyak akupun mempunyai kepandaian dan keberanian.
Kepandaianku kuperoleh dari pengalaman. Tetapi dua harimau yang kukejar itu
tiba-tiba membalik dan menerkamku. Cepat kusongsong dia dengan tombakku. Sasaran
yang kubidik ialah lehernya. Eh, sama sekali tak kuduga harimau itu gesit dan
cerdik. Dengan membantingkan lehernya kekiri, ia dapat mengelakkan tusukanku.
Tepat pada saat itu, harimau yang satunya ikut menerkam dari arah lain. Secepat
kilat aku membalikkan tombakku dan kubuat menggebuk pinggangnya.
Buk ! Aku berhasil menggebuknya. Akan tetapi binatang itu tidak roboh. Ia hanya
mengaum kesakitan. Kemudian lari terbirit-birit sambil mengempit ekornya yang
panjang." "Jangan khawatir engkau kehilangan binatang buruanmu.
Biarlah aku membantumu." Seru Pangeran Jayakusuma. Dan tiba-tiba saja ia sudah
berada disampingku. Melihat ia sama sekali tidak bersenjata, segera aku mencegah
: "Jangan ! Kedua harimau itu terlalu galak."
Ia tidak menghiraukan. Ia melompat menghadang arah larinya harimau yang kugebuk
tadi. la memukulkan tangannya ke arah kepala harimau. Tepat sekali pukulannya.
Dan raja hutan itu terguling di atas tanah dengan menggerung. Dengan pandang
beringas, binatang itu siap menerkamnya kembali. Pangeran Jayakusuma nampak
keheran-heranan. Rupanya ia telah menggunakan setengah tenaganya sewaktu
melepaskan pukulannya. Mungkin sekali pukulannya itu merupakan pukulan Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
andalannya. Katakan saja, barang siapa kena pukulannya pasti akan hancur tulang-
belulangnya. Tetapi kepala harimau sangat keras. Meskipun pukulannya tepat,
binatang itu hanya terguling saja.
"Bagus !" Seru Pangeran Jayakusuma dengan suara girang.
Sewaktu harimau menerkamnya, ia melompat ke samping sambil melepaskan pukulan
dengan tangan kirinya yang tepat sekali mengenai punggung. Pukulan itu lebih
dahsyat dibandingkan dengan pukulannya yang pertama. Seketika itu juga harimau
roboh dengan terhuyung-huyung. Lalu lari ketakutan.
Sudah barang tentu Pangeran Jayakusuma tidak sudi kehilangan binatang yang sudah
dikalahkannya. Cepat sekali ia memburunya. Dengan sekali tangkap, ia menarik
ekornya dan ditariknya. Tangan kirinya menghentakkannya ke udara sambil
membentak. Dan harimau itu terpental tinggi di udara.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala itu aku sedang bertempur seru melawan harimau lainnya dengan tombakku.
Begitu melihat Pangeran Jayakusuma dapat melemparkan seekor harimau ke udara,
hatiku kaget bukan main. Pandang mataku kulayangkan dan melihat harimau yang
melambung tinggi di udara itu membuka mulutnya memperlihatkan taring dan
mengeluarkan kukunya. Tetapi Pangeran Jayakusuma sama sekali tidak gentar.
Sekarang ia melepaskan pukulan dengan kedua tangannya. Pukulannya tepat mengenai
perut. Hebat akibatnya. Perut harimau merupakan tempat yang lunak. Dan rupanya kali ini Pangeran
Jayakusuma mengerahkan tenaganya benar-benar. Mungkin delapan atau sembilan
bagian. Dan kena pukulannya, perut harimau itu meledak. Dengan suara meng-
gabruk, harimau itu terbanting diatas rerumputan. Setelah berkelojotan sebentar,
ia mati tak berkutik lagi.
Tigapuluh tahun lebih aku menjadi seorang pemburu. Selama itu belum pernah aku
menyaksikan seorang yang dapat membunuh seekor harimau hanya dengan tangan
kosong. Benar-benar aku heran dan kagum. Pikirku, aku membawa senjata.
Kalau tidak dapat membunuh harimau yang menyerang diriku, aku bakal ditertawakan
orang. Segera aku mengerahkan tenagaku. Tombak kuputar ke kiri dan ke kanan. Dan entah
berapa kali aku akhirnya berhasil menikam harimau itu. Mungkin sekali oleh rasa
takut, binatang itu menjadi kalap. Dengan menyeringai ia memperlihatkan
taringnya yang putih menyeramkan. Kemudian menubruk diriku dengan cepat sekali.
Buru-buru aku mengelakkan tubrukan itu dengan melompat ke samping. Kemudian
kutikamkan tombakku kembali dan tepat mengenai lehernya. Tanpa ampun lagi,
harimau itu terjungkal dengan menggerung dahsyat. Tetapi aku tidak memberinya
kesempatan lagi. Kutanamkan ujung tombakku di dalam tanah, sehingga binatang itu
terpantek kuat-kuat. Dan melihat hal itu, Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rupanya Pangeran Jayakusuma dapat menghargai kebisaanku.
Wajahnya berseri-seri. Sementara itu, harimau yang terpantek tombakku, meronta-ronta. Keempat kakinya
mencakar-cakar sejadiyadinya. Aku tidak melayaninya lagi, kecuali mempertahankan
tancapan tombakku ke dalam tanah. Akhirnya binatang itu tidak bergerak lagi. Dan
matilah dia. "Kau gagah perkasa. Siapa namamu ?" Pangeran Jayakusuma menyapa padaku.
Dengan hati girang aku menjawab :
"Kebo Asem. Kau siapa ?"
"Aku Jayakusuma."
"Jayakusuma " Maksudmu putera Sri Baginda Raja ?" Aku menegas.
Dia tertegun sejenak. Lalu tersenyum. Katanya :
"Kau kenal aku ?"
Aku terkejut bercampur girang mendengar pengakuannya.
Itulah suatu kehormatan besar bagiku, bahwa aku bisa berbicara berhadap-hadapan,
dapat bertatap muka dengan seorang pangeran yang sudah kukagumi semenjak lama.
Mimpipun aku tidak berani, bahwa pada suatu kali aku akan berkenalan dengannya."
Maaf, rupanya Pangeran Jayakusuma kelaparan. Begitu aku mempersilahkan agar
memanfaatkan hasil buruannya, wajahnya nampak girang. Dengan tenaganya yang
kuat, ia menyobek paha harimau. Kemudian dipanggangnya di atas perapian yang
baru saja kubuat. Menyaksikan caranya menyobek paha harimau seperti merenggut
paha ayam, aku makin kagum namun ia tidak memperhatikan rasa kagumku
terhadapnya. Dan begitulah kami berkenalan..................."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hebat! Bagus !" sru Gajor Lawang Pamokswa. "Ceritamu enak didengar. Sebenarnya
apa sih maksudmu ?" Kebo Asem tidak senang ditegor Gajor. Wajahnya berubah.
Sahutnya dengan suara tertahan :
"Maksudku sudah jelas. Kau tadi berkata pernah bergaul dengan Pangeran
Jayakusuma. Kalau betul, coba tunjukkan padaku di mana Pangeran Jayakusuma
berada." Gajor tidak segera menanggapi. Ia tertawa terbahak-bahak sambil menyemburkan
ludahnya. Sejenak kemudian berkata mengejek :
"Kau mengaku bernama Kebo Asem. Tetapi selama hidupku belum pernah aku mendengar
seorang pemburu jempolan bernama begitu. Kau mengaku mempunyai tenaga hebat
Bagaimana aku harus percaya bunyi mulutmu ?"
Tutur-kata Kebo Asem memang berkesan terlalu mengagung-agungkan diri sendiri.
Sebenarnya tidak hanya Gajor seorang yang menyangsikan. Mereka semua sangsi
pula, kalau tidak boleh dikatakan tidak percaya. Tetapi mereka pandai menyimpan
keadaan hatinya. Selagi mereka semua dalam keadaan demikian, sekonyong-konyong
terdengar suara seruan dari kejauhan.
Waktu itu matahari sudah tenggelam dengan diam-diam.
Suasana alam cepat sekali menjadi gelap. Tak mengherankan suara seruan itu
berkesan menyeramkan layak disebut suara hantu.
"Kebu Dungkul, Kebo Landoh, Kebo Langking, kebo Rekta, Kebo Jenar dan Kebo Seta
sudah datang. Hoeeee Kebo Asemmmmm..... kenapa sampai sekarang kau belum datang
juga" Apa yang kau tunggu ?".
Seruan itu terdengar halus nyaring dan terputus-putus.
Meskipun demikian tiap patah kata-katanya terdengar jelas dan tegas sekali.
Kesannya aneh sehingga menyeramkan. Dan mendengar seruan itu, Kebo Asem
kelihatan terkejut Tidak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sempat ia menanggapi ejekan Gajor Lawang Pamokswa.
Mendadak saja dengan membentak, ia melompat tinggi dan menghantam pohon sebesar
dua pelukan tangan manusia yang berada dibelakangnya. Dan kena pukulannya,
batang pohon itu retak dan roboh dengan suara bergemuruh. Sekarang mereka
percaya, bahwa Kebo Asem benar-benar memiliki tenaga yang dahsyat sekali.
"Kalungkung !" seru Lembu Jenar. "Orang itu benar-benar bertenaga luar biasa
dahsyatnya. Hai, bagaimana engkau Jagor "
Kau bilang apa " Kalau dia sampai mengagumi tenaga Pangeran Jayakusuma, maka
bisa dibayangkan betapa hebatnya putera raja itu..............."
Diah Carangsari, Harya Demung Panular dan Diah Mustika Perwita adalah murid Ki
Pandan Tunggaldewa. Sudah barang tentu mereka mengenal perangai dan sepak
terjang orang-orang yang berkepandaian tinggi. Tetapi menyaksikan seorang dapat
merobohkan sebatang pohon sebesar dua pelukan tangan manusia dengan satu kali
pukulan saja, baru untuk pertama kali itu mereka saksikan. Mau tak mau, mereka
tertegun terlongong-longong.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar gemuruh robohnya sisa batang pohon dari arah
belakangnya. Begitu hebat gempuran tenaga yang memukul pohon itu, sehingga
kepingannya berhamburan mengenai mereka yang berada disekitarnya. Selagi mereka
terperanjat, kebo Asem sudah berdiri kembali di tempatnya semula. Tidak perlu
diterangkan lagi, yang memukul sisa pohon yang berdidi tegak bagaikan kaki
raksasa itu adalah Kebo Asem.
