Bocah Sakti 10
Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 10
ibu hanyalah membukai pintu, selesai " kata Teng Kian, sang
adik, "sstt Jangan omong keras-keras- Di dalam ada tamu-" kata
sang ibu. "Tamu siapa " Pakai terima tamu segala " menggerutu
Teng Co, seaya hendak berjalan masuk tetapi dicegah oleh
adiknya Teng Kian sambil berkata, "Kita intip saja siapa tamu
itu" Mereka mengintip di balik tirai yang memisahkan dua
ruangan, depan dan tengah- Bwee Hiang di ruangan tengah
sedang bercakap-cakap dengan tuan rumah-
Kapan mereka lihat siapa yang berada di dalam, hampir
berbareng mereka mundur setindak dan saling pandang
hingga sang ibu menjadi heran.
"Kalian kenapa ?" tanya ibunya, tidak mengerti akan
kelakuan dua anaknya. "sstt " Teng co tempelkan jari di mulutnya, sekarang ia yang
memberi tanda pada sang ibu agar jangan omong keras-keras.
"Memangnya kenapa ?" tanya lagi sang ibu perlahan.
"Nona itu adalah nona yang semalam menghajar kami
orang dari sip sam siao mo-" jawab Teng co perlahan, hampir
berbisik, "Aku kuatir dikenali dia, bisa runyam "
sang ibu terkejut, Ia bertanya,
"Apa kalian berdua juga turut mengeroyok ?" Teng Co dan
Teng Kian manggut berbareng.
" Celaka " seru sang ibu perlahan.
"Dengan berapa orang kalian mengeroyok?"
"Delapan orang, malah Citko binasa ditangannya " sahut
Teng Kian. Nyonya rumah menggigil badannya, Ia ketakutan, dalam
hatinya mengira kedatangan si nona tentu mencari dua
anaknya. Mungkin akan dibinasakan
"Ai, kenapa kalian ikut-ikutan ?" menyesalkan si nyonya.
"Bagaimana tidak ikut-ikutan kalau perintah toako "jawab
Teng co- Nyonya rumah tak sempat bicara karena matanya berkacakaca.
Ia sedih akan kelakuan anak-anaknya. Pikirnya, apakah
kedatangan Bwee Hiang seperti apa yang dimaksudkan oleh
suaminya tadi, bahwa anak-anaknya bakal menemui bencana
" "twako, mari kita keluar lagi " ajak Teng Co pada saudara
mudanya. "Nanti dulu." sahut Teng Kian.
"semalam kita mengeroyok dia pakai topeng, kalau kita
ketemu dia sekarang, mana dapat dikenali ?"
"Ah, aku takut dikenali." kata Teng Co, jeri ia untuk masuk
ke dalam. "Tidak. coba mari ikut aku " mengajak Teng Kian, yang
ternyata ada jauh lebih tabah dari sang kakak- Karena begitu
ia habis mengucapkan kata-katanya lantas membuka tirai dan
berjalan masuk- Teng Co kepaksa mengikuti di belakangnya.
Di depan sang ayah, dua anak itu memberi hormat dan
menanyakan kesehatannya hingga Leng cu menjadi melengak
keheranan sebab tidak biasanya dua anak itu berlaku
demikian. Diam-diam ia jadi girang, dua anaknya itu bisa unjuk
kelakuan sopan di depannya sang tetamu, Ia berkata pada
dua anaknya, "Heeiii, kalian memberi hormat pada cici ini yang kebetulan
mampir dalam rumah kita."
Teng Kian dan Teng Co menurut, yang mana dibalas oleh
si nona dengan semestinya.
Bwee Hiang sudah termasuk gadis Kangouw, tidak kikukkikuk
lagi menghadapi dua pemuda itu, malah ia belaga pilon
atau seakan-akan ia baru ketemu dengan mereka.
Hanya sebentaran Teng Co dan Teng Kian pasang omong,
la lalu permisi meninggalkan tamunya dengan alasan ada
urusan yang harus dibereskan. Mereka menganggap si nona
sudah kena dikibuli, tidak mengenali mereka.
"Nah, aku bilang juga apa ?" kata Teng Kian ketika mereka
sudah berada berduaan dalam kamarnya.
"Tentu dia tidak mengenali kita, sebab kita mengenakan
topeng semalam." "Coba kita ngeloyor keluar, tentu akan menerbitkan
kecurigaan." "Kau benar, bisa memikir panjang, Pweko (kakak ke-8")-"
kata Teng Co- "siko (kakak ke-4) suka gampang mundur saja sih-
Selamanya kita tak dapat mengerjakan urusan besar dan
mendapat pujian dari toako" kata Pweko alias Teng Kian
dengan bangga barusan dipuji sang engko
"Kau bilang urusan besar, apa maksudmu dengan kata-kata
itu ?" tanya siko "Haha, kalau kita dapat mempersembahkan dia untuk
toako, bukan itu suatu perbuatan yang besar yang kita sudah
lakukan?" "Dia begitu lihai, mana bisa kita berdua dapat
menggempurnya ?" "ah, kau benar-benar sangat tolol. Kalau kita terangterangan
berkelahi dengannya, sama saja dua ketimun
ketemu duren. Tentu tidak bakal menang Tapi kita haru
menggunakan akal untuk menangkapnya, hahaha "
siko menjadi heran melihat tingkah laku adiknya, Ia lalu
menanya akal apa yang akan diandalkan untuk menangkap
Bwee Hiang. "Mari aku kasih tahu." sahut si adik denagn bangga, siko
mendekati adiknya yang lalu berbisik di telinganya.
"Ah, kau benar-benar jempol " memuji siko seraya
acungkan jempolnya. setelah berunding, kakak beradik itu
lantas masuk tidur. Hulah kerjanya anggota 'Sip sam siao mo', siang dipakai
malam, malam dipakai siang, jadi terbalik menggunakan
tempo seperti dengan orang-orang biasa.
Di lain ruangan, tampak Bwee Hiang enak-enak saja
ngobrol dengan Leng cu dan nyonya rumah- Kalau sang suami
kelihatan gembira kongkouw dalam hal ilmu silat dengan Bwee
Hiang, adalah sang istri kelihatan murung saja-
Leng cu mengira istrinya mendongkol pada dua anaknya,
maka ia tidak menanyakan sebab apa kemurungannya itu.
Akan tetapi Bwee Hiang diam-diam sudah tahu kekesalan
nyonya rumah yang merasa kuatir akan keselamatan dua
putranya, si gadis yang lihai pendengarannya sudah dapat
menangkap pembicaraan mereka dibalik tirai tadi-
Mula-mula ia lihat nyonya rumah sangat gembira melayani
ia bicara, itu sebelum anak-anaknya pulang. Akan tetapi
sesudah anak-anaknya ada di rumah, kelihatannya nyonya
rumah berubah sikapnya seperti sedang berduka. Tapi, untuk
itu, si nona belaga pilon.
"Aku masih merasa letih." tiba-tiba Bwee Hiang berkata.
"Bagaimana kalau aku malam ini menginap semalam disini-
Apa kalian tidak keberatan ?"
Nyonya rumah diam, tapi Leng cu lantas menjawab,
"Tidak, tidak, malah kita senang sekali kalau nona tidak
mencela rumah kami yang buruk ini-"
Nyonya rumah melengak- ia melengak terkejut- Pikirnya, si
nona menginap dalam rumahnya, apakah hendak melakukan
pembunuhan atas mereka serumah diwaktu malam" oh,
sungguh ngeri sekali kalau sampai ada kejadian demikian.
Ia sebisa-bisanya tindak perasaan takutnya, tampak
mulutnya tersenyum ramah dipaksakan hingga Bwee Hiang
dlam-diam merasa geli dalam hatinya.
"Nah, aku sudah makan cukup hidangan kalian. Aku akan
pergi dulu dan sebentar sore aku balik untuk menginap disini-"
kataBwee Hiang tiba-tiba permisi berlalu.
"Kau hendak kemana, nona ?" tanya Leng cu.
"Aku hendak cari tahu dimana letaknya dusun suyangtin."
sahut si nona. "Baiklah kalau begitu." kata Leng cu.
"Beberapa lie dari sini, kau akan ketemu beberapa rumah
yang juga penghuni-penghuninya adalah memburu binatang
seperti aku. Kau tanyakan saja disana, barangkali saja mereka
tahu." "Terima kasih, paman. Nah, bibi, saya permisi dulu " kata
Bwee Hiang seraya bangkit dari duduknya dan bertindak
keluar dari rumah diantar oleh nyonya rumah dan tuan rumah.
setelah si nona pergi dan tidak kelihatan bayangannya lagi,
Leng cu menanya pada istrinya,
"Aku lihat kau hilang kegembiraan terhadap si nona.
Apakah kau tidak senang kepadanya " Tidak biasanya kulihat
kau perlakukan tamu macam begini-"
"Aku bukannya tidak senang." jawab sang istri.
"Dia itu adalah algojo yang akan membasmi kita serumah,
kau tahu ?" "Hah " Leng cu terkejut bukan main. "siapa bilang " Dari
mana kau tahu ?" sang istri lalu cerita apa yang ia dengar dari dua anaknya,
bahwa si nona semalam sudah menghajar kawanan 'Sip sam
siao mo' kocar kacir. "Aku menduga kedatangannya si nona itu adalah alamat
bencana bagi kita sekeluarga." kata sang istri, tubuhnya
menggigil. "Bagaimana baiknya sih, uh, uh, uh-..." ia menangis sedih
dan ketakutan. Jangan ketakutan dulu." membujuk sang suami.
"Apa sudah jelas niatnya itu " Memangnya dia sudah
mengenali bahwa anak-anak kita anggota kumpulan brengsek
itu " Belum pasti duduknya soal sudah menangis ketakutan "
(Bersambung) Jilid 10 Nyonya rumah rupanya anggap kata-kata suaminya
beralasan, maka perlahan-lahan nangisnya berhenti. Lalu
berkata, "Biar pun begitu, kita harus sedia payung sebelum hujan.
Kita harus cari akal supaya kita lolos dari bencana "
"Dasar anak-anak kita yang membawa sial, maka kita jadi
menghadapi kesulitan ini."
"Sekarang sudah terjadi begini, kau masih mau sesalkan
anak-anak kita ?" Leng Cu membungkam.
"Memangnya kau sudah tidak punya otak untuk mencari
pikiran baik ?" kata nyonya rumah ketika melihat suaminya
membisu seribu bahasa. "He hehe," ketawa Leng Cu.
"Sekarang begini saja. Sebentar sore si nona akan balik
untuk menginap di rumah kita. Nah, saat aku benah-benahku
dan apa yang perlu supaya datang sudah beres tempat tidur
untuknya. Kita nanti lihat, bagaimana sikapnya terhadap kita.
Kalau melihat gelagat baik, tidak apa. Tapi kalau sebaliknya,
tidak ada salahnya kalau kita berdua berlutut minta ampun
kepadanya." Nyonya rumah tidak berkata-kata lagi. Ia sudah lantas
ngeloyor tinggalkan suaminya untuk menyiapkan kamar bagi si
nona. Bwee Hiang keluar hari itu telah mencari keterangan halnya
Sip sam siao mo. Dari keterangan yang dikumpul, ia dapat
kenyataan bahwa 'Sip sam siao mo' sangat sewenang-wenang
dalam sepak terjangnya. Bukan sedikit yang dibikin susah
olehnya. Malah ada beberapa penduduk yang punya gadisgadis
cantik parasnya sudah diculik. Kabar halnya gadis-aadis
diculik yang membuat si nona amat gusar dan menimbulkan
keinginan untuk membasmi 'Sip sam siao mo', guna
membebaskan penduduk dari gangguannya.
Ketika cuaca mulai remang-remang gelap, tampak Bwee
Hiang pulang ke rumahnya Leng Cu, disambut Leng Cu suami
istri dengan ramah- Mereka tidak nampakkan perubahan apaapa
wajahnya, malah nyonya Leng Cu yang Bwee Hiang lihat
paling belakangan ada murung, kini ia lihat dalam gembira.
senang Bwee Hiang ketika nampak ia sudah disediakan
tempat yang serba bersih untuk melewatkan sang malam
dalam rumahnya Leng Cu. "Bagaimana, apa sudah dapat keterangan dimana letaknya
suyangtin ?" tanya Lengcu pada Bwee Hiang sambil ketawa.
"Menyesal, tidak seorang pun yang tahu letaknya." sahut si
nona. sebentar lagi Bwee Hiang dijamu makan sekedarnya, tapi si
nona menolak- Katanya ia sudah kenyang makan diluaran.
Tuan dan nyonya rumah tidak memaksa, mereka lantas
makan berduaan saja. Bwee Hiang heran melihat mereka makan berduaan saja,
kemana perginya dua anaknya " Maka ia lalu menanya,
"Bibi, kemana anak-anakmu " Kenapa tidak diajak makan
bersama ?" "oo, mereka ada urusun diluaran. Mungkin besok pagi baru
kembali. Mereka sangat repot dengan pekerjaannya yang baru
rupanya." sahut nyonya rumah-
Bwee Hiang bersenyum- Ia tidak menanyakan lebih jauh,
hanya ia berkata. "Aku sangat lelah- Maafkan aku, aku ingin masuk tidur lebih
dahulu " Bwee Hiang berkata sambil kakinya melangkah ke sebuah
kamar yang hanya teraling oleh kain panjang yang merupakan
tirai. sang malam pun sudah bertambah larut hingga kedengaran
suara ngeros Bwee Hiang yang kecapaian rupanya. Tuan dan
nyonya rumah pun sudah pada masuk setelah mereka
bercakap-cakap sebentaran.
Dalam kesunyian sang malam, tiba-tiba tirai yang
menghalangi ruangan Bwee Hiang tidur pelan-pelan telah
tersingkap. Di lain detik dua orang sudah berdiri dekat
pembaringan memandang pada si nona yang tidur telentang.
si nona tidur dengan tidak tukar pakaian, pedangnya juga
tetap tersoren di pinggangnya. Melihat itu, kedua orang itu
menjadi seram juga. sebaliknya, melihat si nona tidur pulas
dengan mulut menyungging senyuman dan wajahnya yang
cantik menarik, membuat jantungnya mereka berdebaran.
"siko, sayang amat gadis begini cantik dikorbankan untuk
toako kita yang sangat kasar."
kedengaran seorang berbisik, tiada lain adalah suara
Pweko-siko tidak menyahut, ia hanya angguk-anggukan
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepalanya- Matanya terus mengawasi parasnya Bwee Hiang.
"ya, apa mau dikata, kita sudah janjikan. Masa kita tarik
pulang janji kita ?" sahut siko kemudian.
"sekarang bagaimana kita bawa dia kesana ?" tanya pweko
"Kita ringkus saja. Dia toh sudah tidak berdaya kena
pengaruh asap hio pulas kita yang mujarab. Paling sedikit dia
akan kepulesan satu jam lamanya. Kita tentu sudah sampai
disana. Apalagi toako janjikan mau kirim kereta untuk
menyambut kita dalam perjalanan."
"Begitupun bagus." sahut Pweko
"Mari kita mulai kerja "
Pweko berkata sambil ulur tangannya memengang lengan
si nona yang halus untuk dikasih duduk dan ditelikung kedua
tangannya. "Nanti dulu Pweko " kata siko ketika melihat si nona sudah
dikasih duduk dan mulai hendak ditelikung kedua tangannya,
sambil berkata siko mendekati si nona, memandang paras
orang dari dekat. Bau harum telah menusuk hidungnya hingga
napsu birahi dari anak muda yang sedang galaknya tak
tertahankan, mukanya nyelonong dengan tiba-tiba hendak
mencium bibir yang merah semringah itu
'cuh ' tiba-tiba ludah kental melesat dari mulut Bwee Hiang
mengarah mata kirinya si bangor hingga siko berteriak
mengaduh dan tangannya menekap matanya yang kesakitan.
Belum sempat mulutnya dibuka untuk memaki, kembali suara
'cuh' terdengar lagi dan mata kanannya kini yang kesakitan
dan siko menjadi buta oleh karenanya.
Kedua tangannya serabutan untuk mencari pegangan,
sebelum pegangan dapat dipegang, ia merasa dadanya sesak
kena dihantam sepatunya Bwee Hiang. Ia roboh terpelanting
dan tidak bangun lagi. Kemana Pweko, kok diam saja " Kiranya ia sudah terlebih
dulu roboh kena ditotok jalan darahnya bagian dada (Ubunhiat).
Pweko roboh tak berdaya masih mending, tidak cacat,
sedang kakaknya (siko) roboh dengan kedua matanya buta
kena diludahi si nona yang disemprotkan dengan Iwekang-
Cepat si nona bangkit ketika melihat dua orang sudah
menjadi korban totokannya. Baru ia melangkah melewati tirai,
ia dihadang oleh dua orang yang tengah berlutut hingga ia
menjadi terkejut. Kiranya yang berlutut itu tiada lain adalah tuan dan nyonya
rumah- Bwee Hiang lihat nyonya rumah bercucuran air matanya,
sedangkan suaminya matanya berkaca-kaca ketika
memandang ke arahnya. "Liehiap." kata Leng Cu dengan suara parau.
"Kami berdua suami istri menyerahkan diri untuk menerima
hukuman atas perbuatan dua anak kami yang durhaka "
"Hehehe, terima salah ?" kata Bwee Hiang.
"Kalian bersekongkol untuk menyusahkan nonamu, ya "
Bagus, bagus perbuatan kalian."
Bwee Hiang sudah memperhitungkan akan kejadian malam
itu- Ia menggeros tidur hanya pura-pura saja, sementara ia
sudah menelan pil pemunah obat pulas pengasi Lo In hingga
asap hio pulasnya Pweko yang mujarab tidak mempan.
Lo In sengaja bekali si nona pil pemunah obat pulas itu
sebab ia kuatir Bwee Hiang pada suatu ketika psti akan
mengalami kesulitan dari orang jahat dalam perantauannya
karena dalam setiap rumah penginapan mereka tidur terpisah
hingga si bocah tak dapat melindunginya. Bwee Hiang
percaya penuh akan nasehat guru ciliknya. Maka setiap ia
masuk tidur, ia selalu menelan satu pil untuk menjaga segala
kemungkinan yang tidak diingini-Kejadian barusan itu adalah
satu pengalaman, yang membuktikan kebenaran nasehat Lo
In itu hingga si nona diam-diam bersyukur pada guru ciliknya
itu. Lo In masih kecil, belum ada pengalaman dalam dunia
Kangouw. Tapi soal itu ia dapat keterangan dari Liok sinshe
yang spesial menasehatkan di dalam perantauan jangan
melupakan pil mujizat itu. Tempo hari, kebasan Kim Coa
siancu dengan setangannya tidak akan mempan bila si bocah
sudah menelan pil anti yang mutajab itu. Mendengar teguran
Bwee Hiang, Leng cu suami istri jadi gemetaran.
"Lantaran takut dengan ancaman Toako dari 'Sip sam siao
mo', akan membunuh mati sekeluarga kalau kami tidak
menurut perintahnya, maka kami menjadi takut sehingga
terpaksa kami membuat kesulitan pada nona. si Co dan si
Kian menggunakan obat tidur atas perintahnya toako dengan
ancaman dibunuh mati kalau mereka tidak dapat menangkap
Liehiap- sekarang kejadian sudah begii, kami pun tidak perlu
kabur untuk menyelamatkan diri kami yang berdosa. Nah,
hunuslah pedang Liehiap dan tebaskan pada leher kami suami
istri yang tidak beruntung....."
Demikian Leng cu menerangkan di depan Bwee Hiang
sambil berlinang-linang air mata, sedang istirnya menangis
tersedu-sedu. Leng cu berkata bahwa obat pules yang digunakan itu atas
titahnya toako, sebenarnya dusta sebab itu atas usaha
anaknya si Teng Kian. Bwee Hiang merasa kasihan pada suami istri itu. Ia percaya
mereka memang tidak jahat, sebagaimana ia dapat dengar
dari percakapan mereka ketika ia mau masuk ke rumahnya
Leng cu. "Liehiap, lekaslah habiskan jiwa kamiJ angan tunggutunggu
lagi." kata Leng cu ketika ia melihat si nona tinggal
menjublek. Bwee Hiang sudah membuka mulut hendak berkata, tibatiba
terdengar pintu rumah digedor dengan kasar dari sebelah
luar. Tuan dan nyonya rumah tidak bergerak meskipun
gedoran pada pintu makin lama makin keras, hingga suaranya
rumah mau roboh-Mereka tahu bahwa yang datang itu adalah
kawanan 'sip sam siao mo'.
" Lekas buka " perintah Bwee Hiang pada nyonya rumah
yang biasanya tukang buka pintu, setelah mendengar
perintah, baru ia bangkit dari berlututnya dan lari menghampiri
pintu yang hampir terbuka karena gedoran makin hebatTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
segera lima orang sudah menerobos ke dalam- Mereka
pada mengenakan topeng dengan golok terhunus di tangan
masing-masing. "Mana siko dan Pweko " Kenapa mereka terlambat
mengantar orang ke sana ?" tanya satu diantaranya kepada
nyonya rumah- "Mereka, mereka- - ada di....." nyonya rumah terputus-putus
bicaranya hingga orang yang menanya tadijadi marah-
"Mereka, mereka apa ?" bentaknya, kakinya pun berbareng
melayang menendang nyonya rumah hingga jatuh tersungkur
ke kolong meja- "Hahaha, hahaha " tertawa orang kejam itu, setelah
menendang nyonya rumah hingga masuk ke kolong mejasebelum
ia berhenti ketawa, tiba-tiba ia merasakan lehernya
dingin-Cepat ia menoleh- Tampak olehnya seorang dara jelita
sedang tersenyum ke arahnya dengan pedang ditempelkan
pada lehernya- Kagetnya bukan main, hingga seorang kejam mendadak
merasa lemas-Kiranya penyebab rasa dingin tadi adalah
pedang yang menempel di lehernya-
Ia melirik pada kawan-kawannya, entah sejak kapan
kawan-kawannya sudah roboh di sana sini hingga ia seorang
yang masih ketinggalan untuk menghadapi kematian.
yang tadinya begitu gagah berani, main hantam dan main
tendang, sekarang orang itu berubah menjadi pengecut yang
ketakutan. Tak tahan lututnya lemas, maka ia terkulai
mendeprok- Tapi ujung pedang Bwee Hiang masih mengikuti
terus dilehernya. Dengan satu sontekan ujung pedang, topeng orang itu
sobek dan wajahnya lantas kelihatan pucat ketakutan, Ia
ternyata seorang pemuda belum masuk 20 tahun, dengan
suara gemetar ia berkata,
" Ampun Liehiap, ampunkanjiwa semutku. Aku masih punya
dua adik dan dua orang tua yang harus kurawat. Kalau aku
dibunuh, siapa yang akan merawat mereka " oh, ampun"
Tidak senang Bwee Hiang terhadap pemuda yang begitu
pengecut. Akan tetapi mendengar kata-katanya bahwa ia
mempunyai banyak tanggung jawab di rumah, maka mau tak
mau si nona merasa kasihan juga.
"Untuk mengampuni jiwamu tidak sudah asal kaujawab
dengan betul pertanyaanku." kata Bwee Hiang seraya ujung
pedangnya digores-goreskan pada leher orang.
"Katakan, Liehiap mau menanya apa ?" sahut orang itu
sangat ketakutan. "Pertama kutanya, siapa nama pemimpinmu ?"
"Toako yang Liehiap maksudkan ?"
"ya, lekas sebutkan "
"Dia she Coa bernama Pang.... Aiyoo - "
Terputus bicara orang itu, tubuhnya terkulai dengan kepala
pecah dihantam senjata gelap yang berupa peluru besi yang
menyambar dari jendela mengarah tepat dijidatnya. membuat
ia roboh tidak bangun lagi.
Dengan gerakan 'yan cu coan lim' atau 'Burung walet
terbang masuk hutan'. Bwee Hiang enjot tubuhnya, melesat
molos dari jendela. Meskipun demikian gesit, ia masih
terlambat sebab orang yang melepas senjata gelap itu sudah
lari kira-kira beberapa tombak di sana. si nona penasaran dan
lantas gerakan kakinya menguber. Dalam kegelapan malam,
tampak dua orang saling kejar.
Mengejar sudah beberapa lama, Bwee Hoang masih belum
dapat menyandak orang itu, yang masih lari di sebelah
depannya, Ia merasa bahwa ilmu entengi tubuhnya hanya
berimbang dengan orang yang dikejarnya, maka hati si nona
menjadi cemas. selagi sangsi untuk mengejar terus, tiba-tiba ia rasakan
badannya melayang. Kiranya ia telah menginjak lubang
jebakan yang dalam, Bwee Hiang terjatuh ke dalamnya.
Tapi si nona lihai. Begitu kakinya menginjak dasar lubang,
sudah enjot tubuhnya membal lagi. Cuma sayang lubang itu
terlalu dalam hingga si nona terpaksa harus jatuh pula ke
dalam lubang, tak dapat ia mencapai pinggiran lubang untuk
menolong dirinya. Baru sekarang si nona menjadi kaget dan
kuatir. Dalam lubang keadaan sangat gelap dan baunya tidak
enak hingga Bwee Hiang hampir muntah-muntah, kalau tidak
keburu ambil setangan untuk menekap lubang hidungnya.
"Hahaha " terdengar orang tertawa di sebelah atas.
Kemudian disambung dengan kata-kata,
"Mau tahu nama toako dari 'sip sam siao mo' tidak sukar-
Asal kau bersedia untuk menjadi isterinya yang tercinta "
Bwee Hiang sangat mendongkol, tapi ia tak berdaya.
"Bagaimana, nona manis " Apa kau jadi istriku atau mati
dipendam hidup, hidup dalam lubang ini " Hayo, lekas pilih
Aku tidak banyak tempo disini "
Bwee Hiang sudah mau membuka mulutnya untuk mencaci
maki, tapi kata-katanya urung dikeluarkan karena ia ingat satu
akal. Ia hanya dia terus, pura-pura jatuh pingsan kejeblos
dalam lubang jebakan sehingga kemungkinan toako akan
mengirim orang ke dasar lubang untuk cari tahu dirinya-
Disitulah ia akan mendapat kesempatan untuk menolong
dirinya yang sudah tidak berdaya-
Toako sudah berteriak-teriak keras tetap tidak ada jawaban
dari dalam lubang- Pikir toako, si nona mesti mendapat
halangan apa-apa, kalau tidak jatuh pingsan. Benar tepat
perhitungan si nona sebab tidak lama lagi ia dapat lihat dua
orang dikerek turun dengan membawa obor. Mereka yang
dikirim ke dalam lubang itu adalah Ngoko dan Lakko (nomor 5
dan nomor 6), sebab Lakko tidak berani turun sendiri Ia minta
supaya Ngoko temaninya. Ketika mereka mencapai dasar lubang, dari penerangan
obor mereka lihat si nona tengah terlentang pingsan.
"Betul dugaan Toako, anak ayam ini sedang tidur nyenyak
disini-" berkata Lakko-
"Huss, jangan banyak cakap- Lekas bekerja " sahut Ngoko
Lakko segera turun dari keranjang kerekan, menghampiri si
nona yang tidak berkutik, obor ia dekati pada wajah si nona
untuk memandang paras Bwee Hiang yang cantik jelita.
"Ah, nona begini manis, sayang betul jadi korbannya toako
kita yang kasar" ia menggumam perlahan tapi terdengar tegas
di telinganya Ngoko "Apa yang kau lakukan " Lekas angkat dia " kata Ngoko
yang tidak memberi kesempatan Lakko Lakko cepat
memondong si nona. Di lain saat mereka bertiga sudah berada
di atas pula. Ketika Lakko mau meletakkan si nona di atas
rumput, tiba-tiba toako berkata,
"Mari, kasih aku yang pondong "
Lakko serahkan tubuh si nona di tangan sang pemimpin.
"Mari kita pulang " kata toako yang segera di dahului oleh
kakinya bergerak sambil memondong si gadis.
Bau harum pakaiannya yang membungkus si nona
menusuk hidung toako hingga ia sambil memondong,
pikirannya melayang-layang jauh di awan.
Pikirnya bagaimana bahagianya ia kalau dapatkan si cantik
sebagai ganti isterinya yang sudah mati sebulan yang lalu.
Menurut siIatnya yang kejam, sebenarnya Bwee Hiang
seharusnya dibunuh lantaran sudah membunuh beberapa
orangnya- Akan tetapi kecantikan si nona telah membuyarkan
amarah toako. Citko sudah binasa, dua orang (siko dan Pweko) tertotok,
empat orang dibunuh oleh Bwee Hiang dalam rumah Leng cu,
satu orang dibunuh peluru besinya toako hingga sang
pemimpin dari 13 Iblis Cilik (sip sam siao mo) kini hanya
ditemani oleh empat orang saudaranya. Tapi semuanya itu
tidak dipikirkan lagi oleh toako- Pokoknya ia sudah dapat si
cantik Bwee Hiang sebagai penghiburnya-Demikian, tidak
lama lagi mereka sudah sampai di markasnya. Kiranya yang
digunakan sebagai markas oleh 13 Iblis Cilik itu adalah satu
kuil tua yang disana sini sudah mengalami perbaikan.
Rupanya kuil itu sudah lama ditelantarkan, hanya ketika 13
iblis cilik bermarkas disitu sudah diperbaiki.
setelah berada di dalam kuil, dengan perlahan tubuh Bwee
Hiang direbahkan diatas sebuah dipan.
"sungguh cantik dia." kata toako dalam hati. Ia memandang
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tidak merasa bosan pada wajah Bwee Hiang yang
seolah-olah sedang tersenyum dalam tidurnya yang nyenyak-
Tak tahan ia dengan debaran hati, bergejolaknya sang nafsu
birahi yang muncul dengan tiba-tiba, maka cepat ia
meloloskan topengnya lalu mencondongkan, badannya
hendak mencium bibir yang menggiurkan itu.
Tiba-tiba ia merasakan iganya kesemutan dan seluruh
badannya menjadi lemas- Ia roboh terkulai dengan tidak bisa
mengucapkan apa-apa dari mulutnya-
Kiranya, selagi bibirnya hendak ditempelkan pada bibirnya
si gadis, hiat-to dibagian iganya sudah ditotok oleh Bwee
Hiang yang sejak diangkat dari lubang jebakan si gadis purapura
pingsan. Empat kawannya yang melihat sang toako hendak
mencium si gadis, dalam hati masing-masing sangat ngilar.
Tapi alangkah kagetnya tatkala nampak toakonya dengan
sekonyong-konyong telah roboh terkulai sebelum menunaikan
keinginannya untuk mencium si gadis-
"Hei, toako kenapa ?" seru satu dlantara empat orang itu.
si gadis berbareng bangkit dengan tiba-tiba- Terdengar
sret-sret beberapa kali-seflera juga kepala empat orang dari
13 Iblis Cilik menggelundung ke lantai- Itulah Bwee Hiang
yang menghunus pedangnya secara kilat ditebaskan kepada
empat batang leher orang hingga kehilangan kepalanya.
si nona lalu menghampiri toako, katanya, "Dimana kau
simpan perempuan-perempuan culikanmu ?"
