Pencarian

Budi Kesatria 24

Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 24


shia sekalian telah menanti disana.
Kecuali Sun Put shia, Bu wi totiang dan It-bun Han to yang
berada dalam ruangan itu. Suasana amat hening dan sepi,
begitu heningnya sampai tak kedengaran sedikit suarapun,
sungguh suatu perbedaan yang kontras dengan suasana
gaduh dan ramai kemarin hari.
Sebelum si anak muda itu menanyakan sesuatu, dengan
cepat It bun Han to telah berkata :
"Nama besar Siau tayhiap benar-benar telah menggetarkan
seluruh kolong langit, banyak jago persilatan yang
berdatangan lagi ke tempat ini, sampai kini sudah ada seribu
orang lebih yang berkumpul disini!"
"Dimanakah orang-orang itu"."
"It bun sianseng telah membagi mereka menjadi dua puluh
kelompok!" sahut Sun Put shia dengan cepat. "Tiap kelompok
terdiri dari lima puluh orang, kini mereka sudah menuju ke
lapangan pertarungan!"
"Shen Bok Hong tersohor karena kekejian serta
kelihayannya, apakah tidak terlalu berbahaya bila mengutus
mereka pergi kesana lebih dahulu" Kalau sampai disergap oleh
pihak Shen Bok Hong, bukankah orang-orang itu bisa celaka?"
"Siau tayhiap tak usah kuatir!" ujar Bu-Wi totiang. "Segala
sesuatunya sudah diatur oleh It bun sianseng. Dua puluh
kelompok bertugas saling membantu pihak yang menghadapi
mara bahaya, bahkan dari tiap kelompok dibagi pula menjadi
regu-regu. Tiap regu terdiri dari lima orang dan diantara
kelima orang itu harus terdiri dari campuran jago-jago yang
pandai ilmu pukulan, ilmu senjata, ilmu totokan, ilmu senjata
rahasia dan ilmu pengobatan. Selain itu It bun sianseng telah
memilih pula beberapa orang murid perguruanku
mendampingi 'Tiongciu siang ko, Tiong lam ji hiat, Ceng sute,
Suma Kan, Coh Kim san, Tong Bun ki serta Liok Kui ciang.
Beberapa orang jago yang berilmu silat agak tangguh dengan
jalan menyaru mengawasi seluruh gelanggang. Dengan posisi
semacam ini maka kendatipun Shen Bok Hong turun tangan
sendiripun, dia harus menggunakan tenaga yang amat banyak
sebelum berhasil melukai beberapa oraag kita..."
"Dan aku yakin Shen Bok Hong tidak akan mengorbankan
tenaga murninya dengan begitu saja dalam keadaan seperti
ini" sambung It bun Han to dengan cepat.
Tiba-tiba terdengar Sun Put shia menghela napas panjang,
kemudian ujarnya: "Saudara Siau, aku si pengemis tua benar-benar takluk dan
kagum kepadamu! "Kagum dalam urusan apa?"
"Kagum atas kejelian matamu serta kepandaianmu memilih
orang. Pilihanmu kepada It bun sianseng untuk memimpin
perjuangan kita melawan Shen Bok Hong benar-benar
merupakan pilihan yang paling tepat!"
"Aaaah... ! Engkoh tua terlalu memuji!" seru Siau Ling
sembari tersenyum. "Bicara terus terang walaupun tempo dulu engkau pandai
mengatur stasat serta menganalisa siasat orang lain tapi aku
si pengemis tua sama sekali tidak kagum dan takluk
kepadanya tapi setelah kusaksikan bagaimana caranya ia
membentuk kelompok demi kelompok dari sekian ratus jago
yang berkumpul. Bahkan dari pengelompokannya itu membuat
kekuatan yang terhimpun dari tiap regu yang terdiri dari lima
orangpun sudah menjadi begitu hebat apalagi kalau sampai
seluruh kelompok bergabung jadi satu betapa luar biasanya
kekuatan tersebut, aku jadi benar-benar merasa takut!"
"Aaah... locianpwe suka memuji!" kata It bun Han to tetap
berusaha untuk merendahkan diri.
"Aku tidak berusaha untuk memuji, tapi setiap patah kata
yang muncul dari mulut aku si pengemis tua merupakan katakata
sejujurnya yang timbul dari hati sanubariku!"
It bun Han to mendehem ringan, cepat dia alihkan pokok
pembicaraan ke soal lain, ujarnya:
"Sekarang waktu sudah cukup siang, tak ada gunanya kita
buang waktu di tempat ini untuk mengobrol belaka,
bagaimana kalau sekarang juga kita lakukan perjalanan
menuju ke gelanggang pertarungan?""
"Baik, hayo kita berangkat sekarang juga", sahut Siau Ling.
Dia segera melangkah keluar lebih dahulu dari situ.
Sun Put shia, Bu-wi totiang, It bun Han to serta Pek-li Peng
segera menyusul di belakang si anak muda itu, mereka
lakukan perjalanan cepat di bawah rintiknya hujan.
Semua orang tahu bahwa pertarungan kali ini menyangkut
mati hidupnya dunia persilatan, oleh karena itu sepanjang
perjalanan suasana amat hening dan serius.
Kelima orang jago itu melanjutkan perjalanan dengan
cepatnya, sekejap mata lima enam Ii sudah dilewati tanpa
terasa. Sepanjang jalan semua orang membungkam dan tak
seorangpun yang pernah membuka suara untuk memecahkan
kesunyian. Sudah tentu dalam keadaan demikian baik Sun Put shia, It
bun Han to maupun Bu wi totiang tak mampu berbicara !agi,
perasaan hati mereka seakan-akan tertindih oleh suatu beban
yang amat berat. Di hati kecilnya mereka memang ingin
mengucapkan sepatah dua patah kata yang bisa menghibur
hati Siau Ling, tapi mereka tahu pembicaraan tersebut harus
dimulai dari mana" Bagaimana dengan Siau Ling sendiri" Sepanjang perjalanan
menuju kegelanggang pertempuran, otaknya masih berputar
terus memikirkan pemecahan jurus pedang yang dipelajarinya
selama ini, tentu saja ia segan untuk membicarakan persoalan
lain yang sama sekali tak ada gunanya.
Dalam hati kecilnya dia hanya berharap dapat
melangsungkan suatu pertarungan satu lawan satu secara
jujur dengan Shen Bok Hong, dan didalam pertarungan
tersebut ia berhasil mengalahkan gembong iblis itu.
Sebab bila ia berhasil memenangkan pertarungan itu,
niscaya rasa percaya pada diri sendiri di hati para jago
persilatan akan tumbuh kembali, secara otomatis keadilan dan
kebenaranpun bisa ditegakkan kembali dalam dunia persilatan.
Dua puluh li bukan satu jarak yang terlampau jauh apalagi
yang sedang melakukan perjalanan adalah sekawanan jago
persilatan yang berilmu tinggi, maka hanya dalam sekejap
mata saja mereka sudah tiba di tempai tujuan.
Bukit Pek sek po adalah sebuah bukit gundul yang gersang
dan terdiri dari tanah berbatu karang yang amat tajam, tapi
hari ini suasana di tempat itu ramai sekali, meskipun hujan
rintik-rintik masih turun tiada hentinya, namun kawanan jago
yang berkumpul di sekitar tempat itu banyaknya tak
terkirakan. Seperti dengan sebutannya yakni Pek sek po, batu-batu
yang berserakan di sekitar bukit rata rata berwarna putih.
Di atas serakan batu-batu patih itulah berdiri manusia
persilatan baik itu yang tinggi, pendek, gemuk atau kurus
dengan pelbagai dandanan yang berbeda, tapi satu
bersamaaannya yakni kebanyakan mengenakan pakaian
ringkas yang ketat serta menggembol senjata tajam.
