Pencarian

Golok Maut 14

Golok Maut Karya Batara Bagian 14


ngeri maka lawan sudah melipat punggungnya mem-buat dia roboh kembali di atas
pembaringannya, yang segera berderit.
"Jangan berteriak, jangan membuat gaduh. Aku ingin menumpahkan sayang dan
kasihku padamu... cup-cup!"
Bayangan itu mendengus-dengus, hampir membuat Swi
Cu pingsan namun gadis itu tentu saja tidak menyerah. Swi Cu sudah ditelikung
namun gadis ini masih dapat
menggerakkan kakinya. Dan ketika dengan bentakan yang mirip rintihan seekor
harimau yang lagi ketakutan gadis ini mengangkat lututnya tiba-tiba tepat sekali
selangkangan lawan berhasil ditendang.
"Lepaskan aku... lepaskan aku,.. dess!"
Laki laki itu terjengkang. Mulutnya mengeluarkan
teriakan tertahan dan Swi Cu sudah bangkit menggulingkan tubuhnya. Dengan marah
tapi juga pucat gadis ini
melompat bangun. Dan ketika lampu dinyalakan lagi dan Swi Cu terbelalak melihat
seorang laki-laki bercaping tiba-tiba gadis ini tersentak dan menjerit.
"Golok Maut...!"
Laki-laki itu menggeram. Swi Cu tiba-tiba ditubruk dan gadis ini berkelit, kaget
karena tak menyangka bahwa lawan yang datang adalah Golok Maut. Lawan
mempergunakan kedok namun caping di atas kepala itu tak mungkin
dilupanya. Dia hafal betul akan caping itu dan memang hanya Golok Mautlah tokoh
yang mengenakan caping. Dan ketika Swi Cu hilang kagetnya sementara tubrukan
lawan juga luput maka Golok Maut, laki-laki itu tiba-tiba
mengumpat dan memadamkan lampu yang tadi dinyalakan
Swi Cu. "Benar, aku, Swi Cu. Dan kini terimalah cintaku atau kau mampus!"
Swi Cu melengking. Akhirnya kamar menjadi padam
lagi dan mereka bergerak di tempat yang gelap. Golok Maut menubruk dan menyerang
lagi namun Swi Cu menghindar
Dan ketika bentakan-bentakan disusul umpatan dan
geraman laki-laki itu, Si Golok Maut, maka Swi Cu sudah mencabut pedangnya dan
menyerang serta menusuk atau
membacok. "Keparat! Terkutuk kau, Golok Maut. Kiranya disamping pembunuh kaupun seorang jai-hwa-cat (pemerkosa). Ah, kubunuh kau. Jahanam...!" dan Swi Cu yang mengamuk sambil
marah-marah akhirnya menerjang
dan menyerang kamarnya itu, dua tiga kali menyalakan
lampu namun dua tiga kali itu pula lawannya memadamkan kembali. Rupanya Golok Maut tak mau dikenal dan biar di dalam
gelap begitu saja, melayani dan menangkis pedang di
tangan Swi Cu yang menusuk dan membacok. Dan ketika
dentingan atau benturan keras terjadi setiap kali pedang ditangkis kuku jari
maka Swi Cu pucat ketika lawan mulai mendesis.
"Swi Cu, kau tak dapat diajak baik-baik. Awas, aku akan membunuhmu kalau kau tak
mau menyerah!" "Jahanam! Kau boleh bunuh aku kalau mampu, Golok Maut. Dan jangan harap kau
dapat menggagahi aku seperti keinginanmu. Keparat, kebetulan kau datang karena
akupun ingin menagih sakit hati suciku yang kaunodai...
cring-plaK!" dan pedang yang bertemu kuku jari tiba-tiba terpental ketika
ditangkis lawan, membuat Swi Cu
terpelanting dan gadis ini kaget bukan main karena tenaga lawan sekarang
demikian hebatnya. Telapak tangannya sampai pedas dan Swi Cu yang
bergulingan menyelamatkan diri tiba-tiba melihat bayangan lawan menyambar,
menubruk dan mengejarnya. Dan ketika gadis ini menjerit sambil menggerakkan
pedangnya membacok tiba-tiba pedangnya malah mencelat dan tangan lawan pun sudah
mencengkeram bahunya. "Aduh, tolong, Beng Tan. Tolong....!"
Jeritan ini menggugah kesepian malam. Swi Cu yang tak tahan lagi dan tahu
kelihaian Si Golok Maut akhirnya
menjerit dan berteriak memanggil Beng Tan. Suaranya
penuh ketakutan dan melengking tinggi. Maklumlah, Swi Cu juga kesakitan oleh
cengkeraman lawan yang amat kuat dibahunya. Dan ketika lawan terkejut karena Swi
Cu memanggil kekasihnya maka di luar terlihat sesosok
bayangan dan Beng Tan berkelebat muncul, seperti iblis.
"Swi Cu, apa yang terjadi?"
Golok Maut terkejut. Kamar dalam keadaan gelap-gulita.
Jari pun tak dapat dilihat namun sebagai orang
berkepandaian tinggi Beng Tan dapat melihat bayang-
bayang hitam di dalam, juga keluhan atau rintihan Swi Cu, yang tampaknya
tertindih dan bayangan hitam itu
mencekiknya, Dan ketika Beng Tan tentu saja terkejut dan bayangan itu juga
terkejut, karena cekikannya segera
mengendor dan berkelebat ke arah Beng Tan tiba-tiba kedua tangannya sudah
memukul dan melepas sebuah pukulan
dahsyat. "Dess!" Beng Tan terlempar berjungkir balik. Pemuda ini
berteriak namun dapat menahan pukulan itu, dia tadi mau memasuki jendela namun
lawan di dalam sudah mendahului, menyerang dan melepas pukulannya. Dan
ketika Beng Tan berjungkir balik dan terkesiap melihat lawan yang bercaping maka
Swi Cu di dalam sudah bangkit berdiri dan terhuyung-huyung menudingkan jarinya.
"Dia... dia Golok Maut. Aku mau diperkosanya!"
Beng Tan tertegun. Dia sudah melayang turun ketika Swi Cu terhuyung dan memaki
lawannya itu, berkelebat keiuar.
Dan ketika Golok Maut, laki-laki yang mereka duga itu mendengus dan berjungkir
balik melayang turun maka
tokoh bercaping ini tiba-tiba melarikan diri.
"Hei..!" Beng Tan terkejut, marah. "Jangan lari, Golok Maut. Tunggu..!"
Namun Swi Cu tiba-tiba mengeluh. Entah kenapa
mendadak gadis itu jatuh terduduk, memanggil nama Beng
Tan dan roboh ke tanah. Dan ketika lawan di depan juga melepas empat batang
pisau kecil dan Beng Tan menyampok runtuh maka dari empat penjuru tiba-tiba
muncul bayangan-bayangan Mo-ko dan Mindra.
"Tahan, kejar! Dia... dia Golok Maut!"
Beng Tan gugup, mau mengejar lawan atau melihat
kekasihnya dulu. Swi Cu terkapar dan merintih-rintih di sana, kesakitan. Dan
ketika Mo-ko serta lain-lainnya
tertegun dan menjublak di tempat maka Golok Maut
berseru bahwa mereka boleh mengejarnya sampai di
Lembah Iblis. "Siapa yang ingin mati boleh mengejar aku. Sampai di Lembah Iblis!"
Mindra dan keempat temannya tertegun. Mereka sudah
terlanjur jerih mendengar nama Si Golok Maut. Tanpa
disangka tanpa dinyana tiba-tiba tokoh itu muncul, di tempat mereka. Dan ketika
Beng Tan berteriak-teriak
sementara pemuda itu sudah menolong kekasihnya maka
Mindra dan empat temannya ini tak ada yang mengejar,
mendelong mengawasi lawan yang sebentar kemudian
sudah lenyap, hilang ditelan kegelapan malam.
"Hei..!" Beng Tan melotot. "Kejar dan tahan dulu jahanam itu, Mo-ko. Sebentar
kemudian aku membantu!"
Mo-ko bergerak. Akhirnya mereka mengejar namun
kesan ayal-ayalan tak dapat disembunyikan. Iblis hitam putih ini tak mungkin
berani melaksanakan perintah Beng Tan sepenuhnya. Dan ketika Mindra juga
bergerak dan Sudra pura-pura meledakkan cambuknya maka Beng Tan
mengepal tinju menolong kekasihnya, yang tiba-tiba biru dan kehitaman mukanya.
"Ah, kau terkena racun. Keparat, Golok Maut juga suka mempergunakan racun!" Beng
Tan marah, terbelalak dan cepat menolong kekasihnya dan menotok sana-sini. Beng
Tan menjejali kekasihnya dengan sebutir obat penawar
racun. Namun ketika Swi Cu masih mengeluh dan
menggigil tubuhnya maka gadis ini mengerang dan roboh pingsan.
"Keparat!" Beng Tan jadi semakin bingung lagi, tak mungkin mengejar lawannya.
"Kau keji dan curang, Golok Maut.
Tak sangka kalau sekarang kau suka mempergunakan racun dan segala kekejian menjijikkan!"
Beng Tan berkelebat, menolong dan membawa kekasihnya
ke kamar dan segera pemuda itu menyalakan lampu.
Di dalam dia melihat kursi dan meja yang jungkir balik.
Bekas pertempuran memang tak dapat disembunyikan lagi.
Dan ketika Beng Tan melihat luka cengkeraman di bahunya maka pemuda ini terkejut
dan cepat menempelkan lengan di bahu kekasihnya itu, yang tiba-tiba panas
seperti terbakar! "Bedebah! Jahanam terkutuk!" Beng Tan merah padam, marah dan cepat tanpa banyak
bicara lagi dia mengerahkan sinkangnya untuk "menyedot" racun di bahu kekasihnya
itu. Dan ketika tak lama kemudian darah menghitam keluar bercampur bau yang
busuk maka Swi Cu mengeluh sadar
membuka matanya, langsung menangis dan mengguguk
menubruk Beng Tan "Golok Maut... Golok Maut mau memperkosaku. Dia...
dia jahanam terkutuk!"
"Sudahlah," Beng Tan lega, memeluk kekasihnya ini.
"Kau sudah selamat, Cu-moi. Dan telanlah sekali lagi obat ini." Beng Tan
menyerahkan dua pil merah muda,
memberikan minuman dan Swi Cu terisak menerima
semuanya itu. Dan ketika obat sudah bekerja cepat dan Swi
Cu dapat melompat bangun maka diluar Coa-ongya tiba-
tiba muncul. "Kalian tak apa-apa" Swi Cu selamat?"
"Ah," Beng Tan bangkit berdiri, memutar tubuhnya.
"Kekasihku selamat, ong-ya. Tapi Golok Maut melarikan diri!"
"Aku tahu... aku sudah mendengar," dan ketika pangeran itu mengepal tinjunya dan
mencaci-maki Golok Maut maka malam itu Mindra dan kawan-kawannya melapor bahwa
mereka tak dapat menangkap laki-laki bercaping itu, yang sudah menghilang dan
lenyap di gelapan malam. Beng Tan maupun Coa-ongya dapat memaklumi itu,
Beng Tan bahkan diam-diam tahu bahwa Mindra dan
empat temannya ini tak mungkin melakukan pengejaran
sungguh-sungguh. Dia tentu saja tahu bahwa kelima orang ini gentar menghadapi
Golok Maut, yang lihai dan
memiliki golok mengerikan itu. Dan ketika malam itu
mereka kembali ke tempat masing-masing dan sedikit
kegaduhan itu berhasil diatasi maka Beng Tan diminta agar pindah ke kamar
belakang pula, oleh Swi Cu.
"Aku takut. Golok Maut amat lihai. Kau pindah
kebelakang juga, koko. Menemani aku di kamar sebelah!"
"Hm, akan kuminta pada pangeran," dan ketika Beng Tan menyatakan itu dan Coa-
ongya tampak ragu, tapi akhirnya menganggukkan kepala maka malam itu Beng Tan pindah di kamar belakang,
bersebelahan dengan kamat Swi Cu.
"Coba ceritakan sekali lagi apa yang kau alami ini.
Bagaimana Golok Maut datang dan apa yang dia lakukan."
"Dia tahu-tahu ada di kamar ini, lampu padam. Dan ketika aku terkejut dan
terbangun tiba-tiba dia sudah menubruk dan memeluk aku!"
"Hm!" Beng Tan merah mukanya. "Lalu apa yang dia lakukan, moi-moi?"
"Dia... dia menindih tubuhku, menciumi! Ah, tak usah kukatakan ini, koko. Golok
Maut itu jahanam keparat!" Swi Cu menangis, menutupi mukanya dan ada rasa panas
di hati Beng Tan. Pemuda ini terbakar dan tiba-tiba secara aneh
dipandanginya kekasihnya itu. Swi Cu tiba-tiba seolah barang "kotor" yang harus
dicurigai. Namun ketika Beng Tan menarik napas panjang dan hampir saja terjebak
dalam nafsu egonya tiba-tiba dia memeluk dan mencium rambut kekasihnya ini.
"Sudahlah, dia... dia tak sampai mengganggu, bukan?"
"Apa" Maksudmu... ah, tidak, koko. Kalau itu terjadi lebih baik aku mati bunuh
diri!" Beng Tan lega, memeluk dan mencium kekasihnya ini
lagi dan Swi Cu tiba-tiba kecewa. Dia kecewa kenapa Beng Tan ada kecurigaan
seperti itu, tak percaya. Maka ketika dia melepaskan diri dan marah memandang
kekasihnya itu tiba-tiba gadis ini berkata,
"Aku besok tak ikut denganmu. Aku ingin kembali!"
"Eh!" Beng Tan terkejut. "Apa maksudmu, moi-moi"
Kembali kemana?" "Hek-yan-pang. Aku besok akan kesana dan tidak ikut ke Lembah Iblis!"
Beng Tan melonjak. Swi Cu tiba-tiba menunjukkan
kemarahannya dengan jelas, kaget dia. Dan ketika gadis itu
membanting pintu kamar dan mengguguk di pembaringan
maka Beng Tan berdebar mencari kesalahan sendiri.
"Cu-moi, kenapa kau tiba-tiba begini" Kenapa kau marah-marah kepadaku" Apa
salahku?" Gadis itu tak menjawab. Swi Cu menutupi muka dengan
bantal dan tersedu-sedulah gadis itu mendengar pertanyaan Beng Tan. Dan ketika
Beng Tan menunduk dan menarik
bantal itu tiba-tiba gadis ini malah membentak,
"Pergi... pergi kau. Diriku sudah kotor!"
Beng Tan tersentak. Untuk selanjutnya dia segera
mendengar kutuk dan caci maki kekasihnya, 'mengumpat
dan memaki-maki Golok Maut itu. Dan ketika dia juga
mendapat bagiannya karena gara-gara Golok Maut
sekarang dia mencurigai kekasihnya maka Beng Tan sadar dan cepat tanggap.
"Kau boleh tinggalkan aku, Tan-ko. Besok kau berangkat sendiri dan aku kembali
ke tempat tinggalku. Aku sudah dijamah Golok Maut, jangan percaya lagi
kepadaku!" "Ah-ah...!" Beng Tan tersipu. "Kau salah paham, moi-moi. Aku tidak mencurigaimu
dan tetap percaya padamu.
Siapa bilang aku mencurigaimu" Aku percaya bahwa kau
tetap bersih, dan maafkan kalau sikap atau kata-kataku menyakiti hatimu!"
Swi Cu mengguguk. Dibelai dan dikecup penuh sayang
begitu mendadak dia memukul-mukul dada Beng Tan.
Memang dia marah dan benci kepada kekasihnya ini setelah mendengar nada
pertanyaan Beng Tan. Betapapun sebagai wanita dia tahu itu, merasa, bahwa Beng
Tan mencurigai dirinya dan jangan-jangan Golok Maut telah menodai,
seperti halnya sucinya yang malang itu, yang sampai hamil!
