Pusaka Jala Kawalerang 8
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 8
Dalam pada itu Gandir dan Kalengkan sudah bertempur mati-matian melawan Lindhu
Aji. Setelah belasan jurus, Lindhu Aji menyimpan gaetannya. Ia kini hendak
memarmerkan tenaganya. Dengan tangan kosong ia menangkis pedang Gandir. Ternyata ia tidak hanya
menangkis saja, tetapi sebelah tangannya membangkol lengan kiri Gandir yang
tidak terlindung. Terdengar kemudian suara mem-beletuk dan lengan kiri Gandir
bergelantung turun. Keruan saja Kalengkan kaget setengah mati. Terus saja ia merangsak maju untuk
menolong temannya. Ia tidak hanya menggunakan pedangnya saja, tetapi tangan
kirinya menyelonong maju menusuk kedua mata lawannya.
"Bagus !" Lindhu Aji memuji. Dengan sebat ia menyambut serangan Kalengkan yang
berbahaya. Tangan kanannya
dibuatnya melindungi dada, sedang tangan kirinya menangkis pedang Kalengkan
seraya membalas menyerang. Berbareng dengan terpelantingnya pedang, lengan kiri
Kalengkan tertangkap. Kali ini Lindhu Aji hanya sempat memuntir, lalu
didorongnya keras. Meskipun demikian, Kalengkan terpental sampai sepuluh langkah
lebih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir sudah nampak payah sekali. Kesehatannya belum pulih benar. Sekarang
lengan kirinya keseleo. Maka tak dapat dia berbuat banyak. Meskipun demikian,
berkat wataknya yang berangsangan, sama sekali ia tidak kenal takut. Dengan
menahan rasa sakitnya, masih ia melawan sebisa-bisanya. Tentu saja, Swandaka
tidak membiarkan temannya itu bakal menderita luka parah. Berseru kepada Imbar:
"Kau bawa dia lari ! Biar aku yang menghadapi bocah ini."
Imbar sedang menyerang pemuda itu. Namun ia kalah dalam segala halnya. Untung,
Swandaka yang sudah mempunyai kesempatan mengatur nafas, maju lagi. Kali ini
goloknya diputar cepat. Menghadapi seragan Swandaka, pemuda itu mendengus.
Dan tatkala mendengar seruannya, ia tertawa. Berkata mengejek:
"Kau sendiri belum tentu bisa mempertahankan nyawamu, masakan berlagak memikir
jiwa orang lain" Setelah berkata demikian, ia membuktikan kebiasaannya.
Memang ia istimwa. Gerak-geriknya sukar diduga. Pedang sapu lidinya, tiba-tiba
mengaung-aung memekakkan telinga. Akan tetapi Imbar tidak menghiraukan. Dengan
perlindungan golok Swandaka, ia bergulungan di atas tanah. Begitu meletik
bangun, ia sudah menggenggam busur dan panahnya. Terus saja ia memanah. Hebat
bunyi panahnya. Memang dia seorang ahli memanah. Seperti kilat, panahnya melesat
ke arah Lindhu Aji yang hendak menerkam Kalengkan yang sudah sempoyongan, la
kaget dan terpaksa menangkis. Kali ini ia bertambah kagel.
Sebab tangannya terasa sakit oleh kuatnya laju anak panah.
"Ih !" tak terasa terloncat rasa kagetnya.
Kalengkan rupanya tahu diri. Buru-buru ia melompat menarik lengan Gandir dan
dibawanya lari menjauhi. Tentu saja Lindhu Aji tidak membiarkan mangsanya
terlepas dari pengamatannya.
Dengan gesit ia melompat. Tetapi lagi-lagi panah Imbar Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaung menghalangi. Terpaksa ia mngeluarkan senjata gaetannya. Dengan
mengerahkan tenaga ia membabat ke samping. Karena tenaganya memang hebat, anak
panah terpelanting ke samping. Tetapi justru mengarah ke tubuh pemuda itu.
Pemuda yang mengenakan pakaian putih itu, sebenarnya sudah dapat menghalau
serangan golok Swandaka. Pedang sapu lidinya tinggal menahas saja. Karena kaget
mendengar suara meletiknya anak panah, gerakan tangannya ayal sedetik. Dan waktu
sedetik itu digunakan Swandaka untuk melompat mundur sambil berseru:
"Lariiiiii..............!"
Kalengkan mendahului melarikan diri denngan memapah Gandir. Imbar yang sudah
mendapat hati, memasang anak panahnya lagi. Kali ini ia memanah pemuda yang
mengenakan pakaian putih dan sekaligus membidik Lindhu Aji. Dengan wajah merah
padam, pemuda itu harus menggebah anak panah itu dulu sebelum sempat mengejar.
Selagi demikian, terdengar suara Lindhu Aji:
"Sudahlah ! Tiada guanya kita berkutat dengan sekelompok ikan teri. Biarlah
mereka tahu, orang Wengker tidak boleh dianggap enteng.............."
"Tidak ! Aku harus bisa menangkap bocah yang mengacau di kediaman bibi Paramita
Maliyo." pemuda itu menyahut dengan suara mendongkol. Setelah berkata demikian,
tiba-tiba ia melesat tinggi di udara sambil menimpuk.
Swandaka terkejut, la melihat berkelebatnya sebilah pisau.
Terpaksa ia menghentikan lengkahnya dan berbalik
menangkiskan goloknya. Ternyata pisau itu sifatnya istimewa.
Begitu tertangkis, pisau itu terpental dan memutar balik tak ubah bumerang.
Kerusan saja Swandaka buru-buru membawa Gandir Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjongkok. Dan pada saat itu, pemilik pisau sudah mendarat tepat di depannya.
"Mau lari ke mana?" bentaknya.
Swandaka mendongkol diperlakukan demikian. Ia melepaskan Gandir dan mendahului
menyerang. Syukur, Imbar balik kembali untuk memberi bantuan. Ia melepaskan anak
panahnya yang mengaung tajam. Tetapi anak panah yang menyambar padanya berbareng
menikam Swandaka. Dan untuk kesekian kalinya, golok Swandaka membentur pedang
lawannya dan membersitkan suaru mengaung tajam. Tepat pada saat itu, di angkasa
mengejap cahaya merah menyala didesau suara angin
menyuling. Pemuda itu terkejut sampai menghentikan
serangannya. "Tuanku Tunjung Anom. balik !" itulah suara seruan Lindhu Aji yang ikut datang
menguber. Pemuda yang dipanggil dengan nama Tunjung Anom lantas saja memutar tubuhnya dan
lari meninggalkan gelanggang mengarah ke selatan. Lindhu Aji tidak ketinggalan.
Dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan, bayangan mereka berdua lenyap dari
penglihatan. Swandaka tercengang. Tunjung Anom" Kalau begitu, dialah yang disebut-sebut
sebagai majikan muda Sapu Regol. Pantas Sapu Regol bersedia takluk padanya.
Kepandaiannya memang berada di atasnya. Ia sendiri mengakui, masih kalah jauh.
Bila saja tidak dibantu Imbar dalam beberapa gebrakan saja, dirinya akan roboh
tak bernyawa. Sekarang Tunjung Anom mendadak saja meninggalkan gelanggang begitu
melihat cahaya merah menyala yang mengejap di angkasa. Cahaya apa" Biasanya
itulah tanda sandi. Bisa juga tanda sandi temannya, bisa pula tanda pengenal
lawan yang ditakuti. Swandaka jadi ingin tahu. Berkata kepada ketiga temannya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalengkan ! Imbar ! Kalian rawat Gandir dulu, aku akan mengikuti mereka. Kukira
Gandir hanya terpuntir lengannya.
Gandir, apakah kau bisa menjaga dirimu sendiri?"
"Hm, kau anggap apa aku ini?" bentak Gandir si beransangan.
"Dengan sebelah tanganku, masih sanggup aku membunuh jahaman itu !"
"Bagus ! Nah, aku akan mengejar mereka." Swandaka tidak menunggu tanggapan
Gandir. Terus saja ia tancap gas memburu kepergian Tunjung Anom dan Lindhu Aji.
Dalam hal berlari kencang, ia termasuk jago kelas satu. Kecepatan lengkahnya
gesit tangkas dan cekatan. Sebentar saja, dusun yang sunyi sepi sudah
ditinggalkan. Di luar kota sekali lagi ia melihat cahaya merah mengejap di
udara. Ia bersyukur di dalam hati, Dengan begitu, ia bakal tidak kehilangan
arah. Hanya saja, baginya belum jelas apakah makna cahaya merah itu.
Dua jam lamanya, ia berlari-larian tiada hentinya. Tak terasa fajar hari tiba
dengan diam-diam. Hawa tanah Wengker jadi segar-bugar. Di ujung selatan hutan
raya ber-leret bagaikan awan berarak. Suasananya aman tenteram dan sejuk. Justru
demikian, tiba-tiba terdengar suara bentrokan senjata. Swandaka heran. Siapakah
yang sedang bertempur mengadu senjata" Ea mempercepat larinya.
Dan tiba-tiba saja ia melihat seorang pendek kate sedang bertempur melawan
seorang laki-laki yang menyandang ragam perwira. Begitu melihat senjata si kate,
hati Swandaka bersorak gembira:
"Dia ! Tuanku Dandung Gumilar !"
Di samping Dandung Gumilar berdiri seorang gadis cantik yang senantiasa tercetak
dalam benak Swandaka. Siapa lagi kalau bukan Diah Mustika Perwita. Dengan
sikapnya yang tenang luar biasa, ia mengawaskan Tunjung Anom yang berada di
belakang perwira laskar Wengker alias Lindhu Aji. Sebaliknya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikap Tunjung Anom amat mengherankan. Dia tidak nampak segarang semalam. Tetapi
lemah lembut dan tiada henti-hentinya mengamati Diah Mustika Perwita yang nampak
agung berwibawa. "Lindhu Aji, kau berkhianat !" bentak Dandung Gumilar.
Lindhu Aji melompat mundur sambil menyahut:
"Berkhianat" Aku perwira laskar Wengker. Majikanku dalam bahaya. Sudah
semestinya aku muncul untuk membela yang harus kubela."
"Tetapi mengapa kau bergaul dengan manusia semacam dia?"
tuding Dandung Gumilar. Dandung Gumilar adalah bekas pembantu Nayaka Madu yang
tangguh. Wataknya keras dan tegas.
"Ada peribahasa, orang tenggelam percaya kepada rumput kering dalam usahanya
untuk menyelamatkan diri. Kalau perlu, akupun akan mencari bantuan setan atau
iblis demi menolong majikanku. Apanya yang aneh?"
Dandung Gumilar tertawa. Berkata:
"Lindhu Aji ! Belasan tahun aku mengenal siapa dirimu. Kau seorang perwira yang
tangguh. Perwira Laskar Wengker yang berada dibawah penilikan Kerajaan
Majapahit. Majikanmu berkhianat terhadap kerajaan. Masakan kau bersikap seperti
babi yang tidak tahu diri?"
"Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Selamanya aku makan dan minum di tanah
Wengker ini. Majikanku Wijayarajasa yang membuatkan kenyang makan dan hidup
nikmat. Sekarang majikanku dalam bahaya. Masakan aku bisa tidur puas makan
nikmat sambil memeluk kaki saja" Maka sebisa-bisaku, aku harus membalas budi.
Matipun aku rela." jawab Lindhu Aji dengan suara tenang. Lalu mengejek : "Kau
sendiri bagaimana, tuan"
Kau pernah dihidupi Nayaka Madu. Diberi kedudukan dan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepercayaan. Nayaka Madu mungkin mati dianiaya. Kau sendiri sudah berbuat apa
terhadapnya?" Dandung Gumilar sebenarnya orang berangasan pula,
walaupun perawakan tubuhnya pendek buntet. Kena diejek demikian, seketika itu
juga meluaplah aliran darahnya. Dengan wajah merah padam ia membentak:
"Kau macam manusia apa, sampai berani mencampuri urusanku" Seumpama kujelaskan,
kaupun tidak mengerti. Lebih baik kau rasakan dulu gempuranku. Barangkali
botakmu perlu merasakan apa enaknya kena kemplang tongkatku."
Dan kembali lagi mereka bertempur dengan amat serunya.
Dandung Gumilar kini sudah lanjut usianya. Meskipun demikian, oleh pertolongan
Pangeran Jayakusuma, tenaganya masih sekuat pada jaman mudanya. Senjata
andalannya kecuali sebatang tongkat masih memiliki ikat pinggang mustika yang
istimewa. Dulu si nelayan Lawa Ijo pernah berusaha merebutnya, namun tidak berhasil.
Sebaliknya Lindhu Aji memiliki keistimewaannya pula. Kecuali tenaganya kuat,
pukulan tangannya bagaikan guntur meledak di siang hari bolong. Keras dan kuat
bagaikan sebatang palu godam raksasa. Biasanya dia hanya mengandalkan kedua
tangannya. Akan tetapi menghadapi Dandung Gumilar yang termashur berkepandaian
tinggi, tidak berani untuk melepaskan pukulannya. Itulah sebabnya tidak sempat
ia mengelak. Dan sisa gaetan Lindhu Aji menghantam lambungnya.
Bluk ! Ia menggeliat kesakitan, tetapi dalam pertempuran itu dialah yang menang.
Swandaka ternganga-nganga. Hebat ! Benar-benar hebat !
Inilah untuk yang pertama kalinya, ia menyaksikan suatu pertempuan yang seimbang
dan seru. Mengingat ketangguhan Dandung Gumilar, ia jadi berpikir. Dia
dikabarkan kalah. Kalah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawan siapa" Tetapi belum sempat menebak-nebak, di gelanggang terjadi suatu
perubahan. Tunjung Anom melompat hendak menikamkan pedangnya
kepada Dandung Gumilar selagi pendekar tua itu menggeliat.
Namun pada saat itu pula, berkelebatlah sesosok bayangan yang menangkis pedang
sapu lidi Tunjung Anom. Dialah si cantik jelita Diah Mustika Perwita.
"Kau siapa?" Tunjung Anom mengurungkan niatnya.
Mendadak saja ia bersikap manis, meskipun tangannya masih menggenggam pedang
andalannya. "Kau sendiri siapa?" Diah Mustika Perwita balik bertanya.
Tunjung Anom tidak menjawab. Ia tertawa perlahan. Setelah menyiratkan pandang
kepada Dandung Gumilar yang sedang mengatur pernafasannya, tiba-tiba melompat
dengan sebelah tangan hendak memeluk Diah Mustika Perwita. Menyaksikan hal itu,
hati Swandaka panas. Terus saja ia ikut melompat sambil mengayunkan goloknya.
Tetapi Diah Mustika Perwita sendiri sudah bersiaga penuh, sehingga tidak perlu
bantuannya. Gesit luar biasa ia melompat tinggi di udara sambil menahaskan
pedangnya ke bawah. Keruan saja Tunjung Anom kaget setengah mati. Mimpipun
tidak, bahwa gadis cantik itu bisa bergerak begitu cepat dan enteng sekali
gerakan tubuhnya. Terpaksa ia menggunakan senjata andalannya untuk menangkis
pedang Diah Mustika Perwita. Kemudian keduanya mundur dan berjalan saling
memutar seperti harimau mengincar mangsanya.
Swandaka mengurungkan niatnya. Ia heran berbareng kagum.
Dalam satu gebrakan tadi, jelas sekali kepandaian mereka berdua seimbang. Bahkan
mungkin sekali Tunjung Anom lebih unggul, karena sewaktu menyerang ia beranjak
dari setengah hati. Sebaliknya, Diah Mustika Perwita balik menyerang dengan hati gemas. Sebab selama
hidup nya, belum pernah ia diperlakukan kurangajar oleh musuh-musuhnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuanku puteri !" seru Swandaka. "Orang ini perlu dihajar adat."
"Oh begitu?" sahut Diah Mustika Perwita dengan suaranya yang tetap manis. "Kalau
begitu, mari kita bereskan agar tidak mengganggu perjalanan kita. Kudengar
laskar Majapahit sebentar lagi akan melalui jalan ini."
Panas hati Tunjung Anom melihat hubungan mereka berdua.
Benar, pemuda itu menyebut sang gadis dengan tuanku puteri.
Tetapi hubungan mereka berkesan mesra. Tunjung Anom tidak pernah berpikir, bahwa
budi-pekerti Diah Mustika Perwita sangat halus. Suaranya lembut meskipun
menghadapi peristiwa apapun.
Dan terhadap musuh besarnyapun, dia akan bersikap dan berbicara dengan manis dan
lembut. Berkatalah ia di dalam hati:
"Hm ........ sungguh ! Belum pernah aku melihat seorang gadis secantik dia. Dia
berkepandaian tinggi pula. Kalau aku bisa membawanya pulang, aku berjanji tidak
akan keluar rumah untuk selama-lamanya..........."
Belum selesai ia berkata-kata dalam hati, Swandaka sudah menyerang. Ia sudah
mengenal kepandaian pemuda itu. Karena itu, ia tidak takut. Meskipun ilmu golok
Swandaka sudah cukup tinggi, namun dia belum mahir. Rasanya masih perlu berlatih
tigapuluh tahun lagi. Tetapi ia salah duga. Memang benar, ilmu golok Swandaka
belum mahir. Akan tetapi dia murid dua orang guru yang termashur: Dadha Wacana
dan Dhadha Walaka. Kecuali dua pendekar itu terkenal memiliki ilmu kebal, tenaga gabungan mereka
bagaikan angin puyuh. Merekapun memiliki jurus-jurusnya yang aneh dan berbahaya.
Kadangkala tebasan pedangnya membawa suatu tenaga dahsyat yang datangnya dengan
mendadak. Dan kepandaian itu sudah diwarisi Swandaka.
Begitu menyerang, tubuhnya miring. Dan dengan goloknya yang tajam luar biasa,
pemuda itu mengeluarkan jurusnya yang istimewa. Dan yang lebih hebat dari
peristiwa itu, Diah Mustika Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perwita menikamkan pedangnya seakan-akan ikut mengimbangi gerakan golok
Swandaka. Tunjung Anom melompat mengelak. Diluar dugaan, ia tidak diberi kesempatan lagi
untuk mengembangkan ilmu kepandaiannya. Swandaka mengulangi serangannya lagi dan diiringi pedang Diah
Mustika Perwita. Tunjung Anom seperti terkurung. Kemana saja hendak bergerak,
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
golok dan pedang kedua lawannya seakanakan mencegatnya. Golok Swandaka
membolang-baling di depan hidungnya, sedang pedang Diah Mustika Perwita
berkelebatan bagaikan bayangan. Yang menghenrankan, gerakan mereka seperti satu
irama. Mengapa demikian "
Pertanyaan itu tentu saja tidak akan dapat terjawab dengan sepintas lalu. Bahkan
oleh Swandaka sendiri. Tetapi tidak demikianlah bagi Diah Mustika Perwita.
Swandaka adalah murid Dhadha Wacana dan Dhadha Walaka. Sesungguhnya Dhadha
Wacana dan Dhadha Walaka termasuk bawahan Pangeran
Semono. Itulah sebabnya pula, Swandaka menyatakan diri sebagai salah seorang
yang termasuk dalam perguruan Ulupi.
Sedang Diah Mustika Perwita murid ayah Ulupi. Dengan demikian himpunan ilmu
kepandaian Lawa Ijo sesungguhnya terbagi menjadi beberapa bagian. Ilmu golok
umpamanya, dipisahkan dengan ilmu pedang. Ilmu tongkat dipisahkan dengan ilmu
penggada. Akan tetapi karena sumbernya sama, maka pada hakekatnya meskipun
terbagi tetap satu. Itulah sesungguhnya perwujudan atau pengejawantahan daripada
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Maka jurus-jurus golok Swandaka yang tadinya
kelihatan lemah, mendadak saja menjadi kuat luar biasa, karena ditimpali gerakan
pedang Diah Mustika Perwita yang seolah-olah menambah kekurangannya.
Tunjung Anom kaget bukan main. Karena kaget, satu-satunya yang bisa dilakukannya
hanya membela diri sebisa-bisanya.
Dengan pedang sapu lidinya ia mencoba membuka gerakan golok Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan pedang yang mengurungnya rapat. Tetapi setiap kali dia bergerak maju, ujung
pedangnya kena terbentur pedang Diah Mustika Perwita. Dan yang mengejutkan,
ternyata pedang pusakanya bisa rompal terpapas pedang Diah Mustika Perwita.
Eh, apakah di dunia ini masih terdapat semacam pedang pusaka selain pedangnya
sendiri " Tunjung Anom merasa ketemu batunya. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu
lawan setangguh mereka. Beberapa kali ia bertempur melawan keroyokan orang.
Baginya, bukan merupakan masalah. Sebab masing-masing berkelahi dengan acaranya
sendiri. Lain halnya dengan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Yang laki-laki
bersenjata golok.. Yang perempuan sebatang pedang. Akan tetapi golok dan pedang
bisa bersatu padu seolah-olah dilakukan oleh seorang pendekar yang berkepandaian
sangat tinggi. "Ih !" hati Tunjung Anom menjadi panas. Lantas saja ia mengerahkan seluruh
kepandaiannya. Tubuhnya berkelebatan menyerang dan bertahan. Ia berhasil
memecahkan atau menghalau setiap serangan yang mengancam dirinya, namun setiap
kali golok dan pedang tiba lagi memberondong dirinya bertubi-tubi. Suatu kali ia
berhasil menangkis golok Swandaka dan menggempur pedang Diah Mustika Perwita.
Tetapi pada detik berikutnya sudah bergabung lagi dan menyerang dengan bersatu
padu. Mau tak mau ia terpaksa memperlipat gandakan himpunan tenaga saktinya.
Justru begitu, ia sempat tertusuk empat kali. Syukur, ia kebal. Meskipun
demikian, ia merasa sakit juga. Tikaman Diah Mustika Perwita terasa menembus ulu
hatinya. Dandung Gumilar yang sudah tegar kembali, tercengang menyaksikan ketangguhan
Tunjung Anom dan ilmu kepandaian gugungan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Ia
kenal siapa Swandaka dan sampai dimana kepandaian nya. Tetapi di samping Diah
Mustika Perwita, goloknya jadi sangat berbahaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya berkat kepandaian Tunjung Anom yang tinggi saja, dapatlah gerakan
golok Swandaka dielakkan. Beberapa waktu lamanya, ia mengamati kepandaian
Tunjung Anom. Di dalam hati, ia memuji kehebatannya. Pikirnya:
"Sudah lima gebrakan, ia dapat membebaskan diri dari setiap serangan gabungan.
Aku sendiri belum tentu."
Tunjung Anom sendiri sebenarnya justru mendongkol hatinya.
Ia merasa benar-benar tidak mampu mengalahkan mereka.
Tentu saja, ia tidak sudi mengakui dengan terus-terang. Karena itu ia menggertak
dengan suara nyaring: "Baiklah ........... kali ini kalian kuampuni. Sebentar lagi kita bakal bertemu
lagi." Setelah berteriah demikian, ia menggerakkan pedang sapu lidinya. Diah Mustika
Perwita tidak menghiraukan ucapan Tunjung Anom. Ia melompat dan ujung pedangnya
mengancam tenggorokan. Tetapi Tunjung Anom benar-benar tinggi kepandaiannya. Ia
mengendapkan diri. Lalu dengan berseru ia berputar menyerang bagian bawah
Swandaka. Swandaka terperanjat. Khawatir Tunjung Anom akan melancarkan serangan susulan, ia
melompat mundur. Ternyata Tunjung Anom tidak mengejar. Ia malahan melesat
mundur. Dengan gesit ia menyambar tangan Lindhu Aji. Setelah dipanggulnya, ia
melarikan diri. Gerakan itu dilakukan dengan amat cepat sehingga Swandaka sempat
tercengang. Pada detik berikutnya, ia seperti tersadar. Segera ia hendak melesat
mengejar. Tetapi urung lagi karena tiba-tiba Dandung Gumilar menegurnya:
"Hei! Mau ke mana?"
"Dialah majikan muda Sapu Regol. Dia perlu kita tangkap !"
seru Swandaka dengan suara setengah mengadu setengah menyesali.
Dandung Gumilar tercengang. Lalu menyentak nafas. Berkata: Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, biarkan saja ia pergi."
"Mengapa?" Swandaka heran.
Dandung Gumilar tidak menjawab. Dia berpaling kepada Diah Mustika Perwita yang
sedang menyarungkan pedangnya. Minta pertimbangan:
"Bagaimana menurut pendapat nona Perwita?"
Dia Mustika Perwita tidak menjawab langsung. Ia berkata kepada Swandaka:
"Swandaka ! Dia dapat bertahan sampai lima gebrakan.
Artinya suatu bukti, dia berada di atas kita. Jika satu lawan satu, kita akan
kalah. Karena itu, bila engkau bertemu dengan dia, lebih baik menyingkir jauh-
jauh." Swandaka tahu, Diah Mustika Perwita berkata dengan jujur.
Dia sendiri menyadari bukan tandingnya Tunjung Amon. Hanya saja, entah apa
sebabnya ia merasa puas. Tak terasa ia menolah kepada Dandung Gumilar. Orang tua
bertubuh pendek kate itu berkata:
"Swandaka, kau berkata dia majikan muda Sapu Regol?"
"Benar." jawab Swandaka. Kemudian dengan singkat ia mengabarkan pengalamannya
mewaktu bertemu dengan Sapu Regol di kediaman Paramita Maliyo dan tutur-kata
Galiyung. Dan diakhirnya dengan kata-kata: "Dialah murid Wijayarajasa yang
sekarang ditawan laskar Majapahit".
"Kau berkata dia murid Wijayarajasa" Kenapa dia majikan muda Sapu Regol" Apakah
dia anak Hajar Awu-Awu?" Dandung Gumilar menegas.
"Benar." Dandung Gumilar menyentak nafas. Berkata setengah berbisik dan kurang jelas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tua bangka itu masih saja hebat ilmunya ........"
Dia Mustika Perwita tercengang. Dan Swandaka yang
semenjak tadi berteka teki dengan dirinya sendiri, seakan-akan jadi mengerti.
Apakah Hajar Awu-Awu yang mengalahkan Dandung Gumilar" Merasa dirinya adalah
bawahan Dandung Gumilar, tidak berani ia minta keterangan.
Dandung Gumilar sendiri bersikap menutup diri. Ia berdiam beberapa saat lamanya.
Kemudian menyenak nafas lagi. Berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Nona, Lindhu Aji masih seperkasa dahulu hari. Dengan dia aku hanya menang
seurat. Lihatlah, tongkat mustikaku dibuatnya patah. Untung, aku masih sempat
menarik ikat pinggangku. Kalau tidak, akulah yang bakal roboh terkapar. Dia tadi sempat pingsan karena
terkena tendanganku. Tapi sebentar lagi dia bakal meletik bangun dengan segar
bugar.. Dengan begitu, kita bakal menghadapi musuh tangguh."
"Apakah maksud paman, Lindhu Aji sangat sukar dilayani?"
Diah Mustika Perwita menegas.
"Aku tidak mempunyai tongkat. Berarti senjataku hanya ikat pinggang. Memang ikat
peinggangku cukup bisa membuat repot lawan. Tetapi berhadapan dengan Lindhu Aji
yang bertenaga perkasa, aku bakal kerepotan"
Diah Mustika Perwita mau mengerti. Dandung Gumilar
berperawakan pendek kate. Maka dia perlu dibantu tongkat nya yang berukuran tiga
meter. Dengan kehilangan senjata andalannya, memang ia akan kerepotan bila
dipaksa berkelahi dengan tangan kosong. Rupanya Dandung Gumilar bisa
membaca hati Diah Mustika Perwita. Katanya dengan tertawa:
"Bahwasanya pada saat ini aku masih bisa mengalahkan Lindhu Aji, sudah merupakan
suatu peristiwa yang pantas kusyukuri. Tanpa pertolongan Pengeran Jayakusuma,
aku jadi manusia apa" Karena itu bila nanti aku harus mati di tangan Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
musuh, tidak perlu kusesali. Mari, kita berangkat menyongsong kedatangan laskar
Majapahit yang membawa kereta tawanan.
Wah, bakal ramai !" Mereka kemudian berjalan mengaarah ke selatan Waktu itu, matahari sudah
sepenggalah tingginya. Tidak berapa lama, mereka mendengar suara derap kaki kuda
dan langkah laskar. Buru-buru mereka mendaki ketinggian. Sekarang semuanya yang berada di bawah
ketinggian nampak nyata. Barisan laskar melangkah dengan derap kaki yang
teratur. Sebuah kereta berkuda bercat hitam, bergemit mendaki ketinggian. Itulah
kereta tawanan yang bakal diincar orang-orang Wijayarajasa..
Sepasukan laskar bersenjata lengkap berbaris di belakang dan samping kereta Ada
dua orang perwira menjadi pembuka jalan.
Tatkala barisan depan memasuki tikungan jalan, terdengar suara aba-aba dari
seberang lereng gunung. Serombongan orang meluruk turun. Rombongan ini dikepalai
seorang laki-laki pendek gemuk dengan jenggot acak-acakan. Perwira yang menjadi
pembuka jalan dengan gesit melepaskan anak panahnya. Tepat sekali bidikannya.
Dan orang berjenggot acak-acakan itu terjungkal roboh.
Rombongan kereta itu berhenti. Barisan pengawal
menyibakkan diri. Mereka menempati tebing-tebing jalan dengan senjata bidik.
Dari arah timur muncul lagi rombongan yang berjumlah besar. Dengan memutar
tombaknya, pemimpin rombongan menyerbu. Tiga anak panah menyambar padanya,
tetapi semuanya dapat ditamparnya jatuh. Jelas sekali, dia jauh lebih tangguh
daripada orang yang berjenggot acak-acakan tadi.
Empatbelas orang menyerbu dengan berpencaran. Dua perwira pembuka jalan lalu
membagi tugas. Yang berhasil merobohkan pemimpin rombongan berandal tetap berada
ditempatnya. Ia memberi aba-aba laskarnya untuk siap tempur. Sedang perwira yang
lain, lari ke belakang dengan maksud hendak melindungi kereta tawanan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang muncullah sepasukan laskar yang mengenakan pakaian Laskar Wengker.
Pasukan itu datang dari arah belakang.
Mereka menyerbu dengan gegap gempita. Dan pertempuran segera terjadi dengan
serunya. Masing-masing jatuh korban.
Akan tetapi dipihak Laskah Wengker yang menderita. Mereka kena diundurkan,
malahan belasan orang mulai melarikan diri.
Dandung Gumilar mengamati jalannya pertempuran itu.
Sebentar kemudian, dia sudah tidak tertarik lagi, Katanya setengah
menggerembeng: "Ulupi memerintahkan kita untuk membantu Laskar Majapahit.