Toako tidak menyahut, ia diam saja.
"Kau tidak menjawab ?" tanya Bwee Hiang galak-
Toako hanya kedap kedip matanya, tidak mengeluarkan
suara. Kapan Bwee Hiang mau menampar si pemimpin dari 13
Iblis Cilik tapi ia urung menampar orang tersebut karena ia
ingat sesuatu. "Kenapa aku jadi tolol ?" ia tegur dirinya sendiri, seraya
kakinya menendang pada hiat-to yang membuka jalan darah
toako Toako sampai bergulingan mendapat tendangan sepatu
sigadis yang berujung lancip. Kiranya si nona tegur dirinya
tadi, ternyata alpa membuka totokan pada tubuh toako sebab
bagaimana juga toako tak dapat bicara sebelum totokannya
dibebaskan terlebih dahulu. Kapan toako sudah berdiri bebas,
ia tertawa tawar pada si gadis.
Bwee Hiang lihat, toako bukan termasuk pemuda lagi
sebab umurnya ditaksir sudah melampaui 40 tahun, si nona
berkata, "Kau tua bangka ini, mengepalakan anak-anak melakukan
penyelewengan. Betul-betul dosamu tidak bisa diampuni"
Toako nyalinya besar, Ia tidak takut melihat Bwee Hiang
barusan telah membunuh mati empat orangnya sekaligus,
malah ia ketawa ketika ditegur si gadis,
"simpananku tidak perlu orang lain mau tahu " katanya
tawar. "Kematian sudah diambang pintu, masih mau berlagak ?"
"Belum tentu." mendengus toako
"Kematianmu tentu belum puas kalau tidak menyaksikan
kepandaianmu nonamu, maka aku kasih kesempatan untuk
kau membela diri- Lekas cabut pedangmu " "He he, lantaran
kecantikanmu aku terjebak dalam akalmu. Kalau tidak, hm "
"Kalau tidak, apa kau maksudkan ?" tanya Bwee Hiang.
"Kalau tidak, siang-siang sudah kumampusi kau " seru
toako dengan gusar. "Hihihi, makanya jadi pemimpin jangan suka kepincut sama
paras cantik-" kata Bwee Hiang menggodai-
"Sekarang kau jatuh di tanganku. Terang ajalmu sudah
dekat" "sret" terdengar pedang toako dihunus.
Di bawah penerangan lampu, pedang itu bergemerlapan
tajam sampai Bwee Hiang terkejut dalam hatinya.
"Pedang bagus " katanya diam-diam.
Melihat si nona mengawasi pedangnya dengan kesima, ia
kira si nona takut padanya. Maka ia lantas berkata,
"Menyerahlah kalau kau takutjadi istriku toh tidak bakal
menjadi rendah derajatmu. Malah kau bakal di........."
Toako terputus kata-katanya karena si nona sudah
menyerang dengan sengit, sambil membentak.
"Kentut, jangan banyak lagak Lihat, kuambil jiwamu"
"Belum tentu, nona yang manis "
toako ngeledek si gadis sambil berkelit.
"Hehe, kau pintar juga selamatkan diri, ya "sigadis ketawa
tawar. "Masih terlalu siang buang menghitung kemenanganmu,
nona manis " "Kau berani ngeledek nonamu " Nih, rasakan"
Mulutnya bicara, berbareng pedangnya berkelebat
menyerang. "Trang " suara kedua senjata beradu, pedang si nona
ditangkis sekerasnya oleh toako-Berbareng dengan suara
"trang " pedangnya si nona terkutung kira-kira sepuluh
sentimeter hingga Bwee Hiang sangat kaget.
"Aku sudah kata, lebih baik kau menyerah untuk jadi
nyonya ku- Tak usah kau capek-capek memainkan pedang
per...." berbareng toako berkelit karena si nona sudah
menerjang dengan gusar. " Lihat, dengan pedang buntungku, akan kuselot mulut
bocormu " teriak si gadis-
Mereka jadi bertempur seru- Ternyata kepandaian toako
tidak lemah- Ia dapat melayani serangan si gadis- Ia tidak
berniat menjatuhkan Bwee Hiang dengan kekerasan. Tapi apa
mau, pedang buntungnya Bweee Hiang telah menabas kutung
rambut kepalanya, membuat ia jadi sangat gusar.
"Budak liar, kau berani main gila pada toako" Hm "
berbareng ia gerakan permainan pedangnya lebih cepat.
Toako mengira si gadis memainkan pedangnya begitu saja.
Ia tidak takut, malah pikirnya kalau barusan ia tidak lengah
tidak bakal rambutnya kena dipapas buntung oleh si gadissekarang
ia gerakkan pedangnya lebih cepat, pasti Bwee
Hiang akan kewalahan dan menyerah kalah-
Ia tidak tahu kalau si gadis menggempur ia hanya mainmain
saja, mau lihat kepandaiannya sampai dimana. Ketika si
gadis sudah tahu bahwa menggempur toako hanya buang
tempo saja, bukan mendapat pandangan, maka ia pun
merubah taktik- sekarang, bukan pedang yang berkelebat
saja, akan tetapi dibarengi dengan tubuhnya yang sebentarsebentar
lenyap dari pandangan toako hingga pemimpin dari
13 Iblis Cilik itu menjadi ngos-ngosan napasnya.
Pada saat tidak terduga-duga, tahu-tahu nadi tangan kanan
toako kena ditepuk dan kontan pedangnya jatuh berkelontrang
di lantai. Tepukan si gadis meskipun perlahan tapi sakinya bukan
main dirasakan oleh toako, sampai nyelusup kejantung. Ia
masih penasaran dan cepat bungkukkan badannya mau ambil
pedangnya. Tapi pedang siang-siang sudah diinjak oleh
kakinya Bwee Hiang. "Kau tidak pantas memiliki pedang mustika " kata Bwee
Hiang, berbareng sepatunya yang menginjak pedang
'salaman' dengan jidat toako hingga ia terpelanting
bergulingan seraya teraduh-aduh.
sambil menjumput pedang toako, Bwee Hiang cekikikan
ketawa. "Nah, aku ganti pedangmu " kata si gadis seraya
melemparkan pedangnya sendiri pada toako yang masih
teraduh-aduh karena jidatnya berleleran darah kena dicium
sepatu. Ketika Bwee Hiang masukan pedang barunya dalam
sarung yang ada dipinggangnya, ternyata tidak pas,
kepanjangan sedikit. Matanya lantas melirik pada sarung
pedang yang ada dipinggangnya toako, kiranya sarung
pedang itu adalah sarung pedang yang bagus.
" Lekas serahkan sarungnya " ia membentak-
Toako tidak berani ayal karena sudah tahu kelihaiannya si
gadis sekarang. Cepat ia loloskan sarung pedangnya dan dilemparnya pada
Bwee Hiang. Dengan satu tangkapan bagus, Bwee Hiang di
lain saat sudah masukkan pedang barunya ke dalam
sarungnya yang asli. girang hatinya Bwee Hiang ketika ia
sudah menyoren pedang barunya.
Pikirnya, dengan kawan yang sakti itu ia dapat malang
melintang dalam dunia Kangouw dengan atau tidak dengan
guru ciliknya yang sekarang entah ada dimana.
"Lekas unjukkan dimana tempat penyimpanan wanitawanita
yang kau culik " bentak Bwee Hiang dengan bengis
hingga toako jadi ketakutan.
"Itu, itu - " ia berkata gugup hingga Bwee Hiang tidak
sabaran. "Itu, itu apa ?" kakinya berbareng menendang hingga toako
bergulingan dan membentur meja abu tepekong yang sudah
amoh hingga berantakan. Bwee Hiang ketawa cekikikan melihat abu tepekong
berhamburan diatas kepalanya toako dari 13 Iblis cilik. Bukan
main marahnya toako, tapi apa yang ia bisa bikin- Ia toh sudah
tidak bisa menang lawan si gadis-
Dalam merenungkan nasibnya pada saat itu, ia terkejut
ketika Bwee Hiang membentak sambil menghunus
pedangnya- "Tidak lekas bicara, mau tunggu kapan ?" Toako sudah
kenal tajamnya pedang bekas miliknya itu, maka ia ketakutan.
"Semua wanita yang diculik tidak ada disini." menerangkan
toako. "Lalu, kau umpatkan dimana ?" tanya Bwee Hiang.
"Mereka sudah dikirim ke Pekskut-nia, dipersembahkan
kepada Thoat Beng Mo Siauw." sahutnya.
"Betul bicaramu ?"
"Kenapa tidak betul, aku adalah orangnya Thoat Beng Mo
Siauw-" Bwee Hiang berpikir- Adik kecilnya menyusul si Hantu
Ketawa ke Pekskut-nia- Ia juga menyusul tetapi kehilangan
jejaknya- Entahlah, apakah Lo In masih ada disana.
Tapi si nona masih kurang percaya atas keterangannya
toako. Maka ia lalu mendekati toako dan menotoknya. setelah
mana ia lantas menggeledah dalam kuil tua itu, ternyata tidak
ada wanita yang ditahan disitu. Ketika ia keluar lagi, lalu
menotok bebas si toako. Kiranya ia tadi menotok toako, kuatir orang nanti kabur
selama ia melakukan penggeledahan, Ia lalu berkata pada
toako, "Mari kita ke Pekskut-nia " Mendengar perkataan si nona,
diam-diam toako merasa girang.
Pikirnya, "Kau ajak aku ke Pekskut-nia, sama juga kau mencari
mampus Di sana ada si Hantu Ketawa dan banyak kawannya,
kau mana dapat meloloskan diri Cuma sayang kau yang
berparas cantik harus jatuh ditangannya Thoat Beng Mo
Siauw......." Di lain saat mereka sudah berlari-larian di tengah malam
buta menuju ke Pekskut-nia.
Tidak sampai mencapai puncaknya bukit, mereka berhenti
di depan sebuah rumah besar yang dibangun panjang dan
luas pekarangannya. Bwee Hiang memperhatikan bangunan rumah itu. Kiranya
bekas kuil tua yang sudah dipermak jadi lebih besar.
"Apa ini tempatnya Thoat Beng mo siauw ?" tanya si nona
kepada toako yang tengah berdiri menjublek.
Toako anggukkan kepala tanpa menyahut. Rupanya ia
sedang keheranan kenapa markas besarnya demikian sepi-
Tidak seorang pun ada di luar, biasanya ada beberapa orang
yang menjaga di sekitarnya rumah.
Ketika ia sedang menduga-duga apa yang sudah terjadi di
situ, tiba-tiba ia kaget mendengar bentakan Bwee Hiang,
" Jalan" Toako makin merasa heran ketika ia membuka pintu
pekarangan tidak terkunci, Ia jalan terus membawa Bwee
Hiang masuk ke dalam rumahsi
nona sudah siap dengan pedang di tangan, Ia
mengharap akan ketemu dengan adik kecilnya di situ, tapi ia
sangsi karena kelihatan rumah itu sunyi-sunyi saja seperti
yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya.
ruangan depan keadaannya sepi. Ketika toako dan Bwee
Hiang masuk ke dalam ruangan tengah, tiba-tiba dihadang
oleh tiga orang yang berpakaian hitam, satu diantaranya telah
menegur toako, katanya, "Hei, toako, kau bawa apa itu ?" Ia berkata sambil matanya
melirik pada Bwee Hiang dengan ceriwis sekali. Bwee Hiang
meludah, muak ia melihat orang berkelakuan tengik itu. Toako
tidak menyahut, ia hanya angkat tangan kanannya di taruh di
dada. Itu adalah kode bahwa dirinya ada dalam bahaya.
orang yang menanya tadi menjadi kaget, lalu mengawasi si
nona yang membawa pedang tajam di tangannya. Lalu ia
melirik pada dua kawannya, kemudian dengan berbareng
mereka menyerang si nona.
"Bagus " seru Bwee Hiang. Berbareng terdengar tiga kali
suara "sret", tiga kepala orang-orang tadi telah menggelinding
di lantai. Darah menyembur keluar dari leher masing-masing
korban tapi Bwee Hiang sedikit pun tidak merasa ngeri,
sebaliknya dengan toako, badannya menjadi menggigil
ketakutan. "Kau orang jahat, dikasih hidup juga percuma " kata si nona
pada toako, tahu-tahu sebelum ia melihat bagaimana si nona
bergerak, kepalanya telah menggelinding pula dilantai hingga
dalam halaman itu banjir darah-
Bwee Hiang ketawa tawar menyaksikan itu. Ia tidak merasa
ngeri dan tidak merasa menyesal atas perbuatannya yang
ganas, mengingat perbuatannya itu belum ada
sepersepuluhnya dari perbuatan su coan sam-sat yang
membasmi markas Ceng Giee Pang dan membunuh-bunuh
seisi rumah tangganya. setelah membereskan empar orang di ruangan tengah, si
nona lantas hendak masuk ke lain ruangan lagi. Tapi
sebelumnya ia telah dihadang oleh dua orang yang romannya
bengis-bengis. Cuma saja roman yang bengis-bengis itu tidak
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama berhadapan dengan si nona. sebelum mereka bergerak,
dengan pedangnya Bwee Hiang sudah mendahului dan
kembali ruangan tengah itu tambah dua kepala manusia yang
menggelinding. Cepat Bwee Hiang lompat masuk ke lain
ruangan. Keadaannya sunyi-sunyi saja. Ketika ia jalan makin ke
dalam, tiba-tiba ia mendengar suara wanita cekikikan ketawa.
Ia heran, masa ada wanita yang ketawa ditangannya orang
jahat, bukannya menangis ketakutan.
Ketika Bwee Hiang mendekati kamar dari mana ada
terdengar ketawa tadi, ia mendengar si wanita berkata,
"Dasar lelaki tidak ada kenyangnya, aduh, kan sakit tuh
tetek orang di.....hihihi...."
Bwee Hiang yang masih 'hijau' tentu saja menjadi heran
mendengar kata-kata si wanita dari dalam kamar. Apa yang
mereka sedang lakukan " tanyanya dalam hati.
si nona sudah angkat kaki hendak menendang pintu, tidak
jadi, ketika mendengar yang lelaki berkata,
"siauw Cui, kau adalah kembang diantara wanita yang
menjadi gula-gulanya si hantu tua. sekarang si hantu tua
sudah mati. Bagaimana pun kau akan menjadi milikku."
"Pintar juga kau memilih-" terdengar si wanita yang
dipanggil siauw Cui menjawab-
"Apa kau tidak takut pada orang she Kan yang sudah
memiliki aku lebih dulu " Hm Aku tidak percaya kau berani
bergebrak dengannya untuk rebutkan diriku yang hina Hihi....."
"ah, kau nakal......."
"siauw Cuui, aku orang she Tan, bagaimana cun akan
memilikimu......" sampai di situ Bwee Hiang dengar ada suara jalan yang
perlahan mendatangi, mereka, cepat ia menyingkir ke samping
dan mendekati jendela kamar.
Kembali si nona mendengar suara si wanita berkata,
"Kau mau ambil diriku yang hina, sungguh aku sangat
berterima kasih- Nanti setelah kita menjadi suami istri barulah
kita bisa merdeka- sekarang sudahlah, kau lekas keluar- Nanti
keburu datang orang she Kan, kau bisa berabe-"
"Nanti atau sekarang sama saja, malam ini kau harus
melayani aku......."
"Brakk " terdengar suara pintu ditendang terbuka.
Bwee Hiang hatinya menjadi makin kepingin menonton
adegan di sebelah dalam- Ia mengintip dari jendela- Ia lihat
wanita dan laki-laki yang bercakap-cakap tadi sedang
berpelukan dalam pakaian setengah telanjang. Matanya
tampak terbelalak memandang kepada orang yang barusan
masuk dengan menendang pintu.
Lelaki yang barusan masuk lebih besar, tapi tingginya kalah
dengan lelaki yang tengah memeluki si wanita yang dipanggil
siauw Cui. "Hahaha. Bagus perbuatanmu siauw Cui." kata orang she
Kan yang barusan masuk- "Kau kata mau ikut aku dengan setia, tidak tahunya diamdiam
simpan lelaki dalam kamar. Kalau aku tidak membunuh
kalian, tentu orang akan menyangka aku adalah seorang
pengecut" berbareng ia menghunus goloknya.
siauw Cui berontak dari pelukan orang she Tan dan lompat
ke arah si orang she Kan, katanya.
"Jangan. jangan engko Hok Hu. Aku sumpah selanjutnya
akan setia pada....."
"Nah, inilah bukti kesetiaanmu" bentaknya sebelum wanita
itu habis kata-katanya, berbareng kepalanya terpisah dari
lehernya disabat golok tajam
si orang sheTan yang sudah merapikan pakaiannya,
nampak Siauw Cui ditabas batang lehernya menjadi merah
matanya saking gusar- " orang she Kan, apa memangnya aku takut pada mu?"
sambil menyerang dengan goloknya yang sudah dihunusnya
hingga mereka jadi bertempur dalam kamar yang tidak
seberapa lebar. Dua-dua berkelahi dalam kegusaran, tentu
saja serangan-serangan yang dilancarkan oleh masing-masing
adalah serangan-serangan yang mematikan.
Untuk sementara kelihatan orang she Tan dapat
memberikan perlawanan bagus, tapi ia kalah pengalaman dan
perlahan-lahan terdesak sampai ke pojok-
"Nah, susullah roh si sundalmu ke neraka " bentak si orang
she Kan berbareng ujung goloknya sudah menikam pada dada
lawannya hingga amblas dan ujung golok baru berhenti
menusuk sesudah ditahan dengan tembok kamar.
Cepat orang she Kan menarik goloknya kembali, tapi bukan
untuk dibersihkan dari darah musuhnya hanya disabetkan
kepada batang leher lawan yang sudah tidak berdaya. Roh
orang she Tan benar-benar telah menyusul sang kekasih yang
sudah jalan dahulu. Puas kelihatannya orang she Kan, sudah membunuh dua
orang cabul tadi- Setelah menendang mayatnya siauw Cui, ia
keluar dari kamar, di depan pintu ia menggumam,
"Aku adalah Kan Hok Hui, cukup mempunyai kepandaian
silat. Kenapa tidak bisa menggantikan si tua yang sudah
mampus " Hahaha, pantas, pantas..........."
Ia jalan terus ke ruangan belakang, sama sekali tidak tahu
kalau geark geriknya ada yang membayangi ialah Bwee Hiang
jago perempuan kita. Bwee Hiang kenapa tidak menebas saja
batang lehernya Kan Hok Hui "
Itu karena si nona ada maksud lain. Ia mau tahu gerak gerik
Kan Hok Hui lebih jauh yang menurut gumamannya tadi ingin
menjadi kepala disitu. Kan Hok Hui telah membunyikan lonceng tanda buat orangorang
berkumpul dalam ruangan belakang yang luas lebar-
Rupanya disitu biasa dipakai rapat oleh mereka. sebentar lagi
tampak berkumpul kurang lebih 20 orang, mereka pada duduk
diatas bangku-bangku panjang. Banyak tempat yang lowong.
Rupanya kawan penjahat sudah banyak kurang orangnya
karena tempo hari dibasmi oleh Kim Coa siancu. Tampak
sebuah mimbar, diatas mana ada di taruh sebuah meja
dengan tiga buah kursi. Tampak kursi yang tengah diduduki oleh Kan Hok Hui,
sedang kursi di kanan kirinya tidak ada yang duduki. Biasanya
kursi yang tengah diduduki oleh Thoat Beng Mo Siauw, yang
kanan oleh Kan Hok Hui dan yang kiri oleh Thio Jin Liong. Dua
orang ini adalah tangan kanan si Hantu Ketawa (Thoat Beng
mo siauw). sekarang si Hantu Ketawa danjin Liong sudah mati. Maka
Kan Hok Huilah yang mengepalai kawanan orang jahat itu.
setelah orang-orang pada berkumpul, terdengar Kan Hok
Hui berkata, "Saudara-saudara sekalian, seperti kalian tahu, Thoat Beng
mo siauw dan jin Liong sudah mati dan kini tinggal aku sendiri
yang masih hidup- Aku mau menggantikan si orang tua
(dimaksudkan si Hantu Ketawa) menjadi kepala disini-
Bagaimana pendapat sekalian saudara-saudara ?" semua
orang bersorak menanda kan persetujuannyagirang
hatinya Kan Hok Hui. Ia berkata lagi,
"Kalian jangan ikut-ikutan saja- Kalau diantaranya ada yang
tidak setuju boleh angkat tangan. Aku tidak memaksanya.
Hayo, siapa yang tidak setuju ?"
Ada diantaranya yang sebenarnya tidak merasa setuju.
Akan tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena takut akan
kekejamannya Kan Hok Hui. Mereka jadi ikut-ikutan saja
setuju. Meskpun begitu, tampak dua orang yang
mengacungkan tangannya. Kan Hok Hui diam-diam sangat tidak senang ada orang
yang menentangnya, Ia kata,
"Bagus. Coba terangkan oleh dua orang saudara yang
mengacungkan tangannya, kenapa kalian tidak setuju dengan
pengangkatan diriku menjadi pemimpin ?"
"oh, kami bukannya tidak setuju." salah sahut satu
diantaranya. "Kami sekarang lihat, hanya saudara Kan saja yang
memimpin, sedang yang sudah-sudah kita dipimpin oleh 3
orang." "oo, begitu." sahut Kan Hok Hui, reda perasaan tidak
senangnya. "Hal itu mudah dirundingkan belakangan, setelah aku
memegang tampuk pimpinan."
"Mufakat kalau begitu." kata dua orang hampir berbareng.
"Tidak mufakat " terdengar suara yang lain berbareng
orangnya muncul dari balik tirai yang memisahkan ruangan
yang disebelahnya. semua mata ditujukan pada orang tadi. Kiranya dia adalah
seorang gadis cantik jelita hingga mereka jadi melongo heran
memandang si gadis yang tiada lain adalah Bwee Hiang.
Mereka menanya-nanya pada dirinya masing-masing, gadis
siapa yang muncul malam-malam dalam ruangan rapat itu.
Apakah dia manusia atau setan.
Tapi Kan Hok Hui lantas perdengarkan suara ketawanya. Ia
kemudian berkata, "Kau bukan anggota kita, bagaimana mungkin kau dapat
mengemukakan suaramu " sebenarnya siapakah kau "
Malam-malam ada disini- Apa kau tidak takut dengan kami
orang ?" "Hihi " ketawa Bwee Hiang.
" Kalau takut masa aku datang kemari ?"
"Jadi, kau mau apa ?" tegur Kan Hok Huu.
"Biasanya, dalam pemilihan pemimpin, yang kuat dialah
yang dipilih sebagai pemimpin, sekarang belum ketentuan
kekuatanmu, lantas saja mengangkat diri sebagai pemimpin,
Itu tidak adil " Bwee Hiang menyatakan.
Perkataan Bwee Hiang bikin semua orang saling lirik satu
dengan lain. Kata-kata si nona memang benar, akan tetapi siapa
orangnya yang dapat mengalahkan Kan Hok Hui yang sudah
jelas kepandaiannya di atas semua orangnya.
"Hahaha " Kan Hok Hui tertawa terbahak-bahak-
Meskipun ia merasa aneh atas kedatangannya si nona
yang tiba-tiba, ia tidak memikirkan untuk menangkapnya- Ia
tahu si nona parasnya cantik, maka ia ingin takluki Bwee
Hiang dengan kehalusan hingga hatinya si nona akan terpikat
sendiri olehnya- Kan Hok Hui sangat licin dan cerdik. Melihat si nona ada
membekal pedang di pinggangnya, lantas tahu bahwa wanita
itu bukan sembarangan wanita. Kedatangannya pun tentu
mempunyai maksud tertentu, Ia tidak mau sembarangan
membenturnya, ia percaya dengan kecerdikannya ia dapat
menguasai si nona. siapa tahu si gadis memang sudah
menjadi jodohnya untuk menjadi istrinya.
Maka dalam gembiranya, ia tertawa, setelah tertawa ,ia
berkata, "Nona ini adalah tamu kita, apa yang dia katakan barusan
memang benar, sekarang siapa dlantara saudara-saudara
yang ada minat untuk main-main dengan aku " Ada baiknya
juga untuk membuka matanya tamu kita yang ingin melihat
pengangkatan pemimpin dilakukan dengan adil"
"Nah, itu baru benar" kata Bwee Hiang, ketawa manis.
setelah sepi sejenak, seorang yang beralis tebal dan muka
lebar kelihatan bangun dari bangkunya dan maju ke depan, Ia
berkata, "Maaf, aku un Hoa ingin coba-coba peruntungan. Harap
saudara Kan berlaku murah "
un Hoa berkata sambil angkat tangannya memberi hormat
pada Kan Hok Hui. Kan Hok Hui bangkit dari kursinya, turun dari mimbar dan
jalan menghampiri un Hoa.
Jarak antara bangku-bangku dan mimbar, lebar juga.
Disitulah mereka bertemu untuk memperebutkan jabatan
pemimpin. Bwee Hiang senang dapat mengadu domba kan kawanan
penjahat itu. sebaliknya Kan Hok Hui mendongkol. Tapi
karena ia sudah punya maksud untuk menakluki si nona
dengan halus, terpaksa ia harus tunjukan kepandaiannya.
Tidak banyak cakap lagi antara Kan Hok Hui dan un Hoa.
Mereka sudah lantas saling serang. Ternyata kepandaiannya
un Hoa kalah jauh, maka hanya dalam dua jurus saja ia sudah
kena ditendang nyungsep ke kolong bangku.
"Mari, siapa lagi yang maju " tantang Kan Hok HuiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Beberapa orang yang panas hatinya sudah maju bergiliran.
Tapi semua bukan tandingan Kan Hok Hui, semua dijatuhkan
dengan mudahnya. setelah tidak ada orang yang berani maju lagi, maka sambil
unjuk senyuman bangga, Kan Hok Hui berkata,
"setelah kalian tidak ada yang berani maju lagi, terang
jabatan pemimpin aku yang dapat, bukan ?"
"Nanti dulu, masih ada yang belum dijatuhkan" kata Bwee
Hiang, ketawa riang, "siapa ?" tanya Hok Hui.
"Aku....."jawab Bwee Hiang.
"Kalau toh tidak masuk hitungan orang kami, bagaimana
mau merebut jabatan pemimpin" Kau pergi sana Dimana
rumah mu sebenarnya ?"
"orang mau merebut jabatan pemimpin, ini malah menanya
rumah orang segala, Itu kan tidak masuk dalam rumah. Hihihi-
.." "Kau tidak pantas menjadi pemimpin, lebih pantas jadi
nyonya pemimpin" Bwee Hiang deliki matanya ke arah Hok Hui, yang sedang
ketawa memandangnya. Delikan mata Bwee Hiang yang tajam, bukan membikin
marah Kan Hok Hui, sebaliknya hatinya tergoncang dengan
serentak. "Awas, akan kuselot mulut bocormu " mengancam Bwee
Hiang. Kan Hok Hui tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata si
nona yang lucu. "Kau ketawa kan apa, hah " bentak Bwee Hiang.
"Aku ketawa kan kau nona manis, jadi isteri....."
"Plok " Kan Hok Hui rasakan pipi kirinya ditampar hingga
perkataannya putus setengah jalan, yang tadinya ia hendak
mengatakan jadi isitriku lebih baik.......
Tamparan si nona bukannya tidak dirasakan oleh Kan Hok
Hui, sebab seketika itu meluap amarahnya.
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gadis liar, kau berani" bentaknya sambil menerjang si
nona di depannya, tapi Bwee Hiang dengan manis berkelit.
"Heheh, pintar juga kau berkelit, ya " kata Kan Hok Hui,
segera ia melancarkan serangan susulan. Lagi-lagi ia mesti
menyerang tempat kosong sebab si nona sudah berkelit
sambil memutar ke samping kirinya.
Kan Hok Hui kaget si nona demikian gesit. Baru saja ia
berbalik dan hendak melancarkan serangan ketiga kalinya,
tiba-tiba ia rasakan pipi kanannya ditampar. Belum tahu ada
berapa biji giginya yang rontok ketika ditampar pipi kirinya,
sekarang pipi kanannya lagi kena tamparan si nona. Entah
berapa biji lagi giginya yang rontok, tapi yang terang ketika ia
semprotkan dari mulutnya yang berboboran darah, ada lompat
keluar sampai lima buah giginya.
Terang marahnya Kan Ho Hui sudah sampai di rambut
kepala. "Perempuan hina, kau berani main-main dengan tua
besarmu " Hm " bentaknya.
Tapi sebelum ia bergerak menyerang si gadis, ia telah
didahului dengan satujotosan tepat ke dagunya hingga ia jatuh
terpelanting. Melihat Kan Hok Hui merangkak-rangkak dengan susah
mau bangun, Bwee Hiang ketawa geli, tidak tahan ia kalau
tidak cekikikan. Kawan-kawannya Kan Hok Hui tidak satu yang berani turun
tangan melihat pemimpinnya dihajar babak belur oleh si nona.
Ketika Kan Hok Hui dapat bangun lagi, ia hanya mengawasi
si nona denganpenuh kegusaran tapi mulutnya membungkam.
"Nah, apa kau mulai percaya dengan ancamanku " Aku
sudah selot mulutmu yang bocor " kata Bwee Hiang seraya
ketawa terpingkal-pingkal.
Kan Hok Hui tidak menjawab perkataan si nona, sebaliknya
dengan mulut belepotan darah ia berkata pada kawankawannya,
"Kalian mau tunggu apa lagi " Lekas tangkap gadis liar itu "
Reaksi dari seruan ini ternyata mengecewakan, sebab
mereka seperi yang berlagak pilon, diam saja tak bangkit dari
duduknya. "siapa yang dapat menangkap dia, akan kuangkat jadi
pemimpin" seru Kan Hok Hui lagi.
seruan ini ternyata ada pengaruhnya sebab hampir
serentak semuanya pada bangun berdiri dan mengurung
Bwee Hiang yang masih enak-enak ketawa.
Kapan si nona melihat dirinya dikepung, bukannya takut
malah ketawa cekikikan, katanya,
"Kalian mau tangkap nonamu " Bagus, silahkan tangkap "
"Kau ini budak hina dari mana, kesasar ke....."
Hulah un Hoa yang berkata. Mendingnan kalau ia tidak
buka mulut dan diam-diam mengeroyok si nona. Ini dia buka
mulut keluarkan perkataan kotor membuat Bwee Hiang sengit.
Maka ketika ia belum habis bicara, sudah dihajar mulutnya
oleh si nona. seperti Kan Hok Hui, dari mulutnya yang belepotan darah ia
semprotkan beberapa buah giginya yang rontoh- Ia tidak
berani membuka mulut lagi tapi dengan gemas ia bantu
kawan-kawannya menerjang si gadis.