Hujan masih turun rintik-rintik, meskipun tidak terlalu deras
namun cukup membasahkan seluruh permukaan tanah ini
membuat pakaian yang dikenakan kawanan jago persilatan itu
menjadi basah kuyup seperti ayam tercebur kolam.
Di tengah keheningan yang mencekam seluruh bukit itulah,
tiba-tiba terdengar seorang berseru dengan lantang:
"Siau tayhiap telah datang!"
Seruan itu segera memperoleh tanggapan yang serentak,
kawanan jago persilatan yang sedang berkumpul di tengah
gelanggang, bersama-sama alihkan pandangan matanya ke
arah samping, dimana Siau Ling sedang meluncur tiba dengan
cepatnya. Seribu pasang mata bersama-sama ditujukan ke atas wajah
si anak muda itu, untuk sesaat suasana menjadi gaduh,
kawanan jago persilatan itu pada merangkap tangannya dan
memberi hormat. Sambil melangkah masuk ke tengah gelanggang, Siau Ling
merangkap tangannya balas memberi hormat kepada kawankawan
jago persilatan tersebut, katanya:
"Saudara-saudara sekalian, tak usah banyak peradatan, aku
orang she Siau tak kuat menerima penghormatan ini!"
Baru saja si anak muda itu menyelesaikan kata-katanya,
mendadak sekilas cahaya tajam berkelebat menembusi
angkasa dan langsung meluncur ke arah dada Siau Ling.
Meskipun tidak menyangka akan datangnya sergapan dari
lawan, ancaman tersebut tidak membuat Siau Ling jadi gugup
atau gelagapan, sedikit mengegos ke samping, telapak
tangannya segera direntangkan kedua belah arah, menyusul
mana tangan kanannya diraut ke depan dan senjata rahasia
yang sedang meluncur ke arahnya itu berhasil dicengkeram
secara jitu. Dengan kilatan sinar tajam anak muda itu memeriksa
senjata rahasia rampasan itu ternyata benda tersebut tidak
lebih hanyalah sebuah pisau terbang yang berbentuk tipis dan
amat beracun. "Ada pembunuh gelap....!" Jerit kaget berkumandang dari
mulut kawanan jago di sekitar sana.
Suasana kontan jadi gempar, sinar mata kawanan jago
persilatan yang berkumpul di empat penjuru bersama-sama
menyapu sekelilingnya untuk menemukan si penyergap gelap
itu. Kawanan jago persilatan yang hadir di atas bukit Pek sek
poo pada saat ini, sebagian besar adalah jago-jago silat yang
berdatangan untuk menghadiri upacara kebaktian bagi arwah
Siau Ling. Hanya dalam semalaman saja It-bun Han to telah
mengatur mereka sedemikian rupa sehingga bukan saja gerak
gerik mereka jadi sangat teratur dan tidak sembarangan,
selain menjadi suporter bagi pertarungan Siau Ling nanti,
merekapun dipersiapkan untuk menanggulangi bahaya yang
mengancam dari pihak perkampungan Pek hoa san cun.
Andaikata kawanan jago dari pihak musuh telah
menyiapkan pertarungan massal dengan mengirimkan seluruh
jagoannya, maka serentak kekuatan yang telah terbentuk
inilah yang akan bertugas untuk membendungnya..
Bisa diketahui betapa teraturnya organisasi mereka,
tidaklah heran bahwa barisan dari kawanan jago itu sama
sekali tidak kacau sekalipun sedang menghadapi peristiwa
penyergapan. Kawanan jago silat itu tetap berdiri pada posisinya masingmasing
tanpa bergerak, hanya sorot mata mereka yang tajam
saja berkeliaran kesana kemari mencari orang yang dicurigai
itu. Sun Put-shia yang menyaksikan kesemuanya itu kembali
menghela napas panjang, pikirnya:
"Aaai... Tak bisa dibantah lagi It-bun Han to memang
seorang manusia luar biasa yang berkepandaian tinggi, hanya
dalam semalaman saja pengelompokan jago-jago persilatan ini
berhasil dilaksanakan, bahkan dia pun berhasil membuat
mereka jadi begitu tenang dan berdisiplin tinggi, aaaii...!
Rasanya hasil yang dicapainya ini tak kalah dengan
kedisiplinan jago-jago silat yang telah dilatih selama banyak
tahun" Setelah mengamati sekejap pisau terbang tersebut, Siau
Ling membuangnya ke atas tanah, kemudian ia mengerling
sekejap ke arah seorang pemudi berpakaian ringkas yang
berdiri kurang lebih satu kaki di sampingnya, sambil
tersenyum katanya: "Aaah...! Soal sergap menyergap sudah merupakan
kejadian yang sangat biasa begitu, bukan baru sekali ini
kujumpai peristiwa semacam ini tapi sudah berkali-kali.
Untungnya nasibku selalu mujur dan jiwaku selalu dapat lolos
dari ujung jarum, harap saudara sekalian tak usah
menguatirkan keselamatanku! "
Habis berkata dengan langkah lebar ia melanjutkan kembali
langkahnya menuju ke depan.
Dari sikap serta gerak-geriknya yang begitu tenang dan
wajar, seakan-akan menunjukkan bahwa pemuda itu tak
pernah menjumpai suatu kejadian apapun.
Sikap yang amat tenang, santai seolah-olah tak pernah
terjadi urusan apa-apa dari Siau Ling ini semakin
mengagumkan hati kawanan jago persilatan yang hadir
disana. Mereka tak menyangka kalau si anak muda itu bukan
saja berjiwa besar bahkan mencerminkan pula sikap seorang
pendekar sejati. Baru saja Siau Ling berjalan sejauh belasan tindak, tiba-tiba
dari arah belakang terdengar seseorang berseru dengan suara
yang berat: "Benar-benar seorang pendekar besar yang berjiwa ksatria,
walaupun mengetahui akulah yang melakukan penyergapan
yang gagal, namun tak sudi turun tangan untuk melakukan
pembalasan. Aku betul-betul merasa sangat kagum!"
Ketika kawanan jago persilatan yang hadir disitu
mengalihkan sinar mata mereka ke arah mana berasalnya
suara itu, terlihatlah seorang pemuda berusia dua puluh
empat lima tahunan yang berpakaian ringkas berdiri tegak
dengan sebilah pisau belati menembusi dadanya.
Tatkala ucapan tersebut telah selesai diucapkan, ia segera
mencabut keluar pisau belatinya dari atas dada, darah segar
memancar keluar dengan derasnya. Tidak selang sesaat
kemudian tubuhnya sudah terkapar di atas tanah dalam
keadaan tak bernyawa lagi.
Menyaksikan peristiwa itu, Siau Ling menghela napas
panjang, katanya : "It-bun heng, tolong urusi jenasahnya dan kuburlah secara
baik-baik." It bun Han-to segera mengiakan, dia merintahkan dua
orang laki-laki yang berada di sisinya untuk bekerja, dua orang
laki-laki kekar itu segera mengangguk dan menggotong pergi
jenasah pemuda berpakaian ringkas itu.
Setelah mayat pemuda itu digotong pergi, barulah Siau
Ling menghembuskan nafas panjang. sinar matanya dialihkan
kembali ke arah depan. Kurang lebih lima kaki di hadapannya terdapat sebuah
tanah daratan berbatu yang datar, sebuah panggung kayu
setinggi lima depa dibangun di atas daratan yang datar tadi.
Panggung kayu itu tak beratap, empat penjuru sekelilingnya
juga tidak diberi alas ataupun benda lain untuk menutupinya.


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari gaya bangunan itu dapatlah diketahui kalau panggung
kayu itu dibangun dengan tergesa-gesa.
