Pencarian

Darah Pendekar 7

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


seperti ini memang patut dihajar !" Dan pemuda itu langsung saja memukul dengan kepalan lurus ke
arah dada Cui- beng Kui-ong! Hampir saja raja iblis ini tertawa bergelak melihat pemuda itu
berani menyerangnya dengan kepalan biasa seperti itu. Tentu saja dengan mudah dia akan dapat
mengelak, akan tetapi karena dia ingin segebrakan saja membuat pemuda itu "tahu rasa", maka diapun
tidak mengelak, melainkan menangkis sambil mengerahkan sinkang biasa yang cukup kuat untuk
mematahkan tulang lengan pemuda itu dan sekaligus membuatnya terlempar.
"Dukkk!!" Akibat benturan kedua lengan itu membuat Cui-beng Kui-ong terbelalak,
bah-kan tiga orang datuk lainnya juga menjadi bengong. Mereka bertiga itu maklum akan
maksud Cui-beng Kui-ong dengan tangkisan itu. Akan tetapi akibatnya, pemuda itu sama sekali
tidak terlempar, apa lagi patah tulang lengannya, bahkan Cui- beng Kui-ong merasa betapa pemuda itu
memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, setidaknya mampu menandingi tenaganya tadi! Tentu saja
dia merasa kecelik, terkejut dan juga penasaran dan cepat datuk ini membalas serangan
dengan dahsyat dan bertubi-tubi. Akan tetapi kembali dia terkejut setengah mati karena dengan
gerakan- gerakan aneh akan tetapi teratur dan cepat sekali, pemuda itu dapat menghindarkan semua
serangannya dengan baik, bahkan membalas setiap serangan secara kontan dan berantai ! Karena
Cui-beng Kui-ong memandang rendah, hal yang tidak aneh karena memang selama ini dia tidak
pernah menemukan tanding, nyaris dalam serangan jurus ke tigabelas kepalan tangan
pemuda itu mengenai lehernya. Untung dia masih dapat melempar tubuh ke belakang sehingga
terhindar dari pada malu terkena pukulan lawan. Akan tetapi pemuda itu terus mendesaknya dengan
pukulan - pukulan yang mantap sekali.
"Anakku, sudahlah sudahlah, Cong Bu .... jangan berkelahi!" Sasterawan tua itu
meratap-ratap. Akan tetapi anak angkatnya yang berangas-an dan yang sudah marah
dan sakit hati sekali itu mana mau mendengarkan permintaannya " Pemuda itu menerjang terus
dan terjadilah perkelahian yang seru dan yang amat mengherankan hati tiga orang
datuk lainnya, juga membuat semakin pe-nasaran hati Cui-beng Kui-ong. Dia merasa malu sekali karena
tadi memandang rendah dan ternyata pemuda ini sedemikian lihainya se-hingga dapat
melayaninya sampai hampir ti-apuluh jurus. Marahlah Cui-beng Kui-ong an diapun mulai
memainkan ilmunya yang paling baru, yaitu Ilmu Pukulan Penghisap Darah! Bu kan main hebatnya
pukulan ini dan sekali ini pemuda itu terdesak hebat. Memang harus diakui bahwa bagaimanapun
juga, tingkat kepandaian pemuda ini walaupun memiliki bakat yang amat kuat, namun masih belum
matang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dan masih kalah se-tingkat dibandingkan dengan Cui - beng Kui - ong. Dia
terdesak mundur, akan tetapi dasar wataknya keras dan berangasan, dia masih nekat terus mela-kukan
perlawanan. Akhirnya, sebuah pukulan dahsyat dengan Tenaga Sakti Asap Hio mengenai dada
sebelah kanan pemuda itu yang roboh terjengkang dan tak sadarkan diri!
"Cong Bu ah, Cong Bu, mengapa engkau tidak mentaati kata-kataku tadi ?"
Sasterawan tua itu menubruk dan menangisi anak angkatnya, mengeluh panjang
pendek. Diambilnya sehelai koyo (obat tempel) dan ditempelkan pada dada anaknya yang
terluka parah itu. Baju bagian dada itu berlu-bang seperti terbakar dan kulitnya juga matang
ha-ngus terkena pukulan itu dan masih mengepulkan uap! Melihat ini Raja Tabib Sakti lalu
mendekat dan sekali lihat saja tahulah dia bahwa pemuda itu terkena pukulan Tenaga Sakti Uap Hio,
maka dia-pun cepat - cepat mengeluarkan obat cair dalam botol. Dia percaya bahwa pemuda itu
tidak teran-cam nyawanya karena tadi sudah dilihatnya bahwa pemuda itu memiliki sinkang yang
cukup kuat, akan tetapi kalau tidak cepat diberi obat yang tepat, ha-wa beracun dari pukulan itu
bisa merusak jalan darah."Sobat, tuangkan obat ini pada luka di dadanya dan paksa dia minum
sebagian sisanya," katanya halus. Tanpa berkata apa-apa, sasterawan itu menerima botol dan
membukanya, lalu menyiram luka itu dengan sebagian dari obat cair itu. Kemu-dian, dia membuka
mulut anaknya dan menuang-kan sisa obat ke dalam mulutnya. Kalau dia tidak memiliki
kepercayaan sepenuhnya kepada datuk yang berjuluk Raja Tabib Sakti itu, tentu dia me-ragu mendengar bahwa obat luar
bisa diperguna-kan untuk obat dalam itu. Dan memang hebat se-kali obat dari Raja
Tabib Sakti itu. Begitu diobati, pemuda itu siuman kembali dan mengeluh lirih.
"Nah, apa kataku tadi, Cong Bu, janganlah kau-lanjutkan sifatmu yang berangasan
itu, hanya men-datangkan malapetaka saja bagimu. Untung engkau tidak mati dan
menerima pertolongan dari Bu-eng Sin-yok-ong !" kakek sasterawan itu menegur anaknya.
"Akan tetapi... akan tetapi mereka menghina ayah! Hemm, kelak aku akan membalas
penghina-an ini, setelah aku menyempurnakan pelajaran ilmu yang ayah berikan.
Sungguh kurang ajar sekali! Aduhh... huh-huh... kepandaiannya cuma seperti itu sudah
berani menyombongkan di depan ayah! Huh, lihat saja dua tahun lagi, aku tentu akan
menghajar raja iblis itu !" Sasterawan tua itu cepat membungkam mulut anaknya yang marah-marah dan penasaran
itu, sambil dengan muka was - was melirik kepada em-pat orang datuk yang sudah
hendak pergi itu. Dan memang sesungguhnyalah apa yang dikhawatirkannya. Cui-beng Kui-ong
marah bukan main mendengar ocehan pemuda yang telah dirobohkannya itu. Sambil menggeram dia
melangkah ke depan, sekali mengulur tangan dia telah mencengkeram leher
sasterawan tua itu dan melempar-kannya ke tengah telaga. Tubuh yang kurus kecil itu terlempar
bagaikan layang- layang putus talinya. Cui - beng Kui - ong yang marah - marah itu me-lanjutkan
gerakannya, menjambak rambut pemuda itu untuk dijotos. Melihat ini, Bu - eng Sin - yok-ong
hendak mencegah akan tetapi tiba - tiba mereka semua dikejutkan oleh hal yang sama
sekali tidak pernah mereka duga ! Tubuh sasterawan tua itu tadi terlempar ke arah telaga seperti layang-layang
putus talinya, dan tak dapat diragukan lagi bahwa tubuhnya yang ringan itu tentu akan terjatuh
ke air telaga. Akan tetapi, ketika sasterawan tua itu melihat be-tapa anaknya dijambak
rambutnya dan terancam nyawanya, tiba-tiba dia mengeluarkan suara me-lengking tinggi halus sekali
seperti suara nyamuk terdengar di dekat telinga dan tubuhnya yang tadi-nya meluncur itu, mendadak
menggeliat di udara dan dapat menukik kembali ke darat dengan kece-patan seperti seekor burung
walet terbang saja. Bu - eng Sin - yok - ong adalah seorang ahli gin-kang yang tiada
keduanya di dunia persilatan, akan tetapi menyaksikan ginkang yang diperlihat-kan oleh kakek
sasterawan itu, dia sampai melongo dan bengong keheranan. Kemudian, sekali kedua tangan kakek
sasterawan itu bergerak, tahu-tahu pemuda yang tadinya dijambak rambutnya oleh Cui - beng Kui -
ong itu telah berpindah tangan dan dipondong oleh kakek sasterawan kecil kurus itu !
Sasterawan itu memangku anaknya di atas ta-nah dan sambil mengelus - elus kepala
puteranya, dia berkata dengan suara gemetar, "Agaknya cu-wi memiliki hati yang
demikian KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
angkuhnya sehingga selalu mau menang sendiri. Agaknya untuk memo-hon agar cu -
wi suka pergi, haruslah lebih dulu menundukkan keangkuhan itu. Nah, sekali lagi, ha-rap
cu - wi suka meninggalkan tempat ini sebelum cu - wi kehilangan keangkuhan itu."
Sebelum yang lain menjawab, Cui-beng Kui-ong sudah menjadi marah sekali dan dia
maju menghampiri kakek sasterawan itu. "Tua bangka sombong ! Inilah aku, Cui - beng
Kui ong yang telah memukul anakmu karena anakmu lancang mulut. Kau hendak menundukkan
keangkuhan ka- mi " Hemmu, majulah, siapa takut kepadamu " A-kan tetapi ingat, kalau engkau
mampus di tangan-ku, anakmu inipun akan kubunuh agar engkau tidak mati sendiri !" Ucapan
datuk ini bukan sekali - kali karena kekejamannya, melainkan karena kecerdikan-nya. Kalau kakek
itu tewas, tentu kelak anaknya yang berangasan itu hanya akan mendatangkan ke-sulitan saja
baginya, maka harus dibunuh sekali untuk menghilangkan balas dendam.
Dengan perlahan kakek sasterawan itu bangkit berdiri dan mengangguk.
"Sesukamulah, akan tetapi dengan kepandaianmu yang jauh dari pada bersih itu, dengan banyak
kelemahan dan kekurangannya di sana-sini, bagaimana engkau akan dapat memastikan kemenanganmu"
Pertama-tama, engkau harus merobah watakmu yang bukan saja kejam, akan tetapi
juga sombong dan. tekebur itu, ini merupakan pelajaran pertama bagimu, Cui-beng Kui-
ong !" Kini ucapan sasterawan itu tidak lemah seperti tadi, melainkan penuh wibawa dan
mengandung kekuatan yang menggetarkan jantung.
(Bersambung jilid ke IX.)
xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid IX - O - TENTU saja Cui-beng Kui-ong menjadi semakin marah. Sambil menghardik, diapun
sudah menerjang maju. Karena dia tahu bahwa sebagai ayah pemuda itu, tentu kakek ini
memiliki ilmu ke-pandaian tinggi, maka begitu menerjang, dia sudah mengeluarkan ilmu
andalannya, yaitu dia memukul dengan Tenaga Sakti Asap Hio yang mengeluarkan bau harum aneh itu.
Biasanya, ilmu ini akan me-ngeluarkan bau yang membuat lawan menjadi pu-sing dan bisa roboh
sendiri tanpa dipukul. Dan dari kedua tangannya keluar asap tipis putih ber-bau, harum yang
melengkung ke ayah lawannya. Akan tetapi, dengan tenang saja kakek sasterawan ini menghadapi
semua pukulannya sambil mene-rangkan kelemahan - kelemahan jurus yang di-mainkan Cui-
beng Kui- ong. "Lihat, bukankah lambung kirimu terbuka " Ka-lau kumasukkan kakiku ke situ,
engkau sudah roboh ! Nah, penutupan lambung itu membuka lehermu sebelah kiri, dan pukulanku
dengan tangan miring pada leher itu tentu sukar kauhindarkan lagi !" Dan setiap gerakan
Cui-beng Kui- ong di-sambutnya dengan uraian tentang kelemahan- kelemahannya. Lebih hebat
lagi, asap tipis putih berbau hio yang tadinya melengkung ke arah kakek sasterawan itu, kini
membalik dan dari kedua le-ngan Cui-beng Kui-ong bukan melengkung ke depan, melainkan membalik ke
belakang! Cui-beng Kui-ong merasa terkejut bukan main. Memang semua yang dinyatakan kakek
itu tentang kelemahan semua jurusnya itu tepat dan bahkan baru sekarang dia
melihatnya! Dia merasa penasaran sekali dan cepat diapun mainkan pukulan Pehisap Darah yang amat
hebat itu. Akan tetapi, kembali pukulan keji ini sama sekali tidak mempengaruhi si kakek
sasterawan. Tidak ada setetespun darah sasterawan itu terpecik keluar seperti yang biasa terjadi
pada lawan-lawan iblis itu kalau mempergunakan Ilmu Penghisap Darah, pa-dahal berkali- kali
sasterawan itu mengadu lengan dengan si raja iblis. Bahkan dalam jurus-jurus ilmu inipun si
sasterawan menunjukkan kelemahan - kelemahannya.
"Yang paling berbahaya adalah ilmu-ilmu hitam seperti ini, Kui-ong. Kalau engkau
tidak merobah sifat dan watakmu, maka ilmu-ilmu seperti ini bahkan akan menjadi
kutukan bagimu. Lihat, kalau kulawan begini, bukankah engkau yang akan celaka sendiri ?" Kakek
itu menggerakkan kedua lengannya yang kecil dan angin yang menyambar amat
dahsyatnya, kemudian Cui-beng Kui-ong terpekik kaget melihat betapa ada darah keluar dari
pori-pori kedua lengannya, tanda bahwa dia sendiri telah menjadi korban ilmunya sendiri, seperti
senjata makan tuan! Maka tahulah dia bahwa kakek sasterawan ini benar-benar maha sakti dan
diapun bukan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang bodoh, melainkan seorang datuk sehingga dia tahu saat kekalahan-nya.
Diapun meloncat ke belakang. "Hari ini Cui-beng Kui-ong mengaku kalah!" katanya dengan menahan geram lalu
mengatur pernapasannya untuk mengobati luka-lukanya sendiri akibat ilmu yang membalik
tadi. Tentu saja tiga orang datuk lainnya hampir tidak percaya akan apa yang mereka
saksikan tadi. Di samping keheranan dan kekagetan, juga mereka merasa penasaran.
Mungkinkah kepandaian mereka yang menggemparkan dunia persilatan itu harus kalah oleh
seorang sasterawan tua renta yang sa-ma sekali tidak terkenal! Kim - mo Sai - ong me-
loncat maju dan menjura kepada kakek itu. Dia tahu bahwa kakek itu seorang sakti, maka diapun
tidak sembrono. "Sobat, aku mohon petunjukmu !" Dan tanpa menanti jawaban, Kim-mo Sai-ong sudah
menerjang dengan dahsyatnya dan begitu turun tangan diapun sudah mempergunakan
ilmunya yang paling hebat, yaitu Pukulan Pusaran Pasir Maut dan dimainkannya ilmu
silatnya yang, dinamakan Soa - hu - lian (Teratai Danau Pasir). Hawa dingin yang menggigilkan
terpancar dengan daya tolak hebat dari tubuhnya. Kuda-kudanya kokoh kuat, lengannya yang
panjang itu mencuat ke sana ke mari mencari lowongan, dengan jari - jari tangan terkembang
siap untuk mencengkeram lawan. Se-luruh tubuhnya melambangkan setangkai bunga teratai,
nampak sangat indah dipandang. Kalau kedua kakinya yang kokoh kuat itu bergerak lam-ban dan
kuat seperti menjadi akar - akar teratai, maka kedua tangannya bergerak cepat dari atas,
melambai-lambai seperti tangkai-tangkai bunga teratai tertiup angin.
