Pencarian

Budi Kesatria 7

Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 7


sepuluh macam barang pun budak akaa menyampaikannya
kepada nona". Siauw Ling merogoh sakunya dia ambil keluar kitab pusaka
peninggalan dari Raja Seruling Thio Hong. sambil diserahkan
ke tangan Soh Bun pesannya: "Tolong sampaikan kitab ini
kepada nona kalian!"
Tanpa di pandang lagi kitab itu segera dimasukkan kedalam
saku, ujarnya kembali: "Bila Siauw tayhiap bisa meresapi
maksud baik dari nona kami, kau pasti tak akan menyalahkan
dirinya" Siauw Ling mengangguk. "Aku tahu. harap nona baik-baik
menjaga dirinya. Aku mohon diri lebih dahulu".
"Budak tak merasa amat tak tenteram membiarkan Siauw
Siangkong harus berlalu dengan hati kecewa, harap siangkong
suka memaafkan!" Siauw Ling tidak banyak bicara lagi. Setelah mundur dari
gua dan menerabas padang rumput ia baru menghentikan
laugkahnya. Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu tahu bahwa
perasaan hatinya ketika itu kurang gembira maka sepanjang
perjalanan mereka tetap membungkam. Menanti Siauw Ling
telah menghentikan langkahnya Pek-li Peng baru berkata
sambil menghela napas panjang. "Toako akulah yang telah
mencelakai dirimu!" "Kenapa kau yang mencelakai aku?" tanya sang pemuda
tercengang. "Nona Gak pasti merasa tak senang hati karena melihat aku
melakukan perjalanan bersama dirimu, karena itulah ia tak
sudi bertemu dengan engkau...."
Siauw Ling segera tertawa geli setelah mendengar
perkataan itu, serunya: "Terlalu banyak yang kau pikirkan..."
Dia ulur tangannya menggenggam tangan Pek-li Peng. lalu
duduk keatas tanah, lanjutnya: "Peng-ji, tahukah engkau
mengapa aku datang kemari?"
"Aku tahu, kedatanganmu adalah untuk mencari nona Gak
itu!" "Tahukah kau mengapa aku datang kemari. Untuk mencari
dirinya" dan mengapa ia sampai berdiam ditempat yang
menakutkan seperti ini"..."
"Tentang soil itu aku kurang tahu." sahut Pek-li Peng
sambil menggeleng. Siauw Ling tertawa. "Baik! sekarang aku akan
memberitahukannya kepadamu..."
Pek-li Peng yang selama beberapa hari selalu bermuram
durja, tiba2 memperlihatkan senyuman manis diatas
wajahnya, ia berkata: "Apakah kedatanganmu kemari bukan
untuk menjenguk dirinya?"
Sekali lagi Siauw Ling menggeleng. "Bukan begitu...".
Rupanya ia sedang menyusun kalimat, setelah termenung
sebentar lalu melanjutkan, "singkatnya begini. Ia telah berjanji
dengan seorang jago silat yang sangat tinggi ilmu silatnya
untuk bertempur ditempat ini, yakni didasar jurang Toan hun
gay tersebut. Sudah tentu pertarungan itu merupakan suatu
pertarungan yang menyangkut soal mati hidupnya"
"Jadi kau datang untuk membantu dirinya?"
"Sedikitpun tidak salah." Siauw Ling membenarkan. "Orang
yang mengadakan janji dengan dirinya itu bukan saja memiliki
ilmu silat yang amat lihay, bahkan tulang punggungnya jauh
lebih hebat sepuluh kali lipat dari dirinya. Enci Gak pernah
melepaskan budi penolongan kepadaku. Aku bisa seperti saat
ini kesemuanya adalah berkat pemberian dari enci Gak.
Karena itu sekalipun pertarungan ini bagaimana sengit atau
bahayanya, aku tak bisa berpeluk tangan belaka disamping
kalangan" "Hmmm....." Pek-li Peng manggut, "dibalik persoalan ini
menyangkut soal budi. Kau memang sudah sepantasnya
memberi bantuan kepada nona Gak itu".
Siauw Ling tersenyum. "Justru karena itulah aku telah
mangambil keputusan untuk tetap tinggal disini hingga
menanti sampai kedatangan orang orang itu...." katanya.
"Aku akan tetap tinggal disini untuk menemani dirimu".
Tujuan Siauw Ling yang sebenarnya adalah ingin
menasehati gadis itu agar segera meninggalkan tempat
tersebut. Siapa tahu belum sempat maksud hatinya diutarakan
gadis Pek-li Peng telah memotong lebih dahulu, hal ini
membuat pemuda itu jadi tertegun dan terbungkam.
Terdengar Pek-li Peng menghela napas panjang dan
berkata kembali, "Aku tahu bahwa kehadiranku ditempai ini
tak bisa membantu dirimu..."
"Aaaai...! dalam pertempuran itu kesempatan bagi kita
untuk merebut kemenangan kecil sekali, kehadiranmu disini
bukankah terlalu bahaya sekali?" tukas Siauw Ling.
"Seandainya dalam pertempuran itu kau tak beruntung
mati dibunuh orang, apakah kau mengira aku bisa hidup lebih
jauh?" Siauw Ling tertegun pikirnya didalam hati: "Waaah... entah
bagaimanakah penyelesaiannya dikemudian hari" rupanya
cinta kasihnya terhadap diriku sudah terlampau dalam..."
Setelah menyadari bahwa ia tak mampu menundukkan hati
Pek-li Peng agar berlalu dari situ, terpaksa ia berubah pikiran
katanya, "Peng-ji, boleh saja kalau kau ingin menemani aku
disini, tetapi kau harus menyanggupi dahulu dua syaratku!"
"Apa syaratmu itu?"
"Sebelum mendapat ijin dariku, kau dilarang turut campur
dalam persoalan itu atau pun ikut turut tangan secara
sembarangan" Pek-li Peng berpikir sebentar, lalu menyanggupi. "Baik!
kukabulkan psrmintaanmu itu!"
Siauw Ling alihkan sorot matanya keatas wajah sepasang
pedagang dari kota Tiong ciu dan ujarnya lebih jauh, "Aku
rasa kalian berdua tentu sudah tahu bukan akan kelihayan
dari musuh yang bakal dihadapi" Berada disini tak berguna
bagi kalian, apalagi Sun Put Shia cianpwee serta Bu Wi
Tootiang sekalian sedang menanti dengan hati gelisah, sudah
seharusnya kalau kamu berdua segera pergi memberi kabar
kepada mereka". "Kami tahu bahwa ilmu silat yang kami miliki tak dapat
membantu toako, cuma...."
Sebelum perkataan dari Tu Kiu sempat di selesaikan, Sang
Pat buru-buru sudah menyambung: "Maksud toako, apakah
kami harus memberi kabar kepada Sun Put Shia serta Bu Wi
Tootiang sekalian kalau toako berada disini?"
"Tak usah, beritahu saja kepada mereka bahwa aku baik
sekali dan mereka tak usah menguatirkan diriku. Bila
persoalan ditempat ini sudah beres dan aku masih dapat hidup
dikolong langit maka dengan sendirinya aku akan pergi
mencari jejak kalian."
"Toako" kata Sang Pat kemudian dengan wajah serius, "kau
harus baik2 menjaga diri demi kesejahteraan umat Bu-lim
dikolong langit. Siauw-te pergi dulu".
Tu Kiu agaknya hendak berbicara lagi, tapi lengan bajunya
segera disambar oleh Sang Pat dan diajak berlalu dari sana.
Dengan termangu mangu Siauw Ling memandang
bayangan punggung kedua orang itu hingga lenyap dari
pandangan kemudian menghela napas panjang dan berkata,
"Peng-ji, kita harus mencari tempat yang bagus untuk
menyembunyikan diri."
"Kenapa harus menyembunyikan diri?"
"Karena aku harus melatih beberapa macam ilmu silat,"
"Baik! aku akan melindungi diri toako"
Sejak itu hari sepasang muda mudi itupun berdiam diri
disekitar tempat itu. Siauw Ling disamping harus berlatih tekun untuk
menguasai ilmu sentilan jari San ci sinkang dari Bu Siang
taysu, diapun mempelajari pula ilmu pedang dari Tam In Cing
bersama Pek-li Peng. Pek-li Peng sendiri kecuali harus berlatih ilmu pedang
bersama Siauw Ling, diapun harus pergi berburu ayam atau
kelinci untuk menyangkal perut.
Tempat itu letaknya jauh dari pergaulan manusia. Setiap
hari kecuali makan dan beristirahat, mereka berlatih ilmu silat
untuk mengusir waktu. Dalam keadaan begini walaupun hanya
dua bulan namun kemajuan yang berhasil dicapai kedua orang
itu pesat sekali. Suatu pagi, selesai berlatih ilmu silat Siauw Ling merasa
bahwa saat pertemuan sudah hampir tiba, ia lantas perpaling
kearah Pek-li Peng dan tertawa.
Waktu Pek-li Peng sedang memegang seekor kelinci,
melihat pemuda itu memandang kearahnya sambil tertawa, ia
segera berhenti bekerja dan menegur: "Eeei... apa yang kau
tertawakan?" "Sayang sesali ditengah hutan yang terpencil ini tak ada
cermin, kalau ada coba cerminlah dirimu itu. Pakaian yang
dulu putih bersih kini telah berubah jadi hitam pekat. Seorang
nona yang cantik jelita telah berubah menjadi seorang
pengemis cilik". "Bagaimana dengan kau sendiri?" balas Pek-li Peng dengan
jengah, "rambut kusut badan dekil... Huuh! keadaannya tak
jauh berbeda dengan diriku".
Siauw Ling menghela napas panjang. "Peng-ji" katanya,
"selama beberapa waktu semua perhatian kita curahkan untuk
berlatih ilmu silat, sampai berada dimanapun kita tadi lupa.
Barusan aku telah menghitung hari disaat pertemuan antara
nona Gak dengan orang itu, rasanya pertemuan itu bakal
diadakan kalau bukan besok tentu lusa karena itu hari ini. Kita
harus bersihkan badan dan pindah kepuncak gunung sana!"
"Kenapa harus pindah ke puncak gunung?"
"Kita harus menjaga disitu secara bergilir. kita harus tahu
berapa banyak jago yang mereka bawa".
Peng li Peng memandang sekejap keadaan disekeliling
tempat itu, lalu berkata: "Berbicara dari keadaan yang beradi
disekitar tempat ini, aku rasa tiada jalan lainnya lagi..."
Satelah membalik kelinci yang sedang di panggang, ia
melanjutkan: "Beberapa li disebelah barat sana terdapat
sebuah selokan dengan air yang jernih pergilah kesitu untuk
bersihkan badan!" Kiranya selama berlatih ilmu silat hampir dua bulan
lamanya itu, Siauw Ling belum pernah tinggalkan tempat itu
barang sejengkalpun. Setelah mendengar perkataan itu berangkatlah Siauw Ling
menuju kearah barat, tidak sampai satu li ia benar-benar
temukan sebuah sungai kecil. Setelah bersihkan badan dan
ganti pakaian ketampanan wajahnya pulih kembali seperti
sedia kala. Keiika ia balik lagi ketempat semula, Pek-li Peng telah
selesai memanggang daging kelinci.
Menyaksikan keadaan gadis itu, Siauw Ling merasa amat
terharu, didekatinya Pek-li Peng dan dibelainya rambut yang
panjang. "Peng-ji", pemuda itu berbisik, "selama dua bulan
terakhir ini kau tentu sengsara bukan?"
"Aku senang dan gembira sekali!" jawab Pek-li Peng sambil
tertawa manis. "Nih... daging kelinci sudah matang makanlah
dahulu" aku hendak bersihkan badan dan tukar pakaian
dahulu!". Gadis itu bangkit dan segera berlalu.
Teringat akan kesengsaraan gadis she Pek-li selama dua
bulan ini Siauw Ling berpikir, "Dia adalah seorang gadis manja
yang sudah terbiasa hidup mewah dalam keratonnya. Setelah
mengikuti diriku bukan saja harus hidup diudara terbuka dan
sengsara, makanpun harus turun tangan sendiri. Cinta
kasihnya kepadaku tebal sekali. Dikemudian hari aku harus
bersikap baik2 kepadanya".
Ketika Pek-li Peng telah ganti pakaian dan kembali kesitu.
sewaktu dilihatnya pemuda itu belum bersantap ia lantas
berseru: "Toako kenapa tidak makan?"
"Aku menunggu kedatanganmu!" jawab sang pemuda
sambil tersenyum. Selesai mengisi perut dengari daging kelinci, berangkatlah
mereka kepuncak bukit. "Batas waktu pertemuan sudah tiba. Waktu pada saat ini
berharga bagaikan emas" kata Pek-li Peng, "biarlah Siauwmoay
yang berjaga-jaga sedang kau gunakan waktu yang
amat singkat ini untuk memperdalam keyakinanmu atas ilmu
pedang dpii Tam In Cing"
Siauw Ling sendiripun tahu kalau Gak Siauw Cha hanya
mengandalkan kekuatan sendiri serta kekuatan dua orang
dayangnya. Satu-satunya orang yang diharapkan bantuannya
adalah dia sendiri. Bila Giok Siau Long-kun tidak mengundang
bala bantuan masih mendingan. Kalau sampai ada jago lihay
yang turut serta, maka pertarungan yang bakal berlangsung
mungkin jauh lebih sengit dari pada pertarungan diluar Istana
Terlarang. Berpikir sampai disitu, diapun lantas berkata: "Peng-ji, aku
hendak memohon satu persoalan kepadamu, apakah kau sudi
mengabulkannya atau tidak?"
Mula mula Pek-li Peng tampak tertegun, lalu sambil tertawa
hambar katanya: "Toako, perkataanmu itu aneh sekali perduli
apapun yang kau minta aku pasti akan memenuhinya...."
"Aku tahu" sambung Siauw Ling," tetapi dalam persoalan
ini keadaannya agak berbeda mungkin belum tentu kau sudi
mengabulkannya". "Oooh... toako, apakah sampai sekarang kau masih belum
tahu isi hatiku....?"
"Justru karena kau terlalu baik kepadaku, maka belum
tentu kau sanggupi permintaan ku ini..."
"Sungguh?" teriak Pek-li Peng dengan mata terbelalak."Aku
sendiripun masih belum tahu urusan apakah itu, mana
mungkin bisa kutampik" coba katakanlah."
"Tidak bisa kau harus sanggupi dahulu permintaanku itu
baru kuberitahukan kepadamu".
"Baik, kukaburkan permintaanmu itu. Nah! katakanlah...."
ujar Pek-li Peng sambil mengangguk.
"Peng-ji, duduklah disini" bisik pemuda itu sambit menepuk
batu disisinya. Pek-li Peng maju menghampiri dan duduk disisi pemuda itu,
sikapnya lembut dan menawan hati.
"Peng-ji bagaimanakah perasaanmu tentang ilmu silat yang
kau miliki jika dibandingkan dengan toako?".
Pek-li Peng tersenyum. "Tentu saja aku tak bisa


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkan toako" "Kalau aku tak bisa menangkan orang lain, kau tentu bukan
tandingannya bukan?"
"Tentu saja!" "Karena itulah dalam persoalan ini kau tak boleh ikut
campur ataupun melibatkan diri"
"Aku tahu, aku hanya akan memberi semangat kepadamu
dari sisi kalangan..."
"Tidak boleh, kau tak boleh ikut" tampik Siauw Ling sambil
menggeleng. "Jika orang itu membunuh aku dan nona Gak
maka engkaupun pasti tak akan dilepaskan!".
"Tidak... hanya dalam persoalan ini aku tak dapat
mengabulkan permintaanmu!"
