Pencarian

Pusaka Jala Kawalerang 9

Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 9


Siapapun yang berdiri terlalu dekat terdorong mundur. Yang sadar akan ancaman
bahaya bergerak mundur menjauhi. Mereka takut kena tamparan rantai Hajar Awu-Awu
yang mengaung-ngaung bagaikan badai. Rata-rata mereka terbengong-bengong oleh
rasa kagum menyaksikan kegagahan empat pendekat yang sedang bertempur mengadu
kepandaian. Selagi demikian terdengar suara teriakan Hajar Awu-Awu yang nyaring
luar biasa. Ujung mata rantainya melingkar cepat mengancam punggung Wirawardhana tatkala
dikedutnya balik. Wirawardhana tahu ancaman bahaya itu. Dapat ia menangkis dengan tepat. Hanya
saja ia tidak berani mengadu kekuatan keras melawan keras. Ia hanya menangkis
sambil lalu saja. Tiba-tiba ia terperanjat. Sebab pedangnya kena tindih suatu
tenaga lengket yang kuat luat biasa. Tidak dapat ia menarik pedangnya.
Malahan rantai Hajar Awu-Awu makin menggubat. Menyaksikan hal itu, Carangsari
buru-buru hendak menolong suaminya dengan menyabetkan pedangnya. Pedangnya
tertempel pula dan terlengket.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dandung Gumilar seorang pendekar berpengalaman.
Dibandingkan dengan Wirawardhana maupun Carangsari
pengetahuan dan pengalamannya jauh lebih luas. Melihat kedua pedang Wirawardhana
dan Carangsari terlengket rantai Hajar Awu-Awu, dengan cepat dia tahu apa
akibatnya. Terus saja ia menggubatkan ikat pinggangnya pula dengan maksud
membantu kesulitan Wirawardhana dan Carangsari. Mustahil, Hajar Awu-Awu dapat
mempertahankan diri mengingat gebrakan tadi tenaganya seimbang dengan tenaga
gabungan bertiga. Tetapi sungguh aneh ! Usahanya sia-sia belaka. Tenaga Hajar
Awu-Awu benar-benar setangguh gunung. Orang tua itu sama sekali tak bergeming.
Bahkan Dandung Gumilar merasa tenaganya kena tarik dan mulai terhisap.
Hajar Awu-Awu memang hebat dan cermat penglihatan.
Dalam gebrakan sebentar tadi, ia bisa mengukur sampai di mana kekuatan masing-
masing. Dia tadi di-kerubut lima orang. Selain mereka bertiga, ditambah dengan
Diah Mustika Perwita dan Swandaka. Demi mengangkat diri di depan mata umum dan
agar berkesan adil, ia tidak mau menantang kelima-limanya. Cukup diwakili suami-
isteri Wirawardhana dan Carangsari ditambah Dandung Gumilar. Selain ia bakal
kerepotan membagi perhatian, tenaga gabungan Diah Mustika Perwita dan Swandika
tidaklah sekuat tenaga gabungan Wirawardhana dan Carangsari. Malahan masih kalah
dengan tenaga Dandung Gumilar seorang. Itulah sebabnya, dia hanya menunjuk tiga
orang saja. Begitulah ia menunggu saatnya yang tepat untuk melibat mereka
bertiga. Pada waktu masing-masing sedang mengerahkan tenaga untuk mengalahkan dirinya,
pada saat itu pula ia menggubat senjata mereka.
Wirawardhana merasa bingung. Sia-sia belaka ia mencoba merenggutkan libatan
rantai Hajar Awu-Awu. Tatkala mengerling ke isterinya, Carangsari sudah mulai
berkeringat. Benar Carangsari sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut,
tetapi ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencemaskannya. Segera ia mengarahkan seluruh tenaganya dan mencoba mengangkat
gubatan rantai. Percobaannya itu membuat Carangsari dapat mengangkat pundaknya.
Tetapi rasa lega itu hanya berjalan serintasan saja. Hajar Awu-Awu tiba-tiba
tersenyum. Tadi dia berteriak sambil mengerahkan tenaganya. Sekarang dia
menggubat-kan ujung rantainya di dua belah kakinya. Dan melihat lagak lagunya
itu, Wirawardhana curiga. Ia mencoba menyelami maksud lawannya yang tangguh itu.
Selagi demikian, ia merasakan suatu sentuhan tenaga yang tidak nampak.
Terpaksalah ia melawannya demi menjaga keseimbangan tenaga isterinya.
Pangeran Jayakusuma yang diam-diam memperhatikan cara berkelahi Hajar Awu-Awu
dapat menebak pikirannya. Hajar Awu-Awu menyembunyikan maksudnya yang luar
biasa. Karena tersesat, kedua kakinya lumpuh. Berbagai jalan dan upaya untuk
menyembuhkannya, sudah ditempuh. Namun selama itu tidak berhasil. Masih ia
mempunyai harapan, barangkali ia dapat menemukan bagian kitab Narantaka yang
berada di tangan Wijayarajasa. Tetapi berhadapan dengan lawan tangguh yang
bermaksud pula merampas harta kekayaan Wijayarajasa, ia merasa tidak akan dapat
bertahan lama, mengingat kedua kakinya yang lumpuh. Maka sewaktu melihat
munculnya Pangeran Jayakusuma, ia merasa seperti memperoleh ilham.
Sengaja ia menantang ketiga lawannya yang tangguh. Begitu rantainya dapat
melibat mereka, dengan diam-diam ia menyedot tenaga sakti mereka. Sebenarnya ini
tindakan berbahaya. Sebab bila mereka sadar dan melepaskan senjatanya masing-
masing, berarti ia kehilangan pegangan. Tenaga sakti yang sudah terlanjur
disedotnya akan balik menghantam dirinya. Tidak usah dijelaskan lagi, akibatnya
akan parah. Apalagi di samping mereka bertiga, masih terdapat seorang yang
mengejutkan hatinya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah Pangeran Jayakusuma. Jika Pangeran Jayakusuma usilan, dirinya bakal
celaka. Pangeran Jayakusuma yang cerdas dan memiliki berbagai pengalaman tentu saja
dapat membaca apa arti gubatan rantai itu. Hanya saja, karena keadaan Hajar Awu
Awu pada saat itu mengingatkan dirinya sewaktu dikeroyok beberapa orang sakti,
semenjak tadi ia merasa iba. Jika mau, dengan sekali hantam Hajar Awu-Awu akan
dapat dibuatnya hancur binasa. Akan tetapi, tak dapat ia melakukannya. Kecuali
hatinya iba, bukankah Hajar Awu-Awu hanya menantang tiga orang saja" Pikirnya di
dalam hati : "Wirawardhana dan Carangsari akan kehilangan tenaga saktinya. Begitu juga paman
Dandung Gumilar. Biarlah aku mengulurkan tangan dari sini saja, asal Hajar Awu-
Awu tahu diri saja."
Memikir demikian, dengan diam-diam ia menyalurkan tenaga saktinya melalui
senjata Wirawardhana bertiga. Pda waktu itu, kepandaian Pangeran Jayakusuma
sudah sedemikian sempurnanya, sehingga dia dapat berbuat sesuka hatinya.
Dengan melepaskan pukulan pendek, seketika itu perasaan Dandung Gumilar,
Wirawardhana dan Carangsari bertambah segar. Justru demikian, membuat
Wirawardhana tambah tidak mengerti. Pikirnya, iblis ini sebenarnya mau berbuat
jahat atau justru sebaliknya" Tetapi kalau dia sengaja mengobral tenaga
saktinya, bukankah akan rugi sendiri"
Semua yang berada di lapangan itu berada di tempatnya masing-masing. Baik laskar
Majapahit maupun Wengker. Mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Mereka
menyangka keempat pendekar itu sedang mengadu ketangguhan tenaga saktinya
masing-masing. Meskipun tidak tahu persis apa akibatnya, tetapi mereka merasa
dihinggapi sesuatu yang bakal mengerikan. Karena itu mereka jadi tegang sendiri.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di antara empat orang yang sedang berkutat mengadu tenaga sakti itu, hanya Hajar
Awu-Awu yang dapat menerka mengapa tiba-tiba dirinya memperoleh sedotan sumber
tenaga yang tiada habis-habisnya. Jelas sekali bukan berasal dari Wirawardhana
bertiga. Pada saat itu, teringatlah dia kepada kehadiran Pangeran Jayakusuma
yang sebentar tadi memperlihatkan kesaktiannya dengan mengirimkan gelombang
tenaga dahsyat. Kalau dia bisa berbuat begitu, tentunya jauh lebih mudah bila
pemuda itu mengirimkan tenaga bergelombang membantu ketiga lawannya.
Kebetulan, malah. Tetapi sebagai seorang jagoan yang berpengalaman, cepat-cepat
ia sadar akan kedudukannya.
Pendek kata, dia harus tahu diri. Sebab bila terlalu merugikan lawan, jangan-
jangan Pangeran Jayakusuma akan menghajar dirinya dengan terang-terangan.
Rasanya, meskipun andaikata kedua kakinya memperoleh kekuatannya kembali, belum
tentu dapat menandingi. Memperoleh pikiran demikian, ia tersenyum. Ia menghentikan aksi penyedotannya,
sehingga seluruh tubuhnya jadi berkeringat.
Dan menyaksikan keadaannya, Swandaka, Kalangkan dan Imbar girang bukan main.
Mereka mengira, suami-isteri Wirawardhana dan Dandung Gumilar mengungguli
lawannya. Karena hatinya girang, Swandaka terlepas dari rasa tegangnya. Sambil
mengamati keadaan Hajar Awu-Awu ia menyiratkan pandang matanya kepada seluruh
laskar Wengker. Mula-mula kepada Lindu Aji. Lalu . . . hai di mana Tunjung Anom
berada" Ia menjelajahkan penglihatannya. Benar-benar anak Hajar Awu-Awu itu
tiada berada di lapangan lagi. Mengingat kelicinan pemuda itu, darahnya
tersirap. Ia mencoba minta keterangan kepada Kalangkan dan Imbar. Mereka berdua
menggelengkan kepalanya. Hati Swandaka gelisah. Dari gelisah ia bercuriga. Apalagi ia tidak melihat adik
Pangeran Jayakusuma, Galuhwati. Terus saja ia ke luar lapangan pula mengarah ke
timur laut. Dalam pada itu, pertandingan mengadu tenaga sakti masih saja berlangsung.
Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gumilar merasa tenaga lawannya menjadi lemah seakan-akan sudah kehabisn tenaga.
Mestinya sebentar lagi Hajar Awu-Awu bakal roboh. Tetapi ternyata tidak
demikian. Masih saja dia duduk tak bergeming di tempatnya. Selagi Wirawardhana
sibuk menebak-nebak, tiba-tiba Hajar Awu-Awu tertawa panjang tiga kali. Lalu
dengan menarik gubatan rantainya, ia tertawa lagi. Kali ini nyaring bergelora.
Terang sekali Hajar Awu-Awu tidak kehilangan tenaga. Sebaliknya, malahan dapat
berdiri tegak sambil membentak :
"Aku mau pergi ! Mengingat jasamu, aku berterima kasih"
"Berterima kasih untuk apa?" bentak Dandung Gumilar dengan penasaran.
Pendekar cebol itu tidak mengetahui ucapan terakhir Hajar Awu-Awu yang
sebenarnya ditujukan kepada Pangeran
Jayakusuma. Mendengar bentakan Dandung Gumilar ia
membentak lagi : "Aku berterima kasih untuk diriku sendiri. Hanya saja, sekarang dengar
peringatanku ! Jangan sekali-kali kalian bertemu lagi denganku. Sebab pada saat
itu, aku tidak akan mengampuni kalian. Sekian. Aku sudah cukup bicara."
Setelah membentak demikian, Hajar Awu-Awu membalikkan badannya kemudian berjalan
meninggalkan gelanggang. Sebenarnya dia masih merasa lemah. Tindakan kakinya masih terasa goyang. Justru
demikian, ia harus meninggalkan gelanggang secepat mungkin sebelum mereka
bertiga sadar. Khawatir bila kelemahan itu akan dilihat lawannya, ia perlu menutupi dengan
menegakkan badannya. Sekali-kali ia masih tertawa dengan nada garang.
Usahanya menutupi Kelemahannya, ternyata berhasil. Baik Wirawardhana, Carangsari
maupun Dandung Gumilar tidak memburunya. Dengan demikian, dapatlah ia
meninggalkan gelanggang pertempuran dengan aman. Sapu Regol yang Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membayangi bersiaga penuh. Siapa tahu, suatu perubahan mendadak bisa saja
terjadi. Mereka yang berada di luar gelanggang sebenarnya
mengetahui keadaan Hajar Awu-Awu dengan jelas. Ibarat penonton catur, mereka
kerapkali lebih mengetahui keadaan masing-masing pihak daripada yang sedang
mengadu kepandaian. Akan tetapi mengingat kepandaian Hajar Awu-Awu yang sangat tinggi,
mereka tidak berani mengisiki hal itu kepada Dandung Gumilar, maupun
Wirawardhana suam isteri. Siapa tahu, Hajar Awu-Awu menggenggam tipu muslihat.
Karena itu, mereka membiarkan kepergian Hajar Awu-Awu dan Sapu Regol dengan aman
sentausa. Melihat kepergian Hajar Awu-Awu dan Sapu Regol, Lindu Aji tidak mau
ketinggalan. Diapun segera menggunakan kesempatan yang baik itu, untuk
menyelamatkan diri. Yang tertinggal kini hanya seluruh laskar Wengker yang masih
hidup. Kalangkan dan Imbar segera bertindak. Dengan membawa belasan laskar Majapahit,
ia mulai mengadakan penggeledahan untuk merampas kereta yang jadi perebutan.
Dengan bengis Kalangkan menggertak kepala pasukan:
"Suruh anak buahmu meletakkan senjata ! Dan kalian boleh pergi !"
Meskipun bengis, tetapi Kalangkan akan memerdekakan Laskar Wengker. Keruan saja,
siapa yang mendengar ucapan Kalangkan buru-buru meletakkan senjatanya masing-
masing seperti sedang berlomba. Sebentar saja terdengar suara gemerincing
runtuhnya pedang-pedang dan golok-golok tajam yang disusul dengan suara batang
tombak jatuh di atas tanah.
Juga barisan panah menyerahkan senjata andalannya. Hanya saja sebelum mereka
diperkenankan pergi, Kalangkan wajib lapor kepada Kepala Laskar Majapahit.
"Geledah dulu !" perintah Kepala laskar.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalangkan dan Imbar segera menggeledah saku-saku baju mereka. Ternyata mereka
tidak membawa sesuatu. Mereka heran pula, karena keretapun kosong melompong.
Waktu itu matahari sudah mulai bersembunyi di balik pegunungan. Suasana alam
nampak muram. Kalangkan heran. Ia tidak memperhatikan lagi bagaimana kelanjutan nasib Laskar
Wengker. Itulah tugas Kepala Laskar Majapahit. Perhatiannya kini dipusatkan
kepada kereta yang kosong melompong itu. Ia heran. Dengan penasaran ia
memerintahkan agar semua kereta diperiksa. Laporannya setali tiga uang. Kereta-
kereta itupun kosong. Kalau toh memuat sesuatu, muatannya tidak berharga.
"Hai, tidak mungkin !" serunya.
Kepala Laskar Majapahitpun heran. Jelas sekali. Menurut laporan, harta benda
Ratu Wengker diungsikan dengan barisan kereta itu. Mungkin sekali mas intan
berlian berada atau dihimpun dalam salah sebuah kereta. Tetapi kenyataannya,
semua kereta kosong-melompong. Padahal dalam pertempuran itu, kedua belah pihak
jatuh korban yang tidak sedikit.
