Menyelamatkan Pesawat Pemalite 1
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite Bagian 1
Chapter 1 situs baca secara online ini dibuat oleh Saiful .... admin http://cerita-
silat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis
Racun Ceritasilat.... thank.
NAMAKU Rachel Aku tinggi. Rambutku pirang. Dan aku sedang berdiri di atas
balok keseimbangan, mencoba memberanikan diri untuk melakukan
rol depan. Mencoba menjadi anak normal.
Meskipun saat dipikir lagi, apa yang normal dari seorang
manusia melompat di atas balok kayu yang licin dan sempit"
Tidak ada, memang. Lupakan rol depan itu.
Hei, kenekatan dalam pertempuran membuatku tetap hidup.
Kenekatan dalam kelas senam hanya membuat patah tulang.
Dan supaya bisa tetap bertarung, aku harus menjaga tubuhku
tetap utuh. Keselamatan selalu yang utama. Jadi kalian tahu aku
takkan mengatakan nama keluargaku atau di mana tempat tinggalku.
Informasi itu akan membuatku dan teman-temanku terbunuh.
Bukannya kami tidak akan melawan, tentu saja, tapi tetap saja...
Kami lima anak dan satu Andalite yang sepengetahuanku harus
berpegang pada tiga hal utama yang membuat kami dapat terus hidup.
Kemampuan untuk morf dengan mengambil DNA hewan.
Anonimitas. Tak seorang pun tahu siapa kami.
Keuntungan berada dalam satu tim.
Sejauh ini, itu cukup untuk membuat kami tetap hidup dan
menyerang para Yeerk dengan serius. Mereka spesies parasit yang ada
di sini untuk memperbudak Bumi.
Kalau Yeerk punya daftar "Paling Dicari", kami pasti ada di
urutan atas. Mereka sangat menginginkan kami. Mungkin mereka
akan membunuh kami. Mungkin mereka akan melakukan apa yang
sudah mereka lakukan pada begitu banyak manusia: masuk ke dalam
kepala kami dan mengambil alih otak kami. Membuat kami menjadi
Pengendali. Pengendali adalah orang yang telah diperbudak oleh Yeerk, dan
mereka ada di mana-mana. Mereka orang-orang yang kalian kenal.
Orang-orang yang kalian percayai.
Wakil Kepala Sekolah kami, Mr. Chapman.
Sepupuku, Tom. Para guru, pembawa acara TV, sopir FedEx, pelayan, pelajar,
pekerja bangunan. Semua berkeliaran seperti manusia normal.
Membujuk teman-teman dan keluarga mereka untuk bergabung
dengan Sharing, organisasi yang menutupi kegiatan Yeerk.
Dan begitu kalian bergabung, biasanya tidak ada jalan keluar.
Kalian akan menjadi Pengendali.
Kalian berjalan dan berbicara seperti biasa. Kalian memiliki
ingatan yang sama. Kalian masih akan mengunyah permen karet
dalam kelas dan mengembalikan jatah sayur yang seharusnya kalian
makan ke piring saji saat kalian pikir ibu kalian tidak melihat.
Hanya saja bukan kalian yang melakukannya. Kalian yang
sebenarnya terpenjara dalam kepala kalian, tak berdaya, berteriak
dalam kesunyian kepada Yeerk yang menyandera kalian.
Menjadi Pengendali, dan kalian tidak punya kehendak bebas.
Aku takkan pernah menyerahkan kehendak bebasku.
Karena itulah kami bertempur. Dan sejujurnya, aku menyukai
pertempuran yang seru. Betapa hormon adrenalin terpompa ke seluruh
tubuh karena pertempuran itu. Betapa asyiknya tantangan yang
kuhadapi. Dan sekarang setelah mengakuinya, aku harus mengakui
sesuatu yang lain: Belakangan ini aku takut menyukai hal itu. Karena
aku sangat menunggu-nunggu saat pertempuran berikutnya.
Ayahku berpikir aku setangguh cowok. Sepupuku, Jake, berkata
bahwa keistimewaanku adalah menghajar orang. Marco memanggilku
Xena, The Warrior Princess, dan bercanda bahwa aku selalu jadi
orang pertama yang ingin bertempur.
Dia benar. Aku selalu berdiri di posisi tengah depan. "Ayo
lakukan," kataku, lebih sering daripada yang dapat kuhitung.
Dan aku takut kalau aku terus mengikuti dorongan itu, cepat
atau lambat aku lupa bagaimana cara melakukan hal yang lain. Lupa
bagaimana harus melakukan hal-hal lain yang dulu senang kulakukan.
Aku dulu senang bersenam. Tapi, bukan balok keseimbangan.
Aku senang akan perasaan kuat yang kudapat di palang paralel. Dan
melompat rasanya nyaris sama dengan terbang.
Tidak lagi, tentu saja. Tidak sejak aku menjadi seorang
Animorph. Keasyikan melompat sangat jauh dari keasyikan melayang
sebagai elang kepala botak. Atau berzig-zag sebagai lalat. Dan otototot manusia
sangat payah setelah merasakan gerakan anggun seekor
kucing. Atau menjadi beruang grizzly. Sekarang kita membicarakan
kekuatan. Aku tak bisa menahan diriku sendiri. Rasanya seperti aku
kecanduan atau sesuatu seperti itu. Kecanduan bahaya. Kecanduan
mengalahkan para Yeerk itu.
Dan kecanduan mimpi-mimpiku, paling tidak, meratakan Visser
Three ke jalan, seperti siput besar yang sebenarnya wujud aslinya itu.
Lihat" Sudah kubilang ini mulai membuatku ketakutan.
Visser Three sangat jahat. Tak punya belas kasihan. Sangat
kajam. Jahat. Dia satu-satunya Yeerk yang memiliki kemampuan
morf, satu-satunya Pengendali-Andalite. Dia bertanggung jawab atas
penyerbuan ke Bumi dan dia sangat serius akan pekerjaannya.
Aku juga. "Hei, Rachel!" Aku mendongak, konsentrasiku terganggu. Studio senam itu
kembali nyata. Anak-anak mengobrol. Tertawa. Menekuk tubuh ke belakang
dan meniti papan keseimbangan. Bersenam menggunakan palang
paralel dan gelang-gelang.
Seorang cowok bernama T.T. sedang tersenyum dan melangkah
melintasi matras ke arahku. Dia tidak jelek. Sama sekali tidak.
Aku tidak balas tersenyum. Sampai dia berteriak tadi,
gerakanku baik-baik saja. Tapi sekarang tubuhku berayun dan
keseimbanganku rusak. Tanganku mulai berputar-putar dan kaki
telanjangku, yang terletak satu di depan yang lain di atas balok sempit
itu, mulai bergoyang-goyang.
Aku akan jatuh. "Jangan takut," kata cowok itu, mulai berlari kecil. "Aku akan
menangkapmu." Oh, hebat. Tepat seperti yang tak kubutuhkan. Aku bergerak
dengan tangkas, berusaha mencari pijakan dan melompat.
Gerakan yang keliru. Gerakan itu membuatku bergulung. Tubuhku terlempar ke
samping. Aku menghantam tangan T.T. yang terulur dan jatuh ke atas
matras. BUM! AUW. Telapak tanganku serasa tersengat. Begitu pula pinggulku.
"Kau baik-baik saja?" tanya cowok itu, mengulurkan
tangannya. "Yeah." Aku mengabaikan tangannya. Berdiri.
Wajahku terasa panas. Aku tidak senang tampak bodoh. Dan
sekarang aku tampak bodoh, itu semua salahnya.
Aku memandangnya, merasa sebal. Bersiap mengusirnya.
Dan berhenti. Dia benar-benar ganteng. Dia lebih tinggi dariku. Matanya biru, seperti mataku. Lesung
pipi, tidak sepertiku. "Jadi, kurasa karena kau menjatuhiku ini berarti kau benarbenar suka padaku,
ya?" tanyanya, menyeringai. "Mau nonton bioskop
atau jalan-jalan?" Chapter 2 "APA katamu?" bentakku.
Cowok itu bersandar ke balok keseimbangan, tampak pede dan
santai. "Aku bertanya apakah kau ingin nonton bioskop atau jalanjalan."
Aku memandangnya. Itu belum semua yang dikatakannya tadi.
Dan yang tidak diulanginya, tentang aku jatuh cinta padanya,
membuatku kesal. Dia ganteng. Lebih baik lagi, dia manusia.
Kalian tahu tidak, kalau T.T. dan aku pergi nonton film
sepanjang sembilan puluh menit, kami bisa makan pizza setelahnya.
Atau pergi ke McDonald's. Atau apa pun deh.
Dia tak perlu harus demorph menjadi elang ekor merah sebelum
tenggat waktu dua jam habis.
Kencan dengan T.T. akan menjadi kencan yang normal.
Mungkin bahkan menyenangkan. Tidak ada ketegangan. Tidak ada
ketakutan. "Well?" tanyanya.
"Dalam mimpimu," kataku tiba-tiba. Aku beranjak dan berjalan
ke arah ruang ganti. Dia tidak berusaha menghentikanku.
Aku mendorong pintunya sampai terbuka.
BUM! Pintu itu menghantam dinding semen.
Ruang ganti itu kosong. Bergema.
Bagus. Aku sedang tidak ingin mengobrol dengan siapa pun
saat ini. Aku tidak suka pada apa yang sedang kurasakan. Aku tidak
suka caraku menjawab ajakannya tadi. Aku tidak suka saat keraguraguan, saat aku
mengingat-ingat fakta bahwa aku satu-satunya cewek
di sekolah yang... kurasa "pacarnya" adalah... bagaimana ya... burung.
Aku merasakan kemarahanku bangkit. Aku marah pada T.T.,
marah pada Tobias. Marah pada diriku sendiri. Mengapa aku sampai
ragu-ragu" "Gee, aku tak tahu, Rachel," aku bergumam pada diriku sendiri.
"Mungkin karena T.T. tidak punya paruh. Mungkin karena itu."
Aku menyentakkan jinsku dan memakai jaket untuk menutupi
baju senamku. Aku memasang kaus kaki dan sepatu lariku.
Mengapa aku tidak bilang, ya"
Mudah saja. Karena aku memiliki berbagai sifat, beberapa
malah bukan sifat yang menyenangkan, tapi aku bukan orang yang
tidak setia. Aku tidak mengkhianati orang. Terlebih Tobias.
Tapi bayang-bayang dalam pikiranku tidak mau pergi.
Terutama bayang-bayang mata yang memandang ke dalam mataku
dan tidak melotot dengan kegarangan predator.
Aku berkencan... kalau kau bisa menggunakan kata itu... dengan
cowok yang menghabiskan sebagian besar waktunya terbang
menggunakan angin termal, berbicara dengan bahasa-pikiran, dan
memakan mamalia kecil. Cowok yang berbulu. Memiliki cakar. Dan paruh yang bengkok
serta tampak ganas. Dan sesekali, selama hampir dua jam langsung, memiliki
rambut pirang-kotor yang berantakan dan mata yang mencerminkan
kesakitan, kelembutan, dan harapan.
Dia temanku. Rekanku sesama pejuang.
Kami terbang bersama. Melawan Yeerk bersama.
Kami bukan anak-anak biasa.
Tiba-tiba aku tertawa dan seorang cewek menatapku. Yeah,
kata-kata tidak normal pasti bisa menggambarkan keadaan kami
sepanjang waktu. Aku melangkah keluar dan memandang langit, seperti yang
selalu kulakukan. Mencari siluet familier yang terbang di langit biru.
Mencari kelebatan warna merah di bulu ekornya.
Tapi Tobias tidak ada di sana, dan aku kecewa. Oh, well, dia
mungkin sedang makan bayi kelinci atau sesuatu. Tingkah laku
normal elang ekor merah. Mungkin itu lebih dari sekadar normal.
Dan mungkin aku hanya harus menemukan cara untuk hidup
dengannya. Menemukan cara untuk menikmati sesuatu selain
bertempur. Senam tidak memuaskanku. Tidak hari ini.
