Pencarian

Petualangan Di Dua Dunia 1

Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia Bagian 1


K.A. Applegate Petualangan Di Dua Dunia (Animorphs # 11) Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Chapter 1 13.22 NAMAKU Jake. Aku tidak bisa mengatakan nama keluargaku, atau dari mana asalku. Itu hanya
akan membantu kaum Yeerk. Mereka pasti senang bisa menemukanku dan teman-
temanku. Mereka pasti senang bisa mengetahui siapa kami, bahkan apa bentuk
kami. Mengetahui nama keluargaku tidak penting bagi kalian. Yang harus kalian tahu
adalah semua yang kuceritakan di sini kejadian sebenarnya. Nyata. Benar-benar
sedang terjadi. Saat ini. Kaum Yeerk ada di antara kita. Kaum Yeerk adalah kita.
Mereka spesies parasit. Mereka hidup di dalam tubuh makhluk lain. Mereka
mengambil alih pikiran dan badan kalian.
Para Pengendali. Itulah julukan makhluk yang dikuasai Yeerk.
Seorang Pengendali. Makhluk yang tampak seperti manusia, bertingkah laku
seperti manusia, berbicara seperti manusia, tapi pikirannya dikendalikan Yeerk.
Mereka ada di mana-mana. Mereka dapat menjadi siapa pun. Pikirkan satu orang
yang paling kalian percaya di seluruh dunia. Pikirkan satu orang spesial itu.
Dan kini sadarilah, percayalah, terimalah kenyataan bahwa mereka mungkin bukan
orang yang kalian kira. Terimalah kenyataan bahwa di balik mata mereka yang
bersahabat penuh perhatian hidup segumpal makhluk lendir berwarna kelabu.
Itulah tampang asli Yeerk. Hanya segumpal lendir kelabu. Mereka memasuki
kepala kalian, menyelinap lewat saluran kuping, dan memipihkan diri untuk
menyelubungi otak kalian.
Kalian tahu semua sudut dan celah otak" Kalian mungkin sudah pernah melihat
gambarnya di sekolah. Nah, Yeerk melekatkan diri pada semua sudut dan celah itu
serta menguasai pikiran kalian.
Kalian bangun dan ingin berteriak, tapi tidak bisa. Kalian tidak bisa berteriak.
Kalian tidak bisa menggerakkan mata atau mengangkat jari atau berjalan. Yeerk
mengendalikan kalian. Kalian masih hidup. Kalian masih bisa melihat apa yang sedang terjadi. Mata
kalian bergerak dan memfokus, tapi bukan kalian yang menggerakkannya. Kalian
masih bisa mendengar mulut kalian sendiri berbicara dan menggunakan suara
kalian. Kalian bisa merasa waktu Yeerk membuka ingatan kalian dan
memeriksanya. Kalian bisa mendengar Yeerk menertawakan kalian saat makhluk
itu mengintip semua rahasia kalian.
Aku tahu. Pernah mengalaminya. Selama beberapa hari, aku menjadi Pengendali.
Kaum Yeerk memang ada di sini. Kapal induk mereka sekarang diparkir di orbit
bumi jauh di angkasa luar. Tidak bisa terdeteksi radar manusia, tapi ada di
sana. Dan pemimpin superbengis Yeerk, Visser Three, juga ada di sana.
Kita diserbu. Kita diperbudak. Kita akan kehilangan planet kita sendiri. Dan
kita bahkan tidak mengetahuinya.
Teman-temanku dan aku bertempur melawan Yeerk. Tapi kami hanya lima orang
remaja. Yah, lima remaja dan satu Andalite.
Memang, kami punya kekuatan yang mengagumkan, tapi kami masih sangat lemah
dan berjumlah sedikit dibandingkan kekuatan Yeerk.
Kami satu-satunya manusia yang memerangi Yeerk. Kami mungkin satu-satunya
harapan Bumi.Kami punya tanggung jawab besar.
Itu sebabnya aku sangat, sangat, sangat tidak mengerti kenapa aku masih harus
mengalami setumpuk penderitaan.
Bukankan aku sudah cukup tertekan" Apakah hidup tidak cukup buruk" Kami
masih harus... berdansa koboi"
Berdansa koboi! Mengerikan!
CD player memancarkan ingar-bingar jeritan kucing gesekan biola. Yang,
menurutku, mungkin merupakan musik terjelek yang pernah diciptakan.
Lampu dalam ruang kelas terasa sangat terang menyilaukan dibandingkan awan
kelabu gelap di luar. Guru kami berdiri di pinggir. Wajahnya memperlihatkan
mimik puas seorang guru yang tahu muridnya sedang tersiksa.
"Sekarang melangkah ke kiri! Membungkuk pada pasangan kalian, do-si-do!"
teriak rekaman suara Instruktur.
Aku melangkah ke kiri, berjalan memutar seperti PAMAN GOBER. Lalu aku
membungkuk. Gerakan kaku yang tampak aneh. Dan akhirnya, yang paling tidak
kusukai: aku melakukan langkah do-si-do. Atau ketika suara bawel melengking di
CD berteriak, do-si-DOOOO!
"Kau bilang itu do-si-do?" ejek Rachel waktu aku berputar mundur
mengelilinginya. "Jangan cari gara-gara, Rachel," aku memperingatkan.
"Senyum, Jack. Senyum yang lebar!" kata Rachel. "Kita harus bahagia waktu
berdansa. Bahagia!" Ia sangat senang menyiksa aku.
Rachel sepupuku. Ia juga seorang Animorph.
"Sekarang ayun pasangan kalian ke kiri dan melangkah!"
"Rasakan ini," gumamku kesal.
Aku memegang Rachel untuk mengayunnya. Aku ingin mengayunnya ke tembok
terdekat. Tapi walau Rachel kelihatan seperti tipe cengeng aktris Clueless, ia
jauh lebih mirip Xena: Warrior Princess.
Dengan kata lain, aku agak takut pada Rachel. Aku sudah sering melihatnya
bertempur. Pokoknya jangan sampai bikin cewek ini marah besar. Pokoknya
benar-benar jangan. "Ayunan maut," ejek Rachel. "Kau sudah mulai ahli. Aku bisa membayangkanmu
memakai dasi tali, sepatu bot koboi, mungkin kemeja koboi kotak-kotak warna
merah terang..." "Jangan keterlaluan, Rachel," aku memperingatkannya lagi.
Lalu hal terburuk terjadi. Ketika sedang melangkah lagi, aku mendengar Rachel
berteriak. "Hai, Cassie! Mau nonton"!"
Aku kaget. Cassie juga anggota tim kami. Aku juga agak suka padanya. Mengerti
kan maksudku" Dan aku benar-benar tidak mau ia melihatku melangkah berputar
seperti orang tolol. Kalau melihat aku, si Jake, melompat-lompat mengikuti irama musik biola, Cassie
pasti tidak akan suka lagi padaku. Maksudku, aku sendiri muak dengan
kelakuanku. Bisa kubayangkan seperti apa aku di mata Cassie.
Aku melihat ke arah Cassie. Ia sedang berdiri di pintu kelas. Dan ia sedang
tertawa. Ia tertawa terpingkal-pingkal. Ia terbungkuk-bungkuk.
Aku sangat lega. Begini, aku tadinya takut ia akan mengasihaniku. Sekarang ia
malah histeris. Air matanya bercucuran waktu aku ber-"do-si-do" tepat di
depannya. "Kau pikir ini lucu" Aku, mencoba berdansa?"
Cassie tidak bisa bicara. Ia terlalu enak tertawa. Ia cuma mengangguk.
Apa yang bisa kulakukan" Aku juga mulai tertawa. Tidak ada lagi yang bisa
kulakukan. Oh, mungkin ada satu. Aku meraih tangan Cassie dan menariknya ke dalam
lingkaran. Rachel mundur, membiarkan Cassie menggantikannya.
Cassie berhenti tertawa. "Nggak mau!" teriaknya, kaget.
"Ayo lihat kau ber-do-si-do," kataku.
Aku menarik dan mengayunnya, lalu dengan suara tersengal ia berbisik, "Aku cuma
ingin kasih tahu sesuatu. Tobias ingin ketemu kita. Langsung setelah pulang
sekolah. Ada berita penting."
Aku menarik napas dalam. Tiba-tiba aku tidak ingin tertawa lagi. Tobias tidak
akan bilang "berita penting" kecuali benar-benar penting.
Dan sekarang "berita penting" berarti berita buruk.
Cassie dan aku kemudian harus mengikuti musik dan berpisah, tapi beberapa detik
kemudian, kami kembali bertemu, saling membungkuk.
"Kurasa sekarang dansa koboi tak begitu buruk, kan?" tanya Cassie.
"Yeah, benar. Kalau dibandingkan mati mendadak sih dansa koboi masih lebih
seram," kataku. "Jauh lebih seram.
Aku melangkah lagi. Aku membungkuk lagi. Aku ber-do-si-do lagi.
Tapi pikiranku sudah tak di tempat, membayangkan apa yang dilihat Tobias. Dan
kekacauan apa yang akan mengakhirinya.
Lalu... SETTT! Aku jatuh! Aku jatuh meluncur ke bawah menembus pepohonan hijau!
Sebuah dahan. Aku merenggutnya dan berayun lalu melepaskannya, kemudian
terbang di udara dan menangkap dahan lain. Aku melilitkan ekorku di dahan dan
menoleh ke belakang. Sekelompok kera berayun ke arahku menembus pucuk pepohonan tinggi di rimba.
Aku gamang. Rasanya cepat sekali! Rasanya... SETTT! Cassie masih tersenyum, dan menatapku agak aneh.
Musik sudah berhenti. Kelas bubar.
"Kau tak apa-apa?" tanya Cassie.
"Yeah. Yeah," jawabku, membuang bayangan aneh tadi.
"Melamun?" tanya Cassie.
"Kayaknya," kataku.
"Aku penasaran Tobias mau apa. Kau tahu?"
Aku masih terlalu bingung untuk menjawab. Satu detik aku sedang berdansa koboi.
Detik berikutnya aku sedang berayun-ayun di antara pepohonan.
Dan keduanya sangat nyata.
Chapter 2 15.08 "MENURUTMU ada apa?" tanya Marco. "Kalau menurutku sih Tobias mendapat buruan
enak dan ingin membaginya dengan kita."
"Yeah, mungkin kau benar," kataku mengiakan.
Marco selalu bercanda. Apalagi kalau sedang cemas.
Sepulang sekolah kami berpisah. Cassie pulang ke rumahnya, Rachel juga. Kami
semua tahu Tobias pasti punya alasan kuat ingin bertemu kami. Kami semua
khawatir ada masalah. Tapi aku punya kekhawatiran lain. Halusinasi, atau bayangan, atau apa pun yang
kulihat tadi, terlalu nyata untuk dilupakan. Semua orang melamun. Ini bukan
lamunan. Aku berada di dalam rimba.
Titik. Memang hanya beberapa detik, tapi nyata.
Tapi seperti sudah kukatakan, prioritas nomor satu adalah mencari tahu apa
masalah Tobias. Jadi Marco dan aku berjalan pulang bersama karena itulah yang
biasanya kami lakukan. Dan kami harus bersikap normal. Kami tidak mau menarik
perhatian. Jadi kami mencoba bersikap seperti biasa. Seperti sebelum malam yang
mengubah hidup kami selamanya.
Malam itu kami sedang berjalan pulang dari mall. Kami potong kompas lewat
lokasi bangunan yang sudah ditelantarkan. Tindakan yang sangat bodoh. Tapi
ternyata bukan pembunuh berkapak atau penculik yang perlu kami takuti.
Sebelum malam itu kami sudah saling kenal, tapi kami belum satu kelompok.
Kami tak sengaja bertemu di mall. Itu hanya kebetulan atau nasib atau apalah.
Terserah kalian. Nah, yang jelas, kami berlima akhirnya berjalan pulang bersama dari mall. Lalu
di sebuah lokasi bangunan yang menyeramkan dan gelap, dikelilingi kerangka
bangunan separo jadi, kami melihat sebuah pesawat angkasa luar mendarat.
Itu sebuah Andalite Fighter. Keadaannya rusak berat. Di orbit bumi, bangsa
Andalite kalah dalam pertempuran dengan bangsa Yeerk.
Pilot Andalite Fighter itu bernama Elfangor. Pangeran Elfangor. Ia sudah
sekarat. Dialah yang memberitahu kami tentang kaum Yeerk.
Hidup kami berubah malam itu. Hidup tidak lagi berisi hal-hal biasa yang harus
dijalani remaja normal, tapi berubah menjadi sebuah rahasia yang membuat kami
ingin duduk dan menangis.
Pangeran Elfangor-lah yang memberi kami kemampuan morf. Hanya itu yang bisa
ia lakukan untuk menolong kami. Hanya itu senjata yang dapat ia berikan pada
kami. Kemampuan morf. Untuk menjadi binatang apa pun yang kami sentuh dan
"sadap." Kemampuan yang luar biasa dan menakutkan. Kemampuan yang sudah
memberiku banyak mimpi buruk mengerikan.
Sejak malam di lokasi bangunan itu aku sudah sering melihat banyak hal. Hal-hal
yang tidak ingin kulihat. Dan aku sudah melakukan banyak hal yang tidak ingin
kuingat. "Hei," kata Marco, mengganggu lamunanku. "Omong-omong soal si Anak Burung.
Di atas sana. Apa kita mengenalnya?"
Aku mengikuti arah matanya. Sore itu gelap dan langit semakin kelam. Awan
hujan berwarna kelabu memenuhi angkasa. Dan di sana, membentuk sesosok
bayangan dengan latar belakang awan, tampak seekor burung besar.
Bahkan dari jauh pun kami tahu itu seekor burung pemangsa.
"Mungkin. Aku tidak pasti," jawabku. "Kalau itu Tobias, dia pasti melihat kita."
Tobias dalam kondisi morf sebagai elang. Untuk selamanya.
Begini, kemampuan morf punya pantangan berbahaya: Kalau lebih dari dua jam
dalam kondisi morf, kami tidak akan bisa berubah ke wujud semula.
Tobias mempunyai jiwa dan pikiran manusia. Tapi ia bertubuh elang ekor merah.
"Dia mendekat," kata Marco.
"Yeah." Perasaanku mendua. Tobias salah satu dari kami. Seorang teman. Lebih
dari teman. Ia sudah sering mempertaruhkan nyawa untukku. Tapi aku merasa ia
membawa kabar buruk. Dan aku tidak ingin mendengar kabar buruk.
Aku mendengar bahasa-pikirannya dalam kepalaku.
"Benar, kan" Sudah kuduga itu dia," kata Marco.
Kami tidak bisa menjawab Tobias. Ia masih terlalu tinggi untuk mendengar kami,
meskipun pendengaran elangnya sangat tajam. Dan dalam keadaan morf kami
hanya bisa berbicara lewat bahasa-pikiran.
Demikian juga kaum Andalite.
kata Tobias. Ia kedengarannya tegang, tidak sabar,
bersemangat. Bukan berarti ia mengeluarkan suara. Tapi bahasa-pikirannya di
kepalaku terasa tegang.
Aku memandang Marco. Ia menghela napas.
"Dad pasti masih di kantor. Kita bisa pakai rumahku," katanya. "Kita sudah
hampir sampai." Kami langsung menuju rumah Marco. Kami tinggal di satu daerah, hanya terpisah
beberapa blok. Kebanyakan teman sekolah kami tinggal di sana, termasuk Rachel.
Cassie tinggal di sebuah pertanian beberapa kilometer dari sana.
kata Tobias. menyusul kalau kalian sudah di udara.>
"Pertanda buruk," gumamku.
"Lampu merah," Marco setuju.
Kami sampai di rumah Marco dan masuk. Marco memeriksa untuk memastikan
tidak ada orang lain. "Dad! Dad ada di rumah" Ada orang di rumah" Hei, Dad, aku
akan mengubah semua seting stereo-mu!" Marco mengedipkan sebelah mata
padaku. "Kalau ada di rumah, dia pasti akan terbirit-birit datang mendengarnya."
Tidak ada jawaban. Hanya sebuah rumah sepi.
Kami lari naik tangga berkarpet ke kamar Marco. Kami lari lewat bingkai foto
Marco beserta ayah dan ibunya, yang dikira semua orang sudah meninggal.
Marco membuka jendela kamar tidur selebar mungkin. Tiupan angin terasa sejuk
dan lembap. Hari akan hujan. Dan aku benci hujan.
"Ayo kita lakukan," kataku. Aku menendang lepas sepatuku dan menanggalkan
semuanya kecuali baju morf. Marco melakukan hal serupa.
Aku berkonsentrasi pada seekor burung. Elang Peregrin. DNA elang itu ada dalam
tubuhku. Dan, berkat teknologi morf Andalite, aku dapat mengganti DNA burung
itu dengan DNA-ku. Aku berkonsentrasi dan perubahan mulai terjadi. Pola bulu muncul di permukaan
kulitku seolah ada yang menggambarnya di sana.
Lantai kamar Marco yang tidak terlalu bersih melesat mendekat ketika tubuhku
menciut, menyusut seperti lilin yang dengan cepat terbakar habis. Rasanya
seperti meluncur jatuh tanpa benar-benar menabrak lantai.
Atau dalam hal ini, menabrak sehelai kaus kaki putih yang kotor.


