Pencarian

Membunuh Itu Gampang 4

Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie Bagian 4


dia bekerja di sini. Tahukah kau apa yang sedang dilakukannya" Dia sedang
menirukan aku - AKU yang sedang ditirukannya! Menghina aku! Dia berjalan hilir-
mudik sambil membusungkan dadanya dan beberapa orang anak menontonnya. Dia
mempermainkan aku di tanah milikku sendiri! Tahukah kau apa yang terjadi atas
dirinya" Tak sampai sepuluh hari kemudian dia jatuh dari jendela lantai atas dan
tewas! "Kemudian si bajingan Carter - seorang pemabuk yang bermulut kotor. Dia datang
kemari dan memaki-maki aku. Apa yang terjadi atas dirinya" Seminggu kemudian dia
meninggal - tenggelam dalam lumpur sungai. Lalu seorang gadis, pembantu rumah
tangga. Dia berani berbicara kasar terhadapku dan mengatai-ngatai aku!
Hukumannya segera tiba. Dia keliru minum obat, yang diminumnya racun! Aku bisa
menceritakan banyak lagi. Humbleby berani menentangku sehubungan dengan rencana
persediaan air bersih. Dia mati karena keracunan darah. Oh, sudah bertahun-tahun
lamanya selalu begitu kejadiannya - Bu Horton umpamanya, bukan main kasarnya
terhadapku, dan tak lama setelah itu dia meninggal."
Dia berhenti sebentar lalu membungkuk dan mengulurkan wadah anggur pada Luke.
"Ya," katanya. "Mereka semua mati. Luar biasa, bukan?"
Luke menatapnya dengan terbelalak. Suatu kecurigaan yang menghantu dan tak
terduga, melanda pikirannya! Dengan pandangan baru, dia menatap laki-laki kecil
yang duduk di ujung meja, yang sedang menganggukkan kepalanya dengan tenang, dan
matanya yang menonjol serta berwarna pucat itu balas memandang Luke. Mulutnya
tersenyum, tanpa rasa curiga.
Serangkaian kenangan yang kacau bergalau dalam otak Luke. Mayor Horton yang
berkata, "Lord Whitfield waktu itu berbaik hati. Beliau mengirim anggur dan pir
dari kebunnya sendiri." Lord Whitfield-lah yang dengan begitu lapang dada
mengizinkan Tommy Pierce diterima bekerja untuk membersihkan jendela-jendela di
perpustakaan. Lord Whitfield pula yang bercerita tentang kunjungannya ke
Institut Wellerman Kreutz untuk melihat serum-serum dan pembudidayaan kuman-
kuman, beberapa hari sebelum kematian Dr. Humbleby. Semuanya menuding dengan
jelas ke satu arah, dan dia, betapa tololnya dia, dia sama sekali tak pernah
curiga.... Lord Whitfield masih tetap tersenyum. Senyuman yang tenang dan membayangkan
kebahagiaan. Dia mengangguk-angguk pada Luke.
"Mereka semua mati," kata Lord Whitfield.
BAB 18 PERUNDINGAN DI LONDON SIR WILLIAM OSSINGTON, yang oleh teman-teman lamanya dikenal dengan nama Billy
Bones, menatap sahabatnya dengan pandangan tak percaya.
"Apakah tak cukup banyak kejahatan yang harus kautangani di Mayang dulu?"
tanyanya dengan mengeluh. "Haruskah kau kembali ke tanah air dan mengerjakan
pekerjaan kami di sini?"
"Kejahatan di Mayang tidak bersifat besar-besaran," kata Luke. "Apa yang sedang
kuhadapi sekarang adalah seorang laki-laki yang telah melakukan pembunuhan atas
sekurang-kurangnya enam orang - dan bisa lolos begitu saja tanpa dicurigai sama
sekali!" Sir William mendesah. "Itu memang bisa terjadi. Apa keistimewaannya - membunuh istri orang?"
"Bukan, dia bukan orang seperti itu. Sekarang dia sebenarnya belum menganggap
dirinya Tuhan - tapi dalam waktu singkat hal itu akan terjadi."
"Gilakah dia?" "Oh, menurut aku, tidak diragukan lagi."
"Ah, tapi mungkin tidak benar-benar gila. Kau harus tahu bahwa ada
perbedaannya." "Kurasa dia tahu macam dan akibat perbuatannya," kata Luke.
"Benar." kata Billy Bones.
"Nah, tak usahlah kita mempertengkarkan tentang teknik-teknik yang sah. Kita
belum mencapai tahap pengetahuan itu. Mungkin tidak akan pernah. Yang kuperlukan
dari kau, Sahabatku, adalah beberapa kenyataan. Pada Hari Pacuan Kuda Derby yang
lalu, telah terjadi suatu kecelakaan lalu lintas, antara jam lima dan enam
petang. Seorang wanita tua ditabrak di depan Whitehall dan mobil itu langsung
lari. Wanita itu bernama Lavinia Pinkerton. Aku ingin meminta pertolonganmu
untuk menggali semua kenyataan mengenai kecelakaan itu."
Sir William mendesah. "Aku bisa segera mendapatkannya untukmu. Dua puluh menit
sudah cukup." Kata-katanya bisa diandalkan. Dalam waktu tak sampai dua puluh menit, Luke sudah
berbicara dengan perwira polisi yang bertugas menangani peristiwa itu.
"Ya, Tuan, saya ingat kejadian itu secara terinci. Sebagian besar dari peristiwa
itu saya tuliskan di situ." Dia menunjuk kertas yang sedang dipelajari Luke.
"Telah diadakan pemeriksaan tentang perkara itu - petugas kematiannya adalah Mr.
Satcherverell. Pengemudi mobil itu telah digugat."
"Apakah Anda berhasil menangkapnya?"
"Tidak, Tuan." "Apa merek mobil itu?"
"Agaknya boleh dipastikan mobil itu sebuah Rolls Royce - mobilnya besar dan
dikendarai oleh seorang supir. Semua saksi tak ragu mengenai hal itu. Kebanyakan
orang bisa mengenali sebuah mobil Rolls Royce dengan melihatnya saja."
"Apakah Anda tidak mendapat nomornya?"
"Tidak, celakanya tak seorang pun ingat untuk melihat nomornya. Ada catatan
bahwa nomornya adalah FXZ 4498 - tapi nomor itu salah. Ada seorang wanita yang
sempat melihatnya, lalu menceritakannya pada seorang wanita lain yang
memberikannya pada saya. Mungkin wanita yang kedua itu yang salah dengar, saya
tak tahu, tapi bagaimanapun juga, itu tak benar."
"Bagaimana Anda tahu bahwa nomor itu keliru?" tanya Luke tajam.
Perwira muda itu tersenyum.
"FXZ 4498 adalah nomor mobil Lord Whitfield. Mobil itu sedang berada di depan
Boomington House pada saat kecelakaan terjadi, dan pengemudinya sedang minum
teh. Dia punya bukti kuat bahwa dia tak bersalah - tak mungkin dia terlibat, dan
mobil itu tak pernah meninggalkan gedung itu sampai jam setengah tujuh, saat
Lord keluar." "Oh, begitu," kata Luke.
"Selalu begitulah keadaannya, Tuan," desah pria itu, "separuh dari saksi-saksi
menghilang pada saat seorang petugas polisi tiba di tempat kejadian untuk
mencatat hal-hal yang penting."
Sir William mengangguk. "Kami menyimpulkan bahwa nomornya mungkin tidak begitu berbeda dengan FXZ 4498
itu - mungkin nomor mobil itu juga mulai dengan dua buah angka empat. Kami
berusaha keras, tapi tak bisa menemukannya. Kami selidiki beberapa mobil dengan
nomor yang kira-kira sama, tapi semuanya bisa memberikan keterangan yang
memuaskan tentang diri mereka."
Sir William memandang Luke dengan pandangan bertanya.
Luke menggeleng. Sir William berkata,
"Terima kasih, Bonner, cukup sekian."
Setelah orang itu keluar, Billy Bones melihat dengan pandangan bertanya pada
Luke. "Ada apa sebenarnya, Fitz?"
Luke mendesah. "Semuanya cocok. Lavinia Pinkerton datang kemari untuk membuka
rahasia - untuk menceritakan semuanya pada orang-orang pandai di Scotland Yard
tentang pembunuh yang jahat itu. Aku tak tahu apakah kau sudah sempat
mendengarkan ceritanya itu - mungkin belum - "
"Mungkin juga sudah," kata Sir William. "Banyak keterangan yang kami terima
dengan cara itu. Hanya dari apa yang didengar saja atau gunjingan - kami tidak
mengabaikan yang begituan, percayalah."
"Begitulah pikir pembunuh itu. Dia tak mau untung-untungan. Maka disingkirkannya
Lavinia Pinkerton, dan meskipun ada seorang wanita yang cukup tajam
penglihatannya dan melihat nomor mobil itu, tak seorang pun percaya padanya."
Billy Bones menegakkan duduknya dengan mendadak.
"Apakah maksudmu - "
"Itulah maksudku. Aku berani mempertaruhkan apa saja yang kausukai, bahwa
Whitfield-lah yang menabrak wanita itu. Aku tak tahu bagaimana dia mengaturnya.
Sopirnya sedang pergi minum teh. Kurasa diam-diam dia pergi dengan mengenakan
jas dan topi pengemudi. Pokoknya, dialah yang melakukannya, Billy."
"Tak mungkin," kata Sir William lagi.
"Mungkin saja. Lord Whitfield telah membunuh - paling tidak sepanjang
pengetahuanku - tujuh orang. Mungkin malah lebih."
"Tak mungkin," kata Sir William lagi.
"Sahabatku, dia telah terang-terangan menceritakan hal itu dengan menepuk
dadanya, semalam!" "Jadi dia gila?"
"Dia gila, memang, tapi dia adalah setan yang cerdik. Kau harus bertindak
waspada. Jangan sampai dia tahu bahwa kita mencurigainya."
Billy Bones bergumam, "Rasanya tak masuk akal...."
"Tapi itu benar!" kata Luke.
Dia meletakkan tangannya di pundak sahabatnya itu.
"Dengarlah, Billy, sahabatku yang baik, kita harus segera bertindak dalam hal
ini. Inilah kenyataan-kenyataannya."
Kedua pria itu berbicara lama dan bersungguh-sungguh.
Esok harinya Luke kembali ke Wychwood. Dia berangkat ke sana pagi-pagi, naik
mobil. Dia sebenarnya bisa kembali malam itu juga, tapi dia merasa sangat tak
enak untuk tidur di bawah atap rumah Lord Whitfield atau menerima kebaikan
hatinya dalam keadaan seperti ini.
Dalam perjalanannya ke Wychwood, dia menghentikan mobilnya di rumah Miss
Waynflete. Pelayan yang membukakan pintu memandangnya dengan terbelalak, tapi
mengantarnya masuk ke kamar makan yang kecil, di mana Miss Waynflete sedang
duduk sarapan. Wanita itu bangkit dan menyambutnya dengan terkejut.
Luke tidak membuang-buang waktu. "Maafkan saya mengganggu Anda sepagi ini."
Dia menoleh. Pelayan telah meninggalkan kamar dan menutup pintu. "Saya ingin
menanyakan sesuatu, Miss Waynflete. Ini suatu pertanyaan yang agak pribadi, tapi
saya rasa Anda mau memaafkan saya."
"Tanyakan saja apa yang ingin Anda tanyakan. Saya yakin sekali bahwa alasan Anda
untuk bertanya itu tentu baik." "Terima kasih."
Luke diam sebentar. "Saya ingin tahu dengan pasti mengapa Anda sampai memutuskan pertunangan Anda
dengan Lord Whitfield bertahun-tahun yang lalu itu."
Miss Waynflete tidak menduga pertanyaan itu. Wajahnya memerah dan dia memegang
dadanya. "Adakah dia menceritakan sesuatu pada Anda?"
Luke menyahut, "Dia menceritakan sesuatu tentang seekor burung - burung yang
lehernya dipuntir...."
"Begitukah katanya?" Suaranya mengandung keheranan. "Dia mengaku rupanya" Luar
biasa!" "Tolong Anda ceritakan bagaimana sebenarnya."
"Baik, akan saya ceritakan. Tapi saya mohon supaya hal ini tidak Anda ceritakan
kembali padanya - pada Gordon. Soalnya, itu semua sudah berlalu - sudah berlalu dan
tak berbekas - saya tak suka hal itu diungkit-ungkit lagi."
Dia menatap Luke dengan pandangan memohon.
Luke mengangguk. "Ini hanya untuk keperluan saya pribadi," katanya. "Saya tidak akan menceritakan
lagi apa yang Anda ceritakan pada saya."
"Terima kasih." Dia sudah tenang kembali. Suaranya cukup tenang waktu dia
melanjutkan. "Beginilah kejadiannya. Saya memelihara seekor burung kenari kecil -
saya suka sekali pada burung itu - dan - yah, mungkin - agak tergila-gila - maklum
gadis-gadis zaman itu. Kami waktu itu agak - yah - berlebihan terhadap hewan
peliharaan. Hal itu tentu menjengkelkan kaum pria - saya maklum itu."
"Ya," kata Luke waktu wanita itu berhenti berbicara.
"Gordon cemburu pada burung itu. Pada suatu hari dia berkata dengan marah.
'Kurasa kau lebih suka pada burung itu daripada aku.' Dan saya sebagai seorang
gadis bodoh waktu itu, menggendong burung itu sambil tertawa dan berkata, kira-
kira begini, 'Tentu aku lebih cinta padamu. Burungku sayang, daripada seorang
pemuda bodoh! Tentu saja, ya!' Lalu - ah, mengerikan - Gordon merampas burung itu
dari tangan saya dan memuntir lehernya. Bukan main terkejutnya saya - saya tidak
akan pernah lupa itu!"
Wajah wanita itu menjadi pucat.
"Sebab itukah Anda lalu memutuskan pertunangan itu?" tanya Luke.
