Membunuh Itu Gampang 3
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie Bagian 3
berarti. Luke menyahut dengan singkat, tetapi gadis itu agaknya tidak
memperhatikan hal itu. Waktu mereka membelok ke pintu pagar rumah Rose, wajah Luke berubah menjadi
cerah. "Sekarang saya merasa lebih enak," katanya.
"Apakah tadi Anda merasa kurang sehat?"
"Anda baik untuk berpura-pura tidak melihatnya. Tapi Anda telah berhasil
melenyapkan kejengkelan saya. Aneh, saya merasa seolah-olah baru saja keluar
dari balik awan yang gelap ke tempat yang diterangi sinar matahari."
"Begitu rupanya. Memang, tadi matahari sedang tertutup awan waktu kita
meninggalkan Manor, dan sekarang awan itu sudah pergi."
"Jadi rupanya memang sungguh-sungguh terjadi - secara harfiah maupun secara
kiasan. Ya, ya - bagaimanapun juga, dunia ini tempat yang baik."
"Tentu." "Nona Humbleby, bolehkah saya berbuat lancang?"
"Saya yakin Anda tak bisa berbuat demikian." "Ah, jangan terlalu yakin. Saya
ingin mengatakan bahwa Dokter Thomas adalah orang yang sangat beruntung."
Wajah Rose memerah, lalu dia tersenyum.
"Rupanya Anda sudah mendengar?" katanya.
"Apakah seharusnya itu merupakan rahasia" Maaf sekali."
"Ah! Tak ada satu pun yang bisa merupakan rahasia di tempat ini," kata Rose
murung. "Jadi benar - Anda dan dia bertunangan?"
Rose mengangguk. "Hanya - untuk sementara ini - kami belum mengumumkannya secara resmi. Soalnya, Ayah
menentangnya, jadi rasanya - yah - tak baiklah untuk - untuk menyebarluaskannya,
padahal Ayah belum lama meninggal."
"Ayah Anda tidak merestui?"
"Yah, tidak berarti sama sekali tidak merestui. Ah, tapi saya rasa mengarah ke
situ juga." Dengan halus Luke berkata,
"Apakah beliau menganggap Anda masih terlalu muda?"
"Begitulah katanya."
Luke langsung menyambung, "Tapi menurut Anda ada sesuatu yang lain kecuali itu?"
Rose mengangguk perlahan-lahan dan dengan enggan.
"Yah - saya rasa yang menjadi penyebab sebenarnya adalah bahwa Ayah tidak - yah,
tidak menyukai Geoffrey."
"Apakah mereka saling bertentangan?"
"Kadang-kadang begitulah kelihatannya.... Memang, Ayah adalah orang tua yang
suka berprasangka." "Dan saya rasa beliau begitu sayang pada Anda hingga tak ingin kehilangan Anda."
Rose membenarkan hal itu. Masih terbayang sikapnya yang memelihara jarak.
"Atau apakah lebih daripada itu persoalannya?" tanya Luke. "Beliau sama sekali
tidak menghendaki Thomas sebagai suami Anda?"
"Memang tidak. Soalnya - Ayah dan Geoffrey sangat berbeda - dan dalam beberapa hal
mereka malah bertentangan. Geoffrey benar-benar sabar dan baik sekali dalam hal
itu - tapi karena dia tahu bahwa Ayah tidak menyukainya, sikapnya jadi tambah
berjarak dan malu, jadi Ayah makin tak bisa mengenalnya dengan lebih baik."
"Prasangka memang sangat sulit dilawan," kata Luke.
"Masalahnya benar-benar tak masuk akal!"
"Apakah Ayah Anda tidak mengemukakan sesuatu alasan?"
"Oh, tidak. Tak mungkin! Memang wajar, maksud saya, memang tak ada sesuatu yang
buruk yang bisa dikatakannya mengenai Geoffrey, kecuali bahwa dia tidak
menyukainya." "Jadi seperti dialog dalam sebuah buku: 'Aku tak suka padamu, Dokter Fell. Apa
sebabnya, tak bisa kukatakan.'"
"Tepat." "Tak adakah sesuatu yang nyata, yang dapat dijadikan pegangan" Maksud
saya, apakah tunangan Anda, Geoffrey itu, minum-minum atau suka taruhan kuda?"
"Oh, tidak. Saya rasa, Geoffrey malah tak tahu kuda mana yang menang di Derby."
"Aneh," kata Luke. "Soalnya, saya yakin, saya telah melihat Dokter Thomas di
Epsom pada Hari Pacuan Kuda Derby."
Sejenak Luke merasa takut kalau-kalau dia sudah pernah mengatakan bahwa dia baru
tiba di Inggris hari itu. Namun tanpa curiga sama sekali, Rose langsung
menyahut. "Anda merasa melihat Geoffrey di Derby" Oh, tak mungkin. Jelas dia tak bisa
pergi. Hampir sepanjang hari itu dia berada di desa Ashwold, menolong suatu
persalinan yang sulit."
"Kuat sekali ingatan Anda."
Rose tertawa. "Saya ingat itu, karena Geoffrey bercerita bahwa orang tua bayi itu memberikan
nama panggilan Jujube pada bayi itu!"
Luke mengangguk linglung.
"Bagaimanapun juga," kata Rose, "Geoffrey tak pernah nonton pacuan kuda. Dia
akan merasa bosan setengah mati."
Dengan nada yang berubah, ditambahkannya,
"Mari - mampir. Saya rasa Ibu akan senang bertemu dengan Anda."
"Baiklah, jika Anda yakin."
Rose mendahului masuk ke sebuah kamar suram yang disinari matahari senja.
Seorang wanita sedang duduk dengan sikap seperti ditopang. Aneh kelihatannya.
"Ibu, ini Tuan Fitzwilliam."
Bu Humbleby tampak terkejut, lalu bersalaman. Diam-diam Rose keluar dari kamar
itu. "Saya senang bertemu dengan Anda, Tuan Fitzwilliam. Kata Rose, beberapa di
antara teman-teman Anda mengenal suami saya bertahun-tahun yang lalu."
"Benar, Bu Humbleby." Dia merasa tak senang harus mengulangi kisah bohong itu
pada janda ini, tetapi tak ada jalan keluar yang lain.
Bu Humbleby berkata, "Alangkah baiknya jika Anda bisa bertemu dengan almarhum. Dia orang yang baik
dan dokter yang hebat. Dia menyembuhkan banyak orang yang telah menyerah tanpa
harapan, hanya dengan keteguhan pribadinya."
Dengan halus Luke berkata,
"Sudah banyak yang saya dengar tentang beliau sejak saya di sini. Saya tahu
bahwa masih banyak orang yang mengenangnya."
Luke tak dapat melihat Bu Humbleby dengan jelas. Suara wanita itu datar, tetapi
hal itu bahkan menekankan kenyataan bahwa wanita itu sedang menekan perasaannya
dengan sekuat tenaga. Tanpa disangka-sangka dia berkata,
"Dunia ini tempat yang jahat, Tuan Fitzwilliam. Tahukah Anda?"
Luke agak terkejut. "Ya, mungkin." Bu Humbleby menekankan, "Tapi apakah Anda tahu itu" Itu penting. Banyak sekali kejahatan di sekitar
kita.... Kita harus siap sedia - untuk melawannya! John sudah siap. Dia tahu. Dia
berada di pihak yang benar!"
Luke berkata dengan halus,
"Saya yakin itu."
"Dia tahu kejahatan yang ada di tempat ini," kata Bu Humbleby. "Dia tahu - "
Tiba-tiba Bu Humbleby menangis.
Luke bergumam, "Saya ikut bersedih - " lalu diam.
Wanita itu cepat menguasai dirinya kembali secepat dia kehilangan pertahanannya
tadi. "Maafkan saya," katanya. Diulurkannya tangannya dan Luke menyambutnya. "Silakan
datang lagi, selagi Anda berada di sini," katanya. "Itu akan menghibur Rose. Dia
suka sekali pada Anda."
"Saya suka padanya. Putri Anda adalah gadis yang manis. Sudah lama saya tak
menemukan gadis semanis dia, Bu Humbleby."
"Dia sayang sekali pada saya."
"Dokter Thomas benar-benar beruntung."
"Ya." Bu Humbleby melepaskan tangannya. Suaranya kembali datar. "Saya tak tahu -
ini semuanya terlalu rumit."
Luke meninggalkan wanita itu berdiri di kesuraman kamar itu, sambil
mempermainkan jari-jarinya.
Dalam perjalanan pulang, pikirannya kembali ke beberapa bagian dari percakapan
itu. Pada hari Pacuan Kuda Derby itu, Dr. Thomas lama tidak berada di Wychwood. Dia
pergi naik mobil. Wychwood terletak tiga puluh lima mil dari London. Katakanlah
dia pergi untuk menolong suatu persalinan. Apakah ada sesuatu yang
disembunyikannya" Hal itu masih bisa diberi pengertian lain. Pikirannya
berlanjut ke Bu Humbleby.
Apa maksud wanita itu dengan menekankan kata-kata, "Banyak sekali kejahatan di
sekitar kita...?" Apakah dia sekadar gugup saja dan terlalu dibebani oleh shock akibat kematian
suaminya" Atau adakah sesuatu yang lain"
Kalau begitu barangkali dia tahu sesuatu" Sesuatu yang diketahui oleh Dr.
Humbleby sebelum dia meninggal"
"Aku harus berusaha memecahkan masalah ini," kata Luke pada dirinya sendiri.
"Aku harus melanjutkannya."
Dengan tegas dia mengalihkan pikirannya dari pertengkaran yang telah terjadi
antara dirinya dengan Bridget.
BAB 13 MISS WAYNFLETE BICARA KEESOKAN paginya Luke mencapai suatu keputusan. Dia merasa bahwa dia telah
mendapat kemajuan atas usahanya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara tak langsung. Tak dapat dielakkan bahwa cepat atau lambat dia akan
terpaksa bekerja secara terbuka. Dia merasa bahwa sudah tiba waktunya untuk
menghentikan penyamarannya sebagai pengarang, dan menyatakan bahwa dia datang di
Wychwood dengan suatu tujuan khusus.
Dalam usaha melaksanakan rencananya itu, dia memutuskan untuk mengunjungi
Honoria Waynflete. Tidak saja karena dia telah mendapat kesan baik tentang sikap
hati-hati perawan tua itu serta ketajaman pandangannya - tapi Luke juga merasa
bahwa wanita itu mungkin punya informasi yang bisa membantunya. Luke merasa
bahwa wanita itu telah menceritakan apa yang diketahuinya. Dia ingin memancing
wanita itu agar mau menceritakan apa yang mungkin diduganya. Dia punya firasat
bahwa dugaan-dugaan Miss Waynflete mungkin akan sangat mendekati kebenaran.
Segera setelah selesai misa, dia mengunjungi Miss Waynflete.
Miss Waynflete menyambutnya dengan sikap biasa-biasa saja, sama sekali tidak
heran mendapat kunjungan itu. Wanita itu duduk di dekatnya, tangannya terlipat
rapi. Matanya cerdas - mirip sekali dengan mata kambing yang cerdik. Menatap wajah
itu, Luke merasa tidak terlalu sulit untuk menyampaikan maksud kunjungannya.
Katanya, "Saya yakin Anda sudah menduga, Miss Waynflete, bahwa kedatangan saya
kemari ini tidaklah semata-mata untuk menulis buku mengenai kebiasaan-kebiasaan
setempat." Miss Waynflete mengangguk sambil tetap mendengarkan.
Agaknya Luke bisa bebas menceritakan seluruh kisahnya. Miss Waynflete memang
bersikap hati-hati - begitulah kesan yang ditampilkannya - tapi karena dia adalah
seorang perawan tua yang sudah berumur, Luke merasa bahwa dia tak percaya wanita
itu akan tahan melawan hasratnya untuk menceritakan kisah yang begitu
menegangkan, pada beberapa orang teman dekat yang bisa dipercaya. Oleh karenanya
dia lalu mengambil jalan tengah.
"Saya datang kemari untuk menanyakan persoalan-persoalan sehubungan dengan
kematian Amy Gibbs, gadis yang malang itu."
Miss Waynflete berkata, "Maksud Anda, Anda dikirim kemari oleh polisi?"
"Oh, tidak - saya bukan detektif yang berpakaian preman." Dengan nada agak lucu
ditambahkannya. "Saya rasa, saya bolehlah disebut sebagai - apa yang dalam cerita
fiksi merupakan tokoh terkenal - detektif swasta."
"Oh, begitu. Kalau begitu Bridget Conway-kah yang mengajak Anda kemari?"
Luke bimbang sejenak. Kemudian diputuskannya untuk membenarkan hal itu. Akan
sulit baginya untuk menjelaskan kehadirannya di tempat itu, tanpa mengisahkan
seluruh pengalamannya dengan Miss Pinkerton. Miss Waynflete berkata lagi dengan
nada kagum dalam suaranya.
"Bridget itu orangnya praktis - sangat efisien! Saya rasa, seandainya persoalan
ini ada dalam tangan saya, saya tidak akan percaya pada penilaian saya sendiri -
maksud saya, bila kita tidak benar-benar yakin akan suatu hal, akan sulitlah
untuk menentukan tindakan apa yang harus kita ambil."
"Tapi Anda merasa yakin, bukan?"
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Sama sekali tidak, Tuan Fitzwilliam. Ini bukan suatu hal di mana kita bisa
merasa yakin! Maksud saya, mungkin saja itu hanya khayalan. Bila kita hidup
seorang diri, tanpa ada orang tempat meminta pendapat atau teman bicara, dengan
mudah kita akan jadi pemurung dan mengkhayalkan sesuatu yang tak ada dasarnya."
Luke cepat-cepat membenarkan pernyataan itu, karena dia memang mengakui
kebenaran yang tak dapat dibantah itu. Tetapi ditambahkannya dengan halus,
"Tapi dalam pikiran Anda, apakah Anda yakin?"
Miss Waynflete masih tetap tampak agak enggan.
"Mudah-mudahan saja tak ada salah paham dalam percakapan kita ini," katanya
dengan bersungguh-sungguh.
Luke tersenyum. "Apakah Anda menginginkan saya mengatakannya dengan jelas" Baiklah. Anda juga
berpendapat bahwa Amy Gibbs itu dibunuh, bukan?"
Honoria Waynflete agak tergagap mendengar keterusterangan kata-kata Luke itu.
Katanya, "Saya sama sekali tak senang memikirkan kematiannya. Sama sekali tidak. Saya
rasa itu sama sekali tidak menyenangkan."
Dengan sabar Luke berkata,
"Tapi Anda tidak beranggapan bahwa kematiannya itu wajar, bukan?"
"Tidak." "Anda tak percaya bahwa itu suatu kecelakaan?"
"Menurut saya itu sama sekali tak mungkin. Begitu banyak - "
Luke memotong bicaranya dengan tegas,
"Apakah Anda punya dugaan bahwa dia bunuh diri?"
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu," kata Luke dengan halus, "Anda benar-benar menganggap kejadian
itu suatu pembunuhan?"
Miss Waynflete bimbang, dia menelan ludahnya, lalu dengan berani mengambil
langkah nekat. "Ya," katanya. "Bagus. Sekarang kita bisa meneruskan langkah kita."
"Tapi saya sama sekali tak punya bukti untuk mendasari anggapan saya itu," Miss
Waynflete menjelaskan dengan kuatir. "Itu semata-mata hanya suatu gagasan!"
"Memang benar. Ini hanya suatu percakapan pribadi. Kita hanya bicara tentang apa
yang kita pikir dan kita duga. Kita menduga bahwa Amy Gibbs dibunuh. Nah menurut
pikiran kita, siapa yang membunuhnya?"
Miss Waynflete menggeleng. Kelihatannya dia bingung.
Sambil menatapnya, Luke berkata,
"Siapa yang punya motif untuk membunuhnya?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata,
"Saya dengar dia bertengkar dengan pacarnya, Jim Harvey, yang bekerja di bengkel
itu. Tapi dia seorang pemuda yang kelakuannya sangat baik dan sopan. Saya akui
kita memang sering membaca, dalam surat kabar-surat kabar, tentang pemuda-pemuda
yang menyiksa kekasihnya atau tentang hal-hal yang mengerikan seperti itu, tapi
saya benar-benar tak bisa percaya bahwa Jim akan sampai hati melakukan hal
semacam itu." Luke mengangguk. Miss Waynflete melanjutkan.
"Kecuali itu saya juga tak percaya dia akan melakukannya dengan cara itu.
Memanjat jendela lalu menukar botol obat batuknya dengan botol racun. Maksud
saya, kelihatannya tidak - "
Melihat keraguan Miss Waynflete, Luke membantu.
"Itu bukan cara kerja seorang kekasih yang marah. Saya sependapat. Menurut
pendapat saya, Jim Harvey bisa langsung kita singkirkan dari daftar orang yang
kita curigai. Amy dibunuh (kita sudah sepakat bahwa dia memang dibunuh) oleh
seseorang yang ingin menyingkirkannya dan yang merencanakan kejahatan itu dengan
cermat - sedemikian - sehingga kelihatannya seperti suatu kecelakaan. Nah, apakah
Anda punya suatu gagasan - suatu prasangka - kita katakanlah begitu, ya" Siapa orang
itu?" Miss Waynflete berkata, "Tidak - sungguh - tak ada, saya sama sekali tak punya prasangka!"
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sungguh?" "Sungguh - tak ada."
Luke memandanginya sambil merenung. Dia merasa bahwa bantahan itu kedengarannya
tak tulus. Dia berkata lagi,
"Apakah Anda tahu adanya motif?"
"Saya tak tahu motif tertentu."
Pernyataan itu lebih meyakinkan.
"Apakah gadis itu pernah bekerja di banyak tempat di Wychwood ini?"
"Dia pernah bekerja pada keluarga Horton selama setahun, sebelum bekerja di
rumah Lord Whitfield."
Luke mengambil kesimpulan dengan cepat.
"Jadi begini keadaannya. Seseorang menginginkan gadis itu meninggal. Dari
kenyataan-kenyataan yang ada, kita menyimpulkan bahwa - pertama-tama - dia adalah
seorang laki-laki, seorang laki-laki yang berpandangan cukup kolot (terbukti
dari penggunaan cat topi itu), dan kedua, laki-laki itu tentu bertubuh atletis,
karena jelas dia telah berhasil memanjat melalui gudang di luar rumah ke jendela
kamar gadis itu. Apakah Anda sependapat dengan pokok-pokok itu?"
"Setuju sekali," kata Miss Waynflete.
"Bolehkah saya pergi mencobanya sendiri?"
"Tentu boleh. Saya rasa itu suatu gagasan yang sangat baik."
Diantarkannya Luke ke luar melalui pintu samping, lalu memutar ke halaman
belakang. Luke berhasil mencapai atap gudang di luar rumah itu tanpa banyak
kesulitan. Dari situ dengan mudah dia dapat mengangkat jendela kamar itu, lalu
dengan mengeluarkan tenaga sedikit, berhasil naik dan masuk ke dalam kamar itu.
Beberapa menit kemudian dia menggabungkan diri lagi dengan Miss Waynflete di
lorong bawah, sambil menyeka tangannya dengan sapu tangan.
"Sebenarnya lebih mudah daripada kelihatannya," katanya. "Kita hanya membutuhkan
sedikit otot saja. Tak adakah bekas-bekas pada bingkai jendela atau di luarnya?"
Miss Waynflete menggeleng.
"Saya rasa tak ada. Tapi polisi telah memanjat lewat situ juga."
"Sehingga kalaupun ada bekas-bekas, maka bekas-bekas itu tentu terhapus oleh
bekas-bekas polisi itu. Begitulah, tanpa sadar, polisi telah membantu penjahat!
Yah, beginilah jadinya!"
Miss Waynflete berjalan mendahuluinya kembali ke rumah.
"Apakah Amy Gibbs nyenyak sekali kalau tidur?" tanya Luke.
Miss Waynflete menyahut dengan masam,
"Bukan main sulitnya membangunkan dia setiap pagi. Kadang-kadang saya harus
berulang kali mengetuk pintunya, dan berteriak memanggilnya, baru dia bangun.
Tapi Anda pasti tahu, Tuan Fitzwilliam, tak ada orang yang begitu tuli, bila dia
mau mendengar." "Benar," Luke mengakui. "Nah, sekarang, Miss Waynflete, kita tiba pada persoalan
motif. Kita mulai dari yang paling jelas saja. Menurut Anda, adakah sesuatu
antara Ellsworthy dengan gadis itu?" Lalu ditambahkannya cepat-cepat, "Ini hanya
pendapat Anda saja yang saya tanyakan. Tak lebih dari itu."
"Bila hanya pendapat saya, saya akan berkata, 'ya.'"
Luke mengangguk. "Menurut Anda, mungkinkah gadis itu telah melakukan pemerasan?"
"Lagi-lagi kalau sekadar pendapat, saya harus berkata bahwa itu mungkin."
"Anda mungkin tahu, apakah dia memiliki banyak uang waktu dia meninggal?"
Miss Waynflete mengingat-ingat,
"Saya rasa tidak. Kalau dia memiliki jumlah lebih daripada biasa, saya rasa saya
tentu tahu." "Apakah dia tidak kelihatan menghambur-hamburkan uang sebelum dia meninggal?"
"Saya rasa tidak."
"Hal itu bertentangan dengan teori pemerasan. Si korban biasanya mau membayar
satu kali sebelum diputuskannya untuk mengambil langkah yang lebih jauh. Ada
lagi teori lain. Gadis itu mungkin telah mencium sesuatu."
"Sesuatu apa?" "Mungkin dia mengetahui sesuatu yang berbahaya bagi seseorang di Wychwood ini.
Kita hanya membicarakan sesuatu yang baru merupakan dugaan. Dia pernah bekerja
di banyak rumah di sini. Mungkin dia tahu sesuatu yang mungkin akan
menghancurkan, katakanlah umpamanya, Pak Abbot dari jabatannya."
"Pak Abbot?" Cepat-cepat Luke berkata lagi,
"Atau mungkin suatu kelalaian atau perbuatan yang tak ada hubungannya dengan
profesinya, yang dilakukan oleh Dokter Thomas."
Miss Waynflete mulai berkata, "Tapi mana mungkin - " Lalu dia berhenti.
Luke berkata lagi, "Kata Anda, Amy Gibbs menjadi pembantu rumah tangga keluarga Horton, pada waktu
Bu Horton meninggal."
Keadaan sepi sebentar, kemudian Miss Waynflete berkata,
"Tolong katakan, Tuan Fitzwilliam, mengapa Anda membawa-bawa keluarga Horton
dalam hal ini" Bu Horton meninggal lebih dari satu tahun yang lalu."
"Benar, dan si Amy ada di sana pada waktu itu."
"Saya mengerti. Apa hubungan keluarga Horton dalam hal ini?"
"Entahlah. Saya - hanya ingin tahu. Bu Horton meninggal karena serangan sakit
lambung yang mendadak, bukan?"
"Ya." "Apakah kematiannya benar-benar tak terduga?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya begitulah. Soalnya, dia sudah mulai sembuh - kelihatannya dia sudah
akan pulih - kemudian mendadak penyakitnya kumat dan dia meninggal."
"Apakah Dokter Thomas terkejut?"
"Saya tak tahu. Saya rasa, ya."
"Dan para juru rawat, apa kata mereka?"
"Menurut pengalaman saya," kata Miss Waynflete, "juru rawat rumah sakit tak
pernah merasa heran bila penyakit seorang pasien tiba-tiba menjadi parah.
Kesembuhanlah yang biasanya membuat mereka heran."
"Tapi kematian Bu Horton membuat Anda heran?" Luke menekan terus.
"Ya. Hanya sehari sebelumnya, saya mengunjunginya, dan dia kelihatan jauh lebih
baik, dia bercakap-cakap dan kelihatan cukup gembira."
"Bagaimana pendapat dia sendiri mengenai penyakitnya?"
"Dia mengeluh bahwa para juru rawat itu meracuninya. Sudah ada seorang juru
rawat yang diusirnya, tapi katanya penggantinya yang dua orang itu pun sama
jahatnya!" "Saya rasa Anda tidak terlalu memperhatikan keluhannya itu, ya?"
"Tidak, saya pikir itu semua adalah bagian dari penyakitnya. Lagi pula, dia
adalah wanita yang sangat besar rasa curiganya, dan - mungkin kurang baik kalau
saya mengatakannya - dia suka merasa dirinya penting. Menurut dia, tak ada dokter
yang mengerti penyakitnya - dan penyakitnya bukanlah penyakit yang sederhana.
Menurut dia, kalau penyakitnya bukan penyakit yang sangat aneh, maka tentu ada
seseorang yang mencoba menyingkirkannya."
Luke berusaha untuk menahan agar suaranya terdengar biasa.
"Apakah dia tidak curiga bahwa mungkin suaminya yang mencoba menyingkirkannya?"
"Oh, tidak, gagasan itu tak pernah terpikir olehnya!"
Miss Waynflete diam sebentar, lalu bertanya perlahan-lahan,
"Apakah Anda pikir kemungkinan itu ada?"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Ada suami-suami yang berbuat begitu dan berhasil lolos. Menurut cerita, Bu
Horton adalah wanita yang setiap laki-laki ingin menyingkirkannya! Dan saya
dengar juga, bahwa Mayor Horton mendapat warisan uang yang banyak karena
kematian istrinya." "Ya, benar." "Bagaimana pendapat Anda, Miss Waynflete?"
"Anda menginginkan pendapat saya?"
"Ya, hanya pendapat Anda."
Dengan tenang tetapi nekat, Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya, Mayor Horton sayang sekali pada istrinya dan tak pernah mimpi
akan berbuat begitu."
Luke memandanginya dan dibalas dengan pandangan lembut. Pandangan mata itu tak
bergeming. "Yah," kata Luke, "saya rasa Anda benar. Mungkin Anda akan tahu bila sebaliknya
yang terjadi." Miss Waynflete tersenyum.
"Anda menganggap bahwa kami kaum wanita ini adalah pengamat-pengamat yang baik?"
"Pengamat-pengamat yang benar-benar hebat. Apakah menurut Anda, Miss Pinkerton
pun akan sependapat dengan Anda?"
"Saya rasa saya belum pernah mendengar Lavinia menyatakan pendapatnya."
"Bagaimana pendapatnya mengenai Amy Gibbs?"
Miss Waynflete agak mengerutkan alisnya, seolah-olah sedang berpikir.
"Sulit dikatakan. Lavinia punya gagasan yang aneh sekali."
"Gagasan apa?" "Pikirnya ada sesuatu yang aneh yang sedang terjadi di Wychwood ini."
"Apakah dia menduga umpamanya, bahwa Tommy Pierce didorong orang hingga jatuh
dari jendela itu?" Miss Waynflete terbelalak memandanginya karena terkejut.
"Bagaimana Anda sampai tahu itu, Tuan Fitzwilliam?"
"Dia yang mengatakannya pada saya. Tidak seperti yang saya ucapkan tadi, tapi
dia memberikan kesan umum begitu."
Miss Waynflete membungkukkan tubuhnya dengan wajah merah karena tegang.
"Kapan itu, Tuan Fitzwilliam?"
Dengan tenang Luke berkata, "Pada hari dia terbunuh. Kami seperjalanan ke
London." "Apa tepatnya yang dikatakannya pada Anda?"
"Dikatakannya bahwa di Wychwood telah terjadi terlalu banyak kematian. Dia
menyebutkan Amy Gibbs, dan Tommy Pierce, dan laki-laki yang bernama Carter itu.
Dia juga berkata bahwa Dokter Humbleby akan merupakan korban yang berikutnya."
Miss Waynflete mengangguk lambat-lambat.
"Adakah dikatakannya siapa yang bertanggung jawab?"
"Seorang laki-laki dengan sorot mata tertentu," kata Luke dengan geram. "Suatu
sorot mata, yang menurut almarhumah tak mungkin bisa menyesatkan. Miss Pinkerton
telah melihat sorot mata laki-laki itu, ketika dia sedang berbicara dengan
Dokter Humbleby. Sebab itu Miss Pinkerton berkata bahwa Humbleby-lah yang akan
merupakan korban berikutnya."
"Dan itu memang terjadi," bisik Miss Waynflete. "Aduh. Aduh."
Wanita itu bersandar. Matanya memandang dengan pandangan ngeri.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Luke. "Ayolah, Miss Waynflete, Anda tahu, Anda
pasti tahu!" "Saya tak tahu. Lavinia tidak menceritakannya pada saya."
"Tapi Anda bisa menduga," kata Luke dengan penuh keinginan. "Anda punya
pandangan yang tajam, siapa yang ada dalam pikiran Miss Pinkerton itu."
Miss Waynflete mengangguk dengan enggan.
"Kalau begitu katakanlah pada saya."
Tapi Miss Waynflete menggeleng kuat-kuat.
"Tidak. Anda menyuruh saya melakukan sesuatu yang sama sekali tak pantas! Anda
menyuruh saya menduga apa yang mungkin - ingat, hanya mungkin - ada dalam pikiran
seorang sahabat yang sekarang sudah meninggal. Saya tak mau membuat tuduhan
semacam itu!" "Itu tidak akan merupakan tuduhan - hanya suatu dugaan."
Tetapi tanpa diduga, Miss Waynflete tetap teguh.
"Tak ada dasar bagi saya untuk mengatakan sesuatu - sama sekali tak ada," katanya.
"Lavinia benar-benar tak pernah mengatakan apa-apa pada saya. Bisa saja saya
berpikir bahwa dia punya gagasan tertentu - tapi saya mungkin keliru. Lalu saya
berikan Anda jalan yang salah dan mungkin kemudian terjadi akibat-akibat yang
berat. Adalah jahat sekali dan tak adil untuk menyebut sebuah nama. Dan saya
mungkin benar-benar keliru! Sebenarnya, sekarang pun mungkin saya sudah keliru!"
Miss Waynflete mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dan membelalaki Luke dengan
penuh ketetapan hati. Luke pandai menerima kekalahan bila dia mengalaminya.
Dia menyadari bahwa, baik rasa kejujuran Miss Waynflete, maupun sesuatu yang
lain yang lebih kabur yang tak dapat dirabanya, tak dapat dilawannya.
Dia menerima kekalahan dengan dada lapang, lalu bangkit untuk minta diri. Dia
masih punya keinginan besar untuk kembali dan membicarakan soal itu lagi
kemudian hari, tapi dia tak mau membayangkan hal itu pada sikapnya.
"Anda tentu harus berbuat yang menurut Anda adalah benar," katanya. "Terima
kasih atas bantuan yang telah Anda berikan."