"Bagus, Kim - mo Sai - ong, akan tetapi ilmumu ini terlalu mengandalkan kekuatan
kaki belaka, dan ingat, orang bisa roboh karena kelemahan bagian atasnya, walaupun
kakinya tidak roboh akan tetapi kalau bagian atas terluka, apa artinya " Lihat, aku membuat
tangkai-tangkai terataimu tidak berda-ya !" Dan benar saja, dengan totokan - totokan satu jari
yang mengeluarkan hawa panas, kakek sas-terawan itu membuat kedua lengan Kim-mo Sai-ong tidak
berdaya karena sebelum mendekati tu-buh lawan telah bertemu dengan hawa - hawa yang menotok ke
arah jalan darah di seluruh kedua le-ngannya.
Kim - mo Sai - ong yang telah mencapai tingkat ke tigabelas, tingkat terakhir
dari Soa - hu - pai ini mengerahkan seluruh tenaganya sampai daya tolak nya membuat batu - batu
besar bergoyang - goyang dan pohon-pohon di sekitar tempat itu seperti tertolak angin
badai. Akan tetapi kakek sastera-wan itu tenang saja menghadapi daya tolak Tenaga Sakti
Pusaran Pasir Maut, seolah-olah tonggak besi kecil namun kokoh kuat yang tidak goyang sedikitpun
juga dilanda angin. Karena kedua le-ngannya selalu menjadi sasaran totokan yang me-nyambut semua
serangannya, akhirnya Kim - mo Sai - ong kewalahan dan mati kutu. Ilmu yang di-andalkannya
itu seperti api bertemu air, tidak ber-daya sama sekali dan akhirnya, karena terlalu ba-nyak
mengeluarkan tenaga sia - sia, dengan tere-ngah-engah diapun meloncat ke belakang. "Teri-ma
kasih, aku Kim- mo Sai-ong mengaku kalah !"
Giliran Sin-kun Bu-tek yang maju. Datuk ini terkenal memiliki ilmu silat yang
luar biasa am- puhnya sehingga dijuluki Sin-kun Bu-tek (Tangan Sakti Tanpa Tanding). Sebagai
seorang datuk golongan bersih, walaupun wataknya lebih keras di-bandingkan dengan Bu-eng Sin-
yok-ong, namun datuk ini tidaklah sekasar dua orang datuk pertama. Dia menjura dengan
hormat dan berkata, "Kiranya mata kami seperti buta tidak mengenal Gunung Thai-san
menjulang di depan mata ! Sahabat yang sakti, saya Sin-kun Bu-tek mohon petunjuk !"
Kakek sasterawan iba telah mengalahkan dua orang datuk, akan tetapi dia
kelihatan masih tenang saja, seolah-olah dia mengalahkan mereka tadi tanpa pengerahan tenaga
sama sekali. Sikapnya masih biasa, tenang dan merendah. "Sin-kun Bu-tek, julukanmu saja
menandakan bahwa ilmu silatmu adalah ilmu pilihan. Belum tentu aku akan dapat
mengalahkanmu, akan tetapi
aku ingin engkau mengalahkan dan menundukkan keangkuhanmu sendiri. Nah,
majulah !" Sin-kun Bu-tek menerjang dengan ilmu silat andalannya, yaitu Ilmu Silat Angin
Puyuh dengan tenaga sakti Thian-hui-gong-ciang (Tangan Kosong Halilintar). Hebat bukan
main datuk ini memang dan tingkatnya hanya kalah sedikit saja di-bandingkan dengan Bu - eng Sin
- yok - ong. Gerakan kaki tangannya amat cepat sehingga tubuhnya lenyap berobah bentuknya
menjadi bayangan yang berkelebatan dan gerakan ini mendatangkan angin yang berputar -
putar membuat semua pohon ber-goyang-goyang di sekeliling tempat itu. Dan yang hebat
sekali adalah kedua tangan yang melancarkan pukulan Thian-hui-gong- ciang itu. Kadang-kadang
terdengar KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ledakan dan nampak asap mengepul ketika kedua tangan itu memukul dan saling
bersentuhan, seolah-olah kedua tangan itu me-ngandung aliran listrik atau aliran kilat yang
dapat menghanguskan tubuh lawan yang terkena pukulannya.
Namun, kakek sasterawan itu bersikap tenang saja dan seperti juga tadi, kini
diapun memberi petunjuk kepada Sin-kun Bu-tek tentang kele-mahan - kelemahan dari ilmu
silatnya, mengeritik dengan petunjuk dan bukti-bukti sehingga kalau dia mau, tentu dia
akan dapat merobohkan Sin - kun Bu - tek dengan ilmunya yang dipakai untuk meng-hadapi ilmu
datuk utara itu. Sebelum lewat lima-puluh jurus, Sin-kun Bu-tek yang selalu ditunjuk
kelemahan - kelemahan ilmunya, merasa takluk dan diapun meloncat ke belakang dan mengaku kalah!
Kini tinggallah Bu - eng Sin - yok - ong seorang. Datuk ini berbeda dari yang
lain. Dia sudah mencapai tingkat tinggi dalam ilmu silat, ilmu pengobatan dan ilmu kebatinan
sehingga dia tidak bersikap kasar dan tidak pula penasaran. Kini dia-pun tahu bahwa dia berhadapan
dengan seorang maha sakti yang sengaja menyembunyikan diri dan diam - diam dia merasa malu
bahwa dia menerima sebutan datuk, padahal ada orang yang lebih lihai tidak dikenal sama
sekali! Betapapun juga, setelah tiga orang sahabatnya diberi petunjuk, kalau dia tidak maju,
berarti dia akan membikin malu tiga orang sahabatnya itu. Di samping itu, sebagai se-orang ahli
silat tinggi, diapun suka sekali akan ilmu silat dan tiada salahnya kalau kini setelah mendapat
kesempatan bertemu orang sesakti ini, diapun mencoba - coba ilmunya.
"Seorang locianpwe tinggal di sini tanpa nama, sungguh membuat kami merasa malu
kepada diri sendiri. Harap sahabat yang mulia sudi memberi petunjuk kepadaku,"
katanya sambil mengibaskan lengan bajunya yang lebar.
Kakek sasterawan itu tersenyum pahit. "Siancai... nama besar Bu-eng Sin-yok-ong
bukan sembarangan. Aku jauh lebih kagum akan ilmu pengobatanmu dari pada ilmu silat.
Ilmu pengo- batanmu itulah ilmu yang amat berguna dan baik, tidak seperti ilmu silat yang
selalu disalahgunakan untuk menindas katun lemah. Marilah, Yok-ong, mari kita main-main
sebentar, siapa tahu ada gunanya bagi kita berdua."
"Maafkan kelancanganku !" Sin - yok - ong berseru dan setelah memberi hormat
diapun langsung mengeluarkan ilmu simpanannya yang merupakan gabungan dari Ilmu Silat
Kim - hong - kun (Silat Burung Hong Emas) digerakkan dengan ginkang Pek - in (Awan Putih) dan
dengan tenaga sakti Pai-hud-ciang (Tangan Sakti Penyembah Buddha). Sukar diceritakan
betapa hebatnya gerakan kakek yang berjuluk Bu-eng (Tanpa Bayangan) ini. Gin-angnya memang hebat
luar biasa sehingga tubuh-nya kadang - kadang lenyap menghilang, dan ilmu silatnya juga
amat indah dan halus, menyambar-nyambar dari atas dan bawah sedangkan tenaganya adalah tenaga
sinkang yang sudah mencapai ting-kat tertinggi, begitu halus dan mengandung getar-an
yang hampir tidak terasa, akan tetapi tenaga ge-taran ini manipu menghancurkan batu karang dari
jarak jauh! "Siancai bukan main hebatnya !" kata kakek sasterawan itu sambil menandingi
lawannya. Dan biarpun agak lama, akhirnya dia dapat juga menemukan beberapa kekurangan dan
kelemahan dalam ilmu silat Bu-eng Sin-yok-ong sehingga kalau dia menghendaki,
dalam waktu kurang dari seratus jurus dia tentu akan dapat mengalahkan Raja Tabib Sakti itu!
Akhirnya, kakek sakti inipun meloncat ke belakang, terlongong sejenak kemudian menjura sambil
berkata dengan hati penuh rasa kagum. "Kami sungguh tak tahu diri..., dan benarlah bahwa kami amat angkuh dan terlalu
membanggakan diri sendiri. Mulai sekarang, aku tabib tua yang bodoh tidak berani
lagi menjual lagak di dunia luar !" Setelah berkata demikian, Sin - yok - ong lalu pergi dari
situ, diikuti oleh tiga orang datuk lainnya. Dan memang benar, sejak saat itu, empat orang datuk itu
tidak pernah lagi muncul, lebih banyak mengasingkan diri dan diam - diam memperdalam ilmu masing-
masing. Demikianlah cerita yang amat menarik, yang diceritakan oleh Yap - lojin ketua
Thian-kiam- pang kepada para pendengarnya,, yaitu nenek Siang Houw Nio - nio, Ouwyang Kwan
Ek, Yap Kiong Lee, Pek In, Ang In, dan juga Ho Pek Lian. Semua orang mendengarkan dengan
penuh perhatian dan hati tertarik sekali. Siang Houw Nio-nio yang juga menjadi murid
dari Sin-kun Bu- tek, belum pernah mendengar cerita ini dari suhunya, bahkan Ouw-yang Kwan Ek,
murid ke dua dari Si Raja Tabib Saktipun tidak pernah diceritakan oleh gurunya. Agaknya,
empat orang datuk itu sungguh merasa terpukul dan tidak pernah bercerita kepada mere-ka, kecuali Sin -
kun Bu - tek KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
yang menceritakan-nya kepada muridnya yang tersayang, yaitu Yap Cu Kiat atau Yap
- lojin, sambil menyerahkan gam-bar - gambar itu.
Yap - lojin melanjutkan ceritanya. "Lihat, gambar- gambar ini adalah petunjuk -
petunjuk dari sasterawan tua itu. Di sini diperlihatkan betapa dengan mudahnya beliau
memunahkan setiap ilmu khas dari empat orang datuk. Empat gambar ini memperlihatkan jelas, dan
dilukis oleh mendiang suhu sebagai peringatan dan juga untuk memper-dalam ilmunya dengan
meneliti kelemahan - kele-mahan seperti yang ditunjukkan oleh sasterawan itu. Dan memang,
semenjak kekalahan yang mutlak itu, empat orang datuk tekun memperbaiki ilmu masing-
masing dan karena mereka sudah tidak tekebur lagi, mereka dapat menciptakan ilmu yang jauh lebih
baik dan matang." Kakek berjubah naga mengangguk-angguk. "Sejak dahulu aku menduga bahwa ada
rahasia se-suatu yang membuat suhu selalu marah kalau ada muridnya yang tekebur. Mungkin
saja rahasia itu diceritakannya kepada twa-suheng Bu Cian yang sayang agaknya juga
menyimpan rahasia itu sam-pai matinya."
Yap - lojin berkata, "Berdasarkan cerita itu ma-ka aku percaya bahwa biarpun
kita orang - orang tua tidak mampu menghadapi Raja Kelelawar yang amat hebat itu, nanti pasti
akan muncul seseorang yang akan mampu menundukkannya."
"Mudah-mudahan begitulah," kata isterinya. "Menurut pengamatanku, biarpun si
pendek Pek-lui-kong Tok Ciak cucu murid Kim-mo Sai-ong itupun agaknya masih jauh untuk
dapat menan- dingi Raja Kelelawar."
Setelah menceritakan rahasia itu dan memperlihatkan gambar - gambar, kakek Yap
mengajak mereka semua untuk keluar lagi dari terowongan di bawah tanah. Dalam
perjalanan ini. Yap Kiong Lee merasa penasaran bukan main mendengar dongeng gurunya itu. Selama
ini, gurunya tidak pernah bercerita tentang rahasia itu. Dia merasa penasar-an karena
selama ini, dia merasa bahwa ilmu raha-sia perguruan mereka yang hanya diturunkan kepa-danya
oleh gurunya dianggap sebagai tidak ada cacat celanya.
Mereka tiba di luar terowongan, di tepi telaga yang kini sunyi melengang dan
menyeramkan itu karena semua bangunannya telah runtuh. "Suhu, setelah peristiwa itu, lalu
apa saja yang

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikerjakan oleh kakek guru dan para locianpwe yang lain ?" Kiong Lee tidak dapat
menahan diri dan mengaju-kan pertanyaan itu kepada suhunya.
Yap-lojin menoleh dan tersenyum melihat keinginan tahu murid kesayangannya ini.
"Kakek gurumu lalu menyepi di dalam kamar rahasia itu dan berusaha menyempurnakan
ilmunya. Gambar-gambar tadi adalah peninggalan beliau. Selama bertahun-tahun empat orang
datuk mengasingkan diri, tidak pernah keluar, dan masing-masing me-nyempurnakan ilmu -
ilmu mereka. Dan pada wak-tu itu, hanya Kim - mo Sai - ong saja yang telah menerima
murid." "Apakah para locianpwe itu tidak lagi berkun-jung ke telaga Hoa - san, setelah
mereka memper-baiki ilmu masing-masing untuk mencari saste-rawan itu ?" Kiong Lee
mendesak. "Baru sepuluh tahun kemudian, setelah kakek gurumu merasa bahwa ilmunya sudah
maju, be-liau berkunjung ke sana. Akan tetapi sasterawan tua dan anaknya itu sudah
tidak lagi berada di sana. Kakek gurumu lalu berkelana mencarinya, akan tetapi usahanya gagal, tidak
pernah ketemu. Akhirnya suhu menjadi bosan, pulang ke sini dan menerima murid, yaitu aku dan
subomu ini," katanya sambil melirik kepada isterinya, yaitu nenek Siang Houw Nio - nio.
Ouwyang Kwan Ek menarik napas panjang. "Sekarang aku tahu mengapa guruku,
menurut ce-rita twa - suheng, pernah pula mengasingkan diri untuk menyempurnakan ilmu.
Belasan tahun kemu-dian baru suhu keluar dan merantau dan barulah beliau menerima murid-
muridnya." Kiong Lee merasa penasaran. "Jadi kalau begi-tu, agaknya sampai para locianpwe
itu meninggal dunia, mereka tidak pernah dapat menemukan sas-terawan tua yang maha
sakti itu, suhu ?" Yap-lojin mengangguk. "Agaknya begitulah. Dan selama mereka berempat itu
mengembara un-tuk mencari si sasterawan, mereka telah membuat nama besar sehingga tersohor
di seluruh dunia persilatan. Mereka berempat dipuja-puja sebagai tokoh sakti yang tak
terkalahkan, tokoh- tokoh yang memiliki ilmu silat sempurna. Tak ada yang mengetahui bahwa empat
datuk yang mereka puja-puja itu di dalam hatinya masih merasa gentar ter-hadap seseorang."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Ahh, siapakah gerangan sasterawan itu dan di mana beliau sekarang, atau
keturunannya ?" tiba - tiba Ho Pek Liari tidak dapat menahan hati-nya untuk bertanya. Sebetulnya
hatinya yang ber-suara dan tanpa disadarinya mulutnya ikut pula bicara. Akan tetapi tidak ada
yang merasa heran karena pertanyaan itu memang berkecamuk di da-lam hati mereka semua.