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, man," kataku. "Marco, kau tidak boleh menggeletakkan kaus kaki kotor
sembarangan." "Hei, aku juga pernah lihat kamarmu," kata Marco. "Di sana masih kececeran popok
bekas kau bayi dulu."
Ia masih ingin bicara, tapi saat itu lidah manusianya menyusut jadi lidah burung
yang kecil. Jadi ia hanya bisa mengucapkan "Keekk keekk keekk."
Apa pun artinya itu. Kaus kaki kotor itu berubah ukuran menjadi sebesar selimut.
Untungnya elang tidak punya indra penciuman yang tajam. Aku bersyukur.
Bibirku jadi sekeras kuku dan mulai menjulur ke depan, membentuk paruh tajam.
Rasanya aneh dan mengganggu karena aku dapat melihat proses pembentukan
paruh itu, seperti sebuah hidung raksasa.
Kakiku lenyap, digantikan cakar yang dapat mencabik binatang mangsa seperti
pembuka kaleng di atas sekaleng makanan kucing.
Tulangku mengeluarkan suara gemeretak ketika tengkorak kepalaku menyusut.
Tulang lenganku jadi hampa dan tulang-tulang yang lain hilang.
Lalu pola bulu pada kulitku jadi tiga dimensi. Ngeri melihatnya - sepertinya
kulitku mengering semua. Sepertinya kulitku mengelupas dengan sangat cepat, dan
setiap lembar kulit berubah menjadi bulu.
Kebanyakan bulu abu-abu. Aku membeliak ke arah Marco dengan penglihatan elangku yang mengagumkan
- Force-10. Ia membalas membeliak dengan mata elang laut.
kataku
Aku mengepakkan sayap dua kali dan melompat ke atas bingkai jendela.
kata Marco. Ia
kedengarannya agak jengkel. Seolah itu salahku. Ia melompat ke sebelahku.
kataku sengaja, tahu ia akan
kesal. bisa merendengiku. Baru kita buktikan apa kau bisa "melindungiku". Heh!>
Kubentangkan sayap lebar-lebar, kakiku menjejak bingkai jendela, dan tubuhku
langsung meluncur jatuh ke atas rumput di halaman belakang rumah Marco.
Gerakan ini menakutkan. Begini, walau tahu aku burung dan bisa terbang,
pikiranku tetap manusia. Dan melompat ke luar jendela merupakan sesuatu yang
menakutkan bagi manusia. Aku setinggi tiga, tiga setengah meter dari atas
permukaan tanah, hanya ada halaman yang akan menahan jatuhku kalau karena
sebab tertentu sayapku tidak bekerja.
Tapi kemudian sayapku melayang di udara. Terasa tekanan udara mendorongku ke
atas. Aku mengepak keras, satu, dua, tiga, empat, dan melesat ke depan. Ke depan
dan ke atas. Aku mengepak dan mengepak, bekerja keras mencapai ketinggian dalam udara
sejuk. Mengepak itu tak gampang. Hanya karena aku burung bukan berarti
mengepak itu mudah. Marco dan aku baru mengudara setinggi lima belas meter ketika Tobias melesat ke
sebelah kami, berkelebatan seolah ia terlahir sebagai burung.
katanya.
tanyaku, mungkin agak galak.
Tobias tertawa. katanya. Safeway.> cecar Marco. kualitas nomor satu">
kata Tobias. ini sepertinya sedang obral Pengendali tingkat tinggi.>
Chapter 3 15.51 AKU tidak merasa cemas kalau sedang terbang. Aku merasa sangat berkuasa,
mengapung tinggi di atas kepala orang-orang kecil di bawah. Manusia sangat
lamban. Mereka berjalan berbaris di trotoar, selalu terikat dalam gerakan dua
dimensi: kiri-kanan, maju-mundur.
Burung bergerak dalam tiga dimensi dan melibatkan banyak hal saat terbang. Ada
suhu udara, kecepatan tiupan angin, guncangan aliran udara - angin silang dan
termal dan kelembapan. Sayap dan ekorku terus-menerus melakukan penyesuaian - memanjangkan ujung
sayap, membentangkan atau menciutkan ekor, mengubah sudut serangan.
Untungnya otak elang menangani semua itu. Karena harus kuakui, sebagai
manusia, aku tidak tahu apa-apa tentang terbang. Aku hanya tahu terbang adalah
hal terhebat di dunia. Marco dan aku terbang berdampingan dengan Tobias sampai kami melihat dua
burung pemangsa lain mengangkasa ke arah kami: Rachel dan Cassie.
saran Tobias. burung dalam radius seratus lima puluh kilometer. Menyebarlah. Berhenti berpikir
seperti manusia - kita tidak perlu bergerombol untuk melihat hal yang sama.> Ia
benar. Elang ekor merah, Elang Peregrin, dan elang laut biasanya tidak terbang
dalam satu kelompok. Dan dengan penglihatan burung yang tajam, kami dapat
melihat sasaran apa pun dari jarak empat ratus meter.
Aku ingin terbang lebih tinggi karena udara mati di sekitarku terasa sangat
berat. Dalam kelompok kami sayapku paling sempit.
Kecepatanku seperti kilat saat menukik menyergap mangsa, jauh lebih cepat
daripada yang lain. Tapi di udara yang tak bergerak aku lemah.
Aku memisahkan diri dari Marco, berputar ke kanan, dan memusatkan mata
laserku pada Tobias, tetap menjaga radius pembicaran bahasa-pikiran kami.
kata Tobias. ke kiri sejauh satu blok.>
Aku mulai mencapai ketinggian yang sesuai, karena itu aku melesat ke atas saat
mencari sasaran di atas permukaan tanah di bawah. Kemudian aku melihatnya.
tanyaku. Aku bingung.
Dari atas, hampir semua bangunan tampak seperti persegi panjang besar.

