Bulan Jatuh Dilereng Gunung 7
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 7
dari Negeri Siam (Thailand) yang dihadiahkan raja kepada
seorang puteri dari Sri Wijaya bernama Damayani Tunggadewi. (baca : Jalan Simpang di atas Bukit) Pedang
pusaka itu kemudian berpindah dari tangan ke tangan para
satria besar. Siapa yang memiliki, tentu memiliki ilmu pedang
yang tiada taranya. Diperkirakan orang, pedang Sangga
Buwana menyimpan suatu ajaran ilmu pedang yang istimewa.
Itulah sebabnya menjadi bahan perebutan orang. Untuk
memperoleh pedang itu, siapapun bersedia mati. Sekarang
orang bertopeng itu berangan-angan pula hendak memiliki. Ia
berhasil mencuri pedangmu. Tentunya mengira, bahwa
engkau membawa-bawa pedang istimewa itu. Tetapi setelah
mengetahui bukan pedang Sangga Buwana, bukankah akan
dikembalikan dengan rasa penasaran " Maka semenjak itu, dia
akan muncul terang-terangan di hadapan kita. Dia atau berikut
rombongannya akan memaksa dirimu untuk menyerahkan
pedang Sangga Buwana"
"Rombongannya ?"
"Ya, rombongannya, aku yakin, dia tidak bekerja seorang
diri." "Oh. Tetapi andaikata benar begitu, bukankah aku tidak
memiliki pedang Sangga Buwana ?"
"Hrn..... menurut cerita luaran yang didengarnya, pedang
itu berada di tangan keluargamu. Maka engkau akan
dipaksakan untuk mewujudkan angan-angannya. Karena itu,
berjanjilah Niken ! Semenjak saat ini, engkau jangan berpisah
jauh daripadaku. Dan kau Gemak Ideran, kau kutugaskan
untuk selalu mendampingi Niken."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka melanjutkan perjalanan dengan berdiam diri. Hawa
pagihari sudah tiba. Di ufuk timur, cahaya matahari lembut
hadir di atas bumi. Burung-burung mulai terdengar berkicau
sambung-menyambung. Sesekali angin meniup kencang
membungkukkan puncak mahkota dedaunan. Kemudian lari
kencang melanda daratan dan meraba puncak-puncak ilalang
dan belukar. Suara gemeresahnya memiliki nada tanda
kehidupan sendiri. Alam lambat-laun jadi cerah seolah-olah
menjanjikan cerita syahdu yang mengasyikkan hati nurani
manusia. Tiada masalah sulit, rumit dan pelik. Semua berjalan
lancar, rata, aman dan damai. Benarkah itu " Justru pada
detik itu, terdengar derap kuda yang sedang berpacu. Derap
langkah kuda yang dahulu-mendahului, seolah-olah sedang
mengejar hantu. Dengan sigap, Gemak Ideran menoleh. Kemudian memberi
isyarat mata kepada Niken Anggana. Berkata kepada Diah
Windu Rini : "Dua orang. Apakah mereka Mataun dan Sukarji ?"
Diah Windu Rini tidak menjawab. Dia hanya mendengus
pendek. Sejenak kemudian ia menjawab :
"Aku ingin tahu apakah yang akan mereka lakukan terhadap
kita." Mataun dan Sukarji memang masih penasaran kepada Diah
Windu Rini. Mereka benar-benar merasa dipermainkan.
Beberapa jam lamanya mereka ubek-ubekan mencarinya. Dari
tempat ke tempat mereka mengadakan pemeriksaan. Namun
jejak yang dicarinya lenyap dengan begitu saja. Akhirnya
dengan hati mendongkol, mereka kembali ke rumah
penginapan. Kebetulan sekali, mereka berpapasan dengan
pengurus rumah penginapan yang bersungut-sungut. Katanya,
ketiga tetamunya meninggalkan kamarnya masing-masing
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa pamit. Memang mereka sudah membayar, tetapi
perbuatannya meninggalkan rumah penginapan tanpa pamit
dapat merosotkan pamor perusahaannya.
"Siapa mereka ?" Mataun menegas.
"Namanya yang benar tidak tahu. Yang jelas, dua
perempuan dan seorang laki-laki. Semuanya masih muda
remaja." pengurus rumah penginapan memberi penjelasan.
Mataun tidak perlu minta kejelasan lagi. Terus saja ia
melakukan pengejaran. Sukarji yang selalu mengikutinya tidak
mau ketinggalan pula. Pemuda ini sebenarnya tidak menaruh
dendam kepada Diah Windu Rini. Ia hanya merasa cemburu.
Kepandaiannya ternyata kalah jauh. Hal inilah yang
membuatnya penasaran. Bagi orang Jawa Timur, adalah suatu
kehinaan besar bila seorang laki-laki sampai dikalahkan
seorang wanita. Dalam pada itu, Diah Windu Rini masih sempat menyelinap
di balik belukar untuk ganti pakaian Kini tidak ....... berkain
leher putih. Ia jadi nampak anggun, berwibawa dan angker.
Berkata pendek kepada Niken Anggana.
"Kenalkan namamu dengan terus terang. A ku akan .....atma
yang tepat" Niken Anggana mengangguk dan menjajarkan kudanya
me....ang jalan dengan kuda Gemak Ideran. Mereka berdua
belum sempat mengenakan pakaian baru, meskipun demikian
tidak mengurangi perbawanya.
"Hoooop.... !" Mataun mengangkat tangannya sambil
menarik kendali kudanya, ia menunggu sampai Sukarji datang
menjajari. Lalu berkata menghardik : "Kalian siapa ?"
"Siapa yang mana ?" Gemak Ideran balik bertanya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau dan kau....! bentak Mataun seraya menuding Gemak
Ideran dan Niken Anggana.
"Aku Gemak Ideran. "Dan kau " "Aku Niken Anggana. Mengapa," sahut Niken Anggana
dengan suara lembut. Mendengar Niken Anggana menyebutkan namanya, Mataun
tercengang. Setengah tak percaya ia berkata : "Jangan
bergurau! Kau siapa ?"
"Aku Niken Anggana. Mengapa?"
"Berani benar engkau memalsu nama."
"Memalsu Mengapa memalsu. Aku Niken Anggana, putri
Haria Giri." Sekarang Mataun benar-benar percaya, bahwa dia Niken
Anggana sesungguhnya. Justru demikian ia jadi berhimbang-
bimbang. Sama sekali ia tidak mengira bahwa Niken Anggana
adalah seorang gadis yang lembut budi bahasanya. Alangkah
jauh berbeda bila dibandingkan dengan Diah Windu Rini yang
mempermain-mainkan hampir satu malam suntuk. Dan
teringat akan Diah Windu Rini, pandang matanya mengarah
kepada belukar yang tumbuh lebat di balik tanah tinggi.
Bentaknya : "Tadi kalian bertiga. Mana yang satunya ?"
"Dia lagi berganti pakaian," jawab Niken Anggana polos.
"Apakah engkau ingin bertemu ?"
"He-e. Suruh dia keluar !"
"Jangan ! Kakakku yang satu ini tidak pernah diperintah
orang." ujar Niken Anggana dengan sungguh-sungguh.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya kau menghendaki apa " Aku tidak berpedang lagi
.........." "Ha ?" Mataun terbelalak. "Pedang Sangga Buwanamu.......
di mana ?" Niken Anggana tersenyum manis. Wajahnya sama sekali
tidak berubah. Tetap tenang dan ramah seperti sediakala.
Selagi demikian, Gemak Ideran menimbrung :
"Paman Mataun, sebenarnya apa maksudmu sampai
mengejar kita di permulaan pagi ini ?"
"Kau siapa " Anak Cakraningrat, ya ?" bentak Mataun.
"Aku putera Adipati Sawunggaling."
"Ha ?" Mataun terbelalak. "Mengapa kau berada bersama-
sama dengan anak Cakraningrat " Ayahmu dikhianati
Cakraningrat ! Kau malahan .........."
"Aku berada di Madura, justru oleh kehendak ayahku."
"Ah massaaaaaa ........."
"Kau sendiri mengaku anak-buah Adipati Mas Brahim.
Mengapa justru mengkhianati " Nah, itupun perlu dipertanyakan, bukan ?" Gemak Ideran mencoba memancing
mewakili pendapat Diah Windu Rini.
"Jangan menuduh sembarangan!" dan dengan wajah
beringas Mataun menghunus pedangnya.
"Kau datang kemari bersama-sama dengan puteri Adipati
Mas Brahim atau tidak ?" gertak Gemak Ideran.
"Kalau tidak bagaimana, kalau betul bagaimana ?"
"Hm....." Gemak Ideran mendengus. Lalu berkata dengan
mengulum senyum : "Engkau pernah diberi ampun kakakku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini. Tetapi engkau tidak mau mengerti. Malahan akan
mengambil jiwanya. Jangan-jangan engkau mempunyai
maksud lain. Apakah perkara pedang Sangga Buwana ?"
Selagi Mataun hendak membuka mulutnya, Sukarji yang
semenjak tadi berdiam diri mendahului : "Sebentar, anak
muda ! Engkau menyebut-nyebut puteri Adipati Mas Brahim.
Apakah engkau pernah melihatnya ?"
Gemak Ideran seorang pemuda cerdas. Dengan berbekal
tutur-kata Diah Windu Rini, ia menyahut: "Terus terang saja,
belum pernah aku melihat wajahnya. Kecuali muncul di tengah
malam gelap gulita, dia mengenakan topeng pula."
"Mengenakan topeng ?" wajah Sukarji berubah pucat.
"Dia berada di atas kamar kalian, aku yakin, dia sedang
menyelidiki atau mengamati sepak-terjang kalian."
"Ah !" "Sekarang dia berada di atas atap kamar kalian."
"Dia berada di sana ?"
"Pendek kata, dia sudah mengetahui sepak-terjang kalian."
Sukarji nampak menggigil ketakutan. Tiba-tiba saja ia
memutar kudanya hendak balik ke rumah penginapan. Tetapi
begitu kudanya melompat kena gentakannya, pedang Mataun
menyambar lehernya. Untung, ia sudah dibawa melompat
kudanya sehingga ujung pedang Mataun hanya menyerempet
pundaknya, namun tak urung, punggungnya bermandikan
darah. "Hai, apa artinya ini ?" ia berpaling seraya membentak
hebat. "Hm, kau kena dilagui bangsat ini. Mau ke mana ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mataun ! Aku percaya mulutnya daripada mulutmu. Aku
yakin, dia tidak berdusta. Kalau sang puteri sampai
mengetahui sepak-terjangku, aku bakal mati tak terkubur."
Mendengar ucapan Sukarji, Mataun menggerung. Lalu
menerjang dengan tidak segan-segar. lagi. Tetapi Sukarji tidak
mau mengalah. Dengan sebat ia menangkis. Sayang, ia sudah
terluka. Pedangnya kena ditampar balik.
Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran tidak tinggal diam. Gesit
ia melompat tinggi dan menikam dari samping. Mataun
terperanjat. Buru-buru ia menangkis. Ia kalah kedudukan,
sebab masih bercokol di atas kudanya. Sedangkan Gemak
Ideran berada di tengah udara. Merasa dirugikan, buru-buru ia
menggulingkan dirinya ke tanah. Dengan bergulingap ia
berhasil menyelamatkan diri.
"Niken, kau terimalah pedangku ! Tolong lemparkan
golokku !" seru Gemak Ideran.
Berseru demikian ia melemparkan pedangnya dan disambut
Niken Anggana dengan sempurna. Beberapa saat kemudian,
Niken Anggana menghunus golok Gemak Ideran yang
tergantung di samping pelana kudanya. Kemudian dengan
sekali lempar, golok itu sudah berada di tangan majikannya.
"Eh, rupanya kau ahli senjata golok !" teriak Mataun setelah
tegak berdiri di atas tanah. "Apa nama golokmu " Mestinya
golok pusaka ........."
"Benar. Namanya Golok Mataun !" sahut Gemak Ideran.
"Sialan !" Mataun mengutuk.
Rupanya Mataun seorang yang berdarah panas dan pendek
akal. Terus saja ia menyerbu dengan mati-matian. Sama sekali
ia tidak memperhitungkan hadirnya Sukarji yang kena
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilukainya. Untung, Sukarji lebih memperhatikan keadaan
puteri Adipati Mas Brahim. Setelah menangkis serangan
Mataun, segera ia melarikan kudanya sepesat angin balik ke
arah kota. Gemak Ideran menunggu sampai serangan Mataun tiba. Di
dalam hati ia memang ingin menguji diri. Diah Windu Rini
berkata, kepandaiannya masih berada di atas kepandaian
Mataun. Karena itu, hatinya mantap. Dengan gesit ia menggerakkan
goloknya dan menyongsong tikaman pedang Mataun tepat
pada waktunya. Trang ! Mataun boleh membanggakan diri sebagai seorang yang
banyak pengalamannya. Diapun percaya kepada ilmu
pedangnya sendiri, sehingga tidak yakin bila dirinya sampai
kena dikalahkan musuh. Apalagi lawannya kali ini seorang
pemuda yang belum hilang bau tetek ibunja. Tetapi
kenyataannya, pedangnya kena tertampar ke samping.
Tangannya tergetar. Lengannya nyeri. Tahulah ia, Gemak
Ideran bertenaga kuat. "Eh, masakan aku kalah tenaga ?" ia menyiasati dirinya
sendiri. "Barang kali aku terlalu semberono."#9a
Memikir demikian, segera ia memperbaiki kedudukannya.
Lalu dengan tenang ia mengulangi serangannya. Pedangnya
berkelebat dengan suara mengaung. Ia menggunakan tipu
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ganda. Bila lawannya sampai menangkis, ia dapat membelokkan arah tikamannya. Tetapi lagi-lagi, ia kalah
sebat. Gemak Ideran ternyata dapat menebak maksudnya.
Sama sekali ia tidak menangkis melainkan memotong gerakan
pedangnya dan langsung menikam lambungnya. Keruan saja,
ia mengelak dengan terburu-buru. Selagi demikian, Gemak
Ideran maju selangkah dan menghantam kepalanya dengan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagang goloknya. Tak ! Dan dunia berputar di depan
penglihatannya. la terkejut bukan main. Sebab sewaktu hendak berdiri,
seluruh sendi tulangnya nyeri luar biasa. Dan ia terduduk
kembali dengan tubuh lemas. Hai ! Kenapa " Kenapa tiba-tiba
ia kehilangan tenaga " Selagi ia berkutat hendak menghimpun
tenaga, Gemak Ideran datang menghampiri dengan langkah
pasti dan tenang luar biasa.
"Bagaimana " Kau serahkan kepalamu atau kupotong kedua
kaki dan lenganmu ?" gertak pemuda itu.
Ia tidak sanggup menjawab. Habislah sudah kegarangannya. Mulutnya yang jahi! terbungkam Meskipun
demikian, betapapun juga termasuk seorang laki-laki gagah.
Selama hidupnya ia berkelahi dan bertempur di pihak yang
mengadakan perlawanan terhadap Kompeni Belanda. Karena
itu, ia tidak gugup mendengar ancaman Gemak Ideran.
Sahutnya . "Aku seorang laki-laki. Kau beleh mencingcang tubuhku
menjadi bergedel. Tetapi jangan berharap aku bakal
memohon-mohon belas kasihanmu......"
Pada saat itu, tiba-tiba munculah Diah Windu Rini dari balik
gerumbul belukar. Pakaiannya yang berwarna hijau berkain
leher putih nampak semarak di tengah cahaya matahari yang
sedang menerangi bumi. Dan melihat munculnya Diah Windu
Rini semangat Mataun terbang. Dasar wataknya tidak ..............
berusaha membusungkan dadanya. Berteriak ........
"Kalau mau membunuhku, bunuhlah."
"Hm" dengus Diah Windu Rini dengan mengulum senyum.
"Apa untungnya membunuhmu?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mataun tercengang sejenak Tetapi pada detik ia mengira
Diah Windu Rini akan menyiksa dirinya. Teriaknya lagi:
"Seorang laki-laki boleh gugur bagaikan daun rontok, akan
tetapi jangan kau hina seperti babi potong !"
Diah Windu Rini menghampiri. Kudanya ........ di depan
matanya. Kemudian berkata seperti seorang .........
"Mataun " Kau ini memang seorang pemberontak yang
tidak mempunyai otak. "
"Tidak mempunyai otak bagaima?"
"Kau cuma pandai menghafalkan semboyan tetapi artinya
tidak kau mengerti sendiri"
"Mana yang tidak kumengerti" ..................
"Sebentar tadi engkau berteriak: Kau boleh mencingcang
tubuhku menjadi bergedel. Sedelik kemudian berteriak lagi,
kalau mau membunuhku bunuhlah ! Sekarang katakan yang
jelas, kau ingin kucincang menjadi bergedel atau kubunuh ?"
Dipojokkan demikian, Mataun jadi bingung sendiri. Kalau
dipikir, ucapannya memang bertentangan. Sebentar tadi boleh
mencincang dirinya menjadi bergedel. Sebentar lagi, minta
dibunuh saja. Kedua-duanya tidak enak. Tetapi kalau
ditimbang, lebih baik di bunuh dengan sekali tikam daripada
disiksa menjadi bergedel dulu sebelum mampus. Ia jadi malu
sendiri, memang ucapan-ucapan demikian sebenarnya hanya
dipetiknya dari kata-kata seorang pendekar yang tidak takut
mati. Dan terasalah di dalam lubuk hatinya, manusia hidup ini
harus memilih. Minta dibunuh atau dicincang menjadi bergedel
berarti dipaksa memilih. Andaikata tidak memilih kedua-
duanya, juga sudah berarti memilih.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi pikirannya disibukkan oleh masalah itu, terdengar
Diah Windu Rini berkata lagi :
"Dengan begitu, engkau ini sebenarnya termasuk manusia
yang tidak tahu kedudukannya sendiri. Sebenarnya engkau
berada di fihak Adipati Mas Brahim atau fihak yang
menentangnya " Sebenarnya engkau berada di fihak Kompeni
atau di fihak yang bermusuhan dengan Kompeni."
"Hai, hai! Tentu saja aku berfihak kepada para pendekar
yang bermusuhan dengan Kompeni !" potong Mataun dengan
semangat berkobar-kobar. "Kalau bermusuhan dengan Kompeni, mengapa justru
engkau bukan anak-buah Adipati Mas Brahim yang sudah jelas
adalah anak keturunan pahlawan Untung Surapati " Coba,
jawablah !" "Mengapa kau bisa berkata begitu ?"
"Mataun ! Apa yang kau ucapkan di dalam kamarmu, sudah
kudengar semua. Kemudian aku memayang seorang gadis
yang mengaku sebagai puteri Adipati Mas Brahim. Jangan lagi
kau terkejut atau ikut berduka-cita. bahkan engkau mencoba
menghalang-halangi temanmu. Sebenarnya kau bekerja untuk
siapa ?" bentak Diah Windu Rini.
"Aku....." Aku.....?" Mataun tergagap-gagap. Dan wajahnya
berubah-ubah. Kadang merah padam, kadang kepucat-
pucatan. Diah Windu Rini menghela nafas. Lalu memutuskan :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah..... karena engkau menutup mulut, tiada gunanya aku berbicara
berkepanjangan. Gemak Ideran, Niken Anggana......
Mari berangkat!" Diah Windu Rini benar- benar meninggalkan Mataun
yang duduk menumprah tidak berdaya di atas tanah.
Gemak Ideran dan Niken Anggana yang sebenarnya tidak mengerti maksud Diah
Windu Rini segera mengikutinya. Sebaliknya Mataun sendiri sebenarnya
amat bersyukur di dalam hati. Ia merasa sudah tak
berdaya. Siapapun dapat membunuh dirinya dengan gampang. Tetapi mengapa justru ditinggalkan semacam diampuni " Selama hidupnya
baru kali itu ia mengalami peristiwa demikian.
"Kakang Gemak Ideran ! Engkau hanya memukulnya
dengan gagang golokmu. Tetapi ia sudah kehilangan tenaga.
Apakah golokmu sebatang golok mustika ?" Niken Anggana
minta keterangan kepada Gemak Ideran.
Sambil mengelus-elus gagang goloknya yang sudah
tergantung kembali di samping pelananya, Gemak Ideran
menjawab dengan tertawa:'
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Janganlah terlalu percaya kepada segala macam pusaka
atau mustika secara berlebih-lebihan, adikku. Semuanya
tergantung kepada manusianya. Orang boleh memiliki macam
pusaka ibarat pusaka Dewa peruntuh langit. Tetapi bila
orangnya tidak dapat menggunakan, pusaka itu tidak berarti
apa-apa. Sebaliknya seseorang dapat memporak-porandakan
dua atau tigapuluh lawan di medan perang hanya dengan
senjata besi rongsokan, karena orang itu berkepandaian
tinggi." "Kalau begitu, ilmu apakah yang kau gunakan untuk
memunahkan tenaga Mataun ?"
"Tentu saja termasuk salah satu jurus ilmu golok yang
kuwarisi. Tapi bukan dari guruku." sahut Gemak Ideran
dengan mata berseri-seri.
Mendengar kata-kata Gemak Ideran, Diah Windu Rini ikut
tertarik hatinya. Ia menoleh. Menegas :
"Gurumu bernama Ki Ageng Mentaok. Ilmu kepandaiannya
boleh dikatakan sudah sempurna. Masakan engkau perlu
menyangkok ilmu kepandaian orang lain ?"
"Bukan begitu." sahut Gemak Ideran cepat. "Diapun bukan
guruku. Juga bukan sengaja mewariskan ilmu kepandaiannya
kepadaku. Umurnya sebaya denganku. Tetapi ia mengaku diri
sebagai pendeta. Paling tidak bercita-cita ingin hidup sebagai
pendeta. Namanya Hajar. Karena berasal dari Karangpandan,
ia menyebut diri Hajar Karangpandan. (salah satu tokoh Bende
Mataram) Orangnya awut-awutan, binal seperti kuda liar, akan
tetapi hatinya jujur dan kepandaiannya tinggi. Dalam suatu
pertemuan ia berkenan mewariskan aku lima jurus pukulan
maut. Itulah tadi salah satu jurus ajarannya ......."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah di dunia ada manusia semacam itu " Aku tidak
percaya, kalau diapun tidak memperoleh bagiannya." Diah
Windu Rini sangsi. "Benar...... sama sekali ia tidak minta tukar setengah jurus
pun dariku." Diah Windu Rini termangu-mangu. Niken Anggana
kemudian menimbrung : "Kakang Gemak Ideran ! Kau ceritakan padaku tentang dia
!" Gemak Ideran tertawa. Sahutnya :
"Orang Kartasura rupanya berbakat seni. Kau tidak bosan-
bosan mendengarkan cerita orang."
"Aku paling gemar mendengar kisah petualangan. Apalagi
kisah petualangan seorang pendekar semacam Hajar
Karangpandan." Kembali lagi Gemak Ideran tertawa. Katanya :
"Baiklah..... hari masih cukup panjang. Nanti malam saja
aku akan mengabarkan riwayat pertemuanku dengan Ki Hajar
Karang-pandan. Orang itu memang istimewa. Binal, liar, awut-
awutan, tetapi jujur. A yunda Windu Rini pasti tidak gampang-
gampang percaya, karena orang itu memang tidak dimengerti.
Tetapi tindakan ayundapun tidak mudah kumengerti."
"Tindakan yang mana ?"
"Mataun kau tinggalkan begitu saja. Mengapa ?"
"Yang jelas, aku sudah memperoleh apa yang kuperlukan,"
sahut Diah Windu Rini. "Apa" " "Itulah perkara puteri paman Adipati Mas Brahim. Puteri itu
benar-benar puteri paman Brahim. Selanjutnya, tidak perlu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi aku mencampuri urusan rumah tangganya. Biarlah paman
Brahim menyelesaikannya sendiri. Bila aku sampai menangani
Mataun, ekornya bisa berakibat panjang."
Gemak Ideran tertawa terbahak-bahak. Serunya :
"Ayunda sungguh cerdik! Katakan saja, ayunda pinjam
tangan orang-orang bawahan paman Adipati Mas Brahim
.........." Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan melepaskan
pandang di jauh sana, ia membedalkan kudanya. Niken
Anggana dan Gemak Ideran terpaksa pula melarikan kudanya.
Waktu itu, matahari sudah menjenguk di atas cakrawala.
Hawa pagihari masih segar memasuki pernafasan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
9. ORANG-ORANG ANEH MAKIN LAMA suasana seberang-menyeberang jalan
berkesan sepi mengerikan. Kota Bangil sudah nampak di
depan mereka. Namun jalan menuju ke kota itu, jarang sekali
dilalui orang. Menurut kabar hanya diperuntukkan khusus bagi
Kompeni Belanda yang sering mengadakan perondaan. Ini
terjadi semenjak Adipati Cakraningrat menghendaki wilayah
Probolinggo. Pasuruan dan Bangil. Adipati Mas Brahim yang
berkedudukan di Malang tidak tinggal diam. Seringkah
laskarnya menghadang patroli Kompeni Belanda. Dan setelah
mengadakan penyergapan, kemudian melarikan diri mendaki
bukit dan menghilang bagaikan bayangan siluman.
Kompeni Belanda memang tidak mengijinkan Adipati
Cakraningrat menguasai wilayah itu. Kompeni Belanda takut
akan pengalamannya sendiri. Dahulu Trunajaya pernah
merajalela. Juga Untung Surapati. Kedua pendekar itu hampir-hampir
dapat menumbangkan kekuatan Kompeni Belanda di Jawa.
Maka anak-keturunan Cakraningrat dan Untung Surapati tidak
diperbolehkan menguasai wilayah itu. Akan tetapi Kompeni
hanya dapat memerintah tanah-tanah sepanjang jalan besar.
Sedangkan laskar Adipati Mas Brahim dengan bantuan laskar
Madura bersembunyi di perkampungan penduduk. Akibatnya,
Kompeni Belanda sering menyerbu ke perkampungan
Sebaliknya laskar pejuang muncul di tengah malam untuk
mengadakan balas dendam. Dan yang jadi korban adalah
penduduk dusun dan perkampungan. Kecuali mereka tidak
pernah dapat hidup tenteram, jiwa keluarganya terancam
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sewaktu-waktu. Maka tidak mengherankan, perkampungan
dan pedusunan yang bertebaran di sepanjang jalan besar
makin lama makin sunyi. Penduduk dengan sukarela
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan kampung halamannya untuk mencari daerah
permukimannya yang baru. Diah Windu Rini memutuskan untuk menginap di suatu
tempat yang aman. Tetapi karena perlu mengisi perut, ia
menyetujui singgah di Bangil untuk memperoleh rumah makan
yang cocok. Dan rumah makan yang dipilihnya berada di batas
kota menghadap arah Pandaan.
Rumah makan cukup nyaman dan indah. Halamannya luas.
Pagarnya terdiri dari tetanaman hidup sehingga berkesan
sejuk. Apalagi hawa pegunungan Welirang, Arjuna dan
Anjasmara menjangkau wilayah udara Pandaan. Selagi mereka
duduk menikmati makanan dan minuman, terdengarlah suara
derap kuda. Dari kejauhan, nampak dua orang penunggang
kuda Mula-mula Niken Anggana mengira Mataun dan Sukarji.
Tetapi ternyata bukan. Kedua orang itu berhenti di depan
rumah makan dan masuk dengan langkah lebar.
Niken Anggana yang tertarik kepada tokoh-tokoh petualangan segera memperhatikan wajah dan perawakan
mereka. Yang seorang berusia enampuluh tahun. Wajahnya
kusut. Rambutnya ubanan. Meskipun demikian ia kelihatan
gagah, tampan dan bermata tajam. Sedang yang lain seorang
perempuan yang pantas disebut seorang nenek. Rambutnya
putih. Kulitnya putih. Hidungnya mancung. Gundu matanya
agak kebiru-biruan. Jelas sekali, dia bukan orang Bumi putera.
Kalau bukan orang Belanda, tentunya keturunan Belanda dan
Cina. Sebab, meskipun berkulit putih namun halus.
Niken Anggana tertarik kepada bentuk dan kesan wajahnya
yang aneh. Ia hanya merasakan suatu keanehan, akan tetapi
apa yang membuat kesan aneh itu, ia tidak tahu. Dengan tak
setahunya sendiri, ia mengerlingkan matanya kepada Gemak
Ideran. Pemuda itu ternyata tiada menaruh perhatian. Dia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti Diah Windu Rini yang bersikap tidak menghiraukan
kedatangan mereka. Kedua orang itu mengambil tempat duduk. Dengan isyarat
tangannya, mereka minta disediakan minuman keras. Setelah
meneguk minuman keras itu, mereka minta disediakan
sayuran mentah dan daging bakar. Lalu menikmati semua
pesanannya dengan santai. Sama sekali mereka tidak
memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya, seolah-olah
dalam rumah makan itu hanya mereka berdua yang duduk
bercokol di atas kursi. Selang beberapa waktu lamanya, yang laki-laki meletakkan
pisau pengiris daging di atas meja. Lalu tertawa terbahak-
bahak. Berseru : "Kawan-kawan yang baik ! Kalau memang sudah datang,
masuklah ! Apalagi yang kalian tunggu ?"
Tak terasa Niken Anggana dan Gemak Ideran menoleh
untuk memperoleh penglihatan. Seorang laki-laki gagah
perkasa yang bercambang tebal, memasuki halaman rumah
makan, pandangnya ganas. Gerak-geriknya kasar, sehingga
membangkitkan rasa curiga tetamu-tetamu lainnya. Dengan
diam-diam, mereka meninggalkan tempat setelah membayar
harga makanannya. Seketika itu, suasana rumah makan
menjadi lengang dan tegang.
Laki-laki itu bersikap tidak pedulian. Dengan santai ia
memilih tempat duduk. Kemudian menjelajah pandang
matanya. Ia seorang laki-laki berperawakan gagah berumur
empatpuluh tahunan. Pakaian yang dikenakan hitam lekam.
Meskipun hawa terasa dingin, tetapi ia sengaja membuka
kancing bajunya. Dan setelah pandang matanya bentrok
dengan sepasang laki-laki dan perempuan aneh itu, ia
mendehem. Lalu bergeser tempat ke sebelah kiri.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm......" laki-laki tua itu mendengus. Lalu tertawa
perlahan-lahan melalui dadanya.
Pada saat itu, masuk pulalah seorang laki-laki berambut
awut-awutan. Ia mengenakan pakaian kulit harimau. Tak usah
dijelaskan lagi, pastilah dia seorang pemburu. Ia datang
dengan membawa sebuah bungkusan daun pohon jati. Begitu
memilih tempat duduk, bungkusan itu diletakkan di atas meja.
Lalu dibukanya perlahan-lahan dan dengan tangannya yang
kotor ia menjumputi isinya dan dimasukkan ke dalam
mulutnya. Ternyata bungkusan itu berisi potongan daging
harimau mentah. Enak saja, orang itu mengunyah potongan daging harimau
yang masih berdarah sehingga mulutnya yang kotor penuh
dengan semacam liuran merah. Niken Anggana mengamat-
amati wajahnya yang kotor. Penuh daki dan pucat rupanya tak
beda dengan seorang pengemis yang baru sembuh dari sakit,
karena pakaian yang dikenakan lusuh dan penuh dengan
bercak-bercak darah. Niken Anggana melongokkan kepalanya.