"Peng-ji, kau telah mengabulkannya!" seru Siauw Ling
sambil tersenyum manis. Pek-li Peng jadi amat sedih, deugan air mata bercucuran
katanya: "Toako, aku sudah tertipu!"
Siauw Ling segera peluk tubuh gadis itu dan dibelai
rambutnya dengan penuh kemesraan, katanya: "Peng ji,
dengarkan perkataanku, orang itu amat membenci nona Gak
dan membenci pula diriku. Aku tak dapat meramalkan
bagaimanakah akhir dari persengketaan ini, andaikata
pertempuran sampai terjadi maka situasinya tentu mengerikan
sekali..." "Tak usah kau katakan lagi. aku sudah mengerti, apa yang
hendak kau lakukan?"
Siauw Ling menengadah dan menghembuskan napas
panjang. "Kalau orang itu datang nanti, pergilah ketempat kita
berlatih pedang dan tunggulah aku disitu. kalau aku menang
dan kau bisa keluar dalam keadaan hidup maka kujemput
dirimu disitu. Sebaliknya kalau dalam sehari semalam aku
belum juga datang menjemput dirimu, pulanglah kelaut utara"
Pek-li Peng mengerdipkan matanya dan melelehkan air
mata, senyuman pedih tersungging diujung bibirnya, ia
berkata: "Toako. akan kupecuhi keinginanmu itu: aku akan
menanti engkau disana.... Tetapi kalau kau tak datang
menjemput diriku maka akupun tak akan pulang lagi keistana
salju di laut utara"
"Kenapa?" "Karena kalau kau tidak menjemput aku itu berarti kau
terluka atau mati!" "Ehmm, tidak salah!"
"Kalau kau mati apakah aku bisa hidup lebih jauh?".
Siauw Ling terbungkam lama sekali ia baru berkata, "Pengji
andaikata aku benar2 mati sekalipun kau juga mari belum
tentu bisa menghidupkan diriku kembali!"
"Sekalipun begitu hal itu jauh lebih mendingan dari pada
aku harus menanggung derita sepanjang masa!"
Sementara Siauw Ling ingin menasehati dirinya lagi, tiba2
terdengar Pek-li Peng berseru: "Toako... ada orang datang!"
Siauw Ling segera menengadah keatas, tampaklah
serombongan manusia dengan langkah lebar berjalan
mendekat, hatinya jadi keheranan, pikirnya: "Sekalipun Giok
Siauw long-kun datang dengan membawa bala bantuan, tidak
seharusnya dia undang begitu banyak pembantu!"
Berpikir demikian diapun lantas berkata: "Peng ji, mari kita
mencari tempat untuk menyembunyikan diri, jangan sampai
mereka melihat jejak kita"
Pek-li Peng mengiakan dan langsung loncat naik keatas
sebuah pohon siong disitu ia menyembunyikan diri dibalik
dedaunan yang lebat. Siauw Ling sendiri segera menyusup kesamping dan
bersembunyi dibelakang sebuah batu cadas.
Rombongan pendatang itu makin lama semakin dekat,
dandanan serta raut wajah m reka kian terlihat lebih nyata.
Orang yang berjalan dipaling depan adalah manusia baju
hijau berwajah emas, bertangan besi yang pernah bertarung
melawan dirinya sewaktu ada dihalaman gedung kosong
tempo hari. Dandanan orang itu istimewa sekali maka dalam sekilas
memandang, pemuda itu segera mengenali bahwa rombongan
yang barusan datang adalah rombongan dari Giok Siauw longkun
yang datang memenuhi janji.
Tetapi ada satu hal yang aneh, ternyata diantara
rombongan itu tidak nampak Giok Siauw long kun pribadi,
dibelakang manusia baju hijau itu mengikuti dua orang pria
baju hitam yang menggendong sebuah pembaringan lunak.
Dibelakang tanda tersebut mengikuti pula empat orang.
Orang pertama adalah seorang Rahib berusia setengah
baya dengan membawa senjata kebutan ditangan, orang
kedua adalah seorang perempuan tua yang rambutnya telah
beruban semua. Sedang orang ketiga adalah seorang kakek tua berjubah
abu-abu, orang keempat seorang pemuda berpakaian ringkas.
Setelah memperhatikan sebentar raut wajah orang2 itu,
Siauw Ling berpikir didalam hati: "Setelah manusia berwajah
emas bertangan besi itu munculkan diri, semestinya Giok
Siauw Long-kun ikut datang tapi.... mengapa tidak kutemui
raut wajahnya?" Pelbagai ingatan yang mencurigakan segera memenuhi
benaknya, ia tak tahu apa sebabnya Giok Siauw Long-kun
tidak datang. Sementara itu rombongan para jago tersebut sudah
melewati jalan kecil dilambung bukit dan menuju kepadang
rumput dihadapannya. Pek-li Peng segera loncat turun dari atas pohon, bisiknya :
"Toako, apakah orang2 itu yang kau tunggu?"
"Aku rasa tak bakal salah lagi, memang orarg2 itulah yang
harus kita tunggu" "Oooh... toako. sungguhkah engkau tak akan membawa
serta diriku?" tanya Pek-li peng dengan sedih.
Terbayang betapa sengitnya pertempuran yang bakal
dihadapi, Siauw Ling segera berbisik dengan suara lirih:
"Peng-ji, coba lihatlah orang orang itu... jumlahnya ternyata
begitu banyak dan jauh diluar dugaan. Pertempuran yang
bakal ber langsung pasti seru sekali, bila kau ikut..."
"Justru karena jumlah mereka kelewat banyak, maka aku
ingin turut pula......"
"Kenapa?" "Begitu banyak orang yang datang, masa kepandaian silat
mereka rata2 lihay semua. Masa aku tak mampu untuk
merobohkan dua orang pelayan yang menggotong tandu itu?"
Siauw Ling tertegun, serunya: "Peng-ji aku bukan
maksudkan ilmu silatmu terlalu rendah!"
"Aku tahu, bukankah kau takut di dalam pertempuran yang
amat sengit itu aku akan terluka?"
"Tidak salah." "Sejak permulaan aku toh sudah menerangkan... kalau kau
mati dalam pertarungan, maka akupun tak akan hidup
sebatang kara. Apakah kau tidak percaya dengan perkataanku
itu?" "Jadi kau bersikeras hendak ikut?"
---oo0dw0oo--- Jilid: 12 PEK-LI PENG menggeleng."Aku hanya berharap agar toako
suka membawa diriku, aku toh sudah menyanggupi
permintaanmu, dan hal itu tak dapat kusesalkan kembali!"
Dengan air muka serius Siauw Ling termenung dan
membungkam dalam seribu bahasa.
"Toako, kabulkanlah permintaanku!" seru Pek-li Peng
kembali, "tahukah engkau betapa tersiksa dan sengsaranya
aku harus berdiam seorang diri ditempat ini, tahukah engkau
betapa gelisah dan cemasnya hatiku menunggu kabar darimu
ditempat ini.... siksaan semacam ini beratus ratus kali lebih
menderita daripada menghadapi mara bahaya"
"Baiklah aku akan membawa serta dirimu"
Senyum manis seketika tersungging diujung bibir Pek-li
Peng dengan wajah berseri seri ia jatuhkan diri kedalam
pelukan pemuda itu, serunya manja :"Aku tahu kalau toako
bersikap baik sekali terhadap diriku, kau tentu tak akan tega
membiarkan aku berada digunung yang sunyi seorang diri..."
"Aaai..." Siauw Ling menghela napas panjang,"Peng-ji, aku
mau saja membawa dirimu. tetapi kaupun harus
mendengarkan perkataanku"
"Baik. aku akan menuruti perkataan dari toako"
Siauw Ling mendaki kepuncak bukit, dari situ dia lihat
rombongan para jago tadi sudah memasuki padang rumput
itu. Sungguh luas padang rumput tadi. Ketika rombongan para
jago itu masuk kedalam semak maka lenyaplah orang2 itu
disana. Siauw Ling menghela napas panjang, katanya."Peng ji.
kitapun harus segera berangkat"
"Aku telah siap..."
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan."Toako, aku ingin
memohon satu urusan kepadamu, aku harap toako suka
mengabulkan permintaanku ini"
"Permintaan apa?"
"Jangan terlalu keras kepala dan jangan terlalu sungkan
dalam serangan. Walau pun toako adalah seorang pendekar
yang berhati welas dan berjiwa besar, akan tetapi musuh yang
kita hadapi saat ini terlampau banyak. Kau tak usah terlalu
membicarakan soal belas kasihan dengan mereka. Kalau kita
bisa membunuh seorang diantaranya berarti toako sudah
menyingkirkan seorang penghalang"
Siauw Ling tersenyum. "Aku sudah tahu, mari kita
berangkat!" Pek-li Peng berpaling kesamping, dia lihat kemurungan dan
kekesalan yang semula menyelimuti wajah sianak muda itu
sekarang telah tersapu bersih. Sebagai gantinya nampaklah ia
bertambah gagah berwibawa.
Dalam hati segera berpikir."Rupanya nona Gak mempunyai
kedudukan yang be-ratus2 kali lebih tinggi daripada aku dalam
pandangan matanya, karena itulah ia jadi kelihatan begitu
bersemangat..." Meskipun dalam hati berpikir demikian, tentu saja
perkataan semacam itu tidak sampai diutarakan keluar.
Per-lahan2 kedua orang itu menuruni bukit dan masuk
kedalam padang rumpun yang liar.
Siauw Ling segera mengenakan sarung tangan berkulit
ularnya dan meraba pedang pendek dalam sakunya, lalu
berkata. "Peng-ji, aku sudah teringat akan dua persoalan, mari
kita percepat perjalanan kita"
Pek-li Peng segera mempercepat langkahnya menyusul
kesamping pemuda itu, tanyanya: "Urusan apa" bolehkah
diutarakan keluar sehingga akupun bisa ikut tahu!"
"Tentu saja boleh..."
Setelah berpikir sebentar, lanjutnya: "Sekarang aku teringat
sudah, kemungkinan besar orang yang berbaring diatas tandu
itu adalah Giok Siauw-long kun"
"Mengapa ia berbaring diatas tandu?"
"Mungkin tindakannya itu merupakan suatu siasat licik,
mungkin juga dia benar2 sudah sakit"
Agaknya Pek-li Peng masih ingin bertanya lebih lanjut,
tetapi Siauw Ling sudah keburu berkata kembali: "Sedang
persoalan yang kedua adalah tentang nikou berusia
pertengahan itu..." "Kenapa dengan nikou berusia setengah baya itu?" tanya
Pek-li Peng keheranan. "Aku sudah tak ingat jelas lagi apakah suhu dari nona Gak
adalah seorang Nikou atau Too-kou tetapi yang pasti dia
adalah seorang pendeta perempuan, ditinjau dari
kehadirannya maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
kedatangannya kalau bukan dikarenakan terlibat dalam soal
hubungan, atau ia mempunyai kepandaian yang istimewa
tentulah karena mendapat pahala yang besar..."
Ia menghela napas panjang lalu meneruskan: "Andaikata
orang itu benar benar adalah suhunya nona Gak, waah...!
urusan akan semakin berabe...."
"Kalau gurunya ikut datang bukankah berarti nona Gak
akan mendapat seorang pembantu lagi" kenapa kau malah
mengatakan berabe?" "Andaikata orang itu benar benar adalah gurunya nona
Gak, maka berarti pula nona Gak tak bisa melakukan
perlawanan lagi, atau dengan perkataan lain terpaksa ia harus
mandah terima nasib!"
"Kok aneh...! suhu tidak membantu murid sendiri, masa dia
akan membantu orang lain!"
"Gurunya nona Gak mempunyai hubungan famili dengan
Giok Siauw Long kun, kalau berbicara tentang bubuugan dan
tali persaudaraan maka yang bakal rugi adalah nona Gak
sendiri, maka dari itu kita harus cepat cepat menyusul kesana
untuk menahan babak pertarungan yang pertama"
Selesai menerangkan duduk perkaranya, dengan cepat
Siauw Ling meluncur ke depan.
Dengan kencang Pek-li Peng membuntuti dari belakangnya.
Dalam waktu singkat mereka sudah melewati selat sempit dan
tiba ditepi jurang Toan-hun gay yang tertutup kabut itu.
Ketika mereka melongok kebawah, maka yang terlihat
hanyalah kabut tebal belaka, tak terlihat sesosok bayangan
mmusiapun yang berada disana.
Siauw Ling berpaling sekejap kebelakang lalu berkata:
"Peng-ji, mereka telah masuk kedasar jurang Toan-hun-gay,
mari kita kejar kebawah".
"Dua bulan berselang nona Soh Bun pernah munculkan
diri dari sana. Disekitar tempat itu tentu ada tempat berpijak,
mari kita cari tempat berpijak itu!"
Dengan andalkan daya ingat yang masih ada mereka
segera meneliti sekitar jurang tersebut, namun walaupun
sudah dicari lama sekali usaha itu belum juga mendatangkan
hasil. "Peng ji!" seru Siauw Ling kemudian dengan alis berkerut,
"aku tidak percaya kalau Soh Bun dapat meloncat naik keatas
tepi jurang dengan sekali lompatan".
"Benar orang orang itupun tak mungkin bisa turun semua
kebawah tanpa tempat pijakan kaki"
Siauw Ling berpikir sebentar lalu berseru, "Aaah...! benar
Giok Siauw Long-kun adalah seorang manusia licik yang punya
banyak akal. Setelah turun kedasar jurang ia pasti sudah
merusak tempat pijakan tersebut agar bala bantuan dari nona


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gak tak bisa masuk kedalam".
"Meskipun pandangan dari toako ada kemungkinan
benarnya, namun Siauw moay pun mempunyai pandangan
lain" "Coba katakanlah!"
"Aku rasa Giok-Siauw Long-kun tak mungkin bisa punya
pikiran sampai kesitu, apalagi merusak jalan masuk menuju
kejurang Toan hun gay... hal ini semakin tak mungkin lagi..."
Setelah sampai sebentar ia melanjutkan: "Giok Siauw long
kun amat membenci dirimu, bukankah dikarenakan ia
memandang dirimu sebagai musuh cintanya?"
Tertegun hati Siauw Ling mendengar perka taan itu,
sahutnya kemudian: "Mungkin saja Giok Siauw Long-kun
mempunyai pikiran demikian!"
"Kalau memang begitu, hal ini semakin tak mungkin lagi!"
"Kenapa?" "Bala bantuan yang dibawanya datang mungkin bukan
ditujukan untuk menghadapi nona Gak. Aku lihat lebih besar
kemungkinannya tokoh2 sakti itu sengaja dipersiapkan untuk
menghadapi dirimu" Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya, lalu
mengangguk. "Benar juga perkataanmu itu" katanya.
"Tempat ini terpencil letaknya dan jarang sekali yang
mengetahui tentang persoalan ini, apalagi ilmu silat yang
dimiliki Giok Siauw Long-kun amat lihay. Jago-jago biasa tentu
saja tak akan dipandang sebelah matapun olehnya. Aku rasa
mungkin saja sejak permulaan ia telah menduga bahwa orang
yang datang kemari hanya kau seorang"
"Benar! perkataanmu memang masuk di akal" kembali
Siauw Ling mengangguk tanda membenarkan.
"Seandainya aku adalah Giok Siauw Long-kun, maka aku
berharap dalam pertempuran ini dapat membinasakan dirimu,
sekalipun saat itu perbuatannya mungkin akan menyakiti hati
nona Gak. Bukankah dikemudian hari persoalan itu bisa
diusahakan untuk di selesaikan secara baik baik"
"Jadi kalau begitu tempat berpijak di dasar jurang Toanhun-
gay itu bukan dirusak oleh Giok Siauw Long-kun?"