Miss Waynflete kelihatan agak berkurang keyakinan dirinya, waktu dia menyertai
Luke ke pintu. "Saya harap Anda tidak berpikir - " katanya mula-mula, tapi kemudian mengubah
bentuk kalimatnya. "Bila ada sesuatu lagi yang bisa saya bantu, harap beri tahu
saya." "Baiklah, Anda tidak akan menceritakan percakapan kita tadi pada siapa-siapa,
bukan?" "Tentu tidak. Saya tidak akan mengatakan sepatah kata pun pada siapa pun juga."
Luke berharap ucapan itu benar.
"Tolong sampaikan salam manis saya pada Bridget," kata Miss Waynflete. "Gadis
itu manis sekali, ya" Dan pintar lagi. Sa - saya harap dia akan bahagia."
Dan waktu Luke melihat padanya dengan pandangan bertanya, ditambahkannya,
"Maksud saya, dalam perkawinannya dengan Lord Whitfield kelak. Soalnya begitu
besar perbedaan umur mereka."
"Ya. Memang." Miss Waynflete mendesah. "Tahukah Anda bahwa saya pernah bertunangan dengan dia?" katanya tiba-tiba.
Luke terbelalak keheranan. Wanita itu mengangguk dan tersenyum agak sedih.
"Sudah lama sekali. Waktu itu dia seorang pemuda yang punya masa depan. Sayalah
yang membantunya mendidik dirinya sendiri. Dan saya bangga sekali akan -
semangatnya serta ketetapan hatinya untuk berhasil."
Dia mendesah lagi. "Orang tua saya merasa direndahkan. Perbedaan kedudukan pada masa itu sangat
berarti." Setelah berhenti beberapa menit ditambahkannya, "Saya selalu mengikuti
perkembangannya dengan penuh perhatian. Saya rasa, orang tua saya salah."
Kemudian, sambil tersenyum, dia mengangguk tanda berpisah, lalu masuk kembali ke
dalam rumah. Luke mencoba mengumpulkan ingatannya. Selama ini dia menilai Miss Waynflete
sebagai perawan yang benar-benar "tua"! Kini disadarinya bahwa wanita itu belum
berumur enam puluh. Sedang Lord Whitfield tentu sudah lebih dari lima puluh
umurnya. Mungkin wanita itu hanya setahun dua tahun saja lebih tua dari Lord
Whitfield, tak lebih. Dan kini laki-laki itu akan mengawini Bridget. Bridget yang baru berumur dua
puluh delapan. Bridget yang masih muda dan begitu bersemangat....
"Ah, sialan," kata Luke. "Aku tak mau terus-menerus memikirkan hal itu. Aku
harus melanjutkan pekerjaanku."
BAB 14 RENUNGAN LUKE BU CHURCH, bibi Amy Gibbs, adalah wanita yang sama sekali tak menyenangkan.
Hidungnya mancung sekali, matanya membayangkan kelicikan, dan lidahnya terlalu
tajam. Semuanya membuat Luke merasa muak.
Dia lalu bersikap tegas, dan tanpa disangkanya hal itu ternyata berhasil.
"Yang harus Anda lakukan," katanya pada wanita itu, "adalah menjawab pertanyaan-
pertanyaan saya saja, sebatas kemampuan Anda. Bila Anda menyembunyikan sesuatu
atau mengubah kebenaran, akibatnya akan sangat tak baik bagi Anda."
"Ya, saya mengerti. Saya memang ingin sekali menceritakan pada Anda, sedapat
saya. Saya belum pernah terlibat dengan polisi - "
"Dan Anda tak ingin terlibat," sambung Luke. "Nah, bila Anda lakukan sebagaimana
yang saya katakan, hal itu tidak akan terjadi. Saya ingin tahu semuanya tentang
keponakan Anda - siapa teman-temannya - berapa banyak uangnya - sesuatu yang
diucapkannya, yang mungkin tak biasa. Kita akan mulai dengan teman-temannya.
Siapa mereka?" Bu Church mengerling padanya dengan licik, dengan sudut matanya yang tak
menyenangkan. "Maksud Anda, yang pria?"
"Apakah dia punya teman-teman wanita?"
"Yah, boleh dikatakan tak ada - tak ada yang pantas disebut. Tentu ada teman-
temannya sepekerjaan - tapi Amy tak banyak bergaul dengan mereka. Soalnya - "
"Dia lebih suka dengan laki-laki. Teruskan. Ceritakan tentang itu."
"Dia sebenarnya pacaran dengan Jim Harvey, yang bekerja di bengkel. Anak muda
itu selalu berkelakuan baik. 'Kau tak bisa mendapatkan yang lebih baik,' kata
saya padanya berulang kali - "
Luke memotong, "Adakah yang lain-lain?"
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lagi-lagi dia mendapat pandangan yang licik.
"Saya rasa Anda berpikir tentang pria yang memiliki toko antik itu" Saya sendiri
pun tak suka, terus terang saja! Saya selalu berpandangan terhormat, dan saya
tak setuju dia main cinta dengan banyak orang! Tapi gadis-gadis zaman sekarang,
tak ada gunanya menasihati mereka. Mereka menempuh jalannya sendiri. Dan sering
kali mereka akhirnya menyesal."
"Apakah Amy menyesal?" tanya Luke terang-terangan.
"Tidak - saya rasa tidak."
"Pada hari kematiannya itu, dia pergi berobat pada Dokter Thomas. Apakah bukan
itu sebabnya?" "Bukan, saya bisa berkata saya yakin, bukan. Oh, saya bahkan berani bersumpah!
Amy memang merasa tak sehat, dia sakit, tapi sakitnya hanya flu dan batuk keras.
Bukan seperti yang Anda duga itu, saya yakin bukan."
"Saya percaya kata-kata Anda. Berapa jauh hubungan antara dia dan Ellsworthy?"
Bu Church melirik. "Itu tak dapat saya katakan. Amy tak mau menceritakan tentang dirinya pada
saya." Luke berkata singkat, "Tapi pergaulan mereka sudah cukup jauh?"
Dengan halus Bu Church berkata,
"Pria itu sama sekali tak punya nama baik di sini. Macam-macam ulahnya. Banyak
teman-temannya datang dari kota dan banyak kejadian-kejadian yang aneh sekali,
di Witches' Meadow, tengah malam."
"Apakah Amy juga pergi?"
"Pernah, kalau tak salah satu kali. Sepanjang malam dia tak pulang, dan hal itu
ketahuan Lord Whitfield (waktu itu dia bekerja di Manor), dan Lord Whitfield
menegurnya dengan tajam, lalu anak itu melawannya. Karena itu Lord Whitfield
lalu memecatnya, suatu hal yang wajar."
"Pernahkah dia bercerita pada Anda mengenai tempat-tempatnya bekerja?"
Bu Church menggeleng. "Tak banyak. Dia lebih asyik dengan kesibukan-kesibukannya sendiri."
"Dia pernah bekerja beberapa lamanya pada keluarga Mayor Horton, bukan?"
"Hampir setahun."
"Mengapa dia berhenti?"
"Hanya untuk memperbaiki nasibnya. Kebetulan ada lowongan di Manor, dan gaji di
sana tentu lebih tinggi."
Luke mengangguk. "Apakah dia masih bekerja pada keluarga Horton pada saat Bu Horton meninggal?"
tanya Luke. "Ya. Dia sering mengomel waktu itu - karena ada dua orang juru rawat rumah sakit
di rumah itu, maka pekerjaan jadi bertambah banyak. Antara lain karena banyaknya
makanan yang harus disiapkan dan dihidangkan dengan nampan-nampan."
"Apakah dia sama sekali tak pernah bekerja pada Pak Abbot?"
"Tidak. Pembantu-pembantu Pak Abbot adalah sepasang suami-istri. Amy memang
pernah pergi ke kantornya sekali, tapi saya tak tahu untuk apa."
Kenyataan kecil itu disimpan Luke dalam ingatannya, kalau-kalau kelak akan
berguna. Karena Bu Church jelas tak tahu lebih banyak tentang hal itu, maka dia
tak mau menanyakan soal itu lagi.
"Apakah ada pria-pria lain di kota yang menjadi temannya?" "Tak ada yang pantas
saya sebutkan." "Ayolah, Bu Church. Saya ingin kebenaran, ingat itu."
"Dia bukan laki-laki baik-baik, jauh daripada itu. Anak itu menjatuhkan
martabatnya, begitulah saya katakan padanya."
"Tolong bicara lebih jelas, Bu Church."
"Anda pasti sudah mendengar tentang rumah minum the Seven Stars, bukan" Itu sama
sekali bukan rumah minum yang baik, dan pemiliknya, Harry Carter, seorang laki-
laki yang rendah budinya serta pemabuk."
"Apakah Amy temannya?"
"Kadang-kadang dia pergi berjalan-jalan dengan laki-laki itu. Saya rasa
hubungannya tidak lebih jauh dari itu. Sungguh tidak."
Luke mengangguk sambil merenung, lalu mengalihkan pokok pembicaraan.
"Apakah Anda kenal seorang anak muda, Tommy Pierce?"
"Apa" Anak laki-laki Bu Pierce itu" Tentu saya kenal. Selalu ada saja
kenakalannya." "Apakah dia sering bertemu dengan Amy?"
"Oh, tidak. Amy pasti akan mengusirnya dengan tamparan, kalau anak itu mencoba
mengganggunya." "Apakah Amy senang tinggal bersama Miss Waynflete?"
"Dia memang merasa agak bosan, dan bayarannya tak tinggi. Tapi setelah dia
dipecat dan Ashe Manor dengan cara begitu, tentulah tak mudah baginya
mendapatkan tempat kerja lain yang baik."
"Bukankah dia bisa pergi?"
"Maksud Anda ke London?"
"Atau ke suatu tempat lain di negeri ini."
Bu Church menggeleng. Lambat-lambat dia berkata,
"Amy tak mau meninggalkan Wychwood - dalam keadaan seperti sekarang."
"Apa maksud Anda dengan, dalam keadaan seperti sekarang?"
"Yah, dengan adanya Jim dan laki-laki di toko antik itu."
Luke mengangguk sambil merenung. Bu Church berkata lagi,
"Miss Waynflete itu wanita yang baik sekali, tapi dia terlalu cerewet mengenai
barang-barangnya yang dari kuningan dan perak, dan semua barangnya harus selalu
bersih dari debu, sedang kasur harus dibalik. Amy sebenarnya tidak tahan dengan
segala tetek-bengek itu, seandainya dia tak bisa menghibur dirinya dengan cara
lain." "Saya bisa mengerti," kata Luke datar.
Dia membolak-balik semuanya itu dalam pikirannya. Dia merasa tak ada lagi
pertanyaan yang harus ditanyakannya. Dia merasa yakin bahwa dia sudah memeras
semua yang diketahui oleh Bu Church. Tetapi dia memutuskan untuk memancing
sesuatu sekali lagi. "Saya yakin Anda bisa menduga mengapa semua pertanyaan itu tadi saya ajukan.
Kematian Amy agak misterius. Kami tidak merasa puas bahwa itu hanya suatu
kecelakaan. Oleh karenanya, Anda tentu menyadari apa itu sebenarnya."
Dengan perasaan senang yang jahat, wanita itu berkata,
"Permainan kotor!"
"Benar sekali. Nah, seandainya keponakan Anda memang merupakan korban permainan
kotor, menurut Anda, siapa yang mungkin bertanggung jawab atas kematiannya?"
Bu Church menyeka tangannya dengan celemeknya.
"Apakah akan ada hadiahnya, bila polisi bisa diberi petunjuk yang benar?"
tanyanya bersungguh-sungguh.
"Mungkin ada," sahut Luke.
"Sebenarnya saya tidak ingin mengatakan sesuatu dengan pasti." Bu Church
menyapukan lidahnya ke bibirnya yang tipis dengan penuh nafsu. "Tapi laki-laki
di toko antik itu memang aneh. Mungkin Anda ingat perkara pembunuhan oleh Castor
- bagaimana orang menemukan serpihan-serpihan tubuh gadis malang itu di mana-
mana, di bungalow tepi pantai milik Castor, dan bagaimana orang menemukan lima
atau enam gadis malang lainnya yang telah diperlakukannya dengan cara yang sama.
Mungkin Mr. Ellsworthy seperti itu juga."
"Itu pendapat Anda, bukan?"
"Yah, mungkin begitu, bukan?"
Luke mengakui bahwa itu memang mungkin. Lalu dia berkata,
"Apakah Ellsworthy tidak berada di tempat pada petang Hari Pacuan Kuda Derby"
Itu suatu hal yang penting."
Bu Church membelalak. "Hari Pacuan Kuda Derby?"
"Ya - hari Rabu dua minggu yang lalu."
Wanita itu menggeleng. "Saya benar-benar tak bisa berkata apa-apa tentang hal itu. Dia biasanya memang
pergi pada hari Rabu - dia sering pergi ke kota. Soalnya, pada hari Rabu tokonya
tutup lebih awal." "Oh," kata Luke. "Tutup lebih awal."
Dia minta diri dari Bu Church, tanpa mengindahkan sindiran wanita itu bahwa
waktu baginya sangat berharga, dan oleh karenanya dia berhak mendapat imbalan
uang. Luke merasa makin benci pada Bu Church. Namun percakapan yang telah
dilakukannya dengan wanita itu, meskipun tidak terlalu memberikan kejelasan,
telah mengungkapkan beberapa pokok kecil yang berarti.
Dengan hati-hati dia membalik-balik persoalan itu dalam pikirannya.
Ya, persoalannya masih berkisar pada keempat orang itu. Thomas, Abbot, Horton,
dan Ellsworthy. Sikap Miss Waynflete agaknya membenarkan hal itu.
Wanita itu tampak sedih dan enggan menyebutkan nama. Itu pasti berarti bahwa
orang yang bersangkutan adalah seseorang yang terkemuka di Wychwood, seseorang
yang, bila namanya disebut hanya dengan sindiran saja pun, dia sudah akan sangat
dirugikan. Hal itu sesuai pula dengan keputusan yang telah diambil oleh Miss
Pinkerton, untuk menyampaikan rasa curiganya langsung kepada instansi tertinggi.
Polisi setempat pasti akan menertawakan pengaduannya.
Hal itu bukan perkara yang berhubungan hanya dengan seorang tukang daging, atau
tukang roti, atau pembuat wadah lilin saja. Bukan pula perkara yang melibatkan
seorang montir bengkel. Orang yang bersangkutan pastilah seseorang, bagi siapa
suatu tuduhan adalah sesuatu yang tak masuk akal, dan lebih-lebih suatu soal
yang serius. Ada empat orang calon yang mungkin terlibat. Kini terserah padanya untuk
menyelidiki perkara itu dengan cermat, sekali lagi, sehubungan dengan masing-
masing calon, dan kemudian mengambil keputusan.
Pertama-tama harus diselidikinya sikap enggan Miss Waynflete. Wanita itu adalah
seorang yang cermat dan teliti. Dia merasa bahwa dia tahu siapa laki-laki yang
dicurigai Miss Pinkerton, tetapi sebagaimana yang ditekankannya, itu hanya
merupakan perkiraan saja. Mungkin saja dia keliru.
Siapakah orang yang ada dalam pikiran Miss Waynflete"
Miss Waynflete merasa takut kalau-kalau tuduhannya akan merugikan seseorang yang
tak bersalah. Oleh karenanya, orang yang dituduhnya itu pastilah seorang laki-
laki yang berkedudukan tinggi, yang secara umum disukai dan dihormati
masyarakat. Oleh karenanya, begitu pikir Luke, hal itu dengan sendirinya membuat Ellsworthy
tersisih. Orang itu boleh dikatakan orang asing di Wychwood, reputasinya jelek
di tempat itu. Luke yakin bahwa, bila Ellsworthy-lah yang ada dalam pikiran Miss
Waynflete, maka dia pasti tidak akan enggan menyebutkannya. Sebab itu,
berdasarkan sikap Miss Waynflete pula, Luke mencoret nama Ellsworthy.
Sekarang mengenai yang lain-lain. Menurut Luke dia juga bisa menghapuskan nama
Mayor Horton. Miss Waynflete telah menekankan dengan penuh keyakinan bahwa
Horton tak mungkin meracuni istrinya sendiri. Bila Miss Waynflete mencurigai
bahwa Mayor Horton telah melakukan kejahatan-kejahatan berikutnya, maka dia
pasti tidak akan begitu yakin menyatakan bahwa Mayor Horton tak bersalah dalam
kematian istrinya. Maka kini tinggal Dr. Thomas dan Abbot. Keduanya memenuhi persyaratan-
persyaratan yang diperlukan. Mereka adalah orang-orang yang kedudukan dan
profesinya terhormat, dan terhadap mereka orang tak pernah mengatakan hal-hal
yang memalukan. Pada umumnya, mereka berdua disukai dan dihormati, dan terkenal
sebagai orang-orang yang tak bercacat serta jujur.
Kemudian Luke mempertimbangkan segi lain dari persoalan itu. Apakah dia sendiri
bisa menghapuskan nama Ellsworthy dan Horton" Dia segera menggeleng. Tidak
begitu sederhana. Miss Pinkerton tahu - betul-betul tahu - siapa laki-laki itu. Hal
itu terbukti, pertama, oleh kematiannya sendiri, dan kedua oleh kematian Dr.
Humbleby. Tapi Miss Pinkerton sebenarnya tak pernah menyebutkan sebuah nama pada
Honoria Waynflete. Oleh karenanya, meskipun Miss Waynflete merasa bahwa dia
tahu, dia bisa saja salah. Sering kali kita merasa tahu apa yang ada dalam
pikiran orang - tapi kadang-kadang kita menemukan bahwa kita sama sekali tidak
tahu - dan dengan demikian telah membuat kesalahan yang sangat besar!
Jadi keempat calon tadi masih tetap berlaku. Miss Pinkerton sudah meninggal dan
tak dapat lagi memberikan bantuan. Tinggal terserah pada Luke untuk berbuat
seperti yang telah dilakukannya pada hari dia tiba di Wychwood, yaitu
mempertimbangkan buktinya dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinannya.
Dia mulai dengan Ellsworthy. Sepintas lalu, Ellsworthy adalah yang paling masuk
akal. Dia abnormal, dan mungkin punya pribadi yang bejat. Jadi besar kemungkinan
dia adalah seorang 'pembunuh karena nafsu'.
"Coba kulakukan begini," kata Luke sendiri. "Kucurigai setiap orang secara
bergantian. Ellsworthy, umpamanya. Katakanlah dia pembunuhnya! Untuk sementara,
umpamakanlah dengan pasti bahwa aku tahu. Sekarang kutampilkan para korban
secara berurutan. Pertama-tama Bu Horton. Sulit melihat motif apa yang ada pada
Ellsworthy untuk membunuh Bu Horton. Tapi barang buktinya ada. Horton bicara
tentang semacam ramuan dukun yang diperoleh istrinya dan diminumnya. Racun
arsenikum bisa saja dibubuhkan dengan cara seperti itu. Pertanyaannya adalah -
mengapa" "Sekarang yang lain-lain. Amy Gibbs. Mengapa Ellsworthy membunuh Amy Gibbs"
Alasan yang nyata - dia merupakan pengganggu! Mungkinkah gadis itu mengancam akan
mengambil tindakan tertentu karena janji Ellsworthy padanya tak dipenuhi" Atau
apakah dia membantu dalam acara pesta-pesta cabul di tengah malam" Mungkinkah
dia kemudian mengancam akan membuka mulut" Lord Whitfield punya pengaruh besar
di Wychwood, dan menurut Bridget, Lord Whitfield adalah orang yang bermoral
tinggi. Mungkinkah dia mengambil tindakan terhadap Ellsworthy, karena dia telah
melakukan suatu perbuatan cabul. Jadi - singkirkan Amy. Kurasa, bukan suatu
pembunuhan sadis. Cara pembunuhan begitu tidak tergolong sadis.
"Siapa berikutnya - Carter" Dia tak mungkin tahu tentang pesta-pesta cabul tengah
malam itu (atau mungkinkah Amy menceritakannya padanya"). Apakah anak
perempuannya yang cantik itu terlibat dalam pertemuan-pertemuan itu" Apakah
Ellsworthy telah mulai main cinta dengan gadis itu" (Aku harus menemui Lucy
Carter). Mungkin Carter telah memperlakukan Ellsworthy dengan buruk, dan
Ellsworthy yang licik seperti kucing banci itu, membencinya. Bila dia sudah
pernah melakukan satu atau dua kali pembunuhan, maka dia akan menjadi cukup
kejam untuk membunuh hanya karena alasan yang sekecil-kecilnya.
"Sekarang Tommy Pierce. Mengapa Ellsworthy membunuh Tommy Pierce" Mudah saja.
Tommy pernah membantu dalam suatu upacara tengah malam. Tommy mengancam akan
membocorkan rahasia. Mungkin Tommy bahkan sudah menceritakannya. Jadi mulut
Tommy harus dibungkam. "Dokter Humbleby. Mengapa Ellsworthy membunuh Dokter Humbleby" Itu yang termudah
di antara semuanya! Humbleby adalah seorang dokter, dan dia melihat bahwa
Ellsworthy punya kelainan jiwa. Mungkin dokter itu telah bersiap-siap untuk
menangani hal itu. Maka celakalah Humbleby. Cara yang ditempuhnya agak sulit.
Bagaimana Ellsworthy yakin Humbleby akan terbunuh karena keracunan darah" Atau
apakah Humbleby meninggal karena sesuatu yang lain" Apakah jari yang keracunan
itu hanya suatu kebetulan"
"Yang terakhir, Miss Pinkerton. Toko uang tutup lebih awal pada hari Rabu.
Mungkin Ellsworthy pergi ke kota pada hari itu. Aku ingin tahu apakah dia
memiliki mobil. Aku memang tak pernah melihatnya mengemudikan mobil, tapi itu
belum merupakan bukti. Ellsworthy tahu bahwa Miss Pinkerton mencurigainya, dan
dia tak mau untung-untungan. Siapa tahu Scotland Yard akan mempercayai pengaduan
wanita tua itu. Jadi mungkinkah Scotland Yard sudah tahu sesuatu tentang
dirinya" "Itulah tuduhan-tuduhan yang memberatkan Ellsworthy! Lalu apakah yang
meringankannya" Yang jelas, bukan dia orangnya yang menurut Miss Waynflete ada
dalam pikiran Miss Pinkerton. Satu hal lagi, dia tak cocok - sama sekali tak cocok
- dengan kesanku sendiri yang masih samar. Waktu Miss Pinkerton bicara, aku
mendapatkan gambaran seorang laki-laki - tapi laki-laki itu bukanlah Ellsworthy.
Kesan yang diberikannya padaku adalah mengenai seorang laki-laki yang benar-
benar normal - artinya dari luar - seorang laki-laki yang tidak akan dicurigai oleh
siapa pun juga. Sedang Ellsworthy adalah laki-laki yang bisa kita curigai.
Tidak, kesan yang kudapatkan lebih mendekati laki-laki seperti - Dokter Thomas.
"Sekarang Thomas. Bagaimana dengan Thomas" Namanya kuhapus bersih dari daftar,
setelah aku ngobrol dengan dia. Dia baik, meskipun tidak terlalu menyenangkan -
kecuali kalau aku salah menanggapi semuanya. Dia adalah orang yang sama sekali
tidak akan kita sangka sebagai seorang pembunuh! Demikianlah perasaan orang-
orang tentang Thomas. "Nah, sekarang mari kita ulangi semua kemungkinan itu sekali lagi. Mengapa
Dokter Thomas membunuh Amy Gibbs" Agaknya sama sekali tak mungkin kalau dia yang
melakukannya! Tapi gadis itu datang padanya pada hari itu, dan dokter itu memang
memberinya sebotol obat batuk. Bagaimana seandainya itu bukan batuk tetapi asam
oxalid" Itu adalah cara yang sangat sederhana dan cerdik! Aku ingin tahu siapa
yang dipanggil waktu didapati bahwa gadis itu keracunan - Humbleby atau Thomas"
Bila Thomas, bisa saja dia datang sambil membawa sebuah botol lama berisi cat
topi, dalam sakunya, meletakkan botol itu untuk dianalisa, tanpa rasa bersalah!
Begitulah kira-kira. Itu bisa saja dilakukan oleh orang berdarah dingin!
"Tommy Pierce" Lagi-lagi kesulitannya dengan Dokter Thomas ini - soal motif.
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahkan suatu motif yang gila-gilaan pun tak ada. Sama halnya dengan Carter.
Mengapa Dokter Thomas ingin menyingkirkan Carter" Kita hanya bisa menyimpulkan
bahwa Amy, Tommy, dan pemilik rumah minum itu, semuanya tahu sesuatu yang tak
pantas diketahui. Nah, andaikan sekarang, bahwa sesuatu itu adalah kematian Bu
Horton. Dokter Thomas yang mengobatinya. Dan wanita itu meninggal karena
penyakitnya mendadak kambuh. Mudah saja baginya untuk melakukan hal itu. Dan
ingat bahwa Amy Gibbs berada di rumah itu waktu itu. Mungkin gadis itu melihat
atau mendengar sesuatu. Itulah penjelasan mengenai gadis itu. Mengenai Tommy
Pierce, sudah kita ketahui dari sumber yang dapat dipercaya, dia adalah anak
yang bersifat melit - sangat ingin tahu. Mungkin dia berhasil mengetahui sesuatu.
Carter tak bisa dilibatkan di sini. Amy Gibbs menceritakan sesuatu padanya.
Dalam keadaan mabuk, mungkin laki-laki itu telah membeberkan rahasia itu, dan
Thomas lalu memutuskan untuk membungkamnya pula. Semuanya ini tentulah hanya
dugaan saja. Tapi, orang tak bisa berbuat lain, bukan"
"Sekarang Humbleby. Nah! Akhirnya kita menemukan suatu pembunuhan yang benar-
benar beralasan. Motifnya jelas dan caranya tepat! Dokter Thomas-lah satu-
satunya orang yang bisa menyebabkan patnernya keracunan darah! Setiap kali dia
mengganti perbannya, dia bisa membubuhkan racun baru! Alangkah akan menyenangkan
bila pembunuhan-pembunuhan yang terdahulu agak lebih mudah dicarikan alasannya.
"Miss Pinkerton" Ini agak sulit, tapi tak ada satu kenyataan yang pasti. Hampir
sepanjang hari itu Dokter Thomas tidak ada di Wychwood. Alasan yang diberikannya
adalah menolong suatu persalinan. Itu mungkin. Tapi kenyataannya tetap bahwa dia
pergi dari Wychwood, naik mobil.
"Adakah sesuatu yang lain lagi" Ya, hanya ada satu lagi. Caranya memandangku
waktu aku akan meninggalkan rumahnya, beberapa hari yang lalu. Penuh percaya
diri, ramah bercampur angkuh, senyum seseorang yang merasa baru saja menuntunku
ke jalan yang benar dan menyadari hal itu."
Luke mendesah, dia menggeleng lalu melanjutkan renungannya.
"Abbot" Dia juga orang baik-baik. Normal, cukup kaya, dihormati, orang yang tak
mungkin dan sebagainya, dan seterusnya. Dia juga angkuh dan penuh percaya diri.
Pembunuh memang begitu! Sombongnya bukan main! Mereka selalu menyangka bahwa
mereka bisa lolos. Amy Gibbs pernah mengunjunginya. Mengapa" Untuk apa gadis itu
ingin bertemu dengan dia" Apakah untuk mendapatkan nasihat hukum" Mengapa" Atau
adakah persoalan pribadi" Terbetik berita mengenai 'surat dari seorang wanita',
yang dilihat Tommy. Apakah surat itu dari Amy Gibbs" Atau apakah surat itu
ditulis oleh Bu Horton - surat yang kemudian berhasil sampai ke tangan Amy Gibbs.
Siapakah wanita yang mungkin menulis surat kepada Pak Abbot mengenai persoalan
yang demikian pribadi sifatnya, hingga dia marah sekali waktu pesuruh kantornya
melihat surat itu tanpa sengaja" Apa lagikah yang bisa dipikirkan tentang Amy
Gibbs" Cat topi" Ya, memang khas perbuatan laki-laki yang kolot - laki-laki
seperti Abbot itu biasanya memang ketinggalan zaman kalau mengenai wanita.
Caranya main perempuan adalah cara kolot! Tommy Pierce" Jelas - sehubungan dengan
surat itu (surat yang merupakan pembawa sial). Yah, memang ada masalah dengan
anak perempuan Carter. Abbot tak ingin mendapat malu - seseorang yang kurang
waras, bajingan rendahan seperti Carter berani mengancamnya" Dia yang telah
berhasil lolos setelah melakukan dua kali pembunuhan dengan cerdiknya"
Singkirkan saja Carter! Malam yang gelap dan suatu dorongan yang tepat. Urusan
bunuh-membunuh ini benar-benar terlalu mudah.
"Apakah aku memiliki bayangan mengenai mental Abbot" Kurasa ada. Caranya
memandang memberi kesan buruk di mata seorang wanita tua. Wanita itu berpikir
macam-macam tentang dia.... Kemudian pertengkaran dengan Humbleby. Pak Tua
Humbleby berani melawan Abbot, pengacara dan pembunuh yang pandai. Orang tua
tolol - dia tak tahu apa yang bakal terjadi atas dirinya! Dia sendiri yang akan
lenyap. Berani menantangku!
"Kemudian - " Dia berbalik dan melihat sorot mata Lavinia Pinkerton. Dan matanya
sendiri jadi tertunduk - membuktikan bahwa dia sadar dia telah bersalah. Dia yang
telah membanggakan dirinya yang tidak akan dicurigai, ternyata telah
membangkitkan kecurigaan. Miss Pinkerton tahu rahasianya.... Wanita tua itu tahu
apa yang telah dilakukannya.... Ya, tapi dia tak punya bukti. Tapi bagaimana
seandainya dia pergi ke sana kemari untuk mencari bukti" Bagaimana kalau dia
bicara" Bagaimana seandainya..." Abbot punya pandangan yang tajam mengenai watak
seseorang. Dapat diterkanya apa yang akhirnya akan dilakukan oleh wanita itu.
Bila dia pergi ke Scotland Yard membawa kisah yang merupakan dugaannya, orang-
orang di sana mungkin akan percaya padanya - mereka mungkin akan mulai mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Harus dilakukan sesuatu sebagai langkah akhir orang yang
putus asa. Apakah Abbot punya mobil, atau apakah dia menyewanya di London"
Pokoknya, dia tidak berada di tempat pada Hari Pacuan Kuda Derby...."
Luke berhenti sebentar. Semangatnya begitu terlibat dalam perkara itu, hingga
dia merasa sulit beralih dari satu tertuduh ke tertuduh lainnya. Dia harus
menunggu beberapa menit sebelum dia bisa memaksa dirinya untuk membayangkan
Mayor Horton sebagai seorang pembunuh yang berhasil.