"Sebetulnya dari perguruan - perguruan kita sendiri saja, kalau ilmu dari
perguruan kita terpu-sat dan terkumpul, tidak terpecah-pecah antara para murid, kiranya kita
masih mampu mengha-dapi dan mengatasi Raja Kelelawar !" kata kakek berjubah naga Ouwyang
Kwan Ek dengan suara menyesal. Mendengar ini, diam - diam Pek Lian memandang tajam
kepada kakek ini. Bukankah kakek ini telah mengirim murid - murid dan anak buahnya untuk
merampas kitab - kitab pusaka per-guruannya sendiri dan bahkan telah dengan kejam membasmi semua
keluarga Bu " Hemm, pikirnya dengan penasaran. Kalau caramu mengumpulkan ilmu perguruan
sendiri secara demikian kejam, membunuh saudara seperguruan sendiri, maka eng-kau
tidaklah lebih baik dari pada Si Raja Kelelawar! Akan tetapi, tentu saja ia tidak berani
mengeluarkan bisikan hatinya
ini. Tiba-tiba semua orang menoleh ke arah ba-yangan empat orang yang berlari
mendatangi tem-pat itu. Setelah dekat, mereka itu ternyata adalah murid-murid Thian - kiam
- pang, yaitu para sute dari Yap Kiong Lee yang diperintahkan oleh pemuda ini untuk mencari
jejak penculik yang melarikan Yap Kim. Tentu saja mereka berempat terkejut bukan main melihat betapa bangunan perguruan
mereka sudah rusak binasa habis terbakar, dan mereka tak dapat menahan tangis
mereka ketika mendengar malapetaka yang menimpa perguruan mereka dan tewasnya dua orang suheng
dan para anak buah Thian - kiam - pang.
"Sudah, jangan menangis seperti anak-anak cengeng!" Akhirnya Siang Houw Nio-nio
membentak mereka. "Lekas ceritakan bagaimana dengan hasil penyelidikan kalian!"
Empat orang murid itu sambil berlutut lalu bercerita. Mereka dapat menemukan
jejak orang yang melarikan Yap Kian dan ternyata bahwa yang melarikan itu memang seorang
gemuk pendek yang kemungkinan besar adalah Ceng-ya-kang (Si Kelabang Hijau), seorang tokoh
dari Ban-kwi-to. "Kim-sute dibawa dengan perahu yang berlayar di Sungai Huang-ho. Kami tidak
berani melakukan pengejaran karena selain kami tidak mem-punyai perahu, juga kami ingin
cepat melapor ke-pada suhu, subo dan suheng."
"Celaka ! Kalau Kim - ji berada di tangan ka-wanan iblis dari Ban - kwi - to,
tentu akan celaka ! Semua ini adalah kesalahanmu, orang tua yang ti-dak becus mengurus anak
sendiri! Engkau mem-biarkan anak tunggalmu sendiri untuk bergaul dengan segala macam
iblis dari Ban - kwi - to. Huh, di mana pertanggungan jawabmu " Bagaimana caramu mendidik anak?"
Yap - lojin yang dimaki - maki di depan orang banyak, terutama di depan Ouwyang
Kwan Ek yang menjadi tamunya, memandang dengan muka merah, dan mata mengeluarkan sinar
marah. Kakek inipun pada hakekatnya mempunyai watak yang keras, tidak kalah kerasnya
dengan watak isterinya. "Hemm, kalau orang tuanya retak, mana mung-kin anaknya dapat memperoleh
pendidikan yang baik " Keretakan orang tuanya sudah merupakan contoh, yang amat buruk, yang
dapat menghancur-kan perasaan anak. Dan kalau seorang isteri me-ninggalkan suami dan
anaknya sehingga kehidupan suami dan anak itu menjadi hancur, si anak tidak memperoleh
pendidikan yang baik, salah siapakah itu?"
Diserang oleh ucapan begini, nenek Siang Houw Nio-nio menjadi marah bukan main.
Mukanya berobah merah sekali dan matanya berkilat - kilat. Ia membanting kakinya
ke atas tanah dan mem-bentak marah. "Yap Cu Kiat !" Telunjuk kanannya menuding ke arah Indung suaminya itu yang
biasanya disebut-nya suheng. "Enak saja engkau bicara ! Sudah ber-ulang kali aku
membujuk, menyembah- nyembahmu, agar keluarga kita pindah ke kota raja. Aku adalah keluarga kaisar,
dan sudah sepatutnya kalau aku menyumbangkan tenagaku pada saat terakhir hidupku untuk
kerajaan keluargaku ! Akan tetapi, engkau berkeras kepala dan tidak sudi, bahkan engkau
berkukuh untuk tidak membolehkan Kim-ji kubawa ke istana! Dan engkau mendidiknya sendiri,
sekarang apa jadinya ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Wah, kaukira kalau kaubawa dia menjadi orang istana dia akan menjadi lebih
baik, ya " Paling-paling dia akan menjadi seorang pemuda bangsa-wan yang sombong, angkuh
dan manja !" "Jelas tidak serusak sekarang ini !"
"Siapa bilang rusak" Harus diselidiki dulu mengapa dia sampai berdekatan dengan
orang Ban-kwi-to dan mengapa pula dia sampai dicu-lik." Kakek itu mencoba untuk
menahan kemarah- annya. "Jangan sembarangan menuduh yang bukan-bukan!"'
"Tidak perduli ! Pokoknya, kalau engkau tidak bisa mencarinya dan menemukannya,
membawanya kembali kepada aku ibunya dalam keadaan utuh, aku bersumpah akan
mengadu nyawa denganmu !* Melihat keadaan yang meruncing antara suheng dan sumoi yang telah menjadi suami
isteri akan tetapi kemudian saling berpisah karena masing-masing mempertahankan
pendirian sendiri itu, Ouw-yang Kwan Ek yang menjadi tamu merasa tidak enak sekali. Dia lalu maju
dan menjura kepada dua orang itu. "Lojin ! Nio-nio ! Harap maafkan aku, bukan maksudku mencampuri, akan tetapi
sebagai sahabat, kiranya aku berkewajiban untuk mengingatkan kalian bahwa dalam keadaan
seperti ini, cekcok saja tidak akan dapat mengembalikan putera kalian. Aku akan suka membantu
mencarinya." Suami dan isteri yang sudah tua itu saling pandang dengan sinar mata berkilat,
kemudian mereka lalu membuang muka dengan muka masih merah. Memang mereka saling berpisah
karena masing-masing mempertahankan pendirian dengan hati keras. Siang Houw Nio - nio
ingin untuk menyum-bangkan tenaganya kepada kerajaan, dan iapun sudah minta kepada suaminya
untuk membantunya dan hidup di kota raja, untuk mengangkat derajat putera tunggal dan
putera angkat mereka, yaitu Kiong Lee yang sudah mereka anggap sebagai anak sendiri.
Akan tetapi, Yap Cu Kiat merasa tidak suka akan sepak terjang kaisar dan diapun berkeras tidak
mau sehingga timbullah percekcokkan anta-ra mereka yang mengakibatkan Siang Houw Nio-nio
meninggalkan suami dan puteranya, dan pergi sendirian ke kota raja di mana ia lalu menjadi
pengawal pribadi dari kaisar. Pendidikan anak merupakan kewajiban mutlak dan utama bagi orang tua, di samping
tentu saja memelihara dan membesarkannya.. Dan pendidik an yang tepat adalah
pencurahan kasih sayang yang murni, bukan sekedar pendidikan melalui nasihat-nasihat dari mulut.
Seorang anak membutuhkan pencurahan cinta kasih dari ayah bundanya. Ge-taran cinta kasih akan
terasa oleh anak itu dan orang tua yang benar-benar mencinta anaknya, sudah pasti akan
selalu mendidik diri sendiri terlebih da-hulu agar si anak dapat melihat dan mengerti, tan-pa dibujuk
melalui mulut. Apa artinya orang tua melarang anaknya agar jangan berjudi kalau si orang tua
sendiri tukang judi " Apa artinya orang tua melarang anaknya agar jangan memaki kalau si orang tua
sendiri tukang maki " Kerukunan ayah dan ibu merupakan pendidikan yang paling baik bagi anak
mereka. Sebaliknya percekcokan antara ayah dan ibu merupakan racun - racun dan benih-
benih buruk pertama yang merusak watak si anak. Pujian - pujian tidak akan menjadikan anak
baik, karena hal itu bahkan akan membuat si anak men-jadi seorang yang selalu haus akan pujian
dan ke- baikannya itupun hanya palsu karena dilakukan ha-nya untuk memancing agar
memperoleh pujian be-laka. Memanjakannya secara berlebihan akan mem-buat si anak menjadi seorang
yang lemah tergan-tung kepada orang tua, tidak berani dan lemah menghadapi halangan dan kesukaran
hidup. Akan tetapi, mendidik dengan kekerasan akan membuat si anak berwatak
keras, juga dapat membuatnya men-jadi rendah diri. Anak yang menurut kepada orang tuanya karena
pendidikan keras, hanya menurut karena takut saja, akan tetapi di dalam hatinya dia
memberontak dan kalau sekali waktu dia me-rasa kuat, dia akan memberontak secara berterang, bahkan
mungkin akan sengaja memberontak untuk membalas dendam yang sudah lama disimpan di dalam
hatinya. Ucapan Ouwyang Kwan Ek menyadarkan suami isteri itu bahwa mereka telah dikuasai
perasaan sehingga melupakan nasib putera mereka yang ber-ada di tangan orang Ban
- kwi - to dan masih belum diketahui bagaimana keadaannya itu. Akan tetapi, Siang Houw Nio
nio masih bersungut - sungut ketika berkata, "Pendeknya engkau harus cepat mencari dan
menemukan kembali anakku !" Ucapan ini ditujukan kepada suaminya.
"Baliklah, sumoi baiklah, aku akan turun gunung mencarinya," jawab Yap-lojin
dengan suara duka. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Siang Houw Nio - nio lalu mendengus, memba-likkan tubuhnya dan memberi isyarat
kepada dua orang muridnya untuk pergi bersamanya, kemudian, hanya dengan anggukan kecil
pada Ouwyang Kwan Ek, iapun lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Pek In dan Ang In berlutut kepada Yap - lojin untuk berpamit. Kakek itu
menggerakkan tangan kanan menyuruh mereka bangkit. "Pergilah dan jaga baik-baik subo kalian."
Dua orang gadis itu mengangguk dan menahan air mata mereka. Mere-ka masih diliputi
kedukaan melihat apa yang me-nimpa Thian - kiam - pang dan Pek In mengerling ke arah Yap Kiong
Lee dengan

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandang mata sa-yu. Kemudian merekapun pergi sambil mengajak Pek Lian.
Setelah isterinya dan tiga orang gadis itu pergi, Yap - lojin menghela napas
panjang. "Sungguh aku tidak mengerti, apa maksudnya orang Ban - kwi - to menculik
puteraku. Aku harus menyusul ke pulau itu Sekarang juga."
"Memang sebaiknya begitu, suhu, dan aku akan menemani suhu untuk mendapatkan
kembali Kim-sute," kata Kiong Lee. Pemuda ini memang diang-kat anak oleh
keluarga Yap, bahkan dia sendiripun memakai she Yap, akan tetapi terhadap ayah dan ibu angkatnya itu,
dia selalu menyebut mereka su-hu dan subo, seperti murid - murid yang lain. Dan agaknya Yap
- lojin dan isterinya itupun tidak me-naruh keberatan, apa lagi setelah mereka sendiri juga
mempunyai anak, yaitu Yap Kim. "Jangan khawatir, lojin, biar akupun akan mem-bantumu menghadapi orang - orang
Ban - kwi - to," tiba-tiba Ouwyang Kwan Ek juga berkata.
"Ah, mana aku berani merepotkanmu, sahabat Ouwyang ?"
"Aku kebetulan berada di sini ketika tempatmu diserbu orang dan aku mendengar
akan musibah yang menimpa keluargamu. Hal ini berarti aku berjodoh untuk terlibat
dalam urusanmu. Selain itu, akupun ingin sekali melihat sampai di mana kehebatan nama besar
Pulau Selaksa Setan itu." Yap Cu Kiat tidak dapat menolak lagi dan dia-pun lalu memerintahkan empat
orang muridnya untuk mencari tenaga bantuan dan membangun kembali sedapatnya rumah
mereka yang terbakar itu. Kemudian, bersama Ouwyang Kwan Ek dan Kiong Lee, diapun
meninggalkan sarang Thian-kiam - pang yang telah rusak terbakar itu.
* * * "Seharusnya kita membantu Yap-locianpwe untuk menyusul dan mencari puteranya itu
ke sarang Ban-kwi-to !"
Ucapan Pek Lian ini mengejutkan Pek In dan Ang In. Dua orang ini sendiri tidak
akan berani mengeluarkan ucapan itu di depan subo mereka, apa lagi ucapan itu dikeluarkan
dengan nada su- ara kaku dan mencela! Benar saja kekhawatiran dua orang gadis ini. Tiba-tiba kereta dihentikan dan
kepala nenek itu keluar dari tirai jendela kereta, sepasang matanya mencorong menatap wajah
Pek Lian yang juga menghentikan kudanya di dekat kereta.
"Mengapa kau berkata demikian ?" bentak ne-nek itu, matanya agak terpejam dan
mulutnya cem-berut. "Melihat orang lain tertimpa bencana, sudah sepatutnya kalau kita turun tangan
membantu. Ka-lau tidak demikian, apa perlunya kita belajar ilmu sejak kecil " Apa lagi
kalau yang tertimpa malape-taka itu masih keluarga sendiri, sudah menjadi kewajiban kita untuk
membantu. Pula, harus dii-ngat bahwa Ban-kwi-to kabarnya merupakan tempat yang berbahaya, dihuni
oleh tokoh- tokoh sesat yang lihai, maka sudah selayaknyalah kalau kita ikut membantu Yap -
locianpwe menghadapi mereka." Pek Lian melihat betapa dua orang gadis murid-murid Siang
Houw Nio-nio itu berkedip kedip memberi isyarat kepadanya agar ia menghen-tikan ucapannya,
akan tetapi ia tidak perduli O-rang - orang lain boleh takut setengah mati kepada nenek
bangsawan ini, akan tetapi ia tidak! Ia menganggap bahwa nenek ini terlalu angkuh, ter-lalu tinggi
hati dan kejam sehingga mendengar putera kandungnya diculik orang dan terluka pa-rah., agaknya
bersikap tidak perduli saja. Hal ini sudah membuat hati Pek Lian memberontak dan marah.
"Bocah lancang mulut! Berani engkau mencam-puri urusan kami ?"