"Apakah dibawa kabur Hajar Awu-Awu dan Sapu Regol?"
Kalangkan menduga-duga. Tetapi Hajar Awu-Awu dan Sapu Regol termasuk orang yang memiliki nama. Kalau
saja Hajar Awu-Awu menghendaki harta kekayaan Ratu Wengker, sebelum Laskar
Majapahit sempat merampas, jauh-jauh hari ia sudah berhasil membawanya pergi.
Apalagi Ratu Wengker mempunyai hubungan dekat dengan anaknya. Oleh pertimbangan
itu Kalangkan dan Imbar berbimbang-bimbang. "Celaka !" ujar Kepala Pasukan. "Apakah kita kembali ke Majapahit dengan tangan
kosong?" Peristiwa itu segera dilaporkan kepada Panglima
Wirawardhana. Wirawardhana sendiri, sebenarnya tidak begitu Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menaruh perhatian terhadap tindak lanjut bawahannya. Ia sedang terlongong-
longong karena kehilangan Pangeran Jayakusuma. Juga Galuhwati dan Diah Mustika
tiada tempatnya. Kemana mereka pergi. Tetapi begitu mendengar laporan bawahannya, ia seperti
merasa dapat menebak sebagian alasan Pangeran Jayakusuma, Galuhwati dan Diah
Mustika Perwita meninggalkan tempat. Tentunya sehubungan dengan hilangnya harta
kekayaan Wengker yang berada dalam salah sebuah kereta tarik.
"Kangmas !" ujar Carangsari. "Si Tolol itu pergi tanpa pamit.
Tetapi bila kita kehilangan barang rampasan Wngker, apa yang dapat kita
laporkan" Untuk sementara biarlah si Tolol kabur dari pengamatan kita."
Yang dimaksudkan si Tolol siapa lagi kalau bukan Pangeran Jayakusuma. Tetapi
Wirawardhana tidak sejalan dengan pikiran isterinya. Memang harta rampasan itu,
perlu dicari. Tetapi sebagai seorang panglima, dia pun mempunyai kepentingan
untuk dapat membujuk Pangeran Jayakusuma kembali ke Istana.
Sebab betapapun murka Sri Baginda terhadap Pangeran Jayakusuma, dialah satu-
satunya putera yang pantas
menggantikan kedudukan sebagai raja Majapahit. Kalau ditimbang-timbang, Pangeran
Jayakusuma jauh lebih berharga daripada semua harta rampasan Wngker.
Tetapi Carangsari tidak mau mengerti. Merasa tidak
memperoleh tanggapan suaminya, lantas saja memberengut:
"Hai! Kenapa kata-kataku tidak kau dengar " Seperti seseorang terenggut dari
tidur lelap" Wirawardhana menjawab gugup :
"Bukan begitu. Harta itu harus kita cari sampai ketemu. Hanya saja kemana kita
harus mencarinya. Paling tidak, kita harus tahu dulu siapa yang
menyembunyikannya". Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun galak dan mau menangnya sendiri, sebenarnya Diah Carangsari pandai
berpikir. Kata-kata suaminya memang membingungkan. Sudah jelas, menurut laporan
seluruh harta kekayaan Ratu Wengker yang berbentuk emas berlian, berada dalam


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berisan kereta itu. Laporan itu dapat dipercaya, karena beberapa laskar
Majapahit yang diselundupkan ke tubuh laskar Wengker berkesempatan menilik
langsung. Merekapun dibantu perwira Lindu Aji yang sebenarnya diam-diam membantu
Laskar Majapahit. Sekarang, tiba-tiba lenyap dengan begitu saja. Tiba-tiba suatu
ingatan menusuk benaknya. Katanya mencoba :
"Galuhwati dan Mustika Perwita tiada di tempat. Coba kita tanyakan kepada kedua
teman pemuda itu." Wirawardhana gembira. Jalan pikiran isterinya ternyata sejalan dengan dugaannya.
Terus saja ia memanggil Kalangkan dan Imbar. Bertanya :
"Siapakah nama teman kalian yang tadi ikut merebut Hajar Awu-Awu ?"
"Swandaka. Apakah dia yang tuan maksudkan ?" sahut Kalangkan.
"Benar. Ke mana dia ?"
"Dia tadi menanyakan tentang kepergian Tunjung Anom, anak iblis tua. Lalu
mencoba menjejaknya"
"Nah, apa kataku !" Carangsari menimbrung dengan sengit.
"Lagi-lagi si tolol yang membuat gara-gara ini. Coba, kalau tadi tidak kita
bebaskan, tentunya . . ."
"Sudahlah." potong Wirawardhana. "Pikiran dan perhitungan Pangeran Jayakusuma
jauh melebihi kita. Bi"a dia berkenan membebaskan anak Hajar Awu-Awu, tentu ada
maksudnya. Buktinya, Pangeran Jayakusuma tiada di tempat. Artinya, pada saat ini Pangeran
Jayakusuma sudah membuntuti Tunjung Anom.
Mari kita susul." setelah berkata demikian kepada isterinya, Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian ia memerintahkan bawahannya untuk menawan semua Laskar Wengker dan
jangan dibebaskan sebelum harta rampasan Ratu Wengker beres. Lagipula,
penyelesaiannya harus diputuskan kelak setelah tiba di Ibukota Kerajaan.
Dugaan Wirawardhana tepat sekali. Sewaktu Pangeran
Jayakusuma membantu menyalurkan tenaga saktinya kepada Wirawardhana bertiga, ia
melihat gerak-gerik Tunjung Anom yang mencurigakan. Sebagai seorang pendekar
yang berkepandaian tinggi, ia tidak perlu terlalu tegang melihat Hajar Awu-Awu yang
sedang mengadu kepandaian seperti mereka yang berada di lapangan. Dengan leluasa
ia dapat membagi perhatian. Terutama terhadap Tunjung Anom. Ini ada sebabnya.
Semenjak ia melihat cara Tunjung Anom memainkan pedangnya melawan keroyokan
Swandaka, Carangsari, Galuhwati dan Diah Mustika Perwita, hatinya tertarik. Pada
saat itu, kepandaian mereka bertiga berimbang dengan Retno Marlangen tatkala
berkelana di Majapahit. Tetapi pedang Sada Lanang Tunjung Anom ternyata dapat
mengimbangi, meskipun akhirnya
kuwalahan dan perlu bantuan tenaga. Pikir Pangeran
Jayakusuma: "Hebat gerakan pedangnya, tetapi seperti ada yang kurang.
Apakah ilmu pedang begini ini yang dulu dibicarakan kakang Mijil Pinilih ?"
Seperti kita ketahui, Ki Ageng Mijil Pinilih dulu menceritakan tentang Ilmu
Pedang Ki Agastya yang diturunkan kepada ketiga muridnya : Nayaka Madu, Durgampi
dan Wijayarajasa. Masing-masing kebagian sepertiga yang tidak sama. Sepertiga
bagian yang hanya diberikan setengahnya saja. Hal itu baru disadari, setelah
mereka mengadakan saling tukar dengan diam-diam.
Mereka mencoba menggabungkan dan tidak sambung. Kalau begitu, Ki Agastya
menyembunyikan setengah bagiannya.
Masalah itulah yang membuat mereka ingin merebut kitab Ki Agastya sampai mereka
tega membunuh gurunya sendiri.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma pernah melihat ilmu pedang Nayaka Madu dan kependaian
Durgampi. Bahkan ia pernah mengadu
kepandaian. Tetapi ia belum pernah melihat ilmu pedang Wijayarajasa. Hebatnya,
ia tidak pernah menang melawan Nayaka Madu maupun Durgampi sebelum memperoleh
warisan ilmu sakti dari Ki Ageng Mijil Pinilih. Mestinya, diapun akan kalah bila
melawan ilmu pedang Wijayarasaja. Meskipun Pangeran Jayakusuma belum pernah
mengenal Tunjung Anom, tetapi ilmu pedang Ki Agastya ada ciri-cirinya tertentu.
Menurut keterangan Ki Ageng Mijil Pinilih dan oleh pengamatannya sendiri,
gerakan ilmu kepandaian Ki Agastya selalu membawa nama samarannya atau initial-
nya. Tidak peduli, apakah gerakan melalui senjata pedang, golok atau tongkat.
Itulah sebabnya, begitu melihat gerakan pedang Tunjung Anom, Pangeran Jayakusuma
segera mengenalnya. Dan sebagai seorang pemuda yang cerdas luar biasa, dia pun
dapat dengan cepat menebak siapa gurunya.
Alasannya sederhana saja. Tunjung Anom muncul di wilayah Wengker dan sedang
berkutat mempertahankan harta-benda Ratu Wengker alias Wijayarajasa. Kalau tidak
mempunyai kepentingan, tidakkan mungkin terjadi demikian. Itulah sebabnya pula,
ia yang menyarankan agar Tunjung Anom dibebaskan setelah kena belenggu. Di dalam
hati ingin ia membuntuti kemana larinya Tunjung Anom. Ia yakin, Tunjung Anom
pasti sedang berusaha merebut setengah ilmu pedang leluhurnya yang sengaja
disembunyikan oleh penciptanya.
Sambil memperhatikan pertempuran seru antara Hajar Awu-Awu melawan Wirawardhana
bertiga, pengamatannya tidak pernah terlepas dari gerak-gerik Tunjung Anom. Anak
Hajar Awu-Awu itu ternyata pandai menggunakan kesempatan. Selagi orang-orang
terpaku kepada gelanggang pertempuran, ia beringsut mendekati sebuah kereta.
Lalu mengeluarkan dua kantung kecil sebesar guling kanak-kanak. Dia berbimbang-
bimbang sejenak. Setelah menjelajahkan pandang matanya, ia.
menghampiri seekor kuda. Itulah kudanya sendiri yang terpaksa Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditinggalkan karena harus menghadapi keroyokan Galuhwati, Diah Mustika Perwita,
Swandaka dan Carangsari. Kedua kantung itu disembunyikan dibalik pelananya.
Dengan menepuk pahanya, kuda itu lari kencang ke luar lapangan. Arahnya ke
barat. Tetapi dia sendiri lari mengarah ke timur laut.
"Hm, dia lagi mengarang penyesatan." pikir Pangeran Jayakusuma. Lalu melalui
bisikan udara, ia mengisiki Galuhwati agar mengejarnya. Diah Mustika Perwita
yang berada tidak jauh, segera menyusul. Ia sendiri mengikuti mereka berdua
dengan diam-diam. Swandaka yang menyusul kemudian, secara kebetulan
mengarah ke timur laut. Ia mempunyai perhitungannya sendiri.
Sebab Tunjung Anom memasuki medan pertempuran dari timur laut. Waktu itu
malamhari sudah tiba. Seluruh penglihatan menjadi hitam kelam. Syukur tidak lama
kemudian, bulan gede mencongakkan diri dari balik awan. Lambat-lambat
penglihatan tidak begitu terhalang lagi seperti kemarin malam. Swandaka yakin,
Tunjung Anom yang melarikan harta benda Ratu Wengker.
Di tengah jalan ia bertemu dengan dua orang peronda. Mereka menerangkan baru
saja melihat seorang laki-laki berpakaian putih dengan berkuda.
"Berkuda?" Swandaka menegas.
Mereka mengangguk membenarkan dan menuding ke arah
mana larinya. Setelah mengucapkan terima kasih, Swandaka berlari kencang.
Setengah jam kemudian ia mendengar suara senjata beradu. Ia mempercepat larinya
dan di tengah lapangan yang cerah oleh sinar bulan, ia melihat
Tunjung Anom melayani kerubutan dua orang. Menilik
perawakan tubuh pengeroyoknya pasti perempuan. Hati Swandaka girang sekali.
Siapa lagi kalau bukan Galuhwati dan Diah Mustika Perwita.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baik Galuhwati maupun Diah Mustika Perwita kaya akan keragaman ilmu pedang.
Kedua-duanya pernah bertemu dengan empat nelayan yang berkepandaian tinggi.
Hanya saja dalam hal mewarisi kepandaian gurunya, Diah Mustika Perwita jauh
lebih lengkap. Karena itu, di antara mereka berdua tiada keserasian.
Masing-masing bergerak dengan ilmu kepandaiannya sendiri.
Justru demikian, Tunjung Anim dapat mendesak mereka.
"Tuanku puteri !" seru Swandaka. "Bagaimana kalau semangkok air kita minum
bersama ?" Itulah bahasa sandi. Maksudnya Swandaka menawarkan
kerjasama untuk merobohkan lawan. Memang mereka berdua pernah bertempur
berendeng melawan Tunjung Anom. Hasilnya sangat bagus, sehingga sempat membuat
Tunjung Anom kelabakan. Apalagi, kini dibantu Galuhwati pula. Itulah sebabnya, hati Tunjung
Anom mendongkol begitu mengenal suara
Swandaka. Lantas saja membentak:
"Kau anak budak belian masakan pantas minum bersama tuanmu puteri ?"
Setelah membentak demikian, ia mendesak Galuhwati yang lebih lemah daripada Diah
Mustika Perwita. Ia berhasil mengundurkan sampai dua tiga langkah. Pada suatu
saat, pedangnya berkelebat hendak menghantam pundak. Tetapi tiba-tiba ia merasa
terhalang suatu kekuatan yang tidak nampak.
Pedang Sada Lanang yang ditakuti lawan dan kawan tertolak ke samping, sehingga
hatinya tercekat. Sedetik ia terlongong.
Apakah ada orang pandai yang membantu Galuhwati dengan diam-diam" Tentu saja
sedikitpun ia tidak pernah mengira, bahwa sudah semenjak tadi gerak-geriknya
ditonton Pangeran Jayakusuma yang bersembunyi di pinggir lapangan. Galuhwati
sendiri juga tidak mengerti, bahwa kakaknya yang menolong dirinya.
Diah Mustika Perwita segera melompat memburu. Dengan satu kali gerak, ia
memberondong Tunjung Anom dengan lima Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kali tikaman. Demikian pula Galuhwati yang mendongkol hatinya.
Tetapi Tunjung Anom memang hebat. Kecuali berani, ia sebat pula. Menghadapi
tikaman beruntun Diah Mustika Perwita ia justru maju. Seraya tertawa melalui
dadanya, tangan kirinya menyambar lengan baju Galuhwati. Maksudnya jelas. Dia
bermaksud menjadikan Galuhwati perisainya. Syukur, lagi-lagi suatu tenaga tidak
nampak menggagalkan maksudnya. Tiba-tiba saja tangannya terasa panas. Karena
terkejut ia mengurungkan niatnya.
"Siapa yang ingin ikut campur ?" bentaknya mendongkol.
Mengira dirinya yang ditegor, Swandaka menyahut :
"Aku. Memangnya kenapa" Apakah kau hendak lari ngacir ?"
Tunjung Anom mengutuk. Dan sekali lagi ia memperlihatkan kepandaiannya. Dengan
gesit ia mengelakkan tikaman Diah Mustika Perwita yang terakhir. Lalu melesat
maju menyerang Swandaka. Syukur Swandaka sudah bersiaga. Menghadapi serangan
Tunjung Anom yang ganas, iapun memperlihatkan keberaniannya. Ia maju menyongsong
dan seketika itu terdengar suara beradunya senjata tajam. Pedang Sada Lanang
berbentrok dengan golok mustika. Kedua-duanya bergoyangan, tetapi Swandaka masih
kalah seurat. Waktu terjengkang roboh dengan gesit ia melompat mendampingi Diah
Mustika Perwita yang bergerak menyerang. Dengan demikian pertempuran berjalan
seruh. Karena Swandaka dan Diah Mustika Perwita pernah bertempur berendeng
melawan Tunjung Anom, gerakan pedang Diah Mustika Perwita dan golok Swandaka
saling menimpali. Menyaksikan hal itu, Pangeran Jayakusuma yang memperhatikan dari jauh tertarik
hatinya. Berkata kepada dirinya sendiri :
"Bila saja lebih teratur dan berlatih bersama, hasilnya akan jauh lebih baik.