Pada waktu itu, kepandaian Diah Carangsah, Harya Demung Panular dan Diah Mustika
Perwita dapat dibandingkan dengan kepandaiannya dahulu tatkala masih berada di
rumah perguruan. Setelah beberapa tahun merantau, mereka bertemu dengan seorang pandai yang
bersedia menjadi guru mereka. Orang itu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyebut diri sebagai Lawa Ijo. Dan oleh bimbingan orang yang menamakan diri
Lawa Ijo, ilmu sakti mereka maju pesat. Namun melihat tenaga Kebo Asem yang luar
biasa, mereka terperanjat sampai paras mukanya menjadi pucat. Khawatir adik
seperguruannya akan dicelakai Kebo Asem, buru-buru Diah Carangsari melompat
turun dari kudanya hendak melindungi Harya Demung Panular dan Diah Mustika
Perwita yang masih bercokol di atas kudanya.
Kebo Asem tertawa lebar. Katanya kepada Diah Carangsari:
"Kami sebenarnya tujuh saudara. Kami semua dalah teman Pangeran Jayakusuma. Dari
Pangeran Jayakusuma kami kenal siapa nyonya sebenarnya. Semasa masih gadis,
nyonya bernama Diah Carangsari, bukan " Kini engkau sudah menjadi nyonya Wira
Wardhana. Perkenankan aku mengangguk hormat padamu."
Wajah Diah Carangsari berubah, la kelihatan tidak senang. Hal itu disebabkan
oleh kesan pergaulannya dengan Pangeran Jayakusuma yang mempunyai kenang-
kenangannya sendiri. Meskipun hanya bergaul beberapa hari saja, tetapi kesannya sangat mendalam, la
kena dipermainkan bocah nakal itu.
Kemudian ditinggalkan begitu saja di markas perwira Wira Wardhana. la terpaksa
menyerah kepada perawatan Wira Wardhana. Akan tetapi hatinya, sebenarnya
berontak. Itulah sebabnya, masih dapal ia bergerak bebas untuk bertemu kembali
dengan Pangeran Jayakusuma di dekat kota Singasari. Kemudian pemuda itu hilang
tiada kabarnya. Oleh hilangnya pemuda itu, ia bergaul dengan Wira Wardhana lagi.
Akhirnya oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu, ia menerima lamaran Wira
Wardhana. Dan dua bulan yang lalu, ia menjadi nyonya Wira Wardhana yang
menggantikan kedudukan Panglima Panji Angragani. Sebaliknya, sebagaimana
Pangeran Jayakusuma mengetahui dirinya sudah menjadi nyonya Wira Wardhana "
Pemuda itu sebenarnya hanya main tebak saja.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dasar otaknya cerdas dan pandai membaca keadaan, ternyata tebakannya tepat
sekali. "Kau berkata, aku nyonya Wira Wardhana. Kalau benar, engkau mau apa ?" sahutnya
kepada Kebo Asem. Mendengar pengakuan Diah Carangsari, Lembu Jenar, Gajor Lawan Pamokswa, nenek
Kajoran dan Kalungkung berubah wajahnya. Bukankah mereka tadi membandingkan
Panglima Wira Wardhana dengan Panglima Panji Angragani " Meskipun mereka tidak
menyebut nama Wira Wardhana, tetapi siapapun akan tahu maksudnya. Dan melihat
kesan nyonya Wira Wardhana yang galak itu, jantung mereka berdegupan.
Kebo Asem tertawa perlahan. Berkata :
"Kalau kalian ingin bertemu dengan Pangeran Jayakusuma, ikutilah kami ! Kami
bertujuh teman bermain Pangeran Jayakusuma."
"Ah, bagus !" seru Diah Mustika Perwita. "Mari kita berangkat!"
"Jangan terburu nafsu ! Kita belum mengenal siapa mereka."
Carangsari memperingatkan.
"Masakan ada bahayanya ?" Diah Mustika Perwita heran.
"Bersikap berhati-hati dan berwaspada tiada buruknya". Gajor sikasar menimbrung.


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang itu mengaku teman bermain Pangeran Jayakusuma. Lalu memamerkan
kekuatannya Pohon yang tidak berdosa dipukulnya roboh. Padahal pohon ini sudah
berusia puluhan tahun. Mungkin lebih ! Apakah perbuatan begitu membuat ruginya
sesama makhluk hidup ?"
Kebo Asem menyeringai. Sahutnya :
"Hm, apakah engkau manusia baik pula " Coba buka penutup kepalamu ! Bukankah
telingamu hilang sebelah ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia menghantam telapak tangannya. Suatu
gumpalan tenaga menghantam dada Gajor.
Orang kasar itu terhuyung mundur sampai membentur sisa batang pohon yang tinggal
setinggi orang. Wajahnya pucat dan ia roboh dengan perlahan
Carangsari terkejut. Ia tahu, kepandaian Kebo Asem berada di atasnya. Akan
tetapi hal itu bukan alasan baginya untuk takut.
Memang selamanya ia tidak mengenal takut. Katanya kepada Kebo Asem :
"Berangkatlah engkau lebih dulu ! Kami bertiga akan mengikutimu dari jauh."
Sebelum Kebo Asem menjawab ucapan Diah Carangsari, terdengar seruan kembali yang
datang seperti angin menyusup gumpalan awan :
"Kebo Asem ! Kami sudah siap berangkat. Mengapa engkau belum datang juga ?"
Seperti tadi, seruan itu dikirimkan dari jarak jauh. Meskipun demikian terdengar
jelas sekali. Dan mendengar seruan itu. Kebo Asem melompat tinggi sambil
menyambar tangan Diah Mustika Perwita. Berkata :
"Mari kita berangkat !"
"Hai !" teriak Diah Carangsari terperanjat. Ia mencoba menghalangi dengan
menyambar lengan Diah Mustika Perwita.
Tetapi gerakan Kebo Asem lebih cepai dan lebih gesit. Tahu-tahu mereka berdua
sudah melesat jauh. Memang Diah Mustika Perwita tidak berusah menolak, ia bahkan
seperti menyetujui. Karena itu sewaktu dibawa lari Kebo Asem, ia ikut lari pula.
"Penular !" teriak Diah Carangsari sambil melompat ke atas kudanya. "Bawa kuda
adikmu !" Ia mendahului berangkat mengejar. Tetapi pada saat itu, Diah Mustika
Perwita dan Kebo Asem sudah tiba di bawah bukit dan mengarah ke timur laut.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan menggandeng tangan Diah Mustika Perwita, berkatalah Kebo Asem :
"Nona benar-benar engkau seorang gadis yang berani dan tabah."
Diah Mustika Perwita tidak menjawab. Ia hanya bersenyum sambil mengimbangi
langkah Kebo Asem yang lari makin lama makin cepat. Tidak mengherankan, sebentar
saja mereka berdua sudah memasuki hutan belantara. Dan begitu berada di tengah
hutan, Kebo Asem tidak segan-segan lagi. Ia seperti merasa berada di tengah
kebun rumahnya sendiri Terus saja ia lari dengan mengerahkan seluruh
kebisaannya. Terpaksalah Diah Mustika Perwita mengimbangi lagi. Meskipun kalah
tenaga, akan tetapi kalau hanya mengadu lari, ia tak usah takut bakal tersengal-
sengal nafasnya. Menyaksikan kepandaian Diah Mustika Perwita yang dapat mengimbangi langkah
larinya, Kebo Asem tertawa senang.
Serunya: "Nona ! Kau adalah sahabat Pangeran Jayakusuma. Pastilah memiliki keistimewaan
tertentu. Marilah kita berlomba !"
Diah Mustika Perwita berbimbang-bimbang. Dapatkah ia mengimbanginya " Tadi ia
sempat menyaksikan ketangguhannya.
Ilmu kepandaiannya berada diatasnya. Tetapi ia pernah menjadi murid orang
bertopeng yang mengaku bernama Lawa Ijo.
Meskipun belum pernah ia mencoba warisan ilmu saktinya, namun tiada alasannya
untuk menolak tantangan Kebo Asem.
Selagi demikian, Kebo Asem sudah tancap gas dengan menarik tangannya dan
dibawanya lari seakan-akan terbang. Karena belum siap sepenuhnya, hampir-hampir
Diah Mustika Perwita terserimpet kakinya. Syukur, ia dapat menggeserkan kaki
kirinya ke samping. Dan barulah ia dapat menancapkan kakinya teguh-teguh. Di
luar kemauannya sendiri, langkah itu justru yang dikehendaki ilmu rahasia ajaran
Lawa Ijo yang pernah dipelajarinya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh langkah yang tidak disengaja itu tetapi sesungguhnya tepat sekali, mendadak
saja ia menyelonong ke depan mendahului Kebo Asem, sehingga tangannya terlepas
dari genggamannya. Keruan saja hatinya girang bukan main.
"Berhasil! Berhasil!"
Ia berteriak di dalan hatinya. Itulah untuk yang pertama kaitnya ia menggunakan
ilmu sakti ajaran gurunya yang baru.
Hanya saja, karena belum terlatih masak-masak ia harus mencurahkan seluruh
perhatiannya sehingga tidak berani berpikir yang lain.
Sebentar tadi, sewaktu mula-mula dibawa lari Kebo Asem, ia menggunakan ilmu lari
ajaran Ki Pandan Tunggaldewa. Ilmu ajaran Ki Pandan Tunggaldewa berpokok pada
ketahanan jasmani. Dan begitu ia menggunakan ilmu ajaran Lawa Ijo, genggaman
tangan Kebo Asem tergetar. Kesempatan itu dipergunakan Diah Mustika Perwita
untuk membebaskan tangannya. Maka kedua orang itu kini sejajar larinya. Begitu
cepat mereka berian, sehingga pohon-pohon yang tumbuh di seberang-me-nyeberang
jalan setapak di tengah hutan seakan-akan melewati dirinya bagaikan terbang.
Waktu Diah Mustika Perwita memperoleh ilmu sakti dari Lawa Ijo, tak terpikir
olehnya bahwa pada suatu kali ia akan berlomba lari dengan seseorang. Kini
sekali sudah menggunakan ilmu sakti ajaran Lawa Ijo ia lari bagaikan anak panah
terlepas dari. gendewanya. Hanya saja ia belum mahir benar, sehingga kcepatan berlarinya
mungkin sekali masih jauh seperti yang diharapkan gurunya. Meskipun demikian, ia
bisa mendahului Kebo Asem. Keruan saja Kebo Asem terkejut. Segera ia mengerahkan
seluruh tenaganya habis-habisan untuk mengejar.
