Pencarian

Perjalanan Ke Masa Depan 3

Animorphs - 7 Perjalanan Ke Masa Depan Bagian 3


sebabnya tak ada orang di jalan raya."
"Pertanyaannya adalah, siapa yang membangun sistem ini?" kataku.
Beberapa menit kemudian kami tiba di mall. Tapi mall-nya sudah berubah. Sedikit
berubah. "Oh, astaga," kata Marco. "Lihat itu! Oh, astaga!"
Mall masih tetap berdiri. Bahkan tulisan "Sears" masih tetap terbaca. Tetapi ada
lubang-lubang bundar sempurna, dengan garistengah kira-kira dua meter, di
dinding keempat toko serbaada. Ada enam atau delapan lubang di Penney's. Sama
dengan di Sears. Dan dari dalam lubang-lubang itu bermunculan Taxxon. Mereka merayap masuk-keluar
lubang. Mereka meluncur ke tanah dan memanjat ke atap. Beberapa mengangkat
kotak-kotak dari pesawat ruang angkasa yang parkir di halaman parkir. Mereka
membongkar muatannya seperti menurunkan barang-barang dari truk. Menggotong
masuk bungkusan-bungkusan perak ke lubang-lubang itu.
"Itu sarang," kata Cassie. "Seperti sarang lebah. Atau koloni semut. Mereka
telah mengambil alih mall. Mall itu sekarang sudah jadi sarang Taxxon."
Chapter 19 "BEGINILAH masa depan jika kaum Yeerk menang," kataku. "Taxxon menggunakan mall
sebagai sarang. Kalau begitu aku hari ini tidak usah shopping. Ngirit deh."
Aku ingin kedengaran tegar. Seakan aku tidak terkesan. Tapi itu bohong. Ulat
yang lebih besar daripada manusia dewasa merayap-rayap lewat lubang di mall.
Aku terbayang pada kerangka terpuruk di atas meja di reruntuhan sekolah kami,
dan tulang tangan yang mencengkeram kemudi mobil yang sudah berkarat.
Udara terasa aneh. Langit bukan lagi langit Bumi. Pohon-pohon nyaris mati.
Saat kami mengitari mall, kami bisa melihat kereta api tabung berhenti di situ.
Tabung kaca itu mengambang dari tanah kira-kira setinggi enam meter, seperti
kereta gantung di Disneyworld. Tapi tidak kelihatan ada penyangga yang
mengangkatnya. Seakan tabung itu tergantung begitu saja di udara.
Di luar mall, sebuah dropshaft muncul ke arah tabung. Ada Taxxon yang masuk ke
dropshaft itu dan diangkat naik ke podium yang menjorok ke luar di sisi tabung.
"Kita jangan dekat-dekat Taxxon," kata Tobias.
Tapi Marco menggeleng. "Kenapa" Kau tidak lihat" Yeerk sudah menang. Jadi semua
manusia adalah Pengendali-Manusia. Taxxon akan menganggap kita ini Pengendali-
Manusia." "Kurasa kau benar," Tobias setuju. "Yeah. Jadi kita bisa pergi ke mana saja. Di
samping itu, kurasa si Ellimist membawa kita ke sini bukan untuk dibunuh."
Aku santai sedikit, menyadari bahwa mereka benar. Tapi tetap saja ada perasaan
tak enak tentang semua ini.
kata Ax. terbiasa dengan Pengendali-Manusia. Tapi mereka belum pernah melihat Pengendali-
Andalite, kecuali Visser Three.>
"Kau yakin?" tanya Marco. "Mungkin di masa depan Andalite juga kalah dari
Yeerk." tukas Ax marah.
Pelan-pelan ia berubah menjadi manusia.
"Yuk, kita naik kereta api," ajakku. "Kita lihat ke mana tujuan kereta ini."
"Apa?" tanya Marco. "Naik kereta api versi Yeerk?"
Aku mengangkat bahu. "Kau sendiri yang bilang, Marco. Mereka akan menganggap
kita Pengendali. Lagi pula si Ellimist tidak membawa kita ke sini untuk
dibunuh." "Sayang sekali mall-nya jadi begini," kata Ax yang sekarang sudah hampir
berwujud manusia. "Di mall ada banyak makanan enak yang bisa dicicipi, bisa
dikecap. Dikecap. Ellimist menunjukkan kepada kita hal-hal luar biasa yang ada
di Bumi. Tapi dia tidak menyebutkan soal indra pengecap. Kue kayu manis. Keju.
Dan cokelat juga." "Yeah, kita harus menyelamatkan spesies yang menciptakan kue kayu manis hangat,"
kataku. "Yuk, kita coba ini."
Cuma perlu waktu beberapa menit untuk berjalan ke dropshaft.
Saat kami sudah dekat, ada Taxxon yang merayap di sebelah kami. Ia bergegas
mendahului kami, seperti sedang tergesa-gesa. Tapi ia sama sekali tidak
memedulikan kami. "Kalian pikir Yeerk juga punya jam sibuk?" gumam Marco.
"Diam," sergah Jake. "Kita Pengendali sekarang, bukan manusia normal."
Si Taxxon tiba di dropshaft lebih dulu dari kami. Ia masuk lewat lubang masuknya
yang lebar dan dengan segera diangkat ke podium di atas.
Kami semua ragu-ragu mengikutinya. Jadi aku melangkah ke depan. Sesaat kemudian
aku sudah berada di podium, yang lain mengikuti di belakangku.
Kami berada di ketinggian enam meter, dan aku bisa melihat ke segala jurusan.
Aku menyodok Tobias. Sebuah kolam Yeerk kecil telah dibangun di atas atap mall.
Tepat di atas tempat yang dulunya pusat jajan. Kolam itu dangkal dan berlumpur.
Kira-kira setengah lusin Taxxon berbaring santai di tepi kolam, seakan sedang
mandi matahari. Tak ada kandang di kolam Yeerk ini. Semua Taxxon adalah induk semang sukarela.
Itu salah satu alasan lain untuk tidak menyukai mereka. Paling tidak para Hork-
Bajir dulunya menentang kaum Yeerk.
Tiba-tiba, diiringi dorongan angin menderu, sebuah podium turun dalam tabung
gelas secepat desingan peluru.
Podium itu berhenti di depan kami dan si Taxxon dengan cepat meluncur naik. Kami
mengikuti. Kereta ini bukan kereta tertutup seperti kereta api biasa. Ini hanya peron
terbuka, depan maupun belakang terbuka. Ada kira-kira dua puluh tempat duduk
standar. Separonya diduduki Pengendali-Manusia. Di bagian belakang ada tempat
terbuka. Ke situlah si Taxxon pergi. Di bagian depan ada beberapa kursi yang
lebih besar. Jauh lebih besar, dan terbuat dari baja, tanpa bantalan. Pasti itu untuk Hork-
Bajir. Besarnya kira-kira cukup untuk empat Hork-Bajir, ditambah tempat untuk
dua atau tiga Taxxon, dan tempat untuk dua puluh atau lebih manusia.
Jadi ada lebih banyak manusia daripada Taxxon atau Hork-Bajir, aku menyimpulkan.
Kami tidak akan kelihatan aneh.
Kereta api meluncur bagai desingan peluru menuruni tabung kaca. Tapi tak ada
entakan. Dan tak ada embusan angin. Kami cuma terbang dengan kecepatan yang tak
bisa dicerna otak. Perjalanan dari mall di pinggir kota ke pusat kota biasanya butuh waktu setengah
jam dengan bus. Tapi kami tiba di sana dalam waktu satu setengah menit.
Jake memandangku. Kami turun di sini. Kami bangkit dan meninggalkan kereta.
"Cepat banget," kata Marco.
"Bus kalah, jauh deh," aku setuju.
Rasanya bukan sekadar aneh, ketika kami berjalan di tengah kota. Seluruh
pencakar langit telah lenyap. Yang masih sisa sudah dihiasi lubang-lubang
Taxxon-nya. Aku mendongak, memandang gedung bertingkat tiga puluh dan melihat
Taxxon-Taxxon merayap naik di dinding bangunan yang dulunya kantor pusat sebuah
bank. Gedung tertinggi di kota dulu adalah Menara EGS yang bertingkat enam puluh.
Gedung itu sekarang masih ada. Hampir utuh.
Tetapi entah karena alasan apa dua lantai paling atas telah dipangkas, kemudian
ditutup dengan kubah kaca. Cahaya matahari pucat terpancar dari kubah. Hampir
seperti mercu suar. Manusia dan Hork-Bajir berjalan bersisian di jalan. Tetapi jumlah mereka tidak
banyak. Seluruh kota bahkan kelihatan jauh lebih kosong daripada dulu.
Kami berbelok dan kaget. "Itu kan seharusnya City Arena," kataku. "Di situ dulu kita nonton sirkus."
"City Arena. Toserba besar. Bangunan yang dulunya ada antena panjang di atas,
semuanya sudah tak ada," kata Marco. "Lenyap begitu saja."
Sebagai gantinya di situ membentang kolam Yeerk. Kolam yang ukurannya sungguh
mengejutkan. Boleh dibilang seperti danau kecil. Kita bisa naik motorboat di
danau itu dan tidak akan kelihatan aneh.
Besarnya tiga kali panjang lapangan sepak bola. Mungkin bahkan empat kalinya.