"Horton membunuh istrinya. Coba kumulai dari situ! Dia mengalami tantangan yang
cukup besar untuk itu, dan dia akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar bila
istrinya meninggal. Untuk bisa menyesatkan kedua hal itu dengan berhasil, dia
harus memamerkan kecintaan yang besar. Dia harus mempertahankan hal itu.
Mungkin, katakanlah, kadang-kadang dia agak berlebihan"
"Bagus sekali, satu pembunuhan telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Siapa
berikutnya" Amy Gibbs. Ya, sangat masuk akal. Amy berada di rumah itu. Mungkin
dia telah melihat sesuatu - Mayor yang sedang meramu secangkir teh atau bubur
halus dengan obat penenang" Mungkin beberapa waktu kemudian baru gadis itu
menyadari apa yang dilihatnya. Tipuan dengan cat topi itu adalah sesuatu yang
wajar dilakukan oleh Mayor itu - seorang pria, lelaki tulen, yang tahu sedikit
sekali tentang tetek-bengek wanita.
"Dengan begitu Amy Gibbs telah dibungkam untuk selama-lamanya.
"Carter si pemabuk" Sama persoalannya dengan sebelumnya. Amy menceritakan
sesuatu padanya. Lagi-lagi suatu pembunuhan yang masuk akal.
"Sekarang Tommy Pierce. Kita harus ingat kembali pada sifatnya yang melit.
Mungkin surat di kantor Pak Abbot itu adalah surat pengaduan dari Bu Horton,
yang menyatakan bahwa suaminya telah mencoba meracuninya" Itu suatu pemikiran
yang tak masuk akal, tapi mungkin juga. Pokoknya Mayor insyaf bahwa Tommy
merupakan ancaman, jadi Tommy harus menyusul Amy dan Carter. Semuanya begitu
sederhana dan masuk akal. Mudahlah membunuh itu" Ya Tuhan, jawabnya adalah, ya.
"Tapi sekarang kita tiba pada sesuatu yang agak lebih sulit. Humbleby! Motifnya"
Sangat jelas. Humbleby-lah yang mula-mula mengobati Bu Horton. Apakah dia lalu
merasa heran melihat penyakit itu, dan apakah Horton lalu mempengaruhi istrinya
untuk beralih ke dokter yang lebih muda dan tidak gampang curiga" Tapi kalau
begitu, mengapa begitu lama setelah itu baru Humbleby dianggap berbahaya" Itu
sulit.... Cara kematiannya juga. Jari yang keracunan. Tak ada hubungannya dengan
Pak Mayor. "Bu Pinkerton" Itu sangat mungkin. Dia punya mobil. Aku melihatnya. Dan dia
tidak berada di Wychwood pada hari itu, mungkinkah pergi menonton ke Derby" Ya -
mungkin. Apakah Horton seorang pembunuh berdarah dingin" Benarkah" Benarkah itu"
Ingin sekali aku tahu...."
Luke menatap ke depan. Dahinya berkerut karena penuh pikiran.
"Pasti seorang di antara mereka.... Kupikir bukan Ellsworthy - tapi mungkin juga
dia! Dialah yang paling jelas! Thomas sama sekali tak mungkin - bila tidak melihat
cara kematian Humbleby. Peracunan darah itu pasti menuding ke arah seorang
pembunuh di kalangan kedokteran! Mungkin Abbot - seperti juga terhadap yang lain,
untuk dia pun tak dapat dicarikan bukti - namun bagaimanapun juga, aku bisa
melihat dia dalam peran itu.... Ya - dia cocok, sedang yang lain-lain tidak. Dan
bisa juga Horton! Bertahun-tahun lamanya dia diperbudak oleh istrinya, dia
merasa diri tak punya arti - ya, mungkin! Tapi Miss Waynflete tidak menduga
demikian, padahal wanita itu tidak bodoh - apalagi dia benar-benar mengenal desa
ini dan penduduknya.... "Siapa yang dia curigai, Abbot atau Thomas" Pasti salah seorang di antara
mereka.... Bila kukorek benar-benar wanita itu - 'yang mana di antara mereka
berdua"' - mungkin aku akan bisa mendapatkan jawabannya.
"Tapi dalam hal itu dia mungkin pula salah. Tak ada cara untuk membuktikan bahwa
dia benar - sebagaimana halnya dengan Miss Pinkerton. Lebih banyak barang bukti -
itulah yang kuperlukan. Seandainya terjadi satu kali pembunuhan lagi - satu kali
saja lagi - maka aku akan yakin - "
Dia berhenti berpikir dengan mendadak.
"Ya Tuhan," bisiknya. "Mengapa aku ini - aku sampai menginginkan satu kali
pembunuhan lagi...!"
BAB 15 SEORANG SOPIR YANG KURANG AJAR
DI rumah minum Seven Stars, Luke meneguk minumannya, lalu merasa agak malu.
Tatapan enam pasang mata orang-orang desa mengikuti gerak-geriknya sampai yang
sekecil-kecilnya, dan waktu dia masuk tadi, percakapan jadi terhenti. Luke
mengucapkan beberapa kalimat tentang hal-hal yang umum, seperti panen, keadaan
cuaca, dan kupon undian sepak bola, tapi tak memperoleh tanggapan satu pun.
Dia tidak mendapat sambutan ramah. Benar dugaannya, gadis manis yang berambut
hitam dan berpipi merah di belakang meja kasir itu memang Nona Lucy Carter.
Usaha pendekatannya disambut dengan sikap menyenangkan. Sebagaimana lazimnya,
Nona Carter berkata dengan cekikikan, "Ayo, teruskan saja! Saya yakin Anda tidak
bermaksud apa-apa! Saya bukannya tak tahu!" - dan pernyataan-pernyataan lain
seperti itu. Tapi jelas bahwa sikapnya dibuat-buat.
Luke yang melihat bahwa, kalaupun dia tinggal di situ lebih lama, dia tidak akan
memperoleh kemajuan apa-apa, menghabiskan birnya lalu pergi. Dia berjalan di
sepanjang jalan kecil di pinggir sungai, di mana ada sebuah titian. Dia berhenti
memandangi titian itu. Tiba-tiba dari belakang terdengar suatu suara gemetar
yang berkata, "Di situlah, Tuan. Titian itulah yang diseberangi Harry."
Luke berbalik dan melihat salah seorang dari temannya minum tadi, salah seorang
yang tadi sama sekali tidak menanggapi pembicaraannya mengenai hasil panen,
cuaca, dan kupon. Jelas, kini orang itu merasa senang karena dia bisa menjadi
penunjuk jalan ke tempat yang mengerikan itu.
"Dia tercebur ke dalam lumpur," kata buruh yang sudah sangat tua itu. "Langsung
terbenam ke dalam lumpur dengan kepalanya ke bawah."
"Aneh mengapa dia jatuh di sini," kata Luke.
"Dia mabuk," kata orang desa yang lugu itu dengan sabar.
"Ya, tapi tentu dia sudah sering lewat sini dalam keadaan mabuk."
"Hampir setiap malam," kata lawan bicaranya. "Si Harry itu memang pemabuk
berat." "Mungkinkah seseorang mendorongnya?" kata Luke dengan seenaknya.
"Mungkin juga," Pak Tua itu membenarkan. "Tapi saya tak tahu siapa yang mau
berbuat begitu," tambahnya.
"Mungkin dia punya beberapa musuh. Sikapnya kasar sekali kalau sedang mabuk,
bukan?" "Kata-katanya tak enak didengar! Bicaranya tanpa tedeng aling-aling, si Harry
itu. Tapi tak mungkin ada seseorang yang mau mendorong orang yang sedang mabuk."
Luke tidak menanggapi pernyataan itu. Jelas bahwa memanfaatkan keadaan seseorang
yang sedang mabuk dianggap suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji. Pak Tua
itu kelihatannya terkejut mendengar gagasan itu.
"Yah," kata Luke samar-samar, "memang menyedihkan."
"Sama sekali tidak menyedihkan bagi istrinya," kata orang tua itu. "Saya rasa,
dia dan Lucy tidak merasa sedih atas kejadian itu."
"Mungkin ada orang-orang yang lebih senang kalau dia disingkirkan."
Laki-laki itu bersikap samar mengenai hal itu.
"Mungkin," katanya. "Tapi Harry tidak merugikan siapa-siapa."
Setelah mengakhiri percakapan tentang almarhum Carter, mereka berpisah.
Luke membelokkan langkahnya ke Wych Hall. Kegiatan perpustakaan mengambil tempat
di dua ruangan depan. Luke melewati bagian itu dan terus ke belakang melalui
sebuah pintu yang berpapan nama Museum. Di sana dia berjalan dari lemari ke
lemari, memperhatikan barang-barang yang dipajang, yang tidak begitu menarik.
Ada beberapa barang-barang keramik dan mata uang Romawi.
Ada beberapa barang-barang antik dari laut Selatan, dan sebuah ikat kepala dari
Malaya. Beberapa dewa India "yang dihadiahkan oleh Mayor Horton", juga sebuah
patung Budha yang besar dan tampak jahat, dan sebuah kotak berisi merjan Mesir
yang tampak meragukan. Luke keluar, lalu masuk ke sebuah ruang besar yang lain. Tak ada seorang pun di
sana. Diam-diam dia menaiki tangga. Di sana terdapat sebuah ruangan yang berisi
majalah-majalah dan surat-surat kabar, dan sebuah kamar yang berisi buku-buku
ilmu pengetahuan. Luke naik lagi ke lantai di atasnya. Di sana terdapat kamar-kamar yang menurut
Luke hanya dipenuhi dengan barang-barang rongsokan. Seperti burung-burung yang
sudah diawetkan, yang sudah dipindahkan dari museum karena sudah diserang rayap,
tumpukan-tumpukan majalah robek, dan sebuah kamar yang rak-raknya dipenuhi buku-
buku cerita kolot, juga buku-buku anak-anak.
Luke mendekati jendela. Pasti di sinilah Tommy Pierce duduk, mungkin sambil
bersiul dan sekali-sekali menggosok kaca jendela dengan giat, bila didengarnya
seseorang datang. Seseorang masuk. Tommy menunjukkan kerajinannya - sambil duduk dengan separuh
badannya di luar, dan menggosok dengan giat. Kemudian orang itu mendekatinya,
dan sambil bercakap-cakap mendorongnya dengan keras.
Luke berbalik. Dia menuruni tangga dan selama beberapa menit berdiri di ruang
besar. Tak seorang pun melihatnya masuk tadi. Tak seorang pun melihatnya naik ke
lantai atas ini. "Siapa pun bisa melakukannya!" kata Luke. "Itu pekerjaan yang mudah sekali."
Didengarnya langkah kaki orang yang datang dari arah perpustakaan. Karena dia
tak merasa bersalah dan tidak keberatan dilihat, maka dia tetap berdiri di mana
dia berada. Sekiranya dia tak ingin dilihat, betapa akan mudahnya dia menyelinap
masuk ke ruang museum! Miss Waynflete keluar dari perpustakaan, dengan mengepit setumpuk buku. Dia
sedang menanggalkan sarung tangannya. Dia kelihatan senang dan sibuk. Waktu
dilihatnya Luke, wajahnya berseri dan dia berseru,
"Oh, Tuan Fitzwilliam, apakah Anda sedang melihat-lihat museum" Sayang, tak
banyak isinya. Lord Whitfield berkata akan memberi kita beberapa barang pajangan
yang benar-benar menarik."
"Begitukah?" "Ya, sesuatu yang modern, maksudnya yang memenuhi selera zaman, seperti yang ada
di Museum Sains di London. Rencananya sebuah tiruan pesawat terbang dan sebuah
lokomotif, dan juga beberapa benda kimia."
"Itu mungkin bisa mencerahkan keadaan di sini."
"Ya, menurut saya, sebuah museum tidak selalu harus berhubungan dengan masa lalu
saja, bagaimana pendapat Anda?"
"Mungkin." "Lalu juga beberapa contoh makanan - yang berhubungan dengan kalori, dan vitamin -
dan yang semacam itu. Lord Whitfield menaruh perhatian besar pada Kampanye
Kesegaran Jasmani." "Begitu katanya pada saya beberapa malam yang lalu."
"Itu memang sedang populer sekarang, bukan" Lord Whitfield menceritakan bahwa
dia baru saja mengunjungi Institut Wellerman - dan di sana dia melihat banyak
sekali kuman, dan pembudidayaan genetis dan bakteri - saya jadi menggigil
dibuatnya. Dia juga bercerita tentang nyamuk-nyamuk, penyakit tidur, dan sesuatu
tentang cacing hati, yang rasanya terlalu sulit bagi saya."
"Bagi Lord Whitfield sendiri pun mungkin terlalu sulit," kata Luke ceria. "Saya
berani bertaruh bahwa dia salah mengerti! Anda punya otak yang lebih cerdas
daripada dia, Miss Waynflete."
Dengan tenang Miss Waynflete berkata,
"Anda baik sekali, Tuan Fitzwilliam, tapi saya rasa, kami kaum wanita tak pernah
berpikir sedalam pria."
Luke menekan keinginannya untuk menyatakan yang sebaliknya mengenai cara
berpikir Lord Whitfield. Dia hanya berkata,
"Saya sudah melihat-lihat museum, tapi kemudian saya naik ke lantai atas untuk
melihat jendela-jendela di atas."
"Maksud Anda, di mana Tommy - " Miss Waynflete tampak bergidik. "Mengerikan
sekali." "Memang tak enak mengenangnya. Tadi satu jam lamanya saya bersama Bu Church - bibi
si Amy - dia wanita yang tidak menyenangkan."
"Memang tidak."
"Saya terpaksa bersikap agak keras terhadapnya," kata Luke. "Saya rasa,
dipikirnya saya ini seorang polisi super."
Dia berhenti karena dilihatnya air muka Miss Waynflete tiba-tiba berubah.
"Aduh, Tuan Fitzwilliam, apakah menurut Anda itu bijaksana?"
Luke berkata, "Saya benar-benar tak tahu. Saya rasa hal itu tak dapat dibantah lagi. Bualan
tentang penulisan sebuah buku, sudah makin tak menarik - dan dengan dalih itu saya
tak akan maju-maju. Saya harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang langsung
mengenai pokok persoalan."
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Miss Waynflete menggeleng - air mukanya masih tetap susah.
"Anda harus tahu, di tempat ini - semuanya tersiar cepat sekali."
"Maksud Anda bahwa sekarang semua orang akan berkata, 'Tuh, Pak Detektif,' bila
mereka melihat saya di jalan" Saya rasa sekarang sudah tak ada pengaruhnya lagi.
Sebenarnya saya bisa mendapatkan lebih banyak dengan cara itu."
"Bukan itu yang saya pikirkan." Miss Waynflete kedengarannya agak sesak. "Maksud
saya - si pembunuh akan tahu. Dia akan menyadari bahwa Anda sedang mencari
jejaknya." Luke berkata lambat-lambat,
"Saya rasa memang begitu."
Miss Waynflete berkata lagi,
"Tapi, tidakkah Anda sadari - itu berbahaya sekali. Sangat berbahaya!"
"Maksud Anda - " Akhirnya Luke mengerti maksudnya, "maksud Anda, si pembunuh akan
mencoba berbuat sesuatu atas diri saya?"
"Ya." "Lucu," kata Luke. "Tak pernah hal itu terpikir oleh saya! Tapi saya rasa Anda
benar. Yah, saya rasa itu mungkin sekali terjadi."
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Saya rasa Anda tak menyadari bahwa dia - dia pasti seorang yang cerdas. Dia juga
orang yang sangat berhati-hati! Dan ingat, pengalamannya banyak sekali - mungkin
lebih banyak daripada yang kita sadari."
"Ya," kata Luke tercenung. "Mungkin itu benar."
Miss Waynflete berseru, "Saya tak senang! Saya benar-benar merasa ngeri!"
Dengan halus Luke berkata,
"Anda tak perlu kuatir. Saya akan sangat waspada, yakinlah. Soalnya saya sudah
mempersempit kemungkinan-kemungkinannya dengan teliti sekali. Saya sudah
mendapat gagasan kira-kira siapa pembunuh itu...."
Miss Waynflete tiba-tiba mendongak.
Luke maju selangkah. Dia merendahkan suaranya hingga berbisik,
"Miss Waynflete, bila saya tanyakan pada Anda, yang mana di antara kedua pria
ini yang Anda anggap paling masuk akal - Dokter Thomas atau Pak Abbot - apa jawab
Anda?" "Oh - " kata Miss Waynflete. Tangannya cepat diangkatnya ke dadanya. Dia melangkah
mundur. Matanya menatap Luke dengan pandangan yang membuat Luke bingung.
Pandangan itu membayangkan rasa tak sabar dan sesuatu yang berhubungan dengan
itu, yang tak dipahami Luke.
Kata Miss Waynflete, "Saya tak bisa mengatakan apa-apa - "
Dia mendadak berbalik dengan mengeluarkan suatu suara aneh - setengah mendesah,
setengah tersedu. Luke menarik dirinya. "Apakah Anda akan pulang?" tanyanya.
"Tidak, saya akan pergi mengantarkan buku-buku ini kepada Bu Humbleby. Rumahnya
terletak dalam perjalanan Anda kembali ke Manor. Kita bisa berjalan bersama-sama
ke sana." "Itu akan menyenangkan sekali," kata Luke.
Mereka menuruni tangga, membelok ke kiri mengitari taman desa.
Luke menoleh ke belakang melihat rumah yang baru saja mereka tinggalkan. Rumah
itu anggun garis-garisnya.
"Rumah itu tentu bagus sekali waktu masih menjadi milik ayah Anda," katanya.
Miss Waynflete mendesah. "Ya, kami sekeluarga bahagia sekali dulu. Saya bersyukur sekali rumah itu tak
jadi dirombak. Banyak sekali rumah-rumah tua yang dirobohkan."
"Saya dengar begitu. Menyedihkan sekali."
"Padahal rumah-rumah baru mutu bangunannya jelek sekali."
"Saya tak yakin apakah rumah-rumah baru bisa seawet rumah-rumah tua."
"Tapi," kata Miss Waynflete, "rumah-rumah baru memang lebih praktis - sangat hemat
tenaga, dan tak ada lorong-lorong besar yang banyak anginnya yang harus
disikat." Luke membenarkan. Waktu mereka tiba di pintu pagar rumah Dr. Humbleby, Miss Waynflete tampak
bimbang, lalu berkata, "Senja ini indah sekali. Bila Anda tak keberatan, saya ingin ikut berjalan
sebentar lagi dengan Anda. Saya ingin menikmati udara ini."
Meskipun agak heran, Luke menyatakan kegembiraannya dengan sopan. Padahal
menurut dia, senja itu tidak dapat dikatakan senja yang indah. Angin bertiup
kencang, mengobrak-abrik daun-daun di pohon dengan kejamnya. Setiap saat badai
akan mengamuk, pikirnya. Namun, sambil memegangi topinya kuat-kuat, Miss Waynflete yang berjalan di sisi
Luke dengan sengaja memperlihatkan rasa senangnya. Dia bercakap-cakap dengan
suara terengah-engah. Jalan setapak yang mereka lalui sepi, karena jalan paling pendek dari rumah Dr.
Humbleby ke Ashe Manor tidaklah lewat jalan raya, melainkan lewat jalan setapak
yang menuju salah satu pintu pagar belakang Manor House. Pintu itu tidak terbuat
dari besi tuang berhias, tapi ada dua buah pilar indah di kanan-kirinya dan di
atas pilar itu ada dua buah nenas tiruan yang besar dan berwarna merah muda.
Luke belum bisa menjawab pertanyaannya sendiri, mengapa justru nenas yang
dipasang di sana! Tapi kemudian didengarnya bahwa bagi Lord Whitfield, nenas
merupakan lambang kehormatan dan selera tinggi.
Waktu mereka tiba dekat pintu pagar itu, terdengar oleh mereka suara orang yang
sedang marah-marah. Sesaat kemudian mereka melihat Lord Whitfield sedang
berhadapan dengan seorang anak muda yang berseragam pengemudi.
"Kau kupecat," kata Lord Whitfield berteriak. "Kaudengar itu" Kau kupecat."
"Tolong maafkan saya, Lord Whitfield - sekali ini saja."
"Tidak, aku tak mau memaafkan! Kau telah membawa keluar mobilku. Mobilku - apalagi
waktu itu kau minum minuman keras - ya, jangan bantah! Sudah kujelaskan bahwa ada
tiga hal yang tak kuizinkan dalam lingkungan tanah milikku ini - orang yang mabuk-
mabukan, orang yang tak bermoral, dan yang ketiga adalah orang yang lancang."
Meskipun anak muda itu tidak terlalu mabuk, keadaannya cukuplah untuk membuatnya
berani membuka mulut. Sikapnya langsung berubah.
"Kau tak mau itu, tak mau ini, ya Pak Tua sialan! Tanah milikmu ini, ya!
Kausangka kami semua tak tahu, ayahmu dulu cuma pemilik toko sepatu! Kami semua
tertawa geli sekali melihat kau berlagak seperti - penguasa kami! Siapa sih kamu
ini" Coba jawab, aku ingin tahu! Kau tidak lebih baik daripada aku - kau sama
benar dengan aku ini."
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam.
"Lancang benar kau bicara begitu terhadapku! Berani kau, ya?" Anak muda itu maju
selangkah dengan sikap mengancam.
"Kalau saja kau tidak begitu pendek dan gendut seperti babi busuk, sudah kutinju
kau - sungguh!" Lord Whitfield cepat-cepat mundur. Kakinya tersangkut akar, lalu jatuh terduduk.
Luke maju ke tempat peristiwa itu.
"Pergi!" katanya dengan kasar pada pengemudi itu.
Pengemudi itu sadar kembali. Dia jadi ketakutan.
"Maaf, Pak. Saya tak tahu apa yang telah terjadi atas diri saya, sungguh, Pak."
"Kau pasti terlalu banyak minum," kata Luke.
Dia membantu Lord Whitfield bangkit.
"Ma - maafkan saya, Lord Whitfield," gagap anak muda itu.
"Kau akan menyesali perbuatanmu ini, Rivers," kata Lord Whitfield.
Suaranya gemetar karena emosinya.
Pengemudi itu bimbang sebentar, lalu pergi dengan lemah lunglai.
Lord Whitfield meledak, "Benar-benar lancang! Terhadap diriku. Berani benar dia bicara begitu terhadap
diriku. Sesuatu yang sangat serius akan terjadi atas diri laki-laki itu! Tak
sopan dia - tak menyadari kedudukannya dalam hidup ini. Bila kupikir apa yang
telah kulakukan demi orang-orang itu - gaji yang tinggi - diberi pensiun bila mereka
berhenti. Tak tahu berterima kasih - sungguh tak tahu berterima kasih...."
Dia sampai tersedak karena ketegangannya. Lalu terpandang olehnya Miss Waynflete
yang berdiri diam-diam saja sejak tadi.
"Kau rupanya, Honoria" Aku benar-benar menyesal kau harus menyaksikan
pemandangan yang begitu memalukan. Bahasa yang dipakai laki-laki itu - "
"Saya rasa dia tidak menyadarinya, Lord Whitfield," kata Miss Waynflete dengan
tenang. "Dia memang mabuk!"
"Memang mabuk," kata Luke.
"Tahukah kalian apa yang telah dilakukannya?" Lord Whitfield melihat pada kedua
orang itu bergantian. "Mobilku dibawanya keluar - mobil-ku! Disangkanya aku tidak
akan kembali begitu cepat. Bridget mengantarku dengan mobil kecil ke Lyne. Dan
sopir itu dengan lancangnya membawa seorang gadis - kurasa Lucy Carter - pesiar
dengan mobilku!" Dengan halus Miss Waynflete berkata,
"Benar-benar tak pantas perbuatannya."
Lord Whitfield kelihatan agak terhibur.
"Memang, ya?" "Tapi saya yakin dia akan menyesali perbuatannya."
"Aku yang akan membuatnya menyesal!"
"Kau telah memecatnya," Miss Waynflete mengingatkannya.
Lord Whitfield menggeleng.
"Nasibnya akan buruk sekali, anak muda itu."
Dia meluruskan bahunya. "Mari mampir, Honoria, dan minum-minum sherry."
"Terima kasih, Lord Whitfield, tapi saya harus pergi ke rumah Bu Humbleby
mengantarkan buku-buku ini. Selamat malam, Tuan Fitzwilliam. Anda tidak akan
apa-apa sekarang." Dia mengangguk pada Luke sambil tersenyum, lalu pergi dengan langkah-langkah
tegap. Sikapnya adalah sikap seorang pengasuh yang telah mengantarkan anak
asuhannya ke pesta. Napas Luke jadi tertahan karena tiba-tiba terlintas sebuah
gagasan di kepalanya. Mungkinkah Miss Waynflete menemaninya tadi itu untuk
melindunginya" Gagasan itu rasanya tak masuk akal, tetapi -
Suara Lord Whitfield membuyarkan renungannya.
"Wanita yang pandai sekali, Honoria Waynflete."
"Saya pikir juga begitu."
Lalu Lord Whitfield berjalan ke arah rumah. Geraknya agak kaku dan tangannya
memegang pinggulnya lalu menggosok-gosoknya.
Tiba-tiba dia tertawa kecil.
"Aku pernah bertunangan dengan Honoria - bertahun-tahun yang lalu. Waktu itu dia
manis sekali - tidak begitu kerempeng seperti sekarang. Rasanya lucu mengingat hal
itu sekarang. Orang tuanya, orang terkemuka di tempat ini."
"Begitukah?" Lord Whitfield mengenang kembali,
"Kolonel Waynflete berkuasa di daerah ini. Kita harus hormat sekali padanya. Dia
orang yang berpikiran kolot dan angkuhnya bukan main."
Dia tertawa lagi. "Terjadi pertengkaran hebat waktu Honoria mengumumkan bahwa dia akan menikah
dengan aku! Honoria menamakan tindakannya itu radikal. Dia bersungguh-sungguh.
Dia ingin menghapuskan perbedaan kedudukan sosial. Dia seorang gadis yang
serius." "Jadi keluarganya membuyarkan kisah cinta Anda berdua?"
Lord Whitfield menggosok-gosok hidungnya,
"Yah - tidak sampai begitu. Jelasnya, kami bertengkar tentang sesuatu. Dia
memelihara seekor burung yang bagus - burung kenari yang ceriwis - aku selalu
membenci burung itu - pada suatu kali terjadi sesuatu yang tak beres - leher burung
itu lalu dipuntir. Yah - tak ada gunanya mengenang-ngenang hal itu lagi sekarang.
Lupakan sajalah." Dia menggerakkan bahunya dalam usahanya membuang kenangan yang tak menyenangkan
itu. Kemudian dengan agak mendadak dia berkata,
"Kurasa dia tak pernah memaafkan aku. Yah, mungkin itu wajar...."
"Saya rasa dia sudah memaafkan Anda," kata Luke.
Wajah Lord Whitfield menjadi cerah.
"Begitukah menurutmu" Aku senang. Soalnya aku menghormati Honoria. Dia seorang
wanita yang cerdas, dan - seorang wanita sejati! Hal itu masih tetap sampai
sekarang. Dia menjalankan perpustakaan itu dengan baik sekali."
Dia mengangkat mukanya dan suaranya berubah.
"Halo," katanya. "Ini Bridget datang."
BAB 16 NENAS LUKE merasa otot-ototnya menegang melihat Bridget mendekat.
Sejak pertandingan persahabatan tenis itu, dia tak pernah lagi berbicara
berduaan saja dengan Bridget. Keduanya seolah-olah sepakat untuk saling
menghindari. Kini Luke mencuri pandang ke arah Bridget.
Gadis itu kelihatan amat tenang, dingin dan tak acuh.
Dengan suara ringan dia berkata,
"Aku tertanya-tanya, ke mana saja kau, Gordon?"
Dengan nada menggerutu Lord Whitfield berkata,
"Aku telah melakukan sedikit pembersihan! Rivers telah lancang, dia membawa
keluar Rolls-Royce-ku petang tadi."
"Menindak bawahan dengan tegas, rupanya," kata Bridget.
"Tak baik memperolok-olokkan hal itu, Bridget. Itu soal yang serius. Dia
mengajak keluar seorang gadis."
"Tentu dia tidak akan merasa senang kalau dia harus bepergian seorang diri!"
Lord Whitfield berdiri lebih tegak.
"Aku ingin, di tanah milikku semuanya berkelakuan patut dan bermoral."
"Sebenarnya tidaklah sampai melanggar moral, kalau membawa seorang gadis
bepergian naik mobil."
"Jelas melanggar kalau itu mobilku."
"Kalau demikian halnya, tentu lebih jahat daripada tak bermoral! Itu sudah
murtad namanya. Tapi soal perbedaan kelamin tak bisa kita remehkan begitu saja,
Gordon. Bulan sedang purnama, apalagi sekarang kan Midsummer Eve - malam istimewa
di tengah-tengah musim panas."
"Astaga, baru kusadari hal itu!" kata Luke.
Bridget melempar pandang padanya.
"Agaknya itu menarik bagimu, ya?"
"Memang." Bridget berpaling lagi pada Lord Whitfield,
"Ada tiga orang aneh tiba di penginapan Bells dan Motley. Yang pertama, seorang
laki-laki bercelana pendek, berkaca mata, dan memakai kemeja sutra yang indah
seperti warna buah prem! Yang kedua, seorang wanita tak beralis, bergaun bagus
tapi aneh, memakai merjan Mesir tiruan setengah kilo banyaknya, dan mengenakan
kasut. Yang ketiga, seorang laki-laki gendut, memakai stelan berwarna lavender
dan sepatu dengan warna yang senada. Aku curiga, mungkin mereka adalah teman-
teman Mr. Ellsworthy! Dalam kolom gunjingan tertulis: 'Ada yang membisikkan
bahwa akan diadakan pesta cabul para banci di Witches' Meadow malam ini.'"
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam dan berkata,
"Aku tak mau itu sampai terjadi!"
"Kau tak bisa mencegahnya, Sayang. Witches' Meadow adalah milik umum."
"Aku tak mau pesta cabul yang bersifat kafir itu terjadi di sini! Hal itu akan
kumuat dalam kolom Skandal." Dia diam sebentar, lalu berkata lagi, "Tolong
catatkan dan ingatkan aku untuk menyuruh Siddely mengembangkannya. Besok aku
harus ke kota." "Kampanye Lord Whitfield melawan ilmu sihir," kata Bridget seenaknya. "Takhyul
dari Abad Pertengahan masih hidup subur di desa yang terpencil ini."
Lord Whitfield menatapnya dengan pandangan bertanya dan dahi yang berkerut, lalu
dia berbalik dan masuk ke rumah.
Luke berkata dengan nada menyenangkan,
"Seharusnya kau menjaga kata-katamu, Bridget!"
"Apa maksudmu?"