Sekali dua kali ia berhasil menjajarinya. Tetapi apabila ayal sedikit saja, Diah
Mustika Perwita sudah mendahuluinya kembali.
Diam-diam Kebo Asem kagum kepada kegesitan gadis itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikirnya, benar-benar sahabat Pangeran Jayakusuma memiliki keistimewaannya
masing-masing. Demikianlah, beberapa kali ia mencoba mengejar dan mendahuluinya. Ia tahu, untuk
memenangkan perlombaan lari itu, dia akan berhasil manakala dalam jarak jauh.
Sebab dalam hal mengadu tenaga, pastilah dia lebih unggul. Sebaliknya dalam
jarak dekat, ia tidak mempunyai harapan. Oleh pertimbangan itu, ia tertawa
terbahak-bahak dan menghentikan langkahnya.
Kemudian duduk di atas sebuah batu yang berada di bawah sebatang pohon rindang.
Serunya : "Nona, aku benar-benar menyerah kalah padamu. Semua handai-taulan Pangeran
Jayakusuma ternyata berkepandaian tinggi. Maka sudah sewajarnya aku berbesar
hati, karena akupun termasuk sahabatnya pula."
Diah Mustika Perwita menghentikan larinya, la berbalik menghampiri Kebo Asem
dengan tersenyum. Selagi demikian, terdengar suara tertawa di kejauhan. Dengan
cepat sekali orang yang tertawa itu sudah berada di depan mereka berdua. Kata
orang-orang itu: "Kebo Asem ! Mengapa terlambat datang " Apakah engkau belum berhasil mencari
berita perembesan " Hai, siapa dia "
Cantik sungguh bocah ini".
"Dia sahabat Pangeran Jayakusuma. Namanya Diah Mustika Perwita. Dia kubawa serta
kemari karena ingin bertemu dengan Pangeran Jayakusuma" sahut Kebo Asem sama
sekali ia tidak mau menerangkan istilah perembesan yang diucapkan orang itu.
"Sahabat Pangeran Jayakusuma " Apakah dia salah seorang penasehat Perdana
Menteri Rangga Permana ?" orang itu menegas.
Belum lagi Kebo Asem sempat menjawab, terdengar suara orang di balik bukit
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang hampir larut malam. Hayo pulang !"
Setelah suara itu lenyap dari pendengaran, muncullah tujuh ekor kuda dari balik
bukit. Dua ekor kuda, tiada penunggangnya.
Dan melihat kuda-kuda itu, Diah Mustika Perwita jadi teringat kepada kudanya
sendiri. Tetapi ia tidak sempat berpikir berkepanjangan, karena perhatiannya
tertarik kepada bentuk tubuh kelima orang yang bercokol di atas kudanya-masing-
masing. Kebo Asem segera menyambut seekor kuda yang diberikan temannya kepadanya. Tetapi
kemudian ia menyerahkan kuda itu kepada Diah Mustika Perwita sambil berkata :
"Nona, naiklah! Mereka semua adalah saudara-saudaraku. Ini Kebo DungkuL Dan itu
Kebo Landoh......dan yang lainnya Kebo Langking, Kebo Seta, Kebo Rekta dan Kebo
Jenar." Diah Mustika Perwita menerima perkenalan itu dengan anggukan pendek. Diam-diam
ia mencoba memperhatikan raut muka mereka masing-masing. Tetapi karena tirai
malam di tengah hutan amat pekat, dia hanya dapat melihat bentuk tubuhnya..
Dalam pada itu, terdengarlah Kebo Dungkul berkata kepada Kebo Asem:
"Adik ! Kami berenam sengaja menyusulmu karena sebentar lagi kita bakal
menghadapi empat orang musuh yang tangguh.
Selain ahli mengadu gemak*), merekapun bermaksud mencoba kepandaian kita. "
(*Gemak adalah sejenis, dapat di adu, tetapi ada aturannya yang unik. Gemak nama
jenis burung betina. Yang jantan namanya Bence. Bila sedang diadu, penonton
harus bertolak pinggang. Sebab sekali penonton bergerak, gemak itu menjadi takut
dan tidak dapat diadu lagi)
"Siapa musuh kita ?" Kebo Asem minta keterangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tiga wanita dan seorang laki-laki." jawab Kebo DungkuL
"Entahlah, kalau mereka menyembunyikan teman-temannya.
Laki-laki itu berperawakan tinggi kurus. Umurnya kira-kira empatpuluh lima
tahun, tetapi tingkah lakunya kasar dan kurangajar."
"Hm, melawan empat orang musuh saja, mengapa harus menunggu kedatanganku ?"
tegur Kebo Asem. . "Ketiga wanita itu berkepandaian tinggi. Begitulah kabar yang kami terima."
"O, begitu " Baik, mari kita sambut" ajar Kebo Asem dengan tertawa.
Kebo Dungkul tertawa terbahak pula. Sekonyong-konyong mengalihkan pembicaraan :
"Dengan kedatanganmu, hatiku mantap. Sekarang yang sangat perlu kita atur adalah
menentukan siasat melawan Pangeran Jayakusuma. Apakah engkau masih mengotot,
bahwa dia seorang satria yang benar-benar memiliki kepandaian di atas kemampuan
kita bertujuh ?" Mendengar Kebo Dungkul menyebut nama Pangeran
Jayakusuma hati Diah Mustika Perwita tercekat. Ucapan itu sama sekali tidak
diduganya Sebenarnya, mereka musuh atau kawan Pangeran Jayakusuma " Sementara
itu Kebo Asem menyahut: "Eh, apakah kakang masih menyangsikan keteranganku " Aku hanya dapat menambah
keteranganku begini. Memang belum pernah aku berkelahi mengadu kepandaian dengan
dia. Tetapi dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan kepandaiannya yang
sangat tinggi." "Kakang !" kata Kebo Langking yang berperawakan tinggi kurus kepada Kebo Asan.
"Coba ulangi lagi bagaimana mula-mula engkau berkenalan dengan dia !"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masakan harus seringkali aku mengulangi laporanku?" sahut Kebo Asem setengah
mengeluh. "Aku sedang berburu dan bertempur melawan harimau. Lalu aku melihat
tenaganya yang besar dan kemampuannya yang mengagumkan. Pikirku, terhadap
manusia begitu barulah kita pantas mengabdikan diri. Dengan begitu, kita
bertujuh jadi mempunyai seorang pemimpin. Tidak sepati sekarang ini. Kita ini
seumpama seekor ular tidak mempunyai kepala."
"Ohoooo......tidak mudah kita menyerah kalah untuk menjadi budaknya." Kebo Seia
merimbun "Sebenarnya apa senjata yahg dipergunakan " Kepandaian apa pula yang
pernah diperlihatkan kepadamu ?"
"Kulihat ia sama sekali tidak bersenjata apapun. Tetapi sekali tangannya
mengibas, perut harimau itu ambrol." sahut Kebo Asem dengan bersemangat.
"Tatkala aku memburu harimau, seluruh tenagaku telah kukerahkan untuk
mengejarnya. Tetapi dengan sekali benserak, tiba-tiba saja Pangeran Jayakusuma
sudah mendahului diriku dan terus menghantam binatang yang dipilihnya. Bukankah
hal itu mengagumkan ?"
Kebo Seta diam berenung-renung. Lalu berkata dengan menarik nafas:
"Rupanya orang itu benar-benar berkepandaian tinggi. Kukira dia memiliki mantra
sakti seperti Calon Arang. Tetapi kita bertujuh, masakan tidak bisa
mengalahkannya " Baiknya kita atur begini saja. Dua orang menyerang dari depan
Aku dan kakang Kebo Asem dari samping. Dan tiga orang dari belakang. Di kerubut
demikian, masakan kita tak dapat mengambil jiwanya ?"
"Mengapa engkau mengusulkan suatu keroyokan ?" Kebo Asem minta penjelasan
"Ini demi mempertahankan pamor rumah perguruan Kebo Sapta." Ujar Kebo Seta.
"Kami bertujuh yang disebut Kebo Sapta Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masakan akan membiarkan diri menjadi budak orang yang kurang pantas kita sebut
majikan ?" Kebo Asem melemparkan pandang kepada Kebo Dungkul yang menundukkan kepalanya
semenjak tadi. Ia minta keputusan kakaknya yang tertua itu. Karena Kebo Dungkul
tidak segera membuka mulutnya, nafas kuda mereka terdengar nyata.
"Pangeran Jayakusuma adalah ahli waris Empu Kapakisan Kukira apa yang dikatakan
dinda Kebo Asem tidak terlalu berlebihan." Akhirnya Kebo Dungkul membuka
suaranya dengan sungguh-sungguh. "Aku dan dinda Kebo Asem akan menyerang dari
depan. kebo Rekta dan Kebo Langking biarlah dari samping.
Dan kau Kebo Landoh, carilah kesempatan untuk melepaskan senjata bidikmu yang
beracun. Sedang Kebo Seta dan Kebo Jenar menyerang dari belakang. Pakailah
senjata panjang dengan sasaran rendah. Dengan siasat maju mundur, pastilah akan
menga-lutkan hatinya. Semenjak kita bertujuh mengangkat saudara dan bersumpah
sehidup semati untuk mendirikan kekuasaan, inilah untuk yang pertama kalinya
kita melawan musuh dengan berbareng. Sekiranya tidak berhasil, janganlah kita
bercita-cita lagi mendirikan semacam kekuasaan. Lebih baik kita menjadi
budaknya..............."
Diah Mustika Perwita mengerutkan kening. Sekarang barulah jelas baginya. Sebagai
seorang gadis yang cerdas dan cermat segera ia dapat meraba latar belakangnya.
Rupanya mereka bertujuh sudah semenjak lama tidak terkalahkan oleh siapapun.
Lalu bercita-cita hendak mendirikan semacam pemerintahan.
Syukur bisa seluas wilayah Kadipaten. Percaya kepada kepandaian sendiri,
pastilah mereka akan berhasil mencapai angan-angannya. Mendadak kebo Asem
bertemu dengan Pangeran Jayakusuma yang memiliki kepandaian di atas mereka,
mendengar tutur-kata Kebo Asem tentang kegagahan Pangeran Jayakusuma, mereka
bersepakat untuk menguji diri. Hal ini bakal merupakan suatu penataran yang
menentukan. Bila berhasil Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka akan segera mewujudkan cita-citanya dengan, mengumumkan berdirinya sebuah
Kadipaten baru yang otonom.