Ingin ia melihat, sesungguhnya apa saja yang sedang dimakan
orang itu. Selain potongan-potongan daging, ternyata isi perut
pula seperti usus, ginjal, hati, jantung dan paru-paru. Tak
mengherankan bau amis menguar dibawa angin yang
berputaran. Tidak lama kemudian datang seorang perempuan berumur
sekitar tigapuluh lima tahun. Aneh perempuan ini. ia
mengenakan pakaian seorang muslimat. Tetapi wajah maupun
kulit tubuhnya agak menyangsikan. Kulitnya terlalu putih dan
kedua matanya sipit. Dan pakaian yang dikenakan terlalu
mentereng. Masih ditambah dengan bau aroma yang berlebih-
lebihan sehingga dapat memusnahkan bau amis yang
menguar dari santapan sang pemhuru.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pelayan !" seru perempuan itu setelah duduk tidak jauh di
samping sang pemburu. Tetapi baik pemilik rumah makan maupun pelayannya tiada
yang menyahut. Rupanya mereka sudah menyingkir jauh-jauh.
Sebagai gantinya, muncul seorang laki-laki berperawakan
tinggi tipis. Dengan buru-buru, laki-laki itu menyahut:
"Sayangku..... kau mau apa, ha ?"
"Siapa yang memanggil dirimu ?" perempuan genit itu tidak
senang. Laki-laki jangkung kelihatan gugup. Dengan buru-buru ia
menyahut lagi : "Bukan begitu..... bukan begitu ! Kalau tidak ada olang, aku
bisa bantu. A pa salah ?"
"Ih !" perempuan genit itu mendengus. "Baiklah, ambilkan
aku sebotol minuman. Kabarnya disini terdapat minuman tuak
yang rasanya tidak kalah nikmat bila dibandingkan dengan
minuman keras lainnya. Nah, carikan di antara minuman-
minuman itu !" Laki-laki jangkung itu segera memutar tubuhnya dan
memasuki ruang rumah makan sampai ke dapur untuk
mencari minuman tuak. Setelah diperolehnya, segera ia
mempersembahkannya kepada perempuan genit yang duduk
dengan anggunnya di atas tempat duduk.
Dalam pada itu, tiga orang pria datang berturut-turut
mengepung sepasang laki-laki dan perempuan tua yang
semenjak tadi berdiam diri. Niken Anggana yang tertarik
kepada tokoh-tokoh petualang, lalu menghitung jumlah
mereka. Satu, dua, tiga..... semuanya sembilan orang. Yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan dua dan lainnya laki-laki. Tentu saja dirinya,
Gemak Ideran dan Diah Windu Rini tidak dihitungnya.
"Mereka bersikap diam, tetapi saling memandang dengan
diam-diam. Kelihatannya akan terjadi suatu adu kepandaian
yang hebat." pikir Niken Anggana di dalam hatinya.
"Sebenarnya siapakah mereka dan apa perkaranya " Bagus !
Bakal ada tontonan yang menarik."
Niken Anggana meskipun puteri seorang ahli pedang,
namun belum berpengalaman. Bahkan inilah untuk yang
pertama kalinya ia berkelana bebas di luar rumah tanpa
pengawalan. Sementara itu, Gemak Ideran tiba-tiba bergeser
menjauhi. Pemuda itu seperti ingin memperoleh penglihatan
yang lebih luas. Tiba-tiba kedua orang tua yang aneh itu, tertawa terkekeh-
kekeh. Suara tertawanya tidak sedap didengar orang. Setelah
meneguk minumannya, mereka mulai menjelajahkan pandang
matanya kepada hadirin. Akan tetapi mereka bersikap acuh
tak acuh. Karena tidak mendapat tanggapan, mereka menutup
mulutnya kembali. Dan suasana dalam rumah makan itu, sunyi
menegangkan. Pemburu yang sedang mengunyah daging harimaunya,
nampak resah, ia menggigit sekerat daging keras-keras.
Setelah ditelannya, ia berkata :
"Orang yang kita incar, tidak datang. Apakah kita bakal
menunggu kedatangannya sampai malam hari ?"
Ucapannya tidak ditujukan kepada siapapun. Namun
perempuan muslimat itu menyahut:
"Hai pendekar jalanan ! Apakah daging harimaumu enak ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja ! Kenapa ?" pemburu itu setengah
menggerendeng. "Enak mana hati manusia atau hati harimau ?"
Suara perempuan genit itu, sedap didengar. Agaknya dia
seorang pelajar. Hanya saja perilaku dan gerak-geriknya tidak
sesuai dengan pakaian yang dikenakannya.
"Tentu saja enak hati manusia. Hanya saja harus manusia
yang sehat dan segar bugar," jawab pemburu itu. Dan dengan
mulutnya yang penuh cairan darah ia menyapu ruang rumah
makan dengan pandang matanya yang liar dan menyala.
"Umpamanya manusia itu kakek-kakek atau nenek-nenek,
kecuali rasanya pahit sepah, dagingnya alot pula. Sebaliknya,
kalau pemiliknya seorang pemuda atau gadis..... wah..... hati
dan dagingnya sungguh nikmat. Kecuali empuk, rasanya
kemanis-manisan dan wangi...."
"Kabarnya untuk memasak hati manusia ada resepnya
sendiri. Kalau tidak, bakal gagal. Bisa-bisa empedunya pecah
dan akibatnya pahit. Apakah kau tahu cara memasak hati
manusia ?" "Aku " Hahaha..... masakan daging " Selamanya aku makan
daging atau hati manusia mentah-mentah. Lebih mantap dan
lebih segar ! Apalagi kalau masih kecampuran darahnya.
Huuuuuiiii.... bukan main ! Sungguh sedap !"
Tanya jawab itu berlangsung dengan wajar saja. Niken
Anggana yang perasa tercekat hatinya. Tadi sewaktu pemburu
itu menyinggung-nyinggung soal daging seorang kakek dan
nenek, ia mengira dia sedang mengincar sepasang kakek yang
aneh itu. Tetapi setelah dibandingkan dengan daging dan hati
seorang pemuda atau seorang gadis, entah apa sebabnya
tiba-tiba tengkuknya meremang. Apakah pemburu itu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengincar dirinya " Ia mengerlingkan matanya kepada si
kakek dan si nenek. Kedua orang tua itu, tenang-tenang saja.
Bahkan mereka tersenyum lebar seperti ada yang menggelikan
hatinya. Ia jadi heran sendiri. Sesungguhnya kata-kata sang
pemburu dan muslimat itu dialamatkan kepada siapa "
Sekonyong-konyong laki-laki yang bercabang tebal dan
mengenakan pakaian hitam lekam itu membuka mulutnya :
"Sudahlah, jangan bicara yang bukan-bukan! Sekarang
sudah tiba saatnya untuk bertempur. Nah, singkirkan semua
meja dan kursi biar jadi gelanggang pembantaian..........!"
Semenjak tadi, dia menutup mulut. Dan sekali berbicara,
kata-katanya mengejutkan orang. Tetapi si pemburu yang
sedang mengunyah daging harimau mentah itu tertawa
terkekeh-kekeh. Mendadak saja ia meloncat tinggi. Tangan
kanannya menyambar Gemak Ideran yang duduk memisahkan
diri. Maksudnya hendak menangkap leher Gemak Ideran,
sedang tangan kirinya mengangsurkan sekerat daging mentah
ke arah mulutnya sambil berseru :
"Anak muda ! Nih, makanlah daging harimauku yang
penghabisan ! Hup !"
Dengan gesit Gemak Ideran membungkukkan tubuhnya
Tangannya mengebas, dan ia dapat menangkis tangan kiri
pemburu itu yang sedang mengangsurkan daging mentah.
Berbareng dengan itu, ia menjejak tanah dan menerobos
melalui ketiak. "Siapa sudi memangsa daging mentahmu " Kau kira aku ini
orang hutan ?" Dengan gagah ia berdiri tepat di tengah gelanggang.
Keruan saja si pemburu terkejut bukan main. Sama sekali tak
diduganya, bahwa Gemak Ideran seorang pemuda http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepandaian tinggi. Biasanya belum pernah ia luput bila
menyambar sesuatu. Apalagi sasarannya leher seorang
pemuda yang tidak bergerak dari tempatnya. Entah
bagaimana dia dapat meloloskan diri. Seketika itu juga, ia jadi
penasaran. Terus saja ia melompat memburu dan mengulangi
serangannya. Kali ini ia bersungguh-sungguh. Gerakan
tangannya menerbitkan kesiur angin.
Diperlakukan demikian Gemak Ideran mendongkol. Belum
pernah ia melihat orang itu. Apalagi sampai berkenalan.
Sekarang dengan tiba-tiba ia diperlakukan sebagai kelinci
buruan. Sebenarnya apa maksudnya " Apakah mereka yang
datang itu
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedang mengincar rombongannya. Untuk menggertak pemburu itu, sama sekali ia tidak mengelak. Akan
tetapi membarengi serangannya dengan salah satu jurus maut
ajaran Ki Hajar Karangpandan.
"Hoeeiiit.......!" pemburu itu terkejut setengah mati. Buru-
buru ia mengegos dan menyelamatkan diri. Begitu berdiri
tegak di tempat yang aman, ia membentak bagaikan guruh:
"Hai ! Kau apanya Hajar Karangpandan ?"
Gemak Ideran tidak menjawab. Ia hanya mendengus. Dan
pemburu itu merasa direndahkan. Dengan membentak ia
menerjang. Kali ini, Gemak Ideran melawannya dengan ilmu
kepandaian warisan gurunya. Gesit luar biasa ia mengelak ke
samping sambil memukul. Plak ! Tangannya beradu. Dan
pemburu itu tergeser setengah kaki ke belakang.
"Bagus !" seru laki-laki yang bercambang tebal. "Srenggana
! Umurmu hampir mencapai seabad, meskipun demikian kau
bakal dijungkir-balikkan pemuda itu. Percaya atau tidak ?"
"Cuh !" pemburu yang bernama Srenggana itu menyemburkan ludah di atas tanah. "Srenggana artinya
serigala. Masakan aku tidak mampu membekuk mangsaku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hahaha...... cobalah ! Aku sih cuma menjadi penonton.
Kalau kau menang, aku akan bertepuk tangan. Kalau kalah,
kau akan kukentuti."
"Guntur, bangsat kau !" maki Srenggana. "Lihat yang jelas,
bagaimana caraku hendak membekuk kelinci ini."
Dengan menarik napas, Srenggana menghimpun tenaganya. Lalu merangsak maju. A kan tetapi dengan mudah,
Gemak Ideran dapat mengelakkan. Kedua tangannya
diayunkan. Tetapi yang menghantam adalah sebelah kakinya
yang tepat mengenai perut Srenggana
"Nah, percaya atau tidak ?" Guntur tertawa terbahak-bahak.
"Babi, kau ! Apakah kau mampu ?" sahut Srenggana
dengan nafas memburu. "Mengapa tidak ?" Guntur tersinggung. Terus saja ia
melesat memasuki gelanggang. Bentaknya: "Anak muda,
maaf! Aku akan membuktikan kebisaanku."
Menyaksikan gerakan Guntur, Gemak Ideran memutuskan
hendak mengadu kegesitan. Dengan sekali bergerak, kembali
lagi ia mendupak Srenggana. Lalu ia mendahului menyerang
dengan tiba-tiba. Serangan Gemak Ideran yang dilancarkan
dengan cepat dan mendadak, mengejutkan Guntur. Buru-buru
ia menggeserkan kakinya. Tangan kanannya dilencangkan ke
depan dan membentur sikunya. Tetapi Gemak Ideran bukan
sasaran yang empuk. Ia melejit ke samping dan menampar
kepala. "Hai !" Guntur terperanjat. Buru-buru ia mengendapkan
kepalanya. Namun tepat pada saat itu, sebelah kaki Gemak
Ideran berhasil menjejak lututnya sehingga ia jatuh terguling.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wadddoooo..... ini namanya guntur meledak di pagihari.
Bagus ! Bagus ! Hayo majuuuu.....!" ejek Srenggana.
Guntur meletik bangun. Dadanya serasa hendak meledak.
Ia tidak hanya gagal menangkis serangan Gemak Ideran,
tetapi di ejek Srenggana pula. Sepasang alisnya terbangun
sekaligus. Tadinya ia memandang Gemak Ideran seorang
lawan yang ringan. Sebab selain tidak bersenjata, usianya
sebaya dengan anaknya sendiri. Sama sekali tak diduganya,
bahwa pemuda itu sangat gesit dan pandai menggunakan
otaknya. Selagi ia menggerung hendak mengadakan serangan
balasan, berkelebatlah sesosok bayangan putih. Itulah
perempuan berpakaian muslimat yang terlalu genit
"Tahan !" seru perempuan genit itu.
"Maliwis, minggir !" bentak Guntur.
"Musuh kita bukan dia ! Tapi itu....." Maliwis menuding
sepasang kakek yang aneh.
Kena tuding Maliwis, si nenek tertawa terkekeh-kekeh,
sahutnya : "Kalian ini manusia-manusia tidak berguna.
Lagaknya sih hebat ! Yang satu berlagak makan daging
mentah. Yang lain bercambang tebal. Dan yang perempuan itu
berlagak seperti seorang muslimat yang alim. Tak tahunya,
muslimat gadungan yang pandai menjual bedak dan gincu.
Huhuuuu ......." Belum selesai ucapannya, Maliwis sudah melompat
menyerang. Guntur dan Srenggana tidak tinggal diam pula.
Mereka maju dengan berbareng. Tetapi dengan gesit nenek
tua itu dapat mengelakkan diri. Kini ia melompat ketengah
gelanggang dengan bersiaga penuh.
"Rumpung ! Kau siluman keparat! Inilah saat mampusmu !"
maki Srenggana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si nenek yang bernama Rumpung tertawa terkekeh-kekeh
kembali. Dengan menyemburkan ludahnya, ia mendahului
menyerang. Ternyata dia berkepandaian tinggi. Sama sekali ia
tidak gentar dikerubut tiga orang. Kaki dan tangannya bekerja
sangat cepat dan wajar. Tubuhnya berkelebatan di antara
para penyerangnya. Himpunan tenaga saktinya sangat
sempurna. Ia dapat mengatur pernafasannya. Kadang
terdengar kerasa, kadang lembek. Tetapi baik sambaran
tangan dan kakinya bergerak sangat teratur dan terarah.
Empat orang laki-laki yang semula duduk bercokol di atas
kursi kelihatan gelisah. Seperti saling berjanji mereka berdiri
serentak hendak membantu. Tetapi si kakek tua pun tidak
tinggal diam. Tiba-tiba berseru gembira :
"Hai Rumpung ! Bereskan mereka dan aku akan
membereskan lainnya."
Nenek Rumpung tertawa gembira. Sahutnya :"Dengkul !
Apakah kau mampu ?" "Mengapa tidak ?" sahut si kakek yang dipanggil dengan
nama Dengkul. "Bagus ! Nah, hayo kita berlomba ! Kau atau aku yang
membereskan cecunguk-cecunguk ini....." teriak nenek
Rumpung. Dan selagi berbicara demikian gerakan tangan
dan kakinya tidak kacau. Kakek Dengkul mengiakan. Lalu menerjang empat orang
lali-laki yang hendak turun ke gelanggang. Tentu saja yang
diserangnya tidak tinggal diam. Dengan serentak mereka
memencar dan balik menyerang dengan suatu kerja-sama
yang rapih. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan pertempuran yang kalang-kabut itu, Niken
Anggana ternganga-nganga. Sesungguhnya siapakah mereka
" A pakah yang diperebutkan atau yang dipersoalkan sehingga
mereka bertempur dengan mati-matian " Karena perlu
memperoleh penerangan, ia menghampiri Gemak Ideran.
Katanya : "Kakang, mengapa mereka saling baku hantam ?"
"Soal itu, kita tanyakan nanti kepada ayunda Windu Rini."
sahut Gemak Ideran setengah berbisik. Kemudian dengan
suara sengaja dilantangkan : "Coba tebak, siapa yang bakal
menang !" Niken Anggana mengamat-amati
gerak-gerik nenek Rumpung yang sedang melayani tiga orang musuhnya. Lalu
menjawab : "Tentu saja nenek itu !"
"Apa alasanmu ?"
"Lihatlah ! Ia menyembunyikan sebilah belati mengkilat di
balik lengan bajunya."
Mendengar kata-kata Niken Anggana, Srenggana, Maliwis
dan Guntur terkejut Ah, pikir mereka. Gadis itupun mempunyai
kepandaian dan tajam pandang matanya. Dia dapat menebak
hati Rumpung. Oleh pikiran itu, masing-masing segera
menghunus senjata andalannya. Guntur bersenjata sebatang
tongkat pendek. Srenggana bersenjata penggada, sedang
Maliwis hanya mengulum senyum. Tetapi Niken Anggana tahu,
bahwa Maliwis menyembunyikan senjata andalannya pula di
balik bajunya yang longgar. Entah senjata apa yang
disembunyikan, tentunya hanya dia seorang yang tahu.
Selagi Niken Anggana dan Gemak Ideran memperhatikan
pertempuran mati-matian yang terpecah menjadi dua bagian,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini yang semenjak tadi bersikap acuh tak acuh.
berdiri dari tempat duduknya. Kemudian berkata pendek :
"Gemak Ideran ! Niken ! Sandiwara ini terlalu memuakkan.
Hayo, berangkat'" "Berangkat ?" Gemak Ideran dan Niken Anggana menegas
dengan heran Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan cekatan ia
menghampiri kudanya dan melompat di atas punggungnya.
Niken Anggana dan Gemak Ideran buru-buru hendak
mengikuti. Sekonyong-konyong, mereka yang sedang bertempur melompat. menghadangnya.
"Tidak usah buru-buru, nona. Tinggalkan dulu barang
bawaanmu !" seru Srenggana dan Guntur dengan berbareng.
Niken Anggana tercengang. Selagi demikian, nenek
Rumpung dan kakek Dengkul ikut pula berbicara. Kata mereka
: "Nona, lebih baik kau dengarkan seruannya !"
Gemak Ideran yang berada di samping Niken Anggana,
menghunus pedangnya. Dan melihat Gemak Ideran menghunus pedang, mereka tertawa bergegaran. Teriak kakek
Dungkul : "Anak muda, simpan saja senjatamu. Apakah kau sanggup
melawan kami ?" Gemak Ideran tidak menghiraukan teriakan Dengkul.
Berkata kepada Niken Anggana :
"Ambil golokku !"
"Hihihaaaa......" Guntur tertawa panjang. "Lebih baik nona
tinggal di sini saja."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Niken Anggana termangu-mangu di tempatnya,
terdengar suara Diah Windu Rini: "Niken ! Gemak Ideran !
Tinggalkan mereka !"
"Tetapi..... tetapi..... mereka....." sahut Gemak Ideran
gugup. "Aku berkata, tinggalkan mereka! Apakah kalian tidak
mendengar ucapanku ?"
Baik Gemak Ideran maupun Niken Anggana tidak mengerti
maksud Diah Windu Rini. .Sudah jelas, mereka kena kepung.
Seumpama mau melompati kepungan mereka, jelas tidak
mudah. Sebab mereka bersenjata semua. Sebaliknya perintah
Diah Windu Rini, pasti ada alasannya. Alasan apa " Tak terasa:
mereka berdua menebarkan penglihatannya. Tiada sesuatu
yang dapat dibuat andalan. Mereka hanya melihat seorang
pemuda duduk menumprah di atas tanah. Pakaian pemuda itu
lusuh, tetapi rapih. Wajahnya memancarkan pandang yang
tenang luar biasa Sayangnya, agaknya dia tidak pernah atau
jarang mandi. Apakah dia malaekat penolong " Ah! Mereka
berdua kenal watak Diah Windu Rini yang keras dan angkuh.
Tidak mungkin dia mengharapkan bantuan siapapun dalam
keadaan apapun. Memperoleh pertimbangan demikian, Gemak
Ideran kemudian berkata setengah berbisik kepada Niken
Anggana : "Adik, kau berangkatlah dulu. Aku akan melindungimu.....-
Niken Anggana seorang gadis yang lemah lembut, tetapi
bukan berarti berhati kecil. Betapapun juga, ia puteri harimau.
Pada saat-saat tertentu ia dapat memperlihatkan keteguhan
hatinya. Maka begitu mendengar bisikan Gemak Ideran, terus
saja ia memutar tubuhnya dan berjalan dengan langkah
santai. Anehnya, dua tiga orang yang memagari arah pintu ke
luar, tiba-tiba menyibak memberi jalan. Menyaksikan hal itu,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran segera meninggalkan tempatnya. Iapun sama
sekali tidak terganggu. Mengapa begitu " Mereka tidak
sempat berpikir berkepanjangan. Mereka merasa ibarat baru terlepas dari
lubang jarum. Bahaya yang mengancam dirinya sewaktu-
waktu masih bisa terjadi. Karena itu, diam-diam mereka
bersiaga penuh. Sekilas pandang, mereka melihat Diah Windu
Rini duduk dengan gagah di atas kudanya. Pandang matanya
tajam berwibawa. Apakah oleh pandang itu, para pengepungnya jadi meringkas hatinya " Ah, mustahil! Mereka
rata-rata berkepandaian tinggi. Taruhkata Diah Windu Rini
terpaksa menempur mereka, paling-paling hanya dapat
merobohkan empat atau lima orang. Yang lainnya tentunya
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suda dapat pula melukainya
Teka-teki itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba Gemak
Ideran dan Niken Anggana mendengar gerakan mereka.
Dengan serentak mereka berdua menoleh dan melihat suatu
keanehan. Mereka mengerumuni nenek Rumpung dan Dengkul yang
sedang membuka gulungan kertas tergulung. Lalu membaca
bersama-sama. Setelah itu mereka saling menggumam.
Mulutnya berkomat-kamit, tetapi tidak jelas. Dan pada saat
itu, Gemak Ideran dan Niken Anggana sudah menghampiri
kudanya masing-masing dengan berjalan mundur.
"Berangkat!" perintah Diah Windu Rini sekali lagi. Dan
puteri Cakraningrat itu mendahului berangkat.
Gemak Ideran dan Niken Anggana menarik kendali kudanya
masing-masing. Masih sempat ia mengamati pemuda
berpakaian lusuh yang duduk menumprah di atas tanah.
Wajahnya boleh tergolong cakap, tetapi tidak terpelihara
sehingga berminyak dan kotor. Ia sedang menggeragoti paha
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayam. Nampaknya nikmat Siapa dia, pikir Gemak Ideran. Dia
membawa sikapnya yang acuh tak acuh. Dengan enak saja,
dia menggeragoti paha ayam. Entah sudah semanjak kapan
dia berada di situ. Kalau secara kebetulan, rasanya masih
perlu dipertanyakan. Apakah dia sesungguhnya termasuk
salah seorang gerombolan mereka yang sedang berpura-pura
berbaku hantam " Orang-orang itupun tidak beda dengan dia.
Gerak-gerik dan tujuannya masih susah diduga. Tadinya saling
bermusuhan, tetapi tiba-tiba bisa berhenti berkelahi. Lalu
saling berebut membaca secarik kertas yang berada di tangan
si kakek yang sedang dikerubut. Dan tentunya apa yang
sedang terjadi dalam rumah makan itu tidak terlepas dari
perhatiannya. Selagi ia hendak menyiasati kehadiran pemuda lusuh itu
lebih lanjut lagi, terdengar suara melengking tajam di
belakang purg-gungnya : "Hai, jangan pergi dulu ! Beri penjelasan dulu, apa
maksudmu !" Dialah si kakek yang menamakan diri Dengkul yang
sebentar tadi dikerubut beramai-ramai bersama-sama dengan
si nenek. Dengan mengacungkan secarik kertas tinggi-tinggi,
ia berseru lagi: "Kau menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi. Apa maksudmu" Gemak Ideran menarik kendali kudanya. Di dalam
hatinya, ia tercengang. Menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi
" Siapa yang menyebut-nyebut demikian " Ia sama sekali tidak
pernah menyebut-nyebut kota Ngawi. Apakah yang dimaksudkan bunyi secarik kertas yang diacung-acungkan itu "
Diapun tidak merasa menulis, apalagi berkesempatan
melemparkannya ke dalam gelanggang. Tiba-tiba teringatlah
ia, mereka yang tadi berbaku hantam, mendadak saja berhenti
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkelahi, karena saling berebut hendak membaca isi secarik
kertas yang diacung-acungkan itu. Surat apa " Dari siapa "
Siapa pula yang melemparkannya masuk ke dalam gelanggang
pertempuran " Syukur, Gemak Ideran seorang pemuda yang cerdas. Pada
saat itu, ia sudah dapat menebak delapan bagian. Siapa lagi,
kalau bukan Diah Windu Rini yang menulis surat itu. Hanya
dengan cara apa dia melemparkannya, ia tidak tahu. Pikirnya,
ayunda Diah Windu Rini memang menyinggung-nyinggung
nama kota itu. Kota Ngawi yang akan dijadikan kota
persinggahan setelah melewati Madiun. Apakah ayunda
mempunyai maksud tertentu sampai mengundang mereka ke
sebelah barat kota Ngawi "
"Kakek ! Belum pernah aku mengenal dirimu. Kau siapa ?"
sahut Gemak Ideran. "Aku Kyahi Dengkul. Anak muda, kau turunlah dulu dari
kudamu ! Mari kita berbicara baik-baik."
"Hm, perkara apa ?"
"Kau nanti akan tahu, apa yang kumaksudkan."
"Maaf, kakakku tidak memperbolehkan aku bercokol lama-
lama di sini." Kyahi Dengkul tertawa menyeringai. Serunya : "Apakah
kakakmu terbuat dari baja dan besi " Anak muda, kami ini
segerombolan orang-orang. kasar. Sepak-terjang kami bebas
merdeka dan tidak tahu aturan. Nah, kau pikirkan masak-
masak." Mendengar ucapan Kyahi Dengkul, hati Gemak Ideran jadi
panas. Setengah membentak ia menyahut:
"Kalau sudah tahu, mau apa ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" Kyahi Dengkul tertawa terkekeh-kekeh. "Betapapun juga, perkara pedang Sangga Buwana harus
mendapat kejelasan dulu. Selama masih gelap, kau tidak boleh
pergi. Apalagi anak Haria Giri itu !"
Gemak Ideran makin tercengang. Tetapi lambat-laun ia
merasa memperoleh penerangan. Tidak usah dijelaskan lagi,
bahwa mereka termasuk gerombolan yang mengincar pedang
Sangga Buwana Namun ia berlagak dungu. Katanya : "Pedang
Sangga Buwana " Pedang siapa ?"
"Hai anak muda, janganlah engkau berlagak ketolol-
tololan!" bentak Kyahi Dengkul. "Kau turun sendiri dari
kudamu, atau harus kupaksa ?"
Selagi Gemak Ideran hendak menjawab, Niken Anggana
turun dari kudanya sambil berkata :
"Kakek, kau menuding diriku. A ku memang anak Haria Giri.
Apa maksudmu ?" Melihat Niken Anggana turun dari kudanya, Kyahi Dengkul
buru-buru membungkuk hormat Sahutnya :
"Ah, nona ternyata tahu aturan. Sampaikan salam hormatku
kepada ayahandamu. Sekiranya diperkenankan, siapa nama
nona?" "Aku Niken Anggana. Mengapa ?"
"Ah, nama yang cantik sekali. Beberapa temanku ingin
menanyakan sesuatu kepadamu. Harap nona jawab dengan
terus-tcrang !" "Tentang apa ?" Niken Anggana heran.
Kyahi Dungkul tidak segera menjawab. Sekonyong-konyong
Srenggana berteriak bagaikan guntur:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona, temanmu itu tadi menyakiti diriku. Kaupun begitu
juga. Maka biar bagaimanapun, aku tidak akan melepaskan
dirimu." "Hai!" seru Niken Anggana heran. "Kapan aku menyentuh
dirimu ?" Guntur yang berada di samping Srenggana menyahut
dengan wajah merah padam :
"Sebenarnya kami berkumpul di sini untuk merundingkan
sesuatu. Kami berangkat untuk membicarakan cara memperlakukan dirimu. Sebab betapapun, engkau seorang
makhluk lemah. Tetapi mengapa semalam engkau malahan
membunuh saudaraku seperguruan ?"
"Membunuh " Siapa yang kubunuh ?" Niken Anggana makin
terheran-heran. "Hm...... hai Lingsir! Kau lihatlah yang jelas! Bukankah dia?"
Seseorang berperawakan tinggi kurus maju mendekati
Niken Anggana Setelah mengamat-amati, sejenak, berkatalah
ia dengan suaranya yang parau :
"Benar ! Memang dia. Cuma saja, semalam ia mengenakan
pakaian warna hitam."
"Nah, kau mengaku atau tidak ?" gertak Srenggana
menyeringai. "Semalam aku mengenakan pakaian warna hitam ?" Niken
Anggana menegas dengan suara polos. Sebenarnya, apabila
dia dapat menahan diri dan pandai berpikir, segera akan
mengetahui bahwa bunyi kalimat mulai dari Kyahi Dengkul,
Srenggana dan Lingsir tidak satu nada dan melompat-lompat.
Niken Anggana sesungguhnya bukan seorang gadis yang
bodoh. Kecerdasan otaknya tak usah kalah bila dibandingkan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Gemak Ideran. Hanya saja, ia masih hijau dalam hal
pengalaman. Baginya, sepak-terjang orang-orang kasar masih
sangat asing. "Bukankah semalam engkau dan temanmu itu, berjalan-
jalan ke luar rumah penginapan ?" bentak Srenggana.
"Benar." Niken Anggana mengangguk.
"Di atas genting terdapat seorang puteri yang mati
terbunuh. Siapa lagi kalau bukan pekertimu " Apakah pekerti
setan ?" "Ah, barangkali kau salah tuduh." Niken Anggana berkata
dengan suaranya yang masih saja lembut.
"Eh, jadi aku yang membunuhnya ?" berteriak Srenggana.
"Kau boleh berganti pakaian sekian ribu kali setiap hari. Tetapi
jangan bermimpi dapat lolos dari pengamatan kami. Cuh !"
Srenggana menyemburkan ludahnya. Niken Anggana
tercekat hatinya. Pada jaman itu semburan ludah merupakan
suatu hinaan t besar. Betapa sabar Niken Anggana, seketika
itu juga tersinggunglah kehormatan dirinya. Terus saja ia
mengibaskan lengannya dan maju menghampiri.
"Tahan dulu !" seru nenek Rumpung. "Mari kita bicarakan
dengan baik-baik. Kita masih mempunyai waktu untuk
memperoleh kejelasan ini." Ia berpaling kepada Srenggana
dan Lingsir. Rupanya Nyai Rumpung ingin mendamaikan
perselisihan itu. Tetapi Srenggana tidak menggubrisnya. Mendadak saja ia
menerjang dengan menghantam penggada. Menyaksikan hal
itu, Gemak Ideran terperanjat sampai berseru tertahan. Ia
tahu, Niken Anggana adalah murid pendekar Wangsareja.
Tetapi belum pernah ia menyaksikan sampai dimana
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuan Niken Anggana menghadapi lawan yang ganas.
Apalagi, Diah Windu Rini menganggap kepandaian Niken
Anggana belum sempurna. Sudah begitu, ditambah lagi tidak
membekal senjata. Tetapi diluar dugaan, Niken Anggana dapat
menggeserkan kakinya demikian rupa, sehingga penggada
Srenggana memukul udara kosong.