saran Tobias. atas bagian kiri toko" Lihat angin meniupnya. Lihat">
kata Rachel.
Ia berwujud elang botak, melayang tinggi di atasku dan lebih jauh ke barat.
kata Tobias. tanda itu"> Aku melihatnya. Ada beberapa koyakan panjang di permukaan aspal. Koyakan
lurus panjang, sejajar, mengarah ke tembok toko pangan yang roboh. Dua lusin
pekerja tampak berada di sana, sibuk mondar-mandir mendirikan tembok plywood
untuk menutupi lubang itu.
Tiba-tiba, aku sadar. Kurasa Marco juga sadar. celetuk Marco. man.> kata Tobias
bangga.
Lalu tergelincir di atas halaman parkir toko pangan itu, menabrak tembok,
menembus masuk, dan terbakar,> kataku.
kata Tobias.
Cassie memperkirakan. di halaman parkir.> kata Tobias. di atas lokasi itu. Periksa siapa mandor kru pembersihan.>
Aku mengepak keras, berputar, mengepak lebih keras, dan melesat di atas toko
pangan yang berbekas hangus. Aku hanya melihat sekilas sosok pria yang sedang
mengomando kru pekerja. Aku tidak bisa mempercayai yang kulihat.
tanyaku.
Tobias mengiakan. Chapman adalah wakil
kepala sekolah kami. Ia juga seorang Pengendali berpangkat tinggi - bagian yang
sangat penting dari penyerbuan Yeerk.
tanya Cassie,
menambahkan,
kata Rachel. Pria bermantel panjang itu" Di atap" Aku baru saja melihat kelebat senapan mesin
di balik mantelnya.> Ada sekitar enam atau tujuh pria dan wanita di atap toko. Mereka melihat ke
sekeliling dengan tatapan paranoid yang menyorot keras, seperti yang terlihat di
wajah para Agen Rahasia Presiden.
Cassie setuju. Tindakan mereka. Ada yang sudah melakukan kesalahan besar, dan semua orang di
bawah sana sangat takut.>
tanya Marco.
Ia bertanya padaku. Yang lain suka bersikap seolah aku yang memimpin. Aku
tidak memandang diriku sendiri seperti itu, tidak sepenuhnya. Tapi bagiku
terserah. Kalau mereka merasa lebih enak menganggapku sebagai pemimpin, biarlah.
Masalahnya, kalau orang memperlakukanku seperti pemimpin, aku mulai
bertindak seperti pemimpin. Dan seperti sudah kukatakan, itu berarti membuat
keputusan. Bahkan saat aku hanya bisa menebak.
tanya Rachel.
SETTT! Tepat di wajahku! Mata besar berkilauan, satu-satunya yang bercahaya dalam kegelapan.
Sebuah moncong yang hanya terbuka cukup lebar untuk memperlihatkan taring
panjang melengkung. Wajah seekor kucing yang sangat besar. Singa gunung" Macan tutul"
Sedetik lagi binatang itu akan menerkam, membuka rahangnya lebar-lebar dan...
SETTT! teriakku. tanya Tobias.
kata Rachel, terdengar kesal.
Aku kembali berada di udara. Aku sedang terbang. Aku dalam morf elang. Di
bawah terlihat toko pangan.
Tapi aku benar-benar bingung. Pikiranku tidak mau berkonsentrasi pada
kenyataan. Masih tertinggal di sebuah rimba yang tidak pernah kulihat, terpaku
menatap mata seekor pemangsa mematikan yang cantik. Apa yang terjadi padaku"
Apa aku sudah gila" aku
berhasil bicara. kata Rachel, seperti
biasa antusias. beku"> tanya Marco.
Rachel menduga-duga.
punya waktu,> kataku.
kata Rachel. Ia tidak lagi terdengar
antusias. kata Marco sinis. tergesa-gesa. Biasanya sih selalu berhasil.>
Marco, pikirku, kau tidak tahu apa-apa. Karena selain semua kemungkinan gagal
yang ada, "pemimpin pemberani"-mu sudah gila.
Tentu saja, aku tidak mengatakannya. Begini, sebagai pemimpin, aku tidak boleh
gila. Chapter 4 16.40 kata Marco.
Kami sudah mendarat di hutan. Omong-omong, mendarat adalah bagian tersusah
dari terbang. Tinggal landas menakutkan, tapi mendarat mengerikan. Begini, beda
mendarat dengan jatuh sekitar lima sentimeter dan tiga kilometer per jam.
Kami mendarat lumayan mulus di tanah hutan yang berlapis jarum cemara. Tobias
terbang mencari Ax. Yang lain berubah wujud.
kita jadi kacau,> kata Cassie.
"Nyaris tidak," celetuk Marco, ketika tubuhnya berubah wujud dari burung ke
manusia. "Itu kan cuma toko," kata Rachel sambil menggoyangkan bahunya yang baru muncul.
"Ayolah, berapa sulitnya, sih?"
"Bagaimana cara kita masuk?" Marco bertanya-tanya, menatapku.
Aku memandang Cassie.. "Ada usul?"
"Kita punya beberapa morf yang cocok untuk tugas ini," katanya. "Seperti kata
Rachel, itu toko. Toko yang terbakar, tapi tetap toko. Pasti di sana ada kecoak,
tikus, lalat..." Tiba-tiba terdengar gemuruh derap kaki kuda dan gemeresak semak. Ax melesat ke
arah kami, anggun sekaligus aneh.
Ia melaju lurus ke arah kami, bergerak secepat kuda panik. Tepat waktu aku yakin
ia akan menabrak kami, Ax menendang kaki belakangnya dan melesat terbang di
atas kepala kami. Ia mendarat anggun, dan berbalik menghadap kami.
Ax adalah Aximili-Esgarrouth-Isthill. Ia adik laki-laki Pangeran Elfangor.
Setahu kami, Ax adalah satu-satunya Andalite yang selamat waktu kapal Dome
mereka hancur. Andalite punya ciri tertentu yang sama dengan hewan Bumi. Tapi kami langsung
tahu ia berasal dari tempat yang sangat, sangat jauh.
Badannya seperti rusa berwarna biru pucat kecokelatan. Tapi tubuh bagian atas Ax
menyerupai manusia. Seperti dada dan bahu anak laki-laki. Ia punya dua lengan
yang tampak lemah dengan lebih banyak jari di tangannya daripada manusia.
Kepalanya berada pada tempat yang normal, tapi ada satu unsur utama yang tidak
ada: mulut. Andalite makan dengan cara mengisap tanaman melalui tapak kakinya
yang hampa. Dan mereka berkomunikasi melalui pikiran.
Hidung Ax berupa tiga celah vertikal dan sepasang matanya berbentuk lonjong
besar. Ia punya sepasang mata lain, di ujung kedua tanduk pendeknya. Kedua mata
itu dapat bergerak terpisah ke semua arah. Kalau belum terbiasa, yang melihat
bisa bingung. Ax bisa memandang dengan kedua mata utamanya, atau ia bisa
menggunakan kedua mata tanduknya, atau satu mata tanduk, atau kombinasi kedua
mata utamanya dan satu mata tanduk.
Kesimpulannya: Rasanya sangat aneh bertatap mata dengan Andalite.
Dan yang terakhir, tapi pasti bukan yang paling tak berarti, adalah ekornya.
Seperti ekor kalajengking, melengkung ke atas hingga belati tajam mematikan di
ujungnya bergerak-gerak di atas bahu Ax.
Ekor itu dapat bergerak cepat. Sangat cepat. Korban baru sadar ekor itu telah
bergerak setelah jarinya tinggal empat. Cepat, telak, dan sangat menguntungkan
dijadikan sekutu. kata Ax.
Tepat saat itu Tobias menukik rendah di atas dan mendarat mantap di sebuah
dahan. Ia menancapkan cakarnya ke kulit kayu dahan dan dengan tenang mulai
menjilati bulu sayapnya. "Hai, Ax," kataku. "Apa yang sudah diceritakan Tobias?"

"Benar, Ax-man," kata Marco. "Kau lebih suka morf lalat atau kecoak?"