"Sayang kalau kau sampai kehilangan pekerjaanmu! Jaminan yang seratus ribu itu
belum ada di tanganmu. Begitu pula intan berlian dan mutiara-mutiara itu. Kalau
aku jadi kamu, aku akan menunggu sampai upacara pernikahan selesai, sebelum
menyalurkan bakat menyindir yang menyakitkan hati."
Bridget memandangnya dengan pandangan dingin.
"Kau begitu penuh perhatian, Luke yang baik. Baik sekali kau mau memikirkan masa
depanku!" "Kebaikan hati dan pertimbangan yang baik, memang merupakan watakku yang
menonjol." "Selama ini aku tidak melihatnya."
"Tidak" Heran."
Bridget memetik sehelai daun tumbuhan menjalar, lalu berkata,
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa saja kerjamu hari ini?"
"Biasa, main detektif."
"Ada hasilnya?"
"Ya dan tidak, seperti kata para politikus. Ngomong-ngomong, apakah ada alat-
alat di rumahmu?" "Kurasa ada. Alat-alat apa?"
"Ah, alat kecil apa saja yang praktis. Bisakah aku memilih?"
Sepuluh menit kemudian, Luke memilih di antara alat-alat yang ada dalam lemari.
"Yang sedikit ini cukuplah," katanya sambil menepuk sakunya, tempat dia
memasukkan alat-alat yang sudah dipilihnya.
"Apakah kau punya rencana untuk membongkar dan masuk ke suatu tempat?"
"Mungkin." "Kau tak bisa diajak bicara tentang hal itu."
"Yah, soalnya, keadaannya penuh dengan kesulitan. Kedudukanku sangat tidak
menguntungkan. Setelah kita mengadakan penyelidikan pada hari Sabtu, kurasa aku
sudah harus angkat kaki dari sini."
"Ya, bertindak sebagai orang yang tahu sopan santun, bagus itu."
"Tapi karena aku yakin bahwa aku sudah hampir menemukan jejak seorang pembunuh
yang tak waras, maka aku kira-kira akan terpaksa tinggal lebih lama. Bila kau
bisa ikut memikirkan suatu alasan yang cukup meyakinkan supaya aku bisa
meninggalkan rumah ini, dan menginap di Losmen Bells and Motley, tolong
kemukakan." Bridget menggeleng. "Itu tak masuk akal - lebih-lebih karena kau sepupuku. Apalagi, losmen itu penuh
dengan teman-teman Ellsworthy. Losmen itu hanya memiliki tiga buah kamar tamu."
"Jadi aku terpaksa tinggal di rumah ini, meskipun itu tentu tak enak bagimu."
Bridget tersenyum manis padanya.
"Sama sekali tidak. Aku masih mampu digantungi oleh beberapa orang yang
menggerogoti diriku."
"Tajam sekali kata-katamu," kata Luke memuji. "Yang kukagumi dalam dirimu,
Bridget, adalah bahwa kau sama sekali tidak memiliki naluri untuk berbaik hati.
Yah, yah. Si perayu yang ditampik ini, sekarang harus pergi untuk berganti
pakaian menjelang makan malam."
Malam itu berlalu tanpa kejadian penting. Lord Whitfield makin menyukai Luke,
karena dia bisa berpura-pura asyik dan menaruh perhatian besar bila mendengarkan
'pidatonya' yang diucapkannya setiap malam.
Waktu mereka pindah ke ruang tamu utama setelah makan, Bridget berkata,
"Kalian berdua ini sudah lama sekali bercakap-cakap."
Luke menyahut, "Aku sedang asyik-asyiknya mendengarkan Lord Whitfield, hingga waktu berlalu
tanpa kusadari. Dia sedang menceritakan bagaimana dia mendirikan surat kabarnya
yang pertama." Bu Anstruther berkata, "Cara penanaman baru pohon-pohon buah-buahan kecil dalam pot itu, luar biasa
sekali. Sebaiknya kaucoba menanamnya di sepanjang teras, Gordon."
Kemudian percakapan beralih ke soal-soal yang biasa.
Luke masuk tidur lebih awal.
Tapi dia tak langsung tidur. Dia punya rencana-rencana lain.
Ketika jam berbunyi dua belas kali, dia menuruni tangga tanpa menimbulkan suara.
Kakinya mengenakan sepatu tenis. Dia melewati ruang baca, lalu keluar lewat
jendela. Angin masih bertiup kencang, kadang-kadang mereda sedikit. Awan bergerak cepat
di langit, menutupi bulan, sebentar gelap, sebentar terang.
Dengan mengambil jalan memutar, Luke pergi ke tempat tinggal Mr. Ellsworthy. Dia
melihat kesempatan yang terbuka untuk melakukan penyelidikan. Dia yakin benar
bahwa Ellsworthy dan teman-temannya pasti sedang keluar pada tanggal yang khusus
ini. Midsummer Eve - malam hari, di pertengahan musim panas, pikir Luke, pasti
ditandai dengan semacam upacara. Waktu upacara itu berlangsung, dia punya
kesempatan yang baik untuk menggeledah rumah Ellsworthy.
Dia memanjat beberapa tembok, berputar ke bagian belakang rumah itu,
mengeluarkan alat-alat yang sudah dipilihnya dari sakunya lalu memilih yang
cocok. Dia menemukan sebuah jendela gudang makanan yang akan bisa memenuhi
tujuannya. Beberapa menit kemudian, dia sudah berhasil menggeser selot jendela
itu, mengangkat palangnya dan memanjat masuk.
Dia membawa senter dalam sakunya. Hanya kadang-kadang saja dia menggunakannya -
dinyalakan sebentar, untuk menerangi supaya dia tidak menyenggol sesuatu.
Dalam waktu seperempat jam, dia sudah bisa meyakinkan dirinya bahwa rumah itu
kosong. Pemiliknya sedang keluar, menjalankan urusannya.
Luke tersenyum dan mulai mengerjakan pekerjaannya.
Dia memeriksa setiap sudut dan tempat yang tersembunyi dengan cermat dan tuntas.
Dalam sebuah laci yang terkunci, di bawah beberapa buah lukisan sketsa cat air
yang tak berarti, dia menemukan beberapa "karya seni" yang membuat alisnya
terangkat dan dia bersiul kecil. Surat-surat Ellsworthy tidak menjelaskan apa-apa, tapi
beberapa bukunya - yang tersembunyi di bagian belakang sebuah lemari - patut
mendapat perhatian. Kecuali itu, Luke mengumpulkan tiga informasi kecil yang membuatnya berpikir.
Yang pertama merupakan tulisan kasar dengan pensil dalam sebuah buku catatan
kecil. 'Selesaikan persoalan Tommy Pierce' - tanggalnya beberapa hari sebelum
kematian anak itu. Yang kedua adalah sketsa dengan pensil berwarna, melukiskan
Amy Gibbs yang wajahnya dicoret dengan tanda silang merah yang kasar. Yang
ketiga adalah sebotol obat batuk. Tak satu pun dari barang-barang itu bisa
dijadikan bahan untuk menarik kesimpulan, tapi secara keseluruhan, ketiganya
bisa dianggap membesarkan semangat.
Ketika Luke sedang menyusun kembali barang-barang itu ke tempatnya semula, tiba-
tiba dia terhenti dan merasa dirinya membeku, lalu cepat-cepat memadamkan
senternya. Dia mendengar orang memasukkan anak kunci ke lubangnya, di pintu samping.
Dia pergi ke pintu kamar tempatnya berada itu, dan menempelkan matanya ke suatu
celah. Dia berharap, jika orang itu memang Ellsworthy, mudah-mudahan dia
langsung naik ke lantai atas.
Pintu samping terbuka, dan Ellsworthy melangkah masuk sambil menyalakan lampu
lorong rumah. Ketika orang itu berjalan di lorong rumah, Luke melihat wajahnya dan dia menahan
napas. Wajah itu sulit dikenali kembali. Bibirnya berbusa, matanya berapi-api
membayangkan kegembiraan seperti orang gila. Dia melompat-lompat di sepanjang
lorong, seperti menari-nari.
Tapi yang membuat Luke menahan napas adalah, waktu terlihat olehnya tangan
Ellsworthy. Di tangan itu terdapat bekas-bekas yang berwarna merah kecoklatan -
warna darah yang sudah mengering....
Laki-laki itu menghilang setelah menaiki tangga. Sesaat kemudian lampu di lorong
rumah dipadamkan. Luke menunggu sebentar lagi, kemudian dengan sangat hati-hati dia mengendap-
endap keluar dari lorong rumah, menuju gudang makanan dan keluar lewat jendela.
Dia menengadah melihat ke rumah itu lagi, tapi rumah itu tetap gelap dan sepi.
Dia menarik napas panjang.
"Ya, Tuhan," katanya, "laki-laki itu benar-benar gila! Aku ingin tahu apa
rencananya" Aku berani bersumpah, aku melihat darah di tangannya!"
Dia menempuh jalan memutar yang lebih jauh, kembali ke desa dan tiba kembali di
Ashe Manor. Waktu dia membelok ke samping rumah, dia berbalik dengan mendadak,
karena tiba-tiba dia mendengar bunyi gemerisik daun-daun.
"Siapa itu?" Sesosok tubuh jangkung yang terbungkus dalam mantel berwarna gelap keluar dari
balik pohon. Kelihatannya demikian mengerikan hingga Luke merasa seolah-olah
jantungnya berhenti berdetak. Kemudian dia mengenali wajah panjang yang pucat
yang dilindungi tudung kepala mantel itu.
"Bridget" Kau mengejutkan aku!"
Bridget menyahut dengan tajam,
"Dari mana kau" Aku melihat kau keluar tadi."
"Dan kau mengikuti aku?"
"Tidak. Kau telah melangkah terlalu jauh. Aku menunggu sampai kau kembali."
"Bodoh sekali kau berbuat begitu," gerutu Luke.
Dengan tak sabar, Bridget mengulangi pertanyaannya,
"Dari mana kau?"
Luke menyahut dengan ceria,
"Menggeledah Mr. Ellsworthy!"
Bridget menahan napas. "Apakah kau menemukan sesuatu?"
"Entahlah. Pokoknya, pengetahuanku tentang babi itu agak bertambah sedikit -
seleranya yang agak porno dan sebagainya. Lalu ada pula tiga hal yang membuka
mataku." Bridget mendengarkan dengan penuh perhatian waktu Luke menceritakan kembali
hasil penyelidikannya. "Itu memang hanya bukti yang tak berarti," katanya mengakhiri ceritanya. "Tapi,
Bridget, pada saat aku akan meninggalkan tempat itu, Ellsworthy kembali. Dan aku
bisa memastikan bahwa - orang itu benar-benar gila!"
"Yakinkah kau akan pendapatmu itu?"
"Aku melihat wajahnya - rasanya - tak bisa aku mengatakannya! Hanya Tuhan yang tahu
apa yang telah dilakukannya! Dia seperti kerasukan. Dan kedua belah tangannya
kotor. Dan aku berani bersumpah bahwa yang mengotorinya adalah darah"
Bridget tampak bergidik. "Mengerikan...," gumamnya.
Dengan jengkel Luke berkata,
"Sebenarnya tak baik kau keluar seorang diri, Bridget. Benar-benar gila-gilaan.
Bisa-bisa kepalamu dipukul orang."
Bridget tertawa, suaranya agak gemetar.
"Sama saja halnya dengan kau, Saudaraku."
"Aku bisa menjaga diri."
"Aku pun bisa menjaga diri dengan baik. Kurasa sekarang kau akan menamakan
diriku tak berperasaan."
Angin bertiup keras. Tiba-tiba Luke berkata,
"Tanggalkan tudung kepala itu."
"Mengapa?" Dengan suatu gerakan mendadak direnggutkannya mantel itu lalu dilemparkannya.
Angin menghembus rambut Bridget dan mengangkatnya hingga rambut itu berdiri di
atas kepalanya. Bridget memandangi Luke dengan terbelalak, napasnya tampak terengah.
Luke berkata, "Kau benar-benar tak lengkap tanpa gagang sapu, Bridget. Begitulah aku melihatmu
pertama kali." Ditatapnya Bridget beberapa lamanya lagi dan berkata, "Kau adalah
setan yang kejam." Sambil mendesah dengan kuat dan kesal, dilemparkannya kembali mantel itu kepada
Bridget. "Nih - pakailah. Mari kita pulang."
"Tunggu...." "Mengapa?" Bridget mendekatinya. Dia berbicara dengan suara berbisik dan dengan napas yang
agak tertahan. "Karena ada sesuatu yang harus kukatakan padamu - itulah antara lain sebabnya aku
menunggu kau di sini - di luar Manor. Aku ingin mengatakannya sekarang - sebelum
kita masuk - ke rumah milik Gordon...."
"Apa itu?" Bridget tertawa kecil, pahit.
"Ah, sederhana sekali. Kau menang, Luke. Itu saja!"
Dengan tajam Luke bertanya,
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku telah memutuskan untuk mengurungkan niatku menjadi Lady
Whitfield." Luke maju selangkah. "Benarkah itu?" tanyanya.
"Benar, Luke." "Maukah kau menikah denganku?"
"Mau." "Mengapa" Aku heran."
"Entahlah. Kata-katamu sering kali kasar padaku - dan, agaknya aku
menyukainya...." Luke merangkulnya lalu menciumnya. Katanya,
"Dunia ini memang gila!"
"Apakah kau merasa bahagia, Luke?"
"Tidak terlalu."
"Apakah kaupikir kau akan bisa bahagia bersamaku?"
"Entahlah. Biarlah aku mengadu untungku."
"Ya - aku pun merasa begitu...."
Luke menyelipkan lengannya ke bawah lengan Bridget.
"Mengapa kita merasa aneh mengenai ini semuanya, Sayangku" Marilah. Mungkin
besok pagi kita akan lebih normal."
"Ya... rasanya, apa-apa yang terjadi atas diri kita ini membuat kita merasa
takut...." Dia menunduk, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti. "Luke - Luke - apa
itu?" Bulan baru saja keluar dari balik awan. Luke melihat ke bawah, ke sesuatu yang
teronggok di dekat kaki Bridget yang gemetar.
Sambil berseru karena terkejut, ditariknya lengannya, lalu berlutut. Dari
onggokan yang tak menentu bentuknya itu dia kemudian menengadah melihat ke atas
pilar pintu pagar. Nenas hiasan yang ada di sana sudah tak ada lagi.
Akhirnya dia bangkit. Bridget berdiri saja sambil menutup mulutnya dengan
tangannya. Luke berkata, "Ini Rivers - sopirmu. Dia meninggal...."
"Benda setan itu - memang sudah beberapa lama tak kokoh lagi - mungkinkah tadi
ditiup angin lalu menimpanya?"
Luke menggeleng. "Tak mungkin gara-gara angin. Oh, ya! Maksudnya memang supaya orang menyangka
begitu - begitulah maksudnya - suatu kecelakaan lagi! Tapi itu hanya tipuan. Si
pembunuh beraksi lagi...."
"Tidak - tidak, Luke - "
"Percayalah, pasti. Tahukah kau apa yang terasa di bagian belakang kepalanya"
Butir-butir pasir - bercampur dengan sesuatu yang lengket dan membeku. Padahal
tak ada pasir di sekitar sini. Dengar, Bridget, ada seseorang berdiri di sini
dan menghantam kepalanya waktu dia masuk lewat pintu pagar ini, dalam
perjalanannya kembali ke pondoknya. Kemudian dibaringkannya dan digulingkannya
nenas hiasan itu di atas kepalanya."
Bridget berkata ragu-ragu,
"Luke - ada darah - di tanganmu...."
Luke berkata dengan tegas,
"Di tangan seseorang yang lain ada pula darah. Tahukah kau apa yang kupikir tadi
petang - kalau saja ada satu kejahatan lagi, maka kita pasti akan tahu. Dan
sekarang kita tahu! Ellsworthy-lah orangnya! Dia keluar malam ini dan dia
kembali dengan tangan berlumuran darah, sambil melompat-lompat dan menari-nari
seperti orang gila - jelas, air mukanya menunjukkan bahwa dia seorang pembunuh
gila...." Sambil menunduk Bridget menggigil dan berkata dengan suara halus,
"Kasihan Rivers...."
Dengan rasa iba, Luke berkata,
"Ya, kasihan anak muda ini. Buruk benar nasibnya. Tapi ini harus merupakan yang
terakhir, Bridget! Sekarang kita tahu, dan kita bisa menangkapnya!"
Dilihatnya Bridget terhuyung, dan dengan dua langkah Luke mendekatinya lalu
memeluknya. Dengan suara halus seperti anak kecil, Bridget berkata,
"Luke, aku takut...."
Kata Luke, "Semuanya sudah berlalu, Sayang. Sudah berlalu."
Gumam Bridget, "Sayangilah aku - tolong. Aku sudah menderita banyak sekali."
Luke berkata, "Kita sudah saling menyakiti. Kita tidak akan berbuat begitu lagi."
BAB 17 LORD WHITFIELD BICARA DARI balik meja kerja di ruang periksanya, Dr. Thomas menatap Luke.
"Hebat," katanya. "Sungguh hebat! Apakah Anda bersungguh-sungguh, Tuan
Fitzwilliam?" "Memang bersungguh-sungguh. Saya yakin bahwa Ellsworthy adalah orang gila yang
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbahaya." "Saya tak pernah memberikan perhatian khusus pada orang itu. Namun demikian saya
bisa berkata bahwa dia memang tak normal."
"Saya menduga lebih jauh dari itu," kata Luke dengan tegas.
"Apakah Anda benar-benar yakin bahwa laki-laki bernama Rivers itu terbunuh?"
"Ya. Adakah Anda lihat butir-butir pasir di lukanya?"
Dr. Thomas mengangguk. "Saya memang memeriksanya setelah Anda memberitahukannya. Dan saya harus berkata
bahwa Anda memang benar."
"Bukankah hal itu menjelaskan bahwa kecelakaan itu adalah tipuan belaka, dan
bahwa laki-laki itu terbunuh oleh suatu pukulan dengan kantung pasir - atau
sekurang-kurangnya dibuai pingsan oleh kantung itu?"
"Tak perlu begitu."
"Apa maksud Anda?"
Dr. Thomas bersandar lalu mempertemukan ujung jari-jarinya.
"Mungkin saja siang harinya Rivers berbaring-baring di pondok berlantai pasir - di
tempat ini ada beberapa buah. Hal itu bisa menjelaskan adanya butiran-butiran
pasir di rambutnya."
"Dokter Thomas, percayalah, orang itu terbunuh!"
"Anda bisa berkata begitu," kata Dr. Thomas datar, "tapi buktinya tak ada."
Luke menahan rasa jengkelnya.
"Saya rasa Anda tak percaya apa yang saya ceritakan tadi."
Dr. Thomas tersenyum, senyum ramah seseorang yang merasa dirinya hebat.
"Anda harus mengakuinya sendiri, Tuan Fitzwilliam, bahwa kisah itu sama sekali
tak masuk akal. Anda memberikan keyakinan bahwa Ellsworthy telah membunuh
seorang gadis pembantu rumah tangga, seorang anak laki-laki kecil, seorang
pemilik rumah minum, teman sejawat saya, dan akhirnya Rivers."
"Jadi Anda tak percaya?"
Dr. Thomas mengangkat bahunya.
"Saya yakin tentang penyebab kematian Humbleby. Menurut saya, Ellsworthy tak
mungkin menjadi penyebab kematian itu, dan saya yakin Anda sama sekali tak punya
bukti bahwa dia yang melakukannya."
"Saya tak tahu bagaimana dia melakukannya," Luke mengakui, "tapi semuanya itu
cocok dengan cerita Miss Pinkerton."
"Sehubungan dengan itu, Anda juga meyakinkan bahwa Ellsworthy menyusul wanita
itu ke London dan menabraknya dengan mobil. Lagi-lagi Anda tak punya bayangan
bukti kejadian itu! Semuanya itu - yah - cerita romantis belaka!"
Dengan tajam Luke berkata,
"Sekarang saya sudah yakin akan kedudukan saya, dan sekarang adalah urusan saya
untuk mengumpulkan bukti-bukti. Besok saya akan pergi ke London, menemui seorang
teman lama saya. Dua hari yang lalu saya membaca di surat kabar bahwa dia sudah
diangkat menjadi asisten komisaris polisi. Dia kenal baik dengan saya dan dia
akan mau mendengarkan kata-kata saya. Satu hal saya yakin, yaitu bahwa dia akan
memerintahkan suatu pelacakan yang sempurna mengenai urusan ini."
Dr. Thomas mengusap-usap dagunya.
"Yah - itu pasti akan memuaskan sekali. Sekiranya ternyata bahwa Anda keliru - "
Luke memotongnya, "Anda benar-benar tak percaya sepatah kata pun tentang hal ini?"
"Tentang adanya pembunuhan besar-besaran ini?" Dr. Thomas mengangkat alisnya.
"Terus terang, Tuan Fitzwilliam, tidak. Soalnya terlalu bersifat khayalan."
"Bersifat khayalan, mungkin. Tapi semuanya berkaitan. Anda harus mengakui bahwa
semuanya bertalian, bila Anda mengakui kebenaran cerita Miss Pinkerton."
Dr. Thomas menggeleng. Bibirnya tersenyum tipis.
"Bila Anda mengenal perawan-perawan tua itu sebaik saya," gumamnya.
Luke bangkit, sambil terus berusaha menahan rasa jengkelnya.
"Kalau begitu," katanya, "memang tepat sekali Anda diberi nama julukan yang
sesuai dengan pemeo, 'Thomas yang selalu ragu!'"
Dengan senang hati Dr. Thomas menyahut,
"Beri saya beberapa bukti nyata, Sahabatku yang baik. Itu saja yang saya minta.
Tidak hanya sebuah kisah panjang yang tak ada ujung-pangkalnya, yang hanya
berdasarkan atas apa yang menurut bayangan wanita tua itu, telah dilihatnya."
"Apa yang menurut bayangan wanita tua itu telah dilihatnya, sering kali benar.
Bibiku Mildred memang aneh sekali! Apakah Anda punya bibi, Thomas?"
"Eh - tidak." "Rugi!" kata Luke. "Setiap orang harus punya bibi. Mereka bisa melukiskan benar-
tidaknya suatu dugaan, melebihi logika. Hanya bibi-bibi tua sajalah yang tahu,
bahwa Tuan A umpamanya, adalah penjahat, karena dia mirip dengan tukang daging
langganannya yang tak jujur. Bagi orang-orang lain mungkin cukup alasan untuk
mengatakan bahwa Tuan A yang dihormati itu tak mungkin seorang penjahat. Wanita-
wanita tua itu selalu benar."
Dr. Thomas tersenyum lagi dengan sikap melecehkan.
Dengan perasaan jengkel yang meluap lagi, Luke berkata,
"Tidakkah Anda menyadari bahwa saya ini seorang polisi" Saya tidak seratus
persen amatir." Dr. Thomas tersenyum dan bergumam,
"Itu di Selat Mayang!"
"Kejahatan tetap kejahatan, di Selat Mayang atau di mana pun juga!"
"Tentu - tentu."
Luke meninggalkan kamar periksa Dr. Thomas dalam keadaan menahan marah.
Dia bertemu dengan Bridget yang bertanya,
"Ada kemajuan?"
"Dia tak percaya padaku," kata Luke. "Tapi kalau dipikir, hal itu memang tidak
mengherankan. Itu semua merupakan cerita tak masuk akal tanpa bukti-bukti.
Dokter Thomas memang bukan orang yang mudah percaya!"
"Apakah ada orang yang akan percaya padamu?"
"Mungkin tak ada, tapi bila aku besok bertemu dengan teman lamaku, Billy Bones,
roda-roda akan mulai berputar. Mereka akan menyelidiki si rambut panjang,
Ellsworthy itu, dan akhirnya mereka akan tahu!"
Sambil merenung, Bridget berkata,
"Kita sudah banyak bekerja dengan cara terbuka, ya?"
"Harus. Kita tak bisa - benar-benar tak bisa membiarkan pembunuhan-pembunuhan
terjadi lagi." Bridget bergidik. "Demi Tuhan, Luke, berhati-hatilah."
"Aku memang berhati-hati. Jangan berjalan di dekat pintu pagar yang di atas
pilarnya ada hiasan nenas, hindari hutan yang sepi di malam hari, waspadalah
terhadap makanan dan minumanmu. Aku tahu semuanya itu."
"Ngeri rasanya aku mengingat bahwa kau sekarang merupakan orang yang diincar."
"Asal bukan kau saja yang merupakan wanita yang diincar, Manisku."
"Mungkin saja."
"Kurasa, tidak. Tapi aku tak mau mengambil risiko! Aku akan menjagamu seperti
malaikat pelindung."
"Apakah perlu melaporkan hal itu pada polisi di sini?"
Luke menimbang-nimbang. "Tidak, kurasa tak ada gunanya - lebih baik langsung ke Scotland Yard."
Bridget bergumam, "Begitu pulalah pendapat Miss Pinkerton."
"Ya, tapi aku telah siap menghadapi bahaya."
"Aku tahu apa yang harus kulakukan besok," kata Bridget. "Aku akan mengajak
Gordon ke toko manusia setan itu dan memintanya untuk membeli sesuatu."
"Supaya dengan demikian Ellsworthy tak punya kesempatan untuk menyergapku di
tangga Whitehall?" "Begitulah maksudku."
Dengan agak malu-malu, Luke berkata, "Mengenai Whitfield - "
Cepat Bridget menjawab, "Biar saja sampai kau kembali dari London. Baru kita ceritakan padanya."
"Apakah menurutmu dia akan patah hati?"
"Yah - " kata Bridget mempertimbangkan pertanyaan itu. "Dia akan merasa jengkel."
"Jengkel" Ya, Tuhan! Hanya jengkel?"
"Ya. Tapi kau harus tahu bahwa Gordon tak suka merasa jengkel! Dia pasti akan
kacau sekali!" Dengan penuh kesadaran Luke berkata, "Aku jadi merasa tak enak sekali."
Perasaan tak enak itu makin bertambah ketika malam itu untuk kedua puluh kalinya
dia bersedia mendengarkan kisah Lord Whitfield mengenai Lord Whitfield.
Diakuinya bahwa memang perbuatannya rendah, menginap di rumah seseorang dan
kemudian merampas tunangan orang itu. Namun dia tetap merasa bahwa, seorang
goblok yang pendek dan gendut, yang terlalu bangga akan dirinya dan yang
berjalan dengan membusungkan dadanya, seperti Lord Whitfield itu, sama sekali
tak pantas menawarkan dirinya pada Bridget!
Tetapi rasa kesadarannya menguasai dirinya dengan demikian hebatnya, hingga dia
mendengarkan dengan penuh perhatian, terlalu berlebihan malah, dan akibatnya,
dia menampilkan kesan yang menyenangkan tuan rumahnya.
Malam itu Lord Whitfield sedang senang hati. Kematian bekas sopirnya agaknya
tidak membuatnya sedih, bahkan sebaliknya dia merasa senang.
"Sudah kukatakan laki-laki itu akan mengalami nasib buruk," katanya dengan
gembira, sambil mengangkat gelas anggurnya ke cahaya lampu dan mengintip melalui
gelas itu. "Sudah kukatakan itu padamu kemarin malam, bukan?"
"Ya, memang sudah."
"Dan kaulihat sendiri, aku benar! Sungguh mengagumkan, betapa seringnya kata-
kataku benar!" "Tentu menyenangkan sekali bagi Anda," kata Luke.
"Hidupku memang amat menyenangkan - ya, hidupku hebat! Jalan hidupku selalu mulus.
Aku selalu percaya penuh pada nasib. Itulah rahasianya, Fitzwilliam, itulah
rahasianya." "Begitukah?" "Aku orang yang saleh. Aku percaya pada kebaikan dan kejahatan dan keadilan
abadi. Keadilan Tuhan pasti ada, Fitzwilliam, aku tak pernah meragukannya!"
"Saya juga percaya pada keadilan," kata Luke.
Sebagaimana biasanya, Lord Whitfield tidak tertarik pada kepercayaan orang lain.
"Berbuat baiklah demi Penciptamu, maka Penciptamu pun akan berbuat baik padamu!
Aku selalu berbuat baik. Secara teratur aku menyumbang badan amal, dan aku
mencari nafkah dengan jujur. Aku tidak berhutang budi pada siapa-siapa! Aku
berdiri sendiri. Kau tentu ingat cerita dalam Injil, bagaimana kepala-kepala
suku menjadi kaya-raya, hewan piaraan, dan panen mereka bertambah, dan musuh-
musuh mereka tertindas!"
Luke menahan dirinya supaya tak menguap dan berkata,
"Memang - memang benar."
"Hebat sekali - sungguh hebat," kata Lord Whitfield, "setiap musuh orang baik-baik
akan musnah! Lihat saja, kemarin anak muda itu memaki diriku - bahkan akan
bertindak lebih jauh lagi, melawan aku. Dan apa yang terjadi" Di mana dia
sekarang?" Dia menghentikan pidatonya sebentar, lalu menjawab sendiri pertanyaannya dengan
suara yang meyakinkan, "Mati! Terkena kutukan Tuhan!"
Sambil agak melebarkan matanya, Luke berkata,
"Mungkin itu hukuman yang terlalu berlebihan, hanya karena kelancangan mulutnya
gara-gara terlalu banyak minum."
Lord Whitfield menggeleng.
"Memang selalu begitu! Pembalasan datangnya cepat dan mengerikan. Dan pembalasan
itu memang tepat. Ingat saja anak-anak yang mengolok-olok Elisha - kemudian
beruang-beruang keluar, lalu melahap anak-anak itu. Begitulah kejadiannya
selalu, Fitzwilliam."
"Saya pikir kejadian-kejadian itu tidak selalu bisa dianggap sebagai
pembalasan." "Tidak, tidak. Kau meninjaunya dari segi yang salah. Elisha itu laki-laki yang
suci dan lapang dada. Tak seorang pun yang telah berani menghinanya akan bisa
bertahan hidup! Aku mengerti itu, karena itu persis dengan diriku!"
Luke makin bingung. Lord Whitfield merendahkan suaranya.
"Mula-mula aku sendiri pun tak percaya. Tapi kejadian itu seperti itu selalu
terulang! Musuh-musuhku dan orang-orang yang menghinaku, semuanya mati secara
menyedihkan." "Mati?" Lord Whitfield mengangguk sedikit, lalu menghirup anggurnya.
"Berulang kali. Ada satu kejadian yang sama benar dengan peristiwa Elisha itu -
mengenai seorang anak laki-laki. Aku mendapatinya di kebun rumah ini - waktu itu
Pendekar Cacad 1 Pendekar Rajawali Sakti 99 Pelangi Lembah Kambang Buronan Dari Mataram 1
berarti. Luke menyahut dengan singkat, tetapi gadis itu agaknya tidak
memperhatikan hal itu. Waktu mereka membelok ke pintu pagar rumah Rose, wajah Luke berubah menjadi
cerah. "Sekarang saya merasa lebih enak," katanya.