Ternyata cara mengalahkan ilmu pedang pemuda ini bila dilawan dengan ilmu pedang
yang bersatu-padu. Ah, andaikan dia menemukan Ilmu Pedang Ki Agastya, akan
menjadi Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tontonan yang bagus sekali. Mereka bertiga akan jadi berimbang
. . . ." Limapuluh gebrakan berlalu dengan cepat. Perpaduan antara pedang Diah Mustika
Perwita dan golok Swandaka makin rapih.
Tunjung Anom merasa makin repot. Masih ditambah dengan serangan Galuhwati yang
makin lama makin berani. "Celaka." ia mengeluh di dalam hati. "Meskipun aku tidak bakal kalah, tetapi
untuk menangpun susah juga. Kalau sebentar lagi datang bantuan orang-orang
Majapahit, aku bisa berbuat apa lagi. Mumpung . . . ."
Kekhawatiran Tunjung Anom berlasan. Galuhwati yang tidak memperoleh perlawanan
langsung makin dapat mengembangkan ilmu pedangnya yang beraneka. Gadis ini bisa
membuatnya kuwalahan. Selain dia, tadi ia merasakan suatu serangan yang tidak
nampak. Pastilah ada orang pantai yang bersembunyi.
Suatu ingatan membuat dirinya berkeringat. Jangan-jangan orang yang disebut
Pangeran Jayakusuma. Waduh celaka !
Memikir demikian, terus saja ia menahaskan pedangnya hendak menguntungkan jari
Swandaka. Tetapi Swandaka ternyata cerdik.
Dapat ia menebak maksudnya. Setelah mengelak, pemuda itu mundur. Ia tidak
mendesaknya lagi, tetapi beralih kepada Diah Mustika Perwita dan Galuhwati yang
menyerang dengan berbareng.
"Kau mau kabur?" ejek Galuhwati.
Meskipun tidak setajam mulut Diah Carangsari, tetapi sekali-kali dia bisa galak
oleh pengaruh pergaulannya dengan Diah Lukita Wardhani yang terkenal garang dan
ganas. Melihat gerakan lawan, segera ia dapat menebak maksudnya. Lantas saja
pedangnya berkelebat menahas arah pergelangan. Tabasan itulah yang memberi
kesempatan Swandaka untuk memperbaiki kedudukannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita dan Swandaka baru sadar mendengar kata-kata Galuhwati.
Dengan serentak mereka menyerang berbareng. Pada saat itu Tunjung Anom sudah
siap-siap melesat mundur untuk melarikan diri. Tetapi karena melihat ancaman
pedang dan golok yang bergabung rapih, terpaksa ia
mengurungkan niatnya. Dengan tergesa-gesa ia menangkis sambil membabat tikaman
pedang Galuhwati yang datang kemudian. Di dalam hati ia mendongkol, namun tidak
kekurangan akal. Tiba-tiba ia bersuit nyaring. Dari balik gunduk tanah, muncul
seekor kuda. Itulah kudanya yang sebentar tadi lari kencang mengarah ke barat
dan berhenti tidak jauh dari medan pertempuran. Setelah ia lari serintasan ke
arah timur laut, lalu balik menghampiri kudanya. Tetapi baru saja lari
serintasan, ia sudah dikejar Galuhwati dan Diah Mustika Perwita. Terpaksa ia
menyembunyikan kudanya untuk melayani mereka berdua.
Sialnya, belum lagi berhasil mengalahkan mereka berdua, Swandaka sudah menyusul
tiba. Kuda itu agaknya sudah terlatih. Mendengar siul majikannya, lantas saja lari
menghampiri. Dan melihat kuda itu yang pandai menghampiri majikannya, hati
Swandaka tercekat. Justru pada saat itu, pedang Tunjung Anom sudah mengancam
jiwa Galuhwati. Gugup ia menggerakkan goloknya. Ternyata Tunjung Anoin lebih gesit.
Memang ancamannya terhadap Galuhwati adalah ancaman ganda. Bisa berpura-pura
bisa benar-benar. Melihat Swandaka menggerakkan goloknya, ia mendahului menahas dengan mengerahkan
tenaga saktinya yang memang lebih unggul daripada Swandaka.
Swandaka terperanjat. Ia dipaksa mengadu tenaga. Akibatnya telapak tangannya
nyeri. Hampir saja goloknya terlepas dari genggamannya. Syukur pada saat itu,
pedang Diah Mustika Perwita menolong. Gadis cantik yang berhati lembut itu,
membalas menyerang dari samping sehingga Tunjung Anom tidak dapat mengulangi
serangannya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tunjung Anom memang ingin membebaskan diri dari libatan mereka. Sambil
menangkis, sekali lagi ia menikam Galuhwati.
Setelah itu dengan berjungkir balik, ia melesat mundur dan melarikan diri
mengarah ke barat. Kali ini kudanya malahan lari mengarah ke timur laut.
Pangeran Jayakusuma yang memperhatikan pertempuran itu, keheran-heranan. Tetapi sebagai seorang pendekar
yang cerdas luar biasa, segera ia dapat menebak tipu-muslihat Tunjung Anom. Kuda
itu jelas sekali membawa laru dua buah kantung harta benda Ratu Wengker.
Sedang Tunjung Anom mungkin sekali membawa kitab
peninggalan Ki Agastya. Memikir demikian, segera ia mengisiki Galuhwati agar
tetap berada di antara teman-temannya. Ia sendiri akan mengejar Tunjung Anom.
Sebenarnya bila benar-benar menghendaki, Pangeran
Jayakusuma dapat menangkap Tunjung Anom dengan mudah.
Tetapi ia tidak berbuat demikian, karena menyembunyikan sesuatu maksud. lebih
senang mengikuti jejaknya saja. Karena di dalam hatinya, ingin ia melihat kemana
tujuan Tunjung Anom. Pastilah pemuda yang cerdik dan licin itu, menggenggam suatu rahasia besar
tentang kitab Ki Agastya yang sudah lama menjadi perebutan tiga orang muridnya.
Bila Tunjung Anom memiliki bagian kitab yang disembunyikan itu, pastilah karena
Wijayarajasa yang mengatur. Kalau bukan dia, siapa lagi"
Anehnya, justru ia berpikir demikian, suatu teka-teki besar menghadang di


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depannya. Teringatlah dia kepada tutur-kata Ki Ageng Mijil Pinilih. Setelah isi
kitab dialihkan ke dinding Goa Kapakkan, Ki Ageng Pinilih membakar kitab
peninggalan Ki Agastya. Apakah mungkin berada di tangan kakeknya
Wijayarajasa" Rasanya mustahil. Memang, Nayaka Madu dan Durgampi pernah menuduh
Wijayarajasa sengaja tidak mau membunuh gurunya. Padahal dia mempunyai
kesempatan. Bila ia benar, Ki Agastya yang terkenal berbudi luhur, tentunya
berkenan meninggalkan sesuatu untuk Wijayarajasa yang dikiranya hanya ikut
mengembut dirinya karena diancam kedua Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara-seperguruannya. Tetapi andaikata Ki Agastya mau berbuat demikian,
kesempatannya tiada lagi. Sebab tidak lama kemudian Ki Agastya meninggal di atas
pangkuan Ki Ageng Mijil Pinilih. Kalau begitu, dari siapa Tunjung Anom mwarisi
setengah Ilmu Pedang Pancasila"
Pangeran Jayakusuma mencoba mengumpulkan ingatannya.
Ki Ageng Mijil Pinilih dulu mengemukakan beberapa
kemungkinan. Yang pertama, Nayaka Madu dan Durgampi bisa memaksa Retno Marlangen
menulis kembali ilmu warisan Ki Agastya. Sebab Retno Marlangen pernah melihat
warisan Ki Agastya. Yang kedua, kakeknya Wijayarajasa bisa membujuk Retno
Marlangen agar mau menunjukkan warisan Ki Wagastya kepadanya. Karena Retno
Marlangen masih termasuk keluarga sendiri, kemungkinan demikian bukan mustahil.
Pangeran Jayakusuma mau percaya, Retno Marlangen dalam keadaan linglung pada
suatu saat menunjukkan bagian goa yang menyimpan warisan Ki Agastya. Kemudian
dengan diam-diam Wijayarajasa menjenguk goa itu dan berhasil menyalinnya.
Setelah itu ia mulai mempelajari dan menyelami. Taruhkata tidak sempat, bukankah
warisan Ki Agastya dapat ditulisnya lagi"
Sekarang tinggal menjawab pertanyaan, apa alasan
Wiajayarajasa berkenan mewariskan Ilmu Pedang yang istimewa itu kepada Tunjung
Anom. Padahal Wijayarajasa terkenal berahasia, cermat dan tidak mudah percaya
terhadap siapapun. Ia menaruh curiga kepada siapapun, termasuk keluarga sendiri dan murid sendiri.
Bukankah pengalamannya sendiri
membuktikan, bahwa seorang murid bisa sampai hati membunuh gurunya sendiri
seperti apa yang pernah dilakukannya"
Sampai di sini Pangeran Jayakusuma belum dapat menjawab teka-teki itu. Ia terus
membayangi Tunjung Anom yang lari secepat kilat mengarah ke barat.
-o0~DewiKZ~0o- Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MEMPEREBUTKAN NASKAH WARISAN
SATU MINGGU lamanya, Tunjung Anom berputar-putar tak keruan juntrungnya. Setelah
mengarah ke Barat, suatu kali membelok ke Tenggara. Kemudian ke Utara dan
kembali ke Timur. Pangeran Jayakusuma yang selalu membayanginya, jadi teringat
kepada pekertinya sendiri pada jaman mudanya bila ingin menyesatkan penglihatan
lawan. Dulu iapun pernah mempermainkan murid Keswari sewaktu hendak memasuki Goa
Kapakisan. Pernah pula menjadi manusia tolol di hadapan Durgampi yang bersenjata
Alugara. Bila dibandingkan, pekerti Tunjung Anom ini masih sangat sederhana
meskipun cerdik, tetapi jangan harap bisa menandingi dirinya. Karena itu cara
menguntit dan membaca keadaan hatinya, tidak merupakan masalah yang sulit.
Sewaktu petanghari hampir tiba. Tunjung Anom memasuki sebuah petak hutan. Karena
kaya semak belukar, dalam hutan itu jadi gelap suram. Sinar matahari yang sudah
lemah tidak kuasa menembus mahkota daun-daunnya. Tidak lama kemudian
muncullah sebuah perkampungan. Perkampungan pada dewasa itu selalu memiliki
pagar batu semacam benteng pertahanan.
Demikian pula, perkampungan itu. Bedanya, di luar batu pagar itu terdapat
bangunan-bangunan rumah yang rupanya ditempati beberapa kelompok keluarga. Jadi,
andaikata diserbu gerombolan penjahat, kelompok keluarga itu dulu yang akan
menjadi korbannya. Belasan orang berjalan saling berpapasan dan saling menyapa.
Tak usah dijelaskan, mereka petugas-petugas peronda penjaga keamanan.
"Kalau ini perkampungan Hajar Awu-Awu, sungguh hebat !
Perkampungannya diatur semacam daerah pertahanan" pikir Pangeran Jayakusuma.
Dengan langkah seorang majikan besar, Tunjung Anom
memasuki perkampungan. Enam orang segera datang
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghampiri dan membungkuk hormat. Saling berebut mereka menyapa:
"Tuan muda baru datang?"
"Hm . . . memangnya kenapa?" sahut Tunjung Anom.
"Burung-burung bangau mulai hijrah. Sebentar lagi musim kemarau akan tiba." ujar
mereka sambil mendongakkan kepalanya.
Entah bahasa sandi entah tidak, Pangeran Jayakusuma ikut mendongakkan kepala.
Tiga atau empat kawanan burung bangau terbang melintasi perkampungan. Tiba-tiba
Tunjung Anom menggerakkan tangannya. Dua ekor burung runtuh bagaikan buah kelapa
terpangkas tangkainya. Mereka kemudian berlomba memperebutkan. Dan Tunjung Anom
menyaksikan pekerti mereka dengan pandang puas.
"Masakan masih belum mampu menembak jatuh?" tegurnya.
Salah seorang menyahut dengan suara meringkas :
"Mohon maaf tuanku. Ilmu kepandaian menembakkan batu bidik, belum mereka kuasai.
Mereka orang-orang baru."
"Baiklah, aku sudah mengabulkan permintaan mereka.
Sekarang merekapun harus berbuat sesuatu." ujar Tunjung Anom.
Orang itu rupanya Kepala Injaga. Mendengar kata-kata Tunjung Anom, langsung saja
ia berseru : "Siapa yang memperoleh burung runtuh ?"
Dua orang maju sambil mengangkat burung tangkapannya.
Dengan suara tidak jelas mereka berkata :
"Apakah sekarang juga ?"
Kepala Penjaga menoleh kepada Tunjung Anom. Tunjung Anom kemudian berkata
memutuskan : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tengah malam saja."
"Ha kalian mendengar sendiri. Tengah malam, tahu?"
"Ya, ya, ya. Kalau begitu mereka harus mandi air harum dulu."
seru mereka setengah berjingkrak. "Apakah berarti yang lain untuk kita makan
bersama ?" Kembali lagi Kepala Penjaga mengarahkan pandangnya
kepada Tunjung Anom untuk minta keputusan. Tunjung Anom mengamati mereka berdua
yang seolah-olah berjingkrakan gembira. Minta keterangan :
"Semuanya berapa ?"
"Enam." jawab Kepala Penjaga.
"Bagus !" "Dan sudah lima hari ini menunggu kehadiran tuanku."
"Bagus ! Kalau begitu, bawa menghadap. Aku akan memilih dulu. Lainnya boleh
kalian makan bersama." Tunjung Anom memutuskan.
"Ha kau dengar?" Kepala Penjaga kepada mereka semua.
"Terima kasih, terima kasih. Semua rejeki bukankah tuanku muda yang mengatur?"
mereka semua berseru seperti nyanyian koor.
Tunjung Anom kemudian memasuki gapura dan lenyap dari penglihatan. Kepala
Penjaga kemudian memanggil lima orang anak buahnya dan berbicara kasak-kusuk.
Selama itu Pangeran Jayakusuma memperhatikan gerak-gerik mereka. Sebagai seorang
pendekar yang sudah banyak makan pedih getirnya penghidupan, segera ia dapat
menangkap makna pembicaraan mereka enam atau tujuh bagian. Tak dikehendaki
sendiri, hatinya mendongkol. Tetapi akan lebih jelas lagi, bila bisa mendengar
keterangan dari mulut mereka sendiri. Memperoleh pikiran demikian, ia menunggu
saatnya yang tepat. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu itu, matahari sudah benar-benar tenggelam di Barat.
Suasana petanghari mulai menyelimuti persada bumi.
Perkampungan itu tetap saja sunyi senyap, meskipun disana-sini nampak cahaya
pelita berkedap-kedip. Mereka yang bertugas menjaga keamanan kampung berjalan
berpencaran. Kepala Penjaga itu sendiri kelihatan tidak perlu tergesa-gesa.
Mungkin sekali, keadaan kampung selalu aman sentausa. Dengan langkah kemalas-
malasan ia berjalan tanpa tujuan. Inilah saatnya yang tepat, pikir Pangeran
Jayakusuma. Pangeran Jayakusuma memungut batu kerikil, lalu disentil.
Wuang ! Batu itu melayang dan Kepala Penjaga itu roboh terkulai tak setahunya
sendiri. Hebatnya, mulut-nyapun tidak dapat bergerak lagi. Sebelum roboh di atas
tanah, Pangeran Jayakusuma menyambar tubuhnya dibawanya melesat memasuki petak
hutan. Tak usah diceritakan lagi, betapa cepat gerakan Pangeran Jayakusuma.