"Menurut penilaianku, kemungkinan besar perbuatan ini
dilakukan oleh nona Soh Bun atas perintah enci Gak mu yang
takut engkau ikut datang menempuh bahaya, ia berbuat
demikian untuk mencegah agar kau tak bisa masuk kesitu...."
Berbicara sampai disini mendadak nada suaranya berubah,
terusnya: "Mungkin juga sedari permulaan ia telah menduga
kalau kau bakal balik lagi kemari maka dilakukannya tindakan
sedia payung sebelum hujan dan dihapuslah tempat berpijak
itu...." Apa yang dipikirkan Siauw Ling sekarang adalah
keselamatan dari Gak Siauw Cha. Dia sama sekali tidak
perhatikan perubahan dari sikap Pek-li Peng, yang dipikirkan
olehnya hanyalah bagaimana caranya masuk kejurang dan
membantu Gak Siauw Cha. Segera ujarnya dengan suara cemas: "Lalu bagaimana
caranya kita menuruni jurang ini?"
"Berteriak saja diatas tebing jurang ini" jawab Pek-li Peng
dengan suara sedih, dengan demikian enci Gak yang kau
cintai itu tentu akan mengirim orang untuk menyambut ke
datanganmu..." Siauw Ling merasa cara itu benar juga, maka pikirnya. "Apa
boleh buat, rasanya kecuali berbuat demikian tak ada cara lain
lagi yang dapat ditempuh"
Berpikir demikian diapun lantas berteriak dengan suara
keras. "Enci Gak, Siauw te telah datang memenuhi janji, harap
engkau membeli petunjuk bagaimana caranya memasuki
jurang ini?" Teriakan itu diulang sampai beberapa kali, akan tetapi tidak
kedengaran jawaban... Pada mulanya maksud Pek-li Peng adalah untuk menyindir
pemuda itu, sungguh tak nyana ternyata pemuda itu benar2
berteriak, hal ini membuat hatinya terasa makin sedih hingga
untuk beberapa saat ia tak mampu mengucapkan pepatah
katapun. Siauw Ling berpaling sekejap kearah Pek-li Peng dan
ujarnya: "Peng-ji, rupanya dia tak mau memberi jawaban,
terpaksa kita harus turun kebawah jurang dengan jalan
menempuh bahaya" "Jurang itu dilemuti oleh kabut yang sangat tebal,
pemandangan sejauh beberapa tombak sukar dilihat dengan
pandangan m ta, dinding batupun licin sekali, bagaimana
caranya kita turun kebawah?"
"Kita toh membawa pakaian, robek saja pakaian itu
kemudian diikat jadi satu untuk membentuk tali, dengan cara
begitu rasanya kita dapat merambat turun kebawah"
Pek-li Peng tidak banyak bicara lagi, dia lepaskan
buntalannya dan ambil keluar pakaian yang dibawa, tetapi
sebelum ia sempat merobek pakaian tersebut, mendadak
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, dan tahu2 Soh
Bun sudah meloncat naik ke atas jurang.
"Eeeei... kenapa kau datang kemari?" tegur Siauw Ling
setelah tertegun sebentar.
Soh Bun tidak menjawab, dengan alis berkerut ia balik
bertanya, "Kenapa kalian juga masih belum pergi?"
"Bagaimana dengan enci Gak ku?"
"Dia baik sekali...."
Setelah berhenti sebentar lanjutnya, "Ia telah membaca isi
kitab pemberianmu dan merasa berterima kasih sekali.
Barusan setelah mendengar teriakanmu ia telah mengirim
suara kepada budak untuk datang kemari memberi tahu
kepada kalian, nona minta agar kalian segera tinggalkan
tempat ini sebab kitab catatan dari Raja seruling telah
memberikan kesempatan hidup baginya, nona minta agar
kalian tak usah mencampuri lagi urusan ini"
Siauw Ling segera menggeleng. "Nona Soh Bun. kalau kita
mau pergi dari sini maka sekarang tak nanti akan balik lagi
kemari. terus terang saja kukatakan, aku serta adik angkatku
ini sudah menunggu hampir dua baian lamanya ditempat
ini..." "Kami tahu bahwa selama ini kalian selalu menanti disini"
sela Soh Bun dengan cepat, "tetapi keputusan nona kami
sudah bulat, ia tidak akan memperkenankan kalian untuk turut
serta dalam persoalan ini. Aku lihat lebih baik kalian segera
mengundurkan diri dari tempat ini dan pulang saja".
"Melarang aku turut campur dalam masalah ini adalah
urusan nona kalian sendiri, mau menurut atau tidak toh itu
urusanku sendiri, harap nona tak usah banyak bicara lagi"
Soh Bun mengerutkan dahinya. "Kalau aku tidak
memberitahukan kepada kalian bagaimana caranya menuruni
jurang ini, apa yang bisa kalian lakukan?"
Siauw Ling tertawa-tawa mendengar perkataan itu.
"Oooh,.. tentang soal itu nona tak usah kuatir. kami telah
mendapatkan akal untuk menuruni jurang ini, silahkan nona
berlalu dari sini!" "Apa cara kalian itu?" seru Soh Bun dengan wajah tertegun.
"Kami akan merobek pakaian yang dibawa, lalu
mengikatnya jadi satu membentuk tali, dengan cara itu kita
dapat merambat turun kebawah"
"Apakah kalian bersikeras ingin turun ke bawah?"
"Sedikitpun tidak salah, sekalipun nona Gak naik keatas
tebing sendiri juga tak dapat menghalangi niatku ini"
Melihat nekad pemuda itu, akhirnya Soh Bun menghela
napas panjang. "Aaai.. jadi kalau begitu, akupun tak mampu
menghalangi tekad kalian itu?"
"Sedikitpun tidak salah, jika nona takut dijatuhi hukuman
oleh nona Gak, lebih baik menyingkirlah dari sini. kau tak usah
mencampuri urusan kami lagi"
Sok Bun berpikir sebentar, lalu menjawab. "Baiklah, aku
akan memberitahukan kepadamu bagaimana caranya
menuruni jurang ini. Andaikata dalam pertempuran ini kita
berhasil merebut kemenangan maka paling banter nona akan
memaki diriku habis2an. Sebaliknya kalau dalam pertempuran
ini kita tak beruntung dan menderita kalah, maka jiwa kita
semua akan lenyap dan waktu itu nonapun tak bisa memberi
hukuman lagi kepadaku".
Siauw Ling menghela napas panjang. "Nona kalau engkau
rela membantu diri ku... aku akan merasa berterima sekali
kepadamu. Jika dikemudian hari nona Gak mempersoalkan hal
ini. biarlah aku yang memikulnya seorang diri".
Mendengar perkataan itu Soh Bun tertawa cekikikan. "Hiih
hiih hiih...pada hal cara untuk menuruni jurang ini gampang
sekali, asal diperhatikan dengan seksama maka tempat itu
akan ditemukan dengan mudah".
"Aku sudah memperhatikannya beberapa lama, tapi tidak
kutemukan jalan untuk menuruni jurang ini"
"Coba periksalah lagi dengan seksama...."
Siauw Ling segera melongok kembali kebawah jurang, kali
ini pada jarak satu tombak disebelah kiri ia temukan sebuah
undak undakan batu yang bisa dipergunakan sebagai tempat
berpijak, dengan alis berkerut segera serunya: "Kenapa tadi
tidak kulihat tempat berpijak itu?"
"Tadi tempat itu kami tutup dengan rumput hijau, kecuali
orang yang mengeiahui rahasia tersebut jarang sekali ada
orang yang bisa menemukan tempat berpijakan itu"
"Saat ini waktu berharga sekali bagaikan emas, kita tak
boleh berdiam terlalu lama lagi ditempat ini"
Habis berkata dia segera loncat turun lebih dahulu kebawah
jurang. Kiranya di balik dinding jurang itu setiap jarak tujuh
delapan depa terdapat sebuah tonjolan batu karang yang bisa
dipergunakan untuk tempat pijakan kaki. Keadaan tersebut
tidak jauh berbeda seperti tangga yang terbuat dari batu.
Soh Bun berpaling dan memandang sekejap kearah Pek-li
Peng, lalu tanyanya. "Apakah nona juga akan turun
kebawah?" "Tentu saja!" jawab gadis itu sambil mengangguk.
"Hati2liah.... lihat yang tepat tonjolan batu karang itu
kemudian baru loncat tarun ke bawah"
"Terima kasih atas perhatianmu" iapun mengikuti Sok Bun
loncat turun kebawah. ---oo0dw0oo--- DALAM jurang itu tidak lebih hanya mencapai tiga puluh
tombak, tetapi berhubung kabut yang menyelimuti tempat itu
terlalu tebal sehingga menutup pemandangan disekeliling
sana, maka sukar bagi orang untuk melihat jelas berapa dalam
jurang itu. Dalam sekejap mata Siauw Ling telah loncat turun kedasar
jurang, disana ia lihat kabut masih menyelimuti seluruh
permukaan dengan tebalnya, pemuda itu tak tahu kemana dia
harus pergi. Tiba tiba terdengar Soh Bun berteriak: "Siauw siangkong,
jangan ter-buru2 budak akan membawa jalan bagimu...."
Meskipun Siauw Ling merasa gelisah dan cemas sekali,
tetapi karena dia tak tahu jalan mana yang harus dilalui maka
terpaksa ia harus menunggu dengan hati sabar.
Soh Bun meloncat kedepan, dengan langkah yang cepat dia
bergerak menuju kearah selatan.
Siauw Ling menyusul dibelakangnya sedang Pek-li Peng
berada diurutan paling belakang.
Setelah berjalan sejauh belasan tombak, tiba-tiba Soh Bun
membelok dan masuk ke dalam sebuah gua.
Mulut gua itu kecil dan sempit sekali, paling banter hanya
memuat dua orang yang jalan berdampingan, kabut tebal
sekali dan menyelimuti sekitar tempat ini. Apabila tidak hapal
dengan daerah disana sukar untuk menentukan letak gua tadi.
Dengan cepat ketiga orang itu menyusup masuk kedalam
gua, setelah membelok pada dua tikungan, pemandangan di
bada pannya tiba-tiba berubah.
Tampak dua buah lentera tergantung di atas langit2 gua
membuat suasana ditempat itu terang benderang, dihadapan
mereka muncullah sebuah ruang batu yang luasnya mencapai
dua tombak persegi. Dalam ruangan itu tak nampak meja atau kursi, semua
orang yang hadir disitu duduk bersila semua diatas tanah.
Gak Siauw Cha duduk bersandar didinding batu sebelah
belakang, seorang dayang baju merah berdiri disisinya.
Seorang nikou berusia pertengahan dan seorang nyonya
tua yang rambutnya telah beruban semua duduk
berdampingan disist kiiri.
Sedangkan kakek jubah abu2 dan pemuda berpakaian
ringkas duduk disebelah kanan, mantel yang dikenakan
pemuda itu sudah di lepas dan pedangnya dicekal dalam
tangan. Disisi tubuh kakek berjubah abu-abu tadi duduklah Giok
Siauw Long-kun dengan wajah yang layu dan berpenyakitan.
Manusia baju hijau berwajah emas serta dua orang pita baju
hitam yang menggotong tandu tadi berdiri dibelakang pemuda
tersebut. Ketika Soh Bun muncul disana sambil, mengiringi Siauw
Ling, perhatian semua orang yang ada didalam ruangan itu
segera dialihkan kedepan.
Gak Siauw Cha mengerutkan dahinya, bibir bergerak
seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya niat itu
dibatalkan. Soh Bun mempercepat langkah kakinya menghampiri
kearah Gak Siauw Cha, kemudian berdiri disamping dayang
baju merah itu. Nikou berusia pertengahan itu dengan pandangan tajam
memperhatikan Siauw Ling sekejap, lalu sambil berpaling
kearah Gak Siauw Cha tegurnya ketus : "Siapakah orang ini?"
"Aku adalah Siauw Ling!" jawab pemuda itu sebelum Gak
Siauw Cha sempat menjawab.
"Dialah orang yang kumaksudkan" sambung Giok Siauw
long-kun dari samping. Nenek tua berambut putih itu segera tertawa dingin.
"Heeeehh... heeehh... heeehh... bagus. bagus sekali
kedatangannya," dia berseru. "ini hari kita bisa bikin beres
persoalan ini!" Siauw Ling mendengus dingin, setelah menyapu sekejap
sekeliling tempat itu ia segera menuju ke sudut ruangan dan
duduk disana. Pek-li Peng dengan kencang mengikuti di belakang Siauw
Ling, melihat pemuda itu duduk iapun duduk disampingnya.


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Ling tidak tahu bagaimanakah perasaan hati Gak
Siauw Cha pada saat ini, maka dari itu terhadap sindiran sang
nenek tua berambut putih tadi sama sekali tidak ambil perduli.
Terdengar rahib setengah baya itu menghela napas
panjang lalu bertanya, "Siauw Cha sumoay, dialah yang
bernama Siauw Ling?"
Gak Siauw Cha mengangguk, ia tetap membungkam.
Rahib setengah baya itu mekebutkan senjata hud tin-nya
diudara, kemudian berkata kembali: "Siauw Cha, sudah tiga
puluh tahun lamanya aku tak pernah berkelahi dengan orang.
Aku tidak ingin melakukan pembunuhan lagi. Oleh sebab itu
aku berharap agar pertikaian yang terjadi pada saat ini dapat
diselesaikan secara damai, aku tidak ingin terjadi
persengketan lagi diantara kita semua".
"Siauw moay benar2 tidak mengerti dimanakah
persengketan yang terjadi diantara kita." ujar Gak Siauw cha
sambil tertawa getir. "Kurang ajar", maki nenek berambut putih dengan gusar
"Tempo hari kalau bukan enciku yang menyelamatkan
jiwamu, sekarang mayatmu sudah hancur, budak ingusan
yang lupa budi..." "Ooo...nenek!" sela Giok Siauw long kun dari samping
"bicaralah secara baik2 dalam persoalan ini nona Gak tak bisa
disalahkan..." Ia menyapu sekejap Searah Siauw Ling la lu
menambahkan. "Seandainya tiada Siauw Ling, tak nanti bakal
terjadi peristiwa semacam ini"
"Dan sekarang kebetulan sekali Siauw Ling sudah hadir
disini", sambung rahib setengah baya itu dengan cepat, "kita
dapat membicarakan persoalan ini sampai beres dan jelas".
"Persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan Siauw
Ling", tiba2 Gak Siauw cha menimbrung, persoalan timbul
lantaran aku, apa yang hendak kalian lakukan silahkan cari
aku seorang" Dengan penuh kegusaran nenek berambut putih loncat
bangun dari atas tanab, lalu berteriak keras: "Budak sialan
yang lupa budi, engkau anggap aku tak mampu untuk
menjagal dirimu?" Gak Siauw Cha tertawa getir. "Keadaan yang boanpwee
hadapi serba salah dan sukar sekali ambil keputusan, aku
harap saudara sekalian suka bertindak ramah..."
"Bertindak ramah" Huh...! kalau kulepaskan dirimu,
bagaimana dengan penyakit yang diderita cucuku" siapa yang
akan menyembuhkan?" Dengan sepasang alis berkerut Gak Siauw cha segera
berpaling kearah Ciok Siauw long kun dan bertanya lirih. "Thio
heng, penyakit apa yang kau derita?"
"Penyakit mala rindu!" jawab manusia baju hijau bertangan
besi dengan ketus, "sejak sikap nona Gak terhadap kongcu
kami berubah jadi dingin dan tawar, selama tiga bulan
belakangan kongcu selalu termangu seperti orang bodoh.