Dan di sekelilingnya berderet kandang, persis seperti di kolam Yeerk bawah tanah
yang sudah sangat kami kenal.
Tapi di sini ada bedanya. Manusia dan Hork-Bajir dalam kandang-kandang di sini
tidak lagi berteriak minta tolong. Mereka menangis, terisak, atau lebih sering
lagi mereka cuma menatap hampa. Tapi mereka tidak minta tolong. Mereka tahu tak
ada pertolongan. Mereka tahu harapan sudah padam.
Kami berenam cuma menatap. Tak berdaya.
Seorang Pengendali-Manusia lewat di sebelah kami, menyenggolku.
"Maaf," kataku sinis, menyindir. Oh-oh, itu kesalahan besar.
Aku tahu aku salah, begitu sepotong kata itu keluar dari mulutku.
Wanita Pengendali itu berhenti. Ia berbalik mendekati kami.
"Apa katamu?" tanyanya sangar.
"Tidak apa-apa," jawabku.
Tapi ia terus memandangku dengan mata menyipit. "Siapa namamu?"
Aku tahu bahwa menjawab "Rachel" tidak akan memecahkan persoalan. Ia
menginginkan nama Yeerk-ku. Aku tegang, siap bertempur.
"Namanya bukan urusanmu," kata Tobias.
Wanita itu mencibir. "Oh ya" Kenapa" Kalian mata-mata, pasti kalian ini mata-
mata!" "Namanya bukan urusanmu," Tobias mengulangi. "Nama dia-lah-yang urusanmu." Ia
menunjuk Ax. "Karena namanya adalah... Visser Three."
Chapter 20 "VISSER THREE?" si wanita mengulangi dengan ragu.
Selama beberapa detik aku bingung. Apa maksud Tobias"
Kenapa ia bilang Ax adalah Visser Three"
Untungnya Ax lebih cepat paham. Ia segera berubah wujud, kembali menjadi
Andalite. Dan begitu mata Andalite-nya muncul, wanita itu mulai gemetaran.
"Tapi... tapi... kau bilang Visser Three. Hanya Visser One yang bertubuh
Andalite!" Bagus. Visser Three ternyata sudah naik pangkat.
"Yeah," kataku pada wanita itu. "Tapi dulunya dia kan Visser Three. Dulu waktu
kita semua masih berteman. Bahu-membahu."
"Aku... kami... tak ada yang bilang kau mengunjungi Bumi, Visser," katanya
gugup. Kelihatan sekali kalau ia ketakutan. Rupanya reputasi Visser Three tidak surut
setelah bertahun-tahun. Ax sudah kembali sepenuhnya ke wujud Andalite. Dan para Pengendali di jalan
semua memandang dengan kagum bercampur takut.
"Seandainya aku tahu...," ratap si wanita. "Aku tak akan..."
Ax mengibaskan tangannya. tidak waspada, kau akan kuhancurkan karena kecerobohanmu. Sekarang, pergi dari
sini.> "Baik, Visser-ku!. Baik!" Si wanita langsung pergi. Secepat kilat.
Kami masih berdiri di jalan, tercengang memandang kolam Yeerk. Dan banyak
Pengendali tercengang memandang kami.
"Gawat deh," kata Marco. "Pasti akan segera tersiar kabar bahwa Visser Three
datang. Dan akan ada yang menyadari apa yang sebenarnya terjadi."
"Jadi bagaimana sekarang?" tanya Jake. "Berapa lama si Ellimist mau meninggalkan
kita di sini?" "Sampai kita yakin dia benar," jawab Tobias.
"Pasti dia menginginkan kita melihat sesuatu yang lain," timpal Cassie.
Aku melirik Cassie. Ia kelihatan bingung. Kurasa aku sebetulnya mengharap
tampangnya menyatakan, "Nah, sudah kubilang kan, ini masa depan."
Tapi kelihatannya ia bingung. Seperti tidak bisa menafsirkan sesuatu yang
mengganggu pikirannya. "Apa?" tanyaku pada Cassie.
Ia mengangkat bahu. "Cuma perasaan saja. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di
sini. Sesuatu yang tidak kita mengerti."
Kolam Yeerk adalah tempat yang sibuk. Pengendali datang dan pergi. Para induk
semang didorong ke dalam kandang, dan ditarik keluar kembali ketika sudah
waktunya. Enam dermaga yang ada tak hentinya dipenuhi induk semang yang
berseliweran, mengeluarkan dan memasukkan Yeerk.
Di atas semua itu menjulang Menara EGS, dengan puncak berupa kubah kaca.
"Kenapa membangun kolam Yeerk di sini?" tanyaku. "Maksudku, ada banyak area
terbuka lainnya. Kenapa harus bersusah payah menyingkirkan bangunan yang tadinya
ada di sini" Ini kan bukan tempat yang punya pemandangan indah."
"Tahun berapa ya sekarang?" tanya Marco. "Apakah ini tahun depan" Sepuluh tahun
mendatang" Atau dua puluh tahun?"
Aku mendengar dengung rendah dari angkasa. Pesawat Bug Fighter Yeerk menukik
rendah, membelok mengelilingi Menara EGS, lalu mendarat di tepi kolam Yeerk.
Aku tak tahu kenapa, tapi aku merasa tertarik mendekati Bug Fighter itu. Mungkin
ini dorongan psikis. Mungkin ini si Ellimist, yang menginginkan aku mendekat
untuk melihat apa yang ingin ditunjukkannya padaku.
Entah dari mana datangnya dorongan itu, ternyata diriku sudah berjalan mendekati
pesawat itu. "Hei!" kata Jake. "Apa yang kaulakukan?"
"Kalian mundurlah," kataku.
"Tak apa-apa," kata Marco, memberi kode dengan ibu jarinya ke arah Ax. "Kita kan
bersama Visser Three di sini. Eh, maaf, maksudku Visser One. Dan selamat untuk
kenaikan pangkat ini ya."
Ax segera melangkah ke depanku, bersikap seperti si Visser yang kejam dan
mengerikan. Ketika kami sudah dekat ke tepi kolam, tampak kerumunan Pengendali-Manusia,
Hork-Bajir, Taxxon, dan beberapa spesies aneh lain yang belum pernah kulihat.
Kerumunan itu segera memberi kami jalan. Tak ada yang ingin membuat Visser One
tidak senang. Kami berjalan gagah ke arah pesawat Bug Fighter itu seperti bos-bos lain di
dunia ini. Kemudian pintu pesawat terbuka.
Aku berhenti. Ax juga berhenti. Yang lain berkerumun di belakang kami.
Kulitku terasa kesemutan. Rambutku serasa berdiri. Aku tahu sesuatu bakal
terjadi. Sesuatu yang hebat dan mengerikan.
Dan kemudian, mereka melangkah keluar dari Bug Fighter.
Seorang manusia dan Andalite.
Aku tahu si Andalite. Kami pernah bertemu sebelumnya. Aku bisa merasakan
kekejian yang memancar dari tubuhnya.
Itulah Visser Three. Visser Three yang asli.
Melihat Ax berhadapan dengan Visser Three, kerumunan Pengendali segera bisa
melihat perbedaannya. Visser Three bertubuh Andalite, tapi jelas kelihatan ia
makhluk penuh kejahatan. Visser Three berkata pada manusia di sebelahnya. Seperti yang kaukatakan.>
Aku memandang si manusia. Ia wanita muda yang cantik, mungkin usianya dua puluh
atau dua puluh dua. Rambutnya pirang, dipotong pendek. Ia tidak memakai makeup.
Pakaiannya sederhana. Aku berhenti bernapas. Jantungku berhenti berdetak. Aku mencoba menelan ludah,
tapi tak bisa. "Halo, Rachel," wanita itu menyapaku.
"Halo, Rachel," balasku.
Chapter 21 Rachel ITU aku. Aku di masa depan.
"Aku tahu kau akan datang," Rachel masa depan berkata. "Bagaimanapun juga, aku
dulunya kan kau. Dulu aku berdiri di tempat kau berdiri sekarang, tampilanku
persis dirimu sekarang, dan memandang seperti kau memandangku hari ini."
Ia kedengaran amat tenang. Tapi matanya mengerling cepat ke arah Ax, kemudian
kembali memandangku. Visser Three menggeleng geli. manusia. Tadinya aku mengira kalian Andalite. Sampai akhirnya kami berhasil
menangkap kalian.> Aneh sekali, aku merasa tenang. Maksudku, yang sedang terjadi ini kan luar
biasa. Aku berhadapan dengan Visser Three - yang sekarang sudah jadi Visser One.
Aku berhadapan dengan masa depanku sendiri.
"Kau Pengendali," kataku pada diriku yang lebih tua.
"Tentu saja," katanya. Ia tersenyum. Senyum keji, sama sekali. tidak seperti
senyumku. "Kami menang. Kalian sempat membuat kami pontang-panting, tapi
akhirnya kami menang. Planet ini sudah jadi teritori Yeerk. Umat manusia sudah
menerima takdirnya sebagai induk semang kaum Yeerk."
"Kalau kau tahu begitu banyak, coba katakan, bagaimana kami bisa berada di sini"
Di masa depan?" tanya Marco.
kata Visser Three. waktu kalian, kalian menghadapi pilihan. Si Ellimist telah membawa kalian, enam
manusia - lima manusia dan satu Andalite - ke sini untuk menunjukkan masa depan. Tak


