Pencarian

Pembunuhan Pondokan Mahasiswa 4

Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie Bagian 4


sementara. Soalnya, bahkan sebuah tas ransel kosong, bila memang dipakai untuk
menyimpan narkotika, pasti akan ada bekas-bekas heroin atau kokainnya kalau
diperiksa atau dianalisis dengan teliti. Jadi ransel itu harus dihancurkan. Anda
setuju bahwa pendapat saya ini masuk akal?"
"Mungkin saja, seperti kata saya tadi," kata Superintendent Wilding.
"Selain itu, tampaknya masuk akal juga bila sebuah kejadian kecil yang seolah-
olah tidak penting, ada kaitannya dengan tas ransel itu. Menurut si pelayan
Italia, Geronimo, pada hari itu atau pada hari-hari lainnya, ketika polisi
berkunjung ke sana, bola-bola lampu di gang menghilang. Dia pergi untuk mencari
gantinya, tapi ternyata bola-bola lampu cadangan itu juga hilang. Padahal dia
yakin bahwa satu atau dua hari sebelumnya di dalam laci itu masih ada bola-bola
lampu cadangan. Menurut saya, ada kemungkinan hanya sebuah dugaan saja, dan
?saya tidak mengatakan bahwa saya yakin mengenainya bahwa ada seseorang yang
? merasa bersalah, yang terlibat dengan penyelundupan itu sebelumnya, dan takut
wajahnya akan dikenali oleh polisi bila mereka melihat
238 nya dalam cahaya terang. Oleh karenanya, dengan diam-diam dia mencopot bola-bola
lampu di gang dan mengambil cadangannya, sehingga tak bisa diganti. Akibatnya
gang hanya disinari oleh sebatang lilin saja. Ini hanya dugaan saya."
"Gagasan yang hebat," ujar Wilding.
"Rasanya masuk akal, Sir," sahut Sersan Bell bersemangat "Semakin saya pikir,
semakin masuk akal rasanya."
"Tapi, jika memang demikian," Wilding melanjutkan, "pasti ada yang lain selain
di Hickory Road saja?"
Poirot mengangguk. "Oh, ya. Organisasi itu pasti meliputi berbagai klub mahasiswa dan sebagainya."
"Anda harus mencari hubungan antarmereka," kata Wilding.
Untuk pertama kalinya Inspektur Sharpe bersuara. '
"Hubungan itu sudah ada, Sir," katanya, "atau pernah ada. Seorang wanita yang
mengelola se: jumlah klub dan organisasi mahasiswa. Seorang wanita yang memang
tinggal di Hickory Road. Mrs. Nicoletis."
Wilding segera melirik ke arah Poirot.
"Ya," kata Poirot "Mrs. Nicoletis memenuhi kriteria yang ada. Dia menanamkan
uangnya di semua tempat itu, meskipun bukan dia yang mengelolanya. Metodenya
adalah mencari seseorang dengan integritas dan latar belakang yang layak. Teman
saya, Mrs. Hubbard, adalah orang seperti
239 itu. Kebutuhan keuangan didukung oleh Mrs. Nicoletis, tetapi saya curiga dia
sebenarnya cuma boneka saja." "Hm," kata Wilding. "Saya kira menarik sekali untuk mengetahui lebih banyak
tentang Mrs. Nicoletis."
Sharpe mengangguk. "Kami sedang menyelidikinya sekarang," katanya. "Latar belakangnya dan dari mana
dia berasal. Penyelidikan itu harus dilakukan dengan hati-hati. Kami tak ingin
mengejutkan burung-burung itu cepat-cepat. Kami juga akan memeriksa latar
belakang keuangannya. Menurut saya, wanita itu cocok menjadi seorang tartar."
Sharpe menceritakan pengalamannya dengan Mrs. Nicoletis ketika ia memberikan
surat penggeledahan. "Botol-botol brendi, eh?" kata Wilding. "Jadi dia peminum" Yah, itu akan lebih
mudah. Apa yang terjadi dengannya" Terjebak..."
"Tidak, Sir. Dia sudah mati."
"Mati?" Wilding mengangkat alisnya. "Permainan kotor, maksudmu?"
"Kami kira begitu ya Kami akan mengetahui hal itu secara pasti setelah ?
autopsbseles i Menurut saya, dia mulai menyeleweng. Mungkin dia tidak mengira
akan dibunuh." "Anda sedang membicarakan kasus Celia Austin. Apakah gadis itu mengetahui
sesuatu?" "Dia memang mengetahui sesuatu," sahut Poirot.
240 "Tapi, menurut saya, dia sendiri tidak "tahu apa yang dia ketahui!"
"Maksud Anda, dia mengetahui sesuatu tapi tak mengerti akibatnya?"
"Ya. Begitulah. Dia memang bukan gadis yang pintar. Dia pasti tak bisa menduga-
duga apa arti semuanya itu. Tapi, karena dia telah melihat atau mendengar
sesuatu, dia mungkin pernah melontarkan fakta itu tanpa curiga."
"Anda tak punya gagasan tentang apa yang telah dilihat atau didengarnya, M.
Poirot?" "Saya hanya bisa menebak-nebak," kata Poirot. "Tak lebih dari itu. Ada kabar
tentang sebuah paspor. Apakah ada seseorang di rumah itu yang memiliki sebuah
paspor palsu yang memungkinkan mereka untuk pulang pergi ke daratan Eropa dengan
nama lain" Apakah pengungkapan rahasia itu akan mengakibatkan bahaya serius bagi
orang itu" Apakah Celia melihat saat ransel itu dirusak, atau apakah dia,
mungkin, pernah melihat seseorang mengangkat dasar palsu dari ransel itu, tanpa
menyadari apa yang sedang dilakukan oleh orang itu" Apakah dia mungkin telah
melihat orang yang mengambil bola-bola lampu itu" Dan kemudian menanyakan hal
itu pada orang tersebut, tanpa menyadari artinya" Ah, mon Dieu" kata Hercule
Poirot jengkel. "Menebak! Menebak! Hanya menebak! Kita harus tahu lebih banyak.
Kita harus selalu mengetahui lebih banyak!"
"Yah," kata Sharpe, "kita bisa mulai dari almar -
241 humaii'KfTS. Nicoletis. Mungkin ada petunjuk yang muncuk?"
"Dia disingkirkan karena mereka merasa dia mungkin membuka mulutnya" Apakah dia
memang pernah mengatakan sesuatu?"
"Dia sudah cukup lama minum-minum secara diam-diam... dan itu berarti sarafnya
terganggu," kata Sharpe. "Bisa jadi saat dia mabuk, dia membocorkan segalanya.
Menceritakan rahasia-rahasia Ratu."
"Tapi saya rasa bukan dia yang mengelola komplotan itu?"
Poirot menggelengkan kepalanya.
"Saya kira memang bukan dia, bukan. Dia cuma berada di luar saja, Anda mengerti.
Dia mengetahui apa yang terjadi, tentu saja, tapi saya kira bukan dia otaknya.
Bukan." "Punya gagasan tentang siapa yang menjadi otaknya?"
"Saya hanya bisa menebak saya mungkin salah. Ya, saya mungkin salah!"?242
Bab 16 "Hickory, dickory, dock," kata Nigel, "si tikus berlari-lari. Polisi berkata
'Puh', aku ingin tahu siapa yang akhirnya akan diadili." Ia menambahkan,
"Bilang atau tidak bilang" Itu masalahnya."
Ia menuang secangkir kopi segar bagi dirinya, dan membawanya kembali ke meja
makan. "Bilang apa?" tanya Len Bateson.
"Segalanya yang kita ketahui," sahut Nigel, sambil mengibaskan tangannya.
Jean Tomlinson berkata dengan nada tak senang,
Tapi itu kan sudah semestinya! Jika kita memang punya informasi yang berguna,
tentu saja kita harus mengatakannya kepada polisi. Itu sudah semestinya."
"Begitulah pendapat Jean kita tersayang," kata Nigel.
"Moi je n'aime pas les flics" kala Rene, menyumbangkan suaranya dalam diskusi
tersebut. "Bilang apa?" Leonard Bateson bertanya lagi. "Hal-hal yang kita
ketahui," kata Nigel. Ten -
243 tang satu sama lain, maksudku," katanya memancing. Pandangannya menyapu ke
sekeliling meja dengan sinar mengancam.
"Bagaimanapun juga," katanya dengan riang, "kita memang mengetahui banyak hal
tentang satu sama lain, bukan" Maksudku, itu sudah wajar, karena kita tinggal di
rumah yang sama." "Tapi siapa yang menentukan bahwa itu penting atau tidak" Ada banyak hal yang
bukan urusan polisi," ujar Mr. Achmed Ali. Ia berbicara dengan panas, karena
marah mengingat komentar tajam dari inspektur itu mengenai koleksi kartu posnya.
"Kudengar," kata Nigel, berbalik ke arah Mr. Akibombo, "mereka menemukan
beberapa barang menarik di kamarmu."
Untung Akibombo berkulit gelap, sehingga tak kentara kalau wajahnya memerah,
tapi matanya berkedip-kedip karena merasa tak senang.
"Di negaraku masih banyak yang percaya dengan takhayul," katanya. "Kakekku
memberikan barang-barang itu kepadaku untuk dibawa kemari. Aku menyimpannya
sebagai rasa sayang dan hormat Tapi aku sendiri orang modern dan ilmiah, tak
percaya pada voodoo. Tapi, karena penguasaan bahasaku tidak begitu sempurna, aku
merasa sulit untuk menjelaskan hal itu kepada para polisi."
"Bahkan Jean kecil tersayang juga mempunyai rahasia, kurasa," kata Nigel,
mengalihkan pandangannya kembali ke arah Miss Tomlinson.
Jean menyahut dengan berapi-api bahwa ia tak mau dihina.
244 "Aku akan keluar dari tempat ini dan pergi ke YWCA," katanya.
"Ayolah, Jean," kata Valerie bosan. "Polisi memang harus menggeledah geledah
kurasa, dalam keadaan seperti ini."
Colin McNabb membersihkan kerongkongannya, bersiap-siap mengatakan sesuatu.
"Menurut pendapatku," kalanya dengan nada seorang hakim, "keadaan sekarang ini
seharusnya menjadi jelas buat kita. Apa persisnya penyebab kematian Mrs. Nick?"
"Kurasa kita akan mengetahui hal itu dari pemeriksaan nanti," sahut Valerie.
"Aku sangat meragukannya," sahut Colin. "Menurutku, mereka akan menunda
pemeriksaan itu." "Kurasa itu gara-gara jantungnya, bukan?" kata Patricia. "Dia terjatuh di
jalan." "Mabuk dan tidak sadar," kata Len Bateson. "Begitulah keadaannya sewaktu dibawa
ke kantor polisi." "Jadi dia memang peminum," kata Jean. "Kalian tahu, aku memang sudah mengiranya.
Ketika polisi menggeledah rumah ini, mereka menemukan lemari yang penuh berisi
botol brendi kosong di kamarnya," katanya menambahkan.
"Percaya kalau Jean selalu mengetahui yang jelek-jelek tentang seseorang," kata
Nigel menyindir. "Yah, hal itu menjelaskan mengapa kadang-kadang tingkah lakunya begitu aneh,"
ujar Patricia. Colin membersihkan kerongkongannya lagi.
"Ahem!" katanya. "Aku kebetulan melihatnya
memasuki Kalung Ratu Sabtu sore kemarin, ketika aku dalam perjalanan pulang."
"Di sanalah dia terjebak, kurasa," kata Nigel. "Jadi, dia mati gara-gara
kebanyakan minum?" kata Jean.
Len Bateson menggelengkan kepalanya.
"Cerebral haemorrhage" Aku meragukannya."
"Demi Tuhan, kau tidak mengira bahwa dia juga dibunuh, bukan?" kata Jean.
"Taruhan dia memang dibunuh," kata Sally Finch. "Aku tidak akan terkejut kalau
mendengar hal itu." "Tolong," kata Mr. Akibombo. "Apakah ada seseorang yang membunuhnya" Apakah
memang begitu?" Ia memandang ke kiri dan ke kanan.
"Kita tak punya alasan apa pun untuk mengira
demikian," kata Colin.
"Tapi siapa yang ingin membunuhnya?" tanya Genevieve. "Apakah dia punya banyak
uang" Kalau dia kaya, kurasa memang mungkin dia dibunuh."
"Dia itu wanita yang memuakkan, Sayang," kata Nigel. "Aku yakin setiap orang
ingin membunuhnya. Misalnya saja, aku," ia menambahkan sambil mengolesi rotinya
dengan selai jeruk, dengan wajah gembira.
II "Tolong, Miss Sally, boleh aku bertanya" Aku
246 sudah berpikir keras sekali, setelah mengikuti pembicaraan di meja makan tadi."
"Yah, aku tak mau berpikir keras-keras, kalau aku jadi kau, Akibombo," kata
Sally. 'Tak baik untuk kesehatan."
Sally dan Akibombo sedang duduk makan siang di suatu tempat terbuka di Regent's
Park. Saat itu sedang musim panas, sehingga restoran itu dibuka lagi.
"Sepanjang pagi ini," kata Akibombo murung, "aku merasa terganggu sekali. Aku
tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dosenku dengan baik sama sekali. Dia tak
puas dengan diriku. Dia bilang aku terlalu banyak menyalin dari buku-buku, dan
tidak berpikir sendiri. Tapi aku kuliah di sini kan untuk mendapatkan
pengetahuan dari banyak buku, dan menurutku tampaknya buku-buku itu mengucapkan
hal-hal tasebut lebih baik daripada diriku, sebab bahasa J^gris-ku tidak begitu
baik. Di samping itu, pagi ini aku sulit sekali untuk memikirkan apa pun,
kecuali apa yang sedang terjadi di Hickory Road dan kesulitan-kesulitannya."