Tidak makan tidak minun seringkali duduk membungkam
sampai jaga malam. Seorang jago gagah yang lebih hebat dari
naga ataupun harimau dalam tiga bulan yang singkat telah
berubah jadi begini. Aku hingga bertanya kepada nona.
begitukah sikap nona terhadap siangkong kami yang berulang
kali melepaskan budi pertolongan kepadamu" tenteramkah
hatimu?" Gak Siauw cha menghela napas panjang, sorot matanya
dialihkan kembali keatas wajah Gak Siauw long kun sambil
berkata, "Thio-heng, mengapa kau harus berbuat begitu"
gadis cantik dikolong langit toh banyak sekali. Bagi Thio heng
yang berwajah tampan dan berasal dari keluarga kenamaan
justru merupakan idaman dari setiap gadis yang ada dikolong
langit, mengapa karena aku Gak Siauw cha..."
Giok Siauw Long-kun tertawa getir sambungnya, "Kecuali
samudra jadi kering dan gunung Wu San tidak diliputi awan...
selamanya aku tak dapat melupakan dirimu..."
"Hmmm! tidak becus" maki nenek berambut putih sambil
mendengus dingin, "keluarga Thio bisa muncul seorang
keturunan semacam engkau, benar tentu telah memalukan
nenek moyang hita..."
Dengan air mata bercucuran Giok Siauw Long-kun
membungkam dalam seribu bahasa.
Sementara itu Siauw Ling yang berada di samping berpikir
didalam hati kecilnya: "Sewaktu aku bertemu dengan Giok
Siauw Long kun tempo hari, ia begitu sombong dan tinggi
hati. Sungguh tak nyana hanya berpisah beberapa bulan saja
ia telah berubah jadi begitu lesu dan tak bertenaga...aaai!
cinta memang bibit bencana..."
Setelah memaki Giok Siauw Long-kun, nenek tua berambut
putih itu alihkan kembali sorot matanya ke arah Gak Siauw
Cha, ujarnya dengan dingin : "Walaupun didalam persoalan ini
harus salahkan cucu keluarga Thio tidak becus, tetapi
andaikata engkau tidak menggaet dirinya diapun tak akan
begitu tergila gila kepada dirimu. Bila kita tinjau persoalan ini
lebih jauh maka semua kesalahan tetap berpangkal pada
engkau sibudak tusuk yang tak kenal budi"
"Locianpwee, engkau mengucapkan kata2 yang begitu tak
enak didengar, apakah maksudmu hendak membikin malu diri
boan-pwee?" seru Gak Siauw Cha dengan cepat.
"Hmmm!, kalau aku memang sengaja bikin malu dirimu,
kau mau apa?" "Locianpwee!" seru Gak Siauw Cha kembali sambil
mengerutkan alisnya, "ucapan mu begitu pedas dan tak sedap
didengar, apakah maksudmu hendak mendesak dirimu
sehingga tak bisa melangkah mundur lagi dari persoalan ini?"
Nenek berambut putih tertawa dingin. "Meskipun cucuku
tidak becus, tetapi dia adalah satu satunya keturunan dari
keluarga Thio kami. Apakah engkaupun tidak mencoba untuk
pikirkan diriku?" serunya pula.
"Kalau urusan dibicarakan secara begini, bicara tiga hari
tiga malampun percuma dan tak akan mendapatkan sesuatu
hasil. Lebih baik kita bicarakan pokok persoalan yang
sebenarnya saja" sambung rahib setengah baya dari samping.
Gak Siauw-cha menggerakkan bibirnya seperti mau
mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat itu dibatalkan.
Rupanya kemarahan nenek berambut putih itu masih belum
reda, kembali dia berseru: "Ini hari kita harus membuat satu
keputusan mengenai masalah ini. Perduli apapun yang bakal
terjadi, hasil yang pasti harus bisa diputuskan!"
"Hal itu tentu saja pin-ni sengaja datang kemari untuk
menjalankan perintah dari guruku. Bagaimanapun juga aku
tentu akan memberikan suatu pertanggungan jawab kepada
kau orang tua..." Setelah berhenti sebentar, rahib tersebut alihkan sorot
matanya kearah Gak Siauw cha dan menambahkan. "Siauw
cha aku rasa dalam hati kecilmu tentu sudah punya
perhitungan yang masak mengenai situasi pada hari ini.
Sewaktu belum datang kemari, suhu telah berpesan agar
engkau bisa memberikan suatu pertanggungan jawab kepada
Thio si heng" "Lalu apa yang suci kehendaki atas diri Siauw moay" tanya
Gak Siauw Cha sambil mengerdipkan matanya.
"Sudah tiga puluh tahun lamanya aku tak pernah
mencampuri urusan keduniawian. Kedatanganku kali inipun
karena atas perintah dari suhu. Setelah sampai disini aku
selalu berharap agar urusan bisa diselesaikan secara baik2
hingga peristiwa yang tidak diinginkan bisa dihindari".
"Suci katakan saja secara urus terang, apa yang harus
Siauw moay lakukan....?"
Rahib setengah baya itu melirik sekejap kearah Siauw Ling,
ia merasa bahwa pemuda itu tampan dan gagah sekali,
meskipun Giok Siauw Long-kun sendiri termasuk seorang
pemuda yang tampan tapi kalau dibandingkan dengan Siauw
Ling boleh dibilang tidak sebanding.
Tanpa terasa dalam hati kecilnya segera berpikir: "Jikalau
aku suruh ia memilih salah satu diantara kedua orang itu,
sudah tentu dia akan memilih Siauw Ling karena pemuda ini
jauh lebih gagah daripada Giok Siauw long kun....."
Berpikir sampai disini, diapun berkata: "Asal mula dari
keributan ini adalah di karenakan engkau yang berubah hati
dan lupa budi..." "Apakah suci pun berpendapat demikian?" sela Gak Siauw
Cha. "Perduli kesulitan apa yang mencekam hatimu dan perduli
apa yang engkau pikirkan, tetapi antara engkau Thio si-heng
sudah terbukti pernah terlibat dalam hubungan Cinta,
bukankah hal ini tidak salah lagi?"
"Maksud suci...?"
"Mari kita bahas persoalan ini satu demi satu. Kita kupas
semua masalah yang ssdang dihadapi sehingga akhirnya
berhasil menemukan sebab musabab dari peristiwa ini. cukup
engkau jawab semua pertanyaan yang kuajukan".
Rupanya Git Siauw Cha menaruh sikap yang sangat hormat
terhadap Rahib berusia setengah baya ini, ia cuma
mengangguk dan tidak membantah.
Setelah menghela napas panjang Rahib berusia
pertengahan itu berkata kembali: "Seandainya Gak samoay
tidak menjawab pertanyaanku, itu berarti api yang kukatakan
tidak salah, lagi". "Kita memang pernah terjalin dalam suatu bubungan yang
sangat baik, tetapi sebelum kejadian aku pernah mengatakan
sesuatu kepadanya, karena itu dalam peristiwa yang sekarang
telah terjadi, kalian tak dapat menyalahkan diriku"
"Apa yang engkau katakan kepadanya?" seru nenek
berambut putih dengan gusar.
"Aku berkala kepada Thio heng, seandainya Siauw Ling
masih hidup dikolong langit maka hubunganku dengan dirinya
tak dapat dilakukan kembali"
Nenek berambut putih itu berpaling ke arah Giok Siauw
Long kun dan menegur: "Cun ji, benarkah ucapannya itu?"
"Sedikitpun tidak salah. Giok Siauw long kun" mengangguk,
"ia memang pernah berkata demikian kepadaku, cuma aku
belum..." Kakek berjubah abu2 yang selama ini tak pernah buka
suara, tiba2 menimbrung: "Urusan ini gampang sekali untuk
diselesaikan, kita bunuh saja orang yang bernama Siauw Ling
itu, bukankah urusan jadi beres?"
Siauw Ling segara mengerutkan dahinya, belum sempat ia
buka suara Gak Siauw cha telah menyela lebih dahulu,
"Saudaraku masalah ini tiada sangkut pautnya dengan dirimu.
Engkau tak usah ikut bicara"
Selamanya Siauw Ling memang amat menghormati Gak
Siauw-cha, mendengar perkataan itu terpaksa ia
membungkam. Rahib setengah baya itu menghembuskan napas panjang,
ujarnya kembali: "Sebelum datang kemari suhu telah berpesan
kepada pin-ni untuk menyelidiki latar belakang dari peristiwa
ini. Jikalau Gak Su-moay memang berada dipihak yang benar
tentu saja pin-ni akan berusaha untuk membebaskan dirimu
dari kemelut persoalan ini. Oleh sebab itu pin-ni berharap bisa
mengetahui jelas latar belakang dari peristiwa ini agar setelak
kembali dari sini dapat memberikan pertanggungan jawab
yang sempurna kepada suhu. Kedua kalinya dapat pula
memberikan keputusan yang bijaksana. Maka dari itu sebelum
latar belakang dan persoalan ini berhasil pin-ni bikin terang,
aku tidak ingin terjadinya peristiwa berdarah ditempat ini"
Nenek berambut putih itu segera mendengus dingin.
"Hmmm! sejak suhumu mengabdikan diri ke pada Buddha.
wataknya berubah jadi sombong dan tinggi hati. Ia sudah tak
pernah memandang sebelah matapun terhadap aku yang
menjadi ensonya. Sebelum mendiang suamiku lenyap didalam
Istana Terlarang, ia masih seringkali berkunjung ke
perkampungan Pek in sancung dan memanggil aku Enso. Tapi
sejak suamiku lenyap dalam Istana Terlarang selama empat
puluh tahun lebih belum pernah ia menginjakkan kakinya lagi
diperkampungan Pek in sancung dan belum pernah
memanggil aku sebagai ensonya lagi. se-olah2 ia sudah bukan
termasuk anggota keluarga Thio kami lagi"
Rahib setengah baya itu tertawa rawan. "Watak suhuku
dingin diluar panas di dalam. Karena masalah terjerumusnya
Thio lo cianpwee didalam Istana Terlarang beliau telah
menghabiskan waktu selama tiga tahun dengan harapan bisa
temukan letak istana tersebut serta menyelamatkan Thio
locian-pwee, karena usahanya ini menemui kegagalan maka
beliau jadi malu untuk pulang ke perkampungan Pek in
sancung dan akhirnya cukur rambut jadi Rahib. Sekalipun pinni
sendiripun tak berani mengganggu dirinya secara
sembarangan..." "'Lalu apa sebabnya ia bersedia menerima Gak Siauw cha
dan mewariskan ilmu silat ke padanya?"
Rahib setengah baya itu melirik sekejap kearah Giok Siauw
Long-kun. kemudian menjawab: "Mengenai peristiwa ini harus
ditanyakan kepada Thio Si-heng. Menurut apa yang pin-ni
ketahui justru karena permohonan serta desakan dari Thio siheng
lah maka dalam keadaan apa boleh buat suhu telah
menerima Gak su-moay. Sekalipun begitu suhu tak pernah
menerimanya sebagai murid dan tak pernah mewariskan ilmu
silat kepadanya" "Kalau memang secara resmi ia belum di terima jadi murid,
mengapa kalian saling menyebut sumoay dan suci dengan
begitu mesrahnya!". Rahib setengah baya itu mengerutkan dahinya tapi dengan
suara yang tenang dia menjawab. "Suatu ketika suhu telah
menutupi diri selama beberapa waktu dan beliau serahkan
Siauw moay ini kepadaku, selama ia belajar silat dalam
perguruanku kalau bukan dipanggil sumoay lalu aku harus
panggil apa?". Nenek berambut putih itu berpaling sekejap kearah Giok
Siauw Long kun, lalu berkata. "Cun-ji, terhadap budak busuk
ini bukan saja engkau pernah lepaskan budi pertolongan
bahkan pernah mohonkan pula kepada bibimu untuk
menerimanya sebagai murid, kini sayapnya telah tumbuh...
Heeh heeh heeh... tentu saja dia tak akan memperdulikan
dirimu lagi" Walaupun beberapa patah katanya ini bernada keras dan
tak sedap didengar, tapi membawa perasaan haru yang
memilukan hati. Gak Siauw cha segera mengerutkan dahinya, tanpa terasa


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, ia hendak
mengucapkan sesuatu namun niat itu dibatalkan kembali.
Giok Siauw long kun menghela napas panjang. "Nenek,
semua kejadian toh sudah berlalu apa gunanya engkau
bicirakan lagi" penyakit yang kuderita mungkin sudah tak
dapat disembuhkan lagi, kalau memang nona Gak telah
berubah hati, kitapun tak usah mempeributkan persoalan ini
lagi..." Bicara sampat disini ia ter-batuk2 dan memotong
perkataannya yang belum selesai itu. "Nak. apa maksudmu
berkata begitu?" "Maksudku, lebih baik kita jangan mengganggu nona Gak
lagi?" Nenek berambut putih itu tertawa dingin. "Heehh heehh
heehh... ayah ibumu sudah mati. Keturunan keluarga Giok
harus digantungkan pada dirimu Nah! ketahuilah bahwa
tanggung jawab yang kau pikul berat sekali, engkau tak boleh
memandang kematian dengan begitu ringan"
"Sekalipun aku tak ingin mati. tapi hal ini tak bisa dihindari
juga... apa yang musti kukatakan?"
"Kalau engkau mati, maka orang lainpun harus
mengorbankan pula jiwanya untuk menemani dirimu!"
Tanya jawab antara nenek dan cucu ini penuh mengandung
rasa sedih, pedih dan dendam.
Rahib setengaah baya itu berbatuk berat, ujarnya:
"Loocianpwee, kedatangan kita kemari toh bertujuan untuk
menanyai maksud serta tujuan dari nona Gak..."
"Sedikitpun tidak salah, kita harus tanyakan dulu
bagaimanakah maksud nona Gak sendiri" sambung kakek
berjubah abu2. Sorot mata Rahib setengah baya itu perlahan2 dialihkan
keatah wajah nenek berambut putih itu. kemudian berkata
kembali: "Locianpwe kalau engkau mengharapkan agar
boanpwee bisa menyelesaikan persoalan ini sebaik baiknya,
maka aku harap engkau bisa memberi sedikit waktu
kepadaku" Nenek berambut putih itu memandang sekejap kearah Giok
Siauw long kun kemudian menjawab dengan sedih: "Baiklah!
aku tidak akan berbicara lagi.
Tiba2 rahib setengah baya itu bangkit berdiri dan berseru,
"Gak sumoay, kemarilah aku hendak berbicara dengan dirimu"
"Suci, apa yang hendak kau bicarakan kepadaku?", tanya
Gak Siauw cha sambil bangkit berdiri dan menghampiri rahib
tersebut. "Ikuti saja diriku?" seraya berkala pendeta wanita tadi
berjalan menuju keluar. Gak Siauw sha berpaling sekejap kearah Siauw Ling, lalu
mengikuti Rahib setengah baya itu menuju keluar.
Soh Bun serta dayang baju merah lainnya saling bertukar
pandangan sekejap kemudian mengikuti dibelakang
majikannya. "Peng-ji" bisik Siauw Ling dengan cepat, "tunggulah
sebentar disini!" dia bangkit dan ikut menyusul keluar.
Sementara itu nenek berambut putih serta kakek berjubah
abu abu telah berdiri semua, setelah melepaskan Gak Siauw
cha serta rahib setengah baya itu. mereka hadang jalan pergi
Soh Bun, dayang baju merah serta Siauw Ling.
"Saudara saudara sekalian, aku harap kalian suka duduk
kembali ditempat semula" seru kakek berjubah abu2 sambil
tertawa dingin. Dengan langkah lebar Siauw Ling melampaui kedua orang
dayang itu, serunya dengan lantang : "Andaikata aku
bersikeras hendak ikut ke luar?"
"Hanya ada satu jalan bisa kau tempuh!"
"Apa maksudmu?"
