Pencarian

Pena Beracun 2

Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie Bagian 2


siap. "Mari," kata Joanna sambil bangkit. "Aku lapar sekali."
Dia menggandeng Megan, lalu mereka masuk ke rumah bersama-sama.
BAB LIMA i AKU baru menyadari bahwa ada sesuatu yang kulampaui dalam ceritaku. Sampai
sejauh ini aku sedikit sekali atau sama sekali tidak menyebut-nyebut Nyonya Dane
Calthrop ataupun Pendeta Caleb Dane Calthrop,
Padahal baik pendeta maupun istrinya itu adalah pribadi-pribadi yang menonjol.
Dane Calthrop sendiri mungkin adalah manusia yang paling suka mengucilkan diri
dari kehidupan sehari-hari diban"dingkan dengan orangorang yang pernah kutemui.
Hidupnya dihabiskannya untuk membaca buku, belajar di kamar kerjanya, dan
mengolah pengeta"huannya yang hebat mengenai sejarah perkembangan gereja.
Sebaliknya, Nyonya Dane Calthrop benarbenar mengikuti /aman.
Mungkin dengan sengaja aku telah menangguhkan kisah tentang dia, karena sejak
semula aku memang agak takut padanya. Di a adalah seorang wanita yang punya
kepribadian kuat, daya ingatnya pun luar biasa. Dia sama sekali tak mirip istri
seorang pendeta tapi setelah menuliskan hal itu, aku lalu bertanya-tanya ?sendiri, apa sebenarnya yang kuketahui tentang istri-istri pen-
.deta" Satusatunya van g kuingat benar aaaian seorang makhluk pendiam yang sangat
memuja suaminya yang besar, kuat, dan memiliki cara berkhotbah yang memikat.
Sedikit sekali bahan percakapannya yang bersifat umum, hingga sulit sekali
mengetahui bagaimana kita bisa melanjutkan percakapan de"ngannya.
Gambaranku tentang istri pendeta banyak dipe"ngaruhi cerita-cerita fiksi atau
karikaturkarikatur yang melukiskannya sebagai perempuan yang suka mencampuri
urusan orang, dan mengeluarkan katakata yang tak ada artinya. Mungkin saja tak
ada orang macam itu. Nyonya Dane Calthrop tak pernah mencampuri urusan orang lain, namun dia punya
kepandaian yang mengerikan untuk mengorek persoalan-persoalan pribadi, dan aku
segera tahu bahwa hampir semua orang di desa ini merasa takut padanya. Dia tak
pernah menasihati, tak pernah mencampuri urusan orang lain, namun bagi orang
yang merasa bersalah, dia merupakan jelmaan Tuhan.
Belum pernah aku melihat seorang wanita yang begitu tak peduli pada segala
sesuatu di sekelilingnya seperti dia. Pada hari-hari panas, seenaknya saja dia
melenggang dalam pakaian wol yang jelas membuat badan gerah, sebaliknya, waktu
hujan lebat atau bahkan hujan salju? ?aku melihatnya berjalan cepat setengah linglung di jalan-jalan desa dengan gaun
katun bermotif bunga-bunga mungil. Wajahnya lonjong dan kurus, seperti anjing
greyhound^ dan cara bicaranya sopan tapi tajam menusuk.
Sehari setelah Megan makan siang di rumah kami, Nyonya Dane Calthrop
menghadangku di High Street. Seperti biasa aku merasa heran, karena cara
jalannya lebih mirip orang yang seriang berlomba lari daripada berjalan santai,
dan matanya selalu tertuju ke arah kaki langit hingga hampir-hampir yakin bahwa
tempat yang ditujunya sebenarnya masih sekitar satu setengah mil jauhnya,
"Oh," katanya. "Tuan Burton!"
Dia mengucapkan katakatanya dengan nada kemenangan, seolaholah dia telah
berhasil meme"cahkan teka-teki yang luar biasa sulitnya.
Aku membenarkan bahwa aku memang Tuan Burton, dan Nyonya Dane Calthrop pun
mengalih"kan pandangannya dari kaki langit lalu memusatkan-nya padaku.
"Ah," katanya, "untuk apa sebenarnya saya ingin bertemu dengan Anda, ya?"
Aku tak dapat membantunya mencari jawaban. Dia mengerutkan alisnya kebingungan.
"Sesuatu yang menjijikkan," katanya.
"Kasihan sekali Anda," kataku terkejut.
"Ah," seru Nyonya Dane Calthrop. "Saya benci sekali akan hal itu. Ya, benarbenar
benci. Suratsurat kaleng itu! Kisah apa yang telah Anda bawa kemari ini tentang
suratsurat kaleng?" "Saya tidak membawanya," kataku. "Sebelumnya memang sudah ada di sini."
"Tapi tak seorang pun menerima surat itu sebelum Anda datang," kata Nyonya Dane
Calthrop menuduh. "Ada, Nyonya Dane Calthrop. Kesulitan itu memang sudah mulai."
"Ah," kata Nyonya Dane Calthrop. "Pokoknya, saya tak suka."
Dia berdiri saja, pandangannya jauh dan hampa lagi. Lalu dia berkata, "Mau tak
mau saya merasa bahwa ada yang tak beres. Sebelumnya keadaan kami di sini tidak
begitu. Iri, itu pasti ada, dan benci, juga semua dosa-dosa kecil seperti
dendam, tapi saya pikir tak ada seorang pun yang tega melakukannya. Tidak, sama
sekali tidak. Dan itu membuat saya sedih, karena saya harus tahu."
Matanya yang bagus kembali dari kaki langit lalu menatapku. Mata itu
membayangkan kekuatiran dan mengandung kejujuran serta kebingungan seperti mata
seorang anak. "Bagaimana Anda bisa tahu?" tanyaku.
"Biasanya saya selalu tahu. Saya selalu merasa bahwa itu tugas saya. Caleb
mengkhotbahkan ajaran-ajaran yang bat k dan benar dan memberikan sakramen-
sakramen. Itu tugas seorang pendeta, tapi bila kita menikah dengan seorang
pendeta, maka menurut saya adalah tugas istrinya untuk mengetahui apa yang
dirasakan dan dipikirkan orangorang, meskipun dia tak bisa berbuat apa-apa
mengenai hal itu. Dan saya sama sekali tak punya gambaran siapa yang
pikirannya..." Tiba-tiba dia berhenti, lalu menambahkan dengan linglung, "Suratsurat itu suatu
perbuatan bodoh," "Apakah Anda sendiri eh juga menerimanya?"? ?Aku sebenarnya malu bertanya, tapi Nyonya Dane Calthrop menyahut dengan
kewajaran sempurna, matanya agak dibelalakkan,
"Oh, ya, ada, dua tidak, tiga. Saya lupa apa tepatnya isinya. Kalau tak salah,
?sesuatu yang tak masuk akal, tentang Caleb dan Bu Guru. Benarbenar tak masuk
akal, sebab Caleb sama sekali tak punya potongan untuk berzinah. Dia tak akan
pernah mau melakukannya. Itulah untungnya menjadi istri seorang pendeta,"
"Benar," kataku. "Ya, memang benar."
"Caleb mungkin akan menjadi orang suci," kata Nyonya Dane Calthrop, "kalau dia
tidak terlalu cerdas."
Aku merasa tidak pantas untuk memberi komen"tar, apalagi Nyonya Dane Calthrop
meneruskan pembicaraannya, melompat dari soal suaminya ke suratsurat itu dengan
cara yang aneh. "Sebenarnya banyak sekali skandal yang bisa digunjingkan oleh suratsurat itu,
tapi justru tidak. Itulah anehnya." "Saya tak bisa berkata bahwa kesalahan mereka adalah karena mendiamkan sesuatu,"
kataku getir. "Tapi agaknya mereka tak tabu apa-apa. Tak tahu keadaan yang sebenarnya."
"Apa maksud Anda?"
Matanya yang indah namun hampir tanpa emosi itu-menatap mataku.
"Yah, di sini sebenarnya banyak orang berzinah atau berbuat tak senonoh.
?Banyak pula rahasia-rahasia yang memalukan. Mengapa si penulis tidak
mengemukakan hal-hal itu." Dia diam sebentar, lalu tiba-tiba bertanya, "Apa isi
surat yang dikirimkan kepada Anda?"
"Dikatakannya bahwa adik saya sebenarnya bukan adik saya."
"Padahal dia adik Anda?"
Nyonya Dane Calthrop menanyakan pertanyaan itu dengan pandangan yang ramah,
tanpa menimbul kan rasa tak enak.
"Tentu Joanna itu adik saya."
Nyonya Dane Calthrop mengangguk.
"Itu juga membuktikan apa maksud saya. Saya yakin, pasti ada hal-hal lain lagi..."
Matanya yang jernih dan tidak pedulian menatap"ku sambil merenung, dan tiba-tiba
aku mengerti mengapa seluruh Lymstock takut pada Nyonya Dane Calthrop.
Dalam hidup seseorang tentu ada hal-hal tersem"bunyi yang diharapkannya takkan
pernah diketahui orang lain. Kurasa Nyonya Dane Calthrop ini serba tahu.
Itulah pertama kalinya dalam hidupku aku benarbenar senang waktu mendengar suara
Aimee Griffith yang nyaring,
"Halo, Maud. Aku senang bisa bertemu de"nganmu. Aku ingin mengusulkan perubahan
tanggal untuk Penjualan Hasil Kerajinan. Selamat pagi, Tuan Burton."
Dilanjutkannya, "Aku harus masuk sebentar ke toko makanan ini untuk meninggalkan daftar
pesananku. Kalau sudah aku ikut denganmu ke yayasan, boleh, kan?"
"Ya, itu baik sekali," kata Nyonya Dane Calthrop.
Aimee. Griffith masuk ke Toko Internasional. "Kasihan dia," kata Nyonya Dane
Calthrop. Aku merasa heran. Bukankah tak pantas dia mengasihani Aimee" Tapi dia
berkata terus, "Tahukah Anda, Tuan Burton, saya agak kuatir..."
"Sehubungan dengan suratsurat itu?"
"Ya, soalnya itu berarti itu pasti berarti..." Dia terdiam, tenggelam dalam ?pikirannya, matanya menatap ke satu arah. Lalu dia berkata lambat"lambat,
seperti seseorang yang sedang memecahkan suatu persoalan, "Kebencian bisa
membuat orang jadi buta ya, jadi buta. Tapi orang buta pun mungkin bisa menikam
?tepat di jantung, secara kebetulan sekali.... Lalu apa yang akan terjadi kemudian,
Tuan Burton?" Tak sampai dua hari, keesokan paginya, jawabnya sudah akan kami peroleh.
Partridge yang membawa berita sedih itu. Partridge memang suka sensasi.
Hidungnya akan kembang-kempis penuh gairah bila dia harus menyampaikan suatu
berita buruk. Dia masuk ke kamar Joanna dengan hidung yang i kembang-kempis, mata yang
bersinar, dan mulut ditarik ke bawah untuk menunjukkan kemurungan yang
berlebihan. "Ada berita yang mengerikan pagi ini, Nona," katanya sambil
menggulung kerai. Joanna, dengan kebiasaannya dari London, memerlukan satu atau dua menit untuk
menyadari sepenuhnya keadaan di sekitar tiap kali bangun pagi. Dia hanya
berkata, "Eh, ah," lalu berbali k lagi tanpa memperhatikan benarbenar.
Partridge meletakkan secangkir teh di samping Joanna, lalu melanjutkan,
"Mengerikan sekali. Mengejutkan! Saya hampir-hampir tak percaya waktu mendengarnya."
"Apa yang mengerikan?" tanya Joanna, sambil berjuang melawan kantuknya.
"Kasihan, Nyonya Symmington." Dengan dra"matis dia berhenti sebentar.
"Meninggal." "Meninggal?" Joanna duduk di tempat tidurnya, kini dia benarbenar bangun.
"Benar, Nona, kemarin petang. Dan yang paling mengerikan, beliau bunuh diri."
"Astaga, Partridge?"
Joanna benarbenar terkejut soalnya Nyonya Symmington bukanlah tipe orang yang ?pantas dikaitkan dengan tragedi.
"Sungguh, Nona, memang benar. Beliau melaku"kannya dengan sengaja. Kita tak
tahu^apa yang mendorongnya sampai berbuat begitu."
"Mendorongnya sampai berbuat begitu?" Barulah Joanna mendapat gambaran tentang
kebenaran berita itu. "Apakah bukan...?"
Matanya menatap Partridge penuh tanya, dan Partridge mengangguk.
"Benar, Nona. Surat kaleng yang menjijikkan itu!"
"Apa isinya?" Partridge menyesal karena dia tak berhasil mengorek hal itu.
"Surat surat itu keji sekali," kata Joanna. 'Tapi aku tetap tak mengerti,
mengapa suratsurat itu bisa mendorong seseorang untuk bunuh diri."
Partridge mendengus, lalu berkata penuh arti,
'Tentu karena isi surat itu benar, Nona."
"Oh," kata Joanna.
Setelah Partridge meninggalkan kamarnya, Joanna meminum tehnya, lalu mengenakan
kimono dan mencariku untuk meyampaikan berita itu.
Aku teringat katakata Owen Griffith. Cepat atau lambat sebuah tembakan gelap
akan mengenai sasarannya. Rupanya tembakan itu telah mengenai Nyonya Symmington.
Dia yang kelihatannya paling tak mungkin kena, nyatanya punya rahasia juga....
Agaknya benar, pikirftu, meskipun kelihatannya cukup cerdas, sebenarnya dia
adalah seorang wanita yang tak punya gairah hidup.
Dia adalah wanita yang kurang darah, yang sangat tergantung dan mudah menyerah
kalah. Joanna menyikutku dan bertanya apa yang sedang kupikirkan.
Kuceritakan padanya apa yang telah dikatakan Owen padaku.
"Tentu," kata Joanna dengan muka masam, "Dia tahu semuanya itu. Laki-laki itu
berpikir bahwa dia tahu segala-galanya."
"Dia memang pintar," kataku.
"Dia angkuh," kata Joanna. "Angkuh luar biasa," tambahnya.
Sebentar kemudian dia berkata lagi,
"Menyedihkan sekali bagi suaminya dan untuk anak perempuannya. Menurut kau,
?bagaimana perasaan Megan mengenai hal itu?"
Aku tak tahu apa-apa, dan hal itu kukatakan padanya. Aneh sekali bahwa kita tak
pernah bisa menduga apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh Megan.
Joanna mengangguk lalu berkata,
"Ya, tak ada yang dapat memahami seorang 'anak pengganti'."
Sebentar kemudian dia berkata lagi,
"Apakah kaupikir apakah kau mengizinkan apakah dia mau tinggal di sini barang? ?satu atau dua hari" Peristiwa ini pasti merupakan shock bagi gadis seumur dia."
"Kita bisa pergi ke sana dan mengusulkannya," aku membenarkannya, "Kedua anak
laki-laki itu pasti tidak akan apa-apa," kata Joanna. "Ada guru pengasuhnya.