Tapi mungkin belanja bisa menyenangkanku.
Aku menuju mall. Ada beberapa masalah emosional yang tidak bisa diperbaiki
dengan belanja Old Navy dan Express.
Aku berlari kecil hampir sepanjang jalan dan merasakan
kelegaan bercampur antisipasi saat masuk ke ruangan ber-AC itu.
Ahhh. Lampu-lampu warna-warni. Musik. Orang-orang mengobrol.
Tertawa. Semua bersatu dalam tujuan yang sama.
Belanja. Aku menuju The Limited. Langsung masuk ke dalam toko itu
dan memeriksa rak barang-barang yang mendapat potongan harga.
Tidak ada yang bagus, tapi bukan masalah. Berikut.
Aku keluar dari The Limited dan hampir menabrak Cassie.
"Cassie! Apa yang kaulakukan di sini?" kataku. "Mengapa kau tak
bilang kau mau pergi belanja?"
"Pertanyaan yang mana yang mau dijawab lebih dulu?" tanya
Cassie, tertawa dan mengepit kantong belanjaannya.
"Yang mana saja. Keduanya," kataku, memukul kantong
belanjaan itu dan menariknya sampai lepas dari pegangan Cassie.
"Ooh, The Body Shop. Keren. Apa yang kaubeli?"
"Minyak mandi untuk ulang tahun ibuku," katanya. "Eh,
Rachel?" "Apa?" kataku. Mata Cassie melebar. Aku menoleh ke arah
tatapannya. Erek si Chee berdiri di depan The Cap.
"Jadi Erek sedang belanja juga," kataku sambil mengangkat
bahuku. "Memangnya kenapa" Yang patut dipertanyakan adalah dia
pikir apa yang akan ditemukannya di Nine West" Sepasang sandal?"
"Lihat," bisik Cassie. "Itu terjadi lagi!"
Erek mengerjap. Hologram manusianya mengabur. Menghilang.
Sesaat memperlihatkan Erek si Chee yang sebenarnya.
Android. Chapter 3 "WHOA! Itu tidak bagus," kataku.
"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Cassie saat hologram Erek
bergoyang lagi. "Kita tak bisa membiarkan..."
"Banyak telinga di sekeliling kita," aku memperingatkan.
Cassie terdiam. Erek adalah android. Bagian dari spesies android yang
diciptakan untuk menjadi pendamping jinak Pemalite, ras cinta damai
yang telah dimusnahkan Howler.
Erek adalah mata-mata anti-Yeerk. Dia juga sahabat kami.
"Rachel, kita harus melakukan sesuatu," bisik Cassie.
"Yeah. Ayo bergerak."
Hologram Erek - ilusi anak laki-laki normal - meredup,
memperlihatkan piringan-piringan baja dan gading yang berhubungan.
"Kita harus tetap tenang. Bersikap biasa," Cassie
memperingatkan. Benar. Kami bergerak di antara orang-orang dan mendekat untuk
melindungi Erek dari pandangan orang banyak.
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hai, Erek," kataku. "Apa kabar" Selain kau tampak seperti
gambar TV saat badai petir."
Ia memandangku. Dan ia kelihatan ketakutan.
"Erek, kau harus keluar dari sini. Ada yang salah dengan
hologrammu." "Aku tahu," gumamnya, membungkuk seolah ingin
menyembunyikan dirinya. "Aku tahu. Tak bisa memperbaikinya. Aku
sudah mencoba menjalankannya setiap..."
"Yeah, ceritakan semuanya nanti. Ayo, kita harus keluar dari
sini," aku memotong, menarik tangannya. Hologram manusianya
menipis seperti film yang diproyeksikan ke layar. Semua tamengnya
hilang. Jari-jariku menyentuh baja, bukan daging manusia yang
diproyeksikan. "Kita ke mana?" tanya Cassie.
"Bagaimana kalian akan menyembunyikanku?" Erek terseret, ia
nyaris tak bisa menggerakkan kakinya. Seperti bayi yang terlalu besar
yang berusaha melangkah untuk pertama kalinya.
"Ke dalam sini," kataku, memasuki satu-satunya toko tempat
android tidak akan tampak aneh kalau hologramnya benar-benar
rusak. Spencer's Gift. Tampat barang-barang aneh, liar, dan indah. Topeng-topeng.
Memorabilia X-Files. Makhluk ruang angkasa dalam bola salju.
Makhluk-makhluk ruang angkasa di mana-mana.
Erek berkelap-kelip. Gemetar.
"Cepat, ke sudut," kataku, menangguk ke belakang toko, sejauh
mungkin dari cowok remaja yang menjaga kasir. "Di samping lampu
strobe. Kalau ada yang melihatnya, mereka akan berpikir
hologramnya adalah ilusi optikal atau apa."
"Ide bagus," kata Cassie, menyeret lengan Erek. "Aku tidak
memikirkan Spencer's."
"Ilmu pengetahuan mall," kataku. "Itu akan menjadi jurusanku
saat kuliah nanti." Erek telah berhenti berjalan. Ia tak bergerak lagi. Mengerutkan
kening. Piringan-piringan baja dan gading tampak.
"Maaf," katanya.
Sangat aneh. Memandanginya saat itu seperti memakai
kacamata X-ray dan bisa melihat tulang-tulangnya langsung di balik
kulitnya. "Ayolah," aku menyemangati.
Ia menggerakkan kakinya. Sangat pelaaaan.
"Erek, ayolah," bisik Cassie. "Kau harus lebih cepat!"
"Oh, ya?" katanya, kembali menggerakkan kakinya dengan
gerakan slow motion itu. "Kalian tahu, aku benar-benar tidak tahu
kalau situasinya seserius itu."
"Kau tidak bisa berjalan, tapi bisa mengatakan komentar
sarkastik?" tanya Cassie.
Lalu Erek membeku. Cassie dan aku berpandangan. Ia meraih satu tangan Erek, aku
meraih yang sebelahnya lagi.
Entah bagaimana kami menyeretnya menyeberangi lorong ke
sebelah belakang toko tanpa ada yang memperhatikan, tapi itu tidak
mudah. Erek terbuat dari baja yang beratnya kurang-lebih lima puluh
kilogram. Kami membuatnya berdiri di sudut antara setumpuk poster
Star Wars dan replika makhluk ruang angkasa dari film Alien dalam
ukuran sebenarnya. Kami melangkah mundur. Lampu-lampu di sekeliling Erek menyala.
Erek. Android. Erek. Android. Android. Android. "Oh, man," gumamku, melirik Cassie.
"Sekarang apa?" katanya.
Aku tak punya ide. "Whoa, keren." Seorang anak yang mengenakan kaus
bergambar Hanson berteriak. Ia mendekat dan memperhatikan tubuh
android Erek. "Berapa ya harganya?" Ia semakin mendekat, mencari
label harga. "Ehhh...," kata Cassie, sangat menolong.
"Akan kucari tahu," kataku. "Maksudku, kami juga ingin tahu.
Android. Keren." Aku menjauh, sambil memberi tanda agar Cassie
tetap di sana dan mengawasi Erek yang malang.
Aku cepat-cepat harus melakukan sesuatu supaya para pembeli
menjauh. Untunglah aku tahu bagaimana caranya. Aku melepaskan
salah satu label harga dari kecoak bohongan dan kembali ke lorong
tempat pena cacing karet dipajang.
Harga kecoak itu lima dolar. Aku mencoret harganya, membalik
label itu, dan menulis "$5.000,00."
Anak yang mengenakan kaus Hanson berkata, "Lima ribu dolar
untuk timbunan baja yang bahkan tidak bisa berjalan atau berbicara!
Apa mereka gila?" Ia pergi. Tapi orang lain pasti datang. Dan bahkan
petugas kasirnya, cowok kuliahan bertampang culun yang sedang
menelepon itu, sudah memperhatikan kami.
Saat anak itu sudah pergi, Erek berkata, "Sebenarnya perkiraan
hargaku dalam dolar Amerika jauh di atas biliunan."
"Dengar, tetap di sini dan jaga dia, oke?" aku berbisik pada
Cassie. "Aku akan segera kembali. Dan Erek" Jangan khawatir,
sahabatku, kami akan mengeluarkanmu dari sini."
"Jaga dia?" kata Cassie. "Apa maksudmu, jaga dia" tunggu!"
Cassie mencengkeram tanganku. "Kau akan menelepon Jake, kan?"
"Apakah harus?" kataku, agak pusing karena sejauh itu aku
yang harus mengambil keputusan. "Aku sedang berpikir lebih enak
menelepon untuk pesan pizza, tapi kurasa lebih baik aku menelepon
Jake." Cassie menatapku dengan kesal. "Terima kasih. Lucu sekali. Ini
pertanyaan untukmu: Apa yang akan kulakukan bila ada Pengendali
yang melihat Erek dan menyadari sebenarnya dia ini apa?"
Itu membuat sebagian besar rasa pusingku hilang.
"Lindungi.dirimu sendiri," kataku. Aku memandang mata Erek
yang membeku. "Kaulah yang paling penting, Cassie. Kalau bahaya
datang, tinggalkan Erek."
Chapter 4 AKU menemukan telepon koin yang tidak sedang digunakan.
Aku menekan nomor telepon Jake dan menunggu sementara telepon
di ujung sebelah sana berdering.
Tolonglah ada di rumah, pikirku sambil menggigiti bibir
bawahku. Empat. Lima. Enam. "Halo?" "Jake?" tanyaku sambil mencengkeram gagang telepon.
"Bukan. Ini Tom."
Aku membeku. Tom, kakak Jake. Sepupuku.
Pengendali. Dan orang terakhir yang ingin kuajak bicara. Aku harus hatihati. Sangat hati-
hati. "Hai, Tom," kataku dengan nada santai. "Ini Rachel. Jake ada?"
"Yeah. Tunggu." Aku mendengar suara gagang telepon itu
diletakkan. Cepatlah, pikirku sambil melirik ke arah Spencer's. Tiga cewek
sedang menuju toko itu. "Halo?" "Jake!" teriakku ke gagang telepon itu. "Apa yang terjadi pada...
di mana kau?" "Hah?" katanya, terdengar bingung.
Oke, Rachel, hati-hati sekarang. Kalau-kalau ada yang
mendengarkan. "Aku tak percaya kau lupa," kataku, memelankan suaraku tapi
berusaha supaya terdengar kesal. "Kau seharusnya menemui aku dan
Cassie di mall setengah jam yang lalu. Kami sudah menunggumu di
depan Spencer's." Keheningan sesaat. "Oh, man, sori," kata Jake, kayak dia mengerti saja apa yang
sedang kubicarakan. "Aku sedang main bersama Marco..."
"Bagus," potongku. "Ajaklah dia. Kami bertemu Erek, tapi kami
butuh bantuan untuk membawa pulang belanjaan kami. Belanjaan
kami sangat berat. Sangat, sangat berat."
"Yeah, oke," katanya ringan. "Kami segera berangkat."
"Sampai nanti!" kataku riang. Aku meletakkan gagang telepon
ke tempatnya. Aku memaksakan diri untuk tersenyum pada seorang
wanita yang sedang berdiri mengantre di belakangku. Aku berkata,
"Cowok. Benar-benar tak bisa dipercaya."
Aku menarik napas panjang beberapa kali. Sekarang sisa
masalahnya. Perhentian pertamaku, The Gap.
Hanya ada satu cara untuk mengeluarkan Erek dari mall ini, dan
itu sama dengan caranya masuk tadi.
Melalui pintu, sebagai manusia.
Aku menggunakan kartu kreditku untuk membayar belanjaan
yang mahalnya agak keterlaluan lalu buru-buru kembali ke Spencer's.
Aku sudah pergi selama dua puluh menit. Aku menemukan Cassie
sedang menghadapi segerombolan anak-anak dan orang dewasa,
termasuk petugas kasir Spencer's.
