Pencarian

Pembunuhan Pondokan Mahasiswa 3

Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie Bagian 3


stetoskop." "Apa yang Anda lakukan dengan barang itu sesudahnya?"
"Yah, saya terpaksa menggadaikannya," kata Nigel dengan nada menyesal.
"Apakah itu berarti Anda berlaku sedikit tidak jujur pada Bateson?"
"Sangat tidak jujur malah. Tapi, kalau saya bermaksud merahasiakan metode-metode
saya, saya tak bisa bercerita kepadanya tentang stetoskop itu. Bagaimanapun
juga," Nigel menambahkan dengan riang, "saya sudah mengajaknya jalan-jalan dan
mentraktirnya makan malam yang hebat"
"Anda ini seorang pemuda yang sangat tidak bertanggung jawab," kata Inspektur
Sharpe. "Anda mestinya melihat wajah-wajah mereka," kata Nigel sambil menyeringai lebar,
"ketika saya meletakkan tiga obat berbahaya itu di atas meja dan berkata kepada
mereka bahwa saya berhasil mencuri semuanya tanpa sepengetahuan siapa pun."
Kata Inspektur itu, "Apa yang Anda ceritakan kepada saya sebenarnya adalah Anda
mempunyai 160 tiga macam racun yang dapat dipakai untuk meracuni seseorang, dan setiap racun
itu tidak bisa dilacak pada diri Anda." Nigel mengangguk.
"Betul," katanya. "Dan dalam situasi seperti ini, sebenarnya tak enak bagi saya
untuk mengakui semuanya ini. Tapi sebenarnya racun-racun itu sudah dibuang semua
sekitar dua minggu yang lalu atau lebih."
"Itu menurut Anda, Mr. Chapman, tapi ada kemungkinan tidak." Nigel menatapnya.
"Apa maksud Anda?"
"Berapa lama Anda memiliki racun-racun itu?" Nigel berpikir sejenak.
"Yah, tube berisi hyoseine itu sekitar sepuluh hari, saya rasa. Morfin tartrat
sekitar empat hari. Dan tincture digitalin baru saja saya peroleh siang
harinya." "Dan di mana Anda menyimpannya hyoseine hydrobromide dan morfin tartrat itu, ?maksud saya?"
"Di laci lemari baju, saya sembunyikan di bawah tumpukan kaus kaki."
"Apakah ada orang yang tahu bahwa Anda menyimpannya di sana?"
"Tidak. Saya yakin tak ada yang tahu."
Bagaimanapun juga, Inspektur Sharpe memperhatikan bahwa ada sedikit keragu-
raguan dalam suara Nigel', tapi untuk sementara ia mendiamkan saja hal itu.
161 "Apakah Anda pernah bercerita pada seseorang tentang apa yang Anda kerjakan"
Tentang metode-metode Anda" Cara Anda melakukan semuanya ini?"
"Tidak. Paling tidak... ah, tak pernah."
"Anda berkata 'paling tidak', Mr. Chapman."
"Yah, sebenarnya tak pernah. Tapi kenyataannya saya bermaksud untuk bercerita
kepada Pat, lalu saya merasa bahwa dia pasti takkan setuju. Pat itu sangat
tegas, maka saya tidak jadi bercerita kepadanya."
"Anda tidak bercerita kepadanya tentang mencuri obat dari mobil seorang dokter,
atau tentang resep, dan morfin dari rumah sakit itu?"
Sebetulnya saya bercerita kepadanya sesudah saya mencuri digitalin itu, tentang
bagaimana saya menulis resep dan membeli botol itu dari sebuah apotek, dan
tentang bagaimana saya berpura-pura menjadi seorang dokter di rumah sakit. Saya
sedih karena Pat tidak tertarik. Jadi saya tidak bercerita kepadanya tentang
mencuri obat dari mobil dokter. Saya rasa dia pasti meledak kalau mendengarnya."
"Apakah Anda bercerita kepadanya bahwa Anda bermaksud menghancurkan racun-racun
itu setelah Anda menang taruhan?"
"Ya. Dia sangat cemas dan bingung. Berkera bahwa saya harus mengembalikan
barang-barang itu dan sebagairrya
"Tapi Anda tak pernah membayangkan untuk
melakukannya?" "Tentu saja tidak! Karena pasti akan fatal. Saya
162 pasti gampang ketahuan. Tidak, kami hanya melemparkan racun itu ke perapian dan
membuangnya ke WC. Itu saja. Tak ada kecelakaan apa-apa."
"Itu kata Anda, Mr. Chapman, tapi mungkin saja sudah terjadi kecelakaan."
"Bagaimana mungkin, jika racun-racun itu sudah dimusnahkan?"
"Apakah Anda pernah berpikir, Mr. Chapman, bahwa seseorang mungkin telah melihat
tempat Anda menyimpan obat-obat itu, atau dia telah menemukannya, dan bisa saja
dia mengosongkan botol morfin itu dan menggantinya dengan yang lain?"
"Demi Tuhan, tidak!" Nigel menatapnya. "Saya tak pernah membayangkan hal-hal
seperti itu. Saya tak percaya."
"Tapi ini adalah sebuah kemungkinan, Mr. Chapman."
"Tapi tak mungkin ada orang yang tahu."
"Menurut saya," kata inspektur itu dengan nada getir, "di tempat seperti ini
banyak hal yang diketahui oleh orang lain, lebih daripada yang dapat Anda
bayangkan." "Jail, maksud Anda."
"Ya." "Mungkin Anda benar dalam hal itu." "Siapa yan% hia&anjja -itfamg Vs, '&aniAnda?" "Yah, saya berbagi ruangan dengan Len Bateson. Dan kebanyakan mahasiswa laki-
laki sering 163 keluar-masuk kamar^saya. Tentu saja mahasiswa perempuan tidak pernah. Mereka tak
boleh pergi ke kamar-kamar tidur kami. Demi kesopanan. Kami betul-betul
terpisah.n "Mereka memang tidak boleh, tapi mungkin saja mereka melakukannya, bukan?"
"Setiap orang mungkin melakukannya," ujar Nigel. "Pada waktu siang hari. Soalnya
kalau sore semua ada di rumah."
"Apakah Miss Lane pernah datang ke kamar Anda?"
"Saya berharap Anda tidak mencurigainya, Inspektur. Pat memang kadang-kadang
datang ke kamar saya untuk mengembalikan kaus kaki saya yang telah ditisiknya.
Hanya itu." Sambil bersandar di kursinya, Inspektur Sharpe berkata,
"Apakah Anda sadar, Mr. Chapman, bahwa satu-satunya orang yang paling gampang
mengambil racun itu dan menukarnya dengan obat lain adalah Anda sendiri?"
Nigel memandangnya, wajahnya mendadak tegang dan cekung.
"Ya," katanya. "Saya baru menyadari hal itu sekitar satu setengah menit yang
lalu. Saya memang dapat melakukan hal itu. Tapi untuk apa saya membunuh gadis
itu, Inspektur, dan saya memang tidak membunuhnya. Tapi, yah... saya sadar bahwa
Anda hanya bisa berpegang pada kata-kata saya saja."
164 Bab 11 Cerita tentang taruhan dan pembuangan racun itu dikuatkan oleh Len Bateson dan
Colin McNabb. Sharpe menahan Colin McNabb dan menyilakan yang lainnya pergi.
"Saya tak ingin membuat Anda lebih sedih lagi, Mr. McNabb," katanya. "Saya
memaklumi perasaan Anda sehubungan dengan diracuninya tunangan Anda pada malam
pertunangan kalian."
"Tak ada perlunya mengungkit-ungkit hal itu lagi," sahut Colin McNabb dengan
wajah kaku. "Anda tak perlu prihatin dengan perasaan saya. Silakan menanyai saya
dengan pertanyaan-pertanyaan yang Anda anggap berguna bagi Anda."
"Menurut Anda, perilaku Celia Austin berasal dari bawaan psikologis?"
"Saya yakin akan hal itu," sahut Colin McNabb. "Jika Anda menginginkan saya
untuk menjelaskan teorinya..."
"Tidak, tak perlu," kata Inspektur Sharpe buru-buru. "Saya percaya pada pendapat
Anda, karena Anda seorang mahasiswa psikologi."
165 "Masa kanak-kanaknya kurang bahagia. Oleh karenanya dia menderita gangguan
emosional..." "Ya, ya, ya." Inspektur Sharpe betul-betul ingin menghindarkan diri dari cerita
tentang masa kanak-kanak yang tidak bahagia. Nigel saja sudah cukup.
"Anda sudah cukup lama tertarik kepadanya?"
"Saya tidak mengatakan begitu," sahut Colin, setelah" mempertimbangkan hal itu
masak-masak. "Kadang-kadang cinta itu mengagetkan kita dengan tiba-tiba
menghinggapi hati kita. Di bawah sadar, tidak diragukan lagi, saya tertarik
kepadanya, tapi saya tidak menyadari kenyataan itu. Karena saya tak ingin buru-
buru menikah, secara tak sadar pikiran saya menolak untuk menyadari hal itu."
"Ya. Begitulah. Apakah Celia Austin bahagia bertunangan dengan Anda" Maksud
saya, apakah dia tidak menunjukkan adanya keragu-raguan" Ketidakpastian" Tak ada
perasaan-perasaan yang seharusnya dia ungkapkan kepada Anda?"
"Dia telah mengakui seluruh perbuatannya. Tak ada lagi yang dapat mencemaskan
pikirannya." "Dan kalian merencanakan untuk menikah kapan?"?"Tidak dalam waktu dekat ini. Saya sekarang belum bisa menanggung seorang
istri." "Apakah Celia punya musuh di sini" Seseorang yang tidak menyukainya?"
"Saya rasa tidak. Saya cukup lama merenungkan hal itu, Inspektur. Celia sangat
disukai di sini. 166 Menurut saya, bukan persoalan pribadi yang mengakibatkan kematiannya."
"Apa maksud Anda dengan 'bukan persoalan pribadi'?"
"Saya tak ingin mengungkapkannya dengan sangat jelas sekarang, karena itu hanya
sebuah gagasan samar yang saya miliki, dan saya sendiri belum yakin."
Dengan jawaban seperti itu, Inspektur Sharpe tak bisa mendesaknya lagi.
Dua mahasiswa terakhir yang harus diwawancarai adalah Sally Finch dan Elizabeth
Johnston. Inspektur itu memanggil Sally Finch lebih dulu.
Sally adalah seorang gadis yang menarik dengan segerumbul rambut merah dan mata
jeli yang cerdas. Setelah menjawab beberapa pertanyaan rutin, tiba-tiba Sally
Finch bertanya kepada Inspektur itu.
"Apakah Anda tahu apa yang ingin saya lakukan, Inspektur" Saya ingin memberitahu
Anda apa yang saya pikirkan. Pikiran pribadi saya. Ada yang tidak beres dengan
rumah ini, sesuatu yang betul-betul tidak beres. Saya yakin akan hal itu."
"Maksud Anda, Anda takut akan sesuatu, Miss Finch?" Sally mengangguk.
"Ya, saya memang takut. Ada sesuatu atau seseorang di sini yang betul-betul
keji. Seluruh tempat ini tidak... yah, bagaimana saya harus mengungkapkannya"
Tempat ini tidak seperti kelihatannya. Bukan, bukan, Inspektur, bukan komunis
maksud saya. Saya tahu Anda akan mengatakan bahwa itulah penyebabnya. Maksud
saya bukan komunis. 167 Mungkin juga bukan kejahatan. Saya tidak tahu. Tapi saya berani taruhan apa pun
dengan Anda bahwa wanita tua itu mengetahui semua ini."
"Wanita tua siapa" Maksud Anda Mrs. Hubbard?"
"Bukan. Bukan Ma Hubbard. Dia manis. Maksud saya si Nicoletis tua. Serigala
betina tua itu." "Sungguh menarik, .Miss Finch. Bisakah Anda mengungkapkannya dengan lebih jelas"
Tentang Mrs. Nicoletis, maksud saya?"
Sally menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Saya memang tak bisa. Saya hanya bisa mengatakan kepada Anda bahwa dia
selalu membuat saya merinding setiap kali kami bertemu. .Ada sesuatu yang aneh
yang sedang terjadi di sini, Inspektur."
"Saya harap Anda bisa sedikit lebih jelas."
"Saya juga berharap begitu. Anda pasti mengira saya ini mengada-ada saja. Yah,
mungkin juga, tapi orang lain juga merasakannya. Misalnya Aki bombo. Dia
ketakutan. Saya rasa Bess Hitam juga, tapi dia tidak mempedulikannya. Dan saya
kira, Inspektur, Celia mengetahui sesuatu tentang hal itu."
"Mengetahui sesuatu tentang apa?"
"Itulah masalahnya. Apa" Tapi ada beberapa hal yang dikatakannya, kemarin.
Katanya dia akan membereskan segalanya. Dia telah mengakui peranannya dalam
kejadian itu, tapi rasa-rasanya dia menyembunyikan sesuatu yang diketahuinya,
dan dia juga ingin membereskan hal itu. Saya rasa dia
mengetahui sesuatu, Inspektur, tentang seseorang. Itu sebabnya dia dibunuh, saya
kira." "Tapi kalau persoalannya seserius itu..."
Sally memotong kata-katanya.
"Saya kira dia tidak tahu betapa seriusnya hal itu. Anda tahu, dia tidak begitu
cerdas. Agak bodoh sebenarnya. Dia mengetahui sesuatu, tapi dia tidak tahu bahwa
sesuatu yang diketahuinya itu berbahaya. Bagaimanapun juga, itu hanya perasaan
saya saja." "Saya mengerti. Terima kasih. Sekarang, terakhir kali Anda melihat Celia Austin
adalah ketika dia berada di ruang duduk bersama sesudah makan malam kemarin,
benar begitu, bukan?"
"Benar. Tapi sesungguhnya saya juga melihat nya lagi setelah itu."
"Anda melihatnya lagi" Di mana" Di kamarnya?"
"Tidak. Saya melihatnya pergi keluar melalui pintu depan, tepat ketika saya
keluar dari ruang duduk bersama untuk pergi tidur "
"Keluar dari pintu depan" Keluar rumah, maksud Anda?"
"Ya." "Agak mengejutkan, bukan" Tak ada orang lain yang mengatakan hal itu."
"Saya rasa mereka tidak tahu. Celia sudah mengucapkan selamat malam dan
menyatakan keinginannya untuk segera tidur, dan jika saya tidak kebetulan
melihatnya ke luar rumah, saya juga akan mengira dia sudah pergi tidur."
169 168 "Tapi sebenarnya dia pergi ke loteng, memakai pakaian luarnya, dan kemudian
meninggalkan rumah ini. Begitu, bukan?"
Sally mengangguk. "Dan saya kira dia hendak bertemu dengan seseorang."
"Begitu" Seseorang dari luar. Apakah mungkin orang itu salah seorang, dari
mahasiswa-mahasiswa di sini?"