"Ya. Setelah kejadian itu saya tak bisa merasa seperti semula lagi. Soalnya,
Tuan Fitzwilliam - " Dia ragu sebentar, "Bukan sekadar perbuatan itu saja - hal itu
mungkin saja dilakukan karena rasa cemburu dan amarahnya - soalnya saya selalu
diganggu oleh perasaan bahwa dia merasa senang melakukan hal itu - itulah yang
membuat saya takut!"
"Jadi sudah sejak lama," gumam Luke. "Sampai sekarang ini...."
Miss Waynflete memegang lengan Luke.
"Tuan Fitzwilliam - "
Luke membalas pandangannya yang ketakutan dan mengandung permohonan, dengan
pandangan serius dan tenang.
"Lord Whitfield yang melakukan semua pembunuhan ini!" katanya. "Sudah lama Anda
tahu itu, bukan?" Miss Waynflete menggeleng kuat-kuat.
"Saya tidak tahu! Seandainya saya tahu waktu itu - tentu saya beritahukan waktu
itu - tidak, yang ada hanya rasa takut!"
"Tapi Anda tak pernah memberikan bayangan apa-apa pada saya."
Miss Waynflete mengatupkan kedua belah tangannya karena tiba-tiba merasa ngeri.
"Bagaimana mungkin" Bagaimana saya bisa" Saya pernah sangat mencintainya...."
"Ya," kata Luke. "Saya mengerti."
Wanita itu berbalik, mencari-cari dalam tasnya, lalu dengan sehelai sapu tangan
kecil bertepi renda, menutup matanya sebentar. Kemudian dia berbalik lagi,
dengan mata yang sudah kering, dan dengan sikap anggun yang tenang.
"Saya senang sekali Bridget sudah memutuskan pertunangannya," katanya. "Dia akan
menikah dengan Anda, bukan?"
"Ya." "Itu jauh lebih cocok," kata Miss Waynflete singkat.
Luke tersenyum kecil. Tetapi wajah Miss Waynflete menjadi murung dan mengandung rasa kuatir. Dia
membungkukkan tubuhnya dan sekali lagi memegang tangan Luke.
"Tapi berhati-hatilah," katanya. "Anda berdua harus berhati-hati sekali."
"Maksud Anda - terhadap Lord Whitfield?"
"Ya. Akan lebih baik kalau tidak menceritakannya dulu padanya."
Luke mengerutkan alisnya. "Saya rasa kami berdua tak suka begitu."
"Ah! Apalah artinya suka atau tak suka. Anda agaknya tidak menyadari bahwa dia
gila - betul-betul gila. Dia tidak akan mau menerima begitu saja - sama sekali
tidak! Bila sampai terjadi sesuatu atas diri Bridget - "
"Tidak akan terjadi apa-apa atas dirinya!"
"Ya, saya tahu - tapi sadarlah bahwa Anda bukan tandingan laki-laki itu! Dia licik
sekali! Bawalah Bridget pergi segera - itulah satu-satunya harapan. Bawa dia ke
luar negeri! Sebaiknya Anda berdua pergi ke luar negeri!"
Lambat-lambat Luke berkata,
"Barangkali memang sebaiknya dia pergi. Tapi saya akan tinggal di sini."
"Saya sudah takut Anda akan berkata begitu. Tapi pokoknya bawalah Bridget pergi.
Segera, ingat itu!" Luke mengangguk perlahan-lahan.
"Saya rasa Anda benar," katanya.
"Saya yakin saya benar! Bawalah dia pergi - sebelum terlambat."
BAB 19 PERTUNANGAN PUTUS BRIDGET mendengar mobil Luke datang. Dia keluar ke tangga untuk menyambutnya.
Tanpa pendahuluan dia berkata,
"Sudah kukatakan padanya."
"Apa?" Luke terperanjat.
Rasa takut dan putus asanya jelas terbayang, hingga tampak oleh Bridget.
"Luke - ada apa" Kau kelihatan risau."
Lambat-lambat Luke berkata,
"Bukankah sudah kita sepakati untuk menunggu sampai aku kembali dari London?"
"Aku tahu, tapi kupikir lebih baik sekarang, supaya cepat selesai. Soalnya dia
sudah membuat rencana-rencana - untuk pernikahan kami - bulan madu kami - semuanya
itu! Jadi aku terpaksa mengatakannya padanya!"
Ditambahkannya - dengan suara agak menyesal,
"Jadi kurasa itulah yang sepantasnya kulakukan."
Luke mengakui hal itu. "Memang, bagimu memang begitu. Ya, aku mengerti." "Kurasa, ditinjau dari segala
segi, baik!"

Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lambat-lambat Luke berkata,
"Kadang-kadang kita tak bisa melakukan sesuatu hanya karena sepantasnya saja!"
"Luke, apa sih maksudmu?"
Luke membuat gerakan tak sabar.
"Itu tak dapat kukatakan padamu sekarang, di sini. Bagaimana sambutan
Whitfield?" Lambat-lambat Bridget berkata,
"Baik sekali. Sungguh, baik sekali. Aku sampai merasa malu. Kurasa Luke, aku
telah menganggap remeh Gordon - hanya karena dia suka menepuk dada dan kadang-
kadang banyak omong kosong. Sebetulnya, kurasa dia boleh dikatakan - yah - seorang
pria kecil yang besar!"
Luke mengangguk. "Ya, mungkin dia orang besar - dalam arti yang tidak kita duga. Dengar, Bridget,
kau harus keluar dari rumah ini secepat mungkin."
"Tentu, aku akan membenahi barang-barangku dan berangkat hari ini. Kau bisa
mengantarku ke kota. Tak bisakah kita menginap di Losmen Bells and Motley - itu
kalau rombongan teman-teman Ellsworthy sudah berangkat."
Luke menggeleng. "Tidak, sebaiknya kau kembali ke London. Nanti akan kujelaskan. Sementara itu
sebaiknya aku menemui Whitfield."
"Kurasa itulah yang harus kaulakukan - semuanya ini jadi tak enak rasanya, ya" Aku
merasa sebagai seorang pengeruk harta."
Luke tersenyum padanya. "Hubungan kalian cukup berimbang. Kedudukanmu seimbang dengan dia. Bagaimanapun
juga, tak perlu kita menyesali hal-hal yang sudah berlalu dan berakhir! Aku akan
masuk dan menemui Whitfield sekarang."
Didapatinya Lord Whitfield sedang berjalan hilir-mudik di ruang tamu utama. Dari
luar dia kelihatan tenang, bahkan tampak seulas senyum kecil di bibirnya. Tetapi
Luke melihat urat yang berdenyut keras di pelipisnya.
Dia berbalik waktu Luke masuk.
"Oh! Kau, Fitzwilliam."
Luke berkata, "Tak perlu saya menyatakan menyesal untuk apa yang telah saya lakukan - itu
namanya munafik! Saya akui bahwa di mata Anda saya telah berbuat jahat, dan tak
banyak yang dapat saya katakan untuk membela diri. Hal-hal seperti itu biasa
terjadi." Lord Whitfield berjalan hilir-mudik lagi.
"Memang - benar!" Dia melambaikan tangannya.
Luke berkata lagi. "Saya dan Bridget telah memperlakukan Anda dengan cara yang memalukan. Tapi mau
apa lagi! Kami saling mencintai - dan tak ada yang lain yang bisa kami lakukan -
kecuali mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada Anda dan kemudian pergi dari
sini." Lord Whitfield berhenti. Dia memandangi Luke dengan matanya yang menonjol dan
pucat. "Tidak," katanya, "Memang tak ada yang lain yang bisa kalian perbuat!"
Ada nada yang aneh sekali dalam suaranya. Dia memandangi Luke sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya perlahan-lahan, seolah-olah dia merasa kasihan.
"Apa maksud Anda?" tanya Luke dengan tajam.
"Tak ada lagi yang bisa kalian perbuat!" kata Lord Whitfield. "Sudah terlambat!"
Luke maju mendekatinya. "Katakan apa maksud Anda."
Tanpa diduga, Lord Whitfield berkata,
"Tanyakan pada Honoria Waynflete. Dia pasti mengerti. Dia tahu apa yang akan
terjadi. Dia pernah mengatakan hal itu padaku!"
"Apa yang diketahuinya?"
Lord Whitfield berkata, "Kejahatan tidak akan dibiarkan tanpa ganjaran. Harus ada keadilan! Aku
menyesal, karena aku sangat mencintai Bridget. Pokoknya aku kasihan pada kalian
berdua!" Luke berkata, "Apakah Anda mengancam kami?"
Lord Whitfield kelihatan benar-benar terkejut.
"Tidak, tidak, Anak muda. Aku tak punya perasaan seperti itu! Waktu aku
memberikan kehormatan pada Bridget dan memilihnya untuk menjadi istriku, dia mau
menerima tanggung jawab tertentu. Sekarang dia menolaknya - tapi tak ada yang
berlaku surut dalam hidup ini. Orang yang melanggar undang-undang harus
dihukum...." Luke mengepalkan tangannya kuat-kuat. Katanya,
"Maksud Anda akan terjadi sesuatu atas diri Bridget" Sekarang dengarlah,
Whitfield, tidak akan terjadi apa-apa atas diri Bridget - atau atas diri saya!
Bila Anda mencoba melakukan yang semacam itu, habislah semuanya. Sebaiknya Anda
berhati-hati! Saya sudah tahu banyak sekali tentang Anda!"
"Sama sekali tak ada hubungannya dengan diriku," kata Lord Whitfield. "Aku mi
hanya alat dari kekuasaan yang lebih tinggi. Semua kehendak Yang Mahakuasa pasti
terjadi!" "Rupanya Anda percaya akan hal itu," kata Luke.
"Karena hal itu benar! Siapa saja yang menentang diriku, akan mendapat hukuman.
Kau dan Bridget tak terkecuali."
Luke berkata, "Anda keliru. Betapapun lamanya seseorang bernasib baik, akhirnya nasib buruk
akan menimpanya juga. Nasib baik Anda pun akan berakhir."
Dengan lembut Lord Whitfield berkata,
"Anak muda, kau tak tahu dengan siapa kau sedang berbicara. Tak satu pun bisa
terjadi atas diriku!"
"Tak bisa" Kita lihat saja. Sebaiknya Anda berhati-hati, Whitfield."
Lawan bicaranya kelihatan agak gemetar. Suaranya berubah waktu dia berbicara.
"Aku sudah cukup bersabar," kata Lord Whitfield. "Jangan menguji kesabaranku
terlalu jauh. Keluar dari tempat ini."
"Saya memang akan pergi," kata Luke. "Secepat mungkin. Ingat, saya telah
memberikan peringatan pada Anda."
Dia berbalik dan cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Dia berlari naik ke lantai
atas. Didapatinya Bridget dalam kamarnya sendiri, mengawasi seorang pelayan yang
sedang memberesi pakaiannya.
"Bisakah kau segera selesai?"
"Sepuluh menit lagi."
Mata Bridget membayangkan pertanyaan yang tak dapat ditanyakannya karena adanya
pelayan itu. Luke mengangguk singkat padanya.
Kemudian dia pergi ke kamarnya sendiri, lalu dengan tergesa-gesa memasukkan
barang-barangnya ke dalam kopor.
Sepuluh menit kemudian dia kembali dan didapatinya Bridget siap untuk berangkat.
"Sudah bisa kita berangkat sekarang?"
"Aku sudah siap."
Waktu menuruni tangga, mereka berpapasan dengan pelayan yang sedang naik.
"Miss Waynflete datang mencari Anda, Nona."
"Miss Waynflete" Di mana dia?"
"Di ruang tamu utama bersama Lord."
Bridget langsung pergi ke ruang tamu utama, Luke. mengikutinya tak jauh di
belakangnya. Lord Whitfield sedang berdiri di dekat jendela, bercakap-cakap dengan Miss
Waynflete. Pria itu memegang pisau - pisau yang panjang, runcing, dan tajam.
Dia sedang berkala, "Ini merupakan hasil karya yang sempurna. Salah seorang anak
buahku membawakan ini untukku, sekembalinya dari Maroko. Di sana dia bertugas
sebagai koresponden khusus. Ini buaian orang Moor, pisau Riff namanya." Dengan
penuh kasih sayang dia mengusap mata pisau itu dengan jarinya. "Bukan main
tajamnya!" Dengan tajam Miss Waynflete berkata,
"Demi Tuhan, letakkan pisau itu!"
Lord tersenyum lalu meletakkannya di meja, di antara koleksi senjata-senjata
yang lain. "Aku suka memegang-megang dan merabanya," kalanya dengan halus.
Miss Waynflete kehilangan keanggunannya. Wajahnya pucat dan dia gugup.
"Ah, ini Bridget," katanya.
Lord Whitfield tertawa kecil.
"Ya, itu Bridget. Puas-puaskanlah hatimu dengan dia, Honoria. Tidak akan lama
lagi dia bersama kita."
Miss Waynflete berkata dengan tajam,
"Apa maksudmu?"
"Maksudku" Maksudku, dia akan pergi ke London. Benar, kan" Hanya itu maksudku."
Dia memandang mereka semua.
"Ada berita kecil yang akan kusampaikan padamu, Honoria," katanya. "Bridget
tidak jadi menikah denganku. Dia lebih menyukai si Fitzwilliam ini. Hidup ini
memang aneh. Nah, silakan bercakap-cakap, aku akan meninggalkan kalian."
Dia keluar dari ruangan itu, sambil menggemerincingkan uang logam di sakunya.
"Oh - " kata Miss Waynflete. "Oh - "
Kesedihan dalam suaranya demikian jelasnya terdengar, hingga Bridget kelihatan
agak heran. Dengan perasaan tak enak dia berkata,
"Maafkan saya. Saya menyesal sekali."
Kata Miss Waynflete, "Dia marah - dia marah sekali - Anak manis, ini sangat mengerikan. Apa yang harus
kita lakukan?" Bridget terbelalak. "Lakukan" Apa maksud Anda?"
Sambil menatap mereka berdua dengan pandangan menegur, Miss Waynflete berkata,
"Sebenarnya kalian tak boleh mengatakannya padanya!"
Kata Bridget, "Omong kosong. Apa lagi yang bisa kami lakukan?"
