Pencarian

Golok Maut 2

Golok Maut Karya Batara Bagian 2


suhu!" dan begitu keduanya menyambar buntalan dan berkelebat pergi akhirnya dua
orang murid Pek-lui-kong ini lenyap dan meninggalkan
hutan. ooooo0d0w0oooooo "Cici, kita ke mana?"
"Mencari Golok Maut, Bhi Li. Kita ke timur dan
mencari jejak di Hek-liong-pang!"
"Tapi Hek-liong-pang bubar!! Bukankah partai itu sudah tak keruan sejak diserang
Golok Maut?" "Benar, tapi bekas-bekasnya barangkali dapat memberi petunjuk, Bhi Li. Kita ke
sana karena kita tak tahu di mana Golok Maut berada. Tak seorang pun yang kita
tanya dapat memberi tahu di mana Golok Maut itu, kecuali kalau kita barangkali
ke markas Hek-liong-pang!"
Dua gadis cantik. yang berlari cepat dan tampak
berendeng terdengar saling bercakap-cakap. Mereka membawa pedang di punggung dan si gadis di sebelah
kanan, yang berpakaian merah tampak bersinar-sinar.
Matanya berapi dan gadis satunya yang berbaju biru
tampak mengerutkan kening. Mereka adalah enci adik Bhi Li dan Bhi Pui, dua gadis
kang-ouw yang mencari jejak si Golok Maut. Dan ketika pagi itu si adik bertanya
karena kakaknya membelok ke markas Hek-liong-pang maka gadis baju biru ini heran
dan mengerutkan kening, heran karena sejak Golok Maut membunuh ketua Hek-liong-
pang sebenarnya Perkumpulan Naga Hitam itu sudah tak bangkit lagi. Wakilnya, Hok
Beng, telah bergabung dan tinggal di Kim-liong-pang, tempat sucinya. Tapi karena
encinya bicara begitu dan gadis baju biru ini tinggal mengikuti maka mereka pun
mempercepat perjalanannya dan mengerahkan
ilmu lari cepat, berkelebat dan berendeng dan tampak
bahwa masing-masing memiliki kepandaian berimbang.
Rupanya mereka tak berselisih jauh dan dua jam kemudian mereka sudah menyusuri
sungai Kuning. Dan ketika
mereka membelok dan menikung lagi dua kali akhirnya
markas Hek-liong pang sudah mereka temukan, tinggal
puing-puingnya atau bangunan yang kotor tak terawat.
"Nah, di sini Golok Maut katanya muncul. Coba kita selidiki barangkali kita
menemukan seseorang!"
Bhi Pui. sang enci sudah berkelebat ke kanan. Dalam
pandang matanya tampak keinginan tahu yang besar,
melihat markas ini porak-poranda dan agaknya sejak ketua Hek-liong-pang itu
dibunuh tak ada lagi yang tinggal.
Rupanya semua murid Hek-liong-pang terkena shock hebat di mana mereka akhirnya
cerai-berai. melarikan diri. Dan ketika Bhi Li, adiknya, meloncat dan mengikuti
maka keduanya sudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dari satu bangunan ke
bangunan lain. Tak menemukan apa-apa dan tempat itu betul-betul kosong. Tapi
ketika mereka berhenti dan mengerutkan kening mendadak sang enci
memberi tanda dan menyambar adiknya menyelinap
disebuah tembok bercekung.
"Ada orang!" "Benar," adiknya berbisik. "Aku mendengar langkah kaki ringan, cici. Agaknya
seseorang mendekati tempat ini!"
Dua kakak beradik itu mengintai. Mereka tadi
mendengar suara berkeresek yang halus, seakan ranting kering terinjak kaki, kaki
yang ringan, yang melangkah seringan kucing dan agaknya seseorang mendekati
tempat itu. Dan ketika benar saja mereka melihat seorang pemuda menghampiri dan
tolah-toleh maka dua enci adik ini
tertegun dan kagum. Seorang pemuda tampan, yang bajunya bersih dan rapi
tampak mendatangi dari luar, memasuki halaman dan ikat pinggangnya yang lebar
tampak gagah membelit pinggang.
Melihat sepintas tampaknya dia orang baik-baik, Bhi Li mau keluar tapi kakaknya
menahan. Bhi Pui melihat sesuatu di sinar mata pemuda itu, yang agak lain dan aneh.
Dan ketika pemuda itu sudah dekat dan akhirnya berhenti di dekat dua kakak
beradik ini maka pemuda itu
mengerutkan kening dan menggumam,
"Hm, bau wanita. Apakah ada seseorang disini?"
Bhi Li dan kakaknya terkejut. Mereka lupa bahwa
wewangian tubuh mereka sebagai wanita tercium, hidung pemuda itu mengendus-endus
dan tiba-tiba tertawa. Dan ketika Bhi Li dan kakaknya tertegun dan pemuda itu
berkelebat mendadak pemuda ini sudah berjungkir balik dan memergoki mereka, yang
berada di balik tembok! "Aih, siapakah ji-wi siocia (nona berdua )?"
Bhi Pui dan adiknya semburat. Tiba-tiba mereka keluar dan agak gugup, mereka
ketahuan dan pemuda itu tiba-tiba menjura, berseri-seri. Dan ketika dua enci
adik ini belum menjawab dan pemuda itu tersenyum tiba-tiba dia telah
memperkenalkan diri. "Maaf, aku Bhok Li. nona, Mencari Golok Maut dan kebetulan ada di sini. Apakah
kalian anggauta Hek-liong-pang?"
"Bukan." "Aih, kalau begitu Kim-liong-pang! Ha-ha, kudengar wanita-wanita Kim-liong-pang
cantik-cantik. nona. Hemm benar kata orang, kalian cantik dan gagah!"
Bhi Li tersenyum malu-malu. Tapi Bhi Pui yang justeru merah mukanya dan tak
senang tiba tiba berkata, "Bhok-kongcu, kami bukan pula anggauta Kim-liong-pang.
Kalau kau mencari mereka dan ingin melihat wanita cantik-cantik dan gagah itu
maka bukan di sini tempatnya. Kami juga sedang mencari si Golok Maut!"
Pemuda ini tertegun, beradu pandang dengan Bhi Pui
yang ketus. Tapi tersenyum dan merangkapkan tangan
pemuda ini buru-buru membungkuk. "Maaf, kiranya aku salah, nona. Kalau begitu
siapakah kalian dan sedang apa di sini?"
"Kami juga mencari Golok Maut. Itu enci-ku Bhi Pui sedang aku Bhi Li!" Bhi Li,
sang adik tiba-tiba mendahului, tak setuju dengan kakaknya yang galak dan Bhok
Li tersenyum lebar. Bhi Pui dilihatnya mengerutkan alis
sementara Bhi Li menyambut ramah. Tampaklah kini siapa kiranya di antara dua
enci adik itu yang dapat diajak bercakap-cakap. Maka tertawa dan menghadapi Bhi
Li pemuda ini berkata, "Aih, kalau begitu kita setujuan, Bhi-siocia. Kebetulan sekali kita bertemu di
sini. Kalian gagah dan pemberani.
Apakah tidak takut mendengar si Golok Maut yang begitu telengas dan ganas?"
"Kami tidak takuti siapa pun, Bhok-kongcu. Biar si Golok Maut hebat dan lihai
seperti apa pun kami tidak gentar!" Bhi Li melengking.
"Ha-ha, hebat!" Bhok Li bertepuk tangan. "Justeru dengan wanita-wanita gagah
seperti kalian ini aku suka bersahabat, nona. Dan kalian benar-benar
mengagumkan. Salut!" dan bersinar-sinar serta tertawa memandang gadis itu tiba-tiba pemuda
ini menoleh pada Bhi Pui, sang kakak.
"Boleh aku menyebut kalian adik Li dan adik Pui?"
"Boleh!" Bhi Li lagi-lagi berseru. "Kau tampaknya lebih tua satu dua tahun,
Bhok-kongcu. Tentu saja aku dan
enciku tak keberatan!"
"Ha-ha, aku dua puluh dua. Dan kalian, hm....... tentu sembilan belas dan
delapan belas tahun. Aih, gadis-gadis cantik yang gagah. Sungguh mengagumkan!"
dan Bhok Li yang tidak menghiraukan kerut di kening Bhi Pui tiba-tiba memandang
lagi Bhi Li, sang adik. "Dan kau, namamu sama, li-moi (adik Li). Aku pun juga
Li, Bhok Li. Ha ha......!" Bhi Li tersenyum. Tiba-tiba dia merasa akrab dengan
Bhok-kongcu ini, merah mukanya tapi mengangguk.
Memang benar, mereka sama-sama bernama Li. Dan ketika encinya masih berkerut dan
Bhi Li tampaknya juga tak
menghiraukan encinya itu maka dua orang muda ini
berbicara dan tampaknya tertarik satu sama lain,
membicarakan Golok Maut dan Bhi Pui tiba-tiba seakan
tersingkir. Ah, gadis ini mendongkol dan akhirnya
menyambar lengan adiknya itu. Dan ketika Bhi Li terkejut dan Bhok-kongcu juga
tertegun maka Bhi Pui berkata
bahwa mereka akan mencari di tempat lain.
"Maaf, kami tak mendapatkan apa-apa di sini. Golok Maut tak ada. Biar kami
mencari di tempat lain dan
silahkan kongcu sendiri!"
"Eh!" pemuda itu terkejut. "Kita setujuan, adik Pui. Kita dapat bersama-sama!"
"Tidak, kami wanita, kongcu. Kau lelaki. Biar kita berpisah dan cari musuh kita
itu sendiri-sendiri!" dan Bhi Pui yang rupanya marah dan tidak mau banyak bicara
lagi tiba-tiba menyendal adiknya dan meloncat pergi, lenyap meninggalkan tempat
itu dan Bhok-kongcu bengong.
Pemuda ini tak menduga betapa ketusnya sang kakak, Bhi Li masih menoleh padanya
dan memberi senyum, senyum
sedih. Dan ketika dua enci adik itu lenyap dan pemuda ini termangu-mangu maka di
sana Bhi Pui mengomeli adiknya panjang pendek.
"Tak tahu malu kau ini. Kenapa begitu cepat dan tertarik pada pemuda she Bhok
itu" Tahukah kau siapa dia
sebenarnya dan dari mana?"
"Ah. justeru karena itu aku akan mengetahuinya, cici Kalau belum apa-apa sudah
kau tarik dan kau pisah begini
aku tak akan mengetahui siapa dan dari mana Bhok-kongcu itu. Kau membuat aku tak
enak, sikapmu ketus dan galak!"
"Hm, memangnya kenapa" Aku tak suka kau dekat-dekat lelaki. Bhi Li. Apalagi
lelaki yang baru dikenal. Aku tak senang pada sinar mata dan pandangannya!"
"Kenapa?" "Tidakkah kau lihat?" sang enci marah-marah. "Bhok-kongcu itu matanya liar, Bhi
Li, berminyak. Pemuda begitu jelas lahap dan rakus terhadap wanita. Kau harus
berhati-hati!" "Ah, kau cemburu!" Bhi Li tiba-tiba menampar. "Kau tak senang dan cemburu
melihat Bhok-kongcu dekat denganku, enci. Kau marah-marah dan tak senang karena
merasa tak dihiraukan!"
Gadis ini tiba-tiba berhenti, mendelik. "Apa kau bilang"
Cemburu" Tak senang" Keparat, kalau bukan adikku
kuhajar kau. Bhi Li. Kau lancang dan tidak menjaga mulut.
Aku memang tidak senang tapi bukan cemburu kepada
orang she Bhok itu. Aku hanya ingin menjagamu agar tidak terjatuh ke tangan
laki-laki pemogoran!! Siapa jamin
pemuda itu orang baik-baik" Siapa tahu dia itu dapat
dipercaya" Heh, aku semata melindungimu. Bhi Li. Aku
marah justeru untuk menjaga keselamatanmu!"
"Tapi Bhok-kongcu itu tak bersalah apa-apa. Kenapa kau demikian keras dan
ketus?" sang adik masih membela diri.
"Kau boleh menasihati atau melindungiku. cici. Tapi aku juga bukan anak kecil
yang tak dapat menjaga diri!"
"Sudahlah!" sang kakak membanting kaki. "Kau tak usah ketemu dia lagi, Bhi Li.
Sinar matanya dan pandang
matanya itu tak gampang dipercaya. Aku curiga dia
pemuda hidung belang!"
"Cici!" sang adik tiba-tiba marah. "Kenapa kau mencacinya sedemikian rupa"
Kenapa sudah memiliki praduga demikian kejam" Baik-baik dia menemui kita, cici.
Dan baik-baik pula dia mengajak aku bercakap-cakap. Aku tak setuju sikapmu yang
terlalu kasar!" "Hm, kau suka padanya" Kau mulai jatuh cinta?"
Bhi Li tiba-tiba menangis. Bentrok dan melihat sinar
mata encinya yang keras tiba-tiba gadis ini menarik
tangannya, melepaskan diri. Dan begitu berkelebat dan marah serta jengkel tiba-
tiba Bhi Li meninggalkan kakaknya. "Cici, kau kejam. Kau tak dapat memahami perasaan orang lain!"
"Tunggu...!" sang kakak menyambar. "Kita ke Kim-liong-pang, Bhi Li. Ikut aku dan
jangan sendiri-sendiri!"
namun Bhi Li yang berkelit dan menangkis mengegos
kakaknya tiba-tiba terbang dan mengerahkan ginkang.
"Baik, kita ke Kim-liong-pang, cici. Tapi aku mencari jalan sendiri dan kau
menempuh jalan yang lain!" dan Bhi Li yang lenyap di tikungan sebelah kiri tiba-
tiba ke timur dan sudah meninggalkan encinya yang tertegun, kebetulan berada di
jalan bercabang dan Bhi Pui merandek di situ.
Jalan ini rupanya sama-sama mengantarkan mereka ke
Kim-liong-pang, tempat yang memang titik jauh dari bekas markas Hek-liong-pang.
Maka menggreget dan gemas pada adiknya itu tiba-tiba Bhi Pui berkelebat dan
memasuki jalan satunya, ke timur pula dan masing-masing pasti akan
ketemu di Kim-liong-pang. Dan karena masing-masing
jengkel pada yang lain maka Bhi Pui tak memperdulikan adiknya karena
berpengharapan akan tiba di tujuan yang sama, mendongkol dan merah mukanya dan
segera gadis itu mengerahkan ginkang. Dan ketika Bhi Pui menuju ke
Kim-liong-pang dengan perasaan berang maka di sana
adiknya juga berkelebat menuju tempat yang sama.
Tapi Bhi Li terkejut. Baru dia melakukan perjalanan
separuh jarak tiba-tiba Bhok-kongcu muncul. Pemuda itu berkelebat dan memanggil
namanya. Dan ketika Bhi Li
tertegun dan terkejut memandang pemuda itu maka Bhok-
kongcu sudah di depannya dan menjura manis, matanya
keheranan. "Eh, maaf. Mana encimu, Li-moi" Kenapa sendirian"
Dan kau, ah.....tampaknya baru menangis! Ada apa"
Bertengkar dengan encimu masalah aku?"
"Tidak......tidak.....!" Bhi Li cepat menghapus air matanya. "Aku, eh.....kami
akan ke Kim-liong-pang, kongcu. Tadi kemasukan debu dan kebetulan berair. Aku ke
sini sedang enciku lewat jalan yang sana. Kami,
ah....berlomba untuk melihat siapa yang lebih dulu!"
"Ha-ha!" pemuda ini tertawa, "Kalau begitu lega aku, Li-moi. Kukira kau
bertengkar dengan encimu gara-gara aku.