Akan tetapi, dengan pandang mata yang bera-ni dan jujur Pek Lian menghadapi
nenek itu. "Bi-arpun saya menjadi tawanan dan orang yang dicu-rigai, akan tetapi selama ini
locianpwe dan teruta-ma kedua orang cici bersikap baik kepada saya sehingga saya sama sekali
tidak merasa KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
menjadi ta-wanan. Sebaliknya, saya merasa sebagai sahabat atau tamu yang
diperlakukan dengan baik. Setelah mengalami suka-duka, bahkan sudah sama- sama menghadapi lawan
tangguh, bagaimana mungkin saya bersikap tidak perduli dengan malapetaka yang menimpa
keluarga locianpwe " Sedapat mungkin, saya tentu akan menyumbangkan tenaga saya yang
tidak seberapa ini untuk membantu."
Sejenak dua orang wanita itu saling berpandangan. Akhirnya nenek itu menarik
kembali kepalanya ke dalam kereta dan terdengar ia menarik napas panjang, lalu terdengar
suaranya, "Hemm, engkaupun seorang yang keras hati dan keras kepala. Akan tetapi engkau
memiliki keberanian dan kejujuran." Dan tiba-tiba kereta itupun bergerak lagi.
Pek In menyentuh lengan Pek Lian. "Adik Lian, engkau sungguh membuat kami
menahan napas. Kami tidak mengira engkau masih dapat hidup setelah berani bersikap
seperti itu." Pek Lian tersenyum. "Kenapa, eici Pek" Aku merasa benar, dan matipun bukan apa -
apa kalau berada dalam kebenaran."
Biarpun ia dapat mengerti akan kata - kata ini, namun di dalam hatinya Pek In
harus mengakui bahwa ia tidak mempunyai keberanian yang sede-mikian besarnya seperti
gadis ini. Kereta nenek itu berhenti di depan pintu ger-bang kota raja. Para penjaga pintu
gerbang ber-baris rapi di kanan kiri, dengan tombak di tangan kanan dan perisai di
tangan kiri. Pakaian seragam mereka mengkilap tertimpa sinar matahari dan mata tombak mereka juga
berkilauan karena setiap hari digosok. Seorang komandan jaga yang pakaiannya lebih
mentereng lagi, nampak berlutut dengan kaki kiri di tengah jalan dan inilah yang membuat nenek
itu menghentikan kereta. Sambil membawa tong-katnya nenek Siang Houw Nio - nio turun
dari atas keretanya. Pek In dan Ang In juga meloncat turun dari atas kuda mereka dan
menyerahkan kendali kuda kepada Pek Lian. Dua orang gadis ini cepat mendampingi subo mereka
memasuki pintu gerbang. Para penjaga bersikap hormat melihat nenek ini. Siang Houw Nio - nio sendiri
melangkah de-ngan tenang, tangan larinya membawa tongkat ke-pala naga dan dua orang
muridnya berjalan di kanan kirinya. Komandan jaga yang setengah berlutut itu mem-beri hormat. "Hamba menerima
perintah dari istana untuk melapor kepada paduka tuan puteri."
"Perintah apa yang datang dari istana " Lekas laporkan kepadaku," jawab Siang
Houw Nio - nio. Komandan itu adalah perwira penjaga yang ber-tugas di luar istana, dan hal
ini dikenalnya dari pakaian seragamnya. "Sri baginda kaisar menanyakan apakah padu-ka sudah tiba kembali. Dan baru saja
beliau mengutus Hek-tai- ciangkun untuk menyusul paduka ke istana Wakil Perdana Menteri
Kang." Nenek itu mengerutkan dahinya dan mengang-kat tangan kanan ke depan. "Baiklah,
kau pergi danlaporkan ke dalam istana bahwa aku akan segera menghadap sri baginda."
Komandan jaga itu memberi hormat, lalu bang-kit dan dengan sigapnya meninggalkan
pintu ger-bang untuk membuat laporan ke istana. Derap kaki kuda terdengar lantang dan
gagah. Siang Houw Nio-nio diikuti oleh dua orang muridnya kembali ke kereta. "Pek - ji
dan Ang - ji, kita terus saja ke istana. Ajak sekalian nona itu dan beri pinjam pakaianmu.
Agaknya ada perkem- bangan baru di istana. Mari !"
Pek Lian diberi pinjam pakaian dan mereka ber-tiga lalu berganti pakaian sebagai
dayang atau pe-layan puteri bangsawan itu. Nenek itu sendiripun berganti pakaian,
karena biarpun ia masih bibi dari kaisar sendiri, kalau menghadap kaisar, ia tidak dapat
meninggalkan peraturan - peraturan yang sudah ditentukan. Setelah selesai berdandan, mereka berempat lalu
menuju ke istana.Ho Pek Lian merasa girang sekali dan jantung-nya berdebar keras. Ia
merasa girang karena tahu bahwa nenek bangsawan itu agaknya sudah mulai menaruh kepercayaan
kepadanya, bahkan merasa suka seperti juga kedua orang muridnya itu. Kalau tidak demikian tak
mungkin ia diajak, masuk ke istana sebagai dayang sang puteri tua. Tidak akan sukar bagi nenek itu
untuk menyerahkannya kepa-da pasukan untuk dijebloskan ke dalam tahanan !
Suasana menegangkan yang membayangkan bahwa ada apa - apa di istana nampak dari
pintu gerbang istana yang paling depan. Penjagaan amat ketat dan ada belasan
orang perajurit jaga di situ, padahal biasanya hanya ada enam orang saja. Dan di balai perajurit
yang luas itu, KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
nampak banyak sekali pengawal-pengawal resmi para menteri sedang duduk
beristirahat. Hal ini menandakan bahwa para menteri sedang berada di istana, menghadap sri baginda
kaisar. Siang Houw Nio - nio tahu akan hal ini dan diam - diam iapun menduga-duga apa gerangan
yang terjadi maka kaisar me-ngumpulkan semua menteri negara.
Setelah tiba di serambi istana, nampak bahwa penjagaan dilakukan oleh para
pengawal yang di-sebut pasukan pengawal Gin - i - wi (Pengawal Pa-kaian Perak). Mereka
itu rata - rata bersikap gagah, bertubuh kuat dan pakaian mereka yang berlapis pe-rak itu nampak
gemerlapan. Komandan mereka juga berpakaian serba mengkilap berlapis perak, dan nampaknya
keren berwibawa sekali. Ketika dia melihat datangnya Siang Houw Nio - nio yang dii-
kuti oleh tiga orang dayang cantik, segera maju memberi hormat.
"Paduka tuan puteri telah dinanti - nanti oleh yang mulia sri baginda kaisar.
Silahkan !" Koman-dan itu dengan sikap hormat lalu mengantar nenek bangsawan dan tiga orang
dayangnya itu sampai ke pintu induk. Di sini, tugasnya diambil alih oleh komandan pasukan
Kim-i-wi (Pengawal Pakaian Emas). Pasukan Kim-i-wi nampak tidak kalah gagahnya
dibandingkan pasukan Gin-i-wi, bah-kan pakaiannya yang berlapis emas itu amat me-gah dan mewah.
Pasukan Kim-i-wi ini bertugas menjaga di bagian dalam istana, sedangkan pasukan Gin-i-wi bertugas
di bagian luar istana. Akan tetapi keduanya adalah pasukan- pasukan pengawal istana yang
terkenal dan mereka dipim-pin oleh komandan masing - masing yang merupa-kan pembantu-pembantu dari
Pek-lui- kong Tong Ciak, itu jagoan terkenal yang bertubuh pendek dari istana!
Di dekat pinta gerbang induk ini, terdapat ba-ngunan samping di mana nampak
beberapa belas orang - orang yang sikapnya aneh-aneh dan membayangkan kepandaian tinggi.
Mereka ini adalah pengawal-pengawal pribadi para menteri yang tentu saja hanya
diperbolehkan mengawal sampai di situ dan tidak diperkenankan ikut masuk menghadap kaisar. Di sekitar
tempat itu nampak pengawal-pengawal Kim-i-wi berjalan hilir-mudik dengan tombak di tangan,
sedangkan di bagian luar pintu gerbang nampak pengawal-pengawal Gin-i-wi yang juga berjaga-
jaga. Nampak angker dan gagah. Juga nampak pengawal- pengawal dari kedua pasukan ini berjaga-
jaga di gardu- gardu ronda, di atas dinding dan di menara-menara. Mereka semua sjap
siaga dengan ketat.Siang Houw Nio-nio dengan sikap tenang dan agung, diiringkan oleh tiga
orang gadis dan dida-hului oleh komandan pasukan Kim-i-wi sebagai penunjuk jalan atau penjemput,
berjalan di sepanjang ruangan-ruangan yang amat luas itu. Ho Pek Lian berjalan di
belakangnya bersama Pek In den Ang In. Pek Lian adalah puteri seorang bekas menteri. Gedung ayahnya
sendiri sangat indah dan gadis ini sejak kecil sudah terbiasa dengan keme-wahan dan keindahan.
Akan tetapi baru pertama kali ini ia memperoleh kesempatan memasuki istana dan melihat
segala kemewahan yang terham-par di depannya, ia merasa dirinya kecil dan merasa seperti seorang
miskin yang baru pertama kali me-lihat kekayaan berlimpah. Ia merasa seolah - olah keindahan
yang luas itu amat besar, seperti hendak menelan dirinya.
Setelah mereka tiba di depan sebuah pintu be-sar yang berkilauan dan dilapis
emas, komandan Kim - i - wi itu berhenti. Agaknya kedatangan mereka sudah nampak dari
dalam karena tirai sutera merah yang menutupi pintu itu terbuka dan mun-cullah dua orang yang
nampak gagah perkasa. Yang seorang bertubuh tinggi tegap, mukanya brewok dan dia memakai


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pakaian panglima yang berlapis perak. Orang ke dua bertubuh tinggi kurus dan dia ini
memakai pakaian panglima yang berlapis emas. Melihat mereka, komandan Kim - i - wi sege-ra
memberi hormat, lalu membalikkan tubuh me-ninggalkan tempat itu. Agaknya tugasnya mengawal Siang
Houw Nio - nio telah selesai dan kini kedua orang panglima itulah yang menggantikan-nya,
menyambut kedatangan nenek bangsawan itu. Dua orang panglima itu memberi hormat lalu
mempersalahkan nenek bangsawan itu melanjutkan per-jalanan melalui pintu emas.
Ang In yang berjalan di samping Pek Lian, ber-bisik di dekat telinga nona ini,
"Mereka itu berilmu tinggi, memiliki tenaga berlawanan. Kim - i - ciangkun
(Panglima Baju E- mas) itu memiliki pukulan telapak tangan panas yang dapat membakar pakaian lawan
dan Gin - i- ciangkun (Panglima Baju Perak) itu memiliki pukul-an tangan dingin yang membuat
darah lawan mem-beku." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Pek Lian memandang ke depan dan mengang-guk. Ia tidak merasa heran mendengar ini
karena ia sudah sering mendengar bahwa di istana kaisar terkumpul jagoan -
jagoan yang amat lihai. "Akan tetapi semua itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan atasan
mereka, yaitu Tong-tai - ciangkun yang berjuluk Pek - lui - kong," bisik Pek In.
Pek Lian merasa betapa jantungnya berdebar kencang dan kedua kakinya agak
gemetar. Kira-nya dua orang panglima, ini adalah tangan kanan si pendek itu. Bagaimana
kalau si pendek itu ber-ada di situ pula dan mengenalnya " Akan tetapi Pek Lian meneliti
pakaiannya dan hatinya lega. Tidak mungkin si cebol yang lihai itu akan menge-nalnya. Mereka baru
saling berjumpa satu kali saja, yaitu ketika ia menghadang bersama empat orang suhunya untuk
membebaskan ayahnya. Ketika itu, ia berpakaian sebagai seorang gadis kang - ouw, tidak
seperti pakaian puteri atau dayang istana se-perti sekarang ini. Pula, kalau ia datang sebagai dayang
nenek bangsawan yang menjadi bibi kaisar ini, siapa yang berani mencurigai dan mengganggunya "
Memang kedudukan Siang Houw Nio - nio di istana amat tinggi. Orang lain,
betapapun tinggi kedudukannya, tidak boleh menghadap kaisar mem-bawa pengawal atau pengikut. Akan
tetapi nenek ini masuk diiringkan tiga orang dayangnya dan tidak ada orang berani
menentangnya. Bagaikan bayangan saja, Pek Lian mengikuti gerak - gerik dua orang gadis itu dan
ketika mereka semua me-masuki ruangan pertemuan di mana duduk kaisar dihadap oleh para
menterinya, Pek Lian juga ikut pula menjatahkan diri berlutut di belakang Ang In. Ketika ia
mengerling, jantungnya berdebar tegang melihat ada dua orang berdiri di belakang kaisar. Dua orang itu
bukan lain adalah Pek-lui-kong Tong Ciak si cebol yang lihai itu dan yang ke dua adalah Jenderal
Beng Tian yang tidak kalah lihai-nya ! Tentu saja Pek Lian diam-diam mengeluarkan keringat
dingin ketika melihat "singa dan harimau", dua jagoan pengawal kaisar yang amat terkenal itu. Pernah
ia bertemu, bahkan bentrok de-ngan mereka berdua! Kini, mereka berdua itu berdiri di
belakang kaisar, berdampingan dan mata mereka itu menyapu ruangan dengan sinar mata yang
mencorong tajam dan menyeramkan. Pek Lian cepat - cepat menundukkan mukanya dan ini tidak
menarik perhatian karena memang sikap pa-ra dayang harus begitu, takut - takut dan malu-malu !
Penyamaran ini menguntungkan Pek Lian karena selain ia diperbolehkan selalu menyembunyikan muka
tanpa dicurigai, juga siapakah yang akan memperhatikan seorang dayang " Dua orang
lihai itupun tentu tidak akan memandang sebelah mata kepada seorang dayang!
Di kanan kiri, berderet - deret duduk para men-teri menghadapi meja masing-
masing. Nenek Siang Houw Nio- nio yang memasuki ruangan itu, dengan sikap angkuh dan
kesadaran bahwa kedu-dukannya lebih tinggi dari pada para menteri itu, mengangguk ke kanan
kiri membalas penghormat-an para menteri yang hadir. Wanita tua ini sadar akan harga
dirinya. Ia adalah pengawal pribadi, juga kepercayaan, juga bibi sendiri dari kaisar! Ke-
mudian, dengan sikap tenang nenek itu berlutut menghormati kaisar yang masih keponakannya sendiri
itu. "Selamat datang, bibi!" kata kaisar dengan ra-mah dan dengan tangannya
mempersilahkan ne-nek itu untuk bangkit dan mengambil tempat duduk di kursi yang telah
disediakan untuknya. Bi-arpun para dayang pengikut nenek ini diperboleh-kan ikut masuk, akan tetapi
tentu saja mereka ti-dak boleh mengganggu persidangan dan Pek In lalu mengajak adiknya dan Pek
Lian untuk ber- kumpul di pinggir, bersama dengan para dayang istana, di mana mereka duduk
berkelompok dan tidak berani mengeluarkan suara, seperti sekelom-pok bunga di taman yang ringkih
dan takut terlanda angin. Setelah Siang Houw Nio-nio tiba, maka per-sidangan dilanjutkan dan nenek itu
kini mengerti bahwa sri baginda memang mengadakan sidang darurat, memanggil semua menteri
untuk mem- bicarakan keadaan yang membuat sri baginda kaisar merasa khawatir. Kaisar Cin Si
Hong-te mengerti bahwa beberapa tindakannya telah menimbulkan heboh dan kegemparan di
seluruh ne- geri. Kaisar merasa marah sekali. Menurut hemat-nya, semua tindakan yang
dilakukannya ada- lah benar dan tepat, dan demi kebaikan pemerin-tahnya. Pembakaran kitab-kitab
Guru Besar Khong Cu dianggap amat tepat karena pelajaran dalam kitab-kitab itu dianggap
menghasut rakyat untuk tidak tunduk dan setia kepada rajanya. Banyak isi pelajaran yang dianggap
memburuk- KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
burukkan kaisar, merendahkan kaisar merendahkan martabat kaisar sebagai Wakil
atau Utusan Tuhan ! Dan tindakan ini ditentang oleh para sasterawan lemah itu, bahkan beberapa orang
menteri ikut menentangnya. Tentu saja mereka yang menentang itu harus dibasmi habis !
