Pencarian

Misteri Tujuh Lonceng 2

Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie Bagian 2


Howell." Nyonya Howell adalah kepala rumah tangga, seorang wanita berwibawa yang membuat
hati Lady Coote berkerut. Tentu saja bagi Bundle dia bukan orang yang
menakutkan. Nyonya Howell selalu memanggilnya Nona Bundle, sejak dia masih
seorang gadis cilik berkaki panjang yang sering berlibur di Chimneys, sampai
ayahnya mewarisi puri itu.
"Halo, Howelly," kata Bundle, "mari kita minum coklat kental sambil ngobrol.
Saya ingin dengar tentang urusan rumah tangga."
Tanpa kesulitan, dia memperoleh apa yang dia inginkan, dan mencatatnya dalam
ingatannya sebagai berikut,
"Dua pembantu baru tukang cuci - gadis-gadis desa - kelihatannya tak banyak yang
diharapkan. Pembantu rumah yang ketiga - kemenakan pembantu kepala. Kelihatannya
beres. Kelihatannya si Howelly telah mempermainkan Lady Coote - pasti."
"Saya tak pernah membayangkan Chimneys dihuni orang asing, Nona Bundle," kata
Nyonya Howell. "Oh, kita kan harus mengikuti zaman. Kau masih untung, Howelly, tidak melihat
Chimneys diubah menjadi flat atau tempat rekreasi."
Nyonya Howell bergidik membayangkan hal itu.
"Aku belum pernah melihat Sir Oswald Coote," kata Bundle.
"Sir Oswald sangat pandai," kata Nyonya Howell dingin.
Bundle mengambil kesimpulan bahwa Sir Oswald kurang disukai pembantu-
pembantunya. "Tentu saja Tuan Bateman yang mengatur segalanya. Dia sangat efisien dan tahu
dengan baik bagaimana cara melakukan sesuatu."
Bundle membelokkan pembicaraan pada kematian Gerald Wade. Dan Nyonya Howell
sangat senang membicarakannya. Tetapi Bundle tidak menemukan apa-apa. Akhirnya
dia meninggalkan Nyonya Howell dan memanggil Tredwell.
"Tredwell, kapan Alfred keluar?"
"Kira-kira sebulan yang lalu, Nona."
"Mengapa dia keluar?"
"Atas kemauannya sendiri, Nona. Kalau tak salah dia pergi ke London.
Pekerjaannya baik. Tapi John, penggantinya juga bekerja dengan baik."
"Dari mana dia?"
"Referensinya cukup bagus, Nona. Terakhir kali dia bekerja pada Lord Mount
Vernon." "Hm," Bundle berpikir.
Dia teringat bahwa Lord Mount Vernon sekarang ini sedang berburu ke Afrika
Timur. "Siapa nama belakangnya?"
"Bower, Nona." Tredwell menunggu sesaat. Setelah dilihatnya bahwa Bundle selesai dengan
pertanyaannya, dia meninggalkan ruangan diam-diam. Bundle masih asyik melamun
sendiri. John membukakan pintu ketika dia datang hari itu dan dia memperhatikannya baik-
baik tanpa kentara. John kelihatan seperti pelayan sempurna, terdidik baik, dan
wajahnya tanpa ekspresi. Tubuhnya tegap seperti tentara dan ada yang aneh dengan
bentuk bagian belakang kepalanya.
Tapi hal ini tak ada hubungannya dengan situasi yang dihadapi. Dia diam
memandangi sebuah pengisap tinta. Tangannya menggenggam pensil dan mencoret-
coret nama Bower. Tiba-tiba dia terkejut oleh sebuah ide yang tiba-tiba muncul. Dia memandang
tulisannya. Lalu memanggil Tredwell lagi.
"Tredwell, bagaimana nama Bower ditulis?"
"B-A-U-E-R, Nona."
"Itu bukan nama Inggris."
"Barangkali dia keturunan Swiss, Nona."
"Oh! Itu saja, terima kasih, Tredwell."
Keturunan Swiss" Bukan. Jerman! Pantas tampangnya lain. Dan dia datang ke
Chimneys dua minggu sebelum kematian Gerry Wade.
Bundle berdiri. Apa yang bisa dilakukannya di sini telah dilakukannya. Sekarang
langkah selanjutnya! Dia mencari ayahnya.
"Aku pergi dulu. Mau ketemu Bibi Marcia."
"Bibi Marcia?" Lord Caterham keheranan. "Ada apa?"
"Sudahlah, tak ada apa-apa. Aku memang ingin ke sana."
Lord Caterham hanya memandang anaknya dengan terheran-heran. Memang Marcia,
Marchioness of Caterham, istri mendiang kakaknya, Henry, adalah seorang wanita
yang menonjol dalam pergaulan. Dia memang seorang istri yang memberikan banyak
dukungan pada suaminya sehingga Henry bisa menduduki jabatan Menteri Luar
Negeri. Tapi bagi Lord Caterham sendiri, kematian Henry dirasakannya sebagai
suatu kelegaan. Dan sekarang, ketika Bundle pamit pergi untuk menemui Marcia, ayahnya melihat
seolah-olah anak itu sedang meletakkan kepalanya di mulut singa.
"Ah. Apa kau memang harus ke sana" Kau mengerti kan, kemungkinan-kemungkinan apa
yang bisa terjadi?" "Aku tahu kemungkinan apa yang aku inginkan, Yah," kata Bundle. "Aku mengerti.
Jangan khawatir." Lord Caterham menarik napas dan duduk dengan nyaman di kursinya. Dia meneruskan
membaca Field. Tapi satu menit kemudian Bundle menongolkan kepalanya kembali.
"Maaf," katanya. "Ada yang ingin kutanyakan. Siapa sih Sir Oswald Coote?"
"Kan sudah kubilang. Mesin giling."
"Bukan kesan Ayah yang ingin kutanyakan. Apa kerjanya" Dari mana dia dapat uang"
Bikin kancing baju, tempat tidur besi, atau apa?"
"Oh - baja - pengusaha baja. Baja dan besi. Dia punya perusahaan baja terbesar di
Inggris. Tentu saja dia tak perlu kerja sendiri sekarang. Sudah jadi pengusaha
besar. Dia mengangkatku jadi salah satu direktur. Pekerjaan yang cukup
menyenangkan. Tak ada yang harus kulakukan - kecuali pergi ke kota, satu atau dua
kali setahun ke salah satu hotel di Cannon Street atau Liverpool Street - dan
duduk ramai-ramai mengelilingi meja. Lalu Coote atau Johny atau siapa - akan
pidato dan menyebutkan angka-angka. Dan untungnya aku tak perlu mendengarkan
dengan sungguh-sungguh. Setelah itu kami makan siang."
Karena tidak tertarik pada cerita makan siang ayahnya, Bundle meninggalkan
ayahnya, bahkan sebelum dia selesai bicara. Di jalan dia berpikir-pikir
menghubungkan fakta dan kemungkinan-kemungkinan.
Rasanya baja dan makanan bayi tak ada kaitannya. Salah satu pasti hanya pemanis
saja. Barangkali yang kedua itu. Nyonya Macatta dan putri Hongaria itu bisa
dikesampingkan. Mereka hanya kamuflase. Kelihatannya yang pegang peranan adalah
Herr Eberhard yang tidak menarik itu. Dia bukan tipe orang yang akan diundang
oleh George Lomax dalam situasi normal. Lalu ada Menteri Perhubungan Udara, dan
Sir Oswald Coote si baja. Kelihatannya yang dua ini berhubungan.
Karena tak ada gunanya berspekulasi, Bundle mengesampingkan pikiran itu dan
berkonsentrasi pada rencana wawancaranya dengan Bibi Marcia.
Bibi Marcia tinggal di sebuah rumah besar di daerah elit di London. Bundle
mencium bau lilin, kotoran burung, dan bunga layu begitu masuk.
Lady Caterham adalah seorang wanita bertubuh besar - benar-benar besar. Hidungnya
bengkok dan memakai kaca mata tanpa gagang yang berbingkai emas. Di atas
bibirnya seolah-olah ada kumis tipis.
Dia agak heran ketika melihat kemenakannya. Tapi menyodorkan pipi dinginnya juga
pada akhirnya. Bundle menciumnya dengan hormat.
"Aku tidak mengira kau datang, Eileen," katanya dingin.
"Kami baru saja tiba, Bibi Marcia."
"Ya, aku tahu. Bagaimana ayahmu" Seperti biasa?"
Nadanya terdengar merendahkan. Dia memang tidak terlalu suka pada Alastair
Edward Brent, Marquis of Caterham kesembilan. Dia menyebut iparnya itu, "ikan
yang malang". "Ayah baik-baik saja. Ada di Chimneys sekarang."
"Ya. Kau kan tahu, Eileen, aku tidak suka Chimneys disewakan pada orang lain.
Tempat itu sangat bersejarah. Seharusnya jangan diremehkan dengan menyewakannya
ke orang lain." "Pasti luar biasa pada zaman Paman Henry dulu," kata Bundle sambil menarik
napas. "Henry menyadari tugasnya," kata janda Henry.
"Semua yang pernah menginap di sana adalah orang-orang penting dari Eropa," kata
Bundle. Lady Caterham menarik napas.
"Aku tahu benar bahwa sejarah dimulai dari tempat itu. Tidak hanya sekali,"
katanya. "Kalau saja ayahmu - "
Dia menggelengkan kepalanya dengan sedih.
"Politik membosankan Ayah," kata Bundle. "Padahal merupakan subjek yang sangat
menarik. Terutama bila kita tahu dari dalam."
Dia mengucapkan kata-kata yang muluk itu tanpa rasa malu sama sekali. Dan
bibinya memandang Bundle dengan sedikit heran.
"Aku senang mendengar apa yang kaukatakan. Aku pikir kau hanya suka senang-
senang saja." "Memang dulu begitu," jawab Bundle.
"Memang kau masih muda. Tapi dengan posisi seperti yang kaumiliki itu, dan kalau
kau ingin menikah dengan orang yang tepat, kau bisa menjadi seorang nyonya rumah
politik yang terkenal."
Bundle merasa agak takut. Dia khawatir jangan-jangan bibinya telah menyediakan
suami yang cocok untuknya.
"Ah, saya merasa sangat bodoh. Saya tak tahu banyak," kata Bundle.
"Itu bisa diatasi," jawab Nyonya Caterham dengan cepat. "Aku punya bacaan banyak
yang bisa kaubaca." "Terima kasih, Bibi Marcia," kata Bundle sambil melanjutkan ke serangan kedua.
"Apa Bibi tahu Nyonya Macatta?"
"Tentu saja. Seorang wanita terhormat yang amat brilyan. Sebenarnya aku sendiri
tidak begitu setuju dengan wanita-wanita yang menduduki kursi Parlemen.
Sebetulnya mereka bisa memberikan pengaruh dengan cara yang lebih feminin." Dia
diam. Mengenang keberhasilan yang telah dicapainya dengan mendorong almarhum
suaminya yang sebenarnya enggan masuk dalam arena politik. "Tapi zaman sudah
berubah. Apa yang dilakukan Nyonya Macatta merupakan hal yang amat penting
secara nasional dan sangat bernilai bagi wanita. Dan, menurut pendapatku, itu
benar-benar pekerjaan wanita. Kau harus bertemu dengan dia."
Bundle hanya menarik napas.
"Dia akan menghadiri pesta George Lomax minggu depan. George mengundang Ayah,
dan tentu saja Ayah tidak mau datang. Tapi dia tak pernah berpikir untuk
mengundang saya. Barangkali saya ini terlalu tolol."
Lady Caterham melihat bahwa kemenakannya sudah bertambah maju. Apa dia sedang
mengalami patah hati" Nyonya Caterham berpendapat bahwa patah hati sering kali
bermanfaat bagi gadis-gadis. Membuat mereka memandang kehidupan dengan lebih
serius. "Aku rasa George Lomax tidak sadar bahwa kau sudah - hm - dewasa" Eileen, aku akan
bicara dengan dia." "Dia tidak suka pada saya," kata Bundle. "Saya tahu dia pasti tidak akan
mengundang saya." "Omong kosong," jawab Lady Caterham. "Aku akan minta dia mengundangmu. Aku kenal
George Lomax." Lalu menambahkan, "Dia akan senang bisa berbuat sesuatu untukku.
Dan dia harus sadar bahwa gadis-gadis muda di kalangan kita perlu diberi
kesempatan mengembangkan minat mereka dalam pembangunan nasional."
Bundle hampir saja nyeletuk konyol. Untunglah dia bisa menahan diri.
"Aku akan carikan beberapa buku untukmu sekarang," kata Lady Caterham sambil
berdiri. "Nona Connor," serunya dengan suara lantang.
Seorang sekretaris yang rapi dengan ekspresi ketakutan berlari-lari masuk. Lady
Caterham memberikan berbagai instruksi. Akhirnya Bundle meninggalkan tempat itu
dengan seonggok buku yang sama sekali tidak kelihatan menarik.
Yang dilakukannya kemudian adalah menelepon Jimmy Thesiger. Kalimat pertama yang
menyambutnya bernada penuh kemenangan.
"Beres juga akhirnya. Setelah lama ngotot meyakinkan Bill. Dia pikir aku ini
seperti seekor domba di tengah kawanan serigala. Aku punya banyak bacaan
sekarang dan akan segera mulai belajar. Itu lho buku-buku biru dan kertas-kertas
putih. Menyebalkan - tapi ya, harus dilakukan. Kau pernah dengar tentang perebutan
perbatasan Santa Fe?"
"Belum," kata Bundle.
"Nah, aku akan menjadikannya topik pembicaraan. Sangat ruwet. Berlangsung
bertahun-tahun. Ya, aku pilih itu. Zaman sekarang orang harus punya
spesialisasi." "Aku juga banyak menerima pinjaman buku," kata Bundle. "Dari Bibi Marcia."
"Bibi siapa?" "Bibi Marcia. Kakak ipar Ayah. Dia senang politik. Dia bahkan berusaha agar aku
bisa datang ke pesta itu."
"Apa" Oh, maksudku, akan sangat menyenangkan." Mereka diam. Lalu Jimmy berkata,
"Aku kira kita tak perlu menceritakannya pada Loraine, kan?"
"Aku rasa tidak."
"Dia pasti tidak senang ditinggalkan sendirian. Tapi dia tak perlu ikut campur
urusan ini." "Ya." "Maksudku, gadis seperti dia tidak bisa kita diamkan menghadapi bahaya."
Bundle berpendapat bahwa Tuan Thesiger agak kurang taktis. Kemungkinan bahwa
Bundle akan menghadapi bahaya kelihatannya tidak membuatnya khawatir sama
sekali. "Apa kau sudah pergi?" tanya Jimmy.
"Belum. Sedang mikir."
"Oh. Apa kau akan datang di pemeriksaan besok?"
"Ya. Kau?" "Ya. Beritanya ada di koran sore. Tapi cuma nyempil di sudut. Aneh. Aku
bayangkan pasti jadi berita utama."
"Ya - aku rasa begitu."
"Baiklah. Aku harus melanjutkan tugasku," kata Jimmy. "Baru sampai bagian
Bolivia." "Aku juga akan membaca," kata Bundle. "Apa kau akan melahap semua malam ini
juga?" "Ya. Dan kau?" "Oh, barangkali. Selamat malam."
Mereka berdua adalah pembohong. Jimmy Thesiger tahu bahwa dia punya kencan malam
dengan Loraine. Sedangkan Bundle, begitu meletakkan telepon langsung berganti baju - menyamar. Dia
memakai baju pelayannya. Setelah itu dia berjalan ke luar, sambil berpikir
sebaiknya naik bis atau kereta saja ke Tujuh Lonceng.
Bab 13 KLUB TUJUH LONCENG BUNDLE sampai di Hunstanton Street nomor 14 kira-kira pukul 6 sore. Seperti
dibayangkannya, pada jam tersebut tempat itu sangat sepi. Tujuan Bundle sangat
sederhana. Dia ingin bertemu dengan Alfred. Dia yakin bahwa bila dia bisa
menguasai Alfred, semua akan lancar. Bundle memang punya cara otokratis yang
sederhana untuk menghadapi orang-orang seperti itu. Dan biasanya dia berhasil.
Satu-satunya hal yang dia tidak tahu adalah beberapa orang yang memakai ruangan
di gedung itu. Dan tentu saja dia tidak mau terlihat orang banyak.
Ketika dia sedang ragu-ragu memikirkan taktik serangannya, kesulitan yang
dihadapinya tiba-tiba saja hilang. Pintu nomor 14 terbuka dan Alfred sendiri
keluar. "Selamat sore, Alfred," kata Bundle manis.
Alfred meloncat. "Oh! Selamat sore, Nona. Saya - saya tidak mengenali Nona tadi."
Dalam hati Bundle memuji penyamarannya, lalu melanjutkan.
"Aku ingin bicara denganmu, Alfred. Di mana tempat yang enak?"
"Ah - saya - saya benar-benar tidak tahu, Nona. Tempat ini bukan tempat yang baik.
Saya tidak tahu - " Bundle bicara dengan tegas.
"Ada siapa saja di klub?"
"Sekarang tak ada siapa-siapa, Nona."
"Kalau begitu kita ke sana saja."
Alfred mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Bundle masuk. Dengan bingung Alfred
mengikutinya. Bundle duduk dan memandang lurus pada Alfred yang salah tingkah.
"Aku rasa kau tahu bahwa apa yang kaulakukan di sini adalah melanggar hukum?"
kata Bundle dengan tajam.
Alfred makin salah tingkah.
"Benar karena telah dua kali kami digerebeg," jawabnya. "Tapi tak ada yang
dipersalahkan karena Tuan Mosgorovsky telah mengatur semuanya dengan rapi."
"Aku tidak hanya bicara soal judi," kata Bundle. "Ada yang lebih lagi.


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Barangkali kamu tidak tahu. Aku ingin bertanya padamu dengan terus terang,
Alfred. Dan aku ingin kau bicara jujur. Berapa yang kauterima ketika kau dibujuk
untuk meninggalkan Chimneys?"
Alfred tidak segera menjawab. Dia memandang berkeliling, seolah-olah mencari
inspirasi. Setelah menelan ludah beberapa kali akhirnya dia menyerah.