"Sebenarnya kalian tak boleh mengatakannya sekarang. Seharusnya kalian tunggu
sampai kalian sudah pergi dari sini."
Dengan singkat Bridget berkata,
"Kita berbeda pendapat. Pendapat saya adalah, lebih baik kita menyelesaikan hal-
hal yang tidak menyenangkan sesegera mungkin."
"Ah, Anak manis, kalau saja hanya itu persoalannya - "
Dia berhenti. Kemudian dia menoleh pada Luke dengan pandangan bertanya.
Luke menggeleng. Bibirnya hanya membentuk kata, "Belum."
Miss Waynflete menggumam, "Oh, pantas begitu."
Dengan agak jengkel Bridget berkata, "Apakah Anda ingin bertemu saya untuk suatu
keperluan khusus, Miss Waynflete?"
"Ya. Sebenarnya aku datang untuk mengusulkan supaya kau sementara tinggal di
rumahku. Kupikir - eh - kau akan merasa tak enak tinggal di sini, padahal kau masih
harus tinggal di desa ini beberapa hari lagi untuk - eh - mematangkan rencana-
rencana kalian." "Terima kasih, Miss Waynflete. Anda baik sekali."
"Soalnya, kau akan aman bersamaku, dan - "
Bridget menyela, "Aman?" Miss Waynflete yang tampak agak gugup, cepat-cepat melanjutkan,
"Nyaman - begitu maksudku - merasa nyaman bersamaku. Maksudku, tentu saja sama
sekali tidak semewah di sini - tapi semuanya cukup dan pelayanku Emily pandai
sekali memasak." "Oh, saya yakin, pasti akan menyenangkan sekali, Miss
Waynflete," kata Bridget tanpa perasaan apa-apa.
"Tapi kalau kalian akan langsung ke kota, itu tentu jauh lebih baik...."
Bridget berkata lambat-lambat,
"Memang agak susah. Hari ini bibi saya pagi-pagi benar sudah pergi ke pameran
bunga. Saya belum sempat menceritakan padanya apa yang telah terjadi. Akan saya
tinggalkan pesan tertulis padanya untuk memberitahukan bahwa saya sudah datang
ke flat-nya." "Apakah kau akan pergi ke flat bibimu di London?"
"Ya. Tak ada siapa-siapa lagi di sana. Tapi saya bisa makan di luar."
"Jadi kau akan tinggal seorang diri di flat itu" Oh, Anak manis, janganlah
berbuat begitu. Jangan tinggal di sana seorang diri."
"Tidak ada orang yang ingin makan saya," kata Bridget tak sabar. "Apalagi bibi
saya akan datang besok."
Miss Waynflete menggeleng dengan air muka kuatir.
Luke berkata, "Lebih baik pergi ke hotel."
Bridget berbalik menghadap Luke.
"Untuk apa" Ada apa kalian ini" Mengapa kalian memperlakukan aku seolah-olah aku
ini anak tolol?" "Tidak, tidak, Sayang," bantah Miss Waynflete. "Kami hanya ingin kau berhati-
hati - itu saja!" "Tapi mengapa" Mengapa" Ada apa sebenarnya?"
"Dengar, Bridget," kata Luke. "Aku ingin bicara denganmu. Tapi aku tak bisa
bicara di sini. Mari ikut aku ke mobil, dan kita akan pergi ke suatu tempat yang
sepi." Luke memandang Miss Waynflete.
"Bolehkah kami pergi ke rumah Anda satu jam lagi" Ada beberapa hal yang ingin
saya katakan pada Anda."
"Silakan. Saya akan menunggu kalian di sana."
Luke meraih lengan Bridget. Dia mengangguk menyatakan terima kasihnya pada Miss
Waynflete. Katanya, "Barang-barang kita akan kita ambil nanti. Mari."
Bridget dituntunnya keluar dari kamar itu, berjalan di sepanjang lorong rumah ke
pintu depan. Dibukakannya pintu mobil. Bridget masuk. Luke menghidupkan mesin
mobil dan membawa mobil itu cepat-cepat ke jalan. Dia mendesah lega, setelah
mereka keluar dari pintu pagar besi.
"Syukurlah aku telah berhasil membawamu keluar dari tempat itu dengan aman,"
katanya. "Apakah kau sudah gila, Luke" Mengapa pakai rahasia segala, dan sampai
mengatakan - 'Aku tak bisa mengatakan apa maksudku sekarang.' - Apa maksudmu?"
Dengan tegas Luke berkata,
"Yah, kau harus tahu, memang sulit, untuk menerangkan bahwa seseorang adalah
pembunuh, bila kita berada dalam rumahnya!"
BAB 20 KITA SAMA-SAMA TERLIBAT BEBERAPA saat lamanya Bridget duduk diam-diam di samping Luke. Kemudian dia
berkata, "Maksudmu Gordon?" Luke mengangguk.
"Gordon" Gordon - seorang pembunuh" Gordon pembunuh yang kaucari itu" Belum pernah
aku mendengar sesuatu yang lebih tak masuk akal daripada itu, sepanjang
hidupku!" "Begitukah pikirmu?"
"Memang begitu. Soalnya, Gordon itu, menyakiti seekor lalat saja pun tak mau."
Luke berkata dengan tegas,
"Itu mungkin benar. Aku tak tahu. Tapi yang jelas, dia pernah membunuh seekor
burung kenari, dan aku yakin, dia telah membunuh beberapa orang."
"Luke sayang, aku sama sekali tak bisa percaya!"
"Aku tahu," kata Luke. "Kedengarannya memang tak masuk akal. Yah, bahkan tak
pernah terpikir olehku bahwa dia mungkin harus dicurigai - sampai dua malam yang
lalu." Bridget membantah, "Tapi aku kenal betul siapa Gordon! Aku tahu bagaimana dia itu! Dia orang yang
baik sekali - ya, memang besar cakap, tapi sebenarnya hatinya penuh kasih sayang."
Luke menggeleng. "Kau harus mengubah citramu mengenai dia, Bridget."
"Tak ada gunanya, Luke, aku benar-benar tak bisa percaya! Bagaimana kau sampai
punya gagasan seperti itu" Dua hari yang lalu kau merasa yakin bahwa Ellsworthy-
lah orangnya." Luke merasa agak merinding.
"Aku tahu. Aku tahu. Mungkin kau akan berpikir bahwa besok aku akan mencurigai
Thomas, dan lusa aku akan merasa yakin bahwa aku harus mengejar Horton! Aku
tidak segampang itu berubah pendapat. Kuakui bahwa gagasan itu agak mengejutkan
kalau kita pertama kali memikirkannya, tapi kalau kita tinjau lebih teliti, kita
akan menyadari bahwa semuanya cocok sekali. Tak mengherankan kalau Miss
Pinkerton tak berani mendatangi pejabat-pejabat setempat. Dia tahu orang-orang
itu akan menertawakannya. Scotland Yard-lah satu-satunya harapannya."
"Tapi, apa motif Gordon untuk membunuh mereka itu" Itu gagasan yang tolol!"
"Aku tahu. Tapi tidakkah kausadari bahwa Gordon Whitfield punya penilaian yang
tinggi sekali mengenai dirinya?"
Bridget berkata, "Dia menganggap dirinya hebat sekali dan sangat penting. Tapi


Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu hanyalah akibat dari rasa rendah dirinya, kasihan dia!"
"Mungkin itulah akar dari semua kesulitan ini. Aku pun tak tahu. Tapi pikirlah,
Bridget - pikirlah barang sebentar saja. Ingatlah kembali semua kata-kata yang
telah kauucapkan secara berseloroh tentang dia - bahwa bila ada orang yang
menentangnya, dianggapnya orang itu melawan Tuhan pula. Tidakkah kausadari bahwa
rasa harga diri orang itu sudah membengkak melebihi ukuran" Apalagi bila
masalahnya berhubungan dengan agama. Gadisku, orang itu betul-betul gila!"
Bridget berpikir sebentar.
Akhirnya dia berkata, "Aku masih belum bisa percaya. Bukti apa yang ada padamu?"
"Yah, ada pula kata-kata yang diucapkannya sendiri. Dia berkata padaku, dengan
jelas sekali, dua malam yang lalu, bahwa siapa pun yang melawannya, akan mati,
dengan cara yang mengerikan."
"Teruskan." "Aku tak bisa menerangkan dengan jelas apa maksudku - tapi caranya mengatakan itu.
Begitu tenang dan senang dan - bagaimana aku harus menyatakannya, ya" Begitu yakin
akan kebenaran kata-kata itu! Dia duduk dan tersenyum sendiri.... Caranya
tersenyum aneh dan agak mengerikan, Bridget!"
"Lanjutkan." "Nah, aku lalu diberinya sebuah daftar nama orang-orang yang telah tewas karena
mereka telah menimbulkan rasa tak senang pada dia yang begitu berkuasa! Dan
dengar nama orang-orang yang disebutkannya ini, Bridget, Bu Horton, Amy Gibbs,
Tommy Pierce, Harry Carter, Humbleby, dan si sopir itu, Rivers."
Akhirnya Bridget menjadi goyah. Dia menjadi pucat.
"Dia menyebutkan nama-nama itu?"
"Benar, nama-nama itu! Percayakah kau sekarang?"
"Ya, Tuhan, kurasa aku terpaksa harus.... Apa motifnya?"
"Sama sekali tak berarti - itulah yang begitu mengerikan. Bu Horton telah
membentaknya, Tommy Pierce menirukannya sehingga membuat tukang-tukang kebun
lainnya tertawa, Harry Carter mengata-ngatainya, Amy Gibbs kurang ajar
terhadapnya, Humbleby telah berani menentangnya di depan umum, Rivers
mengancamnya di depanku, dan Miss Waynflete - "
Bridget menutupi matanya dengan tangannya.
"Mengerikan.... mengerikan sekali...," gumamnya.
"Aku tahu. Kemudian ada lagi bukti lain dari luar. Mobil yang menabrak Miss
Pinkerton, mereknya Rolls Royce, dan nomornya adalah nomor mobil Lord
Whitfield." "Itu benar-benar lebih meyakinkan lagi," kata Bridget lambat-lambat.
"Ya. Polisi menyangka bahwa wanita yang memberikan nomor itu tentu keliru.
Keliru kata mereka!"
"Aku bisa memahami mereka," kata Bridget. "Bila mengenai seorang pria kaya dan
berkuasa seperti Lord Whitfield, tentulah cerita dari dia yang dipercayai!"
"Ya. Kita harus menghargai kesulitan yang dihadapi Miss Pinkerton."
Sambil merenung, Bridget berkata,
"Satu atau dua kali wanita itu mengatakan hal-hal yang agak aneh padaku. Seolah-
olah dia memberi peringatan padaku terhadap sesuatu.... Saat itu aku sama sekali
tak mengerti. Sekarang aku tahu!"
"Semuanya cocok," kata Luke. "Begitulah caranya selalu. Mula-mula orang berkata
(seperti yang kaukatakan), 'Tak mungkin!' lalu segera setelah orang itu bisa
menerima gagasannya, semuanya jadi cocok! Buah anggur yang dikirimnya pada Bu
Horton - padahal wanita itu menyangka jururawatnyalah yang meracuninya! Dan
kunjungannya ke Institut Wellerman Kreutz - entah dengan cara bagaimana dia pasti
telah berhasil mencuri kuman yang dibudidayakan dan menularkannya pada
Humbleby." "Aku tak bisa membayangkan bagaimana dia bisa melakukannya."
"Aku pun tidak, tapi hubungannya ada. Tak salah lagi."
"Ya... seperti kaukatakan, semuanya cocok. Dan dia tentulah bisa melakukan apa
yang tak bisa dilakukan oleh orang lain! Maksudku, dia benar-benar berada di
luar jangkauan kecurigaan kita!"
"Kurasa Miss Waynflete menaruh curiga. Dia menyebut-nyebut kunjungan ke institut
itu. Hal itu dilibatkannya ke dalam percakapan, seolah-olah tanpa sengaja - tapi
kurasa dia berharap aku memberikan reaksi terhadap pernyataannya itu."
"Jadi selama ini dia tahu?"
"Kecurigaannya besar. Kurasa, yang menjadi penghalang baginya adalah, karena dia
pernah mencintai laki-laki itu."
Bridget mengangguk. "Ya, itu menjelaskan beberapa hal. Gordon bercerita padaku bahwa mereka pernah
bertunangan." "Miss Waynflete berkeinginan untuk tidak mempercayai bahwa bekas tunangannya
itulah pelakunya. Tapi makin lama dia makin yakin. Dia mencoba menyindirkan hal
itu padaku, tapi dia tak sampai hati bertindak langsung terhadap laki-laki itu!
Wanita memang makhluk yang aneh! Kurasa, dengan caranya sendiri, dia masih
mencintainya...." "Meski dia sudah dikhianati sekalipun?"
"Miss Waynflete-lah yang memutuskan pertunangan mereka. Ceritanya memang tak
enak. Mari kuceritakan."
Luke menceritakan kembali peristiwa kecil yang tak menyenangkan itu. Bridget
memandangnya dengan terbelalak.
"Gordon melakukan hal itu?"
"Ya. Jadi, sejak waktu itu dia sudah tak waras."
Bridget bergumam dengan bergidik,
"Bertahun-tahun, selama ini.... selama ini..."
Luke berkata, "Mungkin dia telah membunuh jauh lebih banyak orang daripada yang kita ketahui!
Kematian berturut-turut yang terjadi dalam waktu singkat akhir-akhir inilah yang
menarik perhatian kita padanya! Dia seolah-olah telah menjadi nekat karena
keberhasilannya!" Bridget mengangguk. Beberapa saat lamanya dia diam, berpikir, kemudian tiba-tiba
dia bertanya, "Apa tepatnya yang telah dikatakan Miss Pinkerton padamu - di kereta api pada hari
itu" Bagaimana dia memulai ceritanya?"
Luke membalik-balik ingatannya kembali.
"Dia mengatakan bahwa dia akan pergi ke Scotland Yard. Dikatakannya bahwa
petugas polisi setempat memang orang yang baik, tapi bahwa dia belum mampu
menangani suatu pembunuhan."