Keruan saja Srenggana mendongkol dan rasa penasarannya
membakar dadanya. Seperti seekor singa ia membalikkan
tubuhnya dan akan mengulangi serangannya. Tetapi pada saat
itu, Nyai Rumpung menangkis penggadanya melenceng ke
samping. "Tahan ! Aku bilang, mari kita bicarakan yang lebih jelas
lagi. Jangan main serang dulu ! Ini namanya tidak adil."
teriaknya. "Sesungguhnya siapakah yang mati terbunuh di
atas genting ?" "Itulah puteri Adipati Brahim." Srenggana menggerung.
Dan begitu mendengar keterangan Srenggana, kawan-
kawannya berubah wajahnya. Dengan serentak mereka
melemparkan pandangnya kepada Niken Anggana. Adipati
Brahim adalah cucu pahlawan Untung Surapati. Dengan
sendirinya puteri adipati yang terbunuh itu adalah anak-
keturunannya. Semua pejuang yang cinta tanah air
menghormati anak-keturunan Untung Surapati. Karena musuh
Untung Surapati tidak hanya Kompeni Belanda, maka mereka
harus berwaspada terhadap kaki-tangannya. Kini, anak-
keturunan Untung Surapati terbunuh. Tak usah dikatakan lagi,
pembunuhnya adalah musuh kaum pejuang dan wajib
disingkirkan. Kalau perlu tubuhnya harus dicincang menjadi
bergedel. Gemak Ideran sadar akan ancaman bahaya setelah
mendengar tuduhan Srenggana Sebaliknya Niken Anggana
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih polos tidak menyadari hal itu. Ia merasa tidak
bersalah. Orang yang tidak salah pasti dilindungi Tuhan. Itulah
keyakinannya. Maka dengan berani dan tetap berbahasa
lembut ia berkata : "Nenek, janganlah ikut campur ! Terima kasih atas kebaikan
hatimu. Tetapi biarlah aku menghadapi orang yang salah
tuduh ini. Hai Srenggana benar-benarkah engkau menuduhku
" Belum pernah aku melihat puteri itu. Apalagi sampai
berkenalan." "Laknat !" maki Srenggana. "Mana ada maling mengakui
perbuatannya. Huuu..... cantiknya sih memang cantik. Tetapi
tanganmu gapah. Maka engkau harus meninggalkan kepalamu
di sini." "O, begitu ?" Niken Anggana tersenyum. "Masakan mudah
?" "Bagus ! Jelek-jelek aku seorang satria. Nah, keluarkan
senjatamu. A ku tidak mau mencari menangku sendiri."
"Senjata " Senjata apa " Aku tidak bersenjata." Mendengar
ucapan Niken Anggana, Srenggana berbimbang-bimbang
sejenak. Apakah benar dia bukan pembunuhnya " Tetapi pada
detik itu pula. suatu ingatan menusuk benaknya. Setelah
membunuh, bukankah dia dapat membuang senjatanya demi
menghilangkan jejak " Memperoleh ingatan demikian, dengan
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beringas ia membentak : "Jahanam, jangan pandai menggoyangkan lidah ! Aku
sudah memberi Kesempatan. Kau tidak menggunakan. Maka
jangan salahkan aku !"
Belum lagi Niken Anggana sempat membuka mulutnya,
Srenggana sudah menyerang. Hebat suara penggadanya yang
membawa angin bergulungan. Tetapi seperti tadi, Niken
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anggana dapat mengelakkan diri dengan menggeserkan
kakinya. Sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk
membalas menghantam. Tetapi sama sekali ia tidak berbuat
begitu. "Celaka !" pikir Gemak Ideran. "Niken seorang gadis yang
berhati lembut. Tetapi dalam suatu pertempuran, tidak boleh
ia menggunakan hati. Ia harus dapat membunuh atau bakal
terbunuh .........."
Dengan perasaan cemas, Gemak Ideran buru-buru turun
dari kudanya dengan membawa goloknya. Sementara itu,
Niken Anggana dan Srenggana sudah terlibat dalam suatu
pertempuran seru. Nyai Rumpung yang sebentar tadi
bertindak sebagai pendamai, jadi tak enak hati. Ia melihat
sendiri, Niken Anggana tidak bersenjata. Tingkah-lakunya
sopan dan tutur-bahasanya lembut Sekarang tiba-tiba
diserang secara membabi-buta oleh Srenggana, sebelum
sempat memberi penjelasan. Terus saja ia berteriak :
"Tahan ! Srenggana, Mundur !"
Mendengar suara Nyai Rumpung, Srenggana yang
mengamuk kesetanan, tiba-tiba melesat mundur. Jelas, Nyai
Rumpung berpengaruh besar dalam dirinya.
"Aku tahu tuduhanmu susah dibuat terang." ujar Nyai
Rumpung. "Begitu pula sebaliknya. Maka kuijinkan engkau
melampiaskan kemendongkolan hatimu selama delapan jurus.
"Hm...... Kalau gagal, jangan mencoba mengangkat-angkat
perkaramu kembali. Dengar ?"
Srenggana tertegun. Ia hanya dibatasi selama delapan jurus
saja. Padahal, ia tadi sudah menyerang sampai empat kali.
Namun dapat dielakkan dengan mudah. Syukur, ia orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpengalaman. Merasa bahwa dirinya bakal gagal, ia
menggunakan akal licik. Segeia berseru kepada Lingsir :
"Lingsir, memotong ayam kukira tidak perlu kugunakan
sebatang golok. Kau tahu tugasmu, bukan ?"
Lingsir tidak usah menunggu perintah ulangan. Tiba-tiba
kedua tangannya sudah menggenggam dua tongkat besi
bergigi tajam. Sebat luar biasa, ia melompat dan menerjang
Niken dengan kedua senjatanya. Kadang-kadang bergerak ke
kiri, lalu menikam atau menghantam dengan tiba-tiba.
Diperlakukan demikian Niken Anggana tidak dapat menggeserkan kakinya lagi untuk mengelak. Ia hanya pandai
mengendapkan kepalanya, lalu dengan gerakan lincah ia
melejit ke samping. "Ah, kau hanya mengandalkan kegesitanmu ?" ejek Lingsir.
"Kau lihat jurus sambunganku..........!"
Niken Anggana sudah menduga akan menghadapi serangan
susulaa Kali ini makin rapat dan berbahaya. Menyaksikan hal
itu, Gemak Ideran hampir-hampir saja melompat ke dalam
gelanggang untuk memberi bantuan. Tiba-tiba ia melihat
gerakan tangan Niken Anggana yang aneh. Tangan kanan
gadis itu mengebas dan dua butir peluru berkilauan melesat
dari lengan kirinya Itulah senjata bidik keluarga Wangsareja yang termashur.
Bentuknya semacam bola terbuat dari campuran baja, besi,
perunggu dan emas. Nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi
dengan disertai himpunan tenaga sakti, lajunya peluru itu
dapat menembus dinding batu setebal setengah meter. Maka
dapat dibayangkan betapa dahsyatnya
"Hoeeeiiiht......." Lingsir menjerit terkejut. Cepat-cepat ia
menangkiskan kedua tongkatnya. Tang, tang ! Kedua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya tergetar dan kedua tongkatnya hampir-hampir
terlepas dari genggamannya. Dan sewaktu diperiksanya
ternyata rompal sedikit "Bangsat!" ia memaki.
Niken Anggana tersenyum. Dengan suara masih lembut ia
berkata: "Tinggal satu jurus, bukan ?"
Lingsir berbimbang-bimbang. Sebenarnya ia tidak yakin
dapat merobohkan gadis itu. Akan tetapi di depan mata para
pendekar, tidak berani ia mempertontonkan kelemahannya
Dengan nekat ia maju menerjang sambil menggerung.
Niken Anggana benar-benar cerdik. Sama sekali ia tidak
bergerak dari tempatnya, Tetapi pada saatnya yang tepat, ia
mendekam. Sekali lagi tangannya bergerak seolah-olah
hendak menangkis. Tepat pada saat itu lengan yang satunya
melepaskan dua butir peluru lagi. Jarak antara yang diserang
dan yang menyerang terlalu dekat, sehingga tidak mungkin
dapat menangkis serangan balik.
"Celaka !" Lingsir mengeluh.
Untung pada saat itu, Guntur maju melompat sambil
melemparkan tongkatnya. Trang! Sebuah peluru dapat
digempurnya runtuh. Akan tetapi peluru kedua tepat
mengarah kepada sasarannya. Dalam seribu kerepotannya,
Lingsir menangkiskan kedua tongkatnya asal jadi. Ia berhasil
mengurangi laju kecepatannya, namun tidak urung peluru itu
masih saja menyerempet dahinya. Tok ! Dan dahi Lingsir
robek seperti teriris. Selain bengkak mengalirkan darah pula.
Bukan main mendongkol hati Lingsir. Rasa sakitnya kalah
dengan rasa penasarannya. Selagi hendak mengulangi
serangannya, tiba-tiba terdengar Nyai Rumpung tertawa
terkekeh-kekeh sambil berkata:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Enam jurus sudah lewat. Yang dua tidak usah lagi, karena
engkau bakal mati penasaran..........-
"Hm, tidak bisa !" sahut Guntur dengan suaranya yang
menggelegar. "Lingsir boleh mengaku kalah. Tetapi aku masih
dapat menyelesaikan dengan dua jurus sisanya."
Tanpa menunggu persetujuan Nyai Rumpung, Guntur
dengan segera memungut tongkatnya. Setelah membalikkan
badannya ia bersiaga untuk menyerang. Tetapi pada saat itu,
seorang pemuda berdiri tegak di samping Niken Anggana. Dia
lah Gemak Ideran yang datang memasuki gelanggang dengan
sebilah goloknya. "Adik," katanya. "Kau boleh beristirahat Biarlah aku yang
menghadapi manusia-manusia tidak kenal malu ini."
Direndahkan demikian, Guntur menjadi kalap. Dengan
tongkatnya ia menerjang. Ternyata ia tidak mau bekerja
dengan setengah-setengah. Sebentar tadi, ia sudah merasakan getahnya Demikian pula Srenggana. Orang ini tiba-
tiba saja ikut menyerang.
Menghadapi keroyokan itu, Gemak Ideran sama sekali tidak
gentar. Goloknya bergerak dan menghalau mereka berdua
dengan mudah. Lingsir kemudian terjun pula ke gelanggang.
Dengan demikian, Gemak Ideran dikerubut tiga orang.
Meskipun begitu, goloknya dapat menandingi gerakan mereka
betapa dahsyat pun. Jakun yang berada di luar gelanggang melongokkan
kepalanya, kemudian mengerling kepada Endang Maliwis.
Dengan isyarat matanya ia mengajak Maliwis untuk menunggu
saatnya yang tepat. Maliwis membalas dengan senyuman
manis. Lalu kembali memperhatikan jalannya pertempuran.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Halaman rumah makan itu jadi kocar-kacir tak keruan-
keruan. Meja kursi hancur berantakan. Gelas piring remuk
berkeping-keping. Tetapi yang hadir disitu sama sekali tidak
menghiraukan. Dengan nikmat mereka memperhatikan
gerakan golok Gemak Ideran seakan-akan sedang mempelajari. Hebat ilmu golok Gemak Ideran. Walaupun dikerubut tiga
orang, ia dapat memberondong serangan balik beberapa kali.
Goloknya berkelebatan bagaikan pantulan cahaya. Makin lama
makin cepat dan membawa tenaga yang besar luar biasa.
"Sudah, sudah !" teriak Kyahi Dengkul. "Semua mundur !
Berilah kesempatan kepada rombongan kedua .........."
Mendengar teriakan Kyahi Dengkul, Lingsir, Srenggana dan
Guntur, tidak menyawab. Masih saja mereka mencoba
membalas menyerang. Pada saat itu, tiga orang lagi memasuki
gelanggang dengan senjata cempuling, pedang pendek dan
sebatang tombak. "Hm, apakah kau ingin maju berbareng " Silahkan!" tantang
Gemak Ideran. Ketiga orang itu, benar-benar tidak merasa malu. Mereka
menyerang dari belakang. Dengan demikian, Gemak Ideran
terkepung rapat Sekarang, seumpama ia hendak mengundurkan diri, tiada jalan ke luar lagi. Menyaksikan
kecurangan itu, Niken Anggana berkata lembut : "Hai, apa-
apaan ini " Kalau begitu, akupun tidak dapat tinggal diam."
Nyai Rumpung tertawa. Serunya : "Bagus ! Bagus ! Nona,
kaupun boleh maju !"
Niken Anggana tercengang. Tadi ia menganggap nenek itu
bersikap adil dan cenderung berpihak kepadanya. Tetapi
dengan ucapannya itu, sadarlah ia bahwa mereka semua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesungguhnya adalah anak-buahnya. Inilah di luar dugaannya.
Selagi ia hendak melepaskan pelurunya, terdengar suara Diah
Windu Rini: "Niken, minggir !"
Diah Windu Rini ternyata balik ke rumah makan. Masih saja
ia bercokol di atas kudanya dengan sikapnya yang agung dan
tenang luar biasa. Setelah berkata kepada Niken Anggana, ia
berseru dengan suara lantang :
"Hai! Kalian tidak mau mundur ?"
Tentu saja seruannya tiada yang menggubris. Gadis yang
tinggi hati itu tersinggung kehormatannya. Tangannya
bergerak dan tahu-tahu, ketiga orang yang menyerang Gemak
Ideran dari belakang roboh terjungkal mencium tanah. Keruan
saja. Lingsir bertiga terkejut setengah mati. Buru-buru mereka
mundur. Justru pada saat itu serangan golok Gemak Ideran
tiba. "Hoeee.......!" mereka bertiga terkejut.
Tepat pada saat itu dua sosok bayangan berkelebat
memasuki gelanggang sambil mengayunkan tangannya. Buru-
buru Gemak Ideran membabatkan goloknya. Ternyata mereka
berdua tidak menyerang dirinya, tetapi menggempur Lingsir
bertiga untuk menyelamatkannya dari ancaman golok Gemak
Ideran. "Gemak Ideran ! Niken ! Berangkat!" seru Diah Windu Rini.
Setelah berseru demikian dengan suara tegas ia berkata
kepada Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung : "Kalau kalian
menginginkan pedang Sangga Buwana, berurusanlah dengan
aku !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini kemudian membalikkan kudanya dan
meninggalkan rumah makan. Gemak Ideran segera menyambar tangan Niken Anggana dan dibawanya berjalan ke
luar halaman. Setelah Niken Anggana berada di atas kudanya, iapun
segera melompat pula ke atas punggung kudanya. Lalu
mengawal Niken Anggana dari belakang meninggalkan
halaman rumah makan. Masih sempat ia berpaling ke arah
tempat pemuda lusuh tadi menggerumiti paha ayamnya.
Tetapi dia tiada lagi di tempatnya Entah pergi ke mana.
"Kukira tidak secara kebetulan pula ia meninggalkan
tempatnya." pikirnya di dalam hati. Tetapi ia tidak sempat
memikirkan hal itu lebih jauh lagi, karena yang terpenting ia
dan Niken Anggana harus meninggalkan rumah makan
secepat-cepatnya. Sementara itu, Lingsir bertiga yang tergempur pukulan
Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung sehingga terpental ke luar
gelanggang, bangun dengan tertatih-tatih. Oleh rasa
penasaran mereka bermaksud hendak mengejarnya Di luar
dugaan, Kyahi Dengkul berkata :
"Mau ke mana ?"
"Apakah kita akan membiarkan mereka meninggalkan
rumah makan ini dengan begitu saja ?" sahut Guntur yang
penasaran. "Hm, lalu kalian bisa apa ?" ejek Kyahi Dengkul. "Lihat yang
jelas ! Dengan sekali menggerakan tangannya ketiga
temanmu mati terjengkang. Kalian tahu, dia pulalah yang
melemparkan secarik kertas ini. Aku hanya sempat melihat
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu yang masuk ke dalam gelanggang. Sewaktu
kutangkap, tanganku sempat tergetar. Padahal dia tidak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermaksud menyerang. Renungkanlah Kalau saja dia tidak
memiliki ilmu sakti yang tinggi, betapa mungkin dapat
menyambitkan sehelai kertas tak ubah senjata bidik yang
mempunyai bobot. Sungguh ! Ilmu saktinya susah kuukur.
Maka perlu kita mempelajari watak dan perangainya sebelum
kita bertindak. Kita masih mempunyai kesempatan....."
Mendengar kata-kata Kyahi Dengkul, mereka seperti
terbangunkan dari tidur lelap. Jadi gadis yang berkesan agung
itulah yang menyambitkan secarik kertas dengan tenaga sakti
yang istimewa " Ah, Kalau begitu tidak berlebih-lebihan
ucapan Kyahi Dengkul bahwa gadis itu tentunya memiliki ilmu
sakti yang susah diukur betapa tingginya. Sekarang ketiga
temannya mati menelungkupi tanah. Dengan cara bagaimana
" Segera mereka menghampiri tiga temannya yang tidak
bergerak dan bernafas lagi. Setelah diperiksa mereka
terperanjat. Dengan berbareng mereka berseru tertahan :
"Tulang punggungnya remuk patah !"
Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung berubah wajahnya.
Perlahan-lahan mereka menghela nafas. Mereka nampak
kebingungan dan kehilangan akal. Sejenak kemudian
berkatalah Kyahi Dengkul seakan-akan minta pertimbangan
Nyai Rumpung- "Bukankah ini yang dinamakan orang pukulan tanpa
bayangan ?" Nyai Rumpung mengangguk. Ia tidak berkata sepatahpun.
Meskipun demikian mereka semua tahu, kesan wajahnya
mengandung rasa cemas. Pandang matanya buram dan
melemparkan pandang di jauh sana. Beberapa kali ia
menyenak nafas. Akhirnya berkata seperti terpaksa : "Siluman
tua, apakah engkau berani mengingkari janji " Kau sudah
menerima upahnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm." sahut Kyahi Dengkul dengan suara berat, "Apapun
akibatnya kita harus dapat merebut pedang Sangga Buwana
seperti perintah majikan. Paling-paling kita hanya mati.
Sebaliknya kita berani membangkang mati pun rasanya tidak
bisa. Kita semua bakal mengalami siksaan yang tidak
tertanggungkan." "Lalu?" "Kau dengar dan melihat sendiri."
"Melihat apa ?" desak Nyai Rumpung tidak sabar.
"Niken Anggana benar-benar tidak bersenjata. Dan Diah
Windu Rini menyebut-nyebut sebelah barat kota Ngawi.
Diapun berkata, bila kita menginginkan pedang itu......."
"Kita harus berurusan dengan dia." Nyai Rumpung
menimpali. "Benar. Artinya pedang pusaka itu berada di tangannya."
Nyai Rumpung mengangguk membenarkan. Dahinya berkerinyit seakan-akan sedang memikirkan sesuatu yang
ruwet. Si Guntur yang berangasan berkata menegas : "Kalau
begitu, mengapa kita membiarkan dia pergi ?"
"Hm, apakah kita mampu melawan dia ?" cemooh Kyahi
Dengkul. "Kalau kita ingin menang, satu-satunya jalan kita
harus mengenal jalan pikirannya. Kita perlu berlatih. Setelah
bisa menebak apa yang akan dilakukannya, barulah kita
mengatur suatu tipu muslihat lagi."
Demikianlah mereka kemudian mengirimkan surat merpati
memohon bantuan majikannya agar menghambat perjalanan
Diah Windu Rini bertiga. Setelah itu, dengan berkuda mereka
mengambil jalan pintas untuk mendahului perjalanan Diah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini bertiga. Untuk menghindarkan intaian orang,
masing-masing mengenakan topeng penyamaran. Begitu tiba
di pesanggrahan Adipati Wengker (Madiun) yang terletak di
sebelah barat Ngawi, segera mereka berlatih. Endang Maliwis
ditugaskan meniru gaya dan pekerti Diah windu Rini. Dia pun
mengenakan topeng berwajah Diah Windu Rini. Latihan
mereka itulah yang sempat disaksikan Kartamita, Bogel,
Lembu Tenar dan ki dalang Gunacarita pada malam hari
gelap-gulita menjelang berita penyerbuan angkatan perang
Sultan Garundi memasuki Kartasura.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
10. SI PEMUDA LUSUH DENGAN BERDIAM DIRI, Diah Windu Rini melanjutkan
perjalanannya mengarah ke barat. Gemak Ideran dan Niken
Anggana menjajarinya. Sebenarnya merka ingin minta
beberapa keterangan. Tetapi meliat Diah Windu Rini bersikap
angker, mereka mengurungkan niatnya. Mereka sudah
mengenal watak dan sifat Diah Windu Rini. Dalam keadaan
demikian, siapapun tidak diperkenankan mengganggunya.
Sebenarnya di dalam hati, Diah Windu Rini sibuk sendiri.
Suatu teka-teki memenuhi benaknya. Siapakah yang bermain
di belakang mereka" Agaknya orang itu sebagai majikan
mereka yang menakutkan dan mengerikan. Sudah dapat
dipastikan, bahwa majikannya berkepandaian luar biasa
tingginya dan berkuasa. Dan majikan itu ingin memiliki pedang
Sangga Buwana. Kompeni Belanda " Ah, orang-orang Belanda
mustahil mempunyai kepercayaan terhadap sebuah pusaka
sakti. Seorang Cina yang berkepandaian tinggi " Kehadirannya
masih disangsikan. Atau seorang Adipati " Ha, mungkin sekali.
Soalnya sekarang, siapakah dia.
Gunung Welirang, Arjuna dan Anjasmara merupakan tiga
gunung lambang tri tunggal semenjak jaman dahulu. Lambang
kekuatan Brahma, Wisnu dan Syiwa. Lambang asal-usal
manusia, kehadirannya di dunia dan Kepergiannya ke alam
moskwa. Alam sekitarnya bukan main indahnya. Semua
persada buminya berselimut hijau alam yang lembut, cerah
dan meriah. Hawanya sejuh, teduh dan nyaman. Angin tidak
begitu keras sehingga membawa perasaan aman kepada
siapapun yang disentuhnya. Kepada mahkota pohon-pohon
yang dibuainya, kepada binatang yang hidup di lembah ngarai
dan di dalam hutannya, dan kepada manusia dengan makhluk
lainnya yang tiada kasatmata. Maka tidak mengherankan,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meskipun hati Diah Windu Rini masgul dihadapkan kepada
teka-teki yang merumunkan benaknya, masih sempat ia
mengagumi suasana alam cerah menjelang sianghari.
Demikian pula Niken Anggana dan Gemak Ideran yang
sebenarnya ingin menanyakan sesuatu hal.
Tatkala perjalanan tiba di tengah petak hutan yang
memagari wilayah Ugeran dan Papar, sekonyong-konyong
Diah Windu Rini melarikan kudanya menerobos petak hutan
mendaki tanjakan yang letaknya berada di atas tebing jurang.
Di atas tebing jurang itu, ia mengembarakan pandang
matanya. Beberapa saat kemudian, ia balik kembali. Lalu
berseru singkat: "Gemak Ideran, Niken ! Kita beristirahat di
sini." Ia mendahului turun dari kudanya dan ditambatkan pada
sebatang belukar di tengah rerumputan. Gemak Ideran dan
Niken segera turun pula dan membiarkan kuda mereka
menggerumiti rerumputan yang hijau segar. Kemudian mereka
menghampiri Diah Windu Rini.
Sambil menghempaskan diri di atas rerumputan, Gemak
Ideran berkata : "Ayunda, apakah aku diperkenankan
mengajukan beberapa pertanyaan ?"
Diah Windu Rini menunggu sampai Niken Anggana duduk di
sampingnya pada sebuah batu yang terlindung oleh rindang
pohon. Lalu menyahut: "Sebenarnya kita perlu memejamkan mata dahulu sebelum
melanjutkan perjalanan. Bukankah semenjak semalam kita
belum sempat tidur ?"
"Benar."Gemak Ideran mengangguk. "Tetapi apabila
pertanyaanku ini belum memperoleh penjelasan, rasanya
susah juga aku memejamkan mataku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini tersenyum. Ia menimbang-nimbang
sejenak. Memutuskan : "Baiklah ! Apa yang akan kau tanyakan padaku ?" Gemak
Ideran memperbaiki letak duduknya. Kemudian menegas
seperti berkata kepada dirinya sendiri:
"Ayunda dapat menebak tepat permainan sandiwara
mereka. Apakah ayunda mengenal mereka ?"
"Tidak." "Apakah karena memperoleh kisikan seseorang ?"
"Kisikan ?" Diah Windu Rini tercengang.
"Ya, aku melihat seorang pemuda lusuh yang duduk di luar
rumah makan sedang menggerumiti paha ayam. Sikapnya
acuh tak acuh seolah-olah tenggelam dalam rasa nikmat yang
diperolehnya. Beradanya di luar rumah makan atau katakan
dengan tegas di sekitar rumah makan, perlu dipertanyakan.
Bukankah begitu ?" "Alasanmu ?" "Pemilik rumah makan dan para tetamu kabur begitu
mencium bahaya. Sebaliknya, pemuda itu sama sekali tidak
bergeser dari tempatnya Paling tidak menimbulkan beberapa
dugaan. Setidak-tidaknya, dia mempunyai kepandaian untuk
menjaga diri. Itulah yang pertama kali. Yang kedua, bukan
mustahil dia termasuk salah seorang anggauta mereka. Bila
kedua-duanya bukan begitu, tentunya dia seorang pemuda
yang miring otaknya. Tetapi kenapa ia tiba-tiba menghilang
entah ke mana berbareng dengan kepergian kita meninggalkan rumah makan ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini mendeham perlahan. Wajahnya nampak
bersungguh-sungguh. Sewaktu hendak membuka mulutnya,
Niken Anggana mendahului:
"Apa sih alasan mereka menuduh diriku sebagai pembunuh
puteri Adipati Brahim ?"
"Sebentar! Biarlah kujawab sekaligus." ujar Diah Windu
Rini. Kemudian berkata seperti seorang guru di depan kelas :
"Ada empat hal yang membuatku dapat melihat siapa mereka.
Sungguh, aku belum mengenal siapa mereka. Tetapi sewaktu
melihat lagaknya Srenggana memakan daging harimau, aku
sudah dapat menebak delapan bagian. Ingat-ingatlah cara
mereka menempati kursinya seakan-akan mengepung Kyahi
Dengkul dan Nyai Rumpung............."
"Ayunda !" Niken Anggana memotong. "Apakah Srenggana
tidak makan daging harimau ?"
"Apakah engkau dapat membuktikan dia memakan daging
harimau ?" Diah Windu Rini balik bertanya.
Ya benar, pikir Niken Anggana. Untuk membuktikan
Srenggana makan daging harimau memang susah. Sebaliknya
kalau yang dimakannya bukan daging harimau, bagaimana
cara membuktikannya "
"Apakah daging kambing ?" akhirnya Niken Anggana minta
pembenaran. "Nah, adik ! Lain kali engkau harus lebih banyak mengenal
harimau, kuda, sapi, kambing dan babi...... tentunya berbeda.
Kau amat-amati seratnya atau serabutnya ! Masing-masing
memiliki ciri yang khas. Serat atau serabut daging kuda lebih
kasar bila dibanding dengan daging lembu. Pernahkah engkau
mengamat-amati macam serabutnya " kalau belum faham,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu kali engkau akan makan daging babi yang dikatakan
daging lembu.........."
"Ah ya !" pikiran Niken Anggana seperti terbuka. "Mengapa
aku tidak mempunyai pikiran begitu ?"
"Itulah karena hatimu terlalu mulia, adikku." ujar Diah
Windu Rini. "Kerapkali seseorang diperbodoh karena
kemuliaan hatinya." Niken Anggana meruntuhkan pandangnya. Terasa di dalam
hati, ia masih perlu banyak belajar. Selagi demikian Diah
Windu Rini melanjutkan ulasannya:
"Begitu aku melihat daging yang dimakannya, segera aku
memperoleh firasat buruk. Apalagi setelah melihat kedudukan
mereka yang berlagak hendak mengepung Kyahi Dengkul dan
Nyai Rumpung. Yang ketiga nama mereka yang tidak selaras
dengan keperibadiannya. Dengkul, Rumpung.....ah, aku berani
bertaruh bahwa mereka semua mengenakan nama samaran
yang berhubungan dengan tugasnya. Srenggana artinya
anjing serigala. Maka ia menyesuaikan diri dengan berlagak
makan daging harimau. Tetapi sesungguhnya, dia ditugaskan
untuk menyergap lawan. Guntur..... tentunya tugasnya untuk
menggertak lawan selain mempunyai tenaga kuat Sedang
nama Dengkul dan Rumpung, sudah jelas. Dengkul adalah
nama anggauta kaki sebagai penghubung. Rumpung
berhubungan dengan hidung. Dialah pengamat
atau penyelidik. Karena itu berlagak sebagai pendamai. Tetapi
sebenarnya ingin mengorek keterangan lebih dalam lagi
.........." Mendengar ulasan Diah Windu Rini, tak terasa Gemak
Ideran dan Niken Anggana memanggul membenarkan.
Sementara itu Diah Windu Rini meneruskan : "Yang keempat
cara mereka berbicara Mereka berlagak tidak saling mengenal.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi bila kalian agak cermat sedikit saja, segera akan
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat bahwa pembicaraan mereka saling menimpali. Dan
yang ke lima, perginya pemilik rumah makan dan para tamu
lainnya. Kaburnya para tamu bisa dimengerti. Tetapi perginya
pemilik rumah makan membuktikan bahwa dia setidak-
tidaknya sudah mengenal siapa mereka. Sekiranya diapun
termasuk anggauta komplotan, peranan yang dilakukan masih
kasar." Diam-diam Gemak Ideran kagum kepada kecermatan
pengamatan Diah Windu Rini. Andaikata dia memperoleh
penglihatan demikian, akan mengambil kesimpulan tiada beda
dengan Diah Windu Rini. Terasa dalam dirinya, bahwa
berbekal kepandaian tempur saja belum cukup. Ia masih perlu
meninggalkan kewaspadaan dan berhati-hati.
"Meskipun aku sudah memperoleh kesimpulan demikian,
tetapi belum kuketahui dengan jelas siapakah pemimpin
mereka." Diah Windu Rini melanjutkan. "Maka kualihkan
perhatian mereka kepada secarik kertas yang menyebut-
nyebut pedang Sangga buwana. Kemudian aku memerintahkan kalian meninggalkan tempat Di sanalah
topeng mereka terbuka. Tetapi di balik belakang punggung
mereka. Siapa dia, inilah soalnya."
"Ayunda belum bisa menebak ?" Gemak Ideran menegas.
"He-e." Diah Windu Rini mengangguk.
"Hai! Kalau begitu kita bakal bertemu dan berhadap-
hadapan dengan masalah yang pelik dan rumit" seru Gemak
Ideran. "Benar! Karena itu, mulai sekarang kita harus berhati-hati
dan berwaspada." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pedang Sangga Buwana....." Niken Anggana seperti
menggerutu. "Sebenarnya apa sih keistimewaannya sampai
mereka ikut-ikutan untuk merebutnya."
"Mengapa mereka ikut-ikutan untuk merebutnya masih
perlu diselidiki. Tetapi apa keistimewaan pedang Sangga
Buwana sehingga menjadi pusat perhatian orang-orang
pandai..... hm..... panjang ceritanya." ujar Diah Windu Rini.