"Yah, menurut perasaan saya, mungkin saja orang itu salah seorang dari kami.
Anda tahu, jika dia hendak berbicara secara pribadi dengan seseorang, dia takkan
dapat melakukannya .di ruang mana pun di rumah ini. Seseorang mungkin telah
mengusulkan agar dia pergi ke luar dan bertemu dengannya entah di mana di luar."
"Apakah Anda tahu kapan dia masuk lagi?"
"Saya tidak tahu."
"Mungkinkah Geronimo, si pelayan laki-laki itu, tahu?"
"Dia pasti tahu kalau Celia kembali sesudah pukul sebelas malam, sebab waktu itu
Geronimo sudah menggerendel dan menggembok pintu. Sebelum waktu itu, setiap
orang bisa keluar masuk sendiri dengan memakai kunci masing-masing."
"Apakah Anda tahu dengan persis kapan Anda melihatnya keluar rumah?"
"Saya rasa sekitar jam... sepuluh. Mungkin lebih sedikit, tapi tidak banyak."
"Begitu. Terima kasih, Miss Finch, atas keterangan Anda."
170 %>LrKAUURANG KM S44 Terakhir Inspektur berbicara dengan Elizabeth Johnston. Ia segera terkesan akan
kepribadian tenang yang dimiliki gadis itu. Ia menjawab semua pertanyaan dengan
cerdik, dan menunggu inspektur itu untuk melanjutkan pertanyaannya.
"Celia Austin," kata inspektur itu, "menolak dengan tegas bahwa bukan dia yang
merusak kertas-kertas Anda, Miss Johnston. Apakah Anda mempercayainya?"
"Menurut saya, Celia tidak melakukannya. Tidak."
"Anda tidak tahu siapa yang melakukannya."
"Jawaban yang sudah jelas adalah Nigel Chapman. Tapi tampaknya hal itu terlalu
jelas bagi saya. Nigel itu cerdas. Dia takkan memakai tintanya sendiri."
"Dan kalau bukan Nigel, lalu siapa?"
"Sulit untuk mengatakannya. Tapi saya rasa Celia tahu siapa pelakunya atau ?paling tidak dia sudah menduganya."
"Apakah dia mengatakan begitu kepada Anda?"
"Tidak secara langsung, tapi dia datang ke kamar saya pada malam sebelum
meninggal, sebelum turun untuk makan malam. Dia datang untuk menceritakan kepada
saya bahwa meskipun dia bertanggung jawab atas pencurian-pencurian itu, dia
tidak merusak pekerjaan saya. Saya berkata kepadanya bahwa saya mempercayainya.
Saya bertanya apakah dia mengetahui siapa pelakunya."
"Dan apa katanya?"
"Dia berkata...," Elizabeth berhenti sejenak,
171 untuk mengingat-ingat kata-kata Celia secara akurat, sebelum menceritakannya
kepada inspektur itu... "dia berkata, 'Aku tidak begitu yakin, sebab aku tak
mengerti mengapa. Mungkin kejadian itu hanya salah paham atau ketidaksengajaan
belaka. Aku yakin, siapa pun yang melakukan perbuatan itu, pasti merasa tertekan
dan ingin mengakui perbuatannya.' Celia melanjutkan, 'Ada beberapa hal yang
tidak kumengerti, seperti bola-bola lampu listrik itu, ketika polisi datang hari
itu.'" Sharpe memotong,
"Apa maksudnya dengan polisi dan bola-bola lampu listrik itu?"
" "Saya tidak tahu. Yang dikatakan oleh Celia hanyalah, 'Aku tidak
mengambilnya.' Lalu dia berkata, 'Aku heran, apakah itu ada hubungannya dengan
paspor"' Saya berkata, 'Paspor apa maksudmu"' Dan dia berkata, "Kurasa ada
seseorang yang mungkin memiliki paspor palsu.'"


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inspektur itu diam selama satu-dua menit.
Akhirnya tampak ada sebuah pola yang mulai membentuk. Sebuah paspor...
Ia bertanya, "Apa lagi katanya?"
"Tidak ada. Dia hanya berkata, 'Bagaimanapun juga, aku akan segera mengetahuinya
besok.'" "Dia berkata begitu" Anda yakin" Aku akan segera mengetahuinya besok. Itu adalah
keterangan yang sangat berarti, Miss Johnston."
"Ya." Inspektur itu diam lagi sambil merenung. Sesuatu tentang paspor dan kunjungan ?polisi.
172 Sebelum datang ke Hickory Road, ia telah dengan saksama memeriksa arsip-arsip
yang ada. Memang ada pengawasan ketat atas pondok n-pondokan yang menampung
mahasiswa-mahasiswa asing. Hickory Road Nomor 26 mempunyai reputasi yang baik.
Keterangan-keterangan yang ada hanya bersifat kecil dan tidak berarti apa-apa.
Seorang mahasiswa Afrika Barat yang dicari-cari oleh polisi Sheffield pernah
tinggal di Hickory Road selama beberapa hari, dan kemudian pergi lagi entah, ke
mana, dan akhirnya tertangkap dan segera dideportasikan. Selain itu, dulu pernah
ada pemeriksaan rutin pada semua pondokan dan rumah asrama untuk mencari seorang
Asia keturunan Eropa "yang ingin membantu polisi" dalam penyelidikan pembunuhan
istri seorang pejabat di dekat Cambridge. Tapi hal itu menjadi beres ketika
pemuda yang dicari-cari itu akhirnya muncul di pos polisi Hull dan menyerahkan
diri. Pernah juga ada pemeriksaan terhadap pamflet-pamflet subversif yang
diedarkan oleh seorang mahasiswa. Semua peristiwa itu sudah lama terjadinya, dan
tentunya tidak berkaitan dengan kematian Celia Austin.
Sharpe menarik napas panjang, dan memandang mata hitam dan cerdik Elizabeth
Johnston yang .sedang menatapnya.
Secara otomatis, ia berkata, "Miss Johnston, apakah Aada pernah mempunyai suatu
perasaan suatu kesan tentang adanya sesuatu yang tidak beres dengan tempat
? ?ini?" Elizabeth kelihatan heran.
173 "Yang mana yang tidak beres?" "Saya tak bisa mengatakannya. Saya hanya teringat
pada apa yang dikatakan oleh Miss Sally Finch kepada saya." "Oh, Sally Finch!"
Nada suara Elizabeth terdengar keras, sehingga Sharpe merasa agak heran. Ia
segera tertarik dan melanjutkan kata-katanya,
"Menurut saya, Miss Finch itu seorang pengamat yang baik. Dia juga cerdas dan
praktis. Dia sangat yakin bahwa ada sesuatu yang... aneh di tempat ini, meskipun
sulit baginya untuk menerangkan hal itu." s Elizabeth berkata tajam,
"Begitulah cara otak Amerika-nya bekerja. Mereka sama saja, orang-orang Amerika
itu, gugup, gelisah, dan mencurigai setiap hal yang konyol! Coba lihat bagaimana
konyolnya mereka ketika mengadakan pemburuan tukang-tukang sihir, ke-gila-gilaan
mereka yang histeris pada mata-mata, obsesi mereka pada komunisme. Sally Finch
persis seperti mereka itu."
Inspektur itu semakin tertarik. Jadi Elizabeth tidak menyukai Sally Finch.
Mengapa" Sebab Sally orang Amcnka. Atau apakah Elizabeth tidak menyukai orang-
orang Amerika semata-mata karena Sally Finch itu orang Amerika, dan apakah ia
punya alasan pribadi tertentu yang membuatnya tidak menyukai si rambut merah
yang cantik itu" Mungkin itu hanya kecemburuan seorang wanita saja.
174 Sharpe mencoba memakai teknik pendekatan berbeda yang kadang-kadang berguna
menurutnya. Ia berkata lembut,
"Seperti yang mungkin telah Anda perhatikan, Miss Johnston, dalam sebuah
kelompok mahasiswa seperti ini, tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda. Ada
orang-orang kebanyakan orang malah kami tanyai atas fakta-fakta yang mereka ? ?ketahui. Tapi, kalau kami bertemu seseorang dengan tingkat kecerdasan tinggi..."
Sharpe berhenti. Kata-katanya tadi penuh dengan pujian. Apakah Elizabeth akan
memberikan reaksi" Setelah terdiam sejenak, Elizabeth berkata,
"Saya rasa saya mengerti maksud Anda, Inspektur. Tingkat kecerdasan di sini,
seperti kata Anda tadi, memang tidak begitu tinggi. Nigel Chapman mempunyai
kecerdasan cukup tinggi, tapi pikirannya dangkal. Leonard Bateson lamban dalam
berpikir, tetapi tekun begitulah. Valerie Hobhouse mempunyai otak yang bagus
?kualitasnya, tapi dia lebih mengomersialkan penampilannya dan terlalu malas
untuk memakai otaknya untuk hal-hal berguna. Yang Anda perlukan adalah otak yang
terlatih dan mandiri."
"Seperti otak Anda, Miss Johnston."
Elizabeth Johnston menerima pujian itu tanpa protes. Sharpe segera menyadari,
dengan penuh minat, bahwa di balik tingkah lakunya yang rendah hati dan
menyenangkan, wanita muda itu sebenarnya angkuh dalam hal kemampuan otaknya.
175 "Saya cenderung setuju dengan pandangan Anda tentang teman-teman Anda, Miss
Johnston. Chapman memang pintar, tapi kekanak-kanakan. Valerie Hobhouse punya
otak, tapi sikap hidupnya itu blase. Anda, seperti kata Anda sendiri, mempunyai
otak terlatih. Itu sebabnya saya menghargai pandangan-pandangan Anda pandangan-
?pandangan yang timbul dari otak yang cerdas dan mandiri."
Selama beberapa menit Sharpe khawatir kalau kalau ia telah berlebih-lebihan
memuji, tapi ternyata ia tak perlu khawatir.
"Tidak ada yang tidak beres dengan tempat ini, Inspektur. Jangan perhatikan
Sally Finch. Pondok ^an ini adalah pondokan yang layak dan bagus pengelolaannya.
Saya yakin Anda takkan menemukan jejak-jejak kegiatan subversif di sini."
Inspektur Sharpe merasa sedikit terkejut. "Sesungguhnya yang saya maksudkan
bukanlah kegiatan-kegiatan subversif."
"Oh! Saya mengerti." Elizabeth tampak agak terkejut. "Saya hanya mengatakan hal
itu sehubungan dengan apa yang dikatakan Celia tentang paspor. Tapi, kalau saya
memandangnya secara netral dan mempertimbangkan semua bukti yang ada, saya
merasa cukup yakin bahwa alasan kematian Celia adalah apa yang menurut saya
bersifat pribadi mungkin persoalan seks. Saya yakin hal itu tak ada hubungannya?dengan pandangan bahwa pondokan ini mungkin bukan pondokan yang sebenarnya, atau
ada apa apanya di pondokan ini. Tidak, saya yakin tak ada apa-apa di sini. Saya
pasti 176 mengetahui fakta itu bila memang di sini terjadi sesuatu, karena daya tanggap
saya sangat tajam." "Saya tahu. Yah, terima kasih, Miss Johnston. Anda sangat baik dan membantu
sekali." Elizabeth Johnston keluar. Inspektur Sharpe duduk sambil memandang pintu yang
tertutup, dan Sersan Cobb harus mengulangi kata-katanya sampai dua kali sebelum
Sharpe sadar dari renungannya.
"Eh?" "Saya tadi berkata sudah selesai, Sir."
"Ya, dan apa yang kita peroleh" Cuma sedikit saja yang berharga. Tapi kukatakan
padamu, Cobb, aku akan kembali kemari besok dengan sepucuk surat penggeledahan.
Sekarang kita akan permisi pulang dengan sopan, dan mereka akan mengira semuanya
sudah selesai. Tapi ada sesuatu yang sedang terjadi di tempat ini. Besok aku
akan menggeledahnya habis-habisan. Memang tidak mudah, karena kita tidak tahu
apa yang harus kita cari, tapi ada kemungkinan aku akan mendapat suatu petunjuk.
Gadis yang baru keluar itu sangat menarik. Egonya seperti Napoleon, dan aku
yakin sekali bahwa dia mengetahui sesuatu."
Scanned book sbook ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSILKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
BBSC 177 Bab 12 Ketika sedang membalas surat-suratnya, tiba-tiba Hercule Poirot berhenti di
tengah-tengah kalimat yang sedang didiktekannya. Miss Lemon mendongak dengan
pandang bertanya. "Ya, M. Poirot?"
"Saya melamun!" Poirot mengibaskan tangannya. "Bagaimanapun juga, surat ini
tidak penting. Tolong, Miss Lemon, teleponkan adik Anda."
"Ya, M. Poirot"
Sebentar kemudian Poirot berjalan ke seberang ruangan, dan mengambil gagang
telepon itu dari tangan sekretarisnya.
"Alio!" katanya.
"Ya, M. Poirot?"
Mrs. Hubbard kedengarannya agak terengah-engah.
"Apakah saya mengganggu Anda, Mrs. Hubbard?"
"Saya sudah terbiasa diganggu," sahut Mrs. Hubbard.
"Ada banyak masalah, ya?" tanya Poirot hati-hati.
178 "Begitulah, M. Poirot. Saya memang .menghadapi banyak masalah. Inspektur Sharpe
sudah menanyai semua mahasiswa kemarin, dan hari ini dia kembali lagi dengan
sepucuk surat penggeledahan, dan saya harus menghadapi teriakan-teriakan
histeris Mrs. Nicoletis."
Poirot berdecak-decak menunjukkan simpatinya.
Ia berkata, "Saya hanya ingin bertanya sedikit. Anda dulu mengirimi saya daftar
barang yang hilang dan kejadian aneh lainnya. Yang ingin saya tanyakan, apakah
Anda menulisnya secara berurutan?"
"Maksud Anda?" "Maksud saya, apakah hal-hal yang Anda tulis itu terjadi secara berurutan?"
"Tidak. Maafkan saya, saya hanya menulisnya berdasarkan apa yang saya ingat
waktu itu. Maafkan saya bila membuat Anda bingung."
"Seharusnya saya memperingatkan Anda dulu," kata Poirot "Tapi hal ini tidak
begitu penting bagi saya. Saya memegang daftar Anda sekarang. Sebuah sepatu
pesta, gelang, cincin berlian, kotak bedak, lipstik, stetoskop, dan sebagainya.
Tapi, seperti kata Anda tadi, urut-urutan daftar ini tidak benar?"
"Memang tidak."
"Bisakah Anda sekarang mengingat-ingat urut-urutan yang benar" Atau apakah Anda
sudah agak lupa?" "Yah, saya tidak begitu yakin, M. Poirot. Anda tahu, kejadian-kejadian itu sudah
agak lama. Saya 179 butuh waktu untuk mengingat-ingatnya. Sesungguhnya, sesudah saya berbicara
dengan kakak saya dan tahu bahwa saya bisa mengunjungi Anda, saya segera membuat
daftar itu, dan saya rasa saya menulisnya atas dasar urutan saya mengingatnya.
