Pencarian

Golok Maut 15

Golok Maut Karya Batara Bagian 15


menyukai Golok Maut, ong-ya. Tapi aku lebih tak
menyukai orang-orang yang bersifat pengecut. Mereka ini licik, dan mengandalkan
jumlah pula. Dan karena aku tak suka mereka berbuat curang maka kubiarkan Golok
Maut itu mendapatkan senjatanya agar pertandingan berjalan adil, masing-masing sama-
sama bersenjata!" "Dan untuk itu suhengku tewas!" Hek-mo-ko naik darah, mendelik. "Kau tak setia
kawan, Beng Tan. Kau membela musuh. Dan aku ragu apakah kesungguhanmu untuk
membunuh Golok Maut juga benar-benar dapat dipercaya!"
"Hm, kau lihat saja," Beng Tan mendengus. "Suhengmu tewas karena kalian semua
tak menuruti perintahku, Mo-ko. Sudah kubilang agar kalian berjaga dan biarkan
aku berhadapan satu lawan satu. Dan karena kalian sombong dan licik mengeroyok
lawan yang disangka tak ada
tenaganya maka jangan salahkan aku kalau seandainya
kalian semua pun mampus!"
"Apa kau bilang?" Hek-mo-ko semakin gusar. "Kau menghina kami yang merupakan
pembantu ong-ya" Kau
merendahkan Coa-ongya pula?"
"Hm," Beng Tan tak menghiraukan. "Sudah kita sepakati bahwa yang maju adalah
aku, Mo-ko, bukan kalian. Dan
karena kalian lancang dan tidak tahu diri maka itulah akibatnya kalau bersifat
sombong. Kalau kalian meragukan niatku membekuk Golok Maut baiklah, aku mundur
dan kalian yang menangkap!"
"Heii..!" Coa-ongya kaget, berseru keras. "Kembali, Beng Tan. Tunggu dulu!"
Kiranya Beng Tan pergi, Pemuda itu marah meninggalkan ruangan, berkelebat dan membalik tanpa
minta ijin lagi pada Coa-ongya, tuan rumah. Tapi ketika Coa-ongya berseru dan
Beng Tan mengeluarkan suara dari hidung tiba-tiba pemuda ini berkelebat dan
muncul kembali. "Paduka mau apa" Apa lagi yang dapat paduka perlukan dari orang yang sudah tidak
dapat dipercaya?" "Tidak... tidak!" sang pangeran menggoyang lengan.
"Aku tetap percaya padamu, Beng Tan. Jangan kemarahanmu kepada Mo-ko kau timpakan disini pula.
Aku tetap memerlukan bantuanmu, jangan kau pergi!"
"Sementara ini biarkan hamba istirahat. Paduka bersama pembantu-pembantu paduka
itu!" "Ah, tapi aku tak marah padamu, Beng Tan. Kau jangan salah paham!"
"Tidak, bukan salah paham, ong-ya. Tapi kulihat
semuanya begitu. Biarlah hamba istirahat dan lain kali kita bicara lagi. Maaf!"
dan Beng Tan yang membalik
membungkukkan tubuhnya tiba-tiba sudah berkelebat dan meninggalkan pangeran,
memberi hormat dan sang pangeran pun tertegun. Coa-ongya tak dapat berbuat apa-apa dan kini giginya
berkerot-kerot. Dan karena Beng Tan benar-benar tak dapat dibujuk dan pemuda itu
masih menunjukkan kemarahannya akhirnya pangeran membalik
dan menghadapi keempat pembantunya itu.
"Kalian lihat, pemuda itu ngambek. Lain kali harap lebih berhati-hati karena
betapapun tenaganya masih kita
perlukan!" dan melotot menegur Hek-mo-ko sang pangeran melanjutkan, "Mo-ko,
malam nanti kau panggil seorang pembantuku yang rahasia. Pergi keluar kota raja
dan cari Si Kedok Hitam, di kuil di timur pintu gerbang. Nah, kalian semua pergi
dan malam nanti bertemu lagi!"
Semua mengangguk. Mo-ko diam-diam heran dan
terkejut karena tak menyangka Coa-ongya memiliki seorang pembantu lain, yang
tidak diketahui. Dan ketika Coa-ongya bangklt berdiri dan meninggalkan ruangan
maka semuanya bergerak dan kembali ke tempat masing-masing, Mindra
dan Sudra diam-diam juga heran dan mengerutkan kening bahwa Coa-ongya memiliki
pembantu rahasia. Mereka saling lirik dan memberi tanda. Namun ketika mereka
berpisah dan menunggu malam nanti maka semuanya
berkelebat dan lenyap di empat penjuru gedung.
-0de0wi0- Malam itu Mo-ko menuju timur pintu gerbang. Dia tahu
akan adanya sebuah kuil tua dan di kuil itulah katanya seorang pembantu Coa-
ongya tinggal. Dia penasaran dan ingin tahu.
Sejak siang tadi dia tak sabar menunggu datangnya
malam. Maka ketika malam menjelang tiba dan dia
diperintah memanggil Si Kedok Hitam, tokoh yang belum dikenal maka iblis muka
hitam itu berkelebat dan sudah tiba di depan kuil.
Mo-ko adalah iblis yang sombong. Pembantu-pembantu
Coa-ongya biasanya adalah orang-orang yang harus
"berkenalan" dulu dengannya. Kalau ilmu silatnya biasa-biasa saja tentu dia akan
menghajarnya habis-habisan.
Maklumlah, setiap pembantu baru berarti saingan cari
makan dan gengsi. Sudra maupun Mindra pun juga tak luput dari "ajar kenal" ini, dicoba
kepandaiannya. Dan ketika dia masuk dan berkelebat memasuki kuil maka Mo-ko
sudah berteriak agar Si Kedok Hitam muncul.
"Hei...!" kakek itu berseru. "Aku mencarimu, Kedok Hitam. Keluarlah dan
tampakkan dirimu. Aku diutus Coa-ongya!"
Tak ada jawaban. Bentakan atau seruan kakek Itu malah bergema namun tak ada
siapa-siapa di kuil kosong itu.
Rupanya tak ada orang dan marahlah kakek ini memanggil-manggil lagi.
Kalau Coa-ongya menyuruh tak mungkin majikannya
bohong. Di kuil itu pasti ada seseorang tapi entah kemana orang yang dicari itu.
Dan ketika iblis ini berkelebatan dan mencari sambil berteriak-teriak maka
seluruh ruangan sudah dijelajahi namun hasilnya nihil.
"Keparat!" kakek ini memaki-maki. "Kau llcik dan pengecut, Kedok Hitam.
Sepantasnya orang macammu ini
tak patut menjadi pembantu Coa-ongya, apalagi pembantu rahasia! Cih, kau gentong
kosong yang menikmati gaji
buta!" Mo-ko marah-marah. Dia sudah mengelilingi dan
mencari kemana-mana. umpatan dan makian pun tak
pernah kendor. Tapi ketika dia tiba diruangan singa, yakni tempat yang penuh
patung binatang tiba-tiba terdengar dengus dan suara yang tak jelas arahnya.
"Mo-ko, aku sudah tahu maksud kedatanganmu.
Pergilah, dan beritahukan Coa-ongya aku datang!"
"Keparat!" Mo-ko membalik. "Dimana kau, Kedok Hitam" Kau benar-benar ada
disini?" , "Ya, aku ada disini, sedang tidur. Tapi kau mengganggu dan berkaok-kaok bagai
babi disembelih. Kalau kau bukan pembantu Coa-ongya tentu tubuhmu sudah kulempar
keluar. Pergilah, dan beritahukan Coa-ongya bahwa aku datang!"
Mo-ko melotot. Dia menangkap suara disebelah kiri,
dibelakang patung singa. Maka berkelebat dan membentak menyuruh lawan keluar
tiba-tiba kakek ini menghantam
dan melepas pukulannya. "Kau keluarlah.... dess!" patung singa hancur, Mo-ko terbelalak menajamkan
matanya karena orang yang dicari tak ada disitu. Dan ketika dia mendengar tawa
mengejek dan suara itu kini ada dibelakang tubuhnya maka dia
membalik dan menghantam lagi.
"Dess!" Inipun gagal. Mo-ko mendelik dan marah bukan main,
mendengar suara di kiri kanan tubuhnya dan tentu saja
kakek itu berubah-ubah tempat. Dia mengikuti dan
menghantam lagi, membabi-buta. Tapi ketika belasan
patung hancur dan orang ^ang dicari tak ada juga maka kakek ini kaget dan mulai
gentar! "Kedok Hitam, keluarlah. Jangan main-main seperti pengecut!"
"Hm, apa maksudmu?"
"Aku ingin melihat tampangmu!"
"Tak perlu sekarang, nanti pun bisa."
"Tidak, kau keluarlah, Kedok Hitam. Atau kau mampus kuhajar.... des-prakk!"
sebuah patung lagi hancur, patung satu-satunya yang ada disitu dan Mo-ko melihat
sesosok bayangan berkelebat luar biasa cepatnya.
Dia sudah menduga bahwa lawannya bersembunyi disitu
dan benar saja orang ini keluar. Tapi ketika dia tak melihat siapa lawannya itu
karena gerakannya demikian cepat dan luar biasa maka tahu-tahu kakek ini telah
kehilangan lawannya itu. Seperti iblis!
"Mo-ko, aku diluar. Keluarlah kalau ingin melihat aku!"
Mo-ko berdetak. Gerakan demikian cepat hanyalah dua
orang saja yang selama ini dialaminya. Satu Golok Maut dan ke-dua adalah Beng
Tan, pemuda baju putih itu. Maka begitu lawan lenyap tapi sudah menunggunya di
depan maka kakek ini. berkelebat dan benar saja seseorang telah menunggunya di
halaman, seseorang yang berkedok!
"Ah, siapa kau?" kakek ini berjungkir balik, turun dan sudah melayang ke bawah
dan berhadapanlah kakek itu
dengan lawannya. Si Kedok Hitam tertawa mengejek dan merasa
meremang mendengar tawa ini, begitu dingin dan
menyeramkan. Jantung di dadanya serasa beku dan tawa
itu juga seperti tawa Si Golok Maut yang kejam dan dingin.
Tapi ketika dia membentak dan lawan menghentikan
tawanya maka Si Kedok Hitam, laki-laki yang tinggi
jangkung ini mendengus padanya.
-ooo0dw0ooo- Jilid : XXV "AKU adalah si Kedok Hitam, kau sudah menyebut
namaku. Kenapa bertanya dan bersikap bodoh?"
"Bukan itu, tapi siapa kau sebenarnya!"
"Heh, tidak berotakkah kau ini, Mo-ko" Sudah kusebut bahwa dlriku adalah si
Kedok Hitam, dan kau bertanya
lagi. Apakah ingatanmu demikian buram hingga perlu
diketok sekali dua?"
Hek-mo-ko menggeram. Dia bingung juga dengan
pertanyaannya itu. Betul, lawan sudah menyebut dirinya, si Kedok Hitam. Tapi
karena yang dia maksudkan adalah
lebih luas lagi dengan siapa sesungguhnya bayangan di balik kedok itu dan
bagaimana si Kedok Hitam bisa
menjadi pembantu Coa-ongya maka kakek ini membentak
dan tiba-tiba menyerang. "Kau manusia busuk! Biar kurobohkan dirimu dan
kulihat pantaskah kau bersikap sombong!" namun lawan yang mengelak dan mengejek
kakek ini tiba-tiba tertawa mengeluarkan tawa menghina.
"Mo-ko, tak perlu kalap. Dikeroyok empat dengan tiga temanmu yang lain aku masih
juga menang. Pergilah, dan katakan pada Coa-ongya bahwa aku datang..... plak-
plak!" kakek iblis itu terpental, kaget berteriak keras dan
menyerang lagi namun lawan dengan mudah menangkis
dan menghalau. Dan ketika enam tujuh kali tetap begitu dan kakek ini terkejut
tiba-tiba Mo-ko mencabut tongkatnya dan kalap menyerang, berseru menerjang
dengan senjatanya itu dan tangan kiri pun bergerak melakukan tamparan-tamparan
Hek-see-kang (Pukulan Pasir Hitam), dahsyat
menyambar namun lawan tertawa aneh. Tubuh yang
diserang itu mendadak berkelebatan cepat dan lenyap
mendahului serangan-serangan kakek itu. Dan ketika Mo-ko terkejut karena lawan
benar-benar tak dapat diikuti bayangannya maka sebuah tamparan ganti mengenai
pundaknya, terpelanting dan kakek itu menjerit keras
karena sentuhan lawan demikian menyengat, rasanya
seperti api! Dan ketika Mo-ko berteriak gusar dan
memencet ujung tongkatnya, menghamburkan jarum-jarum
beracun maka lawan mengebut dan berkata,
"Mo-ko, kecurangan macam ini tak perlu kau perlihatkan padaku. Robohlah, dan
sekarang kita berhenti!"
Mo-ko meraung. Belasan jarum-jarum hitamnya yang
menyambar dalam jarak begitu dekat ternyata dikebut
runtuh dengan satu kibasan ringan, tampaknya ringan tapi nyatanya dia terdorong.
Dan karena jarum-jarumnya itu dikebut balik dan tentu saja menyambar dirinya
sendiri maka kakek iblis itu roboh terbanting dengan tujuh belas jarum menancap
di hampir seluruh tubuhnya.
"Aduh!" Mo-ko terguling-guling. Kakek ini mengeluh dan berteriak kesakitan. Apa
yang terjadi sungguh di luar dugaan. Dan ketika dia merintih dan mengerang tak keruan maka lawan berkelebat lenyap dan menghilang entah ke
mana, berkata dari jauh bahwa dia akan menghadap Coa-
ongya, melaporkan tindakan kakek itu dan tentu saja kakek ini pucat. Namun
ketika dia mencabuti semua jarum-jarum itu dan menelan obat penawar, karena dia
bisa tewas kalau tidak mengobati dirinya maka kakek ini bangkit terhuyung dan lari terpincang-
pincang menuju istana. "Kedok Hitam, bangsat keparat kau! Awas, tantanganmu akan kulaporkan pada tiga
orang rekanku!" "Hm!" suara itu terdengar amat jauh. "Boleh laporkan kalau ingin coba-coba
kepandaianku, Mo-ko. Dan lihat
berapa jurus kalian berempat kurobohkan!"
"Ah, kau sombong. Jahanam takabur!" namun lawan yang tidak menjawab lagi karena
sudah lenyap akhirnya membuat kakek ini terseok-seok berlari, di sepanjang jalan
mengumpat caci namun diam-diam kakek iblis ini gentar.
Kalau saja si Kedok Hitam itu musuh barangkali dia sudah dibunuh, kenyataan itu
diyakininya. Namun ketika kakek ini jatuh bangun meninggalkan kelenteng tua itu
maka di Sana, di istana, telah menunggu pangeran she Coa.
"Hm, kau terlambat!" teguran itu bernada dingin. "Dan kau menghina si Kedok
Hitam pula. Benarkah, Mo-ko?"
Kakek ini tertegun. "Dia sudah di sini?"
"Satu jam yang lalu, dan kau katanya bersikap kurang ajar! Mo-ko, sesama rekan
tak seharusnya kau melakukan itu. Besok kau harus minta maaf padanya dan kalian
berempat tunduk pada si Kedok Hitam. Aku besok tak ada di istana, melaksanakan
tugas kaisar. Kedok Hitam
mewakiliku dan kalian tak boleh membantah!"
"Paduka mau pergi" Berapa lama" Dan Kedok Hitam itu mewakili paduka?"
"Benar, dan tadi aku sudah memanggil tiga temanmu, Mo-ko. Mindra dan Sudra serta
kakek Yalucang kuperintahkan untuk datang ke sini besok. Kedok Hitam akan membawa kalian ke
Lembah Iblis!" "Astaga!" kakek ini terkesiap. "Hamba dan kawan-kawan belum tahu betul
kepandaian si Kedok Hitam itu, pangeran.