"Ax, jangan panggil aku Pangeran Jake," kataku otomatis untuk keseribu kalinya.
katanya.
Kadang aku bertanya-tanya apakah mungkin Ax punya selera humor. Kami tidak
pernah melihatnya bercanda, tapi siapa tahu"
"Kita harus masuk ke dalam Safeway," kataku. "Tempat terdekat untuk morf jauh
sekali dari sana. Jauh di seberang jalan, di belakang motel yang tertutup papan.
Tidak ada yang akan melihat kita di sana, tapi kemudian kita harus ke toko itu.
Menyeberangi empat lajur lalu lintas."
"Aduh," kata Marco. "Aku belum serius memikirkannya. Apa sekarang sudah
terlambat untuk mengubah pilihanku?"
"Kita tidak mengadakan voting," kata Rachel. "Tapi kau pasti setuju."
"Dari mana kau tahu aku akan setuju?" cecar Marco.
Rachel tersenyum. "Karena aku akan setuju. Dan kau tidak akan mau dianggap
pengecut oleh cewek."
"Kau pikir kau kenal aku, ya," celetuk Marco. "Sayangnya, kau benar."
"Kecoak dan lalat tidak punya penglihatan bagus," Rachel menjelaskan.
"Maksudku, kita kan ingin bisa lihat apa pun yang ada di dalam toko itu."
"Yeah, tapi kita juga harus menyeberangi empat lajur lalu lintas. Aku sih tidak
tahu kau bagaimana, tapi aku sendiri lebih suka terbang di atas mobil daripada


