Pembunuhan Di Sungai Nil 2
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie Bagian 2
bisa melakukannya kapan saja; tapi saya kira akan lebih
menyenangkan kalau menunggu lebih lama - dan berpikir-pikir
tentang hal itu sementara! Lalu ide baru datang untuk mengikuti
mereka! Ketika mereka tiba di suatu tempat yang jauh dan
kelihatan bahagia, mereka harus melihat saya! Dan ini berhasil
Linnet menjadi gelisah - tak satu hal pun bisa membuatnya
demikian! Ini memang benar-benar kena... dan saya menikmatinya.... Dia tidak bisa berbuat apa pun! Saya selalu
bermuka manis dan sopan! Tak ada kata-kata yang dapat mereka
pakai untuk menyalahkan saya! Sikap saya meracuni segalanya -
meracuni mereka." Tertawanya terdengar melengking jelas. Poirot menggenggam
tangannya. "Diamlah. Diamlah."
Jacqueline memandangnya. "Kenapa?" tanyanya. Senyumnya
benar-benar menantang. "Nona, saya mohon jangan melakukan apa yang sedang Anda
lakukan." "Maksud Anda tidak mengganggu Linnet?"
"Lebih dari itu. Jangan membuka hati untuk kejahatan."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Bibirnya terbuka; matanya dipenuhi rasa takut. Poirot meneruskan
dengan sedih, "Karena - bila Anda melakukannya - si jahat akan
datang.... Ya. si jahat pasti datang.... Dia akan masuk dan
menjadikan Anda tempat tinggalnya, dan kemudian tidak ada
kemungkinan lagi untuk mengusirnya keluar."
Jacqueline menatap Poirot. Pandangannya kelihatan bergerak,
menggeletar tak menentu. Dia berkata, "Saya - tak tahu - " Kemudian dia berteriak dengan
pasti, "Anda tak dapat
menghalangi saya." ' .....
"Tidak." kata Hercule Poirot. "Saya tidak bisa menghalangi Anda."
Suaranya sedih. "Meskipun seandainya saya harus - membunuh dia. Anda tak bisa
mencegah saya." "Tidak - tidak, jika Anda rela menerima akibatnya."
Jacqueline de Bellefort tertawa. "Oh, saya tidak takut mati! Untuk
apa lagi hidup saya" Saya rasa Anda berpendapat bahwa tidak
benar membunuh orang yang telah menyakitkan Anda - meskipun
mereka mengambil apa yang telah Anda miliki di dunia ini?"
Poirot berkata dengan tenang, "Ya, Nona. Saya yakin hal itu tak bisa
dimaafkan - membunuh."
Jacqueline tertawa lagi. "Kalau demikian Anda harus setuju dengan
rencana saya sekarang; sebab selama hal ini berhasil, saya tidak
akan menggunakan pistol.... Tapi saya takut - ya, kadang-kadang
takut - semuanya menjadi merah - saya ingin melukainya -
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
menancapkan pisau pada Linnet, atau menempelkan pistol kecil ini
di kepalanya dan lalu - menarik pelatuknya dengan jari saya -
Oh!" Seruan itu mengejutkan Poirot. "Ada apa. Nona?" Dia menoleh dan
menatap pada bayang-bayang di situ.
"Seseorang - berdiri di sana. Dia telah pergi sekarang."
Hercule Poirot memandang sekelilingnya dengan tajam. Tempat itu
kelihatan terpencil. "Kelihatannya tak ada orang lain di sini kecuali
kita, Nona." Dia berdiri. "Saya telah mengatakan apa yang ingin saya katakan.
Selamat malam." Jacqueline juga berdiri. Dia berkata setengah meminta, "Anda
mengerti - bahwa saya tidak dapat melakukan apa yang Anda
inginkan?" Poirot menggelengkan kepala. "Tidak - karena Anda sebenarnya
bisa melakukannya! Selalu ada waktu! Teman Anda, Linnet - juga
punya kesempatan di mana dia dapat membatalkan mengulurkan
tangannya.... Dia membiarkan tangannya terulur. Dan kalau
seseorang membiarkan kesempatan itu lewat, dia harus
mempertaruhkan keberaniannya, sebab kesempatan kedua itu tak
akan tiba." "Tak ada kesempatan kedua...," kata Jacqueline de Bellefort. Dia
berdiri berpikir-pikir sebentar; lalu mengangkat kepalanya dengan
menantang. "Selamat malam, Tuan Poirot."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dia menggelengkan kepala dengan sedih, dan mengikuti Jacqueline
naik ke hotel. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 6 KEESOKAN paginya Simon Doyle menghampiri Hercule Poirot ketika
dia sedang meninggalkan hotel menuju kota. "Selamat pagi, Tuan
Poirot." "Selamat pagi. Tuan Doyle."
"Anda akan ke kota" Kita bisa jalan bersama-sama."
"Saya akan senang sekali."
Kedua laki-laki itu berjalan bersama-sama, melalui gerbang dan
memasuki taman yang rindang. Simon mengambil pipa dari
mulutnya dan berkata, "Tuan Poirot, saya tahu isteri saya berbicara
dengan Anda tadi malam."
"Begitulah." Simon Doyle sedikit cemberut. Dia termasuk orang yang sulit untuk
mengatakan apa yang ada di pikirannya, dan sukar mengatakan
sesuatu dengan jelas. "Saya senang dengan percakapan Anda dan
isteri saya kemarin," katanya. "Anda membuat dia sadar bahwa
kami tak bisa berbuat apa-apa dalam hal ini."
"Tak ada peraturan legal apa pun yang dapat dijadikan senjata."
kata Poirot setuju. "Tepat. Linnet kelihatannya tidak mengerti akan hal itu." Dia
tersenyum kecil. "Linnet sudah terbiasa percaya bahwa setiap hal
yang menyakitkan bisa diajukan pada polisi."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Ya, memang akan menyenangkan kalau bisa begitu," kata Poirot.
Mereka diam. Kemudian tiba-tiba Simon berkata. Mukanya sangat
merah, "Keji sekali kalau Linnet harus menjadi korban seperti ini.
Dia tak berbuat apa pun! Kalau ada orang yang mengatakan bahwa
saya telah berlaku hina, itu tidak apa-apa! Saya kira memang saya
yang salah. Tapi saya tidak rela kalau Linnet harus menjadi korban.
Dia tidak melakukan apa pun."
Poirot menundukkan kepala dengan sedih, tapi tidak mengatakan
apa-apa. "Apakah Anda - err apakah Anda sudah - bicara dengan
Jackie - Nona de Bellefort?"
"Ya, saya telah bicara dengan dia."
"Apakah dia mau mengerti?"
"Saya rasa tidak." Simon berkata dengan marah. "Tidakkah dia bisa
melihat bahwa dirinya telah berlaku seperti keledai dungu" Tidak
sadarkah dia bahwa seorang wanita baik-baik tidak akan melakukan
hal seperti itu" Apakah dia tidak punya harga diri lagi?"
Poirot mengangkat bahunya. "Dia hanya punya rasa - sakit hati.
Bukankah begitu?" jawabnya.
"Ya, tapi semuanya gila, gadis baik-baik tak akan berbuat seperti
itu! Saya akui, sayalah yang salah. Saya telah memperlakukannya
dengan jahat. Saya bisa mengerti kalau dia menjadi muak dan tak
mau bertemu dengan saya lagi. Tapi menguntit kami ke mana-
mana - ini - ini tak senonoh! Menampakkan diri di mana mana!
Apa yang diharapkannya dengan berbuat demikian?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali - pembalasan!"
"Bodoh! Saya lebih dapat mengerti seandainya dia berusaha
melakukan suatu hal yang melodramatis - seperti menembak
saya." "Anda rasa dia lebih cenderung untuk melakukan hal itu?"
"Terus terang, ya. Dia berdarah panas - dan emosinva tak
terkendalikan. Saya tidak heran kalau dia melakukan hal hal yang
mengejutkan bila sedang panas. Tapi mengikuti kami terus-
terusan - " Dia menggelengkan kepalanya.
"Memang lebih halus. Benar-benar cerdik!"
Doyle memandangnya. "Anda tidak mengerti. Linnet benar-benar
kuatir." "Dan Anda?" Simon melihat Poirot dengan heran.
"Saya ingin mematahkan leher setan kecil itu."
"Kalau begitu tak ada perasaan-perasaan lama yang tinggal?"
"Tuan Poirot - bagaimana saya mengatakannya. Ini seperti bulan
kalau matahari sedang keluar. Kita tidak melihat bulan itu lagi.
Ketika saya bertemu dengan Linnet - tak ada Jackie lagi."
" Tiens, c'est draele, ca!" bisik Poirot.
"Apa?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Perumpamaan Anda menarik perhatian saya."
Dengan muka merah Simon berkata, "Saya rasa Jackie mengatakan
pada Anda bahwa saya mengawini Linnet karena uangnya" Itu
sama sekali bohong. Saya tidak akan menikah dengan wanita mana
pun karena uangnya! Jackie tidak mengerti bahwa sulit sekali bagi
seorang laki-laki kalau - kalau - ada seorang wanita yang
mencintainya seperti Jackie mencintai saya."
"Ah?" Poirot menengadah dengan cepat.
Simon meneruskan bicaranya, "Kedengarannya - kedengarannya
biadab sekali berkata demikian. Tetapi Jackie terlalu mencintai
saya!" " Une qui aime et une qui se laisse aimer," bisik Poirot.
"Eh" Apa yang Anda katakan" Tahukah Anda bahwa seorang laki-
laki tidak mau merasa bahwa cinta seorang wanita kepadanya lebih
dari cintanya kepada wanita itu?" Suaranya menjadi hangat, dan
dia melanjutkan. "Seorang laki-laki tak ingin merasa dimiliki, tubuh
maupun jiwa. Ini adalah sikap posesif yang menyebalkan! Laki-laki
ini kepunyaanku - dia milikku! Itu adalah hal yang tidak dapat saya
terima - tak dapat diterima seorang laki-laki mana pun! Dia ingin
lepas - ingin bebas. Dia ingin memiliki gadisnya, dia tidak mau
gadisnya memiliki dia."
Dia berhenti. Dan dengan jari-jari yang agak gemetar dia
menyalakan rokok. Poirot berkata, "Dan itukah perasaan Anda
terhadap Nona Jacqueline?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Eh?" Simon menatapnya, lalu mengakui, "Er - ya - ah, ya,
memang saya merasa begitu. Dia tidak menyadarinya, tentu saja.
Dan saya tidak dapat mengatakan hal itu kepadanya. Tapi saya
dahulu merasa tidak tenang - dan kemudian saya bertemu dengan
Linnet. Dia mempesona saya! Saya tidak pemah melihat sesuatu
yang begitu indah. Benar-benar mengagumkan. Setiap orang
berusaha memikatnya - tapi dia memilih orang miskin seperti
saya."Nada suaranya segan, heran, dan kekanak-kanakan.
"Begitu," kata Poirot. Dia mengangguk. "Ya - saya mengerti."
"Kenapa Jackie tidak dapat menerima semua ini seperti seorang
laki-laki?" kata Simon dengan benci.
Seulas senyum kecil menghias bibir atas Poirot. "Karena, Tuan
Doyle, dia bukanlah seorang laki-laki."
"Ya, bukan - maksud saya menerimanya dengan sportif!
Bagaimanapun, orang harus menelan pil pahit. Kesalahan itu
memang terletak pada saya. Saya mengakui. Tapi bagaimana lagi.
Kalau seseorang tidak cinta lagi pada gadisnya, benar-benar gila
kalau dia harus mengawininya. Dan sekarang saya tahu bagaimana
Jackie yang sebenarnya, dan sampai di mana dia bertindak. Saya
merasa beruntung dapat lepas darinya."
"Sampai di mana dia akan bertindak," ulang Poirot sambil berpikir-
pikir. "Tahukah Anda, Tuan Doyle, sampai di mana dia akan
bertindak?" Simon melihat kepadanya, agak terkejut. "Tidak - setidak-tidaknya,
apa maksud Anda?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Tahukah Anda dia membawa pistol?"
Simon cemberut, lalu menggelengkan kepala. "Saya tidak percaya
dia akan menggunakannya - sekarang. Dia bisa melakukannya
sebelumnya. Tapi saya yakin waktunya telah lalu. Dia hanya merasa
dendam sekarang - dan berusaha menyakiti hati kami."
Poirot mengangkat bahunya. "Barangkali begitu," katanya dengan
ragu-ragu. "Linnet-lah yang saya kuatirkan," kata Simon agak berlebihan.
"Saya tahu," kata Poirot.
"Sebenarnya saya tidak takut seandainya Jackie menembak saya.
Tapi dengan mengikuti kami, dia membuat Linnet tidak enak. Saya
akan menceritakan rencana kami. Barangkali Anda dapat memberi
saran-saran yang membantu. Pertama-tama saya akan mengumumkan dengan terbuka bahwa kami akan tinggal di sini
sepuluh hari. Tapi besok pagi kapal api Karnak mulai berangkat dari
Shell ke Wadi Haifa. Saya akan memesan tempat dengan nama
samaran. Besok kami akan tamasya ke Phillae. Pembantu Linnet
bisa memberesi barang-barang kami. Kami akan naik Karnak di
Shellal. Kalau Jackie tahu bahwa kami tidak kembali dia akan
terlambat mengikuti kami. Dia akan mengira kami pergi diam-diam
dan kembali lagi ke Kairo, dan saya akan menyuruh pelayan untuk
berkata demikian. Pertanyaan yang diajukan pada kantor-kantor
turis tak akan membantunya, sebab kami memakai nama samaran.
Bagaimana pendapat Anda?"
"Ya, rencana yang bagus. Dan kalau dia menunggu di sini sampai
Anda kembali?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali kami tidak kembali. Kami akan terus ke Khartoum dan
barangkali ke Kenya dengan pesawat terbang. Dia tak bisa
mengikuti ke mana saja kami pergi."
"Ya; ada waktunya sebab-sebab yang bersifat finansial tidak
mengijinkan. Dia hanya punya uang sedikit, saya rasa."
Simon memandang Poirot dengan kagum. "Anda memang cerdas.
Tahukah Anda, saya tidak pernah memikirkan hal itu. Jackie benar-
benar miskin." "Tetapi dia bisa mengikuti Anda sampai sekarang?"
Simon berkata dengan ragu-ragu, "Tentu saja dia punya
penghasilan kecil. Di bawah dua ratus sebulan, saya rasa. Saya
kira - ya, saya kira dia telah menjual modalnya untuk melakukan
apa yang sedang dilakukannya sekarang."
"Jadi akan tiba waktunya di mana dia tidak punya sumber keuangan
dan bangkrut sama sekali?"
"Ya...," Simon menjadi kalut. Pikiran itu membuatnya tidak tenang.
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Poirot memperhatikannya. "Tidak," katanya. "Itu bukan pikiran
yang bagus...." Simon berkata dengan agak marah. "Tapi saya tak bisa berbuat apa-
apa!" Lalu dia menambahkan, "Bagaimana pendapat Anda tentang
rencana saya?" "Ya. barangkali berhasil. Tapi tentu saja ini berarti mundur."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Wajah Simon merah. "Maksud Anda, kami melarikan diri" Ya,
memang benar... tapi Linnet - "
Poirot memandangnya, lalu mengangguk. "Seperti Anda katakan,
mungkin ini jalan yang terbaik. Tapi ingat, Nona Bellefort punya
otak." Simon berkata dengan ragu-ragu, "Saya merasa, suatu hari kelak
kami harus berhadapan dan berperang. Sikapnya sama sekali tidak
masuk akal." "Masuk akal, mon Dieu!" seru Poirot.
"Tak ada alasan mengapa wanita tidak bersikap seperti orang-orang
berakal," kata Simon tanpa perasaan.
Poirot berkata dengan kurang senang, "Mereka sering berbuat
begitu. Itu lebih membingungkan lagi!" Dia menambahkan, "Saya
juga akan pergi dengan Karnak. Ini merupakan bagian dari rencana
perjalanan saya." "Oh!" Simon ragu-ragu, lalu berkata dengan agak malu, "Ini bukan
karena - bukan - er - karena persoalan kami" Maksud saya, saya
tak ingin - " Poirot cepat-cepat menyela, "Sama sekali tidak. Semua ini sudah
direncanakan sebelum saya meninggalkan London. Saya selalu
merencanakan sesuatu masak-masak terlebih dahulu."
"Anda tidak pergi dari satu tempat ke tempat lain yang menarik"
Bukankah ini lebih menyenangkan?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali. Tapi untuk berhasil dalam hidup setiap detail harus
diatur dengan baik sebelumnya."
Simon tertawa dan berkata, "Itulah yang dilakukan oleh pembunuh-
pembunuh yang berotak, saya rasa."
"Ya - meskipun saya akui bahwa perkara kriminal yang paling
hebat yang saya ingat, dan satu-satunya yang sulit dipecahkan,
dilakukan menurut perasaan yang timbul ketika itu juga."
Simon berkata dengan kekanak-kanakan, "Anda harus menceritakan sesuatu tentang pengalaman Anda di atas Karnak
nanti." "Tidak, tidak; itu berarti membicarakan diri sendiri."
"Ya, tapi sangat menyenangkan. Nyonya Allerton berpendapat
begitu. Dia ingin sekali mendapat kesempatan untuk menginterview Anda."
"Nyonya Allerton" Wanita berambut putih yang menarik itu" Yang
punya anak laki laki yang sangat mencintainya?"
"Ya. Dia akan ikut rombongan Karnak juga."
"Tahukah dia bahwa Anda - "
"Tentu saja tidak," kata Simon menekankan. "Tak seorang pun
tahu. Saya berpendapat bahwa lebih baik tidak mempercayai
seorang pun." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Sikap yang mengagumkan - dan yang juga saya sendiri lakukan.
Apakah orang ketiga dalam rombongan Anda, laki-laki tinggi
berambut putih itu - "
"Pennington?" "Ya. Apakah dia bepergian bersama Anda?"
Simon berkata dengan sebal, "Tidak pada tempatnya dalam suatu
bulan madu, bukan" Pennington adalah wali Linnet. Kami tidak
sengaja berjumpa di Kairo."
"Ah, vraiment! Boleh saya bertanya" Isteri Anda belum cukup
umur?" Simon kelihatan heran. "Dia belum dua puluh satu - tapi dia tidak
minta persetujuan orang lain sebelum menikah dengan saya. Ini
merupakan kejutan besar bagi Pennington. Dia meninggalkan New
York dengan Carmanic dua hari sebelum surat Linnet yang
memberitakan perkawinan kami tiba. Jadi dia tidak tahu apa-apa
tentang hal itu." "Carmanic - " bisik Poirot.
"Dia benar-benar terkejut ketika melihat kami di Shepherd di
Kairo." "Tentu saja itu merupakan suatu kebetulan!"
"Ya, dan kami tahu dia juga ikut dengan tamasya Sungai Nil ini -
jadi dengan sendirinya kami berkumpul lagi. Di samping itu hal ini -
ya, melegakan kami juga." Dia kelihatan malu lagi. "Linnet menjadi
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
gugup. Dia mengharapkan munculnya Jackie di mana saja. Kalau
kita sedang berdua, persoalan itu selalu datang. Andrew
Pennington sangat membantu. Kami terpaksa bicara tentang hal-
hal lain." Poirot menggelengkan kepala. "Anda belum melihat akhir
persoalan ini. Tidak - akhir persoalan ini masih jauh. Saya yakin
akan hal itu." "Tuan Poirot, Anda tidak membuat kami tambah berani."
Poirot memandangnya dengan perasaan sedikit marah. Dia
berpikir, "Si Anglo Saxon ini tidak menanggapi persoalan dengan
serius, tapi malah sebaliknya! Dia tidak menjadi dewasa."
Linnet Doyle - Jacqueline de Bellefort - keduanya menganggap
persoalan itu serius. Tapi dalam sikap Simon dia tidak menemukan
apa-apa kecuali ketidaksabaran dan kemarahan seorang laki-laki.
Dia berkata, "Bolehkah saya mengajukan suatu pertanyaan yang
kurang menyenangkan" Apakah Anda yang punya ide untuk
berbulan madu di Mesir?"
Simon merah. "Tidak, tentu saja tidak. Sebenarnya saya ingin ke
tempat lain, tapi Linnet berkemauan keras. Jadi - jadi - "
Dia berhenti dengan hambar.
"Tentu saja," kata Poirot sedih.
Dia mengerti bahwa kalau Linnet punya kemauan, maka harus
dilakukan. Dia berpikir, "Aku telah mendengar tiga cerita vang
berbeda mengenai soal ini - dari Linnet Doyle, Jacqueline de
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Bellefort, dan Simon Doyle. Mana yang paling mendekati
kebenaran?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 7 LINNETdan Simon Doyle berangkat ke Phillae kira-kira pukul sebelas
keesokan paginya. Jacqueline de Bellefort duduk di balkon hotel
melihat mereka berangkat dengan perahu layar yang berwarna-
warni. Tetapi dia tidak melihat keberangkatan sebuah mobil dari
pintu depan hotel - yang di dalamnya penuh dengan kopor-kopor
dan seorang pelayan yang duduk dengan tenang. Mobil itu
berbelok ke kanan, ke arah Shellal.
Hercule Poirot memutuskan untuk menghabiskan waktu dua jam
sebelum makan siang dengan mengunjungi Pulau Elephantine di
seberang hotel. Dia menuruni anak tangga. Hanya ada dua orang laki-laki yang
melangkah memasuki salah satu perahu-perahu hotel, dan Poirot
mengikuti mereka. Kedua laki-laki itu tidak saling mengenal. Laki-
laki yang muda datang kemarin dengan kereta api. Badannya tinggi,
berambut hitam berwajah tipis dan berdagu galak. Dia memakai
celana planel abu-abu yang sangat dekil dan baju berleher tinggi -
sama sekali tidak sesuai dengan iklim di situ. Yang seorang adalah
laki-laki setengah umur berbadan pendek gemuk, yang dengan
cepat melibatkan diri dalam percakapan dengan Poirot dalam
bahasa Inggris yang patah-patah.
Laki-laki muda itu tidak mau ikut dalam percakapan itu. Dia
merengut kepada kedua kawannya, dan dengan sengaja
memunggungi mereka. Dia mengagumi ketrampilan tukang perahu
Nubia yang menyetir perahunya dengan jari-jari kakinya dan
mengatur layar dengan tangannya.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tenang sekali di atas air. Karang hitam yang besar dan licin itu
mereka lalui, dan angin sejuk menghembus wajah mereka. Dengan
cepat mereka sampai di Elephantine, dan Poirot bersama temannya
yang banyak bicara itu langsung menuju museum. Si gemuk
mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya kepada Poirot
dengan sedikit membungkuk. Pada kartu itu tertulis, "Signor Guido
Richetti. Arkeolog".
Karena tidak mau kalah, Poirot ganti membungkukkan badan dan
mengeluarkan kartu namanya. Setelah formalitas itu selesai,
keduanya melangkah masuk museum bersama-sama. Laki-laki Itali
itu menyerocos memberikan bermacam-macam keterangan.
Mereka kemudian bicara dalam bahasa Prancis.
Laki-laki muda bercelana planel itu berjalan mondar-mandir
mengelilingi museum sambil menguap terus-menerus. Dia
kemudian keluar mencari udara segar. Poirot dan Tuan Richetti
akhirnya mengikuti dia. Si Itali dengan bersemangat mengamat-
amati dan mempelajari reruntuhan-reruntuhan, tetapi Poirot
memperhatikan sebuah payung hijau yang dikenalnya, sedang
berada di antara karang-karang, kemudian lenyap menuju arah
Sungai Nil. ***** Nyonya Allerton duduk di atas sebuah karang besar. Di
pangkuannya terdapat sebuah buku, dan di sampingnya ada
sebuah buku sketsa. Poirot mengangkat topinya dengan sopan, dan
Nyonya Allerton dengan cepat memulai suatu percakapan.
"Selamat pagi," katanya. "Saya rasa sulit sekali untuk menghindar
dari anak-anak yang menjengkelkan itu."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sekelompok anak kecil merubung Nyonya Allerton. Semua
menyeringai dan mengulurkan tangan-tangan mereka sambil
berkata "Bakshish" dengan penuh harapan.
"Saya kira mereka akan bosan dengan saya," kata Nyonya Allerton
sedih. "Mereka membuntuti saya hampir dua jam - dan mendekati
saya pelan-pelan; lalu saya berteriak 'imshi' dan mengayunkan
payung saya pada mereka. Mereka bubar dalam satu dua menit
saja. Kemudian kembali lagi dan melihat terus-menerus. Mata
mereka benar-benar menjijikkan, juga hidung mereka. Saya rasa
saya kurang senang dengan anak-anak, kecuali yang bersih dan
bersikap baik." Dia tertawa sedih.
Poirot dengan gagah berusaha mengusir anak-anak itu, tetapi
tanpa hasil. Mereka bubar, lalu kembali lagi berkerumun.
"Kalau saja suasana di Mesir ini tenang, saya akan sangat senang,"
kata Nyonya Allerton. "Tapi kita tak bisa sendirian di mana pun. Pasti ada yang meminta
uang, atau menawarkan keledai, atau manik-manik, atau
mengantar ke desa-desa, atau berburu itik."
"Benar. Memang itu tidak menyenangkan," kata Poirot setuju. Dia
membeber sapu tangannya dengan hati-hati di atas karang, lalu
duduk pelan-pelan di atasnya. Anak Anda tidak menemani Anda
pagi ini?" katanya. Tidak. Tim perlu mengirim beberapa surat sebelum kami berangkat.
Kami akan pergi ke Air Terjun Kedua."
"Saya juga." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Senang sekali. Saya benar-benar merasa senang bertemu dengan
Anda. Ketika kami di Majorca, kami berkenalan dengan Nyonya
Leech, dan dia menceritakan hal-hal yang hebat mengenai Anda.
Dia kehilangan cincin batu delimanya ketika berenang, dan sangat
sedih sekali. Andaikata Anda di sana, cincin itu pasti ketemu,
katanya." "Ah, parbleau. Saya bukan anjing laut!"
Keduanya tertawa. Nyonya Allerton melanjutkan, "Saya melihat Anda dari jendela
sedang berjalan dengan Simon Doyle tadi pagi. Apa yang Anda
lakukan untuknya" Kami semua begitu ingin tahu tentang dia."
"Ah" Benar?"
"Ya. Anda tahu, perkawinannya dengan Linnet Ridgeway
merupakan surprise besar. Sebenarnya Linnet akan menikah
dengan Lord Windlesham, dan kemudian tiba-tiba dia bertunangan
dengan laki-laki yang tak dikenal itu!"
"Anda kenal baik dengan Linnet Ridgeway, Nyonya?"
"Tidak. Tapi saudara sepupu saya, Joanna Southwood, salah
seorang teman baiknya."
"Ah, ya. Saya pemah membaca nama itu di koran." Dia berhenti
sebentar. Lalu melanjutkan, "Dia adalah seorang gadis muda yang
namanya sering disebut-sebut di surat kabar. Nona Joanna
Southwood." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Oh, dia tahu bagaimana caranya mengiklankan dirinya," seru
Nyonya Allerton sengit. "Anda tidak menyukainya. Nyonya?"
"Tidak seharusnya saya berkata demikian." Nyonya Allerton
kelihatan menyesal. "Saya memang kolot. Saya tidak begitu
menyukainya. Tapi Tim dan dia sangat akrab."
"Begitu." kata Poirot.
Nyonya Allerton meliriknya. Dia kemudian mengganti pokok
pembicaraan. "Sedikit sekali anak-anak muda di sini! Gadis manis
berambut kemerahan yang selalu bersama sama ibunya yang
berturban mengerikan itulah gadis-satunya anak muda di sini. Saya
tahu Anda telah berkenalan dan bercakap-cakap dengan mereka.
Saya senang dengan gadis itu."
"Mengapa, Nyonya?"
"Saya merasa kasihan. Kita bisa menderita pada waktu kita muda
dan sensitif. Saya rasa gadis itu menderita."
"Ya, dia tidak bahagia. Kasihan."
"Tim dan saya menamakannya 'gadis murung'. Saya telah berusaha
bicara dengan dia satu atau dua kali, tapi dia selalu membentak
saya. Saya yakin dia akan ikut rombongan tamasya di Sungai Nil
nanti, dan saya harap kita semua akan menjadi lebih akrab."
"Itu suatu kemungkinan yang belum pasti, Nyonya."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya sangat senang bergaul - saya tertarik dengan orang-orang
dari bermacam macam tipe." Dia berhenti, lalu melanjutkan, "Tim
bilang bahwa gadis hitam itu - yang bernama de Bellefort - adalah
gadis yang pernah bertunangan dengan Simon Doyle. Tentunya
tidak enak bertemu satu dengan lainnya - dalam suasana seperti
itu."
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, memang - tidak enak," Poirot mengiyakan.
Nyonya Allerton meliriknya. "Barangkali Anda akan menganggap
saya orang bodoh, tapi gadis itu menakutkan saya. Kelihatannya
begitu - penuh emosi."
Poirot menganggukkan kepalanya pelan-pelan. "Anda tidak salah,
Nyonya. Emosi yang berlebihan memang selalu menakutkan."
"Apakah Anda juga tertarik dengan orang-orang biasa, Tuan Poirot"
Atau apakah Anda hanya menyukai kriminal yang mungkin terjadi?"