"Ceritanya begini, Nona. Tuan Mosgorovsky datang ke Chimneys mengikuti rombongan
tour. Tuan Tredwell waktu itu sedang sakit. Jadi saya yang mengantar rombongan
itu. Setelah selesai, Tuan Mosgorovsky tidak segera pergi. Dia memberi saya
hadiah dan kami pun berbicara."
"Lalu?" kata Bundle memberi dorongan.
"Singkatnya dia menawarkan seratus pound pada saya untuk meninggalkan Chimneys
saat itu juga dan bekerja di sini. Dia mengatakan bahwa dia perlu orang yang
biasa melayani kalangan atas. Dan, ya - kelihatannya sayang kalau ditolak. Gaji
saya di sini tiga kali dari yang biasa saya dapat sebagai pelayan biasa."
"Seratus pound - banyak sekali, Alfred," kata Bundle. "Apa dia juga mengatakan
tentang siapa yang akan menggantikanmu di Chimneys?"
"Saya memang segan meninggalkan Chimneys cepat-cepat, Nona. Karena tidak biasa
dan akan merepotkan. Tapi Tuan Mosgorovsky bilang bahwa dia tahu seseorang yang
bisa menggantikan saya dan sudah terlatih. Jadi, saya memberi tahu Tuan
Tredwell. Akhirnya semuanya beres."
Bundle mengangguk. Dugaannya benar. Dan modus operandi-nya juga bisa ditebak.
Dia bertanya lebih lanjut.
"Siapakah Tuan Mosgorovsky?"
"Pengelola tempat ini, Nona. Seorang Rusia. Amat pandai."
Bundle membatalkan pertanyaannya dan menanyakan hal yang lain.
"Seratus pound adalah jumlah yang besar, Alfred."
"Ya, saya belum pernah punya uang sebanyak itu sebelumnya," kata Alfred dengan
sederhana. "Apa kau tak curiga ada yang tidak beres di balik itu semua?"
"Tidak beres?" "Ya. Aku tidak bicara tentang permainan judi. Maksudku adalah sesuatu yang lebih
serius. Kau tak ingin masuk penjara, kan?"
"Ya, Tuhan. Memangnya kenapa, Nona?"
"Dua hari yang lalu aku ke Scotland Yard. Aku mendengar suatu hal yang
mencurigakan. Aku ingin kau membantu aku, Alfred. Dan seandainya kau dapat
kesulitan - aku berjanji akan membantumu."
"Apa pun yang Nona inginkan akan saya lakukan."
"Nah, pertama-tama aku ingin melihat tempat ini dari bawah sampai atas -
semuanya," kata Bundle.
Dengan ditemani Alfred yang ketakutan, dia membuat observasi dengan amat teliti.
Tak ada yang menarik perhatiannya sampai dia tiba di ruang judi. Dia melihat
sebuah pintu yang tak kelihatan seperti pintu di sebuah sudut. Dan pintu itu
dikunci. Alfred siap menjelaskannya.
"Itu dipakai untuk lari, Nona. Ada sebuah ruangan dan sebuah pintu menuju tangga
yang menembus ke jalan. Itulah jalan yang dilewati penjudi-penjudi bila polisi
datang." "Apa polisi tidak tahu?"
"Pintu itu kan aneh, Nona. Kelihatan seperti lemari."
Bundle bertambah ingin tahu.
"Aku harus masuk ke sini," katanya.
Alfred menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa, Nona. Tuan Mosgorovsky yang menyimpan kuncinya."
"Ah. Kan ada kunci-kunci lain."
Dia berpikir bahwa kunci pintu itu adalah kunci biasa yang bisa dibuka dengan
kunci lain. Alfred disuruh mengambil kunci-kunci lainnya. Kunci keempat yang
dicoba Bundle ternyata cocok. Dia membuka pintu dan masuk.
Dia ada di sebuah ruangan kecil dan kotor. Sebuah meja panjang terletak di
tengah ruangan, dikelilingi kursi-kursi. Tak ada perabotan lain di ruang itu.
Dua buah lemari berdiri di kiri-kanan perapian. Alfred menunjukkan yang terdekat
dengan anggukan. "Yang itu," katanya.
Bundle mencoba membuka pintu lemari itu, tetapi tidak bisa. Setelah dia
perhatikan, kelihatan bahwa kuncinya memang lain dari yang lain. Hanya kunci
asli yang bisa membukanya.
"Bagus sekali," kata Alfred. "Kelihatan seperti lemari biasa kalau dibuka. Ada
rak-rak kosong. Tak seorang pun akan curiga. Tetapi bila disentuh di tempat yang
tepat, semuanya akan terbuka."
Bundle memperhatikan ruangan itu baik-baik. Yang pertama dilihatnya adalah pintu
itu diperlengkapi sedemikian rupa sehingga kedap suara. Kemudian dia
memperhatikan kursi-kursi. Ada tujuh semuanya. Tiga kursi di masing-masing sisi
dan satu yang agak menonjol di ujung meja.
Mata Bundle bercahaya. Dia menemukan apa yang dicarinya. Ini adalah ruang
pertemuan organisasi rahasia. Tempatnya direncanakan dengan sempurna. Kelihatan
begitu sederhana. Orang tak akan mengira. Ruangan itu bisa dimasuki dari ruang
judi - atau bisa dari pintu rahasia. Dan kerahasiaan yang sebenar-benarnya bisa
ditutupi dengan alasan ruang judi di sebelahnya.
Tanpa sengaja jari-jarinya merambat ke atas marmer tempat perapian. Alfred
melihatnya dan berkata, "Nona tak akan menemukan setitik debu di situ. Tuan Mosgorovsky menyuruh saya
untuk menyapu bersih ruangan ini tadi pagi dan dia menunggui saya
mengerjakannya." "Oh!" kata Bundle sambil berpikir keras. "Pagi tadi, ya?"
"Kadang-kadang saya bersihkan walaupun tidak dipakai."
Menit berikutnya Alfred menerima kejutan.
"Alfred, kau harus mencarikan aku tempat bersembunyi di ruangan ini," kata
Bundle. Alfred memandangnya tanpa daya.
"Itu tidak mungkin, Nona. Saya akan mendapat kesulitan dan kehilangan
pekerjaan." "Kau tetap akan kehilangan pekerjaan kalau kau masuk penjara," kata Bundle
mengancam. "Kau toh tak perlu khawatir. Tak ada yang tahu."
"Dan lagi tak ada tempat. Coba Nona lihat sendiri."
Bundle terpaksa mengakui bahwa pendapat Alfred benar. Tapi hatinya sudah mantap
untuk melakukan segala hal yang mungkin dilakukannya.
"Tak mungkin," katanya dengan yakin. "Pasti ada tempat."
"Tapi di mana?" Alfred putus asa.
Ruangan itu memang bukan tempat yang enak untuk sembunyi. Kerai kotor tergantung
menutupi jendela yang tak bertirai. Rangka jendela di bagian luar hanya selebar
empat inci. Di dalam ruangan ada meja, kursi, dan lemari.
Kunci lemari kedua tergantung di tempatnya. Bundle membuka lemari itu. Di
dalamnya ada rak yang berisi gelas dan peralatan makan.
"Barang-barang persediaan yang tidak dipakai," Alfred menjelaskan. "Nona lihat
sendiri, kan, tak ada tempat bersembunyi. Untuk seekor kucing pun tak ada."
Tapi Bundle tetap memeriksa lemari itu.
"Alfred, kau punya lemari di bawah untuk menyimpan gelas-gelas ini" Punya"
Bagus. Sekarang cepat ambil nampan dan bawa semua turun. Cepat - kita tak punya
banyak waktu." "Tidak bisa, Nona. Sudah gelap lagi. Sebentar lagi koki pasti datang."
"Tuan Mosgo - apa itu - datang malam-malam, kan?"
"Dia tak pernah muncul sebelum tengah malam. Tapi, Nona - "
"Jangan banyak bicara, Alfred," kata Bundle. "Ambil nampan itu sekarang juga.
Kalau kau ribut terus, kau yang akan kesulitan."
Setelah menerima perintah tegas itu Alfred pun pergi. Dia kembali dengan sebuah
nampan. Karena sadar bahwa dia tak bisa berbuat apa-apa, maka dia pun meletakkan
gelas-gelas itu ke nampan dengan gemetar.
Rak lemari itu ternyata mudah dilepas seperti perkiraan Bundle. Dia melepaskan
rak-rak itu dan menyandarkannya ke dinding lemari. Kemudian dia masuk ke
dalamnya. "Hm, sempit sekali," katanya. "Tolong tutup pintunya baik-baik, Alfred - ya,
betul. Sekarang ambilkan bor untukku."
"Bor?". "Ya." "Saya tak tahu - "
"Kau pasti punya bor. Kalau tak ada, beli saja."
Alfred pergi dan kembali dengan satu set peralatan yang baik. Bundle mengambil
apa yang dibutuhkannya dan dengan cekatan membuat sebuah lubang kecil di dekat
mata kanannya. Dia melubangi dari luar sehingga tidak terlalu kelihatan.
"Nah, beres," katanya.
"Oh, tapi Nona - "
"Ya?" "Mereka akan menangkap Nona kalau mereka membuka pintu."
"Mereka tak akan membuka pintu ini karena kau akan menguncinya dan menyimpan
kunci itu." "Dan seandainya Tuan Mosgorovsky kebetulan meminta kuncinya?"
"Katakan saja hilang," kata Bundle cepat. "Sudahlah, tak akan ada yang tertarik
dengan lemari mi. Cepat, Alfred, jangan-jangan ada orang datang. Kunci aku di sini dan bukakan kembali kalau sudah tak ada orang nanti."
"Nona bisa pingsan nanti - "
"Aku tak pernah pingsan. Tapi baik juga kalau kauambilkan aku minuman. Lalu
kunci lagi ruangan ini - jangan lupa - dan kembalikan semua kunci pada tempatnya.
Dan Alfred, jangan takut. Ingatlah, kalau ada kesulitan, aku akan membantumu."
"Sudah, ya," katanya setelah Alfred mengantarkan minuman. Akhirnya Alfred
keluar. Bundle sendiri tidak gugup. Dia tenang-tenang saja. Dia yakin bahwa Alfred bisa
mengatasi rasa gugupnya. Dia adalah seorang pelayan yang terdidik. Tak akan
menunjukkan emosi begitu saja.
Hanya satu hal yang dikhawatirkan Bundle. Dia mungkin keliru mengartikan
perintah membersihkan ruangan itu pagi tadi. Dan kalau demikian halnya - Bundle
menarik napas di dalam lemari sempit - maka keinginannya untuk tinggal di situ
lama-lama kelihatan tidak menarik lagi.
Bab 14 PERTEMUAN TUJUH LONCENG KITA lewati saja penderitaan Bundle yang meringkuk sendiri di dalam lemari
selama empat jam. Seandainya ada rapat, maka seperti perkiraan Bundle, pasti
akan berlangsung ketika tempat itu ramai dikunjungi orang, yaitu antara pukul
dua belas malam sampai pukul dua pagi.
Bundle sedang memperkirakan waktu. Pasti kira-kira sudah pukul enam pagi saat
itu. Tiba-tiba dia mendengar suara orang membuka pintu.
Menit berikutnya lampu dinyalakan. Bundle mendengar suara-suara bergumam selama
satu atau dua menit. Kemudian sepi. Dia mendengar suara pintu dikunci. Pasti ada
seseorang masuk dari ruang judi. Benar-benar teliti. Pintu itu dibuat kedap
suara. Pada menit berikutnya dia bisa melihat orang tersebut walaupun tidak jelas.
Seorang lelaki tinggi, berbahu bidang, berwibawa, dan berjenggot hitam lebat.
Bundle teringat bahwa dia pernah melihat lelaki tersebut malam sebelumnya.
Kaku begitu dialah si orang Rusia majikan Alfred, pemilik klub malam itu.
Jantung Bundle berdetak keras. Bundle memang lain dengan ayahnya. Dia tidak
ingat penderitaan yang dialaminya.
Si Rusia itu berdiri diam sesaat di dekat meja. Dia membelai-belai jenggotnya
kemudian dia menarik jam dari sakunya dan melihat pukul berapa waktu itu. Dia
mengangguk puas. Sekali lagi dia memasukkan tangannya ke dalam saku dan
mengeluarkan sesuatu yang tak bisa dilihat Bundle.
Ketika lelaki itu terlihat lagi, Bundle sangat terkejut. Wajahnya sekarang
ditutupi topeng. Tapi bukan topeng biasa. Hanya selembar kain yang tergantung
menutupi wajah dan dilubangi di bagian mata. Bentuknya bulat dan menyerupai jam.
Kedua jarumnya menunjukkan pukul enam.
"Tujuh Lonceng!" kata Bundle pada dirinya sendiri.
Dan pada saat itu terdengar sebuah suara lain. Tujuh ketukan. Mosgorovsky
melangkah ke arah lemari yang lain. Bundle mendengar suara kunci dibuka dan
sapaan dalam lidah asing.
Sekarang dia bisa melihat siapa mereka.
Mereka semua memakai topeng jam. Tapi jarumnya menunjuk waktu yang berlainan -
pukul empat dan pukul lima. Kedua laki-laki itu memakai pakaian malam, tapi
berbeda. Yang seorang bertubuh semampai dengan potongan baju bagus dan anggun.
Cara dia melangkah menunjukkan bahwa dia bukan orang Inggris. Yang seorang lagi
langsing. Bajunya sesuai dengan bentuk tubuhnya. Sebelum dia bicara pun Bundle
sudah dapat menebak kebangsaannya.
"Rupanya kita yang datang lebih dulu."
Terdengar suara riang beraksen Amerika bercampur Irlandia.
Lalu terdengar suara dalam bahasa Inggris yang bagus tapi beraksen asing.
"Saya dapat kesulitan untuk keluar malam ini. Karena saya tidak merdeka seperti
Jam Empat." Bundle mencoba menebak kebangsaan orang itu. Aksennya terdengar seperti Prancis
tapi bukan benar-benar Prancis. Barangkali orang Austria. Atau Hongaria. Atau
Rusia. Si Amerika berjalan ke sisi meja yang lain, dan Bundle mendengar suara kursi
ditarik. "Jam Satu benar-benar berhasil. Selamat atas risiko yang berani kautempuh."
Jam Lima hanya mengangkat bahu.
"Kalau tak ada yang ambil risiko - " Dia tidak menyelesaikan kalimatnya.
Sekali lagi terdengar tujuh ketukan dan Mosgorovsky melangkah ke pintu rahasia.
Bundle tidak dapat melihat mereka semua yang hadir. Tapi dia bisa mendengar
suara si Rusia. "Apa bisa kita mulai sekarang?"
Dia memutari meja dan duduk di kursi paling ujung di kepala meja. Dengan posisi
demikian dia tepat menghadap ke lemari tempat Bundle bersembunyi. Si Jam Lima
yang anggun duduk di dekatnya. Kursi ketiga dalam deretan itu tidak nampak dalam
lingkup pandang Bundle. Tapi si Jam Empat bergerak dalam garis pandang Bundle
sebelum duduk. Di deretan sebelah sini juga hanya dua kursi yang kelihatan. Dan
dia melihat sebuah tangan membalikkan kursi kedua - yang tengah. Kemudian dengan
cepat seseorang duduk di depan Mosgorovsky, sehingga Bundle hanya bisa melihat
punggung orang itu. Bundle memandangi punggung indah milik seorang wanita yang
amat cantik. Dialah yang bicara terlebih dahulu. Suaranya dalam, merdu, dan asing - mempesona.
Wanita itu menoleh ke kursi kosong di sampingnya.
"Jadi kita tak akan melihat Jam Tujuh malam ini?" tanyanya. "Kapan kita bisa
melihatnya?" "Bagus - bagus - " kata si Amerika. "Rasanya saya sekarang yakin bahwa Jam Tujuh
memang tak ada." "Jangan kita pikirkan hal itu, Kawan," kata si Rusia ramah.
Lalu mereka diam. Diam yang tidak menyenangkan. Demikian perasaan Bundle.
Dia masih melotot bagaikan terpesona oleh punggung indah di depannya. Dia
melihat sebuah tahi lalat kecil hitam di bahu kanan yang amat putih. Bundle
merasa bahwa istilah "Petualang Cantik" yang sering kali dibacanya memang ada.
Dia sangat yakin bahwa wanita itu memiliki wajah cantik dan mata yang hangat.
Bundle terkejut mendengar suara si Rusia yang bertindak sebagai pembawa acara.
"Kita lanjutkan acara ini. Pertama. Ketidakhadiran Jam Dua."
Dia membuat gerakan isyarat pada kursi tertelungkup di dekat wanita cantik itu.
Gerakan tersebut diikuti oleh peserta-peserta lain, membuat gerakan tertentu
sambil memandang kursi itu.
"Sayang Jam Dua tidak hadir malam ini," lanjutnya. "Banyak hal yang harus
dikerjakan. Banyak kesulitan-kesulitan yang tiba-tiba muncul."
"Kau punya laporannya?" tanya si Amerika.
"Belum." Mereka diam. "Aku tidak mengerti."
"Kau pikir - ada kemungkinan hilang?"
"Bisa jadi - " "Kalau begitu," kata Jam Lima, "berbahaya - "
Si Rusia menganggukkan kepala.
"Ya. Ada bahaya. Keadaan kita banyak diketahui orang - tempat kita. Aku tahu
beberapa orang yang mencurigai kita." Dia menambahkan dengan suara dingin,
"Mereka harus dibungkam."
Bundle merasa agak ngeri. Seandainya dia ditemukan, apakah dia akan dibungkam"
Tiba-tiba telinganya dikejutkan.
"Jadi tak ditemukan apa-apa tentang Chimneys?"
Mosgorovsky menggelengkan kepala.
"Tak ada apa-apa."
Tiba-tiba Jam Lima membungkuk ke depan.
"Aku setuju dengan Anna. Mana pimpinan kita - Jam Tujuh" Kenapa kita tidak pernah
melihat dia?" Si Rusia menjawab, "Jam Tujuh punya cara kerja yang lain dengan kita."


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau selalu berkata begitu."
"Aku akan mengatakan ini," kata Mosgorovsky. "Aku kasihan pada orang yang berani
melawan dia." Mereka diam semua. "Kita lanjutkan acara ini," kata Mosgorovsky dengan tenang. "Jam Tiga, kau punya
rencana dengan Wyvern Abbey?"