Siau Ling berpaling dan memandang sakejap ke arah Sibun
Han to, kemudian tanyanya:
"Saudara It-bun, apakah panggung kayu ini kita yang
bangun?"" "Benar," jawab It-bun Han-to sambil mengangguk, "akulah
yang mengirim orang untuk membangun panggung ini"
"Apa gunanya engkau membangun panggung kayu
semacam ini " Toh bagi kita sama sekali tak ada gunanya?""
"Panggung kayu ini dibangun sangat sederhana, itupun
disebabkan karena tujuan kita membangun panggung itu
hanya satu. Coba Siau tayhiap perhatikan, bukankah tempat
dimana panggung itu dibangun adalah tanah datar yang agak
tinggi letaknya dibandingkan dengan tanah di sekitarnya?"
"Nah, bilamana kita tempatkan orang di atas panggung itu,
maka daerah di sekitar tempat ini akan berada di bawah
pengawasan kita, semua gerak gerik musuh dapat kita ikuti
dengan seksama. Dalam keadaan demikian, bilamana Shen
Bok Hong hendak menggunakan siasat licin untuk
memperdaya kita, maka setelah menyaksikan kita dirikan
panggung tersebut, maka sedikit banyak dia harus berpikir
tiga kali lagi sebelum bertindak.. bukankah panggung ini
sangat bermanfaat sekali?"
"Oooh..! Kiranya begitu..." ujar Siau Ling sambil tertawa, ia
mengangguk tiada hentinya.
Kiranya secara diam-diam It bun Han to, Sun Put shia serta
Bu wi totiang beberapa orang telah menyusun suatu rencana
yang rapi dan matang. Mereka telah mempersiapkan tindakan
drastis bilamana dalam kenyataan nanti Siau Ling bukan
tandingan Shen Bok Hong. Oleh karena itulah sepanjang perjalanan mereka
memutuskan untuk tidak membicarakan soal pertarungan
tersebut dengan diri Siau Ling, bahkan sikap mereka seakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
akn tidak menaruh perhatian khusus atas berlangsungnya
pertarungan itu. Dengan begitu, tentu saja Siau Ling sendiripun merasa tak
enak hati untuk mengajak mereka membicarakan masalah ini.
Sementara semua orang masih termenung tiba-tiba
terdengar seseorang berseru lantang:
"Shen Bok Hong telah datang!"
Dengan suatu tindakan yang cekatan Siau Ling melompat
naik ke atas panggung kayu itu, jauh memandang ke arah
depan terlihatlah beberapa puluh ekor kuda sedang
dikaburkan dengan cepatnya menuju ke arah gelanggang
pertarungan. Menyaksikan kedatangan musuh-musuhnya si anak muda
itu segera berbisik kepada Pek li Peng:
"Peng ji. Ingatlah baik-baik pesan yang telah kusampaikan
kepadamu itu.!" "Akan kuingat selalu, toako tak usah kuatir", sahut Pek li
Peng seraya mengangguk. Sinar mata Siau Ling yang tajam dialihkan kembali kepada
It bun Han to ujarnya pula:
"Saudara It bun, andaikata nasibku kurang mujur dan
menemui ajalnya dalam pertempuran kali ini, engkau tak usah
membalaskan dendam bagiku tapi lindungilah Pek li Peng
untuk meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat!"
"Siau tayhiap tak usah kuatir. Shen Bok Hong sudah bukan
tandinganmu lagi. Dalam pertarungan yang akan berlangsung
nanti, pihak kaum iblis pasti akan tertumpas dari muka bumi,
sedang keadilan dan kebenaran agak tertegakkan dalam dunia
persilatan. Harap Siau tayhiap tak usah menguatirkan tentang
masalah lain." Siau Ling tersenyum. "Semoga saja yang kau ucapkan akan berubah menjadi
kenyataan!" Sorot matanya segera dialihkan ke sekitar gelanggang,
ketika tidak ditemuinya sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu, Suma Kan Be Bun Hui serta rekan-rekan lain yang
dikenalnya, tak tahan lagi dia lantas bertanya:
"It bun sianseng ! Kemana perginya saudara Sang serta
saudara Tu " Mengapa mereka tak terlihat diantara para jago
yang hadir ditempat ini?"
"Oooh. ! Mereka sedang kuutus untuk melalukan beberapa
tugas penting.." sahut It-bun Han to cepat.
Siau Ling mengangguk, dan dia tidak banyak bicara lagi.
Sementara pembicaraan itu masih berlangsung, Shen Bok
Hong dengan beberapa puluh orang jago telah mendekati
panggung kayu tertebut. Dengan suatu pemandangan yang seksama Siau Ling awasi
rombongan yang dibawa Shen Bok Hong, ternyata dugaannya
tak meleset, di belakang gembong iblis itu tampaklah seorang
hwesio tinggi besar yang memakai jubah lhasa berwarna
merah darah. Siapa padri itu " Dia tak lain adalah hwesio sakti yang
pernah bertempur melawan ayah angkatnya ketika ia masih
belajar silat di dalam lembah Sam seng-kok tempo hari.
Ketika tangan kiri hwesio berjubah merah itu diamati pula
dengan teliti, maka tampaklah jari manis serta jari
kelingkingnya telah terpapas kutung oleh senjata.
Menyaksikan kesemua itu, tanpa terasa ia berpikir di hati:
"Tenaga dalam yang dimiliki ayah angkatku Lam It-kong
amat sempurna, tapi dalam kenyataan ia bukan tandingannya,
guruku Cung San-pek yang bertarung dengan mengeluarkan
ilmu pedang terbang pun cuma berhasil memapas kutung dua
buah jari tangannya, aku rasa selama berapa tahun
belakangan ini ilmu silatnya pasti telah mendapat kemajuan
yang amat pesat., aaii.,! Jika dalam pertarungan yang akan
berlangsung nanti aku harus berhadapan muka dengan padri
itu., yaa! Itu berarti harapanku untuk rebut kemenangan
semakin tipis, tidak aneh kalau tantanganku hari ini berani
diterima oleh Shen Bok Hong dengan begitu saja, rupanya dia
memang memiliki tulang punggung yang benar-benar bisa
diandalkan!" Dalam hati kecilnya si anak muda itupun mengerti,
andaikata ia tak mampu menandingi kedahsyatan ilmu silat
yang dimiliki hwesio berbaju merah itu, niscaya kawanan jago
lainnya yang berada di sekitar gelanggang tak mungkin bisa
membantu dirinya, bila ia mati maka merekapun pasti akan
dibasmi oleh Shen Bok Hong beserta begundalnya.
Sekalipun dalam hati kecilnya pemuda ini merasa sangat
kualir, akan tetapi kekuatirannya itu tidak sampai diutarakan
keluar dia kuatir bila kekuatirannya itu diungkap maka
suasana akan bertambah kacau dan posisinya akan bertambah
lemah. Sorot matanya kembali beralih untuk mengamati beberapa
orang jago yang mengikuti di belakang hwe-sio berbaju merah
itu. Tampaklah selain Wu kongcu dari perguruan Ngo tok bun,
Kim hoa hujin, bayangan darah dari Shen Bok Hong, dipaling
belakang adalah Tiam Lun yang pernah beradu kepandaian
dengannya sewaktu ada dilembah tempo hari.
Tampaknya semua kekuatan inti yang dimiliki pihak
perkampungan Pek hoa san cung telah dikerahkan semua ke
tempat itu. Walaupun demikian, dari pihak para pendekar dunia
persilatan suasana tetap tenang dan teratur tiada perasaan
jeri atau ngeri yang terpancar keluar dari wajah mereka,
seakan-akan kawanan jago itu sudah merasa yakin pasti dapat
menanggulangi setiap penyerbuan yang dilancarkan pihak
lawan. It-bun Han to, Sun Put-shia, Bu wi totiang serta Pek li Peng
yang mendampingi Siau Ling pun tetap membungkam dalam
seribu bahasa, sinar mata mereka ditujukkan ke arah lawan
namun paras muka mereka tetap tenang dan penuh
kewibawaan. Dalam pada itu rombongan yang dipimpin Shen Bok Hong
sudah tiba di bawah panggung kayu itu. Dengan cekatan
gembong iblis itu melompat turun dari kudanya, disusul
kawanan jago lainpun ikut melompat turun dari kudanya
masing-masing. Shen Bok Hong yang selama ini angkuh sombong dan
tinggi hati, ternyata sikapnya kali ini jauh berbeda dari
keadaan biasanya. Dengan sikap yang amat menghormat
bahkan mendekati sikap munduk-munduk, dia memberi
hormat kepada hwesio berbaju merah itu, kemudian bisiknya
dengan lirih: "Taysu, silahkan turun!"