"Terjanglah keluar dengan andalkan ilmu silatmu"
Diam diam Siauw Ling mengepos napas, sebelum ia sempat
berbuat sesuatu tiba2 Gak Siauw-cha berpaling dan berseru:
"Kalian semua mundur kembali ketempat semula!".
Soh Bun serta dayang baju merah itu mengiakan, mereka
segera mengundurkan diri kebelakang.
Siauw Ling dengan paksakan diri menahan hawa gusar
yang berkobar dalam dadanya, perlahan lahan ia mundur
ketempat semula. Dengan pandangan dingin nenek berambut
putih itu menatap sekejap kearah Siauw Ling, kemudian
ujarnya: "Keponakan cilik, kemarilah. Aku ada persoalan
hendak dibicarakan dengan dirimu"
"Locianpwe ada urusan apa?" tanya pemuda itu sambil
maju kedepan. Dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan kilat
nenek berambut putih itu menatap tajam wajah Siauw Ling,
lalu ujarnya. "Gadis cantik dikolong langit tak terhitung
jumlahnya, mengapa kau musti berebut Gak Siauw-cha
dengan cucuku?" "Perkataan dari locianpwee apa tidak keliru...?"
"Omong kosong" bentak si netek dengan gusar. "Aku sudah
hidup sembilan puluh tahun lamanya, masa ucapanku bisa
keliru" "Aku sama sekali tidak berhasrat menyaingi cucumu cari
nama. Juga tak ada niat untuk berebut hati dengan dirinya.
Kedatanganku kemari justru dikarenakan Locianpwee dengan
andalkan jumlah yang banyak hendak memaksa nona Gak
untuk mengawini cucumu....."
Dengan gusarnya nenek berambut putih itu mendengus
dingin. "Hmm! selama puluhan tahun terakhir belum pernah
ada orang bersikap begitu kurang ajar terhadapku diriku!"
"Perempuan ini bagaimana sih?" pikir Siauw Ling didalam
hati, "usianya makin meningkat tapi wataknya masih begitu
berangasan... sekarang aku masih belum tahu bagaimanakah
rencana enci Gak. Baiklah aku jangan bentrok muka lebih
dahulu dengan dirinya...."
Berpikir sampai disini ia segera tekan hawa amarahnya
didalam hati, setelah tertawa ewa katanya: "Kalau locianpwee
ingin berbicara dengan diriku selamanya aku akan menjawab
secara terus terang, kalau engkau tak bersedia banyak bicara
dengan diriku, boanpwee pun tidak ingin banyak ribut lagi..."
Nenek berambut putih itu berpaling dan memandang
sekejap kearah Gion Siauw long kun. kemudian berkata:
"Baiklah! selama hidup belum pernah aku memohon sekejap
pun kepada orang lain. Sekarang aku ingin memohon sesuatu
kepadamu, tentu saja kesediaanmu itu akan kubalas!"
Meskipun dalam hati kecilnya Siauw Ling tahu bahwa apa
yang diminta pasti merupakan suatu persoalan yang sulit,
namun tak tahan lagi ia bertanya: "Apa yang kau ingitkan?"
"Segera angkat kaki dan tinggalkan tempat ini"
Siauw Ling seketika itu juga mengerutkan dahinya, ia
berpikir: "Dengan mempertaruhkan keselamatan aku masuk
kedalam Istana Terlarang, kemudian jauh jauh datang kemari
untuk membantu enci Gak, masa aku harus angkat kaki dari
tempat ini dengan begitu saja...."
Rupanya sejak semula nenek berambut putih itu sudah
tahu kalau Siauw Ling pasti akan menampik permintaannya
itu. tidak menunggu sianak muda itu menjawab ia telah
berkata kembali: "Balas jasa yang kusediakan untukmu juga
tak kalah besarnya dengan pengorbanan yang kau lakukan
bagi kami, ketahuilah dalam kolong langit dewasa ini kecuali
perkampungan Pek-in-san-cung kami, mungkin sudah jarang
sekali ada orang yang berani memusuhi Shen Bok Hong.
Sekalipun ada itu pun punya keinginan sayang tenaga tidak
memadahi. Aku bersedia mengutus tiga orang jago yang
paling lihay dari perkampungan Pek-in san-cung kami untuk
membantu dirimu melawan kekuasaan Shen Bok Hong, bila
mana perlu akupun bersedia turun tangan sendiri untuk
mensukseskan usahamu itu, coba bayangkanlah bukankah
penghargaan yang kusediakan cukup besar?"
Siauw Ling segera gelengkan kepalanya. "Permusuhanku
dengan Shen Bok Hong adalah satu masalah, pertikaian antara
cucumu dengan enci Gak adalah masalah yang lain pula. Mana
mungkin kedua macam masalah yang berbeda satu sama
lainnya ini bisa dibicarakan menjadi satu...."
Rupanya nenek berambut putih itu amat gelisah, mungkin
ia berharap sebelum rahib setengah baya serta Gak Siauw cha
kembali kedalam ruangan satu persoalan mengenai Siauw Ling
bisa diselesaikan lebih dahulu.
Dia tidak ingin menjelasan pemuda itu dengan alis berkerut
tukasnya: "Jadi kalau begitu, engkau sudah bertekad bulat
untuk mencampuri urusan ini?"
"Asal pertikaian antara kalian dengan nona Gak bisa
diselesaikan secara baik2 dan bijaksana, akupun tak akan
turut campur, tetapi kalau situasi berubah jadi api bertemu air
sehingga pertarungan tak bisa dihindari lagi, terpaksa aku tak
dapat berpeluk tangan belaka..."
"Seandainya sekarang juga kucabut lebih dahulu selembar
jiwamu?" jengek sang nenek berambut putih sambil tertawa
dingin. "Boanpwee berani datang kemari, tentu dengan persiapan
yang mutang. Soal matii atau hidup sudah tidak kupikirkan
lagi" Nenek berambut putih itu segera mengempos tenaga,
tetapi sebelum serangan sempat dilancarkan tiba2 terdengar
suara langkah kaki manusia berkumandang datang, ia segera
batalkan maksudnya dan putar badan.
Dengan wajah serius rahib berusia pertengahan itu melirik
sekejap kearah Siauw Ling serta nenek berambut putih itu,
lalu katanya: "Locianpwee, pin-ni telah membicarakan
masalah ini dengan Gak sumoay..."
"Adik iparku adalah seorang yang hebat, setelah jadi
pendeta. ia adalah seorang Rahib yang agung, engkau sebagai
muridnya tentu sudah mendapat warisan kepandaiannya,
apakah silat lidahmu telah berhasil membujuk Gak sumoaymu
itu?" Kegusaran dan rasa mendongkol yang selalu mengeram
dalam dadanya membuat ucapan nenek ini selalu pedas,
mengandung sindiran dan tak sedap didengar sekalipun ia
sendiri ingin mengucapkan beberapa patah kata yang enak
didengar. Rupinya imam rahib setengah baya ini cukup tebal sambil
menggeleng sahutnya: "Mungkin pin-ni tak sanggup
memenuhi apa yang diharapkan oleh guruku"
"Kalau memang engkau tak mampu menundukkan hati Gak
sumoaymu itu, terpaksa kita harus menempuh jalan
kekerasan" kata sang nenek berambut putih dengan air muka
berubah hebat. "Sebelum persoalan mencapai pada jalan buntu, pin-ni
masih belum berhasrat untuk menggunakan jalan yang
terakhir itu" "Menurut penglihatanku, seharusnya kita sudah
menghadapi jalan buntu"
"Locianpwee harus tahu. kedatangan pin-ni adalah dalam
rangka melaksanakan tugas suhuku. Terhadap suhu maupun
locianpwee aku pasti akan memberikan suatu pertanggungan
jawab" "Kalau begitu bagus sekali, sekarang kita boleh mulai turun
tangan, kau hadapi Siauw sumoay itu. biar aku yang
menghadapi San Ling!"
"Tunggu sebentar, aku harap locianpwee suka bersabar
beberapa saat lagi, ada beberapa patah kata ingin pin-ni
tanyakan lebih dahulu kepada Thio Suheng"
"Baik, tanyalah" kata nenek berambut putih itu kemudian
sambil menyingkir kesamping .
Perlahan2 rahib setengah baya itu alihkan sorot matanya
kearah Giok Siauw long kun kemudian ujarnya: "Thio si-heng.
pin-ni ada beberapa urusan hendak ditanyakan kepadaku, aku
harap Thio suheng suka menjawab secara jujur"
Giok Siauw long kun mengangguk. "Apa yang ingin kau
tanyakan?" ujarnya, "Benarkah nona Gak pernah berkata kepadamu, seandainya
Siauw Ling ada kabar beritanya maka ia akan tinggalkan
dirimu?" Giok Siauw long kun mengangguk. "Sedikitpun tidak salah,
memang ia pernah berkata demikian!"
"Apa jawabmu pada waktu itu?"
"Waktu itu aku tidak menjawab" sahut Giok Siauw long kun
setengah termenung sebentar.
Rahib setengah baya itu segera alihkan sorot matanya
keatas wajah Gak Siauw Cha, lalu tanyanya: "Gak sumoay,
apakah Thio si-heng memberi jawaban kepadamu?"
"Tidak!" "Apa yang dijawab oleh Thio si-heng pa di waktu itu"
masalah itu penting sekali, aku harap engkau tak usah malu2
dan menjawab dengan sejujurnya, sebab pada waktu itu yang
bicara ada maksud, yang mendengar sama sekali tak menaruh
perhatian. Mungkin Thio si-heng sudah lupa, tapi engkau yang
bicara dengan mengandung maksud2 tertentu pasti
mengingatnya selalu bukan?"
"Jawaban Thio heng pada waktu itu mengatakan bahwa
mayat Siauw Ling sudah tenggelam disungai Tiang-kang,
darimana ia bisa hidup kembali..."
"Sekalipun ia sudah dianggap telah menjawab" sela nenek
berambut putih dari samping, "jawaban itu tidaklah berarti
bahwa ia menyetujui kalau engkau kembali kesisi Siauw Ling!"
"Gak sumosy. benarkah kata2mu adakah jawaban yang
sejujurnya?" tanya rabib setengah baya dengan suara
mendalam. "Siau moay tak berani membohongi suci, setiap patah
kataku adalah jawaban yang sejujurnya"
Rabib setengah baya itu segera alihkan torot matanya
Kearah Giok Siau Long-kun, dan bertanya: "Thio si-heng, apa
yang dikatakan nona Gak benar atau tidak?"
Giok Siauw long kuo termenung sebentar, lalu menjawab.
"Perkataan yang nona ucapkan sedikit pun tidak salah. Yang
bicara ada maksud yang mendengar tidak menaruh perhatian.
Aku sudah tidak mengingatnya kembali kata2 tersebut"
"Tapi ada satu hal. Aku rasa Thio si-heng tentu masih
mengingatnya deagan jelas bukan?"
"Persoalan apa?"
"Pernahkah nona Gak Siauw-cha menerinu pinanganmu
untuk jadi istrimu?"
"Nona Gak dan Cun ji seringkali melakukan perjalanan
bersama, berpesiar ketempat tempat kenamaan, bilamana


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka tak ada rasa cinta, kenapa pergi kesana kemari
seorang diri?" sambung nenek berambut putih dari samping
kalangan. "Antara cinta dan pinangan adalah dua masalah yang
berbeda, pin-ni rasa sudah sepantasnya kalau kuselidiki
persoalan ini hingga jelas" sorot matanya dialihkan kembali
keatas wajah Gak Siauw cha, tanyanya: "Gak sumoay
pernahkah engkau menerima pinangan dari Thio si-heng
untuk menjadi istrinya?"
"Thio si-heng pernah membicarakan soal perkawinan
dengan Siauw moay. Pada waktu itu Siauw moay menjawab
harus tunggu dua tahun lagi baru urusan ini bisa dibicarakan.
Andaikata saudara Siauw masih belum juga ada kabar
beritanya maka aku bersedia untuk menerima pinangannya
sebagai balas budi atas pertolongan yang diberikannya
kepadaku berulang kali...."
Tiba tiba manusia berwajah emas bertangan besi
menimbrung dari samping kalangan: "Seandainya kongcu
kami berulang kali tidak menolong dirimu, sekalipun nona
punya sepuluh lembar nyawapun sudah habis semua,
sekalipun Siauw Ling masih hidup dikolong langitpun mayat
nona telah jadi abu"
Gak Siauw-cha sama sekali tidak menggubris perkataan
manusia bertangan besi itu, la lanjutkan kembali kata katanya:
"Tetapi tidak sampai dua tahun setelah kuucapkan perkataan
itu, Siauw Ling telah munculkan diri dalam dunia persilatan.
Setelah Siauw moay mendengar kabar ini, aku segera
tinggalkan surat dan secara diam diam meninggalkan Thio siheng"
"Thio si heng, benarkah apa yang dikatakan itu?" tanya
rahib setengah baya sambil berpaling kearah Giok Siauw long
kun. "Sedikitpun tidak salah" pemuda itu mengangguk.
"Bagus, Nah Gak surnoay, lanjutkanlah perkataanmu!"
Gak Siau, Cha menghela napas panjang, terusnya: "Sejak
itu Thio suheng telah mengejar jejakku walaupun aku berada
diujung langit dasar samudra, tapi perhatian Siauw moay
sudah tertujukan pada pencarian jejak saudara Siauw. maka
selama ini aku tak berani menjumpai diri Thio si heng lagi".
"Walaupun kami tak pernah saling bertemu akan tetapi
sering berhubungan lewat irama seruling dan petikan khim"
sambung Giok Siauw long kun.
"Sekalipun Thio si beng selalu menggunakan irama
serulingnya mendesak aku agar menerima pinangannya, akan
tetapi siauw moay pun selalu menasehati Thio si heng lewat
petikan khim, aku selalu berharap agar ia jangan terombang
ambing oleh perasaan cinta. Aku rasa Thio si heng tak akan
menyangkal bukan?" Giok Siauw long kun menghela napas panjang. "Samudra
boleh kering, batu boleh lapuk tapi cintaku padamu tak akan
luntur untuk selamanya nona Gak"
"Bocah tak becus..." maki nenek berambut putih sambil
mendepakan kakinya diatas tanah.
Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah rahib
setengah baya itu. serunya: "Engkau tak usah bertanya lebih
lanjut" "Masih ada beberapa hal pin-ni merasa kurang jelas, aku
berharap bisa bertanya beberapa patah kata lagi"
"Ditanya pulang pergi toh akhirnya sama saja, cucuku yang
tidak becus ini ter-gila2 pada nona Gak, sebaliknya perasaan
cinta nona Gak bercabang dan selain memikirkan Siauw Ling.
Aku benar benar tak habis mengerti pertanyaan apa lagi yang
hendak kau ajukan kepada mereka berdua?"
Rahib setengah baya itu termenung sebentar, kemudian
berkata: "Locianpwee, dari pertanyaan pertanyaan itu pin-ni
ingin mencari kesalahan dari sumoay agar bisa dipergunakan
sebagai tuduhan untuk minta pertanggungan jawabnya"
"Apa susahnya mencari kesalahan orang" kalau engkau
membutuhkan maka sekarang juga aku bisa memberitahukan
suatu alasan yarg kuat bagi kita untuk membekuk budak cilik
itu" "Pin-ni sudah lama tiada napsu angkara murka lagi. Kalau
engkau suruh aku turun tangan terhadap Gak sumoay tanpa
alasan tertentu, sulit bagiku untuk turun tangan, maka dari itu
aku harus mencari dulu kesalahannya..."
"Dia berpikir cabang, lupa akan budi yang pernah diberikan
orang lain kepadanya, tidakkah cukup alasan ini?"
"Akan tetapi dibalik masalah tersebut terdapat kejadian lain
yang sama sekali tidak menunjukkan bahwa Gak sumoay
salah" Nenek berambut putih itu segera tertawa dingin, "Engkau
disuruh suhumu dateng kemari untuk membantu aku ataukah
datang untuk mempertimbangkan masalah ini?"