Maksud saya, saya mengingat sepatu pesta itu dulu, karena hal itu aneh; lalu
gelang, kotak bedak, pemantik, dan cincin berlian, karena barang-barang itu agak
penting sifatnya; berikutnya baru saya teringat pada barang-barang yang kurang
penting, dan menuliskannya. Maksud saya bubuk boraks dan bola-bola lampu listrik
serta tas ransel itu. Barang-barang itu tidaklah penting, dan baru teringat
ketika saya berusaha untuk mengingat-ingat semuanya."
"Saya mengerti," kata Poirot. "Ya, saya mengerti. Semarang, yang saya inginkan
dari Anda, Madame, Anda harus duduk dengan santai, kalau Anda ada waktu, agar..."
"Saya rasa hal itu bisa saya lakukan setelah saya memberi Mrs. Nicoletis obat
penenang dan menidurkannya, serta menenangkan Geronimo dan Maria. Lalu apa yang
harus saya lakukan?"
"Duduklah dan tulislah, sejauh yang dapat Anda ingat, urut-urutan secara
kronologis dari berbagai macam kejadian itu."
"Baiklah, M. Poirot. Saya rasa, yang pertama kali adalah tas ransel itu, lalu
bola-bola lampu listrik itu tapi saya rasa hal itu tak ada kaitannya dengan ?kejadian-kejadian yang lain kemudian gelang dan kotak bedak... bukan, sepatu
?pesta itu 180 dulu. Ah, tentunya Anda tak ingin mendengar saya mengira-ngira. Saya akan
menuliskannya sebisa-bisanya."
"Terima kasih, Madame, terima kasih banyak."
Poirot menutup teleponnya.
"Saya bingung pada diri saya sendiri," katanya kepada Miss Lemon. "Saya sudah
melupakan prinsip keteraturan dan metode yang seharusnya sudah saya terapkan
sejak permulaan, urut-urutan yang tepat dari pencurian-pencurian itu."
"Sudahlah, sudahlah," kata Miss Lemon secara otomatis. "Apakah Anda ingin
menyelesaikan surat-surat ini sekarang, M. Poirot?"
Tapi sekali lagi Poirot mengibaskan tangannya dengan berang.
II Pada kedatangannya kembali ke Hickory Road dengan sepucuk surat penggeledahan
pada hari Sabtu pagi, Inspektur Sharpe bermaksud berbicara dengan Mrs. Nicoletis
yang selalu datang ke sana pada hari Sabtu untuk memeriksa rekening-rekening
dengan Mrs. Hubbard. Sharpe telah menjelaskan maksudnya itu. Mrs. Nicoletis
menolaknya mentah-mentah.-"Ini penghinaan! Mahasiswa-mahasiswa* saya akan
pergi pergi semuanya. Saya akan bangkrut."
?"Tidak, tidak, Madame. Saya rasa mereka akan mengerti. Bagaimanapun juga, ini
sebuah kasus pembunuhan."
181 "Itu bukan pembunuhan melainkan bunuh diri." "Saya rasa, kalau saya sudah
?menjelaskan, tak seorang pun yang akan keberatan...." Mrs. Hubbard berkata
menghibur. "Saya tahu," katanya, "setiap orang akan mengerti, kecuali," ia
menambahkan dengan serius, "mungkin Mr. Achmed Ali dan Mr. Chandra Lai."
"Bah!" kata Mrs. Nicoletis. "Siapa yang peduli dengan mereka?"
"Terima kasih, Madame," kata inspektur itu. "Kalau begitu, saya bisa mulai dari
sini, dari ruang duduk Anda."
Begitu mendengar usul Inspektur Sharpe, Mrs. Nicoletis segera memprotesnya
dengan galak. "Anda boleh menggeledah di mana saja," katanya, "tapi di sini, tidak\ Saya
menolak." "Maaf, Mrs. Nicoletis, tapi saya harus menggeledah rumah ini dari atas sampai
bawah." "Betul, ya, tapi tidak di kamar saya. Saya lebih berkuasa daripada hukum."
"Tak seorang pun yang lebih berkuasa daripada hukum. Saya khawatir saya harus
meminta Anda untuk minggir."
"Kurang ajar!" teriak Mrs. Nicoletis berang. "Polisi sok. Saya akan menulis
surat kepada setiap orang. Saya akan menulis di koran-koran."
"Anda boleh menulis kepada siapa saja, Madame," kata Inspektur Sharpe. "Tapi
saya akan tetap menggeledah kamar ini."
Ia langsung mulai dengan sebuah lemari kecil. Sekotak besar manisan, setumpuk
kertas, dan se - 182 jumlah besar sampah beraneka ragam, itulah yang diperolehnya. Ia pindah ke
lemari di ujung ruangan. "Lemari ini dikunci. Boleh saya pinjam kuncinya?"
"Tidak!" teriak Mrs. Nicoletis. "Tidak, tidak, tidak! Anda tak boleh meminjam
kuncinya. Dasar polisi brengsek! Kuludahi kau. Puh! Puh! Puh!"
"Sebaiknya Anda memberikan kuncinya kepada saya," kata Inspektur Sharpe. "Jika
tidak, saya akan mendobrak pintunya."
"Aku tidak akan memberikan kuncinya! Kau harus merobek pakaianku sebelum kau
bisa mendapatkan kuncinya! Dan itu... itu pasti akan menjadi sebuah skandal."
"Ambilkan linggis, Cobb," kata Inspektur Sharpe lirih.
Mrs. Nicoletis berteriak sekuat-kuatnya. Tetapi Inspektur Sharpe tak peduli.
Linggis itu diambilnya. Dengan dua kali ungkit, pintu lemari itu sudah terbuka.
Dan ketika pintu lemari itu terbuka lebar, tampaklah sejumlah besar botol brendi
kosong dalam lemari itu. "Bajingan! Babi! Setan!" teriak Mrs. Nicoletis.
"Terima kasih, Madame," kata inspektur itu dengan sopan. "Kami sudah selesai
dengan ruangan ini."
Mrs. Hubbard dengan cekatan merapikan botol-botol itu. sementara Mrs. Nicoletis
menjerit-jerit histeris. Sebuah misteri sudah jelas sekarang, misteri tentang watak Mrs. Nicoletis.
183 Ill Telepon dari Poirot berbunyi tepat pada saat Mrs. Hubbard sedang menuangkan
sejumlah obat penenang yang layak dari lemari obat-obatannya yang terletak di
kamar duduknya. Sesudah meletakkan gagang telepon, ia kembali lagi ke Mrs.
Nicoletis yang ditinggalkannya menjerit-jerit dan menyepak-nyepakkan tumitnya di
sofa tadi. "Sekarang Anda harus minum ini," kata Mrs. Hubbard. "Dan Anda akan merasa lebih
baik." "Gestapo!" kata Mrs. Nicoletis yang sudah diam sekarang, tapi masih cemberut.
'Saya tidak akan memikirkan hal itu lagi, kalau saya jadi Anda," kata Mrs.
Hubbard menghibur. "Gestapo!" kata Mrs. Nicoletis lagi. "Gestapo! Mereka itu Gestapo!"
"Anda tahu mereka hanya melaksanakan kewajiban mereka saja," kata Mrs. Hubbard.
"Apakah menggeledah lemari pribadiku itu termasuk kewajiban mereka" Aku tadi kan
sudah bilang, 'Anda tidak boleh menggeledah lemari itu.' Aku menguncinya. Aku
menyimpan kuncinya di balik kutang. Kalau kau tidak ada di sini sebagai saksi,
mereka pasti akan merobek bajuku tanpa perasaan malu."
"Oh, tidak, saya kira mereka takkan melakukan "hal seperti itu," kata Mrs.


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hubbard. "Itu katamu\ Sebaliknya mereka mengambil linggis dan mencongkel pintu lemariku.
Itu kan kerusakan rumah tangga yang harus kutanggung."
184 "Yah, jika tadi Anda memberikan kuncinya kepada mereka..."
"Mengapa aku harus memberikan kunciku" Ini" kan kunciku sendiri. Kunci
pribadiku. Dan ini adalah kamar pribadiku. Kamar pribadiku dan aku berkata
kepada polisi itu, 'Pergi!' tapi mereka tidak mau pergi."
"Yah, bagaimanapun juga, Mrs. Nicoletis, ini gara-gara pembunuhan itu, ingat"
Dan bila terjadi pembunuhan, kita harus menghadapi hal-hal tertentu yang mungkin
tak menyenangkan bagi kehidupan kita sehari-hari."
"Aku mengutuk pembunuhan itu!" kata Mrs. Nicoletis. "Celia kecil itu melakukan
bunuh diri. Dia patah hati dan minum racun. Itu kan kejadian biasa. Mereka itu
bodoh dalam hal cinta gadis-gadis itu. Sepertinya cinta itu penting sekali ?artinya! Satu tahun, dua tahun, lantas semuanya akan berlalu, perasaan cinta
itu! Orang laki-laki itu menjadi sama dengan laki-laki lainnya! Tapi gadis-gadis
konyol itu tidak tahu. Mereka meminum obat tidur dan racun, atau menyalakan
pipa-pipa gas, dan semuanya terlambat."
"Yah," kata Mrs. Hubbard, membelokkan pembicaraan itu ke asalnya, "saya tidak
akan mencemaskan semuanya itu sekarang."
"Bagimu semuanya memang beres. Tapi aku, aku selalu cemas. Sudah tak aman lagi
bagiku." "Aman?" Mrs. Hubbard menatapnya, terkejut. "Itu adalah lemari
pribadiku," kata Mrs. Nicoletis, keras kepala. "Tak seorang pun tahu apa
185 isinya. Aku tak ingin ada orang yang mengetahuinya. Dan sekarang mereka tahu Aku
cemas. M , reka pasti mengira apa yang mereka kira?"
?"Siapa yang Anda maksudkan dengan mereka?"
Mrs. Nicoletis mengangkat bahunya yang besar dan indah. Wajahnya cemberut
"Kau tidak mengerti," katanya, "tapi aku cemas.
Sangat cemas." "Lebih baik Anda menceritakannya pada saya," kata Mrs. Hubbard. "Mungkin saya
bisa menolong." "Untung aku tidak tidur di sini," kata Mrs. Nicoletis. "Kunci-kunci pintu di
sini mirip semuanya. Satu kunci bisa dipakai Untuk pintu yang berbeda. Sungguh
untung aku tidak tidur di sini."
Mrs. Hubbard berkata, "Mrs. Nicoletis, jika Anda takut pada sesuatu, tidakkah lebih baik kalau Anda
menceritakannya kepada saya?" Mrs. Nicoletis hanya meliriknya dengan matanya yang hitam, lalu pandangannya
beralih lagi. "Kau sendiri yang bilang," katanya mengelak. "Katamu ada pembunuhan di rumah
ini, jadi tentu saja aku merasa cemas. Siapa yang akan dibunuh berikutnya" Kita
bahkan tidak tahu siapa pembunuhnya. Itu gara-gara polisi yang begitu bodoh,
atau mungkin mereka telah disuap."
"Omong kosong. Anda tahu hal itu tidak benar," kata Mrs. Hubbard. "Tapi
ceritakanlah pada saya, apa yang membuat Anda sangat cemas?"
Mrs. Nicoletis meledak lagi.
186 "Ah, kau mengira aku cemas .tanpa alasan" Seperti biasanya, kau selalu
mengetahui yang terbaik! Kau mengetahui semuanya! Kau yang hebat, kau yang
mengurus makanan, kau yang menyimpan dan memboroskan uang untuk makanan
mahasiswa-mahasiswa itu, sehingga mereka mencintaimu, dan sekarang kau mau
mencampuri urusankul Tidak, tidak bisa! Aku selalu mengurus urusanku sendiri,
dan tak seorang pun boleh turut campur, kaudengar" Tidak bisa, Nyonya... apa itu
sebutannya... Nyonya Usil."
"Sesuka Andalah," kata Mrs. Hubbard putus asa.
"Kau ini mata-mata. Aku sudah tahu itu dari dulu."
"Memata-matai apa?"
"Tidak ada," sahut Mrs. Nicoletis. "Tidak ada yang perlu dimata-matai di sini.
Jika kaupikir di sini ada yang perlu dimata-matai, itu hanya khayalanmu saja.
Jika orang-orang menceritakan kebohongan tentang diriku, aku akan tahu siapa
mereka itu." "Jika Anda ingin saya'kcluar," kata Mrs. Hubbard, "Anda hanya tinggal bilang
saja." "Tidak, kau tidak boleh keluar. Aku melarangnya. Tidak pada saat ini. Tidak pada
saat aku dipusingkan oleh polisi-polisi itu, oleh pembunuhan, atau oleh masalah-
masalahku yang lain. Aku melarangmu meninggalkan diriku."
"Oh, baiklah," ujar Mrs. Hubbard putus asa. "Sebenarnya sulit sekali untuk
mengetahui apa yang Anda inginkan. Kadang-kadang*saya merasa
OL.KAUURASG KM S,4 Anda tidak mengenali diri Anda sendiri. Sekarang lebih baik Anda berbaring di
tempat tidur saya dan tidur."
188 Bab 13 Hercule poirot turun dari taksi di depan Hickory Road Nomor 26. Geronimo membuka
pintu dan menyambutnya bagaikan seorang teman lama. Tampak seorang petugas
kepolisian sedang berdiri di gang. Geronimo menarik Poirot ke dalam ruang makan,
dan menutup pintunya. "Keadaan di sini buruk sekali," bisiknya sambil membantu Poirot melepaskan
mantelnya. "Polisi-polisi itu di sini terus sepanjang hari! Bertanya macam-
macam, mondar-mandir ke sana kemari, melihat-lihat lemari-lemari, laci-laci,
bahkan mereka juga memasuki dapur Maria. Maria sangat marah. Dia bilang dia
ingin memukul polisi itu dengan kayu penggiling adonan, tapi saya mencegahnya.
Saya bilang polisi tak suka bila dipukul dengan kayu penggiling adonan, dan
mereka akan lebih mempermalukan kita kalau Maria sampai melakukannya."
"Anda bijaksana," kata Poirot memujinya. "Apakah Mrs. Hubbard punya waktu luang
sekarang?" "Saya akan mengantarkan Anda ke kamarnya di loteng."
189 "Sebentar." Poirot menghentikannya. "Apakah kau masih ingat hari ketika beberapa
bola lampu listrik hilang?"
"Oh, ya, saya ingat Tapi sudah lama sekali kejadiannya. Saiu-dua tiga bulan yang
lalu." "Tepatnya bola-bola lampu listrik apa yang diambil?"
"Bola lampu di gang dan di ruang duduk bersama, saya kira. Ada yang membuat
lelucon dengan mengambil bola-bola lampu itu."
"Kau tidak ingat persisnya tanggal berapa hari itu?"
'Geronimo mengerutkan dahinya sambil mengingat-ingat.