Bwee Hiang sekarang bukan Bwee Hiang jamannya si
kerudung merah, sebagai murid jago cilik kita (Lo In) si nona
tidak mengecewakan. Tambahan ia sudah berpengalaman
dalam pertempuran keroyokan. Maka dikepung dengan 30
orang, ia anggap sepi saja. Dengan lincahnya ia kelit sana sini
mengelakkan serangan. Kakinya cun tidak tinggal diam hingga
banyak yang rubuh kena ditendang jin-tiong-hiat dan jalan
darah di jidat kena dicium ujung sepatunya si nona yang
mungil. Kan Hok Hui di lain pihak berteria-teriak menganjurkan
supaya kepungan dipererat, jangan kasih si nona lolos.
sedang ia sendiri tinggal berdiri, tidak turut mengeroyok
karena dirasakan kepalanya mendenyut-denyut sakit, itulah
efek dari mulutnya yang berboran darahTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi melihat orang-orangnya makin kurang karena sudah
pada rebah dirobohkan Bwee Hiang, mau tidak mau ia
kepaksa turun tangan juga- Ia tidak bertangan kosong, tapi
dengan goloknya ia menyerang Bwee Hiang.
"Kau datang lagi " Hehehe " Bwee Hiang menjengeki,
ketika ia kelit dari serangan golok Kan Hok Hui yang tajam.
"Budak hina, kalau malam ini aku tidak bisa tangkap kau,
benar-benar aku bukan orang she Kan, murid kesayangan si
Hantu Ketawa dari Pek-kut-nia " berkata Kan Hok Hui dengan
sombongnya. Kini Bwee Hiang tahu kalau orang she Kan ini adalah murid
kepala dari si Hantu Ketawa. Barangkali lebih baik ia tidak
menyebutkan dirinya siapa, sebab dengan menyebutkan
dirinya adalah murid dari si Hantu Ketawa, bukan membuat si
nona jeri malah menjadi benci terhadapnya. Pikir si nona,
kalau dia ini murid si Hantu Ketawa, sudah tentu sangat jahat
seperti juga dengan gurunya yang kesohor.
sisa 10 orang yang masih belum roboh, hanya dari
kejauhan saja membantu Kan Hok Hui yang sedang kalap
menyerang Bwee Hiang. Dalam babak yang menentukan Kan Hok Hui telah
menggunakan tipu 'Ngo seng boan goat' (Lima bintang
mengurung rembulan), goloknya diputar dan mengurung rapat,
beberapa kali menuju ke arah tubuh lawan yang berbahaya.
Bwee Hiang kaget sedikit, ia tidak mengira Kan Hok Hui punya
kepandaian boleh juga. Tapi serangan itu ia anggap ada
serangan enteng, meskipun dirinya seperti sudah terkurung
golokTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekonyong-konyong, la kelebatkan pedangnya yang tajam
pada depan mukanya Kan Hok Hui. Dalam gugup, Kan Hok
Hui menangkis. "Trang " suara senjata keduanya beradu, kontan goloknya
Kan Hok Hui terpapas kuntung. Belum sempat orang she Kan
tenangkan hatinya yang kaget, tiba-tiba jari tangan kiri Bwee
Hiang menyelonong ke 'sam-li-hiat',jalan darah di lengan
kanan, seketika itu juga ia roboh terkulai dengan golok
buntungnya sekali, si nona telah menggunakan salah satu
jurus dari Bwee-hoa Kiam-hoat yang dinamai 'Bwee lie kian
goat' atau 'Dibalik bunga bwee mengintip rembulan', suatu
gerakan yang lihai sekali untuk memunahkan tipu 'Lima
bintang mengurung rembulan' yang digunakan oleh Kan Hok
Hui- Melihat pemimpinnya tidak berdaya, mendeprok di lantai,
maka sisa yang 10 orang lagi yang berhati macam kertas,
semuanya berlutut minta ampun pada jago betina kita hingga
Bwee Hiang ngikik ketawa.
Di luar dugaan, kecuali Kan Hok Hui, Bwee Hiang telah
menotok bebas kawanan orang jahat yang mengeroyoknya
tadi semuranya pada berlutut di depannya Bwee Hiang.
Seperti yang masih kekanak-kanakan pikirannya, Bwee
Hiang tampak senang dirinya dipuja demikian oleh orangorang
di depannya, Ia lantas bertindak naik ke atas mimbar
dimana ia duduk diatas kursi kebesaran (pemimpin).
Sambil ketok-ketok meja dengan pedangnya, Bwee Hiang
berkata, "Sekalian dengar, Aku sekarang sudah jadi pemimpin
kalian lantaran sudah mengalahkan kalian semua. Kalian mau
takluk apa tidak " Siapa yang masih penasaran, boleh bangun
" Semua orang manggut-manggut kepalanya, Hampir
berbareng semua orang berseru,
"Hidup," hidup Lie-tay-ong segala, aku bukannya kepala berandal.
Aku hanya pemimpin" "Hidup, hidup ketua kita " terdengar pula suara berseru
ramai-ramai. Kali ini Bwee Hiang tidak menegur, Ia kelihatan senang
dipanggil ketua. Lie-tay-ong itu ada panggilan kawanan
berandal kepada kepala berandal wanita, maka Bwee Hiang
tidak mau dipanggil Lie-tay-ong.
"sekarang aku tanya, siapa diantara kalian yang mau
mewakili bicara dengan aku. Perlu aku mengajukan beberapa
pertanyaan" berkata Bwee Hiang.
semuanya berdiam, tidak seorang yang berani bangkit dari
berlututnya. "Hei, kenapa kalian takut " Lekas maju satu orang untuk
aku tanyakan apa-apa."
Mendengar nada suaranya seperti yang gusar, mereka
yang berlutut pada ketakutan. Syukur ada satu diantaranya
yang bangkit dari berlutut, siapa " Kiranya dia si un Hoa yang
coba peruntungan mengadu silat dengan Kan Hok Huiun
Hoa maju ke depan mimbar, sambil menjura memberi
hormat, ia berkata, "Apa yang liehiap hendak tanyakan, tanyalah padaku. Apa
yang aku tahu, akan aku jawab sejelasnya. Harap Liehiap
jangan kuatir dibohongi."
Bwee Hiang diam-diam ketawa geli dalam hatinya. Belum
apa-apa un Hoa sudah mencegah orang jangan kuatir
dibohongi. Memangnya ia (un Hoa) tukang ngebohong " Tapi
kalau dilihat tampangnya, un Hoa kelihatan ada jujur dan
besar nyalinya, Ia senang, maka Bwee Hiang menanya,
"Siapa itu tukang bohong (dusta) ?"
"Aku bukan bilang tukang bohong, tapi sebagai penegasan
bahwa aku tidak akan membohongi Liehiap dalam tanya jawab
yang kuberikan pada Liehiap."
"Bagus." kata Bwee Hiang.
"Sekarang yang pertama kutanya, apa kau pernah lihat ada
anak berwajah hitam, kira-kira berusia 16 tahun ada datang
kemari ?" "Tidak pernah kulihat ada anak muka hitam kemari-"
Heran Bwee Hiang, si adik kecil tidak datang kesitu.
sebaliknya hatinya merasa lega. Cuma kemana perginya si
adik kecil itu. "Lalu, matinya Thoat Beng Mo siauw lantaran apa " Kalau
sakit, sakit apa dan kalau dibunuh siapa yang membunuhnya
pemimpin kalian itu ?"
"Pemimpin klta dibunuh oleh Kim Coa siancu."
"Hah siapa itu Kim Coa siancu ?"
"Aku tidak tahu, hanya menurut kata teman-teman
orangnya sangat cantik-"
"He, cantik mana dengan aku ?"
un Hoa membisu- Tapi dalam hatinya diam-diam merasa
geli atas pertanyaan si nona.
"Bagaimana, cantik mana dengan aku "
"Aku tidak tahu karena aku tidak melihat dengan mata
sendiri Kim Coa siancu itu. Jadi kau tidak bisa
membandingkannya dengan Liehiap."
"Bagaimana Kim Coa siancu dapat membunuh pemimpin
yang terkenal lihai ?"
"Dia kena digigit ular emasnya."
"stop soal Kim Coa siancu. sekarang kutanya, ada berapa
banyak wanita yang ada dikurung disini ?"
"Tidak tahu persis jumlahnya tapi lebih dari sepuluh orang."
"Bagus, semuanya baik-baik saja tinggal disini ?"
"Ia semuanya baik-baik saja. Semuanya menurut, cuma
ada satu gadis dari ong-ke-chung yang kemarin diculik sampai
sekarang menangis saja."
"Hah, kenapa demikian " Lekas kau bawa dia kemari "
un Hoa mengiyakan. Ia putar tubuhnya dan pergi ambil si
gadis she ong. sebentar lagi gadis itu sudah dibawa
menghadap Bwee Hiang. Ternyata un Hoa mendapat
kesulitan untuk membawanya karena si gadis meronta-ronta
dan menggigit, tidak mau dibawa keluar kamarnya. Disamping
menggigit dan mencaci maki un Hoa, si gadis juga berjeritan
menangis. Kapan sudah berhadapan dengan Bwee Hiang, si gadis
memandang jago betina kita dengan roman menghina, tidak
lagi menangis dia. Bwee Hiang menjadi heran, ia menanya,
"Kau berasal dari ong-ke-chung ?"
"Kalau sudah tahu, buat apa tanya ?" sahut si gadis ketus.
"Hei, kenapa kau marah-marah ?" tanya Bwee Hiang.
" Aku pantas marah sebab aku benci padamu. Kau sesama
jenis denganku tapi perbuatanmu sangat cabul " si gadis ong
menuduh Bwee Hiang hingga si nona jadi kebingungan. Tapi
segera Bwee Hiang dapat menyelami pikiran si gadis ong itu,
rupanya ia menyangka bahwa dirinya adalah komplotan dari si
Hantu Ketawa. "Hehe, adik ong, kau jangan sembarang sangka- Apa kau
kira aku ini anggota komplotannya si Hantu Ketawa ?"
si gadis terbelalak matanya, memandang tajam pada Bwee
Hiang, malah mengucek-ngucek matanya seperti ingin melihat
lebih tegas- Memang wanita yang dilihatnya itu cantik betul
tapi tidak ada sifat-sifat genit- Duduk disampingnya pun tidak
ada orang lelaki- Ia heran, lalu menanya,
"Kau siapa ?" "Mari kau naik, akan kuperkenalkan siapa encimu " Bwee
Hiang menggapai. Ketika si gadis sudah naik di atas mimbar dan berhadapan
dengannya, Bwee Hiang menanya perlahan,
"Namamu siapa, adik ?"
"Aku ong Kui Hoa, dan enci siapa ?" si nona balik menanya.
"Bagus, adik Hoa. Aku sendiri Bwee Hiang she Liu." sahut
Bwee Hiang. "Tapi enci, kenapa kau ada disini " Ini tempat kotor " tegur
Kui Hoa. "Justru ini tempat kotor aku mau bikin bersih, adik Hoa."
kata Bwee Hiang lalu perlahan-lahan dengan singkat ia
menerangkan maksud kedatangannya kesitu.
Tiba-tiba saja Kui Hoa jatuhkan diri, berlutut sambil berkata,
"Enci, kau ada injin (tuan penolong) yang kuharap-harap,
oh, sungguh tidak terduga-duga....." berbareng ia memeluk
kakinya Bwee Hiang hingga si nona
tersipu-sipu mengangkat bangun Kui Hoa serta katanya,
"Adik Hoa, kau jangan begini- Nanti bila semua urusan
beres, akan kuantar pulang kau kerumahmu."
Bukan main girangnya ong Kui Hoa, hampir ia memeluk
dan mencium pipi Bwee Hiang saking merasa sangat
berterima kasih. kalau tidak Bwee Hiang menggoyang
tangannya dan matanya mengedipi supaya si nona berlaku
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenangTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kui Hoa berdiri di sampingnya, ia tidak mau duduk
meskipun beberapa kali Bwee Hiang menyuruh ia duduk
disampingnya- Bwee Hiang lihat paras Kui Hoa cukup cantik meskipun
tidak secantik dirinya- Hanya kedua matanya pada benggul,
rupanya si nona menagis terus-terusan.
"Hei, un Hoa " kata Bwee Hiang.
"Coba kau kumpulkan wanita-wanita lainnya semua."
un Hoa menurut. Agak lama juga baru keluar dengan
menggiring kira-kira 15 orang wanita. Mereka dikumpulkan
dibawah mimbar untuk diperiksa oleh Bwee Hiang. setelah
memandang agak lama juga, Bwee Hiang menanya pada Kui
Hoa, "Adik Hoa, bagaimana pendapatmu tentang mereka ?"
"Ah, semuanya perempuan tidak benar-" sahut si gadis-
Memang tepat kata-katanya Kui Hoa, sebab semuanya
pada genit-genit- Alisnya yang disipat, bibirnya yang dimerahi
serta wajahnya yang dipoles medok dengan pupur sebagai
tanda bukti bahwa sekumpulan wanita itu adalah wanita tidak
benar- Hanya menjadi wadah lelaki dapat melampiaskan
napsu birahinya. Tegasnya merupakan wanita 'mainan' kaum
lelaki dalam tempat kotor itu.
Bwee Hiang anggukkan kepalanya mendengar jawaban Kui
Hoa. Tapi mengingat bahwa wanita-wanita itu tadinya adalah
perempuan-perempuan benar, karena berbuah demikian itu
gara-gara paksaan dari lelaki yang ganas. Bwee Hiang masih
dapat mempertimbangkan keputusannya.
Bwee Hiang lalu suruh un Hoa kumpulkan semua harta
yang ada dalam kuil itu, tapi ternyata tidak seberapa sebab
benda-benda yang mahal dan berharga katanya sudah
diangkut pergi oleh Tui Hun Lolo ke Hek-liong-tong. un Hoa
dan kawan-kawannya menyatakan tidak tahu dimana letaknya
gua Naga Hitam itu, ketika ditanya Bwee Hiang.
"Adikku." kata Bwee Hiang pada Kui Hoa-
"Kau tunggu sebentar disini- Aku akan bicara dengan
mereka-" Berbareng Bwee Hiang sudah turun dari mimbar, Ia
menghampiri Kan Hok Hui dan membebaskan ia dari totokan
sehingga ia dapat berdiri bebas.
"Semua bangun" seru Bwee Hiang. Dengan serentak
semua yang berlutut pada bangun berdiri
"Kalian tentu tahu kewajiban terhadap pemimpinnya, segala
titahnya harus dituruti, tidak boleh dibantah, bukan?"
demikian Bwee Hiang menanya pada mereka. semua orang
mengiyakan dengan berbareng.
"Nah, sekarang begini-" kata Bwee Hiang lagi.
"Aku sebagai pemimpin memerintah kepada kalian untuk
pulang ke masing-masing kampung halaman dan carilah
usaha dengan jalan halal. Masing-masing akan dapat bagian
bekal hidup sederhana. Tapi ingat Apabila aku dengar kalian
membuat sarang lagi dan mengumpulkan kawan-kawan untuk
melakukan kejahatan, akan kudatangi kalian. Disitu, selain
sarang kalian, jiwa kalian pun akan aku musnahkan untuk
dikirim ke akhirat tanpa ampun"
semua orang yang mendengarnya pada bergidik, berdiri
bulu badannya. Bwee Hiang lalu menggapai Kan Hok Hui yang
lalu datang menghampiri "sebenarnya," kata Bwee Hiang,
"siang-siang aku sudah mau tebas batang lehermu untuk
menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan menghadap
ciiam-lo-ong. Tapi biarlah kuampuni sekali ini"
Kan Hok Hui kaget mendengar rohnya mau dikirim
menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan. Apakah si
nona ada menyaksikan adegan ia membunuh dua orang cabul
itu " Tanyanya dalam hati kecilnya.
Bagaimana pun ia merasa sangat berterima kasih kepada
Bwee Hiang yang mengasih kesempatan untuk ia hidup. Ia
menjura pada si nona, katanya,
"Liehiap, budimu yang besar tidak mengambil jiwaku, aku
tak akan melupakan. Kalau aku tak dapat membalas sekarang,
biarlah di lain penitisan aku dapat membalasnya. Aku berjanji
selanjutnya akan menuntut penghidupan yang halal "
"Bagus, bagus." kata si nona, girang ia mendengar katakatanya
Kan Hok Hui. "sekarang aku kuasakan padamu untuk mengatur
pembagian harta untuk bekal kau dan kawan-kawan dalam
hidup selanjutnya. Nah, mulailah kau bekerja "
Dengan dibantu un Hoa, Kan Hok Hui sudah
menyelesaikan perintah Bwee Hiang. Harta yang ada di bagi
rata diantara mereka. Bwee Hiang sementara itu sudah ada diatas mimbar lagi,
tengah duduk bersama-sama Kui Hoa yang sekarang tidak
menolak lagi untuk diajak duduk bersama-sama oleh Bwee
Hiang. Mereka omong-omong seperti kenalan lama saja
hingga Kui Hoa merasa sangat senang terhadap teman
barunya ini. sebentar lagi Kan Hok Hui dan Un Hoa melaporkan bahwa
pekerjaan pembagian harta sudah selesai, si nona mau suruh
apa lagi " Tindakan selanjutnya dari Bwee Hiang adalah membakar
habis sarang penjahat itu, kemudian ia bubarkan mereka
setelah terlebih dahulu diancam akan diambil jiwanya kalau
lain kali mereka diketemukan masih melakukan kejahatan.
Kemudian Bwee Hiang antar Kui Hoa pulag ke ong-kechung.
Kita kembali kepada Kim Coa siancu yang tidur bersamasama
Leng siong. Malam itu Leng siong dan ibunya menjaga Kim Coa siancu
dengan penuh perhatian. Istimewa nyonya Teng, yang sabansaban
melongok ke dalam kelambu dan memandang
parasnya Kim Coa siancu yang cantik dengan tidak merasa
bosan. "Ibu, dia lagi tidur, jangan diganggu " kata Leng siong ketika
melihat sang ibu beberapa kali telah melongok ke dalam
kelambu. Tapi peringatan Leng siong seolah-olah tidak diacuhkan
oleh nyonya Teng sebab di lain saat kembali ia menyingkap
kelambu dan memandang parasnya si Dewi ular emas dengan
termenung-menung. Lama-lama Leng siong menjadi curiga, ia menanya,
"Ibu, kau kelihatannya tidak bisa diam. saban-saban
melongok ke dalam kelambu. Ada apa sih dengan siancu ?"
Nyonya Teng menghela napas dan parasnya agak kusut,
seperti ada urusan ruwet yang ia pikirkan. Leng siong menjadi
heran, ia menanya, "Ibu, ada apa sih dengan siancu " Kelihatannya ibu sangat
tertarik olehnya." "Anak siaong, dia......." terputus bicaranya ketika terdengar
pintu kamar diketuk perlahan dari luar.
"Siapa ?" tanya Leng siong seraya menghampiri pintu.
"Ayah, anak siong." terdengar jawaban dari sebelah luar.
Leng siong cepat membuka pintu, tampak di depannya ada
ayahnya yang berdiri- "Bagaimana keadaannya, sudah mendusin dia ?" tanya
sang ayah, mendahului sang puteri yang sudah membuka
mulutnya hendak bicara. "Tengko yang datang " Lekas masuk kemari " berkata
nyonya Teng dari sebelah dalam. Tengko artinya kakak Teng,
panggilan sehari-hari nyonya Teng kepada suaminya.
Teng Hauw lantas masuk, menghampiri isterinya yang
berdiri di tepi pembaringan sambil menyingkapkan kelambu.
"Tengko, coba kau lihat " kata sang isteri-
Teng Hauw cepat mendekati isterinya dan ikut memandang
pada parasnya Kim Coa siancu yang seperti tengah tidur
nyenyak- Paras cantik itu menyungging senyuman yang tak mudah
dilupakan oleh siapa yang melihatnyasetelah
suami isteri itu memandang agak lama, keduanya
lalu saling bertukar pandang dan tersenyum hingga Leng
siong yang menyaksikan gerak gerik kedua orang tuanya itu
merasa heran. "Kalian lagi bikin apa ?" kata Leng siong, seraya
menyelipkan badannya diantara mereka dan turut memandang
ke arahnya Kim Coa siancu.
Kini pandang suami isteri itu dialihkan kepada parasnya
Leng siong. "Tengko, tidak bisa salah lagi dianya....." kata nyonya Teng
perlahan kepada suaminya yang segera angguk-anggukkan
kepalanya mendengar kata-kata sang isteri.
Leng siong menjadi bingung, Ia menanya,
"Dianya siapa, ibu ?"
"Dia tidak salah lagi tentu encimu." jawab nyonya Teng
tersenyum. "Aah Aku ada punya enci " Kenapa ibu tidak mengatakan
itu kepadaku ?" "Ceritanya panjang, kejadian itu pa da........" nyonya Teng
terputus bicaranya mendengar siancu ngelindur, katanya,
"Adik In, adik In kau nakal betul "
Leng siong terkejut. "Aha Tidak bisa salah lagi siancu
adalah Eng Lian yang dicari-cari si bocah muka hitam" kata
Leng siong dalam hatinya.
"Dia adalah enci Eng Lian yang tengah dicari setengah mati
oleh adik kecil." kata Leng Siong pada ayah dan ibunya.
"segala sesuatu nanti akan terang, apabila siancu sudah
siuman." sahut nyonya Teng, lalu kembali memandang
parasnya siancu yang cantik jelita.
"Adik In, nanti encimu marah......" kembali siancu ngelindur,
parasnya tampak tersenyum-senyum akan tetapi matanya
terus meram saja. "Nanti aku panggil Taysu." kata Teng Hauw seraya
ngeloyor keluar. Tidak lama lagi Kim Wan Thauto sudah
masuk ke dalam kamar. Kali ini kelambu bukan disingkap lagi, malah dipentang
lebar supaya semua orang dapat melihat siancu dan
mendengar ngelindurnya. Kie Giok Tong dan tiga saudaranya
tidak turut masuk, mereka hanya mendengarkan di sebelah
luar. Agak lama juga siancu ditunggu berkata-kata pula dalam
ngelindurnya. Ketika Kim Wan Thauto kegerahan berada di dalam kamar
lama-lama, baru saja ia hendak ngeloyor keluar sebentar, tibatiba
ia mendengar siancu berkata,
"Adik In, kau tidak mau turut perintah encimu " Awas, kalau
encimu sudah marah - Hihihi......"
Kim Wan Thauto geleng-geleng kepala. "Dia benar Eng
Lian, teman mainnya anak In." kata si Thauto-
"Cuma herannya, kenapa dia bisa jadi Kim Coa siancu ?"
"sebelum dapat keterangan, memang kita dalam gelap,
Taysu-" menjawab nyonya Teng ketawa.
"Nanti kalau siancu sudah siuman, baru kita dapat
pemecahannya." "Hujin (nyonya) benar." kata Kim Wan Thauto.
"Tolong dijaga, coba bagaimana sikapnya kalau dia sudah
mendusin." "Terang kami akan jaga betul, sebab si nona mungkin
bukan orang lain." nyeletuk nyonya Teng, membuka rahasia
dia- "Bukan orang lain bagaimana ?" tanya Kim Wan Thauto
ingin tahu. "Mungkin si nona adalah anak kita." menyahut Teng Hauw.
"Hahaha.....bagus, bagus." Kim Wan Thauto tertawa.
"Bagaimana riwayatnya, coba kasih cerita sedikit untuk
menambah pengetahuanku. "
"Ah, nanti saja kalau si nona sudah siuman." sahut nyonya
Teng. Kim Wan Thauto mengangguk-angguk- Ia tidak memaksa,
sebaliknya menghela napas. Katanya,
"sekarang anak In sekarang tidak ada disini, coba ada,
bagaimana girangnya dia menemukan enci Liannya kembali."
"Dia pergi kemana ?" nyeletuk Leng siong, hingga Kim Wan
Thauto heran si gadis nyeletuk tanpa banyak pikir lagi.
Leng siong merasa keterlepasan omong, wajahnya semu
merah- Tapi ia tidak menyesal, memang ia sangat ingin tahu
kemana si bocah muka hitam itu perginya-
"Dia lagi menyusul atau boleUi dikatakan mencari Bwee
Hiang." kata Kim Wan Thauto, tersenyum ke arah si gadis-
Leng siong juga tersenyum, lalu menundukkan kepala.
setelah Kim Wan Thauto dan Teng Hauw pada keluar untuk
omong-omong lagi di ruangan pertengahan, Leng siong lalu
menanya pada ibunya, "Ibu, kau tidak menceritakan padaku bahwa aku ada
mempunyai cici. Nah, sekarang kau harus cerita. Tidak mau
aku menunggu lama-lama."
"sabar, anak siong. Kapan encimu belum mendusin..." si
nyonya hentikan omongannya, nampak pembaringan
bergoyang- goyang dan kelambu yang barusan sudah ditutup
lagi seperti disingkapkan.
"Hei, aku ada dimana ini ?" tiba-tiba Leng Siong dan ibunya
dibikin kaget oleh kata-kata yang keluar dari dalam kelambu.
Disusul oleh turunnya Kim Coa siancu dari pembaringan
dengan tiba-tiba. "Eh, enci, enci, kaujangan bangun dulu." kata Leng siong
seraya memburu dan mendorong Kim Coa siancu supaya tidur
kembali- Tentu saja dorongan Leng siong tidak ada artinya bagi si
Dewi ular emas karena Leng siong merasa ia seperti
mendorong tiang besi yang tidak bergeming.
"Kau siapa ?" tanya si Dewi ular emas, ketika melihat Leng
siong mendorong-dorong ia untuk naik kembali ke atas
pembaringan. "Aku adikmu, Leng siong." jawab si nona.
" Enci, jangan turun dulu, harus tiduran, enci terlalu lelah "
"Leng siong, adikku " Aku tidak kenal " kata si Dewi ular
Emas seraya duduk di tepi pembaringan dan mengawasi
parasnya Leng siong dengan tajam.
Leng siong melihat siancu sudah duduk di tepi
pembaringan dan mengawasi saja kepadanya, dengan
tersenyum ia berkata,
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Enci Eng Lian, kau heran wajahku mirip dengan wajahmu,
bukan ?" siancu hanya duduk termangu-mangu, tidak
menjawab pertanyaan Leng siong.
Ia seperti sedang mengumpulkan ingatannya yang sudahsudah.
Leng siong tidak mengganggu, ia hanya berdiri di
dekatnya siancu. Di lain pihak, perlahan-lahan nyonya Teng
datang menghampiri mereka. sebagai orang tua yang sudah
berpengalaman, nyonya Teng mengerti siancu membutuhkan
banyak waktu untuk dapat mengumpulkan ingatannya yang
sudah terlupakan, Ia dan Leng siong menunggu sampai siancu
sebentar dapat bicara. Tidak lama atau siancu sudah berpaling kepada nyonya
Teng, "Bibi ini siapa ?" ia menanya tapi nyonya Teng tidak lantas
menyahut, hanya tersenyum ke arahnya.
Kembali siancu termangu-mangu- Ia tidak menghiraukan
pertanyaan tadi tidak dijawab oleh nyonya Teng. sampai tibatiba
ia berkata, "Ah, sekarang aku ingat. Adik ini yang ada dipaseban
menonton aku bertarung dengan si bocah muka hitam, bukan
?" " ya." jawab Leng siong singkat.
"Eh, itu si bocah hitam, bukan adik In ?" kata pula siancu,
setelah sejenak ia termenung-menung lagi.
"Kenapa aku berkelahi dengan adik In " Aduh, kasihan dia
kena kugigit sampai borboran darah...."
"Enci Eng Lian, bukan ?" Leng siong menanya perlahan.
"ya, aku Eng Lian." sahutnya, seraya matanya mengawasi
pada pakaiannya. "Eh, kenapa pakaianku macam ini ?"
Leng siong dan ibunya saling melirik dan tersenyum.
"Dimana aku berada sekarang, adik ?" tanyanya pada Leng
siong. "Enci berada dikamarku." sahut si nona rumah-
"Hei, kenapa aku bisa berada di dalam kamarmu ?"
"Coba enci ingat-ingat dengan perlahan, kenapa bisa
berada disini." Eng Lian tersenyum, Ia kembali kumpulkan
ingatannya. "oh, ya, aku ingat sekarang." tiba-tiba siancu alias Eng Lian
berkata. "Setelah aku menggigit lengannya adik In, lantas aku
merasakan kepalaku pusing dan tidak ingat lagi. Bukan
lantaran itu, aku dibawa kemari"
Leng siong anggukkan kepala seraya tersenyum, Ia tidak
mau banyak-banyak omong supaya ingatan siancu lebih cepat
kembali. Ia mau kasih kesempatan Eng Lian bicara lebih banyak,
menandakan bahwa ingatannya sudah kembali betul-betul.
"Dimana adanya adik In ?" Eng Lian menanya.
"Dia ada disini-" sahut Leng siong.
"Coba kau tolong panggilkan dia kemari."
"oh, dia lagi keluar. Mungkin besok pagi baru balik,"
"Ah, si nakal itu. Kemana saja dia sudah pergi " Tidak ingat
kepada encinya " "Adik kecil selalu ingat kepadamu enci, malah sekali tempo
aku lihat dia menangis memikirkan enci-"
"Apa iya " Akan kucubit dia kalau ketemu "
Leng siong melengak. Pikirnya, enci Eng Uan ini benarbenar
masih kekanak-kanakan. Pantas si bocah wajah hitam selalu merindukan dia sebab
teman mainnya ada demikian manja terhadapnya. sampai
begitu jauh nyonya Teng tidak campur bicara tapi setelah
melihat siancu atau Eng Lian mulai berkumpul ingatannya,
tentu ia nimbrun bicara hingga lama-lama dalam kamar itu
menjadi ramai dengan tertawa mereka. Eng Lian bisa
membanyol, sudah tentu saja ia mudah mengitik urat ketawa
Leng siong dan ibunya sehingga bukan sekali dua kali mereka
tertawa terpingkal-pingkal.
sementara itu malam pun sudah larut. Maka nyonya Teng
meninggalkan dua gadis jelita itu untuk balik ke kamarnya
sendiri. Balik kepada jago cilik kita yang pagi-pagi pulang habis
mencariBwee Hiang dengan sia-sia. Ia menanti di ruang
depan atas kemunculannya Kim Coa siancu.
Ketika cuaca sudah makin terang, belum juga kelihatan
siancu atau enci Eng Lian muncul, Lo In menjadi gelisah- Ia
berkata pada Kim Wan Thauto,
"Toako, kenapa belum juga kelihatan enci Eng Lian keluar
?" Kim Wan Thauto ketawa ke arahnya- sebelum ia
menjawab, tiba-tiba muncul satu pelayan wanita kecil
menyuruh Lo In masuk ke dalam-
"Nah, suruhan itu sudah datang, jangan kuatir, enci Eng
Lianmu tidak akan lari." goda Kim Wan Thauto kepada jago
cilik kita. Lo In ketawa nyengir, seraya bangkit dari duduknya
mengikuti si pelayan masuk ke dalam, sebelum sampai di
dalam, Lo In menanya pada si pelayan,
"Hei, adik kecil, siapa yang undang aku masuk" Apa
nonamu, nona tamu atau nyonya besar ?"
si pelayan tersenyum, "Tiga-tiganya." sahutnya ketawa geli-
"Ah, kau main-main. Nona tamu itu yang undang, bukan ?"
tanya Lo In lagi- "Lihatlah nanti." sahut si pelayan singkat.
sementara itu mereka sudah sampai diruangan dalam,
dimana sudah menanti nyonya Teng Hauw- si bocah kecewa
karena tidak melihat Kim Coa siancu maupun Leng siong di
situ- "Bibi Teng, mana enci Eng Lian dan Leng slong ?" ua lantas
saja menanya pada nyonya rumah.