Aku sudah siap minta maaf dan menyingkir. Kalau begitu, eh..... aku juga mau ke
Kim-liong-pang!" "Kita dapat bersama!" Bhi Li girang, tapi menyambung, cepat dan agak jengah,
"Eh, maksudku kita dapat mengadu ilmu lari cepat masing masing, Bhok-kongcu.
Siapa duluan dialah menang!"
"Ya," pemuda itu tertawa. "Tapi aku menyerah, Li- moi.
Baru saja seseorang menyerang aku dengan senjata bintang.
Lihat, aku terluka!" dan Bhok-kongcu yang menguak lengan bajunya tiba-tiba
memperlihatkan luka di bawah siku, tadi tak kelihatan karena tertutup baju. Dan
begitu pemuda itu juga memperlihatkan luka di mata kakinya maka Bhi Li
tertegun. "Nah, lihat, aku tak dapat lari cepat. Kalau kau niau mendahului silahkan, aku
berjalan biasa saja di belakang."
"Tidak," Bhi Li tiba-tiba menggeleng. "Kalau begitu biar aku jalan, Bhok-kongcu,
menemanimu. Siapa tahu jangan-jangan ada yang menyerangmu lagi. Siapakah
penyerang itu?" "Aku tak tahu, dia lari. Tapi senjata bintang biasanya dimiliki murid-murid
perempuan Kim-liong-pang."
"Eh, kalau begitu......"
"Nanti dulu!" pemuda itu memotong, tertawa. "Aku sebenarnya tak bermusuhan
dengan Kim liong-pang. Li-moi. Aku tidak menuduh atau menyangka mereka. Hanya
kubilang bahwa senjata macam begini biasanya dipunyai murid-murid perempuan Kim-
liong-pang!" "Hm, kita harus berhati-hati kalau begitu. Mungkin mereka menyerang karena kita
memasuki wilayahnya!!"


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin saja."
"Dan kau kenal dengan Kim-liong Sian-li?"
"Ah, menengok saja belum, Li-moi. bagaimana kenal!"
Bhok-kongcu tertawa. "Masa aku kenal ketua Kim-liong-pang itu" Tidak, aku tak
kenal dan justeru sekarang ini akan kesana! Mari kita berangkat!" dan Bhok-
kongcu yang sedikit terpincang dan meringis tiba-tiba minta tolong Bhi Li apakah
gadis itu mau memeganginya.
"Maaf, aku terpaksa. Tapi kalau kau tak suka biarlah aku jalan sendiri!"
Bhi Li tertegun. Mukanya mendadak merah, Bayangkan,
Bhok-kangcu yang baru dikenalnya ini tiba-tiba minta
tolong padanya agar dipapah. Tentu saja membuat gadis itu likat dan gugup. Tapi
ketika Bhok-kongcu terhuyung dan
mau jatuh mendadak Bhi Li bergerak cepat menyambar
lengan pemuda itu. "Hati hati.....!"
Seruan ini dibalas senyum aneh pemuda itu. Bhok-
kongcu mengucap terima kasih, mengangguk dan tiba-tiba memegang pula lengan
gadis itu. Dan ketika Bhi Li
berdebar dan semburat merah maka pemuda she Bhok itu
berbisik bahwa dia jauh lebih ramah dibanding Bhi Pui, encinya.
"Maaf, enciku memang galak, Bhok-kongcu. Tapi
sebenarnya dia baik!"
"Ah, bagiku kau lebih baik, Li-moi. Juga lebih cantik, berperasaan!"
"Hm...." dan Bhi Li yang tiba-tiba bersemu dadu akhirnya melengos ketika beradu
pandang dengan si pemuda, mulai berjalan dan tiba-tiba Bhok-kongcu itu
menimpang-nimpangkan jalannya. Bhi Li tak tahu bahwa
tadi pemuda itu dapat berkelebat dan lincah melayang turun di depannya,
barangkali lupa. Dan ketika mereka mulai bicara dan genggaman mulai erat maka
Bhi Li berdebar tak keruan memapah pemuda ini, sebentar-sebentar tersenyum malu
dan secara lihai namun halus pegangan Bhok-kongcu semakin ke atas. Mula-mula
pergelangan tapi naik ke siku.
Dan ketika dari siku lalu naik lagi ke pangkal lengan tiba-tiba seperti tak
disengaja jari pemuda itu menyentuh buah dadanya, seolah tergelincir!
"Ih, maaf, Li-moi. tak sengaja!"
Bhi Li merah padam. Kalau si pemuda tak cepat-cepat
berkata barangkali dia sudah akan menyemprotnya. Bhok-kongcu menunduk dan merah
pula mukanya. Dan ketika pemuda itu malu namun maju lagi tiba-tiba jarinya sudah menggenggam jari si
nona. "Li-moi, maaf. Bolehkah kukatakan sesuatu dari isi hatiku yang gelisah?"
"Kau mau bicara apa?" suara Bhi Li masih gcmetar.
"Aku.....aku ingin menyatakan perasaan sukaku kepadamu. Aku...... ah, entah kenapa tiba-tiba tak ingin berjauhan lagi
denganmu. Apakah ini tanda cinta?"
"Bhok-kongcu......!"
Namun Bhok Li yang sudah mencekal dan mendekap
tangan yang halus itu tiba-tiba memejamkan mata berseru menggigil, "Li-moi,
kukira aku mulai jatuh cinta. Ya, aku mencintaimu sejak pertemuan pertama kita
itu di markas Hek-liong-pang. Sungguh, kurasa benar perasaan ini, Li-moi. Aku
mencintaimu!" dan Bhi Li yang gemetar tak dapat bicara tiba-tiba sudah dipeluk
dan dicium pemuda itu. "Bhok-kongcu......!"
Pemuda ini membuka mata. Bhi Li tiba-tiba berkelit dan meronta, mukanya sudah
seperti kepiting direbus. Tapi ketika pemuda itu minta maaf dan menunduk lemah
tiba-tiba Bhi Li terisak dan berkelebat pergi.
"Li-moi.....!" Gadis ini tak kembali. Bhi Li tiba-tiba tersedu dan entah kenapa merasa malu
tapi juga marah, di samping girang.
Sebenarnya dia girang mendengar pemuda itu mecintainya tapi marah kenapa Bhok-
kongcu main cium. Pemuda itu
belum bertanya apakah dia menerima cintanya atau tidak, inilah yang tak disuka
Bhi Li. Maka begitu dia meninggalkan pemuda itu dan Bhok-kongcu tertegun tiba-tiba pemuda ini berkelebat
dan cepat menyambarnya. "Maaf, tunggu, Li-moi. Tunggu....!"
Bhi Li tertangkap. Kali ini dia tak meronta, Bhok-kongcu girang dan tiba-tiba
dengan kelihaian seorang lelaki dia sudah berlutut memeluk kaki gadis itu. Dan
ketika Bhi Li tertegun dan Bhok kongcu meratap maka terdengarlah
suaranya yang mengiba, "Li-moi, salah apakah aku" Dosa apakah yang telah
kuperbuat hingga kau meninggalkan
aku" Aku mencintaimu, Li-moi. Aku tak ingin kau tinggal pergi! Barangkali aku
salah karena belum menanya apakah cintaku diterima atau tidak. Baiklah, kutanya
kau, Li-moi. Apakah cintaku kau tolak atau kau terima?"
Bhi Li tiba-tiba bingung. Setelah maksud hatinya
dipenuhi mendadak dta tak dapat bicara. Tadi. dia
mengharap pemuda itu bertanya dulu sebelum main cium.
Tapi setelah pemuda itu bertanya dan dia merah padam
mendadak dia diam saja seperti patung batu!
"Li-moi, bagaimana ini" Kau terimakah cintaku?"
Gadis ini menggigil, tiba-tiba memejamkan mata!
"Eh, jawab dulu, Li-moi. Jangan buat aku merana.
Jawablah!" bhok-kongcu mengguncang-guncang tubuh gadis itu, tentu saja tahu
bahwa sebenarnya gadis ini tak menolak. Hanya karena rasa malu dan jengahnya
saja si nona tak bicara. Maka begitu tersenyum dan bangkit berdiri tiba-tiba
pemuda ini berkata, "Baiklah, jawab dengan tanda, Li-moi. Kalau aku boleh memelukmu berarti kau
menerima cintaku!" dan, lembut serta mesra tiba-tiba pemuda ini telah
melingkarkan tangannya di pinggang si ramping. Tak ada reaksi dan
Bhok-kongcu semakin berani. Dan ketika dia merapatkan tubuh itu dan si nona juga
diam tiba-tiba pemuda ini
mendaratkan ciumannya di bibir si nona, halus namun
menyentak. "Terima kasih, Li-moi. Kiranya kau menerima
cintaku...... cup!" dan bibir Bhi Li yang sudah dikecup dan dicium pemuda itu
tiba-tiba membuat Bhi Li membuka
mata, berjengit tapi kali ini mengeluh. Gadis itu terisak dan Bhok kongcu segera
melumat mulutnya. Dan ketika Bhi Li menangis dan membiarkan ciuman itu tiba-tiba
Bhok-kongcu tertawa bergelak dan menyambar tubuh kekasihnya ini, berputaran.
"Ha-ha, terima kasih, Li-moi. Terima kasih.......!" dan mencium serta menyerbu
bertubi-tubi akhirnya tangan
pemuda ini bergerak ke sana kemari membuat Bhi Li
terkejut, menggeliat dan tiba-tiba jari kekasihnya itu sudah meremas dada! Dan
ketika Bhi Li tersentak dan meronta kaget maka gadis ini merah padam menegur
kekasihnya, "Bhok-koko, kenapa kau lakukan itu" Kau.... kau......"
"Ah." Bhok Li menyadari keadaan. "Aku tak dapat menguasai diri, moi-moi. Aku
terlampau girang bahwa kau menyambut cintaku. Sebagai kekasih, bukankah kita
suka sama suka" Kau bukan orang lain lagi, moi-moi. Kau
kekasihku. Tentunya tak apa bila aku ingin memegang-
megang tubuhmu, sebagai tanda cinta!"
"Benar, tapi, ah....!" Bhi Li bingung. "Aku, ah....."
"Sudahlah," pemuda ini bersinar-sinar, membujuk.
"Bibirnya saja sudah kucium, moi-moi. Masa bagian lain tak boleh kusentuh dan
kusayang" Kalau bibir sudah
diberikan maka yang lain tak jadi masalah!" dan memeluk serta melingkarkan
lengan di pinggang yang ramping itu pemuda ini sudah merayu kekasihnya, meraba-
raba dan akhirnya Bhi Li pun diam. Memang, kalau bibirnya sudah diserahkan kenapa untuk
yang lain tak boleh" Asal masih dalam batas kewajaran biarlah dia membiarkan
Bhok Li berbuat sesuka hatinya. Toh rabaan atau remasan itu pun akhirnya membuat dia
nikmati. Dan ketika Bhi Li
memejamkan mata dan mengeluh membiarkan kekasihnya
mencium atau meraba sana-sini tiba-tiba Bhi Li teringat bahwa dia harus segera
ke Kim-liong-pang, menyusul
encinya. "Eh, nanti dulu, koko. Kita harus melanjutkan
perjalanan!" "Perjalanan" Ke mana?" Bhok Li pura-pura tak ingat.
"Ih, bukankah kita harus ke Kim-liong-pang" Hayo, nanti enciku menunggu, koko.
Aku bisa kena marah!"
Namun Bhok Li yang tertawa lebar tiba-tiba sudah
menjadi kian berani, tadi Bhi Li membiarkan saja ke mana jarinya menggerayang
"Sabar," katanya tertawa. "Untuk apa buru-buru, moi-moi" Kim-liong-pang tak jauh
dari sini. Sekali melompat tentu sampai."
"Apa?" "Ha-ha, benar, Li-moi. Sekali lompat tentu sampai. Eh, bukankah kau dapat
terbang?" dan ketika Bhi Li mencubit dan gemas memakinya Bhok kongcu sudah
menarik kekasihnya itu, merebahkannya di atas rumput. "Moi-moi, tak ada waktu bagi kita
kalau sudah ketemu encimu.
Sebaiknya kita bersenang-senang dulu dan bercumbu
disini!" Bhi Li terkejut. "Tidak, koko. Nanti, ah...." dia geli, diserbu ciuman dan
terpaksa menghentikan kata-kata. Bhok Li menciumnya dengan panas, tadi di bibir
tapi sekarang sudah mulai turun ke leher. Merinding bulu gadis ini dicium
seperti itu, ada nikmat tapi juga takut. Dan ketika Bhok Li tertawa dan membuka
bajunya mendadak pemuda itu
sudah menyerbu ke tempat paling peka dan membenamkan
mukanya di situ, mendengus-dengus!
"Ih, koko..... jangan!" Bhi Li meronta, kaget dan tentu saja meloncat bangun.
Bhok Li, yang hampir tak dapat
menguasai diri tiba-tiba sudah mencium bagian yang
membuat buiu roma bangun. Bhi Li ngeri!! Dan ketika
gadis itu meloncat dan menggigil memandang kekasihnya maka Bhi Li menegur sambil
mengancing bajunya itu kembali. "Bhok-koko, jangan begitu. Aku..... aku takut!!"
"Maaf!" pemuda ini pura-pura menyesal. "Aku tak sadar, moi-moi. Aku, ah
sudahlah. Kau terlalu cantik dan
menggairahkan bagiku. Marilah kita melanjutkan perjalanan," dan menenangkan kekasihnya dengan genggaman lembut tiba-tiba pemuda itu tertawa dan manis membelai Bhi Li. Pandang
matanya berkilat-kilat dan Bhi Li merasa takut. Ada sesuatu di mata kekasihnya
itu yang membuat dia ngeri. Seolah kekasihnya ini adalah seeker kucing lapar
melihat daging segar!! Atau, Harimau buas yang menemukan kelinci gemuk! Tapi
merasa genggaman lembut dan mesra di lengannya tiba-tiba gadis ini menarik napas dan tenang,
sudah berjalan dan dengan cerdik tapi lihai Bhok kongcu membujuknya untuk
melupakan itu. Dia dalam keadaan tak sadar. Dan ketika mereka berdua
kembali berjalan dan Bhok-kongcu mengusap serta
membelai-belai tubuh gadis ini akhirnya tak lama kemudian pemuda itu tertimpang-
timpang dan merintih, tiba di
sebuah tempat yang teduh, berumput tebal.
"Aduh, lukaku kumat. Kau jalanlah, duluan, moi-moi.
Biar aku istirahat di sini!"
"Eh," Bhi Li terkejut, "Ada apa lagi?"
"Ingat," pemuda itu merintih, pura-pura mengerang.
"Luka di kaki dan tanganku masih basah, Li-moi. Aku merasa bagian itu kaku dan
senut-senut!" "Hm, kalau begitu aku menungguimu di sini. Biar kita berhenti dan obati dulu
lukamu itu." "Tapi encimu?" "Enci dapat menunggu kok. Dan kurasa ia mau
mengerti. Sudahlah, coba kulihat dan sebaiknya dibalut."
"Benar, aku belum membalutnya, moi-moi. Kau
membawa..obat luka?"
"Ada," dan Bhi Li yang mengeluarkan bungkusan obatnya dan memeriksa luka
kekasihnya lalu memnorehkan dan membalut di situ, tak tahu betapa mata Bhok Li
berkali-kali mengintainya tajam, berkedip-kedip dan gembira. Dan ketika luka
sudah dibalut dan Bhi Li mengajak pergi tiba tiba kekasihnya menunduk dan...
menciumnya sambil bergulingan.. "Aduh, kau cantik, moi-moi. Cantik sekali!" dan Bhi Li yang kaget tapi sadar
tiba-tiba mendorong dan melepaskan diri.