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencoba jalan di depannya," kata Cassie.
"Apakah lalat dapat menempuh jarak sejauh itu?" aku bertanya keras.
"Ingat waktu percakapan kita masih masuk akal, normal?" tanya Marco. "Kau tahu,
waktu kita berbicara tentang bisbol atau siapa yang naksir siapa?"
Cassie mengedipkan sebelah mata padanya. Lalu ia kembali serius. "Toko pangan
itu pasti masih penuh makanan kan" Makanan busuk, karena aku tidak yakin
pendingin di sana berfungsi. Apa yang lebih pandai menemukan makanan busuk
selain lalat?" kata Tobias.
"Penglihatanmu dalam gelap tidak jauh berbeda dengan manusia," aku
menjelaskan. "Saat kita berangkat nanti pasti sudah gelap."
membantu, oke"> Tobias kadang frustrasi karena tidak bisa mengikuti semua misi kami. Aku
mengerti. Aku kasihan padanya. Tapi itulah keadaannya.
Aku baru akan mengatakan hal itu padanya ketika Cassie mendahului.
"Tobias, kaulah penyebab kami tahu hal ini," Cassie menjelaskan. "Kau yang
menemukannya. Kau menunjukkannya pada kami. Yang dapat kami lakukan
hanyalah melakukan langkah berikutnya."
Cassie sangat pandai mengobati sakit hati. Lebih pandai daripada aku, itu sudah
pasti. Tapi Tobias masih mengomel. katanya.
"Oke," kataku, bertepuk tangan dan mencoba terdengar gembira dan optimis.
"Kalau begitu, kita jadi lalat. Semua pulang. Kita bertemu di belakang motel
dalam..." - aku memeriksa jam tanganku, "tiga jam. Sekitar tujuh empat lima. Lalu
kita morf, masuk dan keluar Safeway dalam sepuluh menit, kemudian pulang."
"Oh, man," erang Marco. "Aku benci kalau kau berusaha terdengar ceria, Jake. Itu
artinya kau cemas. Sebentar lagi kau akan menyeringai lebar. Aku sudah kenal
kau." "Tiga jam lagi kita terbang," kataku, memaksa mulutku menyeringai lebar penuh
keyakinan. "Mati aku," gumam Marco.
Chapter 5 17.15 "Dad, ada apa?" tanyaku ketika sampai di rumah.
Ayahku sedang duduk di kursi malas, satu tangan memegang remote control.
"Apa maksudmu, 'ada apa'?" tanya Dad, tampak benar-benar heran. "Malam ini kan
ada pertandingan tinju. Empat puluh dolar di Pay-Per-View. Keripik kentang,
kacang celup, dengusan keras cowok, bir-untukku - soda untukmu dan Tom."
Aku menampar kepalaku sendiri. Pertandingan tinju! Aku sama sekali lupa. Acara
penting. Bukan karena aku fanatik tinju. Tidak.
Tapi ini acara penting bagi Dad sampai mau membayar empat puluh dolar untuk
Pay-Per-View. Dad melakukannya untuk memperkuat ikatan antarlelaki, ayah-
anak. Aku dan Dad dan Tom, dan mungkin satu atau dua teman kerja Dad.
"Acara itu malam ini?" tanyaku. "Pukul berapa?"
"Mulai pukul tujuh. Kerjakan pe-ermu, makan sesuatu yang mengandung sayur untuk
membuat Mom senang, dan lalu tarik kursi."
Aku cepat-cepat membuat perhitungan dalam hati.
Pertandingan itu mulai sekitar satu jam lagi. Pertandingan kejuaraan dunia yang
terakhir hanya berlangsung tiga ronde. Aku akan punya waktu tiga puluh menit
untuk melakukan morf dan terbang ke motel.
Apa aku harus mencari alasan supaya tidak usah nonton"
Tidak. Tidak mungkin Dad akan percaya.
"Bagus," kataku pada Dad. "Saya akan nonton. Jangan dihabiskan kacang celupnya.
Dad tahu apa akibatnya kalau makan kacang celup."
Mom masuk ruang tamu. "Apa aku boleh ada di sini?" tanya Mom mengejek. "Sejak kapan ruangan ini jadi
sarang cowok?" "Baru setelah pukul tujuh," jawab Dad. "Sekarang cewek masih boleh masuk.
Apalagi kalau ceweknya pulang dari kantor ingat mampir beli keripik."
"Keripik" Apa kalian tidak lebih suka wortel batangan dan humus celup?"
Dad dan aku hanya diam memandang Mom.
"Bercanda," kata Mom. "Cuma bercanda. Aku sudah beli keripik. Apa Pete dan
Dominick akan datang?"
"Yeah, tapi kau tidak perlu memberi mereka makan," guyon Dad. "Mereka beruntung
tidak kusuruh bayar karcis masuk."
Aku ngebut mengerjakan pe-er dan berharap pertandingannya seperti biasa, KO
setelah dua atau tiga ronde. Keuntungannya tergesa-gesa adalah aku tidak punya
banyak waktu untuk berpikir. Berpikir berarti khawatir, dan khawatir menghalangi
proses berpikir. Pukul tujuh kami sekeluarga berkumpul. Suasana terasa tegang. Tom tampak
gelisah seperti aku, ingin cepat-cepat pergi. Bisa kutebak kenapa.
Begini, Tom salah satu dari mereka. Ia seorang Pengendali Manusia.
Ia harus bersikap wajar, seperti aku. Tapi kurasa ia juga ingin pergi ke lokasi
toko pangan itu. Lagi-lagi sama seperti aku.
Tom dan aku bertarung di pertempuran yang sama. Di pihak yang berbeda.
Rasanya aneh membayangkan Tom masih hidup di dalam kepalanya sendiri.
Terjebak. Tidak berdaya. Tapi dapat melihat dan mendengar dan berpikir.
Apakah ia menikmati pertandingan itu melalui mata yang tidak bisa lagi ia
kendalikan" Apakah ada sesuatu, apa pun itu, yang dapat ia nikmati"
Pikiran semacam ini tidak membantu. Biasanya aku jadi marah dan ingin ngamuk.
Aku berkata dalam hati, mungkin untuk yang kesejuta kalinya, bahwa aku sedang
berusaha sekuat tenaga menolong Tom. Sekuat tenaga.
Sekuat tenaga. Untunglah, Dad dan teman kantornya membuat banyak keributan, jadi tidak ada
yang melihat Tom memeriksa jamnya. Atau aku yang berulang kali melirik ke
dapur, di mana aku bisa melihat jam dinding.
Pada ronde keenam aku tahu aku punya masalah. Pada ronde ketujuh tidak ada
petinju yang tampak sudah lelah. Aku memutuskan, kalau pertandingan melewati
pukul delapan, aku akan harus cari alasan, tak peduli apa.
Pada ronde kedelapan, sebuah uppercut kebetulan telak mengenai sasaran.
"Oh, pasti sakit!" kata Dad.
"Taruhan lima dolar dia jatuh!" teman Dad, Dominick, langsung bilang.
Ia benar. Sang penantang terhuyung-huyung, berputar-putar dengan kaki goyah
selama beberapa detik, lalu terguling. Bluk!
Pertandingan selesai. Sekarang pukul tujuh empat lima. Aku sudah terlambat. Kuambil kaset video dari
dalam VCR. "Dad, boleh kubawa ke rumah Marco?"
"Sudah hampir pukul delapan. Di luar gelap," Dad keberatan.
"Yeah," kata Tom. "Kau mungkin akan kesasar dan tidak bisa pulang. Sayang
sekali. Aku akan harus memakai kamarmu untuk tempat menaruh beban dan
barang-barang lain."
Khas lelucon tolol kakak laki-laki. Tapi tentu saja bukan Tom yang
mengucapkannya. Yeerk dalam kepala Tom yang mengambil lelucon itu dari otak
kakakku. Sesaat aku ingin bertanya: "Hei, Tom, ada apa sih di toko pangan itu" Beritahu
aku, supaya aku malam ini tidak usah keluar rumah."
Aku tersenyum membayangkannya. Lalu...
SETTT! Hijau. Hijau. Semua hijau. Tempat terhijau di Bumi: pohon, lumut, sulur pohon,
dedaunan. Hijau di mana-mana.
Marco ada di sana. Dan yang lain. Mereka semua ada di sana.
Marco sedang bicara. "... dalam rimba bertempur melawan makhluk angkasa luar
pencuri otak dan sepuluh ribu spesies rayap yang menjengkelkan, dan kadet ruang
angkasa kita seekor monyet berwajah keren. Tolong bangunkan aku kalau kita
sudah kembali ke dunia nyata."
SETTT! Aku kembali. Kembali mendengarkan Tom menggodaku seolah ia benar-benar
Tom. Kembali mendengar Dad berkata, "Jalan kaki, jangan naik sepeda. Kalau
malam. Apalagi kalau akan hujan."
Bayangan tadi sangat jelas. Sangat nyata. Sama sekali tidak seperti mimpi. Tapi