"Sabar" sahut nyonya rumah-
"Mari, mari duduk, menunggu sebentar"
Malas-malasan Lo In ambil tempat duduk- Hatinya kecewa
lagi tatkala nampak Teng Hauw, Kim Wan Thauto, Kie Giok
Tong dan lain-lain saling susul muncul dalam ruangan itu.
Mereka disilahkan dengan hormat oleh nyonya rumah untuk
mengambil tempat duduk- Kim Wan Thauto melihat Lo In tidak gembira nampak
kedatangan mereka ke dalam ruangan itu, lantas berkata,
"Anak In, pagi ini ada kejadian yang tak dapat dilupakan
seumur hidupmu. Maka kami orang ingin turut
menyaksikannya -" Lo In tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh sang Toako,
tapi ia terpaksa unjuk ketawa nyengirnya yang terkenal.
setelah semua ambil tempat duduk, nyonya Teng berkata
pada si bocah, "Hiantit (keponakan), aku sudah tua. Mataku sudah lamur
untuk membedakan barang yang hampir serupa warnanya.
Maka aku undang kau datang untuk menolong
membedakannya dua barang yang sama bentuknya "
"Bibi Teng bisa saja-" kata si bocah-
"Dengan sejujurnya aku mengatakan, aku juga tak dapat
membedakan barang yang hampir sama bentuknya-"
"Hiantit masih muda, mata masih terang, aku tidak percaya
kalau tak dapat membedakan barang yang hampir serupa
warnanya." berkata lagi nyonya rumah, matanya melirik
kepada para tamu sambil tersenyum-senyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Kim Wan Thauto mesem, Kie Giok Tong anggukanggukkan
kepalanya, lainnya pada menahan ketawa gelinya,
semua itu tanpa disadari oleh Lo In, jago cilik kita.
"Mana barangnya, bibi Teng ?" kata Lo In tidak sabaran.
Pikirnya, orang mau ketemu enci Lian, ini malah menyuruh
orang membedakan barang sebala. Benar-benar bibi Teng ini
brengsek orangnya "Nanti aku akan suruh orang mengambilnya." sahut nyonya
rumah seraya menyuruh satu pelayan perempuan masuk ke
dalam. Katanya untuk mengambil barang, tidak tahunya yang
muncul.........dua bidadari kembar keluar dari balik tirai dengan
tersenyum-senyum riang. "Hianti, nah tuh dia, coba kau bedakan mana adalah enci
Lianmu ?" berkata nyonya Teng ketika melihat Lo In bengong
terlongo-longo di tempat duduknya.
Dua nona yang baru muncul itu wajahnya seperti pinang di
belah dua, pakaiannya sama, gerak geriknya sama, semua
sama, dari mana bisa dibedakan yang mana Eng Lian dan
yang mana Leng siong "
Bukan hanya Lo In tapi juga Teng Hauw, Kim Wan Thauto
dan yang lain-lainnya duduk terpesona di atas kursinya
masing-masing menampak sepasang anak kembar itu muncul.
Cantik menggiurkan sepasang dara kembar itu, siapa pun tak
dapat membantahnya. Dara kembar itu tidak menghampiri meja perjamuan, hanya
berpose tidak jauh dari Lo In duduk, tersenyum-senyum ke
arahnya. Lo In kucek-kucek matanya sambil menggeleng-geleng
kepala. "Bibi Teng, mana enci Lian, enci Leng siong ?"tanyanya
pada nyonya Teng. "Kenapa jadi menanya padaku ?" sahut nyonya rumah
ketawa. "Bibi Teng, jangan main-main. Lekas unjukkan yang mana
adalah enci Eng Lian."
"Anak In, kau jangan suruh bibi Teng yang unjuk Mana dia
tahu tahu yang mana Eng Lian atau Leng siong. Bukankah tadi
dia minta pertolonganmu untuk membedakannya ?"
Lo In ketawa nyengir, Ia sudah kepingin peluk enci Eng
Liannya untuk melepaskan rindunya kepada teman mainnya
itu, akan tetapi siapa diantara dua dara itu adalah enci Liannya
yang tepat " lantaran ceroboh, bisa-bisa ia memeluk Leng
siong, bukankah itu akan menggelikan orang " Bingung luga
Lo In. Ketika nyonya rumah mendesak supaya Lo In lekas
menyebutkan yang mana adalah enci Eng Liannya, ia berkata,
"Baiklah, aku nanti pilih- Paling-paling juga aku nanti
kesalahan menyebut enci Leng siong adalah enci Eng Lian,
tidak apa toh " "oo, tidak bisa begitu" kata Kim Wan ThautoTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Habis bagaimana " Toako ini suka banyak urusan"
"Kalau anak In salah tebak, artinya anak In tidak sungguhsungguh
mengenangkan enci Lianmu. Maka Eng Lian juga
akan kembali menjadi Kim Coa siancu."
Lo In menjublek mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto-
"Celaka tiga belas, memang seharusnya aku mengenali
enciku- Kalau gagal, enci Lian akan marahi aku." demikian
pikir si bocah- Sembari berpikir ia mengawasi dengan tajam ke
arah dua dara di depannya- Tapi meskipun matanya lihai
dapat melihat jauh, ia tak dapat menemukan tanda tai lalat di
atas alis kirinya Eng Lian.
Rupanya tanda itu sudah ditutupi oleh nyonya Teng ketika
dua dara itu di make-up- Tapi Lo In adalah bocah cerdik luar biasa. Pantang
menyerah, kalau hanya kehilangan tanda tai lalat pada alis
kirinya Eng Lian, ia sudah lantas mencari akal lagi.
"Aku sekarang hendak menanya pada kedua enci, siapa
aku ini ?"tanya Lo In.
"Lo In, si bocah hitam " terdengar dua dara itu menyahut
berbareng. Lo In kaget. Pikirnya, " Celaka, dua dara ini menyebut aku si bocah hitam,
semestinya enci Lian tak akan menyebut demikian."
Bingung dia karena suaranya dua dara kembar itu sama,
tak dapat dibedakan. Ia memandang ke arah sepasang dara itu, mereka
tersenyum sama, melirik sama, habis yang mana satu adanya
enci Lianku " Tanya hati kecilnya.
"Dari mana aku asalnya ?" ia lalu menanya lagi.
"Dari lembah Tong-hong-gay." sahut sepasang dara
berbareng. "siapa orang yang sayang padaku selama diatas Tonghong-
gay ?" "Liok sinshe-" "Di mana sekarang adanya Liok sinshe ?"
sepasang dara itu saling pandang sejenak, tapi lantas
menyahut, "Belum diketemukan."
Tadinya Lo In sudah kegirangan, pertanyaannya paling
belakang tak dapat dijawab oleh salah satu diantaranya, tapi
mengapa jawabannya jitu benar dua-duanya " Lo In berpikir
sebentar- Pusing ia, buntu jalan.
"Sudahlah enci Lian, jangan godai adikmu."
"yang mana enci Lianmu ?"
"Tunggu, tunggu aku akan unjukan." kata Lo In seraya
bangkit dengan tergesa-gesa dari duduknya hingga lengannya
kebentur sana sini. Baru ia bertindak dua langkah
menghampiri si dara kembar tiba-tiba ia berjengit-
"Aduh, sakit lengan ku bekas digigit- Aduh, aduh "
Lo In berteriak mengaduh sambil pelangi lengan yang
bekas digigit Kim Coa siancu hingga Kim Wan Thauto dan
lain-lainnya jadi kaget- sebelum mereka memberikan
pertolongan, dua dara kembar sudah ada di dekat Lo In pada
memegangi lengan Lo In. Dara yang dikiri yang memegangi lengan kirinya yang tidak
terluka berkata, "Adik kecil, kau kenapa ?"
Dara yang memegangi lengan kanannya yang terluka
berkata, "Adik In, kau kenapa ?"
Tiba-tiba saja Lo In tertawa terbahak-bahak hinga dua dara
kembar itu menjadi terperanjat.
"Apa yang kau ketawakan, adik kecil ?" tanya dara yang di
sebelah kiri "Apa yang kau ketawakan, adik In ?" tanya dara yang
disebelah kanan. Pertanyaan sepasang dara jelita itu, bukannya dijawab oleh
Lo In, ia malah tertawa makin keras dan terpingkal-pingkal,
semua orang heran kenapa Lo In tertawa demikian enaknya.
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah Lo In berhenti ketawa, entah bagaimana si bocah
bergerak, tahu-tahu dara yang disebelah kanannya sudah
jatuh dalam pelukannya. "Adik In, adik In, kau jangan gila-gilaan begini " si dara
meronta-ronta. "Hahaha, inilah enci Eng Lianku " berkata Lo In dengan
suara gembira. Eng Lian yang sudah ketahuan siapa dirinya, kontan ia
mencubit Lo In. "Anak nakal, kau belum mau lepaskan encimu ?"ia
membentak si bocahsambil tertawa berkakakan Lo In lepaskan pelukannya dan
kembali ke tempat duduknya-semua orang kebingungan,
apakah benar yang dipeluk Lo In tadi adalah nona Eng Lian.
Mereka hampir berbareng melirik pada nyonya Teng yang
tampak anggukan kepalanya sambil tersenyum.
" Lihai, lihai " kata Kie Giok Tong sambil tunjukkan
jempolnya. Eng Lian dan Leng siong sementara itu sudah turut duduk
menghadapi meja perjamuan seraya ketawa riang.
"Bagaimana kau bisa membedakan enci Lianmu, anak In ?"
tanya Kim Wan Thauto, penasaran ia sebab sepasang dara itu
sukar dibedakan. "sebenarnya dia sulit juga, beberapa pertanyaanku dijawab
betul semuanya, malah suaranya enci Eng Lian dan Leng
siong tidak ada bedanya. Barusan aku mengaduh hanya purapura
saja, mau lihat reaksi dari mereka terhadapku. Dua-dua
perhatiannya sama mesranya, cuma mereka lupa satu hal
yang membuka rahasia. Hahaha " Demikian Lo In
menerangkan, hingga Eng Lian dan Leng siong penasaran.
Hampir berbareng mereka menanya,
"Apakah yang membuka rahasia ?"
"Panggilan padaku. Hahaha " Enci Leng siong panggil 'adik
kecil', sedang enci Eng Lian 'adik In' yang sudah meresap
dalam telingaku-" Leng siong ketawa ngikik.
Eng Lian deliki matanya yang bagus ke arah si nakal- Kalau
tidak banyak orang mungkin Kim Coa siancu yang sekarang
kembali pada Eng Lian akan mencubit Lo In-
Leng siong nampak Lo In dan Eng Lian beradu pandangan
mesra rada-rada tergetar hatinya- Tapi la yang wataknya
halus, kejadian itu hanya sejenak saja menggetarkan, lantas
sudah hilang tanpa bekassemua
orang kagum akan kecerdikan si bocah hitam.
Perjamuan makan sementara itu sudah dimulai-
Kiranya perjamuan makan itu diadakan oleh tuan dan
nyonya rumah untuk kehormatan d memberi selamat kepada
Lo In dan Eng Lian, sudah berpisah dua tahun lamanya,
sekarang dapat berkumpul kembali-Lo In dan Eng Lian diamdiam
merasa girang atas kebaikannya keluarga Teng.
si bocah kelihatan makan banyak, rupanya hatinya sangat
gembira menemukan kembali teman mainnya yang sangat
dirindukannya, sering-sering mereka beradu pandang disusul
oleh senyuman masing-masing yang sudah dikenalnya.
"Nona Lian." tiba-tiba Kim Wan Thauto berkata,
"Hari ini adalah hari baik- sungguh aku dan saudarasaudara
yang lainnya turut merasa girang bahwa kau dengan
anak In sudah dapat berkumpul kembali. Dalam kesempatan
yang sebaik ini, bagaimana kalau kau mendongeng halmu
sampai menjadi Kim Coa siancu."
Eng Lian ketawa manis mendengar permintaannya n Kim
Wan Thautosi nona ada satu dara yang luwes dan tidak pemalu, tidak
keberatan ia menceritakan hal dirinya di depan hadirin yang
baru dikenalnya- Ia mulai ketika ia diculik dari lembah oleh Ang Hoa Lobo
dan siauw Cu Leng. si Nenek Kembang Merah dan si Iblis Alis
Buntung siauw Cu Leng memperlakukan dirinya baik-baik
saja, malah kelihatan mereka sangat sayang, Ia tidak
keberatan si Nenek Kembang Merah minta belajar cara
menakluki ular, ketika padanya dijanjikan akan dikembalikan
pula ke lembah dan bertemu dengan adik In-nya. Tidak
tahunya ia kena dikibuli, malah ia dicekoki obat 'Cian-jit-su-suhun'
yang membikin ia lupa ingatan yang sudah-sudah- Ia lupa
kepada Lo In, Kim-tiauw kawanan kera teman mainnya, hanya
yang diingat bahwa ia adalah muridnya Ang Hoa Lobo kepada
siapa ia harus mentaati segala perintahnya.
Ang Hoa Lobo dan siauw Cu Leng besar ambekannya dan
hendak mendirikan Ang Hoa PI mereka sudah culik-culiki
banyak gadis dan pemuda untuk dijadikan prajuritnya.
Ia mendapat didikan langsung dari Ang Hoa Lobo hingga ia
pandai ilmu silat, malah ketika Lamhay Mo Lie yang menjadi
sucouw-nya datang ke Coa Kok- Hantu Wanita dari Lamhay itu
sangat sayang pada dirinya dan memberi banyak petunjukpetunjuk
yang berharga soal ilmu silat dan Iwekang sehingga
kepandaiannya meningkat, baik dalam hal Iwekang maupun
mengenakan ilmu silatnya sendiri, sucouw Lamhay Mo Lie ada
sangat lihai, belum menemukan tandingan menurut katanya
Ang Hoa Lobo. Selama obat 'Cian-jit-su-su-hun' (obat bubuk memtikan
ingatan seribu hari) masih bekerja, tegasnya belum
dipunahkan (dikasih obat penawarnya) ada tiga pantangan
menyentuh tubuh si korban obat mujizat itu, yaitu tidak boleh
disentuh bagian jidat, tetek dan perutnya. Kalau orang
menyentuh salah satu bagian ini, orang yang menyentuhnya
digigit kontan oleh si korban dan yang kena digigit dalam
tempo pendek akan berubah pikirannya, tidak ingat lagi
kejadian-kejadian yang sudah lalu, hanya yang diingatnya taat
kepada perintah siancu. "sungguh mengerikan" kata Kie Giok Tong.
"Tapi kenapa gigitanmu pada anak In tidak membikin anak
In berubah ingatannya ?" tanya Kim Wan Thauto yang merasa
heran atas keterangan Eng Lian.
"Aku juga heran." sahut si nona.
"Bukan saja adik In tidak apa-apa, malah aku bisa jatuh
pingsan dan ingatanku kembali seperti asal."
Lo In pun merasa heran. Menurut penuturan Eng Lian,
semestinya ia jatuh dibawah pengaruhnya Eng Lian (Kim Coa
siancu pada saat itu), tapi kenapa tidak apa-apa "
Dalam ingatannya yang cerdik, Lo In ingat sesuatu, maka ia
lantas berkata, "Enci Lian, mungkin nyali Toksgan sian-cu yang menolak
racun 'Cian-jit-su-su-hun' hingga aku tidak apa-apa."
"Adik In, kau bicara ada alasannya." sahut si nona ketawa.
"Tapi...." "Tapi apa ?" tanya Lo In cepat-
"Tapi bagaimana ingatanku bisa kembali ?" sahut Eng Lian.
"Itu mudah saja ditebak-" kta Lo In.
"Bagaimana pendapatmu, adik In ?" tanya si nona.
"Ketika enci menggigit daging lenganku sampai nyoplok
dan borboran darah, sedikit banyak enci ada menelan juga
darah dari daging gigitan. Darah inilah yang merupakan obat
penawar untuk melenyapkan pengaruhnya 'Cian-jit-su-su-hun'.
coba masuk diakal tidak ?"
"Benar, benar, adik In." kata Eng Lian seraya menepak
meja hingga mangkok piring sayur yang diatas meja pada
berdansa. Malah ada mangkok sayur yang tumpah dan
muncrat mengenakan baju Tan Kim dan song cie Liang. -
Mereka cepat bangkit dari duduknya dan menggiberikberikan
bajunya sedang matanya melotot kepada Eng Lian.
"Menyebalkan kelakuan gadis liar ini." piketnya dalam hati,
akan tetapi mereka tidak berani mengatakan terang-terangan,
masih memandang kepada Lo In dan Kim Wan Thauto-
"Maaf, maaf, barusan aku kelupaan." kata Eng Lian atas
kelakuannya yang tidak disengaja tadi. Ia tidak gubris
pelototan matanya Tan Him dan song cie Liang.
Lo In ketawa nyengir. Tapi diam-diam ia merasa sedikit
tidak enak enci Liannya mengumbar keberandalannya di
depan banyak orang tua. Meskipun begitu, ia tidak berani
menegur enci Liannya, yang bisa menghilangkan kegembiraan
mereka yang telah berkumpul kembali, Ia berkata,
"Para paman, harap memaafkan atas kelakuan enciku yang
tidak disengaja." "oh, urusan kecil, urusan kecil." kata Kie Giok Tong,
mendahului tuan rumah bicara.
"Masa buat urusan begitu kecil kami orang menaruh hati "
Hahaha " Kie Giok Tong pandai bergaul danjuga bisa melihat gelagat,
Ia sembunyikan kedongkolannya di balik wajahnya yang
ramah tamah- Bwee Hiang ia sudah kenal kegagahannya, tapi si Dewi ular
Emas ini ada gadis liar. Entahlah berapa tinggik
kepandaiannya. Demikian Kie Giok Tong diam-diam terpikir
dalam hatinya. Kim Wan Thauto pun tampak kurang senang melihat
kelakuan Eng Lian yang kasar.
Teng Hauw dan nyonya hanya geleng-geleng kepala,
sebaliknya Leng siong sudah ketawa cekikikan melihat Tan
Kim dan song Cie Liang kepanasan kena kesiram sayur.
setelah makanan yang tumpah diganti, perjamuan dilanjutkan
dengan kurang gembira. Eng Lian tidak perdulikan orang punya pandangan terhadap
dirinya, ia makan seenaknya saja ditemani oleh Leng siong.
"Adik In, kau tidak mau temani encimu makan ?" tegur Eng
Lian ketika melihat Lo In diam saja menonton mereka makan
dengan gembira- Lo In ketawa nyengir, Ia juga lantas hantam makanan tanpa
sungkan-sungkan untuk membikin Eng Lian senang hatinya.
Tapi diam-diam Lo In sedang kerjakan otaknya mencari akal
supaya Kim Wan Thauto dan Lima Harimau pun menghargai
Eng Lian seperti juga mereka menghormati Bwee Hiang.
Belum sempat Lo In memecahkan persoalan, tiba-tiba ia
dibikin terperanjat oleh kejadian yang tidak terduga-duga sama
sekali. Lo In melihat Eng Lian menyumpit mie dari mang kok besar,
ditaruh dalam mangkok makannya, Ia tidak lantas makan mie
dalam mang koknya itu, sebaliknya ia bakal main dikutik sana
dikutik sini. Lo In heran, apa maknanya enci Eng Lian main
dengan mie itu. Ketika ia hendak membuka mulut menanya, sekonyongkonyong
ia lihat ada dua potong mie sekira panjang dua cun
(dim) masing-masing dipisahkan oleh sumpitnya Eng Lian.
"Hahah, enci Lian kau lagi bikin apa-apaan itu ?" tanya Lo
In. Berbareng dengan pertanyaan Lo In, dua potong mie tadi
dikutik, sumpit mencelat dari mang koknya, seketika itu
terdengar teriakan mengaduh dari Tan Him dan song cie
Liang, tubuhnya berbareng terkulai dari duduknya dan roboh
dilantai. Kaget bukan main Lo In nampak kejadian itu, Eng Lian
telah unjuk kenakalannya. Cepat ia memburu pada Tan Him
dan song cie Liang yang sedang dirubung oleh Kim Wan
Thauto, Kie Giok Tong dan lain-lainnya. Keadaan Tan Him dan
song cie Liang tidak berkutik, seperti kena ditotok-
Kim Wan Thauto heran, bagaimana dua orang itu roboh
dengan tiba-tiba saja. Pasti mereka sudah diserang dengan
senjata gelap- Tapi siapa penyerangnya " Di situ ada Lo In, jago cilik yang
lihai, siapa berani main gila dengan sesukanya "
Tiada seorang yang tahu kecuali Lo In bahwa perbuatan itu
adalah perbuatan Eng Lian yang main-main, malah Leng siong
yang duduk di dekatnya Eng Lian pun, tidak engah kalau Kim
Coa siancu sudah unjuk kepandaiannya yang istimewa.
Keadaan menjadi tegang. Hanya Lo In yang diam-diam
ketawa melirik pada Eng Lian, siapa telah menyambut dengan
senyuman puas. Malah Eng Lian telah mencekikik dengan
tiba-tiba hingga Leng siong di sebelahnya menjadi heran.
Kim Wan Thauto coba membebaskan Tan Kim dan song
cie Liang dari totokan tapi sia-sia saja. Malah korban itu
meringis-ringis kesakitan ketika jalan darah membebaskan
diurut-urut oleh Kim Wan Thauto- si Thauto menjadi gelisah-
"Anak In, ini bagaimana ?" Kim Wan Thauto menanya pada
si bocah ketika melihat Lo In sudah ada di dekatnya-
" orang jahat sudah datang mengacau " kata Kie Giok Tong
ketakutan. semua orang sudah merubung-rubung song cie Liang dan
Tan Him, kecuali Eng Lian dan Leng siong tinggal enakenakan
meneruskan makannya. Nyonya Teng pucat pasi wajahnya mendengar Kie Giok
Tong mengatakan ada orang jahat datang mengacau.
" Hiantit, bagaimana ini ?" ia menanya pada Lo In.
semua perhatian ditumplek pada Lo In sebab mereka tahu
hanya si boacah wajah hitam yang sakti itu yang dapat
menyelamatkan mereka. "Anak In, kenapa kau diam saja " Lekas tolong paman Tan
dan song " kata Kim Wan Thauto yang putus asa tak dapat
membebaskan totokan orang.
"ya, siaohiap, tolonglah " Kie Giok Tong kata dengan wajah
memohon. "orang jahat sih tidak ada." kata Lo In.
"Mungkin kedua paman ini menerbitkan perasaan tidak
senang pada orang pandai hingga mereka dikasih rasa."
Kim Wan Thauto dan Kie cHiok Tong heran mendengar
kata-kata Lo In. "Anak In, siapa orang pandai itu ?" tanya Kim Wan Thauto-
"Coba aku periksa apanya yang kena ditotok-" sahut Lo In
seraya jongkok memeriksa, Ia tidak menjawab langsung atas
pertanyaan sang toako. Lo In pura-pura memeriksa bagian mana yang ditotok
'orang pandai', ketika ia memeriksa wajah Tan Him, persis
pada jidatnya ada menempel sepotong mie yang panjang dua
cun tengah melingkar seperti ular, melekat bagaikan masuk ke
dalam kulit. Lalu diperiksanya pula keadaan song cie Liang,
kiranya ia senasib dengan Tan Him pada jidatnya menempel
mie yang melingkar macam ular.
Kie Giok Tong sangat heran, akan tetapi Kim Wan Thauto
sebaliknya telah mengerutkan keningnya, Ia berkata,
"Anak In, lekas bebaskan mereka dari totokan"
"Toako, jangan marah, aku tidak bisa membebaskannya."
sahut Lo In. " Habis, habis bagaimana ini ?" kata Kie Giok Tong
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebingungan, pikirnya, Lo In sendiri tak dapat membebaskan
totokan pada dua saudaranya, siapa lagi yang dapat diharap "
Apa ada yang lebih tinggi kepandaiannya dari si bocah "
"Jangan cemas." menghibur Lo In.
"Ada orangnya yang dapat membebaskan.
"siapa, siapa ?" Kie Giok Tong memotong dengan
bernapsu. "Tapi dengan satu syarat." Lo In masih pelit untuk
menunjukkan orang itu. "Syarat apa Lo In Hiantit maksudkan ?" tanya Kie Giok
Tong. "Kalau kedua paman sudah dibebaskan, aku harap urusan
tidak ditarik panjang. Bikin habis sampai disini- Titik" Lo In
majukan syaratnya. Kie Giok Tong heran mendengar perkataan Lo In.
"Kenapa pakai ada syarat begitu segala ?" ia menanya.
"Itu untuk kebaikan kedua pihak-" sahut Lo In tenangtenang
saja- Kie Giok Tong melirik pada Kim Wan Thauto yang lantas
anggukkan kepalanya sedikit.
"Baiklah-" kata Kie Giok Tong kemudian.
" orang pandai itu boleh dipanggil"
"orang itu ada disini-" sahut Lo In seraya melirik pada meja
perjamuan, dimana Eng Lian dan Leng siong sedang asyik
makan-makan seakan-akan mereka tidak menghiraukan
kepada kejadian yang mengejutkan itu.
Melihat gerakan Lo In, baru Kim Wan Thauto sadar siapa
yang main-main di depannya. sebagai jago kawakan, tidak
senang ia orang main-main diluar tahunya- sebab itu satu
penghinaan. Maka menuruti hatinya yang panas, seketika itu
ia bangkit dari jongkoknya, kepalanya la lalu digelengkan, tibatiba
sepasang anting-anting emasnya melesat saling susul ke
arah Eng Lian yang sedang ulur tangan untuk menyumpit
daging ayam. "Toako, kau berbuat apa ?" kata Lo In kaget ketika melihat
sepasang anting-anting emas, senjata ampuhnya Kim Wan
Thauto melesat ke arahnya Eng Lian.
Lo In tidak keburu mencegah, sebab perbuatan Kim Wan
Thauto itu ada diluar perhitungannya.
" Celaka, enci Lian " dalam hatinya mengeluh.
Tapi kekagetan Lo In hanya sejenak sebab di lain detik
kelihatan ia kegirangan dan bertepuk tangan, sebaliknya Kim
Wan Thauto berdiri termangu-mangu memandang ke arah Eng
Lian yang berkata kepada Leng siong,
"Adik siong, aku mau sumpit daging ayam, kenapa jadi
kesalahan menyumpit ini ?" seraya unjukkan sepasang antinganting
emas Kim Wan Thauto yang terjepit pada sepasang
sumpit makannya si nona. Leng siong terheran-heran sebab ia tidak tahu apa yang
sudah terjadi. Kim Wan Thauto berdiri menjublek lantaran menyaksikan
kepandaian Eng Lian diluar dugaannya sama sekali. Boleh
dikatakan ia menyerang Eng Lian separuh membokong karena
si nona pada saat itu tengah menyumpit daging ayam. Eng
Lian tarik pulang sumpitnya ketika mengetahui ada senjata
rahasia menyerang dirinya. Dengan hanya acungkan
sumpitnya, sepasang anting-anting emasnya Kim Wan Thauto
pada nempel terjepit, bagaikan anting-anting besi karatan
yang nempel pada besi berani.
sungguh menakjubkan kepandaiannya Kim Coa siancu dan
toh ia tidak menegur kepada yang melepaskan senjata
gelapnya, malah ia memperlihatkan hasilnya kepada Leng
siong dengan mengatakan bahwa ia kesalahan mau
menyumpit daging ayam kena mencomot anting-anting orang.
Bukan main malunya Kim Wan Thauto tapi Lo In sudah datang
menghibur, katanya, "Toako, kita adalah orang sendiri tidak usah malu. Enci Lian
dapat menangkis serangang toako tentu saja mudah lantaran
toako tidak dengan sungguh-sungguh ikutkan Iwekang toako
yang dahsyat. Coba kalau toako menyerang dengan betulbetul,
mana dapat enci Lian memusnahkan serangan toako ?"
Kim Wan Thauto tertawa terbahak-bahak-
"Aku menyerah, aku menyerah-" katanya kemudian seraya
jalan menghampiri Eng Lian.
"Enci Lian, itu Taysu datang. Mungkin dia hendak menagih
anting-antingnya." berkata Leng siong seraya tangannyaa
menowel Eng Lian. "Biarkan dia datang." sahut Eng Lian.
"Kalau dia tidak minta maaf, siapa mau pulangi antinganting
emasnya. Boleh juga kita bagi seorang satu sebagai
tanda peringatan, bukan " Hihihi - ."
"Nona Lian," Kim Wan Thauto menyetop ketawanya Eng
Lian. "Aku si Thauto tidak tahu diri dan mohon maaf atas
kelakuanku barusan. Kepandaian nona Lian yang
menakjubkan, aku si Thauto mengaku kalah- Tolong nona
kembalikan anting-anting rongsokanku untuk menghias
telingaku yang kedinginan ditinggalkan penghuninya-"
"Hihi - hihi - " Eng Lian ketawa cekikikan, malah terpingkalpingkal
ia ketawa mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto
yang lucu, malah Leng siong juga ikut-ikutan ketawa-
Kim Wan Thauto ada satu pendeta kesatria, tidak merasa
malu ia mengaku kalah di hadapan lawan, seperti tempo hari
dipecundangi Lo In. Ia tidak gusar melihat Eng Lian ketawa
terpingkal-pingkal sebab memang ada menjadi maksudnya
untuk bikin si nona nakal ketawa enak dengan kata-katanya
yang lucu tadiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setelah berhenti ketawa, Eng Lian berkata,
"Taysu, ini aku kembalikan. Lain kali jangan main-main
begitu. Kalau dengan tidak cara kebetulan aku dapat
menyambuti senjata anting-anting Taysu yang ampuh,
barusan aku bisa celaka, syukur Taysu hanya main-main saja
menyerangnya." Eng Lian berkata sambil menyerahkan
kembali anting-anting si Thauto, sedang air mukanya sedikit
pun tidak mengunjuk rasa tidak senang, malah tersenyum
manis ke arahnya Kim Wan Thauto-
Si pendeta rambut panjang menerima kembali barangnya
dengan menghaturkan terima kasih tapi diam-diam ia merasa
gegetun akan kata-katanya Eng Lian yang menutupi
ketidakbecusannya (Kim Wan Thauto). Ia tidak menyangka
bahwa dibalik tingkah laku yang berandalan, Eng Lian ada
gadis cilik yang simpatik. Dalam ucap katanya seakan-akan
menghibur orang punya rasa cemas dan malu. Wataknya
Neraka Neraka 2 Pendekar Rajawali Sakti 210 Misteri Wanita Bertopeng Pendekar Gila 2
ibu hanyalah membukai pintu, selesai " kata Teng Kian, sang
adik, "sstt Jangan omong keras-keras- Di dalam ada tamu-" kata
sang ibu. "Tamu siapa " Pakai terima tamu segala " menggerutu
Teng Co, seaya hendak berjalan masuk tetapi dicegah oleh
adiknya Teng Kian sambil berkata, "Kita intip saja siapa tamu
itu" Mereka mengintip di balik tirai yang memisahkan dua
ruangan, depan dan tengah- Bwee Hiang di ruangan tengah
sedang bercakap-cakap dengan tuan rumah-
Kapan mereka lihat siapa yang berada di dalam, hampir
berbareng mereka mundur setindak dan saling pandang
hingga sang ibu menjadi heran.