"Ih, tempat ini terbuka, koko. Jangan!"
"Ha-ha, terbuka tapi sepi. moi-moi. Ayolah, aku tak tahan!!" dan Bhok-kongcu
yang menyambar serta menciumi kekasihnya lagi tiba-tiba membuat Bhi Li meremang
dan mendengar tawa yang aneh. Mula-mula membiarkan diri
diciumi tapi mendadak kekasihnya itu membuka bajunya
kembali. Untuk kedua kali pemuda ini mengincar bagian yang peka, mendengus dan
menyusupkan mukanya di situ.
Dan ketika Bhi Li terkejut tapi merasa nikmat di samping takut mendadak
kekasihnya ini sudah semakin berani dan langsung menyelinapkan jari ke pangkal
paha!! "Koko, jangan......!"
Namun Bhok-kongcu tertawa bergelak. Bagai orang
kesetanan tiba-tiba pemuda ini menotok Bhi Li. Dan, ketika Bhi Li terkejut dan
roboh tahu tahu pemuda itu sudah
menubruknya kembali dan melepas pakaiannya.
"Moi-moi, aku tak kuat. Kau terlalu cantik. Biarlah aku melepaskan sayang dan
cinta ini kepadamu!" dan ketika Bhi Li menjerit namun ditutup mulutnya oleh
sebuah ciuman yang panas akhirnya Bhok-kongcu sudah melepas pakaian luarnya
tinggal mengenakan pakaian dalam.
"Tidak, tidak...!" Bhi Li ketakutan. "Jangan. koko.....jangan. Kubunuh kau nanti.....ooh!" dan Bhok Li yang sudah melepas
pakaian dalamnya dan mendengus
serta menciumi sana-sini tiba-tiba berbisik agar gadis itu diam, menyerah saja
dan sudah melempar pakaian gadis
itu. Berkata bahwa mereka kelak akan menjadi suami isteri juga dan biarlah
sekarang mereka berbulan madu. Apa yang dilakukan adalah bukti cintanya kepada
Bhi Li, tak usah gadis itu berteriak-teriak. Tapi ketika Bhok kongcu
mencium dan siap menggagahi kekasihnya mendadak Bhi
Pui muncul dan langsung menendang.
"Orang she Bhok, lepaskan adikku......dess!"
Bhok-kongcu terlempar bergulingan. Tinggal mengenakan celana dalam saja pemuda itu berteriak kaget.
Bhi Pui, yang melihat keadaan pemuda itu tiba-tiba merah jengah. Sesuatu yang


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menonjol membuat dia melengos.
Dan ketika Bhi Li mengeluh dan girang melihat kedatangan encinya maka Bhi Pui
sudah menolong adiknya itu dan
membebaskan totokan, membiarkan Bhok-kongcu bergulingan. "Keparat, jahanam terkutuk orang she Bhok itu, Bhi Li.
Bangun dan hajar dia!" Bhi Pui mencabut pedang,
melemparkannya pada sang adik tapi Bhi Li malah
menangis tersedu-sedu. Gadis ini berkata bahwa dia
mencinta Bhok-kongcu, pemuda itu adalah kekasihnya dan Bhi Pui terkejut. Dan
ketika gadis itu tertegun dan tidak menyangka jawaban adiknya tiba-tiba Bhok Li
meloncat dan menghantam leher gadis ini, dari samping.
"Plak!!" Bhi Pui mengeluh terlempar bergulingan. Bhok Li, yang tertawa bergelak dan tiba-
tiba merampas pedang di tangan Bhi Li tiba-tiba menotok gadis itu agar roboh
pula. Nafsu setan memancar di matanya dan Bhi Li terperanjat, cepat mengelak dan
totokan itu luput. Dan ketika Bhok Li
tertegun dan mau menyerang lagi tiba-tiba gadis ini menjadi marah dan beringas.
"Bhok-koko, tahan. Atau kau kuserang!"
"Ah-ah," pemuda ini menyeringai, tersenyum kecut.
"Jangan begitu, moi-moi. Simpan pedangmu dan biar kita bicara baik-baik."
"Jahanam!" Bhi Pui melengking. "Orang ini sudah kuduga tak mungkin orang baik-
baik, Bhi Li. Hajar dan serang dia!" dan Bhi Pui yang sudah meloncat bangun dan
marah oleh serangan tadi tiba-tiba berkelebat dan
menyerang lawannya, dikelit tapi gadis ini terus mengejar.
Gadis ini datang karena terlalu lama menunggu adiknya, ia sudah tiba di Kim-
liong pang namun Bhi Li belum datang juga. Ia jadi khawatir, terpaksa kembali
dan dilihatnya kejadian itu. Bhok-kongcu yang hendak menggagahi
adiknya. Dan karena ia marah dan tentu saja gusar maka kini diserangnya pemuda
she bhok Itu. dimaki dan dipukul tapi iawan berlompatan mengelak. lincah dan tak
sebuah pun serangannya berhasil. Dan ketika ia melengking dan mencabut pedangnya
maka Bhi Pui sudah menerjang dan
kalap menusuk atau membacok.
"Kubunuh kau!" katanya. "Kutusuk mampus dirimu, orang she Bhok. Kurajam dan akan
kucincang!" Namun aneh, tusukan atau bacokan yang ganas ini pun
selalu gagal. Bhok Li mulai berketeteran dan mengimbangi gerakan pedang, ke mana
pedang menusuk ke situ pula ia mengelak. Gerakannya ini selalu mendahului pedang
dan akibatnya Bhi Pui kaget. Gadis baju merah itu semakin marah dan penasaran.
Dan ketika ia mempercepat
gerakannya namun Bhok Li tertawa mempercepat
kelitannya akhirnya satu ketika pedang malah terpental ketika pemuda itu
menyampok. "Plak!!" Bhi Li, sang adik terkejut. Gadis baju biru ini terbelalak melihat encinya
seakan dipermainkan Bhok-kongcu.
Pedang yang berkelebatan ternyata menusuk angin, sia-sia dan hanya menyambar
angin kosong belaka. Terkejutlah
dia karena Bhok kongcu kiranya lihai. Dan ketika ia
melihat betapa kaki atau tangan pemuda itu lincah berkelit dan setiap elakan
atau tangkisannya tak memperlihatkan tanda-tanda luka tiba-tiba Bhi Li
mengerutk&n kening dan kaget. Heran serta juga tidak mengerti dan sampai detik
itupun ia tak menyangka bahwa kekasihnya menipunya.
Dia tak tahu bahwa Bhok-kongcu hanya berpura-pura saja.
Buktinya pemuda itu tak terganggu oleh dua lukanya di siku dan mata kaki,
seperti yang tadi dikatakan, tertimpang-timpang dalam perjalanan dan pura-pura
mengeluh agar berhenti. Bhi Li tak sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda
lihai dan berwatak kejam, pemuda mata keranjang dan dunia kang-ouw mengenal
Bhok-kongcu sebagai penjahat pengganggu wanita, julukannya adalah Hi-ngok ( Si
Hidung Belang). Dan ketika pedang menyambar-nyambar namun selalu dielak dan tadi
ditangkis satu kali akhirnya Bhok-kongcu berseru agar Bhi Pui menghentikan
serangan, masih teringat Bhi Li.
"Tahan, hentikan seranganmu, Pui-moi. Tahan dan
jangan serang lagi!"
"Pui-moi (adik Pui) hidungmu!" Bhi Pui membentak.
"Aku tak sudi berkenalan denganmu, Bhok-kongcu.
Mampus dan pergilah ke neraka.....sing-plak!" kali ini pedang ditangkis lagi,
terpental dan Bhi Pui semakin marah.
Dua kali ia merasa tergetar dan selalu tertolak, bukan main lihainya lawannya
itu. Tapi membentak dan menerjang lagi ia sudah berkelebat dan menusuk atau
menikam, ditangkis dan untuk ketiga kalinya Bhi Pui terpental. Gadis ini
terbelalak dan marah sekali. Dan ketika ia membentak dan melengking serta
menyerang lagi bertubi-tubi tiba-tiba Bhok-kongcu itu berseru marah mengibaskan
lengannya, meledakkan ujung lengan baju dan Bhi Pui terkejut. Ujung lengan baju pemuda itu
berobah sekeras baja, terdengar suara nyaring ketika pedangnya bertemu lengan
baju pemuda itu. Dan ketika ia terbelalak dan mengeluh kaget tiba-tiba pedangnya
terlepas dan sudah terlempar ke atas tanah.
"Trang!!" Bhi Pui tertegun. Bhok-kongcu, yang menyeringai dan
mengebut membersihkan baju tiba-tiba tertawa. Pemuda ini melempar senyum
mengejek dan Bhi Li, sang adik,
tercekat. Bhok Li berkelebat dan tiba-tiba encinya itu disambar, dipeluk. dan
ketika Bhi Pui berteriak meronta namun lawannya mendaratkan sebuah ciuman di
pipi maka Bhok Li melepas lawannya itu sambil tertawa.
"Nah, itulah hukuman untukmu, Bhi Pui. Kalau tak ingat adikmu tentu lebih jauh
lagi yang kulakukan!"
"Keparat!!" gadis baju merah ini merah padam. "Kau berani menghinaku, orang she
Bhok" Kau kira apa sehingga main cium segala" Bhi Li, bantu aku. Serang dia...."
dan Bhi Pui yang sudah berkelebat dan menyambar pedangnya kembali tiba-liba
bergerak dan menyerang lawannya itu, membuat Bhi Li terbelalak dan gadis baju
biru ini tiba-tiba marah. Bhok Li, kekasihnya tiba-tiba mencium kakaknya.
Tanpa ijin, begitu saja di depan matanya pula. Bukan main kurang ajarnya! Maka
membentak dan melengking tinggi
tiba-tiba gadis baju biru ini berkelebat dan menusuk
kekasihnya. "Bhok koko, kau pemuda kurang ajar!"
"Ha-ha," Bhok Li mengelak. "Adalah kakak mu yang minta dihukum, Bhi Li. Kalau
dia tak menyerang dan mau baik-baik bicara dengan aku tentu tak akan kucium.
Mundurlah, jangan serang aku!" namun Bhi Li yang tentu saja tak mau mundur dan
justeru membentak marah tiba-tiba menusuk dan menikam lagi, ditampar dan ia pun
terpelanting. Bhi Li kaget dan meloncat bangun. Dan ketika di sana kekasihnya
juga menangkis pedang kakaknya
namun tangan pemuda ini mengusap nakal dagu atau
hidung kakaknya, akhirnya Bhi Li marah bukan main,
menyerang dan mengeroyok bersama encinya dan sekarang terbelalaklah dia melihat
kelincahan dan kecepatan lawannya berkelit. Bhok Li benar-benar tak terpengaruh oleh luka di kaki dan
sikunya itu, atau barangkali luka itu tak dirasa dan gadis ini melengking. Dan
ketika dia menerjang dan lawan menangkis serta menampar pedang
mereka berdua maka Bhi Li bersama kakaknya terlempar.
"Ha-ha, sekarang aku jadi tak main-main lagi, Bhi Li.
Aku pun jadi merasa jatuh cinta kepada kakakmu yang
ganas namun menarik ini. Biarlah kalian berdua
kurangkap....plak-ngok" dan pipi Bhi Pui, yang kembali
dicium dan kena "ngok" pemuda itu akhirnya membuat Bhi Pui menjerit dan melempar
tubuh bergulingan, tadi Bhok kongcu berkelebat dan tersambarlah pinggangnya.
Pemuda ini masih main colek dan pinggul Bhi Pui yang bulat seperti pot bunga
diusap, tentu saja Bhi Pui dan Bhi Li marah. Dan ketika Bhi Li menyadari bahwa
kekasihnya ini pemuda hidung belang dan benar kiranya dugaan encinya itu bahwa orang she bhok ini liar
matanya setiap melihat wanita cantik maka Bhi Li memekik dan kecewa serta marah,
menyerang tapi pedangnya kali ini disentil. Bhok Li, yang mempergunakan Kuku
jarinya tiba-tiba mendemonstrasikan kelihaiannya, menolak sambaran pedang dengan
kuku Jari belaka, perbuatan yang berani dan tentu saja harus
ditambahi sinkang (tenaga sakti ) yang hebat. Dan ketika Bhi Pui juga menerjang
lawannya dan pedang yang sudah disambar kembali disentil atau ditampar akhirnya
dua enci adik ini berteriak memaki-maki karena selalu terhuyung atau
terpelanting bila ditangkis.
"Keparat, kau jahanam terkutuk, orang she Bhok. Kau manusia binatang!"
"Ha-ha, binatang kalau kita sudah telanjang, Bhi Pui.
Tapi kalau masih berpakaian begini tentu saja aku manusia.
Eh, kau ingin kutelanjangi" Kau ingin kupeluk dan kuajak bergulingan seperti
adikmu tadi?" Bhi Li dan kakaknya marah bukan main. Sekarang
mereka tahu bahwa Bhok-kongcu ini benar-benar bukan
pemuda baik-baik. Omongannya mulai kotor dan Bhi Li
menyesal kenapa ia tak mempercayai nasihat encinya,
membentak dan menerjang lagi namun Bhok Li malah
mempermainkannya. Dua tiga kali pemuda itu menangkis
dan kemudian jarinya menyelinap nakal. sebentar ke dada gadis itu dan sebentar
ke pinggulnya. Bhok-kongcu ini memperingatkan padanya bahwa baru saja mereka
memadu cinta, tak selayaknya mereka bertempur dan dimintanya agar
gadis baju biru itu menangkap kakaknya, merobohkannya. Tentu saja Bhi Li marah dan memaki
maki. Dan ketika kakaknya juga memaki namun pedang
selalu tertolak balik akhirnya Bhok-kongcu berkata bahwa dia akan merobohkan
enci adik itu. "Baiklah, kalau kalian tak mau menyerah baik-baik aku akan merobohkan kalian
berdua. Menundukkan dua kuda
betina liar sekaligus agaknya merupakan kenikmatan
sendiri. Nah, jaga Bhi Li, dan juga kakakmu......"tring!" dan pedang yang
disentil kuku jari hingga berbunyi nyaring tiba-tiba disusul pekik Bhi Li yang
terlempar, roboh terbanting dan Bhok-kongcu kini memutar tubuhnya, menyambut
pedang Bhi Pui dan dengan berani dia membuka
telapaknya. Pedang disambar dengan ke lima jari terbuka.
Dan ketika pedang membacok namun Bhok-kongcu
mencengkeram maka pedang di tangan gadis ini patah dan Bhi Pui terbanting oleh
sebuah tendangan dari samping.
"Krak-dess!" Dua kakak beradik itu berteriak. Mereka mengduh
karena kini mereka benar-benar tak berdaya menghadapi lawannya. Bhok-kongcu
betul-betul lihai. Dan ketika
mereka bergulingan namun Bhok Li berkelebat maka jari pemuda itu bergerak dan
dua kakak beradik ini tertotok, roboh tak bergerak lagi.
-ooo0dw0ooo- Jilid III "HA HA, sekarang kalian mengakui kelihaianku, Bhi
Pui. Sekarang aku dapat bersenang senang dengan kalian!"
pemuda she Bhok itu meloncat, menghampiri Bhi Pui dan
dengan leluasa ia menggerayangi tubuh gadis itu. Bhi Pui mengeluh dan memaki
maki namun Bhok kongcu malah
tertawa gembira. Dan ketika pemuda itu mencium dan
gadis baju merah ini tak berdaya maka Bhok Li sudah
membuka bajunya untuk bertindak lebih jauh.
