Pencarian

Golok Maut 3

Golok Maut Karya Batara Bagian 3


ko dan temannya pula, si kakek tinggi besar Yalucang. Dan ketika ia membentak
dan marah bukan main mendadak tanpa disangka tembok yang diinjak runtuh, merekah
dan dari kiri serta kanan menyambar
tombak tombak rahasia yang di pasang dari dalam. Kiranya dia menginjak sebuah
tembok rahasia yang penuh jebakan, tembok yang berhubungan dengan kamar Coa
ongya! Dan persis dia berjungkir balik dan turun ke bawah maka
sesosok bayangan muncul samar samar memberi perintah, hal yang menguntungkan
Golok Maut, "Mo ko, tangkap hidup hidup si Golok Maut itu. Jangan bunuh!"
Dan ketika Mo ko dan yang lain terkejut dan heran maka suara itu berseru
kembali, "Bawa dia ke Ui tien (Gedung Kuning), giring dan tangkap di sana!" dan
ketika Mo ko terbahak dan girang berseru keras tiba tiba bersama
rekannya dia membentak, "Nah, ongya minta kau ditangkap hidup hidup. Golok
Maut. Menyerahlah kalau tak ingin di tangkap seperti
monyet!" "Hm!" Golok Maut tiba tiba bangkit semangatnya. "Dia
itu Coa ongya" Anjing yang memberi makan kalian setiap hari?"
"Keparat, jaga mulutmu, Golok Maut. Kau manusiu tak
tahu diri yang tak mengenal keadaan ........sial!" dan Mo ko yang membentak
serta menyuruh yang lain menyerang lagi lalu mengepung dan memaksa Golok Maut
menuju ke timur pagar, memerintah pengawal atau perwira agar tidak berada di situ. Jadi
memberi tempat kosong bagi Golok Maut untuk berlari ke sini, menghindar dan
sibuk menangkis serangan dari kiri dan kanan serta depan, hal yang membuat Golok Maut
mengerutkan kening dan tentu
saja curiga. Coa ongya telah memberi perintah agar dia digiring ke Gedung
Kuning, tempat yang belum dikenal tapi pasti ada apa apa di sana, jelas
perangkap. Dan ketika jaring serta pukulan pukulan Mo ko juga kian mendesak dan
Golok Maut tak mau ke bagian yang kosong mendadak laki laki ini merogoh sesuatu
di kantung bajunya. Dan begitu dia mencabut serta melempar beberapa benda hitam
maka meledaklah empat buah granat di tempat itu.
"Hei,.....dar dar dar!"
Mo ko dan kakek tinggi besar Yalucang berjungkir balik.
Mereka itu tak menyangka si Golok Maut memiliki alat
peledak, para pengawal dan perwira yang tak menduga itu segera menjerit
berpelantingan. Mereka roboh dan sembilan diantaranya tewas, langsung menjadi
korban. Dan ketika keadaan menjadi panik dan juga gelap maka Golok Maut
melempar lagi beberapa buah granat tangannya, menendang batu atau apa saja untuk memadamkan pula
lampu lampu di situ. Tak ayal keadaan menjadi gelap gulita dan kacau, para
pengawal berteriak teriak dan Mo ko serta kakek Yalucang juga tak berani
mendekati Golok Maut. Mereka memaki maki dan mengumpat tak keruan, marah
bukan main. Dan ketika semuanya dibentak agar
memasang lagi lampu lampu di situ ternyata Golok Maut sudah menghilang dan entah
kemana. "Bangsat, kau licik dan pengecut. Golok Maut. Kau
keparat jahanam!" Namun Golok Maut tak memberi jawaban. Di dalam
kekacauan dan kekalutan tadi Golok Maut itu telah pergi.
Granat tangannya, yang baru pertama kali itu digunakan dan terpaksa dilemparkan
ternyata menyelamatkannya. Pek mo ko dan sutenya mengumpat caci dan segera
berputar bahkan berkelebat keluar kota. Tapi ketika Golok Maut tak ditemukan lagi dan dua
orang ini memaki maki maka
Yalucang berkelebat di situ dan berkata bahwa mereka
dipanggil Coa ongya. "Kita bertiga diminta datang. Harap kalian kembali!"
Mo ko kakak beradik saling pandang. Mereka tahu apa
yang akan diterima, tentu kemarahan majikan. Dan ketika benar saja di sana Coa
ongya memaki dan mengutuk
mereka maka pangeran itu marah marah membodoh
bodohkan mereka. "Lihat, apa jadinya semua ini. Apa gunanya kalian
melindungi istana" Hampir duaratus orang luka dan tewas, Mo ko. Dan kalian tak
dapat me nangkap satu orang saja!
Bagaimana tanggung jawab kalian dengan semuanya ini"
Apa yang harus kukatakan pada sri baginda!"
"Maaf," Pek mo ko menunduk. "Hamba mengaku salah,
ongya. Tapi Golok Maut itu curang dan licik. Dia kabur meledakkan granat."
"Dan hamba kehilangan lima jari hamba, ong ya.
Hamba bersumpah akan mencari dan membunuh si Golok
Maut itu!" "Omong kosong! Bertiga kalian tak marapu, Hek mo ko.
Bagaimana akan menangkap dan membunuh lawan kalian
itu" Kalau kalian dapat menggiring dan mendesaknya ke Gedung Kuning tentu aku
sendiri dapat menangkap. Tapi kalian gagal. Kalian tak berpikir dan memaksa aku
memberi perintah. Kalian bodoh dan tolol. Tenaga kalian sungguh tak dapat
diharapkan!" dan ketika pangeran marah marah dan akhirnya dipanggil kaisar maka
ganti pangeran itu mendapat teguran.
"Siapa itu Golok Maut" Kenapa mencarimu ?"
"Maaf," pangeran Coa tertegun. "Aku tak mengerti,
kanda kaisar. Tapi katanya dia akan membunuh bunuhi
semua orang ber she Coa dan Ci. Aku tak tahu siapa Golok Maut ini kecuali dia
tentu orang gila !" "Dan empat pembantumu, ke mana yang seorang?"
Pangeran terkejut. "Tiat Kak kusuruh mencari Golok
Maut ini, kanda kaisar. Tapi belum apa apa ternyata orang gila itu datang!"
-ooo0dw0ooo- Jilid IV "KALAU begitu ada sesuatu antara dirimu dengan
orang ini. Hm, apa yang pernah kaulakukan, adik
pangeran" Kau pernah menyakiti seseorang" Kau pernah
berbuat salah ?" "Tidak." Coa ongya menggeleng, berobah mukanya.
"Aku tak merasa melakukan sesuatu, kanda kaisar. Tapi kalau Golok Maut ini
tertangkap tentu aku akan tahu apa yang sesungguhnya terjadi!"
"Hm, kau harus bertanggung jawab dengan semua
keamanan di sini. Aku tak mau Golok Maut itu mengacau lagi. Bisakah kau menjamin
orang itu tak membuat onar lagi?"
"Akan kuusahakan, kanda kaisar. Dan harap maaf!"
pangeran itu merah mukanya pergi dan kaisar berkerut
kening. Golok Maut menjadi tokoh misterius yang kini
mengganggu benak kaisar pula. Baru sekali ini istana
didatangi orang begitu berani, juga lihai. Dan ketika kaisar mengepal tinju dan
adiknya pergi keluar maka istana
dirundung murung karena puluhan orang luka luka dan
tewas. -0odwo0- "Golok Maut, berhenti!"
Golok Maut tertegun. Belasan orang berkelebat di pagi itu dan laki laki ini
terkejut. Dia terhuyung setelah baru saja semalam dia meloloskan diri, kelelahan
dan pagi itu mencari tempat istirahat. Golok tersembunyi di punggungnya dan laki laki ini mendongak. Kim liong Sian li, ketua Kim liong pang
tiba tiba muncul, bersama belasan pengiringnya dan masih ditambah pula oleh
seorang laki laki muda dan wanita cantik yang terkekeh dan melirik ke arahnya, lirikan
berbahaya yang aneh namun harus diakui merangsang, penuh daya berahi dan Golok
Maut ini berhenti. Dan ketika lawannya berloncatan dan dia
dikepung maka laki laki ini mendengus dan memandang
laki laki muda serta wanita cantik itu.
"Hm, kau orang she Bhok" Mau apa?"
"Hi hik." wanita cantik, di sebelah laki laki muda itu mendahului. "Kami datang
untuk membayar hutang, Golok Maut. Dan kebetulan sekali jumpa denganmu di
sini!" "Benar, kau membuat malu aku, Golok Maut. Dan kini
aku datang bersama Kim liong pang cu (ketua Kim liong pang)!" laki laki muda itu
yang bukan lain Bhok kongcu adanya membentak. Temannya itu bukan lain Mao siao
Mo li daun wanita cantik ini mencabut payungnya, payung baru setelah yang lama
rusak. diputus atau dibabat Golok Maut itu, dalam pertempuran mereka yang lalu.
Dan ketika Kim liong Sian li juga membentak dengan seruan nyaringnya maka anak
buah Kim liong pang maju menyebar
mengelilingi Golok Maut itu.
"Pembunuh berdarah dingin, aku menuntut hutang
adikku yang kaubunuh. Menyerahlah dan jelaskan kenapa kau membunuh ketua Hek
liong pang!" "Hm!" Golok Maut tenang tenang saja, menarik napas
dalam. "Tak usah bercuap cuap. Kim liong Sian li. Kau dan semua orang tahu bahwa
aku membenci orang orang she
Coa dan Ci. Kalau kalian ber she Coa atau Ci tentu sudah ku bunuh !"
"Keparat, kau kurang ajar, Golok Maut. Kau tak
menghargai nyawa orang. Sekarang bersiaplah menerima
hukuman atau kau menyerah baik baik!"
Golok Maut tertawa mengejek. "Kim liong Sian li,"
katanya dingin. "Aku tak berniat menghajar kalian
sebaiknya minggir dan tahu diri....."
"Apa katamu?" nenek itu melengking. "Jahanam kau,
Golok Maut. Kalau begitu mampuslah.....singg" pedang si nenek tiba tiba suduh
dicabut meluncur dan mendesing
menuju tenggorokan Golok Maut. Dan begitu Golok Maut
mengelak dan diserang lagi tiba tiba Bhok kongcu dan lain nya bergerak menyerang
dari kiri dan kanan dan tiba tiba anak buah Kim liong pang juga berseru keras.
Mereka marah melihat si Golok Maut ini, beberapa teman mereka sudah dibunuh tanpa
ampun. Dan ketika Golok Maut
berkelebat menghindar dan Bhok kongcu sudah mencabut
ikat pinggangnya sementara Mao siao Mo li membentak
menggerakkan payungnya maka dua orang itu sudah
menerjang membantu ketua Kim liong pang, bergerak susul menyusul dan belasan
anak buah Kim liong pang menyerang di belakang. Mereka diperintahkan ketuanya
agar tidak menyerang dari depan, maklum Golok Maut
adalah tokoh yang benar benar lihai. Dan ketika semuanya bergerak dan Golok Maut
menghindar maka laki laki itu mendengus dan dua jarinya bergetak ke sana sini.
"Cring cring!" Golok Maut menangkis, mempergunakan dua jarinya
dan terkejutlah anak buah Kim liong Sian li. Pedang di tangan mereka terpental
dan kaki si Golok Maut pun
bergerak, membalas. Dan ketika tiga di untara mereka
terlempar kena tendangan laki laki itu maka tiga orang ini menjerit sementara
yang lain lain membentak marah, maju menerjang lagi dan Kim liong Sian li
melengking mempercepat putaran pedangnya. Golok Maut akhirnya
dibuat sibuk dan harus mengelak sana sini. Dan ketika Bhok kongcu dan Mao siao
Mo li mengerahkan ginkang
berkelebatan mengelilingi Golok Maut itu maka payung
atau ikat pinggang mulai mengenai tubuh laki laki ini, tak sempat di kelit.
"Plak bret!" Mao siao Mo li dan Bhok kongcu terbelalak. Sama
seperti dulu mereka melihat senjata mereka mental, Golok Maut melindungi dirinya
dan sinkang laki laki itu mampu mementalkan semua senjata, kebal. Dan ketika
pedang di tangan Kim liong pangcu atau ketua Kim liong pang pun mental menusuk
tubuh Golok Maut maka nenek itu
melengking penuh kemarahan.
"Keparat, jahanam kau, Golok Maut. Ku bunuh kau!"
Golok Maut mendengus. Kalau saja dia tidak melakukan
pertempuran di istana barangkali gerakannya lebih hebat lagi. Laki laki ini
sudah lelah dan sebenarnya dia ingin memulihkan tenaga, betapapun
pertandingannya melawan Pek mo ko dan lain lain cukup menguras, apalagi mereka masih dibantu oleh para
perwira atau pengawal, meskipun rendah namun cukup mengganggunya juga. Dan
ketika pedang bersama payung atau ikat pingang naik turun
menyambar nyambar maka Golok Maut minta agar
lawannya minggir. "Sebaiknya kalian pergi, atau satu dua orang bakal
roboh!" "Robohlah! Kau besar mulut, Golok Maut. Mampuslah!" pedang di tangan Kim liong Sian li
membabat, bergerak dari atas ke bawah dan nenek itu
masih melanjutkan dengan pukulan tangan kirinya. Dan
ketika Golok Maut mengelak namun Bhok kongcu tertawa
melepas Ang tok kang tiba tiba Mao siao Mo li juga
menggerakkan tangan kirinya menghantam Golok Maut
itu. "Plak des dess!"
Golok Maut agak terhuyung. Tiga lawannya terpekik
karena lagi lagi pukulan mereka membalik. Sinkang yang dikerahkan Golok Maut
masih kuat dan semua pukulan
tertolak. Dan ketika Kim liong Sian li berteriak marah dan empat anak murid Kim
liong pang membentak dari
belakang tiba tiba Golok Maut berputar dan untuk pertama kalinya dia bersikap
keras, menyambut dan mencengkeram dan pedang di tangan anak murid Kim liong pang
itu patah. Dan ketika Golok Maut menggerakkan tangannya dan
patahan pedang disambitkan ke lawan maka empat orang
roboh menjerit dan kepungan pun agak longgar.
"Crep crep aduh!"
Kim liong pangcu membentak. Robohnya empat anak
muridnya membuat nenek itu geram, membacok tapi Golok Maut berjungkir balik. Dan
ketika empat yang lain lagi menyambut tubuhnya dan laki laki ini menendang maka
pedang kembali patah patah dan empat orang itu pun
terlempar. "Des des dess!"
Kim liong Sian li semakin marah. Selama ini mereka
belum dapat merobohkan lawan, kini Golok Maut malah
merobohkan delapan diantara mereka. Dan ketika nenek itu membentak dan marah
menggerakkan pedang maka sekali


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi Mao siao Mo li dan Bhok kongcu menyambar, kali ini dari kiri dan kanan.
"Plak cret buk!"
Mao siao Mo li terpekik. Golok Maut memberikan
pundaknya namun secepat kilat menyambar payung,
membetot dan wanita itu tertarik. Dan ketika wanita ini terkejut namun kaki
Golok Golok Maut bergerak maka
wanita itu terlempar dan terbanting di tanah, payungnya terampas dan dipakai
untuk menyambut ikat pinggang
Bhok kongcu, membentak dan Bhok kongcu pun terkejut.
Ikat pinggangnya melilit dan menggubat paying, disendal dan kagetlah pemuda itu
karena tenaga lawan demikian
besar, terkesiap namun pedang di tangan Kim liong Sian li mendesing. Dan ketika
Golok Maut harus mengelak karena pedang menuju matanya maka Bhok kongcu
menendang namun Golok Maut hanya tergetar, cepat menarik ikat
pinggangnya dan selamatlah senjata di tangan pemuda ini, menyerang lagi dan kini
payung rampasan dipergunakan si Golok Maut. Hebat laki laki bercaping itu.