Namun ketika Beng Tan mengecupnya lembut dan
berulang-ulang pemuda itu menyatakan maafnya akhirnya Beng Tan menarik
kekasihnya ini dan berlutut di tepi


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembaringan. "Moi-moi, maafkan aku. Terus terang saja, mana ada pemuda yang tak bakalan marah
dan panas kalau kekasihnya dipeluk-peluk orang lain" Memang tadi aku
sedikit mencurigaimu, moi-moi, terbakar. Tapi itulah tanda cintaku untukmu. Kau
boleh percaya atau tidak tapi kalau besok kau tak ikut aku maka aku juga
membatalkan perjalanan ke Lembah Iblis!"
Swi Cu kaget. "Kau gila" Kau... kau mau menolak
perintah kaisar?" "Kalau kau tak senang denganku justeru ini lebih berat, moi-moi.
Kemarahan kaisar tak akan seberat kemarahanmu. Aku tak sanggup!"
"Oh, tidak! Jangan, koko... jangan. Aku... aku ikut!" dan ketika Swi Cu menangis
dan gemetar mengangkat bangun
kekasihnya itu maka gadis ini menciumi pipi Beng Tan
dengan penuh haru. Tentu saja terkejut dan terharu karena demi dia Beng
Tan akan membatalkan perjalanannya ke Lembah Iblis,
padahal perjalanan itu adalah perintah kaisar dan siapa pun tak boleh menolak.
Menolak berarti mati dan Beng Tan
sanggup melakukan itu, demi dia! Dan karena ini
menunjukkan cinta yang amat besar dan kemarahan Swi Cu terganti oleh haru dan
kasih yang mendalam tiba-tiba
keduanya sudah berciuman dan berguling di tempat tidur.
"Moi-moi, demi kau aku siap melawan siapa saja.
Jangankan sri baginda kaisar, iblispun akan kulawan dan siluman atau hantu tak
akan membuat aku mundur, asal
selalu berdua denganmu!"
"Oh, kau... kau gila, koko. Tidak, tidak boleh. Sebagai hamba yang baik kau
harus melaksanakan perintah sri
baginda dan untuk itu aku ikut denganmu!"
"Kau tak akan meninggalkan aku" Tak jadi ke Hek-yan-pang?"
"Tidak, tidak... aku harus menyertaimu dan jangan kau menjadi pengawal yang tak
setia pada junjungannya!"
"Ah, terima kasih!" dan keduanya yang kembali sudah berciuman dan bahagia
mendapatkan kehangatan cinta lalu malam itu tidur di kamar masing-masing.
Beng Tan tentu saja tak mau berbuat lebih dan Swi Cu
kagum akan itu. Beng Tan selalu dapat menjaga dirinya dan setiap kali mereka
mabok tentu pemuda itu mendorong
kekasihnya, sekedar berciuman dan berdekapan mesra.
Cukup, tak mau lebih. Dan ketika malam itu keduanya
kembali memperoleh nikmat dan bahagia dari cinta yang suci maka Swi Cu lega
ketika kekasihnya menutup pintu kamar sambil berkata,
"Nah, malam ini kita tidur bersebelahan. Tak akan ada yang berani mengganggumu.
Selamat malam, moi-moi. Sampai besok dan tidurlah yang nyenyak!"
Swi Cu mengangguk. Air mata kebahagiaan masih
membasahi pipinya, tersenyum dan sekali lagi dia
mendapat ciuman lembut di pipi. Ah, Beng Tan memang
pemuda yang lembut dan halus kalau bercinta!
Dan ketika malam itu mereka tidur di kamar
bersebelahan dan Swi Cu tentu saja tenang maka
keesokannya perjalanan ke Lembah Iblis sudah dipersiapkan. Pertarungan mati hidup antara pemuda baju putih ini dengan Si
Golok Maut, pertandingan yang bakal tak terelakkan lagi!
-0oodwoo0 Mari kita lihat suasana di Lembah Iblis. Seperti
diketahui, lembah ini adalah bekas tempat tinggal mendiang jago perkasa Sin-
liong Hap Bu Kok bersama isterinya,
wanita lihai dan amat gagah yang berjuluk Cheng-giok
Sian-li (Dewi Permata Hijau). Dan karena mereka berdua sudah sama-sama tiada
ketika memperebutkan Golok
Penghisap Darah, golok maut yang amat berbahaya itu
maka seseorang telah menggantikan sepasang suami isteri itu, yakni Si Golok Maut
yang membunuh-bunuhi dan amat benci kepada orang-orang she Coa dan Ci.
Pagi itu Lembah Iblis masih sunyi.
Ayam jantan berkokok berkali-kali dan pagi yang segar terasa menyeramkan di
lembah ini. Dua tebing tinggi yang menjulang di sisi kanan lembah, tebing yang
amat curam dan terjal sungguh ngeri untuk dipandang dari bawah.
Lembah Iblis terletak di antara dua ceruk atau tebing ini, datar di bawah namun
penuh tetumbuhan liar. Tanaman
kaktus atau seruni liar tampak bertebaran dimana-mana, bercampur dengan mawar
hutan atau bunga-bunga bangkai, yakni sejenis tanaman yang kalau dihembus angin
mengeluarkan bau busuk. Jenis-jenis tanaman ini bertebaran rata dan suasana sunyi yang kering, benar-benar mencekam disitu.
Lembah Iblis tampak gelap dan tidak bersahabat.
Pendatang akan mencium bau warna-warni di situ, kalau berdiri di mulut lembah.
Dan ketika semuanya itu masih ditambah dengan suara-suara Jengkerik malam yang
tiada habis-habisnya mengeluarkan suara mirip iblis melengking maka Lembah Iblis
benar-benar lembah yang tidak enak
dimasuki. Ada kesan angker di lembah ini, juga dingin.
Tak ada senyum atau tawa bersahabat. Semuanya dingin
dan beku, mirip daerah makam yang dikeramatkan, dengan sebuah pohon siong yang
tua dan besar. Dan ketika pagi itu Lembah Iblis masih sunyi namun diramaikan
oleh suara-suara jengkerik malam yang bersahut-sahutan dan mengerik mendirikan
bulu roma maka sesosok bayangan tampak
terhuyung-huyung memasuki lembah, baju dan pakaiannya robek-robek, bahkan
percikan darah tampak disana-sini.
Siapa dia" Bukan lain Si Golok Maut, pemilik lembah!
Pagi itu Golok Maut tampak letih dan kehabisan tenaga, baru pulang dari kota
raja setelah membunuh Ci-ongya
disana, mengamuk dan membabat habis tigaratus pengawal dan busu. Dia letih dan
ingin beristirahat, pulang kandang.
Dan ketika pagi itu tokoh bercaping ini terseok-seok
melangkah sementara pangkal lengan dan mata kakinya
luka berdarah maka orang tahu bahwa Golok Maut
memang nyaris celaka dalam satu pertempuran berat.
Tidak aneh. Dia hampir saja terperangkap dan
tertangkap barisan jaring, jala-jala berkait yang dilepas para pengawal. Namun
karena dia berkepandaian tinggi dan
golok maut ditangannya itu mampu menabas putus setiap jaring yang datang maka
tokoh ini selamat dan kini
meninggalkan istana setelah satu dari dua orang musuhnya yang amat dibenci
berhasil dibunuh. Ci-ongya teiah digorok dan semacam kepuasan aneh
tampak di mata yang bersinar-sinar itu. Golok Maut sering terse-nyum dan tertawa
sendiri, kalau memba-yangkan
betapa dia telah menipu penjaga dan memanggil pangeran she Ci itu, yang dengan
mudah dibabat dan dipenggal lehernya. Namun ketika dia mengeluh dan keletihan
luar biasa akibat keroyokan berat itu mengganggu tubuhnya
tiba-tiba tokoh ini jatuh terduduk dan tak sanggup menyeret kakinya lagi.
"Koaakk...!" Seekor gagak tiba-tiba melayang di atas kepala. Pekik dan jeritnya yang
mengejutkan tokoh ini tampak membuat Golok Maut menengadahkan muka, meiihat
gagak itu terbang rendah dan tiba-tiba se-suatu benda jatuh dari atas.
Golok Maut terkejut dan mengelak, kalah cepat dan
terdengarlah bunyi "ketepok" ketika caping lebarnya dijatuhi benda itu. Dan
ketika dia tertegun dan melepas capingnya, meiihat benda apa itu maka ternyata
kotoran gagak menimpa dirinya, tahi si ga-gak hitam!
"Keparat," Golok Maut mendesis. "Apa maksudmu, gagak hitam" Kau memberi tanda
buruk kepadaku?" "Koaak.... koaakk....!" sang gagak me-neruskan terbangnya, lenyap di timur dan muka tokoh ini berubah.
Ada hal-hal yang menjadi pantangan kalau tinggal di
Lembah Iblis. Pertama tak boleh kejatuhan tahi burung, apalagi gagak. Dan kedua
adalah tak boleh memaki sembarangan. Lembah Iblis amat pantang untuk mende-
ngar sumpah serapah bagi yang tinggal di situ, mulut harus dijaga dan pantangan
ini harus dijaga kalau tak ingin terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Maka ketika
pagi itu Si Golok Maut kejatuhan kotoran gagak dan dia tertegun merasakan
getaran kuat tiba-tiba seekor kelinci meloncat melewati atas kepalanya dipatuk
seekor ular. "Sshh...!" Golok Maut kembali terkejut. Kelinci itu ketakutan dan menguik melompati
kepalanya, begitu saja, kurang ajar.
Dan ketika dia terkejut dan ular yang mematuk gagal
mendapatkan korbannya tiba-tiba ular ini yang marah dan
kaget melihat Si Goiok Maut mendadak menyambar dan
menyerang laki-laki bercaping ini, ular yang kelaparan!
"Jahanam!" Golok Maut menggerakkan tangannya.
"Kau tak tahu siapa aku, ular belang" Pergilah, dan mampus kau... ple-tak!"
Golok Maut mendahului, menangkap dan memelintir kepala ular dan tewaslah ular itu dengan kepala hancur.
Tapi baru laki-laki ini melempar bangkai ular dengan gemas mendadak auman
dahsyat menggetarkan isi lembah dan seekor hari-mau loreng tiba-tiba muncul di situ,
penghuni dari luar lembah.
"Auummm...!" Golok Maut tersentak. Tak biasanya Lembah Iblis
didatangi binatang-blnatang buas yang berasal dari luar. Dia selalu menjaga di
situ dan hanya hewan-hewan kecil seperti kelinci atau sebangsanya yang boleh
tinggal, karena mereka biasa-nya menjadi santapan baginya. Maka ketika pagi itu
seekor harimau loreng datang mengaum dan harimau
inipun tampaknya kelaparan karena cepat menyambar
bang-kai ular yang dibuang Si Golok Maut tiba-tiba si raja hutan yang rupanya
masih kelaparan ini menyambar Golok Maut.
"Dess!" Golok Maut menendang. Si raja hutan terpekik dan
terlempar, jatuh tapi sudah menyerang lagi. Dan ketika Golok Maut menjadi marah
karena binatang ini tak tahu diri maka dari mana-mana muncul harimau-harimau
loreng yang sama besar dan ganasnya, lima ekor jumlahnya.
"Bagus, kalian minta mati" Majulah, dan kebetulan kalian di sini, harimau-hari-
mau keparat. Aku ingin melepaskan kesal-ku dengan menghajar kalian... erat!" sinar putih berkelebat,
tahu-tahu menyambar dari balik
punggung laki-laki itu dan robohlah harimau pertama.
Harimau ini tak sempat mengaum karena batang kepalanya tahu-tahu menggelinding,
putus dibabat sinar putih panjang itu. Dan ketika sinar ini masih bergerak dua
tiga kali ke kiri kanan maka tiga yang lain roboh bergelimpangan disambar golok
di tangan Si Golok Maut itu, Golok Penghisap
Darah. "Crat-crat-crat!"
Empat harimau terkapar mandi darah. Mereka dikutungi
kepalanya dan harimau terakhir tampak terkejut, merintih dan tiba-tiba memutar
tubuhnya, lari. Agak-nya, sebagai binatang, dia memiliki nalu-ri tajam bahwa
lawan yang dihadapi kali ini amatlah bengis dan berbahaya. Maka
begitu dia mengaum dan melompat panjang tiba-tiba dia meninggalkan pertempur an
tapi Si Golok Maut terlanjur marah.
"Jangan lari, kaupun harus kuhukum!" laki-laki ini bergerak, maju berkelebat dan
ioncatan panjang si harimau loreng masih kalah cepat dengan gerakan laki-laki
bercaping ini. Golok Maut melesat bagai hantu kesiangan, senjata di tangannya
bergerak tapi saat itu tiba-tiba dari samping kanan menyambar seekor harimau
cilik. Harimau ini memekik dan aum-nya yang kecil menggetarkan cukup
menge jutkan isi lembah. Dan ketika Golok Maut tertegun namun menggerakkan
tangan-nya ke kanan tiba-tiba
harimau kecil itu terlempar sementara yang besar, yang disambar golok maut
terpapas telinganya. "Crat!" Sang harimau memekik. Dia mengaum terlempar di
sana, terguling-guling. Namun ketika Golok Maut
berkelebat dan kembali mengejar tiba-tiba harimau cilik yang rupanya anak dari
sang induk menyerang dan menubruk Si Golok Maut lagi-
"Des-dess!" Golok Maut marah, menen-dang harimau cilik itu dan harimau ini
terlempar seperti induknya, memekik dan terguling-guling. Dan ketika Golok Maut
tertegun karena sang induk sudah menggeram dan bergerak mendekati anaknya maka
dua ekor harimau itu sudah
berdiri berdampingan dengan mata bersinar-sinar, marah tapi juga gentar
menghadapi Si Golok Maut.
"Enyahlah!" Golok Maut terkejut, ter-tegun dan heran memandang dua harimau anak
dan induknya itu, tak jadi menggerakkan golok. "Pergi kalian, binatang sialan.
Dan jangan melotot di sini!"
Aneh sekali. Harimau yang besar seolah mengerti dan
mengaum, lirih bercam-pur erangan karena telinga sebelah kirinya putus. Potongan
telinga itu masih ter kapar di tanah dan si harimau cilik menggeram-geram.
Meskipun takut namun agaknya harimau ini siap membela induknya kalau Golok Maut menyerang lagi.
Tapi ketika Golok Maut mengusir dan membentak mereka tiba-tiba sang induk
melompat dan pergi meninggalkan tempat itu.
Golok Maut terhenyak. Harimau yang kecll juga
membalik dan mengaum tanda lega. Induknya disusul dan lenyaplah mereka berdua
ketika hilang di iuar lembah. Dan ketika Golok Maut termangu-mangu dan menjublak
di tempat maka pagi itu empat harimau melintang mayatnya tanpa kepala.
"Terkutuk," Golok Maut memaki. "Kenapa kalian mengganggu aku, harimau-harimau
keparat" Kalau kalian tak datang mengganggu tentu kalian tak akan mati konyol!"
Angin bertiup. Tiba-tiba seolah menja-wab kekesalan
hati laki-laki ini menda-dak terdengar cicit dan kelepak burung-burung
malam. Seratus kelelawar tiba-tiba beterbangan memasuki lembah, menci-it dan gugup seolah
digebah iblis. Dan ketika mereka berputar-putar di atas kepala tokoh bercaping
ini dan dua di antaranya menabrak Si Golok Maut tiba-tiba Golok Maut berseru
keras

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkap dan mencengkeram mereka sampai hancur.