"Begitu awal cerita itu?"
"Ya." "Teruskan." "Lalu dia berkata, 'Saya lihat Anda heran. Mula-mula saya juga begitu. Saya
benar-benar tak bisa percaya. Saya pikir saya hanya berkhayal.'"
"Kemudian?" "Kutanyakan apakah dia yakin dia tidak berkhayal - maksudku, tidak mengkhayalkan
hal-hal seperti itu - lalu dengan tegas dia menjawab, 'Oh, tidak! Waktu pertama
kali mungkin, tapi setelah untuk kedua kali, atau ketiga kali, atau keempat
kalinya, tidak lagi. Setelah kesekian kalinya, kita jadi yakin.'"
"Luar biasa," komentar Bridget. "Lanjutkan."
"Aku pun lalu menyenangkan hatinya - kukatakan bahwa aku yakin dia telah mengambil
langkah yang tepat. Aku orang yang paling tak mudah percaya!"
"Aku tahu. Aku pun akan merasa demikian pula, akan bersikap manis tapi merasa
lebih tahu daripada wanita tua itu! Bagaimana kelanjutan percakapan itu?"
"Coba kuingat - oh ya! Diingatkannya pula aku akan perkara Abercrombie - kau tentu
tahu si peracun dari daerah Wales itu. Dikatakannya dia semula tak percaya bahwa
ada semacam sorot mata - suatu sorot mata yang khas - yang ditujukan si pembunuh
kepada calon korbannya. Tapi katanya dia sekarang percaya, karena dia telah
melihatnya sendiri."
"Kata-kata apa tepatnya yang telah digunakannya?"
Luke berpikir, sambil mengerutkan alisnya.
"Katanya, tetap dengan suara yang sopan dan manis itu, 'Saya tentu sama sekali
tak percaya waktu saya membaca tentang hal itu - tapi rupanya itu benar.' Aku
bertanya, 'Apa yang benar"' Dan dia menjawab, 'Mengenai sorot mata seseorang
itu.' Dan sungguh mati, Bridget, aku jadi benar-benar yakin, melihat cara dia
mengatakannya! Suaranya yang tenang dan sorot matanya - seperti orang yang benar-
benar telah melihat sesuatu yang terlalu mengerikan untuk dibicarakan!"
"Teruskan, Luke. Ceritakan semuanya."
"Kemudian disebutkannya korban-korban satu demi satu - Amy Gibbs, Carter, Tommy
Pierce, diceritakannya pula bahwa Tommy itu anak jahat dan Carter itu pemabuk.
Lalu katanya, 'Tapi sekarang - baru kemarin - giliran Dokter Humbleby - padahal dia
orang yang baik sekali - orang yang sangat baik.' Dikatakannya bahwa jika dia
mendatangi Humbleby untuk memberitahukan hal itu, dokter itu pasti tidak akan
percaya dan akan menertawakannya saja!"
Bridget menarik napas panjang.
"Aku mengerti," katanya. "Aku mengerti."
Luke memandanginya. "Ada apa, Bridget" Apa yang kaupikirkan?"
"Sesuatu yang pernah dikatakan Bu Humbleby. Aku ingin tahu - ah, tidak, biarlah,
teruskan saja. Apa lagi katanya sebelum berpisah denganmu?"
Luke mengulangi kata-kata tersebut dengan penuh kesadaran. Kata-kata itu sangat
berkesan dalam dirinya dan dia tak mungkin melupakannya.
"Kukatakan bahwa tidaklah mudah untuk lolos begitu saja setelah begitu banyak
membunuh, dan dia menjawab, 'Tidak, Anak muda. Anda keliru. Membunuh itu gampang
- selama orang belum curiga. Dan perlu diketahui, bahwa si pelaku adalah orang
yang paling tidak mungkin dicurigai....'"
Luke diam. Bridget yang bergidik, berkata,
"Membunuh itu gampang" Gampang sekali - dan itu benar! Pantas kata-kata itu
melekat dalam otakmu, Luke. Dalam otakku pun akan melekat - seumur hidupku!
Seseorang seperti Gordon Whitfield - oh! Baginya tentu saja mudah."
"Tidak akan mudah mengatakan hal itu padanya," kata Luke.
"Begitukah pikirmu" Aku punya gagasan yang kurasa bisa membantu."
"Bridget, aku tak akan membiarkan kau - "
"Kau tak bisa melarangku. Kita tak bisa duduk berpangku tangan dan mau amannya
saja. Aku sudah terlibat, Luke. Mungkin berbahaya, memang, itu kuakui - tapi aku
harus memainkan peranku."
"Bridget - " "Aku sudah terlibat, Luke! Aku akan menerima ajakan Miss Waynflete dan tinggal
di sini saja." "Kekasihku, kumohon - "
"Ini berbahaya bagi kita berdua. Aku tahu itu. Tapi kita sudah terlibat, Luke -
kita sudah - sama-sama terlibat!"
BAB 21 "OH, MENGAPA KAU BERJALAN-JALAN DI LADANG MEMAKAI SARUNG TANGAN?"
RUANGAN di dalam rumah Miss Waynflete yang tenang dan nyaman, terasa bagaikan
antiklimaks dari ketegangan mereka di mobil tadi.
Miss Waynflete menyambut kesediaan Bridget menerima ajakannya dengan agak kurang
percaya. Namun kemudian dia cepat-cepat menekankan ketulusan tawarannya untuk
menampung Bridget, dan menyatakan bahwa keraguannya tadi itu karena alasan lain,
bukan karena tak suka menerima gadis itu.
Luke berkata, "Saya rasa itulah yang paling tepat, karena Anda begitu baik, Miss Waynflete.
Saya akan menginap di Losmen Bells and Motley. Saya lebih suka jika bisa
mengawasi Bridget, daripada membiarkannya seorang diri di London. Bagaimanapun
juga, kita harus ingat apa yang telah terjadi di sana."
Miss Waynflete berkata, "Maksud Anda - atas diri Lavinia Pinkerton?"
"Ya. Anda mungkin akan mengatakan bahwa orang akan aman berada di tengah-tengah
kota yang ramai, bukan?"
"Maksud Anda," kata Miss Waynflete, "bahwa aman tidaknya seseorang itu
tergantung pada ada tidaknya orang lain yang ingin membunuhnya?"
"Benar. Kita jadi bergantung pada apa yang disebut baik tidaknya peradaban."
Miss Waynflete mengangguk sambil merenung.
Bridget berkata, "Sudah berapa lama Anda tahu bahwa - bahwa Gordon adalah pelaku pembunuhan-
pembunuhan itu, Miss Waynflete?"
Miss Waynflete mendesah. "Sulit menjawab pertanyaan itu, Anak manis. Kurasa, jauh di lubuk hatiku, sudah
agak lama aku tahu.... Tapi aku berusaha untuk tidak membenarkan dugaan itu!
Soalnya aku tak mau percaya, maka aku pura-pura beranggapan bahwa akulah yang
jahat, yang tak berperikemanusiaan."
Dengan terus terang Luke bertanya,
"Apakah Anda tak pernah takut - atas keselamatan Anda sendiri?"
Miss Waynflete tampak menimbang-nimbang.
"Maksud Anda, sekiranya Gordon sampai menduga bahwa saya tahu, dia akan mencari
jalan untuk menyingkirkan saya?"
"Ya." Dengan halus Bu Waynflete berkata,
"Saya tentu sudah memperhitungkan kemungkinan itu... dan saya lalu berhati-hati -
menjaga keselamatan saya sendiri. Tapi saya rasa, Gordon tidak punya niat untuk
benar-benar berbuat jahat atas diri saya."
"Mengapa tidak?"
Wajah Miss Waynflete agak memerah.
"Saya rasa Gordon tidak akan pernah menyangka, bahwa saya mau - membahayakan
dirinya." Luke langsung berkata, "Bukankah Anda telah mencoba memberinya peringatan?"
"Benar. Artinya pernah saya sindirkan padanya bahwa aneh, setiap orang yang
tidak disenanginya, sebentar kemudian tentu mengalami kecelakaan."
Bridget bertanya, "Dan apa jawabnya?"
Wajah Miss Waynflete dibayangi rasa kuatir.
"Reaksinya sama sekali tidak seperti yang kuharapkan. Dia kelihatan - ini sungguh
aneh sekali! Dia kelihatan senang. Katanya, 'Jadi rupanya kau melihatnya juga"'
Dia bahkan - bangga sekali, kalau kata itu bisa digunakan."
"Tentu, karena dia gila," kata Luke.
Miss Waynflete setuju sekali.
"Ya, memang, tak ada penjelasan lain. Dia tidak bisa mempertanggungjawabkan
perbuatan-perbuatannya." Dia meraih lengan Luke. "Mereka tidak akan menggantung
dia, bukan, Tuan Fitzwilliam?"
"Tidak, tidak. Saya rasa dia akan dimasukkan ke penjara Broadmoor."
Miss Waynflete mendesah lalu menyandarkan dirinya.
"Aku senang." Matanya menatap Bridget, yang sedang menekuri permadani dengan alis berkerut.
Luke berkata, "Tapi kita masih jauh dari itu. Saya telah menceritakan peristiwa ini kepada
yang berwajib, dan saya bisa mengatakan bahwa mereka bersedia menyelidiki
perkara ini dengan serius. Tapi kita harus menyadari bahwa kita memiliki sedikit
sekali barang bukti."
"Bukti itu akan kita peroleh," kata Bridget.
Miss Waynflete mengangkat mukanya dan menatap Bridget. Air mukanya membayangkan
sesuatu yang mengingatkan Luke akan seseorang atau sesuatu yang belum lama ini
dilihatnya. Dia mencoba memastikan ingatan itu, namun gagal.
Miss Waynflete berkata dengan ragu,
"Kau yakin sekali, Anak manis. Yah, mungkin kau benar."
Luke berkata, "Aku akan pergi ke Manor dulu dan mengambil barang-barangmu, Bridget."
Bridget segera berkata, "Aku ikut." "Sebaiknya jangan."
"Ya, tapi sebaiknya aku ikut."
Dengan jengkel Luke berkata,
"Jangan bertindak sebagai ibu terhadapku, Bridget! Aku tak mau kaulindungi."
Miss Waynflete bergumam, "Kurasa, Bridget, biar sajalah, dia tidak akan apa-apa - dia bermobil - lagi pula
ini siang hari." Bridget tertawa malu-malu.
"Aku jadi tolol. Urusan yang begini membuat orang jadi tegang."
Luke berkata, "Miss Waynflete, Anda telah melindungi saya, waktu saya pulang beberapa malam
yang lalu. Akuilah itu, Miss Waynflete! Benar, bukan?"
Wanita itu mengakuinya sambil tersenyum.
"Soalnya, Tuan Fitzwilliam, Anda sama sekali tak punya rasa curiga! Dan
seandainya Gordon Whitfield akhirnya menyadari bahwa kedatangan Anda kemari
adalah untuk melacak perkara pembunuhan itu dan bukan untuk alasan yang lain -


Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka keselamatan Anda akan terancam. Padahal jalan setapak itu sepi sekali - bisa
saja terjadi sesuatu di situ!"
"Tapi sekarang saya menyadari benar ancaman bahaya itu," kata Luke dengan tegas.
"Yakinlah bahwa saya tidak akan lengah."
Dengan rasa kuatir Miss Waynflete berkata,
"Ingat, dia licik sekali. Dan jauh lebih pintar daripada yang Anda bayangkan!
Otaknya benar-benar cemerlang."
"Saya sudah Anda peringatkan."
"Laki-laki memang pemberani - semua tahu itu," kata Miss Waynflete, "tapi mereka
lebih mudah ditipu daripada wanita."
"Itu benar," kata Bridget.
Luke berkata, "Miss Waynflete, apakah menurut Anda saya memang terancam bahaya" Apakah menurut
Anda, Lord Whitfield benar-benar bermaksud membunuh saya?"
Miss Waynflete tampak ragu.
"Saya rasa," katanya, "sebenarnya bahaya itu terutama mengintai Bridget.
Pengkhianatan Bridget terhadap dirinyalah yang merupakan penghinaan besar! Saya
rasa, setelah dia menghabisi Bridget, baru dia akan mengalihkan perhatiannya
pada Anda. Tapi saya rasa dia akan mencoba membunuh Bridget dulu."
Luke mengerang. "Rasanya ingin benar aku agar kau segera pergi ke luar negeri - sekarang juga,
Bridget." Bibir Bridget terkatup rapat.
"Aku tidak akan pergi."
Miss Waynflete mendesah. "Kau makhluk kecil pemberani, Bridget. Aku mengagumimu."
"Anda pun pasti akan berbuat yang sama jika Anda berada di tempat saya."
"Yah, mungkin."
Dengan suara halus dan penuh, Bridget berkata,
"Luke dan saya sama-sama terlibat dalam hal ini."
Dia keluar bersama Luke ke pintu. Luke berkata,
"Aku akan mengirimimu cincin dari Bells and Motley, segera setelah aku selamat
dari mulut harimau."
"Ya, baiklah." "Sayangku, janganlah kita jadi tegang begini! Pembunuh yang sudah berpengalaman
sekalipun masih membutuhkan waktu sedikit untuk mematangkan rencananya! Kurasa
dalam satu-dua hari ini kita masih aman. Komisaris Polisi Battle akan datang
dari London hari ini. Kalau dia sudah datang, Whitfield akan selalu diawasinya."
"Sebenarnya semuanya tak apa-apa, dan kita bisa menyudahi kisah sedih ini."
Dengan bersungguh-sungguh dan sambil meletakkan tangannya ke pundak Bridget,
Luke berkata, "Bridget, Manisku, aku akan sangat berterima kasih bila kau tidak melakukan
sesuatu yang nekat!"
"Demikian pula dengan kau, Luke, Kekasihku."
Luke meremas-remas pundak Bridget, melompat ke dalam mobilnya, lalu berangkat.
Bridget kembali ke ruang tamu. Miss Waynflete sedang menyibukkan dirinya.