Apanya yang perlu dibantu" Yang menyerbu hanyalah sisa-sisa laskar Wengker yang
sudah kehilangan pemimpinnya. Mereka hanya main mengadu untung. Hayo, kita
pergi!" Swandaka sendiri juga mempunyai kesan demikian. Laskar Wengker yang mengejar
Laskar Majapahit tidak seberapa jumlahnya. Mereka seumpama kelekatu masuk ke
dalam unggun api. Lebih mirip perang Puputan demi memperlihatkan bakti dan
kesetiaannya terhadap Wijayarajasa junjungannya, daripada bertempur untuk
merebut kemenangan. Selagi ia hendak berdiri untuk mengikuti ajakan Dandung
Gumilar, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang aneh. Dua orang di antara laskar
menyerbu menyingkirkan diri. Seorang laki-laki yang berperawakan tinggi kurus
membawa seorang pendeta mendaki ketinggian. Swandaka segera mengenal siapa
pendeta itu. Dialah Kedaut yang mengaku sebagai paman Paramita Maliyo. Ia dibawa
temannya berhenti di balik lereng jalan yang berada tepat dibawah tempat
Swandaka bersembunyi. "Kondhang !" bentak Kedaut. "Aku mau kau bawa ke mana lagi" Aku ini sudah tua.
Tulang-tulangku sudah keropos.
Sekarang aku kau bawa lari ke sana kemari tiada juntrungnya.
Sebenarnya apa maksud semuanya ini?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sabar, tuanku." sahut orang yang bernama Kondhang.
"Biarlah mereka saling bunuh. Nah, barulah kita muncul untuk merampas kereta
itu. Apakah belum jelas?"
"Kau bilang, kita wajib membantu Tunjung Anom, karena dia calon menantu Paramita
Maliyo. Benarkah itu ?"
"Betul." "Tetapi pembantu-pembantu ayahnya, dilarang memusuhi Laskar Majapahit. Tunjung
Anom bersikap begitu juga, Sungguh !
Aku tidak mengerti maksudnya."
Kondhang tertawa serintasan. Lalu menjawab:
"Sebagai murid Wijayarajasa, tentu saja tuanku Tunjung Anom wajib menolong
gurunya. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tidak mau terlibat langsung. Beliau
dilarang ayahnya bentrok dengan laskar Majapahit. Sebab yang penting ialah
merampas kitab-kitab peninggalan Wijayarajasa".
"O, jadi dia pinjam tangan lain, maksudmu?" Kedaut menegas.
"Betul. Bukankah kita ini bakal jadi keluarga tuanku Tunjung Anom ?" ujar
Kondhang. "Tunjung Anom sendiri, bagaimana?" Kedaut tidak puas.
"Tuanku Tunjung Anom tentu saja membantu ayahnya dalam merebut naskah-naskah
Wijayarajasa." "Di mana" Di mana?" Kedaut penasaran.
"Tentu saja bukan di sini." Kondhang tertawa menang. "Laskar Majapahit boleh
pinter. Tetapi penyesatannya sudah kita ketahui: Kereta tawanan itu memang
dimaksudkan untuk menarik perhatian kita. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tentu
saja tidak bisa dikelabui. Tuanku Tunjung Anom akan menghadang rombongan yang
lain. Adapun tugas membebaskan guru tuanku Tunjung Anom ini, diserahkan kepada
kita. Maka biarkan laskar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wengker berhantam dulu dengan laskar Majapahit. Baru kita muncul membebaskan
yang mulia guru tuanku Tunjung Amon."
"Celaka !" pikir Swandaka di dalam hati. Mendadak saja diapun merasa ikut
terkecoh. Tidak dikehendaki sendiri dia berpaling kepada Dandung Gumilar dan
Diah Mustika Perwita yang ikut mendengar pembicaraan Kedaut dan Kondhang.
Dandung Gumilar kemudian memberi isyarat mata kepada Swandaka dan Diah Mustika
Perwita agar menjauhi mereka berdua. Lalu berkata:
"Nona Perwita, aku boleh mengaku tua. Dan memang aku sudah tua. Tetapi
dibandingkan dengan otak Ulupi, aku kalah jauh seumpama bumi dan langit.
Sekarang, aku mengerti maksudnya. Aku tidak perlu berada di sini untuk membantu
Laskar Mapajapahit itu. Mereka akan dapat mengatasi masalahnya sendiri.
Sebaliknya, pada suatu tempat seorang putera Majapahit sedang mendapat
kesukaran. Mari kita berangkat untuk mencari di mana mereka berada".
Diah Mustika Perwita dan Swandaka tidak perlu lagi
menambah ucapan Dandung Gumilar. Merekapun berpendapat demikian pula. Mereka
merasa masih kalah jauh dibandingkan otak Ulupi yang encer luar biasa. Malahan
membaca makna perintahnya saja, hampir tidak sanggup. Benar saja. Di sebelah
selatan petak hutan, mereka mendengar suara orang bertempur.
Bergegas mereka menyusul ke tempat itu. Tetapi yang dilihatnya kini adalah
sebaliknya atau kebalikannya.
Laskar yang berjalan di depan mereka mengenakan pakaian Laskar Wengker. Yang
berada di depan dua perwira pembuka jalan. Persis seperti cara orang Majapahit
mengatur perjalanan. Di tengah barisan berjalan sebuah kereta tertutup. Kemudian dari seberang-
menyeberang jalan Laskar Majapahit menyerbu dengan suara gegap gempita. Kedua
belah pihak jatuh korban Menyaksikan hal itu, baik Swandaka maupun Dandung
Gumilar terheran-heran. Mereka hampir tidak mempercayai
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penglihatannya sampai mengucak-ucak kedua matanya. Benar-benarkah terjadi atau
hanya sebuah mimpi" Di antara Laskar Majapahit terdapat seorang jago. Swandaka kenal siapa dia. Di
dalam pergaulan ia disebut dengan nama: Pratiwa. Artinya pemimpin perang. Memang
ia terkanal pandai mengatur anak-buahnya Dengan pedang di tangan ia menyerang
perwira pembuka jalan. Tentu saja perwira itu tidak sudi menyerah mentah-mentah.
Sebisa-bisanya ia mempertahankan diri. Tetapi baru beberapa gebrakan saja,
perwita itu roboh terjungkal dari punggung kudanya. Belum lagi empat bangun,
salan seorang anak buah Pratiwa melepaskan anak-panahnya dan menembus dada
perwira yang lagi sial itu.
Lega hati Pratiwa melihat lawannya mati tertembus panah.
Selagi demikian, tiba-tiba ia mendengar kesiuran angin. Sebat ia menangkis
sambil memutar tubuhnya. Ia merasakan suatu bentrokan yang kuat. Ah, ternyata
perwira Lindhu Aji yang menghantamnya dengan sebatang tongkat baja. Sebagai
sesama perwira, Pratiwa kenal siapa Lindhu Aji. Dahulu salah seorang perwira
Majapahit yang diperbantukan ke wilayah Wengker.
Sekarang dia mengenakan pakaian perwira Wengker. Keruan saja Pratiwa lantas saja
membentak: "Hai ! Kau bergabung dengan sisa-sisa laskar Wengker?"
"Pratiwa, cepat pergi ! Di dalam rombongan ini terdapat seorang sakti luar
biasa. Lari sebelum terlambat !"
"Terima kasih atas kebaikanmu." Pratiwa tercengang sejenak.
Lalu berkata lagi: "Aku perwira Laskar Majapahit. Sudah semestinya aku membela
kerajaanku. Matipun aku rela.
Sebaliknya, mengapa engkau membiarkan rombongan ini merampas harta rampasan
kerajaan" Harta benda Wengker harus dipersembahkan kembali ke Majapahit.
Termasuk berkas-berkas dan naskah-naskah pemberontak Wijayarajasa".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cepat, cepat ! Lari sebelum terlambat !" Lindhu Aji memperingatkan. Ia nampak
gelisah sendiri. Pratiwa heran. Ia mengira, Lindhu Aji main gertak. Mendadak saja ia mendengar
suara tertawa yang riuh bergemuruh. Dan muncullah seorang laki-laki berperawakan
tinggi besar dengan bersenjata arca. Dialah Sapu Regol yang melompat ke depan.
Anak pasukan Pratiwa segera mengujani panah. Tetapi dengan gesit dan sebat Sapu
Regol meruntuhkan semua anak panah yang menyambar padanya. Seorang bintara
bernama Kalingga maju menghalangi. Tetapi belum sempat ia menyerang, Sapi Regol
sudah menghajarnya. Acaranya tepat mengenai kepalanya. Dan Kalingga tewas dengan
kepala remuk. Menyaksikan peristiwa itu, barulah Prawita terkejut.
Dua bintara pendampingnya buru-buru maju dengan
berbareng. Sapu Regol dikrebut dua orang. Mereka bersenjata sebilah pedang dan
sebatang tombak. Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Dengan seruan nyaring ia
menampar pedang dan tombak dengan sekali ayun. Hebat akibatnya. Pedang dan
tombak itu terpental di udara dan patah menjadi tiga bagian.
Prawita tentu saja tidak tinggal diam. Selagi Sapu Regol mengayunkan arcanya, ia
menikam punggungnya. Sapu Regol terkejut. Heran ! Punggungnya seperti mempunyai mata. Tiba tiba ia
memutar tubuhnya sambil mem-babatkan arcanya. Babatannya tepat sekali menangkis
pedang Prawita. Tak tahan Prawita bentrok dengan arcanya. Tahu-tahu pedangnya
terlempar tinggi di udara. Dia sendiri terdorong mundur seperti sampan terdampar
gelombang tinggi. Tidak sampai ia roboh terguling, karena tubuhnya ditahan
beberapa anak-buahnya. Akan tetapi mata, kuping, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.
Anak buah Pratiwa tiada berani mencoba-coba lagi, Bergegas mereka membawa
Prawita kabur merangkaki tebing tinggi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan hal itu, tangan Swandaka menjadi gatal. Ia menoleh kepada Diah
Mustika Perwita sambil berkata mengajak :
"Tuanku puteri ! Bagaimana kalau kita ulangi pertarungan kita dulu " Bila dia
dapat kita kalahkan, setidak-tidaknya akan membesarkan hati Laskar
Majapahit......" Diah Mustika Perwita mengangguk. Baru saja ia hendak melangkahkan kaki,
sekonyong-konyong bagian belakang pasukan Wengker jadi kacau-balau. Muncullah
seorang penunggang kuda yang melabrak ekor barisan dengan pedang di tangan.
Penunggangnya seorang wanita yang cantik jelita. Dia berpakaian putih dengan
rambut tersanggul rapi. Begitu melihat siapa dia, hampir saja Diah Mustika
Perwita berteriak girang.
Sebab dialah Diah Carangsari, isteri Panglima Wirawardhana.
Seorang perwira berkuda, memutar kudanya dan menghadang majunya Diah Carangsari.
Membentak: "Hai ! Kau siluman dari mana ?"
Diah Mustika Perwita kenal watak Carangsari. Puteri itu sangat angkuh dan tidak
akan membiarkan dirinya dirintangi kehendaknya. Kena dibentak perwira itu,
langsung saja ia menikamkan pedangnya.. Hanya dalam tiga gebrakan saja. Dan
perwira itu roboh terjungkal dari atas kudanya.
Tentu saja, dua bintara pendampingnya maju hendak
menuntut bela. Kali ini Diah Mustika Perwita tidak dapat menahan diri. Terus
saja ia mengayunkan senjata bidiknya berwujud peluru baja berbentuk segi tiga,
sambil berseni: "Ayunda ! Serahkan saja kepadaku !"
Jarak antara Diah Mustika Perwita dan dua orang bintara itu cukup jauh. Akan
tetapi sentilan tangan Diah Mustika Perwita adalah salah satu ajaran Lawa Ijo.
Dengan membawa suara mengaung dapat juga sampai pada sasarannya. Meskipun sudah
lemah, namun sempat membuat dua bintara itu terperanjat.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Buru-buru mereka menangkis. Melihat siapa yang bermaksud mengambil jiwa mereka,
lansung saja mereka membalikkan tubuhnya dan meluruk Diah Mustika Pewita. Mereka
bersenjata sebilah golok besar dan nampaknya bertenaga besar.
Diah Mustika Perwita tidak takut. Dia bahkan datang menyongsong. Lalu
mengelakkan serangan mereka dengan gerakan yang manis. Hanya saja, Diah Mustika
Perwita tidak berani melawan mereka dengan tangan kosong. Cepat luar biasa, ia
sudah menghunus pedangnya dan sekaligus menikam. Karena kecepatannya diluar
dugaan kedua lawannya, akhirnya runyam.
Dua duanya tertembur pedang dengan ssangat mudah.
Sampai disini kedua wanita itu tiada yang berani merintangi.
Mereka belum sempat saling menyapa. Akan tetapi kedua-duanya saling menempel tak
ubah sepasang kekasih sedang berlayar di samudara bulan madu. Dengan berendeng
mereka menghampiri Sapu Regol yang menggeram bagaikan harimau melihat
mengsanya. Lalu mendongak sambil berkata dengan suara bergelora:
"Hihooo ........ bagus ilmu pedang kalian. Hayo majulah bersama !"
Tantangan Sapu Regol tidak dihiraukan Carangsari. Isteri Panglima Wirawardhana
yang terkenal galak itu berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Perwita, kau berjaga-jaga diri saja. Biarlah aku yang melayani raksasa ini."
Carangsari tahu, Diah Mustika Perwita dulu bersamanya memperoleh warisan
kepandaian dari Ki Ageng Cakrabuwana.
Hanya saja. dia tidak mengetahui, bahwa Ki Ageng Cakrabuwana sudah menerima Diah
Mustika Perwita sebagai muridnya, sehingga kepandaiannya maju jauh. Meskipun
demikian, Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Carangsari tidak Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantah. Hanya diam-diam ia bersiaga untuk memberi bantuan sewaktu-waktu
diperlukan. Sebaliknya, Sapu Regol tercengang mendengar ucapan
Carangsari. Pikirnya: "Wanita ini besar keberaniannya. Dia berani bertempur denganku seorang diri ?"
Setelah berpikir demikian, ia tertawa geli. Lantas saja ia memerintahkan agar
orang-orangnya mundur menyibak. Dengan sekejap saja, arena adu laga sudah
terbentuk dengan manusia berseragam sebagai pagarnya. Lalu ia menatap wajah Diah
Carangsari yang cantik luar biasa. Berkata dengan tertawa geli:
"Seumurku aku paling gemar melihat perempuan secantik engkau. Kau harus berhati-
hati melayani arcaku! Seumpama engkau tidak mampu menangkis gempuranku, cepat-
cepat memberi tanda damai ! Kau dengar ?"
Kedua alis Carangsari berdiri tegak. Membentak:
"Kau hanya salah seorang budaknya Hajar Awu-Awu. Huh ......
apa andalanmu sampai berani bersikap kurangajar terhadap ku"
Nih, rasakan pedangku !"
Sapu Regol tercengang. Bagaimana lawannya itu bisa
mengenal dirinya" Memang dia merasa diri sebagai budak Hajar Awu Awu. Tetapi
tidak sempat ia berpikir berkepanjangan. Tiba tiba saja, pedang Carangsari sudah
berkelebat di depan matanya.
Mau tak mau terpaksa ia mengangkat arcanya untuk menangkis.
Trang ! Kedua senjata itu bentrok dan membersitkan suara nyaring luar biasa ibarat
memelakkan telinga. Pedang Carangsari terpental balik, namun ia tidak kurang
suatu apa. Bahkan setelah terpental balik, mendadak memantul kembali mengarah
dada. Karuan saja Sapu Regol terkejut.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heit ! Benar-benar sebat !" ia berteriak di dalam hati. Ia kagum dan cepat-
cepat menurunkan arcanya untuk menghajar pedang yang sudah"mengarah ke dadanya.
Dandung Gumilar dan Swandaka yang ikut menyaksikan
pertempuran itu terkejut. Dandung Gumilar pernah bertempur melawan Sapu Regol.
Waktu itu tenaganya belum pulih. Karena itu, ia merasa kalah. Walaupun sekarang
dia tidak perlu gentar menghadapi raksasa itu, namun ia pernah merasakan betapa
hebat tenaga Sapu Regol. Sebaliknya Swandaka yang pernah bertempur melawan Sapu
Regol, kecut hatinya. Akan tetapi pada detik berikutnya, kagum luar biasa. Sebab
pedang Carangsari yang terpental balik dapat memantulkan serangan cepat dan
berbahaya. Kali ini Diah Carangcari tidak berani mengadu tenaga. Ia mengelak sambil
melompat tinggi ke udara. Seaktu turun ia menikamkan pedangnya. Sapu Regol
heran. Ia pernah menyaksikan serangan balik semacam demikian. Bukankah sama dengan serangan gadis
yang mencuri naskah di kediaman Paramita Maliyo" Karena waktu itu malam hari, ia
tidak begitu jelas mengenal wajahnya, kecuali gadis itu berkesan cantik. Mau ia
mengira, bahwa Carangsari inilah gadis yang menggerayangi kediaman Paramita
Maliyo. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa gadis yang menggerayangi kediaman
Paramita Maliyo justru berada di tepi arena laga mengawaskan pertempuran itu..
Dialah Diah Mustika Perwita yang sudah bersiaga memberi bantuan ayundanya.
Sapu Regol bertenaga besar. Kecuali ia ulet dan tabah.
Meskipun senjatanya berat, namun sama sekali nampak ringan di tangannya.
Sebaliknya Diah Carangsari ringan tubuhnya. Dia gesit, tangkas dan berani. Tubuh
dan pedangnya bersatu-padu.
Berkelebatan bagaikan bayangan bidadari menerjang iblis.
Karena sudah mempunyai pengalaman berbagai macam, ia lebih ulet daripada Diah
Mustika Perwita. Tidak mengherankan, kedua-Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duanya bertempur dengan seimbang. Sapu Regol tidak kalah.
Namun, ia kini tidak berani berlagak segarang tadi. Malahan ia mulai merasa
dipaksa untuk bertahan. Diah Mustika Perwita yang berada di tepi arena
memperhatikan gerakan-gerakan pedang Diah Carangsari. Ilmu kepandaian Diah
Carangsari ternyata sudah memperoleh kemajuan. Setiap serangannya mengancam
jiwa. Dasar watak Diah Carangsari terkenal galak dan ganas semenjak dulu, maka
ujung pendangnya selalu membawa tikaman maut. Akan tetapi setelah diamati
beberapa waktu lamanya, ia mulai melihat kekurangannya. Pikirnya:
"Ayunda Carangsari tidak akan kalah melawan tenaga raksasa Sapu Regol. Akan
tetapi juga tidak akan dapat mengalahkan lawannya..........."
Sapu Regol yang merasa dipaksa untuk bertahan, kini mulai mengubah cara
bertempurnya. Sekarang ia berusaha mendesak.
Jelas sekali maksudnya. Ia hendak mengadu jiwa. Tekatnya hanya satu. Ia hendak
mengajak lawannya mati berbareng. Maka hebatlah gerak-geriknya. Arcanya
berkelebatnya menggempur ke sana ke sini. Sebaliknya bagaikan daun mengapung
dipermukaan ombak yang melanda kalang-kabut, tubuh Diah Carangsari berkelebatan
mengitari Sapu Regol. Sesaat kemudian, Sapu Regol memekik tinggi. Diah
Carangsari melompat diudara. Begitu mendarat, lantas lari mendaki tebing. Dan
pada waktu itu, Sapu Regol mendadak berdiri tegak bagaikan patung dengan mata
melotot. Diah Mustika Perwita mengerti apa yang sudah terjadi. Buru-buru ia mengejar Diah
Carangsari sambil memanggil-manggil:
"Ayunda Carangsari! Apakah kau terluka?"
"Tidak." sahut Diah Carangsari dengan tersengal-sengal.
"Apakah kangmas Pangeran Jayakusuma berada di sini?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Apakah dia ....... apakah dia ........." Diah Mustika Perwita terheran-
heran. "Ya ........dia meninggalkan Istana dengan Galuhwati. Kukira, dia sudah berada
di sini." Diah Carangsari mencoba memberi keterangan dengan nafas memburu. Lalu
duduk bersila mengatur pernafasannya.
Diah Mustika Perwita tidak berani mengganggunya.
-o0~DewiKZ~0o- KI HAJAR AWU-AWU GERAK-GERIK Diah Carangsari dan Diah Mustika Perwita, tidak luput dari
pengamatan Dandung Gumilar yang berpengalaman.
Khawatir Sapu Regol akan memburunya, cepat-cepat ia mengajak Swandaka untuk
turun ke bawah. Dandung Gumilar tahu, Diah Carangsari terganggu pernafasannya
akibat terlalu menggunakan tenaga besar. Syukur Sapu Regol terkena pula ujung
pedang Carangsari. Ia perlu beristirahat sejenak untuk membalut lukanya, sebelum
tampil lagi sebagai Dewa Maut.
Tiba di gelanggang pertempuran, nampaklah debu mengepul dari arah Selatan.
Sepasukan berkuda menerjang Laskar Majapahit yang datang menyerbu. Seorang
pemuda yang mengenakan pakaian putih menjadi pembuka jalan. Swandaka segera
mengenal siapa dia. Dialah Tunjung Anom yang memimpin laskar pertahanan untuk
menghadap: Laskar Majapahit. Sewaktu Swandaka sedang mengamat-amati sepak-terjangnya, terdengar
dua batang anak-panah melintas di depannya. Ia kaget, karena panah itu membawa
gaung suara yang sangat dikenalnya. Secara otomatis ia menolah dan melihat Imbar
dan Kalengkan berdiri berendeng dengan sebuah gendewa di tangannya masing-
masing. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai Imbar ! Kalengkan !" seru Swandaka dengan gembira. "Di mana Gandir berada?"
Kedua orang itu tidak sempat menjawab. Mereka hanya mengacungkan ibu jari tanda
beres. Hanya apa makna beres itu, masih merupakan suatu pertanyaan sendiri.
Namun betapapun juga, kehadiran mereka menggembirakan hati Swandaka
"Swandaka, lihat ! Orang itu memang luar biasa. Pantas dia berani jual lagak di
hadapan kita." teriak Kalengkan.
Swandaka menoleh dan melihat Tunjung Anom sedang
menangkis anak-panah Kalengkan dan Imbar yang
menyambarnya dengan deras. Mereka berdua terkanal sebagai ahli memanah. Kecuali
teat mengenai sasaran yang dibidiknya, tenaganya kuat sekali. Apalagi dilakukan
dengan berbareng.. Tetapi Tunjung Anom dapat menangkis dengan sekaligus. Kalau saja tidak memiliki
tenaga yang melebihi, pasti tangkisannya akan gagal.
Kalengkan dan Imbar mendongkol karena anak-panah-nya keen diruntuhkan dengan
mudah. Seperti saling berjanji, segera mereka berdua menghujani panah bagaikan
hujan gerimis. Tunjung Anom tidak takut. Dari atas kudanya ia membolang-balingkan pedangnya
yang istimewa, sabil berseru:
"Kali ini kalian jangan main-main ! Aku tidak akan memberimu ampun lagi."
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berseru demikian, ia maju melabrak pasukan
Majapahit yang bergerak mengepungnya. Dan ancamannya dibuktikannya dengan cepat.
Mula-mula ia menerjang dengan kudanya. Lalu dengan tiba-tiba ia melompat tinggi
seakan-akan terbang di udara. Begitu mendarat, tahu-tahu sudah berada di depan
Kalengkan dan Imbar. Keruan saja Kalengkan dan Imbar terkejut setengah mati.
Buru-buru mereka menghunus
pedangnya masing-masing dan langsung menyongsong dengan tikaman dan sabetan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tunjung Anom memang berkepandaian tinggi. Gesit sekali ia mengelak sambil
menamparkan pedang istimewanya. Dan kedua pedang Imbar dan Kalengkan patah
menjadi dua bagian. Celaka !
Tanpa senjata di tangan, mereka merasa mati kutu. Untung sekali. Swandaka segera
datang menolong. Dengan golok di tangan ia menangkis sambaran pedang Tunjung
Anom. Suatu adu tenaga tak dapat terelakkan lagi Swandaka tergeliat.
Sebaliknya Tunjung Anom tertahan serbuannya. Selagi demikian, terdengar suara
sorak-sorai gemuruh yang mengejutkan Tunjung Anom. Ia menoleh dan melihat
barisannya korat-karit. Suatu pasukan bersenjata lengkap datang menusuk lambung pertahanan. Muncullah
seorang gadis cantik lagi yang bersenjata pedang. Tunjung Anom tercengang.
Kenapa lagi-lagi seorang gadis cantik" Siapa dia" Gadis itu mahir sekali dalam
hal olah pedang. Pedangnya berkelebatan dan berhasil mengacaukan laskar yang
melindungi kereta. Inilah bahaya, pikir Tunjung Anom. Terus saja pemuda itu
memutar tubuhnya dan bergegas menghampiri gadis itu.
Di antara mereka yang menyaksikan munculnya gadis itu, hanya seorang yang girang
bukan main. Dialah Diah Mustika Perwita. Sebab gadis itu adalah Galuhwati, adik
Pangeran Jayakusuma. Jika Galuhwati muncul di sini, berarti Pangeran Jayakusuma
berada tidak jauh dari arena pertempuran. Langsung saja ia berteriak girang:
"Ayunda Carangsari ! Galuhwati ......... ! Di mana kangmas Pangeran Jayakusuma?"
Diah Carangsari sudah pulih kembali. Ia mengawaskan munculnya Galuhwati. Tiba-
tiba wajahnya berubah. Katanya seperti menggerendeng:
"Dia membawa pasukan kangmas Wirawardhana. Di mana setan itu berada, hanya setan
itu sendiri yang tahu."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tersenyum geli. Hanya saja belum jelas baginya, siapakah
yang dikatkan sebagai setan. Wirawardhana atau Pangeran Jayakusuma" Carangsari
memang terkenal pula tajam mulutnya. Dia bisa memanggil Pangeran Jayakusuma
dengan setan atau menyebutnya sebagai si tolol. Sebaliknya terhadap
Wirawardhana, ia mau menerima cintanya gara-gara Pangeran Jayakusuma yang jadi
comblangnya. Kabarnya kegarangannya terhadap suaminya tidak juga berubah.
"Perwita, kau perlu membantu Galuhwati !" ujarnya setengah memerintah.
Andaikata Carangsari tidak memerintah demikian, dia-pun memang perlu membantu
Galuhwati mengingat lawannya
berkepandaian tinggi. Memang Galuwati tiada beda dengan dirinya. Dia memiliki
beraneka macam ragam ilmu kepandaian.
Untuk sementara dia pasti dapat mempertahankan diri. Hanya saja masih sulit
untuk merebut kemenangan.
Dalam pada itu Tunjung Anom sudah berbalik dengan maksud hendak menyambut
kedatangan Galuhwati. Di luar dugaan, ia bertemu dengan Dandung Gumilar yang
sedang bertempur melawan Lindhu Aji dan Sapu Regol. Orang tua itu sering
tergempur mundur karena dikerubut dua. Namun masih saja tetap ngotot. Sewaktu
mundur tiga langkah, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya Tunjung Anom melintas
tidak jauh di sampingnya.
Menuruti rasa mendongkolnya, ia menyabetkan ikat
pinggangnya. Keruan saja Tunjung Anom terperanjat. Syukur ia gesit. Dengan
menjejakkan kakinya, ia bebas dari libatan ikat pinggang dan mendarat tepat di
depan Galuhwati. "Di ! Gadis ini hebat ilmu pedangnya." ia berpikir. Lantas saja ia maju
menerjang dengan pedang istimewanya. Niatnya hendak menangkis tikaman pedang
Galuhwati dengan sekali jadi.. Tetapi ia gagal. Pedang Galuhwati menyambar
terus. Malahan tiga kali beruntun, sehingga ia repot untuk mengelakkan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus !" serunya dengan tertawa pelahan. "Nona ! Kenapa kau begitu manis" Dari
siapa engkau belajar ilmu pedang ?"
Pandang matanya lantas saja menyala. Sudah barang tentu membuat hati Galuhwati
mendongkol. Tanpa berbicara, kembali lagi ia menyerang. Kali ini menggunakan
jurus ajaran nelayan sakti yang pernah mewariskan dua tiga jurus kepadanya.
Tunjung Anom tertawa. Serunya:
"Taruhkata ilmu pedangmu hebat, engkau tok tidak akan dapat merobohkan diriku.
Percaya atau tidak?"
Sambil tertawa lebar ia mengerakkan pedang sapu lidi.
Niatnya hendak menempel pedang Galuhwati. Dengan mengaku tenaga, pastilah
Galuhwati akan lumpuh tak berdaya. Keruan saja Galuhwati tidak sudi pedangnya
akan ditempel lawan. Seperti Diah Mustika Perwita dan Diah Carangsari, ia
memiliki ilmu pedang yang banyak ragamnya. Maka dapatlah ia menyerang dengan
berbagai macam jurus. Keistimewaannya, ia tidak pernah lupa untuk berjaga-jaga
diri terhadap segala kemungkinan. Yang diingatnya, jangan sampai dirinya dibawa
arus kemauan lawannya. Suatu kali ia menyerang dengan dahsyat. Buru-buru Tunjung Anom menangkiskan
pedangnya. Diluar dugaan, seragan itu berhenti di tengah jalan. Tentu saja,
Tunjung Anom dibuat tidak mengerti, Apa maksudnya" Selagi menebak-nebak, ujung
pedang Galuhwati sudah berganti arah. Kali ini dengan suatu kecepatan kilat,
sekonyong-konyong mengancam tenggorokan. Tunjung Anom benar-benar terkejut.
Gugup ia menangkis. Namun tak urung, ia mengeluarkan keringat dingin. Sebab,
hampir saja ia gagal. Benturan itu, membuat Galuhwati terperanjat pula. Pedangnya kena dipentalkan.
Suatu tanda lawannya memiliki tenaga sangat kuat. Karena itu, segera ia main
menusuk dengan mengadu kecepatan bergerak. Ia maju mundur tak ubah tahuan
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyengatkan bisanya Dengan cepat beberapa jurus sudah lewat.
"Ah, hebat ! Sungguh hebat !" Tunjung Anom kagum.
"Sayang, kenapa engkau tidak ikut kami" Mari, adik ! Mari pulang ke kampungku !"
Berkata demikian ia menyerang sambil mencengkeramkan tangan kirinya, langin ia
merampas pedang Galuhwati. Setidak-tidaknya ia ingin menawan Galuhwati dengan
tak kurang suatu apa. Beruntun ia merangsak. Suatu kali ia berhasil menampar
pedang Galuhwati. Lalu menggertak dengan memasukkan jurus serangnnya yang
berbahaya. Katanya: "Adik, mari kita berlatih bersama. Tanggung ! Kita bakal bisa menjagoi bumi
Jawa." Galuhwati mendongkol. Dengan wajah merah padam, ia
mengadakan perlawanan sengit. Tepat pada saat itu, Swandaka tiba di tempatnya.