Meskipun dia lihai namun baru mengalahkan hamba
seorang. Dan Colok Maut, ah..... dia itu mampu menandingi kami berlima! Hamba khawatir...."
"Tak perlu khawatir!" sang pangeran memotong. "Kalian besok boleh mengujinya,
Mo-ko. Kedok Hitam telah meminta

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persetujuanku untuk menundukkan kalian berempat. Kalian semua gentong-gentong kosong belaka.
Lihatlah dan tiruiah pembantuku yang rahasia itu. Kalau saja kalian dapat
mengalahkan Golok Maut tentu dia tak akan kupanggil. Sudahlah, besok kalian
berkumpul dan ingat bahwa Kedok Hitam adalah wakil diriku pribadi!"
Hek-mo-ko tertegun. Coa-ongya sudah membalikkan
tubuhnya dan melangkah pergi, dia disemprot dan diam-
diam timbul rasa benci dan tak suka kakek itu kepada si Kedok Hitam. Memangnya
siapa laki-laki misterius itu"
Mampukah dia menghadapi Golok Maut" Kalau benar
dapat mengalahkan mereka berempat barangkall hal itu
dapat dijadikan jaminan. Tapi Golok Maut, ah... belum tentu. Tokoh itu memiliki
Golok Penghisap Darah, golok yang luar biasa ampuh dan mengerikan! Dan teringat
bahwa dengan mengalahkan mereka berempat saja masih
bukan merupakan jaminan bagi si Kedok Hitam untuk
mengalahkan Golok Maut maka Mo-ko maju mundur dan
akhirnya menggeram, tetap kurang percaya namun
akhirnya kakek ini berkelebat pergi juga. Biarlah besok dilihat saja bagaimana
baiknya. Ketiga temannya akan
dihubunginya dulu dan ternyata benar Mindra dan lain-
lainnya itu sudah diberitahu Coa-ongya. Mereka diminta datang menghadap dan
besok mereka akan berhadapan
langsung dengan si Kedok Hitam itu, tokoh baru bagi
mereka namun yang agaknya amat dipercaya Coa-ongya,
bahkan lebih dipercaya daripada mereka! Dan ketika
semuanya mengangguk dan tentu saja penasaran, di
samping tak suka maka keesokannya Mo-ko dan tiga
temannya sudah menunggu di tempat yang dijanjikan.
ooooo0de0wi0ooooo Laki-laki itu sudah duduk di kursi Coa ongya. Sikapnya, dan gayanya, sungguh
menggantikan Coa-ongya benar,
sombong dan angkuh. Dan ketika Mo-ko dan kawan-kawan
berkelebatan masuk ternyata si Kedok Hitam itu sudah
mendahului di sana. "Hm, tak tepat waktu! Kenapa kalian terlambat, Mo-ko"
Sudah sejam aku menunggu di sini, dan baru sekarang
kalian datang. Kalau musuh datang menyerbu maka kalian sudah percuma melindungi
istana!" Mo-ko dan kawan-kawan semburat merah. Mereka
terlambat karena diam-diam mereka mengelilingi gedung, menjaga dan ingin
menghadang si Kedok Hitam itu di luar.
Tapi karena dicegat tak ada juga maka mereka masuk dan memang benar satu jam
sudah mereka terlambat. Dan kini
"wakil pribadi" Coa-ongya itu menegur mereka mirip atasan kepada bawahan yang
bersalah. Dingin dan sombong! Dan ketika Mo-ko bersinar-sinar sementara Mindra
dan dua temannya menatap tajam maka Kedok Hitam minta agar
mereka berlutut. "Aku adalah pemimpin kalian. Selama ongya tak ada di sini maka segala perintah
dan keputusan ada di tanganku.
Berlututlah, dan beri hormat sebagaimana layaknya
pembantu yang baik!"
"Keparat!" Mo-ko melotot. "Kau pongah dan sombong, Kedok Hitam! Mentang-mentang
dapat mengalahkan aku seorang kau lalu bersikap takabur! Jangan tergesa dulu, di sini masih ada tiga
temanku yang lain dan mereka belum tentu tunduk padamu!"
"Hm, kalian semua akan kutundukkan, dan memang
harus tunduk! Apa yang keluar dari mulutku adalah sama dengan Coa-ongya.
Bukankah kalian sudah diberi tahu dan tak boleh membantah" Berlututlah, atau
kalian kuhajar!" "Ha-ha!" Mindra tiba-tiba tertawa bergelak. "Kau orang yang sombong sekali,
Kedok Hitam. Sikapmu sungguh
melebihi Coa-ongya. Baiklah, kami akan berlutut di
hadapanmu tapi bukalah dulu kedokmu itu dan baru setelah itu kami memenuhi
permintaanmu!" "Hm, tak ada bawahan memerintah atasannya. Kau tak usah bicara seperti itu,
Mindra. Atau kau kuhajar!"
"Ah, kau mau memberi petunjuk" Bagus, aku tentu
senang.... heii!" dan Mindra yang kaget bukan main tiba-tiba melihat Kedok Hitam
mencelat dari kursinya, terbang dan meluncur ke arahnya dan gerakan itu bukan
main cepatnya. Dia sedang bicara ketika tahu-tahu lawan
menyerang. Dan karena tak ada waktu untuk mengelak
maka kakek ini menggerakkan tangannya menangkis.
"Dess...!" dan.... kakek ini terlempar mencelat empat tombak!
"Aiihh...!" Mindra berjungkir balik meloncat bangun, kaget dan pucat. "Kau...
kau hebat, Kedok Hitam. Tapi kau curang!"
Sudra, yang ada di sampingnya juga terbelalak kaget.
Kakek yang bersenjata cambuk ini sudah meraba
cambuknya dan siap berjaga-jaga. Kedok Hitam sudah
kembali ke tempat duduknya tadi dan duduk dengan
tenang, tegak dan dingin. Sungguh cepat namun
menyeramkan! Dan ketika temannya kaget dan marah
maka Kedok Hitam tertawa mengejek.
"Mindra, kalian semua pasti akan merasakan kehebatanku. Dan jangan sombong dengan Hwi-seng-
ciangmu. Siapa takut akan Pukulan Bintang Api itu" Nah, segebrak ini buat
pelajaran untukmu, tua bangka. Atau kau akan kubuat jungkir balik dengan lebih
hebat lagi!" "Keparat!" kakek itu menggigil, melirik temannya.
"Agaknya main-main ini tak usah ditunda lagi, Sudra.
Kawan kita ini rupanya sengaja ingin pamer! Kau mau
mencobanya pula dan menerima tantangannya!"
"Hm.... tar-tar!" Sudra meledakkan cambuk. "Aku suka melihat kepongahannya,
Mindra. Tapi aku tak suka melihat tarttangannya yang amat merendahkan kita. Dia
berani dikeroyok, begitu kata Mo-ko. Apakah dia memang ingin kita maju berempat?"
"Nanti duiu!" Yalucang tiba-tiba melompat maju, terkejut dan juga membelalakkan
mata melihat kecepatan dan serangan si Kedok Hitam itu. "Aku ingin mencobanya,
Mindra. Biarlah kau mundur dulu dan kita bertempur
seorang lawan seorang!"
"Hm!" Mo-ko tersenyum. "Apa yang dikata Yalu benar, Mindra. Biarlah kau mundur
dan lihat dulu apakah Kedok Hitam dapat mengalahkan rekan kita ini. Kalau benar,
barulah kita maju semua tapi sebaiknya kau pribadi
mencobanya dulu bersama Sudra!"
Mindra tertegun. Dia mendapat kedipan dan isyarat ini segera ditangkapnya dengan
baik. Kalau satu per satu, tentu Kedok Hitam akan terkuras tenaganya dan nanti
kalau mereka maju berbareng pastilah lawan sudah kehabisan
tenaga. Siasat itu bagus dan tentu saja kakek India ini tertawa, mengangguk. Dan
ketika dia mundur dan kakek
tinggi besar Yalu-cang sudah menggosok-gosok tangannya maka keluarlah asap dari
pengerahan tenaga Hwee-kang
(Api). "Aku ingin melihat kepandaianmu secara pribadi.
Marilah, kita main-main dan lihat berapa jurus aku
merobohkanmu!" "Hm!" Kedok Hitam tertawa. "Bukan kau yang merobohkan aku, Yalu. Melainkan
akulah yang akan merobohkanmu. Aku berjanji tak lebih dari dua puluh jurus kau sudah terkapar!"
"Sombong!" kakek ini menggeram. "Kau bermulut besar, Kedok Hitam. Baiklah, mari
kita mulai dan buktikan mulut besarmu itu... wut!" si kakek berkelebat,
tangannya yang lebar dan kuat sudah menghantam sementara mulut siap
meniup. Yalucang kakek tinggi besar ini memang ahli
penyembur api dan Hwee-kang atau ilmu Apinya itu akan bekerja, dia sudah
mengumpulkan tenaganya dan begitu
lawan menangkis diapun akan meniup. Dan ketika benar
saja Kedok Hitam bergerak dan menangkis pukulannya
maka kakek ini sudah membuka mulutnya dan menyemburkan api. "Wushh... dess!"
Kakek ini kaget bukan main. Tepat dia terpental dan
menyemburkan apinya mendadak lawannya itu ikut
meniup. Tenaga khikang yang amat hebatnya menolak
balik tiupan apinya itu. Dan karena Hwee-kang atau
semburan api membalik mengenai dirinya maka kakek ini terbakar dan terjilat
apinya sendiri! "Jahanam!" kakek itu bergulingan memaki kaget. Dia tak menyangka bahwa lawan
demikian lihai. Benturan pukulan di antara mereka jelas menunjukkan lawan lebih
unggul, lebih kuat. Dan ketika kakek itu meloncat bangun dan kaget
membelalakkan mata maka si Kedok Hitam sudah tertawa
dan menendang kursinya, siap menghadapi kakek itu dan menggapai dengan sikap
sombong. Gebrakan pertama itu
jelas memberi pelajaran pada si kakek tinggi besar ini. Dan karena kakek itu
marah dan jelas masih penasaran maka Yalucang membentak dan bangkit menyerang
lagi, melepas pukulan-pukulan kuat dan api pun mulai menyembur-nyembur dari
mulutnya. Kakek ini menggereng-gereng
karena kekagetannya tadi sungguh membuat dia gusar. Dan ketika tak lama kemudian
pukulan Hwee-kang maupun semburan api sudah mengelilingi lawannya maka si Kedok Hitam terkepung dan tak
dapat keluar. "Mampus kau, kubunuh kau!" Yalucang bersinar-sinar.
"Tak dapat kau melarikan diri, Kedok Hitam. Ayolah keluar dan tunjukkan
kepandaianmu!" Mindra dan kawan-kawan melebarkan mata. Mereka
melihat bahwa si Kedok Hitam benar-benar sudah
terkurung. Pukulan dan semburan api sudah mengelilingi laki-laki itu dan Kedok
Hitam tampak terdesak. Mo-ko
mulai tertawa-tawa dan berseru menghitung jurus-jurusnya.
Dia ingat bahwa Kedok Hitam akan merobohkan Yalucang
dalam waktu dua puluh jurus saja, sebuah ucapan yang
dinilai terlalu besar. Tapi ketika Kedok Hitam tertawa dan terus mengelak maju
mundur, menangkis dan menggerak-gerakkan kedua tangannya ke kiri kanan maka aneh
tetapi nyata pukulan-pukulan kakek Yalu terpental. Dan ketika Kedok
Hitam berseru meniup-niupkan mulutnya, mengerahkan sinkangnya tiba-tiba semburan api itu juga ikut terdorong dan
terhalau, kian lama kian jauh dan kakek Yalu tampak membentak sekuat tenaga
mengerahkan kekuatannya. Kakek ini sampai merah dan mendelik
karena semua pukulannya itu tertolak. Dan ketika
semburan apinya juga tertiup dan membalik menyerang
dirinya maka kakek itu pucat sementara Hek-mo-ko sudah menghitung pada junis ke
enam belas, "Keparat, kau tak dapat merobohkan aku dalam jurus kedua puluh, Kedok Hitam. Aku
akan bertahan dan membuat malu dirimu!"
"Ha-ha, sekarang mulai ketakutan! Ayolah, kautunjukkan kepandaianmu, Yalu. Bertahan dan perhebatlah seranganmu. Aku sengaja bertahan, tapi setelah itu aku pasti
membalas. Tinggal empat jurus lagi!"
Kakek Yalu menggigil. Dalam pertempuran yang sudah
berjalan enam belas jurus itu sebenarnya dia sudah
mengerahkan segenap kemampuan. Pada jurus-jurus
pertama memang dia dapat mendesak, mengira dapat
mengalahkan lawan tapi tak tahunya si Kedok Hitam ini sengaja mengalah, bertahan
dan mempermainkannya sedemikian rupa. Dan ketika pada jurus ke sepuluh dan selanjutnya lawannya itu
mulai membalas dan setiap
tangkisan atau benturan tenaga di antara mereka tentu membuat kakek ini
terdorong dan terhuyung-huyung maka pada hitungan ke enambelas itu kakek tinggi
besar ini terdesak. Semburan apinya atau pukulan Hwee-kangnya
tertolak balik, kian lama kian kuat dan empat kali kakek ini sudah menghindar
jilatan apinya sendiri, gagal dan pipinya gosong terjilat! Dan ketika kakek itu
terbelalak pucat dan marah tapi juga gentar akhirnya pada jurus kedelapanbelas
dia terpental. Waktu itu lawan sudah mulai membalas dan pukulan
atau dorongan tangan si Kedok Hitam mengeluarkan angin dahsyat, menghantam dan menyambar
kakek ini dan Hwee-kang tertolak. Dan ketika lawan
meniup dan semburan api melejit menyambar muka kakek
ini maka Yalucang berteriak karena dua serangan sekaligus menghantam dirinya.
Satu dari tangan lawan sementara
yang lain dari tiupan mulut itu. Ah, sin-kang yang dimiliki
Kedok Hitam memang jauh lebih kuat! Dan ketika kakek
itu terpental dan kaget berteriak keras maka lawan
berkelebat dan Kedok Hitam tertawa mengakhiri pertandingan. "Nah, ini dua jurus terakhir. Roboh-lah!"
Yalu bergulingan. Dia berusaha menjauh tapi lawan
membayangi, selalu menempel dan tak mungkin dia dapat mengelak lagi. Dan ketika
kakek itu pucat berseru keras karena lawan melepas pukulan dua kali ke tengkuk
dan dadanya maka kakek ini menangkis sebisanya tapi tetap juga dia kalah cepat.
"Des-plak!" Kakek itu terkapar. Akhirnya Yalucang kakek tinggi
besar ini mengeluh. Dia serasa dihantam palu godam dan kelenger, merintih tak
dapat bangun. Dan ketika lawan menendang dan kakek itu terbanting di sudut maka
selesailah pertandingan dan tepat duapuluh jurus si Kedok Hitam ini mengalahkan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawannya! "Ha-ha, bagaimana, Mindra" Kalian sudah melihat
kepandaianku?" Mindra terkejut. Akhirnya dia melihat bahwa si Kedok
Hitam ini betul-betul lawan yang tangguh. Kemarin Mo-ko sudah bercerita padanya
tapi dia tak yakin. Belum
bertempur belum percaya, begitu biasanya watak orang-
orang kang-ouw. Maka begitu melihat dan membuktikan
maka tergetarlah hati kakek ini namun. itu masih bukan berarti dia takut!
"Bagus!" Mindra tiba-tiba mencabut nenggalanya. "Kau hebat, Kedok Hitam. Tapi
aku masih tak tunduk padamu.
Kau sudah merobohkan Yalu, tapi belum merobohkan aku.