"Nyonya - kategori itu tetap menyangkut banyak individu di
dalamnya." Nyonya Allerton kelihatan sedikit terkejut.
"Apakah benar yang Anda maksud?"
"Ya, bila individu itu memberi kemungkinan," kata Poirot.
"Tapi berbeda, bukan?"
"Tentu saja." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nyonya Allerton ragu-ragu - dia tersenyum kecil. "Bahkan saya
juga bisa, barangkali?"
"Seorang ibu. Nyonya, bisa menjadi sangat kejam bila anaknya ada
dalam bahaya." Dia berkata dengan sedih, "Saya kira itu benar - ya, Anda memang
benar." Dia diam satu dua menit, lalu berkata dengan tersenyum, "Saya
mencoba membayangkan motif-motif yang cocok bagi setiap orang
dalam hotel ini. Ini menyenangkan sekali. Misalnya, Simon Doyle."
Poirot berkata sambil tersenyum, "Kriminalitas yang sederhana -
menuju sasarannya secara langsung. Tidak ada variasi-variasi
halus." "Dan karenanya mudah diusut?"
"Ya, dia bukan orang yang cerdas."
"Dan Linnet?" "Dia akan seperti ratu dalam buku Alice in Wonderland, 'Penggal
kepalanya'?" "Tentu. Suatu kebenaran monarki! Dengan sedikit sentuhan kebun
anggur Naboth. Dan gadis yang berbahaya itu - Jacqueline de
Bellefort - bisakah dia menjadi pembunuh?"
Poirot ragu-ragu sebentar, lalu berkata dengan kurang yakin, "Ya,
saya kira bisa." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tapi Anda tidak yakin."
"Benar. Si kecil itu agak membingungkan saya."
"Saya kira Tuan Pennington tidak akan masuk hitungan. Dia
kelihatan begitu kering dan sakit-sakitan - seperti tak punya
kekuatan." "Mungkin juga bisa. karena kemauan keras untuk mempertahankan
diri." "Ya, saya kira benar. Dan Nyonya Otterboume yang berturban?"
"Selalu ada kesia-siaan."
"Sebagai motif pembunuhan?" tanya Nyonya Allerton ragu-ragu.
"Kadang-kadang, motif pembunuhan itu sangat remeh, Nyonya."
"Motif apakah yang paling sering Anda jumpai, Tuan Poirot?"
"Paling sering - soal uang. Ini dengan bermacam-macam variasi.
Lalu ada dendam - dan cinta, dan ketakutan, dan kebencian, dan
kebajikan - " "Tuan Poirot!" "Oh ya. Nyonya. Saya tahu - misalnya saja A - disingkirkan oleh B
agar bisa memperoleh C. Pembunuhan-pembunuhan yang
berdasarkan politik sering terjadi dengan motif demikian.
Seseorang dianggap berbahaya bagi keamanan, dan dia
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
disingkirkan dengan alasan tersebut. Orang-orang demikian lupa
bahwa soal mati dan hidup adalah persoalan Tuhan."
Dia bicara dengan nada sedih.
Nyonya Allerton berkata pelan-pelan, "Saya senang Anda
mengatakan demikian. Tapi sama saja. Tuhan memilih."
"Ada bahaya seperti itu, Nyonya."
Dia berkata dengan suara ringan. "Setelah percakapan ini. Tuan
Poirot, saya rasa tak ada lagi yang tinggal hidup!" Dia berdiri.
"Kita harus kembali. Kita akan segera berangkat setelah makan
siang." Pada waktu mereka sampai di jembatan pangkalan, pemuda
dengan baju berleher tinggi itu baru saja masuk ke perahu,
sedangkan si laki-laki gendut sudah menunggu di dalamnya. Ketika
tukang perahu Nubia mengembangkan layar dan perahu mulai
meluncur, Poirot memberikan komentar dengan sopan,
"Banyak sekali hal-hal yang indah yang harus dilihat di Mesir."
Lelaki muda itu mengisap pipa yang berbau busuk. Dia mengambil
pipa tersebut dan berkata dengan tegas dalam aksen seorang yang
terpelajar. "Semua membuat saya muak."
Nyonya Allerton memakai kaca matanya dan memperhatikan
pemuda itu. "Benarkah" Mengapa?" tanya Poirot.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Perhatikan saja piramid-piramid itu. Balok-balok besar dari batu
yang tak ada gunanya itu ditumpuk hanya untuk menunjukkan
egoisme raja lalim yang semakin gembung. Bayangkanlah orang-
orang yang berkeringat dan tak berdaya yang membangunnya dan
mati karenanya. Semuanya membuat saya muak karena ingat
kesakitan dan siksaan yang mereka alami."
Nyonya Allerton berkata dengan riang, "Bagi Anda lebih baik tidak
ada piramid, tidak ada Parthenon, tidak ada kuburan indah atau
kuil. Anda akan sangat puas bila orang makan tiga kali sehari dan
meninggal di tempat tidur mereka."
Pemuda itu merengut marah kepadanya. "Saya kira manusia lebih
penting daripada batu."
"Tapi mereka juga tidak menderita," kata Hercule Poirot.
"Saya lebih suka melihat pekerja yang berkecukupan daripada hasil
seni. Yang penting adalah masa depan - bukan masa lalu."
Tuan Richetti menjadi sebal dengan percakapan itu dan dia berkata
dengan cepat, mengeluarkan kalimat-kalimat yang tak mudah
diikuti. Pemuda itu menjawab dengan mengatakan pendapatnya tentang
sistem kapitalis. Dia berkata dengan berapi-api. Ketika pidatonya
selesai, mereka tiba pada jembatan pangkalan hotel. Nyonya
Allerton dengan gembira berkata, "Sudah, sudah." dan melangkah
ke darat. Pemuda itu memandangnya dengan jengkel.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Di ruang depan hotel, Poirot menjumpai Jacqueline de Bellefort
yang mengenakan pakaian berkuda. Dia mengangguk sinis kepada
Poirot. "Saya ingin menunggang keledai. Ada desa yang menarik, menurut
Anda, Tuan Poirot?" "Itukah acara Anda hari ini, Nona" Eh bien, desa-desa itu bagus -
tapi tidak cukup menarik."
Dengan anggukan kecil dia melangkah ke luar ke udara cerah.
Poirot menyelesaikan memberesi barang-barangnya. Ini pekerjaan
yang sangat mudah, karena semua miliknya selalu teratur rapi.
Kemudian dia ke ruang makan dan memesan makan siang.
***** Setelah semua selesai makan siang, bis hotel membawa
penumpang-penumpang yang akan ke Air Terjun Kedua ke stasiun,
di mana mereka harus naik kereta api ekspres jurusan Kairo-Shellal
yang makan waktu sepuluh menit. Penumpang-penumpang bis itu
adalah keluarga Allerton, Poirot, pemuda bercelana planel, dan
laki-laki Itali. Nyonya Otterbourne dan anak perempuannya telah
pergi ke Dan dan Phillae. dan kemudian mereka akan menumpang
kapal yang sama di Shellal.
Kereta dari Kairo ke Luxor terlambat dua puluh menit. Akhirnya
kereta itu datang juga - dan terjadilah kegiatan rutin seperti biasa.
Kuli-kuli yang membawa koper keluar bertumbukan dengan kuli-
kuli yang membawa koper masuk. Akhirnya, dengan agak terengah,
Poirot mendapat satu ruangan dengan barang keluarga Allerton
dan beberapa barang yang tak dikenal pemiliknya, sedangkan Tim
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dan ibunya ada di tempat lain dengan sisa-sisa barang bawaan
mereka. Dalam ruangan itu ada seorang wanita tua dengan wajah berkerut-
kerut dan ekspresi muka yang congkak. Dia memakai baju putih
dan perhiasan berlian yang tersebar di seluruh tubuh. Dia melihat
Poirot dengan pandangan angkuh dan menyembunyikan kepalanya
lagi dalam lembaran majalah Amerika. Seorang wanita besar dan
kaku, berumur di bawah tiga puluhan duduk di depannya. Dia
mempunyai mata coklat besar yang menyenangkan, seperti mata
seekor anjing. Rambutnya tidak rapi dan wajahnya adalah wajah
penurut yang ingin menyenangkan orang lain. Kadang-kadang
wanita tua itu memperhatikannya dari atas majalah yang
menutupinya, dan memerintahnya dengan bentakan.
"Cornelia, gulung permadani itu." "Kalau sudah sampai, jaga kopor
pakaianku. Jangan biarkan orang lain menyentuhnya."
"Jangan lupa penggunting kertasku."
Perjalanan itu singkat. Dalam waktu sepuluh menit mereka tiba di
sebuah tembok laut, di mana kapal api Karnak sedang menunggu
mereka. Keluarga Otterboume sudah datang terlebih dulu.
Kapal api Karnak lebih kecil dan kapal Papyra, dan Lotus yang
membawa penumpang ke Air Terjun Pertama, dan keduanya terlalu
besar untuk bisa melewati bendungan Aswan. Para penumpang
menuju ke tepi. Mereka kemudian dipersilakan melihat tempat
masing-masing. Karena kapal itu tidak penuh, kebanyakan penumpang mendapat
tempat di dek. Bagian depan dek ini merupakan ruangan kaca, di
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
mana penumpang dapat duduk sambil melihat sungai yang
terbentang luas. Di bawah dek itu ada ruangan untuk merokok dan
ruang duduk kecil, dan di bawahnya adalah ruang makan.
Setelah melihat barang-barangnya masuk dalam kabin, Poirot
keluar menuju dek melihat proses pemberangkatan. Dia mendekati
Rosalie Otterbourne yang bersandar di sisi dek.
"Sekarang kita menuju Nubia. Anda merasa senang, Nona?"
"Ya. Saya merasa lepas dari sesuatu, akhirnya."
Dia membuat gerakan dengan tangannya. Ada suatu aspek
kebiadaban pada lapisan air yang membentang di depan mereka;
karang yang besar tanpa tumbuh-tumbuhan muncul di atas air - di
sana sini ada bekas-bekas rumah yang roboh dan rusak akibat
naiknya air sungai. Suatu pemandangan yang menyedihkan.
"Lepas dari orang-orang," kata Rosalie Otterbourne.
"Kecuali mereka yang ikut dalam perjalanan ini."
Dia mengangkat bahu, lalu berkata. "Ada sesuatu dalam negara ini
yang membuat saya merasa kejam. Sesuatu yang membawa ke luar
segala yang mendidih di dalam diri kita. Segalanya begitu tidak
adil - tidak benar."
"Benarkah" Anda tidak bisa menimbang berdasarkan bukti materi
saja." Rosalie bersungut. "Perhatikan - perhatikan saja ibu-ibu lain - dan
perhatikan ibu saya. Tidak ada Tuhan kecuali seks, dan Salome
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Otterboume adalah Nabinya." Dia berhenti. "Saya tidak seharusnya
mengatakan hal itu, saya rasa."
Poirot membuat gerakan dengan tangannya. "Kenapa tidak
mengatakannya - pada saya" Saya termasuk mereka yang suka
mendengar banyak hal. Seperti Anda katakan, bila ada sesuatu
yang mendidih di dalam - seperti selai - eh, bien, biarkan buihnya
naik ke permukaan, dan selai itu akan bisa diambil dengan sendok."
Dia membuat gerakan seolah-olah membuang sesuatu ke dalam
Sungai Nil. "Dan semuanya akan hilang."
"Anda memang luar biasa!" kata Rosalie. Mulutnya yang merengut
berubah tersenyum. Kemudian tiba-tiba wajahnya tegang kembali
sambil berseru, "Oh, Nyonya Doyle dan suaminya! Saya tidak
mengira mereka ikut tamasya ini!"
Linnet baru saja muncul dari sebuah kabin di bawah dek. Simon
mengikutinya. Poirot heran melihat wajahnya - begitu berseri,
begitu yakin. Dia kelihatan angkuh dengan kebahagiaannya. Dan
Simon Doyle pun berubah. Dia menyeringai lebar dan kelihatan
seperti anak sekolah yang riang gembira.
"Menyenangkan sekali," katanya sambil bersandar di pagar kapal.
"Tamasya ini pasti menggembirakan. Bukan begitu. Linnet"
Rasanya tidak seperti wisatawan - seolah-olah kita benar-benar
masuk ke dalam Mesir."
Isterinya menjawab dengan cepat, "Ya. Kelihatannya bertambah
buas." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tangannya menggandeng lengan suaminya, yang menekannya
keras-keras ke tubuhnya. "Kita berangkat, Lin," bisiknya.
Kapal itu melepaskan diri dan daratan. Mereka memulai perjalanan
ke Air Terjun Kedua dan akan kembali lagi dalam waktu seminggu.
Di belakang mereka terdengar tertawa renyah yang nyaring. Linnet
membalikkan badannya. Jacqueline de Bellefort berdiri di situ. Dia
kelihatan senang. "Halo Linnet! Aku tidak mengira kau ada di sini. Rasanya kau
pernah mengatakan akan tinggal di Aswan sepuluh hari lagi. Ini
benar-benar suatu kejutan!"
"Kau - kau tidak - ," lidah Linnet gemetar. Dia memaksakan diri
untuk tersenyum. "Aku - aku juga tidak mengira kau di sini."
"Benar?" Jacqueline berpindah ke sisi lain. Cengkeraman Linnet pada
suaminya bertambah erat. "Simon - Simon - "
Wajah Simon berubah. Dia kelihatan marah. Tangannya
menggenggam keras-keras, berusaha menguasai diri.
Keduanya menjauh. Tanpa menolehkan kepalanya, Poirot
mendengar kata-kata terputus, " kembali... tak mungkin... kita
bisa", dan kemudian Simon Doyle berkata dengan suara agak keras,
dan putus asa, tetapi kejam, "Kita tidak bisa selalu melarikan diri,
Lin. Kita harus menghadapinya sekarang...."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Beberapa jam berlalu. Cahaya matahari suram. Poirot berdiri di
ruang kaca melihat lurus ke depan. Kapal api Karnak akan melewati
terowongan sempit. Karang-karang yang merendah kelihatan buas
dengan sungai yang mengalir di antaranya. Mereka sampai di
Nubia. Poirot mendengar langkah orang dan Linnet Doyle berdiri di
dekatnya. Poirot tidak pernah melihatnya seperti itu. Pada
wajahnya terlihat suatu rasa ketakutan yang menghinggapi seorang
kanak-kanak. Dia berkata, "Tuan Poirot, saya takut - saya takut dengan
segalanya. Saya tak pernah merasa seperti ini. Karang-karang itu
kelihatan kaku, kejam, dan tak mengenal kasihan. Ke mana kita
sekarang" Apa yang akan terjadi " Saya benar-benar takut. Setiap
orang membenci saya. Saya tidak pernah merasa seperti ini. Saya
selalu baik dengan orang lain - saya membantu mereka - dan
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka membenci saya - banyak orang membenci saya. Kecuali
Simon, semua memusuhi saya.... Benar-benar tidak enak merasa -
bahwa ada orang yang membenci kita."
"Kenapa, Nyonya" Apa yang terjadi?"
Dia menggelengkan kepala. "Saya kira - gugup.... Saya hanya
merasa bahwa - segalanya tidak aman di sekitar saya."
Dia menoleh dengan gugup, lalu berkata, "Bagaimanapun
semuanya akan berakhir. Kita terperangkap di sini. Terjebak! Tak
ada jalan keluar. Kita harus berjalan terus. Saya - saya tak tahu di
mana saya berada." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Gadis itu duduk. Poirot memandangnya dengan sedih. Pandangan
penuh belas kasihan. "Bagaimana dia tahu kami ada di kapal ini?" Dia berkata.
"Bagaimana dia tahu?"
Poirot menggelengkan kepala sambil berkata, "Dia punya otak,
Nyonya." " "Rasanya saya tak pernah akan lepas darinya."
Poirot berkata, "Ada sebuah rencana yang bisa Anda lakukan.
Sebenarnya saya heran kenapa Anda tidak memikirkannya. Bagi
Anda, Nyonya, uang bukanlah soal. Kenapa Anda tidak mencarter
kapal sendiri?" Linnet menggelengkan kepala tak berdaya. "Kalau saja kami tahu -
tapi kami tak tahu saat itu. Dan sulit sekali...."
Dia kelihatan tidak sabar. "Oh! Anda tidak mengerti Simon.... Dia -
dia sangat sensitif - dengan uang. Karena saya kaya! Dia ingin saya
pergi ke suatu tempat kecil di Spanyol dengan dia - dia - dia mau
mengongkosi sendiri biaya bulan madu kami. Seolah-olah uang
menjadi soal! Laki-laki memang bodoh! Dia harus membiasakan diri
untuk - untuk hidup berkecukupan. Ide mencarter kapal ini bisa
memusingkan kepalanya - pengeluaran - pengeluaran yang tak
perlu. Saya harus mengajarinya - pelan-pelan."
Linnet mendongak, menggigit bibirnya keras-keras, seolah-olah
merasa bahwa dia telah berkata terlalu banyak tentang
kesulitannya. Dia berdiri. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya harus pergi. Maaf, Tuan Poirot. Saya rasa saya telah
membicarakan tentang soal-soal yang tolol.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 8 NYONYA Allerton yang kelihatan tenang dan menarik dengan baju
hitamnya yang sederhana itu menuruni dua dek menuju ruang
makan. Pada pintu masuk, anaknya baru muncul. "Maaf, Sayang,
aku kira sudah terlambat."
"Di mana kita duduk?" Ruangan itu penuh dengan meja-meja kecil.
Nyonya Allerton baru berhenti ketika seorang pelayan yang sedang
melayani sekelompok tamu mendekatinya.
"Aku meminta agar si kecil Hercule Poirot makan bersama-sama
kita," kata Nyonya Allerton.
"Oh, Pou!" kata Tim agak terkejut dan marah. Ibunya
memandangnya dengan heran. Tim biasanya tidak sesulit itu.
"Kau keberatan?"
"Ya. Pembual besar."
"Oh, tidak benar, Tim! Aku tidak setuju dengan pendapatmu."
"Bagaimanapun, apa gunanya kita campur dengan orang luar"
Terkurung dalam kapal kecil seperti ini - akan membosankan. Dia
akan selalu menemui kita, pagi, siang,dan malam."
"Maaf, kalau begitu." Nyonya Allerton kelihatan tidak enak.
"Aku pikir kau akan senang. Dia punya bermacam-macam
pengalaman. Dan kau suka cerita detektif."
Tim menggerutu. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Kalau saja Ibu tidak berpendapat begitu. Kita tidak akan biasa
menghindarinya sekarang."
"Tentu saja tidak. Tim."
"Oh, baiklah. Rencana Ibu jalan terus."
Pelayan datang saat itu. dan membawa mereka ke sebuah meja.
Muka Nyonya Allerton agak bingung ketika dia mengikutinya. Tim
biasanya baik dan tidak sesulit itu. Kemarahannya benar-benar
mengherankan. Seperti bukan dia saja. Tim bukan orang yang biasa
benci atau tidak percaya pada seorang asing. Dia sangat
kosmopolitan. Oh - wanita tua itu menarik napas. Laki-laki
memang tidak bisa dimengerti! Meskipun seorang yang paling
dekat dan paling disayangi, punya reaksi dan perasaan yang tidak
bisa diduga. Ketika mereka duduk, Hercule Poirot datang dengan cepat dan
diam-diam ke ruang makan. Dia berhenti. Tangannya memegang
bagian belakang kursi ketiga. "Nyonya, Anda benar-benar
mengundang saya?" "Tentu saja. Silakan duduk, Tuan Poirot."
"Anda baik sekali."
Nyonya Allerton tahu bahwa ketika Poirot duduk dia melirik Tim
dan Tim tidak berhasil menutupi wajahnya yang kesal. Nyonya
Allerton berusaha membuat suasana yang menyenangkan. Ketika
mereka makan sup, dia mengambil daftar penumpang yang terletak
di samping piringnya. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Mari kita menebak orang-orang di sini," katanya riang. "Saya rasa
ini menyenangkan." Ia mulai membaca, "Nyonya Allerton, Tuan T. Allerton. Gampang.
Nona de Bellefort. Mereka menempatkannya semeja dengan
keluarga Otterbourne. Apa dia bisa berkawan dengan Rosalie"
Siapa kemudian" Dr. Bessner. Dr. Bessner" Siapa dapat
menunjukkan Dr. Bessner?"
Dia memperhatikan sebuah meja yang dikerumuni empat orang
laki-laki. "Aku rasa orang yang gemuk itu dengan kepala yang
hampir gundul dan berkumis. Orang Jerman kelihatannya. Dia
sedang menikmati supnya."
Suara kecap terdengar dengan jelas dari meja mereka. Nyonya
Allerton melanjutkan, "Nona Bowers" Bisa menebak Nona Bowers
tidak" Ada tiga atau empat wanita - tidak - kita tinggal dulu saja.
Tuan dan Nyonya Doyle. Ya, tentu saja, orang yang paling dikenal
dalam tamasya ini. Dia sangat cantik, dan bajunya indah sekali."
Tim menoleh. Linnet dan suaminya, serta Andrew Pennington
mendapat tempat di pojok. Linnet memakai baju putih dan kalung
mutiara. "Kelihatannya biasa saja," kata Tim. "Hanya sepotong kain
dengan semacam tali di tengahnya."
"Ya, Sayang," kata ibunya. "Uraian yang bagus dari seorang laki-laki
untuk sebuah model dengan harga puluhan ribu."
"Aku tidak mengerti kenapa wanita begitu senang membelanjakan
uang sebanyak itu untuk baju-baju mereka saja," kata Tim. "Aneh
kelihatannya." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nyonya Allerton meneruskan permainannya menebak-nebak
penumpang kapal itu. "Tuan Fanthorp pasti salah satu dari empat
orang yang di meja itu. Laki-laki muda yang tak pernah bicara.
Wajahnya cukup ganteng. Waspada, tapi cerdas."
Poirot mengiyakan. "Ya, dia cerdas. Dia tidak bicara, tapi dia
mendengarkan dengan penuh perhatian. Dan dia juga
memperhatikan. Ya, dia menggunakan matanya dengan baik.
Bukan tipe orang yang biasa dijumpai dalam perjalanan yang
menyenangkan. Apa yang dikerjakannya di sini?"
"Tuan Ferguson," kata Nyonya Allerton. "Rasanya si Ferguson ini
teman kita yang antikapitalis. Nyonya Otterboume, Nona
Otterbourne. Kita semua tahu. Tuan Pennington" Alias Paman
Andrew. Wajahnya menarik - "
"Ah, Ibu," kata Tim.
"Aku rasa dia cukup menarik, dalam arti bukan manis." kata Nyonya
Allerton. "Dagunya agak kejam. Barangkali termasuk orang yang
suka kita baca di surat kabar, yang beroperasi di Wall Street - atau
di dalam Wall Street" Dia pasti seorang yang sangat kaya.
Berikutnya - Tuan Hercule Poirot - yang sedang membuang-buang
bakatnya. Bisakah kau membuat suatu kriminal untuk Tuan Poirot,
Tim?" Tetapi rupanya gurauan Nyonya Allerton hanya membuat marah
anaknya. Tim cemberut dan Nyonya Allerton cepat-cepat
meneruskan, "Tuan Richetti. Teman kita - si arkeolog. Lalu Nona
Robson, dan terakhir Nona Van Schuyler. Yang paling akhir ini
gampang. Nona Amerika yang berwajah jelek, yang merasa dirinya
ratu dalam kapal ini dan yang tak mau mengenal orang lain dan
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
tidak bicara kepada orang yang di bawah standarnya. Dia memang
menakjubkan, bukan" Semacam benda antik. Kedua wanita yang
bersama-sama dia pasti Nona Bowers dan Nona Robson -
barangkali seorang sekretaris - yang kurus dan berkaca mata itu,
dan seorang keluarga miskin, wanita muda yang agak menimbulkan
belas kasihan itu. Dia kelihatannya senang meladeni. Aku rasa
Robson ini si sekretaris dan Bowers keluarga miskin itu."
"Salah," kata Tim sambil menyeringai. Tiba-tiba saja dia pulih dan
mulai mau bercanda. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Sebab aku di ruang duduk sebelum makan, dan si tua itu berkata
kepada temannya, 'Di mana Nona Bowers" Jemput dia segera,
Cornelia.' Dan si Cornelia pergi seperti anjing yang penurut."
"Aku akan bicara dengan Nona Van Schuyler " kata Nyonya
Allerton. Tim menyeringai lagi. "Dia akan membentak Ibu."
"Tidak. Aku akan mulai dengan duduk di dekatnya dan bercakap-
cakap dengan nada suara rendah (tetapi meyakinkan) tentang
relasi-relasi dan teman-teman yang berpangkat yang dapat kuingat
Kurasa nama sepupumu, Duke dari Glasgow akan bisa menjadi
umpan." "Ah, Ibu mau seenaknya saja!"
Kejadian-kejadian setelah makan malam itu mereka perhatikan dan
bicarakan. Laki-laki muda antikapitalis itu (yang ternyata bernama
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tuan Ferguson, seperti telah diduga) menuju ruangan merokok
karena dia merasa sebal dengan orang-orang yang berkumpul di
ruangan kaca di dek atas.
Nona Van Schuyler mencari tempat yang paling strategis dan tak
berangin dengan mendesak meja di mana Nyonya Otterbourne
duduk. Dia berkata, "Maaf, saya rasa rajutan saya tertinggal di sini!"
Bagaikan kena hipnotis, si turban berdiri dan memberikan tempat
duduknya. Nona Van Schuyler menempatkan diri dan pengiringnya.
Nyonya Otterbourne duduk di dekatnya dan menyemburkan
bermacam kata-kata, yang dijawab dengan sopan-santun yang
dingin, dan yang menyebabkannya mengalah. Nona Van Schuyler
duduk sendirian dengan megah.
Keluarga Doyle duduk bersama-sama dengan keluarga Allerton. Dr.
Bessner bersekutu dengan Tuan Fanthorp yang pendiam.
Jacqueline de Bellefort duduk sendirian ditemani sebuah buku.
Rosalie Otterbourne gelisah. Nyonya Allerton telah berusaha bicara
sekali dua kali kepadanya, dan menarik dia dalam kelompoknya,
tetapi gadis itu menjawab seenaknya.
***** Tuan Hercule Poirot menghabiskan waktunya dengan mendengarkan cerita Nyonya Otterbourne sebagai penulis. Ketika
dia kembali ke kabinnya malam itu, dia berpapasan dengan
Jacqueline de Bellefort. Gadis itu bersandar pada pagar dan ketika
dia menoleh, Poirot terkejut melihat wajahnya yang sangat sedih.
Tak ada kegembiraan, tak ada kemenangan yang menyala-nyala,
dan tak ada perlawanan sengit.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Selamat malam. Nona."
"Selamat malam, Tuan Poirot." Dia ragu-ragu, lalu berkata, "Anda
terkejut bertemu dengan saya di sini?"
"Saya tidak begitu terkejut, seperti, maaf - maaf sekali....." Dia
berkata dengan suara sedih.
"Maksud Anda, Anda kasihan pada - saya?"
"Itu yang saya maksud. Anda telah memilih sesuatu yang
berbahaya. Sebagaimana kita yang ada di kapal ini telah memulai
dengan suatu perjalanan Anda pun telah memulai dengan
perjalanan pribadi. Anda - suatu perjalanan di atas sungai yang
bergerak cepat, di antara karang-karang yang berbahaya, dan
menuju ke suatu bahaya yang tak seorang pun tahu...."
"Mengapa Anda berkata demikian?"
"Sebab ini merupakan kebenaran. Anda telah memutuskan ikatan-
ikatan yang melindungi Anda. Saya kurang yakin apakah sekarang
Anda bisa balik lagi, bila mau."
Dia berkata dengan pelan, "Benar, M. Poirot." Lalu dia mengangkat
kepalanya, "Ah - orang harus mengikuti bintangnya, mana saja."
"Berhati-hatilah, Nona. Bintang itu mungkin palsu."
Dia tertawa dan menirukan teriakan anak-anak yang menyewakan
keledai. "Itu bintang jelek, Tuan! Bintang itu jatuh."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Poirot baru saja akan tertidur ketika dia mendengar suara-suara
berbisik yang membangunkannya. Dia mendengar suara Simon
Doyle, mengucapkan kata-kata yang sama, yang diucapkannya
ketika kapal meninggalkan Shellal.
"Kita harus menghadapinya sekarang..."
Laki-laki itu tidak bahagia.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 9 KAPAL api itu tiba di Ez Sebua pagi harinya. Cornelia Robson dengan
wajah cerah dan topi lebar di atas kepalanya, adalah salah seorang
dari mereka yang ingin buru-buru mendarat. Dia bukanlah seorang
gadis yang biasa membentuk orang lain. Sikapnya menyenangkan
dan bisa menyukai setiap orang. Hercule Poirot yang mengenakan
setelan jas putih, kemeja merah muda, dasi hitam lebar, dan topi
putih, tidak membuatnya menyeringai. Tetapi Nona Van Schuyler
yang aristokratis itu pastilah akan merasa sakit perut bila
melihatnya. Mereka berjalan bersama-sama menuju sphinx-sphinx
yang ada di atas. Poirot membuka percakapan dengan sebuah
pertanyaan biasa, "Teman-teman Anda tidak ikut turun melihat
kuil?" "Saudaraku Marie - atau Nona Van Schuyler - tidak pernah
bangun pagi. Dia harus sangat hati-hati dengan kesehatannya. Dan
tentu saja dia mau agar Nona Bowers - suster rumah sakit itu -
melayaninya. Dan dia juga bilang bahwa kuil ini bukan salah satu
yang terbaik - tapi dia sangat baik hati. Dia membolehkan saya
turun." "Ya, dia baik," kata Poirot gemas.