Karena begitu dia membuka dan menutup payung tiba tiba lawannya
kelabakan dan sebuah tusukan akhirnya merbohkan lagi se orarg anak murid Kim
liong pang, menjerit dan payung
kembali menyambar ke kiri kanan. Dua murid Kim liong
pang terlempar ketika payung membuka, menggaet dan
membanting mereka hingga bergulingan. Dan ketika
payung menutup dan Golok Maut membentak maka ikat
pinggang dan pedang di tangan Kim liong pangcu bertemu senjata aneh di tangan
laki laki itu dan akhirnya dua orang itu pun terbanting.
"Nah," Golok Maut berdiri tegak. "Kalian masih berani macam macam lagi, Kim
liong Sian li" Siapa ingin
dibunuh?" Kim liong Sian li gentar. Setelah berturut turut mereka dirobohkan semua dan
pedang atau ikat pinggang terlepas dari tangan mereka maka ketua Kim liong pang
itu menangis. Nenek ini gusar namun gentar. Golok Maut jelas terlalu lihai dan luar
biasa, mereka bukan lawannya. Dan ketika Mao siao Mo li juga tertegun dan
menjublak melihat senjatanya dipakai Golok Maut maka laki laki itu melempar
payung setelah sebelumnya dipatahkan menjadi dua,
mendengus dan tidak ada siapa pun yang berani
menghalangi jalan nya. Laki laki itu telah menggerakkan kaki dan membalik. Tapi
begitu dia memberikan punggung nya mendadak Bhok kongcu dan Mao siao Mo li
menggerakkan tangan. "Ser ser!" Belasan senjata rahasia menyambar. Mao siao Mo li
meluncurkan tujuh jarum beracunnya, sementara Bhok
kongcu menyambit tujuh pelor baja. Tapi ketika Golok
Maut membentak dia mendengar suara senjata senjata
rahasia itu tiba tiba tanpa menoleh tokoh ini mengerakkan lengan ke belakang,
menangkis dan tiba tiba tujuh pelor serta jarum membalik ke arah tuannya
sendiri. Mao siao Mo li terpekik dan coba berkelit, gagal dan akhirnya tujuh
jarum rahasianya menyambar tubuhnya sendiri. Dan ketika wanita itu terpelanting
dan mengaduh kesakitan maka Bhok kongcu juga mengalami nasib serupa karena pelor
pelor bajanya meledak dan menghantam tubuh nya sendiri.
"Aduh!" Semua orang tertegun. Golok Maut malenggang namun
akhirnya berkelebat, lenyap dan tidak perduli lagi pada Bhok kongcu maupun
temannya yang berteriak kesakitan.
Sebatang jarum menancap di pipi Mao siao Mo li
sementara sebuah pelor baja meledak di jidat Bhok kongcu, kontan keluar
"tanduknya" dan menjerit jeritlah dua orang itu. Dan ketika semuanya terbelalak
tapi Golok Maut berkelebat lenyap maka Kim liong Sian li tertegun di tempat dan anak murid Kim
liong pang pun ternganga bengong,
dibentak dan menolong yang luka luka dan akhirnya ketua Kim liong pang itu
berkelebat lenyap. Mao siao Mo li dan Bhok kongcu akhirnya memaki maki nenek
itu, yang tak perduli pada mereka. Dan ketika semua berkelebat pergi dan dua orang ini
menyumpah nyumpah maka Golok Maut
sendiri telah jauh meninggalkan tempat itu mau mencari tempat istirahat.
Namun sial. Baru keluar hutan tiba tiba menghadang dua laki laki menunggang
keledai. Mereka tersenyum senyum dan menghadang Golok Maut, memenuhi jalan
setapak dan bicara mereka yang sengau membuat Golok Maut
mendongakkan mukanya. Dan ketika dia melihat dua laki laki berhidung mancung
yang kulitnya kehitaman maka
tahulah dia bahwa dua orang asing mengganggunya di situ.
"Heh, kau Golok Maut, anak muda" Yang baru saja
membuat onar di istana?"
Golok Maut tertegun, waspada pada kilatan mata yang
seperti api, menyambar dan penuh kekuatan berpengaruh.
"Kalian siapa ?" dia tak menjawab. "Kenapa mengganggu orang lewat?"
"Heh heh, kami dua bersaudara Mindra dan Sudra,
Golok Maut. Ingin main main denganmu dan melihat
kepandaianmu!" "Aku tak mengenal kalian, dan barangkali kalian salah menemukan orang !"
"Ha, kau takut" Kami telah mendengar pertempuranmu
dengan Kim liong Sian li, Golok Maut, dan kami tahu
bahwa kami tak salah mencari orang. Kaulayanilah
kami...!" Mindra, laki laki di sebelah kiri tiba tiba
menggerakkan tangan. Tahu tahu sebuah pukulan
menghantam dahsyat dan angin pukulannya baru menyambar tiba setelah dekat, hal yang mengejutkan Golok Maut karena itu tanda
betapa hebatnya lweekeh atau tenaga dalam lawannya. Pukulan macam begini
biasanya menghancurkan tulang atau daging sebelum orang yang
dipukul sadar. Maka cepat mengelak dan menggerakkan
tangannya tiba tiba Golok Maut menangkis.
"Dukk" Mindra terpental. Laki laki Thian tok (India) itu berseru kaget, berjungkir
balik di atas keledainya namun turun lagi, duduk dengan mata terbelalak. Dan
ketika terdengar pujian kagum dari Sudra, temannya, tampak terkejut maka Mindra
melayang turun dan menendang keledainya agar menjauh.
"Heh, benar dugaanku. Golok Maut. Kau lihai dan luar
biasa!" "Hm!" Golok Maut tak senang. bersinar sinar. "Aku tak suka mencari permusuhan
tanpa sebab yang jelas. Mindra.
Minggir dan biarkan aku melanjutkan perjalananku!"
"Ha, mana bisa" Aku terlanjur di sini, Golok Maut. Tak mungkin kau melanjutkan
perjalananmu kalau kita belum main main. Ayolah, aku penasaran!" dan Mindra yang
berkelebat dan tiba tiba menggerakkan kedua lengannya tiba tiba melancarkan
pukulan lagi dan angin panas
menyambar, kedua lengannya bergerak cepat dan tahu2
dalam sakejap saja laki laki berhidung mancung itu telah menyerang tujuhbelas
kali, mulai dari kepala sampai ke kaki. Hebat dan cepat dan Golok Maut
menghindar. Lelaki ini berloncatan dan tujuhbelas serangan itu pun luput. Dan
ketika Mindra membentak dan berseru keras tiba tlba lelaki itu sudah berkelebat
dan mengejar lawannya, dielak tapi pukulan demi pukulan mendesak Golok Maut, tak
mungkin laki laki itu mengelak saja tanpa menangkis. Dan ketika dua pukulan
kembali menyambar dan apa boleh buat Golok
Maut membentak marah maka empat lengan beradu dan
Golok Maut kini tergetar!
"Ha ha, bagus. Golok Maut. Ayo sekarang kita beradu
cepat!" Mindra mengerahkan kepandaiannya, lenyap
berkelebatan cepat dan pukulan atau tamparan sudah
menyambar nyambar dari lengan laki laki ini. Kian lama kian cepat dan juga kuat,
Golok Maut menangkis tapi lagi lagi dia tergetar. Dan ketika lawan tertawa
bergelak sementara Sudra, laki laki satunya tersenyum dan memuji berulang ulang maka
pukulan hawa panas mulai membakar tempat itu dan daun daun kering pun
berkeritik, seakan dipanggang!
"Hwi seng ciang ( Pukulan Bintang Api )!" Golok Maut
terkejut, berseru tertahan dan lawan nya terbahak bahak.
Mindra memperhebat serangannya dan Golok Maut pucat.
Dia sudah berkali kali melakukan pertempuran tanpa
berhenti, kini menghadapi pukulan pukulan Hwi seng ciang dan terdesaklah dia
oleh pukulan pukulan itu. Dan ketika satu saat tamparan lawan meluncur di atas
kepalanya tapi Mindra menekuk kelima jarinya tahu tahu tangan laki laki itu
bergerak dan sudah mematuk kepala Golok Maut yang dilindungi caping.
"Bress!" Golok Maut terlempar. Capingnya berlubang
dan kagetlah Golok Maut oleh kelihaian lawan. Dari
serangan lurus tiba tiba Mindra telah merobahnya menjadi serangan mematuk, jadi
seperti rajawali atau paruh garuda, yang menyambar atau menyerang lawan yang
tidak menduga. Dan ketika laki laki itu berkelebat mengejar dan tertawa rwaka Golok
Maut mendesis mengelak sana sini, menangkis tapi keteter karena ilmu pukulan
lawannya sering berganti rupa. Sebentar mematuk tapi sebentar
mencengkeram, sekali menampar tapi di waktu yang lain mendorong. Dan ketika
Mindra merobah robah pukulannya tapi tenaga Bintang Api tetap dipergunakan laki
laki India itu maka pundak Golok Maut terpukul lagi dan laki laki itu
tarpelanting. Mindra tertawa tawa. Dari dua pukulannya yang
mengenai Golok Maut laki laki ini gembira. Golok Maut didesak dan apa boleh buat
tokoh bercaping ini membentak nyaring. Dan ketika satu pukulan Hwi eng ciang
kembali menyambar dan pukulan itu siap berobah menjadi jenis
pukulan lain tiba tiba sinar menyilaukan berkelebat
mengejutkan mata dan Mindra berteriak kaget
"Cras!" Laki laki itu melempar tubuh bergulingan. Golok Maut, yang menggigil dan
kelelahan oleh pertempuran berkali kali telah menunjukkan kelihaiannya yang
ditakuti orang, mencabut golok di punggungnya dan putuslah kuku jari di tangan lawannya. Mindra
hampir terbabat buntung dan laki laki India itu kaget bukan main, berteriak
keras dan untung menarik cepat tangannya tadi. Dan ketika laki laki itu meloncat
bangun dan Golok Maut berdiri dengan muka
merah maka tokoh ini berkata dengan golok sudah lenyap di punggungnya,
"Nah, jangan memaksa aku. Mindra. Sekali aku
mengeluarkan senjata maka jarang yang dapat menyelamatkan diri. Hentikan main main ini dan jangan saling mengganggu!"
Mindra tertegun. Tadi laki laki India itu melihat
berkelebatnya sinar golok, begitu terang dan menyilaukan mata. Dia kaget karena
itulah senjata ampuh yang bukan kepalang tajamnya, angin sambarannya saja sudah
membuat bulu romanya bangun berdiri. Tapi begitu dia
tertegun dan hilang kagetnya tiba tiba orang ini tertawa bergelak dan mencabut
senjatanya, tombak pendek bermata dua, seperti nenggala.
"Ha ha, hebat kau. Golok Maut," katanya. "Tapi justeru main main ini semakin
memikat diriku. Senjatamu luar
biasa sekali, barangkali karena itulah kau dijuluki Golok Maut. Baiklah, aku
belum kapok dan masih ingin
melanjutkan. Kalau aku kalah biar saudaraku maju
membantu....wut!" dan tombak atau nenggala di tangannya yang mendesing tajam
tiba tiba bergerak dan laki laki itu melompat, berkelebat menyerang lawannya dan
kini Mindra mengajak pertempuran bersenjata. Golok Maut
mengerutkan kening dan mengelak, marah tapi mengakui
kebandelan lawan. Orang orang kang ouw memang biasa
begitu, tak mau sudah kalau belum betul betul dihajar.
Maka begitu dia mengelak dan nenggala kembali bersiut dan menyambar dirinya tiba
tiba Golok Maut berseru keras dan mencabut senjatanya itu lagi, golok yang hanya
tampak sinarnya saja. "Cras!" Ujung nenggala buntung terbabat. Untuk ke dua kalinya tokoh India itu dibuat
kaget, berseru keras dan menyerang lagi, membalik senjatanya. Tapi ketika Golok
Maut mendahului dan dua tiga kali sinar menyilaukan itu
berkelebat di depan mata maka Mindra menangkis tapi
senjatanya lagi lagi terpenggal.
"Crang crang!" Laki laki berkulit hitam itu berteriak tertahan. Setelah sekarang Golok Maut
mempergunakan senjatanya tiba tiba tokoh itu sepuluh kali lipat lebih lihai
dibanding biasanya. Golok di tangannya itu hanya tampak berkeredep dan
putuslah senjatanya, Mindra melompat mundur dan berseru berulang ulang. Dan
ketika Golok Maut kembali berdiri tegak dan senjatanya yang luar biasa itu telah
lenyap di belakang punggung maka laki laki India ini mengusap
keringat dan terhuyung dengan muka pucat.
"Kau..... siluman! Senjatamu itu senjata siluman! Aih, kau mengandalkan
keampuhan senjata mu untuk mencari
kemenangan, Golok Maut. Kau curang!"
"Hm!" laki laki ini mendengus. "Senjata di pergunakan untuk membela diri.
Mindra, biasanya kepala yang menjadi tujuanku. Tapi karena kau bukan musuhku
maka kuperlihatkan padamu bahwa nenggalamu itu tidak berarti.
Pergilah, sekarang kita tak perlu saling mengganggu!"
"Nanti dulu." Sudra, lelaki di atas keledai tiba tiba berjungkir balik. "Kau
lihai dengan golok ampuhmu, Golok Maut. Tapi kami ada dua orang di sini, biarlah
kami lampiaskan penasaran kami dan kau hadapi kami berdua.....
tar!" cambuk baja meledak di tangan laki laki ini, entah dicabut dari mana dan
Mindra berseru girang. Tadi
temannya hanya menonton dan tidak bergerak, kini turun dan ingin mengeroyok si
Golok Maut itu, yang ternyata menjadi lihai luar biasa selelah mencabut
goloknya, senjata yang ampuh itu. Dan ketika Sudra sudah menggoyang
tubuhnya dan tertawa meledak ledakkan cambuk maka
Golok Maut tertegun mengerutkan kening.
"Sudra, aku tak ingin memusuhi kalian. Kalian orang
asing. Kenapa mendesak dan menekan ku seperti ini" Kalau aku tak lelah boleh
saja kalian maju tanpa senjata, Sudra.
Tapi sekarang ku minta kalian mundur dan lain kali saja kita bertanding !"
"Ha ha, kepalang jumpa di tempat ini, Golok Maut.
Kepalang basah bertemu denganmu. Ayolah, aku belum
merasakan ketajaman golokmu dan biar kucicipi " ....tar tarrr cambuk itu meledak
kembali, semakin nyaring suaranya dan Mindra mengangguk angguk. Memang dia
terkejut tapi belum kapok, kawannya masih ada di situ dan mereka dapat maju
berbareng. Dan ketika Golok Maut
menjadi marah namun laki laki India itu tak perduli tiba
tiba Sudra sudah menggerakkan cambuknya dan senjata
panjang itu menyambar Golok Maut, dikelit tapi cambuk mengejar. Sudra sudah


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memainkan senjatanya dengan lihai.
