Budi Kesatria 8
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 8
lebih dahulu, sekarang aku sudah pakai senjata bahkan
melukai dirinya, namun sikapnya masih gagah dan terbuka,
hal ini sungguh tidak mudah".
Berpikir demikian diapun menjawab, "Pin-ni telah
mengetahuinya!" "Kalau begitu sutay berhati-hatilah....."
Dengan menggunakan jurus naik naga memanggil burung
hong ia tusuk kedepan. Sam Ciat sutay ayun senjata hud-tim nya menangkis, lalu
maju kedepan melancarkan serangan balasan.
Siauw Ling tekan pedang pendeknya ke bawah, dari
samping ia babat hud tim itu ke atas.
Tenaga dalam yang dimiliki Sam Ciat su tay amat
sempurna, balu hud tim yang lunak dan halus dalam
penggunaannya ternyata jadi kaku dan lurus bagaikan
sebatang pit. kadangkala menyebar pula bagaikan sarang
laba-laba, lihaynya bukan kepalang.
Namun jurus pedang Siauw Ling pun aneh sekali, ditengah
kelurusan terdapat keanehan tersembunyi. Kebenaran
semuanya ditujukan untuk menghadapi kibasan senjata lawan.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung
sebanyak belasan jurus lebih.
Meskipun serangan hud-tim yang dilancarkan Sam Ciat
sutay amat dahsyat, ditengah kebasan terselip pula serangan
menotok serta membabat namun ia selalu hanya mampu
membendung datangnya serangan dari lawan saja ia sendiri
tak berhasil mendekati tubuh pemuda itu.
Selelah bertarung lima gebrakan kembali mendadak Sam
Ciat sutay tarik serangannya dan loncat mundur kebelakang
serunya: "Engkau belajar ilmu pedang dari siapa?"
"In-jin yang mewariskan ilmu pedang tersebut kepadaku
she Cung...." mendadak pemuda itu teringat kembali akan
pantangan gurunya, dengan cepat perkataannya diputus
ditengah jalan. "Apakah dia adalah Cung San Pek?" sambung rahib
tersebut. Mendengar pihak lawan dapat menyebut nama gurunya,
Siauw Ling tertegun kemudian menjawab: "Sedikirpun tidak
salah, apakah sutay kenal dengan dia orang tua?"
"Hanya pernah mendengar namanya saja" jawab Sam Ciat
sutay setelah kemurungan menyelinap diatas wajahnya.
Habis berkata ia segera putar senjata dan melancarkan
serangan kembali. "Dia adalah seorang pendeta dari mana bisa mengetahui
tentang guruku,..?" batin Siauw Ling.
Karena pikiranrya bercabang dua kali nyaris tertusuk oleh
sodokan lawan. buru2 ia pusatkan perhatian dan melayani
serangan lawan dengan bersungguh hati.
Sepanjang pertarungan berlangsung, Siauw Ling hanya
berusaha untuk menebas kurung bulu Hud-tim ditangan Sam
Ciat sutay. Siapa tahu perubahan jurus yang dimiliki rahib
tersebut luar biasa sekali, dalam gerakan sebanyak puluhan
jurus ternyata Siauw Ling gagal untuk mewujudkan
keinginannya tersebut bahkan ia malah terdesak dibawah
angin dan membuat pertahanannya agak kacau balau.
Dengan cepat ia menyadari kesalahannya, dalam
pertarungan selanjutnya pemuda itu tidak lagi memusatkan
perhatiannya pada ujung senjata lawan, tapi berusaha
merebut posisi yang lebih menguntungkan daripida lawannya.
Dengan begitu situasi dalam kalangan seketika herubah
jadi seru dan ramai sekali, baik senjata hud tim maupun
pedang pendek sama2 mengeluarkan jurus2 yang ampuh
untuk merobohkan lawannya.
Selelah beberapi bulan lamanya memperdalam ilmu pedarig
dari Tan In Cing, tanpa terasa Siauw Ling sudah
menghapalkan semua gerakan dari ilmu pedang tersebut
diluar kepala, dalam pertarungan itupun jurus serangan tadi
segera dipergunakan. Bisa dibayangkan dengan dahsyat ampuh dan sadisnya
ilmu pedang yang pernah dimiliki oleh salah seorang diantara
sepuluh tokoh maha sakti dalam dunia persilatan ini.
Karena itulah, dalam pertarungan seringkali Sam Ciat sutay
didesak oleh munculnya serangan yang luar biasa, hal ini
membuat rahib tersebut dengan cepat berada dibawah angin.
Thio lo hujin serta para pengikutnya untuk kssekian kalinya
dibuat terperanjat oleh kelihaian ilmu pedang yang dimiliki
Siauw Ling, pikir mereka tanpa terasa: "Jika hari ini Siauw Ling
tidak disingkirkan dari muka bumi, untuk melukainya di
kemudian hari pasti merupakan suatu pekerjaan yang amat
sulit" Dari tengah gelanggang pertarungan mendadak menggema
suara bentakan keras dari Siauw Ling. Ditengah kilatan cahaya
pedang ia mundur lima langkah kebelakang sambil serunya
berulang kali: "Maaf... maaf..."
Ketika sorot mata semua orang dialihkan kearah Sam Ciat
sutay, tampaklah bulu senjatanya telah tersebar diatas tanah.
Memang bulu hud tim nya yang buntung, Sam Ciat sutay
berbisik lirih: "Engkau telah menang..."
"Ini berkat sutay yang bersedia mengalah"
"Pedang yang berada dalam genggamannya tajam luar
biasa" sela Thio Lo hujin dari samping. "Meskipun bulu
senjatamu kena terpapas, namun hal ini masih belum
terhitung suatu kekalahan"
Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin menyeramkan,
setelah memandang sekejap kearah Thio Lo hujin katanya.
"Maksud Thio locianpwee. apakah aku baru dapat disebut
kalah jika diriku sudah terluka diujung senjata Siauw Ling?"
"Kalau engkau rela mengaku kalah, tentu saja aku tak
dapat berkata apa2 lagi"
"Ada satu hal pin-ni hendak bertanya kepada Thio
locianpwee!" seru Sam Ciat sutay dengan wajib serius.
"Persoalan apa?"
"Ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling amat kacau dan
diantaranya terdapat jurus2 yang ampuh, apakah locianpwee
dapat melihat asal usul dari ilmu pedangnya itu?"
"Sebelum mendiang suamiku mati, ia pernah
membicarakan tentang ilmu pedang yang ada dikolong langit
dengan diriku, pernah membicarakan pula tentang diri Cung
San Pek. katanya meskipun ilmu pedang yang dimilikinya
sangat lihay tapi karena bakatnya yang kurang bagus
ditambah agak terlambat waktu belajar ilmu. maka ia tak
berani ikut serta didalam perebutan nama diantara sepuluh
tokoh sakti....". "Menurut anggapan lohujin beberapa patah kata dari Thio
locianpwee isi bermaksud memuji ataukah menyindir?"
"Perduli dia bermaksud memuji atau menyindir, setelah ia
tak berani ikut serta dalam perebutan sepuluh tokoh sakti, itu
berani ia tak mempunyai keyakinan untuk merebut
kemenangan" Air muka Sam Ciat sutay berubah membesi, ujarnya
kembali. "Thio Lo hujin, kau telah membawa pokok
pembicaraan ini terlalu jauh. Aku hanya ingin lo hujin
memperbincangkan tentang ilmu pedang yang dimiliki pemuda
Siauw Ling, bukan memandang rendah Cung San Pek....".
Satu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya.
"Rupanya Sam Ciat sutay merasa amat tidak puas karena Thio
lo hujin memandang rendah guruku, apakah ia kenal dengan
guruku..." Terdengar Sam Ciat sutay melanjutkan kembali kata
katanya: "Bila penglihatan Pinni tidak salah, di antara jurus
pedang yang dipergunakan Siauw Ling terselip pula ilmu
pedang dari partai Hoa san".
Mendengar perkataan itu Siauw Ling merasa terperanjat,
pikirnya: "Pengetahuan yang dimiliki Sam-Ciat sutay benar2
amat luas, ternyata ia dapat melihat bahwa diantara ilmu
pedangku terdapat pula jurus2 ampuh dari partai Hoa san"
Sementara itu Thio Lo hujin sudah mengerutkan alisnya,
lalu berkata: "Ilmu pedang aliran Hoa san biasa2 saja tak ada
anehnya, kalau dibandingkan dengan partai Bu tong atau
partai Kun lun mereka terkebelakang sekali. Selama seratus
tahun belakangan ini hanya Tan In Cing seorang yang kosen,
Tapi sejak ia terjebak dalam istana terlarang dari partai Hoa
san tak ada orang kosen lagi. Kendatipun ilmu pedang partai
Hoa san telah dipelajari olehnya, itupun bukan termasuk ilmu
pedang yang sakti" "Pin-ni maksudkan ia telah menggunakan ilmu pedang
aliran Hoa san. Bahkan merupakan jurus2 ampuh yang pernah
digunakan Tan In Cing didalam perebutan sepuluh tokoh
sakti" "Tapi Tan In Cing toh sudah terjebak dalam istana
terlarang?" "Pin-ni curiga Siauw Ling telah berhasil memasuki istana
terlarang serta mendapatkan ilmu pedang peninggalan dari
Tan In Cing itu" Thio Lo Hujin gelengkan kepalanya dan tertawa terbahak
bahak. "Haa... haa.. haa... tidak mungkin! hal itu tidak
mungkin terjadi. Sutay terlalu pandang tinggi bajingan yang
bernama Siauw Ling itu. Ketahuilah selama puluhan tahun
entah sudah ada berapa banyak jago kosen yang berusaha
untuk memasuki Istana terlarang, tapi usaha mereka
mengalami kegagalan total. Siauw Ling itu manusia macam
apa" masa seorang bajingan cilik-pun mampu untuk
memasuki Istana terlarang....?"
Setelah berhenti sebentar ujarnya kembali: "Sekalipun
Siauw Ling telah mempergunakan jurus pedang dari Tan In
Cing darimana sutay bisa tahu?"
Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin kaku, katanya:
"Tempo hari sebelum Thio locianpwee terjerumus kedalam
istana terlarang ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang
Tan In Cing dengan guruku, suatu kali ditengah pertarungan
antara Thio locianpwee melawan Tan In Cing hampir saja ia
terluka diujung senjata lawan. Untuk membicarakan soal tadi
suhu dan Thio locianpwee telah menghabiskan waktu selama
sehari semalam. Boanpwee yang ikut mendengarkan
pembicaraan itu dari samping merasa menambah
pengetahuan, karena itu kesan tersebut sudah mendalam
sekali dalam hatiku. Ketika Siauw Ling berhasil membabat
kutung senjataku tadi, kebetulan sekali aku merasa bahwa
jurus yang ia gunakan mirip sekali dengan jurus In yau thian
san atau gunung thian san tertutup awan. Bukan saja
gerakannya ini sulit dipelajari bahkan harus memiliki bakat
yang bagus. Padahal sejak Tan In Cing lenyap di Istana
terlarang, jurus tersebut ikut punah pula dari partai Hoa san.
Siauw Ling sebagai jago yang bukan berasal dari partai Hoi
san tapi dapat mempergunakan jurus tadi. Kecuali ia
mempelajari dari kitab catatan milik Tan In Cing, tentu saja
kepandaian itu tak dapat dipelajarinya, maka pin-ni curiga
kalau ia sudah pernah memasuki Istana Terlarang"
Thio Lo hujin termenung sebentar, kemudian berkata.
"Andaikata Siauw Ling benar benar pernah memasuki istana
terlarang, semestinya dia akan mengambil kitab catatan ilmu
seruling dari keluarga Thio kami lebih dahulu"
"Ucapan ini memang benar..." jawab Sam Ciat sutay, sinar
matanya segera dialihkan ke arah Siauw Ling dan tanyanya:
"Jurus yang barusan kau gunakan apakah jurus gunung Thian
san diliputi awan dari aliran partai Hoa san?"
"Sedikitpun tidak salah, pengetahuan sutay luas sekali,
jurus itu memang jurus In yau thian san".
"Jadi kau sudah memasuki istana terlarang?" seru Thio lo
hujin sambil tertawa dingin.
"Sedikitpun tidak salah, bahkan aku telah melihat pula
jenasah dari Thio locianpwee!"
---ooo0dw0ooo--- SEKUJUR badan Thio Lo hujin gemetar keras. "Sudah
puluhan tahun lamanya ia terjerumus didalam istana
terlarang, sekarangpun yang tersisa hanya sesosok tulang
putih, darimana engkau bisa mengetahuinya kembali?"
"Apa yang terjadi sama sekali berada di luar dugaan Thio
Lo-hujin, pertama istana terlarang tertutup rapat sekali. Kedua
tenaga dalam dari beberapa orang locianpwee amat
sempurna, maka kendatipun sudah mati lama sekali, namun
keadaan mereka masih tetap seperti sedia mula"
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Selamanya aku orang she Siauw tak pernah bohong"
"Setelah kalian masuk kedalam istana terlarang, bukankah
udara ikut mengalir hingga masuk jenasah mereka jadi
rusak?" "Setelah melewat, masa puluhan tahun lamanya, jenasah
beberapa orang locianpwee itu sudah mengering, aku rasa
tubuh mereka tak mungkin bisa rusak kembali"
"Apakah engkau sudah dapatkan kitab catatan ilmu seruling
dari keluarga Thio kami?"
"Setelah kami sekalian berada diistana terlarang, barulah
kuketahui bahwa ada orang yang masuk kedalam Istana
Terlarang mendahului kami semua...."
"Jadi kalau begitu kitab catatan ilmu seruling dari keluarga
Thio kami ikut diambil pula oleh orang itu?" sela Thio lo hujin.
"Sebagian besar kitab catatan dari beberapa orang
locianpwee yang terjerumus dalam Istana Terlarang telah
diambil orang, sedangkan mengenai kitab catatan ilmu
seruling dari Thio locianpwee...."
Setelah memandang sekejap kearah Gak Siauw-cha, ia
membungkam. Per-lahan2 dari dalam sakunya Gak Siauw-cha ambil keluar
sejilid kitab catatan, sambil diangsurkan kedepan katanya:
"Aku bersedia menghadiahkan kembali kitab catatan ilmu
seruling dari Thio locianpwee ini sebagai tanda budi atas
pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku"
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat semua
orang berdiri tertegun, mereka tak tahu api yang musti
dijawab dalam keadaan begini.
Bukankah Sam Ciat sutay yang selama ini selalu tenangpun
dibikin tertegun sehingga tak dapat mengucapkan sepatah
katapun. Per-lahan2 Gak Siauw-cha melangkah maju kedepan
mendekati Giok Siauw long-kun, kemudian sambil angsurkan
kitab tersebut kepadanya ia berkata: "Thio heng Siauw moay
bukanlah seorang yang lupa budi. Tapi pesan terakhir dari ibu
ku yang membuat aku tak bisa memenuhi harapanmu itu.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lagipula sewaktu Siauw moay mengadakan hubungan dengan
Thio heng, toh sudah kujelaskan lebih dahulu duduk perkara
yang sebenarnya. Terimalah hadiah kitab ini sebagai tanda
balas budi atau pertolongan yang pernah kau berikan
kepadaku, keluarga Thio didalam dunia persilatan"
Per-lahan2 Giok Siauw long kun angkat kepalanya dan
memandang wajah Gak Siauw-cha tanpa berkedip, sinar
matanya begitu tajam se-akan2 hendak menembusi hati gadis
itu. Gak Siauw-cha tundukkan kepalanya dan menghela napas
sedih. "Thio heng, terimalah barang peninggalan dari
mendiang kakekmu, setelah mempelajari isi kitab ini tidaklah
sulit bagimu untuk angkat nama dalam dunia persilatan,
anggaplah kesemuanya itu sebagai balas budi dari Siauw
moay..." "Terima kasih atas maksud baik nona, biarlah aku terima
didalam hati saja..."
Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Thio lo hujin,
tiba2 ia membungkam. Jelas perkataan itu belum selesai diucapkan, tapi dengan
paksakan diri ucapan tersebut ditelan kembali mentah2.
Tiba2 Thio lo jin mengulurkan tangannya berkata dengan
nada dingin: "Benda itu milik mendiang suamiku, aku berhak
untuk mendapatkannya kembali..."
Dengan cepat Gak Siauw-cha tarik kembali tangannya dau
geleng kepala, "Siapapun tahu kalau benda peninggalan dari
Thio locianpwee terlimpah dalam Istana Terlarang, dan
siapapun tahu bahwa untuk memasuki Istana Terlarang, orang
akan mempertaruhkan jiwa raganya sendiri. Sekalipun
locianpwee adalah nyonya raja seruling, namun engkau sudah
tak berhak lagi untuk mendapatkan kitab catatan ini"
"Aku adalah istrinya, kenapa tidak berhak untuk
mendapatkan kembali barang peninggalan dari suamiku?"
Dari sepasang matanya memandang keluar cahaya berapi
yang penuh mengandung kegusaran, sambil menatap kitab
ditangan Gak Siauw-cha tajam2 nenek itu bersiap siaga,
rupanya ia bermaksud merampas kitab itu tapi takut
merusaknya, maka untuk sementara waktu nenek itu jadi tak
tahu apa yang musti dilakukan.
Per-lahan2 GaK Siauw-cha simpan kembali kitab catatan itu
kedalam sakunya, lalu menjawab: "Perkataan locianpwee
memang masuk di akal. tapi keadaannya pada saat ini sama
sekali berbeda" "Kalau memang ucapanku tidak keliru, budak ingusan,
karena kitab catatan itu tidak kau serahkan kembali
kepadaku?" "Seandainya Thio locianpwee sebelum masuk kedalam
Istana Terlarang telah menulis kitab catatan ini kemudian
kitab itu dibawa masuk kedalam istana terlarang, maka sudah
sepantasnya kalau kitab catatan ini harus dikembalikan kepada
locianpwee. Sayang sekali kitab itu ditulis setelah Thio
locianpwee berada dalam istana terlarang tujuannya tidak lain
karena ia tak ingin kepandaian silatnya lenyap dari permukaan
bumi. Siapa yang dapat masuk kedalam istana terlarang dialah
yang berhak untuk mendapatkan kitab catatan ini...."
"Tapi orang yang masuk kedalam istana terlarang toh
bukan nona sendiri...." sela Thio Seng kakek berjubah abu2 itu
secara mendadak. Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu
berkata : "Meskipun bukan aku sendiri yang masuk kedalam
istana terlarang, tetapi buku ini di hadiahkan kepadaku oleh
orang itu sendiri" "Kitab itu ditulis oleh majikan tua kami, perkampungan Pekin-
sau-cung berhak untuk mendapatkannya kembali, kalau
nona tak mau serahkan kepadaku terpaksa aku akan
merampas dengan gunakan kekerasan"
Gak Siauw-cha tertawa ewa. "Sebelum kalian datang
kemari, tak seorangpun diantara kamu sekalian yang menduga
kalau aku menyimpan kitab catatan dari Thio locianpwee.
Tujuan kalian adalah memaksa aku turuti maksud kalian serta
mengawini Thio beng. Kalau aku tak setuju toh sama saja
akhirnya aku bakal mati ditangan kalian semua....''
Sorot matanya dialihkan keatas wajah Sam Ciat sutay,
kemudian melanjutkan: "Siauw moay telah berusaha
menerima penghinaan dan bersedia membereskan urusan ini
sebaik baiknya. Tapi keadaan telah memaksa aku untuk gagal
memenuhi harapan itu, sekarang akupun sudah tak tahan
lagi...." Setelah bertarung melawan Siauw Ling tadi, Sam Ciat sutay
sudah tahu kalau keadaan pada saat ini kritis sekali andaikata
terjadi bentrokan kekerasan maka urusan pasti akan berakhir
dengan tragis. Meskipun semua kekuatan inti dari
perkampungan Pek-in-san cung telah berkumpul disini. tapi
dengan keampuhan ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling
serta kesempurnaan dalam tenaga dalamnya bila bertarung
satu lawan satu termasuk juga Thio lo hujin belum tentu bisa
menangkan dirinya kalau secara mengerubut maka keadaan
tentu akan semakin runyam.
Maka setelah menilai situasi yang terbentang didepan mata
diapun bertanya dengan tenang: "Apakah rencana sumoay
selanjutnya?" "Aku bersedia mengembalikan kitab catatan itu kepada Thio
heng, tapi kalau Thio lo hujin sekalian terlalu memaksa diriku,
apa boleh buat... terpaksa kejadian pada hari ini harus
diselesaikan secara kekerasan"
Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Thio lo hujin,
lalu bertanya: "Bagaimana pendapat lo hujin?"
Thio lo hujin tertawa dingin. "Gak Siauw-cha lupa budi dan
mencelakai cucuku, nampaknya kalau ia tidak kembali pada
cucuku, penyakit yang diderita cucuku tak akan sembuh. Lagi
pula ia sudah mengangkangi pula kitab peninggalan dari
mendiang suamiku. Jika cucuku sampai mengalami suatu
musibah sehingga keturunan keluarga Thio tertumpas, apa
yang dapat kulakukan lagi" Oleh sebab itu bukan saja dia
harus kawin dengan cucuku bahkan kitab catatan itupun harus
diserahkan kembali kepadaku"
"Boanpwee toh bersedia mengembalikan kitab catatan ini
sebagai balas budi atas pertolongan yang pernah ia berikan
kepadaku, kalau Thio heng memang tak mau menerima apa
yang bisa kulakukan lagi?"
Thio lo hujin tertawa dingin: "Masih ada satu cara lain lagi,
yakni kami akan gunakan kekerasan untuk merampas kembali
kitab catatan itu, menangkap Gak-Siauw-cha kemudian
memunahkan ilmu silatnya dan memaksa dirimu untuk kawin
dengan cucuku" Tiba tiba Siauw Ling maju dua langkah ke depan, tapi
sebelum ia sempat membantah Gak Siauw-cha telah
menghalanginya. Thio lo-hujin ulapkan tangannya, tiba-tiba pemuda
berpakaian ringkas itu melancarkan totokan merobohkan Giok
Siauw long kun. "Bagaimana pendapat suci?" tanya Gak Siauw-cha dengan
suara berat, "harap engkau suka memberi keputusan, sebab
jika kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan mungkin
suci pun tak dapat menguasai keadaan"
Dikala Gak Siauw-cha serta Sam Ciat sutay sedang
bercakap cakap itulah, kakek berjubah abu-abu Thio Seng
serta manusia bertangan besi telah mengambil posisi
mengurung disekeliling tempat itu.
Gak Siauw-cha segera meloloskan pedang ringannya dari
pinggang, sedang Soh Bun serta dayang baju merah masing2
mencabut pula pedang mustika mereka.
Dari sakunya Thio lo hujin ambil keluar sepasang senjata
palu emas. Senjata tersebut berbentuk istimewa sekali palu emas itu
tidak terlalu besar dan kurang lebih sebesar cawan air teh,
dibelakang palu terikat tali kecil berwarna putih.
Terdengar Thio lo hujin bergumam seorang diri: "Sudah
puluhan tahun lamanya aku tak pernah menggunakan palu
emas pencabut nyawa..."
Ketika mengetahui bahwa Thio lo hujin membawa pula
senjata andalannya, Sam Ciat sutay mengerti bahwa ia telah
membuat persiapan, atau berarti pertarungan tak bisa di
hindari lagi. Situasi bertambah tegang, setiap saat pertarungan bisa
berlangsung.... Dengan pandangan serius Gak Siauw-cha memandang
sekejap kearah Sam Ciat sutay lalu berkata: "Sekarang
keadaan sudah bertambah kacau, pertarungan tak dapat
dihindari lagi. Aku harap suci bersedia mengundurkan diri dari
tempat ini" Sam Ciat Sutay menunjukan sikap serba salah. setelah
berpikir sebentar ia menyahut: "Sumoay, kalau engkau
kalah....." "Mayatku akan terkapar didasar Toan hun gay ini" sambung
Gak Siauw-cha cepat. "Tahukah engkau apas akibatnya jika Thio lo hujin berhasil
kau lukai?" "Aku menyerahkan diri kepada suhu dan menantikan
hukuman yang bakal dijatuhkan kepada diriku"
"Kalau kalah mati konyol kalau menang di hukum oleh
perguruan, menang kalah tiada manfaat apa pun bagimu, apa
gunanya engkau bertempur?".
"Berbicara dari situasi yang sedang kuhadapi sekarang,
kecuali melakukan pertarungan rasanya tiada jalan lain lagi"
"Aku mempunyai satu jalan, apakah sumoay bersedia untuk
mendengarkan"...."
"Silahkan suci utarakan!"
"Kalau memang engkau tidak bersalah dalam hal ini, apa
salahnya kalau mengikuti suci untuk menghadap suhu. Agar
suhu yang munculkan diri menyelesaikan persoalan ini
bagaimana menurut pendapatmu?"
Gak Siauw-cha memandang sekejap ke arah Siauw Ling
kemudian menjawab: "Kalau aku menyetujui usul dari suci,
lalu bagaimanakah dengan saudara Siauw.." dengan
tenaganya seorang mana mampu menahan keributan dari
pihak perkampungan Pek in san cung?"
"Diantara para jago yang hadir disini pada saat ini mungkin
kepandaian silatnya yang paling tinggi" pikir Sam Ciat sutay di
dalam hati, sekalipun Thio lo hujin turun tangan sendiripun
belum tentu berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa...."
"Suci akan usahakan untuk menasehati Thio locianpwee...."
Sorot matanya dialihkan keatas wajah Thio lo hujin
kemudian melanjutkan: "Locianpwee sudah dengar perkataan
dari Gak sumoay?" "Sudah!" "Kalau Gak sumoay bersedia mengikuti aku keperguruan
dan menunggu keputusan dari suhu, apakah locianpwee
bersedia untuk melepaskan dirinya...?"
"Hmm...! mungkin adikku itu tak akan memandang sebelah
matapun terhadap aku yang menjadi ensonya..."
Ia berhenti sebentar, selelah termenung lanjutnya.
"Walaupun ia tidak memandang sebelah matapun terhadapku
yang menjadi ensonya tetapi bagaimanapun juga aku harus
tetap menghormati dirinya. Gak Siauw-cha akan kuserahkan
kepadamu, tapi tiga bulan kemudian aku harap suhumu suka
berkunjung ke perkampungan Pek in san cung untuk memberi
jawaban" "Boanpwee pasti akan menyampaikan pesan dari
locianpwee ini kepada guruku"
Thio lo hujin tertawa dingin. "Kau harus beritahu
kepadanya bahwa persoalan ini menyangkut soal ketururan
dari keluarga Thio. Ia yang menjadi bibinya ikut bertanggung
jawab dalam masalah ini"
Tidak menunggu Sam Ciat sutay menjawab ia segera
ulapkan tangannya sambil berseru: "Ayoh kita pergi dari sini"
Siauw Ling dengan pedang pendek masih di silangkan
didepan dada memandang perubahan ini dengan wajah tak
berubah. Mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Sejak dulu senjata hud timnya terpapa kutung diujung
pedang Siauw Ling yang tajam, Sam Ciat sutay selalu
berwajah murung dan tidak menunjukkan sikap dingin dan
sombong seperti sewaktu datang tadi, ia mendehem ringan
dan menyambung, "Thio lo hujin, pin-ni ada satu persoalan
hendak diucapkan kepada kau orang tua"
Rupanya secara diam2 Thio lo-jin telah menilai pula
keadaan situasi yang terbentang didepan mata. Ia tahu
seandainya kedua belah pihak sampai saling bertarung dengan
gunakan kekerasan maka siapa menang siapa kalah masih
menpakan suatu tanda tanya besar apalagi kalau Sam Ciat
sutay suci tangan dan tidak ikut campur dalam masalah ini.
keadaan sangat mempengaruhi sekali keadaan lawan.
Sekarang Sirn Ciat sutay usulkan akan membawa pergi Gak
Siauw-cha untuk dihadapkan kepada gurunya, hal ini malah
jauh lebih baik bagi posisinya. Sebab setelah Gak Siauw-cha
pergi ia dapat menghimpun segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk membunuh Siauw Ling lebih dahulu, setelah
musuh tangguh ini berhasil disingkirkan dan memutuskan
harapan Gak Siauw-cha maka tidak sulit baginya untuk
memaksa gadis itu kawin dengan cucunya.
Oleh sebab itu ia segera menyetujui usul dari Sam Ciat
sttay dan mengharapkan Gak Siauw-cha cepat2 berlalu dari
sana. Setelah didalam hati kecilnya mempunyai rencana itu, tidak
menunggu Sam Ciat sutay banyak bicara lagi, ia
menyambung: "Bawalah pergi Gak Siauw-cha dari sini!
persoalan selanjutnya ditempat ini tak usah kau sangsikan
lagi" "Maksud pin-ni, aku harap Thio Lohujin bukan saja
serahkan Gak Siauw-cha kepada guruku, bahkan
pertarungan yang terjadi pada hari inipun tak usah
dilangsungkan kembali"
"Gak Siauw-cha adalah adik seperguruanmu. Dengan Siauw
Ling toh engkau tak mempunyai hubungan apa-apa?" seru
Thio lo-bujin. "Kalau Thio locianpwee tidak bersedia melepaskan Siauw
Ling lebih dahulu, locian pwee tidak akan tinggalkan tempat
ini dengan begitu saja" seru Gak Siauw-cha dengan cepat.
"Hmm....! selama hidup belum pernah aku digertak dan
diancam orang dengan cara begini"
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gak Siauw-cha alihkan sorot matanya ke arah Sam Ciat
sutay, lalu berkata: "Suci, rupanya engkau tak dapat
menyelesaikan persoalan ini secara baik2, tapi aku tahu
bahwa suci telah mengerahkan segenap kemampuan yang kau
miliki dan Siauw moay pun telah berusaha memberi muka
kepada suci, tapi situasi telah berubah jadi begini terpaksa
suci harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini"
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada yang
cukup berat, air muka Sam Ciat sutay tanpa terasa berubah
bebat. Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang rahib yang
beriman tebal, sesudah termenung sebentar ujarnya: "Kalau
memang Thio lo hujin tak mau memberi muka kepadaku dan
akupun sudah menderita kalah ditangan Siauw Ling... yaa....
terpaksa untuk sementara waktu aku harus mengundurkan diri
dari masalah pertikaian ini"
Selesai berkata perlahan lahan ia mengundurkan diri
kesudut ruangan dan berpeluk tangan belaka.
Rupanya Thio lo hujin tak pernah menyangka kalau Sam
Ciat sutay bakal ambil keputusan untuk berpeluk tangan
belaka, setelah tertegun sejenak ia tertawa dingin dan
berkata: "Walaupun senjata hud tim milik sutay berhasil
dipapas kutung oleh pedang tajam milik Siauw Ling tapi
engkau toh belum terluka ditangan Gak Siauw-cha...."