Bundle menegangkan telinganya. Sejauh ini dia belum bisa melihat maupun
mendengar suara Jam Tiga. Sekarang dia bisa mendengar suaranya dengan jelas -
suaranya rendah, enak, dan jelas - suara pria Inggris yang terpelajar.
"Ini rencana saya."
Beberapa lembar kertas disodorkan di meja. Setiap orang membungkuk ke depan.
Lalu Mosgorovsky mengangkat kepalanya kembali.
"Dan daftar tamunya?"
"Ini." Si Rusia membacanya. "Sir Stanley Digby. Tuan Terence O'Rourke. Sir Oswald dan Lady Coote. Tuan
Bateman. Countess Anna Radzky. Nyonya Macatta. Tuan James Thesiger - " Dia
berhenti dan bertanya dengan suara tajam,
"Siapa Tuan James Thesiger ini?"
Si Amerika tertawa. "Aku rasa kau tak perlu khawatir dengan dia. Biasa. Pemuda tolol."
Si Rusia meneruskan membaca,
"Herr Eberhard dan Tuan Eversleigh, itulah semuanya."
"Itukah tamu-tamunya?" tanya Bundle dalam hati. "Bagaimana dengan si manis Lady
Eileen Brent?" "Ya, kelihatannya tak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Mosgorovsky. Dia
memandang ke depan, "Tak ada yang diragukan lagi dengan penemuan Eberhard?"
Si Jam Tiga menjawab dengan suara Inggris-nya yang menyenangkan.
"Tak ada." "Nilainya bisa bermilyar-milyar," kata si Rusia. "Tapi dilihat dari kepentingan
internasional - ya, memang bisa dianggap tamak."
Bundle merasa bahwa orang itu tersenyum licik di balik topengnya.
"Ya," lanjutnya. "Tambang emas."
"Nilainya menyangkut beberapa nyawa," kata Jam Lima dengan sinis dan kemudian
tertawa. "Kita kan tahu bagaimana penemu-penemu itu," kata si Amerika. "Kadang-kadang hal
seperti ini tidak berlaku."
"Orang seperti Sir Oswald Coote pasti tidak akan membuat kesalahan," kata
Mosgorovsky. "Sebagai seorang penerbang, aku berpendapat bahwa hal itu memang masuk akal.
Sebetulnya hal itu sudah dibicarakan bertahun-tahun - tapi memang memerlukan otak
jenius Eberhard untuk menghasilkannya," kata Jam Lima.
"Hm," kata Mosgorovsky. "Aku rasa kita tak perlu membicarakannya lagi. Kalian
semua telah mengetahui rencananya. Dan aku rasa rencana kita tak akan berubah.
O, ya, aku dengar ada orang yang menemukan surat Gerald Wade. Surat itu menyebut
organisasi kita. Siapa yang menemukannya?"
"Anak Lord Caterham - Lady Eileen Brent."
"Seharusnya Bauer bisa mengatasi soal itu. Dia kurang hati-hati. Kepada siapa
surat itu ditujukan?"
"Kepada adiknya," kata Jam Tiga.
"Sayang," kata Mosgorovsky. "Tapi sudah terlanjur. Pemeriksaan atas kasus Ronald
Devereux akan dilaksanakan besok. Sudah diatur semuanya?"
"Cerita tentang anak-anak muda yang sedang latihan menembak sudah disebar ke
mana-mana," jawab si Amerika.
"Kalau begitu tak ada persoalan. Saya rasa semua yang perlu dibicarakan sudah
kita bicarakan. Dan saya rasa kita semua perlu mengucapkan selamat kepada Jam
Satu untuk peranan yang akan dimainkannya."
"Hore. Selamat untuk Anna," seru Jam Lima.
Semua tangan membuat gerakan isyarat yang tadi telah dilihat Bundle.
"Selamat untuk Anna."
Jam Satu membalas ucapan itu dengan gayanya yang khas. Kemudian dia berdiri dan
yang lain mengikuti. Untuk pertama kalinya Bundle melihat sepintas si Jam Tiga
ketika dia membantu meletakkan mantel luar wanita itu. Seorang lelaki bertubuh
besar. Kemudian mereka melewati pintu rahasia satu per satu. Mosgorovsky mengunci pintu
tersebut setelah mereka semua keluar. Dia menunggu beberapa saat. Lalu Bundle
mendengar dia membuka pintu yang lain dan menutupnya setelah mematikan lampu.
Dua jam kemudian Alfred datang dengan wajah pucat untuk mengeluarkan Bundle. Dia
hampir saja jatuh. Alfred terpaksa memapahnya.
"Tak apa," kata Bundle. "Cuma kaku-kaku. Aku duduk sebentar, ya."
"Ah, Nona, kasihan sekali."
"Tak apa-apa," jawab Bundle. "Semua lancar."
"Syukurlah, Nona. Saya gelisah sepanjang malam. Mereka memang kelompok aneh."
"Ya, kelompok aneh," kata Bundle sambil memijiti kaki dan tangannya. "Aku pikir
kelompok seperti itu hanya ada di buku-buku. Tapi sekarang aku melihatnya
sendiri. Dalam hidup kita ini, Alfred, kita tidak akan berhenti belajar."
Bab 15 PEMERIKSAAN BUNDLE sampai di rumah kira-kira pukul enam pagi. Pukul sembilan tiga puluh dia
sudah siap berpakaian rapi, kemudian menelepon Jimmy Thesiger.
Kesiapannya menjawab membuat Bundle heran. Tapi Jimmy kemudian menjawab bahwa
dia bermaksud datang ke pemeriksaan.
"Aku juga," kata Bundle. "Dan banyak yang ingin kuceritakan padamu."
"Bagaimana kalau kau kujemput dan kauceritakan padaku semua di jalan?"
"Baik. Tapi tolong antar aku ke Chimneys dulu. Kepala Polisi akan menjemputku di
sana." "Mengapa?" "Karena dia baik," jawab Bundle.
"Aku juga baik," kata Jimmy. "Sangat baik."
"Oh, kau - kau kan tolol. He, aku dengar ada orang berkata begitu tadi malam.
Tepatnya seorang Yahudi Rusia. Ah, bukan. Dia - "
Mendengar protes Jimmy, Bundle tidak melanjutkan kalimatnya.
"Mungkin aku memang tolol. Barangkali memang begitu," kata Jimmy. "Tapi aku tak
mau dikatakan begitu oleh seorang Yahudi Rusia. Apa yang kaulakukan semalam,
Bundle?" "Itulah yang ingin kuceritakan. Sudah dulu, ya."
Dia meletakkan telepon tiba-tiba dan membuat Jimmy penasaran. Dia memang sangat
menghargai kemampuan Bundle, meskipun dia sendiri tidak tertarik pada gadis itu.
"Dia pasti menemukan sesuatu. Pasti." Jimmy mereguk kopinya cepat-cepat.
Dua puluh menit kemudian dia melaju di dalam mobil kecilnya ke rumah Bundle di
Brook Street. Bundle yang telah menunggu di depan dengan cepat menuruni tangga.
Jimmy bukanlah seorang pengamat yang teliti, tetapi dia melihat lingkaran hitam
di mata Bundle dan memastikan bahwa semalam Bundle kurang tidur.
"Nah," katanya ketika mereka sampai di pinggiran kota. "Dosa apa yang kauperbuat
tadi malam?" "Aku akan cerita. Tapi jangan menyela sebelum selesai."
Cerita itu cukup panjang. Dan Jimmy mengalami kesulitan untuk membagi
perhatiannya pada lalu lintas di jalan. Ketika Bundle selesai bercerita, dia
memandangnya dengan tajam.
"Bundle," katanya.
"Ya?" "Kau tidak mempermainkan aku, kan?"
"Apa maksudmu?"
"Maaf. Aku merasa seperti mendengar sebuah mimpi."
"Aku mengerti," kata Bundle dengan simpatik.
"Rasanya tidak mungkin," kata Jimmy pada dirinya sendiri. "Petualang asing yang
cantik, komplotan internasional. Si Jam Tujuh yang misterius yang tak dikenal
siapa pun. Rasanya hanya ada di buku."
"Tentu kau pernah baca buku seperti itu. Aku juga. Tapi tak ada alasan hal
seperti itu tidak mungkin terjadi."
"Ya, kau benar."
"Dan memang, cerita fiksi tentunya berdasarkan pada apa yang pernah terjadi.
Orang tak akan mengarang begitu saja."
"Kau benar. Bagaimanapun, aku perlu mencubit tanganku untuk meyakinkan bahwa hal
itu benar." "Aku juga merasa demikian."
Jimmy menarik napas panjang.
"Kita semua sama-sama bangun. Seorang Rusia, seorang Amerika, seorang Inggris -
dan kemungkinan seorang Hongaria atau Austria. Dan wanita itu - yang tak diketahui
kebangsaannya. Hm - benar-benar kumpulan internasional yang representatif."
"Dan seorang Jerman - jangan dilupakan dia."
"Oh. Maksudmu - "
"Ketidakhadiran Jam Dua. Dia adalah Bauer, pelayanku. Sepertiganya jelas dia
yang dimaksud. Mereka berkata bahwa mereka mengharapkan laporan dari Jam Dua -
walaupun aku tak mengerti laporan apa yang diharapkan tentang Chimneys."
"Pasti yang ada hubungannya dengan kematian Gerry Wade," kata Jimmy. "Aku tak
bisa membayangkannya. Apa mereka menyebutkan nama Bauer?"
Bundle mengangguk. "Mereka menyalahkan dia karena tidak menemukan surat itu."
"Ya - memang tak ada hal yang memberatkan mereka. Maaf, tadi aku tidak percaya.
Karena ceritamu memang luar biasa, sih. Jadi mereka tahu kalau aku akan ada di
pesta di Wyvern Abbey minggu depan?"
"Ya. Dan si Amerika menyatakan bahwa mereka tak perlu khawatir karena kau hanya
seorang pemuda tolol."
"Ah!" Jimmy menginjakkan kakinya ke pedal gas dan mobil itu pun berlari kencang.
"Aku senang kau memberi tahu tentang hal itu. Aku jadi penasaran."
Dia diam sesaat, lalu bertanya,
"Kau bilang bahwa penemu Jerman itu namanya Eberhard?"
"Ya, kenapa?" "Sebentar - aku ingat sesuatu. Eberhard - Eberhard - ya. Itulah namanya."
"Ceritakan padaku."
"Eberhard adalah orang yang telah mengajukan hak paten untuk proses baja. Aku
tidak bisa menjelaskannya secara teknis. Tapi proses yang dikuasainya bisa
menghasilkan kawat sekuat batangan baja. Eberhard punya bisnis pembuatan kapal
terbang sehingga kalau proses itu diberlakukan, maka akan terjadi suatu revolusi
besar - maksudku dalam soal biaya. Aku rasa penemuan ini ditawarkan pada
pemerintah Jerman. Tapi mereka menolaknya karena ada kelemahan di dalamnya.
Hanya mereka melakukannya dengan agak kasar. Eberhard memang telah berhasil
memperbaiki kelemahan itu, tapi kelihatannya dia sudah terlanjur sakit hati
sehingga dia tidak mau berurusan dengan mereka lagi. Aku pikir soal itu sudah
dipetieskan. Ternyata muncul lagi."
"Ya. Aku rasa kau benar, Jimmy," kata Bundle bersemangat. "Dan Eberhard pasti
menawarkannya pada pemerintah kita. Dan mereka akan atau sudah minta pendapat
Sir Oswald Coote tentang hal itu. Kalau begitu akan ada konperensi tidak resmi
di Wyvern Abbey. Sir Oswald Coote, George, Menteri Perhubungan Udara, dan
Eberhard. Si Eberhard adalah pihak yang punya rencana atau proses atau apa pun
namanya - " "Formula," kata Jimmy. "Aku rasa 'formula' merupakan kata yang tepat."
"Aku rasa dia akan membawa formulanya dan komplotan Tujuh Lonceng punya rencana
untuk mencuri formula itu. Aku ingat si Rusia bilang bahwa nilainya bisa
bermilyar-milyar." "Aku rasa benar," kata Jimmy.
"Dan meminta korban beberapa nyawa - itu kata orang yang lain."
"Ya, kelihatannya begitu," kata Jimmy dengan wajah keruh. "Tentang pemeriksaan
ini, Bundle, kau yakin tak ada yang lain yang dikatakan Ronny?"
"Tidak," kata Bundle. "Tujuh Lonceng. Katakan pada Jimmy Thesiger. Itu saja.
Kasihan Ronny." "Kalau saja kita tahu apa yang dia tahu," kata Jimmy. "Tapi kita telah menemukan
sesuatu. Si Bauer. Pasti dia yang bertanggung jawab terhadap kematian Gerry.
Tahu enggak - " "Apa?" "Aku kadang-kadang takut. Siapa yang akan jadi korban berikutnya. Ini benar-
benar bukan urusan yang bisa dicampuri seorang gadis."
Bundle hanya tersenyum. Tentunya Jimmy sudah lama ingin mengatakan kata-kata
itu. Dia menyamakan Bundle dengan Loraine Wade.
"Kemungkinan besar adalah kau dan bukan aku yang akan jadi korban," jawab Bundle
dengan ringan. "He, kita alihkan pembicaraan saja. Seandainya kau bertemu dengan anggota
komplotan itu, bisakah kau mengenalinya?"
Bundle ragu-ragu. "Aku rasa aku bisa mengenali Nomor Lima," katanya. "Cara bicaranya lain dari
yang lain - itu mungkin bisa menjadi tanda."
"Bagaimana dengan orang Inggris itu?"
Bundle menggelengkan kepala.
"Aku tidak bisa melihatnya. Hanya sekilas - dan suaranya seperti suara orang
kebanyakan. Aku cuma tahu bahwa dia berbadan besar."
"Dan ada wanitanya," kata Jimmy. "Tentunya lebih mudah menangani dia. Tapi
rasanya kau tidak akan bertemu dengannya. Barangkali dia yang menggoda menteri-
menteri kabinet dan memancing mereka agar membocorkan rahasia negara, sambil
bercinta. Begitulah yang ada di buku-buku. Tapi menteri kabinet yang aku tahu
hanya minum air panas dengan tetesan air jeruk."
"Misalnya George Lomax. Apakah kau bisa membayangkan dia berpacaran dengan
seorang wanita asing yang cantik?" kata Bundle sambil tertawa.
Jimmy setuju dengan komentar Bundle.
"Dan tentang si Jam Tujuh yang misterius itu," lanjut Jimmy. "Kau tahu kira-kira
siapa dia?" "Tidak." "Ya - kalau menurut standar buku - tentunya dia adalah seorang yang kita tahu.
Bagaimana dengan George Lomax sendiri?"
Bundle menggelengkan kepala.
"Di buku memang cocok," katanya. "Tapi aku tahu Codders - " Tiba-tiba dia terkejut
sendiri. "Codders, pimpinan organisasi kriminal yang hebat. Bukankah itu luar
biasa?" Jimmy setuju. Perlahan-lahan mereka akhirnya sampai di Chimneys dan melihat
Kolonel Melrose yang sudah menunggu. Jimmy diperkenalkan kepadanya dan mereka
bertiga pergi menghadiri pemeriksaan bersama-sama.
Seperti telah diramalkan Kolonel Melrose, seluruh urusan sangatlah sederhana.
Bundle memberikan kesaksian. Dokter memberikan kesaksiannya. Sebuah bukti
tentang latihan menembak diberikan. Dan kematian karena kecelakaan pun
diputuskan. Setelah selesai, Kolonel Melrose mengantar Bundle ke Chimneys dan Jimmy Thesiger
kembali ke London. Di balik sikapnya yang biasa-biasa saja, cerita Bundle telah membuat Jimmy
gemas. Dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Ronny," gumamnya. "Aku akan berusaha membereskannya. Dan kau tidak ada di sini
mengikuti permainan ini."
Sebuah pikiran melayang di kepalanya. Loraine! Apa dia dalam bahaya"
Setelah ragu-ragu sejenak akhirnya Jimmy mengangkat telepon dan menelepon
Loraine. "Ini Jimmy. Aku pikir kau tentu ingin tahu hasil pemeriksaan itu. Kematian
karena kecelakaan." "Oh, tapi - " "Ya. Tapi aku rasa ada sesuatu di balik itu semua. Ada orang yang diminta
membungkam soal itu. Aku rasa, Loraine - "
"Ya?" "Dengar, Loraine. Ada - ada urusan aneh sekarang ini. Kau akan hati-hati, bukan"
Demi aku." Dia mendengar nada khawatir dalam suara Loraine.
"Jimmy - kalau begitu, persoalan ini berbahaya - bagimu."
Jimmy tertawa. "Ah, tak apa-apa. Aku punya sembilan nyawa. Sudah dulu, ya."
Jimmy menutup telepon dan diam. Pikirannya tenggelam dalam lamunan. Kemudian dia
memanggil Stevens. "Apa kau bisa keluar sebentar dan membelikan sebuah pistol untukku, Stevens?"
"Pistol?" Sebagai pelayan yang telah terlatih dia tidak menunjukkan rasa heran.
"Pistol apa yang Tuan inginkan?"
"Yang bila kita letakkan jari di pelatuk dia akan meletus terus."
"Yang otomatis, Tuan."
"Ya, benar. Otomatis. Dan aku mau yang hidungnya biru. Di cerita-cerita Amerika,


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pahlawannya selalu mengambil pistol otomatis berhidung biru dari saku
celananya." Stevens tersenyum kecil. "Orang-orang Amerika setahu saya membawa sesuatu yang lain di kantung celana
mereka, Tuan," katanya.
Jimmy Thesiger tertawa. Bab 16 PESTA DI ABBEY BUNDLE pergi ke Wyvern Abbey tepat pada waktu minum teh hari Jumat sore. George
Lomax menyambutnya dengan hangat.
"Eileen," katanya. "Senang sekali kau mau datang kemari. Maafkan saya tidak
mengundangmu ketika mengundang ayahmu. Tapi terus terang saja saya tidak tahu
kalau kau juga suka pertemuan seperti ini. Saya benar-benar heran dan tak pernah
mimpi bahwa kau tertarik pada politik."