Animorphs - 7 Perjalanan Ke Masa Depan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama lagi dia akan mengembalikan kalian ke kurun waktu kalian.>
"Pilihan apa yang kami ambil?" tanyaku.
Rachel yang lebih tua tersenyum keji lagi. "Pasti pilihan yang tepat. Segalanya
berjalan mulus." "Oh yeah?" komentar Jake menantang. "Belum tentu. Si Ellimist membawa kami ke
sini untuk membantu kami menentukan pilihan. Jadi, bagaimana kalau setelah
kembali ke kurun waktu kami, kami memutuskan untuk menerima tawaran si Ellimist"
Dengan begitu Rachel tak akan berubah menjadi Pengendali. Dia akan bersama kami
di planet yang disediakan Ellimist untuk kami."
Aku mengawasi diriku yang lebih tua dengan tajam, untuk melihat reaksinya. Tak
ada. Sedikit pun tidak. Tapi, ada sesuatu. Ia mencoba menyembunyikan sesuatu.
"Kalian tahu apa keputusan kami. Tapi kalian ada di sini," kataku. "Jadi,
kemungkinan kalian ada di sini untuk mengubah keputusanku. Atau justru
keberadaan kalian di sinilah yang membuat aku membuat keputusan yang lebih
tepat." seringai Visser Three. Ellimist itu membuat segalanya tidak membingungkan.>
"Yuk, kita pergi,'" ajak Cassie tiba-tiba. "Aku tak suka tempat ini, dan aku tak
suka dua... makhluk ini."
"Tapi, Cassie, aku kan sahabatmu," aku yang lebih tua berkata mengejek.
"Bukan, kau bukan sahabatku. Mungkin Rachel masih hidup entah di mana. Tapi kau,
kau ini Yeerk." Cassie berbalik. Kakinya terantuk sesuatu. Ia jatuh menubrukku. Tiba-tiba Rachel
yang lebih tua sudah ada di dekatku. Ia memegangi lenganku agar aku tidak jatuh.
Tapi bagi Ax kelihatannya ia menyerangku. Ekornya menyabet bagai kilat. Ekor
tajam Ax menempel di leher Rachel yang lebih tua.
Mata Rachel yang lebih tua terbelalak ketakutan. Ia memandang Visser Three.
Betapa herannya aku, Visser Three kelihatan membeku.
Ia bingung. Mata utamanya menyipit. Ia memandang Ax, kemudian Rachel yang lebih
tua, kemudian aku. Tiba-tiba aku tahu. "Skenarionya tidak begini, kan?" tanyaku pada Visser Three. "Adegan ini tidak
ada dalam skenario. Ada yang berubah! Ax, bukan" Kau tadi bilang 'enam manusia'.
Itu yang kauharapkan muncul. Itulah yang dikatakan Rachel akan terjadi. Tetapi
masa depan sudah berubah, kan" Ada yang berbeda."
Visser Three mendelik padaku, dan sekarang ia sudah tidak berpura-pura sopan
lagi. dan rombongan Animorphs-mu" Tahukah kau apa yang kulakukan" Kuberikan kalian
masing-masing pada letnan yang bisa dipercaya. Dan setelah kalian menjadi milik
kami, setelah kalian milik-KU, kubunuh dan kupanggang teman kalian yang burung
ini.> Visser Three mencondongkan wajahnya kepadaku. kita tambahkan saus milik kalian, manusia. Kita bikin barbecue, daging panggang.
Temanmu Tobias ini akhirnya lezat juga. Kau makan kakinya, aku ingat. Kau
memakannya dan tertawa.>
Saat itu ingin rasanya aku bermetamorfosis. Aku ingin sekali jadi beruang
grizzly dan mencabik-cabik Visser Three. Tapi di sekeliling kami ada ratusan
Pengendali. Dan saat aku dalam proses berubah wujud, aku akan mudah diserang.
Ekor tajam Ax masih menempel di leher Rachel yang lebih tua.
kata Ax. kita. Kalau dia melukai kita, dia akan mengubah sejarah. Dan dia jadi tak tahu
bagaimana nasibnya nanti.>
"Pendapat yang bagus, Ax," kata Jake. Ia memandangku. Matanya kelihatan
berbahaya dan marah. "Dia tidak bisa melukai kita. Tapi sebaliknya... yah..."
"Ide bagus," aku menyetujuinya. Aku memusatkan pikiranku pada beruang grizzly.
"Jadi, Visser Three, kau membunuh temanku Tobias dan memanggangnya di atas api."
Aku mulai berubah. Begitu juga Jake.
kata Visser Three.
"Panggil saja," tantang Marco. "Siapa tahu salah satu dari mereka ceroboh
menggunakan sinar Dracon dan membunuh salah satu dari kami. Kaupikir tembakan
itu akan mengubah masa lalu" Susah dikatakan, bukan?"
Jari-jariku sudah berubah menjadi cakar. Bulu cokelat kasar tumbuh di sekujur
tubuhku. Aku bisa merasakan tambahan kekuatan dalam tubuhku ketika aku sudah
jadi lebih beruang daripada manusia.
"Visser," kata Rachel yang lebih tua dengan tegang. "Apa yang kita lakukan?"
kata Visser Three.
Visser Three mulai mundur. Tapi aku mana mau membiarkannya lolos. Ia sudah di
depan mata. Aku tinggal menghajarnya. Sesudah semua kesulitan yang
disebabkannya, aku bisa menghajarnya semauku. Setelah semua kehancuran yang
disebabkannya, ia kini tak berdaya.
Aku tidak menunggu sampai sisa-sisa wujud manusiaku lenyap.
Aku sudah cukup berbentuk beruang. Aku menyerangnya.
Beruang bertubuh sangat besar dan gerakan mereka agak kaku. Tapi mereka bisa
bergerak sangat cepat.
Aku menerjangnya. Ia berbalik hendak lari. Tapi terlambat.
Aku menabraknya. Beruang seberat empat ratus kilo berkecepatan tinggi menabrak
Visser Three sampai ia jatuh terjengkang.
Kuangkat cakarku yang besar dan kupukulkan sekuat tenaga. Tanganku menampar
batang pohon. Tangan manusiaku.
"Auwww!" Aku sudah jadi manusia lagi. Aku berada di hutan di belakang rumah pertanian
Cassie. Teman-temanku juga ada di sana. Tobias, yang sudah jadi elang lagi,
hinggap di dahan. "Tidak! Aku muak pada semua ini!" jeritku. Kupukul lagi pohon itu saking
frustrasinya diriku. "Aku muak! Tadi aku hampir mengalahkannya!"
Cassie mendekatiku dan memeluk bahuku. "Sudahlah. Itu kan Visser Three yang
belum ada." "Aku muak sekali," kataku lagi, lebih pelan. "Apa gunanya" Apa gunanya semua
ini" Kita sekarang sudah tahu masa depan. Kita sudah tahu apa yang akan terjadi
kalau kita memutuskan untuk tinggal dan bertempur."
Aku merasa kalah. Sisa energi terakhirku telah merembes keluar. Ini sudah
keterlaluan. Terlalu banyak hal yang harus diselesaikan. Dan apa gunanya" Apa
pun yang kulakukan, apa gunanya"
Aku menjatuhkan diri di atas rumput dan daun-daun pinus.
Kepalaku kurebahkan di kedua tanganku. Aku kalah. Tak sanggup lagi memahami
dunia yang bisa membuat diriku dilempar bolak-balik ke masa kini dan masa depan
seperti boneka. Kami berenam berbaring di atas rumput dan daun-daun pinus.
Menatap langit. Berpikir. Mencerna semua ini.
Selesai sudah. Perang telah usai. Dan kami kalah.
kata Ax setengah hati.
"Tidak," kataku datar. "Kau tahu itu bukan tipuan, Ax. Paling tidak, tak,
seperti yang kaumaksud. Jika si Ellimist ingin memaksa kita melakukan sesuatu,
dengan mudah dia bisa melakukannya. Kekuatannya lebih dari cukup."
"Kita harus memikirkan hal ini," kata Jake lesu.
Aku mengangkat bahu. "Kau saja yang memikirkannya. Aku sudah capek berpikir. Aku
sudah siap memberikan jawaban ketika si Ellimist membawa kita ke pertunjukan
tadi. Aku sudah siap jadi Rachel yang baik dan menjawab tidak. Aku sudah akan
bersikap tegar, sekali lagi. Tapi sekarang aku mengubah jawabanku. Aku tak mau
berakhir jadi Pengendali. Itu tak akan terjadi padaku. Kalau itu berarti aku
harus lari, apa boleh buat, aku mengubah jawabanku."
Tahu tidak, pada saat aku menyerah, aku merasa lega. Aku sendiri heran bisa
begitu. Tapi kurasakan kelegaan meliputi diriku.
Tak ada lagi keputusan sulit. Tak ada lagi bahaya. Tak perlu lagi bersikap
berani. "Jadi Cassie, Rachel, dan aku menjawab ya," kata Marco. "Tiga banding dua,
kecuali Ax juga ikut memberi suara."
kata Ax.
kata Tobias. lain... Mungkin itu seperti waktu mereka mengembalikan serigala ke Hutan
Nasional. Maksudku, mungkin suatu hari kita bisa kembali dan merebut kembali
Bumi.> "Apakah kau mengubah jawabanmu, Tobias?" Jake menanyainya.