Cornelia yang tulus hati itu mengiyakan tanpa curiga. "Oh, dia
sangat baik. Dia mau mengajak saya dalam perjalanan ini. Saya
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa beruntung. Saya benar-benar tidak percaya ketika dia
mengatakan pada Ibu bahwa saya akan pergi menemaninya."
"Dan Anda menikmati tamasya ini?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Oh, luar biasa! Saya melihat Itali - Venesia dan Padna dan Pisa -
dan kemudian Kairo - sayang Marie tidak begitu sehat ketika kami
di Kairo. Jadi saya tidak bisa keliling-keliling. Dan sekarang tamasya
ke Wadi Haifa pulang balik."
Poirot berkata sambil tersenyum, "Anda sangat periang, Nona." Dia
kemudian memperhatikan Rosalie yang pendiam dan murung, yang
berjalan sendirian di depan.
"Dia manis, bukan?" kata Cornelia mengikuti pandangannya.
"Sayang dia kelihatan pemarah. Gadis Inggris asli. Dia tidak secantik
Nyonya Doyle. Saya kira Nyonya Doyle adalah wanita paling cantik
dan anggun yang pemah saya lihat! Dan suaminya mencintainya
setengah mati, bukan" Saya rasa wanita berambut putih itu sangat
menarik. Dia saudara sepupu seorang Duke, kalau tidak salah.
Semalam dia menceritakan tentang sepupunya itu di dekat kami.
Tapi dia sendiri tidak punya gelar, bukan?"
Cornelia mengoceh terus sampai guide yang bertugas di situ
menghentikannya dan mulai menerangkan, "Kuil ini dipersembahkan pada Dewa Mesir yang bernama Amun dan Dewa
Matahari Re-Harakhte - yang bersimbol kepala burung."
Kata- katanya terus berdengung. Dr. Bessner yang memegang
Baedeker bergumam sendiri dalam bahasa Jerman. Dia lebih suka
membaca daripada mendengarkan kata-kata guide. Tim Allerton
tidak ikut turun. Ibunya sedang berusaha memecahkan kediaman
Tuan Fanthorp. Andrew Pennington yang menggandeng Linnet
Doyle mendengarkan keterangannya dengan penuh perhatian.
kelihatannya tertarik sekali dengan ukuran-ukuran yang dituturkan
oleh guide. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Benarkah tingginya enam puluh lima kaki" Kelihatannya tidak
setinggi itu. Orang besar memang si Ramses ini. Orang besar dari
Mesir." "Usahawan besar, Paman Andrew."
Andrew Pennington melihatnya dengan kagum. "Kau kelihatan
segar pagi ini, Linnet. Aku sedikit kuatir dengan kesehatanmu akhir-
akhir ini. Kau kelihatan agak sedih."
Sambil bercakap-cakap, orang-orang kembali ke kapal. Sekali lagi,
kapal Karnak meluncur di atas sungai. Pemandangan tidak begitu
menakutkan lagi sekarang. Ada pohon-pohon palem, dan tumbuh-
tumbuhan yang dipelihara. Perubahan pemandangan itu seolah-
olah melepaskan ketegangan yang tersembunyi, yang dirasakan
seluruh penumpang. Tim Allerton pulih dari kemurungannya.
Rosalie kelihatan tidak begitu cemberut. Linnet seolah-olah berhati
ringan. Pennington berkata kepadanya, "Rasanya tidak pantas
membicarakan soal-soal bisnis pada seorang pengantin ketika
sedang berbulan madu, tapi ada satu dua hal - "
"Ah, tak apa-apa, Paman Andrew." Linnet dengan seketika bersikap
praktis. "Perkawinanku tentu saja menimbulkan perubahan."
"Itulah. Kapan-kapan nanti aku memerlukan tanda tanganmu untuk
beberapa dokumen." "Kenapa tidak sekarang saja?" Andrew Pennington melihat
sekitarnya. Ruang kafe itu kelihatan sepi. Kebanyakan orang-orang
ada di luar, di dek antara ruang kaca dan kabin. Dalam ruangan itu
hanya ada Tuan Ferguson - yang minum bir di sebuah meja kecil di
tengah ruangan. Kakinya yang terbungkus celana planel terangkat
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
di depan, dan mulutnya bersiul-siul - Tuan Hercule poirot yang
duduk persis di depan kaca terpaku melihat panorama yang
membentang di depannya dan Nona Van Schuyler yang duduk di
sudut, asyik membaca buku tentang Mesir.
"Baiklah." kata Andrew Pennington. Dia meninggalkan ruangan itu.
Linnet dan Simon saling tersenyum. Senyum yang lambat, yang
memerlukan waktu beberapa menit untuk membuahkan sesuatu
yang indah. "Tak apa-apa, Manis?" tanyanya.
"Ya. tak apa-apa. Lucu, aku tidak merasa gugup lagi."
Simon berkata dengan suara mantap, "Kau hebat."
Pennington kembali. Dia membawa seberkas dokumen yang
bertulisan rapat. "Ampun!" seru Linnet, "apakah aku harus
menandatangani semua ini?"
Andrew Pennington berkata dengan menyesal. "Memang berat
buatmu, tapi aku ingin agar semua urusanmu cepat beres. Pertama,
penyewaan barang-barang di Fifth Avenue, lalu konsesi Western
Land...." Dia berkata terus sambil membuka kertas-kertas itu. Simon
menguap. Pintu dek terbuka dan Tuan Fanthorp masuk. Dia melihat
ke sana ke mari tanpa tujuan, lalu berjalan dan berhenti di dekat
Poirot, memandang air yang biru pucat serta pasir kuning di
pinggirnya. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
" - kau tanda tangan di sini," kata Pennington sambil membeber
selembar kertas di depan Linnet dan menunjuk ruangan kosong.
Linnet mengambil dokumen itu dan membacanya. Dia membaca
lagi halaman pertama, lalu mengambil pulpen yang disediakan.
Pennington di sampingnya dan menulis namanya Linnet Doyle.
Pennington mengambil kertas itu dan menyodorkan lainnya.
Fanthorp memandang ke arah mereka. Dia mengintip melalui
jendela samping. Kelihatannya ada sesuatu yang menarik
perhatiannya di tebing yang telah dilewati.
"Itu hanya transfer," kata Pennington. "Tak perlu dibaca."
Tapi Linnet memperhatikan kertas itu juga sekilas. Pennington
meletakkan kertas ketiga. Sekali lagi Linnet membacanya dengan
teliti. "Semuanya jelas," kata Andrew. "Tak ada yang menarik. Hanya
pengucapan legal saja."
Simon menguap lagi. "Sayang, kau tak akan membaca semua berkas itu. bukan" Tak akan
selesai sampai makan siang nanti - atau lebih lama lagi."
"Aku selalu membaca sampai habis," kata Linnet. "Ayah
mengajariku begitu. Dia bilang ada kemungkinan-kemungkinan
salah ketik." Pennington tertawa agak kasar.
"Kau benar-benar wanita bisnis yang hebat, Linnet."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Dia jauh lebih teliti dari aku," kata Simon tertawa. "Aku tak pernah
membaca sekalipun sebuah dokumen legal. Aku menandatangani
saja di garis bertitik-titik - sudah."
"Itu tidak teliti," kata Linnet kurang senang.
"Aku bukan orang bisnis," kata Simon ringan. "Tak pernah. Bila
seorang menyuruhku tanda tangan - aku menandatangani. Mudah
saja." Andrew Pennington memandangnya sambil berpikir-pikir. Dia
berkata sambil menjilat bibir atasnya, "Kadang-kadang sedikit
berbahaya, Doyle." "Nonsense," jawab Simon. "Aku bukan orang yang beranggapan
bahwa seluruh dunia ini akan menjatuhkanku. Aku orang yang
mudah percaya, dan itu menguntungkan. Aku tak pernah
dikecewakan." Tiba-tiba Tuan Fanthorp yang pendiam menoleh dan berkata pada
Linnet. "Saya harap saya tidak terlalu ikut campur, tapi saya benar-
benar mengagumi ketinggian sikap bisnis Anda. Dalam profesi
saya - er - saya seorang ahli hukum - saya sering menjumpai
wanita-wanita yang tidak bisa bersikap seperti itu. Tidak
menandatangani sebuah dokumen bila belum membacanya dengan
teliti - sangatlah terpuji - sangat terpuji sekali."
Dia membungkuk menghormat. Lalu, dengan muka agak merah dia
berputar dan memandang kembali tebing Sungai Nil.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Linnet berkata dengan agak gugup, "Er - terima kasih....." Dia
menggigit bibirnya menahan ketawa. Laki-laki muda itu selama ini
kelihatan luar biasa tenang.
Andrew Pennington kelihatan sangat tersinggung. Simon Doyle
bersikap tak menentu, apakah harus merasa senang atau
tersinggung. Belakang telinga Tuan Fanthorp merah sekali.
"Berikutnya," kata Linnet sambil tersenyum pada Pennington.
Tapi Pennington kelihatan sangat marah. "Lain kali saja lebih baik,
aku rasa," katanya kaku. "Seperti dikatakan Doyle, kalau kau harus
membaca semuanya, kita terpaksa tinggal di sini sampai makan
siang. Kita tidak boleh melewati pemandangan begitu saja. Hanya
dua dokumen yang pertama itu yang paling perlu didahulukan. Kita
akan membicarakan soal-soal bisnis kemudian.'
"Panas sekali di dalam sini," kata Linnet. "Keluar saja, yuk."
Ketiganya melewati pintu. Hercule Poirot menoleh. Matanya
memandang punggung Tuan Fanthorp, lalu berpindah kepada Tuan
Ferguson yang bersandar di atas kursi sambil bersiul-siul sendiri.
Akhirnya Poirot melihat Nona Van Schuyler nyaris duduk tegak di
pojok. Nona Van Schuyler memandang Tuan Ferguson dengan
marah. Pintu samping ruangan itu terbuka dan Cornelia Robson masuk
tergesa-gesa. "Lama sekali," bentak wanita tua itu. "Ke mana saja kau?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Maaf, Marie. Benang wol itu tak ada di tempat yang kautunjukkan,
tapi di kotak lain di tempat - "
"Ah, kau benar-benar bodoh kalau disuruh mencari sesuatu! Aku
tahu, kau memang mau melakukannya, tapi belajarlah lebih pandai
dan sedikit cepat. Itu hanya memerlukan konsentrasi."
"Maaf, Marie, aku memang bodoh."
"Tak seorang pun bodoh bila dia mau mencoba. Aku telah
mengajakmu dalam perjalanan ini, dan aku mengharapkan sedikit
perhatianmu sebagai balasan."
Wajah Cornelia merah. "Maaf, Marie!"
"Dan mana Nona Bowers" Sudah waktunya aku minum obat
sepuluh menit yang lalu. Pergi dan carilah dia. Dokter bilang aku
harus - " Pada saat itu muncullah Nona Bowers membawa gelas obat kecil.
Obat Anda, Nona Van Schuyler."
"Aku seharusnya minum pukul sebelas," bentak wanita tua itu.
"Aku tidak menyukai ketidaktepatan."
"Benar," kata Nona Bowers. Dia melihat jam tangannya. "Pukul
sebelas kurang setengah menit."
"Di jamku sudah lebih sepuluh menit."
"Saya rasa jam saya cocok. Selalu cocok. Tidak pernah terlalu cepat
atau lambat." Nona Bowers tetap berkepala dingin.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nona Van Schuyler meneguk isi gelas obat itu. "Aku merasa sangat
tidak sehat," katanya.
"Saya ikut sedih, Nona Van Schuyler." Nona Bowers bukannya
kedengaran sedih, tapi tidak acuh. Jawabannya kelihatan spuntan.
"Panas sekali di sini," bentak Nona Van Schuyler. "Carikan kursi
duduk untukku, Nona Bowers. Cornelia, bawa rajutanku. Jangan
diacak-acak atau dijatuhkan supaya aku tidak perlu menyuruhmu
menggulung." Pawai itu berlalu. Tuan Ferguson menarik napas, meluruskan kakinya dan berkata,
"Setan, ingin rasanya aku mencekik leher perempuan itu."
Poirot bertanya dengan penuh perhatian, "Dia tipe yang tidak Anda
sukai?" "Tidak saya sukai" Begitulah. Apa sih baiknya perempuan begitu"
Dia tidak pernah bergerak atau mengangkat jarinya. Hanya
menunggangi orang lain. Dia sebuah parasit - dan parasit jahat.
Banyak orang di kapal ini yang seharusnya tak perlu ada."
"Benarkah?" "Ya. Gadis yang ada di sini tadi, menandatangani transfer dan
merasa diri penting. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu buruh
bekerja dengan upah kecil agar dia tetap dapat memakai kaus kaki
sutera dan barang-barang mewah lainnya. Salah seorang wanita
terkaya di Inggris, katanya - dan tak pernah bekerja sebentar pun."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Siapa yang memberitahu Anda bahwa dia salah seorang wanita
terkaya di Inggris?"
Tuan Ferguson melempar pandangan menantang padanya.
"Seorang laki-laki yang tak akan Anda ajak bicara. Laki-laki yang
bekerja dengan tangannya dan tidak malu karenanya! Bukan orang
yang berpakaian bagus bagus, pesolek yang tanpa guna."
Matanya memandang tidak senang pada dasi dan kemeja merah
muda Poirot. "Saya, saya bekerja dengan otak saya, dan tidak malu." kata Poirot
menjawab pandangannya. Tuan Ferguson hanya mendengus. "Seharusnya mereka ditembak -
semuanya!" katanya. Poirot berkata, "Anda benar-benar menyukai kekerasan!"
"Bisakah Anda mengatakan sesuatu yang baik yang dapat dilakukan
tanpa kekerasan" Kita harus merusak sebelum bisa membangun."
"Itu memang lebih mudah dan lebih seru serta lebih spektakuler."
"Apa sih pekerjaan Anda" Tak ada, rasanya. Barangkali Anda
seorang perantara." "Saya bukan seorang penengah. Saya seorang yang top," kata
Hercule Poirot sedikit sombong.
"Apa pekerjaan Anda?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya seorang detektif," kata Hercule Poirot dengan sikap biasa
seperti seorang yang mengatakan "Saya seorang raja!"
"Ya Tuhan!" Laki-laki muda itu kelihatan sangat terkejut. "Maksud
Anda gadis itu membawa-bawa Anda dalam perjalanan ini" Begitu
hati-hati-nyakah dia menjaga diri?"
"Saya tak punya hubungan apa-apa dengan Tuan dan Nyonya
Doyle," kata Poirot kaku. "Saya sedang berlibur."
"Menikmati liburan - eh?"
"Dan Anda" Bukankah Anda juga sedang berlibur?"
"Berlibur!" Tuan Ferguson mendengus.
Kemudian dia menambahkan dengan pelan-pelan. "Saya sedang
mempelajari situasi."
"Menarik sekali," bisik Poirot sambil melangkah pelan-pelan
menuju dek. Nona Van Schuyler duduk di sudut yang paling enak.
Cornelia berlutut di depannya, lengannya terentang dengan
segulung benang wol abu-abu. Nona Bowers duduk tegak membaca
Saturday Evening Post. Poirot berjalan pelan-pelan menuruni dek sebelah kanan. Ketika dia
memutari buritan kapal, dia hampir menumbuk seorang wanita
yang menoleh dengan wajah terkejut - wajah seorang Latin, hitam,
dan keras. Wanita itu berbaju hitam, rapi dan berdiri di situ,
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbicara dengan seorang laki-laki tegap berpakaian seragam -
salah seorang dari ahli mesin, kelihatannya. Ada ekspresi yang aneh
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
pada wajah keduanya - perasaan bersalah dan ketakutan. Poirot
berpikir-pikir apa yang baru mereka bicarakan.
Poirot melewati buritan dan menuju sisi lain dari kapal tersebut.
Sebuah pintu kabin terbuka dan Nyonya Otterbourne keluar,
hampir jatuh di pelukannya. Dia memakai baju tidur satin berwarna
merah. "Maaf," katanya. "Tuan Poirot - maaf. Goncangan ini - goncangan
kapal. Saya tak pernah tahan dengan perjalanan laut. Kalau saja
kapal ini tenang...."
Dia mencengkeram lengan Poirot. "Saya tak tahan olengan.... Tak
bisa menikmati laut.... Dan ditinggal di sini sendirian berjam-jam.
Anak saya tak punya perasaan - tidak mau mengerti akan ibunya
yang tua, yang telah melakukan apa saja untuknya...."
Nyonya Otterbourne mulai menangis. "Saya telah menjadi
budaknya, menyia-nyiakan diri saya. A grande amoureuse - itulah
saya - a grande amoureuse - mengorbankan segalanya -
segalanya. Dan tak seorang pun peduli! Tapi saya akan
menceritakan pada setiap orang - akan saya katakan sekarang -
betapa dia menyia-nyiakan saya - betapa kejam dia - memaksa
saya ikut perjalanan ini - bosan setengah mati - . Saya akan pergi
dan memberitahu mereka sekarang - "
Dia mendesak ke depan. Poirot menahannya dengan halus. "Saya
akan memanggil dia, Nyonya. Masuklah ke kabin Anda. Lebih baik
begitu - " "Tidak. Saya akan mengatakan pada setiap orang - setiap orang di
kapal ini - " Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Itu berbahaya, Nyonya. Ombak terlalu besar. Anda bisa
terlempar." Nyonya Otterbourne memandangnya ragu-ragu.
"Anda berpendapat begitu. Benarkah begitu?"
"Ya." Poirot berhasil. Nyonya Otterbourne berjalan teroleng-oleng
memasuki kabinnya. Hidung Poirot berkembang-kempis. Lalu dia
mengangguk dan berjalan ke arah Rosalie yang sedang duduk di
antara Nyonya Allerton dan Tim.
"Ibu Anda memerlukan Anda, Nona."
Dia baru saja tertawa gembira. Sekarang wajahnya tertutup
mendung. Dia melihat Poirot dengan curiga dan tergesa-gesa
berjalan. "Sulit sekali anak itu," kata Nyonya Allerton.
"Begitu cepat berubah. Sehari dia ramah; hari berikutnya kasar
sekali." "Manja dan gampang marah," kata Tim.
Nyonya Allerton menggelengkan kepala. "Tidak. Aku pikir bukan
begitu. Kurasa dia tidak berbahagia."
Tim mengangkat bahunya. "Oh, kurasa semua punya kesulitan sendiri-sendiri." Suaranya
kedengaran keras dan tajam.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sebuah bunyi keras menggema di seluruh kapal.
"Makan siang," seru Nyonya Allerton gembira. Aku sudah
kelaparan." Malam itu Poirot melihat Nyonya Allerton duduk bercakap-cakap
dengan Nona Van Schuyler. Ketika dia lewat, Nyonya Allerton
memicingkan sebelah matanya. Dia berkata, "Tentu saja di istana
Calfries - Duke - "
Cornelia yang lepas dari perhatian, keluar di dek kapal. Dia
mendengarkan Dr.Bessner yang membacakan halaman-halaman
Baedeker dalam bahasa Mesir dengan suara berat. Cornelia
mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Sambil bersandar pada pagar kapal, Tim Allerton berkata,
"Bagaimanapun, ini adalah dunia yang busuk ...."
Rosalie Otterbourne menjawab, "Tidak adil; ada orang yang
memiliki segalanya."
Poirot menarik napas. Dia gembira bahwa dia tidak lagi muda.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 10 PADA hari Senin pagi terdengar ucapan-ucapan pujian dan
kegembiraan di atas dek kapal Karnak. Kapal itu merapat ke pinggir,
dan beberapa ratus meter dari situ matahari pagi menyinari kuil
yang sangat besar, yang dipahat pada permukaan karang. Empat
buah patung raksasa terpahat pada karang, kelihatan abadi di
sepanjang Sungai Nil. Patung-patung itu menghadap matahari yang
sedang bersinar. Cornelia Robson berkata tanpa ujung pangkal, "Oh, Tuan Poirot,
luar biasa, bukan" Maksud saya, mereka begitu besar dan tenang -
melihat mereka membuat kita merasa kecil dan - dan agak seperti
serangga - dan itu tak berarti sekali, bukan?"
Tuan Fanthorp yang berdiri di dekat mereka bergumam, "Sangat -
er - impresif." "Begitu agung, bukan?" kata Simon Doyle sambil berjalan naik. Dia
bicara dengan penuh keyakinan pada Poirot, "Saya tidak begitu
tertarik dengan kuil dan pemandangan dan hal-hal semacamnya,
tapi tempat seperti ini bisa menarik kita. Pharaoh-pharaoh tua itu
memang orang-orang hebat."
Poirot tetap berjalan. Simon merendahkan suaranya. "Saya senang
sekali kami ikut tamasya ini, sebab - ah, sebab menjernihkan
suasana. Mengherankan - tapi memang begitulah. Linnet menjadi
tenang kembali. Dia bilang karena dia menghadapi persoalan ini
akhirnya." "Saya rasa bisa begitu," kata Poirot.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Dia bilang bahwa ketika dia melihat Jackie di atas kapal, dia
merasa ngeri - dan kemudian, tiba-tiba dia tidak merasa apa-apa
lagi. Kami berdua setuju untuk tidak mengelakkan Jackie lagi. Kami
akan menghadapinya dan menunjukkan bahwa perbuatannya yang
tidak lucu itu tidak menguatirkan kami sedikit pun. Ini benar-benar
tidak menyenangkan - begitu saja. Dia mengira dia dapat
mengacaukan kami, tapi sekarang, kami tidak bingung sama sekali.
Dia harus tahu." "Ya," kata Poirot sambil termenung. "Beres, bukan?"
"Oh, ya. Ya." Linnet datang melewati dek. Dia mengenakan baju bergaris-garis
lembut berwarna aprikot. Dia tersenyum. Dia menyapa Poirot
tanpa antusias yang berlebihan, hanya mengangguk sedikit, lalu
menggandeng suaminya pergi. Poirot sadar bahwa dia tidak
membuat dirinya disukai dengan sikapnya yang kritis. Linnet telah
terbiasa dengan pujian atau kekaguman yang dilemparkan
kepadanya. Dan Poirot telah nyata-nyata berdosa melanggar
kebiasaan tersebut. Nyonya Allerton yang mendekatinya berbisik, "Dia sama sekali
berubah! Gadis itu kelihatan cemas dan tidak bahagia di Aswan.
Tapi hari ini dia begitu bahagia sehingga orang bisa mengira dia
tenang. Sebelum Poirot sempat menjawab dengan apa yang dikatakannya,
orang-orang dipandu berurutan. Guide bersiap-siap dan kelompok
itu dibawa naik mengunjungi Abu Simbel. Poirot sendiri kebetulan
bersama-sama dengan Andrew Pennington.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Apakah ini perjalanan pertama Anda ke Mesir?" tanyanya.
"Tidak. Saya pernah ke sini tahun dua puluh tiga. Saya di Kairo
waktu itu. Saya belum pernah tamasya menyusuri Sungai Nil
sebelumnya." "Anda datang dengan kapal Carmanic, bukan" Nyonya Doyle
mengatakannya pada saya."
Pennington memperhatikan Poirot. "Ya, memang," katanya
mengaku. "Barangkali Anda kebetulan kenal dengan teman saya - namanya
Rushington Smiths." "Saya tidak ingat. Kapal itu penuh, dan cuaca waktu itu buruk.
Banyak penumpang yang bersembunyi di kabin. Dan lagi perjalanan
begitu pendek sehingga kita kurang saling mengenal."
"Ya, memang benar. Tentu menyenangkan sekali bisa kebetulan
bertemu dengan Nyonya Doyle dan suaminya. Anda tidak tahu
mereka telah menikah?"
"Ya. Nyonya Doyle menulis surat kepada saya, tapi surat itu saya
terima beberapa hari setelah pertemuan kami yang tak disengaja di
Kairo." "Anda sudah lama mengenalnya, bukan?"
"Ya, begitulah Tuan Poirot. Saya telah mengenal Linnet Ridgeway
semenjak dia kecil. Dahulu dia seorang anak kecil yang lucu, begitu
tinggi - " Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dia membuat gerakan-gerakan tangan. "Ayahnya dan saya adalah
teman lama. Melhuish Ridgeway adalah seorang yang sangat
terkemuka - dan seorang yang sukses."
"Dan anak perempuannya mewarisi kekayaan bejuta-juta. Ah,
maaf - kedengarannya kurang sopan kata-kata saya."
Andrew Pennington kelihatan heran. "Oh, itu biasa. Setiap orang
tahu. Ya, Linnet memang seorang wanita kaya."
"Saya rasa, kemerosotan harga baru-baru ini mempengaruhi stok
apa saja. bagaimanapun bagusnya. Benar, bukan?"
Pennington berpikir sebentar sebelum menjawab. Akhirnya dia
berkata, "Itu memang benar dalam batas-batas tertentu. Posisinya
memang sulit saat ini."
Poirot bergumam. "Tapi saya tahu bahwa Nyonya Doyle punya otak
bisnis yang tajam." "Memang benar. Memang benar. Linnet adalah gadis yang cerdas
dan praktis." Mereka berhenti bicara. Guide meneruskan ceritanya mengenai
kuil yang dibangun pada zaman Ramses yang besar. Ada empat
buah patung Ramses besar-besar, dua buah di setiap sisi pintu
masuk. Patung itu dipahat dari karang hidup, dan kepalanya
menghadap ke bawah, melihat kelompok turis-turis itu.
Tuan Richetti yang merasa dirinya terlalu pandai untuk
mendengarkan keterangan guide, sibuk memperhatikan relif
tahanan Negro pada dasar kuil di setiap sisi pintu masuk.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Ketika rombongan itu memasuki kuil, mereka merasakan suasana
suram dan seram menyapu hati mereka. Guide menunjukkan relif-
relif dengan warna yang masih kelihatan nyata pada beberapa
bagian dalam dinding. Tetapi rombongan itu ternyata telah
terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok.
Dr. Bessner membaca sebuah Baedeker dalam bahasa Jerman
dengan suara rendah dan menerjemahkannya untuk Cornelia yang
berjalan dengan tenang di sisinya. Tetapi ini tidak berlangsung
lama. Nona Van Schuyler yang menggandeng tangan Nona Bowers
yang berhati dingin itu menyerukan sebuah perintah, "Cornelia, ke
mari." Dr. Bessner Pun terpaksa berhenti. Matanya bersinar melalui lensa
tebalnya memandangi Cornelia. "Gadis yang menyenangkan,"
katanya pada Poirot. "Dia tidak kelihatan seperti orang yang kurang
makan, seperti kebanyakan gadis-gadis sekarang. Dia punya lekuk-
lekuk yang bagus. Dan dia mendengarkan dengan cerdas;
menyenangkan sekali memerintahkan sesuatu kepadanya."
Poirot berpikir, memang sudah nasib Cornelia untuk selalu
dimarahi atau diperintah. Dan dia selalu menjadi pendengar, tidak
pernah menjadi pembicara. Nona Bowers, yang lepas sementara
dengan adanya panggilan pada Cornelia, berdiri di tengah-tengah
puri. memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan tenang
tanpa curiga. Reaksinya terhadap keajaiban masa lalu kelihatan
singkat. "Guide menerangkan bahwa nama salah satu dewa atau dewi ini
Mut. Tahukah Anda kenapa?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Di dalam kuil itu ada sebuah tempat suci, di mana duduk empat
buah patung yang kelihatan agung, penuh wibawa. Di depan
patung-patung itu Linnet berdiri dengan suaminya. Lengannya
menggandeng lengan suaminya, wajahnya terangkat - sebuah
wajah khas yang menunjukkan peradaban baru, cerdas, penuh rasa
ingin tahu, tak tersentuh masa lampau.
Tiba-tiba Simon berkata, "Mari keluar dari sini. Aku tidak suka
dengan empat orang ini - terutama yang pakai topi tinggi itu."
"Itu Amon, kalau tidak salah. Dan itu Ramses. Kenapa kau tidak
menyukai mereka" Aku rasa mereka mengesankan."
"Mereka terlalu mengesankan, ada sesuatu yang mengerikan pada
mereka. Kita keluar saja."
Linnet tertawa tetapi menyerah. Mereka keluar dari kuil itu,
disambut matahari dan pasir yang berwarna kuning serta terasa
hangat di kaki. Linnet mulai tertawa. Pada kaki mereka terdapat
sederet anak laki-laki Nubia yang membenamkan badan mereka
sampai ke leher dalam pa-sir. Mata mereka berputar, kepala
mereka bergoyang ke samping dengan berirama, sedangkan bibir-
bibir mereka menyanyikan sebuah seman baru,
"Hip hip hore! Hip hip hore! Bagus sekali, baik sekali. Terima kasih."
"Aneh! Bagaimana mereka bisa begitu" Apa mereka benar-benar
terbenam?" Simon mengeluarkan uang kecil. "Bagus sekali, baik sekali, mahal
sekali," katanya menirukan.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dua anak laki-laki kecil yang menangani 'pertunjukan' itu
mengambil uang tersebut dengan hati-hati.