"Keparat!" dua ekor kelelawar itu remuk, dibuang bangkainya dan ratusan
kelelawar lain lagi muncul. Golok Maut terkejut karena seperti pasukan siluman
saja kelelawar-kelelawar itu beterbangan memasuki Lembah
Iblis. Mereka mencicit-cicit dan berputaran di atas
kepalanya. Suasana menjadi gelap dan langit yang terang tiba-tiba menjadi hitam
oleh ba-nyaknya kelelawar-kelelawar vang beterbangan ini. Dan ketika Golok Maut
terbelalak dan merasakan firasat yang tidak enak tiba-tiba dari timur muncul
tujuh gagak hitam yang berkaok-kaok.
"Koaakk..... koaakkk....!"
Golok Maut berdiri bulu kuduknya. Baru kali ini selama hidupnya dia mendapat
Kejadian begitu aneh. Lembah Iblis dida-tangi hewan-hewan langit dan mereka
semua beterbangan mengelilingi tubuhnya. Dari atas mereka
mengeluarkan suara-suara ramai layaknya musuh yang
maju perang. Dan ketika laki-laki ini tertegun dan
merinding bulu romanya tiba-tiba ia-ngit yang hitam
dipenuhi kelelawar-kelela-war itu meledak dan mengeluarkan suara macam guntur.
"Blarr!" Sinar warna-warni memenuhi langit hitam. Entah dari
mana tiba-tiba muncul sesosok asap putih jingga, meluncur dan berkelok tiga kali
membentuk seekor na-ga. Dan ketika gagak di atas berkoak ke-takutan dan
kelelawar-kelelawar yang beterbangan juga buyar dan mencicit meng-hilang
cepat maka terdengar suara tawa terbahak mirip iblis
mendapatkan buruannya. "Ha-ha, selamat datang, Golok Maut. Selamat bertemu kembali. Aku arwah Mo-bin-lo
(Si Muka Iblis) datang menemuimu!" Golok Maut pucat. Tiga bayangan asap putih yang
berkelok tiga kali di udara sejenak memperlihatkan bayang-bayang naga, berobah
dengan cepat dan tahu-tahu seorang kakek tinggi besar berwajah menyeramkan
muncul di sana, di langit yang hitam. Dan ketika Golok Maut ter-kesiap dan
senjata di sarungnya meledak tiba-tiba Golok Penghisap Darah yang ada dibelakang
punggungnya itu melesat dan terbang menuju kakek ini, Mo-bin-lo, atau lebih
tepat, arwah Mo-bin-lo. "Darr!" Golok Maut tak sanggup menahan kilatan cahaya itu.
Sinar yang luar biasa terangnya mendadak pecah di udara, meledak dan tak kuat
dia bertahan. Dan ketika dia
memejamkan mata dan apa boleh buat harus melengos dari kilatan warna-warna
terang di langit yang gemebyar itu tiba-tiba suara dari atas terdengar lagi,
kini dingin menyeramkan, menyerupai bentakan seorang kakek
terhadap cucunya. "Golok Maut, kau bocah iblis. Kenapa kau menodai Golok
Penghisap Darah ini dengan perbuatanmu menggauli ketua Hek yan-pang itu" Kau harus mencuci
dosa ini dengan darahmu, atau senjata ini tak bakal bertuah lagi gara-gara
perbuatanmu!" Golok Maut terkejut. Dia membuka mata dan
serangkum angin pukulan meng-hantam tubuhnya. Entah
bagaimana tahu-tahu asap atau roh di udara itu menukik, menyambar dan sudah
menyerang dirinya. Dan ketika dia mengelak namun kalah ce-pat maka asap seperti
iblis itu menghantam dirinya.
"Bress!" Golok Maut terlempar. Hampir tak masuk akal tahu-
tahu tubuhnya terangkat dan terlempar naik, terbanting dan terguling-guling di
sana, terjengkang. Dan ketika dia kaget melompat bangun namun golok menyambar
lagi ke sarungnya maka sesuatu yang dingin terasa melekat di belakang punggungnya itu.
"Aku selalu mengikutimu, atau kau mati membayar
dosa!" "Ooh...!" Golok Maut menggigil, tiba-tiba ketakutan hebat. "Tolong aku, suhu,
tolong...!" dan Golok Maut yang berkele-bat serta naik ke tebing tiba-tiba
berjungkir balik dan berkali-kali menggerakkan tubuhnya. Dari bawah dia sudah
menjejak dan menendang dinding enam tujuh kali. Setiap kali tentu mencelat atau
melambung ke udara. Dan ketika semua gerak-an itu membuat tubuhnya mumbul dan
mumbul semakin tinggi akhirnya tebing yang tingginya tak kurang dari seratus
tombak itu sudah dilalui dan selamat tiba di atas, hanya sekejap mata saja!
"Subo, tolong! Suhu, tolong aku...!"
Golok Maut bagai anak kecil. Ledakan dan suara tawa di atas langit tadi sungguh
membuat jiwanya menciut. Golok Maut diancam roh halus dan itulah pembuat atau
penempa Golok Penghisap Darah. Mo-bin-lo adalah kakek pencipta Golok Maut,
pembuat dan penempa yang amat hebat,
hidup pada ratusan tahun yang lalu dan kakek ini adalah kakek iblis yang amat
sakti, keji dan kejam namun penuh daya linuwih. Golok Penghisap Darah yang di-
buatnya Itu "diisi" tapa dan puasa sela-ma sepuluh tahun, hidup meraendam diri dan tujuh
tahun penuh kakek Ini berada di sarang ular, tak bergerak dan tak bergeming
menyatukan diri dalam alam sama-dhi yang mengerikan. Kakek itu
sedang bertarung melawan seorang pendekar sak-ti yang dua kali mengalahkannya,
membu-at atau mencipta golok yang ampuh dan akhirnya berhasil. Golok itu hanya
pantang dikotori oleh hubungan suami isteri. Hanya kaum
bujang atau perawan saja yang boleh memegang. Mereka
yang sudah bersuami isteri dilarang keras memegang atau memiliki golok ini,
karena dapat berakibat fatal. Namun ketika golok selesai dibuat dan kakek itu
mencari musuhnya ternyata orang hebat yang mengalahkannya itu
sudah meninggal dunia. Mo-bin-lo menyumpah-nyumpah. Kakek ini menggeram
di bukit Iblis dan gugurlah bukit yang ditempati itu, marah-marah di lautan dan
lautan pun tiba-tiba membuih,
bergolak dan menimbulkan gelombang pasang di mana para nelayan maupun pencari
ikan lainnya diserang om-bak
besar. Rumah-rumah roboh dan ratus-an orang tenggelam atau hanyut, terba-wa oleh
getaran sakti kemarahan kakek menyeramkan ini. Dan karena lawan yang dicari
sudah meninggal dunia dan kakek itu tak dapat membalas
musuhnya maka Mo-bin-lo mencari di akherat!
"Kakek ini dahsyat luar biasa. Segala iblis dan siluman tak ada yang mampu
melawan. Dewa-dewa di arfgkasa juga tak ada yang mampu menandingi, kecuali
pendekar sakti yang sudah menjelma menjadi mahluk suci di alam halus sana. Maka
ketika kakek itu mengamuk dan akhirnya
bertemu lawannya ini di akherat maka bertempurlah
keduanya namun kakek itu kalah lagi," begitu gurunya pernah bercerita.
"Lalu apa yang terjadi, suhu" Bagaimana selanjutnya?"
Golok Maut bertanya. "Kakek ini terpaksa mengakui kekalahan. Mo-bin-lo melarikan diri namun roh-nya
yang tak dapat kembali ke badan kasar akhirnya gentayangan di tempat-tempat
gelap dan angkasa yang luas. Karena itu hati-hati, jangan sampai melanggar larangan
kakek ini atau kau akan celaka terkena kutuknya."
Begitu Golok Maut pernah mendengar nasihat suhunya.
Gurunya itu berkata seperti itu namun gurunya sendiri ternyata melanggar.
Sebagai laki-laki yang sudah beristeri ternyata gurunya memegang Go-iok Maut,
terkutuk dan akhirnya kena tuah dari sumpah si pembuat golok. Dan
ketika gurunya mati sampyuh karena bertanding dengan
isterinya sendiri, hal yang terjadi akibat kutukan maka guru dan ibu gurunya itu
akhirnya tewas dan mati berbareng.
"Kau ingat itu baik-baik," gurunya pernah berpesan sebelum ajal. "Golok Maut
jangan dikotori dengan perbuatan-perbuatan yang menjadi larangannya. Jangan
berpacaran dulu, apalagi sampai mengadakan hubungan
suami isteri. Jangan mengeluarkan kata-kata makian kalau kau sedang berada di
Lembah Iblis. Kau mengerti?"
Golok Maut mengangguk. Waktu itu dia menanggapi
semua kata-kata gurunya itu dengan dingin dan sedikit tak acuh.
Pacaran" Ah, dia tak ada minat untuk mendekati wanita.
Dendamnya terhadap orang-orang she Coa dan Ci
membekukan semua hatinya tentang cinta. Tak terbersit di hatinya bahwa dia ingin
pacaran, a-palagi mengadakan
hubungan suami isteri. Jijik dia! Tapi ketika hal itu terjadi juga dan dia sudah
melanggarnya dengan jatuh cinta dan bersebadan dengan ketua Hek-yan-pang itu
tiba-tiba Mo-bin-lo muncul dengan tawa kutuknya di udara. Goiok Ma ut kena tuah!
Dan kini, mendengar suara dari langit itu dan kakek tinggi besar yang
menyeramkan itu seolah membayang-inya dan mengejar ke tnanapun dia pergi maka Golok Maut terengah
menaiki tebing dan langsung
berlarian jatuh bangun menuju sepasang makam yang tegak membisu di antara
tanaman perdu liar. "Suhu, tolong.... subo, tolong...!" Golok Maut mendeprok, langsung roboh berlutut dan menggigil
membentur benturkan dahinya di batu nisan itu.
Dalam keadaan seperti itu di mana tak ada sahabat atau pun teman maka makam
sepasang gurunya ini adalah
penunjuk satu-satunya. Makam itu lebih dari sahabat dan Golok Maut kini
gemetaran berlutut di situ, menangis
seperti anak kecil karena tawa atau ancaman dari roh di langit itu menggetarkan
hatinya. Betapapun dia adalah manusia biasa dan Golok Maut kini berubah sebagai
laki-laki yang lemah dan tak berdaya, ketakutan dan
memanggil-manggil suhunya. Dan ketika dua jam
kemudian tokoh ini berlutut dan gemetar memanggil-
manggil gurunya mendadak di atas makam terdengar
sebuah ledakan dan muncullah roh dan seorang laki-laki gagah perkasa, mendiang
Hap Bu Kok yang menampakkan
diri dalam bentuk badan halus.
"Muridku, kenapa kau memanggil-manggil aku" Apa
yang terjadi" Kenapa kau mengerahkan Kun-tek-giam-ong (Raja Akherat Membuka
Pintu)?" "Ampun..!" Goiok Maut terkejut, tapi girang luar biasa.
"Aku... aku ingin minta tolong padamu, suhu. Teecu (aku) melanggar pantangan
Golok Maut!" "Apa yang kau lakukan?"
"Teecu... teecu mencinta seorang gadis..."
"Hm, belum melanggar!"
"Tidak... tidak, suhu. Teecu... teecu bukan hanya mencinta saja melainkan juga
telah melakukan hubungan badan. Arwah Mo-bin-lo yang suhu katakan itu sekarang mengejar-ngejar teecu.
Teecu mau dibunuh!" "Hm!" Sin-liong Hap Bu Kok tampak terkejut. "Kau bertemu kakek ini, murid-ku"
Dan kau telah diancamnya?"
"Benar, teecu.... teecu takut, suhu. Teecu tak ingin mati sebelum dua musuh
besar teecu terbunuh!"
Roh dari laki-laki gagah itu tergetar. Golok Maut
berkeringat dan tubuhnya juga selalu menggigil. Sinar menghitam tiba-tiba
menyelimuti wajah dan tampak
bayang-bayang aneh mengelilingi pemuda ini. Ada bentuk-bentuk seperti anjing
atau wanita cantik berseliweran di situ. Golok Maut sedang berada di alam aneh
karena dia memanggil gurunya dengan ilmu Kun-tek-giam-ong, ilmu
yang hanya boleh dipergunakan sekali saja dalam hidup, ilmu yang khusus
memanggil arwah api setelah itu harus dibuang jauh-jauh. Pelepas ilmu ini untuk
kedua kalinya bisa terseret ke akherat kalau berani coba-coba, alias akan
terbawa nyawanya kalau mempergunakan lebih dari sekali.
Maka ketika pagi itu Golok Maut terpaksa mempergunakan ilmunya ini untuk bertemu
gurunya di akherat maka roh atau arwah dari Sin-liong Hap Bu Kok itu tampak
tertegun. "Bagaimana, suhu" Apa yang harus teecu lakukan?"
"Hm...!" laki-laki gagah ini bersedakap. "Tak ada jalan lain kecuali membunuh
kekasihmu itu, muridku. Pergi dan cari dia dan berikan arwahnya pada Mo-bin-lo!"
"Teecu.... teecu harus membunuhnya?"
"Ya, atau kau yang harus mati, muridku. Kutuk atau pantangan golok itu telah kau
langgar. Kau membuat kemarah-an Mo-bin-lo. Tak ada jalan kecuali membunuh
kekasihmu itu dan cepat-cepat cari dua musuhmu itu
sebelum Mo-bin-lo meminta nyawamu melalui Golok
Maut!" Pemuda bercaping ini menggigil. Dia bertanya iagi
apakah permintaan itu tak dapat dirobah, maksudnya,
ditawar. Apakah tak dapat nyawa orang lain saja sebagai penukar. Tapi ketika
gurunya meng-geleng dan berkata
bahwa itu satu-satunya cara untuk melepas "tumbal" maka Golok Maut menggigil dan
berketrukan giginya. "Kau tinggal memilih, menyerahkan nyawamu atau
nyawa kekasihmu itu. Nah, selamat tinggal, muridku. Dan jangan main-main dengan
ilmu Kun-tek-giam ong lagi...
plash!" arwah atau roh halus itu hilang dalam satu ledakan kecil, lenyap dan
entah ke mana dan Golok Maut pun tiba-tiba terbanting roboh. Tubuh yang
menggigil dan muka yang kehitaman itu sekarang pullh kembali. Golok Maut telah diberi pilihan dan
tinggal menentukan nasibnya. Dan ketika laki-laki itu me-ngeluh namun kepalan
tinju menunjukkan keputusannya maka di bawah lembah
sesosok tubuh terhuyung-huyung menghampiri.
"Golok Maut, keluarlah. Aku datang untuk menuntut balas!"
Golok Maut tertegun. Seorang gadis cantik berpakaian
merah datang meng-hampiri, terseok dan menangis serta memanggil-manggil namanya.
Dan ketika gadis itu sudah memasuki lembah dari berdiri di ujung sana maka Golok
Maut berkilat girang karena itulah Wi Hong, kekasihnya!
"Golok Maut, keluarlah. Aku datang!"
Golok Maut berkelebat. Tiba-tiba dengan cara berjungkir batik dia meluncur turun
ke bawah, geraknya bagai elang rajawali atau garuda menyambar. Dari tempat
setinggi itu mengembangkan kedua lengannya di kiri kanan tubuh,
meluncur dan tiba-tiba sudah menyambar bagai rajawali
haus darah. Dan ketika tubuh itu hinggap dengan ringan dan gadis baju merah yang
berteriak-teriak memanggil
namanya ini tertegun kaget maka muka yang mangar-
mangar dan cantik tapi penuh air mata itu tiba-tiba beringas tapi juga girang.
"Golok Maut, kau datang sebagai laki-laki gagah. Nah, aku mencarimu dan sengaja
ingin menantang maut. Kau
pernah bilang untuk membunuhku kalau bertemu lagi. Kini aku datang untuk
membunuh atau dibunuh!"
