Pencarian

Bayangan Darah 3

Bayangan Darah Karya Pho Bagian 3


dalam dunia kang ouw, entah apa isi sebetulnya. Lauw li hiap,
coba perlihatkan pada kami."
Kini Lauw Hung telah menganggap mereka sebagai kawan
baiknya. Setelah mendengar ucapan Sun Ang, ia tidak raguragu
memberikan sebuah potongan bambu yang telah dicat
dengan merah sekali pada Sun Ang seraya berkata : "Ada di
dalam bambu..." Ucapan 'ini' belum sempat keluar dari mulutnya, Sun Ang
telah mengeluarkan tangan menyambutnya, berbarengan
denganitu tubuhnya telah melesat ke belakang dengan
mendadak. Pada waktu itu, Yo Bun Cing mengibaskan
tangannya, sekejap saja terdengar dengunganyang ramai
sekali, sekelompok tawon berbiwa telah menerjang ke depan.
Melihat keadaan berbubah sedemikian, Lauw Hung dan
Lauw Nen terpaku, dan pada keterpakuan mereka itulah
tawon-tawon berbisa telah sampai di hadapan mereka. Lauw
Hung berteriak sambil mengibaskan tangannya, angin keras
yang ditimbulkan karena pukulan tangannya telah dapat
menghalau lajunya tawon-tawon berbisa itu. Memandang ke
depan, dilihatnya Sun Ang hampir belok di tikungan, dan Yo
Bun Cing pun sedang mundur.
Pada saat ini, terjadilah suatu kejadian yang diluar dugaan
Lauw Hung. Dilihatnya Sun Ang yang hampir menikung di
belokan mengibaskan tangan melepaskan berpuluh-puluh
senjata rahasia ke arah Yo Bun Cing.
Yo Bun Cing mundur dengan punggungnya, sedangkan
senjata rahasia yang dilepaskan Sun Ang itu tidak bersuara.
Ketika Yo Bun Cing mengetahuinya, dua buah pisau terbang
telah menancap di punggungnya. Tubuh Yo Bun Cing menjolor
lalu berputar, pada saat ini, senjata rahasia lain telah
menancap dalam tubuhnya. Yo Bun Cing hanya berteriak
tertahan lalu roboh di atas tanah.
Lauw Hung terpaku pula memukulkan kedua telapak
tangannya lagi. Lauw Nen pun mengibas-ngibaskan lengan
jubahnya. Mereka berdua telah menerjang ke depan. Ketika
lewat di sisi mayat Yo Bun Cing matanya terbelalak orangnya
telah mati. Setelah menikung mereka tidak melihat bayangan Sun Ang,
buru-buru mereka berdua keluar masuk dari gang ke ganggang
namun bayangan Sun Ang tetap tidak tampak.
Lauw Hung dan Lauw Nen keluar masuk gang tetapi berapa
banyaknya gang-gang dalam kota Kouw So ini sedangkan Sun
Ang telah berlari duluan. Bahkan ketika ia ambil langkah
seribu,ia masih sempat membinaskaan kawan
seperjuangannya selam bertahun-tahun, mencaplok sendiri
buku silat Go toa hiap, ia memang berniat kabur. Kini mana
mungkin teruber oleh kakak beradik ini" Ketika hari telah
menjadi gelap, keduanya tetap tidak berhasil. Kini mereka
berdua merasa sangat menyesal sekali, teramat menyesal.
Malam hari mereka berhenti dengan lesu. Lauw Hung
marah sekali tapi Sun Ang telah lenyap tanpa bekas.
Amarahnya itu dengan sendirinya dilampiaskan ke arah Lauw
Nen hingga Lauw Nen dicaci maki sepuas hatinya. Lauw Nen
sangat takut pada kakaknya. Mula-mula ia diam saja tidak
bersuara. Tetapi ia telah terjebak sekali bahkankini terjebak
untuk kedua kalinya. Benar-benar ia jadi marah ditambah lagi
dengan cacian Lauw Hung, hatinya semakin marah hingga ia
tak dapat menahan dirinya lagi : "Sudahlah, jangan mencaci
lagi. Kau telah mendapatkan dua buah mutiara tetapi aku, apa
yang yang aku dapat?"
Lauw Hung mendengar Lauw Nen masih berani membuka
mulut, bagai api disiram minyak mengayunkan tangannya
menghantam Lauw Nen. Lauw Nen melihat pukulan Lauw Hung itu sungguh
mengandung tenaga yang dahsyat sekali hingga membuatnya
terbirit-birit menyingkir. Tapi angin yang timbul karena
pukulannya tetap membuat tubuh Lauw Nen terhuyung ke
belakang. Lauw Hung menekan pinggangnya, bentaknya : "Kau tidak
senang?" Berturut-turut Lauw Nen mengalami kerugian, dan kini ia
tahu pula bahwa ia bukan tandingan kakaknya. Maka ia tidak
berani melampiaskan kemarahannya pada Lauw Hung tapi
menumpahkan segala itu pada diri Go Thian Kheng, Go Eng
Kiat dan Go So Lan. Serta merta ia menggigit bibirnya,
mendengus dan tertawa nyaring.
"Puih" Lauw Hung meludahinya, lalu pergi sendirian.
Lama setelah kepergian Lauw Hung, Lauw Nen pun
meninggalkan kota Kouw So dengan membawa kedongkolan
hatinya. Ia menekan perasaannya pulang ke rumah, dan berlutu di
hadapan ayahnya mengaku salah. Pada hari-hari berikutnya ia
berlatih silat dengan tekun. Dasarnya memang baik, orangnya
boleh dikatakan cerdik, ilmu silat Lauw Thian Hauw adalah
Lwee k khi kang asli, maka lima tahun kemudian ilmunya maju
dengan pesat sekali. Tentang persoalan menipu buku silat Go
toa hiap dengan ke-24 keping giok palsu itu, Lauw Hung dan
Lauw Nen kakak beradik sama sekali tidak mengusikngusiknya.
Maka Lauw Thian Hauw dapat dikelabui, sedikit
pun ia tidak tahu. Sejak kebentur di rumah Go, Lauw Thian Hauw tidak
pernah lagi mengundunginya, hanya mendengar orang-orang
yang datang dari Kang Lam, bahw Go Thian Kheng sedang
melatih dirinya, dan tidak mau menerima tetamu. Sampai
akhirnya, ada orang datang dari Kang Lam membawa berita
Go Thian Kheng, yang mengatakan bahwa ia berlatih silat
tidak hati-hati, hingga kesurupan membahayakan dirinya
sendiri. Hal itu adalah lima tahun kemudian.
Berita itu, didengar oleh Lauw Thian Hauw, boleh dikatakan
di luar dugaannya. Tapi bagi Lauw Nen, tidak sekali-kali tidk.
Sementara itu ilmu silat Lauw Nen telah maju pesat. Ia pun
tahu, kenapa Go toa hiap dapat dibohongi bukunya secara
gampang sekali dengan Thian Cing 24 jurus palsu. Bukan saja
karena ia membawa giok palsu itu adalah Lauw Hung, pun
karena huruf-huruf yang terlukis di atas batu-batu giok itu
memang ada hubungannya dengan ilmu silat yang dalam. Silat
itu mungkin saja dicuri Cung San Siang Kiat dari suatu tempat,
tentu saja suatu silat yang tidak lengkap, tapi Go Thian Kheng
percaya dengan sepenuh hatinya dan berlatih menurut
petunjuk-petunjuk yang terukir di atas batu giok itu, maka ia
sampai kesurupan membahayakan dirinya sendiri. Ini boleh
dikatakan suatu hal dalam dugaannya.
Mendengar berita itu, hati Lauw Nen merasa syukur.
Orangnya sangat mendendam. Selama lima tahunini, belum
pernah ia melupakan penghinaan yang diterima di rumah Go.
Maka ia begitu tekun berlatih silat. Itu pun karena ia
mengharapkan pada suatu hari akan dapat membalas
dendamnya. Tapi ia pun berpikir, walaupun ilmu silatnya maju
pesat, namun untuk mengalahi Go toa hiap, masih tetap tidak
mampu. Maka ia terus mendendam kebenciannya dalam hati.
Saat ia mendengar berita Go toa hiap kesurupan dan
membahayakan dirinya sendiri, mana mungkin ia dapat
menahan rasa girang dalam hatinya"
Dari mulut tamu Kang Lam itu, ia pun tahu pada tahu lalu
Cu Ka Pauw Piauw cu (ketua benteng Cu Ka) mengajak
anaknya melamar Go So Lan dan telah menetapkan
perkawinan itu. Dalam waktu singkat ini, Go Eng Kiat akan
mengawal adiknya ke utara untuk melangsungkan pernikahan.
Sedangkan ke-73 piauw kek dari Kang Lam, mendengar berita
itu, malah mengajak Go Eng Kiat dan Go So Lan kakak beradik
untuk mengawal barang ke Lo Yang, ingin menggunakan
ketenaran nama Go Thian Kheng untuk mencegah hal-halyang
tidak diingini di tengah-tengah perjalanan, dan Go Eng Kiat
pun telah setuju. Di rumah Lauw, banyak tetamu yang datang berkunjung,
mereka pada bercerita demikian. Rupanya setiap orang telah
mengetahui hal Go Eng Kiat menemani adiknya dan mengawal
kereta brang itu. Go Eng Kiat yang masih muda belia dan
perkasa itu, boleh merasa sangat bangga!
Go Eng Kiat makin bangga, Lauw Nen semakin dendam.
Pada suatu senja, ia mengutarakan suatu alasan pada
ayahnya, dan membawa tiga ekor kuda gagah, siang malam
memacunya berganti-ganti. Go Eng Kiat membuka jalan
dengan kedudukan sebagai ketua piauw tao, dari ke-73 piauw
kek, semua perampok pada minggir memberi jalan.
Mendengar ini, Lauw Nen lebih gondok lagi. Ingin rasanya ia
segera menyeberang sungai menyerang Go Eng Kiat dan Go
So Lan secara mati-matian. Kalau pada lima tahun yang lalu,
pasti telah dilakukannya.
Tetapi selama lima tahun ini, ia telah mendapat berbagai
pengalaman. Dan ia tahu lima tahun yang lalu, dirinya
bukanlah tandingan Go Eng Kiat. Selama ini, walaupun ilmu
silatnya maju pesat, namun lawannya pun tidak tinggal diam.
Kalau bertindak sendirian, jangan-jangan belum dapat
mengalahkan lawannya. Maka harus mencari akal lain, tidak
boleh bertindak sembarangan. Ia telah mendengar Go Eng
Kiat dan Go So Lan pasti mengambil jalan ini menyeberang
sungai menuju ke utara. Maka satu dua hari ini, ia terus
mundar mandir di tempat penyeberangan. Pada sore hari
berikutnya, ketika ia sedang memandangi air sungai yang
berombak-ombak dan memikirkan bagaimana menuntut balas
sakit hatinya, tiba-tiba merasakan ada seseorang
menghampirinya dengan diam-diam.
Begitu merasa ada orang mendekatinya, hati Lauw Nen
telah bersiap siaga. Namun ia tetap diam saja, hanya tangan
kanannya diangkat sedikit dan jari telunjuknya telah
menyentuh gagang pedangnya. Didengarnya orang itu telah
mendekat lagi, hanya berjarak empat lima kaki di
belakangnya. Saat ini barulah ia menghunus pedangnya dan
menusuk ke belakang. Tangan kanannya menusuk, tangan kirinya telah
menghunus yang satunya lagi. Bersamaan dengan itu,
tubuhnya berputar dengan cepat. Pedang kirinya pun telah
membabat dari atas ke bawah, rupanya tusukan tangan
kanannya tadi adalah tusukan palsu. Ketika tubuhnya
berputar, tusukan pedang kanan itu telah berubah membabat
dari bawah ke atas. Kedua pedang panjang itu bagaikan
sebuah naga, berubah tak henti-hentinya, hanya sekejap saja,
kilatan pedang telah berkelebatan, orang yang di belakangnya
itu tertegun sejenak, sepasang pedang Lauw Nen itu telah
dimainkan secara sempurna sekali.
Kedua pedang itu sama-sama membabat ke arah leher
orang itu, setelah dimainkan dengan sempurna, benar-benar
dapat dengan segera memindahkan kepala orang yang
mendekat itu. Tetapi ketika pedang Lauw Nen telah sampai di
leher orang itu, tiba-tiba ia menghentikan tangannya,
sepasang pedang yang sangt tajam itu telah berhetni di kanan
kiri leher orang itu, ujung pedang telah nempel di kulit.
Walaupu belum sampai memecahkan kulit, namun perasaan
tegang antara hidup dan mati malah lebih hebat daripada luka
parah, telah mencengkam orang itu! Mukanya pucat pasi,
mulutnya ternganga, tapi tidak dapat bersuara. Lauw Nen
memandang orang itu, dilihatnya kepala orang itu lancip
membentuk segi tiga, alisnya mencelat ke atas, rupanya
bukan orang baik-baik. Ketika ia baru mau bertanya, tiba-tiba
ia melihat seorang lagi yang berumur setengah baya
melompat-lompat menghampirinya. Sampai di depannya, lalu
menjura : "Sudilah kiranya pendekar budiman mengampuni
anak buah kami yang tidak berniat jahat ini!"
Lauw Nen tertawa dingin : "Dia tidak berniat jahat" Kenapa
dia menghampiri aku dengan diam-diam?"
ORang setengah baya itu berkata sambil tertawa : "Pang cu
kami mengundang pendekar budiman untuk berbicara. Budak
ini tidak mengundang pendekar budiman secara hormat.
Semoga pendekar budiman sudi memandang Pang cu kami,
dan mengampuninya!" Lauw Nen bertanya dengan heran : "Siapa Pang cu kamu?"
"Hilir sungan Yangze, Ching li pang (ikatan ikan li hijau)
pangcu Chen Yauw Cing," kata orang itu.
Hati Lauw Nen berdetak, serunya : "Oh, rupanya Chen
pang cu yang disebut orang... SAm Yauw Liong Bun (tiga kali
loncat gerbang naga)! Untuk apa dia mau menemui aku?"
"Pendekar budiman telah berhari-hari mundar mandir di
tepi sungai, apakah sedang..." orang itu maju setindak dan
berkata dengan suara rendah. Sampai disini ia berhenti
sejenak, dan tertawa misterius. Lalu sambungnya dengan
suara yang lebih ditekan rendah : "Apakah sedang mengintai
Go Engkiat dan adiknya?"
"Kalau ya mau apa" Kalau bukan mau apa?" Lauw Nen
tertegun lagi. "Harap pendekar budiman bicara dengan Pang cu kami,
nanti bisa tahu," suara rendah dari orang itu.
"Dimana Pang cu kamu?" berkata Lauw Nen.
Orang itu menunjuk ke sebuah kapal yang sedang berlayar
di tengah sungai : "Pang cu kami menunggu di atas kapal itu."
Lauw Nen menarik kembali pedangnya sambil melangkah
mundur, menarik napas panjang, dan mukanya pun telah
normal kembali. Orang itu menunjuk lagi ke sebuah perahu kecil di tepi
sungai : "Pendekar, silahkan."