Kalau tidak demikian, ke-wibawaan kaisar akan merosot, demikian pendapat orang - orang
kepercayaan kaisar seperti kepala thaikam Chao Kao dan Perdana Menteri Li Su, yang dibenarkan oleh
kaisar. Selain itu, juga pembangunan tembok besar di utara banyak ditentang oleh menteri
dan orang-orang yang menamakan dirinya pendekar. Katanya usaha itu menyiksa rakyat!
Padahal, pembangunan itu adalah untuk keselamatan negara, untuk kesela-matan rakyat pula,
untuk membendung datangnya orang-orang dari utara yang akan menyerbu ke selatan. Soal
pembangunan tembok besar inipun menimbulkan geger dan pemberontakan.
Untuk melihat reaksi yang sesungguhnya dari rakyat jelata, kaisar sudah mengutus
dua orang jagoan istana itu, Pek - lui - kong Tong Ciak dan Jenderal Beng Tian,
sekalian untuk menumpas pi-hak pemberontak yang menentang kekuasaan pemerintah. Ketika kedua
orang utusan itu tiba kem-bali dan membuat laporan mereka, kaisar menjadi terkejut,
marah dan segera mengumpulkan para menteri untuk diajak bermusyawarah. Menurut pelaporan dua
orang jagoan itu, rakyat memang sedang bergolak dan nampak tanda-tanda bahwa rakyat akan
bergerak menentang pemerintah, dipanaskan oleh gerakan para pendekar. Pelopor utama
adalah seorang jago pedang yang terkenal bernama Liu Pang yang oleh rakyat jelata diangkat
menjadi semacam bengcu (pemimpin rakyat) dan yang bermarkas di Puncak Awan Biru di Pegunungan
Fu-niu- san. Selain Liu Pang ini, juga masih ada seorang lagi keturunan Jenderal Chu yang
pernah menjadi musuh besar kaisar ketika masih menjadi Raja Chin, yaitu yang bernama Chu Siang
Yu yang bermarkas di sepanjang Lembah Yang-ce. Anak buah Chu Siang Yu telah banyak
dihancurkan oleh dua orang jagoan istana ini di sepanjang Sungai Yang-ce, akan tetapi itu hanya
merupakan sebagian saja dari pada kekuatan para pemberontak yang ma-sih berkeliaran.
Menurut penyelidikan dua orang jagoan istana itu, Liu - twako, demikian sebutan umum
untuk Liu Pang, memiliki pengaruh yang amat besar di kalangan rakyat dan para pendekar. Anak
buahnya banyak sekali. Juga dia memiliki hubungan yang amat luas di dunia kang- ouw.
Bukan ini saja yang dilaporkan oleh dua orang jagoan itu. Juga mereka melaporkan
bahwa kaum ses ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know
How To Register.]*** anggi. Di atas istana-istana mereka kadang-kadang nampak bayangan dua orang yang
berkeliaran dan yang berilmu amat tinggi. Para pengawal tidak ada yang mampu
mengejar mereka sehingga mereka itu tidak diketahui benar bagaimana macamnya. Bahkan dua
bayangan orang itu pernah muncul di atas istana kaisar ! Peristiwa ini terjadi ketika dua orang
jagoan itu sedang melaksanakan perintah kaisar sehingga tidak berada di istana. Juga Siang Houw
Nio - nio tidak berada di istana karena diutus membujuk Wakil Perdana Menteri Kang yang ikut-
ikut menentang pemerintah dan hendak mengun-durkan diri itu.
Demikianlah, para menteri, juga Siang Houw Nio-nio, mendengarkan penuturan ini
dengan hati ikut gelisah melihat perkembangan keadaan yang tidak menguntungkan itu.
Bagaimanapun juga, tentu saja kaisar dan juga mereka tidak ingin melihat rakyat memberontak.
"Semua ini adalah kesalahan para menteri yang tidak setia !" Tiba - tiba
terdengar Perdana Menteri Li Su berkata setelah memberi hormat kepada kai-sar. "Para menteri dan
pejabat yang menentang kebijaksanaan sri baginda, itulah yang menyebar-kan hasutan kepada
rakyat, memberi contoh keti-daksetiaan yang besar. Dosa mereka itu amat hebat dan mereka
sepatutnya dihukum berat beserta seluruh keluarga mereka. Kalau tidak demikian, ka-lau pemerintah
hanya menghukum orangnya saja, tentu sanak keluarganya akan mendendam dan menghasut
rakyat untuk memberontak!" Ucapan Perdana Menteri Li Su ini memancing datangnya pendapat-pendapat yang
berbeda anta-ra para menteri dan pejabat tinggi yang hadir se-hingga keadaan menjadi
ramai dengan suara mere-ka, seperti sarang tawon yang diganggu. Melihat ini kaisar
mengerutkan alisnya dan memberi isya-rat kepada Pek - lui - kong Tong Ciak. Si cebol ini mengangkat
kedua tangan ke atas KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dan terdengar suaranya yang bergema dan melengking nyaring, mengandung getaran
kuat karena dikeluarkan de-ngan dorongan tenaga khikang.
"Cu-wi harap tenang dan dengarkan amanat sri baginda !"
Mendengar suara yang amat berpengaruh ini, suasana menjadi sunyi sekali dan
semua orang me-mandang ke arah kaisar, walaupun mereka segera menundukkan muka kembali
karena menentang wajah kaisar lama - lama merupakan dosa besar !
Kaisar menarik napas panjang. Dalam keadaan seperti itu, terasa benar olehnya
betapa para pem-bantunya itu hanya merupakan sekelompok orang-orang tolol yang pandainya
hanya menjilat - jilat saja. Maka diapun lalu memandang kepada Siang Houw Nio-nio dan berkata,
"Bibi yang baik, ba-gaimanakah hasil pertemuan bibi dengan Menteri Kang " Maukah dia kembali dan
memangku jabatannya sebagai wakil perdana menteri ?"
Pertanyaan ini menimbulkan ketegangan dan semua mata memandang kepada nenek itu.
Memang harus mereka akui bahwa di antara semua menteri, maka Wakil Perdana
Menteri Kang adalah orang yang paling berani bertindak tegas, bahkan paling berani menentang
kebijaksanaan kaisar. Menteri Kang adalah seorang yang memiliki wiba-wa besar sekali, dan juga
amat bijaksana dan cer-dik pandai. Setelah menteri itu meletakkan jabat-annya, keadaan menjadi
semakin kacau dan ba-nyak pejabat tinggi seperti kehilangan pegangan. Andaikata menteri itu
masih ada, tentu dia akan dapat bertindak dengan tegas dan cepat mengha-dapi pergolakan yang
sedang terjadi. Semua orang tahu bahwa seperti juga Menteri Kebudayaan Ho, maka wakil perdana
menteri itupun seorang yang amat disegani, bahkan dihormat dan dikagumi oleh para
pendekar di dunia kang - ouw.

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan suara tenang dan sikap hormat, nenek Siang Houw Nio - nio lalu
menceritakan hasil per-temuannya dengan Menteri Kang. Diceritakannya betapa bekas wakil perdana
menteri itu mau men-jabat lagi kedudukannya sebagai wakil perdana menteri asal dipenuhi syarat
yang dimintanya, yai-tu dibebaskannya bekas Menteri Ho dan juga para menteri yang
ditahan atau dihentikan agar diam-puni, dibebaskan dan dipekerjakan kembali.
"Menurut pendapat bekas Wakil Perdana Men-teri Kang, penangkapan dan pemecatan
para men-teri yang setia itulah yang menyebabkan terjadinya pergolakan dan
ketidakpuasan di kalangan rakyat. Oleh karena itu, dia sanggup bekerja lagi kalau sya-rat itu
dipenuhi." Demikianlah
Siang Houw Nio-nio mengakhiri pelaporannya. "Kalau tidak, maka dia menyerahkan
jiwa raganya kepada paduka sri baginda."
Pelaporan nenek ini mengejutkan semua orang dan menimbulkan perdebatan sengit di
antara mereka yang hadir. Ada yang setuju agar kaisar me-menuhi tuntutan atau
syarat itu, akan tetapi ada pula yang tidak setuju.
"Bagaimana pendapatmu, Perdana Menteri Li Su ?" Akhirnya kaisar mengangkat
tangan memberi isyarat agar semua orang diam dan dia bertanya kepada perdana
menterinya. Selama ini, perdana menterinya itulah yang menjadi penasihat utama-nya, yaitu di kalangan
para menterinya, sebagai orang yang amat dipercayanya. Di dalam istana, sebagai penasihat
pribadi, terdapat Chao Kao ke-pala thaikam yang amat dipercayanya. Di antara kedua orang pembesar ini
memang terdapat suatu persekongkolan untuk mempertahankan keduduk-an, kekuasaan dan
kepentingan- kepentingan pri-badi mereka.
"Hamba sangat khawatir kalau syarat yang di-ajukan oleh Menteri Kang itu
dipenuhi, sri baginda Pertama, Menteri Kang telah mengajukah permin-taan berhenti sendiri, berarti dia
telah kehilangan kesetiaan. Oleh karena itu, pengangkatannya kem-bali dengan memenuhi
syarat yang dimintanya, akan membuat dia merasa dimanja dan dipakai dan hal ini pasti akan
menimbulkan watak angkuh, sombong dan selanjutnya segala buah pikiran dan keinginannya tentu
harus dipenuhi. Ke dua, mem-bebaskan para menteri dan pejabat yang berkhia-nat dan
berani menentang kebijaksanaan paduka, apa lagi memakai mereka kembali sebagai pejabat,
sama saja dengan mengumpulkan pengkhianat-pengkhianat yang kelak akan membahayakan kedu-
dukan paduka. Dan ke tiga, Menteri Ho adalah orang yang paling besar dosanya, yang
terang - te-rangan menentang kebijaksanaan paduka dan meng-hasut orang - orang kang - ouw untuk
memberontak. Pergaulannya dengan orang - orang kang - ouw amat luas, maka kalau dia
dibebaskan, tentu akan me-nambali berani kepada para pemberontak."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, justeru Menteri Ho itulah yang menjadi tuntutan utama dari Menteri
Kang, karena menteri kebudayaan itu adalah sahabat baiknya, juga merupakan penasihat
utamanya," nenek Siang Houw Nio - nio memotong.
Mendengar ini, kaisar lalu mempersilahkan pa-ra menteri dan ponggawa yang hadir
untuk meng-ajukan pendapat - pendapat mereka masing - masing. Dan terjadilah
perdebatan sengit, Tentu saja banyak menteri dan pejabat yang diam - diam telah menjadi kaki tangan
Perdana Menteri Li Su dan mereka ini dengan sendirinya mendukung pendapat perdana
menteri itu. Akan tetapi ada beberapa orang menteri yang menjadi sahabat bekas wakil perdana
menteri, mencoba untuk mendebat mereka. Perdebatan itu dibiarkan saja oleh kaisar yang men-
dengarkan dengan penuh perhatian, mendengarkan setiap pejabat yang mempertahankan kebenaran
pendapatnya sendiri. Tentu saja, di samping kai-sar yang mendengarkan dengan penuh perhatian
itu, terdapat seorang lain yang juga mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan dengan
jantung berdebar tegang dan badan terasa panas dingin. Orang ini bukan lain adalah Ho Pek Lian!
Siapa orangnya yang tidak akan menjadi tegang hatinya kalau mendengarkan betapa ayahnya
dijadikan pokok pembicaraan, bahkan persidangan itu seo-lah - olah merupakan pengadilan terhadap
nasib ayahnya " Mati hidup ayahnya tergantung dalam keputusan persidangan itu dan ia
menghadiri dan menyaksikannya tanpa ada seorangpun di antara mereka yang tahu bahwa anak
tunggal dari Mente-ri Ho berada di situ !
Siang Houw Nio - nio mengerutkan alisnya men-dengar dalih - dalih yang
dikemukakan oleh kelom-pok pendukung Perdana Menteri Li Su. Nenek ini memang sudah mempunyai
perasaan tidak suka terhadap perdana menteri itu yang ia tahu adalah seorang yang pandai
sekali mengambil hati kaisar, dan pandai pula merebut kepercayaan kaisar, men-jilat -
jilat dan bermuka - muka. Akan tetapi ia sen-diri tidak mau berpihak dalam urusan ini. Melihat
betapa kaisar nampak bingung mendengar pendapat - pendapat para menterinya yang seolah - olah
terpecah menjadi dua itu, nenek Siang Houw Nio-nio lalu mengemukakan pendapatnya dengan suara
lantang. "Cu-wi telah memperbincangkan keadaan se-karang, maka sekarang tinggal melakukan
pilihan antara dua kemungkinan. Pertama, menuruti per-mintaan Wakil Perdana
Menteri Kang dan dialah orangnya yang akan sanggup untuk menyelesaikan segala pergolakan dan
keruwetan yang mengancam negara ini dengan jalan damai. Atau, cu - wi meno-lak pemintaannya dan
kita semua menghadapi pemberontakan-pemberontakan dunia kang-ouw dan juga menghadapi
pengacauan kaum sesat. Ha-rap cu - wi suka mempertimbangkan baik - baik. Memilih yang
pertama berarti keadaan akan tetap tenang dan damai baik di kalangan pemerintah maupun di
kalangan rakyat, atau memilih yang ke dua dan berarti akan terjadi kerusuhan dan pem-bunuhan di
mana - mana. Harap cu - wi ingat! Orang - orang kang - ouw itu dengan ilmu mereka yang tinggi
sanggup berkeliaran di wuwungan rumah - rumah, baik rumah rakyat, rumah cu - wi sendiri
maupun di istana - istana." Tentu saja peringatan ini membuat semua orang merasa ngeri. Akan tetapi Perdana
Menteri Li Su sudah memandang kepada nenek itu dengan sinar mata penuh selidik dan
penasaran. "Apakah Nio - nio hendak berpihak kepada para menteri jahat yang tidak setia dan
berami mem-bangkang terhadap sri baginda itu " Dosa mereka terlalu besar. Mereka
sepatutnya dihukum mati bersama seluruh keluarga mereka untuk menjadi contoh bagi rakyat agar tidak
ada yang berani me-nentang kekuasaan sri baginda, bukannya diangkat kembali yang akan
membuat mereka menjadi kepa-la besar !"