Linnet dan Simon lewat. Mereka tidak ingin kembali ke kapal, dan
mereka lelah berjalan-jalan. Mereka duduk bersandar pada karang
dan membiarkan matahari yang panas membakar tubuh mereka.
"Alangkah indahnya matahari," pikir Linnet. "Alangkah hangat -
alangkah aman. Alangkah indahnya rasa bahagia. Alangkah
senangnya jadi aku. Aku... Linnet."
Matanya tertutup. Dia setengah tertidur, setengah sadar,
pikirannya melayang layang seperti pasir yang diterbangkan angin.
Mata Simon terbuka. Mata yang penuh rasa puas. Alangkah
bodohnya dia, menjadi bingung pada malam pertama itu....
Tak ada sesuatu yang dikuatirkan. Semuanya beres. Jackie memang
bisa dipercaya - ada teman - ada orang-orang berlari menuju
tempatnya sambil melambaikan tangan - berteriak.
Simon terbelalak tolol sejenak. Lalu dia berdin dan menyeret Linnet
sambil berlari. Satu menit kemudian, sebuah batu besar
menggelinding di atas karang itu melewati mereka. Kalau Linnet
tetap diam di tempatnya duduk, pastilah hancur menjadi atom.
Keduanya saling mendekap dengan muka pucat. Hercule Poirot dan
Tim Allerton berlari-lari menuju mereka.
" Ma foi! Nyonya, hampir saja."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Keempatnya secara spuntan melihat ke atas. Tak ada apa-apa. Tapi
ada jalan kecil di atas. Poirot ingat dia melihat beberapa penduduk
asli berjalan di situ ketika mereka baru saja turun.
Dia melihat suami-isteri itu. Linnet masih kelihatan terkejut -
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
takut. Simon kelihatan sangat marah. "Terkutuklah perempuan
itu!" serunya. Dia melihat dengan cepat ke Tim Allerton. Tim berkata, "Ck, ck,
hampir saja! Ada orang yang sengaja menggulingkan batu itu atau
memang terguling dengan sendirinya?"
Linnet sangat pucat. Dia berkata dengan susah. "Saya rasa - ada
orang yang sengaja menggulingkan."
"Bisa menghancurkanmu seperti kulit telur. Benarkah kau tak
punya musuh, Linnet?"
Linnet menelan ludah dua kali dan sulit sekali baginya untuk
menjawab olok-olok itu. "Lebih baik kembali ke kapal, Nyonya," kata Poirot cepat. "Anda
harus beristirahat."
Mereka berjalan dengan cepat, Simon masih dalam keadaan
mendidih, Tim berusaha berkata dengan riang dan membelokkan
pikiran Linnet dan bahaya yang baru dilaluinya. Poirot berwajah
suram. Dan kemudian, ketika mereka sampai di papan
penyeberangan, Simon berhenti terpaku. Wajahnya diliputi
keheranan. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Jacqueline de Bellefort baru saja akan turun. Dia berbaju gingham
baru, dan kelihatan kekanak-kanakan pagi ini. "Ya Tuhan!" kata
Simon dengan suara rendah. "Jadi itu tadi suatu kebetulan."
Kemarahan hilang dari mukanya. Suatu rasa lega jelas kelihatan
sehingga Jacqueline melihat sesuatu yang kurang betul.
"Selamat pagi," katanya. "Saya rasa saya terlambat keluar."
Dia mengangguk pada mereka satu per satu dan melangkah turun
menuju kuil. Simon mencengkeram lengan Poirot. Dua orang
lainnya berjalan terus. "Ya Tuhanku, ini sangat melegakan. Saya kira - saya kira - "
Poirot mengangguk. "Ya, ya, saya tahu apa yang Anda kira." Tapi dia
sendiri masih kelihatan muram dan penuh pikiran. Dia menoleh dan
memperhatikan dengan teliti apa yang terjadi dengan sisa
rombongan dari kapal itu.
Nona Van Schuyler berjalan pelan-pelan menggamit lengan Nona
Bowers. Sedikit jauh lagi Nyonya Allerton berdiri dan tertawa
melihat kepala anak-anak Nubia. Nyonya Otterbourne bersama-
sama dengannya. Yang lain tidak kelihatan. Poirot menggelengkan
kepalanya sambil mengikuti Simon pelan-pelan ke kapal.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 11 "MAUKAH Anda menerangkan pada saya, arti kata 'fey' Nyonya?"
Nyonya Allerton kelihatan sedikit heran. Dia dan Poirol bersusah
payah naik ke atas karang yang menghadap ke Air Terjun Kedua.
Orang-orang lainnya kebanyakan berjalan-jalan di atas unta, tapi
Poirot berpendapat bahwa naik unta hampir sama rasanya dengan
naik kapal. Nyonya Allerton tidak menyukainya karena dia merasa
kurang pantas. Mereka tiba di Wadi Haifa malam sebelumnya. Pagi ini kapal
mendarat dua kali dan membawa rombongan ke Air Terjun Kedua.
Tetapi Tuan Richetti bertamasya sendiri ke Semna, suatu tempat
yang jauh, yang menurut dia merupakan tempat yang paling
menarik sebagai pintu gerbang bangsa Nubia pada zaman
Amenemhet VI, di mana terdapat sebuah prasasti yang mencatat
fakta tentang pajak yang harus dibayar oleh orang-orang Negro
yang ingin masuk ke Mesir. Segala usaha telah dilakukan untuk
menghindari keinginan individu ini, tetapi tanpa hasil.
Tuan Richetti bersikeras dan menyingkirkan setiap sangkalan:
1. bahwa ekspedisi itu tak ada gunanya,
2. bahwa ekspedisi itu tidak dapat dilakukan, karena tak ada
mobil di sana, 3. bahwa tak ada mobil yang bisa dipakai untuk melakukan
perjalanan itu, 4. bahwa mobil merupakan sesuatu yang terlarang.
Dengan mengolok-olokkan sangkalan;
1. menyatakan ketidakpercayaan,
2. menyatakan kesanggupan untuk mencari mobil sendiri,
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
3. dan menawar dengan lincah dalam bahasa Arab,
4. Tuan Richetti akhirnya berangkat - keberangkatannya diatur
secara rahasia dan diam-diam, untuk mencegah agar turis-
turis lain tidak ikut-ikutan menyimpang dari perjalanan yang
telah ditentukan. " Fey?" Nyonya Allerton memiringkan kepalanya sambil memikirkan
jawaban yang akan diberikan. "Sebenarnya itu sebuah kata dari
bahasa Skotlandia. Artinya adalah suatu kebahagiaan mumi yang
dirasakan sebelum terjadinya suatu bahaya. Ah - terlalu indah
untuk benar-benar terjadi."
Dia menerangkan lebih jauh. Poirot mendengarnya dengan penuh
perhatian. "Terima kasih. Nyonya. Saya mengerti sekarang. Aneh
sekali Anda mengatakannya kemarin - ketika Nyonya Doyle baru
saja terhindar dari kematian."
Nyonya Allerton gemetar. "Nyaris saja terjadi. Mungkinkah anak-
anak kecil itu yang menggulingkannya dengan maksud main-main
saja" Itu hal yang biasa dilakukan anak laki-laki di dunia ini - tanpa
maksud jahat." Poirot mengangkat bahunya. "Mungkin juga, Nyonya."
Dia membelokkan pembicaraan, bercakap-cakap tentang Majorca
dan memberikan pertanyaan-pertanyaan praktis tentang kemungkinan-kemungkinan kunjungan ke tempat itu. Nyonya
Allerton bertambah menyukai laki-laki kecil itu - barangkali
sebagian disebabkan dia dihalangi.
Dia merasa bahwa Tim selalu berusaha agar dia tidak terlalu dekat
dengan Hercule Poirot, yang dijuluki sebagai pembual besar. Tapi
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dia sendiri tidak menganggapnya sebagai pembual, dia merasa
bahwa cara berpakaiannya yang asing dan agak eksotis itu yang
menyebabkan Tim tidak menyukainya. Dia berpendapat bahwa
Poirot merupakan seorang teman yang cerdas dan mengasyikkan.
Dia juga seorang yang simpatik. Dia sendiri tiba-tiba bisa
menyatakan rasa kurang senangnya terhadap Joanna Southwood
pada Poirot. Rasanya lebih mempermudah percakapan. Dan lagi
kenapa tidak" Poirot toh tidak kenal Joanna - bahkan mungkin tak
akan pernah bertemu dengannya. Mengapa dia tidak memperingan
dirinya dari beban pikiran cemburunya"
Pada saat yang sama Tim dan Rosalie Otterbourne mempercakapkan Nyonya Allerton. Tim dengan setengah bergurau
menyesali nasibnya. Kesehatannya yang buruk, tidak terlalu buruk
untuk terlalu diperhatikan, tetapi tidak cukup baik baginya untuk
hidup seperti yang diinginkannya. Sedikit uang, dan tidak ada
pekerjaan yang cocok. "Suatu keberadaan yang suram dan
mengapung," dia mengakhiri dengan rasa yang tidak puas.
Rosalie berkata dengan cepat, "Kau punya sesuatu yang membuat
iri hati banyak orang."
"Apa itu?" "Ibumu." Tim tercengang tetapi senang. "Ibu" Ya, tentu saja dia sangat unik.
Senang sekali kau menganggap begitu."
"Aku rasa dia menakjubkan. Dia kelihatan begitu cantik - begitu
sabar dan tenang - seolah-olah tak suatu pun yang bisa
menyentuhnya - tetapi dia selalu siap bergurau tentang banyak
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
hal." Rosalie agak tergagap dengan kesungguh-sungguhannya
sendiri. Tim merasakan sesuatu yang hangat pada gadis ini. Dia ingin
membalas pujian itu. Tapi, sedihnya, Nyonya Otterbourne
merupakan suatu ancaman yang membahayakan menurut
pikirannya. Dan kegagalannya membalas pujian itu membuatnya
malu. Nona Van Schuyler tinggal di kapal. Dia tidak mau menerima akibat
yang mungkin terjadi karena naik unta atau jalan-jalan. Dia berkata
dengan kasar, "Maaf saya harus meminta Anda untuk menemani
saya, Nona Bowers. Saya bermaksud menyuruh Cornelia tinggal
supaya Anda bisa pergi. Tapi gadis-gadis sekarang memang
semaunya sendiri. Dia turun tanpa permisi pada saya. Dan saya
melihatnya bicara dengan Ferguson, laki-laki muda yang tidak tahu
aturan dan menyebalkan itu. Cornelia benar-benar mengecewakan
saya. Dia tidak tahu cara bergaul sama sekali."
Nona Bowers menjawab apa adanya dengan sayanya yang biasa,
"Tidak apa-apa, Nona Van Schuyler. Rasanya panas sekali berjalan
ke sana, dan saya tidak tertarik dengan pelana-pelana di atas unta
itu." Dia membetulkan letak kaca matanya, memperhatikan rombongan
yang menuruni bukit, dan berkata, "Nona Robson tidak dengan laki-
laki muda itu lagi. Dia dengan Dr. Bessner."
Nona Van Schuyler menggerutu. Sejak dia tahu bahwa Dr. Bessner
mempunyai sebuah klinik besar di Cekoslowakia dan reputasi tinggi
sebagai seorang dokter, dia menyukainya. Di samping itu, dia
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
mungkin memerlukan pertolongannya sebelum perjalanan mereka
berakhir. Ketika rombongan itu kembali ke atas Karnak, Linnet berteriak
keheranan. "Telegram untukku!"
Dia mengambilnya dari papan dan merobeknya. "He - aku tak
mengerti - kentang, ubi - apa artinya, Simon?"
Simon baru saja akan melihatnya ketika sebuah suara marah
terdengar dengan keras, "Maaf, telegram itu untuk saya," dan Tuan
Richetti me rampasnya dengan kasar dari tangan Linnet sambil
melotot marah kepadanya. Linnet terbelalak heran sesaat, lalu membalik amplopnya. "Oh,
Simon, alangkah tololnya aku! Ini Richetti - bukan Ridgeway - dan
lagi tentu saja namaku bukan Ridgeway lagi sekarang. Aku harus
minta maaf." Dia mengikuti arkeolog kecil itu ke atas, ke buritan kapal. "Saya
minta maaf dengan sangat, Tuan Richetti. Nama saya Ridgeway
sebelum menikah, dan saya baru saja menikah, jadi - "
Dia berhenti, wajahnya tersenyum, mengundangnya tersenyum
dengan daya tarik seorang pengantin muda.
Tapi Richetti kelihatannya 'tidak tertarik'. Ratu Victoria yang sedang
marah pun tidak bisa kelihatan lebih kejam darinya. "Orang harus
membaca nama dengan teliti. Tidak bisa dimaafkan dalam soal-soal
seperti ini." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Linnet menggigit bibirnya, dan wajahnya menjadi merah.
Permintaan maafnya tidak biasa diterima seperti itu. Dia berbalik.
mendekati Simon, dan berkata dengan marah, "Orang-orang Itali ini
benar-benar terlalu."
"Sudahlah, jangan dipikir. Sayang mari kita lihat buaya gading yg
kausukai itu." Mereka pergi ke pantai bersama-sama.
Poirot yang sedang memperhatikan mereka berjalan di atas papan
penyeberangan, mendengar tarikan napas yang dalam. Dia
menoleh dan melihat Jacqueline de Bellefort di sampingnya.
Tangannya menggenggam pagar dengan kencang. Dan ekspresi
mukanya, ketika dia menoleh pada Poirot sangat mengejutkan.
Tidak lagi gembira atau jahat. Dia kelihatan hancur oleh suatu api di
dalam dirinya. "Mereka tidak perduli lagi." Kata-kata itu diucapkan dengan cepat
dan dengan nada rendah. "Mereka telah meninggalkan saya. Saya tidak bisa mendekati
mereka. Mereka tidak perduli apakah saya di sini atau tidak. Saya
tidak bisa - Saya tidak bisa menyakiti mereka lagi...."
Tangan yang berpegangan pada pagar itu gemetar.
"Nona - " Dia meneruskan, "Oh, sudah terlambat sekarang - sudah terlambat
untuk mengingatkan. Anda benar, saya tidak seharusnya datang.
Tidak pada tamasya ini. Anda bilang apa" Perjalanan jiwa" Saya tak
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dapat kembali; saya harus berjalan terus. Mereka tidak akan
bahagia; mereka tidak akan. Saya akan membunuhnya
secepatnya...." Dia membalik dengan cepat. Poirot yang sedang memandangnya
merasa sebuah tangan memegang bahunya.
"Teman Anda kelihatannya sedikit bingung, Tuan Poirot."
Poirot membalikkan badan. Dia memandang tercengang pada
teman lamanya. "Kolonel Race."
Laki-laki jangkung, berkulit coklat itu tersenyum. "Agak heran, eh?"
Hercule Poirot berkenalan dengan Kolonel Race setahun yang lalu
di London. Mereka menjadi tamu suatu pesta makan malam yang
aneh - suatu makan malam yang berakhir dengan kematian laki-
laki aneh itu, si tuan rumah. Poirot tahu bahwa Race adalah orang
yang bisa ditemuinya di mana saja.
Dia biasanya berada di suatu tempat di mana akan terjadi suatu
kerusuhan. "Jadi Anda di sini, di Wadi Haifa," katanya sambil
berpikir. "Saya di sini di atas kapal."
"Maksud Anda?" "Saya ikut tamasya ini kembali ke Shellal."
Alis mata Hercule Poirot naik. "Menarik sekali. Mari kita minum."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Mereka masuk ke ruang kaca yang kosong pada saat itu. Poirot
memesan wiski untuk Kolonel dan air jeruk bergula untuk dirinya
sendiri. "Jadi Anda ikut perjalanan pulang dengan kami," kata Poirot sambil
meneguk minumannya. "Saya rasa Anda bisa pergi lebih cepat dengan kapal pemerintah
yang berjalan siang maupun malam."
Wajah Kolonel Race melipat, penuh pujian. "Anda benar, seperti
biasanya, Tuan Poirot," katanya gembira.
Kalau begitu, penumpang-penumpang di sini?"
"Salah satu penumpang-penumpang."
"Yang mana, ya?" Poirot bertanya pada langit-langit yang penuh
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hiasan. "Sayang, saya sendiri pun tidak tahu," kata Race menyesal.
Poirot kelihatan tertarik.
Race berkata. "Tak ada gunanya bersikap misterius pada Anda.
Kami punya kesulitan di tempat itu. Kita tidak mencari orang yang
kelihatannya menimbulkan kerusuhan. Mereka adalah orang yang
pandai menyembunyikan diri. Semuanya ada tiga orang. Seorang
terbunuh. Seorang dalam penjara, saya mencari yang ketiga -
seorang yang pernah melakukan lima atau enam pembunuhan
kejam, Dia adalah seorang pemberontak bayaran yang paling
pandai, dan dia ada di atas kapal ini. Saya tahu dari sebuah surat
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
yang kami periksa. Dengan kode-nya menyatakan bahwa 'X akan
mengikuti tamasya Karnak tanggal 7 hingga tanggal 10. Tidak
diterangkan X memakai nama apa."
"Punya keterangan tentang dia?"
"Tidak. Keturunan Amerika, Irlandia dan Perancis. Campuran. Tidak
terlalu banyak menolong. Anda punya pendapat?"
"Suatu pendapat - baik," kata Poirot sambil berpikir-pikir.
Mereka saling mengerti, dan Race tidak mendesaknya lebih jauh.
Dia tahu bahwa Poirot tidak akan bicara kecuali dia merasa pasti.
Poirot menggosok hidungnya dan berkata dengan sedih, "Ada
sesuatu yang terjadi di kapal ini yang mencemaskan saya."
Race melihat kepadanya dengan pandangan bertanya-tanya.
"Bayangkan sendiri," kata Poirot, "seorang A telah berbuat salah
pada B. Si B ingin membalas dendam. Dia membuat ancaman."
"A dan B di kapal dua-duanya?"
Poirot mengangguk. "Benar."
"Dan B, saya kira, adalah seorang wanita?"
"Tepat." Race menyalakan sebatang rokok.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya tidak akan cemas. Orang yang berkata akan melakukan
sesuatu biasanya tidak melakukannya."
"Dan terutama dengan les femmes! Ya, memang benar." Tapi dia
tetap tidak kelihatan senang.
"Ada sesuatu lainnya?"
"Ya. Ada. Kemarin si A baru saja lolos dan suatu kematian.
Kematian yang bisa dianggap sebagai suatu kecelakaan."
"Yang dilakukan oleh B?"
"Tidak. Itulah persoalannya. B tidak berhubungan sama sekali
dalam hal ini." "Kalau begitu memang suatu kecelakaan."
"Saya kira begitu - tapi saya tidak suka kecelakaan macam itu."
"Anda yakin B tidak melakukannya?"
"Yakin sekali."
"Oh, faktor kebetulan bisa terjadi. Siapa si A" Seorang yang tidak
menyenangkan?" "Sebaliknya. Seorang wanita muda yang cantik menarik dan kaya."
Race menyeringai. "Kedengarannya seperti dalam buku cerita."
" Pent etre. Tapi saya tidak gembira, Kawan. Kalau saya benar, dan
saya biasanya selalu benar" - Race tersenyum melihat kumisnya
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
ketika Poirot berkata begitu - "Kalau demikian kekuatiran saya
beralasan. Dan sekarang, Anda datang menambah komplikasi lain.
Anda menceritakan bahwa ada seorang penumpang di atas Karnak,
seorang pembunuh." "Dia biasanya tidak membunuh wanita muda yang menarik."
Poirot menggelengkan kepala tidak puas.
"Saya takut," katanya. "Saya takut. Hari ini saya menyarankan
wanita ini, Nyonya Doyle, supaya pergi dengan suaminya ke
Khartoum, supaya tidak usah pulang dengan kapal ini. Tapi mereka
tidak setuju. Saya berdoa agar kita dapat sampai di Shellal tanpa
bencana." "Saya rasa Anda berprasangka terlalu dalam."
Poirot menggelengkan kepala. "Saya takut," katanya sederhana.
"Ya, saya, Hercule Poirot, takut...."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 12 CORNELIA Robson berdiri di dalam kuil Abu Simbel. Waktu itu
adalah sore, keesokan harinya - sore yang sepi dan panas. Kapal
Karnak berhenti sekali lagi di Abu Simbel untuk memberi
kesempatan berkunjung ke kuil itu. Kali ini dengan penerangan
buatan. Perbedaannya kelihatan nyata, dan Cornelia mengomentari
fakta tersebut dengan keheranan pada Tuan Ferguson yang berdiri
di dekatnya. "He, kelihatannya lebih bagus sekarang!" serunya. "Musuh-musuh
yang kepalanya dipotong oleh raja - kelihatan nyata sekali. Itu
istana yang bagus yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Kalau
saja Dr. Bessner di sini, dia pasti memberitahu saya benda itu."
"Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana Anda tahan dengan si
tua itu," kata Ferguson sedih.
"Kenapa - dia salah seorang laki-laki terbaik yang pernah saya
jumpai." "Membosankan, tua dan sombong."
"Saya rasa Anda tidak seharusnya berkata demikian."
Laki-laki muda itu tiba-tiba mencengkeram lengannya. Mereka
keluar dari dalam kuil menuju malam yang diterangi dengan cahaya
bulan. "Kenapa Anda bisa diam dan tidak menjadi bosan dengan laki-laki
tua gendut - diolok-olok dari dibentak oleh perempuan tua busuk
dan kejam?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Kenapa, Tuan Ferguson?"
"Apa Anda tak punya semangat" Tidak tahukah bahwa Anda sama
baiknya seperti dia?"
"Tapi saya tidak sebaik dia," kata Cornelia dengan jujur.
"Anda tidak sekaya dia, itulah yang Anda maksud."
"Bukan. Saudara saya Marie, sangat berpendidikan dan - "
"Berpendidikan!" Laki-laki itu membiarkan lengan Cornelia lepas.
"Kata itu membuat saya muak."
Cornelia melihatnya dengan ketakutan.
"Dia tidak suka melihat saya bicara dengan Anda, bukan?"
tanyanya. Cornelia merah dan kelihatan malu.
"Kenapa" Karena menurut dia saya tidak setingkat dalam
kehidupan sosialnya! Bah! Bukankah itu memalukan?"
Cornelia berkata tergagap, "Saya harap Anda tidak terlalu marah
dengan hal-hal ini."
"Tidakkah Anda sadar - dan Anda adalah seorang Amerika -
bahwa setiap orang dilahirkan dengan bebas dan setingkat?"
"Tidak." Kata Cornelia yakin dan tenang.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Ya ampun, ini adalah bagian dari undang-undang Anda."
"Marie bilang bahwa politikus-politikus bukanlah orang baik-baik,"
kata Cornelia. "Dan tentu saja setiap orang tidak sama. Tidak ada
artinya. Saya tahu bahwa saya seorang yang kelihatan pantas
tinggal di rumah, dan saya dahulu kadang-kadang merasa tersiksa,
tapi tidak lagi sekarang. Saya lebih suka dilahirkan sebagai orang
yang cantik dan anggun seperti Nyonya Doyle, tetapi kenyataannya
tidak. Jadi saya rasa tak ada gunanya bersusah hati."
"Nyonya Doyle!" teriak Ferguson dengan sombong. "Dia adalah
macam wanita yang harus ditembak sebagai contoh."
Cornelia memandangnya dengan kuatir. "Saya rasa pencernaan
Anda kurang baik," katanya halus. "Saya punya semacam pepsin
khusus yang pernah dicoba Marie. Maukah Anda mencobanya?"
Tuan Ferguson berkata, "Anda keterlaluan!" Dia berbalik dan
berjalan sendiri. Cornelia berjalan terus menuju kapal. Ketika dia
menyeberang, dia bertemu lagi dengan Tuan Ferguson.
"Anda orang yang paling baik di atas kapal ini," kata Ferguson. "Dan
ingatlah hal itu." Dengan muka merah karena gembira, Cornelia memasuki ruang
kaca. Nona Van Schuyler sedang bercakap-cakap dengan Dr.
Bessner - suatu percakapan yang menyenangkan tentang pasien-
pasien terkemuka Dr. Bessner.
Cornelia berkata dengan perasaan bersalah. "Kuharap aku tidak
terlalu lama meninggalkan kapal, Marie."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sambil melihat jamnya, wanita tua itu membentak, "Kau tidak
terlambat. Tapi di mana kauletakkan stola beludruku?"
Cornelia melihat sekelilingnya. "Barangkali di dalam kabin, Marie?"
"Tentu saja tidak! Setelah makan tadi nwaih ada di sini, dan aku
belum keluar dari sini. Tadi ada di kursi itu."
Cornelia mencari-cari tanpa menentu.
"Tidak ada di mana-mana.'
"Tak mungkin!" kata Nona Van Schuyler. "Carilah!"
Perintah itu diucapkan seperti orang memerintah seekor anjing,
dan Cornelia menurut saja. Tuan Fanthorp yang pendiam, yang
duduk di dekat mereka, berdiri dan membantunya. Tapi stola itu
tetap tidak ada. Hari itu luar biasa panas dan pengap sehingga orang-orang
kebanyakan tidur sore-sore setelah berjalan-jalan di pantai melihat
kuil. Suami-isteri Doyle bermain bridge dengan Pennington dan
Race di sebuah sudut. Penumpang lain di dalam ruangan itu
hanyalah Hercule Poirot, yang menguap di sebuah meja dekat
pintu. Nona Van Schuyler berkata, "Saya baru saja tahu siapa Anda, Tuan
Poirot. Saya mendengar tentang Anda dari teman lama saya Rufus
Van Aldin. Anda harus menceritakan kepada saya tentang perkara-
perkara yang Anda tangani suatu saat nanti."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Poirot dengan mata berkedip-kedip karena mengantuk membungkukkan badannya dengan sikap berlebih-lebihan. Dengan
anggukan ramah tetapi sombong Nona Van Schuyler lewat. Poirot
menguap sekali lagi. Dia merasa berat dan tolol dan hampir-hampir
tidak bisa membuka matanya. Dia melihat pada para pemain bridge
yang kelihatan asyik, lalu pada Fanthorp muda yang juga asyik
dengan bukunya. Kecuali mereka, tak ada orang lagi dalam ruangan
itu. Poirot keluar menuju dek. Jacqueline de Bellefort yang berjalan
tergesa-gesa di dek hampir bertumbukan dengannya.
Poirot berkata, "Maaf, Nona.
" "Anda kelihatan mengantuk, Tuan."
Dia mengaku terus terang, " mais oui - saya memang mengantuk.
Tidak bisa membuka mata sama sekali. Hari ini begitu berat
rasanya." "Ya." Dia kelihatan berpikir-pikir. "Hari ini adalah hari di mana
semua orang ingin marah, di mana bisa terjadi sesuatu! Kalau orang
tidak tahan...." Suaranya rendah dan penuh emosi. Dia tidak melihat pada Poirot
tetapi pada tepian sungai yang berpasir. Tangannya mengepal,
dingin. Tiba-tiba ketegangan itu mengendur. Dia berkata, "Selamat tidur,
Tuan Poirot." "Selamat tidur, Nona."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Matanya bertemu dengan mata Poirot, hanya sebentar. Ketika
Poirot mengingatnya keesokan harinya, dia mengerti bahwa
pandangan itu pandangan memohon. Dia ingat setelah itu.
Kemudian Poirot memasuki kabinnya dan Jacqueline menuju ruang
kaca. Setelah menyiapkan segala keperluan Nona Van Schuyler,
Cornelia kembali ke ruang kaca sambil membawa jahitan. Dia sama
sekali tidak merasa mengantuk. Sebaliknya, dia merasa segar dan
agak gembira. Keempat orang pemain bridge itu masih pada tempatnya. Di
sebuah kursi lainnya, Tuan Fanthorp yang pendiam asyik dengan
bukunya. Cornelia duduk dan mengerjakan jahitannya. Tiba-tiba
pintu terbuka dan Jacqueline de Bellefort masuk. Dia berdiri di
tengah pintu, kepalanya terangkat ke belakang. Kemudian memijit
bel dan berjalan menuju tempat Cornelia, lalu duduk.
"Sudah turun?" tanyanya.
"Sudah. Saya rasa indah sekali dalam cahaya bulan."
Jacqueline mengangguk. "Ya, malam yang indah. Benar-benar
malam bulan madu." Matanya melihat ke arah meja bridge - melihat sebentar pada
Linnet Doyle. Seorang pelayan datang. Jacqueline memesan gin
dobel. Ketika dia menyebutkan pesanannya, Simon Doyle
memandangnya selintas. Suatu kekuatiran nampak pada dahinya.
Isterinya berkata, "Simon, kami menunggumu."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Jacqueline bersenandung sendiri. Ketika minumannya tiba, dia
mengambil sambil berkata, "Demi kriminal," lalu meminumnya, dan
memesan lagi. Sekali lagi, Simon memandangnya dari meja bridge. Permainannya
menjadi kacau. Pasangannya, Pennington, mengambil alih.
Jacqueline mulai bersenandung lagi, pertama-tama dengan suara
rendah, kemudian bertambah keras.
"Laki-laki itu dahulu kekasihnya dan dia bersalah...."