"Kalian kenapa ?" tanya ibunya, tidak mengerti akan
kelakuan dua anaknya. "sstt " Teng co tempelkan jari di mulutnya, sekarang ia yang
memberi tanda pada sang ibu agar jangan omong keras-keras.
"Memangnya kenapa ?" tanya lagi sang ibu perlahan.
"Nona itu adalah nona yang semalam menghajar kami
orang dari sip sam siao mo-" jawab Teng co perlahan, hampir
berbisik, "Aku kuatir dikenali dia, bisa runyam "
sang ibu terkejut, Ia bertanya,
"Apa kalian berdua juga turut mengeroyok ?" Teng Co dan
Teng Kian manggut berbareng.
" Celaka " seru sang ibu perlahan.
"Dengan berapa orang kalian mengeroyok?"
"Delapan orang, malah Citko binasa ditangannya " sahut
Teng Kian. Nyonya rumah menggigil badannya, Ia ketakutan, dalam
hatinya mengira kedatangan si nona tentu mencari dua
anaknya. Mungkin akan dibinasakan
"Ai, kenapa kalian ikut-ikutan ?" menyesalkan si nyonya.
"Bagaimana tidak ikut-ikutan kalau perintah toako "jawab
Teng co- Nyonya rumah tak sempat bicara karena matanya berkacakaca.
Ia sedih akan kelakuan anak-anaknya. Pikirnya, apakah
kedatangan Bwee Hiang seperti apa yang dimaksudkan oleh
suaminya tadi, bahwa anak-anaknya bakal menemui bencana
" "twako, mari kita keluar lagi " ajak Teng Co pada saudara
mudanya. "Nanti dulu." sahut Teng Kian.
"semalam kita mengeroyok dia pakai topeng, kalau kita
ketemu dia sekarang, mana dapat dikenali ?"
"Ah, aku takut dikenali." kata Teng Co, jeri ia untuk masuk
ke dalam. "Tidak. coba mari ikut aku " mengajak Teng Kian, yang
ternyata ada jauh lebih tabah dari sang kakak- Karena begitu
ia habis mengucapkan kata-katanya lantas membuka tirai dan
berjalan masuk- Teng Co kepaksa mengikuti di belakangnya.
Di depan sang ayah, dua anak itu memberi hormat dan
menanyakan kesehatannya hingga Leng cu menjadi melengak
keheranan sebab tidak biasanya dua anak itu berlaku
demikian. Diam-diam ia jadi girang, dua anaknya itu bisa unjuk
kelakuan sopan di depannya sang tetamu, Ia berkata pada
dua anaknya, "Heeiii, kalian memberi hormat pada cici ini yang kebetulan
mampir dalam rumah kita."
Teng Kian dan Teng Co menurut, yang mana dibalas oleh
si nona dengan semestinya.
Bwee Hiang sudah termasuk gadis Kangouw, tidak kikukkikuk
lagi menghadapi dua pemuda itu, malah ia belaga pilon
atau seakan-akan ia baru ketemu dengan mereka.
Hanya sebentaran Teng Co dan Teng Kian pasang omong,
la lalu permisi meninggalkan tamunya dengan alasan ada
urusan yang harus dibereskan. Mereka menganggap si nona
sudah kena dikibuli, tidak mengenali mereka.
"Nah, aku bilang juga apa ?" kata Teng Kian ketika mereka
sudah berada berduaan dalam kamarnya.
"Tentu dia tidak mengenali kita, sebab kita mengenakan
topeng semalam." "Coba kita ngeloyor keluar, tentu akan menerbitkan
kecurigaan." "Kau benar, bisa memikir panjang, Pweko (kakak ke-8")-"
kata Teng Co- "siko (kakak ke-4) suka gampang mundur saja sih-
Selamanya kita tak dapat mengerjakan urusan besar dan
mendapat pujian dari toako" kata Pweko alias Teng Kian
dengan bangga barusan dipuji sang engko
"Kau bilang urusan besar, apa maksudmu dengan kata-kata
itu ?" tanya siko "Haha, kalau kita dapat mempersembahkan dia untuk
toako, bukan itu suatu perbuatan yang besar yang kita sudah
lakukan?" "Dia begitu lihai, mana bisa kita berdua dapat
menggempurnya ?" "ah, kau benar-benar sangat tolol. Kalau kita terangterangan
berkelahi dengannya, sama saja dua ketimun
ketemu duren. Tentu tidak bakal menang Tapi kita haru
menggunakan akal untuk menangkapnya, hahaha "
siko menjadi heran melihat tingkah laku adiknya, Ia lalu
menanya akal apa yang akan diandalkan untuk menangkap
Bwee Hiang. "Mari aku kasih tahu." sahut si adik denagn bangga, siko
mendekati adiknya yang lalu berbisik di telinganya.
"Ah, kau benar-benar jempol " memuji siko seraya
acungkan jempolnya. setelah berunding, kakak beradik itu
lantas masuk tidur. Hulah kerjanya anggota 'Sip sam siao mo', siang dipakai
malam, malam dipakai siang, jadi terbalik menggunakan
tempo seperti dengan orang-orang biasa.
Di lain ruangan, tampak Bwee Hiang enak-enak saja
ngobrol dengan Leng cu dan nyonya rumah- Kalau sang suami
kelihatan gembira kongkouw dalam hal ilmu silat dengan Bwee
Hiang, adalah sang istri kelihatan murung saja-
Leng cu mengira istrinya mendongkol pada dua anaknya,
maka ia tidak menanyakan sebab apa kemurungannya itu.
Akan tetapi Bwee Hiang diam-diam sudah tahu kekesalan
nyonya rumah yang merasa kuatir akan keselamatan dua
putranya, si gadis yang lihai pendengarannya sudah dapat
menangkap pembicaraan mereka dibalik tirai tadi-
Mula-mula ia lihat nyonya rumah sangat gembira melayani
ia bicara, itu sebelum anak-anaknya pulang. Akan tetapi
sesudah anak-anaknya ada di rumah, kelihatannya nyonya
rumah berubah sikapnya seperti sedang berduka. Tapi, untuk
itu, si nona belaga pilon.
"Aku masih merasa letih." tiba-tiba Bwee Hiang berkata.
"Bagaimana kalau aku malam ini menginap semalam disini-
Apa kalian tidak keberatan ?"
Nyonya rumah diam, tapi Leng cu lantas menjawab,
"Tidak, tidak, malah kita senang sekali kalau nona tidak
mencela rumah kami yang buruk ini-"
Nyonya rumah melengak- ia melengak terkejut- Pikirnya, si
nona menginap dalam rumahnya, apakah hendak melakukan
pembunuhan atas mereka serumah diwaktu malam" oh,
sungguh ngeri sekali kalau sampai ada kejadian demikian.
Ia sebisa-bisanya tindak perasaan takutnya, tampak
mulutnya tersenyum ramah dipaksakan hingga Bwee Hiang
dlam-diam merasa geli dalam hatinya.
"Nah, aku sudah makan cukup hidangan kalian. Aku akan
pergi dulu dan sebentar sore aku balik untuk menginap disini-"
kataBwee Hiang tiba-tiba permisi berlalu.
"Kau hendak kemana, nona ?" tanya Leng cu.
"Aku hendak cari tahu dimana letaknya dusun suyangtin."
sahut si nona. "Baiklah kalau begitu." kata Leng cu.
"Beberapa lie dari sini, kau akan ketemu beberapa rumah
yang juga penghuni-penghuninya adalah memburu binatang
seperti aku. Kau tanyakan saja disana, barangkali saja mereka
tahu." "Terima kasih, paman. Nah, bibi, saya permisi dulu " kata
Bwee Hiang seraya bangkit dari duduknya dan bertindak
keluar dari rumah diantar oleh nyonya rumah dan tuan rumah.
setelah si nona pergi dan tidak kelihatan bayangannya lagi,
Leng cu menanya pada istrinya,
"Aku lihat kau hilang kegembiraan terhadap si nona.
Apakah kau tidak senang kepadanya " Tidak biasanya kulihat
kau perlakukan tamu macam begini-"
"Aku bukannya tidak senang." jawab sang istri.
"Dia itu adalah algojo yang akan membasmi kita serumah,
kau tahu ?" "Hah " Leng cu terkejut bukan main. "siapa bilang " Dari
mana kau tahu ?" sang istri lalu cerita apa yang ia dengar dari dua anaknya,
bahwa si nona semalam sudah menghajar kawanan 'Sip sam
siao mo' kocar kacir. "Aku menduga kedatangannya si nona itu adalah alamat
bencana bagi kita sekeluarga." kata sang istri, tubuhnya
menggigil. "Bagaimana baiknya sih, uh, uh, uh-..." ia menangis sedih
dan ketakutan. Jangan ketakutan dulu." membujuk sang suami.
"Apa sudah jelas niatnya itu " Memangnya dia sudah
mengenali bahwa anak-anak kita anggota kumpulan brengsek
itu " Belum pasti duduknya soal sudah menangis ketakutan "
(Bersambung) Jilid 10 Nyonya rumah rupanya anggap kata-kata suaminya
beralasan, maka perlahan-lahan nangisnya berhenti. Lalu
berkata, "Biar pun begitu, kita harus sedia payung sebelum hujan.
Kita harus cari akal supaya kita lolos dari bencana "
"Dasar anak-anak kita yang membawa sial, maka kita jadi
menghadapi kesulitan ini."
"Sekarang sudah terjadi begini, kau masih mau sesalkan
anak-anak kita ?" Leng Cu membungkam.
"Memangnya kau sudah tidak punya otak untuk mencari
pikiran baik ?" kata nyonya rumah ketika melihat suaminya
membisu seribu bahasa. "He hehe," ketawa Leng Cu.
"Sekarang begini saja. Sebentar sore si nona akan balik
untuk menginap di rumah kita. Nah, saat aku benah-benahku
dan apa yang perlu supaya datang sudah beres tempat tidur
untuknya. Kita nanti lihat, bagaimana sikapnya terhadap kita.
Kalau melihat gelagat baik, tidak apa. Tapi kalau sebaliknya,
tidak ada salahnya kalau kita berdua berlutut minta ampun
kepadanya." Nyonya rumah tidak berkata-kata lagi. Ia sudah lantas
ngeloyor tinggalkan suaminya untuk menyiapkan kamar bagi si
nona. Bwee Hiang keluar hari itu telah mencari keterangan halnya
Sip sam siao mo. Dari keterangan yang dikumpul, ia dapat
kenyataan bahwa 'Sip sam siao mo' sangat sewenang-wenang
dalam sepak terjangnya. Bukan sedikit yang dibikin susah
olehnya. Malah ada beberapa penduduk yang punya gadisgadis
cantik parasnya sudah diculik. Kabar halnya gadis-aadis
diculik yang membuat si nona amat gusar dan menimbulkan
keinginan untuk membasmi 'Sip sam siao mo', guna
membebaskan penduduk dari gangguannya.
Ketika cuaca mulai remang-remang gelap, tampak Bwee
Hiang pulang ke rumahnya Leng Cu, disambut Leng Cu suami
istri dengan ramah- Mereka tidak nampakkan perubahan apaapa
wajahnya, malah nyonya Leng Cu yang Bwee Hiang lihat
paling belakangan ada murung, kini ia lihat dalam gembira.
senang Bwee Hiang ketika nampak ia sudah disediakan
tempat yang serba bersih untuk melewatkan sang malam
dalam rumahnya Leng Cu. "Bagaimana, apa sudah dapat keterangan dimana letaknya
suyangtin ?" tanya Lengcu pada Bwee Hiang sambil ketawa.
"Menyesal, tidak seorang pun yang tahu letaknya." sahut si
nona. sebentar lagi Bwee Hiang dijamu makan sekedarnya, tapi si
nona menolak- Katanya ia sudah kenyang makan diluaran.
Tuan dan nyonya rumah tidak memaksa, mereka lantas
makan berduaan saja. Bwee Hiang heran melihat mereka makan berduaan saja,
kemana perginya dua anaknya " Maka ia lalu menanya,
"Bibi, kemana anak-anakmu " Kenapa tidak diajak makan
bersama ?" "oo, mereka ada urusun diluaran. Mungkin besok pagi baru
kembali. Mereka sangat repot dengan pekerjaannya yang baru
rupanya." sahut nyonya rumah-
Bwee Hiang bersenyum- Ia tidak menanyakan lebih jauh,
hanya ia berkata. "Aku sangat lelah- Maafkan aku, aku ingin masuk tidur lebih
dahulu " Bwee Hiang berkata sambil kakinya melangkah ke sebuah
kamar yang hanya teraling oleh kain panjang yang merupakan
tirai. sang malam pun sudah bertambah larut hingga kedengaran
suara ngeros Bwee Hiang yang kecapaian rupanya. Tuan dan
nyonya rumah pun sudah pada masuk setelah mereka
bercakap-cakap sebentaran.
Dalam kesunyian sang malam, tiba-tiba tirai yang
menghalangi ruangan Bwee Hiang tidur pelan-pelan telah
tersingkap. Di lain detik dua orang sudah berdiri dekat
pembaringan memandang pada si nona yang tidur telentang.
si nona tidur dengan tidak tukar pakaian, pedangnya juga
tetap tersoren di pinggangnya. Melihat itu, kedua orang itu
menjadi seram juga. sebaliknya, melihat si nona tidur pulas
dengan mulut menyungging senyuman dan wajahnya yang
cantik menarik, membuat jantungnya mereka berdebaran.
"siko, sayang amat gadis begini cantik dikorbankan untuk
toako kita yang sangat kasar."
kedengaran seorang berbisik, tiada lain adalah suara
Pweko-siko tidak menyahut, ia hanya angguk-anggukan
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepalanya- Matanya terus mengawasi parasnya Bwee Hiang.
"ya, apa mau dikata, kita sudah janjikan. Masa kita tarik
pulang janji kita ?" sahut siko kemudian.
"sekarang bagaimana kita bawa dia kesana ?" tanya pweko
"Kita ringkus saja. Dia toh sudah tidak berdaya kena
pengaruh asap hio pulas kita yang mujarab. Paling sedikit dia
akan kepulesan satu jam lamanya. Kita tentu sudah sampai
disana. Apalagi toako janjikan mau kirim kereta untuk
menyambut kita dalam perjalanan."
"Begitupun bagus." sahut Pweko
"Mari kita mulai kerja "
Pweko berkata sambil ulur tangannya memengang lengan
si nona yang halus untuk dikasih duduk dan ditelikung kedua
tangannya. "Nanti dulu Pweko " kata siko ketika melihat si nona sudah
dikasih duduk dan mulai hendak ditelikung kedua tangannya,
sambil berkata siko mendekati si nona, memandang paras
orang dari dekat. Bau harum telah menusuk hidungnya hingga
napsu birahi dari anak muda yang sedang galaknya tak
tertahankan, mukanya nyelonong dengan tiba-tiba hendak
mencium bibir yang merah semringah itu
'cuh ' tiba-tiba ludah kental melesat dari mulut Bwee Hiang
mengarah mata kirinya si bangor hingga siko berteriak
mengaduh dan tangannya menekap matanya yang kesakitan.
Belum sempat mulutnya dibuka untuk memaki, kembali suara
'cuh' terdengar lagi dan mata kanannya kini yang kesakitan
dan siko menjadi buta oleh karenanya.
Kedua tangannya serabutan untuk mencari pegangan,
sebelum pegangan dapat dipegang, ia merasa dadanya sesak
kena dihantam sepatunya Bwee Hiang. Ia roboh terpelanting
dan tidak bangun lagi. Kemana Pweko, kok diam saja " Kiranya ia sudah terlebih
dulu roboh kena ditotok jalan darahnya bagian dada (Ubunhiat).
Pweko roboh tak berdaya masih mending, tidak cacat,
sedang kakaknya (siko) roboh dengan kedua matanya buta
kena diludahi si nona yang disemprotkan dengan Iwekang-
Cepat si nona bangkit ketika melihat dua orang sudah
menjadi korban totokannya. Baru ia melangkah melewati tirai,
ia dihadang oleh dua orang yang tengah berlutut hingga ia
menjadi terkejut. Kiranya yang berlutut itu tiada lain adalah tuan dan nyonya
rumah- Bwee Hiang lihat nyonya rumah bercucuran air matanya,
sedangkan suaminya matanya berkaca-kaca ketika
memandang ke arahnya. "Liehiap." kata Leng Cu dengan suara parau.
"Kami berdua suami istri menyerahkan diri untuk menerima
hukuman atas perbuatan dua anak kami yang durhaka "
"Hehehe, terima salah ?" kata Bwee Hiang.
"Kalian bersekongkol untuk menyusahkan nonamu, ya "
Bagus, bagus perbuatan kalian."
Bwee Hiang sudah memperhitungkan akan kejadian malam
itu- Ia menggeros tidur hanya pura-pura saja, sementara ia
sudah menelan pil pemunah obat pulas pengasi Lo In hingga
asap hio pulasnya Pweko yang mujarab tidak mempan.
Lo In sengaja bekali si nona pil pemunah obat pulas itu
sebab ia kuatir Bwee Hiang pada suatu ketika psti akan
mengalami kesulitan dari orang jahat dalam perantauannya
karena dalam setiap rumah penginapan mereka tidur terpisah
hingga si bocah tak dapat melindunginya. Bwee Hiang
percaya penuh akan nasehat guru ciliknya. Maka setiap ia
masuk tidur, ia selalu menelan satu pil untuk menjaga segala
kemungkinan yang tidak diingini-Kejadian barusan itu adalah
satu pengalaman, yang membuktikan kebenaran nasehat Lo
In itu hingga si nona diam-diam bersyukur pada guru ciliknya
itu. Lo In masih kecil, belum ada pengalaman dalam dunia
Kangouw. Tapi soal itu ia dapat keterangan dari Liok sinshe
yang spesial menasehatkan di dalam perantauan jangan
melupakan pil mujizat itu. Tempo hari, kebasan Kim Coa
siancu dengan setangannya tidak akan mempan bila si bocah
sudah menelan pil anti yang mutajab itu. Mendengar teguran
Bwee Hiang, Leng cu suami istri jadi gemetaran.
"Lantaran takut dengan ancaman Toako dari 'Sip sam siao
mo', akan membunuh mati sekeluarga kalau kami tidak
menurut perintahnya, maka kami menjadi takut sehingga
terpaksa kami membuat kesulitan pada nona. si Co dan si
Kian menggunakan obat tidur atas perintahnya toako dengan
ancaman dibunuh mati kalau mereka tidak dapat menangkap
Liehiap- sekarang kejadian sudah begii, kami pun tidak perlu
kabur untuk menyelamatkan diri kami yang berdosa. Nah,
hunuslah pedang Liehiap dan tebaskan pada leher kami suami
istri yang tidak beruntung....."
Demikian Leng cu menerangkan di depan Bwee Hiang
sambil berlinang-linang air mata, sedang istirnya menangis
tersedu-sedu. Leng cu berkata bahwa obat pules yang digunakan itu atas
titahnya toako, sebenarnya dusta sebab itu atas usaha
anaknya si Teng Kian. Bwee Hiang merasa kasihan pada suami istri itu. Ia percaya
mereka memang tidak jahat, sebagaimana ia dapat dengar
dari percakapan mereka ketika ia mau masuk ke rumahnya
Leng cu. "Liehiap, lekaslah habiskan jiwa kamiJ angan tunggutunggu
lagi." kata Leng cu ketika ia melihat si nona tinggal
menjublek. Bwee Hiang sudah membuka mulut hendak berkata, tibatiba
terdengar pintu rumah digedor dengan kasar dari sebelah
luar. Tuan dan nyonya rumah tidak bergerak meskipun
gedoran pada pintu makin lama makin keras, hingga suaranya
rumah mau roboh-Mereka tahu bahwa yang datang itu adalah
kawanan 'sip sam siao mo'.
" Lekas buka " perintah Bwee Hiang pada nyonya rumah
yang biasanya tukang buka pintu, setelah mendengar
perintah, baru ia bangkit dari berlututnya dan lari menghampiri
pintu yang hampir terbuka karena gedoran makin hebatTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
segera lima orang sudah menerobos ke dalam- Mereka
pada mengenakan topeng dengan golok terhunus di tangan
masing-masing. "Mana siko dan Pweko " Kenapa mereka terlambat
mengantar orang ke sana ?" tanya satu diantaranya kepada
nyonya rumah- "Mereka, mereka- - ada di....." nyonya rumah terputus-putus
bicaranya hingga orang yang menanya tadijadi marah-
"Mereka, mereka apa ?" bentaknya, kakinya pun berbareng
melayang menendang nyonya rumah hingga jatuh tersungkur
ke kolong meja- "Hahaha, hahaha " tertawa orang kejam itu, setelah
menendang nyonya rumah hingga masuk ke kolong mejasebelum
ia berhenti ketawa, tiba-tiba ia merasakan lehernya
dingin-Cepat ia menoleh- Tampak olehnya seorang dara jelita
sedang tersenyum ke arahnya dengan pedang ditempelkan
pada lehernya- Kagetnya bukan main, hingga seorang kejam mendadak
merasa lemas-Kiranya penyebab rasa dingin tadi adalah
pedang yang menempel di lehernya-
Ia melirik pada kawan-kawannya, entah sejak kapan
kawan-kawannya sudah roboh di sana sini hingga ia seorang
yang masih ketinggalan untuk menghadapi kematian.
yang tadinya begitu gagah berani, main hantam dan main
tendang, sekarang orang itu berubah menjadi pengecut yang
ketakutan. Tak tahan lututnya lemas, maka ia terkulai
mendeprok- Tapi ujung pedang Bwee Hiang masih mengikuti
terus dilehernya. Dengan satu sontekan ujung pedang, topeng orang itu
sobek dan wajahnya lantas kelihatan pucat ketakutan, Ia
ternyata seorang pemuda belum masuk 20 tahun, dengan
suara gemetar ia berkata,
" Ampun Liehiap, ampunkanjiwa semutku. Aku masih punya
dua adik dan dua orang tua yang harus kurawat. Kalau aku
dibunuh, siapa yang akan merawat mereka " oh, ampun"
Tidak senang Bwee Hiang terhadap pemuda yang begitu
pengecut. Akan tetapi mendengar kata-katanya bahwa ia
mempunyai banyak tanggung jawab di rumah, maka mau tak
mau si nona merasa kasihan juga.
"Untuk mengampuni jiwamu tidak sudah asal kaujawab
dengan betul pertanyaanku." kata Bwee Hiang seraya ujung
pedangnya digores-goreskan pada leher orang.
"Katakan, Liehiap mau menanya apa ?" sahut orang itu
sangat ketakutan. "Pertama kutanya, siapa nama pemimpinmu ?"
"Toako yang Liehiap maksudkan ?"
"ya, lekas sebutkan "
"Dia she Coa bernama Pang.... Aiyoo - "
Terputus bicara orang itu, tubuhnya terkulai dengan kepala
pecah dihantam senjata gelap yang berupa peluru besi yang
menyambar dari jendela mengarah tepat dijidatnya. membuat
ia roboh tidak bangun lagi.
Dengan gerakan 'yan cu coan lim' atau 'Burung walet
terbang masuk hutan'. Bwee Hiang enjot tubuhnya, melesat
molos dari jendela. Meskipun demikian gesit, ia masih
terlambat sebab orang yang melepas senjata gelap itu sudah
lari kira-kira beberapa tombak di sana. si nona penasaran dan
lantas gerakan kakinya menguber. Dalam kegelapan malam,
tampak dua orang saling kejar.
Mengejar sudah beberapa lama, Bwee Hoang masih belum
dapat menyandak orang itu, yang masih lari di sebelah
depannya, Ia merasa bahwa ilmu entengi tubuhnya hanya
berimbang dengan orang yang dikejarnya, maka hati si nona
menjadi cemas. selagi sangsi untuk mengejar terus, tiba-tiba ia rasakan
badannya melayang. Kiranya ia telah menginjak lubang
jebakan yang dalam, Bwee Hiang terjatuh ke dalamnya.
Tapi si nona lihai. Begitu kakinya menginjak dasar lubang,
sudah enjot tubuhnya membal lagi. Cuma sayang lubang itu
terlalu dalam hingga si nona terpaksa harus jatuh pula ke
dalam lubang, tak dapat ia mencapai pinggiran lubang untuk
menolong dirinya. Baru sekarang si nona menjadi kaget dan
kuatir. Dalam lubang keadaan sangat gelap dan baunya tidak
enak hingga Bwee Hiang hampir muntah-muntah, kalau tidak
keburu ambil setangan untuk menekap lubang hidungnya.
"Hahaha " terdengar orang tertawa di sebelah atas.
Kemudian disambung dengan kata-kata,
"Mau tahu nama toako dari 'sip sam siao mo' tidak sukar-
Asal kau bersedia untuk menjadi isterinya yang tercinta "
Bwee Hiang sangat mendongkol, tapi ia tak berdaya.
"Bagaimana, nona manis " Apa kau jadi istriku atau mati
dipendam hidup, hidup dalam lubang ini " Hayo, lekas pilih
Aku tidak banyak tempo disini "
Bwee Hiang sudah mau membuka mulutnya untuk mencaci
maki, tapi kata-katanya urung dikeluarkan karena ia ingat satu
akal. Ia hanya dia terus, pura-pura jatuh pingsan kejeblos
dalam lubang jebakan sehingga kemungkinan toako akan
mengirim orang ke dasar lubang untuk cari tahu dirinya-
Disitulah ia akan mendapat kesempatan untuk menolong
dirinya yang sudah tidak berdaya-
Toako sudah berteriak-teriak keras tetap tidak ada jawaban
dari dalam lubang- Pikir toako, si nona mesti mendapat
halangan apa-apa, kalau tidak jatuh pingsan. Benar tepat
perhitungan si nona sebab tidak lama lagi ia dapat lihat dua
orang dikerek turun dengan membawa obor. Mereka yang
dikirim ke dalam lubang itu adalah Ngoko dan Lakko (nomor 5
dan nomor 6), sebab Lakko tidak berani turun sendiri Ia minta
supaya Ngoko temaninya. Ketika mereka mencapai dasar lubang, dari penerangan
obor mereka lihat si nona tengah terlentang pingsan.
"Betul dugaan Toako, anak ayam ini sedang tidur nyenyak
disini-" berkata Lakko-
"Huss, jangan banyak cakap- Lekas bekerja " sahut Ngoko
Lakko segera turun dari keranjang kerekan, menghampiri si
nona yang tidak berkutik, obor ia dekati pada wajah si nona
untuk memandang paras Bwee Hiang yang cantik jelita.
"Ah, nona begini manis, sayang betul jadi korbannya toako
kita yang kasar" ia menggumam perlahan tapi terdengar tegas
di telinganya Ngoko "Apa yang kau lakukan " Lekas angkat dia " kata Ngoko
yang tidak memberi kesempatan Lakko Lakko cepat
memondong si nona. Di lain saat mereka bertiga sudah berada
di atas pula. Ketika Lakko mau meletakkan si nona di atas
rumput, tiba-tiba toako berkata,
"Mari, kasih aku yang pondong "
Lakko serahkan tubuh si nona di tangan sang pemimpin.
"Mari kita pulang " kata toako yang segera di dahului oleh
kakinya bergerak sambil memondong si gadis.
Bau harum pakaiannya yang membungkus si nona
menusuk hidung toako hingga ia sambil memondong,
pikirannya melayang-layang jauh di awan.
Pikirnya bagaimana bahagianya ia kalau dapatkan si cantik
sebagai ganti isterinya yang sudah mati sebulan yang lalu.
Menurut siIatnya yang kejam, sebenarnya Bwee Hiang
seharusnya dibunuh lantaran sudah membunuh beberapa
orangnya- Akan tetapi kecantikan si nona telah membuyarkan
amarah toako. Citko sudah binasa, dua orang (siko dan Pweko) tertotok,
empat orang dibunuh oleh Bwee Hiang dalam rumah Leng cu,
satu orang dibunuh peluru besinya toako hingga sang
pemimpin dari 13 Iblis Cilik (sip sam siao mo) kini hanya
ditemani oleh empat orang saudaranya. Tapi semuanya itu
tidak dipikirkan lagi oleh toako- Pokoknya ia sudah dapat si
cantik Bwee Hiang sebagai penghiburnya-Demikian, tidak
lama lagi mereka sudah sampai di markasnya. Kiranya yang
digunakan sebagai markas oleh 13 Iblis Cilik itu adalah satu
kuil tua yang disana sini sudah mengalami perbaikan.
Rupanya kuil itu sudah lama ditelantarkan, hanya ketika 13
iblis cilik bermarkas disitu sudah diperbaiki.
setelah berada di dalam kuil, dengan perlahan tubuh Bwee
Hiang direbahkan diatas sebuah dipan.
"sungguh cantik dia." kata toako dalam hati. Ia memandang
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tidak merasa bosan pada wajah Bwee Hiang yang
seolah-olah sedang tersenyum dalam tidurnya yang nyenyak-
Tak tahan ia dengan debaran hati, bergejolaknya sang nafsu
birahi yang muncul dengan tiba-tiba, maka cepat ia
meloloskan topengnya lalu mencondongkan, badannya
hendak mencium bibir yang menggiurkan itu.
Tiba-tiba ia merasakan iganya kesemutan dan seluruh
badannya menjadi lemas- Ia roboh terkulai dengan tidak bisa
mengucapkan apa-apa dari mulutnya-
Kiranya, selagi bibirnya hendak ditempelkan pada bibirnya
si gadis, hiat-to dibagian iganya sudah ditotok oleh Bwee
Hiang yang sejak diangkat dari lubang jebakan si gadis purapura
pingsan. Empat kawannya yang melihat sang toako hendak
mencium si gadis, dalam hati masing-masing sangat ngilar.
Tapi alangkah kagetnya tatkala nampak toakonya dengan
sekonyong-konyong telah roboh terkulai sebelum menunaikan
keinginannya untuk mencium si gadis-
"Hei, toako kenapa ?" seru satu dlantara empat orang itu.
si gadis berbareng bangkit dengan tiba-tiba- Terdengar
sret-sret beberapa kali-seflera juga kepala empat orang dari
13 Iblis Cilik menggelundung ke lantai- Itulah Bwee Hiang
yang menghunus pedangnya secara kilat ditebaskan kepada
empat batang leher orang hingga kehilangan kepalanya.
si nona lalu menghampiri toako, katanya, "Dimana kau
simpan perempuan-perempuan culikanmu ?"