Cassie sedang berbicara pada mereka. Ia juga sedang
berkeringat dan mengalami kesulitan bernapas. Cassie bukan tipe
orang yang senang menarik perhatian.
"Ya, ini memang model terbaru dari K-Tel. Ini Droid-Dapur
yang terbaru. Bisa memotong tipis-tipis. Bisa memotong kotak-kotak.
Bisa membuat kentang goreng Julie Ann."
"Maksudmu kentang goreng julienne?" tanya seorang wanita
dengan nada sinis. "Kentang goreng apa pun deh," kata Cassie, suaranya tercekik
keputusasaan. "Droid-Dapur ini bahkan bisa bertanya, 'Anda mau
kentang goreng menyertai menu itu"'"
"Jadi mengapa benda ini tidak melakukan semua itu?" tanya
seorang anak. "Yeah, nyalakan," kata anak yang lain.
Aku melihat lutut Cassie agak gemetar. Ia benar-benar bukan
orang yang bisa berbicara di depan umum.
"Ini cuma model, kan?" kataku keras-keras.
"Ya!" teriak Cassie, seolah aku baru saja membeberkan rahasia
untuk bisa menang lotre. "Ya! Ini cuma model! Ini bukan DroidDapur yang asli!
Yang asli tidak akan dijual sampai... oh, kira-kira,
mmm..." "Enam bulan lagi," kataku.
Gerombolan itu bubar. Cassie mencengkeram tanganku, kukukukunya menusukku. "Kau
ke mana saja" Aku sudah nangis darah!"
"Belanja," kataku. Dan sebelum Cassie bisa mencekikku, aku
menambahkan, "Untuk Erek. Dia membutuhkan pakaian dan
samaran." Aku mulai mengeluarkan kaus, celana, dan pakaian dalam dari
kantong-kantong yang kubawa.
"Pakaian dalam?" jerit Cassie. Ia mengangkat sehelai celana
dalam. "Pakaian dalam merk Tommy Hilfiger" Dia cuma an..." ia
memandang ke sekeliling untuk meyakinkan tak seorang pun bisa
mendengar. "Dia android. Dia tidak butuh pakaian dalam buatan
desainer." "Sori. Tidak ada Wal-Mart di mall ini," bisikku.
"Eh, Rachel" Dia kan android" Halo" Dia bahkan tidak butuh
celana, kecuali untuk samaran."
"Oh. Baiklah, aku mengerti." Aku memandang celana dalam
itu. "Mungkin akan kuberikan pada Jake."
"Halo?" kata Erek. "Bisakah kita tidak usah mendiskusikan
apa..." Tiba-tiba ia terdiam.
"Aku baru saja menelepon manajerku."
Suara itu membuatku terlompat. Aku berbalik. Petugas kasir itu.
"Aku barus saja menelepon manajerku," ia mengulangi.
"Katanya tidak ada benda bernama Droid-Dapur. Dia ingin aku
mencari tahu siapa kalian dan memanggil keamanan mall dan..."
"Grrrooooahhh!!"
Petugas kasir itu melompat setinggi kira-kira lima belas
sentimeter. "Oh, lihat! Orang memakai baju gorila," kataku, hampir tertawa
saat melihat Jake dan gorila besar - gorila sungguhan, tentu saja -
memasuki toko. Gorila itu - Marco yang morf - mengenakan papan iklan yang
menutupi dada dan punggungnya. Gambarnya dibuat dengan kasar
menggunakan spidol Magic Marker. Gambar itu mengiklankan film:
King Kong vs. Gudzilla. Ya, benar, Gudzilla. "Kostum gorilanya realistis sekali," kata petugas kasir itu
dengan curiga. "Lihat!" aku berteriak kepada cowok itu. "Lampu lava itu mau
menjatuhimu dan bisa membuatmu pingsan!"
"Hah?" petugas kasir itu mendongak dan Marco benar-benar
tidak menangkap isyaratku.
"Aku bilang, lampu itu bisa membuatmu pingsan!" Aku
mengulangi sambil memelototi Marco.
kata Marco dengan bahasa-pikiran. Ia mengulurkan
sebelah tangannya yang besar dan dengan lembut memukul kepala
cowok itu. Petugas kasir itu jatuh seperti sekarung semen.
"Apa yang terjadi?" tanya Jake, setelah kami yakin petugas
kasir itu masih hidup. "Erek. Dia membeku," kataku. "Aku punya pakaian untuknya.
Ayo kita pakaikan, cepat! Lalu bawa dia keluar dari sini."
"Dia seperti Manusia Kaleng dalam film The Wizard Of Oz,"
kata Cassie sambil memperbaiki posisi petugas kasir itu supaya dia
merasa lebih nyaman meskipun pingsan. "Kalian tahu, semuanya
membeku." "Ayo, kita pakaikan bajunya," bentak Jake, mengambil alih
kepemimpinan. Aku merasa sedikit kesal. Tapi juga lega.
"Marco, angkat dia," kata Jake.
Marco memegang pinggang Erek, dan dengan menggunakan
kekuatan gorilanya yang tak terbatas, memasukkan lengan Erek ke
dalam bajunya. kata Marco. rancangan desainer untuknya" Halooo, dia kan android!>
"Aku sudah mendengar itu, oke?" kata Erek.
"Bagaimana dengan wajahnya" Topeng?"
Jake lari untuk mengambil beberapa topeng yang bisa menutupi
seluruh kepala. "Ada Clinton, Gingrich, dan satu Teletubby. Rasanya
Dipsy." "Itu bukan Dipsy," Cassie membenarkan. "Itu Tinky Winky.
Dipsy warnanya hijau dan tanduknya lurus ke atas. Tinky Winky
tanduknya berbentuk segitiga."
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanya Marco.
"Po," kata Cassie.
"Aku tidak bermaksud menghina," kata Erek, "tapi bagaimana
kalian berhasil tidak tertangkap hingga saat ini?"
Sementara percakapan yang agak idiot itu berlangsung, aku
mendandani android pertamaku. Aku telah menebak semua ukurannya
dengan tepat. "Aku dewi belanja," kataku puas.
Petugas kasir itu mengerang.
"Kita harus buru-buru," kata Jake. "Pilih: Gingrich atau
Clinton?" Semenit kemudian seekor gorila, yang mengenakan papan iklan
dengan tulisan film yang iklannya salah eja, menggendong Bill
Clinton yang didandani dengan sangat trendi di atas pundaknya keluar
dari mall. Untungnya, ada diskon besar-besaran di toko pakaian, jadi tidak
banyak orang yang memperhatikan kami.
Paling tidak, itulah dugaanku saat itu.
Chapter 5 KAMI naik bus sampai dekat rumah Erek, dan turun dengan
perasaan beruntung. Merasa terlalu beruntung.
"Untung tidak ada orang lain dalam bus itu selain kita," kata
Jake padaku. Marco sudah jauh di depan, berjalan di trotoir sambil
memanggul Erek. "Yeah." Aku memandang berkeliling jalanan yang sepi itu.
"Untung. Bagaimana bisa gorila yang memanggul Bill Clinton tidak
menarik perhatian" Kita berjalan keluar dari mall dan tidak ada polisi
yang berusaha menghentikan kita" Kita naik bus dan pengemudinya
nyaris tidak memperhatikan kita" Dan kitalah satu-satunya
penumpang bus itu" Maksudku, ayolah. Berapa besar sih
kemungkinan hal itu bisa terjadi?"
"Kecil sekali," Cassie mengakui.
"Jadi hologram Erek menghilang, dan dia tampil sebagai
android, tapi sekarang dia sudah keluar dari mall, sementara tidak ada
yang memperhatikan," kataku. "Aneh."
"Mungkin tidak," kata Cassie. "Mungkin semua orang hanya
sedang sibuk dan kita semua cuma terlalu paranoid, iya nggak?"
Mungkin, tapi kurasa tidak. Instingku mengatakan ada sesuatu
yang aneh di sini. Tahu kan, aku telah belajar untuk mempercayai kebetulankebetulan.
"Tahu nggak?" kata Jake muram. "Saat Marco dan aku masuk
ke mall, di sana ada banyak sekali mobil teknisi listrik di mana-mana.
Aku dengar salah satu pekerja mengatakan sesuatu tentang semua
kamera pengawas mati. Aku tidak memikirkannya saat itu..."
Apa" Tidak ada rekaman video tentang apa pun yang telah
terjadi, saat mall itu mungkin saja penuh sesak oleh Pengendali" Saat
kamar ganti di The Gap adalah salah satu pintu utama menuju kolam
Yeerk" Tidak mungkin. "Yeerks?" tanya Jake sambil mengerutkan dahinya.
"Mengapa mematikan hologram Erek lalu meyakinkan bahwa
tidak ada bukti yang tertinggal?" tanyaku.
"Kita dilindungi atau dijebak?" tanya Cassie.
"Jadi ini semacam, aku tak tahu, seperti jalan keluar yang aman,
atau apa?" Jake bertanya-tanya.
"Atau apa," gumamku.
panggil
Marco. makan pisang dan menyeret buku-buku jariku selamanya.>
"Jadi pada dasarnya tidak jauh berbeda dari dirimu sendiri?"
kataku, lalu berharap aku tidak pernah mengatakan hal itu.
Tahu kan, kekuatan morf ini merupakan senjata yang luar biasa.
Tapi kemampuan ini juga seperti pisau bermata dua, karena kalau kau
tinggal dalam satu morf lebih dari dua jam, kau terperangkap di
dalamnya selamanya. Seperti Tobias. Memikirkan Tobias membuatku teringat kembali pada masalah
yang kuhadapi tadi pagi. Aku, mencoba bertingkah normal. Jatuh dari balok
keseimbangan. T.T. mengajakku berkencan.
Adrenalinku mulai berhenti berpacu. Emosi normalku muncul.
Emosi normal seperti rasa bersalah. Rasa bersalah karena aku telah
mempertimbangkan ajakan T.T.
Dan seolah bisa membaca pikiranku, Tobias melayang turun
dan mendarat di atas sebuah pohon beberapa rumah dari halaman
depan rumah Erek. tanyanya. turun dari bus. Ada alasan mengapa Marco menggendong Erek">
Jake bergerak mendekati Tobias supaya suaranya bisa
terdengar. "Ada yang mengikuti kami?"
Marco menjelaskan. transmisinya.> "Bagaimana kalau ini jebakan untuk menemukan tempat tinggal
si Chee?" tanya Cassie.
ulang Tobias. kenapa repot-repot" Kalau Yeerk menangkap salah satu dari kita,
mereka akan memperoleh semua jawaban yang mereka butuhkan
dengan sangat cepat. >
Tobias benar. Kalau Yeerk berhasil membuat salah satu dari
kami menjadi Pengendali, semua rahasia kami akan terbongkar.
"Aku tak tahu," kata Cassie sambil menggelengkan kepalanya.
"Kupikir kau benar, Rachel. Ada yang aneh pada kejadian ini."
Dan begitu Jake membuka pintu depan rumah Erek dan kami
melangkah ke dalam, aku tahu kejadian ini akan semakin aneh.
Chapter 6 MR. KING, "ayah" Erek, duduk di sofa. Sebelah tangannya
menggenggam remote control TV, dan yang sebelah lagi memegang
sepotong pretzel. Dia tampak seperti ayah biasa yang sedang bersantai.
Hanya saja hologram manusianya hilang, jadi dia duduk di situ
seperti android yang memparodikan hidup normal. Dan, tentu saja, dia
bukan ayah Erek yang sebenarnya. Dia cuma android yang nyaris
hidup abadi, sedang memainkan perannya.
"Jadi, tidak hanya Erek," kataku.
"Tidak," kata Mr. King tanpa bergerak. "Semua Chee telah
dilumpuhkan. Emiter hologram rusak. Pusat tenaga rusak. Tapi pusat
logika, synthesizer bicara, dan Chee-net berfungsi dengan normal."
tanya Marco.