Padri berbaju merah itu tersenyum, ujarnya:
"Engkau adalah tuan rumah sedang pieceng tak lebih cuma
seorang tamu belaka. Sebagai tamu yang tahu diri tidak
sepantasnya kalau unjukkan kekuatan dihadapan tuan rumah.
Bila engkau sanggup membinasakan Siau Ling, maka seluruh
kolong langit dengan sendirinya akan terjatuh ke bewah
telapak kakimu, tapi kalau engkau tak mampu menangkan
dirinya, biarlah aku yang akan membikinkan perhitungan
bagimu!" Sebagian besar kawanan jago persilatan yang hadir dalam
gelanggang, waktu itu tak ada yang kenal dengan asal-usul
padri berbaju merah itu, maka kehadirannya di sana sedikit
pun tidak menimbulkan kegemparan mereka cuma merasa
tercengang dan keheranan ketika dilihatnya sikap Shen Bok
Hong yang begitu munduk-munduk.
Lain halnya dengan Sun Pat shia. Begitu menyaksikan
kemunculan padri berbaju merah itu, kontan paras mukanya
berubah hebat. Sekalipun pengemis tua ini sudah mengetahui asal usul
padri tersebut, akan tetapi ia telap membungkam dalam seribu
bahasa, tampaknya ia menguatirkan sesuatu sehingga tak
berani memberitahukan asal-usul lawannya ini kepada orang
lain. Dalam pada itu, Shen Bok Hoag sudah mengalihkan sorot
matanya ke arah Siau Ling, katanya dengan perlahan:
"Shen Bok Hong telah datang memenuhi janji!"
"Kalau toh Shen toa cungcu sudah datang kemari, apa
salahnya kalau silahkan engkau naik ke atas panggung ini?"
Shen Bok Hong mendengus dingin, saat ini ia tidak
menguatirkan apabila musuhnya menggunakan siasat untuk
menjebak dirinya menerima tantangan tersebut tidak tampak
dengan gerakan apakah dia melompat, hanya tahu-tahu dia
sudah berada di atas panggung.
Siau Ling tertawa dingin, katanya:
"Pertarungan yang akan berlangsung pada saat ini adalah
suatu pertarungan yang menentukan mati hidup kita berdua,
sebelum salah seorang menemui ajalnya aku harap
pertarungan ini jangan diakhiri dahulu ! Nah, Shen toa cungcu,
silahkan cabut keluar senjatamu!"
Shen Bok Hong tidak langsung menjawab dengan
pandangan tajam ia menyapu dahulu kawanan jago persilatan
yang berkumpul di bawah punggung kayu itu. Ketika
dilihatnya hampir delapan puluh persen kawanan jago yang
hadir disana adalah jago-jago yang di bawah Siau Ling,
perasaan hatinya langsung saja tercekat.
Dengan jantung berdebar keras pikirnya di hati:
"Sepuluh tahun sudah aku berusaha dan berjuang matimatian,
menggunakan berbagai cara untuk menarik pengikut
sebanyak-banyaknya, akan tetapi usahaku untuk memaksa
kawanan jago tersebut berbakti kepadaku selalu mengalami
kegagalan, tapi Siau Ling baru dua tahun munculkan diri
dalam dunia persilatan, kenapa ia bisa menarik begitu banyak
simpatisannya, untuk jauh-jauh datang ke mari hanya untuk
membantu pihaknya belaka?"
Berpikir sampai disitu, tangan kanannya segera merogoh
kedalam sakunya dan mengambil keluar sebuah benda yang
mirip pedang tapi bukan pedang dan berwarna hitam pekat,
panjangnya kurang lebih dua depa.
Berbareng itu juga tangan kirinya mencabut pula sebilah
pedang pendek yang memancarkan sinar gemerlapan, katanya
dengan dingin : "Sudah belasan tahun lamanya aku orang she Shen tak
pernah bertempur melawan orang dengan menggunakan
senjata tajam, ini hari adalah untuk pertama kalinya
kugunakan senjata lagi!"
"Oooh.. kalau begitu aku merasa berbangga hati karena
memperoleh penghormatan tersebut!" seru Siau Ling.
Perlahan-lahan diapun mencabut keluar sebilah pedang
berwarna kuning emas, sementara sepasang matanya
mengawasi benda hitam yang mirip pedang tapi bukan
pedang di tangan kanan lawannya itu.
Dipihak lain, Shen Bok Hong kelihatan agak terperanjat
setelah menyaksikan bentuk pedang emas di tangan Siau Ling,
dengan paras muka berubah hebat serunya tertahan:
"Haahh..! Pedang emas penakluk iblis.."
"Tepat sekali ucapanmu, pedang ini memang Hu mo kim
kiam, apakah toa cengcu kenal dengan pedangku ini?"
Air muka Shen Bok Hong berubah jadi amat serius, lama...
lama sekali dia baru menghela napas panjang, katanya
kemudian: "Aaai..! Pedang ini sudah lama sekali tidak pernah muncul
di dalam dunia petsilatan."
"Tampaknya Shen-toa cungcu amat jeri terhadap pedangku
ini?" kata Siau Ling dengan cepat.
Shen Bok Hong segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeeh heeeh heeeehh memang kuakui bahwa pedang
mustika itu sangat tajam kendatipun demikian hebat atau
tidaknya pedang itu tergantung pada si pemakai pedang itu
sendiri... Saudara Siau, aku lihat lebih baik engkau berhati-hati
sedikit dalam pertarungan ini!"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, tangan
kirinya segera ditekan ke bawah menyusul mana tampaklah
serentetan cahaya perak yang amat menyilaukan mata
langsung menusuk ke arah dada Siau Ling.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut dengan cekatan
si anak muda itu mengembang kan pedang Hu mo kim
kiamnya untuk menangkis. Serentetan cahaya emas segera meluncur ke udara dan
langsung menangkis pedang perak yang sedang meluncur tiba
itu.

Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Trraaanngg !" Diiringi benturan nyaring yang memekikan telinga, pedang
perak di tangan Shen Bok Hong kena ditangkis sehingga
miring sasarannya. Siau Ling bertindak cekatan, sebelum gembong iblis itu
sempat merubah jurus pedangnya, setelah menangkis
serangan musuh ia menubruk maju ke depan, pedangnya
gantian mengancam dada musuh.
Shen Bok Hong tetap berdiri tak berkutik di tempat semula,
menanti ujung pedang lawan hampir tiba di depan badannya,
benda hitam dalam genggaman tangan kirinya segera
diangkat ke atas dan didorong sejajar dengan dada..
Mengikuti datangnya dorongan benda hitam itu, Siau Ling
merasakan munculnya segulung tenaga hisapan yang sangat
kuat membetot ke arah pedangnya itu, karena tidak
menyangka, ujung pedangnya kena tersedot sampai arahnya
miring ke samping . Peristiwa ini seketika menggetarkan perasaan hatinya,
dengan hati tercekat pemuda itu melompat mundur ke
belakang. Sekarang ia baru memahami kiranya benda hitam
yang dipakai Shen Bok Hong sebagai senjata itu tak lain
adalah sebuah besi semberani yang mempunyai tenaga
hisapan yang amat kuat. Sekalipun tenaga hisapan yang terpancar keluar dari besi
semberani itu cukup kuat untungnya Siau Ling bukan anak
kemarin sore yang berilmu cetek, dalam waktu singkat ia
berhasil menguasai kembali gerak miring pedangnya itu.