"Kurasa kau benar dalam hal ini," kata Sally. "Aku sendiri juga tak bisa
berkonsentrasi pagi ini."
"Jadi, itu sebabnya aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu, sebab seperti
kataku tadi, aku sedang berpikir keras.'1
"Yah, mari kita bahas apa yang sedang kaupikirkan itu."
"Yah, aku memikirkan borr ass sik."? ?"Borr ass ik" Oh, boraks! Ya. Ada apa?"
? ?247 MYah, aku tak mengerti sama sekali. Itu kan asam, bukan" Asam seperti asam
sulfat" "Tidak seperti asam sulfat, tidak," ujar Sally.
"Jadi, tidak hanya dipakai untuk percobaan-percobaan di laboratorium?"
"Kurasa mereka tak pernah memakainya untuk percobaan-percobaan apa pun di
laboratorium. Benda itu aman dan tidak berbahaya."
"Maksudmu, bisa kita pakai untuk mata kita?"
"Betul. Itu memang kegunaannya."
"Ah, kalau begitu jelas. Mr. Chandra Lal, dia punya botol kecil berisi bubuk
putih, dan dia memasukkan bubuk itu di air panas untuk mencuci matanya. Dia
menyimpannya di kamar mandi, dan suatu hari botol itu hilang, dan dia menjadi
sangat marah. Itu bubuk bor-as-ik, ya?"
"Ada apa sih dengan boraks itu?"
"Pelan-pelan akan kuceritakan. Tidak sekarang. Aku akan berpikir lagi."
"Yah, jangan coba-coba mengambil risiko," kata Sally. "Aku tak ingin berikutnya
kau yang menjadi mayat, Akibombo."
III "Valerie, boleh aku minta nasihatmu?"
"Tentu saja boleh, Jean, meskipun aku tak mengerti mengapa ada orang yang mau
meminta nasihat. Biasanya nasihat-nasihat itu diabaikan."
"Ini menyangkut rasa sungkan," kata Jean.
248 "Kalau begitu, aku orang yang tepat. Aku tak punya rasa sungkan yang begituan."
"Oh, Valerie, jangan ngomong seperti itu."
"Yah, tapi itu betul," kata Valerie. Ia mematikan rokoknya ketika mengatakan hal
itu. "Aku menyelundupkan baju-baju dari Paris, dan mengatakan dusta-dusta paling
menyeramkan tentang wajah-wajah mereka pada wanita-wanita mengerikan yang datang
ke salon. Aku bahkan bisa naik bus tanpa bayar, kalau lagi tongpes. Tapi
sudahlah, katakanlah padaku, ada apa sebenarnya?"
"Ini ada hubungannya dengan apa yang dikatakan Nigel pada waktu makan pagi tadi.
Jika kita mengetahui sesuatu tentang orang lain, menurutmu haruskah kita
menceritakannya?" "Betapa bodohnya pertanyaanmu itu! Kau kan bisa menanyakan hal itu dengan cara
biasa. Sebenarnya kau ingin ngomong apa?"
"Tentang sebuah paspor,"
"Paspor?" Vafcrie menegakkan tubuhnya, kaget. "Paspor siapa"^
"Nigel. Dia punya sebuah paspor palsu."
"Nigel?" Valerie kedengaran tak percaya. "Aku tak percaya. Kelihatannya tak
masuk akal." "Tapi dia memang memilikinya. Dan kau tahu, Valerie, aku yakin polisi
menanyakan... kukira aku pernah mendengar polisi berkata bahwa Celia mengatakan
sesuatu tentang sebuah paspor. Mungkin dia menemukan paspor itu dan Nigel
membunuhnya." "Kedengarannya sangat melodramatis," kata
249 Valerie. "Tapi terus terang aku tidak mempercayainya sama sekali. Bagaimana sih
cerita sebenarnya tentang paspor itu?" "Aku melihatnya."
"Bagaimana sampai kau bisa melihatnya?"
"Yah, semata-mata karena keiidaksengajaan," kata Jean. "Aku sedang mencari-cari
sesuatu di tasku seminggu atau dua minggu yang lalu, dan secara tak sengaja aku
telah mencarinya di tas kepunyaan Nigel. Soalnya kedua tas itu terletak di rak
di ruang duduk bersama."
Valerie tertawa dengan agak mencemoohkan.
"Siapa yang mau percaya dengan ceritamu!" katanya. "Sebenarnya apa sih yang
kaukerjakan" Usil?"


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, tentu saja tidak!" Jean tampak berang. "Satu-satunya hal yang takkan
pernah kulakukan adalah mengaduk-aduk surat-surat pribadi seseorang. Aku bukan
tipe orang seperti itu. Saat itu kebetulan aku lagi linglung, jadi aku membuka
tas itu dan meneliti isinya...."
"Ayolah, Jean, kau tak bisa berpura-pura. Tas Nigel jauh lebih besar daripada
milikmu, dan warnanya sama sekali berbeda. Daripada mengarang cerita macam-
macam, lebih baik kau mengakui bahwa kau memang orang seperti itu. Baiklah. .
Kau mendapat kesempatan untuk mengutik-utik barang kepunyaan Nigel, dan kau
memanfaatkannya." Jean berdiri.
"Sungguh, Valerie, kalau sikapmu begitu
250 memuakkan dan begitu tidak adil serta tak ramah, aku akan..."
"Oh, kembalilah, Nak!" kata Valerie. "Teruskan ceritamu. Aku tertarik sekarang.
Aku ingin tahu." "Yah, aku menemukan paspor itu," kata Jean. "Terletak di dasar tas, dan ada
namanya. Stanford atau Stanley, atau nama lain seperti itu, dan kupikir, 'Betapa
anehnya Nigel bisa memiliki paspor orang lain di sini.' Aku membukanya, dan
ternyata foto di dalamnya adalah foto Nigel! Nah, tidakkah kaulihat bahwa dia
pasti menjalani dua macam kehidupan" Yang ingin kuketahui, haruskah aku
menceritakan hal ini kepada polisi" Menurutmu apakah hal itu sudah merupakan
kewajibanku?" Valerie tertawa.
"Sial, Jean," katanya. "Sebenarnya, penjelasannya cukup sederhana. Pat pernah
menceritakannya kepadaku. Nigel mewarisi uang, atau barang, dengan syarat dia
harus mengganti namanya. Dia melakukannya dengan baik dan layak demi kebaikannya
sendiri, atau entah demi apa, tapi begitulah. Kurasa namanya yang asli adalah
Stanford atau Stanley, atau nama lain seperti itu."
"Oh!" Jean tampak kecewa.
"Tanya saja pada Pat kalau kau tak percaya padaku," ujar Valerie.
"Oh, tidak... yah, kalau ceritamu benar, aku pasti telah membuat kesalahan."
"Semoga kau lebih beruntung lain kali," kata Valerie.
"Aku tak mengerti maksudmu, Valerie."
251 "Kau ingin menjatuhkan Nigel, bukan" Dengan cara menyulitkannya dengan polisi?"
Jean berdiri tegap. "Kau mungkin tak percaya padaku, Valerie," katanya, "tapi sebenarnya aku hanya
ingin melaksanakan kewajibanku."
Jean meninggalkan kamar itu.
"Oh, munafik!" kata Valerie.
Terdengar pintu diketuk, dan Sally masuk.
"Ada apa, Valerie" Kau kelihatan sedikit jengkel."
"Ini gara-gara Jean yang memuakkan itu. Dia betul-betul menjengkelkan!
Menurutmu, apakah ada kemungkinan, walaupun kecil sekali, bahwa Jean lah yang
membunuh Celia yang malang" Aku akan merasa gembira sekali kalau bisa melihat
Jean diadili." . *?"Aku setuju denganmu," sahut Sally. "Tapi kukira hal itu tak mungkin. Kurasa
Jean takkan mau menanggung risiko dengan membunuh orang."
"Bagaimana pendapatmu tentang Mrs. Nick?"
"Aku tak tahu. Kurasa kita akan segera mendengarnya."
"Menurutku kemungkinan besar dia juga telah disingkirkan," kata Valerie.
"Tapi mengapa" Apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Sally.
"Kuharap aku mengetahuinya. Sally, apakah kau pernah memandang seseorang?"
"Apa maksudmu dengan memandang seseorang,
Val?" 252 "Yah, cuma memandang dan bertanya-tanya, 'Apakah kau pembunuhnya"' Aku punya
perasaan, Sally, bahwa ada seseorang yang gila di sini. Betul-betul gila. Gila
yang jahat, maksudku tidak hanya mengira bahwa mereka itu cuma mentimun ?belaka."
"Yah, mungkin saja," sahut Sally. Ia merinding. "Oh!" katanya. "Berdiri bulu
kudukku." IV "Nigel, aku harus menceritakan sesuatu kepadamu."
"Yah, ada apa, Pat?" Nigel sedang mengaduk-aduk isi lacinya seperti orang gila.
"Di mana kuletakkan catatan-catatanku itu" Aku betul-betul lupa. Kurasa aku
menyelipkannya di sini."
"Oh, Nigel, jangan mengobrak-abrik seperti itu! Kau membuat semuanya berantakan,
padahal aku baru saja merapikannya."
"Yah, tak peduli, aku harus menemukan catatan-catatanku itu, bukan?"
"Nigel, kau harus mendengar!"
"Oke, Pat, jangan marah, dong. Ada apa, sih?"
"Aku harus mengakui sesuatu."
"Bukan pembunuhan, kan?" kata Nigel dengan gaya sembrono seperti biasa.
"Tidak, tentu saja tidak!"
"Bagus. Nah, dosa apa kalau begitu?"
"Waktu itu, ketika aku memperbaiki kaus kakimu dan kubawa ke kamarmu untuk
kumasukkan ke dalam laci..."
253 "Ya?" "Dan aku melihat botol morfin itu di sana. Botol yang kauceritakan kepadaku itu,
yang kau curi dari rumah sakit"
"Ya, dan kau betul-betul cerewet mengenainya!"
'Tapi, Nigel, kau menyimpannya di antara kaus-kaus kakimu, dan seseorang bisa
saja menemukannya." "Bagaimana caranya" Tak seorang pun mau meneliti kaus-kaus kakiku, kecuali kau."
"Yah, tapi aku merasa tak aman untuk menyimpannya seperti itu, dan aku tahu kau
pernah bilang bahwa kau akan menyingkirkannya setelah kau memenangkan taruhan
itu, tapi sementara itu, botol itu tetap di sana."
"Tentu saja, aku kan belum berhasil memperoleh yang ketiga."
"Yah, aku berpendapat salah sekali kalau kau menyimpannya di sana. Lantas
kuambil botol itu dari laci, kukeluarkan racunnya, dan kuganti dengan soda
bikarbonat biasa. Rupanya persis sama."
Nigel berhenti dari kesibukannya mencari catat an-catatannya yang hilang.
"Demi Tuhan!" kalanya. "Apakah kau serius" Maksudku, sewaktu aku bersumpah pada
Len dan Colin bahwa botol itu berisi morfin sulfat atau tartrat, atau entah apa,
sebenarnya isinya cuma soda bikarbonat biasa?"
"Ya. Kau tahu..."
Nigel menyelanya. Dahinya berkerut.
"Aku tak tahu apakah hal ini membuat taruhan
254 kami menjadi tidak sah. Tertft-sirj^gj&u jjda^&tflju bahwa..."
"Tapi, Nigel, sungguh bahaya sekali menyimpannya di sana."
"Oh, Pat haruskah kau begitu cerewet" Apa yang kaulakukan dengan bubuk yang
asli?" "Aku memasukkannya ke dalam botol soda bikarbonat, dan kusembunyikan di belakang
tumpukan saputanganku di laci."
Nigel memandangnya dengan sedikit terkejut "Sungguh, Pat, daya pikirmu betul-
betul tak keruan! Apa tujuanmu?" "Aku merasa lebih aman." "Gadisku sayang, apa
bedanya kalau morfin itu disimpan di antara kaus-kaus kakiku atau di antara
saputangan-saputanganmu, kecuali kalau dia disim-. pan di lemari yang berkunci
dan bergembok." "Yah, menurutku ada bedanya. Sebab aku punya kamar sendiri, sedangkan kau
tidak." "Apa" Kau tidak mengira bahwa Len bermaksud untuk mencuri morfin itu dariku,
bukan?" "Tadinya aku tak bermaksud mengatakan semuanya ini kepadamu, lapi sekarang aku
harus mengatakannya. Soalnya morfin itu hilang." "Maksudmu polisi telah
merampasnya?" "Tidak. Hilangnya sudah lama sebelum itu." "Maksudmu...?" Nigel
memandangnya dengan tatapan ngeri. "Mari kita bicarakan dengan jelas. Ada botol
berlabel 'Soda Bikarbonat', yang berisi morfin sulfat, yang terletak di
tempatmu, dan sewaktu-waktu seseorang bisa saja meminum sesen
255 dok teh penuh jika merasa sakit perut" Demi Tuhan, Pat! Apa yang telah
kaulakukan" Mengapa tidak kaubuang saja morfin itu kalau kau merasa cemas
mengenainya?" "Sebab kukira harganya mahal dan harus dikembalikan ke rumah sakit, dan bukannya
dibuang. Segera setelah kau memenangkan taruhan itu, aku bermaksud memberikannya
kepada Celia untuk dikembalikan ke tempatnya."
"Kau yakin kau tidak memberikannya kepada Celia?"