Rahasia Pedang Emas 2 Dewa Arak 90 Iblis Berkabung Pendekar Pemabuk 2
bisa melakukannya kapan saja; tapi saya kira akan lebih
menyenangkan kalau menunggu lebih lama - dan berpikir-pikir
tentang hal itu sementara! Lalu ide baru datang untuk mengikuti
mereka! Ketika mereka tiba di suatu tempat yang jauh dan
kelihatan bahagia, mereka harus melihat saya! Dan ini berhasil
Linnet menjadi gelisah - tak satu hal pun bisa membuatnya
demikian! Ini memang benar-benar kena... dan saya menikmatinya.... Dia tidak bisa berbuat apa pun! Saya selalu
bermuka manis dan sopan! Tak ada kata-kata yang dapat mereka
pakai untuk menyalahkan saya! Sikap saya meracuni segalanya -
meracuni mereka." Tertawanya terdengar melengking jelas. Poirot menggenggam
tangannya. "Diamlah. Diamlah."
Jacqueline memandangnya. "Kenapa?" tanyanya. Senyumnya
benar-benar menantang. "Nona, saya mohon jangan melakukan apa yang sedang Anda
lakukan." "Maksud Anda tidak mengganggu Linnet?"
"Lebih dari itu. Jangan membuka hati untuk kejahatan."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Bibirnya terbuka; matanya dipenuhi rasa takut. Poirot meneruskan
dengan sedih, "Karena - bila Anda melakukannya - si jahat akan
datang.... Ya. si jahat pasti datang.... Dia akan masuk dan
menjadikan Anda tempat tinggalnya, dan kemudian tidak ada
kemungkinan lagi untuk mengusirnya keluar."
Jacqueline menatap Poirot. Pandangannya kelihatan bergerak,
menggeletar tak menentu. Dia berkata, "Saya - tak tahu - " Kemudian dia berteriak dengan
pasti, "Anda tak dapat
menghalangi saya." ' .....
"Tidak." kata Hercule Poirot. "Saya tidak bisa menghalangi Anda."
Suaranya sedih. "Meskipun seandainya saya harus - membunuh dia. Anda tak bisa
mencegah saya." "Tidak - tidak, jika Anda rela menerima akibatnya."
Jacqueline de Bellefort tertawa. "Oh, saya tidak takut mati! Untuk
apa lagi hidup saya" Saya rasa Anda berpendapat bahwa tidak
benar membunuh orang yang telah menyakitkan Anda - meskipun
mereka mengambil apa yang telah Anda miliki di dunia ini?"
Poirot berkata dengan tenang, "Ya, Nona. Saya yakin hal itu tak bisa
dimaafkan - membunuh."
Jacqueline tertawa lagi. "Kalau demikian Anda harus setuju dengan
rencana saya sekarang; sebab selama hal ini berhasil, saya tidak
akan menggunakan pistol.... Tapi saya takut - ya, kadang-kadang
takut - semuanya menjadi merah - saya ingin melukainya -
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
menancapkan pisau pada Linnet, atau menempelkan pistol kecil ini
di kepalanya dan lalu - menarik pelatuknya dengan jari saya -
Oh!" Seruan itu mengejutkan Poirot. "Ada apa. Nona?" Dia menoleh dan
menatap pada bayang-bayang di situ.
"Seseorang - berdiri di sana. Dia telah pergi sekarang."
Hercule Poirot memandang sekelilingnya dengan tajam. Tempat itu
kelihatan terpencil. "Kelihatannya tak ada orang lain di sini kecuali
kita, Nona." Dia berdiri. "Saya telah mengatakan apa yang ingin saya katakan.
Selamat malam." Jacqueline juga berdiri. Dia berkata setengah meminta, "Anda
mengerti - bahwa saya tidak dapat melakukan apa yang Anda
inginkan?" Poirot menggelengkan kepala. "Tidak - karena Anda sebenarnya
bisa melakukannya! Selalu ada waktu! Teman Anda, Linnet - juga
punya kesempatan di mana dia dapat membatalkan mengulurkan
tangannya.... Dia membiarkan tangannya terulur. Dan kalau
seseorang membiarkan kesempatan itu lewat, dia harus
mempertaruhkan keberaniannya, sebab kesempatan kedua itu tak
akan tiba." "Tak ada kesempatan kedua...," kata Jacqueline de Bellefort. Dia
berdiri berpikir-pikir sebentar; lalu mengangkat kepalanya dengan
menantang. "Selamat malam, Tuan Poirot."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dia menggelengkan kepala dengan sedih, dan mengikuti Jacqueline
naik ke hotel. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 6 KEESOKAN paginya Simon Doyle menghampiri Hercule Poirot ketika
dia sedang meninggalkan hotel menuju kota. "Selamat pagi, Tuan
Poirot." "Selamat pagi. Tuan Doyle."
"Anda akan ke kota" Kita bisa jalan bersama-sama."
"Saya akan senang sekali."
Kedua laki-laki itu berjalan bersama-sama, melalui gerbang dan
memasuki taman yang rindang. Simon mengambil pipa dari
mulutnya dan berkata, "Tuan Poirot, saya tahu isteri saya berbicara
dengan Anda tadi malam."
"Begitulah." Simon Doyle sedikit cemberut. Dia termasuk orang yang sulit untuk
mengatakan apa yang ada di pikirannya, dan sukar mengatakan
sesuatu dengan jelas. "Saya senang dengan percakapan Anda dan
isteri saya kemarin," katanya. "Anda membuat dia sadar bahwa
kami tak bisa berbuat apa-apa dalam hal ini."
"Tak ada peraturan legal apa pun yang dapat dijadikan senjata."
kata Poirot setuju. "Tepat. Linnet kelihatannya tidak mengerti akan hal itu." Dia
tersenyum kecil. "Linnet sudah terbiasa percaya bahwa setiap hal
yang menyakitkan bisa diajukan pada polisi."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Ya, memang akan menyenangkan kalau bisa begitu," kata Poirot.
Mereka diam. Kemudian tiba-tiba Simon berkata. Mukanya sangat
merah, "Keji sekali kalau Linnet harus menjadi korban seperti ini.
Dia tak berbuat apa pun! Kalau ada orang yang mengatakan bahwa
saya telah berlaku hina, itu tidak apa-apa! Saya kira memang saya
yang salah. Tapi saya tidak rela kalau Linnet harus menjadi korban.
Dia tidak melakukan apa pun."
Poirot menundukkan kepala dengan sedih, tapi tidak mengatakan
apa-apa. "Apakah Anda - err apakah Anda sudah - bicara dengan
Jackie - Nona de Bellefort?"
"Ya, saya telah bicara dengan dia."
"Apakah dia mau mengerti?"
"Saya rasa tidak." Simon berkata dengan marah. "Tidakkah dia bisa
melihat bahwa dirinya telah berlaku seperti keledai dungu" Tidak
sadarkah dia bahwa seorang wanita baik-baik tidak akan melakukan
hal seperti itu" Apakah dia tidak punya harga diri lagi?"
Poirot mengangkat bahunya. "Dia hanya punya rasa - sakit hati.
Bukankah begitu?" jawabnya.
"Ya, tapi semuanya gila, gadis baik-baik tak akan berbuat seperti
itu! Saya akui, sayalah yang salah. Saya telah memperlakukannya
dengan jahat. Saya bisa mengerti kalau dia menjadi muak dan tak
mau bertemu dengan saya lagi. Tapi menguntit kami ke mana-
mana - ini - ini tak senonoh! Menampakkan diri di mana mana!
Apa yang diharapkannya dengan berbuat demikian?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali - pembalasan!"
"Bodoh! Saya lebih dapat mengerti seandainya dia berusaha
melakukan suatu hal yang melodramatis - seperti menembak
saya." "Anda rasa dia lebih cenderung untuk melakukan hal itu?"
"Terus terang, ya. Dia berdarah panas - dan emosinva tak
terkendalikan. Saya tidak heran kalau dia melakukan hal hal yang
mengejutkan bila sedang panas. Tapi mengikuti kami terus-
terusan - " Dia menggelengkan kepalanya.
"Memang lebih halus. Benar-benar cerdik!"
Doyle memandangnya. "Anda tidak mengerti. Linnet benar-benar
kuatir." "Dan Anda?" Simon melihat Poirot dengan heran.
"Saya ingin mematahkan leher setan kecil itu."
"Kalau begitu tak ada perasaan-perasaan lama yang tinggal?"
"Tuan Poirot - bagaimana saya mengatakannya. Ini seperti bulan
kalau matahari sedang keluar. Kita tidak melihat bulan itu lagi.
Ketika saya bertemu dengan Linnet - tak ada Jackie lagi."
" Tiens, c'est draele, ca!" bisik Poirot.
"Apa?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Perumpamaan Anda menarik perhatian saya."
Dengan muka merah Simon berkata, "Saya rasa Jackie mengatakan
pada Anda bahwa saya mengawini Linnet karena uangnya" Itu
sama sekali bohong. Saya tidak akan menikah dengan wanita mana
pun karena uangnya! Jackie tidak mengerti bahwa sulit sekali bagi
seorang laki-laki kalau - kalau - ada seorang wanita yang
mencintainya seperti Jackie mencintai saya."
"Ah?" Poirot menengadah dengan cepat.
Simon meneruskan bicaranya, "Kedengarannya - kedengarannya
biadab sekali berkata demikian. Tetapi Jackie terlalu mencintai
saya!" " Une qui aime et une qui se laisse aimer," bisik Poirot.
"Eh" Apa yang Anda katakan" Tahukah Anda bahwa seorang laki-
laki tidak mau merasa bahwa cinta seorang wanita kepadanya lebih
dari cintanya kepada wanita itu?" Suaranya menjadi hangat, dan
dia melanjutkan. "Seorang laki-laki tak ingin merasa dimiliki, tubuh
maupun jiwa. Ini adalah sikap posesif yang menyebalkan! Laki-laki
ini kepunyaanku - dia milikku! Itu adalah hal yang tidak dapat saya
terima - tak dapat diterima seorang laki-laki mana pun! Dia ingin
lepas - ingin bebas. Dia ingin memiliki gadisnya, dia tidak mau
gadisnya memiliki dia."
Dia berhenti. Dan dengan jari-jari yang agak gemetar dia
menyalakan rokok. Poirot berkata, "Dan itukah perasaan Anda
terhadap Nona Jacqueline?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Eh?" Simon menatapnya, lalu mengakui, "Er - ya - ah, ya,
memang saya merasa begitu. Dia tidak menyadarinya, tentu saja.
Dan saya tidak dapat mengatakan hal itu kepadanya. Tapi saya
dahulu merasa tidak tenang - dan kemudian saya bertemu dengan
Linnet. Dia mempesona saya! Saya tidak pemah melihat sesuatu
yang begitu indah. Benar-benar mengagumkan. Setiap orang
berusaha memikatnya - tapi dia memilih orang miskin seperti
saya."Nada suaranya segan, heran, dan kekanak-kanakan.
"Begitu," kata Poirot. Dia mengangguk. "Ya - saya mengerti."
"Kenapa Jackie tidak dapat menerima semua ini seperti seorang
laki-laki?" kata Simon dengan benci.
Seulas senyum kecil menghias bibir atas Poirot. "Karena, Tuan
Doyle, dia bukanlah seorang laki-laki."
"Ya, bukan - maksud saya menerimanya dengan sportif!
Bagaimanapun, orang harus menelan pil pahit. Kesalahan itu
memang terletak pada saya. Saya mengakui. Tapi bagaimana lagi.
Kalau seseorang tidak cinta lagi pada gadisnya, benar-benar gila
kalau dia harus mengawininya. Dan sekarang saya tahu bagaimana
Jackie yang sebenarnya, dan sampai di mana dia bertindak. Saya
merasa beruntung dapat lepas darinya."
"Sampai di mana dia akan bertindak," ulang Poirot sambil berpikir-
pikir. "Tahukah Anda, Tuan Doyle, sampai di mana dia akan
bertindak?" Simon melihat kepadanya, agak terkejut. "Tidak - setidak-tidaknya,
apa maksud Anda?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Tahukah Anda dia membawa pistol?"
Simon cemberut, lalu menggelengkan kepala. "Saya tidak percaya
dia akan menggunakannya - sekarang. Dia bisa melakukannya
sebelumnya. Tapi saya yakin waktunya telah lalu. Dia hanya merasa
dendam sekarang - dan berusaha menyakiti hati kami."
Poirot mengangkat bahunya. "Barangkali begitu," katanya dengan
ragu-ragu. "Linnet-lah yang saya kuatirkan," kata Simon agak berlebihan.
"Saya tahu," kata Poirot.
"Sebenarnya saya tidak takut seandainya Jackie menembak saya.
Tapi dengan mengikuti kami, dia membuat Linnet tidak enak. Saya
akan menceritakan rencana kami. Barangkali Anda dapat memberi
saran-saran yang membantu. Pertama-tama saya akan mengumumkan dengan terbuka bahwa kami akan tinggal di sini
sepuluh hari. Tapi besok pagi kapal api Karnak mulai berangkat dari
Shell ke Wadi Haifa. Saya akan memesan tempat dengan nama
samaran. Besok kami akan tamasya ke Phillae. Pembantu Linnet
bisa memberesi barang-barang kami. Kami akan naik Karnak di
Shellal. Kalau Jackie tahu bahwa kami tidak kembali dia akan
terlambat mengikuti kami. Dia akan mengira kami pergi diam-diam
dan kembali lagi ke Kairo, dan saya akan menyuruh pelayan untuk
berkata demikian. Pertanyaan yang diajukan pada kantor-kantor
turis tak akan membantunya, sebab kami memakai nama samaran.
Bagaimana pendapat Anda?"
"Ya, rencana yang bagus. Dan kalau dia menunggu di sini sampai
Anda kembali?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali kami tidak kembali. Kami akan terus ke Khartoum dan
barangkali ke Kenya dengan pesawat terbang. Dia tak bisa
mengikuti ke mana saja kami pergi."
"Ya; ada waktunya sebab-sebab yang bersifat finansial tidak
mengijinkan. Dia hanya punya uang sedikit, saya rasa."
Simon memandang Poirot dengan kagum. "Anda memang cerdas.
Tahukah Anda, saya tidak pernah memikirkan hal itu. Jackie benar-
benar miskin." "Tetapi dia bisa mengikuti Anda sampai sekarang?"
Simon berkata dengan ragu-ragu, "Tentu saja dia punya
penghasilan kecil. Di bawah dua ratus sebulan, saya rasa. Saya
kira - ya, saya kira dia telah menjual modalnya untuk melakukan
apa yang sedang dilakukannya sekarang."
"Jadi akan tiba waktunya di mana dia tidak punya sumber keuangan
dan bangkrut sama sekali?"
"Ya...," Simon menjadi kalut. Pikiran itu membuatnya tidak tenang.
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Poirot memperhatikannya. "Tidak," katanya. "Itu bukan pikiran
yang bagus...." Simon berkata dengan agak marah. "Tapi saya tak bisa berbuat apa-
apa!" Lalu dia menambahkan, "Bagaimana pendapat Anda tentang
rencana saya?" "Ya. barangkali berhasil. Tapi tentu saja ini berarti mundur."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Wajah Simon merah. "Maksud Anda, kami melarikan diri" Ya,
memang benar... tapi Linnet - "
Poirot memandangnya, lalu mengangguk. "Seperti Anda katakan,
mungkin ini jalan yang terbaik. Tapi ingat, Nona Bellefort punya
otak." Simon berkata dengan ragu-ragu, "Saya merasa, suatu hari kelak
kami harus berhadapan dan berperang. Sikapnya sama sekali tidak
masuk akal." "Masuk akal, mon Dieu!" seru Poirot.
"Tak ada alasan mengapa wanita tidak bersikap seperti orang-orang
berakal," kata Simon tanpa perasaan.
Poirot berkata dengan kurang senang, "Mereka sering berbuat
begitu. Itu lebih membingungkan lagi!" Dia menambahkan, "Saya
juga akan pergi dengan Karnak. Ini merupakan bagian dari rencana
perjalanan saya." "Oh!" Simon ragu-ragu, lalu berkata dengan agak malu, "Ini bukan
karena - bukan - er - karena persoalan kami" Maksud saya, saya
tak ingin - " Poirot cepat-cepat menyela, "Sama sekali tidak. Semua ini sudah
direncanakan sebelum saya meninggalkan London. Saya selalu
merencanakan sesuatu masak-masak terlebih dahulu."
"Anda tidak pergi dari satu tempat ke tempat lain yang menarik"
Bukankah ini lebih menyenangkan?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Barangkali. Tapi untuk berhasil dalam hidup setiap detail harus
diatur dengan baik sebelumnya."
Simon tertawa dan berkata, "Itulah yang dilakukan oleh pembunuh-
pembunuh yang berotak, saya rasa."
"Ya - meskipun saya akui bahwa perkara kriminal yang paling
hebat yang saya ingat, dan satu-satunya yang sulit dipecahkan,
dilakukan menurut perasaan yang timbul ketika itu juga."
Simon berkata dengan kekanak-kanakan, "Anda harus menceritakan sesuatu tentang pengalaman Anda di atas Karnak
nanti." "Tidak, tidak; itu berarti membicarakan diri sendiri."
"Ya, tapi sangat menyenangkan. Nyonya Allerton berpendapat
begitu. Dia ingin sekali mendapat kesempatan untuk menginterview Anda."
"Nyonya Allerton" Wanita berambut putih yang menarik itu" Yang
punya anak laki laki yang sangat mencintainya?"
"Ya. Dia akan ikut rombongan Karnak juga."
"Tahukah dia bahwa Anda - "
"Tentu saja tidak," kata Simon menekankan. "Tak seorang pun
tahu. Saya berpendapat bahwa lebih baik tidak mempercayai
seorang pun." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Sikap yang mengagumkan - dan yang juga saya sendiri lakukan.
Apakah orang ketiga dalam rombongan Anda, laki-laki tinggi
berambut putih itu - "
"Pennington?" "Ya. Apakah dia bepergian bersama Anda?"
Simon berkata dengan sebal, "Tidak pada tempatnya dalam suatu
bulan madu, bukan" Pennington adalah wali Linnet. Kami tidak
sengaja berjumpa di Kairo."
"Ah, vraiment! Boleh saya bertanya" Isteri Anda belum cukup
umur?" Simon kelihatan heran. "Dia belum dua puluh satu - tapi dia tidak
minta persetujuan orang lain sebelum menikah dengan saya. Ini
merupakan kejutan besar bagi Pennington. Dia meninggalkan New
York dengan Carmanic dua hari sebelum surat Linnet yang
memberitakan perkawinan kami tiba. Jadi dia tidak tahu apa-apa
tentang hal itu." "Carmanic - " bisik Poirot.
"Dia benar-benar terkejut ketika melihat kami di Shepherd di
Kairo." "Tentu saja itu merupakan suatu kebetulan!"
"Ya, dan kami tahu dia juga ikut dengan tamasya Sungai Nil ini -
jadi dengan sendirinya kami berkumpul lagi. Di samping itu hal ini -
ya, melegakan kami juga." Dia kelihatan malu lagi. "Linnet menjadi
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
gugup. Dia mengharapkan munculnya Jackie di mana saja. Kalau
kita sedang berdua, persoalan itu selalu datang. Andrew
Pennington sangat membantu. Kami terpaksa bicara tentang hal-
hal lain." Poirot menggelengkan kepala. "Anda belum melihat akhir
persoalan ini. Tidak - akhir persoalan ini masih jauh. Saya yakin
akan hal itu." "Tuan Poirot, Anda tidak membuat kami tambah berani."
Poirot memandangnya dengan perasaan sedikit marah. Dia
berpikir, "Si Anglo Saxon ini tidak menanggapi persoalan dengan
serius, tapi malah sebaliknya! Dia tidak menjadi dewasa."
Linnet Doyle - Jacqueline de Bellefort - keduanya menganggap
persoalan itu serius. Tapi dalam sikap Simon dia tidak menemukan
apa-apa kecuali ketidaksabaran dan kemarahan seorang laki-laki.
Dia berkata, "Bolehkah saya mengajukan suatu pertanyaan yang
kurang menyenangkan" Apakah Anda yang punya ide untuk
berbulan madu di Mesir?"
Simon merah. "Tidak, tentu saja tidak. Sebenarnya saya ingin ke
tempat lain, tapi Linnet berkemauan keras. Jadi - jadi - "
Dia berhenti dengan hambar.
"Tentu saja," kata Poirot sedih.
Dia mengerti bahwa kalau Linnet punya kemauan, maka harus
dilakukan. Dia berpikir, "Aku telah mendengar tiga cerita vang
berbeda mengenai soal ini - dari Linnet Doyle, Jacqueline de
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Bellefort, dan Simon Doyle. Mana yang paling mendekati
kebenaran?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 7 LINNETdan Simon Doyle berangkat ke Phillae kira-kira pukul sebelas
keesokan paginya. Jacqueline de Bellefort duduk di balkon hotel
melihat mereka berangkat dengan perahu layar yang berwarna-
warni. Tetapi dia tidak melihat keberangkatan sebuah mobil dari
pintu depan hotel - yang di dalamnya penuh dengan kopor-kopor
dan seorang pelayan yang duduk dengan tenang. Mobil itu
berbelok ke kanan, ke arah Shellal.
Hercule Poirot memutuskan untuk menghabiskan waktu dua jam
sebelum makan siang dengan mengunjungi Pulau Elephantine di
seberang hotel. Dia menuruni anak tangga. Hanya ada dua orang laki-laki yang
melangkah memasuki salah satu perahu-perahu hotel, dan Poirot
mengikuti mereka. Kedua laki-laki itu tidak saling mengenal. Laki-
laki yang muda datang kemarin dengan kereta api. Badannya tinggi,
berambut hitam berwajah tipis dan berdagu galak. Dia memakai
celana planel abu-abu yang sangat dekil dan baju berleher tinggi -
sama sekali tidak sesuai dengan iklim di situ. Yang seorang adalah
laki-laki setengah umur berbadan pendek gemuk, yang dengan
cepat melibatkan diri dalam percakapan dengan Poirot dalam
bahasa Inggris yang patah-patah.
Laki-laki muda itu tidak mau ikut dalam percakapan itu. Dia
merengut kepada kedua kawannya, dan dengan sengaja
memunggungi mereka. Dia mengagumi ketrampilan tukang perahu
Nubia yang menyetir perahunya dengan jari-jari kakinya dan
mengatur layar dengan tangannya.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tenang sekali di atas air. Karang hitam yang besar dan licin itu
mereka lalui, dan angin sejuk menghembus wajah mereka. Dengan
cepat mereka sampai di Elephantine, dan Poirot bersama temannya
yang banyak bicara itu langsung menuju museum. Si gemuk
mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya kepada Poirot
dengan sedikit membungkuk. Pada kartu itu tertulis, "Signor Guido
Richetti. Arkeolog".
Karena tidak mau kalah, Poirot ganti membungkukkan badan dan
mengeluarkan kartu namanya. Setelah formalitas itu selesai,
keduanya melangkah masuk museum bersama-sama. Laki-laki Itali
itu menyerocos memberikan bermacam-macam keterangan.
Mereka kemudian bicara dalam bahasa Prancis.
Laki-laki muda bercelana planel itu berjalan mondar-mandir
mengelilingi museum sambil menguap terus-menerus. Dia
kemudian keluar mencari udara segar. Poirot dan Tuan Richetti
akhirnya mengikuti dia. Si Itali dengan bersemangat mengamat-
amati dan mempelajari reruntuhan-reruntuhan, tetapi Poirot
memperhatikan sebuah payung hijau yang dikenalnya, sedang
berada di antara karang-karang, kemudian lenyap menuju arah
Sungai Nil. ***** Nyonya Allerton duduk di atas sebuah karang besar. Di
pangkuannya terdapat sebuah buku, dan di sampingnya ada
sebuah buku sketsa. Poirot mengangkat topinya dengan sopan, dan
Nyonya Allerton dengan cepat memulai suatu percakapan.
"Selamat pagi," katanya. "Saya rasa sulit sekali untuk menghindar
dari anak-anak yang menjengkelkan itu."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sekelompok anak kecil merubung Nyonya Allerton. Semua
menyeringai dan mengulurkan tangan-tangan mereka sambil
berkata "Bakshish" dengan penuh harapan.
"Saya kira mereka akan bosan dengan saya," kata Nyonya Allerton
sedih. "Mereka membuntuti saya hampir dua jam - dan mendekati
saya pelan-pelan; lalu saya berteriak 'imshi' dan mengayunkan
payung saya pada mereka. Mereka bubar dalam satu dua menit
saja. Kemudian kembali lagi dan melihat terus-menerus. Mata
mereka benar-benar menjijikkan, juga hidung mereka. Saya rasa
saya kurang senang dengan anak-anak, kecuali yang bersih dan
bersikap baik." Dia tertawa sedih.
Poirot dengan gagah berusaha mengusir anak-anak itu, tetapi
tanpa hasil. Mereka bubar, lalu kembali lagi berkerumun.
"Kalau saja suasana di Mesir ini tenang, saya akan sangat senang,"
kata Nyonya Allerton. "Tapi kita tak bisa sendirian di mana pun. Pasti ada yang meminta
uang, atau menawarkan keledai, atau manik-manik, atau
mengantar ke desa-desa, atau berburu itik."
"Benar. Memang itu tidak menyenangkan," kata Poirot setuju. Dia
membeber sapu tangannya dengan hati-hati di atas karang, lalu
duduk pelan-pelan di atasnya. Anak Anda tidak menemani Anda
pagi ini?" katanya. Tidak. Tim perlu mengirim beberapa surat sebelum kami berangkat.
Kami akan pergi ke Air Terjun Kedua."
"Saya juga." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Senang sekali. Saya benar-benar merasa senang bertemu dengan
Anda. Ketika kami di Majorca, kami berkenalan dengan Nyonya
Leech, dan dia menceritakan hal-hal yang hebat mengenai Anda.
Dia kehilangan cincin batu delimanya ketika berenang, dan sangat
sedih sekali. Andaikata Anda di sana, cincin itu pasti ketemu,
katanya." "Ah, parbleau. Saya bukan anjing laut!"
Keduanya tertawa. Nyonya Allerton melanjutkan, "Saya melihat Anda dari jendela
sedang berjalan dengan Simon Doyle tadi pagi. Apa yang Anda
lakukan untuknya" Kami semua begitu ingin tahu tentang dia."
"Ah" Benar?"
"Ya. Anda tahu, perkawinannya dengan Linnet Ridgeway
merupakan surprise besar. Sebenarnya Linnet akan menikah
dengan Lord Windlesham, dan kemudian tiba-tiba dia bertunangan
dengan laki-laki yang tak dikenal itu!"
"Anda kenal baik dengan Linnet Ridgeway, Nyonya?"
"Tidak. Tapi saudara sepupu saya, Joanna Southwood, salah
seorang teman baiknya."
"Ah, ya. Saya pemah membaca nama itu di koran." Dia berhenti
sebentar. Lalu melanjutkan, "Dia adalah seorang gadis muda yang
namanya sering disebut-sebut di surat kabar. Nona Joanna
Southwood." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Oh, dia tahu bagaimana caranya mengiklankan dirinya," seru
Nyonya Allerton sengit. "Anda tidak menyukainya. Nyonya?"
"Tidak seharusnya saya berkata demikian." Nyonya Allerton
kelihatan menyesal. "Saya memang kolot. Saya tidak begitu
menyukainya. Tapi Tim dan dia sangat akrab."
"Begitu." kata Poirot.
Nyonya Allerton meliriknya. Dia kemudian mengganti pokok
pembicaraan. "Sedikit sekali anak-anak muda di sini! Gadis manis
berambut kemerahan yang selalu bersama sama ibunya yang
berturban mengerikan itulah gadis-satunya anak muda di sini. Saya
tahu Anda telah berkenalan dan bercakap-cakap dengan mereka.
Saya senang dengan gadis itu."
"Mengapa, Nyonya?"
"Saya merasa kasihan. Kita bisa menderita pada waktu kita muda
dan sensitif. Saya rasa gadis itu menderita."
"Ya, dia tidak bahagia. Kasihan."
"Tim dan saya menamakannya 'gadis murung'. Saya telah berusaha
bicara dengan dia satu atau dua kali, tapi dia selalu membentak
saya. Saya yakin dia akan ikut rombongan tamasya di Sungai Nil
nanti, dan saya harap kita semua akan menjadi lebih akrab."
"Itu suatu kemungkinan yang belum pasti, Nyonya."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya sangat senang bergaul - saya tertarik dengan orang-orang
dari bermacam macam tipe." Dia berhenti, lalu melanjutkan, "Tim
bilang bahwa gadis hitam itu - yang bernama de Bellefort - adalah
gadis yang pernah bertunangan dengan Simon Doyle. Tentunya
tidak enak bertemu satu dengan lainnya - dalam suasana seperti
itu."
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, memang - tidak enak," Poirot mengiyakan.
Nyonya Allerton meliriknya. "Barangkali Anda akan menganggap
saya orang bodoh, tapi gadis itu menakutkan saya. Kelihatannya
begitu - penuh emosi."
Poirot menganggukkan kepalanya pelan-pelan. "Anda tidak salah,
Nyonya. Emosi yang berlebihan memang selalu menakutkan."
"Apakah Anda juga tertarik dengan orang-orang biasa, Tuan Poirot"
Atau apakah Anda hanya menyukai kriminal yang mungkin terjadi?"
"Nyonya - kategori itu tetap menyangkut banyak individu di
dalamnya." Nyonya Allerton kelihatan sedikit terkejut.