"Saya tidak ingat," katanya. "Tapi saya rasa hari itu ada polisi yang datang
kemari, suatu hari di bulan Februari."
"Polisi" Untuk apa polisi datang kemari?"
"Dia datang menemui Mrs. Nicoletis, untuk bertanya-tanya tentang seorang
mahasiswa. Seorang mahasiswa yang sangat nakal, berasal dari Afrika. Dia tidak
kerja. Mengikuti program pertukaran buruh, mendapat Bantuan. Nasional, lalu
kawin, dan istrinya disuruhnya melayani laki-laki lain. Sangat kurang ajar.
Polisi tidak suka itu. Kejadiannya di Manchester, saya kira, atau di Sheffield.
Lalu dia lari dari sana dan datang kemari, tapi polisi mengejarnya dan mereka
berbicara dangan Mrs. Hubbard mengenai dirinya. Ya, dan Mrs. Hubbard bilang
padanya bahwa dia tak boleh tinggal di sini, sebab dia tak suka padanya, lalu
Mrs. Hubbard menyuruhnya pergi."
190 "Oh, begitu. Polisi sedang berusaha melacaknya." "Scusi?"
"Mereka berusaha untuk menemukannya?"
"Ya, ya, begitulah. Mereka menemukannya, lalu memenjarakannya, sebab dia
memperbudak wanita, dan itu tidak boleh. Ini pondokan yang baik. Tak ada yang
seperti itu di sini."
"Dan itu adalah hari hilangnya bola-bola lampu listrik itu?"
"Ya. Sebab saya menekan tombol, tapi lampunya tidak menyala. Lalu saya pergi ke
ruang duduk bersama, dan tidak ada bola lampu di sana. Saya membuka laci untuk
mencari gantinya, dan saya lihat bola-bola lampu cadangan juga tidak ada. Karena
itu saya pergi ke dapur, dan bertanya pada Maria apakah dia tahu di mana lampu-
l.n> u cadangan itu disimpan, tapi dia jadi marah karena dia tak suka polisi
datang kemari. Dia bilang bola-bola lampu itu bukan urusannya, sehingga saya
terpaksa menyalakan lilin."
Poirot mencernakan cerita itu sambil mengikuti Geronimo ke tingkat atas, menuju
kamar Mrs. Hubbard. Poirot disambut dengan hangat oleh Mrs. Hubbard yang tampak letih dan gelisah.
Ia segera mengulurkan sehelai kertas padanya.
"Saya sudah berusaha sebaik-baiknya, M. Poirot, untuk menuliskan daftar barang
itu secara urut, tapi saya tidak berani menjamin kebenarannya seratus persen.
Anda mengerti, susah sekali meng
191 ingat-ingat peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa buian yang lalu."
"Saya sangat berterima kasih pada Anda, Madame. Omong-omong, bagaimana kabar
Mrs. Nicoletis?" "Saya sudah memberinya obat penenang, dan saya harap dia sudah tidur sekarang.
Dia sangat ribut ketika polisi mengulurkan surat penggeledahan itu. Dia menolak
untuk membuka sebuah lemari di kamarnya, dan inspektur itu terpaksa
mencongkelnya, sehingga sejumlah botol brendi kosong berjatuhan."
"Ah!" kata Poirot, seolah-olah ia berbasil menemukan sesuatu.
"Itu memang menjelaskan banyak hal," kata Mrs. Hubbard. "Saya betul-betul tak
bisa membayangkan mengapa tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya, padahal
saya sudah sering melihat efek-efek minuman seperti itu di Singapura. Tapi saya
rasa semuanya itu tidak menarik bagi Anda."
"Semuanya menarik bagi saya," ujar Poirot.
Ia duduk dan mempelajari kertas yang diberikan oleh Mrs. Hubbard kepadanya tadi.
? "Ah!" katanya, setelah beberapa menit. "Saya lihat sekarang ransel itu menduduki
tempat, pertama." "Ya. Hal itu tidak begitu penting, tapi sekarang saya betul-betul mengingatnya,
bahwa peristiwa itu terjadi sebelum perhiasan dan barang-barang lainnya mulai
menghilang. Memang keadaannya agak
192 kacau waktu itu, dengan adanya masalah di sini, yang disebabkan oleh salah
seorang mahasiswa kulit berwarna itu. Dia pindah dari sini satu atau dua hari
sebelum peristiwa itu terjadi, dan saya ingat saya merasa hal itu mungkin
merupakan perbuatannya untuk balas dendam sebelum dia keluar dari sini. Waktu
itu, yah... ada sedikit masalah."
"Ah! Geronimo tadi menceritakan kepada saya sesuatu seperti itu. Saya rasa waktu
itu polisi datang kemari, bukan?"
"Ya. Kelihatannya mereka mendapat perintah dari Sheffield atau Birmingham, atau
entah dari mana. Ada suatu skandal. Pencarian nafkah yang v tidak bermoral dan
sebagainya. Mahasiswa itu ~-akhirnya diajukan ke pengadilan. Tapi sebetulnya dia
hanya tinggal di sini selama tiga atau empat hari. Lalu, karena saya tidak
menyukai sikap dan tingkah lakunya, saya berkata kepadanya bahwa kamarnya itu
sudah dipesan orang, dan dia harus pergi. Saya tidak begitu terkejut ketika
ditelepon^ polisi. Tentu saja saya tak dapat mengatakan ke- * pada mereka ke
mana dia pergi, tapi akhirnya mereka berhasil juga mengejarnya."
"Dan baru setelah itu Anda menemukan ransel itu?"
"Ya, saya kira begitu susah untuk mengingatnya. Anda tahu, waktu itu Len ?Bateson bersiap-siap untuk piknik, dan dia tak bisa menemukan ranselnya di mana-
mana. Dia jadi ribut sekali mengenainya, sampai semua orang sibuk mencarinya,
193 dan akhirnya Geronimo menemukannya diselipkan di balik mesin pemanas, dalam
keadaan tercabik-cabik. Sungguh aneh kejadian itu. Membingungkan dan tak ada
tujuannya." "Ya," kata Poirot sependapat. "Membingungkan dan tidak bertujuan."
Poirot diam merenungkan hal itu sebentar. "Dan pada hari yang sama dengan hari
kedatangan polisi-polisi kemari untuk mencari mahasiswa Afrika itu, beberapa
bola lampu I is tik menghilang begitulah kira-kira yang diceritakan Geronimo
?kepada saya. Apa memang pada hari itu?"
"Yah, saya tidak begitu ingat Ya, ya, saya rasa Anda benar, sebab saya ingat
saya turun ke bawah bersama inspektur itu, dan masuk ke ruang duduk bersama, dan
di sana dipasang lilin. Kami bermaksud untuk menanyai Akibombo apakah pemuda itu
pernah berbicara padanya, atau mengatakan kepadanya di mana dia akan tinggal."
"Siapa lagi yang berada di ruang duduk?" w "Oh, saya kira hampir sebagian besar
mahasis-^wa sudah pulang waktu itu. Kejadiannya sore hari, Anda tahu, sekitar
jam enam. Saya bertanya kepada Geronimo tentang bola-bola lampu itu, dan dia
berkata bahwa mereka lelah diambil orang. Saya bertanya mengapa dia tidak
menggantinya, dan dia berkata bahwa kami kehabisan bola lampu cadangan. Saya
agak jengkel, karena kelihatannya hal itu sebuah lelucon yang konyol dan tidak
masuk akal. Saya menganggapnya sebagai lelucon, bukan pencurian, tapi saya agak
kaget ketika mengetahui 194 bahwa kami tidak punya bola lampu listrik satu pun, sebab biasanya kami
menyimpan cukup banyak cadangan. Tapi waktu itu saya tidak menganggap hal itu
penting, M. Poirot" "Bola lampu dan ransel," kata Poirot serius. "Menurut saya masuk akal," kata
Mrs. Hubbard, "bila kedua hal itu tidak ada kaitannya dengan v-pencurian-
pencurian yang dilakukan si kecil Celia yang malang. Anda ingat dia menyangkal
dengan sangat tegas bahwa dia pernah menyentuh ransel."
"Ya, ya, itu benar. Berapa lama kemudian baru pencurian-pencurian itu terjadi?"
"Oh, astaga, M. Poirot, Anda takkan bisa membayangkan betapa sulitnya mengingat
kembali. Sebentar bulan Maret, tidak, Februari akhir Februari. Ya, ya, saya
? ?rasa Genevieve berkata bahwa * dia kehilangan gelang sekitar satu minggu
kemudian. Ya, antara tanggal 20 dan 25 Februari."
"Dan setelah itu pencurian-pencurian itu terus berlanjut?" "Ya."
"Dan ransel ini memang milik Len Bateson?" "Ya."
"Dan dia sangat jengkel mengenainya?" "Yah, Anda tak boleh menganggap hal itu
se-^ rius, M. Poirot," kata Mrs. Hubbard sambil tersenyum kecil. "Len Bateson
adalah pemuda yang tak . sabaran, Anda tahu. Hatinya baik, dermawan, pemaaf,
tapi dia juga mudah marah dan meledak-ledak."
"Apakah ransel ini... sesuatu yang istimewa?"
195 "Oh, tidak, hanya ransel biasa saja." "Bisakah Anda menunjukkan ransel yang
mirip dengan ransel itu?"
"Ya, tentu saja. Colin punya sebuah, saya rasa, yang persis seperti itu. Begitu
pula Nigel sebetulnya Len juga sudah punya sebuah, sebab dia terpaksa membeli ?yang baru. Mereka biasanya membeli ransel-ransel itu di toko di ujung jalan ini.
Toko itu menjual berbagai peralatan untuk berkemah dan hiking. Celana pendek,
kantong tidur, dan sebagainya. Harganya sangat murah jauh lebih murah daripada
?di toko-toko besar."
"Boleh saya melihat salah satu ransel, Madame?" Mrs. Hubbard memimpin jalan
menuju kamar Colin McNabb.
Colin sendiri tidak ada di sana, tapi Mrs. Hubbard membuka lemarinya,
membungkuk, dan mengambil sebuah ransel yang ditunjukkannya pada Poirot.
"Ini dia, M. Poirot. Persis dengan ransel yang hilang itu, yang kami temukan
dalam keadaan tercabik-cabik." "Pasti susah untuk mencabik-cabiknya," gumam Poirot, sambil meneliti ransel itu
penuh kekaguman. "Kita tak bisa melakukannya hanya dengan memakai gunting jahit
kecil." "Oh, tidak, Anda kan tidak menyangka bahwa... yah, seorang gadislah yang
melakukannya. Menurut saya, untuk itu dibutuhkan tenaga yang lumayan kuat. Kuat
dan... yah... jahat, Anda tahu."
"Saya tahu, ya, saya tahu. Ini tidak menyenangkan. Tidak menyenangkan untuk
dipikir." 196 "Lalu, ketika syal Valerie juga ditemukan dalam keadaan tercabik-cabik, yah,
kelihatannya memang... apa, ya... agak tidak waras."
"Ah," kata Poirot "Tapi saya rasa Anda salah, Madame. Menurut saya, tak ada yang
tidak waras dalam masalah ini. Saya rasa di sini ada tujuan dan maksud, dan juga
metode." "Yah, saya rasa Anda pasti lebih tahu tentang hal-hal ini, M. Poirot, bila
dibandingkan dengan saya," kata Mrs. Hubbard. "Saya hanya bisa berkata bahwa
saya tidak menyukainya. Sejauh yang dapat saya lihat, mahasiswa-mahasiswa di
sini baik-baik, dan saya akan sangat sedih kalau harus memikirkan bahwa salah
satu dari mereka ternyata... yah, tidak seperti yang saya kira."
Poirot melihat ke luar jendela. Ia membuka jendela itu dan melangkah keluar, ke
sebuah balkon yang kuno. "Di sini lebih tenang daripada di depan, bukan?" katanya.
"Memang. Tapi Hickory Road juga bukan jalan yang benar-benar bising. Dan dengan


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jendela menghadap ke arah ini, Anda akan terganggu oleh kucing-kucing itu pada
waktu malam. Mengeong-ngeong, Anda tahu, dan menjatuhkan tutup tong-tong
sampah." Poirot memandang ke bawah, dan melihat keempat tong sampah besar yang sudah
penyok-penyok serta beberapa barang rongsokan lain. "Di mana letak kamar
pemanas?" 197 "Itu pintunya, di bawah sana, di samping gudang batu bara." "Oh."
Poirot memandang ke bawah dengan acuh tak acuh.
"Siapa lagi yang kamarnya menghadap ke sisi ini?"
"Nigel Chapman dan Len Bateson mempunyai kamar di samping kamar ini."
"Dan di belakang mereka?"
"Itu rumah yang sebelah lagi dan juga kamar tidur gadis-gadis. Mula-mula kamar ?Celia, dan di belakangnya kamar Elizabeth Johnston, dan kemudian kamar Patricia
Lane. Kamar Valerie dan Jean Tomlinson menghadap ke depan."
Poirot mengangguk dan masuk kembali ke kamar Colin.
"Pemuda ini rapi," gumamnya, sambil melihat ke sekelilingnya dengan kagum.
"Ya. Kamar Colin selalu sangat rapi. Padahal anak laki-laki biasanya sangat
acak-acakan," kata. Mrs. Hubbard. "Anda harus Melihat kamar Len Bateson." Ia
menambahkan dengan ramah, "Tapi Len anak yang baik, M. Poirot"
"Anda tadi berkata bahwa ransel-ransel ini dibeli di toko di ujung jalan ini?"
"Ya." "Apa nama tokonya?"
"Yah, saya tidak ingat, M. Poirot Mabberley, saya rasa. Atau mungkin juga Kelso.
Memang kedua nama itu bunyinya tidak mirip, tapi kebetulan
198 dua nama itu yang terlintas dalam pikiran saya. Mungkin saja itu karena saya
dulu pemah mengenal seseorang yang bernama Kelso dan orang lain yang bernama
Mabberley, dan mereka berdua sangat mirip."
"Ah," kata Poirot "Itu salah satu hal yang selalu membuat saya tertarik. Mata
rantai yang tidak tampak."
Poirot memandang ke luar jendela sekali lagi, dan pada kebun di bawah sana,
kemudian ia pamit pada Mrs. Hubbard dan pulang.
Poirot berjalan di sepanjang Hickory Road, sampai ia tiba di tikungan dan
berbelok ke jalan utama. Ia sama sekali tidak mengalami kesulitan mengenali toko
yang digambarkan oleh Mrs. Hubbard. Berbagai macam barang dipamerkan di sana,
keranjang-keranjang piknik, ransel, termos, perlengkapan olahraga dari berbagai
jenis, celana pendek, kaus hijau tentara, jaket, tenda, baju renang, lampu
sepeda, dan obor, pokoknya semua kebutuhan remaja yang muda dan atletis. Poirot
memperhatikan bahwa nama toko itu ternyata bukan Mabberley ataupun Kelso,
melainkan Hicks. Sesudah dengan cermat meneliti barang-barang yang dipamerkan di
etalase, Poirot memasuki toko itu dan mengatakan bahwa ia ingin membeli sebuah
ransel untuk salah seorang keponakan laki-lakinya.