"Saya ingin sekali datang," kata Bundle dengan sikap sederhana dan jujur.
"Nyonya Macatta akan datang dengan kereta terakhir," kata George. "Dia pidato di
Manchester kemarin malam. Kau kenal Thesiger" Masih muda tetapi punya
pengetahuan cukup tinggi tentang politik internasional. Orang tak akan mengira."
"Saya tahu Tuan Thesiger," kata Bundle. Dia menjabat tangan Jimmy dengan tenang.
Jimmy ternyata membelah tengah rambutnya untuk memberikan penampilan yang lebih
serius. "Dengar," kata Jimmy dengan suara rendah dan tergesa ketika George meninggalkan
mereka. "Jangan marah, aku telah cerita pada Bill tentang kita."
"Bill?" Bundle merasa marah.
"He, Bill kan salah satu dari kami," kata Jimmy. "Ronny adalah kawannya. Juga
Gerry." "Oh! Aku tahu," kata Bundle.
"Tapi kau tidak suka" Maaf."
"Bill sih nggak apa-apa. Bukan itu soalnya," kata Bundle. "Tapi - dia - Bill suka
ngacau." "Tidak cepat tanggap maksudmu?" kata Jimmy. "Jangan lupa satu hal. Kepalan
tangannya keras. Dan aku merasa bahwa kita memerlukannya."
"Oke. Barangkali kau benar. Bagaimana reaksinya?"
"Memang perlu waktu cukup lama untuk mencerna apa yang kuceritakan. Tapi
akhirnya dia mengerti juga. Dan tentu saja berpihak pada kita."
Tiba-tiba George muncul. "Saya harus memperkenalkan semua, Eileen. Ini adalah Sir Stanley Digby - Lady
Eileen Brent. Tuan O'Rourke." Menteri Perhubungan Udara ternyata seorang laki-
laki kecil dengan senyum yang menyenangkan. Tuan O'Rourke adalah laki-laki muda,
tinggi, dengan mata biru yang ramah. Dia menyalami Bundle dengan antusias.
"Saya pikir pesta ini merupakan pesta politik yang membosankan," gumamnya.
"Stt," kata Bundle. "Saya suka politik - sangat suka."
"Sir Oswald dan Lady Coote, kau sudah kenal," lanjut George.
"Kami belum pernah benar-benar bertemu," kata Bundle tersenyum. Keterangan ayah
Bundle tentang Sir Oswald ternyata benar. Sir Oswald menjabat tangan Bundle
dengan genggaman sekuat baja. Bundle merasa agak kesakitan.
Setelah menyapa Bundle, Lady Coote berpaling pada Jimmy, dan mulai bicara dengan
akrab. Lady Coote ternyata menyukai pemuda berwajah merah muda itu walaupun dia
punya kebiasaan terlambat makan pagi. Dan Lady Coote ingin menyembuhkan Jimmy
dari kebiasaan jeleknya itu. Sekarang dia mulai bercerita tentang kecelakaan
motor yang dialami salah seorang kawannya,
"Tuan Bateman," kata George singkat.
Seorang pemuda berwajah pucat tetapi serius membungkukkan badan.
"Dan sekarang," lanjut George, "saya harus memperkenalkan pada Anda semua,
Countess Radzky." Countess Radzky sedang bicara dengan Tuan Bateman. Dia bersandar di sofa dengan
kaki menyilang dan sikap yang amat menantang. Dia menghisap rokok dengan pipa
panjang. Bundle menilainya sebagai salah seorang wanita paling cantik yang pernah
dilihatnya. Matanya besar dan berwarna biru, rambutnya hitam pekat. Kulitnya
agak gelap dan hidungnya khas orang Slavia. Tubuhnya ramping. Bibirnya dicat
merah sekali - warna yang tidak terlalu dikenal di kalangan Wyvern Abbey.
Dia berkata, "Ini Nyonya Macatta - ya?"
Ketika George menyatakan bukan dan memperkenalkan Bundle, Countess Radzky hanya
mengangguk sambil lalu dan kemudian melanjutkan percakapannya dengan Tuan
Bateman yang serius. Bundle mendengar suara Jimmy di dekat telinganya.
"Pongo rupanya terpesona oleh Slavia cantik itu," katanya. "Kasihan, ya" Kita
minum teh, yuk." Mereka berhadapan dengan Sir Oswald Coote lagi.
"Rumah Anda indah sekali - maksud saya, Chimneys," kata lelaki besar itu.
"Saya senang Anda menyukainya," jawab Bundle merendah.
"Barangkali perlu pipa-pipa air yang baru," lanjutnya. "Buatlah agak modern
sedikit." Dia melanjutkan percakapannya sejenak.
"Saya tinggal di tempat Duke of Alton sekarang. Tiga tahun. Sambil mencari-cari
tempat yang sesuai untuk saya. Tentunya ayah Anda tak bisa menjual Chimneys
walaupun dia mau melakukannya, bukan?"
Bundle rasanya sesak napas membayangkan manusia-manusia seperti Coote muncul di
kamar-kamar Chimneys dengan instruksi untuk memasang sistem pipa air yang baru.
Tiba-tiba saja Bundle merasa benci - perasaan yang dia sendiri merasakan sebagai
hal yang aneh. Memang, apabila orang membandingkan Sir Oswald Coote dengan Lord
Caterham, pasti kelihatan jelas perbedaannya. Sir Oswald Coote punya kepribadian
yang amat kuat sehingga siapa pun yang berdekatan dengannya akan kelihatan tak
berarti. Namun demikian, dalam banyak hal Sir Oswald adalah seorang tolol. Dia
memang punya pengetahuan khusus yang cukup dalam dan mempunyai kekuatan, tapi
banyak hal-hal lain yang tidak diketahuinya. Kemampuan untuk menghargai hal-hal
kecil dalam kehidupan yang benar-benar dikuasai Lord Caterham sama sekali tidak
ada padanya. Bundle memberikan penilaian itu sambil bicara dengan santai. Tuan Eberhard telah
datang. Sayang dia harus terbaring karena sakit kepala. Berita itu dia dengar
dari Tuan O'Rourke yang akhirnya berhasil duduk di samping Bundle.
Bundle naik ke atas untuk berganti baju. Hatinya berdebar dan harap-harap cemas.
Dia membayangkan bahwa pertemuan dengan Nyonya Macatta pasti luar biasa. Dan dia
tahu bahwa dia tidak akan dapat bersantai-santai menghadapinya.
Dengan baju hitam berenda Bundle turun kembali. Dia terkejut ketika melihat
seorang pelayan atau seseorang yang berpakaian pelayan berdiri di situ. Bentuk
badan orang itu tidak bisa menyembunyikan siapa orang itu sebenarnya. Bundle
berhenti dan memandang dia.
"Inspektur Battle?" katanya.
"Benar, Lady Eileen."
"Apa Anda di sini untuk - untuk - "
"Ya, untuk melihat-lihat dan mengawasi situasi. Surat peringatan itu membuat
Tuan Lomax khawatir. Dan tak ada yang lebih baik daripada keberadaan saya
sendiri di sini." "Tapi rasanya - " Bundle tidak melanjutkan. Dia tidak ingin mengatakan bahwa
penyamaran Battle sebagai pelayan sama sekali tidak cocok, karena Bundle seolah
melihat kata "Polisi" tertulis di seluruh badannya. Si penjahat pasti akan
langsung mengenali penyamarannya.
"Anda berpendapat bahwa saya akan mudah dikenali?" tanya Inspektur Battle.
"Saya kira - ya - " kata Bundle.
Senyum samar menghias wajah Inspektur Battle.
"Jadi membuat mereka berhati-hati" Mengapa tidak?"
"Mengapa tidak?" ulang Bundle dengan agak tolol.
Inspektur Battle menganggukkan kepalanya.
"Kita kan tidak menginginkan hal-hal jelek" Saya hanya ingin menunjukkan pada
mereka agar tidak mencoba membuat kerusuhan. Saya ingin agar mereka tahu bahwa
ada yang menjaga tempat ini."
Bundle hanya memandang dengan mata kagum.
Dia membayangkan bahwa kehadiran seorang polisi akan mengubah suasana.
"Salah bila kita bersikap terlalu pandai," katanya. "Yang diperlukan adalah
menghindari kerusuhan di akhir pekan ini."
Bundle terus berjalan sambil berpikir berapa orang yang akan mengenali Inspektur
Battle. Di ruangan Bundle melihat George memegang amplop sambil mengernyitkan alis.
"Telegram dari Nyonya Macatta. Tidak bisa datang karena anaknya sakit."
Hati Bundle rasanya ringan melepas beban.
"Sayang sekali, Eileen," kata George dengan simpatik. "Saya tahu kau ingin
sekali bertemu dengan dia. Juga Countess Radzky."
"Ah, tak apa-apa. Saya rasa lebih baik begitu daripada dia datang membawa
penyakit," jawab Bundle.
"Ya. Tapi saya rasa penyakit itu tidak akan demikian mudah menular. Dan tentu
saja Nyonya Macatta tidak akan seteledor itu. Dia adalah seorang wanita yang
penuh tanggung jawab. Orang seperti itulah yang kita perlukan pada saat seperti
ini." Syukurlah George sadar sebelum dia melanjutkan pidatonya.
"Untukmu sendiri masih ada banyak kesempatan. Tapi Countess Radzky - dia adalah
tamu yang hanya tinggal sebentar di sini."
"Dia orang Hongaria, ya?" tanya Bundle yang ingin tahu tentang wanita itu.
"Ya. Tentu kau sudah pernah dengar tentang Young Hungarian Party. Dialah
pemimpinnya. Seorang wanita yang amat kaya. Ditinggal suaminya pada usia muda.
Dia menggunakan kekayaan dan kepandaiannya untuk kepentingan umum. Khususnya
untuk urusan bayi. Ini merupakan soal yang sangat hangat saat ini di Hongaria.
Saya - ah! Ini dia Tuan Eberhard."
Orang Jerman itu jauh lebih muda dari yang diperkirakan Bundle. Umurnya baru
tiga puluh tiga atau tiga puluh empat. Dia merasa kikuk tapi cukup menyenangkan.
Matanya yang biru kelihatan malu dan kebiasaan jeleknya timbul, yaitu menggigit
kuku. Badannya kurus dan mukanya pucat, tidak kelihatan sehat.
Dia berbicara dengan kaku pada Bundle. Dan keduanya menyambut hangat kedatangan
Tuan O'Rourke yang menyenangkan. Akhirnya Bill ikut masuk dan mendatangi Bundle.
"Halo, Bundle. Rupanya kau sudah di sini. Nggak sempat napas dari pagi."
"Banyak urusan, ya?" kata O'Rourke simpatik.
Bill mengeluh. "Saya tak tahu bagaimana di tempatmu," katanya. "Kelihatannya majikanmu baik-
baik saja. Tapi Codders benar-benar keterlaluan. Kerja - kerja - kerja - tanpa henti
dari pagi sampai malam. Semua yang kaukerjakan keliru, dan semua yang belum
seharusnya sudah kaukerjakan."
"Seperti kata-kata di buku doa saja," kata Jimmy nimbrung.
Bill memandang dengan marah.
"Tak seorang pun tahu apa yang kulakukan," katanya kesal.
"Menyenangkan Tuan Putri, ya?" kata Jimmy. "Kasihan. Kau ini kan anti-wanita."
"Ada apa, sih?" tanya Bundle.
"Setelah minum teh, Countess Radzky minta Bill mengantarkan dia melihat-lihat
tempat-tempat ini." "Aku kan tidak bisa menolak?" kata Bill dengan muka merah.
Bundle merasa cemas. Dia tahu kelemahan Bill menghadapi seorang wanita cantik.
Dan di tangan wanita secantik Countess Radzky, Bill pasti meleleh seperti lilin.
Dia berpikir apakah tindakan Jimmy mengikutsertakan Bill dalam grup mereka bisa
dibenarkan. "Countess Radzky sangat menarik," kata Bill. "Dia juga sangat pandai. Dia
menanyakan segala macam hal."
"Pertanyaan seperti apa?" tanya Bundle tiba-tiba.
Bill terkejut. "Oh! Aku tak tahu. Tentang sejarah puri ini. Dan perabot-perabot tua. Dan - oh!
Segala macam." Pada saat itu Countess Radzky masuk ke dalam ruangan. Kelihatannya dia agak
tergesa-gesa. Dia kelihatan sangat menarik dalam gaun beludru hitam yang amat
ketat. Bundle melihat bagaimana Bill langsung mendekati dia. Juga laki-laki
serius berkaca mata itu. "Bill dan Pongo benar-benar terpesona," kata Jimmy tertawa.
Tapi Bundle tidak ikut tertawa karena dia merasa bahwa hal ini bukan hal yang
bisa ditertawakan. Bab 17 SETELAH MAKAN MALAM GEORGE bukanlah orang yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Di Abbey, tidak
ada pemanas sentral. Karena itu ketika tamu-tamu wanita - dengan gaun malam yang
tipis - masuk ruang duduk setelah makan malam, mereka kedinginan dan langsung
mengerumuni perapian. "Brrr," kata Countess Radzky dengan suaranya yang mempesona,
Lady Coote membungkus bahunya dengan selendang, sedangkan Bundle menggerutu.
"Kenapa George tidak memasang pemanas yang cukup, sih."
"Orang Inggris tidak pernah memanaskan rumahnya, kan?" kata Countess Radzky.
Dia mengeluarkan pipa panjangnya dan mulai merokok.
"Perapian ini kuno," kata Lady Coote. "Panasnya bukan masuk dalam ruangan tapi
naik ke dalam cerobong."
"Oh!" kata Countess.
Mereka diam. Countess itu jelas kelihatan tidak tertarik pada kawan bicaranya,
sehingga percakapan menjadi kaku.
"Aneh," kata Lady Coote memecah keheningan. "Rasanya aneh mendengar anak-anak
Nyonya Macatta sakit gondong."
"Apa itu gondong?" tanya Countess Radzky.
Bundle dan Lady Coote mencoba menjelaskan berganti-ganti. Akhirnya dia mengerti.
"Apa anak-anak Hongaria biasa kena gondong?" tanya Lady Coote.
"Eh?" gumam Countess Radzky.
"Apa anak-anak Hongaria juga sakit gondong?"
"Oh. Saya tidak tahu," katanya. "Mengapa saya harus tahu?"
"Lho, katanya Anda - " kata Lady Coote sambil memandangnya dengan heran.
"Oh, itu!" Putri itu mengambil pipa dari mulutnya dan berbicara dengan sangat
cepat. "Akan saya ceritakan sebuah kejadian ngeri - " katanya. "Anda pasti belum pernah
melihatnya. Anda tak akan percaya."
Dan dia bercerita dengan menarik. Gambaran tentang kelaparan dan kesengsaraan
yang mengerikan bisa diberikannya dengan meyakinkan. Dia bicara tentang Budapest
setelah perang dan perubahan-perubahannya sampai sekarang. Cara berceritanya
sangat dramatis - dan seperti sebuah gramofon. Sekali dihidupkan, tak akan
berhenti. Tapi akhirnya dia berhenti bicara juga.
Lady Coote sangat terpesona mendengar ceritanya. Dia duduk dengan mulut agak
terbuka. Matanya yang besar dan sedih terpaku pada Countess Radzky. Kadang-
kadang dia menyela dengan satu-dua kalimat.
"Salah seorang saudara sepupu saya meninggal terbakar dengan ketiga anaknya.
Mengerikan sekali." Tapi Countess itu tidak memperhatikan. Dia terus dan terus bercerita. Dan tiba-
tiba dia berhenti. "Itulah!" katanya. "Kami punya uang - tapi tak punya organisasi. Kami memerlukan
organisasi." Lady Coote menarik napas.
"Saya sering dengar suami saya berkata bahwa tak ada yang bisa dilakukan tanpa
metode teratur. Dia berhasil karena prinsip tersebut. Dan dia mengatakan tak
dapat jalan tanpa prinsip itu."
Dia menarik napas lagi. Sekilas terbayang olehnya Sir Oswald sebelum menjadi
seorang pengusaha yang sukses. Seorang pemuda periang yang bekerja di toko
sepeda. Sesaat dia membayangkan kehidupan yang lebih menyenangkan seandainya Sir
Oswald tidak punya metode yang teratur.
Kemudian dia berpaling pada Bundle.
"Maaf, Lady Eileen," katanya, "apakah Anda suka pada tukang kebun kepala itu?"
"MacDonald" Yah - " Bundle ragu-ragu. "Sebenarnya tak ada orang yang benar-benar
suka padanya," katanya dengan nada menyesal. "Tapi dia tukang kebun yang baik."
"Oh, saya tahu, dia memang tukang kebun yang baik."
"Dia tidak apa-apa asalkan kita selalu mengingatkan dia pada tempat dan
fungsinya," kata Bundle.
"Ya, saya rasa begitu," kata Lady Coote.
Dia kelihatan iri pada Bundle yang bisa menguasai MacDonald dengan mudah.
"Saya suka kebun yang indah," kata Countess sambil merenung.
Bundle terkejut, tapi tiba-tiba Jimmy Thesiger masuk dan bicara padanya dengan
suara aneh dan tergesa. "Mau melihat gambar-gambar itu sekarang" Mereka menunggumu."
Bundle cepat-cepat keluar dan Jimmy Thesiger berjalan rapat di belakangnya.
"Gambar apa?" tanyanya begitu pintu ruangan telah mereka tutup.
"Bukan apa-apa. Aku harus mengatakan sesuatu supaya kau bisa keluar. Ayo, Bill
menunggu kita di perpustakaan. Tak ada siapa-siapa di sana."


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bill sedang berjalan hilir-mudik dalam perpustakaan. Pikirannya sedang sibuk.
"Dengar, Bundle," katanya memberondong. "Aku tidak suka ini."
"Tidak suka apa?"
"Kau ikut-ikutan terlibat soal ini. Kemungkinan besar akan ada kesulitan, lalu - "
Dia memandang Bundle dengan rasa sayang dan hati Bundle merasa hangat.
"Dia tidak perlu ikut campur, kan Jim?"
"Sudah kukatakan padanya," jawab Jimmy.
"Sudahlah, Bundle. Aku tak ingin kau ikut terkena akibatnya."
Bundle berbalik pada Jimmy.