Haruslah diketahui, baik Shen Hong mau pun Siau Ling
kedua duanya adalah jago-jago silat yang paling top dewasa
ini. Pertarurgan diantara mereka, berdua boleh dibilang samasama
berlangsung dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Dalam keadaan begini pihak manapun tak boleh membuat
kesalahan, sebab hanya suatu kesalahan yang kecil saja maka
akibatnya bisa menimbulkan keadaan yang fatal.
Demikian pula keadaannya dengan Siau Ling. meskipun
detik itu juga dia berhasil menguasai kembali gerak
pedangnya, tapi peluang yang amat baik itu segera
dimanfaatkan pula oleh Shen Bok Heng secara jitu.
Tampaklah gembong itu miringkan badannya ke samping,
pedang perak di tangan kirinya dengan kecepatan luar biasa
meluncur ke depan dan langsung menusuk jalan darah Ciao
keng hiat di bahu sebelah kiri si anak muda itu.
Sekilas pandangan, jurus serangan yang dipergunakan
Shen Bok Hong itu tampaknya amat sederhana tanpa sesuatu
yang hebat, tetapi para jago yang berada di deretan terdepan
dari panggung kayu itu seketika merasakan hatinya bergetar
keras, mereka tak tahu dengan cara apakah Siau Ling akan
menghindarkan diri dari babatan pedang musuhnya.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata,
tampaklah Siau Ling membuang bahunya ke belakang,
menyusul mana tubuhnya melangkah mundur satu tindak ke
belakarg. "Sreeet..!" cahaya perak segera berkelebat lewat
menyambar baju yang dikenakan Siau Ling. darah segar
memancar ke empat penjuru dan tak bisa dihindari lagi bahu
kiri si anak muda itu kena tersambar hingga terluka.
Cepat Siau Ling menggetarkan ujung pedangnya
bersamaan itu pula dia berpekik nyaring, tubuhnya
melambung ke udara, dari situ pedangnya berputar kencang
dan melepaskan dua rentetan cahaya tajam yang sangat
menyilaukan mata. Shen Bok Hong membentak keras, dia ikut melambung ke
udara kemudian menyongsong datangnya cahaya pedang
yang tercipta dari senjata tajam musuhnya.
Dia gulung bayangan manusia saling bergumul menjadi
satu di udara, diantara kelebatnya cahaya pedang terjadilah
suatu benturan-benturan nyaring yang memekakkan telinga.
Cahaya kilat memancar ke empat penjuru dan bayangan
manusiapun muncul kembali didepan mata. Duuk! Duuk. ! Dua
benturan keras mengiringi robohnya Siau Ling dan Shen Bok
Hong dari atas panggung kayu itu.
Ketika semua orang alihkan sorot matanya ke arah wajah
dua orang jago lihay itu, terlihatlah Siau Ling masih berdiri di
tempat dengan wajah serius, sebaliknya air muka Shen Bok
Hong berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, matanya
jelalatan tak menentu, jelas dalam bentrokannya barusan
gembong iblis itu telah menderita kerugian yang cukup besar.
Bagaimanakah keadaan yang sebenarnya" Tak seorangpun
yang sempat mengikuti, sebab pertarungan yang berlangsung
antara kedua orang itu diliputi oleh cahaya pedang yang
berkilauan, karenanya biasan cahaya yang memancar ke
empat penjuru membuat semua orang merasakan matanya
menjadi silau. Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, suatu ketika
Siau Ling membentak nyaring, sekali lagi ia melompat ke
depan dan melancarkan serangan maut.
Shen Bok Hong putar badan sambil menangkis, suatu
pertarungan sengitpun segera berlangsung kembali.
Jurus-jurus serangan yang dilancarkan Siau Ling amat
dahsyat dan sangat mengerikan, perubahan yang tak
terhitung banyaknya terselip diantara serangan-serangannya
itu, pokok serangan yang diandalkan adalah jurus ilmu pedang
dari Tam Ia cing, tokoh silat dari perguruan Hoa san pay.
Saking dahsyat dan gencarnya serangan itu, bukan saja
musuhnya dibikin kalang kabut tak karuan, sampai-sampai
kawanan jago persilatan yang menyaksikan jalannya
pertarungan dari bawah panggung pun merasakan pandangan
matanya jadi kabur. Tampaknya Shen Bok Hong telah ditekan oleh jurus
serangan pedang yang dilancarkan Siau Ling, dia keteter
hebat sampai tak bertenaga lagi untuk melakukan perlawanan.
Kendatipun demikian, gembong iblis tersebut tak sudi
menyerah dengan begitu saja. Ia berusaha menggunakan
segala kemampuan yang dimilikinya untuk membela diri.
Setiap saat besi semberaninya diputar kesana kemari untuk
menghalau pergi ancamn yang tiba. terutama sekali tiap kali
ujung pedang Siau Ling mengancam jalan darah pentingnya,
ia segera manfaatkan kelebihan yang dimilikinya pada besi
semberani itu untuk menghalau.
Pertarungan berjalan kembali dengan sengitnya, seratus
gebrakan sudah lewat tapi menang kalah masih belum dapat
ditentukan. Dalam keadaan begitu, serangan-serangan pedang yang
dilancarkan Sua Ling kian lama kian bertambah dahsyat
bahkan boleh dibilang pemainan pedangnya itu sudah
mencapai pada puncaknya. Menghadapi ancaman seperti ini
sekalipun Shen Bok Hong memiliki besi semberani juga tak
ada manfaatnya malahan lambat laun ia makin keteter sampai
tak sanggup mempertahankan dirinya lagi.
Keadaan jadi sangat kritis, bahaya akan mengancam
datang setiap saat.. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar hwesio berjubah merah
itu membentak nyaring: "Shen toa cungcu, untuk sementara waktu minggirlah
dahulu, aku hendak membuat perhitungan dahulu dengan
bocah keparat itu!" Shen Bok Hong memang sudah merasa keteter hebat
sehingga tak sanggup mempertahankan diri lebih jauh.
Mendengar seruan itu dengan sekuat tenaga ia melancarkan
dua buah serangan gencar, maksadnya dia akan mendesak
mundur si anak muda itu Iebih dahulu sebelum melompat
mundur dari gelanggang. Tentu saja Siau Ling tak sudi melepaskan lawannya dengan
begitu saja, dia memburu maju ke depan. Serangan demi
serangan dilancarkan semakin gencar, bagaikan bayangan
badan saja ujung pedangnya menyambar kian kemari
mengikuti kemana perginya gembong iblis itu.
Betapa terperanjatnya Shen Bok Hong menghadapi
kejadian seperti ini, ia mempergencar serangannya dengan
harapan bisa mendesak mundur anak muda itu..
Siapa tahu perhitungannya sama sekali meleset, bukan saja
serangannya tidak berhasil mendatangkan hasil, malahan ia
semakin terdesak hebat oleh serangan gencar musuhnya.
Suatu ketika Siau Ling membentak keras "Shen Bok Hong,
engkau hendak kabur ke mana..?"
Permainan pedangnya diperketat, secara beruntun dia
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Bersamaan waktunya ketika pedang itu melepaskan tiga
buah serangan berantai, diam-diam tangan kirinya
melepaskan pula sebuah serangan maut dengan ilmu tan ci
sin kang. Kebetulan pada waktu itu Shen Bok Hong sedang
mengangkat tangan kanannya dan menusuk ke arah pedang
Sian Ling dengan senjata besi semberaninya itu..
Belum sempat serangannya mencapai sasaran, mendadak
segulung desingan angin serangan telah meluncur tiba dan
menghajar telak ke atas sikut kanannya.