Tapi kurasa, justru perempuan macam dialah yang bisa membuat Megan gila."
Kupikir hal itu memang mungkin. Bisa kubayang"kan Elsie Holland yang tak
sudahsudahnya mengucapkan katakata yang tak berarti, dan tak sudahsudahnya
menawarinya minum teh. Dia seorang wanita yang baik, tapi kupikir bukan orang
yang tepat untuk seorang gadis yang peka.
Aku sendiri pun sudah berpikir untuk membawa pergi Megan, dan aku senang bahwa
Joanna telah mengusulkannya secara spontan sebelum aku terpak"sa
mengemukakannya. Setelah sarapan kami pergi ke rumah keluarga Symmington.
Kami merasa gugup. Kedatangan kami bisa dianggap seolaholah kami ini punya rasa
ingin tahu yang jahat. Untunglah kami bertemu dengan Owen Griffith yang baru
saja keluar melalui pintu pagar. Dia kelihatan i u s ah dan sedang memikirkan
sesuatu. Tetapi dia menyapaku dengan hangat,
"Oh, halo, Burton. Aku senang bertemu de"nganmu. Apa yang kukuatirkan akan
terjadi cepat atau lambat ternyata telah terjadi. Terkutuk benar urusan ini!"
"Selamat pagi, Dokter Griffith," kata Joanna, dengan suara nyaring seperti kalau
dia bercakapcakap dengan salah seorang bibi kami yang tuli.
Griffith terperanjat dan wajahnya memerah.
"Oh oh, selamat pagi, Nona Burton."
?"Saya pikir, Anda tidak melihat saya," kata Joanna.
Wajah Owen Griffith bertambah merah. Dia benarbenar kelihatan malu.
"Sa saya minta maaf saya sedang memikirkan sesuatu saya tidak melihat."
? ? ? ?"Padahal saya ini berukuran normal," lanjut Joanna tanpa ampun.
"Dia hanya bergurau saja," kataku, sambil menoleh kepada Joanna dengan pandangan
menegur. Lalu aku berkata lagi, "Aku dan adikku, Griffith, berpikir-pikir apakah ada baiknya bila Megan ikut
kami barang sehari-dua" Bagaimana pendapatmu" Aku bukannya ingin mencampuri
urusan orang tapi agaknya terlalu berat bagi anak malang itu. Menurut kau,
?bagaimana pikiran Symmington tentang hal ini?"
Griffith mempertimbangkan hal itu beberapa lamanya.
"Kurasa itu merupakan suatu gagasan yang bagus," katanya akhirnya. "Dia gadis
yang aneh dan penggugup, dan akan baik baginya bila ia meninggal"kan tempat
kejadian ini. Nona Holland banyak jasanya^ dia memang wanita yang bijaksana, ?tapi dia sudah cukup sibuk dengan kedua anak laki-iaki itu dan dengan Symmington
sendiri. Pria itu merasa terpukul dia sangat bingung."
?"Apakah..." aku ragu sebentar "... benar bunuh diri?"
Griffith mengangguk. "Oh, ya. Tak mungkin suatu kecelakaan. Almarhumah menulis, 'Aku tak bisa...' pada
se"helai kertas. Surat itu pasti tiba dengan pos petang kemarin. Amplopnya
tergeletak di lantai dekat kursinya, sedang suratnya sendiri diremas menjadi
seperti bola dan dilempar ke perapian."
"Apa..." Aku berhenti karena ketakutan sendiri. "Maaf," kataku. Griffith tersenyum pahit.
"Kau tak usah enggan bertanya. Surat itu pasti akan dibacakan juga dalam
pemeriksaan pengadilan. Hal itu tak bisa dielakkan, kasihan sekali. Surat itu
seperti biasanya: ditulis dengan katakata kotor, dan isinya menuduh bahwa anak
?laki-laki yang kedua, Colin, bukan an A Symmington."
"Apakah menurutmu itu benar?" seruku tak percaya.
Griffith mengangkat bahunya.
"Aku tak berhak memberikan pendapatku. Aku baru lima tahun di sini. Sejauh
penglihatanku, suafni-istri Symmington adalah pasangan yang hidup tenang dan
berbahagia, yang saling menyayangi dan begitu pula terhadap kedua anak laki-laki
mereka. Memang benar anak yang terkecil itu tidak serupa benar dengan orang
tuanya rambutnya merah cerah, itu saja tapi seorang anak sering kali lebih
? ?mirip kakek atau neneknya."
'Tak adanya kemiripan itulah yang mungkin menyebabkan adanya tuduhan. Benarbenar
me"nyalahgunakan sesuatu secara kotor dan menji"jikkan."
"Mungkin sekali. Mungkin memang begitu. Selama ini memang isi suratsurat beracun


Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tak banyak benarnya. Yang jelas hanya dendam dan kebencian yang membabi-
buta." "Tapi sekarang kebetulan mengenai sasarannya," kata Joanna. "Soalnya kalau tak
benar, dia tentu takkan bunuh diri, bukan?"
Griffith berkata dengan ragu-ragu,
"Saya tidak begitu yakin. Sudah agak lama dia sakit-sakitan, sakit gangguan
saraf dan histeris. Sudah beberapa lama saya menangani gangguan sarafnya. Saya rasa, guncangan jiwa
waktu menerima surat yang ditulis dengan katakata tak senonoh itu telah
menimbulkan panik dan kesedihan yang sangat besar hingga dia memutuskan untuk
menghabisi nyawanya. Mungkin dia punya perasaan bahwa suaminya tidak akan
mempercayainya bila dia membantah tuduhan itu.
Dan rasa malu serta jijik begitu mengacaukan hatinya, dan akibatnya dia
kehilangan keseimbangan pikirannya."
"Bunuh diri ketika pikiran sedang kacau," kata Joanna.
"Benar. Saya rasa, tepat sekati bila pandangan itu saya kemukakan dalam
pemeriksaan pengadilan nanti,"
"Oh, begitu," kata Joanna.
Suaranya mengandung sesuatu yang membuat Owen berkata, "Memang benarbenar
tepat!" dengan suara marah. Lalu ditambahkannya, "Apakah Anda tak sependapat,
Nona Burton?" "Oh, saya sependapat," kata Joanna. "Bila saya jadi Anda, saya pun akan berbuat
begitu pula/* Owen melihat kepadanya dengan ragu, lalu berjalan menuju ke jalan. Aku dan
Joanna terus masuk ke rumah.
Pintu depan terbuka dan kelihatannya lebih mudah daripada membunyikan bel,
lebih-lebih karena kami mendengar suara Elsie Holland di dalam.
Dia sedang berbicara pada Tuan Symmington yang duduk meringkuk di kursi, dan
kelihatan linglung. "Sungguh, Tuan Symmington, Anda harus makan sesuatu. Anda tadi tidak sarapan,
maksud saya tidak sarapan seperti biasa. Padahal kemarin malam pun Anda tak
makan apa-apa, tambahan lagi dengan peristiwa ini. Nanti Anda sendiri yang
sakit, padahal Anda harus sehat. Dokter tadi berkata begitu sebelum dia pulang."
Dengan suara datar, Symmington berkata, "Anda baik sekali, Nona Holland, tapi..."
"Secangkir teh yang panas dan enak," kata Elsie Holland, sambil memaksakan
minuman itu ke"padanya.
Aku pribadi lebih cenderung untuk memberi laki-laki malang itu wiski dan soda.
Kelihatannya dia amat memerlukannya. Tapi teh itu diterimanya, dan , ia berkata
sambil menengadah melihat kepada Elsie Holland,
"Tak tahu saya bagaimana harus berterima kasih atas semua yang telah Anda
perbuat, Nona Holland. Anda benarbenar hebat."
Wajah gadis itu memerah dan dia kelihatan senang.
"Baik benar Anda berkata begitu, Tuan Symming"ton. Izinkanlah saya berbuat apa
saja yang bisa saya lakukan untuk membantu. Anda tak perlu kuatir mengenai
anakanak saya akan mengurus mereka. Para pelayan pun sudah saya tenangkan, dan ?bila ada sesuatu yang bisa saya lakukan, menulis surat atau menelepon umpamanya,
jangan ragu menyuruh saya."
"Anda baik sekali," kata Tuan Symmington lagi.
Elsie Holland menoleh, lalu melihat kami dan bergegas pergi ke lorong rumah.
"Mengerikan sekali, bukan?" bisiknva pada kami.
Kupikir, ketika kulihat dia waktu itu, dia memang gadis yang manis. Baik hati,
terampil, dan bertindak praktis dalam keadaan darurat. Matanya yang besar, biru,
dan indah, hanya kelihatan merah sedikit tepinya. Itu menunjukkan bahwa hatinya
cukup lembut, hingga dia mencucurkan air mata atas kematian majikannya.
"Bisakah kami berbicara sebentar dengan Anda?" tanya Joanna. "Kami tak mau
mengganggu Tuan Symmington."
Elsie Holland mengangguk menyatakan penger"tiannya, lalu berjalan mendahului
kami ke ruang makan, di sisi lain lorong rumah.
"Menyedihkan sekali baginya," katanya. "Sung"guh mengejutkan. Siapa yang
menyangka hal seperti itu bisa terjadi" Tapi sekarang saya baru menyadari, bahwa
sudah beberapa lama Nyonya bersikap aneh. Beliau jadi sangat penggugup dan mudah
menangis. Saya sangka itu karena kesehatannya, meskipun Dokter Griffith selalu
berkata bahwa sebenarnya dia baikbaik saja.
Tapi dia suka membentak dan mudah jengkel, kadangkadang tak tahu kita bagaimana
harus menghadapinya."
"Kedatangan kami ini," kata Joanna, "sebenarnya adalah untuk minta izin apakah
kami boleh mengajak Megan tinggal di rumah kami selama beberapa hari itu pun ?kalau dia mau."
Elsie Holland agak terkejut.
"Megan?" katanya ragu. "Saya sungguh tak tahu. Maksud saya, Anda berdua baik
sekali, tapi gadis itu aneh sekali. Kita tak pernah tahu apa yang akan dikatakan
atau dirasakannya tentang sesuatu."
Joanna berkata samar, "Kami pikir, ajakan kami akan menolong."
"Oh, ya, kalau begitu memang benar. Maksud saya, saya masih harus mengawasi
kedua anak laki-laki itu (sekarang mereka sedang bersama juru masak), sedang
Tuan Symmington yang malang itu dia sendiri juga perlu diawasi seperti yang
?lain-lain, dan banyak sekali yang harus saya urus dan saya kerjakan. Saya
benarbenar tak sempat meng"urus Megan baikbaik. Saya rasa sekarang dia ada di
bekas kamar anakanak di lantai atas. Kelihatannya dia ingin menjauhi siapa saja.
Saya tak tahu apakah..."
Joanna melihat kepadaku sekilas. Cepatcepat aku menyelinap keluar dari kamar
lalu naik ke lantai atas.
Bekas kamar anakanak terdapat di lantai paling atas. Kubuka pintunya lalu aku
masuk. Kamar yang ada di bawahnya menghadap ke kebun belakang dan di sana kerai-
kerainya tidak diturunkan. Tapi di kamar yang menghadap ke jalan ini kerai-
kerainya diturunkan. Dalam cahaya samar yang kelabu kulihat Megan. Dia sedang meringkuk di sebuah
dipan di ujung kamar, dan aku segera teringat akan seekor binatang yang
bersembunyi karena ketakutan.
Dia kelihatan membeku karena ketakutan.
"Megan," kataku.
Aku mendekat, dan tanpa kusadari nada bicara yang kugunakan adalah nada yang
biasa dipakai orang bila menenangkan seekor binatang yang sedang ketakutan. Aku
benarbenar heran, mengapa aku tidak menawarkan sebatang wortel atau sebungkah
gula padanya. Begitulah perasaanku.
Gadis itu menatapku, tapi dia tak bergerak, dan air mukanva tak berubah.
"Megan," kataku lagi. "Aku dan Joanna datang untuk mengajakmu. Apakah kau mau
menginap di rumah kami untuk beberapa lamanya?"
Suaranya terdengar hampa dalam cahaya yang
temaram itu. "Menginap dengan kalian" Di rumah kalian?"
"Ya, Anak manis."
Tiba-tiba seluruh tubuhnya gemetar. Ngeri dan terharu aku melihatnya.
"Aduh, bawalah saya pergi! Tolonglah. Mengeri"kan sekali di sini, dan saya
merasa saya ini jahat."
Aku lebih mendekatinya lagi, lalu tangannya mencengkeram lengan jasku.
"Saya ini pengecut besar. Tidak saya sadari betapa pengecutnya saya." . "Sudah,
sekarang tak apa-apa, Anak manis," kataku. "Kejadian ini memang mengerikan.
Marilah ikut kami." "Bisakah kita segera pergi" Sekarang juga?" "Kurasa kau havus mengumpulkan
beberapa barangmu dulu."
"Barangbarang apa" Untuk apa?" "Anak manis," kataku. "Kami bisa menyediakan
tempat tidur dan alat-alat mandi dan sebagainya untukmu, tapi aku sama sekali
tak mau meminjami-mu sikat gigiku."
Dia tertawa tanpa semangat. "Oh, begitu. Bodoh benar saya hari ini. Jangan
marah. Saya akan pergi dan membenahi beberapa barang saya. Anda Anda kan tidak ?akan pergi" Anda mau menunggu saya, kan?"
"Aku akan tetap berada dalam rumah ini."
"Terima kasih. Terima kasih banyak. Maafkan saya karena saya begitu bodoh.
Soalnya mengerikan sekali rasanya kalau ibu kita meninggal."
"Aku tahu," kataku.
Kutepuk punggungnya dengan ramah, dan dia memandangku dengan pandangan terima
kasih lalu menghilang ke kamar tidur. Aku turun.
"Saya sudah menemukan Megan," kataku. "Dia mau ikut."
"Oh, itu baik sekali,*' seru Elsie Holland. "Itu akan mengurangi kesedihannya.
Anda tentu tahu, dia gadis yang sulit diatur dan penggugup. Saya lega sekali
kalau dia tidak menjadi beban pikiran saya lagi seperti yang lain-lain. Anda
baik sekali, Nona Burton. Saya harap dia tidak akan menyusahkan Anda. Aduh, itu
telepon lagi. Saya yang harus menjawabnya. Tuan Symmington sedang kacau."
Dia bergegas keluar dari ruangan.
"Memang benarbenar bidadari pengatur!" kata Joanna.
"Caramu mengatakan itu tak enak didengar," kataku. "Dia gadis yang manis dan
baik hati, dan agaknya juga punya ketrampilan."
"Memang punya. Dan dia tahu itu."
"Kau tak pantas berkata begitu, Joanna," kataku.
"Maksudmu, biarkan gadis itu berbuat se-maunya?"
"Benar." "Aku benci melihat orang yang merasa puas diri," kata Joanna. "Hal itu
membangkitkan semua naluri jahatku. Bagaimana kau menemukan Megan?"
"Meringkuk dalam sebuah kamar gelap, kelihatan"nya seperti seekor kijang yang
ketakutan." "Kasihan anak itu. Apakah dia benarbenar ingin ikut?"