"Yang penting sekarang, tidur dulu! Tentang riwayat pedang
itu akan kuceritakan perlahan-lahan."
Untuk yang pertama kali itu, Niken Anggana berkelana
seorang diri tanpa pengawalan. Dahulu, tatkala diberangkatkan ke Madura, ayahnya menyertakan laskar
Kasunanan dan Kepatihan. Ia berada dalam kereta berkuda
yang tertutup rapat, sehingga perasaannya aman. Tak
mengherankan sering ia tertidur lelap. Dibandingkan dengan
perjalanan sekarang, alangkah jauh berbeda Karena kini sudah
dewasa, ia harus berangkat meninggalkan Madura tanpa
pengawalan laskar. Berkuda seorang diri, hanya dengan
dikawal dua orang saja. Begitu tiba di Pasuruan, ia mengalami
hal-hal yang aneh. Kemudian terlibat suatu perkelahian yang
tak keruan juntrungnya. Sekarang harus beristirahat di tengah
hutan di atas rerumputan demi melepaskan lelah. Hawanya
memang segar sejuk menyenangkan, akan tetapi prarasanya
mengabarkan adanya ancaman bahaya. Hanya saja siapa yang
akan mendatangkan bahaya, ia kurang jelas.
Dengan pikiran itu, tak terasa ia tertidur pulas. Memang
semenjak semalam, ia tidak sempat memejamkan mata
sedetik pun. Dan pagi tadi baru saja ia terlepas dari saat-saat
yang menegangkan. Tak mengherankan, ia mudah tertidur
lelap. Entah sudah berapa lama ia tertidur lelap, tiba-tiba ia
mendengar suara gaduh. Suara beradunya pedang dan
senjata logam lainnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gugup ia menegakkan badannya dan melihat Gemak Ideran
rebah terkulai di atas rerumputan. Dan disana Diah Windu rini
sedang bertempur menghadapi tiga orang musuh yang terdiri
dari seorang nenek-nenek dan dua orang laki-laki. Siapa
mereka dan kapan datangnya " Ah. menapa ia sama sekali
tidak mendengar kedatangan mereka "
Melihat Gemak Ideran roboh di atas rerumputan, ia heran
bukan kepalang Gemak Ideran bukan seorang pemuda lemah.
Apakah dia diserang selagi tertidur lelap " Memperoleh
dugaan demikian, gugup ia menghampiri dan mencoba
membangunkannya. "Kakang !" ia menegakkan badannya.
"Niken!" bisik pemuda itu dengan suara parau, "Kau
mengerti ilmu pamudaran ?"
"Sedikit" "Kau pukullah diriku di bagian betis dan bawah tengkukku.
Aku akan mengerahkan tenagaku untuk membantumu."
Ilmu Pamudaran termasuk ilmu sakti untuk membebaskan
orang dari pembelengguan ilmu sakti tertentu. Begitu tangan
Niken Anggana menyentuh titik penyaluran, seketika itu juga
mantra Pamudaran segera bekerja. Gemak Ideran dapat
bergerak kembali, meskipun sendi-sendi tulangnya belum pulih
seperti sediakala. "Kau awasi tiga orang itu yang mengkerubut ayunda Diah
Windu rini. Engkau jangan bergerak dulu. Tunggu sampai aku
pulih kembali." ujar Gemak Ideran seraya menegakkan
badannya. "Memangnya kenapa ?" Niken Anggana minta keterangan.
"Mereka bertiga bukan sembarangan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kakang kenal mereka ?"
"Belum." jawab Gemak Ideran. "Aku terbangun tatkala
mendengar suara bersuing di udara. Begitu menyenakkan
mata, aku melihat berkelebatnya sesuatu mengarah padamu.
Buru-buru aku menangkisnya. Ternyata sebilah pedang
disambitkan kepadamu. Untung pedang itu bersarung
sehingga tidak melukai diriku. Lihat, apakah bukan pedangmu
?" Niken memalingkan mukanya dan melihat sebilah pedang
bersarung tak jauh dari padanya. Begitu melihat, segera ia
mengenalnya sebagai pedangnya sendiri.
"Hai!" Niken Anggana heran. "Kalau begitu, merekalah yang
mencuri pedangku ! Apa sebab dikembalikan padaku ?"
"Sabar dulu! Lebih baik kau dengarkan dulu keteranganku!"
potong Gemak Ideran. "Mendengar suara pedangmu jatuh di
atas rerumputan, ayunda segera meletik bangun dan
mengejarnya. Tepat pada saat itu, seseorang memukul diriku
dengan disertai mantra panyirepan. Kau tahu mantra
panyirepan ?" "Bukankah untuk menidurkan orang ?"
"Benar. Tetapi mantra panyirepan ada beberapa tingkat
Kurasa ini yang dinamakan orang mantra Begananda. Sebab
begitu aku terkena mantranya, seketika itu lesulah seluruh
sendi tenagaku. Yang kuherankan, mantra panyirepan macam
apapun hanya berlaku diwaktu malamhari. Mantra itu akan
tawar bila kena terik matahari. Tetapi kenyataannya, masih
saja aku terkena. Mungkin, kita berada di tengah hutan
sehingga sinar matahari tertahan oleh rimbun mahkota daun-
daun. Sekiranya tidak demikian, tentunya orang yang
menggunakan mantra itu seorang ahli tapa. Ternyata mereka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertiga tergolong pertapa-pertapa yang biasanya bermukim di
atas gunung. Lihatlah yang jelas ! Yang perempuan itu
mengaku bernama: KAUKA seorang pertapa dari Gunung
Lasung yang berada di pulau Bali. Kemudian LEKONG dan
SETELUK yang bermukim di Gunung Rinjani dari pulau
Lombok. Sungguh mengherankan, mengapa orang seberang
cenunukan sampai masuk ke pulau Jawa. Lebih mengherankan
adalah orang yang berperanan di belakang mereka. Sebab
mustahil sekali mereka datang kemari atas prakarsanya
sendiri. Pasti ada yang memerintahnya."
"Apa alasan kakang ?"
"Mereka datang dengan membawa pedangmu. Bukankah
sejalan dengan orang-orang yang mengincar pedang Sangga
Buwana " Karena engkau adalah puteri Haria Giri, mereka atau
dia yang mencuri pedangmu mengira bahwa engkau
membawa-bawa pedang Sangga Buwana."
"Ah, ya." Niken Anggana tersadar. "Lagi-lagi masalah
pedang Sangga Buwana. Begitu hebat daya tarik pedang
leluhurku itu bagi mereka sampai...... sampai......"
Kata-kata Niken Anggana terputus oleh bunyi suara nyaring.
Itulah suara bentrok pedang Diah Windu Rini dengan tongkat
baja Kalika. Diah Windu Rini sangat cerdik. Begitu habis
mengadu tenaga, sebat luar biasa ia menggerakkan
pedangnya melingkar seperti lingkaran ular hendak meremuk
mangsanya. Sambil memutar ia maju dua langkah. Tiba-tiba
ujung pedangnya menyontek. Tak ampun lagi ikat pinggang
jubah Kalika terputus. Tetapi ia tidak berhenti sampai disitu
saja. Masih saja pedangnya bergerak menampar golok Seteluk
ke samping. Lekong yang berada di luar gelanggang belum mengetahui,
bahwa baik Kalika maupun Seteluk sudah dilukai Diah Windu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rini. Ia hanya heran dan mendongkol mengapa rekannya
belum dapat merobohkan seorang gadis yang belum pandai
beringus. Terus saja ia ikut menerjang. Tetapi tahu-tahu,
tangannya terasa nyeri. Cepat-cepat ia memeriksa. Ternyata
sudah berlumuran darah. Hai, kenapa " Ia tidak mengetahui,
bahwa Diah Windu Rini masih mempunyai senjata andalan.
Itulah senjata bidik atau penggendam yang dapat melukai
lawan dari jarak jauh. Dalam penasarannya dan terbakar oleh
rasa marah, Lekong menjerit :
"Gadis siluman ! Kau menggunakan senjata apa " Hari ini,
terpaksa aku mengadu jiwa. Kau atau aku yang mampus
disini." Setelah menjerit demikian, ia melompat menerjang sambil
menahan rasa sakit. Senjata yang digunakan adalah semacam
pancing yang diputar kencang di udara sebelum merabu
lawan. Tali pengikatnya terbuat dari baja lentur yang dapat
memanjang dan mengerut pendek. Tajamnya luar biasa ibarat
dapat merajang daging. Tetapi sebelum senjatanya mengenai
sasaran tiba-tiba terdengar seseorang tertawa geli dari balik
pepohonan. "Hai siluman tua ! Mengapa kalian ikut cenunukan di sini "
Dengan berbekal ilmu kepandaian demikian, kalian bisa
berbuat apa " Sebenarnya kau harus berterima kasih
kepadanya. Sebab kalau dia bermaksud mengambil jiwamu,
saat ini engkau sudah kehilangan sebelah tanganmu. Lalu
tinggal memotong sebelah tanganmu lagi. Bukankah kau bakal
mati kehabisan darah ?" Gemak Ideran segera berdiri sambil
melemparkan pandangnya ke arah datangnya suara itu. Begitu
mengenal siapa yang berkata itu, berserulah ia setengah tak
percaya : "Hai dia !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa ?" Niken Anggjna menegas. Diapun ikut berdiri
setelah memungut pedangnya yang tergeletak di atas
rerumputan. "Pemuda lusuh di depan rumah makan." bisik Gemak
Ideran. Niken Anggana tercengang. Pemuda lusuh di depan
rumah makan " Lalu menegas :
"Apakah pemuda lusuh yang kau pertanyakan kepada
ayunda Windu Rini ?"
"Benar. Itulah dia !" jawab Gemak Ideran dengan suara
mengandung kegembiraan. "Aku sudah menduga, dia pasti
mempunyai sangkut-paut dengan kepentingan gerombolan
yang sedang bermain sandiwara di rumah makan. Diapun
menghilang berbareng dengan keberangkatan kita meninggalkan rumah makan. Mustahil hanya secara kebetulan. Nyatanya, kini dia muncul kembali. Mari kita
dekati!" Selagi ia melangkahkan kakinya, terdengar suara bersuing
di atas kepalanya. Sebilah pisau terbang menetak dahan
pohon. Tak! Dan dahan itu terpotong tak ubah leher
terpangkas pedang tajam. Syukur Niken Anggana sempat
menariknya kembali dan dibawanya mundur berlindung.
"Kakang, sabarlah dulu !"ujar Niken Anggana dengan
setengah tertawa."Tunggulah sampai orang-orang itu tidak
berkutik lagi." Gemak Ideran terdiam. Tetapi hatinya mendongkol.
Mengingat diapun kurang jelas siapa pemuda lusuh itu, ia
terpaksa menahan diri. Sementara itu terdengar pemuda lusuh
itu berseru: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama aku mengintipmu. Ternyata kalian hanya
pandai menyerang orang selagi tertidur lelap. Apakah
perbuatan kalian termasuk perbuatan orang-orang gagah ?"
Kalika, Lekong dan Seteluk tergugu mendengar kata-kata
pemuda itu. Jadi mereka sudah kena intip semenjak tadi "
Diam-diam hatinya tercekat, karena kehadiran pemuda itu
berada di luar pengamatan. Biasanya, telinganya yang terlatih
semenjak puluhan tahun yang lalu dapat menangkap bunyi
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nafas seseorang pada jarak duapuluh langkah. Mengapa kali
ini hilang dayanya " Tentunya pemuda itu bukan tokoh
scmbarangan. Dan memperoleh pikiran demikian, segera
mereka bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi pemuda itu hanya duduk berjagang di atas sebuah
batu. Sama sekali ia tak bergerak dari tempatnya. Hanya
mulutnya saja yang berkomat-kamit seperti lagi menggerumiti
penganan. Setelah menelannya habis tiba-tiba ia berseru lagi :
"Hai Kalika, kau satu-satunya wanita di antara mereka
berdua Apakah engkau gundiknya ?"
Lekong dan Seteluk marah bukan main. Dengan berbareng
mereka meloncat menghampiri. Pemuda itu meloncat pula dari
tempat duduknya seraya berkata :
"Hai ! Apakah kalian ingin mencoba-coba keampuhan
senjataku " Lihat, hanya sebatang tongkat penggebuk anjing."
Setelah berkata demikian, dengan gesit ia menyerang.
Nampaknya ringan saja, tetapi tiba-tiba mengarah sasaran
yang mematikan. Keruan saja Lekong dan Seteluk terkejut
bukan kepalang. Buru-buru mereka membela diri. A kan tetapi
serangan pemuda itu, mendadak saja berubah menjadi suatu
rangkaian serangan yang cepat luar biasa. Sebentar saja ia
dapat mendesak mereka berdua hampir-hampir mencapai
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tebing jurang. Dan sadar akan bahaya mengancam jiwanya,
dengan berjumpalitan Lekong dan Seteluk terbang ke udara
melewati kepala pemuda lusuh itu. Begitu tiba di atas tanah,
Lekong membentak : "Sebenarnya siapa engkau ?"
"Aku ?" pemuda itu tertawa riang. "Aku seorang
pengembara. Apakah kalian
perlu mengenal namaku ?"
"Betul!" Kalika berteriak.
"Kau sudah mengenal kami
bertiga. Tentunya engkau tidak takut memperkenalkan
namamu agar dapat kami kenang selama hidup."
"Waddooo..... sampai perlu kau kenang " Hihi.....
sebenarnya apa sih aku ini
sampai perlu menerima suatu kehormatan besar "
Aku hanya seorang pengemis. Lihat! Akupun tidak cakap. Kulit tangan
dan wajahku berbentong- bentong putih. Suaraku buruk seperti bunyi suara
gagak. Karena itu tidak berani aku mempunyai nama."
"Betul-betul kau tidak mempunyai nama ?" ejek Kalika.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Apa sih hebatnya suatu nama. Yang penting,
bukankah yang menyematkan nama itu ?"
"Hm, hm....." Dengus Lekong. Kemudian berkata kepada
Kalika : "Bagaimana kalau kita namakan si gagak putih "
Bukankah dia sendiri yang berkata suaranya jelek seperti
bunyi burung gagak ?"
"Yang putih kau angkat dari mana ?" Kalika menegas seraya
memiring-miringkan kepalanya.
"Kulit tangan dan mukanya berbecak-becak putih, kan ?"
Seteluk yang semenjak tadi menutup mulutnya menyambung:
"Gunakan bahasa kita."
"Maksudmu ?" Lekong menegas.
"Jangan putih, tetapi seta. Dengan begitu kita sebut dia
Gagak seta." "Waddoooo..... bagus, bagus !" pemuda itu berseru girang.
Lantas saja dia menandak-nandak seperti anak gendeng.
"Bagus ! Hari ini aku mempunyai nama yang tepat. Ya,
sebutlah aku Gagak Seta!"
Ketiga orang itu sebenarnya bermaksud menghina pemudi
lusuh itu. Tak tahunya pemuda lusuh itu malahan menandak-
nandak kegirangan. Keruan saja mereka mendongkol bukan
kepalang sampai wajahnya merah padam.
"Bangsat! Kau ini manusia atau siluman ?" bentak Lekong.
"Aku " Kau sebut manusia, boleh. Kau sebut siluman, aku
tidak melarang. Pendek kata, hari ini aku mempunyai nama
yang tepat sekali. Gagak Seta! Gagak Seta dari lembah
Gunung Lawu. Kalian bertiga menyebut-nyebut nama gunung
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rinjani dan gunung Lasung. Bagus ! Jadi kita berempat sama-
sama dari gunung." Kalika, Lekong dan Seteluk kelak muncul kembali di
"MENCARI BENDE MATARAM" dengan nama Jahnawi, Mohe
dan Kalika yang meninggal di hari tua diganti oleh Jinawi.
Mereka bertiga menamakan diri sebagai Utusan Suci.
Tugasnya mengumpulkan benda-benda sakti peninggalan para
nenek-moyang yang dianggapnya diwariskan kepada golongan
mereka. "Tidak bisa !" bentak Seteluk. "Meskipun kita sama-sama
orang gunung, tetapi gunungmu tidak sama dengan gunung
kami. Gunung kami suci murni. Gunung Lasung berada di
tengah pulau Bali dan Gunung Rinjani berada di Lombok.
Sebaliknya, gunungmu berada di atas tanah yang kotor. Tanah
yang memiliki aneka ragam agama dan kepercayaan."
"Apakah bukan karena mulutmu yang kotor ?" ejek Gagak
Seta. "Mulutku yang kotor ?" Seteluk tercengang. Ia tidak
mengerti maksud Gagak Seta.
"Betul!" sahut Gagak Seta. "Bukankah engkau kencing
saban hari dan berak saban hari pula ?"
"Semua orang begitu. Lalu apa hubungannya ?"
"Jelas, dong..... Kencingmu dan kotoranmu dihisap bumi.
Dan bumi merebuki tanaman yang engkau makan. Bukankah
mulutmu jadi kotor ?"
Seteluk tergugu. Kalau dipikir, memang begitulah halnya.
Namun ia tidak sudi mengalah. Lantas saja ia mengutuk :
"Bangsat! Tetapi disana tiada aneka agama dan
kepercayaan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa bilang!" bantah Gagak Seta. "Meskipun belum
pernah aku menginjak tanahmu, tetapi pulau Bali dan pulau
Lombok adalah tanah subur bagi aneka agama dan
kepercayaan. Karena apa " Penduduknya percaya dan yakin
adanya Sang Maha Kuasa. Sayangnya..... cuma kalian bertiga
yang sesat." "Sesat ?" Seteluk berteriak kalap. "Kenapa sesat " Kami
justru dari Utusan Suci."
"Nah tuuu..... apa itu Utusan Suci " Utusan Suci kentutmu
!" maki Gagak Seta. (*selanjutnya baca Mencari Bende
Mataram jilid 1 dan 2) Sampai disini Seteluk tidak dapat menahan rasa gusarnya.
Sebilah goloknya ditariknya terpentang dan tiba-tiba menjadi
dua bilah golok kembar yang berkilat-kilat oleh cahaya sinar
matahari menjelang senjahari. Dan dengan senjata dua bilah
golok kembar itu, ia melompat menerjang.
Tetapi Gagak Seta tidak takut Dengan senjata tongkatnya
yang berwarna kehijau-hijauan ia menyongsong serangan
Seteluk dengan gerakan yang sebat luar biasa. Sekarang ia
malahan berbalik menyerang untuk mengimbangi sabetan
golok yang datang beruntun. Dalam beberapa waktu saja,
mereka bertempur dengan sengit dan seru. Gagak Seta
mendesaknya dan nampak Seteluk mundur setapak demi
setapak. Wajahnya nampak kebingungan. Jelas sekali ia
kerepotan. Segera terdengar suara bentrokan nyaring. Seteluk melesat
mundur kira-kira lima langkah Gagak Seta tertawa terbahak-
bahak dan berseru dengan gagahnya :
"Eh, ilmumu lumayan juga. Mari kita uji sekali lagi !"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bentrokan sebentar tadi memperlihatkan kehebatan
Seteluk. Meskipun tangannya melekah dan mengalirkan darah,
Gagak Seta terhuyung juga. Tetapi Gagak Seta tidak mau
sudah. Sebat luar biasa ia mendesak. Luar biasa gerakan
tongkatnya Namun masih bisa Seteluk mengelak sehingga
mau tak mau Gagak Seta merasa kagum.. Hal itu bukan
berarti Gagak Seta mati kutu. Pada detik itu pula, ia mulai
menyerang dengan gerakan-gerakan tongkat aya yang aneh
luar biasa. Menyaksikan kepandaian Gagak Seta berada di atas
Seteluk, Kalika dan Lekong maju serentak dan menyerang
dengan berbareng. Kalika dengan tongkat bajanya dan Lekong
dcngan senjata pancingnya yang ampuh. Tanpa pikir mereka
berdua bermaksud membantu rekannya. Tadi pun sewaktu
melawan Diah Windu Rini, mereka main keroyok pula.
Senjata pancing Lekong terlebih dulu menjangkau
sasarannya. Melihat berkelebatnya senjata pancing itu, Gagak
Seta menjerit: "Aduh, celakaaaa.......... !"
Berbareng dengan jeritannya, ia roboh jumpalitan.
Sebalikmu Lekong dan Kalika heran bukan main menyaksikan
cara Gagak Seta berkelahi. Selagi mereka tertegun, tiba-tiba
ujung tongkat Gagak Seta menghantam betis. Tuk ! Kalika
masih sempat melompat, tetapi betis Lekong kena pukulan
tongkat. Seketika itu juga, Lekong jatuh terguling. Senjata
pancingnya yang panjang tidak berkutik lagi.
Kalika mendongkol bukan main. Ia merasa kena ditipu dan
diingusi bocah edan itu. Siapapun tidak menduga, bahwa
Gagak Seta yang roboh jumpalitan masih sempat mengadakan
serangan balik. Karena itu, dengan mengerahkan seluruh
tenaganya ia menggempur. Tetapi bukan Gagak Seta yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kena pukulannya. Sebaliknya rekannya sendiri si Lekong yang
baru berusaha merangkak bangun. Tak ampun lagi Lekong
benar-benar roboh dan jatuh terkapar di atas tanah.
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Tanpa menghiraukan
keadaan Lekong, ia melompat menyerang Kalika yang galak.
Serunya pula: "Nyonya tua! Jangan takut, aku tidak akan memukul
temanmu yang nyaris sekarat. Satria dari Gunung Lawu tahu
benar apa makna seorang satria. Bukan seperti kamu yang
main keroyok..." Tajam ucapan Gagak Seta meskipun disertai dengan
tertawa gelak. Waktu itu, Kalika sedang menarik tongkat
bajanya setelah menggebuk Lekong. Begitu melihat sambaran
tongkat Gagak Seta yang istimewa buru-buru ia menangkis.
Tongkatnya hendak mengadu jiwa. Sebab belum pernah
selama hidupnya ia menerima hinaan begitu hebat.
Gagak Seta memang berkepandaian tinggi, ia tidak hanya
melayani Kalika saja, tetapi masih memperhitungkan Seteluk
yang bersenjata golok kembar. Itulah sebabnya, tak sudi ia
mengadu tenaga dengan Kalika yang tengah kalap. Di tengah
jalan, ujung tongkatnya berbelok mengarah kepada Seteluk.
Dengan demikian, Gagak Seta dapat melawan dua lawan
tangguh hanya dalam satu gebrakan saja.
Diah Windu Rini yang semenjak tadi merasa diwakili Gagak
Seta, berdiri tegak di tempatnya. Diam-diam ia kagum
menyaksikan ilmu kepandaian Gagak Seta. Ia tadi hanya
seimbang dikerubut tiga orang. Tetapi Gagak Seta dapat
merobohkan lawannya dalam beberapa gebrakan saja.
"Benarlah kata guru. Di balik gunung masih terdapat
gunung yang lebih tinggi," pikir Diah Windu Rini di dalam hati.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aneh cara bertempurnya. Orangnya angot-angotan. Sesungguhnya dia murid siapa " Kepandaian gurunya pasti
sudah mencapai tingkat sempurna."
Dalam pada itu, Seteluk terkejut setengah mati sewaktu
tongkat Gagak Seta tiba-tiba menghampirinya. Karena tidak
sempat lagi untuk menggunakan kedua goloknya, ia
membuang diri dan membiarkan senjatanya terlepas dari
genggamannya. Kemudian dengan berjumpalitan ia balik
menyerang. Caranya lebih aneh lagi. Tiba-tiba ia menungging.
Lalu menggulungkan diri bagaikan bola menggelinding. Kedua
tangan dan kakinya bekerja. Gagak Seta tercengang. Setelah
menyapu tongkat Kalika ke samping, ia menghantamkan
tongkatnya. Seteluk mundur bergulungan. Tangannya menyambar goloknya dan membabatkan.
Inilah serangan balik lagi yang sama sekali tak terduga.
Terpaksalah Gagak Seta mengadu kekuatan. Ia membenturkan tongkatnya sehingga menerbitkan suara
nyaring. Tepat pada saat itu, tongkat baja Kalika menyambar
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan hampir-hampir saja menahas leher Gagak Seta.
"Hai nenek keriputan!" bentak Gagak Seta. "Kau kejam
benar. Rupanya tongkatmu bisa kau gunakan sebagai golok
pula. Bagus!" Gagak Seta memutar tubuhnya menghadapi Kalika.
Mungkin sekali Kalika akan melanjutkan dengan serangan
susulan. Justru pada saat itu, Seteluk melompat menghantam
punggungnya. Diah Windu Rini belum kenal siapa Gagak Seta. Tetapi ia
percaya, pemuda itu bermaksud baik kepadanya. Melihat
bahaya yang mengancam, segera ia melompat menahaskan
pedangnya. Oleh gerakan pedangnya, Seteluk tidak berani
melanjutkan bokongannya, mengingat ilmu pedang Diah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini tidak usah kalah bila dibandingkan dengan ilmu
tongkat Gagak Seta. Justru demikian, Gagak Seta sekonyong-konyong melesat
ke luar gelanggang. Lalu tertawa terbahak-bahak sambil
berseru : "Bagus ilmu pedangmu ! Lanjutkan !"
Diah Windu Rini tercengang. Pada detik itu pula tahulah ia,
Gagak Seta berpura-pura tidak mengetahui ancaman Seteluk.
Tanpa pertolongannya, sesungguhnya Gagak Seta dapat
mengelakkan diri. Bahkan bukan mustahil bisa membalas
menyerang dengan caranya yang aneh. Selagi berpikir
demikian, Gagak Seta sudah melesat maju lagi. Kali ini ia
terbang berjumpalitan di tengah udara dan mendarat di depan
Kalika. Katanya dengan tertawa lebar :
"Nenek ! Kau ini memang perlu dihajar."
Kalika sudah berpengalaman. Ia tahu, lawannya bermulut
jahil. Maka tanpa menggubris bunyi ucapannya, ia mendahului
menyerang. Ternyata benar dugaan Gagak Seta. Senjatanya
yang berbentuk tongkat itu, sesungguhnya merupakan sarung
sebilah pedang yang tajam luar biasa. Dengan suatu gerakan
tangan, pedang itu terloncat dari dalam tongkatnya dan
disambar dengan tangan kanannya. Sedang tongkat baja yang
tadi berada di tangan kanan beralih ke kiri. Dengan demikian,
ia kini bersenjata sebatang tongkat dan sebilah pedang.
Gagak Seta tercengang. Namun ia tak sudi kalah gertak.
Diapun mengalihkan tongkatnya ke tangan kirinya. Kemudian
entah bagaimana caranya, tahu-tahu tangannya sudah dapat
mengusap wajah Kalika sambil berkata mengejek:
"Nah, betul bukan " Mukamu jelek dan sudah keriputan.
Orang setua engkau ini pantas menjadi pendeta di atas
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gunung yang sunyi sepi. Mengapa keluyuran sampai di sini "
Hm, Utusan Suci kentut."
Wajah Kalika merah padam. Dadanya serasa hendak
meledak saja. Hatinya panas bukan main. Ia melompat pula ke
depan sambil menggerakkan pedang dan tongkatnya. Sebat
dan cepat gerakannya ibarat setetes curahan hujan tidakkan
dapat menembus lingkarannya. Gagak Seta ternyata melayani.
Ia melesat mundur sambil tertawa haha hihi.
Gemak Ideran dan Niken Anggana kagum bukan main. Tak
dikehendaki sendiri mereka tertawa geli. Memang mulut Gagak
Seta terlalu jahil. Akan tetapi mengesankan watak satria. Tak
terasa pula, Gemak Ideran berseru nyaring :
"Kakang Gagak Seta ! Gerakan kaki dan tanganmu benar-
benar aneh. Coba ulangi lagi agar aku dapat mengamati lebih
jelas lagi ........."
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Saudara ! Orang sekarang mengatakan dengan istilah
jurus. Dan jurusku ini memang aneh. Hanya saja hanya
berlaku untuk satu kali saja. Kalau diulangi bakal gagal.
Salahmu sendiri mengapa tidak kau perhatikan sungguh-
sungguh." "Bukan begitu." tungkas Gemak Ideran. "Akulah yang tolol.
Otakku bebal. Mataku lamur."
"O begitu " Kalau begitu sama dengan diriku." Sebenarnya
gerakan Gagak Seta sebentar tadi tidak terlalu istimewa.
Hanya saja sama sekali tak terduga, sehingga Kalika yang
berpengalaman kena diingusi begitu mudah. Tetapi setelah
merasakan getahnya, orang tua itu kini meningkatkan
kewaspadaannya. Sebaliknya, perhatian Niken Anggana tidak
seperti Gemak Ideran. Karena dia seorang gadis yang perasa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serta halus budi-pekertinya, ia merasa jemu terhadap ketiga
orang itu. Segera berkata kepada Gemak Ideran :
"Kakang, mintalah padanya agar menggebah mereka
secepat-cepatnya ! Aku sudah jemu."
Niken Anggana berbicara dengan suara perlahan seperti
biasanya. Akan tetapi bagi pendengaran Gagak Seta sudah
cukup jelas. Tiba-tiba saja ia menyahut:
"Benar ! Akupun sudah jemu. Baiklah, demi untukmu aku
akan menggebah mereka. Tetapi ibarat orang mengantarkan
tetamu sampai ke luar batas wilayah, terus terang saja aku
minta bantuan. Hayolah bantu aku ! Seorang diri aku tidak
sanggup menggebahnya pergi."
Sebenarnya kata-katanya terakhir dialamatkan kepada Diah
Windu Rini. Ia tahu, Diah Windu Rini berkepandaian tinggi.
Sayang dia hanya jadi penonton saja. Mungkin mendongkol,
karena ia tadi berpura-pura tidak tahu sewaktu akan dibokong
Seteluk. Kalau tidak begitu, tentunya ingin melihat sampai
dimana kepandaiannya melawan tiga orang musuhnya dengan
seorang diri." Niken Anggana yang berhati polos tidak mengerti jalan
pikiran Gagak Seta. Ia berseru kepada Diah Windu Rini:
"Ayunda, jelas sekali aku tidak dapat membantu dia. Kukira,
ayunda yang tepat. Dia membantu ayunda. Sekarang ayunda
harus membantunya. Dengan begitu, ayunda tidak usah
berhutang budi kepadanya."
Mendengar kata-kata Niken Anggana, Diah Windu Rini
tersenyum lebar. Lalu tertawa geli. Justru pada saat itu,
Seteluk melompat menyerang Gagak Seta. Ia merasa yakin,
serangannya kali ini tentu berhasil. Sebab perhatian Gagak
Seta terbagi-bagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Gagak Seta benar-benar tangguh dan berkepandaian
tinggi. Diserang dengan tiba-tiba, sama sekali ia tidak gugup.
Tongkatnya dihangkan melintang dan membentur golok
kembar Seteluk yang membabat dengan derasnya. Suatu
benturan tak terelakkan lagi. Tepat pada detik itu Gagak Seta
melesat menghampiri Diah Windu Rini sambil berkata berbisik
: "Nona, kali ini bagianmu. Bertempurlah dengan sungguh-
sungguh ! Jiwa taruhannya."
Diah Windu Rini adalah seorang gadis yang angkuh, tinggi
hati, mudah tersinggung dan tegas dalam setiap tindakannya.