"Anak manis, kamar untukmu belum siap benar. Emily sedang mengurusnya. Sebaiknya
kuambilkan kau secangkir teh yang enak! Itulah yang kaubutuhkan setelah semua
kejadian yang merisaukan itu."
"Anda baik sekali, Miss Waynflete, tapi saya tak ingin minum."
Yang diinginkan Bridget adalah cocktail yang keras, dicampur dengan gin, tapi
dia tahu benar bahwa minuman macam itu tak mungkin diperolehnya. Dia benci
sekali minum teh, karena sering membuat pencernaannya terganggu. Namun Miss
Waynflete telah memutuskan bahwa tehlah yang dibutuhkan oleh tamunya yang muda
itu. Dia keluar dari ruang itu dan lima menit kemudian kembali dengan wajah
berseri-seri, membawa sebuah nampan. Di atas nampan itu terdapat dua buah
cangkir bergaya Dresden, yang berisi minuman yang harum mengepul.
"Teh asli Lapsang Souchong," kata Miss Waynflete dengan bangga.
Bridget, yang lebih membenci teh Cina daripada teh India, tersenyum pahit.
Pada saat itu, Emily, yang bertubuh mungil dan kelihatan canggung serta bersuara
sengau, muncul di ambang pintu dan berkata,
"Maaf, Bu - tahukah Ibu di mana sarung bantal yang berlipit-lipit?"
Miss Waynflete cepat-cepat meninggalkan ruangan itu, dan Bridget memanfaatkan
kesempatan baik itu untuk menuangkan tehnya ke luar jendela. Teh itu hampir saja
menyiram Wonky Pooh, yang sedang berada di bedeng bunga di bawah.
Wonky Pooh menyambut baik permintaan maaf Bridget, dia melompat naik ke bendul
jendela lalu bertengger di pundak Bridget, dan mendengkur senang.
"Kau cakep!" kata Bridget, sambil membelai punggungnya.
Wonky Pooh mengangkat ekornya dan mendengkur lebih kuat.
"Kucing cantik," kata Bridget, sambil menggelitik telinganya.
Pada saat itu Miss Waynflete masuk.
"Waduh," serunya. "Wonky Pooh sudah suka padamu rupanya" Padahal biasanya dia
selalu menjauhkan diri! Awas telinganya, akhir-akhir ini bernanah, dan masih
sakit sekali." Peringatan itu terlambat datangnya. Bridget telah terlanjur menggelitik telinga
yang sakit itu. Wonky Pooh menggeram lalu melompat turun dengan marah dan
kesakitan. "Aduh, dicakarnya kau?" seru Miss Waynflete.
"Tak seberapa," kata Bridget, sambil mengisap bekas cakaran yang melintang di
punggung tangannya. "Kuberi yodium, ya?"
"Ah, tak usahlah, tak apa-apa. Tak usah repot."
Miss Waynflete tampak agak kecewa. Karena merasa dia telah bersikap kurang
sopan, Bridget cepat-cepat berkata,
"Berapa lama Luke pergi, ya?"
"Jangan kuatir, Sayang, aku yakin Tuan Fitzwilliam cukup mampu menjaga diri."
"Oh, Luke memang cukup kuat!"
Pada saat itu telepon berdering. Bridget bergegas mengangkatnya. Terdengar suara
Luke. "Halo" Kau itu, Bridget" Aku di Bells and Motley. Aku baru bisa mengantarkan
barang-barangmu setelah makan siang, karena Battle sudah tiba - kau tentu tahu
siapa yang kumaksud, bukan?"
"Komisaris polisi dari Scotland Yard itu?"
"Benar. Dan dia ingin langsung berbicara denganku."
"Tak apa-apa. Bawa saja barang-barangku setelah kau makan siang, dan ceritakan
padaku apa katanya."
"Baik. Sampai ketemu, Sayang."
"Sampai ketemu."
Bridget meletakkan kembali gagang telepon, lalu menceritakan kembali
percakapannya pada Miss Waynflete. Kemudian dia menguap. Kekacauan-kekacauan
yang telah dialaminya, membuatnya letih sekali.
Miss Waynflete melihat hal itu.
"Kau letih, Anak manis! Sebaiknya kau berbaring - eh, tidak, mungkin itu tak baik
sebelum makan siang. Aku akan mengantarkan pakaian bekas kepada seorang wanita
yang gubuknya tidak begitu jauh dari sini - jalan-jalan sedikit melewati ladang-
ladang. Mungkin kau mau ikut" Kita masih punya waktu sebelum makan siang."
Bridget tak menolak. Mereka keluar lewat jalan belakang. Miss Waynflete mengenakan topi pandan, dan
Bridget merasa geli melihat dia mengenakan sarung tangan.
"Seolah-olah kami ini akan pergi ke Bond Street, saja," pikirnya.
Sambil berjalan, Miss Waynflete mengobrol dengan riang mengenai soal-soal kecil
di desa. Mereka sudah melewati dua ladang, lalu menyusuri jalan setapak di
antara semak belukar yang rapat. Hari itu panas, dan Bridget merasa senang
berjalan di bawah keteduhan pohon-pohon.
Miss Waynflete mengajaknya duduk dan beristirahat sebentar.
"Hari ini panasnya menyesakkan sekali, ya" Kurasa akan ada hujan berguntur
nanti!" Dengan agak mengantuk Bridget membenarkan. Dia merebahkan dirinya di tepi jalan -
matanya setengah tertutup - dan sementara itu, beberapa baris sebuah sajak menari-
nari dalam otaknya. "Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan, oh, perempuan
putih gendut yang tak dicintai siapa pun juga?"
Tapi itu tak cocok! Miss Waynflete tidak gendut. Maka diubahnya kata-kata dalam
sajak itu untuk menyesuaikan dengan keadaan.
"Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan, oh, perempuan
kurus beruban yang tak dicintai siapa pun juga?"
Miss Waynflete mengganggu angan-angannya.
"Kau mengantuk, ya?"
Kata-kata itu diucapkan dengan nada lembut biasa, namun ada sesuatu dalam kata-
kata itu yang tiba-tiba melebarkan mata Bridget.
Miss Waynflete sedang membungkuk ke arah tubuh Bridget. Matanya membayangkan
hasratnya yang besar, sedang lidahnya menyapu bibirnya dengan lembut. Pertanyaan
diulanginya, "Kau mengantuk sekali, ya?"
Kali ini jelas sekali terdengar nada itu. Sesuatu terkilas di otak Bridget - suatu
kilasan yang menyadarkannya, yang disusul oleh rasa kesalnya akan ketololannya
sendiri! Dia memang telah curiga - tapi kecurigaan itu begitu samar. Dia telah merencanakan
untuk bekerja diam-diam atau secara rahasia untuk meyakinkan dirinya. Tetapi
sesaat pun dia tidak menduga bahwa dirinya sendiri terancam bahaya. Dia merasa,
dia telah memendam rasa curiganya dengan sempurna. Sama sekali dia tidak menduga
bahwa ancaman itu akan dilaksanakan begitu cepat. Tolol - betul-betul tolol!
Dan tiba-tiba terpikir olehnya,
"Teh itu - pasti ada sesuatu dalam teh itu. Dia sama sekali tak tahu bahwa aku
tidak meminum teh itu. Inilah kesempatanku! Aku harus berpura-pura! Ramuan apa
yang telah dipakainya, ya" Racunkah" Atau hanya obat penenang" Dia berharap agar
aku mengantuk - itu pasti."
Dibiarkannya kelopak matanya terkatup lagi. Dengan suara yang dibuatnya seolah-
olah mengantuk, dia berkata,
"Ngantuk - sekali.... Aneh! Aku belum pernah merasa sengantuk ini."
Miss Waynflete mengangguk perlahan-lahan.
Melalui celah matanya yang hampir tertutup, Bridget mengintip wanita tua itu.
Pikirnya, "Bagaimanapun juga, aku bisa melawannya! Otot-ototku cukup kekar - dia
hanya perempuan kerempeng yang lemah. Tapi aku harus membuatnya bicara - ya, itu
penting - membuatnya bicara!"
Miss Waynflete tersenyum. Bukan senyum manis. Senyum itu licik dan tak
manusiawi. Bridget berpikir, "Dia seperti seekor kambing. Ya, Tuhan! Betapa mirip dia dengan kambing! Padahal
kambing selalu merupakan lambang kejahatan! Sekarang aku tahu! Aku benar -
gagasanku benar, meskipun rasanya seperti khayalan saja! Tak ada kemarahan yang
lebih besar daripada kemarahan seorang wanita yang telah dikhianati.... Itulah
awalnya - itulah awal segalanya."
Dia bergumam, dan kali ini suaranya menunjukkan bahwa dia sudah mengerti.
"Ada apa dengan diriku...." Aku merasa aneh sekali - aneh sekali!"
Miss Waynflete dengan cepat melihat ke sekelilingnya. Tempat itu benar-benar
terpencil. Terlalu jauh dari desa, hingga suatu teriakan tidak akan terdengar.
Tak ada rumah atau gubuk-gubuk di dekat-dekat tempat itu. Dia mulai mencari
dalam bungkusan yang dibawanya - bungkusan yang katanya berisi pakaian tua.
Kelihatannya memang begitu. Kertas pembungkusnya terbuka, dan tampaklah sehelai
baju dari wol yang lembut.
Dan tangan yang bersarung itu tetap mencari dan mencari.
"Oh, mengapa kau berjalan-jalan di ladang memakai sarung tangan?"
"Ya - mengapa" Mengapa sarung tangan?"
Tentu! Tentu! Semuanya telah direncanakan dengan baik sekali!
Pembungkus itu pun terbuka. Dengan hati-hati, Miss Waynflete mengeluarkan pisau
itu. Dengan sangat hati-hati dia memegang pisau itu, supaya tidak sampai
menghapus sidik jari yang sudah ada - sidik jari yang pendek gemuk, milik Lord
Whitfield. Dia yang telah memegang-megang pisau itu tadi pagi di ruang tamu
utama di Ashe Manor. Pisau buatan orang Moor yang bermata tajam itu.
Bridget merasa agak mual. Dia harus mengulur waktu - ya, dia harus membuat
perempuan ini bicara - perempuan kurus, beruban, yang tidak dicintai siapa pun
juga. Mestinya tidak begitu sulit - tidak terlalu. Karena perempuan itu tentu ingin
bicara, ingin sekali - dan satu-satunya orang yang bisa diajaknya bicara adalah
seseorang seperti Bridget - orang yang akan dibungkamnya untuk selama-lamanya.
Bridget berkata - dengan suara yang lemah dan sulit keluar,
"Apa - itu - pisau?"
Miss Waynflete tertawa. Tawa itu mengerikan, halus, merdu, feminin, dan sangat tak manusiawi. Dia
berkata, "Ya, untuk kau, Bridget. Untuk kau! Aku membencimu, ketahuilah, sudah lama
sekali." Bridget berkata, "Karena saya akan menikah dengan Gordon Whitfield?"
Miss Waynflete mengangguk.
"Kau pintar. Kau pandai sekali! Ini akan merupakan bukti utama yang
memberatkannya. Kau akan ditemukan di sini, dengan leher tersembelih - dengan
pisau miliknya, dan sidik jarinya di pisau itu! Dengan cerdik aku telah
memintanya untuk memperlihatkan pisau itu padaku tadi pagi! Kemudian
kuselundupkan ke dalam tasku setelah kubungkus dalam sapu tangan, sementara kau
naik ke lantai atas. Begitu mudah! Tapi semuanya memang mudah. Rasanya tak
percaya aku!" Masih dengan suara yang sulit keluar dan tertahan seperti orang mabuk, Bridget
berkata, "Karena - Anda - secerdik - setan...."
Miss Waynflete tertawa lagi, tawa yang mengerikan tadi. Dengan kebanggaan yang
membuat orang ngeri dia berkata,
"Ya, aku memang punya otak, sudah sejak kecil! Tapi tak ada seorang pun yang
membiarkan berkembang.... Aku harus tinggal di rumah - tak berbuat apa-apa. Lalu
Gordon datang - hanya seorang anak tukang sepatu biasa, tapi dia punya ambisi, aku
tahu itu. Aku tahu bahwa dia akan menjadi orang terkenal di dunia ini. Dan
kemudian dia mengkhianati aku - aku yang dikhianatinya! Hanya karena persoalan
sepele tentang seekor burung."
Tangannya membuat gerakan aneh, seolah-olah dia sedang memuntir sesuatu.
Bridget merasa mual lagi.
"Gordon Ragg berani mengkhianati aku - putri Kolonel Waynflete! Aku bersumpah akan
membalas perbuatannya itu! Bermalam-malam aku memikirkannya.... Sementara itu
kami makin lama makin bertambah miskin. Rumah kami terpaksa dijual. Dia yang
membelinya! Dia datang padaku dengan sikap seorang pelindung, ditawarinya aku
pekerjaan di dalam bekas rumahku sendiri. Alangkah bencinya aku padanya waktu
itu! Tapi aku tak pernah memperlihatkan perasaanku. Itu diajarkan pada kami
sejak kecil - suatu latihan yang sangat berguna. Itulah pentingnya pendidikan,
pikirku selalu." Dia diam sebentar. Bridget memperhatikannya, dia hampir tak berani bernapas
karena takut akan menahan arus kata-kata itu.
Miss Waynflete melanjutkan dengan halus,
"Aku berpikir, dan berpikir terus.... Mula-mula aku hanya berniat membunuhnya.
Aku pun mulai membaca buku-buku tentang kriminologi - tentu saja secara diam-diam
di perpustakaan. Dan setelah itu aku benar-benar mendapatkan manfaat dari
bacaanku itu, bahkan lebih dari satu kali. Pintu kamar Amy, umpamanya, kuputar
dari luar dengan pinset, setelah botol di samping tempat tidurnya kutukar. Lalu
terdengar dengkurnya, huh, menjijikkan sekali!"
Dia diam lagi. "Eh, sampai di mana aku?"