"Harap paduka tidak menuduh yang bukan-bukan. Saya sama sekali tidak mau memihak
sia-papun juga dalam soal ketidakcocokan pendapat antara kalian! Akan tetapi,
betapa bodohnya un-tuk bertengkar antara rekan sendiri selagi negara berada dalam bahaya
pergolakan dan pembe-rontakan. Dalam keadaan seperti ini, seorang peja-bat yang setia akan
memikirkan keselamatan nega-ra, sama sekali tidak akan memperdulikan perasa-an - perasaan
pribadi. Saya bicara bukan karena berpihak, melainkan mengingat akan keselamatan negara!"
Mendengar semua perdebatan itu, Kaisar Cm Si Hong-te menjadi semakin bingung.
Memang pen-dapat yang saling bertentangan itu ada benarnya. Dan para menteri yang
menunjang pendapat Perdana Menteri Li Su adalah menteri - menteri yang pandai menyenangkan
hatinya, selalu setia dan ta-at, tidak pernah membantah atau menentang kebi-jaksanaannya,
bahkan mendukung semua kebijak-sanaan yang diambilnya sepenuhnya. Mereka itu selalu
berusaha untuk KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
menyenangkan diri, sedang-kan para menteri yang bertentangan dan yang men-dukung
pihak Menteri Kang adalah mereka yang suka cerewet, banyak membantah dan banyak me-
nentang kebijaksanaannya, membuat dia kadang-kadang merasa penasaran dan marah. Tentu
saja di dalam hatinya dia condong membenarkan Per-dana Mentei Li Su dan para menteri
pendukungnya. Akan tetapi, kaisar juga bukan seorang bodoh yang tidak dapat melihat keadaan.
Keadaan negara benar-benar terancam. Kalau api pemberontakan yang baru mulai bernyala ini tidak
segera dipadamkan, maka keadaan akan benar - benar berbahaya dan api pemberontakan itu
akan dapat membakar selu-ruh negeri. Dan agaknya, satu - satunya jalan untuk mencegah api
itu berkobar, adalah kembalinya Wa-kil Perdana Menteri Kang. Akan tetapi, dia tahu bahwa
kembalinya menteri yang keras hati ini tidak menyenangkan hati Perdana Menteri Li dan teman-
temannya. Lalu bagaimana baiknya " Akhirnya, dengan pandang mata penuh harap kaisar itu menoleh ke arah Siang Houw
Nio- nio dan bertanya, "Bibi yang baik, bagaimanakah menurut pendapatmu ?"
"Harap paduka mengampuni hamba kalau hamba katakan bahwa hak itu sepenuhnya
terserah kepada kebijaksanaan paduka sendiri. Bagi hamba, yang terpenting adalah
keselamatan sri baginda dan kerajaan, hal-hal lainnya hamba tidak perduli. Bagi hamba, siapa
saja yang membahayakan kese-lamatan sri baginda maupun tahta paduka, baik itu datang dari
orang-orang yang memberontak mau-pun dari orang - orang kita sendiri yang tidak becus
mengatur negara sehingga membikin bahaya kedu-dukan paduka, akan hamba sikat dan basmi sampai
habis !" Suara nenek itu berapi - api penuh sema-ngat ketika ia mengucapkan kata-kata ini
dan Perdana Menteri Li Su bersama teman - temannya mengerutkan alis karena mereka merasa
seolah-olah sebagian dari pada ancaman nenek itu dituju-kan kepada mereka.
Sri baginda kaisar mengangguk-angguk men-dengar ini. Kemudian dia menoleh ke
arah dua orang jagoannya yang berdiri di belakangnya, dan berkata kepada jenderal tinggi
besar yang gagah perkasa itu, "Jenderal Beng Tian, bagaimana pen-dapatmu ?"
Jenderal itu terkejut, tidak menyangka bahwa pendapatnya ditanya oleh
junjungannya. Biarpun dia merupakan seorang yang amat dipercaya oleh kaisar, akan tetapi dia
hanyalah petugas pelaksana, melaksanakan semua perintah kaisar dan tidak per-nah
mencampuri urusan politik, walaupun di sudut hatinya dia merasa kagum dan suka sekali kepada
Menteri Kebudayaan Ho Ki Liong dan juga Wakil Perdana Menteri Kang.
"Hamba " Pendirian hamba tiada bedanya dengan pendirian yang mulia Siang Houw
Nio-nio tadi. Hamba bukanlah seorang ahli pikir yang pandai. Yang hamba ketahui hanyalah
perang dan berkelahi dengan setia untuk menjunjung paduka dan negara yang akan hamba bela
sampai titik da-ah terakhir. Siapapun yang berani merongrong ke-kuasaan paduka dan kerajaan
akan hamba mus-nahkan !" Kembali kaisar mengangguk - angguk dan kini dia memandang kepada si cebol Pek-
lui-kong Tong Ciak. "Dan bagaimana dengan pendapatmu ?"
Tong Ciak menjatuhkan diri berlutut. "Hamba adalah seorang pengawal istana yang
bertanggung jawab atas keselamatan sri baginda dan keluarga, oleh karena itu,
segalanya terserah kepada kepu-tusan paduka. Hanya satu hal yang hamba keta-hui, yaitu
menyerahkan nyawa bagi keselamatan paduka sri baginda dan sekeluarga kerajaan. Persoalan
lain-lainnya hamba tidak bisa memikirkannya.
Pada hakekatnya, pendapat tiga orang pelin-dungnya itu sama saja. Kaisar menjadi
semakin bingung. Pikirannya bercabang dua dan dia mera-sa sulit untuk dapat mengambil
keputusan, memilih mana yang tepat, baik dan menguntungkan. Tiba - tiba seorang kakek
berpakaian seperti pende-ta yang sejak tadi diam saja dan duduk dengan antengnya di sebelah kanan
kaisar, bangkit berdiri dari tempat duduknya, menghampiri ke arah kaisar dan mengebut -
ngebutkan ujung lengan bajunya sebagai tanda penghormatan lalu menjura dengan dalam. Semua orang
memandang dan ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh pendeta ini. Kakek ini
adalah Bu Hong Sengjin, berusia hampir tujuh-puluh tahun, berwajah lembut. Bu Hong Sengjin


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah seorang tosu (pendeta Agama To) yang menjadi kepala paderi dari kuil agung yang ber-ada
di dalam lingkungan istana. Kuil Thian - to-tang itu adalah kuil bagi kaisar dan para
bangsawan, dan mereka yang menjadi tosu dalam kuil itu ada-lah para bangsawan kerajaan sendiri.
Bu Hong Sengjin sendiripun seorang bangsawan karena dia masih terhitung paman dari
kaisar sendiri. Pada KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
waktu itu, banyak sekali bangsawan - bangsawan yang setelah tua lalu menjadi
paderi dengan mak-sud untuk menyucikan diri atau untuk mempersiap-kan diri menghadapi kematian
agar jiwanya bersih ! Betapa palsunya kita manusia ini! Kita selalu ingin senang, ingin enak sendiri.
Sewaktu muda, kita mengumbar nafsu angkara sesuka hati, tanpa memperdulikan apakah
tindakan - tindakan kita itu merugikan orang lain ataukah tidak. Hidup kita dipenuhi dengan
tindakan - tindakan yang merugikan orang lain dan bergelimang dengan dosa. Se-telah kita
menjelang tua, barulah kita ingin mero-bah jalan hidup, bukan karena penyesalan dan karena
kesadaran bahwa jalan hidup kita yang lalu itu kotor dan tidak benar, melainkan terdorong rasa
takut akan akibat perbuatan - perbuatan itu, takut kalau - kalau setelah mati kita akan tersiksa
dan terhukum, akan tidak kebagian tempat yang baik dan menyenangkan. Betapa palsunya ini. Di wak-tu
muda mengejar kesenangan sampai lupa diri, di waktu tua masih saja mengejar
kesenangan yang diharapkannya akan didapatkan di "sana" kelak. Apa bedanya ini "
Yang terpenting sekali adalah sekarang ini ! Saat ini! Setiap saat kita harus
sadar dan mawas diri. Perbuatan tidak dapat dinilai dan dibanding-bandingkan. Manusia
hidup berhak untuk menge-cap dan menikmati kesenangan hidup. Bukan ber-arti kita harus sejak muda
hidup sebagai pertapa dan pantang akan segala kesenangan, menjauhi se-gala kesenangan ! Sama
sekali tidak, karena inipun pada hakekatnya hanyalah mengejar kesenangan yang lain lagi, yang
kita namakan kebahagiaan batin dan sebagainya. Akan tetapi, yang penting kita harus selalu
mengamati semua gerak - gerik badan dan batin kita penuh kewaspadaan. Hanya perbuatan yang
didasari cinta kasih sajalah yang murni dan tidak dapat dinilai baik atau buruk. Dan perbuatan yang
didasari cinta kasih sudah pasti tidak akan merugikan orang lain baik lahir maupun batinnya.
Karena cinta kasih itu berarti bebas dari kebencian, iri hati, cemburu, pementingan diri pribadi.
Baik hanya sebuah kata sebutan, hanya sebuah pendapat. Maka kalau kita INGIN
baik, berarti kita ingin disebut baik, dan di balik "keadaan baik" ini tentu
mengandung pamrih untuk mendapatkan sesuatu, pahala anugerah maupun imbalan jasa dari "kebaikan" itu
sendiri. Dan jelas ini bukan baik lagi namanya, melainkan kemunafikan, kepu-ra - puraan
karena "kebaikan" itu
hanya dilakukan secara palsu, untuk memperoleh pamrih yang ter-sembunyi di
baliknya. Karena itu, bagi orang yang memiliki cinta kasih dalam hatinya, dalam setiap
perbuatannya yang disinari
cinta kasih, tidak ada istilah baik atau buruk. Dia tidak akan menilai, tidak
akan tahu apakah yang dilakukannya itu baik atau buruk, dan penilaian orang lain tidak akan
mempengaruhinya. Cinta kasih itu indah, cinta kasih itu sederhana, seperti indah dan sederhana-nya
bunga mawar yang harum semerbak, seperti indah dan sederhananya sinar matahari pagi. Ke-
sederhanaan bukanlah hidup bercawat di puncak bukit memamerkan "kesederhanaannya" kepada setiap orang
yang datang untuk memujanya. Kese-derhanaan berarti kewajaran tanpa pamrih, tanpa
kepalsuan, tidak dibuat-buat, hanya didasari cinta kasih.
Setelah memberi hormat, Bu Hong Sengjin lalu menanti teguran atau pertanyaan sri
baginda. Me-lihat kakek ini bangkit berdiri, agaknya kaisar itu baru sadar bahwa
kepala kuil istana ini selain men-jadi pamannya, juga menjadi seorang di antara para penasihat
kaisar. Maka diapun cepat berkata setelah menerima penghormatan itu, "Ahh... , hampir aku melupakan
kehadiran orang - orang tuaku yang dapat menasihatiku. Paman yang mulia, bagaimanakah
menurut pendapatmu ?" Pendeta itu dengan tenangnya menjura lagi, kemudian terdengar suaranya yang
lembut. Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian se-hingga suasana di ruangan itu
sunyi sekali dan suara yang lembut dan tenang itu terdengar satu-satu, "Bagi seorang
yang mencinta kedamaian se-perti hamba, cara yang terbaik haruslah mengingat akan keselamatan
semua pihak. Baik keselamatan paduka dan kerajaan, keselamatan para pejabat, keselamatan
rakyat dan lain - lain. Kita harus menghindarkan segala pertentangan yang mengaki-batkan
pertumpahan darah. Hamba kira, jalan satu-satunya untuk itu hanya memanggil kembali Wakil Perdana
Menteri Kang yang telah kita ketahui pengaruhnya terhadap rakyat, agar dia memangku kembali
jabatannya agar suasana keruh dapat dijernihkan kembali. Mengenai para menteri yang
dijadikan syarat kembalinya Wakil Perdana Menteri Kang, dapat dipertimbangkan dan dimusyawarahkan
kembali tanpa meninggalkan kepentingan yang menyangkut persoalan itu dari segala pihak.
Misalnya, KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
pengampunan dan penempatan kembali para menteri itu dapat dilakukan dengan
syarat-syarat berat tertentu yang akan mengikat mereka."
Mendengar ucapan yang dikeluarkan dengan kata-kata yang lugu, suara yang lembut
dan jelas itu, wajah sri baginda kaisar nampak berseri. Kai-sar Cin Si Hong-te
bangkit dari tempat duduknya dan menggerakkan tangannya menunjuk kepada jenderal Beng Tian, tangan
kirinya memegangi ka-lung mutiara dan matanya bersinar - sinar.
"Bagus ! Benar sekali itu ! Begitulah keputusanku. Jenderal Beng Tian, sekarang
juga kau pergi-lah dan panggil Menteri Kang ke sini! Semua syaratnya akan kupenuhi.
Bawalah surat perintah dariku !" Kaisar menengok ke arah sudut di mana seorang petugas yang
berpakaian sebagai sastera-wan telah menuliskan surat perintah itu dengan cekatan. Setelah
membubuhi cap sebagai tanda kekuasaan kaisar, surat itu diberikan kepada Jen-deral Beng Tian
dan kaisar berkata, "Selain Men-teri Kang, juga perintahkan agar para menteri yang ditahan
agar semua menghadap ke sini!" Para pejabat tinggi yang mendukung Menteri Kang tentu saja menjadi gembira
sekali dan hati mereka merasa lega. Tentu saja Perdana Menteri Li Su dan kaki tangannya
mengerutkan alis dan merasa penasaran, tidak puas walaupun mereka tidak berani membantah
keputusan yang diambil oleh kaisar. Mereka juga merasa khawatir karena mereka tahu bahwa para
menteri itu, di bawah pimpinan Wakil Perdana Menteri Kang, akan selalu menentang dan memusuhi
mereka. Ho Pek Lian merupakan orang yang paling gembira mendengar keputusan kaisar itu.
Hampir saja ia lupa diri dan bersorak kegirangan. Untung ia masih ingat akan keadaan
dan ia hanya menun-dukkan muka menyembunyikan senyum di wajahnya yang mendadak menjadi
berseri-seri itu. Setelah Jenderal Beng Tian berangkat, persi-dangan dibubarkan. Para menteri
siap untuk meng-undurkan diri. Sebelum kaisar meninggalkan ruangan, Siang Houw Nio-nio yang
bertugas menga-wal kaisar sampai ke bagian dalam istana, berkata kepada dua orang
muridnya, "Ajaklah kawanmu pulang dulu. Nanti aku menyusul setelah selesai tugasku di sini."
Setelah kaisar meninggalkan ruangan itu, baru-lah para menteri bubaran dan
mereka itu tentu saja berkelompok, memilih kelompok masing-masing dan ramailah mereka
membicarakan keputusan menghebohkan yang baru saja diambil oleh kaisar.