Bila tidak berhasil, memang lebih baik kita menjadi budaknya."
"Biar bagaimana mereka ini berwatak satria." pikir Diah Mustika Perwita. Selagi
berpikir demikian, tiba-tiba Kebo Langking berkata:
"Kakang Kebo Dungkul ! Meskipun Pangeran Jayakusuma cukup tangguh, aku percaya
dia pasti terjungkal di tangan kita bertujuh. Hanya saja, mengingat dia seorang
Pangeran, tentunya raja tidak akan tinggal diam. Bagaimana baiknya ?"
"Mudah saja." sahut Kebo Seta dengan cepat. "Kalau kita sudah berhasil membunuh
Pangeran Jayakusuma, kita singkirkan saja perempuan ini. Dengan menyingkirkan
perempuan ini, tidak ada saksi lagi dalam peristiwa pertempuran nanti."
Kebo Asem melompat dan berdiri tegak di depan Diah Mustika Perwita. Katanya
dengan suara tegas : "Kebo Seta! Gadis ini, akulah yang membawanya. Janganlah kalian menyakiti
apalagi sampai mencelakakan." setelah berkata demikian, ia menoleh kepada Diah
Mustika Perwita. Berkata dengan sungguh-sungguh : "Nona, setelah bertemu dengan
Pangeran Jayakusuma, dapatkah engkau berjanji akan menutup mulutmu untuk selama-
lamanya " Bila tidak bersedia untuk menutup mulut, lebih baik jangan ikut-
serta !" Hati Diah Mustika Perwita tercekal Pikirnya di dalam hati:
"Kebo Seta nampaknya berangasan. Sebaliknya, Kebo Asan berhati jujur dan
lapang." la menimbang-nimbang sebentar.
Karena ingin bertemu dan bertatap muka dengan Pangeran Jayakusuma, Diah Mustika


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perwita lantas saja menjawab :
"Baiklah, aku tidak akan mengabarkan kepada siapapun. Di pihak kalian berjumlah
tujuh orang. Apakah Pangeran Jayakusuma tidak mempunyai seorang pembantu ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertanyaan itu diluar dugaan Kebo Asem. Ia tertawa terbahak-bahak oleh rasa
geli. Sahutnya . "Semenjak tadi, bukankah aku sudah menerangkan bahwa Pangeran Jayakusuma datang
padaku dengan seorang diri ?" Dan setelah menyahut demikian, ia mendahului
berjalan sambil berteriak : "Hayo kita berangkat! Lebih cepat lebih baik !"
Mereka kemudian melarikan kudanya dengan bejajar. Di sepanjang jalan mereka
membungkam mulut. Tiba-tiba Kebo Asem melambatkan jalannya dan menghampiri Diah
Mustika Perwita. Katanya berbisik:
"Nona tak usah gelisah ! Meskipun aku berada di pihak saudara-saudaraku, tetapi
aku tetap berdoa untuk Pangeran Jayakusuma. Kita bertujuh sebenarnya hanya
hendak menguji kemampuan diri sendiri. Sebentar kalau kita bertempur, hendaklah
engkau berada di tepi arena sebagai penonton Karena engkau sahabat Pangeran
Jayakusuma, besarkan hatinya !"
Diah Mustika Perwita mengangguk dengan rasa terima kasih.
Ia mengerti, bahwa di antara mereka hanya Kebo Asem yang berhati jujur. Sedang
lainnya berhati kejam dan mau menang sendiri. Demikianlah sambil mengikuti
perjalanan mereka, diam-diam Diah Mustika Perwita memikirkan keselamatan
Pangeran Jayakusuma. Ia kenal watak dan kepandaian Pangeran itu.
Pemuda itu berkepandaian tinggi dan berani. Akalnya banyak pula. Tetapi Retno
Marlangen tiada lagi berada di sampingnya.
Apakah tidak mempengaruhi semangat tempurnya " Padahal setiap anggauta Kebo
Sapta memiliki kepandaian tinggi.
Dapatkah Pangeran Jayakusuma melawan mereka dengan seorang diri "
"Baiklah Bila dia dalam bahaya, tak boleh aku berpeluk tangan saja." ia
memutuskan di dalam hati. Dan oleh keputusan itu, diam-diam ia mempersiapkan
senjata bidiknya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian, mereka membelok ke kanan dan
menyusur gili-gili sawah ladang yang berlika-liku. Kira-kira sepuluh kilometer
lagi, mereka melintasi sebuah nmba raya. Dan mulai dari sini Diah Mustika
Perwita tak dapat lagi mengenal jalan pulangnya lagi. Selagi demikian, tiba-tiba
kuda mereka berjingkrakan Beberapa di antaranya memutar badannya dan kabur. Kebo
Dungkul mencambuk kudanya dan mendahului menegang memasuki gerombol belukar.
Teriaknya : "Hai! Apa sebab kuda-kuda kita menjadi takut " Hayo terjang"
Kuda mempunyai panca indera yang tajam melebihi manusia.
Prarasa naluriahnya jauh lebih peka. Kuda Kebo Dungkul mogok berputar-putar.
Tetapi setelah dihajar kalang-kabut, akhirnya binatang itu menegang kedepan. Dan
kuda-kuda lainnya segera mengikuti Setelah melalui beberapa puluh meter, tibalah
mereka di sebuah padang rumput kira-kira seluas limapuluh meter persegi. Tiba-
tiba terdengar suara bentakan lantang :
"Siapa yang berani kurangajar memasuki petak lingkaran Hasta Maruta ?"
Dengan serentak anggauta keluarga Kebo Sapta menahan kendali kudanya. Mereka
melihat seorang laki-laki menghadap dengan dua ekor anjing raksasa. Dan melihat
kedua anjing kuda-kuda kembali berjingkrakan.
Kebo Dungkul mengangguk hormat dari atas kudanya. Lalu berkata:
"Dengan tak sengaja kami melintasi petak ini. Atas nama keluarga Kebo Sapta,
kami minta maal" "O, jadi kamulah keluarga Kebo Sapta ?" orang itu menegas.
"Apakah engkau yang bernama Kebo Dungkul ?"
"Benar," jawab Kebo Dungkul "Kami ingin segera sampai di Smaradewa untuk bertemu
dengan Pangeran Jayakusuma.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepulangnya dari Smaradewa kami akan singgah kemari untuk menghaturkan maaf
sebesar-besarnya." "Apakah Pangeran Jayakusuma berada di Smaradewa ?" suara orang itu agak berubah.
"Benar. Apakah tuan yang bernama Sura Sampana anak murid Perdana Menteri Rangga
Permana ?" Kebo Dungkul menegas.
"Benar." Sura Sampana membenarkan. "Kami bertujuh berada di sini: Singa Nuwuk,
Singa Handaka, Kapal Asoka dan tiga orang wanita."
Wajah Kebo Dungkul berubah. Katanya berbisik kepada Kebo Asem:
"Inilah musuh kita yang kukatakan tadi. Tiga wanita dan seorang laki-laki.
Tetapi nyatanya jumlah laki-lakinya empat orang. Karena sebentar lagi kita akan
bertempur melawan Pangeran Jayakusuma, sebaiknya kita mengalah terhadap mereka
demi menyimpan tenaga."
Selagi berbisik demikian, tiba-tiba Sura Sampana berteriak nyaring sambil
menoleh ke belakang : "Tuanku puteri Lukita Wardhani, merekalah Kebo Sapta yang hendak menemui
Pangeran Jayakusuma. Mereka berjanji akan balik kembali untuk menghaturkan maaf
sebesar-besarnya setelah pulang dari Smaradewa."
Mendengar bunyi kata-kata Sura Sampana, Kebo Seta yang berangasan mendongkol
Berkata di dalam hati: "Menghaturkan maaf kentutmu ! Kami Kebo Sapta tidak pernah menghaturkan maaf
terhadap siapapun. Justru esok atau kelak, kita malahan akan mencoba kepandaian
kalian" Tetapi setiap anggauta Kebo Sapta sadar, bahwa anak murid Rangga Permana tidak
boleh dibuat gegabah. Masing-masing memiliki ilmu kepandaian tinggi. Untuk
melawan mereka, rasanya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih sanggup. Hanya saja mengingat rencana pertempurannya dengan Pangeran
Jayakusuma, mau tak mau mereka harus menahan diri.
Tak lama kemudian terdengar jawaban yang sangat tajam dari kejauhan :
"Minta maaf" Tak usah minta maaf segala. Suruh saja mereka membatalkan niatnya."
Tercekat hati Diah Mustika Perwita mendengar suara tajam itu. Itulah alunan
suara yang tak asing lagi baginya. Suara Lukita Wardhani panglima laskar
Bhayangkari. Hampir-hampir saja ia berteriak kegirangan. Untung, dia seorang
gadis yang cermat dan cerdas. Oleh pertimbangan naluriahnya, segera ia dapat
menahan diri. Sebaliknya, seluruh anggauta Kebo Sapta terbakar hatinya begitu
mendengar ucapan Lukita Wardhanl Dengan serentak mereka menegakkan kepalanya.
Kebo Seta tertawa mendongkol melalui hidungnya. Dengan suara dingin ia berkata :
"Kami Kebo Sapta belum panah meminta-minta maaf kepada siapapun. Kamipun biasa
hidup malang-melintang tanpa halangan. Siapa berani menghalang-halangi kami ?"
Dan setelah berkata demikian ia menghentakkan kudanya. Kudanya lantas saja
melompat menerjang ke depan.
Sura Sampana tentu saja tidak tinggal diam. Ia melepaskan kedua anjingnya yang
menyalak dan menggeram tak ubah dua ekor singa. Kuda Kebo Seta diterkamnya.
Keruan saja kuda Kebo Seta berjingkrak dan meringkik keras. Namun Kebo Seta
ternyata mahir dalam hal menunggang dan menguasai kudanya. Sambil mendekam di
atas punggung kudanya, kedua tangannya bergerak. Dan pada saat itu juga, kedua
tangannya telah menggenggam dua batang tombak pendek. Dengan serta-merta ia
menyambut terkaman kedua anjing Sura Sampana. Anjing yang melompat dari sebelah
kiri mengelak ke samping sedang yang datang dari arah kanan berhasil merobek
perut kuda. Akan tetapi tombak Kebo Setapun berhasil menikam perutnya pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan jungkir balik Kebo Seta turun ke tanah sambil membentak :
"Perlihatkan senjatamu !"