Bakat yang telah dipupuk Bridget, bakat yang telah membuat Lord Whitfield
tertarik padanya, yaitu bakat sebagai pendengar yang sangat baik - dalam keadaan
seperti ini sangat berguna. Honoria Waynflete mungkin saja seorang pembunuh
gila, tapi dia juga lebih dari itu. Dia juga manusia yang suka bicara, bicara
tentang dirinya sendiri. Dengan manusia semacam itu Bridget mudah menyesuaikan
diri. Dengan suara yang tepat untuk mengundang cerita, Bridget berkata,
"Anda mula-mula bermaksud untuk membunuh Gordon - "
"Ya, tapi aku tak puas dengan itu - terlalu biasa - harus lebih baik dari sekadar
membunuh. Lalu aku mendapat gagasan. Kebetulan saja gagasan itu terlintas di
benakku. Dia harus menderita karena telah melakukan banyak kejahatan, yang
sebenarnya tak pernah dilakukannya. Dia harus menjadi pembunuh! Dia yang harus
digantung gara-gara kejahatan-kejahatan yang telah aku lakukan. Atau mungkin
juga orang akan mengatakan bahwa dia gila dan akan dikurung sepanjang
hidupnya.... Itu bahkan lebih baik."


Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini dia tertawa terkekeh-kekeh. Suaranya mengerikan.... Matanya pucat dan dia
menatap dengan orang-orangan mata yang melebar aneh.
"Seperti telah kuceritakan, aku membaca banyak buku tentang kejahatan. Aku
memilih korbanku dengan cermat - mula-mula tak boleh ada kecurigaan. Ketahuilah,"
suaranya makin mendalam, "aku jadi suka membunuh... Perempuan judes itu, Lydia
Horton - dia bersikap sebagai majikan terhadapku - bahkan pernah dia menyebutku
'perawan tua'. Aku senang waktu Gordon bertengkar dengan dia. Sekali menembak,
dua-tiga burung yang kena, pikirku! Betapa senangnya duduk di samping tempat
tidurnya dan diam-diam memasukkan racun arsenikum itu ke dalam tehnya, lalu
keluar dan mengatakan pada juru rawat bahwa Bu Horton mengeluh tentang buah
anggur kiriman Lord Whitfield. Katanya, pahit rasanya! Perempuan itu tak mau
mengulanginya lagi, sayang sekali.
"Kemudian menyusul yang lain-lain! Segera setelah kudengar bahwa Gordon merasa
tak senang terhadap seseorang, mudah sekali aku mengatur suatu kecelakaan! Dan
Gordon sungguh tolol - bukan main tololnya! Aku menanamkan kepercayaan ke dalam
dirinya bahwa dia memiliki sesuatu yang sangat istimewa! Bahwa setiap orang yang
menentangnya tentu akan menderita. Mudah benar dia mempercayainya. Kasihan
Gordon yang baik, dia mau saja percaya. Begitu mudah dibohongi!"
Bridget jadi ingat, dia sendiri pernah berkata pada Luke dengan nada mengejek,
"Gordon! Apa saja pun mau dia mempercayainya!"
Mudah" Bukan main mudahnya! Kasihan Gordon yang bertubuh kecil, besar cakap,
tapi mudah percaya. Tapi Bridget merasa bahwa masih banyak yang harus
didengarnya! Mudahkah itu" Itu juga mudah! Itu sudah biasa dilakukannya selama
bertahun-tahun bekerja sebagai sekretaris. Diam-diam dia mendorong para
majikannya untuk berbicara tentang diri mereka sendiri. Dan wanita yang
dihadapinya ini ingin sekali bicara, untuk membanggakan kecerdikannya sendiri.
Bridget menggumam, "Tapi bagaimana Anda bisa melakukan itu semuanya" Saya tak mengerti bagaimana
Anda bisa melakukannya."
"Oh, itu gampang sekali! Hanya memerlukan suatu aturan kerja! Waktu Amy dipecat
dari Manor, aku segera menerimanya bekerja. Kupikir gagasan mengenai cat topi
itu cerdik sekali - dan karena pintu terkunci dari dalam, aku takkan mungkin
dicurigai. Tapi tentu aku selalu selamat, karena aku tak pernah punya motif, dan
tak seorang pun bisa dituduh melakukan pembunuhan bila tak punya motif. Dengan
Carter mudah sekali - dia berjalan terhuyung-huyung di malam berkabut itu, dan aku
mengikutinya sampai ke titian, lalu cepat-cepat mendorongnya. Soalnya aku memang
kuat." Dia diam dan suara tawanya yang mengerikan terdengar lagi.
"Semuanya memang menyenangkan! Aku tidak akan lupa air muka si Tommy, waktu aku
mendorongnya dari bendul jendela, hari itu. Dia sama sekali tak menyangka...."
Dia membungkuk ke arah Bridget dengan sikap ramah.
"Kau tahu, mereka semua sebenarnya bodoh sekali. Aku tak pernah menyadari hal
itu sebelumnya." "Dengan Dokter Humbleby - mungkin agak..."
"Tapi - Anda sangat pintar."
"Ya - ya - mungkin kau benar."
Bridget berkata lagi, "Dengan Dokter Humbleby - mungkin agak lebih sulit, ya?"
"Ya, sungguh luar biasa bagaimana aku berhasil dengan baik, sebab mungkin saja
aku gagal. Tapi Gordon telah bercerita pada semua orang tentang kunjungannya ke
Institut Wellerman Kreutz, dan kurasa aku bisa mengusahakan supaya orang-orang
ingat akan kunjungan itu dan kemudian menarik hubungannya. Dan telinga Wonky
Pooh memang benar-benar bernanah, banyak sekali kotoran yang keluar. Aku
berhasil menggoreskan ujung guntingku ke tangan dokter itu, kemudian aku pura-
pura menyesal dan berkeras untuk mengobatinya dan membalutnya. Dia tak tahu
bahwa pembalutnya telah kutulari dengan nanah dari telinga Wonky Pooh. Yah,
untung-untungan saja - mungkin aku tidak akan berhasil. Aku gembira waktu itu
berhasil - terutama karena Wonky Pooh adalah kucing Lavinia Pinkerton."
Wajahnya menjadi gelap. "Lavinia Pinkerton! Dia sudah curiga.... Dialah yang menemukan Tommy hari itu.
Lalu waktu kemudian Gordon berselisih paham dengan Dokter Humbleby, dia
mendapati aku sedang memandangi Humbleby. Waktu itu aku sedang kehilangan
kewaspadaan. Waktu itu aku sedang bertanya-tanya, bagaimana aku akan
melaksanakannya.... Dan dia rupanya tahu! Aku berbalik dan kudapati dia sedang
memperhatikan aku. Kulihat bahwa dia curiga. Tapi dia tentu tak bisa membuktikan
apa-apa. Aku tahu itu. Meskipun demikian, aku takut kalau-kalau ada orang yang
percaya padanya. Aku merasa takut orang-orang di Scotland Yard akan percaya
padanya. Aku yakin bahwa ke sanalah dia akan pergi hari itu. Aku sebenarnya
berada di kereta api yang sama dan aku mengikutinya terus.
"Semuanya gampang sekali. Dia sedang menyeberang ke Whitehall. Aku berada dekat
di belakangnya. Dia tak sempat melihat aku. Sebuah mobil besar mendekat, dan aku
menyikutnya sekuat tenagaku. Aku kuat sekali! Dia langsung jatuh tepat di depan
mobil itu. Kukatakan pada wanita yang berada di sampingku bahwa aku sempat
melihat nomor mobil itu, dan kusebutkan nomor mobil Roll Royce milik Gordon.
Kuharap wanita itu akan menceritakannya pada polisi.
"Untungnya mobil itu tak berhenti. Kurasa dia seorang sopir yang sedang
bersenang-senang membawa mobil majikannya, tanpa sepengetahuan majikannya. Ya,
aku beruntung waktu itu. Aku selalu beruntung. Peristiwa beberapa hari yang
lalu, mengenai Rivers, dan Luke Fitzwilliam sebagai saksi mata. Senang sekali
aku berhasil mengajaknya ke situ! Anehnya, sulit sekali membuatnya mencurigai
Gordon. Tapi setelah kematian Rivers, dia pasti akan curiga. Harus!
"Dan sekarang - ya, inilah yang akan mengakhiri semuanya dengan baik."
Dia bangkit lalu mendatangi Bridget. Katanya dengan lembut,
"Gordon telah mengkhianati aku! Dia akan mengawini kau. Sepanjang hidupku, aku
dikecewakan. Aku tak punya apa-apa - sama sekali tak punya apa-apa...."
"Oh, perempuan kurus beruban yang tak dicintai siapa pun juga...."
Dia membungkuk di atas tubuh Bridget, tersenyum, dengan mata pucat yang gila....
Pisau itu mengkilap.... Bridget melompat dengan sekuat tenaga mudanya. Bagaikan seekor harimau dia
menerjang wanita itu, dan membuat lawannya terjatuh, dan dia menangkap
pergelangan tangan kanannya.
Karena serangan yang mendadak itu, Honoria Waynflete terjatuh sebelum dia
menyerang. Tapi kemudian, setelah kelumpuhan sesaat itu, dia mulai melawan.
Dalam kekuatan, mereka tak berimbang. Bridget masih muda, dan kuat, dan otot-
ototnya terlatih karena olahraga, Honoria Waynflete adalah wanita bertubuh kurus
yang rapuh. Tetapi ada satu faktor yang tidak diperhitungkan oleh Bridget. Honoria Waynflete
adalah orang gila. Kekuatannya adalah kekuatan orang gila. Dia berkelahi seperti
setan dan tenaganya yang tak waras lebih kuat daripada tenaga berotot yang
dimiliki Bridget yang waras. Mereka terhuyung-huyung, dan Bridget tetap berusaha
untuk merebut pisau itu dari lawannya, sedang Honoria Waynflete bertahan
menggenggamnya. Kemudian, sedikit demi sedikit, tenaga wanita gila itu mengalahkan korbannya.
Bridget berteriak, "Luke.... Tolong.... Tolong...."
Tetapi dia tak berharap bantuan akan tiba. Dia hanya berdua dengan Honoria
Waynflete. Berdua dalam tempat sesunyi itu. Dengan tenaga luar biasa dia
memuntir pergelangan tangan lawannya, dan akhirnya didengarnya pisau itu jatuh.
Sesaat kemudian, kedua belah tangan Honoria Waynflete mencengkeram lehernya
dengan suatu cekikan tanpa ampun yang memeras habis napasnya. Dia masih berusaha
berteriak dengan suara tercekik untuk terakhir kalinya....
BAB 22 BU HUMBLEBY BERBICARA LUKE mendapat kesan yang menyenangkan dari penampilan Komisaris Polisi Battle.
Dia adalah seorang pria yang bertubuh tegap dan tampak menyenangkan. Wajahnya
lebar dan merah, kumisnya besar dan bagus. Pada pandangan pertama, dia tidak
terlalu memberikan kesan pandai, tapi bila kita perhatikan lebih seksama, orang
yang melihatnya akan tercenung, karena mata Komisaris Polisi Battle bukan main
tajamnya. Luke tidak keliru, karena dia tidak menilai rendah polisi itu. Dia sudah biasa
bertemu dengan manusia-manusia sejenis Battle. Dia tahu bahwa mereka bisa
dipercaya, dan bahwa mereka biasanya berhasil. Dia tak bisa mengharapkan
kehadiran orang yang lebih baik, untuk ditugaskan menyelesaikan perkara itu.
Waktu mereka sedang berdua saja, Luke berkata,
"Tidakkah Anda merupakan pejabat yang terlalu tinggi untuk menyelesaikan perkara
seperti ini?" Komisaris Polisi Battle tersenyum.
"Perkara seperti ini bisa berubah menjadi perkara yang besar, Tuan Fitzwilliam.
Bila seseorang seperti Lord Whitfield yang terlibat, maka kami tak mau membuat
kekeliruan." "Saya hargai pandangan Anda. Apakah Anda seorang diri?"
"Oh, tidak. Saya ditemani seorang detektif. Dia berada di rumah minum yang
sebuah lagi, The Seven Stars, dan tugasnya adalah mengawasi Lord Whitfield."
"Oh, begitu." Battle bertanya, "Menurut pendapat Anda, apakah sama sekali tak ada keraguan, Tuan Fitzwilliam"
Apakah Anda yakin benar bahwa dialah orangnya?"
"Berdasarkan fakta-fakta, saya tidak melihat adanya kemungkinan yang lain.
Apakah Anda menginginkan fakta-fakta itu?"
"Terima kasih, saya sudah mendapatkannya dari Sir William."
"Lalu bagaimana pendapat Anda" Saya rasa, menurut Anda, sangatlah tak mungkin
bahwa seorang pria yang berkedudukan seperti Lord Whitfield, adalah seorang
pembunuh gila." "Sangat sedikit hal yang menurut saya tak mungkin," kata Komisaris Polisi
Battle. "Tak ada satu pun yang tak mungkin dalam kejahatan. Itu selalu saya
katakan. Bila Anda mengatakan pada saya bahwa seorang perawan tua yang baik,
atau seorang uskup agung, atau seorang siswi, adalah penjahat yang berbahaya,
saya tidak akan membantah. Saya akan meneliti perkara itu."
"Kalau Anda memang sudah mendengar fakta-fakta yang terpenting mengenai perkara
ini dari Sir William, maka sebaiknya akan saya ceritakan saja apa yang telah
terjadi tadi pagi," kata Luke.
Diceritakannya dengan singkat garis-garis besar insiden dengan Lord Whitfield
tadi pagi. Komisaris Polisi Battle mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kemudian dia berkata, "Anda katakan bahwa dia sedang mengusap-usap sebilah pisau. Apakah dia
mengatakan sesuatu yang khusus mengenai pisau itu, Tuan Fitzwilliam" Apakah dia
mengancam dengan pisau itu?"
"Secara terus terang, tidak. Dia memeriksa mata pisau itu dengan cara yang
mengerikan - dengan rasa senang bercampur rasa kekaguman akan keindahannya. Itu
yang saya tak mengerti. Saya rasa Miss Waynflete merasa begitu pula."