Golok Maut berkilat. "Wi Hong," suara ini tak bersahabat. "Aku memang pernah
bicara seperti itu dan sungguh kebetulan kalau kaupun mencari aku di sini. Aku
ingin membunuhmu, dan maaf bahwa segala kenangan kita terpaksa kubuang jauh-
jauh. Nah, kau majulah dan
serahkan nyawamu!" "Srat!" Wi Hong, gadis cantik itu men-cabut pedang.
"Aku memang ingin mencarimu, Golok Maut. Menuntut balas dan sakit hati. Kau
boleh bunuh aku atau aku yang akan membunuhmu!" dan pedang yang bergerak tanpa


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak bicara lagi tiba-tiba mendesing dan sudah menuju tenggorokan Si Golok
Maut ini, yang mengelak dan
mundur selangkah dan pedang pun luput mengenai angin
kosong. Wi Hong membentak lagi dan memutar pe-
dangnya, tiga kali membuat gerakan me-lingkar dan
ditikamlah ulu hati serta dada lawan. Namun ketika Golok Maut mengengos dan
serangan itu gagal lagi maka Wi
Hong berkelebat dan tangan kirinya pun melepas pukulan Ang-in-kang (Awan Merah).
"Des-dess!" Golok Maut tergetar. Wl Hong memang bukan gadis
sembarangan dan jelek-jelek sebagai ketua Hek-yan-pang dia adalah tokoh keias
satu. Maka ketika pukulan i-tu
menggetarkan Si Golok Maut dan untuk selanjutnya gadis atau ketua Hek-yan-pang
ini sudah berkelebatan cepat
dengan seruan atau bentakan nyaring maka pedang dan
pukulan bertubi-tubi menghujani Si Golok Maut ini,
menyambar naik turun bagai naga sedang murka dan ilmu pedang Walet Hitam
mengurung Si Golok Maut dengan
cepat. Golok Maut terpaksa mengikuti namun Wi Hong
mengerahkan ginkangnya, lenyap dan melengking-lengking menyerang lawannya itu.
Dan ketika Ang-in-kang atau
pukulan Awan Merah menyambar-nyambar pula dari
tangan kirinya maka untuk beberapa jurus Golok Maut
terdesak. "Plak-bret!" Satu tangkisan kuat agak menahan bertubi-tubinya
serangan. Hujan pukulan atau tikaman yang menyerang Si Colok Maut akhirnya mulai
mendapatkan perla-wanan juga, Wi Hong membentak lagi namun tergetar. Kali ini dia terhuyung dan pedang
di tangannya tiba-tiba pedas di
tangan. Keparat, Golok Maut mulai bersi-kap keras! Dan ketika Wi Hong melengking
tinggi dan menerjang serta
menusuk lagi maka pukulan Awan Merahnya mulai
bertemu telapak Si Golok Maut.
"Des!" Wi Hong terpental. Gadis ini kaget dan marah sekali
karena pukulannya membalik. Dia harus melempar tubuh
bergulingan kalau tak ingin terluka, menerima daya tolak pukulannya sendiri. Dan
ketika dia membentak dan menyerang lagi maka Golok Maut mendengus dan mulai
bicara, "Wi Hong, aku akan mengalah padamu sebanyak
limapuluh jurus. Setelah itu kau harus mati!"
"Matilah! Bunuhlah! Aku tak
takut mati atau ancamanmu, Golok Maut. Kau memang laki-laki jahanam
dan terKutuk mampuslah kau... wut-singg!" pedang menyambar lagi, kian ganas dan
cepat namun Golok Maut mengelak. Dan ketika pedang bergulung-gulung naik turun
lagi dan pu-'tulan Awan Merah dilepas tiada henti-hentinya maka Golok Maut
kembali menangkis. "Dess!" Wi Hong mencelat. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini
mengeluh dan terban-ting terguling-guiing di sana, bukan me-iempar tubuh
melainkan memang terbanting oleh
tangkisan Golok Maut yang me-nambah tenaganya, kian
keras saja dan pucatlah gadis itu oleh sikap dingin lawan.
Goiok Maut memang benar-benar telah tidak memiliki rasa cinta lagi dan mereka
benar-benar musuh. Ah, sakitnya hati ini! Dan ketika Wi Hong membentak dan
menyerang lagi maka Golok Maut mulal menghitung-hitung jurusnya.
"Sepuluh.... sebelas.... empatbelas... des dess!"
Wi Hong memaki-maki. Mengelak atau menangkis
sambil menghitung-hitung jurus serangan rasanya kok
semakin me-nyakitkan perasaan saja. Golok Maut bersikap merendahkan dan sikap
ini amat di-benci gadis atau ketua Hek-yan-pang Itu. Tapi ketika dia menyerang
dan tetap saja semua serangan atau pukulannya terpen tal bertemu lawan maka Wi
Hong terhuyung-huyung dan mulai menangis.
"Golok Maut, kau keparat. Terkutuk!"
"Hm, kau boleh memaki-maki sepuasmu. Setelah itu jangan membuka mulut lagi, Wi
Hong. Maaf bahwa aku terpaksa akan mengantarmu ke akherat."
"Bedebah! Jahanam keparat!" dan Wi Hong yang kembali menyerang dan mener-jang
sengit akhirnya mendapat kenyataan bahwa Golok Maul memang bukan
lawannya. Hitungan jurus sudah menginjak pa-da angka
ketigapuluh dan gadis baju merah itu tersedu-sedu. Golok Maut mulai bersikap
bengis karena tangkisan-tangkisannya kian diperkuat saja. Sinkang Golok Maut
memang masih di atas sinkangnya sendiri. Dan ketika hitungan menginjak pada
angka empatpuluh satu maka pedang ditangkis tangan telanjang dan langsung
melengkung. "Plak!" Wi Hong menjerit-jerit. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini mulai histeris dan
bercucuranlah air mata di wajah yang cantik itu. Golok Maut membekukan
perasaannya dari Wi Hong semakin sakit hati saja. Dan ketika hitungan
menginjak pada jurus keempatpuluh delapan dan Golok
Maut berseru bahwa tinggal dua jurus lagi gadis itu
memiliki nyawanya maka laki-laki atau tokoh bercaping ini mendesis.
"Wi Hong, tinggal dua jurus lagi. Bersiaplah, setelah itu kau mati!"
"Terkutuk! Bedebah! Kau bunuhlah aku, Golok Maut.
Kau bunuhlah aku. Aku tak takut mati. Aku... aku... huak!"
dan Wi Hong yang tiba-tiba muntah dan terpelanting roboh tiba-tiba kumat
penyakitnya dan rasa mulas yang hebat mengganggu perutnya. Wanita ini sedang
hamil dan tentu saja Golok Maut tak tahu.
Bertempur hampir limapuluh jurus bukanlah pekerjaan
ringan bagi seorang wanita hamil muda. Wi Hong telah
menguras tenaga-nya padahal selama itu lawan hanya
mengelak dan menangkis saja, belum membalas, apalagi
mencabut senjatanya yang mengerikan itu, Golok Penghisap Darah! Dan ketika Wi Hong terpelanting bergu-
lingan dan muntah-muntah maka pertandingan sejenak
berhenti dan Golok Maut tertegun.
Wi Hong disana menangis tersedu-sedu dan mengeluh
panjang pendek. Perutnya didekap dan rasa kesakitan hebat di-tahan gadis itu,
herari Golok Maut. Tapi ketika laki-laki bercaping ini menganggap itu hanya
pura-pura saja agar Wi Hong tidak menyelesaikan jurus yang kelimapuluh, berarti
gadis itu selamat maka Golok Maut tertawa mengejek dan berkata,
"Wi Hong, tak perlu berpura-pura. Aku belum
membalasmu, bagaimana kau kesakitan begini" Hm, jangan menipu aku, Wi Hong. Aku
tahu bahwa kau berpura-pura
dan sengaja ingin menghentikan pertandingan, agar tak kubunuh! Sial, tak perlu
kau mengelabuhi aku, wanita
siluman. Keputusan telah tetap di hatiku bahwa kau harus kubunuh!"
"Keparat!" Wi Hong menangis tak keruan. "Terkutuk kau, Golok Maut. Jahanam kau.
Aku tak bermaksud pura-pura agar kau tak membunuhku. Ah, keparat kau!" dan Wi
Hong yang bangkit lagi dengan air mata bercucuran lalu berusaha menyerang
meskipun gemetar, menggigil dan
terhuyung tapi tiba-tiba dia roboh lagi.
Muntah-muntah yang mengganggunya kembali muncul,
ambruk dan Golok Maut mengerutkan kening. Tapi
menganggap wanita itu pura-pura saja dan ingin
menghentikan pertempuran, agar dia tak mem-bunuh maka Golok Maut berkelebat dan
tangan pun siap meraba gagang golok, senjata maut yang ada di balik punggungnya
itu. "Wi Hong, berdirilah, dan serang aku. Selesaikan jurus kelimapuluh dan jangan
harap aku memberi ampun!"
"Ah, bedebah!" Wi Hong terguling, menggeliat dan melompat bangun. "Kau tak tahu
bahwa aku tak berpura- pura, Golok Maut. Kau jahanam mengira aku takut mati.
Baiklah, inilah dua jurus terakhir dan setelah itu kubuktikan padamu bahwa aku
tak minta agar kau membatalkan
niatmu.... singg!" dan pedang bengkok yang menyambar lagi di tangan yang gemetar
akhirnya dielak namun menusuk lagi dengan jari-jarl menggigil, ditangkis dan terlepaslah pedang itu
dari tangan pemiliknya yang
mencelat. Wi Hong terlempar dan terbanting roboh, mengaduh dan
menangis. Dan ketika gadis itu merintih-rintih tak keruan dan Golok Maut
bersinar matanya tiba-tiba pemuda itu
bergerak mencabut golok mautnya, Golok Penghisap
Darah! "Wi Hong, sekarang kau mati. Terimalah....!" sinar putih berkeredep, cepat dan
mengejutkan mata dan Wi Hong
disana terbelalak. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini terkesiap, kaget tapi tidak takut hanya satu
keluhan kecil keluar dari mulutnya saat itu. Dengan berani dan gagah dia menatap
sinar maut itu, yang menyambar menuju lehernya. Sekali terpancung tentu lehernya
terpenggal, bakal menggelinding dan
kekejaman Golok Maut benar-benar tampak lagi.
Tokoh yang sudah menetapkan keputusannya ini tak
memberi ampun, apa yang dia katakan kini hendak dia
laksanakan. Ah, batang leher yang halus putih itu akan segera berpisah dari
ubuhnya, disusul muncratnya darah segar seperti biasanya tubuh-tubuh yang sudah
roboh bergelimpangan. Tapi ketika Golok Maut berkelebat dan senjata di tangannya itu
menyambar tak kenal ampun tiba-tiba terdengar bentakan dan dari samping
menyambar sinar putih lain yang kecepatannya juga luar biasa.
"Golok Maut, tahan kekejianmu....... crangg!"
Sinar menyilaukan memuncrat di udara. Sebatang
pedang pendek namun yang ampuhnya luar biasa telah
menangkis dan menggagalkan serangan Si Golok Maut.
Laki-laki bercaping ini tergetar dan ter-huyung, sinar goloknya tadi telah
bertemu dengan amat keras dengan
sebatang pedang yang juga berkilauan mengejutkan mata.
Dan ketika Golok Maut tegak memandang dan Wi Hong di
sana jatuh terduduk diteriaki sesosok bayangan lain maka Beng Tan, pemuda gagah
perkasa itu telah berdiri disitu bersama Swi Cu, yang datang belakangan dan
langsung menjerit menubruk sucinya!
"Suci....!" Golok Maut tertegun. Disitu telah berdiri musuhnya
yang amat lihai, bahkan paling lihai dan terkejutlah tokoh ini melihat
kedatangan Beng Tan. Pemuda baju putih itu berkilat matanya dan kemarahan yang
amat besar jelas keluar dari sepasang mata yang mencorong itu.
Beng Tan marah sekali karena Golok Maut hampir saja
membunuh Wi Hong, yang sedang hamil! Tapi sebelum
pemuda ini bergerak dan memaki lawannya ternyata Swi
Cu sudah berkelebat dan membalik menusuk lawannya itu.
"Golok Maut, kau keji. Kau culas. Kau, ah... kau binatang jalang terkutuk, sing-
singg!" dan pedang Swi Cu yang menyambar-nyambar bagai hujan menyerang Si
Golok Maut akhirnya membuat laki-laki bercaping itu
mengelak dan berlompatan, masih dikejar dan diserang
bertubi-tubi, tiada habisnya. Dan ketika pedang menusuk beringas ke arah dadanya
akhirnya Golok Maut membentak dan pedang di tangan gadis itupun ditangkis.
"Kaupun wanita sialan....plak!"
Swi Cu menjerit, roboh terguling-guling se-mentara
pedangnya sendiri terlepas jatuh ke tanah. Golok Maut
memang amat lihai dan jelas bukan tandingan gadis ini.
Jangankan Swi Cu, yang wakil ketua Hek-yan-pang itu.
Sucinya sendiri, Wi Hong, ketua Hek-yan-pang masih
bukan tandingan Si Golok Maut, pria gagah perkasa tapi yang berhati keras,
sekeras batu karang! Dan ketika Swi Cu terguling-guling Jan Goiok Maut menyimpan
senjatanya maka Beng Tan berkelebat menolong kekasihnya itu.
"Golok Maut, kau jangan menghadapi wanita. Lawanlah adalah aku, laki-laki!"
Golok Maut menunggu. Dia tergetar memandang
pemuda baju putih itu sementara matanya berkilat-kilat memandang Wi Hong.
Kekasih yang akan dibunuhnya itu
sudah mengeluh panjang pendek mendekap perut, entah
kenapa. Dia mulai ragu bahwa gadis itu benar-benar tidak
berpura-pura, karena Wi Hong tampak sakit dan perut
serasa melilit-lilit. Dan ketika Beng Tan disana sudah menolong kekasihnya dan
Swi Cu menangis memaki-maki
Si Golok Maut maka Beng Tan sudah berdiri dan membalik menghadapi lawannya itu,
menyuruh kekasihnya menolong Wi Hong.
"Kau kesana, biar aku menghadapi ini.."
"Dia... dia..." Swi Cu mengguguk tersedu-sedu. "Bunuh jahanam keparat ini, koko.
Bunuh dia dan minta pertanggung jawabannya menghamili enci Wi Hong!"
"Sudahlah," Beng Tan melihat muka Si Golok Maut yang berobah terkejut. "Kau
kesana, Cu-moi. Tolong encimu dan biar Golok Maut bagianku. Dia memang harus
dimintai tanggung jawab, juga atas perbuatannya yang
malam-malam datang mengganggumu!" dan Beng Tan
yang berkilat memandang Si Golok Maut akhirnya
bertanya, dengan bentakan marah, "Golok Maut, kenapa
kau akan membunuh Wi Hong" Kau tak suka gadis itu
hamil akibat kejalanganmu" Dan kau mengganggu
kekasihku pula. Sungguh tak kusangka bahwa disamping
pembunuh kau pun juga seorang pemerkosa. Terkutuk!"
"Apa?" Golok Maut tersentak, mundur selangkah. "Kau bilang apa, Beng Tan" Kau
melancarkan tuduhan busuk"
Jaga mulutmu, atau aku akan membunuhmu!"
"Hm, tak perlu menggertak. Aku datang justeru untuk memintai tanggung jawabmu,
Golok Maut. Di samping perintah kaisar agar aku menangkap atau membunuhmu
juga bertanya kenapa kau sekarang menjadi jai-hwa-cat (penjahat pemerkosa) Kau
gila, kau tidak waras. Sekarang sepak terjangmu sudah benar-benar keluar garis
dan tak ada lagi kekagumanku akan kegagahanmu yang dulu-dulu!"
"Hm!" Golok Maut membentak. "Kau semakin melantur yang tidak-tidak, bocah she
Ju. Dan kuanggap kaulah yang gila dan tidak waras! Aku memang pembunuh, tapi
bukan pemerkosa! Aku akan membunuh siapa saja tapi pantang
bagiku memperkosa wanita!"