Rakyat di manapun juga di dunia ini mengha-rapkan kemakmuran dalam hidup. Makmur
dalam arti kata lahir batin. Makmur lahiriah adalah mu-rahnya sandang pangan
sehingga nilai tenaga ma-nusia dihargai dan cucuran keringat dari pekerja mendatangkan hasil
yang lebih dari cukup untuk keperluan hidup yang pokok. Makmur batiniah adalah hidup dalam
suasana aman tenteram bebas tanpa adanya penindasan dari yang kuat terhadap yang lemah, dari
yang berkuasa terhadap rakyat jelata, merasa terjamin keselamatan dan kebebasan
dirinya lahir batin. Dan kemakmuran seperti itu tidak mungkin terlaksana kalau pemerintahnya ti-dak
baik. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang dikemudikan oleh alat pemerintah
yang ca-kap dan sehat lahir batin. Karena alat pemerintah merupakan kelompok bertingkat, maka
sudah ba-rang tentu tingkat yang tertinggi haruslah benar dan bersih. Dalam sebuah kerajaan,
kalau sang raja tidak bersih dan korup, mana mungkin mengharap-kan para pejabat dan pembantunya
bersih " Seba-liknya kalau sang raja benar - benar bersih dan sehat, tentu dia akan mampu
untuk menegur, me-mecat atau menghukum para pembantunya yang menyeleweng dan korup,
lalu memilih pembantu-pembantu puncak yang jujur dan bersih agar para pembantu puncak
ini dapat pula membersihkan ba-wahan - bawahannya. Karena, kalau bukan atasan-nya sendiri,
siapa lagi di antara rakyat yang berani menentang kekuasaan orang yang sedang diberi kursi
kekuasaan " Rakyat tidak akan berani menen-tang lurahnya yang korup. Yang dapat menentang-
nya hanyalah atasan sang lurah itu, yaitu camat atau bupati misalnya. Dan sang bupatipun
kalau menyeleweng hanya dapat ditentang oleh atasan-nya pula. Jadi jelaslah bahwa sang atasan yang
duduk paling tinggi dan memegang Kekuasaan paling besar yang harus lebih dulu bersih, dalam
hal sebuah kerajaan adalah sang raja sendiri.
Sayanglah bahwa kebanyakan raja bersikap ke-ras menekan justeru terhadap
rakyatnya, bukan terhadap para pembantunya. Para pembantu itu hanya menurut atasan. Kalau
atasannya korup, maka para pembantunya juga mendukung keko-rupan itu atau penyelewengan
itu. Kalau atasan-nya jujur dan bersih, para pembantunya akhirnya terpaksa akan mendukung
kejujuran dan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
kebersih-an itu. Ini sudah menjadi watak manusia pada umumnya yang ingin
bermuka-muka kepada atasan. Raja juga seorang manusia. Dan manusia itu lemah terhadap kesenangan. Oleh
karena itu, banyak raja yang jatuh hanya karena mengejar ke-senangan sehingga melupakan
kewajibannya yang besar, yaitu mengatur pemerintahan yang bersih agar kemakmuran mungkin
dapat dinikmati oleh rakyat jelata. Rakyat jelata yang selalu diam itu amatlah awas. Kalau ada
raja yang bertindak bi-jaksana dan membersihkan para pembantunya dari penyelewengan, maka sudah
dapat dipastikan bah-wa rakyat pada umumnya akan setuju sepenuhnya. Yang dimaksudkan
dengan rakyat di sini adalah rakyat jelata yang tidak ada sangkut - pautnya de-ngan
segala perbuatan korupsi. Tentu saja tindakan raja yang membersihkan para pembantunya dari
tindakan korupsi itu akan ditentang oleh mereka yang sudah biasa melakukan perbuatan itu, sudah biasa
menyalahgunakan kedudukannya untuk me-meras dan memperoleh hasil - hasil yang
tidak wa-jar dari rakyat. Akan tetapi mereka ini tidak masuk hitungan rakyat, bahkan menjadi
penjegal kemak- muran rakyat! Tak dapat disangkal bahwa ada sebagian rakyat yang sengaja mempergunakan uang
untuk menyo-gok para pejabat. Hal ini dilakukan bukan karena paksaan pejabat itu lagi,
melainkan karena si pe-nyogok itu mempunyai pamrih lain, yaitu dengan jalan menyogok dia
akan memperoleh kesempatan dan wewenang yang akan mendatangkan hasil yang lebih besar
lagi. Penyogokannya itu sama dengan memberi umpan untuk mendapatkan ikan. Akan tetapi,
hal ini hanya merupakan akibat atau lan-jutan dari pada penyelewengan si pejabat. Karena
kalau raja sudah berhasil membersihkan seluruh pembantunya dari pada watak menyeleweng,
maka para

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pejabat yang sudah bersih itu sendiri yang akan menindak dan menghukum orang -
orang yang membujuk dan hendak menyogoknya dengan uang. Dengan demikian, maka segalanyapun
akan beres dan bersih. Atasan ditindak oleh atasannya, atasan menindak bawahan dan
bawahan yang menjadi petugas dan pelaksana menindak rakyat yang hendak menyeret mereka ke
dalam penyelewengan. Tentu saja hal ini tidaklah semudah dibicara-kan. Untuk dapat berhasil
membutuhkan suasana dan keadaan yang dapat menimbulkan gairah dan semangat untuk kebersihan
itu. Dan rakyat sudah pasti akan mendukung sekuat tenaga. Rakyat sela-lu mengidamkan
kemakmuran dan kesejahteraan. Sayang bahwa Kaisar Cin Si Hong-te masih terombang- ambing oleh pengejaran
kesenangannya diri sendiri. Bahkan keputusan yang dikeluarkan-nya itu pun bukan
didasari kesadaran hatinya, me-lainkan didasari perhitungan untung rugi bagi diri-nya,
bagi kerajaan, bukan bagi rakyat jelata. Dia lupa bahwa raja dan pemerintah diadakan untuk
rakyat jelata! Tanpa rakyat, apa artinya negara " Apa artinya kaisar "
** * Ho Pek Lian ikut bersama Pek In dan Ang In keluar dari istana kaisar melalui
pintu samping yang menembus melalui sebuah taman yang luas di mana terdapat banyak jembatan -
jembatan yang bercat dan terukir indah menyeberangi sungai-sungai buatan kecil yang penuh
dengan ikan - ikan emas dan bunga teratai. Kembali Pek Lian merasa kagum bukan main karena
selama hidupnya belum pernah ia melihat taman bunga seluas dan seindah ini. Kiranya
tempat tinggal Siang Houw Nio - nio juga berada di kompleks istana, tidak begitu jauh dari
bangunan induk yang menjadi tempat tinggal kaisar. Sebagai seorang pengawal pribadi, tentu saja ia
harus selalu dekat dengan kaisar sehingga dalam sekejap saja dapat dipanggil kalau kaisar
memerlukannya. Bahkan ada rahasia antara kamar kaisar dan kamar Siang Houw Nio-nio, rahasia yang hanya
diketahui oleh mereka berdua. Kalau kaisar menarik tali tertentu, sebuah kelenengan ke-cil
akan bergenta di kamar nenek itu. Genta kecil ini tentu saja dihubungkan dengan tali halus yang
dipasang secara rahasia, melalui taman bunga.
Ketika Pek In dan Ang In tiba di pintu gedung yang cukup indah itu, mereka
disambut oleh para pelayan wanita yang bukan hanya berwajah can-tik - cantik akan tetapi juga
dari gerak - gerik mereka dapat diketahui bahwa mereka itu rata - rata memiliki ilmu silat
yang tinggi! "Heii ! Nona Pek dan nona Ang sudah kembali!" kata mereka dengan nada suara
gembira. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Kedua orang nona itu tersenyum lalu memperkenalkan Pek Lian kepada mereka. Para
pelayan itu yang berpakaian sebagai dayang-dayang me-nyambut Pek Lian dengan
ramah. Kemudian Pek Lian diajak melihat - lihat gedung kecil mungil yang indah itu. Di
situ terdapat ruangan berlatih silat yang cukup luas, ada tempat samadhi, tempat di mana
disimpan abu leluhur yang menjadi semacam tempat sembahyang, ada ruangan tamu yang indah, mangan
duduk, ruangan makan dan sebagai-nya. Gedung itu sungguh indah sekali, jauh lebih megah
dan indah dibandingkan dengan gedung tempat tinggal keluarga ayannya sebagai menteri
kebudayaan. Mungkin kemenangan satu - satunya di gedung keluarga Ho adalah tergantungnya
lukis-an - lukisan dan tulisan - tulisan bagus yang diha-diahkan oleh para sasterawan dan
seniman kepada Menteri Ho. "Apakah subomu tinggal di sini ?" tanya Pek Lian kepada mereka. Pek In
menggeleng kepa- lanya. "Tidak. Hampir setiap malam subo tidur di da-lam istana, tidak jauh dari
kamar sri baginda. Su-bo mempunyai sebuah kamar indah pula di sana. Hanya kadang - kadang saja subo
ke sini. Gedung ini adalah bekas tempat tinggal kakak sepupunya yang meninggalkan istana
dan tidak menempatinya lagi. Lalu gedung ini oleh sri baginda kaisar diha-diahkan kepada
subo ketika subo meninggalkan suhu dan mengabdikan diri ke dalam istana. Kare-na subo sendiri
bertugas menjaga keselamatan sri baginda, maka gedung ini lalu oleh subo diserah-kan kepada kami
berdua untuk menempatinya bersama dayang-dayang kami." Pek In menun-juk kepada para dayang
yang sedang sibuk bekerja dengan wajah berseri.
Pek Lian memandang kepada mereka dan mak-lum bahwa mereka itu adalah anggauta-
anggauta kelompok wanita bertusuk konde kemala yang lihai-lihai. Ia menghela
napas panjang. "Dayang-dayangmu itu sungguh lihai- lihai sekali." Ia teringat betapa ia pernah
jatuh ke tangan mereka, bahkan menjadi tawanan mereka.
Pek In dan Ang In tersenyum, lalu Ang In yang menjawab, "Hal itu tidak
mengherankan karena mereka itu langsung menerima pelajaran dari subo, tidak ada bedanya
dengan kami berdua. Hanya saja, kami berdua adalah murid - murid utama, ten-tu saja
mempelajari ilmu yang lebih tinggi dari pada mereka."
Ruangan sembahyang, di mana abu leluhur di-simpan, merupakan bagian terakhir
dari gedung itu yang mereka masuki. Ketika mereka masuk, Pek In mengerutkan alisnya.
Sepasang matanya yang bening itu memandang ke sana - sini dengan sinar mata menyelidik.
Pandang mata tajam dari nona ini dapat melihat adanya bekas-bekas abu dan ada beberapa batang
hio yang tinggal gagang-nya saja menancap di tempat dupa, batang hio yang masih baru,
berbeda dengan yang sudah lama. Dari ini saja Pek In dapat menduga bahwa baru beberapa hari
yang lalu ada orang membakar hio di tempat itu. Segera dipanggilnya pelayan. De-ngan cepat,
tiga orang pelayan sudah berdatangan ke ruangan itu.
"Siapakah yang datang untuk bersembahyang di sini beberapa hari yang lalu ?"
tanya Pek In. Akan tetapi, sungguh mengherankan hati Pek In dan Ang In ketika mendengar bahwa
tidak ada seorangpun di antara para pelayan yang tahu. Me-nurut mereka, ruangan itu
selalu tertutup pintunya dan jarang sekali dimasuki mereka, kecuali kalau mau membersihkan.
Itupun dilakukan paling cepat dua minggu sekali. Selama ini, tidak ada pelayan yang masuk ke
situ, sedangkan kedua orang nona itu bersama subo mereka juga selama beberapa hari. pergi keluar
kota. Kalau ada orang luar memasuki ruangan itu, sudah pasti para pelayan itu akan
melihatnya. Mereka semua adalah anggauta - ang-gauta pasukan wanita bertusuk konde kemala, ra-ta -
rata memiliki kepandaian tinggi sehingga rasa-nya mustahil kalau ada orang masuk tanpa mereka
ketahui. (Bersambung jilid ke X.) xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid X MELIHAT ketegangan menyelimuti wajah mereka itu, Ho Pek Lian lalu tersenyum dari
berkelakar, "Wah, jangan- jangan yang datang adalah orang - orang yang
dikabarkan berkeliaran KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
di istana - istana di waktu malam itu! Siapa tahu mereka itu mendengar akan
kecantikan kalian ber-dua, lalu datang ke sini akan tetapi karena kalian tidak ada, mereka lalu
iseng-iseng membakar hio!" "Ih, genit kau!" Ang In berseru dan mencubit lengan Pek Lian yang mengelak
sambil tertawa. Wajah Pek In dan Ang In berobah merah oleh ke-lakar itu.
Sebelum dua orang gadis itu dapat membalas, tiba-tiba terdengar suara orang-
orang di serambi depan. Kiranya nenek Siang Houw Nio - nio datang bersama seorang tamu.
"Wah, subo datang membawa tamu," kata Pek In. Mereka lalu meninggalkan ruang
sembahyang itu, menutupkan daun pintunya lalu menuju ke ruang-an depan.
Terdengar suara Siang Houw Nio-nio bercakap-cakap dengan tamunya. Pek Lian merasa jantungnya
berdebar tegang ketika mengenal suara tamu itu. Ternyata ada dua orang tamu yang bukan
lain adalah Jenderal Beng Tian dan si cebol Tong Ciak! Juga dua orang gadis itu menahan
langkah, tidak berani mengganggu ketika mereka mengenal suara dua orang jagoan istana yang
sakti itu. "Kapankah Beng - goanswe berangkat ke tempat Menteri Kang ?" terdengar suara
nenek itu berta-nya. "Aku telah berjanji kepadanya untuk membe-ri kabar tentang keputusan
kaisar dan dua hari telah lewat. Tentu dia sangat menanti - nanti ke-datanganku."
"Saya menanti kembalinya Hek - ciangkun yang saya suruh menyusul paduka ke
tempat Menteri Kang, karena saya ingin memberi tugas baru kepa-da Hek - ciangkun agar
pergi menjemput dan mem-bawa kembali Menteri Ho ke kota raja."
"Bagaimana dengan para menteri yang lainnya ?" tanya Siang Houw Nio - nio.
"Saya telah memerintahkan Liok - ciangkun un-tuk menghubungi kepala penjara agar
membebas-kan para menteri yang ditahan, dan menyuruh mencari para menteri yang
telah dipecat, mengun-dang mereka ke kota raja."
Si cebol Pek - lui - kong Tong Ciak yang sejak tadi diam saja menarik napas
panjang dan berkata, suaranya penuh kekecewaan, "Aah, banyak tenaga telah dibuang secara
sia-sia belaka." Jenderal Beng Tian menjawab ramah, "Memang, akan tetapi siapa mengira keadaan
akan menjadi berobah begini macam" Tong-ciangkun telah ikut memeras keringat
membantuku ketika menga-wal Menteri Ho sampai jauh sehingga tugas Tong-ciangkun sendiri yang
menjadi pengawal di istana hampir kebobolan! Untung bahwa dua orang maling yang aneh itu tidak
membuat kerusakan apa - apa di istana. Kalau kita tahu bahwa akhirnya sri baginda akan
mengampuni dan memanggil kem-bali para menteri itu, tentu aku tidak sampai me-mohon kepada sri
baginda agar Tong-ciangkun membantu dalam tugas- tugasku itu."
"Ah, Beng-goanswe terlalu sungkan. Kita seba-
gai rekan sudah selayaknya saling membantu. Pula,
kita tidak bisa tahu apa yang akan terjadi. Akupun
menyadari betapa beratnya tugas Beng - goanswe
harus mengawal Menteri Ho yang terkenal dan
dicinta oleh para pendekar itu secara rahasia, pada-
hal pada waktu itu juga Beng - goanswe bertugas
menumpas para pemberontak di Lembah Yang - ce.