Kata-kata Gagak Seta yang diucapkan dengan berbisik,
menyinggung kehormatannya. Apalagi kesannya seperti
Keris Iblis 1 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Tujuh Tumbal Perawan 2
dari Negeri Siam (Thailand) yang dihadiahkan raja kepada
seorang puteri dari Sri Wijaya bernama Damayani Tunggadewi. (baca : Jalan Simpang di atas Bukit) Pedang
pusaka itu kemudian berpindah dari tangan ke tangan para
satria besar. Siapa yang memiliki, tentu memiliki ilmu pedang
yang tiada taranya. Diperkirakan orang, pedang Sangga
Buwana menyimpan suatu ajaran ilmu pedang yang istimewa.
Itulah sebabnya menjadi bahan perebutan orang. Untuk
memperoleh pedang itu, siapapun bersedia mati. Sekarang
orang bertopeng itu berangan-angan pula hendak memiliki. Ia
berhasil mencuri pedangmu. Tentunya mengira, bahwa
engkau membawa-bawa pedang istimewa itu. Tetapi setelah
mengetahui bukan pedang Sangga Buwana, bukankah akan
dikembalikan dengan rasa penasaran " Maka semenjak itu, dia
akan muncul terang-terangan di hadapan kita. Dia atau berikut
rombongannya akan memaksa dirimu untuk menyerahkan
pedang Sangga Buwana"
"Rombongannya ?"
"Ya, rombongannya, aku yakin, dia tidak bekerja seorang
diri." "Oh. Tetapi andaikata benar begitu, bukankah aku tidak
memiliki pedang Sangga Buwana ?"
"Hrn..... menurut cerita luaran yang didengarnya, pedang
itu berada di tangan keluargamu. Maka engkau akan
dipaksakan untuk mewujudkan angan-angannya. Karena itu,
berjanjilah Niken ! Semenjak saat ini, engkau jangan berpisah
jauh daripadaku. Dan kau Gemak Ideran, kau kutugaskan
untuk selalu mendampingi Niken."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka melanjutkan perjalanan dengan berdiam diri. Hawa
pagihari sudah tiba. Di ufuk timur, cahaya matahari lembut
hadir di atas bumi. Burung-burung mulai terdengar berkicau
sambung-menyambung. Sesekali angin meniup kencang
membungkukkan puncak mahkota dedaunan. Kemudian lari
kencang melanda daratan dan meraba puncak-puncak ilalang
dan belukar. Suara gemeresahnya memiliki nada tanda
kehidupan sendiri. Alam lambat-laun jadi cerah seolah-olah
menjanjikan cerita syahdu yang mengasyikkan hati nurani
manusia. Tiada masalah sulit, rumit dan pelik. Semua berjalan
lancar, rata, aman dan damai. Benarkah itu " Justru pada
detik itu, terdengar derap kuda yang sedang berpacu. Derap
langkah kuda yang dahulu-mendahului, seolah-olah sedang
mengejar hantu. Dengan sigap, Gemak Ideran menoleh. Kemudian memberi
isyarat mata kepada Niken Anggana. Berkata kepada Diah
Windu Rini : "Dua orang. Apakah mereka Mataun dan Sukarji ?"
Diah Windu Rini tidak menjawab. Dia hanya mendengus
pendek. Sejenak kemudian ia menjawab :
"Aku ingin tahu apakah yang akan mereka lakukan terhadap
kita." Mataun dan Sukarji memang masih penasaran kepada Diah
Windu Rini. Mereka benar-benar merasa dipermainkan.
Beberapa jam lamanya mereka ubek-ubekan mencarinya. Dari
tempat ke tempat mereka mengadakan pemeriksaan. Namun
jejak yang dicarinya lenyap dengan begitu saja. Akhirnya
dengan hati mendongkol, mereka kembali ke rumah
penginapan. Kebetulan sekali, mereka berpapasan dengan
pengurus rumah penginapan yang bersungut-sungut. Katanya,
ketiga tetamunya meninggalkan kamarnya masing-masing
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa pamit. Memang mereka sudah membayar, tetapi
perbuatannya meninggalkan rumah penginapan tanpa pamit
dapat merosotkan pamor perusahaannya.
"Siapa mereka ?" Mataun menegas.
"Namanya yang benar tidak tahu. Yang jelas, dua
perempuan dan seorang laki-laki. Semuanya masih muda
remaja." pengurus rumah penginapan memberi penjelasan.
Mataun tidak perlu minta kejelasan lagi. Terus saja ia
melakukan pengejaran. Sukarji yang selalu mengikutinya tidak
mau ketinggalan pula. Pemuda ini sebenarnya tidak menaruh
dendam kepada Diah Windu Rini. Ia hanya merasa cemburu.
Kepandaiannya ternyata kalah jauh. Hal inilah yang
membuatnya penasaran. Bagi orang Jawa Timur, adalah suatu
kehinaan besar bila seorang laki-laki sampai dikalahkan
seorang wanita. Dalam pada itu, Diah Windu Rini masih sempat menyelinap
di balik belukar untuk ganti pakaian Kini tidak ....... berkain
leher putih. Ia jadi nampak anggun, berwibawa dan angker.
Berkata pendek kepada Niken Anggana.
"Kenalkan namamu dengan terus terang. A ku akan .....atma
yang tepat" Niken Anggana mengangguk dan menjajarkan kudanya
me....ang jalan dengan kuda Gemak Ideran. Mereka berdua
belum sempat mengenakan pakaian baru, meskipun demikian
tidak mengurangi perbawanya.
"Hoooop.... !" Mataun mengangkat tangannya sambil
menarik kendali kudanya, ia menunggu sampai Sukarji datang
menjajari. Lalu berkata menghardik : "Kalian siapa ?"
"Siapa yang mana ?" Gemak Ideran balik bertanya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau dan kau....! bentak Mataun seraya menuding Gemak
Ideran dan Niken Anggana.
"Aku Gemak Ideran. "Dan kau " "Aku Niken Anggana. Mengapa," sahut Niken Anggana
dengan suara lembut. Mendengar Niken Anggana menyebutkan namanya, Mataun
tercengang. Setengah tak percaya ia berkata : "Jangan
bergurau! Kau siapa ?"
"Aku Niken Anggana. Mengapa?"
"Berani benar engkau memalsu nama."
"Memalsu Mengapa memalsu. Aku Niken Anggana, putri
Haria Giri." Sekarang Mataun benar-benar percaya, bahwa dia Niken
Anggana sesungguhnya. Justru demikian ia jadi berhimbang-
bimbang. Sama sekali ia tidak mengira bahwa Niken Anggana
adalah seorang gadis yang lembut budi bahasanya. Alangkah
jauh berbeda bila dibandingkan dengan Diah Windu Rini yang
mempermain-mainkan hampir satu malam suntuk. Dan
teringat akan Diah Windu Rini, pandang matanya mengarah
kepada belukar yang tumbuh lebat di balik tanah tinggi.
Bentaknya : "Tadi kalian bertiga. Mana yang satunya ?"
"Dia lagi berganti pakaian," jawab Niken Anggana polos.
"Apakah engkau ingin bertemu ?"
"He-e. Suruh dia keluar !"
"Jangan ! Kakakku yang satu ini tidak pernah diperintah
orang." ujar Niken Anggana dengan sungguh-sungguh.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya kau menghendaki apa " Aku tidak berpedang lagi
.........." "Ha ?" Mataun terbelalak. "Pedang Sangga Buwanamu.......
di mana ?" Niken Anggana tersenyum manis. Wajahnya sama sekali
tidak berubah. Tetap tenang dan ramah seperti sediakala.
Selagi demikian, Gemak Ideran menimbrung :
"Paman Mataun, sebenarnya apa maksudmu sampai
mengejar kita di permulaan pagi ini ?"
"Kau siapa " Anak Cakraningrat, ya ?" bentak Mataun.
"Aku putera Adipati Sawunggaling."
"Ha ?" Mataun terbelalak. "Mengapa kau berada bersama-
sama dengan anak Cakraningrat " Ayahmu dikhianati
Cakraningrat ! Kau malahan .........."
"Aku berada di Madura, justru oleh kehendak ayahku."
"Ah massaaaaaa ........."
"Kau sendiri mengaku anak-buah Adipati Mas Brahim.
Mengapa justru mengkhianati " Nah, itupun perlu dipertanyakan, bukan ?" Gemak Ideran mencoba memancing
mewakili pendapat Diah Windu Rini.
"Jangan menuduh sembarangan!" dan dengan wajah
beringas Mataun menghunus pedangnya.
"Kau datang kemari bersama-sama dengan puteri Adipati
Mas Brahim atau tidak ?" gertak Gemak Ideran.
"Kalau tidak bagaimana, kalau betul bagaimana ?"
"Hm....." Gemak Ideran mendengus. Lalu berkata dengan
mengulum senyum : "Engkau pernah diberi ampun kakakku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini. Tetapi engkau tidak mau mengerti. Malahan akan
mengambil jiwanya. Jangan-jangan engkau mempunyai
maksud lain. Apakah perkara pedang Sangga Buwana ?"
Selagi Mataun hendak membuka mulutnya, Sukarji yang
semenjak tadi berdiam diri mendahului : "Sebentar, anak
muda ! Engkau menyebut-nyebut puteri Adipati Mas Brahim.
Apakah engkau pernah melihatnya ?"
Gemak Ideran seorang pemuda cerdas. Dengan berbekal
tutur-kata Diah Windu Rini, ia menyahut: "Terus terang saja,
belum pernah aku melihat wajahnya. Kecuali muncul di tengah
malam gelap gulita, dia mengenakan topeng pula."
"Mengenakan topeng ?" wajah Sukarji berubah pucat.
"Dia berada di atas kamar kalian, aku yakin, dia sedang
menyelidiki atau mengamati sepak-terjang kalian."
"Ah !" "Sekarang dia berada di atas atap kamar kalian."
"Dia berada di sana ?"
"Pendek kata, dia sudah mengetahui sepak-terjang kalian."
Sukarji nampak menggigil ketakutan. Tiba-tiba saja ia
memutar kudanya hendak balik ke rumah penginapan. Tetapi
begitu kudanya melompat kena gentakannya, pedang Mataun
menyambar lehernya. Untung, ia sudah dibawa melompat
kudanya sehingga ujung pedang Mataun hanya menyerempet
pundaknya, namun tak urung, punggungnya bermandikan
darah. "Hai, apa artinya ini ?" ia berpaling seraya membentak
hebat. "Hm, kau kena dilagui bangsat ini. Mau ke mana ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mataun ! Aku percaya mulutnya daripada mulutmu. Aku
yakin, dia tidak berdusta. Kalau sang puteri sampai
mengetahui sepak-terjangku, aku bakal mati tak terkubur."
Mendengar ucapan Sukarji, Mataun menggerung. Lalu
menerjang dengan tidak segan-segar. lagi. Tetapi Sukarji tidak
mau mengalah. Dengan sebat ia menangkis. Sayang, ia sudah
terluka. Pedangnya kena ditampar balik.
Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran tidak tinggal diam. Gesit
ia melompat tinggi dan menikam dari samping. Mataun
terperanjat. Buru-buru ia menangkis. Ia kalah kedudukan,
sebab masih bercokol di atas kudanya. Sedangkan Gemak
Ideran berada di tengah udara. Merasa dirugikan, buru-buru ia
menggulingkan dirinya ke tanah. Dengan bergulingap ia
berhasil menyelamatkan diri.
"Niken, kau terimalah pedangku ! Tolong lemparkan
golokku !" seru Gemak Ideran.
Berseru demikian ia melemparkan pedangnya dan disambut
Niken Anggana dengan sempurna. Beberapa saat kemudian,
Niken Anggana menghunus golok Gemak Ideran yang
tergantung di samping pelana kudanya. Kemudian dengan
sekali lempar, golok itu sudah berada di tangan majikannya.
"Eh, rupanya kau ahli senjata golok !" teriak Mataun setelah
tegak berdiri di atas tanah. "Apa nama golokmu " Mestinya
golok pusaka ........."
"Benar. Namanya Golok Mataun !" sahut Gemak Ideran.
"Sialan !" Mataun mengutuk.
Rupanya Mataun seorang yang berdarah panas dan pendek
akal. Terus saja ia menyerbu dengan mati-matian. Sama sekali
ia tidak memperhitungkan hadirnya Sukarji yang kena
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilukainya. Untung, Sukarji lebih memperhatikan keadaan
puteri Adipati Mas Brahim. Setelah menangkis serangan
Mataun, segera ia melarikan kudanya sepesat angin balik ke
arah kota. Gemak Ideran menunggu sampai serangan Mataun tiba. Di
dalam hati ia memang ingin menguji diri. Diah Windu Rini
berkata, kepandaiannya masih berada di atas kepandaian
Mataun. Karena itu, hatinya mantap. Dengan gesit ia menggerakkan
goloknya dan menyongsong tikaman pedang Mataun tepat
pada waktunya. Trang ! Mataun boleh membanggakan diri sebagai seorang yang
banyak pengalamannya. Diapun percaya kepada ilmu
pedangnya sendiri, sehingga tidak yakin bila dirinya sampai
kena dikalahkan musuh. Apalagi lawannya kali ini seorang
pemuda yang belum hilang bau tetek ibunja. Tetapi
kenyataannya, pedangnya kena tertampar ke samping.
Tangannya tergetar. Lengannya nyeri. Tahulah ia, Gemak
Ideran bertenaga kuat. "Eh, masakan aku kalah tenaga ?" ia menyiasati dirinya
sendiri. "Barang kali aku terlalu semberono."#9a
Memikir demikian, segera ia memperbaiki kedudukannya.
Lalu dengan tenang ia mengulangi serangannya. Pedangnya
berkelebat dengan suara mengaung. Ia menggunakan tipu
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ganda. Bila lawannya sampai menangkis, ia dapat membelokkan arah tikamannya. Tetapi lagi-lagi, ia kalah
sebat. Gemak Ideran ternyata dapat menebak maksudnya.
Sama sekali ia tidak menangkis melainkan memotong gerakan
pedangnya dan langsung menikam lambungnya. Keruan saja,
ia mengelak dengan terburu-buru. Selagi demikian, Gemak
Ideran maju selangkah dan menghantam kepalanya dengan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagang goloknya. Tak ! Dan dunia berputar di depan
penglihatannya. la terkejut bukan main. Sebab sewaktu hendak berdiri,
seluruh sendi tulangnya nyeri luar biasa. Dan ia terduduk
kembali dengan tubuh lemas. Hai ! Kenapa " Kenapa tiba-tiba
ia kehilangan tenaga " Selagi ia berkutat hendak menghimpun
tenaga, Gemak Ideran datang menghampiri dengan langkah
pasti dan tenang luar biasa.
"Bagaimana " Kau serahkan kepalamu atau kupotong kedua
kaki dan lenganmu ?" gertak pemuda itu.
Ia tidak sanggup menjawab. Habislah sudah kegarangannya. Mulutnya yang jahi! terbungkam Meskipun
demikian, betapapun juga termasuk seorang laki-laki gagah.
Selama hidupnya ia berkelahi dan bertempur di pihak yang
mengadakan perlawanan terhadap Kompeni Belanda. Karena
itu, ia tidak gugup mendengar ancaman Gemak Ideran.
Sahutnya . "Aku seorang laki-laki. Kau beleh mencingcang tubuhku
menjadi bergedel. Tetapi jangan berharap aku bakal
memohon-mohon belas kasihanmu......"
Pada saat itu, tiba-tiba munculah Diah Windu Rini dari balik
gerumbul belukar. Pakaiannya yang berwarna hijau berkain
leher putih nampak semarak di tengah cahaya matahari yang
sedang menerangi bumi. Dan melihat munculnya Diah Windu
Rini semangat Mataun terbang. Dasar wataknya tidak ..............
berusaha membusungkan dadanya. Berteriak ........
"Kalau mau membunuhku, bunuhlah."
"Hm" dengus Diah Windu Rini dengan mengulum senyum.
"Apa untungnya membunuhmu?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mataun tercengang sejenak Tetapi pada detik ia mengira
Diah Windu Rini akan menyiksa dirinya. Teriaknya lagi:
"Seorang laki-laki boleh gugur bagaikan daun rontok, akan
tetapi jangan kau hina seperti babi potong !"
Diah Windu Rini menghampiri. Kudanya ........ di depan
matanya. Kemudian berkata seperti seorang .........
"Mataun " Kau ini memang seorang pemberontak yang
tidak mempunyai otak. "
"Tidak mempunyai otak bagaima?"
"Kau cuma pandai menghafalkan semboyan tetapi artinya
tidak kau mengerti sendiri"
"Mana yang tidak kumengerti" ..................
"Sebentar tadi engkau berteriak: Kau boleh mencingcang
tubuhku menjadi bergedel. Sedelik kemudian berteriak lagi,
kalau mau membunuhku bunuhlah ! Sekarang katakan yang
jelas, kau ingin kucincang menjadi bergedel atau kubunuh ?"
Dipojokkan demikian, Mataun jadi bingung sendiri. Kalau
dipikir, ucapannya memang bertentangan. Sebentar tadi boleh
mencincang dirinya menjadi bergedel. Sebentar lagi, minta
dibunuh saja. Kedua-duanya tidak enak. Tetapi kalau
ditimbang, lebih baik di bunuh dengan sekali tikam daripada
disiksa menjadi bergedel dulu sebelum mampus. Ia jadi malu
sendiri, memang ucapan-ucapan demikian sebenarnya hanya
dipetiknya dari kata-kata seorang pendekar yang tidak takut
mati. Dan terasalah di dalam lubuk hatinya, manusia hidup ini
harus memilih. Minta dibunuh atau dicincang menjadi bergedel
berarti dipaksa memilih. Andaikata tidak memilih kedua-
duanya, juga sudah berarti memilih.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi pikirannya disibukkan oleh masalah itu, terdengar
Diah Windu Rini berkata lagi :
"Dengan begitu, engkau ini sebenarnya termasuk manusia
yang tidak tahu kedudukannya sendiri. Sebenarnya engkau
berada di fihak Adipati Mas Brahim atau fihak yang
menentangnya " Sebenarnya engkau berada di fihak Kompeni
atau di fihak yang bermusuhan dengan Kompeni."
"Hai, hai! Tentu saja aku berfihak kepada para pendekar
yang bermusuhan dengan Kompeni !" potong Mataun dengan
semangat berkobar-kobar. "Kalau bermusuhan dengan Kompeni, mengapa justru
engkau bukan anak-buah Adipati Mas Brahim yang sudah jelas
adalah anak keturunan pahlawan Untung Surapati " Coba,
jawablah !" "Mengapa kau bisa berkata begitu ?"
"Mataun ! Apa yang kau ucapkan di dalam kamarmu, sudah
kudengar semua. Kemudian aku memayang seorang gadis
yang mengaku sebagai puteri Adipati Mas Brahim. Jangan lagi
kau terkejut atau ikut berduka-cita. bahkan engkau mencoba
menghalang-halangi temanmu. Sebenarnya kau bekerja untuk
siapa ?" bentak Diah Windu Rini.
"Aku....." Aku.....?" Mataun tergagap-gagap. Dan wajahnya
berubah-ubah. Kadang merah padam, kadang kepucat-
pucatan. Diah Windu Rini menghela nafas. Lalu memutuskan :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah..... karena engkau menutup mulut, tiada gunanya aku berbicara
berkepanjangan. Gemak Ideran, Niken Anggana......
Mari berangkat!" Diah Windu Rini benar- benar meninggalkan Mataun
yang duduk menumprah tidak berdaya di atas tanah.
Gemak Ideran dan Niken Anggana yang sebenarnya tidak mengerti maksud Diah
Windu Rini segera mengikutinya. Sebaliknya Mataun sendiri sebenarnya
amat bersyukur di dalam hati. Ia merasa sudah tak
berdaya. Siapapun dapat membunuh dirinya dengan gampang. Tetapi mengapa justru ditinggalkan semacam diampuni " Selama hidupnya
baru kali itu ia mengalami peristiwa demikian.
"Kakang Gemak Ideran ! Engkau hanya memukulnya
dengan gagang golokmu. Tetapi ia sudah kehilangan tenaga.
Apakah golokmu sebatang golok mustika ?" Niken Anggana
minta keterangan kepada Gemak Ideran.
Sambil mengelus-elus gagang goloknya yang sudah
tergantung kembali di samping pelananya, Gemak Ideran
menjawab dengan tertawa:'
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Janganlah terlalu percaya kepada segala macam pusaka
atau mustika secara berlebih-lebihan, adikku. Semuanya
tergantung kepada manusianya. Orang boleh memiliki macam
pusaka ibarat pusaka Dewa peruntuh langit. Tetapi bila
orangnya tidak dapat menggunakan, pusaka itu tidak berarti
apa-apa. Sebaliknya seseorang dapat memporak-porandakan
dua atau tigapuluh lawan di medan perang hanya dengan
senjata besi rongsokan, karena orang itu berkepandaian
tinggi." "Kalau begitu, ilmu apakah yang kau gunakan untuk
memunahkan tenaga Mataun ?"
"Tentu saja termasuk salah satu jurus ilmu golok yang
kuwarisi. Tapi bukan dari guruku." sahut Gemak Ideran
dengan mata berseri-seri.
Mendengar kata-kata Gemak Ideran, Diah Windu Rini ikut
tertarik hatinya. Ia menoleh. Menegas :
"Gurumu bernama Ki Ageng Mentaok. Ilmu kepandaiannya
boleh dikatakan sudah sempurna. Masakan engkau perlu
menyangkok ilmu kepandaian orang lain ?"
"Bukan begitu." sahut Gemak Ideran cepat. "Diapun bukan
guruku. Juga bukan sengaja mewariskan ilmu kepandaiannya
kepadaku. Umurnya sebaya denganku. Tetapi ia mengaku diri
sebagai pendeta. Paling tidak bercita-cita ingin hidup sebagai
pendeta. Namanya Hajar. Karena berasal dari Karangpandan,
ia menyebut diri Hajar Karangpandan. (salah satu tokoh Bende
Mataram) Orangnya awut-awutan, binal seperti kuda liar, akan
tetapi hatinya jujur dan kepandaiannya tinggi. Dalam suatu
pertemuan ia berkenan mewariskan aku lima jurus pukulan
maut. Itulah tadi salah satu jurus ajarannya ......."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah di dunia ada manusia semacam itu " Aku tidak
percaya, kalau diapun tidak memperoleh bagiannya." Diah
Windu Rini sangsi. "Benar...... sama sekali ia tidak minta tukar setengah jurus
pun dariku." Diah Windu Rini termangu-mangu. Niken Anggana
kemudian menimbrung : "Kakang Gemak Ideran ! Kau ceritakan padaku tentang dia
!" Gemak Ideran tertawa. Sahutnya :
"Orang Kartasura rupanya berbakat seni. Kau tidak bosan-
bosan mendengarkan cerita orang."
"Aku paling gemar mendengar kisah petualangan. Apalagi
kisah petualangan seorang pendekar semacam Hajar
Karangpandan." Kembali lagi Gemak Ideran tertawa. Katanya :
"Baiklah..... hari masih cukup panjang. Nanti malam saja
aku akan mengabarkan riwayat pertemuanku dengan Ki Hajar
Karang-pandan. Orang itu memang istimewa. Binal, liar, awut-
awutan, tetapi jujur. A yunda Windu Rini pasti tidak gampang-
gampang percaya, karena orang itu memang tidak dimengerti.
Tetapi tindakan ayundapun tidak mudah kumengerti."
"Tindakan yang mana ?"
"Mataun kau tinggalkan begitu saja. Mengapa ?"
"Yang jelas, aku sudah memperoleh apa yang kuperlukan,"
sahut Diah Windu Rini. "Apa" " "Itulah perkara puteri paman Adipati Mas Brahim. Puteri itu
benar-benar puteri paman Brahim. Selanjutnya, tidak perlu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi aku mencampuri urusan rumah tangganya. Biarlah paman
Brahim menyelesaikannya sendiri. Bila aku sampai menangani
Mataun, ekornya bisa berakibat panjang."
Gemak Ideran tertawa terbahak-bahak. Serunya :
"Ayunda sungguh cerdik! Katakan saja, ayunda pinjam
tangan orang-orang bawahan paman Adipati Mas Brahim
.........." Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan melepaskan
pandang di jauh sana, ia membedalkan kudanya. Niken
Anggana dan Gemak Ideran terpaksa pula melarikan kudanya.
Waktu itu, matahari sudah menjenguk di atas cakrawala.
Hawa pagihari masih segar memasuki pernafasan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
9. ORANG-ORANG ANEH MAKIN LAMA suasana seberang-menyeberang jalan
berkesan sepi mengerikan. Kota Bangil sudah nampak di
depan mereka. Namun jalan menuju ke kota itu, jarang sekali
dilalui orang. Menurut kabar hanya diperuntukkan khusus bagi
Kompeni Belanda yang sering mengadakan perondaan. Ini
terjadi semenjak Adipati Cakraningrat menghendaki wilayah
Probolinggo. Pasuruan dan Bangil. Adipati Mas Brahim yang
berkedudukan di Malang tidak tinggal diam. Seringkah
laskarnya menghadang patroli Kompeni Belanda. Dan setelah
mengadakan penyergapan, kemudian melarikan diri mendaki
bukit dan menghilang bagaikan bayangan siluman.
Kompeni Belanda memang tidak mengijinkan Adipati
Cakraningrat menguasai wilayah itu. Kompeni Belanda takut
akan pengalamannya sendiri. Dahulu Trunajaya pernah
merajalela. Juga Untung Surapati. Kedua pendekar itu hampir-hampir
dapat menumbangkan kekuatan Kompeni Belanda di Jawa.
Maka anak-keturunan Cakraningrat dan Untung Surapati tidak
diperbolehkan menguasai wilayah itu. Akan tetapi Kompeni
hanya dapat memerintah tanah-tanah sepanjang jalan besar.
Sedangkan laskar Adipati Mas Brahim dengan bantuan laskar
Madura bersembunyi di perkampungan penduduk. Akibatnya,
Kompeni Belanda sering menyerbu ke perkampungan
Sebaliknya laskar pejuang muncul di tengah malam untuk
mengadakan balas dendam. Dan yang jadi korban adalah
penduduk dusun dan perkampungan. Kecuali mereka tidak
pernah dapat hidup tenteram, jiwa keluarganya terancam
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sewaktu-waktu. Maka tidak mengherankan, perkampungan
dan pedusunan yang bertebaran di sepanjang jalan besar
makin lama makin sunyi. Penduduk dengan sukarela
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan kampung halamannya untuk mencari daerah
permukimannya yang baru. Diah Windu Rini memutuskan untuk menginap di suatu
tempat yang aman. Tetapi karena perlu mengisi perut, ia
menyetujui singgah di Bangil untuk memperoleh rumah makan
yang cocok. Dan rumah makan yang dipilihnya berada di batas
kota menghadap arah Pandaan.
Rumah makan cukup nyaman dan indah. Halamannya luas.
Pagarnya terdiri dari tetanaman hidup sehingga berkesan
sejuk. Apalagi hawa pegunungan Welirang, Arjuna dan
Anjasmara menjangkau wilayah udara Pandaan. Selagi mereka
duduk menikmati makanan dan minuman, terdengarlah suara
derap kuda. Dari kejauhan, nampak dua orang penunggang
kuda Mula-mula Niken Anggana mengira Mataun dan Sukarji.
Tetapi ternyata bukan. Kedua orang itu berhenti di depan
rumah makan dan masuk dengan langkah lebar.
Niken Anggana yang tertarik kepada tokoh-tokoh petualangan segera memperhatikan wajah dan perawakan
mereka. Yang seorang berusia enampuluh tahun. Wajahnya
kusut. Rambutnya ubanan. Meskipun demikian ia kelihatan
gagah, tampan dan bermata tajam. Sedang yang lain seorang
perempuan yang pantas disebut seorang nenek. Rambutnya
putih. Kulitnya putih. Hidungnya mancung. Gundu matanya
agak kebiru-biruan. Jelas sekali, dia bukan orang Bumi putera.
Kalau bukan orang Belanda, tentunya keturunan Belanda dan
Cina. Sebab, meskipun berkulit putih namun halus.
Niken Anggana tertarik kepada bentuk dan kesan wajahnya
yang aneh. Ia hanya merasakan suatu keanehan, akan tetapi
apa yang membuat kesan aneh itu, ia tidak tahu. Dengan tak
setahunya sendiri, ia mengerlingkan matanya kepada Gemak
Ideran. Pemuda itu ternyata tiada menaruh perhatian. Dia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti Diah Windu Rini yang bersikap tidak menghiraukan
kedatangan mereka. Kedua orang itu mengambil tempat duduk. Dengan isyarat
tangannya, mereka minta disediakan minuman keras. Setelah
meneguk minuman keras itu, mereka minta disediakan
sayuran mentah dan daging bakar. Lalu menikmati semua
pesanannya dengan santai. Sama sekali mereka tidak
memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya, seolah-olah
dalam rumah makan itu hanya mereka berdua yang duduk
bercokol di atas kursi. Selang beberapa waktu lamanya, yang laki-laki meletakkan
pisau pengiris daging di atas meja. Lalu tertawa terbahak-
bahak. Berseru : "Kawan-kawan yang baik ! Kalau memang sudah datang,
masuklah ! Apalagi yang kalian tunggu ?"
Tak terasa Niken Anggana dan Gemak Ideran menoleh
untuk memperoleh penglihatan. Seorang laki-laki gagah
perkasa yang bercambang tebal, memasuki halaman rumah
makan, pandangnya ganas. Gerak-geriknya kasar, sehingga
membangkitkan rasa curiga tetamu-tetamu lainnya. Dengan
diam-diam, mereka meninggalkan tempat setelah membayar
harga makanannya. Seketika itu, suasana rumah makan
menjadi lengang dan tegang.
Laki-laki itu bersikap tidak pedulian. Dengan santai ia
memilih tempat duduk. Kemudian menjelajah pandang
matanya. Ia seorang laki-laki berperawakan gagah berumur
empatpuluh tahunan. Pakaian yang dikenakan hitam lekam.
Meskipun hawa terasa dingin, tetapi ia sengaja membuka
kancing bajunya. Dan setelah pandang matanya bentrok
dengan sepasang laki-laki dan perempuan aneh itu, ia
mendehem. Lalu bergeser tempat ke sebelah kiri.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm......" laki-laki tua itu mendengus. Lalu tertawa
perlahan-lahan melalui dadanya.
Pada saat itu, masuk pulalah seorang laki-laki berambut
awut-awutan. Ia mengenakan pakaian kulit harimau. Tak usah
dijelaskan lagi, pastilah dia seorang pemburu. Ia datang
dengan membawa sebuah bungkusan daun pohon jati. Begitu
memilih tempat duduk, bungkusan itu diletakkan di atas meja.
Lalu dibukanya perlahan-lahan dan dengan tangannya yang
kotor ia menjumputi isinya dan dimasukkan ke dalam
mulutnya. Ternyata bungkusan itu berisi potongan daging
harimau mentah. Enak saja, orang itu mengunyah potongan daging harimau
yang masih berdarah sehingga mulutnya yang kotor penuh
dengan semacam liuran merah. Niken Anggana mengamat-
amati wajahnya yang kotor. Penuh daki dan pucat rupanya tak
beda dengan seorang pengemis yang baru sembuh dari sakit,
karena pakaian yang dikenakan lusuh dan penuh dengan
bercak-bercak darah. Niken Anggana melongokkan kepalanya.