Tombak kirinya diangkat tinggi-tinggi. Sedang tombak kanan menunjuk ke tanah,
bersiaga menunggu serangan lawan. Sura Sampana tidak bergerak. Ia hanya tertawa
tawar seraya menyahut: "Hmmm......kau sudah melukai anjingku. Sekarang, meskipun engkau bersedia
membatalkan perjalananmu sudah tidak keburu lagi. Kebo Seta! Tinggalkan
senjatamu !" Kebo Seta tercengang. Bagaimana orang itu bisa mengenal namanya " Bentaknya :
"Menurut pendengaranku, anak murid Rangga Permana selamanya tidak pernah
meninggalkan wilayah rumah perguruannya. Mengapa kalian tiba-tiba berada di sini
" Aku memang' Kebo Seta. Dari mana engkau mengenal namaku ?"
"Kami anak murid Perdana Menteri Rangga Permana masakan tidak mengenal nama
kalian " Kalian menyebut diri sebagai keluarga Kebo Sapta, bukan " Sudah lama
guru kami mendengar sepak-terjang kalian yang biadab. Kamu bertujuh berangan-angan hendak mengangkat
diri menjadi adipati, bukan " Hm, hemmm! Mengapa kami berada di sini " Justru
karena kalian Kebetulan sekali malam ini kami bertemu dengan kalian. Dengan
begitu, kami tidak perlu susah-payah lagi untuk mencari sarang kalian" bentak
Sura Sampana. Dan setelah membentak demikian, tangan kirinya menyambar dan mencengkeram kedua
tombak Kebo Seta. Kebo Seta terkejut bukan main Sama sekali tak diduganya, bahwa
Sura Sampana bisa bergerak begitu cepat. Buru-buru ia mengerahkan himpunan
tenaga saktinya. Ia menarik kedua tombaknya dengan satu kali hentakkan Tak ! Dan
kedua tombaknya patah menjadi empat potong.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kebo Dungkul yang menyaksikan adu tenaga itu terkesiap hatinya. Tangkai tombak
Kebo Seta terbuat dari besi. Tetapi dengan sekali sambar, patahlah tangkainya.
Maka dapat dibayangkan betapa hebat tenaga Sura Sampana. Mengingat saudara-
saudaranya masih harus menyimpan tenaga untuk menghadapi Pangeran Jayakusuma,
segera ia menengahi dengan suara merendah :
"Apakah tadi suara tuanku puteri Lukita Wardhani " bukankah beliau puteri
Perdana Menteri Rangga Permana " Baiklah, begini saya. Kami akan mengambil jalan
memutar. Esok hari kami berjanji akan datang kemari untuk mencoba-coba mengadu
kepandaian dengan tuan-tuan sekalian"
"Hmm....." dengus Sura Sampana. "Aku tadi sudah berkata, meskipun kalian kini
bersedia membatalkan perjalanan sudah tidak keburu lagi" Dan setelah berkata
demikian, ia melemparkan dua potongan tombak yang berada di kedua tangannya.
Cap, cap! Dan kedua potongan tombak itu menancap di pohon.
Kebo Dungkul terkejut. Pikirnya di dalam hati : "Celaka !
Mengapa mereka tidak mengijinkan aku bertujuh melintasi hutan ini atau balik
kembali " Biasanya mereka tidak pernah ke luar wilayah sejauh ini. Sekarang
mereka berada disini. Apakah sedang menyembunyikan suatu rahasia besar ?"
Setelah berpikir demikian, ia berkata dengan suara nyaring : "Sura Sampana!
Meskipun kalian anak murid Perdana Menteri, tetapi hutan dan jalan raya bukan
milik kalian. Apakah kalian melarang kami melintasi hutan ini?"
Sura Sampana bersikap tidak mengacuhkan. Teriaknya :
"Lebih baik tutup mulutmu ! Tak ada gunanya kau berbicara berkepanjangan. Pendek
kata, hari ini kalian tidak boleh hidup lebih lama lagi."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbareng dengan ucapannya, ia melompat menerjang dengan mencengkeramkan
kesepuluh jari-jarinya. Sebelum cengkeramannya sampai pada sasarannya, suatu
kesiur angin tajam menyerang bergulungan. Itulah suatu tanda, bahwa ia memiliki
ilmu sakti yang tidak rendah.
Kebo Seta yang berada di depan Kebo Dungkul melompat ke samping sambil
menyodokkan sisa tombaknya yang masih berada dalam genggamannya. Sura Sampana
hendak menangkap ujung tangkainya seperti yang dilakukannya sebentar tadi Tiba-
tiba saja matanya melihat berkelebatnya sebatang tongkat baja sebesar telur ayam
dari samping, itulah serangan Kebo Reksa yang datang menolong saudaranya. Cepat
Sura Sampana menangkiskan lengannya seraya menyambar ujung tongkat.
Tetapi sebelum kelima jarinya mencengkeram penuh-penuh mendadak lengannya terasa
panas. Buru-buru ia melepaskan cengkeramannya. Dengan mengerahkan himpunan
tenaga saktinya ia memukul dengan pergelangan tangannya. Syukur, ia bisa
bergerak luar biasa cepat. Sekiranya tidak demikian, dadanya pasti sudah kena
tertikam ujung tongkat. Katanya di dalam hati : "Ih ! Tata kerja saudara
seperguruan Kebo Sapta benar-benar hebat Pantaslah mereka berangan-angan
mendirikan suatu kekuasaan."
Karena lawan bersenjata tongkat baja, segera ia
mengeluarkan senjata andalannya pula. Itulah sepasang rantai yang berujung bola
bergigi. Masing-masing mempunyai berat timbangan melebihi sepuluh kilogram.
Warna bola giginya kuning kemilau, sehingga dapat terlihat jelas pada malam
hari. Dalam pada itu Kapal Asoka, Singa Nuwuk dan Singa Handaka muncul pula dari balik
gerumbul belukar. Segera mereka terlibat dalam suatu pertempuran seru. Mereka
memperoleh lawan yang setanding. Kapal Asoka melawan Kebo Landoh. Sedang Singa
Nuwuk dan Singa Handaka melawan Kebo Langking dan Kebo Jenar. Masing-masing
menggunakan senjata andalannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kapal Asoka bersenjata perisai dengan bindi. Dan Kebo Landoh melawannya dengan
sepasang golok. Singa Nuwuk yang berlawan-lawanan dengan Kebo Langking,
bersenjata perisai dengan rantai cemeti. Sedang Kebo Langking bersenjata
sepasang penggada baja putih. Singa Handaka lain pula senjatanya. Ia berperisai
dan bersenjata martil. Tak usah dikatakan lagi, bahwa ia bertenaga besar. Dan
Kebo Jenar melawannya dengan cempuling dan tali terbuat dari urat kerbau yang
ulat luar biasa. Dengan demikian, di pihak Kebo Sapta masih tiga orang yang belum masuk dalam
arena. Merekalah Kebo Dungkul, Kebo Seta dan Kebo Asem. Kebo Seta sudah
kehilangan senjata andalannya. Tetapi segera ia mengeluarkan senjata tombak
lagi, akan tetapi kali ini berbentuk garpu perak. Dengan pandang penasaran ia
mengikuti pertempuran yang berjalan makin lama makin sengit.
Singa Handaka yang bersenjata martil benar-benar bertenaga besar. Cempuling Kebo
Jenar tak berdaya menghadapi perisai bajanya. Selangkah demi selangkah, ia kena
diundurkan. Menyaksikan hal itu, Kebo Seta yang berangasan tak dapat lagi menahan diri.
Segera ia melompat maju sambil menusukkan tombak garpunya. Tetapi belum lagi
tiba pada sasarannya, berkelabatlah sesosok bayangan bersenjata sebatang pedang.
Bayangan itu menangkis tusukan tombak garpunya dengan tepat sekali. Keruan saja
Kebo Seta terperanjat, la mundur dengan menajamkan penglihatannya. Ternyata
bayangan itu seorang wanita setengah umur. Dialah Rara Sindura, murid ketujuh
Rangga Permana yang ahli dalam hal ilmu pedang. Dan begitu berhadap-hadapan,
kedua-duanya lantas saja bertempur dengan sangat serunya.
Sekarang di pihak Kebo Sapta tinggal dua orang saja yang belum mempemlah
tandingnya. Kebo Dungkul dan Kebo Asem.
Tiba-tiba muncullah seorang gadis cantik luar biasa. Gadis itu Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertangan kosong dan berdiri bersender pada sebatang pohon.
Dengan tenang, pandang matanya mengikuti pertempuran seru itu. Diah Mustika
Perwita segera mengenal siapa dia. Dialah Lukita Wardhani puteri Rangga Permana.
Ditinjau dari jumlah anggautanya, pihak Kebo Sapta lebih unggul. Artinya lebih
banyak jumlahnya. Akan tetapi anak murid Rangga Permana mempunyai andalan lain
lagi. itulah anjing-anjing pemburu yang berjumlah puluhan ekor. Melihat
majikannya bertempur, binatang-binatang itu menggeram dan menyalak ramai. Mereka
siap menerkam apabila sudah mendapat perintah.
Kebo Sela yang melayani ilmu pedang Rara Sindura, beberapa kali mencuri pandang
untuk memperoleh penglihatan yang lebih luas. melihat ratusan mata anjing
pemburu yang berwarna hijau kemilau, bulu kuduknya menggeridik. Pikirnya : "Jika
anjing-anjing itu ikut memasuki gelanggang terpaksalah aku meledakkan asap
beracunku. Lebih baik aku disebut setan kampungan daripada mati konyol dirobek-
robek gigi anjing." Sampai mendekati fajar hari, mereka masih saja bertempur dengan serunya. Masing-
masing pihak tiada yang kalah atau menang. Melawan Singa Handaka yang bertenaga
raksasa, Kebo Jenar tidak berani mengadu kekerasan Cempulingnya segera
dipindahkan ke tangan kiri. Sedang tangan kanannya mulai menyerang dengan
tambang. Dengan begitu, ia dapat melawan daya tenaga besar Singa Handaka dalam
jarak jauh. Beberapa kali lingkaran tambangnya hampir saja menjerat leher Singa
Handaka. Tetapi apabila Singa Handaka hendak melibatkan perisainya atau
martilnya agar tergubat erat, buru-buru Kebo Jenar menarik kembali. Sebab
apabila sampai menggubat senjata lawan, ia sadar akan akibatnya. Tenaga Singa
Handaka mungkin dapat memutuskan tambangnya. Dengan demikian, meskipun
memperoleh kesempatan untuk mengalutkan hati lawan, ia tidak berani terlalu


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendesak. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala udara timur mulai bercahaya, Sura Sampana yang bersenjata rantai bola
mulai berada di atas angin Kena dicecar terus-menerus, permainan tongkat baja
Kebo Rekta mulai kalut. Melihat hal itu, Kebo Asem segera membantu. Ia bersenjata kapak. Tetapi Sura
Sampana benar-benar tangguh. Memang, dia adalah murid Rangga permana yang
tertua. Kecuali pandai menggunakan senjata andalannya, pukulan-pukulannya cepat
bagaikan kilat pula. Setiap kali terdesak lawan, tiba-tiba saja dapat balik
menyerang dengan bertubi-tubi. Kebo Asem yang bertenaga besar segera berteriak-
teriak seperti geledek. Dan Kebo Rektapun mengimbangi dengan tertawa terbahak-
bahak. Jelaslah maksud mereka berdua. Mereka bermaksud
mengalutkan pemusatan Sura Sampana. Namun Sura Sampana tak dapat dijebak begitu
mudah. Ia berkelahi dengan hati mantap. Meskipun sudah berkelahi begam-jam
lamanya, himpunan tenaga saktinya tiada kendor sedikitpun.