Hati Lauw Nen mengumpat dalam hatinya. Chen Yauw
cing, Pang cu dari Cing li pang ini termasuk seorang yang
aneh di hilir sungai Yangze, ilmu silatnya walaupun tidak
seberapa, namun ia memiliki kepandaian yang lain. Ilmu
dalam airnya baik sekali, dapat menduduki tempat ketiga,
hanya dibawah dari Kim Li Tong Po dari sungai kuning, dan
Pwee Sa (hiu terbang) Ong Lang dari lautan Timur. Ia dapat
berdiam di dalamair selama 9 hari 9 malam, dan mahir sekali
membuat senjata dalam air. Anak buahnya banyak sekali,
walaupun seorang jago silat nomor satu takkan mampunya
melawannya dalam air. Sedangkan sungai Yangze ini adalah
jalan utama yang menghubungi bagian utara dan selatan,
maka Ching li pang adalah satu perkumpulan yang besar, dan
nama pang cu-nya pun terkenal. Lauw Nen berpikir dalam hati
mendengar nada orang itu. Rupanya Chen Yauw Cing pun
juga sedang mengintai kakak beradik Go Eng Kiat. Dirinya
sedang sangsi apakah ia akan berhasil kalau bertindak
sendirian. Andaikata dapat bantuan dari Chen Yauw Cing, itu
adalah suatu hal yang baik sekali. Setelah berpikir,ia tertawa :


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah, mari!" Dienjot tubuhnya dan melayang hingga di
perahu kecil. Sedang kedua orang itu harus mengambil jalan
darat, melangkah beberapa tindak baru sampai di perahu
kecil. Dengan segera mereka mengayuh mendayung ke
depan. Lajunya cepat sekali, hanya sekejap saja telah tiba di
pinggir kapal. Ada lima enam orang berdiri di haluan yang terdepan,
berbadan pendek, berjubah hijau, kulitnya kehitam-hitaman,
rauta mukanya cerah. Hati Lauw Nen menebak-nebak orang
pendek itu pastilah pang cu dari Ching li pang. Dan ia
memang berhasrat menunjukkan kepandaiannya, ketika
perahu itu masih berjarak lima enam kaki dari kapal, ia telah
memusatkan tenagannya melayangkan tubuhnya. Haluan
kapal itu kira-kira setinggi satu tombak, tapi melayangnya
tubuh Lauw Nen persis mencapai satu tombak lima enam kaki,
lalu diberatkan tubuhnya, orangnya telah turun di atas dek.
Ilmu Gin kang (mengentengkan tubuh) itu, walaupun
belum dapat digolongkan kedalam kelas berat,tapi menimbang
usianya masih sangat muda, hal itupun menjadi hebat sekali!
Demikian ia berdiri, dilihatnya pada wajah mereka itu
terpancang perasaan kagum dan ia merasa sangat bangga,
katanya sambil menjura : "Yang mana Chen pang cu?"
Segera si pendek menyahut : "Saya Chen Yauw Ting,
dapatkah anda memberi tahu nama besar anda?"
Lauw Nen ingin seera menyebut namanya. Tapi otaknya
berputar lagi, ia mengumpat dalam hatinya : "Mungkin aku
akan kerja sama dengan Ching li pang untuk menghadapi
kakak beradik Go Eng Kiat. Lebih baik tidak menyebut nama
aslinya." Maka ia tertawa : "Kita kebetulan bertemu, untuk apa
menyebut nama" Pang cu ada urusan apa, bicaralah terus
terang." Ching li pang cu bukan orang sembarangan, mendengar
ucapan Lauw Nen, ia segera mengerti lawannya tidak mau
menyebutkan namanya. Ia pun tertawa : "Silahkan pendekar
budiman masuk ke dalam untuk bicara."
Lauw Nen berpikir dalam hati, dirinya tidak bisa main dalam
air. Andaikata Ching li pang mau mencelakainya, di atas dek
ini tempatnya masih cukup besar, ia masih dapat bersilat.
Tapai kalau masuk ke dalam, bukankah tidak menguntungkan
baginya" Maka ia geleng-geleng kepala : "Kapal ini berada di
tengah-tengah sungai, tidak ada orang lain yang mendengar,
bicaralah disini saja."
"Baik, baik! Pendekar membawa sepasang pedang,
tentunya sangat mahir dalam ilmu pedang!"
"Tidak berani, tidak berani!" sahut Lauw Nen.
"Apakah anda kenal dengan keluar Go dari Kang Lam?"
berkata Chen pang cu. Lauw Nen mendengar, hatinya mengumpat : "Pembicaraan
itu telah mulai." Ia mengerutkan keningnya : "Beberapa tahun
yang lalu ada sedikit perselisihan."
"Maka kedatangan anda sekali ini untuk membuat suatu
kerusuhan atas diri mereka, bukan?" Chen pang cu tertawa.
"Memang demikian, apakah pang cu pun mempunyai
rencana demikian?" berkata Lauw Nen dengan nada yang
berat. Kedua-duanya telah berbicara terus terang maka keduaduanya
pun tertawa terbahak-bahak.
"Ilmu silat anda tinggi sekali, itulah yang kami andalkan.
Kami telah menyelidiki. Besok sore ada intan berlian sebanyak
12 kereta akan menyeberangi sungai, ketika itu semua orang
yang berada di atas kapal penyeberang adalah orang-orang
kami. Kapal sampai di tengah sungai, orang-orang kami akan
meloncat ke dalam air, membolongi kapal dari bawah. Hanya
kami kuatir kakak beradik Go Eng Kiat dan Go So Lan akan
mengamuk, maka kami minta pertolongan anda," kata Chen
pang cu. Hati Lauw Nen merasa girang sekali, inilah suatu hal yang
diidam-idamkannya. Sahutnya buru-buru : "Baik sekali."
"Kita blak-blakan. Kalau telah berhasil, anda minta berapa?"
Chen pang cu tertawa. "Semua harta benda menjadi milikmu, sedikitpun aku tidak
mau," kata Lauw Nen.
Chen pang cu tertegun :"Pendekar tidak mau kerja sama?"
"Tentu saja bukan, aku hanya mengingini orangnya,"
berkata Lauw Nen. Chen pang cu baru sadar : "Ya, jagoan mau si cantik,
memang seharusnya demikian. Saya pasti akan menyuruh
saudara-saudara kami untuk berhati-hati terhadap nona Go,
supaya jangan melukainya. Agar dapat dipersembahkan pada
anda dengan utuh. *** BAGIAN LIMA Sementara itu, seluruh Ching li pang, dari atas sampai ke
bawah, pada bersuka ria menunggu besok sore. Setelah kedua
belas kereta intan berlian itu sampai di tengah sungai, mereka
akan turun tangan "kerjain".
Malamnya Lauw Nen nginap di kapal, hatinya pun merasa
girang, hingga ia bolak balik tidak dapat pules.
Keesokannya sang surya mulai timbul, membuat
permukaan sungai itu menjadi keemas-emasan, bagikan
beribu-ribu ular kecil yang bertubuh emas seliran di atas air.
Pemandangannnya indah sekali, sesaat kemudian matahari
baru meninggi, keemas-emasan di permukaan sungai itu pun
lenyaplah sudah. Lauw Nen mundar mandir di atas dek kapal
dengan gelisah. Orang Ching li pang banyak yang telah
meloncat ke dalam air, berenang ke tengah, lalu timbul lagi.
Kepandaian mereka dalam air memang mengagumkan,
setelah mereka menyelam tidak tampak mereka lagi. Hati
Lauw Nen merasa tegang, karena menyergap Go Eng Kiat
secara terang-terangan ini, hanya boleh berhasil, tidak boleh
gagal. Kalau gagal, taruhlah seandainya dapat lolos, walaupun
bumi ini lebar, tapi tidak ada tempat lagi baginya untuk
berpijak. Namun dalam ketegangan itu, ia pun bergembira,
karena ia melihat orang Ching li pang banyak, rencana mereka
begitu rapih, ditambah lagi dengan senjata yang dibuat untuk
dipergunakan di dalam air oleh Chen Yauw Cing, harapan
berhasil itu besar sekali. Kalau saja berhasil, ia akan
menghadapkan Go So Lan, ketika itu baik Go So Lan mau atau
tidak, ia akan... Lauw Nen berpikir sampai disini, hatinya
sungguh-sungguh gatal tak tertahankan!
Setelah keemas-emasan lenyap dari permukaan sungai,
terdengar suara Chen pang cu berkata dari dek : "Pendekar,
silahkan keluar!" Lauw Nen menekan pedang yang berada di pinggangnya,
membungkuk, lalu keluar menghampiri dek. Dilihatnya Chen
pang cu telah menggenggam kulit ikan, tangannya memegang
sebuah tombak pendek yang bermata tiga, dan menunjuk ke
depan : "Lihatlah, kapal mereka telah datang."
Buru-buru Lauw Nen berpaling, dilihatnya ada sebuah kapal
besar sedang bergerak dari seberang sana. Di kedua sisi
kapal, paling tidak ada 70 atau 80 pengayuh, mendayung
dengan teratur. Sedangkan di atas kapal, terletak belasan
kereta barang, di setiap kereta ditancapkan berbagai bendera
yang beraneka warna. Itulah lambang dari Piauw Kek masingmasing.
Di haluan tertancap sebuah bendera merah, di
tengah-tengah bendera itu tertera sebuah guci besar yang
berwarna emas. Di tengah-tengah guci itu tertulis sebuah
huruf "Go" yang berwarna hitam. Merah, kuning dan hitam
ketiga warna itu sangat menyolok dan menyilaukan mata yang
memandangnya. Begitu melihat guci emas itu berkibar ditiup
angin, hati Lauw Nen agak mengkerut. Tapi segera pula ia
melihat, di bawah bendera besar di haluan kapal itu berdiri
seorang putri yang menggunakan pakaian berwarna kuning.
Sementar itu, kapal Lauw Nen berada di tengah sungai,
dengan kapal penyeberang itu masih berjarak jauh sekali,tidak
tampak jelas siapa gadis itu. Namun Lauw Nen pun segera
tahu, itulah Go So Lan yang siang malam terus terbayangbayang
dalam benaknya, yang telah beberapa kali
memalukannya,namun belum dapat berkenalan padanya. Ia
pikir, seandainya nanti berhasil, bukan saja ia akan dapat
membalas sakit hati dan dendamnya, bahkan ia akan memiliki
si cantik. Lalu ia menggigit bibirnya : "Chen pang cu, kapan
kita mulai turun tangan?"
Chen Yauw Cing menyipitkan matanya memandang ke
depan : "Sudah dekat, di bawah kapal penyeberang itu kini
telah dipenuhi oleh orang-orang kami, sampai di pertengahan
kapal itu akan mulai tenggelam."
"Dan apa yang dapat aku lakukan?" tanya Lauw Nen.
"Ilmu silat Go Eng Kiat sangat hebat, kepandaian dalam air
pun boleh, walaupun kapal itu tenggelam, ia masih dapat
mengeluarkan kepandainnya maka kami telah khusus
menyediakan sebuah perahu supa pendekar dapat
melawannya. Lihatlah!"
Chen Yauw Cing menunjukkan tangannya. Lauw Nen
berpaling, dan dilihatnya sebuah perahu yang aneh sekali.
Perahu itu bulat, garis tengahnya enam kaki, sekelilingnnya
dilingkari dengan kulit besi. Ada 8 orang pendayungnya,
mereka duduk di bawah lindungan kulit besi, pengayuhnya
dikeluarkan melalui lubang besi.
Lauw Nen memandang perahu sejenak, ia tidak mengerti
apa maksudnya. Ia menengadah, sebelum ia bertanya, Chen
Yauw Cing telah berkata duluan : "Kau berdiri di perahu itu
dimana saja Go Eng Kiat berada, mereka akan membawa kau
ke dekatnya, supaya kau dapat menghadapinya. Jangan
biarkan dia naik, aku rasa kau menghadapinya dari atas,
sedangkan dia berada di bawah, ditambah lagi dengan
sergapan orang kami dari bawah air, kita pasti akan berhasil!"
Sementara itu, kapal penyeberang telah mendekat. Lauw
Nen berkata dengan suara berat : "Aku masih ada pertanyaan,
kali ini, Go Eng Kiat memikul beban yang sangat berat dari 70
lebih Piauw kek, setelah kejadian nanti, apakah Ching li pang
tidak takut kelak ada orang datang membalas dendam?"
Chen Yauw Cing tertawa : "Engkau jangan menguatirkan
kami, kami mempunyai akal namun engkau yang harus
berhati-hati." Ucapan itu menyinarkan Lauw Nen, katanya : "Chen pang
cu, pinjamkan aku sebuah topeng!"
"Tentu saja boleh." Chen Yauw Cing tertawa, merogoh
dadanya dan mengeluarkan sebuah topeng kulit
manusia,disambut oleh Lauw Nen dan dikenakannya.
Kapal penyeberang itu telah lebih dekat, gadi syang berdiri
di haluan kapal itu memanglah Go So Lan. Pandangan Lauw
Nen terus menatap tubuh Go So Lan dari jauh, hatinya
berdebar-debar, hingga suara teriakan yang hebat dari kapal
penyeberang itu pun tidak diketahuinya, sampai Chen pang cu
mendorongnya, baru ia sadar. Dilihatnya kapal penyeberang
itu mulai miring, kereta-kereta di atas kapal itu telah miring ke
satu sisi, bahkan ada yang telah jatuh ke dalam air.Bahkan
pendayungnya pun pada terjatuh ke sungai. Keadaaan di atas
kapal itu menjadi kacau balau, suara orang bergemuruh,
terdengar suara ada seseorang berteriak : "Jangan panik,
jangan panik, siapa yang mencari ribut dengan oran gshe Go"
Mencegat kereta barang di tengah sungai?"
Chen pang cu meloncat sambil bereriak : "Ching li pang
dari sungai Yangze!" Berikut teriakannya itu, kedua tangannya
mengacung ke atas dan tubuhnya beranjak melompat ke atas
tiga kaki tingginya, lalu terjun ke dalam air. Ilmu Chen pang
cu sederhana sekali, namun kepandaian dalam air hebat
sekali. Ketika nyemplung ke dalam air bahkan tidak
menimbulkan sedikit suara pun.
Melihat Chen pang cu terjun ke air, Lauw Nen pun buruburu
mengangkat tubuhnya meloncat turun dari kapalnya.
Ketika orangnya masih di udara, terdengar dua buah suara
"Cring, cring", kedua pedangnya telah terhunus dari
sangkarnya. Kini ilmunya sangat tinggi. Setelah meloncat, ia
turun di perahu bundar dengan perlahan.
Ke-delapan pendayung berteriak bersama-sama
penagayuhnya bererak serentak, perahu itu telah meluncur ke
depan. Hanya dalam sekejap saja kapal penyeberang itu telah
tenggelam separuhnya. Segala sesuatu di atas kapal itu,
hampir seluruhnya telah jatuh ke dalam sungai. Orang-orang
Ching li pang semuanya jago-jago air, barang-barang jatuh ke
sungai, sama saja seperti masuk ke dalam kantong mereka. Di
atas kapal peneyberang itu hanya tertinggal belasan hewan
yang masih terikat dengan tambang, berteriak-teriak dan
merontak tak henti-hentinya. Ada beberapa kuda yang
bertenaga kuat, telah meronta memutuskan tali pengikat,
seliweran di atas air. Orang-orang Ching li pang yang menyelam tadi, kini telah
ada separuh yang timbul kembali, mereka berteriak : "Ching li
pang! Ching li pang! Teriakan itu menggema di atas sungai. Di
sungai itu banyak perahu dan kapal-kapal yang menyeberang
kesana kemari, namun begitu mendengar teriakan 'Ching li
pang', mereka segera berhenti, memutar haluan meninggalkan
tempat kejadian itu. Di atas sungai yang lebar itu, jadilah
dunia Ching li pang yang seenak perut menggarong di siang
hari bolong. Dengan demikian tahulah bahwa Ching li pang
memang mempunyai pengaruh yang besar di sekitar sini!