Sam Ciat sutay tertawa ewa. "Kalau memang Thio lo hujin
tak mau mendengarkan perkataan pin-ni dengan sendirinya
pin-ni pun tak akan memaksa sumoay untuk menuruti
perkataanku lagi...."
Siauw Ling yang selama ini tidak mengucapkan sepatah
katapun tiba tiba maju selangkah kedepan dan berkata:
"Pertikaian ini bisa terjadi karena aku orang she Siauw tidak
mati, tapi pada saat ini locianpwee toh mempunyai
kesempatan ini tidak kau pergunakan?"
"Hmmm ...! kau anggap aku tidak berani?"
Gak Siauw-cha enjotkan badannya melewati Siauw Ling,
dan ia berseru: "Urusan ini timbul lantaran aku dengan Siauw
Ling sama sekali tak ada sangkut pautnya. Kalau locianpwee
ingin turun tangan, sepantasnya kalau menghadapi diriku"
Siauw Ling tersenyum. "Cici. sekalipun engkau memikul
dosa-dosa itu belum tentu mereka bersedia untuk melepaskan
Siauw-te. Ini hari mereka tidak membunuh diriku toh hari esok
masih banyak kesempatan untuk membunuh aku, jalan paling
bagus yang harus kita tempuh sekarang adalah berusaha
membuat mereka mengerti kalau orang orang dari
perkampungan Pek-in-sancung tidak mampu membunuh aku
orang she Siauw setelah hal ini dapat dibuktikan mereka baru
bersedia lepas tangan. Cici! bayangi saja diriku dari sisi
gelanggang bila Siauw-te tak mampu mempertahankan diri
barulah cici turun tangan"
Sementara Gak Siauw-cha hendak membantah, tiba tiba
suara dari Sam Ciat sutay telah menggema disisi telinganya:
"Sumoay, mundurlah kebelakang. Ilmu silat yang dimiliki
Siauw ling tidak berada di bawah kepandaianmu dalam
keadaan seperti ini memang mereka harus dikasih tahu bila
Siauw Ling adalah seorang jago yang lihay. Sebab hanya inilah
satu satunya jalan untuk menghindari akibat yang lebih tragis.
Jika engkau bersikeras turun tangan...bisa jadi pertarungan
massal akan terjadi"
Gak Siauw-cha mengerti bahwa apa yang d katakan Sam
Ciat sutay adalah suatu keadaan yang nyata, oleh karena itu
perlahan lahan dia mengundurkan diri kebefakang.
Semangat tempar Siauw Ling seketika berkobar, sambil
siapkan pedang pendeknya ia berseru, "Locianpwee. siiahkan
turun tangan" Thio Lo hujin tertawa dingin, perlahan-lahan ia maju dua
langkah kedepan, senjata palu emas pencabut nyawanyapun
berputar silih berganti kesana kemari...
Siauw Ling menghimpun hawa murninya, dan berpikir:
"Tenaga dilara yang dimiliki nenek tua ini sempurna sekali, dia
memang musuh yang patut disegani..."
Tiba2.. bayangan manusia berkelebat lewat kakek berjubah
abu abu itu sambil loncat masuk kedalam gelanggang
serunya: "Untuk menghadapi seorang angkatan muda, kenapa
hujin musti turun tangan sendiri" serahkan saja kepada budak
tua" "Pedang pendek ditangannya tajam sekali" ujar Thio lo
hujin dengan wajah serius, "Hud tim dari Sam Ciat sutay pun
terpapas olehnya, mungkin engkau bukan tandingannya."
"Bila budak tidak mampu menghadapinya belum terlambat
bila hujin turun tangan menggantikan diriku"
"Oooon toako!" mendadak Pek-li Peng berseru, "orang lain
sedang menghadapi dirimu dengan pertarungan cara roda
berputar, kau musti ber-hati2...!"
Thio Seng takut majikan tuanya terbakar oleh ucapan
tersebut dan menghalangi dia untuk turun tangan, tanpa
banyak bicara lagi seruling baja ditangan kanannya segera
menotok dada depan pemuda tersebut dengan jurus Tiat
sukay hoa atau pohon besi mulai berbunga.
Pedang pendek Siauw Ling segera berputar dengan jurus
"Hoat lun kiu coan" atau roda sakti berputar sembilan kali,
berlapis lapis cahaya putih tercipta diudara menghalangi
babatan dari seruling baja itu, sementa ia tubuhnya masih
tetap berdiri tegak di tempat semula.
Sejak kecil Thio Seng telah mengikuti raja seruling Thio
Hong bahkan mendapat perhatian khusus dari majikannya,
karena itu banyak petunjuk ilmu silat yang berhasil ia
dapatkan. Sejak Thio Hong terjerumus didalam istana terlarang, Thio
Seng makin giat melatih diri dan memperdalam ilmu
serulingnya, selama empat puluh tahun latihan itu tak pernah
dihentikan barang sehari pun. kendatipun kedudukannya
hanya seorang pembantu namun kesempurnaan tenaga dalam
serta ilmu silatnya jauh lebih dahsyat dari pada majikan
mudanya, dia merupakan salah satu jago yang paling lihay
dalam perkampungan Pek in san-cung.
Setelah masing2 pihak melangsungkan pertarungan, Thio
Seng segera menyadari bahwa ia telah berjumpa dengan
musuh tangguh. Seruling bajanya segera berputar kencang,
dalam waktu singkat sembilan buah serangan berantai telah
dilancarkan. Siauw Ling sendiri walaupun berhasil mendapatkan kitab
catatan ilmu seruling dari raja seruling Thio Hong, tetapi
selama ini tak sempat membacanya, karena itu terhadap
perubahan gerak ilmu seruling lawan boleh dibilang buta sama
sekali, sekalipun begitu dengan andalkan ketajaman pedang
pendeknya ia berusaha memapas kutung senjata lawan.
Sejak menyaksikan pertarungan antara Siauw Ling
melawan Sam Ciat sutay dimana senjata kebutan rahib
tersebut kena tersayat Kutung, Thio Seng agak jeri terhadap
ketajaman pedang lawan. Setiap kali ia berusaha untuk
menghindari bentrokan kekerasan dengan senjata lawan,
dengan demikian daya tekanan yang dipancarkanpun tak
dapat mencapai tingkat yang sebenarnya, walaupun sembilan
buah serangan berantai telah dilancarkan tapi tak
selangkahpun ia berhasil mendesak musuhnya.
Siauw Ling tetap berdiri tegak ditempat semula. Menjumpai
serangan ia punahkan dengan serangan, menjumpai ancaman
dibalas dengan ancaman, sejuruspun ia tak mengendorkan
pertahanannya. "Berhenti!" mendadak Thio Lo hujin membentak keras.
---oo0dw0oo--- Jilid: 14 Thio Seng tarik kembali serangannya dan loncat mundur
kebelakang. Katanya "Hujin kau ada petunjuk apa?""
"Kalau bertarung dengan cara begini mana mungkin kau
berhasil melukai musuh" lebih baik aku turun tangan
sendiri..." "Hujin" kata Thio Seng dengan gelisah "pedang pendek
dalam genggamannya tajam sekali, sedangkan seruling milik
hamba adalah pemberian dari majikan tua dimasa lampau
selama puluhan tahun lamanya seruling ini tak pernah
berpisah dari sisiku, hamba takut seruling ini terluka sehingga
tak berani kugunakan secara sembarangan... dengan
sendirinya daya tekananpun tak dapat dipancarkan
sebagaimana mestinya"
"Hmm ..! dia punya pedang tajam dianggapnya kami tak
punya benda mustika yang dapat digunakan untuk
menghadapi senjatanya itu...?"
Sambil berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas itu
serunya: "Bawa kemari benda mustika dari perkampungan Pek insan-
cung kita" Pemuda berpakalan ringkas itu mengiakan dia melepaskan
sebuah bungkusan kain hitam dari punggungnya dan
membuka ikatan tersebut, dari dalam ia ambil keluar sebuah
kotak kayu yang panjangnya satu depa delapan cun.
Siau Ling yang menyaksikan hal itu, dalam hati segera
pikirnya: "Macam apa sih benda mustika dari perkampungan Pek in
San cung?" aku ingin melihat dengan cermat"
Dengan sikap yang penuh hormat pemuda berpakaian
ringkas itu membuka kotak kayu itu dan ambil keluar sebuah
penggaris kumala dan segera diangsurkan ketangan Thio lo
hujin. Senjata itu panjangnya cuma satu depa tujuh cun, berarti
satu cun lebih pendek dari kotak kayu itu.
Dengan wajah serius Thio lo hujin menerima senjata itu,
ujarnya "Thio Seng, penggaris kumala ini kuat sekali dan tak takut
senjata mustika, engkau boleh gunakan benda lni untuk
menghadapi musuh" Thio Seng segera menerima penggaris kumala itu ditangan
kanan dan mencekal seruling bajanya ditangan kiri, sambil
memberi hormat katanya: "Hamba bisa mendapat pinjaman benda yang begini
berharganya, ini hari aku pasti akan menangkap Siau Ling,
kalau tidak hamba rela terkubur ditempat ini sebagai balas
budi atas penghargaan ini"
Habis berkata ia putar badan dan mendekati sianak muda
itu. Dalam pada itu Siau Ling sedang mengawasi senjata
penggaris kumala yang berwarna putih bersih itu pikirnya:
"Bagaimana kerasnya penggaris putih itu tak mungkin kalau
mampu untuk menangkis pedang mustika milikku...
Baru saja berpikir sampai disitu, Thio Seng dengan
memegang seruling baja dan penggaris kumala tadi sudah
mendekati kearahnya. Walaupun dalam hati kecilnya Siau Ling tak percaya kalau
penggaris kumala itu mampu bentrok dengan senjata
mustikanya, namun ia sama sekali tiada maksud memandang
enteng lawannya, melihat Thio Seng mendekati kearahnya dia
segera tarik napas panjang dan bersiap sedia.
Setelah bersenjatakan penggaris kumala, keberanian Thio
Seng semakin bertambah, tangan kanannya segera diangkat
dan langsung membabat kedepan,
Siau Ling ayun pedang pendeknya menyongsong
kedatangan senjata tersebut pikirnya:
"Masa senjatamu itu lebih ampuh daripada pedang
mustikaku... mau coba marilah silakan dicoba. .."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
senjata pedang dan penggaris kumala itu sudah saling
membentur satu sama lainnya.
Criiing.. ! ternyata penggaris kumala itu masih utuh dan
sama sekali tidak cedera.
Thio Seng sendiri meskipun mengetahui bahwa senjata itu
merupakan benda mustika dari perkampungan Pek-in-san
cung dan kerasnya bukan kepalang, tetapi melihat ketajaman
pedang lawan hatinya merasa agak kuatir juga ia takut
mustikanya cedera. Maka setelah terjadi bentrokan tersebut, kedua orang itu
sama2 loncat mundur kebelakang untuk memeriksa
senjatanya masing-masing.
Setelah mengetahui bahwa pengaris kumala itu ampuh
sekali, keberanian Thio Seng semakin tebal ia maju lagi
kedepan sambil melancarkan serangan. Penggaris kumala
ditangan kanannya khusus menangkisi pedang tajam Siau Ling
sebaliknya seruling baja ditangan kirinya mengancam jalan
darah penting ditubuh lawan.
Oleh serangan2 lawan yang begitu gencar dengan cepat
Siau Ling keteter hebat: Pedang pendeknya selalu dikunci okh sejata lawan,
sementara seruling bajanya mengancam tempat2 berbahaya
ditubuhnya, untuk beberapa saat ia terdesak dan mundur
terus kebelakang. Menyaksikan kedudukannya sudah berada diatas angin dan
serangan2nya berhasil memaksa mundur lawannya, Thio Seng
semakin gencar melancarkan serangan mautnya, ia berusaha
untuk melukai Siau Ling diujung seruling bajanya,
Serangan yang begitu gencarnya itu telah menggunakan
segenap kekuatan tubuh hasil latihan selama puluhan tahun,
desiran angiti tajam men.deru2 mengikuti berkelebatnya
senjata penggaris kumala, sedang totokan seruling baja
mengandung gulungan angin pukulan bagaikan amukan
ombak disamudra, karena itulah Siau Ling merasakan
tekanannya kian lama kian bertambah kuat sehingga sukar
ditahan: Bukan pemuda itu saja yang merasa terperanjat Sam ciat
suthay yang berada disampingpun ikut terperanjat sementara
Gak Siau cha pusatkan perhatiannya kedalam gelanggang,
pedang dalam genggamannya dipegang semakin kencang.
Asal Siau Ling menemui bahaya dia akan segera memberikan
pertolongannya. Ditengah pertarungan yang berlangsung dengan serunya
itu tiba2 Siau Ling ayun tangan kirinya kedepan, sebuah
sentilan tajam memaksa seruling baja yang menyodok
dadanya seketika terpental kesamping.
Semua jago yang ada di sana merasa terperanjat siapapun
tak tahu ilmu silat apakah yang telah digunakan Siau Ling,
mereka hanya lihat sebuah sentilan yang perlahan ternyata
mampu menggetarkan seruling baja Thio Seng hingga
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencelat kesamping. Dengan ilmu sentilan mautnya Siau Ling berhasil
menumbangkan semua serangan lawan, dalam keadaan begini
ia segera melancarkan serangan balasan. Pedang pendeknya
dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam langsung
mengurung tubuh musuhnya.
Bentrokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian
segenap serangan gencar yang
Dilancarkan Thio Seng berhasil dipunahkan oleh Siau Ling.
Cahaya pedang yang tajam dan menyilaukan matapun kian
lama kian bertambah cemerlang.
Dalam waktu singkat dari posisi bertahan Siau Ling berubah
jadi kedudukan menyerang dan diapun berhasil duduk diatas
angin. Thio Seng berusaha untuk merebut kembali posisinya yang
kian lama kian terdesak hebat itu tapi sayang ilmu pedang
Siau Ling yang sempurna telah berhasil menguasai keadaan
sehingga untuk beberapa waktu ia tak mampu berkutik Lagi.
Melihat Siau Ling telah berhasil menguasai keadaan, Thio
Seng sudah menunjukkan tanda2 akan menderita kekalahan,
Sam ciat suthay segera berbisik kepada Gak siau cha:
"Gak sumoay andaikata engkau tak ingin mengikat
hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek insan
sung, lebih baik beritahulah kepada Siau Ling agar jangan
turun tangan keji Baru saja ucapan itu selesai diutarakan menang kalah
sudah ditentukan dalam gelanggang. Dua sosok bayangan
yang saling menubruk tiba2 berpisah satu sama lainnya.
Dengan muka serius Siau Ling berdiri di sisi kalangan,
pedangnya tetap disilangkan didepan dada.
Sebaliknya Thio Seng dengan muka pucat pias beruntun
mundur tiga langkah kebelakang, jelas ia sudah menderita
luka yang cukup parah. Dengan muka hijau membesi Thio lo hujin segera menegur:
"Thio Seng, parahkah tuka yang kau derita?"
Dengan seruling bajanya menahan tubuh yang gontai Thio
Seng menjawab setelah napasnya dapat diatur kembali.
"Hujin, bocah itu berhasil mempelajari ilmu sentilan maut
Sian-ci sinkang dari Bu- siang taysu.."
Badannya gemetar keras dan muntah darah segar, tapi ia
tetap mempertahankan diri sambil menyambung:
"Ketika budak mengikuti majikan tua tempo hari seringkali
kusaksikan sepuluh tokoh sakti saling bertarung satu sama
lainnya, hweesio dari Siau-lim-si telah mengandalkan sentilan
maut inilah seruling majikan tua, hujin kalau bertarung nanti
engkau harus berhati2"
Selesai mengucapkan beberapa patah kata itu, tubuhnya
segera roboh terjungkal diatas tanah.
Thio Lo hujin berpaling dan memandang sekejap kearah
pemuda berpakaian ringkas itu, lalu katanya.
"Berikan sebutir Po mia wan kepadanya" Pemuda itu
mengiakan, sambil membopong tubuh Thio Seng ia segera
mengundurkan diri kesudut ruangan.
Perlahan2 Thio Lo-hujin maraya keatas wajah Siau Linh
dengan tubuh gemetar keras menahan emosi ujarnya dengan
ketus: "Siau Ling. engkau telah melukai dirinya dengan ilmu
apa?"" "Ilmu totok Siu lo ci, tapi aku telah turun tangan ringan dan
tidak sampai mencabut jiwanya karena aku merasa tak ada
hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek in
San cung. andaikata ia tidak banyak bicara niscaya luka dalam
yang dideritanya tak akan separah itu, tapi ia bicara banyak
dan memberitahu keadaan yang sebenarnya kepadamu, itulah
yang menyebabkan lukanya makin bertambah parah, tapi
tidak sampai merenggut jiwanya... asal ia beristirahat selama
dua hari lukanya pasti akan sembuh.."
Thio Lo hujin tertawa dingin, tukasnya.
"Mati hidup orang perkampungan Pek in san cung tak usah
kau kuatirkan" Siau Ling mengerutkan dahinya, ia hendak membantah tapi
akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Thio lo-hujin berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas
itu, lalu serunya. "Serahkan penggaris kumala itu kepadaku"
Dengan hormat pemuda itu angsurkan senjata itu kepada
sang nenek, rupanya walaupun Thio Seng sudah tak sadarkan
diri, namun senjata penggaris kumala itu masih dipegangnya
erat2. Setelah menerima pengaris kumala itu, Thio Lo hujin
berkata dengan nada dingin.
"Engkau memiliki ilmu silat dari berbagai aliran, tidak aneh
kalau sikapmu begitu congkak dan tinggi hati. Aku sudah tua
dan hampir saatnya mati soal mati hidup bukan masalah lagi
bagiku, engkau tidak usah bersikap sungkan2 lagi kepadaku,
kerahkanlah segenap kepandaian yang engkau miliki..."
"Aku orang she Siau dengan pihak Perkampungan Pek in
sancung tidak pernah terikat dendam permusuhan apapun,
tetapi jika locianpwee ingin memberi petunjuk kepadaku tentu
saja boanpwee tidak akan menghindar, mari kita bertarung
dan berhenti setelah saling menutul..'
"Siapa bilang pertarungan ini diakhiri dengan saling
menutul?" Pertarungan ini adalah pertarungan yang
mempengaruhi mati hidup kita" bentak Thio lo hujin dengan
gusar. "Nenek ini sudah tua, kenapa wataknya masih begitu
berangasan.. " pikir Siau Ling dalam hati.
Terdengar Gak siau cha berkata:
"Saudaraku, mundurlah kebelakang ! biar cici yang
melayani locianpwee ini beberapa jurus"
"Cici, tunggulah sampai siau te berhasil dikalahkan lebih
dahulu" seru sang pemuda dengan alis berkerut.
"Tidak" bentak Gak siau cha dengan serius, "ayoh cepat
mundur ke belakang" Siau Ling yang pada dasarnya amat menghomati Gik Siau
cha. melihat sikapnya yang begitu serius tak berani
membantah lagi, per-lahan2 ia mengundurkan diri kebelakang.
"Locianpwee..." seru Gik Siau cha sambil memberi hormat:
"Hmm siapa yang kesudian menjadi locianpwee mu, kalau
mau bertempur melawan ku, cepat cabut keluar senjata
tajammu!". Dari dalam sakunya Gak Siau cha ambil keluar kitab catatan
ilmu seruling dari Thio Hong kemudian dengan hormat
diangsurkan kedepan, ujarnya:
"Harap locianpwee suka menerima lebih dahulu kitab ilmu
silat ini" Meskipun Thio lo hujin ada maksud untuk menerimanya,
tetapi ia merasa berat untuk mengulurkan tangannya, setelah
berpikir se bentar ia balik bertanya
"Sebenarnya apa maksudmu?"
"Thio heng sudah berapa kali menyelamatkan jiwaku,
sudah sepantasnya kalau boan pwee kembalikan kitab ilmu
silat ini kepada locianpwee sebagai tanda balas budi dari
diriku." "Hmm...! cucuku sudah hampir mati, mana ia mampu untuk
mempelajari ilmu seruling dari kakeknya"
"Kalau locianpwee tidak bersedia untuk mnenerimanya, dan
andaikata boanpwee sampai terluka atau mati ditangan
locianpwee, maka aku takut kitab catatan dari Thio lo
cianpwee ini akan terjatuh kedalam dunia persilatan dan sukar
untuk ditarik kembali"
Thio Lo hujin berpikir sebentar, ia tahu betapa hebatnya
persoalan itu maka sambil menerima kembali kitab pusaka dari
Raja seruling katanya: "Meskipun aku sudah menarik kembali kitab pusaka milik
mendiang suamiku, itu bukan berarti aku sudah mengabulkan
keinginan nona" "Boanpwee tidak berani mempunyai jalan pikiran seperti
itu" "Bagus sekali cabutlah senjata tajammu!"
"Sebelum pertarungan dimulai boanpwee masih ada
beberapa patah kata hendak dibicarakan lebih dahulu!"
"Apa yang hendak kau katakan" cepat utarakan keluar",
"Persengketaan yang terjadi antara aku dengan Thio heng
sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan saudara Siau,
tapi keadaan telah memaksa dia untuk turun tangan, hal ini
merupakan suatu kejadian yang apa boleh buat...pepatah
bilang tiada pertarungan yang bersifat baik, luka atau mati tak
dapat dihindari lagi, aka harap setelah pertarungan ini
berlangsung, baik menang maupun kalah perselisihan diantara
kita harus dibikin beres sampai disini saja.
"Hmm! kalau didengar dari ucapanmu itu rupanya engkau
punya keyakinan untuk menangkan diriku, bukan begitu?"?"
"Locianpwee salah paham, maksudku perselisihan antara
kita sudah sepantasnya kalau diakhiri sampai disini saja perluli
siapapun yang menangkan pertarungan ini, dan dikemudian
hari kita tak boleh saling balas membalas lagi."
"Kau tak usah kuatir, seandainya aku sampai mati
ditanganmu maka kendatipaun pihak perkampungan Pek in
san cung ada orang hendak membalas dendam maka hal ini
akan terjadi sepuluh tahun mendatang kalian boleh
menggunakan kesempatan tatkala pihak perkampungan Pek in
san cung belum ada ahli warisnya untuk melakukan
pembasmian sehingga tidak meninggalkan bibit bencana
dikemudian hari...."
"Locianpwee. "seru Gak Siau cha dengan alis berkerut
"Jangan panggil aku sebagai locianpwee lagi" tukas Thio lohujin
"engkau she-Gak dan aku she Thio, kedua belah pihak
sama2 tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang
lain." Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan:
"Tetapi seandainya aku menangkan dirimu, bagaimana
keadaannya?"" "Sekalipun mati boanpwee tak akan menyesal."
"Seandainya engkau tidak sampai mati?"
"Maksud locianpwee?"" seru Gak Siau cha dengan alis
berkerut. "Engkau harus menerima pinangan cucu dan menjadi
bininya" "Tentang soal ini, boanpwee.. "
"Tak usah banyak bicara lagi, engkau tak mau juga harus
mau, mampu harus mampu, ayoh cabut keluar senjatamu."
Penggaris kumala diayunkan dan langsung membacok
tubuh dara itu. Gak Siau cha tarik nafas dan mundur lima depa
kebelakang, kepada Soh Bun serunya:
"Berikan pedangmu kepadaku."
Soh Bun tertegun, sambil mengangsurkan pedangnya
kemuka ia merasa keheranan, pikirnya:
"Bukankah diatas pinggangnya terdapat sebilah pedang
lemas, kenapa tidak ia gunakan senjata tersebut sebaliknya
malah pinjam senjata dengan diriku....?""
Tindakan Gak Siau cha yang meminjam pedang ini bukan
saja membingungkan hati Soh Bun, bahkan Sam ciat suthay
sekalianpun merasa keheranan mereka tak habis mengerti apa
sebabnya gadis itu pinjam senjata orang lain dan tidak
memakai pedang sendiri. Hanya Siau Ling seorang yang mengerti, ia tahu Gak Siau
cha tentu sudah berhasil mempelajari isi kitab pusaka dari
Raja seruling, karena memakai pedang lemas sukar untuk
menggunakan ilmu seruling maka ia hendak gunakan pedang
untuk menggantikan seruling dan menghadapi Thio lo hujin
dengan ilmu keluarganya sendiri.
Setelah menerima pedang itu, Gak Siau cha segera
menyilangkan didepan dada, katanya:
"Locianpwee maafkanlah bila boanpwee terpaksa bertindak
kurang ajar" Thio Lo hujin sendiri sesudah melancarkan babatan tadi
sama sekali tidak melancarkan serangan kembali, rupanya ia
sedang menunggu lawannya untuk meloloskan senjata.
Sam ciat suthay memahami kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki kedua orang ini ia tahu sekalipun Gak Siau Cha
ada maKsud Mengalah tapi oleh perkataan yang diucapkan
Thio lo hujin tadi membuat gadis itu tak bisa mengalah lagi
pertarungan yang akan berlangsung pun pasti luar biasa
dahsyatnya. Andaikata Thio lo-hujin sampai terluka atau mati dendam
permusuhan tersebut tak akan dahabisi sampai disini saja,
sebaliknya kalau Gak siau cha yang mati, Siau Ling pasti tak
akan ambil diam jadi bagaimana pun akhir dari pertarungan
ini, keadaannya sama2 tidak menguntungkan bagi kedua
belah pihak. Sementara ia masih termenung pertarungan telah
berlangsung. Dengan andalkan keampuhan penggaris kumala itu, begitu
melancarkan serangannya Thio Lo Hujin segera meneter
dengan serangan serangan yang ganas dan keji, hal ini
membuat Gak Siau cha terdesak hebat dan hanya mampu
menangkis belaka. Sam ciat suthay kuatir sekali, ia takut Thio lo hujin turun
tangan keji sehinga melukai Gak Siau cha.
Pertarungan sengit berlangsung dengan serunya, dalam
waktu singkat dua puluh gebrakan sudah lewat dan Gak Siau
cha delama ini hanya mampu menangkis dan menghindar
melulu. Sekalipun begitu, walaupun serangan yang dilancarkan Thio
lo hujin amat dahsyat, tapi setiap kali Gak Siau cha berhasl
pula meloloskan diri dari bahaya maut.
Siau Ling jadi kuatir dan merasa tak tenang, beberapa kali
ia saksikan Gak Siau cha mendapat kesempatan untuk
melancarkan serangan balasan akan tetapi kesempatan
tersebut selalu tak pernah digunakan tanpa terasa pikirnya
didalam hati. "Rupanya ia memang ada maksud untuk mengalah.... tapi
tenaga dalam yang dimiliki Thio lo hujin lihay sekali,
seranganpun tajam dan ganas, satu kali kurang waspada
kemungkinan besar ia akan terluka diujung senjata lawan..."
Baru saja hatinya merasa kuatir, tiba tiba terdengar seruan
nyaring dua sosok bayangan manusia berpisah satu sama
lainnya.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika ia menengok didalam gelanggang, tampaklah Gak
siau-cha dengan wajah pucat pias berdiri dikalangan dengan
pedang masih silangkan didepan dada
Pada waktu itu Siau Ling sedang melamun maka ia tak
memperhatikan dimanakah letak luka yanp diderita Gak Siay
Cha, tapi di tinjau dari keadaannya jelas membuktikan bahwa
ia terluka parah dengan hati terkesiap ia segera loncat kemuka
dan menghadang didepan tubuh gadis itu.
Thio Lo Hujin tertawa dingin, sindirnya:
"Siau Ling sekalipun engkau akan menghadapi diriku
dengan cara roda berputar aku tak akan jeri"
"Saudara Siau, engkau boleh mundur kebelakang" bentak
Gik Siau Cha dengan suara lantang.
Siau Ling yang tak takut langit tak takut bumi, setelah
mendengar bentakan segera mengundurkan diri kebelakang
"Gak siau cha, apakah kau masih punya kemampuan untuk
bertempur lagi "......" seru Thio lo hujin sambil tertawa dingin.
Ga! Siau cha tarik napas panjang panjang jawabnya:
"Mungkin locianpwee tclah menaruh belas kasihan
kepadaku, maka serangan tadi tidak sampai menghilangkan
daya tempur boanpwee ."
Thio Lo hujin tertawa dingin.
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita lanjutkan kembali
pertarungan ini.." "Barusan boanpwee telah menggunakan segenap
kemampuan yang kumiliki untuk melakukan perlawanan, tapi
tubuhku masih tetap terkena sebuah gebukan, hal ini
membuktikan kalau ilmu silat yang dimiliki locianpwee
memang lihay sekali"
"Kalau engkau menyadari akan hal ini dan mengaku kalah
serta menerima syaratku, demi cucuku aku tak akan
mengungkap kembali kejadian yang telah lalu. "
Gak Siau cha tertawa ewa.
"Seandainya peristiwa ini terjadi pada tiga bulan berselang,
boanpwee pasti sudah tak punya kemampuan untuk
melakukan perlawanan lagi, tapi sekarang keadaannya sama
sekali berbeda. " "Apa bedanya?" "Dalam pertarungan berikutnya ini, boanpwee akan
menggunakan ilmu seruling dari keluarga Thio untuk
bertarung kembali me lawan cianpwee"
"Huuh...! mau pakai ilmu orang untuk melukai diriku...
sialan!" "Peninggalan dari Thio locianpwee memang sangat hebat
dan banyak terdapat jurus jurus yang ampuh, banyak
diantaranya merupakan jurus2 aneh yang berhasil ia ciptakan
setelah berada didalam istana terlarang"
Thio lo-hujin tertawa dingin.
"Kalau memang begitu bagus sekali. jika engkau bisa
kalahkan diriku dengan ilmu seruling dari keluarga Tho,
sekalipun kalah akupun rela. Tapi bagaimana kalau engkau
yang kalah ditanganku?""
"Boanpwee akan gorok leher dan bunuh diri dihadapan
cianpwee.." jawab Gak Siau cha sambil tertawa getir.
Sorot matanya segera berputar dan menambahkan.
"Saudara Siau, apakah engkau bersedia me menuhi
beberapa buah permintaanku?""
"Katakanlah cici, aku pasti akan menuruti"
"Seandainya aku menderita kalah ditangan locianpwee
sehingga harus bunuh diri engkau tak boleh membalaskan
dendam bagiku" "Tentang soal ini...tentang soal ini...siau te"
"Kabulkanlah permintaanku. sundara Siau,engkau pasti tak
ingin kalau aku mati dengan tidak tenang bukan?"