"Suhu beritahu kepada pin-ni agar menyelidiki latar
belakang dari persoalan itu. kemudian baru mengambil
keputusan yang adil"
Air muka nenek berambut putih itu berubah hebat
sementara ia hendak mengumbar hawa napsunya. tiba2 kakek
berbaju abu2 berkata. "Lo thay thay, engkau jangan marah,
aku rasa Sam ciat su tay pasti mempunyai cara untuk
menyelesaikan persoalan ini sebaik baiknya. Dia tentu akan
memberikan pertanggungan jawab kepada perkampungan Pek
in san cung kami" "Hmm! baiklah, kita lihat dulu bagaimana caranya dia
menyelesaikan masalah ini"
Habis berkata ia balik kesudut ruangan dan duduk bersila
disitu matanya dipejamkan rapat2 dan tidak menggubris
semua orang lagi. Rahib setengah baya itu memandang sekejap kearah Gak
Siauw-cha lalu memindang pula kearah Giok Siauw long kun,
kemudian bisiknya sambil menghela napas panjang:
"Dosa....dosa" KaKek berjubah abu abu dengan hormat memberi hormat
kepada rahib setengah baya itu, kemudian berkata: "Sam ciat
sutay, keluarga Thio tinggal satu keturunan saja. Andaikata
majikan kecil kami benar benar mengalami sesuatu yang tidak
beres, bagaimanakah pertanggungan jawab su tay terhadap
locungcu yang terjerumus didalam istana terlarang"
Sam ciat su tay menghela napas panjang gumamnya
seorang diri: "Tempo hari ketika suhu hendak mencukur
rambutku pernah ia bertanya kepadaku hendak gunakan gelar
apa, waktu itu aku jawab hendak gunakan gelar Samciat.
maksudku adalah agar pikiranku tertuju pada sang Budha
yang maha pengasih dan penyayang, aku akan pantang
bercinta, pantang berkeluarga dan pantang bersahabat
sungguh tak kusangka setelah puluhan tahun bertapa akhirnya
aku dibikin pusing juga oleh masalah cinta"
Siauw Ling yang menyaksikan Sam ciat su tay sedang
mengalami kesulitan dan murung sekali, tak tahan lagi sebera
berkata: "Sutay adalah seorang pertapa, apa sebabnya
engkau musti melibatkan diri dalam masalah cinta muda
madi". Bila aku menjadi dirimu maka detik ini juga aku segera
mengundurkan diri dari persoalan ini"
"Siapakah engkau?" tegur Sam ciat sutay sambil tertawa
dingin. "Aku adalah Siauw Ling"
"Hmm! berada dalam keadaan serta situasi seperti ini, apa
hakmu untuk berbicara dengan pin ni?"
"Rahib ini benar2 tak tahu diri" pikir Siauw Ling didalam
hati kecilnya, secara baik2 aku nasehati dirinya, eeei... dia
malah marah, apakah aku telah salah bicara?"
Sementara ia hendak buka suara lagi, tiba-tiba Gak Siauw
cha membentak keras: "Saudara Siauw, ditempat ini tak ada
urusanmu, engkau tak usah banyak bicara"
Selamanya pemuda ini paling menghormat Gak Siauw cha,
setelah gadis itu menegur diapun segera membungkam.
Sam Siat Sutay menghela napas panjang, ujarnya. "Gak
Siauw cha, garis besar jalannya peristiwa telah kuketahui,
masalah yang pelik pun tak akan kutanyakan lebih jauh.
Engkau sendiri terdapat banyak hal yang keliru. Meskipun ada
alasannya tapi engkau sudah mengingkari janji, sekarang
urusan telah jadi begini, apa rencanamu selanjutnya untuk
menyelesaikan masalah ini?"
Gak Siauw cha tertawa getir. "Seandainya Thio si heag
datang kemari seorang diri, sekalipun hati Siauw moay
sekeras baja namun bila mengingat masa lalu mungkin hatiku
akan leleh dan berubah pikiran. Tapi kini Thio su heng telah
membawa banyak orang datang kesini, bahkan hendak
memaksa Siauw moay untuk menuruti kehendaknya, hal ini
membuat akupun tak bisa berbuat apa apa lagi"
"Thio locianpwee menyayangi cucunya, sekalipun ikut
datang kemari rasanya juga bukan tindakan yang keliru".
"Tetapi kecuali lo-taya-tay masih ada pula beberapa orang
lainnya, bagaimana penjelasan tentang mereka?"
"Sumoay, engkau boleh mengingkari janji cintamu tetapi
tak boleh membantah perintah perguruan"
"Suhu memerintahkan Siauw-moay untuk berbuat
bagaimana?" "Walaupun suhu adalah seorang manusia yang suka
bertindak adil dan bijaksana, tetapi sumoay jangan lupa.
begaimanapun juga toh ia tetap merupakan bibi dari Giok
Siauw long-kun." Mula mula Gak Siauw-cha nampak tertegun lalu tertawa
ewa. "Bagaimanakah pesan suhu yang disampaikan kepada
suci". Harap suci suka mengutarakan keluar dengan sejelas2nya"
"Suhu memerintahkan aku datang kemari untuk mencari
tahu duduknya persoalan serta memeriksa apakah engkau
bersalah atau tidak"
"Siauw moay toh sudah berterus terang, bila ada kesalahan
aku rasa suci pun pasti sudah memahami"
"Walaupun alasanmu tepat semua, tapi kesalahan masih
tetap ada pada dirimu..."
"Siauw moay didesak untuk melupakan budi seandainya
suci yang menjadi Siauw-moay. ma ka apa yang hendak kau
lakukan?" "Persoalan muncul karena dirimu, kesulitan muncul karena
kau cari sendiri..apa yang bisa kubantu pada dirimu?"
"Pengalaman Siauw moay telah suci pahami, apakah Thio
suheng sama sekali tidak bersalah?"
Air muka Sam-ciat Sutay berubah jadi dingin dan serius,
perlahan lahan katanya: "Sebelum aku tinggalkan diri suhu.
Beliau telah bergumam seorang diri. walaupun perkataan itu
bukan sengaja ditujukan kepadaku akan tetapi sudah aku
dengar dengan jelas"
"Apa yang suhu katakan?"
"Beliau berkata, ia mendapat budi perawatan dari keluarga
Thio. mendapat budi karena mendapatkan warisan ilmu silat
dari kakaknya, tapi sekarang menghadapi peristiwa yang
dapat mengakibatkan putusnya keturunan keluarga Thio.... ia
tak mampu membantu apa apa"
Gak Siauw-cha membelalakkan matanya lebar lebar, tanpa
sadar air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Sepatah demi sepatah Sam ciat sutay berkata kembali,
"Gak sumoay, tahukah engkau apa arti dari kata2 suhu itu?"
"Siauw moay mengerti!"
"Lalu apakah artinya?"
"Asalkan persoalan bisa beres, Siauw moay bersedia
mengorbankan diri, tapi kenyataannya sekalipun Siauw moay
bersedia mengorbankan diri urusan pun tak akan beres"
Sam ciat sutay segera alihkan sorot matanya keatas wajah
Siauw Ling, kemudian katanya: "Apakah disebabkan Siauw
Ling masih hidup dikolong langit, maka engkau tak dapat
mengingkari janjimu kepadanya?"
"Suci....." "Hmm!, asal engkau bersedia mengorbankan diri, persoalan
selanjutnya tak usah kau pikirkan lagi" tukas Sam ciat sutay
dengan dingin. Sambil putar badan ia segera berjalan mendekati sianak
muda itu. "Suci" teriak Gak Siauw cha dengan gelisah "persoalan ini
sama sekali tak ada hubungannya dengan Siauw Ling. Suci
telah salah paham dengan maksud Siauw moay"
"Seandainya Siauw Ling tidak hidup kembali, pada saat ini
sumoay telah menjadi menantunya keluarga Thio. Tali mati
yang mempersulit masalah ini harus dihilangkan secepatnya,
dan sumber tadi tali mati itu bukan lain adalah hidupnya
kembali Siauw Ling dikolong langit".
Perkataan rahib itu diucapkan dengan bergumam, seolah
olah sengaja ditujukan untuk Siauw Ling dan Gak Siauw cha.
Gadis she Gak segera maju kedepan dengan maksud
menghalangi jalan pergi Sam ciat Sutay, tapi Siauw Ling sudah
maju kedepan dan berseru sambil ulapkan tangannya: "Enci
Gak, harap engkau mundur kebelakang, kalau memang sutay
ini mencari Siauw-te maka itu berarti sudah menjadi
urusanku" Sam lcict sutay sendiri sudah ayun pula tangan kirinya
menghadang Gak Siauw Cha maju kedepan. tegurnya pula
dengan dingin. "Kau boleh mundur kebelakang. aku punya
Cira yang baik untuk menyelesaikan persoalan ini"
Dari keadaan yang terbentang didepan mata Siauw cha
tahu bahwa gelagat tidak menguntungkan pihaknya, dalam
hati ia segera berpikir: "Aaai...! rupanya pertarungan tak bisa
dihindari lagi..." Diam2 ia menghimpun hawa murninya dan bersiap siaga
lalu muudur kebelakang, asalkan ada orang yang turun tangan
menyerang Siauw Ling maka dia akan segera melancarkan
serangan untuk memberi pertolongan.
Setelah membentak mundur Gak Siauw cha, kepada Siauw
Ling rahib setengah baya itu segera berkata: "Apa yang
barusan kami bicarakan, tentu sudah kau pahami bukan?"
"Sedikitpun tidak salah, sudah kudengar semua dengan
sejelasnya" "Untuk menyelamatkan selembar jiwa Thio siheng, pin-ni
ingin sekali melenyapkan simpul tali mati ini"
"Tolong tanya bagaimanakah caranya Su-tay untuk
menghilangkan simpul tali mati ini?".
"Gampang sekali, simpul tali mati ini justru merupakan
persoalan mati hidup engkau orang she Siauw!"
Siauw Ling segera tertawa dingin. "Jadi maksud sutay aku
harus gorok leher bunuh diri dihadapanmu?" ejeknya.
"Menolong selembar jiwa harus mengorbankan jiwa lain,


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tindakan tersebut bukan tindakan yang diajarkan oleh Sang
Budha, pin-ni tidak ingin melakukan perbuatan tersebut!"
"Kecuali jalan tersebut Sutay masih mempunyai cara apa
lagi?" tanya Siauwling dengan alis berkerut.
"Ada satu cara yang dapat membuat engkau orang she
Siauw mulai sekaiang lenyap dari permukaan bumi"
"Aneh benar rahib ini" pikir Pek-li Peng didalam hati, dia tak
mau membunuh Siauw toako, tapi hendak melenyapkan
dirinya dari muka bumi entah cara apakah yang hendak ia
pergunakan?" Sementara itu Siauw Ling telah berkata: "Apakah pendapat
sutay" coba engkau utarakan keluar..."
Dengan sorot mata yang tajam Sam ciat sutay menyapu
sekejap wajah Gak Siauw Cha serta Pek-li Peng kemudian
berkata: "Sekalipan seorang enghiong yang gagah atau gadis
yang cantik akhirnya tak ada yang lolos dari kematian dan
berobah jadi tulang putih, mengingat engkau berusia muda
belum lama muncul dalam dunia persilatan tapi sudah
mendatangkan banyak masalah cinta. Apa salahnya kalau kau
buang saja semua pikiran keduniawian dan mengikuti pin-ni
jadi pendeta" pin-ni akan mencari kan guru yang baik
untukmu belajar agama..... bukankah hal itu jauh lebih baik?"
"Oooh... rupanya dia hendak suruh toako jadi pendeta..."
pikir Pek-li Peng didalam hati.
"Maksud sutay. apakah engkau hendak suruh aku cukur
rambut jadi hweesio"..." ujar Siauw Ling selelah berpikir
sebentar. "Sedikitpun tidak salah, setelah cukur rambut jadi pendeta
maka tiada kemurungan dan kesulitan yang kau alami lagi....
Nama Siauw Ling pun sejak kini akan lenyap dari permukaan
bumi" Siauw Ling tersenyum. "Sutay menganjurkan yang baik,
aku merasa tertarik sekali..."
"Jadi kau sudah menyanggupi?" sambung Sam ciat Sutay
dengan cepat. Siauw Ling menggeleng. "Sayang persoalan yang kuhadapi
masih terlalu banyak, sekarang aku masih belum dapat
mengabulkan permintaanmu itu" jawabnya.
Sam ciat sutay segera tertawa dingin, "Pin-ni sudah tahu
bahwa engkau bukan manusia yang cocok untuk belajar
agama, tetapi engkau harus tahu bahwa berlayar mengikuti
perahu kebajikan akan membawa engkau menuju ketepian
yang berbahagia, engkau akan terlepas dari segala
kesengsaraan dan kesulitan...."
---oo0dw0oo--- Jilid: 13 TIBA tiba ia pejamkan matanya, merangkap tangan didada
dan berbisik, "Lam bu Omitohud! siancay..... siancay....."
Tiba2 ia buka matanya kembali,dengan napsu membunuh
menyelimuti wajahnya ia berseru : "Siauw sicu...!"
"Sutay, ada urusan apa?"
"Engkau tak mau jadi pendeta, aku rasa didalam hati
kecilmu pasti sudah mempunyai rencana tertentu, pin-ni
bersedia mendengarkan pendapatmu yang tinggi itu"
"Bukannya aku tak bersedia, dalam kenyataannya memang
masih banyak masalah yang belum sempat kuselesaikan.
Dewasa ini kaum iblis merajalela dalam dunia persilatan. Nafsu
membunuh telah menyelimuti seluruh jagad. Aku orang she
Siauw sebagai warga persilatan sudah kewajiban untuk
menyumbangkan tenaganya bagi umat persilatan, aku harus
mempertahankan keadilan dan kebenaran yang selalu
ditegakkan dalam sungai telaga selama beratus ratus tahun
lamanya..." "Hmm! sudah puluhan tahun lamanya pin-ni tak pernah
terpengaruh oleh napsu" sela Sam Ciat taysu tiba2 dengan
suara dingin. "Dan sekarang?"
"Pin-ni telah menggunakan segenap kemampuan yang
kumiliki untuk menasehati dirimu, sayang batu yang keras tak
dapat anggukkan kepala, akupun tak bisa berbuat apa-apa
lagi..." Siauw Ling gelengkan kepalanya dan menghela napas
panjang. "Sutay, terpengaruh oleh napsu adalah sikap yang
wajar dari seorang umat manusia, apakah hal inipun ingin
merupakan ajaran dari agama?"
Perkataan ini diutarakan cukup tajam, hal itu membuat air
muka Sam Ciat sutay seketika berubah hebat.
Tidak menunggu rahib tersebut buka suara, Siauw Ling
telah berkata kembali. "Perselisihan antara Giok Siauw long
kun dengan enci Gak adalah urusan pribadi mereka sendiri.