Sambil menutup wajahnya dengan sehelai sapu tangan, ia menggendong mangsanya
seperti layaknya seseorang menjinjing sebuah bakul tak berisi. Dan begitu tiba
di tempat tersembunyi lantas "mja main gertak dengan
membesarkan suaranya. Memang dalam hal bermain sandiwara dengan mengubah suara
dan bentuk wajah, Pangeran
Jayakusuma sangat ahli semenjak jaman mudanya.
"Apakah majikanmu lagi membicarakan perempuan?"
langsung saja ia memojokkan.
"Tu . . tu . . tuan siapa?" Kepala Penjaga itu ter-gegap-gegap.
"Kau sendiri siapa?"
Kepala Penjaga itu membungkam. Ia sadar dirinya kena tertawan seseorang yang
tentunya bermaksud tidak baik.
Sebaliknya, sikapnya itu sudah masuk perhitungan Pangeran Jayakusuma yang sudah
kenyang pengalaman. Maka dengan tersenyum geli, Pangeran Jayakusuma berkata
menakut-nakuti : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Janganlah engkau mencoba bersikap sok pahlawan dengan menutup mulut. lebih baik
kau bersikap bersahabat denganku.
Kalau tidak, masakan tubuhmu tediri dari baja dan besi?"
"Huh ! Kau mau menyembelih, sembelihlah ! Kau mau memotong kepalaku, potonglah !
Seorang laki-laki boleh mati berkalang tanah. Tetapi jangan coba kau hina."
bentak Kepala Penjaga itu.
"Bagus ! Kau membandel, ya?" ancam Pangeran Jayakusuma.
"Coba lihat yang jelas, apakah badanmu jauh lebih kuat daripada pohon itu !"
Di depan mata Kepala Penjaga itu, berdiri sebatang pohon sebesar sepelukan
orang. Pangeran Jayakusuma menegakkan badan Kepala Penjaga dan memerintahkan agar membuka matanya baik-baik. Lalu dengan suatu
gerakan tangan pendek saja, tiba-tiba pohon itu roboh tanpa suara sedikitpun.
Keruan saja Kepala Penjaga itu terkejut setengah mati sampai seluruh tubuhnya
menggigil. "Bagaimana" Apakah kau lebih kuat?" gertak Pangeran Jayakusuma. Kali ini ia
bersuara dengan nada menyeramkan.
"Aku . . Malinjo . .. Kep . . pala Jaga Perkampungan ...."
"Hajar Awu-Awu?"
"Ya, tuanku Hajar Awu-Awu."
"Nah, Malinjo ! Ternyata engkau orang yang bisa berpikir.
Sekarang jawablah dengan cepat ! Kau mau ber-damai denganku atau minta
kuhancurkan selumat pohon itu ?"
"Ya, ya lumat . . eh . . . maksudmu damai . . . ." Malinjo bergemetaran.
"Nah katakan terus terang, mengapa majikanmu menyebut-nyebut perkara burung "
Yang dimaksudkan perempuan, bukan?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betul ! Memang dia doyan perempuan. Karena itu .. untuk mengambil hati . . .
setiap kali dia datang, kami hatus bisa menyediakan perempuan teman tidur."
Malinjo memberi keterangan. "Kami selalu menyebutnya dengan istilah burung,
karena kebetulan sekali perkampungan sini selalu dilintasi kawanan burung
manakala matahari nyaris tenggelam. Majikan muda kami seorang ahli senjata. Maka
kami hanya menghitung saja jumlah burung yang dijatuhkan."
"Hm, itu perbuatan buruk atau baik?"
"Buruk. Bahkan jahat" Malinjo menjawab tanpa ragu-ragu lagi.
"Kenapa jahat?"
"Karena kami harus menculik perempuan-perempuan yang mempunyai potongan tubuh
dan berwajah lumayan. Tidak perduli apakah mereka isteri orang."
"Kalau sudah tahu begitu, mengapa engkau perlu mengambil hati majikanmu dengan
cara demikian?" "Karena .. . karena . .. "
"Karena apa?" bentak Pangeran Jayakusuma.
"Daripada kami yang dijadikan sasaran bidikan seperti burung, lebih baik kami
bersusah payah sedikit"
"Apakah maksudmu ..."
"Ya." Malinjo memotong ucapan Pangeran Jayakusuma. "Kami tidak tahu, apa yang
sedang dilatihnya. Tetapi setiap kali, dia membutuhkan sasaran hidup sebagai
percobaan senjata bidiknya. Dan perempuan-perempuan itu . . . sesudah dibawa
tidur, selanjutnya dibuat sasaran latihan membidik sampai mati."
"Ih !" Pangeran Jayakusuma terkejut.
"Tuan, aku berbicara dengan sebenarnya. Aku tidak main fitnah demi menolong
diriku sendiri." kata Malinjo dengan suara Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelahan. "Semenjak akil balig aku berada di sini, setelah ibuku mati dibuat
sasaran bidikannya pula. Aku memang orang tidak berguna. Tak ada dayaku untuk
bisa melawan atau membalas dendam. Kecuali kepandaian-ku rendah, akupun tidak
akan bisa hidup di luar perkampungan. Sebab seumpama melarikan diri, akhirnya
tertangkap juga. Dan aku akan jadi korban sasaran hidup seperti nasib teman-
temanku yang lain." Pangeran Jayakusuma tercenung-cenung. Memang,
menyaksikan sepak-terjang Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom, siapapun bisa menduga
betapa mereka ini. Namun tidak pernah terlintas di dalam pikiran Pangeran
Jayakusuma, bahwa mereka ternyata terlalu jahat melebihi binatang.
"Apakah kau mengharapkan aku membalaskan dendammu?"
Pangeran Jayakusuma mencoba.
Malinjo menatap wajah Pangeran Jayakusuma yang tertutup sapu tangan dengan ragi-
ragu. Beberapa detik ia berdiam diri.
Lalu menjawab tidak jelas :
"Melihat kepandaian tuan, rasanya sebanding dengan majikan tua. Tetapi bapak dan
anak itu banyak akalnya. Apakah tuan bisa melawan kelicikan dan kelicinan
mereka?" Mendengar ucapannya, Mahjo seperti dapat dipercaya. Ia dendam terhadap
majikannya, karena Ibunya mati dijadikan sasaran bidikan dalam suatu latihan.
Sayang, ia tidak berkepandaian. Tetapi benarkah itu" Kedudukannya kini sebagai
Kepala Jaga, artinya dia jadi orang kepercayaan majikan.
Rasanya mustahil, Hajar Awu-Awu atau Tunjung Anom akan memakai tenaganya,
mengingat Ibunya dibunuhnya mati. Betapa tololpun, seseorang tidak akan menanam
duri dalam dirinya. Karena itu Pangeran Jayakusuma berbimbang-bimbang.
Pengalamannya selama di penjara banyak menceritakan manusia yang licik, licin
dan kejam. Ki Ageng Mijil Pinilih bahkan sampai tidak bisa percaya kepada
siapapun. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, anggap saja kata-katamu benar." akhirnya ia memutuskan. "Coba aku
ingin tahu di mana letak berada majikanmu atau kediamannya."
"Kalau markasnya sih . . . tentu saja berada di depan sebagai pendapa. Adapun
kediaman majikan tua dan muda berjauhan.
Majikan tua berdiam di sebuah rumah batu, sedang majikan muda membangun kediaman
sendiri yang mentereng demi menyenangkan dua orang gundiknya."
"Maksudmu di belakang dinding batu itu ?" Pangeran Jayakusuma menegas.
"Agak jauh kira-kira dua ratus meter dari ruang pendapa."
Mahjo menjawab cepat. "Adapun kediaman majikan tua berada di belakang
dikelilingi pagar tembok setinggi empat meter. Pintu gapura selalu tertutup.
Yang diijinkan masuk hanyalah Sapu Regol seorang, kecuali anaknya sendiri."
"Bagus ! Agaknya kata-katamu bisa dipercaya. Tetapi harap kau tinggal satu malam
dulu di sini. Taruhkata aku alpa, engkau pulih kembali setelah matahari terbit."
ujar Pangeran Jayakusuma. Dan dengan sekali sentil, Malijo tak dapat bergerak
maupun berbicara seperti sebuah arca. "Lebih baik kau dalam keadaan begini.
Bukankah kau berkata sendiri tidak akan bisa hidup seumpama bebas merdeka di


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar perkampungan ini"
Karena itu, bila engkau dike-temukan dalam keadaan begini, majikanmu masih dapat
mempercayai mulutmu. Katakan terus terang saja siapa diriku. Kau boleh mengarang
sesuka hatimu." Setelah berkata demikian, Pangeran Jayakusuma menghampiri perkampungan. Dengan
sekali meloncat, ia melesat bagaikan bayangan. Hanya dalam beberapa detik saja,
ia sudah berada di balik pagar tembok. Lalu melanjutkan perjalanan dengan
memasang pendengaran. Ia mau percaya, Hajar Awu-Awu pasti memiliki indera yang
tajam pula. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebentar saja pendapa kediaman Hajar Awu-Awu ampak di depan matanya. Pendapa itu
cukup luas dan diterangi dengan obor-obor tersulut rapih. Percaya kepada
keterangan Malijo, ia langsung menuju ke sebuah bangunan yang berada di
belakangnya. Mudah-mudahan mulut Malijo dapat kupercaya, ia berkata di dalam
hati. Suasana sekitar pendapa sunyi sepi. Ia jadi berbimbang-bimbang. Perkampungan
dijaga belasan orang. Masakan pendapa sebagai markas utama dibiarkan tak
terjaga. Jangan-jangan aku kena dikelabui Malijo, ia menyiasati. Tetapi ia tidak
gentar. Andaikata sampai kepergokpun, bukan masalah yang
menyulitkan. Tiba-tiba ia mendengar suatu kesibukan di sebelah tenggara.
Terpengaruh dongeng Malijo tentang sepak-terjang Tunjung Anom yang sering
menggunakan manusia hidup sebagai latihannya, ia mau menduga sedang terjadi
demikian trus saja ia melesat menghampiri.
Ternyata tidak terjadi sesuatu yang menarik perhatian. Itulah suara sendau-gurau
belasan orang yang mengenakan pakaian seragam. Mereka sedang bermain kartu.
Nampaknya ada yang dipertaruhkan. Karena merasa tidak tertarik, Pangeran
Jayakusuma meneruskan pengamatannya. Sekarang ia mengarah ke tenggara, mencari
kediaman Tunjung Anom. Menurut Mahjo, kediamannya mentereng demi menyenangkan
dua orang gundiknya. Petunjuk Malijo ternyata benar. Dia tidak berdusta. Sebab dengan cepat, Pangeran
Jayakusuma melihat sebuah bangunan mentereng yang berada kira-kira duaratus
meter. Hati-hati ia menyelinap, sebab tiba-tiba terdengar suara orang berbicara.
"Kuda tuanku muda tidak balik kembali." terdengar suara menggelegar.
Pangeran Jayakusuma melongokkan kepalanya dan melihat Sapu Regol sedang menemani
Tunjung Anom minum teh di Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendapa. Tunjung Anom sudah berpakaian rapih seperti hendak keluar rumah.
"Apa?" Tunjung Anom nampak terkejut. "Apakah kena ditangkap . . . "
"Tidak." potong orang tinggi besar itu alias Sapu Regol.
"Menurut laporan, binatang itu mati terpanah calon mertua tuanku."
"Oh, Dan kantungnya ?"
"Tentu saja berada padanya."
"Oh." lagi-lagi Tunjung Anom berseru oh. Tetapi seruan itu membawa nada kelegaan
hati dan bersyukur. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. "Kalau begitu mudah
diurus." ujarnya. "Siapa yang bakal mengurus?"
"Bukankah tugasmu ?"
Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Gaung suaranya
mengabarkan rasa puas. Sejenak kemudian dia berkata :
"Dalam satu minggu ini Dewata sungguh berbaik hati terhadap keluarga kita.
Majikan tua sudah sembuh seperti sediakala.
Sudah tiga hari ini majikan tua berlatih mengembalikan semangat tempur.
Kelihatannya memuaskan. Dengan sekali pukul, empat batang pohon rebah terbakar.
Bukankah berarti Aji Narantaka sudah pulih kembali?"
Tunjung Anom tidak segera menyahut. Ia nampak berkerut-kerut layak seseorang
yang sedang memikirkan suatu masalah berat. Menyaksikan hal itu, Sapu Regol
menegas : "Apakah ini bukan kabar yang menggembirakan?" Tunjung Anom menghela nafas.
Berkata setengah bergumam :
"Robohnya empat batang pohon dalam keadaan terbakar, membuktikan ayah sudah
dapat merebut sebagian tenaga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saktinya. Berarti ayah mengulang tataran permulaan. Berarti akan membutuhkan
waktu panjang lagi seperti semula. Berarti. .
. ." "Tentu saja." potong Sapu Regol. "Majikan baru saja sembuh dari lukanya. Kenapa
tuanku bilang akan memakan waktu panjang lagi ?"
"Hm, kau tahu asal-usul Aji Narantaka?"
"Menurut kabar, majikan tua memperolehnya dari naskah tua peninggalan Nayaka
Madu. Sayang hanya sepertiga bagian, karena yang dua pertiga bagian masing-
masing berada pada Durgampi dan guru tuanku."
"Ya, ya ya ... . justru oleh alasan itulah aku diperintah ayah berguru kepada
tuanku Wijayarajasa. Kau tahu maksud ayah ?"
"Tentu saja tahu. Siapa tahu karena rejeki tuanku, tuanku bisa memperoleh Aji
Narantaka yang sepertiga bagian lagi dari guru tuanku. Bukankah begitu?" Sapu
Regol merasa menang. "Sedikitpun tidak salah, dan aku sudah berhasil menggondol sepertiga bagian yang
berada di tangan guru. Dengan begitu, ayah sudah mengantongi dua pertiga bagian
Aji Narantaka. Tetapi mengapa hanya bisa membakar empat batang pohon saja" Mestinya____"
"Nanti dulu" potong Sapu Regol dengan bersemangat. "Jangan lupa, Aji Narantaka
terbagi dua. Bagian luar dan bagian dalam.
Siapa yang mahir bagian luar dapat menghancurkan sebongkah batu gunung dengan
sekali pukul. Sebaliknya yang mahir bagian dalam, bisa merobohkan lawan dalam
keadaan terbakar hangus. Bukankah begitu?" "Hm." Tunjung Anom melepaskan nafas. "Aji Narantaka sudah termashur semenjak
jaman Mentaok atau Mataram Kuno. Aji Narantaka ditakuti orang semenjak jaman
Rakai Pikatan, dulu berada di tangan pendekar sakti Kala Gumarang. Dengan Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melontarkan pukulan dari jauh saja, beberapa batang pohon akan dapat hancur
lumat menjadi abu. Coba bandingkan! Apakah tidak terpaut jauh?"
Sapu Regol tercenung-cenung sejenak kemudian menjawab :
"Tetapi empat batang pohon itu roboh terbakar. Bukankah berarti majikan tua
sudah berhasil menggabungkan bagian luar dan dalam" "
"Taruhlah itu benar, tetapi hal itu membuktikan bahwa ayah baru menguasai
tataran empat saja. Padahal ayah sudah berani menyematkan nama Hajar Awu-Awu.
Kau tahu maknanya" Hajar dari singkatan kata-kerja menghajar. Awu artinya abu.