"Dia suka le camping, Anda tahu," kata Poirot dengan aksen asing yang kentara
sekali. "Dia pergi jalan kaki dengan mahasiswa-mahasiswa lain, dan semua yang
dia butuhkan dia bawa di punggung -
TAWlAJ ft AC A ART" OL.KALiUn^Nft KM S.* - YOGYAKARTA
nya, dan mereka minta tumpangan pada mobil-mobil atau truk-truk yang lewat." *
Pemilik toko itu adalah seorang laki-laki kecil yang ramah, dengan rambut
kelabu. Ia segera menyahut,
'Ah, piknik dengan berjalan kaki dan kadang-kadang menumpang kendaraan yang
lewat, sedang musim sekarang," katanya. Pasti perusahaan-perusahaan bus dan
kereta api mengalami kerugian besar karenanya. Orang-orang muda itu kadang-
kadang bisa sampai menjelajahi seluruh daratan Eropa. Nah, Sir, Anda butuh
sebuah ransel. Apa hanya ransel yang biasa?"
"Saya rasa begitu. Apakah Anda punya macam-macam model?"
"Yah, kami punya satu atau dua jenis yang sangat ringan untuk para wanita, tapi
kami biasanya menjual model yang ini. Bagus, kuat, tahan banting, dan sangat
murah menurut saya."
Ia mengeluarkan sebuah tas ransel yang kuat, yang sejauh dapat diingat oleh
Poirot, mirip sekali dengan ransel yang dilihatnya di kamar' Colin. Poirot
memeriksanya dan menanyakan beberapa hal sebagai basa-basi, kemudian akhirnya ia
membeli ransel itu. "Ah, ya, kami memang banyak menjual model itu," kata si pemilik toko sambil
membungkus ransel itu. "Di sini banyak pondokan untuk mahasiswa, bukan?"
"Ya. Daerah ini memang banyak mahasiswanya."
200 "Ada satu pondokan, saya rasa, di Hickory "Road?"
"Oh, ya, saya pernah menjual beberapa ransel pada pemuda-pemuda yang tinggal di
sana. Juga pada gadis-gadisnya: Mereka biasanya datang kemari untuk membeli
peralatan-peralatan yang mereka perlukan sebelum berangkat Harga-harga di toko
saya lebih murah bila dibandingkan dengan di toko-toko besar, begitulah kata
saya kepada mereka. Ini, Sir, saya yakin keponakan Anda akan senang memakainya
nanti." Poirot mengucapkan terima kasih kepadanya, dan keluar sambil menjinjing
bungkusannya. Ia baru berjalan beberapa langkah ketika sebuah tangan menepuk pundaknya.
Ternyata itu adalah Inspektur Sharpe. "Kebetulan saya ingin bertemu dengan
Anda," kata Sharpe. "Anda sudah selesai menggeledah rumah itu?" "Saya memang sudah menggeledah rumah
itu, tapi rasanya tidak banyak yang dapat s ya peroleh Di sana ada tempat untuk
kita makan Sandwich dan minum kopi. Ayo, kita ke sana kalau Anda tidak sibuk.
Saya ingin bercakap-cakap dengan Anda."
Tempat menjual sandwich itu sudah hampir kosong. Kedua pria itu membawa piring
dan cangkir mereka ke sebuah meja di pojok ruangan.
Di sini Sharpe menceritakan hasil wawancaranya dengan para mahasiswa itu.
"Satu-satunya orang yang kami curigai adalah
201 pemuda Chapman itu," katanya. "Dan, minta ampun, ada tiga jenis racun di
tangannya' Tapi tak ada alasan apa pun untuk mengira bahwa dia mempunyai dendam
terhadap Celia Austin, dan saya meragukan keterangannya tentang aktivitas
aktivitasnya apabila ternyata dia memang bersalah."
"Tapi itu juga membuka kemungkinan-kemungkinan lain."
"Ya racun-racun itu disimpannya secara sem-barangan di laci. Dasar keledai ?konyol!"
Sharpe kemudian bercerita tentang Elizabeth Johnston dan tentang laporannya atas
apa yang dikatakan Celia kepadanya.
"Jika keterangan Elizabeth benar, hal itu penting
artinya." "Sangat penting," kata Poirot menyetujui. Ulang inspektur itu,
"'Saya akan mengetahui hal itu lebih banyak besok.'"
"Tapi hari esok tak pernah muncul bagi gadis malang itu. Penggeledahan yang Anda
lakukan di rumah itu, apakah ada hasilnya?"
"Saya menemukan satu dua hal yang agak... apa, ya" mengejutkan."
"Misalnya?" "Elizabeth Johnston adalah seorang anggota Partai Komunis. Kami menemukan kartu
keanggotaannya." "Ya," sahut Poirot serius. "Menarik."
"Anda takkan pernah menyangkanya," kata Inspektur Sharpe. "Saya tidak
menyangkanya sam - 202 pai saya menanyainya kemarin. Gadis itu mempunyai kepribadian kuat"
"Saya rasa dia anggota yang berharga bagi partai itu," ujar Hercule Poirot
"Menurut saya wanita muda itu mempunyai kecerdasan yang lumayan hebat"
"Saya tertarik," kata Inspektur Sharpe, "karena dia tak pernah memperlihatkan
simpati apa pun. Ia sangat pendiam di Hickory Road. Saya tak melihat adanya
suatu kaitan yang berarti dengan kasus Celia Austin, tapi kita perlu mencamkan
hal itu." "Apa lagi yang Anda temukan?"
Inspektur Sharpe mengangkat bahu.
"Miss Patricia Lane menyimpan sebuah saputangan yang banyak terkena noda tinta
hijau di lacinya." "
Alis Poirot terangkat. "Tinta hijau" Patricia Lane! Bisa jadi dia yang mengambil tinta itu dan
menumpahkannya pada kertas-kertas Elizabeth Johnston, dan kemudian menyeka
tangannya. Tapi tentunya..."
"Tentunya dia tak ingin kalau Nigel-nya tersayang yang dicurigai," sambung
Sharpe. "Kita memang mengira begitu. Tentu saja ada kemungkinan orang lain yang telah
meletakkan saputangan itu di lacinya."
"Memang." "Ada yang lain lagi?"
"Yah," Sharpe berpikir sejenak. "Tampaknya ayah Leonard Bateson berada di Rumah
Sakit Jiwa Longwith Vale sebagai seorang pasien tetap. Saya rasa hal itu tidak
begitu berarti, tapi..."
"Tapi ayah Len Bateson itu gila. Mungkin hal itu memang tak ada artinya,
seperti-kata Anda, tapi ini adalah sebuah fakta yang harus dicamkan dalam kepala
kita. Akan lebih bagus lagi bila kita tahu macam apa kegilaannya itu."
"Bateson itu pemuda yang baik," kata Sharpe, "tapi tentu saja temperamennya agak
sedikit... yah, tak terkendali."
Poirot mengangguk. Tiba-tiba dengan jelas ia teringat pada kata-kata Celia
Austin, "Tentu saja saya tidak akan mencabik-cabik sebuah ransel. Bagaimanapun
juga, itu hanya temperamen saja." Bagaimana gadis itu tahu kalau itu hanya
temperamen saja" Apakah ia telah melihat Len Bateson merusak ransel itu" Poirot
sadar kembali dari renungannya, dan mendengar Sharpe berkata sambil nyeringai,
"...dan Mr. Achmed Ali menyimpan buku-buku berisi foto-foto pornografi tingkat
tinggi. Itu sebabnya dia marah ketika kami mau menggeledah kamarnya." <*
"Banyak yang menentang, ya?" "Saya rasa begitu. Seorang gadis Prancis menjadi
histeris, dan seorang India, Mr. Chandra Lai, mengancam akan menjadikan hal itu
suatu masalah internasional.' Ada beberapa pamflet yang bersifat subversif di
antara barang-barang milibiyo. barang-barang begituan yang lumrah dan salah ? ?seorang mahasiswa Afrika Barat memiliki suvenir dan jimat yang agak menyeramkan.
Ya, sepucuk surat penggeledahan akan menunjukkan pada kita M)% f -fe
sifat-sifat aneh manusia. Anda sudah mendengar tentang Mrs. Nicoletis dan lemari
pribadinya." "Ya, saya sudah mendengarnya."
Inspektur Sharpe menyeringai.
"Saya tak pernah melihat begitu banyak botol brendi kosong seumur hidup saya!
Dan dia betul-betul marah sekali kepada kami!"
Ia tertawa, dan tiba-tiba menjadi serius.
"Tapi kami tidak menemukan apa yang kami cari," katanya. "Tidak ada paspor apa
pun kecuali yang asli."
"Anda tentunya tidak membayangkan bahwa barang-barang seperti paspor paspor
palsu digeletakkan begitu saja supaya gampang dilihat orang, bukan, mon amil
Anda tak pernah mempunyai kesempatan, bukan, untuk berkunjung secara resmi ke
Hickory Road Nomor 26 untuk mencari sebua paspor" Katakanlah dalam waktu enam
bulan ini" "Tidak. Saya akan menceritakan kunjungan-kunjungan yang kami lakukan dalam
?jangka waktu yang Anda sebutkan tadi."
Sharpe menceritakannya secara rinci.
Poirot mendengarkan sambil mengerutkan dahi.
"Semua itu tak masuk akal," katanya.
Ia menggelengkan kepalanya.
"Semuanya akan masuk akal kalau kita mulai dari permulaan."
"Apa yang Anda maksud dengan permulaan, Poirot?"
"Ransel itu, Teman," sahut Poirot lembut. 'Ransel itu. Semua ini dimulai dengan
sebuah ransel" 205 204 Bab 14 Ni nai pei Mrs. nicoletis muncul dari ruang bawah tanah. Ia merasa senang karena telah
berhasil memarahi Geronimo dan Maria yang mudah naik darah itu
habis-habisan. "Dasar pembohong dan pencuri!" teriak Mrs. Nicoletis dengan suara keras dan
penuh keme-ngan. "Semua orang Italia adalah pencuri dan mbohong!"
Mrs. Hubbard yang baru saja turun, mengeluh pendek.
"Sungguh sayang memarahi mereka pada saat mereka sedang memasak makan mahm,"
katanya. Mrs. Hubbard menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata pedas.
"Aku akan datang lagi pada hari Senin, seperti
biasa," kata Mrs. Nicoletis. "Ya, Mrs. Nicoletis."
"Tolong carikan orang untuk memperbaiki pintu lemariku pagi-pagi sekali pada
hari Senin. Dan kirimkan rekening perbaikannya ke polisi. Kau mengerti" Ke
polisi." Mrs. Hubbard tampak agak ragu.
"Dan lampu-lampu di gang harus diganti dengan yang baru yang lebih kuat Gang ?itu terlalu gelap."
"Dulu Anda bilang kita harus memasang lampu dengan watt rendah di gang, supaya
ekonomis." "Itu minggu lalu," sambar Mrs. Nicoletis. "Sekarang lain lagi. Kalau aku menoleh
ke belakang, aku merasa ada yang membuntutiku."
Apakah majikannya sedang mendramatisasi dirinya sendiri, pikir Mrs. Hubbard,
atau apakah ia betul-betul takut kepada sesuatu atau seseorang" Mrs. Nicoletis
kadang-kadang suka membesar-besarkan segalanya, sehingga sulit untuk mengetahui
seberapa benar pern ataa n pernyataannya
Mrs. Hubbard berkata dengan ragu-ragu,
"Apakah Anda yakin bisa pulang sendiri" Apakah Anda mau saya temani?"
"Aku lebih aman berada di rumahku daripada di sini, tahu tidak!"
"Tapi apa yang Anda takutkan" Jika saya tahu, mungkin saya bisa..." i
"Ini bukan urusanmu. Aku tak mau cerita apa-apa. Aku betul-betul tak tahan
dengan sikapmu yang terus-terusan menanyaiku."
"Maafkan saya. Saya yakin..."
"Sekarang kau merasa tersinggung." Mrs. Nicoletis tersenyum ramah kepadanya.
"Aku memang mudah marah dan kasar ya. Tapi aku punya banyak persoalan yang
? mencemaskan diriku. Dan ingat, aku percaya dan tergantung kepadamu. Apa
207 206 yang harus kulakukan tanpa dirimu, Mrs. Hubbard yang baik, aku betul-betul tak
tahu. Lihat, aku mencium tanganku untukmu. Selamat bermalam Minggu. Sampai
jumpa." Mrs. Hubbard memandang Mrs. Nicoletis keluar melalui pintu depan, dan kemudian
menutupnya. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata, "Yah!" dan berjalan
menuruni tangga dapur. Mrs. Nicoletis menuruni tangga depan, keluar melalui pintu pagar, dan berbelok
ke kiri. Hickory Road adalah jalan yang cukup lebar. Rumah-rumah di sana
letaknya agak jauh dari jalan. Di ujung jalan, tidak seberapa jauh dari Nomor
26, terdapat salah sebuah jalan utama yang sibuk di kota London, tempat banyak
bus berkeliaran. Di ujung jalan itu juga terdapat lampu lalu lintas dan sebuah
rumah minum bernama Kalung Ratu. Mrs. Nicoletis berjalan di tengah-tengah
trotoar, dan sebentar-sebentar melirik ke belakang, tapi lak ada seorang pun
yang tampak. Sore itu Hickory Road tampak lebih sepi daripada biasanya. Ia
mempercepat langkahnya sedikit ketika hampir mendekati Kalung Ratu. Sambil
melirik ke sekitarnya sekali lagi, buru-buru ia memasuki pintu rumah minum itu
dengan perasaan agak bersalah.
Setelah menghirup brendi dobel yang dimintanya, ia merasa semangatnya pulih
kembali. Ia tidak tampak takut dan gugup seperti sebelumnya. Tapi, bagaimanapun
juga kebenciannya pada polisi tidak berkurang. Ia menggumam lirih, "Gestapo!
Akan kusuruh mereka membayar. Ya, mereka ha
208 nis membayarnya!" dan ia meneguk habis minumannya. Ia memesan minuman lagi dan
mengomel omel tentang peristiwa-peristiwa yang baru terjadi itu. Sial, sungguh
sial bahwa polisi begitu ceroboh, sehingga simpanan rahasianya terbongkar, dan
tak mungkin rasanya untuk berharap agar berita itu tidak tersebar di antara para
mahasiswa dan orang-orang lain. Mrs. Hubbard mungkin bisa menutup mulut, atau
mungkin tidak, sebab siapa sih yang benar-benar bisa dipercaya" Berita-berita
seperti itu selalu gampang tersebar. Geronimo tahu. Mungkin dia sudah
memberitahu Istrinya, dan istrinya akan memberitahu wanita-wanita pembersih,
begitulah seterusnya sampai... Mrs. Nicoletis kaget sekali ketika sebuah suara
menyapanya dari belakang,
"Astaga, Mrs. Nick, saya tidak tahu kalau Anda juga menggemari minuman-minuman


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini." "Oh, kamu," katanya. "Kukira..."