"Baiklah, aku menyetujui" sahut Siau Ling kemudian
dengan perasaan apa boleh buat.
"Setelah aku mati, kumpulkanlah ranting dan kayu dan
bakarlah jenazahku, kemudian bawalah abuku kedepan
jenasah ibuku, aku rasa jenasah ibuku tak akan rusak lagi, bila
engkau ada waktu carilah sebuah gua dan simpanlah jenasah
bibi immu serta abuku didalam gua tersebut, kemudian
tutuplah kembali gua itu"
"Siau te turut perintah"
"Masih ada satu soal lagi, yaitu Soh Bun dan Siau Hong
sebenarnya adalah murid dari seorang jago lihai, sungguh tak
beruntung suhunya menemui bencana dan mati, setelah
bertemu dengan aku mereka merasa cocok dan rela jadi
dayangku, walaupun namanya dayang padahal hubungan
kami lebih erat dari saudara sendiri, bila aku sampai mati
engkaupun harus baik2 merawat mereka berdua"
"Siau te ingat"
Isak tangis berkumandang memecahkan kesunyian:
"Siocia, kalau engkau tidak beruntung dan mati dalam
pertarungan, kami rela mengiringi dirimu. Siangkong tak usah
repot2 merawat kami lagi"
Ketika Siau Ling berpaling, dilihatnya Soh Bun dan Siau
Hong sudah menangis dengan sedihnya, ia segera menghela
napas panjang, katanya "Perintah cici tak berani siau-te bantah, tapi cici harus
berusaha untuk mempertahankan hidupmu"
"Aku tahu dendam bibi Im mu toh belum terbalas, tentu
saja aku harus berusaha untuk mempertahankan hidupku"
"Cici tak pernah berbuat salah, tidak seharusnya engkau
punya niat untuk mencari mati."
Gak Siau cha tidak memperdulikan diri Siau Ling lagi,
kepada Soh Bun dan Siau Hong dia berseru
"Apa yang kalian tangisi " aku belum mati !"
Soh Bun dan Siau Hong tidak menangis lagi, namun air
matanya masih jatuh berlinang membasahi pipi.
Gak Siau cha menghela napas panjang ujarnya lagi
"Tujuan locianpwee hanya membunuh aku seorang,
dengan budinya yang luhur aku rasa tidak nanti dia
menyusahkan kalian berdua, Siau Siangkong berjiwa besar,
mereka pasti akan memberi suatu penyelesaian yang baik,
ikutilah dia!" Dengan air mata bercucuran Soh Bun dan Siau Hong
mengangguk, mereka tak berani banyak bicara lagi.
Sorot mata Gak Siau cha perlahan-lahan dialihkan keatas
wajah Sam ciat suthay, ujarnya kembali,
"Setelah siau moay mati, aku harap suci suka
menyampaikan rasa terima kasihku kepada suhu atas budi
kebaikan yang pernah beliau berikan kepadaku"
"Aku pasti akan memenuhi harapanmu itu.."
Setelah menyelesaikan pesan2nya Gak Siau cha lintangkan
pedangnya didepan dada dan berkata:
"Thio lo hujin, sekarang engkau boleh turun tangan "
Thio lo hujin tidak banyak bicara lagi penggaris kumalanya
diayun dan segera melancarkan sebuah serangan
Kali ini Gak Siau cha tidak menghindar atau mengalah lagi
setelah meloloskan diri dari serangan tersebut, pedangnya
segera berputar melancarkan serangan balasan.
Pertarungan yang berlangsung kali ini jauh lebih seru
daripada pertarungan semula, dengan pedang menggantikan
seruling Gak Siau cha telah mencampurkan jurus serulingnya
kedalam permainan pedang, cahaya tajam berkilauan diudara,
sebentar menotok sebentar membabat menyerang maupun
bertahan dilakukan dengan amat sempurna.
Thio lo hujin sendiri jauh lebih banyak menyerang daripada
mempertahankan diri. Siau Ling pusatkan segenap perhatiannya kedalam
kalangan. Keadaan Gak Siau cha selalu terancam oleh bahaya,
senjata pengaris ditangan Thio lo hujin berputar kencang
menguasai kalangan, tapi duapuluh gebrakan kemudian
keadaan segera berubah. Jurus2 aneh bermunculan dari tangan Gak Siau cha, dari
bertahan ia mengambil inisiatip menyerang setelah puluhan
jurus Thio lo hujin berhasil mendesak lawan, tapi serangan
aneh dari gadis itu memaksa posisi berubah kembali.
Setelah lewat limapuluh gebrakan, walaupun kedua belah
pihak masih bertarung sengit dan menang kalah masih belum
dapat ditentukan, tapi baik Siau Ling maupun Sam ciat suthay
sama2 dapat melihat bahwa Gak Siau cha tak bakal kalah lagi,
perubahan pedang ditangannya sering kali menunjukkan suatu
keampuhan yang luar biasa.
Gak Siau cha yang berada ditengah pertarungan, tiba2
merubah permainan pedangnya, secara beruntun dia
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Ketiga jurus serangan ini mempunyai perubahan yang luar
biasa membuat pandangan orang jadi kabur, dengan
kelihaiannya Siau Ling serta Sam ciat suthay pun mampu
melihat jelas asal mulanya perubahan gerak tersebut
Ditengah kerlipan cahaya pedang, dengusan berat
menggema memecahkan kesunyian, senjata penggaris kumala
dalam genggaman Thio lo hujin terlepas diatas tanah, sambil
meloncat mundur tiga depa kebelakang darah segar tampak
mengucur keluar dari tangan kanannya.
"Maaf.. maaf.." seru Gak Siau cha sambil memberi hormat.
Dengan wajah sedih dan pandangan berkaca Thio lo hujin
berkata lirih "Ombak belakang sungai Tiang kang mendorong ombak
didepannya, manusia generasi baru menggantikan generasi
lama. .. aku memang sudah tua"
"Tiga jurus serangan berantai yang boanpwee gunakan
barusan bernama tiga seruling sambaran kilat" ujar Gak Siau
cha, "jurus serangan itu merupakan hasil ciptaan dari Thio
locianpwee setelah terjerumus didalam istana terlarang,
dengan kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki hujin rasanya
tak sulit untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi setelah
membaca kitab catatan tersebut, anggaplah kitab itu sebagai
balas jasa dariku dan anggap pula kitab tersebut telah balik
kembali kedalam perkampungan Pek in san cung"
Setelah mengalami kekalahan, Thio lo hujin sudah tak
memiliki semangat untuk bertempur lagi, sambil berpaling
sekejap kearah Giok siau long kun, gumamnya seorang diri:
"Pembalasan ini tak dapat dihitung ringan..."
"Nenek, mari kita pergi! " seru Giok siau long kun, ia
meronta bangun dan dengan langkah lebar berjalan keluar
dari sana. "Cun ji" teriak Thio lo hujin dengan suara lengking" siapa
suruh kau berjalan sendiri.."
Dengan cepat ia mengejar dari belakang.
Thio Seng serta pemuda berpakaian ringkas segera
mengejar dari belakang, dalam waktu singkat semua jago dari
perkampungan Pek in san cung telah berlalu semua dari situ.
Memandang bayangan punggung orang2 itu Gak Siau cha
hanya bisa menghela napas panjang belaka, tak sepatah
katapun yang dia ucapkan.
Lama.... Lama.... sekali.... Akhirnya Sam ciat suthay buka
suara dan bertanya, "siau moay, apa rencanamu sekarang?""
"Aku tidak punya rencana apa?"
"Bersediakah engkau ikut aku menjumpai suhu?"
"Apakah suci beranggapan bahwa aku harus pergi?"" tanya
Gak Siau cha setelah termenung sebentar.
"Perduli engkau ingin pergi atau tidak, dalam setengah
tahun mendatang kau harus pergi menjumpai suhu untuk
memberi penjelasan tentang peristiwa yang terjadi pada hari
ini, suci akan menjadi saksi bagimu"
"Terima kasih suci"
"Walaupun suhu tidak begitu senang dengan ensonya Thio
lo hujin, tetapi hubungan persaudaraannya dengan Raja
Seruling Thio locianpwee baik sekali Giok siau long kun adalah
satu2nya keturuna keluarga Thio, tentu saja suhu tak akan
tega membiarkan Giok siau long kun mati karena urusan ini,
meskipun diluaran sikapnya tetap dingin dan hambar tapi
menurut apa yang suci ketahui, suhu telah mengumpulkan
obat-obat mujarab dan membuat semacam obat mujarab
untuk Thio cun, kecuali engkau bersiap sedia bentrok dengan
suhu, lebih baik engkau menanyakan dahulu maksud hati
suhu" "Terima kasih atas perhatian suci, siau moay tak akan
melupakan untuk selamanya"
"Aku berharap engkau selalu mengingat perkataanku, nah
suci akan pergi dulu.."
Habis berkata Habis berkata ia segera berlalu dari gua tersebut.
Setelah menghantar kepergian Sam ciat suthay dan kembali
lagi kedalam gua, Gak Siau cha memandang sekejap kearah
Siau Ling lalu berkata sambil menghela napas panjang ,
"Saudaraku mengapa kau tak suka mendengarkan
perkataanku?" "Ada apa sih?""
"Andaikata hanya Giok siau long kun seorang yang datang,
siau te tak akan banyak urusan seperti ini, tetapi mereka
terdiri dari beberapa orang sedangkan cici hanya seorang diri,
sudah sepantasnya kalau aku datang memberi bantuan"
Sambil menatap wajah sianak muda itu, Gak Siau cha
tersenyum ujarnya kembali,
"Aku tak pernah menyangka kalau dalam tiga bulan yang
amat singkat bukan saja engkau berhasil membuka istana
terlarang, bahkan ilmu silat yang engkau miliki telah mendapat
kemajuan yang demikian pesatnya,"
"Kejadian ini hanya boleh dibilang kebetulan saja untung
siau te tidak sampai kehilangan nyawa"
"Sewaktu aku serahkan anak kunci istana terlarang
kepadamu, tujuanku adalah agar engkau bisa membuka istana
tersebut, dan tidak mencampuri urusan cici lagi, dalam
perkiraanku Istana Terlarang sebagai tempat yang diidamkan
setiap umat bulim sudah puluhan tahun belum ada jago
persilatan yang berhasil menemukan, dalam waktu beberapa
bulan yang singkat engkaupun pasti tak akan menemukannya.
Aaai ... sungguh tak nyana tempat itu akhirnya berhasil juga
kau temukan" "Kalau dibicarakan kembali, kesemuanya ini adalah berkat
lindungan dari Thian sehingga kedatangan siau te ditempat itu
sangat kebetulan sekali..."
Diapun segera menceritakan semua pengalamannya
sebelum dan setelah masuk kedalam istana terlarang.
"Aaai .. engkau sudah terlalu banyak menempuh bahaya.. "
Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Pek li Peng
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katanya, "Engkau belum memperkenalkan nona ini kepadaku"
Belum sempat Siau Ling menjawab, Pek li Peng telah
mendahuluinya dan menjawab,
"Aku bernama Pek li Peng, menemui nona"
Melihat gadis itu halus, lincah dan menyenangkan, Gak Siau
cha segera tersenyum. "Nona Pek li..."
"Aku lebih muda beberapa tahun, kalau nona tidak
menampik anggap saja aku sebagai adikmu!"
"Baik" jawab Gak Siau cha sambil mengangguk, "aku masih
belum tahu asal usul dari adikku.."
"Aku dibesarkan didalam istana es di laut utara"
"Kalau begitu Pek thian cuncu adalah.. "
"Dia adalah ayahku"
"Oooh.. tuan putri dari laut utara, bukan saja ayahmu
pernah menggentarkan seluruh wilayah laut utara bahkan
didaratan Tionggoanpun punya nama besar, anak buahnya
telah mengumpulkkan banyak jago lihay, setiap beberapa
tahun ia tentuk melakukan perjalanan kedaratan Tionggoan,
dimana ia lewat setiap orang persilatan pada menaruh hormat
kepadanya..." "Aku jarang mengetahui tentang tingkah laku ayahku,
sedang ayahpun jarang sekali menceritakan soal dunia
persilatan kepadaku.."
"Oooh ... kiranya begitu... " sorot matanya segera dialihkan
kearah Siau Ling dan bertanya,
"Saudaraku, secara bagaimana kau bisa kenal dengan nona
Pek li..." Siau Ling tidak takut bumi tidak takut langit, hanya takut
pada Gak Siau Cha mendengar pertanyaan itu ia jadi ragu2,
tak dijawab tak mungkin menjawab sejujurnya banyak hal
yang tak leluasa untuk dikatakan, untuk beberapa saat
lamanya ia jadi gelagapan:
"Tentang soal ini.. tentang soal ini..."
"siau moay lah yang melakukan perjalanan jauh mencari
jejaknya" sambung Pek li Peng dengan cepat
"Apakah ayahmu tahu?"" tanya Gak Siau Cha sambil
tersenyum "Tidak ayahku tidak tahu"
"Engkau tinggalkan istana es tanpa pamit, ayahmu pasti
akan mencari jejaknya dimana-mana, suatu hari bila ayahmu
mengetahui akan peristiwa ini, tentu ia tak akan berpeluk
tangan belaka.." "Akupun mengetahui akan persoalan ini dan mungkin akan
mendatangkan banyak kesulitan bagi Siau toako, tetapi aku
tak dapat menguasai diri..."
"Karena dua siau te pernah bertempur satu kali dengan Pak
Thian cuncu..."sela Siau Ling.
Gak Siau Cha terperanjat.
"Apakah engkau mampu menandingi Pak thian cuncu"
"Siau te menderita luka parah, tapi berhasil ditolong orang"
Gak Siau Cha adalah seorang gadis yang cerdik, dari sikap
Pek li Peng yang begitu tergila-gila pada Siau Ling, jika
pertanyaan ini ditanyakan lebih jauh maka keadaan akan jadi
tidak enak, pokok pembicaraanpun segera dirubah, ujarnya;
"Saudaraku, dalam perjuangan kita tempo hari aku masih
belum menanyakan keadaanmu dalam dunia persilatan
belakangan ini, aku dengar nama besarmu kian lama kian
bertambah cemerlang, tapi permusuhan yang diikat semakin
banyak.." Setelah berhenti sebentar lanjutnya
"Cuma.. aku hanya mendengarnya dari berita dunia
persilatan, bagaimana keadaan yang sesungguhnya kau harus
terangkan sendiri kepadaku"
"Musuhkuh hanya seorang yakni Shen Bok Hong, tetapi
orang ini punya hubungan yang luas sekali, setiap sudut
persilatan rasanya ada anak buah serta kuku garudanya.."
"Nah, itulah dia" seru Gak Siau Cha sambil mengangguk,
"semakin besar pengaruh dari Shen Bok Hong, semakin jarang
orang persilatan berani melakukan perlawan terhadap dirinya,
hanya kau seorang saja yang berani menentang
kekuasaannya.." Dalam kenyataan ia sering kali menolong Siau Ling,
terhadap hasil yang dicapai Siau Ling dalam dunia persilatan
tentu mengetahui dengan jelas sekali.
Siau Ling menghela nafas panjang, katanya
"Cici, aku tidak mempunyai niat untuk berebut kedudukan
dengan Shen Bok Hong, aku hanya ingin mencegah orang itu
melakukan kejahatan didalam dunia persilatan, andaikata
suatu hari Shen Bok Hong bisa sadar dan bertobat, maka siau
te pun..." Gak Siau Cha gelengkan kepalanya dan berkata;
"Selamanya Shen Bok Hong tak bakal menyesal ataupun
tobat dari dosa dosanya, diantara kau dengan dia akhirnya
harus ada suatu penyelesaian secara tegas, yakni salah satu
diantara kalian harus ada yang mati"
Ia membereskan rambutnya yang terurai tak beraturan,
kemudian menyambung lebih jauh;
"sebenarnya cici ingin sekali membantu dirimu agar apa
yang kau cita-citakan dapat tercapai sebagaimana mestinya,
tapi sayang masalah pelik yang sedang kuhadapi saat ini
masih belum ada suatu penyelesaian yang baik, aku rasa tak
mungkin cici bisa membantu dirimu lagi"
"Cici, apakah masalah pelik yang sedang kau hadapi
sekarang masih sekitar mengenai masalah Giok siau long kun
" tanya Siau Ling dengan suara lantang.
"Boleh dibilang begitulah! tabiat Raja Seruling Thio Hong
dimasa lampau gagah dan berjiwa besar, peraturan
keluarganya ketat sekali serta lebih mengutamakan keadilan
serta kebenaran bagi umat manusia, oleh karena itulah
perkampungan Pek in-san-cung jarang sekali terikat oleh
selisih paham atau persengketaan dengan orang2 persilatan,
sebaliknya tabiat dari Thio lo hujin itu terlalu mementingkan
diri sendiri dan berangasan, karena itulah hubungannya
dengan sang ipar yaitu guruku selamanya tak pernah akur,
sejak Thio hong mati kedua orang itu semakin jarang
berhubungan satu dengan yang lain, sekalipun begitu
terhadap keponakannya yakni Thio Cun guruku merasa sayang
dan memanjakan hanya saja berhubung sudah banyak tahun
ia mengasingkan diri sebagai seorang rahib dan imannya
sudah amat tebal sekali, maka girang atau gusar perasaan
hatinya tak pernah terlihat diwajahnya, andaikata Giok siau
long kun benar2 menghadapi keadaan yang sangat berbahaya
sehingga mempengaruhi hidup matinya, dia pasti tak akan
berpeluk tangan belaka..."
"Lalu apa yang hendak Cici lakukan?" "tukas Siau Ling
dengan suara yang gemetar.
"Sekarang aku sendiripun tak tahu apa yang musti
kulakukan, terpaksa melangkah satu langkah kita berbicara
satu tindak.." Siau Ling termenung beberapa saat lamanya mendadak ia
menengadah dan berseru; "Cici, siaute berhasil mendapatkan satu jalan yang baik,
bagaimana menurut pendapat cici?""
"Apa akalmu itu"
"Biarlah Siau te yang menyelesaikan persoalan ini,
pertama-tama kita mangunjungi gurumu lebih dahulu serta
menerangkan duduk perkara yang sebenarnya."
"Cara ini tak dapat dilaksanakan "tukas Gak Siau cha sambil
gelengkan kepalanya,"suhuku paling segan untuk bercakap
cakap dengan orang asing, apa lagi engkau adalah seorang
pria?"" "Kenapa apakah gurumu paling benci dengan orang pria?"
"tanya Siau Ling tercengang.
Gak Siau cha tersenyum. "Kecuali Thio Hong seorang, tak pernah ada pria lain yang
pernah masuk kedalam kuil Bu seng an tersebut. Giok siau
long kun kendati amat disayang dan dimanja oleh guruku,
namun diapun tidak diperkenankan melangkah masuk
kedalam kuil Bu seng an barang satu langkahpun
"ltu tak jadi soal aku akan menanti diluar kuil biarlah Pek ji
yang masuk kedalam kuil untuk menyampaikan suratku
kepadanya serta kuundang dia untuk keluar dari kuil guna
merundingkan masalah ini"
"Aaai...! jalan pikiranmu benar2 terlalu sederhana"
"Lhoo .!" bagian mana yang tidak benar?"
"Saudaraku, kendatipun dewasa ini namamu dalam dunia
persilatan sudah amat tersohor dan disegani setiap orang,
akan tetapi pemilik dari kuil Bu-seng-an tak nanti akan ikut
tengetar hatinya oleh namamu."
"Cici, aku tak bermaksud demikian" tukas Siau Ling. "aku
sedang bayangkan bahwa cici adalah seorang murid yang
pernah mendapat budi karena ia wariskan ilmu silatnya
kepadamu maka selama berada dihadapannya engkau segan
atau merasa kurang leluasa untuk mencurahkan isi hatinya,
karena itu lebih tepat kalau siau-te yang menghadap, bukan
saja aku tak usah ragu" bahkan dengan lebih leluasa bisa
kusampaikan semua isi hati cici kepadanya."
Gak Siau cha menghela napas panjang.
"Aaai...! diatas nama meskipun Bu seng An-cu tidak
mengakui diriku sebagai anak muridnya, dalam kenyataan ia
telah menganggap aku sebagai anak muridnya, setelah
bergaul selama beberspa tahun cici sudah dapat meresapi jiwa
serta wataknya, kepergianmu untuk menghadap dirinya bukan
saja sama sekali tak bermanfaat tapi persoalan ini, bahkan
malah ada kemungkinan besar bisa merusak duduknya
persoalan..." "Lalu apa yang berus kita lakukan sekarang?"?"
"Hanya ada satu jalan saja yang bisa ditempuh, yakni biar
cici berangkat seorang diri untuk menghadap dia orang tua
"Andaikata Bu Sang nikou tak bersedia untuk
mendengarkan penjelasan cici, apa yang hendak kau
lakukan?" Gak Siau Cha tertawa getir,
"Aku berhutang budi kepada dia orang tua karena beliau
pernah mendidik serta mewariskan kepandaiannya kepadaku,
karena itu aku tak dapat turun tangan bertarung dengan
dirinya, aku hendak menerangkan duduk perkaranya serta
kejadian secara terperinci satu demi satu, meskipun Thio Cun
orang yang patut dikasihani, tetapi kesalahan bukan terletak
pada diriku, oleh karenanya aku hendak mohon pengampunan
darinya" "Kalau ia tak mau mengampuni dirimu"
"Kalau ia memohon kepada enci Gak dengan perasaan
hatinya agar enci suka membantu dirinya untuk menolong jiwa
Giok siau-long-kun" apa yang hendak enci lakukan" tiba2 Pek
li Peng menyela dan samping
Gak Siau cha tertegun, kemudian jawabnya
"Tentang soal ini, belum sempat kupikir kan sampai disitu"
"Enci adalah seorang yang berperasaan halus" ujar Pek li
Peng lagi, "Kalau Bu Sang An-cu memohon kepada cici dengan
dengan perasan halus pula,aku rasa sulit bagi cici untuk
menampik permohonannya itu"
Gak Siau cha menulurkan tangannya dan membelai rambut
Pek li Peng yang panjang perlahan-lahan ucapnya
"Terima kasih untuk peringatanmu ini, dengan usiamu yang
begitu muda lagi pula dibesarkan dalam kasih sayang dan
sikap manja dari orangtua mu, ternyata dalam menilai satu
persoalan amat seksama dan tajam hal ini benar2 luar biasa
sekali. Aaaai...! bila ada seorang nona cantik yang begitu
cerdik dan banyak akal semacam engkau yang selalu
mendampingi saudara Siau, hal inibenar benar merupakan
suatu bantuan yang amat besar bagi dirinya"
"Pek li Peng masih belum hilang sifat kekanakannya,
melihat betapa cantik dan supelnya Gak Siau Cha, ia merasa
tak heran apa sebabnya Siau Ling begitu menghormati gadis
tersebut. Yang paling sulit ternyata ia sama sekali tidak menaruh
perasaan cemburu atau tak senang hati terhadap dirinya
teringat betapa ia pernah merasa cemburu terhadap gadis itu
diam2 she Pek li ini merasa malu sendiri, ujarnya kemudian
sambil tertawa. "Siau toako selalu tak mau mendengarkan perkataanku"
Gak Siau Cha segera melirik sekejap kearah Siau Ling,
kemudian sambil tertawa serunya:
"Adik Pek li amat cerdas dan banyak akal selanjutnya harus
seringkali mendengarkan pendapat serta perkataannya"
"Siau Ling melirik sekejap kearah Pek li Peng, kemudian
kepada Gak Siau Cha sambil tertawa bantahnya"
"Cici jangan percaya dengan perkataannya, dalam
kenyataan setiap pendapatnya pasti kudengarkan dengan
seksama ! " "Huuuh ! apa sih gunanya kalau Cuma didengarkan melulu
" selamanya engkau tak mau melaksanakan menurut
perkataanku" Gak Siau Cha jadi geli melihat sepasang muda mudi itu
cekcok sendiri, sambil tertawa ewa ia segera berkata;
"Waktu adik Pek li dibesarkan didalam istana salju dilautan
udara dan diapun jarang melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan, akan tetapi kecerdasan otaknya sangat membantu
dirimu, selama dia berada disampingmu akupun dapat selalu
berlega hati" "Andaikata cici mau melakukan perjalanan bersama kami
serta memegang tampuk pimpinan didalam pergerakan ini,
kemenangan yang bakal kita raih tentu jauh lebih besar.."
"Kalian berangkatlah lebih dahulu" tukas Gak Siau Cha.
"Setelah persoalan pribadi selesai, aku pasti akan pergi
mencari kalian." "Cici, engkau seorang diri harus menghadapi musuh yang
begitu tinggi, apakah engkau tidak merasa terlalu kesepian
dan sebatang kara" Menurut pendapat siaute, lebih baik kita
bersama-sama pergi menyelesaikan cici lebih dahulu,
kemudian kita bersatu padu untuk bersama2 menghadapi
Shen Bok Hong.." Ia menengadah dan menghela napas panjang, lanjutnya,
"Walaupun tidak terlalu lama kau berkelana serta
melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, akan tetapi
terhadap cara hidup orang kang ouw sudah merasa muak
sekali, andaikata kita sanggup menyelesaikan jiwa Shen Bok
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong maka segera akan kucarai sebuah tempat yang tenang
dan terpencil untuk beristirahat selama beberapa tahun dan
selamanya tak akan muncul kembali dalam dunia persilatan."
"Engkau bisa mempunyai bayangan seperti itu, hal tersebut
menunjukkan bahwa engkau sama sekali tidak berambisi
untuk mencari nama serta kekuasaan, berbicara menurut usia
serta keberhasilan yang dapat kau peroleh selama ini,
tindakanmu itu benar benar merupakan suatu pengecualian.
Dirimu sekarang sudah bukan menjadi milikmu seorang lagi,
melainkan merupakan kepunyaan dari kawan kawan persilatan
dewasa ini, sekalipun engkau muak sekali dengan
penghidupan dalam persilatan akan tetapi tak mungkin
engkau bisa melepaskan diri dari masalah ini engkau bilang
setelah membunuh Shen Bok Hong maka engkau akan
mengasingkan diri dan menutup diri?" Didalam kenyataan
mungkin apa yang kau harapkan itu sulit terlaksana.."
"Kenapa?" Kejahatan serta kebejadan moral yang terjadi
didalam dunia persilatan dewasa ini bersumber pada Shen Bok
Hong seorang, asal gembong she Shen itu kita bunuh
bukankah dunia persilatan segera akan menjadi tenang dan
damai" Selama puluhan tahun lamanya belum tentu bisa
muncul seorang gembong iblis penjahat seperti dia lagi !"
"Engkau tidak percaya dengan perkataanku?" Baiklah, akan
kuceritakan tentang satu persoalan kepadamu!"
"Persoalan apa?""
"Seandainya engkau mengetahui siapakah pembunuh2
yang telah membinasakan bibi Im mu dapatkah engkau
berpeluk tangan belaka?""
Tertegun hati Siau Ling mendengar perkataan itu,
jawabnya kemudian; "Bibi Im sangat baik kepadaku, budi kebaikan yang
dilimpahkan kepadaku sudah menumpuk bagaikan bukit, tentu
saja aku harus balaskan dendam bagi kematiannya"
"Dan bagaimana dengan urusanku?""
"Dengan sekuat tenaga pasti akan kubantu walaupun mati
juga tak akan menyesal"
Gak Siau Cha berpaling sekejap kearah Pek li Peng, lalu
melanjutkan lebih jauh "Seandainya nona Pek li menemui kesulitan pula?"
"Tentu saja aku tak dapat berpeluk tangan belaka"
"Cukup...cukup...! Dalam ruangan ini semuanya ada berapa
orang ?" kalau setiap orang menemui persoalan dan engkau
mau tak mau harus mengurusi semuanya, bagaimana kalau
dalam dunia persilatan terdapat beberapa ratus laksa orang ?"
apakah engkau bisa berdiam diri belaka menyaksikan mereka
terbelenggu kesulitan..."
Ia berhenti sebentar, lalu dengan wajah serius melanjutkan
lebih jauh : "Kehidupan dalam belasan tahun belakangan ini boleh
dibilang kesemuanya dilalui dengan pelbagai kejadian serta
penemuan yang aneh serta diluar dugaan. Aaai ...! Berbicara
tentang soal tahayul, semua penemuan aneh yang kau alami
selama ini, bukankah kesemuanya telah diatur oleh suatu
tenaga tak berwujud yang maha besar dan maha kuasa?""
Siau Ling berpikir sebentar, kemudian mengangguk.
"Perkataan cici benar sekali, siau te pasti akan berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan umat persilatan
dari bencana besar serta berusahauntuk menegakkan
kebenaran serta keadilan dalam kolong langit"
Sambil tertawa Gak Siau Cha manggut.
"Kalau engkau bersedia mendengarkan nasehatku, aku
merasa amat gembira. Nah! Sekarang kalian berangkatlah
lebih dahulu" katanya, "kini keadaanmu ibaratnya lentera yang
menerangi seluruh dunia persilatan, karena urusanku sudah
berapa bulan lamanya engkau mengasingkan diri ditengah
pegunungan yang terpencil, janganlah kau lumpuhkan
kekuatan dalam bulim yang baru saja bangkit untuk
menentang Shen Bok Hong akibat lenyapnya jejakmu, sebab
engkau sudah amat mempengaruhi jatuh bangunnya seluruh
kebenaran dalam kolong langit tunggulah sebentar! Akan
kubereskan tempat ini sejenak kemudian kita bersama sama
tinggalkan tempat ini"
"Cici mengapa engkau segan untuk melakukan perjalanan
bersama-sama kami..."
"Tadi aku sudah pikirkan persoalan ini dengan masak, cici
rasa persoalan yang menyangkut tentang diriku lebih baik
diselesaikan oleh cici sendiri, ketahuilah suciku itu meskipun
bergelar Sam ciat atau tiga pantangan didalam kenyataan satu
pantanganpun tak mampu dilaksanakan ia mempunyai
hubungan batin yang amat mendalam dengan diriku,
sekembalinya dikuil ia pasti akan menjelaskan duduk perkara
dengan amat jelas kepada suhu, kalau engkau mengikuti
diriku maka hal ini malahan akan membuat suhu jadi salah
paham sebab itulah aku rasa lebih baik biarlah aku pergi
menemui suhu seorang diri saja"
"Andaikata suhumu itu memaksa engkau untuk menerima
kehendaknya?"" Tanya Siau Ling dengan nada kuatir.