Nah, biarlah kurasakan kepandaianmu dan kita bertanding... cus!" nenggala tiba-tiba bergerak, maju menusuk karena
dengan kecepatan luar biasa tiba-tiba kakek India ini berkelebat. Dia
mempergunakan kesempatan selagi lawan tersenyum-senyum, kaget dan mengelak dan
berlubanglah ujung baju lawan! Dan ketika Kedok Hitam terkejut berseru keras
tiba-tiba kakek India ini sudah menyerangnya ganas.
"Wut-wut!" nenggala menyambar-nyambar. Mindra ternyata licik ingin mendahului
lawan. Sementara bicara serangannya pun sudah dimulai. Dan ketika lawan
mengelak sana-sini dan untuk beberapa saat si Kedok
Hitam terdesak maka Sudra, temannya, tertawa bergelak.
"Bagus, desak dia ke sini, Mindra. Biar sekalian kuhajar!"
Mindra mengangguk. Tadi mereka sudah saling memberi
isyarat dan maklum bahwa pertempuran seorang lawan
seorang rupanya tak menguntungkan mereka. Yalu hampir setingkat dengan mereka,
kalau kakek itu kalah maka tak ada harapan bagi mereka untuk menang pula. Maka
begitu saudaranya berseru dan Mindra mengangguk bersinar-sinar maka kakek ini
sudah mendesak dan menggiring lawan agar mendekati temannya, terus mendesak dan
merangsek dan kerut di balik kedok itu berkernyit. Kedok Hitam mengelak sana-sini sementara
matanya pun mengeluarkan cahaya
aneh. Mata itu mencorong dan mulai marah. Dan ketika
dia didesak dan terus mendekati Sudra, yang sudah siap dengan cambuknya tiba-
tiba senjata itu menjeletar
menyerang dirinya. "Tarr!" Kedok Hitam berjengit. Pundaknya termakan dan dua
kakek India itu sudah tertawa-tawa. Kini Sudra bergerak maju pula dan
dikeroyoklah laki-laki berkedok ini. Yalu
masih merintih-rintih dan mende-sis di sana Kakek itu kelengar dan merasakan
sakitnya. Tapi karena dia seorang kuat dan betapapun kakek ini memang bukan
orang sembarangan maka tak lama kemudian dia sudah bangkit
berdiri, terhuyung dan membelalakkan matanya memandang pertempuran dan kakek itu mendelik marah.
Dia gentar dan kagum terhadap lawannya ini. Tapi karena dia dikalahkan begitu
mudah namun harus diingat bahwa senjatanya, roda bergigi itu belum dlkeluarkan
maka kakek ini merasa penasaran juga dan masih tidak mau menyerah.
Dan ketika Kedok Hitam sudah dibuat berlompatan
menghindari tusukan nenggala atau ledakan cambuk maka Mo-ko mendekatinya dan
berbisik-bisik. "Kau harus maju kembali. Kita semua mengeroyok!"
"Hm, aku memang masih penasaran!" kakek itu mengangguk. "Aku kalah tapi masih
belum sempurna, Mo-ko. Aku masih belum mengeluarkan senjataku dan belum
tentu lawanku menang!"
"Benar, tapi betapapun dia hebat. Aku juga masih penasaran.
Kalau Mindra dan Sudra tak dapat merobohkannya marilah kita maju berbareng dan keroyok berempat!"
"Hm, aku setuju. Mari kita lihat dan saksikan
perkembangannya dulu!"
Dua orang itu sepakat. Mo-ko telah berbisik dan siap
mengajak temannya mengeroyok, dua-duanya memang
masih sama-sama penasaran dan kakek tinggi besar itu
geram. Dan ketika mereka menonton dan tampak
kerubutan ini menguntungkan Mindra dan Sudra maka
Kedok Hitam terlihat keteter.
"Ha-ha, lihat, Mo-ko. Berdua saja rupanya sudah
cukup!" "Benar, kalian menonton saja di situ. Kalau Kedok Hitam tak dapat kami
selesaikan tigapuluh jurus barulah kalian maju!"
"Hm, jangan sombong!" Kedok Hitam membentak. "Aku belum mengeluarkan semua
kepandaianku, Mindra. Kalian licik dan curang mempergunakan senjata. Aku masir
belum kalah!" "Ha-ha, kalau begitu keluarkan senjatamu...."
"Dan juga semua kepandaianmu!" Sudra menyambung, mengejek. "Kami ingin melihat
seberapa hebat kau, Kedok Hitam. Atau kau pecundang secara konyol kalau
memandang rendah kami!"
"Hm, baiklah!" Kedok Hitam mendengus. "Semua permintaan kalian kupenuhi, Sudra.
Dan lihat baik-baik siapa yang akan pecundang... clap!" sebuah sinar kebiruan
tiba-tiba muncul, melesat dari balik punggung laki-laki ini dan Sudra maupun
Mindra terkejut karena mereka silau
melihat sebuah golok yang tajam mengkilat. Cahaya golok itu demikian keras dan
menyakitkan mata. Dan ketika
mereka terkejut dan masih menggerakkan senjata untuk
mendesak atau merangsek lawan tiba-tiba Kedok Hitam
melanjutkan gerakan sinar kebiruan itu.
"Cring-tas!" Sudra dan temannya berseru kaget. Mereka tersentak
karena tiba-tiba nenggala dan cambuk putus, putus dibabat sinar kebiruan itu.
Dan ketika mereka terbelalak dan
terhuyung mundur, kaget dan tergetar oleh sinar kebiruan itu maka golok bergerak
dua kali dan.... robeklah baju pundak berikut sedikit daging dua orang kakek
ini. "Aiihhh...!" dua kakek itu berteriak panjang. Mereka membanting tubuh
bergulingan namun sebentar kemudian
sinar kebiruan itu sudah bergulung-gulung mengejar
mereka, menusuk dan membacok dan kagetlah dua orang
ini karena mengenal itulah gerakan atau jurus-jurus Giam-to-hoat (Ilmu Silat
Golok Maut), ilmu yang dimiliki Si Golok Maut dan tentu saja dua kakek itu
berteriak keras. Mo-ko dan Yalu yang ada di luar tiba-tiba juga terkejut dan berseru tertahan.
Pertemuan mereka yang berkali-kali
dengan Si Golok Maut tentu saja membuat mereka hapal
akan jurus-jurus ilmu golok itu, yang ganas dan
berbahayanya bukan alang-kepalang. Dan ketika mereka
tertegun dan menjublak di tempat, menyaksikan dua orang rekan mereka yang
bergulingan ke sana ke mari maka
nenggala putus dibabat lagi dan cambuk yang meledak-
ledak akhirnya tinggal sejengkal!
"Golok Maut.... ! Kau Golok Maut...!"
Mo-ko dan kakek Yalu terkesiap. Mindra dan Sudra
berteriak-teriak menyebut nama ini, belum apa-apa sudah terbang nyalinya karena
nama tokoh bercaping itu memang menggetarkan. Hanya Beng Tan sajalah yang dapat
mengatasi Si Golok Maut itu. Tapi ketika keadaan menjadi geger dan Mo-ko siap
memanggil pengawal, karena ribut-ribut itu sudah didengar dan ditangkap pengawal
maka Kedok Hitam berseru menyelesaikan pertempuran dengan
suaranya yang tinggi. "Bukan, aku bukan Golok Maut. Kalau aku Si Golok Maut tentu kalian sudah ku-
bunuh! Nah, berhenti dan sekarang kalian harus percaya kelihaianku... crat-bluk!"
Dua kakek itu terlempar, leher mereka tergurat berdarah dan si Kedok Hitam
melakukan tendangan. Gentar dan ciut mengira lawannya Si Golok Maut maka dua
kakek itu sudah terbang semangatnya. Ilmu silat mereka menjadi
kacau dan terlemparlah mereka ketika lawan menendang.
Dan ketika keduanya terkejut melompat
bangun dan Mo-ko serta kakek Yalu terguncang di sana maka sinar
kebiruan itu sudah lenyap di belakang punggung dan si Kedok Hitam ini berdiri
tegak. "Aku bukan Golok Maut. Aku adalah si Kedok Hitam.
Nah, siapa tidak percaya kepadaku dan ingin coba-coba silahkan, boleh maju dan
rasakan kepandaianku!"
"Kau... kau siapa sebenarnya" Bagaimana dapat mainkan Giam-to-hoat yang menjadi
andalan Si Golok Maut?"
"Hm, siapa aku tak usah kalian tahu, Mindra. Cukup kalian ketahui bahwa aku
adalah si Kedok Hitam. Kalian tunduk?"
Mindra gentar. Akhirnya setelah dia tahu kehebatan
lawannya ini dan betapa senjata atau golok di tangan si Kedok Hitam berturut-
turut melukai tubuhnya maka dia
harus tahu diri dan mengangguk. Sudra juga melakukan hal yang sama dan Mo-ko
serta kakek Yalu terbengong-bengong. Mereka yang semula hendak mengeroyok tiba-
tiba saja gentar sebelum bertanding. Nyali pun tiba-tiba sudah menciut begitu
melihat Giam-to-hoat di-keluarkan si Kedok Hitam ini, hal yang amat mengherankan
dan mencengangkan bagaimana ada orang selain Si Golok
Maut dapat memiliki ilmu silat itu, ilmu golok yang luar biasa ampuhnya di mana
mereka tak mungkin berani
bercuit-cuit lagi. Dan ketika mereka terbelalak dan gentar memandang laki-laki
ini maka Kedok Hitam minta agar
mereka berempat menjatuhkan diri berlutut.
"Sekarang kuulangi perintahku, kalian berlutut dan memberi hormat padaku!"
Mindra tiba-tiba gemetar. Hampir berbareng mereka
berempat tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan si Kedok Hitam itu, hal
yang aneh, hal yang akan membuat orang luar bakal terheran-heran dan tidak
percaya. Tapi ketika semuanya berlutut dan menyatakan menyerah,
menyerah secara total maka Hek-mo-ko memberanikan diri bertanya tentang golok di
balik punggung si Kedok Hitam ini.
"Kami ingin membuktikan sekali lagi bahwa kau
bukanlah Si Golok Maut. Tunjukkan kepada kami bahwa
golok di belakang punggungmu itu bukanlah Golok
Penghisap Darah!" "Benar," Sudra tiba-tiba teringat. "Kami ingin menenangkan diri, Kedok Maut. Perlihatkanlah kepada
kami bahwa kau benar-benar bukan Si Golok Maut!"
"Hm, kalian ingin menenteramkan hati" Baiklah, lihat ini. Ini bukan Golok
Penghisap Darah.... singg!" dan sinar kebiruan yang muncul kembali dicabut laki-
laki ini akhirnya diperlihatkan kepada semua orang bahwa golok itu betul-betul
bukan Golok Penghisap Darah, senjata yang dimiliki Si Golok Maut itu. Dan ketika
mereka tenang dan percaya karena bercak darah masih ada di situ, darah dari
pundak Mindra dan Sudra yang terbabat maka semuanya
mengangguk dan lega. "Terima kasih!"
Kedok Hitam sudah mengembalikan goloknya ini.
Seperti orang main sulap saja tiba-tiba hampir tak terlihat mata dia sudah
mengembalikan goloknya di belakang
punggung, cepat dan luar biasa. Dan ketika semua lega dan percaya maka laki-laki
ini duduk dan berkata bahwa mereka berlima semuanya besok akan menuju ke Lembah
Iblis. "Ongya memerintahkan padaku untuk membunuh Si
Golok Maut itu. Dan ongya sudah menghubungi jenderal
Gwe. Besok kita ke Lembah Iblis dan bersama lima ribu pasukan kita tangkap dan
bunuh Si Golok Maut itu!"
"Lima ribu pasukan" Padahal kau sudah dapat
mengalahkan kami?" Mo-ko, yang terkejut dan membelalakkan matanya bertanya. Iblis ini heran dan kaget karena orang sehebat
si Kedok Hitam ini masih juga perlu bantuan pasukan, tak tanggung-tanggung, lima
ribu jumlahnya! Dan ketika Kedok Hitam mengangguk dan
bersinar-sinar, matanya mencorong membayangkan nafsu
membunuh maka dia berkata,
"Benar, bukan karena aku takut menghadapi Si Golok Maut itu, Mo-ko. Melainkan
semata agar Golok Maut kali ini benar-benar tidak dapat lolos lagi. Dan kalian
tak perlu memberi tahu bocah she Ju itu, kita bergerak secara diam-diam!"
Mo-ko melongo. Kedok Hitam akhirnya memberi tahu mereka bahwa jenderal Gwe sudah dihubungi. Secara diam-diam lima ribu
pasukan akan bergerak dari kota raja, menyertai mereka. Dan karena mereka harus
bergerak secara diam-diam dan Golok Maut kali ini harus ditumpas, karena hanya akan
menimbulkan huru-hara saja maka Mo-ko dan kawan-kawan bengong namun girang bukan
main, terutama kakek iblis itu, yang suhengnya sudah tewas dan dibunuh Si Golok Maut.
Tokoh bercaping itu memang
hebat dan tak ada orang selain Beng Tan yang dapat
mengatasi. Namun karena Beng Tan sedang marah-marah
dan pemuda itu entah ke mana maka rencana serbuan
besar-besaran ke Lembah Iblis ini tentu saja menggembirakan mereka. Kedok Hitam berkata bahwa
inilah saatnya terbaik. Golok Maut sedang luka dan
gebrakan mendadak yang akan dilancarkan ini pastilah
berhasil. Mereka akan membasmi dan membunuh Si Golok
Maut itu. Dan ketika Mo-ko mengangguk dan Mindra serta yang lain juga berseri-
seri maka hari itu semua persiapan dilakukan.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian ikuti perintahku, jangan ke mana-mana!"
Empat orang itu mengangguk. Akhirnya mereka melihat
bahwa benar saja lima ribu orang telah keluar dari kota raja secara diam-diam.
Rakyat tak banyak yang tahu karena
semuanya itu memang dirahasiakan. Dan ketika keesokannya benar saja barisan ular yang panjang telah bergerak ke selatan maka
Lembah Iblis, tempat yang
berbahaya sedang mengalami bahaya! Tahukah Golok
Maut akan rencana serbuan itu" Tahukah dia akan badai yang bakal mengguncangkan
tempat tinggalnya ini"
Agaknya tidak. Karena Golok Maut, yang sedang terluka dan dihantam pukulan
bertubi-tubi ternyata sedang dirawat Wi Hong yang selalu menangis melihat
keadaan kekasihnya itu. Dan mari kita lihat ke sana.
ooooo0de0wi0ooooo Seperti diketahui, Golok Maut luka parah setelah
menghadapi keroyokan Mindra dan kawan-kawannya.
Sebelumnya tokoh ini baru mengamuk di kota raja. Ci-
ongya yang dibunuh dan menimbulkan geger bukanlah
berlalu begitu saja. Golok Maut juga luka-luka, terhuyung dan letih memasuki
Lembah Iblis, tempat tinggalnya. Tapi ketika Wi Hong muncul dan marah-marah
kepadanya, menyerang dan membuat keributan maka Golok Maut
hampir saja membunuh kekasihnya ini, kalau saja Beng Tan tidak muncul. Dan
karena pemuda baju putih yang lihai itu juga sedang mencari-cari dirinya dan
minta pertanggung-jawabannya atas pembunuhan yang dilakukan Golok Maut
maka barulah terbuka bahwa Wi Hong hamil setelah
perbuatannya dulu dengan pemuda bercaping ini.
Golok Maut tentu saja terkejut, terpukul. Dia hampir
saja membunuh kekasihnya ini, juga jabang bayi dari hasil
hubungan mereka. Dan karena hal itu jauh lebih dahsyat menghantam pemuda ini
dari segala pukulan atau serangan maka Golok Maut kaget dan terbelalak, serasa
disambar petir dan selanjutnya dimaki-makilah dia oleh Beng Tan.