"Apakah tadi Anda merasa kurang sehat?"
"Anda baik untuk berpura-pura tidak melihatnya. Tapi Anda telah berhasil
melenyapkan kejengkelan saya. Aneh, saya merasa seolah-olah baru saja keluar
dari balik awan yang gelap ke tempat yang diterangi sinar matahari."
"Begitu rupanya. Memang, tadi matahari sedang tertutup awan waktu kita
meninggalkan Manor, dan sekarang awan itu sudah pergi."
"Jadi rupanya memang sungguh-sungguh terjadi - secara harfiah maupun secara
kiasan. Ya, ya - bagaimanapun juga, dunia ini tempat yang baik."
"Tentu." "Nona Humbleby, bolehkah saya berbuat lancang?"
"Saya yakin Anda tak bisa berbuat demikian." "Ah, jangan terlalu yakin. Saya
ingin mengatakan bahwa Dokter Thomas adalah orang yang sangat beruntung."
Wajah Rose memerah, lalu dia tersenyum.
"Rupanya Anda sudah mendengar?" katanya.
"Apakah seharusnya itu merupakan rahasia" Maaf sekali."
"Ah! Tak ada satu pun yang bisa merupakan rahasia di tempat ini," kata Rose
murung. "Jadi benar - Anda dan dia bertunangan?"
Rose mengangguk. "Hanya - untuk sementara ini - kami belum mengumumkannya secara resmi. Soalnya, Ayah
menentangnya, jadi rasanya - yah - tak baiklah untuk - untuk menyebarluaskannya,
padahal Ayah belum lama meninggal."
"Ayah Anda tidak merestui?"
"Yah, tidak berarti sama sekali tidak merestui. Ah, tapi saya rasa mengarah ke
situ juga." Dengan halus Luke berkata,
"Apakah beliau menganggap Anda masih terlalu muda?"
"Begitulah katanya."
Luke langsung menyambung, "Tapi menurut Anda ada sesuatu yang lain kecuali itu?"
Rose mengangguk perlahan-lahan dan dengan enggan.
"Yah - saya rasa yang menjadi penyebab sebenarnya adalah bahwa Ayah tidak - yah,
tidak menyukai Geoffrey."
"Apakah mereka saling bertentangan?"
"Kadang-kadang begitulah kelihatannya.... Memang, Ayah adalah orang tua yang
suka berprasangka." "Dan saya rasa beliau begitu sayang pada Anda hingga tak ingin kehilangan Anda."
Rose membenarkan hal itu. Masih terbayang sikapnya yang memelihara jarak.
"Atau apakah lebih daripada itu persoalannya?" tanya Luke. "Beliau sama sekali
tidak menghendaki Thomas sebagai suami Anda?"
"Memang tidak. Soalnya - Ayah dan Geoffrey sangat berbeda - dan dalam beberapa hal
mereka malah bertentangan. Geoffrey benar-benar sabar dan baik sekali dalam hal
itu - tapi karena dia tahu bahwa Ayah tidak menyukainya, sikapnya jadi tambah
berjarak dan malu, jadi Ayah makin tak bisa mengenalnya dengan lebih baik."
"Prasangka memang sangat sulit dilawan," kata Luke.
"Masalahnya benar-benar tak masuk akal!"
"Apakah Ayah Anda tidak mengemukakan sesuatu alasan?"
"Oh, tidak. Tak mungkin! Memang wajar, maksud saya, memang tak ada sesuatu yang
buruk yang bisa dikatakannya mengenai Geoffrey, kecuali bahwa dia tidak
menyukainya." "Jadi seperti dialog dalam sebuah buku: 'Aku tak suka padamu, Dokter Fell. Apa
sebabnya, tak bisa kukatakan.'"
"Tepat." "Tak adakah sesuatu yang nyata, yang dapat dijadikan pegangan" Maksud
saya, apakah tunangan Anda, Geoffrey itu, minum-minum atau suka taruhan kuda?"
"Oh, tidak. Saya rasa, Geoffrey malah tak tahu kuda mana yang menang di Derby."
"Aneh," kata Luke. "Soalnya, saya yakin, saya telah melihat Dokter Thomas di
Epsom pada Hari Pacuan Kuda Derby."
Sejenak Luke merasa takut kalau-kalau dia sudah pernah mengatakan bahwa dia baru
tiba di Inggris hari itu. Namun tanpa curiga sama sekali, Rose langsung
menyahut. "Anda merasa melihat Geoffrey di Derby" Oh, tak mungkin. Jelas dia tak bisa
pergi. Hampir sepanjang hari itu dia berada di desa Ashwold, menolong suatu
persalinan yang sulit."
"Kuat sekali ingatan Anda."
Rose tertawa. "Saya ingat itu, karena Geoffrey bercerita bahwa orang tua bayi itu memberikan
nama panggilan Jujube pada bayi itu!"
Luke mengangguk linglung.
"Bagaimanapun juga," kata Rose, "Geoffrey tak pernah nonton pacuan kuda. Dia
akan merasa bosan setengah mati."
Dengan nada yang berubah, ditambahkannya,
"Mari - mampir. Saya rasa Ibu akan senang bertemu dengan Anda."
"Baiklah, jika Anda yakin."
Rose mendahului masuk ke sebuah kamar suram yang disinari matahari senja.
Seorang wanita sedang duduk dengan sikap seperti ditopang. Aneh kelihatannya.
"Ibu, ini Tuan Fitzwilliam."
Bu Humbleby tampak terkejut, lalu bersalaman. Diam-diam Rose keluar dari kamar
itu. "Saya senang bertemu dengan Anda, Tuan Fitzwilliam. Kata Rose, beberapa di
antara teman-teman Anda mengenal suami saya bertahun-tahun yang lalu."
"Benar, Bu Humbleby." Dia merasa tak senang harus mengulangi kisah bohong itu
pada janda ini, tetapi tak ada jalan keluar yang lain.
Bu Humbleby berkata, "Alangkah baiknya jika Anda bisa bertemu dengan almarhum. Dia orang yang baik
dan dokter yang hebat. Dia menyembuhkan banyak orang yang telah menyerah tanpa
harapan, hanya dengan keteguhan pribadinya."
Dengan halus Luke berkata,
"Sudah banyak yang saya dengar tentang beliau sejak saya di sini. Saya tahu
bahwa masih banyak orang yang mengenangnya."
Luke tak dapat melihat Bu Humbleby dengan jelas. Suara wanita itu datar, tetapi
hal itu bahkan menekankan kenyataan bahwa wanita itu sedang menekan perasaannya
dengan sekuat tenaga. Tanpa disangka-sangka dia berkata,
"Dunia ini tempat yang jahat, Tuan Fitzwilliam. Tahukah Anda?"
Luke agak terkejut. "Ya, mungkin." Bu Humbleby menekankan, "Tapi apakah Anda tahu itu" Itu penting. Banyak sekali kejahatan di sekitar
kita.... Kita harus siap sedia - untuk melawannya! John sudah siap. Dia tahu. Dia
berada di pihak yang benar!"
Luke berkata dengan halus,
"Saya yakin itu."
"Dia tahu kejahatan yang ada di tempat ini," kata Bu Humbleby. "Dia tahu - "
Tiba-tiba Bu Humbleby menangis.
Luke bergumam, "Saya ikut bersedih - " lalu diam.
Wanita itu cepat menguasai dirinya kembali secepat dia kehilangan pertahanannya
tadi. "Maafkan saya," katanya. Diulurkannya tangannya dan Luke menyambutnya. "Silakan
datang lagi, selagi Anda berada di sini," katanya. "Itu akan menghibur Rose. Dia
suka sekali pada Anda."
"Saya suka padanya. Putri Anda adalah gadis yang manis. Sudah lama saya tak
menemukan gadis semanis dia, Bu Humbleby."
"Dia sayang sekali pada saya."
"Dokter Thomas benar-benar beruntung."
"Ya." Bu Humbleby melepaskan tangannya. Suaranya kembali datar. "Saya tak tahu -
ini semuanya terlalu rumit."
Luke meninggalkan wanita itu berdiri di kesuraman kamar itu, sambil
mempermainkan jari-jarinya.
Dalam perjalanan pulang, pikirannya kembali ke beberapa bagian dari percakapan
itu. Pada hari Pacuan Kuda Derby itu, Dr. Thomas lama tidak berada di Wychwood. Dia
pergi naik mobil. Wychwood terletak tiga puluh lima mil dari London. Katakanlah
dia pergi untuk menolong suatu persalinan. Apakah ada sesuatu yang
disembunyikannya" Hal itu masih bisa diberi pengertian lain. Pikirannya
berlanjut ke Bu Humbleby.
Apa maksud wanita itu dengan menekankan kata-kata, "Banyak sekali kejahatan di
sekitar kita...?" Apakah dia sekadar gugup saja dan terlalu dibebani oleh shock akibat kematian
suaminya" Atau adakah sesuatu yang lain"
Kalau begitu barangkali dia tahu sesuatu" Sesuatu yang diketahui oleh Dr.
Humbleby sebelum dia meninggal"
"Aku harus berusaha memecahkan masalah ini," kata Luke pada dirinya sendiri.
"Aku harus melanjutkannya."
Dengan tegas dia mengalihkan pikirannya dari pertengkaran yang telah terjadi
antara dirinya dengan Bridget.
BAB 13 MISS WAYNFLETE BICARA KEESOKAN paginya Luke mencapai suatu keputusan. Dia merasa bahwa dia telah
mendapat kemajuan atas usahanya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara tak langsung. Tak dapat dielakkan bahwa cepat atau lambat dia akan
terpaksa bekerja secara terbuka. Dia merasa bahwa sudah tiba waktunya untuk
menghentikan penyamarannya sebagai pengarang, dan menyatakan bahwa dia datang di
Wychwood dengan suatu tujuan khusus.
Dalam usaha melaksanakan rencananya itu, dia memutuskan untuk mengunjungi
Honoria Waynflete. Tidak saja karena dia telah mendapat kesan baik tentang sikap
hati-hati perawan tua itu serta ketajaman pandangannya - tapi Luke juga merasa
bahwa wanita itu mungkin punya informasi yang bisa membantunya. Luke merasa
bahwa wanita itu telah menceritakan apa yang diketahuinya. Dia ingin memancing
wanita itu agar mau menceritakan apa yang mungkin diduganya. Dia punya firasat
bahwa dugaan-dugaan Miss Waynflete mungkin akan sangat mendekati kebenaran.
Segera setelah selesai misa, dia mengunjungi Miss Waynflete.
Miss Waynflete menyambutnya dengan sikap biasa-biasa saja, sama sekali tidak
heran mendapat kunjungan itu. Wanita itu duduk di dekatnya, tangannya terlipat
rapi. Matanya cerdas - mirip sekali dengan mata kambing yang cerdik. Menatap wajah
itu, Luke merasa tidak terlalu sulit untuk menyampaikan maksud kunjungannya.
Katanya, "Saya yakin Anda sudah menduga, Miss Waynflete, bahwa kedatangan saya
kemari ini tidaklah semata-mata untuk menulis buku mengenai kebiasaan-kebiasaan
setempat." Miss Waynflete mengangguk sambil tetap mendengarkan.
Agaknya Luke bisa bebas menceritakan seluruh kisahnya. Miss Waynflete memang
bersikap hati-hati - begitulah kesan yang ditampilkannya - tapi karena dia adalah
seorang perawan tua yang sudah berumur, Luke merasa bahwa dia tak percaya wanita
itu akan tahan melawan hasratnya untuk menceritakan kisah yang begitu
menegangkan, pada beberapa orang teman dekat yang bisa dipercaya. Oleh karenanya
dia lalu mengambil jalan tengah.
"Saya datang kemari untuk menanyakan persoalan-persoalan sehubungan dengan
kematian Amy Gibbs, gadis yang malang itu."
Miss Waynflete berkata, "Maksud Anda, Anda dikirim kemari oleh polisi?"
"Oh, tidak - saya bukan detektif yang berpakaian preman." Dengan nada agak lucu
ditambahkannya. "Saya rasa, saya bolehlah disebut sebagai - apa yang dalam cerita
fiksi merupakan tokoh terkenal - detektif swasta."
"Oh, begitu. Kalau begitu Bridget Conway-kah yang mengajak Anda kemari?"
Luke bimbang sejenak. Kemudian diputuskannya untuk membenarkan hal itu. Akan
sulit baginya untuk menjelaskan kehadirannya di tempat itu, tanpa mengisahkan
seluruh pengalamannya dengan Miss Pinkerton. Miss Waynflete berkata lagi dengan
nada kagum dalam suaranya.
"Bridget itu orangnya praktis - sangat efisien! Saya rasa, seandainya persoalan
ini ada dalam tangan saya, saya tidak akan percaya pada penilaian saya sendiri -
maksud saya, bila kita tidak benar-benar yakin akan suatu hal, akan sulitlah
untuk menentukan tindakan apa yang harus kita ambil."
"Tapi Anda merasa yakin, bukan?"
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Sama sekali tidak, Tuan Fitzwilliam. Ini bukan suatu hal di mana kita bisa
merasa yakin! Maksud saya, mungkin saja itu hanya khayalan. Bila kita hidup
seorang diri, tanpa ada orang tempat meminta pendapat atau teman bicara, dengan
mudah kita akan jadi pemurung dan mengkhayalkan sesuatu yang tak ada dasarnya."
Luke cepat-cepat membenarkan pernyataan itu, karena dia memang mengakui
kebenaran yang tak dapat dibantah itu. Tetapi ditambahkannya dengan halus,
"Tapi dalam pikiran Anda, apakah Anda yakin?"
Miss Waynflete masih tetap tampak agak enggan.
"Mudah-mudahan saja tak ada salah paham dalam percakapan kita ini," katanya
dengan bersungguh-sungguh.
Luke tersenyum. "Apakah Anda menginginkan saya mengatakannya dengan jelas" Baiklah. Anda juga
berpendapat bahwa Amy Gibbs itu dibunuh, bukan?"
Honoria Waynflete agak tergagap mendengar keterusterangan kata-kata Luke itu.
Katanya, "Saya sama sekali tak senang memikirkan kematiannya. Sama sekali tidak. Saya
rasa itu sama sekali tidak menyenangkan."
Dengan sabar Luke berkata,
"Tapi Anda tidak beranggapan bahwa kematiannya itu wajar, bukan?"
"Tidak." "Anda tak percaya bahwa itu suatu kecelakaan?"
"Menurut saya itu sama sekali tak mungkin. Begitu banyak - "
Luke memotong bicaranya dengan tegas,
"Apakah Anda punya dugaan bahwa dia bunuh diri?"
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu," kata Luke dengan halus, "Anda benar-benar menganggap kejadian
itu suatu pembunuhan?"
Miss Waynflete bimbang, dia menelan ludahnya, lalu dengan berani mengambil
langkah nekat. "Ya," katanya. "Bagus. Sekarang kita bisa meneruskan langkah kita."
"Tapi saya sama sekali tak punya bukti untuk mendasari anggapan saya itu," Miss
Waynflete menjelaskan dengan kuatir. "Itu semata-mata hanya suatu gagasan!"
"Memang benar. Ini hanya suatu percakapan pribadi. Kita hanya bicara tentang apa
yang kita pikir dan kita duga. Kita menduga bahwa Amy Gibbs dibunuh. Nah menurut
pikiran kita, siapa yang membunuhnya?"
Miss Waynflete menggeleng. Kelihatannya dia bingung.
Sambil menatapnya, Luke berkata,
"Siapa yang punya motif untuk membunuhnya?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata,
"Saya dengar dia bertengkar dengan pacarnya, Jim Harvey, yang bekerja di bengkel
itu. Tapi dia seorang pemuda yang kelakuannya sangat baik dan sopan. Saya akui
kita memang sering membaca, dalam surat kabar-surat kabar, tentang pemuda-pemuda
yang menyiksa kekasihnya atau tentang hal-hal yang mengerikan seperti itu, tapi
saya benar-benar tak bisa percaya bahwa Jim akan sampai hati melakukan hal
semacam itu." Luke mengangguk. Miss Waynflete melanjutkan.
"Kecuali itu saya juga tak percaya dia akan melakukannya dengan cara itu.
Memanjat jendela lalu menukar botol obat batuknya dengan botol racun. Maksud
saya, kelihatannya tidak - "
Melihat keraguan Miss Waynflete, Luke membantu.
"Itu bukan cara kerja seorang kekasih yang marah. Saya sependapat. Menurut
pendapat saya, Jim Harvey bisa langsung kita singkirkan dari daftar orang yang
kita curigai. Amy dibunuh (kita sudah sepakat bahwa dia memang dibunuh) oleh
seseorang yang ingin menyingkirkannya dan yang merencanakan kejahatan itu dengan
cermat - sedemikian - sehingga kelihatannya seperti suatu kecelakaan. Nah, apakah
Anda punya suatu gagasan - suatu prasangka - kita katakanlah begitu, ya" Siapa orang
itu?" Miss Waynflete berkata, "Tidak - sungguh - tak ada, saya sama sekali tak punya prasangka!"
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sungguh?" "Sungguh - tak ada."
Luke memandanginya sambil merenung. Dia merasa bahwa bantahan itu kedengarannya
tak tulus. Dia berkata lagi,
"Apakah Anda tahu adanya motif?"
"Saya tak tahu motif tertentu."
Pernyataan itu lebih meyakinkan.
"Apakah gadis itu pernah bekerja di banyak tempat di Wychwood ini?"
"Dia pernah bekerja pada keluarga Horton selama setahun, sebelum bekerja di
rumah Lord Whitfield."
Luke mengambil kesimpulan dengan cepat.
"Jadi begini keadaannya. Seseorang menginginkan gadis itu meninggal. Dari
kenyataan-kenyataan yang ada, kita menyimpulkan bahwa - pertama-tama - dia adalah
seorang laki-laki, seorang laki-laki yang berpandangan cukup kolot (terbukti
dari penggunaan cat topi itu), dan kedua, laki-laki itu tentu bertubuh atletis,
karena jelas dia telah berhasil memanjat melalui gudang di luar rumah ke jendela
kamar gadis itu. Apakah Anda sependapat dengan pokok-pokok itu?"
"Setuju sekali," kata Miss Waynflete.
"Bolehkah saya pergi mencobanya sendiri?"
"Tentu boleh. Saya rasa itu suatu gagasan yang sangat baik."
Diantarkannya Luke ke luar melalui pintu samping, lalu memutar ke halaman
belakang. Luke berhasil mencapai atap gudang di luar rumah itu tanpa banyak
kesulitan. Dari situ dengan mudah dia dapat mengangkat jendela kamar itu, lalu
dengan mengeluarkan tenaga sedikit, berhasil naik dan masuk ke dalam kamar itu.
Beberapa menit kemudian dia menggabungkan diri lagi dengan Miss Waynflete di
lorong bawah, sambil menyeka tangannya dengan sapu tangan.
"Sebenarnya lebih mudah daripada kelihatannya," katanya. "Kita hanya membutuhkan
sedikit otot saja. Tak adakah bekas-bekas pada bingkai jendela atau di luarnya?"
Miss Waynflete menggeleng.
"Saya rasa tak ada. Tapi polisi telah memanjat lewat situ juga."
"Sehingga kalaupun ada bekas-bekas, maka bekas-bekas itu tentu terhapus oleh
bekas-bekas polisi itu. Begitulah, tanpa sadar, polisi telah membantu penjahat!
Yah, beginilah jadinya!"
Miss Waynflete berjalan mendahuluinya kembali ke rumah.
"Apakah Amy Gibbs nyenyak sekali kalau tidur?" tanya Luke.
Miss Waynflete menyahut dengan masam,
"Bukan main sulitnya membangunkan dia setiap pagi. Kadang-kadang saya harus
berulang kali mengetuk pintunya, dan berteriak memanggilnya, baru dia bangun.
Tapi Anda pasti tahu, Tuan Fitzwilliam, tak ada orang yang begitu tuli, bila dia
mau mendengar." "Benar," Luke mengakui. "Nah, sekarang, Miss Waynflete, kita tiba pada persoalan
motif. Kita mulai dari yang paling jelas saja. Menurut Anda, adakah sesuatu
antara Ellsworthy dengan gadis itu?" Lalu ditambahkannya cepat-cepat, "Ini hanya
pendapat Anda saja yang saya tanyakan. Tak lebih dari itu."
"Bila hanya pendapat saya, saya akan berkata, 'ya.'"
Luke mengangguk. "Menurut Anda, mungkinkah gadis itu telah melakukan pemerasan?"
"Lagi-lagi kalau sekadar pendapat, saya harus berkata bahwa itu mungkin."
"Anda mungkin tahu, apakah dia memiliki banyak uang waktu dia meninggal?"
Miss Waynflete mengingat-ingat,
"Saya rasa tidak. Kalau dia memiliki jumlah lebih daripada biasa, saya rasa saya
tentu tahu." "Apakah dia tidak kelihatan menghambur-hamburkan uang sebelum dia meninggal?"
"Saya rasa tidak."
"Hal itu bertentangan dengan teori pemerasan. Si korban biasanya mau membayar
satu kali sebelum diputuskannya untuk mengambil langkah yang lebih jauh. Ada
lagi teori lain. Gadis itu mungkin telah mencium sesuatu."
"Sesuatu apa?" "Mungkin dia mengetahui sesuatu yang berbahaya bagi seseorang di Wychwood ini.
Kita hanya membicarakan sesuatu yang baru merupakan dugaan. Dia pernah bekerja
di banyak rumah di sini. Mungkin dia tahu sesuatu yang mungkin akan
menghancurkan, katakanlah umpamanya, Pak Abbot dari jabatannya."
"Pak Abbot?" Cepat-cepat Luke berkata lagi,
"Atau mungkin suatu kelalaian atau perbuatan yang tak ada hubungannya dengan
profesinya, yang dilakukan oleh Dokter Thomas."
Miss Waynflete mulai berkata, "Tapi mana mungkin - " Lalu dia berhenti.
Luke berkata lagi, "Kata Anda, Amy Gibbs menjadi pembantu rumah tangga keluarga Horton, pada waktu
Bu Horton meninggal."
Keadaan sepi sebentar, kemudian Miss Waynflete berkata,
"Tolong katakan, Tuan Fitzwilliam, mengapa Anda membawa-bawa keluarga Horton
dalam hal ini" Bu Horton meninggal lebih dari satu tahun yang lalu."
"Benar, dan si Amy ada di sana pada waktu itu."
"Saya mengerti. Apa hubungan keluarga Horton dalam hal ini?"
"Entahlah. Saya - hanya ingin tahu. Bu Horton meninggal karena serangan sakit
lambung yang mendadak, bukan?"
"Ya." "Apakah kematiannya benar-benar tak terduga?"
Lambat-lambat Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya begitulah. Soalnya, dia sudah mulai sembuh - kelihatannya dia sudah
akan pulih - kemudian mendadak penyakitnya kumat dan dia meninggal."
"Apakah Dokter Thomas terkejut?"
"Saya tak tahu. Saya rasa, ya."
"Dan para juru rawat, apa kata mereka?"
"Menurut pengalaman saya," kata Miss Waynflete, "juru rawat rumah sakit tak
pernah merasa heran bila penyakit seorang pasien tiba-tiba menjadi parah.
Kesembuhanlah yang biasanya membuat mereka heran."
"Tapi kematian Bu Horton membuat Anda heran?" Luke menekan terus.
"Ya. Hanya sehari sebelumnya, saya mengunjunginya, dan dia kelihatan jauh lebih
baik, dia bercakap-cakap dan kelihatan cukup gembira."
"Bagaimana pendapat dia sendiri mengenai penyakitnya?"
"Dia mengeluh bahwa para juru rawat itu meracuninya. Sudah ada seorang juru
rawat yang diusirnya, tapi katanya penggantinya yang dua orang itu pun sama
jahatnya!" "Saya rasa Anda tidak terlalu memperhatikan keluhannya itu, ya?"
"Tidak, saya pikir itu semua adalah bagian dari penyakitnya. Lagi pula, dia
adalah wanita yang sangat besar rasa curiganya, dan - mungkin kurang baik kalau
saya mengatakannya - dia suka merasa dirinya penting. Menurut dia, tak ada dokter
yang mengerti penyakitnya - dan penyakitnya bukanlah penyakit yang sederhana.
Menurut dia, kalau penyakitnya bukan penyakit yang sangat aneh, maka tentu ada
seseorang yang mencoba menyingkirkannya."
Luke berusaha untuk menahan agar suaranya terdengar biasa.
"Apakah dia tidak curiga bahwa mungkin suaminya yang mencoba menyingkirkannya?"
"Oh, tidak, gagasan itu tak pernah terpikir olehnya!"
Miss Waynflete diam sebentar, lalu bertanya perlahan-lahan,
"Apakah Anda pikir kemungkinan itu ada?"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Ada suami-suami yang berbuat begitu dan berhasil lolos. Menurut cerita, Bu
Horton adalah wanita yang setiap laki-laki ingin menyingkirkannya! Dan saya
dengar juga, bahwa Mayor Horton mendapat warisan uang yang banyak karena
kematian istrinya." "Ya, benar." "Bagaimana pendapat Anda, Miss Waynflete?"
"Anda menginginkan pendapat saya?"
"Ya, hanya pendapat Anda."
Dengan tenang tetapi nekat, Miss Waynflete berkata,
"Menurut saya, Mayor Horton sayang sekali pada istrinya dan tak pernah mimpi
akan berbuat begitu."
Luke memandanginya dan dibalas dengan pandangan lembut. Pandangan mata itu tak
bergeming. "Yah," kata Luke, "saya rasa Anda benar. Mungkin Anda akan tahu bila sebaliknya
yang terjadi." Miss Waynflete tersenyum.
"Anda menganggap bahwa kami kaum wanita ini adalah pengamat-pengamat yang baik?"
"Pengamat-pengamat yang benar-benar hebat. Apakah menurut Anda, Miss Pinkerton
pun akan sependapat dengan Anda?"
"Saya rasa saya belum pernah mendengar Lavinia menyatakan pendapatnya."
"Bagaimana pendapatnya mengenai Amy Gibbs?"
Miss Waynflete agak mengerutkan alisnya, seolah-olah sedang berpikir.
"Sulit dikatakan. Lavinia punya gagasan yang aneh sekali."
"Gagasan apa?" "Pikirnya ada sesuatu yang aneh yang sedang terjadi di Wychwood ini."
"Apakah dia menduga umpamanya, bahwa Tommy Pierce didorong orang hingga jatuh
dari jendela itu?" Miss Waynflete terbelalak memandanginya karena terkejut.
"Bagaimana Anda sampai tahu itu, Tuan Fitzwilliam?"
"Dia yang mengatakannya pada saya. Tidak seperti yang saya ucapkan tadi, tapi
dia memberikan kesan umum begitu."
Miss Waynflete membungkukkan tubuhnya dengan wajah merah karena tegang.
"Kapan itu, Tuan Fitzwilliam?"
Dengan tenang Luke berkata, "Pada hari dia terbunuh. Kami seperjalanan ke
London." "Apa tepatnya yang dikatakannya pada Anda?"
"Dikatakannya bahwa di Wychwood telah terjadi terlalu banyak kematian. Dia
menyebutkan Amy Gibbs, dan Tommy Pierce, dan laki-laki yang bernama Carter itu.
Dia juga berkata bahwa Dokter Humbleby akan merupakan korban yang berikutnya."
Miss Waynflete mengangguk lambat-lambat.
"Adakah dikatakannya siapa yang bertanggung jawab?"
"Seorang laki-laki dengan sorot mata tertentu," kata Luke dengan geram. "Suatu
sorot mata, yang menurut almarhumah tak mungkin bisa menyesatkan. Miss Pinkerton
telah melihat sorot mata laki-laki itu, ketika dia sedang berbicara dengan
Dokter Humbleby. Sebab itu Miss Pinkerton berkata bahwa Humbleby-lah yang akan
merupakan korban berikutnya."
"Dan itu memang terjadi," bisik Miss Waynflete. "Aduh. Aduh."
Wanita itu bersandar. Matanya memandang dengan pandangan ngeri.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Luke. "Ayolah, Miss Waynflete, Anda tahu, Anda
pasti tahu!" "Saya tak tahu. Lavinia tidak menceritakannya pada saya."
"Tapi Anda bisa menduga," kata Luke dengan penuh keinginan. "Anda punya
pandangan yang tajam, siapa yang ada dalam pikiran Miss Pinkerton itu."
Miss Waynflete mengangguk dengan enggan.
"Kalau begitu katakanlah pada saya."
Tapi Miss Waynflete menggeleng kuat-kuat.
"Tidak. Anda menyuruh saya melakukan sesuatu yang sama sekali tak pantas! Anda
menyuruh saya menduga apa yang mungkin - ingat, hanya mungkin - ada dalam pikiran
seorang sahabat yang sekarang sudah meninggal. Saya tak mau membuat tuduhan
semacam itu!" "Itu tidak akan merupakan tuduhan - hanya suatu dugaan."
Tetapi tanpa diduga, Miss Waynflete tetap teguh.
"Tak ada dasar bagi saya untuk mengatakan sesuatu - sama sekali tak ada," katanya.
"Lavinia benar-benar tak pernah mengatakan apa-apa pada saya. Bisa saja saya
berpikir bahwa dia punya gagasan tertentu - tapi saya mungkin keliru. Lalu saya
berikan Anda jalan yang salah dan mungkin kemudian terjadi akibat-akibat yang
berat. Adalah jahat sekali dan tak adil untuk menyebut sebuah nama. Dan saya
mungkin benar-benar keliru! Sebenarnya, sekarang pun mungkin saya sudah keliru!"
Miss Waynflete mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dan membelalaki Luke dengan
penuh ketetapan hati. Luke pandai menerima kekalahan bila dia mengalaminya.
Dia menyadari bahwa, baik rasa kejujuran Miss Waynflete, maupun sesuatu yang
lain yang lebih kabur yang tak dapat dirabanya, tak dapat dilawannya.
Dia menerima kekalahan dengan dada lapang, lalu bangkit untuk minta diri. Dia
masih punya keinginan besar untuk kembali dan membicarakan soal itu lagi
kemudian hari, tapi dia tak mau membayangkan hal itu pada sikapnya.
"Anda tentu harus berbuat yang menurut Anda adalah benar," katanya. "Terima
kasih atas bantuan yang telah Anda berikan."