"Brett!" Bhi Pui menjerit kecil. Bajunya, yang sudah direnggut dan robek lebar
memperlihatkan bagian tubuhnya yang
putih menggairahkan. Bhi Li di sana berteriak dan memaki maki pemuda itu, tak di
hiraukan dan Bhok kongcu sudah mendengus dan menciumi bagian ini, tertawa. Dan
ketika pemuda itu menyelinapkan jari ke perut Bhi Pui dan siap merenggut celana
gadis itu maka Bhi Li hampir pingsan dan Bhi Pui sendiri nyaris histeris.
"Bhok koko, tidak. Jangan lakukan itu. ooh ....... !"
Namun Bhok Li tertawa bergelak. Dia menggerakkan
jari dan celana itu siap direnggut. Namun tepat jari pemuda ini menempel perut
dan Bhi Pui juga hampir pingsan
mendadak sebuah tendangan membuat pemuda ini
terlempar dan terbanting.
"Orang she Bhok, lepaskan korbanmu!"
Bhok kongcu terkejut. Dia terpekik terlempar bergulingan, nafsunya lenyap terganti kaget dan marah. Dia tak mendengar suara
apa apa dan tahu tahu seseorang
menendangnya. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun
dan mau memaki mendadak ia tertegun.
"Golok Maut.....!"
Bhi Pui dan adiknya tersentak. Mereka melihat seseorang berdiri di situ,
menghadapi Bhok kongcu. Tubuhnya
membelakangi namun caping lebar jelas menutupi muka
orang ini, laki laki tegap bertubuh sedang. Dan ketika
mereka tercengang dan kaget tapi tentu saja girang maka Bhok kongcu sudah dapat
menenangkan dirinya dan kini
maju membentak, "Golok Maut, kau datang menghilangkan selera orang"
Kau berani menendangku?"
"Hm!" suara yang dingin dan beku itu serasa tak
berperasaan. "Aku datang karena tak suka melihat
perbuatanmu. Bhok kongcu. Aku muak melihat sepak
terjangmu mengganggu wanita. Pergilah dan jangan ganggu mereka lagi!"
"Keparat!" pemuda she Bhok ini marah. "Kau berani
mengusirku. Golok Maut" Kaukira aku takut" Bedebah,
coba terima ini dan mampuslah .....wut!" pemuda itu
menerjang, dua jarinya menotok ulu hati dan Golok Maut tertawa dingin. Lelaki
bercaping ini tidak mengelak atau menangkis, dia menunggu sampai dua jari pemuda
itu dekat benar. Dan ketika totokan hampir mengenai ulu
hatinya dan Bhok Li girang tiba tiba lelaki ini berkelit dan...
luputlah totokan itu serambut saja di sisi kanan.
"Eh!" Bhok Li terkejut. "Kau pamer kepandaianmu,
Golok Maut" Coba lagi yang ini... wut wut!" pemuda itu membalik, menerjang dan
kini tujuh totokan beruntun
bercuitan menyambar tubuh lawannya itu. Golok Maut
mengegos dan mengelak sana sini, kakinya tidak bergerak kecuali bagian atas
tubuhnya yang menghindari semua
serangan lawannya itu. Dan ketika Bhok kongcu terkejut dan membentak marah tiba
tiba pemuda ini sudah menghantam dan menggerakkan kelima jari menampar
kepala lawannya itu. "Dess!" Bhok Kongcu malah terbanting menjerit mengaduh
aduh. Tadi Golok Maut menggerakkan lengan dan
menangkis tamparannya itu. Dan begitu lengan beradu jari mendadak pemuda she
Bhok ini seakan menampar

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batangan baja dan kontan dia terbanting, menjerit dan bergulingan meloncat
bangun dan tampaklah kini betapa pucat muka pemuda itu. Dalam gebrakan tangan
kosong ini dia kalah! Tapi membentak dan mencabut ikat pinggangnya tiba2 Bhok
kongcu sudah memekik dan menyerang
kembali, mengerahkan sinkang dan ikat pinggangnya sudah berobah kaku seperti
lempengan baja, lurus menyambar
namun Golok Maut mengelak. Dan ketika pemuda itu
memekik dan menyerang lagi maka Golok Maut
menghindar sana sini dan membiarkan ikat pinggang lawan lewat seinci atau
serambut saja, tak pernah mengenai
tubuhnya dan Bhok Li marah bukan main, juga penasaran.
Pemuda itu membentak dan kini menggerakkan tangan
kirinya pula, mengeluarkan Ang tok kang (Tangan Racun Merah), amis menyambar dan
Golok Maut akhirnya mendengus. Dan ketika ikat pinggaag kembali menyambar nyambar dan satu saat
meledak di pinggir telinganya tiba tiba Golok Maut membentak dan menangkis
pukulan Ang tok kang yang menyambar dari tangan kiri pemuda itu.
"Plak!" Bhok kongcu menjerit. Untuk kedua kali ia terbanting
bergulingan mengaduh aduh. Ang tok kangnya, yang biasa dapat diandalkan dan
menjadi senjata utamanya setelah ikat pinggang mendadak membalik, menghantam
mukanya sendiri dan berteriak teriaklah pemuda she Bhok itu.
Hidung dan mulutnya pecah! Dan, ketika ia bergulingan meloncat bangun tahu tahu
sebuah sinar menyilaukan berkelebat menyambar rambutnya.
"Cess!" Hanya suara itu yang terdengar. Bhok kongcu, yang
terkesiap dan baru meloncat bangun tiba tiba merasa
kepalanya dingin. Dia tersentak dan meraba kepalanya itu.
Dan ketika ia melihat betapa rambutnya terpapas habis dan kepalanya gundul tiba
tiba pemuda ini terbelalak dan
tertegun. "Nah," suara dingin itu membuatnya tergetar. "Kali ini rambutmu yang kubabat,
Bhok kongcu. Kalau kau tak mau pergi maka jangan salahkan kalau lehermu yang
menjadi korban berikut!"
Bhok kongcu ngeri. Tiba tiba dia menyadari bahwa
Golok Maut bukan tandingannya, sekali berkelebat tiba tiba dia dibuat gundul.
Maka mengeluh dan menyambar ikat
pinggangnya kembali mendadak pemuda ini meloncat dan
melarikan diri, berteriak ketakutan dan lenyaplah pemuda itu di luar hutan. Dan
begitu lawan melarikan diri dan Golok Maut menggerakkan dua jarinya tiba tiba
dari jauh dia sudah membebaskan totokan Bhi Li dan Bhi Pui.
"Tuk!" Dua gadis itu tertegun. Mereka tiba tiba bebas, dapat menggerakkan tubuh. Dan
begitu mereka meloncat bangun maka Bhi Pui terisak memaki Bhok kongcu itu.
"Orang she Bhok awas lain kali kalau kita bertemu lagi.
Kubunuh kau!" "Tak mungkin," suara Golok Maut terdengar hambar
dan enteng. "Kalian berdua tak dapat mengalahkannya,
nona. Sebaliknya pergi dan hindari pemuda itu agar tidak ditimpa malapetaka."
Bhi Pui tertegun, tiba tiba terisak. "Golok Maut, terima kasih atas
pertolonganmu." katanya. "Tapi kau pun
berhutang sebuah jiwa kepadaku.....sing!" dan pedang yang menyambar menusuk
Golok Maut tiba tiba membuat laki
laki itu tertegun, mengelak dan Bhi Li tiba tiba berteriak
pula. Kakak beradik ini sekonyong konyong menyerangnya dan mereka tampak
beringas. Dan ketika Golok Maut
berlompatan dan mengelak lagi maka laki laki itu
mendengus dan bertanya dingin,
"Hutang jiwa apa yang kalian maksud" Kalian tidak
menghentikan serangan?"
"Keparat, kau membunuh ketua Pek kiok pang, Golok
Maut. Dia adalah paman dari ibu ku!"
"Hm, siapa ibu atau ayah kalian?"
"Ibuku Coa Eng, sudah meninggal. Sedang ayahku
adalah Bhi Kong... sing singg!" dan pedang yang kembali menyambar namun dielak
mudah tiba tiba membuat Golok
Maut tersenyum mengejek, menghindar sebuah serangan
lagi dan sekonyong konyong dua jarinya bergerak, menjepit pedang Bhi Pui. Dan
ketika Bhi Li di sana berteriak marah dan Golok Maut tertawa dingin mendadak dia
sudah menekuk pedang yang dijepit dan menendang Bhi Li, tepat di pergelangan tangannya
hingga pedang di tangan gadis itu terlepas.
"Pergilah, aku tak dapat membunuh kalian, nona. Kalian bukan she Coa atau
Ci....tring!" dan pedang yang terlempar serta jatuh di tanah tiba tiba disusul
teriakan Golok Maut yang berkelebat lenyap menghilang dengan caranya yang luar
biasa dan dua kakak beradik itu bengong. Mereka
ditampar dan dirobohkan begitu mudah, bahkan, pedang
Bhi Pui patah menjadi dua dan Golok Maut mendemonstrasikan kehebatan jarinya. Tentu saja mereka terkejut. Tapi begitu
sadar dan menjerit membanting kaki tiba tiba Bhi Pui mengutuk dan memaki habis
habisan. "Golok Maut, kau bedebah keparat. Kenapa tak
membunuh kami sekalian agar bertumpuk dosamu" Kenapa
membiarkan kami hidup dan harus mencarimu lagi"
Hutang jiwa tetap dibayar jiwa, Golok Maut. Kami tak mau sudah!"
"Sudahlah," Bhi Li tiba tiba menggenggam tangan
encinya, menggigil. "Kita telah diselamatkan Golok Maut, cici. Apa yang akan
dilakukan Bhok kongcu tadi sungguh melebihi kematian. Kukira jasa Golok Maut
lebih besar dibanding hutangnya."
"Ya, dan ini gara gara kau, Bhi Li. Kalau kau tak
menentang dan membela si hidung belang itu barangkali tak akan kita bertemu Bhok
kongcu. Kau tak percaya nasihatku, keras kepala!"
"Maaf, aku salah, cici. Sekarang aku sadar. Kau
hukumlah aku kalau perlu dihukum!"
Bhi Pui tiba tiba menangis. Setelah adiknya menyerah
dan terisak begitu mendadak mereka saling tubruk,
betapapun mereka berdua adalah saudara dan tak perlu
kiranya memarahi yang lain habis2an. Mereka hampir
tertimpa bencana dan sesungguhnya apa yang dilakukan
Bhok kongcu itu memang jauh lebih kejam daripada
kematian sendiri. Untunglah, Golok Maut datang dan
mereka selamat. Dan ketika keduanya menangis dan saling peluk tiba tiba
berkelebat dua pemuda yang mengejutkan mereka.
"Nona, mana Golok Maut?"
Bhi Li dan kakaknya tertegun. Tiba tiba mereka
melepaskan diri bersiap. Pandangan tampak tak bersahabat dan Bhi Li bahkan
mencabut pedangnya, sinar mata mereka curiga dan tak percaya. Kejadian dengan
Bhok kongcu tadi telah membuat mereka terguncang, setiap pemuda rasanya bakal
dimusuhi dan Bhi Li mengedikkan kepala. Dan ketika dua pemuda itu mengerutkan
kening dan mereka kelihatan
terkejut melihat sikap dua gadis cantik itu tiba tiba Bhi Li membentak,
"Kalian siapa" Sahahat Bhok kongcu?"
Dua pemuda ini saling pandang, yang satu dengan yang
lain tampak tidak mengerti. Tapi menjura dan melipat
lengannya pemuda di sebelah kiri tiba tiba berkata. "Maaf, kami tidak mengerti
siapa yang kau maksud, nona. Kami adalah dua sekawan yang kebetulan saja
mendengar teriakan kalian tadi, yang menyebut nyebut Golok Maut.
Aku adalah Keng Han sedang temanku ini Tong, tak kenal mengenal dengan Bhok
kongcu." "Hm, ada hubungan apa dengan Golok Maut?"
"Kami, ah, ... kami bingung. Dulu kami memusuhinya
tapi sekarang rupanya tidak. Kami pernah ditolong Golok Maut dan berhutang budi.
Maaf, siapakah nona berdua"
Apakah diganggunya?"
Bhi Li memandang kakaknya. "Bagaimana, cici,"
bisiknya, "apakah mereka ini juga pemuda pemogoran
seperti Bhok kongcu?"
Bhi Pui tertegun. Dia mengamati tajam dua pemuda itu, yang berdebar. Tapi tak
melihat "mata minyak" di
pandangan dua pemuda itu gadis ini menggeleng.
"Tampaknya bukan," balasnya berbisik. "Tapi kita harus berhati hati, Bhi Li.
Betapapun mereka juga pemuda yang baru kira kenal."
"Hm, kalian bicara apa" Keng Han, pemu da yang sudah
kita kenal bertanya keheranan. "Apakah kani terlihat
sebagat orang jahat?"
"Kalian dari manakah" Bhi Pui melangkah maju, kini
mendahului adiknya. "Apakah mencari Golok Maut untuk
memusuhi orang orang she Coa atau Ci pula ?"
"Ah tidak." Su Tong kali ini bicara. "Kami justeru tak setuju dengan sepak
terjang Golok Maut nona. Kami
bahkan disuruh guru kami untuk mencegah perbuatan
Golok Maut ini, tapi kami gagal. Kami adalah murid murid Pek lui kong asal dari
utara." "Pek lui kong" Dewa Halilintar itu ?"
"Hai, nona kenal?" Su Tong girang. "Benar, nona Kami
adalah......" "Wut!" gadis itu tiba tiba menyerang, membuat Su Tong menghentikan kata katanya
dan pemuda itu berseru kaget.
Bhi Pui menyerangnya tanpa banyak cakap lagi, hal yang juga mengherankan Bhi Li,
adiknya. Dan ketika pemuda itu berteriak teriak dan mengelak serta menghindar
sana sini, maka Bhi Pui berseru pada adiknya agar menyerang pula pemuda satunya,
Keng Han. "Bhi Li, serang pemuda itu. Cepat!"
Bhi Li tertegun. Tapi percaya bahwa encinya pasti
mempunyai alasan tertentu mendadak gadis ini menggerakkan pedangnya dan membentak menyerang
Keng Han. Dan begitu pedang berdesing dan Keng Han
kaget maka sama seperti teman nya dia pun mengelak dan berseru,
"Eh, apa apaan ini, nona" Kenapa menyerang?"
"Tutup mulutmu!" Bhi Pui membentak. "Kami tak
percaya siapa saja, orang she Keng. Perlihatkan dan
tunjukkan dulu kepada kami apukah benar kalian murid
Pek lui kong!" Kini mengertilah Bhi Li. Gadis baju biru ini mengangguk tapi Keng Han dan Su
Tong masih keheranan. Mereka itu kaget tapi juga marah, tak mengerti bahwa Bhi
Pui ingin melihat ilmu mereka, apakah benar murid Pek lui kong atau
bukan. Maklum, Bhi Pui sekarang tak gampang percaya
terhadap siapa pun, khuswnya laki laki. Maka begitu
dibentak dan diserang pedang segera Keng Han berkelebatan dan keluarlah pukulan pukulan Lui kong
ciangnya, meledak dan menangkis dan dua anak muda itu terhuyung. Keng Han
mengarah pergelangan tangan, tak
berani mata pedang karena dilihatnya serangan Bhi Li
cukup berbahaya, pedang mendesing dan Su Tong di sana juga mengelak sambil
menangkis. Mau tak mau mereka
mengeluarkan Lui kong ciangnya karena itulah yang
mereka miliki, ilmu andalan dari Pek lui kong, guru
mereka. Dan ketika benturan atau ledakan membuat Bhi
Pui percaya bahwa dua pemuda ini betul betul murid si Dewa Halilintar tiba tiba
dia menghentikan serangannya dan berseru pada adiknya pula agar berhenti.