Di atas sungai menjadi kacau balau. Orang-orang pada
berkelahi, hingga memercikkan air. Berkelahi dalam air,
kecuali orang yang bertenaga dalam yang sangat tinggi. Kalau
tidak, ilmunya tidak dapat digunakan. Taruhlah jurus sangat
hebat pun menjadi lamaan karena halangan air, tidak dapat
dilancarkan secara sempurna. Sedangkan orang-orang Ching li
pang mendapatkan keuntungan yang besar, mereka ssemua
mengenakan pakaian ketat dan senjata mereka adalah tombak
kecil yang kurus panjang atau Pun Cui Go Be Ce (tombak alis
mata pemecah air), dimainkan dalam air dengan lincah sekali.
Terlebih-lebih pakaian ketat mereka telah direndam berkalikali
dengan minyak kayu Tong, dibabat dengan senjata kalau
bukan tenaga yang sangat kuat, tidak dapat melukai tubuh
mereka. Kerusuhan di atas sungai itu telah dapat dibedakan
siapa yang menang siapa yang kalah. Orang-orang piauw kek,
kalau bukan terluka dan berenang terbirit-birit meninggalkan
tempat itu, telah menjadi mayat terapung di atas sungai. Dari
tubuh mereka mengalir darah segar yang membuat air itu
menjadi merah, hanya ada dua orang bergerak di atas sungai
laksana dua ekor ikan besar, meloncat kian kemari dengan
lincah sekali. Lauw Nen mengenali kedua orang itu, yang satu


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah Go Eng Kiat yang bertubuh pendek dan yang satu lagi
ialah Ching li pang pang cu.
Chen pang cu tampaknya dengan sengaja mengelak
berhadapan dengan Go Eng Kiat. Kalau Go Eng Kiat
menghampirinya, buru-buru ia mengelak, dan Lauw Nen kini
sedang dengan mati-matian mencari kemana jatuhnya Go So
Lan. Ia tidak dapat melihat bayangannya, ketika hatinya
sedang gusar, tiba-tiba mendengar teriakan orang Ching li
pang : "Nona Go telah tertangkap!"
Lauw Nen segera menjadi bersemangat, baru ia ingin
menyuruh pendayung mendayung ke arah Go So Lan,
terdengar suara "war" dari air. Chen pang cu telah meloncat
ke perahu dari dalam air, katanya setelah turun di perahu :
"Ayo, lekas hadapi Go Eng Kiat!"
Lauw Nen mengangguk, lengan ke-delapan pendayung itu
bergerak, perahunya telah meluncur menyambar Go Eng Kiat,
yang telah melukai belasan orang Ching li pang. Namun
melihat barang-barangnya telah lenyap ditelan oleh sungai,
keadaan itni tidak dapat diperbaiki lagi, hatinya menjadi gusar
dan marah, mukanya pucat, matanya membara. Begitu
melihat ada perahu menghampirinya, ia berteriak dan
menusukkan senjatanya ke arah perahu itu.
Sekeliling perahu itu dilapisi dengan kulit besi, tusukan Go
Eng Kiat, walaupun tenaga cukup kuat, namun tidak berhasil
merusaknya. Tetapi tenaga tusukannya itu membuat tubuhnya
terpental ke atas permukaan air, walaupun ilmu dalam air Go
Eng Kiat cukup baik, tapi mana sebanding orang-orang Ching
li pang. Kini ia berada di atas permukaan air, dan melihat
Ching li pang cu ada di atas perahu, hatinya menjadi girang
dan mengumpat dalam hatinya. Seandainya dapat menangkap
pang cu, barang-barang yang lenyap itu mungkin dapat dicari
kembali. Go Eng Kiat sedari kecil dibesarkan di Kang Lam, sedikit
banyak ia mengetahui seluk beluk Ching li pang. Ia tahu
orang-orang Ching li pang tidak ada yang berilmu tinggi, tapi
ilmu dalam air sangat hebat, bahkan pang cunya tidak
terkecuali. Maka ia sedikit pun tidak menghiraukan orang
bertampang jelek yang berdiri di samping pang cu itu. Begitu
ia keluar dari air, berteriak dan menerjang dengan palu dalam
tangannya. Beberapa tahun ini, ilmu silat Go Eng Kiat maju pesat
sekali. Jurusannya itau dikeluarkan ketika tubuhnya masih
berada di udara, sedangkan senjata palunya itu adalah senjata
yang berat. Kalau tenaganya tidak kuat, jurus itu belum
keluar, orangnya jangan-jangan bisa jatuh. , Namun jurus Go
Eng Kiat dikeluarkan dengan manis sekali, bayangan palu itu
menekan dari ke-delapan penjuru; dengan segera menutup
perahu bundar itu. Walaupun Chen Yauw Cing ingin kabur,
tapi telah terlambat. Hanya sekejap saja, roh Chen Yauw Cing telah bergemetar.
Ia berteriak ketakutan, dan pada ketika teriaknya itulah
terdengar suara "Cring cring" dua kali. Dua buah pedang telah
menusuk dari bawah ke atas, kedua pedang itu dilancarkan
oleh Lauw Nen, jurusan itu ialah "Siang Niau Tou Lim"
(sepasang burung masuk ke hutan)! Kedua pedang itu baru
dilancarkan, Go Eng Kiat yang berada di udara itu telah
terperanjat, karena ia mendengar suara senjata memecah
udara begitu dahsyat. Lantas ia tahu bahwa orang yang
melancarkan serangan pedang itu ilmunya tidak dapat
dianggap enteng. Di dalam Ching li pang boleh dikatakan tidak
ada orang yang berkepandaian sedemikian tingginya, kalau
demikian Ching li pang telah mengundang orang luar?"
Ketika pikiran itu berputar-putar di benak Go Eng Kiat,
sepasang pedang panjang itu hampir menusuk tubuhnya. Ia
tahu tidak mungkin lagi untuk menangkap Chen Yauw Cing. Ia
membalikkan palunya menghantam sepasang pedang yang
datang menusuk itu. Namun tangan Lauw Nen diturunkan,
sepasang pedangnya telah mengelak dan tubuh Go Eng Kiat
telah turun di atas perahu. Baru Go Eng Kiat sampai di atas
perahu, Chen Yauw Cing telah berteriak, memiringkan
tubuhnya dan meloncat ke dalam air. Ke-delapan pendayung
itu pun turut meloncat ke dalam air, sedangkan Lauw Nen
telah menyerang tiga jurus sebelum Go Eng Kiat dapat berdiri
dengan tegap. Tiga jurus enam pedang, tenaganya dahsyat sekali, hingga
membuat Go Eng Kiat agak kewalahan. Namun palunya yang
bersegi delapan itu, walaupun tidak dapat digunakan dalam
air, setelah sampai di atas perahu, keadaannya telah berubah,
dapat menyerang dapat pula berjaga. DAlam sekejap saja,
terdengar suara "Cring cring" yang tak habis-habisnya. Ia
telah dapat mengelak seluruh serangan yang dilancarkan oleh
Lauw Nen, lalu teriaknya : "Siapa kamu?"
Namun Lauw Nen diam saja, ketiga jurusnya tidak berhasil.
Ketika ia melancarkan jurus ke-empat, tubuhnya menunduk,
sepasang pedangnya yang satu duluan dan yang satu lagi
menyusul dari belakang menyerang bagian bawah Go Eng
Kiat. Go Eng Kiat mengangkat tubuhnya melambung tiga kaki
tingginya, baru ia ingin menyerang dengan palunya, tiba-tiba
ia mendengar teriakan suara yang halus : "Toa ko!" Segera Go
Eng Kiat menoleh, dan dilihatnya ada sebuah perahu kecil
yang terus hilir dengan cepatnya. Chen pang cu berdiri di atas
perahu, di sisinya adalah Go So Lan yang telah terikat
kencang. Go Eng Kiat melihat keadaan itu, ia meraung, tidak
mau lagi bertempur dengan Lauw Nen. Buru-buru ia
membalikkan tubuhnya dan meloncat ke dalam air.
Loncatannya itu dengan tidak sengaja telah mengelak
serangan Lauw Nen untuk kelima jurus. Tapi Lauw Nen
melihat Go Eng Kiat ingin kabur, dihempaskannya tanganya,
sebuah suara berdesir, pedang panjangnya telah melesat dari
tangannya. Pedang panjangnya telah melesat dari tangannya,
terus menembusi pinggang Go Eng Kiat. Tenaga lemparan itu
begitu dahsyatnya, hingga pedang panjang itu terus terbenam
hingga sampai ke gagangnya, luka Go Eng Kiat
menyemburkan darah segar!"
Begitu berhasil, dan melihat Go So Lan berada dalam
tangan orang Ching li pang, hati Lauw Nen menjadi girang,
pedang kedua Lauw Nen telah melayang lagi. Go Eng Kiat
telah tertusuk dengan sebuah pedang panjang, napasnya
hampir saja putus, mana mungkin ia dapat mengelak dari
serangan kedua itu. Segera ia tertusuk kembali, tubuhnya
terjatuh, separuh dirinya masih tersangkut di atas perahu.
Lauw Nen menunduk mencabut sepasang pedangnya,
teriaknya : "Berhasil, sudah berhasil!"
Dengan membawa Go So Lan sebagai tahanan, perahu
Chen pang cu telah mendekati Lauw Nen, dan Lauw Nen
melompat pindah perahu : "Pang cu, kita telah berhasil!"
"Chen pang cu tertaw : "Kita laksanakan perjanjian kita."
Ia takut Lauw Nen akan mengingkari janjinya, maka ia
bertanya demikian. Seandainya kini Lauw Nen ingin minta bagi
harta benda itu, maka Chen Yauw Cing akan turun tangan
menyerangnya. Namun Lauw Nen tidak berminat atas harta
benda. Setelah ia berdiri dan melihat Go So Lan telah berada
di samping, hatinya berdetak dengan kencang mengetuk
dinding jantungnya : "Tentu saja menurut perjanjian kita;
kereta intan berlianitu menjadi milikmu, aku hanya
menghendaki orangnya saja."
Chen Yauw Cing tertawa lebar : "Anda memang betul-betul
seoran ksatria; orangnya disini, ambillah!"
Berkata Chen Yauw Cing sambil tangannya mendorong ke
depan. Dorongannya itu persis mengenai tubuh Go So Lan
yang terikat kencang, hingga tubuh Go So Lan melesat ke
depan dan terjatuh di hadapan Lauw Nen. Buru-buru Lauw
Nen membentangkan tangannya memeluk Go So Lan. Saat ini,
tubuh Go So Lan telah ditotok jalan darahnya dan diikat lagi,
ia tidak dapat melawan. Lauw Nen dapat memeluknya dengan
sesuka hati, sedangkan wajahnya telah pucat sekali. Memeluk
si cantik dalam pelukannya, hati Lauw Nen berdebar-debar
dengan kencang. Ketika ia tidak tahu harus berbuat apa, ia
mendengar suara taw Chen pang cu : "Pendekar, selamat
tinggal!" tubuhnay meronjak dan terjun ke dalam air. Setelah
Chen Yauw Cing terdun ke dalam air, perahu kecil itu pun
bertambah cepat lajunya. Perahu kecil itu menuruti air hilir sudah cukup cepat,
dikayuh lagi, kecepatannya bertambah tinggi, bagai sebuah
anak panah yang terlepas dari busurnya terus meluncur ke
bawah, hanya sekejap saja kapal besar itu telah tertinggal
jauh sekali. Kira-kira berjarak enam tujuh li, Lauw Nen terus
memeluk Go So Lan dengan perasaan was-was, hingga tidak
dapat menentukanapa yang harus diperbuatnya.
Setelah hilir enam tujuh li, perahu kecil itu belok masuk ke
sebuah anak sungai yang sempit, yang ditumbuhi rumput air
yang tinggi. Sampai di tengah rumput, perahu kecil itu
berhenti. Ke-delapan pendayung itupun berdiri dengan
serempak, salahsatu yang agak berumur menjura pada Lauw
Nen : "Pendekar, kami hanya dapat mengantar sampai disini
saja, selanjutnya berhati-hatilah sendiri!"
Belum sempat Lauw Nen membalas menjura, ke-delapan
orang itu telah terjun ke dalam air, berenang pergi
meninggalkan perahu kecil itu. Di dalam air, ke-delapan orang
itu semuanya seperti ikan, lincahnya bukan main, sebentar
saja telah lenyap. Setelah kepergian ke-delapan orang itu, di perahu kecil
hanya tertinggal Lauw Nen dan Go So Lan sja berdua. Buruburu
Lauw Nen meletakkan Go So Lan di tengah-tengah
perahu,dan ia sendiri mundur ke buritan mengayuh. Anak
sungai itu bercabang-cabang banyak sekali, Lauw Nen tidak
perduli dimana; hanya memilih tempat yang sunyi, lebih sunyi
tempatnya lebih terlantar, rumput air tingginya menelan
manusia. Setelah memastikan takkan ada orang yang datang,
Lauw Nen baru menghentikan perahu itu. Orangnnya di
buritan, tapi ia dapat melihat Go So Lan yang berada di
tengah-tengah perahu. Ia dapat berbuat sesuka hatinya. Tidak
dapat dilukiskan dengan kata-kata, buru-buru ia menghampiri
Go So Lan. Kini, hari telah senja, matahari hampir terbenam, sisa
sinarnya membuat langit-langit menjadi merah, rumput air
berbayang menjatuhkan bayangan di atas perahu, seakan
membuat perahu itu berada di sebuah jala besar. Setelah
Lauw Nen masuk ke tengah, napasnya pun menjadi kasar. Di
dalam perahu itu agak gelap, namun Lauw Nen masih dapat
melihat muka Go So Lan yang pucat pasi itu. Meskipun wajah
Go So Lan pucatpasi, namun nampaknya masih memiliki suatu
kecantikan yang sulit dilukiskan.
Lauw Nen mengulurkan tangannya, ia merasa heran,
karena tangannya bergemetar. Ia bertanya pada diri sendiri :
"Taku apa" Apa yang kau takuti" Takkan ada orang y ang
lewat disini. Go So Lan telah menjadi sebuah daging empuk di
dekat mulutnya, apa yang ditakuti" Ia berpikir bolak balik,
tidak ada yang harus ditakuti, tapi getaran tangannya kian
lama kian hebat. Tadinya ia ingin meraba sesukanya di muka
Go So Lan, namun kini tangannya baru terulur separuh,
terpaksa ia tarik kembali karena getaran yang sangat hebat
itu. DAn ia menarik napasnya panjang-panjang :"Go kouw nio,
aku... bukakan totokanmu!" Begitu ia membuka mulut, terasa
suaranya pun berubah, parau seperti diucapkan oleh orang
lain, hingga didengar oleh dirinya sendiri pun terasa tidak
sedap. Setelah bertanya, ia tertawa pahit,karena teringat akan Go
So Lan yang kena totok tentu saja tidak dapat menyahut
pertanyaannya. Namun hal itu berubah di luar dugaannnya,
terdengar Go So Lan menyahut : "Siapa kau?"