"Ha-ha!" Beng Tan terbahak-bahak, geli tapi marah.
"Kau rampok dan maling tak tahu malu, Golok Maut. Kau si muka tebal yang benar-
benar tak patut diampuni! Ah, bagaimana dengan Wi Hong yang jelas kauhamili itu"
Bagaimana dengan Swi Cu yang malam itu kau ganggu dan hampir kau perkosa"
Mereka-mereka ini ada dihadapanmu semua, Golok Maut. Kalau masih berani
menyangkal maka dirimu bukan manusia melainkan binatang murahan!"
"Tutup mulutmu!" bentakan itu bagai geledek ditengah-tengah hujan deras. "Simpan
semua makian dan fitnahmu ini, Beng Tan. Aku tak pernah mengganggu kekasihmu itu
seperti yang kau bilang. Sedang Wi Hong, dia... dia hamil"
Kau tidak dusta?" "Hm!" Beng Tan mengerutkan kening, meiihat Golok Maut tiba-tiba menggigil dan
gemetar hebat. "Aku adalah seorang laki-laki yang pantang berbohong, Golok Maut.
Apa yang kukatakan adalah apa senyatanya terjadi. Wi
Hong memang hamil, akibat perbuatanmu. Dan karena ke-
kejianmu memperkosanya seperti binatang maka dia rela kau bunuh! Ah, kau laki-


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

laki tak berjantung. Sudah
memperkosa Wi Hong masih juga kau mengganggu Swi Cu
Keparat!" "Tidak!" Golok Maut tiba-tiba berseru, mencelat ke arah Wi Hong. "Aku tak
percaya, Beng Tan. Aku tak percaya!"
dan Golok Maut yang sudah berkelebat dan menyambar Wi Hong tiba-tiba menampar
minggir Swi Cu, yang berdiri di sebelah sucinya. Dan ketika gadis itu terlempar
dan tentu saja berteriak kaget maka Golok Maut sudah mencengkeram dan mengguncang-guncang Wi Hong.
-oo0dw0ooo- Jilid XXIV "WI HONG, kau... kau hamil" Apakah perbuatan kita dulu itu.... ah... benarkah,
Wi Hong" Beng Tan tidak
bohong?" "Keparat!" Wi Hong memaki pemuda ini, meronta melepaskan dirinya. "Hamil atau
tidak hamil bukan urusanmu, Golok Maut. Kau memang laki-laki keji yang
tidak berjantung! Hayo bunuhlah aku, dan bunuh jabang bayi yang kukandung ini!"
"Oohh...!" Golok Maut mendekap keningnya. "Kau...
kau sudah berbadan dua" Kau benar-benar tidak bohong?"
"Tak ada untungnya bagiku berbohong. Hayo, kau
bunuh aku atau aku yang akan membunuhmu, Golok
Maut. Kau laki-laki keji dan pemuda tidak berjantung!" dan Wi Hong yang marah
melengking tinggi tiba-tiba
menggerakkan tangannya menampar pemuda itu.
"Plakk?" Golok Maut mengeluh. Dia terlempar dan terbanting
keras karena pukulan atau tamparan itu dikeluarkan Wi Hong dengan sepenuh
tenaganya, didorong kemarahan.
Dan ketika lawan terbanting dan pucat memegangi pipinya maka Wi Hong sudah
berkelebat dan menyerang lagi,
memukul dan menendang dan Golok Maut tidak mengelak.
Laki-laki ini menerima dan suara bak-buk pukulan
menghujani tubuhnya. Golok Maut jatuh bangun dan
merintih panjang pendek, sama sekali tidak membalas. Dan ketika Wi Hong semakin
kalap dan menjadi-jadi tiba-tiba gadis ini menyambar golok dibelakang punggung
dan senjata rampasan itu langsung dibacokkan ke leher lawan.
"Jangan!" Beng Tan terkejut, kaget berteriak keras dan Swi Cu sendiri juga
tertegun. Wakil ketua Hek-yan-pang ini melihat sucinya yang kalap, marah dan
menyambar Golok Penghisap Darah itu dari belakang punggung Si Golok
Maut. Dan ketika tokoh itu diam saja dan pasrah dalam
peryerahan total maka golok menyambar dan pemuda itu
bakal terpisah kepalanya!
Tapi tidak. Beng Tan, yang kaget dan berteriak melihat ini tiba-tiba berkelebat
ke depan. Pemuda baju putih itu bergerak luar biasa cepat dan Pek-jit-kiamnya,
Pedang Matahari, keluar dari sarungnya untuk menangkis bacokan maut ini. Dan
ketika benturan keras tak dapat dihindarkan lagi namun Wi Hong tentu saja kalah
kuat maka Golok Penghisap Darah mencelat dari tangan gadis itu namun
pundak Golok Maut terkuak lebar.
"Crat-cringgg!"
Wi Hong mengeluh terlempar. Golok Maut sendiri
roboh tersungkur dan mengerang merasakan sakitnya.
Golok Penghisap Darah, goloknya sendiri sudah meminum darah tuannya. Pundak itu
terluka lebar dan darah pun bercucuran deras. Wi Hong tersedu-sedu disana
sementara lawannya merintih dan meratap. Dan ketika Swi Cu sadar meloncat maju
dan memeluk sucinya maka dua orang itu
bertangis-tangisan saling rangkul.
"Suci, maafkan Beng Tan. Dia tak bermaksud
menyakitimu. Sudahlah, kita berikan musuh kita itu
padanya dan jangan marah."
"Aku tak dapat mengampuninya!" gadis itu berteriak disela tangisnya. "Aku benci
padanya, Swi Cu. Aku benci padanya! Suruh Beng Tan minggir dan biarkan aku
membunuhnya!" "Hm," Beng Tan berkelebat, datang menepuk pundak gadis ini. "Apa yang dikata Swi
Cu memang benar, Wi Hong. Serahkan Golok Maut padaku dan akulah yang akan
membereskannya. Dia akan kutangkap kalau mau
menyerah dan kubawa menghadap kaisar!"
"Kau terkutuk!" Wi Hong tiba-tiba melompat bangun, memaki pemuda
ini. "Kalau kau memang ingin menyakitiku lakukan itu, Beng Tan. Tapi jangan halangi aku membunuh binatang
itu! Golok Maut bagianku, dan
akulah yang akan membunuhnya!"
"Hm, kau tak dapat membunuhnya,"
Beng Tan berkerut kening. "Merobohkan atau membunuh musuh haruslah ksatria, Wi Hong. Jangan
mempergunakan kesempatan secara tak sehat. Kau tahu
sendiri Golok Maut tak membalas padamu, kenapa
mendesak dan berlaku tak jujur" Kalau dia mau maka
kaulah yang dibunuh. Tidak, aku ingin menyelesaikan
masalah ini secara ksatria dan kau jelas bukan
tandingannya. Mundurlah dan biarkan aku yang menghadapi!" dan membalik menghadapi lawan Beng Tan sudah berkelebat dan berdiri
pula di depan Si Golok Maut.
"Golok Maut, kau terluka. Tapi itu salahmu. Nih, terima senjatamu kembali dan
mari kita selesaikan urusan ini dengan cara ksatria!"
Beng Tan melempar Golok Penghisap Darah pada
pemiliknya, tadi sudah mengambil dan menyelamatkan
senjata itu dengan kening berkerut-kerut. Dan ketika Golok Maut terkejut dan
terbelalak padanya tiba-tiba Golok Maut yang menangis ini tersedu-sedu dan
menutupi mukanya, menggeleng. "Beng Tan, aku memang laki-laki yang patut dibunuh.
Kau bunuhlah aku, atau biarkan Wi Hong membunuhku!"
"Hm, kau berlagak apalagi?" Beng Tan tertegun, baru kali ini melihat Golok Maut
menangis! "Tak usah bersikap pura-pura, Golok Maut. Kau berdirilah dan terima
golokmu!" "Tidak, aku tak mau bertanding. Aku, ah... lemas tubuhku...!" dan Golok Maut
yang terhuyung bangkit berdiri tiba-tiba berjalan dan menjatuhkan diri di depan
Wi Hong, berlutut. "Wi Hong...." suara itu menggigil, penuh rasa salah, juga
bingung. "Aku... aku tak tahu bahwa selama ini hubungan kita telah membuahkan
hasil. Tadi aku memang berniat membunuhmu. Tapi setelah kuketahui bahwa kau
mengandung dan berbadan dua akibat
perbuatanku harap kau maafkanlah kesalahanku. Aku tak ingin membunuhmu. Kalau
kau ingin membalas dan merasa kusakiti terimalah Golok Penghisap Darah dan kau bunuhlah aku!"
Wi Hong tertegun. Penyerahan dan sikap pasrah yang
tidak dibuat-buat dari kekasihnya ini sungguh berbeda sekali dengan tadi, bagai
bumi dan langit. Tapi teringat betapa dia benar-benar hampir dibunuh kekasihnya
ini tiba-tiba kemarahan Wi Hong lenyap, hilang rasa kasihannya.
"Kau ingin dibunuh" Kau minta dibunuh" Baik, aku memang ingin membunuhmu, Golok
Maut. Kau laki-laki keparat yang telah membuat aku menderita selama hidup.
Bersiaplah!" namun belum Wi Hong menyambar Golok Penghisap Darah, yang masih
dipegang Beng Tan tiba-tiba Golok Maut berdiri memegang lengannya.
"Tunggu... tunggu dulu!" seruan itu gemetar setengah merintih. "Jelaskan dulu
pada Beng Tan dan sumoimu bahwa aku tak melakukan perkosaan, Wi Hong.
Beritahukan mereka bahwa apa yang terjadi ini adalah
akibat hubungan cinta kasih kita, bukan paksaan!"
Wi Hong tertegun. "Kau tak keberatan, bukan?"
"Hm," Beng Tan tiba-tiba melompat mendekati, melihat gadis baju merah itu
terisak. "Apalagi ini, Golok Maut" Kau berkata bahwa yang kau lakukan itu adalah
atas dasar suka sama suka?"
"Benar," Golok Maut membalik, menghadapi pemuda itu. "Apa yang kau tuduhkan
adalah tidak benar, Beng Tan.
Aku memang pembunuh tapi bukan pemerkosa! Apa yang
kulakukan bersama Wi Hong adalah atas dasar cinta kasih berdua, bukan paksaan.
Dan karena aku akan mati maka
ingin kuhapus dulu tuduhan itu dan kalian lihatlah bahwa aku bersih!"
Wi Hong tiba-tiba menangis. Tak dapat disangkal bahwa apa yang dilakukannya
bersama Si Golok Maut itu adalah
atas dasar suka sama suka, bukan paksaan. Golok Maut tak memperkosanya
dan kehamilannya adalah karena kesalahannya juga. Maka ketika Beng Tan bertanya begitu dan Golok Maut meminta
pengakuannya tiba-tiba gadis ini mengguguk dan menutupi mukanya, dlsambar dan
dicekal Swi Cu, yang terkejut dan tertegun!
"Suci, benarkah apa yang dikata Golok Maut itu" Kau bukan
hamil atas paksaannya" Kalian berdua melakukannya atas dasar suka sama suka?"
"Beb.... benar...!" gadis ini mengguguk "Dia... dia memang tak memperkosaku, Swi
Cu. Tapi dia... dia yang meninggalkan aku telah membuat aku sakit hati dan
benci. Aku ingin membunuhnya!"
"Nah," Golok Maut bersinar-sinar. "Kalian dengar bahwa aku tak melakukan
perbuatan itu, Beng Tan. Aku
memang pembunuh tapi bukan pemerkosa! Dan apa yang
kalian tuduhkan tentang perbuatanku dengan Swi Cu juga tidak benar adanya,
fitnah!" "Keparat!" Swi Cu membentak, melengking tinggi. "Aku melihat kau sendiri
memasuki kamarku dan mau memperkosaku, Golok Maut. Aku tak memfitnah atau
melepas tuduhan keji!"
"Tapi aku tak melakukan itu...."
"Tapi kau masuk ke kamarku!"
"Hm, kapan" Mungkinkah dalam keadaan luka-luka dan letih begini aku melakukan
hal itu" Ingat, kapan aku datang dan lihatlah keadaanku ini, Swi Cu. Aku tak
pernah melakukan itu karena sejak meninggalkan istana aku
langsung ke Lembah Iblis!"
Swi Cu tertegun. Terbelalak dan melihat keadaan Golok Maut yang memang luka-luka
dan letih diapun menjadi ragu. Golok Maut bicara sungguh-sungguh, juga berdasarkan bukti, yang dapat diterima. Dan terkejut serta bimbang dlguncang
perasaan marah tiba-tiba gadis ini
melengking dan berseru, "Golok Maut, kalau begitu apakah siluman yang datang
menggangguku" Atau apakah kau
menganggap aku melepas fitnahan keji yang tidak
berdasar?" "Hm, fitnah jelaslah fitnah, Swi Cu. Tapi aku tidak mengatakan bahwa kau yang
membuat fitnah ini. Kalau
benar ada seseorang yang melakukan hal itu maka jelas bukan aku, orang lain! Dan
kau salah mengalamatkan tuduhan!" "Tapi..." gadis ini gusar. "Ilmu golok yang kau lancarkan padaku adalah jelas
Giam-to-hoat, Golok Maut. Di dunia ini tak ada orang lain yang dapat atau
memiliki ilmu itu selain kau!"
"Hm, kau beranggapan begitu" Terserah, aku sedang pusing dengan berbagai
persoalanku sendiri tapi bersumpah atas nama nenek moyangku aku tak melakukan
perbuatan itu. Pantang bagiku memperkosa, dan aku justeru benci kepada pemerkosa!" dan
ketika Golok Maut berkeretuk mengerotkan giginya maka dari luar lembah tiba-tiba
terlihat bayangan-bayangan orang disusul tawa bergelak.
"Ha-ha, mau apalagi, Beng Tan" Golok Maut sudah ada di depan mata. Laksanakan
perintah kaisar dan tangkap atau bunuh pemuda itu!"
Mindra dan Sudra serta Mo-ko dan Ya-lucang muncul
mendadak. Mereka itu tadi berada dibelakang karena
sebagaimana diketahui orang-orang ini mengikuti Beng
Tan, dari jauh. Mendapat perintah Coa-ongya agar mengepung dan
mengurung Lembah Iblis. Mereka ditugaskan untuk
mencegah larinya Golok Maut, kalau tokoh itu meninggalkan Beng Tan. Maka melihat betapa Beng Tan
terlibat pembicaraan dan pertempuran atau pertandingan dahsyat belum juga
terjadi maka empat orang itu muncul dan Mo-ko, si kakek hitam melontarkan
seruannya. Beng Tan terkejut dan Golok Maut sendiri terperanjat, menoleh dan memandang
kakek-kakek iblis itu. Dan ketika mereka bergerak dan tahu-tahu sudah meluncur
dan berhenti mengepung mereka maka Golok Maut terbelalak
tajam memandang Beng Tan.
"Mereka ini kawan-kawanmu" Kau membawa bala
bantuan?" Beng Tan berdetak. Tiba-tiba dia mendapat pandangan
hina dari Golok Maut. Pemuda bercaping itu memandangnya mengejek dan juga rendah. Ada dugaan
atau sangkaan yang tersirat disitu bahwa Beng Tan
dianggap pengecut, membawa


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bantuan dan ingin mengeroyok! Dan ketika Beng Tan belum menjawab dan
Mo-ko tertawa melengking tiba-tiba kakek yang penuh
kebencian itu mendahului, mengejutkan Beng Tan.
"Ya, kami datang untuk membantu anak muda ini,
Golok Maut. Mencegah kau lari dan agar tertangkap!"