"Komunikasi antar-Chee," kata Erek. "Kami sudah memiliki
internet sejak nenek moyangmu masih menggambar piktogram di
dinding-dinding piramid."
"Tapi mengapa ini semua terjadi?" tanya Jake. "Bagaimana?"
"Kami tidak tahu," kata Mr. King.
Marco meletakkan Erek di atas sofa dan mulai demorph. Dalam
beberapa menit gorila itu telah mengecil dan bulu hitamnya yang tebal
terisap kembali ke dalam kulit manusia Marco.
"Kau pasti punya penjelasan apa yang bisa melakukan ini.
Kupikir kalian tak bisa dihancurkan," kata Jake. Dia terdengar agak
kesal. Yang sama sekali tidak apa-apa. Aku juga kesal. Kami terbiasa
dengan Chee yang selalu memegang kendali, selalu dapat melakukan
apa saja. Plus, sejauh ini, pagi ini bukan pagi yang menyenangkan.
"Pesawat itu," kata Erek.
"Pesawat itu?" "Pesawat Pemalite."
"Pesawat Pemalite?" ulang Marco. "Pesawat Pemalite apa?"
"Pesawat yang kami sembunyikan jauh di dasar lembah lautan
ribuan tahun yang lalu saat kami mendarat di bumi," kata Erek
menerangkan. "Seharusnya pesawat itu aman dari pengganggu.
Tekanan atmosfer di sana akan membuat manusia menjadi seukuran
marmut." "Eh, seberapa dalam itu?" tanyaku.
"Empat setengah kilometer," kata Mr. King.
Marco bersiul. "Hampir tiga mil dalamnya."
Kami semua memandangnya dengan terkejut.
"Hey," katanya, "kan aku sudah bilang, aku tidak tidur di semua
kelasku." "Chee-net kami berhubungan dengan komputer dalam pesawat
itu," kata Mr. King. "Itu satu-satunya cara untuk melumpuhkan sistem
kami." mengaktifkan tombol kontrolnya"> Tobias bertanya, hinggap di atas
TV, dan menyisir bulu-bulu di sayap kanannya. menjelaskan siapa atau mengapa ini terjadi.>
"Atau apa tujuan mereka melakukan hal ini," tambahku.
"Atau bagaimana memperbaikinya," kata Jake. "Apakah
keadaan ini bisa diperbaiki?"
"Ya, itu mudah saja. Tapi mencapai komputer itu merupakan
tugas yang sangat berbahaya," kata Mr. King.
"Menjadi android yang lumpuh juga tidak aman," kataku.
"Apalagi kalau jelas-jelas ada yang tahu kalian ada di sini dan tak
berdaya." "Bagaimana dengan Chee yang lain?" tanya Cassie.
"Semuanya sama," kata Erek. "Semuanya sudah kehilangan
hologram dan kemampuan mereka untuk bergerak. Kebanyakan aman,
di tempat tersembunyi. Tapi ada dua yang berada di tempat berisiko
tinggi. Yang pertama bekerja sebagai petugas kebersihan di pusat
penelitian nuklir. Saat hologramnya mati, dia berhasil mengunci
dirinya sendiri dalam fasilitas yang digunakan untuk menyimpan
radioaktif." "Paling tidak itu terdengar aman," kata Jake.
"Hanya sampai giliran jaga berganti," kata Mr. King. "Setiap
jam 22.00, semua daerah dalam bangunan itu diperiksa sebelum kru
malam mengambil alih tugas. Siapa pun yang membuat tempat
penyimpanan itu akan melihat teknologi... yang sangat maju... dan
bukan buatan manusia...."
"Kalau Yeerk berhasil menguasai teknologi kami...," kata Erek.
"Jangan berani-berani memikirkannya," gumam Marco.
"Apakah kami harus masuk ke dalam pabrik nuklir itu?"
tanyaku. "Tidak," kata Mr. King. "Keamanannya sangat ketat. Kalian
tidak mungkin mengeluarkan Chee itu tanpa diketahui."
"Bagaimana dengan Chee satunya, yang kaubilang ada dalam
situasi buruk?" tanya Jake tenang. Jake selalu tampil sangat tenang
justru kalau sedang panik.
"Dia dalam posisi yang lebih terdesak," kata Mr. King. "Nama
manusianya Lourdes."
"Dia hidup miskin," kata Erek. "Dia orang tunawisma yang
tinggal di jalanan."
"Apa" Kenapa?" tanya Cassie.
"Kami membutuhkan akses ke semua kelas sosial untuk
mengetahui semua aktivitas Yeerk," kata Erek. "Dan tidak usah
merasa sedih. Kalian tahu kan bahwa Chee punya banyak kehidupan.
Dalam samaran manusianya yang sebelum ini, Lourdes adalah bintang
film. Sangat berhasil."
"Dia tinggal di bangunan tak berpenghuni. Sama sekali tidak
ada orang, tapi setengah bangunan itu digunakan untuk menyimpan
barang-barang curian. Tempat itu dikelola oleh penadah bernama
Strake," kata Mr. King melanjutkan. "Kami curiga dia itu Pengendali."
"Pengendali yang menjadi penadah barang curian?" tanyaku
sambil tergelak. "Ya," kata Erek. "Dengan begitu dia punya banyak jalur ke
dalam dunia kejahatan."
"Wow," kataku. "Menjadi android tidak selalu hidup glamor
ya?" "Memang," kata Erek. "Aku menjadi anak SMP."
"Kami mengerti. Di mana Lourdes ini sekarang?" tanyaku.
"Dia berhasil masuk ke dalam lemari di bawah tangga depan,"
kata Mr. King. "Tapi ada masalah: kami memperoleh informasi polisi
akan menyerang tempat itu. Serangan akan dilakukan 20 menit lagi
dan kami yakin paling tidak ada satu Pengendali-manusia dalam tim
SWAT itu." "Dua puluh menit!" Aku nyaris menjerit.
"Waktunya memang sedikit," kata Mr. King minta maaf. "Tapi
kalian mengerti kan kami tidak bisa meminta kalian untuk
menyelamatkan Chee ini. Kemungkinan kalian akan terluka besar
sekali." "Kemungkinan kami akan terluka setiap hari besar sekali," kata
Marco jengkel. "Di mana?" tanya Jake.
Erek memberitahu alamatnya.
"Lebih baik beritahu kami bangunan-bangunan mencolok,"
kataku tak sabar. "Kami akan terbang."
"Tobias, panggil Ax dan ikuti kami," bentak Jake. "Sekarang!"
Aku menyentakkan pintu sampai terbuka dan Tobias tinggal
landas. "Rumah tak berpenghuni di belakang jalan kereta api. Rumah
itu dari bata, dikelilingi bangunan-bangunan rusak dan dekat tempat
pembuangan sampah," kata Mr. King. "Hati-hati. Lingkungan itu
jelek." "Yeah, kami benar-benar takut akan dirampok," kataku sambil
tertawa. "Jadi coba kukatakan sekali lagi," kata Marco. "Kami harus
menyelamatkan Chee yang lumpuh dari tempat penadah barang curian
sebelum para Pengendali menangkapnya. Lalu kami harus menyelam
ke dasar samudra, menemukan pesawat Pemalite, entah bagaimana
masuk ke dalamnya dan mematikan sinyal sebelum jam 22.00 malam
ini supaya Yeerk tidak dapat menangkap Chee yang berada dalam
tempat penyimpanan di fasilitas sampah nuklir. Sudah semua" Atau
kami juga harus menemukan Air Mancur Awet Muda dan membuat
kue rendah kalori yang rasanya seenak kue Mrs. Fields juga?"
"Tik-tok," kataku sambil menyeringai. "Tik-tok."
"Kau sakit jiwa," kata Marco.
"Ada satu hal lagi," kata Erek. "Sinyal pesawat Pemalite itu
sudah ditangkap oleh pesawat luar angkasa Yeerk yang ada dalam
orbit. Mungkin mereka sudah ada di bawah sana menanti kalian."
Chapter 7 kriminal, aku pasti dihukum tidak boleh keluar setahun,> Marco
bercanda saat kami terbang ke arah selatan kota.
balasku, berhati-hati menjaga jarak
dengan yang lain tapi terbang cukup dekat supaya tetap bisa
berkomunikasi dengan bahasa-pikiran.
Saat kami morf, Erek memberitahu bagaimana caranya masuk
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke dalam pesawat Pemalite. Lalu kami bergerak secepat mungkin,
hanya berhenti untuk mengganti channel televisi Erek. Kedua Chee itu
akan terpaksa diam di sana beberapa lama.
Kami terbang ke luar, tidak berusaha menyimpan tenaga kami.
Kami punya cukup energi. Tapi kami tidak punya waktu.
kata Jake. sini. Kalaupun dia tak bisa melakukan apa-apa, dia bisa menghitung
waktunya.> Di depan ada rel kereta api. Juga mobil-mobil bekas, bangunanbangunan rusak, dan
tumpukan sampah. Mata elangku menunjukkan
semuanya: botol minuman keras pecah, botol-botol kecil yang kosong.
Selongsong peluru yang telah dipakai. Puntung-puntung rokok.
Grafiti. Bahkan udaranya terasa berbeda di sini. Lebih gelap. Lebih
pekat. Diberati tidak adanya harapan.
Medan perang telah diduduki musuh. Dan tiba-tiba, aku tidak
yakin kami bisa memenangkannya.
Aku senang Ax tidak ada di situ. Aku tidak ingin harus
menjelaskan hal ini padanya. Dan aku ragu Tobias bisa
menemukannya tepat waktu untuk turut terlibat.
Lagi pula, siapa yang butuh tenaga bantuan" Penjahat mungkin
bisa menakuti orang biasa, tapi bukan kami. Tugas ini bisa dikerjakan
dengan cepat, dan sangat mudah. Sama sekali bukan masalah besar.
kata Jake. < Rumah yang berpintu besi
besar. Ayo!> Aku menggerakkan sayapku untuk menukik, mengikutinya
turun ke halaman belakang yang penuh semak-semak liar.
Kami punya waktu sekitar lima menit sebelum serangan itu.
Mungkin. Bahkan tidak cukup waktu untuk mendarat, demorph, dan
morf lagi. Ini semua tanda-tanda buruk, tapi...
Tantangan ini membuatku bersemangat!
Aku mendarat di tengah rerumputan dan puing-puing. Aku
langsung mulai demorph menjadi manusia.
Paruhku menggulung ke dalam wajahku. Kepalaku
membengkak dan membesar. Kaki-kakiku memanjang, mengangkatku
ke atas saat bulu-buluku menghilang dan rata menjadi kulit manusia.
Tiba-tiba aku merasa lemah. Untuk beberapa saat aku hanya
seorang gadis. Seorang gadis di tempat yang salah. Sudah waktunya
untuk morf lagi. Menjadi sesuatu yang besar. Sesuatu yang berbahaya.
Sesuatu yang tidak terlalu memedulikan pintu-pintu besi setebal
sembilan milimeter. Jake, Marco, dan Cassie sudah mulai morf mereka. Jake punya
pikiran yang sama denganku: ini tugas yang yang membutuhkan
pukulan kuat. Lupakanlah kehalusan. Tanduk badak sudah mulai
muncul dari kepalanya. Tangan Marco memanjang dan tertutup bulu hitam yang kasar.
Wajah Cassie tumbuh menjadi moncong serigala yang manis.
Aku sebal menjadi yang terakhir. Kututup mataku dan mulai
morf-ku yang berikut dengan terburu-buru.
SPROOOOT! Hidungku memanjang seperti selang pemadam kebakaran.
Proses morf memang tidak pernah enak dilihat. Dan tidak
pernah terduga. Kejadiannya tidak pernah membunuhmu, tapi kadangkadang nyaris
juga. Bagian-bagian tubuh bermunculan atau
menghilang dengan urutan yang aneh.
Itu terjadi begitu saja. Aku telah memiliki sepertiga ukuran
belalai gajah keluar dari wajahku yang masih normal.