Suara Go So Lan dingin dan tenang, bukan merupakan
bentakan tetapi perkataan setenang itu membuat getaran
yang diterima oleh Lauw Nen dahsyat sekali. Tubuhnya
beranjak melompat ke atas, "Buk" suara benturan. Rupanya
kepalanya telah membentur atap dari penutup perahu itu,
penutup itu hanya terbuat dari tikar rumput dan kertas, mana
dapat menahan tenaga tubrukannya" Suara "bles" kepala
Lauw Nen telah nongol di luar, persis menghadap ke barat.
Pancaran sinar matahari memancar ke mukanya. Sesaat itu
tentu saja tubuh Lauw Nen tidak merasa sakit apa pun,
namun perasaan dalam hatinya, seperti telah disambar oleh
geledek. Rasanya getarannya serasa tidak terbendung lagi.
Untuk sesaat, bahkan ia lupa untuk menarik kembali
kepalanya. Tentu saja Lauw Nen tidak mengira bahwa orang-orang
Ching li pang sederhana sekali walaupun Go So Lan telah
tertotok hingga tubuhnya tak dapat bergerak namun totokan
itu cetek sekali maka Go So Lan dapat membuka mulut
berbicara, hanya saja ia terus tidak bersuara! Lauw Nen
mematung dengan kepala di luar dan tubuhnya di dalam,
hatinya berdebar-debar. Terus hingga matahari senja
tenggelam kegelapan mulai menutupi bumi dan menutupi dia.
Dia baru merasa mendapat perlindungan, hatinya mulai
senang. Ia bertanya pada dirinya sendiri : "Lauw Nen, oh
Lauw Nen! Apa yang kau takuti?"
Maksudnya bertanya pada dirinya sendiri, ialah untuk
mendapatkan jawaban 'tidak takut' untuk memberanikan diri
sendiri. Tetapi setelah bertanya begitu, ia berpikir lebih
banyak lagi, hingga membuatnya tidak dapat tidak takut!
Memang benar, Go So Lan telah berada dalam tangannya,
disini, tidak mungkin ada orang. Go So Lan dapat diperlakukan
sesuka hatinya. Ia dapat melampiaskan nafsu binatang.
Tetapi, apa ia dapat meloloskan dirinya" Kedua belas
kereta intan berlian itu, dikawal serentak oleh 73 piauw kek.
Ching li pang turun tangan di siang hari bolong. Setelah
kehilangan barang-barang itu, apakah ke-3 piauw kek dapat
melewatkannya begitu saja" Andaikata seorang Ching li pang
tertangkap raut mukanya, senjata yang dipakainya, tentu saja
dapat diketahui orang, mau bersembunyi dimana" Skandalnya
sekali ini, ditukar dengan harga yang sangat mengejutkan
orang, membuat orang bergemetar walaupun tidak dingin,
membuat orang tidak berani memikirkannya lagi! Hingga
disini, Lauw Nen tak tertahan lagi merasa menyesal. Tapi apa
boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, apa gunanya menyesal
lagi?" Sang malam makin lama makin tebal, suara kodok
membisingkan telinga. Lauw Nen mulai merubah pikiran. Ia
berpikir, kalau tidak menggunakan kekerasan, hingga
membuat Go So Lan rela berbaik padanya. Tabiat wanita


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menurut keluar. Siapa tahu andaikata dirinya dengan Go So
Lan telah menjadi suami istri kelak, ia dapat membantu
merahasiakan perbuatan yang terkutuk itu. Kalau memang
begitu bukankah si cantik itu akan menjadi milik abadinya"
Inilah suatu hal yang baik sekali. Berpikir hingga disini,
napasnya baru merasa lega. Tubuhnya memendek, kepalanya
kembali masuk ke dalam perahu.
Sementara itu, rembulan telah memancarkan sinar lembut
ke dalam perahu. Lauw Nen baru menarik kembali kepalanya,
lantas terdengar Go So Lan berkata dengan dingin : "Siapa
kau, kenapa tidak berani menunjukkan muka aslim?"
Timbul lagi perasaan takut dalam hati Lauw Nen, namun
segera ia berkata pada dirinya : "wanita selalu suka ucapan
yang manis-manis, lagi pula gampang sekali untuk
menjebaknya. Mengapa tidak merayu untuk menghilangkan
rasa marahnya?" Maka sebelum Lauw Nen membuka
mulutnya, ia menghela napas panjang-panjang : "Go kouw
nio, aku terpaksa berbuat demikian karena aku sangat tertarik
padamu. Kau harus dapat memaafkan aku."
Go So Lan mendengar. Ia tidak berkata apa-apa, hanya
mendehem tertawa dingin. Tertawa dingin membuat Lauw Nen seakan jatuh ke dalam
lubang es. Untuk sesaat, tubuhnya merasa kedinginan hingga
ucapan yang telah tersedia dalam lubuk hatinya itu tidak
dapat diucapkan lagi. Untuk sesaat, ia tidak tahu apa
yangharus dilakukan. Ia membeku sejenak, lalu perangai
bengisnya kambuh kembali. Bentaknya : "Kalau kau tidak mau
turut pada aku, kau akan menerima siksaan!"
Dalam bayangannya, Go So Lan hanyalah seorang wanita
yang lemah. Dalam keadaan begini, masih ia tidak minta
ampun" Kalau ia membuka mulut memohon, nanti bakal
dirayu lagi. Tapi tak disangka, rayuannnya tadi hanya
mendapat tertawa dingin sebagai balasannya. Kini ia
menggunakankekerasan mengancam Go So Lan. Go So Lan
pun masih membalas dengan tertawa dingin!
Lauw Nen hanya dapat membelalakan matanya. Untuk
sesaat, ia tidak dapat memikirkan cara lain. Ia mendehem :
"Baik, kau tidak takut padaku!"
Ia berkata sambil mengulurkan tangannya menarik ke arah
baju Go So Lan, lalu dirobeknya. "Sreeet", pakaian Go So Lan
telah terkoyak sebagian, dan kelihatan sebelah dadanya yang
memutih. Lauw Nen hanya mengira Go So Lan akan minta ampun.
Kalau tidak, pasti menutup matanya dengan air mata
berlinang karena tahu nasib apa yang akan menimpa dirinya.
Namun Go So Lan sama sekali tidak,ia tidak bersuara, tidak
pula menutup matanya. Ia hanya memandang Lauw Nen
dengan tajam, sepasang matanya memancarkan sinar dingin
yang menyeramkan, seakan dua aliran air es yang mengguyuri
kepala Lauw Nen. Setelah merobek pakaian Go So Lan, Lauw
Nen membangkitkan nafsu birahinya. Tapi ketika ia
membentur pandangan Go So Lan yang dingin menusuk
tulang itu, tak tertahan lagi, ia menarik napas dan mundur
setindak. Pada saat inilah, terdengar suara Go So Lan yang berkata
dengan perlahan : "Aku telah mengenali kau. Biarpun kau
memakain topeng, namun aku masih dapat mengenali kau.
Kau adalah Lauw Nen. Kau adalah anak Lauw Thian Hauw
yang tidak becus itu!"
Ucapan itu masuk ke telinga Lauw Nen hingga membuat
tubuhnya tak tertahan lagi bergemetar. Bentaknay : "Tutup
mulut!" Go So Lan berkata dengan dingin : "Kau adalah Lauw Nen,
kau adalah Lauw..." Ketika Lauw Nen menerkam Go So Lan, sepasang pedang
yang tergantung di pinggangnya, ada sebuah gagangnya yang
menyentuh pinggang Go So Lan. Sentuhan itu telah membuka
totokan jalan darah So Lan. Dan Go So Lan merasa tubuhnya
menjadi enteng, totokannya telah terbuka. Hatinya menjadi
girang. Ia adalah seorang gadis yang berpengalaman. Untuk
sementara ia masih tidak bergerak. Mulutnya ditekan oleh
Lauw Nen, tentu saja tidak dapat bersuara. Lauw Nen
menghela napas : "Tidak slah, aku memang Lauw Nen. Mau
apa kau" Apa daya kau sekarang" Apakah kau masih dapat
lolos dari tanganku?"
SEbelah tangan Lauw Nen menekan mulut Go So Lan,
tangan sebelahnya lagi merobek baju Go So Lan. Go So Lan
melihat Lauw Nen pada saat-saat begini sama sekali tidak
bersiaga. Kalau ia melancarkan serangan mengumpulkan
tenaganya dan dengan mendadak baik menendang kepala
Lauw Nen bagian belakang, kedua tendangan itu kalau tepat
mengenai sasarannya, Lauw Nen tidak mati pasti luka parah.
Hanya sayang, belakangan ini ilmu Lauw Nen maju dengan
pesat. Kini walaupun birahinya memuncak, namun di belakang
kepalanya timbul angin, buru-buru ia memiringkan tubuhnya
ke samping. Tendangan Go So Lan itu cepat mengenai bahu Lauw Nen
hingga terpental. Go So Lan beranjak berdiri dan keluar dari
dalam perahu. Melihat Go So Lan ingin kabur, kagetnya Lauw
Nen bukan kepalang. Karena jika sampai Go So Lan bisa
kabur, bayangkan apakah Lauw Nen masih bisa hidup lagi.
Buru-buru Lauw Nen menekankan tangannya ke bawah dan
berdiri, tangan kanannya telah mencabut pedang panjang dari
pinggangnya. Setelah Go So Lan keluar, ia sampai di haluan perahu.
Karena perahu itu memang kecil, injakan Go So Lan agak
berat sedikit hingga haluan perahu itu tenggelam sedikit. Go
So Lan dapat melihat sekelilingnya adalah rumput air. Kini
mana ia sempat lagi untuk berpikir panjang" Ketika haluan
perahu menunduk, dirinya telah mental ke atas dan terjun ke
air. Dan ketika tubuhnya masih berada di udara, Lauw Nen
telah sampai pula di belakangnya, teriaknya dengan nyaring :
"Kau masih mau kabur?" Tubuhnya ikut melayang menerjang
Go So Lan. Go So Lan membalikkan tubuhnya di udara, melayang tujuh
delapan kaki, lalu mencebur ke dalam air.
Kedua tangan Go So Lan masih terikat, tentu saja ia tidak
dapat berenang dengan cepat, maka ia sulit sekali untuk bisa
lolos dari uberan Lauw Nen. Sekejap saja Lauw Nen telah
berada di sampingnya dengan pedang terhunus, teriaknya :
"Jangan lari, kita boleh bicara baik-baik, jangan coba-coba
mau kabur!" Melihat Go So Lan ingin kabur, Lauw Nen tidak
berani memikirnakn yang bukan-bukan lagi. Namun Go So Lan
yang hampir diperkosa itu mana mau melepaskan kesempatan
yang susah payah didapatnya dalam pertarungan hidup dan
mati itu" Begitu melihat Lauw Nen telah mendekat, hatinya
menjadi lebih gelisah lagi, dan buru-buru ia berbalik;
kepalanya ke bawah dan kakinya ke atas, menyelam ke dasar
sungai. Dengan demikian ia mengharapkan dapat lolos dari
kejaran Lauw Nen yang tidak begitu pandai berenang. Setelah
Lauw Nen berteriak, hanya terdengar desiran dan muncratan
air, bayangan Go So Lan telah lenyap, buru-buru ia pun ikut
menyelam. Kini, keduanya telah mengikuti anak sungai itu. Hilir dekat
di muara, air sungai itu mengalir lebih deras lagi dan airnya
pun sangat keruh. Walaupun Lauw Nen membuka matanya
lebar-lebar namun ia tetap tidak dapat melihat apa-apa,
sedangkan pedangnya ditusuk-tusukkannya ke depan berkalikali.
Lalu ia merasa tusukannya itu mengenai sesuatu, buruburu
ia timbul ke atas permukaan air. Dilihatnya dalam arus
sungai itu terdapat darah. Namun darah itu cepat sekali
ditelan oleh arus yang deras, sedangkan Go So Lan tak pernah
timbul lagi. Hati Lauw Nen terperanjat, ia hanyut beberapa kaki, dan
suara itu kian lama kian lebar. Kalau tidak buru-buru menepi,
mungkin ia akan mati hanyut dalam sungai itu! Berpikir hingga
disitu, buru-buru Lauw Nen menepi. Setelah bersusah payah,
barulah ia sampai di darat. Terasa tubuhnya letih sekali. Ia tak
dapat bertahan lebih lama lagi dan roboh terkulai di tanah,
napasnya tersengal-sengal tak bedanya dengan seorang yang
telah mati. Tetapi kini, rasa takut dalam hatinya lebih memuncak lagi!
Go So Lan telah kabur, semua gerak geriknya akan terbuka
dan dunia kang ouw takkan mentolerilnya. Ia sendiri tak tahu
apa hukumannya nanti" Namun ia tahu, berbaring di tanah itu
bukanlah suatu akal yang baik. Kini satu-satunya akal adalah
menyamar dan bersembunyi dulu. Kalau ada kabar berita,
baru mengambil suatu keputusan.
Ia melemparkan baju jubahnya dan membungkus
pedangnya dengan sehelai kain lalu diapirnya di bawah
ketiaknya. Dengan rambut terurai dan pakaian yang masih
basah, ia menggelinding di atas tanah mengotorkan bajunya
dan tampaklah ia sebagai pengemis kotor lalu melangkah
maju. Di fajar hari, ia membeli beberapa makanan kering di
sebuah desa kecil, hari berikutnya ia hanya bersembunyi di
hutan, dimana ia mendengar orang-orang pada ramai
membicarakan anak Ching li pang yang pada binasa
semuanya, tidak ada satu pun yang hidup.
Mendengar cerita orang-orang itu, tubuh Lauw Nen
menjadi lemas. Hampir saja ia terkulai di pinggir jalan. Namun
ia mendengar terus, lalu ia merasa gembira.
Rupanya ketika ia mendengar anak buah Ching li pang
binasa semuanya, ia masih mengira karena terbunuh oleh
jago-jago silat yang diundang oleh ke-73 piauw kek untuk
membalas dendam, maka anak buah Ching li pang mati
semuanya. Tetapi setelah ia mendengar kelanjutannya,
bukanlah begitu halnya. Eempat hari yang lalu setelah anak
buah Ching li pang mengambil seluruh intan berlian dari dasar
sungai, semua dari atas sampai ke bawah pada berpesta pora
untuk merayakan kemenangan mereka. Entah bagaimana, di
dalam arak mereka telah dicampur dengan racun. Maka hari
berikutnya semuanya keracunan dan mati. Hanya pang cu
seorang dan 12 kereta harta benda itu lenyap entah kemana
perginya. Dengan demikian dapatlah ditebak jalan ceritanya.
Bahwa pang cu itu berniat makan sendiri harta benda itu,
maka ia meracuni anak buahnya dan ia sendiri kabur berikut
ke-12 kereta harta benda itu!
Mendengar sampai disini, hati Lauw Nen menjadi lega. Ia
masih teringat akan pertanyaannya pada Chen pang cu,
setelah merampok kereta barang itu apa langkah berikutnya.