"Kira Anda siapa" Serigala jahat" Anda minum apa" Minum lagi, yuk, saya
traktir." "Ini semua gara-gara masalah itu," Mrs. Nicoletis berusaha menjelaskan dengan
anggun. "Polisi-polisi yang menggeledah rumahku itu, yang membuat semua orang
merasa tak senang. Jantungku yang malang. Aku harus hati-hati dengan jantungku.
Aku tak peduli dengan minuman-minuman ini, tapi aku merasa seperti mau pingsan.
Jadi, kupikir dengan sedikit brendi..."
"Memang tak ada yang seperti brendi. Ini dia." Mrs. Nicoletis meninggalkan
Kalung Ratu tak 209 lama kemudian dengan perasaan lega dan betul-betul gembira. Ia memutuskan untuk
tidak naik bus. Malam itu begitu cerah, dan menurutnya udara malam akan dapat
menyegarkannya. Ya, udara malam akan dapat menyegarkannya. Ia tidak merasakan
kegoyahan pada kakinya, hanya sedikit limbung saja. Dua gelas brendi saja
mungkin sudah cukup tadi, tapi biarlah, udara malam akan dapat menyegarkan
kepalanya. Bagaimanapun juga, mengapa seorang wanita tak boleh minum-minum di
kamarnya sendiri kadang-kadang" Mabuk" Tentu saja ia tak pernah mabuk.
Bagaimanapun juga, kalau mereka tidak menyukainya, dan bila mereka memecatnya,
ia akan segera mengatakan di mana mereka tinggal! Bukankah ia mengetahui satu-
dua hal" Jika saja ia mau membuka mulut! Mrs Nicoletis memiringkan kepalanya
dengan sikap menang, dan meliukkan badannya dengan sigap untuk menghindari
sebuah liang yang telah menghalangi jalannya dengan sikap mengancam. Oh, pasti
kepalanya agak tidak beres. Mungkin kalau ia bersandar sebentar di dinding itu"
Jika ia menutup matanya sejenak....
Petugas Polisi Bott yang sedang meronda dengan gaya anggun, tiba-tiba dipanggil
oleh seorang pekerja yang bersikap takut-takut.
"Ada seorang wanita di sana, Pak. Saya sungguh-sungguh. Dia tampaknya sakit,
atau entah kenapa. Ia tertidur sambil meringkuk."
Polisi Bott melangkahkan kakinya yang energik
210 ke arah yang ditunjuk, membungkuk meneliti sosok tubuh itu. Bau brendi yang kuat
memperkuat dugaannya. "Sudah meninggal," katanya. "Mabuk. Ah, yah, jangan cemas, Pak, kami yang akan
mengurusnya." II Setelah menyantap habis sarapan paginya pada hari Minggu itu, Hercule Poirot
mengusap kumisnya dengan hati-hati untuk membersihkan sisa-sisa minuman
coklatnya, dan kemudian berjalan ke ruang duduknya.
Di atas meja terdapat empat buah ransel yang telah diatur rapi, masing-masing
berlabel tepat seperti yang telah diperintahkannya pada George. Poirot ?mengeluarkan ransel yang telah dibelinya kemarin dari bungkusannya, dan
menambahkannya pada ransel-ransel tersebut Hasilnya sungguh menarik. Ransel yang
dibelinya dari Mr. Hicks tidak tampak jelek bila dibandingkan dengan ransel-
ransel yang dibeli oleh George dari berbagai toko lain. Tapi ranselnya jauh
lebih murah daripada yang lain.
"Menarik," ujar Hercule Poirot Ia memandang ransel-ransel itu. Kemudian ia
memeriksanya satu demi satu dengan teliti. Bagian dalam, bagian luar, dan
kemudian ia menjungkirkan ransel-ransel itu, meraba-raba lapisannya, kantong
kantongnya, pegangannya. Lalu ia berdiri, pergi ke kamar mandi, dan
211 kembali sambil membawa sebuah pisau jagung kecil yang tajam. Sambil
menjungkirkan ransel yang dibelinya dari toko Mr. Hicks, ia merusak dasarnya
dengan pisau itu. Di antara lapisan dalam dan lapisan luarnya terdapat sebuah
benda pengeras yang berombak-ombak bentuknya, hampir mirip dengan kertas
berombak-ombak untuk membungkus barang pecah belah. Poirot memandang ransel yang
rusak itu dengan penuh minat.
Lalu ia mulai merusak ransel-ransel lainnya.
Akhirnya ia duduk dan memeriksa tumpukan ransel yang baru dirusaknya itu.
Kemudian ia menarik telepon ke sampingnya, dan setelah menunggu sebentar,
berhasil mendapatkan sambungan dengan Inspektur Sharpe.
"Ecoutez, mon cfier," katanya. "Saya hanya ingin tahu dua hal."
Secara tak sadar, tiba-tiba Inspektur Sharpe
menggumam, "Aku tahu dua hal tentang kuda,
Dan salah satunya agak kasar."
"Maaf?" kata Hercule Poirot, kaget.
"Bukan. Bukan apa-apa. Hanya sepotong sanjak yang saya kenal. Dua hal apa yang
ingin Anda ketahui?"
"Anda kemarin menceritakan pemeriksaan-pemeriksaan polisi di Hickory Road
sekitar tiga bulan yang lalu. Dapatkah Anda menyebutkan tanggal-tanggal nya dan
juga pukul berapa waktu itu?"
"Ya, ya, gampang sekali. Pasti ada di arsip. Sebentar akan saya carikan."
212 Sebentar kemudian inspektur itu sudah kembali ke teleponnya. "Pemeriksaan
pertama adalah untuk mencari seorang mahasiswa India yang menyebarkan propaganda
subversif, tanggal 18 Desember yang lalu pukul 13.30."?"Cukup lama sekali."
"Kemudian pemeriksaan re Montague Jones, seorang Indo Eropa yang dicari
sehubungan dengan pembunuhan Mrs. Alice Combe di Cambridge, tanggal 24 Februari,
pukul 17.30. Pemeriksaan re William Robinson, warga Afrika Barat yang dicari-
cari oleh polisi Sheffield, tanggal 6 Maret, pukul 11.00 siang."
"Ah! Terima kasih."
"Tapi jika menurut anda salah satu dari kasus-kasus itu mempunyai kaitan
dengan..." Poirot menyelanya,
"Tidak, tak ada kaitannya. Saya hanya tertarik pada jam-jam pemeriksaan itu."
"Apa yang sedang Anda cari, Poirot?"
"Saya baru membedah ransel, Teman. Sungguh menarik sekali."
Dengan lembut ia meletakkan gagang telepon itu.
Ia mengambil daftar yang diberikan oleh Mrs. Hubbard dari buku notesnya.
Beginilah susunannya: Ransel (Len Bateson) Bola-bola lampu listrik Gelang (Genevieve)
213 Cincin berlian (Patricia) Kotak bedak (Genevieve) Sepatu pesta (Sally) Lipstik
(Elizabeth Johnston) Giwang (Valerie) Stetoskop (Len Bateson) Garam mandi (")
Syal yang tercabik-cabik (Valerie) Celana panjang (Colin) Buku masakan (") Bubuk
boraks (Chandra Lal) Bros (Sally)
Tinta yang ditumpahkan ke atas catatan Elizabeth
(Ini yang dapat saya ingat sebisa-bisanya. Tidak betul-betul akurat. L. Hubbard)
Poirot membacanya, lama sekali. Ia mengeluh dan menggumam sendiri, "Ya,
begitulah... kita harus menghapuskan barang-barang yang tidak penting."
Ia punya ide tentang siapa yang dapat menolongnya untuk melakukan hal itu. Hari
itu hari Minggu. Kebanyakan mahasiswa pasti ada di rumah.
Ia menelepon Hickory Road Nomor 26, dan minta bicara dengan Miss Valerie
Hobhouse. Sebuah suara yang agak parau kedengaran agak ragu-ragu apakah Valerie
sudah bangun atau belum, tapi ia akan memeriksanya.
Sebentar kemudian, Poirot mendengar suara serak yang lirih,
214 "Ini Valerie Hobhouse."
"Ini Hercule Poirot. Anda masih ingat saya?"
"Tentu saja, M. Poirot. Apa yang dapat saya lakukan untuk Anda?"
"Bisakah saya, kalau boleh, berbicara sebentar dengan Anda?"
"Tentu saja." "Kalau begitu, saya bisa datang ke Hickory Road?"
"Ya. Saya akan menunggu Anda. Geronimo akan saya suruh langsung mengantarkan
Anda ke kamar saya. Pada hari Minggu seperti ini, kita tak bisa berbicara empat
mata dengan bebas di sini."
"Terima kasih, Miss Hobhouse. Saya gembira sekali."
Geronimo membukakan pintu bagi Poirot dengan penuh gaya, lalu ia membungkuk
sedikit dan berbisik dengan sikap bersahabat yang berlebihan, seperti biasa.
"Saya akan mengantarkan Anda ke kamar Miss Valerie dengan diam-diam. Sst, sst
Sambil meletakkan jarinya di depan bibir, ia ke atas dan memasuki kamar yang
lumayan besar, yang menghadap ke arah Hickory Road. Kamar itu dihiasi dengan
perabot-perabot yang lumayan luks, sehingga menjadi kamar tidur merangkap kamar
duduk. Tempat tidurnya diselimuti dengan permadani Persia yang sudah usang, tapi
masih bagus kelihatannya, dan di sana juga ada lemari kayu model Ratu Anne, yang
menurut Poirot pasti bukan perabot asli Hickory Road Nomor 26.
215 Valerie Hobhouse bangkit berdiri untuk menyambut Poirot. Menurut Poirot, ia
kelihatan letih, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya.
"Afais vous ites ttes bien iri" ujar Poirot, menyapanya. "Kamar ini hebat dan
mempunyai kesan tersendiri."
Valerie tersenyum. "Saya sudah cukup lama tinggal di sini," katanya. "Dua setengah tahun. Hampir
tiga, malah.' Saya cukup kerasan di sini, dan saya juga mempunyai beberapa
perabot sendiri." "Anda bukan seorang mahasiswa, bukan, Mademoiselle?"
"Oh, bukan. Saya bekerja." "Di sebuah... perusahaan kosmetik?" "Ya. Saya salah
seorang pemasok untuk Sabrina Fair, sebuah salon kecantikan. Sebenarnya saya
mempunyai sedikit andil dalam perusahaan itu. Kami juga menjual barang-barang
tertentu, di samping memberi pelayanan kecantikan. Perhiasan-perhiasan dan
sejenisnya. Barang-barang bagus dari Paris. Itu bagian saya."
"Kalau begitu, Anda cukup sering pergi ke Paris dan negara-negara Eropa
lainnya?" "Oh, ya, sekitar satu kali sebulan, kadang-kadang."
"Anda mesti memaafkan saya," kata Poirot, "jika saya terlalu banyak bertanya,
karena ingin tahu..."
"Mengapa tidak?" Valerie memotongnya. "Dalam keadaan seperti ini, kami harus
selalu siap untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
216 Saya menjawab cukup banyak pertanyaan dari Inspektur Sharpe kemarin. Anda
tampaknya lebih enak kalau duduk di kursi dengan sandaran tegak, M. Poirot,
ketimbang kursi sofa yang pendek itu."
"Pertimbangan Anda baik sekali, Mademoiselle." Poirot dengan hati-hati dan
saksama duduk di kursi berlengan yang mempunyai sandaran tinggi.
Valerie duduk di tempat tidurnya. Ia menawari Poirot rokok, dan ia sendiri juga
mengambil sebatang dan menyalakannya. Poirot memandangnya dengan penuh
perhatian. Gadis ini mempunyai penampilan yang mudah gugup dan agak kurus, yang
menurut Poirot lebih kentara untuk dilihat ketimbang kecantikannya. Seorang
wanita yang cerdas dan menarik, pikirnya. Poirot ingin tahu apakah kegugupannya
itu timbul karena pemeriksaan yang baru berlalu tersebut, atau apakah hal itu
memang sudah pembawaannya. Poirot ingat bahwa ia memikirkan hal yang sama
tentang Valerie pada malam ia makan malam di sini.
"Inspektur Sharpe sudah menanyai Anda?" tanya Poirot.
"Ya, sudah." "Dan Anda sudah mengatakan kepadanya segala yang Anda ketahui?" Tentu saja."
"Saya ingin tahu," kata Poirot, "apakah jawaban Anda itu jujur atau tidak."
Valerie memandangnya tajam. "Anda tidak mendengar jawaban-jawaban saya
217 kepada Inspektur Sharpe, karena itu Anda tak bisa menilainya," kata Valerie.
"Ah, memang tidak. Itu cuma salah satu dari gagasan-gagasan kecil saya. Anda
tahu, saya sering memiliki gagasan-gagasan kecil itu. Mereka ada di sini."
Poirot menepuk kepalanya.
Seperti biasa, Poirot sengaja berlagak sok. Tapi Valerie tidak tersenyum sedikit
pun. Ia memandang Poirot secara blak-blakan. Dan ketika ia berbicara, nadanya
cukup tegas. "Bisakah kita langsung menuju sasaran, M. Poirot?" tanyanya. "Saya betul-betul
tidak tahu ke mana arah pembicaraan Anda." "Tentu saja, Miss Hobhouse." Poirot
mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
"Anda mungkin bisa menerka apa yang sedang saya pegang ini?"
"Saya bukan seorang clairvoyant, M. Poirot Saya tak bisa melihat menembus
bungkusan-bungkusan kertas."
"Yang saya pegang ini," kata Poirot, "adalah cincin yang pernah dicuri dari
Patricia Lane." "Cincin pertunangan itu" Maksud saya, cincin pertunangan ibunya" Bagaimana Anda
bisa memperolehnya?""
"Saya memintanya untuk meminjamkan cincin ini selama satu atau dua hari."
Sekali lagi tampak alis Valerie menggunung di dahinya, karena kaget
"Oh, begitu," katanya.
218 "Saya tertarik pada cincin ini," kata Poirot. "Tertarik dengan caranya
menghilang, dan dengan caranya kembali, dan juga suatu hal lain mengenainya.
Jadi, saya meminta kepada Miss Lane untuk meminjamkannya kepada saya. Dia
langsung setuju. Dan saya segera membawanya ke teman saya, seorang ahli
permata," "Lalu?" "Saya memintanya untuk memeriksa berlian itu. Jika Anda masih ingat, berlian itu
cukup besar, dan di sisi-sisinya ada batu-batu kecil yang mengapitnya. Anda
ingat, Mademoiselle?"
"Saya rasa, ya. Saya tidak begitu mengingatnya dengan baik."