"Dia langsung mau."
Serangkaian bunyi gedebak-gedebuk di lorong rumah menandakan bahwa Megan sedang
menuruni tangga dengan kopornya. Aku keluar lalu mengambil alih kopor itu dari
dia. Joanna, yang berada di belakangku, berkata mendesah.
"Mari kita cepatcepat pergi. Aku sudah dua kali menolak tawaran teh panas yang
enak." Kami keluar ke mobil. Aku merasa tak senang karena Joanna yang harus memasukkan
kopor itu ke dalam mobil. Aku sekarang sudah bisa berjalan dengan sebuah tongkat
saja, tapi belum bisa mengerjakan kegiatan yang memerlukan tenaga.
"Masuklah," kataku pada Megan.
Gadis itu masuk, dan aku menyusulnya. Joanna menghidupkan mesin mobil lalu kami
berangkat. Kami tiba di Little Furze dan masuk ke ruang tamu utama, Megan menjatuhkan
dirinya ke sebuah kursi lalu menangis terisak-isak. Dia menangis keras seperti
anak kecil kurasa 'meraung' adalah kata yang lebih tepat. Aku meninggalkan ?ruangan itu untuk mencari obatnya. Joanna berdiri di dekatnya, kurasa dengan
perasaan tak berdaya. Akhirnya kudengar Megan berkata dengan suara tercekik, "Maafkan saya berbuat
begini. Saya goblok sekali."
Dengan ramah Joanna berkata, "Tak apa-apa. Nah, ini sapu tangan lagi."
Joanna memberikan barang yang memang diper"lukannya itu. Aku masuk kembali ke
ruangan itu, dan memberi Megan sebuah gelas yang berisi penuh. "Apa ini?"
"Cocktail," kataku.
"Ya" Benarkah?" Air mata Megan segera kering. "Saya belum pernah minum
cocktail." Megan mencicipi minumannya lambatlambat. Kemudian wajahnya dihiasi senyum ceria.
Kepalanya didongakkannya ke belakang, lalu direguknya minumannya sekali teguk.
"Ah, enak sekali," katanya. "Boleh saya minta lagi?"
"Tidak," kataku.
"Mengapa tidak?"
"Kira-kira sepuluh menit lagi mungkin kau akan tahu sebabnya." "Oh!"
Megan mengalihkan perhatiannya pada Joanna.
"Saya sungguhsungguh menyesal karena telah begitu menyusahkan dan menangis
seperti tadi. Saya sendiri tak tahu mengapa. Rasanya bodoh sekali, padahal saya senang sekali
berada di sinL" 'Tak apa-apa," kata Joanna. "Kami senang kau ada di sini."
"Pasti itu tak benar. Anda hanya ingin berbaik hati. Tapi saya sangat berterima
kasih." 'Tak usah merasa berhutang budi," kata Joanna. "Aku yang akan merasa tak enak.
Aku berkata benar, bahwa kami memang senang kau berada di sini. Aku dan Jerry
lama merundingkannya. Tak ada lagi katakata yang bisa kami katakan."
"Tapi sekarang," kataku, "kita bisa mendapat bahan-bahan pembicaraan yang
menarik mengenai Goneril dan Regan,, dan hal-hal semacam itu."
Wajah Megan jadi berseri-seri.
"Saya sudah memikirkannya, dan saya rasa sekarang saya tahu alasannya. Itu
disebabkan karena ayah mereka yang kejam memaksakan banyak hal yang sebenarnya
hanya isapan jempol belaka.
Bila orang harus selalu berbasa-basi mengatakan ,terima kasih* dan 'Anda baik
sekali', dan sebagainya itu, dia akan jenuh dan merasa ada sesuatu yang tak
beres dalam dirinya, dan sebagai selingan dia ingin berbuat sesuatu yang
keji dan bila mendapat kesempatan apa yang dirasakannya tadi lalu naik ke ?kepalanya, dan tahu-tahu ia sudah bertindak terlalu jauh. Si tua Lear itu jahat
sekali, bukan" Maksud saya, dia memang pantas mendapat perlakuan seperti itu
dari Cordelia." "Aku bisa melihat," kataku, "bahwa kita akan mengadakan diskusi-diskusi yang
menarik tentang Shakespeare."
"Aku bisa melihat," kata Joanna, "bahwa kalian berdua akan berdiskusi seperti
orangorang cerdik pandai. Aku sendiri selalu menganggap Shakespeare itu
membosankan. Banyak sekali adegan-adegan panjang, di mana semua orang mabuk" dan
menurutku itu harus dianggap lucu."
"Bicara soal minuman," kataku sambil berpaling kepada Megan. "Bagaimana
perasaanmu sekarang?"
"Baikbaik saja" terima kasih."
"Sama sekali tidak pusing" Apakah kau tidak melihat Joanna ada dua umpamanya?"
"Tidak. Saya hanya merasa seolaholah saya ingin berbicara banyak."
"Bagus," kataku. "Kelihatannya kau adalah peminum yang punya bakat alam. Artinya
kalau itu tadi benarbenar merupakan cocktail pertama yang kauminum."
"Oh, memang benar."
"Otak yang baik dan kuat merupakan keuntungan besar bagi manusia," kataku.
Joanna mengajak Megan naik ke lantai atas untuk membongkar kopornya.
Partridge masuk dengan wajah masam dan berkata bahwa dia sudah terlanjur membuat
dua mangkuk puding untuk makan siang. Ia bertanya apa yang harus dilakukannya
sekarang dengan kue itu. BAB ENAM l Pemeriksaan pengadilan diadakan tiga han kemudi"an. Itu semuanya dilakukan
dengan penuh sopan-santun, tapi ruang sidang penuh sesak dan menurut penilaian
Joanna banyak sekali topitopi wanita yang bentuknya lucu-lucu.
Saat kematian Nyonya Symmington ditetapkan antara pukul tiga dan pukul empat
sore. Dia sedang sendirian di rumah, Symmington di kantornya, dan para pelayan
pergi ke luar karena hari itu adalah hari bebas mereka. Elsie Holland sedang
memba"wa anakanak berjalan-jalan, dan Megan sedang keluyuran dengan sepedanya.
Diduga surat itu tiba dengan pos petang. Nyonya Symmington mengambilnya sendiri
dari kotak pos dan membacanya kemudian dalam keadaan kacau dia pergi ke gudang ?penyimpanan pot.
Dia mengambil racun sianida yang disimpan di sana untuk membasmi sarang-sarang
lebah. Racun itu dilarutkannya dalam air dan diminumnya setelah menulis katakata
terakhir yang kacau itu, "Aku tak bisa..."
Owen Griffith memberikan kesaksian medisnya dan menekankan pandangannya seperti
yang sudah dikemukakannya pada kami mengenai keadaan Nyonya Symmington yang
gugup dan tak punya gairah hidup. Petugas pemeriksa mayat bersikap sopan dan
bijaksana. Dia mengutuk penulis surat kaleng yang menjijikkan itu. Siapa pun
yang telah menulis surat keji dan penuh kebohongan itu secara moral dialah yang
bersalah telah melakukan pembunuhan tersebut, katanya. Diharapkannya polisi
menemukan penjahat itu secepatnya dan mengambil tindakan tegas terhadapnya, tak
peduli dia laki-laki atau wanita. Dendam kesumat yang dilampiaskan secara
pengecut dan keji itu harus dihukum berat. Berdasarkan pengaruh orang itu pula
juri memberikan keputusan yang tak bisa lain dari: bunuh diri dalam keadaan
kurang waras. Petugas pemeriksa mayat itu telah menjalankan tugasnya dengan baik demikian
?pula Owen Grif"fith, namun demikian, setelah semuanya selesai, ketika berdesak-
desakan di antara wanitawanita desa yang sok tahu itu, aku mendengar desis
bisikan penuh kebencian, yang mengucapkan katakata yang mulai kukenal, "Menurut
aku sih, tak ada asap tanpa api!" "Pasti ada apa-apanya, kalau tidak dia pasti
takkan berbuat begitu...."
Pada saat itu aku benci pada Lymstock yang terpencil dan picik ini, dan pada
kaum wanitanya yang suka bergunjing.
Sulit sekali mengingat kejadian-kejadian dalam urut-urutan yang kronologis.
Kejadian penting yang patut dicatat tentulah kunjungan Inspektur Polisi Nash.
Tapi kalau tak salah, sebelum itu kami dikunjungi beberapa anggota masyarakat,


Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dengan caranya masing-masing menyoroti watak dan kepribadian orangorang
yang terlibat. Aimee Griffith datang pagi-pagi sehari setelah pemeriksaan pengadilan. Seperti
biasa, dia nampak sehat dan penuh semangat, dan seperti biasa pula, dia segera
membuatku marah. Joanna dan Megan sedang keluar, maka akulah yang mendapat
kehormatan. "Selamat pagi," kata Nona Griffith. "Saya dengar Megan Hunter ada di sini, ya?"
"Ya, benar." "Anda baik sekali, sungguh. Pasti agak merepot kan Anda berdua. Saya datang ini
akan mengatakan bahwa dia bisa menginap di rumah kami kalau Anda mau. Saya
yakin, saya akan bisa membuatnya berguna di rumah."
Kupandangi Aimee Griffith penuh rasa benci. *"Anda baik sekali," kataku. "Tapi
kami senang dia ada di sini. Dia mengerjakan pekerjaan tetek-bengek dengan
senang hati di sini."
"Ya, pasti begitu. Anak itu terlalu suka mengerja"kan pekerjaan tetek-bengek.
Tapi saya rasa memang tak bisa lain, karena dia kurang waras."
"Saya rasa dia gadis yang cukup cerdas," kataku.
Aimee Griffith menatapku dengan tajam.
"Baru kali initah saya mendengar orang berkata begitu tentang dia," katanya.
"Kalau kita berbicara dengan dia, umpamanya, dipandanginya kita seolaholah dia
tak mengerti apa yang sedang kita katakan!"
"Mungkin karena dia merasa tak tertarik," kataku.
"Kalau begitu, kasar sekali dia," kata Aimee Griffith.
"Mungkin begitu. Tapi yang jelas bukan kurang waras."
Dengan tajam Nona Griffith menyatakan,
"Sekurang-kurangnya dia bingung. Apa yang diperlukan Megan adalah kerja
keras sesuatu yang bisa membuat semangat hidupnya muncul. Anda tak bisa ?membayangkan perbedaan apa yang ditimbul"kan oleh keadaan itu terhadap seorang
gadis. Saya tahu banyak tentang anakanak gadis. Anda akan heran melihat
perubahan atas diri seorang gadis Jhanya dengan menjadi seorang pramuka saja,
Megan sudah terlalu tua untuk menghabiskan waktunya dengan bersantaisantai tanpa
berbuat apa-apa." "Agak sulit baginya untuk mengerjakan sesuatu selama ini," kataku. "Nyonya
Symmington agaknya selalu beranggapan bahwa gadis itu baru berumur kira-kira dua
belas tahun." Nona Griffith mendengus. "Saya tahu. Rasanya saya tak sabar melihat tindak-tanduknya. Yah, dia sudah
meninggal seka"rang, kasihan dia, tak pantas kalau kita masih membicarakannya.
Tapi menurut saya, contoh paling sempurna dari apa yang disebut tipe ibu rumah
tangga yang tak begitu cerdas.
Main bridge, bergunjing, dan anakanak bahkan mengenai anakanak itu pun Elsie
?Holland yang harus mengurus semuanya. Saya rasa, saya tak bisa memberi nilai
tinggi untuk Nyonya Symmington, meskipun saya tidak tahu bagaimana sebenarnya."
"Sebenarnya?" tanyaku tajam.
Wajah Nona Griffith memerah.
"Saya kasihan sekali pada Dick Symmington, karena itu semua harus dikemukakannya
di depan sidang," katanya. "Sangat tidak enak baginya,"
'Tapi Anda tentu mendengar dia berkata bahwa apa yang tertulis dalam surat itu
sama sekali tidak benar dan bahwa dia merasa yakin akan hal itu?"
?"Tentu dia berkata begitu. Itu memang benar. Seorang pria harus menjaga nama
istrinya. Apalagi Dick." Dia diam, lalu menjelaskan, "Soalnya, saya sudah lama
kenal Dick Symmington." Aku agak terkejut.
"Benarkah begitu?" tanyaku. "Saya dengar dari * kakak Anda bahwa dia baru
beberapa tahun membuka praktek di sini."
"Memang benar, tapi Dick Symmington dulu sering datang dan menginap di desa kami
di daerah utara. Saya sudah mengenalnya bertahun-tahun."
Kaum wanita mengambil kesimpulan yang tidak diambil oleh kaum pria. Namun nada
bicara Aimee Griffith yang tiba-tiba melembut, membuatku jadi berpikir.
Aku memandang Aimee penuh selidik. Dia berkata lagi masih dengan nada lembut
?itu, "Saya kenal baik dengan Dick.... Dia seorang pria yang punya harga diri dan
sangat tertutup. Tapi dia adalah laki-laki yang sangat mudah cemburu."
"Dengan demikian jelaslah," kataku terangterangan,
"mengapa Nyonya Symmington sampai
takut memperlihatkan atau menceritakan padanya
mengenai surat itu, Dia ketakutan kalau-kalau
suaminya yang amat cemburuan itu tak mau
mempercayai katakatanya." ^
Nona Griffith memandangku dengan marah dan mencemooh.
"Ya, Tuhan," katanya, "apakah Anda pikir seorang wanita mau menelan racun kalium
sianida banyak-banyak gara-gara tuduhan yang ngawur?"
"Petugas pemeriksa mayat agaknya berpikir bahwa itu mungkin. Kakak Anda pun..."
Aimee memotong kata-kataku,
"Laki-laki semuanya sama saja. Mereka hanya memikirkan nama baik dan harga
dirinya. Tapi orang tidak akan berhasil menyuruh saya percaya pada soal
begituan. Bila seorang wanita yang tak bersalah menerima surat kaleng yang
kotor, dia hanya akan tertawa lalu membuangnya.
Itulah yang..." tiba-tiba dia diam, lalu menyambung, "akan saya lakukan."
Tapi aku sudah mendengar dia berhenti tiba-tiba. Aku hampir yakin, bahwa apa
yang hampir saja dikatakannya sebenarnya adalah, "Itulah yang telah saya
lakukan." Kuputuskan untuk menyerangnya dalam hal itu.
"Saya lihat," kataku dengan nada menyenangkan, "bahwa Anda juga telah menerima
surat semacam itu." Aimee Griffith adalah seorang wanita yang pantang berbohong. Dia diam
sebentar wajahnya memerah, lalu berkata,?"Ya, memang benar. Tapi itu saya anggap angin lalu."
"Kotorkah isinya?" tanyaku penuh simpati, sebagai orang yang pernah merasakannya
pula. "Tentu. Suratsurat begitu selalu kotor. Omong kosong orang gila. Saya membacanya
beberapa baris, lalu saya sadari surat apa itu dan langsung saya buang ke
keranjang sampah." "Tak adakah niat Anda untuk membawanya ke polisi?"