Miss Waynflete kelihatan agak berkurang keyakinan dirinya, waktu dia menyertai
Luke ke pintu. "Saya harap Anda tidak berpikir - " katanya mula-mula, tapi kemudian mengubah
bentuk kalimatnya. "Bila ada sesuatu lagi yang bisa saya bantu, harap beri tahu
saya." "Baiklah, Anda tidak akan menceritakan percakapan kita tadi pada siapa-siapa,
bukan?" "Tentu tidak. Saya tidak akan mengatakan sepatah kata pun pada siapa pun juga."
Luke berharap ucapan itu benar.
"Tolong sampaikan salam manis saya pada Bridget," kata Miss Waynflete. "Gadis
itu manis sekali, ya" Dan pintar lagi. Sa - saya harap dia akan bahagia."
Dan waktu Luke melihat padanya dengan pandangan bertanya, ditambahkannya,
"Maksud saya, dalam perkawinannya dengan Lord Whitfield kelak. Soalnya begitu
besar perbedaan umur mereka."
"Ya. Memang." Miss Waynflete mendesah. "Tahukah Anda bahwa saya pernah bertunangan dengan dia?" katanya tiba-tiba.
Luke terbelalak keheranan. Wanita itu mengangguk dan tersenyum agak sedih.
"Sudah lama sekali. Waktu itu dia seorang pemuda yang punya masa depan. Sayalah
yang membantunya mendidik dirinya sendiri. Dan saya bangga sekali akan -
semangatnya serta ketetapan hatinya untuk berhasil."
Dia mendesah lagi. "Orang tua saya merasa direndahkan. Perbedaan kedudukan pada masa itu sangat
berarti." Setelah berhenti beberapa menit ditambahkannya, "Saya selalu mengikuti
perkembangannya dengan penuh perhatian. Saya rasa, orang tua saya salah."
Kemudian, sambil tersenyum, dia mengangguk tanda berpisah, lalu masuk kembali ke
dalam rumah. Luke mencoba mengumpulkan ingatannya. Selama ini dia menilai Miss Waynflete
sebagai perawan yang benar-benar "tua"! Kini disadarinya bahwa wanita itu belum
berumur enam puluh. Sedang Lord Whitfield tentu sudah lebih dari lima puluh
umurnya. Mungkin wanita itu hanya setahun dua tahun saja lebih tua dari Lord
Whitfield, tak lebih. Dan kini laki-laki itu akan mengawini Bridget. Bridget yang baru berumur dua
puluh delapan. Bridget yang masih muda dan begitu bersemangat....
"Ah, sialan," kata Luke. "Aku tak mau terus-menerus memikirkan hal itu. Aku
harus melanjutkan pekerjaanku."
BAB 14 RENUNGAN LUKE BU CHURCH, bibi Amy Gibbs, adalah wanita yang sama sekali tak menyenangkan.
Hidungnya mancung sekali, matanya membayangkan kelicikan, dan lidahnya terlalu
tajam. Semuanya membuat Luke merasa muak.
Dia lalu bersikap tegas, dan tanpa disangkanya hal itu ternyata berhasil.
"Yang harus Anda lakukan," katanya pada wanita itu, "adalah menjawab pertanyaan-
pertanyaan saya saja, sebatas kemampuan Anda. Bila Anda menyembunyikan sesuatu
atau mengubah kebenaran, akibatnya akan sangat tak baik bagi Anda."
"Ya, saya mengerti. Saya memang ingin sekali menceritakan pada Anda, sedapat
saya. Saya belum pernah terlibat dengan polisi - "
"Dan Anda tak ingin terlibat," sambung Luke. "Nah, bila Anda lakukan sebagaimana
yang saya katakan, hal itu tidak akan terjadi. Saya ingin tahu semuanya tentang
keponakan Anda - siapa teman-temannya - berapa banyak uangnya - sesuatu yang
diucapkannya, yang mungkin tak biasa. Kita akan mulai dengan teman-temannya.
Siapa mereka?" Bu Church mengerling padanya dengan licik, dengan sudut matanya yang tak
menyenangkan. "Maksud Anda, yang pria?"
"Apakah dia punya teman-teman wanita?"
"Yah, boleh dikatakan tak ada - tak ada yang pantas disebut. Tentu ada teman-
temannya sepekerjaan - tapi Amy tak banyak bergaul dengan mereka. Soalnya - "
"Dia lebih suka dengan laki-laki. Teruskan. Ceritakan tentang itu."
"Dia sebenarnya pacaran dengan Jim Harvey, yang bekerja di bengkel. Anak muda
itu selalu berkelakuan baik. 'Kau tak bisa mendapatkan yang lebih baik,' kata
saya padanya berulang kali - "
Luke memotong, "Adakah yang lain-lain?"
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lagi-lagi dia mendapat pandangan yang licik.
"Saya rasa Anda berpikir tentang pria yang memiliki toko antik itu" Saya sendiri
pun tak suka, terus terang saja! Saya selalu berpandangan terhormat, dan saya
tak setuju dia main cinta dengan banyak orang! Tapi gadis-gadis zaman sekarang,
tak ada gunanya menasihati mereka. Mereka menempuh jalannya sendiri. Dan sering
kali mereka akhirnya menyesal."
"Apakah Amy menyesal?" tanya Luke terang-terangan.
"Tidak - saya rasa tidak."
"Pada hari kematiannya itu, dia pergi berobat pada Dokter Thomas. Apakah bukan
itu sebabnya?" "Bukan, saya bisa berkata saya yakin, bukan. Oh, saya bahkan berani bersumpah!
Amy memang merasa tak sehat, dia sakit, tapi sakitnya hanya flu dan batuk keras.
Bukan seperti yang Anda duga itu, saya yakin bukan."
"Saya percaya kata-kata Anda. Berapa jauh hubungan antara dia dan Ellsworthy?"
Bu Church melirik. "Itu tak dapat saya katakan. Amy tak mau menceritakan tentang dirinya pada
saya." Luke berkata singkat, "Tapi pergaulan mereka sudah cukup jauh?"
Dengan halus Bu Church berkata,
"Pria itu sama sekali tak punya nama baik di sini. Macam-macam ulahnya. Banyak
teman-temannya datang dari kota dan banyak kejadian-kejadian yang aneh sekali,
di Witches' Meadow, tengah malam."
"Apakah Amy juga pergi?"
"Pernah, kalau tak salah satu kali. Sepanjang malam dia tak pulang, dan hal itu
ketahuan Lord Whitfield (waktu itu dia bekerja di Manor), dan Lord Whitfield
menegurnya dengan tajam, lalu anak itu melawannya. Karena itu Lord Whitfield
lalu memecatnya, suatu hal yang wajar."
"Pernahkah dia bercerita pada Anda mengenai tempat-tempatnya bekerja?"
Bu Church menggeleng. "Tak banyak. Dia lebih asyik dengan kesibukan-kesibukannya sendiri."
"Dia pernah bekerja beberapa lamanya pada keluarga Mayor Horton, bukan?"
"Hampir setahun."
"Mengapa dia berhenti?"
"Hanya untuk memperbaiki nasibnya. Kebetulan ada lowongan di Manor, dan gaji di
sana tentu lebih tinggi."
Luke mengangguk. "Apakah dia masih bekerja pada keluarga Horton pada saat Bu Horton meninggal?"
tanya Luke. "Ya. Dia sering mengomel waktu itu - karena ada dua orang juru rawat rumah sakit
di rumah itu, maka pekerjaan jadi bertambah banyak. Antara lain karena banyaknya
makanan yang harus disiapkan dan dihidangkan dengan nampan-nampan."
"Apakah dia sama sekali tak pernah bekerja pada Pak Abbot?"
"Tidak. Pembantu-pembantu Pak Abbot adalah sepasang suami-istri. Amy memang
pernah pergi ke kantornya sekali, tapi saya tak tahu untuk apa."
Kenyataan kecil itu disimpan Luke dalam ingatannya, kalau-kalau kelak akan
berguna. Karena Bu Church jelas tak tahu lebih banyak tentang hal itu, maka dia
tak mau menanyakan soal itu lagi.
"Apakah ada pria-pria lain di kota yang menjadi temannya?" "Tak ada yang pantas
saya sebutkan." "Ayolah, Bu Church. Saya ingin kebenaran, ingat itu."
"Dia bukan laki-laki baik-baik, jauh daripada itu. Anak itu menjatuhkan
martabatnya, begitulah saya katakan padanya."
"Tolong bicara lebih jelas, Bu Church."
"Anda pasti sudah mendengar tentang rumah minum the Seven Stars, bukan" Itu sama
sekali bukan rumah minum yang baik, dan pemiliknya, Harry Carter, seorang laki-
laki yang rendah budinya serta pemabuk."
"Apakah Amy temannya?"
"Kadang-kadang dia pergi berjalan-jalan dengan laki-laki itu. Saya rasa
hubungannya tidak lebih jauh dari itu. Sungguh tidak."
Luke mengangguk sambil merenung, lalu mengalihkan pokok pembicaraan.
"Apakah Anda kenal seorang anak muda, Tommy Pierce?"
"Apa" Anak laki-laki Bu Pierce itu" Tentu saya kenal. Selalu ada saja
kenakalannya." "Apakah dia sering bertemu dengan Amy?"
"Oh, tidak. Amy pasti akan mengusirnya dengan tamparan, kalau anak itu mencoba
mengganggunya." "Apakah Amy senang tinggal bersama Miss Waynflete?"
"Dia memang merasa agak bosan, dan bayarannya tak tinggi. Tapi setelah dia
dipecat dan Ashe Manor dengan cara begitu, tentulah tak mudah baginya
mendapatkan tempat kerja lain yang baik."
"Bukankah dia bisa pergi?"
"Maksud Anda ke London?"
"Atau ke suatu tempat lain di negeri ini."
Bu Church menggeleng. Lambat-lambat dia berkata,
"Amy tak mau meninggalkan Wychwood - dalam keadaan seperti sekarang."
"Apa maksud Anda dengan, dalam keadaan seperti sekarang?"
"Yah, dengan adanya Jim dan laki-laki di toko antik itu."
Luke mengangguk sambil merenung. Bu Church berkata lagi,
"Miss Waynflete itu wanita yang baik sekali, tapi dia terlalu cerewet mengenai
barang-barangnya yang dari kuningan dan perak, dan semua barangnya harus selalu
bersih dari debu, sedang kasur harus dibalik. Amy sebenarnya tidak tahan dengan
segala tetek-bengek itu, seandainya dia tak bisa menghibur dirinya dengan cara
lain." "Saya bisa mengerti," kata Luke datar.
Dia membolak-balik semuanya itu dalam pikirannya. Dia merasa tak ada lagi
pertanyaan yang harus ditanyakannya. Dia merasa yakin bahwa dia sudah memeras
semua yang diketahui oleh Bu Church. Tetapi dia memutuskan untuk memancing
sesuatu sekali lagi. "Saya yakin Anda bisa menduga mengapa semua pertanyaan itu tadi saya ajukan.
Kematian Amy agak misterius. Kami tidak merasa puas bahwa itu hanya suatu
kecelakaan. Oleh karenanya, Anda tentu menyadari apa itu sebenarnya."
Dengan perasaan senang yang jahat, wanita itu berkata,
"Permainan kotor!"
"Benar sekali. Nah, seandainya keponakan Anda memang merupakan korban permainan
kotor, menurut Anda, siapa yang mungkin bertanggung jawab atas kematiannya?"
Bu Church menyeka tangannya dengan celemeknya.
"Apakah akan ada hadiahnya, bila polisi bisa diberi petunjuk yang benar?"
tanyanya bersungguh-sungguh.
"Mungkin ada," sahut Luke.
"Sebenarnya saya tidak ingin mengatakan sesuatu dengan pasti." Bu Church
menyapukan lidahnya ke bibirnya yang tipis dengan penuh nafsu. "Tapi laki-laki
di toko antik itu memang aneh. Mungkin Anda ingat perkara pembunuhan oleh Castor
- bagaimana orang menemukan serpihan-serpihan tubuh gadis malang itu di mana-
mana, di bungalow tepi pantai milik Castor, dan bagaimana orang menemukan lima
atau enam gadis malang lainnya yang telah diperlakukannya dengan cara yang sama.
Mungkin Mr. Ellsworthy seperti itu juga."
"Itu pendapat Anda, bukan?"
"Yah, mungkin begitu, bukan?"
Luke mengakui bahwa itu memang mungkin. Lalu dia berkata,
"Apakah Ellsworthy tidak berada di tempat pada petang Hari Pacuan Kuda Derby"
Itu suatu hal yang penting."
Bu Church membelalak. "Hari Pacuan Kuda Derby?"
"Ya - hari Rabu dua minggu yang lalu."
Wanita itu menggeleng. "Saya benar-benar tak bisa berkata apa-apa tentang hal itu. Dia biasanya memang
pergi pada hari Rabu - dia sering pergi ke kota. Soalnya, pada hari Rabu tokonya
tutup lebih awal." "Oh," kata Luke. "Tutup lebih awal."
Dia minta diri dari Bu Church, tanpa mengindahkan sindiran wanita itu bahwa
waktu baginya sangat berharga, dan oleh karenanya dia berhak mendapat imbalan
uang. Luke merasa makin benci pada Bu Church. Namun percakapan yang telah
dilakukannya dengan wanita itu, meskipun tidak terlalu memberikan kejelasan,
telah mengungkapkan beberapa pokok kecil yang berarti.
Dengan hati-hati dia membalik-balik persoalan itu dalam pikirannya.
Ya, persoalannya masih berkisar pada keempat orang itu. Thomas, Abbot, Horton,
dan Ellsworthy. Sikap Miss Waynflete agaknya membenarkan hal itu.
Wanita itu tampak sedih dan enggan menyebutkan nama. Itu pasti berarti bahwa
orang yang bersangkutan adalah seseorang yang terkemuka di Wychwood, seseorang
yang, bila namanya disebut hanya dengan sindiran saja pun, dia sudah akan sangat
dirugikan. Hal itu sesuai pula dengan keputusan yang telah diambil oleh Miss
Pinkerton, untuk menyampaikan rasa curiganya langsung kepada instansi tertinggi.
Polisi setempat pasti akan menertawakan pengaduannya.
Hal itu bukan perkara yang berhubungan hanya dengan seorang tukang daging, atau
tukang roti, atau pembuat wadah lilin saja. Bukan pula perkara yang melibatkan
seorang montir bengkel. Orang yang bersangkutan pastilah seseorang, bagi siapa
suatu tuduhan adalah sesuatu yang tak masuk akal, dan lebih-lebih suatu soal
yang serius. Ada empat orang calon yang mungkin terlibat. Kini terserah padanya untuk
menyelidiki perkara itu dengan cermat, sekali lagi, sehubungan dengan masing-
masing calon, dan kemudian mengambil keputusan.
Pertama-tama harus diselidikinya sikap enggan Miss Waynflete. Wanita itu adalah
seorang yang cermat dan teliti. Dia merasa bahwa dia tahu siapa laki-laki yang
dicurigai Miss Pinkerton, tetapi sebagaimana yang ditekankannya, itu hanya
merupakan perkiraan saja. Mungkin saja dia keliru.
Siapakah orang yang ada dalam pikiran Miss Waynflete"
Miss Waynflete merasa takut kalau-kalau tuduhannya akan merugikan seseorang yang
tak bersalah. Oleh karenanya, orang yang dituduhnya itu pastilah seorang laki-
laki yang berkedudukan tinggi, yang secara umum disukai dan dihormati
masyarakat. Oleh karenanya, begitu pikir Luke, hal itu dengan sendirinya membuat Ellsworthy
tersisih. Orang itu boleh dikatakan orang asing di Wychwood, reputasinya jelek
di tempat itu. Luke yakin bahwa, bila Ellsworthy-lah yang ada dalam pikiran Miss
Waynflete, maka dia pasti tidak akan enggan menyebutkannya. Sebab itu,
berdasarkan sikap Miss Waynflete pula, Luke mencoret nama Ellsworthy.
Sekarang mengenai yang lain-lain. Menurut Luke dia juga bisa menghapuskan nama
Mayor Horton. Miss Waynflete telah menekankan dengan penuh keyakinan bahwa
Horton tak mungkin meracuni istrinya sendiri. Bila Miss Waynflete mencurigai
bahwa Mayor Horton telah melakukan kejahatan-kejahatan berikutnya, maka dia
pasti tidak akan begitu yakin menyatakan bahwa Mayor Horton tak bersalah dalam
kematian istrinya. Maka kini tinggal Dr. Thomas dan Abbot. Keduanya memenuhi persyaratan-
persyaratan yang diperlukan. Mereka adalah orang-orang yang kedudukan dan
profesinya terhormat, dan terhadap mereka orang tak pernah mengatakan hal-hal
yang memalukan. Pada umumnya, mereka berdua disukai dan dihormati, dan terkenal
sebagai orang-orang yang tak bercacat serta jujur.
Kemudian Luke mempertimbangkan segi lain dari persoalan itu. Apakah dia sendiri
bisa menghapuskan nama Ellsworthy dan Horton" Dia segera menggeleng. Tidak
begitu sederhana. Miss Pinkerton tahu - betul-betul tahu - siapa laki-laki itu. Hal
itu terbukti, pertama, oleh kematiannya sendiri, dan kedua oleh kematian Dr.
Humbleby. Tapi Miss Pinkerton sebenarnya tak pernah menyebutkan sebuah nama pada
Honoria Waynflete. Oleh karenanya, meskipun Miss Waynflete merasa bahwa dia
tahu, dia bisa saja salah. Sering kali kita merasa tahu apa yang ada dalam
pikiran orang - tapi kadang-kadang kita menemukan bahwa kita sama sekali tidak
tahu - dan dengan demikian telah membuat kesalahan yang sangat besar!
Jadi keempat calon tadi masih tetap berlaku. Miss Pinkerton sudah meninggal dan
tak dapat lagi memberikan bantuan. Tinggal terserah pada Luke untuk berbuat
seperti yang telah dilakukannya pada hari dia tiba di Wychwood, yaitu
mempertimbangkan buktinya dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinannya.
Dia mulai dengan Ellsworthy. Sepintas lalu, Ellsworthy adalah yang paling masuk
akal. Dia abnormal, dan mungkin punya pribadi yang bejat. Jadi besar kemungkinan
dia adalah seorang 'pembunuh karena nafsu'.
"Coba kulakukan begini," kata Luke sendiri. "Kucurigai setiap orang secara
bergantian. Ellsworthy, umpamanya. Katakanlah dia pembunuhnya! Untuk sementara,
umpamakanlah dengan pasti bahwa aku tahu. Sekarang kutampilkan para korban
secara berurutan. Pertama-tama Bu Horton. Sulit melihat motif apa yang ada pada
Ellsworthy untuk membunuh Bu Horton. Tapi barang buktinya ada. Horton bicara
tentang semacam ramuan dukun yang diperoleh istrinya dan diminumnya. Racun
arsenikum bisa saja dibubuhkan dengan cara seperti itu. Pertanyaannya adalah -
mengapa" "Sekarang yang lain-lain. Amy Gibbs. Mengapa Ellsworthy membunuh Amy Gibbs"
Alasan yang nyata - dia merupakan pengganggu! Mungkinkah gadis itu mengancam akan
mengambil tindakan tertentu karena janji Ellsworthy padanya tak dipenuhi" Atau
apakah dia membantu dalam acara pesta-pesta cabul di tengah malam" Mungkinkah
dia kemudian mengancam akan membuka mulut" Lord Whitfield punya pengaruh besar
di Wychwood, dan menurut Bridget, Lord Whitfield adalah orang yang bermoral
tinggi. Mungkinkah dia mengambil tindakan terhadap Ellsworthy, karena dia telah
melakukan suatu perbuatan cabul. Jadi - singkirkan Amy. Kurasa, bukan suatu
pembunuhan sadis. Cara pembunuhan begitu tidak tergolong sadis.
"Siapa berikutnya - Carter" Dia tak mungkin tahu tentang pesta-pesta cabul tengah
malam itu (atau mungkinkah Amy menceritakannya padanya"). Apakah anak
perempuannya yang cantik itu terlibat dalam pertemuan-pertemuan itu" Apakah
Ellsworthy telah mulai main cinta dengan gadis itu" (Aku harus menemui Lucy
Carter). Mungkin Carter telah memperlakukan Ellsworthy dengan buruk, dan
Ellsworthy yang licik seperti kucing banci itu, membencinya. Bila dia sudah
pernah melakukan satu atau dua kali pembunuhan, maka dia akan menjadi cukup
kejam untuk membunuh hanya karena alasan yang sekecil-kecilnya.
"Sekarang Tommy Pierce. Mengapa Ellsworthy membunuh Tommy Pierce" Mudah saja.
Tommy pernah membantu dalam suatu upacara tengah malam. Tommy mengancam akan
membocorkan rahasia. Mungkin Tommy bahkan sudah menceritakannya. Jadi mulut
Tommy harus dibungkam. "Dokter Humbleby. Mengapa Ellsworthy membunuh Dokter Humbleby" Itu yang termudah
di antara semuanya! Humbleby adalah seorang dokter, dan dia melihat bahwa
Ellsworthy punya kelainan jiwa. Mungkin dokter itu telah bersiap-siap untuk
menangani hal itu. Maka celakalah Humbleby. Cara yang ditempuhnya agak sulit.
Bagaimana Ellsworthy yakin Humbleby akan terbunuh karena keracunan darah" Atau
apakah Humbleby meninggal karena sesuatu yang lain" Apakah jari yang keracunan
itu hanya suatu kebetulan"
"Yang terakhir, Miss Pinkerton. Toko uang tutup lebih awal pada hari Rabu.
Mungkin Ellsworthy pergi ke kota pada hari itu. Aku ingin tahu apakah dia
memiliki mobil. Aku memang tak pernah melihatnya mengemudikan mobil, tapi itu
belum merupakan bukti. Ellsworthy tahu bahwa Miss Pinkerton mencurigainya, dan
dia tak mau untung-untungan. Siapa tahu Scotland Yard akan mempercayai pengaduan
wanita tua itu. Jadi mungkinkah Scotland Yard sudah tahu sesuatu tentang
dirinya" "Itulah tuduhan-tuduhan yang memberatkan Ellsworthy! Lalu apakah yang
meringankannya" Yang jelas, bukan dia orangnya yang menurut Miss Waynflete ada
dalam pikiran Miss Pinkerton. Satu hal lagi, dia tak cocok - sama sekali tak cocok
- dengan kesanku sendiri yang masih samar. Waktu Miss Pinkerton bicara, aku
mendapatkan gambaran seorang laki-laki - tapi laki-laki itu bukanlah Ellsworthy.
Kesan yang diberikannya padaku adalah mengenai seorang laki-laki yang benar-
benar normal - artinya dari luar - seorang laki-laki yang tidak akan dicurigai oleh
siapa pun juga. Sedang Ellsworthy adalah laki-laki yang bisa kita curigai.
Tidak, kesan yang kudapatkan lebih mendekati laki-laki seperti - Dokter Thomas.
"Sekarang Thomas. Bagaimana dengan Thomas" Namanya kuhapus bersih dari daftar,
setelah aku ngobrol dengan dia. Dia baik, meskipun tidak terlalu menyenangkan -
kecuali kalau aku salah menanggapi semuanya. Dia adalah orang yang sama sekali
tidak akan kita sangka sebagai seorang pembunuh! Demikianlah perasaan orang-
orang tentang Thomas. "Nah, sekarang mari kita ulangi semua kemungkinan itu sekali lagi. Mengapa
Dokter Thomas membunuh Amy Gibbs" Agaknya sama sekali tak mungkin kalau dia yang
melakukannya! Tapi gadis itu datang padanya pada hari itu, dan dokter itu memang
memberinya sebotol obat batuk. Bagaimana seandainya itu bukan batuk tetapi asam
oxalid" Itu adalah cara yang sangat sederhana dan cerdik! Aku ingin tahu siapa
yang dipanggil waktu didapati bahwa gadis itu keracunan - Humbleby atau Thomas"
Bila Thomas, bisa saja dia datang sambil membawa sebuah botol lama berisi cat
topi, dalam sakunya, meletakkan botol itu untuk dianalisa, tanpa rasa bersalah!
Begitulah kira-kira. Itu bisa saja dilakukan oleh orang berdarah dingin!
"Tommy Pierce" Lagi-lagi kesulitannya dengan Dokter Thomas ini - soal motif.
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahkan suatu motif yang gila-gilaan pun tak ada. Sama halnya dengan Carter.
Mengapa Dokter Thomas ingin menyingkirkan Carter" Kita hanya bisa menyimpulkan
bahwa Amy, Tommy, dan pemilik rumah minum itu, semuanya tahu sesuatu yang tak
pantas diketahui. Nah, andaikan sekarang, bahwa sesuatu itu adalah kematian Bu
Horton. Dokter Thomas yang mengobatinya. Dan wanita itu meninggal karena
penyakitnya mendadak kambuh. Mudah saja baginya untuk melakukan hal itu. Dan
ingat bahwa Amy Gibbs berada di rumah itu waktu itu. Mungkin gadis itu melihat
atau mendengar sesuatu. Itulah penjelasan mengenai gadis itu. Mengenai Tommy
Pierce, sudah kita ketahui dari sumber yang dapat dipercaya, dia adalah anak
yang bersifat melit - sangat ingin tahu. Mungkin dia berhasil mengetahui sesuatu.
Carter tak bisa dilibatkan di sini. Amy Gibbs menceritakan sesuatu padanya.
Dalam keadaan mabuk, mungkin laki-laki itu telah membeberkan rahasia itu, dan
Thomas lalu memutuskan untuk membungkamnya pula. Semuanya ini tentulah hanya
dugaan saja. Tapi, orang tak bisa berbuat lain, bukan"
"Sekarang Humbleby. Nah! Akhirnya kita menemukan suatu pembunuhan yang benar-
benar beralasan. Motifnya jelas dan caranya tepat! Dokter Thomas-lah satu-
satunya orang yang bisa menyebabkan patnernya keracunan darah! Setiap kali dia
mengganti perbannya, dia bisa membubuhkan racun baru! Alangkah akan menyenangkan
bila pembunuhan-pembunuhan yang terdahulu agak lebih mudah dicarikan alasannya.
"Miss Pinkerton" Ini agak sulit, tapi tak ada satu kenyataan yang pasti. Hampir
sepanjang hari itu Dokter Thomas tidak ada di Wychwood. Alasan yang diberikannya
adalah menolong suatu persalinan. Itu mungkin. Tapi kenyataannya tetap bahwa dia
pergi dari Wychwood, naik mobil.
"Adakah sesuatu yang lain lagi" Ya, hanya ada satu lagi. Caranya memandangku
waktu aku akan meninggalkan rumahnya, beberapa hari yang lalu. Penuh percaya
diri, ramah bercampur angkuh, senyum seseorang yang merasa baru saja menuntunku
ke jalan yang benar dan menyadari hal itu."
Luke mendesah, dia menggeleng lalu melanjutkan renungannya.
"Abbot" Dia juga orang baik-baik. Normal, cukup kaya, dihormati, orang yang tak
mungkin dan sebagainya, dan seterusnya. Dia juga angkuh dan penuh percaya diri.
Pembunuh memang begitu! Sombongnya bukan main! Mereka selalu menyangka bahwa
mereka bisa lolos. Amy Gibbs pernah mengunjunginya. Mengapa" Untuk apa gadis itu
ingin bertemu dengan dia" Apakah untuk mendapatkan nasihat hukum" Mengapa" Atau
adakah persoalan pribadi" Terbetik berita mengenai 'surat dari seorang wanita',
yang dilihat Tommy. Apakah surat itu dari Amy Gibbs" Atau apakah surat itu
ditulis oleh Bu Horton - surat yang kemudian berhasil sampai ke tangan Amy Gibbs.
Siapakah wanita yang mungkin menulis surat kepada Pak Abbot mengenai persoalan
yang demikian pribadi sifatnya, hingga dia marah sekali waktu pesuruh kantornya
melihat surat itu tanpa sengaja" Apa lagikah yang bisa dipikirkan tentang Amy
Gibbs" Cat topi" Ya, memang khas perbuatan laki-laki yang kolot - laki-laki
seperti Abbot itu biasanya memang ketinggalan zaman kalau mengenai wanita.
Caranya main perempuan adalah cara kolot! Tommy Pierce" Jelas - sehubungan dengan
surat itu (surat yang merupakan pembawa sial). Yah, memang ada masalah dengan
anak perempuan Carter. Abbot tak ingin mendapat malu - seseorang yang kurang
waras, bajingan rendahan seperti Carter berani mengancamnya" Dia yang telah
berhasil lolos setelah melakukan dua kali pembunuhan dengan cerdiknya"
Singkirkan saja Carter! Malam yang gelap dan suatu dorongan yang tepat. Urusan
bunuh-membunuh ini benar-benar terlalu mudah.
"Apakah aku memiliki bayangan mengenai mental Abbot" Kurasa ada. Caranya
memandang memberi kesan buruk di mata seorang wanita tua. Wanita itu berpikir
macam-macam tentang dia.... Kemudian pertengkaran dengan Humbleby. Pak Tua
Humbleby berani melawan Abbot, pengacara dan pembunuh yang pandai. Orang tua
tolol - dia tak tahu apa yang bakal terjadi atas dirinya! Dia sendiri yang akan
lenyap. Berani menantangku!
"Kemudian - " Dia berbalik dan melihat sorot mata Lavinia Pinkerton. Dan matanya
sendiri jadi tertunduk - membuktikan bahwa dia sadar dia telah bersalah. Dia yang
telah membanggakan dirinya yang tidak akan dicurigai, ternyata telah
membangkitkan kecurigaan. Miss Pinkerton tahu rahasianya.... Wanita tua itu tahu
apa yang telah dilakukannya.... Ya, tapi dia tak punya bukti. Tapi bagaimana
seandainya dia pergi ke sana kemari untuk mencari bukti" Bagaimana kalau dia
bicara" Bagaimana seandainya..." Abbot punya pandangan yang tajam mengenai watak
seseorang. Dapat diterkanya apa yang akhirnya akan dilakukan oleh wanita itu.
Bila dia pergi ke Scotland Yard membawa kisah yang merupakan dugaannya, orang-
orang di sana mungkin akan percaya padanya - mereka mungkin akan mulai mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Harus dilakukan sesuatu sebagai langkah akhir orang yang
putus asa. Apakah Abbot punya mobil, atau apakah dia menyewanya di London"
Pokoknya, dia tidak berada di tempat pada Hari Pacuan Kuda Derby...."
Luke berhenti sebentar. Semangatnya begitu terlibat dalam perkara itu, hingga
dia merasa sulit beralih dari satu tertuduh ke tertuduh lainnya. Dia harus
menunggu beberapa menit sebelum dia bisa memaksa dirinya untuk membayangkan
Mayor Horton sebagai seorang pembunuh yang berhasil.
"Horton membunuh istrinya. Coba kumulai dari situ! Dia mengalami tantangan yang
cukup besar untuk itu, dan dia akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar bila
istrinya meninggal. Untuk bisa menyesatkan kedua hal itu dengan berhasil, dia
harus memamerkan kecintaan yang besar. Dia harus mempertahankan hal itu.