Kebo Dungkul tahu, pihaknya menghadapi bahaya besar.
Sekarang tinggal dirinya seorang yang belum turun gelanggang.
Tetapi di sana masih berdiri Lukita Wardhani. Gadis cantik itu masih bersandar
pada sebatang pohon. Sedang di sekitar gelanggang pertempuran, anjing-anjing
pemburu makin lama makin nampak beringas. Maka terpaksalah ia berseru kepada
Kebo Seta: "Apa boleh buat! Kebo Seta, lepaskan saja senjata pemunah-mu ! Sebentar aku akan
membantumu." Tentu saja Rara Sindura tidak membiarkan musuhnya mundur seenaknya untuk
memperoleh kesempatan melepaskan senjata pemunah. Gesit ia melompat memburu
sambil menikamkan pedangnya. Tetapi pada saat itu. Kebo Dungkul yang bersenjata
tongkat panjang segera menghadangnya. Terpaksalah Rara Sindura mengelak ke
samping. Dan pada detik itu melesatlah semacam bola mengarah padanya, pedangnya
dikibaskan. Tak!!.. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bola itu kena dipukulnya pecah. Tetapi mendadak saja di depannya terpencar
segumpal asap yang menyelubunginya.
"Celaka !" Rara Sindura mengeluh di dalam hati. Ia tahu, itulah bubuk beracun.
Cepat ia menahan nafas. Tetapi Kapal Asoka yang berada di dekatnya mendadak
roboh terjengkang. Pendekar itu sedang bertempur mati-matian melawan Kebo Landoh yang bersenjata
sepasang golok, sehingga tidak melihat datangnya bahaya. Tahu-tahu ia mencium
bau amis. Kepalanya pening dan nganya pengang. Dan dengan tak dikehendaki
sendiri, ia roboh terguling kehilangan tenaga.
"Hai !" Diah Mustika Perwita berseru terkejut "Mengapa kalian menggunakan bubuk
beracun ?" Melihat Kapal Asoka roboh terjengkang, Rara Sindura kaget bukan kepalang. Tetapi
tak dapat ia berbuat sesuatu karena terlibat tongkat Kebo Dungkul. Sekonyong-
konyong melesatlah Lukita Wardhani masuk ke dalam gelanggang dengan pedang
terhunus. Bentaknya: "Biadab! Jangan ganggu dia! Siapa yang berani mengganggu anak murid Rangga
Permana tak akan kuampuni."
Tentu saja Kebo Seta tidak sudi kehilangan kesempatan sebagus itu. Sebab apabila
dia dapat menawan salah seorang musuhnya, bisa dijadikan sandera yang berguna.
Paling tidak dapat menekan agar anjing-anjing pemburu itu jangan ikut menyerbu.
Itulah sebabnya dia membalas ancaman Lukita Wardhani dengan membentak pula :
"Kau bubarkan dulu anjing-anjing piaraanmu! Dan segera aku membebaskan rekanmu."
Lukita Wardhani membungkam mulutnya. Tak sudi ia melayani musuhnya. Tetapi kedua
alisnya berdiri tegak. Tiba-tiba saja ia sudah berada di depan Kebo Seta.
Pedangnya berkelebat. Keruan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja Kebo Seta terkejut. Sama sekali tak diduganya bahwa Lukita Wardhani
memiliki kecepatan melebihi kejapan kilat. Untung, Kebo Dungkul tidak tinggal
diam. Dengan tongkatnya yang panjang ia menyapu dari samping
"Ayunda ! Awas tongkat !" seru Diah Mustika Perwita memperingatkan.
Lukita Wbidhani mengangguk, la tersenyum. Katanya :
"Adik ! Kau baik-baik sap, bukan " Tetaplah di tempatmu !
Biarlah kubereskan dulu kawanan iblis ini.........."
Lukita Wardhani adalah pewaris ilmu sakti Ratu Jiwani. Ilmu pedangnya tak
terlawan semenjak beberapa tahun yang lalu.
Dengan suatu gerakan kilat, tiba-tiba saja tongkat Kebo Dungkul dan tombak garpu
Kebo Seta tergempur miring. Pada detik itu pula, ujung pedangnya menikam.
"Hai!" Kebo Dungkul dan Kebo Seta berseru kaget. Dengan berbareng mereka melesat
mundur. Namun Lukita Wardhani tidak membiarkan kedua musuhnya bernafas. Sekali
tangannya bergerak, tombak garpu Kebo Seta terpental dari genggamannya.
Dadanya lantas saja tak terlindung lagi. Keruan saja Kebo Dungkul menjadi gugup.
Dengan mati-matian ia mencoba melindungi.
"Hm." Lukita Wardhani mendengus. "Mempunyai kepandaian cakar ayam begini saja,
sudah berani berangan-angan menjadi adipati. Benar-benar memalukan."
Setelah berkata demikian, Lukita Wardhani mendesak. Tetapi betapapun juga, Kebo
Dungkul bertujuh bukan tokoh-tokoh sembarangan kalau tidak, mustahil mereka
berani berangan-angan hendak mendirikan semacam kadipaten otonom yang lepas dari
pemerintahan Majapahit Dalam seribu kerepotannya, masih bisa Kebo Dungkul dan
Kebo Seta menolong diri. Dengan membentak nyaring, Kebo Dungkul memutar
tongkatnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian menggempur Lukita Wardhani. Kebo Setapun tidak tinggal diam. Meskipun
tidak bersenjata lagi, tetapi ia memiliki senjata beracun. Sekarang bubuk
beracun bertebaran bagaikan hujan gerimis.
Lukita Wardhani adalah seorang gadis yang berhati keras.
Dalam kerepotan apapun juga, tak sudi ia mengundurkan diri atau bergerak mundur.
Kini ia mengandalkan pada kelincahan tubuhnya. Pedangnya berkelebatan bagaikan
kilat mengejap-ngejap. Semua semata Kebo Seta disapunya bersih. Lalu menerjang
tongkat raja Kjebo Dungkul. Dan pada detik-detik yang menentukan itu tiba-tiba
terdengar suara seorang dari luar gelanggang :
"Coba berhenli dulu ! Aku ingin berbicara............"
Sudah barang tentu, mereka yang sedang bertempur mati-matian tidak menggubris
suara itu. Sebaliknya Diah Mustika Perwita lantas saja berseru girang :
"Kangmas Jayakusuma..........!"
Waktu itu matahari sudah menebarkan cahayanya di seluruh angkasa. Suasana
sekitar gelanggang terang-benderang.
Ternyata gelanggang itu bukan berada di tengah hutan. Tetapi di atas bukit dalam
halaman biara rusak yang sangat luas. Biara apa ini " Tentunya tiada
penghuninya. Kalau tidak, masakan seorangpun tiada menampakkan diri. Memang
biara itu sudah ratusan tahun ditinggalkan penghuninya. Dahulu, Raja Erlangga
pernah bermarkas di biara itu sewaktu hendak merebut tahta kerjaannya kembali
dari penguasa Sriwijaya. Kemudian pecahlah perang antara sekte-sekte Agama Syiwa
dan Buddha. Di halaman itu pula kedua belah pihak menentukan kalah atau menang
seperti yang terjadi sekarang ini antara pihak Kebo Sapta dan Lukita Wardhani.
-o0~DewiKZ~0o- Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
NAYAKA MADU DENGAN HATI terharu dan pandang mata terlongong-longong, Diah Mustika Perwita
mengawaskan Pangeran Jayakusuma yang muncul dari dalam biara seperti seorang
pertapa. Ia mengenakan pakaian seorang satria. Lengan baunya panjang sehingga
berkesan setengah bhiksu. Tetapi raut mukanya nampak keruh.
Jarang sekali Diah Mustika Perwita bertemu pandang dengan Pangeran Jayakusuma.
Setelah pemuda itu hilang tiada kabar beritanya hampir empat tahun lamanya, ia
hanya pandai mengenangkan saja dalam lubuk hatinya, la sendiri kala itu sedang
sibuk menekuni ilmu kepandaiannya yang diperolehnya dari seorang yang menamakan
diri Lawa Ijo. Selain itu seringkali pula ia ikut membantu Panglima Wira
Wardhana bertugas di selatan Daha. Dahulu, ia mengenal Pangeran Jayakusuma
sebagai seorang pemuda yang lincah dan bergembira.
Kadangkala malahan angin-anginan pula. Tetapi Jayakusuma kini berkesan lain. Dia
nampak bersungguh-sungguh dan matang.
Gerakan matanya tenang luar biasa dan langkahnya pasti.
"Wardhani! Ilmu pedangmu maju jauh sekali dibandingkan beberapa tahun yang
lalu." katanya sambil menghampiri gelanggang pertempuran.
Mendengar Pangeran Jayakusuma berbicara akrab dengan Lukita Wardhani terbanglah
semangatnya Kebo Dungkul bertujuh. Mereka merasa bertambah seorang lawan lagii
Pada saat itu, mereka meiasa tidak mempunyai harapan lagi untuk memenangkan
pertempuran yang menentukan. Hanya Kebo Asem seorang yang tidak dihinggapi
pikiran demikian. Memang, mula-mula ia berkecil hati. Lalu menegur dengan suara
menggelegar: "Pangeran. Inilah saudara-saudaraku seperguruan yang ingin kuperkenalkan
kepadamu." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya Lukita Wardhani tidak menghiraukan hadirnya Pangeran Jayakusuma.