Cambuk melingkar dan meledak ledak. Dan ketika Golok
Maut terus diburu dan laki laki itu membentak gusar maka Mindra,
lawan satunya bergerak pula, tertawa menggerakkan nenggalanya yang buntung dan tokoh India itu masih hebat. Dibantu
cambuk dia menyerang dan menusuk Golok Maut. Dan ketika Golok Maut dirangsek
dan apa boleh buat harus mengutirkan senjataaya maka
sinar menyilaukan itu datang lagi namun nenggala dan
cambuk menghindar, melejit dan menyerang lagi dari arah yang lain dan
terkejutlah Golok Maut. Sepasang tokoh
India itu sudah menyerangnya dari muka dan belakang,
malah mulai berputaran dan berpindah pindahlah mereka seperti capung menyambar
nyambar. Dan ketika mereka
juga mengerahkan Hwi seng ciang dan tangan kiri mereka bergerak membantu senjata
di tangan kanan maka Golok
Maut melengking menggerakkan senjatanya pula, berkelebat dan tiba tiba lawannya tertawa bergelak,
mengerahkan ginkang dan lenyaplah mereka mengelilingi Golok Maut itu. Dan karena
mereka sudah bergerak dan
cambuk atau nenggala bertubi tubi menyerang dari muka belakang maka Golok Maut
menggerakkan goloknya dan
membabat atau menangkis, dihindari dan dua laki laki
India itu cerdik. Mereka tak mau beradu senjata dan
dipaksalah Golok Maut untuk berputaran. Dan ketika
Golok Maut menjadi marah dan berseru keras maka tiga
orang itu berkelebatan lenyap karena Golok Maut juga
mengerahkan sinkangnya, sambar menyambar dan ramailah pertandingan ini. Mindra dan temannya menarik senjata setiap golok yang
menyilaukan itu menyambar,
beradu cepat karena sedikit terlambat tentu senjata mereka putus. Peristiwa yang
dialami Mindra sudah cukup
memberitahukan Sudra. Dan ketika ketiganya bergerak
sama cepat Golok Maut terkejut karena dua tokoh Thian lok itu ternyata betul
betul lihai maka Sudra tertawa bergelak sementara temannya juga tertawa nyaring.
"Bagus, hebat, Golok Maut. Tapi kami tak mau beradu
senjata!" "Ya, dan luput. Golok Maut. Ayo kalahkan kami dan
lihat siapa yang menang, ha ha!"
Dua orang itu bergerak silih berganti. Baik Mindra
maupun Sudra sama sama cepat mereka keliling
mengelilingi dan Golok Maut dibuat bingung. Sinar
goloknya yang menyambar sana sini berkali kali luput, hanya mengenai angin
kosong. Dan ketika dua orang India itu menggerakkan tangan kiri mereka dengan
pukulan pukulan Hwi seng ciang maka Golok Maut kewalahan dan
terkena. "Des dess!" Golok Maut marah. Kalau lawan mau beradu senjata tak
usah dia lama lama di situ. Dua pukulan mengenai dirinya dan Golok Maut ini
tergetar. Dia sudah mengerahkan
sinkang namun Hwi seng ciang cukup hebat juga, sesak
napasnya dan lawan benar benar lihai. Dan ketika dia harus berputaran mengikuli
gerakan lawan tiba tiba tanpa terasa kepalanya menjadi pening.
"Ha ha, serang kami, Golok Maut. Hayo serang....!"
Golok Maut terhuyung setelah lawan berputaran dan dia pening maka bayangan dua
laki laki itu menjadi ganda.
Mereka seolah empat orang dan Golok Maut terkejut. Satu ketika cambuk pun
terlihat dua buah dan ledakan cambuk menyengat kulitnya, tidak luka tapi
membuatnya ke sakitan. Dan ketika lengan dua orang lawannya itu juga
tampak berlipat dua maka sebuah pukulan Hwi seng ciang akhirnya menghantam
tengkuknya. "Dess!" Laki laki ini terpelanting. Lawan terbahak bahak tapi Golok Maut tak mengeluh,
bangkit lagi dan masih terpancing oleh gerakan mereka yang berputaran. Tapi
ketika sebuah pukulan lagi mengenai tubuhnya dan Golok Maut terhuyung maka Golok
Maut menggeram dan tidak mau mengikuti lawan, sadar bahwa ia telah terpancing dan kini gerakan dua orang
itu hanya diikutinya dengan
pendengaran, yang belakang ditangkap dengan telinganya sementara yang depan
dtawasi dengan sepasang matanya.
Golok Maut kini tengah berdiri dan hanya sesekali dia menggerakkan senjatanya,
menangkis dan tentu lawan
mengelak. Dan ketika lawan tertegun karena Golok Maut tak beranjak dari
tempatnya maka Sudra dan Mindra
memaki maki. "Heh, seranglah kami. Golok Maut. Ayo bergerak dan
jangan seperti banci."
"Benar, menunggu adalah perbuatan wanita Golok
Maut. Hayo ikuti kami dan seranglah kami!"
"Tidak." Golok Maut mendengus. "Kalian mengakali
aku, Sudra. Kalau ingin menyerang seranglah, aku bertahan dan coba kalian
robohkan aku!" "Tapi sikapmu seperti wanita.....!"
"Tak perlu banyak cakap. Robohkan aku dan sambut
senjataku, Mindra. Atau kalian pergi dan jangan banyak tingkah di sini......wut
- sing!" Gerakan si Golok Maut luput nenggala menyambar tapi ccpat ditarik
kembali ketika sinar menyilaukan itu berkelebat. Sekarang dua laki laki India
ini marah marah karena mereka tak mampu memancing
lawan. Golok Maut menunggu dan ketajaman goloknya
itulah yang akan menumbangkan mereka. Dan karena
Golok Maut hanya diam sementara mereka terus
berkelebatan kian kemari maka Golok Maut dapat menarik napas dalam sementara dua
laki laki itu memburu napasnya karena banyak serangan yang gagal. atau memang
digagalkan! "Keparat, hayo bergerak, Golok Maut. Menyeranglah!"
"Tidak, kalian yang ingin menyerang. Sudra. Kalianlah yang bergerak dan biar aku
menangkis." "Tapi golokmu yang keparat itu." Sudra memaki maki.
"Kau mengandalkan senjata bukannya kepandaian, Golok
Maut. Kau pengecut dan licik!"
"Hm yang licik dan pengecut adalah kalian. Sudra.
Kalian mengeroyok dan menghadapi orang yang sudah
lelah !" "Iiu.... ah!" dan Sudra yang tak dapat bicara lagi tiba tiba membentak dan
berkelebat di belakang, menjeletarkan
cambuknya namun Golok Maut menggerakkan senjatanya
ke belakang, mendesing dan terpaksa Sudra menarik
kembali serangannya. Dan ketika Mindra ganti menusukkan nenggalanya namun Golok Maut mendengus
maka senjata itu kembali bergerak dan keduanya sama
sama luput mengenai angin, napas Mindra dan temannya
memburu sedangkan Golok Maut agak lega. Dia hanya
menggerakkan senjata ke kiri atau ke kanan dan lawan
lawannai itu pun menarik serangan mereka begini berulang ulang. Dan ketika
keringat membasuh dahi dua orang itu dan Mindra menyumpah nyumpah tiba tiba
berkelebat bayangan lain dan Kim liong Sian li muncul lagi dengan teman temannya, Bhok
kongcu dan Mao siao Mo li.
"Hi hik, kami bantu kalian, Sudra. Memang Golok Maut
ini harus dibunuh..... ser ser!" Mao siao Mo li
menimpukkan jarum jarum beracunnya, disusul kemudian
oleh Bhok kongcu yang melempar pelor pelor baja.
Sekarang Golok Maut tak dapat menampar balik senjata
senjata rahasia mereka, karena Mindra dan Sudra tetap melancarkan serangan
serangannya. Jadi terpaksa Golok Maut menangkis atau mengelak senjata senjata
rahasia itu. Dan ketika jarum atau pelor runtuh ke tanah namun mereka menyerang lagi maka Kim
liong Mo li juga melepas pisau pisau kecil sambil menerjang ke depan, lebih
gagah, berteriak dan membentak membantu dua laki laki itu dan Mindra serta temannya
terbelalak. Mereka tak senang dan melotot, Sudra mau mengusir ketua Kim liong
pang itu dengan kebutan lengannya. Tapi ketika Mindra mencegah karena bagaimana pun
bantuan itu berguna bagi mereka
maka Golok Maut sudah dikeroyok tiga orang sementara
Bhok kongcu dan Mao siao Mo li licik menyerang dari luar, menyambit nyambitkan
senjata rahasia dan anak murid
Kim liong pang yang lain mengganggu pula dari luar. Dan ketika semuanya itu
membuat sibuk Golok Maut dan apa
boleh buat dia terpaksa bergerak dan berkelebatan
menghindari hujan serangan lawan maka Golok Maut
membentak menangkap jarum atau pelor pelor yang
berhamburan, diretour dan menjeritlah enam orang murid Kim liong pang yang
terkena timpukan balik ini, disusul lagi oleh teriakan yang lain ketika pisau
Kim liong Sian li ditampar dan mengenai mereka. Dan ketika berturut turut hal
itu malah menguntungkan Golok Maut karena bantuan yang lebih rendah biasanya
akan menyulitkan yang lebih tinggi maka Mindra dan Sudra terkejut, tentu saja
gusar karena mereka malah kacau sendiri. Jarum dan pelor
bahkan ada yang terpental ke arah mereka, ditangkis dan berhamburan bertemu
Golok Maut, hal yang membuat
mereka naik darah dan akhirnya menyuruh orang orang itu mundur. Namun ketika
anak anak murid Kim liong pang
masih ada yang nekat dan mereka mengganggu dari luar
maka Sudra menggerakkan cambuknya dan tiga murid Kim
liong pang terlempar. "Keparat kalian, minggir!"
Kim liong Sian li marah. Melihat anak muridnya
dicambuk Sudra nenek itu melengking, memaki tokoh India ini. Tapi Sudra yang
mendengus dan menjeletarkan
cambuknya malah balas memaki dan membentak nenek itu.
"Kau harus tahu diri, Kim liong Sian li. Kepandaianmu masih belum dapat
menandingi Golok Maut. Pergilah atau kau pun kuhajar!"
"Keparat, kau memaki aku. Jahanam, kubunuh kau,
Sudra. Dibantu malah tak tahu diri" dan nenek itu yang balik menyerang Sudra dan
meninggalkan Golok Maut tiba tiba menusukkan pedangnya dan laki laki ini
menyampok, pedang terpental miring namun Kim liong Sian li
menyerang lagi. Dan ketika dua orang itu bergebrak sendiri dan Mindra membentak
maka laki laki itu menghantam
Kim liong Sian li dan membela temannya.
"Kaulah yarg tak tahu diri, Kim liong Sian li. Kami tak mau dibantu atau kau
hadapi Golok Maut sendirian ...
dess!" Kim liong Sian li terlempar, menjerit oleh pukulan Hwi seng ciang dan
yang lain pun ribut. Bhok kongcu dan Mao siao Mo li berteriak, tentu saja tak
menghendaki kejadian itu. Dan ketika pertempuran pecah dan Golok
Maut mendapat kesempaian tiba tiba laki laki itu meloncat dan berkelebat pergi,
merasa cukup dan lelah. "Hei....!" Sudra membentak. "Jangan lari, Golok Maut.
Pertandingan belum selesai!"
"Hm, aku enggan menghadapi kalian. Sudra. Tak ada
permusuhan jelas di antara kita!"
"Tapi aku ingin memusuhimu, aku ingin mengajakmu
bertanding....!" "Kau gila!" dan Golok Maut yang lenyap meninggalkan
suaranya tiba tiba dikejar dan diburu Sudra, mencaci Kim liong Sian li yang
menjadi gara gara dan Mindra pun
membentak. Mindra marah karena Golok Maut melarikan
diri, memutar tubuhnya dan mengejar lawannya setelah
tadi menghajar Kim liong Sian li. Dan Ketika dua laki laki itu lenyap dan Kim
liong Sian li bergulingan melompat bangun maka nenek ini memaki dan mengejar
mereka pula. "Kejar dua laki laki keparat itu. Bunuh dia!"
Murid murid Kim liong pang kebingungan. Mereka
mengejar namun ada yang ragu ragu, di tendang dan
ditempeleng ketuanya. Dan ketika semua berkelebatan dan Bhok kongcu saling
pandang Halaman 30-31 ga ada "Hm," anak ini mundur, melepaskan diri. "Tak usah
berpura pura, ibu. Aku tahu bahwa ayah dibunuh Kwi
goanswe. Ayah difitnah orang dan Kwi goanswe (jenderal Kwi) yang membunuh nya.
Aku akan menuntut balas pada
Kwi goanswe ini !" "Tidak!" ibunya memekik. menyambar anak ini. "Kau
tak tahu apa apa, Sin Hauw. Kau bodoh dan ngawur. Kwi goanswe adalah saudara
kita sendiri. Dialah yang kini menghidupi dan memberi makan minum kita! Siapa
yang memberi tahu itu padamu" Siapa pendusta yang lancang
mulut nya itu ?" Anak ini tertegun. Ibunya mencengkeram dan mengguncang guncang tubuhnya, menangis dan marah
marah kepadanya. Menyuruh dia memberi tahu siapa yang menceritakan itu. Anak ini
termangu namun akhirnya menggigit bibir. Dan ketika dia ikut menangis dan
memandang lukisan di dinding yang menggambarkan
seorang laki2 gagah mendadak anak itu menuding,
bertanya, "Ibu, beranikah kau bersumpah bahwa ayah betul betul meninggal karena
sakit" Beranikah kau bersumpah di bawah gambarnya bahwa dia bukan dibunuh Kwi
goanswe?" "Ooh," ibu muda itu tersedu sedu. "Kau kemasukan
setan, Sin Hauw. Entah kenapa hari ini sikapmu demikian luar biasa. Kau anak
kecil tak tahu apa apa, sebaiknya diam dan jangan berkata seperti itu kepada
ibumu!" "Ibu tak berani bersumpah ?"
"Untuk apa" "


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yakinkan hatiku bahwa ayah bukan dibunuh Kwi
goanswe, ibu. Atau aku akan menuntut balas dan
mendatangi rumah jenderal itu !"
"Sin Hauw..... !"
"Tidak! Katakan dulu, ibu. Aku tadi dimaki maki Kwi
Bun dan dia menyabut nyebut bahwa ayah adalah
pemberontak. Bocah itu berani menamparku dan menendangku segala. Aku tak terima!"
Wanita muda ini tertegun. "Kau ditampar Kwi kongcu?"
"Kenapa ibu memanggilnya kongcu ( tuan muda ) "
Bukankah dia adalah saudara sendiri kata ibu?"
Wanita ini menutupi mukanya. Beradu pandang dengan
puteranya yang demikian keras dan tegas tiba tiba wanita ini teringat mendiang
suami nya, laki laki gagah yang terpampang gambarnya itu. Dan ketika dia
mengguguk dan tidak menjawab tiba tiba anak lelaki ini meloncat ke
belakang dan menyambar pisau serta lari ke gedung Kwi goanswe.
"Sin Hauw!" wanita itu memekik. "Kau mau apa" Kau
gila?" "Aku mau membunuh Kwi Bun, ibu. Dan kalau bisa
juga Kwi goanswe!" "Oh, tidak!" dan sang ibu yang mengejar dan menubruk
anakaya tiba tiba menjerit dan merampas pisau itu, berkutat dan sejenak ibu dan
anak menycrang dan bertahan. Sin
Hauw membentak dan tanpa sengaja menggores lengan
ibunya, berdarah dan menjeritlah wanita itu. Dan ketika Sin Hauw tertegun dan
berdiri bengong tiba tiba ibunya maju dan menampar dirinya,
"Sin Hauw, kau anak kurang ajar. Kau, oh .....!" dan Sin Hauw yang terpelanting
ditampar ibunya tiba tiba direbut dan pisau sudah berada di genggaman wanita
muda itu, terbelalak dan kini tegak di depan anak itu sementara Sin Hauw sendiri mematung.