Kami semua cuma duduk, pandangan kami kosong. Kami akan melakukannya. Kami akan
meninggalkan gelanggang pertempuran.
Kami semua tahu itu. Jake menunduk. "Ellimist?" panggilnya pelan ke udara. "Kami sudah mengambil
keputusan. Jawaban kami adalah ya."
Si Ellimist sudah mengatakan bahwa kami akan langsung dipindahkan, begitu kami
mengambil keputusan. Aku mengira tarikan napasku berikutnya sudah di planet lain
yang jauh. Tapi tak terjadi apa-apa.
Semua tetap sama. Chapter 22 TAK bisa kuceritakan betapa janggal rasanya ketika esok harinya kami ke sekolah.
Duduk di kelas, mencoba menaruh perhatian pada guruku, Ms. Paloma, yang sedang
menjelaskan penyebab Perang Dunia II.
"Mungkin kalau Amerika Serikat sudah siap berperang sebelumnya," katanya,
"perang akan berakhir lebih awal dan jumlah orang yang terbunuh lebih sedikit.
Tetapi negara kita menginginkan perdamaian."
Aku terus memandangnya dan bertanya-tanya dalam hati, kerangkamukah yang
terpuruk di atas meja itu"
Apa gunanya ke sekolah"
Apa gunanya semuanya"
Aku sudah melihat masa depan. Aku tahu bagaimana jadinya nanti. Umat manusia
akan punah. Habis. Ke sanalah akhirnya sejarah membawa kami... ke kolam Yeerk.
"Karena kita bertahan ingin damai, malah mungkin kita membuat perang makin
parah," Ms. Paloma meneruskan. "Kita tak bisa tahu pasti, tentu saja. Kita tak
bisa mengubah jalannya sejarah."
Bisa, jika kau Ellimist, pikirku. Jika kau Ellimist, kau bisa melihat ke masa
depan dan tahu apa yang akan terjadi.
"Kenapa tidak?"
Suara Cassie. Aku memandang ke arahnya di seberang ruangan. Wajahnya tampak
bingung, seperti kemarin. Frustrasi, seakan ia merasakan sesuatu yang belum bisa
dipahaminya. "Kenapa kita tidak bisa mengubah jalannya sejarah" Maksudku, kalau kita bisa
kembali ke masa lalu dan mengubah keadaan agar Amerika Serikat siap berperang
lebih awal..." Ms. Paloma duduk di tepi mejanya. "Karena kejadian-kejadian saling berkait
dengan cara yang tak selalu bisa kita lihat, Cassie. Kadang-kadang hal-hal kecil
bisa menyebabkan perbedaan besar. Ada yang bilang seekor kupu-kupu yang
mengepakkan sayapnya di Cina bisa mempengaruhi arus angin di Amerika sini.
Seekor kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya bisa membuat perubahan kecil yang
lalu berubah menjadi perubahan besar dan mengakibatkan tornado. Dunia ini tidak
seperti matematika, yang dua tambah dua sama dengan empat. Dunia lebih rumit
daripada itu." Kemudian hal yang sangat aneh terjadi. Ms. Paloma menatapku. Tajam memandang
mataku. "Jauh lebih rumit daripada itu," katanya. "Seekor kupu-kupu... seekor
kupu-kupu... seekor kupu-kupu..."
Bulu kudukku berdiri. Semua anak bingung memandang Ms. Paloma yang seperti orang
sinting. Tiba-tiba Ms. Paloma menggeleng, seperti baru sadar dari trance - kerasukan. Ia
tersenyum bingung. "Oke, kalian punya tugas membaca di rumah."
Bel berbunyi dan aku segera melompat dari tempat dudukku.
Cassie menyeruak di antara anak-anak yang bergegas meninggalkan kelas.
"Bagaimana menurutmu" Tingkah Ms. Paloma tadi aneh, bukan" bisik Cassie.
"Kukira tadi cuma khayalanku saja," kataku. "Lagi pula, siapa yang tahu mana
yang aneh dan mana yang tidak" Aku duduk di bangkuku menunggu si... kau tahu
siapa... untuk tiba-tiba memindahkanku dari sini."
Cassie mengangguk. "Jadi kenapa dia tidak melakukannya?"
Kami berjalan di antara tubuh-tubuh yang berdesakan, menuju ke locker kami.
"Aku tak tahu," kataku sambil memutar kombinasi locker-ku. "Kita sudah
memutuskan menjawab ya. Kita sudah memberikan jawaban yang diharapkannya."
Kubuka pintu locker-ku. "Kecuali...," kata Cassie.
"Kecuali mungkin itu bukan jawaban yang diharapkannya," aku menyelesaikan apa
yang ada dalam pikirannya.
"Tapi itu konyol," kata Cassie, dahinya berkerenyit. "Segala sesuatu yang
dilakukannya menunjukkan bahwa dia menginginkan jawaban ya. Pertama kali dia
muncul kita siap ditelan oleh..." Ia memandang berkeliling untuk memastikan tak
ada yang mendengar percakapan kami. "Kita siap ditelan. Maksudku, yah, jelas dia
pasti sudah menduga kita akan menyerah."
"Kita mungkin sudah menyerah," kataku. "Kalau saja kita tidak melihat dropshaff
itu. Jadi kita pikir kita bisa meloloskan diri. Kalau tidak..."
Aku berhenti bicara. Aku menatap Cassie. Ia balas menatapku.
"Dia menunjukkan dropshaft itu pada kita!" Cassie berkata.
"Kenapa?" tanyaku. "Kenapa" Apa sebenarnya maunya" Dia muncul sewaktu kita sudah
putus asa. Dia bilang dia tidak ikut campur dan memberi kita pilihan. Kemudian
dia menunjukkan jalan keluar. Apa maksudnya?"
"Kemudian dia memberi kita kesempatan kedua. Dia menunjukkan kepada kita masa
depan. Dia menunjukkan pada kita apa yang terjadi dengan kau. Kau di masa depan.
Agar kita yakin bahwa kita harus memutuskan untuk tinggal dan bertempur. Dan
kita tahu kita kalah. Dan semua itu berarti kita harus bilang ya dan
membiarkannya memindahkan kita. Jadi kenapa aku merasa ada yang tidak beres?"
Bel pelajaran berikutnya berdering.
"Ini gila, seperti kata Marco."
Cassie tertawa. "Yeah. Mata pelajaranku sekarang adalah olahraga. Setiap saat
aku bisa dipindahkan ke planet lain, tapi sementara ini aku harus main voli
dulu." Aku memandangnya berjalan pergi. Kemudian bergegas ke kelasku.
Seekor kupu-kupu, pikirku.
Tapi bagaimana kupu-kupu itu tahu kapan ia harus mengepakkan sayapnya"
Chapter 23 AKU kembali berada di kolam Yeerk di bawah tanah. Menempel di lidah Taxxon. Tapi
bukan sebagai kecoak. Melainkan sebagai diriku sendiri, dalam wujud manusia,
hanya saja ukurannya kecil sekali. Menempel. Tinggal menunggu ajal.
Ax sedang bicara.
Aku menggeliat mencoba melepaskan diri. Aku mencoba berubah wujud. Menjadi
beruang. Aku ingin menjadi beruang. Tapi aku menempel. Yang bisa kulakukan
hanyalah mengepakkan sayap kupu-kupuku yang tak berdaya.
Dia menunjukkan dropshaft itu pada kita, terdengar gumam suara Cassie di bagian
belakang kepalaku. Aku meluncur ke dalam lorong gelap. Aku terbang panik dengan sayap kupu-kupu,
selalu mengejar cahaya yang tak pernah mendekat, tapi juga tak pernah
menghilang. Kandrona, pikirku dalam mimpi. Cahaya itu adalah Kandrona.
"Pusat kehidupan mereka. Hampir seperti agama."
cahaya mereka.> "Dia menunjukkan dropshaft itu pada kita," kata Cassie lagi, cuma sekarang ia
sudah menjadi Ms. Paloma. Mataku langsung terbuka.
Aku terduduk di tempat tidur.
Belum pernah aku terbangun seperti itu. Aku seperti kesetrum!
"Hah! HAH!" jeritku dalam kegelapan kamarku. "YES!"
Kemudian aku ragu-ragu. Sintingkah aku"
Atau karena saking putus asanya"
Kucoba mengingat-ingat lagi.
"Gila!" bisikku. "Ya ampun, berhasil! Mampuslah ulat-ulat mengerikan itu!"
Kulepas T-shirt yang kupakai tidur, dan cepat-cepat kukenakan seragam
metamorfosisku. Kubuka jendela. Aku berhenti sejenak. Beberapa jam lagi Sabtu pagi menjelang.
Sekolah libur. Tapi kalau ibuku tahu aku tak ada, ia mungkin cemas.
Cepat-cepat aku menulis pesan yang mengatakan aku lari pagi. Bahwa mungkin
sesudahnya aku akan ke rumah Cassie.
Dan kemudian aku melirik foto di atas mejaku. Fotoku sewaktu berusia tiga tahun
di atas balok keseimbangan, dipegangi ayahku yang tampak bangga.
Aku tidak bisa bilang pada yang lain. Kami telah mengambil keputusan. Kami akan