Memang di dalam lubuk hatinya bersembunyi suatu kesan sendiri yang hanya
diketahui oleh dirinya sendiri pula. Di depan pemuda itu, ia justru tidak mau
memperlihatkan keadaan hatinya yang benar. Apalagi di depan umum. Untuk
memperlihatkan peribadihya, ia justru bersikap lebih keras. Tak mau ia
kehilangan waktu dan kesempatan.
Pedangnya berkelebatan merangsak kedua lawannya yang tangguh. Menyaksikan hal
itu, Pangeran Jayakusuma berkata lagi:
"Wardhani! Aku harap engkau menarik pedangmu !"
"Hm." Lukita Wardhani mendengus. "Aku bukan Retno Marlangen yang akan selalu
mendengar kata-katamu. Tunggu sebentar ! Biar kuselesaikan dahulu."
"Tetapi kalau mereka sampai mati, akupun merasa kehilangan."
"O, jadi mereka termasuk kawanmu " Bagus sekali pergaulanmu. Kangmas salah
seorang putera raja. Mengapa bergaul dengan sekumpulan iblis ?"
Setelah berkata demikian, Lukita Wardhani makin
mempercepat gerakan pedangnya. Memang ia seorang gadis yang keras hati.
Selamanya tiada pernah mundur sebelum menyelesaikan apa yang dikehendaki.
Sebagai seorang puteri Perdana Menteri, tiada seorangpun yang berani memerintah
dirinya. Apalagi ia mempunyai sandaran kuat sebagai murid Ratu Jiwani. Selamanya
ia bebas menentukan kehendak hatinya sendiri. Dan begitu melancarkan
serangannya, dia mengerahkan pula tenaga anjing-anjing pemburunya. Dan anjing-
anjing itu lantas saja mengerumuni Kebo Sapta dengan menyalak riuh.
Pangeran Jayakusuma kenal watak Lukita Wardhani. Ia pernah menyaksikan pula
sepak-terjang puteri itu tatkala membasmi Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerombolan Arya Wirabumi. Mau tak mau ia menghela nafas.
Dengan suara terpaksa ia berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Apa boleh buat"
Berkata demikian, ia menghampiri gelanggang pertempuran Tangannya mengibas.
Akibatnya kerumun anjing pemburuan bubar berderai. Dari arah kiri dan kanan
melompat belasan anjing sekaligus. Pangeran Jayakusuma menyambut serangan
belasan binatang itu dengan kibasan tangan kirinya. Sekali mengibas, belasan
anjing itu mati dengan beijungkir-balik.
Lukita Wardhani marah bukan main Segera ia melompat menikamkan pedangnya sambil
berteriak : "Kau membunuh anjing-anjingku. Apakah benar-benar engkau memusuhi
pemerintahan ?" Pangeran Jayakusuma tersenyum. Tangannya mengibas dan menghantam pedang Lukita
Wardhani sampai terpental tinggi di udara. Memang tenaga Pangeran Jayakusuma
jauh berlainan bila dibandingkan dengan tenaganya dahulu. Seluruh tubuhnya sudah
berselimut Ilmu Sakti Manunggal. Meskipun hanya menggunakan sebagian tenaganya,
namun sudah cukup untuk menggempur pedang Lukita Wardhani sampai terlepas dari
genggamannya. Hal itu mengherankan Kebo Dungkul dan Kebo Seta. Mereka berdua
tadi, tak mampu berbuat demikian. Kalau begitu, keterangan Kebo Asem benar
belaka. Pemuda itu memiliki tenaga sakti yang susah diukur betapa tingginya.
"Apakah karena Lukita Wardhani bersedia mengalah ?" Kebo Dungkul menebak-nebak.
"Tak ada buruknya kalau akupun ikut mencoba-coba."
Memikir demikian, ia maju menerjang menghantamkan tongkat bajanya. Pangeran
Jayakusuma mengibaskan tangannya sepati sebentar tadi. Ia menggunakan empat
bagian tenaga saktinya. Plak ! Lengan bajunya yang panjang menghantam
pergelangan tangan. Kebo Dungkul terkejut. Pukulan lengan baju Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tak ubah tabasan sebatang pedang. Karuan saja ia mengerang kesakitan.
Kebo Seta melompat hendak menolong kakaknya
seperguruannya. Ia membarengi serang Kebo Dungkul dengan mendorongkan tombak
garpunya. Dengan tersenyum Pangeran Jayakusuma menyongsong serangan mereka
berdua dengan hanya menggunakan tiga bagian tenaga saktinya. Baik Kebo Dungkul
maupun Kebo Seta tak pernah mengira, bahwa tenaga sakti Manunggal begitu
dahsyat. Jangan lagi menggempur manusia yang terdiri dari darah dan daging,
sedangkan sebatang pohon sebesar empat pelukan tangan orang dewasa akan patah
menjadi beberapa potong. Tidak mengherankan, tubuh mereka berdua bergoyang-
goyang. Untung Pangeran Jayakusuma hanya menggunakan tiga bagian tenaganya.
Dengan begitu mereka tidak perlu sampai jatuh terjengkang.
Kebo Dungkul dan Kebo Seta adalah murid seorang sakti yang bermukim di celah
Gunung Lawu. Orang sakti itu tak mau menyebutkan namanya. Ilmu saktinya luar
biasa dan diwariskan kepada ketujuh muridnya yang memiliki keistimewaannya
masing-masing. Tenaga Kebo Asem bisa membunuh seekor harimau dengan dua atau
tiga kali pukulan. Hal itu pernah mengherankan Pangeran Jayakusuma. Apalagi Kebo
Dungkul kini bergabung dengan Kebo Sela. Tenaga mereka masing-masing sebenarnya
tidak usah kalah jauh bila dibandingkan dengan Kebo Asem. Meskipun demikian,
mereka berdua tidak tahan menghadapi tiga bagian tenaga sakti Manunggal milik
Pangeran Jayakusuma. "Hati-hati!" Pangeran Jayakusuma memperingatkan sambil mendorong. Penglihatan
Kebo Dungkul berkunang-kunang dan tiba-tiba menjadi gelap. Sadarlah dia, apabila
tetap berkutat jiwanya tidakkan tertolong.
"Hai! Apakah engkau tak dapat mempertahankan diri ?" ujar Pangeran Jayakusuma.
Ia jadi teringat kepada pengalamannya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Ki Ageng Mijil Pinilih tatkala masih berada di dalam penjara. Dahulu, Ki
Ageng Mijil Pinilih pernah mengadu tenaga dengan salah seorang pendekar dari
Bukit Gombak. Kena gempuran tenaga dorong tenaga sakti Ki Ageng Mijil Pinilih,
orang itu lantas saja roboh meringkuk bagaikan udang kering.
Teringat akan hal itu, segera ia menarik tenaganya. Dan Kebo Dungkul tertolong.
Dengan mata terbelalak, ia menatap wajah Pangeran Jayakusuma dengan berdiri
tertegun-tegun. Melihat keadaan Kebo Dungkul, sekalian saudara-
seperguruannya kecuali Kebo Asem dengan serentak menuntut bela. Mereka
meninggalkan lawannya masing-masing, lalu menyerang Pangeran Jayakusuma dengan
berbareng. Meskipun mereka bersenjata, Pangeran Jayakusuma tidak gentar. Dengan
cepat ia menyambar seekor anjing dan dijadikan alat penangkisnya. Lukita
Wardhani dan sekalian murid ayahnya mundur ke luar gelanggang menyaksikan
pertempuran itu. Mereka semua tahu, bahwa seekor anjing bukanlah alat senjata penangkis yang
baik. Sebaliknya oleh cengkeraman pangeran Jayakusuma, keempat kaki anjing itu
bergerak-gerak sejadi-jadinya sambil menjerit-jerit kesakitan. Namun Pangeran
Jayakusuma dapat menggunakannya dengan leluasa. Dalam pada itu, Kebo Dungkul
telah memperoleh pernafasannya kembali. Tata-nafasnya ternyata tidak berubah.
Maka tahulah ia, bahwa Pangeran Jayakusuma sudah menaruh belas kasihan
kepadanya. Segera ia memperhatikan jalannya pertempuran dengan perihatin. Lalu
berteriak kepada lima saudara seperguruannya :
"Saudara-saudara, tahan !"
Tetapi mereka berlima justru sedang menghimpun dan mempersatukan tenaga
gabungan. Untuk segera menariknya, tidak dapat dilakukan dengan segera. Salah-
salah, malahan bisa melukai diri mereka masing-masing. Tenaga gabungan mereka


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang kuat luar biasa. Jangan lagi terhadap manusia yang Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdiri dari darah dan daging, sebongkah batupun dapat dihancurkannya dengan
mudah. Namun Pangeran Jayakusuma sama sekali tidak berusaha mengelak. Setelah
melemparkan senjata anjingnya, dengan sekali membalikkan kedua tangannya ia
menangkap kelima senjata mereka sambil berkata :
"Baiklah. Mari kita mencoba-coba mengadu tenaga. Siapa yang lebih kuat, kalian
atau aku." Kebo Asem yang menonton dari luar gelanggang, tahu akan bahaya. Dengan setengah
memohon ia berteriak : "Pangeran, janganlah sampai membunuh saudara-saudaraku!
Mereka datang kemari hanya untuk mencoba-coba mengadu tenaga dan kepandaian
saja. Aku sendiri sebenarnya lebih setuju apabila sekalian saudaraku menyerah
saja." Pangeran Jayakusuma tersenyum. Sekarang mengertilah ia, apa sebab mereka tiba-
tiba menyeratnya dan bersikap memusuhinya tanpa alasan. Pikirnya di dalam hati:
" Kiranya begitu " Baiklah, aku akan mengadu tenaga saja."
Dalam pada itu, Kebo Rekta berlima segera mengerahkan himpunan tenaga saktinya.
Dengan mati-matian, mereka mencoba membetot senjatanya masing-masing yang
tergenggam di tangan Pangeran Jayakusuma. Tetapi tenaga betotannya sama sekali
tidak dapat membuat Pangeran Jayakusuma bergeming.
Senjata mereka masing-masing rasanya seperti terjepit suatu celah bukit saja.
Sekali lagi mereka menarik dengan berbareng.
Sekali lagi dan sekali lagi. Namun tetap saja tidak bergeming.
Tetapi sebenarnya tenaga gabungan mereka hebat tak terkatakan. Di dalam hati
Pangeran Jayakusuma berkata :
"Tenaga gabungan mereka tidak boleh diremehkan. Bila aku hanya bertahan saja,
tentunya mereka tidak akan merasa takluk."