Keberingasan yang tampak di
mata anak ini tiba tiba redup. Ibunya menangis dan
memegangi luka itu, Dan ketika Sin Hauw mengeluh dan
lari ke kamar tiba tiba anak ini mengguguk dan melempar tubuh di pembaringan,
menangis dan ibunya menyusul tapi anak itu tak menggubris. Sin Hauw menutupi
mukanya dengan bantal dan berteriak teriaklah anak itu memaki Kwi Bun, putera Kwi
goanswe. Dan ketika malam itu ibunya
menjaga dan Sin Hauw berhasil di cegah maka wanita ini tenang dan melihat putera
nya tertidur, berkali kali terisak dan wanita muda ini pun mengantuk. Lukanya
sudah dibalut dan dia menganggap anaknya dapat dibujuk. Sin Hauw tak akan ke tempat
Kwi goanswe untuk melaksanakan ancamannya itu. Tapi begitu dia tergolek dan tertidur kelelahan,
lelah lahir batin tiba tiba anak laki laki
itu bangun dan meluncur turun, hati hati dan menyelinap dan tengah malam itu
juga anak ini menuju ke gedung Kwi goanswe. Sebuah pisau berada di tangannya
kembali dan bayangan anak laki2 itu sudah memasuki gedung, hal yang tak diduga
pengawal karena tak mungkin seorang bocah
berani malam malam keluyuran. Dan begitu anak ini tiba di kamar musuhnya dan Kwi
Bun, putera Kwi goanswe terkejut melihat kamar nya dimasuki orang tiba tiba pisau itu menyambar dan Sin
Hauw menyerang lawannya. "Kwi Bun, mampuslah!"
Kwi Bun, anak laki laki ini menjerit. Serangan Sin Hauw yang gagal mengenai
perutnya dan menusuk paha membuat anak itu berteriak. Mereka adalah teman
sepermainan dan Sin Hauw memang sering ke tempat anak laki laki ini.
itulah yang menyebabkan Sin Hauw mengenal kamar
musuhnya dan dengan gampang menyelinap masuk.
membuka pintu kamar dan menyerang. Tapi karena
nembunuh orang belum pernah dilakukan anak kecil itu
dan serangannya dibarengi jari yang menggigil maka
tusukan luput mengenai perut, ganti menikam paha dan
lawannya menjerit. Kwi Bun berteriak dan kontan gedung Kwi goanswe geger,
mendengar jeritan atau lolong anak itu.
Dan ketika Sin Hauw terkejut karena serangannya gagal maka lawannya melompat
bangun dan bergulingan menjauhkan diri, melihat Sin Hauw ada di situ dan putera Kwi goanswe ini
terbelalak. Dia kaget dan heren serta marah.
Tapi begitu Sin Hauw menggeram dan menyerangnya lagi tiba tiba anak ini mengelak dan Sin Hauw ditendang, mencelat
dan Sin Hauw terlempar di
sudut. Anak ini mengeluh tapi pisau tetap di tangannya, lawan membentak dan Kwi
Bun ganti menubruk. Dan karena putera jenderal Kwi itu adalah anak yang dilatih silat dan dia sudah
sadar dari kekagetannya maka anak ini
menghantam Sin Hauw dan dua tiga kali Sin Hauw
mengelak, luput dan anak itu mendapat sebuah tendangan lagi. Meskipun kecil tapi
putera Kwi goanswe itu cukup hebat, gerak geriknya tangkas dan Sin Hauw
terbanting lagi, melawan tapi bocah ini mengeluh. Setelah Kwi Bun
terbangun ternyata dia tak dapat menghadapi musuhnya
itu. Dan ketika Kwi Bun menghajarnya dan berkali kali anak itu memakinya maka
Sin Hauw roboh terlempar dan
pisau akhirnya terlepas, roboh terbanting bersamaan dengan muncul nya sesosok
bayangan tinggi besar. "Bluk!" Bayangan ini telah berkelebat datang. Seorang laki laki bermuka keren membentak
masuk, pakaiannya kedodoran
menunjukkan ketergesa gesaannya. Dan persis Sin Hauw
mengeluh di lantai maka orang ini, yang bukan lain Kwi goanswe adanya membentak,
"Kwi Bun, apa yang terjadi" Ada apa dengan bocah ini?"
"Sin Hauw mau membunuhku, ayah. Dia datang dan
menyerang dengan pisau!" Kwi Bun, anak laki laki itu
memberi tahu. Mukanya merah dan anak itu meringis
manahan sakit, ayahnya terkejut dan para pengawal segera bermunculan. Mereka
kaget dan mendengar suara gaduh
itu, datang dan kini melihat dua anak itu. Sin Hauw melipat perut di sudut
sementara Kwi Bun meringis menahan
sakitnya. Dan ketika Kwi goanswe terbelalak dan
menyambar anak itu maka Sin Hauw dibentak dengan
suaranya yang menggeledek.
"Kau mau membunuh Kwi Bun" Apa salahnya
kepadamu. Sin Hauw" Kau bocah gila yang tidak waras?"
Sin Hauw diam saja. "Heh!" Kwi goanswe mencengkeram anak itu. "Katakan
padaku apa sebabnya kau mau membunuh Kwi Bun, Sin
Hauw. Atas suruhan siapa kau datang ke sini!"
"Aku datang alas suruhan diriku sendiri. Aku mau
membunuh Kwi Bun karena dia menghina dan menamparku!" Sin Hauw akhirnya menjawab, tak kenal
takut. Kwi goanswe tertegun namun memperkeras
cengkeramannya, mendengus. Dan ketika anak itu
memandangnya tak gentar dan jenderal ini marah tiba tiba dia melempar anak itu,
"Keparat, kau kurang ajar. Sin Hauw. Kau bocah tak
tahu diri!" lalu menyuruh pengawal menangkap dan
membawa anak itu jenderal ini sudah memerintahkan agar Sin Hauw dirangket.
"Arabil rotan, hukum dia!"
Namun Kwi Bun yang berseru meloncat berdiri
mencegah ayahnya. "Nanti dulu," katanya. "Biar aku yang menghukum dia, ayah.
Bocah ini harus dihajar dan kalau perlu dibunuh!"
"Bunuhlah!" Sin Hauw menantang. "Aku tak takut
ancamanmu, Kwi Bun. Gagal dalam melaksanakan tugas
adalah biasa!" "Hm," jenderal Kwi mengerutkan kening. "Permusuhan
apa yang menyebabkan anak setan ini demikian dendam"
Apa yang kaulakukan padanya, Kwi Bun?"
"Entah." anak itu menggeleng. "Aku tak melakukan apa
apa padana, ayah. Tahu tahu malam begini dia datang dan mau membunuh aku!"
"Bohong, kau menghina dan menamparku siang tadi,
Kwi Bun. Kau menyebut ayahku sebagai pemberontak! Kau mengatakan ayahku dibunuh
ayahmu!" Kwi goanswe kaget. "Kau bilang begitu?"
"Ha ha," Kwi Bun tiba tiba tertawa. "Itu kuingat
sekarang. ayah. Memang benar siang tadi aku menampar
dan memberinya sedikit pelajaran. Sin Hauw sombong. dia tak mau kuperintah dan
kutendang." "Dan tentang ayahnya itu," jenderal Kwi melotot.
"Apakah kau bilang ayahnya kubunuh?"
"Ini.... ini...." anak itu ketakutan. "Aku main main, ayah Aku tak
sungguhan...." "Plak!" anak itu terlempar, ayahnya menggerakkan
tangan dan Kwi Bun menjerit. Kwi goanswe menjadi kaget atas kata kata puteranya
ini. Maka begitu Kwi Bun ditampar dan terbanting reboh tiba tiba jenderal tinggi besar itu menggeram,
menyambar dan mencengkeram anaknya.
"Kwi Bun, kau tahu apa yang akan terjadi dengan kata
katamu ini " Tahukah kau bahwa mulut mu yang lancang
itu akan membuat susah ayah mu?"
"Ampun...." anak ini menggigil. "Aku hanya main main, ayah. Sin Hauw ...
dia....." "Kau lancang!" dan Kwi goanswe yang melempar serta
menendang puteranya akhirnya membalik menghadapi Sin
Hauw. "Bocah." katanya. "Apakah kau menerima di hati
kata kata Kwi Bun tadi" Tahukah kau siapa aku dan siapa ayah mu?"
Sin Hauw mengerutkan kening. "Aku tahu kau adalah
seorang yang jahat, paman Kwi. Kau membunuh ayahku
dan membuat aku dsn ibu menderita, juga enci Kin!"
"Hm, kau salah. Kalau aku jahat tak mungkin ibumu
mendapat nafkah setiap bulan. Kwi Bun hanya main main kepadamu. Sin Hauw. Harap
kau tidak percaya omongannya dan pergi baik
baik. Kalau kau mau menerima kata kataku ini maka kau bebas, tapi kalau tidak,
hm..... kau harus dihukum. Siu Hauw Kau lancang dan
malam malam mau membunuh anakku!"
"Aku tidak takut!" anak itu mengedikkan kepala. "Aku
tak dapat dibujuk, paman Kwi. Kalau kau mau menebus
dosa ayahku dan Kwi Bun berlutut minta maaf barulah aku mau sudah!"
"Apa maksudmu" Menebus dosa bagaimana?"
"Kau kembalikan nyawa ayahku atau kau menggantinya
dengan jiwamu sendiri!"
"Keparat!" jenderal itu membentak. "Kau jahanam tak
tahu diri, Sin Hauw. Kalau begitu kau enyah dan biar
pengawal merangket tubuhmu..... dess!" dan Kwi goanswe yang menendang anak itu
hingga mencelat akhirnya marah marah dan menyuruh pengawal menangkap anak laki
laki itu, membawanya ke belakang dan muka jenderal tinggi
besar ini merah. Dia gusar bukan main atas kekurangajaran anak itu. Dan ketika
dia memberi tanda agar anak itu
dihabisi jiwanya maka Kwi goanswe berkelebat dan
memasuki kamarnya sendiri.
"Bedehah! Keparat!" kutuknya berkali kali. "Kau persis ayahmu, Sin Hauw. Kau
anak pemberontak yang tak tahu
diuntung!" dan membanting pintu kamar menyuruh
pengawal menghajar anak itu maka Sin Hauw menjadi
bulan bulanan di belakang. Dua pengawal menyeretnya dan anak itu dimaki maki.
Sin Hauw dibawa menjauh dan
pukulan serta tendangan kembali mendarat di tubuhnya, tidak mengaduh dan
pengawal mengambil rotan, baru anak itu mendesis dan Sin Hauw menahan sakit. Dan
ketika pengawal membawanya ke sumur dan anak itu mau
dibunuh dengan jalan dilempar ke sumur mendadak Kwi
bun muncul. "Nanli dulu, serahkan padaku!" anak itu berkelebat,
membuat pengawal tertegun tapi mereka tertawa. Anak
kecil ini adalah majikan mereka, putera Kwi goanswe.
Maka ketika Kwi Bun berseru dan minta agar Sin Hauw
jangan dilempar dulu anak ini sudah berdiri di depan
lawannya merampas pemukul dari pengawal di sebelah kiri.
"Sin Hauw." bentaknya "Malam malam kau datang
untuk membunuh aku. Dan gara gara kau aku mendapat
pukulan dari ayahku. Katakanlah. hukuman bagaimana
yang kau inginkan sebelum kau dliempar ke sumur?"
"Hm," Sin Hauw mengejek. "Tak perlu banyak bicara,
Kwi Bun. Aku kalah dan tertangkap. Kalau kau ingin
membunuhku bunuhlah, aku tak takut dan boleh apa saja kau lakukan terhadapku.
Kalau kau minta aku mengatakan sesuatu maka yang keluar dari mulutku adalah
makian untukmu. Kau jahat dan sewenang wenang, pengecut!"
"Apa?" Kwi Bun memukulkan rotan. "Aku pengecut dan
sewenang wenang" Apa buktinya?"
"Buktinya cukup, Kwi Bun. Kau mengandalkan ilmu
silatmu untuk menindas aku. Mentang memang aku tak
bisa silat maka kau sering mengganggu dan menghina aku."
"Ha ha, itu salahmu sendiri. Sin Hauw. Kalau kau
menurut dan tunduk kepadaku tentu aku tak akan
mengganggumu. Kaulah anak tak tahu diri, sudah diberi makan masih juga menggigit
majikan! Eh, aku ingin menyiksumu dulu Sin Hauw. Membalas tendangan ayah
gara gara kau.... dess!" dan Kwi Bun yang menggerakkan kaki menendang anak itu
tiba tiba membuat Sin Hauw
terlempar dan jatuh di dekat sumur, dikejar dan Kwi Bun tertawa tawa
menggerakkan rotannya. Kini alat pemukul itu mendera Sin Hauw dan bak bik buklah
tubuhnya dihajar rotan Kwi Bun berseru agar lawannya mengaduh, menangis
dan memitna minta ampun. Tapi ketika Sin Hauw
menggigit bibir dan anak itu sama sekali tak menangis atau mengaduh maka Kwi Bun
terbelalak dan anak ini melotot, menghajar muka lawannya dan pecahlah mulut Sin
Hauw dihajar rotan. Anak itu terpelanting namun tetap saja Sin Hauw tak berteriak,
sekuat tenaga anak ini menahan sakit dan air matanya sajalah yang bercucuran,
menahan pedih dan tubuh yang seakan remuk. Dan ketika dua pengawal
tertawa tawa dan mereka justeru gembira oleh perbuatan Kwi Bun tiba tiba muncul
seorang gadis yang menjerit di situ.
"Sin Hauw.... Kwi Bun....! Apa yang kalian lakukan"
Oh, kau menghajar Sin Hauw" Kau menyakiti adikku"


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tahan, Kwi Bun... tahan!" dan seorang gadis yang tersedu dan menangis di situ
tiba tiba menahan gerakan Kwi Bun dan gadis ini meloncat menubruk Sin Hauw,
mengguguk dan marah sekali kepada Kwi Bun. Dua pengawal tertegun dan tiba tiba mereka
menyeringai. Dan ketika gadis itu mendekap Sin Hauw dan Kwi Bun memberi tanda
tiba tiba dua pengawal itu maju dan sudah mencengkeram pundak
gadis ini. "Hwa Kin, mundurlah. Biarkan adikmu menyelesaikan
urusannya dulu dengan Kwi kongcu"
"Keparat!" gadis itu meronta. "Kalian jahat, pengawal.
Kalian mendiamkan saja perbuatan Kwi Bun kepada
adikku. Aku akan melapor ini pada Kwi goanswe!"
"Ha ha," pengawal tiba tiba tertawa. "Justeru Kwi
goanswe yang menyuruh kami di sini. Hwa Kin. Sin Hauw hendak membunuh Kwi kongcu
dan membuat onar!" "Apa?" "Tanyalah adikmu." pengawal itu mengejek, bersinar
sinar. "Adikmu yang kurang ajar ini hendak membunuh
Kwi kongcu, Hwa Kin. Dan sebagai bukumanna mestinya
dia juga dibunuh!" "Tidak.... oh!"
dan Hwa Kin yang membalik menghadapi Sin Hauw bertanya, pucat, suaranya
menggigil, "Sin Hauw, benarkah kau hendak membunuh
Kwi Bun" Apa yang kaulakukan di sini?"
"Dia menghina aku dan ayah, enci. Kwi Bun
mengatakan ayah pemberontak. Dan ayahnya membunuh
ayah kita. Aku datang memang untuk membunuhnya,
membalas dendam!" Mata yang bening itu terbelalak, kian lama kian lebar dan Hwa Kin tiba tiba
mengeluh. Dan ketika dia gemetar dan semakin pucat memandang adiknya tiba tiba
gadis ini membalik, menghadapi Kwi Bun, putera Kwi goanswe itu.
"Kau bicara seperti itu" Kau.... kau mengatakan ayah
dibunuh ?" "Hm." Kwi Bun, anak laki laki itu menyeringai.
"Kepalang basah bermain main, Hwa Kin. Ayahmu
memang dibunuh. Dia pemberontak, kalian anak pemberontak. Dan karena Sin Hauw mau membunuhku
maka adikmu harus dibunuh pula. Kalian mewarisi darah pemberontak, kau pun
kutangkap dan harus menyerah!"
"Ha ha," dua pengawal tiba tiba maju ke depan. "Kalau begitu serahkan gadis ini
kepada kami, kongcu. Kami tahu bagaimana caranya menghukum pemberontak!"