"Aduuh...!" Shen Bok Hong menjerit tertahan.
Tidak ampun lagi sekujur lengan kanannya jadi kaku,
kelima jari tangannya jadi mengendor dan besi semberani
itupun terlepas dari genggamannya.
Kesempatan yang sangat baik itu tidak di sia-siakan oleh
Siau Ling dengan begitu saja. Begitu senjata besi semberani
itu terlepas dari genggaman lawan, dia segera memburu ke
depan, pedangnya langsung diayun dan membacok ke arah
lengan musuh. Shen Bok Hong semakin terperanjat sebelum ingatan kedua
sempat melintas dalam benaknya, ancaman itu telah tiba.
Didalam gugupnya dia berusaha untuk menghindarkan diri
dengan jalan melompat ke samping, sayang usahanya itu
terlambat satu tindak. "Kraaas...!" tak ampun lagi lengan kanannya tersambar
hingga kutung jadi dua bagian.
Darah segar bagaikan pancaran air mancur segera
menyembur keluar dengan derasnya, dalam waktu singkat
seluruh pakaian serta permukaan tanah telah dinodai oleh
darah segar. Tidak puas dengan keberhasilannya ini, Siau Ling memburu
ke depan lebih jauh. Pedang emasnya kembali berputar sambil
melancarkan sebuah bacokan maut dari arah samping,
maksudnya hendak mencabut nyawa gembong iblis yang
sudah terluka itu. Tapi sayang sebelum usahanya itu berhasil tiba-tiba dari
arah belakang menggulung tiba segulung argin pukulan yang
sangat keras. Desingan angin pukulan itu dahsyat sekali ibaratnya ombak
yang sedang mengamuk di tengah samudra, hal ini memaksa
Siau Ling mau tak mau terpaksa harus berkelit ke samping.
Bayangan manusia berkelebat lewat di depan matanya,
tahu-tahu hwesio berbaju merah itu naik ke atas panggung'
Sun Put shia yang telah bersiap siaga di sisi gelanggang
segera membentak keras: "Hwesio bajingan, mau apa kau" Ingin bertempur secara
bergilir yaa?""
Sekali menjejak permukaan tanah, ia segera melompat naik
ke atas punggung sambil melancarkan sebuah pukulan yang
tak kalah dahsyatnya. Hwesio berbaju merah itu segera mendengus dingin:
"Hmmm! turun kau.." bentaknya.
Telapak tangan kirinya diputar kencang di depan dada
kemudian melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke depan.
"Blaaang ...!" sebuah benturan keras menggelegar di
angkasa, sepasang telapak tangan tahu-tahu sudah beradu
satu sama lainnya. Tubuh Sun Put shia yang sedang melayang maju ke depan
segera terhajar sampai mencelat, sesudah berputar dua kali di
udara, ia terjungkal kembali ke atas permukaaa tanah.
Dalam pada itu Siau Ling telah menggunakan kesempatan
yang sangat baik itu untuk menghimpun kembali tenaga
murninya. Pedang Hu mo-kim kiam disilangkan di depan dada
untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang
tidak diinginkan. Setelah berhasil menghajar mundur Sun Put shia hwesio
berbaju merah itu mengalihkan pandangannya ke atas tubuh
Siau Ling, kemudian tegurnya dengan dingin:
"Heeeh heeeh heeeh bila tebakanku tak keliru, bukankah
engkau adalah muridnya Cung San Pek?""
"Tebakanmu memang tepat sekali ! Dan akupun pernah
bertemu muka dengan engkau."
"Bagus bagus sekali ! Kalau begitu, andai kata kubunuh
engkau pada saat ini, tentunya engkaupun bisa mati dengan
mata meram bukan?""
Siau Ling mendengus dingin.
"Hmm! Sebelum pertarungan di antara kita berdua
dilangsungkan, siapa menang siapa kalah masih merupakan
suatu tanda tanya besar. Apakah taysu tidak merasa bahwa
ucapanmu itu tak terlalu tekebur?""
"Sungguh besar lagakmu..Huuuh ! Kendati pun Cung San
pek dan Lam It kong sendiri belum tentu mereka berani
menantang aku untuk berduel satu lawan satu ! Bocah
keparat, aku lihat nyalimu terlalu besar bahkan mendekati tak
tahu tingginya langit dan tebalnya bumi. Engkau akan
menyesal nanti karena berani berbicara sombong seperti itu?"
Siau Ling sama sekali tidak menggubris ucapan musuhnya
lagi, seluruh pikiran dan tenaganya telah dihimpun menjadi
satu di atas pedangnya. Menyaksikan si anak muda itu paras muka hwesio berbaju
merah itu kontan berubah hebat, kembali ia berseru :
"Bagus! Bagus sekali, tampaknya ilmu pedang terbang milik
Cung San-pek juga telah berhasil kau pelajari"
Siau Ling tetap membungkam dalam seribu bahasa, hawa
murninya ketika itu sudah disalurkan ke dalam pedang emas
yang berada dalam genggamannya itu.
Sementara itu, di pihak lain Shen Bok Hong serta Sun Put
shia yang terluka telah digotong pergi oleh jago-jago
pihaknya. Seketika itu juga tampaklah manusia berkeliaran di sekitar
panggung itu, suasana jadi gaduh dan kacau balau.
It-bun Han-to sendiri berjalan hilir-mudik kesana kemari,
seakan-akan sedang memberi petunjuk kepada anak buahnya.


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi semuanya itu sudah tidak terlihat lagi oleh Siau Ling.
Semua tenaga, pikiran serta perhatiannya telah terhimpun
menjadi satu di atas pedang emasnya itu.
Tiba-tiba hwesio berbaju merah itu tertawa dingin, sambil
membentak keras ia melompat ke depan dan langsung
menerjang ke arah Siau Ling yang masih berdiri tegak.
Dalam waktu singkat tampaklah cahaya pedang dan
gumpalan bayangan merah itu bergabung menjadi satu dan
saling bergumul dengan serunya.
Siapa pun tak sempat menyaksikan bagai mana terjadinya
bentrokan yang berlangsung di tengah udara itu, semua orang
hanya sempat melihat bagaimana setelah bentrokan itu
terjadi. Tubuh Siau Ling terlempar dari udara dan terbanting
jatuh di atas panggung kayu tersebut.
Sedangkan hwesio berbaju merah itu berpekik panjang,
tubuhnya secepat sambaran kilat melejit ke udara kemudian
diiringi kilatan cahaya merah dia telah kabur menuju ke arah
timur.. Dua titik gumpalan darah segar menodai permukaan
tanah.. Beberapa sosok bayangan manusia segera melompat naik
ke atas panggung kayu itu dan menyambar tubuh Siau Ling
yang terluka, setelah itu sekali menjejak badan mereka telah
melayang mundur lagi ke arah belakang.
Mereka tak lain adalah It bun Han-to serta Pek-li Peng dua
orang. "Blaaangg..!" suatu ledakan keras kemudian menggelegar
memekikkan telinga, batu kerikil, batu cadas, pasir dan kayu
beterbangan memenuhi angkasa, asap hitam yang tebal
menyelimuti permukaan tanah, tahu-tahu panggung kayu
tersebut sudah hancur menjadi ber keping-keping..
Entah berapa lama sudah berlalu, perlahan-lahan Siau Ling
sadar kembali dari pingsannya.
Ketika ia membuka kembali matanya, tampaklah tubuhnya
berbaring di atas sebuah pembaringan yang empuk, lt bun
Han to, Pek-li Peng, Sang Pat, Tu Kiu serta Lan Giok tong
duduk berjajar di hadapannya.
Paras muka beberapa orang itu kelihatan sedih, murung
dan kesal, tetapi setelah menyaksikan Siau Ling sadar kembali
dari pingsannya, semua kesedihan dan kemurungan yang
menyelimuti wajah mereka segera tersapu lenyap.