seolah aku benar-benar berada di dalam rimba, mendengarkan Marco mengeluh.
Aku merasa jantungku berdebar kencang. Aku merasa keringat bermunculan di
dahiku. Ada apa ini" Apa yang terjadi padaku"
Aku melihat Tom mundur ke luar ruangan, menyelinap pergi seolah akan ke dapur.
Hal itu membawaku kembali ke dunia nyata.
Aku meraih kaset video dan pergi, masih pusing akibat dilontarkan dari satu
dunia ke dunia lain. Aku dapat mendengar Dad dan teman-temannya mengulas pertandingan, ronde
demi ronde, waktu aku naik ke kamar dan membuka jendela kamarku selebar
mungkin. Makan waktu dua puluh lima menit untuk melakukan morf dan terbang ke motel
kosong itu. aku minta maaf waktu mendarat.
Aku salah memperkirakan jarak ke lantai, mendarat terlalu keras, dan
bergulingguling, sayap dan cakarku saling kait.
kata Tobias sambil tertawa.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Cassie. Ia bergegas mendekat dan mengangkatku. Lalu
ia kembali meletakkanku di lantai karena tubuhku mulai berubah wujud. Dan aku
dengan cepat bertambah berat.
"Aku tidak apa-apa," kataku, begitu bisa bicara. "Malu, tapi tidak apa-apa."
Tempat persembunyian kecil itu kumuh. Jendela belakang motel ditutup plywood
yang penuh coretan grafiti. Ada rumput liar dan botol pecah dan, entah untuk
apa, sebuah mesin cuci tua.
"Kita jadi bisa mengunjungi tempat-tempat terbaik, kan?" komentarku kering.
Ax bersembunyi dalam gelap di sudut. Ia merasa agak mencolok kalau berada di
luar hutan. Tidak heran. Siapa pun yang melihatnya akan melarikan diri,
menjerit-jerit seperti anak kecil.
Kecuali, tentu saja, kalau mereka Pengendali. Seorang Pengendali akan tahu
persis apa dia. "Nah?" tanya Rachel, memandangku.
Ia menungguku berkata, "Ayo berangkat."
Tapi entah mengapa, anehnya aku agak merasa enggan. Aku merasa... aku bahkan
tidak tahu apa yang kurasakan. Hanya bahwa saat itu, tepat saat itu, sangat
penting. Yang lain sedang memandangku, menunggu.
Aku hanya perlu mengatakan, "Ayo berangkat." Tapi aku malah melihat jam.
Delapan sembilan belas. Delapan sembilan belas. Seolah hal itu berarti sesuatu.
Seolah... Oh, man, aku sudah gila! Aku kehilangan kendali. Ada apa denganku"
"Apa kita harus melakukan hal ini?" tanyaku. Aku terkejut telah bicara dengan
suara keras. Padahal aku bicara pada diri sendiri. "Mengapa tidak" Menurutku
kita lakukan," kata Rachel.
"Wah, heboh," gumam Marco. "Yang heran Rachel ingin melakukannya silakan angkat
tangan." "Yeah," kataku, membuang keraguanku sejauh mungkin. "Yeah, ayo berangkat."
Aku cukup yakin kami harus melakukan hal itu, tapi tanggung jawabnya ada
padaku. Aku sebenarnya bisa menghentikannya. Aku bisa membujuk mereka
semua supaya tidak jadi pergi. Aku sebenarnya bisa melakukan sesuatu yang
berbeda. Tapi aku tidak melakukannya.
Setidaknya, tidak saat itu...
"Ayo berubah," kataku.
Chapter 6 20.19 "MOGA-MOGA tidak ada yang bawa Raid," kata Marco.
Aku mencoba tertawa. Tapi aku benci berubah jadi serangga.
Waktu baru pertama melakukan morf, aku mengira kami akan berubah jadi
makhluk seperti singa dan beruang dan elang. Dan memang benar. Tapi kami juga
berubah jadi makhluk yang jauh lebih kecil. Dunia serangga sangat
menguntungkan. Kadang lebih kecil lebih baik.
Tapi hal itu tidak membuatnya jadi menyenangkan. Tidak ada mimpi buruk, film
horor, khayalan gila yang sama menakutkannya dengan benar-benar berubah jadi
kecoak atau labah-labah atau kutu atau lalat.
Kalau berubah jadi harimau, kami tetap punya empat tungkai. Kami punya dua
mata. Kami punya sebuah mulut. Kami punya tulang dan perut dan paru-paru dan
gigi. Mungkin berbeda, tapi semua tetap ada.
Perubahan menjadi lalat sama sekali tidak seperti menjadi harimau: Tidak ada
bagian tubuh yang berada pada tempat yang seharusnya. Tidak ada yang sama.
Perubahan wujud dengan morf tidak pernah persis sama. Dan perubahannya terjadi
dengan cara tak terduga, janggal. Tidak mulus.
Tidak masuk akal. Tidak bertahap.
Aku mulai menyusut, tapi waktu masih hampir sepenuhnya manusia, mungkin
masih setinggi satu meter, aku merasa kulitku mengeras.
Begini, lalat tidak mempunyai tulang. Mereka punya eksoskeleton. Kerangka luar
itu yang menyatukan tubuh mereka. Dan eksoskeletonku sedang tumbuh. Kulit
manusiaku yang empuk diganti sesuatu berwarna gelap, sesuatu sekeras plastik.
Tubuhku menciut menjadi beberapa bagian. Bagian-bagian tubuh serangga: kepala,
toraks, perut. Dan ketika aku masih sekitar enam puluh senti, terlalu tinggi
untuk ukuran lalat, kaki ekstraku bermunculan, menyembur, menembus ke luar
dadaku. Kakiku sendiri menekuk dan menyusut menyamai ukuran kaki lalat. Aku
terjerembap ke atas tanah. Tertelungkup. Di atas wajahku yang sudah sebagian
besar berubah. Probosisku sudah mulai terbentuk dari mulut, bibir, hidung, dan lidahku yang
luruh menyatu. Probosis itu sebesar kaki lalat - tabung hampa panjang yang bisa
menyusut. Lalat makan dengan probosis.
Mereka meludahkan air liur di seluruh permukaan makanan mereka, menunggu
sampai makanan itu lembek, lalu menyedotnya.
Bukan pemandangan indah. Tapi itu bukan yang terburuk. Yang terburuk matanya. Dengan penglihatan semi
manusia aku melihat di wajah Cassie, yang terbaring di atas tanah di sebelahku,
tiba-tiba tumbuh mata lalat.
Keduanya menembus mata manusia Cassie. Melotot, besar, dan menatap kosong.
Balon hitam besar yang begitu saja menggelembung ke luar rongga mata Cassie.
Pemandangan yang bikin muntah.
Penglihatanku sendiri tiba-tiba jadi gelap. Selama beberapa detik aku buta, lalu
oh! Mata lalatku menyala, dan seluruh dunia tampak lain.
Bagaimana aku bisa menjelaskan rasanya melihat dari balik mata ganda" Seperti
menonton seribu TV mungil sekaligus. Seribu TV mungil, berkumpul jadi satu.
Dan setiap set warnanya aneh.
Seperti ada yang memutar semua tombol warnanya. Benar-benar gila.
Seperti ada anak sakit jiwa yang menemukan kotak Crayola dan mewarnai semua
benda dengan warna-warna yang berbeda.
Tapi yang janggal adalah bisa melihat sekaligus ke segala arah.
Aku dapat melihat tabung, mulutku sekarang, menonjol ke luar di depanku. Aku
dapat melihat kedua kakiku sendiri. Aku dapat melihat rambut kaku yang menjulur
ke luar tubuh bertamengku.
Tapi tetap ada satu keuntungan menjadi lalat, yang baru bisa kunikmati setelah
rasa ngeriku hilang. Yang juga bisa kulihat adalah sepasang sayap jaring halus
yang tumbuh di punggungku.
Lalat bisa terbang. Man, benar-benar bisa terbang.
tanyaku.
jawab Marco.
Lalu... BRESSS! Terjadi ledakan di atas tanah di depanku. Tanah seolah meledak. Seperti letusan
mortir. pekik Rachel.
BRESSS! Tobias memberitahu kami dengan tenang.
Ledakan kepingan mortir ternyata hanya butiran besar hujan yang menerpa tanah.
kata Cassie.
kataku.
Aku menekan pegas di kakiku dan mengepakkan sayap. Aku langsung mengudara.
Lain dengan burung. Seekor burung harus benar-benar bekerja keras untuk
terbang. Bagi lalat, hal itu otomatis.
Langsung. Aku hanya perlu berpikir ayo terbang dan beberapa saat kemudian aku
sudah melesat berputar-putar di udara.
Dari antara kumpulan TV mungil aneh di mataku terlihat lalat-lalat lain mulai