Yang dijawab oleh Chen pang cu bahwa ia mempunyai
rencananya sendiri. Lauw Nen tidaklah menduga dari semula
bahwa Chen pang cu itu telah berniat sejahat ini! Kepergian
Chen pang cu sekali ini, tentu saja ke ujung langit.
Bersembunyi dan mengganti namanya, tidak lagi berkelana di
dunia kang ouw. Dengan demikian, tentu saja ia takkan
menyebut-nyebut nama Lauw Nen lagi. Sedangkan orang
yang pernah melihat dirinya telah binasa seluruhnya dan tak
mungkin menyebutkan roman mukanya lagi. Kini hanya
tinggal Go So Lan seorang. Namun andaikata Go So Lan telah
tertolong, tentu ia telah membongkar rahasia kejadian itu dan
akan menggemparkan dunia kang ouw. Kini telah lewat
beberapa hari, kenapa tidak ada berita sedikit pun" Dengan
hati was-was, ia menuju ke kota Kouw So.
Dua hari kemudian, ia telah tiba di luar tembok kota Kouw
So dan mendengar orang-orang bercerita tentang anak gadis
Go Thian Kheng si jago silat dari Kang Lam... Go So Lan, telah
diketemukan orang menjadi mayat terapung-apung di sungai
Yangze. Pakaiannya robek-robek, seakan pernah diperkosa
orang. Hati Lauw Nen tiba-tiba menjadi lega, ia tahu ia telah
selamat. Pada hari itu juga,ia masuk ke dalam kota. Dibelinya
lagi pakaian yang mewah, bersenang-senang beberapa hari di
kota itu baru ia pulang ke rumah. Setelah ia sampai di rumah,
peristiwa itu telah tersebar luas di seluruh kalangan dunia
kang ouw. Ada beberapa jago silat dari Kang Lam yang kebetulan
bertamu di rumah Lauw Thian Hauw dan meminta Lauw Thian
Hauw sudi turut serta mencari pembunuhnya. Namun tidak
seorang pun menyangka, salah satu pembunuhnya adalah
anak Lauw Thian Hauw sendiri. Peristiwa itu, hanya Lauw
Hung yang curiga pada adiknya; dan telah bertanya berkalikali
pada Lauw Nen. Walaupun Lauw Nen membantah, tapi
setelah dipaksa oleh Lauw Hung terdapat banyak sekali
kejanggalan dalam ceritanya. Maka dalam hati Lauw Hung, ia
telah mengetahui bagian jalannya peristiwa itu.
Tapi karena Lauw Hung sendiri pernah menyerakahi dua
butir mutiara, dan telah membantu orang jahat mencari buku
silat Go Thian Kheng, dan menyebabkan Go Thian Kheng
kesurupan karena mempelajari 'Thian Cing 24 jurus' palsu.
Maka walaupun ia telah mengetahui sedikit latar belakangnya,
karena ia sendiri pun pernah berbuat serong maka tidak
berani berkata apa-apa. Sang waktu berlalu cepat sekali, bagaikan anak panah
terlepas dari busunya. Sekejap saja telah lewat beberapa
tahun dalam masa ini. Ke-73 piauw kek terus mengundang
jago-jago silat untuk mencari jejak pembunuh, namun
sedikitpun tidak berhasil. Mula-mulanya hati Lauw Nen tidak
tenteram, jangan-jangan akan ketahuan. Tapi lama
kelamaan,ia tahu lolos dari kejaran dan hatinya pun menjadi
tenang tenteram. Namun hari ini, bagikan halilintar
menyambar di siang hari bolong, So Beng Hiat In muncul di
tembok rumahnya! Ketika Lauw Nen mengetahu So Beng Hiat In muncul di
rumahnya, perasaan nyeri dalam hati Lauw Nen tidak
terlukiskan; perasaan ketakutannya berlipat ganda dibanding
dengan ketika ia menepi dari sungai dan tidak jelas apakah Go
So Lan masih hidup atau telah mati. Walaupun ia tahu ilmu
pedangnya telah maju sangat pesat dalam tempo belakangan
ini, tapi kalau mau bertanding So Beng Hiat In yang tiada
lawan itu, ilmunya masih jauh sekali. Kalau mau hidup, ia
harus minta pertolongan ayah dan kakaknya untuk
menghadapi musuh secara bersama-sama. Masa, dalam saat
yang segenting ini, mereka membiarkan darah dagingnya
sendiri begitu saja" Maka ia mau tak mau menceritakan
kejadian itu dari awal hingga akhirnya.
*** Lauw Thian Hauw duduk di atas kursi, terasa tangan
kakinya menjadi dingin, keningnya mencucurkan keringat,
mengalir ke bawah bagai anak sungai. Ia sama sekali tidak


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyangka bahwa ia... Lauw Thian Hauw si Singa Emas,
orang yang setenar itu dalam dunia kang ouw, malah anaknya
dapat berbuat begitu. Kejadian yang dilakukan anak gadisnya
saja sudah cukup mengagetkan orang, tetapi anaknya adalah
pembunuh yang telah dicari bertahun-tahun oleh jago-jago
silat yang diundang oleh ke-73 piauw kek. Walaupun Lauw
Thian Hauw telah kenyang maka asam garamnya dunia kang
ouw, kini tangan dan kakinya pun tak tertahan lagi menjadi
dingin. Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong bertiga hanya berdiri di
kejauhan, seakan Lauw Nen mempunyai penyakit menular
saja layaknya. Lauw Nen melihat keadaan yang tidak
menguntungkan baginya, buru-buru ia membongkokkan
kakinya berlutut ; "Thia," teriaknya.
Lauw Thian Hauw menarik napas panjang, tadinya ia ingin
membentak Lauw Nen, tapi napasnya baru tertarik separuh,
tak dapat diteruskannya. Lalu ia menghela napas dan berkata
dengan lesu : "Binatang, binatang, buat apa kau panggil aku
lagi sekarang?" Lauw Nen melangkah maju dengan lutunya : "Thia, aku
sudah tahu salah, berapa tahun ini, aku tak pernah melakukan
kejahatan lagi." "Itu masih belum cukup ya" Cukup untuk mengundang So
Beng Hiat In untuk datang ke rumah kita. Aku kira, kau tidak
perlu berlutut di hadapanku, kau berlutut saja di hadapan
tembok itu. Apa daya kami untuk menolong kau?" berkata
Lauw Thian Hauw yang sampai pada akhirnya telah tenang.
Lauw Nen adalah anaknya, tulang dagingnya sendiri. Kalau
mati di tangan So Beng Hiat In, tentu ia merasa sedih. Tapi
dalam keadaan seperti sekarang, kalau tidak mengorbankan
seseorang, hal itu tidak akan beres. Sedangkan kelakuan Lauw
Nen sepatutnya menerima hukuman mati. Ia tidak dapat
mengampuni anaknya sendiri, dan memaksanya berlutut di
hadapan tembok. Dengan demikian di kalangan kang ouw ia
akan memperoleh nama KSATRIA SEJATI karena demi
kebenaran telah membinasakan darah dagingnya sendiri. Pada
saat-saat kejadian yang memalukan itu terjadi, satu demi satu
memang ia harus mengambil suatu langkah yang
menggemparkan untuk mempertahankan nama baiknya dalam
dunia kang ouw. Sepasang matanya menatap tajam pada Lauw Nen, hatinya
pun merasa perih. Namun dalam suara bentakannya yang
keras, tidak ada orang yang merasakan keperihannya itu.
Bentaknya dengan jelas : "Binatang, kau melakukan kejahatan
seberat ini, bukan saja aku menghendaki kau berlutut di
hadapan bayangan darah itu, aku pun mau mengundang
Ching Pwe dari dunia kang ouw, aku mau mengumumkan
pemutusan hubungan antara kita sebagai ayah dan anak!"
Lauw Nen makin dengar, mukanya makin pucat. Setelah
ucapan Lauw Thian Hauw berakhir, mukanya telah pucat
bagai sehelai kertas. Katanya dengan suara gemetar : "Thia...
sungguh engkau tidak mau menghiraukan aku lagi" Dan
menginginkan kematianku?"
"Manusia seperti kau ini, bagaimana aku harus
menghiraukan kau?" kata Lauw Thian Hauw.
Tadinya Lauw Nen berlutut di atas tanah, tiba-tiba ia
beranjak berdiri : "Kalau tidak mau menghiraukan aku lagi,
sampai akhirnya pun aku harus mati, dan aku pun tidak mau
menghiraukan kalian juga."
"Teriak Lauw Hung yang berdiri di samping dengan nyaring
: "Apa maksud kata-katamu itu?"
Berkata Lauw Nen dengan perlahan : "Yen cung cu yang
mati disini, siapa yang melakukannya" Biar bagaimana pun
aku mati, tentu saja aku tidak dapat menghiraukan siapa-siapa
lagi, dan akan ku ceritakan dengan terus terang." Baru habis
ucapan Lauw Nen itu, terdengar suara "cring". Pedang Lauw
Hung telah menghunus dan menuju ke dada Lauw Nen! Lauw
Nen mengangkat tangannya dan ia pun telah menghunuskan
pedang menghadang serangan Lauw Hung, tapi ilmu silat
Lauw Hung jauh lebih tinggi daripada Lauw Nen. "Cring"
kedua pedang itu beradu, tiba-tiba Lauw Hung memutar
tubuhya mengeluarkan jurus 'Hiang hung tu seng' (angin
puyuh gemuruh), tangan Lauw Hung pun ikut berputar,
setelah putaran itu, sebuah tenaga dahsyat mengarus ke
tangan Lauw Nen dan menggoncangkan ke lima jarinya
hingga mementalkan pedang yang tergenggam dalam tangan
Lauw Nen, dan pedang itu terus melayang ke arah tiang dan
menancap! Muka Lauw Nen menjadi pucat, buru-buru ia
mundur setindak. Lauw Hung mengulurkan pedangnya
menuding dada Lauw Nen. Bentak Lauw Thian Hauw :
"Tunggu dulu!" Sinar mata Lauw Hung memancarkan kebengisan yang
haus darah. Ia tidak menghiraukan sesuatu, ia ingin
membinasakan Lauw Nen dulu baru bicara kemudian. Pada
detik bentakan Lauw Thian Hauw itulah, pedang yang
tergenggam dalam tangannya itu telah ditusukannya ke
depan! Pedangnya itu, tadinya telah menempel di dada Lauw Nen,
boleh dikatakan Lauw Nen tidak dapat mengelak lagi. Ia
berteriak, menunjukkan ia tidak rela binasa begitu saja. Dan
pada detik itu, Lauw Thian Hauw telah mengulurkan
tangannya mencekal bahu kanan Lauw Hung. Ilmu silat Lauw
Hung lebih tinggi dari adiknya, dapat dalam satu jurus saja
menaklukkan Lauw Nen, namun dibandingkan dengan Lauw
Thian Hauw, ia masih kalah jauh.
Lauw Thian Hauw menekankan tangannya di atas bahu
Lauw Hung, hingga membuat tubuhnya menjadi lemas dan
tidak dapat bergerak. Biarpun ia ingin menusukkan pedangnya
tapi apa daya ia tidak dapat mengeluarkan tangannya barang
sedikitpun. Pedang panjangnya hanya terus menekan di dada
Lauw Nen dan tidak dapat ditusukannya,hatinya menjadi
marah : "Thia, engkau menahan aku buat apa" Apakah
memang mau membiarkan dia menceritakan segalanya itu
supaya kita semuanya tidak bisa hidup lagi?"
"Kalau dia mati bagaimana" Apa kata kita kalau So Beng
Hiat In datang?" kata Lauw Thian Hauw.
"Katakan saja, dosanya tak terampunkan. Kami telah
membunuhnya!" sahut Lauw Hung.
"Dan kau sendiri" Dan kamu semuanya" Siapa di antara
kamu yang bersih?" kata Lauw Thian Hauw.
Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong berdua, tadinya mereka
hanya berdiri di samping saling pandang memandang,
perasaan mereka lega sekali. Tapi begitu mendengar
perkataan 'siapa di antara kamu yang bersih"' wajah mereka
menjadi berubah. Untung pada saat itu tidak ada orang yang
memperhatikannya. "Tidak boleh. So Beng Hiat In datang untuk mencabut
nyawanya, siapa berani turun tangan membunuhnya lebih
dulu?" berkata Lauw Thian Hauw. Ayah dan anak itu sedang
membincangkan seseorang yang sangat asing bagi mereka.
Mereka tidak menyangka bahwa yang mereka perbincangkan
itu adalah darah daging mereka sendiri.
"Oh ya, totok saja jalan darah dagunya, supaya ia tidak
dapat sembarangan bicara!" kata Lauw Hung.
Keringat Lauw Nen mengucur bagai air hujan. Teriaknya
dengan kuat : "Bagaimana kamu dapat memastikan bahwa
yang dicari So Beng Hiat In pastilah aku?" Begitu ucapannya
keluar, semua orang terperanjat.
Tangan Lauw Thian Hauw yang ditekannya di atas bahu
Lauw Hung menjadi kendor, dan Lauw Hung tidak
menggunakan kesempatan itu untuk menusuk Lauw Nen.
Karena perkataan Lauw Nen itu terus menusuk ke dalam
hatinya, andaikata So Beng Hiat In datang untuk mencari
Lauw Nen, itu pun belum pasti. Kelakuannya sendiri, apa tidak
cukup untuk mengundang So Beng Hiat In datang ke rumah"
Dan lagi, kalau sekarang Lauw Nen dibunuh, taruhlah So Beng
Hiat In datangan untuk menari Lauw Nen, kalau ia datang
tidak mendapatkan orang yang dicarinya, itupun tak beres
sampai disitu saja. Walaupun hati Lauw Nen agak nyeri, tapi
mulutnya masih berkeras. Teriaknya : "Baik, yang lain tidak
becus, becusnya cuma mencelakai orang tua dan kakak
adiknya saja." Wajah Lauw Nen menjadi jelek sekali, namun perkataannya
sangat tenang : "Itu pun tidak dapat menyalahkan aku, SBHi
datang, kamu tidak mencariakal untuk menghadapinya tapi
mau mengambil aku sebagai kambing hitam. Hm, hm, kamu
tidak membicarakan hubungan darah daging antara kita,
kenapa aku harus membicarakannya?"
Ucapan Lauw Nen itu membuat keringat Lauw Thian Hauw
bercucuran bagai hujan. Ia memang belum pernah
memikirkan orang rumahnya bisa jadi demikian kalau
menghadapi bencana maut! Ya, apakah Lauw Nen dapat
disalahkan" Kalau bukan dirinya sendiri yang memikirkan
membuat Lauw Nen sebagai kambing hitam, mana pula Lauw
Nen dapat mempunyai niat begitu dan berkata sedemikian
rupa" Lauw Thian Hauw betul-betul merasakan dirinya telah
tamat. Tadinya ia ingin menutupi kejadian ini, unttuk
mempertahankan naman tenarnya sebagai Toa hiap, selama
ini ia terus dihormati oleh orang-orang sebagai Toa Hiap.