"Tapi Anda pernah memegangnya, bukan" Ketika Anda menemukannya di piring sup
Anda." "Memang begitulah caranya kembali! Oh, ya, saya ingat Saya hampir menelannya."
Valerie tertawa kecil. ?"Seperti kata saya tadi, saya membawa cincin itu ke ahli permata, teman saya
itu, dan saya bertanya bagaimana pendapatnya tentang berlian itu. Apakah Anda
tahu jawaban teman saya?" "Bagaimana saya bisa tahu?" "Jawabannya adalah batu
itu bukan berlian, melainkan hanya sebuah zirkon. Sebuah zirkon putih."
"Oh!" Valerie menatapnya. Lalu ia berkata, suaranya kedengaran agak ragu-ragu,
"Maksud Anda... Patricia mengira batu itu adalah berlian, padahal sebenarnya cuma
sebuah zirkon, atau..." Poirot menggelengkan kepalanya.
219 "Tidak, maksud saya bukan itu. Saya tahu bahwa ini adalah cincin pertunangan ibu
Patricia Lane. Miss Patricia Lane berasal dari sebuah keluarga baik-baik, dan
keluarganya itu, saya rasa, sebelum ada peraturan-peraturan ketat dalam
perpajakan, mempunyai penghasilan yang lumayan besar. Dalam keluarga seperti
itu, Mademoiselle, mereka akan membelanjakan uang untuk membeli sebentuk cincin
pertunangan sebuah cincin berlian atau cincin yang bertatahkan batu-batu mulia
?lainnya. Saya cukup yakin bahwa ayah Miss Lane tak akan memberi istrinya apa pun
selain sebuah cincin pertunangan yang berharga."
"Tentang hal itu," ujar Valerie, "saya setuju sekali dengan Anda. Ayah Patricia
adalah seorang pejabat desa dulu, saya kira."
"Oleh karena itu," kata Poirot, "lebih masuk akal kiranya kalau batu di cincin
itu diganti dengan batu yang lain pada kemudian hari."
"Saya rasa," kata Valerie pelan, "Pat mungkin pernah kehilangan batu itu, lalu
karena dia tak mampu menggantinya dengan berlian, dia menggantinya dengan
zirkon." "Itu memang mungkin," sahut Hercule Poirot, "tapi menurut saya bukan begitu
kejadiannya." "Yah, M. Poirot, kalau kita harus menebak-nebak, menurut Anda apa yang telah
terjadi?" "Menurut saya," kata Poirot, "cincin ini telah dicuri oleh Mademoiselle Celia,
dan berliannya dengan sengaja telah diganti dengan zirkon, sebelum cincin ini
dikembalikan." 220 Valerie duduk tegak sekali.
"Anda mengira Celia dengan sengaja mencuri berlian itu?"
Poirot menggelengkan kepalanya.
"Tidak," katanya. "Saya kira Andalah yang mencurinya, Mademoiselle."
Valerie Hobhouse menarik napasnya dengan keras.
"Astaga!" teriaknya. "Menurut saya, tuduhan Anda itu lancang. Anda tak punya
bukti apa pun." "Sebaliknya," Poirot menyela. "Saya mempunyai bukti. Cincin ini diketemukan
kembali di sebuah piring sup. Nah, saya pernah makan malam sekali di sini. Saya
memperhatikan cara sup itu dibagikan, yaitu dari sebuah mangkuk besar di samping
meja. Oleh karena itu, bila seseorang menemukan cincin itu di piring supnya,
cincin itu pasti telah diletakkan oleh orang yang membagikan sup itu dalam hal?ini Geronimo atau oleh orang yang memakai piring sup itu. Anda! Saya rasa bukan
?Geronimo pelakunya. Saya kira Anda memainkan peranan pengembalian cincin itu
dengan cara demikian, karena hal itu menarik Anda. Anda memiliki, kalau saya
boleh mengkritik, rasa humor yang agak berlebihan dalam hai yang bersifat
dramatis. Memegang cincin itu! Berteriak! Saya rasa Anda merasa lucu waktu itu,
Mademoiselle, dan Anda tak sadar bahwa dengan melakukan hal itu, Anda telah


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengkhianati diri Anda sendiri." "Sudah selesai?" tanya Valerie menyindir. "Oh,
belum, sama sekali belum. Anda tahu,
221 ketika Celia malam itu mengaku bahwa dialah yang bertanggung jawab atas segala
pencurian di sini, saya memperhatikan adanya hal-hal kecil tertentu. Misalnya,
tentang cincin dia berkata, 'Saya tidak tahu bahwa itu cincin berharga. Segera
setelah saya mengetahuinya, saya berusaha mengembalikannya.' Bagaimana dia bisa
tahu, Miss Valerie" Siapa yang mengatakan kepadanya bahwa itu adalah cincin
berharga" Lalu sekali lagi ketika berbicara mengenai syal yang tercabik-cabik
itu' si kecil Miss Celia berkata seperti ini, 'Itu tak apa-apa, Valerie tidak
keberatan....' Mengapa Anda tidak merasa keberatan kalau syal sutra Anda yang
bagus dicabik-cabik sampai sedemikian rupa" Lalu, saya membentuk suatu
kesimpulan, dan ternyata pencurian-pencurian itu, pengakuan bahwa dirinya adalah
seorang kleptoman, sehingga dapat menarik perhatian Colin McNabb, telah
dipikirkan oleh orang lain untuk Celia. Seseorang yang jauh lebih cerdas
daripada Celia Austin, dan juga mempunyai pengetahuan lumayan dalam hal
psikologi. Anda mengatakan kepadanya bahwa cincin itu berharga, Anda
mengambilnya dari Celia, dan mengatur cara pengembaliannya. Dengan cara sama,
Anda juga yang mengusulkan agar dia merusak syal Anda."
"Semua itu hanya teori belaka," kata Valerie, "dan agak dibuat-buat
kelihatannya. Inspektur itu pernah bertanya apakah saya yang mengusulkan pada
Celia untuk melakukan pencurian-pencurian itu."
222 "Dan apa jawab Anda kepadanya?" "Saya bilang hal itu omong kosong," sahut
Valerie. "Dan apa jawab Anda kepada saya?" Valerie memandang Poirot dengan pandangan
menyelidik selama beberapa saat. Kemudian ia tertawa kecil, mematikan rokoknya,
dan bersandar sambil menyelipkan sebuah bantal di punggungnya, dan berkata,
"Anda benar. Saya yang mengusulkan semua ini kepadanya."
"Boleh saya bertanya mengapa?" Valerie berkata tak sabar, "Oh, cuma karena rasa
kasihan belaka. Campur tangan dengan maksud baik. Celia selalu mengeluh seperti
hantu kecil tentang keinginannya untuk mendapatkan Colin yang tak pernah
memandangnya. Kelihatannya sangat konyol. Colin itu salah seorang dari pemuda-
pemuda angkuh yang tergila-gila pada psikologi dan kompleks-kompleks serta
hambatan-hambatan kejiwaan dan sebagainya, dan saya kira lucu juga kalau bisa
menipu dan mempermainkannya. Bagaimanapun juga, saya benci melihat Celia begitu
merana, jadi saya mendekatinya, memberinya ceramah, menjelaskan rencana itu
secara garis besar, dan mendesaknya untuk melakukannya. Saya kira dia agak
gugup, tapi juga bersemangat. Kemudian, tentu saja, pertama-tama yang dilakukan
oleh si kecil yang bodoh itu adalah menemukan cincin Pat yang tertinggal di
kamar mandi, dan mengambilnya sebuah cincin?223
yang benar-benar berharga, dan kehilangannya pasti meributkan suasana, dan ada
kemungkinan polisi dipanggil, sehingga kejadian itu menjadi suatu hal serius.
Lalu saya merampas cincin itu dari tangannya, dan berkata kepadanya bahwa
sayalah yang akan mengembalikannya. Saya juga berkata agar pada masa mendatang,
dia hanya mengambil perhiasan-perhiasan imitasi dan kosmetik, atau sedikit
merusak barang kepunyaan saya yang tak akan menimbulkan permasalahan bagi
dirinya." Poirot menarik napas panjang. "Tepat seperti perkiraan saya," katanya.
"Saya berharap saya tak pernah mendesaknya melakukan hal itu," kata Valerie
dengan murung. "Tapi saya betul-betul bermaksud baik. Memang kedengarannya
kurang ajar, seperti kata Jean Tomlinson, tapi begitulah."
"Dan sekarang," kata Poirot, "kita sampai pada urusan cincin Patricia ini. Celia
memberikannya kepada Anda. Anda lalu berlagak menemukannya entah di mana, dan
mengembalikannya kepada Patricia. Tapi sebelum mengembalikannya kepada
Patricia..." Poirot berhenti. "Apa yang telah terjadi?"
Poirot memandang jari-jari tangan Valeric yang dengan gugup memilin-milin ujung
syal yang sedang dikenakannya di seputar lehernya. Poirot melanjutkan dengan
nada suara lebih keras, "Anda mengalami kesulitan keuangan, heh?"
Tanpa memandang Poirot, Valerie mengangguk kecil.
224 "Saya tadi berkata saya lak bersalah," katanya, ada kegetiran pada nada
suaranya. "Masalah saya, M. Poirot, adalah karena saya seorang penjudi. Dan itu
sudah mendarah daging pada diri saya, sehingga saya tak bisa benar-benar
melepaskannya. Saya menjadi anggota sebuah klub kecil di Mayfair oh, saya
?takkan mengatakan kepada Anda di mana tempat itu berada saya tak mau
?bertanggung jawab bila polisi menggerebeknya atau kejadian lain seperti itu.
Pokoknya kita tahu bahwa saya menjadi anggota klub itu. Di sana ada roulette,
baccarat, dan macam-macam lagi. Saya mengalami kekalahan besar secara beruntun.
Lalu saya mendapatkan cincin Pat. Saya kebetulan berjalan melewati sebuah toko
di mana ada sebuah cincin zirkon. Saya berkata dalam hati, 'Jika berlian ini
diganti dengan zirkon putih, Pat takkan pernah mengetahui perbedaannya.' Kita
memang tak pernah melihat cincin kita dengan saksama. Jika berliannya tampak
sedikit suram daripada biasanya, kita pasti mengira berlian itu perlu dicuci
atau dibersihkan. Baiklah, saya memang tergoda. Saya jatuh. Saya menawarkan
berlian itu, dan menjualnya. Kemudian saya menggantinya dengan sebuah zirkon,
dan malam itu saya berpura-pura menemukannya dalam sup saya. Itu memang
perbuatan yang benar-benar konyol, saya setuju. Nah! Sekarang Anda sudah
mengetahui semuanya. Tapi sungguh, saya tak pernah bermaksud agar Celia yang
dituduh dalam hal itu."
"Tidak, tidak, saya mengerti." Poirot mengang -
225 gukkan kepalanya. "Itu hanya sebuah kesempatan yang tiba-tiba Anda dapatkan.
Tampaknya gampang dan Anda mengambilnya. Tapi Anda membuat kesalahan besar,
Mademoiselle." "Saya tahu itu," sahut Valerie getir. Lalu ia berteriak dengan suara sedih,
"Tapi peduli amat! Apakah itu menjadi masalah sekarang" Oh, Anda bisa melaporkan
saya. Katakan pada Pat. Katakan pada inspektur itu. Katakan pada seluruh dunia!
Tapi apa gunanya semua itu" Apakah hal itu bisa membantu kita untuk menemukan
siapa yang membunuh Celia?"
Poirot berdiri. "Kita tak pernah tahu," katanya, "apa yang bisa membantu dan apa yang tidak.
Kita harus membereskan begitu banyak hal yang tidak penting dan yang
membingungkan. Penting bagi saya untuk mengetahui siapa yang mengilhami Celia
kecil untuk memainkan peranan itu. Saya sudah tahu itu sekarang. Dan tentang
cincin itu, saya mengusulkan agar Anda sendiri datang pada Miss Patricia Lane
dan menceritakan kepadanya apa yang telah Anda lakukan, dan tunjukkan rasa
penyesalan Anda." Valerie menyeringai. "Saya rasa itu adalah nasihat yang baik secara keseluruhan,"-katanya. "Baiklah,
saya akan menemui Pat, dan saya akan merendahkan diri. Pat itu sangat beradab.
Saya akan mengatakan kepadanya bahwa bila saya mampu menebus berlian itu, saya
akan menggantinya lagi. Itukah yang Anda inginkan, M. Poirot?"
226 "Bukan itu yang saya inginkan, tapi itulah yang saya nasihatkan."
Tiba-tiba pintu terbuka dan Mrs. Hubbard masuk.
Napasnya agak terengah-engah, dan air mukanya membuat Valerie berteriak,
"Ada apa, Ma" Apa yang telah terjadi?" Mrs. Hubbard menjatuhkan dirinya pada
sebuah kursi. "Mrs. Nicoletis."
"Mrs. Nick" Ada apa dengan dirinya?" "Oh, astaga. Dia sudah mati." "Mati?" Suara
Valerie terdengar serak. "Bagaimana" Kapan?"
"Tampaknya dia diangkut dari pinggir jalan kemarin malam.. Mereka membawanya ke
kantor polisi. Mereka mengira dia... dia..." "Mabuk" Saya kira..."
"Ya, dia memang habis minum-minum. Tapi, bagaimanapun juga, ia meninggal...."
"Mrs. Nick tua yang malang," kata Valerie. Suaranya yang serak sedikit bergetar.
Poirot berkata lembut, "Anda menyukainya, Mademoiselle?" "Aneh memang, dia ?bisa menjadi setan tua seperti itu, tapi, ya... saya... Ketika saya pertama kali *
datang kemari tiga tahun yang lalu, dia tidak begitu... begitu mudah naik darah
seperti sekarang ini. Dia teman yang baik menarik ramah. Dia banyak berubah ? ?tahun lalu." Valerie memandang Mrs. Hubbard.
227 "Kurasa itu karena dia banyak minum secara diam-diam. Mereka menemukan banyak
botol kosong di kamarnya, bukan?"
"Ya," Mrs. Hubbard ragu-ragu, lalu berkata, "Ini salah saya membiarkannya pulang
sendiri kemarin malam, padahal dia sedang takut akan sesuatu, Anda tahu."
"Takut?" Poirot dan Valerie bertanya bersamaan.
Mrs. Hubbard mengangguk sedih. Wajahnya yang bulat dan ramah itu tampak murung.
"Ya. Dia terus berkata bahwa dia tidak aman. Saya memintanya untuk menceritakan
apa yang dia takutkan, dan dia memarahi saya. Dan tentu saja kita tak pernah
tahu apakah dia membesar-besarkan hal itu. Tapi sekarang... saya rasa..."
Valerie berkata, "Anda tidak mengira bahwa dia... bahwa dia juga... bahwa ia..."
Valerie tak bisa melanjutkan kata-katanya. Matanya memancarkan rasa takut.
Poirot bertanya, "Apa kata mereka tentang penyebab kematian itu?"
Mrs. Hubbard berkata sedih, "Mereka... mereka tidak mengatakannya. Pemeriksaan
akan dilakukan... pada hari Selasa."