"Cukup!" seruan itu mencengangkan Keng Han dan
temannya. "Mereka betul murid murid Pek lui kong, Bhi Li.
Hentikan dan jangan menyerang lagi!"
Bhi Li menghapus keringat, pipinya kemerah merahan.
Dan ketika dia meloncat dan mendekati encinya maka gadis itu menyimpan pedang
dan Bhi Pui pun agak jengah.
"Maaf, kami hanya ingin mencoba, sobat. Kami ingin
membuktikan apakah kalian benar murid locianpwe Pek lui kong!"
"Hm," Keng Han kini maju menghampiri, merangkapkan kembali kedua tangannya. "Nona berdua
siapakah" Kenapa tampaknya bercuriga kepada setiap
orang?" "Kami baru diganggu Bhok kongcu!" Bhi Li tiba tiba
berseru. "Kami tak mau ditipu lagi, sahabat. Dan terus terang enci kami tak mau
celaka!" "Siapa yang kalian maksud" Bhok kongcu yang mana ?"
"Bhok Li, si hidung belang itu. Kalian kenal?"
Keng Han tertegun. "Sudahlah," Bhi Pui menggamit adiknya. "Kami
sekarang tahu bahwa kalian bukan orang orang golongan sesat, sobat. Guru kalian
locianpwe Pek lui kong cukup menjadi jaminan."
"Maaf," Keng Han maju lagi. "Bolehkah kami tahu
suipa nona berdua" Dari mana dan mau ke mana?"
"Aku Bhi Pui, ini adikku Bhi Li," Bhi Pui terpaksa
mengaku, tak enak karena orang telah menunjukkan
identitas. "Kami tadinya mau mencari Golok Maut tapi
malah celaka, sobat. Sekarang kami mau kembali!"
"Eh, tunggu!" Su Tong sekarang melompat. "Kami juga
hampir celaka, nona. Kalau Golok Maut tak datang
menolong barangkali kami sudah menjadi mayat. Apakah
nona mencari Golok Maut karena permusuhan?"
"Hm," Bhi Pui tiba tiba bersinar. "Golok Maut
membunuh paman ibuku, sobat. Ketua Pek kiok pang!"
"Ah, nona dari sana?"
"Benar, tapi kami hanya kerabat."
"Kalau begitu Golok Maut berhutang sebuah jiwa!"
"Ya, dan kami man membalas dendam. Tapi sayang,
kepandaian kami rendah sekali dan Golok Maut itu amat lihai. Kalau saja kami
tidak begini bodoh dan rendah tentu kami cari si Golok Maut itu biar pun ia lari
ke ujung dunia!" "Tapi nona katanya ditolong......"
Bhi Pui tertegun. "Maaf, bolehkah kami tahu bagaimana Golok Maut itu
menolong kalian" Apakah Bhok kongcu yangkalian sebut
sebagai pemuda hidung belang itu mengganggu kalian?"
"Hm.....!" gadis ini berkilat matanya. "Apakah urusan kami perlu kalian ketahui


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedetail detailnya" Apakah kalian tidak punya kerjaan hingga kalian ingin
mengetahui urusan kami?"
Keng Han terkejut. "Maaf, nona," katanya. "Temanku
ini barangkali terlalu lancang. Kami menarik kembali
pertanyaan kami dan barangkali maksud temanku ini
adalah ingin menbantu kalian kalau bertemu Bhok kongcu itu, mengetahui apa yang
ia lakukan dan bermaksud membela. Kalau kami dianggap terlalu jauh biarlah kami tak bertanya lagi dan
mohon maaf!" Bhi Pui merah mukanya. Terhadap Keng Han ia merasa
ditundukkan. Dua kali ia bersikap keras dan dua kali pula pemuda itu meminta
maaf, halus dan lembut tutur katanya.
Tentu saja membuat ia malu namun mendengus, menutupi
rasa malunya. Dan ketika Bhi Li tertarik dan mengamati pemuda tampan ini maka Su
long juga menjura dan minta maaf.
"Baiklah, maafkan kami, nona. Kami tak bermaksud
mencampuri. Pertanyaanku tadi hanyalah kumaksudkan
untuk mengetahui siapa Bhok kongcu yang membuat kalian marah marah itu. Kalau
kami sudah tahu dan bertemu di tengah jalan barangkali kami akan menghajarnya
dan membalas perlakuannya terhadap kalian. Apakah ia kira kira sama dengun Mao siao
Mo li?" "Siapa itu Mao siao Mo li?"
"Wanita cabul. Kami diganggunya dan hampir saja kami
malu. Siluman Kucing itu......."
"Sudahlah." Keng Han tiba tiba menarik temannya,
memotong. "Urusan kita tak usah diberitahukan orang lain, Su Tong. Itu adalah
peristiwa memalukan. Jangan
membukanya di depan ji wi siocia (dua nona) ini!" dan tersenyum menghadapi Bhi
Pui tiba tiba Keng Han bertanya. "Sekarang nona mau ke mana" Apakah masih
hendak mencari Golok Maut" Kalau begitu kita dapai
bersama, barangkali ji wi (anda berdua) tidak keberatan."
Bhi Pui tertegun. Tiba tiba adiknya melirik, mereka
saling pandang namun gadis baju merah itu mendengus.
Dan ketika Keng Han menunggu jawaban dan dua pemuda
itu rupanya ingin mendekati mereka mendadak gadis ini menyambar tangan adiknya
dan berkelebat pergi. "Maaf. kami masih ada urusan lain, sobat. Biar kita
berpisah dan mengerjakan pekerjaan sendiri sendiri!"
"Hei..." Su Tong terkejut, mau memanggil namun Keng
Han menekan pergelangan temannya. Sikap ketus dan galak dari Bhi Pu membuat ia
maklum bahwa mereka tak boleh
berdekatan. Maka begitu dua enci adik itu lenyap dan Su Tong kecewa tiba tiba ia
berbisik. "Kau mau mengikuti"
"Bukankah kita mau pulang?"
"Hm, kalau kau tertarik pada gadis baju biru itu boleh saja kita mengikuti, Su
Tong. Si baju merah yang galak itu juiteru menarik hatiku!"
"Kau tertarik pada encinya?"
"Ya. dan kau pada adiknya, bukan?"
"Ha ha, kalau begitu......."
"Kalau begitu kita ikuti mereka, Su Tong. Tapi hati hati dan dari jauh saja!"
dan begitu keduanya tertawa dan saling
sambar tiba tiba Keng Han dan Su Tong bergerak
mengikuti, mengerahkan ilmu lari cepat mereka dan segera enci adik itu dikejar.
Bhi Pui dan Bhi Li sudah lenyap di depan. Namun karena dua pemuda itu juga
memiliki kepandaian yang tak berselisih jauh karena terbukti mereka tadi dapat menghadapi
enci adik itu maka Keng Han dan Su Tong sudah lenyap dan berkelebat membuntuti
kakak beradik itu. Dan begitu mereka meninggalkan hutan dan lenyap di sana maka Bhi Li
dan kakaknya tak menduga kalau diikuti. OdwO Kota raja. Sejak menduduki istananya dan hidup sebagai penguasa maka Li Ko Yung,
penguasa itu selalu dikelilingi pembantu pembantunya. Satu diantaranya yang
paling dekat adalah pangeran Coa, saudara sepupu dari garis
keturunan ibu. Dan karena siapa yang dekat dengan kaisar tentu merupakan orang
berpengaruh dan pangeran ini pun juga demikian maka "Coa ongya, pangeran Coa,
merupakan orang yang disegani dan ditakuti. Bahkan
pangeran itu hampir menyamai kaisar sendiri sepak
terjangnya. Apa yang diinginkan biasanya dituruti.
Maklum, di samping sebagai pembantu kaisar dia juga
masih ada ikatan kekeluargaan. Dekat hubungannya
dengan kaisar. Dan karena pengaruhnya yang besar dan
juga darah kebangsawanannya maka pangeran ini merupakan pangeran yang menonjol dari semua pangeran
yang ada di istana. Coa ongya adalah pangeran yang belum begitu tua.
Usianya masih empatpuluhan tahun namun roman
mukanya masih tampak muda, meski pun agak gemuk.
Memiliki banyak selir dan seorang isteri yang memberi keturunan dua orang anak
laki laki. Dan karena dia adalah pangeran yang dekat dengan raja dan hidup
senang di istana maka hampir tak ada kesusahan yang dialami
pangeran ini, segi duniawinya. Tapi karena sebagai manusia dia juga mempunyai
cacad dan kekurangan di sana sini
maka betapapun senangnya hidup di istana raaanya masih kurang nyaman juga kalau
hidup tanpa pelindung. Dan
empat orang tokoh melindungi pangeran itu.
Pertama adalah si Kaki Besi, Tiat Kak. Orangnya gundul dan berkepala hitam.
Leher ke bawah kuning bersih dan orang akan terheran heran melihat keadaan
pelindung Coa ongya yang satu ini, maklum, kulitnya berwarna dua.
Kepala hitam sedang tubuh kuning bersih. Kepandaiannya, sesuai julukannya adalah
sepasang kakinya itu. Kalau tokoh ini sudah berpuntir maka siapa pun tak sanggup
menghadapi sepasang kakinya yang hebat. Tahan bacokan senjata tajam dan keras
seperti besi. Dia mendapat julukan karena kakinya itu. Dan karena si Kaki Besi
Tiat Kak ini berdarah Mongol campuran dan berasal duri utara maka
untuk daerah utara tak ada yang tidak mengenal namanya.
Dulu, lima tahun yang lalu pernah si Kaki Besi ini
mendemonstrasikan kepandaiannya. Dihadapi limapuluh
orang tubuhnya didorong dorong tak bergeming dan
akhirnya seekor gajah diambil. disuruh menarik si Kaki Besi itu namun justeru
gajahnya yang mendengus dengus.
Binatang itu sampai berkeringat tapi Tiat Kak tak
bergeming. Dan ketika gajah berkutat dan lawan juga
bertahan akhirnya tali penarik putus dan gajah terjengkang!
Itu kepandaian bertahan, pasangan bhesi (kuda kuda)
yang ampuhnya luar biasa dan semua orang kagum. Coa
ongya sendiri menemukan orang aneh ini ketika berburu, bertemu dan akhirnya
berhasil membujuk tokoh luar biasa itu, tinggil di istananya dan menjadi
pelindungnya. Namun karena Tiat Kak masih dirasa kurang dan pangeran ingin
tambah muka beturut turut didaptatnya tiga tokoh yang
lain, masing masing adalah Pek mo ko ( Setan Putih ) dan Hek mo ko ( Setan Hitam
) serta Yalucang, seorang tokoh tinggi besar berasal dari pedalaman Tibet, jauh
di barat. Dan kini dilindungi oleh empat orang luar biasa ini Coa ongya merasa tenteram.
Tapi, benarkah" Sesungguhnya sebuah peristiwa mengusik ketenangan
pangeran itu. Dia teringat kejadian belasan tahun yang lewat, kejadian yang tak
akan di lupakannya seumur hidup dan dia merasa ngeri. Kejadian dua kakak beradik
jauh di Cin ling san. Namun karena paristiwa itu sudah berhenti dan tak ada
kelanjutannya lagi maka peristiwa itu seakan sebuah mimpi buruk bagi sang
pangeran. Empat pembantunya, tokoh tokoh luar biara itu memang
dapat diandalkan. Pek mo ko dan Hek mo ko adalah
sepasang suheng dan sute yang dapat menghilang. Mereka memiliki ilmu hitam dan
juga kebal, kepandaiannya tinggi dan dulu pernah dicoba diadu dengan si Kaki
Besi, tak ada yang kalah dan menang karena masing2 sama lihai. Dan
karena Yalucang juga seorang kakek hebat yang dapat
menyemburkan api lewat mulutnya dengan ilmu Hwee
kang (Ilmu Api) maka tokoh Tibet itu juga tokoh
mengagumkan yang sekaligus melindungi istana, berempat bersama yang lain
sekaligus mendapat tugas melindungi kaisar, menjadi pengawal bayangan. Dan
karena mereka adalah orang orang luar biasa yang selama ini tak
terkalahkan maka istana benar benar tenang dan aman.
Tapi hari itu agak lain. Coa ongya yang mendengar
munculnya Golok Maut tiba tiba memanggil keempat
pembantunya, bertanya apakah empat pembantunya itu
tahu. Tapi Tiat Kak dan teman temannya yang menggeleng justeru mengeluarkan tawa
mengejek. "Ah, itu kata orang, ongya. Golok Maut rupanya lihai
dan juga tokoh baru. Hamba belum mengenal nama ini
kecuali akhir akhir ini saja. Ada apakah?"
"Hm, kau tak mendengar ancamannya?"
"Ancaman apa?" "Dia akan membunuh orang orang she Coa dan Ci.
Apakali kalian tidak dengar?"
"Ha ha!" si Kaki Besi tertawa lantang. "Paduka tak perlu khawatir, ongya. Ada
hamha di sini. juga Pek mo ko dan lain lain. Kalau dia berani mengganggu paduka
biarlah dia mampus di sini?"
"Tidak, aku tak menghendaki dia datang di sini. Tiat
Kak. Aku ingin satu atau dua orang diantara kalian pergi menyelidiki. Aku
teringat seseorang!"
Si Kaki Besi terkejut. "Paduka takut?"
Sang pangeran merah. Kalau pertanyaan ini dilontarkan orang lain barangkali dia
sudah menggebrak kursi dan
menyuruh tangkap orang yang kurang ajar begitu tak akan lama berhadapan d
ngannya. Tapi karena yang bertanya
adalah pembantunya terpercaya dan Tiat Kak juga tidak bermaksud mengejek maka
pangeran ini menggigit bibir.
"Bukan takut," jawabnya lirih. "Hanya aku tak mau
orang ini membuat huru hara. Tiat Kak. Dan ancamannya itu berarti penghinaan
pula bagi diriku. Juga kebetulan adikku Ci Kung ber she Ci!"
"Hm, Jadi bagaimana maksud paduka?"
"Aku ingin mengutus kalian, selidiki dan kalau perlu
tangkap orang itu!" "Baik, hamba siap, paduka. Sekarang juga hamba
berangkat!" "Nanti dulu," sang pangeran menggerakkan lengan.
"Tunggu, Tiat Kak, berunnding dulu dengan temanmu!"
"Ha ha,.., untuk apalagi" Biar mereka berjaga di sini, pangeran. Hamba akan
melaksanakan tugas dan membekuk
si Golok Maut itu!" "Tidak berdua?"
"Ah, untuk apa" Hamba sendiri cukup, ongya. Tak perlu kawan!" dan si Kaki Besi
yang melompat dan menghilang keluar lalu berkelebat dan meninggalkan istana,
mendapat tugas dan ingin membeluk si Golok Maut, nama yang akhir akhir ini
mencuat di permukaan dunia kang ouw setelah mengobrak abrik Hek liong pang. Tak
mau berteman karena dia percaya pada kekuatan diri sendiri, juga sekalian ingin pamer dan
unjuk jasa pada majikan, kalau dia dapat menangkap Golok Maut! Dan begitu satu
diantara empat pembantu Coa ongya pergi meninggalkan istana maka
pangeran berpesan agar tiga yang lain berhati hati,
"Jaga baik baik sekeliling istana. Jangan sampai kita disatroni musuh!"