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengudara. Mereka terbang seperti babi. Seperti bola-bola gemuk besar dengan
sayap kecil mungil yang seolah mengangkat sev butir kecil debu pun tidak bisa.
Tapi, seperti sudah kukatakan, lalat benar-benar bisa terbang. Tubuhku melesat
tak terkendali ke atas. Seperti roket terombang-ambing!
Rachel bersorak-sorai. sekali!> Marco
setuju. terbang sampai sudah menerbangkan Belatung Airways.>
kata Tobias tenang. memadamkan semangat kalian, tapi, guys, kalian menghadap arah yang salah.>
kata Tobias
tertawa. lampu mobil di jalan.>
Aku akan tersenyum seandainya punya mulut. Otak lalat mudah dikendalikan
karena kami sudah pernah melakukan morf ini. Tapi insting lalat kami masih
mendapat rangsangan luar. Begini, lalat mencium makanan busuk di Tempat
Pembuangan Sampah dan langsung tahu ke mana ingin pergi.
Kami mengikuti petunjuk Tobias. Aku rnelesat semakin tinggi, dan kemudian...
cecar Cassie.
komentar Ax.
aku setuju. Mobil-mobil yang melesat lewat
lebih menyerupai meteor merah-ungu yang bersinar. Jalanan berupa garis-garis
gerakan buram, semua terasa aneh dan mengganggu bagi otak lalat.
Tobias memperingatkan.
tanya Ax.
kata Tobias kering. yang bergerak seratus kilometer per jam adalah kematian bagi serangga.>
aku setuju.
Aku mengerahkan kekuatan sayapku dan berayun-ayun, terombang-ambing, serta
berputar semakin tinggi. Tapi lalat dalam kepalaku tidak menyukainya. Ia biasa tinggal dekat permukaan
tanah. Ia menemukan makanan di tanah. Dan otak lalat hanya memikirkan
makanan. kata Tobias.
Aku mulai melihat lebih banyak butiran hujan. Seperti meteor berkilauan, masing-
masing tiga kali lipat ukuranku sendiri. Berjatuhan di sekelilingku. Tapi bagi
seekor lalat, semua butiran itu jatuh berjauhan.
Lalu... hujan semakin deras.
Lebih padat. Lebat dan cepat di sekitarku.
BLAM! Tubuhku terbanting. Aku menukik di udara, tertutup lapisan menyerupai lem kental.
Air! Hanya air, tapi lengket seperti lem pada tubuh lalatku. Sayapku mengibaskan
air dan aku merasa tubuhku terbang terbalik. Aku berputar dan kembali maju.
keluhku.
kata Tobias tegang.
BLAM! Sebuah hantaman keras dari sebutir hujan sebesar truk. Membuatku terpental di
udara. teriak Cassie.
Sekali lagi, sayap lalat yang mengagumkan memutar-mutar tubuhku dan
membuatku tetap mengudara. Tapi tiba-tiba aku sadar sedang berada di tengah
lautan sinar yang menyilaukan.
Ungu! Merah! Hijau! Hijau" Gerakan! Setiap rambut di tubuh lalatku merasakannya. Setiap layar di mata
lalatku merasakannya. Ada yang bergerak. Cepat! Besar!
Sebuah tembok raksasa melesat ke arahku dengan kecepatan tak masuk akal! Itu
sebuah gunung! Luar biasa besar. Tinggi. Melandai.
Sebuah gunung bergerak seratus kilometer per jam ke arahku, berkilauan dalam
pelangi warna yang menakutkan!
Sebuah kaca depan mobil! gumamku.
Chapter 7 20.25 Aku berteriak dalam bahasa-pikiran ketika kaca depan mobil yang
mematikan melesat ke arahku.
SETTT! Hutan itu lagi! Gerakan mendadak dalam semak lebat.
Sebuah lengan yang menekuk.
Sebuah lengan manusia. Seorang anak kecil!
Sebuah tombak melayang! Aku melihat benda itu melayang ke arahku. Melihat ujung bambunya, hitam
bernoda racun mematikan. Satu gesekan saja dan aku mati.
Aku... SETTT! Tombak! Bukan, kaca depan mobil!
Sayapku berkepak di udara dengan kecepatan seratus kepakan per detik.
Gerakanku memang cepat, tapi tidak cukup cepat.
Angin mendesakku ke bawah! Angin tak kenal ampun yang menyedotku ke arah
kaca depan mobil. Aku melawannya, lalu... sedetik berikutnya, angin menjadi
karpet ajaib. Kekuatan sayapku, dorongan angin... aku lolos dari lubang jarum! Tubuhku
melesat di atas kaca depan mobil, hanya beda satu milimeter!
Aku bahkan dapat samar melihat wajah manusia di dalam mobil.
Mata mereka yang berkilauan terlihat ketika aku terbang di atas mobil, berusaha
sekuat tenaga mengangkat tubuh mungilku ke atas setinggi mungkin.
tanya Rachel.
kataku. harus menurunkan batas kecepatan. Kecepatan mobil mungkin tidak boleh lebih
dari dua puluh kilometer per jam.>
Kami berhasil menyeberangi jalan raya, meninggalkan jalur-jalur sinar yang
bergerak-gerak cepat dan berkesan menyeramkan.
Kami semua masih terus ditembaki butiran air hujan, tapi aku sendiri sudah tidak
memedulikannya. Lalu, bahkan dalam derai hujan yang menyegarkan pun, aku mulai mencium bau
toko pangan itu. Lalat membaui makanan. Kami tidak lagi memerlukan Tobias sebagai pemandu jalan. Tubuh lalat kami
dengan bersemangat menuju bau sampah busuk.
Aku masih belum pulih dari sensasi ganda diserang kaca depan mobil dan tombak.
Bayangan rimba itu sangat nyata. Benar-benar nyata. Maksudku, aku merasakan
semuanya saat berada di dalamnya.
Aku merasakan panas dan kelembapan di kulitku, aku merasakan serangga
mendesis di wajahku, aku merasakan...
Tapi sekarang aku tidak punya waktu memikirkannya.
Safeway masih di luar jangkauan penglihatan kami. Maksudku, bangunan itu
begitu besar sehingga tidak berarti bagi mata lalat. Lalat hanya tahu di depan
ada makanan. Kami menyelinap ke bawah pelapis plastik yang menutupi tembok yang rusak.
Begitu berada di dalam toko, semua tampak sangat benderang. Aku melihat lampu
terang yang seolah memancarkan pelangi warna-warni yang ganjil.
Di bawah kami ada orang-orang yang berjalan hilir mudik. Ada mesin yang
bergerak. Dan ada sebuah gundukan, setumpuk makanan yang dikumpulkan di
salah satu sudut. Para Pengendali hanya menggunakan buldoser untuk menyerok semuanya - rak,
mesin pendingin, kulkas, kaleng-kaleng, kotak displai daging yang terbuat dari
kaca, donat dan cupcake dari gerai roti, bunga, ayam dan kacang yang sudah
matang - semua yang ada di dalam toko, ke satu sudut.
kata Marco, surga lalat.> Ax memberitahu.
Ia benar. Kami telah memilih morf yang tepat. Di dalam toko itu ada sekitar
sepuluh ribu lalat. Aku dapat mendengar suara mereka dan mencium bau mereka
dan bahkan melihat mereka terbang berseliweran.
kata Cassie. bisa langsung bergabung.>
belatung,> kataku. perhatian. Ada apa ini">
kata Cassie. dikitari para Pengendali.>
usulku.
Kami melesat terbang ke arah bagian tengah toko. Di sana ada sebuah benda
raksasa. Sebesar sebuah rumah kecil, menurut perkiraanku. Tapi sulit
memperkirakan besar suatu benda kalau aku sendiri hanya sepanjang tiga perempat
sentimeter. kata Cassie.
omel
Rachel. kata Cassie. aku sedang dalam morf lalat ketika melihat Chapman di mall. Itu dia! Aku akan
mendekatinya.> Aku tidak bisa melihat ke mana Cassie terbang atau di mana ia mendarat. Semua
lalat tampak sama. Dan toko itu seperti bandara lalat. Lalat terbang
berseliweran di mana-mana.