Pek li Peng membelakakan sepasang matanya Iebar-lebar,
dia tarik napas panjang kemudian bisiknya:
"Syukur..syukur. Terima kasih Thian, terima kasih Tee..
akhirnya toako sadar kembali dari pingsannya. Oooh..!
Sungguh berbahagia hatiku!"
Siau Ling menyapu sekejap wajah rekan rekannya,
kemudian meronta dan berusaha untuk bangun.
Dengan cepat It bun Han to memburu ke muka serta
memegang tubuhnya, ia berbisik:
"Siau tayhiap, luka dalam yang kau derita amat parah sekali
jangan duduk lebih dahulu, berbaring sajalah disana, toh kita
adalah orang-orang sendiri!"
Siau Ling mengangguk dengan pandangan berterima kasih,
setelah berbaring kembali ia memandang lagi ke arah rekanrekannya
lalu tanyanya dengan lirih:
"Sudah berapa hari aku berbaring disini?"
"Engkau telah berbaring selama tujuh hari tujuh malam..!"
jawab Pek li Peng sambil menghembuskan napas panjang.
Siau Lingpun tarik nafas panjang-panjang.
"Aku sudah berbaring selama tujuh hari tujuh malam
lamanya?" pemuda itu masih rada sangsi.
It bun Han-to tersenyum seraya mengangguk.
"Benar, untung ilmu pertabiban yang dimiliki Tok jiu yokong
( raja obat bertangan keji ) amat dahsyat, ternyata dia
berhasil juga menyelamatkan jiwa Siau tayhiap."
"Apakah Tok jiu yok ong juga telah datang?""
"Benar ! Yaa..pertemuan besar yang terselenggara kali ini
benar merupakan suatu pertemuan besar yang tak pernah
dijumpai dalam seratus tahun belakangan, bukan saja
beratus-ratus orang ciangbunjin dari pelbagai perguruan dan
partai yang ada di kolong langit telah berdatangan semua ke
tempat ini, bahkan ketua dari gereja Siau lim si, ketua dari
Hoa san pay, Go bi pay, Kun-lun pay serta Seng pangcu dari
Kay Pang telah berkumpul pula disini!"
Siau Ling mengangguk tanda mengerti, tiba-tiba ia
celingukan kesana kemari, setelah itu tanyanya:
"Eeeh, kemana perginya Sun lo ko" Kenapa ia tidak
nampak hadir di tempat ini?"
Belum sempat It-bun Han to memberikan jawabannya,
tiba-tiba terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang datang. "Haaahh.... Haaahh... haaahh.... engkau mencari aku si
pengemis tua" Haaahh. haaahh. engkoh tuamu tak bakal
mampus!" Cepat si anak muda itu alihkan sorot matanya ke arah
mana berasalnya suara itu, tampaklah Sun Put shia dengan
jalan yang pincang dan harus ditunjang oleh sebatang tongkat
perIahan-lahan sedang menghampiri ke arahnya.
Ketika tiba di hadapan pemuda itu, segera tegurnya :
"Saudaraku, bagaimana keadaanmu sendiri?"
Siau Ling tertawa ewa. "Aku rasa tidak akan sampai mampus!"
Sua Put shia menyengir, ujarnya lagi :
"Ketika engkau menderita luka dalam yang amat parah, It
bun sianseng berusaha memberikan pertolongannya dengan
ilmu pertabiban yang dia miliki, tapi sayang usahanya itu tidak
mendatangkan hasil apa-apa. Semua orang jadi sedih dan
berduka hati waktu itu engkoh tuamu juga berada dalam
keadaan setengah sadar setengah tidak. Walaupun begitu aku
yakin bahwa engkau tak bakal mati, kusuruh mereka semua
agar tenangkan hati dan tak perlu kuatir."
Pek li Peng yang berada di sampingnya segera
menyambung dengan cepat: "Andaikata Tok-jiu Yok ong locianpwe tidak datang tepat
pada waktunya dan memberikan pengobatan yang seksama,
toako tak mungkin bisa sadar secepat ini!"
"Aku harus pergi menjumpai Lam kiong locianpwe untuk
menyampaikan rasa terima kasihku atas pertolongannya ini!"
seru Siau Ling kemudian kepada Pek li Peog serunya.
"Tak usah berterima kasih kepadaku" tiba-tiba serentetan
suara jawaban yang amat dingin menggema memecahkan
kesunyian. Ketika Siau Ling berpaling. tampaklah Tok jiu Yok ong
sedang menghampiri ke arahnya dengan langkah lebar,
datangnya ia membawa sebuah botol yang terbuat dari
porselen. Setibanya di hadapan si anak muda itu ujarnya lebih jauh:
"Didalam botol ini semuanya terdapat tujuh butir obat,
setiap hari makanlah sebutir, bila ketujuh butir obat itu sudah
selesai kau makan maka lukamu itu kendatipun belum sembuh
benar, paling sedikit keadaan nya sudah lumayan."
Kembali ia berhenti sebentar untuk menarik nafas panjang,
lalu katanya lagi: "Setelah lukamu sembuh nanti, aku harap engkau bersedia
mengabulkan satu pemintaankul"
Botol porselen tadi segera diletakkan di sisi bantal anak
muda itu. "Katakanlah apa permintaanmu itu loocianpwe!" seru Siau
Ling cepat, "asal boan-pwe dapat melaksanakannya, pasti
akan kulakukan dengan sepenuh tenaga?"
"Ooooh..l Permintaanku ini pasti dapat kau lakukan, setelah
lukamu sembuh tolong datanglah kebukit Kiu kiong-san untuk
berjumpa dengan putriku, sekarang dia sedang berlatih ilmu
silat makanya tak dapat ikut diriku untuk berkunjung ke mari.
Hanya itu permintaanku, kau pergi atau tidak terserah pada
kebijaksanaan Siau tayhiap!"
Tidak menunggu jawaban dari Siau Ling lagi, dia segera
putar badan dan berlalu dari situ, dalam sekejap mata
bayangan punggungnya sudah lenyap tak berbekas.
Memandang kepergian Tok-jiu Yok ong, Siau Ling
menghela napas panjang, ia tetap membungkam dalam seribu
bahasa. Untuk sesaat suasana jadi bening..sepi., tak kedengaran
sedikit suarapun. Akhirnya It bun Han to mendehem ringan memecahkan
kesunyian yang mencekam ruangan itu, ujarnya :
"Siau tayhiap, beristirahatlah dengan hati yang tenang!
Kawanan jago persilatan dari seluruh kolong langit telah
terharu oleh pengorbanan yang dilakukan Siau tayhiap selama
ini. Sekarang mereka telah sadar kembali dari kesilafannya,
bahkan ketua dari sembilan partai persilatan serta Seng
pangcu dari pihak Kay-pang telah bertekad untuk melanjutkan
perjuangan Siau tayniap dalam melenyapkan kaum durjana
dari muka bumi." "Bagaimana dengan Shen Bok Hong?" tanyanya kemudian.
"Dia beserta puluhan orang anak buahnya telah tewas
semua oleh ledakan peluru sakti Po san sio lui !. "
"Apakah Kim hoa hujin ikut tewas"
"Benar, perempuan itu ikut tewas pula dalam ledakan
tersebut, waktu itu suasana tegang dan amat kritis kami tak
sempat memberi kabar lebih dahulu kepadanya!"
"Apakah engkau telah menyaksikan mayat-mayat mereka"
Sang Pat yang selama ini membungkam, tiba-tiba
menjawab. "Akibat dari ledakan Po San sin lui, daging dan darah
berserakan dimana-mana hancuran tubuh bercampur aduk
menjadi satu hingga sukar untuk mengenali jenasah mereka
semua, tapi menurut penilaianku seratus persen Shen Bok
Hong sudah tewas seketika itu juga!"