Ayah menggunakan sebutan Awu berganda. Mestinya Hajar Awu-Awu harus berarti
sanggup menghajar apapun hancur lebur bagaikan abu terlumat. Begitulah manakala
Aji Narantaka sudah mencapai tataran sembilan"
Pengaren Jayakusuma mendengarkan percakapan mereka
berdua dengan cermat. Ia merasa tertarik. Tenaga saktinya sendiri sudah mencapai
tataran yang susah diukur. Untuk menghancurkan sebatang atau empat batang pohon
sekaligus menjadi abu berlumat, bukan suatu masalah lagi. Akan tetapi bila Hajar
Awu-Awu berhasil menguasai Aji Narantaka sehebat pendekar Kala Gumarang pada
jaman Rakai Pikatan, tidak hanya empat batang pohon saja yang bakal hancur
menjadi abu berlumat, tetapi malahan seluruh dunia. Sebab tentunya, dengan
kesaktian itu dia akan berusaha merebut tahta kerajaan seperti yang pernah
dilakukan Raja Wora-Wari pada jaman
Darmawangsa yang bergelar Awu-Awu pula. Malahan seorang raja yang bernama Awu-
Awu pula pernah merusak tata-kota negeri Majapahit. Peristiwa itu terjadi pada
jaman kakeknya memerintah negeri.
"Woah! Baru hari ini terbuka mataku." seru Sapu Regol sambil memukul meja. Jadi
benarkah di dunia ini terdapat suatu ilmu Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti sedahsyat itu?" ia termangu-mangu. Tiba-tiba berkata lagi :
"Tuanku sendiri bagaimana?"
"Aku tidak perlu susah payah mempelajari dan menyelami Aji Narantaka. Sebab
akhirnya toh diwariskan kepadaku." sahut Tunjung Anom.
"Tetapi mengingat ayah tuanku membutuhkan waktu panjang untuk dapat menyelami
sampai ke tingkat ini, bukankah lebih baik bila tuanku mulai berlatih sekarang
juga?" "Tidak usah." "Tidak usah bagaimana?" Sapu Regol heran.
"Ayah membutuhkan waktu lama karena berangkat dari menyelami dan mempelajari, la
sudah berhasil, pastilah ayah sudah dapat menemukan jalan pendek. Pada saat
itulah aku baru mempelajari."
Mendengar kata-kata Tunjung Anom, Pangeran Jayakusuma sempat terlongong. Sama
sekali tidak dikiranya, bahwa anak Hajar Awu-Awu itu ternyata lebih licin dari
pada ayahnya. Idak usah dijelaskan lagi, bahwa ia manusia berbahaya. Bukan
mustahil dia memiliki benih jahat. Sejahat Nayaka Madu.
"Hm .... umurnya belum mencapai tigapuluh. Tetapi sudah pandai mengumpankan
ayahnya demi dirinya di kemudian hari."
pikir Pangeran Jayakusuma. "Seumpama ayahnya sampai mati karena tersesat, kukira
paling-paling dia hanya bersedih untuk beberapa saat."
Pada detik itu pula, tiba-tiba Pangeran Jayakusuma teringat tuturkata Malijo.
Agaknya bukan suatu hal yang tidak mungkin, dia merenggut jiwa orang demi
kemajuannya. Latihan membidik apa" fengapa mesti menggunakan orang hidup" Kenapa
tidak hewan atau benda mati" Kenapa pula mesti perempuan"
Memperoleh ingatan itu, ia jadi berpikir keras. Ternyata Tunjung Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anom benar-benar bukan manusia sederhana. Tak dikehendaki sendiri, bulu kuduknya
meremang. "Regol! Apakah kita berangkat sekarang?" Tunjung Anom terdengar mengalihkan
pembicaraan. "Biasanya majikan tua selesai bersemadi menjelang tengah malam." sahut Sapu
Regoi. "Tetapi ...." Tunjung Anom tidak menyelesaikan ucapannya.
"Tetapi apa ?" Sapu Regol mendesak.
Tunjung Anom mengulum senyum seraya menjawab :
"Aku sudah berjanji dengan burung-burungku tengah malam ini. Kalau saja ayah
mengijinkan aku mohon diri sebelum tengah malam, tak usah aku akan kehilangan
waktu." "Bukan esok hari masih ada malam" Yang penting burung-burung itu masih tersekap
dengan aman." ujar Sapu Regol.
Tetapi justru berkata begitu, Sapu Regol seperti diingatkan.
Serentak ia berdiri sambil berkata : "Coba kuperiksanya apakah masih terkurung
aman." Tidak menunggu persetujuan majikan mudanya, Sapu Regol meninggalkan tempat.
Dengan langkah panjang, ia mengarah ke Utara. Sebentar saja, bayangan tubuhnya
lenyap ditelan galap malam. Pangeran Jayakusuma tidak mau kehilangan kesempatan
yang bagus itu. Terus saja ia mengikuti dengan diam-diam.
Ternyata Sapu Regol menghampiri sebuah gunung-gunungan yang terbuat dari batu
semen. Empat orang penjaga meloncat dari tempatnya berdiri dan memberi hormat.
"Bagaimana?" "Aman." jawab empat penjaga itu dengan berbareng.
"Aku ingin melihat sendiri" ujar Sapu Regol.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang penjaga membuka pintu gunung-gunungam dan Sapu Regol segera masuk.
Pangeran Jayakusuma menunggu saatnya yang tepat. Ia sudah memutuskan hendak
membebaskan enam perempuan yang disekap dalam penjara buatan itu. Ia perlu
bersabar. Kira-kira seperempat jam lagi, Sapu Regol kembali muncul dengan satu
pertanyaan : "Kenapa enam?" "Majikan muda hanya memerlukan dua. Yang empat orang bagian kami sebelum
diantarkan ke lapangan laga"
"Hm." Sapu Regol mau mengerti. Lalu meninggalkan gunung-gunungan untuk memberi
laporan kepada majikan mudanya.
Pangeran Jayakusuma segera menghampiri empat penjaga itu, sebelum sempat
mengunci pintu. Dengan sekali pukul, mereka berempat roboh terkulai mencium
tanah. Kemudian dengan hati-hati, Pangeran Jayakusuma masuk ke dalam gunung-
gunungan. Ternyata ada penjaganya pula, pikirnya.
Dugaannya ternyata benar. Enam orang penjaga sedang duduk mengelilingi meja yang
somplak sepertiga bagian. Terdengar salah seorangnya menggerutu :
"Kau yang membuat tuanku Sapu Regol marah. Coba, kalau engkau tidak membawa
kartu mainan, bukankah . . . ."
"Allaaa sudahlah. Anggap saja ini naas kita." sahut yang digerembengi.
Pangeran Jayakusuma tidak mau berlama-lama, karena ia masih ingin mendengarkan
pembicaraan Sapu Regol dan Tunjung Anom. Kembali lagi ia memukulkan ilmu
saktinya dan enam orang penjaga itu roboh tak berkutik. Pada saat itulah,
Pangeran Jayakusuma mempunyai kesempatan menjenguk kamar tahanan yang berpagar
besi. Suasana dalam kamar tahanan muram menyedihkan. Enam sosok tubuh meringkuk
tak berdaya. Mereka hanya dapat menggerakkan lehernya. Kedua belah pipi mereka
basah. Mereka tentunya menangis, tetapi tak pandai bersuara.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terintat akan pengalamannya sendiri sewaktu dikerangkeng dalam penjara selama
dua tahun, hati Pangeran Jayakusuma panas. Dengan sekali renggut ia menjebol
pintu kamar tahanan. Lalu membebaskan mereka berenam seperti sediakala. Meskipun demikian, mereka
tidak nampak gembira. Bahkan wajahnya menjadi pucat dengan bibir bergemetaran.
"Sst, dengarkan ! Aku bukan termasuk golongan mereka." ujar Pangeran Jayakusuma
sambil menuding enam orang penjaga yang roboh tak berkutik. "Kalian bisa
mengenal jalan ?" Salah seorang memberanikan diri. Minta keterangan :
"Mengenal jalan bagaimana ?"
"Kalian akan kuantarkan serintasan ke luar perkampungan ini.
Selanjutnya, kalian pulang sendiri. Apakah kalian mengenal jalan pulang ?"
"Oh tuanku. Tuanku siapa?" sahut orang itu. Dia seorang gadis kira-kira berumur
delapanbelas tahun. "Seumpama tidak mengenalpun, aku akan berusaha mencari jalan
pulang sendiri. " "Baik. Mari kita berangkat !"
Pangeran Jayakusuma mendahului berjalan ke luar goa tahanan. Sekalian obor
dimatikan. Karena sudah biasa hidup di dalam kegelapan, ia dapat bertindak
dengan leluasa. Sebaliknya tidak demikian enam gadis tawanan itu. Mereka saling
membimbing dengan menggandengkan tangannya.
"Tuanku . . . jangan cepat-cepat !" seseorang mengeluh.
Pangeran Jayakusuma menyadari kesukaran mereka. Dengan cekatan, ia mengambil
ikat pinggang para penjaga yang sudah tidak berkutik lagi. Lalu mengikat enam
gadis itu menjadi seonggok.
"Hai ! Mau tuanku apakan kami ini?" mereka minta kejelasan.
"Kalian akan kugendong. Akan kubawa terbang."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terbang ?" "Ya. Siapa yang takut, tutup mata ! Jangan sekali-kali bersuara ! Sebab sekali
bersuara akan gagal. Kalian mengerti maksudku ?" ujar Pangeran Jayakusuma. Dan
meskipun tidak mengerti maksud Pangeran Jayakusuma, mereka mengangguk asal jadi
saja. Terbang" Apakah penolongnya ini Dewa"
Pangeran Jayakusuma tidak membiarkan benak enam gadis itu berteka-teki lebih
lama lagi. Dengan sekali sambar, ia menjinjing seonggok gadis itu dengan sebelah
tangan. Lalu melesat secepat kilat mengarah ke pagar sisi Barat. Kali ini
Pangeran Jayakusuma benar-benar menggunakan
kepandaiannya, karena ingin balik kembali dengan cepat.
Gerakannya gesit luar biasa dan seolah-olah tidak membawa beban apapun. Itulah
salah satu kehebatan ilmu saktinya yang sudah manunggal. Sampai di depan pagar
dinding, ia berhenti sejenak menajamkan pendengaran. Ia tahu di luar pagar
tentunya banyak terdapat penjaga-penjaga yang sedang beronda dan ia tidak mau
meninggalkan jejak agar mudah kembali memasuki perkampungan. Maka ia menunggu


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa saat sampai memperoleh suasana kesenyapan. Bisiknya :
"Maaf, aku akan membuat kalian tidak pandai bersuara."
Dengan cekatan ia membungkam pita suara enam gadis itu.
Lalu ia mengayunkan mereka yang sudah terikat erat terbang melalui pagar
dinding. Sedetik kemudian ia menyusul.
Gerakannya yang gesit luar biasa itu hanya pantas didongengkan saja. Sebab
kegesitannya barangkali melebihi kegesitan bangsa iblis. Ia mendarat ke tanah
setelah menyambar bebannya. Dan lari sepesat-pesatnya satu jam lamanya. Sampai
dibalik bukit yang jaraknya puluhan ribu meter dari perkampungan Hajar Awu-Awu,
ia menghentikan langkahnya. Setelah membebaskan mereka, ia berkata :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, pergilah dengan berpencaran ! Ingat, jangan sekali-kali berjalan
menggerombol agar tidak menimbulkan perhatian orang.
Nih, ambillah untuk bekal pulang kampung !"
Keenam gadis itu menjatuhkan diri dengan menangis terharu oleh besarnya rasa
terima kasih. Pangeran Jayakusuma kemudian membekali masing-masing dengan
segenggam uang. Sungguh !
Hal itu dilakukannya tanpa pamrih apapun. Tetapi dikemudian hari ia memperoleh
faedahnya, karena mereka semua tidak melupakan pertolongannya.
Sejam kemudian Pangeran Jayakusuma sudah balik kembali ke dalam perkampungan
Hajar Awu-Awu. Tetapi nyala obor yang menerangi pendapa kediaman Tunjung Anom,
telah padam. Ia tidak kehilangan akal. Bukankah Tujung Anom bermaksud menghadap
ayahnya " Pada waktu itu, ia sudah percaya penuh kepada tuturkata Malijo. Maka
tidak mau menyia-nyiakan waktu lagi, ia segera mengendap-endap menghampiri pagar
dinding kediaman Hajar Awu-Awu. Dengan menjejakkan kakinya, ia terbang tinggi
dan hinggap di atas pagar dinding itu. Pada saat itu, ia mendengar suatu
percakapan. "Kenapa kau menyia-nyiakan waktu berlatih" Kemana saja kau?"
"Ayah ! Aku merasa diikuti orang." terdengar suara Tunjung Anom.
Pangeran Jayakusuma kemudian merambat ke atas atap
bangunan. Dari sela-sela genting, ia mengintai ke dalam. Hajar Awu-Awu nampak
awut-awutan. Dia letih, tetapi wajahnya dalam keadaan segar bugar.
"Hm." dia menggerung pendek. "Apakah benar-benar engkau diikuti orang" Siapa ?"
"Sampai saat ini, tidak." sahut Tunjung Anom dengan suara takut kena salah.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau maksudkan ternyata tidak ?"
"Ya." "Hm." lagi-lagu Hajar Awu-Awu menggerung. "Kau bukan lagi kanak-kanak yang lagi
belajar berjalan. Kau sudah berkumis tebal dan sudah pandai memelihara dua orang
perempuan. Masakan belum mengenal nalurimu sendiri" Kau merasa diikuti orang.
Mengapa tidak kau buktikan dulu sebelum pulang kampung"
Lihat, kau sudah membuang-buang waktu hampir delapan hari.
Apa hasilnya" Nihil! Nihil! Nihil!"
"Tidak, ayah." Tunjung Anom hendak menjelaskan alasannya.
Menatap wajah anaknya seakan-akan ingin membaca keadaan hatinya lebih jelas
lagi. Lalu membentak : "Tidak bagaimana" Kau tahu, ilmu pedang gurumu dibagi menjadi dua bagian. Ilmu
pedang Pancamarga dan Ilmu pedang Pancasila. Pancamarga sudah kau kuasai. Tetapi
ilmu pedang Pancasila masih acak-acakan. Apa yang akan kau katakan?"
"Ayah." Tunjung Anom memperoleh kesempatan. "Dahulu aku berhasil membawa pulang
sepertiga bagian Kitab Aji Narantaka.
Bukankah tidak sia-sia usahaku ?"
"Lalu?" suara Hajar Awu-Awu melemah. "Apakah gurumu berkenan mewariskan Ilmu
pedang Pancasila?" "Tidak sempat lagi."
"Tidak sempat lagi bagaimana?"
"Maksudku, belum pernah guru membicarakan hal itu. Tetapi guru sempat memberi
kisikan padaku pada saat-saat terakhir.
Kitab itu ternyata berbentuk selembar kulit kecil. Maksudku ditulis di atas
sehelai kulit tipis dan disembunyikan di dapur. Jelasnya, disimpan di dalam hulu
pisau dapur yang ikut terbawa kereta yang dirampas Laskar Majapahit."
"Lalu?" suara Hajar Awu-Awu kembali tegang lagi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku berhasil menemukan pisau itu di antara barang-barang rampasan yang tidak
berharga. Sekarang . . . sekarang kubawa serta." suara Tunjung Anom terdengar
terharu. Hajar Awu-Awu melompat dari kursinya. Keletihannya sirna sekaligus. Seperti
seekor singa melihat berkelebatnya mangsa yang menggiurkan, ia berkata setengah
berseru : "Mana dia?" Wajah Tunjung Anom cerah seketika. Ia merasa menang.