"Ha-ha!" Mindra kali ini menyambung, melihat kemarahan Si Golok Maut. "Kami
diutus Coa-ongya untuk menangkap dan membunuhmu, Golok Maut. Beng Tan
telah membantu Coa-ongya dan beberapa waktu yang lalu menginap digedungnya!"
"Benarkah?" Golok Maut membalik, tiba-tiba menghadapi pemuda baju putih itu. "Hm, tak kusangka kau sudah menjadi antek Coa-
ongya, Beng Tan. Kalau begitu permusuhan kita semakin dalam dan tantanganmu
kuterima. Baiklah, aku bicara sebentar dengan Wi Hong!"
dan berapi-api menghadapi gadis itu Golok Maut berkepal tinju. "Wi Hong, maaf.
Kematianku ditanganmu kutunda dulu. Aku tak akan lari darimu, percayalah. Beri
kesempatan padaku dan kau mundurlah kuhadapi orang-
orang ini!" dan membalik menghadapi kembali lawannya itu Golok Maut menegakkan
kepala, memaksa diri berdiri tak gemetar, meskipun kakinya kelihatan goyah.
"Beng Tan, kau berikan Golok Penghisap Darah itu kalau kau
jantan. Mari kita bertanding dan aku siap melayanimu
sampai mati. Boleh keroyok dan aku tak akan undur
setapak pun!" Beng Tan tergetar. Setelah pembicaraannya dengan
Golok Maut dan dilihatnya betapa Si Golok Maut itu tetap merupakan laki-laki
gagah yang cukup ksatria maka dia menjadi ragu dan tergetar juga, tak enak.
Merasakan sesuatu yang mengganjal dan sesuatu itu
membuat dia bimbang. Dia telah salah sangka dengan
tuduhannya pertama, bahwa Wi Hong diperkosa Golok
Maut. Dan bahwa Golok Maut telah menyangkal pula
perbuatannya terhadap Swi Cu dan kenyataan atau alibi Golok Maut itu tampaknya
kuat juga, karena tak mungkin orang yang sedang luka-luka dan letih memperkosa
orang lain maka Beng Tan menjadi ragu dan Golok Penghisap
Darah yang dicekalnya itu bergetar maju mundur, siap
diberikan tapi juga tidak, berulang-ulang hingga pemuda ini dibentak lawan.
Namun ketika Golok Maut bergerak dan
maju melepas pukulan tiba-tiba golok itu dilempar pada Swi Cu dan Beng Tan
menangkis. "Golok Maut, aku sekarang tak ingin membunuhmu.
Biarlah senjatamu kusimpan pada Swi Cu dan kita
bertanding tangan kosong... dukk!" dan dua lengan yang tergetar beradu sama kuat
tiba-tiba membuat Golok Maut terhuyung
dan Mo-ko terkekeh nyaring, bergerak menyerang Golok Maut dan Mindra serta yang lain-lain
tiba-tiba juga maju bergerak.
Mereka itu tertawa dan masing-masing melepas pukulan.
Itu adalah saat yang baik karena Golok Maut sedang
tergetar dan terhuyung oleh tangkisan Beng Tan, jadi
mereka tentu saja melihat kesempatan emas dan lima orang itu tiba-tiba bergerak
hampir berbareng. Dan ketika Mo-ko melepas Pek-see-kang atau Hek-see-kangnya dan
kakek Yalucang menyemburkan api lewat mulutnya maka Mindra
dan Sudra juga menghantam dengan Pukulan Bintang Api, Hwi-seng-ciang.
"Plak-duk-dess!"
Golok Maut mencelat. Lima pukulan itu mengenainya
telak dan mengeluhlah tokoh bercaping itu. Tadi dia sedang terhuyung dan tentu
saja ia tak dapat mengelak, menangkis saja
susah dan lawan-lawannya yang licik telah melancarkan pukulan di saat dia tak terjaga. Maka begitu terlempar dan mencelat
oleh lima buah pukulan yang
dahsyat maka Golok Maut terbanting dan lima kakek itu tertawa bergelak
menyerangnya lagi! "Bunuh dia! Pukul sampai roboh!"
Swi Cu dan Wi Hong terkejut. Sebenarnya, melihat sikap Golok Maut yang begitu
gagah dan ksatria hati dua orang ini terutama Wi Hong tergetar. Memang selama
ini dia tahu bahwa Golok Maut bukanlah laki-laki pengecut. Kekejaman yang dilakukan pemuda itu adalah dikarenakan masa lalunya yang buruk,
nasib yang kejam dan tampaknya mempermainkannya sekehendak hati. Wi Hong inilah
satu-satunya orang yang tahu jelas siapa sesungguhnya Si Golok Maut itu, karena
sebagai kekasih Golok Maut telah
menceritakan masa suramnya yang lewat.
Wi Hong inilah yang sebenarnya ragu dan terkejut ketika mendengar Golok Maut
memerkosa, hal yang hampir
diyakininya tak mungkin karena Golok Maut justeru akan beringas dan benci sekali
kepada pemerkosa. Enci pemuda itu yang tewas setelah diperkosa menimbulkan
semacam dendam di hati Golok Maut dan akan berlaku demikian
kejam kalau ada pemerkosa.
Maka begitu berita-berita itu didengar dari sumoinya, Swi Cu, menyatakan
diganggu dan akan diperkosa Golok
Maut diam-diam dihati gadis atau wanita baju merah ini timbul semacam rasa tidak
percaya dan kaget, tak mau
menerima begitu saja dan akhirnya Golok Maut dapat
memberikan keyakinan-keyakinannya yang kuat.
Orang yang sedang terluka dan letih tak mungkin dapat melakukan
itu. Maka ketika Golok Maut dapat menyanggah dan diam-diam semacam perasaan lega
membersit di hati wanita ini maka Wi Hong bersyukur
karena hal itu sungguh tak dilakukan Golok Maut,
meskipun Swi Cu masih menyangsikannya dan hal itu
memang boleh-boleh saja. Dia sendiri pun masih akan
menyelidiki tapi Wi Hong percaya penuh. Dia tahu siapa Golok Maut dan bagaimana
wataknya pula. Tapi karena
dia sendiri juga hampir dibunuh dan Golok Maut bersikap demikian kejam kepadanya
maka Wi Hong menjadi benci
dan sakit hati pula, menimbang-nimbang dan memikir apa yang kira-kira akan
dilakukannya. Golok Maut telah
berserah diri dan dia siap membunuh. Tapi begitu muncul orang-orang ini dan
Golok Maut yang sedang terluka dan terpukul tiba-tiba terbanting dan mengeluh
bergulingan dihantam lima orang kakek itu tiba-tiba Wi Hong menjadi terbakar dan
marah pula! "Mo-ko, kalian licik. Berhenti dan mundur!"
"Ha-ha, siapa kau" Ketua Hek-yan-pang" Ha-ha, kau bukan isteri Coa-ongya pangcu,
tak berhak memerintah aku dan justeru kau majulah keroyok Si Golok Maut ini. Kau
akan mendapat imbalan dan salah-salah memikat hati Coa-ongya untuk diambil
isteri!" "Tutup mulutmu!" Wi Hong semakin terbakar. "Kau busuk dan bermulut kotor, Mo-ko.
Kalau begitu terimalah ini dan aku akan menghajarmu!"
"Heii...!" Mo-ko berteriak, melihat Wi Hong berkelebat.
"Kau menyerang aku, bocah" Keparat, aku tak takut...
duk!" dan dua lengan yang beradu di udara tiba-tiba membuat Wi Hong terpental,
kaget bergulingan melempar tubuh karena dirinya kalah kuat. Mo-ko memang lihai
dan ia pun baru saja bertempur menguras tenaga melawan
kekasihnya. Dan ketika gadis itu bergulingan mengeluh mendekap
perut dan Mo-ko terbahak-bahak tiba-tiba iblis bermuka hitam itu melepas jarum-
jarum halus untuk mernyerang
ketua Hek-yan-pang itu. "Cet-cet-cet!" Swi Cu berteriak marah. Melihat sucinya diserang
senjata gelap disaat bergulingan tentu saja gadis baju hitam ini gusar. Dia tak
dapat menerima itu dan berteriaklah gadis ini menolong sucinya.
Jarum-jarum itu ditangkis jarum-jarumnya pula, tang-
ting-tang-ting dan semuanya runtuh ke tanah. Dan ketika sucinya melompat bangun
dan memaki kakek itu maka Wi
Hong menerjang dan menyerang lagi, ditangkis dan
terpental dan kembali gadis ini jungkir balik. Wi Hong lemah tenaganya dan hanya
berkat kemarahannya itu sajalah yang membuat wanita ini seolah bangkit, bertenaga.
Tapi begitu lawan tertawa-tawa dan sebentar kemudian
sudah mendesak dan mencecarnya maka Swi Cu tak dapat
menahan diri dan bergeraklah gadis ini menerjang Mo-ko, teman sendiri!
"Hek-mo-ko, kau siluman jahanam!"
Hek-mo-ko terkejut. Sebenarnya dia tak bermaksud
membunuh Wi Hong kecuali merobohkan dan menundukkannya saja, sekedar memberi pelajaran. Maka
begitu Swi Cu menyerang dan gadis ini adalah kekasih Beng Tan, pemuda yang amat
lihai itu maka kakek ini tentu saja kaget dan cepat menangkis ketika sinar putih
menyambar dari atas. "Plakk!" Swi Cu terpental berjungkir balik. Dia telah mencabut pedangnya dan dengan
senjata itu ia menyerang lawan,
membalik dan menyerang lagi bertubi-tubi. Cepat dan ganas ia sudah mencecar
kakek ini. Dan karena Swi Cu masih segar dan tentu saja
bersemangat maka gadis itu mainkan ilmu pedangnya
dengan hebat sementara pukulan-pukulan Awan Merahnya
menyambar, dilepas dengan tangan kiri dan Mo-ko tentu saja sibuk. Iblis muka
hitam ini bingung karena Swi Cu bukanlah gadis biasa. Disamping wakil ketua
sebuah perkumpulan yang cukup ternama juga gadis itu adalah
kekasih Beng Tan, pemuda lihai yang jelas bukan
tandingannya! Maka ketika kakek ini tak berani keras-keras menghadapi gadis baju
hitam itu sementara lawannya
demikian sungguh-sungguh dan beringas maka Mo-ko
akhirnya terdesak dan dua kali ujung pedang mengenai
pelipisnya! "Cret-cret!" Kakek itu memaki gusar. Dia
menampar dan mengebutkan ujung bajunya, menolak pedang namun
sudah diserang lagi. Dan ketika Wi Hong juga bangkit
berdiri dan menyerang dari kanan maka kakek ini berkaok-kaok dan sebentar
kemudian sudah menerima pukulan atau tusukan-tusukan pedang.
"Hei-heii..! Kalian gila" Kalian tidak waras" Berhenti, nona. Atau aku marah dan
akan bersikap kejam terhadap kalian!"
"Kejamlah! Bersikaplah! Siapa takut dan akan mundur"
Roboh dan pergilah, Mo-ko, atau aku yang akan menjadi pembunuhmu.. bret-crat!"
tusukan di pipi membuat iblis ini murka bukan main, merunduk dan tiba-tiba
tangannya bergerak dari bawah. Ia menangkap dan mencengkeram
perut Swi Cu. Tapi ketika Wi Hong bergerak dan membabat kakek itu maka pedang
yang gemetar menetak perlahan.
"Takk!" Mo-ko melindungi tangannya. Dia sudah mengerahkan
sinkang dan menolak pedang. Wi Hong dalam keadaan
lemah dan karena itu tenaganya pun tak usah dikhawatiri.
Namun karena gangguan itu datang juga dan Swi Cu
menendang maka cengkeramannya bertemu dengan ujung
kaki gadis itu. "Bret!" Swi Cu berteriak. Kakinya tersambar dan dia menarik,
celaka sekali sepatunya copot dan pincanglah dia dengan sebelah kaki telanjang.
Namun ketika lawan tertawa
menyeringai dan menubruknya lagi maka dua orang ini
sudah bertanding sementara Wi Hong sekali dua terhuyung membantu sumoinya.
"Bunuh kakek ini, Swi Cu. Tusuk dan robohkan dia!"
"Ya, dan kita habisi nyawanya, suci. Atau kita berdua mampus bersama... sing-
bret!" Mo-ko kewalahan, betapapun kurang sungguh-sungguh
dan pedang kembali mengenai bahunya, dikeroyok dan
sekarang dia tak dapat tertawa atau menyeringai lagi karena dua orang wanita itu
menyerangnya sungguh-sungguh. Dan karena kakek ini masih segan dan takut kepada
Beng Tan akibatnya dia mulai terdesak dan mundur-mundur,
mencabut tongkat namun senjata itu kurang berguna saja.
Jarum rahasia yang ada di ujung tongkat tak berani
dikeluarkan. Kakek ini takut karena jarumnya itu adalah jarum beracun, amat
ampuh dan dapat membunuh lawan.
Dan karena pertandingan berjalan pincang dan kakek ini tentu saja terdesak dan
terdesak maka Pek-mo-ko, si iblis putih menjadi geram, marah melihat keadaan
adiknya itu. "Sute, biar kubantu kau!" kakek putih menyambar meninggalkan Golok Maut,
berkelebat dan membantu adiknya dan terkejutlah Swi Cu serta Wi Hong.
Sebenarnya menghadapi Hek-mo-ko seorang mereka
haruslah bekerja keras. Maka begitu si iblis putih meloncat membantu adiknya
maka Swi Cu terpental ketika dengan
keras tongkat di tangan kakek itu menangkis pedangnya.
"Tranggg!" Gadis ini mengeluh. Sekarang dia terhuyung dan sucinya disana tinggal menghadapi
sendirian Hek-mo-ko, si Iblis hitam. Dan ketika Pek-mo-ko sudah menyerangnya
bertubi-tubi dan sucinya yang lemah itu menghadapi Hek-mo-ko
yang tertawa-tawa maka keadaan berbalik dan merekalah yang kini terdesak!
"Keparat!" Swi Cu melengking-lengking "Kau jahanam terkutuk, Pek-mo-ko. Biar
kubunuh kau atau aku yang
terbunuh!" "Ha-ha!" Pek-mo-ko menyeringai. "Aku tak bermaksud membunuhmu, nona. Hanya
mencegahmu berbuat curang
dan tidak mendesak adikku!"
"Tapi kau juga curang, mengeroyok Golok Maut!"
"Hm!" kakek ini terkejut, merah mukanya. "Itu lain bocah. Golok Maut adalah
musuh semua orang dan kita
patut membunuhnya!" "Curang, pengecut!" dan Swi Cu yang marah membentak lagi lalu melengking-
lengking dan menghadapi kakek ini, sayang kalah tinggi dan Pek-mo-ko pun dengan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tenang menahan semua serangan-serangannya.
Dan karena iblis putih itu memang orang yang amat lihai dan Swi Cu masih di
bawah kelas maka gadis ini terdesak dan satu pukulan tongkat akhirnya menghajar
pundaknya. "Dess!" Swi Cu pucat. Didesak dan digiring mengikuti lawan
akhirnya dia terdikte, mengelak namun sebuah hantaman kembali mengenai tubuhnya.
Dan ketika gadis ini terhuyung-huyung sementara Wi Hong disana juga jatuh
bangun menghadapi Hek mo-ko akhirnya Beng Tan, yang
sejak tadi terbelalak dan marah melihat semuanya tiba-tiba berkelebat, persis
bersamaan dengan Si Golok Maut yang juga berkelebat dan membentak Hek-mo-ko,
yang sudah merobohkan Wi Hong. "Mo-ko, kau iblis jahanam!"
Si putih dan si hitam terkejut. Mereka melihat
berkelebatnya bayangan dua pemuda itu, satu dari kiri
sedang yang lain dari kanan. Dan karena mereka
sebenarnya memang sudah gentar dan tentu saja menangkis jerih maka keduanya
terlempar ketika dua pukulan atau tamparan Golok Maut dan Beng Tan mengenai
pelipis mereka. "Des-dess!" Mo-ko kakak beradik terpelanting. Pukulan Beng Tan
tidak terlalu keras namun cukup juga membuat Pek-mo-ko terguling-guling.