"Waktu itu, tidak. Makin sedikit dibicarakan, makin cepat hal itu dilupakan-
?begitulah perasaan saya."
Rasanya ada sesuatu yang mendesakku untuk berkata dengan bersungguhsungguh, 'Tak
ada asap tanpa api!" Tapi aku menahan diriku. Untuk menghindari godaan itu, aku
kembali ke persoalan Megan.
"Apakah Anda tahu tentang keadaan keuangan Megan?" Kutambahkan, "Bukannya saya
"*- *kadar ingin tahu saja. Saya sudah berpikir-pikir kalau-kalau dia terpaksa harus
bekerja untuk mencari nafkah."
"Saya rasa itu tidak terlalu perlu. Saya dengar, nenek dari pihak ayahnya telah
mewariskan uang sedikit untuknya. Dan bagaimanapun juga, Dick Symmington tetap
akan selalu memberinya tempat berteduh dan memberinya makan, meskipun ibunya
tidak meninggalkan apa-apa untuknya. Bukan mencari nafkah itu soalnya, melainkan
soal prinsip.*' "Prinsip apa?" "Bekerja, Tuan Burton. Tak ada yang lebih baik daripada bekerja, bagi laki-laki
maupun wanita. Dosa yang tak terampunkan adalah pengangguran."
"Sir Edward Grey," kataku, "yang kemudian menjadi menteri luar negeri kita
pernah dikeluarkan dari Universitas Oxford karena terlalu malas. Saya pun pernah
mendengar bahwa Duke of Wellington - orangnya membosankan dan tak punya minat
terhadap buku-bukunya. Dan pernahkah Anda sadari, Nona Griffith, bahwa Anda
mungkin tidak akan pernah bisa naik kereta api ekspres ke London bila si kecil
Georgie Stephenson dulu bertingkah laku seperti remaja pada umumnya dan tidak
hanya duduk terkantuk-kantuk sampai bosan di dapur ibunya, sampai akhirnya
gerakan aneh si tutup ketel, bila air di dalamnya mendidih, menarik perhatian
otaknya yang bebal?"
Aimee hanya mendengus. "Menurut teori saya," kataku, setelah ada pemanasan mengenai hal itu, "umumnya
penemuanpenemuan besar dan hasil karya jenius itu adalah berkat
pengangguran baik terpaksa maupun de"ngan sukarela. Memang lebih enak jika otak?kita disuapi dengan pikiran-pikiran orang lain, tapi bila otak tidak diberi
makanan tersebut, maka dengan enggan si otak akan bekerja sendiri
?dan ingat, cara berpikir yang begitu adalah cara berpikir yang orisinal dan
mungkin menghasilkan penemuanpenemuan yang berharga.
"Apalagi," lanjutku, sebelum Aimee sempat mendengus lagi, "ada pula seninya."
Aku bangkit lalu dari laci meja tulisku kuambil sebuah foto lukisan Cina yang
paling kusukai yang selalu kubawa ke mana-mana. Foto itu melukiskan seorang
laki-laki tua yang duduk di bawah pohon sambil mempermain-mainkan seutas tali
dengan jari-jari tangan dan kakinya.
"Saya peroleh di pameran Cina," kataku. "Saya sangat mengaguminya I/.inkanlah
saya memper"kenalkannya pada da. Lukisan ini bernama 'Laki-laki Tua Yang Stdang
Menikmati Senangnya Bersantai'."
Aimee Griffith tidak terke i oleh luki"an r*-indah itu. "Ah. orangorang v
"Apakah lukisan Anda?" tanyaku.
"Teru." ' minat pada adalah sikap suka membayangkan wanita yang bekerja mem"bayangkan
?mereka menyaingi..."
Aku terperanjat. Aku dianggap menentang eman"sipasi. Aimee benarbenar marah,
pipinya merah padam. "Anda menganggap remeh wanita yang meng"inginkan karir. Begitu pula orang tua
saya. Saya ingin benar menjadi dokter. Mereka sama sekali tak mau membiayainya.
Tapi untuk Owen, mereka melaku"kannya dengan rela. Padahal saya bisa menjadi
dokter yang lebih baik daripada kakak saya itu."
"Sayang sekali," kataku. "Anda tentu sedih sekali. Bila seseorang ingin
melakukan sesuatu..."
Dia cepatcepat memotong bicaraku, "Ah, saya sudah melupakannya sekarang. Saya
punya kemauan yang besar sekali. Hidup saya sibuk, dan saya aktif. Saya termasuk
orang yang paling berbahagia di Lymstock ini. Banyak yang harus saya kerjakan.
Tapi saya selalu menentang anggapan bodoh yang kolot, bahwa tempat kaum wanita
adalah di rumah." "Maafkan saya bila telah menyinggung perasaan Anda," kataku. "Sebenarnva 'kan Uu
maksud saya. Saya sama sekali tak bisa membayangkan Megan jadi ibu rumah
tangga." "Memang kasihan -anak itu. Saya rasa dia tidak
m iufca." Aimee sudah tenang m & "Tahukah
origan tegas, Saya "** 'avahnvi, lalu i dilakukan
"Saya tak tahu. Dan saya rasa, saya pun tak yakin. Tapi dia benarbenar orang
jahat. Kalau tak salah dia pernah dipenjarakan. Dan dia punya watak yang tak
beres, abnormal. Sebab itu saya tak akan heran kalau Megan itu 'kurang normal'."
"Seperti saya katakan tadi," kataku, "Megan punya pikiran yang benarbenar sehat,
saya bahkan menganggapnya gadis yang cerdas. Adik saya juga berpikir begitu.
Joanna suka sekali padanya."
"Saya kuatir adik Anda itu merasa bosan tinggal di sini," kata Aimee.
Waktu dia mengucapkan kalimat itu, aku dapat menduga sesuatu yang lain lagi.
Aimee Griffith tak suka pada adikku. Hal itu terdengar dalam nada bicaranya yang
lancar dan terpelihara. "Kami semua bertanya-tanya, bagaimana Anda berdua bisa tahan membenamkan diri di
tempat yang begini terpencil."
Itu kuanggap sebagai suatu pertanyaan dan aku menjawabnya.
"Karena perintah dokter. Saya diharuskan pergi ke suatu tempat yang sepi, di
mana tak pernah terjadi sesuatu." Aku berhenti, lalu kutambahkan, "Ternyata itu
tak sesuai dengan keadaan Lymstock sekarang ini."
"Tidak, memang tidak sesuai."
Kedengarannya dia merasa kuatir, lalu dia bangkit untuk pergi sambil berkata,
"Tahukah Anda ini semua harus dihentikan semua kejahatan ini! Kita tak boleh ? ?membiarkannya terus."
"Apakah polisi tidak berbuat apa-apa?" "Saya rasa sudah. Tapi saya rasa kita
harus menanganinya sendiri."
"Kita tak punya perlengkapan sebaik mereka." "Omong kosong. Mungkin kita punya
lebih banyak akal dan kecerdasan! Yang kita butuhkan hanyalah kemauan untuk
bertindak." Mendadak dia minta diri, lalu pergi. Waktu Joanna dan Megan kembali dari
berjalan-jalan kuperlihatkan pada Megan lukisan Cina itu. Wajahnya berseri.
"Indah sekali, ya?" katanya.
"Begitu pulaialvpendapatku." Dahinya berkerut dengan cara yang sudah kukenal.
"Tapi akan sulit, bukan?" "Untuk menganggur?"
"Bukan, bukan sulit untuk menganggur tapi untuk menikmatinya. Kalau Anda sudah ?sangat tua, barulah..."
Dia berhenti, dan aku berkata, "Tapi orang ini memang sudah tua."
"Maksud saya bukan tua begitu. Bukan tua umurnya. Maksud saya tua dalam dalam..."
?"Maksudmu," kataku, "bahwa seseorang harus mencapai suatu tingkat hidup yang tinggi sekali untuk
dapat menikmati hal-hal seperti itu yah, sesuatu yang canggih, bukan" Kurasa ?aku akan melengkapi pendidikanmu, Megan, dengan cara membacakan untukmu seratus
syair yang diter"jemahkan dari bahasa Cina."
3 Siang harinya aku bertemu dengan Symmington di kota.
"Bolehkah Megan tinggal lebih lama dengan kami?" tanyaku. "Dia bisa menemani
Joanna ?Joanna kadangkadang agak kesepian karena tak ada teman-temannya di sini."
"Oh eh Megan" Oh, ya, Anda baik sekali."
? ?Pada saat itu aku mulai tak suka pada Symmington, dan perasaan itu tak bisa
dihilangkan. Jelas bahwa dia benarbenar sudah melupakan Megan. Aku bisa memahami
seandainya dia benarbenar tak suka pada gadis itu seorang pria kadangkadang
?mungkin merasa iri terhadap anak tirinya tapi Symmington bukan tak suka
?padanya, dia boleh dikatakan mengabaikannya.
Perasaannya terhadap gadis itu seperti perasaan seorang pria yang tidak menyukai
anjing dan melihat ada anjing di rumahnya. Dia baru melihat di rumahnya ada
anjing kalau dia tersandung binatang itu, dan dia menyumpahinya. Kadangkadang,
setengah tak peduli, ditepuk-tepuknya anjing itu bila binatang itu mendekat
minta ditepuk. Sikap Symmington yang tak peduli terhadap anak tirinya itu sangat
menjengkelkanku. "Apa rencana Anda mengenai dia?" tanyaku.
"Mengenai Megan?" Dia kelihatan terkejut. "Yah, dia boleh terus tinggal di
rumah. Maksud saya, tentu boleh, karena itu rumahnya juga."
Nenekku yang sangat kucintai biasa menyanyikan lagu-lagu kuno dengan iringan
gitar. Aku ingat, satu di antaranya berakhir begini.
"Oh, gadis tersayang, aku tak ada di sini Aku tak punya tempat, tak punya rumah,
Tak ada tempat berteduh, di laut maupun di darat. Kecuali dalam hatimu "
Aku pulang sambil menyenandungkan lagu itu.
Baru saja cangkir-cangkir teh dibereskan, Nona Emily Barton datang.
Dia ingin berbicara tentang kebun. Kira-kira setengah jam lamanya kami
membicarakan kebun itu. Kemudian kami kembali ke rumah.
Waktu itulah dengan merendahkan suaranya dia bergumam, "Saya sungguhsungguh
berharap bahwa anak itu bahwa dia tidak terlalu sedih karena kejadian yang
?mengerikan ini," "Maksud Anda gara-gara kematian ibunya itukah?"
"Ya, tentu itu juga. Tapi maksud saya yang sebenarnya adalah keadaan yang tidak
?menyenang"kan di balik itu."
Aku ingin tahu. Dan aku ingin melihat reaksi Nona Barton.
"Bagaimana pendapat Anda mengenai hal itu" Apakah itu benar?"
"Ah, tidak, tidak, sama sekali tak benar. Saya yakin bahwa Nyonya Symmington tak
pernah?bahwa suaminya tidak," wajah Emily Barton yang mungil itu memerah dan tampak
?kebingungan "maksud saya, itu semua memang tak benar meskipun bisa saja itu
? ?merupakan suatu pemba"lasan."
"Suatu pembalasan?" tanyaku sambil menatapnya.
Wajah Emily Barton merah padam, persis patung gembala wanita dari porselen
Dresden. "Mau tak mau saya punya perasaan bahwa suratsurat yang keji itu, yang menjadi
penyebab kesedihan dan" sakit hati itu, mungkin dikirimkan dengan sengaja"
"Jelas dikirimkan dengan sengaja," kataku ketus.
"Tidak, tidak, Tuan Burton,-Anda salah mengerti. Saya tidak membicarakan orang
yang salah didik yang telah menulisnya dia pasti orang yang merasa dikucilkan.
?Maksud saya, takdirlah yang me"nyebabkannya beredar! Mungkin untuk menyadar"kan
kita akan kekurangankekurangan kita."
"Dalam hal itu," kataku, "Yang Mahakuasa tentu bisa memilih senjata yang kurang
mematikan." Nona Emily bergumam bahwa Tuhan bertindak dengan cara yang misterius.
"Tidak," kataku. 'Terlalu sering orang mengem"balikan pada Tuhan segala
kejahatan yang dilakukan dengan kemauannya sendiri. Anda seolaholah percaya pada
setan saja. Tuhan sebenarnya tak perlu menghukum kita, Nona Barton. Kitalah yang
sibuk menghukum diri kita sendiri."
"Saya tak mengerti, mengapa orang mau berbuat seperti itu?"


Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku mengangkat bahu. "Kelainan mental, mungkin."
"Rasanya menyedihkan sekali."
"Bagi saya tidak menyedihkan. Bagi saya hal itu terkutuk. Dan saya tidak
menyesal menggunakan perkataan itu. Memang itulah yang saya maksud."
Pipi Nona Barton tidak lagi merah, pipi itu kini berubah menjadi putih.
"Tapi mengapa, Tuan Burton, mengapa" Kese"nangan apa yang bisa diperoleh dengan
menulis surat seperti itu?"
"Syukurlah bahwa Anda maupun saya tak bisa memahami hal itu."
Emily Barton merendahkan suaranya, "Kata orang Bu Cleat tapi saya benarbenar
?tak bisa percaya." Aku menggeleng. Dia berkata lagi dengan berapi-api,
"Masalah seperti ini belum pernah terjadi di sini sepanjang ingatan saya, belum
?pernah. Kami merupakan suatu masyarakat kecil yang berbahagia. Apa yang akan
dikatakan oleh ibu saya tercinta" Yah, saya harus bersyukur bahwa beliau tak
perlu ikut mengalaminya."
Kupikir, berdasarkan apa yang kudengar, Nyonya Barton tua cukup kuat untuk
menerima segala macam cobaan, dan mungkin malah menyukai sensasi seperti ini.
"Saya sedih sekali gara-gara ini," lanjut Emily.
"Anda sendiri eh tidak pernah menerima apa-apa, kan?"? ?Wajahnya menjadi merah padam.
"Ah, tidak tentu tidak. Oh! Itu akan mengerikan sekali."
?Aku cepatcepat minta maaf, tapi dia sudah pergi begitu saja. Dia kelihatan
risau. Aku masuk ke dalam rumah. J oanna sedang berdiri di ruang tamu, dekat perapian
yang baru saja dinyatakannya, karena malam-malam memang masih dingin.
Di tangannya ada sehelai surat yang terbuka.
Waktu aku masuk dia menoleh cepat.
"Jerry! Aku menemukan surat ini di dalam kotak surat dimasukkan dengan tangan.
?Surat ini dimulai dengan, 'Hei, perempuan jalang yang mencr*....' "
^berdandan berlebih-lebihan
"Apa lagi isinya?"
Joanna tertawa lebar tetapi masam.
"Katakata kotor seperti biasa."
Surat itu dilemparkannya ke dalam api. Dengan cepat, hingga punggungku sakit,
kutarik surat itu sebelum mulai dijilat api.
"Jangan," kataku. "Mungkin kita membutuh"kannya."