228 Bab 15 Di sebuah ruangan sepi di New Scotland Yard, empat orang pria sedang duduk
mengelilingi meja. Yang memimpin pembicaraan tersebut adalah Superintendent Wilding dari bagian
Narkotika. Di sampingnya duduk Sersan Bell, seorang pemuda dengan tenaga dan
semangat besar, bagaikan seekor greyhound yang beringas. Berikutnya, yang sedang
duduk sambil bersandar d kursinya tenang dan sigap, adalah Inspektur Sharpe.
Pria keempat adalah Hercule Poirot Di atas meja itu terletak sebuah tas ransel.
Superintendent Wilding mengusap-usap dagunya sambil berpikir.
"Gagasan Anda menarik, M. Poirot," katanya dengan hati-hati. "Ya, betul-betul
menarik." "Seperti kata saya tadi, itu hanya sebuah gagasan sederhana," sahut Poirot
Wilding mengangguk. "Kami sudah meneliti posisi yang ada," katanya. "Memang penyelundupan selalu
berjalan terus dalam berbagai cara. Kami sudah menangkap segerombolan pelaku,
tapi selang beberapa waktu
229 kemudian, hal itu mulai lagi di tempat lain. Dari bagian saya diperoleh
informasi bahwa ada banyak barang yang masuk ke negeri ini dalam jangka waktu
satu setengah tahun terakhir ini. Sebagian besar heroin dan sejumlah ganja. Ada?berbagai macam depot yang terletak di sana-sini di seluruh daratan Eropa. Polisi
Prancis berhasil mendapatkan satu atau dua sumber yang menunjukkan bagaimana
caranya barang-barang itu masuk ke Prancis, tetapi mereka tidak begitu yakin
bagaimana caranya barang-barang itu keluar."
"Benarkah kalau saya katakan bahwa sebenarnya masalah Anda dapat digolongkan
menjadi tiga bagian?" tanya Poirot. "Yaitu masalah pendistribusian, masalah
bagaimana barang-barang itu memasuki negara ini, dan masalah siapa yang
sebenarnya mengelola^ bisnis ini dan menarik keuntungan darinya?"
"Secara kasar, pendapat Anda benar. Kami mempunyai sedikit pengetahuan mengenai
distributor-distributor kelas teri, dan bagaimana cara mereka
mendistribusikannya. Beberapa distributor kami tangkap dan beberapa lagi kami
biarkan bebas, karena kami berharap mereka dapat menuntun kami menuju yang kelas
kakap. Cara pendistribusiannya bermacam-macam, antara lain lewat kelab-kelab
malam, pub, apotek, dokter-dokter liar dan sejenisnya, pembuat pakaian wanita,
serta penata rambut. Selain itu, juga bisa pada saat-saat pacuan kuda, di toko
barang-barang antik, dan kadang-kadang di toserba yang ramai. Tapi saya tak
perlu 230 menceritakan semua ini kepada Anda, karena bukan hal ini yang penting. Kami bisa
menangani semua ini dengan cukup baik. Dan kami sudah mempunyai dugaan tentang
siapa yang menjadi kakapnya, seperti kala saya tadi. Satu atau dua orang dari
mereka adalah orang-orang yang sangat terhormat, yang tak pernah kita curigai
sama sekali. Mereka sangat hati-hati, dan tak pernah mengurus barang-barang itu
sendiri, dan teri-teri kecil itu bahkan tidak mengetahui siapa mereka. Tetapi
kadang-kadang salah seorang dari teri-teri itu membuat kesalahan. Kalau sudah begitu, kami
menangkapnya." "Cerita Anda mirip sekali dengan apa yang saya perkirakan. Jalur yang saya
minati adalah jalur yang ketiga bagaimana caranya barang-barang itu memasuki ?negeri ini?"
"Ah. Negeri kita ini kan sebuah pulau. Cara yang paling lazim dan baik sejak
dahulu kala adalah melalui laut. Dengan membawa muatan. Mendarat dengan diam-
diam di suatu tempat entah di mana di pantai Timur, atau di sebuah teluk kecil
di daerah selatan, dengan sebuah perahu motor yang melintas secara diam-diam,
menyeberangi Selat Channel. Cara itu memang bisa berhasil sebentar, tapi cepat
atau lambat kami akan mendapat keterangan tentang si pemilik perahu, dan sekali
saja dia dicurigai, kesempatannya akan hilang. Dalam beberapa waktu terakhir
ini,- pernah sekali atau dua kali barang-barang itu diangkut lewat pesawat
udara. Upah untuk pembawanya besar
231 sekali, dan kadang-kadang ada seorang pramugara atau salah seorang awak pesawat
yang tergiur karenanya. Selain itu ada juga para importir dagang. Perusahaan-
perusahaan terhormat yang mengimpor piano piano mahal, misalnya! Usaha mereka
berjalan mulus selama beberapa saat, tapi biasanya kami selalu berhasil
meringkus mereka." "Anda tentunya setuju bahwa itu adalah salah satu kesulitan utama yang harus
Anda hadapi bila Anda menjalankan perdagangan gelap memasukkan barang-barang
?dari luar negeri itu ke dalam negeri?"
"Memang. Selanjutnya, selama beberapa waktu terakhir ini, kami merasa cemas.
Soalnya barang-barang yang masuk lebih banyak daripada yang dapat kami tangani."
"Dan bagaimana dengan barang-barang lainnya, seperti permata misalnya?"
Sersan Bell berkata, "Memang cukup banyak yang menyelundupkannya, Sir. Berlian-berlian curian dan
batu-batu lain yang didatangkan dari Afrika Selatan dan Australia, kadang-kadang
juga dari Timur Jauh. Penyelundupan batu-batu itu dilakukan secara teratur, dan
kami tidak tahu bagaimana cara mereka melakukannya. Pernah ada seorang wanita
muda, seorang turis biasa, di Prancis, yang diminta oleh salah seorang
kenalannya untuk membawa sepasang sepatu yang ditinggalkan seseorang. Wanita itu
setuju untuk membawanya, tanpa curiga. Saat itu kami kebetulan memeriksanya.
Tumit sepatu itu ternyata berongga, dan di dalamnya diisi dengan berlian-berlian mentah."
Superintendent Wilding berkata,
"Nah, M. Poirotj sekarang Anda sedang mengejar yang mana, narkotika atau
penyelundupan permata?"
"Bisa kedua-duanya. Pokoknya, sesuatu yang bernilai tinggi dan berbentuk kecil.
Menurut saya, tampaknya ada sesuatu yang dapat Anda sebut sebagai jasa
pengangkutan yang mengangkut barang-barang seperti yang telah saya sebutkan tadi
bolak-balik menyeberangi selat. Permata-permata curian, batu-batu berharga yang
dicungkil dari perhiasannya, bisa diangkut ke luar Inggris, dan sebagai gantinya
batu-batu berharga curian dan narkotika dibawa masuk kemari. Bisa saja yang
mengatur semua ini adalah sebuah agen kecil yang independen, yang tidak
berhubungan dengan cara mendistribusikannya, melainkan cuma memasukkan barang-
barang itu atas dasar komisi. Dan untungnya pasti tinggi."
"Saya rasa Anda benar! Anda bisa membungkus heroin seharga sepuluh atau dua
puluh ribu pound dalam sebuah bungkusan yang sangat kecil, begitu pula halnya
dengan batu-batu berharga mentahan yang berkualitas tinggi."
"Anda tahu," kata Poirot. "Unsur manusiawi selalu merupakan kelemahan seorang
penyelundup. Cepat atau lambat Anda akan mencurigai seseorang seorang pramugara
pesawat terbang, seorang pemilik perahu motor yang berkabin kecil,
233 232 seorang importir yang tampaknya memperoleh uang dalam jumlah yang tidak wajar,
seseorang yang bisa hidup enak tanpa ketahuan apa mata pencariannya. Tapi, jika
barang itu dibawa masuk ke negeri ini oleh seseorang yang polos, apalagi oleh
orang-orang yang berbeda setiap kali, sangat sulit untuk melacak pengangkutan
itu." Wilding menunjuk tas ransel itu. "Dan ini adalah usul Anda?"
"Ya. Siapa orang yang paling tidak dicurigai sekarang ini" Mahasiswa-mahasiswa
yang bersungguh-sungguh dan tekun. Mahasiswa yang bepergian tanpa uang cukup,
tanpa membawa tas apa pun kecuali yang disandangnya di punggung. Mahasiswa yang
bertamasya dengan berjalan kaki di seluruh daratan Eropa. Jika hanya seorang
mahasiswa tertentu saja yang membawa obat-obat terlarang itu sedap kali, tak
diragukan lagi Anda pasti akan mencurigai dan menangkapnya, tapi sekarang
sengaja diatur agar para pembawa itu adalah mahasiswa-mahasiswa yang polos, dan
masalahnya jumlah mereka banyak sekali."


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wilding mengusap-usap rahangnya. "Menurut Anda, tepatnya bagaimana mereka
mengatur hal itu, M. Poirot?"
Hercule Poirot mengangkat bahunya. "Saya hanya bisa menebak-nebak saja. Tidak
diragukan lagi bila saya salah dalam beberapa hal, tapi secara kasar cara kerja
mereka adalah seperti ini: Mula-mula, sejumlah las ransel ditempatkan di
pasaran. Tas-tas ransel itu adalah tas-tas dengan
234 model yang biasa dan umum, mirip dengan tas-tas ransel lainnya, buatannya bagus
dan kuat, cocok untuk tujuan mereka. Ketika saya mengatakan 'mirip dengan tas-
tas ransel lainnya', sebenarnya tidak begitu kenyataannya. Bagian dasar tas-tas
itu agak berbeda. Seperti dapat Anda lihat, dasar tas ransel ini gampang
diangkat dan tebal ukurannya, dan bisa dipakai, untuk menyimpan sejumlah permata
atau bubuk yang kemudian ditutupi dengan karton bergelombang itu. Anda takkan
pernah mengiranya, kecuali kalau Anda dengan sengaja mencarinya. Heroin murni
atau kokain murni membutuhkan tempat yang sangat kecil untuk menyimpannya."
"Betul sekali," sahut Wilding. "Astaga." Ia mengukur tas ransel itu dengan jari-
jarinya. "Anda bisa membawa barang dengan harga sekitar lima atau enam ribu
pound setiap kali, tanpa dicurigai oleh seorang pun."
"Tepat," kata Hercule Poirot "Alors! Tas-tas ransel itu dibuat, diangkut ke
pasaran, dijual mungkin lebih dari satu toko. Pemilik toko itu mungkin ?merupakan salah seorang komplotan, .mungkin juga tidak. Mungkin dia hanya
bermaksud menjual barang-barang dengan harga lebih murah, yang dirasakannya
menguntungkan, karena harga-harga di tokonya akan lebih rendah bila dibandingkan
dengan toko-toko lain yang juga menjual peralatan untuk berkemah. Tapi tentu
saja ada sebuah organisasi di belakang semua ini, yang dengan hati-hati
menyimpan daftar para mahasiswa
235 kedokteran di Universitas London dan di tempat-tempat lainnya. Kepala organisasi
itu bisa jadi bukan seorang mahasiswa, atau seseorang yang berpura-pura menjadi
mahasiswa. Mahasiswa itu pergi ke luar negeri. Pada suatu tempat, ketika mereka
hendak kembali, tas ransel mereka ditukar. Mahasiswa-mahasiswa itu kembali lagi
ke Inggris, pemeriksaan duane hanya asal-asalan saja. Lalu mereka sampai di
pondokan mereka lagi, membongkar bawaan mereka, dan tas ransel yang sudah kosong
itu dilemparkan begitu saja di sebuah lemari atau di pojok kamar. Beberapa waktu
kemudian tas ransel itu akan ditukar lagi, atau bagian dasarnya saja yang akan
diangkat dengan rapi dan diganti dengan yang baru."
"Dan menurut Anda hal itu terjadi di Hickory Road?"
Poirot mengangguk. "Begitulah kecurigaan saya. Ya." "Tapi misalnya Anda benar,
apa yang menarik Anda untuk menyelidiki hal itu, M. Poirot?"
"Sebuah tas ransel telah dicabik-cabik," kata Poirot. "Mengapa" Karena alasannya
tidak gampang dicari, saya lalu mengira-ngira. Tas-tas ransel yang ada di
Hickory Road itu agak aneh. Harganya murah sekali. Lalu ada beberapa kejadian
aneh di Hickory Road, tapi gadis yang bertanggung jawab atas kejadian-kejadian
itu bersumpah bahwa dia tidak merusakkan tas ransel itu. Kalau dia sudah
mengakui perbuatan-perbuatannya yang lain, mengapa dia harus menyangkal yang
satu ini, kecuali kalau dia memang berkata jujur" Jadi, pasti ada alasan lain untuk
menghancurkan ransel itu dan untuk menghancurkan sebuah tas ransel, menurut ?saya, tidaklah gampang. Itu sebuah pekerjaan berat, dan seseorang pasti merasa
hampir putus asa untuk melakukannya. Saya mendapat petunjuk ketika saya
memperoleh gambaran kasar hanya gambaran kasar saja, sebab ingatan orang
?setelah beberapa bulan menjadi tidak akurat lagi tentang kapan ransel itu
?dirusak, yaitu pada tanggal ketika seorang petugas kepolisian datang ke sana
sehubungan dengan persoalan lain. Begini ceritanya: Anda adalah seseorang yang
terlibat dengan komplotan penyelundup itu. Ketika Anda pulang sore itu, Anda
mendengar polisi telah datang, dan saat itu sedang berada di loteng dengan Mrs.
Hubbard. Anda langsung mengira polisi itu sedang menyelidiki komplotan
penyelundup tersebut, dan mereka datang untuk melakukan pemeriksaan. Mari kita
menganggap bahwa pada siat itu ada sebuah tas ransel di rumah itu yang berasal
dari luar negeri yang berisi yang baru-baru itu berisi barang-barang
? ?terlarang itu. Sekarang, jika polisi memang sedang menyelidiki hal itu, mereka
pasti akan datang ke Hickory Road dengan tujuan untuk memeriksa ransel-ransel
para mahasiswa. Anda tidak berani pergi ke luar rumah dengan membawa ransel itu,
sebab sepanjang yang Anda ketahui, mungkin ada polisi sedang bertugas di luar
untuk mengamat-amati rumah itu, dan sebuah tas ransel tak mudah disembunyikan
atau disamarkan. Satu 237 236 satunya cara yang dapat Anda pikirkan adalah mencabik-cabik ransel itu, dan
menyelipkan potongan potongannya di antara barang-barang rongsokan di rumah
pemanas. Jika saat itu memang ada obat terlarang atau permata, dengan mudah
barang itu bisa disembunyikan di antara garam mandi sebagai tempat penyimpanan
Anak Berandalan 6 Pendekar Kembar 1 Dendam Asmara Liar Pedang Keadilan 24
^