"Tidak!" Hwa Kin tiba tiba menjerit mundur mendekap
adiknya. "Aku tak percaya, Kwi Bun. Kau mengada ada
dan bohong!" "Tanyalah ibumu," anak itu tertawa mengejek. "Ibumu
tahu Hwa Kin. Tapi menyembunyikan hal ini pada kalian.
Tentu saja itu disembunyikan karena ayahmu pengikut
Chu Wen, raja yang tumbang itu!"
Gadis ini terkesiap. Chu Wen adalah nama jang amat
dibenci penguasa sekarang Li Ko Yung. Semua orang tahu tapi akhirnya Chu Wen
mati terbunuh. Pengikut pengikutnya lari dan tersebar di mana mana, disebut
pemberontak dan tentu saja nama itu tahu bagi istana, dikejar2 dan banyak yang
dibunuh. Maka begitu ayahnya, di sangkutkan dengan nama ini dan Kwi Bun tertawa
mengejek maka anak laki laki itu menggerak gerakkan rotan dan merasa sebagai
penguaa menang angin dan anak ini
sombong sekali. Tapi karena gadis itu tak tahu apa apa dan masalah perang bukan
urusannya maka dia terhuyung tapi dapat menetapkan hati, membentak anak itu.
"Kwi Bun, kau lancang dan kurang ajar. Tahukah kau
siapa ayahmu dan ayahku" Dari mana kau mendapatkan
semuanya ini" Aku tak percaya, Kwi Bun dan juga tak
perduli. Apa yang dilakukan orang tuaku kami tak tahu dan seharusnya tak usah
kau menghina kami. Aku akan
menemui ayahmu dan meminta keadilannya!"
"Ha ha, nanti dulu." anak itu menghadang. "Ayah
terlanjur marah aku membuka rahasia ini, Hwa Kin. Kau tak usah ke dalam dan biar
di sini saja. Kau kutangkap dari akan kupermainkan dulu..."
"Wut!" Sin Hauw, yang tiba tiba berteriak mendadak
menubruk ke depan. menerjang lawan nya. Menyuruh
encinya pergi dan Kwi Bun serta gadis itu terkejut. Hwa Kin terpekik namun Kwi
Bun tertawa lebar, berkelit. Dan karena Sin Hauw sudah babak belur dan anak itu
lemah maka sekali menggerakkan kaki tiba tiba Sin Hauw
mendapat tendangan dan anak itu roboh tersungkur dan
dua pengawal kini bergerak. Mereka menubruk Hwa Kin
yang berteriak melihat adiknya mendapat tendangan,
bangkit dengan susah dan mau ditolong, tapi begitu dua pengawal menerkamnya dan
Kwi Bun tertawa berkelebat ke arah lawannya maka Sin Hauw terlempar ketika
kembali kaki anak itu bergerak, disusul ayunan rotan dan
terdengarlah suara "buk" yang keras. Hwa Kin menjerit histeris, dua pengawal
memegangi tubuhnya dan jari jari mereka menggerayang, meraba dan terkekeh kekeh
dan Sin Hauw melotot. Dan ketika gadis itu terus berteriak teriak sementara Kwi
Bun menghajar dan memukuli Sin Hauw
maka bayangan Kwi goanswe muncul dan berkelebat
datang, heran dan kaget karena teriakan Hwa Kin ini,
kakak Sin Hauw yang berusia limabelasan tahun, gadis
remaja yang masih muda. Dan begitu jenderal itu
berkelebat dan kaget melihat Sin Hauw belum dibunuh
maka laki laki tinggi besar ini menjadi semakin kaget lagi dengan melihat adanya
Hwa Kin. "Berhenti!" jenderal itu mengibas pengawal nya. "Apa
yang kalian lakukan, pengawal busuk " Bagaimana kalian ribut ribut lagi di
sini?" "Ampun..." dua pengawal itu keder nyalinya, ccpat
cepat menjatuhkan diri berlulut. "Gadis ini datang
mengganggu, goanswe. Dan Kwi kongcu menahan kami
menyelesaikan perintahmu."
Jenderal itu berkilat, marah memandang puteranya.
"Kau di sini lagi?" bentakan itu menciutkan nyali anaknya pula. "Tidak segera
pergi?" Kwi Bun menyingkir. Tiba tiba anak ini berkelebat dan pergi, ketakutan melihat
ayahnya di situ. Dan ketika
jenderal ini membalik dan menghadapi pengawalnya dia
pun membentak, "Kalian enyah, jangan di sini!" lalu
menghadapi dua kakak beradik itu jenderal ini menanya Hwa Kin, sikapnya agak
ragu, "Ada apa kau di sini" Mau apa?"
Hwa Kin menangis. "Sin Hauw mau dibunuh, paman.
Dan katanya kau yang menyuruh!"
"Hm," jenderal itu tak senang. "Aku menyuruh adikmu
dihajar, Hwa Kin, ini memang benar. Aku tak menyuruh
bunuh karena Sin Hauw menyerang Kwi Bun!"
"Kenapa begitu" Apakah paman tahu salah nya?"
Jenderal ini marah. "Urusan anak tak mau kucampuri,
Hwa Kin. Kalau kau dapat mengendalikan adikmu Sin
Hauw boleh bebas. Sesungguhnya memandang ibumu
kalian kuampuni, Sin Hauw tak tahu diri dan kurang ajar kepadaku pula!"
"Kau membunuh ayah!" Sin Hauw tiba tiba melengking.
"Kau jahat, paman. Kau berhutang satu jiwa. Kalau tidak memandang ibuku pula
tentu kau kubunuh!" "Nah, lihat." jenderal itu melotot. "Adikmu kurang ajar, Hwa Kin. Apakah
terhadap anak macan begini aku harus
mengampuninya?" "Diamlah " Hwa Kin mencengkeram adiknya. "Kau
turut kata kataku, Sin Hauw. Biar aku bicara pada paman,"
dan gadis itu yang maju dengan air mata bercucuran lalu bertanya pada Jenderal
tinggi besar itu, tentang ayahnya, apakah betul ayahnya dibunuh dan apa
sebabnya. Tapi Kwi goanswe yang mundur dan menggeram marah berkata,
"Kau tanya saja ibumu. Hwa Kin. Aku masih
melindungi kalian karena hubungan saudara. Urusan ini kesalahan ayah kalian
sendiri, sebaik nya tak usah bertanya kepadaku dan kalian pulang atau aku
menahan adikmu dengan tuduhan mau membunuh Kwi Bun!"
"Aku tak takut." Sin Hauw berseru, lagi lagi tak dapat dicegah kakaknya. "Kalau
betul ayah kau bunuh tentu aku
akan menuntut balas, paman. Apa pun kematiannya kau
harus bertanggung jawab!"
"Keparat," jenderal ini hampir kehilangan sabar. "Kau mau membawa adikmu atau
tidak. Hwa Kin" Kau dapat
segera membawanya pergi atau masih ingin di sini saja?"
Gadis itu menangis. "Baiklah," katanya. "Hutang budi
kami sudah cukup banyak kepadamu, paman. biarlah kami pulang dan bertanya pada
ibu." "Dan suruh ibumu minta maaf!" jenderal itu berkata.
"Suruh dia datang besok, Hwa Kin! Atau aku tak mau
bertanggung jawab kalau ada apa apa dengan Sin Hauw!"
"Baiklah," dan gadis ini yang menyeret serta membawa
pergi adiknya akhirnya keluar dan meninggalkan tempat itu, bertemu dengan ibu
mereka yang persis berlari lari di depan rumah Kwi goanswe, menjerit dan
menubruk anak laki laki nya ketika melihat Sin Hauw babak belur. Tapi ketika mereka
bertangisan dan beberapa pengawal datang menghampiri tiba tiba Hwa Kin mengajak
ibunya menjauh. Sin Huuw terhuyung dan ibu serta anak memapah bocah
laki laki itu. Dan begitu mereka tiba di rumah dan wanita muda ini tersedu sedu
maka ibu yang marah itu memaki
anaknya habis habisan. "Terlalu kau, Sin Hauw. Terlalu! Sekali lagi kau tidak menurut kata kata ibumu
biarlah aku menggantung diri
menebus malu! Kau mau mencoreng nama keluarga ini
dangan sebutan yang lebih jelek lagi" Kau mau membikin ibumu tidak mati meram"
Nah, bawa golok ini, anak
pemberontak. Bunuhlah Kwi goanswe dan serahkan
nyawamu ke sana!" Sin Hauw tertegun. Ibunya marah marah dan malah
menyebutnya sebagai anak pemberontak pula, entah
sebagai kata kata makian atau karena ada hubungannya
dengan ayahnya itu, yang disebut sebut pula sebagai
pemberontak! Dan ketika anak itu menangis namun tidak mengeluarkan suara maka
Hwa Kin, gadis itu melerai,
mengguguk. "Sudahlah, Sin Hauw seperti ayah, ibu. Apa yang ada di hati memang segera ingin
dilampiaskan. Sebaiknya jangan kaumarahi dia lagi dan ceritakan apa sebenamya
yang telah terjadi. Benarkah ayah pengikut Chu Wen dan ayah
dianggap pemberontak!"
Wanita itu tersedu. Malam itu dia terbangun dengan
kaget, tak melihat anaknya dan pisau di belakang juga lenyap, mencari cari namun
anak laki lakinya tak ada. Dan karena dia tahu ke mana anak laki lakinya itu dan
cepat menyusul dengan hati khawatir maka benar saja anaknya di dapat di sana,
babak belur dan segera dia mendengar apa yang terjadi. Bahwa Sin Hauw hendak
membunuh Kwi Bun dan anak itu ditangkap, di hajar dan dibalas oleh putera Kwi goanswe itu. Tentu
saja bersama ayahnya. Dan ketika anak perempuannya kini bertanya dan dia harus
menjawab tentang mendiang suaminya maka wanita itu tak dapat
segera bicara, menangis dan terisak namun akhirnya dia harus membuka kartu, Sin
Hauw telah mengetahui itu dan apa boleh buat dia harus berterus terang. Maka
begitu menghentikan tangis dan mengangguk dengan gerakan
lemah mulailah wanita ini bercerita.
"Baiklah, hal ini terlanjur dibuka, Kin ji. Aku akan
menjelaskan bahwa apa yang kalian dengar memang betul."
"Betul bagaimana" Betul bahwa ayah dibunuh atau betul bahwa ayah pemberontak?"
"Kedua duanya," wanita itu menarik napas, terisak.
"Ayah kalian dianggap pemberontak dan dibunuh, Kin ji.
Dan semuanya ini karena sikap nya yang keras dan tidak penurut itu. Persis Sin
Hauw!" "Hm," Hwa Kin, gadis itu terkejut, melirik adiknya.
"Lalu bagaimana, ibu" Bagaimana mula mulanya" Apakah
benar paman Kwi yang membunuhnya?"
"Hal ini aku tak tahu jelas, tapi Kwi goanswe itulah yang membawa ayahmu ke kota
raja..." lalu ketika dua anaknya terbelalak dan berdebar kencang segeralah ibu
muda itu menceritakan, bahwa suaminya atau ayah anak anaknya itu memang pengikut
Chu Wen, musuh utama dinasti Li,
penguasa sekarang. Bahwa peperangan yang berkali kali antara dua orang itu sudah
tak terhitung banyaknya. Kebetulan sekali ayah mereka berpihak pada Chu Wen
sementara paman mereka, Kwi goanswe, membela Li Ko
Yung. Dan ketika Chu Wen mati terbunuh dan penguasa
sekarang mengejar ngejar pengikut bekas raja itu maka ayah mereka tertangkap dan
dibawa ke kota raja. "Laki laki memang begitu. Ayah kalian keras dan tegar sekali. Sekali dia
mengabdi seseorang maka orang itu akan dibelanya sampai mati. Penguasa sekarang
sebenarnya tertarik pada kegagahan ayah kalian, menyuruh Kwi
goanswe membujuk dan meminta agar ayah kalian berbalik haluan. Tapi ketika ayah
kalian malah memaki maki dan marah marah menghina musuh maka Kwi goanswe tak
sabar dan akhirnya disuruh membawa ayah kalian ke kota raja, dibunuh...."
"Siapa yang membunuh?" Sin Hauw yang diam dan tak
pernah bicara mendadak bangkit berdiri, bersinar sinar, bertanya pada ibunya dan
jelas tampak betapa dendam
amat menguasai hati anak laki laki ini. Ibunya terkejut dan encinya mengerutkan
kening, kenekatan dan kebandelan
anak itu membuat sang ibu menatap tajam, teringat
mendiang suaminya. Dan ketika anak itu tampak terkejut oleh tatapan mata ibunya
maka ibunya bertanya, "Sin Hauw, kau sayang ibumu atau tidak" Kau mencinta
ibu dan encimu atau tidak ?"
Anak ini tertegun. "Penguasa sekarang kuat kedudukannya. Sin Hauw.
Melawan pun tiada guna. Ayahmu tewas dalam
mempertahankan prinsipnya sendiri. Aku sebenarnya tak menaruh dendam karena
semua yang terjadi sudah diketahui akibat dan resikonya, seperti kalau misalnya Chu Wen tak terbunuh dan
pengikutnya menang."
"Apa maksud ibu?" anak perempuannya bertanya.
"Maksudku meneng atau kalah membawa akibatnya
masing masing, Kin ji. Kalau ayahmu menang barangkali pamanmu Kwi goanswe itulah
yang akan dikejar kejar, dibunuh. Tapi karena ayahmu kalah dan junjungannya
terbunuh maka itulah akibat yang harus diterima dan ini adalah wa.....
Halaman 56-57 ga ada .... sungguh sungguh. "Ingat, kau satu satunya lelaki disini. Sin Hauw. Dua


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan tanpa adanya lelaki
sungguh menyusahkan kami. Kalau kau terbunuh dan kami tinggal sendiri sama
halnya kau membiarkan ibu dan
kakakmu menderita sepanjang hidupnya. Kau mau
mendengar nasihat ibumu agar tidak memusuhi keluarga
Kwi lagi?" Anak itu diam, sorot matanya berapi api.
"Kau tak dapat menerima nasihat ini?"
"Maaf." anak itu mengeretakkan gigi. "Bagaimana kalau Kwi Bun menghina aku lagi,
ibu" Apakah aku harus
merdiamkannya saja dan tidak melawan?"
"Jauhilah anak itu. Sin Hauw. Jangan dekati dan cari
permusuhan dengannya."
"Baiklah, aku turut nasihatmu, ibu. Dan mudah
mudahan dia tidak menggangguku."
"Dan besok kau ikut aku ke Kwi goanswe, minta maaf!"
Anak itu diam. Baru setelah ibunya menatap tajam Sin
Hauw mengangguk. "Baiklah, aku besok minta maaf, ibu.
Dan kau minta pula agar Kwi Bun tidak menggangguku!"
"Besok akan kuberitahukan Kwi goanswe."
Namun ketika keesokannya wanita ini datang dan
disambut dengan sikap dingin ternyata Kwi Bun, anak Kwi goanswe itu mengejek Sin
Hauw. Dengan dengus dan mulut mencibir anak ini mengatakan ayahnya tak ada,
pergi. Padahal Kwi goanswe duduk di dalam dan tak mau menemui. Aneh jenderal
ini. Semalam mengancam agar Sin Hauw minta maaf bersama ibunya ternyata sekarang
dia tak mau menyambut. Hal yang di sambut dengan lapang dada
oleh wanita itu. Tapi ketika mereka mau pulang dan Kwi Bun menghadang tiba tiba
anak ini berkata agar ibu dan anak itu kembali lagi siang harinya.
"Ayah belum mendengar maaf kalian. Sebaiknya
kembali lagi siang nanti dan Sin Hauw di sini dulu!"
Wanita itu tertegun. "Kongcu ada urusan apa?"