Tulang-tulangku tumbuh dan berpindah tempat, membesar
sampai kepalaku cukup sesuai dengan ukuran belalainya - seukuran
dengan mobil Volkswagens yang imut-imut itu.
Kakiku membengkak sampai sebesar tiang telepon. Kulitku
menggelap, menebal menjadi kulit gajah.
Lalu, dalam kecepatan yang memusingkan, kakiku yang
berukuran dahan pohon menjadi seukuran batang pohon. Aku menjadi
sangat tinggi! Tinggiku empat meter, sementara tubuhku membengkak
menjadi timbunan otot seberat tujuh ribu kilogram.
Aku memiliki mata yang sangat awas dan telinga seukuran
handuk pantai. Tiba-tiba terdengar suara pintu mobil dibanting. Blam. Blam.
Blam. "Polisi! Buka pintu!"
Kaca pecah. Kayu hancur. Jake memaki. teriaknya. tugasmu mengangkat Chee itu dan membawanya keluar dari sana.
Yang lain akan melindungimu. Ayo! Ayo! Ayo!>
Chapter 8 "TIARAP! Tiarap!"
"Tiarap di lantai! Tangan di atas kepala!"
"Kubilang tiarap, jangan bergerak!"
Ada selusin polisi, semuanya berteriak. Berapa lama lagi
sebelum mereka menemukan Chee itu"
Dan kalau polisi yang juga Pengendali itu menemukannya
duluan... Dengan berdebar-debar, aku lari menembus semak-semak
berduri tajam menuju rumah itu. Tanah bergetar di bawahku. Benar
lho! Jake ada di sisiku, menyamakan langkah, mengikutiku karena
mata badaknya tak dapat melihat dengan cukup baik sehingga ia tak
tahu ke mana harus berjalan.
Pintu belakang terbuka dan seorang pria kurus yang kotor
terhuyung keluar. "Eeeee-YEEEEE-uh!" teriakku.
"Ahhhh!" teriaknya, ia berbalik dan lari kembali ke dalam.
Lalu... DOR! DOR! DOR! Tembakan! kata Jake.
kataku. BLAM! Jake menabrakkan dirinya ke pintu belakang dan
membuatnya terbuka, terlepas dari engselnya.
Ia mundur. Aku menabrakkan diriku ke ambang pintu. Aku
memasukkan bahuku ke dalamnya, merusak dan melepaskan kusen
kayunya. Mengangkat tubuhku dan merusak langit-langitnya.
Kepalaku yang besar sudah ada di dalam, di dalam kegelapan.
DOR! DOR! DOR! Cahaya tembakan! Ada yang berteriak. Sesosok gelap berlari di
depanku. Ia tidak mengenakan seragam. Aku menggerakkan belalaiku
dan menjegal perutnya. Ia jatuh dengan keras. Pistol jatuh dari genggamannya.
Aku mundur dan Marco serta Cassie masuk melalui lubang
yang telah dibuat Jake dan aku.
Orang-orang berteriak. Suasananya pengap karena
kebingungan. "Berhenti atau kutembak! Hei! Itu badak"!"
"Hhhhrroooaaar!" geram Marco.
"Oh, man, aku benar-benar mabuk!"
DOR! DOR! Dengkingan tinggi dan tajam menggema.
Serigala. Cassie. Ada yang menembak Cassie!
Dengan marah, aku mendorong ambang pintu belakang dengan
bahuku, kali ini dengan seluruh tenagaku. Batu bata bergeser. Semen
runtuh. Aku mendorong lebih kuat. Batu-batu bata itu bergetar dan
seluruh tembok runtuh. Batu-batu bata berguguran di sekelilingku, di
atasku, tapi aku nyaris tidak merasakannya.
"EEEEEYYEEE!" Sambil berteriak, aku memasuki reruntuhan
itu. Kepulan debu menghalangi pandanganku. Masuk ke dalam paruparuku, membuatku
bersin. "HA-CHIII!" Anginnya meniup seorang gadis yang sedang merokok.
"Ya ampun, gajah!" teriak seseorang.
"Panggil bantuan!" teriak seorang polisi. "Ada sirkus lepas di
sini!" Aku mengayunkan belalaiku, menerbangkan beberapa kursi
rusak.
teriakku putus asa, menabrak dinding
dan mencari di kamar berikutnya. Di lantainya terdapat matras-matras
kotor yang berbau pesing.
Seorang pria berkulit sangat pucat dan bermata hitam, yang
terlalu teler untuk bergerak, hanya berbaring di sana, memandangku.
Aku mengangkat kakinya dan melemparkannya keluar melalui
lubang di dinding. Aku tidak ingin tak sengaja menginjaknya. Biarlah
polisi yang mengurusnya nanti.
teriak Cassie.
menggerakkan kakiku! Aku tak bisa demorph di tengah begini banyak
orang.> Gelombang marah yang ganas muncul di dalam otakku.
teriakku sambil menghancurkan dinding yang lain.
DOR! DOR! DOR! "Aaah! Aku kena!" teriak seorang polisi dalam kegelapan.
jawab Marco.
kataku, mengayunkan
kepalaku dan menghancurkan sisa-sisa ambang pintu.
bersama Chee itu. Aku tak bisa mendekatinya. Aku tertusuk.
Keadaannya tidak bagus. Tempat ini gila! > teriak Marco.
lapor Jake dari luar. arah, menghancurkan dinding depan, dan polisi mengelilingiku
dengan mobil patroli mereka.>
Ini gila! Kami terjebak di tengah-tengah adu tembak antara
penjahat dan polisi. Yang terpenting yang dilakukan duluan. Orang yang memegang
senjata itu. Orang yang menembak Cassie.
Aku marah. Dan aku besar.
Tak ada yang bisa menghentikanku.
Kayu, plester, dan panel-panel berguguran di sekelilingku
seperti confetti. Aku menghancurkan rumah itu.
Aku terus menyerbu. Aku menuju kamar depan. Dinding-dinding bergetar.
Lantai kayu yang sudah lapuk itu melengkung, retak, dan pecah.
KRRRAAAKKK! Aku tersandung, kakiku masih ke bagian bawah lantai yang
pecah itu. Satu setengah meter dalamnya. Bukan masalah besar. Aku
bangkit dan melewati pecahan-pecahan kayu yang tajam seperti anak
kecil bermain surfing di pantai.
Paku-paku berkarat dan pecahan kayu menusuk kulitku.
Sakit yang tidak seberapa. Bukan masalah. Aku mengangkat
lantai itu dengan gadingku.
Orang yang memegang senjata itu. Aku menginginkannya dan
aku akan mendapatkannya. Lalu tiba-tiba, di sanalah dia.
Berjongkok di depan pintu lemari di bawah tangga.
Dia kotor. Kurus. Matanya kosong.
Dia juga melihatku. Membidikkan senjatanya tepat ke kepalaku.
"Andalite," ia mendesis dan menarik pelatuknya.
Chapter 9 DOR! Sensasi tajam, menyengat. Rasa sangat sakit yang menyebar.
Darah panas keluar dari kepalaku dan membutakan mata
kananku. "EEEEEYYEE-uh!" aku mengayunkan belalaiku seperti
tongkat baseball. Aku merasakannya memukul tubuh kurus orang itu.
UMPH! "Aaarggh!" orang itu melolong, terbang ke seberang ruangan
dan menabrak jendela depan yang kotor. Ia jatuh ke tanah dan tidak
bangkit lagi, kaca pecah menyiraminya.
Melalui denyutan menyakitkan di kepalaku, aku mendengar
suara-suara dari jalan. "Hei, itu Strake! Itu orang yang kita cari. Cepat, borgol dia!"
teriak seorang polisi. "Bagaimana dengan badak ini" Dia merusak mobil patroliku!"
"Hei, tangkap gorila itu sebelum dia mencabut lampu mobil
patroliku!" "Jangan pedulikan mereka sekarang! Ada tim Animal Control
dan dokter hewan datang dari kebun binatang The Garden. Biar
mereka yang mengurus hewan-hewan itu! Tidak usah dekat-dekat!"
Apa" Aku mengerjap agar dapat melihat melalui darah yang
terus mengucur. Dokter hewan dari kebun binatang The Garden" pikirku. Oh,
bagus. Ibu Cassie kan dokter hewan di The Garden!
Dan dia sangat piawai menangani pistol bius.
panggilku, aku
mulai merasa lemah.
menodongkan senjatanya ke arahku,> kata Marco dengan gugup.
"Tseeeeeer!" "Ya ampun, ada elang juga?" teriak seorang polisi. "Apaan sih
ini, When Animals Attack" Jangan ada yang menembak, kalau tidak
kita bisa-bisa saling tembak!"
panggilku,
sambil melilitkan belalaiku di sekeliling gagang pintu lemari dan
menariknya sampai terbuka.
Itu kabar baik pertama yang kudengar dalam beberapa lama.
Sesosok android duduk menyandar di dinding yang kotor.
Sesosok Chee. Seekor serigala yang terluka dan napasnya putus-putus
teronggok di pangkuannya.
Mereka berdua berlumur darah.
"Hai. Kau pasti Rachel. Erek sudah menceritakan segalanya
tentang kalian. Senang bertemu denganmu."
kataku, aku
merasa tidak nyaman dengan pengetahuan Chee itu. Lalu, kau bisa mendengarku"> tanyaku.
Serigala itu menganggkat kepalanya dan menatapku dengan
matanya yang gelap dan memancarkan kesakitan.
kataku, melilitkan belalaiku ke
sekeliling tubuhnya dan dengan lembut mengangkatnya keluar dari
lemari itu. Ia tertawa lemah. membunuhku.>
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mundur! Lari! Cepat!"
Jeritan-jeritan. Bunyi tubuh-tubuh bertumbukan. Langkahlangkah kaki.
kata Marco, muncul di sampingku dan
mengangkat Cassie. Darah mengucur dari luka terbuka yang
memanjang dari leher ke bahunya. Dua barutan mengerikan menghias
lengan kanannya. tanyaku pada Marco sambil
meraih ke dalam lemari itu lagi dan mengeluarkan Lourdes dengan
belalaiku. Beratnya sama sekali tidak berarti bagi seekor gajah. Gajah
dapat mengangkat pohon. Android hanya seringan bulu.
sana kemari seperti burung gila, menakut-nakuti semua orang. Bahkan
Strake berusaha merangkak ke bawah mobil patroli.>
kataku.
Marco setuju.
Dengan tersandung-sandung, kami berbalik dalam ruang yang
sempit itu dan langsung menghadapi seorang polisi. Dia berkeringat
dan gemetar. Aku tak bisa menyalahkannya.
Tapi ekspresinya berubah. Aku melihat ketakutan yang lain.
Lalu, kebencian yang sudah kukenal.
"Andalite," katanya.
Sambil menyeringai, polisi itu mengangkat pistolnya dan
menarik pelatuknya. DOR! DOR! DOR! DOR! Cassie mendengking. Marco tersentak, terayun, dan tubuhnya condong ke depan,
menghilang ke dalam lubang lantai yang gelap dan lembap.
Chapter 10 AKU mengerjap, terlalu terkejut untuk bergerak.
Aroma mesiu yang tajam memenuhi udara.
Bunyi letusan itu masih bergema di telingaku.
"Berikan android itu, Andalite," desis polisi itu.
Aku nyaris tidak mendengarnya.
Marco. Cassie. Aku menunduk melihat ke dalam lubang itu.
Mereka terbaring, bertumpukan, kelihatannya sudah mati.
Darah mereka yang gelap mengucur menjadi kolam dan
semakin melebar di atas lantai tanah yang kotor, lingkarannya meluas
mendekati kakiku. Pikiran-pikiran bermunculan dan berkelebatan dalam otakku.
Aku terjepit. Terjebak. Di sisi kananku ada tangga. Di sisi kiriku ada Marco dan
Cassie. Aku terjebak di antara tubuh mereka di bawah dan polisi
Pengendali-manusia itu berdiri terpaku di lantai yang rapuh di
depanku. Kalau aku bergerak ke mana pun kecuali ke depan, aku akan
menginjak Marco dan Cassie.