"Suhuku adalah seorang bijaksana, ia pasti dapat
menyelesaikan persoalan ini dengan sebaik baiknya, jika
kubeberkan semua keberatan serta alasanku rasanya dia tak
nanti akan memaksa diriku untuk menuruti kemauannya"
"Akupun hendak memohon kepada cici, aku harap engkau
suka mengabulkan permintaanku ini"
"Apakah permintaanmu itu?" Sekarang kau sudah menjadi
seorang pendekar yang amat tersohor dikolong langit, kenapa
kalau bicara masih seperti waktu kecil dulu saja?""
"Selama berada dihadapan cici, aku tetap adalah seorang
bocah cilik, aku rasa selamanya aku tak bakal tumbuh jadi
dewasa" "Sudahlah katakan cepat apakah permintaanmu itu?""
"Aku harap cici suka menentukan saat perjumpaan dengan
diriku, sampai waktunya kalau cici tidak datang menepati janji,
maka akan kupimpin seluruh jago yang ada dikolong langit
untuk menyatroni kuil Bu Seng an serta minta pertanggung
jawaban dari Bu Seng An cu.
Gak Siau Cha segera mengerutkan dahinya sesudah
mendengar perkataan itu. "Tentang soal ini..."
"Kalau cici tidak mengabulkan permintaanku ini, maka siau
te pun akan bersikeras untuk mengikuti terus diri cici
kemanapun engkau pergi."
Gak Siau Cha gelengkan kepalanya tanda kehabisan akal,
serunya kemudian dengan perasaan apa boleh buat;
"Baiklah ! kita tentukan saja setengah tahun kemudian
dalam kuil Pek in koan di atas gunung Thay san..."
"Tidak bisa, setengah tahun terlalu lama"
"Kalau begitu tiga bulan kemudian!"
"Cici ! kata Siau Ling dengan sedih, "untuk berjumpa
dengan gurumu serta membicarakan masalah tersebut, dalam
dua tiga hari saja sudah bisa diambil keputusan, kenapa
engkau musti suruh aku untuk menunggu sebegitu
lamanya?"" "Mungkin aku harus bersilat lidah serta bicara tiada
hentinya untuk menggerakkan hati guruku, untuk itu dalam
sepuluh sampai setengah bulan aku bura akan berhasil!"
"Kalau begitu kita tetapkan satu bulan saja, kalau didalam
satu bulan enci masih tak ada kabar beritanya maka aku akan
segera menyusul dirimu kekuil Bu seng an"
"Tahukah engkau berapa jauh jaraknya dari sini menuju
kekuil Bu seng an tersebut?"
"Entahlah, aku tak tahu!"
"Nah itulah dia! Dari sini menuju kekuil Bu seng an paling
sedikit harus melakukan perjalanan antara sepuluh hari
sampai setengah bulan, waktu sebulan mana cukup
untukku?"" "Enci Gak, kalau memang begitu demikian saja" seru Pek li
Peng dari samping, "kita hitung batas waktu itu sejak berpisah
satu bulan kemudian kalau enci Gak masih tetap tak ada kabar
beritanya maka kami akan segera berangkat kekuil Bu seng
an, jika cici dalam keadaan sehat wal afiat maka silahkan
engkau menantikan kami diluar kuil."
Gak Siau Cha masih ingin menampik,tapi Siau Ling dengan
cepat telah menyambung lebih jauh;
"Apa yang enci ucapkan selamanya pasti akan kuturuti,
kenapa perkataan dari siau te tak sepatah kata pun yang suka
cici dengar?" Gak Siau Cha benar-benar dibikin apa boleh buat, akhirnya
dia menghela napas panjang dan berkata;
"Baiklah! Mulai besok kita hitung batas waktu itu, satu
bulan kemudian kalau kalian berangkat kesana mungkin masih
agak kepagian" Siau Ling tertawa "Kalau begitu kita kan tiba diluar kuil Bu seng an pada satu
bulan lebih satu hari kemudian"
Jelas sekali pemuda itu kegirangan atas keputusan
tersebut, mukanya nampak berseri-seri.
Tiba2 Pek li Peng mengerutkan dahinya dan bertanya;
"Cici, lalu dimanakah letak dari kuil Bu seng an tersebut?""
Gak Siau Cha agak sangsi, setelah termenung dan berpikir
sebentar akhirnya dia menjawab
"Diatas bukit See yang san dalam bilangan propinsi Kwang
see, sekarang kalian boleh berangkat"
Siau Ling serta Pek li Peng saling bertukar pandangan
sekejap, kemudian mereka sama2 memberi hormat, serunya:
"Cici, engkau harus baik2 berjaga diri!"
Setelah berkata berangkatlah mereka meninggalkan tebin
Toan hun gay tersebut. Pek li Peng menengadah memandang keadaan cuaca, ia
lihat sang surya telah tenggelam dilangit barat, burung
berkicau terbang kesarangnya dan tanda senja mulai
menyelimuti seluruh angkasa.
Siau Ling menghembuskan napas panjang, ujarnya,
"Peng ji, ada satu persoalan yang selama ini tak kupahami,
apakah engkau bersedia menerangkan kepadaku?""
"Mengenai persoalan apa?""
"Kenapa enci Gak tak bersedia untuk melakukan perjalanan
bersama sama kita, sebaliknya suruh kita berangkat lebih
dahulu?"" Pek li Peng termenung dan berpikir sebentar, lalu
menjawab ; "Mungkin saja dia masih ada sedikit urusan yang harus
diselesaikan lebih dahulu?""
"Urusan apa?""
"Mungkin saja persoalan pribadi dari kaum gadis.."
senyuman yang semula menghiasi wajahnya tiba-tiba lenyap,
sesudah menghela napas panjang sambungnya lebih jauh;
"Aku benar2 merasa amat menyesal!"
"Apa yang kau sesalkan?""
Merah padam selembar wajah Pek li Peng karena
jengahnya, setelah sangsi sebentar dia menjawab
"Sebelum berjumpa dengan nona Gak, aku selalu kuatir
bilamana ia tak senang melihat aku, sungguh tak nyana dia
adalah seorang gadis berjiwa besar, aku telah membayangkan
yang bukan2 tentang dirinya dengan pikiran seorang manusia
rendah, kalau diingat kembali aku benar2 merasa amat
menyesal" Siau Ling tersenyum "Sedari dahulu bukankah sudah kukatakan kepadamu
bahwa enci Gak adalah seorang gadis yang berjiwa besar,
siapa suruh engkau tidak mempercayainya,?" Nah! Sekarang
tentunya kau sudah rasakan bukan bagaimana kalau rasa
kuatirmu itu hanya sia2 belaka?""
Pek li Peng mencibirkan bibirnya dan berseru,
"Huuuh, ... sekarang engkau telah mendengarnya, dalam
hati tentu merasa amat gembira bukan?""
75 Aku bisa membantu nona Gak, tentu saja hatiku merasa
amat gembira sekali!"
"hmm! Tentunya tidak hanya begitu saja bukan?""
"Lalu masih ada apa lagi?""
"Hmmm! perkataan dari enci Gak, tentunya engkau sudah
mendengar bukan..?""
"Apa yang dikatakan oleh enci Gak" " seru Siau Ling
keheranan, "kenapa aku sama sekali tidak teringat lagi?""
"Engkau benar2 sudah tak teringat" Ataukah sudah tahu
tapi pura-pura bertanya lagi?""
"Tentu saja aku benar2 tak tahu."
"Aaai...! Perkataan sepenting itu masa engkau benar2 tidak
mengingatnya didalam hati?""
"Peng ji engkau tak usah berputar kayuh lagi, lebih baik
katakanlah secara langsung?""
Melihat pemuda itu bukan lagi berlagak pilon, Pek li Peng
segera berkata; "Enci Gak bukankah pernah mengatakan kepada Sam ciat
suthay bahwa didalam surat wasiat ibunya ia telah dijodohkan
kepadamu?" Toakoku yang tolol... meskipun dia mengucapkan
kata2 itu untuk Sam ciat suthay tetapi hal ini sama halnya
dengan memberitahukan kepadamu secara terus terang !
bukankah hal ini menunjukkan pula kalau enci Gak telah
memberitahukan kepadamu jika dia telah jadi calon istrimu?"
Siau Ling berpikir sebentar, kemudian menjawab,
"Sedikitpun tidak salah agaknya enci Gak memang pernah
mengucapkan kata2 semacam itu, tetapi dia mengucapkannya
hanya sebagai suatu siasat untuk menanggulangi posisinya
pada waktu itu saja..."
"Bagi seorang gadis nama baik dan kesucian badan adalah
suatu persoalan yang maha penting, aku tak percaya kalau ia
berani mengucapkan kata kata semacam itu secara
sembarangan !" Siau Ling menghentikan langkah kakinya lalu berpaling dan
memandang sekejap kearah Pek li Peng, air mukanya
menunjukkan perubahan yang amat serius.
Belum pernah Pek li Peng mengalami kejadian seperti ini,
terutama pandangan sang pemuda dengan wajah kereng
serta serius, tanpa terasa jantungnya berdebar keras, pelahan
lahan kepalanya ditundukkan kebawah dan bertanya dengan
suara lembut, "Ooooh..! apakah aku telah salah berbicara?""
"Mungkin perkataanmu itu tidak salah, tetapi aku harus
memberitahukan semua persoalan yang sedang kupikirkan
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didalam hati kepada dirimu"
Pek li Peng menengadah serta memandang kearah Siau
Ling dengan pandangan bimbang serta tak habis mengerti,
katanya; "Katakanlah toako... siaumoay akan mendengarkan semua
perkataan itu dengan seksama.
"Didalam pandanganku enci Gak adalah seorang dara yang
maha agung serta tidak pantas diganggu atau dinodai nama
baiknya, aku tidak pantas untuk menikah dengan dirinya, Giok
siau long kun juga tidak pantas untuk mempersunting dirinya,
lain kali engkau jangan mengucapkan kata2 yang
menyinggung tentang nama baik enci Gak lagi.."
Tiba-tiba ia tertawa lebar dan menambahkan;
"Sekarang kita harus melanjutkan perjalanan dengan cepat,
sebelum malam menjelang tiba, kita sudah harus melewati
pada rumput yang amat liar ini..."
Pek li Peng gelengkan kepalanya, bibir bergetar seperti mau
mengucapkan sesuatu namun niat itu akhirnya dibatalkan, ia
segera mempercepat langkah kakinya menyusul dibelakang
Siau Ling. Ketika padang rumput yang amat luas itu berhasil
diseberangi, sang surya sudah lenyap dari pandangan mata
dan senja yang remang-remang menyelimuti seluruh jagad.
"Toako, kita akan berangkat menuju kemana?"" tanya Pek
li Peng. Lama sekali Siau Ling termenung dan berpikir, laku
menjawab; "Sejak terjadinya pertempuran sengit melawan Shen Bok
Hong dibawah tebing In wan Hong, entah bagaimanakah
situasi didalam dunia persilatan dewasa ini ?" malam ini
terpaksa kita harus melakukan perjalanan cepat untuk
berjalan keluar dari daerah pengunungan ini, kemudian
mencari tempat yang sepi dan tenang untuk beristirahat
sejenak, keesokan harinya baru berangkat menuju kekota
Heng yang untuk menyusun rencana lebih jauh"
"Sejak sepasang pedagan dari kota Tiong ciu berlalu, dia
pasti akan menyebar luaskan kabar berita mengenai kepergian
toako Heng san kepada semua jago yang ada dikolong langit,
dugaanku tidak salah maka setelah keluar dari daerah
pegunungan ini kemungkinan besar kita sudah dapat
berhubungan dengan orang2 persilatan, tetapi aku tak bisa
menduga dengan tepat orang pertama yang bakal kita temui
adalah sahabat atau lawan?""
"Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu adalah seorang
manusia yang cermat dan tak sama, tak mungkin dia bocorkan
jejak kita kepada semua kawan bu lim"
"Sepanjang perjalanan kita memburu kesini, apakah tak
seorang manusiapun yang pernah melihat kita?"
Bagaimanapun juga bertindak hati2 tetap merupakan suatu
perbuatan yang tidak merugikan bagi kita, bukankah begitu?""
"Enci Gak memuji akan kecerdikanmu, nampaknya ucapan
itu sedikitpun tak salah, sekarang apa yang harus kita
lakukan". "Kita harus menyaru serta menghindarkan diri dari
pengawasan orang, bukankah engkau hendak menyelidiki
situasi dalam dunia persilatan " Nah! Lebih cocok kalau
penyelidikan itu dilakukan secara diam2"
Siau Ling mengangguk tiada hentinya.
"Benar juga perkataanmu itu" sahutnya, "tapi.... Kita harus
menyaru menjadi manusia macam apa?""
"Malam ini kita tetap berdandan seperti biasa, besok pagi2
kita dapat menyaru sebagai sepasang imam dan berusaha
menyusup turun gunung"
"Bagaimana dengan engkau?"" apakah kau juga akan
menyaru sebagai seorang imam?""
"Aku akan menyaru menjadi seorang imam cilik yang
mengiringi perjalananmu, dengan begitu sepanjang perjalanan
gerak-gerik kita tidak akan menimbulkan kecurigaan serta
perhatian orang lain"
"Tapi sayang kita tidak membawa pakaian untuk menyaru...
jadi bagaimana baiknya?""
"Tak menjadi, sewaktu naik gunung tempo hari aku ingat
bahwa kita pernah melalui samping sebuah kuil too koan,
jaraknya dari sini tidak terlalu jauh, malam ini kita dapat
mencuri dua stel pakaian milik mereka"
"Seorang lelaki sejati tak akan minum air bekas pencurian,
tidak mengambil pakaian milik orang, sekarang bagaimana
jadinya?" "Kalau memang begitu kita tinggalkan saja uang perak
didalam itu, bukankah hal ini sama artinya dengan membeli
dua stel pakaian mereka?""
Siau Ling tersenyum dan tidak berbicara lagi.
---oo0dw0oo--- Jilid 15 TIBA tiba Pek li Peng teringat akan sesuatu dan berkata
kembali: "Toako, sewaktu berada didalam istana terlarang
tempo hari engkau telah berhasil mendapatkan sebuah kotak
kayu, selama ini belum pernah kita buka kotak kayu tersebut,
siapa tahu kalau isi kotak itu adalah suatu benda yang amat
berharga sekali?" "Secara tiba2 kenapa kau teringat akan persoalan itu?""
"Sedari dulu sudah kuingat akan persoalan itu, hanya saja
berhubung selama beberapa hari ini toako selalu rajin melatih
ilmu silat dan bersiap siap untuk membantu enci Gak, maka
karena takut mencabangkan pikiranmu, selama ini tak berani
kuungkap lagi" Diatas kotak peti itu berukiran sebuah lukisan sang Buddha,
rupanya isi dari kitab tersebut adalah sejilid kitab
sembahyangan" Pek li Peng segera gelengkan kepalanya,
"Aku masih ingat pintu besi yang digunakan untuk
menyimpan kotak kayu itu rupa belum pernah dibuka orang,
seandainya didalam Istana Terlarang benar2 terdapat barang
yang paling utuh maka kotak kayu itulah merupakan benda
yang paling utuh, karena orang yang masuk kedalam istana
terlarang mendahului kita itu sama sekali pernah memasuki
ruang batu tersebut"
"Sedikitpun tidak salah! "
"Semoga saja sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu dapat
menyimpan kotak kayu secara baik2."
Kedua orang saudaraku itu selama hidup paling gemar
mengumpulkan, emas perak intan permata, karena itu orang
persilatan diberi julukan sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu kepada mereka berdua, menurut apa yang diketahui harta
kekayaan yang dimiliki kedua orang itu boleh dibilang bisa
menandingi kekayaan suatu negara. Hanya saja beberapa
tahun belakangan ini sifat mereka agaknya mengalami
perubahan besar, terhadap harta kekayaan mereka sudah
tidak begitu tertarik lagi"
"Semoga saja mereka tidak membuka kotak tersebut
karena perasaan ingin tahu"
Keesokan harinya baru saja fajar baru saja menyingsing
diufuk timur, dari sebuah jalan kecil gunung Heng san
munculah dua orang imam Seorang adalah imam berjubah hijau yang mempunyai
jenggot hitam sepanjang dada sedang yang lain adalah
seorang imam cilik yang menyoren sebilah pedang pada
punggungnya. Langkah kedua orang imam tersebut amat lambat sekali,
sambil menuruni bukit tersebut sepasang matanya berputar
kian kemari menikmati keindahan alam yang terbentang
disekeliling tempat itu. Sesudah melakukan perjalanan sejau belasan li, akhirnya
sampailah kedua orang itu disebuah persimpangan jalan.
Terdengar imam baju hijau itu berkata dengan suara lirih;
"Peng ji ayoh kita percepat perjalanan kita, mungkin kota
Heng yang sudah tidak terlalu jauh lagi"
"Eeeei... lihatlah bukankah dari sana muncul manusia?"
Sambung sang imam cilik dengna cepat.
Rupanya imam tua berjenggot hitam itu bukan lain adalah
hasil penyaruan dari Siau Ling, sedangkan imam cilik itu
adalah penyaruan dari Pek li Peng, sigadis yang cerdas itu.
Siau Ling segera menengadah keatas, tampaklah olehnya
dua ekor kuda berlari dengan cepatnya menghampiri mereka,
dalam sekejap mata pendatang itu sudah berada dihadapan
mereka bedua. Pada kuda pertama duduklah seorang pemuda berusia dua
puluh tujuh delapan tahunan dengan sebilah pedang tersoren
diatas punggungnya dan pakaian ketat membungkus
tubuhnya, orang itu bukan lain adalah Chan Yap Cing dari
partai butong. Pada kuda yang kedua duduklah seorang pria kekar
berwajah persegi dengan mata besar, alis tebal, hidung
mancung serta penuh cabang diatas wajahnya, dia bukan lain
Loo ji dari Tiong lam ji hiap yakni Teng It Lui adanya.
Siau Ling merasa amat gelisah sekali, pikirnya didalam hati.
"Kenapa kedua orang ini bisa sampai disini?" Apa mau
mereka?" Berpikir demikian, ia segera merentangkan tangannya dan
menghadang jalan pergi kedua orang itu.
Tatkala menyaksikan ada seorang imam berjenggot hitam
menghadang jalan perginya, Chan Yap Cing segera menarik
tali les kudanya, diiringi suara ringkikan panjang kuda itu
angkat sepasang kaki depannya keudara, dengan begitu lari
sang kuda yang amat cepatpun berhasil ditahan.
Teng It Lui pung menarik tali les kudanya namun binatang
itu tetap melanjutkan terjangannya hingga mencapai dua tiga
tombak kedepan sebelum akhirnya berhenti pula.
Sesudah mengalami banyak pengalaman dan kejadian
besar, tabiat Chan Yap Cing tidak seberangasan tempo dulu
lagi. Diamatinya sebentar wajah Siau Ling, kemudian sambil
loncat dari atas kuda ia memberi hormat dan menegur,
"Toatiang, ada urusan apakah engkau menghadang jalan
pergiku?" Apakah aku boleh tahu?"
Siau Ling tersenyum. "Aku adalah Siau Ling, Chan heng! Engkau hendak pergi
kemana?"" serunya.
"Apa?" Engkau adalah Siau Ling?" tanya Chan Yap Cing
dengan wajah sangsi dan tidak percaya.
"Sedikitpun tidak salah, aku adalah Siau Ling. Masa Chan
heng tidak dapat mengenali suaraku lagi?"?"
"Siau heng mengapa engkau memakai pakaian jubah
seorang imam?"?"
Siau Ling mengawasi sejenak sekeliling tempat itu, lalu
balik bertanya dengan suara lirih;
"Apakah Chan heng masih tetap tidak percaya?""
"Walaupun siaute masih dapat mengenali suaramu sebagai
suara dari Siau heng. Akan tetapi aku tidak berani
meyakininya seratus persen!"
"Chan heng datang kemari hendak mencari siapa?"
"Kami datang kemari hendak mencari Siau heng?"?"
"Rupanya ada persoalan penting yang hendak disampaikan
kepadaku" pikir Siau Ling didalam hati,
Sesudah termenung sebentar lalu berkata.
"Aku benar2 adalah Siau Ling, didepan situ ada rumah
seorang petani mari kita sebuah ruangan dari mereka, setelah
siaute membuktikan asal usulku yang sebenarnya kita baru
berbicara lagi, bagaimana?"" setuju bukan?""
"Ehmm! memang sudah seharusnya begitu "jawab Chan
Yap Cing sambil mengangguk:
Chan Yap Cing segera mendekati Teng It Lui serta
menyampaikan maksud sianak muda itu. dan berangkatlah
keempat orang itu menuju kerumah seorang petani.
Semua padri didalam rumah petani itu telah pergi kesawah,
yang ada dirumah tinggal sang nenek dengan menantunya.
Chan Yap Cing segera meminjam sebuah ruangan,
disanalah Siau Ling segera melepaskan penyaruannya serta
memperlihatkan raut wajah aslinya.
Sesudah mengetahui bahwa orang yang dihadapinya bukan
lain adalah Siau Ling dengan cepat Chan Yap Cing
menggenggam tangan kanan sang pemuda sambil berkata:
"Sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu hanya mau
mengatakan bahwa Siau tayhiap pada saat ini sedang berada
digunung Hengsan, mereka tak mau menerangkan berada di
gunung Hengsan sebelah mana, suheng kami mengajak
mereka untuk datang kemari mencari Siau heng akan tetapi
kedua orang itu tidak bersedia dalam, dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa secara diam2 suhengku segera mengutus
siaute serta Teng Ji hiap untuk berangkat kegunung Heng san
untuk mencari jejak Siau tayhiap. Gunung Heng san begitu
luas mencapai ratusan li dengan puncak yang tak sedikit
jumlahnya, kami benar2 tidak mempunyai keyakinan untuk
berhasil menemukan diri Siau tayhiap, sungguh tak nyana
dtengah jalan kita bisa saling berjumpa muka, rupanya Thian
benar2 telah memberi jalan terang kepada umatnya."
Siau Ling mengenakan kembali jenggot palsu serta
penyaruannya, kemudian baru berkata;
"Chan-heng, engkau bersusah payah datang mencari diriku,
apakah ada urusan penting yang hendak disampaikan
kepadaku?" "Aaaai.! kalau bukan keadaan yang amal mendesak dan
terpaksa, tidak nanti suhengku begitu gelisah dan cemas
untuk bisa bertemu dengan Siau tayhiap."
"Sekarang suhengmu berada di mana?" dan bagaimana
dengan situasi didalam dunia persilatan?""
"Sejak Siau tayhiap berangkat menuju ke bukit Bu gi san,
gerakan yang dilakukan perkampungan Pek-hoa san cung
semakin hebat dan brutal. Dimanapun mereka melakukan
bentrokan dan keonaran, banyak jago2 silat yang dijagal oleh
mereka. Tetapi partai partai besar serta perguruan kenamaan
diseluruh kolong langit rupanya sudah mulai menyadari bahwa
mereka tak bisa berpeluk tangan belaka, jikalau tidak
melakukan perlawanan maka perkampungan Pek hoa san
cung pasti akan menelan mereka bulat2 ditambah pula dalam
dunia persilatan sudah seringkali tersiar berita bahwasanya
jika perkampungan Pek hoa san cung berulang kali menderita
kekalahan ditangan Siau tayhiap, hal ini membuat semangat
mereka bertambah besar..."
Tiba2 ia memperendah suaranya dan melanjutkan lebih
jauh.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bahkan pihak Kuil siau lim pun sudah mulai menyadari,
apabila tidak menggunakan kesempatan ini untuk mencegah
ambisi serta kebrutalan dari pihak perkampungan Pek hoa
sancung, kemungkinan besar dikemudian hari sudah tiada
peluang lain untuk menghalangi kebrutalan orang2 itu lagi
maka dari itu secara diam-diam mereka telah mengutus dua
puluh kelompok jago lihaynya untuk bentrok dan bertempur
melawan orang2 dari perkampungan Pek hoa san cung, hanya
saja sampai detik ini mereka masih belum berani secara
terang terangn berjuang dengan nama partai Siau lim.
Siau Ling menghela napas panjang setelah mendengan
laporan tersebut, ujarnya:
"Hal itu sama sekali tak ada gunanya, dalam setiap pantai
besar serta perguruan besar yang ada dalam dunia pensilatan
semuanya telah terselip mata2 dari perkampungan Pek-hoasan
cung, bagaimana ketatnya rahasia itu dipegang teguh,
asalkan mereka melakukan pergerakan maka dengan
cepatnya Shen Bok Hong akan mengetahui kejadian tersebut.
Chan Yap Cing mengambil keluar sekeping uang perak dan
diletakkan diatas meja, kemudian berkata lagi:
"Suhengku serta Sun Locianpwee ditambah pula para jago
lihay yang telah berkumpul dengan kami bersama2 telah
berangkat menuju ke propinsi Oulam ketika mendengar bahwa
Siau tayhiap telah memasuki gunung Heng san, sekarang
mereka berada ditengah bukit Gi li san...."
"Baik ! setelah bertemu dengan suhengmu dan Sun
loocinpwee serta setelah kuketahui situasi dunia persilatan
yang sebenarnya, kita baru mengadakan perundingan
kembali." Sesudah terhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Didalam wilayah propinsi Oulam apakah terdapat
pergerakan dari orang orang pihak perkampungan Pek hoa
san cung ?"" "Kemarin serta pagi tadi aku serta Teng Ji hiap sudah dua
kali bertempur dengan orang. Tetapi pihak lawan segera
mengundurkan diri sesudah bertempur sebentar hingga kini
kami berdua masih belum tahu apakah mereka adalah orang
dari perkampungan Pek hoa sancung atau bukan.."
Ia berpaling memandang sekejap kearah Teng Ji hiap.
kemudian meneruskan lebih jauh
"Masih ada satu hal berhasil siau-te ketahui secara samar2
sesudah bertemu dengan suhengku nanti dia tentu akan
membicarakannya dengan Siau tayhiap lebih jelas lagi."
Pada waktu itu Siau Ling sedang melangkah keluar dari
ruangan, ketika mendengar perkataan itu ia segera
menghentikan langkah kakinya sambil berkata:
"Persolan apakah itu?" dapatkah Chan heng
memberitahukannya lebih dahulu kepadaku?""
"Dalam dunia persilatan telah tersiar kabar berita yang
mengatakan bahwa Su hay Kuncu telah bekerja sama dengan
pihak perkampungan Pek hoa san cung benarkah berita ini
dan bisa dipercayakah kabar tersebut hingga kini masih sulit
untuk dibuktikan kebenarannya"
"Mahluk yang sejenis akan berkelompok mungkin saja
dalam keadaan yang terdesak pihak perkampungan Pek hoa
sancung telah bekerja sama dengan Su Hay Kuncu.."
Dia tarik napas panjang, kemudian menambahkan:
"Kalau mereka telah bersatu padu hal ini jauh lebih baik
lagi daripada kita musti repot2 untuk membasmi mereka satu
persatu" Teng It Lui yang selama ini tidak pernah buka suara tiba2
menyambung dari sisi kalangan;
"Aku lihat Sun locianpwee merasa kuatir dan murung sekali
atas bekerja samanya pihak perkampungan Pek hoa san cung
dengan Su hay Kuncu, dia orang tua yang selamanya gagah
dan tidal gentar menghadapi segala sesuatu apapun, tetapi
setelah mendengar berita itu secara tiba2 ia membungkam
dalam seribu bahasa, lama sekali tidak bersuara dan batinnya
tampak murung dan tersiksa sekali hal ini dengan jelas tertera
diatas raut wajahnya."
"Berbicara dari keadaan dunia persilatan pada saat ini, baik
perkampungan Pek hoa san cung maupun Su hay Kuncu
merupakan dua kekuatan sesat yang paling berkuasa dalam
dunia persilatan dewasa ini, jikalau kedua kekuatan sesat ini
berkumpul jadi satu tentu saja berita ini amat mengejutkan
hati, cuma dengan adanya kejadian ini mendatangkan
kebaikan pula untuk kita..."
"Kebaikan apa " "
"Dengan demikian maka siapa musuh siapa teman bisa
terbagi dengan jelas sekali, dan didalam pertarungan yang
akan berlangsung kemudian kita bisa secara langsung
membasmi mereka hingga seakar akarnya"
Teng It Lui maupun Chan Yap Cing tidak tahu kalau Siau
Ling sudah memasuki istana terlarang dan ilmu silatnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat, ketika mendengar
perkataan pemuda itu amat besar sekali, terpaksa mereka
hanya membungkam dalam seribu bahasa.
"Mau kita berangkat! "seru Pek li Peng kemudian.
Karena kurang hati2 ia telah menggunakan suara dari
gadisnya. Timbullah kecurigaan dalam hati Chan Yap Cing, dengan
pandangan mata yang tajam ia menatap wajah Pek li Peng
tanpa berkedip, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan
sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan.
Siau Ling segera tersenyum dan berkata.
"Oooh yaa... Siau te sudah lupa memperkenalkan kalian
berdua.." Sambil menuding kearah Pek li Peng lanjutnya.
"Dia adalah nona Pek li.."
Kemudian sambil memandang kearah Chan Yap Cing serta
Teng It Lui tambahnya kembali,
"Dia adalah Chan Yap Cing tayhiap, sedang yang itu adalah
Teng It Lui salah satu dan Tiong lam ji hiap"
"Menjumpai saudara berdua "kata Pek li Peng kemudian
sambil menberi hormat. Baik Chan Yap Cing maupun Teng It Lui sama2 balas
memberi hormat dan tidak berbicara lagi.
Siau Ling tahu andaikata dia mengatakan asal usul Pek li
Peng, maka kedua orang itu tentu akan bertanya ini itu tiada
hentinya, dan diapun pasti akan bicara panjang lebar, oleh
sebab itu pemuda itupun tidak menerangkan panjang lebar.
Sambil alihkan pokok pembicaraan kesoal lain ujarnya.
"Kalian berdua boleh melakukan perjalanan lebih dahulu
dengan menunggang kuda, aku serta nona Pek li akan
menyusul dari belakang, sewaktu datang kalian berdua
mendapat hadangan ditengah jalan, waktu kembalipun pasti
ada pula yang menghadang jalan pergi kalian aku serta nona
Pek li segera akan menyusul sambil melihat siapakah
sebenarnya pihak lawan itu"
"Kami akan menuruti perintah "jawab Chan Yap Cing, habis
berkata ia putar badan lebih dahulu,
Teng It Lui mengikuti dibelakang Chan Yap Cing, dengan
cepat kedua orang itu berlalu lebih dahulu dengan
menunggang kuda menuju kearah depan.
Sedangkan Siau Ling serta Pek li Peng mengikuti
dibelakangnya dengan berjalan kaki.