Toako tidak menyahut, ia diam saja.
"Kau tidak menjawab ?" tanya Bwee Hiang galak-
Toako hanya kedap kedip matanya, tidak mengeluarkan
suara. Kapan Bwee Hiang mau menampar si pemimpin dari 13
Iblis Cilik tapi ia urung menampar orang tersebut karena ia
ingat sesuatu. "Kenapa aku jadi tolol ?" ia tegur dirinya sendiri, seraya
kakinya menendang pada hiat-to yang membuka jalan darah
toako Toako sampai bergulingan mendapat tendangan sepatu
sigadis yang berujung lancip. Kiranya si nona tegur dirinya
tadi, ternyata alpa membuka totokan pada tubuh toako sebab
bagaimana juga toako tak dapat bicara sebelum totokannya
dibebaskan terlebih dahulu. Kapan toako sudah berdiri bebas,
ia tertawa tawar pada si gadis.
Bwee Hiang lihat, toako bukan termasuk pemuda lagi
sebab umurnya ditaksir sudah melampaui 40 tahun, si nona
berkata, "Kau tua bangka ini, mengepalakan anak-anak melakukan
penyelewengan. Betul-betul dosamu tidak bisa diampuni"
Toako nyalinya besar, Ia tidak takut melihat Bwee Hiang
barusan telah membunuh mati empat orangnya sekaligus,
malah ia ketawa ketika ditegur si gadis,
"simpananku tidak perlu orang lain mau tahu " katanya
tawar. "Kematian sudah diambang pintu, masih mau berlagak ?"
"Belum tentu." mendengus toako
"Kematianmu tentu belum puas kalau tidak menyaksikan
kepandaianmu nonamu, maka aku kasih kesempatan untuk
kau membela diri- Lekas cabut pedangmu " "He he, lantaran
kecantikanmu aku terjebak dalam akalmu. Kalau tidak, hm "
"Kalau tidak, apa kau maksudkan ?" tanya Bwee Hiang.
"Kalau tidak, siang-siang sudah kumampusi kau " seru
toako dengan gusar. "Hihihi, makanya jadi pemimpin jangan suka kepincut sama
paras cantik-" kata Bwee Hiang menggodai-
"Sekarang kau jatuh di tanganku. Terang ajalmu sudah
dekat" "sret" terdengar pedang toako dihunus.
Di bawah penerangan lampu, pedang itu bergemerlapan
tajam sampai Bwee Hiang terkejut dalam hatinya.
"Pedang bagus " katanya diam-diam.
Melihat si nona mengawasi pedangnya dengan kesima, ia
kira si nona takut padanya. Maka ia lantas berkata,
"Menyerahlah kalau kau takutjadi istriku toh tidak bakal
menjadi rendah derajatmu. Malah kau bakal di........."
Toako terputus kata-katanya karena si nona sudah
menyerang dengan sengit, sambil membentak.
"Kentut, jangan banyak lagak Lihat, kuambil jiwamu"
"Belum tentu, nona yang manis "
toako ngeledek si gadis sambil berkelit.
"Hehe, kau pintar juga selamatkan diri, ya "sigadis ketawa
tawar. "Masih terlalu siang buang menghitung kemenanganmu,
nona manis " "Kau berani ngeledek nonamu " Nih, rasakan"
Mulutnya bicara, berbareng pedangnya berkelebat
menyerang. "Trang " suara kedua senjata beradu, pedang si nona
ditangkis sekerasnya oleh toako-Berbareng dengan suara
"trang " pedangnya si nona terkutung kira-kira sepuluh
sentimeter hingga Bwee Hiang sangat kaget.
"Aku sudah kata, lebih baik kau menyerah untuk jadi
nyonya ku- Tak usah kau capek-capek memainkan pedang
per...." berbareng toako berkelit karena si nona sudah
menerjang dengan gusar. " Lihat, dengan pedang buntungku, akan kuselot mulut
bocormu " teriak si gadis-
Mereka jadi bertempur seru- Ternyata kepandaian toako
tidak lemah- Ia dapat melayani serangan si gadis- Ia tidak
berniat menjatuhkan Bwee Hiang dengan kekerasan. Tapi apa
mau, pedang buntungnya Bweee Hiang telah menabas kutung
rambut kepalanya, membuat ia jadi sangat gusar.
"Budak liar, kau berani main gila pada toako" Hm "
berbareng ia gerakan permainan pedangnya lebih cepat.
Toako mengira si gadis memainkan pedangnya begitu saja.
Ia tidak takut, malah pikirnya kalau barusan ia tidak lengah
tidak bakal rambutnya kena dipapas buntung oleh si gadissekarang
ia gerakkan pedangnya lebih cepat, pasti Bwee
Hiang akan kewalahan dan menyerah kalah-
Ia tidak tahu kalau si gadis menggempur ia hanya mainmain
saja, mau lihat kepandaiannya sampai dimana. Ketika si
gadis sudah tahu bahwa menggempur toako hanya buang
tempo saja, bukan mendapat pandangan, maka ia pun
merubah taktik- sekarang, bukan pedang yang berkelebat
saja, akan tetapi dibarengi dengan tubuhnya yang sebentarsebentar
lenyap dari pandangan toako hingga pemimpin dari
13 Iblis Cilik itu menjadi ngos-ngosan napasnya.
Pada saat tidak terduga-duga, tahu-tahu nadi tangan kanan
toako kena ditepuk dan kontan pedangnya jatuh berkelontrang
di lantai. Tepukan si gadis meskipun perlahan tapi sakinya bukan
main dirasakan oleh toako, sampai nyelusup kejantung. Ia
masih penasaran dan cepat bungkukkan badannya mau ambil
pedangnya. Tapi pedang siang-siang sudah diinjak oleh
kakinya Bwee Hiang. "Kau tidak pantas memiliki pedang mustika " kata Bwee
Hiang, berbareng sepatunya yang menginjak pedang
'salaman' dengan jidat toako hingga ia terpelanting
bergulingan seraya teraduh-aduh.
sambil menjumput pedang toako, Bwee Hiang cekikikan
ketawa. "Nah, aku ganti pedangmu " kata si gadis seraya
melemparkan pedangnya sendiri pada toako yang masih
teraduh-aduh karena jidatnya berleleran darah kena dicium
sepatu. Ketika Bwee Hiang masukan pedang barunya dalam
sarung yang ada dipinggangnya, ternyata tidak pas,
kepanjangan sedikit. Matanya lantas melirik pada sarung
pedang yang ada dipinggangnya toako, kiranya sarung
pedang itu adalah sarung pedang yang bagus.
" Lekas serahkan sarungnya " ia membentak-
Toako tidak berani ayal karena sudah tahu kelihaiannya si
gadis sekarang. Cepat ia loloskan sarung pedangnya dan dilemparnya pada
Bwee Hiang. Dengan satu tangkapan bagus, Bwee Hiang di
lain saat sudah masukkan pedang barunya ke dalam
sarungnya yang asli. girang hatinya Bwee Hiang ketika ia
sudah menyoren pedang barunya.
Pikirnya, dengan kawan yang sakti itu ia dapat malang
melintang dalam dunia Kangouw dengan atau tidak dengan
guru ciliknya yang sekarang entah ada dimana.
"Lekas unjukkan dimana tempat penyimpanan wanitawanita
yang kau culik " bentak Bwee Hiang dengan bengis
hingga toako jadi ketakutan.
"Itu, itu - " ia berkata gugup hingga Bwee Hiang tidak
sabaran. "Itu, itu apa ?" kakinya berbareng menendang hingga toako
bergulingan dan membentur meja abu tepekong yang sudah
amoh hingga berantakan. Bwee Hiang ketawa cekikikan melihat abu tepekong
berhamburan diatas kepalanya toako dari 13 Iblis cilik. Bukan
main marahnya toako, tapi apa yang ia bisa bikin- Ia toh sudah
tidak bisa menang lawan si gadis-
Dalam merenungkan nasibnya pada saat itu, ia terkejut
ketika Bwee Hiang membentak sambil menghunus
pedangnya- "Tidak lekas bicara, mau tunggu kapan ?" Toako sudah
kenal tajamnya pedang bekas miliknya itu, maka ia ketakutan.
"Semua wanita yang diculik tidak ada disini." menerangkan
toako. "Lalu, kau umpatkan dimana ?" tanya Bwee Hiang.
"Mereka sudah dikirim ke Pekskut-nia, dipersembahkan
kepada Thoat Beng Mo Siauw." sahutnya.
"Betul bicaramu ?"
"Kenapa tidak betul, aku adalah orangnya Thoat Beng Mo
Siauw-" Bwee Hiang berpikir- Adik kecilnya menyusul si Hantu
Ketawa ke Pekskut-nia- Ia juga menyusul tetapi kehilangan
jejaknya- Entahlah, apakah Lo In masih ada disana.
Tapi si nona masih kurang percaya atas keterangannya
toako. Maka ia lalu mendekati toako dan menotoknya. setelah
mana ia lantas menggeledah dalam kuil tua itu, ternyata tidak
ada wanita yang ditahan disitu. Ketika ia keluar lagi, lalu
menotok bebas si toako. Kiranya ia tadi menotok toako, kuatir orang nanti kabur
selama ia melakukan penggeledahan, Ia lalu berkata pada
toako, "Mari kita ke Pekskut-nia " Mendengar perkataan si nona,
diam-diam toako merasa girang.
Pikirnya, "Kau ajak aku ke Pekskut-nia, sama juga kau mencari
mampus Di sana ada si Hantu Ketawa dan banyak kawannya,
kau mana dapat meloloskan diri Cuma sayang kau yang
berparas cantik harus jatuh ditangannya Thoat Beng Mo
Siauw......." Di lain saat mereka sudah berlari-larian di tengah malam
buta menuju ke Pekskut-nia.
Tidak sampai mencapai puncaknya bukit, mereka berhenti
di depan sebuah rumah besar yang dibangun panjang dan
luas pekarangannya. Bwee Hiang memperhatikan bangunan rumah itu. Kiranya
bekas kuil tua yang sudah dipermak jadi lebih besar.
"Apa ini tempatnya Thoat Beng mo siauw ?" tanya si nona
kepada toako yang tengah berdiri menjublek.
Toako anggukkan kepala tanpa menyahut. Rupanya ia
sedang keheranan kenapa markas besarnya demikian sepi-
Tidak seorang pun ada di luar, biasanya ada beberapa orang
yang menjaga di sekitarnya rumah.
Ketika ia sedang menduga-duga apa yang sudah terjadi di
situ, tiba-tiba ia kaget mendengar bentakan Bwee Hiang,
" Jalan" Toako makin merasa heran ketika ia membuka pintu
pekarangan tidak terkunci, Ia jalan terus membawa Bwee
Hiang masuk ke dalam rumahsi
nona sudah siap dengan pedang di tangan, Ia
mengharap akan ketemu dengan adik kecilnya di situ, tapi ia
sangsi karena kelihatan rumah itu sunyi-sunyi saja seperti
yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya.
ruangan depan keadaannya sepi. Ketika toako dan Bwee
Hiang masuk ke dalam ruangan tengah, tiba-tiba dihadang
oleh tiga orang yang berpakaian hitam, satu diantaranya telah
menegur toako, katanya, "Hei, toako, kau bawa apa itu ?" Ia berkata sambil matanya
melirik pada Bwee Hiang dengan ceriwis sekali. Bwee Hiang
meludah, muak ia melihat orang berkelakuan tengik itu. Toako
tidak menyahut, ia hanya angkat tangan kanannya di taruh di
dada. Itu adalah kode bahwa dirinya ada dalam bahaya.
orang yang menanya tadi menjadi kaget, lalu mengawasi si
nona yang membawa pedang tajam di tangannya. Lalu ia
melirik pada dua kawannya, kemudian dengan berbareng
mereka menyerang si nona.
"Bagus " seru Bwee Hiang. Berbareng terdengar tiga kali
suara "sret", tiga kepala orang-orang tadi telah menggelinding
di lantai. Darah menyembur keluar dari leher masing-masing
korban tapi Bwee Hiang sedikit pun tidak merasa ngeri,
sebaliknya dengan toako, badannya menjadi menggigil
ketakutan. "Kau orang jahat, dikasih hidup juga percuma " kata si nona
pada toako, tahu-tahu sebelum ia melihat bagaimana si nona
bergerak, kepalanya telah menggelinding pula dilantai hingga
dalam halaman itu banjir darah-
Bwee Hiang ketawa tawar menyaksikan itu. Ia tidak merasa
ngeri dan tidak merasa menyesal atas perbuatannya yang
ganas, mengingat perbuatannya itu belum ada
sepersepuluhnya dari perbuatan su coan sam-sat yang
membasmi markas Ceng Giee Pang dan membunuh-bunuh
seisi rumah tangganya. setelah membereskan empar orang di ruangan tengah, si
nona lantas hendak masuk ke lain ruangan lagi. Tapi
sebelumnya ia telah dihadang oleh dua orang yang romannya
bengis-bengis. Cuma saja roman yang bengis-bengis itu tidak
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama berhadapan dengan si nona. sebelum mereka bergerak,
dengan pedangnya Bwee Hiang sudah mendahului dan
kembali ruangan tengah itu tambah dua kepala manusia yang
menggelinding. Cepat Bwee Hiang lompat masuk ke lain
ruangan. Keadaannya sunyi-sunyi saja. Ketika ia jalan makin ke
dalam, tiba-tiba ia mendengar suara wanita cekikikan ketawa.
Ia heran, masa ada wanita yang ketawa ditangannya orang
jahat, bukannya menangis ketakutan.
Ketika Bwee Hiang mendekati kamar dari mana ada
terdengar ketawa tadi, ia mendengar si wanita berkata,
"Dasar lelaki tidak ada kenyangnya, aduh, kan sakit tuh
tetek orang di.....hihihi...."
Bwee Hiang yang masih 'hijau' tentu saja menjadi heran
mendengar kata-kata si wanita dari dalam kamar. Apa yang
mereka sedang lakukan " tanyanya dalam hati.
si nona sudah angkat kaki hendak menendang pintu, tidak
jadi, ketika mendengar yang lelaki berkata,
"siauw Cui, kau adalah kembang diantara wanita yang
menjadi gula-gulanya si hantu tua. sekarang si hantu tua
sudah mati. Bagaimana pun kau akan menjadi milikku."
"Pintar juga kau memilih-" terdengar si wanita yang
dipanggil siauw Cui menjawab-
"Apa kau tidak takut pada orang she Kan yang sudah
memiliki aku lebih dulu " Hm Aku tidak percaya kau berani
bergebrak dengannya untuk rebutkan diriku yang hina Hihi....."
"ah, kau nakal......."
"siauw Cuui, aku orang she Tan, bagaimana cun akan
memilikimu......" sampai di situ Bwee Hiang dengar ada suara jalan yang
perlahan mendatangi, mereka, cepat ia menyingkir ke samping
dan mendekati jendela kamar.
Kembali si nona mendengar suara si wanita berkata,
"Kau mau ambil diriku yang hina, sungguh aku sangat
berterima kasih- Nanti setelah kita menjadi suami istri barulah
kita bisa merdeka- sekarang sudahlah, kau lekas keluar- Nanti
keburu datang orang she Kan, kau bisa berabe-"
"Nanti atau sekarang sama saja, malam ini kau harus
melayani aku......."
"Brakk " terdengar suara pintu ditendang terbuka.
Bwee Hiang hatinya menjadi makin kepingin menonton
adegan di sebelah dalam- Ia mengintip dari jendela- Ia lihat
wanita dan laki-laki yang bercakap-cakap tadi sedang
berpelukan dalam pakaian setengah telanjang. Matanya
tampak terbelalak memandang kepada orang yang barusan
masuk dengan menendang pintu.
Lelaki yang barusan masuk lebih besar, tapi tingginya kalah
dengan lelaki yang tengah memeluki si wanita yang dipanggil
siauw Cui. "Hahaha. Bagus perbuatanmu siauw Cui." kata orang she
Kan yang barusan masuk- "Kau kata mau ikut aku dengan setia, tidak tahunya diamdiam
simpan lelaki dalam kamar. Kalau aku tidak membunuh
kalian, tentu orang akan menyangka aku adalah seorang
pengecut" berbareng ia menghunus goloknya.
siauw Cui berontak dari pelukan orang she Tan dan lompat
ke arah si orang she Kan, katanya.
"Jangan. jangan engko Hok Hu. Aku sumpah selanjutnya
akan setia pada....."
"Nah, inilah bukti kesetiaanmu" bentaknya sebelum wanita
itu habis kata-katanya, berbareng kepalanya terpisah dari
lehernya disabat golok tajam
si orang sheTan yang sudah merapikan pakaiannya,
nampak Siauw Cui ditabas batang lehernya menjadi merah
matanya saking gusar- " orang she Kan, apa memangnya aku takut pada mu?"
sambil menyerang dengan goloknya yang sudah dihunusnya
hingga mereka jadi bertempur dalam kamar yang tidak
seberapa lebar. Dua-dua berkelahi dalam kegusaran, tentu
saja serangan-serangan yang dilancarkan oleh masing-masing
adalah serangan-serangan yang mematikan.
Untuk sementara kelihatan orang she Tan dapat
memberikan perlawanan bagus, tapi ia kalah pengalaman dan
perlahan-lahan terdesak sampai ke pojok-
"Nah, susullah roh si sundalmu ke neraka " bentak si orang
she Kan berbareng ujung goloknya sudah menikam pada dada
lawannya hingga amblas dan ujung golok baru berhenti
menusuk sesudah ditahan dengan tembok kamar.
Cepat orang she Kan menarik goloknya kembali, tapi bukan
untuk dibersihkan dari darah musuhnya hanya disabetkan
kepada batang leher lawan yang sudah tidak berdaya. Roh
orang she Tan benar-benar telah menyusul sang kekasih yang
sudah jalan dahulu. Puas kelihatannya orang she Kan, sudah membunuh dua
orang cabul tadi- Setelah menendang mayatnya siauw Cui, ia
keluar dari kamar, di depan pintu ia menggumam,
"Aku adalah Kan Hok Hui, cukup mempunyai kepandaian
silat. Kenapa tidak bisa menggantikan si tua yang sudah
mampus " Hahaha, pantas, pantas..........."
Ia jalan terus ke ruangan belakang, sama sekali tidak tahu
kalau geark geriknya ada yang membayangi ialah Bwee Hiang
jago perempuan kita. Bwee Hiang kenapa tidak menebas saja
batang lehernya Kan Hok Hui "
Itu karena si nona ada maksud lain. Ia mau tahu gerak gerik
Kan Hok Hui lebih jauh yang menurut gumamannya tadi ingin
menjadi kepala disitu. Kan Hok Hui telah membunyikan lonceng tanda buat orangorang
berkumpul dalam ruangan belakang yang luas lebar-
Rupanya disitu biasa dipakai rapat oleh mereka. sebentar lagi
tampak berkumpul kurang lebih 20 orang, mereka pada duduk
diatas bangku-bangku panjang. Banyak tempat yang lowong.
Rupanya kawan penjahat sudah banyak kurang orangnya
karena tempo hari dibasmi oleh Kim Coa siancu. Tampak
sebuah mimbar, diatas mana ada di taruh sebuah meja
dengan tiga buah kursi. Tampak kursi yang tengah diduduki oleh Kan Hok Hui,
sedang kursi di kanan kirinya tidak ada yang duduki. Biasanya
kursi yang tengah diduduki oleh Thoat Beng Mo Siauw, yang
kanan oleh Kan Hok Hui dan yang kiri oleh Thio Jin Liong. Dua
orang ini adalah tangan kanan si Hantu Ketawa (Thoat Beng
mo siauw). sekarang si Hantu Ketawa danjin Liong sudah mati. Maka
Kan Hok Huilah yang mengepalai kawanan orang jahat itu.
setelah orang-orang pada berkumpul, terdengar Kan Hok
Hui berkata, "Saudara-saudara sekalian, seperti kalian tahu, Thoat Beng
mo siauw dan jin Liong sudah mati dan kini tinggal aku sendiri
yang masih hidup- Aku mau menggantikan si orang tua
(dimaksudkan si Hantu Ketawa) menjadi kepala disini-
Bagaimana pendapat sekalian saudara-saudara ?" semua
orang bersorak menanda kan persetujuannyagirang
hatinya Kan Hok Hui. Ia berkata lagi,
"Kalian jangan ikut-ikutan saja- Kalau diantaranya ada yang
tidak setuju boleh angkat tangan. Aku tidak memaksanya.
Hayo, siapa yang tidak setuju ?"
Ada diantaranya yang sebenarnya tidak merasa setuju.
Akan tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena takut akan
kekejamannya Kan Hok Hui. Mereka jadi ikut-ikutan saja
setuju. Meskpun begitu, tampak dua orang yang
mengacungkan tangannya. Kan Hok Hui diam-diam sangat tidak senang ada orang
yang menentangnya, Ia kata,
"Bagus. Coba terangkan oleh dua orang saudara yang
mengacungkan tangannya, kenapa kalian tidak setuju dengan
pengangkatan diriku menjadi pemimpin ?"
"oh, kami bukannya tidak setuju." salah sahut satu
diantaranya. "Kami sekarang lihat, hanya saudara Kan saja yang
memimpin, sedang yang sudah-sudah kita dipimpin oleh 3
orang." "oo, begitu." sahut Kan Hok Hui, reda perasaan tidak
senangnya. "Hal itu mudah dirundingkan belakangan, setelah aku
memegang tampuk pimpinan."
"Mufakat kalau begitu." kata dua orang hampir berbareng.
"Tidak mufakat " terdengar suara yang lain berbareng
orangnya muncul dari balik tirai yang memisahkan ruangan
yang disebelahnya. semua mata ditujukan pada orang tadi. Kiranya dia adalah
seorang gadis cantik jelita hingga mereka jadi melongo heran
memandang si gadis yang tiada lain adalah Bwee Hiang.
Mereka menanya-nanya pada dirinya masing-masing, gadis
siapa yang muncul malam-malam dalam ruangan rapat itu.
Apakah dia manusia atau setan.
Tapi Kan Hok Hui lantas perdengarkan suara ketawanya. Ia
kemudian berkata, "Kau bukan anggota kita, bagaimana mungkin kau dapat
mengemukakan suaramu " sebenarnya siapakah kau "
Malam-malam ada disini- Apa kau tidak takut dengan kami
orang ?" "Hihi " ketawa Bwee Hiang.
" Kalau takut masa aku datang kemari ?"
"Jadi, kau mau apa ?" tegur Kan Hok Huu.
"Biasanya, dalam pemilihan pemimpin, yang kuat dialah
yang dipilih sebagai pemimpin, sekarang belum ketentuan
kekuatanmu, lantas saja mengangkat diri sebagai pemimpin,
Itu tidak adil " Bwee Hiang menyatakan.
Perkataan Bwee Hiang bikin semua orang saling lirik satu
dengan lain. Kata-kata si nona memang benar, akan tetapi siapa
orangnya yang dapat mengalahkan Kan Hok Hui yang sudah
jelas kepandaiannya di atas semua orangnya.
"Hahaha " Kan Hok Hui tertawa terbahak-bahak-
Meskipun ia merasa aneh atas kedatangannya si nona
yang tiba-tiba, ia tidak memikirkan untuk menangkapnya- Ia
tahu si nona parasnya cantik, maka ia ingin takluki Bwee
Hiang dengan kehalusan hingga hatinya si nona akan terpikat
sendiri olehnya- Kan Hok Hui sangat licin dan cerdik. Melihat si nona ada
membekal pedang di pinggangnya, lantas tahu bahwa wanita
itu bukan sembarangan wanita. Kedatangannya pun tentu
mempunyai maksud tertentu, Ia tidak mau sembarangan
membenturnya, ia percaya dengan kecerdikannya ia dapat
menguasai si nona. siapa tahu si gadis memang sudah
menjadi jodohnya untuk menjadi istrinya.
Maka dalam gembiranya, ia tertawa, setelah tertawa ,ia
berkata, "Nona ini adalah tamu kita, apa yang dia katakan barusan
memang benar, sekarang siapa dlantara saudara-saudara
yang ada minat untuk main-main dengan aku " Ada baiknya
juga untuk membuka matanya tamu kita yang ingin melihat
pengangkatan pemimpin dilakukan dengan adil"
"Nah, itu baru benar" kata Bwee Hiang, ketawa manis.
setelah sepi sejenak, seorang yang beralis tebal dan muka
lebar kelihatan bangun dari bangkunya dan maju ke depan, Ia
berkata, "Maaf, aku un Hoa ingin coba-coba peruntungan. Harap
saudara Kan berlaku murah "
un Hoa berkata sambil angkat tangannya memberi hormat
pada Kan Hok Hui. Kan Hok Hui bangkit dari kursinya, turun dari mimbar dan
jalan menghampiri un Hoa.
Jarak antara bangku-bangku dan mimbar, lebar juga.
Disitulah mereka bertemu untuk memperebutkan jabatan
pemimpin. Bwee Hiang senang dapat mengadu domba kan kawanan
penjahat itu. sebaliknya Kan Hok Hui mendongkol. Tapi
karena ia sudah punya maksud untuk menakluki si nona
dengan halus, terpaksa ia harus tunjukan kepandaiannya.
Tidak banyak cakap lagi antara Kan Hok Hui dan un Hoa.
Mereka sudah lantas saling serang. Ternyata kepandaiannya
un Hoa kalah jauh, maka hanya dalam dua jurus saja ia sudah
kena ditendang nyungsep ke kolong bangku.
"Mari, siapa lagi yang maju " tantang Kan Hok HuiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Beberapa orang yang panas hatinya sudah maju bergiliran.
Tapi semua bukan tandingan Kan Hok Hui, semua dijatuhkan
dengan mudahnya. setelah tidak ada orang yang berani maju lagi, maka sambil
unjuk senyuman bangga, Kan Hok Hui berkata,
"setelah kalian tidak ada yang berani maju lagi, terang
jabatan pemimpin aku yang dapat, bukan ?"
"Nanti dulu, masih ada yang belum dijatuhkan" kata Bwee
Hiang, ketawa riang, "siapa ?" tanya Hok Hui.
"Aku....."jawab Bwee Hiang.
"Kalau toh tidak masuk hitungan orang kami, bagaimana
mau merebut jabatan pemimpin" Kau pergi sana Dimana
rumah mu sebenarnya ?"
"orang mau merebut jabatan pemimpin, ini malah menanya
rumah orang segala, Itu kan tidak masuk dalam rumah. Hihihi-
.." "Kau tidak pantas menjadi pemimpin, lebih pantas jadi
nyonya pemimpin" Bwee Hiang deliki matanya ke arah Hok Hui, yang sedang
ketawa memandangnya. Delikan mata Bwee Hiang yang tajam, bukan membikin
marah Kan Hok Hui, sebaliknya hatinya tergoncang dengan
serentak. "Awas, akan kuselot mulut bocormu " mengancam Bwee
Hiang. Kan Hok Hui tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata si
nona yang lucu. "Kau ketawa kan apa, hah " bentak Bwee Hiang.
"Aku ketawa kan kau nona manis, jadi isteri....."
"Plok " Kan Hok Hui rasakan pipi kirinya ditampar hingga
perkataannya putus setengah jalan, yang tadinya ia hendak
mengatakan jadi isitriku lebih baik.......
Tamparan si nona bukannya tidak dirasakan oleh Kan Hok
Hui, sebab seketika itu meluap amarahnya.
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gadis liar, kau berani" bentaknya sambil menerjang si
nona di depannya, tapi Bwee Hiang dengan manis berkelit.
"Heheh, pintar juga kau berkelit, ya " kata Kan Hok Hui,
segera ia melancarkan serangan susulan. Lagi-lagi ia mesti
menyerang tempat kosong sebab si nona sudah berkelit
sambil memutar ke samping kirinya.
Kan Hok Hui kaget si nona demikian gesit. Baru saja ia
berbalik dan hendak melancarkan serangan ketiga kalinya,
tiba-tiba ia rasakan pipi kanannya ditampar. Belum tahu ada
berapa biji giginya yang rontok ketika ditampar pipi kirinya,
sekarang pipi kanannya lagi kena tamparan si nona. Entah
berapa biji lagi giginya yang rontok, tapi yang terang ketika ia
semprotkan dari mulutnya yang berboboran darah, ada lompat
keluar sampai lima buah giginya.
Terang marahnya Kan Ho Hui sudah sampai di rambut
kepala. "Perempuan hina, kau berani main-main dengan tua
besarmu " Hm " bentaknya.
Tapi sebelum ia bergerak menyerang si gadis, ia telah
didahului dengan satujotosan tepat ke dagunya hingga ia jatuh
terpelanting. Melihat Kan Hok Hui merangkak-rangkak dengan susah
mau bangun, Bwee Hiang ketawa geli, tidak tahan ia kalau
tidak cekikikan. Kawan-kawannya Kan Hok Hui tidak satu yang berani turun
tangan melihat pemimpinnya dihajar babak belur oleh si nona.
Ketika Kan Hok Hui dapat bangun lagi, ia hanya mengawasi
si nona denganpenuh kegusaran tapi mulutnya membungkam.
"Nah, apa kau mulai percaya dengan ancamanku " Aku
sudah selot mulutmu yang bocor " kata Bwee Hiang seraya
ketawa terpingkal-pingkal.
Kan Hok Hui tidak menjawab perkataan si nona, sebaliknya
dengan mulut belepotan darah ia berkata pada kawankawannya,
"Kalian mau tunggu apa lagi " Lekas tangkap gadis liar itu "
Reaksi dari seruan ini ternyata mengecewakan, sebab
mereka seperi yang berlagak pilon, diam saja tak bangkit dari
duduknya. "siapa yang dapat menangkap dia, akan kuangkat jadi
pemimpin" seru Kan Hok Hui lagi.
seruan ini ternyata ada pengaruhnya sebab hampir
serentak semuanya pada bangun berdiri dan mengurung
Bwee Hiang yang masih enak-enak ketawa.
Kapan si nona melihat dirinya dikepung, bukannya takut
malah ketawa cekikikan, katanya,
"Kalian mau tangkap nonamu " Bagus, silahkan tangkap "
"Kau ini budak hina dari mana, kesasar ke....."
Hulah un Hoa yang berkata. Mendingnan kalau ia tidak
buka mulut dan diam-diam mengeroyok si nona. Ini dia buka
mulut keluarkan perkataan kotor membuat Bwee Hiang sengit.
Maka ketika ia belum habis bicara, sudah dihajar mulutnya
oleh si nona. seperti Kan Hok Hui, dari mulutnya yang belepotan darah ia
semprotkan beberapa buah giginya yang rontoh- Ia tidak
berani membuka mulut lagi tapi dengan gemas ia bantu
kawan-kawannya menerjang si gadis.