"Membutuhkannya?"
"Untuk polisi."
5 Inspektur Polisi Nash mengunjungiku esok paginya. Sejak pertama kali melihatnya,
aku langsung merasa suka padanya. Dia adalah contoh seorang kepala bagian
intelijen daerah yang terbaik. Dia bertubuh tinggi, tegap, berpotongan tentara,
bermata tenang seolaholah merenung, dan bersikap sederhana, apa adanya.
"Selamat pagi, Tuan Burton," katanya, "saya rasa Anda bisa menduga untuk apa
sava mengunjungi Anda."
"Ya, saya rasa bisa. Tentu untuk urusan surat itu," Dia mengangguk.
"Saya dengar Anda pun menerimanya." "Benar, segera setelah kami tiba di sini."
"Bagaimana bunyinya?"
Aku berpikir sebentar, kemudian kuceritakan dengan berhati-hati isi surat itu
setepat mungkin. Kepala polisi itu mendengarkan dengan wajah polos, yang tidak membayangkan
perasaan apaapa. Setelah aku selesai, dia berkata,
"Oh, begitu. Anda tidak menyimpan surat itu, Tuan Burton?"
"Maaf. Tidak. Soalnya, saya pikir hanya terjadi sekali itu saja untuk
menunjukkan rasa benci terhadap pendatang-pendatang baru di tempat ini."
Inspektur polisi itu mengangguk penuh penger"tian.
"Sayang sekali," katanya singkat.
"Tapi," kataku, "adik saya menerima satu lagi kemarin. Saya masih sempat
mencegahnya melem"parkan surat itu ke dalam api."
"Terima kasih, Tuan Burton, Anda bijaksana."
Aku menyeberangi kamar menuju mejaku, lalu membuka kunci laci, tempat aku
menyimpannya. Kupikir, surat itu tak pantas dilihat oleh Partridge. Kuberikan surat itu pada
Nash. Dibacanya surat itu sampai habis. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan
bertanya, "Apakah surat ini sama rupanya dengan yang terdahulu?"
"Saya rasa sama sejauh yang saya ingat."?"Perbedaan yang sama antara amplop dan isi suratnya?"
"Ya," kataku. "Amplopnya diketik. Suratnya sendiri merupakan katakata yang
tercetak yang direkatkan pada sehelai kertas."
Nash mengangguk lalu memasukkan surat itu ke dalam sakunya. Katanya, "Apakah
Anda mau ikut saya ke kantor polisi, Tuan Burton" Di sana kita bisa mengadakan
pertemuan dan kita bisa menghemat waktu serta tak perlu mengulang-ulang
persoalan yang sama."
"Tentu," sahutku. "Apakah Anda ingin saya ikut sekarang?"
"Bila Anda tidak keberatan." Di depan pintu rumah ada mobil polisi. Kami naik
mobil itu. "Apakah Anda rasa, Anda akan bisa menemukan pelakunya?" kataku.
Nash mengangguk yakin. "Oh, ya, kami pasti bisa menemukan pelakunya. Ini hanya soal waktu dan rutin
saja. Perkaraperkara seperti ini memang lamban, tapi pasti. Soalnya hanya
mempersempit kemungkinankemungkinan saja."
"Mempersempit kemungkinan?" tanyaku.
"Ya. Dan pekerjaan rutin biasa."
"Seperti memperhatikan kotak-kotak surat, me"meriksa mesin-mesin tik, sidik-
sidik jari, dan sebagainya itu?"
Dia tersenyum. "Begitulah."
Di kantor polisi kulihat Symmington dan Griffith sudah ada di sana. Aku
diperkenalkan pada seorang pria jangkung yang berahang lebar dan berpakaian
preman, Inspektur Graves.
"Inspektur Graves telah datang dari London untuk membantu kita," kata Nash
menjelaskan. "Beliau ahli dalam menangani perkara suratsurat kaleng."
Inspektur Graves tersenyum murung. Kubayang"kan bahwa hidup yang dihabiskannya
untuk mengusut penulis-penulis suratsurat kaleng tentu sangat menyedihkan. Namun
Inspektur Graves memperlihatkan semacam semangat kerja.
"Semua perkara macam ini sama saja," katanya dengan suara dalam yang
menyedihkan, seperti erangan anjing pelacak yang murung. "Anda akan heran
melihatnya. Heran melihat katakata yang dipilihnya serta isi surat itu sendiri."
"Kami pernah membongkar perkara semacam ini dua tahun yang lalu," kata Nash,
"Waktu itu Inspektur Graves juga yang membantu kami,"
Beberapa dari suratsurat itu terbentang di meja di hadapan Graves. Rupanya dia
sedang memeriksanya. "Kesulitannya adalah," kata Nash, "untuk men"dapatkan surat-suratnya. Kalau
tidak langsung melemparkannya ke dalam api, mereka tak mau mengakui bahwa mereka
telah menerima surat semacam itu. Bodoh benar, dan begitu takut terlibat dengan
polisi. Orangorang sini masih terbelakang."
"Tapi kita sudah punya cukup banyak petunjuk untuk ditangani," kata Graves. Nash
mengeluarkan surat yang tadi kuberikan padanya dari sakunya, lalu dilemparkannya
ke arah Graves. Yang tersebut kemudian membacanya sampai habis, meletakkannya bersama yang lain-
lain, lalu berkata dengan nada yang menyenangkan, "Bagus sekali benarbenar ?bagus sekali." Aku tidak akan bisa melukiskan suratsurat kaleng itu dengan cara
demikian, tapi kurasa, para ahli punya pandangan tersendiri. Aku senang bahwa
caci-maki yang panjang lebar dan bersifat porno itu menyenangkan hati seseorang.
"Kita sudah punya cukup petunjuk untuk ditangani," kata Graves lagi, "dan saya
minta Anda sekalian, Tuan-tuan, bila Anda menerima surat kaleng lagi, segeralah
serahkan pada kami. Juga, bila Anda mendengar tentang seseorang yang
menerima"nya (khususnya Anda, Dokter, di antara pasienpasien Anda), usahakan
?benarbenar untuk mengan"jurkan pada mereka agar datang kemari me"nyerahkannya.
Pada say a ada..." dengan tangan yang cekatan dipilihnya di antara barangbarang
yang ada di hadapannya, "satu untuk Tuan Symmington, yang sudah dua bulan yang
lalu diterimanya, satu kepada Dokter Griffith, satu untuk Nona Ginch, satu
ditulis kepada Nyonya Mudge, istri tukang daging, satu kepada Jennifer Clark,
pelayan bar di rumah minum Th ree Crowns, satu yang diterima oleh Nyonya
Symmington, yang satu ini kepada Nona Burton oh, ya, dan satu ditujukan kepada
?manajer bank." ^ "Suatu koleksi yang mewakili segala lapisan," kataku.
"Dan tak satu pun yang tak bisa saya samakan dengan perkaraperkara yang lain!
Yang sebuah ini sama sekali tak berbeda dengan yang ditulis oleh perempuan
penjual topi itu. Yang ini serupa benar dengan yang terjadi di
Northumberland yang ditulis oleh seorang siswi suatu sekolah.
?Bisa saya katakan, Tuan-tuan, bahwa kadangkadang saya ingin melihat sesuatu yang
baru, bukan yang selalu sama saja."
"Tak ada satu pun yang baru di dunia ini," * gumamku.
?"Memang begitu, Tuan. Anda akan lebih me"nyadari hal itu bila Anda berada dalam
profesi kami." Nash mendesah, lalu berkata, "Memang begitu." Symmington
bertanya, 'Apakah Anda sudah mempunyai pendapat yang pasti mengenai penulisnya?"
Graves berdehem, lalu memberikan kuliah singkat,
"Ada persamaanpersamaan tertentu pada suratsurat ini. Akan saya kemukakan
persamaanpersamaan itu, Tuan-tuan, kalau kalau bisa menim"bulkan suatu gagasan
dalam pikiran Anda sekalian. Isi surat itu disusun dari katakata yang terdiri
dari huruf-huruf lepas yang digunting dari sebuah buku. Bukunya adalah buku tua,
yang menurut saya dicetak sekitar tahun 1830.
Rupanya itu dilakukan untuk menghindari kemungkinan penulisnya dikenali mela"lui
tulisan tangan, yang seperti diketahui oleh kebanyakan orang, di zaman sekarang
itu merupakan hal yang cukup mudah.... Apa yang disebut orang penyamaran tulisan
tangan tidak banyak berhasil bila dihadapkan pada tes-tes seorang ahli. Pada
suratsurat maupun amplop-amplopnya tak ada sidik jari yang jelas. Artinya,
suratsurat itu sudah dipegang-pegang oleh petugas-petugas pos, si penerima, dan
ada pula sidik-sidik jari lainnya, tapi tak ada satu pun yang sama dengan sidik
jari lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa orang yang membuatnya sangat berhati-
hati dan memakai sarung tangan. Amplop-amplopnya diketik dengan mesin tik merk
Windsor 7, yang sudah tua, dan huruf a serta f-nya tak sejajar lagi dengan
garis. Kebanyakan dari suratsurat itu diposkan di kantor pos setempat, atau
dimasukkan ke dalam kotak pos seseorang oleh si penulis sendiri. Oleh karenanya
jelas bahwa suratsurat itu dibuat oleh penduduk daerah ini. Suratsurat itu
ditulis oleh seorang wanita, dan menurut pendapat saya seorang wanita setengah
baya atau lebih tua, dan mungkin, meskipun belum pasti benar, seorang wanita
yang tidak menikah."
Beberapa menit lamanya kami tetap diam. Kemudian aku berkata, "Mesin tik itu
merupakan pegangan Anda yang paling kuat, bukan" Itu tidak akan sulit di tempat
yang sekecil ini." Inspektur Graves menggeleng dengan sedih dan
berkata, "Anda keliru, Tuan."
"Malangnya," kata Inspektur Nash, "mesin tik itu soal yang terlalu mudah. Mesin
tik itu bekas milik Tuan Symmington, yang telah diberikannya pada yayasan wanita
di sini, yang mudah sekali didatangi. Semua wanita di sini sering keluar-masuk
vayasan itu." "Tak dapatkah Anda mengatakan dengan pasti mengenai eh apa yang kalian namakan? ?ketu"kannya?"
Graves mengangguk lagi. "Ya, itu bisa dilakukan tapi amplopamplop itu telah diketik oleh seseorang yang
?menggunakan satu jari. "Jadi seseorang yang tak terbiasa dengan mesin tik itu?"
"Tidak, saya rasa bukan begitu. Katakanlah, seseorang yang pandai mengetik, tapi
tak ingin kita sampai mengetahui hal itu."
"Orang yang menulis suratsurat itu tentu cerdik sekali," kataku lambatlambat.
"Memang, Tuan, wanita itu memang cerdik," kata Graves. "Dia tahu semua tipu daya
soal itu." "Tak saya sangka bahwa salah seorang wanita desa di tempat ini punya akal
seperti itu," kataku.
Graves mendehem. "Saya rasa masih ada yang harus saya jelaskan. Suratsurat itu ditulis oleh
seorang wanita yang berpendidikan."
"Apa" Oleh seorang wanita terhormat?"
Katakata itu meluncur begitu saja tanpa kusadari. Sudah bertahun-tahun aku tidak
menggunakan katakata "wanita terhormat" itu. Tapi kini katakata itu keluar
secara otomatis. Maka bergemalah suatu suara dari zaman yang sudah lama lewat,
suara nenekku yang mengandung nada angkuh, berkata, 'Tentu saja, dia bukan
wanita terhormat, Sayang," Nash langsung mengerti. Perkataan wanita terhor"mat
masih punya arti baginya.
*Tak perlu seorang wanita terhormat," katanya. "Tapi jelas bukan wanita desa
biasa. Mereka di sini kebanyakan buta huruf, tak pandai mengeja, dan pasti tak
bisa menyatakan isi hatinya dengan lancar," Aku terdiam, karena terkejut.
Masyarakat di sini kecil sekali. Tanpa kusadari kubayangkan penulis suratsurat
itu sebagai Bu Cleat atau wanita semacam dia, seorang yang kurang waras, yang
penuh kebencian tapi cerdik.
Symmington mengucapkan apa-apa yang terpikir olehku itu. Dengan tajam dia
berkata, "Lalu dengan demikian menyempitlah jumlah orangorang yang dicurigai
menjadi enam sampai dua belas orang di seluruh desa ini!" "Benar."
"Saya tak percaya."
Kemudian dengan agak bersusah-payah, sambil memandang lurus ke depannya
seolaholah mende"ngar katakatanya sendiri pun dia sudah merasa jijik, dia
berkata, "Anda sudah mendengar pernyataan saya pada pemeriksaan pengadilan dulu.
Bila Anda berpikir bahwa pernyataan itu saya kemukakan hanya sekadar untuk
melindungi kenangan istri saya, maka ingin saya ulangi sekarang bahwa saya
benarbenar yakin apa yang tercantum dalam surat yang diterima istri saya adalah
sama sekali bohong. Saya yakin betul bahwa itu bohong. Istri saya adalah seorang
wanita yang peka, dan eh yah, mungkin bisa kita sebut terlalu santun dalam ? ?beberapa hal. Surat semacam itu akan merupakan suatu kejutan yang besar baginya,
padahal kesehatannya tidak begitu baik."
Graves langsung menanggapi,
"Itu mungkin benar, Tuan. Tak satu pun dari suratsurat itu menunjukkan tanda-
tanda bahwa penulisnya mengenal dekat sasarannya. Hanya tuduhan-tuduhan membabi-
buta. Bukan usaha un"tuk memeras. Dan agaknya bukan pula karena alasan
keagamaan seperti yang biasanya kita temui. Di situ dikemukakan soal-soal seks
?dan dendam! Dan itu akan memberi kita petunjuk yang baik ke arah penulisnya."
Symmington bangkit. Meskipun pria itu kaku dan tak punya emosi, namun bibirnya
gemetar juga. "Saya harap Anda segera menemukan setan yang menulis surat ini. Dia telah
membunuh istri saya, seolaholah dia telah menikamnya dengan pisau." Dia
berhenti. "Ingin benar saya tahu bagaimana perasaan perempuan itu sekarang?"
Dia berjalan ke luar, membiarkan pertanyaan itu tanpa jawaban.
"Bagaimana perasaan perempuan itu, Griffith?" tanyaku. Aku merasa bahwa
jawabannya ada di bidang dokter itu.
"Hanya Tuhan yang tahu. Mungkin menyesal. Sebaliknya, mungkin pula dia sedang
menikmati hasilnya. Kematian Nyonya Symmington mungkin telah memuaskan nafsu
jahatnya." "Saya harap saja tidak," kataku, sambil bergidik sedikit. "Karena kalau begitu
dia akan..." Aku bimbang, dan Nash menyelesaikan kalimat itu untukku.
"Dia akan mencoba lagi" Maka, Tuan Burton, itu akan merupakan kejadian yang
paling menguntung"kan kita. Ingatlah, Tuan, penjahat yang berhasil cenderung
untuk mengulangi perbuatannya."