"Apakah benar yang Anda maksud?"
"Ya, bila individu itu memberi kemungkinan," kata Poirot.
"Tapi berbeda, bukan?"
"Tentu saja." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nyonya Allerton ragu-ragu - dia tersenyum kecil. "Bahkan saya
juga bisa, barangkali?"
"Seorang ibu. Nyonya, bisa menjadi sangat kejam bila anaknya ada
dalam bahaya." Dia berkata dengan sedih, "Saya kira itu benar - ya, Anda memang
benar." Dia diam satu dua menit, lalu berkata dengan tersenyum, "Saya
mencoba membayangkan motif-motif yang cocok bagi setiap orang
dalam hotel ini. Ini menyenangkan sekali. Misalnya, Simon Doyle."
Poirot berkata sambil tersenyum, "Kriminalitas yang sederhana -
menuju sasarannya secara langsung. Tidak ada variasi-variasi
halus." "Dan karenanya mudah diusut?"
"Ya, dia bukan orang yang cerdas."
"Dan Linnet?" "Dia akan seperti ratu dalam buku Alice in Wonderland, 'Penggal
kepalanya'?" "Tentu. Suatu kebenaran monarki! Dengan sedikit sentuhan kebun
anggur Naboth. Dan gadis yang berbahaya itu - Jacqueline de
Bellefort - bisakah dia menjadi pembunuh?"
Poirot ragu-ragu sebentar, lalu berkata dengan kurang yakin, "Ya,
saya kira bisa." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tapi Anda tidak yakin."
"Benar. Si kecil itu agak membingungkan saya."
"Saya kira Tuan Pennington tidak akan masuk hitungan. Dia
kelihatan begitu kering dan sakit-sakitan - seperti tak punya
kekuatan." "Mungkin juga bisa. karena kemauan keras untuk mempertahankan
diri." "Ya, saya kira benar. Dan Nyonya Otterboume yang berturban?"
"Selalu ada kesia-siaan."
"Sebagai motif pembunuhan?" tanya Nyonya Allerton ragu-ragu.
"Kadang-kadang, motif pembunuhan itu sangat remeh, Nyonya."
"Motif apakah yang paling sering Anda jumpai, Tuan Poirot?"
"Paling sering - soal uang. Ini dengan bermacam-macam variasi.
Lalu ada dendam - dan cinta, dan ketakutan, dan kebencian, dan
kebajikan - " "Tuan Poirot!" "Oh ya. Nyonya. Saya tahu - misalnya saja A - disingkirkan oleh B
agar bisa memperoleh C. Pembunuhan-pembunuhan yang
berdasarkan politik sering terjadi dengan motif demikian.
Seseorang dianggap berbahaya bagi keamanan, dan dia
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
disingkirkan dengan alasan tersebut. Orang-orang demikian lupa
bahwa soal mati dan hidup adalah persoalan Tuhan."
Dia bicara dengan nada sedih.
Nyonya Allerton berkata pelan-pelan, "Saya senang Anda
mengatakan demikian. Tapi sama saja. Tuhan memilih."
"Ada bahaya seperti itu, Nyonya."
Dia berkata dengan suara ringan. "Setelah percakapan ini. Tuan
Poirot, saya rasa tak ada lagi yang tinggal hidup!" Dia berdiri.
"Kita harus kembali. Kita akan segera berangkat setelah makan
siang." Pada waktu mereka sampai di jembatan pangkalan, pemuda
dengan baju berleher tinggi itu baru saja masuk ke perahu,
sedangkan si laki-laki gendut sudah menunggu di dalamnya. Ketika
tukang perahu Nubia mengembangkan layar dan perahu mulai
meluncur, Poirot memberikan komentar dengan sopan,
"Banyak sekali hal-hal yang indah yang harus dilihat di Mesir."
Lelaki muda itu mengisap pipa yang berbau busuk. Dia mengambil
pipa tersebut dan berkata dengan tegas dalam aksen seorang yang
terpelajar. "Semua membuat saya muak."
Nyonya Allerton memakai kaca matanya dan memperhatikan
pemuda itu. "Benarkah" Mengapa?" tanya Poirot.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Perhatikan saja piramid-piramid itu. Balok-balok besar dari batu
yang tak ada gunanya itu ditumpuk hanya untuk menunjukkan
egoisme raja lalim yang semakin gembung. Bayangkanlah orang-
orang yang berkeringat dan tak berdaya yang membangunnya dan
mati karenanya. Semuanya membuat saya muak karena ingat
kesakitan dan siksaan yang mereka alami."
Nyonya Allerton berkata dengan riang, "Bagi Anda lebih baik tidak
ada piramid, tidak ada Parthenon, tidak ada kuburan indah atau
kuil. Anda akan sangat puas bila orang makan tiga kali sehari dan
meninggal di tempat tidur mereka."
Pemuda itu merengut marah kepadanya. "Saya kira manusia lebih
penting daripada batu."
"Tapi mereka juga tidak menderita," kata Hercule Poirot.
"Saya lebih suka melihat pekerja yang berkecukupan daripada hasil
seni. Yang penting adalah masa depan - bukan masa lalu."
Tuan Richetti menjadi sebal dengan percakapan itu dan dia berkata
dengan cepat, mengeluarkan kalimat-kalimat yang tak mudah
diikuti. Pemuda itu menjawab dengan mengatakan pendapatnya tentang
sistem kapitalis. Dia berkata dengan berapi-api. Ketika pidatonya
selesai, mereka tiba pada jembatan pangkalan hotel. Nyonya
Allerton dengan gembira berkata, "Sudah, sudah." dan melangkah
ke darat. Pemuda itu memandangnya dengan jengkel.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Di ruang depan hotel, Poirot menjumpai Jacqueline de Bellefort
yang mengenakan pakaian berkuda. Dia mengangguk sinis kepada
Poirot. "Saya ingin menunggang keledai. Ada desa yang menarik, menurut
Anda, Tuan Poirot?" "Itukah acara Anda hari ini, Nona" Eh bien, desa-desa itu bagus -
tapi tidak cukup menarik."
Dengan anggukan kecil dia melangkah ke luar ke udara cerah.
Poirot menyelesaikan memberesi barang-barangnya. Ini pekerjaan
yang sangat mudah, karena semua miliknya selalu teratur rapi.
Kemudian dia ke ruang makan dan memesan makan siang.
***** Setelah semua selesai makan siang, bis hotel membawa
penumpang-penumpang yang akan ke Air Terjun Kedua ke stasiun,
di mana mereka harus naik kereta api ekspres jurusan Kairo-Shellal
yang makan waktu sepuluh menit. Penumpang-penumpang bis itu
adalah keluarga Allerton, Poirot, pemuda bercelana planel, dan
laki-laki Itali. Nyonya Otterbourne dan anak perempuannya telah
pergi ke Dan dan Phillae. dan kemudian mereka akan menumpang
kapal yang sama di Shellal.
Kereta dari Kairo ke Luxor terlambat dua puluh menit. Akhirnya
kereta itu datang juga - dan terjadilah kegiatan rutin seperti biasa.
Kuli-kuli yang membawa koper keluar bertumbukan dengan kuli-
kuli yang membawa koper masuk. Akhirnya, dengan agak terengah,
Poirot mendapat satu ruangan dengan barang keluarga Allerton
dan beberapa barang yang tak dikenal pemiliknya, sedangkan Tim
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dan ibunya ada di tempat lain dengan sisa-sisa barang bawaan
mereka. Dalam ruangan itu ada seorang wanita tua dengan wajah berkerut-
kerut dan ekspresi muka yang congkak. Dia memakai baju putih
dan perhiasan berlian yang tersebar di seluruh tubuh. Dia melihat
Poirot dengan pandangan angkuh dan menyembunyikan kepalanya
lagi dalam lembaran majalah Amerika. Seorang wanita besar dan
kaku, berumur di bawah tiga puluhan duduk di depannya. Dia
mempunyai mata coklat besar yang menyenangkan, seperti mata
seekor anjing. Rambutnya tidak rapi dan wajahnya adalah wajah
penurut yang ingin menyenangkan orang lain. Kadang-kadang
wanita tua itu memperhatikannya dari atas majalah yang
menutupinya, dan memerintahnya dengan bentakan.
"Cornelia, gulung permadani itu." "Kalau sudah sampai, jaga kopor
pakaianku. Jangan biarkan orang lain menyentuhnya."
"Jangan lupa penggunting kertasku."
Perjalanan itu singkat. Dalam waktu sepuluh menit mereka tiba di
sebuah tembok laut, di mana kapal api Karnak sedang menunggu
mereka. Keluarga Otterboume sudah datang terlebih dulu.
Kapal api Karnak lebih kecil dan kapal Papyra, dan Lotus yang
membawa penumpang ke Air Terjun Pertama, dan keduanya terlalu
besar untuk bisa melewati bendungan Aswan. Para penumpang
menuju ke tepi. Mereka kemudian dipersilakan melihat tempat
masing-masing. Karena kapal itu tidak penuh, kebanyakan penumpang mendapat
tempat di dek. Bagian depan dek ini merupakan ruangan kaca, di
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
mana penumpang dapat duduk sambil melihat sungai yang
terbentang luas. Di bawah dek itu ada ruangan untuk merokok dan
ruang duduk kecil, dan di bawahnya adalah ruang makan.
Setelah melihat barang-barangnya masuk dalam kabin, Poirot
keluar menuju dek melihat proses pemberangkatan. Dia mendekati
Rosalie Otterbourne yang bersandar di sisi dek.
"Sekarang kita menuju Nubia. Anda merasa senang, Nona?"
"Ya. Saya merasa lepas dari sesuatu, akhirnya."
Dia membuat gerakan dengan tangannya. Ada suatu aspek
kebiadaban pada lapisan air yang membentang di depan mereka;
karang yang besar tanpa tumbuh-tumbuhan muncul di atas air - di
sana sini ada bekas-bekas rumah yang roboh dan rusak akibat
naiknya air sungai. Suatu pemandangan yang menyedihkan.
"Lepas dari orang-orang," kata Rosalie Otterbourne.
"Kecuali mereka yang ikut dalam perjalanan ini."
Dia mengangkat bahu, lalu berkata. "Ada sesuatu dalam negara ini
yang membuat saya merasa kejam. Sesuatu yang membawa ke luar
segala yang mendidih di dalam diri kita. Segalanya begitu tidak
adil - tidak benar."
"Benarkah" Anda tidak bisa menimbang berdasarkan bukti materi
saja." Rosalie bersungut. "Perhatikan - perhatikan saja ibu-ibu lain - dan
perhatikan ibu saya. Tidak ada Tuhan kecuali seks, dan Salome
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Otterboume adalah Nabinya." Dia berhenti. "Saya tidak seharusnya
mengatakan hal itu, saya rasa."
Poirot membuat gerakan dengan tangannya. "Kenapa tidak
mengatakannya - pada saya" Saya termasuk mereka yang suka
mendengar banyak hal. Seperti Anda katakan, bila ada sesuatu
yang mendidih di dalam - seperti selai - eh, bien, biarkan buihnya
naik ke permukaan, dan selai itu akan bisa diambil dengan sendok."
Dia membuat gerakan seolah-olah membuang sesuatu ke dalam
Sungai Nil. "Dan semuanya akan hilang."
"Anda memang luar biasa!" kata Rosalie. Mulutnya yang merengut
berubah tersenyum. Kemudian tiba-tiba wajahnya tegang kembali
sambil berseru, "Oh, Nyonya Doyle dan suaminya! Saya tidak
mengira mereka ikut tamasya ini!"
Linnet baru saja muncul dari sebuah kabin di bawah dek. Simon
mengikutinya. Poirot heran melihat wajahnya - begitu berseri,
begitu yakin. Dia kelihatan angkuh dengan kebahagiaannya. Dan
Simon Doyle pun berubah. Dia menyeringai lebar dan kelihatan
seperti anak sekolah yang riang gembira.
"Menyenangkan sekali," katanya sambil bersandar di pagar kapal.
"Tamasya ini pasti menggembirakan. Bukan begitu. Linnet"
Rasanya tidak seperti wisatawan - seolah-olah kita benar-benar
masuk ke dalam Mesir."
Isterinya menjawab dengan cepat, "Ya. Kelihatannya bertambah
buas." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tangannya menggandeng lengan suaminya, yang menekannya
keras-keras ke tubuhnya. "Kita berangkat, Lin," bisiknya.
Kapal itu melepaskan diri dan daratan. Mereka memulai perjalanan
ke Air Terjun Kedua dan akan kembali lagi dalam waktu seminggu.
Di belakang mereka terdengar tertawa renyah yang nyaring. Linnet
membalikkan badannya. Jacqueline de Bellefort berdiri di situ. Dia
kelihatan senang. "Halo Linnet! Aku tidak mengira kau ada di sini. Rasanya kau
pernah mengatakan akan tinggal di Aswan sepuluh hari lagi. Ini
benar-benar suatu kejutan!"
"Kau - kau tidak - ," lidah Linnet gemetar. Dia memaksakan diri
untuk tersenyum. "Aku - aku juga tidak mengira kau di sini."
"Benar?" Jacqueline berpindah ke sisi lain. Cengkeraman Linnet pada
suaminya bertambah erat. "Simon - Simon - "
Wajah Simon berubah. Dia kelihatan marah. Tangannya
menggenggam keras-keras, berusaha menguasai diri.
Keduanya menjauh. Tanpa menolehkan kepalanya, Poirot
mendengar kata-kata terputus, " kembali... tak mungkin... kita
bisa", dan kemudian Simon Doyle berkata dengan suara agak keras,
dan putus asa, tetapi kejam, "Kita tidak bisa selalu melarikan diri,
Lin. Kita harus menghadapinya sekarang...."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Beberapa jam berlalu. Cahaya matahari suram. Poirot berdiri di
ruang kaca melihat lurus ke depan. Kapal api Karnak akan melewati
terowongan sempit. Karang-karang yang merendah kelihatan buas
dengan sungai yang mengalir di antaranya. Mereka sampai di
Nubia. Poirot mendengar langkah orang dan Linnet Doyle berdiri di
dekatnya. Poirot tidak pernah melihatnya seperti itu. Pada
wajahnya terlihat suatu rasa ketakutan yang menghinggapi seorang
kanak-kanak. Dia berkata, "Tuan Poirot, saya takut - saya takut dengan
segalanya. Saya tak pernah merasa seperti ini. Karang-karang itu
kelihatan kaku, kejam, dan tak mengenal kasihan. Ke mana kita
sekarang" Apa yang akan terjadi " Saya benar-benar takut. Setiap
orang membenci saya. Saya tidak pernah merasa seperti ini. Saya
selalu baik dengan orang lain - saya membantu mereka - dan
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka membenci saya - banyak orang membenci saya. Kecuali
Simon, semua memusuhi saya.... Benar-benar tidak enak merasa -
bahwa ada orang yang membenci kita."
"Kenapa, Nyonya" Apa yang terjadi?"
Dia menggelengkan kepala. "Saya kira - gugup.... Saya hanya
merasa bahwa - segalanya tidak aman di sekitar saya."
Dia menoleh dengan gugup, lalu berkata, "Bagaimanapun
semuanya akan berakhir. Kita terperangkap di sini. Terjebak! Tak
ada jalan keluar. Kita harus berjalan terus. Saya - saya tak tahu di
mana saya berada." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Gadis itu duduk. Poirot memandangnya dengan sedih. Pandangan
penuh belas kasihan. "Bagaimana dia tahu kami ada di kapal ini?" Dia berkata.
"Bagaimana dia tahu?"
Poirot menggelengkan kepala sambil berkata, "Dia punya otak,
Nyonya." " "Rasanya saya tak pernah akan lepas darinya."
Poirot berkata, "Ada sebuah rencana yang bisa Anda lakukan.
Sebenarnya saya heran kenapa Anda tidak memikirkannya. Bagi
Anda, Nyonya, uang bukanlah soal. Kenapa Anda tidak mencarter
kapal sendiri?" Linnet menggelengkan kepala tak berdaya. "Kalau saja kami tahu -
tapi kami tak tahu saat itu. Dan sulit sekali...."
Dia kelihatan tidak sabar. "Oh! Anda tidak mengerti Simon.... Dia -
dia sangat sensitif - dengan uang. Karena saya kaya! Dia ingin saya
pergi ke suatu tempat kecil di Spanyol dengan dia - dia - dia mau
mengongkosi sendiri biaya bulan madu kami. Seolah-olah uang
menjadi soal! Laki-laki memang bodoh! Dia harus membiasakan diri
untuk - untuk hidup berkecukupan. Ide mencarter kapal ini bisa
memusingkan kepalanya - pengeluaran - pengeluaran yang tak
perlu. Saya harus mengajarinya - pelan-pelan."
Linnet mendongak, menggigit bibirnya keras-keras, seolah-olah
merasa bahwa dia telah berkata terlalu banyak tentang
kesulitannya. Dia berdiri. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya harus pergi. Maaf, Tuan Poirot. Saya rasa saya telah
membicarakan tentang soal-soal yang tolol.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 8 NYONYA Allerton yang kelihatan tenang dan menarik dengan baju
hitamnya yang sederhana itu menuruni dua dek menuju ruang
makan. Pada pintu masuk, anaknya baru muncul. "Maaf, Sayang,
aku kira sudah terlambat."
"Di mana kita duduk?" Ruangan itu penuh dengan meja-meja kecil.
Nyonya Allerton baru berhenti ketika seorang pelayan yang sedang
melayani sekelompok tamu mendekatinya.
"Aku meminta agar si kecil Hercule Poirot makan bersama-sama
kita," kata Nyonya Allerton.
"Oh, Pou!" kata Tim agak terkejut dan marah. Ibunya
memandangnya dengan heran. Tim biasanya tidak sesulit itu.
"Kau keberatan?"
"Ya. Pembual besar."
"Oh, tidak benar, Tim! Aku tidak setuju dengan pendapatmu."
"Bagaimanapun, apa gunanya kita campur dengan orang luar"
Terkurung dalam kapal kecil seperti ini - akan membosankan. Dia
akan selalu menemui kita, pagi, siang,dan malam."
"Maaf, kalau begitu." Nyonya Allerton kelihatan tidak enak.
"Aku pikir kau akan senang. Dia punya bermacam-macam
pengalaman. Dan kau suka cerita detektif."
Tim menggerutu. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Kalau saja Ibu tidak berpendapat begitu. Kita tidak akan biasa
menghindarinya sekarang."
"Tentu saja tidak. Tim."
"Oh, baiklah. Rencana Ibu jalan terus."
Pelayan datang saat itu. dan membawa mereka ke sebuah meja.
Muka Nyonya Allerton agak bingung ketika dia mengikutinya. Tim
biasanya baik dan tidak sesulit itu. Kemarahannya benar-benar
mengherankan. Seperti bukan dia saja. Tim bukan orang yang biasa
benci atau tidak percaya pada seorang asing. Dia sangat
kosmopolitan. Oh - wanita tua itu menarik napas. Laki-laki
memang tidak bisa dimengerti! Meskipun seorang yang paling
dekat dan paling disayangi, punya reaksi dan perasaan yang tidak
bisa diduga. Ketika mereka duduk, Hercule Poirot datang dengan cepat dan
diam-diam ke ruang makan. Dia berhenti. Tangannya memegang
bagian belakang kursi ketiga. "Nyonya, Anda benar-benar
mengundang saya?" "Tentu saja. Silakan duduk, Tuan Poirot."
"Anda baik sekali."
Nyonya Allerton tahu bahwa ketika Poirot duduk dia melirik Tim
dan Tim tidak berhasil menutupi wajahnya yang kesal. Nyonya
Allerton berusaha membuat suasana yang menyenangkan. Ketika
mereka makan sup, dia mengambil daftar penumpang yang terletak
di samping piringnya. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Mari kita menebak orang-orang di sini," katanya riang. "Saya rasa
ini menyenangkan." Ia mulai membaca, "Nyonya Allerton, Tuan T. Allerton. Gampang.
Nona de Bellefort. Mereka menempatkannya semeja dengan
keluarga Otterbourne. Apa dia bisa berkawan dengan Rosalie"
Siapa kemudian" Dr. Bessner. Dr. Bessner" Siapa dapat
menunjukkan Dr. Bessner?"
Dia memperhatikan sebuah meja yang dikerumuni empat orang
laki-laki. "Aku rasa orang yang gemuk itu dengan kepala yang
hampir gundul dan berkumis. Orang Jerman kelihatannya. Dia
sedang menikmati supnya."
Suara kecap terdengar dengan jelas dari meja mereka. Nyonya
Allerton melanjutkan, "Nona Bowers" Bisa menebak Nona Bowers
tidak" Ada tiga atau empat wanita - tidak - kita tinggal dulu saja.
Tuan dan Nyonya Doyle. Ya, tentu saja, orang yang paling dikenal
dalam tamasya ini. Dia sangat cantik, dan bajunya indah sekali."
Tim menoleh. Linnet dan suaminya, serta Andrew Pennington
mendapat tempat di pojok. Linnet memakai baju putih dan kalung
mutiara. "Kelihatannya biasa saja," kata Tim. "Hanya sepotong kain
dengan semacam tali di tengahnya."
"Ya, Sayang," kata ibunya. "Uraian yang bagus dari seorang laki-laki
untuk sebuah model dengan harga puluhan ribu."
"Aku tidak mengerti kenapa wanita begitu senang membelanjakan
uang sebanyak itu untuk baju-baju mereka saja," kata Tim. "Aneh
kelihatannya." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nyonya Allerton meneruskan permainannya menebak-nebak
penumpang kapal itu. "Tuan Fanthorp pasti salah satu dari empat
orang yang di meja itu. Laki-laki muda yang tak pernah bicara.
Wajahnya cukup ganteng. Waspada, tapi cerdas."
Poirot mengiyakan. "Ya, dia cerdas. Dia tidak bicara, tapi dia
mendengarkan dengan penuh perhatian. Dan dia juga
memperhatikan. Ya, dia menggunakan matanya dengan baik.
Bukan tipe orang yang biasa dijumpai dalam perjalanan yang
menyenangkan. Apa yang dikerjakannya di sini?"
"Tuan Ferguson," kata Nyonya Allerton. "Rasanya si Ferguson ini
teman kita yang antikapitalis. Nyonya Otterboume, Nona
Otterbourne. Kita semua tahu. Tuan Pennington" Alias Paman
Andrew. Wajahnya menarik - "
"Ah, Ibu," kata Tim.
"Aku rasa dia cukup menarik, dalam arti bukan manis." kata Nyonya
Allerton. "Dagunya agak kejam. Barangkali termasuk orang yang
suka kita baca di surat kabar, yang beroperasi di Wall Street - atau
di dalam Wall Street" Dia pasti seorang yang sangat kaya.
Berikutnya - Tuan Hercule Poirot - yang sedang membuang-buang
bakatnya. Bisakah kau membuat suatu kriminal untuk Tuan Poirot,
Tim?" Tetapi rupanya gurauan Nyonya Allerton hanya membuat marah
anaknya. Tim cemberut dan Nyonya Allerton cepat-cepat
meneruskan, "Tuan Richetti. Teman kita - si arkeolog. Lalu Nona
Robson, dan terakhir Nona Van Schuyler. Yang paling akhir ini
gampang. Nona Amerika yang berwajah jelek, yang merasa dirinya
ratu dalam kapal ini dan yang tak mau mengenal orang lain dan
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
tidak bicara kepada orang yang di bawah standarnya. Dia memang
menakjubkan, bukan" Semacam benda antik. Kedua wanita yang
bersama-sama dia pasti Nona Bowers dan Nona Robson -
barangkali seorang sekretaris - yang kurus dan berkaca mata itu,
dan seorang keluarga miskin, wanita muda yang agak menimbulkan
belas kasihan itu. Dia kelihatannya senang meladeni. Aku rasa
Robson ini si sekretaris dan Bowers keluarga miskin itu."
"Salah," kata Tim sambil menyeringai. Tiba-tiba saja dia pulih dan
mulai mau bercanda. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Sebab aku di ruang duduk sebelum makan, dan si tua itu berkata
kepada temannya, 'Di mana Nona Bowers" Jemput dia segera,
Cornelia.' Dan si Cornelia pergi seperti anjing yang penurut."
"Aku akan bicara dengan Nona Van Schuyler " kata Nyonya
Allerton. Tim menyeringai lagi. "Dia akan membentak Ibu."
"Tidak. Aku akan mulai dengan duduk di dekatnya dan bercakap-
cakap dengan nada suara rendah (tetapi meyakinkan) tentang
relasi-relasi dan teman-teman yang berpangkat yang dapat kuingat
Kurasa nama sepupumu, Duke dari Glasgow akan bisa menjadi
umpan." "Ah, Ibu mau seenaknya saja!"
Kejadian-kejadian setelah makan malam itu mereka perhatikan dan
bicarakan. Laki-laki muda antikapitalis itu (yang ternyata bernama
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Tuan Ferguson, seperti telah diduga) menuju ruangan merokok
karena dia merasa sebal dengan orang-orang yang berkumpul di
ruangan kaca di dek atas.
Nona Van Schuyler mencari tempat yang paling strategis dan tak
berangin dengan mendesak meja di mana Nyonya Otterbourne
duduk. Dia berkata, "Maaf, saya rasa rajutan saya tertinggal di sini!"
Bagaikan kena hipnotis, si turban berdiri dan memberikan tempat
duduknya. Nona Van Schuyler menempatkan diri dan pengiringnya.
Nyonya Otterbourne duduk di dekatnya dan menyemburkan
bermacam kata-kata, yang dijawab dengan sopan-santun yang
dingin, dan yang menyebabkannya mengalah. Nona Van Schuyler
duduk sendirian dengan megah.
Keluarga Doyle duduk bersama-sama dengan keluarga Allerton. Dr.
Bessner bersekutu dengan Tuan Fanthorp yang pendiam.
Jacqueline de Bellefort duduk sendirian ditemani sebuah buku.
Rosalie Otterbourne gelisah. Nyonya Allerton telah berusaha bicara
sekali dua kali kepadanya, dan menarik dia dalam kelompoknya,
tetapi gadis itu menjawab seenaknya.
***** Tuan Hercule Poirot menghabiskan waktunya dengan mendengarkan cerita Nyonya Otterbourne sebagai penulis. Ketika
dia kembali ke kabinnya malam itu, dia berpapasan dengan
Jacqueline de Bellefort. Gadis itu bersandar pada pagar dan ketika
dia menoleh, Poirot terkejut melihat wajahnya yang sangat sedih.
Tak ada kegembiraan, tak ada kemenangan yang menyala-nyala,
dan tak ada perlawanan sengit.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Selamat malam. Nona."
"Selamat malam, Tuan Poirot." Dia ragu-ragu, lalu berkata, "Anda
terkejut bertemu dengan saya di sini?"
"Saya tidak begitu terkejut, seperti, maaf - maaf sekali....." Dia
berkata dengan suara sedih.
"Maksud Anda, Anda kasihan pada - saya?"
"Itu yang saya maksud. Anda telah memilih sesuatu yang
berbahaya. Sebagaimana kita yang ada di kapal ini telah memulai
dengan suatu perjalanan Anda pun telah memulai dengan
perjalanan pribadi. Anda - suatu perjalanan di atas sungai yang
bergerak cepat, di antara karang-karang yang berbahaya, dan
menuju ke suatu bahaya yang tak seorang pun tahu...."
"Mengapa Anda berkata demikian?"
"Sebab ini merupakan kebenaran. Anda telah memutuskan ikatan-
ikatan yang melindungi Anda. Saya kurang yakin apakah sekarang
Anda bisa balik lagi, bila mau."
Dia berkata dengan pelan, "Benar, M. Poirot." Lalu dia mengangkat
kepalanya, "Ah - orang harus mengikuti bintangnya, mana saja."
"Berhati-hatilah, Nona. Bintang itu mungkin palsu."
Dia tertawa dan menirukan teriakan anak-anak yang menyewakan
keledai. "Itu bintang jelek, Tuan! Bintang itu jatuh."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Poirot baru saja akan tertidur ketika dia mendengar suara-suara
berbisik yang membangunkannya. Dia mendengar suara Simon
Doyle, mengucapkan kata-kata yang sama, yang diucapkannya
ketika kapal meninggalkan Shellal.
"Kita harus menghadapinya sekarang..."
Laki-laki itu tidak bahagia.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 9 KAPAL api itu tiba di Ez Sebua pagi harinya. Cornelia Robson dengan
wajah cerah dan topi lebar di atas kepalanya, adalah salah seorang
dari mereka yang ingin buru-buru mendarat. Dia bukanlah seorang
gadis yang biasa membentuk orang lain. Sikapnya menyenangkan
dan bisa menyukai setiap orang. Hercule Poirot yang mengenakan
setelan jas putih, kemeja merah muda, dasi hitam lebar, dan topi
putih, tidak membuatnya menyeringai. Tetapi Nona Van Schuyler
yang aristokratis itu pastilah akan merasa sakit perut bila
melihatnya. Mereka berjalan bersama-sama menuju sphinx-sphinx
yang ada di atas. Poirot membuka percakapan dengan sebuah
pertanyaan biasa, "Teman-teman Anda tidak ikut turun melihat
kuil?" "Saudaraku Marie - atau Nona Van Schuyler - tidak pernah
bangun pagi. Dia harus sangat hati-hati dengan kesehatannya. Dan
tentu saja dia mau agar Nona Bowers - suster rumah sakit itu -
melayaninya. Dan dia juga bilang bahwa kuil ini bukan salah satu
yang terbaik - tapi dia sangat baik hati. Dia membolehkan saya
turun." "Ya, dia baik," kata Poirot gemas.