Kalengkan dan Imbar juga datang berturut-turut. Ketiga pemuda itu kemudian maju
menyerang dengan berbareng. Dan dikerubut empat orang, Tunjung Anom nampak
kuwalahan. Terus saja ia bersuit. Sapu Regol yang tengah melawan Dandung Gumilar
meninggalkan lawannya. Ia percaya, Lindhu Aji pasti dapat melawan Dandung
Gumilar untuk sementara waktu. Ia perlu menolong majikan mudanya yang sudah
memberi tanda minta bantuan.
Dengan acar di tangan, ia bagaikan raksasa menemukan mangsanya. Begitu melihat
Swandaka bertiga dan Galuhwati, ia tertawa terbahak-bahak sambil mengayunkan
arcanya. Serunya: "Hayoooooo......... siapa yang mau mati dulu?"
Senjata arca Sapu Regol ini memang istimewa. Di kemudian hari, ilmu
kepandaiannya akan diwarisi seorang pendekar bernama Manusama, murid Brigu dari
Aliran Suci yang berpusat di pulau Lombok. (Baca: Mencari Bendera Mataram).
Galuhwati segera berputar menghadapi Sapu Regol. Swandaka kendahului Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang. Swandaka bisa bekerjasama dengan Diah Mustika Perwita. Tetapi kali
ini tidak. Sebab aliran Galuhwati berbeda dengan ilmu kepandaiannya. Karena itu,
Sapu Regol dapat menghalau serangannya dengan mudah. Syukur pada saat itu, tiba-
tiba terdengar suara mengaung. Diah Mustika Perwita datang membantu dengan
menyentilkan senjata bidiknya.
Trang ! Sapu Regol terkejut. Penyerangnya memiliki tenaga kuat. Ia mengerling dan segera
mengenal Diah Mustika Perwita. Dan dengan datangnya Diah Mustika Perwita, ia
merasa kuwalahan. Sedikit demi sedikit ia mundur.
"Mau lari ke mana?" bentak Galuhwati.
Pada saat itu, Tunjung Amon juga sedang melangkah mundur.
Sebab selagi menghadapi Kalengkan dan Imbar, Diah Carangsari datang pula dengan
dibarengi Dandung Gumilar yang sudah berhasil melumpuhkan Lindhu Aji untuk yang
kedua kalinya. Pendekar tua ini kini bersenjata tombak panjang. Tak usah diceritakan lagi.
Itulah senjata daruratnya, hasil rampasannya dari salah seorang perajurit yang
tewas dalam pertempuran. "Eh ! Kau pandai melarikan diri juga?" ejek Diah Carangsari.
Tunjung Anom mendongkol. Sahutnya dengan wajah merah padam:
"Tentu saja, kau bisa mengalahkan diriku. Karena orang-orang Majapahit pandai
main keroyok. Tetapi jangan buru-buru bermimpi bisa menangkap diriku. Hayo !
Siapa yang berani maju?"
Talkala itu, Kalengkan menyerang berbareng dengan Diah Carangsari Mereka bedua
dibantu oleh Dandung Gumilar yang bertenaga raksasa. Tunjung Anom berpura-pura
kebingungan. Ia mundur makin cepat. Tetapi sesungguhnya ia menggenggam tipu
tertentu. Sebaliknya, Carangsari yang berpengalaman juga Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang menyusun tipu-muslihat pula. Ia sengaja menyerang Tunjung Anom
menyambarkan tangan kirinya. Maksudnya hendak mencengkeram pergelangan tangan
Diah Carangsari. Justru tepat pada saat itu, Carangsari mengedutkan pedangnya yang memiliki daya
lentur. Begitu dikedut, ujung pedangnya melecut bagai cemeti. Sudah barang tentu
Tunjung Amon kaget setengah mati. Itulah serangan balik yang sama sekali tak
diduganya. Tahu-tahu, tangannya kena lecutan ujung pedang.
Meskipun kebal, tak urung ia memekik kesakitan juga.
Sapu Regol kaget mendengar pekikan Tunjung Anom. Dengan menggerung ia mendesak
ketiga lawannyaJustru ia mendesak, dirinya malah terkurung. Walaupun demikian,
masih sempat ia berteriak:
"Tuanku ! Apakah tuanku terluka?"
"O, tidak, tidak !" sahut Tunjung Anom dengan mengangkat diri. "Aku hanya minta,
kau tangkap dua gadis itu."
Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Serunya:
"Nah, bukanlah betul laporanku. Yang satu inilah yang pernah memasuki kediaman
Paramita Maliyo. Dia jauh lebih cantik dan lebih montok dari pada anak Paramita
Maliyo, bukan?" "Betul, betul ! Karenakitu tangkaplah untukku !" sahut Tunjung Anom.
Kedengarannya, mereka berdua saling berbicara dengan bebas. Tetapi sesungguhnya,
kedudukan mereka makin runyam.
Suatu kali tombak Dandung Gumilar berhasil menggebuk Tunjung Anom sampai pemuda
itu berkaok-kaok kesakitan. Setelah itu, Dandung Gumilar melompat ke luar.
Sebagai seorang pendengar angkatan tua, ia merasa kurang enak ikul mengeroyok
orang muda. Maka ia hanya menjadi penonton saja.
Baik Tunjung Anom maupun Sapu Regol mundur memasuki barisan. Mereka mendekati
kereta yang dilindungi belasan orang, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena mendapat hati, Swandaka dan teman-temannya terus memburu. Demikian pula
Diah Mustika Perwita dan Carangsari.
Selagi demikian, tiba-tiba atap kereta itu terjeblak dan muncullah seorang
kakek-kakek yang berambut panjang. Orang itu kira-kira berumur enam atau tujuh
puluh tahun. Perawakannya tinggi besar. Jenggot dan kumisnya awut-awutan dan
sudah ubahan. Namun kedua matanya bersinar terang.
"Hai Regol ! Kenapa engkau mengganggu aku?" ia mendamprat Sapu Regol.
Sapu Regol membungkam. Tidak berani ia menyahut
dampratan orang tua itu. Tunjung Anom yang berada di samping Sapu Regol
menjawab: "Ayah ! Kami hanya berdua. Tetapi harus melayani tujuh orang. Untung yang dua
orang tahu diri. Dialah Dandung Gumilar dan seorang gadis yang cantik sekali"
"Hak" Orang Singgela berani ikut-ikutan merebut warisan Wijayarajasa" Mana dia?"
bentak orang tua itu. "Kau bilang ada seorang gadis tahu diri" Apakah kau
berkenan?" "Ya, ya, ya ......... dia pantas menjadi menantumu."
"Bagus ! Nanti aku tangkapnya hidup-hidup. Tetapi kau harus merawatnya dengan
baik-baik. Aku sudah ingin mempunyai cucu." ujar orang tua itu di antara suara
tertawanya. Yang dimaksudkan gadis cantik itu ialah Galuhwati. Sebagai adik Panglima
Jayakusuma, ia merasa tidak pantas pula untuk ikut mengejar musuh yang sudah
mengundurkan diri. Lagipula tujuannya sampai di situ, sebenarnya atas permintaan
Wirawardhana dan Carangsari.
Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas semenjak jaman gadisnya. Ia
paling tidak senang mendengar orang yang mengangkat-angkat diri seakan-akan Dewa
Perang. Dengan wajah merah menyala ia memerintahkan laskarnya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meluruk untuk mengejar orang tua itu yang bermulut besar. Dan oleh perintahnya
enam orang bintara maju. Sekarang terjadi suatu keajaiban. Entah bagaimana cara
orang tua itu melayani serbuah mereka. Tahu-tahu enam orang bintara itu
teringkus tak berdaya. Tubuh mereka dilontarkan tinggi di udara dan jatuh
menggabruk ke tanah dengan mengeluarkan darah segar dari mulut, hidung mata dan
telinganya. Gemparlah orang-orang Majapahit menyaksikan peristiwa itu.
Tiada yang berani maju menyerang. Diah Carangsari yang beradat panas lantas saja
menyibakkan sekalian laskarnya yang sedang berleret mundur. Niatnya hendak
diatasinya sendiri. Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Diah Carangsari,
mendahului. Katanya: "Ayunda ! Biarlah aku yang mencoba kehebatan iblis ini, Ayunda diperlukan laskar
Majapahit. Bila kehilangan pimpinan, akibatnya akan lebih buruk."
Carangsari tahu apa artinya, jika Diah Mustika Perwita maju seorang diri.
Kehebatan iblis itu, tidak boleh dianggap enteng.
Karena belum mengetahui kemajuan Diah Mustika Perwita, ia tidak yakin. Tanpa
berbicara lagi, langsung saja ia melompat menikamkan pedangnya.
"Hai ! Apa-apaan ini?" orang tua itu tertawa keheranan.
Kemudian berseru kepada Tunjung Anom.: "Apakah perempuan ini kau taksir juga?"
Tunjung Anom tertawa senang. Sahutnya:
"Lebih banyak, lebik baik,"
"Baik. akan kutangkap dia untukmu."
Orang tua itu benar-benar hebat. Melihat berkelebatnya pedang Diah Carangsari,
ia hanya menggerakkan sebelah tangannya. Pedang Diah Carangsari yang tajam itu,
sama sekali tidak dapat melukai lengannya yang dibuatnya menangkis.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak ! Pedang Diah Carangsari terpental balik. Karena Diah Carangsari tidak sudi
kehilangan senjatanya, ia
menggenggamnya erat-erat. Justru demikian, tubuhnya terguncang pergi. Dan dengan
berjungkir balik ia mendarat di atas tanah, la tidak kurang suatu apa. Tetapi
seleret cahaya seperti api membakar dirinya. Segera ia mengatur
pernafasannya. Diah Mustika Perwita terperanjat. Gugup ia menghampiri Diah Carangsari. Hatinya
tercekat, karena tiba-tiba ia merasakan tubuh Diah Carangsari panas luar biasa
seakan-akan bara menyala.
"Hai, ilmu sakti apakah ini?" ia berteka-teki.
"Adik, aku tidak apa-apa." ujar Diah Carangsari dengan nafas memburu. "Jangalah
dirimu baik-baik ! Jangan sampai pedangmu kena bentrok !" Setelah berkata
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian, ia duduk bersimpuh dengan memejamkan kedua matanya.
Diah Mustika Perwita memutar tubuhnya mengawaskan orang tua itu. Tetapi pada
saat itu, dia tengah bertempur melawan Dandung Gumilar. Sayang, Dandung Gumilar
kehilangan senjata tongkatnya. Tombak rampasannya hanya dapat dipertahankan
dalam dua gebrakan saja. Pada suatu saat, ia terpaksa mengadu tenaga dan
patahlah tongkatnya menjadi dua potong. Detik berikutnya, sebelah tangan orang
tua itu terulur panjang dengan kelima jarinya siap mencengkeram.
Diah Mustika Perwita terbang tinggi dan menyambar lengan orang tua itu dengan
tebasan pedangnya. Kali ini, orang tua itu kaget. Ia mengurungkan niatnya hendak
mencengkeram Dandung Gumilar. Tangannya membalik memapak tabasan pedang, Swandaka ikut
menerjang dari samping. Goloknya membabat dengan deras.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai ! Boleh juga ! Hajar Awu-Awu berkenan bermain-main sebentar dengan kalian.
Tetapi harap hati-hati !" teriak orang tua itu yang menyatakan diri bernama
Hajar Awu-Awu. Hajar Awu-Awu tidak takut menghadapi tabasan golok
Swandaka. Hanya saja, ia merasa aneh melihat gerakan pedang Diah Mustika Perwita
dan Swandaka yang saling menimpali.
Mengaka bisa begitu" Dengan kedua tangannya ia membuyarkan serangan mereka
berdua. Baik Diah Mustika Perwita maupun Swandaka terperanjat.
Mereka berdua kena dipentalkan mundur dua langkah. Tetapi mereka tidak takut.
Seperti saling berjanji mereka mengulangi serangannya. Kali ini dibantu Dandung
Gumilar yang menyabetkan ikat pinggangnya.
"Ham ...... serangan ini boleh juga." lagi-lagi Hajar Awu-Awu memuji serangan
mereka berdua. Karena memperoleh bantuan tenaga Dandung Gumilar, terpaksa Hajar
Awu-Awu menambah tenaganya. Bentaknya kemudian:
"Pegang senjata kalian erat-erat ! Aku akan melontarkan kalian. Awas !"
Dengan berlagak seorang tua memperingatkan anak muda, Hajar Awu-Awu memukulkan
kedua tangannya ke udara. Dia nampak bersungguh-sungguh dan tidak berani
meremehkan penyerangnya. Biak ! Kembali lagi Swandaka dan Diah Mustika Perwita
terhentak mundur dua langkah. Hanya Dandung Gumilar yang tidak tergeser
kedudukannya. Dia tegak bagaikan sebuah arca besi. Sayang, dia sudah kehilangan
tongkatnya. Kalau tidak, dia bisa segera mengadakan serangan balik.
Menyaksikan ketangguhan Dandung Gumilar, Hajar Awu-Awu heran. Dengan suara
bergemerincing ia melompat ke luar kereta.
Ternyata selama melayani Swandaka, Diah Mustika Perwita, Carangsari dan keenam
bintara tadi, dia hanya bercokol di atas kursi. Sekarang ia menggenjotkan
tubuhnya terbang dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendarat di atas tanah dengan tetap duduk di atas kursinya.
Dandung Gumilar tercengang. Teringatlah dia kepada
pengalamannya dulu. Dia pernah bertempur melawan seseorang yang tetap duduk
diatas kursinya. Orang itu, mula-mula mengaku bernama Gotang. Kemudian ternyata
dia Lawa Ijo (baca: Pangeran Jayakusuma jilid 16 dan 17). Apakah dia Lawa Ijo
yang mengaku bernama Hajar Awu-Awu" Selagi menebak-nebak demikian, Hajar Awu-Awu
mengeluarkan senjatanya yang mengejutkan Dandung Gumilar. Ternyata senjatanya
seuntai rantai. Sama dengan Pangeran Jayakusuma. Teringat Pangeran Jayakusuma
mempunyai hubungan dekat dengan Lawa Ijo, mau ia mengira lawannya itu benar-
benar Lawa Jjo. Terus saja ia menegas:
"Siapa kau?" "Aku" Bukankah engkau tidak tuli" Aku Hajar Awu-Awu.
Engkau Dandung Gumilar, bukan?"
"Benar, Mengapa?"
"Kau orang kepercayaan Nayaka Madu. Mestinya menyimpan naskah-naskahnya."
"Kalau betul, bagaimana" Kalau tidak, bagaimana?" sahut Dandung Gumilar dengan
suara sengit. Hajar Awu-Awu tertawa panjang. Berkata:
"Nah, kau bawa kemari ! Serahkan atau persembahkan kepadaku. Aku tahu bagaimana
harus memperlakukan orang yang tahu diri"
Mendongkol hati Dandung Gumilar. Dasar ia seorang
berangasan. Meskipun bertubuh pendek kate, tatapi ia tidak mengenal takut. Hanya
lagi-lagi sayang, ia sudah tidak memiliki senjata tongkat. Karena itu ia hanya
dapat memperlihatkan wajahnya yang jadi merah padam. Meledak:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hajar Awu-Awu ! Kau rasakan dulu betapa enaknya ikat pingganggku ini. Seumpama
engkau kebalpun, kau bakal merasakan kesakitan juga. Tidak percaya" Silahkan !
Tetapi selamanya Dandung Gumilar bersikap adil. Dandung Gumilar tidak mau
berkelahi dengan orang yang tetap duduk bercokol di atas kursinya. Sebab
menangpun, rasanya kurang terhormat.
Hayo, berdirilah ! Mari kita berdiri sama tinggi !"
"Apa" Kau bisa memenangkan aku" Apa yang kau andalkan?"
teriak Hajar Awu-Awu. "Lihat rantaiku !"
Setelah berteriak demikian, Hajar Awu-Awu menyabetkan rantainya. Hebat
perbawanya. Kecuali panjang, pada ujungnya terdapat sebuah bola bergigi tajam.
Bisa dibayangkan, betapa hebatnya manakala mengemplang kepala. Arca Sapu Regol
saja bisa meremukkan kepala Kalingga dengan sekali hantam. Apalagi sebua rantai
berkepala bola di tangan Hajar Awu-Awu yang tentunya memiliki himpunan tenaga
sakti sekian kali lipat besarnya bila dibandingkan dengan tenaga raksasa Sapu
Regol. Wuuuuutt ......bola rantai Hajar. Awu-Awu menyambar di atas kepala Dandung
Gumilar yang cepat-cepat mengendapkan diri.
Swandaka dan Diah Mustika Perwita terperanjat. Namun mereka tidak tinggal diam.
Dengan serentah mereka maju berbareng.
Tetapi mereka tidak dapat menghampiri, karena jarak jangkauan rantai merintangi
rangsa-kannya. Terpaksa mereka menunggu kesempatan-kesempatan dan peluang-
peluang, apabila Hajar Awu-Awu habis menyabetkan rantainya.
Dandung Gumilar tidak gentar. Gesit ia melibatkan ikat pinggangnya. Maksudnya
ingin melibatnya. Kemudian akan mengadu tenaga. Dengan begitu akan memberi
kesempatan muda-mudi itu untuk menikamkan senjatanya masing-masing.
Dandung Gumilar boleh bermaksud demikian, akan tetapi Hajar Awu-Awu terlalu
berat baginya. Kecuali rantainya susah di duga kemana larinya, membawa hawa
panas bagaikan bara menyala.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan bola bergiginya yang tajam luar biasa, membawa ancaman maut sendiri.
Di tempat lain Diah Carangsari masih duduk bersila
menyalurkan pernafasannya. Galuhwati tetap saja berdiri di tempatnya, meskipun
tangannya menggenggam pedang.
Pikirannya seakan-akan tidak berada di tempatnya, sebaliknya terasa sekali ada
yang ditunggunya. Sekonyong-konyong terdengar suara sorak-sorai. Barisan
Majapahit yang tengah kalut memperoleh bantuan. Seorang perwira yang menunggang
kuda dengan cepat menghampiri Diah Carangsari. Dengan sigap ia melompat ke darat
lalu menggenggam tangan Diah Carangsari.
Tidak usaha lama, Diah Carangsari memperoleh kesegeran kembali. Kemudian meletik
bangun sambil berkata : "Kangmas Wirawardhana, lihat ! Mereka tidak boleh mengaku tenaga dengan iblis
itu." Wirawardhana berpaling ke arah Galuhwati, seolah-olah tidak menghiraukan ucapan
isterinya. Serunya girang kepada Galuhwati:
"Adik ! Apakah Pengaran Jayakusuma sudah berada di sini ?"
Galuhwati tidak menjawab. Ia hanya menggelengkan
kepalanya dengan wajah gelisah. Wirawardhana mau mengerti.
Ia kenal watak Pengaran Jayakusuma yang kerap-kali angin-anginan. Dan bila
Pengeran Jayakusuma belum datang, artinya ada canang tanda bahaya. Kini, barulah
ia memperhatikan kata-kata isterinya.
"Carangsari, tahukah kau siapa orang tua itu?" ia berkata menguji kepada
isterinya. "Dia mengaku bernama Hajar Awu-Awu. Mengapa?" sahut isterinya dengan suara
sengit, karena suaminya dianggapnya tidak menggubris kata-katanya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahukah Engkau, bahwa dia sesungguhnya orang andalan Wijayarajasa?"
"Kenapa sih ...... kau main bertanya saja?" Carangsari memberengut.
"Bukan begitu." Wirawardhana menanggapi dengan suara sabar. "Menurut tutur-kata
Pengeran Jayakusuma, Wijayarajasa dianggap menghianati Nayaka Madu. Katakan saja
dengan tegas, Wijayarajasa berkhianat. Takukah engkau apa sebabnya?"
"Mengapa tidak kau jawab sendiri?"
Wirawardhana tertawa meringis. Lalu berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri:
"Karena seperti kukatakan tadi, dia mempunyai andalan.
Itulah Hajar Awu-Awu. Orang itu lebih hebat daripada Nayaka Madu. Kesaktiannya
susah diukur. Dia memiliki Ilmu Narantaka yang dapat menghancurkan dan
melumpuhkan apapun. Setiap gerakan tangannya mengandung hawa berapi. Kau sudah
merasakan, bukan?" "Kau sudah merasakan, lalu bagaimana" Apakah aku kau suruh takluk?"
"Bukan begitu. Aku hanya mengabarkan, bahwa orang tua itu memiliki ilmu
kepandaian di atas kepandaian Nayaka Madu atau Durgampi. Lihatlah, meskipun
dikerubut Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan pemuda itu, dia masih berada
di atas angin. Dia sengaja mengulur-ulur waktu. Entah apa sebabnya."
"Huh." Carangsari mencibirkan bibirnya. "Orang tua itu benar-benar kurangajar.
Dia bermaksud menawan Perwita hidup-hidup."
"Kenapa?" "Itu lihat ! Pemuda berpakaian putih itu adalah anaknya.
Rupanya dia..........."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah !" Wirawardhana berubah wajahnya. Ia tidak perlu penjelasan lagi, meskipun
kalimat isterinya belum selesai.
"Nah, tolong tangkap begajul itu untukku."
Wirawardhana tersenyum. Menyahut:
"Kalau begitu, mari ! Aku tidak percaya, Hajar Awu-Awu tidak dapat kita kalahkan
meskipun kita kerubut berlima."
Ucapan inilah yang memang ditunggu-tunggu Diah Carangsari.
Ia tahu, suaminya berkepandaian tinggi. Dengan bekerjasama dengan dirinya dan
Diah Mustika Perwita, ia yakin dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu. Apalagi masih
mendapat bantuan Dandung Gumilar dan Swandaka. Tiba-tiba ia melihat
berkelebatnya Tunjung Anom mendekat: Galuhwati yang sedang termenung-menung.
Tentu saja ia tahu maksud pemuda itu.
Terus saja ia berkata kepada suaminya:
"Kangmas Wirawardhana, mari kita bekuk dulu pemuda tak senonoh itu."
"Kenapa begitu" Apakah tidak lebih bagus mentaklukkan ayaknya?"
"Sepuluh tahun lagi belum kasep." sahut Diah Carangsari pendek." Ibarat
menggugurkan gunung, "mari kita mulai yang lebih mudah. Jika orang tua itu
melihat anaknya kita tawan, pasti ketegaran hatinya akan kurang."
Alasan Diah Carangsari masuk akal. Maka ia menyetujui.
Segera mereka berdua mendekati Galuhwati. Karena khawatir kalah cepat, Diah
Carangsari melesat tinggi di udara. Begitu mendarat ia menabaskan pedangnya.
Hebat serangannya. Kecuali dilakukan sekonyojg-konyong, serangannya sama sekali tidak terduga.
Tetapi Tunjung Anom memang sudah sempurna kepandaiannya. Sedetik itu ia
mendengar kesiur angin menyambar padanya. Terus saja ia melintangkan pedangnya
dan menyapu pedang Diah Carangsari.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Carangsari tadi sempat bertempur dan melukai tangan Tunjung Anom. Tetapi
kali ini ia sengaja mengalah dengan maksud untuk membangunkan amarah suaminya.
Tentu saja, siasat ini tidak diketahui Tunjung Anom. Merasa dirinya unggul
lantas saja timbul rasa congkaknya. Serunya:
"Ah, manisku ! Kau cantik juga. Kenapa ikut-ikutan mengadu jiwa disini" Hayo
pulang. Aku berjanji akan menjadi suamimu yang baik. Aku akan
membahagiakanmu ...........aku.........."
Tunjung Anom rupanya belum tahu, bahwa Diah Carangsari sudah bersuami. Dan
suaminya adalah salah seorang Panglima Laskar Majapahit yang termashur.
Kebetulan pula berada di samping isterinya. Keruan saja belum sempat ia
menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ia mendengar sambaran angin yang kuat luar
biasa. Sebat ia mengibaskan pedang sapu lidinya untuk menangkis. Tahu-tahu,
pedangnya terpental dari genggamannya.
Ia tercengang berbareng terkejut. Belum sempat ia memperoleh kesadarannya, Diah
Carangsari sudah menggempur iga-iganya dengan gagang pedangnya.
Duk ! Dan tak ampun lagi Tunjung Anom roboh tak berkutik.
Kalengkan dan Imbar yang mempunyai perhitungan dengan dia, berlari-lari
menghampiri, kemudian menawannya.
Melihat putaranya roboh dan sedang ditawan orang-orang Majapahit, Hajar Awu-Awu
kaget sekali. Sepeti orang kalap, ia berteriak-teriak memanggil Sapu Regol.
"Regol ! Kemari !"
Sapu Regol berlari-larian menghampirinya bagitu mendengar panggilan majikannya.
Hajar Awu-Awu sendiri lantas saja mengulurkan tangannya memengang pundak. Gesit
ia mengangkat tubuhnya dan duduk di atas pundak. Ah ! Diah Mustika Perwita, Dandung
Gumilar, Swandaka dan orang-orang yang menyaksikan ketangguhannya, terkejut.
Ternyata orang tua Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu lumpuh kedua kakinya. Apakah dia lumpuh kaki semenjak mudanya" Kalau benar,
bagaimana caranya ia bisa memiliki ilmu kepandaian begitu tinggi"
Sebenarnya tidak demikian. Hajar Awu-Awu baru lima tahun lumpuh kakinya. Dia
terlalu bernafsu mempelajari Ilmu Sakti Narantaka. Ilmu Saksi Narantaka
sebenarnya terbagi dua. Bagian luar dan bagian dalam. Seseorang yang sudah mahir
bagian luar, dapat menghancurkan sebongkah batu gunung dengan sekali pukul. Yang
mahir bagian dalam, bisa merobohkan lawan dari jauh. Dan lawan itu tidak hanya
roboh, tetapi hangus pula seperti terpanggang. Karena masing-masing mempunyai
keistimewaannya, maka yang mempelajari harus memahirkannya satu demi satu. Akan
tetapi Hajar Awu-Awu ingin sekaligus menguasai bagian luar dan dalam. Dari mana
Hajar Awu-Awu memiliki kepandaian itu" Menurut kabar, ia memperolehnya dari
naskah-naskah kuna milik Nayaka Madu yang terbagi menjadi tiga bagian. Sepertiga
bagian berada pada Nayaka Madu dan yang dua pertiga bagian disimpan Durgampi dan
Wijayarajasa. Itulah sebabnya, masing-masing tiada yang dapat menguasai sepenuhnya. Demikian
pula Hajar Awu-Awu. Karena hanya sepotong-sepotong, Narantaka berbalik membakar
dirinya. Syukur, dia mempunyai daya tahan tubuh yang istimewa. Yaitu ilmu warisan Kebo
Iwa. -o0~DewiKZ~0o- BERSAMBUNG JILID 7 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Document Outline
Jilid 6 PERANG DI PERBATASAN WENGKER
KI HAJAR AWU-AWUHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 7 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kebo Iwa berasal dari pulau Bali. Dia memiliki tenaga ajaib semenjak dilahirkan.
Kehebatan tenaganya pernah menolong Kerajaan Majapahit yang sedang dilanda
kemelut. Diceritakan Kerajaan Majapahit diserbu raja dari negeri Awu-Awu yang
sakti luar biasa. Maka Raja Majapahit mengadakan sayembara.
Barangsiapa dapat membunuh raja Awu-Awu berhak
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempersunting puterinya. Kebo Iwa tampil kedepan. Dia berhasil membunuh Raja
Awu-Awu tetapi tubuhnya rusak. Wajahnya penuh luka, kakinya setengah pincang dan
menjadi cedal. Puteri Majapahit tidak dapat menerima kehadirannya lagi. Segera
direncanakan suatu tipu-muslihat. Puteri itu minta dibuatkan sebuah pemandian
dan istana. Tetapi bahannya harus diambil dari dasar Gunung Kelut. Kebo Iwa
kemudian memasuki Kepundang Gunung Kelut. Ia menggali setiap jengkal tanahnya
dan dilempar keluar kepundan. Dalam waktu kurang dari satu bulan, ia sudah
berada jauh di dasar kepundan sampai suaranya tidak terdengar lagi. Laskar
Majapahit kemudian menimbuninya dengan batu dan tanah. Kebo Iwa terpendam di
dalam kepundan. Ia marah dan berusaha ke luar. Tentu saja, tidak dapat. Dalam
kemarahannya, dia lalu mengmtuk. Katanya, setiap delapan tahun sekali, Gunung
Kehit akan diledakkan. Demikianlah, semenjak itu sampai pada hari ini, Gunung Kehit selalu memuntahkan
laharnya melanda kedamaian hidup penduduk.
Kebo Iwa hilang ditelan waktu. Akan tetapi ilmu saktinya tetap abadi. Anak
keturunan Tapawangkeng dan Tapapalet ada yang beruntung mewarisi. Merekalah dua
pendekar yang melahirkan Sapu Regol. Merasa membawa aib, Sapu Regol ditinggalkan
begitu saja. Tetapi tidak sendirian. Sapu Regol disertakan sebuah kitab sakti
ilmu Kebo Iwa dengan catatan, barangsiapa sudi mengambil Sapu Regol sebagai anak
atau budaknya, dialah yang berhak mewarisi ilmu sakti Kebo Iwa. Hajar Awu-Awu
yang menemukan si bayi Sapu Regol, membawanya pulang. Dan semenjak itu, Sapu
Regol menjadi murid berbareng budak Hajar Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Awu-Awu. Dia berhak mewarisi sebagian ilmu sakti Kebo iwa yang membuat seseorang
bisa mempunyai tenaga raksasa.
Sebaliknya Hajar Awu-Awu mewarisi seluruhnya. Demi
mengingat-ingat penyebab terjadinya malapetaka yang menimpa Kebo Iwa, ia memakai
nama Awu-Awu. Kama melapetaka itu terjadi, tatkala Majapahit diserbu raja negeri
Awu-Awu. Dengan bermodal ilmu sakti Kebo Iwa, Hajar Awu-Awu sudah dapat merajai dunia. Ia
malang-melintang tanpa tandingan sampai menemukan naskah Narantaka melalui
tangan Wijayarajasa. Ia termakan oleh ilmu itu. Kalau saja, belum mengantongi tenaga
saksi Kebo Iwa, seluruh tubuhnya bakal terbakar. Sekarang ia berusaha merampas
naskah-naskah warisan Wijayarajasa. Bahkan Sapu Regol pernah dikirim ke lembah
Utara Segara untuk merampas peti mati yan tergantung di atas pohon, karena
mengira berisikan sebagian naskah Narantaka yang berada pada Nayaka Madu. Gagal
merampas peti mati Nakaya Madu, ia mengalihkan perhatiannya kepada
Wijayarajasa.. Ia percaya, Wijayarajasa yang terkenal pandai dan licih pasti sudah berhasil
menghimpun seluruh naskah Narantaka. Kalau naskah itu bisa diperolehnya, dia
akan dapat merebut kesehatannya kembali.