Dalam sanubarinya sendiri ia pun telah menganggap dirinya
memang betul-betul seorang Toa hiap budiman. Segala sepak
terjangnya ia telah lupa sama sekali. Ketika ia masih ingin
mempertahankan ketenaran namanya, dalam hatinya memang
menganggap dirinya sebagao orang Toa hiap biarpun memiliki
julukan sebagai Toa hiap namun dalam tulangnya ia adalah
orang kerdil yang kecil sekali. Pada saat ini kecuali tertawa
pahit, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Keadaaan Lauw Hung rupanya sama saja dengan
keadaannnya. Ia pun berdiri mematung.
Maka Lauw Nen pucat pasi, menuggu ayah dan kakak yang
dianggapnya sebagai musuh yang mau menyerangnya. Di satu
pihak ia harus mengelak dari serangan mereka, di lain pihak ia
harus menggunakan tenaga kedua orang itu untuk
menghadapi So Beng Hiat In. Karena dengan tenaganya
seorang, biar bagaimana pun ia bukanlah tandingan So Beng
Hiat In. Hatinya kacau balau, ketegangan emosinya pun telah
memuncak. Mereka bertiga berdiri terpaku. Lauw Jok Hong
dan Lauw Hwie berdua saling melemparkan pandangan,
pelan-pelan tubuh mereka telah mundur keluar. Mereka
melihat tidak ada orang yang memperhatikan mereka,
mempercepat langkah mereka. Sekejap saja mereka telah tiba
di pinggir empang. Setibanya di empang, mereka berdua sama-sama merasa
lega. Mereka maju terus melalui tonggak rahasia di bawah
permukaan air sampai ke seberang dan berhenti di sebuah
gunung-gunungan. Berkata Lauw Jok Hong : "Moy cu, untung
sekali, tampaknya... permainan itu bukan mencari kita."
berhenti sejenak, lalu sambungnya : "Ya, kemungkinan besar
mencari Toa ko, mungkin Toa ci, persoalan kita sangat
rahasia, tidak mungkin diketahui orang."
Setelah Lauw Jok Hong habis berkata, sambung Lauw Hwie
: "Tetapi Ji ko, malam itu, kita mendengar suara Kim
(semacam gitar), yang mengalun dekat sekali. Namun setelah
kita cari, kita tidak menemukan orangnya. Hal ini terus
menjadi ganjalan dalam hatiku!"
Mendengar ucapan Lauw Hwie, muka Lauw Jok Hong
menjadi berubah, tapi ia masih berkeras kepala : "Aku kira
tidak apa-apa, taruhlah ada orang yang lewat, belum tentu ia
tahu apa yang sedang kita kerjakan. Andaikata orang itu
berniat mengintip, masa dia membunyikan Kim-nya?"
"Itu pun sulit dikatakan, waktu itu, kita sedang turun
tangan, mungkin orang yang membunyikan Kim itu telah tahu
perbuatan kita dan dengan suara Kim itu ia memperingati
kita?" kata Lauw Hwie.
Ucapa Lauw Hwie itu terus menusuk ke tulang punggung
Lauw Jok Hong. Dan pada saat ini, mereka berdua seakan
mendengar suara Kim mengalun dari kejauhan. Mendengar
suara Kim itu, hati mereka tertawa pahit, rasa curiga timbul,
tapi tidak salah lagi, bulu roma mereka berdiri ketika
memikirkan suara Kim pada malam itu. Dan kini betul-betul
suara Kim itu mengalun di udara" Ini tidak lain hanyalah
sebuah khayalan belaka! Bahkan mereka masing saling
pandang dan tertawa riang.
Tetapi hampir pada detik itu juga mereka merasa tidak ada
yang lucu lagi. Suara Kim itu kian lama kian dekat, makin lama
makin jelas. DAn mereka dapat mendengar suara Kim itu,
persis seperti nada pada malam itu, nada yang hampa. Dalam
kehampaan nada Kim itu, terus mendesakkan perasaan yang
menyerikan. Ada kalanya, ketika suara Kim itu menjadi tinggi dan
nyaring bagai dapat mengorek mengeluarkan hati manusia
dari dalam dada! Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua telah
berubah. Mereka mendengar suara Kim itu makin lama makin
dekat, dan telah tiba di tembok pekarangan, lalu berhenti.
Waktu itu suara Kim yang dapat memecahkan empedu mereka
itu hanya berjarak dua tiga tombak saja dari mereka.
Tubuh Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua, seperti
direndam dalam air saja layaknya, terus bergemetar. Perasaan
yang ada di muka mereka ketika menyaksikan pertengkaran
antara Lauw Hung dan Lauw Nen tadi, entah telah lenyap
kemana. Mereka terpaku lama sekali, suara Kim yang
mengerikan itu pun berlangsung terus. Antara mereka berdua,
Lauw Hwie yang lebih tenang dulu. Ia menggigit bibirnya dan
berkata dengan suara perlahan : Ji ko, masa kita menunggu
mati?" Hati Lauw Jok Hong kacau balau, tidak berakal. Mendengar
ucapan itu, ia hanya membalik-balikkan matanya memandang
adiknya. "Kau seorang jantan bukan, bicara dong," kata Lauw Hwie.
"Aku... mau bicara apa?" Lauw Jok Hong tertawa pahit.
Lauw Hwie memutar biji matanya : "Kita bertindak cepat,
aku rasa orang itu berada di bawah tembok. Perlahan-lahan
kita naik ke tembok, dari atas menyerang ke bawah sec ra
tiba-tiba. Biar pun ia berilmu tinggi, ia pasti tidak luput dari
serangan gelap kita."
Lauw Jok Hong dengar, semangatnya berlipat ganda : "Ya,
paling tidak kita dapat melihat bagaimana orangnya yang
membunyikan Kim itu."
"Kau mengendor lagi," kata Lauw Hwie.
"Ya, kita bunuh diam-diam dan kita tidak perlu kuatir lagi,"
berkata Lauw Jok Hong.

Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tubuh mereka melesat ke depan. Jarak dua tembok
sebentar saja telah sampai, mereka menempelkan teling ke
tembok. Suara Kim itu lebih jelas lagi, orang yang
membunyikan Kim itu tidak salah lagi, benar-enar berada di
luar tembok. Pasti ia duduk bersandar tembok, kalau tidak
suara Kim itu tidak mungkin sejelas ini. Mereka mencari arah
yang tepat, lalu melonjak. Tembok pekarangan itu memang
tidak begitu tinggi, begitu mereka melonjak, tangan mereka
telah dapat mencekal atasnya. Hati keduanya merasa tenang
sekali, mereka menahan napas, pelan-pelan menongolkan
kepala mereka. Ketika kepala mereka menongol separuh,
mereka telah dapat melihat orang yang membunyikan Kim itu.
*** BAGIAN ENAM Betul saja, orang itu bersandar pada tembok. Pakaiannya
compang camping penuh dengan tambalan-tambalan.
Walaupun pakaian itu butut, tapi bersih sekali. Rambutnya
telah beruban dan acak-acakan tak karuan. Orang itu duduk
dengan menyilakan kakinya, memangku sebuah Kim di
dengkulnya. Walaupun itu adalah sebut Cit Sian Kim (Kim
bersenar tujuh), namun kini senarnya hanya tinggal tiga buah
saja, maka suaranya sangat hampa. Sedangkan badan Kim itu
hitam legam, sedikitpun tidak menarik. Orang itu tampaknya
sedikitpun tidak mengetahui bahwa di atas kepalanya ada
orang yang sedang mengintainya. Ia masih dengan asyiknya
memainkan Kim-nya. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua, melihat orang yang
memainkan KIm yang membuat hati mereka berdebar-debar
itu adalah seorang yang bertampang pengemis, dan merasa
geli atas perasaan ketakutan mereka tadi. Lauw Jok Hong
menggoyang-goyangkan tangan pada adiknya dan menunjuknunjuk
ke rumah empang. Maksudnya adalah orang tua itu
tidak patut diperdulikan, biarlah kita pulang saja. Namun Lauw
Hwie geleng-geleng kepala, dan menunjuk-nunjuk pada
pedang yang tergantung di pinggangnya. Lalu menunjuknunjuk
pada orang tua itu. Tentu saja Lauw Jok Hong
mengerti maksudnya, ialah membunuh orang tua itu.
Lauw Jok Hong pun telah tahu, setelah kemunculan
bayangan darah itu, suasana rumahnya telah berubah sama
sekali. Dalam keadaan begini, hendaknya tak ada lagi hal-hal
yang memusingkan. Tentu saja ada satu hal yang baik, kalau
tidak membunuh orang tua itu dan membiarkannya pergi.
Walau orang tua itu tidak mencurigakan, tapi suara Kim yang
hampa itu persis suara yang didengar mereka pada malam itu.
Demi keselamatan diri sendiri, lebih baik turuti saja kehendak
adiknya. Dan ia tidak berpikir lama-lama, lalu mengangguk.
Mereka bergerak serentak, menghunus pedang mereka
dengan pelan-pelan. Mereka bergerak dengan sangat berhatihati
sekali. Boleh dikatakan tidak membuat suara sedikitpun.
Pedang mereka telah terhunus, tangan kanan mereka
menekan ke tembok, dan tubuh mereka telah meninggi lagi.
Kini mereka telah berjongkok di atas tembok, sedangkan
orang tua yang berada di bawah mereka itu masih tetap
memainkan Kim-nya. Mereka berdua bersamaan menarik
napas, mengacungkan pedang. Tiba-tiba tubuh mereka
melonjak melesat menyerang leher orang tua itu, yang satu
kanan, yang satu kiri. Tusukannya keduanya cepat sekali,
kalau mengenai sasarannya, jangan-jangan pedang mereka itu
dapat terbenam sampai ke gagangnya ke dalam leher orang
tua itu. Sedangkan mereka berdua mengira dengan serangan
itu, pastilah tepat mengenai sasaran.
Tetapi perubahannya betul-betul di luar dugaan mereka
berdua. Ketika menusukkan pedang mereka secara kilat,
orang tua yang seakan tidak tahu apa-apa itu dengan tiba-tiba
mengangkat Kim-nya dan diletakkannya di atas kepalanya.
Karena gerakan orang itu sangat cepat sekali, maka ketika ia
meletakkan Kim-nya ke atas kepalanya ketiga senarnya
berbunyi karena kena getaran. Dan pada saat itulah kedua
pedang Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie telah tiba, namun
bukan mengenai leher orang tua itu tapi mengenai Kim itu,
dan menimbulkan suara "cring cring" dua kali. Rupanya Kim
itu terbuat dari besi! Mereka berdua kaget bukan kepalang
tanggung, dalam kekagetan itu, mereka sempat berjungkir
balik di udara sekali, lalu turun agak jauhan. Dan orang tua itu
pun telahmeletakkan kembali Kim-nya ke atas dengkulnya,
dan memainkannya seperti tidak pernah terjadi sesuatu saja
layaknya. Suara Kim masih tetap hampa. Lauw Jok Hong dan
Lauw Hwie berdua baru tahu lawannya bukanlah orang
sembarangan dan mereka menjadi terpaku berdiri mematung.
Tetapi ketika merekamelihat orang itu betul-betul seorang
pengemis yang telah keriputan, bukan saja telah tua sekali
malah matanya hanya ada putihnya saja, seorang yang buta.
Setelah mereka mengetahui lawannya adalah seorang tua y
ang buta, keberanian mereka telah timbul kembali. Lauw Hwie
menudingkan kembali pedangnya, baru saja ia ingin
menyerang, orang tua itu telah bersuara : "Kamu masih mau
menyerang lagi?" Suara orang tua itu, sama seperti suara Kim-nya, tinggi dan
menusuk telinga. Lauw Hwie ertegun dan tidak jadi
menyerang. Lalu bentaknya dengan menebalkan mukanya :
"Siapa kau?" Orang tua itu masih tetap memainkan Kim-nya, sekali
membunyikan suara sing atau sang dengan pelan sekali,
seraya berkata : "Kim aku kini,tadinya mempunyai senar 7
buah. Yang satu putusnya cepat sekali, putus di bawah tangan
seorang Hwe shio suci Kim Hok Liauw Kong dari Go Bi. Hei,
hei! Ketika itu aku masih sangat muda, tidak berpengalaman,
aku sendiri yang mencari kesukaran itu; Yang kedua putus di
bawah tangan Thian Eng Cu dari Miauw Ciang; yang ketiga
putus di Pei Hai, diputuskan oleh sepasang suami istri dari
pulau Sian Bu; yang keempat putus di bawah tangan Cung Im
Su Tay dari Tong Lam. Sejak dari itu, selama dua puluh tahun
ini, masih ada tiga buah yang tertinggal. Kamu ini siapa"
Berani menyerang aku secara gelap?"
Ia telah ngoceh panjang lebar, namun tetap belum
menyebutkan siapa dirinya. Tetapi ocehannya itu bukanlah
ocehan sembarangan, karena beberapa orang yang pernah
disebutnya tadi adalah jago-jago silat aliran putih maupun
hitam. Rupanya ia pernah bersilat dengan mereka, tentu saja
orang ini mempunyai latar belakang yang hebat. Lauw Jok
Hong dan Lauw Hwie berdua, tak tertahan lagi mengucurkan
keringat. Agaknya Lauw Hwie lebih cerdik, katanya : "Rupanya
Cian Pwe adalah jago silat. Ai, tadi kami melihat dari atas
tembok,Cian Pwe mirip sekali dengan seorang bajingan dari
Cok San Kauw yang berhasil meloloskan diri dari tangan kami
beberapa hari yang lalu, maka kami turun tangan secara
mendadak. Semuanya ini adalah salah sangka, harap Cian Pwe
jangan marah dan kami minta diampuni atas kelancangan
kami tadi." Lauw Hwie sambil bicara sambil membuang pandangan
pada Lauw Jok Hong. Setelah ucapannya habis, tidak perduli
lagi apakah lawannya melihat atau tidak, lalu bersama-sama
Lauw Jok Hong membongkok memberi hormat. Orang tua itu
tampaknya seperti melihat saja, setelah mendeham, katanya :
"Tidak berlutut mengetuk kepala?"
Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong berdua semuanya adalah
orang yang sering dimanjakan. Mereka mau minta maaf,
semuanya karena hati mereka mempunyai suatu cacad.
Setelah mendengar ucapan orang tua itu, mereka menjadi
marah. Lauw Jok Hong yang paling tidak sabar, ia menarik napas
ingin membentak. Walaupun Lauw Hwie marah juga dalam
hatinya, ia pun tahu dalam keadaan begini, wibawa ayahnya
tidak dapat diandalkan lagi. Lebih baik tidak menyakiti orang.
Maka ia sengaja menekan amarahnya : "Ucapan Cian Pwe itu
bukankah agak keterlaluan?"
Orang tua itu tertawa dingin : "Itu sudah ramah sekali.
Apakah kalian mau mencoba yang lainnya?"
Lauw Hwie membuat suatu gerakan tangan pada Lauw Jok
Hong seraya maju : "Bagaimana yang lainnya itu?"
Orang tua itu menengadah, dalam sepasang matanya tidak
ada sedikitpun hitamnya, hanya membalik-balikkan mata
putihnya saja, sangat menyeramkan. Katanya : "Tidak apaapa,
hanya..." ucapannya baru sampai disini, Lauw Hwie telah
menggoyangkan tangan kanannya.