"Tidak, tentu saja tidak. Maksudmu aku memberikan morfin itu kepadanya, dan dia
meminumnya untuk bunuh diri, dan ini semua adalah salahku?"
"Tenang. Kapan hilangnya morfin itu?"
"Aku tidak tahu persis. Aku mencarinya sehari sebelum Celia meninggal. Aku tak
bisa menemukannya, tapi waktu itu kupikir aku mungkin telah meletakkannya di
tempat lain." "Jadi hilangnya sehari sebelum dia meninggal."
"Kurasa," kata Patricia, dengan wajah pucat pasi, "aku teiah bertindak bodoh
sekali." "Itu katamu," ujar Nigel. "Tapi sampai sejauh mana pikiran yang kacau bisa
berjalan dengan kesadaran yang tinggi."
"Nigel, menurutmu apakah aku harus mengatakannya kepada polisi?"
"Oh, sialan!" kata Nigel. "Kurasa ya. Dan semuanya akan menjadi kesalahanku."
"Oh, tidak, Nigel sayang, akulah yang salah. Aku..."
256 "Aku yang mula-mula mencuri barang sialan itu," kata Nigel. "Waktu itu rasanya
lucu sekali. Tapi sekarang... aku bahkan bisa mendengar komentar tajam pak hakim."
"Maafkan aku. Ketika aku mengambilnya, aku hanya bermaksud baik."
"Kau memang bermaksud baik. Aku tahu! Coba lihat, Pat, aku semata-mata tak
percaya bahwa botol itu bisa hilang. Kau hanya lupa di mana kau menyimpannya.
Kau tahu, kadang-kadang kau suka salah menyimpan barang-barangmu."
"Ya, tapi..." Pat ragu-ragu, dahinya berkerut. Nigel berdiri dengan cepat. "Mari kita pergi ke
kamarmu dan memeriksanya dengan teliti."
V "Nigel, itu pakaian dalamku."
"Sungguh, Pat, dalam keadaan begini mestinya kau tak peduli. Bukankah kau
menyembunyikan botol itu di antara celana-celana dalam ini?"
'Ya, tapi aku yakin aku..."
"Kita tak boleh yakin sebelum kita mencarinya di mana-mana. Dan aku senang
melakukannya." Tiba-tiba terdengar pintu diketuk, dan Sally Finch masuk. Matanya melebar karena
terkejut. Pat, yang sedang menggenggam setumpuk kaus kaki Nigel, duduk di tempat
tidur, sementara Nigel, dengan laci-laci lemari terbuka semua, sedang
257 mengaduk-aduk setumpuk baju kaus dengan penuh semangat, seperti seekor anjing.
Dan di lantai di sekitarnya berserakan celana dalam, kutang, stocking, dan
barang-barang perlengkapan wanita lainnya.
"Astaga," kata Sally, "apa yang sedang terjadi"1
"Mencari bikarbonat," jawab Nigel singkat.
"Bikarbonat" Untuk apa?"
"Aku sakit," kata Nigel sambil menyeringai. "Di sini, di turn turn turn ku dan ?hanya bikarbonat yang bisa menyembuhkannya."
"Kurasa aku juga punya."
"Percuma, Sally, hanya punya Pat yang bisa. Bikarbonat dengan merek seperti
kepunyaan Pat akan segera menyembuhkan penyakitku ini."
"Kau gila," kata Sally. "Apa sih yang dicarinya, Pat?"
Patricia -menggelengkan kepalanya dengan muram.
"Kau tak pernah melihat soda bikarbonatku, Sally?" tanyanya. "Yang hanya tinggal
sedikit di botolnya?"
"Tidak." Sally memandangnya dengan heran. Lalu ia mengerutkan dahinya.
"Sebentar, seseorang di sini -tidak, aku tak ingat Apa kau punya prangko, Pat"-
?Aku ingin mengeposkan surat, tapi kehabisan prangko."
"Ada, di laci di sana."
Sally membuka laci meja tulis, mengambil buku prangko, menyobek sebuah,
menempelkannya di surat yang dipegangnya, mengembalikan buku
258 prangko itu kembali di laci, dan meletakkan dua setengah pence di atas meja.
"Terima kasih. Apa suratmu ini juga mau diposkan?"
"Ya, tidak tidak, nanti saja." Sally mengangguk dan keluar dari kamar. Pat
?meletakkan kaus-kaus kaki yang digenggamnya tadi, dan memilin-milin jarinya
dengan gugup. "Nigel?"
"Ya?" Nigel sudah mengalihkan perhatiannya dari lemari pakaian, dan sekarang
sedang asyik merogoh saku-saku sebuah mantel.
"Ada hal lain yang harus kuakui." .
"Demi Tuhan, Pat, apa lagi yang sudah kaulakukan?"
"Aku khawatir kau akan marah."
"Aku sudah tak bisa marah lagi. Aku cuma takut saja. Jika Celia memang diracuni
dengan racun yang kucuri itu, mungkin aku akan masuk penjara selama bertahun-
tahun, atau mungkin juga digantung."
"Ini tak ada hubungannya dengan morfin. Ini tentang ayahmu."
"Apa?" Nigel berbalik dengan cepat, wajahnya menunjukkan rasa
ketidakpercayaannya. "Kau tidak tahu kalau dia sekarang sedang sakit parah, bukan?"
"Aku tak peduli lagi padanya."
"Begitulah yang disiarkan di radio tadi malam. Sir Arthur Stanley, ahli kimia
terkenal itu, sedang berada dalam kondisi yang sangat kritis."
259 "Enak, bukan, menjadi VIP" Seluruh dunia tahu kalau kau sakit"
"Nigel, jika dia sedang sekarat sekarang, kau harus berbaikan lagi dengannya."
"Aku tak sudi!"
"Tapi dia sedang sekarat!"
"Dia tetap bajingan yang sama, tak peduli waktu dia sekarat atau waktu dia
sehat!" "Kau tak boleh bersikap seperti itu, Nigel. Begitu jahat dan tak mau memaafkan."
"Dengar, Pat, aku sudah pernah bilang padamu dulu. Dia membunuh ibuku."
"Aku tahu, kau memang pernah mengatakannya, dan aku tahu kau memuja ibumu. Tapi
aku sungguh-sungguh menganggap bahwa sikapmu kadang-kadang agak berlebihan,
Nigel. Banyak suami yang tidak ramah dan tidak prihatin, dan istri-istri mereka
membenci hal itu, sehingga mereka tidak bahagia. Tapi kalau kau berkata bahwa
ayahmu membunuh ibumu, itu adalah pernyataan berlebihan dan tidak benar."
"Kau tahu banyak mengenainya, bukan?" "Aku tahu suatu hari kau akan menyesal
karena tak mau berbaikan dengan ayahmu sebelum dia meninggal. Itu sebabnya..." Pat
berhenti, memberanikan dirinya. "Itu sebabnya aku... aku menulis surat pada
ayahmu, untuk mengatakan kepadanya..."
"Kau menulis surat kepadanya" Apakah itu surat yang ingin diposkan oleh si
Sally?" Nigel beranjak ke meja tulis. "Begitu."
260 Ia memungut surat yang sudah beralamat dan berprangko itu, kemudian dengan jari-
jari gemetar merobeknya hingga kecil-kecil, dan melemparkannya ke keranjang
sampah. "Nah! Jangan berani-berani melakukan hal seperti itu lagi."
"Sungguh, N gel, kau betul-betul kekanak-kanakan. Kau bisa merobek surat itu,
tapi kau tak bisa mencegahku menulis surat lain, dan aku memang akan
menulisnya." "Kau betul-betul sentimental-Apakah pernah kaupikirkan bahwa ketika aku
mengatakan ayahku membunuh ibuku, aku betul-betul mengatakan fakta sebenarnya"
Ibuku meninggal karena Medinal dalam dosis tinggi. Saat pemeriksaan, mereka
bilang dia meminumnya secara tak sengaja. Tapi dia tidak meminumnya secara tak
sengaja. Medinal itu diberikan kepadanya secara sengaja oleh ayahku. Dia ingin
menikah dengan wanita lain, kau tahu, dan ibuku tak mau menceraikannya. Jadi ini
adalah sebuah kisah pembunuhan yang mengenaskan. Apa yang akan kaulakukan
seandainya kau menjadi diriku" Menggiring ayahmu sendiri ke polisi" Ibuku pasti
tidak menyetujuinya. Jadi aku melakukan satu-satunya hal yang dapat
kulakukan mengatakan kepada bajingan itu bahwa aku mengetahuinya, dan ?
menghilang untuk selamanya. Aku bahkan mengganti namaku."
"Nigel... maafkan aku... aku tak pernah membayangkan..."
"Yah, kau sudah tahu sekarang... Arthur Stanley
261 yang terhormat dan terkenal dengan penelitian-penelitian serta antibiotika-
antibiotikanya. Yang termasyhur di mana-mana. Tapi ternyata cewek yang
dikejarnya tak jadi menikah dengannya. Dia menghilang. Kurasa dia telah menduga
apa yang dilakukan ayahku."
"Nigel, Sayang, betapa mengenaskan. Aku menyesal..."
"Sudahlah. Kita takkan membicarakannya lagi. Mari kita bereskan masalah


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bikarbonat ini. Sekarang coba pikir kembali dengan saksama apa yang telah
kaulakukan dengan morfin itu. Pusatkan pikiranmu dan, berpikirlah, Pat."
VI Genevieve memasuki ruang duduk bersama dengan semangat menggebu-gebu. Ia
berbicara kepada teman-temannya yang berkumpul di sana dengan suara rendah dan
tegang. "Aku yakin sekarang, bahkan sangat yakin sekali tentang siapa yang membunuh si
kecil Celia." "Siapa orangnya, Genevieve?" tanya Rene. "Apa yang membuatmu begitu yakin?"
Genevieve memandang ke sekelilingnya dengan waswas, untuk meyakinkan bahwa pintu
ruang duduk itu telah tertutup rapat Ia merendahkan suaranya.
"Nigel Chapman."
"Nigel Chapman" Mengapa?"
"Dengar. Aku baru saja berjalan di sepanjang
262 koridor sebelum turun ke bawah, dan aku mendengar suara-suara,di kamar Patricia.
Waktu itu Nigel yang berbicara."
"Nigel" Di kamar Patricia?" Jean berkata dengan nada menyindir. Tapi Genevieve
melanjutkan ceritanya. "Dan dia berkata kepada Patricia bahwa ayah nyalah yang membunuh ibunya, dan
itu, pour ca, itu sebabnya dia mengganti namanya. Jadi sudah jelas, bukan"
Ayahnya adalah seorang pembunuh, dan Nigel mungkin mewarisi sifat itu...."
"Memang mungkin," ujar Mr. Chandra Lai, yang merasa senang dengan adanya
kemungkinan itu. "Memang mungkin sekali. Dia sangat kejam. Nigel, maksudku,
sangat tidak stabil. Tak bisa mengendalikan dirinya. Kalian setuju?" Ia
berbalik, menghadap ke arah Akibombo yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya
yang hitam dan berambut keriting kuat-kuat, sambil tersenyum memamerkan gigi-
giginya yang putih. "Aku selalu mempunyai perasaan yang kuat sekali," kata Jean, "bahwa Nigel itu
tidak punya mo-raL betul-betul sebuah kepribadian yang rusak."
"Ini pembunuhan seks, ya," kata Mr. Achmed Ali. "Dia pernah tidur dengan gadis
itu, kemudian dia membunuhnya. Sebab dia gadis yang baik, terhormat, dan ingin
dinikahi...." "Bangsat," kata Leonard Bateson tiba-tiba.
"Apa katamu?" "Aku bilang BANGSAT!" teriak Len.
263 Bab 17 Sambil duduk di kantor polisi, Nigel memandang dengan gugup pada mata tajam
Inspektur Sharpe. Dengan sedikit terbata-bata, akhirnya ia berhasil
mengungkapkan maksudnya. "Apakah Anda sadar, Mr. Chapman, bahwa apa yang baru saja Anda ceritakan kepada
kami adalah sangat serius" Sangat serius sekali, malah."
"Tentu saja saya menyadarinya. Kalau saya tak merasa bahwa hal ini betul-betul
mendesak, saya takkan datang kemari dan menceritakannya kepada Anda."
"Dan kata Anda Miss Lane tak bisa mengingat dengan pasti kapan terakhir kali dia
melihat botol bikarbonat berisi morfin itu."
"Pikirannya sedang kacau. Semakin dia berusaha untuk mengingat-ingat, semakin
tak yakin dia pada dirinya sendiri. Dia bilang saya malah membuatnya bingung.
Sekarang dia sedang mencoba mengingatnya lagi, sementara saya datang kemari
menemui Anda." "Kalau begitu, lebih baik kita segera datang ke Hickory Road.'
264 Ketika inspektur itu berbicara demikian, telepon di atas meja berdering, dan
petugas polisi yang selama itu mencatat cerita Nigel mengulurkan tangannya untuk
mengangkat gagang telepon itu.
"Miss Lane," katanya sambil mendengarkan. "Dia ingin berbicara dengan Mr.
Chapman." Nigel mencondongkan tubuhnya ke seberang meja untuk meraih gagang telepon itu.
"Pat" Ini Nigel."
Suara gadis itu terdengar terputus-putus, penuh semangat, sehingga kata-kata
yang diucapkannya tidak keruan.
"Nigel. Kurasa aku berhasil! Maksudku, kukira aku sekarang sudah mengetahui
siapa yang telah mengambil kau tahu mengambilnya dari laci saputanganku, ? ?maksudku kau tahu, hanya ada satu orang yang..."
?Suara itu berhenti. "Pat Halo" Kau masih di sana" Siapa orang itu?"