"Baik." Pek mo ko dan Hek mo ko mengangguk,
mendengus ke arah lenyapnya si Kaki Besi dan mereka
mendongkol. Sebenarnya mereka ingin mengajukan diri
tapi Tiat Kak mendahului, sombong dun ingin menunjukkan jasa. Dan ketika Yaulucang juga berkelebat pergi dan kakek tinggi
besar itu tak berkata sepatah pun maka malam itu istana lowong satu bagian,
yakni bagian yang biasa dijaga si Kaki Besi, bagian timur. Malam itu tak ada apa
apa tapi malam berikut terjadi kegenparan. Malam kedua ini gedung Coa ong ya
disatroni musuh. Golok Maut, yang dicari si Kaki Besi mendadak muncul, hadir dan datang di tengah
tengah mereka. Dan ketika malam itu
terjadi kegegeran besar maka untuk pertama kali istana dibuat guncang, bahkan
kaisar sekalipun! Wakiu itu, seperti biasa keadaan tenang tenang saja.
Ketenangan yang sudah berjalan lama memang membuat
orang akhirnya lengah. Yalucang si kakek tinggi besar tidur tidur ayam di sudut
barat, sementara Hek mo ko dan Pek mo ko berada di utara dan selatan. Jadi,
bagian timur kosong dan justeru di bagian inilah Golok Maut masuk, dimulai
dengan jeritan seorang pengawal yang tiba tiba terbungkam. Suaranya seperti ayam
dicekik, mendadak hilang. Dan karena tempat itu jauh dari penjagaan tiga orang ini dan suasana
juga masih biasa biasa saja maka Pek mo ko mau pun yang lain lenggut lenggut di
tempat jaganya. kecuali tiga penjaga yang berada di gardu
terdepan, kebetulan mendengar suara aneh itu.
"Eh, apa kiranya?"
"Hm, siapa tahu" Barangkali seorang mabok yang jatuh
ke parit, Siok Lun. Coba kau periksa!"
Siok Lun, penjaga bersenjata tombak melom pat.
Komandannya memberi perintah dan ia menyelidiki. Dia
khawatir karena itu seperti suara teman nya yang sedang meronda dari gardu
kedua, di samping kanan. Maka
menjenguk dan meloncat ke ke tempat ini tiba penjaga itu sudah bergerak dan
melihat keadaan. Namun apa yang
terjadi" Komandannya tiba tiba mendengar suara berdebuk, disusul keluhan lirih
dan akhirnya diam. Tentu saja
membuat komandan dan pembantunya yang satu lagi
terkejut, keluar dan memanggil manggil Siok Lun. Namun ketika tak ada jawaban
dan dua orang itu curiga akhirnya sang komandan mengajak bawahannya yang tinggal
seorang dan meloncat mendekati tempat itu. Tapi baru
mereka bergerak tiba tiba dua orang itu terbanting.
"Berhenti di tempatmu!"
Sang komandan dan temannya terkejut. Mereka mau
berteriak tapi suara tiba tiba tak dapat dikeluarkan, kiranya mereka telah
ditotok dan tampaklah kini seorang laki laki bercaping yang tegak berdiri di
depan mereka. Mukanya hampir
tak kelihatan karena menunduk, sengaja

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersembunyi di balik capingnya yang lebar itu. Dan ketika mereka tertegun dan
terbelalak dengan muka pucat maka laki laki itu mendesis.
"Kalian tahu di mana kamar Coa ongya?" Komandan
dan pembantunya menggeleng geleng.
"Kalian tak tahu pula di mana Ci ongya ( pangeran Ci )
?" Dua orang itu juga menggeleng berulang ulang.
"Hm, kalau begitu biar kalian berdua tidur di
sini....dess!" dan sang komandan beserta teman nya yang mengeluh ditendang
lawannya tiba2 terbanting dan pingsan di semak belukar, tak dipaksa mengaku
namun lelaki bercaping itu langsung membuat mereka "yidur". Sikapnya dingin dan tidak banyak
omong. Dan begitu gardu pertama kosong dan laki laki ini mendengus maka dia
berkelebat dan sudah melayang di atas genreng, berkelebatan dari satu tempat ke
tempat yang lain dan sekali kali dia turun, menenteng seseorang yang agaknya
pengawal atau pelayan, bertanya tapi akhirnya membanting pengawal atau pelayan
itu ke bawah. Dia bertanya tentang Coa ongya namun tak seorang pun yang menjawab
tahu. Pangeran itu memang
merahasiakan tempat tidurnya, tentu saja laki laki ini marah. Dan ketika dia
membuka dan menutup genteng
namun bayangan Coa ongya tak berhasil ditemukan
akhirnya dia melayang turun dan langsung berhadapan
dengan tujuh pengawal di pintu masuk, di geduug utama.
Tindakan yang amat berani!
"Aku ingin bertemu Coa ongya. Beritahukan padanya!"
Tujuh pengawal tersentak. Meeka kaget karena tahu tahu seseorang meluncur dari
atas genteng dan sudah berdiri di depan mereka. Dan ketika semunnya bangkit
berdiri dan bertanya siapa dan apa keperluan lelaki itu maka Golok Maut, tokoh
ini bicara hambar, "Aku ingin bekerja di sini, melamar pekerjaan."
"Keparat. malam malam begini" Bohong, kau dusta,
orang asing. Buka capingmu itu dan tunjukkan kepada kami siapa dirimu!"
"Hm, Coa ongya akan tahu. Panggil dia ke mari atau
bawa aku menghadap padanya!"
Ributlah tujuh pengawal itu. Tentu saja mereka curiga karena tak ada orang
melamar pekerjaan di malam hari, apalagi dengan cara dan sikap yang begitu aneh,
menyembunyikan muka dalam caping dan meluncur dari
atas. Seakan siluman! Maka membentak dan berloncatan
mengepung laki laki itu pengawal di depan membentak,
"Orang asing, jangan maeam macam. Buka dan perlihatkan dulu siapa dirimu, atau
kau kami tangkap!" "Hm, kalian main main?"
"Siapa main main" Kaulah yang main main. Kau
mencurigakan dan terpaksa kami tangkap. Menyerahlah!"
namun baru pengawal ini selesai membentak tiba tiba
Golok Maut berkelebat, jarinya bergerak dan robohlah
pengawal itu. Dia terbanting dan berdebuk menimpa lantai, pantatnya lebih dulu.
Dan ketika pengawal itu berteriak dan teman temannya yang lain terkejut dan
berseru keras mendadak Golok Maut sudah membagi bagi tamparan dan
pukulan, menendang mereka dan satu persatu akhirnya
mencelat bergulingan. Golok Maut meloncat dan akhirnya masuk ke dalam. Dan
ketika laki laki itu melempar atau menendang meja kursi maka gedung Coa ongya
gempar dan pengawal pun berteriak teriak.
"Awas, ada penjahat.....!"
"Kepung, kita kemasukan maling...!"
Dan keuka tujuh pengawal itu bangkit lagi dan berseru menubruk lawannya maka
Golok Maut membalik dan kembali mereka dibuat terpelanting, jatuh bangun dan
Golok Maut mendengus. Saat itu pengawal berdatangan
dan muncullah mereka dari segala penjuru, teriakan tujuh pengawal mengejutkan
mereka dan semua berdatangan.
Namun ketika mereka menyerang dan Golok Maut
membagi bagi tendangan maka ada diantaranya yang
mengenal laki laki bercaping itu.
"Golok Maut! Dia Golok Maut.... " dan begitu teriakan ini menggema di gedung Coa
ongya maka tanda bahaya dipukul dan orang pun terbelalak, maju menyerang lagi namun mereka terlempar tak
keruan, Golok Maut mendorong dan mengibaskan tangannya ke sana ke mari,
angin pukulan menjengkangkan mereka dan berteriak
teriaklah para pengawal itu. Dan ketika istana terguncang dan nama Golok Maut
disebut semua mulut barulah Pek
mo ko dan Hek mo ko datang, juga kakek tinggi besar
Yalucang. Namun ketika mereka tiba di sana ternyata
Golok Maut sudah menghilang mencari cari pangeran Coa.
"Dia terbang ke situ, naik ke atap!" Hek mo ko dan Pek mo ko menggeram. Mereka
merasa kebobolan, melihat
puluhan pengawal merintih rintih dan tentu saja mereka marah, juga malu. Hal itu
mencoreng nama mereka di mata Coa ongya. Maka begitu membentak dan menjejakkan
kakinya tiba tiba sepasang kakek iblis ini lenyap, melayang keatas dan mereka
sudah disusul Yalucang. Kakek tinggi besar itu juga kaget dan marah. Itu tak
boleh terjadi. Meka begitu mereka bertiga sama sama melayang ke atas dan
Yalucang menggeram geram mereka sudah melihat sesosok bayangan berkelebat di
wuwungan timur. "Golok Maut, berhenti...... !"
Bentakan itu tak mendapat sambutan. Golok Maut yang
ada di wuwungan timur tiba tiba lenyap. Gerakannyn
demikian luar biasa dan Hek mo ko seta Pek mo ko terkejut.
Mereka melihat kepandaian ginkang ( ilmu meringankan
tubuh) yang hebat sekali, ringan dan tanpa suara. Dan ketika mereka mengejar dan
berjungkir balik di sini akhirnya Pek mo ko berkata agar mereka berpencar, "Kau ke kiri, aku ke kanan!"
"Hm, dan aku terus ke depan, Mo ko. Cari dan bekuk si Golok Maut itu!" Yalucang,
yang kini mulai bersuara tiba tiba ke wuwungan barat. Mereka sudah berpencar
sementara pengawal di bawah berteriak teriak. Pangeran Coa cepat diberi tahu dan
tentu saja pangeran itu pucat, terkejut dan bersembunyi. Dia di kamar rahasianya
ketika Golok Maut datang, kini menuju ruang bawah tanah di
mana kamar rahasianya itu berhubungan. Dan ketika
pengawal dan pembantu pembantunya membentak mencari
Golok Maut maka Pek mo ko yang berkelebat ke kanan
akhirnya melihat lagi bayangan si Golok Maut, yang mau menyelinap di sebuah
wuwungan bersusun. "Golok Maut, berhenti!" Pek mo ko melengking,
menyambit tujuh sinar hitam dan tujuh jarum rahasia
mendahului tubuhnya, menyambar Golok Maut. Tapi
ketika Golok Maut mengibakan lengan ke belakang dan
jaium jarum hitam itu runtuh maka Pek mo ko terkejut dan kembali melihat
lawannya menghilang. "Keparat, ke mana kau mau lari?" tokoh ini membentak
lagi, berkelebat namun Golok Maut tak ada di situ.
Kecepatan geraknya yang begitu luar biasa membuat Pek mo ko tertegun juga,
memaki namum terus mengejar. Diam diam Pek mn ko terkesiap karena itulah ilmu
meringinkan tubuh yang hebat sekali, dia penasaran dan terus mencari, kemanapun
Golok Maut bersembunyi. Dan ketika Pek mo
ko berkelebatan sementara pengawal di bawah masih
berteriak teriak mendadak Golok Maut ada di belakangnya dan mendengus dingin,
"Pek mo ko, kau sekarang membantu Coa ongya?"
Iblis ini kaget bukan main. Suara lawan yang terasa
begitu dekat di belakang tengkuknya membuat Pek mo ko membalik secepat kilat,
kaget karena dia merasa ditiup sesuatu. Dan begitu iblis ini membentak sambil
menangkis maka bertemulah lengan iblis itu dengan lawannya.
"Dukk!" Pek mo ko tergetar, terpental tiga tindak. Dan ketika iblis itu berseru kaget
dan berjungkir balik mematahkan
kekuatan lawan maka kakek itu sudah tegak menggigil di atas genteng, untuk
periama kali berhadapan dengan Golok Maut, tokoh misterius yang akhir akhir ini
namanya mengguncang jagad! "Golok Maut, mau apa kau di sini" Mencari siapa?"
Bentakan itu lebih ditujukan untuk memulihkan
ketenangan iblis itu sendiri. Pek mo ko terguncang karena dalam adu pukulan tadi
dia dibuat terpental, terbelalak dan melihat tokoh yang menggemparkan ini,
seorang laki laki yang wajahnya tertutup caping lebar, sengaja menyembunyikan diri dan dia tak dapat melihat siapa
lawan. Hal yang tentu saja membuat kakek itu gusar. Dan ketika dia membentak dan
mereka berada di sebuah wuwungan tinggi di mana kiri kanannya diapit wuwungan wuwungan lain maka mereka
seolah berdua di situ, tak
terlihat pengawal di bawah.
"Aku mau mencari Coa ongya. Pertemukan aku
dengannya atau panggil dia ke mari."
Pek mo ko mendelik. "Kau mau apa?"
"Membunuhnya." Kakek iblis ini membentak. Tiba tiba dia berkelebat dan menyerang lawannya itu,
marah karena suara si Golok
Maut demikian tenang dan dingin, seolah tak memandang dirinya. Maka begitu
ketenangannya pulih dan Pek mo ko berkelebat tiba tiba kakek itu sudah
meluruskan kedua tangannya menghantam sekaligus merenggut caping di
kepala lawan, bergerak cepat karena sudah tak mau bicara lagi. Lawan telah
menyatakan maksudnya dan tentu saja dia gusar. Tapi ketika Galok Maut berkelit
dan serangannya luput maka kakek ini terkejut dan melengking tinggi,
membentak dan menyerang lagi dan segera kakek iblis itu berkelebatan. Golok Maut
mendengus dan mengelak sana
sini, serangan kian cepat dan akhirnya dia berkelebatan pula. Tapi ketika Pek mo
ko tak memberi hati dan mengejar serta menyerang bertubi tubi maka Golok Maut
menangkis dan menggerakkan lengaannya ke kiri kanan.
"Duk plak!" Pek mo ko terpekik. Untuk kedua kali dia kembali
tergetar, terpental dan berjungkir balik tinggi. Kakek muka putih ini melotot
dan kaget sekali. Dia merasa betapa sinkangnya membentur sinkang lawan yang amat
kuat, mencoba lagi namun tetap saja dia terpental. Dan ketika empat lima kali tetap
saja dia terdorong dan lawan terta wa dingin tiba tiba kakek itu mencabut
tongkatnya dan sekali pencet menyemburlah belasan jarum rahasia di ujung
tongkat, sar ser sar ser menyambar lawan dan serangan itu segera disusul pukulan
telapak kiri yang kini bercuitan. Pek see kang ( Pukulan Pasir Putih ) telah
dikeluarkan kakek ini dan tongkat menyambar nyarabar dengan puluhan jarum
jarum rahasianya, sibuklah Golok Maut mengelak dan
menyampok. Pek mo ko mendesak dan tertawa gembira,
dimaki namun kakek itu bahkan melengking tinggi. Dan
ketika serangan serangannya semakin berbahaya dan
tongkat tak henti hentinya menghamburkan jarum rahasia maka sinar berkilauan
mendadak berkelebat dan entah
bagaimana tahu tahu ujung tongkat kakek itu putus.
"Crak!" Pek mo ko membanting tubuh bergulingan. Tadi sinar itu menyambar dirinya namun
dia menangkis, tongkat bertemu benda tajam dan terpapaslah senjatanya itu, kaget
bukan main karena Pek mo ko sebenarnya sudah mengerahkan
sinkang, tongkat ditangannya itu tak akan putus biar
dibabat apa pun, sudah keras melebihi kayu biasa. Bahkan, tak kalah dengan baja!
Tapi ketika senjatanya itu tetap putus dan Golok Maut, lawannya, tertawa dingin
dan sudah menyimpan kembali senjatanya yang luar biasa itu maka kakek muka putih ini
menggigil dan gemetaran, menjublak dan tertegun karena sepintas dia melihat sebuah golok lebar dicabut
lawannya itu, berkelebat dan sudah masuk kembali entah di mana, mungkin di balik
punggung si Golok Maut itu. Dan sementara kakek ini tertegun dan masih belum
dapat bicara mendadak muncul adiknya, Hek mo ko, disusul kemudian oleh sesosok
bayangan lain yang tinggi besar yang bukan lain Yalucang si tokoh Tibet.
"Suheng, Golok Maut ada di sini?"