"Apa saja yang telah kauceritakan padanya?"
"Oh! Semua." "Aku masih belum bisa percaya hal itu," kata Bill. "Kau di Tujuh Lonceng dan
sebagainya." Dia memandang Bundle dengan sedih. "Kuharap kau tidak ikut campur."
"Ikut campur apa?"
"Persoalan itu."
"Mengapa tidak" Itu sangat menarik."
"Oh, ya - menarik. Tapi mungkin sangat berbahaya. Ingatlah nasib Ronny."
"Ya," kata Bundle. "Kalau bukan karena Ronny temanmu itu, aku tak akan terlibat
dalam persoalan ini. Tapi aku memang terlibat. Dan tak ada alasan untuk keluar
lagi." "Aku tahu bahwa kau seorang yang sangat sportif, Bundle, tapi - "
"Simpan saja pujian itu. Mari kita membuat rencana."
Bundle senang karena Bill ternyata menanggapi dengan positif.
"Kau memang benar dengan formula itu," katanya. "Eberhard memiliki formula itu.
Tepatnya Sir Oswald. Dan formula itu telah dicek - dengan sangat rahasia. Eberhard
sendiri menyaksikannya. Mereka semua ada di ruang belajar sekarang."
"Berapa lama Sir Stanley Digby tinggal di sini?" tanya Jimmy.
"Dia kembali besok."
"Hm," kata Jimmy. "Kalau begitu jelas. Seandainya dia akan membawa formula itu
besok, kerusuhan itu akan terjadi malam ini."
"Aku rasa begitu."
"Pasti. Kalau begitu kita bisa membuat rencana lebih baik. Jadi komplotan itu
harus memutar otak lebih kuat. Sekarang detil-detilnya. Pertama-tama di mana
formula itu disimpan" Apakah ada pada Eberhard atau Sir Oswald Coote?"
"Tidak dua-duanya. Aku dengar formula itu akan diberikan pada Menteri
Perhubungan Udara malam ini untuk dibawa besok. Kalau demikian, O'Rourke-lah
yang akan menyimpannya."
"Kalau begitu kita harus siap seandainya ada orang yang mau mencomot kertas itu
malam ini. Bukan begitu, Bill?"
Bundle membuka mulutnya akan memprotes, tapi kemudian menutupnya kembali tanpa
bicara. "Omong-omong," lanjut Jimmy, "sepertinya aku melihat seorang inspektur dari
Harrods di sini tadi. Apa si Lestrade dari Scotland Yard?"
"Kau memang hebat, seperti Watson," kata Bill.
"Kalau memang begitu, apa kita tidak nyelonong masuk daerah kekuasaannya?"
"Apa boleh buat. Maksud kita kan baik," kata Bill.
"Kalau begitu kita setuju membagi tugas malam ini?" kata Jimmy.
Sekali lagi Bundle membuka mulut, dan sekali lagi dia menutupnya tanpa bicara.
"Betul. Siapa dapat tugas pertama?" kata Bill.
"Kita undi sajalah."
"Boleh." "Baik," kata Jimmy mengeluarkan uang logam. "Kalau kepala kau dulu, aku
belakangan. Kalau ekor sebaliknya."
Bill mengangguk. Uang itu melayang di udara. Jimmy menunduk melihatnya.
"Ekor," katanya.
"Brengsek," kata Bill. "Kau dapat duluan. Barangkali waktu itu terjadi hal yang
kita tunggu." "Ah, kita kan tak bisa memastikan," kata Jimmy. "Kriminal kan tak bisa diduga.
Jam berapa kau kubangunkan" Setengah empat?"
"Cukup adil kurasa."
Dan akhirnya Bundle bicara.
"Bagaimana dengan aku?"
"Tak usah repot. Tidur saja."
"Oh! Itu tidak menarik," kata Bundle.
"Siapa tahu. Barangkali ada yang membunuhmu waktu kau tidur ketika Bill dan aku
menyelamatkan diri," kata Jimmy menghibur.
"Memang selalu ada kemungkinan. Tahu nggak, Jim. Aku tidak suka melihat Countess
itu. Aku mencurigainya."
"Omong kosong," kata Bill ketus. "Bagaimana mungkin kau bisa mencurigai dia?"
"Bagaimana kau yakin begitu?" kata Bundle tak kalah ketus.
"Karena aku tahu. Salah seorang di Kedutaan Hongaria bertanggung jawab atasnya."
"Oh!" Bundle terkejut mendengar Bill begitu sengit.
"Wanita memang begitu," gumam Bill. "Hanya karena dia cantik lalu - "
Bundle sudah biasa mendengar argumentasi yang tidak adil ini.
"Sudahlah. Pokoknya kau jangan sampai mengutarakan rahasiamu di telinganya yang
merah jambu itu. Aku akan tidur dan tidak kembali lagi. Bosan aku bicara di
ruang duduk tadi." Dia keluar. Bill memandang Jimmy.
"Bagus," kata Bill. "Aku khawatir kita akan sulit mengatur dia. Kau ngerti kan,
dia selalu ingin ikut-ikutan. Untunglah dia mau mengerti."
"Ya," kata Jimmy. "Membuat aku gugup."
"Dia memang tahu apakah sesuatu itu mungkin atau tidak mungkin dilakukan. O ya,
apa tidak sebaiknya kita punya senjata?"
"Aku punya pistol otomatis - si hidung biru," kata Jimmy bangga. "Beratnya
beberapa pound dan kelihatan berbahaya. Nanti kupinjamkan padamu."
Bill memandangnya dengan kagum dan iri.
"Kenapa kau membelinya?" tanyanya. "Ali tak tahu. Kepingin saja," kata Jimmy
santai. "Mudah-mudahan kita tidak salah menembak orang," kata Bill cemas.
"Wah, itu pasti jadi urusan nanti," kata Tuan Thesiger tegas.
Bab 18 PETUALANGAN JIMMY CERITA ini harus dibagi dalam tiga bagian. Malam yang sangat penting itu
merupakan malam yang sangat berarti bagi ketiga orang tersebut dan masing-masing
melihat kejadian yang terjadi dari sudut yang berbeda.
Kita akan mulai dengan Jimmy Thesiger, pemuda yang menyenangkan dan ramah itu,
ketika dia mengucapkan selamat tidur pada Bill Eversleigh.
"Jangan lupa," kata Bill. "Jam tiga pagi. Kalau kau masih hidup," tambahnya
dengan ramah. "Aku barangkali memang tolol," kata Jimmy mengulangi predikat yang didengarnya
dari Bundle, "tapi tidak setolol penampilanku."
"Itulah yang kaukatakan tentang Gerry Wade," kata Bill perlahan. "Kau ingat" Dan
pada malam itu dia - "
"Tutup mulutmu, Bill," kata Jimmy. "Apa kau tidak punya taktik?"
"Tentu saja aku punya. Aku kan calon diplomat. Dan semua diplomat punya taktik."
"Ah!" kata Jimmy. "Kau ini tentunya masih larva."
"Aku tak mengerti Bundle," kata Bill tiba-tiba, berbelok pada topik yang lain.
"Biasanya dia sulit. Tapi kelihatannya sudah berubah. Sangat berubah."
"Itulah yang dikatakan bosmu," kata Jimmy. "Dia juga heran."
"Aku pikir Bundle main-main. Tapi Codders sendiri memang tolol. Dia akan menelan
apa saja yang disodorkan. Sudah, ya. Kau pasti kesulitan membangunkan aku nanti.
Tapi jangan gampang menyerah."
"Jangan-jangan kau mengalami hal yang sama dengan Gerry Wade," kata Jimmy
menggoda. Bill memandangnya dengan jengkel.
"Apa maksudmu menakuti-nakuti aku?"
"Kau kan nggak punya apa-apa. Hati-hati. Pergilah."
Tapi Bill tidak beranjak. Dia berdiri saja di situ.
"Jim," katanya.
"Ya?" "Aku ingin bilang - kau tak apa-apa, kan" Aku cuma ingat Gerry dan Ronny - "
Jimmy memandangnya tidak sabar. Bill memang baik, tetapi apa yang dikatakan atau
diperbuatnya sering membuat orang lain tidak enak.
"Baik," kata Jimmy kesal, "kalau begitu aku harus memperkenalkan kau dengan
Leopold." Dia memasukkan tangannya ke saku jas biru tuanya dan menunjukkannya pada Bill.
"Ini pistol otomatis asli," katanya bangga.
"Benarkah?" Bill sangat terkesan. "Stevens, pelayanku, yang membelinya. Dia sangat efisien. Kau tinggal menekan
pelatuknya, dan si Leopold akan membereskan semuanya."
"Oh!" seru Bill. "Benarkah, Jimmy?"
"Kenapa?" "Hati-hatilah, Jim. Jangan keliru menembak orang. Aku takut kau salah menembak
si Digby waktu dia berjalan dalam tidurnya."
"Jangan khawatir. Tentu saja aku ingin si Leopold ini tidak diam enak-enakan.
Tapi aku akan sangat berhati-hati."
"Baiklah. Sudah dulu, ya," kata Bill untuk keempat belas kalinya. Kali ini dia
benar-benar pergi. Jimmy tinggal sendirian. Sir Stanley Digby menempati kamar paling ujung di sayap barat. Sebuah kamar
mandi ada di satu sisi kamar itu, sedang di sisi lainnya ada pintu penghubung ke
kamar yang agak kecil dan ditempati oleh Tuan Terence O'Rourke. Pintu ketiga
kamar itu menembus sebuah koridor pendek. Dengan demikian tugas penjaga menjadi
lebih mudah. Sebuah kursi diletakkan di balik lemari yang berada di dekat
ruangan utama. Tak ada jalan lain yang menuju ke sayap barat dan kalau ada orang
yang mendatangi tempat tersebut, dia akan terlihat dengan mudah. Sebuah lampu
masih menyala dengan terang.
Jimmy menempatkan diri dengan santai. Dia duduk dengan kaki bersilang dan
menunggu. Leopold pun siap menunggu di pangkuannya.
Dia memandang jamnya. Pukul satu kurang dua puluh menit - satu jam setelah rumah
itu sepi. Tak ada suara - kecuali detik jam di kejauhan.
Jimmy tidak terlalu memperhatikan bunyi itu. Tapi bunyi tersebut mengingatkannya
pada Gerald Wade - dan tujuh jam yang berdetik di atas perapian. Tangan siapa yang
telah memindahkan tujuh jam itu, dan mengapa" Dia bergidik.
Pekerjaan yang menegangkan. Menunggu di dalam gelap, orang jadi ngeri - bunyi yang
paling lemah pun bisa membuat kaget. Dan pikiran-pikiran buruk pun bermunculan.
Ronny Devereux! Ronny Devereux dan Gerry Wade! Keduanya muda, penuh semangat dan
harapan hidup. Pemuda-pemuda yang riang, sehat, dan menyenangkan. Dan sekarang
mereka di mana" Dalam gelap tanah - dikerumuni cacing - uh! Kenapa pikiran-pikiran
seperti itu datang mengganggunya"
Dia melihat jamnya lagi. Baru pukul satu lewat dua puluh. Waktu terasa berjalan
begitu lambat. Bundle memang gadis luar biasa! Keberaniannya tak tanggung-tanggung. Menyusup ke
sarang komplotan Tujuh Lonceng! Kenapa dia sendiri tidak punya inisiatif dan
keberanian seperti itu" Barangkali karena hal itu terlalu fantastis.
Jam Tujuh. Siapa kira-kira dia" Apa dia ada di rumah ini sekarang" Menyamar
sebagai pelayan" Tak mungkin salah seorang tamu. Tidak, tak mungkin. Kalau begitu semuanya tidak
mungkin. Kalau Bundle tidak menceritakan yang sebenarnya - tentunya dia mengarang
saja. Dia menguap. Aneh. Merasa ngantuk, tapi juga merasa siap. Dia melihat jamnya
lagi. Pukul dua kurang sepuluh. Waktu berjalan terus.
Dan kemudian, tiba-tiba dia menahan napas dan membungkuk ke depan, mendengarkan.
Dia mendengar sesuatu. Menit-menit berlalu.... Nah itu lagi. Bunyi decit papan - tapi kelihatannya datang
dari bawah. Nah, terdengar lagi! Pelan, tapi jelas. Ada orang berjalan
mengendap-endap di rumah itu.
Jimmy berdiri tanpa bunyi. Lalu mengendap-endap ke ujung tangga. Semua kelihatan
biasa. Tak terdengar apa-apa lagi. Tapi dia merasa yakin telah mendengar bunyi
yang mencurigakan. Bukan imajinasi.
Dengan perlahan dan hati-hati dia menuruni tangga. Leopold digenggam erat di
tangan kanan. Di ruangan itu tak terdengar suara apa-apa. Kalau dia benar
mendengar suara itu tepat dari bawah tangga, maka suara itu pasti datang dari
perpustakaan. Jimmy mendekati pintu perpustakaan dan mendengarkan, tapi dia tidak mendengar
apa-apa. Kemudian dengan cepat dia membuka pintu itu dan menyalakan lampu.
Tak ada apa-apa! Ruangan besar itu terang-benderang. Tapi kosong!
Jimmy mengernyitkan kening.
"Aku yakin - " dia bergumam sendiri.
Ruang perpustakaan itu luas dengan tiga jendela berambang rendah yang terbuka ke
teras. Jimmy menyeberangi ruangan itu menuju jendela. Jendela tengah tidak
terkunci. Dia membukanya dan meloncat ke luar, mengamati dari ujung ke ujung. Tak ada apa-
apa! "Kelihatannya aman," katanya pada diri sendiri. "Tapi kok - "
Dia diam berpikir sesaat. Kemudian kembali ke perpustakaan. Dia menyeberang ke
pintu dan menguncinya. Dia memasukkan kunci itu ke dalam sakunya. Kemudian dia
mematikan lampu. Dia berdiri sesaat mendengarkan. Lalu melangkah ke jendela yang
terbuka dan berdiri di situ. Leopold siap di tangan.
Benarkah dia mendengar bunyi langkah orang berjalan" Bukan - imajinasinya saja.
Dia menggenggam senjatanya kuat-kuat dan berdiri mendengarkan.
Di kejauhan dia mendengar lonceng berdentang dua kali.
Bab 19 PETUALANGAN BUNDLE BUNDLE BRENT adalah gadis yang penuh inisiatif - dan imajinasi. Dia telah
memperkirakan bahwa Bill atau Jim pasti menghalanginya untuk ikut berpartisipasi
menghadapi kemungkinan bahaya malam itu. Dan Bundle tak ingin membuang waktu
dengan berdebat. Karena itu dia membuat rencana sendiri. Dia memperhatikan
keadaan sekitar rumah itu dari jendelanya sebelum makan malam. Dia tahu bahwa
tembok-tembok Wyvern Abbey yang kelabu dihiasi oleh tanaman merambat, tetapi
yang ada di luar kamarnya kelihatan sangat kuat. Dia yakin bahwa tanaman
tersebut tak akan menghalangi keinginannya untuk mempraktekkan kemampuannya
memanjat, Bundle tidak melihat adanya kejelekan pada rencana Bill dan Jimmy. Tapi dia
berpendapat bahwa rencana mereka tidak terlalu sempurna. Bundle tidak memberikan
pendapatnya karena dia bermaksud menggenapi sendiri kekurangan itu. Kalau Jimmy
dan Bill memusatkan perhatian pada bagian dalam rumah, maka Bundle berniat
memperhatikan bagian luarnya.
Peranan sederhana yang diberikan kepadanya oleh kedua kawannya diterimanya
dengan senang hati walaupun dia heran melihat reaksi mereka yang begitu mudah
terperdaya. Bill memang tak pernah menggunakan otaknya. Tapi tentunya dia tahu
gadis macam apa dia. Sedangkan Jimmy yang baru dikenalnya tentunya bisa berpikir
bahwa dia bukan orang yang mudah menyerah begitu saja.
Setelah berada di kamarnya, Bundle akhirnya bersiap. Pertama dia menanggalkan
gaun malamnya dan segala perhiasan yang dipakainya tadi. Bundle tidak membawa
pelayan dan dia mempersiapkan pakaiannya sendiri. Kalau dia mengajaknya, pasti
wanita Prancis pelayannya itu akan heran melihat dia membawa pakaian berkuda
tapi tanpa perlengkapan lainnya.
Bundle mengenakan pakaian berkudanya, sepatu karet, dan blus kaus berwarna
gelap. Dia siap sekarang. Tapi baru pukul setengah dua belas. Terlalu pagi. Apa
pun yang akan terjadi pasti tidak akan terjadi dalam waktu sesore itu. Penghuni
rumah harus diberi kesempatan untuk tidur dahulu. Pukul setengah dua adalah
waktu yang tepat untuk bertindak.
Dia mematikan lampu dan duduk dalam gelap dekat jendela. Pada jam yang telah
ditetapkannya dia berdiri dan meloncati jendela kamarnya. Malam itu dingin dan
sepi. Banyak bintang di langit tapi tak ada bulan.
Bundle turun dengan mudah. Dia dan kedua adik perempuannya memang sering
melakukannya ketika masih kecil. Dan mereka dapat memanjat seperti kucing.
Bundle turun di semak-semak bunga, agak kehabisan napas tapi tidak terluka.
Dia diam sesaat. Dia tahu bahwa ruangan yang ditempati Menteri Perhubungan Udara
dan sekretarisnya terletak di sayap barat. Jadi berada di seberang bagian di
mana Bundle berdiri sekarang. Sebuah teras terhampar sepanjang sisi selatan dan
barat rumah itu dan berujung di kebun buah-buahan yang berpagar tembok.
Bundle keluar dari semak-semak bunga dan berbelok di sudut rumah di ujung teras
yang membelok ke selatan. Dia mengendap-endap sepanjang teras, merapat ke
bayangan rumah. Tetapi ketika dia sampai di sudut kedua, seorang laki-laki
berdiri di sana seolah mencegat jalan yang akan dilewatinya.
Bundle akhirnya mengenali orang itu.
"Inspektur Battle! Anda menakutkan saya!"


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang itulah yang saya lakukan di tempat ini," kata inspektur itu.
Bundle memandangnya. Orang ini tidak berusaha menutupi diri. Tubuhnya besar dan
mudah dilihat. Tapi Bundle tahu bahwa Inspektur Battle bukan orang bodoh.