"Dia akan gila kalau dia melakukannya terus," aku berseru.
"Dia akan melakukannya term," kata Graves. "Selalu begitu. Tahukah Anda, mereka
selalu begitu, tak bisa menghentikan keinginannya sendiri."
Aku menggeleng kuat-kuat. Kutanyakan apakah mereka masih membutuhkan aku. Aku
ingin keluar menghirup udara segar. Suasana di situ rasanya dipenuhi kejahatan.
'Tak ada lagi, Tuan Burton," kata Nash. "Hanya tolong buka mata Anda terus, dan
tolong propagandakan sebanyak-banyaknya maksud saya, de sak orangorang supaya ?mereka mau melaporkan setiap surat yang mereka terima."
Aku mengangguk. "Saya rasa setiap orang di tempat ini telah menerima surat kotor itu sekarang,"
kataku/ "Saya ingin tahu," kata Graves. Ia memiringkan kepalanya dengan wajah sedih,
lalu bertanya, "Tak tahukah Anda, dengan pasti, seseorang yang tidak menerima
surat?" "Aneh sekali pertanyaan Anda itu! Tidak semua penduduk di sini mau membukakan
rahasianya pada saya."
'Tidak, Tuan Burton, tidak, bukan itu maksud saya. Saya hanya ingin tahu kalau-
kalau Anda tahu seseorang yang pasti, yang Anda ketahui benar, tidak menerima
surat kaleng."

Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yah, terus terang," kataku agak ragu, "sebenar"nya saya tahu."
Lalu kuulangi percakapanku dengan Emily Barton dan apa yang dikatakan wanita
itu. Graves menerima informasiku itu dengan wajah datar dan berkata, "Yah, itu
mungkin berguna. Akan saya catat itu."
Aku keluar bersama Owen Griffith. Matahari petang masih cerah sinarnya. Begitu
tiba di jalan, aku menyumpah-nyumpah dengan nyaring.
'Tempat apaan ini! Inikah tempat yang pantas didatangi seseorang yang harus
berbaring-baring di sinar matahari dan menyembuhkan luka-lukanya" Tempat ini
penuh dengan racun busuk, padahal kelihatannya sedamai dan setenang taman
firdaus." "Bahkan di sana sekalipun," kajta Owen datar, "ada seekor ular berbisa."
"Aku ingin tahu, Griffith, apakah mereka sudah mengetahui sesuatu" Apakah mereka
punya suatu gagasan?"
"Entahlah. Mereka punya teknik luar biasa. Polisi ini kelihatannya begitu
berterus terang, padahal sebenarnya mereka tidak menceritakan apa-apa kepada
kita." "Ya. Nash itu orang baik."
"Dan juga pandai sekali."
"Bila ada seseorang yang tak waras di tempat ini, kaulah yang seharusnya tahu,"
kataku menuduh. Graffith menggeleng. Kelihatannya dia kehilangan semangat. Tapi selain daripada
itu, dia juga kelihatan cemas. Aku berpikir-pikir kalau-kalau ada yang
diketahuinya tentang hal ini.
Kami sedang herjalan di sepanjang High Street. Aku berhenti di kantor pengusaha
penyewaan rumah-rumah. "Kurasa sudah waktunya aku membayar cicilan kedua uang sewa rumahku sebagai ?bayaran di muka. Ingin benar aku membayarnya lalu angkat kaki dari sini dengan
Joanna. Persetan dengan sisa masa sewa ini."
"Jangan pergi," kata Owen. "Mengapa tidak?"
Dia tidak segera menyahut. Beberapa saat kemudian dia berkata lambatlambat,
"Bagaimanapun juga aku pun berpendapat bah"wa kau benar. Lymstock merupakan
?suatu tempat yang tak sehat sekarang. Mungkin mungkin kau akan mendapat
?kesusahan, atau atau adikmu."
?"Tidak ada yang bisa menyusahkan Joanna," kataku. "Dia orang kuat. Akulah yang
lemah. Pokoknya urusan ini membuatku muak."
"Aku pun muak dibuatnya," kata Owen.
Kudorong pintu kantor penyewaan rumah itu hingga setengah terbuka.
"Tapi aku tidak akan pergi," kataku. "Rasa'ingin tahuku yang besar lebih kuat
daripada rasa takutku. Aku ingin tahu penyelesaiannya."
Lalu aku masuk. Seorang wanita yang sedang mengetik bangkit lalu mendatangiku. Rambutnya
keriting kribo dan dia tersenyum dibuat-buat, tapi dia kuanggap lebih cerdas
daripada anak muda berkaca mata yang sebelumnya, yang sok berkuasa* di bagian
luar kantor itu. Beberapa menit kemudian sesuatu yang kukenali tentang wanita itu meresapi
kesadaranku Dia adalah Nona Ginch, bekas juru tulis Symmington. Kukata"kan hal
itu padanya, "Anda dulu bekerja di kantor Galbraith dan Symmington, bukan?"
tanyaku. "Ya. Ya, benar. Tapi saya pikir lebih baik saya berhenti. Ini pun suatu
pekerjaan yang baik, meskipun tidak terlalu tinggi bayarannya. Tapi banyak hal-
hal yang lebih berharga danpada uang, sependapatkah Anda dengan saya?"
"Tentu," kataku.
"Suratsurat keji itu," bisik Nona Ginch dengan suara mendesis. "Saya menerima
sebuah yang sangat mengerikan. Tentang saya dan Tuan Symmington ah, mengerikan
?sekali, berisi hal-hal yang sangat menjijikkan*. Saya tahu kewajiban saya, dan
saya menyerahkannya pada polisi, meskipun hai itu tentu tidak enak bagi saya
bukan?" "Tentu, tentu tidak enak."
'Tapi polisi berterima kasih pada saya dan mengatakan bahwa saya telah bertindak
benar. Tapi saya merasa bahwa, bila setelah itu orangorang bergunjing dan itu
?tentu telah mereka lakukan, kalau tidak dari mana si penulis mendapat gagasan
seperti itu " maka saya harus menghindari muncul"nya kejahatan. Padahal sama
? sekali tak ada yang salah dalam hubungan saya dengan Tuan Symmington."
Aku merasa salah tingkah.
'Tentu tidak." "Tapi orang punya pikiran-pikiran yang jahat. Ya, sayang sekali pikiran mereka
jahat!" Dengan gugup aku mencoba untuk menghindari pandangannya, tetapi tanpa kusengaja
tertatap juga olehku matanya, dan aku menemukan sesuatu yang sangat tidak
menyenangkan. Nona Ginch sedang merasa senang dan puas.
Sebelum itu aku sudah menemukan seseorang yang bersikap senang terhadap
suratsurat kaleng itu. Sikap senang Inspektur Graves adalah sehubungan dengan
pekerjaannya. Rasa senang Nona Ginch, menurutku, bersifat sugestif dan
menjijikkan. Pikiranku yang sedang terkejut tiba-tiba disambar suatu gagasan.
Apakah Nona Ginch sendiri yang telah menulis Suratsurat itu"
BAB TUJUH i WAKTU aku tiba di rumah kudapati Nyonya Dane Calthrop sedang duduk bercakapcakap
dengan Joanna. Menurut penilaianku, dia kelihatan pucat dan tak sehat.
"Ini merupakan guncangan yang mengerikan bagi saya, Tuan Burton," katanya.
"Kasihan dia, kasihan dia."
"Ya," kataku. "Ngeri rasanya mengingat seseo"rang sampai terdorong untuk
menghabisi nyawanya sendiri."
"Oh, maksud Anda Nyonya Symmington?" "Bukan diakah maksud Anda?" Nyonya Dane
Calthrop menggeleng. "Tentu kita kasihan padanya, tapi bagaimanapun juga hal itu akan terjadi juga,
bukan?" "Benarkah?" kata Joanna datar. Nyonya Dane Calthrop berpaling kepadanya.
"Oh, saya rasa memang begitu. Bila kita sudah bertekad untuk bunuh diri supaya
terlepas dari kesulitan, maka kesulitan itu sendiri takkan berarti lagi. Begitu
dia menghadapi suatu guncangan yang tidak menyenangkan, dia lalu melaksanakan
niatnya. Kesimpulannya adalah bahwa dia memang wanita macam itu. Bukan karena seseorang
bisa menduga sebelumnya. Menurut saya, dia seorang wanita egois yang agak bodoh,
sangat mencintai kehidupan. Saya rasa dia-bukanlah orang yang mudah panik tapi ?saya jadi sadar, betapa sedikitnya pengetahuan saya tentang seseorang."
"Saya masih ingin tahu siapa yang Anda maksud waktu Anda berkata, 'Kasihan dia.'
" kataku. Dia menatapku. "Perempuan yang menulis suratsurat itu tentu."
"Saya rasa," kataku datar, "saya tidak akan menyia-nyiakan rasa simpati saya
padanya." Nyonya Dane Calthrop membungkukkan tubuh"nya. Diletakkannya tangannya ke
lututku. 'Tapi apakah Anda tidak menyadari tak bisakah Anda merasakannya" Gunakanlah ?daya khayal Anda, Bayangkan betapa putus asanya, betapa tidak bahagianya orang
yang terpaksa duduk dan menulis suratsurat itu. Betapa kesepiannya dia, terkucil
dari sesama manusia. Hatinya yang diracuni dengan racun hitam pekat dan jahat
menemukah penyaluran dengan cara ini. Itu sebabnya saya marah pada diri saya
sendiri. Seseorang di kota ini tersiksa oleh perasaan tak bahagia, tak berdaya,
dan saya tak tahu siapa dia. Seharusnya saya tahu. Kita tak bisa melawannya
dengan perbuatart itu takkan saya lakukan. Tapi perasaan getir karena tidak
?bahagia itu tak ubahnya seperti lengan yang membusuk, hitam, dan bengkak. Bila
?Anda bisa memotong dan mengeluarkan racunnya, maka racun itu akan mengalir ke
luar tanpa meninggalkan akibat yang berbahaya. Ya, memang, benarbenar kasihan
dia, kasihan dia." Dia bangkit akan pergi. Aku tak bisa membenarkannya. Aku tetap tak punya simpati terhadap penulis
suratsurat kaleng itu. Tapi aku bertanya karena ingin tahu,
"Apakah Anda punya bayangan, Nyonya Dane Calthrop, siapa wanita itu?"
Dia mengarahkan matanya yang indah, yang membayangkan kebingungan, kepadaku.
"Yah, saya bisa menduga," katanya. "Tapi saya mungkin keliru, bukan?"
Dia cepatcepat keluar, setibanya di pintu dia menoleh lagi kepadaku dan
bertanya, "Tolong katakan, Tuan Burton, mengapa Anda belum menikah?"
Bila orang lain yang bertanya begitu, kita akan mengatakannya lancang. Tetapi
karena Nyonya Dane Calthrop yang bertanya, kita hanya merasa bahwa hal itu tiba-
tiba saja masuk ke kepalanya dan dia benarbenar ingin tahu.
"Bolehlah dikatakan," kataku sambil mengumpul"kan tenaga, "saya belum menemukan
wanita yang cocok." "Memang dapat kita katakan begitu," kata Nyonya Dane Calthrop, "tapi itu bukan
jawaban yang baik, karena nyatanya banyak laki-laki yang mengawini wanita yang
salah." Kali ini dia benarbenar pergi.
Joanna berkata, "Tahukah kau, kurasa dia benarbenar gila. Tapi aku suka padanya. Orang di desa
ini takut padanya." "Aku pun agak takut."
"Karena kau tak tahu apa yang mungkin akan terjadi?"
"Ya. Dan dalam dugaan-dugaannya itu terlihat kecemerlangan otaknya yang
kelihatannya tidak pedulian."
"Apakah kau juga berpikir bahwa siapa pun yang menulis suratsurat itu tak
berbahagia?" kata Joanna pelan.
"Aku tak tahu pikiran atau perasaan perempuan terkutuk itu! Dan aku pun tak
peduli. Korbannyalah yang kukasihani."
Aku sekarang merasa heran bahwa dalam spekulasi kami mengenai apa yang
dipikirkan si Pena Beracun itu, kami tak bisa membayangkan sesuatu yang jelas
dan nyata. Griffith menggambarkannya sebagai wanita yang menikmati
kemenangannya. Aku membayangkannya dalam keadaan menyesal di"hantui oleh akibat?perbuatannya. Sedang Nyonya Dane Calthrop melihatnya dalam keadaan mende"rita.
Namun, reaksi yang benar, yang nyata, tidak kami pikirkan atau tepatnya harus
?kukatakan, aku yang tidak memikirkannya. Reaksi itu adalah 'Rasa takut1.
Karena dengan kematian Nyonya Symmington, suratsurat itu telah lolos dari suatu
kategori ke kategori berikutnya. Aku tak tahu bagaimana kedudukannya secara
hukum mungkin Symming"ton tahu. Tapi jelas, bahwa dengan mengakibatkan suatu
?kematian, kedudukan penulis suratsurat itu menjadi jauh lebih serius. Kini hal
itu tak bisa lagi dianggap sebagai suatu lelucon bila identitas si penulis telah
berhasil diketahui. Polisi sudah mulai aktif, seorang ahli dari Scotland Yard
telah diminta datang. Kini si penulis gelap itu harus lebih hati-hati lagi
menyembunyikan diri. Dan bila rasa takut memang merupakan reaksi utamanya, hal-hal yang lain akan
menyusul. Mengenai kemungkinankemungkinan itu pun aku buta. Namun bagaimanapun juga, ada
haUhal yang menjadi makin nyata.
2 Esok paginya aku dan Joanna agak terlambat turun untuk sarapan. Maksudku,
terlambat untuk ukuran Lymstock. Hari sudah pukul setengah sepuluh. Pada pukul
sekianv di London, Joanna haru saja membuka sebelah kelopak matanya, sedang
mataku mungkin masih tertutup rapat. Tapi waktu Partridge bertanya 'Apakah Anda
sarapan pukul setengah sembilan atau pukul sembilan"'
baik aku maupun Joanna tak berani mengusulkan agar lebih siang lagi.
Aku jengkel karena melihat Aimee Griffith, yang sedang bercakapcakap dengan
Megan di pintu depan. Melihat kami, dia menyapa ceria seperti biasa.
"Halo, Orangorang pemalas! Saya sudah berjam-jam bangun!"
Itu tentulah urusannya sendiri. Seorang dokter tentu harus sarapan pagi-pagi,
dan seorang adik perempuan yang tahu kewajibannya tentu harus sudah siap untuk
menuangkan teh atau kopinya.
Tapi itu tak boleh dijadikan alasan untuk seenaknya datang ke rumah tetangga
yang lebih siang bangunnya. Pukul setengah sepuluh bukan waktu yang tepat untuk
mengadakan kunjungan pagi.
Megan menyelinap masuk kembali ke dalam rumah dan langsung ke kamar makan.
Kemudian kudengar bahwa tadi dia terganggu waktu sedang sarapan.