Tapi kalau maju, aku akan mati.
teriakku panik.
Tidak ada jawaban. Kalau mereka mati, orang ini sudah membunuh mereka.
Dan sekarang dia akan membunuhku dan mengambil Lourdes.
Dan Yeerk akan menguasai Chee.
Mereka akan semakin kuat dengan teknologi Chee.
Menjadi semakin sulit dikalahkan.
Otot-ototku gemetar dan kebencian menggelapkan hatiku.
Orang itu telah membunuh sahabatku.
Dia bahkan bisa membunuhku. Baiklah. Tapi dia tidak akan
mendapatkan si Chee. Karena aku akan membunuhnya duluan.
"Berikan android itu, Andalite," ulangnya, mengangkat
pistolnya dan membidik dahiku yang sudah rusak. Dia melangkah
maju, membuat jarak di antara kami tinggal satu setengah meter.
kataku.
Aku mengangkat belalaiku, mengangkat Lourdes tinggi-tinggi
di atas kepalaku. Kuharap pejuang Chee yang anti-kekerasan ini akan
memaafkanku karena telah menggunakannya sebagai senjata.
"Berikan padaku dan mungkin Viser Three akan
mengasihanimu!" bentaknya. "Kau tidak punya harapan untuk lolos,"
lanjut polisi itu, semakin mendekat. "Teman-temanmu sudah mati dan
giliranmu akan datang."
Aku tidak mau mati. Tapi lebih baik mati sebagai ksatria.
Kelebatan warna hitam dan putih tertangkap ekor mataku.
Apa" Tiba-tiba, makhluk kecil, berbulu, yang tampak tak berbahaya,
seukuran kucing rumahan muncul.
Tampak tak berbahaya, kecuali kau tahu apa yang sedang
kaulihat. Kecuali kau tahu apa arti ekor hitam bergaris putih itu.
Sigung itu - Ax, menurut perkiraanku - berjalan di antara kakikaki raksasaku,
membidikkan bokongnya ke arah Pengendali itu dan
menembak tanpa peringatan.
Udara langsung sesak dengan bau sigung memualkan yang
masih segar dan sangat kuat.
Kau pikir kau tahu bagaimana bau sigung karena pernah
mencium bau sigung yang mati tertabrak di jalanan" Kalau begitu kau
masih belum tahu apa-apa tentang kekuatan senjata kimia
menakjubkan yang menyamar sebagai kucing imut berbulu tebal itu.
"AAARGH!" teriak polisi itu, menutup matanya dengan kedua
tangan dan mundur selangkah.
Aku hampir terjatuh bersamanya. Ax tidak membidik ke
arahku, tapi bahkan tembakannya yang cukup dekat itu sangat
mengerikan. perintah Ax, sambil menjauh agar tidak
terinjak. WUUFFFSSS! K-r-r-r-r-ASSH! Flump! Belalaiku, yang diberati android, memukul Pengendali itu,
membuatnya berlutut dan jatuh menembus lantai yang rapuh itu ke
lubang di bawahnya. Dia bergerak sekali lalu terbaring diam. Dia masih bernapas.
Aku tak yakin apakah aku lega melihat kenyataan itu.
Tobias melayang masuk melalui jendela depan yang pecah dan
mendarat seketika. depan! Ibu Cassie ada bersama mereka dan mereka membawa pistol
bius! Kita harus keluar dari sini!>
kataku sambil
meletakkan Lourdes di sepotong lantai yang tampak stabil dan
menurunkan belalaiku ke dalam lubang lantai itu.
kata Ax.
kataku dengan keras kepala, mencari-cari dalam
kegelapan sampai menemukan satu kaki gorila Marco yang berbulu.
Aku melilitkan belalaiku ke sekelilingnya dan mengangkatnya keluar
dari lubang lantai itu. Dia tergantung terbalik di belalaiku, lengannya berayun pelan,
tubuhnya hancur dan lengket karena darah dan debu.
Lalu ia membuka matanya. katanya lemah.
teriakku, aku begitu kaget sampai nyaris
menjatuhkannya.
gumamnya.
Lantai di sekeliling kami bergetar. Pecahan-pecahan plester
menghujani kami dari langit-langit dan retakan-retakan dinding yang
masih tersisa. Control,> kata Tobias, melayang keluar melalui jendela depan yang
kacanya pecah. Ax memperingatkan saat ia melangkah ke
pintu depan.
Aku mengayun Marco ke atas kepalaku dan menjatuhkannya di
atas punggungku yang lebar dan berbulu.
tanyaku. tidak sampai kita mencapai rel kereta api">
semburnya sambil memegang segenggam bulu-bulu tipis di kepalaku
dan menekankan lututnya ke tubuhku.
Sekali lagi aku meraih ke dalam lubang lantai itu dan melilitkan
Penguasa Alam 2 Gento Guyon 24 Perisai Maut Rahasia Mo-kau Kaucu 8
Chapter 1 situs baca secara online ini dibuat oleh Saiful .... admin http://cerita-
silat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis
Racun Ceritasilat.... thank.
NAMAKU Rachel Aku tinggi. Rambutku pirang. Dan aku sedang berdiri di atas
balok keseimbangan, mencoba memberanikan diri untuk melakukan
rol depan. Mencoba menjadi anak normal.
Meskipun saat dipikir lagi, apa yang normal dari seorang
manusia melompat di atas balok kayu yang licin dan sempit"
Tidak ada, memang. Lupakan rol depan itu.
Hei, kenekatan dalam pertempuran membuatku tetap hidup.
Kenekatan dalam kelas senam hanya membuat patah tulang.
Dan supaya bisa tetap bertarung, aku harus menjaga tubuhku
tetap utuh. Keselamatan selalu yang utama. Jadi kalian tahu aku
takkan mengatakan nama keluargaku atau di mana tempat tinggalku.
Informasi itu akan membuatku dan teman-temanku terbunuh.
Bukannya kami tidak akan melawan, tentu saja, tapi tetap saja...
Kami lima anak dan satu Andalite yang sepengetahuanku harus
berpegang pada tiga hal utama yang membuat kami dapat terus hidup.
Kemampuan untuk morf dengan mengambil DNA hewan.
Anonimitas. Tak seorang pun tahu siapa kami.
Keuntungan berada dalam satu tim.
Sejauh ini, itu cukup untuk membuat kami tetap hidup dan
menyerang para Yeerk dengan serius. Mereka spesies parasit yang ada
di sini untuk memperbudak Bumi.
Kalau Yeerk punya daftar "Paling Dicari", kami pasti ada di
urutan atas. Mereka sangat menginginkan kami. Mungkin mereka
akan membunuh kami. Mungkin mereka akan melakukan apa yang
sudah mereka lakukan pada begitu banyak manusia: masuk ke dalam
kepala kami dan mengambil alih otak kami. Membuat kami menjadi
Pengendali. Pengendali adalah orang yang telah diperbudak oleh Yeerk, dan
mereka ada di mana-mana. Mereka orang-orang yang kalian kenal.
Orang-orang yang kalian percayai.
Wakil Kepala Sekolah kami, Mr. Chapman.
Sepupuku, Tom. Para guru, pembawa acara TV, sopir FedEx, pelayan, pelajar,
pekerja bangunan. Semua berkeliaran seperti manusia normal.
Membujuk teman-teman dan keluarga mereka untuk bergabung
dengan Sharing, organisasi yang menutupi kegiatan Yeerk.
Dan begitu kalian bergabung, biasanya tidak ada jalan keluar.
Kalian akan menjadi Pengendali.
Kalian berjalan dan berbicara seperti biasa. Kalian memiliki
ingatan yang sama. Kalian masih akan mengunyah permen karet
dalam kelas dan mengembalikan jatah sayur yang seharusnya kalian
makan ke piring saji saat kalian pikir ibu kalian tidak melihat.
Hanya saja bukan kalian yang melakukannya. Kalian yang
sebenarnya terpenjara dalam kepala kalian, tak berdaya, berteriak
dalam kesunyian kepada Yeerk yang menyandera kalian.
Menjadi Pengendali, dan kalian tidak punya kehendak bebas.
Aku takkan pernah menyerahkan kehendak bebasku.
Karena itulah kami bertempur. Dan sejujurnya, aku menyukai
pertempuran yang seru. Betapa hormon adrenalin terpompa ke seluruh
tubuh karena pertempuran itu. Betapa asyiknya tantangan yang
kuhadapi. Dan sekarang setelah mengakuinya, aku harus mengakui
sesuatu yang lain: Belakangan ini aku takut menyukai hal itu. Karena
aku sangat menunggu-nunggu saat pertempuran berikutnya.
Ayahku berpikir aku setangguh cowok. Sepupuku, Jake, berkata
bahwa keistimewaanku adalah menghajar orang. Marco memanggilku
Xena, The Warrior Princess, dan bercanda bahwa aku selalu jadi
orang pertama yang ingin bertempur.
Dia benar. Aku selalu berdiri di posisi tengah depan. "Ayo
lakukan," kataku, lebih sering daripada yang dapat kuhitung.
Dan aku takut kalau aku terus mengikuti dorongan itu, cepat
atau lambat aku lupa bagaimana cara melakukan hal yang lain. Lupa
bagaimana harus melakukan hal-hal lain yang dulu senang kulakukan.
Aku dulu senang bersenam. Tapi, bukan balok keseimbangan.
Aku senang akan perasaan kuat yang kudapat di palang paralel. Dan
melompat rasanya nyaris sama dengan terbang.
Tidak lagi, tentu saja. Tidak sejak aku menjadi seorang
Animorph. Keasyikan melompat sangat jauh dari keasyikan melayang
sebagai elang kepala botak. Atau berzig-zag sebagai lalat. Dan otototot manusia
sangat payah setelah merasakan gerakan anggun seekor
kucing. Atau menjadi beruang grizzly. Sekarang kita membicarakan
kekuatan. Aku tak bisa menahan diriku sendiri. Rasanya seperti aku
kecanduan atau sesuatu seperti itu. Kecanduan bahaya. Kecanduan
mengalahkan para Yeerk itu.
Dan kecanduan mimpi-mimpiku, paling tidak, meratakan Visser
Three ke jalan, seperti siput besar yang sebenarnya wujud aslinya itu.
Lihat" Sudah kubilang ini mulai membuatku ketakutan.
Visser Three sangat jahat. Tak punya belas kasihan. Sangat
kajam. Jahat. Dia satu-satunya Yeerk yang memiliki kemampuan
morf, satu-satunya Pengendali-Andalite. Dia bertanggung jawab atas
penyerbuan ke Bumi dan dia sangat serius akan pekerjaannya.
Aku juga. "Hei, Rachel!" Aku mendongak, konsentrasiku terganggu. Studio senam itu
kembali nyata. Anak-anak mengobrol. Tertawa. Menekuk tubuh ke belakang
dan meniti papan keseimbangan. Bersenam menggunakan palang
paralel dan gelang-gelang.
Seorang cowok bernama T.T. sedang tersenyum dan melangkah
melintasi matras ke arahku. Dia tidak jelek. Sama sekali tidak.
Aku tidak balas tersenyum. Sampai dia berteriak tadi,
gerakanku baik-baik saja. Tapi sekarang tubuhku berayun dan
keseimbanganku rusak. Tanganku mulai berputar-putar dan kaki
telanjangku, yang terletak satu di depan yang lain di atas balok sempit
itu, mulai bergoyang-goyang.
Aku akan jatuh. "Jangan takut," kata cowok itu, mulai berlari kecil. "Aku akan
menangkapmu." Oh, hebat. Tepat seperti yang tak kubutuhkan. Aku bergerak
dengan tangkas, berusaha mencari pijakan dan melompat.
Gerakan yang keliru. Gerakan itu membuatku bergulung. Tubuhku terlempar ke
samping. Aku menghantam tangan T.T. yang terulur dan jatuh ke atas
matras. BUM! AUW. Telapak tanganku serasa tersengat. Begitu pula pinggulku.