Sesungguhnya, saya harus merasa malu karena ke-
bodohanku dalam mengatur siasat sehingga banyak
anak buah goanswe yang tewas ketika kawan-ka-
wan Menteri Ho melakukan penghadangan ketika
itu. Memang... aku cuma bisa berkelahi saja, sama sekali tidak mengerti akan
siasat-siasat perang seperti Beng-goanswe."
"Tidak mengapalah. Yang penting Menteri Ho dapat diselamatkan, dan itupun berkat
bantuan ciangkun dan kami sudah amat berterima kasih."
Pek - lui - kong Tong Ciak menarik napas pan-jang. Dia teringat akan peristiwa
penghadangan kereta yang ditumpangi Menteri Ho sebagai tawan-an itu. Betapa dia
hampir saja gagal mempertahan-kan tawanan itu. Tak disangkanya akan muncul si pemuda kusir
kereta yang memiliki kesaktian luar biasa itu. Untung pemuda itu berotak miring se-hingga
perkelahian tidak dilanjutkan. Kalau sampai dilanjutkan, mungkin saja tawanan sudah dirampas oleh
para pemberontak. Pemuda itu lihai bukan main. Dia sendiri, yang sudah mampu
menyempur-nakan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ilmunya sehingga mencapai tingkat terakhir, yaitu tingkat tingkat tigabelas
terpaksa ketika beradu tenaga, terdorong mundur ! Biarpun belum dapat ditentukan siapa yang akan kalah
atau me-nang kalau perkelahian diteruskan, akan tetapi ka-lau dia harus sibuk menghadapi
pemuda lihai itu, bukankah tawanan itu akan mudah dilarikan orang" Pasukannya sudah terdesak
ketika itu. "Pembersihan yang kita lakukan di Lembah Yang-ce itu memang dapat dikata
berhasil. Akan tetapi, mereka itu hanya sebagian kecil saja dari pada gerombolan yang
memberontak, yang kabarnya semakin besar dan kuat, saja karena bantuan rakyat. Dan lebih
mengkhawatirkan lagi adalah adanya berita bahwa kaum sesat dari dunia hitam telah bangkit dan
dipimpin oleh keturunan si raja kaum hitam setengah abad yang lalu. Orang itu juga menamakan
dirinya seperti leluhurnya yaitu Raja Kelelawar! Hal ini sungguh mendatangkan kegelisahan.


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka itu lebih kejam dan lebih ganas dibandingkan dengan para pemberontak. Para pemberontak itu
hanya menentang pemerintah, akan tetapi kaum sesat itu tidak memakai peraturan lagi,
mengganas dan melakukan kejahatan tanpa pandang bulu, merusak kehidupan rakyat. Dan mereka itu
memiliki kepandaian yang tinggi. Hemm, ingin aku dapat bertemu dan berhadapan dengan
iblis itu !" Jenderal Beng Tian mengepal tinjunya.
"Akupun sudah mendengar tentang itu," sambung Pek-lui-kong Tong Ciak. "Aku
mendengar bahwa dia memang sakti seperti iblis sendiri. Ja-ngan-jangan dialah yang
mengunjungi wuwungan istana beberapa malam yang lalu. Kim-i-ciangkun yang mengejar bayangan kedua
orang itu melapor-kan bahwa mereka memiliki gerakan cepat seperti setan, berloncatan dan
berlarian di atas wuwungan kompleks istana dengan amat ringannya dan sukar disusul. Siapa
lagi yang mampu meninggalkan pa-sukan pengawal yang rata-rata memiliki kepandaian yang
cukup tinggi itu dengan mudah, kecuali iblis itu sendiri ?"
"Hemm, benar kiranya dugaanmu itu, Tong-ciangkun. Di antara kita bertiga ini,
akulah yang pernah merasakan kelihaiannya."
"Ehh ......?" seru Jenderal Beng.
"Ahh... ?" Si pendek Tong Ciak juga berseru kaget dan heran.
"Sesungguhnyalah, baru kemarin aku bertemu dan bertanding melawan iblis itu. Dan
terus terang saja kuakui bahwa aku bukan tandingannya. Padahal waktu itu aku sudah
dibantu oleh murid pertama dari suamiku. Kami berdua terdesak dan nyaris tewas!"
Tentu saja dua orang jagoan istana itu tertegun. Hampir mereka tidak dapat
menerima kebenaran cerita itu kalau tidak mendengar sendiri dari mulut Siang Houw Nio-
nio. Mereka tahu benar siapa adanya wamta tua yang berada di depan mereka ini. Pengawal pribadi
kaisar! Mereka tahu betapa lihainya nenek ini dan merekapun sudah mendengar siapa pula suami
nenek ini. Suhengnya sendiri, ketua Partai Pedang Langit, keturunan Sin-kun Bu-tek, datuk
besar utara jaman abad lampau. Mereka sudah pernah samar-samar mendengar tentang apa yang
telah terjadi antara suami isteri sakti itu. Oleh karena itu, mereka merasa sungkan
dan sungguhpun mereka merasa heran sekali mendengar bahwa iblis Raja Kelelawar itu menye-rang
si nenek yang dibantu oleh murid utama suaminya, mereka tidak berani mendesak atau bertanya
lebih lanjut. Di dalam hati, kedua orang jagoan ini berdebar penuh ketegangan. Nenek ini
memiliki ilmu kepandaian yang hebat, tidak banyak selisihnya dengan mereka sendiri, dapat
dikatakan setingkat. Biarpun demikian, melawan iblis itu, padahal sudah dibantu oleh murid utama
suaminya, masih kalah dan nyaris tewas! Padahal, merekapun pernah melihat kelihaian murid utama
itu, ialah Yap Kiong Lee. Murid utama ini boleh dibilang telah mewarisi ilmu-ilmu kesaktian
gurunya sehingga dapat dibi-lang hampir selihai gurunya. Pemuda itu sering datang ke kota raja
dan semua orang gagah di kota raja mengenalnya.
"Hemm, jelas bahwa tentu iblis itu yang muncul di kota raja!" Pek-lui-kong
berkata sambil mengepal tinju. "Aku harus berhati-hati."
"Memang kita harus berhati - hati," kata Siang Houw Nio - nio. "Akan tetapi aku
mendengar dari pelaporan para dayang dari Pek-ji dan Ang-ji yang diutus oleh murid -
muridku itu menyelidiki ke tempat pertemuan kaum sesat, bahwa si iblis itu bersama dengan pembantunya
akan mencari Tung-hai-tiauw (Rajawali Lautan Timur) yang pada waktu itu tidak muncul. Jadi,
mungkin dia hanya lewat saja di sini."
Si cebol mengangguk. "Menurut pengamatan paduka, benarkah iblis itu keturunan Si
Raja Kelelawar beberapa puluh tahun yang lalu seperti tersebut dalam dongeng- dongeng
itu ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Kurasa benar demikian, karena ilmu silat yang dimainkannya itu tentulah Kim -
liong Sin - kun seperti yang pernah kudengar, dan ilmu ginkang-nya itu tentulah Bu-eng Hwee-
teng yang membuat aku mati kutu. Kurasa, untuk masa kini, tidak ada lagi orang yang mampu
menandinginya." Nenek itu memandang kepada Pek-lui- kong dengan sinar mata tajam
penuh selidik. Menurut penu-turan Ouwyang Kwan Ek dalam percakapannya dengan suaminya,
si cebol ini telah mencapai tingkat tertinggi dalam perguruan Soa-hu-pai. Ingin sekali ia
tahu, bagaimana jika si cebol ini menandingi Raja Kelelawar. Mana yang lebih lihai antara ilmu
si iblis itu, yalah Pat- hong Sin-ciang atau Kim-liong Sin-kun dibandingkan dengan Ilmu Silat Teratai
Soa-hu-lian dan Ilmu Pukulan Pusaran Pasir Maut "
Pek-lui-kong Tong Ciak tersenyum dingin. "Hemm, sekali-kali aku ingin sekali
berkenalan dengan ilmu- ilmunya. Tentu saja hal itu akan sukar terkabul karena aku terikat
oleh tugas di da- lam istana. Akan tetapi, ingin sekali aku mencoba ilmuku, apakah mungkin dapat
untuk dipakai menghadapinya " Kurasa, yang paling sukar dila-wan adalah Bu - eng Hwee - teng
itu karena kalau benar dia telah mewarisi ilmu itu dengan sempurna, kiranya di dunia ini
sukar dicari orang yang akan mampu menandingi kecepatannya. Kecuali apa bila locianpwe Sin - yok -
ong hidup kembali. Akan tetapi, dengan kecepatan gerak tangan Ilmu Silat Teratai Soa-hu-
lian, kurasa iblis itu tidak akan mudah untuk menundukkanku." Si cebol ini meng-akhiri kata-katanya
dengan kalimat yang penuh dengan kepercayaan akan kehebatan ilmunya sen-diri.
Ucapan itu bukan sekedar kesombongan kosong belaka. Semenjak dia berhasil
mencapai tingkat tertinggi dengan ilmu keturunannya, belum pernah ada lawan yang mampu
mengalahkan dia. Apa lagi jika dia mengeluarkan Ilmu Silat Soa-hu-lian karena kedua
lengannya dapat bergerak dengan luar biasa cepatnya sehingga nampak seperti ribu-an tangkai bunga teratai
mencuat di antara daun-daun teratai di telaga pasir. Karena ilmunya ini, selain julukan
Pek-lui-kong (Malaikat Halilintar), diapun kadang-kadang dijuluki Si Lengan Seribu.
Jenderal Beng Tian menarik napas panjang. Dia-pun amat tertarik. "Tentang Ilmu
Bu-eng Hwee-. teng itu, kurasa Tong - ciangkun salah duga kalau mengira tidak ada orang
yang akan mampu me-nandinginya. Ketika aku mengejar - ngejar ketua lembah, aku bertemu
dengan seorang kakek yang memiliki ginkang yang luar biasa hebatnya. Kakek itu dengan
menggendong seorang gadis masih mampu menggandeng tangan si ketua lembah dan melarikan diri
bebas dari kepungan beribu orang perajurit pilihan. Padahal di sana masih ada aku sendiri
dan dua orang pengawalku. Bayangkan sa-ja betapa hebat ginkangnya."
"Memang banyak terdapat orang-orang tak terkenal yang sakti," kata Siang Houw
Nio-nio. "Para anak buah Ang - ji yang beruntung dapat menyaksikan pertemuan rahasia kaum
sesat itu mengatakan bahwa seorang kakek telah berhasil menundukkan kesombongan iblis itu
dalam ilmu ginkang yang luar biasa. Kakek itu memperkenal-kan diri sebagai murid bungsu
Sin-yok-ong (Raja Tabib Sakti)." "Ohhh ! Jadi locianpwe Sim-yok-ong masih mempunyai murid?" kata Jenderal Beng
Tian. "Kalau begitu, kakek yang kuhadapi itu ten-tulah dia juga orangnya!"
"Mungkin demikianlah adanya. Tentang murid-murid Sin-yok-ong, aku masih mengenal
seorang muridnya yang lain, yaitu suheng dari murid bung-su itu. Dia adalah
ketua perguruan Liong - i - pang (Jubah Naga)."
"Kakek berjubah naga ?" Pek-lui-kong berseru kaget. "Ali, tidak kusangka !
Pantas saja ilmu silatnya sedemikian hebat. Wah, kalau demikian halnya, si iblis Raja
Kelelawar tentu akan banyak menemui kesulitan dalam pemunculannya ini.
Murid-murid Sin-yok-ong... hemm, Beng-goanswe, benarkah bahwa ketua orang-orang
lembah itu diselamatkan oleh kakek murid bungsu dari Sin-yok-ong ?"
"Memang dia diselamatkan seorang kakek, akan tetapi aku tidak yakin apakah benar
kakek itu sama dengan kakek yang telah muncul dalam pertemuan rahasia para kaum sesat
atau bukan, aku tidak ta-hu benar apakah dia itu murid Sin - yok - ong atau-kah orang lain,"
jawab jenderal itu. "Heii! Aku ingat sekarang !" Tiba - tiba Siang Houw Nio - nio berseru
keras. "Aku membawa se-orang gadis yang pernah bersama - sama dengan ketua lembah itu. Aku malah
membawanya ke sini dari perlawatanku ke tempat Menteri Kang tempo hari. Mungkin ia tahu di
mana adanya KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
kawannya itu. Heh, kamu pelayan yang di luar. Cepat pang-gil Pek - ji dan Ang -
ji ke sini, suruh mereka mem-bawa tamunya!"
Mendengar perintah ini, Ho Pek Lian yang mendengarkan di ruangan samping tentu
saja menjadi terkejut sekali. Jantungnya berdebar tegang. Ia akan dihadapkan dengan
dua orang jagoan is-tana yang pernah dilawannya itu " Mereka tentu akan mengenalnya kalau
begitu. Akan tetapi ah, mengapa ia mesti takut " Bukankah ayahnya sekarang telah bebas, bukan
menjadi pemberontak lagi, bukan menjadi buronan pemerintah atau orang hukuman lagi "
Akan tetapi kalau ia dituduh seba-gai komplotan orang - orang lembah itu. Ah, perduli amat!
Bagaimanapun juga, ia bukanlah komplotan mereka. Ia termasuk anggauta kelompok yang di-pimpin
oleh Liu Pang, sedangkan orang - orang lembah pimpinan Kwee Tiong Li itu adalah ke-lompok
yang berada di bawah perlindungan bengcu Chu Siang Yu.
Ketika dayang itu datang, dengan sikap tenang saja Pek Lian bersama Pek In dan
Ang In pergi menghadap memenuhi panggilan Siang Houw Nio-nio.
Jenderal Beng Tian memandang tajam ke arah gadis itu, kemudian diapun berseru
dengan suara keras, "Ah, benar! Inilah gadis itu! Aku pernah berhadapan dengan ia ini
sampai dua kali. Perta-ma ketika ia muncul secara tiba-tiba dari balik gerobak tokoh Ban-kwi-to
dan membantu ketua lembah yang menyamar sebagai perajuritku. Ke dua ketika ia diselamatkan
oleh kakek sakti itu! Benar begitu bukan, nona ?"
Ho Pek Lian maklum bahwa ia tidak mungkin dapat mengelak dan menyangkal lagi,
maka iapun dengan sikap tenang sekali mengangguk. "Benar, akulah gadis itu. Akan
tetapi sekali lagi kujelaskan kepada siapa saja bahwa aku bukanlah teman orang - orang lembah itu.
Aku baru mengenal dia pada saat dia menyamar sebagai peraiurit itu. Pa-da saat itu aku
tidak tega melihat dia dikeroyok banyak perajurit." Pek Lian bersikao tenang dan sedikitpun ia
tidak kelihatan takut. Sementara itu, Pek-lui-kong Tong Ciak juga memandang nona itu dengan penuh
perhatian. Dia merasa seperti pernah bertemu dengan gadis ini, akan tetapi dia lupa lagi entah
kapan dan di Perburuan Busur Maut 1 Dewi Ular 82 Rahasia Laskar Iblis Malaikat Gerbang Neraka 2
^