"Aku tak bisa mengatakannya sekarang. Nanti saja. Kau akan segera kembali,
bukan?" Gagang telepon itu cukup dekat letaknya dengan petugas polisi serta inspektur
itu, sehingga mereka juga bisa mendengarkan pembicaraan tersebut dengan jelas,
dan inspektur itu mengangguk ketika Nigel memandangnya dengan pandangan
bertanya. "Bilang padanya 'segera'," katanya.
"Kami akan -segera datang," kata Nigel. "Saat ini juga kami berangkat"
"Oh' Baiklah. Kutunggu di kamarku."
265 "Sampai nanti, Pat"
Hampir-hampir tak ada kata-kata yang diucapkan selama perjalanan singkat menuju
Hickory Road. Sharpe mengira-ngira sendiri apakah ini akan menjadi akhir dari
semuanya. Apakah Patricia Lane punya bukti-bukti yang jelas, atau cuma
perkiraannya saja" Sudah jelas bahwa ia telah mengingat sesuatu yang menurutnya
penting. Sharpe merasa gadis itu telah menelepon dari gang. Oleh karenanya, ia
harus berhati-hati dengan kata-kata yang diucapkannya. Pada saat-saat sore
seperti ini pasti banyak yang lalu lalang di sana.
Nigel membuka pintu depan Hickory Road Nomor 26 dengan kuncinya, dan mereka
masuk bersama-sama. Melalui pintu yang terbuka, Sharpe dapat melihat kepala
merah Leonard Bateson yang sedang duduk menghadapi beberapa buku di ruang duduk
bersama. Nigel memimpin jalan ke loteng dan jalan menuju kamar Pat. Ia mengetuk pintunya,
kemudian masuk. "Halo, Pat. Kami sudah..."
Suaranya terhenti, seolah-olah lehernya telah dicekik. Ia berdiri dengan tegang.
Dari balik bahunya, Sharpe juga melihat apa yang telah dilihat Nigel.
Patricia Lane tergeletak di lantai.
Inspektur itu mendorong Nigel dengan lembut ke samping. Ia berjalan mendekat,
dan berlutut di samping onggokan tubuh gadis itu. Ia mengangkat kepalanya,
memeriksa nadinya, dan kemudian meletakkan kepala itu kembali ke posisinya
semula. Sharpe berdiri lagi, wajahnya tampak muram dan kaku.
266 "Tidak," kata Nigel, suaranya melengking aneh. "Tidak. Tidak. Tidak."
"Ya, Mr. Chapman. Dia sudah meninggal."
"Tidak, tidak. Bukan Pat! Pat konyol yang tersayang. Bagaimana..."
"Dengan ini." '
Senjata yang dipakai ternyata sederhana, dan kentara kalau tidak direncanakan.
Sebuah alat penindih kertas dari marmer yang diselipkan ke dalam sebuah kaus
kaki wol. "Dipukulkan di belakang kepalanya. Sebuah senjata yang ampuh. Jika ini bisa
menghibur Anda, Mr. Chapman, saya kira dia bahkan tak mengetahui apa yang
terjadi padanya."' Nigel duduk dengan gemetar di tempat tidur. Ia berkata,
"Itu salah satu kaus kakiku... dia bermaksud untuk menisiknya.... Oh, Tuhan, dia
bermaksud untuk menisiknya...."
Tiba tiba ia mulai menangis. Ia menangis seperti anak kecil meraung-raung dan ?tidak malu-malu lagi.
' Sharpe memulai rekonstruksinya.
"Pasti seseorang yang dikenalnya dengan baik. Seseorang yang memungut kaus kaki
itu, dan kemudian menyelipkan penindih kertas itu ke dalamnya. Apakah Anda
mengenali penindih kertas ini, Mr. Chapman?"
Sharpe menggulung kaus kaki itu, dan menunjukkan penindih kertasnya.
Nigel yang masih menangis melihatnya.
TAMAN BACA 4 " "JAYA lUM - YOGYAKARTA "Pat selalu meletakkannya di mejanya. Singa dari Lucerne."
Ia menenggelamkan wajahnya di tangan.
"Pat oh, Pat! Apa yang harus kulakukan tanpa dirimu!"
?Tiba-tiba ia duduk tegak dan mengibaskan rambutnya yang awut-awutan ke belakang.
"Aku akan membunuh pelakunya! Aku akan membunuh laki-laki itu! Bajingan
pembunuh!" "Sabar, Mr. Chapman. Ya, ya, saya mengerti perasaan Anda. Memang pembunuhan
adalah tindakan brutal." .
"Pat tak pernah menyakiti siapa pun."
Sambil berbicara dengan nada menghibur, Inspektur Sharpe mengajak Nigel keluar
dari kamar itu. Kemudian ia sendiri kembali lagi ke sana. Ia membungkuk di
samping mayat gadis itu. Dengan sangat hati-hati dilepaskannya sesuatu dari
antara jari-jari gadis itu.
II Geronimo, dengan dahi penuh keringat, mengalihkan pandangannya yang penuh rasa
takut dari satu wajah ke wajah lainnya.
"Saya tak melihat apa-apa. Tak mendengar apa-apa. Sungguh. Saya tak tahu apa-apa
sama sekali. Saya dengan Maria tinggal di dapur. Saya memanasi sup campur,
memarut keju..." Sharpe menyelanya, "Tak seorang pun menuduh Anda. Kami hanya
268 ingin penjelasan saja. Siapa yang pergi dan masuk ke rumah ini pada beberapa jam
terakhir ini?" "Saya tidak tahu. Bagaimana saya bisa tahu?"
"Tapi Anda bisa melihat dengan sangat jelas dari jendela dapur, siapa yang
keluar dan siapa yang masuk, bukan?"
"Mungkin ya." "Kalau begitu, tolong katakan kepada kami."
"Pada jam seperti ini, mereka biasanya sering keluar masuk sepanjang waktu."
"Siapa yang berada di rumah ini dari jam enam sampai jam enam tiga puluh lima,
yaitu ketika kami sampai di sini?"
"Semuanya, kecuali Mr. Nigel, Mrs. Hubbard, dan Miss Hobhouse."
"Kapan mereka pergi keluar?"
"Mrs. Hubbard pergi sebelum waktu minum teh. Dia belum pulang sekarang."
"Teruskan." "Mr. Nigel keluar sekitar satu jam yang lalu, sebelum jam enam. Tampangnya
sangat muram. Dia kembali dengan Anda barusan...."
"Itu betul, ya."
"Miss Valerie, dia pergi tepat pada pukul enam. Soalnya waktu itu jam berbunyi
pip, pip, pip. Pergi ke pesta, dandannya sangat keren. Dia juga belum pulang."
"Dan yang lainnya ada di sini?"
"Ya, Sir. Semuanya di sini."
Sharpe melihat buku notesnya. Di sana tercatat
269 jam ketika Patricia menelepon. Jam enam lebih delapan menit tepat
"Semua orang berada di sini, di dalam rumah" Tak ada yang kembali selama waktu
itu?" "Hanya Miss Sally. Dia pergi untuk mengeposkan surat dan kembali."
"Tahukah Anda kapan dia kembali?"
Geronimo mengerutkan dahinya.
"Dia kembali sewaktu masih ada siaran berita."
"Sesudah jam enam, kalau begitu?"
"Ya, Sir." "Waktu itu berita apa yang sedang dibacakan?"
"Saya tak ingat, Sir. Tapi sebelum berita olahraga. Sebab, kalau sudah begitu,
kami akan mematikannya."
Sharpe tersenyum muram. Jangkauannya ternyata luas sekali. Hanya Nigel Chapman,
Valerie Hobhouse, dan Mrs. Hubbard yang dapat dike-cualikan. Ini berarti ia
harus banyak bertanya, sedangkan hal itu sangat melelahkan dan makan waktu.
Siapa saja yang berada di ruang duduk bersama, siapa yang keluar dan ruang itu"
Dan kapan" Siapa yang akan menjadi saksi seseorang" Di samping itu, sebagian
besar mahasiswa, terutama yang berasal dari Asia dan Afrika, pasti tak bisa
mengira-ngira waktu dengan baik, sehingga tugasnya malah menjadi sulit.
Tapi tugas adalah tugas, dan harus dilaksanakan.
III Di dalam kamar Mrs. Hubbard suasana terasa
270 tidak menyenangkan. Mrs. Hubbard, sedang duduk di sofa, masih mengenakan pakaian
bepergiannya, wajahnya yang bundar dan manis tampak tegang dan cemas. Sharpe dan
Sersan Cobb duduk mengelilingi sebuah meja kecil.
"Saya kira dia menelepon dari sini," kata Sharpe. "Sekitar enam atau delapan
orang keluar ma suk ruang duduk bersama saat itu, atau begitulah kata mereka,
dan tak seorang pun melihat atau memperhatikan atau mendengar telepon di gang
sedang dipakai. Tentu saja perkiraan waktu mereka tak bisa dipercaya. Separo
dari orang-orang ini tak pernah melihat jam. Tapi saya mengira dia pasti
menelepon dari sini, kalau dia memang mau menelepon kantor polisi. Anda sedang
keluar, Mrs. Hubbard, tapi saya rasa Anda tidak mengunci pintu kamar Anda?"
Mrs. Hubbard menggeleng. "Mrs. Nicoletis memang selalu mengunci kamarnya, tapi saya tak pernah."
"Nah, kalau begitu Patricia Lane bisa datang kemari untuk menelepon dengan
semangat menggebu-gebu karena apa yang diingatnya. Kemudian, sementara dia
berbicara, pintu terbuka dan seseorang melongok ke dalam atau masuk. Patricia
tersentak dan memutuskan hubungan. Apa hal itu disebabkan karena dia mengenali
orang yang baru masuk itu sebagai orang yang hampir dia sebutkan namanya" Atau
apakah dia hanya bersikap hati-hati saja" Mungkin saja. Saya cenderung pada
dugaan pertama." 271 Mrs. Hubbard langsung mengangguk setuju.
"Siapa pun orang itu, mungkin dia telah menguping dari balik pintu. Lalu dia
masuk untuk mencegah Pat meneruskan ceritanya."
"Kemudian..." Wajah Sharpe bertambah muram "Orang itu kembali ke kamar Patricia bersama-sama
dengannya, sambil bercakap-cakap dengan gaya normal dan wajar. Mungkin Patricia
menanyakan kepada gadis itu mengapa dia mengambil bikarbonat itu, dan mungkin
orang itu memberinya penjelasan yang masuk akal."
Mrs. Hubbard berkata tajam,
"Mengapa Anda katakan 'gadis itu'?"
"Aneh memang! Ketika kami menemukan mayatnya, Nigel Chapman berkata, 'Aku akan?membunuh pelakunya. Aku akan membunuh laki-laki itu!' Laki-laki! Coba Anda
perhatikan. Nigel Chapman sudah jelas mengira bahwa pembunuhnya adalah seorang
laki-laki Mungkin hal itu karena dia mengaitkan tindakan kekerasan dengan
seorang laki-laki. Mungkin juga dia mempunyai kecurigaan terhadap seorang laki-
laki, seorang laki-laki tertentu. Jika memang begitu, kita harus mengetahui
alasannya untuk mengira demikian. Tapi, menurut saya, saya cenderung pembunuhnya
adalah seorang wanita." "Mengapa?"
"Begini. Seseorang masuk ke kamar Patricia bersama-sama dengannya seseorang ?yang dirasanya aman. Itu berarti seorang gadis. Para pria
tidak pergi ke kamar gadis-gadis tanpa suatu alasan khusus. Betul begitu, bukan,
Mrs. Hubbard?" "Ya, memang bukan suatu peraturan yang keras dan kaku, tapi cukup baik untuk
ditaati." "Bagian lain dari rumah ini terpotong pada sisi ini, kecuali pada lantai dasar.
Kalau kita menganggap bahwa pembicaraan awal. antara Nigel dan Patricia telah
didengar oleh seseorang, kemungkinan besar orang itu adalah seorang wanita."
"Ya, saya mengerti maksud Anda. Kebanyakan gadis di sini tampaknya meluangkan
setengah dari waktu mereka untuk menguping dari balik pintu."
Wajah Mrs. Hubbard memerah, dan ia menambahkan dengan nada minta maaf.
"Memang agak kasar kedengarannya. Sebenarnya, meskipun rumah-rumah ini
bangunannya kokoh, ruangan-ruangannya banyak yang disekat-sekat, dan bangunan-
bangunan yang baru itu rapuh, seperti kertas. Mau tak mau, Anda pasti bisa
mendengar omongan orang lain. Saya mengakui, Jean memang sering menguping. Sudah
tipenya. Dan tentu saja ketika Genevieve mendengar Nigel bercerita kepada Pat
bahwa ayahnya membunuh ibunya, dia terpaksa berhenti dan mendengarkan semuanya."
Inspektur itu mengangguk. Ia telah mendengar keterangan Sally Finch, Jean
Tomlinson, dan Genevieve. Ia berkata,
"Siapa yang menempati kamar-kamar di samping kamar Patricia?"
"Kamar Genevieve terletak di belakangnya, dan
273 272

Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

temboknya tembok asli. Kamar Elizabeth Johnston berada di sampingnya, di dekat
tangga. Temboknya hanya tembok sekatan saja."
"Itu bisa mempersempit jangkauan," ujar inspektur itu.