Pek mo ko tiba tiba girang, juga marah, di samping malu.
"Benar!" serunya. "Dan dia mencari ongya, sute. Bunuh laki laki ini.......
wut!" dan Pek mo ko yang kembali
menerjang dan menggerakkan tongkat buntungnya tiba tiba berkelebat dan memencet,
coba mengeluarkan jarum jarum rahasianya namuu ternyata gagal, ujung tongkatnya
yang sudah putus sekaligus merusakkan pula alat rahasia di dalamnya yang dapat
menyemburkan jarum, tentu saja
kakek itu marah dan memaki. Dan ketika Golok Maut
kembali mengelak dan tongkat menghantam wuwungan
maka bagian gedung itu hancur disambar tongkat.
Golok Maut berjungkir balik. Dia menjauh, melihat Hek mo ko dan Yalucang
bergerak, mengepung dan pengawal di bawah akhirnya melihat mereka, bereriak
teriak. Dan ketika para perwira serta panglima juga berloncatan dan melayang
naik akhirnya tempat itu penuh dengan orang.
"Sute, robohkan dia. Bantu aku!"
Hek mo ko terkejut. Dia sudah melihat kehebatan Golok Maut itu, gerakannya yang
ringan serta enteng mengelak serangan serangnn suheng nya, diburu namun tetap
saja suhengnya gagal. Biasanya suhengnya itu jarang meminta bantuan kalau tidak
terpaksa, tanda belapa Golok Maut ini bukan lawan sembarangan dan betul betul
lihai. Maka melihat para perwira serta yang lain lain mau maju
membantu sementara suhengnya sudah berteriak padanya
maka Hek mo ko mengibaskan lengan dan akhirnya para
perwira atau panglima terdorong, disuruh mundur dan
kakek bermuka hitam itu kini berkelebat. Hek mo ko
melihat tongkat suhengnya yang putus, terkejut dan
membentak melepas pukulan jarak jauhnya. Dan ketika di sana Pek mo ko juga
menggerakkan tangan dan tongkat
serta pukulan jarak jauh menghantam Golok Maut dari tiga penjuru tiba tiba Golok
Maut mendengus dan terpaksa
menangkis. "Des des dess!"
Hek mo ko dan suhengnya terpekik. Dikeroyok dua
begitu tetap saja sepasang kakek iblis ini tergetar, mereka terpental dan Hek mo
ko terkejut, berjungkir balik dan berseru keras. Lawan, yang tadi menangkis
pukulannya juga tampak terhuyung, meskipun jelas masih lebih kuat.
Dan ketika dia melayang turun dan Yalucang, kakek tinggi besar juga terkejut dan
terbelalak matanya tiba tiba Hek mo ko dan Pek mo ko sudah menerjang kembali,
Hek mo ko mencabut senjatanya pula sebatang tongkat hitam, yang ujungnya ada rantai. Dan
ketika rantai itu bersiutan pula dan dua kakek iblis itu berteriak dan
melengking lengking maka semua orang akhirnya mundur karena tak kuat
menahan deru angin pukulan, melihat Hek mo ko dan Pek mo ko menyerang lawannya
dan cepat serta bertubi tubi suheng dan sute itu menggerakkan senjata mereka.
Kini, Pek mo ko meniup telapak tangannya dan tiba tiba
mengucap mantra hitam keluarlah uap di telapak kakek itu, kian lama kian banyak
dan akhirnya orang terbatuk
mencium bau sangit, mundur dan kian menjauhi
pertempuran dengan muka berobah. Asap hitam yang
dikeluarkan Pek mo ko itu seperti bau tulang di bakar, busuk dan memualkan
perut. Dan ketika beberapa di
antaranya mulai muntah muntah dan semacam bentakan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sihir dilakukan kakek itu untuk mempengaruhi lawannya akhirnya Yalucang
memerintahkan agar para perwira atau panglima meloncat turun menjaga di bawah.
"Turun, kalian semua turun. Awas Pek mo ko
mengeluarkan Hoat kui kang (Tenaga Tulang Sihir) ......!"
Semua terkejut. Tanpa diperintah lagi tiba tiba semua orang berloncatan turun,
yang muntah muntah keburu
terguling di atas genteng, menggelinding dan jatuh ke bawah. Untunglah, tak
terluka dan yang lain cepat
menolong. Dan ketika pertempuran di atas kian seru dan
semua perwira atau panglima mengepung di bawah maka
Hek mo ko dan Pek mo ko memperhebat serangan mereka
dan ilmu hitam pun ikut bekerja.
"Robohlah, kau tak dapat menghadapi kami, Golok
Maut. Lihat naga atau harimau ini mengejar ngejar
dirimu......ssh koak!" naga atau harimau jejadian muncul keluar dari telapak
tangan Pek mo ko namun Golok Maut mengibas, membentak dan terdengar ledakan
nyaring ketika naga atau harimau jejadian ini lenyap, diserang lagi namun dua
tiga kali pengaruh sihir tak mempengaruhi si Golok Maut itu. Nyatalah, kekuatan
batinnya sudah tinggi dan segala ilmu hitam lawannya tak mempan, Pek mo ko
melotot dan marah sekali. Dan ketika Hek mo ko juga
membantu dan membentak mengeluarkan sihirnya mandadak Golok Maut melakukan tamparan dan asap
hitam d tangan Hek mo ko hancur.
"Dess!" Kejadian itu cukup bagi Hek mo ko. Iblis muka hitam ini maklum bahwa ilmu
hitamnya tak mempan, tadi membalik
dan dia harus melempar tubuh bergulingan. Dan ketika
kakek itu melengking nyaring dan Yalucang tampak
menggosok gosok tangan tanda tak sabar maka Hek mo ko sudah meloncat bangun dan
berseru marah, melengking dan tongkat rantainya dipencet. Menyambarlah kemudian
puluhan paku paku halus ka arah Golok Maut, bukan jarum halus namun bahayanya
sama saja. Sekarang Hek mo ko
juga merasa perlu dibantu am gi ( senjata gelap ),
kewalahan menghadapi lawannya itu dan Golok Maut
mendengus. Dan ketika paku paku itu berhamburan
menyambar dirinya dan Hek mo ko masih meloncat dengan satu pukulan Hek see kang
( Tangan Paku hitam ) maka
Pek mo ko juga berseru melengking dengan ayunan tongkat
buntungnya ditambah lagi dengan pukulan tangan kiri
dengan tamparan Pek See kang.
"Klap des crak!"
Dua orang itu menjerit. Golok Maut, yang marah dan
berkelebat cepat tiba tiba menggerakkan tangan ke
belakang. Sinar atau cahaya menyilaukan itu berkelebat dan tampaklah sinar
panjang yang melengkung mirip sabit,
merontokkan semua paku paku halus dan tiba tiba bergerak ke leher Hek mo ko dan
Pek mo ko. Geraknya luar biasa cepat dan Hek mo ko maupun Pek mo ko terperanjat.
Mereka itu menangkis dan Pek mo ko lupa pada
pengalaman pertama, menggerakkan tongkat buntungnya
namun apa lacur tongkat buntungnya itu malah terbabat.
Sebuah golok, yang tajam menyilaukan tiba tiba memapas tongkatnya itu. Dan
ketika tongkat terasa ringan karena sudah putus setengahnya lagi maka sinar
golok itu terus menyambar lehernya dan membabat pula adiknya. Jadi,
dalam sebuah gerakan panjang si Golok Maut telah
menyerang mereka berdua sekaligus, tak berhenti setengah jalan dan Pek mo ko
membanting tubuh bergulingan, kaget dan pucat dan baru dia sadar bahwa Golok
Maut memiliki senjata istimewa yang luar biasa sekali, dia berteriak dan
memperingatkan sutenya pula. Dan ketika golok menyambar Hek mo ko dan tongkat rantai menangkis
namun putus disambar golok maka Hek mo ko juga
melempar tubuh bergulingan ketika sinar maut di tangan Golak Maut itu masih
menyambar lehernya juga. "Brett!" Hek mo ko masih kalah cepat. Golok Maut, yang
menggerakkan senjatanya luar biasa cepat ternyata
mendapat segumpal kecil daging pundak lawannya, yang
menjerit dan bergulingan di sana. Dan ketika Hek mo ko meloncat bangun dan ngeri
memandang lawan maka Golok
Maut sudah berkelebat dan sinar menyilaukun itu kembali menyambar nyambar.
"Yalucang, tolong!"
Kakek tinggi besar itu terkejut. Dia melihat Hek mo ko dikejar dan disambar
sinar golok yang amat ganas, sinamya menyilaukun mata dan kakek itu tertegun.
Tentu saja dia melihat pundak yang sompal dagingnya itu, Hek mo ko
yang terluka. Tapi bahwa golok masih putih bersih dan sepintas dia melihat
betapa golok di tangan si Golok Maut setetes pun tak dikotori darah maka kakek
tinggi besar ini tertegun dan menjublak, belum mengerti benar kenapa bisa
begitu. Tapi ketika Hek mo ko bergulingan mengelak sana sini dan kembali
mendapat sebuah bacokan maka Yalucang kaget dan mengerti, cepat membantu dan
tiba tiba menggereng. "Golok penghisap darah!" dan begitu kakek ini
menerjang dan nenolong temannya maka sepasang roda
gergaji sudah menyambar si Golok Maut, digenggam di
kedua tangannya dan Golok Maut terkejut. Waktu itu dia sedang mengejar si iblis
hitam, mendengar angin berkesiur dan cepat ia mengelak, tak berani menerima
karena dari angin sambaran itu ia tahu betapa dahsyatnya tenaga si penyambar.
Benar saja, genteng hancur berantakan ketika ditimpa roda gergaji, yang dahsyat
menghantam ke bawah. Dan ketika Hek mo ko bangun meloncat terhuyung dan
Yalucang sudah menggeram membentak lawannya maka
roda gergaji sudah menghantam lagi dan Pek mo ko, subeng Hek mo ko pucat di
tempat, melihat sute nya terluka dan ia tadi tak sempat menolong. Ia sendiri
sedang bergulingan saat itu, menyelamatkan diri. Sinar menyilaukan dari golok
maut itu benar benar berbahaya sekali, benar benar maut!
Dan ketika ia melompat bangun dan Hek mo ko mengeluh
dengan lukanya mendadak di sana terdengar suara "cring
crang" dan Yalucang, rekan mereka itu berteriak
membanting tubuh, roda gergajinya terpapas sebagian dan kakek tinggi besar itu
berseru keras. Ia tadi menyerang namun Golok Maut membalas. Dan begitu sinar
menyilaukan itu berkelebat dan ia menangkis tiba tiba satu dari sepasang roda
gergajinya rompal. "Mo ko, tolong......!"
Dua kakek iblis itu berkelebat. Kalau Yalucang sudah
minta tolong memang dapat dimaklumi. Mereka sendiri
sudah merasakan betapa hebat dan luar biasanya si Golok Maut ini, terutama golok
mautnya di tangan itu, yang
hanya merupakan kilat menyambar nyambar dan tajamnya
melebihi pisau cukur! Dan begitu mereka bergerak dan
Golok Maut dibokong terpaksa lelaki bercaping itu
membalik menangkis, dielak dan segera Yalucang memaki maki. Kakek tinggi besar
itu sudah melompat bangun dan mukanya merah padam, menyerang dan mengeroyok si
Golok Maut. Dan ketika mereka bertiga bergerak silih
berganti serang menyerang dan Golok Maut membalas atau menerima serangan mereka
maka di atas wuwungan itu
empat tubuh berkelebatan dengaa luar biasa cepatnya, tak dapat diikuti mata lagi
dan baru kali ini Golok Maut
menghadapi lawan tangguh.
Biasanya, kalau dia sudah mencabut golok nya dan sinar menyilaukan berkelebat
maka robohlah lawannya, seperti yang sudah kita lihat ketika dia membunuh orang
orang Hek liong pang, bahkan ketuanya sendiri, Coa Hing Kok Tapi bahwa sekarang
dia hanya dapat melukai Hek mo ko sementara yang lain dapat membalas atau
mengelak serangannya terbuktilah bahwa tiga tokoh istana ini
memang cukup luar biasa. Mereka memiliki gerakan cepat dan masing masing memang
lihai. Hek mo ko sendiri meskipun sudah dikejar ternyata mampu mengelak, hanya
mendapat dua luka itu dan selanjutnya kakek iblis ini dapat melayani kembali,
mengeroyok bersama suheng dan
rekannya, Yalucang yang kini tak berani lagi menangkis golok secara berdepan.
Takut senjatanya bakal rompal atau putus, padahal roda di langan nya itu adalah
senjata yang terbuat dari bahan pilihan, mampu menerima bacokan
pedang setajam apa pun. Tapi bahwa senjatanya itu rusak dibabat Golok Maut dan
tentu saja ia harus berhati hati agar tidak kehilangan senjata maka tiga kakek
iblis ini bergerak silih berganti untuk menyerang dari tempat yang berbeda beda,
mergelilingi Golok Maut tapi lawan dapat mengimbangi. Kaget dan terbelalaklah
mereka bertiga. Biasanya, satu dari mereka maju siapa pun dapat
dirobohkan. Apalagi bertiga. Tapi bahwa Golok Maut ini dapat bertahan dan mereka
bahkan harus berhati hati
menghadapi senjata di tangan lawan akhirnya Pek mo ko maupun lainnya marah bukan
main, tak tahu bahwa Golok Maut pun juga marah seperti mereka. Golok maut di
tangannya belum mendapat korban lagi dan tokoh
bercaping itu menggeram. Dan ketika satu saat Hek mo ko melancarkan Hek see king
dan Pek mo ko menggerakkan
sisa tongkat buntungnya maka kakek Yalucang tiba tiba melepas roda gergajinya
menghantam kepala si Golok
Maut. "Siut wir dess!"
Golok Maut terhuyung. Roda yang dilepas Yalucang
mengenai pundaknya, tongkat buntung menyambar lewat
dan Hek see kang menyerempet tubuhnya. Dia tak sempat menangkis semuanya itu
karena serangan lawan dilakukan hampir berbareng, dan semuanya tentu saja
berbahaya. Dan ketika Golok Maut terhuyung dan berkilat marah maka
Yalucang tertawa bergelak menyambar roda gergajinya
kembali. "Ha ha, desak terus, Mo ko. Lawan kita rupanya lelah!"
Mo ko kakak beradik mengangguk. Mereka juga melihat
begitu, Golok Maut tampak kendor dan lamban, hal yang tentu saja menggirangkan
mereka dan bertiga mareka
menyerang lagi. Dan ketika Golok Maut terhuyung sana
sini dan menggigil seolah tak kuat menahan beban maka sebuah pukulan dan gebukan
mengenai tubuhnya lagi. "Plak dess!" Golok Maut terpelanting. Hek mo ko tertawa bergelak
oleh hasil pukulannya itu, mendesak dan berteriak pada suhengnya agar menekan
lebih berat. Pengawal di bawah membelalakkan matanya dan perwira serta panglima
pun tampak tegang. Mereka menyaksikan pertandingan di atas itu. Dan ketika satu saat
Golok Maut kembali terpelanting dan terguling di atas genteng maka Hek mo ko
berseru menubruk lawannya itu. "Heh heh, sekarang kau roboh, Golok Maut. Mampuslah!" Golok Maut mengeluarkan pandangan aneh. Hek mo ko
menubruk dan menggerakkan tongkat rantainya, yang juga buntung. Tapi ketika
iblis itu menubruk dan Golok Maut berseru keras mendadak dia melejit dan tongkat
serta pukulan tangan kiri dipapak sinar menyilaukan, gerakannya cepat sekali dan Hek
mo ko kaget. Apa yang ditunjukkan lawannya ini bukan lagi gerakan lamban yang
kehabisan tenaga melainkan sebuah gerakan cepat yang luar biasa prima, tentu
saja dia terkejut dan Hek mo ko seketika sadar bahwa lawan kiranya berpura pura.