Diah Mustika Perwita, Bandung Gumilar dan lain-lainnya, tentu saja tidak
mengerti dengan jelas sebab-musababnya Hajar Awu-Awu lumpuh kedua kakinya. Yang
diketahui, ketangguhan Hajar Awu-Awu terlalu hebat. Berada di atas pundak Sapu
Regol, ia bertambah gagah. Dia bisa berputar-putar ke arah mana saja yang
dikehendaki. Inipun atas jasa Sapu Regol pula yang bertindak sebagai seekor
kuda. Rupanya dia sudah terlatih, sehingga dapat membaca kemauan majikannya.
Wirawardhana dan Carangsari yang beradat panas, tidak gentar. Dengan berbareng
mereka menangkis sabetan Hajar Awu-Awu. Suatu bentrokan nyaring yang memekakkan
telinga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejurkan semua yang menyaksikan pertempuran itu. Hajar Awu-Awu bertenaga luar
biasa kuatnya. Sebaliknya gabungan tenaga Wirawardhana dan Carangsari bisa juga
mementalkan balik sehingga hampir saja memukul dahi Sapu Regol.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Diah Mustika Perwita. Ia tahu, senjata rantai
membutuhkan jarak renggang untuk menghantam musuh. Sekarang sedang terpental
balik akibat bentrokan dengan kedua pedang Wirawardhana dan Carangsari.
Maka dengan kecepatan kilat Diah Mustika Perwita merangsak masuk ke dalam
kalangan. Swandaka tidak mau ketinggalan.
Dengan goloknya ia menyertai serbuan Diah Mustika Perwita.
Dan Dandung Gumilar" Karena merasa langkahnya pendek karena bertubuh pendek
kate, ia lebih tertarik membantu suami-isteri Wirawardhana. Setiap senjata
rantai melanda menghantam sasaran, ia ikut menyabetkan ikat pinggangnya sambil
menggubat. Dihantam oleh gabungan tenaga antara Wirawardhana dan Dandung Gumilar, Hajar
Awu-Awu baru merasa bertempur dengan tenaga seimbang. Sebenarnya masih bisa ia
mengatasi. Tetapi kena direcoki pedang Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari dan Swandaka.
Ketiga orang itu dapat menyerang dengan cepat dan saling menimpali. Merekapun
dapat menyerang diri jarak dekat, karena rantainya perlu untuk digunakan menggempur
balik serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar. Dengan begitu, ia jadi tidak
leluasa lagi menggunakan senjata rantai yang membutuhkan jarak jauh.
Setiap kali ia berusaha mengadakan serangan balik, pasti dipunahkan oleh tenaga
gabungan mereka yang berlainan coraknya.
Gerakan pedang Wirawardhana, Carangsari dan Diah Mustika Periwta berbeda,
sehingga merupakan jurus yang beraneka warna. Lalu ditambah dengan tebasan golok
Swandaka dan sabetan ikat peinggang Dandung Gumilar. Sebenarnya
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan sekumpulan jurus cakar kucing yang tak keruan-keruan. Tetapi justru
demikian, membuat repot gerakan kaki si kuda Sapu Regol yang mengatur pertahanan
dan perlawanan. Carangsari dan Diah Mustika Perwita yang cerdik segera mengetahui kelemahan
pihak Hajar Awu-Awu. Terus saja mereka bedua mengarahkan serangannya kepada Sapu
Regol. Dan yang diarah adalah kedua kakinya. Keruan saja, ia terpaksa meloncat-
loncat kesana kemari yang kadang-kala diseling dengan tendangan sia-sia. Karena
harus meloncat-loncat dan menendang, ia mengacau rencana pertarungan majikannya.
Ia jadi mendongkol bukan main. Terpaksa ia menggunakan kedua tangannya untuk
bertahan, menangkis dan memukulkan arcanya.
Akan tetapi arca andalanya lecet atau berlobang oleh tikaman pedang
Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita dan golok Swandaka.
"Regol, sudahlah !" bentak Hajar Awu-Awu dari atas pundaknya. " Menyingkir !"
Oleh perintah majikannya, Sapu Regol segera bersiaga untuk ke luar gelanggang.
Dan tepat pada saat itu, Hajar Awu-Awu menekan pundaknya. Tubuh Hajar Awu-Awu
melesat ke udara sambil memutar rantainya. Ia sendiri menggulingkan diri ke luar
dari gelanggang pertempuran.
Karena sambil memutar rantainya, tubuh Hajar Awu-Awu rupanya akan turun dengan
deras di atas tanah. Ternyata tidak demikian. Tangan kirinya dilancangkan ke
bawah sebagai penjagang tubuhnya. Dalam keadaan masih saja memutar rantai
mautnya, pelahan-lahan ia duduk bersila di atas tanah. Sekarang makin nampak
jelas, bahwa kedua kakinya benar-benar lumpuh dan tidak dapat digerakkan sama
sekali. Begitu duduk bersila, putaran rantainya makin gencar dan berperbawa.
Bagaikan angin puyuh ia menyapu semua senjata lawannya yang merabu dirinya.
Caranya berkelahi seperti yang dilakukan sebentar tadi sewaktu masih duduk di
atas kursi. Tak dapat ia maju atau mundur lagi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sapu Regolpun tidak dapat membantunya. Justru, begitu, Wirawardhana, Carangsari,
Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan Swandaka tidak dapat mendekati, karena
gerakan rantai mautnya yang terus-menerus berputar dengan membawa angin menderu-
deru. Sapu Rerol berdiri tidak begitu jauh dari majikannya. Siapa tahu, majikannya
memberinya perintah mendadak. Tetapi melihat majikan mudanya masih kena dibekuk,
ingin ia mendekati. Ia memeriksa senjata arcanya. Ia terperanjat.
Arcanya ternyata cacat.. Kecuali berlobang terdapat pula rompalan sedikit. Ini
suatu tanda, bahwa tenaga serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar mungkin
berada di atas tenaganya sendiri. Kalau saja tidak bersenjata arca, tubuhnya
yang malahan kena cincang. Memikir demikian, ia bergidik. Maka meskipun hatinya
panas, tidak berani ia main melabrak kepada Kalengkan dan Imbar yang menjaga
Tunjung Anom. Dalam pada itu, matahari mulai merangkak-rangkak tanpa suara tanpa berita. Tahu-
tahu udara sudah terasa panas.
Kalengkan mencuri pandang mendongak ke atas. Matahari sudah melewati atas
kepala. Berarti pertempuran seru itu sudah berjalan sekian jam. Meskipun begitu,
Wirawardhana dan teman-temannya belum juga dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu.
Bahkan tanda-tanda sebagai pemenangnya saja, tidak. Melihat kenyataan itu, ia
jadi gelisah. Tetapi sebenarnya yang bergelisah tidak hanya dia seorang.
Semuanya ikut gelisah, termasuk Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita,
Dandung Gumilar dan Swandaka. Mereka berlimapun tidak tahu dengan pasti, kapan
pertempuran itu akan selesai.
Bagaimana dengan Galuhwati" Gadis ini semenjak tadi berdiri termenung-menung
seorang diri. Memang ia tidak terlibat langsung memikirkan akhir pertempuran
itu. Meskipun demikian, hatinya gelisah. Hanya saja yang digelisahkan masalah
lain. Kelihatannya ada yang ditunggu-tunggu. Begitu maha penting Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya, sehingga semuanya yang berlaku di depan matanya tidak merasuk dalam
perhatiannya. Tiba-tiba ia seperti mendengar sesuatu sebagai tanda-tandanya. Ia
mengangkat kepalanya dan berputar arah ke semua penjuru.
"Kangmas?" ia menegas dengan berbisik.
"Kau sumpali telingamu !" dengar suara bisikan halus lembut yang hanya
didengarnya sendiri. Galuhwati bukan orang bodoh, namun belum memahami
makna kata-kata itu. Apakah dia diperintahkan untuk tidak mendengarkan suara
pertempuran dan bising medan laga" Selagi ia dalam keragu-raguan, tiba-tiba
kedua telinganya terasa menjadi pengang. Apakah ini" Masih sempat ia mendengar
suara seperti gaung. Akan tetapi lebih hebat, lebih dalam dan panjang.
Tahu-tahu telinganya menjadi sakit. Maka cepat-cepat ia menutup dengan kedua ibu
jarinya. Suara gaung yang mengalun itu, menghentikan pula mereka yang sedang bertempur.
Bahkan Sapu Regol si raksasa roboh terguling seperti tergempur suatu gelombang
yang dahsyat. Demikian pula Tunjung Anom yang tertawan. Hanya yang sedang bertempur seru itu
saja yang dapat mempertahankan diri dengan berdiri tegak bagaikan arca yang
tidak pandai bergerak. Sedang laskar lainnya, baik laskar Majapahit maupun
Wengker, semua roboh terguling dan berkisar dari tempat beranjaknya.
Ki Hajar Awu-Awu, berubah wajahnya. Sebagai orang yang berpengalaman, segara ia
mengetahui apa sebabnya. Itulah suara alunan suara bergelombang yang membawa
tenaga sakti dahsyat luar biasa. Siapa yang memiliki kekuatan begitu hebat"
Justru dia memikirkan siapa dia, hatinya mendadak meringkas.
Dan tepat pada saat itu, muncullah seorang pemuda setengah umur dari balik
ketinggian. Seorang pemuda yang berpakaian sederhana, tetapi parasnya cakap
bulan main. Dialah Pangeran Jayakusuma, kakak Galuhwati.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Munculnya Pangeran Jayakusuma di medan pertempuran itu, membawa kesan masing-
masing yang berada. Sapu Regol kaget setengah mati. Ia pernah merasakan, betapa
dahsyatnya tenaga sakti pemuda yang baru datang itu. Kehebatannya pernah
dilaporkan kepada Hajar Awu-Awu. Tetapi malahan kena damprat sebagai laporan
yang mengada-ada. Sebab bila apa yang dilaporkan itu benar, maka yang memiliki
tenaga demikian dahsyat hanyalah makhluk yang bukan terdiri dari darah dan
daging. Pastilah Dewa Perang yang turun dari Kahyangan, demikian ujar Hajar Awu-
Awu. Sekarang Hajar Awu-Awu dipertemukan sendiri dengan pemuda itu. Diam-diam ia
mencuri pandang kepada kesan majikannya.
Hajar Awu-Awu memang tidak percaya kepada laporan Sapu Regol. Kalau saja Sapu
Regol bukan orang kepercayaannya sendiri yang diasuhnya semenjak kanak-kanak,
pasti sudah digamparnya pulang pergi. Malahan dalam aturan kerperajuritan, bisa
dihukum mati. Sebab memuji kehebatan lawan dapat mengecilkan hati teman sendiri.
Tetapi gaung suara bergelombang yang menusuk telinganya sempat membuat pendengarannya pengang.
Suatu kekuatan yang menyakiti dirinya merasuk sampai ke jantungnya. Kekuatan apa
ini" Cepat-cepat ia menghimpun semua sisa himpunan tenaga saktinya.
Untuk sementara ia dapat mempertahankan diri, namun tak urung tubuhnya
tergoncang juga. Syukur, suara alunan gelombang tenaga sakti itu hanya sebentar
saja. Kalau tidak, belum tentu dirinya dapat bertahan.
Diah Mustika Perwita sudah dua kali mendengar gaung suara gelombang Pangeran
Jayakusuma. Waktu yang mula-mula, ia dianjurkan menutup telinganya. Kali ini
tidak sempat ia berbuat demikian, karena dalam keadaan bertempur sengit.
Gelombang gaung suara itu tidak menyakitkan telinganya. Hanya saja sempat
menghentikan gerakan tangannya, karena tiba-tiba dirinya terdorong mundur
menjauhi lawan. Ia heran, apa sebab telinganya tidak perlu pengang. Apakah
berkat mendapat tenaga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti tambahan dari Ki Ageng Cakrabuwana" Menuruti kata hati, ingin saja ia lari
menghampiri Pangeran Jayakusuma. Akan tetapi dia seorang gadis yang halus budi-
pekertinya. Hati nuraninya tidak mengijinkan dirinya berbuat demikian.
Lain halnya dengan Dandung Gumilar. Tiba-tiba saja ia merasa malu, karena tidak
dapat merobohkan Hajar Awu-Awu dikerubut lima orang. Selamanya, ia mau menang
sendiri. Dulu semasa masih menjadi salah seorang kepercayaan Nakaya Madu, tiada
seorangpun yang dapat mengatasi kepandaiannya. Tetapi hidup ini ternyata maju
terus. Ia merasa ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan Hajar Awu-Awu. Tak
dikehendaki sendiri ia menghela nafas.
Carangsari yang mempunyai riwayatnya sendiri dengan Pangeran Jayakusuma, lantas
saja berseru nyaring: "Tolol ! Kau membuat kita susah saja. Kenapa ikut-ikutan berada di sini?"
Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Memang diantara teman-teman wanitanya, hanya
Carangsari seorang yang memanggilnya si tolol. Lalu menjawab:
"Yang Mulia, apakah engkau senang aku hidup sebagai burung dalam sangkar?"
Setelah berkata demikian ia menghampiri Wirawardhana yang membungkuk hormat
kepadanya. Sebab kecuali Pangeran Jayakusuma putera raja, terhadap pemuda itu ia
banyak berhutang budi. Dimulai dari perkawinannya dengan Diah Carangsari sampai
kedudukan Panglima Perang yang kini diperolehnya.
"Wirawardhana, siapakah pemuda itu?" tuding Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka
yang bediri tegak bagaikan arca batu.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diadalah salah seorang pengawal Ulupi, pangeran." sahut Dandung Gumilar.
"Dialah wakil komandan pengawal yang terbunuh."
"Ah, ya !" Pangeran Jayakusuma teringat. "Bagus ! Dia dapat mempertahankan diri.
Tenaga daya tahannya, boleh juga. Siapa namanya?"
"Dialah Swandaka, murid Dhadha Wacana dan Dhaha Walaka."
"Siapa mereka" Aku ingin berkenalan." ujar Pangeran Jayakusuma. Kemudian kepada
Diah Mustika Perwita: "Adik, kau bawa dia kemari !"
Memang di antara mereka berlima, Swandaka yang terlemah.
Meskipun demikian, ia dapat mempertahankan diri. Dibandingkan dengan Tunjung
Anom yang berkepandaian jauh lebih tinggi, ia masih menang. Hal itu ada
sebabnya, karena dia seroang perjaka.
Terhadap Pangeran Jayakusuma, Swandaka merasa rendah diri. Ia kalah dalam segala
halnya. Baik mengenai kepandaiannya maupun derajatnya. Maka tanpa menunggu
perintah Diah Mustika Perwita, segera ia datang menghampiri. Setelah membungkuk
hormat, segaraia berdiri menunggu perintah. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma
tidak sempat berbicara kepadanya, karena Carangsari telah mendahului. Kata
puteri yang galak itu: "Eh, tolol ! Semenjak kapan engkau bergaya sebagai raja.
Apakah kau benar-benar sudah bermaksud untuk menggantikan singgasana
ayahandamu?" Pangeran Jayakusuma tertawa. Ia tahu, Carangsari sedang menggelitik hatinya.
"Baiklah, tidak usaha kau jawab dulu !" ujar Diah Carangsari lagi. "Aku akan
membereskan perkara iblis ini. Hai, Hajar Awu-Awu ! Sekarang kau mau berbicara
apa?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hajar Awu-Awu yang tetap menumparah di atas tanah
menjawab dengan angkuh: "Kau menghendaki apa?"
"Kau masih menghendaki anakmu atau tidak?" bentak Carangsari.
Hajar Awu-Awu tertawa pelahan melalui dadanya. Menjawab:
"Kau isteri seorang Panglima Majapahit yang termashur.
Karena ingin mengalahkan aku sampai perlu main kerubut. Bagus
! Dan sekarang engkau hendak main paksa pula. Memang Laskar Kerajaan Majapahit
terlalu bebal !" "Eh siluman tua !" bentak Carangsari. "Janganlah engkau berkepala besar.
Siapakah yang takut kepadamu" Saat ini, aku lagi mengadakan tawar-menawar.
Setelah itu, baru kita melanjutkan adu kepandaian."
"Tawan-menawar tentang apa?" Hajiar Awu-Awu mengejek.
"Kau merampas harta benda Wijayarajasa yang sudah jadi milik kerajaan. Bukankah
engkau sengaja merampas harta itu demi kepentinganmu sendiri?"
Mendengar ucapan Diah Carangsari, Hajar Awu-Awu tertawa lebar. Sahutnya:
"Nyonya, tak kukira mulutmu besar juga. Harta benda yang kubawa ini adlah harta
benda kami. Sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan Kerajaan Majapahit. Rekan
Wijayarajasa adalah guru anakku. Semenjak dulu kita saling tukar barang. Malahan
seringkah beliau meminjam hak milikku, Sekarang beliau dalam kesukaran karena
mempunyai urusan dengan kerajaan. Masalah itu, aku tidak ikut campur. Yang
kuperlukan, aku harus menyelamatkan barang-barangku sebelum ikut terampas laskar
yang menang perang. Apakah aku salah?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alasan Hajar Awu-Awu terdengar masuk akal. Akan tetapi Carangsari seorang puteri
yang cerdik dan selamanya menaruh prasangka terhadap siapapun yang bukan
termasuk orangnya. Tetapi baru saja ia hendak membuka mulutnya, Swandaka mendahului. Kata pemuda
itu: "Siluman tua ! Siapa yang mau percaya kepada lidahmu yang tidak bertulang"
Siapapun tahu, kau sebenarnya mengharapkan dapat mengambil naskah-naskah tuanku
Wijayarajasa, bukan?"
Swandaka tidak berani menyebut nama Wijayarajasa dengan langsung, karena
Wijayarasaja termasuk kakek Pangeran Jayakusuma, alias keluarga Sri Baginda
Raja. "Eh, anak muda ! Kau tahu apa?" damprat Hajar Awu-Awu.
"Kalau bukan begitu, kenapa kau menyuruh anjingmu memasuki lembah Untara Segara
untuk merampas peti yang tergantung di tas pohon" Waktu itu, akulah yang menjaga
peti itu." Mendengar ucapan Swandaka, Hajar Awu-Awu terhenyak
sejenak. Lalu menjawab: "Baiklah, anggap saja ucapanmu benar. Tetapi salahkah tindakan seseorang untuk
menolong diri" Selama ini belum pernah aku berurusan dengan kepentingan
Majapahit. Malahan aku membantu sebisa-bisaku. Siapapun tahu, Nayaka Madu
seorang pengkhianat besar terhadap kerajaan. Maka perlu aku ikut mengambil saham
untuk merugikan dia. Apakah aku salah?"
Dandung Gumilar yang sedikit banyak pernah menjadi orang kepercayaan Nayaka Madu
tergelitik hatinya. Menimbrung:
"Hai Hajar Awu-Awu ! Selama hidupmu engkau mempelajari Ilmu Sesat. Karena itu
kau pandai mengarang cerita sesat yang bisa menyesatkan pendengaran orang.
Hm ...... siapa mau percaya kata-katamu itu ! Kalau kau bisa merampas naskah-
naskah Nayaka Madu, tentunya kau bakal mengangkat diri Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi seorang raja, bukan" Kukira kau bakal jauh lebih jahat daripada Nayaka
Madu. Sekaing kita semua sudah bisa menyaksikan. Sudah jelas anakmu itu semang
laki-laki bongor. Tetapi engkau justru memanjakan. Malahan engkau berani menghina puteri Diah
Carangsari yang sudah menjadi isteri Panglima Wirawardhana. Coba, kau bisa
berkata apa lagi?" Semenjak Diah Carangsari berbicara dengan Hajar Awu-Awu, Pangeran Jayakusuma
memperhatikan keadaan Hajar Awu-Awu.
Sebagai seorang pemuda yang pintar luar biasa, segera ia dapat menebak sembilan
bagian rahasia Hajar Awu-Awu begitu mendengar kata-kata Swandaka dan Dandung
Gumilar. Terus saja ia berkata memotong:
"Hajar Awu-Awu ! Apakah begitu namamu?"
Sebenarnya, perhatian Hajar Awu-Awu memang kepada
Pangeran Jayakusuma yang memiliki tenaga dahsyat. Begitu mendengar tegur
sapanya, menjawab dengan suara dingin:
"Betul, aku Hajar Awu-Awu. Apakah engkau yang bernama Pangeran Jayakusuma?"
"Hai ! Kau mengenal namaku?" Pangeran Jayakusuma heran.
"Hanya secara kebetulan, salah seorang pembantuku pernah terlempar masuk ke
dalam sungai. Kalau saja tidak menerima kebaikanmu, pastilah dia sudah tidak
bernapas lagi pada hari ini."
"Ah !" Pangeran Jayakusuma tertawa. "Hari ini aku sungguh beruntung dapat
bertatap muka dengan seorang besar yang kebetulan bernama Hajar Awu-Awu.
Selamat, selamat !" Kemudian kepada Wirawardhana : "Antarkan anaknya kepadanya."
Wirawardhana menoleh kepada Carangsari. Isterinya yang galak itu kelihatan tidak
senang. Tetapi terhadap Pangeran Jayakusuma, dia bersedia tunduk. Katanya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tolol ! Aku tahu, hatimu mulia. Tetapi engkau terlalu baik terhadap orang-orang
seperti siluman tua itu".
Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Sahutnya:
"Ki Hajar Awu-Awu adalah seorang satria besar. Tidak mungkin dia sejahat Nayaka
Madu." Carangsari mendengus. Teringat pemuda itu mulutnya
kadangkala bisa jadi jahil, ia mau percaya ucapannya pasti menyembunyikan maksud
tertentu. Menimbang demikian, segera ia melambaikan tangan memberi tanda
pembebasan bagi Tunjung Anom. Kalengkan dan Imbar kemudian membebaskan Tunjung
Anom setelah masing-masing menghadiahi tendangan dua kali. Keruan saja Tunjung
Anom benci terhadap mereka berdua. Akan tetapi dia tidak berani berbuat sesuatu.
Hanya pandang matanya saja yang kelihatan menyala.
"Nah !" ujar Carangsari. "Anakmu sudah kembali kepadamu, sekarang
silahkan........." Hajar Awu-Awu tertawa perlahan. Sahutnya dengan wajah berubah:
"Kau bilang silahkan" Hm, artinya aku kau suruh mengangkat kaki?"
"Tentu saja." jawab Carangsari cepat. "Bukankah anakmu sudah kembali" Artinya,
kereta barang tu harus kau tinggalkan."
Hajar Awu-Awu mendongakkan kepalanya. Sekali ia tertawa.
Kali ini bahkan panjang sekali. Lalu berkat seolah-olah kepada dirinya sendiri:
"Umurku sudah lanjut. Sungguh ! Baru kali ini ada seorang muda yang berani main
perintah kepadaku. Memerintah padaku, berarti main paksa. Main paksa berarti
berani menantang diriku. Apakah benar-benar engkau hendak menggertak aku?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas.
Semenjak gadis ia tida pernah takut dan gentar menghadapi ancaman apapun. Maka
dengan wajah merah padam ia
menyahut: "Oh begitu" Baiklah, maka terpaksa aku melayani kehendakmu".
Hajar Awu-Awu mengibaskan rantainya sehingga berbunyi gemerincing. Pangeran
Jayakusuma melihat macam senjatanya.
Dia bersenjata rantai pula seperti dirinya. Ia merasa makin tertarik terhadap
orang tua itu. Apalagi orang tua itu, lumpuh kedua kakinya. Bukankah nasibnya
seperti dirinya, sewaktu kedua kakinya tertembus rantai Sirnagalu"
"Kau boleh maju dengan suamimu !" tantang Hajar Awu-Awu.
"Budak Nayaka Madu itupun boleh maju. Selebihnya kuharap menonton saja dari luar
gelanggang." Hajar Awu-Awu sudah menetapkan pilihannya. Artinya, lain orang tidak boleh ikut
mengeroyok. Kalau dipikir, memang sudah cukup adil. la seorang diri dan bersedia
dikerbut tiga orang tangguh. Meskipun demikian, Swandaka jadi gelisah.
Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Gumilar memang orang-orang yang tinggi
kepandaiannya. Malahan jauh berada diatasnya. Akan tetapi belum tentu mereka
bertiga bisa mengalahkan Hajar Awu-Awu. Kalau Hajar Awu-Awu sudi kiranya
dikerubut tiga orang, tentunya sudah memperoleh perhitungan yang tepat. Dia akan
dapat merobohkan mereka bertiga. Karena memikir demikian, ia berpaling kepada
Diah Mustika Perwita untuk memperoleh kesannya. Gadis itupun sebenarnya berpikir
demikian pula. Akan tetapi Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus
budinya. Di dalam kegelisahannya, ia masih percaya kepada hadirnya Pangeran
Jayakusuma. Pengeran Jayakusuma yang berkepandaian tinggi itu, pasti tidakkan
tinggal diam bila mereka bertiga dalam bahaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, keempat orang itu lantas saja bertempur dengan serunya. Diah
Carangsari yang berhati panas merangsak maju.
Tetapi pedangnya kena tersapu rantai Hajar Awu-Awu. Dia terhuyung mundur. Cepat
sekali, Wirawardhana menggempurkan pedangnya yang segara dibantu oleh sabetan
ikat pinggang Dandung Gumilar. Suatu bentrokan senjata tidak terelakkan lagi.
Ketiga-tiganya memiliki himpunan tenaga yang kuat. Maka suara bentrokan senjata
itu menerbitkan suara gemerincing nyaring.
Carangsari segera melompat maju. Dengan demikian, Hajar Awu-Awu kena terkurung
rapat. Akan tetapi baik Wirawardhana maupun Dandung Gumilar sudah mengenal
kepandaian Hajar Awu-Awu. Tidak berani mereka berdua terlalu merangsak.
Carangsari kecewa melihat sikap suaminya. Ia jadi tidak sabaran lagi. Lagi-lagi
ia merangsak maju. Tetapi baru tiga kali menyerang, ia terhuyung mundur lagi.
Hampir-hampir ia terhantam rantai Hajar Awu-Awu yang memental balik.
-o0~Dewi.KZ~0o- MAKIN DIPERHATIKAN, Pangeran Jayakusuma teringat
pengalamannya sendiri. Dulu diapun bersenjata rantai panjang seperti Hajar Awu-
Awu. Dengan membawa-bawa jenasah Ki Ageng Mijil Pinilih, ia bertemput
mempertahankan diri dikerubut beberapa orang sakti. Di antara mereka terdapat
Dandung Gumilar pula yang kini ikut serta mengkerubutkan Hajar Awu-Awu. Diapun
dulu tidak berani beranjak dari tempat demi melindungi Ki Ageng Mijil Pinilih.
Ki Hajar Awu-Awu juga tidak dapat beranjak dari tempatnya, karena kedua kakinya
lumpuh. Pada hakekatnya, keadaannya sama dengan dirinya dulu. Dan teringat hal itu, hati
Pangeran Jayakusuma yang sebenarnya berperasaan halus, menjadi iba. Akan tetapi
menyaksikan ketangguhannya, belum tentu Wirawardhana, Carangsari dan Dandung
Gumilar dapat merobohkannya. Dalam hal ini, di pihak Wirawardhana, Carangsari
dan Dandung Gumilar yang lemah.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Carangsari meskipun berkepandaian tinggi, tenaganya tidaklah sehebat
Wirawardhana. Dalam suatu pertempuran jarak panjang, lambat-laun akan kehabisan
tenaga. Tiada bedanya dengan seorang petinju yang harus menguras tenaga dalam
limabelas ronde. Sebaliknya, Dandung Gumilar sudah kehilangan senjata
andalannya. Itulah tongkat mustikanya yang ditakuti lawan dan kawan. Kini ia
hanya bersenjata ikat pinggang. Meskipun hebat perbawanya, namun tidak dapat
berbuat banyak. Wirawardhana terperanjat melihat isterinya mundur terhuyung terkena rantai Hajar
Awu-Awu yang terpental balik. Memang ia tahu, tenaga isterinya tidaklah sekuat
dirinya. Pikirnya : "Tenaga Carangsari berada dibawahku, namun ia tidak takut.
Mengapa aku tidak" Biarlah aku mengadu jiwa, agar dia tidak memandang diriku
rendah." Wirawardhana bukan penakut. Tetapi bukan seperti
Carangsari yang bertindak menuruti kata hati saja. Sebagai seorang panglima, ia
bertindak dengan menggunakan pikiran. Ia tahu, Hajar Awu-Awu bertenaga kuat
bagaikan seekor gajah. Dia harus memperhitungkan dulu sebelum melancarkan
serangan tertentu. Namun setelah melihat sikap isterinya terhadap lawan, ia
merasa rak enak sendiri. Langsung saja ia menyingkirkan perhitungan-
perhitungannya tertentu. Terus saja ia melabrak maju.
Semenjak Wirawardhana bergaul dengan Pangeran
Jayakusuma kepandaiannya maju pesat. Atas petunjuk-
petunjuknya, ilmu pedangnya kini sudah termasuk kelas satu.
Apalagi setelah ikut serta mempelajari ilmu pedang Carangsari yang sedikit
banyak sudah pernah menerima pelajaran dari Ki Ageng Cakrabuana. Dibandingkan
dengan Carangsari sendiri, kepandaiannya berada di atasnya, berkat menang
tenaga. Demikianlah begitu ia melabrak maju, pertempuran jadi seimbang. Dengan sungguh-
sungguh ia mengerahkan seluruh kepandaiannya. Meskipun masih kalah tenaga
dibandingkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Hajar Awu-Awu, tetapi kini karena tidak takut lagi apalagi bisa
bekerjasama dengan isterinya, walaupun tidak menang juga tidak akan kalah.
Sementara itu, pertempuran yang sempat kena gempuran suara bergelombang Pangeran
Jayakusuma dan menyaksikan pertempuran antara Hajar Awu-Awu melawan tiga
musuhnya, terhenti semuanya. Semua pandang mata mengarah ke
gelanggang pertarungan. Seketika itu juga, suasananya jadi sunyi lengang. Hanya
angin menderu-deru akibat gerakan senjata Hajar Awu-Awu berempat yang mengisi
kesenyapan itu. Kadang-kadang terdengar suara bentrikan rantai dan pedang
Wirawardhana dan Carangsari. Lalu terlihat letikan api dan senjata mereka
membersitkan cahaya kemilau yang sekali-kali menyilaukan mata.