"Diakah wanita yang sudah Anda sebutkan - yang telah mengenal Lord Whitfield
sepanjang hidupnya, dan yang bahkan pernah bertunangan dengan pria itu?"
"Benar." Komisaris Polisi Battle berkata,
"Saya rasa Anda tak perlu menguatirkan gadis itu, Tuan Fitzwilliam. Akan saya
tempatkan seseorang untuk mengawasinya dengan ketat. Dengan pengawasan itu, dan
Jackson yang membuntuti Lord Whitfield terus, rasanya tidak akan ada bahaya."
"Anda membuat saya merasa lega sekali," kata Luke.
Komisaris Polisi Battle mengangguk dengan penuh pengertian.
"Anda berada dalam kedudukan yang sulit, Tuan Fitzwilliam. Anda tentu
menguatirkan keselamatan Nona Conway. Ingat, saya sama sekali tidak menganggap
perkara ini mudah. Lord Whitfield tentulah orang yang berotak tajam. Mungkin dia
akan menghentikan kegiatannya dulu untuk beberapa waktu. Artinya, bila dia tidak
berada di puncak." "Apa maksud Anda dengan puncak?"
"Semacam rasa percaya diri yang berlebihan dalam diri seorang penjahat, yang
membuatnya berpikir bahwa dia sama sekali tidak akan ketahuan! Pikirnya, dia
pandai sekali, dan semua orang terlalu bodoh! Bila dia dalam keadaan yang
demikian, maka kita akan bisa menangkapnya!"
Luke mengangguk. Dia bangkit.
"Nah," katanya, "semoga Anda berhasil. Izinkan saya membantu dalam hal apa pun."
"Tentu." "Apakah tak ada yang Anda usulkan sekarang?"
Battle mempertimbangkan pertanyaan itu.
"Saya rasa tak ada. Untuk sementara belum. Saya hanya ingin menempatkan
persoalan-persoalan pada tempatnya. Bisakah saya berbicara lagi dengan Anda
nanti malam?" "Tentu."
"Nanti saya sudah akan tahu lebih banyak."
Luke merasa agak terhibur. Banyak orang yang mendapat perasaan seperti itu
setelah berbincang-bincang dengan Komisaris Polisi Battle.
Dia melihat ke arlojinya. Tidakkah sebaiknya dia pergi menemui Bridget sebelum
makan siang saja" Sebaiknya tidak, pikirnya. Miss Waynflete akan merasa bahwa dia terpaksa harus
menawarinya makan, dan itu akan mengganggu kelancaran rumah tangganya. Dari
pengalamannya dengan bibi-bibinya, Luke tahu bahwa wanita-wanita setengah baya
seperti dia, mudah sekali menjadi kacau mengenai masalah-masalah kecil seperti
itu. Dia ingin tahu apakah Miss Waynflete juga seorang bibi" Mungkin.
Dia sudah keluar dari pintu penginapan. Suatu sosok berpakaian hitam yang sedang
berjalan bergegas di jalan, tiba-tiba berhenti waktu melihatnya.
"Tuan Fitzwilliam."
"Bu Humbleby." Luke mendekatinya lalu berjabatan tangan.
Wanita itu berkata, "Saya sangka Anda sudah berangkat?"
"Belum - saya hanya pindah tempat menginap. Saya sekarang menginap di sini."
"Dan Bridget" Saya dengar dia sudah meninggalkan Ashe Manor?"
"Ya, sudah." Bu Humbleby mendesah. "Saya senang sekali - senang sekali dia langsung meninggalkan Wychwood."
"Dia masih di sini. Dia menginap di rumah Miss Waynflete."
Bu Humbleby mundur selangkah. Luke heran melihat wajah wanita itu kelihatan
ketakutan. "Menginap di rumah Honoria Waynflete" Mengapa?"
"Miss Waynflete berbaik hati dan mengajaknya menginap di sana untuk beberapa
hari." Bu Humbleby tampak agak menggigil. Dia mendekati Luke, lalu meraih lengan Luke.
"Tuan Fitzwilliam, saya tahu bahwa saya tak punya hak untuk mengatakan apa-apa.
Akhir-akhir ini saya sudah mengalami kesedihan yang amat sangat, dan - mungkin -
saya jadi banyak mengkhayal! Perasaan saya ini mungkin hanya khayalan belaka."
Dengan halus Luke berkata,
"Perasaan apa?"
"Keyakinan akan adanya - kejahatan!"
Dengan agak ragu-ragu dia memandang Luke. Waktu dilihatnya Luke hanya
menundukkan kepala dengan sikap serius, dan tidak menanyakan maksud
pernyataannya itu, dia melanjutkan,
"Banyak sekali kejahatan - itulah pikiran yang selalu mengganggu saya - kejahatan di
Wychwood ini. Dan perempuan itulah pokok pangkal semuanya. Saya yakin akan hal
itu!" Luke merasa bingung. "Perempuan mana?"
Bu Humbleby berkata, "Saya yakin, Honoria Waynflete adalah perempuan yang jahat! Oh, saya lihat Anda
tak percaya! Tak seorang pun mau percaya pada Lavinia Pinkerton. Tapi kami
berdua merasakannya. Almarhumah tahu lebih banyak daripada saya.... Ingat, Tuan
Fitzwilliam, bila seorang wanita tak bahagia, dia bisa melakukan hal-hal yang
mengerikan." Dengan halus Luke berkata,
"Ya - itu mungkin."
Bu Humbleby berkata cepat-cepat,
"Anda tak percaya" Yah, mengapa Anda harus percaya" Tapi saya tak bisa lupa
waktu John pulang dari rumah perempuan itu dengan tangan terbalut, meskipun dia
meremehkannya dan mengatakan bahwa itu hanya suatu goresan kecil."
Wanita itu berbalik. "Selamat siang. Lupakan saja apa yang telah saya katakan. Sa - saya merasa agak
kurang sehat akhir-akhir ini."
Luke memperhatikan wanita itu menjauh. Dia tertanya-tanya mengapa Bu Humbleby
mengatakan Honoria Waynflete adalah perempuan jahat. Apakah Dr. Humbleby dan
Honoria Waynflete pernah berteman, dan apakah istri dokter itu lalu merasa
cemburu" Apa katanya tadi" "Tak seorang pun mau percaya pada Lavinia Pinkerton." Kalau


Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu tentu Lavinia Pinkerton telah menceritakan kecurigaannya pada Bu
Humbleby. Luke lalu teringat peristiwa dalam gerbong kereta api itu, dan wajah wanita tua
yang baik, yang penuh rasa kuatir itu. Rasanya terdengar lagi olehnya, suara itu
berkata dengan bersungguh-sungguh. "Sorot mata di wajah seseorang." Dan
bagaimana wajahnya lalu berubah seolah-olah dia melihat sesuatu dengan jelas
dalam pikirannya. Sesaat, pikirnya, wajah wanita itu lain daripada yang lain,
mulutnya agak terbuka, secara aneh, dan matanya membayangkan rasa puas diri.
Tiba-tiba Luke teringat: Aku melihat seseorang dengan pandangan begitu - air muka
seperti itu.... Baru-baru ini saja - kapan, ya" Pagi ini! Ya, pagi ini! Miss
Waynflete, waktu dia memandangi Bridget di ruang tamu utama di Manor.
Dan tiba-tiba suatu ingatan lain menyerangnya. Suatu kenangan mengenai kejadian
bertahun-tahun yang lalu. Bibi Mildred yang berkata, "Tahukah kau, Sayang, dia
memandang dengan sorot mata orang gila!" dan untuk sesaat wajah Bibi Mildred
yang biasanya menyenangkan, berubah menjadi seperti ekspresi wajah seorang idiot
yang kurang waras.... Lavinia Pinkerton berbicara tentang sorot mata yang dilihatnya di wajah seorang
laki-laki - oh, tidak, wajah seseorang. Mungkinkah bahwa, untuk sesaat, karena
begitu jelasnya bayangannya, dia lalu menampilkan kembali ekspresi yang pernah
dilihatnya itu - sorot mata seorang pembunuh yang ditujukan pada calon
korbannya.... Dengan hanya setengah menyadari apa yang sedang dilakukannya, Luke mempercepat
langkahnya ke arah rumah Miss Waynflete.
Dalam otaknya sebuah suara bergema berulangkali,
"Bukan seorang laki-laki - dia tak pernah menyebutkan laki-laki - kau sendiri yang
menyimpulkan bahwa itu adalah seorang laki-laki karena kau menduga pembunuhnya
seorang laki-laki - tapi wanita itu tak pernah mengatakannya - Ya, Tuhan, sudah
gilakah aku" Apa yang sedang kupikirkan ini rasanya tak masuk akal.... pasti tak
mungkin.... tak masuk akal.... Tapi aku harus menemukan Bridget. Aku harus yakin
bahwa dia tak apa-apa.... Mata itu - mata berwarna pucat yang aneh itu. Oh, aku
gila! Whitfield-lah penjahatnya! Pasti dia. Dia sendiri yang berkata begitu!"
Namun bagaikan dalam mimpi buruk, terbayang lagi wajah Miss Pinkerton yang
mengekspresikan sesuatu yang mengerikan dan tak waras.
Pelayan mungil itu membukakan pintu. Dia agak terkejut melihat Luke yang
terengah-engah. Dia berkata,
"Kata Bu Waynflete, wanita muda itu sudah pergi. Akan saya lihat apakah Bu
Waynflete ada." Luke mendorongnya ke samping, lalu masuk ke ruang tamu utama. Emily berlari ke
lantai atas. Dengan terengah dia turun.
"Ibu juga keluar."
Luke mencengkeram pundaknya.
"Ke arah mana" Ke mana mereka?"
Pelayan itu memandangnya dengan ternganga. "Mereka pasti keluar lewat pintu
belakang. Saya pasti melihat, kalau mereka keluar lewat pintu depan, karena
dapur menghadap ke depan."
Pelayan itu mengikuti Luke waktu dia berlari melalui pintu belakang, masuk ke
kebun kecil dan terus ke luar. Ada seseorang yang sedang memangkas pagar hidup.
Luke mendatanginya dan bertanya, sambil berusaha keras untuk menahan agar
suaranya terdengar normal.
Lambat-lambat orang itu berkata,
"Dua orang wanita" Ada. Sudah agak lama. Saya sedang makan di bawah rumpun
pagar. Saya rasa mereka tidak melihat saya."
"Ke arah mana mereka pergi?"
Luke telah berusaha dengan sekuat tenaga supaya suaranya tetap normal. Namun
mata lawan bicaranya terbuka lebih lebar waktu dia menyahut lambat-lambat,
"Melalui ladang-ladang itu.... Ke sana. Setelah itu saya tak tahu lagi."
Luke mengucapkan terima kasih padanya, lalu berlari. Perasaannya mengatakan
bahwa keadaan sudah sangat mendesak. Dia harus menyusul mereka - harus! Mungkin
dia gila. Mungkin saja mereka hanya berjalan-jalan seenaknya. Tetapi ada sesuatu
dalam dirinya yang mendorongnya untuk bergegas. Lebih bergegas lagi!
Dia menyeberangi kedua ladang itu, lalu berdiri dengan bimbang di jalan setapak.
Ke arah mana sekarang"
Lalu didengarnya teriakan itu - samar-samar, dari jauh, namun tak diragukan
lagi.... "Luke. Tolong!" Kemudian sekali lagi, "Luke...."
Tanpa ragu dia masuk ke hutan dan berlari ke arah datangnya teriakan itu. Kini
terdengar lebih banyak lagi bunyi - bunyi pergulatan - napas yang terengah - dan suara
teriakan yang tercekik. Dia menerobos pepohonan dan masih sempat dengan sekuat tenaga menarik tangan
perempuan gila itu, dari cekikannya di leher korbannya. Dicengkeramnya perempuan
yang meronta-ronta dengan mulut yang berbusa-busa dan menyumpah-nyumpah itu,
hingga akhirnya dia mengejang dan menjadi kaku dalam cengkeraman Luke.
BAB 23 KEHIDUPAN BARU "TAPI saya tak mengerti," kata Lord Whitfield. "Saya tak mengerti."
Dia berusaha keras untuk mempertahankan sikap anggunnya, namun di balik sikapnya
yang angkuh itu, tersembunyi kebingungan yang luar biasa. Dia hampir-hampir tak
bisa menangkap hal-hal yang luar biasa yang sedang diceritakan orang padanya.
"Beginilah duduk perkaranya, Lord Whitfield," kata Battle dengan sabar.
"Pertama-tama, dalam keluarga itu memang ada keturunan tak waras. Sekarang kami
tahu. Keluarga-keluarga zaman dulu memang begitu. Saya rasa dia mewarisi unsur
itu. Dia juga seorang wanita yang ambisius - dan dia merasa dikecewakan. Mula-mula
dalam kariernya, kemudian dalam percintaannya." Dia mendehem. "Saya dengar
Andalah yang mengkhianati dia?"
Lord Whitfield berkata dengan kaku,
"Saya tak suka istilah mengkhianati itu."
Komisaris Polisi Battle memperbaiki istilah itu.
"Anda yang memutuskan pertunangan itu?"
"Ya, begitulah."
"Tolong ceritakan sebabnya, Gordon," kata Bridget.
Wajah Lord Whitfield menjadi merah. Katanya,
"Yah, kalau memang terpaksa. Honoria memiliki seekor burung kenari. Dia suka
sekali pada burung itu. Burung itu biasa mematuk gula dari bibir Honoria. Pada
suatu hari dia mematuk terlalu kuat. Honoria marah, diambilnya burung itu - lalu -
dipuntirnya lehernya! Saya - sejak itu perasaan saya berubah. Saya katakan padanya
bahwa kami telah membuat kekeliruan dengan pertunangan itu."
Battle mengangguk. Katanya,
"Itulah awal dari semuanya! Sebagaimana yang diceritakannya pada Nona Conway,
dia lalu memutar otaknya dan menunjukkan kemampuannya yang memang besar, hanya
ke satu tujuan dan sasaran."