Cornelia yang tulus hati itu mengiyakan tanpa curiga. "Oh, dia
sangat baik. Dia mau mengajak saya dalam perjalanan ini. Saya
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa beruntung. Saya benar-benar tidak percaya ketika dia
mengatakan pada Ibu bahwa saya akan pergi menemaninya."
"Dan Anda menikmati tamasya ini?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Oh, luar biasa! Saya melihat Itali - Venesia dan Padna dan Pisa -
dan kemudian Kairo - sayang Marie tidak begitu sehat ketika kami
di Kairo. Jadi saya tidak bisa keliling-keliling. Dan sekarang tamasya
ke Wadi Haifa pulang balik."
Poirot berkata sambil tersenyum, "Anda sangat periang, Nona." Dia
kemudian memperhatikan Rosalie yang pendiam dan murung, yang
berjalan sendirian di depan.
"Dia manis, bukan?" kata Cornelia mengikuti pandangannya.
"Sayang dia kelihatan pemarah. Gadis Inggris asli. Dia tidak secantik
Nyonya Doyle. Saya kira Nyonya Doyle adalah wanita paling cantik
dan anggun yang pemah saya lihat! Dan suaminya mencintainya
setengah mati, bukan" Saya rasa wanita berambut putih itu sangat
menarik. Dia saudara sepupu seorang Duke, kalau tidak salah.
Semalam dia menceritakan tentang sepupunya itu di dekat kami.
Tapi dia sendiri tidak punya gelar, bukan?"
Cornelia mengoceh terus sampai guide yang bertugas di situ
menghentikannya dan mulai menerangkan, "Kuil ini dipersembahkan pada Dewa Mesir yang bernama Amun dan Dewa
Matahari Re-Harakhte - yang bersimbol kepala burung."
Kata- katanya terus berdengung. Dr. Bessner yang memegang
Baedeker bergumam sendiri dalam bahasa Jerman. Dia lebih suka
membaca daripada mendengarkan kata-kata guide. Tim Allerton
tidak ikut turun. Ibunya sedang berusaha memecahkan kediaman
Tuan Fanthorp. Andrew Pennington yang menggandeng Linnet
Doyle mendengarkan keterangannya dengan penuh perhatian.
kelihatannya tertarik sekali dengan ukuran-ukuran yang dituturkan
oleh guide. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Benarkah tingginya enam puluh lima kaki" Kelihatannya tidak
setinggi itu. Orang besar memang si Ramses ini. Orang besar dari
Mesir." "Usahawan besar, Paman Andrew."
Andrew Pennington melihatnya dengan kagum. "Kau kelihatan
segar pagi ini, Linnet. Aku sedikit kuatir dengan kesehatanmu akhir-
akhir ini. Kau kelihatan agak sedih."
Sambil bercakap-cakap, orang-orang kembali ke kapal. Sekali lagi,
kapal Karnak meluncur di atas sungai. Pemandangan tidak begitu
menakutkan lagi sekarang. Ada pohon-pohon palem, dan tumbuh-
tumbuhan yang dipelihara. Perubahan pemandangan itu seolah-
olah melepaskan ketegangan yang tersembunyi, yang dirasakan
seluruh penumpang. Tim Allerton pulih dari kemurungannya.
Rosalie kelihatan tidak begitu cemberut. Linnet seolah-olah berhati
ringan. Pennington berkata kepadanya, "Rasanya tidak pantas
membicarakan soal-soal bisnis pada seorang pengantin ketika
sedang berbulan madu, tapi ada satu dua hal - "
"Ah, tak apa-apa, Paman Andrew." Linnet dengan seketika bersikap
praktis. "Perkawinanku tentu saja menimbulkan perubahan."
"Itulah. Kapan-kapan nanti aku memerlukan tanda tanganmu untuk
beberapa dokumen." "Kenapa tidak sekarang saja?" Andrew Pennington melihat
sekitarnya. Ruang kafe itu kelihatan sepi. Kebanyakan orang-orang
ada di luar, di dek antara ruang kaca dan kabin. Dalam ruangan itu
hanya ada Tuan Ferguson - yang minum bir di sebuah meja kecil di
tengah ruangan. Kakinya yang terbungkus celana planel terangkat
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
di depan, dan mulutnya bersiul-siul - Tuan Hercule poirot yang
duduk persis di depan kaca terpaku melihat panorama yang
membentang di depannya dan Nona Van Schuyler yang duduk di
sudut, asyik membaca buku tentang Mesir.
"Baiklah." kata Andrew Pennington. Dia meninggalkan ruangan itu.
Linnet dan Simon saling tersenyum. Senyum yang lambat, yang
memerlukan waktu beberapa menit untuk membuahkan sesuatu
yang indah. "Tak apa-apa, Manis?" tanyanya.
"Ya. tak apa-apa. Lucu, aku tidak merasa gugup lagi."
Simon berkata dengan suara mantap, "Kau hebat."
Pennington kembali. Dia membawa seberkas dokumen yang
bertulisan rapat. "Ampun!" seru Linnet, "apakah aku harus
menandatangani semua ini?"
Andrew Pennington berkata dengan menyesal. "Memang berat
buatmu, tapi aku ingin agar semua urusanmu cepat beres. Pertama,
penyewaan barang-barang di Fifth Avenue, lalu konsesi Western
Land...." Dia berkata terus sambil membuka kertas-kertas itu. Simon
menguap. Pintu dek terbuka dan Tuan Fanthorp masuk. Dia melihat
ke sana ke mari tanpa tujuan, lalu berjalan dan berhenti di dekat
Poirot, memandang air yang biru pucat serta pasir kuning di
pinggirnya. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
" - kau tanda tangan di sini," kata Pennington sambil membeber
selembar kertas di depan Linnet dan menunjuk ruangan kosong.
Linnet mengambil dokumen itu dan membacanya. Dia membaca
lagi halaman pertama, lalu mengambil pulpen yang disediakan.
Pennington di sampingnya dan menulis namanya Linnet Doyle.
Pennington mengambil kertas itu dan menyodorkan lainnya.
Fanthorp memandang ke arah mereka. Dia mengintip melalui
jendela samping. Kelihatannya ada sesuatu yang menarik
perhatiannya di tebing yang telah dilewati.
"Itu hanya transfer," kata Pennington. "Tak perlu dibaca."
Tapi Linnet memperhatikan kertas itu juga sekilas. Pennington
meletakkan kertas ketiga. Sekali lagi Linnet membacanya dengan
teliti. "Semuanya jelas," kata Andrew. "Tak ada yang menarik. Hanya
pengucapan legal saja."
Simon menguap lagi. "Sayang, kau tak akan membaca semua berkas itu. bukan" Tak akan
selesai sampai makan siang nanti - atau lebih lama lagi."
"Aku selalu membaca sampai habis," kata Linnet. "Ayah
mengajariku begitu. Dia bilang ada kemungkinan-kemungkinan
salah ketik." Pennington tertawa agak kasar.
"Kau benar-benar wanita bisnis yang hebat, Linnet."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Dia jauh lebih teliti dari aku," kata Simon tertawa. "Aku tak pernah
membaca sekalipun sebuah dokumen legal. Aku menandatangani
saja di garis bertitik-titik - sudah."
"Itu tidak teliti," kata Linnet kurang senang.
"Aku bukan orang bisnis," kata Simon ringan. "Tak pernah. Bila
seorang menyuruhku tanda tangan - aku menandatangani. Mudah
saja." Andrew Pennington memandangnya sambil berpikir-pikir. Dia
berkata sambil menjilat bibir atasnya, "Kadang-kadang sedikit
berbahaya, Doyle." "Nonsense," jawab Simon. "Aku bukan orang yang beranggapan
bahwa seluruh dunia ini akan menjatuhkanku. Aku orang yang
mudah percaya, dan itu menguntungkan. Aku tak pernah
dikecewakan." Tiba-tiba Tuan Fanthorp yang pendiam menoleh dan berkata pada
Linnet. "Saya harap saya tidak terlalu ikut campur, tapi saya benar-
benar mengagumi ketinggian sikap bisnis Anda. Dalam profesi
saya - er - saya seorang ahli hukum - saya sering menjumpai
wanita-wanita yang tidak bisa bersikap seperti itu. Tidak
menandatangani sebuah dokumen bila belum membacanya dengan
teliti - sangatlah terpuji - sangat terpuji sekali."
Dia membungkuk menghormat. Lalu, dengan muka agak merah dia
berputar dan memandang kembali tebing Sungai Nil.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Linnet berkata dengan agak gugup, "Er - terima kasih....." Dia
menggigit bibirnya menahan ketawa. Laki-laki muda itu selama ini
kelihatan luar biasa tenang.
Andrew Pennington kelihatan sangat tersinggung. Simon Doyle
bersikap tak menentu, apakah harus merasa senang atau
tersinggung. Belakang telinga Tuan Fanthorp merah sekali.
"Berikutnya," kata Linnet sambil tersenyum pada Pennington.
Tapi Pennington kelihatan sangat marah. "Lain kali saja lebih baik,
aku rasa," katanya kaku. "Seperti dikatakan Doyle, kalau kau harus
membaca semuanya, kita terpaksa tinggal di sini sampai makan
siang. Kita tidak boleh melewati pemandangan begitu saja. Hanya
dua dokumen yang pertama itu yang paling perlu didahulukan. Kita
akan membicarakan soal-soal bisnis kemudian.'
"Panas sekali di dalam sini," kata Linnet. "Keluar saja, yuk."
Ketiganya melewati pintu. Hercule Poirot menoleh. Matanya
memandang punggung Tuan Fanthorp, lalu berpindah kepada Tuan
Ferguson yang bersandar di atas kursi sambil bersiul-siul sendiri.
Akhirnya Poirot melihat Nona Van Schuyler nyaris duduk tegak di
pojok. Nona Van Schuyler memandang Tuan Ferguson dengan
marah. Pintu samping ruangan itu terbuka dan Cornelia Robson masuk
tergesa-gesa. "Lama sekali," bentak wanita tua itu. "Ke mana saja kau?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Maaf, Marie. Benang wol itu tak ada di tempat yang kautunjukkan,
tapi di kotak lain di tempat - "
"Ah, kau benar-benar bodoh kalau disuruh mencari sesuatu! Aku
tahu, kau memang mau melakukannya, tapi belajarlah lebih pandai
dan sedikit cepat. Itu hanya memerlukan konsentrasi."
"Maaf, Marie, aku memang bodoh."
"Tak seorang pun bodoh bila dia mau mencoba. Aku telah
mengajakmu dalam perjalanan ini, dan aku mengharapkan sedikit
perhatianmu sebagai balasan."
Wajah Cornelia merah. "Maaf, Marie!"
"Dan mana Nona Bowers" Sudah waktunya aku minum obat
sepuluh menit yang lalu. Pergi dan carilah dia. Dokter bilang aku
harus - " Pada saat itu muncullah Nona Bowers membawa gelas obat kecil.
Obat Anda, Nona Van Schuyler."
"Aku seharusnya minum pukul sebelas," bentak wanita tua itu.
"Aku tidak menyukai ketidaktepatan."
"Benar," kata Nona Bowers. Dia melihat jam tangannya. "Pukul
sebelas kurang setengah menit."
"Di jamku sudah lebih sepuluh menit."
"Saya rasa jam saya cocok. Selalu cocok. Tidak pernah terlalu cepat
atau lambat." Nona Bowers tetap berkepala dingin.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Nona Van Schuyler meneguk isi gelas obat itu. "Aku merasa sangat
tidak sehat," katanya.
"Saya ikut sedih, Nona Van Schuyler." Nona Bowers bukannya
kedengaran sedih, tapi tidak acuh. Jawabannya kelihatan spuntan.
"Panas sekali di sini," bentak Nona Van Schuyler. "Carikan kursi
duduk untukku, Nona Bowers. Cornelia, bawa rajutanku. Jangan
diacak-acak atau dijatuhkan supaya aku tidak perlu menyuruhmu
menggulung." Pawai itu berlalu. Tuan Ferguson menarik napas, meluruskan kakinya dan berkata,
"Setan, ingin rasanya aku mencekik leher perempuan itu."
Poirot bertanya dengan penuh perhatian, "Dia tipe yang tidak Anda
sukai?" "Tidak saya sukai" Begitulah. Apa sih baiknya perempuan begitu"
Dia tidak pernah bergerak atau mengangkat jarinya. Hanya
menunggangi orang lain. Dia sebuah parasit - dan parasit jahat.
Banyak orang di kapal ini yang seharusnya tak perlu ada."
"Benarkah?" "Ya. Gadis yang ada di sini tadi, menandatangani transfer dan
merasa diri penting. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu buruh
bekerja dengan upah kecil agar dia tetap dapat memakai kaus kaki
sutera dan barang-barang mewah lainnya. Salah seorang wanita
terkaya di Inggris, katanya - dan tak pernah bekerja sebentar pun."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Siapa yang memberitahu Anda bahwa dia salah seorang wanita
terkaya di Inggris?"
Tuan Ferguson melempar pandangan menantang padanya.
"Seorang laki-laki yang tak akan Anda ajak bicara. Laki-laki yang
bekerja dengan tangannya dan tidak malu karenanya! Bukan orang
yang berpakaian bagus bagus, pesolek yang tanpa guna."
Matanya memandang tidak senang pada dasi dan kemeja merah
muda Poirot. "Saya, saya bekerja dengan otak saya, dan tidak malu." kata Poirot
menjawab pandangannya. Tuan Ferguson hanya mendengus. "Seharusnya mereka ditembak -
semuanya!" katanya. Poirot berkata, "Anda benar-benar menyukai kekerasan!"
"Bisakah Anda mengatakan sesuatu yang baik yang dapat dilakukan
tanpa kekerasan" Kita harus merusak sebelum bisa membangun."
"Itu memang lebih mudah dan lebih seru serta lebih spektakuler."
"Apa sih pekerjaan Anda" Tak ada, rasanya. Barangkali Anda
seorang perantara." "Saya bukan seorang penengah. Saya seorang yang top," kata
Hercule Poirot sedikit sombong.
"Apa pekerjaan Anda?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya seorang detektif," kata Hercule Poirot dengan sikap biasa
seperti seorang yang mengatakan "Saya seorang raja!"
"Ya Tuhan!" Laki-laki muda itu kelihatan sangat terkejut. "Maksud
Anda gadis itu membawa-bawa Anda dalam perjalanan ini" Begitu
hati-hati-nyakah dia menjaga diri?"
"Saya tak punya hubungan apa-apa dengan Tuan dan Nyonya
Doyle," kata Poirot kaku. "Saya sedang berlibur."
"Menikmati liburan - eh?"
"Dan Anda" Bukankah Anda juga sedang berlibur?"
"Berlibur!" Tuan Ferguson mendengus.
Kemudian dia menambahkan dengan pelan-pelan. "Saya sedang
mempelajari situasi."
"Menarik sekali," bisik Poirot sambil melangkah pelan-pelan
menuju dek. Nona Van Schuyler duduk di sudut yang paling enak.
Cornelia berlutut di depannya, lengannya terentang dengan
segulung benang wol abu-abu. Nona Bowers duduk tegak membaca
Saturday Evening Post. Poirot berjalan pelan-pelan menuruni dek sebelah kanan. Ketika dia
memutari buritan kapal, dia hampir menumbuk seorang wanita
yang menoleh dengan wajah terkejut - wajah seorang Latin, hitam,
dan keras. Wanita itu berbaju hitam, rapi dan berdiri di situ,
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbicara dengan seorang laki-laki tegap berpakaian seragam -
salah seorang dari ahli mesin, kelihatannya. Ada ekspresi yang aneh
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
pada wajah keduanya - perasaan bersalah dan ketakutan. Poirot
berpikir-pikir apa yang baru mereka bicarakan.
Poirot melewati buritan dan menuju sisi lain dari kapal tersebut.
Sebuah pintu kabin terbuka dan Nyonya Otterbourne keluar,
hampir jatuh di pelukannya. Dia memakai baju tidur satin berwarna
merah. "Maaf," katanya. "Tuan Poirot - maaf. Goncangan ini - goncangan
kapal. Saya tak pernah tahan dengan perjalanan laut. Kalau saja
kapal ini tenang...."
Dia mencengkeram lengan Poirot. "Saya tak tahan olengan.... Tak
bisa menikmati laut.... Dan ditinggal di sini sendirian berjam-jam.
Anak saya tak punya perasaan - tidak mau mengerti akan ibunya
yang tua, yang telah melakukan apa saja untuknya...."
Nyonya Otterbourne mulai menangis. "Saya telah menjadi
budaknya, menyia-nyiakan diri saya. A grande amoureuse - itulah
saya - a grande amoureuse - mengorbankan segalanya -
segalanya. Dan tak seorang pun peduli! Tapi saya akan
menceritakan pada setiap orang - akan saya katakan sekarang -
betapa dia menyia-nyiakan saya - betapa kejam dia - memaksa
saya ikut perjalanan ini - bosan setengah mati - . Saya akan pergi
dan memberitahu mereka sekarang - "
Dia mendesak ke depan. Poirot menahannya dengan halus. "Saya
akan memanggil dia, Nyonya. Masuklah ke kabin Anda. Lebih baik
begitu - " "Tidak. Saya akan mengatakan pada setiap orang - setiap orang di
kapal ini - " Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Itu berbahaya, Nyonya. Ombak terlalu besar. Anda bisa
terlempar." Nyonya Otterbourne memandangnya ragu-ragu.
"Anda berpendapat begitu. Benarkah begitu?"
"Ya." Poirot berhasil. Nyonya Otterbourne berjalan teroleng-oleng
memasuki kabinnya. Hidung Poirot berkembang-kempis. Lalu dia
mengangguk dan berjalan ke arah Rosalie yang sedang duduk di
antara Nyonya Allerton dan Tim.
"Ibu Anda memerlukan Anda, Nona."
Dia baru saja tertawa gembira. Sekarang wajahnya tertutup
mendung. Dia melihat Poirot dengan curiga dan tergesa-gesa
berjalan. "Sulit sekali anak itu," kata Nyonya Allerton.
"Begitu cepat berubah. Sehari dia ramah; hari berikutnya kasar
sekali." "Manja dan gampang marah," kata Tim.
Nyonya Allerton menggelengkan kepala. "Tidak. Aku pikir bukan
begitu. Kurasa dia tidak berbahagia."
Tim mengangkat bahunya. "Oh, kurasa semua punya kesulitan sendiri-sendiri." Suaranya
kedengaran keras dan tajam.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sebuah bunyi keras menggema di seluruh kapal.
"Makan siang," seru Nyonya Allerton gembira. Aku sudah
kelaparan." Malam itu Poirot melihat Nyonya Allerton duduk bercakap-cakap
dengan Nona Van Schuyler. Ketika dia lewat, Nyonya Allerton
memicingkan sebelah matanya. Dia berkata, "Tentu saja di istana
Calfries - Duke - "
Cornelia yang lepas dari perhatian, keluar di dek kapal. Dia
mendengarkan Dr.Bessner yang membacakan halaman-halaman
Baedeker dalam bahasa Mesir dengan suara berat. Cornelia
mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Sambil bersandar pada pagar kapal, Tim Allerton berkata,
"Bagaimanapun, ini adalah dunia yang busuk ...."
Rosalie Otterbourne menjawab, "Tidak adil; ada orang yang
memiliki segalanya."
Poirot menarik napas. Dia gembira bahwa dia tidak lagi muda.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 10 PADA hari Senin pagi terdengar ucapan-ucapan pujian dan
kegembiraan di atas dek kapal Karnak. Kapal itu merapat ke pinggir,
dan beberapa ratus meter dari situ matahari pagi menyinari kuil
yang sangat besar, yang dipahat pada permukaan karang. Empat
buah patung raksasa terpahat pada karang, kelihatan abadi di
sepanjang Sungai Nil. Patung-patung itu menghadap matahari yang
sedang bersinar. Cornelia Robson berkata tanpa ujung pangkal, "Oh, Tuan Poirot,
luar biasa, bukan" Maksud saya, mereka begitu besar dan tenang -
melihat mereka membuat kita merasa kecil dan - dan agak seperti
serangga - dan itu tak berarti sekali, bukan?"
Tuan Fanthorp yang berdiri di dekat mereka bergumam, "Sangat -
er - impresif." "Begitu agung, bukan?" kata Simon Doyle sambil berjalan naik. Dia
bicara dengan penuh keyakinan pada Poirot, "Saya tidak begitu
tertarik dengan kuil dan pemandangan dan hal-hal semacamnya,
tapi tempat seperti ini bisa menarik kita. Pharaoh-pharaoh tua itu
memang orang-orang hebat."
Poirot tetap berjalan. Simon merendahkan suaranya. "Saya senang
sekali kami ikut tamasya ini, sebab - ah, sebab menjernihkan
suasana. Mengherankan - tapi memang begitulah. Linnet menjadi
tenang kembali. Dia bilang karena dia menghadapi persoalan ini
akhirnya." "Saya rasa bisa begitu," kata Poirot.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Dia bilang bahwa ketika dia melihat Jackie di atas kapal, dia
merasa ngeri - dan kemudian, tiba-tiba dia tidak merasa apa-apa
lagi. Kami berdua setuju untuk tidak mengelakkan Jackie lagi. Kami
akan menghadapinya dan menunjukkan bahwa perbuatannya yang
tidak lucu itu tidak menguatirkan kami sedikit pun. Ini benar-benar
tidak menyenangkan - begitu saja. Dia mengira dia dapat
mengacaukan kami, tapi sekarang, kami tidak bingung sama sekali.
Dia harus tahu." "Ya," kata Poirot sambil termenung. "Beres, bukan?"
"Oh, ya. Ya." Linnet datang melewati dek. Dia mengenakan baju bergaris-garis
lembut berwarna aprikot. Dia tersenyum. Dia menyapa Poirot
tanpa antusias yang berlebihan, hanya mengangguk sedikit, lalu
menggandeng suaminya pergi. Poirot sadar bahwa dia tidak
membuat dirinya disukai dengan sikapnya yang kritis. Linnet telah
terbiasa dengan pujian atau kekaguman yang dilemparkan
kepadanya. Dan Poirot telah nyata-nyata berdosa melanggar
kebiasaan tersebut. Nyonya Allerton yang mendekatinya berbisik, "Dia sama sekali
berubah! Gadis itu kelihatan cemas dan tidak bahagia di Aswan.
Tapi hari ini dia begitu bahagia sehingga orang bisa mengira dia
tenang. Sebelum Poirot sempat menjawab dengan apa yang dikatakannya,
orang-orang dipandu berurutan. Guide bersiap-siap dan kelompok
itu dibawa naik mengunjungi Abu Simbel. Poirot sendiri kebetulan
bersama-sama dengan Andrew Pennington.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Apakah ini perjalanan pertama Anda ke Mesir?" tanyanya.
"Tidak. Saya pernah ke sini tahun dua puluh tiga. Saya di Kairo
waktu itu. Saya belum pernah tamasya menyusuri Sungai Nil
sebelumnya." "Anda datang dengan kapal Carmanic, bukan" Nyonya Doyle
mengatakannya pada saya."
Pennington memperhatikan Poirot. "Ya, memang," katanya
mengaku. "Barangkali Anda kebetulan kenal dengan teman saya - namanya
Rushington Smiths." "Saya tidak ingat. Kapal itu penuh, dan cuaca waktu itu buruk.
Banyak penumpang yang bersembunyi di kabin. Dan lagi perjalanan
begitu pendek sehingga kita kurang saling mengenal."
"Ya, memang benar. Tentu menyenangkan sekali bisa kebetulan
bertemu dengan Nyonya Doyle dan suaminya. Anda tidak tahu
mereka telah menikah?"
"Ya. Nyonya Doyle menulis surat kepada saya, tapi surat itu saya
terima beberapa hari setelah pertemuan kami yang tak disengaja di
Kairo." "Anda sudah lama mengenalnya, bukan?"
"Ya, begitulah Tuan Poirot. Saya telah mengenal Linnet Ridgeway
semenjak dia kecil. Dahulu dia seorang anak kecil yang lucu, begitu
tinggi - " Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dia membuat gerakan-gerakan tangan. "Ayahnya dan saya adalah
teman lama. Melhuish Ridgeway adalah seorang yang sangat
terkemuka - dan seorang yang sukses."
"Dan anak perempuannya mewarisi kekayaan bejuta-juta. Ah,
maaf - kedengarannya kurang sopan kata-kata saya."
Andrew Pennington kelihatan heran. "Oh, itu biasa. Setiap orang
tahu. Ya, Linnet memang seorang wanita kaya."
"Saya rasa, kemerosotan harga baru-baru ini mempengaruhi stok
apa saja. bagaimanapun bagusnya. Benar, bukan?"
Pennington berpikir sebentar sebelum menjawab. Akhirnya dia
berkata, "Itu memang benar dalam batas-batas tertentu. Posisinya
memang sulit saat ini."
Poirot bergumam. "Tapi saya tahu bahwa Nyonya Doyle punya otak
bisnis yang tajam." "Memang benar. Memang benar. Linnet adalah gadis yang cerdas
dan praktis." Mereka berhenti bicara. Guide meneruskan ceritanya mengenai
kuil yang dibangun pada zaman Ramses yang besar. Ada empat
buah patung Ramses besar-besar, dua buah di setiap sisi pintu
masuk. Patung itu dipahat dari karang hidup, dan kepalanya
menghadap ke bawah, melihat kelompok turis-turis itu.
Tuan Richetti yang merasa dirinya terlalu pandai untuk
mendengarkan keterangan guide, sibuk memperhatikan relif
tahanan Negro pada dasar kuil di setiap sisi pintu masuk.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Ketika rombongan itu memasuki kuil, mereka merasakan suasana
suram dan seram menyapu hati mereka. Guide menunjukkan relif-
relif dengan warna yang masih kelihatan nyata pada beberapa
bagian dalam dinding. Tetapi rombongan itu ternyata telah
terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok.
Dr. Bessner membaca sebuah Baedeker dalam bahasa Jerman
dengan suara rendah dan menerjemahkannya untuk Cornelia yang
berjalan dengan tenang di sisinya. Tetapi ini tidak berlangsung
lama. Nona Van Schuyler yang menggandeng tangan Nona Bowers
yang berhati dingin itu menyerukan sebuah perintah, "Cornelia, ke
mari." Dr. Bessner Pun terpaksa berhenti. Matanya bersinar melalui lensa
tebalnya memandangi Cornelia. "Gadis yang menyenangkan,"
katanya pada Poirot. "Dia tidak kelihatan seperti orang yang kurang
makan, seperti kebanyakan gadis-gadis sekarang. Dia punya lekuk-
lekuk yang bagus. Dan dia mendengarkan dengan cerdas;
menyenangkan sekali memerintahkan sesuatu kepadanya."
Poirot berpikir, memang sudah nasib Cornelia untuk selalu
dimarahi atau diperintah. Dan dia selalu menjadi pendengar, tidak
pernah menjadi pembicara. Nona Bowers, yang lepas sementara
dengan adanya panggilan pada Cornelia, berdiri di tengah-tengah
puri. memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan tenang
tanpa curiga. Reaksinya terhadap keajaiban masa lalu kelihatan
singkat. "Guide menerangkan bahwa nama salah satu dewa atau dewi ini
Mut. Tahukah Anda kenapa?"
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Di dalam kuil itu ada sebuah tempat suci, di mana duduk empat
buah patung yang kelihatan agung, penuh wibawa. Di depan
patung-patung itu Linnet berdiri dengan suaminya. Lengannya
menggandeng lengan suaminya, wajahnya terangkat - sebuah
wajah khas yang menunjukkan peradaban baru, cerdas, penuh rasa
ingin tahu, tak tersentuh masa lampau.
Tiba-tiba Simon berkata, "Mari keluar dari sini. Aku tidak suka
dengan empat orang ini - terutama yang pakai topi tinggi itu."
"Itu Amon, kalau tidak salah. Dan itu Ramses. Kenapa kau tidak
menyukai mereka" Aku rasa mereka mengesankan."
"Mereka terlalu mengesankan, ada sesuatu yang mengerikan pada
mereka. Kita keluar saja."
Linnet tertawa tetapi menyerah. Mereka keluar dari kuil itu,
disambut matahari dan pasir yang berwarna kuning serta terasa
hangat di kaki. Linnet mulai tertawa. Pada kaki mereka terdapat
sederet anak laki-laki Nubia yang membenamkan badan mereka
sampai ke leher dalam pa-sir. Mata mereka berputar, kepala
mereka bergoyang ke samping dengan berirama, sedangkan bibir-
bibir mereka menyanyikan sebuah seman baru,
"Hip hip hore! Hip hip hore! Bagus sekali, baik sekali. Terima kasih."
"Aneh! Bagaimana mereka bisa begitu" Apa mereka benar-benar
terbenam?" Simon mengeluarkan uang kecil. "Bagus sekali, baik sekali, mahal
sekali," katanya menirukan.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Dua anak laki-laki kecil yang menangani 'pertunjukan' itu
mengambil uang tersebut dengan hati-hati.