Dia juga dituduh mau menggagahi Swi Cu, kekasih Beng
Tan. Dan ketika semuanya itu bertubi-tu-bi mendarat di tubuh pemuda ini dan
Golok Maut masih menjublak oleh
kehamilan Wi Hong yang hampir dibunuh maka serangan
Wi Hong nyaris saja menamatkan jiwanya, ketika Wi Hong merampas dan mengayun
Golok Penghisap Darah, yang
tidak dielak oleh pemuda bercaping ini. Tapi karena Beng Tan tak membiarkan itu
dan Golok Maut selamat maka
selanjutnya pemuda yang sedang diguncang pukulan batin ini diserang Mindra dan
kawan-kawannya. Kita telah
mengetahui itu dan terakhir Golok Maut pingsan setelah membunuh Pek-mo-ko,
suheng dari Hek-mo-ko. Dan
karena luka-lukanya ditambah lagi oleh jarum-jarum
beracun yang dihamburkan Mo-ko lewat ujung tongkatnya maka pemuda itu roboh
setelah Mindra dan sisa temannya berhasil dipukul mundur.
Dan kini Wi Hong merawat pemuda itu. Dua hari dua
malam Golok Maut masih tak sadarkan diri. Wi Hong
sudah mendapat obat dari Beng Tan namun ketua Hek-
yan-pang yang angkuh ini tak mau menerima begitu saja.
Dia juga memiliki sisa obat-obatan. Namun ketika tak
mencukupi dan racun di tubuh Golok Maut tak lenyap
dengan tuntas maka Wi Hong tersedu mengambil obat
pemberian Beng Tan. "Jahanam keparat. Kami terpaksa berhutang budi
padamu, Beng Tan. Tapi biarlah, kuterima ini dan kelak budimu akan kubalas
dengan cara lain!" Wi Hong tersedu-sedu. Sebenarnya, dia
sudah mengerahkan sinkang membantu kekasihnya ini, dua hari
dua malam menempelkan lengan dan tiada henti-hentinya dia berseru memanggil Si
Golok Maut. Tapi karena kondisi tubuhnya juga lemah dan hamil muda yang
dialaminya sering disusul muntah-muntah, maka Wi Hong tak berdaya lagi dan apa boleh buat
terpaksa menerima pemberian Beng Tan, hal yang tak diingini karena dia berjanji
akan mempertemukan pemuda itu dengan Golok Maut, kalau
sudah sembuh. Jadi dua pemuda itu bakal bertarung lagi!
padahal masing-masing adalah orang-orang yang sama
dicinta. Dia mencintai Golok Maut sedangkan sumoinya, Swi Cu, mencintai Beng
Tan. Mereka kakak beradik bakal terlibat permusuhan karena masing-masing tentu
akan membela kekasihnya sendiri, hal yang menyakitkan. Dan ketika Wi Hong tersedu dan
mengguguk teringat ini maka dia menjejalkan obat pemberian Beng Tan kepada
kekasihnya. Namun sayang, karena terlambat, sebab Wi Hong baru
memberikannya sekarang, setelah lewat dua hari maka
bayangan kehijauan dari racun yang mengeram di tubuh
tetap bersarang. Warna kehitaman sudah lenyap, tapi tubuh yang terganti dengan
warna kehijauan tetap saja membuat Wi Hong gelisah, cemas. Dan ketika dia batuk-
batuk dan mengerahkan sinkang duduk bersila tiba-tiba saja satu jam kemudian
reaksi obat bekerja, meskipun tak menyeluruh.
Hal ini terlihat karena tiba-tiba Si Golok Maut sadar, membuka mata dan
mengeluh. Dan ketika Wi Hong
terkejut tapi tentu saja girang maka gadis atau wanita ini cepat melepaskan
tangannya berseru cemas, "Ah, kau sudah sadar. Bangunlah, lihatlah...!"
Golok Maut nanar. Caping di atas kepalanya sudah
dibuka. Wi Hong memang tak membiarkan caping itu
melekat lagi di atas kepala karena mengeluarkan keringat yang membanjir. Gadis
ini girang karena pemuda itu
siuman. Tapi begitu dia berjongkok dan mengangkat kepala itu, diletakkannya di
atas pahanya tiba-tiba Golok Maut terguling dan kesakitan,
"Aduh, mati aku, Wi Hong. Tubuhku tak keruan....
huak!" Golok Maut muntah, menyemburkan darah
kehitaman dan kental serta amis. Pemuda itu tak dapat bangun dan girang melihat
kekasihnya, mau bersandar tapi tak sanggup, kepala serasa berputar dan begitu
berat serta pusing. Dan ketika dia menyemprotkan darah busuk dan
mendekap dada maka Wi Hong menangis dan tak jadi
gembira. "Apamu yang sakit" Di mana?"
"Augh, aku... ah, di mana kita, Wi Hong" Dan kenapa kau di sini pula" Di mana
kita?" "Kita di Lembah Iblis, tempat tinggalmu. Ah,
sembuhlah, Golok Maut. Sembuhlah!"
Wi Hong tersedu-sedu. Gadis ini tak dapat menahan
pilunya hati melihat kekasihnya mengerang dan mendesis menahan sakit. Lontakan
darah segar kembali terjadi dan basahlah baju Wi Hong oleh semburan darah busuk
itu. Tapi ketika gadis ini tak menghiraukan dan menangis
merangkul kekasihnya maka Golok Maut terengah-engah
dan pucat mukanya. "Menjauhlah, jangan dekat-dekat. Aku merasa demam dan menggigil!"
"Tidak.... tidak, Golok Maut. Aku akan tetap di sini dan tak perduli apapun yang
terjadi!" "Bodoh! Pakaianmu kotor, Wi Hong. Bersihkan dulu dan bantu aku duduk...!"
Wi Hong bercucuran air mata. Akhirnya Golok Maut
minta disandarkan pada dinding, mereka berada di sebuah guha di atas tebing. Itu
adalah guha yang hangat meskipun gelap. Wi Hong telah menyalakan lilin dan dua
hari ini gadis itu hampir tak tidur, kusut dan mengharukan Dan ketika Golok Maut
melihat semuanya ini dan tentu saja terharu maka pemuda itu tertegun dan
menangis. "Kau.... berapa hari di sini" Berapa lama aku pingsan?"
"Dua hari..." "Dan kau tetap menungguku?"
"Kau.... kita, ah.... aku wajib menunggumu, Golok Maut. Kita bukan orang lain!"
"Hm, dan kau tak tidur. Wi Hong, bagaimana
kesehatanmu" Bagaimana dengan anak di kandunganmu
itu" Bolehkah aku mendengar detak jantungnya?"
Wi Hong tersedu-sedu. "Kesehatanku baik, Golok Maut.
Tak apa-apa. Kau jangan tanya itu. Lihat dan tanyalah dirimu. Bagaimana aku bisa
membantumu dan kau sembuh!" "Hm, aku... ah!" Golok Maut menggigil, menahan sengatan rasa sakit di dada
kirinya. "Aku terluka berat, Wi Hong. Dan .... ah, keparat jahanam-jahanam itu.
Jarum di ujung tongkat Mo-ko menembus sebuah jalan darahku.
Apakah sudah kau cabut?"
Wi Hong terkejut. "Dicabut" Yang mana" Aku sudah mencabut hampir semua jarum di
tubuhmu!" "Di selangkangan...." Golok Maut agak merah mukanya.
"Apakah kau tahu itu dan sudah mencabutnya?"
"Di selangkangan?" Wi Hong tiba-tiba merah padam.
"Tidak, aku tak tahu itu. Kalau begitu, ah... biar kuperiksa!"
"Tidak, jangan. Biarkan aku sendiri!" dan Golok Maut yang membungkuk menahan
sakit lalu merobek celananya
meraba bagian itu, Wi Hong melengos dan tentu saja merah padam. Untung, mereka
pernah melakukan hubungan intim dan Wi Hong dapat menekan rasa malu. Kalau
tidak, barangkali dia akan melompat pergi, tidak hanya sekedar melengos! Dan ketika
Golok Maut mengeluh dan merintih kesakitan maka pemuda ini berkata bahwa jarum
itu sudah tak ada lagi di situ.
"Terlambat, sudah masuk!" muka pemuda ini pucat.
"Jarum itu sudah mengikuti jalan darah, Wi Hong. Dan ini berarti nyawaku tak
dapat dipertahankan lagi!"
"Tidak!" Wi Hong tiba-tiba menjerit.
"Kau tak akan mati, Golok Maut. Aku akan mencari itu!"
"Di mana" Dengan membedah tubuhku" Hm, terlambat, Wi Hong. Tapi aku heran juga
bagaimana aku masih dapat bertahan hidup! Kau agaknya memberikan obat yang
istimewa!" "Beng Tan yang memberikannya..." gadis ini tersedu, gemetar. "Dan... dan... ah,
tidak. Kau tak akan mati, Golok Maut. Kau akan hidup dan aku akan membantumu
sebisaku!" dan Wi Hong yang mengguguk tak dapat
menahan dirinya lagi lalu terguncang-guncang di atas dada pemuda ini, ngeri dan
pucat karena dia tahu apa artinya itu. Jarum selembut dan sehalus seperti yang
dimiliki Mo-ko memang dapat menyusup dan mengikuti aliran darah,
kalau tidak cepat dicabut. Dan menyesal bagaimana dia tidak tahu itu hingga kini
Golok Maut terancam jiwanya maka gadis ini tersedu-sedu dan akhirnya
berteriak- teriak, mencaci dan mengumpat Pek-mo-ko yang sudah
terbunuh itu dan dia berjanji akan
mencari dan "membunuh" lagi kakek itu kalau bertemu di akherat. Satu kebencian yang
memperlihatkan betapa marahnya gadis ini.
Tapi ketika dia berteriak-teriak dan memaki-maki kakek itu maka Golok Maut
tersenyum dan tiba-tiba membelai
mukanya. "Wi Hong, sudahlah. Aku akan mati, tak guna menangis dengan air mata darah
sekalipun. Kau mau diam dan
mendengarkan kata-kataku ini?"
"Tidak, kau tak akan mati, Golok Maut. Kau akan
kuselamatkan!" "Sst, jangan berteriak-teriak. Kalau ajal sudah menanti tiba tak dapat kita
mengelak. Aku siap mati, ini memang resikoku. Dan kau dengarkanlah kata-kataku
sebelum aku berangkat."
"Tidak... tidak...!" dan Wi Hong yang mengguguk serta meremas-remas pemuda itu
akhirnya berteriak agar kekasihnya tidak bicara seperti itu. Bicara tentang kematian sungguh bukanlah
hal enak dan tak mau gadis ini
mendengarkan. Namun ketika Golok Maut tetap berbisik
lembut dan mengusap rambutnya tiba-tiba Wi Hong
meloncat bangun dan beringas.
"Kalau begitu baiklah, aku ikut dan kita sama-sama mencari Pek-mo-ko diakherat!"
"Apa?" "Benar, aku akan mengiringimu dalam kematian, Golok Maut. Kita sama-sama
berangkat ke akherat dan mencari kakek iblis itu!"
"Tidak... jangan!" Golok Maut tiba-tiba menggigil. "Kau jangan gila, Wi Hong.
Justeru aku menghendaki kau hidup untuk melanjutkan pembalasanku!"
"Aku tak mau, dan aku merasa terlalu
berat. Tanpa kau di sampingku aku tak dapat berbuat apa-apa dan
lebih baik mati!" dan Wi Hong yang kembali mengguguk dan tersedu menubruk pemuda ini akhirnya
menyatakan bahwa dia siap mengikuti pemuda itu ke
akherat. Gadis ini tak mau hidup sendiri dan biarlah dia mengiringi serta. Pek-
mo-ko dapat dicari di sana dan
mereka berdua akan sama-sama membalas dendam,
pembicaraan yang melantur dan tentu hanya menggelikan orang-orang yang tak tahu
akan kekuatan cinta. Dan ketika gadis itu bersumpah pula tak mau hidup sendiri
maka Wi Hong menutup, "Kau adalah suamiku. Meskipun kita belum terikat secara resmi namun aku adalah
isterimu. Ke mana kau pergi ke situ pula aku ikut. Aku bersumpah tak mau
sendiri!" "Tidak... jangan...!" Golok Maut terbata-bata. "Justeru itu yang hendak kucegah,
Wi Hong. Kerjaku belum selesai.
Orang-orang she Coa dan Ci masih hidup! Aku ingin kau membalaskan itu dan Coa-
ongya juga belum terbunuh! Ah, tidak.., jangan, Wi Hong. Kau harus tunduk
kepadaku dan ingat jabang bayi itu. Dia harus hidup dan jangan menyertai
ayahnya. Kalau kau ingin menyusulku di alam baka
baiklah, tapi lahirkan dan besarkan dulu anak kita itu.
Suruh dia menuntut balas dan jangan menyertai ayah
ibunya!" Wi Hong terkejut. Tiba-tiba dia teringat bahwa dia
sedang mengandung. Anak yang di perutnya itu akan ikut ke alam baka pula kalau
dia mengikuti Si Golok Maut, bela pati! Dan ketika dia tertegun dan pucat
teringat itu maka Golok Maut berkata-kata lagi, gemetar,
"Ingat, baru Ci-ongya yang kubunuh, Wi Hong. Masih ada dedengkotnya yang lain
lagi, pangeran she Coa yang
keparat itu! Aku tak mau mati penasaran dan tak meram kalau orang she Coa itu
belum binasa. Aku menghendaki kau hidup untuk mendidik anak kita itu. Suruh dia
melanjutkan tugasku dan bunuhlah jahanam terkutuk itu.
Atau aku tak mau menerimamu di akherat dan kau tak
kuakui sebagai isteriku!"
"Ooh...!" Wi Hong tersedu-sedu. "Kau kejam, Golok Maut. Kau tak berperasaan. Kau


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyakiti hatiku, keparat! Kau......kau...."
"Kau bunuhlah aku!" Golok Maut bangkit berdiri, tiba-tiba terhuyung. "Dan mana
Golok Penghisap Darah itu, Wi Hong. Tusuk dadaku kalau kau tak mau turut kata-
kataku!" "Tidak... tidak!" Wi Hong menjerit. "Aku...ah, aku akan menurut kata-katamu,
Golok Maut. Dan aku akan melahirkan dan membesarkan anak ini. Tapi aku masih
akan berusaha untuk menyelamatkan jiwamu!"
"Tak ada harapan lagi...."
"Siapa bilang?" gadis itu cepat memotong. "Kau bilang mengenal seorang yang
hebat, Golok Maut, Kau pernah
bicara padaku tentang Sian-su! Nah, tunjukkan di mana kakek dewa ini dan biar
kucari dia!" Golok Maut tertegun. Tiba-tiba roman berserl terbayang di wajah itu, Golok Maut
kaget namun girang. Dan ketika Wi Hong berkata bahwa dulu dia pernah
menceritakan tentang Sian-su, kakek dewa yang menyelamatkannya dari kekejaman Coa-ongya maka
Golok Maut tertawa dan menyeringai menahan sakit.
"Ah, kau benar, Wi Hong. Kalau kita dapat menemui Sian-su barangkali aku
selamat! Tapi, hmm... aku tak yakin.
Kakek itu tak tentu tempat tinggalnya, tak tentu
rimbanya...!" "Bukankah kau pernah bilang dia di Jurang Malaikat" Di mana tempat itu" Katakan
padaku, Golok Maut. Dan akan kucari kakek itu. Aku ingin hidup berdua bersamamu
dan sama-sama membesarkan anak di kandunganku ini!"
"Hm," Golok Maut menyeringai. "Aku lupa-lupa ingat akan Jurang Malaikat ini.
Tempatnya jauh, dan asing. Aku tak hapal..."
"Tapi waktu itu kau dibawanya!"