Berikut goyangan tangannya, "Cring" suatu bunyian per
rahasia, tiga buah belati pendek kecil telah melesat ke depan
dengan kecepatan guntur. Lauw Hwie sangat cerdik, ketiga
belati itu tipisnya seperti kertas, tajammnya bukan main, hasil
tempaan tukang besi yang sangat pandai yang diupahnya
sangat mahal. Ketiga belati itu ditaruh dalam sebuah tempat dalam lengan
bajunya, dalam tempat terdapat sebuah per yang keras sekali.
Kalau saja tangannya menyentuh per itu, ketiga belati kecil
akan melayang ke depan dengan kecepatan guntur, keluar
dari lengan bajunya. Memang adalah suatu cara membunuh
orang tanpa bayangan, kejam sekali!
Waktu itu Lauw Hwie telah dekat sekali dengan orang tua
itu, begitu mengangkat tangannya, ketiga buah belati kecil
telah melayang ke depan dengan kecepatan tinggi, orang tua
itu boleh dikatakan tidak ada kesempatan lagi untuk
mengelak. Betul saja, orang tua itu mengeliat, ketiga belati itu telah
menancap dalam tubuhnya! Yang satu menancap di bahu,
yang satu menancap di dada, yang satu lagi di ketiaknya.
Tenaga ketiga belati itu besar sekali, tancapan hampir
membenam hingga ke gagangnya.
Lauw Hwie karena sudah tahu kepandaian lawannya sangat
lihai, maka ia menggunakan cara gelap itu untuk menyerah
musuhnya. Ketika ketiga belati itu belum dilepaskannya,
hatinya memang sangat kaget. Andaikata hal itu tidak sangat
mendesak, ia takkan menggunakan cara ini. Setelah ketiga
belati itu dilepaskannya, dan berhasil, ia menjadi sangat
girang, teriaknya : "Ji ko, kita berhasil!"
Hati Lauw Jok Hong pun sangat girang, katanya : "Moy cu
memang lebih pandai!" Mereka berdua kegirangan dan tidak
memperdulikan lagi orang tua yang telah tertancap tiga buah
belati itu. Mereka menganggap ketiga belati itu mengenai
tempat yang mematikan orang tua itu. Kalau tidak mati, pasti
luka parah. Namun pada saat-saat mereka bergembira, tiba-tiba
mereka mendengar orang tua itu bicara dengan menyeramkan
: "Kegembiraan kamu masih belum cukup" Ucpaan yang
dingin itu mengalun ke telinga Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie,
batok kepala mereka seakan dibuka orang dan disirami
dengan air es. Keduanya terpaku, buru-buru membalik tubuh
mereka. Dilihatnya orang tua itu masih saja duduk di tempat
tadi, ketiga belati kecil itu masih menancap di tubuhnya. Tapi
tidak ada gejala apa-apa, dan tempat tancapan belati itu
sedikit pun tidak mengeluarkan darah.
Mereka berdua berdiri mematung, entah apa yang harus
mereka perbuat. Dan orang itu tertawa dingin lagi : "Tidak
salah, ketiga belati itu ditempa dengan hebat sekali, kamu
mau memberikannya padaku dengan kekerasan, dan aku tidak
mau menerimanya. Nih, ku kembalikan," katanya seraya
membusung-busungkan dadanay. "Bleb" sebuah suara, belati
yang tertancap di dadanya itu melanting keluar dengan cepat
sekali, tenaganya lebih hebat dari pada ketika keluar dari
lengan baju Lauw Hwie tadi. Mereka berdua menjadi kaget
dan terpaku melihat belati itu telah melayang ke hadapan
mereka. Tapi karena saking kagetnya, mereka berdua tidak
tahu mengelak, dalam sekejap saja mereka berdua merasa
kepala mereka sejuk, rambut mereka telah rontok. Merea
mengangkat tangan mencoba kepala mereka, tak tertahan lagi
kaki mereka menjadi lemas, hampir saja tidak dapat berdiri
lagi. Rupanya ketika mereka meraba kepala mereka, bukan
rambut yang teraba tapi kulit kepala. Rupanya rambut mereka
telah terbabat habis oleh belati tadi yang melayang di atas
kepala mereka. Mereka sama-sama tahu, kalau belati itu terbang lebih
rendah sedikit lagi, mungkin batok kepala mereka pun akan
terbabat pula. Sampai disini, hati mereka mau tidak mau telah
bergidik. Kata orang tua itu : "Yang dua lagi kamu mau aku
kembalikan ke tempat mana?"
Lauw Jok Hong membalikkan tubuhnya ingin kabur, tapi
baru saja ia melangkah dua tindak, kedua kakinya telah
gemetaran dan saling beradu sehingga tidak dapat melangkah
lebih jauh lagi. Walaupun Lauw Hwie lebih cerdik, ia pun
berdiri mematung, tidak dapat bersuara.
Orang yang meluncurkan ketiga belati ini, datang ke depan
aku!" kata orang tua itu.
Ketika mendengar peerkataan itu, telinga Lauw Hwie
mendengung, matanya berkunang-kunang. Mana ia berani
maju ke depan" Berkata orang tua itu lagi : "Kalauaku mau
mencabut nyawamu, apakah aku harus menyuruh ke depan
aku baru dapat turun tangan" Ayo cepat!"
Mendengar ucapan itu, semangat Lauw Hwie baru tenang,
memang itu suatu kenyataan. Ia mengumpat dalam hatinya,
ilmu silat orang tua itu begitu tinggi, mana mungkin bisa lolos
dari tangannya, lebih baik turuti perintahnya. Maka Lauw Hwie
melangkah dengan gerakan yang gemetaran. Tiba di hadapa
orang tua itu, ia melihat orang tua itu mengeluarkan
tangannya merobek pakaiannya yang sebelah kanan sebagian,
dan dilihatnya daging orang tua itu bagai besi. Lauw Hwie
tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang tua itu, terdengar
orang tua itu bersuara : "Cabutlah kedua belati ini!"
Lauw Hwie mengiyakan, diulurkannya tangannya mencabut
belati yang tertancap di bahu orang tua itu. Hatinya berdebardebar,
karena ketika ia mencabut belati yang hampir
terbenam hingga ke gagang itu ia melihat belati itu memang
telah menancap di tubuh orang tua itu, tapi tidak melukai kulit
maupun dagingnya. Ketika belati itu melesat menyambar
tubuh orang tua itu, tubuh orang tua itu seakan dapat
membuat suatu lubang kecil yang persis dapat menempatkan
belati itu ke dalamnya. Biarpun Lauw Hwie dibesarkan di tengah-tengah keluarga
Bu lim, sepanjang tahun jago-jago silat dari segala aliran dan
perkumpulan datang ke rumahnya untuk suatu kunjungan
kehormatan, pengetahuan Lauw Hwie cukup luas; tetapi suatu


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu silat yang tinggi sedemikian rupa hingga dapat dalam
sekejap saja menguasai gerakan dagingnya, jangankan ia
pernah melihatnya, mendengar pun belum.
Setelah Lauw Hwie mencabut belati itu, ketakutan dalam
hatinya telah memuncak. Ia bertanya dengan suara gemetar :
"Kau... kau adalah So Beng Hiat In?"
Dalam keadaan begini Lauw Hwie bertanya begitu, itu
adalah wajar. Karena ilmu silat orang tua itu memang
tingginya luar biasa, hingga membuat orang kecuali
memikirkan So Beng Hiat In, tidak terpikir yang lain lagi.
Mendengar pertanyaan Lauw Hwie, muka orang tua itu
berubah, ia mendehem : "Apa katamu?"
Lauw Hwie tahu nada ucapan orang tua itu tidak
bersahabat, ia menjadi kaget dan tidak berani bersuara. Orang
tua itu berhenti sejenak, lalu sambungnya : "Tadi kau
mengatakan So Beng Hiat In?"
Hati Lauw Hwie sangat takut tapi ia tidak berani kabur.
Ketika ia berpaling melihat Lauw Jok Hong, dilihatnya Lauw
Jok Hong sedang berdiri mematung, tampaknya lebih kaget
lagi daripada dirinya sendiri. Katanya dengan sangat hati-hati :
"Ya, saya mengatakan So Beng Hiat In."
Sudut mulut oran gtua itu bergoyang-goyang berkali-kali
seakan sedang memikirkan untuk mengucapkan sesuatu, tapi
tidak terucapkan ; wajahnya pun kelihatannya agak tegang.
Lewat sesaat baru menjadi normal kembali, dan pada saat
itulah keringat Lauw Hwie telah membasahi seluruh tubuhnya.
Kata orang tua itu dengan perlahan : "Sudah beberapa tahun
So Beng Hiat In tidak muncul lagi di kalangan dunia kang ouw,
mengapa kamu tidak memikirkan aku sebagai orang lain, tapi
memikirkan aku sebagai So Beng Hiat In?"
Kata Lauw Hwie : "Aku... karena aku..." ketika ia ragu-ragu
untuk bicara terus, orang tua itu telah membentak : "Ayo
katakan yang sebenarnya!"
Perkataanitu, walaupun keluar dari mulutnya orang tua itu,
tetapi suara itu menggelegar bagai halilintar menyambar di
siang hari bolong; membuat Lauw Hwie yang berdiri di
hadapannya itu bingung dan berdiri mematung. Ia tidak dapat
tidak mengatakan yang sebenarnya.
"Karena So Beng Hiat In telah muncul kembali pagi ini."
Begitu ucapan Lauw Hwie itu terlepas, tubuh orang tua itu
memanjang dengan tiba-tiba. Secara Lauw Jok Hong dan
Lauw Hwie melihat orang tua itu, orang tua itu terus duduk,
dengan menyilakan kakinya. Mereka belum merasakan apaapa,
setelah ia berdiri tubuhnya tinggi semampai. Tubuh
bagian atasnya tidak banyak berbeda dengan orang biasa,
yang panjang adalah sepasang kakinya. Kalau mau melihatnya
harus menengadah. Pada saat itu, hati Lauw Hwie berdetak, rupanya orang tua
yang agak aneh itu dan Kim besi dalam tangannya, kesemua
itu seakan ia pernah mendengar cerita orang tapi kesan dalam
hatinya tetap sangat kabur. Untuk sesaat ia tidak dapat
mengingatkannya. Setelah orang tua itu berdiri, Lauw Jok
Hong tidak dapat lagi bertahan, kedua kakinya menjadi lemas
dan ia terkulai di atas tanah. Dan Lauw Hung mundur
beberapa tindak. Orang tua itu bertanya dengan perlahan : "So Beng Hiat In
telah muncul kembali pagi ini" Dimana?"
"Di... di rumah kami," kata Lauw Hwie dengan giginya
beradu. "Siapa yang rumah kamu?" bentak orang tua itu.
Hingga saat ini Lauw Hwie tidak dapat tidak bersuara lagi,
"Ayah saya Lauw Thian Hauw, orang-orang menyebutnya..."
Sebelum ucapan Lauw Hwie habis, orang tua itu telah
membentak lagi : "Lekas bawa aku lihat!"
Lauw Hwie mengumpat dalam hatinya, sepasang matamu
telah buta, tidak dapat melihat apa-apa, bagaimana kau
mungkin melihat So Beng Hiat In itu" Dan ia ingin
mengatakan pada orang tua itu, bahwa tembok yang dicoret
dengan bayangan darah itu telah roboh. Namun di bawah
bentakan suara orang tua, apa yang hendak diucapkannnya,
sepatah katapun tidak dapat keluar dari mulutnya. Ia haya
dapat mengatakan satu perkataan : "Anuh..."
Orang tua itu membentak lagi : "Jangan banyak bicara,
cepat unjukkan jalannya!"
Lauw Hwie membalik, dilihatnya Lauw Jok Hong sedang
berkeras memaksa tubuhnya berdiri. Kata Lauw Hwie : "Ji ko,
Cian Pwe ini mau melihat bayangan darah, mari kita tunjukkan
jalannya." "... Ayo... ayo... ayo..." Lauw Jok Hong seakan telah
menjadi pikun. Ia tidak dapat mengatakan apa-apa, tampang
congkaknya yang telah menjadi sifatnya itu, entah telah
terbang kemana. Melihat keadaan itu, Lauw Hwie hanya dapat menghela
napas dan mengumpat dalam hatinya, orang-orang rumahnya
tidak ada satu pun yang dapat diandalkan. Apa lagi orang itu
tidak menyinggung-nyinggung sedikit pun kelakuan jahatnya,
yang mana telah menyerangnya secara gelap dari atas tembok
dan melepas tiga buah belati rahasia, sama sekali tidak,
seakan ia sangat suka pada diri sendiri, lebih baik berlaku
baik-baik padanya, supaya dapat diandal.
Di antara kakak beradiknya, Lauw Hwie yang tercerdik,
serunya : "Ji ko, Cian Pwe ini, dia cuma mau melihat
bayangan darah itu. Apa yang kau takuti?"
Dua baris gigi Lauw Jok Hong terus beradu, hingga
menimbulkan suara tek, tek, tek, katanya : "Moy cu... dia...
tek tek tek akan... tek tek... akan... tek tek tek..."
Hati Lauw Hwie berdetak lagi. Ia berpikir, ketika orang tua
itu berdiri, ia seakan mengetahui ada orang semacam ini, tapi
entah siapa, ia tidak dapat ingat lagi. Kini mendengar Lauw
Jok Hong berkata begitu, apakah ia telah mengetahui siapa
gerangan orang tua itu" Ketika ia baru ingin bertanya,
dilihatnya orang tua itu telah mengibaskan lengan bajunya ke
depan, dan tidak mendengar ada angin yang bertenaga besar,
hanya ketika orang tua itu mengibaskan lengan bajunya, tibatiba
tubuh Lauw Jok Hong telah terpental lima enam tombak
bagai layangan yang putus benangnya, lalu jatuh ke tanah
dan tidak bergerak lagi. Entah mati atau masih hidup.
Melihat keadaan ini, hati Lauw Hwie terperanjat bukan
kepalang tanggung. Tapi ia pura-pura tidak tahu dan berkata
denga acuh tak acuh : "Ajaran Cian Pwe baik sekali, sia-sia
belaka dia menjadi seorang lelaki kalau nalinya sekecil itu."
Orang tua itu tertawa menyeramkan. "Memang tidak salah,
malah kau yang lebih baik, cocok sekali dengan selera aku."
Mendengar ucapan itu, hati Lauw Hwie tidak tenang. Entah
harus merasa gembira atau harus merasa takut, katanya
dengan sangat terpaksa : "Cian Pwe, mari saya tuntun Cian
Pwe." "Tidak perlu, kau jalan saja di depan, aku akan mengikuti
kau dari belakang," sahut orang tua itu.
Lauw Hwie mengangguk dan melangkah maju melewati
tembok sampai ke pintu depan.
Biasanya pintu rumah Lauw itu penuh dengan penjaga dan
pengawal-pengawal. Namun kini, seakan telah mengetahui
rumah itu telah terjadi suatu hal yang sangat luar biasa, dan
telah pada melarikan diri hingga keadaan disitu sepi saja.
Sesampai di pintu, tadinya Lauw Hwie ingin membukanya, tapi
pintu telah terbuka sebelum disentuh tangannya.
Lauw Hwie melangkah masuk dan mendekati tembok yang
telah roboh itu. Katanya : "Cian Pwe, So Beng Hiat In itu
dicoret di atas tembok ini." Seraya menyamping setindak,
dilihatnya orang tua itu membelalakkan matanya lebar-lebar
memandang ke depan, di dalam matanya itu tidak terdapat
biji mata, entah apa yang dilihatnya dengan mata selebar itu.