Kedua belah pihak tetap mempertahankan jaraknya pada
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 19 Pendekar Rajawali Sakti 190 Dedemit Pintu Neraka Istana Pulau Es 9
lebih dahulu, sekarang aku sudah pakai senjata bahkan
melukai dirinya, namun sikapnya masih gagah dan terbuka,
hal ini sungguh tidak mudah".
Berpikir demikian diapun menjawab, "Pin-ni telah
mengetahuinya!" "Kalau begitu sutay berhati-hatilah....."
Dengan menggunakan jurus naik naga memanggil burung
hong ia tusuk kedepan. Sam Ciat sutay ayun senjata hud-tim nya menangkis, lalu
maju kedepan melancarkan serangan balasan.
Siauw Ling tekan pedang pendeknya ke bawah, dari
samping ia babat hud tim itu ke atas.
Tenaga dalam yang dimiliki Sam Ciat su tay amat
sempurna, balu hud tim yang lunak dan halus dalam
penggunaannya ternyata jadi kaku dan lurus bagaikan
sebatang pit. kadangkala menyebar pula bagaikan sarang
laba-laba, lihaynya bukan kepalang.
Namun jurus pedang Siauw Ling pun aneh sekali, ditengah
kelurusan terdapat keanehan tersembunyi. Kebenaran
semuanya ditujukan untuk menghadapi kibasan senjata lawan.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung
sebanyak belasan jurus lebih.
Meskipun serangan hud-tim yang dilancarkan Sam Ciat
sutay amat dahsyat, ditengah kebasan terselip pula serangan
menotok serta membabat namun ia selalu hanya mampu
membendung datangnya serangan dari lawan saja ia sendiri
tak berhasil mendekati tubuh pemuda itu.
Selelah bertarung lima gebrakan kembali mendadak Sam
Ciat sutay tarik serangannya dan loncat mundur kebelakang
serunya: "Engkau belajar ilmu pedang dari siapa?"
"In-jin yang mewariskan ilmu pedang tersebut kepadaku
she Cung...." mendadak pemuda itu teringat kembali akan
pantangan gurunya, dengan cepat perkataannya diputus
ditengah jalan. "Apakah dia adalah Cung San Pek?" sambung rahib
tersebut. Mendengar pihak lawan dapat menyebut nama gurunya,
Siauw Ling tertegun kemudian menjawab: "Sedikirpun tidak
salah, apakah sutay kenal dengan dia orang tua?"
"Hanya pernah mendengar namanya saja" jawab Sam Ciat
sutay setelah kemurungan menyelinap diatas wajahnya.
Habis berkata ia segera putar senjata dan melancarkan
serangan kembali. "Dia adalah seorang pendeta dari mana bisa mengetahui
tentang guruku,..?" batin Siauw Ling.
Karena pikiranrya bercabang dua kali nyaris tertusuk oleh
sodokan lawan. buru2 ia pusatkan perhatian dan melayani
serangan lawan dengan bersungguh hati.
Sepanjang pertarungan berlangsung, Siauw Ling hanya
berusaha untuk menebas kurung bulu Hud-tim ditangan Sam
Ciat sutay. Siapa tahu perubahan jurus yang dimiliki rahib
tersebut luar biasa sekali, dalam gerakan sebanyak puluhan
jurus ternyata Siauw Ling gagal untuk mewujudkan
keinginannya tersebut bahkan ia malah terdesak dibawah
angin dan membuat pertahanannya agak kacau balau.
Dengan cepat ia menyadari kesalahannya, dalam
pertarungan selanjutnya pemuda itu tidak lagi memusatkan
perhatiannya pada ujung senjata lawan, tapi berusaha
merebut posisi yang lebih menguntungkan daripida lawannya.
Dengan begitu situasi dalam kalangan seketika herubah
jadi seru dan ramai sekali, baik senjata hud tim maupun
pedang pendek sama2 mengeluarkan jurus2 yang ampuh
untuk merobohkan lawannya.
Selelah beberapi bulan lamanya memperdalam ilmu pedarig
dari Tan In Cing, tanpa terasa Siauw Ling sudah
menghapalkan semua gerakan dari ilmu pedang tersebut
diluar kepala, dalam pertarungan itupun jurus serangan tadi
segera dipergunakan. Bisa dibayangkan dengan dahsyat ampuh dan sadisnya
ilmu pedang yang pernah dimiliki oleh salah seorang diantara
sepuluh tokoh maha sakti dalam dunia persilatan ini.
Karena itulah, dalam pertarungan seringkali Sam Ciat sutay
didesak oleh munculnya serangan yang luar biasa, hal ini
membuat rahib tersebut dengan cepat berada dibawah angin.
Thio lo hujin serta para pengikutnya untuk kssekian kalinya
dibuat terperanjat oleh kelihaian ilmu pedang yang dimiliki
Siauw Ling, pikir mereka tanpa terasa: "Jika hari ini Siauw Ling
tidak disingkirkan dari muka bumi, untuk melukainya di
kemudian hari pasti merupakan suatu pekerjaan yang amat
sulit" Dari tengah gelanggang pertarungan mendadak menggema
suara bentakan keras dari Siauw Ling. Ditengah kilatan cahaya
pedang ia mundur lima langkah kebelakang sambil serunya
berulang kali: "Maaf... maaf..."
Ketika sorot mata semua orang dialihkan kearah Sam Ciat
sutay, tampaklah bulu senjatanya telah tersebar diatas tanah.
Memang bulu hud tim nya yang buntung, Sam Ciat sutay
berbisik lirih: "Engkau telah menang..."
"Ini berkat sutay yang bersedia mengalah"
"Pedang yang berada dalam genggamannya tajam luar
biasa" sela Thio Lo hujin dari samping. "Meskipun bulu
senjatamu kena terpapas, namun hal ini masih belum
terhitung suatu kekalahan"
Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin menyeramkan,
setelah memandang sekejap kearah Thio Lo hujin katanya.
"Maksud Thio locianpwee. apakah aku baru dapat disebut
kalah jika diriku sudah terluka diujung senjata Siauw Ling?"
"Kalau engkau rela mengaku kalah, tentu saja aku tak
dapat berkata apa2 lagi"
"Ada satu hal pin-ni hendak bertanya kepada Thio
locianpwee!" seru Sam Ciat sutay dengan wajib serius.
"Persoalan apa?"
"Ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling amat kacau dan
diantaranya terdapat jurus2 yang ampuh, apakah locianpwee
dapat melihat asal usul dari ilmu pedangnya itu?"
"Sebelum mendiang suamiku mati, ia pernah
membicarakan tentang ilmu pedang yang ada dikolong langit
dengan diriku, pernah membicarakan pula tentang diri Cung
San Pek. katanya meskipun ilmu pedang yang dimilikinya
sangat lihay tapi karena bakatnya yang kurang bagus
ditambah agak terlambat waktu belajar ilmu. maka ia tak
berani ikut serta didalam perebutan nama diantara sepuluh
tokoh sakti....". "Menurut anggapan lohujin beberapa patah kata dari Thio
locianpwee isi bermaksud memuji ataukah menyindir?"
"Perduli dia bermaksud memuji atau menyindir, setelah ia
tak berani ikut serta dalam perebutan sepuluh tokoh sakti, itu
berani ia tak mempunyai keyakinan untuk merebut
kemenangan" Air muka Sam Ciat sutay berubah membesi, ujarnya
kembali. "Thio Lo hujin, kau telah membawa pokok
pembicaraan ini terlalu jauh. Aku hanya ingin lo hujin
memperbincangkan tentang ilmu pedang yang dimiliki pemuda
Siauw Ling, bukan memandang rendah Cung San Pek....".
Satu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya.
"Rupanya Sam Ciat sutay merasa amat tidak puas karena Thio
lo hujin memandang rendah guruku, apakah ia kenal dengan
guruku..." Terdengar Sam Ciat sutay melanjutkan kembali kata
katanya: "Bila penglihatan Pinni tidak salah, di antara jurus
pedang yang dipergunakan Siauw Ling terselip pula ilmu
pedang dari partai Hoa san".
Mendengar perkataan itu Siauw Ling merasa terperanjat,
pikirnya: "Pengetahuan yang dimiliki Sam-Ciat sutay benar2
amat luas, ternyata ia dapat melihat bahwa diantara ilmu
pedangku terdapat pula jurus2 ampuh dari partai Hoa san"
Sementara itu Thio Lo hujin sudah mengerutkan alisnya,
lalu berkata: "Ilmu pedang aliran Hoa san biasa2 saja tak ada
anehnya, kalau dibandingkan dengan partai Bu tong atau
partai Kun lun mereka terkebelakang sekali. Selama seratus
tahun belakangan ini hanya Tan In Cing seorang yang kosen,
Tapi sejak ia terjebak dalam istana terlarang dari partai Hoa
san tak ada orang kosen lagi. Kendatipun ilmu pedang partai
Hoa san telah dipelajari olehnya, itupun bukan termasuk ilmu
pedang yang sakti" "Pin-ni maksudkan ia telah menggunakan ilmu pedang
aliran Hoa san. Bahkan merupakan jurus2 ampuh yang pernah
digunakan Tan In Cing didalam perebutan sepuluh tokoh
sakti" "Tapi Tan In Cing toh sudah terjebak dalam istana
terlarang?" "Pin-ni curiga Siauw Ling telah berhasil memasuki istana
terlarang serta mendapatkan ilmu pedang peninggalan dari
Tan In Cing itu" Thio Lo Hujin gelengkan kepalanya dan tertawa terbahak
bahak. "Haa... haa.. haa... tidak mungkin! hal itu tidak
mungkin terjadi. Sutay terlalu pandang tinggi bajingan yang
bernama Siauw Ling itu. Ketahuilah selama puluhan tahun
entah sudah ada berapa banyak jago kosen yang berusaha
untuk memasuki Istana terlarang, tapi usaha mereka
mengalami kegagalan total. Siauw Ling itu manusia macam
apa" masa seorang bajingan cilik-pun mampu untuk
memasuki Istana terlarang....?"
Setelah berhenti sebentar ujarnya kembali: "Sekalipun
Siauw Ling telah mempergunakan jurus pedang dari Tan In
Cing darimana sutay bisa tahu?"
Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin kaku, katanya:
"Tempo hari sebelum Thio locianpwee terjerumus kedalam
istana terlarang ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang
Tan In Cing dengan guruku, suatu kali ditengah pertarungan
antara Thio locianpwee melawan Tan In Cing hampir saja ia
terluka diujung senjata lawan. Untuk membicarakan soal tadi
suhu dan Thio locianpwee telah menghabiskan waktu selama
sehari semalam. Boanpwee yang ikut mendengarkan
pembicaraan itu dari samping merasa menambah
pengetahuan, karena itu kesan tersebut sudah mendalam
sekali dalam hatiku. Ketika Siauw Ling berhasil membabat
kutung senjataku tadi, kebetulan sekali aku merasa bahwa
jurus yang ia gunakan mirip sekali dengan jurus In yau thian
san atau gunung thian san tertutup awan. Bukan saja
gerakannya ini sulit dipelajari bahkan harus memiliki bakat
yang bagus. Padahal sejak Tan In Cing lenyap di Istana
terlarang, jurus tersebut ikut punah pula dari partai Hoa san.
Siauw Ling sebagai jago yang bukan berasal dari partai Hoi
san tapi dapat mempergunakan jurus tadi. Kecuali ia
mempelajari dari kitab catatan milik Tan In Cing, tentu saja
kepandaian itu tak dapat dipelajarinya, maka pin-ni curiga
kalau ia sudah pernah memasuki Istana Terlarang"
Thio Lo hujin termenung sebentar, kemudian berkata.
"Andaikata Siauw Ling benar benar pernah memasuki istana
terlarang, semestinya dia akan mengambil kitab catatan ilmu
seruling dari keluarga Thio kami lebih dahulu"
"Ucapan ini memang benar..." jawab Sam Ciat sutay, sinar
matanya segera dialihkan ke arah Siauw Ling dan tanyanya:
"Jurus yang barusan kau gunakan apakah jurus gunung Thian
san diliputi awan dari aliran partai Hoa san?"
"Sedikitpun tidak salah, pengetahuan sutay luas sekali,
jurus itu memang jurus In yau thian san".
"Jadi kau sudah memasuki istana terlarang?" seru Thio lo
hujin sambil tertawa dingin.
"Sedikitpun tidak salah, bahkan aku telah melihat pula
jenasah dari Thio locianpwee!"
---ooo0dw0ooo--- SEKUJUR badan Thio Lo hujin gemetar keras. "Sudah
puluhan tahun lamanya ia terjerumus didalam istana
terlarang, sekarangpun yang tersisa hanya sesosok tulang
putih, darimana engkau bisa mengetahuinya kembali?"
"Apa yang terjadi sama sekali berada di luar dugaan Thio
Lo-hujin, pertama istana terlarang tertutup rapat sekali. Kedua
tenaga dalam dari beberapa orang locianpwee amat
sempurna, maka kendatipun sudah mati lama sekali, namun
keadaan mereka masih tetap seperti sedia mula"
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Selamanya aku orang she Siauw tak pernah bohong"
"Setelah kalian masuk kedalam istana terlarang, bukankah
udara ikut mengalir hingga masuk jenasah mereka jadi
rusak?" "Setelah melewat, masa puluhan tahun lamanya, jenasah
beberapa orang locianpwee itu sudah mengering, aku rasa
tubuh mereka tak mungkin bisa rusak kembali"
"Apakah engkau sudah dapatkan kitab catatan ilmu seruling
dari keluarga Thio kami?"
"Setelah kami sekalian berada diistana terlarang, barulah
kuketahui bahwa ada orang yang masuk kedalam Istana
Terlarang mendahului kami semua...."
"Jadi kalau begitu kitab catatan ilmu seruling dari keluarga
Thio kami ikut diambil pula oleh orang itu?" sela Thio lo hujin.
"Sebagian besar kitab catatan dari beberapa orang
locianpwee yang terjerumus dalam Istana Terlarang telah
diambil orang, sedangkan mengenai kitab catatan ilmu
seruling dari Thio locianpwee...."
Setelah memandang sekejap kearah Gak Siauw-cha, ia
membungkam. Per-lahan2 dari dalam sakunya Gak Siauw-cha ambil keluar
sejilid kitab catatan, sambil diangsurkan kedepan katanya:
"Aku bersedia menghadiahkan kembali kitab catatan ilmu
seruling dari Thio locianpwee ini sebagai tanda budi atas
pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku"
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat semua
orang berdiri tertegun, mereka tak tahu api yang musti
dijawab dalam keadaan begini.
Bukankah Sam Ciat sutay yang selama ini selalu tenangpun
dibikin tertegun sehingga tak dapat mengucapkan sepatah
katapun. Per-lahan2 Gak Siauw-cha melangkah maju kedepan
mendekati Giok Siauw long-kun, kemudian sambil angsurkan
kitab tersebut kepadanya ia berkata: "Thio heng Siauw moay
bukanlah seorang yang lupa budi. Tapi pesan terakhir dari ibu
ku yang membuat aku tak bisa memenuhi harapanmu itu.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lagipula sewaktu Siauw moay mengadakan hubungan dengan
Thio heng, toh sudah kujelaskan lebih dahulu duduk perkara
yang sebenarnya. Terimalah hadiah kitab ini sebagai tanda
balas budi atau pertolongan yang pernah kau berikan
kepadaku, keluarga Thio didalam dunia persilatan"
Per-lahan2 Giok Siauw long kun angkat kepalanya dan
memandang wajah Gak Siauw-cha tanpa berkedip, sinar
matanya begitu tajam se-akan2 hendak menembusi hati gadis
itu. Gak Siauw-cha tundukkan kepalanya dan menghela napas
sedih. "Thio heng, terimalah barang peninggalan dari
mendiang kakekmu, setelah mempelajari isi kitab ini tidaklah
sulit bagimu untuk angkat nama dalam dunia persilatan,
anggaplah kesemuanya itu sebagai balas budi dari Siauw
moay..." "Terima kasih atas maksud baik nona, biarlah aku terima
didalam hati saja..."
Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Thio lo hujin,
tiba2 ia membungkam. Jelas perkataan itu belum selesai diucapkan, tapi dengan
paksakan diri ucapan tersebut ditelan kembali mentah2.
Tiba2 Thio lo jin mengulurkan tangannya berkata dengan
nada dingin: "Benda itu milik mendiang suamiku, aku berhak
untuk mendapatkannya kembali..."
Dengan cepat Gak Siauw-cha tarik kembali tangannya dau
geleng kepala, "Siapapun tahu kalau benda peninggalan dari
Thio locianpwee terlimpah dalam Istana Terlarang, dan
siapapun tahu bahwa untuk memasuki Istana Terlarang, orang
akan mempertaruhkan jiwa raganya sendiri. Sekalipun
locianpwee adalah nyonya raja seruling, namun engkau sudah
tak berhak lagi untuk mendapatkan kitab catatan ini"
"Aku adalah istrinya, kenapa tidak berhak untuk
mendapatkan kembali barang peninggalan dari suamiku?"
Dari sepasang matanya memandang keluar cahaya berapi
yang penuh mengandung kegusaran, sambil menatap kitab
ditangan Gak Siauw-cha tajam2 nenek itu bersiap siaga,
rupanya ia bermaksud merampas kitab itu tapi takut
merusaknya, maka untuk sementara waktu nenek itu jadi tak
tahu apa yang musti dilakukan.
Per-lahan2 GaK Siauw-cha simpan kembali kitab catatan itu
kedalam sakunya, lalu menjawab: "Perkataan locianpwee
memang masuk di akal. tapi keadaannya pada saat ini sama
sekali berbeda" "Kalau memang ucapanku tidak keliru, budak ingusan,
karena kitab catatan itu tidak kau serahkan kembali
kepadaku?" "Seandainya Thio locianpwee sebelum masuk kedalam
Istana Terlarang telah menulis kitab catatan ini kemudian
kitab itu dibawa masuk kedalam istana terlarang, maka sudah
sepantasnya kalau kitab catatan ini harus dikembalikan kepada
locianpwee. Sayang sekali kitab itu ditulis setelah Thio
locianpwee berada dalam istana terlarang tujuannya tidak lain
karena ia tak ingin kepandaian silatnya lenyap dari permukaan
bumi. Siapa yang dapat masuk kedalam istana terlarang dialah
yang berhak untuk mendapatkan kitab catatan ini...."
"Tapi orang yang masuk kedalam istana terlarang toh
bukan nona sendiri...." sela Thio Seng kakek berjubah abu2 itu
secara mendadak. Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu
berkata : "Meskipun bukan aku sendiri yang masuk kedalam
istana terlarang, tetapi buku ini di hadiahkan kepadaku oleh
orang itu sendiri" "Kitab itu ditulis oleh majikan tua kami, perkampungan Pekin-
sau-cung berhak untuk mendapatkannya kembali, kalau
nona tak mau serahkan kepadaku terpaksa aku akan
merampas dengan gunakan kekerasan"
Gak Siauw-cha tertawa ewa. "Sebelum kalian datang
kemari, tak seorangpun diantara kamu sekalian yang menduga
kalau aku menyimpan kitab catatan dari Thio locianpwee.
Tujuan kalian adalah memaksa aku turuti maksud kalian serta
mengawini Thio beng. Kalau aku tak setuju toh sama saja
akhirnya aku bakal mati ditangan kalian semua....''
Sorot matanya dialihkan keatas wajah Sam Ciat sutay,
kemudian melanjutkan: "Siauw moay telah berusaha
menerima penghinaan dan bersedia membereskan urusan ini
sebaik baiknya. Tapi keadaan telah memaksa aku untuk gagal
memenuhi harapan itu, sekarang akupun sudah tak tahan
lagi...." Setelah bertarung melawan Siauw Ling tadi, Sam Ciat sutay
sudah tahu kalau keadaan pada saat ini kritis sekali andaikata
terjadi bentrokan kekerasan maka urusan pasti akan berakhir
dengan tragis. Meskipun semua kekuatan inti dari
perkampungan Pek-in-san cung telah berkumpul disini. tapi
dengan keampuhan ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling
serta kesempurnaan dalam tenaga dalamnya bila bertarung
satu lawan satu termasuk juga Thio lo hujin belum tentu bisa
menangkan dirinya kalau secara mengerubut maka keadaan
tentu akan semakin runyam.
Maka setelah menilai situasi yang terbentang didepan mata
diapun bertanya dengan tenang: "Apakah rencana sumoay
selanjutnya?" "Aku bersedia mengembalikan kitab catatan itu kepada Thio
heng, tapi kalau Thio lo hujin sekalian terlalu memaksa diriku,
apa boleh buat... terpaksa kejadian pada hari ini harus
diselesaikan secara kekerasan"
Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Thio lo hujin,
lalu bertanya: "Bagaimana pendapat lo hujin?"
Thio lo hujin tertawa dingin. "Gak Siauw-cha lupa budi dan
mencelakai cucuku, nampaknya kalau ia tidak kembali pada
cucuku, penyakit yang diderita cucuku tak akan sembuh. Lagi
pula ia sudah mengangkangi pula kitab peninggalan dari
mendiang suamiku. Jika cucuku sampai mengalami suatu
musibah sehingga keturunan keluarga Thio tertumpas, apa
yang dapat kulakukan lagi" Oleh sebab itu bukan saja dia
harus kawin dengan cucuku bahkan kitab catatan itupun harus
diserahkan kembali kepadaku"
"Boanpwee toh bersedia mengembalikan kitab catatan ini
sebagai balas budi atas pertolongan yang pernah ia berikan
kepadaku, kalau Thio heng memang tak mau menerima apa
yang bisa kulakukan lagi?"
Thio lo hujin tertawa dingin: "Masih ada satu cara lain lagi,
yakni kami akan gunakan kekerasan untuk merampas kembali
kitab catatan itu, menangkap Gak-Siauw-cha kemudian
memunahkan ilmu silatnya dan memaksa dirimu untuk kawin
dengan cucuku" Tiba tiba Siauw Ling maju dua langkah ke depan, tapi
sebelum ia sempat membantah Gak Siauw-cha telah
menghalanginya. Thio lo-hujin ulapkan tangannya, tiba-tiba pemuda
berpakaian ringkas itu melancarkan totokan merobohkan Giok
Siauw long kun. "Bagaimana pendapat suci?" tanya Gak Siauw-cha dengan
suara berat, "harap engkau suka memberi keputusan, sebab
jika kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan mungkin
suci pun tak dapat menguasai keadaan"
Dikala Gak Siauw-cha serta Sam Ciat sutay sedang
bercakap cakap itulah, kakek berjubah abu-abu Thio Seng
serta manusia bertangan besi telah mengambil posisi
mengurung disekeliling tempat itu.
Gak Siauw-cha segera meloloskan pedang ringannya dari
pinggang, sedang Soh Bun serta dayang baju merah masing2
mencabut pula pedang mustika mereka.
Dari sakunya Thio lo hujin ambil keluar sepasang senjata
palu emas. Senjata tersebut berbentuk istimewa sekali palu emas itu
tidak terlalu besar dan kurang lebih sebesar cawan air teh,
dibelakang palu terikat tali kecil berwarna putih.
Terdengar Thio lo hujin bergumam seorang diri: "Sudah
puluhan tahun lamanya aku tak pernah menggunakan palu
emas pencabut nyawa..."
Ketika mengetahui bahwa Thio lo hujin membawa pula
senjata andalannya, Sam Ciat sutay mengerti bahwa ia telah
membuat persiapan, atau berarti pertarungan tak bisa di
hindari lagi. Situasi bertambah tegang, setiap saat pertarungan bisa
berlangsung.... Dengan pandangan serius Gak Siauw-cha memandang
sekejap kearah Sam Ciat sutay lalu berkata: "Sekarang
keadaan sudah bertambah kacau, pertarungan tak dapat
dihindari lagi. Aku harap suci bersedia mengundurkan diri dari
tempat ini" Sam Ciat Sutay menunjukan sikap serba salah. setelah
berpikir sebentar ia menyahut: "Sumoay, kalau engkau
kalah....." "Mayatku akan terkapar didasar Toan hun gay ini" sambung
Gak Siauw-cha cepat. "Tahukah engkau apas akibatnya jika Thio lo hujin berhasil
kau lukai?" "Aku menyerahkan diri kepada suhu dan menantikan
hukuman yang bakal dijatuhkan kepada diriku"
"Kalau kalah mati konyol kalau menang di hukum oleh
perguruan, menang kalah tiada manfaat apa pun bagimu, apa
gunanya engkau bertempur?".
"Berbicara dari situasi yang sedang kuhadapi sekarang,
kecuali melakukan pertarungan rasanya tiada jalan lain lagi"
"Aku mempunyai satu jalan, apakah sumoay bersedia untuk
mendengarkan"...."
"Silahkan suci utarakan!"
"Kalau memang engkau tidak bersalah dalam hal ini, apa
salahnya kalau mengikuti suci untuk menghadap suhu. Agar
suhu yang munculkan diri menyelesaikan persoalan ini
bagaimana menurut pendapatmu?"
Gak Siauw-cha memandang sekejap ke arah Siauw Ling
kemudian menjawab: "Kalau aku menyetujui usul dari suci,
lalu bagaimanakah dengan saudara Siauw.." dengan
tenaganya seorang mana mampu menahan keributan dari
pihak perkampungan Pek in san cung?"
"Diantara para jago yang hadir disini pada saat ini mungkin
kepandaian silatnya yang paling tinggi" pikir Sam Ciat sutay di
dalam hati, sekalipun Thio lo hujin turun tangan sendiripun
belum tentu berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa...."
"Suci akan usahakan untuk menasehati Thio locianpwee...."
Sorot matanya dialihkan keatas wajah Thio lo hujin
kemudian melanjutkan: "Locianpwee sudah dengar perkataan
dari Gak sumoay?" "Sudah!" "Kalau Gak sumoay bersedia mengikuti aku keperguruan
dan menunggu keputusan dari suhu, apakah locianpwee
bersedia untuk melepaskan dirinya...?"
"Hmm...! mungkin adikku itu tak akan memandang sebelah
matapun terhadap aku yang menjadi ensonya..."
Ia berhenti sebentar, selelah termenung lanjutnya.
"Walaupun ia tidak memandang sebelah matapun terhadapku
yang menjadi ensonya tetapi bagaimanapun juga aku harus
tetap menghormati dirinya. Gak Siauw-cha akan kuserahkan
kepadamu, tapi tiga bulan kemudian aku harap suhumu suka
berkunjung ke perkampungan Pek in san cung untuk memberi
jawaban" "Boanpwee pasti akan menyampaikan pesan dari
locianpwee ini kepada guruku"
Thio lo hujin tertawa dingin. "Kau harus beritahu
kepadanya bahwa persoalan ini menyangkut soal ketururan
dari keluarga Thio. Ia yang menjadi bibinya ikut bertanggung
jawab dalam masalah ini"
Tidak menunggu Sam Ciat sutay menjawab ia segera
ulapkan tangannya sambil berseru: "Ayoh kita pergi dari sini"
Siauw Ling dengan pedang pendek masih di silangkan
didepan dada memandang perubahan ini dengan wajah tak
berubah. Mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Sejak dulu senjata hud timnya terpapa kutung diujung
pedang Siauw Ling yang tajam, Sam Ciat sutay selalu
berwajah murung dan tidak menunjukkan sikap dingin dan
sombong seperti sewaktu datang tadi, ia mendehem ringan
dan menyambung, "Thio lo hujin, pin-ni ada satu persoalan
hendak diucapkan kepada kau orang tua"
Rupanya secara diam2 Thio lo-jin telah menilai pula
keadaan situasi yang terbentang didepan mata. Ia tahu
seandainya kedua belah pihak sampai saling bertarung dengan
gunakan kekerasan maka siapa menang siapa kalah masih
menpakan suatu tanda tanya besar apalagi kalau Sam Ciat
sutay suci tangan dan tidak ikut campur dalam masalah ini.
keadaan sangat mempengaruhi sekali keadaan lawan.
Sekarang Sirn Ciat sutay usulkan akan membawa pergi Gak
Siauw-cha untuk dihadapkan kepada gurunya, hal ini malah
jauh lebih baik bagi posisinya. Sebab setelah Gak Siauw-cha
pergi ia dapat menghimpun segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk membunuh Siauw Ling lebih dahulu, setelah
musuh tangguh ini berhasil disingkirkan dan memutuskan
harapan Gak Siauw-cha maka tidak sulit baginya untuk
memaksa gadis itu kawin dengan cucunya.
Oleh sebab itu ia segera menyetujui usul dari Sam Ciat
sttay dan mengharapkan Gak Siauw-cha cepat2 berlalu dari
sana. Setelah didalam hati kecilnya mempunyai rencana itu, tidak
menunggu Sam Ciat sutay banyak bicara lagi, ia
menyambung: "Bawalah pergi Gak Siauw-cha dari sini!
persoalan selanjutnya ditempat ini tak usah kau sangsikan
lagi" "Maksud pin-ni, aku harap Thio Lohujin bukan saja
serahkan Gak Siauw-cha kepada guruku, bahkan
pertarungan yang terjadi pada hari inipun tak usah
dilangsungkan kembali"
"Gak Siauw-cha adalah adik seperguruanmu. Dengan Siauw
Ling toh engkau tak mempunyai hubungan apa-apa?" seru
Thio lo-bujin. "Kalau Thio locianpwee tidak bersedia melepaskan Siauw
Ling lebih dahulu, locian pwee tidak akan tinggalkan tempat
ini dengan begitu saja" seru Gak Siauw-cha dengan cepat.
"Hmm....! selama hidup belum pernah aku digertak dan
diancam orang dengan cara begini"
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gak Siauw-cha alihkan sorot matanya ke arah Sam Ciat
sutay, lalu berkata: "Suci, rupanya engkau tak dapat
menyelesaikan persoalan ini secara baik2, tapi aku tahu
bahwa suci telah mengerahkan segenap kemampuan yang kau
miliki dan Siauw moay pun telah berusaha memberi muka
kepada suci, tapi situasi telah berubah jadi begini terpaksa
suci harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini"
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada yang
cukup berat, air muka Sam Ciat sutay tanpa terasa berubah
bebat. Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang rahib yang
beriman tebal, sesudah termenung sebentar ujarnya: "Kalau
memang Thio lo hujin tak mau memberi muka kepadaku dan
akupun sudah menderita kalah ditangan Siauw Ling... yaa....
terpaksa untuk sementara waktu aku harus mengundurkan diri
dari masalah pertikaian ini"
Selesai berkata perlahan lahan ia mengundurkan diri
kesudut ruangan dan berpeluk tangan belaka.
Rupanya Thio lo hujin tak pernah menyangka kalau Sam
Ciat sutay bakal ambil keputusan untuk berpeluk tangan
belaka, setelah tertegun sejenak ia tertawa dingin dan
berkata: "Walaupun senjata hud tim milik sutay berhasil
dipapas kutung oleh pedang tajam milik Siauw Ling tapi
engkau toh belum terluka ditangan Gak Siauw-cha...."