"Gadis Prancis itu mendengar akhir dari pembicaraan tersebut. Sally Finch hadir
lebih awal, sebelum dia keluar untuk mengeposkan surat. Tapi kenyataan bahwa
kedua gadis itu berada di sana secara kebetulan, menghapus kemungkinan adanya
seseorang yang menguping, kecuali kalau itu dilakukan dalam waktu yang sangat
singkat.. Dengan perkecualian Elizabeth Johnston, yang mungkin bisa mendengarkan
segalanya melalui dinding jika waktu itu kebetulan dia sedang berada di
kamarnya. Tapi kelihatannya dia saat itu berada di ruang duduk bersama, ketika
Sally Finch keluar untuk mengeposkan surat"
"Apakah dia berada di ruang duduk bersama sepanjang waktu?"
"Tidak, dia naik ke loteng lagi beberapa saat kemudian, untuk mengambil bukunya
yang ketinggalan. Seperti biasa, tak seorang pun yang dapat mengatakan saatnya."
"Pelakunya bisa siapa saja di antara mereka," kata Mrs. Hubbard putus asa.
"Kalau dilihat dari pernyataan-pernyataan mereka, ya tapi kita mempunyai sebuah
?bukti kecil lain." Inspektur Sharpe mengeluarkan secarik kertas terlipat dari sakunya.
274 "Apa itu?" tanya Mrs. Hubbard. Sharpe tersenyum.
"Dua helai rambut saya ambil dari antara jari-jari Patricia Lane." "Maksud Anda?itu..." Pintu diketuk.
"Masuk," kata inspektur itu. Pintu terbuka, dan masuklah Mr. Akibombo. Ia
tersenyum lebar sekali. *Maaf," katanya.
Inspektur Sharpe berkata dengan tak sabar,
"Ya, Mr. eh em, ada apa?"
? ??"Saya kira, maaf, saya hendak membuat sebuah pernyataan. Sebuah penjelasan yang
sangat penting artinya bagi peristiwa tragis dan menyedihkan ini."
275 Bab 18 "Nah, Mr. Akibombo," kata Inspektur Sharpe menyerah. "Mari kita dengarkan apa
yang hendak Anda katakan." Mr. Akibombo disodori sebuah kursi. Ia sekarang duduk menghadap orang-orang yang
memandangnya dengan penuh perhatian.
"Terima kasih. Saya bisa mulai?"
"Ya, silakan." "Yah, Anda tahu, kadang-kadang saya mengalami perasaan-perasaan yang mengganggu
dalam perut saya." "Oh." "Sakit perut, begitulah kata Miss Sally. Tapi sebenarnya saya tidak sakit perut.
Maksud saya, saya tidak muntah."
Inspektur Sharpe menahan dirinya dengan susah payah, sementara Akibombo
menjelaskan penyakitnya secara mendetail.
"Ya, ya," katanya. "Saya yakin hal itu sangat tidak menyenangkan. Tapi Anda
ingin mengatakan pada kami..." "Mungkin karena perut saya belum terbiasa de -
276 ngan makanan di sini. Saya merasa sangat kenyang di sini." Mr. Akibombo
menunjukkan tempatnya dengan tepat. "Saya berkata pada diri saya sendiri, kurang
banyak makan daging, dan terlalu banyak kardohidrat."
"Karbohidrat," inspektur itu mengoreksinya secara otomatis. "Tapi saya tak
melihat..." "Kadang-kadang saya meminum sebuah pil kecil, mentol soda, dan kadang-kadang
puyer untuk sakit perut. Apa pun obatnya, tidak jadi masalah, pokoknya banyak
udara yang keluar. Seperti ini." Mr. Akibombo memperlihatkan bagaimana ia
bersendawa, sehingga terdengar bunyi suara sendawa yang keras sekali. "Setelah
itu," ia tersenyum lucu, "saya merasa jauh lebih baik, jauh lebih baik."
Wajah Inspektur Sharpe mulai menunjukkan warna ungu. Mrs. Hubbard berkata dengan
tegas. "Kami sudah mengerti mengenai hal itu Nah, sekarang ceritakan kelanjutannya."
"Ya, tentu saja. Yah, seperti saya katakan, saya mengalami gangguan pencernaan
itu lagi awal ming-gu lalu saya tak ingat hari apa tepatnya. Makaroni yang enak?sekali, dan saya terlalu banyak makan. Sesudahnya saya merasa sakit sekali. Saya
mencoba mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh dosen saya, tapi sulit
sekali rasanya untuk berpikir dengan rasa kenyang di sini." (Sekali lagi
Akibombo menunjukkan tempatnya). "Waktu itu, sesudah makan malam di ruang duduk
bersama, hanya ada Elizabeth di sana, dan saya berkata kepadanya, 'Apa kau punya
bikarbonat atau.puyer untuk sakit perut"
27T Punyaku habis.' Dan dia berkata, Tidak. Tapi,' katanya, 'aku pernah melihatnya
di laci Pat ketika aku hendak mengembalikan saputangannya yang * kupinjam.
Kuambilkan untukmu"' katanya. 'Pat takkan keberatan.' Jadi, dia pergi ke loteng
dan kembali dengan botol soda bikarbonat itu. Hanya tinggal sedikit di dasar
botol, hampir kosong. Saya berterima kasih kepadanya, dan pergi ke kamar mandi,
dan saya mengambil hampir semuanya, sebanyak satu sendok teh, dan mencampurnya
ke dalam air, mengaduknya, dan meminumnya."
"Satu sendok teh penuh" Satu sendok teh penuh! Oh, Tuhan!"
Inspektur itu tercengang memandangnya. Sersan Cobb sampai mencondongkan tubuhnya
ke depan dengan wajah keheranan. Mrs. Hubbard berkata lirih,
"Rasputin!" "Anda menelan satu sendok teh morfin?" "Waktu itu saya menyangkanya sebagai
bikarbonat." "Ya, ya, yang saya tak mengerti adalah bagaimana Anda masih bisa duduk di sini
sekarang!" "Kemudian, setelah itu, saya merasa sakit, benar-benar sakit sekali. Bukan hanya
kekenyangan saja. Sakit, sakit perut yang payah."
"Saya tak mengerti mengapa Anda tidak mati!"
"Rasputin," kata Mrs. Hubbard. "Mereka terbiasa memberinya racun secara
berulang-ulang dalam jumlah banyak, tapi racun-racun itu tidak mempan
terhadapnya!" 278 Mr. Akibombo melanjutkan.
"Oleh karenanya, keesokan harinya, ketika saya merasa lebih baik, saya membawa
botol itu dan isinya yang tinggal sedikit ke ahli kimia, dan saya minta tolong
kepadanya memeriksa bubuk apa yang ada dalam botol itu, yang telah membuat saya
begitu merana." "Ya?" "Dan dia menyuruh saya untuk kembali lagi. Ketika saya kembali, dia berkata,
Tidak heran! Ini bukan bikarbonat Ini boraks. Asam boraks. Anda bisa memakainya
untuk mata, ya, tapi kalau Anda menelannya sebanyak satu sendok teh, Anda akan
sakit.'" "Boraks?" Inspektur Sharpe memandangnya dengan heran. "Tapi bagaimana caranya
bubuk boraks bisa masuk ke dalam botol itu" Apa yang telah terjadi dengan morfin
itu?" Ia mengeluh, "Kasus yang membingungkan!"
"Dan saya lalu berpikir-pikir," Akibombo meneruskan.
"Anda berpikir," kata Sharpe. "Apa yang Anda pikirkan?"
"Saya berpikir tentang Miss Celia, dan bagaimana dia meninggal, dan bahwa
seseorang, setelah kematiannya, pasti telah masuk ke kamarnya dan meninggalkan
botol morfin kosong dan secarik kertas kecil yang mengatakan bahwa dia telah
bunuh diri" Akibombo berhenti, dan inspektur itu mengangguk.
"Lalu saya berkata, siapa yang mungkin mela-
" "BAYA a "79 - "
kukan ha] itu" Dan saya pikir kalau pelakunya itu seorang gadis, pasti mudah,
tapi jika seorang laki-laki, tidak begitu mudah, sebab dia harus turun ke bawah
dulu, dan kemudian naik ke loteng satunya, dan seseorang mungkin terbangun dan
mendengar atau melihatnya. Jadi saya berpikir lagi, dan saya berkata, misalnya
pelaku itu adalah seseorang di rumah ini, yang tinggal, di samping kamar Miss
Celia hanya dia saja yang berada di rumah ini, Anda mengerti. Di luar jendela ?kamar si pelaku ada sebuah balkon, dan di luar jendela Celia juga ada sebuah
balkon, dan Celia biasanya tidur dengan jendela terbuka, sebab itu adalah
kebiasaan yang sehat Jadi, kalau orang-itu bertubuh besar, kuat, dan atletis,
dia pasti bisa melompat ke seberang."
"Kamar di samping kamar Celia di sisi rumah yang lain," kata Mrs. Hubbard.
"Sebentar, itu berarti kamar Nigel dan... dan..."
"Len Bateson," sambung inspektur itu. Jarinya menyentuh kertas yang terlipat di
tangannya. "Len Bateson."
"Dia sangat ramah, ya," kata Mr. Akibombo sedih. "Dan menurut saya, dia sangat
menyenangkan, tapi secara kejiwaan kita tak pernah tahu apa yang ada di balik
permukaan seseorang. Betul begitu, bukan" Itu adalah teori modern. Mr. Chandra
Lal sangat marah ketika boraks untuk matanya hilang, dan kemudian ketika saya
menanyainya, dia berkata dia diberitabu bahwa yang mengambil itu Len Bateson...."
"Morfin itu diambil dari laci Nigel, dan diganti dengan boraks, dan ketika
Patricia Lane datang dan menukar soda bikarbonatnya dengan apa yang dikiranya
adalah morfin, tapi sebenarnya adalah bubuk boraks... Ya... saya mengerti...."
"Saya sudah menolong Anda, ya?" Mr. Akibombo bertanya dengan sopan.
"Ya, memang, kami sangat berterima kasih kepada Anda. Jangan... eh... mengulangi
cerita Anda ini kepada siapa pun."
"Tidak, Sir. Saya akan berhati-hati sekali." Mr. Akibombo membungkuk dengan
sopan, dan meninggalkan ruangan itu.
"Len Bateson," kata Mrs. Hubbard dengan suara sedih. "Oh! Tidak." Sharpe
memandangnya. "Anda tidak mengharapkan Len Bateson sebagai pelakunya?"
"Saya menyukai anak itu. Saya tahu dia pemarah, tapi dia selalu tampak
menyenangkan." "Banyak penjahat yang seperti itu," ujar Sharpe.
Dengan lembut ia membuka kertas yang terlipat itu. Mrs. Hubbard mematuhi isyarat
tangannya, dan mencondongkan badannya untuk melihat.
Di atas kertas putih itu terdapat dua helai rambut keriting pendek berwarna
merah. "Oh! Tuhan," kata Mrs. Hubbard.
"Ya," kata Sharpe serius. "Menurut pengalaman saya, seorang pembunuh biasanya
membuat paling tidak satu kesalahan."
281 280 Bab 19 Tapi ini cantik sekali, Teman," kata Hercule Poirot penuh kekaguman. "Begitu ??jernih jernih sekali."
?"Kedengarannya Anda sedang bicara tentang sup," gerutu Inspektur Sharpe.
"Mungkin ini merupakan Consomme" untuk Anda, tapi untuk saya, kejadian itu masih
merupakan suatu hal yang membingungka n."
"Sekarang tidak. Semuanya cocok pada tempatnya."
"Bahkan ini?" Inspektur Sharpe menunjukkan dua helai rambut merah itu, seperti yang telah
ditunjukkannya kepada Mrs. Hubbard sebelumnya.
Jawaban Poirot hampir mirip dengan komentar Sharpe.
"Ah ya," katanya. "Apa yang biasa mereka katakan di radio" Suatu kesalahan yang
?disengaja." Mata kedua pria itu bertemu.
"Tak seorang pun yang sepintar sangkaan mereka," kata Hercule Poirot
Inspektur Sharpe hampir tergoda untuk mengatakan,
282 "Termasuk Hercule Poirot?" Tapi ia menahan dirinya.
"Untuk yang lainnya, Teman, semuanya sudah pasti?"
"Ya, penggeledahannya akan dilakukan besok." "Anda sendiri pergi?"
'Tidak. Saya harus mendatangi Hickory Road Nomor 26. Cobb yang akan
mengurusnya." "Kita harus mengucapkan selamat bertugas kepadanya."
Dengan serius Hercule Poirot mengangkat gelasnya. Isinya crime de menthe.
Inspektur Sharpe mengangkat gelasnya yang berisi wiski.
"Semoga semuanya lancar," katanya.
II "Tempat ini betul-betul hebat," kata Sersan Cobb. Ia sedang melihat-lihat dengan
penuh kekaguman pada jendela etalase SABRINA FAIR. Dengan dilingkupi kaca-kaca
mahal dan indah, hasil karya seorang ahli kaca sehingga menimbulkan kesan ?"hijau tembus pandang" Sabrina dipertontonkan sedang terbaring, mengenakan
?bikini yang anggun dan dikelilingi oleh berbagai macam kosmetik yang terbungkus
rapi. Di samping bikini yang dikenakannya, ia juga memakai berbagai contoh
perhiasan imitasi yang besar-besar.
Detektif Polisi McCrae mendengus, menunjukkan ketidaksenangannya.
283 "Menghujat, menurutku. Sabrina Fair, ada di Milton, bukan?"
"Yah, tak ada yang bernama Milton di Alkitab,
Nak." "Kau tidak menyangkal bahwa surga adalah tentang Adam dan Hawa di Taman Firdaus
yang telah digoda oleh setan-setan dari neraka, dan jika itu bukan agama, apa
itu?" Sersan Cobb tidak menanggapi masalah yang sedang diperdebatkan itu. Ia berjalan
dengan gagah memasuki bangunan itu, dan McCrae mengikutinya dengan wajah masam.