Dan karena Golok Maut justeru bersikap sebaliknya
karena tokoh bercaping yang sedang marah ini tak dapat menahan dirinya maka Kim-
kong-cian (Pukulan Sinar Emas) menghantam telak punggang Hek-mo-ko, yang
mencelat dan terlempar dan tentu saja iblis hitam itu berkaok-kaok. Dia
bergulingan menjauhkan diri dan Golok Maut sudah menolong Wi Hong. Gadis atau
ketua Hek-yan-pang itu diangkat dan disandarkan kebahunya.
Dan ketika Wi Hong tersedu-sedu dan gemetar di
pelukan Golok Maut maka pemuda itu berbisik, juga
gemetar, "Wi Hong, kau istirahatlah disana. Jaga kandunganmu, jaga anak kita. Biarlah kau
mundur dan kuhadapi orang-orang ini!"
"Ooh..!" Wi Hong menangis mengguguk "Kau... kau keparat jahanam, Golok Maut. Kau
kubenci dan akupun ingin membunuhmu!" "Tenanglah, boleh kau lakukan itu," Golok Maut menyeringai pedih. "Aku tak akan
lari, Wi Hong. Aku bersumpah ingin mati kalau kau kehendaki. Sudahlah, kau
disini dan kuhadapi orang-orang itu..... plak!" dan Golok Maut yang diteriaki
dan mendengar seruan kaget Wi Hong
tiba-tiba membalik dan sudah menangkis sambaran
nenggala, serangan licik yang dilakukan Mindra dan kakek India itu terkejut
memekik perlahan, tadi membokong dan melihat kesempatan baik. Tak tahunya Golok
Maut mendengar dan pemuda itu sudah menangkis, mengerahkan sinkangnya. Dan ketika Mindra terpental dan otomatis gagal maka
Golok Maut berdiri dan menggeram
pada kakek curang itu. "Mindra, kau kakek jahanam. Kubunuh kau!"
Dan Golok Maut yang berkelebat serta mendorong Wi
Hong lalu bergerak dan mengejar musuhnya ini, tadi
dikeroyok empat namun dia mampu bertahan. Beng Tan
memang tidak menyerangnya lagi setelah orang-orang itu maju, pertama karena
marah dan kedua karena dia memang tidak suka keroyokan. Akibatnya
dibiarkannyalah orang-orang itu menyerang dan Golok Maut ternyata dapat
melayani, meskipun terhuyung dan menderita luka.
Dan ketika Pek-mo-ko maupun Hek-mo-ko akhirnya
keluar karena menghadapi Swi Cu dan Wi Hong maka tiga orang itu tak kuat juga
dan akhirnya terdesak namun
sayang Golok Maut harus menolong kekasihnya, melihat
Wi Hong dirobohkan Hek-mo-ko dan kini Mindra
membokong dari belakang, ditangkis dan tak tahunya kakek itu gagal juga. Dan
ketika Golok Maut sudah berdiri lagi dan menyerang kakek itu maka Sudra berusaha
membantu namun tak tahan juga. "Hei, anak muda!" serunya pada Beng Tan. "Kenapa kau mendelong saja dan tidak
membantu kami" Hayo maju,
Golok Maut adalah bagianmu!"
"Kalian curang!" Beng Tan membentak. "Kalau merasa gagah dan ingin merobohkan
lawan janganlah mengeroyok,
Mindra. Golok Maut memang bagianku tapi kalian mundur kalau tak ingin celaka!"
"Keparat, kami membantumu! Kenapa malah membiarkan dan berdiam diri" Hei .... maju, bocah. Atau kau kulaporkan pada Coa-
ongya... plak-dess!" Sudra mencelat, kali ini mendapat bagiannya dan Kim-kong-
ciang tak dapat dielak lagi. Dia menangkis tapi kalah cepat, pukulan itu
mengenai tengkuknya dan terlemparlah kakek ini. Dan ketika Golok Maut mengejar
namun Mindra membantu maka nenggala menusuk dan Golok Maut
terpaksa menangkis. "Plak!" Dua-duanya terhuyung. Golok Maut tergetar namun
tidak terpental seperti lawannya, diserang dan kini
dikeroyok lagi karena Pek-mo-ko maupun Hek-mo-ko
sudah maju mengerubut. Yalucang kakek yang tinggi besar itu juga menyembur-
nyemburkan apinya namun semua dapat ditiup padam oleh Golok Maut, tokoh
bercaping yang ternyata masih lihai itu, meskipun terluka, letih. Dan ketika
pertandingan kembali terjadi dan keroyokan lima orang itu tak dapat mendesak
Golok Maut maka Swi Cu menggigil di pelukan
kekasihnya, karena Beng Tan juga sudah menolongnya dari serangan Pek-mo-ko tadi.
"Golok ini sebaiknya diberikan pada pemiliknya. Biar kakek-kakek itu mampus
dibunuh!" "Tidak, jangan..." Beng Tan mencegah, "Betapapun mereka adalah pembantu Coa-
ongya, Swi Cu. Dan aku secara tak langsung juga membantu pangeran itu. Biarkan mereka bertanding dan
biar lima kakek itu tahu rasa!"
"Tapi mereka curang, pengecut!"
"Sudah menjadi wataknya," Beng Tan berkata, mengerutkan kening. "Mereka lancang mengambil urusanku, Swi Cu. Biarlah mereka berbuat licik karena Golok Maut masih bisa
bertahan!" Swi Cu tertegun. Akhirnya dia melihat bahwa Golok
Maut memang dapat mengelak dari semua serangan-
serangan berbahaya, meskipun tanpa senjata. Mampu
menolak pukulan-pukulan berat atau juga serangan-
serangan yang mengarah jiwa.
Golok Maut itu ternyata benar-benar hebat meskipun
sudah letih, tanda betapa luar biasanya pemuda bercaping ini dan tentu saja Swi
Cu kagum. Memang Golok Maut
hebat, dikeroyok berlima masih juga ia mampu menghalau dan membalas pukulan-
pukulan lawan. Dan ketika Mo-ko
maupun yang lain berkali-kali terdorong atau terhuyung oleh tangkisan pemuda ini
maka Sudra meledakkan cambuknya dan menjadi marah.
"Mo-ko, kalian serang dari samping. Biar aku dari belakang.... tar-tar!" kakek
itu berseru, licik menyerang Golok Maut dan pemuda ini mengelak.
Cambuk yang menyambar dari belakang menotok atau
menghantam tengkuknya, menuju jalan darah kematian
dan tentu saja pemuda ini menghindar. Namun ketika dia bergerak
ke kanan dan Mo-ko kakak beradik menghantamkan tongkat mereka tiba-tiba Mindra dan
Yalucang bergerak dari depan dengan nenggala dan
pukulan Hwee-kangnya. "Des-dess!" Dua kakek di depan terpental. Mindra dan Yalucang
berteriak keras karena semburan api dan tusukan
nenggalanya ditangkis Golok Maut, begitu kuat dan penuh geraman hingga nenggala
patah. Namun ketika dua kakek itu terpental dan Mo-ko kakak
beradik juga mengeluh dipukul mundur mendadak dua Iblis hitam
dan putih itu memencet tongkat mereka, meluncurkan jarum-jarum halusnya dan jarum-jarum
beracun ini menyambar Golok Maut. Pemuda itu sedang
tergetar dan baru saja menghadapi serangan bertubi-tubi.
Depan dan belakang serta kiri kanan hampir tak ada yang kosong. Lawan semua
menyerang tapi mereka semua dapat dipukul mundur. Tapi begitu Mo-ko dengan licik
menyerang dengan jarum-jarum rahasianya dan tongkat
dipencet maka Golok Maut tak dapat menghindar dan dua dari delapan jarum beracun
menancap di pundaknya. "Cep-cep!" Golok Maut mengeluh. Dia terkejut oleh kecurangan dua orang itu, kekebalannya
tertembus karena baru saja
sinkangnya dikerahkan buat menangkis pukulan bertubi-
tubi itu. Dan ketika dia terbelalak dan terhuyung mundur tiba-tiba Pek-mo-ko
terkekeh melihat raut muka lawan yang pucat.
"Heh-heh, dia terkena, kawan-kawan. Jarum rahasiaku mengenai tubuhnya!"
"Benar!" Hek-mo-ko, sang adik, berteriak. "Dia kena, suheng. Dan sebentar lagi
tubuhnya akan kebiru-biruan, ha-ha!"
Swi Cu dan Wi Hong terkejut. Mereka melihat bahwa
benar saja tak lama kemudian tubuh pemuda itu sudah
kebiru-biruan. Racun dengan cepat mengalir dan tak dapat dicegah lagi.
Seharusnya dalam keadaan begitu Golok Maut berhenti
dan duduk bersila, menahan dan mengerahkan sinkangnya agar racun tidak menjalar
naik. Tapi karena Mo-ko maupun yang lain-lain tentu saja tak akan membiarkan ini
dan Sudra serta Mindra terkekeh menyeramkan tiba-tiba mereka
menubruk kembali diiring lengkingan dan bentakan tinggi.
"Benar, hayo serang dia. Jangan biarkan racun ditahan olehnya!" dan ketika dua
kakek itu menubruk dan tertawa menyerang lagi maka Mo-ko kakak beradik juga
berkelebat dan tongkat dipencet dua tiga kali, menghamburkan jarum-jarum rahasia
dan Golok Maut terkejut sekali.
Kakek tinggi besar Yalucang juga menggeram dan
menyemburkan apinya. Dan ketika dia mengelak namun
tak semua pukulan dapat dihindarkan maka tubuhnya
terpental dan terbanting keras ketika pengerahan sinkangnya tak dapat dikonsentrasikan lagi.
"Dess!" Golok Maut terguling-guling. Untuk pertama kalinya dia merasa panas dingin dan
kaget. Dia harus mencegah racun dengan pengerahan sinkangnya namun juga
sekaligus menahan serangan-serangan lawan dengan tenaga saktinya itu. Tak
ayal dia menjadi gugup dan pecahlah konsentrasinya untuk menghadapi kecurangan-kecurangan lawan. Dan ketika disana
Mo-ko terkekeh-kekeh dan menyerang lagi bersama teman-temannya maka Golok
Maut terdesak dan kali ini dialah yang jatuh bangun.
"Ha-ha, lihat, teman-teman. Sebentar lagi dia roboh!"
"Ya, dan kita bawa kepalanya ke pangeran! Ha-ha, menyerahlah, Golok Maut.
Sekarang kau mati.... des-dess!"
Golok Maut terlempar lagi, jatuh terguling-guling dan mendesaklah lawan dengan
tak kenal ampun lagi. Mo-ko
melepaskan semua jarum-jarumnya namun dua itu saja
yang berhasil, yang lain dipukul runtuh dan habislah
persediaan jarum di ujung tongkat. Dan ketika Golok Maut menerima pukulan-
pukulan lawan dan racun di tubuh
semakin bergerak naik maka tubuh yang kebiruan itu sudah mulai berwarna hitam.
"Curang!" Wi Hong membentak. "Kalian curang, Mo-ko.
Ah, kalian pengecut-pengecut busuk!" dan Wi Hong yang maju membentak marah tiba-
tiba melengking dan tidak
memperdulikan dirinya sendiri, menyambar pedang dan
sudah menusuk dengan senjatanya yang bengkok itu.
Tanpa perduli dan menghiraukan apa-apa lagi mendadak
wanita ini sudah membantu Golok Maut, menusuk dan
menikam Pek-mo-ko. Dan ketika Pek-mo-ko tentu saja
kaget namun tertawa aneh tiba-tiba tusukan Wi Hong
ditangkis dan tongkatnya mementalkan senjata wanita itu.
"Pergi kau... trak!"
Wi Hong terjengkang. Memang dia sudah tak dapat
bertanding karena kehabisan tenaga, selayaknya beristirahat dan wanita inipun
sedang dalam keadaan hamil muda. Tapi karena Golok Maut dicurangi seperti itu
dan tiba-tiba kemarahannya bangkit dan cintanya timbul tiba-tiba gadis atau
wanita ini sudah nekat menyerang lagi, membentak dan maju membela Golok Maut dan
tertegunlah Golok Maut itu. Wi Hong sungguh-sungguh membantunya dan gadis
itupun menangis. Golok Maut terharu dan tiba-tiba
pandangannya pun menjadi hidup. Mata pemuda ini
bersinar-sinar dan berserulah Golok Maut agar kekasihnya itu mundur. Tapi ketika
Wi Hong, malah nekat dan melengking menusuk lawannya maka ketua Hek-yan-pang
itu berseru biarlah dia mati bersama.
"Aku tak akan membiarkanmu dibunuh. Aku tak dapat melihat kecurangan ini.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biarlah kita mati bersama atau semua jahanam-jahanam ini kita basmi!"
"Tapi, ah... kandunganmu, anak kita, ah, tidak. Jangan, Wi Hong. Jangan kau
bantu aku dan menjauhlah kesana.
Kau kehabisan tenaga, kau letih. Biarkan aku sendiri karena aku dapat menghadapi
musuh-musuhku ini!" dan Golok Maut yang melengking panjang melemparkan tangannya
. ke kiri kanan tiba-tiba mendorong empat orang lawannya.
Lalu begitu berkelebat dan melihat Wi Hong terjengkang tiba-tiba Golok Maut
menghantam Pek-mo-ko. Iblis muka putih ini tidak menyangka bahwa Golok Maut
masih bisa bertanding sehebat itu. Maka ketika empat temannya
terhuyung dan Golok Maut menampar tiba-tiba kakek ini menjerit dan terlempar ke
kiri. Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan kaget berseru keras tiba-
tiba Golok Maut berkelebat kearah Swi Cu. Lalu begitu tangannya
bergerak dan menotok pergelangan tiba-tiba Golok
Penghisap Darah, golok yang masih dipegang gadis itu
sudah dirampas! "Mo-ko, sekarang aku akan membunuhmu!"
Semua kaget. Golok Maut tiba-tiba berubah seperti
harimau haus darah. Gerakannya yang cepat dan diluar
dugaan sungguh mengejutkan siapa pun. Swi Cu sendiri
sampai tertegun ketika golok di tangannya terampas.
Namun karena dia memang bermaksud menyerahkan golok
itu dan diapun melihat kecurangan Mo-ko dan kawan-
kawannya ini maka gadis itu terbelalak melihat Golok Maut berkelebat tiga kali.
Pemuda itu membentak ke arah si putih, Pek-mo-ko baru saja melompat bangun dan
saat itulah cahaya menyilaukan berkeredep. Dan karena kakek ini sedang terhuyung
sementara golok sudah menyambar luar biasa cepat maka kakek ini tak dapat
mengelak kecuali menggerakkan
tongkatnya, menangkis tapi tentu saja putus. Golok terus menyambar ke depan
seperti kilat yang amat mengejutkan.
Dan ketika kakek itu terbang semangatnya dan berteriak mengerikan maka tangannya
dipakai untuk menangkis namun tentu saja terbabat. Dan persis kakek itu menjerit maka tangannya kutung
sementara dengan cepat dan tepat golok di tangan Si Golok Maut membelah dadanya.
"Oak!" Satu jeritan tertahan menyusul robohnya tubuh si kakek iblis. Pek-mo-ko mandi
darah dan tubuhnya menjadi dua, putus secara mengerikan. Dadanya itu terpotong
dan berteriaklah Hek-mo-ko melihat saudaranya tewas. Dan
ketika yang lain-lain tertegun dan terkejut melihat itu maka Golok Maut sudah
menggeram dan membalik menyerang
mereka. "Sekarang kalian. Bersiaplah kuhabisi!"