jawabnya. bagian yang botak.>

Aku terbang berputar-putar, mencemaskan Cassie, dan mencoba memperkirakan...
itu... benda apa. kata Cassie.
tanyaku.
Aku sampai berteriak frustrasi.
kata Cassie. Lebih cepat, lebih banyak senjata... Bug Fighter jenis baru, prototipenya.> Bug
Fighter adalah pesawat angkasa luar kecil yang biasa dipakai Yeerk.
Bentuknya seperti kecoak ramping dengan dua tombak panjang bergerigi
mengarah ke depan. Itu sinar Dracon.
tanya Marco.
kata Rachel.
jawab Cassie. sini. Dia hanya memberitahu Pengendali yang lain bahwa pesawat itu sudah
harus keluar dari tempat ini dalam tiga jam atau Visser Three akan lebih ngamuk
lagi. Orang itu bilang pesawat ini sudah hampir siap berangkat, dia hanya perlu
melakukan beberapa tes. Tiga, jam bukan masalah. Chapman bilang, "Bagus,
karena kalau sampai lebih satu menit, aku sendiri yang akan memberikanmu
kepada Visser Three untuk dijadikan camilan.">
tanya Tobias.
Aku kaget mendengar bahasa-pikirannya. berlindung.> katanya. melubangi atap supaya penjaga keamanan di sana bisa cepat masuk ke dalam toko.
Di sana ada tangga. Aku akan terbang ke sana.>

mesin.> tanya Rachel. sudah akan menerbangkan benda ini keluar dari sini.>
Cassie berkhayal. masyarakat dapat melihat benda ini, dan punya bukti...>
kataku
memberitahu. usul Rachel.
erang Marco.

tanya Tobias.
Aku tertawa. lalu mendaratkannya di halaman Gedung Putih. Coba kita lihat apa Yeerk bisa
menutup-nutupinya.> Aku hanya bermaksud bercanda.
Sungguh. Sebuah lelucon. celetuk Rachel.
tanya Tobias.
jawab Ax. meskipun eksperimental. Tidak ada teknologi kelas dua Yeerk yang terlalu canggih
untukku.> kata Cassie.
tambah Rachel.
Ax menjelaskan. hanya ada satu atau dua kru. Paling banyak ada empat atau lima teknisi di
dalamnya, Pangeran Jake.>
bagus untuk kita,> kataku. Saat-saat seperti inilah yang tidak kusukai. Saat-
saat aku cenderung membuat keputusan. Dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
canda Marco.
kataku.
Chapter 8 20.32
Kami berputar-putar di sekeliling Bug Fighter yang tampak sebesar raksasa itu
sampai menemukan sebuah pintu. Di dalamnya samar terlihat beberapa sosok
manusia yang berwarna aneh. Lebih tepatnya, Pengendali Manusia. Kami langsung
melesat masuk. kata Rachel.
kataku.
Aku mencoba terdengar yakin, membuat yang lain tetap tenang. Tapi aku tegang.
Aku gelisah. Ini rencana mendadak, pemikiran seseorang yang berhalusinasi
tentang rimba. Ini langkah terdesak dan mungkin juga konyol. Aku tidak tahu
pasti. Tobias bisa jadi korban. Mungkin yang lain juga.
Tapi Tobias bersemangat karena punya peran penting.


aku memperingatkannya.
kata Tobias.
Di luar, di atas toko pangan, Tobias melayang tinggi. Sesuatu yang sulit
dilakukan dalam udara malam yang dingin. Elang bukan burung malam. Tapi Tobias
terus mengepak ke atas, semakin tinggi, selalu mengawasi lubang terang di atap toko
pangan. teriak Tobias.
Ia menukik dengan kecepatan maksimal, langsung ke arah lubang di atap. sudah di dalam!> Aku tahu, karena langsung terjadi keributan. Teriakan. Perintah-perintah yang
dilontarkan. Kemudian... DOR! DOR! DOR! Tembakan senjata! Mereka menembakinya!

Sesuai rencana, Tobias menjadi pengalih perhatian. Yeerk tahu kami menggunakan


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

morf burung. Dan mereka akan tahu elang tidak biasanya terbang berkeliaran di
dalam toko. Mereka akan bisa menebak. Mereka akan tahu Tobias bukan elang
asli. DOR! DOR! RETETETETET! Ada yang menembakkan senapan mesin. Bahkan dengan pendengaranku yang
lemah, aku dapat mendengar udara bergetar karena kebisingan itu. Ratusan peluru
sedang ditembakkan di dalam toko!
Sebuah suara manusia meneriakkan sesuatu yang terdengar seperti, "Keluar dan
tolong mereka! Itu bandit Andalite dalam morf!"
Itulah dugaan Yeerk siapa kami: Andalite.
Para teknisi di dalam Bug Fighter berhamburan ke luar, senang dapat kesempatan
menembaki "bandit" Andalite.
Teriakku. berubah! Sekarang! Sekarang! Sekarang!>
RETETETETETETET! teriak Tobias.
Tentu saja! Mengapa tadi tidak terpikir olehku" Mereka pasti akan memblokir
jalan keluar Tobias. Tubuhku sebagian besar masih berwujud lalat, tapi aku berusaha berubah secepat
mungkin. Aku dapat merasakan tubuhku bertambah besar. Aku dapat melihat
sayap lalatku menyusut. Tobias tidak bisa melarikan diri. Mereka akan menangkapnya.
Cepat atau lambat, tak peduli secepat apa pun ia terbang, mereka akan
menangkapnya. Jalan keluar... jalan keluar... aku butuh jalan keluar.
Aku harus... teriakku.
Pendekar Lembah Naga 18 Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Kabut Di Bumi Singosari 2
^