Animorphs - 7 Perjalanan Ke Masa Depan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bilang ya pada si Ellimist. Kami akan mengizinkannya membawa kami ke tempat yang
tak ada lagi perang dan tak perlu lagi mengambil keputusan.
Jika aku bilang pada teman-temanku apa yang menjadi kecurigaanku...
Aku merasa ada beban lagi. Beban ketidakpastian dan rasa bersalah dan ketakutan.
Kupandang foto ayahku dan aku tersenyum. "Bagaimana pandanganmu terhadapku
nanti, Dad, kalau aku kabur selagi masih ada kesempatan untuk menang?"
Kemudian aku berubah wujud. Lenganku memendek. Kulitku berubah menjadi bulu-bulu
lembut, yang bisa melayang tanpa suara di sepoi angin malam.
Berapa menit kemudian aku sudah siap.
Bulan bersinar terang di langit. Subuh masih beberapa jam lagi.
Malam yang sempurna untuk burung hantu. Tapi aku tidak memedulikan mangsa-mangsa
lezat di bawah, saat aku terbang dengan kecepatan tinggi ke arah hutan.


teriakku.

ikut sajalah.>
kita akan mengubah sejarah.>
Ia membentangkan sayapnya dan terbang menjajariku, hanya kira-kira satu meter
jaraknya. katanya jengkel. berpikir...> aku memotongnya.