Mungkin, katakanlah, kadang-kadang dia agak berlebihan"
"Bagus sekali, satu pembunuhan telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Siapa
berikutnya" Amy Gibbs. Ya, sangat masuk akal. Amy berada di rumah itu. Mungkin
dia telah melihat sesuatu - Mayor yang sedang meramu secangkir teh atau bubur
halus dengan obat penenang" Mungkin beberapa waktu kemudian baru gadis itu
menyadari apa yang dilihatnya. Tipuan dengan cat topi itu adalah sesuatu yang
wajar dilakukan oleh Mayor itu - seorang pria, lelaki tulen, yang tahu sedikit
sekali tentang tetek-bengek wanita.
"Dengan begitu Amy Gibbs telah dibungkam untuk selama-lamanya.
"Carter si pemabuk" Sama persoalannya dengan sebelumnya. Amy menceritakan
sesuatu padanya. Lagi-lagi suatu pembunuhan yang masuk akal.
"Sekarang Tommy Pierce. Kita harus ingat kembali pada sifatnya yang melit.
Mungkin surat di kantor Pak Abbot itu adalah surat pengaduan dari Bu Horton,
yang menyatakan bahwa suaminya telah mencoba meracuninya" Itu suatu pemikiran
yang tak masuk akal, tapi mungkin juga. Pokoknya Mayor insyaf bahwa Tommy
merupakan ancaman, jadi Tommy harus menyusul Amy dan Carter. Semuanya begitu
sederhana dan masuk akal. Mudahlah membunuh itu" Ya Tuhan, jawabnya adalah, ya.
"Tapi sekarang kita tiba pada sesuatu yang agak lebih sulit. Humbleby! Motifnya"
Sangat jelas. Humbleby-lah yang mula-mula mengobati Bu Horton. Apakah dia lalu
merasa heran melihat penyakit itu, dan apakah Horton lalu mempengaruhi istrinya
untuk beralih ke dokter yang lebih muda dan tidak gampang curiga" Tapi kalau
begitu, mengapa begitu lama setelah itu baru Humbleby dianggap berbahaya" Itu
sulit.... Cara kematiannya juga. Jari yang keracunan. Tak ada hubungannya dengan
Pak Mayor. "Bu Pinkerton" Itu sangat mungkin. Dia punya mobil. Aku melihatnya. Dan dia
tidak berada di Wychwood pada hari itu, mungkinkah pergi menonton ke Derby" Ya -
mungkin. Apakah Horton seorang pembunuh berdarah dingin" Benarkah" Benarkah itu"
Ingin sekali aku tahu...."
Luke menatap ke depan. Dahinya berkerut karena penuh pikiran.
"Pasti seorang di antara mereka.... Kupikir bukan Ellsworthy - tapi mungkin juga
dia! Dialah yang paling jelas! Thomas sama sekali tak mungkin - bila tidak melihat
cara kematian Humbleby. Peracunan darah itu pasti menuding ke arah seorang
pembunuh di kalangan kedokteran! Mungkin Abbot - seperti juga terhadap yang lain,
untuk dia pun tak dapat dicarikan bukti - namun bagaimanapun juga, aku bisa
melihat dia dalam peran itu.... Ya - dia cocok, sedang yang lain-lain tidak. Dan
bisa juga Horton! Bertahun-tahun lamanya dia diperbudak oleh istrinya, dia
merasa diri tak punya arti - ya, mungkin! Tapi Miss Waynflete tidak menduga
demikian, padahal wanita itu tidak bodoh - apalagi dia benar-benar mengenal desa
ini dan penduduknya.... "Siapa yang dia curigai, Abbot atau Thomas" Pasti salah seorang di antara
mereka.... Bila kukorek benar-benar wanita itu - 'yang mana di antara mereka
berdua"' - mungkin aku akan bisa mendapatkan jawabannya.
"Tapi dalam hal itu dia mungkin pula salah. Tak ada cara untuk membuktikan bahwa
dia benar - sebagaimana halnya dengan Miss Pinkerton. Lebih banyak barang bukti -
itulah yang kuperlukan. Seandainya terjadi satu kali pembunuhan lagi - satu kali
saja lagi - maka aku akan yakin - "
Dia berhenti berpikir dengan mendadak.
"Ya Tuhan," bisiknya. "Mengapa aku ini - aku sampai menginginkan satu kali
pembunuhan lagi...!"
BAB 15 SEORANG SOPIR YANG KURANG AJAR
DI rumah minum Seven Stars, Luke meneguk minumannya, lalu merasa agak malu.
Tatapan enam pasang mata orang-orang desa mengikuti gerak-geriknya sampai yang
sekecil-kecilnya, dan waktu dia masuk tadi, percakapan jadi terhenti. Luke
mengucapkan beberapa kalimat tentang hal-hal yang umum, seperti panen, keadaan
cuaca, dan kupon undian sepak bola, tapi tak memperoleh tanggapan satu pun.
Dia tidak mendapat sambutan ramah. Benar dugaannya, gadis manis yang berambut
hitam dan berpipi merah di belakang meja kasir itu memang Nona Lucy Carter.
Usaha pendekatannya disambut dengan sikap menyenangkan. Sebagaimana lazimnya,
Nona Carter berkata dengan cekikikan, "Ayo, teruskan saja! Saya yakin Anda tidak
bermaksud apa-apa! Saya bukannya tak tahu!" - dan pernyataan-pernyataan lain
seperti itu. Tapi jelas bahwa sikapnya dibuat-buat.
Luke yang melihat bahwa, kalaupun dia tinggal di situ lebih lama, dia tidak akan
memperoleh kemajuan apa-apa, menghabiskan birnya lalu pergi. Dia berjalan di
sepanjang jalan kecil di pinggir sungai, di mana ada sebuah titian. Dia berhenti
memandangi titian itu. Tiba-tiba dari belakang terdengar suatu suara gemetar
yang berkata, "Di situlah, Tuan. Titian itulah yang diseberangi Harry."
Luke berbalik dan melihat salah seorang dari temannya minum tadi, salah seorang
yang tadi sama sekali tidak menanggapi pembicaraannya mengenai hasil panen,
cuaca, dan kupon. Jelas, kini orang itu merasa senang karena dia bisa menjadi
penunjuk jalan ke tempat yang mengerikan itu.
"Dia tercebur ke dalam lumpur," kata buruh yang sudah sangat tua itu. "Langsung
terbenam ke dalam lumpur dengan kepalanya ke bawah."
"Aneh mengapa dia jatuh di sini," kata Luke.
"Dia mabuk," kata orang desa yang lugu itu dengan sabar.
"Ya, tapi tentu dia sudah sering lewat sini dalam keadaan mabuk."
"Hampir setiap malam," kata lawan bicaranya. "Si Harry itu memang pemabuk
berat." "Mungkinkah seseorang mendorongnya?" kata Luke dengan seenaknya.
"Mungkin juga," Pak Tua itu membenarkan. "Tapi saya tak tahu siapa yang mau
berbuat begitu," tambahnya.
"Mungkin dia punya beberapa musuh. Sikapnya kasar sekali kalau sedang mabuk,
bukan?" "Kata-katanya tak enak didengar! Bicaranya tanpa tedeng aling-aling, si Harry
itu. Tapi tak mungkin ada seseorang yang mau mendorong orang yang sedang mabuk."
Luke tidak menanggapi pernyataan itu. Jelas bahwa memanfaatkan keadaan seseorang
yang sedang mabuk dianggap suatu perbuatan yang sangat tidak terpuji. Pak Tua
itu kelihatannya terkejut mendengar gagasan itu.
"Yah," kata Luke samar-samar, "memang menyedihkan."
"Sama sekali tidak menyedihkan bagi istrinya," kata orang tua itu. "Saya rasa,
dia dan Lucy tidak merasa sedih atas kejadian itu."
"Mungkin ada orang-orang yang lebih senang kalau dia disingkirkan."
Laki-laki itu bersikap samar mengenai hal itu.
"Mungkin," katanya. "Tapi Harry tidak merugikan siapa-siapa."
Setelah mengakhiri percakapan tentang almarhum Carter, mereka berpisah.
Luke membelokkan langkahnya ke Wych Hall. Kegiatan perpustakaan mengambil tempat
di dua ruangan depan. Luke melewati bagian itu dan terus ke belakang melalui
sebuah pintu yang berpapan nama Museum. Di sana dia berjalan dari lemari ke
lemari, memperhatikan barang-barang yang dipajang, yang tidak begitu menarik.
Ada beberapa barang-barang keramik dan mata uang Romawi.
Ada beberapa barang-barang antik dari laut Selatan, dan sebuah ikat kepala dari
Malaya. Beberapa dewa India "yang dihadiahkan oleh Mayor Horton", juga sebuah
patung Budha yang besar dan tampak jahat, dan sebuah kotak berisi merjan Mesir
yang tampak meragukan. Luke keluar, lalu masuk ke sebuah ruang besar yang lain. Tak ada seorang pun di
sana. Diam-diam dia menaiki tangga. Di sana terdapat sebuah ruangan yang berisi
majalah-majalah dan surat-surat kabar, dan sebuah kamar yang berisi buku-buku
ilmu pengetahuan. Luke naik lagi ke lantai di atasnya. Di sana terdapat kamar-kamar yang menurut
Luke hanya dipenuhi dengan barang-barang rongsokan. Seperti burung-burung yang
sudah diawetkan, yang sudah dipindahkan dari museum karena sudah diserang rayap,
tumpukan-tumpukan majalah robek, dan sebuah kamar yang rak-raknya dipenuhi buku-
buku cerita kolot, juga buku-buku anak-anak.
Luke mendekati jendela. Pasti di sinilah Tommy Pierce duduk, mungkin sambil
bersiul dan sekali-sekali menggosok kaca jendela dengan giat, bila didengarnya
seseorang datang. Seseorang masuk. Tommy menunjukkan kerajinannya - sambil duduk dengan separuh
badannya di luar, dan menggosok dengan giat. Kemudian orang itu mendekatinya,
dan sambil bercakap-cakap mendorongnya dengan keras.
Luke berbalik. Dia menuruni tangga dan selama beberapa menit berdiri di ruang
besar. Tak seorang pun melihatnya masuk tadi. Tak seorang pun melihatnya naik ke
lantai atas ini. "Siapa pun bisa melakukannya!" kata Luke. "Itu pekerjaan yang mudah sekali."
Didengarnya langkah kaki orang yang datang dari arah perpustakaan. Karena dia
tak merasa bersalah dan tidak keberatan dilihat, maka dia tetap berdiri di mana
dia berada. Sekiranya dia tak ingin dilihat, betapa akan mudahnya dia menyelinap
masuk ke ruang museum! Miss Waynflete keluar dari perpustakaan, dengan mengepit setumpuk buku. Dia
sedang menanggalkan sarung tangannya. Dia kelihatan senang dan sibuk. Waktu
dilihatnya Luke, wajahnya berseri dan dia berseru,
"Oh, Tuan Fitzwilliam, apakah Anda sedang melihat-lihat museum" Sayang, tak
banyak isinya. Lord Whitfield berkata akan memberi kita beberapa barang pajangan
yang benar-benar menarik."
"Begitukah?" "Ya, sesuatu yang modern, maksudnya yang memenuhi selera zaman, seperti yang ada
di Museum Sains di London. Rencananya sebuah tiruan pesawat terbang dan sebuah
lokomotif, dan juga beberapa benda kimia."
"Itu mungkin bisa mencerahkan keadaan di sini."
"Ya, menurut saya, sebuah museum tidak selalu harus berhubungan dengan masa lalu
saja, bagaimana pendapat Anda?"
"Mungkin." "Lalu juga beberapa contoh makanan - yang berhubungan dengan kalori, dan vitamin -
dan yang semacam itu. Lord Whitfield menaruh perhatian besar pada Kampanye
Kesegaran Jasmani." "Begitu katanya pada saya beberapa malam yang lalu."
"Itu memang sedang populer sekarang, bukan" Lord Whitfield menceritakan bahwa
dia baru saja mengunjungi Institut Wellerman - dan di sana dia melihat banyak
sekali kuman, dan pembudidayaan genetis dan bakteri - saya jadi menggigil
dibuatnya. Dia juga bercerita tentang nyamuk-nyamuk, penyakit tidur, dan sesuatu
tentang cacing hati, yang rasanya terlalu sulit bagi saya."
"Bagi Lord Whitfield sendiri pun mungkin terlalu sulit," kata Luke ceria. "Saya
berani bertaruh bahwa dia salah mengerti! Anda punya otak yang lebih cerdas
daripada dia, Miss Waynflete."
Dengan tenang Miss Waynflete berkata,
"Anda baik sekali, Tuan Fitzwilliam, tapi saya rasa, kami kaum wanita tak pernah
berpikir sedalam pria."
Luke menekan keinginannya untuk menyatakan yang sebaliknya mengenai cara
berpikir Lord Whitfield. Dia hanya berkata,
"Saya sudah melihat-lihat museum, tapi kemudian saya naik ke lantai atas untuk
melihat jendela-jendela di atas."
"Maksud Anda, di mana Tommy - " Miss Waynflete tampak bergidik. "Mengerikan
sekali." "Memang tak enak mengenangnya. Tadi satu jam lamanya saya bersama Bu Church - bibi
si Amy - dia wanita yang tidak menyenangkan."
"Memang tidak."
"Saya terpaksa bersikap agak keras terhadapnya," kata Luke. "Saya rasa,
dipikirnya saya ini seorang polisi super."
Dia berhenti karena dilihatnya air muka Miss Waynflete tiba-tiba berubah.
"Aduh, Tuan Fitzwilliam, apakah menurut Anda itu bijaksana?"
Luke berkata, "Saya benar-benar tak tahu. Saya rasa hal itu tak dapat dibantah lagi. Bualan
tentang penulisan sebuah buku, sudah makin tak menarik - dan dengan dalih itu saya
tak akan maju-maju. Saya harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang langsung
mengenai pokok persoalan."
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Miss Waynflete menggeleng - air mukanya masih tetap susah.
"Anda harus tahu, di tempat ini - semuanya tersiar cepat sekali."
"Maksud Anda bahwa sekarang semua orang akan berkata, 'Tuh, Pak Detektif,' bila
mereka melihat saya di jalan" Saya rasa sekarang sudah tak ada pengaruhnya lagi.
Sebenarnya saya bisa mendapatkan lebih banyak dengan cara itu."
"Bukan itu yang saya pikirkan." Miss Waynflete kedengarannya agak sesak. "Maksud
saya - si pembunuh akan tahu. Dia akan menyadari bahwa Anda sedang mencari
jejaknya." Luke berkata lambat-lambat,
"Saya rasa memang begitu."
Miss Waynflete berkata lagi,
"Tapi, tidakkah Anda sadari - itu berbahaya sekali. Sangat berbahaya!"
"Maksud Anda - " Akhirnya Luke mengerti maksudnya, "maksud Anda, si pembunuh akan
mencoba berbuat sesuatu atas diri saya?"
"Ya." "Lucu," kata Luke. "Tak pernah hal itu terpikir oleh saya! Tapi saya rasa Anda
benar. Yah, saya rasa itu mungkin sekali terjadi."
Dengan bersungguh-sungguh Miss Waynflete berkata,
"Saya rasa Anda tak menyadari bahwa dia - dia pasti seorang yang cerdas. Dia juga
orang yang sangat berhati-hati! Dan ingat, pengalamannya banyak sekali - mungkin
lebih banyak daripada yang kita sadari."
"Ya," kata Luke tercenung. "Mungkin itu benar."
Miss Waynflete berseru, "Saya tak senang! Saya benar-benar merasa ngeri!"
Dengan halus Luke berkata,
"Anda tak perlu kuatir. Saya akan sangat waspada, yakinlah. Soalnya saya sudah
mempersempit kemungkinan-kemungkinannya dengan teliti sekali. Saya sudah
mendapat gagasan kira-kira siapa pembunuh itu...."
Miss Waynflete tiba-tiba mendongak.
Luke maju selangkah. Dia merendahkan suaranya hingga berbisik,
"Miss Waynflete, bila saya tanyakan pada Anda, yang mana di antara kedua pria
ini yang Anda anggap paling masuk akal - Dokter Thomas atau Pak Abbot - apa jawab
Anda?" "Oh - " kata Miss Waynflete. Tangannya cepat diangkatnya ke dadanya. Dia melangkah
mundur. Matanya menatap Luke dengan pandangan yang membuat Luke bingung.
Pandangan itu membayangkan rasa tak sabar dan sesuatu yang berhubungan dengan
itu, yang tak dipahami Luke.
Kata Miss Waynflete, "Saya tak bisa mengatakan apa-apa - "
Dia mendadak berbalik dengan mengeluarkan suatu suara aneh - setengah mendesah,
setengah tersedu. Luke menarik dirinya. "Apakah Anda akan pulang?" tanyanya.
"Tidak, saya akan pergi mengantarkan buku-buku ini kepada Bu Humbleby. Rumahnya
terletak dalam perjalanan Anda kembali ke Manor. Kita bisa berjalan bersama-sama
ke sana." "Itu akan menyenangkan sekali," kata Luke.
Mereka menuruni tangga, membelok ke kiri mengitari taman desa.
Luke menoleh ke belakang melihat rumah yang baru saja mereka tinggalkan. Rumah
itu anggun garis-garisnya.
"Rumah itu tentu bagus sekali waktu masih menjadi milik ayah Anda," katanya.
Miss Waynflete mendesah. "Ya, kami sekeluarga bahagia sekali dulu. Saya bersyukur sekali rumah itu tak
jadi dirombak. Banyak sekali rumah-rumah tua yang dirobohkan."
"Saya dengar begitu. Menyedihkan sekali."
"Padahal rumah-rumah baru mutu bangunannya jelek sekali."
"Saya tak yakin apakah rumah-rumah baru bisa seawet rumah-rumah tua."
"Tapi," kata Miss Waynflete, "rumah-rumah baru memang lebih praktis - sangat hemat
tenaga, dan tak ada lorong-lorong besar yang banyak anginnya yang harus
disikat." Luke membenarkan. Waktu mereka tiba di pintu pagar rumah Dr. Humbleby, Miss Waynflete tampak
bimbang, lalu berkata, "Senja ini indah sekali. Bila Anda tak keberatan, saya ingin ikut berjalan
sebentar lagi dengan Anda. Saya ingin menikmati udara ini."
Meskipun agak heran, Luke menyatakan kegembiraannya dengan sopan. Padahal
menurut dia, senja itu tidak dapat dikatakan senja yang indah. Angin bertiup
kencang, mengobrak-abrik daun-daun di pohon dengan kejamnya. Setiap saat badai
akan mengamuk, pikirnya. Namun, sambil memegangi topinya kuat-kuat, Miss Waynflete yang berjalan di sisi
Luke dengan sengaja memperlihatkan rasa senangnya. Dia bercakap-cakap dengan
suara terengah-engah. Jalan setapak yang mereka lalui sepi, karena jalan paling pendek dari rumah Dr.
Humbleby ke Ashe Manor tidaklah lewat jalan raya, melainkan lewat jalan setapak
yang menuju salah satu pintu pagar belakang Manor House. Pintu itu tidak terbuat
dari besi tuang berhias, tapi ada dua buah pilar indah di kanan-kirinya dan di
atas pilar itu ada dua buah nenas tiruan yang besar dan berwarna merah muda.
Luke belum bisa menjawab pertanyaannya sendiri, mengapa justru nenas yang
dipasang di sana! Tapi kemudian didengarnya bahwa bagi Lord Whitfield, nenas
merupakan lambang kehormatan dan selera tinggi.
Waktu mereka tiba dekat pintu pagar itu, terdengar oleh mereka suara orang yang
sedang marah-marah. Sesaat kemudian mereka melihat Lord Whitfield sedang
berhadapan dengan seorang anak muda yang berseragam pengemudi.
"Kau kupecat," kata Lord Whitfield berteriak. "Kaudengar itu" Kau kupecat."
"Tolong maafkan saya, Lord Whitfield - sekali ini saja."
"Tidak, aku tak mau memaafkan! Kau telah membawa keluar mobilku. Mobilku - apalagi
waktu itu kau minum minuman keras - ya, jangan bantah! Sudah kujelaskan bahwa ada
tiga hal yang tak kuizinkan dalam lingkungan tanah milikku ini - orang yang mabuk-
mabukan, orang yang tak bermoral, dan yang ketiga adalah orang yang lancang."
Meskipun anak muda itu tidak terlalu mabuk, keadaannya cukuplah untuk membuatnya
berani membuka mulut. Sikapnya langsung berubah.
"Kau tak mau itu, tak mau ini, ya Pak Tua sialan! Tanah milikmu ini, ya!
Kausangka kami semua tak tahu, ayahmu dulu cuma pemilik toko sepatu! Kami semua
tertawa geli sekali melihat kau berlagak seperti - penguasa kami! Siapa sih kamu
ini" Coba jawab, aku ingin tahu! Kau tidak lebih baik daripada aku - kau sama
benar dengan aku ini."
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam.
"Lancang benar kau bicara begitu terhadapku! Berani kau, ya?" Anak muda itu maju
selangkah dengan sikap mengancam.
"Kalau saja kau tidak begitu pendek dan gendut seperti babi busuk, sudah kutinju
kau - sungguh!" Lord Whitfield cepat-cepat mundur. Kakinya tersangkut akar, lalu jatuh terduduk.
Luke maju ke tempat peristiwa itu.
"Pergi!" katanya dengan kasar pada pengemudi itu.
Pengemudi itu sadar kembali. Dia jadi ketakutan.
"Maaf, Pak. Saya tak tahu apa yang telah terjadi atas diri saya, sungguh, Pak."
"Kau pasti terlalu banyak minum," kata Luke.
Dia membantu Lord Whitfield bangkit.
"Ma - maafkan saya, Lord Whitfield," gagap anak muda itu.
"Kau akan menyesali perbuatanmu ini, Rivers," kata Lord Whitfield.
Suaranya gemetar karena emosinya.
Pengemudi itu bimbang sebentar, lalu pergi dengan lemah lunglai.
Lord Whitfield meledak, "Benar-benar lancang! Terhadap diriku. Berani benar dia bicara begitu terhadap
diriku. Sesuatu yang sangat serius akan terjadi atas diri laki-laki itu! Tak
sopan dia - tak menyadari kedudukannya dalam hidup ini. Bila kupikir apa yang
telah kulakukan demi orang-orang itu - gaji yang tinggi - diberi pensiun bila mereka
berhenti. Tak tahu berterima kasih - sungguh tak tahu berterima kasih...."
Dia sampai tersedak karena ketegangannya. Lalu terpandang olehnya Miss Waynflete
yang berdiri diam-diam saja sejak tadi.
"Kau rupanya, Honoria" Aku benar-benar menyesal kau harus menyaksikan
pemandangan yang begitu memalukan. Bahasa yang dipakai laki-laki itu - "
"Saya rasa dia tidak menyadarinya, Lord Whitfield," kata Miss Waynflete dengan
tenang. "Dia memang mabuk!"
"Memang mabuk," kata Luke.
"Tahukah kalian apa yang telah dilakukannya?" Lord Whitfield melihat pada kedua
orang itu bergantian. "Mobilku dibawanya keluar - mobil-ku! Disangkanya aku tidak
akan kembali begitu cepat. Bridget mengantarku dengan mobil kecil ke Lyne. Dan
sopir itu dengan lancangnya membawa seorang gadis - kurasa Lucy Carter - pesiar
dengan mobilku!" Dengan halus Miss Waynflete berkata,
"Benar-benar tak pantas perbuatannya."
Lord Whitfield kelihatan agak terhibur.
"Memang, ya?" "Tapi saya yakin dia akan menyesali perbuatannya."
"Aku yang akan membuatnya menyesal!"
"Kau telah memecatnya," Miss Waynflete mengingatkannya.
Lord Whitfield menggeleng.
"Nasibnya akan buruk sekali, anak muda itu."
Dia meluruskan bahunya. "Mari mampir, Honoria, dan minum-minum sherry."
"Terima kasih, Lord Whitfield, tapi saya harus pergi ke rumah Bu Humbleby
mengantarkan buku-buku ini. Selamat malam, Tuan Fitzwilliam. Anda tidak akan
apa-apa sekarang." Dia mengangguk pada Luke sambil tersenyum, lalu pergi dengan langkah-langkah
tegap. Sikapnya adalah sikap seorang pengasuh yang telah mengantarkan anak
asuhannya ke pesta. Napas Luke jadi tertahan karena tiba-tiba terlintas sebuah
gagasan di kepalanya. Mungkinkah Miss Waynflete menemaninya tadi itu untuk
melindunginya" Gagasan itu rasanya tak masuk akal, tetapi -
Suara Lord Whitfield membuyarkan renungannya.
"Wanita yang pandai sekali, Honoria Waynflete."
"Saya pikir juga begitu."
Lalu Lord Whitfield berjalan ke arah rumah. Geraknya agak kaku dan tangannya
memegang pinggulnya lalu menggosok-gosoknya.
Tiba-tiba dia tertawa kecil.
"Aku pernah bertunangan dengan Honoria - bertahun-tahun yang lalu. Waktu itu dia
manis sekali - tidak begitu kerempeng seperti sekarang. Rasanya lucu mengingat hal
itu sekarang. Orang tuanya, orang terkemuka di tempat ini."
"Begitukah?" Lord Whitfield mengenang kembali,
"Kolonel Waynflete berkuasa di daerah ini. Kita harus hormat sekali padanya. Dia
orang yang berpikiran kolot dan angkuhnya bukan main."
Dia tertawa lagi. "Terjadi pertengkaran hebat waktu Honoria mengumumkan bahwa dia akan menikah
dengan aku! Honoria menamakan tindakannya itu radikal. Dia bersungguh-sungguh.
Dia ingin menghapuskan perbedaan kedudukan sosial. Dia seorang gadis yang
serius." "Jadi keluarganya membuyarkan kisah cinta Anda berdua?"
Lord Whitfield menggosok-gosok hidungnya,
"Yah - tidak sampai begitu. Jelasnya, kami bertengkar tentang sesuatu. Dia
memelihara seekor burung yang bagus - burung kenari yang ceriwis - aku selalu
membenci burung itu - pada suatu kali terjadi sesuatu yang tak beres - leher burung
itu lalu dipuntir. Yah - tak ada gunanya mengenang-ngenang hal itu lagi sekarang.
Lupakan sajalah." Dia menggerakkan bahunya dalam usahanya membuang kenangan yang tak menyenangkan
itu. Kemudian dengan agak mendadak dia berkata,
"Kurasa dia tak pernah memaafkan aku. Yah, mungkin itu wajar...."
"Saya rasa dia sudah memaafkan Anda," kata Luke.
Wajah Lord Whitfield menjadi cerah.
"Begitukah menurutmu" Aku senang. Soalnya aku menghormati Honoria. Dia seorang
wanita yang cerdas, dan - seorang wanita sejati! Hal itu masih tetap sampai
sekarang. Dia menjalankan perpustakaan itu dengan baik sekali."
Dia mengangkat mukanya dan suaranya berubah.
"Halo," katanya. "Ini Bridget datang."
BAB 16 NENAS LUKE merasa otot-ototnya menegang melihat Bridget mendekat.
Sejak pertandingan persahabatan tenis itu, dia tak pernah lagi berbicara
berduaan saja dengan Bridget. Keduanya seolah-olah sepakat untuk saling
menghindari. Kini Luke mencuri pandang ke arah Bridget.
Gadis itu kelihatan amat tenang, dingin dan tak acuh.
Dengan suara ringan dia berkata,
"Aku tertanya-tanya, ke mana saja kau, Gordon?"
Dengan nada menggerutu Lord Whitfield berkata,
"Aku telah melakukan sedikit pembersihan! Rivers telah lancang, dia membawa
keluar Rolls-Royce-ku petang tadi."
"Menindak bawahan dengan tegas, rupanya," kata Bridget.
"Tak baik memperolok-olokkan hal itu, Bridget. Itu soal yang serius. Dia
mengajak keluar seorang gadis."
"Tentu dia tidak akan merasa senang kalau dia harus bepergian seorang diri!"
Lord Whitfield berdiri lebih tegak.
"Aku ingin, di tanah milikku semuanya berkelakuan patut dan bermoral."
"Sebenarnya tidaklah sampai melanggar moral, kalau membawa seorang gadis
bepergian naik mobil."
"Jelas melanggar kalau itu mobilku."
"Kalau demikian halnya, tentu lebih jahat daripada tak bermoral! Itu sudah
murtad namanya. Tapi soal perbedaan kelamin tak bisa kita remehkan begitu saja,
Gordon. Bulan sedang purnama, apalagi sekarang kan Midsummer Eve - malam istimewa
di tengah-tengah musim panas."
"Astaga, baru kusadari hal itu!" kata Luke.
Bridget melempar pandang padanya.
"Agaknya itu menarik bagimu, ya?"
"Memang." Bridget berpaling lagi pada Lord Whitfield,
"Ada tiga orang aneh tiba di penginapan Bells dan Motley. Yang pertama, seorang
laki-laki bercelana pendek, berkaca mata, dan memakai kemeja sutra yang indah
seperti warna buah prem! Yang kedua, seorang wanita tak beralis, bergaun bagus
tapi aneh, memakai merjan Mesir tiruan setengah kilo banyaknya, dan mengenakan
kasut. Yang ketiga, seorang laki-laki gendut, memakai stelan berwarna lavender
dan sepatu dengan warna yang senada. Aku curiga, mungkin mereka adalah teman-
teman Mr. Ellsworthy! Dalam kolom gunjingan tertulis: 'Ada yang membisikkan
bahwa akan diadakan pesta cabul para banci di Witches' Meadow malam ini.'"
Wajah Lord Whitfield menjadi merah padam dan berkata,
"Aku tak mau itu sampai terjadi!"
"Kau tak bisa mencegahnya, Sayang. Witches' Meadow adalah milik umum."
"Aku tak mau pesta cabul yang bersifat kafir itu terjadi di sini! Hal itu akan
kumuat dalam kolom Skandal." Dia diam sebentar, lalu berkata lagi, "Tolong
catatkan dan ingatkan aku untuk menyuruh Siddely mengembangkannya. Besok aku
harus ke kota." "Kampanye Lord Whitfield melawan ilmu sihir," kata Bridget seenaknya. "Takhyul
dari Abad Pertengahan masih hidup subur di desa yang terpencil ini."
Lord Whitfield menatapnya dengan pandangan bertanya dan dahi yang berkerut, lalu
dia berbalik dan masuk ke rumah.
Luke berkata dengan nada menyenangkan,
"Seharusnya kau menjaga kata-katamu, Bridget!"