"Kau baik-baik saja?" tanya cowok itu, mengulurkan
tangannya. "Yeah." Aku mengabaikan tangannya. Berdiri.
Wajahku terasa panas. Aku tidak senang tampak bodoh. Dan
sekarang aku tampak bodoh, itu semua salahnya.
Aku memandangnya, merasa sebal. Bersiap mengusirnya.
Dan berhenti. Dia benar-benar ganteng. Dia lebih tinggi dariku. Matanya biru, seperti mataku. Lesung
pipi, tidak sepertiku. "Jadi, kurasa karena kau menjatuhiku ini berarti kau benarbenar suka padaku,
ya?" tanyanya, menyeringai. "Mau nonton bioskop
atau jalan-jalan?" Chapter 2 "APA katamu?" bentakku.
Cowok itu bersandar ke balok keseimbangan, tampak pede dan
santai. "Aku bertanya apakah kau ingin nonton bioskop atau jalanjalan."
Aku memandangnya. Itu belum semua yang dikatakannya tadi.
Dan yang tidak diulanginya, tentang aku jatuh cinta padanya,
membuatku kesal. Dia ganteng. Lebih baik lagi, dia manusia.
Kalian tahu tidak, kalau T.T. dan aku pergi nonton film
sepanjang sembilan puluh menit, kami bisa makan pizza setelahnya.
Atau pergi ke McDonald's. Atau apa pun deh.
Dia tak perlu harus demorph menjadi elang ekor merah sebelum
tenggat waktu dua jam habis.
Kencan dengan T.T. akan menjadi kencan yang normal.
Mungkin bahkan menyenangkan. Tidak ada ketegangan. Tidak ada
ketakutan. "Well?" tanyanya.
"Dalam mimpimu," kataku tiba-tiba. Aku beranjak dan berjalan
ke arah ruang ganti. Dia tidak berusaha menghentikanku.
Aku mendorong pintunya sampai terbuka.
BUM! Pintu itu menghantam dinding semen.
Ruang ganti itu kosong. Bergema.
Bagus. Aku sedang tidak ingin mengobrol dengan siapa pun
saat ini. Aku tidak suka pada apa yang sedang kurasakan. Aku tidak
suka caraku menjawab ajakannya tadi. Aku tidak suka saat keraguraguan, saat aku
mengingat-ingat fakta bahwa aku satu-satunya cewek
di sekolah yang... kurasa "pacarnya" adalah... bagaimana ya... burung.
Aku merasakan kemarahanku bangkit. Aku marah pada T.T.,
marah pada Tobias. Marah pada diriku sendiri. Mengapa aku sampai
ragu-ragu" "Gee, aku tak tahu, Rachel," aku bergumam pada diriku sendiri.
"Mungkin karena T.T. tidak punya paruh. Mungkin karena itu."
Aku menyentakkan jinsku dan memakai jaket untuk menutupi
baju senamku. Aku memasang kaus kaki dan sepatu lariku.
Mengapa aku tidak bilang, ya"
Mudah saja. Karena aku memiliki berbagai sifat, beberapa
malah bukan sifat yang menyenangkan, tapi aku bukan orang yang
tidak setia. Aku tidak mengkhianati orang. Terlebih Tobias.
Tapi bayang-bayang dalam pikiranku tidak mau pergi.
Terutama bayang-bayang mata yang memandang ke dalam mataku
dan tidak melotot dengan kegarangan predator.
Aku berkencan... kalau kau bisa menggunakan kata itu... dengan
cowok yang menghabiskan sebagian besar waktunya terbang
menggunakan angin termal, berbicara dengan bahasa-pikiran, dan
memakan mamalia kecil. Cowok yang berbulu. Memiliki cakar. Dan paruh yang bengkok
serta tampak ganas. Dan sesekali, selama hampir dua jam langsung, memiliki
rambut pirang-kotor yang berantakan dan mata yang mencerminkan
kesakitan, kelembutan, dan harapan.
Dia temanku. Rekanku sesama pejuang.
Kami terbang bersama. Melawan Yeerk bersama.
Kami bukan anak-anak biasa.
Tiba-tiba aku tertawa dan seorang cewek menatapku. Yeah,
kata-kata tidak normal pasti bisa menggambarkan keadaan kami
sepanjang waktu. Aku melangkah keluar dan memandang langit, seperti yang
selalu kulakukan. Mencari siluet familier yang terbang di langit biru.
Mencari kelebatan warna merah di bulu ekornya.
Tapi Tobias tidak ada di sana, dan aku kecewa. Oh, well, dia
mungkin sedang makan bayi kelinci atau sesuatu. Tingkah laku
normal elang ekor merah. Mungkin itu lebih dari sekadar normal.
Dan mungkin aku hanya harus menemukan cara untuk hidup
dengannya. Menemukan cara untuk menikmati sesuatu selain
bertempur. Senam tidak memuaskanku. Tidak hari ini.
Tapi mungkin belanja bisa menyenangkanku.
Aku menuju mall. Ada beberapa masalah emosional yang tidak bisa diperbaiki
dengan belanja Old Navy dan Express.
Aku berlari kecil hampir sepanjang jalan dan merasakan
kelegaan bercampur antisipasi saat masuk ke ruangan ber-AC itu.
Ahhh. Lampu-lampu warna-warni. Musik. Orang-orang mengobrol.
Tertawa. Semua bersatu dalam tujuan yang sama.
Belanja. Aku menuju The Limited. Langsung masuk ke dalam toko itu
dan memeriksa rak barang-barang yang mendapat potongan harga.
Tidak ada yang bagus, tapi bukan masalah. Berikut.
Aku keluar dari The Limited dan hampir menabrak Cassie.
"Cassie! Apa yang kaulakukan di sini?" kataku. "Mengapa kau tak
bilang kau mau pergi belanja?"
"Pertanyaan yang mana yang mau dijawab lebih dulu?" tanya
Cassie, tertawa dan mengepit kantong belanjaannya.
"Yang mana saja. Keduanya," kataku, memukul kantong
belanjaan itu dan menariknya sampai lepas dari pegangan Cassie.
"Ooh, The Body Shop. Keren. Apa yang kaubeli?"
"Minyak mandi untuk ulang tahun ibuku," katanya. "Eh,
Rachel?" "Apa?" kataku. Mata Cassie melebar. Aku menoleh ke arah
tatapannya. Erek si Chee berdiri di depan The Cap.
"Jadi Erek sedang belanja juga," kataku sambil mengangkat
bahuku. "Memangnya kenapa" Yang patut dipertanyakan adalah dia
pikir apa yang akan ditemukannya di Nine West" Sepasang sandal?"
"Lihat," bisik Cassie. "Itu terjadi lagi!"
Erek mengerjap. Hologram manusianya mengabur. Menghilang.
Sesaat memperlihatkan Erek si Chee yang sebenarnya.
Android. Chapter 3 "WHOA! Itu tidak bagus," kataku.
"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Cassie saat hologram Erek
bergoyang lagi. "Kita tak bisa membiarkan..."
"Banyak telinga di sekeliling kita," aku memperingatkan.
Cassie terdiam. Erek adalah android. Bagian dari spesies android yang
diciptakan untuk menjadi pendamping jinak Pemalite, ras cinta damai
yang telah dimusnahkan Howler.
Erek adalah mata-mata anti-Yeerk. Dia juga sahabat kami.
"Rachel, kita harus melakukan sesuatu," bisik Cassie.
"Yeah. Ayo bergerak."
Hologram Erek - ilusi anak laki-laki normal - meredup,
memperlihatkan piringan-piringan baja dan gading yang berhubungan.
"Kita harus tetap tenang. Bersikap biasa," Cassie
memperingatkan. Benar. Kami bergerak di antara orang-orang dan mendekat untuk
melindungi Erek dari pandangan orang banyak.
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hai, Erek," kataku. "Apa kabar" Selain kau tampak seperti
gambar TV saat badai petir."
Ia memandangku. Dan ia kelihatan ketakutan.
"Erek, kau harus keluar dari sini. Ada yang salah dengan
hologrammu." "Aku tahu," gumamnya, membungkuk seolah ingin
menyembunyikan dirinya. "Aku tahu. Tak bisa memperbaikinya. Aku
sudah mencoba menjalankannya setiap..."
"Yeah, ceritakan semuanya nanti. Ayo, kita harus keluar dari
sini," aku memotong, menarik tangannya. Hologram manusianya
menipis seperti film yang diproyeksikan ke layar. Semua tamengnya
hilang. Jari-jariku menyentuh baja, bukan daging manusia yang
diproyeksikan. "Kita ke mana?" tanya Cassie.
"Bagaimana kalian akan menyembunyikanku?" Erek terseret, ia
nyaris tak bisa menggerakkan kakinya. Seperti bayi yang terlalu besar
yang berusaha melangkah untuk pertama kalinya.
"Ke dalam sini," kataku, memasuki satu-satunya toko tempat
android tidak akan tampak aneh kalau hologramnya benar-benar
rusak. Spencer's Gift. Tampat barang-barang aneh, liar, dan indah. Topeng-topeng.
Memorabilia X-Files. Makhluk ruang angkasa dalam bola salju.
Makhluk-makhluk ruang angkasa di mana-mana.
Erek berkelap-kelip. Gemetar.
"Cepat, ke sudut," kataku, menangguk ke belakang toko, sejauh
mungkin dari cowok remaja yang menjaga kasir. "Di samping lampu
strobe. Kalau ada yang melihatnya, mereka akan berpikir
hologramnya adalah ilusi optikal atau apa."
"Ide bagus," kata Cassie, menyeret lengan Erek. "Aku tidak
memikirkan Spencer's."
"Ilmu pengetahuan mall," kataku. "Itu akan menjadi jurusanku
saat kuliah nanti." Erek telah berhenti berjalan. Ia tak bergerak lagi. Mengerutkan
kening. Piringan-piringan baja dan gading tampak.
"Maaf," katanya.
Sangat aneh. Memandanginya saat itu seperti memakai
kacamata X-ray dan bisa melihat tulang-tulangnya langsung di balik
kulitnya. "Ayolah," aku menyemangati.
Ia menggerakkan kakinya. Sangat pelaaaan.
"Erek, ayolah," bisik Cassie. "Kau harus lebih cepat!"
"Oh, ya?" katanya, kembali menggerakkan kakinya dengan
gerakan slow motion itu. "Kalian tahu, aku benar-benar tidak tahu
kalau situasinya seserius itu."
"Kau tidak bisa berjalan, tapi bisa mengatakan komentar
sarkastik?" tanya Cassie.
Lalu Erek membeku. Cassie dan aku berpandangan. Ia meraih satu tangan Erek, aku
meraih yang sebelahnya lagi.
Entah bagaimana kami menyeretnya menyeberangi lorong ke
sebelah belakang toko tanpa ada yang memperhatikan, tapi itu tidak
mudah. Erek terbuat dari baja yang beratnya kurang-lebih lima puluh
kilogram. Kami membuatnya berdiri di sudut antara setumpuk poster
Star Wars dan replika makhluk ruang angkasa dari film Alien dalam
ukuran sebenarnya. Kami melangkah mundur. Lampu-lampu di sekeliling Erek menyala.
Erek. Android. Erek. Android. Android. Android. "Oh, man," gumamku, melirik Cassie.
"Sekarang apa?" katanya.
Aku tak punya ide. "Whoa, keren." Seorang anak yang mengenakan kaus
bergambar Hanson berteriak. Ia mendekat dan memperhatikan tubuh
android Erek. "Berapa ya harganya?" Ia semakin mendekat, mencari
label harga. "Ehhh...," kata Cassie, sangat menolong.
"Akan kucari tahu," kataku. "Maksudku, kami juga ingin tahu.
Android. Keren." Aku menjauh, sambil memberi tanda agar Cassie
tetap di sana dan mengawasi Erek yang malang.