Oleh pikiran itu, segera ia balik menarik. Menurut perhitungannya, senjata
mereka pasti terlepas dari genggaman Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka. Bahkan bukan mustahil bisa terlempar ke udara. Tetapi diluar dugaan,
masih bisa mereka pertahankan senjatanya masing-masing. Hanya saja akibatnya
terlalu hebat. Senjata mereka berlima tiba-tiba melengkung bagaikan busur.
"Bagus !" Pangeran Jayakusuma memuji dengan setulus hatinya. Segera ia menambah
satu bagian tenaga saktinya. Dan tiba-tiba saja, senjata mereka berlima patah
menjadi dua bagian Telapakan tangan mereka terbeset dan darahnya mengucur,
meskipun demikian masih saja mereka dapat menggenggam sisa kutungan senjata
erat-erat. Pangeran Jayakusuma tertawa girang. Dengan mengayunkan tangannya, ia menimpukkan
kutungan senjata rampasannya dengan empat bagian tenaga saktinya. Lantas saja
empat kutungan senjata itu amblas ke dalam bumi. Itulah suatu pameran tenaga
yang benar-benar mengejutkan setiap orang.
Apalagi bila Pangeran Jayakusuma menggunakan tujuh bagian, delapan atau sembilan
bagian tenaga saktinya. Dengan kedua matanya yang sangat tajam, Pangeran Jayakusuma menyiratkan pandang
terhadap mereka semua. Tiba-tiba tubuhnya bergetar. Suatu angin dahsyat yang halus melanda dengan
mendadak. Meskipun halus, namun akibatnya mengerikan. Sekalian anjing perburuan
terpental ke udara seperti timbunan rumput kering tercerai-berai tersapu angin
puyuh. Kebo Dungkul dengan keenam saudara seperguruannya menjadi pucat lesi.
Mereka merasa diri kena gempuran suatu tenaga yang tidak nampak. Cepat-cepat
mereka saling bergandengan tangan dan memeluk sebatang pohon. Meskipun mereka
tidak sampai terpental ke udara, namun pohon yang dipeluknya tumbang dengan
suara bergemuruh. Lukita Wardhani dan sekalian anak-murid Rangga Permana buru-buru bergandengan
tangan pula untuk menyusun tenaga gabungan Saritangsya. Itulah ilmu gabungan
himpunan tenaga sakti warisan Mapatih Gajah Mada. Dan karena Pangeran Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma tidak mengerahkan seluruh tenaganya, mereka masih dapat
mempertahankan diri Memang, Pangeran Jayakusuma sengaja memamerkan
himpunan tenaga sakti Ilmu Manunggal. Mula-mula ia menggunakan empat bagian
tenaganya. Lalu lima bagian. Lalu enam bagian. Tatkala menoleh, ia melihat Diah
Mustika Perwita bertiarap di bawah sebatang pohon raksasa yang tumbang dalam
jarak tiga-puluh meter. Rupanya gadis itu sebentar tadi kabur terkena hempasan
tenaga sakti Pangeran Jayakusuma. Dasar cerdas dan cekatan, cepat-cepat ia
menyambar dahan pohon. Dan dengan berjumpalitan ia turun ke tanah. Pada saat itu, sebatang pohon
raksasa di dekatnya tumbang sampai ke akarnya. Segera ia berlindung di baliknya.
Melihat Diah Mustika Perwita yang bersembunyi di balik pohon, timbullah pikiran
Pangeran Jayakusuma : "Kalau aku menuruti hati sendiri, bisa-bisa membunuh
mereka." memperoleh pikiran demikian segera ia mengibaskan tangannya. Dan tenaga
himpunan saktinya sirap. Kemudian berkata kepada Kebo Asem:
"Saudara Kebo Asem ! Aku menunggumu sampai fajarhari tiba. Lalu menyusul kemari.
Bagaimana " Apakah engkau sudah mendapat kabar beritanya ?" Ia berhenti sebentar
lalu tertawa melalui dadanya. "Rupanya kau tak sempat mencari berita itu.
Sebaliknya engkau malahan memanggil saudara-saudaramu untuk datang mengeroyokku.
Sebenarnya, apa maksudmu "
Apakah sekalian saudaramu hendak maju seorang demi seorang atau maju berbareng
sekaligus ?" Belum lagi Kebo Asem membuka mulutnya, berteriaklah si berangasan Kebo Seta:
"Pangeran Jayakusuma ! Ilmu saktimu dan kepandaianmu kami bertujuh adalah
laksana bumi dan langit. Memang kamilah yang tidak tahu diri. Baiklah
kuterangkan saja agar Pangeran Jayakusuma tidak salah faham." Ia berhenti
mengesankan "Kakakku Kebo Asem menceritakan perkenalannya dengan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran, kami yang berangan-angan besar hendak mengangkat diri menjadi semacam
adipati, tentu saja tidak mudah mau percaya akan ketangguhan Pangeran. Maka kami
bersepakat untuk menguji kepandaian Pangeran Apabila kami kalah, kami semua
bersedia menjadi budak Pangeran. Sekarang ternyata kami semua bukan tandingan
Pangeran. Maka kami bersedia menjadi budak Pangeran. Malahan menjadi anjing
Pangeranpun, kami harus merasa puas."
Tatkala itu Diah Mustika Perwita dan yang lain-lain sudah memasuki gelanggang
lagi. Mendengar ucapan Kebo Seta, Diah Mustika Perwita tersenyum. Berseru dengan
bangga : "Tetapi yang kehilangan anjing bukan dia. Sebaliknya ayunda Lukita Wardhani.
Sebenarnya kalian harus berdamai dengan ayunda."
"Ah benar." Kebo Dungkul seperti diingatkan. "Memang kamilah yang membuat gara-
gara ini. Sekarang hukuman apakah yang akan nona jatuhkan kepada kami
bertujuh ?" Lukita Wardhani adalah seorang gadis yang angkuh.
Pedangnya tadi kena dipentalkan Pangeran Jayakusuma di depan orang banyak.
Meskipun hatinya terhibur setelah melihat Kebo Dungkul bertujuh kena dikalahkan
Pangeran Jayakusuma demikian mudah, namun hatinya masih saja resah. Dengan
bersungut-sungut ia bertata kepada Pangeran Jayakusuma :
"Semuanya ini.....ya semuanya ini, kangmas sendiri yang membubarkan. Kami
sendiri sudah tiada gunanya lagi berada di sini. Biarlah kami mengundurkan
diri." Pangeran Jayakusuma tercengang. Terhadap Lukita Wardhani selamanya ia menaruh
hormat. Gadis itu mempunyai cara bergaul sendiri dan cara berpikir sendiri.
Kecuali hatinya angkuh, kepandaiannya tinggi pula. Dialah pewaris tunggal ilmu
sakti Ratu Jiwani. Dan melihat serta mendengar gaya ucapan gadis yang cantik
luar biasa itu, jantung Pangeran Jayakusuma berdegupan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di depan matanya terbayang peristiwa-peristiwa pada beberapa tahun yang lalu.
Keagungan dan kebijaksanaannya mengingatkan dirinya kepada Retno Marlangen.
Bedanya Retno Marlangen lemah lembut, sedang Lukita Wardhani galak. Dan teringat
akan hal itu, ia jadi tercenung-cenung.
"Wardhani! Kau menggunakan istilah membubarkan.
Membubarkan bagaimana " Dan apa pula yang kububarkan ?"
Lukita Wardhani tidak menjawab, la meraba pinggangnya dan menyerahkan sebatang
keris. Katanya setengah menggelitik :
"Bagaimana menurut pendapatmu ?"
Tergoncang hati Pangeran Jayakusuma setelah menarik keris itu dari sarungnya.
Serunya heran : " Hai ! Panubiru !"
Keris Panubiru dahulu dibawanya serta tatkala berada di lembah Untara Segara.
Kemudian hilang, karena dengan tiba-tiba ia sudah berada didalam penjara.
Sekarang keris itu muncul kembali di depan matanya bahkan diserahkan kepadanya
melalui Lukita Wardhani. Apa yang sudah terjadi "
"Siapakah yang memberikan kais ini kepadamu ?" Ia minta keterangan dengan wajah
berubah. Lukita Wardhani berpaling kepada Diah Mustika Perwita. Puteri itu tersenyum
sambil memanggut. Dan berkatalah Mustika Perwita menjawab pertanyaan Pangeran
Jayakusuma dengan amat singkat:
"Guru." "Kau maksudkan yang pernah merawat aku di...di..Singasari dulu ?" Pangeran
Jayakusuma menegas. Diah Mustika Perwita mengangguk. Dan benak Pangeran Jayakusuma mendadak terasa
jadi penuh. Teringat pulalah ia kepada Ki Ageng Mijil Pinilih. Mereka yang
menamakan diri Lawa ijo terdiri dari lima orang. Ki Ageng Cakrabuwana, Ki Ageng
Mijil Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pinilih, Ki Ageng Paweling, Ki Ageng Singkir dan Ki Ageng Asma Buana. Orang yang
disebut Diah Mustika Perwita menamakan diri Lawa Ijo pula. Dia mengenakan
topeng. Mengingat kepandaiannya. Pangeran Jayakusuma tidak menyangsikan lagi bahwa dia salah
seorang di antara lima orang yang berhak menyebut diri Lawa Ijo. Hanya siapakah
namanya yang benar, sampai kini belum ada keterangan yang jelas.
"Apakah hubungannya dengan kata-kata membubarkan semuanya itu ?" Pangeran
Jayakusuma menegas kepada Lukita Wardhani.
"Bukankah keris itu mengingatkan kangmas kepada seseorang yang harus diminta
pertanggungjawabannya ?" Lukita Wardhani menjawab dengan pertanyaan pula.
"Kau maksudkan Nayaka Madu ?" Pangeran Jayakusuma menegas.
"Benar. Dan orang yang memberi keris Panubiru kepadaku itu, sudah berhasil
menggiring Nayaka Madu ke wilayah ini. Kami semua diharapkan mengadakan
penyergapan. Apabila dia sudah terlibat dalam suatu pertarungan, artinya tak
dapat lagi ia melarikan diri. Kemudian datanglah gerombolan setan itu. Dan
terlibatlah kami semua dalam suatu perkelahian. Kemudian datangilah kangmas. Dan
ternyata kangmas adalah kawanan gerombolan iblis itu. Dengan datangnya kangmas,
Kisah Si Naga Langit 13 Wiro Sableng 136 Bendera Darah Pendekar Lembah Naga 6
^