"Eh, Sin Hauw harus melakukan pekerjaan sehari
harinya, bibi. Kalau tidak kudaku tak mendapat rumput!"
"Tapi Sin Hauw sakit..."
"Ha ha, alasan untuk menghindari pekerjaan" Tidak,
kalian sudah makan minum di sini, bibi. Imbalan sudah diberikan lebih dulu dan
Sin Hauw harus bekerja. Atau aku akan memanggil pengawal dan Sin Hauw kutahan!"
"Kwi Bun!" wanita itu membentak. "Kau tidak
menghargai aku" Kau tidak melihat bahwa Sin Hauw
seperti ini." "Hm," bocah iui berkacak pinggang. "Kau mulai
merobah sebutan, bibi. Apakah ini warisan suamimu yang suka memberontak itu" Kau
tidak melihat siapa aku siapa dirimu" Sin Hauw harus bekerja bibi. Atau
muntahkan semua makanan dan minuman yang telah dia dapat dari
sini......" "Wut!" Sin Hauw tiba tiba menerjang, tak kuat lagi.
"Jahanam keparat kau. Kwi Bun. Kau menghina dan
mempermainkan ibuku!" namun Kwi Bun yang mengelak
dan berkelit lincah tiba tiba menggagalkan serangan itu dan berseru mengejek
lawan, diterjang dan mengelak lagi dan ibu Sin Hauw menjerit jerit. Keributan
ini mengundang pengawal dan segera wanita itu berteriak agar Sin Hauw tak
menyerang. Tapi ketika pengawal sudah berdatangan dan Kwi Bun menggerakkan kaki
tiba tiba lawannya terlempar dan anak itu tettawa bergelak.
"Ha ha tak menang kau melawan aku, Sin Hauw.
Terimalah ini untuk jiwa pemberontakmu... Dess!" Sin
Hauw terbanting jatuh terguling guling dan ibunya menjerit.
Wanita ini menubruk namun pengawal meloncat ke depan.
Dan ketika Sin Hauw mengaduh dan bangkit terhuyung
maka dua batang tombak melekat di dada wanita itu.
"Minggir, anakmu mengacau lagi. Sin hujin (nyonya
Sin). Biarkan Kwi kongcu menghajar dan menyelesaiknn
anakmu!" "Tidak.....!" wanita itu berteriak "Lepakan dia, pengawal. Lepaskan ...!" dan mendorong serta berani
melawan pengawal tiba tiba wanita itu menubruk anaknya, memeluk dan menangis
sejadi jadinya dan Sin Hauw
menggigit bibir. Mulutnya pecah lagi ditendang lawannya tadi, ibunya menangis
dan bukan main sakitnya hati Sin Hauw. Dan ketika Kwi Bun tertawa tawa dan Sin
Hauw merasa bumi berputar tiba tiba Kwi Bun mendekati nya dan mencengkeram leher
bajunya. "Sin Hauw, kau mau bekerja atau tidak?"
"Keparat!" Sin Hauw meronta. "Kubunuh kau, Kwi
Bun. Keparat jahanam kau!" namun Sin Hauw yang
menyerang dan dikelit mudah tiba tiba mendapat sebuah tendangan lagi, terlempar
dan dikejar lawannya dan segera Kwi Bun menghujani pukulan sambil tertawa. Kini
anak itu menyambar rotan dan Sin Hauw dihajar, pecah pecah
kulitnya dan tentu saja ibunya menjadi histeris. Dan ketika wanita itu berteriak
dan menubruk bocah laki laki itu tiba tiba Kwi Bun dicengkeram dan digigit
telinganya. "Aduh....!" Kejadian ini tak diduga. Kwi Bun membentak dan
menendang wanita itu, terlempar dan ibu Sin Hauw itu pun mengeluh, terbanting
dan berdebuk di sana. Namun ketika wanita itu bangkit berdiri dan menyerang lagi
maka Kwi Bun marah dan memegangi telinganyaa yang berdarah,
diterkam dan sekali lagi pundaknya tergigit, berteriak dan anak itu pun marah
bukan main. Dan ketika Sin Hauw juga menyerang dan putera Kwi goanswe itu
dikeroyok dan dikerubut akhirnya pengawal maju membentak dan
menggerak gerakkan tombak, maksudnya menakut nakuti
namun ibu Sin Hauw nekad. Tanpa kenal takut dan seperti singa betina haus darah
wanita itu menyambut, menggigit dan melakukan apa saja dan Kwi Bun maupun
pengawalnya kewalahan. Betapapun wanita itu seperti
kesetanan sementara Sin Hauw sendiri juga menerjang dan jatuh bangun tanpa kenal
menyerah. Hebat anak ini.
Selama dia dapat bangun selama itu pula dia akan bangkit dan maju menyerang
lagi. Dan karena keributan itu tak dapat dilerai dan pengawal akhirnya marah
maka sebatang tombak akhirnya benar ditujukan kepunggung wanita ini, menancap
dan ibu Sin Hauw itu pun menjerit, roboh dan mandi darah. Dan ketika Sin Hauw
terbelalak sementara Kwi Bun tertegun tiba tiba wanita itu terguling dan tidak
bergerak gerak lagi, tewas. Tanpa sengaja mata tombak mengenai bagian
jantungnya. "Ibu......!" Semua orang tertegun. Si pengawal tampak terkejut
karena bukan maksudnya untuk membunuh. Dia tadi mau
menusuk sedikit tapi apa hendak dikata wanitu itu mundur ke belakang, terdorong
oleh pukulan temannya. Dan ketika Sin Hauw berteriak dan menubruk
ibunya mendadak muncul kakak perempuan anak laki laki itu, Hwa Kin.
"Oh, kenapa ini" Ada apa dengan ibu, Sin Hauw"
Dia.....dia tewas....?"
Sin Hauw mengguguk. "Ibu dibunuh, Kwi Bun dan
pengawalnya itu membunuh ibu kita. Dia.. ..dia....!" dan Sin Hauw yang kalap
bangkit berdiri tiba tiba menjerit dan menerjang pengawal yang membunuh ibunya,
dikelit tapi Sin Hauw mengejar. Dan ketika pengawal itu kebingungan sementara
Sin Hauw membentak dan memakinya tiba tiba
anak itu meloncat dan sudah menempel di dadanya,
menggigil. "Kubunuh kau... kubunuh kau..... !"
Pengawal ini terkejut. Sin Hnuw melekat di tubuhnya
seperti lintah, menggigit dan telinganya putus. Dan ketika
anak itu menggeram dan menggigit telinga satunya maka pengawal ini berteriak dan
melempar tubuh bergulingan, mendorong serta menghantam anak laki laki itu.
"Dess!" Sin Hauw terlempar. Bagai harimau cilik haus darah dia menggigit potongan
telinga itu menelannya. Dan ketika daun telinga itu lenyap dan Sin Hauw bangun
terhuyung maka anak ini sudah menyerang dan membentak lagi,
dikelit dan pengawal itu pun ngeri. Tcwasnya ibu Sin Hauw membuat dia bingung,
kini Sin Hauw seolah bocah
kesetanan dan pengawal ini pun pucat. Maka ketika Sin Hauw menyerang dan
membentaknya lagi tiba tiba
pengawal itu menggerakkan tombaknya.
-ooo0dw0ooo- Jilid V "PLAK!" seorang kakek tahu tahu muncul di situ,
terkekeh dan menampar tombak pengawal ini yang seketika patah dan membuat
pengawal itu menjerit. Tangannya
berdarah dan tombak itu pun mencelat. Dan ketika Sin
Hauw roboh disambar kakek ini sementara Kwi Bun dan
pengawal lain terkejut maka Hwa Kin menjerit menubruk kakek berpakaian tambal
tambalan itu, "Lepaskan adikku!" gadis ini mengira Sin Hauw
ditangkap. "Lepaskan dia, kakek siluman. Atau kau
kubunuh....!" dan Hwa Kin yang menggebuk serta
memukuli kakek itu tiba tiba kalap dan berteriak teriak minta agar adiknya
dilepaskan, marah dan menjerit jerit namun kakek itu tertawa. Dengan gerakan
halus tahu tahu kakek ini mendorong gadis itu, yang terjengkang namun tidak
terluka. Dan ketika Hwa Kin mengeluh sementara Sin
Hauw roboh pingsan maka kakek itu menyambarnya
kembali dan terkekeh. "Heh heh, jangan khawatir, anak manis. Aku tak
menangkap adikmu melainkan justeru melindunginya. Kau kemarilah, lihat aku
menolong kalian bardua dan jangan menangis!"
Hwa Kin tertegun. Kakek ini mengusap wajahnya dan
tertawa, bajunya tambal tambalan namun jelas sikapnya bukan seperti seorang
pengemis. Sorot matanya lembut
namun berwibawa, menggetarkan perasaannya dan teduhlah gadis itu ketika dibelai dan diusap. Dan ketika kakek itu memberikan
adiknya dan menyuruh dia membawa Sin Hauw maka gadis ini tersedu memandang
mayat ibunya. "Sudahlah, jangan khawanr," kakek itu mengbibur.
"Ibumu pun dapat kubawa, anak manis. Dan kita
tinggalkan tempat celaka ini."
"Hei!" Kwi Bun membentak. "Jangan bicara seenakmu
di sini, jembel tua bangka. Sebutkan namamu dan serahkan dua orang itu!"
"Heh heh, kau Kwi kongcu?" kakek itu malah bertanya.
"Sombong dan angkuh seperti bapakmu, bocah. Tapi aku
tak mau berurusan denganmu."
"Keparat!" Kwi Bun berkelebat, melihat kakek itu
bergerak mau pergi. "Tangkap dia pengawal. Dan rampas pula Sin Hauw dan encinya
itu!" dan Kwi Bun sendiri yang bergerak dan menyerang kakek ini tiba tiba
memanggil pengawal dan mengeroyok pengemis itu, tidak takut akan kelihaiannya tadi dengan
mematahkan tombak seorang
pengawal, yang mau membunuh Sin Hauw. Tapi begitu
kakek ini tertawa dan berkelebatan cepat tiba tiba Kwi Bun dan pengawalnya
didorong jatuh, terbanting satu per satu.
"Minggir... plak buk bukk!"
Kwi Bun terkejut. Dengan gampang dan mudah kakek
itu merobohkannya dengan tamparan ringan, mereka
semua terpelanting namun bocah itu bangun lagi, berteriak dan menyuruh pengawal
nya bangkit mengeroyok. Tapi
ketika kakek itu bergerak dan kembali mereka semua
terbanting maka kakek ini membentak agar mereka
berhenti, mulai tampak kewibawaannya.
"Berhenti atau kalian semua akan kupatahkan tulang
tulangnya!" Kwi Bun dan pengawalnya gentar. Setelah dua kali
mereka dirobohkan begitu mudah tentu saja anak laki laki ini tak berani nekad,
apalagi kakek itu mengancam akan mematahkan tulang tulang mereka, hal yang tentu
akan membuat mereka kesakitan. Dan ketika mereka tertegun
dan Kwi Bun nampak pucat tiba tiba berkelebat bayangan Kwi goanswe yang
mendengar ribut ribut itu.
"Kwi Bun, apa yang terjadi?"
Kwi Bun langsung melapor. Anak ini girang menyambut
ayahnya, menuding dan menunjuk kakek pengemis itu.
Dan begitu Kwi goanswe menoleh dan kelihatan terkejut tiba tiba jenderal tinggi
besar ini berobah mukanya.
"Kau?" suaranya jelas menandakan kaget. "Ada apa kau
ke sini, Lo kai ( Pengemis Tua)" Mau membuat rebut?"
"Ha ha, yang membuat ribut bukan aku, goanswe,
melainkan puteramu. Tanyalah puteramu bagaimana aku
tiba tiba di sini." "Jembel ini muncul seperti setan!" Kwi Bun berseru.
"Aku tak tahu kedatangannya, yah. Tapi dia merampas Sin Hauw dan encinya."
"Hm!" jenderal itu bersinar sinar, melihat mayat Sin
hujin. "Siapa yang membunuh?" tanya nya kaget. "Tua
bangka ini ?" "Ha ha, kau selalu menimpakan kesalahan kepadaku,
Kwi goanswe. Justeru pengawalmu dan puteramu itulah
yang membunuh wanita ini. Aku datang karena melihat
ketidakadilan di sini!"
Jenderal itu berobah. "Kau yang melakukan?" pandang
matanya tajam ke Kwi Bun. "Kau yang membunuh?"
"Tidak," Kwi Bun terkejut, menggeleng cepat. "A wi
yang melakukan, ayah. Wanita itu terbunuh karena tidak disengaja. Dia
menyerangku dan A wi mencegah,
menggerakkan tombak tapi kelepasan. Dia...."
Kwi goanswe menggerakkan kakinya. Kwi Bun yang
baru bicara tiba tiba ditendang, menjerit dan terlempar. Dan ketika anak itu
bergulingan dan kaget menerima kemarahan ayahnya tiba tiba jenderal ini bergerak
pula ke arah A wi, pengawal yang digigit putus sebelah telinganya itu. Dan
begitu jenderal ini menggerakkan tangan dan pengawal itu menjerit tiba tiba
kepalanya pecah dan pengawal itu pun tersungkur roboh, tewas.
"Aduh!" Jeritan itu hanya sekali terdengar. Kwi goanswe telah berkelebat kembali di
tempatnya, merah padam dan semua pengawal pun pucat. Dan ketika Kwi Bun merintih
dan anak laki laki itu bersembunyi maka Kwi goanswe sudah menghadapi kakek pengemis
ini. "Nah," katanya. "Aku telah menghukum yang bersalah,
Lo kai. Harap kau pergi dan kuselesaikan urasan di sini, serahkan dua anak itu!"
"Tidak!" Hwa Kin tiba tiba berseru. "Aku tak mau
bersamamu lagi, paman Kwi. Kau dan anakmu telah
menyusahkan kami. Kau pembunuh!"
"Hm!" jenderal itu marah. "Yang membunuh adalah A
wi, Hwa Kin. Dan kau lihat aku telah menghukum
pengawalku!" "Tapi kau tetap bertanggnng jawab. Kwi Bun menyiksa


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menghajar Sin Hauw. Anakmu tak tahu malu dan
menjadi sebab dari semuanya ini!"
"Lalu apa yang kau mau?"
"Bunuhlah Kwi Bun, bayar hutang jiwa ibu ku!"
"Keparat!" jenderal ini bergerak. "Kau kurang ajar, Hwa Kin. Kalau begitu kau ke
sini lah dan lihat apa yang
kulakukan!" namun pengemis jembel yang bergerak
menangkis pukulan Kwi goanswe tiba tiba berseru agar
jenderal itu mundur. "Jangan memaksa," kakek ini tertawa. "Gadis ini tak
mau bersamamu, goanswe. Lepaskan dia dan kau
pergilah... duk!" Kwi goanswe terhuyung, marah membentak kakek itu namun kakek ini sudah melindungi
Hwa Kin. Dua mata beradu dan Kwi goanswe jelas gusar, mau menyerang tapi ragu.
Dan ketika kakek itu tertawa sambil mengibaskan lengan maka pengemis tua ini
berkata, tenang dan kalem, "Goanswe, sebaiknya biarkan kami
pergi. Atau kau akan malu di lihat para pengawalmu."
Jenderal ini menggigil. "Kau lancang, Hwa liong Lo
kai!" bentaknya. "Kau selalu suka mencampuri urusan
orang lain! Tidak, kali ini kau harus pergi dan biarkan dua anak itu di sini.
Suka atau tidak terpaksa aku menahan mereka, atau aku akan menghadapimu dan kau
boleh robohkan aku." "Hm, kau tak ingat kepandaian sendiri?"