"Apa yang Anda lakukan di sini?" kata Bundle berbisik.
"Melihat-lihat," kata Battle, "apakah ada orang berkeliaran di tempat yang tidak
seharusnya." "Oh!" kata Bundle terkejut.
"Misalnya Anda, Lady Eileen. Saya kira Anda tidak seharusnya jalan-jalan pada
jam seperti ini." "Maksud Anda," kata Bundle perlahan, "saya sebaiknya kembali saja?"
Inspektur Battle mengangguk.
"Anda cepat menangkap, Lady Eileen. Itulah yang saya maksudkan. Apakah Anda tadi
- er - lewat pintu atau jendela?"
"Jendela. Cukup mudah untuk saya."
Inspektur Battle mendongak ke atas sambil berpikir.
"Ya. Cukup mudah," katanya.
"Dan Anda menginginkan agar saya kembali" Saya sebetulnya ingin memutari teras
bagian barat," kata Bundle.
"Barangkali bukan Anda saja yang ingin melakukannya," kata Battle.
"Apa benar" Saya rasa setiap orang dengan mudah bisa melihat Anda," kata Bundle
sinis. Inspektur itu bukannya marah - dia malah merasa senang.
"Mudah-mudahan tidak," katanya. "Menghindari kerusuhan. Itulah prinsip saya.
Saya rasa sudah waktunya bagi Anda untuk kembali, Lady Eileen."
Suaranya sangat tegas. Dengan segan Bundle kembali. Ketika baru naik setengah
tembok, sebuah ide timbul di kepalanya. Hampir saja dia jatuh.
Seandainya Inspektur Battle mencurigai dia.
Ada sesuatu - ya, sesuatu yang lain dalam sikapnya. Bundle tak tahan untuk tidak
tertawa sendiri. Lucu juga kalau inspektur itu mencurigainya!
Walaupun Bundle telah mengikuti perintah Battle untuk kembali ke kamarnya,
Bundle tidak bermaksud untuk tidur. Dan Bundle pun tahu bahwa Battle tidak akan
percaya pada Bundle begitu saja. Dia bukan orang yang mudah dikelabui.
Melewatkan kesempatan untuk ikut dalam petualangan yang menegangkan - sama sekali
bukan watak Bundle. Bundle melihat jamnya. Pukul dua kurang sepuluh. Setelah diam sejenak, dengan
hati-hati dia membuka pintu. Tak terdengar suara apa-apa. Senyap dan tenang.
Bundle merambat pelan-pelan sepanjang lorong.
Dia diam sejenak ketika mendengar suara decit papan. Ketika yakin bahwa dia
keliru, dia meneruskan langkahnya. Dia sekarang sampai di koridor utama dan
menyeberang ke sayap barat. Dia sampai di persimpangan dan memperhatikan
sekelilingnya - kemudian dia memandang heran.
Pos penjagaan itu kosong. Jimmy Thesiger tidak ada di situ.
Bundle heran. Apa yang terjadi" Mengapa Jimmy meninggalkan posnya" Apa artinya"
Pada saat itu dia mendengar jam berdentang dua kali.
Bundle masih berdiri di situ, berpikir apa yang akan dilakukan berikutnya,
ketika tiba-tiba jantungnya berdegup keras.
Handel pintu kamar Terence O'Rourke bergerak perlahan-lahan.
Bundle memperhatikan tanpa berkedip. Tapi pintu itu tidak terbuka. Handel itu
bahkan kembali pada posisinya semula. Apa artinya"
Tiba-tiba Bundle sampai pada sebuah keputusan. Dengan sebab yang tak diketahui,
Jimmy telah meninggalkan posnya. Dia harus menemui Bill.
Dengan cepat tanpa suara Bundle kembali dan masuk kamar Bill tanpa mengetuk
pintu. "Bill, bangun! Bangun!"
Bundle berbisik keras, tetapi tak ada jawaban apa-apa.
"Bill," bisik Bundle.
Karena tidak sabar dia menyalakan lampu, dan kemudian terbelalak.
Kamar itu kosong. Tempat tidurnya belum dipakai.
Kalau begitu di mana Bill"
Tiba-tiba dia merasa sesak. Ini bukan kamar Bill Sebuah baju tidur halus
tergeletak di kursi, barang-barang khas wanita tersebar di meja dan sebuah gaun
malam beludru hitam tergeletak di sebuah kursi lain - rupanya dia salah masuk. Ini
kamar Countess Radzky. Tapi di mana - di mana Countess Radzky"
Ketika Bundle sedang berpikir, kesenyapan malam itu tiba-tiba pecah dengan bunyi
yang tidak keruan. Suara itu datang dari bawah. Dengan cepat Bundle meninggalkan kamar itu dan
turun. Suara itu dari perpustakaan - bunyi kursi-kursi yang terbanting dan
terlempar. Bundle berusaha membuka pintu perpustakaan. Tapi terkunci. Dia hanya bisa
mendengar orang berkelahi sambil memaki.
Kemudian terdengar dua tembakan beruntun. Begitu nyaring, begitu dekat.
Bab 20 PETUALANGAN LORAINE LORAINE WADE duduk di tempat tidurnya dan menyalakan lampu. Waktu itu tepat
pukul satu kurang sepuluh menit. Dia tidur pukul delapan tiga puluh tadi.
Loraine punya kemampuan untuk bangun pada jam yang diinginkannya. Jadi
sebelumnya dia sudah menikmati istirahat yang membuatnya segar.
Loraine tidur dengan dua ekor anjing di kamarnya. Dan sekarang salah satunya
bangun serta memandangnya dengan mata bertanya-tanya.
"Diam, Lurcher," kata Loraine. Anjing itu menundukkan kepalanya dan diam-diam
memandang Loraine. Memang kecurigaan Bundle pada Loraine beralasan. Tapi itu sudah lewat.
Kelembutan Loraine dan kesediaannya untuk tidak ikut campur terasa masuk akal.
Namun demikian, bila kita perhatikan wajahnya, ada kekuatan dan kekerasan
terlihat pada garis dagu dan bibir tipisnya yang terkatup rapat.
Loraine berdiri dan berganti baju. Dia mengenakan jaket wol dan rok. Dalam salah
satu saku mantelnya dia masukkan sebuah senter. Kemudian dia membuka laci
mejanya dan mengeluarkan sebuah pistol kecil - seperti pistol mainan. Dia membeli
pistol itu kemarin di Harrods dan dia sangat menyukainya.
Dia memandang keliling kamarnya untuk melihat kalau-kalau ada yang ketinggalan.
Pada saat itulah anjingnya yang besar berdiri memandang majikannya sambil
mengibas-ngibaskan ekornya.
Loraine menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Lurcher. Tidak boleh ikut. Aku tak bisa mengajakmu. Tinggal saja di
rumah dengan manis."
Dia mencium kepala anjing itu dan menyuruhnya duduk kembali di tempatnya.
Kemudian dia keluar dan menutup pintu kembali tanpa suara.
Dia keluar dari pintu samping, kemudian masuk ke garasi di mana mobil kecilnya
telah siap menunggu. Loraine mendorong mobilnya menuruni jalan di depan rumah
dan baru menstater setelah agak jauh dari sana. Dia melirik jamnya lalu
menginjakkan kaki ke pedal gas.
Dia memarkir mobilnya di sebuah tempat yang telah ditetapkannya. Dengan melewati
celah pagar yang cukup lebar dia memasuki Wyvern Abbey.
Pelan-pelan dia berjalan dan masuk mendekati bangunan itu. Di kejauhan terdengar
jam berdentang dua kali. Jantung Loraine berdebar keras ketika dia sampai di teras. Segalanya sepi dan
mati rasanya di situ. Dia tak melihat siapa-siapa dan akhirnya Loraine berdiri
saja di depan teras - memandang sekitarnya.
Tiba-tiba, tanpa isyarat apa-apa, sebuah benda jatuh dekat kakinya dari atas.
Loraine membungkuk dan mengambilnya. Ternyata sebuah paket berbungkus kertas
coklat yang sudah terbuka. Sambil memegang benda itu Loraine mendongak ke atas.
Dia melihat sebuah jendela terbuka tepat di atasnya. Lalu seorang laki-laki
mengeluarkan kakinya untuk menuruni dinding berlapis tanaman merambat itu.
Loraine tidak menunggu lebih lama lagi. Dia segera menggenggam erat amplop itu
dan membawanya lari. Dia mendengar suara orang berkelahi di belakangnya. Sebuah suara serak berkata,
"Lepaskan aku." Lalu suara lain yang sudah dikenalnya, "Tidak - aku harus tahu - ah,
tunggu! Kau mau merampok, kan?"
Loraine lari sekencang-kencangnya tanpa menghiraukan apa-apa. Tetapi di sudut
teras tiba-tiba saja dia masuk dalam pelukan seorang laki-laki besar.
"He, ada apa?" terdengar suara Inspektur Battle.
Loraine berusaha bicara. "Cepat ke sana. Mereka saling membunuh."
Terdengar letusan tembakan. Lalu terdengar letusan kedua.
Inspektur Battle mulai lari. Loraine mengikutinya. Mereka lari memutari sudut
teras, ke arah jendela perpustakaan. Jendela itu terbuka.
Battle membungkuk mengambil sebuah senter. Loraine berada rapat di belakangnya.
Dia terkejut. Di dekat jendela Jimmy Thesiger tergeletak dalam kubangan darah. Tangan kanannya
terkulai dengan posisi aneh.
Loraine berteriak keras. "Dia mati," katanya keras sambil menangis. "Oh, Jimmy - Jimmy - dia mati."
"Sudah, sudah," kata Inspektur Battle menerangkan. "Pemuda itu tidak mati. Coba
nyalakan lampu." Loraine menurut. Dia mencari-cari tombol di dekat pintu dan menyalakannya.
Ruangan itu terang-benderang dan Inspektur Battle menghela napas lega.
"Tak apa-apa. Tangan kanannya terluka. Dia pingsan karena kekurangan darah. Coba
tolong saya dulu." Pintu digedor dari luar. Terdengar suara-suara berisik minta dibukakan.
Loraine memandang pintu dengan ragu-ragu.
"Apa perlu saya - ?"
"Tak usah tergesa-gesa," jawab Battle. "Nanti mereka juga masuk. Bantu saya
saja." Loraine datang mendekat. Inspektur Battle mengeluarkan sebuah sapu tangan besar
dan membalut tangan yang luka itu. Loraine membantunya.
"Dia lak apa-apa, jangan khawatir," kata Inspektur Battle. "Dia pingsan bukan
karena kehilangan darah banyak. Mungkin karena jatuh atau kena benturan. Pemuda
ini punya nyawa rangkap."
Di luar terdengar suara-suara bertambah ribut. Dan suara George Lomax terdengar
jelas. "Siapa di dalam" Buka pintu segera."
Inspektur Battle menarik napas.
"Saya rasa kita harus membukanya," katanya. "Sayang."
Mata inspektur itu memperhatikan situasi ruangan. Dia memandang pistol otomatis
yang tergeletak di dekat Jimmy. Inspektur itu mengambil dan memperhatikannya.
Kemudian meletakkannya di atas meja. Setelah itu dia berjalan ke pintu dan
membuka kuncinya. Beberapa orang hampir jatuh masuk bersama-sama. Mereka mengatakan hal yang
hampir sama. George Lomax berseru.
"Apa artinya ini semua" Ah - ternyata Anda, Inspektur. Apa yang terjadi" Ada apa?"
Bill Eversleigh berkata, "Ya, Tuhan! Jimmy!" Dia melotot ke tubuh Jimmy Thesiger
yang tergeletak di lantai.
Lady Coote yang terbungkus dengan baju tidur berwarna ungu cerah berseru, "Ya,
Tuhan!" - menyingkirkan Inspektur Battle, lalu lari mendekati Jimmy dengan sikap
keibuan. Bundle berkata, "Loraine!"
Herr Eberhard berkata, "Gott im Himmel!"
Sir Stanley Digby berkata, "Ya, Tuhan, apa yang terjadi?"
Seorang pelayan wanita berteriak keras, "Lihat! Darah!"
Seorang pelayan lain berseru, "Tuhanku!"
Kepala pelayan dengan lebih berani berkata, "Tinggalkan tempat ini," lalu
mengusir pelayan-pelayan yang bergerombol itu.
Tuan Rupert Bateman yang efisien bertanya pada George,
"Apa kita perlu menyuruh pergi orang-orang yang tak berkepentingan?"
Kemudian mereka semua menarik napas.
"Luar biasa!" kata George Lomax. "Battle, apa yang telah terjadi?"
Battle memandang dengan isyarat. George segera sadai kembali.
"Saudara-saudara, mari kita kembali ke kamar saja," katanya. "Rupanya telah
terjadi - er - " "Kecelakaan kecil," kata Battle dengan lancar.
"Ya, kecelakaan kecil. Saya akan berterima kasih, jika semua kembali ke tempat
tidur." Semuanya kelihatan segan beranjak dari situ.
"Lady Coote, mari - "
"Kasihan anak itu," kata Lady Coote dengan sikap keibuan.
Dia bangkit berdiri dengan enggan. Pada saat itu Jimmy sadar dan duduk.
"Halo, ada apa?" Dia melihat berkeliling dan akhirnya tahu apa yang terjadi.
"Apa dia sudah tertangkap?" tanyanya.
"Siapa?" "Laki-laki itu. Dia turun lewat tembok, berpegangan tanaman rambat. Aku ada di
bawah jendela dan berusaha menangkap dia. Kami berkelahi seru - "
"Oh, ada pencuri jahat rupanya," kata Lady Coote. "Kasihan dia."
Jimmy memandang berkeliling.
"Kelihatannya kami membuat ruangan ini berantakan. Orang itu kuat sekali."
Memang ruangan itu mirip kapal pecah. Semua benda yang bisa pecah dalam jarak
dua belas kaki pecah. "Lalu apa yang terjadi kemudian?"
Tapi Jimmy memandang berkeliling mencari-cari sesuatu.
"Di mana Leopold" Pistol otomatisku yang berhidung biru?"
Battle menunjuk pistol di atas meja,
"Apa itu milik Anda, Tuan Thesiger?"
"Ya, itulah si Leopold, Berapa peluru yang ditembakkan?"
"Satu." Jimmy kelihatan kecewa. "Ah, saya kecewa pada Leopold," gumamnya. "Pasti saya tidak menekan pelatuknya
dengan benar." "Siapa yang menembak lebih dulu?"
"Saya rasa saya dulu yang menembak," jawab Jimmy. "Orang itu tiba-tiba lepas
dari genggaman saya. Lalu dia lari ke jendela. Saya cepat-cepat menggenggam
Leopold dan membiarkan dia mengejar orang itu. Ternyata orang itu berbalik dan
menembak saya." Dia menggosok kepalanya seolah-olah menyesali apa yang terjadi.
Tetapi Sir Stanley Digby tiba-tiba saja menjadi waspada.
"Kau bilang dia turun lewat tanaman rambat" Ya, Tuhan. George, jangan-jangan dia
pergi membawa benda itu."
Dia berlari keluar ruangan. Tak seorang pun bicara saat itu. Beberapa menit
kemudian Sir Stanley Digby kembali. Wajah bulatnya pucat.
"Ya, Tuhan, mereka membawanya lari. O'Rourke tidur lelap seperti dibius. Aku tak
bisa membangunkan dia. Dan dokumen itu hilang."
Bab 21 FORMULA YANG KEMBALI "DER LIEBE GOTT!" kata Herr Eberhard berbisik.
Wajahnya menjadi seputih kapur.
George mendekati Battle dengan muka masam.
"Benarkah ini, Battle" Aku serahkan urusan ini kepadamu."
Inspektur itu tak bergeming. Wajahnya tetap tenang tidak menunjukkan ekspresi
apa-apa. "Yang terbaik pun kadang-kadang kalah, Tuan," katanya tenang.
"Kalau begitu berarti dokumen itu hilang?"
Setiap orang menjadi heran ketika Inspektur Battle menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak, Tuan Lomax. Tidak seburuk yang Anda duga. Semuanya beres. Tapi
bukan karena saya. Anda harus berterima kasih pada gadis ini."
Dia menunjuk Loraine yang memandang bengong kepadanya. Battle melangkah ke arah
Loraine dan perlahan-lahan mengambil paket berbungkus kertas coklat yang masih
digenggam Loraine tanpa sadar.
"Saya rasa Anda akan menemukan apa yang Anda cari di sini, Tuan Lomax," kata
Battle. Sir Stanley Digby, yang lebih tangkas daripada George, merebut paket itu dan
merobeknya dengan cepat. Kemudian dia memeriksa semua isinya. Sambil menarik
napas lega, dia mengusap keringat di keningnya. Herr Eberhard mendekap paket
yang berisi hasil pemikirannya itu sambil mengucapkan kata-kata Jerman.
Sir Stanley kemudian berbalik menghadap Loraine dan menyalami tangannya dengan
hangat. "Kami benar-benar berterima kasih kepadamu."
"Ya, tentu," kata George. "Tapi - er - "
Dia berhenti karena bingung dan hanya bisa memandang Loraine yang merupakan
orang asing baginya. Loraine memandang Jimmy yang menolongnya dengan cepat.
"Er - ini adalah Nona Wade," kata Jimmy. "Adik Gerald Wade."
"Oh - " George menyalami Loraine dengan hangat. "Nona Wade, saya sangat berterima


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasih atas apa yang telah Anda lakukan. Tapi saya - "
Dia berhenti dengan halus dan keempat orang yang hadir telah merasa bahwa
apabila penjelasan diberikan, maka yang terdengar adalah kebohongan saja.
Inspektur Battle menyelamatkan situasi itu.
"Barangkali kita tak perlu membicarakan hal itu sekarang, Tuan," katanya dengan
taktis. Dan Tuan Bateman yang efisien itu pun mengalihkan pembicaraan.
"Apakah kita tak perlu menengok O'Rourke" Barangkali dia perlu seorang dokter?"
"Ya - ya, tentu. Belum terpikir hal itu," kata George. Dia memandang Bill.
"Telepon Dr. Cartwright. Minta agar dia datang. Tapi berikan isyarat agar dia
tidak menyebarkan cerita ini."
Bill keluar menjalankan tugas.