Jodoh Si Mata Keranjang 12 Pendekar Kembar 6 Cumbuan Menjelang Ajal Rahasia Kalung Permata Hijau 1
Dalam pada itu Gandir dan Kalengkan sudah bertempur mati-matian melawan Lindhu
Aji. Setelah belasan jurus, Lindhu Aji menyimpan gaetannya. Ia kini hendak
memarmerkan tenaganya. Dengan tangan kosong ia menangkis pedang Gandir. Ternyata ia tidak hanya
menangkis saja, tetapi sebelah tangannya membangkol lengan kiri Gandir yang
tidak terlindung. Terdengar kemudian suara mem-beletuk dan lengan kiri Gandir
bergelantung turun. Keruan saja Kalengkan kaget setengah mati. Terus saja ia merangsak maju untuk
menolong temannya. Ia tidak hanya menggunakan pedangnya saja, tetapi tangan
kirinya menyelonong maju menusuk kedua mata lawannya.
"Bagus !" Lindhu Aji memuji. Dengan sebat ia menyambut serangan Kalengkan yang
berbahaya. Tangan kanannya
dibuatnya melindungi dada, sedang tangan kirinya menangkis pedang Kalengkan
seraya membalas menyerang. Berbareng dengan terpelantingnya pedang, lengan kiri
Kalengkan tertangkap. Kali ini Lindhu Aji hanya sempat memuntir, lalu
didorongnya keras. Meskipun demikian, Kalengkan terpental sampai sepuluh langkah
lebih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir sudah nampak payah sekali. Kesehatannya belum pulih benar. Sekarang
lengan kirinya keseleo. Maka tak dapat dia berbuat banyak. Meskipun demikian,
berkat wataknya yang berangsangan, sama sekali ia tidak kenal takut. Dengan
menahan rasa sakitnya, masih ia melawan sebisa-bisanya. Tentu saja, Swandaka
tidak membiarkan temannya itu bakal menderita luka parah. Berseru kepada Imbar:
"Kau bawa dia lari ! Biar aku yang menghadapi bocah ini."
Imbar sedang menyerang pemuda itu. Namun ia kalah dalam segala halnya. Untung,
Swandaka yang sudah mempunyai kesempatan mengatur nafas, maju lagi. Kali ini
goloknya diputar cepat. Menghadapi seragan Swandaka, pemuda itu mendengus.
Dan tatkala mendengar seruannya, ia tertawa. Berkata mengejek:
"Kau sendiri belum tentu bisa mempertahankan nyawamu, masakan berlagak memikir
jiwa orang lain" Setelah berkata demikian, ia membuktikan kebiasaannya.
Memang ia istimwa. Gerak-geriknya sukar diduga. Pedang sapu lidinya, tiba-tiba
mengaung-aung memekakkan telinga. Akan tetapi Imbar tidak menghiraukan. Dengan
perlindungan golok Swandaka, ia bergulungan di atas tanah. Begitu meletik
bangun, ia sudah menggenggam busur dan panahnya. Terus saja ia memanah. Hebat
bunyi panahnya. Memang dia seorang ahli memanah. Seperti kilat, panahnya melesat
ke arah Lindhu Aji yang hendak menerkam Kalengkan yang sudah sempoyongan, la
kaget dan terpaksa menangkis. Kali ini ia bertambah kagel.
Sebab tangannya terasa sakit oleh kuatnya laju anak panah.
"Ih !" tak terasa terloncat rasa kagetnya.
Kalengkan rupanya tahu diri. Buru-buru ia melompat menarik lengan Gandir dan
dibawanya lari menjauhi. Tentu saja Lindhu Aji tidak membiarkan mangsanya
terlepas dari pengamatannya.
Dengan gesit ia melompat. Tetapi lagi-lagi panah Imbar Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaung menghalangi. Terpaksa ia mngeluarkan senjata gaetannya. Dengan
mengerahkan tenaga ia membabat ke samping. Karena tenaganya memang hebat, anak
panah terpelanting ke samping. Tetapi justru mengarah ke tubuh pemuda itu.
Pemuda yang mengenakan pakaian putih itu, sebenarnya sudah dapat menghalau
serangan golok Swandaka. Pedang sapu lidinya tinggal menahas saja. Karena kaget
mendengar suara meletiknya anak panah, gerakan tangannya ayal sedetik. Dan waktu
sedetik itu digunakan Swandaka untuk melompat mundur sambil berseru:
"Lariiiiii..............!"
Kalengkan mendahului melarikan diri denngan memapah Gandir. Imbar yang sudah
mendapat hati, memasang anak panahnya lagi. Kali ini ia memanah pemuda yang
mengenakan pakaian putih dan sekaligus membidik Lindhu Aji. Dengan wajah merah
padam, pemuda itu harus menggebah anak panah itu dulu sebelum sempat mengejar.
Selagi demikian, terdengar suara Lindhu Aji:
"Sudahlah ! Tiada guanya kita berkutat dengan sekelompok ikan teri. Biarlah
mereka tahu, orang Wengker tidak boleh dianggap enteng.............."
"Tidak ! Aku harus bisa menangkap bocah yang mengacau di kediaman bibi Paramita
Maliyo." pemuda itu menyahut dengan suara mendongkol. Setelah berkata demikian,
tiba-tiba ia melesat tinggi di udara sambil menimpuk.
Swandaka terkejut, la melihat berkelebatnya sebilah pisau.
Terpaksa ia menghentikan lengkahnya dan berbalik
menangkiskan goloknya. Ternyata pisau itu sifatnya istimewa.
Begitu tertangkis, pisau itu terpental dan memutar balik tak ubah bumerang.
Kerusan saja Swandaka buru-buru membawa Gandir Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjongkok. Dan pada saat itu, pemilik pisau sudah mendarat tepat di depannya.
"Mau lari ke mana?" bentaknya.
Swandaka mendongkol diperlakukan demikian. Ia melepaskan Gandir dan mendahului
menyerang. Syukur, Imbar balik kembali untuk memberi bantuan. Ia melepaskan anak
panahnya yang mengaung tajam. Tetapi anak panah yang menyambar padanya berbareng
menikam Swandaka. Dan untuk kesekian kalinya, golok Swandaka membentur pedang
lawannya dan membersitkan suaru mengaung tajam. Tepat pada saat itu, di angkasa
mengejap cahaya merah menyala didesau suara angin
menyuling. Pemuda itu terkejut sampai menghentikan
serangannya. "Tuanku Tunjung Anom. balik !" itulah suara seruan Lindhu Aji yang ikut datang
menguber. Pemuda yang dipanggil dengan nama Tunjung Anom lantas saja memutar tubuhnya dan
lari meninggalkan gelanggang mengarah ke selatan. Lindhu Aji tidak ketinggalan.
Dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan, bayangan mereka berdua lenyap dari
penglihatan. Swandaka tercengang. Tunjung Anom" Kalau begitu, dialah yang disebut-sebut
sebagai majikan muda Sapu Regol. Pantas Sapu Regol bersedia takluk padanya.
Kepandaiannya memang berada di atasnya. Ia sendiri mengakui, masih kalah jauh.
Bila saja tidak dibantu Imbar dalam beberapa gebrakan saja, dirinya akan roboh
tak bernyawa. Sekarang Tunjung Anom mendadak saja meninggalkan gelanggang begitu
melihat cahaya merah menyala yang mengejap di angkasa. Cahaya apa" Biasanya
itulah tanda sandi. Bisa juga tanda sandi temannya, bisa pula tanda pengenal
lawan yang ditakuti. Swandaka jadi ingin tahu. Berkata kepada ketiga temannya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalengkan ! Imbar ! Kalian rawat Gandir dulu, aku akan mengikuti mereka. Kukira
Gandir hanya terpuntir lengannya.
Gandir, apakah kau bisa menjaga dirimu sendiri?"
"Hm, kau anggap apa aku ini?" bentak Gandir si beransangan.
"Dengan sebelah tanganku, masih sanggup aku membunuh jahaman itu !"
"Bagus ! Nah, aku akan mengejar mereka." Swandaka tidak menunggu tanggapan
Gandir. Terus saja ia tancap gas memburu kepergian Tunjung Anom dan Lindhu Aji.
Dalam hal berlari kencang, ia termasuk jago kelas satu. Kecepatan lengkahnya
gesit tangkas dan cekatan. Sebentar saja, dusun yang sunyi sepi sudah
ditinggalkan. Di luar kota sekali lagi ia melihat cahaya merah mengejap di
udara. Ia bersyukur di dalam hati, Dengan begitu, ia bakal tidak kehilangan
arah. Hanya saja, baginya belum jelas apakah makna cahaya merah itu.
Dua jam lamanya, ia berlari-larian tiada hentinya. Tak terasa fajar hari tiba
dengan diam-diam. Hawa tanah Wengker jadi segar-bugar. Di ujung selatan hutan
raya ber-leret bagaikan awan berarak. Suasananya aman tenteram dan sejuk. Justru
demikian, tiba-tiba terdengar suara bentrokan senjata. Swandaka heran. Siapakah
yang sedang bertempur mengadu senjata" Ea mempercepat larinya.
Dan tiba-tiba saja ia melihat seorang pendek kate sedang bertempur melawan
seorang laki-laki yang menyandang ragam perwira. Begitu melihat senjata si kate,
hati Swandaka bersorak gembira:
"Dia ! Tuanku Dandung Gumilar !"
Di samping Dandung Gumilar berdiri seorang gadis cantik yang senantiasa tercetak
dalam benak Swandaka. Siapa lagi kalau bukan Diah Mustika Perwita. Dengan
sikapnya yang tenang luar biasa, ia mengawaskan Tunjung Anom yang berada di
belakang perwira laskar Wengker alias Lindhu Aji. Sebaliknya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikap Tunjung Anom amat mengherankan. Dia tidak nampak segarang semalam. Tetapi
lemah lembut dan tiada henti-hentinya mengamati Diah Mustika Perwita yang nampak
agung berwibawa. "Lindhu Aji, kau berkhianat !" bentak Dandung Gumilar.
Lindhu Aji melompat mundur sambil menyahut:
"Berkhianat" Aku perwira laskar Wengker. Majikanku dalam bahaya. Sudah
semestinya aku muncul untuk membela yang harus kubela."
"Tetapi mengapa kau bergaul dengan manusia semacam dia?"
tuding Dandung Gumilar. Dandung Gumilar adalah bekas pembantu Nayaka Madu yang
tangguh. Wataknya keras dan tegas.
"Ada peribahasa, orang tenggelam percaya kepada rumput kering dalam usahanya
untuk menyelamatkan diri. Kalau perlu, akupun akan mencari bantuan setan atau
iblis demi menolong majikanku. Apanya yang aneh?"
Dandung Gumilar tertawa. Berkata:
"Lindhu Aji ! Belasan tahun aku mengenal siapa dirimu. Kau seorang perwira yang
tangguh. Perwira Laskar Wengker yang berada dibawah penilikan Kerajaan
Majapahit. Majikanmu berkhianat terhadap kerajaan. Masakan kau bersikap seperti
babi yang tidak tahu diri?"
"Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Selamanya aku makan dan minum di tanah
Wengker ini. Majikanku Wijayarajasa yang membuatkan kenyang makan dan hidup
nikmat. Sekarang majikanku dalam bahaya. Masakan aku bisa tidur puas makan
nikmat sambil memeluk kaki saja" Maka sebisa-bisaku, aku harus membalas budi.
Matipun aku rela." jawab Lindhu Aji dengan suara tenang. Lalu mengejek : "Kau
sendiri bagaimana, tuan"
Kau pernah dihidupi Nayaka Madu. Diberi kedudukan dan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepercayaan. Nayaka Madu mungkin mati dianiaya. Kau sendiri sudah berbuat apa
terhadapnya?" Dandung Gumilar sebenarnya orang berangasan pula,
walaupun perawakan tubuhnya pendek buntet. Kena diejek demikian, seketika itu
juga meluaplah aliran darahnya. Dengan wajah merah padam ia membentak:
"Kau macam manusia apa, sampai berani mencampuri urusanku" Seumpama kujelaskan,
kaupun tidak mengerti. Lebih baik kau rasakan dulu gempuranku. Barangkali
botakmu perlu merasakan apa enaknya kena kemplang tongkatku."
Dan kembali lagi mereka bertempur dengan amat serunya.
Dandung Gumilar kini sudah lanjut usianya. Meskipun demikian, oleh pertolongan
Pangeran Jayakusuma, tenaganya masih sekuat pada jaman mudanya. Senjata
andalannya kecuali sebatang tongkat masih memiliki ikat pinggang mustika yang
istimewa. Dulu si nelayan Lawa Ijo pernah berusaha merebutnya, namun tidak berhasil.
Sebaliknya Lindhu Aji memiliki keistimewaannya pula. Kecuali tenaganya kuat,
pukulan tangannya bagaikan guntur meledak di siang hari bolong. Keras dan kuat
bagaikan sebatang palu godam raksasa. Biasanya dia hanya mengandalkan kedua
tangannya. Akan tetapi menghadapi Dandung Gumilar yang termashur berkepandaian
tinggi, tidak berani untuk melepaskan pukulannya. Itulah sebabnya tidak sempat
ia mengelak. Dan sisa gaetan Lindhu Aji menghantam lambungnya.
Bluk ! Ia menggeliat kesakitan, tetapi dalam pertempuran itu dialah yang menang.
Swandaka ternganga-nganga. Hebat ! Benar-benar hebat !
Inilah untuk yang pertama kalinya, ia menyaksikan suatu pertempuan yang seimbang
dan seru. Mengingat ketangguhan Dandung Gumilar, ia jadi berpikir. Dia
dikabarkan kalah. Kalah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawan siapa" Tetapi belum sempat menebak-nebak, di gelanggang terjadi suatu
perubahan. Tunjung Anom melompat hendak menikamkan pedangnya
kepada Dandung Gumilar selagi pendekar tua itu menggeliat.
Namun pada saat itu pula, berkelebatlah sesosok bayangan yang menangkis pedang
sapu lidi Tunjung Anom. Dialah si cantik jelita Diah Mustika Perwita.
"Kau siapa?" Tunjung Anom mengurungkan niatnya.
Mendadak saja ia bersikap manis, meskipun tangannya masih menggenggam pedang
andalannya. "Kau sendiri siapa?" Diah Mustika Perwita balik bertanya.
Tunjung Anom tidak menjawab. Ia tertawa perlahan. Setelah menyiratkan pandang
kepada Dandung Gumilar yang sedang mengatur pernafasannya, tiba-tiba melompat
dengan sebelah tangan hendak memeluk Diah Mustika Perwita. Menyaksikan hal itu,
hati Swandaka panas. Terus saja ia ikut melompat sambil mengayunkan goloknya.
Tetapi Diah Mustika Perwita sendiri sudah bersiaga penuh, sehingga tidak perlu
bantuannya. Gesit luar biasa ia melompat tinggi di udara sambil menahaskan
pedangnya ke bawah. Keruan saja Tunjung Anom kaget setengah mati. Mimpipun
tidak, bahwa gadis cantik itu bisa bergerak begitu cepat dan enteng sekali
gerakan tubuhnya. Terpaksa ia menggunakan senjata andalannya untuk menangkis
pedang Diah Mustika Perwita. Kemudian keduanya mundur dan berjalan saling
memutar seperti harimau mengincar mangsanya.
Swandaka mengurungkan niatnya. Ia heran berbareng kagum.
Dalam satu gebrakan tadi, jelas sekali kepandaian mereka berdua seimbang. Bahkan
mungkin sekali Tunjung Anom lebih unggul, karena sewaktu menyerang ia beranjak
dari setengah hati. Sebaliknya, Diah Mustika Perwita balik menyerang dengan hati gemas. Sebab selama
hidup nya, belum pernah ia diperlakukan kurangajar oleh musuh-musuhnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuanku puteri !" seru Swandaka. "Orang ini perlu dihajar adat."
"Oh begitu?" sahut Diah Mustika Perwita dengan suaranya yang tetap manis. "Kalau
begitu, mari kita bereskan agar tidak mengganggu perjalanan kita. Kudengar
laskar Majapahit sebentar lagi akan melalui jalan ini."
Panas hati Tunjung Anom melihat hubungan mereka berdua.
Benar, pemuda itu menyebut sang gadis dengan tuanku puteri.
Tetapi hubungan mereka berkesan mesra. Tunjung Anom tidak pernah berpikir, bahwa
budi-pekerti Diah Mustika Perwita sangat halus. Suaranya lembut meskipun
menghadapi peristiwa apapun.
Dan terhadap musuh besarnyapun, dia akan bersikap dan berbicara dengan manis dan
lembut. Berkatalah ia di dalam hati:
"Hm ........ sungguh ! Belum pernah aku melihat seorang gadis secantik dia. Dia
berkepandaian tinggi pula. Kalau aku bisa membawanya pulang, aku berjanji tidak
akan keluar rumah untuk selama-lamanya..........."
Belum selesai ia berkata-kata dalam hati, Swandaka sudah menyerang. Ia sudah
mengenal kepandaian pemuda itu. Karena itu, ia tidak takut. Meskipun ilmu golok
Swandaka sudah cukup tinggi, namun dia belum mahir. Rasanya masih perlu berlatih
tigapuluh tahun lagi. Tetapi ia salah duga. Memang benar, ilmu golok Swandaka
belum mahir. Akan tetapi dia murid dua orang guru yang termashur: Dadha Wacana
dan Dhadha Walaka. Kecuali dua pendekar itu terkenal memiliki ilmu kebal, tenaga gabungan mereka
bagaikan angin puyuh. Merekapun memiliki jurus-jurusnya yang aneh dan berbahaya.
Kadangkala tebasan pedangnya membawa suatu tenaga dahsyat yang datangnya dengan
mendadak. Dan kepandaian itu sudah diwarisi Swandaka.
Begitu menyerang, tubuhnya miring. Dan dengan goloknya yang tajam luar biasa,
pemuda itu mengeluarkan jurusnya yang istimewa. Dan yang lebih hebat dari
peristiwa itu, Diah Mustika Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perwita menikamkan pedangnya seakan-akan ikut mengimbangi gerakan golok
Swandaka. Tunjung Anom melompat mengelak. Diluar dugaan, ia tidak diberi kesempatan lagi
untuk mengembangkan ilmu kepandaiannya. Swandaka mengulangi serangannya lagi dan diiringi pedang Diah
Mustika Perwita. Tunjung Anom seperti terkurung. Kemana saja hendak bergerak,
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
golok dan pedang kedua lawannya seakanakan mencegatnya. Golok Swandaka
membolang-baling di depan hidungnya, sedang pedang Diah Mustika Perwita
berkelebatan bagaikan bayangan. Yang menghenrankan, gerakan mereka seperti satu
irama. Mengapa demikian "
Pertanyaan itu tentu saja tidak akan dapat terjawab dengan sepintas lalu. Bahkan
oleh Swandaka sendiri. Tetapi tidak demikianlah bagi Diah Mustika Perwita.
Swandaka adalah murid Dhadha Wacana dan Dhadha Walaka. Sesungguhnya Dhadha
Wacana dan Dhadha Walaka termasuk bawahan Pangeran
Semono. Itulah sebabnya pula, Swandaka menyatakan diri sebagai salah seorang
yang termasuk dalam perguruan Ulupi.
Sedang Diah Mustika Perwita murid ayah Ulupi. Dengan demikian himpunan ilmu
kepandaian Lawa Ijo sesungguhnya terbagi menjadi beberapa bagian. Ilmu golok
umpamanya, dipisahkan dengan ilmu pedang. Ilmu tongkat dipisahkan dengan ilmu
penggada. Akan tetapi karena sumbernya sama, maka pada hakekatnya meskipun
terbagi tetap satu. Itulah sesungguhnya perwujudan atau pengejawantahan daripada
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Maka jurus-jurus golok Swandaka yang tadinya
kelihatan lemah, mendadak saja menjadi kuat luar biasa, karena ditimpali gerakan
pedang Diah Mustika Perwita yang seolah-olah menambah kekurangannya.
Tunjung Anom kaget bukan main. Karena kaget, satu-satunya yang bisa dilakukannya
hanya membela diri sebisa-bisanya.
Dengan pedang sapu lidinya ia mencoba membuka gerakan golok Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan pedang yang mengurungnya rapat. Tetapi setiap kali dia bergerak maju, ujung
pedangnya kena terbentur pedang Diah Mustika Perwita. Dan yang mengejutkan,
ternyata pedang pusakanya bisa rompal terpapas pedang Diah Mustika Perwita.
Eh, apakah di dunia ini masih terdapat semacam pedang pusaka selain pedangnya
sendiri " Tunjung Anom merasa ketemu batunya. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu
lawan setangguh mereka. Beberapa kali ia bertempur melawan keroyokan orang.
Baginya, bukan merupakan masalah. Sebab masing-masing berkelahi dengan acaranya
sendiri. Lain halnya dengan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Yang laki-laki
bersenjata golok.. Yang perempuan sebatang pedang. Akan tetapi golok dan pedang
bisa bersatu padu seolah-olah dilakukan oleh seorang pendekar yang berkepandaian
sangat tinggi. "Ih !" hati Tunjung Anom menjadi panas. Lantas saja ia mengerahkan seluruh
kepandaiannya. Tubuhnya berkelebatan menyerang dan bertahan. Ia berhasil
memecahkan atau menghalau setiap serangan yang mengancam dirinya, namun setiap
kali golok dan pedang tiba lagi memberondong dirinya bertubi-tubi. Suatu kali ia
berhasil menangkis golok Swandaka dan menggempur pedang Diah Mustika Perwita.
Tetapi pada detik berikutnya sudah bergabung lagi dan menyerang dengan bersatu
padu. Mau tak mau ia terpaksa memperlipat gandakan himpunan tenaga saktinya.
Justru begitu, ia sempat tertusuk empat kali. Syukur, ia kebal. Meskipun
demikian, ia merasa sakit juga. Tikaman Diah Mustika Perwita terasa menembus ulu
hatinya. Dandung Gumilar yang sudah tegar kembali, tercengang menyaksikan ketangguhan
Tunjung Anom dan ilmu kepandaian gugungan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Ia
kenal siapa Swandaka dan sampai dimana kepandaian nya. Tetapi di samping Diah
Mustika Perwita, goloknya jadi sangat berbahaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya berkat kepandaian Tunjung Anom yang tinggi saja, dapatlah gerakan
golok Swandaka dielakkan. Beberapa waktu lamanya, ia mengamati kepandaian
Tunjung Anom. Di dalam hati, ia memuji kehebatannya. Pikirnya:
"Sudah lima gebrakan, ia dapat membebaskan diri dari setiap serangan gabungan.
Aku sendiri belum tentu."
Tunjung Anom sendiri sebenarnya justru mendongkol hatinya.
Ia merasa benar-benar tidak mampu mengalahkan mereka.
Tentu saja, ia tidak sudi mengakui dengan terus-terang. Karena itu ia menggertak
dengan suara nyaring: "Baiklah ........... kali ini kalian kuampuni. Sebentar lagi kita bakal bertemu
lagi." Setelah berteriah demikian, ia menggerakkan pedang sapu lidinya. Diah Mustika
Perwita tidak menghiraukan ucapan Tunjung Anom. Ia melompat dan ujung pedangnya
mengancam tenggorokan. Tetapi Tunjung Anom benar-benar tinggi kepandaiannya. Ia
mengendapkan diri. Lalu dengan berseru ia berputar menyerang bagian bawah
Swandaka. Swandaka terperanjat. Khawatir Tunjung Anom akan melancarkan serangan susulan, ia
melompat mundur. Ternyata Tunjung Anom tidak mengejar. Ia malahan melesat
mundur. Dengan gesit ia menyambar tangan Lindhu Aji. Setelah dipanggulnya, ia
melarikan diri. Gerakan itu dilakukan dengan amat cepat sehingga Swandaka sempat
tercengang. Pada detik berikutnya, ia seperti tersadar. Segera ia hendak melesat
mengejar. Tetapi urung lagi karena tiba-tiba Dandung Gumilar menegurnya:
"Hei! Mau ke mana?"
"Dialah majikan muda Sapu Regol. Dia perlu kita tangkap !"
seru Swandaka dengan suara setengah mengadu setengah menyesali.
Dandung Gumilar tercengang. Lalu menyentak nafas. Berkata: Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, biarkan saja ia pergi."
"Mengapa?" Swandaka heran.
Dandung Gumilar tidak menjawab. Dia berpaling kepada Diah Mustika Perwita yang
sedang menyarungkan pedangnya. Minta pertimbangan:
"Bagaimana menurut pendapat nona Perwita?"
Dia Mustika Perwita tidak menjawab langsung. Ia berkata kepada Swandaka:
"Swandaka ! Dia dapat bertahan sampai lima gebrakan.
Artinya suatu bukti, dia berada di atas kita. Jika satu lawan satu, kita akan
kalah. Karena itu, bila engkau bertemu dengan dia, lebih baik menyingkir jauh-
jauh." Swandaka tahu, Diah Mustika Perwita berkata dengan jujur.
Dia sendiri menyadari bukan tandingnya Tunjung Amon. Hanya saja, entah apa
sebabnya ia merasa puas. Tak terasa ia menolah kepada Dandung Gumilar. Orang tua
bertubuh pendek kate itu berkata:
"Swandaka, kau berkata dia majikan muda Sapu Regol?"
"Benar." jawab Swandaka. Kemudian dengan singkat ia mengabarkan pengalamannya
mewaktu bertemu dengan Sapu Regol di kediaman Paramita Maliyo dan tutur-kata
Galiyung. Dan diakhirnya dengan kata-kata: "Dialah murid Wijayarajasa yang
sekarang ditawan laskar Majapahit".
"Kau berkata dia murid Wijayarajasa" Kenapa dia majikan muda Sapu Regol" Apakah
dia anak Hajar Awu-Awu?" Dandung Gumilar menegas.
"Benar." Dandung Gumilar menyentak nafas. Berkata setengah berbisik dan kurang jelas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tua bangka itu masih saja hebat ilmunya ........"
Dia Mustika Perwita tercengang. Dan Swandaka yang
semenjak tadi berteka teki dengan dirinya sendiri, seakan-akan jadi mengerti.
Apakah Hajar Awu-Awu yang mengalahkan Dandung Gumilar" Merasa dirinya adalah
bawahan Dandung Gumilar, tidak berani ia minta keterangan.
Dandung Gumilar sendiri bersikap menutup diri. Ia berdiam beberapa saat lamanya.
Kemudian menyenak nafas lagi. Berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Nona, Lindhu Aji masih seperkasa dahulu hari. Dengan dia aku hanya menang
seurat. Lihatlah, tongkat mustikaku dibuatnya patah. Untung, aku masih sempat
menarik ikat pinggangku. Kalau tidak, akulah yang bakal roboh terkapar. Dia tadi sempat pingsan karena
terkena tendanganku. Tapi sebentar lagi dia bakal meletik bangun dengan segar
bugar.. Dengan begitu, kita bakal menghadapi musuh tangguh."
"Apakah maksud paman, Lindhu Aji sangat sukar dilayani?"
Diah Mustika Perwita menegas.
"Aku tidak mempunyai tongkat. Berarti senjataku hanya ikat pinggang. Memang ikat
peinggangku cukup bisa membuat repot lawan. Tetapi berhadapan dengan Lindhu Aji
yang bertenaga perkasa, aku bakal kerepotan"
Diah Mustika Perwita mau mengerti. Dandung Gumilar
berperawakan pendek kate. Maka dia perlu dibantu tongkat nya yang berukuran tiga
meter. Dengan kehilangan senjata andalannya, memang ia akan kerepotan bila
dipaksa berkelahi dengan tangan kosong. Rupanya Dandung Gumilar bisa
membaca hati Diah Mustika Perwita. Katanya dengan tertawa:
"Bahwasanya pada saat ini aku masih bisa mengalahkan Lindhu Aji, sudah merupakan
suatu peristiwa yang pantas kusyukuri. Tanpa pertolongan Pengeran Jayakusuma,
aku jadi manusia apa" Karena itu bila nanti aku harus mati di tangan Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
musuh, tidak perlu kusesali. Mari, kita berangkat menyongsong kedatangan laskar
Majapahit yang membawa kereta tawanan.
Wah, bakal ramai !" Mereka kemudian berjalan mengaarah ke selatan Waktu itu, matahari sudah
sepenggalah tingginya. Tidak berapa lama, mereka mendengar suara derap kaki kuda
dan langkah laskar. Buru-buru mereka mendaki ketinggian. Sekarang semuanya yang berada di bawah
ketinggian nampak nyata. Barisan laskar melangkah dengan derap kaki yang
teratur. Sebuah kereta berkuda bercat hitam, bergemit mendaki ketinggian. Itulah
kereta tawanan yang bakal diincar orang-orang Wijayarajasa..
Sepasukan laskar bersenjata lengkap berbaris di belakang dan samping kereta Ada
dua orang perwira menjadi pembuka jalan.
Tatkala barisan depan memasuki tikungan jalan, terdengar suara aba-aba dari
seberang lereng gunung. Serombongan orang meluruk turun. Rombongan ini dikepalai
seorang laki-laki pendek gemuk dengan jenggot acak-acakan. Perwira yang menjadi
pembuka jalan dengan gesit melepaskan anak panahnya. Tepat sekali bidikannya.
Dan orang berjenggot acak-acakan itu terjungkal roboh.
Rombongan kereta itu berhenti. Barisan pengawal
menyibakkan diri. Mereka menempati tebing-tebing jalan dengan senjata bidik.
Dari arah timur muncul lagi rombongan yang berjumlah besar. Dengan memutar
tombaknya, pemimpin rombongan menyerbu. Tiga anak panah menyambar padanya,
tetapi semuanya dapat ditamparnya jatuh. Jelas sekali, dia jauh lebih tangguh
daripada orang yang berjenggot acak-acakan tadi.
Empatbelas orang menyerbu dengan berpencaran. Dua perwira pembuka jalan lalu
membagi tugas. Yang berhasil merobohkan pemimpin rombongan berandal tetap berada
ditempatnya. Ia memberi aba-aba laskarnya untuk siap tempur. Sedang perwira yang
lain, lari ke belakang dengan maksud hendak melindungi kereta tawanan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang muncullah sepasukan laskar yang mengenakan pakaian Laskar Wengker.
Pasukan itu datang dari arah belakang.
Mereka menyerbu dengan gegap gempita. Dan pertempuran segera terjadi dengan
serunya. Masing-masing jatuh korban.
Akan tetapi dipihak Laskah Wengker yang menderita. Mereka kena diundurkan,
malahan belasan orang mulai melarikan diri.
Dandung Gumilar mengamati jalannya pertempuran itu.
Sebentar kemudian, dia sudah tidak tertarik lagi, Katanya setengah
menggerembeng: "Ulupi memerintahkan kita untuk membantu Laskar Majapahit.