"Keparat, jangan menghina, pengemis busuk. Biar pun
kau lihai namun aku tidak takut....wut!" dan Kwi goanswe yang bergerak ke depan
melepas pukulannya tiba tiba
menyambar kakek ini dan Kedua lengan menghantam,
mendorong dan menecngkeram dan tiba2 kesepuluh jarinya sudah mendekati pundak si
kakek. Hwa liong Lo kai (Pengemis Naga Kembang ) tersenyum dan mengelak,
begitu mudah tapi lawan memindahkan kaki, berturut turut maju mundur dan tetap
mengejar lawan. Dan ketika kakek itu tak dapat mengelak kecuali menangkis maka
kakek itu sudah melakukannya.
"Dukk!" Kwi goanswe terpental. Untuk kedua kali jenderal tinggi besar itu berteriak
keras, berjungkir balik namun sudah menyerang lagi, dengan tendangan dan iapunn
cepat. Dan ketika jenderal ini bergerak kian cepat dan lawan menangkis sambil
mengelak sana sini maka berkali kali jenderal itu menahan sakit.
"Duk dukk!" Jenderal ini marah. Lawan belum membalas dan Sin
hauw pun masih dipondongnya, jadi hanya dengan sebelah lengan pengemis itu
menghadapinya. Tapi ketika ia mulai bergerak cepat dan mencabut senjatanya,
sebuah pedang berbadan lebar tiba tiba jenderal itu membentak pengawalnya dan Kwi Bun agat mengeroyok.
"Maju kalian, bunuh kakek ini.... sing wut!" Jenderal Kwi menyerang lebih ganas,
menyerang bertubi tubi dan bergeraklah para pengawal membantu majikannya itu.
Kwi Bun, yang tadi bersembunyi di balik pengawal ayahnya juga bergerak, maju
menyerang dan dikeroyoklah Hwa liong Lo kai dengan serangan serangan cepat.
Kakek itu mulai berkelebatan dan terpaka ia menggerakkan kaki tangannya menangkis sana sini,
menampar dan membalas dan para
pengawal menjerit tertempur oleh pukulannya. Tapi ketika Kwi goanswe mendesak
dan para pengawal disuruh bangkit lagi maka kakek ini mengeluarkan suara dari
hidung dan berseru, "Yang lain lain harap minggir, atau aku akan membuat
kalian roboh tak dapat bangun lagi!"
"Keparat, jangan hiraukan omongannya, pengawal.
Serang dan keroyok kataku!" Kwi goanswe membalas
membentak pengawalnya agar tetap menyerang dan tentu
saja pengawal lebih takut terhadap atasannya daripada kakek itu. Dan ketika
mereka menyerang dan bangkit lagi mengeroyok kakek ini maka Kwi goanswe beringas
memutar senjatanya, membacok dan menusuk dan Hwa
liong Lo kai mulai berkilat. Diantara semuanya yang paling berbahaya tentu saja
Kwi goanswe, jenderal itu paling hebat dan berbahaya. Namun karena bantuan
pengawal jelas merepotkannya dan mereka tak mau minggir mentaati
seruannya maka kakek ini membentak dan tiba2 lenyap
berkelebatan. Tiga pengawal yang ada di sebelah kiri tiba tiba roboh menjerit,
mereka orang pertama yang menerima bukti ancaman kakek ini ditampar dan tulang
pundaknya patah. Dan ketika tiga pengawal itu terlempar dan Hwa liong Lo kai
bergerak ke sana ke mari maka berturut2 tujuh pengawal lain terpelanting,
berteriak dan mengaduh aduh karena mereka pun dipatahkan tulang kakinya. Hwa
liong Lo kai selalu menghindari bacokan atau serangan Kwi
goanswe, menyerang dan mendahului pengawal meroboh
robohkan mereka. Dan ketika sekejap kemudian belasan
pengawal tumpang tindih tinggal Kwi goanswe dan
puteranya maka Kwi Bun mendapat sebuah tendangan
yang membuat anak itu menjerit terlempar, lepas
persendian sikunya dan anak itu pun roboh mengaduh
aduh. Dan ketika tinggal Kwi goanswe sendni yang
terbelalak dan marah maka kakek itu tergerak ke arahnya dan menyentil pedangnya
dengan kuku jari. "Trang!" Selesailah sudah pertandingan ini. Kwi goanswe terlepas pedangnya dan tersurut
mundur, terhuyung, mata beringas dan jenderal itu menahan sakit. Telapaknya
berdarah oleh sentilan kakek itu. Dan ketika Hwa liong Lo kai
mengebutkan baju dan tersenyum menghadapi jenderal itu kakek ini berkata, "Nah,
kau lihat, Kwi goanswe. Kalau aku mau aku dapat membunuhmu. Sekarang apakah aku
tak boleh pergi bersama dua anak ini?"
"Keparat, kau akan kulaporkan, Lo kai. Sepak terjangmu menambah dosa!"
"Hm, dosa atau tidak aku tak perduli. goanswe.
Sekarang kau lihat bahwa kau dan pengawalmu tak
berdaya. Kau boleh laporkan pada atasanmu tentang
kehadiranku, dan kalau mereka mau mencari penyakit
boleh saja mencari aku!" lalu tersenyum menyambar Hwa Kin kakek ini berseru,
"Kau ikut aku, anak baik. Dan mari ku gendong di belakang!"
"Nanti dulu," gadis itu berseru. "Bagaimana ibu,
locianpwe" Apakah harus ditinggal?"
"Tidak. mayat ibumu kupanggul di sebelah sini, anak
baik. Dan kau di belakang. Ayolah....!" dan Hwa Kin yang disambar serta mencelat
di punggung si kakek tahu tahu sudah menempel dan melekat di situ, tertegun dan
kagum namun gadis ini girang. Hwa liong Lo kai telah menyambar mayat ibunya dan
diletakkan di pundak sebelah kanan. Sin Hauw di sebelah kiri. Dan ketika kakek
itu membalik dan berkelebat pergi tiba tiba Hwa liong Lo kai menjejakkan
kakinya dan lenyap di luar. "Kwi goanswe sampai ketemu lagi. Maaf untuk semua
kejadian ini!" Kwi goanswe mendongkol. Dia marah namun tak dapat
berbuat apa apa, mendelik melihat kepergian kakek itu.
Tapi ketika puteranya merintih dan Kwi Bun tampak
kesakitan maka jenderal ini bergerak dan menolong
puteranya itu, membetulkan letak siku yang salah dan Kwi Bun menjerit. Perbuatan
itu membuatnya seakan disengat listrik tegangan tinggi, sakit namun sekejap
kemudian hilang. Dan ketika pengawal yang lain juga merintih namun jenderal itu
malah membagi bagi tendangan dan pukulan maka pengawal berteriak dan jenderal
itu pun berkelebat masuk.
"Kalian gentong gentong kosong. Pandai meminta tapi
tak pandai memberi!" dan sang jenderal yang masuk
dengan muka merah lalu menampar pula puteranya di
sudut, minta agar Kwi Bun hari itu juga bersiap ke kota raja. Sang ayah hendak melapor datangnya Hwa liong Lo kai tadi dan anak
laki laki ini menjublak. Dan ketika ayahnya bersiap dan Kwi Bun juga bergegas
mengikuti ayahnya maka anak laki laki ini bertanya.
"Siapa sebenarnya dia, ayah" Kenapa kau begitu takut
dan gentar?" "Keparat, jaga mulutmu, Kwi Bun. Kau harus tahu
bahwa kakek itu seorang di antara Tiga Pelindung Chu
Wen. Dia pengemis berbahaya dan untung tidak
membunuh ayahmu!" "Chu Wen" Jadi dia bekas pengikut pemberontak?"
"Ya, dan kita harus melaporkan ini pada Coa ongya,
Kwi Bun. Hayo kau siap dan jangan banyak bicara lagi!"
dan sang jenderal yang membentak serta menyambar
puteranya tiba tiba berkelebat dan hilang meninggalkan
gedung, menyuruh pembantunya menjaga di situ dan
komandan pun melongo. Semua kejadian yang membuat
marah jenderal itu membuat kepala pengawal tak berani banyak bertanya. Dan
begitu Kwi goanswe lenyap dan
berkelebat membawa puteranya maka di sana Hwa liong Lo kai sendiri sudah terbang
dan meluncur ke selatan. -odwo- "Cukup, sekarang kau turun!" kakek ini berhenti,
menepuk pantat Hwa Kin dan gadis itu melompat dengan
njuka merah. Kakek itu berlari cepat sehari semalam, tidak berhenti dan kini
mereka berhenti di sebuah lereng gunung, tak diketahui apa namanya. Dan ketika
Sin Hauw masih pingsan sementara kakek itu sudah menurunkannya
bersama mayat wanita malang itu maka Hwa Kin menangis dan teringat nasib
buruknya. "Locianpwe, di manakah kita sekarang" Tempat apa
ini?" "Diamlah, ini Cin ling san (Pegunungan Cin Ling), anak baik. Ini tempat
tinggalku dan kau menjalani hidup baru di sini."
"Bagaimana Sin Hauw" Bagaimana ibuku?"
"Eh, ibumu telah meninggal, anak baik, tentu saja kita akan menguburnya! Sedang
Sin Hauw, hm......aku akan
menyadarkannya dan kau tenang di sini!" kakek itu
bergerak, menotok dan mengurut pundak Sin Hauw dan
akhirnya anak laki laki itu pun mengeluh. Sin Hauw
kelelahan dan babak belur oleb hajaran Kwi Bun, juga para pengawalnya yang tak
tahu malu. Maka begitu Hwa liong Lo kai menyadarkannya dan anak itu membuka mata
tiba tiba Sin Hauw mengeluh dan melompat bangun, terhuyung.
"Mana Kwi Bun" Mana jahanam itu?"
"Sst, kau di sini. Sin Hauw. Tenang dan sadarlah!"
"Siapa kau?" Sin Hauw tertegun, memang belum
mengenal kakek ini. "Di mana aku dan mana enciku?"
"Aku di sini," Hwa Kin terisak. "Kita ditolong
locianpwe ini. Sin Hauw. Kau dan aku diselamatkannya."
"Ah, kau, enci" Mana ibu?"
"Itu...." dan begitu Hwa Kin menunjuk mayat ibunya
tiba tiba Sin Hauw sadar dan berseru tertahan, teringat bahwa ibunya tewas oleh
tikaman tombak pengawal Kwi
goanswe. Anak itu terkejut dan menjerit kecil. Dan begitu dia berlari dan
menubruk ibunya maka Sin Hauw tersedu sedu mengguncang mayat ibunya ini.
"Ibu.... ibu.... bangunlah, aku di sini..!"
"Tak mungkin," Hwa liong Lo kai menepuk pundak
anak itu. "Ibumu telah tiada. Sin Hauw. Sebaiknya kita kubur dan kau
minggirlah..." "Tidak! Mau kauapakan ibuku ini" Mau kaupisahkan dia
dariku" Tidak, kau yang minggir, kakek pengemis. Kau tak boleh menguburnya
karena dia akan hidup!" dan Sin Hauw yang menangis sambil mengguncang guncang
mayat ibu nya mendadak histeris dan memaki maki Kwi Bun, juga
pengawal yang membunuh ibunya itu. Tapi ketika Hwa
liong Lo kai menampar dan mendorong anak ini tiba tiba Sin Hauw terguling,
"Jangan bodoh! Ibumu tak mungkin hidup lagi, Sin
Hauw. Orang yang mati tak mungkin kembali!" dan Sin
Hauw yang terpekik ditampar kakek itu tiba tiba bangkit berdiri, kalap dan mau
menyerang kakek itu namun Hwa
liong Lo kai menotoknya. Dan ketika anak itu roboh dan Hwa Kin menangis bingung
maka kakek ini menyuruh gadis itu menghibur adiknya. "Kaubawa dia, singkirkan
dari sini. Aku akan mengubur ibu kalian dan jangan
melihat!" Hwa Kin mengguguk. Hwa liong Lo kai sudah
menyuruhnya pergi. Sin Hauw berteriak teriak tapi encinya menarik, Dan ketika
Hwa liong Lo kai menggerakkan
tangannya dan sebatang ranting kering ditusuk dan
ditancapkan ke tanah maka kakek itu mulai menggali dan Sin Hauw meraung raung,
tak boleh ibunya dikubur karena berarti dia tak akan melihat wajah ibunya lagi.
Hwa liong Lo kai mendesis dan menyuruh Hwa Kin lebih menjauh.
Sin Hauw tak boleh melihat ibunya dikubur dan gadis itu tersedu sedu. Dan ketika
Sin Hauw dibawa menjauh dan
anak itu berteriak teriak namun tak berdaya karena masih ditotok kakek pengemis
itu akhirnya Hwa liong Lo kai telah menyelesaikan pekerjaannya, mengubur wanita
itu dan baru kakek pengemis ini memanggil Hwa Kin. Segundukan tanah telah berada di situ
dan gadis ini menangis, roboh dan akhirnya menguguk di makam yang masih merah
itu. Dan ketika Sin Hauw dibebaskan dan menendang kakek itu
namun ditampar akhirnya anak laki laki itu menjerit dan roboh bergulingan di
makam ibunya. "Kakek jahat, kau siluman keparat! Kau memisahkan
kami ibu dan anak. Kau kejam. Kau tak berperikemanusiaan. Ah, akan kubuka kuburan ibuku. Biar dia bersamaku sampai aku
mati pula!" dan Sin Hauwyang meraup serta menggaruk garuk kuburan tiba tiba
hendak mengambil mayat ibunya, tentu saja membuat Hwa liong
Lo kai mengerutkan alis sedang Hwa Kin sendiri terbelalak.
Apa yang hendak dilakukan Sin Hauw jelas perbuatan gila, anak itu sedang
terguncang dan Hwa liong Lo kai
membentak. Dan ketika Sin Hauw tak dapat dicegah dan
tetap hendak menggali kuburan ibunya maka kakek ini
berkelebat dan apa boleh buat membuat anak itu pingsan.
"Hwa Kin, adikmu masih terguncang. Sebaiknya kita ke
atas dan biar dia kurobohkan...... plak!" Sin Hauw
mengeluh, terguling dan sudah disambar kakek itu dan Hwa liong Lo kai menarik
pula gadis ini. Dan begitu Hwa Kin disendal dan diangkai ke atas tiba kakek itu
telah terbang dan menuju puncak. "Diamlah, tenanglah ....jangan
menangis lagi....." kakek itu membujuk. menghibur
sepanjang jalan dan akhirnya mereka tiba pula di puncak.
Di sini hawa pegunungan lebih menusuk tulang dan Hwa
Kin menggigil, berketrukan giginya namun kakek itu
meletakkan tangan di pundak, menyalurkan hawa hangat
dan gadis itu tidak kedinginan lagi. Dan ketika kakek ini berkelebat dan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meletakkan Sin Hauw di sebuah gubuk
sederhana maka kakek itu menarik napas menyadarkan
anak laki laki ini. "Nah, sekarang kalian berdua tinggal di sini, Hwa Kin.
Kau dan adikmu boleh tenang di tempat ini."
Sin Hauw sadar, menggeliat dan membuka mata dan
pertama kali yang dilihat adalah wajah kakek itu. Anak ini bangkit berdiri dan
mau menyerang, tapi ketika encinya menangis dan mencengkeran pundaknya maka Hwa
Kin berkata bahwa kakek itu adalah penolong mereka.
"Tahan, jangan marah marah. Sin Hauw. Hwa liong Lo
kai adalah tuan penolong kita!" lalu menceritakan kejadian itu betapa kakek
pengemis ini menyelamatkannya dari
tombak pengawal Hwa Kin menutup dengan menahan sedu
sedan nya. "Kita selamat berkat pertolongan locianpwe ini.
Karena dialah ibu kita dapat dikubur baik baik. Kita harus berterima kasih, Sin
Hauw, dan ingat wejangan ibu akan budi!"