Golok Maut, yang tampak kendor dan seolah kehabisan tenaga itu, ternyata memancing mereka agar
mereka lengah. Dan begitu golok menyambar dan tongkat serta pukulan disambut
senjata menyilaukan itu tiba tiba Hek mo ko berteriak keras
menyadari bahaya, tak mungkin harus menangkis karena
sudah terbukti berkali kali bahwa senjata apapun bakal putus disambar senjata di
tangan si Golok Maut itu. Maka begitu menyadari bahaya dan tongkat serta
pukulannya disambut sinar menyilaukun mendadak Hek mo ko
berteriak pada suheng dan rekannya agar maju membantu melepas tongkat dan iblis
ini menarik pukulannya, hal yang dilakukan
dengan muka pucat. Maklum, keadaan berlangsung demikian cepat dan dia ragu apakah
perbuatannya itu berhasil. Dan ketika benar saja tongkat dipapas buntung dan
pukulan Hek mo ko tak dapat ditarik sepenuhnya maka sinar menyilaukan itu masih
membabat tangannya dan Hek mo ko membanting tubuh bergulingan
ketika lima jarinya putus, dipapas senjata di tangan si Golok Maui itu.
"Augh cras!" Lima jari beterbangan di atas genteng. Golok Maut, yang untuk peruma kali
mendapat korban tiba tiba tersenyum puas. Lima jari Hek mo ko yang
bergelindingan di atas genteng akhirnya jatuh ke tanah, mengejutkan para perwira
dan pengawal yang tersentak. Hek mo ko sendiri menjerit dan melempar tubuh
bergulingan, menyentak suhengnya
dan Yalucang. Kejadian itu berlangsung luar biasa cepat dan dua orang ini
tertegun. Tapi ketika Golok Maut
tersenyum puas dan mereka berkelebat ke depan tiba tiba Pek mo ko melepas
tongkatnya ke punggung Golok Maut,
menyambar tanpa suara dan saat itu juga kakek tinggi besar Yalucang juga melepas
sepasang rodanya. Dua orang ini masih menggerakkan kedua lengannya menghantam
punggung, melakukan pukulan jarak jauh, menutupi suara tongkat dan roda yang
bergerak di bawah. Dan karena
Golok Maut masih tersenyum gembira oleh hasil
pertamanya dan kurang waspada terhadap semua serangan
ini maka yang didengar hanyalah dua pukulan jarak jauh yang dilancarkan lawan,
membalik dan menggerakkan
tangan kiri. Tapi begitu pukulan beradu dan tongkat serta roda kini menyambar
perutnya maka Golok Maut tampak
terkejut ketika melihat tiga senjata itu, yang tadi
menyambar punggung. "Des des dess!" Golok Maut terlempar. Pukulan
Yalucang dan Pek mo ko berhasil ditangkis, tapi tongkat dan roda yang menghantam
perutnya tiba tiba membuat si Golok Maut ingin muntah, cepat mengerahkan
sinkangnya dan dia terbanting bergulingan di atas genteng. Saat itu Yalucang
menggeram dan berkelebat mengejar, ilmu Hwee kang, Semburan Api tiba tiba
dikeluarkan. Kakek tinggi besar itu marah karena Golok Maut masih dapat bertahan
dari semua serangan mereka. Maka begitu Pek mo ko
melengking tinggi dan sudah mengejar lawannya dia pun tiba tiba membuka mulut
nya dan segumpal lidah api
menyembur dari mulut kakek tinggi besar ini.
"Wushh!" Api itu sendiri mendahului si kakek tinggi besar
Yalucang. Di sebelah kirinya menyambar pula bayangan
Pek mo ko yang melepas pukulan jarak jauh, Golok Maut sedang bergulingan dan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu saja tak dapat mengelak. Dan ketika pukulan serta semburan api menghantam
tubuhnya dan pakaiannya terjilat hangus tiba tiba si Golok Maut berteriak
tertahan karena terbakar.
"Aih bluk!" Golok Maut terbanting di tanah. Dalam ketinggian
begitu rupa diserang dan didesak lawan memang sulit
baginya untuk menghindar. Hantaman tongkat dan rodo
gergaji diam diam melukai isi perutnya, itulah yang
menyebabkan Golok Maut merintih dan menahan sakit.
Betapapun, Pek mo ko dan Yalucang adalah tokoh tokoh
berkepandaian tinggi yang sinkangnya sudah hebat.
Serangan curang dengan roda dan tongkat tadi tak diduga, mereka menyembunyikan
dua serangan itu dengrn pukulan jarak jauh. Maka begitu Yalucang mengeluarkan
ilmu Apinya dan kini pakaiannya terbakar muka Golok Maut
panik menggilas tanah, bergulingan memadamkan api
namun dia lupa bahwa saat itu dia berada di bawah. Para perwira dan panglima
sudah lama menantinya di situ.
Maka begitu dia terbanting ke tanah dan bergulingan
memadamkan api maka para perwira dan panglima
berkelebat menggerakkan senjata mereka.
"Bunuh Golok Maut.....!"
Pedang dan tombak serta panah berhambur an menuju
tubuh si Golok Maut. Lelaki bercaping ini kaget dan sadar, tiba tiba
mengeluarkan seruan keras dan meloncat bangun.
Api tinggal sedikit saja membakar pundaknya, tak
dihiraukan dan menyambut hujan senjata itu. Dan ketika dia membentak dan
menggerakkan tangan ke kiri kanan
tiba tiba hujan senjata bertemu cahaya menyilaukan namun di saat itu pula Pek mo
ko dan Yalucang melayang turun, membokong dari belakang.
"Crak des dess!"
Para perwira dan panglima terpekik. Senjata mereka
putus dibabat si Golok Maut yang menerima juga hujan
senjata mereka, mental dan membalik karena Golok Maut telah melidulungi dirinya
dengan sinkang. Tapi begitu mereka terlempar dan tujuh diantaranya mengaduh aduh
karena tangan atau kaki mereka dibacok putus maka Golok Maut sendiri
terpelanting mendapat bokongan curang di belakang, tembus kekebalannya oleh
pukulan Yalucang dan Pek mo ko, yang tadi menghantam dengan sepenuh bagian.
Dan ketika Yalucang tertawa menggeram dan menyemburkan lagi Ilmu Apinya maka Golok Maut
kembali terbakar dan bergulingan menggigit bibir, memadamkan api namun para pengawal dan lain lain kini bergerak menyerang,
membentak dan kembali hujan
tombak atau pedang menyambar tubuhnya. Pek mo ko dan
Yalucang menunggangi dengan serangan serangan curang
mereka, membiarkan Golok Maut membabat pengawal tapi
dengan leluasa pukulan mereka mengenai lawan. Tentu saja hal itu merepotkan
Golok Maut. Dan ketika tokoh ini
mengeluh dan merintih serta kebingungan memadamkan
api maka sebuah pukulan Pek mo ko akhirnya mendarat
lagi di punggungnya. "Dess!" Golok Maut terguncang pukulan berat. Banjir darah
sudah terjadi di situ, sinar atau cahaya menyilaukan di tangannya sudah
menghirup darah puluhan pengawal juga perwira dan seorang panglima yang buntung
kedua kakinya dibabat golok maut yang tetap putih bersih itu, sedikit pun tak
bernoda darah. Maklnm, begitu darah melekat tiba tiba golok maut itu menghisap,
seakan lintah atau besi sembrani tampak semacam kepulan uap putih membayang di
tubuh golok itu, yang menyambar nyambar dan dapat dilihat si kakek tinggi besar
Yalucang, yang sejak tadi tertegun dan ngeri oleh golok itu, yang disebutnya
golok penghisap darah. Dan ketika Golok Maut kembali bergulingan dan
merintih menerima pukulan Pek mo ko tiba tiba Hek mo
ko, yang sudah membalut lukanya dan berteriak marah tiba tiba meluncur dari atas
genteng dan ikut mengeroyok.
"Bunuh jahanam ini, suheng. Bunuh!"
Golok Maut berobah. Sekarang dari mana2 muncul
pasukan pengawal, hiruk pikuk dan semua keributan itu telah mengguncangkan
istana. Semua bergerak dan menuju ke gedung Coa ongya. Di sinilah Golok Maut
mengamuk dan membuat banjir darah, tak kurang dari tujuhpuluh
orang telah terkapar di tanah, ada yang luka berat namun sebagian besar mati.
Mereka tewas oleh berkelebatnya
golok maut di tangan laki laki bercaping itu. Dan ketika dari segala penjuru
tempat itu telah di kepung dan Golok Maut berkali kali menerima hantaman atau
pukulan curang dari Pek mo ko maupun Yalucang akhirnya laki laki ini sibuk dan
semakin repot setelah Hek mo ko juga datang,
mempergunakan tangan kirinya dan meskipun terluka
namun iblis muka hitam itu masih dapat membahayakan.
Hek mo ko menggeram dan pandang matanya penuh
kebencian. Sama seperti Yalucang atau suhengnya iblis ini melakukan
serangan dari belakang, mengorbankan pengawal atau pasukan dan tentu saja dengan empuk
pukulan pukulannya mendarat di tubuh Galok Maut itu.
Dan karena tiga iblis ini benar benar curang dan mereka tampaknya tak perduli
berapa banyak pengawal dibantai Golok Maut asal pukulan atau serangan mereka
dapat membuat lawan terhuyung dan terbanting akhirnya Golok Maut melengking tinggi dan
berjungkir balik. Saat itu tak mungkin dia menghadapi keroyokan demikian banyak
orang. Pengawal yang roboh segera digantikan pengawal yang lain, tewas satu maju
sepuluh, tewas sepuluh maju seratus! Dan karena Pek mo ko serta Yaluceng atau
Hek mo ko semakin hebat melepas pukulan akhirnya Golok Maut
berjungkir balik tinggi di udara, membabat serta
menghindari serangan serangan tiga orang lawan utamanya itu. Mereka tauh lebih
berbahaya dibanding pengawal. Dan begitu dia berjungkir balik dan bebas dari
semua serangan tiba tiba Golok Maut meneruskan gerakannya menuju
genteng, berkelebat dan sudah berjumpalitan di situ. Dan ketika lawan terkejut
dan dengan melihat gerkannya tiba tiba Golok Maut melarikan diri.
"Pek mo ko biar lain kali saja aku datang. Kutitipkan nyuwa kalian beberupa
bulan dulu!" "Keparat!" Pek mo ko marah. "Jangan lari, Golok Maut.
Tunggu" dan Pek mo ko yang sudah berkebat dan
berjungkir balik ke atas genteng akhirnya diikuti sutenya dan juga si kakek
tinggi besar Yaluceng, tentu saja tak mau membiarkan lawan melarikan diri
setelah membunuh bunuhi begitu banyak orang. Golok Maut telah menyebar maut dan mereka tak
menduga bahwa Golok Maut akan
melarikan diri lewat atas, segera membentak menyuruh
pasukan panah melepas panah mereka dan segera
berhamburan ratusan panah ke atas genteng. Golok Maut menangkis namun beberapa
panah menancap di tubuhnya.
Kira nya luka di perut sudah mengurangi kekuatan Golok Maut ini dan sinkangnya
tak cukup melindungi tubuh.
Itulah sebabnya kenapa dia buru buru melarikan diri,
kiranya sudah mengukur bahwa dengan adanyn tiga lawan tangguh di situ tak
mungkin dia menang. Yalucang dan Pek mo ko licik, mereka mengorbankan pengawal
dan membiarkan pukulan pukulan mereka mendarat di tubuh
nya. Tentu saja kian lama kian hebat dan lama lama Golok Maut ini tak tahan.
Kalau perutnya tidak terluka oleh sambaran roda dan tongkat tadi barangkali dia
masih dapat bertahan. Tapi kali ini lain. Dia harus mengobati lukanya itu dulu
dan tak boleh menghabiskan tenaga. Dan ketika tiga batang panah menancap di
tubuhnya dan Golok Maut mengeluh tapi tetap meneruskan larinya mendadak dia
sudah berjungkir balik dan melewati sebuah wuwungan
paling tinggi. "Wut!" Golok Maut lenyap di depan. Laki laki bercaping ini
mencari tempat gelap, mendengar teriakan teriakan dari bawah namun dia sudah
menuju bagian timur istana. Pek
mo ko dan dua teman nya mengejar dan mereka itu dapat membayangi. Maklumlah,
mereka orang orang yang berkepandaian tinggi dan juga mengenal daerah istana, tidak seperti Golok Maut
yang baru pertama kali itu datang.
Dan ketika Golok Maut terlihat lagi dan mereka
membentak menyuruh lawannya berhenti mendadak Pek
mo ko dan Yalucang samu sama mengeluarkan senjata
rahasia. "Robohlah, Golok Maut. Berhenti !"
Belasan jarum hitam dan pelor baja menyambar Golok
Maut. Laki laki itu terpaksa menangkis dan berhenti, dia sudah tiba di dekat
tembok dan siap meloncat. Terganggu serangan gelap ini dan tentu saja menggeram.
Tapi begitu dia menangkis dan meruntuhkan senjata senjata rahasia ini maka Pek
mo ko dan Yalucang sudah tiba di tempat itu, langsung melepas pukulan jarak
jauh. "Des des !" Golok Maut terpelanting, berkurang daya tahannya dan
tampaklah bahwa dia lelah. Lawan memburu dan Golok
Maut bingung, Yalucang tiba tiba mengeluarkan bentakannya dan Semburan Api dari mulutnya menyambar, dielak tapi Pek mo ko ini
lepas Pek see kang. Dan ketika dia terbanting dan terguling guling lagi maka
Golok Maut memaki dan meloncat berjungkir balik, masih bisa
melarikan diri. "Mo ko, dan kau kakek keparat. Terimalah ini...... wut wut" Belasan batu kecil
ditendang si Golok Maut, merupakan senjata senjata rahasia yang aneh dan
menyambar Mo ko maupun temannya, ditangkis namun
Golok Maut sudah hinggap di tembok. Memang serangan
itu hanya untuk memberi kesempatan padanya menyingkir, berkelebat dan berjungkir
balik ke tembok itu. Tapi baru dia
menginjakkan kakinya di sini sekonyong konyong Hek mo ko muncul dan melontar
sebuah jaring. "Jrt!" Golok Maut terkejut. Saat itu dia mau melayang turun, siap kabur. Kakinya tiba
tiba terjerat dan sebuah jaring penuh mata kaitan menggubat kakinya, tak ayal
laki laki ini terbelalak dan kaget. Dan ketika dia membungkuk dan
membacok jaring itu maka Hek mo ko berseru keras dan
jaring jaring lain sudah dilontarkan berturut turut oleh para perwira yang
bersiap di bawah. "Ha ha, terperangkap kau, Golok Maut. Robohlah!"
Golok Maut kaget sekali. Di atas kepalanya tiba tiba
berhaburan belasan jaring yang kuat dari baja, kaitannya seperti pancing dan
siapa terjebak bakal luka luka kulitnya.
Dan ketika dia membentak dan mengelak atau membacok
putus jaring jaring itu maka Pek mo ko dan Yaluceng sudah kembali tiba di situ
dan melontar jaring pula.
"Ha ha, benar. Golok Maut. Kau robohlah!"
Golok Maut sibuk. Di atas tembok ia jadi kelabakan,
menangkis dan membabat semua jaring itu, bahkan jaring yang dilontar oleh Pek mo
Topeng Kedua 2 Pendekar Naga Putih 15 Pendekar Murtad Di Balik Caping Bambu 1
^