Chapter 24 "OKE, sekarang pukul tiga lewat empat puluh tujuh pagi," kata Marco. "Dan aku
bisa berada di sini karena ayahku kalau sudah tidur tak ingat apa-apa lagi. Dia
sama sekali tak tahu aku terbangun sambil menjerit-jerit karena ada burung hantu
dan elang yang terbang masuk lewat jendela kamarku. Jadi sekarang mungkin bisa
kaujelaskan pada kami kenapa kita semua ada di sini?"
Semua berkumpul di rumah pertanian Cassie. Jake kelihatan mengantuk tetapi
tertarik. Cassie menggunakan waktunya untuk memeriksa beberapa binatang yang
sakit. Ax berdiri menyisih, menunggu apa yang akan diperintahkan Jake. Tobias
bertengger di palang langit-langit, kelelahan karena kebanyakan terbang.
Penerangan yang ada cuma bola lampu redup yang sinarnya tidak mencapai sudut-
sudut kandang. Kami tak mau ambil risiko pasang lampu terang. Jangan-jangan
nanti orangtua Cassie curiga dan datang untuk memeriksa.
"Ya," aku menjawab pertanyaan Marco. "Akan kuberitahu kalian kenapa kalian
berkumpul di sini. Aku tahu di mana Kandrona. Aku tahu di mana letaknya."
Marco jadi tertarik. Tapi ia masih ragu. "Apa yang membuatmu berpikir kau tahu
di mana letak Kandrona?"
"Ellimist. Dia yang menunjukkannya pada kita. Kita semua menganggapnya curang
sewaktu dia muncul di kolam Yeerk dan meminta kita mengambil keputusan pada saat
itu juga. Saat kita siap ditelan. Betul, kan?"
kata Ax.
"Tidak. Kau keliru, Ax. Paling tidak kali ini. Si Ellimist muncul waktu kita
nyaris ditelan Taxxon. Tapi kemudian dia menunjukkan dropshaft pada kita."
"Kita melihatnya karena dropshaft itu ada di sana," bantah Jake.
"Bukan karena dia menunjukkannya pada kita."
"Kau yakin?" tanyaku. "Dia menunggu sampai kita sudah keluar dari ruang makan
Yeerk. Pada saat itu barulah dia muncul. Dia menunggu sampai kita berdiri di
tempat dari mana kita pasti akan melihat dropshaft itu."
Jake mengangkat alis, kelihatan berpikir. Ia dan Marco bertukar pandang.
"Bagaimana kalau kita keliru menuduh Ellimist itu curang" Bagaimana kalau naluri
Cassie benar... bahwa dia mengatakan yang sebenarnya" Bahwa dia berusaha
melakukan apa yang benar" Dia memberitahu kita bahwa di masa depan kita akan
kalah. Bahwa umat manusia akan diperbudak. Bahwa dia punya cara untuk
menyelamatkan sedikit manusia dengan membawa kita ke tempat yang aman. Dan itu
semua benar." "Kalau yang ditunjukkannya benar, bahwa kita akan kalah di masa depan, apa
artinya semua itu?" tanya Marco. "Kita sudah melihat masa depan itu. Apa pun
yang kita lakukan takkan ada artinya lagi."
Aku menggeleng. "Tidak. Masih ada artinya. Bila apa pun keputusan yang kita
ambil sudah tak ada artinya, kenapa repot-repot menanyai kita apa yang akan kita
lakukan" Iya, kan" Yang kita lakukan pasti ada artinya."
"Ya," kata Marco. "Tapi jawabnya jelas. Kita hanya bisa mengubah masa depan
dengan menyetujui rencana si Ellimist untuk membawa kita ke planet yang aman.
"Ya, itu satu cara. Dia menawarkannya kepada kita. Tapi ketika kita akhirnya
menerima tawaran itu, dia tidak beraksi. Dia tidak langsung membawa kita ke
sana. Kenapa" Kenapa, setelah kita setuju, dia tetap meninggalkan kita di sini?"
"Karena yang diinginkannya adalah jawaban yang berbeda," kata Cassie, mengangguk
dan mengedipkan sebelah mata padaku.
"Itulah yang membuatku bingung.
"Jawaban berbeda yang bagaimana?" tanya Marco.
"Dia terperangkap," kata Cassie. "Si Ellimist terperangkap. Dia ingin
menyelamatkan Bumi. Tapi dia tak boleh ikut campur secara langsung. Siapa tahu
dia hanya dapat izin menyelamatkan sejumlah kecil manusia. Padahal dia tahu itu
tidak akan bisa menyelamatkan Bumi. Jadi dia ingin mencari cara untuk
menyelamatkan keduanya,"
"Tanpa ikut campur secara langsung," aku menyetujui. "Tapi bagaimana kalau kita
kebetulan melihat cara lain" Bagaimana kalau si Ellimist memperlihatkan masa
depan kepada kita, mencoba meyakinkan kita agar setuju dibawa pergi, dan kita
kebetulan menemukan jalan keluar?"
"Jalan keluar apa?" tuntut Jake.
"Kandrona. Dia mengizinkan kita melihat di mana Kandrona itu," kataku. "Kolam
Yeerk di tengah kota, itulah kuncinya. Kenapa harus membangun kolam Yeerk di
tengah kota" Kenapa harus merobohkan begitu banyak bangunan untuk menyediakan
tempat bagi kolam Yeerk" Kenapa Menara EGS dibiarkan tetap berdiri" Dan kenapa
ada kubah kaca di lantai teratas gedung itu" Ax pernah bilang, kolam Yeerk
adalah pusat kehidupan mereka. Kurasa itu tempat keramat bagi mereka. Hampir
seperti tempat suci. Di situlah mereka meletakkan Kandrona pertama di planet
Bumi." Jake menjentikkan jarinya. "Menara EGS!"
"Itulah yang ada dalam kubah di lantai atas. Kandrona. Itulah yang diinginkan si
Ellimist untuk kita lihat. Dengan cara yang sama waktu dia membiarkan kita
melihat dropshaft yang kita gunakan untuk meloloskan diri. Dia tidak ikut
campur... secara teknis. Kita sendirilah yang masih harus mengambil keputusan."
Marco tertawa keras. "Maksudmu, mungkin si Ellimist melanggar peraturannya
sendiri" Supaya dia bisa bilang 'hei, aku tidak ikut campur,' tapi pada saat
yang sama dia menempatkan kita di tempat yang membuat kita bisa memecahkan
masalah" Aku tak percaya! Cerdik betul dia! Dia menemukan jalan keluar! Kurasa
aku suka makhluk itu."
"Tapi, seandainya dugaanmu tentang Kandrona ini benar, Rachel," kata Jake
berargumentasi, "lalu apa yang bisa dibuktikan" Kalau kita menghancurkannya,
apakah kita yakin bisa mengubah masa depan?"
Cassie memandangku dan tersenyum. "Mungkin ya, mungkin tidak," katanya. "Tapi
hal-hal di dunia ini berkaitan dalam sejuta cara. Ada yang bilang seekor kupu-
kupu yang mengepakkan sayapnya di Cina, bisa menyebabkan tornado di Amerika."
kata Tobias, sayapnya"> "Dia tak tahu," kataku. "Kukira dia mengepakkan sayap sebaik mungkin, dan
berharap itu ada gunanya. Dia kan cuma kupu-kupu. Dia melakukan apa yang biasa
dilakukan kupu-kupu."
"Dan apa yang kita lakukan, Xena, Warrior Princess?" tanya Marco meledekku,
padahal ia sudah tahu jawabnya.
"Kita tendang pantat si Yeerk," jawabku sambil nyengir.
Chapter 25 PADA pukul lima lewat sepuluh pagi, hampir semua jendela Menara EGS masih tampak
gelap. Dari plaza di depannya kami bisa melihat penjaga berseragam yang tengah
mengantuk di lobi. "Ada banyak kantor perusahaan dan biro hukum di sini," Jake memperingatkan.
"Kebanyakan dari mereka mungkin manusia normal. Untungnya pada jam begini, belum
ada orang. Tapi penjaga itu mungkin juga manusia normal, bukan Pengendali."
"Bagaimana kita menangani dia tanpa melukainya?" tanya Cassie.
Tiba-tiba Tobias menukik turun dari langit yang gelap.
katanya.
Sesuatu di atas sana mengeluarkan panas. Aku terangkat oleh udara yang bergerak
ke atas dari gedung itu.>
"Yuk, kita berubah," gerutuku. Aku mulai bermetamorfosis menjadi beruang.
"Oke, tapi hati-hati, jangan sampai melukai orang yang tak bersalah," kata Jake.
"Tobias" Aku tahu kau capek, tapi tolong jaga kami selama kami berubah wujud."
. Ia mengepakkan sayap dan pelan-pelan melayang naik.
"Pintu-pintunya pasti terkunci," kata Cassie.
"Sebentar lagi tidak," kataku.
Ax sudah mulai menanggalkan tubuh manusianya, kembali menjadi Andalite.
Mata Jake berkilauan, tubuhnya memanjang, dan bulu loreng jingga-hitam menyebar
di seluruh tubuhnya. Cassie sudah berdiri di atas empat kaki. Bulu abu-abu kasar tumbuh lebat di
bahunya. Mulutnya semakin memanjang, membentuk moncong serigala.
Tobias berteriak. membawa botol. Kalau siang sih aku bisa membaca label minumannya. Jalannya
sempoyongan.> Jake segera memerintah. mengusirnya.> Cassie melangkah maju. Ia sudah berubah sepenuhnya. Dan sedetik kemudian kami
mendengar, "Grrrrr, grrrrr, grrrOWWWRR!" diikuti oleh "Whaaa! No way!"' dan
bunyi botol pecah serta langkah orang berlari.
Cassie kembali saat kami menyelesaikan metamorfosis kami.
Cassie melapor.
< Oke, ayo kita masuk,> ajakku. Aku sudah jadi beruang grizziy sekarang, aku tak
kenal takut. usul Jake.
Sementara kami bersembunyi dalam kegelapan bayangan, Marco - yang kini sudah jadi
gorila raksasa - berjalan ke pintu kaca.
Ia berdiri di atas kaki belakangnya dan mengetuk kaca itu dengan satu jarinya
yang gemuk. Si penjaga terperanjat. Ia bangkit dari tempat duduknya dan hati-hati berjalan
mendekat. Kemudian ia menarik senapannya.
"Hei, pergi dari sini," katanya.
kata Marco dengan bahasa pikiran. aku mencari Visser Three.>
Mata si penjaga terbelalak. "Andalite!" desisnya.