Sam Ciat sutay tertawa ewa. "Kalau memang Thio lo hujin
tak mau mendengarkan perkataan pin-ni dengan sendirinya
pin-ni pun tak akan memaksa sumoay untuk menuruti
perkataanku lagi...."
Siauw Ling yang selama ini tidak mengucapkan sepatah
katapun tiba tiba maju selangkah kedepan dan berkata:
"Pertikaian ini bisa terjadi karena aku orang she Siauw tidak
mati, tapi pada saat ini locianpwee toh mempunyai
kesempatan ini tidak kau pergunakan?"
"Hmmm ...! kau anggap aku tidak berani?"
Gak Siauw-cha enjotkan badannya melewati Siauw Ling,
dan ia berseru: "Urusan ini timbul lantaran aku dengan Siauw
Ling sama sekali tak ada sangkut pautnya. Kalau locianpwee
ingin turun tangan, sepantasnya kalau menghadapi diriku"
Siauw Ling tersenyum. "Cici. sekalipun engkau memikul
dosa-dosa itu belum tentu mereka bersedia untuk melepaskan
Siauw-te. Ini hari mereka tidak membunuh diriku toh hari esok
masih banyak kesempatan untuk membunuh aku, jalan paling
bagus yang harus kita tempuh sekarang adalah berusaha
membuat mereka mengerti kalau orang orang dari
perkampungan Pek-in-sancung tidak mampu membunuh aku
orang she Siauw setelah hal ini dapat dibuktikan mereka baru
bersedia lepas tangan. Cici! bayangi saja diriku dari sisi
gelanggang bila Siauw-te tak mampu mempertahankan diri
barulah cici turun tangan"
Sementara Gak Siauw-cha hendak membantah, tiba tiba
suara dari Sam Ciat sutay telah menggema disisi telinganya:
"Sumoay, mundurlah kebelakang. Ilmu silat yang dimiliki
Siauw ling tidak berada di bawah kepandaianmu dalam
keadaan seperti ini memang mereka harus dikasih tahu bila
Siauw Ling adalah seorang jago yang lihay. Sebab hanya inilah
satu satunya jalan untuk menghindari akibat yang lebih tragis.
Jika engkau bersikeras turun tangan...bisa jadi pertarungan
massal akan terjadi"
Gak Siauw-cha mengerti bahwa apa yang d katakan Sam
Ciat sutay adalah suatu keadaan yang nyata, oleh karena itu
perlahan lahan dia mengundurkan diri kebefakang.
Semangat tempar Siauw Ling seketika berkobar, sambil
siapkan pedang pendeknya ia berseru, "Locianpwee. siiahkan
turun tangan" Thio Lo hujin tertawa dingin, perlahan-lahan ia maju dua
langkah kedepan, senjata palu emas pencabut nyawanyapun
berputar silih berganti kesana kemari...
Siauw Ling menghimpun hawa murninya, dan berpikir:
"Tenaga dilara yang dimiliki nenek tua ini sempurna sekali, dia
memang musuh yang patut disegani..."
Tiba2.. bayangan manusia berkelebat lewat kakek berjubah
abu abu itu sambil loncat masuk kedalam gelanggang
serunya: "Untuk menghadapi seorang angkatan muda, kenapa
hujin musti turun tangan sendiri" serahkan saja kepada budak
tua" "Pedang pendek ditangannya tajam sekali" ujar Thio lo
hujin dengan wajah serius, "Hud tim dari Sam Ciat sutay pun
terpapas olehnya, mungkin engkau bukan tandingannya."
"Bila budak tidak mampu menghadapinya belum terlambat
bila hujin turun tangan menggantikan diriku"
"Oooon toako!" mendadak Pek-li Peng berseru, "orang lain
sedang menghadapi dirimu dengan pertarungan cara roda
berputar, kau musti ber-hati2...!"
Thio Seng takut majikan tuanya terbakar oleh ucapan
tersebut dan menghalangi dia untuk turun tangan, tanpa
banyak bicara lagi seruling baja ditangan kanannya segera
menotok dada depan pemuda tersebut dengan jurus Tiat
sukay hoa atau pohon besi mulai berbunga.
Pedang pendek Siauw Ling segera berputar dengan jurus
"Hoat lun kiu coan" atau roda sakti berputar sembilan kali,
berlapis lapis cahaya putih tercipta diudara menghalangi
babatan dari seruling baja itu, sementa ia tubuhnya masih
tetap berdiri tegak di tempat semula.
Sejak kecil Thio Seng telah mengikuti raja seruling Thio
Hong bahkan mendapat perhatian khusus dari majikannya,
karena itu banyak petunjuk ilmu silat yang berhasil ia
dapatkan. Sejak Thio Hong terjerumus didalam istana terlarang, Thio
Seng makin giat melatih diri dan memperdalam ilmu
serulingnya, selama empat puluh tahun latihan itu tak pernah
dihentikan barang sehari pun. kendatipun kedudukannya
hanya seorang pembantu namun kesempurnaan tenaga dalam
serta ilmu silatnya jauh lebih dahsyat dari pada majikan
mudanya, dia merupakan salah satu jago yang paling lihay
dalam perkampungan Pek in san-cung.
Setelah masing2 pihak melangsungkan pertarungan, Thio
Seng segera menyadari bahwa ia telah berjumpa dengan
musuh tangguh. Seruling bajanya segera berputar kencang,
dalam waktu singkat sembilan buah serangan berantai telah
dilancarkan. Siauw Ling sendiri walaupun berhasil mendapatkan kitab
catatan ilmu seruling dari raja seruling Thio Hong, tetapi
selama ini tak sempat membacanya, karena itu terhadap
perubahan gerak ilmu seruling lawan boleh dibilang buta sama
sekali, sekalipun begitu dengan andalkan ketajaman pedang
pendeknya ia berusaha memapas kutung senjata lawan.
Sejak menyaksikan pertarungan antara Siauw Ling
melawan Sam Ciat sutay dimana senjata kebutan rahib
tersebut kena tersayat Kutung, Thio Seng agak jeri terhadap
ketajaman pedang lawan. Setiap kali ia berusaha untuk
menghindari bentrokan kekerasan dengan senjata lawan,
dengan demikian daya tekanan yang dipancarkanpun tak
dapat mencapai tingkat yang sebenarnya, walaupun sembilan
buah serangan berantai telah dilancarkan tapi tak
selangkahpun ia berhasil mendesak musuhnya.
Siauw Ling tetap berdiri tegak ditempat semula. Menjumpai
serangan ia punahkan dengan serangan, menjumpai ancaman
dibalas dengan ancaman, sejuruspun ia tak mengendorkan
pertahanannya. "Berhenti!" mendadak Thio Lo hujin membentak keras.
---oo0dw0oo--- Jilid: 14 Thio Seng tarik kembali serangannya dan loncat mundur
kebelakang. Katanya "Hujin kau ada petunjuk apa?""
"Kalau bertarung dengan cara begini mana mungkin kau
berhasil melukai musuh" lebih baik aku turun tangan
sendiri..." "Hujin" kata Thio Seng dengan gelisah "pedang pendek
dalam genggamannya tajam sekali, sedangkan seruling milik
hamba adalah pemberian dari majikan tua dimasa lampau
selama puluhan tahun lamanya seruling ini tak pernah
berpisah dari sisiku, hamba takut seruling ini terluka sehingga
tak berani kugunakan secara sembarangan... dengan
sendirinya daya tekananpun tak dapat dipancarkan
sebagaimana mestinya"
"Hmm ..! dia punya pedang tajam dianggapnya kami tak
punya benda mustika yang dapat digunakan untuk
menghadapi senjatanya itu...?"
Sambil berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas itu
serunya: "Bawa kemari benda mustika dari perkampungan Pek insan-
cung kita" Pemuda berpakalan ringkas itu mengiakan dia melepaskan
sebuah bungkusan kain hitam dari punggungnya dan
membuka ikatan tersebut, dari dalam ia ambil keluar sebuah
kotak kayu yang panjangnya satu depa delapan cun.
Siau Ling yang menyaksikan hal itu, dalam hati segera
pikirnya: "Macam apa sih benda mustika dari perkampungan Pek in
San cung?" aku ingin melihat dengan cermat"
Dengan sikap yang penuh hormat pemuda berpakaian
ringkas itu membuka kotak kayu itu dan ambil keluar sebuah
penggaris kumala dan segera diangsurkan ketangan Thio lo
hujin. Senjata itu panjangnya cuma satu depa tujuh cun, berarti
satu cun lebih pendek dari kotak kayu itu.
Dengan wajah serius Thio lo hujin menerima senjata itu,
ujarnya "Thio Seng, penggaris kumala ini kuat sekali dan tak takut
senjata mustika, engkau boleh gunakan benda lni untuk
menghadapi musuh" Thio Seng segera menerima penggaris kumala itu ditangan
kanan dan mencekal seruling bajanya ditangan kiri, sambil
memberi hormat katanya: "Hamba bisa mendapat pinjaman benda yang begini
berharganya, ini hari aku pasti akan menangkap Siau Ling,
kalau tidak hamba rela terkubur ditempat ini sebagai balas
budi atas penghargaan ini"
Habis berkata ia putar badan dan mendekati sianak muda
itu. Dalam pada itu Siau Ling sedang mengawasi senjata
penggaris kumala yang berwarna putih bersih itu pikirnya:
"Bagaimana kerasnya penggaris putih itu tak mungkin kalau
mampu untuk menangkis pedang mustika milikku...
Baru saja berpikir sampai disitu, Thio Seng dengan
memegang seruling baja dan penggaris kumala tadi sudah
mendekati kearahnya. Walaupun dalam hati kecilnya Siau Ling tak percaya kalau
penggaris kumala itu mampu bentrok dengan senjata
mustikanya, namun ia sama sekali tiada maksud memandang
enteng lawannya, melihat Thio Seng mendekati kearahnya dia
segera tarik napas panjang dan bersiap sedia.
Setelah bersenjatakan penggaris kumala, keberanian Thio
Seng semakin bertambah, tangan kanannya segera diangkat
dan langsung membabat kedepan,
Siau Ling ayun pedang pendeknya menyongsong
kedatangan senjata tersebut pikirnya:
"Masa senjatamu itu lebih ampuh daripada pedang
mustikaku... mau coba marilah silakan dicoba. .."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
senjata pedang dan penggaris kumala itu sudah saling
membentur satu sama lainnya.
Criiing.. ! ternyata penggaris kumala itu masih utuh dan
sama sekali tidak cedera.
Thio Seng sendiri meskipun mengetahui bahwa senjata itu
merupakan benda mustika dari perkampungan Pek-in-san
cung dan kerasnya bukan kepalang, tetapi melihat ketajaman
pedang lawan hatinya merasa agak kuatir juga ia takut
mustikanya cedera. Maka setelah terjadi bentrokan tersebut, kedua orang itu
sama2 loncat mundur kebelakang untuk memeriksa
senjatanya masing-masing.
Setelah mengetahui bahwa pengaris kumala itu ampuh
sekali, keberanian Thio Seng semakin tebal ia maju lagi
kedepan sambil melancarkan serangan. Penggaris kumala
ditangan kanannya khusus menangkisi pedang tajam Siau Ling
sebaliknya seruling baja ditangan kirinya mengancam jalan
darah penting ditubuh lawan.
Oleh serangan2 lawan yang begitu gencar dengan cepat
Siau Ling keteter hebat: Pedang pendeknya selalu dikunci okh sejata lawan,
sementara seruling bajanya mengancam tempat2 berbahaya
ditubuhnya, untuk beberapa saat ia terdesak dan mundur
terus kebelakang. Menyaksikan kedudukannya sudah berada diatas angin dan
serangan2nya berhasil memaksa mundur lawannya, Thio Seng
semakin gencar melancarkan serangan mautnya, ia berusaha
untuk melukai Siau Ling diujung seruling bajanya,
Serangan yang begitu gencarnya itu telah menggunakan
segenap kekuatan tubuh hasil latihan selama puluhan tahun,
desiran angiti tajam men.deru2 mengikuti berkelebatnya
senjata penggaris kumala, sedang totokan seruling baja
mengandung gulungan angin pukulan bagaikan amukan
ombak disamudra, karena itulah Siau Ling merasakan
tekanannya kian lama kian bertambah kuat sehingga sukar
ditahan: Bukan pemuda itu saja yang merasa terperanjat Sam ciat
suthay yang berada disampingpun ikut terperanjat sementara
Gak Siau cha pusatkan perhatiannya kedalam gelanggang,
pedang dalam genggamannya dipegang semakin kencang.
Asal Siau Ling menemui bahaya dia akan segera memberikan
pertolongannya. Ditengah pertarungan yang berlangsung dengan serunya
itu tiba2 Siau Ling ayun tangan kirinya kedepan, sebuah
sentilan tajam memaksa seruling baja yang menyodok
dadanya seketika terpental kesamping.
Semua jago yang ada di sana merasa terperanjat siapapun
tak tahu ilmu silat apakah yang telah digunakan Siau Ling,
mereka hanya lihat sebuah sentilan yang perlahan ternyata
mampu menggetarkan seruling baja Thio Seng hingga
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencelat kesamping. Dengan ilmu sentilan mautnya Siau Ling berhasil
menumbangkan semua serangan lawan, dalam keadaan begini
ia segera melancarkan serangan balasan. Pedang pendeknya
dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam langsung
mengurung tubuh musuhnya.
Bentrokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian
segenap serangan gencar yang
Dilancarkan Thio Seng berhasil dipunahkan oleh Siau Ling.
Cahaya pedang yang tajam dan menyilaukan matapun kian
lama kian bertambah cemerlang.
Dalam waktu singkat dari posisi bertahan Siau Ling berubah
jadi kedudukan menyerang dan diapun berhasil duduk diatas
angin. Thio Seng berusaha untuk merebut kembali posisinya yang
kian lama kian terdesak hebat itu tapi sayang ilmu pedang
Siau Ling yang sempurna telah berhasil menguasai keadaan
sehingga untuk beberapa waktu ia tak mampu berkutik Lagi.
Melihat Siau Ling telah berhasil menguasai keadaan, Thio
Seng sudah menunjukkan tanda2 akan menderita kekalahan,
Sam ciat suthay segera berbisik kepada Gak siau cha:
"Gak sumoay andaikata engkau tak ingin mengikat
hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek insan
sung, lebih baik beritahulah kepada Siau Ling agar jangan
turun tangan keji Baru saja ucapan itu selesai diutarakan menang kalah
sudah ditentukan dalam gelanggang. Dua sosok bayangan
yang saling menubruk tiba2 berpisah satu sama lainnya.
Dengan muka serius Siau Ling berdiri di sisi kalangan,
pedangnya tetap disilangkan didepan dada.
Sebaliknya Thio Seng dengan muka pucat pias beruntun
mundur tiga langkah kebelakang, jelas ia sudah menderita
luka yang cukup parah. Dengan muka hijau membesi Thio lo hujin segera menegur:
"Thio Seng, parahkah tuka yang kau derita?"
Dengan seruling bajanya menahan tubuh yang gontai Thio
Seng menjawab setelah napasnya dapat diatur kembali.
"Hujin, bocah itu berhasil mempelajari ilmu sentilan maut
Sian-ci sinkang dari Bu- siang taysu.."
Badannya gemetar keras dan muntah darah segar, tapi ia
tetap mempertahankan diri sambil menyambung:
"Ketika budak mengikuti majikan tua tempo hari seringkali
kusaksikan sepuluh tokoh sakti saling bertarung satu sama
lainnya, hweesio dari Siau-lim-si telah mengandalkan sentilan
maut inilah seruling majikan tua, hujin kalau bertarung nanti
engkau harus berhati2"
Selesai mengucapkan beberapa patah kata itu, tubuhnya
segera roboh terjungkal diatas tanah.
Thio Lo hujin berpaling dan memandang sekejap kearah
pemuda berpakaian ringkas itu, lalu katanya.
"Berikan sebutir Po mia wan kepadanya" Pemuda itu
mengiakan, sambil membopong tubuh Thio Seng ia segera
mengundurkan diri kesudut ruangan.
Perlahan2 Thio Lo-hujin maraya keatas wajah Siau Linh
dengan tubuh gemetar keras menahan emosi ujarnya dengan
ketus: "Siau Ling. engkau telah melukai dirinya dengan ilmu
apa?"" "Ilmu totok Siu lo ci, tapi aku telah turun tangan ringan dan
tidak sampai mencabut jiwanya karena aku merasa tak ada
hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek in
San cung. andaikata ia tidak banyak bicara niscaya luka dalam
yang dideritanya tak akan separah itu, tapi ia bicara banyak
dan memberitahu keadaan yang sebenarnya kepadamu, itulah
yang menyebabkan lukanya makin bertambah parah, tapi
tidak sampai merenggut jiwanya... asal ia beristirahat selama
dua hari lukanya pasti akan sembuh.."
Thio Lo hujin tertawa dingin, tukasnya.
"Mati hidup orang perkampungan Pek in san cung tak usah
kau kuatirkan" Siau Ling mengerutkan dahinya, ia hendak membantah tapi
akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Thio lo-hujin berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas
itu, lalu serunya. "Serahkan penggaris kumala itu kepadaku"
Dengan hormat pemuda itu angsurkan senjata itu kepada
sang nenek, rupanya walaupun Thio Seng sudah tak sadarkan
diri, namun senjata penggaris kumala itu masih dipegangnya
erat2. Setelah menerima pengaris kumala itu, Thio Lo hujin
berkata dengan nada dingin.
"Engkau memiliki ilmu silat dari berbagai aliran, tidak aneh
kalau sikapmu begitu congkak dan tinggi hati. Aku sudah tua
dan hampir saatnya mati soal mati hidup bukan masalah lagi
bagiku, engkau tidak usah bersikap sungkan2 lagi kepadaku,
kerahkanlah segenap kepandaian yang engkau miliki..."
"Aku orang she Siau dengan pihak Perkampungan Pek in
sancung tidak pernah terikat dendam permusuhan apapun,
tetapi jika locianpwee ingin memberi petunjuk kepadaku tentu
saja boanpwee tidak akan menghindar, mari kita bertarung
dan berhenti setelah saling menutul..'
"Siapa bilang pertarungan ini diakhiri dengan saling
menutul?" Pertarungan ini adalah pertarungan yang
mempengaruhi mati hidup kita" bentak Thio lo hujin dengan
gusar. "Nenek ini sudah tua, kenapa wataknya masih begitu
berangasan.. " pikir Siau Ling dalam hati.
Terdengar Gak siau cha berkata:
"Saudaraku, mundurlah kebelakang ! biar cici yang
melayani locianpwee ini beberapa jurus"
"Cici, tunggulah sampai siau te berhasil dikalahkan lebih
dahulu" seru sang pemuda dengan alis berkerut.
"Tidak" bentak Gak siau cha dengan serius, "ayoh cepat
mundur ke belakang" Siau Ling yang pada dasarnya amat menghomati Gik Siau
cha. melihat sikapnya yang begitu serius tak berani
membantah lagi, per-lahan2 ia mengundurkan diri kebelakang.
"Locianpwee..." seru Gik Siau cha sambil memberi hormat:
"Hmm siapa yang kesudian menjadi locianpwee mu, kalau
mau bertempur melawan ku, cepat cabut keluar senjata
tajammu!". Dari dalam sakunya Gak Siau cha ambil keluar kitab catatan
ilmu seruling dari Thio Hong kemudian dengan hormat
diangsurkan kedepan, ujarnya:
"Harap locianpwee suka menerima lebih dahulu kitab ilmu
silat ini" Meskipun Thio lo hujin ada maksud untuk menerimanya,
tetapi ia merasa berat untuk mengulurkan tangannya, setelah
berpikir se bentar ia balik bertanya
"Sebenarnya apa maksudmu?"
"Thio heng sudah berapa kali menyelamatkan jiwaku,
sudah sepantasnya kalau boan pwee kembalikan kitab ilmu
silat ini kepada locianpwee sebagai tanda balas budi dari
diriku." "Hmm...! cucuku sudah hampir mati, mana ia mampu untuk
mempelajari ilmu seruling dari kakeknya"
"Kalau locianpwee tidak bersedia untuk mnenerimanya, dan
andaikata boanpwee sampai terluka atau mati ditangan
locianpwee, maka aku takut kitab catatan dari Thio lo
cianpwee ini akan terjatuh kedalam dunia persilatan dan sukar
untuk ditarik kembali"
Thio Lo hujin berpikir sebentar, ia tahu betapa hebatnya
persoalan itu maka sambil menerima kembali kitab pusaka dari
Raja seruling katanya: "Meskipun aku sudah menarik kembali kitab pusaka milik
mendiang suamiku, itu bukan berarti aku sudah mengabulkan
keinginan nona" "Boanpwee tidak berani mempunyai jalan pikiran seperti
itu" "Bagus sekali cabutlah senjata tajammu!"
"Sebelum pertarungan dimulai boanpwee masih ada
beberapa patah kata hendak dibicarakan lebih dahulu!"
"Apa yang hendak kau katakan" cepat utarakan keluar",
"Persengketaan yang terjadi antara aku dengan Thio heng
sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan saudara Siau,
tapi keadaan telah memaksa dia untuk turun tangan, hal ini
merupakan suatu kejadian yang apa boleh buat...pepatah
bilang tiada pertarungan yang bersifat baik, luka atau mati tak
dapat dihindari lagi, aka harap setelah pertarungan ini
berlangsung, baik menang maupun kalah perselisihan diantara
kita harus dibikin beres sampai disini saja.
"Hmm! kalau didengar dari ucapanmu itu rupanya engkau
punya keyakinan untuk menangkan diriku, bukan begitu?"?"
"Locianpwee salah paham, maksudku perselisihan antara
kita sudah sepantasnya kalau diakhiri sampai disini saja perluli
siapapun yang menangkan pertarungan ini, dan dikemudian
hari kita tak boleh saling balas membalas lagi."
"Kau tak usah kuatir, seandainya aku sampai mati
ditanganmu maka kendatipaun pihak perkampungan Pek in
san cung ada orang hendak membalas dendam maka hal ini
akan terjadi sepuluh tahun mendatang kalian boleh
menggunakan kesempatan tatkala pihak perkampungan Pek in
san cung belum ada ahli warisnya untuk melakukan
pembasmian sehingga tidak meninggalkan bibit bencana
dikemudian hari...."
"Locianpwee. "seru Gak Siau cha dengan alis berkerut
"Jangan panggil aku sebagai locianpwee lagi" tukas Thio lohujin
"engkau she-Gak dan aku she Thio, kedua belah pihak
sama2 tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang
lain." Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan:
"Tetapi seandainya aku menangkan dirimu, bagaimana
keadaannya?"" "Sekalipun mati boanpwee tak akan menyesal."
"Seandainya engkau tidak sampai mati?"
"Maksud locianpwee?"" seru Gak Siau cha dengan alis
berkerut. "Engkau harus menerima pinangan cucu dan menjadi
bininya" "Tentang soal ini, boanpwee.. "
"Tak usah banyak bicara lagi, engkau tak mau juga harus
mau, mampu harus mampu, ayoh cabut keluar senjatamu."
Penggaris kumala diayunkan dan langsung membacok
tubuh dara itu. Gak Siau cha tarik nafas dan mundur lima depa
kebelakang, kepada Soh Bun serunya:
"Berikan pedangmu kepadaku."
Soh Bun tertegun, sambil mengangsurkan pedangnya
kemuka ia merasa keheranan, pikirnya:
"Bukankah diatas pinggangnya terdapat sebilah pedang
lemas, kenapa tidak ia gunakan senjata tersebut sebaliknya
malah pinjam senjata dengan diriku....?""
Tindakan Gak Siau cha yang meminjam pedang ini bukan
saja membingungkan hati Soh Bun, bahkan Sam ciat suthay
sekalianpun merasa keheranan mereka tak habis mengerti apa
sebabnya gadis itu pinjam senjata orang lain dan tidak
memakai pedang sendiri. Hanya Siau Ling seorang yang mengerti, ia tahu Gak Siau
cha tentu sudah berhasil mempelajari isi kitab pusaka dari
Raja seruling, karena memakai pedang lemas sukar untuk
menggunakan ilmu seruling maka ia hendak gunakan pedang
untuk menggantikan seruling dan menghadapi Thio lo hujin
dengan ilmu keluarganya sendiri.
Setelah menerima pedang itu, Gak Siau cha segera
menyilangkan didepan dada, katanya:
"Locianpwee maafkanlah bila boanpwee terpaksa bertindak
kurang ajar" Thio Lo hujin sendiri sesudah melancarkan babatan tadi
sama sekali tidak melancarkan serangan kembali, rupanya ia
sedang menunggu lawannya untuk meloloskan senjata.
Sam ciat suthay memahami kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki kedua orang ini ia tahu sekalipun Gak Siau Cha
ada maKsud Mengalah tapi oleh perkataan yang diucapkan
Thio lo hujin tadi membuat gadis itu tak bisa mengalah lagi
pertarungan yang akan berlangsung pun pasti luar biasa
dahsyatnya. Andaikata Thio lo-hujin sampai terluka atau mati dendam
permusuhan tersebut tak akan dahabisi sampai disini saja,
sebaliknya kalau Gak siau cha yang mati, Siau Ling pasti tak
akan ambil diam jadi bagaimana pun akhir dari pertarungan
ini, keadaannya sama2 tidak menguntungkan bagi kedua
belah pihak. Sementara ia masih termenung pertarungan telah
berlangsung. Dengan andalkan keampuhan penggaris kumala itu, begitu
melancarkan serangannya Thio Lo Hujin segera meneter
dengan serangan serangan yang ganas dan keji, hal ini
membuat Gak Siau cha terdesak hebat dan hanya mampu
menangkis belaka. Sam ciat suthay kuatir sekali, ia takut Thio lo hujin turun
tangan keji sehinga melukai Gak Siau cha.
Pertarungan sengit berlangsung dengan serunya, dalam
waktu singkat dua puluh gebrakan sudah lewat dan Gak Siau
cha delama ini hanya mampu menangkis dan menghindar
melulu. Sekalipun begitu, walaupun serangan yang dilancarkan Thio
lo hujin amat dahsyat, tapi setiap kali Gak Siau cha berhasl
pula meloloskan diri dari bahaya maut.
Siau Ling jadi kuatir dan merasa tak tenang, beberapa kali
ia saksikan Gak Siau cha mendapat kesempatan untuk
melancarkan serangan balasan akan tetapi kesempatan
tersebut selalu tak pernah digunakan tanpa terasa pikirnya
didalam hati. "Rupanya ia memang ada maksud untuk mengalah.... tapi
tenaga dalam yang dimiliki Thio lo hujin lihay sekali,
seranganpun tajam dan ganas, satu kali kurang waspada
kemungkinan besar ia akan terluka diujung senjata lawan..."
Baru saja hatinya merasa kuatir, tiba tiba terdengar seruan
nyaring dua sosok bayangan manusia berpisah satu sama
lainnya.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika ia menengok didalam gelanggang, tampaklah Gak
siau-cha dengan wajah pucat pias berdiri dikalangan dengan
pedang masih silangkan didepan dada
Pada waktu itu Siau Ling sedang melamun maka ia tak
memperhatikan dimanakah letak luka yanp diderita Gak Siay
Cha, tapi di tinjau dari keadaannya jelas membuktikan bahwa
ia terluka parah dengan hati terkesiap ia segera loncat kemuka
dan menghadang didepan tubuh gadis itu.
Thio Lo Hujin tertawa dingin, sindirnya:
"Siau Ling sekalipun engkau akan menghadapi diriku
dengan cara roda berputar aku tak akan jeri"
"Saudara Siau, engkau boleh mundur kebelakang" bentak
Gik Siau Cha dengan suara lantang.
Siau Ling yang tak takut langit tak takut bumi, setelah
mendengar bentakan segera mengundurkan diri kebelakang
"Gak siau cha, apakah kau masih punya kemampuan untuk
bertempur lagi "......" seru Thio lo hujin sambil tertawa dingin.
Ga! Siau cha tarik napas panjang panjang jawabnya:
"Mungkin locianpwee tclah menaruh belas kasihan
kepadaku, maka serangan tadi tidak sampai menghilangkan
daya tempur boanpwee ."
Thio Lo hujin tertawa dingin.
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita lanjutkan kembali
pertarungan ini.." "Barusan boanpwee telah menggunakan segenap
kemampuan yang kumiliki untuk melakukan perlawanan, tapi
tubuhku masih tetap terkena sebuah gebukan, hal ini
membuktikan kalau ilmu silat yang dimiliki locianpwee
memang lihay sekali"
"Kalau engkau menyadari akan hal ini dan mengaku kalah
serta menerima syaratku, demi cucuku aku tak akan
mengungkap kembali kejadian yang telah lalu. "
Gak Siau cha tertawa ewa.
"Seandainya peristiwa ini terjadi pada tiga bulan berselang,
boanpwee pasti sudah tak punya kemampuan untuk
melakukan perlawanan lagi, tapi sekarang keadaannya sama
sekali berbeda. " "Apa bedanya?" "Dalam pertarungan berikutnya ini, boanpwee akan
menggunakan ilmu seruling dari keluarga Thio untuk
bertarung kembali me lawan cianpwee"
"Huuh...! mau pakai ilmu orang untuk melukai diriku...
sialan!" "Peninggalan dari Thio locianpwee memang sangat hebat
dan banyak terdapat jurus jurus yang ampuh, banyak
diantaranya merupakan jurus2 aneh yang berhasil ia ciptakan
setelah berada didalam istana terlarang"
Thio lo-hujin tertawa dingin.
"Kalau memang begitu bagus sekali. jika engkau bisa
kalahkan diriku dengan ilmu seruling dari keluarga Tho,
sekalipun kalah akupun rela. Tapi bagaimana kalau engkau
yang kalah ditanganku?""
"Boanpwee akan gorok leher dan bunuh diri dihadapan
cianpwee.." jawab Gak Siau cha sambil tertawa getir.
Sorot matanya segera berputar dan menambahkan.
"Saudara Siau, apakah engkau bersedia me menuhi
beberapa buah permintaanku?""
"Katakanlah cici, aku pasti akan menuruti"
"Seandainya aku menderita kalah ditangan locianpwee
sehingga harus bunuh diri engkau tak boleh membalaskan
dendam bagiku" "Tentang soal ini...tentang soal ini...siau te"
"Kabulkanlah permintaanku. sundara Siau,engkau pasti tak
ingin kalau aku mati dengan tidak tenang bukan?"
"Baiklah, aku menyetujui" sahut Siau Ling kemudian
dengan perasaan apa boleh buat.