Linnet dan Simon lewat. Mereka tidak ingin kembali ke kapal, dan
mereka lelah berjalan-jalan. Mereka duduk bersandar pada karang
dan membiarkan matahari yang panas membakar tubuh mereka.
"Alangkah indahnya matahari," pikir Linnet. "Alangkah hangat -
alangkah aman. Alangkah indahnya rasa bahagia. Alangkah
senangnya jadi aku. Aku... Linnet."
Matanya tertutup. Dia setengah tertidur, setengah sadar,
pikirannya melayang layang seperti pasir yang diterbangkan angin.
Mata Simon terbuka. Mata yang penuh rasa puas. Alangkah
bodohnya dia, menjadi bingung pada malam pertama itu....
Tak ada sesuatu yang dikuatirkan. Semuanya beres. Jackie memang
bisa dipercaya - ada teman - ada orang-orang berlari menuju
tempatnya sambil melambaikan tangan - berteriak.
Simon terbelalak tolol sejenak. Lalu dia berdin dan menyeret Linnet
sambil berlari. Satu menit kemudian, sebuah batu besar
menggelinding di atas karang itu melewati mereka. Kalau Linnet
tetap diam di tempatnya duduk, pastilah hancur menjadi atom.
Keduanya saling mendekap dengan muka pucat. Hercule Poirot dan
Tim Allerton berlari-lari menuju mereka.
" Ma foi! Nyonya, hampir saja."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Keempatnya secara spuntan melihat ke atas. Tak ada apa-apa. Tapi
ada jalan kecil di atas. Poirot ingat dia melihat beberapa penduduk
asli berjalan di situ ketika mereka baru saja turun.
Dia melihat suami-isteri itu. Linnet masih kelihatan terkejut -
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
takut. Simon kelihatan sangat marah. "Terkutuklah perempuan
itu!" serunya. Dia melihat dengan cepat ke Tim Allerton. Tim berkata, "Ck, ck,
hampir saja! Ada orang yang sengaja menggulingkan batu itu atau
memang terguling dengan sendirinya?"
Linnet sangat pucat. Dia berkata dengan susah. "Saya rasa - ada
orang yang sengaja menggulingkan."
"Bisa menghancurkanmu seperti kulit telur. Benarkah kau tak
punya musuh, Linnet?"
Linnet menelan ludah dua kali dan sulit sekali baginya untuk
menjawab olok-olok itu. "Lebih baik kembali ke kapal, Nyonya," kata Poirot cepat. "Anda
harus beristirahat."
Mereka berjalan dengan cepat, Simon masih dalam keadaan
mendidih, Tim berusaha berkata dengan riang dan membelokkan
pikiran Linnet dan bahaya yang baru dilaluinya. Poirot berwajah
suram. Dan kemudian, ketika mereka sampai di papan
penyeberangan, Simon berhenti terpaku. Wajahnya diliputi
keheranan. Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Jacqueline de Bellefort baru saja akan turun. Dia berbaju gingham
baru, dan kelihatan kekanak-kanakan pagi ini. "Ya Tuhan!" kata
Simon dengan suara rendah. "Jadi itu tadi suatu kebetulan."
Kemarahan hilang dari mukanya. Suatu rasa lega jelas kelihatan
sehingga Jacqueline melihat sesuatu yang kurang betul.
"Selamat pagi," katanya. "Saya rasa saya terlambat keluar."
Dia mengangguk pada mereka satu per satu dan melangkah turun
menuju kuil. Simon mencengkeram lengan Poirot. Dua orang
lainnya berjalan terus. "Ya Tuhanku, ini sangat melegakan. Saya kira - saya kira - "
Poirot mengangguk. "Ya, ya, saya tahu apa yang Anda kira." Tapi dia
sendiri masih kelihatan muram dan penuh pikiran. Dia menoleh dan
memperhatikan dengan teliti apa yang terjadi dengan sisa
rombongan dari kapal itu.
Nona Van Schuyler berjalan pelan-pelan menggamit lengan Nona
Bowers. Sedikit jauh lagi Nyonya Allerton berdiri dan tertawa
melihat kepala anak-anak Nubia. Nyonya Otterbourne bersama-
sama dengannya. Yang lain tidak kelihatan. Poirot menggelengkan
kepalanya sambil mengikuti Simon pelan-pelan ke kapal.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 11 "MAUKAH Anda menerangkan pada saya, arti kata 'fey' Nyonya?"
Nyonya Allerton kelihatan sedikit heran. Dia dan Poirol bersusah
payah naik ke atas karang yang menghadap ke Air Terjun Kedua.
Orang-orang lainnya kebanyakan berjalan-jalan di atas unta, tapi
Poirot berpendapat bahwa naik unta hampir sama rasanya dengan
naik kapal. Nyonya Allerton tidak menyukainya karena dia merasa
kurang pantas. Mereka tiba di Wadi Haifa malam sebelumnya. Pagi ini kapal
mendarat dua kali dan membawa rombongan ke Air Terjun Kedua.
Tetapi Tuan Richetti bertamasya sendiri ke Semna, suatu tempat
yang jauh, yang menurut dia merupakan tempat yang paling
menarik sebagai pintu gerbang bangsa Nubia pada zaman
Amenemhet VI, di mana terdapat sebuah prasasti yang mencatat
fakta tentang pajak yang harus dibayar oleh orang-orang Negro
yang ingin masuk ke Mesir. Segala usaha telah dilakukan untuk
menghindari keinginan individu ini, tetapi tanpa hasil.
Tuan Richetti bersikeras dan menyingkirkan setiap sangkalan:
1. bahwa ekspedisi itu tak ada gunanya,
2. bahwa ekspedisi itu tidak dapat dilakukan, karena tak ada
mobil di sana, 3. bahwa tak ada mobil yang bisa dipakai untuk melakukan
perjalanan itu, 4. bahwa mobil merupakan sesuatu yang terlarang.
Dengan mengolok-olokkan sangkalan;
1. menyatakan ketidakpercayaan,
2. menyatakan kesanggupan untuk mencari mobil sendiri,
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
3. dan menawar dengan lincah dalam bahasa Arab,
4. Tuan Richetti akhirnya berangkat - keberangkatannya diatur
secara rahasia dan diam-diam, untuk mencegah agar turis-
turis lain tidak ikut-ikutan menyimpang dari perjalanan yang
telah ditentukan. " Fey?" Nyonya Allerton memiringkan kepalanya sambil memikirkan
jawaban yang akan diberikan. "Sebenarnya itu sebuah kata dari
bahasa Skotlandia. Artinya adalah suatu kebahagiaan mumi yang
dirasakan sebelum terjadinya suatu bahaya. Ah - terlalu indah
untuk benar-benar terjadi."
Dia menerangkan lebih jauh. Poirot mendengarnya dengan penuh
perhatian. "Terima kasih. Nyonya. Saya mengerti sekarang. Aneh
sekali Anda mengatakannya kemarin - ketika Nyonya Doyle baru
saja terhindar dari kematian."
Nyonya Allerton gemetar. "Nyaris saja terjadi. Mungkinkah anak-
anak kecil itu yang menggulingkannya dengan maksud main-main
saja" Itu hal yang biasa dilakukan anak laki-laki di dunia ini - tanpa
maksud jahat." Poirot mengangkat bahunya. "Mungkin juga, Nyonya."
Dia membelokkan pembicaraan, bercakap-cakap tentang Majorca
dan memberikan pertanyaan-pertanyaan praktis tentang kemungkinan-kemungkinan kunjungan ke tempat itu. Nyonya
Allerton bertambah menyukai laki-laki kecil itu - barangkali
sebagian disebabkan dia dihalangi.
Dia merasa bahwa Tim selalu berusaha agar dia tidak terlalu dekat
dengan Hercule Poirot, yang dijuluki sebagai pembual besar. Tapi
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dia sendiri tidak menganggapnya sebagai pembual, dia merasa
bahwa cara berpakaiannya yang asing dan agak eksotis itu yang
menyebabkan Tim tidak menyukainya. Dia berpendapat bahwa
Poirot merupakan seorang teman yang cerdas dan mengasyikkan.
Dia juga seorang yang simpatik. Dia sendiri tiba-tiba bisa
menyatakan rasa kurang senangnya terhadap Joanna Southwood
pada Poirot. Rasanya lebih mempermudah percakapan. Dan lagi
kenapa tidak" Poirot toh tidak kenal Joanna - bahkan mungkin tak
akan pernah bertemu dengannya. Mengapa dia tidak memperingan
dirinya dari beban pikiran cemburunya"
Pada saat yang sama Tim dan Rosalie Otterbourne mempercakapkan Nyonya Allerton. Tim dengan setengah bergurau
menyesali nasibnya. Kesehatannya yang buruk, tidak terlalu buruk
untuk terlalu diperhatikan, tetapi tidak cukup baik baginya untuk
hidup seperti yang diinginkannya. Sedikit uang, dan tidak ada
pekerjaan yang cocok. "Suatu keberadaan yang suram dan
mengapung," dia mengakhiri dengan rasa yang tidak puas.
Rosalie berkata dengan cepat, "Kau punya sesuatu yang membuat
iri hati banyak orang."
"Apa itu?" "Ibumu." Tim tercengang tetapi senang. "Ibu" Ya, tentu saja dia sangat unik.
Senang sekali kau menganggap begitu."
"Aku rasa dia menakjubkan. Dia kelihatan begitu cantik - begitu
sabar dan tenang - seolah-olah tak suatu pun yang bisa
menyentuhnya - tetapi dia selalu siap bergurau tentang banyak
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
hal." Rosalie agak tergagap dengan kesungguh-sungguhannya
sendiri. Tim merasakan sesuatu yang hangat pada gadis ini. Dia ingin
membalas pujian itu. Tapi, sedihnya, Nyonya Otterbourne
merupakan suatu ancaman yang membahayakan menurut
pikirannya. Dan kegagalannya membalas pujian itu membuatnya
malu. Nona Van Schuyler tinggal di kapal. Dia tidak mau menerima akibat
yang mungkin terjadi karena naik unta atau jalan-jalan. Dia berkata
dengan kasar, "Maaf saya harus meminta Anda untuk menemani
saya, Nona Bowers. Saya bermaksud menyuruh Cornelia tinggal
supaya Anda bisa pergi. Tapi gadis-gadis sekarang memang
semaunya sendiri. Dia turun tanpa permisi pada saya. Dan saya
melihatnya bicara dengan Ferguson, laki-laki muda yang tidak tahu
aturan dan menyebalkan itu. Cornelia benar-benar mengecewakan
saya. Dia tidak tahu cara bergaul sama sekali."
Nona Bowers menjawab apa adanya dengan sayanya yang biasa,
"Tidak apa-apa, Nona Van Schuyler. Rasanya panas sekali berjalan
ke sana, dan saya tidak tertarik dengan pelana-pelana di atas unta
itu." Dia membetulkan letak kaca matanya, memperhatikan rombongan
yang menuruni bukit, dan berkata, "Nona Robson tidak dengan laki-
laki muda itu lagi. Dia dengan Dr. Bessner."
Nona Van Schuyler menggerutu. Sejak dia tahu bahwa Dr. Bessner
mempunyai sebuah klinik besar di Cekoslowakia dan reputasi tinggi
sebagai seorang dokter, dia menyukainya. Di samping itu, dia
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
mungkin memerlukan pertolongannya sebelum perjalanan mereka
berakhir. Ketika rombongan itu kembali ke atas Karnak, Linnet berteriak
keheranan. "Telegram untukku!"
Dia mengambilnya dari papan dan merobeknya. "He - aku tak
mengerti - kentang, ubi - apa artinya, Simon?"
Simon baru saja akan melihatnya ketika sebuah suara marah
terdengar dengan keras, "Maaf, telegram itu untuk saya," dan Tuan
Richetti me rampasnya dengan kasar dari tangan Linnet sambil
melotot marah kepadanya. Linnet terbelalak heran sesaat, lalu membalik amplopnya. "Oh,
Simon, alangkah tololnya aku! Ini Richetti - bukan Ridgeway - dan
lagi tentu saja namaku bukan Ridgeway lagi sekarang. Aku harus
minta maaf." Dia mengikuti arkeolog kecil itu ke atas, ke buritan kapal. "Saya
minta maaf dengan sangat, Tuan Richetti. Nama saya Ridgeway
sebelum menikah, dan saya baru saja menikah, jadi - "
Dia berhenti, wajahnya tersenyum, mengundangnya tersenyum
dengan daya tarik seorang pengantin muda.
Tapi Richetti kelihatannya 'tidak tertarik'. Ratu Victoria yang sedang
marah pun tidak bisa kelihatan lebih kejam darinya. "Orang harus
membaca nama dengan teliti. Tidak bisa dimaafkan dalam soal-soal
seperti ini." Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Linnet menggigit bibirnya, dan wajahnya menjadi merah.
Permintaan maafnya tidak biasa diterima seperti itu. Dia berbalik.
mendekati Simon, dan berkata dengan marah, "Orang-orang Itali ini
benar-benar terlalu."
"Sudahlah, jangan dipikir. Sayang mari kita lihat buaya gading yg
kausukai itu." Mereka pergi ke pantai bersama-sama.
Poirot yang sedang memperhatikan mereka berjalan di atas papan
penyeberangan, mendengar tarikan napas yang dalam. Dia
menoleh dan melihat Jacqueline de Bellefort di sampingnya.
Tangannya menggenggam pagar dengan kencang. Dan ekspresi
mukanya, ketika dia menoleh pada Poirot sangat mengejutkan.
Tidak lagi gembira atau jahat. Dia kelihatan hancur oleh suatu api di
dalam dirinya. "Mereka tidak perduli lagi." Kata-kata itu diucapkan dengan cepat
dan dengan nada rendah. "Mereka telah meninggalkan saya. Saya tidak bisa mendekati
mereka. Mereka tidak perduli apakah saya di sini atau tidak. Saya
tidak bisa - Saya tidak bisa menyakiti mereka lagi...."
Tangan yang berpegangan pada pagar itu gemetar.
"Nona - " Dia meneruskan, "Oh, sudah terlambat sekarang - sudah terlambat
untuk mengingatkan. Anda benar, saya tidak seharusnya datang.
Tidak pada tamasya ini. Anda bilang apa" Perjalanan jiwa" Saya tak
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
dapat kembali; saya harus berjalan terus. Mereka tidak akan
bahagia; mereka tidak akan. Saya akan membunuhnya
secepatnya...." Dia membalik dengan cepat. Poirot yang sedang memandangnya
merasa sebuah tangan memegang bahunya.
"Teman Anda kelihatannya sedikit bingung, Tuan Poirot."
Poirot membalikkan badan. Dia memandang tercengang pada
teman lamanya. "Kolonel Race."
Laki-laki jangkung, berkulit coklat itu tersenyum. "Agak heran, eh?"
Hercule Poirot berkenalan dengan Kolonel Race setahun yang lalu
di London. Mereka menjadi tamu suatu pesta makan malam yang
aneh - suatu makan malam yang berakhir dengan kematian laki-
laki aneh itu, si tuan rumah. Poirot tahu bahwa Race adalah orang
yang bisa ditemuinya di mana saja.
Dia biasanya berada di suatu tempat di mana akan terjadi suatu
kerusuhan. "Jadi Anda di sini, di Wadi Haifa," katanya sambil
berpikir. "Saya di sini di atas kapal."
"Maksud Anda?" "Saya ikut tamasya ini kembali ke Shellal."
Alis mata Hercule Poirot naik. "Menarik sekali. Mari kita minum."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Mereka masuk ke ruang kaca yang kosong pada saat itu. Poirot
memesan wiski untuk Kolonel dan air jeruk bergula untuk dirinya
sendiri. "Jadi Anda ikut perjalanan pulang dengan kami," kata Poirot sambil
meneguk minumannya. "Saya rasa Anda bisa pergi lebih cepat dengan kapal pemerintah
yang berjalan siang maupun malam."
Wajah Kolonel Race melipat, penuh pujian. "Anda benar, seperti
biasanya, Tuan Poirot," katanya gembira.
Kalau begitu, penumpang-penumpang di sini?"
"Salah satu penumpang-penumpang."
"Yang mana, ya?" Poirot bertanya pada langit-langit yang penuh
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hiasan. "Sayang, saya sendiri pun tidak tahu," kata Race menyesal.
Poirot kelihatan tertarik.
Race berkata. "Tak ada gunanya bersikap misterius pada Anda.
Kami punya kesulitan di tempat itu. Kita tidak mencari orang yang
kelihatannya menimbulkan kerusuhan. Mereka adalah orang yang
pandai menyembunyikan diri. Semuanya ada tiga orang. Seorang
terbunuh. Seorang dalam penjara, saya mencari yang ketiga -
seorang yang pernah melakukan lima atau enam pembunuhan
kejam, Dia adalah seorang pemberontak bayaran yang paling
pandai, dan dia ada di atas kapal ini. Saya tahu dari sebuah surat
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
yang kami periksa. Dengan kode-nya menyatakan bahwa 'X akan
mengikuti tamasya Karnak tanggal 7 hingga tanggal 10. Tidak
diterangkan X memakai nama apa."
"Punya keterangan tentang dia?"
"Tidak. Keturunan Amerika, Irlandia dan Perancis. Campuran. Tidak
terlalu banyak menolong. Anda punya pendapat?"
"Suatu pendapat - baik," kata Poirot sambil berpikir-pikir.
Mereka saling mengerti, dan Race tidak mendesaknya lebih jauh.
Dia tahu bahwa Poirot tidak akan bicara kecuali dia merasa pasti.
Poirot menggosok hidungnya dan berkata dengan sedih, "Ada
sesuatu yang terjadi di kapal ini yang mencemaskan saya."
Race melihat kepadanya dengan pandangan bertanya-tanya.
"Bayangkan sendiri," kata Poirot, "seorang A telah berbuat salah
pada B. Si B ingin membalas dendam. Dia membuat ancaman."
"A dan B di kapal dua-duanya?"
Poirot mengangguk. "Benar."
"Dan B, saya kira, adalah seorang wanita?"
"Tepat." Race menyalakan sebatang rokok.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Saya tidak akan cemas. Orang yang berkata akan melakukan
sesuatu biasanya tidak melakukannya."
"Dan terutama dengan les femmes! Ya, memang benar." Tapi dia
tetap tidak kelihatan senang.
"Ada sesuatu lainnya?"
"Ya. Ada. Kemarin si A baru saja lolos dan suatu kematian.
Kematian yang bisa dianggap sebagai suatu kecelakaan."
"Yang dilakukan oleh B?"
"Tidak. Itulah persoalannya. B tidak berhubungan sama sekali
dalam hal ini." "Kalau begitu memang suatu kecelakaan."
"Saya kira begitu - tapi saya tidak suka kecelakaan macam itu."
"Anda yakin B tidak melakukannya?"
"Yakin sekali."
"Oh, faktor kebetulan bisa terjadi. Siapa si A" Seorang yang tidak
menyenangkan?" "Sebaliknya. Seorang wanita muda yang cantik menarik dan kaya."
Race menyeringai. "Kedengarannya seperti dalam buku cerita."
" Pent etre. Tapi saya tidak gembira, Kawan. Kalau saya benar, dan
saya biasanya selalu benar" - Race tersenyum melihat kumisnya
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
ketika Poirot berkata begitu - "Kalau demikian kekuatiran saya
beralasan. Dan sekarang, Anda datang menambah komplikasi lain.
Anda menceritakan bahwa ada seorang penumpang di atas Karnak,
seorang pembunuh." "Dia biasanya tidak membunuh wanita muda yang menarik."
Poirot menggelengkan kepala tidak puas.
"Saya takut," katanya. "Saya takut. Hari ini saya menyarankan
wanita ini, Nyonya Doyle, supaya pergi dengan suaminya ke
Khartoum, supaya tidak usah pulang dengan kapal ini. Tapi mereka
tidak setuju. Saya berdoa agar kita dapat sampai di Shellal tanpa
bencana." "Saya rasa Anda berprasangka terlalu dalam."
Poirot menggelengkan kepala. "Saya takut," katanya sederhana.
"Ya, saya, Hercule Poirot, takut...."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
BAB 12 CORNELIA Robson berdiri di dalam kuil Abu Simbel. Waktu itu
adalah sore, keesokan harinya - sore yang sepi dan panas. Kapal
Karnak berhenti sekali lagi di Abu Simbel untuk memberi
kesempatan berkunjung ke kuil itu. Kali ini dengan penerangan
buatan. Perbedaannya kelihatan nyata, dan Cornelia mengomentari
fakta tersebut dengan keheranan pada Tuan Ferguson yang berdiri
di dekatnya. "He, kelihatannya lebih bagus sekarang!" serunya. "Musuh-musuh
yang kepalanya dipotong oleh raja - kelihatan nyata sekali. Itu
istana yang bagus yang tidak pernah saya lihat sebelumnya. Kalau
saja Dr. Bessner di sini, dia pasti memberitahu saya benda itu."
"Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana Anda tahan dengan si
tua itu," kata Ferguson sedih.
"Kenapa - dia salah seorang laki-laki terbaik yang pernah saya
jumpai." "Membosankan, tua dan sombong."
"Saya rasa Anda tidak seharusnya berkata demikian."
Laki-laki muda itu tiba-tiba mencengkeram lengannya. Mereka
keluar dari dalam kuil menuju malam yang diterangi dengan cahaya
bulan. "Kenapa Anda bisa diam dan tidak menjadi bosan dengan laki-laki
tua gendut - diolok-olok dari dibentak oleh perempuan tua busuk
dan kejam?" Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Kenapa, Tuan Ferguson?"
"Apa Anda tak punya semangat" Tidak tahukah bahwa Anda sama
baiknya seperti dia?"
"Tapi saya tidak sebaik dia," kata Cornelia dengan jujur.
"Anda tidak sekaya dia, itulah yang Anda maksud."
"Bukan. Saudara saya Marie, sangat berpendidikan dan - "
"Berpendidikan!" Laki-laki itu membiarkan lengan Cornelia lepas.
"Kata itu membuat saya muak."
Cornelia melihatnya dengan ketakutan.
"Dia tidak suka melihat saya bicara dengan Anda, bukan?"
tanyanya. Cornelia merah dan kelihatan malu.
"Kenapa" Karena menurut dia saya tidak setingkat dalam
kehidupan sosialnya! Bah! Bukankah itu memalukan?"
Cornelia berkata tergagap, "Saya harap Anda tidak terlalu marah
dengan hal-hal ini."
"Tidakkah Anda sadar - dan Anda adalah seorang Amerika -
bahwa setiap orang dilahirkan dengan bebas dan setingkat?"
"Tidak." Kata Cornelia yakin dan tenang.
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
"Ya ampun, ini adalah bagian dari undang-undang Anda."
"Marie bilang bahwa politikus-politikus bukanlah orang baik-baik,"
kata Cornelia. "Dan tentu saja setiap orang tidak sama. Tidak ada
artinya. Saya tahu bahwa saya seorang yang kelihatan pantas
tinggal di rumah, dan saya dahulu kadang-kadang merasa tersiksa,
tapi tidak lagi sekarang. Saya lebih suka dilahirkan sebagai orang
yang cantik dan anggun seperti Nyonya Doyle, tetapi kenyataannya
tidak. Jadi saya rasa tak ada gunanya bersusah hati."
"Nyonya Doyle!" teriak Ferguson dengan sombong. "Dia adalah
macam wanita yang harus ditembak sebagai contoh."
Cornelia memandangnya dengan kuatir. "Saya rasa pencernaan
Anda kurang baik," katanya halus. "Saya punya semacam pepsin
khusus yang pernah dicoba Marie. Maukah Anda mencobanya?"
Tuan Ferguson berkata, "Anda keterlaluan!" Dia berbalik dan
berjalan sendiri. Cornelia berjalan terus menuju kapal. Ketika dia
menyeberang, dia bertemu lagi dengan Tuan Ferguson.
"Anda orang yang paling baik di atas kapal ini," kata Ferguson. "Dan
ingatlah hal itu." Dengan muka merah karena gembira, Cornelia memasuki ruang
kaca. Nona Van Schuyler sedang bercakap-cakap dengan Dr.
Bessner - suatu percakapan yang menyenangkan tentang pasien-
pasien terkemuka Dr. Bessner.
Cornelia berkata dengan perasaan bersalah. "Kuharap aku tidak
terlalu lama meninggalkan kapal, Marie."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Sambil melihat jamnya, wanita tua itu membentak, "Kau tidak
terlambat. Tapi di mana kauletakkan stola beludruku?"
Cornelia melihat sekelilingnya. "Barangkali di dalam kabin, Marie?"
"Tentu saja tidak! Setelah makan tadi nwaih ada di sini, dan aku
belum keluar dari sini. Tadi ada di kursi itu."
Cornelia mencari-cari tanpa menentu.
"Tidak ada di mana-mana.'
"Tak mungkin!" kata Nona Van Schuyler. "Carilah!"
Perintah itu diucapkan seperti orang memerintah seekor anjing,
dan Cornelia menurut saja. Tuan Fanthorp yang pendiam, yang
duduk di dekat mereka, berdiri dan membantunya. Tapi stola itu
tetap tidak ada. Hari itu luar biasa panas dan pengap sehingga orang-orang
kebanyakan tidur sore-sore setelah berjalan-jalan di pantai melihat
kuil. Suami-isteri Doyle bermain bridge dengan Pennington dan
Race di sebuah sudut. Penumpang lain di dalam ruangan itu
hanyalah Hercule Poirot, yang menguap di sebuah meja dekat
pintu. Nona Van Schuyler berkata, "Saya baru saja tahu siapa Anda, Tuan
Poirot. Saya mendengar tentang Anda dari teman lama saya Rufus
Van Aldin. Anda harus menceritakan kepada saya tentang perkara-
perkara yang Anda tangani suatu saat nanti."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Poirot dengan mata berkedip-kedip karena mengantuk membungkukkan badannya dengan sikap berlebih-lebihan. Dengan
anggukan ramah tetapi sombong Nona Van Schuyler lewat. Poirot
menguap sekali lagi. Dia merasa berat dan tolol dan hampir-hampir
tidak bisa membuka matanya. Dia melihat pada para pemain bridge
yang kelihatan asyik, lalu pada Fanthorp muda yang juga asyik
dengan bukunya. Kecuali mereka, tak ada orang lagi dalam ruangan
itu. Poirot keluar menuju dek. Jacqueline de Bellefort yang berjalan
tergesa-gesa di dek hampir bertumbukan dengannya.
Poirot berkata, "Maaf, Nona.
" "Anda kelihatan mengantuk, Tuan."
Dia mengaku terus terang, " mais oui - saya memang mengantuk.
Tidak bisa membuka mata sama sekali. Hari ini begitu berat
rasanya." "Ya." Dia kelihatan berpikir-pikir. "Hari ini adalah hari di mana
semua orang ingin marah, di mana bisa terjadi sesuatu! Kalau orang
tidak tahan...." Suaranya rendah dan penuh emosi. Dia tidak melihat pada Poirot
tetapi pada tepian sungai yang berpasir. Tangannya mengepal,
dingin. Tiba-tiba ketegangan itu mengendur. Dia berkata, "Selamat tidur,
Tuan Poirot." "Selamat tidur, Nona."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Matanya bertemu dengan mata Poirot, hanya sebentar. Ketika
Poirot mengingatnya keesokan harinya, dia mengerti bahwa
pandangan itu pandangan memohon. Dia ingat setelah itu.
Kemudian Poirot memasuki kabinnya dan Jacqueline menuju ruang
kaca. Setelah menyiapkan segala keperluan Nona Van Schuyler,
Cornelia kembali ke ruang kaca sambil membawa jahitan. Dia sama
sekali tidak merasa mengantuk. Sebaliknya, dia merasa segar dan
agak gembira. Keempat orang pemain bridge itu masih pada tempatnya. Di
sebuah kursi lainnya, Tuan Fanthorp yang pendiam asyik dengan
bukunya. Cornelia duduk dan mengerjakan jahitannya. Tiba-tiba
pintu terbuka dan Jacqueline de Bellefort masuk. Dia berdiri di
tengah pintu, kepalanya terangkat ke belakang. Kemudian memijit
bel dan berjalan menuju tempat Cornelia, lalu duduk.
"Sudah turun?" tanyanya.
"Sudah. Saya rasa indah sekali dalam cahaya bulan."
Jacqueline mengangguk. "Ya, malam yang indah. Benar-benar
malam bulan madu." Matanya melihat ke arah meja bridge - melihat sebentar pada
Linnet Doyle. Seorang pelayan datang. Jacqueline memesan gin
dobel. Ketika dia menyebutkan pesanannya, Simon Doyle
memandangnya selintas. Suatu kekuatiran nampak pada dahinya.
Isterinya berkata, "Simon, kami menunggumu."
Re-write By: Kyuuki - http://marisedot.blogspot.com/
Jacqueline bersenandung sendiri. Ketika minumannya tiba, dia
mengambil sambil berkata, "Demi kriminal," lalu meminumnya, dan
memesan lagi. Sekali lagi, Simon memandangnya dari meja bridge. Permainannya
menjadi kacau. Pasangannya, Pennington, mengambil alih.
Jacqueline mulai bersenandung lagi, pertama-tama dengan suara
rendah, kemudian bertambah keras.
"Laki-laki itu dahulu kekasihnya dan dia bersalah...."
Rahasia Pedang Emas 2 Dewa Arak 90 Iblis Berkabung Pendekar Pemabuk 2