Ingin ia melihat, sesungguhnya apa saja yang sedang dimakan
orang itu. Selain potongan-potongan daging, ternyata isi perut
pula seperti usus, ginjal, hati, jantung dan paru-paru. Tak
mengherankan bau amis menguar dibawa angin yang
berputaran. Tidak lama kemudian datang seorang perempuan berumur
sekitar tigapuluh lima tahun. Aneh perempuan ini. ia
mengenakan pakaian seorang muslimat. Tetapi wajah maupun
kulit tubuhnya agak menyangsikan. Kulitnya terlalu putih dan
kedua matanya sipit. Dan pakaian yang dikenakan terlalu
mentereng. Masih ditambah dengan bau aroma yang berlebih-
lebihan sehingga dapat memusnahkan bau amis yang
menguar dari santapan sang pemhuru.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pelayan !" seru perempuan itu setelah duduk tidak jauh di
samping sang pemburu. Tetapi baik pemilik rumah makan maupun pelayannya tiada
yang menyahut. Rupanya mereka sudah menyingkir jauh-jauh.
Sebagai gantinya, muncul seorang laki-laki berperawakan
tinggi tipis. Dengan buru-buru, laki-laki itu menyahut:
"Sayangku..... kau mau apa, ha ?"
"Siapa yang memanggil dirimu ?" perempuan genit itu tidak
senang. Laki-laki jangkung kelihatan gugup. Dengan buru-buru ia
menyahut lagi : "Bukan begitu..... bukan begitu ! Kalau tidak ada olang, aku
bisa bantu. A pa salah ?"
"Ih !" perempuan genit itu mendengus. "Baiklah, ambilkan
aku sebotol minuman. Kabarnya disini terdapat minuman tuak
yang rasanya tidak kalah nikmat bila dibandingkan dengan
minuman keras lainnya. Nah, carikan di antara minuman-
minuman itu !" Laki-laki jangkung itu segera memutar tubuhnya dan
memasuki ruang rumah makan sampai ke dapur untuk
mencari minuman tuak. Setelah diperolehnya, segera ia
mempersembahkannya kepada perempuan genit yang duduk
dengan anggunnya di atas tempat duduk.
Dalam pada itu, tiga orang pria datang berturut-turut
mengepung sepasang laki-laki dan perempuan tua yang
semenjak tadi berdiam diri. Niken Anggana yang tertarik
kepada tokoh-tokoh petualang, lalu menghitung jumlah
mereka. Satu, dua, tiga..... semuanya sembilan orang. Yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan dua dan lainnya laki-laki. Tentu saja dirinya,
Gemak Ideran dan Diah Windu Rini tidak dihitungnya.
"Mereka bersikap diam, tetapi saling memandang dengan
diam-diam. Kelihatannya akan terjadi suatu adu kepandaian
yang hebat." pikir Niken Anggana di dalam hatinya.
"Sebenarnya siapakah mereka dan apa perkaranya " Bagus !
Bakal ada tontonan yang menarik."
Niken Anggana meskipun puteri seorang ahli pedang,
namun belum berpengalaman. Bahkan inilah untuk yang
pertama kalinya ia berkelana bebas di luar rumah tanpa
pengawalan. Sementara itu, Gemak Ideran tiba-tiba bergeser
menjauhi. Pemuda itu seperti ingin memperoleh penglihatan
yang lebih luas. Tiba-tiba kedua orang tua yang aneh itu, tertawa terkekeh-
kekeh. Suara tertawanya tidak sedap didengar orang. Setelah
meneguk minumannya, mereka mulai menjelajahkan pandang
matanya kepada hadirin. Akan tetapi mereka bersikap acuh
tak acuh. Karena tidak mendapat tanggapan, mereka menutup
mulutnya kembali. Dan suasana dalam rumah makan itu, sunyi
menegangkan. Pemburu yang sedang mengunyah daging harimaunya,
nampak resah, ia menggigit sekerat daging keras-keras.
Setelah ditelannya, ia berkata :
"Orang yang kita incar, tidak datang. Apakah kita bakal
menunggu kedatangannya sampai malam hari ?"
Ucapannya tidak ditujukan kepada siapapun. Namun
perempuan muslimat itu menyahut:
"Hai pendekar jalanan ! Apakah daging harimaumu enak ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja ! Kenapa ?" pemburu itu setengah
menggerendeng. "Enak mana hati manusia atau hati harimau ?"
Suara perempuan genit itu, sedap didengar. Agaknya dia
seorang pelajar. Hanya saja perilaku dan gerak-geriknya tidak
sesuai dengan pakaian yang dikenakannya.
"Tentu saja enak hati manusia. Hanya saja harus manusia
yang sehat dan segar bugar," jawab pemburu itu. Dan dengan
mulutnya yang penuh cairan darah ia menyapu ruang rumah
makan dengan pandang matanya yang liar dan menyala.
"Umpamanya manusia itu kakek-kakek atau nenek-nenek,
kecuali rasanya pahit sepah, dagingnya alot pula. Sebaliknya,
kalau pemiliknya seorang pemuda atau gadis..... wah..... hati
dan dagingnya sungguh nikmat. Kecuali empuk, rasanya
kemanis-manisan dan wangi...."
"Kabarnya untuk memasak hati manusia ada resepnya
sendiri. Kalau tidak, bakal gagal. Bisa-bisa empedunya pecah
dan akibatnya pahit. Apakah kau tahu cara memasak hati
manusia ?" "Aku " Hahaha..... masakan daging " Selamanya aku makan
daging atau hati manusia mentah-mentah. Lebih mantap dan
lebih segar ! Apalagi kalau masih kecampuran darahnya.
Huuuuuiiii.... bukan main ! Sungguh sedap !"
Tanya jawab itu berlangsung dengan wajar saja. Niken
Anggana yang perasa tercekat hatinya. Tadi sewaktu pemburu
itu menyinggung-nyinggung soal daging seorang kakek dan
nenek, ia mengira dia sedang mengincar sepasang kakek yang
aneh itu. Tetapi setelah dibandingkan dengan daging dan hati
seorang pemuda atau seorang gadis, entah apa sebabnya
tiba-tiba tengkuknya meremang. Apakah pemburu itu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengincar dirinya " Ia mengerlingkan matanya kepada si
kakek dan si nenek. Kedua orang tua itu, tenang-tenang saja.
Bahkan mereka tersenyum lebar seperti ada yang menggelikan
hatinya. Ia jadi heran sendiri. Sesungguhnya kata-kata sang
pemburu dan muslimat itu dialamatkan kepada siapa "
Sekonyong-konyong laki-laki yang bercabang tebal dan
mengenakan pakaian hitam lekam itu membuka mulutnya :
"Sudahlah, jangan bicara yang bukan-bukan! Sekarang
sudah tiba saatnya untuk bertempur. Nah, singkirkan semua
meja dan kursi biar jadi gelanggang pembantaian..........!"
Semenjak tadi, dia menutup mulut. Dan sekali berbicara,
kata-katanya mengejutkan orang. Tetapi si pemburu yang
sedang mengunyah daging harimau mentah itu tertawa
terkekeh-kekeh. Mendadak saja ia meloncat tinggi. Tangan
kanannya menyambar Gemak Ideran yang duduk memisahkan
diri. Maksudnya hendak menangkap leher Gemak Ideran,
sedang tangan kirinya mengangsurkan sekerat daging mentah
ke arah mulutnya sambil berseru :
"Anak muda ! Nih, makanlah daging harimauku yang
penghabisan ! Hup !"
Dengan gesit Gemak Ideran membungkukkan tubuhnya
Tangannya mengebas, dan ia dapat menangkis tangan kiri
pemburu itu yang sedang mengangsurkan daging mentah.
Berbareng dengan itu, ia menjejak tanah dan menerobos
melalui ketiak. "Siapa sudi memangsa daging mentahmu " Kau kira aku ini
orang hutan ?" Dengan gagah ia berdiri tepat di tengah gelanggang.
Keruan saja si pemburu terkejut bukan main. Sama sekali tak
diduganya, bahwa Gemak Ideran seorang pemuda http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepandaian tinggi. Biasanya belum pernah ia luput bila
menyambar sesuatu. Apalagi sasarannya leher seorang
pemuda yang tidak bergerak dari tempatnya. Entah
bagaimana dia dapat meloloskan diri. Seketika itu juga, ia jadi
penasaran. Terus saja ia melompat memburu dan mengulangi
serangannya. Kali ini ia bersungguh-sungguh. Gerakan
tangannya menerbitkan kesiur angin.
Diperlakukan demikian Gemak Ideran mendongkol. Belum
pernah ia melihat orang itu. Apalagi sampai berkenalan.
Sekarang dengan tiba-tiba ia diperlakukan sebagai kelinci
buruan. Sebenarnya apa maksudnya " Apakah mereka yang
datang itu
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedang mengincar rombongannya. Untuk menggertak pemburu itu, sama sekali ia tidak mengelak. Akan
tetapi membarengi serangannya dengan salah satu jurus maut
ajaran Ki Hajar Karangpandan.
"Hoeeiiit.......!" pemburu itu terkejut setengah mati. Buru-
buru ia mengegos dan menyelamatkan diri. Begitu berdiri
tegak di tempat yang aman, ia membentak bagaikan guruh:
"Hai ! Kau apanya Hajar Karangpandan ?"
Gemak Ideran tidak menjawab. Ia hanya mendengus. Dan
pemburu itu merasa direndahkan. Dengan membentak ia
menerjang. Kali ini, Gemak Ideran melawannya dengan ilmu
kepandaian warisan gurunya. Gesit luar biasa ia mengelak ke
samping sambil memukul. Plak ! Tangannya beradu. Dan
pemburu itu tergeser setengah kaki ke belakang.
"Bagus !" seru laki-laki yang bercambang tebal. "Srenggana
! Umurmu hampir mencapai seabad, meskipun demikian kau
bakal dijungkir-balikkan pemuda itu. Percaya atau tidak ?"
"Cuh !" pemburu yang bernama Srenggana itu menyemburkan ludah di atas tanah. "Srenggana artinya
serigala. Masakan aku tidak mampu membekuk mangsaku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hahaha...... cobalah ! Aku sih cuma menjadi penonton.
Kalau kau menang, aku akan bertepuk tangan. Kalau kalah,
kau akan kukentuti."
"Guntur, bangsat kau !" maki Srenggana. "Lihat yang jelas,
bagaimana caraku hendak membekuk kelinci ini."
Dengan menarik napas, Srenggana menghimpun tenaganya. Lalu merangsak maju. A kan tetapi dengan mudah,
Gemak Ideran dapat mengelakkan. Kedua tangannya
diayunkan. Tetapi yang menghantam adalah sebelah kakinya
yang tepat mengenai perut Srenggana
"Nah, percaya atau tidak ?" Guntur tertawa terbahak-bahak.
"Babi, kau ! Apakah kau mampu ?" sahut Srenggana
dengan nafas memburu. "Mengapa tidak ?" Guntur tersinggung. Terus saja ia
melesat memasuki gelanggang. Bentaknya: "Anak muda,
maaf! Aku akan membuktikan kebisaanku."
Menyaksikan gerakan Guntur, Gemak Ideran memutuskan
hendak mengadu kegesitan. Dengan sekali bergerak, kembali
lagi ia mendupak Srenggana. Lalu ia mendahului menyerang
dengan tiba-tiba. Serangan Gemak Ideran yang dilancarkan
dengan cepat dan mendadak, mengejutkan Guntur. Buru-buru
ia menggeserkan kakinya. Tangan kanannya dilencangkan ke
depan dan membentur sikunya. Tetapi Gemak Ideran bukan
sasaran yang empuk. Ia melejit ke samping dan menampar
kepala. "Hai !" Guntur terperanjat. Buru-buru ia mengendapkan
kepalanya. Namun tepat pada saat itu, sebelah kaki Gemak
Ideran berhasil menjejak lututnya sehingga ia jatuh terguling.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wadddoooo..... ini namanya guntur meledak di pagihari.
Bagus ! Bagus ! Hayo majuuuu.....!" ejek Srenggana.
Guntur meletik bangun. Dadanya serasa hendak meledak.
Ia tidak hanya gagal menangkis serangan Gemak Ideran,
tetapi di ejek Srenggana pula. Sepasang alisnya terbangun
sekaligus. Tadinya ia memandang Gemak Ideran seorang
lawan yang ringan. Sebab selain tidak bersenjata, usianya
sebaya dengan anaknya sendiri. Sama sekali tak diduganya,
bahwa pemuda itu sangat gesit dan pandai menggunakan
otaknya. Selagi ia menggerung hendak mengadakan serangan
balasan, berkelebatlah sesosok bayangan putih. Itulah
perempuan berpakaian muslimat yang terlalu genit
"Tahan !" seru perempuan genit itu.
"Maliwis, minggir !" bentak Guntur.
"Musuh kita bukan dia ! Tapi itu....." Maliwis menuding
sepasang kakek yang aneh.
Kena tuding Maliwis, si nenek tertawa terkekeh-kekeh,
sahutnya : "Kalian ini manusia-manusia tidak berguna.
Lagaknya sih hebat ! Yang satu berlagak makan daging
mentah. Yang lain bercambang tebal. Dan yang perempuan itu
berlagak seperti seorang muslimat yang alim. Tak tahunya,
muslimat gadungan yang pandai menjual bedak dan gincu.
Huhuuuu ......." Belum selesai ucapannya, Maliwis sudah melompat
menyerang. Guntur dan Srenggana tidak tinggal diam pula.
Mereka maju dengan berbareng. Tetapi dengan gesit nenek
tua itu dapat mengelakkan diri. Kini ia melompat ketengah
gelanggang dengan bersiaga penuh.
"Rumpung ! Kau siluman keparat! Inilah saat mampusmu !"
maki Srenggana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si nenek yang bernama Rumpung tertawa terkekeh-kekeh
kembali. Dengan menyemburkan ludahnya, ia mendahului
menyerang. Ternyata dia berkepandaian tinggi. Sama sekali ia
tidak gentar dikerubut tiga orang. Kaki dan tangannya bekerja
sangat cepat dan wajar. Tubuhnya berkelebatan di antara
para penyerangnya. Himpunan tenaga saktinya sangat
sempurna. Ia dapat mengatur pernafasannya. Kadang
terdengar kerasa, kadang lembek. Tetapi baik sambaran
tangan dan kakinya bergerak sangat teratur dan terarah.
Empat orang laki-laki yang semula duduk bercokol di atas
kursi kelihatan gelisah. Seperti saling berjanji mereka berdiri
serentak hendak membantu. Tetapi si kakek tua pun tidak
tinggal diam. Tiba-tiba berseru gembira :
"Hai Rumpung ! Bereskan mereka dan aku akan
membereskan lainnya."
Nenek Rumpung tertawa gembira. Sahutnya :"Dengkul !
Apakah kau mampu ?" "Mengapa tidak ?" sahut si kakek yang dipanggil dengan
nama Dengkul. "Bagus ! Nah, hayo kita berlomba ! Kau atau aku yang
membereskan cecunguk-cecunguk ini....." teriak nenek
Rumpung. Dan selagi berbicara demikian gerakan tangan
dan kakinya tidak kacau. Kakek Dengkul mengiakan. Lalu menerjang empat orang
lali-laki yang hendak turun ke gelanggang. Tentu saja yang
diserangnya tidak tinggal diam. Dengan serentak mereka
memencar dan balik menyerang dengan suatu kerja-sama
yang rapih. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan pertempuran yang kalang-kabut itu, Niken
Anggana ternganga-nganga. Sesungguhnya siapakah mereka
" A pakah yang diperebutkan atau yang dipersoalkan sehingga
mereka bertempur dengan mati-matian " Karena perlu
memperoleh penerangan, ia menghampiri Gemak Ideran.
Katanya : "Kakang, mengapa mereka saling baku hantam ?"
"Soal itu, kita tanyakan nanti kepada ayunda Windu Rini."
sahut Gemak Ideran setengah berbisik. Kemudian dengan
suara sengaja dilantangkan : "Coba tebak, siapa yang bakal
menang !" Niken Anggana mengamat-amati
gerak-gerik nenek Rumpung yang sedang melayani tiga orang musuhnya. Lalu
menjawab : "Tentu saja nenek itu !"
"Apa alasanmu ?"
"Lihatlah ! Ia menyembunyikan sebilah belati mengkilat di
balik lengan bajunya."
Mendengar kata-kata Niken Anggana, Srenggana, Maliwis
dan Guntur terkejut Ah, pikir mereka. Gadis itupun mempunyai
kepandaian dan tajam pandang matanya. Dia dapat menebak
hati Rumpung. Oleh pikiran itu, masing-masing segera
menghunus senjata andalannya. Guntur bersenjata sebatang
tongkat pendek. Srenggana bersenjata penggada, sedang
Maliwis hanya mengulum senyum. Tetapi Niken Anggana tahu,
bahwa Maliwis menyembunyikan senjata andalannya pula di
balik bajunya yang longgar. Entah senjata apa yang
disembunyikan, tentunya hanya dia seorang yang tahu.
Selagi Niken Anggana dan Gemak Ideran memperhatikan
pertempuran mati-matian yang terpecah menjadi dua bagian,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini yang semenjak tadi bersikap acuh tak acuh.
berdiri dari tempat duduknya. Kemudian berkata pendek :
"Gemak Ideran ! Niken ! Sandiwara ini terlalu memuakkan.
Hayo, berangkat'" "Berangkat ?" Gemak Ideran dan Niken Anggana menegas
dengan heran Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan cekatan ia
menghampiri kudanya dan melompat di atas punggungnya.
Niken Anggana dan Gemak Ideran buru-buru hendak
mengikuti. Sekonyong-konyong, mereka yang sedang bertempur melompat. menghadangnya.
"Tidak usah buru-buru, nona. Tinggalkan dulu barang
bawaanmu !" seru Srenggana dan Guntur dengan berbareng.
Niken Anggana tercengang. Selagi demikian, nenek
Rumpung dan kakek Dengkul ikut pula berbicara. Kata mereka
: "Nona, lebih baik kau dengarkan seruannya !"
Gemak Ideran yang berada di samping Niken Anggana,
menghunus pedangnya. Dan melihat Gemak Ideran menghunus pedang, mereka tertawa bergegaran. Teriak kakek
Dungkul : "Anak muda, simpan saja senjatamu. Apakah kau sanggup
melawan kami ?" Gemak Ideran tidak menghiraukan teriakan Dengkul.
Berkata kepada Niken Anggana :
"Ambil golokku !"
"Hihihaaaa......" Guntur tertawa panjang. "Lebih baik nona
tinggal di sini saja."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Niken Anggana termangu-mangu di tempatnya,
terdengar suara Diah Windu Rini: "Niken ! Gemak Ideran !
Tinggalkan mereka !"
"Tetapi..... tetapi..... mereka....." sahut Gemak Ideran
gugup. "Aku berkata, tinggalkan mereka! Apakah kalian tidak
mendengar ucapanku ?"
Baik Gemak Ideran maupun Niken Anggana tidak mengerti
maksud Diah Windu Rini. .Sudah jelas, mereka kena kepung.
Seumpama mau melompati kepungan mereka, jelas tidak
mudah. Sebab mereka bersenjata semua. Sebaliknya perintah
Diah Windu Rini, pasti ada alasannya. Alasan apa " Tak terasa:
mereka berdua menebarkan penglihatannya. Tiada sesuatu
yang dapat dibuat andalan. Mereka hanya melihat seorang
pemuda duduk menumprah di atas tanah. Pakaian pemuda itu
lusuh, tetapi rapih. Wajahnya memancarkan pandang yang
tenang luar biasa Sayangnya, agaknya dia tidak pernah atau
jarang mandi. Apakah dia malaekat penolong " Ah! Mereka
berdua kenal watak Diah Windu Rini yang keras dan angkuh.
Tidak mungkin dia mengharapkan bantuan siapapun dalam
keadaan apapun. Memperoleh pertimbangan demikian, Gemak
Ideran kemudian berkata setengah berbisik kepada Niken
Anggana : "Adik, kau berangkatlah dulu. Aku akan melindungimu.....-
Niken Anggana seorang gadis yang lemah lembut, tetapi
bukan berarti berhati kecil. Betapapun juga, ia puteri harimau.
Pada saat-saat tertentu ia dapat memperlihatkan keteguhan
hatinya. Maka begitu mendengar bisikan Gemak Ideran, terus
saja ia memutar tubuhnya dan berjalan dengan langkah
santai. Anehnya, dua tiga orang yang memagari arah pintu ke
luar, tiba-tiba menyibak memberi jalan. Menyaksikan hal itu,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran segera meninggalkan tempatnya. Iapun sama
sekali tidak terganggu. Mengapa begitu " Mereka tidak
sempat berpikir berkepanjangan. Mereka merasa ibarat baru terlepas dari
lubang jarum. Bahaya yang mengancam dirinya sewaktu-
waktu masih bisa terjadi. Karena itu, diam-diam mereka
bersiaga penuh. Sekilas pandang, mereka melihat Diah Windu
Rini duduk dengan gagah di atas kudanya. Pandang matanya
tajam berwibawa. Apakah oleh pandang itu, para pengepungnya jadi meringkas hatinya " Ah, mustahil! Mereka
rata-rata berkepandaian tinggi. Taruhkata Diah Windu Rini
terpaksa menempur mereka, paling-paling hanya dapat
merobohkan empat atau lima orang. Yang lainnya tentunya
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suda dapat pula melukainya
Teka-teki itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba Gemak
Ideran dan Niken Anggana mendengar gerakan mereka.
Dengan serentak mereka berdua menoleh dan melihat suatu
keanehan. Mereka mengerumuni nenek Rumpung dan Dengkul yang
sedang membuka gulungan kertas tergulung. Lalu membaca
bersama-sama. Setelah itu mereka saling menggumam.
Mulutnya berkomat-kamit, tetapi tidak jelas. Dan pada saat
itu, Gemak Ideran dan Niken Anggana sudah menghampiri
kudanya masing-masing dengan berjalan mundur.
"Berangkat!" perintah Diah Windu Rini sekali lagi. Dan
puteri Cakraningrat itu mendahului berangkat.
Gemak Ideran dan Niken Anggana menarik kendali kudanya
masing-masing. Masih sempat ia mengamati pemuda
berpakaian lusuh yang duduk menumprah di atas tanah.
Wajahnya boleh tergolong cakap, tetapi tidak terpelihara
sehingga berminyak dan kotor. Ia sedang menggeragoti paha
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayam. Nampaknya nikmat Siapa dia, pikir Gemak Ideran. Dia
membawa sikapnya yang acuh tak acuh. Dengan enak saja,
dia menggeragoti paha ayam. Entah sudah semanjak kapan
dia berada di situ. Kalau secara kebetulan, rasanya masih
perlu dipertanyakan. Apakah dia sesungguhnya termasuk
salah seorang gerombolan mereka yang sedang berpura-pura
berbaku hantam " Orang-orang itupun tidak beda dengan dia.
Gerak-gerik dan tujuannya masih susah diduga. Tadinya saling
bermusuhan, tetapi tiba-tiba bisa berhenti berkelahi. Lalu
saling berebut membaca secarik kertas yang berada di tangan
si kakek yang sedang dikerubut. Dan tentunya apa yang
sedang terjadi dalam rumah makan itu tidak terlepas dari
perhatiannya. Selagi ia hendak menyiasati kehadiran pemuda lusuh itu
lebih lanjut lagi, terdengar suara melengking tajam di
belakang purg-gungnya : "Hai, jangan pergi dulu ! Beri penjelasan dulu, apa
maksudmu !" Dialah si kakek yang menamakan diri Dengkul yang
sebentar tadi dikerubut beramai-ramai bersama-sama dengan
si nenek. Dengan mengacungkan secarik kertas tinggi-tinggi,
ia berseru lagi: "Kau menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi. Apa maksudmu" Gemak Ideran menarik kendali kudanya. Di dalam
hatinya, ia tercengang. Menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi
" Siapa yang menyebut-nyebut demikian " Ia sama sekali tidak
pernah menyebut-nyebut kota Ngawi. Apakah yang dimaksudkan bunyi secarik kertas yang diacung-acungkan itu "
Diapun tidak merasa menulis, apalagi berkesempatan
melemparkannya ke dalam gelanggang. Tiba-tiba teringatlah
ia, mereka yang tadi berbaku hantam, mendadak saja berhenti
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkelahi, karena saling berebut hendak membaca isi secarik
kertas yang diacung-acungkan itu. Surat apa " Dari siapa "
Siapa pula yang melemparkannya masuk ke dalam gelanggang
pertempuran " Syukur, Gemak Ideran seorang pemuda yang cerdas. Pada
saat itu, ia sudah dapat menebak delapan bagian. Siapa lagi,
kalau bukan Diah Windu Rini yang menulis surat itu. Hanya
dengan cara apa dia melemparkannya, ia tidak tahu. Pikirnya,
ayunda Diah Windu Rini memang menyinggung-nyinggung
nama kota itu. Kota Ngawi yang akan dijadikan kota
persinggahan setelah melewati Madiun. Apakah ayunda
mempunyai maksud tertentu sampai mengundang mereka ke
sebelah barat kota Ngawi "
"Kakek ! Belum pernah aku mengenal dirimu. Kau siapa ?"
sahut Gemak Ideran. "Aku Kyahi Dengkul. Anak muda, kau turunlah dulu dari
kudamu ! Mari kita berbicara baik-baik."
"Hm, perkara apa ?"
"Kau nanti akan tahu, apa yang kumaksudkan."
"Maaf, kakakku tidak memperbolehkan aku bercokol lama-
lama di sini." Kyahi Dengkul tertawa menyeringai. Serunya : "Apakah
kakakmu terbuat dari baja dan besi " Anak muda, kami ini
segerombolan orang-orang. kasar. Sepak-terjang kami bebas
merdeka dan tidak tahu aturan. Nah, kau pikirkan masak-
masak." Mendengar ucapan Kyahi Dengkul, hati Gemak Ideran jadi
panas. Setengah membentak ia menyahut:
"Kalau sudah tahu, mau apa ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" Kyahi Dengkul tertawa terkekeh-kekeh. "Betapapun juga, perkara pedang Sangga Buwana harus
mendapat kejelasan dulu. Selama masih gelap, kau tidak boleh
pergi. Apalagi anak Haria Giri itu !"
Gemak Ideran makin tercengang. Tetapi lambat-laun ia
merasa memperoleh penerangan. Tidak usah dijelaskan lagi,
bahwa mereka termasuk gerombolan yang mengincar pedang
Sangga Buwana Namun ia berlagak dungu. Katanya : "Pedang
Sangga Buwana " Pedang siapa ?"
"Hai anak muda, janganlah engkau berlagak ketolol-
tololan!" bentak Kyahi Dengkul. "Kau turun sendiri dari
kudamu, atau harus kupaksa ?"
Selagi Gemak Ideran hendak menjawab, Niken Anggana
turun dari kudanya sambil berkata :
"Kakek, kau menuding diriku. A ku memang anak Haria Giri.
Apa maksudmu ?" Melihat Niken Anggana turun dari kudanya, Kyahi Dengkul
buru-buru membungkuk hormat Sahutnya :
"Ah, nona ternyata tahu aturan. Sampaikan salam hormatku
kepada ayahandamu. Sekiranya diperkenankan, siapa nama
nona?" "Aku Niken Anggana. Mengapa ?"
"Ah, nama yang cantik sekali. Beberapa temanku ingin
menanyakan sesuatu kepadamu. Harap nona jawab dengan
terus-tcrang !" "Tentang apa ?" Niken Anggana heran.
Kyahi Dungkul tidak segera menjawab. Sekonyong-konyong
Srenggana berteriak bagaikan guntur:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona, temanmu itu tadi menyakiti diriku. Kaupun begitu
juga. Maka biar bagaimanapun, aku tidak akan melepaskan
dirimu." "Hai!" seru Niken Anggana heran. "Kapan aku menyentuh
dirimu ?" Guntur yang berada di samping Srenggana menyahut
dengan wajah merah padam :
"Sebenarnya kami berkumpul di sini untuk merundingkan
sesuatu. Kami berangkat untuk membicarakan cara memperlakukan dirimu. Sebab betapapun, engkau seorang
makhluk lemah. Tetapi mengapa semalam engkau malahan
membunuh saudaraku seperguruan ?"
"Membunuh " Siapa yang kubunuh ?" Niken Anggana makin
terheran-heran. "Hm...... hai Lingsir! Kau lihatlah yang jelas! Bukankah dia?"
Seseorang berperawakan tinggi kurus maju mendekati
Niken Anggana Setelah mengamat-amati, sejenak, berkatalah
ia dengan suaranya yang parau :
"Benar ! Memang dia. Cuma saja, semalam ia mengenakan
pakaian warna hitam."
"Nah, kau mengaku atau tidak ?" gertak Srenggana
menyeringai. "Semalam aku mengenakan pakaian warna hitam ?" Niken
Anggana menegas dengan suara polos. Sebenarnya, apabila
dia dapat menahan diri dan pandai berpikir, segera akan
mengetahui bahwa bunyi kalimat mulai dari Kyahi Dengkul,
Srenggana dan Lingsir tidak satu nada dan melompat-lompat.
Niken Anggana sesungguhnya bukan seorang gadis yang
bodoh. Kecerdasan otaknya tak usah kalah bila dibandingkan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Gemak Ideran. Hanya saja, ia masih hijau dalam hal
pengalaman. Baginya, sepak-terjang orang-orang kasar masih
sangat asing. "Bukankah semalam engkau dan temanmu itu, berjalan-
jalan ke luar rumah penginapan ?" bentak Srenggana.
"Benar." Niken Anggana mengangguk.
"Di atas genting terdapat seorang puteri yang mati
terbunuh. Siapa lagi kalau bukan pekertimu " Apakah pekerti
setan ?" "Ah, barangkali kau salah tuduh." Niken Anggana berkata
dengan suaranya yang masih saja lembut.
"Eh, jadi aku yang membunuhnya ?" berteriak Srenggana.
"Kau boleh berganti pakaian sekian ribu kali setiap hari. Tetapi
jangan bermimpi dapat lolos dari pengamatan kami. Cuh !"
Srenggana menyemburkan ludahnya. Niken Anggana
tercekat hatinya. Pada jaman itu semburan ludah merupakan
suatu hinaan t besar. Betapa sabar Niken Anggana, seketika
itu juga tersinggunglah kehormatan dirinya. Terus saja ia
mengibaskan lengannya dan maju menghampiri.
"Tahan dulu !" seru nenek Rumpung. "Mari kita bicarakan
dengan baik-baik. Kita masih mempunyai waktu untuk
memperoleh kejelasan ini." Ia berpaling kepada Srenggana
dan Lingsir. Rupanya Nyai Rumpung ingin mendamaikan
perselisihan itu. Tetapi Srenggana tidak menggubrisnya. Mendadak saja ia
menerjang dengan menghantam penggada. Menyaksikan hal
itu, Gemak Ideran terperanjat sampai berseru tertahan. Ia
tahu, Niken Anggana adalah murid pendekar Wangsareja.
Tetapi belum pernah ia menyaksikan sampai dimana
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemampuan Niken Anggana menghadapi lawan yang ganas.
Apalagi, Diah Windu Rini menganggap kepandaian Niken
Anggana belum sempurna. Sudah begitu, ditambah lagi tidak
membekal senjata. Tetapi diluar dugaan, Niken Anggana dapat
menggeserkan kakinya demikian rupa, sehingga penggada
Srenggana memukul udara kosong.