Bwee Hiang sekarang bukan Bwee Hiang jamannya si
kerudung merah, sebagai murid jago cilik kita (Lo In) si nona
tidak mengecewakan. Tambahan ia sudah berpengalaman
dalam pertempuran keroyokan. Maka dikepung dengan 30
orang, ia anggap sepi saja. Dengan lincahnya ia kelit sana sini
mengelakkan serangan. Kakinya cun tidak tinggal diam hingga
banyak yang rubuh kena ditendang jin-tiong-hiat dan jalan
darah di jidat kena dicium ujung sepatunya si nona yang
mungil. Kan Hok Hui di lain pihak berteria-teriak menganjurkan
supaya kepungan dipererat, jangan kasih si nona lolos.
sedang ia sendiri tinggal berdiri, tidak turut mengeroyok
karena dirasakan kepalanya mendenyut-denyut sakit, itulah
efek dari mulutnya yang berboran darahTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Tapi melihat orang-orangnya makin kurang karena sudah
pada rebah dirobohkan Bwee Hiang, mau tidak mau ia
kepaksa turun tangan juga- Ia tidak bertangan kosong, tapi
dengan goloknya ia menyerang Bwee Hiang.
"Kau datang lagi " Hehehe " Bwee Hiang menjengeki,
ketika ia kelit dari serangan golok Kan Hok Hui yang tajam.
"Budak hina, kalau malam ini aku tidak bisa tangkap kau,
benar-benar aku bukan orang she Kan, murid kesayangan si
Hantu Ketawa dari Pek-kut-nia " berkata Kan Hok Hui dengan
sombongnya. Kini Bwee Hiang tahu kalau orang she Kan ini adalah murid
kepala dari si Hantu Ketawa. Barangkali lebih baik ia tidak
menyebutkan dirinya siapa, sebab dengan menyebutkan
dirinya adalah murid dari si Hantu Ketawa, bukan membuat si
nona jeri malah menjadi benci terhadapnya. Pikir si nona,
kalau dia ini murid si Hantu Ketawa, sudah tentu sangat jahat
seperti juga dengan gurunya yang kesohor.
sisa 10 orang yang masih belum roboh, hanya dari
kejauhan saja membantu Kan Hok Hui yang sedang kalap
menyerang Bwee Hiang. Dalam babak yang menentukan Kan Hok Hui telah
menggunakan tipu 'Ngo seng boan goat' (Lima bintang
mengurung rembulan), goloknya diputar dan mengurung rapat,
beberapa kali menuju ke arah tubuh lawan yang berbahaya.
Bwee Hiang kaget sedikit, ia tidak mengira Kan Hok Hui punya
kepandaian boleh juga. Tapi serangan itu ia anggap ada
serangan enteng, meskipun dirinya seperti sudah terkurung
golokTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekonyong-konyong, la kelebatkan pedangnya yang tajam
pada depan mukanya Kan Hok Hui. Dalam gugup, Kan Hok
Hui menangkis. "Trang " suara senjata keduanya beradu, kontan goloknya
Kan Hok Hui terpapas kuntung. Belum sempat orang she Kan
tenangkan hatinya yang kaget, tiba-tiba jari tangan kiri Bwee
Hiang menyelonong ke 'sam-li-hiat',jalan darah di lengan
kanan, seketika itu juga ia roboh terkulai dengan golok
buntungnya sekali, si nona telah menggunakan salah satu
jurus dari Bwee-hoa Kiam-hoat yang dinamai 'Bwee lie kian
goat' atau 'Dibalik bunga bwee mengintip rembulan', suatu
gerakan yang lihai sekali untuk memunahkan tipu 'Lima
bintang mengurung rembulan' yang digunakan oleh Kan Hok
Hui- Melihat pemimpinnya tidak berdaya, mendeprok di lantai,
maka sisa yang 10 orang lagi yang berhati macam kertas,
semuanya berlutut minta ampun pada jago betina kita hingga
Bwee Hiang ngikik ketawa.
Di luar dugaan, kecuali Kan Hok Hui, Bwee Hiang telah
menotok bebas kawanan orang jahat yang mengeroyoknya
tadi semuranya pada berlutut di depannya Bwee Hiang.
Seperti yang masih kekanak-kanakan pikirannya, Bwee
Hiang tampak senang dirinya dipuja demikian oleh orangorang
di depannya, Ia lantas bertindak naik ke atas mimbar
dimana ia duduk diatas kursi kebesaran (pemimpin).
Sambil ketok-ketok meja dengan pedangnya, Bwee Hiang
berkata, "Sekalian dengar, Aku sekarang sudah jadi pemimpin
kalian lantaran sudah mengalahkan kalian semua. Kalian mau
takluk apa tidak " Siapa yang masih penasaran, boleh bangun
" Semua orang manggut-manggut kepalanya, Hampir
berbareng semua orang berseru,
"Hidup," hidup Lie-tay-ong segala, aku bukannya kepala berandal.
Aku hanya pemimpin" "Hidup, hidup ketua kita " terdengar pula suara berseru
ramai-ramai. Kali ini Bwee Hiang tidak menegur, Ia kelihatan senang
dipanggil ketua. Lie-tay-ong itu ada panggilan kawanan
berandal kepada kepala berandal wanita, maka Bwee Hiang
tidak mau dipanggil Lie-tay-ong.
"sekarang aku tanya, siapa diantara kalian yang mau
mewakili bicara dengan aku. Perlu aku mengajukan beberapa
pertanyaan" berkata Bwee Hiang.
semuanya berdiam, tidak seorang yang berani bangkit dari
berlututnya. "Hei, kenapa kalian takut " Lekas maju satu orang untuk
aku tanyakan apa-apa."
Mendengar nada suaranya seperti yang gusar, mereka
yang berlutut pada ketakutan. Syukur ada satu diantaranya
yang bangkit dari berlutut, siapa " Kiranya dia si un Hoa yang
coba peruntungan mengadu silat dengan Kan Hok Huiun
Hoa maju ke depan mimbar, sambil menjura memberi
hormat, ia berkata, "Apa yang liehiap hendak tanyakan, tanyalah padaku. Apa
yang aku tahu, akan aku jawab sejelasnya. Harap Liehiap
jangan kuatir dibohongi."
Bwee Hiang diam-diam ketawa geli dalam hatinya. Belum
apa-apa un Hoa sudah mencegah orang jangan kuatir
dibohongi. Memangnya ia (un Hoa) tukang ngebohong " Tapi
kalau dilihat tampangnya, un Hoa kelihatan ada jujur dan
besar nyalinya, Ia senang, maka Bwee Hiang menanya,
"Siapa itu tukang bohong (dusta) ?"
"Aku bukan bilang tukang bohong, tapi sebagai penegasan
bahwa aku tidak akan membohongi Liehiap dalam tanya jawab
yang kuberikan pada Liehiap."
"Bagus." kata Bwee Hiang.
"Sekarang yang pertama kutanya, apa kau pernah lihat ada
anak berwajah hitam, kira-kira berusia 16 tahun ada datang
kemari ?" "Tidak pernah kulihat ada anak muka hitam kemari-"
Heran Bwee Hiang, si adik kecil tidak datang kesitu.
sebaliknya hatinya merasa lega. Cuma kemana perginya si
adik kecil itu. "Lalu, matinya Thoat Beng Mo siauw lantaran apa " Kalau
sakit, sakit apa dan kalau dibunuh siapa yang membunuhnya
pemimpin kalian itu ?"
"Pemimpin klta dibunuh oleh Kim Coa siancu."
"Hah siapa itu Kim Coa siancu ?"
"Aku tidak tahu, hanya menurut kata teman-teman
orangnya sangat cantik-"
"He, cantik mana dengan aku ?"
un Hoa membisu- Tapi dalam hatinya diam-diam merasa
geli atas pertanyaan si nona.
"Bagaimana, cantik mana dengan aku "
"Aku tidak tahu karena aku tidak melihat dengan mata
sendiri Kim Coa siancu itu. Jadi kau tidak bisa
membandingkannya dengan Liehiap."
"Bagaimana Kim Coa siancu dapat membunuh pemimpin
yang terkenal lihai ?"
"Dia kena digigit ular emasnya."
"stop soal Kim Coa siancu. sekarang kutanya, ada berapa
banyak wanita yang ada dikurung disini ?"
"Tidak tahu persis jumlahnya tapi lebih dari sepuluh orang."
"Bagus, semuanya baik-baik saja tinggal disini ?"
"Ia semuanya baik-baik saja. Semuanya menurut, cuma
ada satu gadis dari ong-ke-chung yang kemarin diculik sampai
sekarang menangis saja."
"Hah, kenapa demikian " Lekas kau bawa dia kemari "
un Hoa mengiyakan. Ia putar tubuhnya dan pergi ambil si
gadis she ong. sebentar lagi gadis itu sudah dibawa
menghadap Bwee Hiang. Ternyata un Hoa mendapat
kesulitan untuk membawanya karena si gadis meronta-ronta
dan menggigit, tidak mau dibawa keluar kamarnya. Disamping
menggigit dan mencaci maki un Hoa, si gadis juga berjeritan
menangis. Kapan sudah berhadapan dengan Bwee Hiang, si gadis
memandang jago betina kita dengan roman menghina, tidak
lagi menangis dia. Bwee Hiang menjadi heran, ia menanya,
"Kau berasal dari ong-ke-chung ?"
"Kalau sudah tahu, buat apa tanya ?" sahut si gadis ketus.
"Hei, kenapa kau marah-marah ?" tanya Bwee Hiang.
" Aku pantas marah sebab aku benci padamu. Kau sesama
jenis denganku tapi perbuatanmu sangat cabul " si gadis ong
menuduh Bwee Hiang hingga si nona jadi kebingungan. Tapi
segera Bwee Hiang dapat menyelami pikiran si gadis ong itu,
rupanya ia menyangka bahwa dirinya adalah komplotan dari si
Hantu Ketawa. "Hehe, adik ong, kau jangan sembarang sangka- Apa kau
kira aku ini anggota komplotannya si Hantu Ketawa ?"
si gadis terbelalak matanya, memandang tajam pada Bwee
Hiang, malah mengucek-ngucek matanya seperti ingin melihat
lebih tegas- Memang wanita yang dilihatnya itu cantik betul
tapi tidak ada sifat-sifat genit- Duduk disampingnya pun tidak
ada orang lelaki- Ia heran, lalu menanya,
"Kau siapa ?" "Mari kau naik, akan kuperkenalkan siapa encimu " Bwee
Hiang menggapai. Ketika si gadis sudah naik di atas mimbar dan berhadapan
dengannya, Bwee Hiang menanya perlahan,
"Namamu siapa, adik ?"
"Aku ong Kui Hoa, dan enci siapa ?" si nona balik menanya.
"Bagus, adik Hoa. Aku sendiri Bwee Hiang she Liu." sahut
Bwee Hiang. "Tapi enci, kenapa kau ada disini " Ini tempat kotor " tegur
Kui Hoa. "Justru ini tempat kotor aku mau bikin bersih, adik Hoa."
kata Bwee Hiang lalu perlahan-lahan dengan singkat ia
menerangkan maksud kedatangannya kesitu.
Tiba-tiba saja Kui Hoa jatuhkan diri, berlutut sambil berkata,
"Enci, kau ada injin (tuan penolong) yang kuharap-harap,
oh, sungguh tidak terduga-duga....." berbareng ia memeluk
kakinya Bwee Hiang hingga si nona
tersipu-sipu mengangkat bangun Kui Hoa serta katanya,
"Adik Hoa, kau jangan begini- Nanti bila semua urusan
beres, akan kuantar pulang kau kerumahmu."
Bukan main girangnya ong Kui Hoa, hampir ia memeluk
dan mencium pipi Bwee Hiang saking merasa sangat
berterima kasih. kalau tidak Bwee Hiang menggoyang
tangannya dan matanya mengedipi supaya si nona berlaku
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenangTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kui Hoa berdiri di sampingnya, ia tidak mau duduk
meskipun beberapa kali Bwee Hiang menyuruh ia duduk
disampingnya- Bwee Hiang lihat paras Kui Hoa cukup cantik meskipun
tidak secantik dirinya- Hanya kedua matanya pada benggul,
rupanya si nona menagis terus-terusan.
"Hei, un Hoa " kata Bwee Hiang.
"Coba kau kumpulkan wanita-wanita lainnya semua."
un Hoa menurut. Agak lama juga baru keluar dengan
menggiring kira-kira 15 orang wanita. Mereka dikumpulkan
dibawah mimbar untuk diperiksa oleh Bwee Hiang. setelah
memandang agak lama juga, Bwee Hiang menanya pada Kui
Hoa, "Adik Hoa, bagaimana pendapatmu tentang mereka ?"
"Ah, semuanya perempuan tidak benar-" sahut si gadis-
Memang tepat kata-katanya Kui Hoa, sebab semuanya
pada genit-genit- Alisnya yang disipat, bibirnya yang dimerahi
serta wajahnya yang dipoles medok dengan pupur sebagai
tanda bukti bahwa sekumpulan wanita itu adalah wanita tidak
benar- Hanya menjadi wadah lelaki dapat melampiaskan
napsu birahinya. Tegasnya merupakan wanita 'mainan' kaum
lelaki dalam tempat kotor itu.
Bwee Hiang anggukkan kepalanya mendengar jawaban Kui
Hoa. Tapi mengingat bahwa wanita-wanita itu tadinya adalah
perempuan-perempuan benar, karena berbuah demikian itu
gara-gara paksaan dari lelaki yang ganas. Bwee Hiang masih
dapat mempertimbangkan keputusannya.
Bwee Hiang lalu suruh un Hoa kumpulkan semua harta
yang ada dalam kuil itu, tapi ternyata tidak seberapa sebab
benda-benda yang mahal dan berharga katanya sudah
diangkut pergi oleh Tui Hun Lolo ke Hek-liong-tong. un Hoa
dan kawan-kawannya menyatakan tidak tahu dimana letaknya
gua Naga Hitam itu, ketika ditanya Bwee Hiang.
"Adikku." kata Bwee Hiang pada Kui Hoa-
"Kau tunggu sebentar disini- Aku akan bicara dengan
mereka-" Berbareng Bwee Hiang sudah turun dari mimbar, Ia
menghampiri Kan Hok Hui dan membebaskan ia dari totokan
sehingga ia dapat berdiri bebas.
"Semua bangun" seru Bwee Hiang. Dengan serentak
semua yang berlutut pada bangun berdiri
"Kalian tentu tahu kewajiban terhadap pemimpinnya, segala
titahnya harus dituruti, tidak boleh dibantah, bukan?"
demikian Bwee Hiang menanya pada mereka. semua orang
mengiyakan dengan berbareng.
"Nah, sekarang begini-" kata Bwee Hiang lagi.
"Aku sebagai pemimpin memerintah kepada kalian untuk
pulang ke masing-masing kampung halaman dan carilah
usaha dengan jalan halal. Masing-masing akan dapat bagian
bekal hidup sederhana. Tapi ingat Apabila aku dengar kalian
membuat sarang lagi dan mengumpulkan kawan-kawan untuk
melakukan kejahatan, akan kudatangi kalian. Disitu, selain
sarang kalian, jiwa kalian pun akan aku musnahkan untuk
dikirim ke akhirat tanpa ampun"
semua orang yang mendengarnya pada bergidik, berdiri
bulu badannya. Bwee Hiang lalu menggapai Kan Hok Hui yang
lalu datang menghampiri "sebenarnya," kata Bwee Hiang,
"siang-siang aku sudah mau tebas batang lehermu untuk
menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan menghadap
ciiam-lo-ong. Tapi biarlah kuampuni sekali ini"
Kan Hok Hui kaget mendengar rohnya mau dikirim
menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan. Apakah si
nona ada menyaksikan adegan ia membunuh dua orang cabul
itu " Tanyanya dalam hati kecilnya.
Bagaimana pun ia merasa sangat berterima kasih kepada
Bwee Hiang yang mengasih kesempatan untuk ia hidup. Ia
menjura pada si nona, katanya,
"Liehiap, budimu yang besar tidak mengambil jiwaku, aku
tak akan melupakan. Kalau aku tak dapat membalas sekarang,
biarlah di lain penitisan aku dapat membalasnya. Aku berjanji
selanjutnya akan menuntut penghidupan yang halal "
"Bagus, bagus." kata si nona, girang ia mendengar katakatanya
Kan Hok Hui. "sekarang aku kuasakan padamu untuk mengatur
pembagian harta untuk bekal kau dan kawan-kawan dalam
hidup selanjutnya. Nah, mulailah kau bekerja "
Dengan dibantu un Hoa, Kan Hok Hui sudah
menyelesaikan perintah Bwee Hiang. Harta yang ada di bagi
rata diantara mereka. Bwee Hiang sementara itu sudah ada diatas mimbar lagi,
tengah duduk bersama-sama Kui Hoa yang sekarang tidak
menolak lagi untuk diajak duduk bersama-sama oleh Bwee
Hiang. Mereka omong-omong seperti kenalan lama saja
hingga Kui Hoa merasa sangat senang terhadap teman
barunya ini. sebentar lagi Kan Hok Hui dan Un Hoa melaporkan bahwa
pekerjaan pembagian harta sudah selesai, si nona mau suruh
apa lagi " Tindakan selanjutnya dari Bwee Hiang adalah membakar
habis sarang penjahat itu, kemudian ia bubarkan mereka
setelah terlebih dahulu diancam akan diambil jiwanya kalau
lain kali mereka diketemukan masih melakukan kejahatan.
Kemudian Bwee Hiang antar Kui Hoa pulag ke ong-kechung.
Kita kembali kepada Kim Coa siancu yang tidur bersamasama
Leng siong. Malam itu Leng siong dan ibunya menjaga Kim Coa siancu
dengan penuh perhatian. Istimewa nyonya Teng, yang sabansaban
melongok ke dalam kelambu dan memandang
parasnya Kim Coa siancu yang cantik dengan tidak merasa
bosan. "Ibu, dia lagi tidur, jangan diganggu " kata Leng siong ketika
melihat sang ibu beberapa kali telah melongok ke dalam
kelambu. Tapi peringatan Leng siong seolah-olah tidak diacuhkan
oleh nyonya Teng sebab di lain saat kembali ia menyingkap
kelambu dan memandang parasnya si Dewi ular emas dengan
termenung-menung. Lama-lama Leng siong menjadi curiga, ia menanya,
"Ibu, kau kelihatannya tidak bisa diam. saban-saban
melongok ke dalam kelambu. Ada apa sih dengan siancu ?"
Nyonya Teng menghela napas dan parasnya agak kusut,
seperti ada urusan ruwet yang ia pikirkan. Leng siong menjadi
heran, ia menanya, "Ibu, ada apa sih dengan siancu " Kelihatannya ibu sangat
tertarik olehnya." "Anak siaong, dia......." terputus bicaranya ketika terdengar
pintu kamar diketuk perlahan dari luar.
"Siapa ?" tanya Leng siong seraya menghampiri pintu.
"Ayah, anak siong." terdengar jawaban dari sebelah luar.
Leng siong cepat membuka pintu, tampak di depannya ada
ayahnya yang berdiri- "Bagaimana keadaannya, sudah mendusin dia ?" tanya
sang ayah, mendahului sang puteri yang sudah membuka
mulutnya hendak bicara. "Tengko yang datang " Lekas masuk kemari " berkata
nyonya Teng dari sebelah dalam. Tengko artinya kakak Teng,
panggilan sehari-hari nyonya Teng kepada suaminya.
Teng Hauw lantas masuk, menghampiri isterinya yang
berdiri di tepi pembaringan sambil menyingkapkan kelambu.
"Tengko, coba kau lihat " kata sang isteri-
Teng Hauw cepat mendekati isterinya dan ikut memandang
pada parasnya Kim Coa siancu yang seperti tengah tidur
nyenyak- Paras cantik itu menyungging senyuman yang tak mudah
dilupakan oleh siapa yang melihatnyasetelah
suami isteri itu memandang agak lama, keduanya
lalu saling bertukar pandang dan tersenyum hingga Leng
siong yang menyaksikan gerak gerik kedua orang tuanya itu
merasa heran. "Kalian lagi bikin apa ?" kata Leng siong, seraya
menyelipkan badannya diantara mereka dan turut memandang
ke arahnya Kim Coa siancu.
Kini pandang suami isteri itu dialihkan kepada parasnya
Leng siong. "Tengko, tidak bisa salah lagi dianya....." kata nyonya Teng
perlahan kepada suaminya yang segera angguk-anggukkan
kepalanya mendengar kata-kata sang isteri.
Leng siong menjadi bingung, Ia menanya,
"Dianya siapa, ibu ?"
"Dia tidak salah lagi tentu encimu." jawab nyonya Teng
tersenyum. "Aah Aku ada punya enci " Kenapa ibu tidak mengatakan
itu kepadaku ?" "Ceritanya panjang, kejadian itu pa da........" nyonya Teng
terputus bicaranya mendengar siancu ngelindur, katanya,
"Adik In, adik In kau nakal betul "
Leng siong terkejut. "Aha Tidak bisa salah lagi siancu
adalah Eng Lian yang dicari-cari si bocah muka hitam" kata
Leng siong dalam hatinya.
"Dia adalah enci Eng Lian yang tengah dicari setengah mati
oleh adik kecil." kata Leng Siong pada ayah dan ibunya.
"segala sesuatu nanti akan terang, apabila siancu sudah
siuman." sahut nyonya Teng, lalu kembali memandang
parasnya siancu yang cantik jelita.
"Adik In, nanti encimu marah......" kembali siancu ngelindur,
parasnya tampak tersenyum-senyum akan tetapi matanya
terus meram saja. "Nanti aku panggil Taysu." kata Teng Hauw seraya
ngeloyor keluar. Tidak lama lagi Kim Wan Thauto sudah
masuk ke dalam kamar. Kali ini kelambu bukan disingkap lagi, malah dipentang
lebar supaya semua orang dapat melihat siancu dan
mendengar ngelindurnya. Kie Giok Tong dan tiga saudaranya
tidak turut masuk, mereka hanya mendengarkan di sebelah
luar. Agak lama juga siancu ditunggu berkata-kata pula dalam
ngelindurnya. Ketika Kim Wan Thauto kegerahan berada di dalam kamar
lama-lama, baru saja ia hendak ngeloyor keluar sebentar, tibatiba
ia mendengar siancu berkata,
"Adik In, kau tidak mau turut perintah encimu " Awas, kalau
encimu sudah marah - Hihihi......"
Kim Wan Thauto geleng-geleng kepala. "Dia benar Eng
Lian, teman mainnya anak In." kata si Thauto-
"Cuma herannya, kenapa dia bisa jadi Kim Coa siancu ?"
"sebelum dapat keterangan, memang kita dalam gelap,
Taysu-" menjawab nyonya Teng ketawa.
"Nanti kalau siancu sudah siuman, baru kita dapat
pemecahannya." "Hujin (nyonya) benar." kata Kim Wan Thauto.
"Tolong dijaga, coba bagaimana sikapnya kalau dia sudah
mendusin." "Terang kami akan jaga betul, sebab si nona mungkin
bukan orang lain." nyeletuk nyonya Teng, membuka rahasia
dia- "Bukan orang lain bagaimana ?" tanya Kim Wan Thauto
ingin tahu. "Mungkin si nona adalah anak kita." menyahut Teng Hauw.
"Hahaha.....bagus, bagus." Kim Wan Thauto tertawa.
"Bagaimana riwayatnya, coba kasih cerita sedikit untuk
menambah pengetahuanku. "
"Ah, nanti saja kalau si nona sudah siuman." sahut nyonya
Teng. Kim Wan Thauto mengangguk-angguk- Ia tidak memaksa,
sebaliknya menghela napas. Katanya,
"sekarang anak In sekarang tidak ada disini, coba ada,
bagaimana girangnya dia menemukan enci Liannya kembali."
"Dia pergi kemana ?" nyeletuk Leng siong, hingga Kim Wan
Thauto heran si gadis nyeletuk tanpa banyak pikir lagi.
Leng siong merasa keterlepasan omong, wajahnya semu
merah- Tapi ia tidak menyesal, memang ia sangat ingin tahu
kemana si bocah muka hitam itu perginya-
"Dia lagi menyusul atau boleUi dikatakan mencari Bwee
Hiang." kata Kim Wan Thauto, tersenyum ke arah si gadis-
Leng siong juga tersenyum, lalu menundukkan kepala.
setelah Kim Wan Thauto dan Teng Hauw pada keluar untuk
omong-omong lagi di ruangan pertengahan, Leng siong lalu
menanya pada ibunya, "Ibu, kau tidak menceritakan padaku bahwa aku ada
mempunyai cici. Nah, sekarang kau harus cerita. Tidak mau
aku menunggu lama-lama."
"sabar, anak siong. Kapan encimu belum mendusin..." si
nyonya hentikan omongannya, nampak pembaringan
bergoyang- goyang dan kelambu yang barusan sudah ditutup
lagi seperti disingkapkan.
"Hei, aku ada dimana ini ?" tiba-tiba Leng Siong dan ibunya
dibikin kaget oleh kata-kata yang keluar dari dalam kelambu.
Disusul oleh turunnya Kim Coa siancu dari pembaringan
dengan tiba-tiba. "Eh, enci, enci, kaujangan bangun dulu." kata Leng siong
seraya memburu dan mendorong Kim Coa siancu supaya tidur
kembali- Tentu saja dorongan Leng siong tidak ada artinya bagi si
Dewi ular emas karena Leng siong merasa ia seperti
mendorong tiang besi yang tidak bergeming.
"Kau siapa ?" tanya si Dewi ular emas, ketika melihat Leng
siong mendorong-dorong ia untuk naik kembali ke atas
pembaringan. "Aku adikmu, Leng siong." jawab si nona.
" Enci, jangan turun dulu, harus tiduran, enci terlalu lelah "
"Leng siong, adikku " Aku tidak kenal " kata si Dewi ular
Emas seraya duduk di tepi pembaringan dan mengawasi
parasnya Leng siong dengan tajam.
Leng siong melihat siancu sudah duduk di tepi
pembaringan dan mengawasi saja kepadanya, dengan
tersenyum ia berkata,
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Enci Eng Lian, kau heran wajahku mirip dengan wajahmu,
bukan ?" siancu hanya duduk termangu-mangu, tidak
menjawab pertanyaan Leng siong.
Ia seperti sedang mengumpulkan ingatannya yang sudahsudah.
Leng siong tidak mengganggu, ia hanya berdiri di
dekatnya siancu. Di lain pihak, perlahan-lahan nyonya Teng
datang menghampiri mereka. sebagai orang tua yang sudah
berpengalaman, nyonya Teng mengerti siancu membutuhkan
banyak waktu untuk dapat mengumpulkan ingatannya yang
sudah terlupakan, Ia dan Leng siong menunggu sampai siancu
sebentar dapat bicara. Tidak lama atau siancu sudah berpaling kepada nyonya
Teng, "Bibi ini siapa ?" ia menanya tapi nyonya Teng tidak lantas
menyahut, hanya tersenyum ke arahnya.
Kembali siancu termangu-mangu- Ia tidak menghiraukan
pertanyaan tadi tidak dijawab oleh nyonya Teng. sampai tibatiba
ia berkata, "Ah, sekarang aku ingat. Adik ini yang ada dipaseban
menonton aku bertarung dengan si bocah muka hitam, bukan
?" " ya." jawab Leng siong singkat.
"Eh, itu si bocah hitam, bukan adik In ?" kata pula siancu,
setelah sejenak ia termenung-menung lagi.
"Kenapa aku berkelahi dengan adik In " Aduh, kasihan dia
kena kugigit sampai borboran darah...."
"Enci Eng Lian, bukan ?" Leng siong menanya perlahan.
"ya, aku Eng Lian." sahutnya, seraya matanya mengawasi
pada pakaiannya. "Eh, kenapa pakaianku macam ini ?"
Leng siong dan ibunya saling melirik dan tersenyum.
"Dimana aku berada sekarang, adik ?" tanyanya pada Leng
siong. "Enci berada dikamarku." sahut si nona rumah-
"Hei, kenapa aku bisa berada di dalam kamarmu ?"
"Coba enci ingat-ingat dengan perlahan, kenapa bisa
berada disini." Eng Lian tersenyum, Ia kembali kumpulkan
ingatannya. "oh, ya, aku ingat sekarang." tiba-tiba siancu alias Eng Lian
berkata. "Setelah aku menggigit lengannya adik In, lantas aku
merasakan kepalaku pusing dan tidak ingat lagi. Bukan
lantaran itu, aku dibawa kemari"
Leng siong anggukkan kepala seraya tersenyum, Ia tidak
mau banyak-banyak omong supaya ingatan siancu lebih cepat
kembali. Ia mau kasih kesempatan Eng Lian bicara lebih banyak,
menandakan bahwa ingatannya sudah kembali betul-betul.
"Dimana adanya adik In ?" Eng Lian menanya.
"Dia ada disini-" sahut Leng siong.
"Coba kau tolong panggilkan dia kemari."
"oh, dia lagi keluar. Mungkin besok pagi baru balik,"
"Ah, si nakal itu. Kemana saja dia sudah pergi " Tidak ingat
kepada encinya " "Adik kecil selalu ingat kepadamu enci, malah sekali tempo
aku lihat dia menangis memikirkan enci-"
"Apa iya " Akan kucubit dia kalau ketemu "
Leng siong melengak. Pikirnya, enci Eng Uan ini benarbenar
masih kekanak-kanakan. Pantas si bocah wajah hitam selalu merindukan dia sebab
teman mainnya ada demikian manja terhadapnya. sampai
begitu jauh nyonya Teng tidak campur bicara tapi setelah
melihat siancu atau Eng Lian mulai berkumpul ingatannya,
tentu ia nimbrun bicara hingga lama-lama dalam kamar itu
menjadi ramai dengan tertawa mereka. Eng Lian bisa
membanyol, sudah tentu saja ia mudah mengitik urat ketawa
Leng siong dan ibunya sehingga bukan sekali dua kali mereka
tertawa terpingkal-pingkal.
sementara itu malam pun sudah larut. Maka nyonya Teng
meninggalkan dua gadis jelita itu untuk balik ke kamarnya
sendiri. Balik kepada jago cilik kita yang pagi-pagi pulang habis
mencariBwee Hiang dengan sia-sia. Ia menanti di ruang
depan atas kemunculannya Kim Coa siancu.
Ketika cuaca sudah makin terang, belum juga kelihatan
siancu atau enci Eng Lian muncul, Lo In menjadi gelisah- Ia
berkata pada Kim Wan Thauto,
"Toako, kenapa belum juga kelihatan enci Eng Lian keluar
?" Kim Wan Thauto ketawa ke arahnya- sebelum ia
menjawab, tiba-tiba muncul satu pelayan wanita kecil
menyuruh Lo In masuk ke dalam-
"Nah, suruhan itu sudah datang, jangan kuatir, enci Eng
Lianmu tidak akan lari." goda Kim Wan Thauto kepada jago
cilik kita. Lo In ketawa nyengir, seraya bangkit dari duduknya
mengikuti si pelayan masuk ke dalam, sebelum sampai di
dalam, Lo In menanya pada si pelayan,
"Hei, adik kecil, siapa yang undang aku masuk" Apa
nonamu, nona tamu atau nyonya besar ?"
si pelayan tersenyum, "Tiga-tiganya." sahutnya ketawa geli-
"Ah, kau main-main. Nona tamu itu yang undang, bukan ?"
tanya Lo In lagi- "Lihatlah nanti." sahut si pelayan singkat.
sementara itu mereka sudah sampai diruangan dalam,
dimana sudah menanti nyonya Teng Hauw- si bocah kecewa
karena tidak melihat Kim Coa siancu maupun Leng siong di
situ- "Bibi Teng, mana enci Eng Lian dan Leng slong ?" ua lantas
saja menanya pada nyonya rumah.