"Benar, tapi harap diingat bahwa waktu itu aku pingsan, Wi Hong. Tempat itu
hanya samar-samar saja kuingat!"
"Kalau begitu kita gagal!" Wi Hong menangis lagi, membanting-banting
kakinya. "Kau menghancurkan harapanku, Golok Maut. Kau tak kasihan kepadaku!"
"Hm, nanti dulu," pemuda ini tiba-tiba bergerak. "Ada kuingat sebuah tempat
lain, Wi Hong. Lembah Malaikat!
Ya, di situ kakek itu sering juga tinggal dan aku mengenal beberapa ciri-
cirinya. Tempat itu merupakan tebing yang tinggi dan terjal, di atasnya ada
sebuah guha!" "Di mana itu?" Wi Hong tiba-tiba menghentikan tangisnya, bersemangat. "Aku akan
mencarinya dan mari segera berangkat!"
"Tempat itu di tepi batas propinsi Shansi dengan Honan.
Kauikuti arah aliran sungai Huang-ho ke timur!"
"Hah" Berapa hari perjalanan" Tempat itu jauh sekali, Golok Maut. Dan aku tak
dapat ke sana dalam waktu tiga atau empat hari! Ah, tapi aku akan berusaha. Kita
membawa kereta dan menukar kuda sepanjang perjalanan!"
Wi Hong tiba-tiba gembira, bangkit semangatnya meskipun mula-mula terkejut.
Tempat yang ditunjukkan itu cukuplah jauh namun dia tak kecil hati. Dan ketika
dia bergerak dan menyambar pemuda ini maka Golok Maut sudah dipanggul
tapi mereka berdua jatuh terguling!
"Ah, kaupun kehabisan tenaga. Semangatmu besar tapi tenagamu kurang! Wi Hong,
biarkan aku sendiri dan kita berjalan bersama!"
Wi Hong pucat. "Aku tolol, aku lemah ....!"
"Tidak, kau memang letih, Wi Hong. Dan lagi kau
sedang mengandung. Kau tak dapat memanggulku dan
turun ke bawah. Lebih baik tuntun aku dan kita bersama-sama menuruni tempat
ini." Wi Hong gugup mengangguk. Setelah sebuah harapan
terbersit di depan mata tiba-tiba gadis itu menyala
semangatnya. Golok Maut harus disembuhkan dan dia
akan mencari Sian-su, Bu-beng Sian-su si kakek dewa. Dulu kakek itu menolong
pemuda ini dan sekarang dia akan
mencari-nya. Tak boleh kekasihnya itu tewas dan dia hidup sendiri. Dan ketika
gadis itu bangkit semangatnya dan menyambar serta menuntun hati-hati maka dua
orang ini sudah mulai menuruni tebing untuk keluar mencari
pertolongan. Golok Maut diam-diam mendesis mudah-
mudahan maksudnya itu kesampaian. Bu-beng sian-su
adalah kakek aneh yang tak dapat diikuti bayangannya.
Acapkali muncul kalau tidak dicari tapi tak muncul kalau sedang ditunggu-tunggu.
Golok Maut diam-diam kecil hati.
Namun melihat betapa kekasihnya demikian besar menaruh harapan dan betapa ketua
Hek-yan-pang itu amat mencintanya tiba-tiba keharuan mendalam muncul lagi di hatinya, meremas dan
menggenggam tangan kekasihnya itu erat-erat. Dan ketika Golok Maut batuk-batuk
dan berhenti di tengah jalan maka Wi Hong ikut berhenti dan khawatir.
"Kau telan ini lagi, masih sebutir!"
"Hm, berapa kaudapatkan dari Beng Tan?"
"Tiga butir, yang dua sudah kau minum!"
"Keparat, aku berhutang budi!" Golok Maut, yang merasa terpukul tapi terpaksa
menerima obat itu lalu menelannya dan diam-diam mengepal tinju. Kaiau saja
tidak kasihan kepada Wi Hong yang demikian sungguh-
sungguh ingin menyelamatkan jiwanya barangkali dia lebih baik mati daripada
menerima obat lawan. Obat itu memang manjur karena sesak di dada tiba-tiba agak
berkurang. Dan ketika mereka turun lagi dan tertatih berpegangan batu-batu
tebing maka tak lama kemudian mereka sudah hampir tiba di bawah. Tapi Wi Hong
tiba-tiba tertegun. Golok Maut juga menoleh dan tersiraplah dua muda-
mudi ini melihat ular-ularan yang panjang. Dan karena mereka kebetulan masih
berada di tempat yang agak tinggi, di pinggang tebing terjal itu maka tampaklah
oleh keduanya gerakan pasukan besar yang sedang menuju Lembah Iblis!
"Kita kedatangan musuh!" Wi Hong tiba-tiba pucat.
"Lihat, dari depan tak kurang dari seribu orang, Golok Maut. Kita harus turun
cepat-cepat, berputar!"
"Hm, keparat. Siapa itu?"
"Pasukan dari kota raja! Siapa lagi?"
"Bukan, bukan itu maksudku. Maksudku, siapa
pemimpinnya dan apakah mereka hendak membunuh aku!"
"Tentu, mereka akan membunuhmu. Dan Beng Tan
barangkali ada di sana. Celaka!"
"Tak mungkin," Golok Maut tiba-tiba mencekal lengan kekasihnya. "Pemuda she Ju
itu tak mungkin memimpin pasukan, Wi Hong. Dia adalah manusia gagah dan dapat
menghadapiku sendiri. Pasukan itu pasti dipimpin orang lain!"
"Aku tak perduli siapa, pokoknya kita pergi dan lari!" Wi Hong menarik, cemas
menyambar kekasihnya ini dan
Golok Maut marah. Sebenarnya, kalau saja dia tidak dalam keadaan luka-luka tentu
dia tak akan pergi dan justeru menyambut musuh. Namun karena dia sedang luka-
luka dan racun di tubuhnya itu harus segera dilenyapkan kalau dia tak ingin membuat
kekasihnya gelisah maka Golok
Maut mengikuti meskipun sambil menggeram marah,
mengepal tinju dan Wi Hong sudah membawanya cepat
turun ke bawah, melempar tubuh dan terjun dan hampoir saja Wi Hong terkilir!
Namun ketika gadis itu tak perduli dan sudah berlari tergesa-gesa maka Wi Hong
berputar dan mau menghindari pasukan yang ada di depan itu.
Tapi Wi Hong kaget. Lembah Iblis, yang mempunyai
dua pintu masuk dari muka dan belakang ternyata sudah terkurung. Dia bermaksud
melalui jalan belakang namun di sanapun sedang mendatangi pasukan yang lain. Dan
ketika Wi Hong mengeluh dan mengutuk marah maka di kiri dan
kanan tiba-tiba terlihat gerakan-gerakan panjang dan
nyatalah di empat penjuru lembah semua pasukan sudah
mengepung! "Celaka, kita tak dapat keluar!"
Golok Maut berobah. Kalau saja dirinya dalam keadaan
sehat tentu hal itu tak perlu membuatnya khawatir. Tapi sekarang keadaan lain.
Dia justeru sedang keracunan, luka-luka. Dan ketika pemuda itu mengepal tinju
dan marah maka Wi Hong menangis. "Golok Maut, kita rupanya harus mati bersama di tempat ini. Biarlah, aku akan
mengadu jiwa!" "Tidak, yang mereka cari adalah aku, Wi Hong. Kau tak akan apa-apa. Sebaiknya
kau pergi dan kembali ke atas.
Kalau mereka sudah menangkapku tentu kau tak akan
diperhatikan!" "Apa" Kau menyuruhku lari" Menyuruh aku menyelamatkan diri sementara kau terancam bahaya"
Keparat, jaga mulutmu, Golok Maut. Otakmu tidak waras!"
"Hm, aku ingin menyelamatkanmu..."
"Aku lebih baik mati kalau kau binasa!"
"Hm, kalau begitu baik. Kita berdua sama-sama kembali ke tebing!" Golok Maut
bergegas, bingung dan tak mau membuat kekasihnya marah-marah lagi. Pertikaian di
antara mereka tak akan membawa keuntungan apa-apa
sementara musuh tentu akan kian mendekat saja. Dia harus mencari akal dan
terutama kekasihnya ini biarlah selamat.
Dan ketika Wi Hong mengangguk dan menangis
mencengkeram lengannya maka mereka kembali dan naik
ke atas, merayap, tak dapat beriompatan.
"Hati-hati, jangan terpeleset!"
"Kaulah yang hati-hati!" Wi Hong menegur, menangis.
"Kau lebih parah daripada aku, Golok Maut. Perhatikan dirimu dan jangan
perhatikan orang lain!"
Golok Maut menutup mulut. Akhirnya dia menggigit
bibir dan cepat mendaki dengan susah payah. Tebing itu tinggi dan mereka sama-
sama letih. Yang satu karena akibat pukulan sedang yang lain karena tak pernah
istirahat. Wi Hong juga sedang hamil dan tentu saja gadis itu menahan sakit.
Perutnya serasa dikocok-kocok dan Wi Hong
menangis bercucuran air mata. Tapi ketika mereka sudah sampai di tengah dan siap
mendaki lagi ternyata pasukan sudah melihat bayangan mereka dan bersorak-sorak.
"Golok Maut, berhenti. Turunlah!"
"Atau kau kami panah dari sini!"
Wi Hong pucat. Musuh ternyata sudah memasuki
lembah dan bersorak-sorailah mereka itu meneriakkan
ancaman. Golok Maut berhenti dan menoleh. Dan ketika
sebatang panah menyambar dan disusul panah-panah yang lain maka pemuda ini
menyampok dan panah-panah itu
runtuh meskipun dia mengeluh menahan dada kirinya.
"Jangan hiraukan, kita terus ke atas!" WI Hong tersedu, melihat panah menyambar
lagi dan gadis inilah yang
sekarang menghalau semua serangan. Golok Maut
mendesis dan cepat didorong naik, terpaksa membiarkan Wi Hong yang menangkis
panah-panah itu dan bergeraklah mereka mendaki susah payah. Hujan senjata dan
sorakan sungguh membuat nyali menciut. Lembah Iblis seolah
tergetar dan diguncang gempa oleh pekik sorak pasukan di bawah itu. Namun ketika
mereka berhasil naik dan selamat di atas ternyata sebatang panah menancap di
pundak Wi Hong. "Kau terluka!" Golok Maut terkejut. "Ah, jahanam
keparat orang-orang itu, Wi Hong. Mari kucabut dan
jangan sampai panah itu beracun!"
WI Hong berteriak. Golok Maut mencabut anak panah
Itu dari pundaknya dan luka pun mengucur. Namun ketika Golok Maut mengecup dan
membalut dengan merobek sebagian bajunya maka luka itu tertutup dan Golok Maut lega bahwa panah itu
tidak beracun. "Kita kumpulkan batu-batu besar. Mereka pasti naik!"
Wi Hong mengguguk. Memang pasukan di bawah mulai
ada yang mendaki. Mereka rupanya tahu bahwa Golok
Maut sedang terluka, tidak berbahaya dan mendakilah
orang-orang yang berani ke atas tebing itu, hal yang sudah dilihat dan
diperhitungkan Qolok Maut. Namun ketika
golok Maut bergerak dan menggelindingkan batu-batu besar yang banyak terdapat di
atas maka orang-orang itu berteriak ketika tertimpa.
"Buummm..!" Empat tubuh hancur di bawah sana. Korban mulai jatuh
dan yang lain ngeri. Tapi ketika seseorang memberi aba-aba dan menyuruh orang-
orang itu terus naik maka belasan orang memberanikan hati-nya lagi karena seruan
atau bentakan itu menggetarkan nyali.
"Bum-buummm...!"
Beberapa orang menjadi korban lagi. Golok Maut dan
Wi Hong terus menggelindingkan atau melempar batu-batu dari atas, menahan dan
tentu saja tak mau orang-orang itu naik. Dan ketika belasan orang akhirnya mati
sia-sia maka pasukan yang panik akhirnya disuruh melepas panah api.
"Semua turun, lancarkan panah api!" Golok Maut terkejut. Hujan panah tiba-tiba
berhamburan. Namun karena tebing cukup tinggi dan serangan panah itu tak sampai maka banyak di
antaranya yang gagal dan jatuh di tengah tebing, menyala dan membakar tempat-
tempat kering dan Wi Hong ngeri. Kalau itu terjadi terus-menerus tentu mereka akan
tertembus hidup-hidup, bukan main
kejinya. Musuh teramat kejam! Tapi ketika Golok Maut
menyambar tong-tong kayu yang berisi air minum maka
pemuda ini sudah menuangkan air dan tempat-tempat yang terbakar seketika padam!
"Wi Hong, bantu aku. Ambil air di dalam guha!"
Wi Hong terkejut. Tiba-tiba dia teringat bahwa di dalam guha, di atas tebing itu
terdapat mata-air yang besar. Air terus bergemiricik dan di situlah biasanya
orang mandi atau minum. Maka begitu melihat kekasihnya menyambar tong-
tong kayu itu dan menyiramkan airnya ke bawah maka Wi Hong mengikuti dan sudah
menuangkan hujan air ini,
memadamkan tempat-tempat lain yang terbakar dan tentu saja musuh mengumpat-caci.
Tempat itu seketika basah dan gagallah pasukan api. Dan ketika sehari itu mereka
dikepung dan musuh tak berani naik, karena bakal dihujani batu-batu besar maka
malam mulai tiba dan pasukan di
bawah diam tak berteriak-teriak lagi.
Golok Maut tak tahu apa yang akan dilakukan lawan
namun dia berdebar keras. Kalau malam tiba dan keadaan menjadi gelap tentu
mereka itu akan naik. Hm, berbahaya! Apa akal" Dan ketika Wi Hong juga
merasakan itu dan bertanya maka pemuda ini menggigit
bibir. "Ada dua jalan. Pertama membiarkan mereka naik dan kita menghadapinya di sini
atau kita turun dan menyerbu mereka di sana!"
"Tapi kau tak dapat bertempur. Kau luka-luka!"
"Hm, dalam keadaan terdesak dan terancam aku masih dapat melakukan apa saja, Wi
Hong. Berikan senjataku itu dan aku akan berbuat sesuatu!"
"Kau mau apa?" "Menyambut mereka tentu saja! Kau masih menyimpan pedangmu?"
"Masih..." Wi Hong gemetar, menahan tangisnya. "Aku akan menyertaimu, Golok


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maut. Sampai titik darah terakhir!" "Hm!" Golok Maut tiba-tiba mencengkeram jari kekasihnya. "Tidakkah kau dapat
memanggilku dengan namaku, Wi Hong" Kenapa mesti selalu menyebut nama
julukanku" Itu hanya dilakukan oleh orang-orang
yang tak suka padaku. Kau tak seharusnya menyebut nama
julukanku!" "Hauw-ko (kanda Hauw)...." suara itu tiba-tiba bergetar lembut, lembut dan
mesra. "Aku... aku... maafkan aku. Aku lupa, aku bingung. Aku, ah... aku
khawatir akan keselamatanmu!" dan Wi Hong yang mengguguk menubruk kekasihnya
lalu menangis dan tak henti-hentinya mencucurkan air mata membasahi baju pemuda ini. Golok Maut, yang dipanggil nama
kecilnya tiba-tiba tersenyum.
Dan ketika gadis itu tersedu dan menyusupkan kepala di dada tiba-tiba Golok Maut
meraih dan mengangkat wajah jelita itu.
"Hong-moi (dinda Hong)..." suara ini pun bergetar dan menembus perasaan gadis
baju merah itu. "Aku menyesal bahwa aku telah membawamu ke tempat yang begini
buruk. Ah, aku berdosa padamu. Aku manusia terkutuk.."
"Tidak... tidak, Hauw-ko. Apa yang terjadi adalah atas kehendak kita berdua
juga. Kau tak perlu menyesal, tak perlu menyalahkan diri sendiri!"