"Aku akan menemuimu, Digby," kata George. "Barangkali ada yang perlu kita
lakukan sambil menunggu dokter."
Dia memandang Rupert Bateman dengan wajah tak berdaya. Dan sekali lagi Pongo-lah
yang menguasai situasi dengan sikapnya yang efisien.
"Bisa saya bantu, Tuan?"
George menerima tawaran itu dengan lega. Dia merasa menemukan orang yang bisa
dimintai bantuan. Dan dia merasa bisa mempercayai Tuan Bateman yang efisien itu.
Ketiga laki-laki itu meninggalkan ruangan bersama-sama. Lady Coote bergumam
dengan suara rendah, "Kasihan pemuda itu. Barangkali ada yang bisa kulakukan
untuknya - " Lalu dia keluar menyusul mereka.
"Dia sangat keibuan," pikir Inspektur. "Wanita yang sangat keibuan. Apakah - "
Tiga pasang mata memandangnya dengan sikap bertanya.
"Saya sedang berpikir-pikir, di mana Sir Oswald sekarang ini," kata Battle
perlahan. "Oh!" Loraine terkejut. "Apa dia terbunuh?"
Battle menggelengkan kepala dengan agak jengkel.
"Tak perlu berpikir jelek," katanya. "Saya rasa - "
Dia diam. Kepalanya dimiringkan dan dia mendengarkan dengan saksama - sebuah
tangannya diangkat supaya tak ada yang bicara.
Menit berikutnya mereka semua mendengar langkah-langkah dari teras di luar. Satu
menit kemudian jendela perpustakaan tertutup oleh sebuah tubuh besar yang
memperhatikan keadaan di dalam, dan terus mendominasi situasi.
Sir Oswald Coote memperhatikan wajah mereka satu per satu. Matanya yang tajam
melihat Jimmy dengan tangan terbalut; Bundle dengan pakaian yang aneh, dan
Loraine yang sama sekali asing baginya. Akhirnya dia memandang Inspektur Battle.
Dengan suara tajam dan tegas dia bertanya,
"Apa yang terjadi di sini, Inspektur?"
"Percobaan pencurian, Tuan."
"Percobaan?" "Karena ada Nona Wade ini mereka gagal mencuri."
"Ah!" katanya. "Dan sekarang bagaimana dengan ini?"
Dia menunjukkan sebuah pistol Mauser kecil, yang ujungnya dipegangnya dengan
hati-hati. "Di mana Anda menemukannya, Sir Oswald?"
"Di kebun. Saya rasa pistol ini dibuang salah seorang pencuri itu ketika dia
lari. Saya memegangnya dengan hati-hati karena barangkali sidik jarinya
diperlukan." "Anda berpikiran jauh, Sir Oswald," kata Battle.
Dia mengambil pistol itu dengan hati-hati dan meletakkannya di meja di samping
pistol Jimmy. "Nah, bolehkah saya mendengar ceritanya?"
Inspektur Battle menceritakan dengan singkat apa yang terjadi. Sir Oswald
mengernyitkan keningnya. "Kalau demikian," katanya tajam, "setelah melukai Tuan Thesiger, pencuri itu
lari sambil membuang pistolnya. Yang tidak saya mengerti adalah mengapa tidak
ada yang mengejar dia."
"Kami baru tahu bahwa ada orang yang perlu dikejar setelah mendengar cerita Tuan
Thesiger," kata Inspektur Battle dengan suara jengkel.
"Anda tidak melihat bayangannya ketika dia berbelok di sudut teras?"
"Tidak. Saya kurang memperhatikan situasi. Teledor empat puluh detik. Tak ada
bulan. Jadi kalau dia keluar dari teras tak akan kelihatan apa-apa. Tentunya
itulah yang dilakukannya setelah menembak."
"Hm. Kalau begitu dia perlu dicari. Seharusnya ada yang ditugaskan untuk
menjaga." "Ada tiga anak buah saya di sini," kata Inspektur dengan tenang.
"Oh!" Sir Oswald terkejut.
"Mereka bertugas menangkap siapa pun yang meninggalkan rumah ini."
"Tapi mereka belum melakukannya?"
"Tapi mereka belum melakukannya," kata Battle dengan muram.
Sir Oswald memandangnya karena kata-kata itu membingungkan dia. Dia berkata
dengan tajam. "Anda menceritakan semua yang Anda ketahui, Inspektur?"
"Semua yang saya tahu - ya, Sir Oswald. Apa yang saya pikir adalah soal lain.
Barangkali saya memikirkan hal-hal yang mencurigakan. Tapi sebelum ada
kepastian, tak ada gunanya membicarakan apa yang saya pikir."
"Tetapi," kata Sir Oswald pelan, "saya ingin tahu apa yang Anda pikirkan,
Inspektur." "Pertama-tama, terlalu banyak tanaman rambat di tempat ini. Maaf, Tuan - pakaian
Anda sendiri terlalu banyak daun rambatnya. Ini membuat persoalan tambah rumit."
Sir Oswald hanya memandang pada Battle. Tetapi sebelum sempat menjawab, Rupert
Bateman masuk dan mengalihkan perhatian.
"Oh, Anda di sini, Sir Oswald. Saya senang sekali. Lady Coote baru saja tahu
bahwa Anda tidak ada di kamar - dan beliau begitu takut Anda kena celaka oleh
pencuri-pencuri itu. Sebaiknya Anda menemui beliau saja, supaya tidak bingung."
"Maria memang tolol," kata Sir Oswald. "Kenapa aku akan dibunuh orang" Ayo,
Bateman." Dia meninggalkan ruangan itu dengan sekretarisnya.
"Pemuda itu sangat efisien," kata Battle memandang keduanya. "Siapa namanya"
Bateman?" Jimmy mengangguk. "Bateman - Rupert," katanya. "Biasa dipanggil Pongo. Dulu teman sekolah saya."
"Benarkah" Ah, menarik sekali, Tuan Thesiger. Bagaimana dia dulu?" tanya Battle.
"Sama saja. Anak tolol!"
"Saya rasa dia tidak tolol," kata Battle.
"Oh, Anda kan tahu yang saya maksud. Tentu saja dia tidak tolol. Dia sangat
cerdik dan cerdas. Tapi ya itulah - tak punya rasa humor. Terlalu serius."
"Ah, sayang," kata Battle. "Orang yang tak punya rasa humor dan selalu serius
biasa menyakitkan orang lain."
"Saya tak bisa membayangkan Pongo menyulitkan orang lain," kata Jimmy. "Dia
telah merintis karier yang baik dengan Sir Oswald, dan kelihatannya senang
dengan yang dilakukannya."
"Inspektur Battle," kata Bundle.
"Ya, Lady Eileen?"
"Apa menurut Anda tidak aneh kalau Sir Oswald tidak cerita mengapa dia jalan-
jalan di kebun malam-malam?"
"Ah, Sir Oswald adalah orang besar. Dan orang besar tidak biasa menjelaskan
sesuatu kecuali jika diminta. Cepat-cepat memberi penjelasan atau alasan
merupakan tanda kelemahan. Dan Sir Oswald maupun saya sama-sama tahu akan hal
itu. Dia tak akan masuk ruangan ini lalu minta maaf. Tidak. Dia adalah orang
besar. Jadi dia berjalan pelan-pelan penuh wibawa dan minta keterangan pada
saya. Dia adalah orang besar - Sir Oswald."
Nada suara Inspektur Battle begitu penuh kekaguman sehingga Bundle tidak bicara
apa-apa lagi. "Dan sekarang - karena kita bersama-sama ada di ruangan ini dalam suasana yang
cukup akrab, saya ingin mendengar keterangan Nona Wade - bagaimana Anda bisa masuk
di tempat ini dalam saat yang tepat," kata Battle sambil mengedipkan matanya.
"Rasanya dia harus malu sendiri," kata Jimmy.
"Kenapa aku nggak boleh ikut campur?" teriak Loraine gemas. "Sebetulnya aku -
tidak. Waktu kalian membuat rencana itu kalian menyuruhku diam tenang-tenang di
rumah. Aku memang tidak berkata apa-apa, tapi aku punya rencana sendiri."
"Sebetulnya aku sudah curiga," kata Bundle. "Kau mengalah begitu saja. Ternyata
kau memang membuat rencana sendiri."
"Aku pikir kau adalah orang yang mau mengerti," kata Jimmy.
"Kau memang gampang tertipu, Jimmy," jawab Loraine.
"Terima kasih. Teruskan saja ceritamu. Jangan pedulikan aku," kata Jimmy.
"Waktu kau meneleponku dan mengatakan bahwa sangat berbahaya, aku jadi tambah
nekat. Aku pergi ke Harrods dan membeli pistol. Ini dia."
Dia mengeluarkan pistolnya dan Inspektur Battle mengambil lalu memeriksanya.
"Mainan yang amat berbahaya, Nona Wade," katanya. "Anda punya kesempatan banyak
untuk mempraktekkannya?"
"Sama sekali tidak," jawabnya. "Tapi saya merasa lebih aman dengan membawa
pistol itu." "Saya mengerti," kata Battle serius.
"Saya hanya ingin kemari dan melihat apa yang terjadi. Saya memarkir mobil di
jalan dan menaiki pagar tanaman itu, lalu ke teras. Saya sedang melihat ke kiri-
kanan ketika - plop - tiba-tiba ada benda jatuh dekat kaki saya. Saya ambil barang
itu lalu saya mencari-cari dari mana datangnya bingkisan itu. Lalu saya melihat
seorang laki-laki turun melalui tanaman rambat dan saya lari."
"Begitu," kata Battle. "Nona Wade, barangkali Anda bisa menjelaskan tentang
laki-laki itu?" Gadis itu menggelengkan kepala.
"Terlalu gelap untuk bisa melihat dengan jelas. Dia berbadan besar - itu saja yang
saya tahu." "Dan Anda, Tuan Thesiger. Anda kan berkelahi dengan dia. Bisa menjelaskan
tentang dia?" "Yang saya tahu hanya badannya besar dan berat. Dan suaranya serak. Itu waktu
saya cekik lehernya. Dia bilang, 'Lepaskan aku.' - Kira-kira begitulah."
"Bahasanya seperti orang yang berpendidikan rendah?"
"Ya. Bicaranya seperti itu."
"Saya masih bingung. Mengapa orang itu menjatuhkan dokumen yang sudah dibawanya.
Apa membuatnya susah turun?" kata Loraine.
"Tidak," kata Battle. "Saya punya teori yang sama sekali lain. Saya rasa
bungkusan itu memang sengaja dijatuhkan pada Anda."
"Pada saya?" "Bagaimana kalau kita sebut saja pada orang yang sebetulnya direncanakan datang
membantu dia?" "Wah, ini tambah rumit," kata Jimmy.
"Tuan Thesiger, ketika Anda masuk ruangan ini apakah Anda menyalakan lampu?"
"Ya." "Dan tak ada orang di sini."
"Sama sekali tidak."
"Tapi sebelumnya Anda mendengar langkah-langkah orang berjalan di sekitar tempat
ini?" "Ya." "Setelah itu Anda mencek jendela lalu mematikan lampu?"
Jimmy mengangguk. Inspektur Battle memperhatikan sekelilingnya. Pandangannya terhenti pada sebuah
penyekat besar dari kulit yang terletak di dekat rak buku.
Dengan cepat dia berjalan mendekati penyekat dan melihat bagian belakangnya.
Dia berseru keras sehingga ketiga orang lainnya segera mendekat.
Di lantai tergeletak Countess Radzky dalam keadaan pingsan.
Bab 22 CERITA COUNTESS RADZKY PROSES sadar Countess Radzky berbeda dan Jimmy. Dan tentu saja lebih lama dan
lebih artistik. Artistik adalah istilah yang dipakai Bundle. Dia sangat bersemangat ikut
membantu - memberikan air dingin. Dan Countess itu memberikan respons dengan
cepat. Dia menyilangkan tangan putihnya di kening dan bergumam lirih.
Pada saat itulah Bill, yang telah selesai menelepon dokter, masuk dan melakukan
sesuatu (yang menurut Bundle) membuat dirinya kelihatan bertambah tolol.
Dia menundukkan badannya di atas wanita itu, memandangnya dengan muka sangat
khawatir dan mengucapkan kalimat-kalimat tolol.
"Sudah, Countess, tidak apa-apa - tidak apa-apa. Tiduran saja. Tak perlu bicara.
Semua akan beres. Tidur tenang-tenang saja dan tutup mata Anda. Semua ingatan
akan kembali. Jangan bicara sebelum Anda merasa pulih. Tutup mata supaya enak.
Barangkali segelas air akan membuat Anda segar kembali. Atau brandy - Bundle,
brandy - " "Biarkan dia, Bill. Nanti juga baik. Tinggal saja - " kata Bundle gemas.
Dengan cekatan Bundle memercikkan air dingin ke wajah Countess yang bermake-up
rapi itu. Dia tersadar dan duduk. Kini dia benar-benar sudah siuman.
"Ah! Saya di sini. Ya, saya di sini," gumamnya.
"Pelan-pelan saja. Jangan bicara dulu sampai Anda merasa benar-benar kuat," kata
Bill. Countess itu menarik lipatan gaun tidur transparan yang amat tipis.
"Saya sudah sadar - ya, ya, sudah sadar," gumamnya lagi.
Dia memandang orang-orang di sekelilingnya. Barangkali ada wajah yang kurang
simpatik memandangnya. Dengan sengaja dia tersenyum pada orang yang kelihatan
sangat khawatir. "Ah, Kawan Inggrisku yang gagah - jangan khawatir. Saya tidak apa-apa."
"Benarkah?" kata Bill dengan khawatir.
"Tentu saja benar." Dia tersenyum meyakinkan, "Kita orang Hongaria, tidak takut
apa-apa." Wajah Bill menjadi lega. Tetapi ekspresinya berubah menjadi tolol. Bundle
melihat dengan perasaan semakin gemas.
"Minum air dulu," katanya dengan suara dingin.
Countess itu menolaknya. Jimmy, yang selalu baik pada wanita cantik, menawarkan
cocktail. Setelah meneguk, wajahnya kelihatan bertambah cerah.
"Ceritakan apa yang terjadi," katanya.
"Kami berharap Anda-lah yang bercerita tentang apa yang telah terjadi," kata
Inspektur Battle. Countess itu memandangnya dengan tajam. Kelihatannya dia baru sadar akan
kehadiran Inspektur Battle di situ.
"Saya masuk ke kamar Anda," kata Bundle. "Tempat tidur Anda masih rapi, belum
terpakai, dan Anda tidak ada di situ."
Bundle berhenti dan memandang Countess Radzky dengan mata menuduh. Countess itu
memejamkan matanya dan mengangguk.
"Ya, ya, saya ingat. Ah, mengerikan sekali," katanya gemetar. "Anda ingin
mendengar cerita saya?"
Inspektur Battle menjawab, "Kalau Anda bersedia," - hampir bersamaan dengan Bill
yang berkata, "Kalau Anda belum kuat, tidak perlu."
Countess itu memandang keduanya ganti-berganti. Tetapi mata tenang Inspektur
Battle rupanya yang menang.
"Saya tidak bisa tidur," katanya. "Rumah ini - rumah ini membuat saya gelisah.
Jadi saya mondar-mandir di kamar. Lalu saya mencoba membaca buku. Tapi saya
tidak merasa tertarik. Akhirnya saya ke ruang ini karena berharap mendapat buku
yang lebih menarik untuk dibaca."
"Sangat logis," kata Bill.
"Sangat sering Anda lakukan kelihatannya," kata Inspektur Battle.
"Jadi saya turun. Rumah ini sepi sekali - "
"Maaf," sela Inspektur Battle, "bisa Anda ceritakan jam berapa kira-kira Anda
melakukannya?" "Saya tidak tahu," kata Countess. Dan dia melanjutkan ceritanya.
"Rumah ini sepi sekali. Seandainya ada tikus lari kita pasti bisa mendengarnya.
Saya turun perlahan-lahan - "
"Perlahan-lahan?"
"Tentu saja saya tidak ingin mengganggu orang lain," katanya jengkel. "Saya
masuk ke dalam ruangan ini dan pergi ke sudut ini mencari buku yang cocok."
"Tentunya Anda menyalakan lampu lebih dulu, kan?"
"Tidak. Saya tidak menyalakan lampu. Saya membawa senter kecil. Dengan senter
itu saya mencari buku."
"Ah!" kata Inspektur Battle.
"Tiba-tiba," lanjutnya dengan dramatis, "saya mendengar suara orang mengendap-
endap, pelan sekali. Kemudian suara langkah kaki. Saya mematikan senter dan diam
mendengarkan. Suara langkah itu bertambah dekat bertambah jelas. Mengendap-
endap. Saya bersembunyi di balik tirai. Beberapa menit kemudian orang itu -
pencuri itu masuk. Dia menyalakan lampu."
"Ya - tapi," Jimmy Thesiger menyela.


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebuah kaki yang besar menginjak kaki Jimmy. Inspektur Battle rupanya memberi
isyarat agar dia diam. "Saya hampir mati karena takut," kata Countess itu. "Saya berusaha tidak
bernapas. Laki-laki itu menunggu beberapa menit. Lalu dengan perlahan-lahan - "
Jimmy membuka mulutnya lagi dan menutupnya kembali sebelum bicara.
" - dia berjalan ke arah jendela dan diam di situ. Lalu kembali lagi ke dekat
pintu dan mematikan lampu. Lalu dia mengunci pintu. Saya ngeri. Dia ada di dalam
ruangan, mengendap-endap. Ah, sangat menyeramkan. Bagaimana kalau dia mendatangi
saya dalam gelap! Menit berikutnya saya mendengar dia di jendela. Lalu diam.
Diam-diam saya berharap agar dia pergi. Menit-menit berlalu tanpa suara. Saya
berpikir orang itu pasti sudah pergi. Saya baru saja mau menyalakan senter
ketika - prestissimo! - semuanya mulai."
"Lalu?" "Ah! Kejadian itu sangat mengerikan - saya tak akan - tak akan melupakannya! Dua
orang laki-laki berusaha saling membunuh. Oh, luar biasa! Mereka berguling-
guling di dalam ruangan dan perabotan berhamburan ke mana-mana. Saya pikir saya
juga mendengar seorang wanita menjerit - tapi tidak di dalam ruangan. Di suatu
tempat di luar. Pencuri itu suaranya serak. Dia berkata, 'Lepaskan aku - lepaskan
aku!' Orang yang lain adalah lelaki berpendidikan. Suaranya - kelihatan dari
suaranya." Jimmy senang mendengarnya.