Sambil berkata begitu Marco meninju pintu kaca tebal itu.
PRAAANG! Tinju gorilanya langsung menonjok dagu si penjaga. Penjaga itu jatuh
menggelosor, masih memegangi senapannya.
Jake berteriak.
Aku menerjang masuk sisa pintu kaca itu. Aku berhati-hati, tapi tidak terlalu.
Aku tak begitu peduli aku terluka atau tidak. Pecahan kaca beterbangan ke mana-
mana. Cassie, Ax, dan Jake meloncati pecahan-pecahan kaca. Jake berlari ke lift.
kata Jake.
kata Marco.
usul Jake. lantai atas.> Cassie dan Ax mengawasi kegiatan di lantai bawah sementara mereka menunggu lift
turun lagi. Jake, Marco, dan aku yang paling kuat, jadi kami naik lebih dulu.
Kami berdesakan dalam satu lift barang yang ada - susah sih, tapi bisa juga.
kata Jake. Ia mengangkat satu
cakarnya yang besar, menunjukkannya padaku.
Bagiku juga tidak mudah. Cakar beruang bukan alat yang andal.
Tetapi setelah mengangkat cakar depanku, aku berhasil menekan tombol lantai
paling atas. Pintu tertutup dan dengan cepat kami terangkat ke atas.
Di salah satu dindingnya menempel peraturan keamanan lift.
Aku maju sangat dekat untuk membacanya. puluh orang.>
Rasanya lama sekali. Kuawasi nomor lantai yang menyala. Dua puluh satu. Dua
puluh dua, Dua puluh tiga.
tanya Jake.
kataku.

kataku. seperti aku. Kalian tahu tidak, banyak lho cowok yang mau kencan dengan beruang
grizzly.> Tiba-tiba kusadari ada bunyi musik di dalam lift. Musik lift yang biasa,
membosankan. kata Jake.

Marco mengumumkan, meniru suara petugas lift.
Lift berhenti. Pintunya terbuka.
Tiga manusia dan dua Hork-Bajir bergegas mendekati lift.
"Rrrrrooowwwwrrrr!" geram Jake keras. Pasti geramannya itu bisa membuat tembok
beton retak. "Rrrrroooowwwwrrrr!" aku meniru dengan suara beruangku yang lebih berat.
Aku menerjang seperti banteng ketaton. Aku mengarahkan seranganku pada Hork-
Bajir terdekat. Sebelumnya aku melabrak manusia terdekat. Tubuhnya langsung
terlontar ke samping. Kutubruk si Hork-Bajir. Kekuatan tubrukanku membuatnya
terangkat dan terlempar ke dinding.
Aku tidak membunuhnya, tapi jelas ia tidak bisa ke mana-mana.
Jake menangani Hork-Bajir yang satu lagi dengan sambaran cakarnya. Dua manusia
yang tersisa langsung kabur.
kata Jake.
kata Jake.
Saat itu pintu lift terbuka. Ax dan Cassie muncul.
kataku.
kata Cassie. Ia menatap kedua
Hork-Bajir. Kandrona dan... Jake! Kau berdarah,> jerit Cassie.
kata Jake. kita teruskan. Kita belum memenangkan pertempuran ini.>
Aku berlari. Yang lain mengikuti di belakangku. Setiap melangkah, cakarku
mencungkil karpet di lantai.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas, tapi aku bisa membaui adrenalin Pengendali-
Manusia yang ketakutan. Aku tahu ke mana mereka pergi. Aku bisa membaui mereka.
Aku bisa merasakan kehadiran mereka. Mereka telah menantangku. Dan akan
kutunjukkan kepada mereka siapa yang jadi bos di sini.
seru Casssie.
kataku sambil membenturkan badanku yang seberat empat ratus
kilo ke pintu baja yang langsung menjeblak terbuka, seperti tutup kotak mainan-
kejutan. Di dalamnya, delapan prajurit Hork-Bajir siap menanti.
Delapan mesin cincang. Mereka berdelapan. Kami berlima. Mana mungkin kami bisa menang.
Orang yang cerdik pasti segera melihat kemungkinan ini dan lari. Tapi aku
langsung melabrak mereka.
Belakangan kawan-kawanku berpendapat aku sangat pemberani. Tapi tahukah kau
kenyataan yang sebenarnya"
Kenyataannya, dengan mata beruangku yang rabun ini, yang bisa kulihat hanyalah
bayang-bayang. Kukira mereka manusia.
Sebetulnya aku tidak pemberani. Aku buta.


Animorphs - 7 Perjalanan Ke Masa Depan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Chapter 26 Cassie berteriak memperingatkan.
kata Jake.
Aku baru sadar kedelapan sosok itu Hork-Bajir waktu aku sudah berjarak kira-kira
satu meter dari mereka, siap menonjok yang pertama. Saat itu sudah terlambat
untuk berhenti. "Bunuh Andalite gaffnur!" seru satu Hork-Bajir dengan bahasa campuran aneh yang
mereka gunakan. "Bunuh Andalite fraghent, bunuh halaf semua!"
Tiba-tiba kusadari aku terluka. Bahuku luar biasa sakitnya.
Kuayunkan tinjuku ke kepala Hork-Bajir. Ia jatuh, tapi sewaktu melayang jatuh ia
memotong dengan kaki Tyrannosaurus-nya dan aku kembali terluka.
Sejak detik itu, yang terjadi adalah mimpi buruk mengerikan yang seakan
berseliweran di depan mataku yang kabur.
Aku melihat Cassie, cakar mautnya merobek leher Hork-Bajir.
Aku melihat Ax, ekornya seperti cambuk maut, menyabet, memotong, menyabet lagi,
sampai salah satu Hork-Bajir berdiri menjerit-jerit, memegangi tangannya yang
putus. Aku melihat Jake dan satu Hork-Bajir berpelukan - pelukan maut - sementara mereka
bergulingan dan saling mencakar dengan kecepatan super.
Aku melihat Marco berkelahi dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain
memegangi perutnya yang robek.
Dan di mana-mana bunyi geraman, gerungan, raungan, desisan....

"Mati, gaferach, mati!"
"RRRROOOWWRRR!"