Hatinya lega luar biasa. Dengan cepat ia mempersembahkan sebilah pisau dapur
berhulu sederhana. Hajar Awu-Awu agaknya tidak sabar lagi. Dengan sebelah
tangannya ia meremas hulu pisau itu dan mencabut secarik kulit yang memuat
tulisan Segera ia membawanya ke dekat penerangan dan membacanya dengan bernafsu.
"Anakku." akhirnya ia berkata dengan suara girang. "Dengan memperoleh salinan
kitab pedang ini, aku akan meninggalkan dunia dengan perasaan nyaman. Sebab aku
tidak perlu mencemaskan keadaanmu di kemudian hari. Kau bakal menjadi ahli
pedang yang tidak terkalahkan lagi. Hanya saja masih perlu engkau belajar
menghimpun tenaga sakti."
"Apakah tenaga sakti perguruan Wijayarajasa masih kurang memuaskan?" Tunjung
Anom heran. Hajar Awu-Awu tidak segera menjawab. Ia duduk kembali ke kursinya. Lalu berkata
menggurui: "Anakku ! Pada saat ini tenaga saktimu memang berada di atas Sapu Regol. Dengan
Ilmu Pedang Pancamarga, kepandaianmu sebanding Nakayaka Madu. Tetapi kau harus berani membaca sejarah
dan mengakui suatu kenyataan. Nayaka Madu yang terkenal dengan Pancamarganya,
nyatanya roboh di tangan Pangeran Jayakusuma. Terus terang saja, tadinya aku
meragukan. Tetapi setelah aku bertemu dengan Pangeran Jayakusuma dan berkenalan
dengan tenaga saktinya, terbukalah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mataku. Jangan lagi Nayaka Madu, Durgampi atau gurumu sendiri. Ditambah dengan
kehadiranku, Pangeran Jayakusuma masih berada di atas tenaga gabungan itu,
walaupun belum tentu menang. Tetapi di dunia ini, hakekatnya apakah seseorang
dapat memiliki tenaga gabungan Nayaka Madu, Durgampi, Wijayarajasa dan Hajar
Awu-Awu" Tidak ada ! Kecuali Pangeran Jayakusuma. Justru demikian membuat aku
berpikir. Apa sebab Pangeran Jayakusuma bisa memiliki tenaga sakti sedahsyat
itu?" "Ayah, kata-kata ayah memang benar." ujar Tunjung Anom.
"Aku sendiri merasa kuwalahan menghadapi kerubutan empat orang yang memiliki
kepandaian aneka macam,"
"Kau maksudkan tenaga gabungan dua perempuan seminggu yang lalu" Coba sebutkan
namanya." "Bukan dua, tetapi tiga. Yang pertama, Diah Mustika Perwita.
Lalu Carangsari dan Galuhwati, meskipun tenaga saktinya masih lemah."
"Hai ! Kau maksudkan adik Pangeran Jayakusuma?"
"Adik Pangeran Jayakusuma" Bagaimana ayah mengenal dia?"
Tunjung Anom berkata. "Apakah kau kira orang-orang kita tidak berguna lagi ?"
bentak Hajar Awu-Awu. Tunjung Anom tahu diri. Anak-buahnya memang tersebar luas. Tentunya ada yang
mengenal siapa sebenarnya Galuhwati dan segera mengabarkan kepada ayahnya.
Pangeran Jayakusuma yang berada di atas genting sempat tercengang pula. Tetapi Galuhwati
sudah terkenal lama sebagai anggauta Bhayangkari Kerajaan kepercayaan Lukita
Wardhani. Bila sampai ke pendengaran Hajar Awu-Awu sebenarnya bukan suatu hal
yang mengherankan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selain mereka bertiga masih ditambah Panglima Majapahit Wirawardhana. Tenaga
saktinya seimbang denganku. Kalau saja aku sempat mengadu kepandaian satu lawan
satu, hm....." "Ya." potong Hajar Awu-Awu. "Tetapi kepandaian pemuda yang bersenjata golok
boleh juga." "Tetapi kurasa belum masuk hitungan kita. Dibandingkan dengan Sapu Regol masih
kalah jauh. Sebaliknya, justru demikian timbullah kesadaranku. Sekali-kali
mereka bisa bekerja sama.
Jelasnya, kekuatan mereka berada pada kerjasama saling membantu dan menimpali.
Kalau begitu, beberapa macam kepandaian itu bisa digabungkan menjadi satu."
"Apa yang mengherankan" Ilmu Golok Kembar, ilmu sepasang tombak, dan lain-
lainnya sudah dikenal orang semenjak jaman dulu."
"Yang kumaksudkan melebur inti kekuatan menjadi satu, ayah."
"Justru demikian, ayahmu mempunyai pengalaman buruk.
Bukankah lumpuh selama empat tahun cukup menyiksa lahir dan batin?" gerendeng
Hajar Awu-Awu. "Ya, memang benar. Tetapi bagaimana menurut pendapat dan pengalaman ayah ?"
"Yang pertama harus berhati-hati. Yang kedua, harus bersumber dari satu
perguruan. Kalau tidak, seperti ayah ....
akan mendapat kesukaran. Untung, sekarang tidak lagi."
"Bagus !" seru Tunjung Anom setengah bersorak. "Kalau begitu . . . "
"Hai dengarkan dulu !" potong Hajar Awu-Awu. "Justru begitu, aku menginginkan
engkau berpedang Pancamarga dan bertenaga Aji Narantaka. Bila kau dapat melebur
menjadi satu, hm .... biar Pangeran Jayakusuma sendiri tidak akan dapat berbuat
banyak." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi, ayah ! Latar belakang Pancamarga dan Narantaka berlainan. Bukankah ayah
tadi menerangkan bahwa harus bersumber pada satu perguruan?"
"Apakah kau takut sesat" Bukankah di sini ada ayahmu?"
bentak Hajar Awu-Awu. "Keturunan Hajar Awu-Awu masakan mau jadi banci" Bukankah
lebih baik berani main coba-coba daripada main perempuan?"
"Ayah . . . soal itu ... . soal itu."
"Anakku, aku tidak mencela dirimu, karena engkau seorang laki-laki. Tetapi
janganlah caramu menunjukkan kelaki-lakianmu dengan menggauli perempuan setiap
malam. Bukankah akan merusak kesehatanmu sendiri?" Hajar Awu-Awu
menggerembengi anaknya. Sampai di sini Pangeran Jayakusuma tahu, bahwa Hajar Awu-Awu terlalu memanjakan
anaknya. Dia tahu perbuatan anaknya yang tidak baik, akan tetapi bersikap
mendiamkan. Bahkan cenderung merestui. Entah apa sebabnya. Barangkali, karena
Tunjung Anom anak satu-satunya.
"Ayah, bolehkah aku menjelaskan semuanya itu?" Tunjung Anom memohon.
"Kau mau menerangkan apa lagi?" Hajar Awu-Awu bersungut-sungut.
"Pada suatu hari, pada masa aku berupaya mencari naskah Narantaka, aku menemukan
sejilid kitab sakti yang lusuh.
Rupanya guru tidak menggunakan kitab itu sehingga dibiarkan tidak terpelihara.
Kitab sakti itu bernama Itulah kitab sakti yang memuat inti rahasia Ilmu Racun
Wisakarma, pada jaman leluhur Nayaka Madu. Rupanya, guru pernah mempelajari.
Sebab di sana-sini terdapat beberapa coretan tanda tangan. Tetapi entah apa
sebabnya, guru membuang ilmu sakti itu, meskipun akhirnya kuketahui alasannya. "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, kau bilang warisan Wisakarma pada jaman leluhur Nayaka Madu" " Hajar Awu-
Awu tertarik. "Ya." "Apakah kakak-seperguruan Brihawan dan Adityasuta dari Suwamabumi" " Hajar Awu-
Awu menegas. "Hei, ayah pernah mendengar kisah itu?" Tunjung Anom heran.
"Itulah dongeng menarik semenjak masa kanak-kanakku."
sahut Hajar Awu-Awu sederhana.
Pangeran Jayakusuma yang berada di atas genting ikut tertarik juga. Itulah
berkat ia pernah mendengar kisah.
petualangan Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta dari mulut Ulupi. Teringat Ulupi
seorang gadis berotak cemerlang, kini ia yakin bahwa Ulupi tentunya menggenggam
maksud jauh dengan menceritakan dongeng itu.
"Ringkasnya, itulah dasar-dasar menghimpun Ilmu Sakti Wisakarma. Dan dengan
diam-diam aku mempelajari sampai tuntas. Tak kuketahui sendiri, darahku mulai
tercampur hawa beracun yang kadangkala mengganggu pernafasan......"
"Gurumu seorang pendekar yang cerdik luar biasa. Masakan tidak mengetahui apa
yang kau lakukan itu?"
"Benar.....inilah ketololanku mengapa aku tidak mempunyai pikiran demikian.
Sampai pada suatu hari ...." Tunjung Anom berhenti sejenak. Wajahnya menunjukkan
rasa getir dan penasaran. Melanjutkan dengan suara dalam : "Sampai pada suatu
hari aku tercengang melihat guru menatap diriku dengan senyum lebar. Mula-mula
aku tidak menghiraukan. Tetapi apa sebab guru selalu bersenyum lebar setiap kali
bertemu pandang denganku" Ternyata oleh kesan yang aneh itu, pada suatu kali aku
mohon penjelasan. Mendengar permohonanku, guru tidak Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya tersenyum lebar lagi, tetapi malahan tertawa terbahak-bahak sampai lama
sekali. Apakah ayah tahu apa sebabnya ?"
Hajar Awu-Awu mengerutkan keningnya. Pangeran
Jayakusuma yang berada di atas genting, ikut pula menjawab teka-teki itu. Sekian
lama ia mencoba menebak, namun belum berhasil juga. Padahal dia seorang pemuda
yang merasa diri memiliki otak encer dan suatu kecerdasan melebihi orang.
"Sudah kukatakan tadi, gurumu manusia luar biasa."
terdengar Hajar Awu-Awu membuka mulutnya. "Jangan lagi diriku, bahkan Gajah Mada
dan Raja Hayam Wuruk kena dikelabui. Sampai hari inipun, orang tidak tahu apa
sebab-musababnya terjadi perang Bubat. Seluruh penduduk negeri sampai ke negeri
Pasundan menuduh Gajah Mada sebagai biangkeladinya, gara-gara puteri Pitaloka.
Padahal itulah hasil kerja raksasa antara Wijayarajasa dan Nayaka Madu sebagai
pelaksananya. Dalam hal ini, Wijayarajasa berada di atas Nayaka Madu. Dan
Peristiwa malapetaka itu sendiri, membuktikan betapa hebat peranan gurumu. Dalam
hal teka-teki apa sebab gurumu tertawa terbahak-bahak sampai lama sekali, hanya
Dewa bermata tujuh yang mampu mengetahui dengan jelas. "
"Benar, ayah. Benar." Tunjung Anom mengangguk-angguk.
"Dan aku dibiarkan tersiksa sampai tiga bulan lamanya. Pada suatu malam, aku
dipanggil menghadap. Inilah suatu kejadian yang langka. Kupikir, pastilah guru
mempunyai maksud tertentu.
Eh, benar saja. Begitu aku menghadap, kembali lagi guru tertawa panjang tiada
henti-hentinya. Suatu saat guru berseru-seru "Aku ada temannya . . . aku ada
temannya ..." Lalu aku diperintahkan meninggalkan tempat. Keruan saja aku
bertambah bingung dan penasaran. Apakah ayah tahu" "
"Bukankah sudah kukatakan, bahwa hanya Dewa bermata tujuh yang mampu membaca
keadaan hati gurumu" " Hajar Awu-Awu tidak senang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, ayah. Benar ...." kembali lagi Tunjung Anom mengulangi ucapannya yang
dibarengi dengan mengangguk-angguk. "Demikianlah setelah aku bertambah bingung
dan penasaran selama dua minggu, guru memanggilku menghadap lagi. Kali ini guru
berkenan berbicara. Tetapi apa yang diucapkan sangat mengejutkan seakan-akan ulu
hatiku kena tikam telak. "
"Apa katanya" " Hajar Awu-Awu bernafsu.
"Mula-mula dengan jitu ia mengucapkan selamat karena aku sudah berhasil mewarisi
Ilmu Sakti Wisakarma. Aku
menggunakan kata-kata jitu, karena selama itu kukira guru tidak mengetahui.
Maksudku guru dapat menebak denga jitu. Lalu berkata, yaaah .... semuanya itu
sudah suratan takdir. Kau tahu, katanya.....aku mengebiri diri sendiri justru
karena ilmu terkutuk itu. Tetapi andaikata Paramita tidak mencuri kitab
lanjutannya, tidaklah perlu aku berbuat begitu".
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" aku minta keterangan.
"Pada saat ini hawa beracun sudah meliputi seluruh tubuhmu."
guru berkenan menerangkan. "Dan hawa beracun itu tidak mungkin terhapus lagi
walaupun menggunakan ilmu sakti lain macam apapun. Pendek kata tiada pemunahnya.


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Andaikata ada, hanya Wisakarma seorang yang tahu. Bukan mustahil sudah dibawa
pulang ke alam baka."
"Apakah berbahaya" " aku minta penjelasan lagi.
"Kau akan mati pelahan-lahan dengan rasa sakit luar biasa.
Karena mengetahui akibatnya, aku mengambil keputusan pendek. Aku mengebiri diri
sendiri, sebab begitulah caranya mengurangi siksa hawa beracun itu. "
"Kalau begitu, Paramita yang mencuri kitab sakti itu akan menderita demikian. "
aku menimpali. "Tidak. Sebab dia seorang perempuan. " ujar guru. " Kau tahu hakekat kodrat
seorang perempuan" Seumpama samudera, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kodrat perempuan bisa menampung yang buruk dan baik.
Seorang perempuan bisa makan minum dan mengandung,
sedangkan laki-laki tidak. Tegasnya, seorang laki-laki hanya pandai makan-minum
dan berak. Perutnya tidak pantai bunting. "
Hatiku terpukul bukan main. Guru menerangkan panjang lebar tentang untung
ruginya memiliki Ilmu Sakti Wisakarma.
Seseorang yang bisa memiliki Ilmu Bisakarma ibarat dapat mentaklukkan laskar
Dewa. Naradata sendiri yang memiliki pohon penghidupan dapat dikalahkan. Syukur
Naradata mempunyai senjata sakti Jala Karawelang. Syukur Naradata mempunyai
senjata sakti Jala Karawelang. Kalau tidak, meskipun memiliki pohon kehidupan,
Naradata akan mati keracunan setiap kali menerima pukulannya. Sebab buah pohon
penghidupan itu terbatas jumlahnya dan tidak berbuah pada setiap tahunnya.
Karena itu, tindakan Wisakarma mula-mula merobohkan pohon penghidupan dulu
sebelum mengadu kepandaian.
"Ya, ya, ya ... . aku sudah mendengar cerita itu. Lanjutkan saja, bagaimana
saran gurumu?" potong Hajar Awu-Awu tidak sabar.
"Terus terang saja, aku tidak mendengarkan ceramahnya itu.
Aku tergoda suatu bayangan yang menakutkan. Itulah keharusan harus mengebiri
diri sendiri seperti yang dilakukan guru, demi mengurangi hawa beracun." Tunjung
Anom melanjutkan. Pangeran Jayakusuma terlongong. Baru hari itu ia
mengetahui, bahwa kakeknya mengebiri diri sendiri. Ah ! Ini ilmu apa" Tetapi ia
tidak sempat berkepanjangan bersoal-jawab dengan dirinya sendiri. Tunjung Anom
sudah terdengar melanjutkan kisanya. Katanya :
"Oleh rasa putus asa, aku memeluk kedua kaki guruku memohon ampun dan petunjuk.
Setelah lama berdiam diri, akhirnya guru berkata bahwa masih ada jalan keluar.