Dalam ruangan bernuansa merah muda di dalam Sabrina Fair itu, si sersan dan
satelitnya kelihatan aneh, bagaikan seekor anjing buldog di toko porselen.
Sesosok tubuh anggun yang terbungkus dalam baju salmon merah muda yang halus
berjalan menghampiri mereka, kakinya hampir-hampir tidak menyentuh lantai.
Sersan Cobb berkata, "Selamat pagi, Madam," dan menunjukkan kartu identitasnya.
Sosok tubuh indah itu kelihatan bingung. Sesosok tubuh lain yang sama indahnya,
tapi tampak sedikit lebih tua, muncul. Ia diikuti oleh seorang nyonya yang hebat
dan anggun, dengan rambut kelabu kebiru-biruan dan pipi pipi halus tanpa
keriput, sehingga sulit bagi kita untuk menebak umurnya. Sepasang mata kelabu
yang indah dan tajam menatap pandangan tegas Sersan Cobb.
"Luar biasa," kata nyonya itu tajam. "Silakan lewat sini."
284 Ia memimpin mereka melalui sebuah ruangan persegi dengan sebuah meja di tengah-
tengahnya, tempat majalah-majalah dan koran-koran bertumpuk-tumpuk tak keruan.
Di sekeliling dindingnya, di antara gorden-gorden, secara samar-samar terlihat
wanita-wanita yang tengah dirawat oleh tangan-tangan bidadari-bidadari berjubah
merah mu ^ da. Wanita itu memimpin petugas-petugas kepolisian tersebut memasuki sebuah ruangan
kecil yang ditata seperti mang kerja, dengan meja tulis yang besar, begitu pula
dengan kursi-kursinya, tapi tidak ada pelindung terhadap sinar matahari yang
keras dari arah utara. "Saya Mrs. Lucas, pemilik bangunan ini," katanya. "Mitra kerja saya, Miss
Hobhouse, tidak ma- sukiiari ini."
?"Tidak, Madam," kata Sersan Cobb, yang memang sudah tahu sebelumnya.
"Surat penggeledahan Anda ini tampaknya sangat sewenang-wenang," kata Mrs.
Lucas. "Ini adalah ruang kerja pribadi Miss Hobhouse. Saya berharap Anda tidak
perlu... eh... mengganggu klien-klien kami."
"Saya rasa Anda tak perlu mencemaskan hal itu," sahut Cobb. "Yang kami cari tak
mungkin ada di ruang-ruang tempat pelayanan Anda."
Ia menunggu dengan sopan sampai Mrs. Lucas keluar dengan segan. Kemudian ia
memandang ke sekitar kantor' Valerie Hobhouse. Jendela yang sempit menunjukkan
sosok bangunan milik per -
285 usahaan Mayfair yang Iain. Dinding-dinding ruangan itu dicat dengan warna abu-
abu pucat, dan ada dua permadani Persia yang bagus di lantai. Matanya beralih
dari lemari besi kecil di dinding pada meja tulis besar itu.
"Tak mungkin di lemari besi itu," kata Cobb. "Terlalu kentara."
Seperempat jam kemudian, lemari besi dan laci-laci meja tulis telah terbuka dan
kelihatan isinya. "Tampaknya seperti kandang kuda," kata McCrae, yang memang selalu tampak muram
dan kurang setuju. "Kita baru saja mulai," kata Cobb.
Setelah mengosongkan laci-laci dan mengatur isinya dengan rapi dalam sebuah
tumpukan, Cobb mulai mengeluarkan laci-laci itu dan membaliknya.
Ia berteriak girang. "Ini dia, Nak," katanya.
Di sana terdapat setengah lusin buku biru kecil dengan huruf-huruf emas,
dilekatkan dengan selotip pada dasar laci-laci itu.
"Paspor," kata Sersan Cobb. "Dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri,' semoga Tuhan
% memberkati hatinya yang lugu."
McCrae membungkuk dengan penuh minat ketika Cobb membuka paspor paspor itu, dan
membandingkan foto-foto yang tertempel di sana.
"Hampir sulit untuk mengatakan bahwa semuanya ini adalah wanita yang sama,
bukan?" kata McCrae.


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paspor paspor itu adalah milik Mrs. da Silva,
286 Miss Irene French, Mrs. Olga Kohn, Miss Nina Le Mesurier, Mrs. Gladys Thomas,
dan Miss Moira O'Neele Semuanya menunjukkan wajah seorang wanita muda berkulit
gelap yang berumur antara dua puluh lima dan empat puluh tahun.
"Model rambutnya berbeda-beda pada setiap foto," kata Cobb. "Sanggul, keriting,
lurus panjang, lurus pendek, dan sebagainya. Dia melakukan sesuatu pada
hidungnya untuk Olga Kohn, menggembungkan pipinya untuk Mrs. Thomas. Ini ada dua
lagi paspor asing Madame Mahmoudi, seorang Algeria. Sheila Donovan, Eire. ? ?Kurasa dia punya rekening koran di bank dengan nama-nama ini."
"Agak ruwet, bukan?"
"Harus ruwet, Nak. Petugas pajak selalu menyelidiki dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang memalukan. Tidak begitu sulit mencari uang dengan
jalan menyelundupkan barang, tapi berbahaya dan seimbang dengan uang yang akan
kau peroleh! Kukira klub judi kecil di Mayfair dibuka oleh wanita itu untuk
alasan ini. Memenangkan uang dengan berjudi adalah salah satu hal yang ik bisa
dilacak oleh seorang petugas pajak. Sebagian besar uang itu, kurasa, disimpan di
bank-bank di Algeria atau di Prancis, dan juga di Eire. Semua ini adalah bisnis
yang direncanakan dengan sangat baik. Dan pada suatu hari-, dia pasti pernah
menggeletakkan salah sebuah paspor itu secara tak sengaja di Hickory Road, dan
gadis malang Celia itu melihatnya.
287 Bab 20 "Sungguh pintar gagasan Miss Hobhouse itu," kata Inspektur Sharpe. Suaranya
terdengar lembut, hampir terasa kebapakan.
Ia melemparkan paspor-paspor itu dari satu tangan ke tangan lainnya, seperti
sedang main kartu. "Keuangan memang ruwet," karanya. "Kami sibuk sekali menyelidiki dari satu bank
ke bank lainnya. Dia pandai menutupi jejaknya jejak ke-' uangannya, maksud ?saya. Saya kira dalam waktu dua tahun lagi dia pasti sudah menghilang, pergi ke
luar negeri dan hidup bahagia untuk selama-lamanya dengan uang haramnya, seperti
kata orang. Memang bukan pertunjukan besar berlian-berlian yang tidak sah,
?safir, dan s bagainya dimasukkan kemari dan batu-batu curian dikeluarkan juga
? ?narkotika, mungkin. Sangat baik sekali pengaturannya. Dia pergi ke luar negeri
dengan namanya sendiri, atau dengan nama-nama yang berbeda, tapi tidak terlalu
sering, dan penyelundupan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain, tanpa
kentara. Dia punya agen-agen di luar negeri yang mengatur pertukaran ransel-
ransel itu pada 288 waktu yang tepat Ya, betul-betul ide yang hebat. Dan kami harus berterima kasih
kepada M. Poirot di sini yang telah membawa kami pada jalur ini. Wanita itu juga
pintar ketika dia mengusulkan kepada Miss Austin untuk berpura-pura mencuri
seperti seorang kleptoman. Kau segera menyadari hal itu, bukan, Poirot?"
Poirot tersenyum kurang enak, dan Mrs. Hubbard memandangnya dengan penuh kekaguman. Pembicaraan yang betul-betul
dirahasiakan itu terjadi di kamar duduk Mrs. Hubbard.
"Rakus, itulah masalahnya," ujar Poirot. "Dia tergoda oleh berlian indah di
cincin Patricia Lane. Itulah kekonyolannya, karena dari situ kita langsung tahu
bahwa dia terbiasa menangani batu-batu permata yang menyebabkannya menaksir ?harga permata itu dan menggantinya dengan sebuah zirkon. Ya, saat itu saya
mempunyai gagasan-gagasan tertentu tentang Valerie Hobhouse. Dia cukup pintar.
Ketika saya menjebaknya dengan mengatakan bahwa dialah yang mengilhami Celia,
dia langsung mengakuinya dan menjelaskannya dengan cara yang simpatik."
"Tapi pembunuhan!" kata Mrs. Hubbard. "Pembunuhan berdarah dingin. Saya bahkan
belum bisa mempercayainya sampai sekarang."
Inspektur Sharpe kelihatan muram.
"Kami belum bisa menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan terhadap Celia Austin,"
katanya. "Tentu saja kami menuntutnya dengan tuduhan penyelundupan. Tak ada
kesulitan dalam hal itu. 289 Tapi tuduhan pembunuhan lebih rumit. Penuntut umum tak bisa menuntutnya. Tentu
saja motif ada, begitu pula dengan kesempatan. Dia mungkin mengetahui tentang
taruhan itu, dan di mana Nigel menyimpan morfin itu, tapi tak pernah ada bukti-
bukti nyata. Di samping itu juga ada dua pembunuhan lain yang harus
diperhitungkan. Dia mungkin telah meracuni Mrs. Nicoletis, tapi sebaliknya, dia
betul-betul tidak membunuh Patricia Lane. Sebenarnya ia satu-satunya orang yang
betul-betul bebas dari tuduhan itu. Geronimo berkata dengan tegas bahwa dia
meninggalkan rumah pada pukul enam. Dia yakin sekali akan hal itu. Saya tidak
tahu apakah dia telah menyogok Geronimo...."
"Tidak," kata Poirot sambil menggeleng. "Dia tidak menyogok Geronimo."
"Dan kami juga mempunyai kesaksian dari seorang ahli kimia di ujung jalan. Dia
mengenal Valerie dengan cukup baik, dan dia yakin Valerie datang ke tokonya pada
pukul enam lebih lima menit untuk membeli bedak dan aspirin, dan untuk
menelepon. Dia meninggalkan toko itu pada pukul enam seperempat, naik taksi dan
pergi." Poirot duduk tegak di kursinya. "Itu dia," katanya, "hebat sekali! Itu
yang kita butuhkan!"
"Apa maksud Anda?"
"Maksud saya, dia betul-betul menelepon dari bilik telepon di toko obat itu."
Inspektur Sharpe memandangnya dengan pandangan putus asa.
290 "Coba lihat, M. Poirot. Mari kita pertimbangkan fakta-fakta yang sudah kita
ketahui. Pada pukul enam lewat delapan menit, Patricia Lane masih hidup dan
sedang menelepon ke kantor polisi dari kamar ini. Anda setuju dengan hal itu."
"Saya kira dia tidak menelepon dari kamar ini." "Kalau begitu dari gang di
bawah." "Juga tidak dari sana." Inspektur Sharpe mengeluh. "Saya rasa Anda
takkan menyangkal bahwa ada telepon yang ditujukan ke kantor polisi" Anda tidak
mengira bahwa saya dan sersan saya dan Petugas Polisi Nye serta Nigel Chapman
adalah korban halusinasi belaka"1'
"Tentu saja tidak. Memang ada telepon yang ditujukan kepada Anda. Saya rasa
telepon itu berasal dari bilik telepon umum di toko obat di ujung jalan."
Inspektur Sharpe melongo selama beberapa saat. "Maksud Anda Valerie Hobhouse
yang menelepon" Dan dia berpura-pura menjadi Patricia Lane, padahal sebenarnya
Patricia Lane sudah mati.'" "Itulah maksud saya, ya." Inspektur itu terdiam
selama beberapa saat, lalu ia meninju meja.
"Saya tak percaya. Suara itu... saya mendengarnya sendiri."
'Anda memang mendengarnya. Suara seorang gadis, terengah-engah, tegang. Tapi
Anda tidak mengenal suara Patricia Lane dengan cukup baik untuk mengatakan
secara yakin bahwa itu memang suaranya."
291 "Saya mungkin tidak. Tapi sebenarnya Nigel Chapman-Iah yang mengangkat telepon
itu. Anda tak bisa mengatakan bahwa Nigel Chapman bisa ditipu. Tidak mudah untuk
menyamarkan suara melalui telepon, atau menirukan suara orang lain. Nigel
Chapman pasti tahu kalau itu bukan suara Pat."
"Ya," sahut Poirot. "Nigel Chapman pasti tahu. Nigel Chapman memang tahu bahwa
itu bukan Patricia. Siapa yang bisa lebih tahu dari dirinya, karena dialah yang
telah membunuh Pat dengan sebuah pukulan keras di kepala beberapa waktu
sebelumnya." Beberapa saat kemudian, barulah inspektur itu berhasil menemukan suaranya lagi.
"Nigel Chapman" Nigel Chapman" Tapi ketika kami menemukan mayat gadis itu... dia
menangis menangis seperti seorang anak kecil."?"Saya berani berkata," kata Poirot, "bahwa dia memang senang kepada gadis itu,
seperti halnya dia menyenangi orang lain, tapi itu tak bisa menyelamatkan
nyawanya tidak kalau gadis itu mengancam kesenangannya. Dari awal, Nigel
?Chapman sudah jelas merupakan sebuah kemungkinan. Siapa yang punya morfin" Nigel
Chapman. Siapa yang punya otak cerdas untuk merencanakan dan keberanian untuk
melaksanakan pemalsuan dan pembunuhan" Nigel Chapman. Dia mempunyai semua ciri
seorang pembunuh, sombong, dengki, dan kecerobohan untuk membuat dirinya menjadi
pusat perhatian memakai tinta hijau itu
?292 untuk melakukan suatu perbuatan yang betul-betul konyol, dan terakhir dengan
terlalu percaya pada kemampuannya, dia dengan sengaja menyelipkan rambut Len
Bateson pada jari-jari Patricia, padahal kalau Patricia dipukul dari belakang,
dia pasti tak mungkin mencengkeram rambut penyerangnya. Pembunuh-pembunuh itu
selalu bersikap begitu, terlalu tinggi egonya, terlalu kagum pada kepintaran
mereka sendiri, terlalu percaya pada kemampuannya sendiri. Nigel memang
mempunyai kemampuan kemampuan seorang anak rusak yang tak pernah tumbuh dewasa,
?yang tak pernah mau tumbuh dewasa, yang hanya melihat satu hal dirinya sendiri,
dan apa yang diinginkannya!"