Tak jelas lagi siapa yang menang. Tak jelas lagi siapa yang terluka. Semuanya
jadi satu jeritan kesakitan, satu jeritan kemarahan.
Hork-Bajir dan Animorphs. Alien dan binatang.
Kami makhluk darah-dan-daging yang dilemparkan dalam mesin cincang. Tiga belas
binatang mematikan yang terlibat dalam duel maut.
Kurasakan diriku sebagai beruang melemah setelah berkali-kali berhasil dilukai
oleh pisau Hork-Bajir. Aku kehilangan darah. Pikiran manusiaku menyadari itu.
Kurasakan kekuatanku menyusut.
Aku menyerbu lagi dan menonjok perut satu Hork-Bajir. Kuangkat dan kulemparkan
ia saat ia dengan membabi buta membabatku.
PRAAAAAANNNGGG! Kena sesuatu! Kaca. Kaca itu pecah.
Jendela! Aku melemparkan Hork-Bajir keluar jendela.
"AAAAAAaaaar-rrrr!"
Kudengar teriakan Hork-Bajir yang makin melemah saat ia terjatuh.
Tiba-tiba tampak gerakan menyambar ketika sesuatu melesat masuk lewat jendela
yang sudah pecah. "Tseeeeeerrr!" jerit Tobias seraya mengembangkan cakarnya, menyambar mata Hork-
Bajir terdekat. Keadaan berbalik! Para Hork-Bajir panik. Mungkin karena mendengar teriakan teman mereka yang
terjatuh enam puluh tingkat. Atau mungkin karena kedatangan Tobias. Tapi apa pun
penyebabnya, sisa Hork-Bajir lari.
Tiga Hork-Bajir kabur. Sisanya tidak bisa ke mana-mana.
Marco meraih pintu yang sudah penyok dan membantingnya hingga tertutup.
Kemudian, dengan sisa tenaganya, ia mendorong meja untuk mengganjal pintu itu.
kata Marco.
kata Jake.
kataku lemah.
. kata Tobias.
Terbelalak aku menatap cakar kiriku. Sudah tak ada, tinggal lengan yang buntung.
kataku. Aku memusatkan pikiran ke wujud manusiaku. Tubuh manusiaku
yang lemah tapi sehat. Untung saja metamorfosis dilakukan lewat DNA. DNA tidak dipengaruhi oleh luka,
jadi luka tidak mengikutimu dari wujud satu ke wujud yang lain. Kecuali
kelelahan. Kelelahan mengikutimu.
Ketika tubuh manusiaku muncul dari tubuh besar si beruang, aku lelah sekali
sampai mau pingsan rasanya.
Mata manusiaku melihat pemandangan mengerikan. Para Hork-Bajir terkapar di
seluruh ruangan. Sebagian besar masih bernapas.
Tapi tak ada yang sadar. Semuanya berdarah-darah karena luka cakaran atau
gigitan. Celaka bagi mereka, karena mereka tak bisa bermetamorfosis dari tubuh mereka
yang luka-luka. "Semua oke?" tanya Jake, kedengarannya sama lelahnya seperti aku.
"Yeah, tapi tadi nyaris saja," kata Cassie.
Kami berada di suatu ruang kantor yang luas. Aku bisa melihatnya sekarang dengan
mata manusiaku. Meja-meja terbalik dan rusak. Karpetnya robek-robek menjadi
serpihan. Dindingnya retak dan rontok. Salah satu dindingnya terdiri atas
jendela-jendela, dari lantai sampai atap. Jendela itu rusak berat.
Aku ingat Hork-Bajir yang terjatuh ke luar gedung dan bergidik sendiri.
Di salah satu dinding ada pintu.
"Lewat sana?" Marco mengusulkan.
"Ayo, kita coba," kataku. Aku terhuyung ke pintu. Pintunya tidak terkunci.
Ruang itu kosong. Berlantai ubin. Dindingnya putih. Bagian dinding yang penuh
jendela ditutupi gorden tebal. Ruangan itu benar-benar kosong. Hanya ada semacam
panggung luas di tengahnya.
Panggung itu terbuat dari baja, tingginya kira-kira satu meter, panjangnya dua
setengah meter. Dan di atas panggung itu terletak mesin sebesar mobil kecil.
Bentuknya seperti silinder, kedua ujungnya tumpul.
Mesin itu berkilau, seperti krom baru, seakan baru digosok. Dan mengeluarkan
bunyi berdengung pelan. Saat mendekatinya kurasakan rambutku berdiri karena
pengaruh listrik statis. Ruangan itu hangat, sangat hangat. Baunya seperti
sesuatu yang hangus. kata Ax.
aku membeo.
Selama beberapa saat kami cuma berdiri, tercengang memandang Kandrona itu.
"Rachel?" kata Jake akhirnya. "Kami perlu bantuanmu. Kau harus bermetamorfosis
lagi. Sanggup?" Pelan-pelan aku mengangguk. "Gajah?"
"Ya, gajah. Aku tak tahu cara lain. Kita tak punya alat atau apa pun."
Aku berubah wujud menjadi gajah.
Tobias terbang keluar untuk memastikan tak ada pejalan kaki di trotoar di bawah.
Aku harus mengerahkan seluruh tenaga gajahku. Tetapi akhirnya Kandrona itu
bergerak. Pelan-pelan, dengan mengentak dan mengejut, Kandrona itu bergeser di lantai.
Dan ketika akhirnya aku mendorongnya keluar jendela, Kandrona itu jatuh dari
ketinggian enam puluh tingkat, hancur berkeping di atas beton jalanan.
Chapter 27 "KITA berhasil," bisikku saat aku sudah kembali ke wujud normalku. "Kita
berhasil menghancurkan Kandrona."
"Kita harus keluar dari sini," kata Jake. "Para Yeerk akan tahu. Banyak Yeerk di
sini." "Jadi, apa artinya ini?" tanya Marco. "Kita berhasil menghancurkan Kandrona.
Tapi apa artinya" Sudahkah kita mengubah masa depan?"
SEGALA SESUATU MENGUBAH MASA DEPAN.
Aku mengeluh. "Aku sudah tahu kita akan ketemu dia lagi."
KANDRONA PENGGANTI AKAN TIBA DI SINI TIGA MINGGU LAGI UKURAN WAKTU KALIAN.
SEKARANG SUDAH DALAM PERJALANAN.
"Maksudmu semua ini sia-sia belaka?" tanya Marco.
Ax menjawab, mengandalkan Kandrona yang ada di kapal induk" Dalam waktu tiga minggu ini
mereka akan sangat menderita. Jadwal mereka akan berantakan. Banyak Yeerk akan
mati. Tiga minggu itu tidak akan sia-sia.>
"Tidakkah yang kaumaksud tiga minggu waktu kami, Ax?" goda Marco.
"Apakah sudah cukup?" tanya Jake keras. "Apakah sudah cukup" Sudahkah kita
mengubah masa depan?"
Sunyi. Tak ada jawaban. "Kurasa dia tidak tahu," kataku. "Dia memperlihatkan kepada kita kemungkinan
masa depan. Tapi tahukah kalian" Kurasa si Ellimist sama tidak tahunya tentang
masa depan seperti kita."
"Apa yang membuatmu begitu yakin?"
Aku tertawa. "Karena di mana pun dia berada, apa pun rencananya, permainan apa
pun yang sedang dimainkannya, dan tak peduli betapapun hebatnya dia, ternyata
dia masih punya rasa takut."
Kemudian terjadilah hal yang menakjubkan. Ada tawa yang bergulung memenuhi tubuh
kami, bergaung dalam kepala kami, dan membuat kami semua tersenyum seakan tubuh
kami segar dan penuh energi.
HA, HA, HA, HA. SEPERTI YANG KUBILANG, KALIAN BANGSA PRIMITIF, TAPI KALIAN MAMPU
BELAJAR. Aku tersenyum. "Ayo, kawan-kawan. Apakah kalian masih punya tenaga untuk
bermetamorfosis sekali lagi" Rasanya aku ingin terbang."
*** Mula-mula kami tak melihat tanda-tanda bahwa para Yeerk menderita. Aku tak tahu
bagaimana caranya, tapi mereka berhasil bertahan. Baru belakangan kami tahu
bahwa kami telah menyebabkan kerugian hebat bagi mereka.
*** Tapi itu cerita lain. Dua hari kemudian, aku naik bus ke apartemen ayahku. Ia sedang mengepak
kopernya. "Hai, Rachel," katanya sambil membuka pintu. "Aku tidak yakin kau akan datang."
Aku mengangkat bahu. "Dad kan orangnya terlalu berantakan. Mana bisa beres-beres
sendiri." Ia tersenyum sendu. "Terima kasih."
"Yeah. Tidak apa-apa kok."
"Kalau tahu, tadi aku menjemputmu," katanya. "Sweet-heart," kata ayahku, "kau
tahu kalau kau berubah pikiran, kapan saja, kau bisa tinggal bersamaku."
"Aku tahu, Dad."
Ia tersenyum sedih. "Aku akan kangen sekali padamu. Meskipun aku akan ke sini
setiap ada kesempatan."
"Aku juga tahu itu, Dad," kataku. Kucium pipinya. Ia membelai rambutku dan aku
menangis. Kututup dan kutarik ritsleting kopernya.
"Kau akan baik-baik saja di sini, tanpa ada aku yang menjagamu?" tanyanya.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri," jawabku sambil menghapus air mata.
Kami turun naik lift. Di bawah taksi sudah menunggu. "Ikutlah ke bandara. Nanti
kau pulang naik taksi."
Aku menggeleng. "Tidak, masih ada yang harus kuselesaikan."
Ia tersenyum. "Aku mengerti. Mungkin ada tugas penting yang harus kauselesaikan bersama teman-
temanmu." Ia bergurau.
"Memang," kataku. "Kami harus menyelamatkan dunia."
Ayahku tertawa.'"Kalau ada yang bisa melakukannya, Sayang, kaulah orangnya."
Taksi meluncur pergi. Aku mendongak menatap langit. Seekor elang terbang berputar tinggi di atas.
Tobias memanggilku dengan bahasa pikiran.
Aku mengangguk agar ia bisa melihat. Ya, aku ikut.
END Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Kisah Membunuh Naga 19 Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Api Cinta Sang Pendekar 2
^