Itulah jalan satu-satunya bila aku pandai membidik perempuan. Aku harus
menggauli seorang perempuan. Pada saatnya dia hendak Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencapai puncaknya, harus kutikam. Darah yang pertama-tama keluar harus kuminum.
Sebab hakekat bergaul dengan lain jenis adalah pengejawantahan racun yang paling
berbahaya di dunia ini. Masing-masing saling meracun. Bagi pria, wanitalah yang
memegang madu dan racun. Bahkan negara bisa runtuh gara-gara seorang wanita.
Sebaliknya bagi wanita, seorang laki-laki bisa menjadi penyebab dirinya terlepas
dari ikatan keluarganya."
"Sudahlah jangan berkhotbah berkepanjangan!" bentak Hajar Awu-Awu.
"Itulah sebabnya, mengapa aku setiap kali harus membidik seorang perempuan, bila
hawa beracun mulai terasa naik."
Pangeran Jayakusuma jadi mengerti apa makna istilah membidik burung. Rupanya
itulah yang dimaksudkan Tunjung Anom. Ah! Ini ilmu apa" Memang kalau boleh
dikatakan dengan jujur, Ki Ageng Mijil Pinilih adalah contohnya. Dia seorang
pendekar besar yang memilki kesaktian nomor satu di dunia.
Tetapi ia roboh oleh racun Cacar Kuning warisan pengetahuan Wisakarma dan racun
wanita yang kebetulan bernama Prabasini.
Dengan perkataan lain, ilmu Sakti Wisakarma yang beracun itu ternyata lebih
unggul daripada Ilmu Sakti warisan Lawa Ijo.
Tetapi bila terjadi keracunan, maka harus dilawan dengan racun.
"Jadi maksudmu racun harus dilawan dengan racun?" Hajar Awu-Awu menggerendeng.
"Ya." jawab Tunjung Anom.
"Dan menurut gurumu, racun yang paling berbahaya adalah kodrat seorang
perempuan" " "Ya." "Hm. . . " Hajar Awu-Awu menggerendeng lagi. " Ayahmu ini sudah kenyang bergelut
dengan macam ilmu yang dikatakan Ilmu Sesat. Tetapi belum pernah mendengar
tingkah akibat ilmu sesesat itu. "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena itu, ayah Aku memohon dengan sangat. Kali ini kumohon ayah berkenan
bertindak nyata demi menyelamatkan diriku. "
"Apa itu?" "Aku mendengar laporan, kudaku yang memuat dua kantong emas berlian terampas
Paramita Maliyo. Terus terang saja aku ingin melamar anak gadisnya. Bila ayah
berkenan bertindak langsung, pasti tidak akan gagal. "
"Apa?" bentak Hajar Awu-Awu dan terus berdiri tegak. "Kau tahu siapa Paramita"
Bukankah dia murid Wijayarasaja pula"
Berarti kakakmu seperguruan. Masakan akan menjadi
mertuamu?" "Ayah, aku tidak sebodoh dugaan orang." Tunjung Anom mempertahankan diri. "Di
dunia ini masih terdapat gadis-gadis yang melebihi kecantikan Ratna Paramita.
Aku hanya ingin merebut kembali sebagian naskah Wisakarma yang dilarikan
Paramita Maliyo. Paramita Maliyo memiliki pula naskah warisan Calon Arang berkat
pergaulannya dengan suku Girah. Bila anakmu berhasil memiliki kitab beracun
kedua-duanya itu, anakmu akan menjadi manusia yang ada harganya. Tidak malu
rasanya menyebut diri sebagai anak-keturunan Hajar Awu-Awu....."
Semenjak tadi, Pangeran Jayakusuma mendengar
pembicaraan langsung mengenai kuda yang dikeprak mengarah ke timur laut.
Galuhwati diperintahkan untuk membantu mengejar kuda itu. Masakan sampai bisa
jatuh di tangan Paramita Maliyo" Betapa mungkin ! Kecuali Galuhwati, hadir pula
Diah Carangsari, Diah Mustika Perwita, Wirawardhana dan Swandaka. Tunjung Anom
sendiri merasa tidak dapat
menandingi. Apalagi Paramita Maliyo. Apakah karena Paramita Maliyo ahli racun"
-o0~DewiKZ~0o- Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SWANDAKA HERAN melihat arah larinya Tunjung Anom yang bertentangan dengan arah
lari kudanya. Tetapi beberapa detik berikutnya, ia sudah dapat menebak. Semenjak
tadi dia sudah mengamati Tunjung Anom yang tiada tanda-tandanya
menyembunyikan sesuatu di balik bajunya. Maka ia tidak sudi dikelabui musuh.
Lantas saja ia mengejar kuda yang lari ke arah Timur Laut. Dengan pisau
terbangnya, ia menimpuk. Karena laskar pengawal Ulupi rata-rata ahli memanah,
maka timpukannya tepat mengenai paha.
Galuhwati yang balik kembali oleh perintah kakaknya, segera memberi kabar dengan
berseru panjang : "Kejar . . . . ! Kejar kuda ituuu ....!"
Diah Mustika Perwita tersentak. Sedetik kemudian baru sadar.
Serunya membalas : "Benar ! Kantung itu tentunya disembunyikan di balik pelana kudanya. Jangan
terkecoh, biarkan Tunjung Anom melarikan diri."
Swandaka yang sudah mendahului bertindak, memberi
semangat tambahan. Serunya pula sambil lari kencang :
"Kita memang mau dikelabui. Kenapa majikan dan kudanya bertentangan arah
larinya" Kudanya terdidik dan majikannya hxin. Majikannya tentu hendak memancing
kita agar mengejarnya. Jangan pedulikan dia !"
Kuda itu masih saja dapat lari kencang, meskipun pisau Swandaka sudah menancap
di pahanya. Bahkan karena merasa sakit, binatang itu makin binal dan lari
kencang sejadi-jadinya. Akan tetapi arahnya tetap ke Timur Laut. Swandaka, Galuhwati dan Diah Mustika
Perwita berusaha lari secepat mungkin, namun tetap saja tidak berhasil menyusul.
Menghadapi kenyataan itu, terpaksa mereka hanya mengikuti saja. Tetapi jaraknya
makin Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lama makin jauh. Meskipun demikian, mereka percaya kuda itu akan roboh sendiri
pabila kehabisan darah. Benar saja. Kira-kira setengah jam lagi, kecepatan lari binatang itu makin
mengendor. Selagi Swandaka, Galuhwati dan Diah Mustika mengejar terus,
sekonyong-konyong terdengar mengaung di udara. Itulah suara anak panah yang
dilepas dari gandewanya. Swandaka yang termasuk seorang ahli panah dengan cepat
dapat menerka dari mana asalnya panah itu.
Tentunya dari petak hutan yang berada di seberang bukit.
"Hai ! Sahabat dari mana" seru Swandaka sebagai salam persahabatan.
Belum lagi memperoleh jawaban, kuda itu meringik-ringik.
Lalu roboh terjengkang dan tidak berkutik lagi. Pigir Swandaka :
"Ih ! Pemanahnya tentunya seorang ahli. Kalau tidak, masakan bisa memanang
seekor kuda yang sedang lari kencang dengan sekali jadi" "
Beberapa saat kemudian, muncullah barisan dari dalam petak hutan itu yang
terdiri dari kita-kira tigapuluh orang. Semuanya wanita yang mengenakan pakaian
seragam. Dan melihat barisan wanita itu, hati Swandaka tercekat. Belum lagi ia
membuka mulut, seorang wanita tua yang berada di atas punggung kuda tertawa
panjang seraya berseru : "Bagus ! Kiranya engkau lagi. . . . "
Swandaka terperanjat, walaupun sudah dapat menebak asal barisan wanita itu. Dan
mendengar suara wanita tua itu, Swandaka segera mengenalnya pula. Siapa lagi
kalau bukan Paramita Maliyo. Pada waktu itu, salah seorang wanita bawahan
Paramita Maliyo menghampiri kuda yang sudah roboh
terjengkang dengan maksud hendak mengambil dua buah kantung yang berada di bawah
pelana. Wanita itu ternyata Ratna Paramita alias putera Paramita Maliyo yang
selalu menyertai ibunya. Dengan susah payah dia mencoba menarik dan kemudian
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjinjing dua buah kantung yang tidak sebera besar. Meskipun demikian, Ratna
Paramita kelihatan menggunakan tenaga besar.
"Ah, selamat bertemu nyonya bhiksuni." balas Swandaka dengan seruan agak
mengejek. "Bukan main besar rejekiku. Di sini aku diperkenankan Dewata berbicara
dengan nyonya bhiksuni. Benar-benar aku merasa untung."
"Apakah bukan justru buntung?" ejek Paramita Maliyo dengan tertawa tinggi. "Hm,
kukira engkau tidak kenal lagi padaku."
"Sabar, nyonya." sahut Swandaka dengan membungkuk hormat. "Di antara kita memang
terjadi suatu perselisihan.
Meskipun anak-buah Galiyung dulu membantu diriku, tetapi aku sama sekali bukan
termasuk golongannya. Karena itu, perselisihan tentang hal itu jangan nyonya
bawa-bawa di sini." Swandaka pernah menolak lamaran Paramita Maliyo. Sekarang ia diingatkan kembali
tentang perselisihannya dengan Galiyung.
Keruan saja hatinya sakit sekali. Berulangkah ia tertawa melalui hidungnya.
Kedua matanya berkilat-kilat seakan-akan ingin meremas kepala pemuda itu.
"Sudahlah, bu !" kata Ratna Paramita. "Jelas sekali, dia menolak suatu
persahabatan. Kalau begitu, masing-masing mengambil jalannya sendiri. Dengan
demikian, ibu tidak usah mendongkol."
Ratna Paramita terlalu mengenal gerak-gerik ibunya. Ia khawatir, ibunya akan
membunuh pemuda pujaan hatinya itu.
Dengan menyabarkan hati ibunya, ia berharap mempunyai piutang budi terhadap
Swandaka. Usahanya ternyata berhasil, sebab Paramita Maliyo pandai membaca
maksud puterinya. Seketika itu, hawa marahnya mereda. Lalu berkata dengan suara dingin kepada
Swandaka : "Hm .... ingat-ingat saja ! Lain kali jangan sampai kita bertemu."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian. Paramita Maliyo memutar kudanya hendak berlalu. Tentu
saja membuat Swandaka bergelisah.
Dengan memberanikan diri, ia berseru :
"Tunggu !" Paramita Maliyo merandek. Ia menoleh. Lalu berkata :
"Aku sudah mengampuni jiwamu. Apalagi yang kau rewelkan?"
"Memang benar kata-kata puterimu." sahut Swandaka. "Kita lebih baik mengambil
jalan masing-masing. Hanya saja, harap kantung itu kau serahkan padaku. Dan aku
segera meninggalkan tempat ini."
"Kau bilang apa" Apakah ini kantungmu?" teriak Paramita Maliyo setengah
mengejek. "Dengarkan keteranganku, nyonya. Kuda ini sudah kukejar-kejar semenjak tadi. Aku
menimpuknya dengan pisau. Lihatlah buktinya. Pahanya tertancap pisauku."
Paramita Maliyo hanya melirik selintasan, lalu tertawa panjang. Ujarnya :
"Apakah kudamu " "
"Bukan, tetapi milik seorang penjahat. Penjahat itu sudah kugebah pergi. Menurut
peraturan, menjadi milikku" sahut Swandaka.
"Siapa yang menetapkan peraturan begitu" Arjuna atau Syiwa?" ejek Paramita
Maliyo. "Baiklah, aku mengikuti cara berpikirmu. Kuda ini, akulah yang
merobohkan. Dengan sendirinya menjadi milikku. Kau masih ingat kisah Arjuna
Wiwaha atau tidak" "
Arjuna Wiwaha sebuah cerita ciptaan Empu Kanwa yang dipetik dari Kitab
Mahabharata, dalam bentuk kakawin. Empu Kanwa hidup pada masa Pemerintahan Raja
Airlangga sekitar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tahun Caka 941 " 964 atau Tahun Masehi 1019 " 1042. Di dalam kakawin itu
terdapat adegan Arjuna dan Syiwa yang menyamar sebagai seorang pemburu. Mereka
berdua berebut hak mengenai seekor babi hutan yang dipanahnya. Secara kebetulan
anak panah mereka berdua menancap bebareng pada suatu tempat bidikan yang sama.
Berebut hak siapa yang menjadi pemiliknya, tidak mendapat keputusan. Akhirnya
saling bertempur mengadu sakti. Kakawin itu sangat termashur semenjak jaman
Jenggala Daha sampai Majapahit. Setiap orang yang berpengetahuan pasti mengenal
bunyi kakawin itu. Bahkan petani petani di dusun terpencilpun sering menyanyikan
kakawin Arjuna Wiwaha. Dan diingatkan akan kisah itu, kedudukan Swandaka jadi lemah. Sebab sebagai
bukti, hanya sebilah pisau yang menancap di paha. Padahal kuda itu masih kuat
lari kencang. Sebaliknya panah Paramita Maliyo yang menjadi sebab kematian kuda
itu, tidak dapat dibantah lagi.
"Baiklah, biarlah aku memberi keterangan sebenarnya."
Swandaka mengalah. "Pemilik kuda itu bermusuhan dengan fihak kami. Dia seorang
penjahat berdarah dingin. Bila kantung itu nyonya bawa, aku khawatir penjahat
itu akan membuat perhitungan dengan nyonya."
"Eh, kau hendak menggertak diriku?" Paramita Maliyo mendongkol. "Bukalah
telingamu lebar-lebar ! Aku tidak takut diancam penjahat."
Swandaka hendak menyahut, tetapi didahului Ratna Paramita yang mencoba menjadi
penengah. Serunya kepada Swandaka:
"Sudahlah, apa ati kantung ini" Kalau engkau dapat berbicara dengan baik dan
bersikap bersahabat, tidak menutup
kemungkinan kami mau menerima uluran persahabatanmu."
"Benar," Paramita Maliyo menimpali. "Nah, bila engkau menghendaki kantung ini,
ikutlah kami pulang ! Di sana kita bisa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbicara dengan tenang dan bersahabat. Sebaliknya bila engkau terlalu kukuh dan
kaku, aku terpaksa menutup kuping."
Galuhwati yang semenjak tadi berdiam diri, sekonyong-konyong berseru nyaring :
"Apakah kamu hanya mengundang seorang saja ?" Ratna Paramita berpaling
kepadanya. Wajahnya merah padam. Dengan suara mendongjol ia mendamprat :
"Kau siapa?" Dan berbareng dengan seruannya, sebuah benda menyambar.
Galuhwati masih dalam sikap siaga. Ia melihat menyambarnya benda berkeredep.
Terus saja ia menyapunya dengan pedangnya berbareng mengelak. Dan menyaksikan
peristiwa itu, Swandaka membentak Ratna Paramita :
"Berbicaralah dengan mulut ! Mengapa tanganmu ikut bergerak" Sekarang serahkan
dulu kantung itu ! Besok atau lusa aku akan datang bersama Panglima Wirawardhana
untuk menyampaikan rasa terima kasih."


Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ih ! Bocah ini tidak tahu terima kasih. Mulutnya ngelantur juga." damprat
Paramita Maliyo tidak mendongkol. Kemudian kepada Ratna Paramita : "Ratna,
berangkatlah dulu ! Anak ini biar aku yang melayani. Sebenarnya maunya apa sih "
" "Sebentar ! " Swandaka menahan.
Paramita Maliyo tidak dapat lagi menahan rasa marahnya.