"Tapi mengapa, M. Poirot" Mengapa dia membunuh" Celia Austin, mungkin,*tapi
mengapa Patricia Lane?"
"Itu," kata Poirot, "masih harus kita selidiki."
293 Bab 21 "Sudah lama kita tak berjumpa," kata Mr. Endicott tua pada Hercule Poirot. Ia
memandang Poirot dengan gembira. "Sungguh menyenangkan kau bisa mampir kemari."
"Sebetulnya tidak," ujar Hercule Poirot. "Aku butuh sesuatu."
"Yah, seperti yang kauketahui, aku masih berutang padamu. Kau membereskan kasus
Abernethy itu untukku."
"Aku kaget kau masih di sini. Kukira kau sudah pensiun." /,*
Pengacara tua itu tersenyum datar. Perusahaannya memang sudah tua dan sangat
terhormat. "Aku datang kemari hari ini terutama untuk bertemu dengan seorang klien lama.
Aku masih mengurus masalah satu atau dua orang teman lamaku."
"Sir Arthur Stanley adalah seorang teman dan klien lamamu, bukan?"
"Ya. Kami yang mengurus masalah-masalah hukumnya sejak dia masih seorang pemuda.
Seorang pria yang betul-betul cerdas, Poirot otaknya betul-betul luar biasa."?294
YOGYAKARTA "Kurasa kabar kematiannya disiarkan melalui berita pukul enam
kemarin." "Ya. Pemakamannya akan dilakukan pada hari Jumat mendatang. Dia memang sudah
lama sakit Kena kanker, begitulah yang kudengar.1
"Lady Stanley sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, bukan?"
"Sekitar dua setengah tahun yang lalu." Sepasang mata tajam di bawah alis tebal
memandang dengan tajam pada Poirot.
"Apa penyebab kematian Lady Stanley?" Pengacara itu segera menyahut, "Kebanyakan
obat tidur Medinal, sepanjang yang dapat kuingat"
"Apakah ada penyelidikan?" "Ya. Keputusannya adalah dia meminumnya secara tak
sengaja." "Apakah memang begitu?" Mr. Endicott terdiam sejenak. "Aku tak mau menghinamu,"
katanya. "Aku yakin, kau pasti punya alasan yang baik untuk menanyakan hal itu.
Aku tahu Medinal adalah obat yang agak berbahaya, sebab tak ada batasan yang
mencolok antara dosis yang efektif dan dosis yang mematikan. Jika pasien menjadi
pusing dan lupa bahwa dia sebenarnya telah meminumnya, dan kemudian meminumnya
lagi... yah, akibatnya pasti fatal." Poirot mengangguk. "Apakah itu yang
dilakukannya?" "Mungkin. Tak ada tanda-tanda bunuh diri, atau kecenderungan
untuk bunuh diri." 295 "Dan tidak ada tanda-tanda... lainnya?" Sekali lagi pandangan tajam itu tertuju
pada Poirot "Suaminya telah memberikan kesaksian." "Dan apa katanya?"
"Dia menjelaskan bahwa istrinya kadang-kadang memang bisa bingung setelah
meminum obatnya sebelum tidur malam, dan meminum obat itu lagi.'
"Apakah dia berbohong?"
"Sungguh, Poirot, betapa anehnya pertanyaanmu itu. Mengapa kau menyangka aku
bisa mengetahui hal itu?"
Poirot tersenyum. Pernyataan Endicott tak bisa mengelabuinya.
"Menurutku, Teman, kau mengetahui hal itu dengan sangat baik. Tapi untuk saat
ini aku tidak akan membuatmu malu dengan jalan menanyaimu tentang apa yang
kauketahui. Sebaliknya aku akan menanyakan pendapatmu saja. Pendapat seorang
laki-laki tentang seorang laki-laki lain. Apakah Arthur Stanley adalah seorang
laki-laki yang akan membunuh istrinya jika dia ingin menikah dengan wanita
lain?" Mr. Endicott melompat bagaikan disengat lebah. "Tidak masuk akal," katanya
marah. "Betul-betul tidak masuk akal. Tak pernah ada wanita lain. Stanley betul-
betul setia kepada istrinya."
"Ya," sahut Poirot "Aku juga mengira demikian. Dan sekarang aku akan menjelaskan
maksud kedatanganku menemu imu. Kau adalah pengacara
296 yang mengurus surat wasiat Arthur Stanley. Mungkin kau juga pelaksananya."
"Memang betul."
"Arthur Stanley punya seorang anak laki-laki. Anak itu pernah bertengkar dengan
ayahnya, dulu, sewaktu kematian ibunya. Bertengkar dan kemudian minggat Dia
bahkan sampai mengganti namanya."
"Itu aku tidak tahu. Siapa namanya sekarang?"
"Nanti akan kuberitahu. Sebelumnya, aku akan menceritakan pendapatku. Jika aku
benar, mungkin kau mau mengakui hal itu. Kukira Arthur Stanley telah
meninggalkan sepucuk surat tertutup untukmu, surat yang baru boleh dibuka dalam
keadaan tertentu, atau setelah kematiannya."
"Sungguh, Poirot! Pada abad pertengahan kau pasti sudah dibakar hidup-hidup.
Bagaimana kau bisa mengetahui hal-hal itu?"
"Kalau begitu, aku betul" Kukira ada sebuah alternatif pada surat itu. Isinya
adalah bahwa surat itu harus dihancurkan atau kau harus mengambil suatu ?tindakan tertentu." Poirot berhenti.
"Bon Dieu!" katanya tiba-tiba. "Kau belum menghancurkan..."
Poirot mengembuskan napas lega ketika Mr. Endicott dengan pelan menggelengkan
kepalanya. "Kami tidak pernah buru-buru bertindak," katanya menerangkan. "Aku harus betul-
betul menyelidiki untuk memuaskan hatiku...."
?Ia berhenti. "Persoalan ini," katanya dengan
297 tegas, "betul-betul rahasia. Bahkan kepadamu, Poirot..." Ia menggelengkan
kepalanya. "Dan bila aku bisa memberikan alasan yang baik mengapa kau harus
menceritakannya?" "Itu terserah kepadamu. Aku tak mengerti bagaimana mungkin kau bisa
mengungkapkan hal-hal yang relevan dengan. persoalan yang akan kita bicarakan
ini." "Aku tidak tahu, jadi aku terpaksa mereka-reka. Jika rekaanku benar..."
"Mustahil," kata Mr. Endicott sambil mengibaskan tangannya.
Poirot menarik napas panjang. "Baiklah kalau begitu. Dalam pikiranku, perintah
yang diberikan kepadamu adalah sebagai berikut. Pada saat kematian Sir Arthur,
kau harus melacak anak laki-lakinya, Nigel, untuk mengetahui dan meyakinkan di
mana dia tinggal dan bagaimana dia mencari nafkahnya, dan terutama apakah dia
sekarang atau dulu pernah terlibat dalam suatu tindakan kriminal apa pun."
Kali ini ketenangan seorang hamba hukum yang ada pada diri Mr. Endicott betul-
betul terguncang. Ia berteriak, hal yang sangat jarang ia lakukan.
"Karena kau kelihatannya sudah mengetahui semua fakta yang ada," katanya, "aku
akan menceritakan semua yang ingin kauketahui. Kurasa kau sudah pernah bertemu
dengan pemuda Nigel itu, sewaktu menjalankan kegiatan profesionalmu. Apa yang
dicari setan muda itu sekarang?"
"Kurasa ceritanya terjadi sebagai berikut. Sete -
298 lah minggat dari rumah, dia mengganti namanya, dan mengatakan kepada siapa saja
yang berminat bahwa dia terpaksa melakukan hal itu sebagai syarat untuk
mendapatkan suatu warisan. Kemudian dia terlibat dengan beberapa orang yang
mengelola suatu jaringan penyelundupan narkotika dan permata. Kukira dia ?berkewajiban mengurus bagian akhir dari jaringan penyelundupan itu suatu cara
?yang betul-betul cemerlang, yaitu dengan melibatkan para mahasiswa yang polos
dan bonafide. Keseluruhan bagian itu dioperasikan oleh dua orang, Nigel Chapman,
begitulah namanya sekarang, dan seorang wanita muda bernama Valerie Hobhouse,
yang kurasa adalah orang yang mengenalkan Nigel pada usaha penyelundupan itu.
Perusahaan yang mereka dirikan kecil saja, dan mereka bekerja atas dasar komisi,
tapi keuntungannya sungguh luar biasa. Barang-barang itu harus kecil bentuknya,
tapi permata dan narkotika senilai ribuan pound memang hanya membutuhkan tempat
yang sangat kecil. Semua berjalan lancar, sampai pada suatu ketika terjadilah
sesuatu yang di luar dugaan. Seorang petugas polisi datang ke pondokan mahasiswa
itu untuk mengadakan pemeriksaan, sehubungan dengan adanya pembunuhan di dekat
Cambridge. Kurasa kau mengetahui alasan mengapa informasi sekecil itu bisa
membuat Nigel panik. Dia mengira polisi itu bermaksud menangkapnya. Dia
mengambil bola-bola lampu listrik, sehingga suasana menjadi remang-remang, dan
dalam keadaan panik, dia juga membawa sebuah tas
299 ransel tertentu ke halaman belakang, mencabik cabiknya, dan melemparkannya ke
belakang mesin pemanas, karena dia takut bekas-bekas narkotikanya akan ditemukan
di dasar palsu tas itu. "Paniknya tidak begitu ketahuan, karena polisi itu hanya datang untuk bertanya
tentang seorang mahasiswa Asia keturunan Eropa. Tapi salah seorang dari gadis-
gadis yang tinggal di pondokan itu kebetulan sedang melongok ke luar jendelanya,


Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan melihat Nigel merusak ransel itu. Hal itu tidak segera menandakan
kematiannya. Sebaliknya, sebuah rencana hebat telah dipikirkan. Gadis itu
dibujuk untuk melakukan beberapa tindakan konyol yang akan menempatkannya dalam
posisi yang betul-betul tak-enak. Tapi mereka menjalankan rencana itu terlalu
jauh. Aku dipanggil. Aku menasihatkan untuk pergi ke polisi. Gadis itu ketakutan
dan mengaku. Dia hanya mengakui perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya.
Tapi kurasa dia telah mendatangi Nigel dan mendesaknya untuk mengakui urusan
dengan tas ransel serta penumpahan tinta pada catatan seorang mahasiswa lain.
Baik Nigel maupun temannya tak pernah menyangka bahwa ada orang lain yang
mengetahui tentang tas ransel itu. Seluruh rencana mereka bisa hancur
berantakan. Lebih-lebih lagi Celia, gadis yang dipersoalkan itu, juga mempunyai
sebuah informasi lain yang berbahaya, yang secara tak sengaja diungkapkannya
pada malam aku makan malam di sana. Dia mengetahui siapa Nigel sebenarnya."
300 "Tapi tentunya..." Mr. Endicott mengerutkan dahi.
"Nigel telah pindah dari satu dunia ke dunia lain. Teman-teman lamanya mungkin
mengetahui bahwa sekarang dia menyebut dirinya Chapman, tapi mereka tak tahu
apa-apa tentang pekerjaannya. Di pondokan itu, tak seorang pun yang tahu bahwa
nama aslinya adalah Stanley, tapi Celia tiba-tiba mengemukakan bahwa dia
mengenalinya dalam kedua hal itu. Dia juga tahu Valeric Hobhouse, paling tidak
pada salah satu kesempatan, telah bepergian ke luar negeri dengan paspor palsu.
Dia terlalu banyak tahu. Keesokan malamnya dia pergi untuk bertemu dengan Nigel
entah di mana, sesuai dengan perjanjian mereka. Nigel memberi gadis itu kopi
yang telah dicampur dengan morfin. Gadis itu meninggal dalam tidurnya, seolah-
olah telah melakukan bunuh diri."
Mr. Endicott betul-betul terguncang. Wajahnya menunjukkan kesan amat tertekan.
Ia menggumam lirih. "Tapi itu belum akhirnya," kata Poirot. "Wanita yang memiliki serangkaian
pondokan dan klub mahasiswa meninggal beberapa waktu kemudian dalam keadaan yang
mencurigakan, dan akhirnya tibalah kejahatan paling sadis dan paling tidak
berperasaan. Patricia Lane, seorang gadis yang mencintai Nigel dan yang
disukainya juga, turut campur dalam persoalan-persoalannya, tanpa seizinnya. Dia
berkeras bahwa Nigel harus berdamai dengan ayahnya sebelum ayahnya itu
meninggal. Nigel berbohong panjang lebar kepada gadis itu,
301 tapi akhirnya dia menyadari bahwa kekeraskepalaan Patricia mungkin dapat
mendorongnya untuk benar-benar menulis surat kedua setelah yang pertama
dihancurkan. Kukira, Teman, kau dapat menjelaskan kepadaku mengapa, dari sudut
pandang Sir Arthur, bahwa hal fatal seperti itu bisa terjadi."