Anak itu tertegun. Setelah kemarahannya reda mendengar cerita encinya mendadak anak itu menjatuhkan diri berlutut. Mendahului
encinya mengucap terima kasih
anak ini menyatakan penyesalannya, maklumlah, dia
sedang terbakar oleh perbuatan Kwi Bun dan terguncang oleh kematian ibunya. Tapi
Hwa liong Lo kai yang tersenyum dan mengusap pundak anak ini justeru berair matanya menyuruh bangun.
"Sudahlah, aku mengenal jiwamu. Sin Hauw. Kau
seperti ayahmu. keras dan berani mati. Tapi sekarang kau harus menurut kata kata
lohu ( aku )." "Locianpwe siapakah?"
"Aku Hwa liong Lo kai...."
"Tidak, aku sudah tahu itu, locianpwe. Tadi enci
memberi tahu. Tapi maksudku siapakah locianpwe yang
dapat mengenal ayahku" Bagaimana dengan ayahku?"
"Hm, lohu adalah seorang diantara Tiga Pelindung
mendiang Chu Wen, Sin Hauw. Lohu bekas pengikut
pemimpin itu dan sahabat ayahmu."
"Dapatkah locianpwe ceritakan?"
"Perlukah diceritakan?"
"Ya, aku ingin mendengarnya, locianpwe. Dan terus
terang aku benci pada Kwi goanswe itu!"
Kakek ini menarik napas. Melihat kebencian dan sorot
dendam di mata anak itu kakek ini menghela napas
berulang ulang, apa yang dilihat cukup menggetarkan. Tapi mengangguk dan bangkit
berdiri tiba tiba kakek ini berkata,
"Sebelum kuceritakan apakah kalian berdua mau memenuhi sebuah permintaanku?"
"Locianpwe minta apa" Jiwa pun telah kau selamatkan,
locianpwe. Kalau kau menghendaki terjun ke lautan api tentu akan kulaksanakan!"
"Ah, tidak," kakek ini tertawa. "Aku tak meminta apa
apa. Sin Hauw, melainkan maukah kalian berdua
menemaniku, menjadi muridku."
"Murid?" "Ya, kau suka?"
"Ah, tentu, locianpwe. Sekarang juga aku meaanggilmu
suhu!" dan Sin Hauw yang girang membenturkan dahinya
tiba tiba memanggil kakek itu sebagai "suhu" ( guru ), girang dan tentu saja
gembira bukan main karena kakek ini telah menyelamatkannya dari tangan Kwi
goanswe. Berarti kakek itu dapat mengalahkan musuhnya dan tanpa melihat pun dia
percaya. Maka begitu si kakek memintanya dan
kebetulan anak ini suka maka tanpa ba bi bu lagi Sin Hauw menyatakan sedia
menjadi murid, menjatuhkan diri berlutut dan membenturkan dahinya delapan kali.
Dan ketika kakek itu berkata cukup dan mengangkatnya bangun maka Hwa
Kin tertegun di sudut, tampaknya ragu.
"Kau seperti ayahmu." kakak ini tertawa. "Bangkit dan duduklah. Sin Hauw. Syukur
kalau kau mau menjadi muridku. Sedang kakakmu, hm .....!" kakek ini menoleh, memandang Hwa Kin.
"Kau seperti ibumu, Hwa Kin. Berhati hati dan tidak
gampang percaya orang!"
"Maaf," gadis ini semburat. "Aku belum tertarik untuk belajar silat, locianpwe.
Kalau Sin Hauw suka biarlah dia saja yang menjadi muridmu."
"Kenapa begitu?" Sin Hauw terbelalak. "Suhu menghendaki kita berdua, enci. Dsn tanpa ilmu silat kau menghadapi banyak
bahaya!" "Tidak," Hwa Kin terisak. "Kau saja cukup, Sin Hauw.
Kalau kau yang pandai dan belajar pada Hwa liong Lo kai
ini tentu kelak kau dapat melindungiku juga. Aku biar begini saja."
"Kau betul betul tak mau?"
"Sudahlah," Hwa liong Lo kai tersenyum. "Encimu tak
mau. Sin Hauw. Aku juga tak memaksa dan biarkan
encimu dengan pendiriannya itu. Kelak dia akan tahu," dan sabar memandang anak
laki laki ini Hwa liong Lo kai lalu menyuruh Sin Hauw duduk, menceritakan siapa
dia sebenarnya dan Sin Hauw mendengarkan. Ternyata kakek
ini adalah satu di antara Tiga Pelindung kaisar Chu Wen, seorang tokoh yang dulu
mengenal ayahnya dengan baik.
Dan ketika kakek itu bercerita bahwa Chu Wen telah tewas dan dia bersama dua
rekannya berpencar meninggalkan
istana maka Sin Hauw tertegun.
"Siapa dua rekanmu itu, suhu" Di mana mereka
sekarang?" "Aku tak tahu, Sin Hauw. Tapi mereka adalah dua
suami isteri yang lihai. Yang perempuan berjuluk Cheng giok Sian li (Dewi
Permata Hijau) sedang yang lelaki adalah Sin liong Hap Bu Kok, si Naga Sakti.
Kami bertiga menjadi pelindung Chu Wen tapi sayang sesuatu terjadi. Suami
isteri itu meninggalkan istana dan aku sendiri menghadapi ratusan musuh. Dan
karena tak mungkin aku melindungi
kaisar seorang diri maka junjunganku akhirnya tewas dan aku juga pergi melepas
kecewa." "Kenapa begitu" Bagaimana dengan ayah?"
"Mendiang ayahmu jelas seorang gagah, Sin Hauw,
pemberani dan setia pada junjungan. Tapi karena waktu itu kacau dan kami
berpisah maka kudengar akhirnya ayahmu itu ditangkap."
"Ya, dan akhirnya dibunuh. Kwi goanswe itulah biang
keladinya!" "Aku tak tahu," kakek ini menarik napas dalam. "Tapi
kudengar seperti itu, Sin Hauw. Dan aku menyesal."
"Kenapa dua suami isteri itu meninggalkan istana,
locianpwe?" Hwa Kin tiba tiba bertanya.
"Hm!" kakek ini merah mukanya. "Urusan pribadi, Hwa
Kin. Aku tak dapat menceritakan nya karena kalian belum cukup dewasa."
"Kenapa begitu?" gadis ini mengerutkan kening. "Aku
sudah belasan tahun, locianpwe, bukan kanak kanak lagi!"
"Benar, tapi ini urusan laki perempuan, anak baik. Lohu malu menceritakannya dan
harap kau tidak bertanya lagi."
"Ooh!" dan Hwa Kin yang tiba tiba mengerti mendadak
dapat menangkap dengan firasatnya bahwa rupanya ada
peristiwa cinta di situ, melengos dan menunduk dan Sin Hauw memandang lurus.
Anak laki laki ini tak tahu dan dia heran. Tapi ketika gurunya mengangkat tangan
dan minta agar mereka tak bertanya lagi maka bocah itu teringat ibunya dan
mendesis, tubuh tiba tiba kedinginan karena angin gunung berhembus tajam.
Suasana di puncak memang lain dengan di bawah, tempat itu semakin dingin dan Hwa liong Lo kai
teringat. Dan ketika Hwa Kin juga berketruk dan lagi lagi menggigil maka kakek
ini menyuruh Sin Kauw mengatur napas sementara Hwa Kin sendiri
disuruh berdiang. "Kau buatlah api unggun, biar Sin Hauw berlatih
pernapasan." Gadis ini mengangguk. Dia cepat mencari ranting kering dan membuat api unggun,
menyalakannya dan segera ruangan ini menjadi hangat. Dan ketika adiknya mulai
berlatih pernapasan dan kakek ini memberi petunjuk sana sini maka Sin Hauw mulai
belajar dan di bawah bimbingan kakek ini, dituntun dan hari hari esok dilewatkan
keduanya bersama pengemis lihai ini, yang sebenarnya adalah seorang dari Tiga
Pelindung mendiang kaisar Chu Wen, seorang
tokoh dan jelas bukan orang sembarangan. Dan ketika
sebulan lewat dengan cepat sementara minggu berganti
minggu maka tak terasa dua tahun dilalui dan Sin Hauw menjadi anak laki laki
tampan yang semakin gagah.
Hari itu Sin Hauw mendapat pelajaran baru. Silat tangan kosong hang houw ciang (
Penakluk Harimau ) dilatihnya, mandi keringat dan segar di bawah terik matahari
pagi. Angin gunung yang berhembus perlahan malah membuat
tubuh nya mengkilap, wajah berinar sinar dan Sin Hauw tampak serius melatih ilmu
silant itu. Namun ketika dia menggerak gerakkan ke dua tangan dan kaki untuk
mengikuti irama jurus mendadak terdengar tawa serak
diusul berkelebatnya beberapa bayangan.
"Ha ha, inikah anak yang kau cari cari itu, goanswe.
Mana Hwa liong Lo kai?"
Sin Hauw terkejut. Empat bayangan berkelebat di
depannya dan tahu tahu dia sudah dikurung empai laki laki yang memandangnya
tajam. Sin Hauw terkejut karena
melihat satu diantaranya adalah jenderal Kwi, ayah Kwi Bun! Dan ketika anak itu
tersentak dan mundur dengan
mata berkilat tiba tiba lelaki di sebelah kiri, kakek tinggi kurus yang tertawa
menyambarnya. "Heh, ke sini kau, anak pemberontak. Panggil dan teriaki gurumu!"
Sin Hauw melotot. Disambar dan ditangkap kakek itu
tiba tiba dia mengelak, membentak dan menangkis. Tapi ketika dia terpelanting
dan roboh bergulingan maka kakek
itu terkekeh dan menggerak gerakkan kedua lengannya,
yang tiba tiba berkerotok!
"Heh heh, jangan main main, anak nakal. Kau
berhadapan dengan Pek wan jin (Lutung Putih)!"
Sin Hauw kaget. Melompat bangun dan marah
memandang kakek itu anak ini menyambar ranting,
bergetar dan siap menyerang tapi tiba tiba gurunya
berkelebat, mendengar ribut ribut itu. Dan ketika Hwa liong Lo kai muncul dan
terkejut melihat siapa lawannya tiba tiba kakek ini berseru.
"Aih, Pek wan dan Kwi goanswe kiranya. Selamat
datang! Apa keperluan kalian, goanswe" Ada apa
mengganggu muridku" "Heh heh, dia ini muridmu?"
"Benar, dan kau datang tanpa diundang, Pek wan.
Agaknya ada keperluan penting mengingat Kwi goanswe di sini."
"Benar," Lutung Putih, kakek itu tertawa. "Aku diajak Kwi goanswe untuk
menangkap anak ini, Lo kai. Katanya dia putera si pemberontak Sin Lun. Bagaimana
kau melindungi anak pemberontak?"
"Hm," kakek itu bersinar sinar. "Anak ini tak ada
hubungannya dengan masa lalu, Pek wan. Dia adalah
muridku dan tidak ada hubungannya dengan pemberontak.
Kalau kau ingin menangkap atas perintah Kwi goanswe,
maka yang hendak kau tangkap adalah murid Hwa liong Lo kai! Sadarkah kau
melakukan ini?" "Ha ha!" kakek itu menoleh. "Hwa liong Lo kai
mengancamku, goanswe. Bagaimana sekarang" Apakah
anak ini dibawa atau tidak?"
Kwi goanswe, jenderal tinggi besar itu melangkah maju, bersinar sinar memandang
Sin Hauw lalu kakek pengemis ini. "Lo kai," katanya. "Sin Hauw terpaksa kuambil
karena Coa ongya yang memerintahkannya. Sekarang bukan aku
yang bertindak melainkan Coa ongya. Kau diminia
melepaskan anak itu dan segala perbuatanmu di masa lalu dilupakan ongya!"
"Hm." kakek ini berkilat. "Kenapa mempergunakan
orang lain, goanswe" Kenapa nama Coa ongya kaubawa
bawa" Apa pun yang pernah kulakukan aku tidak gentar
menerima akibatnya, goanswe. Sin Hauw adalah muridku
dan siapa pun tak boleh membawanya!"
"Kalau begitu Coa ongya akan menuntut mu, semua
dosa dosamu akan diungkit!"
"Hm, diungkit atau tidak aku tak takut. goanswe. Lebih baik terus terang saja
bahwa sebenarnya kau pun ingin menangkapku!"
"Ha ha, cocok!" Pek wan si Lutimg Putih berseru.
"Kami tak usah berbasa basi lagi. Hwa liong Lo kai.
Pangeran memerintahkan untuk menumpas sisa sisa
pemberontak. Dan kau adalah bekas pengikut Chu Wen!"
"Majulah!" kakek ini tak takut. "Kau boleh coba coba
menangkapku. Pek wan. Dan sungguh tak kukira kalau kau kini menjadi kaki tangan
Coa ongya!" "Heh heh, tak perlu mengejek, pengemis bangkotan. Aku butuh hidup dan makan.
Siapa pun majikanku asal dia
dapat memberiku makan minum tentu kulaksanakan
perintahnya. Hayoh, kau menyerah atau kami terpaksa
melakukan kekerasan!"
"Tangkaplah, dan jangan tanggung tanggung, Lutung
Putih. Kerahkan segenap kepandaianmu dan majulah!"
lalu, menyuruh muridnya mundur namun dihadang dua
yang lain tiba tiba Hwa liong Lo kai berbisik, "Sin Hauw, lebih baik kau
selamatkan encimu yang ada di belakang.
Biar ku lempar kau ke sana dan cepatlah pergi..... wut!"
Hwa liong Lo kai yang menangkap serta mencengkeram
leher muridnya tiba tiba membentak dan sudah melempar anak itu, jauh melewati
kepala dua orang di sebelah kiri dan Sin Hauw berjungkir balik. Tapi ketika Pek
wan berseru keras dan tertawa berkelebat mengejar tiba tiba dua lengan kakek itu
menyambar dan menangkap anak ini.
"Heh heh, jangan pergi, anak pemberontak. Biar kau
disini dan robohlah!" namun Hwa liong Lo kai yang
membentak berseru marah tiba tiba berkelebat ke depan, menggerakkan jari menotok
punggung Pek wan dan terpaksa Lutung Putih itu menangkis. Dan ketika kakek ini tergetar dan mundur
terhuyung maka Hwa liong Lo kai
menendang muridnya menyuruh Sin Hauw lari.
"Pergilah, jangan hiraukan orang orang ini, Sin Hauw.
Laksanakan perintahku dan jangan membantah!"
Sin Hauw berjungkir balik. Ditendang gurunya dan
disuruh pergi sebenarnya anak ini tak puas. Ada musuhnya di situ, Kwi goanswe,
jenderal yang telah membunuh
ayahnya, juga ibunya. Tapi karena gurunya membentak dan baru kali itu Sin Hauw
melihat gurunya tampak khawatir maka anak ini meloncat jauh dan lenyap di
belakang,

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikejar dua orang yang tadi dilompati kepalanya namun gurunya telah menyerang,
kaki dan tangan bergerak dan berteriaklah dua orang itu ketika terpental. Dan
ketika Hwa liong Lo kai melepas pukulan dan tamparan dan tubuh
kakek itu bergerak ke kiri kanan maka si Lutung Putih juga dihadang dan Kwi
goanswe sendiri dicegat langkah
kakinya. "Tak usah mengejar. Tangkap saja aku, Pek wan. Dapat
merobohkan gurunya tentu dapat menangkap pula
muridnya.. .. wut plak!" dan Hwa liong Lo kai yang
berkelebatan cepat membagi bagi tamparan dan tendangan tiba tiba telah bergerak
dan menghadang empat orang itu.
Kwi goanswe sendiri sudah berteriak keras dan jenderal tinggi besar itu
terbanting. Tamparan Lo kai mengenai pundaknya dan menjeritlah jenderal itu. Dan
Kedele Maut 4 Pendekar Kelana Sakti 9 Dendam Jago Kembar Pendekar Gunung Bromo 1
^