"Saya katakan bahwa saya tak mau masuk," kata Aimee Griffith walaupun aku tak
?melihat apa untungnya memaksa orang menemuinya dan berca"kapcakap di pintu
depan, tidakkah lebih baik ikut masuk dan bercakapcakap di dalam rumah. "Saya *
hanya ingin bertanya pada Nona Burton, apakah dia mau menyumbangkan sayur-
sayuran untuk dijual di warung Palang Merah di jalan raya. Jika ada, akan saya
suruh Owen mengambilnya dengan mobil nanti."
"Pagi sekali Anda keluar," kataku.
"Bangun pagi murah rezeki," kata Aimee. "Kesempatan kita untuk bertemu dengari
orangorang akan lebih besar di paginari. Sekarang saya akan pergi ke t....ah Tuan
Pye. Petang ini saya harus pergi ke Brenton. Urusan Pramuka."
"Kesibukan-kesibukan Anda membuat saya le"tih," kataku. Pada saat itu telepon
berdering dan aku masuk ke lorong rumah untuk menyambutnya. Kudengar Joanna
bergumam agak ragu tentang sayur-sayuran seperti rhubarb,"' kacang pendek, dan
menunjukkan bahwa ia sebenarnya tak tahu apa-apa tentang sayur-sayuran.
"Ya?" kataku di telepon.
Terdengar bunyi yang kacau, kemudian bunyi napas yang ditarik dalam-dalam dari
sana, lalu suara seorang wanita yang ragu mengatakan "Oh!"
^sejenis sayuran berbatang lunak dan berair, biasa dimakan seperu buah "Ya?"
kataku lagi, memberinya semangat.
"Oh," kata suara itu lagi, lalu bertanya dengan suara yang sengau, "apakah di
situ maksud saya apakah di situ Little Furze?"? ?"Di sini Little Furze."
"Oh!" Rupanya ucapan itu merupakan awal setiap kalimatnya. Suara itu bertanya
hati-hati, "Bisakah saya berbicara dengan Nona Partridge sebentar?"
'Tentu," jawabku. "Siapa yang mau bicara ini?"
"Oh, dapatkah Anda katakan Agnes ingin bicara" Agnes Waddle."
"Agnes Waddle?"
"Ya, benar." Aku mengekang diriku untuk mengatakan, "Kau Donald Duck," Kuletakkan alat
telepon, dan aku berteriak ke arah lantai dua, dari mana kudengar bunyi
kesibukan Partridge yang sedang berada di sana.
"Partridge, Partridge."
Partridge muncul di puncak tangga sambil membawa pel bergagang panjang dan
matanya memandangku seolaholah berkata, "Ada apa lagi sekarang?" terbayang jelas
di balik sikap hormatnya yang tak bercacat.
"Ya, Tuan?" "Agnes Waddle ingin bicara denganmu di telepon,"
"Maaf apa, Tuan?"
?"Agnes Waddle," kataku dengan suara nyaring. Kuucapkan nama itu sebagaimana yang
teringat olehku. Tapi sekarang akan kueja sebagaimana yang sebenarnya harus
dituliskan. "Agnes Woddell entah apa maunya."
?Dengan sikap seperti orang yang telah dipermalu"kan, Partridge melepaskan
pelnya, lalu bergegas menuruni tangga. Bajunya yang terbuat dari cita berkembang
berdesir-desir karena cepatnya dia turun.
Aku menyelinap masuk ke kamar makan tanpa kelihatan. Di sana Megan sedang makan
sup kacang dan babi asap dengan lahapnya. Kebalikan dari Aimee Griffith, Megan
tidak memperlihatkan Vajah pagi yang berseri*. Sebaliknya, ucapan selamat pagiku
hanya dijawabnya dengan tak acuh dan dia melanjutkan makannya tanpa berkata apa-
apa. Aku membuka surat kabar pagi dan sebentar kemudian Joanna masuk dengan wajah
yang agak kacau. "Wow!" katanya, "akuletih sekali. Padahal kurasa aku sudah berusaha mengatakan
bahwa aku sama sekali tak tahu tentang kapan tanam-tanaman tumbuh. Apakah
sekarang musim kacang panjang?"
"Agustus," kata Megan.
"Soalnya, di London kita bisa memperolehnya setiap waktu," kata Joanna membela
diri. "Yang dalam kaleng, Anak bodoh," kataku. "Dan yang tersimpan dalam alat
pendingin di kapalkapal dari tempat-tempat yang jauh dari kerajaan ini."
"Seperti gading, orang utan, dan burung-burung merak?" tanya Joanna.
"Tepat." "Aku lebih suka fcurung-burung merak," kata Joanna merenung.
"Aku lebih suka seekor monyet untuk dijadikan binatang kesayangan," kata Megan.
Sambil mengupas sebuah jeruk dan merenung, Joanna berkata, "Aku ingin tahu
bagaimana rasanya menjadi Aimee Griffith, selalu' sehat, sibuk, penuh kegiatan,
dan benarbenar menikmati hidup ini. Apakah menurutmu dia pernah merasa letih


Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau tertekan, atau atau sedih?"?Kukatakan bahwa aku yakin Aimee Griffith tak pernah merasa sedih, lalu aku
menyusul Megan ke luar ke teras melalui pintu.
Sambil berdiri di sana dan mengisi pipaku, kudengar Partridge masuk ke kamar
makan dari lorong rumah dan kudengar dia berkata dengan suara tak senang,
"Bisakah saya berbicara sebentar dengan Anda, Nona?" m "Astaga," pikirku.
"Kuharap Partridge tidak akan minta berhenti. Kalau itu sampai terjadi, Emily
Barton akan marah sekuli pada kami."
Partridge berkata lagi, "Saya harus minta maaf, Nona, karena saya telah menerima
telepon. Mak"sud saya, gadis muda yang menelepon saya itu seharusnya tahu bahwa itu tidak
boleh. Saya tak biasa menggunakan telepon atau mengizinkan teman-teman saya menelepon
saya, dan saya menyesal sekali hal itu sampai terjadi. Apalagi Tuan yang
menerima telepon tadi."
"Ah, itu tak apa-apa, Partridge," kata Joanna menenangkannya, "mengapa teman-
temanmu tak boleh menggunakan telepon kalau mereka ingin berbicara denganmu?"
Meskipun aku tak bisa melihatnya, aku bisa membayangkan bahwa wajah Partridge
kelihatan lebih keras daripada semula waktu dia menyahut dengan nada tinggi,
"Kejadian semacam ini belum pernah terjadi di rumah ini. Nona Emily tidak akan
pernah mengizinkannya. Sebagaimana telah saya katakan, saya menyesal hal itu
sampai terjadi, tapi Agnes Woddell melakukannya, karena dia sedang risau.
Apalagi dia masih muda, dan dia tak tahu apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan di rumah orang yang terhormat."
"Tahu rasa kau, Joanna," pikirku dengan rasa menggoda.
"Si Agnes yang menelepon saya itu, Nona," Partridge melanjutkan, "dia pernah
menjadi pelayan di sini, di bawah asuhan saya. Waktu itu dia baru berumur enam
belas tahun, dan baru saja keluar dari rumah piatu. Dan maklumlah, karena tak
punya rumah, tak punya ibu atau sanak-saudara lainnya untuk menasihatinya, maka
dia biasa datang pada saya. Soalnya, saya bisa memberitahunya mana yang benar
dan mana yang salah."
"Lalu?" kata Joanna dan menunggu. Jelas bahwa masih ada lagi yang akan menyusul.
"Maka saya memberanikan diri untuk meminta pada Anda, Nona, agar mengizinkan
Agnes datang kemari supaya dia bisa minum teh bersama saya di dapur. Soalnya
hari ini dia bebas, serta ada yang mengganggu pikirannya, dan untuk itu dia
ingin minta nasihat saya. Dalam keadaan biasa saya tidak akan berani mengusulkan
hal itu." Joanna merasa bingung, dan berkata,
"Mengapa kau tak boleh mengundang orang minum teh bersamamu?"
Setelah itu Joanna bercerita bahwa waktu mendengar itu, Partridge berdiri lebih
tegak, dan dia benarbenar kelihatan hebat waktu menjawab,
"Itu bukan kebiasaan dalam rumah ini, Nona. Almarhum Nyonya Barton tak pernah
mengizinkan kami menerima tamu di dapur. Kecuali kalau kami punya waktu bebas
untuk keluar tapi tidak menggunakannya, barulah kami boleh menjamu tamu di sini.
Tapi kalau tidak, pada hari-hari biasa, tak boleh. Dan Nona Emily memegang teguh
peraturan-peraturan lama itu."
Joanna selalu baik pada para pelayan dan umumnya mereka suka padanya. Tapi
dengan Partridge, dia tak pernah punya hubungan baik,
'Tak ada gunanya, Adikku," kataku, setelah Partridge, pergi dan Joanna menyusul
aku di luar. "Simpati dan keluwesanmu tidak dihargainya. Bagi Partridge, yang berharga adalah
tata cara lama yang penuh keangkuhan, dan segala sesuatu dijalankan sebagaimana
selayaknya dalam rumah orang terhor"mat. Itulah yang dianggapnya baik,"
"Belum pernah aku mendengar kesewenangan seperti itu, sampai-sampai tak
mengizinkan teman-temannya menjumpainya," kata Joanna. "Mungkin itu baik, Jerry,
tapi tak mungkin para pelayan itu suka diperlakukan seperti budak belian."
"Buktinya mereka mau," kataku. "Sekurang-kurangnya orangorang seperti Partridge
itu mau." "Aku juga tak mengerti, mengapa dia tak suka padaku. Kebanyakan orang suka."
"Mungkin dia benci padamu, karena kau tak berbakat jadi ibu rumah tangga. Kau
tak pernah mengusapkan tanganmu ke rak-rak untuk memeriksa apakah masih ada debu
di situ. Kau tak pernah memeriksa lantai di bawah karpet-karpet. Kau tidak
bertanya mana sisa kue cokelat, dan kau tak pernah memerintahkannya untuk
membuat puding roti yang enak."
"Uh!" kata Joanna.
Dengan sedih dia melanjutkan, "Aku gagal terus sepanjang hari ini. Dibenei oleh
teman kita Aimee" karena kebodohanku mengenai soal sayur-sayuran. Dipandang
remeh oleh Partridge. Sebaiknya aku pergi saja ke kebun untuk menghilangkan sedihku."
"Megan sudah ada di sana," kataku.
Megan memang telah keluar beberapa menit sebelumnya dan kini tampak berdiri
diam-diam di tengah-tengah sepotong tanah berumput. Dia kelihatan seperu seekor
burung yang sedang tercenung menunggu rezeki.
Tapi kemudian dia berjalan ke arah kami, dan tiba-tiba berkata, "Saya rasa, saya
harus pulang hari ini."
"Apa?" tanyaku dengan rasa tak senang.
Dengan wajah merah dan dengan gugup dia berkata lagi, "Anda berdua baik sekait
mau menampung saya, dan saya rasa, saya sudah sangat menyusahkan.
Saya senang sekali di sini, tapi sekarang saya harus kembali, karena
bagaimanapun juga, itu rumah saya, dan kita tak bisa meninggalkan rumah kita
untuk selamanya. Jadi saya rasa, saya akan pulang pagi ini juga,"
Aku dan Joanna mencoba mengubah niatnya itu, tapi dia tetap pada pendiriannya.
Akhirnya Joanna mengeluarkan mobil sedang Megan naik ke lantai aus dan turun
beberapa menit kemudian dengan barang-barangnya yang sudah dibungkus.
Agaknya Partridge-lah satusatunya orang yang senang, Wajahnya yang selalu masam
kini mem"bayangkan sedikit senyum. Dia tak pernah suka pada Megan.
Aku sedang berdiri di tengah-tengah halaman waktu Joanna kembali.
Dia bertanya kalau-kalau aku merasa diriku sudah
menjadi jam matahari, , "Mengapa?" tanyaku.
"Kau berdiri saja di situ seperti hiasan kebun. Orang tinggal memasang alat yang
bisa menunjukkan waktu sepanjang siang. Uh, mukamu masam sekali!"
"Aku sedang jengkel. Mula-mula Aimee Grif"fith ('Astaga!' gumam Joanna memotong?bicaraku, 'Aku harus membicarakan soal sayuran itu!') lalu Megan pergi. Aku
sudah punya rencana untuk membawanya berjalan-jalan ke Legge Tor."
"Lengkap dengan rantai di lehernya, ya?"
"Apa?" Sambit melangkah mengitari sudut rumah ke arah kebun sayur-sayuran, Joanna
mengulangi katakatanya dengan nyaring dan jelas,
"Kataku, 'Lengkap dengan rantai di lehernya, ya"1 Kau seperti seseorang yang
kehilangan anjingnya saja!"
3 Harus kuakui bahwa aku merasa jengkel karena Megan meninggalkan kami dengan cara
yang begitu mendadak. Mungkin dia tiba-tiba merasa bosan dengan kami.
Bagaimanapun juga, hidup bersama kami tidaklah terlalu menyenangkan bagi seorang
gadis. Di rumahnya ada adik-adiknya dan Elsie Holland.
Kudengar Joanna kembali dan aku cepatcepat bergerak, takut kalau-kalau dia
mengejekku lagi sebagai jam matahari.
Owen Griffith datang naik mobilnya beberapa saat sebelum waktu makan siang, dan
tukang kebun sudah siap menunggunya dengan hasil kebun yang diperlukan.
Sementara Pak Adams tua memasukkan sayuran itu ke dalam mobil, aku mengajak Owen
masuk ke rumah untuk minum. Dia tak mau diajak makan siang.
Waktu aku kembali dengan membawa sherry kudapati Joanna sudah mulai beraksi.
Kini tak ada lagi tanda-tanda permusuhan. Dia duduk melingkar di sudut sofa,
benarbenar seperti seekor kucing. Dia bertanya tentang pekerjaan Owen, apakah
dia senang menjadi dokter umum, atau apakah dia lebih suka melanjutkan studinya
untuk menjadi spesialis" Dikatakannya bahwa dia menganggap pekerjaan dokter itu
salah satu pekerja"an yang paling memikat di dunia ini.
Apa pun kata orang mengenai dia, Joanna adalah seorang pendengar yang baik, dan
cantik pula Dan karena sudah terbiasa mendengarkan calon-calon jenius yang
menceritakan padanya bahwa mereka itu tidak dihargai, maka mendengarkan Owen
merupa kan sesuatu yang mudah baginya.
Waktu gelas sherry kami diisi untuk ketiga kalinya, Griffith sedang menceritakan
padanya tentang reaksi tertentu atau kerusakan tubuh yang tersembunyi dengan
meng"gunakan istilahistilah ilmiah, yang tak seorang pun bisa mengerti kecuali
sesama dokter. Joanna kelihatan seperti orang cerdas dan sangat tertarik.