Apanya yang perlu dibantu" Yang menyerbu hanyalah sisa-sisa laskar Wengker yang
sudah kehilangan pemimpinnya. Mereka hanya main mengadu untung. Hayo, kita
pergi!" Swandaka sendiri juga mempunyai kesan demikian. Laskar Wengker yang mengejar
Laskar Majapahit tidak seberapa jumlahnya. Mereka seumpama kelekatu masuk ke
dalam unggun api. Lebih mirip perang Puputan demi memperlihatkan bakti dan
kesetiaannya terhadap Wijayarajasa junjungannya, daripada bertempur untuk
merebut kemenangan. Selagi ia hendak berdiri untuk mengikuti ajakan Dandung
Gumilar, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang aneh. Dua orang di antara laskar
menyerbu menyingkirkan diri. Seorang laki-laki yang berperawakan tinggi kurus
membawa seorang pendeta mendaki ketinggian. Swandaka segera mengenal siapa
pendeta itu. Dialah Kedaut yang mengaku sebagai paman Paramita Maliyo. Ia dibawa
temannya berhenti di balik lereng jalan yang berada tepat dibawah tempat
Swandaka bersembunyi. "Kondhang !" bentak Kedaut. "Aku mau kau bawa ke mana lagi" Aku ini sudah tua.
Tulang-tulangku sudah keropos.
Sekarang aku kau bawa lari ke sana kemari tiada juntrungnya.
Sebenarnya apa maksud semuanya ini?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sabar, tuanku." sahut orang yang bernama Kondhang.
"Biarlah mereka saling bunuh. Nah, barulah kita muncul untuk merampas kereta
itu. Apakah belum jelas?"
"Kau bilang, kita wajib membantu Tunjung Anom, karena dia calon menantu Paramita
Maliyo. Benarkah itu ?"
"Betul." "Tetapi pembantu-pembantu ayahnya, dilarang memusuhi Laskar Majapahit. Tunjung
Anom bersikap begitu juga, Sungguh !
Aku tidak mengerti maksudnya."
Kondhang tertawa serintasan. Lalu menjawab:
"Sebagai murid Wijayarajasa, tentu saja tuanku Tunjung Anom wajib menolong
gurunya. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tidak mau terlibat langsung. Beliau
dilarang ayahnya bentrok dengan laskar Majapahit. Sebab yang penting ialah
merampas kitab-kitab peninggalan Wijayarajasa".
"O, jadi dia pinjam tangan lain, maksudmu?" Kedaut menegas.
"Betul. Bukankah kita ini bakal jadi keluarga tuanku Tunjung Anom ?" ujar
Kondhang. "Tunjung Anom sendiri, bagaimana?" Kedaut tidak puas.
"Tuanku Tunjung Anom tentu saja membantu ayahnya dalam merebut naskah-naskah
Wijayarajasa." "Di mana" Di mana?" Kedaut penasaran.
"Tentu saja bukan di sini." Kondhang tertawa menang. "Laskar Majapahit boleh
pinter. Tetapi penyesatannya sudah kita ketahui: Kereta tawanan itu memang
dimaksudkan untuk menarik perhatian kita. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tentu
saja tidak bisa dikelabui. Tuanku Tunjung Anom akan menghadang rombongan yang
lain. Adapun tugas membebaskan guru tuanku Tunjung Anom ini, diserahkan kepada
kita. Maka biarkan laskar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wengker berhantam dulu dengan laskar Majapahit. Baru kita muncul membebaskan
yang mulia guru tuanku Tunjung Amon."
"Celaka !" pikir Swandaka di dalam hati. Mendadak saja diapun merasa ikut
terkecoh. Tidak dikehendaki sendiri dia berpaling kepada Dandung Gumilar dan
Diah Mustika Perwita yang ikut mendengar pembicaraan Kedaut dan Kondhang.
Dandung Gumilar kemudian memberi isyarat mata kepada Swandaka dan Diah Mustika
Perwita agar menjauhi mereka berdua. Lalu berkata:
"Nona Perwita, aku boleh mengaku tua. Dan memang aku sudah tua. Tetapi
dibandingkan dengan otak Ulupi, aku kalah jauh seumpama bumi dan langit.
Sekarang, aku mengerti maksudnya. Aku tidak perlu berada di sini untuk membantu
Laskar Mapajapahit itu. Mereka akan dapat mengatasi masalahnya sendiri.
Sebaliknya, pada suatu tempat seorang putera Majapahit sedang mendapat
kesukaran. Mari kita berangkat untuk mencari di mana mereka berada".
Diah Mustika Perwita dan Swandaka tidak perlu lagi
menambah ucapan Dandung Gumilar. Merekapun berpendapat demikian pula. Mereka
merasa masih kalah jauh dibandingkan otak Ulupi yang encer luar biasa. Malahan
membaca makna perintahnya saja, hampir tidak sanggup. Benar saja. Di sebelah
selatan petak hutan, mereka mendengar suara orang bertempur.
Bergegas mereka menyusul ke tempat itu. Tetapi yang dilihatnya kini adalah
sebaliknya atau kebalikannya.
Laskar yang berjalan di depan mereka mengenakan pakaian Laskar Wengker. Yang
berada di depan dua perwira pembuka jalan. Persis seperti cara orang Majapahit
mengatur perjalanan. Di tengah barisan berjalan sebuah kereta tertutup. Kemudian dari seberang-
menyeberang jalan Laskar Majapahit menyerbu dengan suara gegap gempita. Kedua
belah pihak jatuh korban Menyaksikan hal itu, baik Swandaka maupun Dandung
Gumilar terheran-heran. Mereka hampir tidak mempercayai
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penglihatannya sampai mengucak-ucak kedua matanya. Benar-benarkah terjadi atau
hanya sebuah mimpi" Di antara Laskar Majapahit terdapat seorang jago. Swandaka kenal siapa dia. Di
dalam pergaulan ia disebut dengan nama: Pratiwa. Artinya pemimpin perang. Memang
ia terkanal pandai mengatur anak-buahnya Dengan pedang di tangan ia menyerang
perwira pembuka jalan. Tentu saja perwira itu tidak sudi menyerah mentah-mentah.
Sebisa-bisanya ia mempertahankan diri. Tetapi baru beberapa gebrakan saja,
perwita itu roboh terjungkal dari punggung kudanya. Belum lagi empat bangun,
salan seorang anak buah Pratiwa melepaskan anak-panahnya dan menembus dada
perwira yang lagi sial itu.
Lega hati Pratiwa melihat lawannya mati tertembus panah.
Selagi demikian, tiba-tiba ia mendengar kesiuran angin. Sebat ia menangkis
sambil memutar tubuhnya. Ia merasakan suatu bentrokan yang kuat. Ah, ternyata
perwira Lindhu Aji yang menghantamnya dengan sebatang tongkat baja. Sebagai
sesama perwira, Pratiwa kenal siapa Lindhu Aji. Dahulu salah seorang perwira
Majapahit yang diperbantukan ke wilayah Wengker.
Sekarang dia mengenakan pakaian perwira Wengker. Keruan saja Pratiwa lantas saja
membentak: "Hai ! Kau bergabung dengan sisa-sisa laskar Wengker?"
"Pratiwa, cepat pergi ! Di dalam rombongan ini terdapat seorang sakti luar
biasa. Lari sebelum terlambat !"
"Terima kasih atas kebaikanmu." Pratiwa tercengang sejenak.
Lalu berkata lagi: "Aku perwira Laskar Majapahit. Sudah semestinya aku membela
kerajaanku. Matipun aku rela.
Sebaliknya, mengapa engkau membiarkan rombongan ini merampas harta rampasan
kerajaan" Harta benda Wengker harus dipersembahkan kembali ke Majapahit.
Termasuk berkas-berkas dan naskah-naskah pemberontak Wijayarajasa".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cepat, cepat ! Lari sebelum terlambat !" Lindhu Aji memperingatkan. Ia nampak
gelisah sendiri. Pratiwa heran. Ia mengira, Lindhu Aji main gertak. Mendadak saja ia mendengar
suara tertawa yang riuh bergemuruh. Dan muncullah seorang laki-laki berperawakan
tinggi besar dengan bersenjata arca. Dialah Sapu Regol yang melompat ke depan.
Anak pasukan Pratiwa segera mengujani panah. Tetapi dengan gesit dan sebat Sapu
Regol meruntuhkan semua anak panah yang menyambar padanya. Seorang bintara
bernama Kalingga maju menghalangi. Tetapi belum sempat ia menyerang, Sapi Regol
sudah menghajarnya. Acaranya tepat mengenai kepalanya. Dan Kalingga tewas dengan
kepala remuk. Menyaksikan peristiwa itu, barulah Prawita terkejut.
Dua bintara pendampingnya buru-buru maju dengan
berbareng. Sapu Regol dikrebut dua orang. Mereka bersenjata sebilah pedang dan
sebatang tombak. Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Dengan seruan nyaring ia
menampar pedang dan tombak dengan sekali ayun. Hebat akibatnya. Pedang dan
tombak itu terpental di udara dan patah menjadi tiga bagian.
Prawita tentu saja tidak tinggal diam. Selagi Sapu Regol mengayunkan arcanya, ia
menikam punggungnya. Sapu Regol terkejut. Heran ! Punggungnya seperti mempunyai mata. Tiba tiba ia
memutar tubuhnya sambil mem-babatkan arcanya. Babatannya tepat sekali menangkis
pedang Prawita. Tak tahan Prawita bentrok dengan arcanya. Tahu-tahu pedangnya
terlempar tinggi di udara. Dia sendiri terdorong mundur seperti sampan terdampar
gelombang tinggi. Tidak sampai ia roboh terguling, karena tubuhnya ditahan
beberapa anak-buahnya. Akan tetapi mata, kuping, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.
Anak buah Pratiwa tiada berani mencoba-coba lagi, Bergegas mereka membawa
Prawita kabur merangkaki tebing tinggi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan hal itu, tangan Swandaka menjadi gatal. Ia menoleh kepada Diah
Mustika Perwita sambil berkata mengajak :
"Tuanku puteri ! Bagaimana kalau kita ulangi pertarungan kita dulu " Bila dia
dapat kita kalahkan, setidak-tidaknya akan membesarkan hati Laskar
Majapahit......" Diah Mustika Perwita mengangguk. Baru saja ia hendak melangkahkan kaki,
sekonyong-konyong bagian belakang pasukan Wengker jadi kacau-balau. Muncullah
seorang penunggang kuda yang melabrak ekor barisan dengan pedang di tangan.
Penunggangnya seorang wanita yang cantik jelita. Dia berpakaian putih dengan
rambut tersanggul rapi. Begitu melihat siapa dia, hampir saja Diah Mustika
Perwita berteriak girang.
Sebab dialah Diah Carangsari, isteri Panglima Wirawardhana.
Seorang perwira berkuda, memutar kudanya dan menghadang majunya Diah Carangsari.
Membentak: "Hai ! Kau siluman dari mana ?"
Diah Mustika Perwita kenal watak Carangsari. Puteri itu sangat angkuh dan tidak
akan membiarkan dirinya dirintangi kehendaknya. Kena dibentak perwira itu,
langsung saja ia menikamkan pedangnya.. Hanya dalam tiga gebrakan saja. Dan
perwira itu roboh terjungkal dari atas kudanya.
Tentu saja, dua bintara pendampingnya maju hendak
menuntut bela. Kali ini Diah Mustika Perwita tidak dapat menahan diri. Terus
saja ia mengayunkan senjata bidiknya berwujud peluru baja berbentuk segi tiga,
sambil berseni: "Ayunda ! Serahkan saja kepadaku !"
Jarak antara Diah Mustika Perwita dan dua orang bintara itu cukup jauh. Akan
tetapi sentilan tangan Diah Mustika Perwita adalah salah satu ajaran Lawa Ijo.
Dengan membawa suara mengaung dapat juga sampai pada sasarannya. Meskipun sudah
lemah, namun sempat membuat dua bintara itu terperanjat.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Buru-buru mereka menangkis. Melihat siapa yang bermaksud mengambil jiwa mereka,
lansung saja mereka membalikkan tubuhnya dan meluruk Diah Mustika Pewita. Mereka
bersenjata sebilah golok besar dan nampaknya bertenaga besar.
Diah Mustika Perwita tidak takut. Dia bahkan datang menyongsong. Lalu
mengelakkan serangan mereka dengan gerakan yang manis. Hanya saja, Diah Mustika
Perwita tidak berani melawan mereka dengan tangan kosong. Cepat luar biasa, ia
sudah menghunus pedangnya dan sekaligus menikam. Karena kecepatannya diluar
dugaan kedua lawannya, akhirnya runyam.
Dua duanya tertembur pedang dengan ssangat mudah.
Sampai disini kedua wanita itu tiada yang berani merintangi.
Mereka belum sempat saling menyapa. Akan tetapi kedua-duanya saling menempel tak
ubah sepasang kekasih sedang berlayar di samudara bulan madu. Dengan berendeng
mereka menghampiri Sapu Regol yang menggeram bagaikan harimau melihat
mengsanya. Lalu mendongak sambil berkata dengan suara bergelora:
"Hihooo ........ bagus ilmu pedang kalian. Hayo majulah bersama !"
Tantangan Sapu Regol tidak dihiraukan Carangsari. Isteri Panglima Wirawardhana
yang terkenal galak itu berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Perwita, kau berjaga-jaga diri saja. Biarlah aku yang melayani raksasa ini."
Carangsari tahu, Diah Mustika Perwita dulu bersamanya memperoleh warisan
kepandaian dari Ki Ageng Cakrabuwana.
Hanya saja. dia tidak mengetahui, bahwa Ki Ageng Cakrabuwana sudah menerima Diah
Mustika Perwita sebagai muridnya, sehingga kepandaiannya maju jauh. Meskipun
demikian, Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Carangsari tidak Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantah. Hanya diam-diam ia bersiaga untuk memberi bantuan sewaktu-waktu
diperlukan. Sebaliknya, Sapu Regol tercengang mendengar ucapan
Carangsari. Pikirnya: "Wanita ini besar keberaniannya. Dia berani bertempur denganku seorang diri ?"
Setelah berpikir demikian, ia tertawa geli. Lantas saja ia memerintahkan agar
orang-orangnya mundur menyibak. Dengan sekejap saja, arena adu laga sudah
terbentuk dengan manusia berseragam sebagai pagarnya. Lalu ia menatap wajah Diah
Carangsari yang cantik luar biasa. Berkata dengan tertawa geli:
"Seumurku aku paling gemar melihat perempuan secantik engkau. Kau harus berhati-
hati melayani arcaku! Seumpama engkau tidak mampu menangkis gempuranku, cepat-
cepat memberi tanda damai ! Kau dengar ?"
Kedua alis Carangsari berdiri tegak. Membentak:
"Kau hanya salah seorang budaknya Hajar Awu-Awu. Huh ......
apa andalanmu sampai berani bersikap kurangajar terhadap ku"
Nih, rasakan pedangku !"
Sapu Regol tercengang. Bagaimana lawannya itu bisa
mengenal dirinya" Memang dia merasa diri sebagai budak Hajar Awu Awu. Tetapi
tidak sempat ia berpikir berkepanjangan. Tiba tiba saja, pedang Carangsari sudah
berkelebat di depan matanya.
Mau tak mau terpaksa ia mengangkat arcanya untuk menangkis.
Trang ! Kedua senjata itu bentrok dan membersitkan suara nyaring luar biasa ibarat
memelakkan telinga. Pedang Carangsari terpental balik, namun ia tidak kurang
suatu apa. Bahkan setelah terpental balik, mendadak memantul kembali mengarah
dada. Karuan saja Sapu Regol terkejut.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heit ! Benar-benar sebat !" ia berteriak di dalam hati. Ia kagum dan cepat-
cepat menurunkan arcanya untuk menghajar pedang yang sudah"mengarah ke dadanya.
Dandung Gumilar dan Swandaka yang ikut menyaksikan
pertempuran itu terkejut. Dandung Gumilar pernah bertempur melawan Sapu Regol.
Waktu itu tenaganya belum pulih. Karena itu, ia merasa kalah. Walaupun sekarang
dia tidak perlu gentar menghadapi raksasa itu, namun ia pernah merasakan betapa
hebat tenaga Sapu Regol. Sebaliknya Swandaka yang pernah bertempur melawan Sapu
Regol, kecut hatinya. Akan tetapi pada detik berikutnya, kagum luar biasa. Sebab
pedang Carangsari yang terpental balik dapat memantulkan serangan cepat dan
berbahaya. Kali ini Diah Carangcari tidak berani mengadu tenaga. Ia mengelak sambil
melompat tinggi ke udara. Seaktu turun ia menikamkan pedangnya. Sapu Regol
heran. Ia pernah menyaksikan serangan balik semacam demikian. Bukankah sama dengan serangan gadis
yang mencuri naskah di kediaman Paramita Maliyo" Karena waktu itu malam hari, ia
tidak begitu jelas mengenal wajahnya, kecuali gadis itu berkesan cantik. Mau ia
mengira, bahwa Carangsari inilah gadis yang menggerayangi kediaman Paramita
Maliyo. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa gadis yang menggerayangi kediaman
Paramita Maliyo justru berada di tepi arena laga mengawaskan pertempuran itu..
Dialah Diah Mustika Perwita yang sudah bersiaga memberi bantuan ayundanya.
Sapu Regol bertenaga besar. Kecuali ia ulet dan tabah.
Meskipun senjatanya berat, namun sama sekali nampak ringan di tangannya.
Sebaliknya Diah Carangsari ringan tubuhnya. Dia gesit, tangkas dan berani. Tubuh
dan pedangnya bersatu-padu.
Berkelebatan bagaikan bayangan bidadari menerjang iblis.
Karena sudah mempunyai pengalaman berbagai macam, ia lebih ulet daripada Diah
Mustika Perwita. Tidak mengherankan, kedua-Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duanya bertempur dengan seimbang. Sapu Regol tidak kalah.
Namun, ia kini tidak berani berlagak segarang tadi. Malahan ia mulai merasa
dipaksa untuk bertahan. Diah Mustika Perwita yang berada di tepi arena
memperhatikan gerakan-gerakan pedang Diah Carangsari. Ilmu kepandaian Diah
Carangsari ternyata sudah memperoleh kemajuan. Setiap serangannya mengancam
jiwa. Dasar watak Diah Carangsari terkenal galak dan ganas semenjak dulu, maka
ujung pendangnya selalu membawa tikaman maut. Akan tetapi setelah diamati
beberapa waktu lamanya, ia mulai melihat kekurangannya. Pikirnya:
"Ayunda Carangsari tidak akan kalah melawan tenaga raksasa Sapu Regol. Akan
tetapi juga tidak akan dapat mengalahkan lawannya..........."
Sapu Regol yang merasa dipaksa untuk bertahan, kini mulai mengubah cara
bertempurnya. Sekarang ia berusaha mendesak.
Jelas sekali maksudnya. Ia hendak mengadu jiwa. Tekatnya hanya satu. Ia hendak
mengajak lawannya mati berbareng. Maka hebatlah gerak-geriknya. Arcanya
berkelebatnya menggempur ke sana ke sini. Sebaliknya bagaikan daun mengapung
dipermukaan ombak yang melanda kalang-kabut, tubuh Diah Carangsari berkelebatan
mengitari Sapu Regol. Sesaat kemudian, Sapu Regol memekik tinggi. Diah
Carangsari melompat diudara. Begitu mendarat, lantas lari mendaki tebing. Dan
pada waktu itu, Sapu Regol mendadak berdiri tegak bagaikan patung dengan mata
melotot. Diah Mustika Perwita mengerti apa yang sudah terjadi. Buru-buru ia mengejar Diah
Carangsari sambil memanggil-manggil:
"Ayunda Carangsari! Apakah kau terluka?"
"Tidak." sahut Diah Carangsari dengan tersengal-sengal.
"Apakah kangmas Pangeran Jayakusuma berada di sini?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Apakah dia ....... apakah dia ........." Diah Mustika Perwita terheran-
heran. "Ya ........dia meninggalkan Istana dengan Galuhwati. Kukira, dia sudah berada
di sini." Diah Carangsari mencoba memberi keterangan dengan nafas memburu. Lalu
duduk bersila mengatur pernafasannya.
Diah Mustika Perwita tidak berani mengganggunya.
-o0~DewiKZ~0o- KI HAJAR AWU-AWU GERAK-GERIK Diah Carangsari dan Diah Mustika Perwita, tidak luput dari
pengamatan Dandung Gumilar yang berpengalaman.
Khawatir Sapu Regol akan memburunya, cepat-cepat ia mengajak Swandaka untuk
turun ke bawah. Dandung Gumilar tahu, Diah Carangsari terganggu pernafasannya
akibat terlalu menggunakan tenaga besar. Syukur Sapu Regol terkena pula ujung
pedang Carangsari. Ia perlu beristirahat sejenak untuk membalut lukanya, sebelum
tampil lagi sebagai Dewa Maut.
Tiba di gelanggang pertempuran, nampaklah debu mengepul dari arah Selatan.
Sepasukan berkuda menerjang Laskar Majapahit yang datang menyerbu. Seorang
pemuda yang mengenakan pakaian putih menjadi pembuka jalan. Swandaka segera
mengenal siapa dia. Dialah Tunjung Anom yang memimpin laskar pertahanan untuk
menghadap: Laskar Majapahit. Sewaktu Swandaka sedang mengamat-amati sepak-terjangnya, terdengar
dua batang anak-panah melintas di depannya. Ia kaget, karena panah itu membawa
gaung suara yang sangat dikenalnya. Secara otomatis ia menolah dan melihat Imbar
dan Kalengkan berdiri berendeng dengan sebuah gendewa di tangannya masing-
masing. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai Imbar ! Kalengkan !" seru Swandaka dengan gembira. "Di mana Gandir berada?"
Kedua orang itu tidak sempat menjawab. Mereka hanya mengacungkan ibu jari tanda
beres. Hanya apa makna beres itu, masih merupakan suatu pertanyaan sendiri.
Namun betapapun juga, kehadiran mereka menggembirakan hati Swandaka
"Swandaka, lihat ! Orang itu memang luar biasa. Pantas dia berani jual lagak di
hadapan kita." teriak Kalengkan.
Swandaka menoleh dan melihat Tunjung Anom sedang
menangkis anak-panah Kalengkan dan Imbar yang
menyambarnya dengan deras. Mereka berdua terkanal sebagai ahli memanah. Kecuali
teat mengenai sasaran yang dibidiknya, tenaganya kuat sekali. Apalagi dilakukan
dengan berbareng.. Tetapi Tunjung Anom dapat menangkis dengan sekaligus. Kalau saja tidak memiliki
tenaga yang melebihi, pasti tangkisannya akan gagal.
Kalengkan dan Imbar mendongkol karena anak-panah-nya keen diruntuhkan dengan
mudah. Seperti saling berjanji, segera mereka berdua menghujani panah bagaikan
hujan gerimis. Tunjung Anom tidak takut. Dari atas kudanya ia membolang-balingkan pedangnya
yang istimewa, sabil berseru:
"Kali ini kalian jangan main-main ! Aku tidak akan memberimu ampun lagi."
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berseru demikian, ia maju melabrak pasukan
Majapahit yang bergerak mengepungnya. Dan ancamannya dibuktikannya dengan cepat.
Mula-mula ia menerjang dengan kudanya. Lalu dengan tiba-tiba ia melompat tinggi
seakan-akan terbang di udara. Begitu mendarat, tahu-tahu sudah berada di depan
Kalengkan dan Imbar. Keruan saja Kalengkan dan Imbar terkejut setengah mati.
Buru-buru mereka menghunus
pedangnya masing-masing dan langsung menyongsong dengan tikaman dan sabetan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tunjung Anom memang berkepandaian tinggi. Gesit sekali ia mengelak sambil
menamparkan pedang istimewanya. Dan kedua pedang Imbar dan Kalengkan patah
menjadi dua bagian. Celaka !
Tanpa senjata di tangan, mereka merasa mati kutu. Untung sekali. Swandaka segera
datang menolong. Dengan golok di tangan ia menangkis sambaran pedang Tunjung
Anom. Suatu adu tenaga tak dapat terelakkan lagi Swandaka tergeliat.
Sebaliknya Tunjung Anom tertahan serbuannya. Selagi demikian, terdengar suara
sorak-sorai gemuruh yang mengejutkan Tunjung Anom. Ia menoleh dan melihat
barisannya korat-karit. Suatu pasukan bersenjata lengkap datang menusuk lambung pertahanan. Muncullah
seorang gadis cantik lagi yang bersenjata pedang. Tunjung Anom tercengang.
Kenapa lagi-lagi seorang gadis cantik" Siapa dia" Gadis itu mahir sekali dalam
hal olah pedang. Pedangnya berkelebatan dan berhasil mengacaukan laskar yang
melindungi kereta. Inilah bahaya, pikir Tunjung Anom. Terus saja pemuda itu
memutar tubuhnya dan bergegas menghampiri gadis itu.
Di antara mereka yang menyaksikan munculnya gadis itu, hanya seorang yang girang
bukan main. Dialah Diah Mustika Perwita. Sebab gadis itu adalah Galuhwati, adik
Pangeran Jayakusuma. Jika Galuhwati muncul di sini, berarti Pangeran Jayakusuma
berada tidak jauh dari arena pertempuran. Langsung saja ia berteriak girang:
"Ayunda Carangsari ! Galuhwati ......... ! Di mana kangmas Pangeran Jayakusuma?"
Diah Carangsari sudah pulih kembali. Ia mengawaskan munculnya Galuhwati. Tiba-
tiba wajahnya berubah. Katanya seperti menggerendeng:
"Dia membawa pasukan kangmas Wirawardhana. Di mana setan itu berada, hanya setan
itu sendiri yang tahu."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tersenyum geli. Hanya saja belum jelas baginya, siapakah
yang dikatkan sebagai setan. Wirawardhana atau Pangeran Jayakusuma" Carangsari
memang terkenal pula tajam mulutnya. Dia bisa memanggil Pangeran Jayakusuma
dengan setan atau menyebutnya sebagai si tolol. Sebaliknya terhadap
Wirawardhana, ia mau menerima cintanya gara-gara Pangeran Jayakusuma yang jadi
comblangnya. Kabarnya kegarangannya terhadap suaminya tidak juga berubah.
"Perwita, kau perlu membantu Galuhwati !" ujarnya setengah memerintah.
Andaikata Carangsari tidak memerintah demikian, dia-pun memang perlu membantu
Galuhwati mengingat lawannya
berkepandaian tinggi. Memang Galuwati tiada beda dengan dirinya. Dia memiliki
beraneka macam ragam ilmu kepandaian.
Untuk sementara dia pasti dapat mempertahankan diri. Hanya saja masih sulit
untuk merebut kemenangan.
Dalam pada itu Tunjung Anom sudah berbalik dengan maksud hendak menyambut
kedatangan Galuhwati. Di luar dugaan, ia bertemu dengan Dandung Gumilar yang
sedang bertempur melawan Lindhu Aji dan Sapu Regol. Orang tua itu sering
tergempur mundur karena dikerubut dua. Namun masih saja tetap ngotot. Sewaktu
mundur tiga langkah, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya Tunjung Anom melintas
tidak jauh di sampingnya.
Menuruti rasa mendongkolnya, ia menyabetkan ikat
pinggangnya. Keruan saja Tunjung Anom terperanjat. Syukur ia gesit. Dengan
menjejakkan kakinya, ia bebas dari libatan ikat pinggang dan mendarat tepat di
depan Galuhwati. "Di ! Gadis ini hebat ilmu pedangnya." ia berpikir. Lantas saja ia maju
menerjang dengan pedang istimewanya. Niatnya hendak menangkis tikaman pedang
Galuhwati dengan sekali jadi.. Tetapi ia gagal. Pedang Galuhwati menyambar
terus. Malahan tiga kali beruntun, sehingga ia repot untuk mengelakkan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus !" serunya dengan tertawa pelahan. "Nona ! Kenapa kau begitu manis" Dari
siapa engkau belajar ilmu pedang ?"
Pandang matanya lantas saja menyala. Sudah barang tentu membuat hati Galuhwati
mendongkol. Tanpa berbicara, kembali lagi ia menyerang. Kali ini menggunakan
jurus ajaran nelayan sakti yang pernah mewariskan dua tiga jurus kepadanya.
Tunjung Anom tertawa. Serunya:
"Taruhkata ilmu pedangmu hebat, engkau tok tidak akan dapat merobohkan diriku.
Percaya atau tidak?"
Sambil tertawa lebar ia mengerakkan pedang sapu lidi.
Niatnya hendak menempel pedang Galuhwati. Dengan mengaku tenaga, pastilah
Galuhwati akan lumpuh tak berdaya. Keruan saja Galuhwati tidak sudi pedangnya
akan ditempel lawan. Seperti Diah Mustika Perwita dan Diah Carangsari, ia
memiliki ilmu pedang yang banyak ragamnya. Maka dapatlah ia menyerang dengan
berbagai macam jurus. Keistimewaannya, ia tidak pernah lupa untuk berjaga-jaga
diri terhadap segala kemungkinan. Yang diingatnya, jangan sampai dirinya dibawa
arus kemauan lawannya. Suatu kali ia menyerang dengan dahsyat. Buru-buru Tunjung Anom menangkiskan
pedangnya. Diluar dugaan, seragan itu berhenti di tengah jalan. Tentu saja,
Tunjung Anom dibuat tidak mengerti, Apa maksudnya" Selagi menebak-nebak, ujung
pedang Galuhwati sudah berganti arah. Kali ini dengan suatu kecepatan kilat,
sekonyong-konyong mengancam tenggorokan. Tunjung Anom benar-benar terkejut.
Gugup ia menangkis. Namun tak urung, ia mengeluarkan keringat dingin. Sebab,
hampir saja ia gagal. Benturan itu, membuat Galuhwati terperanjat pula. Pedangnya kena dipentalkan.
Suatu tanda lawannya memiliki tenaga sangat kuat. Karena itu, segera ia main
menusuk dengan mengadu kecepatan bergerak. Ia maju mundur tak ubah tahuan
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyengatkan bisanya Dengan cepat beberapa jurus sudah lewat.
"Ah, hebat ! Sungguh hebat !" Tunjung Anom kagum.
"Sayang, kenapa engkau tidak ikut kami" Mari, adik ! Mari pulang ke kampungku !"
Berkata demikian ia menyerang sambil mencengkeramkan tangan kirinya, langin ia
merampas pedang Galuhwati. Setidak-tidaknya ia ingin menawan Galuhwati dengan
tak kurang suatu apa. Beruntun ia merangsak. Suatu kali ia berhasil menampar
pedang Galuhwati. Lalu menggertak dengan memasukkan jurus serangnnya yang
berbahaya. Katanya: "Adik, mari kita berlatih bersama. Tanggung ! Kita bakal bisa menjagoi bumi
Jawa." Galuhwati mendongkol. Dengan wajah merah padam, ia
mengadakan perlawanan sengit. Tepat pada saat itu, Swandaka tiba di tempatnya.