"Tapi kau mengandung, hasil perbuatanku!"
"Memangnya kenapa?" Wi Hong tiba-tiba mengangkat tegak tubuhnya itu. "Aku
menghendaki itu, Hauw-ko. Aku ingin benih dan melahirkan keturunanmu. Aku tak
menyesal!" "Tapi kau terancam bahaya!"
"Hidup selalu mengandung resiko bahaya! Tidak, tak perlu kau menyesall ini,
Hauw-ko. Aku mencintamu dan
siap mati untukmu!" "Ah!" dan Golok Maut yang terharu dan cepat mendekap kepala ini lalu mencium dan
berbisik gemetar. "Hong-moi, kalau saja kau dapat selamat, maukah kau memenuhi permintaanku?"
"Apa yang kau minta" Menyuruh aku melarikan diri dan pergi dari sini" Tidak,
jangan katakan itu, Hauw-ko. Aku tak mau dan tak sudi!"
"Maaf, bukan itu," Golok Maut mendekap menggigil.
"Aku tahu kau siap mati di sini. Tapi kalau seandainya...
hm, seandainya saja aku terbunuh dan kau tidak
dikehendaki orang-orang itu maukah kau melahirkan dan merawat
anak kita, Hong-moi" Maukah kau membesarkannya dan membalaskan dendamku?"
"Aku... aku tak ingin selamat. Kuharap orang-orang itu membunuhku pula dan kita
sama-sama ke alam baka!"
"Tidak! Orang-orang itu mencariku, Hong-moi, bukan kau. Aku hanya mengandalkan
seumpamanya kau tidak dikehendaki, tidak dibunuh! Maukah kau memenuhi
permintaanku dan menyuruh
anak kita membalas dendam?" "Hauw-ko, aku ingin mati bersamamu!"
"Dengarlah, jangan tolol!" Golok Maut mencengkeram kekasihnya ini."Selama dari
sini belum tentu aku selamat dari racun jahanam ini, Wi Hong. Maksud kita
mencari Sian-su telah terhalangi orang-orang itu. Aku merasa
umurku tak akan panjang!"
"Hauw-ko...!" "Tidak!! kau dengarlah Mo-bin-lo telah menjumpai aku dan aku harus membayar
kutukannya!" "Mo-bin-lo (Si Muka lblis)" Siapa itu?"
"Hm, dialah pencipta Golok Penghisap Darah, Hong-moi. Dan aku telah bertemu
dengannya dan tak dapat menghindar. Nyawaku terancam, dan maut pasti menjemputku. Semua yang terjadi ini kukira adalah garis nasib yang harus
kujalani karena aku melanggar larangan, sebuah kutukan!"
"Ah, kau bicara tentang sesuatu yang mengerikan. Bulu romaku berdiri!"
-ooo0dw0oo- Jilid : XXVI "TIDAK, aku tak bermaksud menakut-nakutimu, Hong-moi. Apa yang hendak
kubicarakan ini adaiah berdasarkan kenyataannya. Kau diamlah, dengarkan
ceritaku!" dan Golok Maut yang menceritakan pertemuannya dengan si
kakek iblis, Mo-bin-lo yang amat sakti akhlrnya membuat Wi Hong ketakutan dan
ngeri. Betapa kekasihnya itu tak akan mungkin lepas dari kutukan kakek iblis itu
karena Golok Maut, Golok Penghisap Darah itu telah dikotori
perbuatan mereka berdua. Golok itu hanya boleh dipegang atau dimiliki oleh
jejaka-jejaka atau perawan ting-ting, tak boleh dimiliki suami isteri atau calon
suami isteri. Dan karena keampuhan golok ini akan menjadi pudar kalau
sudah dikotori hubungan suami isteri maka barang siapa yang mengotorinya
haruslah menebus dengan nyawanya
agar keampuhan atau kekeramatan golok itu tetap terjaga.
"Itulah sebabnya aku hendak membunuhmu. Aku
merasa kau perdayai, kau tipu. Karena setelah perbuatan itu maka aku telah
melanggar larangan Golok Penghisap
Darah ini. Tapi, ah... kau ternyata hamil, Hong-moi.
Perbuatan kita dulu ternyata membuahkan anak dalam
kandunganmu itu. Aku tak mungkin membunuhmu, dan
sekaranglah saatnya aku yang menebus dosa!"
Wi Hong pucat. "Jadi karena itu kau hendak
membunuhku" Kau menganggap aku memperdayai?"
"Maaf, tadinya begitu, Hong-moi. Tapi setelah kini semuanya kuketahui ternyata
aku salah. Cintamu..."
"Benar!" gadis ini bangkit berdiri. "Aku mencintamu lahir batin, Hauw-ko. Aku
tidak memperdayai atau bermaksud menipumu. Aku sama sekali tak tahu akan
peristiwa kutukan itu, Kau melukai hatiku, kau kejam!"
"Maaf, kau benar, Hong-moi. Aku memang kejam, aku ternyata kejam. Terbawa oleh
kebiasaanku yang bersifat kejam ternyata aku telah salah sangka denganmu. Maaf,
aku kini menyesal!" Wi Hong tersedu-sedu. Tiba-tiba perasaannya menjadi
sakit dan benci bukan main kepada Si Golok Maut ini. Tapi karena orang yang dia
benci sekaligus juga dicintanya maka gadis atau ketua Hek-yan-pang ini
mengguguk-guguk, itulah jalan pelampiasannya.
"Hauw-ko, kau tak berperasaan. Kau merendahkan
cintaku. Kau... kau, ah!" dan Wi Hong yang meremas serta mencengkeram baju
pemuda ini akhirnya menarik-narik
dan gemas memukul-mukul pemuda itu, dibiarkan saja dan Golok Maut akhirnya
menggigil, menjatuhkan diri berlutut, memeluk gadis itu. Dan ketika Wi Hong
masih menumpahkan semua kesal dan marahnya maka pemuda
ini berkata, gemetar, "Hong-moi, aku mengakui salah. Aku mengakui berdosa.
Nah, daripada mati di tangan musuh lebih baik kau bunuh aku dan lunaslah
hutangku. Inilah Golok Penghisap Darah, lampiaskan kebencianmu dan aku reia mati
di tanganmu!" "Kau gila" Kaukira aku suka membunuh" Tidak, lebih baik kita mati berdua, Hauw-
ko. Dan simpan kembali golok keparat itu!"
Wi Hong malah menangis deras. Menerima tapi
membuang golok itu gadis ini menubruk dan memeluk
pemuda itu. Betapapun Golok Maut adalah ayah dari anak di kandungannya.
Betapapun Golok Maut adalah kekasihnya, suaminya, meskipun mereka belum diikat oleh suatu perkawinan resmi.
Dan ketika gadis itu mengguguk dan menerkam pemuda ini maka Golok Maut terharu
dan mencium kekasihnya ini. "Hong-moi, aku benar-benar buta. Aku tak dapat
menghargai clnta sucimu. Ah, aku benar-benar manusia
terkutuk!" Wi Hong tersedu-sedu. Akhirnya mereka sama-sama
menangis dan keduanya lalu berciuman. Golok Maut tiba-tiba mengeluh karena
mendadak dada kirinya sakit,
mengerang dan Wi Hong melepaskan pelukannya. Dan
ketika gadis itu pucat bertanya maka Golok Maut
menggeleng dan menyembunyikan keadaannya.
"Tak apa-apa.... aku tak apa-apa..."
"Tapi kau mengerang, kau kesakitan!"
"Hm, sedikit saja di sebelah kiri ini, Hong-moi. Tapi sekarang sudah tidak!"
"Kau sungguh-sungguh?"
"Aku sungguh-sungguh..."
"Ooh..!" dan Wi Hong yang kembali memeluk dan menangis di dada pemuda itu
akhirnya bertanya apa yang akan mereka lakukan.
"Sudah kubilang tadi, turun ke bawah atau kita
menunggu mereka di sini!"
"Bagaimana kalau turun?"
"Boleh saja, Hong-moi. Siapa tahu kita bisa lolos!"
"Ya, aku mengharap itu. Malam yang gelap begini
barangkali membantu. Sebaiknya kita turun dan coba-coba meloloskan diri!"
"Kau siap?" "Aku siap, Hauw-ko. Sejak tadi!"
"Hm, kalau begitu mari kita coba...!" dan Golok Maut yang meringis melepas
kekasihnya lalu minta agar Wi Hong menyiapkan pedangnya. "Kita turun, dan
melingkar secara hati-hati di pinggang tebing."
"Kau kuat?" "Kukira kuat, marilah...!" dan Si Golok Maut yang kembali menyembunyikan
sakitnya lalu bersikap gagah dan tegak bangkit berdiri, berkata kuat tapi
sebenarnya seluruh tubuh sudah gemetar. Dipikir-pikir memang sebaiknya
menyongsong musuh dan mati di bawah daripada
menunggu dan menyambut mereka di atas. Dan ketika Wi
Hong menggandeng lengannya dan mencabut pedang
dengan tangan gemetar maka dua orang ini mulai berhati-hati turun dari puncak
tebing itu, tak mendengar apa-apa di bawah tapi obor yang jumlahnya ribuan
menerangi lembah. Bayangan mereka tiba-tiba tampak dan Wi Hong tertegun.
Dan ketika ke mana-pun mereka bergerak pasti bayang-
bayang mereka memantul di dinding, oleh cahaya obor
yang ternyata sudah dipasang musuh maka Wi Hong
mendesis. "Mereka menerangi bawah lembah, sengaja agar kita tak dapat melarikan diri!"
"Benar, dan itu berarti kita tetap di atas, Hong-moi. Atau kita nekat dan terus
ke bawah!" "Aku khawatir..." Wi Hong ragu, berhenti. "Kita akan segera terlihat, Hauw-ko.
Dan ini berbahaya... sing!"
sebatang panah tiba-tiba menyambar, tepat baru saja gadis itu menghentikan kata-
katanya dan terdengarlah teriakan atau ribut-ribut di bawah. Dan ketika sebatang
panah kembali menyambar dan di bawah cahaya obor tiba-tiba
bergerak maka ribuan orang bangkit seperti siluman.
"Mereka mau turun! itu, lihat di atas ....!"
Golok Maut menggeram. Kalau belum apa-apa mereka
sudah kepergok dan disambut musuh tentu gerakan mereka luar biasa sulit. Turun
dalam keadaan begitu sama artinya dengan menyambut kematian. Tempat di bawah
tiba-tiba menjadi terang luar biasa karena semua obor digabung. Dan ketika anak-anak panah
kembali menyambar dan Wi Hong
serta Golok Maut mengibas maka Wi Hong menangis dan
mengajak untuk naik lagi ke atas, tak jadi turun.
"Kita tak mungkin berhasii, kita gagal. Sebaiknya kembali naik dan kita tunggu
mereka di sana!" Golok Maut mengangguk. Sambil memaki dan
menggeram terpaksa pemuda ini mendaki lagi. Sorakan
atau teriakan di bawah tak dihiraukan. Mereka menyelamatkan diri dari hujan panah yang tiba-tiba saja sudah berhamburan. Dan
ketika dengan terengah dan napas memburu mereka berdua sudah tiba di puncak maka
Wi Hong mengguguk dan membanting kakinya.
"Kita gagal, kita tak dapat. turun!"
Golok Maut menggigit bibir. Malam itu terpaksa mereka tak dapat turun setelah
musuh memergoki mereka. Belum apa-apa sudah ketahuan dan tentu saja mereka
masygul, di samping marah. Dan ketika malam itu musuh ribut-ribut di bawah tapi
mereka sudah naik lagi ke atas maka tak ada apa-apa dan keesokannya barulah
musuh bersorak-sorai. Pada hari kedua ini mereka melakukan serangan lagi,
naik tapi kembali Golok Maut maupun Wi Hong
menggelindingkan batu-batu besar. Musuh banyak yang
menjadi korban dan panah-panah api kembali berluncuran.
Tapi ketika Golok Maut menghadapinya dengan siraman
air dan panah-panah itu padam maka musuh kembali gagal namun Wi Hong dan Golok
Maut gemetaran. Dua hari mereka bertahan dan persediaan makan pun menyusut
cepat. Tenaga yang dicurahkan untuk melawan musuh di
bawah sungguh bukan tenaga main-main. Wi Hong sendiri tak pernah memikirkan
untuk mengumpulkan ransum di
situ, sewaktu Golok Maut pingsan dan masih belum
sadarkan diri. Dan ketika serangan itu muncul dan musuh tiba-tiba sudah
mengepung dan menyerang dengan cara-cara mereka akhirnya pada hari keempat sisa
makanan di atas tebing habis.
"Aku tak kuat lagi... tubuhku lemah!" Wi Hong jatuh terduduk, menangis tersedu-
sedu dan Golok Maut sendiri bersandar dinding dengan muka pucat. Empat hari
bertahan sungguh merupakan siksaan yang luar biasa bagi mereka berdua, terutama
bagi Golok Maut yang sedang terluka.
Dan karena pemuda bercaping itu betul-betul lelah lahir batin maka Golok Maut
jatuh terduduk ketika kekasihnya menangis.
"Wi Hong, akupun lemah. Ah, tubuhku gemetar... tak ada jalan lain kecuali
menanti maut!" "Dan kita akan mati.... mati bersama! Ah, lebih baik begini, Hauw-ko. Aku ingin
berangkat bersamamu ke alam baka!"
"Tapi anak kita..." Golok Maut tiba-tiba bangkit terhuyung. "Tak boleh anak itu
mati, Hong-moi. Tak boleh keturunanku ini menyertai orang tuanya. Kita masih ada
jalan.... jalan terakhir!"
"Apa maksudmu?"
"Di balik batu itu ada sebuah terowongan rahasia. Kita masuk ke sana dan mari
ikuti aku!" Wi Hong tertegun. Kekasihnya sudah terhuyung
menghampiri sebuah batu hitam yang permukaannya kasar.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Batu ini berada di puncak dan dari jauh tak memperlihatkan tanda-tanda adanya
sebuah terowongan. Tapi ketika
kekasihnya tiba di sana dan menggapai minta agar dia
membantu maka Wi Hong terbelalak.
"Kita dorong batu besar ini, geser kedudukannya."
"Kau maksudkan terowongan itu ada di bawah batu ini?"
"Benar, dan mari bekerja cepat, Hong-moi. Aku
mendengar beberapa gerakan orang!"
Wi Hong terkejut. Dalam keadaan seperti itupun
ternyata kekasihnya ini masih memiliki pendengaran yang tajam. Dia tak mendengar
apa-apa namun ia percaya.
Telinga seorang tokoh macam Golok Maut tak mungkin
menipu. Dan ketika Wi Hong tertegun dan membelalakkan mata tiba-tiba dia
dibentak agar cepat melaksanakan
tugasnya. "Dorong batu ini, geser kedudukannya!"
Wi Hong tersentak. Akhirnya sambil mengusap sisa-sisa air mata cepat gadis ini
mengerahkan sinkangnya, mendorong dan bersatu mengeluarkan aba-aba tiba-tiba
mereka bergerak. Batu bergoyang namun belum tergeser, hanya bergoyang dan
bergetar saja seperti pohon raksasa ditiup angin lembut! Dan ketika Golok Maut
terbelalak dan merah mukanya maka pemuda itu kembali berseru memberi aba-aba.
"Dorong!" Wi Hong melepas sinkangnya. Gadis ini sudah
mengempos semangat dan masing-masing mengeluarkan
seruan keras. Tapi ketika batu tak bergeming juga karena tenaga kurang kuat maka
Golok Maut mendesis dan Wi
Hong kembali menangis. "Kita benar-benar kehabisan tenaga. Kalau tidak, hmm...
cukup aku sendiri biasanya pasti terangkat!"
"Kau lelah... kau luka...!" Wi Hong ter sedu-sedu.