"Apa maksudmu?"
"Sayang kalau kau sampai kehilangan pekerjaanmu! Jaminan yang seratus ribu itu
belum ada di tanganmu. Begitu pula intan berlian dan mutiara-mutiara itu. Kalau
aku jadi kamu, aku akan menunggu sampai upacara pernikahan selesai, sebelum
menyalurkan bakat menyindir yang menyakitkan hati."
Bridget memandangnya dengan pandangan dingin.
"Kau begitu penuh perhatian, Luke yang baik. Baik sekali kau mau memikirkan masa
depanku!" "Kebaikan hati dan pertimbangan yang baik, memang merupakan watakku yang
menonjol." "Selama ini aku tidak melihatnya."
"Tidak" Heran."
Bridget memetik sehelai daun tumbuhan menjalar, lalu berkata,
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa saja kerjamu hari ini?"
"Biasa, main detektif."
"Ada hasilnya?"
"Ya dan tidak, seperti kata para politikus. Ngomong-ngomong, apakah ada alat-
alat di rumahmu?" "Kurasa ada. Alat-alat apa?"
"Ah, alat kecil apa saja yang praktis. Bisakah aku memilih?"
Sepuluh menit kemudian, Luke memilih di antara alat-alat yang ada dalam lemari.
"Yang sedikit ini cukuplah," katanya sambil menepuk sakunya, tempat dia
memasukkan alat-alat yang sudah dipilihnya.
"Apakah kau punya rencana untuk membongkar dan masuk ke suatu tempat?"
"Mungkin." "Kau tak bisa diajak bicara tentang hal itu."
"Yah, soalnya, keadaannya penuh dengan kesulitan. Kedudukanku sangat tidak
menguntungkan. Setelah kita mengadakan penyelidikan pada hari Sabtu, kurasa aku
sudah harus angkat kaki dari sini."
"Ya, bertindak sebagai orang yang tahu sopan santun, bagus itu."
"Tapi karena aku yakin bahwa aku sudah hampir menemukan jejak seorang pembunuh
yang tak waras, maka aku kira-kira akan terpaksa tinggal lebih lama. Bila kau
bisa ikut memikirkan suatu alasan yang cukup meyakinkan supaya aku bisa
meninggalkan rumah ini, dan menginap di Losmen Bells and Motley, tolong
kemukakan." Bridget menggeleng. "Itu tak masuk akal - lebih-lebih karena kau sepupuku. Apalagi, losmen itu penuh
dengan teman-teman Ellsworthy. Losmen itu hanya memiliki tiga buah kamar tamu."
"Jadi aku terpaksa tinggal di rumah ini, meskipun itu tentu tak enak bagimu."
Bridget tersenyum manis padanya.
"Sama sekali tidak. Aku masih mampu digantungi oleh beberapa orang yang
menggerogoti diriku."
"Tajam sekali kata-katamu," kata Luke memuji. "Yang kukagumi dalam dirimu,
Bridget, adalah bahwa kau sama sekali tidak memiliki naluri untuk berbaik hati.
Yah, yah. Si perayu yang ditampik ini, sekarang harus pergi untuk berganti
pakaian menjelang makan malam."
Malam itu berlalu tanpa kejadian penting. Lord Whitfield makin menyukai Luke,
karena dia bisa berpura-pura asyik dan menaruh perhatian besar bila mendengarkan
'pidatonya' yang diucapkannya setiap malam.
Waktu mereka pindah ke ruang tamu utama setelah makan, Bridget berkata,
"Kalian berdua ini sudah lama sekali bercakap-cakap."
Luke menyahut, "Aku sedang asyik-asyiknya mendengarkan Lord Whitfield, hingga waktu berlalu
tanpa kusadari. Dia sedang menceritakan bagaimana dia mendirikan surat kabarnya
yang pertama." Bu Anstruther berkata, "Cara penanaman baru pohon-pohon buah-buahan kecil dalam pot itu, luar biasa
sekali. Sebaiknya kaucoba menanamnya di sepanjang teras, Gordon."
Kemudian percakapan beralih ke soal-soal yang biasa.
Luke masuk tidur lebih awal.
Tapi dia tak langsung tidur. Dia punya rencana-rencana lain.
Ketika jam berbunyi dua belas kali, dia menuruni tangga tanpa menimbulkan suara.
Kakinya mengenakan sepatu tenis. Dia melewati ruang baca, lalu keluar lewat
jendela. Angin masih bertiup kencang, kadang-kadang mereda sedikit. Awan bergerak cepat
di langit, menutupi bulan, sebentar gelap, sebentar terang.
Dengan mengambil jalan memutar, Luke pergi ke tempat tinggal Mr. Ellsworthy. Dia
melihat kesempatan yang terbuka untuk melakukan penyelidikan. Dia yakin benar
bahwa Ellsworthy dan teman-temannya pasti sedang keluar pada tanggal yang khusus
ini. Midsummer Eve - malam hari, di pertengahan musim panas, pikir Luke, pasti
ditandai dengan semacam upacara. Waktu upacara itu berlangsung, dia punya
kesempatan yang baik untuk menggeledah rumah Ellsworthy.
Dia memanjat beberapa tembok, berputar ke bagian belakang rumah itu,
mengeluarkan alat-alat yang sudah dipilihnya dari sakunya lalu memilih yang
cocok. Dia menemukan sebuah jendela gudang makanan yang akan bisa memenuhi
tujuannya. Beberapa menit kemudian, dia sudah berhasil menggeser selot jendela
itu, mengangkat palangnya dan memanjat masuk.
Dia membawa senter dalam sakunya. Hanya kadang-kadang saja dia menggunakannya -
dinyalakan sebentar, untuk menerangi supaya dia tidak menyenggol sesuatu.
Dalam waktu seperempat jam, dia sudah bisa meyakinkan dirinya bahwa rumah itu
kosong. Pemiliknya sedang keluar, menjalankan urusannya.
Luke tersenyum dan mulai mengerjakan pekerjaannya.
Dia memeriksa setiap sudut dan tempat yang tersembunyi dengan cermat dan tuntas.
Dalam sebuah laci yang terkunci, di bawah beberapa buah lukisan sketsa cat air
yang tak berarti, dia menemukan beberapa "karya seni" yang membuat alisnya
terangkat dan dia bersiul kecil. Surat-surat Ellsworthy tidak menjelaskan apa-apa, tapi
beberapa bukunya - yang tersembunyi di bagian belakang sebuah lemari - patut
mendapat perhatian. Kecuali itu, Luke mengumpulkan tiga informasi kecil yang membuatnya berpikir.
Yang pertama merupakan tulisan kasar dengan pensil dalam sebuah buku catatan
kecil. 'Selesaikan persoalan Tommy Pierce' - tanggalnya beberapa hari sebelum
kematian anak itu. Yang kedua adalah sketsa dengan pensil berwarna, melukiskan
Amy Gibbs yang wajahnya dicoret dengan tanda silang merah yang kasar. Yang
ketiga adalah sebotol obat batuk. Tak satu pun dari barang-barang itu bisa
dijadikan bahan untuk menarik kesimpulan, tapi secara keseluruhan, ketiganya
bisa dianggap membesarkan semangat.
Ketika Luke sedang menyusun kembali barang-barang itu ke tempatnya semula, tiba-
tiba dia terhenti dan merasa dirinya membeku, lalu cepat-cepat memadamkan
senternya. Dia mendengar orang memasukkan anak kunci ke lubangnya, di pintu samping.
Dia pergi ke pintu kamar tempatnya berada itu, dan menempelkan matanya ke suatu
celah. Dia berharap, jika orang itu memang Ellsworthy, mudah-mudahan dia
langsung naik ke lantai atas.
Pintu samping terbuka, dan Ellsworthy melangkah masuk sambil menyalakan lampu
lorong rumah. Ketika orang itu berjalan di lorong rumah, Luke melihat wajahnya dan dia menahan
napas. Wajah itu sulit dikenali kembali. Bibirnya berbusa, matanya berapi-api
membayangkan kegembiraan seperti orang gila. Dia melompat-lompat di sepanjang
lorong, seperti menari-nari.
Tapi yang membuat Luke menahan napas adalah, waktu terlihat olehnya tangan
Ellsworthy. Di tangan itu terdapat bekas-bekas yang berwarna merah kecoklatan -
warna darah yang sudah mengering....
Laki-laki itu menghilang setelah menaiki tangga. Sesaat kemudian lampu di lorong
rumah dipadamkan. Luke menunggu sebentar lagi, kemudian dengan sangat hati-hati dia mengendap-
endap keluar dari lorong rumah, menuju gudang makanan dan keluar lewat jendela.
Dia menengadah melihat ke rumah itu lagi, tapi rumah itu tetap gelap dan sepi.
Dia menarik napas panjang.
"Ya, Tuhan," katanya, "laki-laki itu benar-benar gila! Aku ingin tahu apa
rencananya" Aku berani bersumpah, aku melihat darah di tangannya!"
Dia menempuh jalan memutar yang lebih jauh, kembali ke desa dan tiba kembali di
Ashe Manor. Waktu dia membelok ke samping rumah, dia berbalik dengan mendadak,
karena tiba-tiba dia mendengar bunyi gemerisik daun-daun.
"Siapa itu?" Sesosok tubuh jangkung yang terbungkus dalam mantel berwarna gelap keluar dari
balik pohon. Kelihatannya demikian mengerikan hingga Luke merasa seolah-olah
jantungnya berhenti berdetak. Kemudian dia mengenali wajah panjang yang pucat
yang dilindungi tudung kepala mantel itu.
"Bridget" Kau mengejutkan aku!"
Bridget menyahut dengan tajam,
"Dari mana kau" Aku melihat kau keluar tadi."
"Dan kau mengikuti aku?"
"Tidak. Kau telah melangkah terlalu jauh. Aku menunggu sampai kau kembali."
"Bodoh sekali kau berbuat begitu," gerutu Luke.
Dengan tak sabar, Bridget mengulangi pertanyaannya,
"Dari mana kau?"
Luke menyahut dengan ceria,
"Menggeledah Mr. Ellsworthy!"
Bridget menahan napas. "Apakah kau menemukan sesuatu?"
"Entahlah. Pokoknya, pengetahuanku tentang babi itu agak bertambah sedikit -
seleranya yang agak porno dan sebagainya. Lalu ada pula tiga hal yang membuka
mataku." Bridget mendengarkan dengan penuh perhatian waktu Luke menceritakan kembali
hasil penyelidikannya. "Itu memang hanya bukti yang tak berarti," katanya mengakhiri ceritanya. "Tapi,
Bridget, pada saat aku akan meninggalkan tempat itu, Ellsworthy kembali. Dan aku
bisa memastikan bahwa - orang itu benar-benar gila!"
"Yakinkah kau akan pendapatmu itu?"
"Aku melihat wajahnya - rasanya - tak bisa aku mengatakannya! Hanya Tuhan yang tahu
apa yang telah dilakukannya! Dia seperti kerasukan. Dan kedua belah tangannya
kotor. Dan aku berani bersumpah bahwa yang mengotorinya adalah darah"
Bridget tampak bergidik. "Mengerikan...," gumamnya.
Dengan jengkel Luke berkata,
"Sebenarnya tak baik kau keluar seorang diri, Bridget. Benar-benar gila-gilaan.
Bisa-bisa kepalamu dipukul orang."
Bridget tertawa, suaranya agak gemetar.
"Sama saja halnya dengan kau, Saudaraku."
"Aku bisa menjaga diri."
"Aku pun bisa menjaga diri dengan baik. Kurasa sekarang kau akan menamakan
diriku tak berperasaan."
Angin bertiup keras. Tiba-tiba Luke berkata,
"Tanggalkan tudung kepala itu."
"Mengapa?" Dengan suatu gerakan mendadak direnggutkannya mantel itu lalu dilemparkannya.
Angin menghembus rambut Bridget dan mengangkatnya hingga rambut itu berdiri di
atas kepalanya. Bridget memandangi Luke dengan terbelalak, napasnya tampak terengah.
Luke berkata, "Kau benar-benar tak lengkap tanpa gagang sapu, Bridget. Begitulah aku melihatmu
pertama kali." Ditatapnya Bridget beberapa lamanya lagi dan berkata, "Kau adalah
setan yang kejam." Sambil mendesah dengan kuat dan kesal, dilemparkannya kembali mantel itu kepada
Bridget. "Nih - pakailah. Mari kita pulang."
"Tunggu...." "Mengapa?" Bridget mendekatinya. Dia berbicara dengan suara berbisik dan dengan napas yang
agak tertahan. "Karena ada sesuatu yang harus kukatakan padamu - itulah antara lain sebabnya aku
menunggu kau di sini - di luar Manor. Aku ingin mengatakannya sekarang - sebelum
kita masuk - ke rumah milik Gordon...."
"Apa itu?" Bridget tertawa kecil, pahit.
"Ah, sederhana sekali. Kau menang, Luke. Itu saja!"
Dengan tajam Luke bertanya,
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, aku telah memutuskan untuk mengurungkan niatku menjadi Lady
Whitfield." Luke maju selangkah. "Benarkah itu?" tanyanya.
"Benar, Luke." "Maukah kau menikah denganku?"
"Mau." "Mengapa" Aku heran."
"Entahlah. Kata-katamu sering kali kasar padaku - dan, agaknya aku
menyukainya...." Luke merangkulnya lalu menciumnya. Katanya,
"Dunia ini memang gila!"
"Apakah kau merasa bahagia, Luke?"
"Tidak terlalu."
"Apakah kaupikir kau akan bisa bahagia bersamaku?"
"Entahlah. Biarlah aku mengadu untungku."
"Ya - aku pun merasa begitu...."
Luke menyelipkan lengannya ke bawah lengan Bridget.
"Mengapa kita merasa aneh mengenai ini semuanya, Sayangku" Marilah. Mungkin
besok pagi kita akan lebih normal."
"Ya... rasanya, apa-apa yang terjadi atas diri kita ini membuat kita merasa
takut...." Dia menunduk, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti. "Luke - Luke - apa
itu?" Bulan baru saja keluar dari balik awan. Luke melihat ke bawah, ke sesuatu yang
teronggok di dekat kaki Bridget yang gemetar.
Sambil berseru karena terkejut, ditariknya lengannya, lalu berlutut. Dari
onggokan yang tak menentu bentuknya itu dia kemudian menengadah melihat ke atas
pilar pintu pagar. Nenas hiasan yang ada di sana sudah tak ada lagi.
Akhirnya dia bangkit. Bridget berdiri saja sambil menutup mulutnya dengan
tangannya. Luke berkata, "Ini Rivers - sopirmu. Dia meninggal...."
"Benda setan itu - memang sudah beberapa lama tak kokoh lagi - mungkinkah tadi
ditiup angin lalu menimpanya?"
Luke menggeleng. "Tak mungkin gara-gara angin. Oh, ya! Maksudnya memang supaya orang menyangka
begitu - begitulah maksudnya - suatu kecelakaan lagi! Tapi itu hanya tipuan. Si
pembunuh beraksi lagi...."
"Tidak - tidak, Luke - "
"Percayalah, pasti. Tahukah kau apa yang terasa di bagian belakang kepalanya"
Butir-butir pasir - bercampur dengan sesuatu yang lengket dan membeku. Padahal
tak ada pasir di sekitar sini. Dengar, Bridget, ada seseorang berdiri di sini
dan menghantam kepalanya waktu dia masuk lewat pintu pagar ini, dalam
perjalanannya kembali ke pondoknya. Kemudian dibaringkannya dan digulingkannya
nenas hiasan itu di atas kepalanya."
Bridget berkata ragu-ragu,
"Luke - ada darah - di tanganmu...."
Luke berkata dengan tegas,
"Di tangan seseorang yang lain ada pula darah. Tahukah kau apa yang kupikir tadi
petang - kalau saja ada satu kejahatan lagi, maka kita pasti akan tahu. Dan
sekarang kita tahu! Ellsworthy-lah orangnya! Dia keluar malam ini dan dia
kembali dengan tangan berlumuran darah, sambil melompat-lompat dan menari-nari
seperti orang gila - jelas, air mukanya menunjukkan bahwa dia seorang pembunuh
gila...." Sambil menunduk Bridget menggigil dan berkata dengan suara halus,
"Kasihan Rivers...."
Dengan rasa iba, Luke berkata,
"Ya, kasihan anak muda ini. Buruk benar nasibnya. Tapi ini harus merupakan yang
terakhir, Bridget! Sekarang kita tahu, dan kita bisa menangkapnya!"
Dilihatnya Bridget terhuyung, dan dengan dua langkah Luke mendekatinya lalu
memeluknya. Dengan suara halus seperti anak kecil, Bridget berkata,
"Luke, aku takut...."
Kata Luke, "Semuanya sudah berlalu, Sayang. Sudah berlalu."
Gumam Bridget, "Sayangilah aku - tolong. Aku sudah menderita banyak sekali."
Luke berkata, "Kita sudah saling menyakiti. Kita tidak akan berbuat begitu lagi."
BAB 17 LORD WHITFIELD BICARA DARI balik meja kerja di ruang periksanya, Dr. Thomas menatap Luke.
"Hebat," katanya. "Sungguh hebat! Apakah Anda bersungguh-sungguh, Tuan
Fitzwilliam?" "Memang bersungguh-sungguh. Saya yakin bahwa Ellsworthy adalah orang gila yang
Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbahaya." "Saya tak pernah memberikan perhatian khusus pada orang itu. Namun demikian saya
bisa berkata bahwa dia memang tak normal."
"Saya menduga lebih jauh dari itu," kata Luke dengan tegas.
"Apakah Anda benar-benar yakin bahwa laki-laki bernama Rivers itu terbunuh?"
"Ya. Adakah Anda lihat butir-butir pasir di lukanya?"
Dr. Thomas mengangguk. "Saya memang memeriksanya setelah Anda memberitahukannya. Dan saya harus berkata
bahwa Anda memang benar."
"Bukankah hal itu menjelaskan bahwa kecelakaan itu adalah tipuan belaka, dan
bahwa laki-laki itu terbunuh oleh suatu pukulan dengan kantung pasir - atau
sekurang-kurangnya dibuai pingsan oleh kantung itu?"
"Tak perlu begitu."
"Apa maksud Anda?"
Dr. Thomas bersandar lalu mempertemukan ujung jari-jarinya.
"Mungkin saja siang harinya Rivers berbaring-baring di pondok berlantai pasir - di
tempat ini ada beberapa buah. Hal itu bisa menjelaskan adanya butiran-butiran
pasir di rambutnya."
"Dokter Thomas, percayalah, orang itu terbunuh!"
"Anda bisa berkata begitu," kata Dr. Thomas datar, "tapi buktinya tak ada."
Luke menahan rasa jengkelnya.
"Saya rasa Anda tak percaya apa yang saya ceritakan tadi."
Dr. Thomas tersenyum, senyum ramah seseorang yang merasa dirinya hebat.
"Anda harus mengakuinya sendiri, Tuan Fitzwilliam, bahwa kisah itu sama sekali
tak masuk akal. Anda memberikan keyakinan bahwa Ellsworthy telah membunuh
seorang gadis pembantu rumah tangga, seorang anak laki-laki kecil, seorang
pemilik rumah minum, teman sejawat saya, dan akhirnya Rivers."
"Jadi Anda tak percaya?"
Dr. Thomas mengangkat bahunya.
"Saya yakin tentang penyebab kematian Humbleby. Menurut saya, Ellsworthy tak
mungkin menjadi penyebab kematian itu, dan saya yakin Anda sama sekali tak punya
bukti bahwa dia yang melakukannya."
"Saya tak tahu bagaimana dia melakukannya," Luke mengakui, "tapi semuanya itu
cocok dengan cerita Miss Pinkerton."
"Sehubungan dengan itu, Anda juga meyakinkan bahwa Ellsworthy menyusul wanita
itu ke London dan menabraknya dengan mobil. Lagi-lagi Anda tak punya bayangan
bukti kejadian itu! Semuanya itu - yah - cerita romantis belaka!"
Dengan tajam Luke berkata,
"Sekarang saya sudah yakin akan kedudukan saya, dan sekarang adalah urusan saya
untuk mengumpulkan bukti-bukti. Besok saya akan pergi ke London, menemui seorang
teman lama saya. Dua hari yang lalu saya membaca di surat kabar bahwa dia sudah
diangkat menjadi asisten komisaris polisi. Dia kenal baik dengan saya dan dia
akan mau mendengarkan kata-kata saya. Satu hal saya yakin, yaitu bahwa dia akan
memerintahkan suatu pelacakan yang sempurna mengenai urusan ini."
Dr. Thomas mengusap-usap dagunya.
"Yah - itu pasti akan memuaskan sekali. Sekiranya ternyata bahwa Anda keliru - "
Luke memotongnya, "Anda benar-benar tak percaya sepatah kata pun tentang hal ini?"
"Tentang adanya pembunuhan besar-besaran ini?" Dr. Thomas mengangkat alisnya.
"Terus terang, Tuan Fitzwilliam, tidak. Soalnya terlalu bersifat khayalan."
"Bersifat khayalan, mungkin. Tapi semuanya berkaitan. Anda harus mengakui bahwa
semuanya bertalian, bila Anda mengakui kebenaran cerita Miss Pinkerton."
Dr. Thomas menggeleng. Bibirnya tersenyum tipis.
"Bila Anda mengenal perawan-perawan tua itu sebaik saya," gumamnya.
Luke bangkit, sambil terus berusaha menahan rasa jengkelnya.
"Kalau begitu," katanya, "memang tepat sekali Anda diberi nama julukan yang
sesuai dengan pemeo, 'Thomas yang selalu ragu!'"
Dengan senang hati Dr. Thomas menyahut,
"Beri saya beberapa bukti nyata, Sahabatku yang baik. Itu saja yang saya minta.
Tidak hanya sebuah kisah panjang yang tak ada ujung-pangkalnya, yang hanya
berdasarkan atas apa yang menurut bayangan wanita tua itu, telah dilihatnya."
"Apa yang menurut bayangan wanita tua itu telah dilihatnya, sering kali benar.
Bibiku Mildred memang aneh sekali! Apakah Anda punya bibi, Thomas?"
"Eh - tidak." "Rugi!" kata Luke. "Setiap orang harus punya bibi. Mereka bisa melukiskan benar-
tidaknya suatu dugaan, melebihi logika. Hanya bibi-bibi tua sajalah yang tahu,
bahwa Tuan A umpamanya, adalah penjahat, karena dia mirip dengan tukang daging
langganannya yang tak jujur. Bagi orang-orang lain mungkin cukup alasan untuk
mengatakan bahwa Tuan A yang dihormati itu tak mungkin seorang penjahat. Wanita-
wanita tua itu selalu benar."
Dr. Thomas tersenyum lagi dengan sikap melecehkan.
Dengan perasaan jengkel yang meluap lagi, Luke berkata,
"Tidakkah Anda menyadari bahwa saya ini seorang polisi" Saya tidak seratus
persen amatir." Dr. Thomas tersenyum dan bergumam,
"Itu di Selat Mayang!"
"Kejahatan tetap kejahatan, di Selat Mayang atau di mana pun juga!"
"Tentu - tentu."
Luke meninggalkan kamar periksa Dr. Thomas dalam keadaan menahan marah.
Dia bertemu dengan Bridget yang bertanya,
"Ada kemajuan?"
"Dia tak percaya padaku," kata Luke. "Tapi kalau dipikir, hal itu memang tidak
mengherankan. Itu semua merupakan cerita tak masuk akal tanpa bukti-bukti.
Dokter Thomas memang bukan orang yang mudah percaya!"
"Apakah ada orang yang akan percaya padamu?"
"Mungkin tak ada, tapi bila aku besok bertemu dengan teman lamaku, Billy Bones,
roda-roda akan mulai berputar. Mereka akan menyelidiki si rambut panjang,
Ellsworthy itu, dan akhirnya mereka akan tahu!"
Sambil merenung, Bridget berkata,
"Kita sudah banyak bekerja dengan cara terbuka, ya?"
"Harus. Kita tak bisa - benar-benar tak bisa membiarkan pembunuhan-pembunuhan
terjadi lagi." Bridget bergidik. "Demi Tuhan, Luke, berhati-hatilah."
"Aku memang berhati-hati. Jangan berjalan di dekat pintu pagar yang di atas
pilarnya ada hiasan nenas, hindari hutan yang sepi di malam hari, waspadalah
terhadap makanan dan minumanmu. Aku tahu semuanya itu."
"Ngeri rasanya aku mengingat bahwa kau sekarang merupakan orang yang diincar."
"Asal bukan kau saja yang merupakan wanita yang diincar, Manisku."
"Mungkin saja."
"Kurasa, tidak. Tapi aku tak mau mengambil risiko! Aku akan menjagamu seperti
malaikat pelindung."
"Apakah perlu melaporkan hal itu pada polisi di sini?"
Luke menimbang-nimbang. "Tidak, kurasa tak ada gunanya - lebih baik langsung ke Scotland Yard."
Bridget bergumam, "Begitu pulalah pendapat Miss Pinkerton."
"Ya, tapi aku telah siap menghadapi bahaya."
"Aku tahu apa yang harus kulakukan besok," kata Bridget. "Aku akan mengajak
Gordon ke toko manusia setan itu dan memintanya untuk membeli sesuatu."
"Supaya dengan demikian Ellsworthy tak punya kesempatan untuk menyergapku di
tangga Whitehall?" "Begitulah maksudku."
Dengan agak malu-malu, Luke berkata, "Mengenai Whitfield - "
Cepat Bridget menjawab, "Biar saja sampai kau kembali dari London. Baru kita ceritakan padanya."
"Apakah menurutmu dia akan patah hati?"
"Yah - " kata Bridget mempertimbangkan pertanyaan itu. "Dia akan merasa jengkel."
"Jengkel" Ya, Tuhan! Hanya jengkel?"
"Ya. Tapi kau harus tahu bahwa Gordon tak suka merasa jengkel! Dia pasti akan
kacau sekali!" Dengan penuh kesadaran Luke berkata, "Aku jadi merasa tak enak sekali."
Perasaan tak enak itu makin bertambah ketika malam itu untuk kedua puluh kalinya
dia bersedia mendengarkan kisah Lord Whitfield mengenai Lord Whitfield.
Diakuinya bahwa memang perbuatannya rendah, menginap di rumah seseorang dan
kemudian merampas tunangan orang itu. Namun dia tetap merasa bahwa, seorang
goblok yang pendek dan gendut, yang terlalu bangga akan dirinya dan yang
berjalan dengan membusungkan dadanya, seperti Lord Whitfield itu, sama sekali
tak pantas menawarkan dirinya pada Bridget!
Tetapi rasa kesadarannya menguasai dirinya dengan demikian hebatnya, hingga dia
mendengarkan dengan penuh perhatian, terlalu berlebihan malah, dan akibatnya,
dia menampilkan kesan yang menyenangkan tuan rumahnya.
Malam itu Lord Whitfield sedang senang hati. Kematian bekas sopirnya agaknya
tidak membuatnya sedih, bahkan sebaliknya dia merasa senang.
"Sudah kukatakan laki-laki itu akan mengalami nasib buruk," katanya dengan
gembira, sambil mengangkat gelas anggurnya ke cahaya lampu dan mengintip melalui
gelas itu. "Sudah kukatakan itu padamu kemarin malam, bukan?"
"Ya, memang sudah."
"Dan kaulihat sendiri, aku benar! Sungguh mengagumkan, betapa seringnya kata-
kataku benar!" "Tentu menyenangkan sekali bagi Anda," kata Luke.
"Hidupku memang amat menyenangkan - ya, hidupku hebat! Jalan hidupku selalu mulus.
Aku selalu percaya penuh pada nasib. Itulah rahasianya, Fitzwilliam, itulah
rahasianya." "Begitukah?" "Aku orang yang saleh. Aku percaya pada kebaikan dan kejahatan dan keadilan
abadi. Keadilan Tuhan pasti ada, Fitzwilliam, aku tak pernah meragukannya!"
"Saya juga percaya pada keadilan," kata Luke.
Sebagaimana biasanya, Lord Whitfield tidak tertarik pada kepercayaan orang lain.
"Berbuat baiklah demi Penciptamu, maka Penciptamu pun akan berbuat baik padamu!
Aku selalu berbuat baik. Secara teratur aku menyumbang badan amal, dan aku
mencari nafkah dengan jujur. Aku tidak berhutang budi pada siapa-siapa! Aku
berdiri sendiri. Kau tentu ingat cerita dalam Injil, bagaimana kepala-kepala
suku menjadi kaya-raya, hewan piaraan, dan panen mereka bertambah, dan musuh-
musuh mereka tertindas!"
Luke menahan dirinya supaya tak menguap dan berkata,
"Memang - memang benar."
"Hebat sekali - sungguh hebat," kata Lord Whitfield, "setiap musuh orang baik-baik
akan musnah! Lihat saja, kemarin anak muda itu memaki diriku - bahkan akan
bertindak lebih jauh lagi, melawan aku. Dan apa yang terjadi" Di mana dia
sekarang?" Dia menghentikan pidatonya sebentar, lalu menjawab sendiri pertanyaannya dengan
suara yang meyakinkan, "Mati! Terkena kutukan Tuhan!"
Sambil agak melebarkan matanya, Luke berkata,
"Mungkin itu hukuman yang terlalu berlebihan, hanya karena kelancangan mulutnya
gara-gara terlalu banyak minum."
Lord Whitfield menggeleng.
"Memang selalu begitu! Pembalasan datangnya cepat dan mengerikan. Dan pembalasan
itu memang tepat. Ingat saja anak-anak yang mengolok-olok Elisha - kemudian
beruang-beruang keluar, lalu melahap anak-anak itu. Begitulah kejadiannya
selalu, Fitzwilliam."
"Saya pikir kejadian-kejadian itu tidak selalu bisa dianggap sebagai
pembalasan." "Tidak, tidak. Kau meninjaunya dari segi yang salah. Elisha itu laki-laki yang
suci dan lapang dada. Tak seorang pun yang telah berani menghinanya akan bisa
bertahan hidup! Aku mengerti itu, karena itu persis dengan diriku!"
Luke makin bingung. Lord Whitfield merendahkan suaranya.
"Mula-mula aku sendiri pun tak percaya. Tapi kejadian itu seperti itu selalu
terulang! Musuh-musuhku dan orang-orang yang menghinaku, semuanya mati secara
menyedihkan." "Mati?" Lord Whitfield mengangguk sedikit, lalu menghirup anggurnya.
"Berulang kali. Ada satu kejadian yang sama benar dengan peristiwa Elisha itu -
mengenai seorang anak laki-laki. Aku mendapatinya di kebun rumah ini - waktu itu
Pendekar Cacad 1 Pendekar Rajawali Sakti 99 Pelangi Lembah Kambang Buronan Dari Mataram 1