Semuanya gentar. Sekarang Golok Maut mengamuk dan
golok di tangannya itu menyambar-nyambar bagai naga
murka. Mindra dan teman-temannya pucat dan mundurlah
mereka mengelak sambaran itu. Dan karena nenggala
sudah putus sementara cambuk tak mungkin dipakai
menghadapi Golok Penghisap Darah akhirnya Sudra
maupun Mindra membalik memutar tubuhnya, lari!
"Bocah, bantu kami. Atau kau kulaporkan Coa-ongya!"
Beng Tan membelalakkan mata. Dia ngeri melihat sepak
terjang Si Golok Maut yang demikian haus darah. Dia tak setuju orang-orang itu
melakukan pengeroyokan namun
tentu saja dia juga tidak bermaksud untuk membiarkan
teman-temannya dibunuh. Maka ketika dua kakek India itu melarikan diri dan
Yalucang serta Hek-mo-ko tentu saja tak kuat menghadapi sendirian maka dua orang
itupun melarikan diri dan memutar tubuhnya, takut menghadapi Si Golok Maut!
"Beng Tan, bantu kami. Keparat kau!"
Beng Tan sekarang bergerak. Mo-ko dan kawan-kawan
akhirnya melarikan diri. Mereka terang gentar dan
kapoklah orang-orang itu meneriaki Beng Tan. Dan ketika Golok Maut menggeram dan
mengejar mereka, terhuyung
dan mendelik memutar-mutar goloknya tiba-tiba pemuda
ini berkelebat menahan. "Golok Maut, berhenti. Akulah lawanmu!"
Golok Maut beringas. Melihat Beng Tan maju dengan
bentakannya tiba-tiba tanpa banyak cakap ia menyerang lawannya ini. Golok
bergerak namun Beng Tan mengelak, diserang lagi dan berkelebatanlah pemuda itu
melayani lawannya. Namun karena Golok Maut sudah gemetar
sementara racun di tubuh juga mengalir semakin cepat
akhirnya ketika Beng Tan mengetuk tiba-tiba Golok Maut roboh dan mengeluh
pingsan. "Bluk!" Golok Maut memang tidak mungkin menyerang terus.
Dia sudah terlalu lama bertahan dan tubuhnya yang
kehitaman itu membutuhkan pertolongan cepat. Hanya
kemarahan dan kebenciannya yang amat besar sajalah yang mampu membuat dia
bertahan selama itu. Maka ketika Beng Tan bergerak dan memang hanya
pemuda lnilah yang dapat menghadapinya maka begitu
diserang dan diketuk pergelangannya terlepaslah golok di tangan Si Golok Maut
itu, Golok Maut sendiri terguling dan sudah roboh pingsan. Mo-ko dan lain-lain
sudah lenyap melarikan diri dan tinggallah disitu Beng Tan menyelesaikan tugasnya. Dan ketika pemuda ini berkerut-kerut kening melihat
lawan roboh maka Beng Tan
menyambar dan sudah menangkap tawanannya itu.
"Lepaskan dia!" tapi bayangan merah tiba-tiba membentak. "Kau tak boleh membawanya pergi, Beng Tan.
Serahkan padaku dan jangan kau ganggu dia!"
Beng Tan terkejut. "Kau mau apa?"
"Dia... dia ayah dari calon anakku. Aku akan
membawanya pergi, menyelamatkannya!"
"Tapi.." Beng Tan tertegun. "Aku mendapat perintah kaisar untuk menangkap dan
membawanya ke kota raja, Wi Hong. Tak mungkin aku menyerahkannya padamu!"
"Hm!" Wi Hong tegak, berapi-api. "Dengan caramu yang demikian rendah" Menangkap
dan menawan seseorang yang sudah tidak berdaya?"
"Aku akan mengobatinya, Wi Hong. Dan lihat ini!" Beng Tan memberikan sebutir
pil, langsung dimasukkan ke mulut Si Golok Maut tapi Wi Hong tetap menggeleng.
Gadis atau wanita itu berkata bahwa Golok Maut harus
diserahkan padanya, tak boleh dibawa pergi. Dan ketika Beng Tan terbelalak dan
menjadi marah maka wanita ini menutup,
"Kau tidak mendapatkannya secara ksatria. Kau
merobohkan Golok Maut karena sebelumnya dia sudah
terluka. Nah, apakah ini jantan, Beng Tan" Apakah ini tidak membuatmu malu dan
kehilangan harga diri" Kalau kau begitu maka aku siap mati disini, membela
suamiku!" Beng Tan kaget. Sekarang Wi Hong menangis dengan air
mata bercucuran dan gadis atau ketua Hek-yan-pang itu menyebut Golok Maut
sebagai suaminya. Bukan main, satu pernyataan yang berani dan tidak
malu-malu. Hal yang dilakukan gadis itu karena kepepet, terdesak! Dan ketika
Beng Tan tersentak dan bingung
disana maka Swi Cu berkelebat dan menangis menyambar
sucinya itu pula. "Suci, kau benar. Tapi, ah... pemuda ini juga berbahaya dan sekaranglah saatnya
yang paling baik bagi Beng Tan untuk menangkap dan membawanya ke kota raja.
Mereka berdua setanding. Kalau Golok Maut sehat dan sama-sama bertempur maka keduanya
akan menjadi korban dan sama-sama celaka. Sebaiknya biarkan dia dan Golok Maut
paling-paling akan diadili di istana, seperti kata Coa-ongya!"
"Hm, tidak!" Wi Hong membalik, mendorong sumoinya.
"Aku tak mempercayai Coa-ongya, Swi Cu. Dan aku tak percaya orang-orang istana.
Dia tetap milikku dan kalian pergi!"
"Tapi..." Swi Cu tersedu. "Aku takut kalau keduanya bertanding lagi, suci. Aku
ngeri! Mereka itu sama-sama kuat dan setanding!"
"Aku tak perduli. Dan Beng Tan kutantang untuk
mendapatkannya secara gagah! Kalau dia ingin menangkap dan membawa Golok Maut
lebih baik bunuh aku dulu, atau dia pergi dan serahkan pemuda itu padaku!"
"Suci," Swi Cu gemetar, memandang sucinya, "Bukankah kau membenci pemuda ini" Bukankah dia..."
"Tidak, aku mencintainya, Swi Cu. Aku tak pernah diperkosanya dan apa yang
terjadi adalah atas kemauanku juga. Aku sudah mengikat diriku, dan dia ayah dari
calon anakku nanti. Kalian pergi atau....aku akan mati disini membela suamiku!"
Swi Cu mengguguk. Akhirnya dia menubruk dan
memeluk Beng Tan, menutupi mukanya. Sucinya sudah
berkata seperti itu dan tak mungkin dia mencegah. Dan karena dia tahu watak
sucinya ini dan kekerasan sucinya
memang tak perlu diragukan lagi maka Swi Cu menangis
dan berkata pada kekasihnya, agar Golok Maut dilepaskan.
"Berikan dia... berikan dia. Biarlah lain kali kita datang lagi dan laksanakan
tugasmu secara ksatria, kalau Golok Maut sudah sembuh!"
Beng Tan tertegun. Sebenarnya kata-kata Wi Hong tadi
membuat mukanya menjadi merah juga. Memang, kalau
dipikir, adalah kurang jantan menangkap lawannya itu
setelah Golok Maut terluka dan habis tenaganya.
Lawannya itu tidak sehat dan seolah dia tinggal menangkap saja. Tindakan kurang
ksatria. Tapi karena Beng Tan tidak takut dan sebenarnya bukan maksudnya untuk
menangkap Golok Maut begitu mudah akhirnya dia mengangguk dan
mengepal tinju. "Baiklah," katanya. "Aku bukan laki-laki pengecut, Wi Hong.
Kalau kau menghendaki begitu kuterima permintaanmu. Nih, aku masih mempunyai obat lagi dan
biarkan dia sembuh!"
Wi Hong bersinar matanya. Kalau Beng Tan berkata
seperti itu maka sungguh bukan main girangnya sang hati.
Tapi karena dia tak mau menunjukkan kegirangannya itu dan bersikap dingin maka
dia pura-pura mengangguk dan berkata,
"Baik, terima kasih, Beng Tan. Dan aku juga akan menyuruh Golok Maut datang
menemuimu. Ambil obatmu kembali, dia urusanku!"
Tapi Beng Tan melemparkan obat itu. Dia menggeleng
dan tetap ingin menolong Golok Maut, atau, sebenarnya, menolong Wi Hong, karena
dia tak ingin membuat wanita atau gadis itu repot. Dan begitu dia menyendal dan
menarik lengan kekasihnya maka Beng Tan berkelebat dan pergi
meninggalkan Lembah Iblis.
"Wi Hong, sampaikan padanya bahwa hidup atau mati aku pasti akan menangkapnya
lagi. Jangan biarkan dia bersembunyi!" Wi Hong sudah terlalu girang. Dia gembira bahwa
lawan-lawan berat telah pergi. Sekarang dia tahu keadaan kekasihnya ini dan aneh
tapi nyata Wi Hong tak lagi
membenci pemuda itu. Golok Maut secara ksatria dan jantan menghadapi
semua keadaan dengan gagah. Watak itu betul-betul
mengagumkan dan timbullah cinta di hati wanita ini. Dan karena Golok Maut tak
membunuhnya dan dia juga tak jadi membenci orang yang masih dicintanya ini maka
Wi Hong membungkuk dan menyambar pemuda itu. Dan begitu
bergerak dan mengayunkan kakinya tiba-tiba ketua Hek-
yan-pang ini telah berkelebat ke puncak tebing.
"Apa" Beng Tan melepaskan Golok Maut" Dia tak
menangkap dan membawa pemuda itu?"
"Maaf," Mindra memberi hormat. "Begitulah yang kami lihat, ong-ya. Dan Mo-ko
serta Yalu menjadi saksi!" begitu empat orang ini menghadap dengan muka
terengah, melapor dan Coa-ongya, pangeran yang amat berkepentingan itu melotot.
Pangeran ini merah mukanya dan tentu saja dia marah.
Dan ketika semua mengangguk dan menyatakan Golok
Maut dibiarkan Beng Tan maka pangeran ini gusar
meminta pemuda itu dipanggil menghadap.
"Aku disini," Beng Tan tahu-tahu muncul, seperti iblis.
"Apa yang dikata mereka benar, ong-ya, Tapi kesalahan juga justeru gara-gara
mereka. Mereka inilah yang membuat gagal. Dan karena mereka bersalah sebaiknya
dihukum!" Coa-ongya terkejut, berkerot giginya. "Beng Tan, apa arti kata-katamu ini"
Bagaimana mereka bisa bersalah"
Bukankah kau yang melepaskan Golok Maut padahal dia
sudah terluka dan tinggal menangkap" Dan kau sudah
merobohkannya pula, tapi kau melepaskan jahanam itu.
Keparat!" "Hm!" Beng Tan mengedikkan kepala, tidak gentar.
"Jangan marah-marah dulu, ong-ya. Apa yang paduka ketahui belumlah lengkap.
Sebaiknya paduka dengar dulu ceritanya dan ketahuilah kenapa Golok Maut terpaksa
kulepaskan lagi, meski-pun sudah roboh!" Beng Tan lalu menceritakan jalannya
peristiwa, betapa mula-mula dia sudah berhadapan dengan musuhnya itu tapi tiba-
tiba kelima kakek ini datang mengacau. Mereka mengeroyok
dan lancang mendahuluinya. Dan karena mereka melanggar peraturan dan mengambil alih pekerjaan maka Beng Tan membiarkan
mereka. "Tanpa bertanya atau meminta persetujuanku tiba-tiba mereka mengeroyok, mengira
Golok Maut sudah tak kuat
lagi. Siapa salah kalau Golok Maut mengamuk" Kakek-
kakek inilah yang tak tahu diri, ong-ya. Dan mereka
pengecut! Aku memang membiarkan mereka karena siapa
tahu kalau mereka berhasil menangkap dan membunuh
Golok Maut maka mereka inilah yang mendapat pahala!"
Mindra dan keempat kawannya merah padam. Mereka


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disemprot dan dikatai habis-habisan. Beng Tan menyesali namun sekaligus juga
mengejek perbuatan mereka, yang
dianggap pengecut. Dan karena mereka memang mengira
Golok Maut sudah tak bertaring lagi dan mengira gampang merobohkan maka Beng Tan
tak salah kalau membiarkan
mereka berhadapan langsung.
"Nah, paduka tanyakan pada mereka ini apakah betul atau tidak!"
"Hm, betulkah, Mo-ko?" Coa-ongya beralih. "Kalian lancang mendahului dan tidak
menunggu diluar lembah?"
"Maaf, kami tak sabar, ong-ya. Kami diluar lembah tapi melihat Beng Tan bicara
saja dengan Si Golok Maut itu, seolah kawan!"
"Hm, kami bicara apa perdulimu, Mo-ko" Kalian semua lancang, tidak menuruti
perintahku! Kalau sekarang
suhengmu tewas jangan marah-marah kepadaku!"
Hek-mo-ko merah padam. Kalau saja Beng Tan tidaklah
lihai mungkin dia akan menggeram dan menerjang pemuda ini, Memang hatinya masih
sakit dan panas kalau teringat kematian
suhengnya itu. Suhengnya tewas dan kematiannya pun mengerikan. Ah, selama hidup tak
mungkin dia lupakan itu. Dan ketika Beng Tan mengejek dan mencibir padanya maka
kakek ini tak berani bicara apa-apa selain memendam kebencian di hati.
"Awas kau," pikirnya, "Sekali waktu kesempatan itu ada tentu aku akan
mencelakaimu, anak muda. Aku akan
membalas sakit hatiku atas kata-katamu!"
"Hm!" Coa-ongya kini memandang ke pembantu-
pembantunya yang lain. "Betulkah itu, Mindra" Kalian datang dan mengambil alih
tugas Beng Tan?" "Maaf, kami memang tak sabar," Mindra menirukan, menjawab sambil menunduk. "Anak
muda ini kami rasa terlalu lamban, ong-ya. Padahal Golok Maut sudah letih dan
luka-luka. Kami memang mengambil alih pekerjaan
karena menyangka Golok Maut gampang dibunuh. Tapi,
ah... pemuda itu memang benar-benar lihai!"
"Dan kekasih pemuda ini memberikan Golok Penghisap Darah itu pada Golok Maut!"
Hek-mo-ko tiba-tiba berseru.
"Kalau saja Beng Tan mau mencegah tentu kami dapat
membunuhnya, ong-ya. Beng Tan tak mau berbuat apa-apa dan semua menjadi saksi!"
"Hm, bagaimana itu" Apakah golok itu sudah berhasil dirampas?"
"Benar, dan Beng Tan-lah yang merampas. Lalu
memberikannya pada kekasihnya. Hamba juga kecewa
kenapa Beng Tan membiarkan Golok Maut merampas
kembali senjatanya itu!" Mo-ko lalu bercerita, didengar Coa-ongya dan yang lain-
lain pun mengangguk. Memang
Golok Maut akan dapat mereka robohkan kalau saja tidak mendapatkan kembali
senjatanya. Golok itu dirampas dari tangan Swi Cu dan Beng Tan diam saja. Dan
ketika Mo-ko menuduh bahwa Beng Tan rupanya diam-diam berkomplot
dengan musuh maka Coa-ongya bersinar-sinar memandang
pemuda ini, marah. "Beng Tan, benarkah kata-kata Mo-ko ini" Kau
membiarkan saja Golok Maut mengambil senjatanya
padahal kau berada di dekat kekasihmu itu?"
"Maaf, pantang bagiku berbohong, ong-ya. Hal itu betul.
Tapi tidak semata seperti apa yang diceritakan Mo-ko ini.
Mereka mengeroyok, dan bersenjata pula. Mana kegagahan mereka menghadapi lawan
secara ksatria" Aku tak
Pedang Langit Dan Golok Naga 10 Pendekar Rajawali Sakti 159 Neraka Kematian Racun Puri Iblis 1
^