"Gagalkah untuk kedua kalinya usaha kita ini, Hauw-ko"
Apakah kita memang harus mati konyol?"
"Tidak, ulangi sekali lagi, Hong-moi".
"Mari.... hup!" Golok Maut mengerahkan tenaganya, mendorong dan Wi Hong pun
cepat membantu. Meskipun menangis tapi gadis baju merah itu bangkit juga,
mendorong dan mengerahkan sinkangnya. Dan ketika dua
lengan mereka sama-sama mengeluarkan suara berkerotok maka batu terdorong dan
bergeser sejengkal. "Kita berhasil!
Batu ini bergeser...!"
"Jangan berteriak!" Golok Maut berseru. "Kita masih harus mendorong lagi, Hong-
moi. Ayo cepat, di bawah kita mulai terdengar dengus dan gerakan-gerakan
seseorang!" Wi Hong pucat. Setelah suara yang ditangkap
kekasihnya itu semakin dekat barulah dia mendengar
gerakan-gerakan itu. Ada seseorang mendengus dan tentu
saja dia pucat. Dan ketika dia mencabut pedang dan mau membalik ternyata
kekasihnya membentak dan menyuruh
dia mem perhatikan pekerjaan mereka.
"Biarkan jahanam itu, batu ini harus secepatnya kita geser!"
"Kalau orang itu menyerang?"
"Aku dapat menghajarnya, Hong-moi. Dengan ini....!"
Golok Maut memperlihatkan segenggam batu di tangan,
hancur menjadi pasir-pasir lembut dan Wi Hong girang
karena itulah senjata rahasia yang hebat juga. Di tangan kekasihnya tentu pasir-
pasir halus itu akan mencelakai pendatang gelap, dan tentu kekasihnya tak akan
gagal. Dan ketika Wi Hong mengangguk dan percaya akan itu maka
gadis ini membentak dan keduanya mendorong lagi.
"Satu.... dua - tiga...!"
Bentakan itu disusul bergetarnya tanah yang mereka
pijak. Batu yang mereka dorong tiba-tiba bergeser lagi, dua jengkal! Jadi, sudah
setengah meter dan terlihatlah oleh Wi Hong sebuah terowongan bawah tanah.
Lubang yang geiap namun memberi harapan tiba-tiba membuat Wi Hong
bersorak girang, lupa pada pendatang gelap itu dan
muncullah di belakang gadis ini lima orang laki-laki yang hampir semuanya
mencapai puncak tebing. Jari-jari mereka tampak mencengkeram dan mengait kuat,
berhati-hati. Lalu ketika gadis itu berteriak girang dan ini menunjukkan aba-aba
bagi lima orang itu mendadak mereka sudah melayang dan berjungkir balik tiba di
puncak tebing, Mindra dan kawan-kawan serta si Kedok Hitam!
"Awas!" Golok Maut berseru kaget. Saat itu mereka baru saja mendorong batu
besar, girang namun terkejut karena Mindra dan kawan-kawannya muncul di situ.
Dan ketika Golok Maut tertegun karena tak mengenal si Kedok Hitam,
lawan yang menyembunyikan muka di balik sapu-tangan
hitamnya maka lima orang itu bergerak dan Kedok Hitam sudah melakukan satu
pukulan jarak jauh ke punggung Wi Hong, karena gadis itulah yang ada di
depannya. Dan ketika yang lain-lain juga melakukan hal yang sama karena menyerang Golok Maut
masih merupakan satu keragu-raguan bagi Mindra dan kawan-kawannya maka gadis
baju merah itulah yang dihantam!
"Dess!" Golok Maut terang tak membiarkan ini. Dia sudah membentak dan menangkis
pukulan-pukulan itu. Pasir di tangannya juga ikut bergerak dan menangkis
pukulan-pukulan itu. Pasir di tangannya juga ikut bergerak dan menyambar kelima
lawannya itu. Dan ketika lawan
terkejut dan terpekik kaget maka pukulan yang sudah
menyambar ditangkis pemuda ini sementara kakinya
bergerak menendang Wi Hong, yang menjerit dan
terlempar ke bawah terowongan dan terdengarlah suara
hiruk-pikuk di luar ini. Wi Hong sendiri sudah terbanting dan terguling-guling
di dalam terowongan gelap itu, nyaris kena bokongan namun Golok Maut di sana
terlempar, terlempar dan jatuh berdebuk sementara lawan-lawannya kelabakan karena mata
mereka tiba-tiba kemasukan pasir, mengumpat dan mencaci-maki dan terhuyunglah
mereka oleh kejadian yang tidak diduga ini. Dan ketika Golok Maut mengeluh dan melihat
betapa dari lima pukulan itu yang terhebat adalah dari si Kedok Hitam maka
pemuda ini terbeialak dan terkejut karena mengenal pukulan itu adalah Kim-kong-
ciang (Pukulan Sinar Emas), pukulan yang
dimilikinya! "Ah!" Golok Maut hampir tak percaya, Dia terbelalak dan melotot memandang si
Kedok Hitam itu, yang sedang mengucek dan mengumpat caci karena matanya
kemasukan pasir. Namun ketika Golok Maut tertegun dan membelalakkan mata tiba-tiba Wi Hong berteriak dari
dalam dan meloncat keluar.
"Ayo, masuk. Musuh terlaiu berbahaya!"
"Tidak, nanti dulu...!" Golok Maut terkejut, melepaskan dirinya. "Orang ini...
jahanam itu, ah... dia memiliki Kim kong-ciang, Hong-moi. Dia mempunyai ilmu
yang kumiliki!" "Apa?" "Benar. Pukulan tadi, ah... pukulan itu ... benar Kim-kong-ciang! Aku harus
mengetahui siapa dia dan dari mana dia mendapatkan ilmu itu!" dan Golok Maut
yang menggigil dan membentak maju tiba-tiba menggerakkan
senjatanya menusuk laki-laki yang sedang mengucek-ucek matanya ini, terkejut dan
mengelak sana-sini dengan
pandangan kabur dan Golok Maut terus mengejarnya,
membentak dan menggigil melakukan tikaman-tikaman
atau bacokan berbahaya. Tapi sayang, karena tenaganya lemah dan kecepatan juga
jauh berkurang dibanding biasanya maka lawan tetap dapat mengelak dan anehnya
semua jurus-jurus yang dilakukan Golok Maut seolah sudah diketahui si Kedok
Hitam ini, mundur dan berkelit atau berjongkok ke sana ke mari dan luputlah
serangan-serangan berbahaya itu. Dan ketika lawan selesai mengucek matanya dan
satu tikaman golok ditangkis kuat tiba-tiba Golok Maut terpelanting dan hampir
saja golok di tangannya itu
mencelat. "Ha-ha, mampus kau, Sin Hauw. Sekarang kau mati!"
Golok Maut dan Wi Hong terkejut. Selama ini belum
pernah orang lain mengenal siapa Si Golok Maut ini, tak pernah menyebut namanya
dan baru kali itulah si Kedok Hitam menyebut, lawan yang tidak dikenal siapa
karena menyembunyikan diri di balik saputangan hitamnya. Dan
ketika Golok Maut bergulingan sementara Wi Hong
menjerit kaget tiba-tiba lawan yang menubruk serta
menyerang Golok Maut tiba-tiba ditusuk Wi Hong dari
belakang, mempergunakan pedangnya yang baru dicabut.
"Crat-plak!" Golok Maut dan Wi Hong terpental. Wi Hong berhasil
menusukkan pedangnya namun laki-laki itu menggerakkan tangan ke belakang,
menangkis dan terpentallah gadis itu karena tangkisan yang demikian kuat membuat
pedangnya hampir terlepas. Dan ketika Wi Hong berteriak sementara Golok Maut di
sana juga mengeluh dan menerima
hantaman lawan, yang untung terpaksa membagi tenaganya karena harus menangkis
pedang Wi Hong maka pemuda ini terlempar dan kebetulan sekali bergulingan di
dekat Wi Hong. "Kita masuk, jangan paksakan diri!" Wi Hong berteriak, merangkul dan mengajak
kekasihnya memasuki lubang
namun Golok Maut berseru bahwa dia ingin melawan dan
melihat siapa si Kedok Hitam itu, lawan yang membuatnya kaget lahir batin. Namun ketika Wi Hong menangis dan
memperingatkan kandungannya, anak mereka berdua tiba-
tiba Golok Maut tertegun dan mereka berdua sudah
berguiingan di bawah batu besar itu.
"Anak kita! Atau aku tak dapat melaksanakan
perintahmu...!" Golok Maut sadar. Akhirnya dia menggigit bibir dan
menahan kemarahan yang bergolak. Wi Hong telah
mengajaknya mendekati batu besar itu dan tiba-tiba... bles mereka pun sudah
masuk ke terowongan gelap itu. Dan
ketika lawan di atas berteriak kaget dan si Kedok Hitam rupanya kecewa tiba-tiba
angin pukulan menyambar dari
atas dan serangan sekuat prahara menghantam permukaan lubang itu.
"Bress!" Batu tiba-tiba terguling. Cepat dan luar biasa mendadak lubang terowongan yang
dihantam hancur kedua tepinya, tak kuat menerima pukulan dahsyat itu. Dan karena
batu besar di atasnya merupakan penutup dan kini amblong ke tempat yang lebar
maka otomatis batu menutup kembali
dan terowongan itu gelap gulita!
"Dorong batu ini! Kejar Si Golok Maut itu!"
Mindra dan kawan-kawannya terbelalak.
Mereka ternganga melihat gempuran dahsyat itu. Si
Kedok Hitam menggerakkan kedua tangannya dan lubang
bawah tanah ambrol. Tapi ketika batu menutup kembali
dan mereka dibentak agar mendorong batu maka Mindra
dan kawan-kawan sudah bergerak, mendesak dan mengerahkan sinkang agar batu bergulir dari tempatnya.
Tapi karena lubang itu terlalu besar dan batu raksasa ini rupanya juga ambles
hampir separohnya maka Mindra dan empat temannya tak kuat!
"Bodoh, minggir kalian!" Kedok Hitam marah, tak sabar dan tiba-tiba menggerakkan
tangannya ke depan. Angin
pukulan dahsyat menyambar batu raksasa ini, sinarnya
keemasan dan terdengarlah suara bercuit sebelum batu itu terkena pukulan. Dan
ketika angin dahsyat ini menyambar dan batu itu kena gempur tiba-tiba batu
raksasa ini hancur dan pecah seperti didinamit.
"Blarr!" Celaka sekali. Pukulan dahsyat yang menghantam batu
ini tiba-tiba malah menutup lubang terowongan. Batu yang hancur dan ambles ke
bawah malah menimbun lubang itu.
Dan ketika Kedok Hitam mengumpat-umpat dan Mindra
serta teman-temannya meleletkan lidah, tanda ka-gum,
maka Kedok Hitam menempeleng kepala mereka agar tidak mendelong saja.
"Bodoh! Gentong-gentong kosong! Hayo turun dan
semua berputar mengelilingi lembah!"
Mindra dan empat temannya terpelanting. Ditampar dan
dltempeleng begitu tiba-tiba mereka serasa anak kecil yang tak berdaya. Mindra
dan teman-temannya meiompat
bangun dan tentu saja mereka mencaci-maki, tak berani di mulut melainkan di
hati. Tentu saja! Dan ketika Kedok Hitam sudah berkelebat dan turun dari puncak
tebing maka laki-laki itu meluncur dan mengembangkan tangannya
seperti sayap rajawali. Gagah namun menyeramkan!
"Hayo turun. Semua turun...!"
Mindra tak berani bercuit. Mereka sudah merasakan
kelihaian Kedok Hitam ini dan tak ada satu pun di antara mereka yang berani
banyak bicara. Satu-satunya jalan
selamat adalah mengikuti perintah laki-laki itu, atau mereka malah menjadi
korban dan salah salah mampus. Dan ketika semuanya bergerak dan turun tergesa-
gesa maka Mo-ko terpeleset dan jatuh meluncur seperti sebuah bola.
"Hei-hei.... tolong aku...!"
Tak ada yang menolong. Karena ceroboh dan tergesa-
gesa maka iblis hitam itu terpeleset dari tebing yang tinggi, jatuh dan
bergulingan ke bawah dan tentu saja dia berteriak-teriak. Batu-batu tajam
menerima dan menggigit tubuhnya namun untung kakek iblis ini bukan orang biasa.
Kalau orang biasa tentu sudah hancur tubuhnya dan babak-belur.
Jatuh dari ketinggian seperti itu bukanlah main-main. Tapi karena Mo-ko adalah
orang yang lihai dan meskipun
terpeleset serta terjatuh seperti itu dia tetap dapat
mengerahkan sinkangnya menjaga diri maka kakek iblis ini lebih dulu tiba di
bawah dan berdebuk seperti buah nangka lepas dari induknya.
"Bukk!" Kakek itu tak apa-apa. Meluncur dan menggelinding
seperti bola kakek ini sudah terbanting ke bawah,
mendahului kawan-kawannya dan tiba-tiba ribuan perajurit terbahak-bahak. Mereka
itu serasa mendapat pemandangan lucu yang membuat perut terkocok, geli dan tak
tahan mereka untuk tidak tertawa. Tapi begitu Mo-ko membentak dan ribuan mulut diam
maka si Kedok Hitam juga membentak dan melengking agar semuanya tidak tertawa.
"Semua jangan meringkik, ini bukan lelucon! Hayo bergerak seputar lembah dan
cari Si Golok Maut itu!"
Ribuan orang diam. Mereka telah dikatakan meringkik
dan tentu saja diam-diam mereka mendongkol. Ketawa
mereka dianggap kuda, jadi mereka tiada ubahnya
binatang. Makian pedas yang membuat muka merah! Tapi
karena mereka tak ada yang membantah dan komandan
mereka sendiri juga membentak agar jatuhnya Mo-ko
seperti bola tidak dianggap lelucon maka semua orang
disuruh bergerak dan keluar dari lembah.
"Semua berpencar. Golok Maut telah melarikan diri!"


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang-orang terkejut. Mereka merasa tak percaya karena bagaimana Golok Maut itu
bisa melarikan diri. Bukankah masih di atas dan bayangannya tak tampak turun"
Tapi ketika mereka mendapat tahu bahwa tokoh itu melarikan diri lewat terowongan
rahasia di puncak tebing maka
semuanya terkejut dan bergegas memutar tubuh, berhamburan keluar lembah dan Kedok Hitam sudah
membentak-bentak agar semua tempat dikepung. Bahkan
mereka disuruh ke bawah gunung dan dalam radius empat
kilometer dari titik pusat mereka diperintahkan untuk berjaga ketat. Golok Maut
tak mungkin melarikan diri
kalau sudah seperti ini. Dan ketika mereka ribut-ribut dan Mindra serta kawan-
kawannya sibuk mengelilingi lembah maka di sana, di dalam terowongan itu Golok
Maut batuk-batuk dan muntah darah.
"Orang itu, ah... dia tentuiah dia..Keparat, tentu jahanam itu, Wi Hong. Tentu
dia!" "Sudahlah," Wi Hong tersedu-sedu. "Kita sudah di sini, Hauw-ko. Kita harus
menyelamatkan diri...!"
"Aku tahu. Tapi, uhh...!" Golok Maut batuk-batuk, jatuh terduduk. "Sakitku tak
tertahankan, Wi Hong. Aku... aku letih!"
"Aku juga, tapi... tapi kita harus keluar, Hauw-ko. Kita sudah berhasil
melarikan diri dari musuh-musuh kita!"
"Benar, tapi.... hm!" Golok Maut terengah, mata tiba-tiba meredup. "Racun di
tubuhku bekerja lagi, Wi Hong. Dan obat itu habis!"
"Lalu bagaimana" Apakah kita diam saja" Katakan
padaku di mana jaian terowongan ini, dan kau akan
kupondong. Aku dapat membawamu!"