Sesaat aku merasa tak senang. Benarbenar jahat Joanna itu. Griffith adalah
seorang pria yang terlalu baik untuk dipermainkannya. Kaum wanita benarbenar
memang setan. Kemudian aku memperhatikan Griffith dari samping. Dagunya panjang dan tegas,
bibirnya membayangkan keyakinan yang kuat, dan aku tidak begitu yakin lagi bahwa
bagaimanapun juga Joanna tidak akan mendapatkan keinginannya. Lagi pula, seorang
laki-laki tak pantas membiarkan dirinya dipermainkan oleh seorang wanita. Kalau
sampai dia mau, itu salahnya sendiri.
Kemudian Joanna berkata, "Ubahlah keputusan Anda dan ikutlah makan siang bersama kami, Dokter Griffith."
Wajah Griffith menjadi agak merah, dan dia berkata bahwa dia sebenarnya mau,
tapi adiknya akan menunggu-nunggu dia pulang....
"Kita telepon dia dan kita jelaskan," kata Joanna cepatcepat. Dia lalu keluar ke
lorong rumah dan menelepon.
Kupikir Griffith kelihatan gelisah, dan tiba-tiba terlintas dalam pikiranku
bahwa mungkin dia agak takut pada adiknya.
Joanna kembali sambil tersenyum dan berkata bahwa urusannya sudah beres.
Dan Owen pun makan siang di rumah kami. Dia kelihatan senang. Kami berbincang-
bincang tentang buku-buku, sandiwara, dan politik dunia. Juga mengenai musik,
lukisan, serta arsitektur modern.
Kami sama sekali tidak membicarakan Lymstock, atau suratsurat kaleng, atau
peristiwa bunuh diri Nyonya Symmington.
Kami sengaja menjauhi semuanya itu, dan kurasa Owen merasa senang. Wajahnya yang
sedih dan murung jadi berseri, dan ternyata bahwa dia punya gagasan yang
menyenangkan. Setelah dia pulang aku berkata pada Joanna, "Orang itu terlalu baik untuk
kaujadikan bahan permainanmu."
"Itu katamu!" kata Joanna. "Kalian laki-laki semua berkomplot!"
"Mengapa kau mulai mengejar-ngejar dia, J oanna" Apakah rasa harga dirimu sudah
terluka?" "Mungkin," sahut adikku itu.
Petang itu kami akan pergi minum teh ke rumah Nona Emily Barton di rumah
pondokannya di desa. Kami berjalan kaki dengan santai ke sana, karena aku sekarang sudah merasa cukup
kuat hingga rasanya bisa mendaki bukit kembali
Pasti kami tiba terlalu awal, karena pintu dibukakan oleh seorang wanita
jangkung, bertulang besar-besar, dan yang kelihatannya kejam. Dikata"kannya
bahwa Nona Barton belum datang.
'Tapi saya tahu, dia memang mengharapkan kedatangan Anda berdua, jadi silakan
naik ke lantai atas dan silakan menunggu."
Inilah rupanya Florence yang setta.
Kami mengikutinya menaiki tangga dan dia membuka lebar-lebar sebuah pintu, lalu
memper"silakan kami masuk ke dalam sebuah ruang duduk yang menyenangkan,
meskipun mungkin agak terlalu ramai perabotannya. Kurasa beberapa dari
barangbarang itu berasal dari Little Furze.
Tampak jelas bahwa wanita itu merasa bangga akan kamarnya.
"Bagus, bukan?" katanya.
"Bagus sekali," kata Joanna hangat.
"Saya berusaha agar dia bisa merasa senyaman mungkin. Uu pun rasanya saya belum
bisa menyenangkannya sebagaimana mestinya. Seharus"nya dia berada di rumahnya
sendiri, dengan senang, tidak sampai terusir ke kamar pondokan seperti ini."
Florence kelihatan jelas bukan orang yang ramah dan baik hati. Dia memandang
kami bergantian dengan pandangan menyesali. Aku merasa bahwa hari ini bukan hari
baik kami. Tadi Joanna sakit hati karena Aimee Griffith dan Partridge, dan
sekarang kami berdua sakit hati karena sikap Florence, wanita yang seperti naga
ini, "Lima belas tahun lamanya saya bekerja sebagai pelayan dalam di rumah itu,"
tambahnya. Joanna yang merasa diperlakukan secara tak adil, berkata, "Nona Barton sendiri
yang ingin menyewakan rumah itu. Dia mendaftarkannya pada kantor perusahaan
penyewaan rumah." "Dia terpaksa berbuat begitu," kau Florence. "Padahal dia selalu hidup dengan
hemat dan berhati-hati. Tapi dengan begitu pun, pemerinuh tak bisa tidak
menyusahkannya! Pemerinuh tetap memeras bagiannya."
Aku menggeleng sedih, "Waktu ibunya masih hidup mereka sangat kaya/' kata Florence. "Lalu seorang demi
searang mening"gal, kasihan mereka. Sedang Nona Emily harus merawat mereka
secara bergantian. Dia benarbenar telah mengorbankan dirinya, selalu sabar dan
tak pernah mengeluh. Tapi kita bisa melihat akibatnya atas dirinya. Dan di atas
segalanya itu, masih ada lagi kesulitan keuangan!
Saham-sahamnya tidak mem"berikan hasil sebagaimana biasanya, katanya. Me"ngapa
tidak, saya ingin tahu" Mereka seharusnya merasa malu sendiri. Mempermainkan
seorang wanita seperti dia, yang tidak mengerti hitungan dan tak berdaya
terhadap tipu muslihat mereka,"
"Boleh dikatakan setiap orang pernah mengalami hal yang serupa," kataku, tapi
Florence tetap tak mau mengalah,
"Itu tak menjadi soal bagi orang yang bisa mengurus dirinya sendiri, tapi tidak
untuk wanita seperti dia. Dia perlu dijaga, dan selama dia tinggal di sini saya
akan menjaganya agar tak seorang pun mengganggu atau menyusahkannya dengan cara
apa pun juga. Saya mau berbuat apa saja demi Nona Emily."
Dan stelah memelototi kami tajam-tajam bebe"rapa saat lamanya untuk meyakinkan
diri bahwa katakatanya kami resapi, Florence yang galak itu meninggalkan kamar
sambil menutup pintu dengan hati-hati.
"Apakah kau juga merasa dirimu sebagai seorang penghisap darah, Jerry?" tanya
Joanna. "Aku merasa begitu. Ada apa dengan kita ini?"
"Kelihatannya kita salah langkah hari ini," kataku. "Megan merasa bosan dengan
kita, Partridge tak suka padamu, sedang Florence yang setia tak suka pada kita
berdua." "Aku ingin tahu mengapa Megan sampai pergi," gumam Joanna.
"Dia sudah bosan."
"Kurasa dia tidak bosan. Mungkin apakah kau mengira, Jerry, mungkin karena ?sesuatu yang dikatakan Aimee Griffith?"
"Maksudmu, tadi pagi, waktu mereka bercakapcakap di pintu depan itu?"
"Ya. Memang waktunya tak banyak, tapi..."
Kalimatnya itu kuselesaikan, "Perempuan itu pandai sekali menanamkan
pengaruhnya! Mungkin dia telah..."
Pintu terbuka, dan Nona Emily masuk. Wajahnya merah dadu, dan terengah-engah.
Dia kelihatan kacau. Matanya sangat biru dan berbinar.
Dia berbicara dengan suara tinggi dan gugup, "Aduh, aduh, maaf, saya terlambat.
Saya pergi berbelanja sedikit di kota, dan kue di Toko Blue Rose kelihatannya
sudah tak baru lagi, jadi saya pergi ke toko Nyonya Lygon. Saya selalu membeli
kue-kue pada saat terakhir, jadi kita mendapat kue yang baru keluar dari oven,
dan kita tidak diberinya kue sisa kemarin. Tapi saya bingung sekali memikirkan
Anda berdua sudah menunggu sungguhsungguh tak bisa dimaafkan..."
?Joanna menyela, "Kami yang salah, Nona Barton. Kami datang terlalu awal. Kami berjalan kaki dan
Jerry sekarang jalannya cepat sekali, hingga kami tiba di mana-mana terlalu
awal." "Tak pernah terlalu awal, Nak. Jangan berkata begitu. Sesuatu yang baik tak
pernah terlalu banyak, ketahuilah itu."
Dan wanita tua itu menepuk-nepuk bahu Joanna penuh kasih sayang.
Joanna jadi berseri-seri. Kelihatannya baru seka"ranglah dia merasa berhasil.
Emily Barton melebar"kan senyumnya untuk mengikutsertakan diriku, meskipun
dengan agak malu-malu seolaholah dia harus men3ekati seekor harimau pemakan
orang, yang telah dijamin bahwa pada saat itu dia tidak mengganggu.
"Anda baik sekali, Tuan Burton, mau minum teh bersama saya. Ini suatu acara yang
biasanya dianggap sebagai kegiatan khas kaum wanita,**
Kurasa, bayangan Emily Barton tentang laki-laki adalah manusia-manusia yang tak
sudahsudahnya minum wiski dan soda serta mengisap cerutu, dan sekalisekali
keluar untuk memperkosa gadis-gadis desa, atau untuk mengadakan hubungan gelap
dengan perempuan yang sudah menikah.
Waktu hal itu kemudian kukatakan pada Joanna, dia menjawab bahwa mungkin itu
hanya khayalanku saja, dan bahwa Emily Barton sebenarnya suka bertemu dengan
laki-laki yang seperti itu, tapi sayangnya tak pernah ada.
Sementara itu Nona Emily sibuk hilir-mudik dalam kamar itu, mengatur meja-meja


Pena Beracun The Moving Finger Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil untukku dan Joanna, dan menyiapkan asbak-asbak. Beberapa menit kemudian
pintu terbuka dan Florence masuk membawa sebuah nampan berisi setelan minum teh
yang bergaya Crown Derby, yang katanya merupa"kan barang bawaan Nona Emily.
Tehnya asli dan enak, lalu ada pula berpiring-piring sandwich serta roti yang
diiris tipis-tipis beroles mentega dan sejumlah kue-kue kecil.
Kini wajah Florence berseri-seri. Matanya melihat Nona Emily dengan perasaan
senang seorang ibu, seperti pada anak kesayangannya yang sedang bermain pesta
minum teh. Aku dan Joanna makan jauh lebih banyak daripada yang kami inginkan, karena nona
rumah terus-menerus memaksa kami. Jelas bahwa wanita mungil itu merasa senang
karena pesta minum teh bersama kami berhasil. Dan kulihat bahwa bagi Emily
Barton, aku dan Joanna dianggapnya petualang-petualang besar, dua orang asing
dari London, yang baginya merupakan suatu dunia misterius dan canggih.
Tentu saja percakapan kami kemudian me"nyinggung hal-hal setempat. Nona Barton
berbicara dengan hangat mengenai Dokter Griffith, kebaikan hatinya dan
kepandaiannya sebagai seorang dokter. Tuan Symmington pun seorang pengacara yang
pandai. Dia telah membantu Nona Barton mendapat"kan kembali uangnya dari pajak
penghasilan, yang sebenarnya sama sekait tidak diketahuinya. Dia juga baik
sekali pada anak-anaknya, dia amat menyayangi mereka dan istrinya dia terhenti ?sampai di situ. "Kasihan Nyonya Symmington, menyedihkan seka"li, anakanak yang
masih kecil itu tak beribu lagi. Dia memang bukan wanita kuat dan akhir-akhir
?ini kesehatannya buruk. Gangguan otak. Saya pernah membaca tentang hal itu di
surat kabar. Penderitanya benarbenar tak menyadari apa yang mereka lakukan dalam keadaan
seperti itu. Dan dia pun pasti tidak menyadari apa yang sedang dilakukannya, kalau dia sadar,
dia pasti ingat akan Tuan Symmington dan anak-anaknya."
"Surat kaleng itu pasti membuatnya sangat terguncang," kata Joanna.
Wajah Nona Barton memerah. Dengan nada menegur dalam suaranya, dia berkata,
"Rasanya kurang enak membahas hal itu, bukan" Saya tahu memang
ada eh suratsurat, tapi sebaiknya tak usah kita bicarakan. Hal-hal yang kotor.
? ?Say a pikir soal itu sebaiknya kita hindari saja."
Ya, Nona Barton mungkin bisa menghindarinya, tapi bagi beberapa orang masalahnya
tidak semudah itu. Namun demikian, dengan patuh aku mengubah bahan pembicaraan.
Kami lalu membicarakan Aimee Griffith.
"Hebat, benarbenar hebat," kata Emily Barton. "Energi dan kemampuannya untuk
mengatur benarbenar hebat. Dia juga sangat memikirkan pendidikan anakanak
perempuan. Dan dia begitu praktis serta mengikuti zaman dalam segala hal.
? Boleh dikatakan dialah yang mengatur kegiatan di sini. Dan dia sayang benar pada
kakaknya. Menyenangkan sekali melihat cinta kasih begitu mesra antara kakak dan
adik." "Apakah Dokter Griffith tak pernah merasa bahwa adiknya itu agak terlalu
berkuasa?" tanya Joanna.
Emily Barton menatapnya dengan pandangan terkejut.
"Aimee sudah berkorban banyak untuk kepen"tingan kakaknya," katanya dengan sikap
orang penting yang berhak menegur.
Kulihat ada ekspresi kemenangan di mata Joanna, dan cepatcepat aku mengalihkan
bahan pembicaraan kepada Tuan Pye.
Emily Barton agak ragu-ragu mengenai Tuan Pye.
Dia hanya mengatakan berulang-ulang dengan agak ragu-ragu, bahwa pria itu baik
sekali ya, baik sekali. Dia juga sangat kaya dan pemurah. Kadangkadang dia ?menerima tamu yang anehaneh, tapi itu tentu disebabkan karena dia sudah banyak
bepergian. Kami sependapat bahwa perjalanan jauh tidak hanya meluaskan pikiran, tapi
kadangkadang juga mengakibatkan kita berkenalan dengan orangorang yang aneh
aneh. "Saya sendiri sering ingin pergi naik kapal," kata Emily Barton murung. "Kita
bisa membaca tentang perjalanan-perjalanan serupa itu di suratsurat kabar dan
kedengarannya menarik sekali."
"Mengapa Anda tak pergi?" tanya Joanna, Peralihan dari dunia mimpi ke kenyataan
itu agaknya membuat Nona Barton ngeri, "Ah, tidak, jtu sama sekali tak mungkin."
"Mengapa tak mungkin" Perjalanan-perjalanan begitu murah sekali."
"Soalnya bukan hanya karena masalah biaya, sayalah yang tak suka pergi seorang
diri. Bepergian seorang diri akan kelihatan aneh sekali, tidakkah Anda pikir
begitu?" 'Tidak," kata Joanna. Nona Emily memandanginya dengan ragu. "Lagi pula,
saya tidak tahu bagaimana caranya mengurus barangbarang bawaan saya dan
?bagai"mana mendarat di pelabuhan-pelabuhan asing dan mata uang asing yang
?bermacam-macam itu...."
Agaknya banyak sekali kesulitan yang bermuncul"an di mata wanita mungil yang
kebingungan itu, dan Joanna cepatcepat menenangkannya dengan berta"nya tentang
Pendekar Sakti Im Yang 4 Kubah Karya Ahmad Thohari Playboy Dari Nanking 8
^