Keruan saja Srenggana mendongkol dan rasa penasarannya
membakar dadanya. Seperti seekor singa ia membalikkan
tubuhnya dan akan mengulangi serangannya. Tetapi pada saat
itu, Nyai Rumpung menangkis penggadanya melenceng ke
samping. "Tahan ! Aku bilang, mari kita bicarakan yang lebih jelas
lagi. Jangan main serang dulu ! Ini namanya tidak adil."
teriaknya. "Sesungguhnya siapakah yang mati terbunuh di
atas genting ?" "Itulah puteri Adipati Brahim." Srenggana menggerung.
Dan begitu mendengar keterangan Srenggana, kawan-
kawannya berubah wajahnya. Dengan serentak mereka
melemparkan pandangnya kepada Niken Anggana. Adipati
Brahim adalah cucu pahlawan Untung Surapati. Dengan
sendirinya puteri adipati yang terbunuh itu adalah anak-
keturunannya. Semua pejuang yang cinta tanah air
menghormati anak-keturunan Untung Surapati. Karena musuh
Untung Surapati tidak hanya Kompeni Belanda, maka mereka
harus berwaspada terhadap kaki-tangannya. Kini, anak-
keturunan Untung Surapati terbunuh. Tak usah dikatakan lagi,
pembunuhnya adalah musuh kaum pejuang dan wajib
disingkirkan. Kalau perlu tubuhnya harus dicincang menjadi
bergedel. Gemak Ideran sadar akan ancaman bahaya setelah
mendengar tuduhan Srenggana Sebaliknya Niken Anggana
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang masih polos tidak menyadari hal itu. Ia merasa tidak
bersalah. Orang yang tidak salah pasti dilindungi Tuhan. Itulah
keyakinannya. Maka dengan berani dan tetap berbahasa
lembut ia berkata : "Nenek, janganlah ikut campur ! Terima kasih atas kebaikan
hatimu. Tetapi biarlah aku menghadapi orang yang salah
tuduh ini. Hai Srenggana benar-benarkah engkau menuduhku
" Belum pernah aku melihat puteri itu. Apalagi sampai
berkenalan." "Laknat !" maki Srenggana. "Mana ada maling mengakui
perbuatannya. Huuu..... cantiknya sih memang cantik. Tetapi
tanganmu gapah. Maka engkau harus meninggalkan kepalamu
di sini." "O, begitu ?" Niken Anggana tersenyum. "Masakan mudah
?" "Bagus ! Jelek-jelek aku seorang satria. Nah, keluarkan
senjatamu. A ku tidak mau mencari menangku sendiri."
"Senjata " Senjata apa " Aku tidak bersenjata." Mendengar
ucapan Niken Anggana, Srenggana berbimbang-bimbang
sejenak. Apakah benar dia bukan pembunuhnya " Tetapi pada
detik itu pula. suatu ingatan menusuk benaknya. Setelah
membunuh, bukankah dia dapat membuang senjatanya demi
menghilangkan jejak " Memperoleh ingatan demikian, dengan
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beringas ia membentak : "Jahanam, jangan pandai menggoyangkan lidah ! Aku
sudah memberi Kesempatan. Kau tidak menggunakan. Maka
jangan salahkan aku !"
Belum lagi Niken Anggana sempat membuka mulutnya,
Srenggana sudah menyerang. Hebat suara penggadanya yang
membawa angin bergulungan. Tetapi seperti tadi, Niken
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anggana dapat mengelakkan diri dengan menggeserkan
kakinya. Sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk
membalas menghantam. Tetapi sama sekali ia tidak berbuat
begitu. "Celaka !" pikir Gemak Ideran. "Niken seorang gadis yang
berhati lembut. Tetapi dalam suatu pertempuran, tidak boleh
ia menggunakan hati. Ia harus dapat membunuh atau bakal
terbunuh .........."
Dengan perasaan cemas, Gemak Ideran buru-buru turun
dari kudanya dengan membawa goloknya. Sementara itu,
Niken Anggana dan Srenggana sudah terlibat dalam suatu
pertempuran seru. Nyai Rumpung yang sebentar tadi
bertindak sebagai pendamai, jadi tak enak hati. Ia melihat
sendiri, Niken Anggana tidak bersenjata. Tingkah-lakunya
sopan dan tutur-bahasanya lembut Sekarang tiba-tiba
diserang secara membabi-buta oleh Srenggana, sebelum
sempat memberi penjelasan. Terus saja ia berteriak :
"Tahan ! Srenggana, Mundur !"
Mendengar suara Nyai Rumpung, Srenggana yang
mengamuk kesetanan, tiba-tiba melesat mundur. Jelas, Nyai
Rumpung berpengaruh besar dalam dirinya.
"Aku tahu tuduhanmu susah dibuat terang." ujar Nyai
Rumpung. "Begitu pula sebaliknya. Maka kuijinkan engkau
melampiaskan kemendongkolan hatimu selama delapan jurus.
"Hm...... Kalau gagal, jangan mencoba mengangkat-angkat
perkaramu kembali. Dengar ?"
Srenggana tertegun. Ia hanya dibatasi selama delapan jurus
saja. Padahal, ia tadi sudah menyerang sampai empat kali.
Namun dapat dielakkan dengan mudah. Syukur, ia orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpengalaman. Merasa bahwa dirinya bakal gagal, ia
menggunakan akal licik. Segeia berseru kepada Lingsir :
"Lingsir, memotong ayam kukira tidak perlu kugunakan
sebatang golok. Kau tahu tugasmu, bukan ?"
Lingsir tidak usah menunggu perintah ulangan. Tiba-tiba
kedua tangannya sudah menggenggam dua tongkat besi
bergigi tajam. Sebat luar biasa, ia melompat dan menerjang
Niken dengan kedua senjatanya. Kadang-kadang bergerak ke
kiri, lalu menikam atau menghantam dengan tiba-tiba.
Diperlakukan demikian Niken Anggana tidak dapat menggeserkan kakinya lagi untuk mengelak. Ia hanya pandai
mengendapkan kepalanya, lalu dengan gerakan lincah ia
melejit ke samping. "Ah, kau hanya mengandalkan kegesitanmu ?" ejek Lingsir.
"Kau lihat jurus sambunganku..........!"
Niken Anggana sudah menduga akan menghadapi serangan
susulaa Kali ini makin rapat dan berbahaya. Menyaksikan hal
itu, Gemak Ideran hampir-hampir saja melompat ke dalam
gelanggang untuk memberi bantuan. Tiba-tiba ia melihat
gerakan tangan Niken Anggana yang aneh. Tangan kanan
gadis itu mengebas dan dua butir peluru berkilauan melesat
dari lengan kirinya Itulah senjata bidik keluarga Wangsareja yang termashur.
Bentuknya semacam bola terbuat dari campuran baja, besi,
perunggu dan emas. Nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi
dengan disertai himpunan tenaga sakti, lajunya peluru itu
dapat menembus dinding batu setebal setengah meter. Maka
dapat dibayangkan betapa dahsyatnya
"Hoeeeiiiht......." Lingsir menjerit terkejut. Cepat-cepat ia
menangkiskan kedua tongkatnya. Tang, tang ! Kedua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya tergetar dan kedua tongkatnya hampir-hampir
terlepas dari genggamannya. Dan sewaktu diperiksanya
ternyata rompal sedikit "Bangsat!" ia memaki.
Niken Anggana tersenyum. Dengan suara masih lembut ia
berkata: "Tinggal satu jurus, bukan ?"
Lingsir berbimbang-bimbang. Sebenarnya ia tidak yakin
dapat merobohkan gadis itu. Akan tetapi di depan mata para
pendekar, tidak berani ia mempertontonkan kelemahannya
Dengan nekat ia maju menerjang sambil menggerung.
Niken Anggana benar-benar cerdik. Sama sekali ia tidak
bergerak dari tempatnya, Tetapi pada saatnya yang tepat, ia
mendekam. Sekali lagi tangannya bergerak seolah-olah
hendak menangkis. Tepat pada saat itu lengan yang satunya
melepaskan dua butir peluru lagi. Jarak antara yang diserang
dan yang menyerang terlalu dekat, sehingga tidak mungkin
dapat menangkis serangan balik.
"Celaka !" Lingsir mengeluh.
Untung pada saat itu, Guntur maju melompat sambil
melemparkan tongkatnya. Trang! Sebuah peluru dapat
digempurnya runtuh. Akan tetapi peluru kedua tepat
mengarah kepada sasarannya. Dalam seribu kerepotannya,
Lingsir menangkiskan kedua tongkatnya asal jadi. Ia berhasil
mengurangi laju kecepatannya, namun tidak urung peluru itu
masih saja menyerempet dahinya. Tok ! Dan dahi Lingsir
robek seperti teriris. Selain bengkak mengalirkan darah pula.
Bukan main mendongkol hati Lingsir. Rasa sakitnya kalah
dengan rasa penasarannya. Selagi hendak mengulangi
serangannya, tiba-tiba terdengar Nyai Rumpung tertawa
terkekeh-kekeh sambil berkata:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Enam jurus sudah lewat. Yang dua tidak usah lagi, karena
engkau bakal mati penasaran..........-
"Hm, tidak bisa !" sahut Guntur dengan suaranya yang
menggelegar. "Lingsir boleh mengaku kalah. Tetapi aku masih
dapat menyelesaikan dengan dua jurus sisanya."
Tanpa menunggu persetujuan Nyai Rumpung, Guntur
dengan segera memungut tongkatnya. Setelah membalikkan
badannya ia bersiaga untuk menyerang. Tetapi pada saat itu,
seorang pemuda berdiri tegak di samping Niken Anggana. Dia
lah Gemak Ideran yang datang memasuki gelanggang dengan
sebilah goloknya. "Adik," katanya. "Kau boleh beristirahat Biarlah aku yang
menghadapi manusia-manusia tidak kenal malu ini."
Direndahkan demikian, Guntur menjadi kalap. Dengan
tongkatnya ia menerjang. Ternyata ia tidak mau bekerja
dengan setengah-setengah. Sebentar tadi, ia sudah merasakan getahnya Demikian pula Srenggana. Orang ini tiba-
tiba saja ikut menyerang.
Menghadapi keroyokan itu, Gemak Ideran sama sekali tidak
gentar. Goloknya bergerak dan menghalau mereka berdua
dengan mudah. Lingsir kemudian terjun pula ke gelanggang.
Dengan demikian, Gemak Ideran dikerubut tiga orang.
Meskipun begitu, goloknya dapat menandingi gerakan mereka
betapa dahsyat pun. Jakun yang berada di luar gelanggang melongokkan
kepalanya, kemudian mengerling kepada Endang Maliwis.
Dengan isyarat matanya ia mengajak Maliwis untuk menunggu
saatnya yang tepat. Maliwis membalas dengan senyuman
manis. Lalu kembali memperhatikan jalannya pertempuran.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Halaman rumah makan itu jadi kocar-kacir tak keruan-
keruan. Meja kursi hancur berantakan. Gelas piring remuk
berkeping-keping. Tetapi yang hadir disitu sama sekali tidak
menghiraukan. Dengan nikmat mereka memperhatikan
gerakan golok Gemak Ideran seakan-akan sedang mempelajari. Hebat ilmu golok Gemak Ideran. Walaupun dikerubut tiga
orang, ia dapat memberondong serangan balik beberapa kali.
Goloknya berkelebatan bagaikan pantulan cahaya. Makin lama
makin cepat dan membawa tenaga yang besar luar biasa.
"Sudah, sudah !" teriak Kyahi Dengkul. "Semua mundur !
Berilah kesempatan kepada rombongan kedua .........."
Mendengar teriakan Kyahi Dengkul, Lingsir, Srenggana dan
Guntur, tidak menyawab. Masih saja mereka mencoba
membalas menyerang. Pada saat itu, tiga orang lagi memasuki
gelanggang dengan senjata cempuling, pedang pendek dan
sebatang tombak. "Hm, apakah kau ingin maju berbareng " Silahkan!" tantang
Gemak Ideran. Ketiga orang itu, benar-benar tidak merasa malu. Mereka
menyerang dari belakang. Dengan demikian, Gemak Ideran
terkepung rapat Sekarang, seumpama ia hendak mengundurkan diri, tiada jalan ke luar lagi. Menyaksikan
kecurangan itu, Niken Anggana berkata lembut : "Hai, apa-
apaan ini " Kalau begitu, akupun tidak dapat tinggal diam."
Nyai Rumpung tertawa. Serunya : "Bagus ! Bagus ! Nona,
kaupun boleh maju !"
Niken Anggana tercengang. Tadi ia menganggap nenek itu
bersikap adil dan cenderung berpihak kepadanya. Tetapi
dengan ucapannya itu, sadarlah ia bahwa mereka semua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesungguhnya adalah anak-buahnya. Inilah di luar dugaannya.
Selagi ia hendak melepaskan pelurunya, terdengar suara Diah
Windu Rini: "Niken, minggir !"
Diah Windu Rini ternyata balik ke rumah makan. Masih saja
ia bercokol di atas kudanya dengan sikapnya yang agung dan
tenang luar biasa. Setelah berkata kepada Niken Anggana, ia
berseru dengan suara lantang :
"Hai! Kalian tidak mau mundur ?"
Tentu saja seruannya tiada yang menggubris. Gadis yang
tinggi hati itu tersinggung kehormatannya. Tangannya
bergerak dan tahu-tahu, ketiga orang yang menyerang Gemak
Ideran dari belakang roboh terjungkal mencium tanah. Keruan
saja. Lingsir bertiga terkejut setengah mati. Buru-buru mereka
mundur. Justru pada saat itu serangan golok Gemak Ideran
tiba. "Hoeee.......!" mereka bertiga terkejut.
Tepat pada saat itu dua sosok bayangan berkelebat
memasuki gelanggang sambil mengayunkan tangannya. Buru-
buru Gemak Ideran membabatkan goloknya. Ternyata mereka
berdua tidak menyerang dirinya, tetapi menggempur Lingsir
bertiga untuk menyelamatkannya dari ancaman golok Gemak
Ideran. "Gemak Ideran ! Niken ! Berangkat!" seru Diah Windu Rini.
Setelah berseru demikian dengan suara tegas ia berkata
kepada Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung : "Kalau kalian
menginginkan pedang Sangga Buwana, berurusanlah dengan
aku !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini kemudian membalikkan kudanya dan
meninggalkan rumah makan. Gemak Ideran segera menyambar tangan Niken Anggana dan dibawanya berjalan ke
luar halaman. Setelah Niken Anggana berada di atas kudanya, iapun
segera melompat pula ke atas punggung kudanya. Lalu
mengawal Niken Anggana dari belakang meninggalkan
halaman rumah makan. Masih sempat ia berpaling ke arah
tempat pemuda lusuh tadi menggerumiti paha ayamnya.
Tetapi dia tiada lagi di tempatnya Entah pergi ke mana.
"Kukira tidak secara kebetulan pula ia meninggalkan
tempatnya." pikirnya di dalam hati. Tetapi ia tidak sempat
memikirkan hal itu lebih jauh lagi, karena yang terpenting ia
dan Niken Anggana harus meninggalkan rumah makan
secepat-cepatnya. Sementara itu, Lingsir bertiga yang tergempur pukulan
Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung sehingga terpental ke luar
gelanggang, bangun dengan tertatih-tatih. Oleh rasa
penasaran mereka bermaksud hendak mengejarnya Di luar
dugaan, Kyahi Dengkul berkata :
"Mau ke mana ?"
"Apakah kita akan membiarkan mereka meninggalkan
rumah makan ini dengan begitu saja ?" sahut Guntur yang
penasaran. "Hm, lalu kalian bisa apa ?" ejek Kyahi Dengkul. "Lihat yang
jelas ! Dengan sekali menggerakan tangannya ketiga
temanmu mati terjengkang. Kalian tahu, dia pulalah yang
melemparkan secarik kertas ini. Aku hanya sempat melihat
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu yang masuk ke dalam gelanggang. Sewaktu
kutangkap, tanganku sempat tergetar. Padahal dia tidak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermaksud menyerang. Renungkanlah Kalau saja dia tidak
memiliki ilmu sakti yang tinggi, betapa mungkin dapat
menyambitkan sehelai kertas tak ubah senjata bidik yang
mempunyai bobot. Sungguh ! Ilmu saktinya susah kuukur.
Maka perlu kita mempelajari watak dan perangainya sebelum
kita bertindak. Kita masih mempunyai kesempatan....."
Mendengar kata-kata Kyahi Dengkul, mereka seperti
terbangunkan dari tidur lelap. Jadi gadis yang berkesan agung
itulah yang menyambitkan secarik kertas dengan tenaga sakti
yang istimewa " Ah, Kalau begitu tidak berlebih-lebihan
ucapan Kyahi Dengkul bahwa gadis itu tentunya memiliki ilmu
sakti yang susah diukur betapa tingginya. Sekarang ketiga
temannya mati menelungkupi tanah. Dengan cara bagaimana
" Segera mereka menghampiri tiga temannya yang tidak
bergerak dan bernafas lagi. Setelah diperiksa mereka
terperanjat. Dengan berbareng mereka berseru tertahan :
"Tulang punggungnya remuk patah !"
Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung berubah wajahnya.
Perlahan-lahan mereka menghela nafas. Mereka nampak
kebingungan dan kehilangan akal. Sejenak kemudian
berkatalah Kyahi Dengkul seakan-akan minta pertimbangan
Nyai Rumpung- "Bukankah ini yang dinamakan orang pukulan tanpa
bayangan ?" Nyai Rumpung mengangguk. Ia tidak berkata sepatahpun.
Meskipun demikian mereka semua tahu, kesan wajahnya
mengandung rasa cemas. Pandang matanya buram dan
melemparkan pandang di jauh sana. Beberapa kali ia
menyenak nafas. Akhirnya berkata seperti terpaksa : "Siluman
tua, apakah engkau berani mengingkari janji " Kau sudah
menerima upahnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm." sahut Kyahi Dengkul dengan suara berat, "Apapun
akibatnya kita harus dapat merebut pedang Sangga Buwana
seperti perintah majikan. Paling-paling kita hanya mati.
Sebaliknya kita berani membangkang mati pun rasanya tidak
bisa. Kita semua bakal mengalami siksaan yang tidak
tertanggungkan." "Lalu?" "Kau dengar dan melihat sendiri."
"Melihat apa ?" desak Nyai Rumpung tidak sabar.
"Niken Anggana benar-benar tidak bersenjata. Dan Diah
Windu Rini menyebut-nyebut sebelah barat kota Ngawi.
Diapun berkata, bila kita menginginkan pedang itu......."
"Kita harus berurusan dengan dia." Nyai Rumpung
menimpali. "Benar. Artinya pedang pusaka itu berada di tangannya."
Nyai Rumpung mengangguk membenarkan. Dahinya berkerinyit seakan-akan sedang memikirkan sesuatu yang
ruwet. Si Guntur yang berangasan berkata menegas : "Kalau
begitu, mengapa kita membiarkan dia pergi ?"
"Hm, apakah kita mampu melawan dia ?" cemooh Kyahi
Dengkul. "Kalau kita ingin menang, satu-satunya jalan kita
harus mengenal jalan pikirannya. Kita perlu berlatih. Setelah
bisa menebak apa yang akan dilakukannya, barulah kita
mengatur suatu tipu muslihat lagi."
Demikianlah mereka kemudian mengirimkan surat merpati
memohon bantuan majikannya agar menghambat perjalanan
Diah Windu Rini bertiga. Setelah itu, dengan berkuda mereka
mengambil jalan pintas untuk mendahului perjalanan Diah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini bertiga. Untuk menghindarkan intaian orang,
masing-masing mengenakan topeng penyamaran. Begitu tiba
di pesanggrahan Adipati Wengker (Madiun) yang terletak di
sebelah barat Ngawi, segera mereka berlatih. Endang Maliwis
ditugaskan meniru gaya dan pekerti Diah windu Rini. Dia pun
mengenakan topeng berwajah Diah Windu Rini. Latihan
mereka itulah yang sempat disaksikan Kartamita, Bogel,
Lembu Tenar dan ki dalang Gunacarita pada malam hari
gelap-gulita menjelang berita penyerbuan angkatan perang
Sultan Garundi memasuki Kartasura.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
10. SI PEMUDA LUSUH DENGAN BERDIAM DIRI, Diah Windu Rini melanjutkan
perjalanannya mengarah ke barat. Gemak Ideran dan Niken
Anggana menjajarinya. Sebenarnya merka ingin minta
beberapa keterangan. Tetapi meliat Diah Windu Rini bersikap
angker, mereka mengurungkan niatnya. Mereka sudah
mengenal watak dan sifat Diah Windu Rini. Dalam keadaan
demikian, siapapun tidak diperkenankan mengganggunya.
Sebenarnya di dalam hati, Diah Windu Rini sibuk sendiri.
Suatu teka-teki memenuhi benaknya. Siapakah yang bermain
di belakang mereka" Agaknya orang itu sebagai majikan
mereka yang menakutkan dan mengerikan. Sudah dapat
dipastikan, bahwa majikannya berkepandaian luar biasa
tingginya dan berkuasa. Dan majikan itu ingin memiliki pedang
Sangga Buwana. Kompeni Belanda " Ah, orang-orang Belanda
mustahil mempunyai kepercayaan terhadap sebuah pusaka
sakti. Seorang Cina yang berkepandaian tinggi " Kehadirannya
masih disangsikan. Atau seorang Adipati " Ha, mungkin sekali.
Soalnya sekarang, siapakah dia.
Gunung Welirang, Arjuna dan Anjasmara merupakan tiga
gunung lambang tri tunggal semenjak jaman dahulu. Lambang
kekuatan Brahma, Wisnu dan Syiwa. Lambang asal-usal
manusia, kehadirannya di dunia dan Kepergiannya ke alam
moskwa. Alam sekitarnya bukan main indahnya. Semua
persada buminya berselimut hijau alam yang lembut, cerah
dan meriah. Hawanya sejuh, teduh dan nyaman. Angin tidak
begitu keras sehingga membawa perasaan aman kepada
siapapun yang disentuhnya. Kepada mahkota pohon-pohon
yang dibuainya, kepada binatang yang hidup di lembah ngarai
dan di dalam hutannya, dan kepada manusia dengan makhluk
lainnya yang tiada kasatmata. Maka tidak mengherankan,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meskipun hati Diah Windu Rini masgul dihadapkan kepada
teka-teki yang merumunkan benaknya, masih sempat ia
mengagumi suasana alam cerah menjelang sianghari.
Demikian pula Niken Anggana dan Gemak Ideran yang
sebenarnya ingin menanyakan sesuatu hal.
Tatkala perjalanan tiba di tengah petak hutan yang
memagari wilayah Ugeran dan Papar, sekonyong-konyong
Diah Windu Rini melarikan kudanya menerobos petak hutan
mendaki tanjakan yang letaknya berada di atas tebing jurang.
Di atas tebing jurang itu, ia mengembarakan pandang
matanya. Beberapa saat kemudian, ia balik kembali. Lalu
berseru singkat: "Gemak Ideran, Niken ! Kita beristirahat di
sini." Ia mendahului turun dari kudanya dan ditambatkan pada
sebatang belukar di tengah rerumputan. Gemak Ideran dan
Niken segera turun pula dan membiarkan kuda mereka
menggerumiti rerumputan yang hijau segar. Kemudian mereka
menghampiri Diah Windu Rini.
Sambil menghempaskan diri di atas rerumputan, Gemak
Ideran berkata : "Ayunda, apakah aku diperkenankan
mengajukan beberapa pertanyaan ?"
Diah Windu Rini menunggu sampai Niken Anggana duduk di
sampingnya pada sebuah batu yang terlindung oleh rindang
pohon. Lalu menyahut: "Sebenarnya kita perlu memejamkan mata dahulu sebelum
melanjutkan perjalanan. Bukankah semenjak semalam kita
belum sempat tidur ?"
"Benar."Gemak Ideran mengangguk. "Tetapi apabila
pertanyaanku ini belum memperoleh penjelasan, rasanya
susah juga aku memejamkan mataku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini tersenyum. Ia menimbang-nimbang
sejenak. Memutuskan : "Baiklah ! Apa yang akan kau tanyakan padaku ?" Gemak
Ideran memperbaiki letak duduknya. Kemudian menegas
seperti berkata kepada dirinya sendiri:
"Ayunda dapat menebak tepat permainan sandiwara
mereka. Apakah ayunda mengenal mereka ?"
"Tidak." "Apakah karena memperoleh kisikan seseorang ?"
"Kisikan ?" Diah Windu Rini tercengang.
"Ya, aku melihat seorang pemuda lusuh yang duduk di luar
rumah makan sedang menggerumiti paha ayam. Sikapnya
acuh tak acuh seolah-olah tenggelam dalam rasa nikmat yang
diperolehnya. Beradanya di luar rumah makan atau katakan
dengan tegas di sekitar rumah makan, perlu dipertanyakan.
Bukankah begitu ?" "Alasanmu ?" "Pemilik rumah makan dan para tetamu kabur begitu
mencium bahaya. Sebaliknya, pemuda itu sama sekali tidak
bergeser dari tempatnya Paling tidak menimbulkan beberapa
dugaan. Setidak-tidaknya, dia mempunyai kepandaian untuk
menjaga diri. Itulah yang pertama kali. Yang kedua, bukan
mustahil dia termasuk salah seorang anggauta mereka. Bila
kedua-duanya bukan begitu, tentunya dia seorang pemuda
yang miring otaknya. Tetapi kenapa ia tiba-tiba menghilang
entah ke mana berbareng dengan kepergian kita meninggalkan rumah makan ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini mendeham perlahan. Wajahnya nampak
bersungguh-sungguh. Sewaktu hendak membuka mulutnya,
Niken Anggana mendahului:
"Apa sih alasan mereka menuduh diriku sebagai pembunuh
puteri Adipati Brahim ?"
"Sebentar! Biarlah kujawab sekaligus." ujar Diah Windu
Rini. Kemudian berkata seperti seorang guru di depan kelas :
"Ada empat hal yang membuatku dapat melihat siapa mereka.
Sungguh, aku belum mengenal siapa mereka. Tetapi sewaktu
melihat lagaknya Srenggana memakan daging harimau, aku
sudah dapat menebak delapan bagian. Ingat-ingatlah cara
mereka menempati kursinya seakan-akan mengepung Kyahi
Dengkul dan Nyai Rumpung............."
"Ayunda !" Niken Anggana memotong. "Apakah Srenggana
tidak makan daging harimau ?"
"Apakah engkau dapat membuktikan dia memakan daging
harimau ?" Diah Windu Rini balik bertanya.
Ya benar, pikir Niken Anggana. Untuk membuktikan
Srenggana makan daging harimau memang susah. Sebaliknya
kalau yang dimakannya bukan daging harimau, bagaimana
cara membuktikannya "
"Apakah daging kambing ?" akhirnya Niken Anggana minta
pembenaran. "Nah, adik ! Lain kali engkau harus lebih banyak mengenal
harimau, kuda, sapi, kambing dan babi...... tentunya berbeda.
Kau amat-amati seratnya atau serabutnya ! Masing-masing
memiliki ciri yang khas. Serat atau serabut daging kuda lebih
kasar bila dibanding dengan daging lembu. Pernahkah engkau
mengamat-amati macam serabutnya " kalau belum faham,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu kali engkau akan makan daging babi yang dikatakan
daging lembu.........."
"Ah ya !" pikiran Niken Anggana seperti terbuka. "Mengapa
aku tidak mempunyai pikiran begitu ?"
"Itulah karena hatimu terlalu mulia, adikku." ujar Diah
Windu Rini. "Kerapkali seseorang diperbodoh karena
kemuliaan hatinya." Niken Anggana meruntuhkan pandangnya. Terasa di dalam
hati, ia masih perlu banyak belajar. Selagi demikian Diah
Windu Rini melanjutkan ulasannya:
"Begitu aku melihat daging yang dimakannya, segera aku
memperoleh firasat buruk. Apalagi setelah melihat kedudukan
mereka yang berlagak hendak mengepung Kyahi Dengkul dan
Nyai Rumpung. Yang ketiga nama mereka yang tidak selaras
dengan keperibadiannya. Dengkul, Rumpung.....ah, aku berani
bertaruh bahwa mereka semua mengenakan nama samaran
yang berhubungan dengan tugasnya. Srenggana artinya
anjing serigala. Maka ia menyesuaikan diri dengan berlagak
makan daging harimau. Tetapi sesungguhnya, dia ditugaskan
untuk menyergap lawan. Guntur..... tentunya tugasnya untuk
menggertak lawan selain mempunyai tenaga kuat Sedang
nama Dengkul dan Rumpung, sudah jelas. Dengkul adalah
nama anggauta kaki sebagai penghubung. Rumpung
berhubungan dengan hidung. Dialah pengamat
atau penyelidik. Karena itu berlagak sebagai pendamai. Tetapi
sebenarnya ingin mengorek keterangan lebih dalam lagi
.........." Mendengar ulasan Diah Windu Rini, tak terasa Gemak
Ideran dan Niken Anggana memanggul membenarkan.
Sementara itu Diah Windu Rini meneruskan : "Yang keempat
cara mereka berbicara Mereka berlagak tidak saling mengenal.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi bila kalian agak cermat sedikit saja, segera akan
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat bahwa pembicaraan mereka saling menimpali. Dan
yang ke lima, perginya pemilik rumah makan dan para tamu
lainnya. Kaburnya para tamu bisa dimengerti. Tetapi perginya
pemilik rumah makan membuktikan bahwa dia setidak-
tidaknya sudah mengenal siapa mereka. Sekiranya diapun
termasuk anggauta komplotan, peranan yang dilakukan masih
kasar." Diam-diam Gemak Ideran kagum kepada kecermatan
pengamatan Diah Windu Rini. Andaikata dia memperoleh
penglihatan demikian, akan mengambil kesimpulan tiada beda
dengan Diah Windu Rini. Terasa dalam dirinya, bahwa
berbekal kepandaian tempur saja belum cukup. Ia masih perlu
meninggalkan kewaspadaan dan berhati-hati.
"Meskipun aku sudah memperoleh kesimpulan demikian,
tetapi belum kuketahui dengan jelas siapakah pemimpin
mereka." Diah Windu Rini melanjutkan. "Maka kualihkan
perhatian mereka kepada secarik kertas yang menyebut-
nyebut pedang Sangga buwana. Kemudian aku memerintahkan kalian meninggalkan tempat Di sanalah
topeng mereka terbuka. Tetapi di balik belakang punggung
mereka. Siapa dia, inilah soalnya."
"Ayunda belum bisa menebak ?" Gemak Ideran menegas.
"He-e." Diah Windu Rini mengangguk.
"Hai! Kalau begitu kita bakal bertemu dan berhadap-
hadapan dengan masalah yang pelik dan rumit" seru Gemak
Ideran. "Benar! Karena itu, mulai sekarang kita harus berhati-hati
dan berwaspada." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pedang Sangga Buwana....." Niken Anggana seperti
menggerutu. "Sebenarnya apa sih keistimewaannya sampai
mereka ikut-ikutan untuk merebutnya."
"Mengapa mereka ikut-ikutan untuk merebutnya masih
perlu diselidiki. Tetapi apa keistimewaan pedang Sangga
Buwana sehingga menjadi pusat perhatian orang-orang
pandai..... hm..... panjang ceritanya." ujar Diah Windu Rini.