"Tidak..., terlambat!" Golok Maut memejamkan mata.
"Percuma kau menolongku, Wi Hong. Sebaiknya kau saja yang keluar dari sini dan
biarkan aku tewas!" "Kau gila?" Wi Hong menjerit. "Mati hidup aku tetap ingin bersamamu, Hauw-ko.
Atau biar aku mati di sini pula dan kita sama-sama binasa!"
Wi Hong mengguguk. Akhirnya gadis itu menangis dan
tersedu-sedu meremas kekasihnya. Dalam bayang-bayang
gelap begitu dia tak melihat betapa pemuda ini sudah mulai
kuyu. Pandang mata Golok Maut sudah meredup dan
seakan kehilangan cahayanya. Mata itu memudar namun
tiba-tiba bersinar lagi ketika Wi Hong mengguncang-
guncang tubuhnya, menjerit dan memanggil-manggil
namanya karena beberapa kali pertanyaan gadis itu tak dijawab. Dan ketika Golok
Maut membuka mata dan tertegun maka dia mendengar kata-kata kekasihnya bahwa Wi Hong akan bunuh diri
di situ apabila dia mati!
"Aku tak mau melahirkan anak ini. Kau kejam, kau tak mau menjawab pertanyaanku!
Biarlah... biar kita semua binasa,
Hauw-ko. Kau tak mau kubawa dan memberitahukan di mana jalan keluar terowongan ini!"
"Hm!" Golok Maut tiba-tiba bergerak, hidup dan bersinar-sinar matanya itu. "Aku
sedang mengumpulkan ingatan, Hong-moi, sabarlah, dan dengar ini...." lalu
mengumpulkan segenap kekuatan dan Ingatannya tiba-tiba pemuda ini menuding. "Kau
dapat lurus mengikuti anak tangga itu, berbelok tujuh kali. Lalu kaiau kau
menemui persimpangan dan melihat mata-air maka kau harus
berbelok ke kanan sebanyak tujuh kali pula dan setelah itu lurus ke bawah.
Kita... kau.... akan tiba di luar setelah melakukan perjalanan sepenanakan
nasi...!" "Begitukah" Kenapa tidak tadi-tadi kau memberitahukan ini" Dan kau tak
berperasaan, Hauw-ko. Sebenarnya sejak empat hari yang lalu kau harus
menunjukkan tempat ini dan bukannya sekarang, setelah semuanya terlambat!"
"Tidak... tidak terlambat, Hong-moi. Aku tak segera mengatakannya karena ini
adalah jalan terakhir, kalat kita benar-benar terdesak. Aku
sebenarnya lebih ingin menyambut mereka dan mati secara gagah, bukan konyol
atau melarikan diri seperti ini!"
"Tapi kita sekarang terkubur hidup-hidup. Si Kedok Hitam itu menghancurkan batu
menimbuni mulut guha!"
"Sudahlah, dia... dia memang hebat, Hong-moi. Dan baru sekarang dia menampakkan
diri. Keparat, binatang itu memang
jahanam! Tapi aku akan berusaha membunuhnya!" "Siapa dia?" "Musuh besarku! Orang yang memperkosa enciku!"
"Dia?" "Ya, dia, Hong-moi. Tak ada lain! Tapi sudahlah, kau harus pergi dan keluar dari
terowongan ini. Ikuti petunjuk-petunjukku tadi!"
"Apa" Kau menyuruhku sendirian" Kau mau..."
"Sst, jangan ribut-ribut. Kau sedang mengandung
anakku, Hong-moi, tak mungkin membawa beban lagi
dengan menggendong aku. Kau keluarlah, dan ikuti
petunjukku. Aku dapat bertahan di sini dan akan hidup lebih lama kalau kau
membawakan makanan untukku.
Pergilah ke sana dan ambilkan buah-buahan, aku
menunggu...." "Tidak!" Wi Hong menjerit. "Aku akan membawamu, Hauw-ko. Aku tak mau sendiri!"
"Hm, kau hendak membunuh anak di kandunganmu itu"
Membawa beban dan bekerja berat" Kau ingin keguguran"
Jangan bodoh. Kita di sini sudah aman. Hong-moi, tak ada yang tahu dan aku tak
apa-apa. Kau tinggal memilih
mencarikan makanan untukku di luar sana atau memaksa
diri dan anak di perutmu itu akan mati!"
Wi Hong tersedu. Akhirnya dia bingung namun dapat
menerima bahwa sementara itu mereka berdua selamat.
Kekasihnya tak akan ada yang mengganggul dan benar-
benar di tempat aman. Mulut terowongan di atas sudah
dihancurkan, jalan masuk hanya memasuki mulut yang
lain. Dan karena anak di kandungannya juga harus dijaga dan kata-kata pemuda itu
betul akhirnya Wi Hong menubruk dan mencium kekasihnya ini ketika Golok Maut menyuruhnya pergi,
membelai rambutnya, gemetar.
"Aku dapat menjaga diri di sini, dan Golok Penghisap Darah juga tetap bersamaku.
Pergilah, dan keluarlah. Carikan buah-buahan dan lihat apakah di luar sana aman."
"Kau tak akan pergi" Kau akan tetap di sini?"
"Tentu, aku akan tetap di sini, Hong-moi, tak mungkin dapat ke mana-mana karena
kita berada di terowongan
bawah tanah. Kau pergilah, dan bawakan makanan
untukku." Wi Hong akhirnya melepaskan diri. Setelah dia yakln
dan dapat menerima kata-kata pemuda itu akhirnya gadis ini menurut juga. Memang,
mereka berada di satu tempat yang aman, terowongan bawah tanah. Siapa dapat
mengejar mereka kalau mereka tetap bersembunyi di situ"
Tapi karena persedlaan makanan harus disiapkan dan
hanya dialah yang dapat melakukan itu maka gadis ini
menarik tubuhnya dan berbisik pada kekasihnya agar
menunggu di situ. "Kau jangan ke mana-mana, aku akan keluar."
"Ya, dan jangan khawatiri diriku, Hong moi. Aku dapat menjaga diri dan Golok
Penghisap Darah menemaniku di
sini. Pergilah!" WI Hong terhuyung. Dengan gemetar dan sedikit
tenteram dia meninggalkan kekasihnya itu, berjalan lurus menuruni anak tangga
lalu berbelok tujuh kali. Dan ketika
dia tiba di persimpangan di mana terdapat mata-air maka gadis ini berbelok ke
kanan dan tujuh kali dia melakukan hal itu secara berturut-turut, benar seperti
kata pemuda itu dan Wi Hong girang. Di ujung memang terdapat cahaya
terang dan itulah jalan keluar, mulut atau jalan melarikan diri setelah guha di
bawah batu besar dihancurkan. Cadis ini berhati-hari dan berindap menghampiri
cahaya terang itu, celingukan ke sana-sini dan akhirnya dia merasa lega karena
tempat itu sunyi, aman. Tak ada siapa-siapa dan tentu saja dia melompat keluar
dengan perasaan bebas. Dan ketika dilihatnya buah-buahan yang banyak di sebuah
hutan kecil dan cepat dia memunguti itu segera gadis ini kembali lagi ke tempat
semula, berseru memanggil kekasihnya dan keranjang buah yang dibawanya hampir
sarat oleh isi yang penuh. Tapi ketika gadis itu tak menemukan Golok Maut di
sana dan dia tertegun serta kebingungan, serasa tak percaya maka dia berteriak-
teriak memanggil kekasihnya itu.
"Hauw-ko... Hauw-ko... aku datang..!"
Namun aneh, Golok Maut yang dipanggil-panggil tak
muncul juga. Wi Hong mengira bahwa dia salah masuk dan berlari lagi keluar,
balik menghitung tujuh tikungan kanan dan kiri tapi tempat itu memang betul
tempat yang semula ditempati kekasihnya, tempat mereka berdua. Dan ketika gadis
ini bolak-balik tujuh kali naik turun dan menjerit berteriak
memanggil-manggil kekasihnya akhirnya ditemukannya sepucuk surat dari kekasihnya itu yang
menyatakan dia menyambut musuh di luar, lewat jalan lain.
"Maaf, aku tak dapat tinggal di liang tikus ini dan mati secara konyol. Kalau
kau kembali ke tempat ini sebaiknya keluarlah dari mulut terowongan yang kau
temukan itu, Hong-moi. Tempat itu jauh di luar lembah dan tak mungkin musuh
menemukan dirimu. Aku akan menghadapi musuh-musuhku, membunuh atau terbunuh,
Kalau anak itu lahir, laki-laki, namakanlah dia Giam Liong, Naga Maut, atau Naga Pembunuh! Tapi kalau
anak itu perempuan, terserah kau!"
Wi Hong menjerit. Akhirnya dia sadar bahwa dia telah
ditipu kekasihnya Itu. Golok Maut sengaja menyingkirkannya dan membiarkan dia selamat. Diri
sendiri maju menghadapl musuh dan berteriaklah Wi Hong dengan histeris. Dan
ketika dia melempar keranjang buah-buahan Itu dan memaki-maki kekasihnya maka
gadis ini pulang balik di terowongan bawah tanah, beberapa kaii menemui jalan buntu atau
persimpangan-persimpangan
pendek di mana semuanya itu merupakan jalan mati. Dia tak tahu ke mana
kekasihnya mendapatkan jalan keluar. Wi Hong sadar bahwa Golok Maut sengaja
pergi meninggalkan dirinya, maju menghadapi musuh dan dia sudah diminta
untuk keluar. Jalan terowongan itu memang sudah
ditemukan dan memang mudah bagi gadis ini kalau dia
mau keluar. Tapi karena Golok Maut meninggalkan dirinya dan Wi Hong marah serta
gusar akhirnya gadis ini hanya kembali ke tempat yang itu-itu juga, tak pernah
ke tempat yang lain dan robohlah Wi Hong tersedu-sedu. Gadis baju merah ini tak
dapat menahan dirinya lagi dan terguling mengguguk-guguk. Kekasihnya menghadapi
musuh di luar, dia sendirian dan tak mungkin kekasihnya itu selamat lagi.
Ah, lima ribu orang akan mengeroyok pemuda yang
dicintainya itu. Dan karena Wi Hong marah serta bingung tak dapat menemukan
jalan keluar Si Golok Maut akhirnya gadis ini pingsan dan roboh terguling. Ke
manakah Golok Maut" Benarkah menyambut musuh" Benar, dan Golok
Maut memang sedang mengamuk, dahsyat dan mengerikan. Mari kita lihat!
ooooo0de0wi0ooooo Seperti diketahui, pemuda ini menyuruh Wi Hong
berjalan lurus untuk akhirnya berbelok kanan kiri tujuh kali menuruni anak-anak
tangga di terowongan bawah tanah
itu. Golok Maut tampak berkilat-kilat dan gembira
mukanya. Ada perasaan puas bahwa gadis baju merah itu akhirnya tunduk juga
kepadanya, dapat dibujuk. Dan
karena Wi Hong tak melihat kilatan sinar mata ini dan betapa cahaya aneh
akhirnya mencorong dan memancar
dari pemuda itu maka Golok Maut terhuyung terseok
melangkah ketika kekasihnya pergi.
Golok Maut menghampiri sebuah dinding di sudut,
mengetuk-ngetuk dinding-dinding di situ dan akhirnya pada dinding sebelah kiri
dia mendengarkan suara berdengung.
ltulah tanda tempat kosong di sana dan pemuda ini segera meraba-raba. Dan ketika
sebuah tonjolan di celah-celah batu dapat dltemukannya dan benda ini ditarik
tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dan sebuah batu hitam besar yang lain
terbuka. "Dhrr!" Suara itu mirip getaran bumi yang diinjak ratusan gajah.
Dinding batu itu membuka dan tampaklah sebuah tempat
lain di situ. Golok Maut menyalakan lilin dan sebuah anak tangga yang bersusun
ke atas tampak, tinggi dan curam.
Bagian atasnya tak kelihatan karena masuk di sebuah celah atau guha batu yang
naik membentuk sudut tajam. Dan
ketika Golok Maut memasuki tempat itu dan menarik
kembali tonjolan di dalam tempat baru ini maka dinding pun bergemuruh dan
menutup kembali. ltulah sebabnya Wi Hong tak menemukan tempat ini meskipun dia
sudah lari berputaran ke sana ke mari, bahkan menuju ke atas di mana puncak atau
tangga terowongan itu sudah dihancur kan
mulutnya oleh gempuran si Kedok Hitam. Dan ketika
Golok Maut mulai mendaki dan lilin di tangannya sering
bergoyang-goyang maka delapan sembilan kali pemuda ini roboh dalam usahanya
mendaki anak tangga. Perjalanan itu berat bagi Si Golok Maut. Dia benar-benar kehabisan tenaga tapi
semangatnya yang luar biasa sungguh mengagumkan semua orang. Berkat semangat dan
kemarahannya yang besar inilah dia mampu mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, napas memburu dan
sering dia berhenti kalau dada terasa sesak. Empat kali batuk-batuk
darah tapi akhirnya dia

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meneruskan perjalanannya juga. Jeritan atau teriakan Wi Hong
didengarnya sayup-sayup sampai. Mereka sebenarnya
bersebelahan karena hanya terpisah oleh dinding terowongan yang tebal. Namun ketika Golok Maut tak
menghiraukan panggilan itu dan betapa berkali-kali dia harus menyumbat
telinganya agar jeritan atau teriakan Wi Hong tak didengarnya akhirnya pemuda
ini sampai juga di puncak tebing di dekat batu hitam besar yang digempur
landasannya oleh si Kedok Hitam.
Golok Maut susah payah keluar dari tempat ini, muncul di sebuah batu hitam yang
lain dan musuh tentu saja tak akan menyangkanya. Di tempat itu ada empat batu
besar yang masing-masing terletak di sudut, berdiri tegak sesuai arah empat mata
angin, timur-barat-selatan-dan utara.
Siapapun tak menyangka bahwa pada dasarnya batu-batu
hitam itu adalah penutup terowongan bawah tanah karena di bawah batu-batu besar
itulah terdapat guha atau mulut terowongan. Golok Maut telah mempergunakan satu
di antaranya dan tiga yang lain selamat, artinya tak diketahui si Kedok Hitam itu
dan anak buahnya. Lembah Iblis
memang sebuah tempat yang penuh misteri. Dan ketika
Golok Maut keluar dari situ namun Kedok Hitam dan
kawan-kawannya sudah turun memutari lembah, karena
akan mencegat Golok Maut di bawah maka pemuda atau
tokoh bercaping ini mendengus-dengus.
Golok Maut merah padam dengan mata berkllat-kilat
penuh bahaya. Hawa pembunuhan tampak di sorot
matanya itu dan orang pasti akan gentar melihat pemuda ini, apalagi Golok
Penghisap Darah dllipatnya di bawah siku. Sewaktu-waktu senjata ini akan
bergerak dan korban pasti akan jatuh, begitulah biasanya Golok Maut beraksi.
Dan ketika pemuda ini tertegun karena musuh turun di
bawah sana maka yang terdengar hanyalah teriakan atau kegaduhan di bawah lembah.
Perajurit atau pasukan besar itu tampak berhamburan keluar lembah, mereka
disuruh mencegat dan mengepung di empat penjuru. Golok Maut
terbelalak tapi tiba-tiba menggeram. Dan ketika bawah tebing menjadi bebas
karena semua orang menganggap dia tak ada di situ maka dengan terhuyung tapi
cepat pemuda ini bergerak kebawah.
Tak ada orang mengira bahwa orang yang dicari-cari
justeru turun ke bawah. Golok Maut kembali muncul di
atas dan kini dengan hati-hati namun cepat dia menuruni tebing, hal yang akan
Hikmah Pedang Hijau 10 Pendekar Bodoh 10 Raja Alam Sihir Misteri Gadis Gila 3
^