Masalah tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan
umat persilatan, tiada sangkut pautnya dengan keadilan dalam
persilatan. Sutay sendiri walaupun sudah bertapa puluhan
tahun lamanya akan tetapi terpengaruh juga oleh napsu, apa
lagi mereka hanya manusia biasa apakah tidak mungkin untuk
terpengaruh pula oleh napsu seperti halnya dengan keadaan
sutay barusan" Hmm... sungguh tak nyana kalian telah
menimpakan semua kesalahan itu di atas pundak aku orang
she-Siauw" "Pada saat ini waktu sangat berharga sekali, kalau memang
engkau tak mau menempuh jalan yang pin-ni tunjukkan,
tentunya engkau sudah mempunyai cara penyelesaian yang
baik bukan?" "Aku sama sekali tak punya cara lain yang baik,"sahut
Siauw Ling sambil menggeleng, hal ini harus dilihat
bagaimanakah pendapat lain dari sutay"
"Pin-ni masih ada satu jalan lain"
"Coba katakanlah"
"Seseorang yang hidup dikolong langit, sekalipun hidup
sampai seratus tahun akhirnya akan mati juga. Bilamana
Siauw sicu bersedia bunuh diri dihadapan kami maka bukan
saja akan menghilangkan rasa sakit dikala sekarat, engkaupun
akan meninggalkan kesan yang baik bagi kami semua"
"Andaikata diantara aku dan Giok Siauw Longkun ada
seorang harus mati, kenapa orang yang harus mati adalah
diriku?" "Karena dia she Thio sedang kau she Siauw, lagi pula
engkau sudah pernah disiarkan mati tenggelam didalam
sungai Tiang kang" Siauw Ling segera tertawa dingin, "Toh kau Sam Ciat sutay
juga bukan she-Thio?" jengeknya.
Gak Siauw-cha sebenarnya hendak mencegah terjadinya
percekcokan antara Siauw Ling dengan Sam Ciat sutay.
Asalkan rahib setengah baya itu dapat melepaskan diri dari
masalah ini maka situasi yang dihadapinya peda saat ini akan
mengalami perubahan besar.
Tetapi Sam Ciat sutay yang biasanya selalu tenang dan
tidak terpengaruh oleh emosi itu. Dengan terang terangan
telah memperlihatkan sikapnya yang membela Giok Siauw
long-kun, itu berarti pertentangan tak bisa dihindari lagi. Maka
gadis itu pun tidak jadi menghalangi parcekcokan di antara
mereka lagi, hanya saja secara diam diam ia bersiap sedia
sambil menonton perubahan situasi dalam gelanggang.
Setelah mengucapkan kata-2 sindiran yang amat pedas itu,
Siauw Ling menduga ada kemungkinan besar Sam Ciat sutay
akan melakukan sergapan, diam-diam ia himpun kekuatannya
dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan dengan
kekerasan. Siapa tahu kejadiannya sama sekali berada diluar
dugaannya, bukan saja Sam Ciat sutay tidak segera turun
tangan, sorot matanya malah dialihkan kembali kearah Gik
Siauw-cha. "Sumoay, sudah kau pikirkan persoalan ini masakmasak?"
Walaupun didalam hati kecilnya Gak Siauw-cha mengetahui
apa yang dimaksudkan, tapi ia pura2 berlagak pilon. "Suci
suruh Siauw-moay memikirkan tentang soal apa?" tanyanya.
"Coba pikirkanlah situasi yang kau hadapi pada saat ini.
Andaikata kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan,
mungkin sebelum ada korban yang berjatuhan tak akan
berhenti" Dengan wajah serius Gak Siauw-cha melihat sekejap
kearah Giok Siauw Long kun, lalu berkata: "Terhadap penyakit
yang diderita Thio heng bukan saja Siauw moay merasa
kasihan bahkan justru perhatian khusus. Siauw moay pun
mengetahui sampai dimanakah kelihaiannya dari Thio lohujin.
Bila berbicara dari sudut perasaan yang halus, mungkin Siauwmoay
sudah banyak mengecewakan diri Thio heng. Akan
tetapi berbicara dari sudut ceng li, Siauw moay sama sekali
tidak merugikan dirinya apapun. sewaktu aku menjalin
hubungan dengan Thio-beng, toh sudah Siauw-moay jelaskan
bahwa seandainya Siauw Ling masih hidup dikolong langit
maka Siauw moay akan tinggalkan dirinya"
Ia menghembuskan napas panjang, kemudian melanjutkan:
"Penyakit parah yang diderita Thio-heng, perduli apakah hal
itu disebabkan karena ada hubungannya dengan diriku sudah
sewajarnya kalau Siauw moay merawat serta melayaninya.
Akan kuusahakan sedapat mungkin untuk menyembuhkan
sakitnya secepat mungkin. Akan tetspi situasi yang terbentang
didepan mata pada saat ini bukan saja membuat aku jadi
kecewa dan putus asa, bahkan akupun merasa terdesak
sekali. Ketika aku berjanji dengan Thio-heng untuk berjumpa
disini, pertemuan tersebut hanya bersifat pribadi. Siapa tahu
bukan saja Thio heng telah mengundang Thio lo hujin serta
suci bahkan menggerakkan pula para jago lihay dari
perkampungan Pek-in-san-cung dengan maksud memaksa aku
menuruti permintaannya. Sekalipun semula Siauw moay
memang menaruh hati kepadanya, kini dari cinta telah
berubah jadi benci, hatiku pun ikut jadi dingin"
"Alasan-alasanmu itu kendatipun tidak kau ucapkan,
akupun sudah tahu. tapi keadaan yang terbentang didepan
mata pada saat ini memaksa engkau mau tak mau harus
memenuainya juga" kata Sam Ciat sutay dengan dingin.
"Suci, kau suruh aku menyanggupi apa?" tanya Gak Siauwcha
sambil membelalakkan matanya.
"Perkawinanmu dengan Thio si heng, karena engkau, ia
telah menderita sakit rindu yang berat, dikolong langit kecuali
engkau rasanya sudah tiada obat lagi yang dapat
menyembuhkan penyakitnya itu"
Gak Siauw-cha termenung dan berpikir sebentar, kemudian
menjawab: "Andaikata Siauw tnoay tidak mengabulkan suci
pasti akan menaruh curiga bahwa aku punya hubungan gelap
dengan Siauw Ling..."
"Jadi kalau begitu, engkau sudah mengabulkan?" sambung
Sam Ciat sutay dengan cepat sambil tersenyum kegirangan
Dengan imannya yang tebal di-hari2 biasa rasa gusar itu
girang selamanya tidak terlihat diatas wajahnya, tapi kali ini
dia tak dapat menutupi rasa kegirangannya itu.
"Untuk sementara waktu suci jangan keburu senang hati,
Siauw moay masih ada perkataan lain yang hendak
kulanjutkan" "Rupanya engkau masih ada urusan hendak diucapkan
keluar, bukankah begitu?" seru Sam Ciat sutay dengan air
muka berubah hebat. "Sedikitpun tidak salah, mumpung sekarang ada
kesempatan Siauw moay mengutarakan semua perkataan
yang terkanduug dalam hatiku, mungkin setelah lewat
beberapa saat lagi Siauw moay sudah tak dapat
membicarakan persoalan ini lagi. Dengan begitu suci pun bisa
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya hingga sewaktu
berada dihadapan suhu, engkau dapat memberi keterangan
kepada beliau...." "Urusan telah jadi begini, aku tidak ingin mendengar
pembicaraan yang lebih banyak lagi" tukas Sam Ciat sutay
dengan cepat, tetapi bila engkau ingin perlihatkan baktimu
kepada suhu dan hendak menyampaikan duduk perkara yang
sebenarnya kepada dia orang tua, suci akan kerjakan sedapat
mungkin...aku harap penjelasanmu itu bisa diutarakan secara
singkat tapi jelas, ketahuilah keputusan yang salah diambil
kemungkinan besar dapat mengakibatkan terjadinya tragedi
yang menyedihkan" Gak Siauw-cha tertawa hambar. "Siauw moay telah
menduga sampai kesitu. Perhatian dari suci akan kuterima
didalam hati...." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Beberapa kali
Thio heng pernah berkunjung kepadaku, tapi setiap kali aku
telah menampik untuk bertemu dengan dirinya, hal ini
disebabkan sebelum meninggal dunia ibuku telah
meninggalkan sepucuk surat wasiat dan dalam surat tadi
mendiang ibuku telah berpesan agar aku menjaga Siauw Ling
baik2. Isi selengkapnya tidak akan kuungkapkan tapi yang
pasti dalam surat wasiat tadi dengan jelas sudah tercantum
bahwa beliau telah menetapkan perkawinanku."
"Oooh.. jadi ada kejadian semacam itu?" tanya Sam Ciat
sutay setelah tertegun sebentar.
"Semua perkataan Siauw moay diucapkan sejujurnya, tak
sepatah katapun yang bohong"
"Sekarang surat wasiat itu berada dimana?"
"Siauw moay simpan didalam saku!"
"Baik! lanjutkan perkataanmu"
"Oleh sebab itu, walaupun berulang kali Thio heng
menolong aku dan Siauw moay ingin membalas budi, tapi
setiap kali sudah kuterangkan kepadanya bilamana Siauw Ling
masih hidup, aku akan tinggalkan dirinya..."
"Apakah sumoay pernah mengungkapkan kepada Thio si
heng mengenai urusan surat wasiat?"
"Tidak!" "Nah, disinilah letak kesalahanmu, seandainya kau
terangkan duduk perkara yang se benarnya tidak nanti akan
terjadi peristiwa seperti ini"
"Ketika itu apabila Thio heng mendesak lebih jauh Siauw
moay telah bersiap akan memperlihatkan surat wasiat itu. Tapi
pada waktu itu Tlio-heng berlagak sok berjiwa besar dan cuma
tertawa hambar belaka tanpa mendesak lebih jauh, tentu saja
Siauw moay tidak berani mengeluarkan surat wasiat ibuku dan
memperlihatkan kepadanya"
"Pada waktu itu berita kematian Siauw Ling didasar sungai
sudah begitu pasti" kata Giok Siauw long kun sambil
mengangguk. "Ketika aku melakukan pemeriksaan ditepi
sungai dimana Siauw Ling tercebur, ombak sungai Tiang kang
sedang menggulung dengan hebatnya. Jangan dibilang
seseorang yang tidak mengerti akan ilmu silat, sekalipun


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang jago yang sangat lihaypun pasti tidak mengerti ilmu
dalam air. Setelah tercebur didalam sungai pasti akan
menemui ajalnya, karena itu aku lantas menduga bahwa
Siauw Ling pasti sudah mati"
Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Siauw Ling
kemudian berseru: "Tapi dalam kenyataan, toh dia masih
hidup segar bugar dikolong langit"
"Oleh sebab itulah" seru Gak Siauw-cha kemudian. "dalam
persoalan ini tak dapat dikatakan kalau aku telah mengingkari
janji dan melupakan budi".
Tiba tiba Thio lo hujin menimbrung: "Seandainya cucuku
tidak berulang kait menolong dirimu, sekarang engkau sudah
mati. Sekalipun Siauw Ling masih hidup dikolong langit,
diapun tak dapat berjumpa dengan dirimu"
"Sedikitpun tidak salah. Tindakan boan-pwee meninggalkan
Thio heng memang bisa dianggap lupa budi, tetapi bagaimana
seandainya aku meninggalkan Siauw Ling" mereka pernah
menolong ibuku dan dalam surat wasiatnya ibuku telah
menetapkan perkawinanku dengan dirinya. Kalau locianpwee
yaag menjadi aku maka bagaimanakah tindakan-locianpwee
untuk mengatasi persoalan ini?".
"Belum pernah kutemui kejadian seperti ini, tentu saja aku
tak usah pikirkan persoalan itu"
Gak Siauw-cha memanjang sekejap kearah Sam Ciat taysu,
kemudian melanjutkan: "Begitulah kenyataan yang
sesungguhnya seandainya Thio heng datang menepati janji
seorang diri maka keadaan Siauw moay akan bertambah
susah, tapi justru kedatangan Thio heng yang disertai orang
banyak untuk memaksakan perkawinan itu, hal ini malah
meringankan bebanku"
"Sudah selesai perkataanmu itu?"
"Perkataan Siauw moay sudah selesai semoga saja setelah
aku mati suci dapat menyampaikan pesan tersebut kepada
suhu untuk itu Siauw moay ucapkan banyak2 terima kasih"
"Bagus sekali" sambung Thio Lo hujin dengan cepat. "kalau
memang engkau merasa serba salah memang mati adalah
satu-satunya jalan yang paling baik.....!"
Dalam hati kecilnya secara diam diam ia sudah membuat
pertimbangan, andaikata Gak Siauw-cha masih hidup maka
Giok Siauw long kun akan selalu terbayang oleh kecantikan
wajahnya, penyakit rindu yang dideritapun kian hari akan kian
bertambah parah sehingga akhirnya menemui ajalnya,
sebaliknya kalau Gak Siauw-cha mati didepan matanya maka
kematian tersebut kian lama akan kian mengaburkan
kenangannya terhadap gadis itu, penyakit rindu yang
dideritapun akan bertambah ringan, suatu ketika bila ia
carikan seorang nona cantik lagi baginya, tidak sukar untuk
menyembuhkan sakit rindunya itu.
Dengan pandangan yang tajam Gak Siauw-cha melirik
sekejap kearah Thio Lo hujin, kemudian berkata. "Locianpwee,
meskipun boanpwee harus mati. tetapi aku tidak bersedia
untuk melakukan bunuh diri"
"Kematian macam apakah yang kau harapkan?"
Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Sam Ciat sutay,
kemudian menjawab: "Suci, aku rasa suci pasti sudah tahu
bagai manakah watak Siauw moay. Meskipun aku seorang
perempuan tapi aku mempunyai kekerasan jiwa yang tak
kalah dengin kaum pria. Jikalau Thio locianpwee mendesak
diriku terus menerus, terpaksa Siauw moay akan melakukan
perlawanan" "Hmmm! pikirkanlah se-baik2nya, andaikata terjadi
pertarungan, apakah akibat yang bakal kita temui?" seru Sam
Ciat sutay dengan dingin.
"Sudah Siauw moay pikirkan, paling banter aku bakal mati
didasar lembah Toan hun gay ini"
Sam Ciat sutay tertawa dingin. "Percayakah engkau bahwa
kamu pasti mati disini?" serunya.
"Sekarang atau besok akhirnya toh mati, Siauw moay tidak
takut mati, apa yang musti kutakuti lagi?"
Sam Ciat sutay menghembuskan napas panjang. perlahan2
katanya: "Aku mendapat tugas dari suhu untuk datang
kemari menyelesaikan masalah ini, tentu saja aku tak dapat
berpeluk tangan belaka, andaikata engkau tak bersedia
mendengarkan perkataanku, sucipun tak dapat membantu
dirimu lagi..." "Siauw moay memahami kesulitan dari suci aku tak berani
mendendam atau membenci dirimu"
"Engkau tak usah bayangkan yang bagus2, tahukah engkau
seandainya terjadi pertarungan maka siapakah yang akan kau
hadapi untuk pertama kalinya?"
"Aku rasa tentu bukan suci!" sahut Gak Siauw-cha setelah
tertegun sebentar. "Salah kau, justru akulah yang akan kau hadapi lebih dulu"
Gak Siauw-cha tertawa getir. "Suci, mengapa kau harus
turun tangan lebih dahulu" mengapa kau tak bersedia
memberi satu kali kesempatan saja kepadaku?"
"Kalau engkau dapat meresapi keluhuran budi suhu, maka
bisa kau sadari pula kesulitan yang kuhadapi saat ini. Dan
kaupun tak akan melakukan pertarungan ditempat ini"
"Aku sudah mengutarakan semua duduk perkara yang
sebenarnya, dan suci-pun seharusnya sudah memahami
semua..." "Aku sudah tahu, tapi aku tak dapat melepaskan dirimu"
sela Sam Ciat sutay* dengan ketus, "sekarang hanya ada dua
jalan yang bisa kau pilih, bersedia jadi menantu keluarga Thio
atau melangsungkan pertarungan dengan kami"
"Aku hanya berharap suci bersedia mundur selangkah
kebelakang, agar aku dapat...."
"Tidak, aku harus menghadapi dirimu lebih dahulu, sebab
dibalik tindakanku ini terdapat banyak alasan..."