"Yang penting sekarang, tidur dulu! Tentang riwayat pedang
itu akan kuceritakan perlahan-lahan."
Untuk yang pertama kali itu, Niken Anggana berkelana
seorang diri tanpa pengawalan. Dahulu, tatkala diberangkatkan ke Madura, ayahnya menyertakan laskar
Kasunanan dan Kepatihan. Ia berada dalam kereta berkuda
yang tertutup rapat, sehingga perasaannya aman. Tak
mengherankan sering ia tertidur lelap. Dibandingkan dengan
perjalanan sekarang, alangkah jauh berbeda Karena kini sudah
dewasa, ia harus berangkat meninggalkan Madura tanpa
pengawalan laskar. Berkuda seorang diri, hanya dengan
dikawal dua orang saja. Begitu tiba di Pasuruan, ia mengalami
hal-hal yang aneh. Kemudian terlibat suatu perkelahian yang
tak keruan juntrungnya. Sekarang harus beristirahat di tengah
hutan di atas rerumputan demi melepaskan lelah. Hawanya
memang segar sejuk menyenangkan, akan tetapi prarasanya
mengabarkan adanya ancaman bahaya. Hanya saja siapa yang
akan mendatangkan bahaya, ia kurang jelas.
Dengan pikiran itu, tak terasa ia tertidur pulas. Memang
semenjak semalam, ia tidak sempat memejamkan mata
sedetik pun. Dan pagi tadi baru saja ia terlepas dari saat-saat
yang menegangkan. Tak mengherankan, ia mudah tertidur
lelap. Entah sudah berapa lama ia tertidur lelap, tiba-tiba ia
mendengar suara gaduh. Suara beradunya pedang dan
senjata logam lainnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gugup ia menegakkan badannya dan melihat Gemak Ideran
rebah terkulai di atas rerumputan. Dan disana Diah Windu rini
sedang bertempur menghadapi tiga orang musuh yang terdiri
dari seorang nenek-nenek dan dua orang laki-laki. Siapa
mereka dan kapan datangnya " Ah. menapa ia sama sekali
tidak mendengar kedatangan mereka "
Melihat Gemak Ideran roboh di atas rerumputan, ia heran
bukan kepalang Gemak Ideran bukan seorang pemuda lemah.
Apakah dia diserang selagi tertidur lelap " Memperoleh
dugaan demikian, gugup ia menghampiri dan mencoba
membangunkannya. "Kakang !" ia menegakkan badannya.
"Niken!" bisik pemuda itu dengan suara parau, "Kau
mengerti ilmu pamudaran ?"
"Sedikit" "Kau pukullah diriku di bagian betis dan bawah tengkukku.
Aku akan mengerahkan tenagaku untuk membantumu."
Ilmu Pamudaran termasuk ilmu sakti untuk membebaskan
orang dari pembelengguan ilmu sakti tertentu. Begitu tangan
Niken Anggana menyentuh titik penyaluran, seketika itu juga
mantra Pamudaran segera bekerja. Gemak Ideran dapat
bergerak kembali, meskipun sendi-sendi tulangnya belum pulih
seperti sediakala. "Kau awasi tiga orang itu yang mengkerubut ayunda Diah
Windu rini. Engkau jangan bergerak dulu. Tunggu sampai aku
pulih kembali." ujar Gemak Ideran seraya menegakkan
badannya. "Memangnya kenapa ?" Niken Anggana minta keterangan.
"Mereka bertiga bukan sembarangan."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kakang kenal mereka ?"
"Belum." jawab Gemak Ideran. "Aku terbangun tatkala
mendengar suara bersuing di udara. Begitu menyenakkan
mata, aku melihat berkelebatnya sesuatu mengarah padamu.
Buru-buru aku menangkisnya. Ternyata sebilah pedang
disambitkan kepadamu. Untung pedang itu bersarung
sehingga tidak melukai diriku. Lihat, apakah bukan pedangmu
?" Niken memalingkan mukanya dan melihat sebilah pedang
bersarung tak jauh dari padanya. Begitu melihat, segera ia
mengenalnya sebagai pedangnya sendiri.
"Hai!" Niken Anggana heran. "Kalau begitu, merekalah yang
mencuri pedangku ! Apa sebab dikembalikan padaku ?"
"Sabar dulu! Lebih baik kau dengarkan dulu keteranganku!"
potong Gemak Ideran. "Mendengar suara pedangmu jatuh di
atas rerumputan, ayunda segera meletik bangun dan
mengejarnya. Tepat pada saat itu, seseorang memukul diriku
dengan disertai mantra panyirepan. Kau tahu mantra
panyirepan ?" "Bukankah untuk menidurkan orang ?"
"Benar. Tetapi mantra panyirepan ada beberapa tingkat
Kurasa ini yang dinamakan orang mantra Begananda. Sebab
begitu aku terkena mantranya, seketika itu lesulah seluruh
sendi tenagaku. Yang kuherankan, mantra panyirepan macam
apapun hanya berlaku diwaktu malamhari. Mantra itu akan
tawar bila kena terik matahari. Tetapi kenyataannya, masih
saja aku terkena. Mungkin, kita berada di tengah hutan
sehingga sinar matahari tertahan oleh rimbun mahkota daun-
daun. Sekiranya tidak demikian, tentunya orang yang
menggunakan mantra itu seorang ahli tapa. Ternyata mereka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertiga tergolong pertapa-pertapa yang biasanya bermukim di
atas gunung. Lihatlah yang jelas ! Yang perempuan itu
mengaku bernama: KAUKA seorang pertapa dari Gunung
Lasung yang berada di pulau Bali. Kemudian LEKONG dan
SETELUK yang bermukim di Gunung Rinjani dari pulau
Lombok. Sungguh mengherankan, mengapa orang seberang
cenunukan sampai masuk ke pulau Jawa. Lebih mengherankan
adalah orang yang berperanan di belakang mereka. Sebab
mustahil sekali mereka datang kemari atas prakarsanya
sendiri. Pasti ada yang memerintahnya."
"Apa alasan kakang ?"
"Mereka datang dengan membawa pedangmu. Bukankah
sejalan dengan orang-orang yang mengincar pedang Sangga
Buwana " Karena engkau adalah puteri Haria Giri, mereka atau
dia yang mencuri pedangmu mengira bahwa engkau
membawa-bawa pedang Sangga Buwana."
"Ah, ya." Niken Anggana tersadar. "Lagi-lagi masalah
pedang Sangga Buwana. Begitu hebat daya tarik pedang
leluhurku itu bagi mereka sampai...... sampai......"
Kata-kata Niken Anggana terputus oleh bunyi suara nyaring.
Itulah suara bentrok pedang Diah Windu Rini dengan tongkat
baja Kalika. Diah Windu Rini sangat cerdik. Begitu habis
mengadu tenaga, sebat luar biasa ia menggerakkan
pedangnya melingkar seperti lingkaran ular hendak meremuk
mangsanya. Sambil memutar ia maju dua langkah. Tiba-tiba
ujung pedangnya menyontek. Tak ampun lagi ikat pinggang
jubah Kalika terputus. Tetapi ia tidak berhenti sampai disitu
saja. Masih saja pedangnya bergerak menampar golok Seteluk
ke samping. Lekong yang berada di luar gelanggang belum mengetahui,
bahwa baik Kalika maupun Seteluk sudah dilukai Diah Windu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rini. Ia hanya heran dan mendongkol mengapa rekannya
belum dapat merobohkan seorang gadis yang belum pandai
beringus. Terus saja ia ikut menerjang. Tetapi tahu-tahu,
tangannya terasa nyeri. Cepat-cepat ia memeriksa. Ternyata
sudah berlumuran darah. Hai, kenapa " Ia tidak mengetahui,
bahwa Diah Windu Rini masih mempunyai senjata andalan.
Itulah senjata bidik atau penggendam yang dapat melukai
lawan dari jarak jauh. Dalam penasarannya dan terbakar oleh
rasa marah, Lekong menjerit :
"Gadis siluman ! Kau menggunakan senjata apa " Hari ini,
terpaksa aku mengadu jiwa. Kau atau aku yang mampus
disini." Setelah menjerit demikian, ia melompat menerjang sambil
menahan rasa sakit. Senjata yang digunakan adalah semacam
pancing yang diputar kencang di udara sebelum merabu
lawan. Tali pengikatnya terbuat dari baja lentur yang dapat
memanjang dan mengerut pendek. Tajamnya luar biasa ibarat
dapat merajang daging. Tetapi sebelum senjatanya mengenai
sasaran tiba-tiba terdengar seseorang tertawa geli dari balik
pepohonan. "Hai siluman tua ! Mengapa kalian ikut cenunukan di sini "
Dengan berbekal ilmu kepandaian demikian, kalian bisa
berbuat apa " Sebenarnya kau harus berterima kasih
kepadanya. Sebab kalau dia bermaksud mengambil jiwamu,
saat ini engkau sudah kehilangan sebelah tanganmu. Lalu
tinggal memotong sebelah tanganmu lagi. Bukankah kau bakal
mati kehabisan darah ?" Gemak Ideran segera berdiri sambil
melemparkan pandangnya ke arah datangnya suara itu. Begitu
mengenal siapa yang berkata itu, berserulah ia setengah tak
percaya : "Hai dia !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa ?" Niken Anggjna menegas. Diapun ikut berdiri
setelah memungut pedangnya yang tergeletak di atas
rerumputan. "Pemuda lusuh di depan rumah makan." bisik Gemak
Ideran. Niken Anggana tercengang. Pemuda lusuh di depan
rumah makan " Lalu menegas :
"Apakah pemuda lusuh yang kau pertanyakan kepada
ayunda Windu Rini ?"
"Benar. Itulah dia !" jawab Gemak Ideran dengan suara
mengandung kegembiraan. "Aku sudah menduga, dia pasti
mempunyai sangkut-paut dengan kepentingan gerombolan
yang sedang bermain sandiwara di rumah makan. Diapun
menghilang berbareng dengan keberangkatan kita meninggalkan rumah makan. Mustahil hanya secara kebetulan. Nyatanya, kini dia muncul kembali. Mari kita
dekati!" Selagi ia melangkahkan kakinya, terdengar suara bersuing
di atas kepalanya. Sebilah pisau terbang menetak dahan
pohon. Tak! Dan dahan itu terpotong tak ubah leher
terpangkas pedang tajam. Syukur Niken Anggana sempat
menariknya kembali dan dibawanya mundur berlindung.
"Kakang, sabarlah dulu !"ujar Niken Anggana dengan
setengah tertawa."Tunggulah sampai orang-orang itu tidak
berkutik lagi." Gemak Ideran terdiam. Tetapi hatinya mendongkol.
Mengingat diapun kurang jelas siapa pemuda lusuh itu, ia
terpaksa menahan diri. Sementara itu terdengar pemuda lusuh
itu berseru: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama aku mengintipmu. Ternyata kalian hanya
pandai menyerang orang selagi tertidur lelap. Apakah
perbuatan kalian termasuk perbuatan orang-orang gagah ?"
Kalika, Lekong dan Seteluk tergugu mendengar kata-kata
pemuda itu. Jadi mereka sudah kena intip semenjak tadi "
Diam-diam hatinya tercekat, karena kehadiran pemuda itu
berada di luar pengamatan. Biasanya, telinganya yang terlatih
semenjak puluhan tahun yang lalu dapat menangkap bunyi
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nafas seseorang pada jarak duapuluh langkah. Mengapa kali
ini hilang dayanya " Tentunya pemuda itu bukan tokoh
scmbarangan. Dan memperoleh pikiran demikian, segera
mereka bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi pemuda itu hanya duduk berjagang di atas sebuah
batu. Sama sekali ia tak bergerak dari tempatnya. Hanya
mulutnya saja yang berkomat-kamit seperti lagi menggerumiti
penganan. Setelah menelannya habis tiba-tiba ia berseru lagi :
"Hai Kalika, kau satu-satunya wanita di antara mereka
berdua Apakah engkau gundiknya ?"
Lekong dan Seteluk marah bukan main. Dengan berbareng
mereka meloncat menghampiri. Pemuda itu meloncat pula dari
tempat duduknya seraya berkata :
"Hai ! Apakah kalian ingin mencoba-coba keampuhan
senjataku " Lihat, hanya sebatang tongkat penggebuk anjing."
Setelah berkata demikian, dengan gesit ia menyerang.
Nampaknya ringan saja, tetapi tiba-tiba mengarah sasaran
yang mematikan. Keruan saja Lekong dan Seteluk terkejut
bukan kepalang. Buru-buru mereka membela diri. A kan tetapi
serangan pemuda itu, mendadak saja berubah menjadi suatu
rangkaian serangan yang cepat luar biasa. Sebentar saja ia
dapat mendesak mereka berdua hampir-hampir mencapai
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tebing jurang. Dan sadar akan bahaya mengancam jiwanya,
dengan berjumpalitan Lekong dan Seteluk terbang ke udara
melewati kepala pemuda lusuh itu. Begitu tiba di atas tanah,
Lekong membentak : "Sebenarnya siapa engkau ?"
"Aku ?" pemuda itu tertawa riang. "Aku seorang
pengembara. Apakah kalian
perlu mengenal namaku ?"
"Betul!" Kalika berteriak.
"Kau sudah mengenal kami
bertiga. Tentunya engkau tidak takut memperkenalkan
namamu agar dapat kami kenang selama hidup."
"Waddooo..... sampai perlu kau kenang " Hihi.....
sebenarnya apa sih aku ini
sampai perlu menerima suatu kehormatan besar "
Aku hanya seorang pengemis. Lihat! Akupun tidak cakap. Kulit tangan
dan wajahku berbentong- bentong putih. Suaraku buruk seperti bunyi suara
gagak. Karena itu tidak berani aku mempunyai nama."
"Betul-betul kau tidak mempunyai nama ?" ejek Kalika.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Apa sih hebatnya suatu nama. Yang penting,
bukankah yang menyematkan nama itu ?"
"Hm, hm....." Dengus Lekong. Kemudian berkata kepada
Kalika : "Bagaimana kalau kita namakan si gagak putih "
Bukankah dia sendiri yang berkata suaranya jelek seperti
bunyi burung gagak ?"
"Yang putih kau angkat dari mana ?" Kalika menegas seraya
memiring-miringkan kepalanya.
"Kulit tangan dan mukanya berbecak-becak putih, kan ?"
Seteluk yang semenjak tadi menutup mulutnya menyambung:
"Gunakan bahasa kita."
"Maksudmu ?" Lekong menegas.
"Jangan putih, tetapi seta. Dengan begitu kita sebut dia
Gagak seta." "Waddoooo..... bagus, bagus !" pemuda itu berseru girang.
Lantas saja dia menandak-nandak seperti anak gendeng.
"Bagus ! Hari ini aku mempunyai nama yang tepat. Ya,
sebutlah aku Gagak Seta!"
Ketiga orang itu sebenarnya bermaksud menghina pemudi
lusuh itu. Tak tahunya pemuda lusuh itu malahan menandak-
nandak kegirangan. Keruan saja mereka mendongkol bukan
kepalang sampai wajahnya merah padam.
"Bangsat! Kau ini manusia atau siluman ?" bentak Lekong.
"Aku " Kau sebut manusia, boleh. Kau sebut siluman, aku
tidak melarang. Pendek kata, hari ini aku mempunyai nama
yang tepat sekali. Gagak Seta! Gagak Seta dari lembah
Gunung Lawu. Kalian bertiga menyebut-nyebut nama gunung
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rinjani dan gunung Lasung. Bagus ! Jadi kita berempat sama-
sama dari gunung." Kalika, Lekong dan Seteluk kelak muncul kembali di
"MENCARI BENDE MATARAM" dengan nama Jahnawi, Mohe
dan Kalika yang meninggal di hari tua diganti oleh Jinawi.
Mereka bertiga menamakan diri sebagai Utusan Suci.
Tugasnya mengumpulkan benda-benda sakti peninggalan para
nenek-moyang yang dianggapnya diwariskan kepada golongan
mereka. "Tidak bisa !" bentak Seteluk. "Meskipun kita sama-sama
orang gunung, tetapi gunungmu tidak sama dengan gunung
kami. Gunung kami suci murni. Gunung Lasung berada di
tengah pulau Bali dan Gunung Rinjani berada di Lombok.
Sebaliknya, gunungmu berada di atas tanah yang kotor. Tanah
yang memiliki aneka ragam agama dan kepercayaan."
"Apakah bukan karena mulutmu yang kotor ?" ejek Gagak
Seta. "Mulutku yang kotor ?" Seteluk tercengang. Ia tidak
mengerti maksud Gagak Seta.
"Betul!" sahut Gagak Seta. "Bukankah engkau kencing
saban hari dan berak saban hari pula ?"
"Semua orang begitu. Lalu apa hubungannya ?"
"Jelas, dong..... Kencingmu dan kotoranmu dihisap bumi.
Dan bumi merebuki tanaman yang engkau makan. Bukankah
mulutmu jadi kotor ?"
Seteluk tergugu. Kalau dipikir, memang begitulah halnya.
Namun ia tidak sudi mengalah. Lantas saja ia mengutuk :
"Bangsat! Tetapi disana tiada aneka agama dan
kepercayaan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa bilang!" bantah Gagak Seta. "Meskipun belum
pernah aku menginjak tanahmu, tetapi pulau Bali dan pulau
Lombok adalah tanah subur bagi aneka agama dan
kepercayaan. Karena apa " Penduduknya percaya dan yakin
adanya Sang Maha Kuasa. Sayangnya..... cuma kalian bertiga
yang sesat." "Sesat ?" Seteluk berteriak kalap. "Kenapa sesat " Kami
justru dari Utusan Suci."
"Nah tuuu..... apa itu Utusan Suci " Utusan Suci kentutmu
!" maki Gagak Seta. (*selanjutnya baca Mencari Bende
Mataram jilid 1 dan 2) Sampai disini Seteluk tidak dapat menahan rasa gusarnya.
Sebilah goloknya ditariknya terpentang dan tiba-tiba menjadi
dua bilah golok kembar yang berkilat-kilat oleh cahaya sinar
matahari menjelang senjahari. Dan dengan senjata dua bilah
golok kembar itu, ia melompat menerjang.
Tetapi Gagak Seta tidak takut Dengan senjata tongkatnya
yang berwarna kehijau-hijauan ia menyongsong serangan
Seteluk dengan gerakan yang sebat luar biasa. Sekarang ia
malahan berbalik menyerang untuk mengimbangi sabetan
golok yang datang beruntun. Dalam beberapa waktu saja,
mereka bertempur dengan sengit dan seru. Gagak Seta
mendesaknya dan nampak Seteluk mundur setapak demi
setapak. Wajahnya nampak kebingungan. Jelas sekali ia
kerepotan. Segera terdengar suara bentrokan nyaring. Seteluk melesat
mundur kira-kira lima langkah Gagak Seta tertawa terbahak-
bahak dan berseru dengan gagahnya :
"Eh, ilmumu lumayan juga. Mari kita uji sekali lagi !"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bentrokan sebentar tadi memperlihatkan kehebatan
Seteluk. Meskipun tangannya melekah dan mengalirkan darah,
Gagak Seta terhuyung juga. Tetapi Gagak Seta tidak mau
sudah. Sebat luar biasa ia mendesak. Luar biasa gerakan
tongkatnya Namun masih bisa Seteluk mengelak sehingga
mau tak mau Gagak Seta merasa kagum.. Hal itu bukan
berarti Gagak Seta mati kutu. Pada detik itu pula, ia mulai
menyerang dengan gerakan-gerakan tongkat aya yang aneh
luar biasa. Menyaksikan kepandaian Gagak Seta berada di atas
Seteluk, Kalika dan Lekong maju serentak dan menyerang
dengan berbareng. Kalika dengan tongkat bajanya dan Lekong
dcngan senjata pancingnya yang ampuh. Tanpa pikir mereka
berdua bermaksud membantu rekannya. Tadi pun sewaktu
melawan Diah Windu Rini, mereka main keroyok pula.
Senjata pancing Lekong terlebih dulu menjangkau
sasarannya. Melihat berkelebatnya senjata pancing itu, Gagak
Seta menjerit: "Aduh, celakaaaa.......... !"
Berbareng dengan jeritannya, ia roboh jumpalitan.
Sebalikmu Lekong dan Kalika heran bukan main menyaksikan
cara Gagak Seta berkelahi. Selagi mereka tertegun, tiba-tiba
ujung tongkat Gagak Seta menghantam betis. Tuk ! Kalika
masih sempat melompat, tetapi betis Lekong kena pukulan
tongkat. Seketika itu juga, Lekong jatuh terguling. Senjata
pancingnya yang panjang tidak berkutik lagi.
Kalika mendongkol bukan main. Ia merasa kena ditipu dan
diingusi bocah edan itu. Siapapun tidak menduga, bahwa
Gagak Seta yang roboh jumpalitan masih sempat mengadakan
serangan balik. Karena itu, dengan mengerahkan seluruh
tenaganya ia menggempur. Tetapi bukan Gagak Seta yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kena pukulannya. Sebaliknya rekannya sendiri si Lekong yang
baru berusaha merangkak bangun. Tak ampun lagi Lekong
benar-benar roboh dan jatuh terkapar di atas tanah.
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Tanpa menghiraukan
keadaan Lekong, ia melompat menyerang Kalika yang galak.
Serunya pula: "Nyonya tua! Jangan takut, aku tidak akan memukul
temanmu yang nyaris sekarat. Satria dari Gunung Lawu tahu
benar apa makna seorang satria. Bukan seperti kamu yang
main keroyok..." Tajam ucapan Gagak Seta meskipun disertai dengan
tertawa gelak. Waktu itu, Kalika sedang menarik tongkat
bajanya setelah menggebuk Lekong. Begitu melihat sambaran
tongkat Gagak Seta yang istimewa buru-buru ia menangkis.
Tongkatnya hendak mengadu jiwa. Sebab belum pernah
selama hidupnya ia menerima hinaan begitu hebat.
Gagak Seta memang berkepandaian tinggi, ia tidak hanya
melayani Kalika saja, tetapi masih memperhitungkan Seteluk
yang bersenjata golok kembar. Itulah sebabnya, tak sudi ia
mengadu tenaga dengan Kalika yang tengah kalap. Di tengah
jalan, ujung tongkatnya berbelok mengarah kepada Seteluk.
Dengan demikian, Gagak Seta dapat melawan dua lawan
tangguh hanya dalam satu gebrakan saja.
Diah Windu Rini yang semenjak tadi merasa diwakili Gagak
Seta, berdiri tegak di tempatnya. Diam-diam ia kagum
menyaksikan ilmu kepandaian Gagak Seta. Ia tadi hanya
seimbang dikerubut tiga orang. Tetapi Gagak Seta dapat
merobohkan lawannya dalam beberapa gebrakan saja.
"Benarlah kata guru. Di balik gunung masih terdapat
gunung yang lebih tinggi," pikir Diah Windu Rini di dalam hati.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aneh cara bertempurnya. Orangnya angot-angotan. Sesungguhnya dia murid siapa " Kepandaian gurunya pasti
sudah mencapai tingkat sempurna."
Dalam pada itu, Seteluk terkejut setengah mati sewaktu
tongkat Gagak Seta tiba-tiba menghampirinya. Karena tidak
sempat lagi untuk menggunakan kedua goloknya, ia
membuang diri dan membiarkan senjatanya terlepas dari
genggamannya. Kemudian dengan berjumpalitan ia balik
menyerang. Caranya lebih aneh lagi. Tiba-tiba ia menungging.
Lalu menggulungkan diri bagaikan bola menggelinding. Kedua
tangan dan kakinya bekerja. Gagak Seta tercengang. Setelah
menyapu tongkat Kalika ke samping, ia menghantamkan
tongkatnya. Seteluk mundur bergulungan. Tangannya menyambar goloknya dan membabatkan.
Inilah serangan balik lagi yang sama sekali tak terduga.
Terpaksalah Gagak Seta mengadu kekuatan. Ia membenturkan tongkatnya sehingga menerbitkan suara
nyaring. Tepat pada saat itu, tongkat baja Kalika menyambar
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan hampir-hampir saja menahas leher Gagak Seta.
"Hai nenek keriputan!" bentak Gagak Seta. "Kau kejam
benar. Rupanya tongkatmu bisa kau gunakan sebagai golok
pula. Bagus!" Gagak Seta memutar tubuhnya menghadapi Kalika.
Mungkin sekali Kalika akan melanjutkan dengan serangan
susulan. Justru pada saat itu, Seteluk melompat menghantam
punggungnya. Diah Windu Rini belum kenal siapa Gagak Seta. Tetapi ia
percaya, pemuda itu bermaksud baik kepadanya. Melihat
bahaya yang mengancam, segera ia melompat menahaskan
pedangnya. Oleh gerakan pedangnya, Seteluk tidak berani
melanjutkan bokongannya, mengingat ilmu pedang Diah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Rini tidak usah kalah bila dibandingkan dengan ilmu
tongkat Gagak Seta. Justru demikian, Gagak Seta sekonyong-konyong melesat
ke luar gelanggang. Lalu tertawa terbahak-bahak sambil
berseru : "Bagus ilmu pedangmu ! Lanjutkan !"
Diah Windu Rini tercengang. Pada detik itu pula tahulah ia,
Gagak Seta berpura-pura tidak mengetahui ancaman Seteluk.
Tanpa pertolongannya, sesungguhnya Gagak Seta dapat
mengelakkan diri. Bahkan bukan mustahil bisa membalas
menyerang dengan caranya yang aneh. Selagi berpikir
demikian, Gagak Seta sudah melesat maju lagi. Kali ini ia
terbang berjumpalitan di tengah udara dan mendarat di depan
Kalika. Katanya dengan tertawa lebar :
"Nenek ! Kau ini memang perlu dihajar."
Kalika sudah berpengalaman. Ia tahu, lawannya bermulut
jahil. Maka tanpa menggubris bunyi ucapannya, ia mendahului
menyerang. Ternyata benar dugaan Gagak Seta. Senjatanya
yang berbentuk tongkat itu, sesungguhnya merupakan sarung
sebilah pedang yang tajam luar biasa. Dengan suatu gerakan
tangan, pedang itu terloncat dari dalam tongkatnya dan
disambar dengan tangan kanannya. Sedang tongkat baja yang
tadi berada di tangan kanan beralih ke kiri. Dengan demikian,
ia kini bersenjata sebatang tongkat dan sebilah pedang.
Gagak Seta tercengang. Namun ia tak sudi kalah gertak.
Diapun mengalihkan tongkatnya ke tangan kirinya. Kemudian
entah bagaimana caranya, tahu-tahu tangannya sudah dapat
mengusap wajah Kalika sambil berkata mengejek:
"Nah, betul bukan " Mukamu jelek dan sudah keriputan.
Orang setua engkau ini pantas menjadi pendeta di atas
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gunung yang sunyi sepi. Mengapa keluyuran sampai di sini "
Hm, Utusan Suci kentut."
Wajah Kalika merah padam. Dadanya serasa hendak
meledak saja. Hatinya panas bukan main. Ia melompat pula ke
depan sambil menggerakkan pedang dan tongkatnya. Sebat
dan cepat gerakannya ibarat setetes curahan hujan tidakkan
dapat menembus lingkarannya. Gagak Seta ternyata melayani.
Ia melesat mundur sambil tertawa haha hihi.
Gemak Ideran dan Niken Anggana kagum bukan main. Tak
dikehendaki sendiri mereka tertawa geli. Memang mulut Gagak
Seta terlalu jahil. Akan tetapi mengesankan watak satria. Tak
terasa pula, Gemak Ideran berseru nyaring :
"Kakang Gagak Seta ! Gerakan kaki dan tanganmu benar-
benar aneh. Coba ulangi lagi agar aku dapat mengamati lebih
jelas lagi ........."
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Saudara ! Orang sekarang mengatakan dengan istilah
jurus. Dan jurusku ini memang aneh. Hanya saja hanya
berlaku untuk satu kali saja. Kalau diulangi bakal gagal.
Salahmu sendiri mengapa tidak kau perhatikan sungguh-
sungguh." "Bukan begitu." tungkas Gemak Ideran. "Akulah yang tolol.
Otakku bebal. Mataku lamur."
"O begitu " Kalau begitu sama dengan diriku." Sebenarnya
gerakan Gagak Seta sebentar tadi tidak terlalu istimewa.
Hanya saja sama sekali tak terduga, sehingga Kalika yang
berpengalaman kena diingusi begitu mudah. Tetapi setelah
merasakan getahnya, orang tua itu kini meningkatkan
kewaspadaannya. Sebaliknya, perhatian Niken Anggana tidak
seperti Gemak Ideran. Karena dia seorang gadis yang perasa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serta halus budi-pekertinya, ia merasa jemu terhadap ketiga
orang itu. Segera berkata kepada Gemak Ideran :
"Kakang, mintalah padanya agar menggebah mereka
secepat-cepatnya ! Aku sudah jemu."
Niken Anggana berbicara dengan suara perlahan seperti
biasanya. Akan tetapi bagi pendengaran Gagak Seta sudah
cukup jelas. Tiba-tiba saja ia menyahut:
"Benar ! Akupun sudah jemu. Baiklah, demi untukmu aku
akan menggebah mereka. Tetapi ibarat orang mengantarkan
tetamu sampai ke luar batas wilayah, terus terang saja aku
minta bantuan. Hayolah bantu aku ! Seorang diri aku tidak
sanggup menggebahnya pergi."
Sebenarnya kata-katanya terakhir dialamatkan kepada Diah
Windu Rini. Ia tahu, Diah Windu Rini berkepandaian tinggi.
Sayang dia hanya jadi penonton saja. Mungkin mendongkol,
karena ia tadi berpura-pura tidak tahu sewaktu akan dibokong
Seteluk. Kalau tidak begitu, tentunya ingin melihat sampai
dimana kepandaiannya melawan tiga orang musuhnya dengan
seorang diri." Niken Anggana yang berhati polos tidak mengerti jalan
pikiran Gagak Seta. Ia berseru kepada Diah Windu Rini:
"Ayunda, jelas sekali aku tidak dapat membantu dia. Kukira,
ayunda yang tepat. Dia membantu ayunda. Sekarang ayunda
harus membantunya. Dengan begitu, ayunda tidak usah
berhutang budi kepadanya."
Mendengar kata-kata Niken Anggana, Diah Windu Rini
tersenyum lebar. Lalu tertawa geli. Justru pada saat itu,
Seteluk melompat menyerang Gagak Seta. Ia merasa yakin,
serangannya kali ini tentu berhasil. Sebab perhatian Gagak
Seta terbagi-bagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Gagak Seta benar-benar tangguh dan berkepandaian
tinggi. Diserang dengan tiba-tiba, sama sekali ia tidak gugup.
Tongkatnya dihangkan melintang dan membentur golok
kembar Seteluk yang membabat dengan derasnya. Suatu
benturan tak terelakkan lagi. Tepat pada detik itu Gagak Seta
melesat menghampiri Diah Windu Rini sambil berkata berbisik
: "Nona, kali ini bagianmu. Bertempurlah dengan sungguh-
sungguh ! Jiwa taruhannya."
Diah Windu Rini adalah seorang gadis yang angkuh, tinggi
hati, mudah tersinggung dan tegas dalam setiap tindakannya.
Kata-kata Gagak Seta yang diucapkan dengan berbisik,
menyinggung kehormatannya. Apalagi kesannya seperti
Keris Iblis 1 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Tujuh Tumbal Perawan 2