"Shen Bok Hong sudah terlalu banyak melakukan
kejahatan" sambung Pek li Peng. untuk dosa-dosanya itu dia
harus menerima kematian dalam keadaan mengenaskan,
itulah ganjaran yang paling cocok bagi manusia durjana
seperti dia!" Siau Ling termenung dan berpikir beberapa saat lamanya,
kemudian tanyanya lagi: "Bagaimana dengan hwesio berjari delapan itu?"
"Ia sudah terkena tusukan pedang dari Siau tayhiap", sahut
It bun Han to, sekali pun berhasil melarikan diri namun luka
yang dideritanya cukup parah, sepanjang jalan darahnya
berceceran terus kalau bisa selamatkan jiwanya sudah
terhitung sangat mujur..!"
Ia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lebih jauh:
"Sembilan partai besar dan pihak Kai pang masing-masing
telah mengutus sepuluh jago lihaynya yang bekerja sama
dengan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit
untuk melakukan pembersihan ke seluruh wilayah Tionggoan.
Selain itu merekapun berusaha mencari berita tentang
keadaan Hwesio berjari delapan, aku rasa tak lama lagi kabar
beritanya tentu akan kita ketahui!"
"Kalau pohon sudah tumbang monyetpun akan
membuyarkan diri!" ujar Sun Put shia. Setelah kematian Shen
Bok Hong, segenap kekuatannya di perkampungan Pek hoa
san cung pun ikut runtuh tak berwujud lagi, urusan-urusan
yang kecil itu tidak perlu engkau pikirkan lagi. Baik-baiklah
merawat lukamu disini, seratus orang lebih ciangbunjin dari
pelbagai perguruan telah memutuskan untuk menghadiahkan
tiga lembar lencana hui-liong-pay untukmu, di mana lencana
itu muncul maka semua orang gagah di kolong langit akan
bersama-sama mentaati perintahmu!"
"Aaah ! Tentang soal itu, lebih baik kita bicarakan setelah
lukaku ini telah sembuh!" kata Siau Ling sambil tertawa getir.
Tiba-tiba dari arah pintu terdengar seseorang berseru
dengan suara lantang : "Saudara Siau, rupanya engkau telah sadar kembali !"
Be Bun hui dengan langkah lebar menghampiri ke sisi
pembaringan, sambungnya lebih jauh:
"Suma Kan, Tong Goan ki, serta Liok Kui siang telah kuutus
untuk menjemput ayah ibumu, dalam tiga lima hari
mendatang mereka tentu sudah tiba disini!"
Siau Liag mengangguk dan tersenyum.
"Terima kasih banyak atas bantuan saudara Be dan
saudara-saudar lainnya !"
"Siau tayhiap silahkan beristirat dengan tenang" bisik It bun
Han-to lirih, "sembilan partai besar dan Seng pangcu telah
memutuskan untuk membantu Gak Siau cha dalam usahanya
untuk membalas dendam !"
Siau Ling mengangguk dan tersenyum.
"Nah ! Beristirahatlah dengan tenang.." bisik It bun Han to
lagi, ia ulapkan tangannya dan segera mengundurkan diri dari
ruangan itu diikuti para jago lainnya.
Lima hari kemudian; Suma Kan, Tong Goan ki serta Liok
Kui ciang telah muncul kembali disana sambil mengiringi
kedua orang tua Siau Ling.
Siau tayjin serta Siau hujin yang selama ini mengalami
banyak penderitaan, saat itu kelihatan segar dan sehat-sehat
belaka, sementara Kim Lan dan Giok Lan dua orang dayang
yang selama ini mendampingi kedua orang tua itu kelihatan
lebih dewasa dan cantik. Pertemuan ini tentu saja sangat menggembirakan semua
orang, terutama Siau Ling yang telah sembuh kembali dari
lukanya lebih cepat dari waktu yang diramalkan. Saking
terharunya tak tertahankan lagi air matanya jatuh berlinang
membasahi pipinya. Dari pembicaraannya dengan Suma Kan bertiga yang
bertugas menjemput ayah bundanya, dapat diketahui olehnya
bahwa mereka telah berjumpa dengan Gak Siau cha di tempat
itu. Menurut Suma Kan, katanya Gak Siau-cha telah mengambil
keputusan untuk mengasingkan diri setelah berhasil
membalaskan dendam ibunya.
Mendengar berita tersebut, Siau Ling menghela nafas
sedih, gumamnya seorang diri:
"Aaaai. ! Kasihan enci Gak, rupanya dia lebih suka
mengorbankan diri daripada menyusahkan orang lain, sayang
aku tak tahu ke mana perginya enci Gak pada saat ini?""
Melihat kesedihan yang menyelimuti wajah si anak muda
itu, kawanan jago lainnya yang ikut hadir dalam ruangan
tersebut berusaha menghibur hatinya.


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar Sun Put shia berseru:
"Hey, saudaraku, apa gunanya engkau menyedihkan
keputusan nona Gak yang tampaknya lebih suka
mengasingkan diri itu" Daripada memikirkan urusan orang
lain, lebih baik pikirkan saja urusanmu sendiri!"
"Urusan apa yang lo-koko maksudkan?" tanya Siau Ling
dengan wajah keheranan. Sun Put shia tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. haaahh. haaahhh-. urusan apa lagi" Tentu saja
perkawinanmu dengan nona Pek-li!"
Mendengar ucapan tersebut, merah padam selembar wajah
Siau Ling maupun Pek-li Peng, sementara jago-jago lainnya
ikut tertawa tergelak sambil mengawasi sepasang muda-mudi
yang kemalu-maluan dibuatnya itu.
Setengah tahun kemudian suasana di desa Tan kwi cung
yang biasanya sepi dan hening terjadi kesibukan yang luar
biasa. Gedung tempat tinggal keluarga Siau tampak dihiasi
dengan indah dan menterengnya, beratus-ratus orang jago
silat dari pelbagai penjuru dunia berkumpul semua di desa,
yang keciI dan tenang tadi.
Rupanya malam itu adalah perkawinan dari Siau Ling dan
Pek li Peng. Di tengah berlangsungnya ucapan perkawinan yang
semarak dan amat meriah itulah tersiar berita bahwa Gak
Siau-cha berhasil membalaskan dendam ibunya dan kemudian
menghilang di suatu bukit yang terpencil dan jauh dari
keramaian dunia. Sementara Giok Iong kun yang tak berhasil mendapatkan
hati Gak Siau cha, dalam kecewanya ternyata mengambil
keputusan untuk mencukur rambut dan menjadi pendeta, di
sebuah kota kecil. Mendengar berita itu, semua orang hanya bisa menghela
napas sedih..apa mau dikata lagi apabila suratan takdir telah
menentukan demikian"
Manusia manakah yang mampu merubah suratan takdir
tersebut.." Begitulah sejak itu hari Siau Ling dan Pek-li Peng hidup
berbahagia di desa Tan kwei cun yang sepi, mendampingi
orang tuanya yang telah lanjut usia.
Sementara dunia persilatanpun menjadi aman dan tentram
kembali sejak kematian Shen Bok Hong dan bubarnya
kekuatan dari perkampungan Pekk-hoa-cung.
Yaaa..! Begitulah kehidupan manusia, barang siapa berani
berbuat kejahatan, dia akan dihajar oleh dosa dan hukuman
yang setimpal. Barang siapa berbuat kebaikan dan kebajikan,
dia akan hidup bahagia di alam ini..
Dengan demikian maka kuakhiri pula cerita "Budi ksatria"
ini sampai disini saja, sampai jumpa dalam kesempatan lain.!
TAMAT Pendekar Pengejar Nyawa 11 Wiro Sableng 012 Pembalasan Nyoman Dwipa Kesatria Berandalan 2
^