"Enci Gak" sela Siauw Ling secara tiba2. "kalau engkau tak
bersedia untuk bertarung melawan sutay ini. bagaimana kalau
Siauw-te saja yang mewakili dirimu?"
"Disini tak ada urusanmu, ayoh cepat mengundurkan diri
dari lembah ini.... Soh Bun, antar dia berlalu dari sini!"
"Haa... haa... haa..." Siauw Ling tertawa tergelak, "enci
Gak, urusan toh sudah berubah jadi begini, menurut
pendapatmu apakah aku bersedia untuk pergi dari sini?"
"Sebelum aku mati aku dapat memohon kepada suci untuk
melepaskan engkau pergi dari sini. Hubungan kami sudah
berlangsung banyak tahun lagipula urusan ini tak ada sangkut
pautnya dengan dirimu, aku rasa ia pasti atan bersedia
membantu diriku" "Sekalipun sucimu bersedia melepaskan aku. belum tentu
keluarga Thio bersedia mengampuni diriku, ini hari meskipun
aku tidak mati dalam lembah Toan hun gay, dikemudian hari
bakal mati juga didalam pengejaran mereka. Pada waktu itu
Siauw te bakal menghadapi mereka seorang diri. Daripada
begitu apa salahnya kalau ini hari aku akan bekerja sama
dengan cici untuk menentukan menang kalah dengan
mereka?" "Sekarang engkau telah menjadi seorang pendekar besar
yang bernama besar dalam dunia persilatan, semua harapan
umat persilatan telah dijatuhkan keatas pundakmu. jika
engkau ingin mati maka sudah sepantasnya mati karena
hendak menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat
persilatan buat apa engkau harus mengorbankan diri karena
urusan cewek?" "Merekalah yang memaksa aku untuk berbuat begini!
Jenasah bibi Im belum dikebumikan kedalam tanah, benarkah
cici bersedia mati didasar lembah Tom hun gay ini?"
"Keadaanku terpaksa harus berbuat begini sedang engkau
toh tidak harus menghadapi keadaan semacam ini?"
"Setelah cici mati. mereka tak akan melepaskan diriku
sebaliknya jika engkau hidup maka merekapun secara diam2
dapat berusaha untuk membunuh diriku. Sekarang posisi kita
sudah terdesak dan kitapun telah berada dalam keadaan
saling bermusuhan dengan mereka. Mungkin saja mereka bisa
membantu Shen Bok Hong untuk menyulitkan diriku. Pada
waktu itu keadaanku sepuluh kali lipat akan jauh lebih buruk
daripada sekarang, daripada tinggalkan bencana dikemudian
hari apa salahnya hari ini juga kita tentukan menang kalah
dengan mereka?" Gak Siauw-cha berpaling memandang sekejap ke arah
Siauw Ling sorot matanya memancarkan kerumitan dan
kebingungan. Dalam ingatan Siauw Ling belum pernah ia jumpai sorot
mata yang begitu aneh dari Gak Siauw-cha. Ia sendiripun tak
dapat membedakan apikah sorot mata itu memancarkan rasa
cinta, benci, murung atau kesal.....
Dengan suara keras Sam Ciat sutay telah berkata kembali:
"Mengingat hubungan kita selama banyak tahun, aku akan
mengalah satu jurus kepadamu, sekarang kau boleh turun
tangan". Tiba tiba Siauw Ling loncat maju kedapan melampaui Gak
Siauw-cha sambil berpaling serunya keras keras, "Kau
mundurlah kebelakang"
Selamanya ia selalu memandang Gak Siauw-cha bagaikan
malaikat dan tak berani mempunyai pikiran jelek kepadanya,
apalagi membentak dengan suara keras, tapi sekarang karena
terpengaruh emosi tak dapat di tahan lagi suaranya begitu
keras hingga memekakkan telinga.
Dalam perkiraan Siauw Ling bentakan tersebut pasti akan
memancing kegusaran dari gadis itu. Siapa tahu kejadian
sama sekali diluar dugaan, sambil tundukkan kepalanya, Gak
Siauw-cha mengundurkan diri kebelakang, Siauw Ling jadi
lega. kepada Sam Ciat sutay segera serunya. "Engkau dengan
enci Gak adalah saudara seperguruan, engkau masuk
perguruan lebih dahulu dari pada dirinya, sampai dimanakah
taraf kepandaian silat yang dia miliki engkau pasti
mengetahuinya dengan jelas, bila sutay bergebrak melawan
dirinya bukankah seratus persen kau dapat memenangkan
dirinya?" Sam Ciat sutay tertawa dingin. "Sekalipun begitu antara
kami masih terdapat hubungan cinta kasih, paling banter aku
hanya melukai dirinya saja dan tidak sampai melukai jiwanya"
"Kalau bertarung melawan aku?"
"Kita harus andalkan ilmu silat kita masing-masing untuk
menemukan siapa menang siapa kalah"
"Baik! sutay boleh segera turun tangan"
Sejak masuk kedalam gua Sam Ciat sutay tak pernah
memperhatikan diri Siauw Ling, sekarang setelah dia ditantang
maka tanpa terasa diperhatikannya pemuda itu dengan
seksama. Ketika dilihatnya pemuda itu gagah dan berwajah keren, ia
tertegun dan pikirnya di dalam hati. "Usia orang ini tidak
begitu besar, tapi semangat tempurnya tinggi sekali, kalau
kulihat sikapnya jelas tenaga dalam yang dimilikinya tidak
lemah, aku tak boleh memandang enteng dirinya"
Dengan cepat diapun memandang tinggi pemuda itu. sikap
maupun tingkah lakunya tidak sesombong tadi lagi, katanya:
"Bila kau harus bertarung melawan Gak sumoay, keadaan ini
memang kurang adil. Kalau memang Siauw tayhiap bersedia
mewakili darinya untuk bertempur, pin-ni bersedia untuk
mohon beberapa petunjuk darimu"
Siauw Ling jadi tercengang ketika dilihatnya sikap rahib itu
secara tiba tiba berubah jadi lunak, pikirnya. "Rahib ini selalu
ketus dan dingin, kenapa secara tiba2 berubah jadi begini
lunak" Ujarnya kemudian: "Sutay engkau hendak beradu kepalan
tangan kosong" ataukah hendak menggunakan senjata
tajam?" "Pertarungan kita bukanlah pertarungan Pi bu atau mencari
nama, tentu saja tidak terbatas pada tangan kosong atau
senjata belaka. Semua kepandaian yang kita miliki bisa
dikeluarkan semua..."
"Caramu memang adil, silahkan sutay turun tangan"
"Pin-ni akan mengalah kepadamu"
"Kalau begitu aku akan menuruti kehendakmu itu....."
Habis berkata telapaknya diayun dan mengirim satu
pukulan kedepan. Dalam beberapa bulan terakhir, seluruh perhatian dan
tenaganya dicurahkan untuk mempelajari ilmu jari Sian cit
sinkang dari partai Siauw lim serta ilmu pedang dari Tam In
Cing yang berasal dari gunung Hoa san. Bukan saja
kepandaiannya, memperoleh kemajuan. Dalam tenaga
dalampun ia peroleh kemajuan yang pesat.
Begitu serangan dilancarkan, terbitlah segulung angin
pukulan yang maha dahsyat meluncur kedepan.
Begitu Siauw Ling melancarkan serangannya. Sam Ciat
sutay segera menyadari bahwa ia telah bertemu musuh
tangguh, jari tengah dan telunjuk tangan kirinya segera
dibabat kemuka mengancam urat nadi sianak muda itu.
"Gerakan yang sangat indah!" puji Siauw Ling, terpaksa
kanannya menekan kebawah, laksana kilat telapak kirinya
melancarkan sebuah serangan lagi.
Ilmu telapak yang dimilikinya merupakan hasil ciptaan dari
Lam It Kong, bukan saja kecepatannya sukar diikuti dengan
pandangan mata bahkan luar biasa dahsyatnya.
Diam2 Sam Ciat sutay merasa amat terperanjat, pikirnya:
"Sungguh tak nyana gerakan ilmu telapak yang dimiliki bocah
ini demikian cepatnya."
Berpikir demikian, tubuhnya dengan cepat berputar dan
menyingkir tiga depa kesamping untuk melepaskan diri dari
ancaman tersebut. "Sutay. jangan salahkan kalau aku bertindak kurangajar..."
bentak Siauw Ling keras keras.
Ditengah bentakan telapaknya bagaikan bayangan
mengejar kemuka. Sepasang telapaknya melancarkan
serangan berantai dan dalam waktu singkat, delapan buah
pukulan telah dilepaskan.
Bukan saja kedelapan buah serangan tersebut dilancarkan
dalam waktu singkat bahkan kecepatannya luar biasa dan lagi
hawa pukulannya sangat tajam dan kuat.
Dengan kepandaian yang dimiliki Sam Ciat sutay ternyata ia
terdesak mundur berulang kali kebelakang. Setelah bersusah
payah akhirnya delapan buah serangan tersebut baru bisa
dihindari. Gak Siauw-cha tak pernah menyangka kalau kepandaian


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

silat yang dimiliki Siauw Ling begitu lihaynya. Dalam hati ia
merasa girang bercampur kuatir.
Girang karena dengan usia Siauw Ling yang masih begitu
muda ternyata mempunyai kemampuan sedahsyat itu, kuatir
karena ia takut pemuda tersebut salah melukai Sam Ciat sutay
sehingga mengakibatkan terjalinnya hubungan permusuhan
antara pemuda itu dengan perguruannya.
Thio lo hujin serta para pengikutnya merasa terperanjat
juga melihat kelihayan dari Siauw Ling. Dengan demikian
harapan mereka yang semula diletakkan diatas bahu Sam Ciat
sutay untuk membekuk Gak Siauw-cha pun mengalami
kegagalan total. Sementara itu setelah Sam Ciat sutay kehilangan posisi baik
sehingga secara beruntun ia didesak mundur berulang kali
oleh serangan Siauw Ling yang amat gencar, hatinya merasa
amat terperanjat menanti delapan buah serangan berantai
dari Siauw Ling sudah lewat, ia segera putar pergelangan
kanannya mencabut senjata Hud-tim dari punggungnya,
bayangan tajam segera menyebar keempat penjuru.
"Ilmu telapak sicu amat lihay, belum pernah pin-ni
menjumpai kepandaian seperti itu sekarang berhati-hatilah
engkau" Siauw Ling mengepos hawa murninya lalu meloncat
mundur tiga depa kebelakang.
Meskipun gerakan menghindarnya dilakukan sangat cepat
namun serangan kebutan dari Sam Ciat sutaypun cukup
dahsyat, pemuda itu tetap terkena sapuan, sehingga
pakaiannya robek dan kulit badannya terluka.
Serat kebutan yang lunak dan halus ketika mengena di
tubuh Siauw Ling, bagaikan sayatan pisau tajam, munculan
guratan2 darah di tubuhnya.
Setelah sapuan hud timnya mengena dibahu kiri Siauw
Ling, rahib tersebut tidak mengejar lebih jauh malahan ia
berdiri tertegun. Rupanya setelah sapaan tersebut mengena dibadan Siauw
Ling. ia segera merasa munculnya segulung tenaga pantulan
amat keras dari badan pemuda itu hingga membuat
pergelangan kanannya jadi linu dan sakit.
Pengetahuan yang dimiliki Sam Ciat sutay amat luas,
setelah serangannya mengena di badan lawan ia tahu bahwa
tenaga khikang pelindung badan sianak muda itulah yang
menggetarkan tangannya kembali, tak pernah disangka
olehnya dengan usia pemuda itu yang masih muda ternyata
berhasil menyaksikan kepandaian yang amat tinggi itu...
Baru saja ingatan tersebut berkelebat da lam benaknya,
dari dalam sakunya Siauw Ling telah ambil keluar sebilah
pedang pendek yang memancarkan cahaya ke emas2an,
katanya: "Jurus serangan sutay amat ampuh, aku pun
terpaksa harus gunakan pedang..."
Pedang pendek disilangkan didepan dada namun ia tidak
langsung melancarkan serangan balasan.
Dari cara pemuda itu memegang pedang, satu ingatan
berkelebat dalam benak Sam Ciat sutay, segera tegurnya:
"Siapa gurumu?"
Sebelum Siauw Ling sempat menjawab, bayangan manusia
berkelebat lewat, dan Pek-li Peng telah berdiri dihadapan
Siauw Ling, sambil memandang rahib itu serunya: "Bagaimana
kalau pertarungan ditunda sebentar?"
"Ada apa?". "Aku hendak membalutkan luka yang diderita toako lebih
dahulu, kemudian pertarungan baru dilanjutkan kembali"
"Hmmm... pertarungan antara dua jago merupakan
penentuan antara mati dan hidup, belum pernah aku lihat ada
pertarungan di hentikan ditengah jalan hanya karena memberi
kesempatan pada musuhnya untuk membalut luka lebih
dahulu?" ejek Thio lo hujin.
Tentu saja maksud dari perkataan itu jelas sekali, ia sedang
membakar hati Sam Ciat sutay yang tidak seharusnya
memberi kesempatan kepada Siauw Ling untuk mengatur
pernapasan. Tapi Sam Ciat sutay sama sekali tidak menggubris ucapan
dari Thio lo hujin, sambil memandang kearah Pek li Peng
tanyanya: "Apa hubunganmu dengan Siauw Ling?"
"Aku adalah adik angkatnya?"
"Baik! balutkan dulu lukanya..."
Dengan penuh rasa sayang Pek-li Peng ambil keluar sebuah
botol perselen dari sakunya dan menuangkan sejumlah bubuk
obat berwarna putih, kemudian dibubuhkan dialas mulut luka
pemudi itu, dengan menggunakan secarik kain luka tadi
dengan cepat dibungkus. Gak Siauw-cha hanya menyaksikan semua tingkah laku
gadis tersebut dari sisi kalangan, ia membungkam dalam
seribu bahasa. Sebenarnya Siauw Ling ingin menampik maksud baik Pek-li
Peng untuk membalutkan lukanya itu, tetapi setelah teringat
bahwa penolakannya dihadapan umum mungkin akan
membuat malu dara tersebut, terpaksa ia biarkan lukanya
dibalut olehnya. Selesai membalut luka Siauw Ling. Pek-li Peng menghela
napas pajang dan berkata: "Oooh Toako... kalau ini hari
engkau mati dilembah Toan-hun gay maka bukan saja nona
Gak akan menemani kematianmu itu, Siauw-moay pun akan
mengorbankan diri pula untuk menemani dirimu. Bertarunglah
dengan hati lega" Habis berkata ia melirik sekejap kearah Gak Siauw-cha,
kemudian mundur kembali ke tempat semula.
Air muka Gak Siauw-cha tetap tenang dan sama sekali tidak
menunjukkan perubahan apapun seakan akan perkataan dari
Pek-li Peng itu sama sekali tak terdengar olehnya.
Menunggu Pek-li Peng sudah mundur kembali ketempat
semula, Sam Ciat sutay baru berkata dingin: "Siauw Ling,
engkau sudah mampu untuk melanjutkan pertarungan?"
Siauw Ling tarik napas panjang, setelah menarik hawa
murninya dari pusar menyebar keseluruh tubuh ia menjawab.
"Sekalipun luka yang kuderita lebih parah pun aku masih
mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pertarungan
ini....." Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan : "Cuma
sebelum pertarungan dimulai terlebih dahulu aku hendak
memperingatkan sesuatu kepada sutay"
"Memperingatkan soal apa?"
"Pedang yang kumiliki ini sangat tajam sekali, aku harap
sutay suka berhati hati!"
"Kalau berbicara dari tingkat usia" pikir Sam Ciat sutay
didalam hati kecilnya, tidak pantas kalau aku gunakan senjata
Anak Rajawali 12 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Bayangan 1
^