Sementara itu wajahnya pun telah menjadi tegang sekali, tibatiba
tertawa terkikih-kikih, sedang ia menarik suara
tertawanya, tiba-tiba pula ia menghentikannya, lalu suara
tertawa lenyap seketika. Suara tertawa orang tua itu mengundang orang yang
berada di rumah empang itu keluar, mereka adalah Lauw
Thian Hauw, Lauw Hung dan Lauw Nen. Ketika mereka bertiga
keluar, orang tua itu tetap berdiri mematung tidak bergerak.
Lauw Hung yang bertanya duluan : "Moy cu, siapa orang tua
itu?" Lauw Hwie tidak bersuara, hanya menggeleng-gelengkan
kepala. Setelah melihat orang tua itu, Lauw Thian Hauw tertegun :
"Anda..." ia baru berkata sampai disini, orang tua telah
tertawa terbahak-bahak lagi. Kali ini suaranya tinggi sekali."
Lauw Thian Hauw sendiri adalah orang yang berilmu sangat
tinggi, tapi ketika ia mendengar orang tua itu tertawa, buruburu
ia keluar dari dalam rumah dan ia telah tahu orang yang
sedang tertawa itu berilmu tinggi.
Kini, orang tua itu tertawa lagi, suara itu ditujukan padanya
dengan lebih mengagetkan lagi, hingga membuat hatinya
berdecak, lalu menggoyangkan tangannya ke belakang. Lauw
Hung persis di belakangnya, dilihat ayahnya menggoyangkan
tangan, hatinya pun menjadi tegang, dipegangnya gagang
pedangnya, lalu melangkah ke samping setindak. Begitu tubuh
Lauw Hung bergerak, suara tertawa orang tua itu berhenti,
lalu membentak : "Ketiga orang yang baru keluar dari rumah,
siapa kawan lama si tua ini?"
Mendenar perkataan itu, semua orang menjadi bingung.
Kata Lauw Thian Hauw : "Apa maksud ucapan itu?" Baru Lauw
Thian Hauw habis bicara, terdengar suara "Cring" sekali,
kelima jari orang tua itu telah melayang di atas Kim besi itu
dan senar Kim itu menimbulkan suara yang tinggi sekali.
Sedangkan tangannya itu, setelah melayang di atas Kim, terus
menyambar Lauw Thian Hauw. Ketiga jarinya, jari telunjuk,
jari tengah dan jari manis, menusuk jalan darah Lauw Thian
Hauw,jempol dan kelingkingnya menuju ke bawah. Gerakan
itu anehnya luar biasa, sekali lihat saja sudah tahu, bahwa
jurus itu mempunyai perubahan-perubahan yang tak habishabisnya.
Lauw Thian Hauw buru-buru mengelak dan mundur
seraya membentak :"Siapa kamu, kenapa belum bicara sudah
mau turun tangan menyerang?"
Gerakan tangan orang tua itu cepat sekali, sebelum ia
turun tangan, ia pasti melayangkan tangannya dulu di atas
Kim besi hingga suara cring y ang diberangi dengan suara
angin pukulannya itu membuat orang yang mendengarnya
lebih berdebar-debar lagi. Sementara Lauw Thian Hauw
bertanya begitu, orang tua itu telah memukul tiga jurus lagi
namun semuanya dapat dielakkan Lauw Thian Hauw. Namun
orang tua itu tetap diam saja tidak bersuara.
Tabiat Lauw Hung yang paling garang, teriaknya : "Buat
apa tanya, pukul saja."
Tangannya telah memegang gagang pedang. Ia berteriak
seraya menundukkan tubuhnya, dan pedangnya telah
terhunus,lalu tubuhnya seperti meteor melundur ke depan.
Lauw Thian Hauw telah mengetahui ilmu silat orang tua itu
sangat tinggi, maka sebelum mengetahui maksud
kedatangannya, ia menahan dirinya. Kini begitu melihat Lauw
Hung menyerang secara serampangan, buru-buru ia
mencegahnya : "Hong ji berhenti!"
Tetapi laju Lauw Hung cepat sekali, ketika Lauw Thian
Hauw berteriak 'berhenti' pedangnya telah menuding muka
orang tua itu. Orang tua itu membalikkan tangannya
mementilkan jari tangannya, sentilan itu tepat mengenai ujung
pedang dan terdengar suara "cring" sekali. Pedang itu terus
bergemetar tak henti-hentinya.
Tangan Lauw Hung masih memegang pedang, dalam
sekejap saja tanganya turut bergemetar.
Kini Lauw Hung belum mau membuang pedangnya, lalu
tenaga dahsyat dari ujung pedang itu mengalir ke tubuhnya,
hingga tubuhnya ikut bergemetar. Sambil mundur, teriaknya :
"Tua bangka... ini... berhenti..." suaranya pun gemetar,
terputus-putus. Orang tua itu pun tidak menyerang lagi. Lauw Thian Hauw
buru-buru melangkah setindak maju, dan memegang tangan
Lauw Hung, menyambut tenaga dahsyat itu, menghentikan
tubuh Lauw Hung bergemetar. Lauw Hung menghela napas,
lalu menyeka keringatnya sambil berseru : "Ah hebat sekali!"
Orang tua itu berpaling : "Di antara kamu" Apakah ada So
Beng Hiat In?" Lauw Thian Hauw melihat ilmu silat orang tua itu sangat
tinggi, sebelum bersuara telah menyerang dirinya. Untuk
sesaat, orang tua menganggap dia sebagai So Beng Hiat In,
dan hatinya betul-betul merasa tegang. Hingga saat ini,
setelah mendengar ucapan orang tua itu, ia baru sadar telah
keliru, lawannya itu bukanlah So Beng Hiat In. Apalagi setelah
mendengar ucapanitu, seakan orang tua itu sengaja datang
untuk menyusahkan So Beng Hiat In.
Hati Lauw Thian Hauw jadi sangat gembira, katanya :
"Tentu saja tidak So Beng Hiat In, kenapa kamu bisa tahu
kedatangan So Beng Hiat In?"
Orang tua iatu menunjuk pada Lauw Jok Hong : "Dia yang
bilang." Lauw Jok Hong tadi terpelanting kena kebas lengan baju
orang tua itu. Setelah ia berdiri kembali, ia terus tidak
bersuara. Namun tunjukan orang tua itu tidak salah menunjuk
padanya. Lauw Jok Hong tak tertahan lagi mundur dua tindak, segera
Lauw Thian Hauw melotot padanya, hingga membuat hatinya
tambah berdebar-debar lebih kencang lagi. Lauw Thian Hauw
tertawa dengan terpaksa : "Tidak salah, tanda So Beng Hiat In
pernah muncul di tembok, tapi tembok itu kini telah roboh."
Orang tua itu tertawa dingin : "Apakah kau berani melawan
So Beng Hiat In?" Lauw Thian Hauw tertawa panjang, lalu berkata dengan
lantang : "Aku she Lauw belum pernah melakukan sesuatu
kejadian, kalau So Beng Hiat In berani datang kemari tentu
saja aku harus mengadu nyawa. Kalau tidak aku pasti
memenggal leherku sendiri."
Teriak orang tua itu : "Bagus ekali. Sampai hari ini baru aku
bertemu lagi dengan seorang yang berani melawan So Beng
Hiat In!" Mendengar perkataan itu, hati Lauw Thian Hauw menjadi
girang. Ia mengumpat dalam hatinya, orang tua itu telah kena
jebakannya. Tapi dia diam-diam saja, dan berkatan dengan
nada marah : "Nah, inilah keanehannya. Kecuali saya orang
she Lauw, apakah masih ada orang yang berani terangterangan


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memusuhi So Beng Hiat In?"
Orang tua itu berkata dengan marah : "Kalau kau bicara
begitu, agaknyakau anggap enteng pada orang-orang jagojago
silat. Biar pun aku tidak becus, aku ingin sekali bertemu
dengan So Beng Hiat In yang hanya tinggal namanya belaka
itu!" Hati Lauw Thian Hauw lebih gembira lagi, dan ia melihat
orang tua itu sangat berangasan, maka Lauw Thian Hauw
memancingnya : "Menurut cerita, So Beng Hiat In itu berilmu
tinggi selangit, kamu..."
Betul saja, ucapannya belum habis, orang tua itu telah
berteriak : "Mari, mari, kita berjabatan tangan!" Ia berkata
sembari mengulurkan tangan. Katanya ia ingin berjabatan
tangan, padahal ingin adu kekuatan dengan Lauw Thian
Hauw. Karena ia mendengar ucapan Lauw Thian Hauw yang
meremehkannya itu. Lauw Thian Hauw baru ingin
mengulurkan tangannya, tapi tiba-tiba otaknya berputar. Ia
berpikir, kalau ilmu silat orang tua itu berada di atas dirinya,
segala sepak terjangnya kelak akan dikuasai si orang tua itu.
Kalau ilmu silatnya tidak setinggi dirinya, dia akan merasa
malu, lalu pergi dengan begitu saja, bahkan dirinya akan
kehilangan seorang tenaga pembantu.
Maka ia tidak mengulurkan tangannya, hanya berkata : "Ini
tidak perlu bukan" Disitu ada sebuah batu besar, kalau kamu
mau mencoba tenaga tanganmu, jangan sungkan-sungkan,
coba saja." Orang tua itu tertawa dingin, diulurkan tangannya menepuk
batu besar itu. Tepukan itu seakan tepukan sembarangan
saja, tetapi berbarengan dengan suara tepukannya itu, batu
besar itu telah gompal dan pecahannya itu terus melayang ke
depan menyambar tembok bahkan menancap ke dalam
tembok. Dalam sekejap saja, orang tua itu telah menepuk
tujuh kali, setiap kali ada sebuah batu pecahan yang
menancap ditembok. Ketujuh batu itu berbaris membentuk
bintang sapu, lalu ia berpaling sambil tertawa dingin :
"Bagaimana?" Orang-orang yang berada disitu pada tercengang
menyaksikan kepandaian yang dipertunjukkan oleh orang tua
itu. Bahkan si Singa Emas pun kagum dalam hatinya. Ia
mengumpat dalam hatinya, ia sendiri telah memiliki Lwe kang
yang sangat tinggi, namun mau mencapai ke taraf itu, ia
masih belum sanggup. Hati Lauw Thian Hauw pun tergetar
melihat batu-batu pecahan dari batu besar itu menancap ke
tembok yang membentuk bintang sapu, katanya : "Apakah itu
adalah Cit Seng Ji Kang (Ilmu jari bintang tujuh) yang telah
lenyap?" Orang tua itu mendehem, katanya : "Sialan, ilmu Cit Seng
Ji Kang ini mana pernah lenyap?"
Mendengar ucapan itu, Lauw Thian Hauw tertegun lagi. Ia
berkata dengan perasaan gembira yang bercampur sedih :
"Kalau begitu anda adalah... Thian Auw Siang Jin, ketua dari
Pek Touw Cit Ji (bintang sapu) yang menggemparan dunia
persilatan itu?" Paras muka orang tua itu menunjukkan perasaan yang
terharu. "Rupanya masih ada orang yang ingat pada namaku
yang hina ini." Kini, orang serumah Lauw Thian Hauw entah harus kaget
atau harus bergembira, mereka tidak tahu. Biasanya, kalau
mereka tahu bahwa Thian Auw Siang Jin ketua dari Pek Touw
Cit Ji berada di hadapan mereka tentu mereka kaget sekali,
dan sedikitpun tidak bisa merasa gembira karena ketujuh
orang itu pun aneh-aneh, bukan orang jahat bukan pula orang
baik-baik. Kalau mereka senang, apa saja dilakukan;
sembarangan membunuh, membakar, entah telah ada berapa
golongan persilatan yang kucar kacir dibuatnya hanya karena
omongan mereka telah menyakiti hati ketujuh orang itu saja.
Dan memang karena ilmu silat ketujuh orang itu sangat tinggi
maka tidak ada orang yang berani melawannya.
Kemudian pada suatu hari ketika mereka melancong di
danau Tay Auw (telaga besar) kabarnya So Beng Hiat In telah
muncul dengan tiba-tiba di atas kapal mereka, tetapi itu
hanyalah suatu kabar biasa. Ketika mereka melancong di
telaga besar itu, banyak orang yang tahu tidak ada satupun
yang keluar dari danau itu. Ini adalah suatu kenyataan, orangorang
pada menganggap ketujuh orang Pek Touw Cit Ji itu
telah binasa semuanya. Dan 'Cit Seng Ji' adalah salah satu
ilmu jari yang paling tinggi di antara ketiga macam ilmu jari
yang menggemparkan dunia persilatan pada masa itu. Tapi
karena Lauw Thian Hauw tidak mengira bahwa Pek Touw Cit Ji
masih hidup, maka ia mengatakan ilmu jari itu telah lenyap.
Begitu diungkapkan Thian Auw Siang Jin, Lauw Thian Hauw
baru tahu asal usul orang tersebut. Sedangkan Thian Auw
Siang Jin ini adalah iblis yang bersifat tidak menentu, sebentar
baik sebentar marah. Kini So Beng Hiat In akan datang,
sedangkan orang ini mempunyai dendam pada So Beng Hiat
In, bukankah ini adalah suatu hal yang menggembirakan"
Setelah menarik napas panjang, Lauw Thian Hauw berkata :
"Orang-orang Bu lim sering menyebut-nyebut nama Siang
Jin." "Oh," kata Thian Auw Siang Jin. "Bagaimana kata-kata
orang-orang Bu lim ketika menyebut kami bertujuh tidak
muncul-muncul di kalangan kang ouw?"
Lauw Thian Hauw mengumpat dalam hatinya, nama
ketujuh orang itu memang sangat jelek. Ketika orang-orang
mendengar mereka ketemu So Beng Hiat In di Telaga Besar,
semua orang, tidak perduli apakah dia itu dari golongan putih
atau golongan hitam semuanya merasa bersyukur. Dan kini
Thian Auw Siang Jin telah menjadi buta, rupanya kabar
mereka bertemu dengan So Beng Hiat In itu adalah suatu
kenyataan, namun ia tidak dapat mengatakannya dengan
terus terang.Kalau tidak, jangan-jangan di akan menjadi
marah." Lauw Thian Hauw hanya berkata dengan tawar : "Tidak
apa-apa, sahabat-sahabat Bu lim hanya merasa agak heran,
kenapa kalian bertujuh menghilang pada saat-saat nama
kalian sedang tenarnya?"
Thian Auw Siang Jin dengar, lalu menghela napas panjang :
"Sudahlah, jangan disebut lagi. Kalau kau melihat bayangan
darah itu, dan kapan pula So Beng Hiat In itu akan datang."
"Pagi tadi ada orang melihatnya," kata Lauw Thian Hauw.
Thian Auw Siang Jin mendehem, "Aku tahu kedatangan So
Beng Hiat In untuk mencari seorang untuk mencari seorang
anak perempuan dan seorang anak lelaki kau, ya."
Setelah ucapan Thian Auw Siang Jin itu keluar, maka Lauw
Legenda Kematian 6 Dewa Arak 41 Macan-macan Betina Siluman Pemburu Perawan 2
^