Kalengkan dan Imbar juga datang berturut-turut. Ketiga pemuda itu kemudian maju
menyerang dengan berbareng. Dan dikerubut empat orang, Tunjung Anom nampak
kuwalahan. Terus saja ia bersuit. Sapu Regol yang tengah melawan Dandung Gumilar
meninggalkan lawannya. Ia percaya, Lindhu Aji pasti dapat melawan Dandung
Gumilar untuk sementara waktu. Ia perlu menolong majikan mudanya yang sudah
memberi tanda minta bantuan.
Dengan acar di tangan, ia bagaikan raksasa menemukan mangsanya. Begitu melihat
Swandaka bertiga dan Galuhwati, ia tertawa terbahak-bahak sambil mengayunkan
arcanya. Serunya: "Hayoooooo......... siapa yang mau mati dulu?"
Senjata arca Sapu Regol ini memang istimewa. Di kemudian hari, ilmu
kepandaiannya akan diwarisi seorang pendekar bernama Manusama, murid Brigu dari
Aliran Suci yang berpusat di pulau Lombok. (Baca: Mencari Bendera Mataram).
Galuhwati segera berputar menghadapi Sapu Regol. Swandaka kendahului Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang. Swandaka bisa bekerjasama dengan Diah Mustika Perwita. Tetapi kali
ini tidak. Sebab aliran Galuhwati berbeda dengan ilmu kepandaiannya. Karena itu,
Sapu Regol dapat menghalau serangannya dengan mudah. Syukur pada saat itu, tiba-
tiba terdengar suara mengaung. Diah Mustika Perwita datang membantu dengan
menyentilkan senjata bidiknya.
Trang ! Sapu Regol terkejut. Penyerangnya memiliki tenaga kuat. Ia mengerling dan segera
mengenal Diah Mustika Perwita. Dan dengan datangnya Diah Mustika Perwita, ia
merasa kuwalahan. Sedikit demi sedikit ia mundur.
"Mau lari ke mana?" bentak Galuhwati.
Pada saat itu, Tunjung Amon juga sedang melangkah mundur.
Sebab selagi menghadapi Kalengkan dan Imbar, Diah Carangsari datang pula dengan
dibarengi Dandung Gumilar yang sudah berhasil melumpuhkan Lindhu Aji untuk yang
kedua kalinya. Pendekar tua ini kini bersenjata tombak panjang. Tak usah diceritakan lagi.
Itulah senjata daruratnya, hasil rampasannya dari salah seorang perajurit yang
tewas dalam pertempuran. "Eh ! Kau pandai melarikan diri juga?" ejek Diah Carangsari.
Tunjung Anom mendongkol. Sahutnya dengan wajah merah padam:
"Tentu saja, kau bisa mengalahkan diriku. Karena orang-orang Majapahit pandai
main keroyok. Tetapi jangan buru-buru bermimpi bisa menangkap diriku. Hayo !
Siapa yang berani maju?"
Talkala itu, Kalengkan menyerang berbareng dengan Diah Carangsari Mereka bedua
dibantu oleh Dandung Gumilar yang bertenaga raksasa. Tunjung Anom berpura-pura
kebingungan. Ia mundur makin cepat. Tetapi sesungguhnya ia menggenggam tipu
tertentu. Sebaliknya, Carangsari yang berpengalaman juga Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang menyusun tipu-muslihat pula. Ia sengaja menyerang Tunjung Anom
menyambarkan tangan kirinya. Maksudnya hendak mencengkeram pergelangan tangan
Diah Carangsari. Justru tepat pada saat itu, Carangsari mengedutkan pedangnya yang memiliki daya
lentur. Begitu dikedut, ujung pedangnya melecut bagai cemeti. Sudah barang tentu
Tunjung Amon kaget setengah mati. Itulah serangan balik yang sama sekali tak
diduganya. Tahu-tahu, tangannya kena lecutan ujung pedang.
Meskipun kebal, tak urung ia memekik kesakitan juga.
Sapu Regol kaget mendengar pekikan Tunjung Anom. Dengan menggerung ia mendesak
ketiga lawannyaJustru ia mendesak, dirinya malah terkurung. Walaupun demikian,
masih sempat ia berteriak:
"Tuanku ! Apakah tuanku terluka?"
"O, tidak, tidak !" sahut Tunjung Anom dengan mengangkat diri. "Aku hanya minta,
kau tangkap dua gadis itu."
Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Serunya:
"Nah, bukanlah betul laporanku. Yang satu inilah yang pernah memasuki kediaman
Paramita Maliyo. Dia jauh lebih cantik dan lebih montok dari pada anak Paramita
Maliyo, bukan?" "Betul, betul ! Karenakitu tangkaplah untukku !" sahut Tunjung Anom.
Kedengarannya, mereka berdua saling berbicara dengan bebas. Tetapi sesungguhnya,
kedudukan mereka makin runyam.
Suatu kali tombak Dandung Gumilar berhasil menggebuk Tunjung Anom sampai pemuda
itu berkaok-kaok kesakitan. Setelah itu, Dandung Gumilar melompat ke luar.
Sebagai seorang pendengar angkatan tua, ia merasa kurang enak ikul mengeroyok
orang muda. Maka ia hanya menjadi penonton saja.
Baik Tunjung Anom maupun Sapu Regol mundur memasuki barisan. Mereka mendekati
kereta yang dilindungi belasan orang, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena mendapat hati, Swandaka dan teman-temannya terus memburu. Demikian pula
Diah Mustika Perwita dan Carangsari.
Selagi demikian, tiba-tiba atap kereta itu terjeblak dan muncullah seorang
kakek-kakek yang berambut panjang. Orang itu kira-kira berumur enam atau tujuh
puluh tahun. Perawakannya tinggi besar. Jenggot dan kumisnya awut-awutan dan
sudah ubahan. Namun kedua matanya bersinar terang.
"Hai Regol ! Kenapa engkau mengganggu aku?" ia mendamprat Sapu Regol.
Sapu Regol membungkam. Tidak berani ia menyahut
dampratan orang tua itu. Tunjung Anom yang berada di samping Sapu Regol
menjawab: "Ayah ! Kami hanya berdua. Tetapi harus melayani tujuh orang. Untung yang dua
orang tahu diri. Dialah Dandung Gumilar dan seorang gadis yang cantik sekali"
"Hak" Orang Singgela berani ikut-ikutan merebut warisan Wijayarajasa" Mana dia?"
bentak orang tua itu. "Kau bilang ada seorang gadis tahu diri" Apakah kau
berkenan?" "Ya, ya, ya ......... dia pantas menjadi menantumu."
"Bagus ! Nanti aku tangkapnya hidup-hidup. Tetapi kau harus merawatnya dengan
baik-baik. Aku sudah ingin mempunyai cucu." ujar orang tua itu di antara suara
tertawanya. Yang dimaksudkan gadis cantik itu ialah Galuhwati. Sebagai adik Panglima
Jayakusuma, ia merasa tidak pantas pula untuk ikut mengejar musuh yang sudah
mengundurkan diri. Lagipula tujuannya sampai di situ, sebenarnya atas permintaan
Wirawardhana dan Carangsari.
Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas semenjak jaman gadisnya. Ia
paling tidak senang mendengar orang yang mengangkat-angkat diri seakan-akan Dewa
Perang. Dengan wajah merah menyala ia memerintahkan laskarnya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meluruk untuk mengejar orang tua itu yang bermulut besar. Dan oleh perintahnya
enam orang bintara maju. Sekarang terjadi suatu keajaiban. Entah bagaimana cara
orang tua itu melayani serbuah mereka. Tahu-tahu enam orang bintara itu
teringkus tak berdaya. Tubuh mereka dilontarkan tinggi di udara dan jatuh
menggabruk ke tanah dengan mengeluarkan darah segar dari mulut, hidung mata dan
telinganya. Gemparlah orang-orang Majapahit menyaksikan peristiwa itu.
Tiada yang berani maju menyerang. Diah Carangsari yang beradat panas lantas saja
menyibakkan sekalian laskarnya yang sedang berleret mundur. Niatnya hendak
diatasinya sendiri. Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Diah Carangsari,
mendahului. Katanya: "Ayunda ! Biarlah aku yang mencoba kehebatan iblis ini, Ayunda diperlukan laskar
Majapahit. Bila kehilangan pimpinan, akibatnya akan lebih buruk."
Carangsari tahu apa artinya, jika Diah Mustika Perwita maju seorang diri.
Kehebatan iblis itu, tidak boleh dianggap enteng.
Karena belum mengetahui kemajuan Diah Mustika Perwita, ia tidak yakin. Tanpa
berbicara lagi, langsung saja ia melompat menikamkan pedangnya.
"Hai ! Apa-apaan ini?" orang tua itu tertawa keheranan.
Kemudian berseru kepada Tunjung Anom.: "Apakah perempuan ini kau taksir juga?"
Tunjung Anom tertawa senang. Sahutnya:
"Lebih banyak, lebik baik,"
"Baik. akan kutangkap dia untukmu."
Orang tua itu benar-benar hebat. Melihat berkelebatnya pedang Diah Carangsari,
ia hanya menggerakkan sebelah tangannya. Pedang Diah Carangsari yang tajam itu,
sama sekali tidak dapat melukai lengannya yang dibuatnya menangkis.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak ! Pedang Diah Carangsari terpental balik. Karena Diah Carangsari tidak sudi
kehilangan senjatanya, ia
menggenggamnya erat-erat. Justru demikian, tubuhnya terguncang pergi. Dan dengan
berjungkir balik ia mendarat di atas tanah, la tidak kurang suatu apa. Tetapi
seleret cahaya seperti api membakar dirinya. Segera ia mengatur
pernafasannya. Diah Mustika Perwita terperanjat. Gugup ia menghampiri Diah Carangsari. Hatinya
tercekat, karena tiba-tiba ia merasakan tubuh Diah Carangsari panas luar biasa
seakan-akan bara menyala.
"Hai, ilmu sakti apakah ini?" ia berteka-teki.
"Adik, aku tidak apa-apa." ujar Diah Carangsari dengan nafas memburu. "Jangalah
dirimu baik-baik ! Jangan sampai pedangmu kena bentrok !" Setelah berkata
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian, ia duduk bersimpuh dengan memejamkan kedua matanya.
Diah Mustika Perwita memutar tubuhnya mengawaskan orang tua itu. Tetapi pada
saat itu, dia tengah bertempur melawan Dandung Gumilar. Sayang, Dandung Gumilar
kehilangan senjata tongkatnya. Tombak rampasannya hanya dapat dipertahankan
dalam dua gebrakan saja. Pada suatu saat, ia terpaksa mengadu tenaga dan
patahlah tongkatnya menjadi dua potong. Detik berikutnya, sebelah tangan orang
tua itu terulur panjang dengan kelima jarinya siap mencengkeram.
Diah Mustika Perwita terbang tinggi dan menyambar lengan orang tua itu dengan
tebasan pedangnya. Kali ini, orang tua itu kaget. Ia mengurungkan niatnya hendak
mencengkeram Dandung Gumilar. Tangannya membalik memapak tabasan pedang, Swandaka ikut
menerjang dari samping. Goloknya membabat dengan deras.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai ! Boleh juga ! Hajar Awu-Awu berkenan bermain-main sebentar dengan kalian.
Tetapi harap hati-hati !" teriak orang tua itu yang menyatakan diri bernama
Hajar Awu-Awu. Hajar Awu-Awu tidak takut menghadapi tabasan golok
Swandaka. Hanya saja, ia merasa aneh melihat gerakan pedang Diah Mustika Perwita
dan Swandaka yang saling menimpali.
Mengaka bisa begitu" Dengan kedua tangannya ia membuyarkan serangan mereka
berdua. Baik Diah Mustika Perwita maupun Swandaka terperanjat.
Mereka berdua kena dipentalkan mundur dua langkah. Tetapi mereka tidak takut.
Seperti saling berjanji mereka mengulangi serangannya. Kali ini dibantu Dandung
Gumilar yang menyabetkan ikat pinggangnya.
"Ham ...... serangan ini boleh juga." lagi-lagi Hajar Awu-Awu memuji serangan
mereka berdua. Karena memperoleh bantuan tenaga Dandung Gumilar, terpaksa Hajar
Awu-Awu menambah tenaganya. Bentaknya kemudian:
"Pegang senjata kalian erat-erat ! Aku akan melontarkan kalian. Awas !"
Dengan berlagak seorang tua memperingatkan anak muda, Hajar Awu-Awu memukulkan
kedua tangannya ke udara. Dia nampak bersungguh-sungguh dan tidak berani
meremehkan penyerangnya. Biak ! Kembali lagi Swandaka dan Diah Mustika Perwita
terhentak mundur dua langkah. Hanya Dandung Gumilar yang tidak tergeser
kedudukannya. Dia tegak bagaikan sebuah arca besi. Sayang, dia sudah kehilangan
tongkatnya. Kalau tidak, dia bisa segera mengadakan serangan balik.
Menyaksikan ketangguhan Dandung Gumilar, Hajar Awu-Awu heran. Dengan suara
bergemerincing ia melompat ke luar kereta.
Ternyata selama melayani Swandaka, Diah Mustika Perwita, Carangsari dan keenam
bintara tadi, dia hanya bercokol di atas kursi. Sekarang ia menggenjotkan
tubuhnya terbang dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendarat di atas tanah dengan tetap duduk di atas kursinya.
Dandung Gumilar tercengang. Teringatlah dia kepada
pengalamannya dulu. Dia pernah bertempur melawan seseorang yang tetap duduk
diatas kursinya. Orang itu, mula-mula mengaku bernama Gotang. Kemudian ternyata
dia Lawa Ijo (baca: Pangeran Jayakusuma jilid 16 dan 17). Apakah dia Lawa Ijo
yang mengaku bernama Hajar Awu-Awu" Selagi menebak-nebak demikian, Hajar Awu-Awu
mengeluarkan senjatanya yang mengejutkan Dandung Gumilar. Ternyata senjatanya
seuntai rantai. Sama dengan Pangeran Jayakusuma. Teringat Pangeran Jayakusuma
mempunyai hubungan dekat dengan Lawa Ijo, mau ia mengira lawannya itu benar-
benar Lawa Jjo. Terus saja ia menegas:
"Siapa kau?" "Aku" Bukankah engkau tidak tuli" Aku Hajar Awu-Awu.
Engkau Dandung Gumilar, bukan?"
"Benar, Mengapa?"
"Kau orang kepercayaan Nayaka Madu. Mestinya menyimpan naskah-naskahnya."
"Kalau betul, bagaimana" Kalau tidak, bagaimana?" sahut Dandung Gumilar dengan
suara sengit. Hajar Awu-Awu tertawa panjang. Berkata:
"Nah, kau bawa kemari ! Serahkan atau persembahkan kepadaku. Aku tahu bagaimana
harus memperlakukan orang yang tahu diri"
Mendongkol hati Dandung Gumilar. Dasar ia seorang
berangasan. Meskipun bertubuh pendek kate, tatapi ia tidak mengenal takut. Hanya
lagi-lagi sayang, ia sudah tidak memiliki senjata tongkat. Karena itu ia hanya
dapat memperlihatkan wajahnya yang jadi merah padam. Meledak:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hajar Awu-Awu ! Kau rasakan dulu betapa enaknya ikat pingganggku ini. Seumpama
engkau kebalpun, kau bakal merasakan kesakitan juga. Tidak percaya" Silahkan !
Tetapi selamanya Dandung Gumilar bersikap adil. Dandung Gumilar tidak mau
berkelahi dengan orang yang tetap duduk bercokol di atas kursinya. Sebab
menangpun, rasanya kurang terhormat.
Hayo, berdirilah ! Mari kita berdiri sama tinggi !"
"Apa" Kau bisa memenangkan aku" Apa yang kau andalkan?"
teriak Hajar Awu-Awu. "Lihat rantaiku !"
Setelah berteriak demikian, Hajar Awu-Awu menyabetkan rantainya. Hebat
perbawanya. Kecuali panjang, pada ujungnya terdapat sebuah bola bergigi tajam.
Bisa dibayangkan, betapa hebatnya manakala mengemplang kepala. Arca Sapu Regol
saja bisa meremukkan kepala Kalingga dengan sekali hantam. Apalagi sebua rantai
berkepala bola di tangan Hajar Awu-Awu yang tentunya memiliki himpunan tenaga
sakti sekian kali lipat besarnya bila dibandingkan dengan tenaga raksasa Sapu
Regol. Wuuuuutt ......bola rantai Hajar. Awu-Awu menyambar di atas kepala Dandung
Gumilar yang cepat-cepat mengendapkan diri.
Swandaka dan Diah Mustika Perwita terperanjat. Namun mereka tidak tinggal diam.
Dengan serentah mereka maju berbareng.
Tetapi mereka tidak dapat menghampiri, karena jarak jangkauan rantai merintangi
rangsa-kannya. Terpaksa mereka menunggu kesempatan-kesempatan dan peluang-
peluang, apabila Hajar Awu-Awu habis menyabetkan rantainya.
Dandung Gumilar tidak gentar. Gesit ia melibatkan ikat pinggangnya. Maksudnya
ingin melibatnya. Kemudian akan mengadu tenaga. Dengan begitu akan memberi
kesempatan muda-mudi itu untuk menikamkan senjatanya masing-masing.
Dandung Gumilar boleh bermaksud demikian, akan tetapi Hajar Awu-Awu terlalu
berat baginya. Kecuali rantainya susah di duga kemana larinya, membawa hawa
panas bagaikan bara menyala.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan bola bergiginya yang tajam luar biasa, membawa ancaman maut sendiri.
Di tempat lain Diah Carangsari masih duduk bersila
menyalurkan pernafasannya. Galuhwati tetap saja berdiri di tempatnya, meskipun
tangannya menggenggam pedang.
Pikirannya seakan-akan tidak berada di tempatnya, sebaliknya terasa sekali ada
yang ditunggunya. Sekonyong-konyong terdengar suara sorak-sorai. Barisan
Majapahit yang tengah kalut memperoleh bantuan. Seorang perwira yang menunggang
kuda dengan cepat menghampiri Diah Carangsari. Dengan sigap ia melompat ke darat
lalu menggenggam tangan Diah Carangsari.
Tidak usaha lama, Diah Carangsari memperoleh kesegeran kembali. Kemudian meletik
bangun sambil berkata : "Kangmas Wirawardhana, lihat ! Mereka tidak boleh mengaku tenaga dengan iblis
itu." Wirawardhana berpaling ke arah Galuhwati, seolah-olah tidak menghiraukan ucapan
isterinya. Serunya girang kepada Galuhwati:
"Adik ! Apakah Pengaran Jayakusuma sudah berada di sini ?"
Galuhwati tidak menjawab. Ia hanya menggelengkan
kepalanya dengan wajah gelisah. Wirawardhana mau mengerti.
Ia kenal watak Pengaran Jayakusuma yang kerap-kali angin-anginan. Dan bila
Pengeran Jayakusuma belum datang, artinya ada canang tanda bahaya. Kini, barulah
ia memperhatikan kata-kata isterinya.
"Carangsari, tahukah kau siapa orang tua itu?" ia berkata menguji kepada
isterinya. "Dia mengaku bernama Hajar Awu-Awu. Mengapa?" sahut isterinya dengan suara
sengit, karena suaminya dianggapnya tidak menggubris kata-katanya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahukah Engkau, bahwa dia sesungguhnya orang andalan Wijayarajasa?"
"Kenapa sih ...... kau main bertanya saja?" Carangsari memberengut.
"Bukan begitu." Wirawardhana menanggapi dengan suara sabar. "Menurut tutur-kata
Pengeran Jayakusuma, Wijayarajasa dianggap menghianati Nayaka Madu. Katakan saja
dengan tegas, Wijayarajasa berkhianat. Takukah engkau apa sebabnya?"
"Mengapa tidak kau jawab sendiri?"
Wirawardhana tertawa meringis. Lalu berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri:
"Karena seperti kukatakan tadi, dia mempunyai andalan.
Itulah Hajar Awu-Awu. Orang itu lebih hebat daripada Nayaka Madu. Kesaktiannya
susah diukur. Dia memiliki Ilmu Narantaka yang dapat menghancurkan dan
melumpuhkan apapun. Setiap gerakan tangannya mengandung hawa berapi. Kau sudah
merasakan, bukan?" "Kau sudah merasakan, lalu bagaimana" Apakah aku kau suruh takluk?"
"Bukan begitu. Aku hanya mengabarkan, bahwa orang tua itu memiliki ilmu
kepandaian di atas kepandaian Nayaka Madu atau Durgampi. Lihatlah, meskipun
dikerubut Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan pemuda itu, dia masih berada
di atas angin. Dia sengaja mengulur-ulur waktu. Entah apa sebabnya."
"Huh." Carangsari mencibirkan bibirnya. "Orang tua itu benar-benar kurangajar.
Dia bermaksud menawan Perwita hidup-hidup."
"Kenapa?" "Itu lihat ! Pemuda berpakaian putih itu adalah anaknya.
Rupanya dia..........."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah !" Wirawardhana berubah wajahnya. Ia tidak perlu penjelasan lagi, meskipun
kalimat isterinya belum selesai.
"Nah, tolong tangkap begajul itu untukku."
Wirawardhana tersenyum. Menyahut:
"Kalau begitu, mari ! Aku tidak percaya, Hajar Awu-Awu tidak dapat kita kalahkan
meskipun kita kerubut berlima."
Ucapan inilah yang memang ditunggu-tunggu Diah Carangsari.
Ia tahu, suaminya berkepandaian tinggi. Dengan bekerjasama dengan dirinya dan
Diah Mustika Perwita, ia yakin dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu. Apalagi masih
mendapat bantuan Dandung Gumilar dan Swandaka. Tiba-tiba ia melihat
berkelebatnya Tunjung Anom mendekat: Galuhwati yang sedang termenung-menung.
Tentu saja ia tahu maksud pemuda itu.
Terus saja ia berkata kepada suaminya:
"Kangmas Wirawardhana, mari kita bekuk dulu pemuda tak senonoh itu."
"Kenapa begitu" Apakah tidak lebih bagus mentaklukkan ayaknya?"
"Sepuluh tahun lagi belum kasep." sahut Diah Carangsari pendek." Ibarat
menggugurkan gunung, "mari kita mulai yang lebih mudah. Jika orang tua itu
melihat anaknya kita tawan, pasti ketegaran hatinya akan kurang."
Alasan Diah Carangsari masuk akal. Maka ia menyetujui.
Segera mereka berdua mendekati Galuhwati. Karena khawatir kalah cepat, Diah
Carangsari melesat tinggi di udara. Begitu mendarat ia menabaskan pedangnya.
Hebat serangannya. Kecuali dilakukan sekonyojg-konyong, serangannya sama sekali tidak terduga.
Tetapi Tunjung Anom memang sudah sempurna kepandaiannya. Sedetik itu ia
mendengar kesiur angin menyambar padanya. Terus saja ia melintangkan pedangnya
dan menyapu pedang Diah Carangsari.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Carangsari tadi sempat bertempur dan melukai tangan Tunjung Anom. Tetapi
kali ini ia sengaja mengalah dengan maksud untuk membangunkan amarah suaminya.
Tentu saja, siasat ini tidak diketahui Tunjung Anom. Merasa dirinya unggul
lantas saja timbul rasa congkaknya. Serunya:
"Ah, manisku ! Kau cantik juga. Kenapa ikut-ikutan mengadu jiwa disini" Hayo
pulang. Aku berjanji akan menjadi suamimu yang baik. Aku akan
membahagiakanmu ...........aku.........."
Tunjung Anom rupanya belum tahu, bahwa Diah Carangsari sudah bersuami. Dan
suaminya adalah salah seorang Panglima Laskar Majapahit yang termashur.
Kebetulan pula berada di samping isterinya. Keruan saja belum sempat ia
menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ia mendengar sambaran angin yang kuat luar
biasa. Sebat ia mengibaskan pedang sapu lidinya untuk menangkis. Tahu-tahu,
pedangnya terpental dari genggamannya.
Ia tercengang berbareng terkejut. Belum sempat ia memperoleh kesadarannya, Diah
Carangsari sudah menggempur iga-iganya dengan gagang pedangnya.
Duk ! Dan tak ampun lagi Tunjung Anom roboh tak berkutik.
Kalengkan dan Imbar yang mempunyai perhitungan dengan dia, berlari-lari
menghampiri, kemudian menawannya.
Melihat putaranya roboh dan sedang ditawan orang-orang Majapahit, Hajar Awu-Awu
kaget sekali. Sepeti orang kalap, ia berteriak-teriak memanggil Sapu Regol.
"Regol ! Kemari !"
Sapu Regol berlari-larian menghampirinya bagitu mendengar panggilan majikannya.
Hajar Awu-Awu sendiri lantas saja mengulurkan tangannya memengang pundak. Gesit
ia mengangkat tubuhnya dan duduk di atas pundak. Ah ! Diah Mustika Perwita, Dandung
Gumilar, Swandaka dan orang-orang yang menyaksikan ketangguhannya, terkejut.
Ternyata orang tua Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu lumpuh kedua kakinya. Apakah dia lumpuh kaki semenjak mudanya" Kalau benar,
bagaimana caranya ia bisa memiliki ilmu kepandaian begitu tinggi"
Sebenarnya tidak demikian. Hajar Awu-Awu baru lima tahun lumpuh kakinya. Dia
terlalu bernafsu mempelajari Ilmu Sakti Narantaka. Ilmu Saksi Narantaka
sebenarnya terbagi dua. Bagian luar dan bagian dalam. Seseorang yang sudah mahir
bagian luar, dapat menghancurkan sebongkah batu gunung dengan sekali pukul. Yang
mahir bagian dalam, bisa merobohkan lawan dari jauh. Dan lawan itu tidak hanya
roboh, tetapi hangus pula seperti terpanggang. Karena masing-masing mempunyai
keistimewaannya, maka yang mempelajari harus memahirkannya satu demi satu. Akan
tetapi Hajar Awu-Awu ingin sekaligus menguasai bagian luar dan dalam. Dari mana
Hajar Awu-Awu memiliki kepandaian itu" Menurut kabar, ia memperolehnya dari
naskah-naskah kuna milik Nayaka Madu yang terbagi menjadi tiga bagian. Sepertiga
bagian berada pada Nayaka Madu dan yang dua pertiga bagian disimpan Durgampi dan
Wijayarajasa. Itulah sebabnya, masing-masing tiada yang dapat menguasai sepenuhnya. Demikian
pula Hajar Awu-Awu. Karena hanya sepotong-sepotong, Narantaka berbalik membakar
dirinya. Syukur, dia mempunyai daya tahan tubuh yang istimewa. Yaitu ilmu warisan Kebo
Iwa. -o0~DewiKZ~0o- BERSAMBUNG JILID 7 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Document Outline
Jilid 6 PERANG DI PERBATASAN WENGKER
KI HAJAR AWU-AWUHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 7 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kebo Iwa berasal dari pulau Bali. Dia memiliki tenaga ajaib semenjak dilahirkan.
Kehebatan tenaganya pernah menolong Kerajaan Majapahit yang sedang dilanda
kemelut. Diceritakan Kerajaan Majapahit diserbu raja dari negeri Awu-Awu yang
sakti luar biasa. Maka Raja Majapahit mengadakan sayembara.
Barangsiapa dapat membunuh raja Awu-Awu berhak
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempersunting puterinya. Kebo Iwa tampil kedepan. Dia berhasil membunuh Raja
Awu-Awu tetapi tubuhnya rusak. Wajahnya penuh luka, kakinya setengah pincang dan
menjadi cedal. Puteri Majapahit tidak dapat menerima kehadirannya lagi. Segera
direncanakan suatu tipu-muslihat. Puteri itu minta dibuatkan sebuah pemandian
dan istana. Tetapi bahannya harus diambil dari dasar Gunung Kelut. Kebo Iwa
kemudian memasuki Kepundang Gunung Kelut. Ia menggali setiap jengkal tanahnya
dan dilempar keluar kepundan. Dalam waktu kurang dari satu bulan, ia sudah
berada jauh di dasar kepundan sampai suaranya tidak terdengar lagi. Laskar
Majapahit kemudian menimbuninya dengan batu dan tanah. Kebo Iwa terpendam di
dalam kepundan. Ia marah dan berusaha ke luar. Tentu saja, tidak dapat. Dalam
kemarahannya, dia lalu mengmtuk. Katanya, setiap delapan tahun sekali, Gunung
Kehit akan diledakkan. Demikianlah, semenjak itu sampai pada hari ini, Gunung Kehit selalu memuntahkan
laharnya melanda kedamaian hidup penduduk.
Kebo Iwa hilang ditelan waktu. Akan tetapi ilmu saktinya tetap abadi. Anak
keturunan Tapawangkeng dan Tapapalet ada yang beruntung mewarisi. Merekalah dua
pendekar yang melahirkan Sapu Regol. Merasa membawa aib, Sapu Regol ditinggalkan
begitu saja. Tetapi tidak sendirian. Sapu Regol disertakan sebuah kitab sakti
ilmu Kebo Iwa dengan catatan, barangsiapa sudi mengambil Sapu Regol sebagai anak
atau budaknya, dialah yang berhak mewarisi ilmu sakti Kebo Iwa. Hajar Awu-Awu
yang menemukan si bayi Sapu Regol, membawanya pulang. Dan semenjak itu, Sapu
Regol menjadi murid berbareng budak Hajar Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Awu-Awu. Dia berhak mewarisi sebagian ilmu sakti Kebo iwa yang membuat seseorang
bisa mempunyai tenaga raksasa.
Sebaliknya Hajar Awu-Awu mewarisi seluruhnya. Demi
mengingat-ingat penyebab terjadinya malapetaka yang menimpa Kebo Iwa, ia memakai
nama Awu-Awu. Kama melapetaka itu terjadi, tatkala Majapahit diserbu raja negeri
Awu-Awu. Dengan bermodal ilmu sakti Kebo Iwa, Hajar Awu-Awu sudah dapat merajai dunia. Ia
malang-melintang tanpa tandingan sampai menemukan naskah Narantaka melalui
tangan Wijayarajasa. Ia termakan oleh ilmu itu. Kalau saja, belum mengantongi tenaga
saksi Kebo Iwa, seluruh tubuhnya bakal terbakar. Sekarang ia berusaha merampas
naskah-naskah warisan Wijayarajasa. Bahkan Sapu Regol pernah dikirim ke lembah
Utara Segara untuk merampas peti mati yan tergantung di atas pohon, karena
mengira berisikan sebagian naskah Narantaka yang berada pada Nayaka Madu. Gagal
merampas peti mati Nakaya Madu, ia mengalihkan perhatiannya kepada
Wijayarajasa.. Ia percaya, Wijayarajasa yang terkenal pandai dan licih pasti sudah berhasil
menghimpun seluruh naskah Narantaka. Kalau naskah itu bisa diperolehnya, dia
akan dapat merebut kesehatannya kembali.