Dengan rasa tak percaya Lord Whitfield berkata,
"Untuk membuat saya didakwa sebagai pembunuh" Rasanya saya tak bisa percaya."
Bridget berkata, "Itu benar, Gordon. Ingatlah, kau sendiri heran, mengapa setiap
orang yang telah membuatmu jengkel, langsung celaka."
"Itu ada alasannya."
"Honoria Waynflete-lah alasannya," kata Bridget. "Percayalah, Gordon. Bukan
nasib yang mendorong Tommy Pierce sampai jatuh dari jendela. Demikian pula semua
yang lain. Honoria-lah yang melakukannya."
Lord Whitfield menggeleng.
"Rasanya, semua ini tak dapat dipercaya!" katanya.
Kata Battle, "Anda katakan, Anda menerima pesan telepon tadi pagi?"
"Ya - siang, kira-kira jam dua belas. Saya diminta datang ke Shaw Wood segera,
karena kau, Bridget, katanya akan mengatakan sesuatu padaku. Saya tak boleh
datang dengan mobil, harus berjalan kaki."
Battle mengangguk. "Tepat. Itulah yang akan merupakan akhir segalanya. Nona Conway akan ditemukan
di sana dengan leher tersembelih, dan di sampingnya terdapat pisau Anda, dengan
sidik jari Andal Apalagi, Anda sendiri akan terlihat di sekitar tempat itu pada
saat itu! Anda tidak akan bisa membela diri. Juri yang mana pun di dunia ini,
akan menyatakan Anda bersalah."
"Saya?" kata Lord Whitfield, terperanjat dan bingung. "Adakah orang yang akan
mempercayai hal seperti itu tentang saya?"
Dengan lembut Bridget berkata,
"Aku tidak, Gordon. Aku tak pernah percaya."
Lord Whitfield menoleh padanya dengan pandangan dingin, dan berkata dengan kaku,
"Mengingat watak dan kedudukanku dalam masyarakat, kurasa tak seorang pun akan
percaya pada tuduhan yang mengerikan itu!"
Dia keluar lalu menutup pintu.
Luke berkata, "Dia tak pernah menyadari bahwa dia benar-benar dalam bahaya!"
Lalu dia berkata lagi, "Coba ceritakan, Bridget, bagaimana kau sampai mencurigai Miss Waynflete."
Bridget bercerita, "Kecurigaanku timbul waktu kau mengatakan bahwa Gordon-lah si pembunuh yang
kaucari. Aku tak bisa mempercayainya! Soalnya aku kenal betul dia. Dua tahun
lamanya aku menjadi sekretarisnya! Aku mengenalnya luar-dalam! Aku tahu bahwa
dia merasa dirinya penting, dia picik, dan asyik dengan dirinya sendiri saja.
Tapi aku juga tahu bahwa dia orang yang baik hati, dan hatinya bukan main
lembutnya. Dia bahkan merasa sedih kalau terpaksa harus membunuh seekor labah-
labah. Kisah bahwa dia yang membunuh burung kenari Miss Waynflete - itu semua
bohong. Tak mungkin dia bisa melakukannya. Dia pernah bercerita padaku bahwa
dialah yang memutuskan pertunangan dengan Miss Waynflete. Lalu kau tetap
mengatakan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Yah, mungkin juga begitu! Harga
dirinya mungkin tidak akan membiarkannya untuk mengakui bahwa perempuan itu yang
telah mengkhianatinya. Tapi kisah tentang kenari itu bohong! Sama sekali bukan
Gordon yang melakukannya! Dia bahkan tak mau berburu, karena dia merasa mual
melihat binatang dibunuh.
"Maka tahulah aku bahwa bagian cerita itu jelas keliru. Dan itu berarti bahwa
Miss Waynflete-lah yang telah berbohong! Dan kalau dipikir-pikir, itu merupakan
bohong besar! Dan aku tiba-tiba ingin tahu, apakah dia tidak menceritakan lebih
banyak kebohongan lain. Dia seorang wanita yang angkuh - semua orang tahu.
Ditampik seorang pria pasti membuat harga dirinya sangat terluka. Mungkin itu
yang membuat dia sangat marah dan sangat mendendam pada Lord Whitfield - ya itu
sebabnya, terutama setelah Gordon muncul kembali sebagai orang kaya dan
berhasil. Kupikir, 'Ya, mungkin dia senang membantu terlaksananya kejahatan yang
bisa dituduhkan atas diri Gordon.' Kemudian otakku dilanda kebingungan, dan
pikirku - seandainya semua yang dikatakannya bohong - dan tiba-tiba aku menyadari
betapa mudahnya seorang wanita seperti dia mempermainkan laki-laki! Dan pikirku
lagi. 'Memang luar biasa, tapi bisa saja dialah yang telah membunuh orang-orang
itu serta menanamkan keyakinan dalam diri Gordon bahwa kematian orang-orang itu
adalah semacam hukuman Tuhan!' Mudah sekali membuat Gordon percaya akan hal
semacam itu. Seperti pernah kuceritakan padamu, Gordon bisa mempercayai apa
saja! Pikirku, 'Apakah dia bisa melakukan semua pembunuhan itu"' Dan aku
menyadari bahwa dia bisa! Dia bisa mendorong seorang laki-laki yang sedang mabuk
- dan mendorong seorang anak laki-laki dari jendela, dan Amy Gibbs meninggal di
rumahnya. Bu Horton juga sama saja - Honoria Waynflete mengunjunginya dan
menjaganya waktu dia sakit. Dengan Dokter Humbleby lebih sulit. Waktu itu aku
tak tahu bahwa telinga Wonky Pooh bernanah dan bahwa dia telah mengoleskan nanah
itu ke pembalut yang dipakainya untuk membalut tangan Dokter Humbleby. Kematian
Miss Pinkerton lebih sulit lagi, karena aku tak bisa membayangkan Miss Waynflete
menyamar sebagai seorang sopir dan mengemudikan mobil Rolls Royce.
"Kemudian tiba-tiba aku sadar, bahwa itulah bagian yang termudah! Cuma menyikut
dari belakang - suatu hal yang mudah dilakukan di antara orang banyak. Mobil itu
tak berhenti, dan dia melihat suatu kesempatan baru. Dia mengatakan pada seorang
wanita di situ bahwa dia melihat nomor mobil penabrak, dan diberikannyalah nomor
mobil Rolls Royce milik Lord Whitfield.
"Semuanya campur-aduk dalam kepalaku. Tapi bila sudah pasti Gordon tidak
melakukan pembunuhan-pembunuhan itu - dan aku tahu - ya, aku yakin bahwa dia bukan
pelakunya - lalu siapa" Dan jawabnya jadi jelas. 'Tentu seseorang yang membenci
Gordon!' Siapa yang membenci Gordon" Honoria Waynflete tentu!
"Tapi kemudian aku ingat bahwa Miss Pinkerton telah berbicara tentang seorang
laki-laki sebagai pembunuhnya. Hal itu membuyarkan teoriku yang cemerlang itu,
karena bila Miss Pinkerton keliru, dia tentu tidak akan dibunuh.... Maka kuminta
kau mengulangi kata-kata Miss Pinkerton dengan tepat. Dan aku segera
menyimpulkan bahwa dia tidak dengan pasti menyebutkan 'laki-laki'. Akhirnya aku
yakin bahwa aku berada di jalur yang benar! Kuputuskan untuk menerima undangan
Miss Waynflete dan menginap di rumahnya sambil mencoba mengorek kenyataan yang
sebenarnya." "Tanpa mengatakan apa-apa padaku, ya?" kata Luke marah.
"Soalnya, Sayang, kau begitu yakin - sedang aku sama sekali tak yakin! Semuanya
samar dan meragukan. Aku tak pernah menduga bahwa aku terancam bahaya. Kupikir
aku punya banyak waktu...."
Dia bergidik. "Aduh, Luke, mengerikan sekali.... Matanya... Dan tawanya yang sopan tapi tak
manusiawi dan mengerikan itu."
Dengan agak bergidik juga Luke berkata, "Aku tidak akan lupa betapa tepat pada
waktunya aku tiba di sana."
Dia menoleh pada Battle. "Bagaimana dia sekarang?"
"Kacau sekali," kata Battle. "Itu biasa. Orang-orang begitu tak mau menerima
kenyataan bahwa mereka tidaklah sepintar yang mereka sangka."
Luke berkata dengan perasaan menyesal,
"Yah, saya bukan polisi yang baik rupanya! Sedikit pun saya tidak mencurigai
Honoria Waynflete. Anda akan bisa melakukannya dengan lebih baik, Battle."
"Mungkin, Tuan, mungkin juga tidak. Anda pasti ingat, saya pernah berkata bahwa
tak ada yang tak mungkin dalam kejahatan. Kalau tak salah saya menyebut-nyebut
seorang perawan tua."
"Anda juga menyebut seorang uskup agung dan seorang siswi! Apakah saya harus
mengambil kesimpulan bahwa setiap orang punya kemungkinan untuk menjadi
penjahat?" Senyum Battle melebar menjadi tawa kecil.
"Setiap orang bisa menjadi penjahat, Tuan, itulah maksud saya."
"Kecuali Gordon," kata Bridget. "Luke, mari kita menemuinya."
Mereka menemukan Gordon di ruang kerjanya sedang sibuk membuat catatan-catatan.
"Gordon," kata Bridget dengan suara yang halus dan lembut, "Setelah kau
mengetahui semuanya maukah kau memaafkan kami?"
Lord Whitfield memandang Bridget dengan sikap anggun.
"Tentu, Sayang, tentu. Aku menyadari kenyataan. Aku orang sibuk. Aku mengabaikan
kau. Memang tepat apa yang ditulis Kipling dalam salah sebuah bukunya, 'Yang
berjalan paling cepat, adalah yang berjalan sendirian.' Jalan hidupku memang
harus kutempuh seorang diri." Dia membusungkan dadanya. "Aku memikul tanggung
jawab yang berat. Aku harus memikulnya sendiri. Bagiku tidak akan ada
pendamping, tidak akan ada yang ikut meringankan beban - aku harus hidup seorang
diri - sampai aku mati sendiri di pinggir jalan."
Bridget berkata, "Gordon tersayang! Kau baik sekali!"
Lord Whitfield mengerutkan alisnya.
"Ini bukan soal baik. Kita lupakan saja semua omong kosong ini. Aku orang yang
sibuk." "Aku tahu." "Aku sedang menyiapkan suatu serial tulisan yang akan segera kumulai. Judulnya,
'Kejahatan yang Dilakukan oleh Wanita, Sepanjang Masa.'"
Bridget memandangnya dengan kagum.
"Gordon, kurasa itu suatu gagasan yang hebat."
Lord Whitfield makin membusungkan dadanya.
"Maka tinggalkanlah aku sekarang. Aku tak bisa diganggu. Banyak pekerjaan yang
harus kuselesaikan."
Luke dan Bridget keluar dari kamar itu.
"Dia benar-benar baik!" kata Bridget.
"Bridget, kurasa kau sebenarnya suka pada laki-laki itu!"
"Tahukah kau, Luke, kurasa memang begitu."
Luke memandang ke luar jendela.
"Aku akan senang kalau aku sudah meninggalkan Wychwood. Aku tak suka tempat ini.
Di sini banyak kejahatan, seperti kata Bu Humbleby. Aku tak suka melihat Bukit
Ashe Ridge yang seolah-olah merenungi desa ini dengan sedih."
"Bicara tentang Ashe Ridge, bagaimana dengan Ellsworthy?"
Luke tertawa, agak malu. "Darah yang ada di tangannya itu?"
"Ya." "Agaknya waktu itu mereka mengurbankan seekor ayam jantan putih!"


Membunuh Itu Gampang Murder Is Easy Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hiih, menjijikkan!"
"Kurasa akan terjadi sesuatu yang tak menyenangkan atas diri Ellsworthy. Battle
sedang merencanakan suatu kejutan."
Kata Bridget, "Dan Mayor Horton yang malang sebenarnya tak pernah mencoba membunuh istrinya,
dan kurasa Pak Abbot hanya menerima sepucuk surat perjanjian biasa dari seorang
wanita, sedang Dokter Thomas hanya seorang dokter muda yang sederhana."
"Dia sama bodohnya dengan keledai!"
"Kau berkata begitu karena kau iri dia akan menikah dengan Rose Humbleby."
"Gadis itu terlalu baik untuk dia."
"Aku sering merasa bahwa kau lebih suka dia daripada aku!"
"Sayangku, jangan bicara yang bukan-bukan begitu."
"Tidak." Mereka diam, lalu Bridget berkata,
"Luke, apakah kau suka padaku sekarang?"
Luke bergerak akan mendekatinya, tapi Bridget mencegahnya.
"Aku berkata apakah kau suka, Luke - bukan cinta!" "Oh! Aku mengerti.... Ya,
Sayang.... Aku menyukaimu, Bridget, sebagaimana aku juga mencintaimu."
Bridget berkata, "Aku suka padamu, Luke...."
Mereka saling tersenyum - agak kemalu-maluan - seperti anak-anak yang baru saja
berkenalan dalam sebuah pesta.
Bridget berkata, "Suka lebih penting daripada cinta. Rasa suka lebih abadi. Aku ingin hubungan
kita abadi, Luke. Aku tak mau kita hanya saling mencintai, lalu menikah,
kemudian saling merasa bosan, dan akhirnya ingin kawin lagi dengan orang lain."
"Oh! Kekasihku, aku tahu. Kau ingin kenyataan. Aku pun begitu. Hubungan kita
akan abadi karena didasarkan atas kenyataan."
"Benarkah itu, Luke?"
"Benar, Manisku. Sebab itu, kurasa, aku takut mencintaimu."
"Aku pun takut mencintaimu."
"Masihkah kau takut sekarang?"
"Tidak." Luke berkata, "Lama benar kita terancam Kematian. Sekarang - semuanya sudah berlalu! Sekarang -
kita akan mulai Hidup...."
Scan & DJVU: k80 Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://facebook.com/epub.lover
http://epublover.wordpress.com
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 Pendekar Rajawali Sakti 34 Jari Malaikat Harpa Iblis Jari Sakti 24
^