Mr. Endicott berdiri. Ia berjalan ke lemari besinya di seberang ruangan, dan
membukanya. Ia kembali dengan membawa sebuah amplop panjang di tangannya. Di
belakang amplop itu ada lak merah yang sudah pecah. Endicott mengeluarkan dua
helai kertas dari amplop itu, dan menunjukkannya kepada Poirot
Endicott yang haik, Kau bisa membuka surat ini setelah kematianku. Kuharap kau mau melacak anakku
Nigel, dan menyelidiki apakah ia bersalah karena telah melakukan tindakan
kejahatan apa pun. Fakta-fakta yang akan kujelaskan berikut ini hanya aku sendiri yang
mengetahuinya. Nigel memiliki karakter yang sangat mengecewakan. Ia sudah dua
kali bersalah karena memalsukan namaku pada sebuah cek. Setiap kali aku mengakui
bahwa itu memang tanda tanganku, tapi aku memperingatkannya bahwa lain kali aku
tak mau melakukannya lagi. Pada kesempatan berikutnya, nama ibunyalah yang ia
palsukan. Ibunya memperingatkannya, tapi Nigel memohon kepadanya untuk
merahasiakan hal itu. Ibunya menolak. Sebelumnya kami pernah mendiskusikan
dirinya, maka ibunya 302 berkeras untuk menceritakan hal itu kepadaku. Kemudian, pada malam hari, ketika
Nigel memberikan obat tidur kepada ibunya, ia melebihkan dosisnya. Sebelum obat
itu bereaksi, istriku sempat datang ke kamarku dan menceritakan semua itu
kepadaku. Jadi, keesokan harinya, ketika ia ditemukan telah meninggal, aku
mengetahui siapa pelakunya.
Aku menuduh Nigel, dan berkata kepadanya bahwa aku bermaksud untuk membeberkan
semua fakta yang ada kepada polisi. Ia memohon-molwn kepadaku untuk tidak
melakukannya. Apa yang akan kaulakukan seandainya kau menjadi diriku, Endicott"
Aku tak punya bayangan apa pun tentang anakku. Aku mengenal dirinya sebagaimana
adanya, seorang anak yang berbahaya perilakunya, dan tidak memiliki kesadaran
maupun rasa kasihan. Aku tak punya alasan apa pun untuk menyelamatkannya. Tapi
pikiran tentang istriku yang tercinta tiba-tiba muncul di kepalaku. Apakah ia
mengharapkan diriku untuk bertindak adil" Kurasa aku mengetahui jawabannya ia ?pasti menginginkan anaknya diselamatkan dari uang gantungan. Ia pasti akan
merasa malu, seperti halnya diriku, bila nama kami tercoreng. Tapi ada
pertimbangan lain. Aku betul-betul yakin bahwa seorang pembunuh tetap pembunuh.
Pada masa depan, mungkin akan ada korban-korban lainnya. Aku membuat suatu
penawaran dengan anakku, dan apakah aku salah atau benar dalam hal ini, aku tak
tahu. Kusuruh dia menulis sepucuk surat
303 pengakuan tentang kejahatan yang telah dilakukannya, dan surat itu akan
kusimpan. Ia harus keluar dari rumahku dan tidak boleh kembali lagi. Ia harus
memulai hidup baru sendiri. Aku akan memberinya kesempatan kedua. Uang ibunya
akan menjadi miliknya secara otomatis. Ia mempunyai pendidikan yang baik. Ia
mempunyai kesempatan luas untuk menjadi orang baik-baik
Tapi, jika ia melakukan kejahatan lagi, surat pengakuan yang ditinggalkannya
padaku akan kuserahkan kepada polisi. Aku menyelamatkan diriku dengan penjelasan
bahwa kematianku tak bisa memecahkan masalah ini.
Kau adalah teman lamaku. Aku meletakkan masalah ini pada pundakmu, tapi aku
memohon atas nama seorang wanita yang sudah meninggal, yang dulunya adalah
temanmu juga. Carilali Nigel. Jika ia bersih, hancurkan surat ini beserta surat
pengakuan itu. Jika tidak, keadilan harus ditegakkan.
Teman yang mengasihmu*, ARTHVR STANLEY
"Ah!" Poirot menarik napas panjang. Ia membuka kertas satunya.
Dengan ini saya mengakui bahwa saya telah membunuh ibu saya dengan cara
memberinya Medinal dalam dosis berlebihan pada tanggal 18 November 195?NIGEL STANLEY
304 Bab 22 "Anda cukup memahami posisi Anda, Miss Hobhouse. Saya sudah memperingatkan
Anda..." Valerie Hobhouse memotong perkataannya.
"Saya tahu apa yang saya lakukan. Anda telah memperingatkan saya bahwa apa yang
saya katakan bisa digunakan sebagai bukti. Saya sudah siap untuk itu. Anda
menangkap saya dengan tuduhan penyelundupan. Saya tak punya harapan apa pun. Itu
berarti hukuman penjara untuk waktu lama. Sedangkan yang lain berarti saya akan
dituduh sebagai pembantu dalam melakukan pembunuhan."
"Kesediaan Anda untuk membuat sebuah pernyataan mungkin dapat menolong Anda,
lapi saya tidak menjanjikan apa-apa."
"Saya tak peduli. Lebih baik menghentikan semua kesedihan ini di dalam penjara
selama bertahun-tahun. Saya akan membuat suatu pernyataan. Saya mungkin
merupakan seorang pembantu dalam pembunuhan itu, menurut pandangan Anda, tapi
saya bukan seorang pembunuh. Saya tak pernah bermaksud membunuh atau
menginginkannya. 305 Saya tidak bodoh. Yang saya inginkan adalah adanya suatu pengadilan yang adil
terhadap Nigel. "Celia terlalu banyak mengetahui, tapi saya pasti bisa menangani hal itu. Nigel
tidak memberi saya waktu. Dia berhasil membuat Celia keluar untuk bertemu
dengannya. Katanya dia.akan mengakui tentang ransel dan urusan dengan tinta itu,
dan kemudian dia menuangkan morfin itu ke dalam cangkir kopi Celia. Dia berhasil
mendapatkan surat Celia untuk Mrs. Hubbard paginya, dan telah merobeknya sampai
pada kata-kata yang mencerminkan peristiwa 'bunuh diri'. Dia meletakkan surat
itu beserta botol morfin kosong yang telah disimpannya setelah berpura-pura ?membuangnya di samping tempat tidur Celia. Saya sekarang mengerti bahwa dia
?sudah lama merencanakan pembunuhan itu. Kemudian dia datang dan menceritakan
kepada saya apa yang telah dia lakukan.
"Hal yang sama pasti telah terjadi pula atas diri Mrs. Nick. Nigel menemukan
bahwa dia suka minum-minum, dan dia pasti sukar dipercaya. Dia berhasil bertemu
dengan Mrs. Nick, entah di mana dalam perjalanannya ke rumah, dan meracuni
minumannya. Dp menyangkal hal itu kepada saya, tapi saya; tafei bahwa itulah
yang dilakukannya. KemudiaykvjgaL Nigel datang ke kamar saya dan menceritakan
apa yang telah terjadi. Dia mengatakan apa yang harus saya kerjakan, sehingga
baik dia maupun saya akan mempunyai alibi yang kuat. Saat itu saya sudah berada
dalam perangkapnya, tak ada jalan lain. Saya rasa, jika Anda tidak
306 menangkap saya, saya pasti sudah berada di luar negeri, entah di mana, dan
memulai hidup baru di sana. Tapi Anda menangkap saya. Dan sekarang saya hanya
menginginkan satu hal saja memasti kan bahwa setan jahat yang selalu tersenyum
?itu digantung." Inspektur Sharpe menarik napas panjang. Semua ini betul-betul memuaskan, betul-
betul di luar dugaan, tapi ia masih bingung.
Polisi itu menjilat pensilnya.
"Saya rasa saya tak mengerti," katanya.
Valerie menyela, "Anda tak perlu mengerti. Saya punya alasan tersendiri."
Hercule Poirot berbicara dengan sangat lembut,
"Mrs. Nicoletis?" tanyanya.
la mendengar napas tertahan Valerie.
"Dia... dia ibu Anda, bukan?"
"Ya," sahut Valerie Hobhouse. "Dia ibu saya."
1 Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSILKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan lqj dan ketidakberuntungan L J % via
BBSC g a 307 Bab 23 "Aku tak mengerti," kata Mr. Akibombo lugu.
Ia memandang dengan cemas pada kepala merah yang satu ke kepala merah lainnya.
Sally Finch dan Len Bateson sedang sibuk berdiskusi, dan Mr. Akibombo mengalami
kesulitan untuk mengikuti pembicaraan mereka.
"Menurutmu," tanya Sally, "apakah Nigel bermaksud agar aku atau kau yang
dicurigai?" 'Kedua-duanya, kurasa," jawab Len. "Kukira dia sebenarnya telah mengambil rambut
itu dari sisir-ku.n "Aku tak mengerti, tolong," kata Mr. Akibombo. "Apakah Mr. Nigel yang melompati
balkon?" "Nigel bisa melompat seperti seekor kucing. Aku tak bisa melompati jarak seperti
itu. Aku terlalu gemuk." "Aku menyesal sekali, dan minta maaf atas kecurigaan yang tidak beralasan itu."
"Lupakan sajalah," sahut Len.
"Sebenarnya kau telah banyak membantu," kata Sally. "Hasil pikiranmu tentang ?bubuk boraks itu."
308 Wajah Mr. Akibombo menjadi cerah.
"Kita mestinya harus menyadari dari dulu," kata Len, "bahwa Nigel adalah tipe
yang betul-betul menyimpang dan..."
"Oh, demi Tuhan, kau kedengaran seperti Colin. Terus terang, Nigel selalu
membuatku merinding, dan sekarang aku tahu mengapa. Sadarkah kau, Len, bahwa
bila Sir Arthur Stanley yang malang itu tidak terlalu sentimental dan langsung
menyerahkan Nigel kepada polisi waktu itu, tiga orang akan terselamatkan
nyawanya" Pikiran itu menyeramkan, bukan?"
"Tapi kita juga harus memaklumi perasaannya...."
"Tolong, Miss Sally?"
"Ya, Akibombo?"
"Jika kau bertemu dengan dosenku di pesta universitas nanti malam, maukah kau,
tolong, menceritakan kepadanya bahwa aku telah berpikir dengan baik" Dosenku
sering bilang jalan pikiranku kacau."
"Tentu," kata Sally.
Wajah Len Bateson tampak murung.
"Dalam waktu seminggu kau akan kembali lagi ke Amerika," katanya.
Semua terdiam. "Aku akan kembali," kata Sally. "Atau kau bisa datang dan belajar di sana." "Apa
gunanya?" "Akibombo,1 kata Sally, "maukah kau, pada suatu hari nanti, menjadi seorang
pendamping dalam sebuah pernikahan?"
309 "Pendamping" Apa itu?"
"Pendamping pengantin laki-laki. Misalnya Len menitipkan sebuah cincin padamu,
dan kemudian kau dan dia pergi ke gereja dengan dandanan yang sangat rapi, dan
pada saat yang tepat, dia meminta cincin itu padamu, dan kau akan memberikan
cincin itu kepadanya, dan dia akan memasangkannya pada jariku, dan organ akan
memainkan lagu pernikahan, dan semua orang akan menangis terharu."
"Maksudmu, kau dan Mr. Len akan menikah?"
"Mestinya begitu."
"Salty!" "Kecuali, tentu saja, kalau Len tidak bersedia."
"Sally! Tapi kau tidak tahu tentang ayahku...."?"Memangnya kenapa" Tentu saja aku tahu. Ayahmu memang tidak warns. Baiklah,
banyak orang yang ayahnya tidak waras juga."
"Tapi itu bukan jenis yang menurun. Aku bisa "^-memastikan hal itu, Sally. Jika
saja kau tahu betapa putus asa dan tidak bahagianya aku karena memikirkan
dirimu." "Aku juga mengetahui hal itu sedikit"
"Di Afrika," kata Mr. Akibombo, "pada zaman dahulu kala, sebelum abad atom dan
pikiran-pikiran ilmiah bermunculan, adat pernikahan sangat aneh dan menarik.
Kuceritakan, ya?" "Lebih baik tidak," kata Sally. "Aku punya perasaan hal itu akan membuat wajah
Len dan aku menjadi merah, dan bila kau berambut merah, orang-orang akan gampang
melihat wajahmu yang merah."
310 II Hercule Poirot menandatangani surat terakhir yang disodorkan oleh Miss Lemon di
hadapannya. "Tris bien," katanya memuji. "Tak ada kesalahan satu pun."
Miss Lemon tampak sedikit tersinggung.
"Saya harap saya jarang membuat kesalahan," katanya.
"Memang jarang. Tapi pernah. Omong-omong, bagaimana kabar adik Anda?"
"Dia sedang merencanakan untuk pesiar naik kapal, M. Poirot Melancong ke negara-
negara di utara sana."
"Ah," desah Hercule Poirot.
Ia ingin tahu, apakah mungkin pesiar naik kapal..."
? ?Bukannya ia bermaksud untuk melakukan perjalanan melalui laut biar dibujuk
?bagaimana; ia takkan mau.
Jam di belakangnya berdentang satu kali.
"Jam berdentang satu kali, Si tikus berlari-lari Hickory, dickory, dock,"
gumam Hercule Poirot. "Maaf, M. Poirot?"
"Tidak apa-apa," sahut Hercule Poirot
311 Medali Wasiat 5 Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Ching Ching 5
^