Diah Mustika Perwita, Bandung Gumilar dan lain-lainnya, tentu saja tidak
mengerti dengan jelas sebab-musababnya Hajar Awu-Awu lumpuh kedua kakinya. Yang
diketahui, ketangguhan Hajar Awu-Awu terlalu hebat. Berada di atas pundak Sapu
Regol, ia bertambah gagah. Dia bisa berputar-putar ke arah mana saja yang
dikehendaki. Inipun atas jasa Sapu Regol pula yang bertindak sebagai seekor
kuda. Rupanya dia sudah terlatih, sehingga dapat membaca kemauan majikannya.
Wirawardhana dan Carangsari yang beradat panas, tidak gentar. Dengan berbareng
mereka menangkis sabetan Hajar Awu-Awu. Suatu bentrokan nyaring yang memekakkan
telinga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejurkan semua yang menyaksikan pertempuran itu. Hajar Awu-Awu bertenaga luar
biasa kuatnya. Sebaliknya gabungan tenaga Wirawardhana dan Carangsari bisa juga
mementalkan balik sehingga hampir saja memukul dahi Sapu Regol.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Diah Mustika Perwita. Ia tahu, senjata rantai
membutuhkan jarak renggang untuk menghantam musuh. Sekarang sedang terpental
balik akibat bentrokan dengan kedua pedang Wirawardhana dan Carangsari.
Maka dengan kecepatan kilat Diah Mustika Perwita merangsak masuk ke dalam
kalangan. Swandaka tidak mau ketinggalan.
Dengan goloknya ia menyertai serbuan Diah Mustika Perwita.
Dan Dandung Gumilar" Karena merasa langkahnya pendek karena bertubuh pendek
kate, ia lebih tertarik membantu suami-isteri Wirawardhana. Setiap senjata
rantai melanda menghantam sasaran, ia ikut menyabetkan ikat pinggangnya sambil
menggubat. Dihantam oleh gabungan tenaga antara Wirawardhana dan Dandung Gumilar, Hajar
Awu-Awu baru merasa bertempur dengan tenaga seimbang. Sebenarnya masih bisa ia
mengatasi. Tetapi kena direcoki pedang Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari dan Swandaka.
Ketiga orang itu dapat menyerang dengan cepat dan saling menimpali. Merekapun
dapat menyerang diri jarak dekat, karena rantainya perlu untuk digunakan menggempur
balik serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar. Dengan begitu, ia jadi tidak
leluasa lagi menggunakan senjata rantai yang membutuhkan jarak jauh.
Setiap kali ia berusaha mengadakan serangan balik, pasti dipunahkan oleh tenaga
gabungan mereka yang berlainan coraknya.
Gerakan pedang Wirawardhana, Carangsari dan Diah Mustika Periwta berbeda,
sehingga merupakan jurus yang beraneka warna. Lalu ditambah dengan tebasan golok
Swandaka dan sabetan ikat peinggang Dandung Gumilar. Sebenarnya
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan sekumpulan jurus cakar kucing yang tak keruan-keruan. Tetapi justru
demikian, membuat repot gerakan kaki si kuda Sapu Regol yang mengatur pertahanan
dan perlawanan. Carangsari dan Diah Mustika Perwita yang cerdik segera mengetahui kelemahan
pihak Hajar Awu-Awu. Terus saja mereka bedua mengarahkan serangannya kepada Sapu
Regol. Dan yang diarah adalah kedua kakinya. Keruan saja, ia terpaksa meloncat-
loncat kesana kemari yang kadang-kala diseling dengan tendangan sia-sia. Karena
harus meloncat-loncat dan menendang, ia mengacau rencana pertarungan majikannya.
Ia jadi mendongkol bukan main. Terpaksa ia menggunakan kedua tangannya untuk
bertahan, menangkis dan memukulkan arcanya.
Akan tetapi arca andalanya lecet atau berlobang oleh tikaman pedang
Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita dan golok Swandaka.
"Regol, sudahlah !" bentak Hajar Awu-Awu dari atas pundaknya. " Menyingkir !"
Oleh perintah majikannya, Sapu Regol segera bersiaga untuk ke luar gelanggang.
Dan tepat pada saat itu, Hajar Awu-Awu menekan pundaknya. Tubuh Hajar Awu-Awu
melesat ke udara sambil memutar rantainya. Ia sendiri menggulingkan diri ke luar
dari gelanggang pertempuran.
Karena sambil memutar rantainya, tubuh Hajar Awu-Awu rupanya akan turun dengan
deras di atas tanah. Ternyata tidak demikian. Tangan kirinya dilancangkan ke
bawah sebagai penjagang tubuhnya. Dalam keadaan masih saja memutar rantai
mautnya, pelahan-lahan ia duduk bersila di atas tanah. Sekarang makin nampak
jelas, bahwa kedua kakinya benar-benar lumpuh dan tidak dapat digerakkan sama
sekali. Begitu duduk bersila, putaran rantainya makin gencar dan berperbawa.
Bagaikan angin puyuh ia menyapu semua senjata lawannya yang merabu dirinya.
Caranya berkelahi seperti yang dilakukan sebentar tadi sewaktu masih duduk di
atas kursi. Tak dapat ia maju atau mundur lagi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sapu Regolpun tidak dapat membantunya. Justru, begitu, Wirawardhana, Carangsari,
Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan Swandaka tidak dapat mendekati, karena
gerakan rantai mautnya yang terus-menerus berputar dengan membawa angin menderu-
deru. Sapu Rerol berdiri tidak begitu jauh dari majikannya. Siapa tahu, majikannya
memberinya perintah mendadak. Tetapi melihat majikan mudanya masih kena dibekuk,
ingin ia mendekati. Ia memeriksa senjata arcanya. Ia terperanjat.
Arcanya ternyata cacat.. Kecuali berlobang terdapat pula rompalan sedikit. Ini
suatu tanda, bahwa tenaga serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar mungkin
berada di atas tenaganya sendiri. Kalau saja tidak bersenjata arca, tubuhnya
yang malahan kena cincang. Memikir demikian, ia bergidik. Maka meskipun hatinya
panas, tidak berani ia main melabrak kepada Kalengkan dan Imbar yang menjaga
Tunjung Anom. Dalam pada itu, matahari mulai merangkak-rangkak tanpa suara tanpa berita. Tahu-
tahu udara sudah terasa panas.
Kalengkan mencuri pandang mendongak ke atas. Matahari sudah melewati atas
kepala. Berarti pertempuran seru itu sudah berjalan sekian jam. Meskipun begitu,
Wirawardhana dan teman-temannya belum juga dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu.
Bahkan tanda-tanda sebagai pemenangnya saja, tidak. Melihat kenyataan itu, ia
jadi gelisah. Tetapi sebenarnya yang bergelisah tidak hanya dia seorang.
Semuanya ikut gelisah, termasuk Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita,
Dandung Gumilar dan Swandaka. Mereka berlimapun tidak tahu dengan pasti, kapan
pertempuran itu akan selesai.
Bagaimana dengan Galuhwati" Gadis ini semenjak tadi berdiri termenung-menung
seorang diri. Memang ia tidak terlibat langsung memikirkan akhir pertempuran
itu. Meskipun demikian, hatinya gelisah. Hanya saja yang digelisahkan masalah
lain. Kelihatannya ada yang ditunggu-tunggu. Begitu maha penting Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya, sehingga semuanya yang berlaku di depan matanya tidak merasuk dalam
perhatiannya. Tiba-tiba ia seperti mendengar sesuatu sebagai tanda-tandanya. Ia
mengangkat kepalanya dan berputar arah ke semua penjuru.
"Kangmas?" ia menegas dengan berbisik.
"Kau sumpali telingamu !" dengar suara bisikan halus lembut yang hanya
didengarnya sendiri. Galuhwati bukan orang bodoh, namun belum memahami
makna kata-kata itu. Apakah dia diperintahkan untuk tidak mendengarkan suara
pertempuran dan bising medan laga" Selagi ia dalam keragu-raguan, tiba-tiba
kedua telinganya terasa menjadi pengang. Apakah ini" Masih sempat ia mendengar
suara seperti gaung. Akan tetapi lebih hebat, lebih dalam dan panjang.
Tahu-tahu telinganya menjadi sakit. Maka cepat-cepat ia menutup dengan kedua ibu
jarinya. Suara gaung yang mengalun itu, menghentikan pula mereka yang sedang bertempur.
Bahkan Sapu Regol si raksasa roboh terguling seperti tergempur suatu gelombang
yang dahsyat. Demikian pula Tunjung Anom yang tertawan. Hanya yang sedang bertempur seru itu
saja yang dapat mempertahankan diri dengan berdiri tegak bagaikan arca yang
tidak pandai bergerak. Sedang laskar lainnya, baik laskar Majapahit maupun
Wengker, semua roboh terguling dan berkisar dari tempat beranjaknya.
Ki Hajar Awu-Awu, berubah wajahnya. Sebagai orang yang berpengalaman, segara ia
mengetahui apa sebabnya. Itulah suara alunan suara bergelombang yang membawa
tenaga sakti dahsyat luar biasa. Siapa yang memiliki kekuatan begitu hebat"
Justru dia memikirkan siapa dia, hatinya mendadak meringkas.
Dan tepat pada saat itu, muncullah seorang pemuda setengah umur dari balik
ketinggian. Seorang pemuda yang berpakaian sederhana, tetapi parasnya cakap
bulan main. Dialah Pangeran Jayakusuma, kakak Galuhwati.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Munculnya Pangeran Jayakusuma di medan pertempuran itu, membawa kesan masing-
masing yang berada. Sapu Regol kaget setengah mati. Ia pernah merasakan, betapa
dahsyatnya tenaga sakti pemuda yang baru datang itu. Kehebatannya pernah
dilaporkan kepada Hajar Awu-Awu. Tetapi malahan kena damprat sebagai laporan
yang mengada-ada. Sebab bila apa yang dilaporkan itu benar, maka yang memiliki
tenaga demikian dahsyat hanyalah makhluk yang bukan terdiri dari darah dan
daging. Pastilah Dewa Perang yang turun dari Kahyangan, demikian ujar Hajar Awu-
Awu. Sekarang Hajar Awu-Awu dipertemukan sendiri dengan pemuda itu. Diam-diam ia
mencuri pandang kepada kesan majikannya.
Hajar Awu-Awu memang tidak percaya kepada laporan Sapu Regol. Kalau saja Sapu
Regol bukan orang kepercayaannya sendiri yang diasuhnya semenjak kanak-kanak,
pasti sudah digamparnya pulang pergi. Malahan dalam aturan kerperajuritan, bisa
dihukum mati. Sebab memuji kehebatan lawan dapat mengecilkan hati teman sendiri.
Tetapi gaung suara bergelombang yang menusuk telinganya sempat membuat pendengarannya pengang.
Suatu kekuatan yang menyakiti dirinya merasuk sampai ke jantungnya. Kekuatan apa
ini" Cepat-cepat ia menghimpun semua sisa himpunan tenaga saktinya.
Untuk sementara ia dapat mempertahankan diri, namun tak urung tubuhnya
tergoncang juga. Syukur, suara alunan gelombang tenaga sakti itu hanya sebentar
saja. Kalau tidak, belum tentu dirinya dapat bertahan.
Diah Mustika Perwita sudah dua kali mendengar gaung suara gelombang Pangeran
Jayakusuma. Waktu yang mula-mula, ia dianjurkan menutup telinganya. Kali ini
tidak sempat ia berbuat demikian, karena dalam keadaan bertempur sengit.
Gelombang gaung suara itu tidak menyakitkan telinganya. Hanya saja sempat
menghentikan gerakan tangannya, karena tiba-tiba dirinya terdorong mundur
menjauhi lawan. Ia heran, apa sebab telinganya tidak perlu pengang. Apakah
berkat mendapat tenaga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti tambahan dari Ki Ageng Cakrabuwana" Menuruti kata hati, ingin saja ia lari
menghampiri Pangeran Jayakusuma. Akan tetapi dia seorang gadis yang halus budi-
pekertinya. Hati nuraninya tidak mengijinkan dirinya berbuat demikian.
Lain halnya dengan Dandung Gumilar. Tiba-tiba saja ia merasa malu, karena tidak
dapat merobohkan Hajar Awu-Awu dikerubut lima orang. Selamanya, ia mau menang
sendiri. Dulu semasa masih menjadi salah seorang kepercayaan Nakaya Madu, tiada
seorangpun yang dapat mengatasi kepandaiannya. Tetapi hidup ini ternyata maju
terus. Ia merasa ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan Hajar Awu-Awu. Tak
dikehendaki sendiri ia menghela nafas.
Carangsari yang mempunyai riwayatnya sendiri dengan Pangeran Jayakusuma, lantas
saja berseru nyaring: "Tolol ! Kau membuat kita susah saja. Kenapa ikut-ikutan berada di sini?"
Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Memang diantara teman-teman wanitanya, hanya
Carangsari seorang yang memanggilnya si tolol. Lalu menjawab:
"Yang Mulia, apakah engkau senang aku hidup sebagai burung dalam sangkar?"
Setelah berkata demikian ia menghampiri Wirawardhana yang membungkuk hormat
kepadanya. Sebab kecuali Pangeran Jayakusuma putera raja, terhadap pemuda itu ia
banyak berhutang budi. Dimulai dari perkawinannya dengan Diah Carangsari sampai
kedudukan Panglima Perang yang kini diperolehnya.
"Wirawardhana, siapakah pemuda itu?" tuding Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka
yang bediri tegak bagaikan arca batu.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diadalah salah seorang pengawal Ulupi, pangeran." sahut Dandung Gumilar.
"Dialah wakil komandan pengawal yang terbunuh."
"Ah, ya !" Pangeran Jayakusuma teringat. "Bagus ! Dia dapat mempertahankan diri.
Tenaga daya tahannya, boleh juga. Siapa namanya?"
"Dialah Swandaka, murid Dhadha Wacana dan Dhaha Walaka."
"Siapa mereka" Aku ingin berkenalan." ujar Pangeran Jayakusuma. Kemudian kepada
Diah Mustika Perwita: "Adik, kau bawa dia kemari !"
Memang di antara mereka berlima, Swandaka yang terlemah.
Meskipun demikian, ia dapat mempertahankan diri. Dibandingkan dengan Tunjung
Anom yang berkepandaian jauh lebih tinggi, ia masih menang. Hal itu ada
sebabnya, karena dia seroang perjaka.
Terhadap Pangeran Jayakusuma, Swandaka merasa rendah diri. Ia kalah dalam segala
halnya. Baik mengenai kepandaiannya maupun derajatnya. Maka tanpa menunggu
perintah Diah Mustika Perwita, segera ia datang menghampiri. Setelah membungkuk
hormat, segaraia berdiri menunggu perintah. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma
tidak sempat berbicara kepadanya, karena Carangsari telah mendahului. Kata
puteri yang galak itu: "Eh, tolol ! Semenjak kapan engkau bergaya sebagai raja.
Apakah kau benar-benar sudah bermaksud untuk menggantikan singgasana
ayahandamu?" Pangeran Jayakusuma tertawa. Ia tahu, Carangsari sedang menggelitik hatinya.
"Baiklah, tidak usaha kau jawab dulu !" ujar Diah Carangsari lagi. "Aku akan
membereskan perkara iblis ini. Hai, Hajar Awu-Awu ! Sekarang kau mau berbicara
apa?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hajar Awu-Awu yang tetap menumparah di atas tanah
menjawab dengan angkuh: "Kau menghendaki apa?"
"Kau masih menghendaki anakmu atau tidak?" bentak Carangsari.
Hajar Awu-Awu tertawa pelahan melalui dadanya. Menjawab:
"Kau isteri seorang Panglima Majapahit yang termashur.
Karena ingin mengalahkan aku sampai perlu main kerubut. Bagus
! Dan sekarang engkau hendak main paksa pula. Memang Laskar Kerajaan Majapahit
terlalu bebal !" "Eh siluman tua !" bentak Carangsari. "Janganlah engkau berkepala besar.
Siapakah yang takut kepadamu" Saat ini, aku lagi mengadakan tawar-menawar.
Setelah itu, baru kita melanjutkan adu kepandaian."
"Tawan-menawar tentang apa?" Hajiar Awu-Awu mengejek.
"Kau merampas harta benda Wijayarajasa yang sudah jadi milik kerajaan. Bukankah
engkau sengaja merampas harta itu demi kepentinganmu sendiri?"
Mendengar ucapan Diah Carangsari, Hajar Awu-Awu tertawa lebar. Sahutnya:
"Nyonya, tak kukira mulutmu besar juga. Harta benda yang kubawa ini adlah harta
benda kami. Sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan Kerajaan Majapahit. Rekan
Wijayarajasa adalah guru anakku. Semenjak dulu kita saling tukar barang. Malahan
seringkah beliau meminjam hak milikku, Sekarang beliau dalam kesukaran karena
mempunyai urusan dengan kerajaan. Masalah itu, aku tidak ikut campur. Yang
kuperlukan, aku harus menyelamatkan barang-barangku sebelum ikut terampas laskar
yang menang perang. Apakah aku salah?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alasan Hajar Awu-Awu terdengar masuk akal. Akan tetapi Carangsari seorang puteri
yang cerdik dan selamanya menaruh prasangka terhadap siapapun yang bukan
termasuk orangnya. Tetapi baru saja ia hendak membuka mulutnya, Swandaka mendahului. Kata pemuda
itu: "Siluman tua ! Siapa yang mau percaya kepada lidahmu yang tidak bertulang"
Siapapun tahu, kau sebenarnya mengharapkan dapat mengambil naskah-naskah tuanku
Wijayarajasa, bukan?"
Swandaka tidak berani menyebut nama Wijayarajasa dengan langsung, karena
Wijayarasaja termasuk kakek Pangeran Jayakusuma, alias keluarga Sri Baginda
Raja. "Eh, anak muda ! Kau tahu apa?" damprat Hajar Awu-Awu.
"Kalau bukan begitu, kenapa kau menyuruh anjingmu memasuki lembah Untara Segara
untuk merampas peti yang tergantung di tas pohon" Waktu itu, akulah yang menjaga
peti itu." Mendengar ucapan Swandaka, Hajar Awu-Awu terhenyak
sejenak. Lalu menjawab: "Baiklah, anggap saja ucapanmu benar. Tetapi salahkah tindakan seseorang untuk
menolong diri" Selama ini belum pernah aku berurusan dengan kepentingan
Majapahit. Malahan aku membantu sebisa-bisaku. Siapapun tahu, Nayaka Madu
seorang pengkhianat besar terhadap kerajaan. Maka perlu aku ikut mengambil saham
untuk merugikan dia. Apakah aku salah?"
Dandung Gumilar yang sedikit banyak pernah menjadi orang kepercayaan Nayaka Madu
tergelitik hatinya. Menimbrung:
"Hai Hajar Awu-Awu ! Selama hidupmu engkau mempelajari Ilmu Sesat. Karena itu
kau pandai mengarang cerita sesat yang bisa menyesatkan pendengaran orang.
Hm ...... siapa mau percaya kata-katamu itu ! Kalau kau bisa merampas naskah-
naskah Nayaka Madu, tentunya kau bakal mengangkat diri Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi seorang raja, bukan" Kukira kau bakal jauh lebih jahat daripada Nayaka
Madu. Sekaing kita semua sudah bisa menyaksikan. Sudah jelas anakmu itu semang
laki-laki bongor. Tetapi engkau justru memanjakan. Malahan engkau berani menghina puteri Diah
Carangsari yang sudah menjadi isteri Panglima Wirawardhana. Coba, kau bisa
berkata apa lagi?" Semenjak Diah Carangsari berbicara dengan Hajar Awu-Awu, Pangeran Jayakusuma
memperhatikan keadaan Hajar Awu-Awu.
Sebagai seorang pemuda yang pintar luar biasa, segera ia dapat menebak sembilan
bagian rahasia Hajar Awu-Awu begitu mendengar kata-kata Swandaka dan Dandung
Gumilar. Terus saja ia berkata memotong:
"Hajar Awu-Awu ! Apakah begitu namamu?"
Sebenarnya, perhatian Hajar Awu-Awu memang kepada
Pangeran Jayakusuma yang memiliki tenaga dahsyat. Begitu mendengar tegur
sapanya, menjawab dengan suara dingin:
"Betul, aku Hajar Awu-Awu. Apakah engkau yang bernama Pangeran Jayakusuma?"
"Hai ! Kau mengenal namaku?" Pangeran Jayakusuma heran.
"Hanya secara kebetulan, salah seorang pembantuku pernah terlempar masuk ke
dalam sungai. Kalau saja tidak menerima kebaikanmu, pastilah dia sudah tidak
bernapas lagi pada hari ini."
"Ah !" Pangeran Jayakusuma tertawa. "Hari ini aku sungguh beruntung dapat
bertatap muka dengan seorang besar yang kebetulan bernama Hajar Awu-Awu.
Selamat, selamat !" Kemudian kepada Wirawardhana : "Antarkan anaknya kepadanya."
Wirawardhana menoleh kepada Carangsari. Isterinya yang galak itu kelihatan tidak
senang. Tetapi terhadap Pangeran Jayakusuma, dia bersedia tunduk. Katanya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tolol ! Aku tahu, hatimu mulia. Tetapi engkau terlalu baik terhadap orang-orang
seperti siluman tua itu".
Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Sahutnya:
"Ki Hajar Awu-Awu adalah seorang satria besar. Tidak mungkin dia sejahat Nayaka
Madu." Carangsari mendengus. Teringat pemuda itu mulutnya
kadangkala bisa jadi jahil, ia mau percaya ucapannya pasti menyembunyikan maksud
tertentu. Menimbang demikian, segera ia melambaikan tangan memberi tanda
pembebasan bagi Tunjung Anom. Kalengkan dan Imbar kemudian membebaskan Tunjung
Anom setelah masing-masing menghadiahi tendangan dua kali. Keruan saja Tunjung
Anom benci terhadap mereka berdua. Akan tetapi dia tidak berani berbuat sesuatu.
Hanya pandang matanya saja yang kelihatan menyala.
"Nah !" ujar Carangsari. "Anakmu sudah kembali kepadamu, sekarang
silahkan........." Hajar Awu-Awu tertawa perlahan. Sahutnya dengan wajah berubah:
"Kau bilang silahkan" Hm, artinya aku kau suruh mengangkat kaki?"
"Tentu saja." jawab Carangsari cepat. "Bukankah anakmu sudah kembali" Artinya,
kereta barang tu harus kau tinggalkan."
Hajar Awu-Awu mendongakkan kepalanya. Sekali ia tertawa.
Kali ini bahkan panjang sekali. Lalu berkat seolah-olah kepada dirinya sendiri:
"Umurku sudah lanjut. Sungguh ! Baru kali ini ada seorang muda yang berani main
perintah kepadaku. Memerintah padaku, berarti main paksa. Main paksa berarti
berani menantang diriku. Apakah benar-benar engkau hendak menggertak aku?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas.
Semenjak gadis ia tida pernah takut dan gentar menghadapi ancaman apapun. Maka
dengan wajah merah padam ia
menyahut: "Oh begitu" Baiklah, maka terpaksa aku melayani kehendakmu".
Hajar Awu-Awu mengibaskan rantainya sehingga berbunyi gemerincing. Pangeran
Jayakusuma melihat macam senjatanya.
Dia bersenjata rantai pula seperti dirinya. Ia merasa makin tertarik terhadap
orang tua itu. Apalagi orang tua itu, lumpuh kedua kakinya. Bukankah nasibnya
seperti dirinya, sewaktu kedua kakinya tertembus rantai Sirnagalu"
"Kau boleh maju dengan suamimu !" tantang Hajar Awu-Awu.
"Budak Nayaka Madu itupun boleh maju. Selebihnya kuharap menonton saja dari luar
gelanggang." Hajar Awu-Awu sudah menetapkan pilihannya. Artinya, lain orang tidak boleh ikut
mengeroyok. Kalau dipikir, memang sudah cukup adil. la seorang diri dan bersedia
dikerbut tiga orang tangguh. Meskipun demikian, Swandaka jadi gelisah.
Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Gumilar memang orang-orang yang tinggi
kepandaiannya. Malahan jauh berada diatasnya. Akan tetapi belum tentu mereka
bertiga bisa mengalahkan Hajar Awu-Awu. Kalau Hajar Awu-Awu sudi kiranya
dikerubut tiga orang, tentunya sudah memperoleh perhitungan yang tepat. Dia akan
dapat merobohkan mereka bertiga. Karena memikir demikian, ia berpaling kepada
Diah Mustika Perwita untuk memperoleh kesannya. Gadis itupun sebenarnya berpikir
demikian pula. Akan tetapi Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus
budinya. Di dalam kegelisahannya, ia masih percaya kepada hadirnya Pangeran
Jayakusuma. Pengeran Jayakusuma yang berkepandaian tinggi itu, pasti tidakkan
tinggal diam bila mereka bertiga dalam bahaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, keempat orang itu lantas saja bertempur dengan serunya. Diah
Carangsari yang berhati panas merangsak maju.
Tetapi pedangnya kena tersapu rantai Hajar Awu-Awu. Dia terhuyung mundur. Cepat
sekali, Wirawardhana menggempurkan pedangnya yang segara dibantu oleh sabetan
ikat pinggang Dandung Gumilar. Suatu bentrokan senjata tidak terelakkan lagi.
Ketiga-tiganya memiliki himpunan tenaga yang kuat. Maka suara bentrokan senjata
itu menerbitkan suara gemerincing nyaring.
Carangsari segera melompat maju. Dengan demikian, Hajar Awu-Awu kena terkurung
rapat. Akan tetapi baik Wirawardhana maupun Dandung Gumilar sudah mengenal
kepandaian Hajar Awu-Awu. Tidak berani mereka berdua terlalu merangsak.
Carangsari kecewa melihat sikap suaminya. Ia jadi tidak sabaran lagi. Lagi-lagi
ia merangsak maju. Tetapi baru tiga kali menyerang, ia terhuyung mundur lagi.
Hampir-hampir ia terhantam rantai Hajar Awu-Awu yang memental balik.
-o0~Dewi.KZ~0o- MAKIN DIPERHATIKAN, Pangeran Jayakusuma teringat
pengalamannya sendiri. Dulu diapun bersenjata rantai panjang seperti Hajar Awu-
Awu. Dengan membawa-bawa jenasah Ki Ageng Mijil Pinilih, ia bertemput
mempertahankan diri dikerubut beberapa orang sakti. Di antara mereka terdapat
Dandung Gumilar pula yang kini ikut serta mengkerubutkan Hajar Awu-Awu. Diapun
dulu tidak berani beranjak dari tempat demi melindungi Ki Ageng Mijil Pinilih.
Ki Hajar Awu-Awu juga tidak dapat beranjak dari tempatnya, karena kedua kakinya
lumpuh. Pada hakekatnya, keadaannya sama dengan dirinya dulu. Dan teringat hal itu, hati
Pangeran Jayakusuma yang sebenarnya berperasaan halus, menjadi iba. Akan tetapi
menyaksikan ketangguhannya, belum tentu Wirawardhana, Carangsari dan Dandung
Gumilar dapat merobohkannya. Dalam hal ini, di pihak Wirawardhana, Carangsari
dan Dandung Gumilar yang lemah.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Carangsari meskipun berkepandaian tinggi, tenaganya tidaklah sehebat
Wirawardhana. Dalam suatu pertempuran jarak panjang, lambat-laun akan kehabisan
tenaga. Tiada bedanya dengan seorang petinju yang harus menguras tenaga dalam
limabelas ronde. Sebaliknya, Dandung Gumilar sudah kehilangan senjata
andalannya. Itulah tongkat mustikanya yang ditakuti lawan dan kawan. Kini ia
hanya bersenjata ikat pinggang. Meskipun hebat perbawanya, namun tidak dapat
berbuat banyak. Wirawardhana terperanjat melihat isterinya mundur terhuyung terkena rantai Hajar
Awu-Awu yang terpental balik. Memang ia tahu, tenaga isterinya tidaklah sekuat
dirinya. Pikirnya : "Tenaga Carangsari berada dibawahku, namun ia tidak takut.
Mengapa aku tidak" Biarlah aku mengadu jiwa, agar dia tidak memandang diriku
rendah." Wirawardhana bukan penakut. Tetapi bukan seperti
Carangsari yang bertindak menuruti kata hati saja. Sebagai seorang panglima, ia
bertindak dengan menggunakan pikiran. Ia tahu, Hajar Awu-Awu bertenaga kuat
bagaikan seekor gajah. Dia harus memperhitungkan dulu sebelum melancarkan
serangan tertentu. Namun setelah melihat sikap isterinya terhadap lawan, ia
merasa rak enak sendiri. Langsung saja ia menyingkirkan perhitungan-
perhitungannya tertentu. Terus saja ia melabrak maju.
Semenjak Wirawardhana bergaul dengan Pangeran
Jayakusuma kepandaiannya maju pesat. Atas petunjuk-
petunjuknya, ilmu pedangnya kini sudah termasuk kelas satu.
Apalagi setelah ikut serta mempelajari ilmu pedang Carangsari yang sedikit
banyak sudah pernah menerima pelajaran dari Ki Ageng Cakrabuana. Dibandingkan
dengan Carangsari sendiri, kepandaiannya berada di atasnya, berkat menang
tenaga. Demikianlah begitu ia melabrak maju, pertempuran jadi seimbang. Dengan sungguh-
sungguh ia mengerahkan seluruh kepandaiannya. Meskipun masih kalah tenaga
dibandingkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Hajar Awu-Awu, tetapi kini karena tidak takut lagi apalagi bisa
bekerjasama dengan isterinya, walaupun tidak menang juga tidak akan kalah.
Sementara itu, pertempuran yang sempat kena gempuran suara bergelombang Pangeran
Jayakusuma dan menyaksikan pertempuran antara Hajar Awu-Awu melawan tiga
musuhnya, terhenti semuanya. Semua pandang mata mengarah ke
gelanggang pertarungan. Seketika itu juga, suasananya jadi sunyi lengang. Hanya
angin menderu-deru akibat gerakan senjata Hajar Awu-Awu berempat yang mengisi
kesenyapan itu. Kadang-kadang terdengar suara bentrikan rantai dan pedang
Wirawardhana dan Carangsari. Lalu terlihat letikan api dan senjata mereka
membersitkan cahaya kemilau yang sekali-kali menyilaukan mata.
Jodoh Si Mata Keranjang 12 Pendekar Kembar 6 Cumbuan Menjelang Ajal Rahasia Kalung Permata Hijau 1