"Dia memaki-maki," lanjut Countess.
"Seorang terhormat kelihatannya," kata Inspektur Battle.
"Lalu, saya melihat kilatan dan mendengar tembakan," lanjutnya. "Peluru itu
mengenai rak buku di dekat saya. Saya - saya rasa saya pingsan."
Dia menatap Bill. Bill memegang dan menepuk-nepuk tangannya.
"Kasihan," kata Bill. "Pasti sangat mengerikan."
"Bego," pikir Bundle.
Tanpa mengeluarkan suara, Inspektur Battle bergeser ke rak buku di sebelah kanan
tirai. Dia membungkuk mencari-cari. Akhirnya dia mengambil sesuatu.
"Yang nyerempet rak buku ini bukan peluru," katanya. "Tapi selongsongannya. Anda
berdiri di mana ketika menembak, Tuan Thesiger?"
Jimmy mengambil posisi di jendela.
"Di sini, kira-kira di sini."
Inspektur Battle menempatkan diri di situ.
"Ya, betul," katanya. "Selongsong peluru itu akan meloncat ke arah sana. Ya, ini
tipe 455. Tak heran Countess mengira sebuah peluru nyasar mengenai rak di dekat
dia. Pelurunya sendiri menyerempet rangka jendela. Barangkali kita akan
menemukannya besok - kecuali kalau penjahat itu membawanya."
Jimmy menggelengkan kepala dengan kecewa.
"Rupanya Leopold tidak menjalankan tugasnya dengan baik," katanya menyesal.
Countess itu memandangnya dengan perhatian dibuat-buat.
"Tangan Anda!" serunya. "Terbalut! Kalau begitu Anda yang - "
Jimmy mengangguk hormat. "Saya senang mempunyai suara Inggris yang berpendidikan," katanya. "Dan saya
pasti tak akan memaki-maki kalau tahu ada seorang wanita terhormat di sini."
"Saya tidak mengerti semuanya," kata Countess itu menjelaskan, "walaupun guru
pengasuh saya dulu adalah orang Inggris - "
"Tentu saja kata-kata itu tak akan dia ajarkan pada Anda," kata Jimmy.
"Tapi sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Countess. "Itulah yang ingin saya
tanyakan." Mereka diam sejenak. Semua memandang Inspektur Battle.
"Sangat sederhana," kata Battle. "Percobaan pencurian: Ada dokumen penting yang
diambil dari Sir Stanley Digby. Pencuri itu hampir berhasil, tapi untunglah ada
Nona ini," - dia menunjuk pada Loraine - "jadi gagal."
Countess itu melirik gadis itu - dengan pandangan aneh.
"Hm," katanya dingin.
"Sebuah kebetulan yang amat menguntungkan," kata Inspektur Battle, tersenyum.
Countess itu menarik napas dan setengah memejamkan mata.
"Aneh. Rasanya saya masih seperti mau pingsan," gumamnya.
"Tentu saja," kata Bill. "Mari, saya bantu. Bundle akan membantu Anda naik ke
kamar dengan saya." "Terima kasih, Lady Eileen baik sekali," kata Countess. "Tapi sebaiknya saya
sendiri saja. Tidak apa-apa. Barangkali Anda bisa membantu saya naik?"
Dia berdiri dan dengan bersandar pada lengan Bill, berjalan keluar ruangan.
Bundle mengikuti sampai ke ruang besar, tetapi tidak mengantarnya naik ke atas
karena Countess mengatakan berkali-kali bahwa dia tidak apa-apa.
Tapi ketika dia berdiri memandang wanita itu menaiki tangga, tiba-tiba badannya
merasa kaku dan matanya melotot ke satu titik. Baju tidur Countess yang sangat
tipis dan transparan itu memperlihatkan sesuatu di bahu kanannya, yaitu sebuah
tahi lalat kecil hitam. Bundle berputar dan lari ke arah perpustakaan. Inspektur Battle sedang keluar
dari ruangan itu, sedangkan Jimmy dan Loraine telah berjalan mendahuluinya,
"Saya telah mengunci jendela dan menempatkan seorang penjaga di luar. Dan saya
akan mengunci pintu ini dari luar. Besok pagi kita akan melakukan rekonstruksi -
ya, Lady Eileen, ada apa?"
"Inspektur Battle - saya harus bicara dengan Anda - sekarang juga - "
"Ya, tentu saja, saya - "
Tiba-tiba George Lomax muncul dengan Dr. Cartwright.
"Ah, rupanya Anda di sini, Battle. Anda pasti senang mendengar bahwa Tuan
O'Rourke tidak apa-apa."
"Saya sudah mengira bahwa dia tidak akan apa-apa," jawab Battle.
"Dia mendapat suntikan yang cukup kuat," kata Dr. Cartwright. "Tapi dia akan
bangun dengan tubuh sehat pagi-pagi nanti. Barangkali sedikit pusing - tapi
mungkin juga tidak. Nah, sekarang bagaimana dengan luka Anda?" dokter itu
bertanya pada Jimmy. "Ayo, Suster," kata Jimmy pada Loraine. "Tolong pegangi mangkuk atau tanganku.
Saksikan derita seorang pria perkasa. Kau kan bisa membantu."
Jimmy, Loraine, dan Dr. Cartwright keluar bersama-sama. Bundle memandang tidak
sabar pada Inspektur Battle yang terpaksa mendengarkan pidato George.
Inspektur Battle mendengar dengan sabar. Ketika George berhenti sebentar, dia
memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan diri.
"Apakah saya bisa bicara dengan Sir Stanley sendirian di ruang kerja itu?"
"Tentu," kata George. "Tentu saja. Aku panggil dulu dia."
George dengan cepat pergi ke atas. Battle langsung menarik Bundle ke ruang duduk
dan menutup pintu. "Ada apa, Lady Eileen?"
"Akan saya ceritakan secepatnya. Tapi agak panjang dan berbelit."
Bundle menceritakan sesingkat mungkin pengalamannya di Tujuh Lonceng. Ketika dia
selesai Inspektur Battle hanya bisa menarik napas panjang. Sesaat wajah kayunya
berubah. "Luar biasa," katanya. "Luar biasa. Rasanya tidak masuk akal. Seharusnya saya
tahu lebih baik tentang Anda, Lady Eileen."
"Tapi Anda kan memberikan jalan. Anda memberi tahu saya agar bertanya pada Bill
Eversleigh." "Rupanya berbahaya memberi jalan pada orang seperti Anda, Lady Eileen. Saya tak
pernah mengira Anda akan bertindak begitu jauh."
"Ah, saya kan tidak apa-apa. Belum mati."
"Ya, belum," kata Battle dengan muram.
Dia berdiri dan termenung. "Saya tidak mengerti kenapa Tuan Thesiger membiarkan
Anda melakukan hal itu," katanya tiba-tiba.
"Dia baru tahu setelah itu," kata Bundle. "Saya bukan orang yang mudah ditipu,
Inspektur Battle. Dan lagi, dia sendiri kan sibuk menjaga Nona Wade."
"Apa benar?" kata Inspektur Battle. "Ah!"
Matanya mengerdip. "Kalau begitu saya akan minta Tuan Eversleigh untuk menjaga Anda, Lady Eileen."
"Bill!" kata Bundle jengkel. "Anda belum mendengar akhir cerita saya, Inspektur.
Wanita yang saya lihat di sana - Anna - Jam Satu. Ya, Jam Satu, ternyata Countess
Radzky." Dengan cepat dia bercerita tentang tahi lalat itu.
Anehnya, inspektur itu ternyata tidak terlalu menanggapi.
"Tahi lalat bukanlah bukti yang kuat, Lady Eileen. Bisa saja dua wanita punya
tahi lalat yang sama. Dan jangan lupa, Countess Radzky merupakan tokoh yang
sangat dikenal di Hongaria."
"Kalau begitu yang ini bukan countess yang asli. Dan saya yakin bahwa dia adalah
wanita yang saya lihat di sana. Coba perhatikan malam ini - bagaimana kita
menemukan dia. Saya tak percaya dia pingsan."
"Oh, saya tak mengatakan begitu, Lady Eileen. Selongsong peluru yang meloncat ke
rak buku itu bisa saja membuat wanita ketakutan."
"Tapi apa yang dilakukannya di sana" Mana ada orang turun mencari buku dengan
senter." Battle menggaruk pipinya. Dia kelihatan tidak ingin bicara. Dia mulai mondar-
mandir berjalan di ruangan itu, seolah-olah berusaha membuat keputusan. Akhirnya
dia memandang Bundle. "Lady Eileen, saya akan mempercayai Anda. Apa yang dilakukan Countess itu memang
mencurigakan. Saya tahu hal itu. Sangat mencurigakan. Tapi kita harus bertindak
hati-hati. Tidak boleh ada pertengkaran dengan kedutaan. Kita harus yakin"
"Begitu. Kalau Anda yakin...."
"Ada lagi. Selama perang, banyak mata-mata Jerman yang tersebar di mana-mana.
Dan orang-orang menulis surat tentang hal itu. Kami tidak mengacuhkannya. Kata-
kata kasar melukai kami. Yang kecil-kecil seperti itu tidak perlu kami
perhatikan. Mengapa" Karena melalui merekalah, cepat atau lambat, kita akan
mendapatkan biangnya - orang-orang yang top."
"Maksud Anda?" "Tak perlu Anda pikirkan apa yang saya katakan tadi, Lady Eileen, tapi
perhatikanlah hal ini. Saya tahu betul siapa Countess itu. Dan saya ingin agar
Anda tidak meributkannya."
"Sekarang," lanjut Inspektur Battle, "saya harus berpikir dulu sebelum bicara
dengan Sir Stanley Digby!"
Bab 23 INSPEKTUR BATTLE BERTUGAS
WAKTU itu pukul sepuluh pagi keesokan harinya. Sinar matahari masuk dari jendela
perpustakaan, di mana Inspektur Battle bekerja sejak pukul enam pagi. Atas
permintaannya, George Lomax, Sir Oswald Coote, dan Jimmy Thesiger berkumpul
setelah makan pagi. Tangan Jimmy yang luka digendong dengan kain segitiga, tapi
di badannya masih nampak bekas-bekas kegemparan tadi malam.
Inspektur itu memandang mereka semua dengan ramah, seperti seorang guru yang
sedang menerangkan isi museum kepada murid-muridnya. Di atas meja di sebelahnya
terdapat beberapa benda yang diberi label rapi. Di antaranya Leopold.
"Inspektur," kata George, "saya ingin sekali mendengar perkembangan berita dari
Anda. Bagaimana" Apa orang itu sudah tertangkap?"
"Dia pasti tertangkap, tapi tidak mudah," kata inspektur itu dengan santai.
Kegagalannya kali itu, tak membuat si Inspektur merasa bersalah.
George Lomax tidak terlalu senang mendengar jawaban itu. Dia bukanlah orang yang
senang menghadapi sikap santai untuk urusan yang serius.
"Persoalannya sudah jelas bagi saya," lanjutnya.
Dia mengambil dua buah benda dari atas meja.
"Ini adalah dua buah peluru. Yang besar adalah tipe 455, ditembakkan dari pistol
otomatis Tuan Thesiger. Peluru ini menyerempet jendela dan saya menemukannya di
batang pohon. Peluru kecil ini ditembakkan dari Mauser 25. Setelah singgah di
lengan Tuan Thesiger, dia tinggal di tangan kursi ini. Pistol itu sendiri - "
"Bagaimana" Ada sidik jarinya?" tanya Sir Oswald penuh semangat.
Battle menggelengkan kepala.
"Si penembak memakai sarung tangan," katanya pelan.
"Sayang," kata Sir Oswald.
"Orang yang pintar pasti memakai sarung tangan. Sir Oswald, apakah benar
perkiraan saya ini, yaitu Anda menemukan pistol ini kira-kira dua puluh yard
dari tangga bawah yang menuju ke teras?"
Sir Oswald melongok dari jendela.
"Ya, saya kira benar."
"Saya tidak ingin menyalahkan Anda, tapi akan lebih baik seandainya pistol itu
dibiarkan di tempatnya."
"Maaf," kata Sir Oswald dengan kaku.
"Oh, tidak apa-apa. Saya sudah bisa merekonstruksi apa yang terjadi. Saya
melihat jejak kaki Anda di taman menuju ke suatu tempat di mana Anda membungkuk,
dan sebuah lekukan yang cukup jelas di rumput. Apa teori Anda tentang pistol itu
- mengapa bisa sampai ada di situ?"
"Saya kira pistol itu jatuh di situ, ketika si pencuri lari."
Battle menggelengkan kepalanya.
"Tidak jatuh, Sir Oswald. Ada dua hal yang bertentangan dengan teori itu. Yang
pertama, hanya ada satu set jejak kaki yang menyeberangi rumput di situ - jejak
kaki Anda." "Hm," gumam Sir Oswald sambil berpikir.
"Anda yakin dengan hal itu, Battle?" tanya George.
"Tentu. Ada satu set jejak kaki lagi yang menyeberangi kebun, yaitu jejak Nona
Wade. Tapi agak ke kiri letaknya."
Dia diam lalu melanjutkan, "Dan ada lekukan di tanah. Pistol itu pasti jatuh ke
tanah dengan kuat. Jadi tentunya benda itu sengaja dilempar."
"Bisa saja," kata Sir Oswald. "Pencuri itu bisa juga lari ke arah kiri. Dia tak
akan meninggalkan jejak kaki dan dia bisa melemparkan pistol itu ke tengah
kebun. Bagaimana, Lomax?"
George mengangguk setuju.
"Benar, dia tidak akan meninggalkan jejak," kata Battle. "Tapi dari lekukan di
tanah itu, pistol tersebut tidak dilempar dari arah itu. Saya kira pistol itu
dilempar dari teras ini."
"Bisa jadi," kata Sir Oswald. "Apa hal itu punya arti tertentu, Inspektur?"
"Ah, ya, Battle," sela George, "apa hal itu relevan?"
"Barangkali tidak, Tuan Lomax. Apakah salah seorang dari Anda bersedia melempar
pistol ini" Anda bersedia, Sir Oswald" Terima kasih. Berdiri di jendela itu
saja. Sekarang lemparkan ke tengah kebun."
Sir Oswald melempar pistol itu sekuat tenaga. Jimmy Thesiger mendekat penuh
perhatian. Inspektur mengejarnya bagai anjing yang terlatih dan kembali lagi
dengan wajah cerah. "Benar. Tandanya sama. Tentu saja Anda melemparnya lebih jauh, karena tubuh Anda
besar dan kuat. Maaf, rasanya saya mendengar ada orang di pintu."
Telinga Inspektur itu pasti lebih tajam dari telinga orang kebanyakan. Tak
seorang pun di situ mendengar suara. Tapi ternyata Inspektur benar, karena Lady
Coote berdiri di luar sambil memegang gelas obat.
"Obatmu, Oswald," katanya sambil masuk ke dalam ruangan. "Kau lupa minum setelah
sarapan tadi." "Aku sedang sibuk, Maria," kata Sir Oswald. "Aku tak perlu minum itu."
"Kau tak akan minum kalau tidak demi aku," kata istrinya tenang sambil mendekati
suaminya. "Kau seperti anak kecil saja. Minumlah."
Dengan patuh, Sir Oswald - si "raja baja" - meminum habis obat itu!
Lady Coote tersenyum manis bercampur sedih pada semua orang di situ.
"Apa saya mengganggu Anda semua" Sedang sibuk" Oh, lihat pistol-pistol itu.
Kelihatan menyeramkan. Ngeri rasanya kalau ingat tadi malam. Bisa-bisa kau
ditembak pencuri itu, Oswald."
"Anda pasti kuatir ketika tahu bahwa dia tidak ada, Lady Coote," kata Battle.
"Tadinya saya tidak punya pikiran begitu," kata Lady Coote.
"Pemuda ini kasihan," - kata Lady Coote sambil menunjuk Jimmy - "ditembak - begitu
mengerikan dan mendebarkan. Ketika Tuan Bateman bertanya di mana Sir Oswald,
barulah saya ingat bahwa dia keluar jalan-jalan."
"Tak bisa tidur, ya?" tanya Battle.
"Saya biasanya tidur dengan enak," kata Sir Oswald. "Tapi tadi malam sama sekali
tidak bisa tidur. Saya pikir udara malam akan membantu saya."
"Anda keluar lewat jendela ini barangkali?"
Sir Oswald kelihatan agak ragu-ragu ketika menjawab. "Ya."
"Pakai sepatu tipis lagi," kata Lady Coote. "Bagaimana keadaanmu kalau tak ada
aku yang mengurus kamu?"
Lady Coote menggelengkan kepalanya dengan sedih.
"Maria, masih banyak urusan yang harus kami bicarakan."
"Ya, ya - aku tahu. Aku segera keluar."
Lady Coote keluar sambil membawa gelas obat yang telah kosong.
"Battle, kelihatannya cukup jelas," kata George Lomax. "Pencuri itu menembak
Tuan Thesiger, melemparkan senjatanya, lalu lari sepanjang teras dan akhirnya ke
jalan berkerikil." "Kalau begitu dia pasti tertangkap oleh anak buah saya," sahut Inspektur Battle.
"Anak buah Anda kelihatannya kurang cekatan. Mereka tidak melihat Nona Wade
ketika dia masuk dan tidak melihat pencuri itu ketika keluar."


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inspektur Battle membuka mulutnya akan bicara, tapi kemudian menutupnya lagi.
Jimmy Thesiger memandangnya dengan penuh perhatian. Dia ingin sekali tahu apa
yang ada di benak Inspektur Battle.
"Pasti dia jago lari." Itu saja yang keluar dari mulut Inspektur Battle.
"Apa maksud Anda?"
"Ya seperti yang saya katakan tadi, Tuan Lomax. Saya sendiri telah sampai di
sudut teras lima puluh detik setelah terdengar tembakan. Seorang yang bisa lari
Sepasang Pedang Iblis 17 Pendekar Hina Kelana 23 Satria Pedang Asmara Petualang Asmara 27
^