Sepuluh jarinya lantas saja digerakkan sambil berteriak :
"Mundur!" Swandaka tahu, semua jari-jari tangan Paramita Maliyo berbisa. Maka dengan gesit
ia mengelak. Galuhwati yang berada di belakang Swandaka menahaskan pedangnya
pula. Akan tetapi Paramita Maliyo benar-benar tangkas. Ternyata sasarannya
justru kepada Galuhwati yang dikirinya sebagai kekasih Swandaka.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut jalan pikirannya, Galuhwati harus dilenyapkan dulu agar puterinya tidak
memperoleh saingan. Galuhwati adik Pangeran Jayakusuma. Selamanya tidak pernah mengenal rasa takut.
Gerak-geriknya lincah pula. Melihat dirinya diserang Paramita Maliyo, pedangnya
malahan menikam. Mau tak mau Paramita Maliyo sempat tercengang sedetik. Lalu menggeserkan kakinya
mendekati Swandaka dengan
mengulurkan tangannya. Dengan demikian, ia melayani dua muda-mudi dalam satu
gebrakan. Tetapi di dalam hati, ia tidak melayani dengan sungguh-sungguh. Ia
hanya ingin memperlihatkan kelincahan, ketangkasan dan kesanggupannya.
Ratna Paramita, tidak menyia-nyaikan waktu. Dengan leluasa, dapatlah ia
meninggalkan tempatnya beserta kantung
rampasannya. Bisa dimengerti, Swandaka mendongkol bukan main
diperlakukan demikian. Terus saja ia mencabut goloknya dan membalas menyerang
Paramita Maliyo dengan sengit.
Tentu saja Paramita Maliyo tidak dapat tinggal diam. lapun dipaksa melayani
gerakan golok Swandaka dengan sengit pula.
Begitu mempunyai kesempatan, lalu melesat mundur sambil tertawa merendahkan,
lapun bermaksud hendak menyusul puterinya.
Swandaka penasaran dan mengejar dengan Galuhwati. Diah Mustika Perwita yang
halus budi-pekertinya hanya menonton pertempuran itu di luar gelanggang. Ia
pernah masuk ke perkampungan Paramita Maliyo. Mengenal pula kepandaian nyonya
tua itu. Tetapi melihat mereka kini kejar-kejaran, tentu saja ia tidak dapat
berada di tempatnya saja. lapun ikut mengejar. Baik Diah Mustika Perwita,
Swandana dan Galuhwati termasuk pendekar pendekar yang berkepandaian tinggi.
Mereka dapat lari gesit tanpa mengenal lelah.
Dalam pada itu Paramita Maliyo sudah dapat menyusul rombongannya yang sebentar
tadi diperintahkan mendahului Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjalan. Masih bercokol di atas punggung kudanya, ia memberi aba-aba :
"Lepas panah !"
Perintah itu segera dilakukan seluruh pasukannya. Serta-merta, hujan panah
menyambar Swandaka dan Galuhwati.
Paramita Maliyo tertawa senang. Dari atas punggung kudanya ia berteriak
nyaring : "Awas ! Itulah panah-panah beracun. Sekali menyerempet tubuh kalian, akibatnya
akan runyam. Hayo kejarlah, bila kalian bosan hidup ! "
Repot juga Swandaka dan Galuhwati menangkis hujan panah.
Dengan berputar-putar mereka menahaskan senjatanya.
Betapapun juga, langkah kakinya terganggu juga. Tak dapat lagi mereka lari
kencang lagi. Dari tempat ke tempat mereka terpaksa berkelahi dengan anak-anak
panah yang menyambar dengan suara mengiang. Tatkala hujan panah mereda, Paramita
Maliyo dan rombongannya sudah menghilang.
"Hm .... tidak kusangka mereka mengganggu pada saat yang menentukan. " Swandaka
menggerutu seorang diri. Tetapi Galuhwati semenjak mudanya gemar bergurau. Tak senang ia melihat
seseorang yang bersungut-sungut. Ia tertawa geli. Dan mendengar tertawanya,
Swandaka berkata dengan menyembunyikan rasa mendongkolnya :
"Tuanku puteri, mereka gerombolan yang senang
mengganggu kita. " "Ah, masakan begitu" Kalau memang senang mengganggu, mengapa engkau tadi
diundangnya datang ke rumahnya" Orang itupun pandai bersikap manis terhadapmu. "
Swandaka tergugu. Teringatlah dia kepada kabar-berita tentang peribadi Pangeran
Jayakusuma. Pangeran Jayakusuma tidak hanya terkenal berkepandaian tinggi saja,
tetapi senang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergurau pula. Agaknya, adiknyapun begitu juga. Memperoleh pertimbangan
demikian, segera ia mengubah sikapnya. Diapun akan mengimbangi dengan bergurau
pula. Katanya : "Ya, memang dia pandai bersikap manis. Kalau begitu, marilah kita berdua
memenuhi undangannya. Apakah tuan puteri berkenan" "
Galuhwati tidak menyahut. Ia tertawa geli lagi. Katanya kemudian :
"Yang diundang hanya kau seorang. Mengapa aku harus ikut serta" Kalau sampai
ditolak, dimanakah aku harus
menyembunyikan mukaku" "
Mendengar kata-kata Galuhwati, Swandaka berpikir di dalam hati :
"Ah benar. Puteri inipun pandai bergurau dan menggoda orang. Sebagai adik
Pangeran Jayakusuma, pastilah dia berkepandaian tinggi. Sekarang ternyata tidak
hanya berkepandaian tinggi saja, tetapi mulutnya jahil pula. Alangkah jauh
bedanya dengan Diah Mustika Perwita yang tenang dan halus budi-pekertinya. "
Selagi berpikir demikian, tiba-tiba ia mendengar rumemanggil Galuhwati. Swandaka
menoleh dan melihat Diah Mustika Perwita menghampiri. Di sampingnya berjalan
pula Diah Carangsari. Melihat Galuhwati sedang berbicara dengan Swandaka, Diah Carangsari yang usilan
segera bersem nyaring : "Hai, hai ! Kiranya kalian berdua sudah saling kenal!"
"Tidak hanya saling kenal saja, tetapi pedangku dan goloknya sudah pernah saling
membantu pula." balas Galuhwati dengan nakal. Galuhwati tahu, dirinya sedang
digoda Diah Carangsari. Tetapi ia tidak merasa malu atau berpikir yang tidak-tidak.
Ucapannya justru seperti sengaja menguatkan bunyi godaan itu.
Mau tak mau Diah Carangsari dan Diah Mustika Perwita tertawa Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
geli. Mereka berdua memang sudah mengenal peribadi Galuhwati semenjak di Istana
Majapahit. "O begitu" Pantas kamu berdua sangat asyiiiiiik . . . " lagi-lagi Diah
Carangsari menggoda. Galuhwati tidak dibiarkan Diah Mustika Perwita menyahut godaan Diah Carangsari.
Melihat Swandaka terpaku seperti mati kutu, ia tidak sampai hati. Lalu
mengalihkan pembicaraan :
"Galuhwati, kuperkenalkan siapa namanya. Dialah Swandaka salah seorang komandan
pengawal Ulupi. Kau belum kenal siapa Ulupi, bukan" Nah, kau bisa bertanya
kepadanya siapa dia." la berhenti sejenak. Lalu kepada Swandaka : "Swandaka,
dialah adik Pangeran Jayakusuma Galuhwatim namanya."
Swandaka tahu diri. Dia bukan anak-keturunan darah biru.
Lantas saja ia membungkuk hormat. Berkata kepada Diah Mustika Perwita seperti
seorang budak lapor kepada majikannya :
"Kami berdua gagal mengejar mereka. Kantung itu telah dirampasnya . . .. "
Tetapi belum lagi Diah Mustika Perwita menanggapi, Diah Caeangsari yang beradat
panas menegas : "Begitu" Sebenarnya siapa mereka" Coba terangkan ! "
Dengan ringkas Swandaka menyebut nama Paramita Maliyo yang memiliki perkampungan
sendiri. Selama menerangkan siapa Paramita Maliyo, sama sekali ia tidak
menyinggung nama Ratna Paramita. Ia hanya menuturkan bagaimana tingkah Paramita
Maliyo merampas kuda Tunjung Anom yang sedang dikejarnya.
Diah Mustika Perwira yang sebenarnya ikut mengejar pula mengangguk membenarkan.
"Kenapa engkau tidak bertindak" " Diah Carangsari menegur Diah Mustika Perwita.
"Sebelum sempat ikut terjun, aku bertemu denganmu. "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Carangsari mau mengerti. Lalu berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri :
"Kalau begitu, anak Hajar Awu-Awu itu sama sekali tidak membawa sesuatu.
Sekarang harta benda Ratu Wengker sebagai bukti menang perang, berada di tangan
orang lain. Kalau begitu mari kita rampas kembali. Galuhwati! Bagaimana menurut
pendapatmu" Apakah dia berkepandaian tinggi ?"
"Aku hanya sempat bertempur beberapa gebrakan saja."
sahut Galuhwati. "Tetapi kurasa, kepandaiannya berada di atas kami berdua.
Sebaliknya dibandingkan dengan ayunda dan kakang Wirawardhana, masih kalah
jauh." "Meskipun demikian, tidaklah sesederhana itu." ujar Diah Mustika Perwita.
"Maksudmu?" Diah Carangsari menegas.
"Aku pernah memasuki kediamannya." Diah Mustika Perwita berkata. "Apa yang harus
kita perhitungkan ialah racunnya. Dia seorang ahli racun. "
"Kalau seorang ahli racun, memangnya bisa mengapakan kita
?" Diah Carangsari menyahut sengit.
"Masalahnya, keluarga Hajar Awu-Awu hendak berbesanan dengan dia. Anak Hajar
Awu-Awu yang melarikan diri tadi, ingin memperisterikan puteri Paramita Maliyo.
Apabila hal itu terjadi, berarti tergabungnya dua kekuatan menjadi satu. Ayunda
sendiri sudah berpengalaman mengukur betapa tinggi kepandaian Hajar Awu-Awu.
Paling tidak, kita harus bertempur dahsyat sebelum berhasil merampas kembali
harta Ratu Engker. "
Kedua alis Diah Carangsari berdiri. Katanya ketus :
"Baiklah hal itu rundingkan dengan kakang Wirawardhana.
Bukankah dia bisa membawa laskarnya " "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itupun baik. Tetapi ada suatu masalah lagi yang perlu kita pertimbangkan." ujar
Diah Mustika Perwita. Setelah mengerling kepada Swandaka, ia berkata
melanjutkan: "Kami berdua ini sebenarnya boleh kau sebut sebagai anak laskar
Ulupi. Kami hanya bertugas mengamankan barang bawaan. Pada suatu kali salah
seorang teman Swandaka kena diganggu Ratna Paramita.
Itulah bibit semula, apa sebab kami berdua terlibat. Tetapi hal itu sudah kami
atasi. Sebenarnya, kami tidak bersangkut-paut lagi dengan urusan Laskar
Majapahit. Apakah kami kini kau ijinkan meneruskan perjalanan?"
"Hai sebentar !" Diah Carangsari nampak agak gugup.
"Sebenarnya siapakah sih Ulupi" "
Diah Mustika Perwita diam sejenak menimbang-nimbang. Lalu memutuskan :
"Baiklah, mari kita balik kembali mencari kakang Wirawardhana. "
"Dia masih berada di antara laskarnya. Maksudmu?"
"Kita berbicara sambil berjalan. Bukankah ayunda perlu memperoleh pertimbangan
kakang Wirawardhana?" Diah Mustika Perwita mengingatkan. "Sebelum kuterangkan
siapakah Ulupi, biarlah kujelaskan dulu duduknya Swandaka dalam perkara ini.
Secara tidak langsung, dia terlibat suatu urusan rumit."
"Apakah itu?" Sambil berjalan, Diah Mustika Perwita berkata :
"Hajar Awu-Awu ingin mengambil Ratna Paramita sebagai menantunya. Yang diutus
membicarakan hal itu si Sapu Regol.
Dialah seorang raksasa tangguh yang bersenjata arca. Tetapi sebaliknya, Ratna
Paramita menaruk perhatian terhadap Swandaka. Memang, Swandaka bisa saja bebas
merdeka melanjutkan perjalanannya. Akan tetapi tentunya Paramita Maliyo tidak akan
tinggal diam. Karena betapapun juga, Swandaka Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah ikut serta mengorbankan kepentingannya untuk
membantu Laskar Majapahit. Benarkah ayunda akan membiarkan dirinya berkelahi
menghadapi Paramita Maliyo seorang diri" "
Meskipun Diah Carangsari beradat panas, akan tetapi sesungguhnya dia sangat
berperasaan mengenai hubungan antara seorang pria dan puteri. Dia sendiri pernah
merasakan betapa tergoncang hatinya, karena ulah Pangeran Jayakusuma.
Hampir-hampir saja ia menolak pinangan Wirawardhana karena hadirnya Pangeran
Jayakusuma. Andaikata dirinya Ratna Paramita, memang tidak mudah melupakan seorang pemuda
yang menambat hatinya. Dengan kata lain, dia tidak dapat menyalahkan Ratna
Paramita andaikata terus mengejar ke mana Swandaka pergi. Selagi ia berpikir
demikian, terdengar Galuhwati bertepuk-tepuk tangan sambil berkata minta
keterangan : "Ayunda Perwita, apakah dia menerima cinta-kasih Ratna Paramita?"
Wajah Diah Mustika Perwita merasa panas mendengar
pertanyaan Galuhwati. Ia merasa tidak pantas untuk memberi jawaban. Tak
dikehendaki sendiri ia berpaling kepada Swandaka yang berjalan dengan mengunci
mulut. Kasihan pemuda itu.
Tentunya dia malu pula. "Baiklah, biar aku yang menjawab pertanyaanku sendiri" ujar Galuhwati. "Aku tadi
sempat melihat sikap keduanya. Ratna Paramita kelihatan centil dan genit.
Swandaka dingin-dingin saja.
Agaknya, pemuda itu menolak perhatian Ratna Paramita kepadanya. Hai, bukankah
begitu?" Swandaka mendongkol. Tetapi tak dapat berbuat sesuatu terhadap seorang gadis
yang kebetulan masih puteri seorang raja. Maka ia hanya dapat menelan rasa
mendongkolnya sendiri. Sebaliknya menyaksikan sikap Swandaka, Galuhwati menjadi Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gorang. Dengan penuh kemenangan ia berkata setengah berseru:
"Kalau begitu, begini saja. Kita adakan tukar-menukar.
Kantung itu kita minta dan kita tukar dengan dia. Bukankah tepat" "
"Galuhwati !" tegur Diah Carang sari. "Apakah tidak dapat engkau membiarkan kita
berbicara" Ataukah harus kulaporkan pekertimu ini kepada kakakmu" "
Rupanya, selain sayang kepada kakak satu-satunya, Galuhwati menaruh rasa hormat
dan takut kepada Pangeran Jayakusuma.
Dan begitu diancam hendak dilaporkan, mulutnya yang usilan terdiam. Diah Mustika
Perwita yang berperasaan halus, kemudian berkata menengahi:
"Adik, masi saja engkau membawa masa kanak-kanakmu.
Swandaka bukan semacam benda mati yang dapat kita
pertukarkan. Apakah dapat engkau kami jodohkan begitu saja dengan kakang Demung
Panular" " Demung Panular adik Diah Carangsari yang diam-diam
mencintai Galuhwati. Demi mengabdi kepada cintanya, diapun mengabdi sebagai
salah seorang perwira Laskar Majapahit.
Maksudnya agar setiap hari dapat melihat Galuhwati. Tujuannya memang berhasil,
namun selama bertemu dan kadang-kadang berbicara dengan Galuhwati, belum pernah
sepatah katapun ia menyampaikan kata hatinya. Ia takut cintanya kena tolak.
Keranda Hitam 2 Pendekar Mabuk 016 Mustika Serat Iblis Hikmah Pedang Hijau 2
^