"Setelah aku mati, kumpulkanlah ranting dan kayu dan
bakarlah jenazahku, kemudian bawalah abuku kedepan
jenasah ibuku, aku rasa jenasah ibuku tak akan rusak lagi, bila
engkau ada waktu carilah sebuah gua dan simpanlah jenasah
bibi immu serta abuku didalam gua tersebut, kemudian
tutuplah kembali gua itu"
"Siau te turut perintah"
"Masih ada satu soal lagi, yaitu Soh Bun dan Siau Hong
sebenarnya adalah murid dari seorang jago lihai, sungguh tak
beruntung suhunya menemui bencana dan mati, setelah
bertemu dengan aku mereka merasa cocok dan rela jadi
dayangku, walaupun namanya dayang padahal hubungan
kami lebih erat dari saudara sendiri, bila aku sampai mati
engkaupun harus baik2 merawat mereka berdua"
"Siau te ingat"
Isak tangis berkumandang memecahkan kesunyian:
"Siocia, kalau engkau tidak beruntung dan mati dalam
pertarungan, kami rela mengiringi dirimu. Siangkong tak usah
repot2 merawat kami lagi"
Ketika Siau Ling berpaling, dilihatnya Soh Bun dan Siau
Hong sudah menangis dengan sedihnya, ia segera menghela
napas panjang, katanya "Perintah cici tak berani siau-te bantah, tapi cici harus
berusaha untuk mempertahankan hidupmu"
"Aku tahu dendam bibi Im mu toh belum terbalas, tentu
saja aku harus berusaha untuk mempertahankan hidupku"
"Cici tak pernah berbuat salah, tidak seharusnya engkau
punya niat untuk mencari mati."
Gak Siau cha tidak memperdulikan diri Siau Ling lagi,
kepada Soh Bun dan Siau Hong dia berseru
"Apa yang kalian tangisi " aku belum mati !"
Soh Bun dan Siau Hong tidak menangis lagi, namun air
matanya masih jatuh berlinang membasahi pipi.
Gak Siau cha menghela napas panjang ujarnya lagi
"Tujuan locianpwee hanya membunuh aku seorang,
dengan budinya yang luhur aku rasa tidak nanti dia
menyusahkan kalian berdua, Siau Siangkong berjiwa besar,
mereka pasti akan memberi suatu penyelesaian yang baik,
ikutilah dia!" Dengan air mata bercucuran Soh Bun dan Siau Hong
mengangguk, mereka tak berani banyak bicara lagi.
Sorot mata Gak Siau cha perlahan-lahan dialihkan keatas
wajah Sam ciat suthay, ujarnya kembali,
"Setelah siau moay mati, aku harap suci suka
menyampaikan rasa terima kasihku kepada suhu atas budi
kebaikan yang pernah beliau berikan kepadaku"
"Aku pasti akan memenuhi harapanmu itu.."
Setelah menyelesaikan pesan2nya Gak Siau cha lintangkan
pedangnya didepan dada dan berkata:
"Thio lo hujin, sekarang engkau boleh turun tangan "
Thio lo hujin tidak banyak bicara lagi penggaris kumalanya
diayun dan segera melancarkan sebuah serangan
Kali ini Gak Siau cha tidak menghindar atau mengalah lagi
setelah meloloskan diri dari serangan tersebut, pedangnya
segera berputar melancarkan serangan balasan.
Pertarungan yang berlangsung kali ini jauh lebih seru
daripada pertarungan semula, dengan pedang menggantikan
seruling Gak Siau cha telah mencampurkan jurus serulingnya
kedalam permainan pedang, cahaya tajam berkilauan diudara,
sebentar menotok sebentar membabat menyerang maupun
bertahan dilakukan dengan amat sempurna.
Thio lo hujin sendiri jauh lebih banyak menyerang daripada
mempertahankan diri. Siau Ling pusatkan segenap perhatiannya kedalam
kalangan. Keadaan Gak Siau cha selalu terancam oleh bahaya,
senjata pengaris ditangan Thio lo hujin berputar kencang
menguasai kalangan, tapi duapuluh gebrakan kemudian
keadaan segera berubah. Jurus2 aneh bermunculan dari tangan Gak Siau cha, dari
bertahan ia mengambil inisiatip menyerang setelah puluhan
jurus Thio lo hujin berhasil mendesak lawan, tapi serangan
aneh dari gadis itu memaksa posisi berubah kembali.
Setelah lewat limapuluh gebrakan, walaupun kedua belah
pihak masih bertarung sengit dan menang kalah masih belum
dapat ditentukan, tapi baik Siau Ling maupun Sam ciat suthay
sama2 dapat melihat bahwa Gak Siau cha tak bakal kalah lagi,
perubahan pedang ditangannya sering kali menunjukkan suatu
keampuhan yang luar biasa.
Gak Siau cha yang berada ditengah pertarungan, tiba2
merubah permainan pedangnya, secara beruntun dia
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Ketiga jurus serangan ini mempunyai perubahan yang luar
biasa membuat pandangan orang jadi kabur, dengan
kelihaiannya Siau Ling serta Sam ciat suthay pun mampu
melihat jelas asal mulanya perubahan gerak tersebut
Ditengah kerlipan cahaya pedang, dengusan berat
menggema memecahkan kesunyian, senjata penggaris kumala
dalam genggaman Thio lo hujin terlepas diatas tanah, sambil
meloncat mundur tiga depa kebelakang darah segar tampak
mengucur keluar dari tangan kanannya.
"Maaf.. maaf.." seru Gak Siau cha sambil memberi hormat.
Dengan wajah sedih dan pandangan berkaca Thio lo hujin
berkata lirih "Ombak belakang sungai Tiang kang mendorong ombak
didepannya, manusia generasi baru menggantikan generasi
lama. .. aku memang sudah tua"
"Tiga jurus serangan berantai yang boanpwee gunakan
barusan bernama tiga seruling sambaran kilat" ujar Gak Siau
cha, "jurus serangan itu merupakan hasil ciptaan dari Thio
locianpwee setelah terjerumus didalam istana terlarang,
dengan kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki hujin rasanya
tak sulit untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi setelah
membaca kitab catatan tersebut, anggaplah kitab itu sebagai
balas jasa dariku dan anggap pula kitab tersebut telah balik
kembali kedalam perkampungan Pek in san cung"
Setelah mengalami kekalahan, Thio lo hujin sudah tak
memiliki semangat untuk bertempur lagi, sambil berpaling
sekejap kearah Giok siau long kun, gumamnya seorang diri:
"Pembalasan ini tak dapat dihitung ringan..."
"Nenek, mari kita pergi! " seru Giok siau long kun, ia
meronta bangun dan dengan langkah lebar berjalan keluar
dari sana. "Cun ji" teriak Thio lo hujin dengan suara lengking" siapa
suruh kau berjalan sendiri.."
Dengan cepat ia mengejar dari belakang.
Thio Seng serta pemuda berpakaian ringkas segera
mengejar dari belakang, dalam waktu singkat semua jago dari
perkampungan Pek in san cung telah berlalu semua dari situ.
Memandang bayangan punggung orang2 itu Gak Siau cha
hanya bisa menghela napas panjang belaka, tak sepatah
katapun yang dia ucapkan.
Lama.... Lama.... sekali.... Akhirnya Sam ciat suthay buka
suara dan bertanya, "siau moay, apa rencanamu sekarang?""
"Aku tidak punya rencana apa?"
"Bersediakah engkau ikut aku menjumpai suhu?"
"Apakah suci beranggapan bahwa aku harus pergi?"" tanya
Gak Siau cha setelah termenung sebentar.
"Perduli engkau ingin pergi atau tidak, dalam setengah
tahun mendatang kau harus pergi menjumpai suhu untuk
memberi penjelasan tentang peristiwa yang terjadi pada hari
ini, suci akan menjadi saksi bagimu"
"Terima kasih suci"
"Walaupun suhu tidak begitu senang dengan ensonya Thio
lo hujin, tetapi hubungan persaudaraannya dengan Raja
Seruling Thio locianpwee baik sekali Giok siau long kun adalah
satu2nya keturuna keluarga Thio, tentu saja suhu tak akan
tega membiarkan Giok siau long kun mati karena urusan ini,
meskipun diluaran sikapnya tetap dingin dan hambar tapi
menurut apa yang suci ketahui, suhu telah mengumpulkan
obat-obat mujarab dan membuat semacam obat mujarab
untuk Thio cun, kecuali engkau bersiap sedia bentrok dengan
suhu, lebih baik engkau menanyakan dahulu maksud hati
suhu" "Terima kasih atas perhatian suci, siau moay tak akan
melupakan untuk selamanya"
"Aku berharap engkau selalu mengingat perkataanku, nah
suci akan pergi dulu.."
Habis berkata Habis berkata ia segera berlalu dari gua tersebut.
Setelah menghantar kepergian Sam ciat suthay dan kembali
lagi kedalam gua, Gak Siau cha memandang sekejap kearah
Siau Ling lalu berkata sambil menghela napas panjang ,
"Saudaraku mengapa kau tak suka mendengarkan
perkataanku?" "Ada apa sih?""
"Andaikata hanya Giok siau long kun seorang yang datang,
siau te tak akan banyak urusan seperti ini, tetapi mereka
terdiri dari beberapa orang sedangkan cici hanya seorang diri,
sudah sepantasnya kalau aku datang memberi bantuan"
Sambil menatap wajah sianak muda itu, Gak Siau cha
tersenyum ujarnya kembali,
"Aku tak pernah menyangka kalau dalam tiga bulan yang
amat singkat bukan saja engkau berhasil membuka istana
terlarang, bahkan ilmu silat yang engkau miliki telah mendapat
kemajuan yang demikian pesatnya,"
"Kejadian ini hanya boleh dibilang kebetulan saja untung
siau te tidak sampai kehilangan nyawa"
"Sewaktu aku serahkan anak kunci istana terlarang
kepadamu, tujuanku adalah agar engkau bisa membuka istana
tersebut, dan tidak mencampuri urusan cici lagi, dalam
perkiraanku Istana Terlarang sebagai tempat yang diidamkan
setiap umat bulim sudah puluhan tahun belum ada jago
persilatan yang berhasil menemukan, dalam waktu beberapa
bulan yang singkat engkaupun pasti tak akan menemukannya.
Aaai ... sungguh tak nyana tempat itu akhirnya berhasil juga
kau temukan" "Kalau dibicarakan kembali, kesemuanya ini adalah berkat
lindungan dari Thian sehingga kedatangan siau te ditempat itu
sangat kebetulan sekali..."
Diapun segera menceritakan semua pengalamannya
sebelum dan setelah masuk kedalam istana terlarang.
"Aaai .. engkau sudah terlalu banyak menempuh bahaya.. "
Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Pek li Peng
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katanya, "Engkau belum memperkenalkan nona ini kepadaku"
Belum sempat Siau Ling menjawab, Pek li Peng telah
mendahuluinya dan menjawab,
"Aku bernama Pek li Peng, menemui nona"
Melihat gadis itu halus, lincah dan menyenangkan, Gak Siau
cha segera tersenyum. "Nona Pek li..."
"Aku lebih muda beberapa tahun, kalau nona tidak
menampik anggap saja aku sebagai adikmu!"
"Baik" jawab Gak Siau cha sambil mengangguk, "aku masih
belum tahu asal usul dari adikku.."
"Aku dibesarkan didalam istana es di laut utara"
"Kalau begitu Pek thian cuncu adalah.. "
"Dia adalah ayahku"
"Oooh.. tuan putri dari laut utara, bukan saja ayahmu
pernah menggentarkan seluruh wilayah laut utara bahkan
didaratan Tionggoanpun punya nama besar, anak buahnya
telah mengumpulkkan banyak jago lihay, setiap beberapa
tahun ia tentuk melakukan perjalanan kedaratan Tionggoan,
dimana ia lewat setiap orang persilatan pada menaruh hormat
kepadanya..." "Aku jarang mengetahui tentang tingkah laku ayahku,
sedang ayahpun jarang sekali menceritakan soal dunia
persilatan kepadaku.."
"Oooh ... kiranya begitu... " sorot matanya segera dialihkan
kearah Siau Ling dan bertanya,
"Saudaraku, secara bagaimana kau bisa kenal dengan nona
Pek li..." Siau Ling tidak takut bumi tidak takut langit, hanya takut
pada Gak Siau Cha mendengar pertanyaan itu ia jadi ragu2,
tak dijawab tak mungkin menjawab sejujurnya banyak hal
yang tak leluasa untuk dikatakan, untuk beberapa saat
lamanya ia jadi gelagapan:
"Tentang soal ini.. tentang soal ini..."
"siau moay lah yang melakukan perjalanan jauh mencari
jejaknya" sambung Pek li Peng dengan cepat
"Apakah ayahmu tahu?"" tanya Gak Siau Cha sambil
tersenyum "Tidak ayahku tidak tahu"
"Engkau tinggalkan istana es tanpa pamit, ayahmu pasti
akan mencari jejaknya dimana-mana, suatu hari bila ayahmu
mengetahui akan peristiwa ini, tentu ia tak akan berpeluk
tangan belaka.." "Akupun mengetahui akan persoalan ini dan mungkin akan
mendatangkan banyak kesulitan bagi Siau toako, tetapi aku
tak dapat menguasai diri..."
"Karena dua siau te pernah bertempur satu kali dengan Pak
Thian cuncu..."sela Siau Ling.
Gak Siau Cha terperanjat.
"Apakah engkau mampu menandingi Pak thian cuncu"
"Siau te menderita luka parah, tapi berhasil ditolong orang"
Gak Siau Cha adalah seorang gadis yang cerdik, dari sikap
Pek li Peng yang begitu tergila-gila pada Siau Ling, jika
pertanyaan ini ditanyakan lebih jauh maka keadaan akan jadi
tidak enak, pokok pembicaraanpun segera dirubah, ujarnya;
"Saudaraku, dalam perjuangan kita tempo hari aku masih
belum menanyakan keadaanmu dalam dunia persilatan
belakangan ini, aku dengar nama besarmu kian lama kian
bertambah cemerlang, tapi permusuhan yang diikat semakin
banyak.." Setelah berhenti sebentar lanjutnya
"Cuma.. aku hanya mendengarnya dari berita dunia
persilatan, bagaimana keadaan yang sesungguhnya kau harus
terangkan sendiri kepadaku"
"Musuhkuh hanya seorang yakni Shen Bok Hong, tetapi
orang ini punya hubungan yang luas sekali, setiap sudut
persilatan rasanya ada anak buah serta kuku garudanya.."
"Nah, itulah dia" seru Gak Siau Cha sambil mengangguk,
"semakin besar pengaruh dari Shen Bok Hong, semakin jarang
orang persilatan berani melakukan perlawan terhadap dirinya,
hanya kau seorang saja yang berani menentang
kekuasaannya.." Dalam kenyataan ia sering kali menolong Siau Ling,
terhadap hasil yang dicapai Siau Ling dalam dunia persilatan
tentu mengetahui dengan jelas sekali.
Siau Ling menghela nafas panjang, katanya
"Cici, aku tidak mempunyai niat untuk berebut kedudukan
dengan Shen Bok Hong, aku hanya ingin mencegah orang itu
melakukan kejahatan didalam dunia persilatan, andaikata
suatu hari Shen Bok Hong bisa sadar dan bertobat, maka siau
te pun..." Gak Siau Cha gelengkan kepalanya dan berkata;
"Selamanya Shen Bok Hong tak bakal menyesal ataupun
tobat dari dosa dosanya, diantara kau dengan dia akhirnya
harus ada suatu penyelesaian secara tegas, yakni salah satu
diantara kalian harus ada yang mati"
Ia membereskan rambutnya yang terurai tak beraturan,
kemudian menyambung lebih jauh;
"sebenarnya cici ingin sekali membantu dirimu agar apa
yang kau cita-citakan dapat tercapai sebagaimana mestinya,
tapi sayang masalah pelik yang sedang kuhadapi saat ini
masih belum ada suatu penyelesaian yang baik, aku rasa tak
mungkin cici bisa membantu dirimu lagi"
"Cici, apakah masalah pelik yang sedang kau hadapi
sekarang masih sekitar mengenai masalah Giok siau long kun
" tanya Siau Ling dengan suara lantang.
"Boleh dibilang begitulah! tabiat Raja Seruling Thio Hong
dimasa lampau gagah dan berjiwa besar, peraturan
keluarganya ketat sekali serta lebih mengutamakan keadilan
serta kebenaran bagi umat manusia, oleh karena itulah
perkampungan Pek in-san-cung jarang sekali terikat oleh
selisih paham atau persengketaan dengan orang2 persilatan,
sebaliknya tabiat dari Thio lo hujin itu terlalu mementingkan
diri sendiri dan berangasan, karena itulah hubungannya
dengan sang ipar yaitu guruku selamanya tak pernah akur,
sejak Thio hong mati kedua orang itu semakin jarang
berhubungan satu dengan yang lain, sekalipun begitu
terhadap keponakannya yakni Thio Cun guruku merasa sayang
dan memanjakan hanya saja berhubung sudah banyak tahun
ia mengasingkan diri sebagai seorang rahib dan imannya
sudah amat tebal sekali, maka girang atau gusar perasaan
hatinya tak pernah terlihat diwajahnya, andaikata Giok siau
long kun benar2 menghadapi keadaan yang sangat berbahaya
sehingga mempengaruhi hidup matinya, dia pasti tak akan
berpeluk tangan belaka..."
"Lalu apa yang hendak Cici lakukan?" "tukas Siau Ling
dengan suara yang gemetar.
"Sekarang aku sendiripun tak tahu apa yang musti
kulakukan, terpaksa melangkah satu langkah kita berbicara
satu tindak.." Siau Ling termenung beberapa saat lamanya mendadak ia
menengadah dan berseru; "Cici, siaute berhasil mendapatkan satu jalan yang baik,
bagaimana menurut pendapat cici?""
"Apa akalmu itu"
"Biarlah Siau te yang menyelesaikan persoalan ini,
pertama-tama kita mangunjungi gurumu lebih dahulu serta
menerangkan duduk perkara yang sebenarnya."
"Cara ini tak dapat dilaksanakan "tukas Gak Siau cha sambil
gelengkan kepalanya,"suhuku paling segan untuk bercakap
cakap dengan orang asing, apa lagi engkau adalah seorang
pria?"" "Kenapa apakah gurumu paling benci dengan orang pria?"
"tanya Siau Ling tercengang.
Gak Siau cha tersenyum. "Kecuali Thio Hong seorang, tak pernah ada pria lain yang
pernah masuk kedalam kuil Bu seng an tersebut. Giok siau
long kun kendati amat disayang dan dimanja oleh guruku,
namun diapun tidak diperkenankan melangkah masuk
kedalam kuil Bu seng an barang satu langkahpun
"ltu tak jadi soal aku akan menanti diluar kuil biarlah Pek ji
yang masuk kedalam kuil untuk menyampaikan suratku
kepadanya serta kuundang dia untuk keluar dari kuil guna
merundingkan masalah ini"
"Aaai...! jalan pikiranmu benar2 terlalu sederhana"
"Lhoo .!" bagian mana yang tidak benar?"
"Saudaraku, kendatipun dewasa ini namamu dalam dunia
persilatan sudah amat tersohor dan disegani setiap orang,
akan tetapi pemilik dari kuil Bu-seng-an tak nanti akan ikut
tengetar hatinya oleh namamu."
"Cici, aku tak bermaksud demikian" tukas Siau Ling. "aku
sedang bayangkan bahwa cici adalah seorang murid yang
pernah mendapat budi karena ia wariskan ilmu silatnya
kepadamu maka selama berada dihadapannya engkau segan
atau merasa kurang leluasa untuk mencurahkan isi hatinya,
karena itu lebih tepat kalau siau-te yang menghadap, bukan
saja aku tak usah ragu" bahkan dengan lebih leluasa bisa
kusampaikan semua isi hati cici kepadanya."
Gak Siau cha menghela napas panjang.
"Aaai...! diatas nama meskipun Bu seng An-cu tidak
mengakui diriku sebagai anak muridnya, dalam kenyataan ia
telah menganggap aku sebagai anak muridnya, setelah
bergaul selama beberspa tahun cici sudah dapat meresapi jiwa
serta wataknya, kepergianmu untuk menghadap dirinya bukan
saja sama sekali tak bermanfaat tapi persoalan ini, bahkan
malah ada kemungkinan besar bisa merusak duduknya
persoalan..." "Lalu apa yang berus kita lakukan sekarang?"?"
"Hanya ada satu jalan saja yang bisa ditempuh, yakni biar
cici berangkat seorang diri untuk menghadap dia orang tua
"Andaikata Bu Sang nikou tak bersedia untuk
mendengarkan penjelasan cici, apa yang hendak kau
lakukan?" Gak Siau Cha tertawa getir,
"Aku berhutang budi kepada dia orang tua karena beliau
pernah mendidik serta mewariskan kepandaiannya kepadaku,
karena itu aku tak dapat turun tangan bertarung dengan
dirinya, aku hendak menerangkan duduk perkaranya serta
kejadian secara terperinci satu demi satu, meskipun Thio Cun
orang yang patut dikasihani, tetapi kesalahan bukan terletak
pada diriku, oleh karenanya aku hendak mohon pengampunan
darinya" "Kalau ia tak mau mengampuni dirimu"
"Kalau ia memohon kepada enci Gak dengan perasaan
hatinya agar enci suka membantu dirinya untuk menolong jiwa
Giok siau-long-kun" apa yang hendak enci lakukan" tiba2 Pek
li Peng menyela dan samping
Gak Siau cha tertegun, kemudian jawabnya
"Tentang soal ini, belum sempat kupikir kan sampai disitu"
"Enci adalah seorang yang berperasaan halus" ujar Pek li
Peng lagi, "Kalau Bu Sang An-cu memohon kepada cici dengan
dengan perasan halus pula,aku rasa sulit bagi cici untuk
menampik permohonannya itu"
Gak Siau cha menulurkan tangannya dan membelai rambut
Pek li Peng yang panjang perlahan-lahan ucapnya
"Terima kasih untuk peringatanmu ini, dengan usiamu yang
begitu muda lagi pula dibesarkan dalam kasih sayang dan
sikap manja dari orangtua mu, ternyata dalam menilai satu
persoalan amat seksama dan tajam hal ini benar2 luar biasa
sekali. Aaaai...! bila ada seorang nona cantik yang begitu
cerdik dan banyak akal semacam engkau yang selalu
mendampingi saudara Siau, hal inibenar benar merupakan
suatu bantuan yang amat besar bagi dirinya"
"Pek li Peng masih belum hilang sifat kekanakannya,
melihat betapa cantik dan supelnya Gak Siau Cha, ia merasa
tak heran apa sebabnya Siau Ling begitu menghormati gadis
tersebut. Yang paling sulit ternyata ia sama sekali tidak menaruh
perasaan cemburu atau tak senang hati terhadap dirinya
teringat betapa ia pernah merasa cemburu terhadap gadis itu
diam2 she Pek li ini merasa malu sendiri, ujarnya kemudian
sambil tertawa. "Siau toako selalu tak mau mendengarkan perkataanku"
Gak Siau Cha segera melirik sekejap kearah Siau Ling,
kemudian sambil tertawa serunya:
"Adik Pek li amat cerdas dan banyak akal selanjutnya harus
seringkali mendengarkan pendapat serta perkataannya"
"Siau Ling melirik sekejap kearah Pek li Peng, kemudian
kepada Gak Siau Cha sambil tertawa bantahnya"
"Cici jangan percaya dengan perkataannya, dalam
kenyataan setiap pendapatnya pasti kudengarkan dengan
seksama ! " "Huuuh ! apa sih gunanya kalau Cuma didengarkan melulu
" selamanya engkau tak mau melaksanakan menurut
perkataanku" Gak Siau Cha jadi geli melihat sepasang muda mudi itu
cekcok sendiri, sambil tertawa ewa ia segera berkata;
"Waktu adik Pek li dibesarkan didalam istana salju dilautan
udara dan diapun jarang melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan, akan tetapi kecerdasan otaknya sangat membantu
dirimu, selama dia berada disampingmu akupun dapat selalu
berlega hati" "Andaikata cici mau melakukan perjalanan bersama kami
serta memegang tampuk pimpinan didalam pergerakan ini,
kemenangan yang bakal kita raih tentu jauh lebih besar.."
"Kalian berangkatlah lebih dahulu" tukas Gak Siau Cha.
"Setelah persoalan pribadi selesai, aku pasti akan pergi
mencari kalian." "Cici, engkau seorang diri harus menghadapi musuh yang
begitu tinggi, apakah engkau tidak merasa terlalu kesepian
dan sebatang kara" Menurut pendapat siaute, lebih baik kita
bersama-sama pergi menyelesaikan cici lebih dahulu,
kemudian kita bersatu padu untuk bersama2 menghadapi
Shen Bok Hong.." Ia menengadah dan menghela napas panjang, lanjutnya,
"Walaupun tidak terlalu lama kau berkelana serta
melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, akan tetapi
terhadap cara hidup orang kang ouw sudah merasa muak
sekali, andaikata kita sanggup menyelesaikan jiwa Shen Bok
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong maka segera akan kucarai sebuah tempat yang tenang
dan terpencil untuk beristirahat selama beberapa tahun dan
selamanya tak akan muncul kembali dalam dunia persilatan."
"Engkau bisa mempunyai bayangan seperti itu, hal tersebut
menunjukkan bahwa engkau sama sekali tidak berambisi
untuk mencari nama serta kekuasaan, berbicara menurut usia
serta keberhasilan yang dapat kau peroleh selama ini,
tindakanmu itu benar benar merupakan suatu pengecualian.
Dirimu sekarang sudah bukan menjadi milikmu seorang lagi,
melainkan merupakan kepunyaan dari kawan kawan persilatan
dewasa ini, sekalipun engkau muak sekali dengan
penghidupan dalam persilatan akan tetapi tak mungkin
engkau bisa melepaskan diri dari masalah ini engkau bilang
setelah membunuh Shen Bok Hong maka engkau akan
mengasingkan diri dan menutup diri?" Didalam kenyataan
mungkin apa yang kau harapkan itu sulit terlaksana.."
"Kenapa?" Kejahatan serta kebejadan moral yang terjadi
didalam dunia persilatan dewasa ini bersumber pada Shen Bok
Hong seorang, asal gembong she Shen itu kita bunuh
bukankah dunia persilatan segera akan menjadi tenang dan
damai" Selama puluhan tahun lamanya belum tentu bisa
muncul seorang gembong iblis penjahat seperti dia lagi !"
"Engkau tidak percaya dengan perkataanku?" Baiklah, akan
kuceritakan tentang satu persoalan kepadamu!"
"Persoalan apa?""
"Seandainya engkau mengetahui siapakah pembunuh2
yang telah membinasakan bibi Im mu dapatkah engkau
berpeluk tangan belaka?""
Tertegun hati Siau Ling mendengar perkataan itu,
jawabnya kemudian; "Bibi Im sangat baik kepadaku, budi kebaikan yang
dilimpahkan kepadaku sudah menumpuk bagaikan bukit, tentu
saja aku harus balaskan dendam bagi kematiannya"
"Dan bagaimana dengan urusanku?""
"Dengan sekuat tenaga pasti akan kubantu walaupun mati
juga tak akan menyesal"
Gak Siau Cha berpaling sekejap kearah Pek li Peng, lalu
melanjutkan lebih jauh "Seandainya nona Pek li menemui kesulitan pula?"
"Tentu saja aku tak dapat berpeluk tangan belaka"
"Cukup...cukup...! Dalam ruangan ini semuanya ada berapa
orang ?" kalau setiap orang menemui persoalan dan engkau
mau tak mau harus mengurusi semuanya, bagaimana kalau
dalam dunia persilatan terdapat beberapa ratus laksa orang ?"
apakah engkau bisa berdiam diri belaka menyaksikan mereka
terbelenggu kesulitan..."
Ia berhenti sebentar, lalu dengan wajah serius melanjutkan
lebih jauh : "Kehidupan dalam belasan tahun belakangan ini boleh
dibilang kesemuanya dilalui dengan pelbagai kejadian serta
penemuan yang aneh serta diluar dugaan. Aaai ...! Berbicara
tentang soal tahayul, semua penemuan aneh yang kau alami
selama ini, bukankah kesemuanya telah diatur oleh suatu
tenaga tak berwujud yang maha besar dan maha kuasa?""
Siau Ling berpikir sebentar, kemudian mengangguk.
"Perkataan cici benar sekali, siau te pasti akan berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan umat persilatan
dari bencana besar serta berusahauntuk menegakkan
kebenaran serta keadilan dalam kolong langit"
Sambil tertawa Gak Siau Cha manggut.
"Kalau engkau bersedia mendengarkan nasehatku, aku
merasa amat gembira. Nah! Sekarang kalian berangkatlah
lebih dahulu" katanya, "kini keadaanmu ibaratnya lentera yang
menerangi seluruh dunia persilatan, karena urusanku sudah
berapa bulan lamanya engkau mengasingkan diri ditengah
pegunungan yang terpencil, janganlah kau lumpuhkan
kekuatan dalam bulim yang baru saja bangkit untuk
menentang Shen Bok Hong akibat lenyapnya jejakmu, sebab
engkau sudah amat mempengaruhi jatuh bangunnya seluruh
kebenaran dalam kolong langit tunggulah sebentar! Akan
kubereskan tempat ini sejenak kemudian kita bersama sama
tinggalkan tempat ini"
"Cici mengapa engkau segan untuk melakukan perjalanan
bersama-sama kami..."
"Tadi aku sudah pikirkan persoalan ini dengan masak, cici
rasa persoalan yang menyangkut tentang diriku lebih baik
diselesaikan oleh cici sendiri, ketahuilah suciku itu meskipun
bergelar Sam ciat atau tiga pantangan didalam kenyataan satu
pantanganpun tak mampu dilaksanakan ia mempunyai
hubungan batin yang amat mendalam dengan diriku,
sekembalinya dikuil ia pasti akan menjelaskan duduk perkara
dengan amat jelas kepada suhu, kalau engkau mengikuti
diriku maka hal ini malahan akan membuat suhu jadi salah
paham sebab itulah aku rasa lebih baik biarlah aku pergi
menemui suhu seorang diri saja"
"Andaikata suhumu itu memaksa engkau untuk menerima
kehendaknya?"" Tanya Siau Ling dengan nada kuatir.