"Sabar" sahut nyonya rumah-
"Mari, mari duduk, menunggu sebentar"
Malas-malasan Lo In ambil tempat duduk- Hatinya kecewa
lagi tatkala nampak Teng Hauw, Kim Wan Thauto, Kie Giok
Tong dan lain-lain saling susul muncul dalam ruangan itu.
Mereka disilahkan dengan hormat oleh nyonya rumah untuk
mengambil tempat duduk- Kim Wan Thauto melihat Lo In tidak gembira nampak
kedatangan mereka ke dalam ruangan itu, lantas berkata,
"Anak In, pagi ini ada kejadian yang tak dapat dilupakan
seumur hidupmu. Maka kami orang ingin turut
menyaksikannya -" Lo In tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh sang Toako,
tapi ia terpaksa unjuk ketawa nyengirnya yang terkenal.
setelah semua ambil tempat duduk, nyonya Teng berkata
pada si bocah, "Hiantit (keponakan), aku sudah tua. Mataku sudah lamur
untuk membedakan barang yang hampir serupa warnanya.
Maka aku undang kau datang untuk menolong
membedakannya dua barang yang sama bentuknya "
"Bibi Teng bisa saja-" kata si bocah-
"Dengan sejujurnya aku mengatakan, aku juga tak dapat
membedakan barang yang hampir sama bentuknya-"
"Hiantit masih muda, mata masih terang, aku tidak percaya
kalau tak dapat membedakan barang yang hampir serupa
warnanya." berkata lagi nyonya rumah, matanya melirik
kepada para tamu sambil tersenyum-senyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Kim Wan Thauto mesem, Kie Giok Tong anggukanggukkan
kepalanya, lainnya pada menahan ketawa gelinya,
semua itu tanpa disadari oleh Lo In, jago cilik kita.
"Mana barangnya, bibi Teng ?" kata Lo In tidak sabaran.
Pikirnya, orang mau ketemu enci Lian, ini malah menyuruh
orang membedakan barang sebala. Benar-benar bibi Teng ini
brengsek orangnya "Nanti aku akan suruh orang mengambilnya." sahut nyonya
rumah seraya menyuruh satu pelayan perempuan masuk ke
dalam. Katanya untuk mengambil barang, tidak tahunya yang
muncul.........dua bidadari kembar keluar dari balik tirai dengan
tersenyum-senyum riang. "Hianti, nah tuh dia, coba kau bedakan mana adalah enci
Lianmu ?" berkata nyonya Teng ketika melihat Lo In bengong
terlongo-longo di tempat duduknya.
Dua nona yang baru muncul itu wajahnya seperti pinang di
belah dua, pakaiannya sama, gerak geriknya sama, semua
sama, dari mana bisa dibedakan yang mana Eng Lian dan
yang mana Leng siong "
Bukan hanya Lo In tapi juga Teng Hauw, Kim Wan Thauto
dan yang lain-lainnya duduk terpesona di atas kursinya
masing-masing menampak sepasang anak kembar itu muncul.
Cantik menggiurkan sepasang dara kembar itu, siapa pun tak
dapat membantahnya. Dara kembar itu tidak menghampiri meja perjamuan, hanya
berpose tidak jauh dari Lo In duduk, tersenyum-senyum ke
arahnya. Lo In kucek-kucek matanya sambil menggeleng-geleng
kepala. "Bibi Teng, mana enci Lian, enci Leng siong ?"tanyanya
pada nyonya Teng. "Kenapa jadi menanya padaku ?" sahut nyonya rumah
ketawa. "Bibi Teng, jangan main-main. Lekas unjukkan yang mana
adalah enci Eng Lian."
"Anak In, kau jangan suruh bibi Teng yang unjuk Mana dia
tahu tahu yang mana Eng Lian atau Leng siong. Bukankah tadi
dia minta pertolonganmu untuk membedakannya ?"
Lo In ketawa nyengir, Ia sudah kepingin peluk enci Eng
Liannya untuk melepaskan rindunya kepada teman mainnya
itu, akan tetapi siapa diantara dua dara itu adalah enci Liannya
yang tepat " lantaran ceroboh, bisa-bisa ia memeluk Leng
siong, bukankah itu akan menggelikan orang " Bingung luga
Lo In. Ketika nyonya rumah mendesak supaya Lo In lekas
menyebutkan yang mana adalah enci Eng Liannya, ia berkata,
"Baiklah, aku nanti pilih- Paling-paling juga aku nanti
kesalahan menyebut enci Leng siong adalah enci Eng Lian,
tidak apa toh " "oo, tidak bisa begitu" kata Kim Wan ThautoTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Habis bagaimana " Toako ini suka banyak urusan"
"Kalau anak In salah tebak, artinya anak In tidak sungguhsungguh
mengenangkan enci Lianmu. Maka Eng Lian juga
akan kembali menjadi Kim Coa siancu."
Lo In menjublek mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto-
"Celaka tiga belas, memang seharusnya aku mengenali
enciku- Kalau gagal, enci Lian akan marahi aku." demikian
pikir si bocah- Sembari berpikir ia mengawasi dengan tajam ke
arah dua dara di depannya- Tapi meskipun matanya lihai
dapat melihat jauh, ia tak dapat menemukan tanda tai lalat di
atas alis kirinya Eng Lian.
Rupanya tanda itu sudah ditutupi oleh nyonya Teng ketika
dua dara itu di make-up- Tapi Lo In adalah bocah cerdik luar biasa. Pantang
menyerah, kalau hanya kehilangan tanda tai lalat pada alis
kirinya Eng Lian, ia sudah lantas mencari akal lagi.
"Aku sekarang hendak menanya pada kedua enci, siapa
aku ini ?"tanya Lo In.
"Lo In, si bocah hitam " terdengar dua dara itu menyahut
berbareng. Lo In kaget. Pikirnya, " Celaka, dua dara ini menyebut aku si bocah hitam,
semestinya enci Lian tak akan menyebut demikian."
Bingung dia karena suaranya dua dara kembar itu sama,
tak dapat dibedakan. Ia memandang ke arah sepasang dara itu, mereka
tersenyum sama, melirik sama, habis yang mana satu adanya
enci Lianku " Tanya hati kecilnya.
"Dari mana aku asalnya ?" ia lalu menanya lagi.
"Dari lembah Tong-hong-gay." sahut sepasang dara
berbareng. "siapa orang yang sayang padaku selama diatas Tonghong-
gay ?" "Liok sinshe-" "Di mana sekarang adanya Liok sinshe ?"
sepasang dara itu saling pandang sejenak, tapi lantas
menyahut, "Belum diketemukan."
Tadinya Lo In sudah kegirangan, pertanyaannya paling
belakang tak dapat dijawab oleh salah satu diantaranya, tapi
mengapa jawabannya jitu benar dua-duanya " Lo In berpikir
sebentar- Pusing ia, buntu jalan.
"Sudahlah enci Lian, jangan godai adikmu."
"yang mana enci Lianmu ?"
"Tunggu, tunggu aku akan unjukan." kata Lo In seraya
bangkit dengan tergesa-gesa dari duduknya hingga lengannya
kebentur sana sini. Baru ia bertindak dua langkah
menghampiri si dara kembar tiba-tiba ia berjengit-
"Aduh, sakit lengan ku bekas digigit- Aduh, aduh "
Lo In berteriak mengaduh sambil pelangi lengan yang
bekas digigit Kim Coa siancu hingga Kim Wan Thauto dan
lain-lainnya jadi kaget- sebelum mereka memberikan
pertolongan, dua dara kembar sudah ada di dekat Lo In pada
memegangi lengan Lo In. Dara yang dikiri yang memegangi lengan kirinya yang tidak
terluka berkata, "Adik kecil, kau kenapa ?"
Dara yang memegangi lengan kanannya yang terluka
berkata, "Adik In, kau kenapa ?"
Tiba-tiba saja Lo In tertawa terbahak-bahak hinga dua dara
kembar itu menjadi terperanjat.
"Apa yang kau ketawakan, adik kecil ?" tanya dara yang di
sebelah kiri "Apa yang kau ketawakan, adik In ?" tanya dara yang
disebelah kanan. Pertanyaan sepasang dara jelita itu, bukannya dijawab oleh
Lo In, ia malah tertawa makin keras dan terpingkal-pingkal,
semua orang heran kenapa Lo In tertawa demikian enaknya.
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah Lo In berhenti ketawa, entah bagaimana si bocah
bergerak, tahu-tahu dara yang disebelah kanannya sudah
jatuh dalam pelukannya. "Adik In, adik In, kau jangan gila-gilaan begini " si dara
meronta-ronta. "Hahaha, inilah enci Eng Lianku " berkata Lo In dengan
suara gembira. Eng Lian yang sudah ketahuan siapa dirinya, kontan ia
mencubit Lo In. "Anak nakal, kau belum mau lepaskan encimu ?"ia
membentak si bocahsambil tertawa berkakakan Lo In lepaskan pelukannya dan
kembali ke tempat duduknya-semua orang kebingungan,
apakah benar yang dipeluk Lo In tadi adalah nona Eng Lian.
Mereka hampir berbareng melirik pada nyonya Teng yang
tampak anggukan kepalanya sambil tersenyum.
" Lihai, lihai " kata Kie Giok Tong sambil tunjukkan
jempolnya. Eng Lian dan Leng siong sementara itu sudah turut duduk
menghadapi meja perjamuan seraya ketawa riang.
"Bagaimana kau bisa membedakan enci Lianmu, anak In ?"
tanya Kim Wan Thauto, penasaran ia sebab sepasang dara itu
sukar dibedakan. "sebenarnya dia sulit juga, beberapa pertanyaanku dijawab
betul semuanya, malah suaranya enci Eng Lian dan Leng
siong tidak ada bedanya. Barusan aku mengaduh hanya purapura
saja, mau lihat reaksi dari mereka terhadapku. Dua-dua
perhatiannya sama mesranya, cuma mereka lupa satu hal
yang membuka rahasia. Hahaha " Demikian Lo In
menerangkan, hingga Eng Lian dan Leng siong penasaran.
Hampir berbareng mereka menanya,
"Apakah yang membuka rahasia ?"
"Panggilan padaku. Hahaha " Enci Leng siong panggil 'adik
kecil', sedang enci Eng Lian 'adik In' yang sudah meresap
dalam telingaku-" Leng siong ketawa ngikik.
Eng Lian deliki matanya yang bagus ke arah si nakal- Kalau
tidak banyak orang mungkin Kim Coa siancu yang sekarang
kembali pada Eng Lian akan mencubit Lo In-
Leng siong nampak Lo In dan Eng Lian beradu pandangan
mesra rada-rada tergetar hatinya- Tapi la yang wataknya
halus, kejadian itu hanya sejenak saja menggetarkan, lantas
sudah hilang tanpa bekassemua
orang kagum akan kecerdikan si bocah hitam.
Perjamuan makan sementara itu sudah dimulai-
Kiranya perjamuan makan itu diadakan oleh tuan dan
nyonya rumah untuk kehormatan d memberi selamat kepada
Lo In dan Eng Lian, sudah berpisah dua tahun lamanya,
sekarang dapat berkumpul kembali-Lo In dan Eng Lian diamdiam
merasa girang atas kebaikannya keluarga Teng.
si bocah kelihatan makan banyak, rupanya hatinya sangat
gembira menemukan kembali teman mainnya yang sangat
dirindukannya, sering-sering mereka beradu pandang disusul
oleh senyuman masing-masing yang sudah dikenalnya.
"Nona Lian." tiba-tiba Kim Wan Thauto berkata,
"Hari ini adalah hari baik- sungguh aku dan saudarasaudara
yang lainnya turut merasa girang bahwa kau dengan
anak In sudah dapat berkumpul kembali. Dalam kesempatan
yang sebaik ini, bagaimana kalau kau mendongeng halmu
sampai menjadi Kim Coa siancu."
Eng Lian ketawa manis mendengar permintaannya n Kim
Wan Thautosi nona ada satu dara yang luwes dan tidak pemalu, tidak
keberatan ia menceritakan hal dirinya di depan hadirin yang
baru dikenalnya- Ia mulai ketika ia diculik dari lembah oleh Ang Hoa Lobo
dan siauw Cu Leng. si Nenek Kembang Merah dan si Iblis Alis
Buntung siauw Cu Leng memperlakukan dirinya baik-baik
saja, malah kelihatan mereka sangat sayang, Ia tidak
keberatan si Nenek Kembang Merah minta belajar cara
menakluki ular, ketika padanya dijanjikan akan dikembalikan
pula ke lembah dan bertemu dengan adik In-nya. Tidak
tahunya ia kena dikibuli, malah ia dicekoki obat 'Cian-jit-su-suhun'
yang membikin ia lupa ingatan yang sudah-sudah- Ia lupa
kepada Lo In, Kim-tiauw kawanan kera teman mainnya, hanya
yang diingat bahwa ia adalah muridnya Ang Hoa Lobo kepada
siapa ia harus mentaati segala perintahnya.
Ang Hoa Lobo dan siauw Cu Leng besar ambekannya dan
hendak mendirikan Ang Hoa PI mereka sudah culik-culiki
banyak gadis dan pemuda untuk dijadikan prajuritnya.
Ia mendapat didikan langsung dari Ang Hoa Lobo hingga ia
pandai ilmu silat, malah ketika Lamhay Mo Lie yang menjadi
sucouw-nya datang ke Coa Kok- Hantu Wanita dari Lamhay itu
sangat sayang pada dirinya dan memberi banyak petunjukpetunjuk
yang berharga soal ilmu silat dan Iwekang sehingga
kepandaiannya meningkat, baik dalam hal Iwekang maupun
mengenakan ilmu silatnya sendiri, sucouw Lamhay Mo Lie ada
sangat lihai, belum menemukan tandingan menurut katanya
Ang Hoa Lobo. Selama obat 'Cian-jit-su-su-hun' (obat bubuk memtikan
ingatan seribu hari) masih bekerja, tegasnya belum
dipunahkan (dikasih obat penawarnya) ada tiga pantangan
menyentuh tubuh si korban obat mujizat itu, yaitu tidak boleh
disentuh bagian jidat, tetek dan perutnya. Kalau orang
menyentuh salah satu bagian ini, orang yang menyentuhnya
digigit kontan oleh si korban dan yang kena digigit dalam
tempo pendek akan berubah pikirannya, tidak ingat lagi
kejadian-kejadian yang sudah lalu, hanya yang diingatnya taat
kepada perintah siancu. "sungguh mengerikan" kata Kie Giok Tong.
"Tapi kenapa gigitanmu pada anak In tidak membikin anak
In berubah ingatannya ?" tanya Kim Wan Thauto yang merasa
heran atas keterangan Eng Lian.
"Aku juga heran." sahut si nona.
"Bukan saja adik In tidak apa-apa, malah aku bisa jatuh
pingsan dan ingatanku kembali seperti asal."
Lo In pun merasa heran. Menurut penuturan Eng Lian,
semestinya ia jatuh dibawah pengaruhnya Eng Lian (Kim Coa
siancu pada saat itu), tapi kenapa tidak apa-apa "
Dalam ingatannya yang cerdik, Lo In ingat sesuatu, maka ia
lantas berkata, "Enci Lian, mungkin nyali Toksgan sian-cu yang menolak
racun 'Cian-jit-su-su-hun' hingga aku tidak apa-apa."
"Adik In, kau bicara ada alasannya." sahut si nona ketawa.
"Tapi...." "Tapi apa ?" tanya Lo In cepat-
"Tapi bagaimana ingatanku bisa kembali ?" sahut Eng Lian.
"Itu mudah saja ditebak-" kta Lo In.
"Bagaimana pendapatmu, adik In ?" tanya si nona.
"Ketika enci menggigit daging lenganku sampai nyoplok
dan borboran darah, sedikit banyak enci ada menelan juga
darah dari daging gigitan. Darah inilah yang merupakan obat
penawar untuk melenyapkan pengaruhnya 'Cian-jit-su-su-hun'.
coba masuk diakal tidak ?"
"Benar, benar, adik In." kata Eng Lian seraya menepak
meja hingga mangkok piring sayur yang diatas meja pada
berdansa. Malah ada mangkok sayur yang tumpah dan
muncrat mengenakan baju Tan Kim dan song cie Liang. -
Mereka cepat bangkit dari duduknya dan menggiberikberikan
bajunya sedang matanya melotot kepada Eng Lian.
"Menyebalkan kelakuan gadis liar ini." piketnya dalam hati,
akan tetapi mereka tidak berani mengatakan terang-terangan,
masih memandang kepada Lo In dan Kim Wan Thauto-
"Maaf, maaf, barusan aku kelupaan." kata Eng Lian atas
kelakuannya yang tidak disengaja tadi. Ia tidak gubris
pelototan matanya Tan Him dan song cie Liang.
Lo In ketawa nyengir. Tapi diam-diam ia merasa sedikit
tidak enak enci Liannya mengumbar keberandalannya di
depan banyak orang tua. Meskipun begitu, ia tidak berani
menegur enci Liannya, yang bisa menghilangkan kegembiraan
mereka yang telah berkumpul kembali, Ia berkata,
"Para paman, harap memaafkan atas kelakuan enciku yang
tidak disengaja." "oh, urusan kecil, urusan kecil." kata Kie Giok Tong,
mendahului tuan rumah bicara.
"Masa buat urusan begitu kecil kami orang menaruh hati "
Hahaha " Kie Giok Tong pandai bergaul danjuga bisa melihat gelagat,
Ia sembunyikan kedongkolannya di balik wajahnya yang
ramah tamah- Bwee Hiang ia sudah kenal kegagahannya, tapi si Dewi ular
Emas ini ada gadis liar. Entahlah berapa tinggik
kepandaiannya. Demikian Kie Giok Tong diam-diam terpikir
dalam hatinya. Kim Wan Thauto pun tampak kurang senang melihat
kelakuan Eng Lian yang kasar.
Teng Hauw dan nyonya hanya geleng-geleng kepala,
sebaliknya Leng siong sudah ketawa cekikikan melihat Tan
Kim dan song Cie Liang kepanasan kena kesiram sayur.
setelah makanan yang tumpah diganti, perjamuan dilanjutkan
dengan kurang gembira. Eng Lian tidak perdulikan orang punya pandangan terhadap
dirinya, ia makan seenaknya saja ditemani oleh Leng siong.
"Adik In, kau tidak mau temani encimu makan ?" tegur Eng
Lian ketika melihat Lo In diam saja menonton mereka makan
dengan gembira- Lo In ketawa nyengir, Ia juga lantas hantam makanan tanpa
sungkan-sungkan untuk membikin Eng Lian senang hatinya.
Tapi diam-diam Lo In sedang kerjakan otaknya mencari akal
supaya Kim Wan Thauto dan Lima Harimau pun menghargai
Eng Lian seperti juga mereka menghormati Bwee Hiang.
Belum sempat Lo In memecahkan persoalan, tiba-tiba ia
dibikin terperanjat oleh kejadian yang tidak terduga-duga sama
sekali. Lo In melihat Eng Lian menyumpit mie dari mang kok besar,
ditaruh dalam mangkok makannya, Ia tidak lantas makan mie
dalam mang koknya itu, sebaliknya ia bakal main dikutik sana
dikutik sini. Lo In heran, apa maknanya enci Eng Lian main
dengan mie itu. Ketika ia hendak membuka mulut menanya, sekonyongkonyong
ia lihat ada dua potong mie sekira panjang dua cun
(dim) masing-masing dipisahkan oleh sumpitnya Eng Lian.
"Hahah, enci Lian kau lagi bikin apa-apaan itu ?" tanya Lo
In. Berbareng dengan pertanyaan Lo In, dua potong mie tadi
dikutik, sumpit mencelat dari mang koknya, seketika itu
terdengar teriakan mengaduh dari Tan Him dan song cie
Liang, tubuhnya berbareng terkulai dari duduknya dan roboh
dilantai. Kaget bukan main Lo In nampak kejadian itu, Eng Lian
telah unjuk kenakalannya. Cepat ia memburu pada Tan Him
dan song cie Liang yang sedang dirubung oleh Kim Wan
Thauto, Kie Giok Tong dan lain-lainnya. Keadaan Tan Him dan
song cie Liang tidak berkutik, seperti kena ditotok-
Kim Wan Thauto heran, bagaimana dua orang itu roboh
dengan tiba-tiba saja. Pasti mereka sudah diserang dengan
senjata gelap- Tapi siapa penyerangnya " Di situ ada Lo In, jago cilik yang
lihai, siapa berani main gila dengan sesukanya "
Tiada seorang yang tahu kecuali Lo In bahwa perbuatan itu
adalah perbuatan Eng Lian yang main-main, malah Leng siong
yang duduk di dekatnya Eng Lian pun, tidak engah kalau Kim
Coa siancu sudah unjuk kepandaiannya yang istimewa.
Keadaan menjadi tegang. Hanya Lo In yang diam-diam
ketawa melirik pada Eng Lian, siapa telah menyambut dengan
senyuman puas. Malah Eng Lian telah mencekikik dengan
tiba-tiba hingga Leng siong di sebelahnya menjadi heran.
Kim Wan Thauto coba membebaskan Tan Kim dan song
cie Liang dari totokan tapi sia-sia saja. Malah korban itu
meringis-ringis kesakitan ketika jalan darah membebaskan
diurut-urut oleh Kim Wan Thauto- si Thauto menjadi gelisah-
"Anak In, ini bagaimana ?" Kim Wan Thauto menanya pada
si bocah ketika melihat Lo In sudah ada di dekatnya-
" orang jahat sudah datang mengacau " kata Kie Giok Tong
ketakutan. semua orang sudah merubung-rubung song cie Liang dan
Tan Him, kecuali Eng Lian dan Leng siong tinggal enakenakan
meneruskan makannya. Nyonya Teng pucat pasi wajahnya mendengar Kie Giok
Tong mengatakan ada orang jahat datang mengacau.
" Hiantit, bagaimana ini ?" ia menanya pada Lo In.
semua perhatian ditumplek pada Lo In sebab mereka tahu
hanya si boacah wajah hitam yang sakti itu yang dapat
menyelamatkan mereka. "Anak In, kenapa kau diam saja " Lekas tolong paman Tan
dan song " kata Kim Wan Thauto yang putus asa tak dapat
membebaskan totokan orang.
"ya, siaohiap, tolonglah " Kie Giok Tong kata dengan wajah
memohon. "orang jahat sih tidak ada." kata Lo In.
"Mungkin kedua paman ini menerbitkan perasaan tidak
senang pada orang pandai hingga mereka dikasih rasa."
Kim Wan Thauto dan Kie cHiok Tong heran mendengar
kata-kata Lo In. "Anak In, siapa orang pandai itu ?" tanya Kim Wan Thauto-
"Coba aku periksa apanya yang kena ditotok-" sahut Lo In
seraya jongkok memeriksa, Ia tidak menjawab langsung atas
pertanyaan sang toako. Lo In pura-pura memeriksa bagian mana yang ditotok
'orang pandai', ketika ia memeriksa wajah Tan Him, persis
pada jidatnya ada menempel sepotong mie yang panjang dua
cun tengah melingkar seperti ular, melekat bagaikan masuk ke
dalam kulit. Lalu diperiksanya pula keadaan song cie Liang,
kiranya ia senasib dengan Tan Him pada jidatnya menempel
mie yang melingkar macam ular.
Kie Giok Tong sangat heran, akan tetapi Kim Wan Thauto
sebaliknya telah mengerutkan keningnya, Ia berkata,
"Anak In, lekas bebaskan mereka dari totokan"
"Toako, jangan marah, aku tidak bisa membebaskannya."
sahut Lo In. " Habis, habis bagaimana ini ?" kata Kie Giok Tong
Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebingungan, pikirnya, Lo In sendiri tak dapat membebaskan
totokan pada dua saudaranya, siapa lagi yang dapat diharap "
Apa ada yang lebih tinggi kepandaiannya dari si bocah "
"Jangan cemas." menghibur Lo In.
"Ada orangnya yang dapat membebaskan.
"siapa, siapa ?" Kie Giok Tong memotong dengan
bernapsu. "Tapi dengan satu syarat." Lo In masih pelit untuk
menunjukkan orang itu. "Syarat apa Lo In Hiantit maksudkan ?" tanya Kie Giok
Tong. "Kalau kedua paman sudah dibebaskan, aku harap urusan
tidak ditarik panjang. Bikin habis sampai disini- Titik" Lo In
majukan syaratnya. Kie Giok Tong heran mendengar perkataan Lo In.
"Kenapa pakai ada syarat begitu segala ?" ia menanya.
"Itu untuk kebaikan kedua pihak-" sahut Lo In tenangtenang
saja- Kie Giok Tong melirik pada Kim Wan Thauto yang lantas
anggukkan kepalanya sedikit.
"Baiklah-" kata Kie Giok Tong kemudian.
" orang pandai itu boleh dipanggil"
"orang itu ada disini-" sahut Lo In seraya melirik pada meja
perjamuan, dimana Eng Lian dan Leng siong sedang asyik
makan-makan seakan-akan mereka tidak menghiraukan
kepada kejadian yang mengejutkan itu.
Melihat gerakan Lo In, baru Kim Wan Thauto sadar siapa
yang main-main di depannya. sebagai jago kawakan, tidak
senang ia orang main-main diluar tahunya- sebab itu satu
penghinaan. Maka menuruti hatinya yang panas, seketika itu
ia bangkit dari jongkoknya, kepalanya la lalu digelengkan, tibatiba
sepasang anting-anting emasnya melesat saling susul ke
arah Eng Lian yang sedang ulur tangan untuk menyumpit
daging ayam. "Toako, kau berbuat apa ?" kata Lo In kaget ketika melihat
sepasang anting-anting emas, senjata ampuhnya Kim Wan
Thauto melesat ke arahnya Eng Lian.
Lo In tidak keburu mencegah, sebab perbuatan Kim Wan
Thauto itu ada diluar perhitungannya.
" Celaka, enci Lian " dalam hatinya mengeluh.
Tapi kekagetan Lo In hanya sejenak sebab di lain detik
kelihatan ia kegirangan dan bertepuk tangan, sebaliknya Kim
Wan Thauto berdiri termangu-mangu memandang ke arah Eng
Lian yang berkata kepada Leng siong,
"Adik siong, aku mau sumpit daging ayam, kenapa jadi
kesalahan menyumpit ini ?" seraya unjukkan sepasang antinganting
emas Kim Wan Thauto yang terjepit pada sepasang
sumpit makannya si nona. Leng siong terheran-heran sebab ia tidak tahu apa yang
sudah terjadi. Kim Wan Thauto berdiri menjublek lantaran menyaksikan
kepandaian Eng Lian diluar dugaannya sama sekali. Boleh
dikatakan ia menyerang Eng Lian separuh membokong karena
si nona pada saat itu tengah menyumpit daging ayam. Eng
Lian tarik pulang sumpitnya ketika mengetahui ada senjata
rahasia menyerang dirinya. Dengan hanya acungkan
sumpitnya, sepasang anting-anting emasnya Kim Wan Thauto
pada nempel terjepit, bagaikan anting-anting besi karatan
yang nempel pada besi berani.
sungguh menakjubkan kepandaiannya Kim Coa siancu dan
toh ia tidak menegur kepada yang melepaskan senjata
gelapnya, malah ia memperlihatkan hasilnya kepada Leng
siong dengan mengatakan bahwa ia kesalahan mau
menyumpit daging ayam kena mencomot anting-anting orang.
Bukan main malunya Kim Wan Thauto tapi Lo In sudah datang
menghibur, katanya, "Toako, kita adalah orang sendiri tidak usah malu. Enci Lian
dapat menangkis serangang toako tentu saja mudah lantaran
toako tidak dengan sungguh-sungguh ikutkan Iwekang toako
yang dahsyat. Coba kalau toako menyerang dengan betulbetul,
mana dapat enci Lian memusnahkan serangan toako ?"
Kim Wan Thauto tertawa terbahak-bahak-
"Aku menyerah, aku menyerah-" katanya kemudian seraya
jalan menghampiri Eng Lian.
"Enci Lian, itu Taysu datang. Mungkin dia hendak menagih
anting-antingnya." berkata Leng siong seraya tangannyaa
menowel Eng Lian. "Biarkan dia datang." sahut Eng Lian.
"Kalau dia tidak minta maaf, siapa mau pulangi antinganting
emasnya. Boleh juga kita bagi seorang satu sebagai
tanda peringatan, bukan " Hihihi - ."
"Nona Lian," Kim Wan Thauto menyetop ketawanya Eng
Lian. "Aku si Thauto tidak tahu diri dan mohon maaf atas
kelakuanku barusan. Kepandaian nona Lian yang
menakjubkan, aku si Thauto mengaku kalah- Tolong nona
kembalikan anting-anting rongsokanku untuk menghias
telingaku yang kedinginan ditinggalkan penghuninya-"
"Hihi - hihi - " Eng Lian ketawa cekikikan, malah terpingkalpingkal
ia ketawa mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto
yang lucu, malah Leng siong juga ikut-ikutan ketawa-
Kim Wan Thauto ada satu pendeta kesatria, tidak merasa
malu ia mengaku kalah di hadapan lawan, seperti tempo hari
dipecundangi Lo In. Ia tidak gusar melihat Eng Lian ketawa
terpingkal-pingkal sebab memang ada menjadi maksudnya
untuk bikin si nona nakal ketawa enak dengan kata-katanya
yang lucu tadiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setelah berhenti ketawa, Eng Lian berkata,
"Taysu, ini aku kembalikan. Lain kali jangan main-main
begitu. Kalau dengan tidak cara kebetulan aku dapat
menyambuti senjata anting-anting Taysu yang ampuh,
barusan aku bisa celaka, syukur Taysu hanya main-main saja
menyerangnya." Eng Lian berkata sambil menyerahkan
kembali anting-anting si Thauto, sedang air mukanya sedikit
pun tidak mengunjuk rasa tidak senang, malah tersenyum
manis ke arahnya Kim Wan Thauto-
Si pendeta rambut panjang menerima kembali barangnya
dengan menghaturkan terima kasih tapi diam-diam ia merasa
gegetun akan kata-katanya Eng Lian yang menutupi
ketidakbecusannya (Kim Wan Thauto). Ia tidak menyangka
bahwa dibalik tingkah laku yang berandalan, Eng Lian ada
gadis cilik yang simpatik. Dalam ucap katanya seakan-akan
menghibur orang punya rasa cemas dan malu. Wataknya
Neraka Neraka 2 Pendekar Rajawali Sakti 210 Misteri Wanita Bertopeng Pendekar Gila 2