"Suhuku adalah seorang bijaksana, ia pasti dapat
menyelesaikan persoalan ini dengan sebaik baiknya, jika
kubeberkan semua keberatan serta alasanku rasanya dia tak
nanti akan memaksa diriku untuk menuruti kemauannya"
"Akupun hendak memohon kepada cici, aku harap engkau
suka mengabulkan permintaanku ini"
"Apakah permintaanmu itu?" Sekarang kau sudah menjadi
seorang pendekar yang amat tersohor dikolong langit, kenapa
kalau bicara masih seperti waktu kecil dulu saja?""
"Selama berada dihadapan cici, aku tetap adalah seorang
bocah cilik, aku rasa selamanya aku tak bakal tumbuh jadi
dewasa" "Sudahlah katakan cepat apakah permintaanmu itu?""
"Aku harap cici suka menentukan saat perjumpaan dengan
diriku, sampai waktunya kalau cici tidak datang menepati janji,
maka akan kupimpin seluruh jago yang ada dikolong langit
untuk menyatroni kuil Bu Seng an serta minta pertanggung
jawaban dari Bu Seng An cu.
Gak Siau Cha segera mengerutkan dahinya sesudah
mendengar perkataan itu. "Tentang soal ini..."
"Kalau cici tidak mengabulkan permintaanku ini, maka siau
te pun akan bersikeras untuk mengikuti terus diri cici
kemanapun engkau pergi."
Gak Siau Cha gelengkan kepalanya tanda kehabisan akal,
serunya kemudian dengan perasaan apa boleh buat;
"Baiklah ! kita tentukan saja setengah tahun kemudian
dalam kuil Pek in koan di atas gunung Thay san..."
"Tidak bisa, setengah tahun terlalu lama"
"Kalau begitu tiga bulan kemudian!"
"Cici ! kata Siau Ling dengan sedih, "untuk berjumpa
dengan gurumu serta membicarakan masalah tersebut, dalam
dua tiga hari saja sudah bisa diambil keputusan, kenapa
engkau musti suruh aku untuk menunggu sebegitu
lamanya?"" "Mungkin aku harus bersilat lidah serta bicara tiada
hentinya untuk menggerakkan hati guruku, untuk itu dalam
sepuluh sampai setengah bulan aku bura akan berhasil!"
"Kalau begitu kita tetapkan satu bulan saja, kalau didalam
satu bulan enci masih tak ada kabar beritanya maka aku akan
segera menyusul dirimu kekuil Bu seng an"
"Tahukah engkau berapa jauh jaraknya dari sini menuju
kekuil Bu seng an tersebut?"
"Entahlah, aku tak tahu!"
"Nah itulah dia! Dari sini menuju kekuil Bu seng an paling
sedikit harus melakukan perjalanan antara sepuluh hari
sampai setengah bulan, waktu sebulan mana cukup
untukku?"" "Enci Gak, kalau memang begitu demikian saja" seru Pek li
Peng dari samping, "kita hitung batas waktu itu sejak berpisah
satu bulan kemudian kalau enci Gak masih tetap tak ada kabar
beritanya maka kami akan segera berangkat kekuil Bu seng
an, jika cici dalam keadaan sehat wal afiat maka silahkan
engkau menantikan kami diluar kuil."
Gak Siau Cha masih ingin menampik,tapi Siau Ling dengan
cepat telah menyambung lebih jauh;
"Apa yang enci ucapkan selamanya pasti akan kuturuti,
kenapa perkataan dari siau te tak sepatah kata pun yang suka
cici dengar?" Gak Siau Cha benar-benar dibikin apa boleh buat, akhirnya
dia menghela napas panjang dan berkata;
"Baiklah! Mulai besok kita hitung batas waktu itu, satu
bulan kemudian kalau kalian berangkat kesana mungkin masih
agak kepagian" Siau Ling tertawa "Kalau begitu kita kan tiba diluar kuil Bu seng an pada satu
bulan lebih satu hari kemudian"
Jelas sekali pemuda itu kegirangan atas keputusan
tersebut, mukanya nampak berseri-seri.
Tiba2 Pek li Peng mengerutkan dahinya dan bertanya;
"Cici, lalu dimanakah letak dari kuil Bu seng an tersebut?""
Gak Siau Cha agak sangsi, setelah termenung dan berpikir
sebentar akhirnya dia menjawab
"Diatas bukit See yang san dalam bilangan propinsi Kwang
see, sekarang kalian boleh berangkat"
Siau Ling serta Pek li Peng saling bertukar pandangan
sekejap, kemudian mereka sama2 memberi hormat, serunya:
"Cici, engkau harus baik2 berjaga diri!"
Setelah berkata berangkatlah mereka meninggalkan tebin
Toan hun gay tersebut. Pek li Peng menengadah memandang keadaan cuaca, ia
lihat sang surya telah tenggelam dilangit barat, burung
berkicau terbang kesarangnya dan tanda senja mulai
menyelimuti seluruh angkasa.
Siau Ling menghembuskan napas panjang, ujarnya,
"Peng ji, ada satu persoalan yang selama ini tak kupahami,
apakah engkau bersedia menerangkan kepadaku?""
"Mengenai persoalan apa?""
"Kenapa enci Gak tak bersedia untuk melakukan perjalanan
bersama sama kita, sebaliknya suruh kita berangkat lebih
dahulu?"" Pek li Peng termenung dan berpikir sebentar, lalu
menjawab ; "Mungkin saja dia masih ada sedikit urusan yang harus
diselesaikan lebih dahulu?""
"Urusan apa?""
"Mungkin saja persoalan pribadi dari kaum gadis.."
senyuman yang semula menghiasi wajahnya tiba-tiba lenyap,
sesudah menghela napas panjang sambungnya lebih jauh;
"Aku benar2 merasa amat menyesal!"
"Apa yang kau sesalkan?""
Merah padam selembar wajah Pek li Peng karena
jengahnya, setelah sangsi sebentar dia menjawab
"Sebelum berjumpa dengan nona Gak, aku selalu kuatir
bilamana ia tak senang melihat aku, sungguh tak nyana dia
adalah seorang gadis berjiwa besar, aku telah membayangkan
yang bukan2 tentang dirinya dengan pikiran seorang manusia
rendah, kalau diingat kembali aku benar2 merasa amat
menyesal" Siau Ling tersenyum "Sedari dahulu bukankah sudah kukatakan kepadamu
bahwa enci Gak adalah seorang gadis yang berjiwa besar,
siapa suruh engkau tidak mempercayainya,?" Nah! Sekarang
tentunya kau sudah rasakan bukan bagaimana kalau rasa
kuatirmu itu hanya sia2 belaka?""
Pek li Peng mencibirkan bibirnya dan berseru,
"Huuuh, ... sekarang engkau telah mendengarnya, dalam
hati tentu merasa amat gembira bukan?""
75 Aku bisa membantu nona Gak, tentu saja hatiku merasa
amat gembira sekali!"
"hmm! Tentunya tidak hanya begitu saja bukan?""
"Lalu masih ada apa lagi?""
"Hmmm! perkataan dari enci Gak, tentunya engkau sudah
mendengar bukan..?""
"Apa yang dikatakan oleh enci Gak" " seru Siau Ling
keheranan, "kenapa aku sama sekali tidak teringat lagi?""
"Engkau benar2 sudah tak teringat" Ataukah sudah tahu
tapi pura-pura bertanya lagi?""
"Tentu saja aku benar2 tak tahu."
"Aaai...! Perkataan sepenting itu masa engkau benar2 tidak
mengingatnya didalam hati?""
"Peng ji engkau tak usah berputar kayuh lagi, lebih baik
katakanlah secara langsung?""
Melihat pemuda itu bukan lagi berlagak pilon, Pek li Peng
segera berkata; "Enci Gak bukankah pernah mengatakan kepada Sam ciat
suthay bahwa didalam surat wasiat ibunya ia telah dijodohkan
kepadamu?" Toakoku yang tolol... meskipun dia mengucapkan
kata2 itu untuk Sam ciat suthay tetapi hal ini sama halnya
dengan memberitahukan kepadamu secara terus terang !
bukankah hal ini menunjukkan pula kalau enci Gak telah
memberitahukan kepadamu jika dia telah jadi calon istrimu?"
Siau Ling berpikir sebentar, kemudian menjawab,
"Sedikitpun tidak salah agaknya enci Gak memang pernah
mengucapkan kata2 semacam itu, tetapi dia mengucapkannya
hanya sebagai suatu siasat untuk menanggulangi posisinya
pada waktu itu saja..."
"Bagi seorang gadis nama baik dan kesucian badan adalah
suatu persoalan yang maha penting, aku tak percaya kalau ia
berani mengucapkan kata kata semacam itu secara
sembarangan !" Siau Ling menghentikan langkah kakinya lalu berpaling dan
memandang sekejap kearah Pek li Peng, air mukanya
menunjukkan perubahan yang amat serius.
Belum pernah Pek li Peng mengalami kejadian seperti ini,
terutama pandangan sang pemuda dengan wajah kereng
serta serius, tanpa terasa jantungnya berdebar keras, pelahan
lahan kepalanya ditundukkan kebawah dan bertanya dengan
suara lembut, "Ooooh..! apakah aku telah salah berbicara?""
"Mungkin perkataanmu itu tidak salah, tetapi aku harus
memberitahukan semua persoalan yang sedang kupikirkan
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didalam hati kepada dirimu"
Pek li Peng menengadah serta memandang kearah Siau
Ling dengan pandangan bimbang serta tak habis mengerti,
katanya; "Katakanlah toako... siaumoay akan mendengarkan semua
perkataan itu dengan seksama.
"Didalam pandanganku enci Gak adalah seorang dara yang
maha agung serta tidak pantas diganggu atau dinodai nama
baiknya, aku tidak pantas untuk menikah dengan dirinya, Giok
siau long kun juga tidak pantas untuk mempersunting dirinya,
lain kali engkau jangan mengucapkan kata2 yang
menyinggung tentang nama baik enci Gak lagi.."
Tiba-tiba ia tertawa lebar dan menambahkan;
"Sekarang kita harus melanjutkan perjalanan dengan cepat,
sebelum malam menjelang tiba, kita sudah harus melewati
pada rumput yang amat liar ini..."
Pek li Peng gelengkan kepalanya, bibir bergetar seperti mau
mengucapkan sesuatu namun niat itu akhirnya dibatalkan, ia
segera mempercepat langkah kakinya menyusul dibelakang
Siau Ling. Ketika padang rumput yang amat luas itu berhasil
diseberangi, sang surya sudah lenyap dari pandangan mata
dan senja yang remang-remang menyelimuti seluruh jagad.
"Toako, kita akan berangkat menuju kemana?"" tanya Pek
li Peng. Lama sekali Siau Ling termenung dan berpikir, laku
menjawab; "Sejak terjadinya pertempuran sengit melawan Shen Bok
Hong dibawah tebing In wan Hong, entah bagaimanakah
situasi didalam dunia persilatan dewasa ini ?" malam ini
terpaksa kita harus melakukan perjalanan cepat untuk
berjalan keluar dari daerah pengunungan ini, kemudian
mencari tempat yang sepi dan tenang untuk beristirahat
sejenak, keesokan harinya baru berangkat menuju kekota
Heng yang untuk menyusun rencana lebih jauh"
"Sejak sepasang pedagan dari kota Tiong ciu berlalu, dia
pasti akan menyebar luaskan kabar berita mengenai kepergian
toako Heng san kepada semua jago yang ada dikolong langit,
dugaanku tidak salah maka setelah keluar dari daerah
pegunungan ini kemungkinan besar kita sudah dapat
berhubungan dengan orang2 persilatan, tetapi aku tak bisa
menduga dengan tepat orang pertama yang bakal kita temui
adalah sahabat atau lawan?""
"Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu adalah seorang
manusia yang cermat dan tak sama, tak mungkin dia bocorkan
jejak kita kepada semua kawan bu lim"
"Sepanjang perjalanan kita memburu kesini, apakah tak
seorang manusiapun yang pernah melihat kita?"
Bagaimanapun juga bertindak hati2 tetap merupakan suatu
perbuatan yang tidak merugikan bagi kita, bukankah begitu?""
"Enci Gak memuji akan kecerdikanmu, nampaknya ucapan
itu sedikitpun tak salah, sekarang apa yang harus kita
lakukan". "Kita harus menyaru serta menghindarkan diri dari
pengawasan orang, bukankah engkau hendak menyelidiki
situasi dalam dunia persilatan " Nah! Lebih cocok kalau
penyelidikan itu dilakukan secara diam2"
Siau Ling mengangguk tiada hentinya.
"Benar juga perkataanmu itu" sahutnya, "tapi.... Kita harus
menyaru menjadi manusia macam apa?""
"Malam ini kita tetap berdandan seperti biasa, besok pagi2
kita dapat menyaru sebagai sepasang imam dan berusaha
menyusup turun gunung"
"Bagaimana dengan engkau?"" apakah kau juga akan
menyaru sebagai seorang imam?""
"Aku akan menyaru menjadi seorang imam cilik yang
mengiringi perjalananmu, dengan begitu sepanjang perjalanan
gerak-gerik kita tidak akan menimbulkan kecurigaan serta
perhatian orang lain"
"Tapi sayang kita tidak membawa pakaian untuk menyaru...
jadi bagaimana baiknya?""
"Tak menjadi, sewaktu naik gunung tempo hari aku ingat
bahwa kita pernah melalui samping sebuah kuil too koan,
jaraknya dari sini tidak terlalu jauh, malam ini kita dapat
mencuri dua stel pakaian milik mereka"
"Seorang lelaki sejati tak akan minum air bekas pencurian,
tidak mengambil pakaian milik orang, sekarang bagaimana
jadinya?" "Kalau memang begitu kita tinggalkan saja uang perak
didalam itu, bukankah hal ini sama artinya dengan membeli
dua stel pakaian mereka?""
Siau Ling tersenyum dan tidak berbicara lagi.
---oo0dw0oo--- Jilid 15 TIBA tiba Pek li Peng teringat akan sesuatu dan berkata
kembali: "Toako, sewaktu berada didalam istana terlarang
tempo hari engkau telah berhasil mendapatkan sebuah kotak
kayu, selama ini belum pernah kita buka kotak kayu tersebut,
siapa tahu kalau isi kotak itu adalah suatu benda yang amat
berharga sekali?" "Secara tiba2 kenapa kau teringat akan persoalan itu?""
"Sedari dulu sudah kuingat akan persoalan itu, hanya saja
berhubung selama beberapa hari ini toako selalu rajin melatih
ilmu silat dan bersiap siap untuk membantu enci Gak, maka
karena takut mencabangkan pikiranmu, selama ini tak berani
kuungkap lagi" Diatas kotak peti itu berukiran sebuah lukisan sang Buddha,
rupanya isi dari kitab tersebut adalah sejilid kitab
sembahyangan" Pek li Peng segera gelengkan kepalanya,
"Aku masih ingat pintu besi yang digunakan untuk
menyimpan kotak kayu itu rupa belum pernah dibuka orang,
seandainya didalam Istana Terlarang benar2 terdapat barang
yang paling utuh maka kotak kayu itulah merupakan benda
yang paling utuh, karena orang yang masuk kedalam istana
terlarang mendahului kita itu sama sekali pernah memasuki
ruang batu tersebut"
"Sedikitpun tidak salah! "
"Semoga saja sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu dapat
menyimpan kotak kayu secara baik2."
Kedua orang saudaraku itu selama hidup paling gemar
mengumpulkan, emas perak intan permata, karena itu orang
persilatan diberi julukan sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu kepada mereka berdua, menurut apa yang diketahui harta
kekayaan yang dimiliki kedua orang itu boleh dibilang bisa
menandingi kekayaan suatu negara. Hanya saja beberapa
tahun belakangan ini sifat mereka agaknya mengalami
perubahan besar, terhadap harta kekayaan mereka sudah
tidak begitu tertarik lagi"
"Semoga saja mereka tidak membuka kotak tersebut
karena perasaan ingin tahu"
Keesokan harinya baru saja fajar baru saja menyingsing
diufuk timur, dari sebuah jalan kecil gunung Heng san
munculah dua orang imam Seorang adalah imam berjubah hijau yang mempunyai
jenggot hitam sepanjang dada sedang yang lain adalah
seorang imam cilik yang menyoren sebilah pedang pada
punggungnya. Langkah kedua orang imam tersebut amat lambat sekali,
sambil menuruni bukit tersebut sepasang matanya berputar
kian kemari menikmati keindahan alam yang terbentang
disekeliling tempat itu. Sesudah melakukan perjalanan sejau belasan li, akhirnya
sampailah kedua orang itu disebuah persimpangan jalan.
Terdengar imam baju hijau itu berkata dengan suara lirih;
"Peng ji ayoh kita percepat perjalanan kita, mungkin kota
Heng yang sudah tidak terlalu jauh lagi"
"Eeeei... lihatlah bukankah dari sana muncul manusia?"
Sambung sang imam cilik dengna cepat.
Rupanya imam tua berjenggot hitam itu bukan lain adalah
hasil penyaruan dari Siau Ling, sedangkan imam cilik itu
adalah penyaruan dari Pek li Peng, sigadis yang cerdas itu.
Siau Ling segera menengadah keatas, tampaklah olehnya
dua ekor kuda berlari dengan cepatnya menghampiri mereka,
dalam sekejap mata pendatang itu sudah berada dihadapan
mereka bedua. Pada kuda pertama duduklah seorang pemuda berusia dua
puluh tujuh delapan tahunan dengan sebilah pedang tersoren
diatas punggungnya dan pakaian ketat membungkus
tubuhnya, orang itu bukan lain adalah Chan Yap Cing dari
partai butong. Pada kuda yang kedua duduklah seorang pria kekar
berwajah persegi dengan mata besar, alis tebal, hidung
mancung serta penuh cabang diatas wajahnya, dia bukan lain
Loo ji dari Tiong lam ji hiap yakni Teng It Lui adanya.
Siau Ling merasa amat gelisah sekali, pikirnya didalam hati.
"Kenapa kedua orang ini bisa sampai disini?" Apa mau
mereka?" Berpikir demikian, ia segera merentangkan tangannya dan
menghadang jalan pergi kedua orang itu.
Tatkala menyaksikan ada seorang imam berjenggot hitam
menghadang jalan perginya, Chan Yap Cing segera menarik
tali les kudanya, diiringi suara ringkikan panjang kuda itu
angkat sepasang kaki depannya keudara, dengan begitu lari
sang kuda yang amat cepatpun berhasil ditahan.
Teng It Lui pung menarik tali les kudanya namun binatang
itu tetap melanjutkan terjangannya hingga mencapai dua tiga
tombak kedepan sebelum akhirnya berhenti pula.
Sesudah mengalami banyak pengalaman dan kejadian
besar, tabiat Chan Yap Cing tidak seberangasan tempo dulu
lagi. Diamatinya sebentar wajah Siau Ling, kemudian sambil
loncat dari atas kuda ia memberi hormat dan menegur,
"Toatiang, ada urusan apakah engkau menghadang jalan
pergiku?" Apakah aku boleh tahu?"
Siau Ling tersenyum. "Aku adalah Siau Ling, Chan heng! Engkau hendak pergi
kemana?"" serunya.
"Apa?" Engkau adalah Siau Ling?" tanya Chan Yap Cing
dengan wajah sangsi dan tidak percaya.
"Sedikitpun tidak salah, aku adalah Siau Ling. Masa Chan
heng tidak dapat mengenali suaraku lagi?"?"
"Siau heng mengapa engkau memakai pakaian jubah
seorang imam?"?"
Siau Ling mengawasi sejenak sekeliling tempat itu, lalu
balik bertanya dengan suara lirih;
"Apakah Chan heng masih tetap tidak percaya?""
"Walaupun siaute masih dapat mengenali suaramu sebagai
suara dari Siau heng. Akan tetapi aku tidak berani
meyakininya seratus persen!"
"Chan heng datang kemari hendak mencari siapa?"
"Kami datang kemari hendak mencari Siau heng?"?"
"Rupanya ada persoalan penting yang hendak disampaikan
kepadaku" pikir Siau Ling didalam hati,
Sesudah termenung sebentar lalu berkata.
"Aku benar2 adalah Siau Ling, didepan situ ada rumah
seorang petani mari kita sebuah ruangan dari mereka, setelah
siaute membuktikan asal usulku yang sebenarnya kita baru
berbicara lagi, bagaimana?"" setuju bukan?""
"Ehmm! memang sudah seharusnya begitu "jawab Chan
Yap Cing sambil mengangguk:
Chan Yap Cing segera mendekati Teng It Lui serta
menyampaikan maksud sianak muda itu. dan berangkatlah
keempat orang itu menuju kerumah seorang petani.
Semua padri didalam rumah petani itu telah pergi kesawah,
yang ada dirumah tinggal sang nenek dengan menantunya.
Chan Yap Cing segera meminjam sebuah ruangan,
disanalah Siau Ling segera melepaskan penyaruannya serta
memperlihatkan raut wajah aslinya.
Sesudah mengetahui bahwa orang yang dihadapinya bukan
lain adalah Siau Ling dengan cepat Chan Yap Cing
menggenggam tangan kanan sang pemuda sambil berkata:
"Sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu hanya mau
mengatakan bahwa Siau tayhiap pada saat ini sedang berada
digunung Hengsan, mereka tak mau menerangkan berada di
gunung Hengsan sebelah mana, suheng kami mengajak
mereka untuk datang kemari mencari Siau heng akan tetapi
kedua orang itu tidak bersedia dalam, dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa secara diam2 suhengku segera mengutus
siaute serta Teng Ji hiap untuk berangkat kegunung Heng san
untuk mencari jejak Siau tayhiap. Gunung Heng san begitu
luas mencapai ratusan li dengan puncak yang tak sedikit
jumlahnya, kami benar2 tidak mempunyai keyakinan untuk
berhasil menemukan diri Siau tayhiap, sungguh tak nyana
dtengah jalan kita bisa saling berjumpa muka, rupanya Thian
benar2 telah memberi jalan terang kepada umatnya."
Siau Ling mengenakan kembali jenggot palsu serta
penyaruannya, kemudian baru berkata;
"Chan-heng, engkau bersusah payah datang mencari diriku,
apakah ada urusan penting yang hendak disampaikan
kepadaku?" "Aaaai.! kalau bukan keadaan yang amal mendesak dan
terpaksa, tidak nanti suhengku begitu gelisah dan cemas
untuk bisa bertemu dengan Siau tayhiap."
"Sekarang suhengmu berada di mana?" dan bagaimana
dengan situasi didalam dunia persilatan?""
"Sejak Siau tayhiap berangkat menuju ke bukit Bu gi san,
gerakan yang dilakukan perkampungan Pek-hoa san cung
semakin hebat dan brutal. Dimanapun mereka melakukan
bentrokan dan keonaran, banyak jago2 silat yang dijagal oleh
mereka. Tetapi partai partai besar serta perguruan kenamaan
diseluruh kolong langit rupanya sudah mulai menyadari bahwa
mereka tak bisa berpeluk tangan belaka, jikalau tidak
melakukan perlawanan maka perkampungan Pek hoa san
cung pasti akan menelan mereka bulat2 ditambah pula dalam
dunia persilatan sudah seringkali tersiar berita bahwasanya
jika perkampungan Pek hoa san cung berulang kali menderita
kekalahan ditangan Siau tayhiap, hal ini membuat semangat
mereka bertambah besar..."
Tiba2 ia memperendah suaranya dan melanjutkan lebih
jauh.
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bahkan pihak Kuil siau lim pun sudah mulai menyadari,
apabila tidak menggunakan kesempatan ini untuk mencegah
ambisi serta kebrutalan dari pihak perkampungan Pek hoa
sancung, kemungkinan besar dikemudian hari sudah tiada
peluang lain untuk menghalangi kebrutalan orang2 itu lagi
maka dari itu secara diam-diam mereka telah mengutus dua
puluh kelompok jago lihaynya untuk bentrok dan bertempur
melawan orang2 dari perkampungan Pek hoa san cung, hanya
saja sampai detik ini mereka masih belum berani secara
terang terangn berjuang dengan nama partai Siau lim.
Siau Ling menghela napas panjang setelah mendengan
laporan tersebut, ujarnya:
"Hal itu sama sekali tak ada gunanya, dalam setiap pantai
besar serta perguruan besar yang ada dalam dunia pensilatan
semuanya telah terselip mata2 dari perkampungan Pek-hoasan
cung, bagaimana ketatnya rahasia itu dipegang teguh,
asalkan mereka melakukan pergerakan maka dengan
cepatnya Shen Bok Hong akan mengetahui kejadian tersebut.
Chan Yap Cing mengambil keluar sekeping uang perak dan
diletakkan diatas meja, kemudian berkata lagi:
"Suhengku serta Sun Locianpwee ditambah pula para jago
lihay yang telah berkumpul dengan kami bersama2 telah
berangkat menuju ke propinsi Oulam ketika mendengar bahwa
Siau tayhiap telah memasuki gunung Heng san, sekarang
mereka berada ditengah bukit Gi li san...."
"Baik ! setelah bertemu dengan suhengmu dan Sun
loocinpwee serta setelah kuketahui situasi dunia persilatan
yang sebenarnya, kita baru mengadakan perundingan
kembali." Sesudah terhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Didalam wilayah propinsi Oulam apakah terdapat
pergerakan dari orang orang pihak perkampungan Pek hoa
san cung ?"" "Kemarin serta pagi tadi aku serta Teng Ji hiap sudah dua
kali bertempur dengan orang. Tetapi pihak lawan segera
mengundurkan diri sesudah bertempur sebentar hingga kini
kami berdua masih belum tahu apakah mereka adalah orang
dari perkampungan Pek hoa sancung atau bukan.."
Ia berpaling memandang sekejap kearah Teng Ji hiap.
kemudian meneruskan lebih jauh
"Masih ada satu hal berhasil siau-te ketahui secara samar2
sesudah bertemu dengan suhengku nanti dia tentu akan
membicarakannya dengan Siau tayhiap lebih jelas lagi."
Pada waktu itu Siau Ling sedang melangkah keluar dari
ruangan, ketika mendengar perkataan itu ia segera
menghentikan langkah kakinya sambil berkata:
"Persolan apakah itu?" dapatkah Chan heng
memberitahukannya lebih dahulu kepadaku?""
"Dalam dunia persilatan telah tersiar kabar berita yang
mengatakan bahwa Su hay Kuncu telah bekerja sama dengan
pihak perkampungan Pek hoa san cung benarkah berita ini
dan bisa dipercayakah kabar tersebut hingga kini masih sulit
untuk dibuktikan kebenarannya"
"Mahluk yang sejenis akan berkelompok mungkin saja
dalam keadaan yang terdesak pihak perkampungan Pek hoa
sancung telah bekerja sama dengan Su Hay Kuncu.."
Dia tarik napas panjang, kemudian menambahkan:
"Kalau mereka telah bersatu padu hal ini jauh lebih baik
lagi daripada kita musti repot2 untuk membasmi mereka satu
persatu" Teng It Lui yang selama ini tidak pernah buka suara tiba2
menyambung dari sisi kalangan;
"Aku lihat Sun locianpwee merasa kuatir dan murung sekali
atas bekerja samanya pihak perkampungan Pek hoa san cung
dengan Su hay Kuncu, dia orang tua yang selamanya gagah
dan tidal gentar menghadapi segala sesuatu apapun, tetapi
setelah mendengar berita itu secara tiba2 ia membungkam
dalam seribu bahasa, lama sekali tidak bersuara dan batinnya
tampak murung dan tersiksa sekali hal ini dengan jelas tertera
diatas raut wajahnya."
"Berbicara dari keadaan dunia persilatan pada saat ini, baik
perkampungan Pek hoa san cung maupun Su hay Kuncu
merupakan dua kekuatan sesat yang paling berkuasa dalam
dunia persilatan dewasa ini, jikalau kedua kekuatan sesat ini
berkumpul jadi satu tentu saja berita ini amat mengejutkan
hati, cuma dengan adanya kejadian ini mendatangkan
kebaikan pula untuk kita..."
"Kebaikan apa " "
"Dengan demikian maka siapa musuh siapa teman bisa
terbagi dengan jelas sekali, dan didalam pertarungan yang
akan berlangsung kemudian kita bisa secara langsung
membasmi mereka hingga seakar akarnya"
Teng It Lui maupun Chan Yap Cing tidak tahu kalau Siau
Ling sudah memasuki istana terlarang dan ilmu silatnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat, ketika mendengar
perkataan pemuda itu amat besar sekali, terpaksa mereka
hanya membungkam dalam seribu bahasa.
"Mau kita berangkat! "seru Pek li Peng kemudian.
Karena kurang hati2 ia telah menggunakan suara dari
gadisnya. Timbullah kecurigaan dalam hati Chan Yap Cing, dengan
pandangan mata yang tajam ia menatap wajah Pek li Peng
tanpa berkedip, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan
sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan.
Siau Ling segera tersenyum dan berkata.
"Oooh yaa... Siau te sudah lupa memperkenalkan kalian
berdua.." Sambil menuding kearah Pek li Peng lanjutnya.
"Dia adalah nona Pek li.."
Kemudian sambil memandang kearah Chan Yap Cing serta
Teng It Lui tambahnya kembali,
"Dia adalah Chan Yap Cing tayhiap, sedang yang itu adalah
Teng It Lui salah satu dan Tiong lam ji hiap"
"Menjumpai saudara berdua "kata Pek li Peng kemudian
sambil menberi hormat. Baik Chan Yap Cing maupun Teng It Lui sama2 balas
memberi hormat dan tidak berbicara lagi.
Siau Ling tahu andaikata dia mengatakan asal usul Pek li
Peng, maka kedua orang itu tentu akan bertanya ini itu tiada
hentinya, dan diapun pasti akan bicara panjang lebar, oleh
sebab itu pemuda itupun tidak menerangkan panjang lebar.
Sambil alihkan pokok pembicaraan kesoal lain ujarnya.
"Kalian berdua boleh melakukan perjalanan lebih dahulu
dengan menunggang kuda, aku serta nona Pek li akan
menyusul dari belakang, sewaktu datang kalian berdua
mendapat hadangan ditengah jalan, waktu kembalipun pasti
ada pula yang menghadang jalan pergi kalian aku serta nona
Pek li segera akan menyusul sambil melihat siapakah
sebenarnya pihak lawan itu"
"Kami akan menuruti perintah "jawab Chan Yap Cing, habis
berkata ia putar badan lebih dahulu,
Teng It Lui mengikuti dibelakang Chan Yap Cing, dengan
cepat kedua orang itu berlalu lebih dahulu dengan
menunggang kuda menuju kearah depan.
Sedangkan Siau Ling serta Pek li Peng mengikuti
dibelakangnya dengan berjalan kaki.
Kedua belah pihak tetap mempertahankan jaraknya pada
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 19 Pendekar Rajawali Sakti 190 Dedemit Pintu Neraka Istana Pulau Es 9