Aku cepat-cepat harus melakukan sesuatu supaya para pembeli
menjauh. Untunglah aku tahu bagaimana caranya. Aku melepaskan
salah satu label harga dari kecoak bohongan dan kembali ke lorong
tempat pena cacing karet dipajang.
Harga kecoak itu lima dolar. Aku mencoret harganya, membalik
label itu, dan menulis "$5.000,00."
Anak yang mengenakan kaus Hanson berkata, "Lima ribu dolar
untuk timbunan baja yang bahkan tidak bisa berjalan atau berbicara!
Apa mereka gila?" Ia pergi. Tapi orang lain pasti datang. Dan bahkan
petugas kasirnya, cowok kuliahan bertampang culun yang sedang
menelepon itu, sudah memperhatikan kami.
Saat anak itu sudah pergi, Erek berkata, "Sebenarnya perkiraan
hargaku dalam dolar Amerika jauh di atas biliunan."
"Dengar, tetap di sini dan jaga dia, oke?" aku berbisik pada
Cassie. "Aku akan segera kembali. Dan Erek" Jangan khawatir,
sahabatku, kami akan mengeluarkanmu dari sini."
"Jaga dia?" kata Cassie. "Apa maksudmu, jaga dia" tunggu!"
Cassie mencengkeram tanganku. "Kau akan menelepon Jake, kan?"
"Apakah harus?" kataku, agak pusing karena sejauh itu aku
yang harus mengambil keputusan. "Aku sedang berpikir lebih enak
menelepon untuk pesan pizza, tapi kurasa lebih baik aku menelepon
Jake." Cassie menatapku dengan kesal. "Terima kasih. Lucu sekali. Ini
pertanyaan untukmu: Apa yang akan kulakukan bila ada Pengendali
yang melihat Erek dan menyadari sebenarnya dia ini apa?"
Itu membuat sebagian besar rasa pusingku hilang.
"Lindungi.dirimu sendiri," kataku. Aku memandang mata Erek
yang membeku. "Kaulah yang paling penting, Cassie. Kalau bahaya
datang, tinggalkan Erek."
Chapter 4 AKU menemukan telepon koin yang tidak sedang digunakan.
Aku menekan nomor telepon Jake dan menunggu sementara telepon
di ujung sebelah sana berdering.
Tolonglah ada di rumah, pikirku sambil menggigiti bibir
bawahku. Empat. Lima. Enam. "Halo?" "Jake?" tanyaku sambil mencengkeram gagang telepon.
"Bukan. Ini Tom."
Aku membeku. Tom, kakak Jake. Sepupuku.
Pengendali. Dan orang terakhir yang ingin kuajak bicara. Aku harus hatihati. Sangat hati-
hati. "Hai, Tom," kataku dengan nada santai. "Ini Rachel. Jake ada?"
"Yeah. Tunggu." Aku mendengar suara gagang telepon itu
diletakkan. Cepatlah, pikirku sambil melirik ke arah Spencer's. Tiga cewek
sedang menuju toko itu. "Halo?" "Jake!" teriakku ke gagang telepon itu. "Apa yang terjadi pada...
di mana kau?" "Hah?" katanya, terdengar bingung.
Oke, Rachel, hati-hati sekarang. Kalau-kalau ada yang
mendengarkan. "Aku tak percaya kau lupa," kataku, memelankan suaraku tapi
berusaha supaya terdengar kesal. "Kau seharusnya menemui aku dan
Cassie di mall setengah jam yang lalu. Kami sudah menunggumu di
depan Spencer's." Keheningan sesaat. "Oh, man, sori," kata Jake, kayak dia mengerti saja apa yang
sedang kubicarakan. "Aku sedang main bersama Marco..."
"Bagus," potongku. "Ajaklah dia. Kami bertemu Erek, tapi kami
butuh bantuan untuk membawa pulang belanjaan kami. Belanjaan
kami sangat berat. Sangat, sangat berat."
"Yeah, oke," katanya ringan. "Kami segera berangkat."
"Sampai nanti!" kataku riang. Aku meletakkan gagang telepon
ke tempatnya. Aku memaksakan diri untuk tersenyum pada seorang
wanita yang sedang berdiri mengantre di belakangku. Aku berkata,
"Cowok. Benar-benar tak bisa dipercaya."
Aku menarik napas panjang beberapa kali. Sekarang sisa
masalahnya. Perhentian pertamaku, The Gap.
Hanya ada satu cara untuk mengeluarkan Erek dari mall ini, dan
itu sama dengan caranya masuk tadi.
Melalui pintu, sebagai manusia.
Aku menggunakan kartu kreditku untuk membayar belanjaan
yang mahalnya agak keterlaluan lalu buru-buru kembali ke Spencer's.
Aku sudah pergi selama dua puluh menit. Aku menemukan Cassie
sedang menghadapi segerombolan anak-anak dan orang dewasa,
termasuk petugas kasir Spencer's.
Cassie sedang berbicara pada mereka. Ia juga sedang
berkeringat dan mengalami kesulitan bernapas. Cassie bukan tipe
orang yang senang menarik perhatian.
"Ya, ini memang model terbaru dari K-Tel. Ini Droid-Dapur
yang terbaru. Bisa memotong tipis-tipis. Bisa memotong kotak-kotak.
Bisa membuat kentang goreng Julie Ann."
"Maksudmu kentang goreng julienne?" tanya seorang wanita
dengan nada sinis. "Kentang goreng apa pun deh," kata Cassie, suaranya tercekik
keputusasaan. "Droid-Dapur ini bahkan bisa bertanya, 'Anda mau
kentang goreng menyertai menu itu"'"
"Jadi mengapa benda ini tidak melakukan semua itu?" tanya
seorang anak. "Yeah, nyalakan," kata anak yang lain.
Aku melihat lutut Cassie agak gemetar. Ia benar-benar bukan
orang yang bisa berbicara di depan umum.
"Ini cuma model, kan?" kataku keras-keras.
"Ya!" teriak Cassie, seolah aku baru saja membeberkan rahasia
untuk bisa menang lotre. "Ya! Ini cuma model! Ini bukan DroidDapur yang asli!
Yang asli tidak akan dijual sampai... oh, kira-kira,
mmm..." "Enam bulan lagi," kataku.
Gerombolan itu bubar. Cassie mencengkeram tanganku, kukukukunya menusukku. "Kau
ke mana saja" Aku sudah nangis darah!"
"Belanja," kataku. Dan sebelum Cassie bisa mencekikku, aku
menambahkan, "Untuk Erek. Dia membutuhkan pakaian dan
samaran." Aku mulai mengeluarkan kaus, celana, dan pakaian dalam dari
kantong-kantong yang kubawa.
"Pakaian dalam?" jerit Cassie. Ia mengangkat sehelai celana
dalam. "Pakaian dalam merk Tommy Hilfiger" Dia cuma an..." ia
memandang ke sekeliling untuk meyakinkan tak seorang pun bisa
mendengar. "Dia android. Dia tidak butuh pakaian dalam buatan
desainer." "Sori. Tidak ada Wal-Mart di mall ini," bisikku.
"Eh, Rachel" Dia kan android" Halo" Dia bahkan tidak butuh
celana, kecuali untuk samaran."
"Oh. Baiklah, aku mengerti." Aku memandang celana dalam
itu. "Mungkin akan kuberikan pada Jake."
"Halo?" kata Erek. "Bisakah kita tidak usah mendiskusikan
apa..." Tiba-tiba ia terdiam.
"Aku baru saja menelepon manajerku."
Suara itu membuatku terlompat. Aku berbalik. Petugas kasir itu.
"Aku barus saja menelepon manajerku," ia mengulangi.
"Katanya tidak ada benda bernama Droid-Dapur. Dia ingin aku
mencari tahu siapa kalian dan memanggil keamanan mall dan..."
"Grrrooooahhh!!"
Petugas kasir itu melompat setinggi kira-kira lima belas
sentimeter. "Oh, lihat! Orang memakai baju gorila," kataku, hampir tertawa
saat melihat Jake dan gorila besar - gorila sungguhan, tentu saja -
memasuki toko. Gorila itu - Marco yang morf - mengenakan papan iklan yang
menutupi dada dan punggungnya. Gambarnya dibuat dengan kasar
menggunakan spidol Magic Marker. Gambar itu mengiklankan film:
King Kong vs. Gudzilla. Ya, benar, Gudzilla. "Kostum gorilanya realistis sekali," kata petugas kasir itu
dengan curiga. "Lihat!" aku berteriak kepada cowok itu. "Lampu lava itu mau
menjatuhimu dan bisa membuatmu pingsan!"
"Hah?" petugas kasir itu mendongak dan Marco benar-benar
tidak menangkap isyaratku.
"Aku bilang, lampu itu bisa membuatmu pingsan!" Aku
mengulangi sambil memelototi Marco.
sebelah tangannya yang besar dan dengan lembut memukul kepala
cowok itu. Petugas kasir itu jatuh seperti sekarung semen.
"Apa yang terjadi?" tanya Jake, setelah kami yakin petugas
kasir itu masih hidup. "Erek. Dia membeku," kataku. "Aku punya pakaian untuknya.
Ayo kita pakaikan, cepat! Lalu bawa dia keluar dari sini."
"Dia seperti Manusia Kaleng dalam film The Wizard Of Oz,"
kata Cassie sambil memperbaiki posisi petugas kasir itu supaya dia
merasa lebih nyaman meskipun pingsan. "Kalian tahu, semuanya
membeku." "Ayo, kita pakaikan bajunya," bentak Jake, mengambil alih
kepemimpinan. Aku merasa sedikit kesal. Tapi juga lega.
"Marco, angkat dia," kata Jake.
Marco memegang pinggang Erek, dan dengan menggunakan
kekuatan gorilanya yang tak terbatas, memasukkan lengan Erek ke
dalam bajunya.
"Aku sudah mendengar itu, oke?" kata Erek.
"Bagaimana dengan wajahnya" Topeng?"
Jake lari untuk mengambil beberapa topeng yang bisa menutupi
seluruh kepala. "Ada Clinton, Gingrich, dan satu Teletubby. Rasanya
Dipsy." "Itu bukan Dipsy," Cassie membenarkan. "Itu Tinky Winky.
Dipsy warnanya hijau dan tanduknya lurus ke atas. Tinky Winky
tanduknya berbentuk segitiga."
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Po," kata Cassie.
kalian berhasil tidak tertangkap hingga saat ini?"
Sementara percakapan yang agak idiot itu berlangsung, aku
mendandani android pertamaku. Aku telah menebak semua ukurannya
dengan tepat. "Aku dewi belanja," kataku puas.
Petugas kasir itu mengerang.
"Kita harus buru-buru," kata Jake. "Pilih: Gingrich atau
Clinton?" Semenit kemudian seekor gorila, yang mengenakan papan iklan
dengan tulisan film yang iklannya salah eja, menggendong Bill
Clinton yang didandani dengan sangat trendi di atas pundaknya keluar
dari mall. Untungnya, ada diskon besar-besaran di toko pakaian, jadi tidak
banyak orang yang memperhatikan kami.
Paling tidak, itulah dugaanku saat itu.
Chapter 5 KAMI naik bus sampai dekat rumah Erek, dan turun dengan
perasaan beruntung. Merasa terlalu beruntung.
"Untung tidak ada orang lain dalam bus itu selain kita," kata
Jake padaku. Marco sudah jauh di depan, berjalan di trotoir sambil
memanggul Erek. "Yeah." Aku memandang berkeliling jalanan yang sepi itu.
"Untung. Bagaimana bisa gorila yang memanggul Bill Clinton tidak
menarik perhatian" Kita berjalan keluar dari mall dan tidak ada polisi
yang berusaha menghentikan kita" Kita naik bus dan pengemudinya
nyaris tidak memperhatikan kita" Dan kitalah satu-satunya
penumpang bus itu" Maksudku, ayolah. Berapa besar sih
kemungkinan hal itu bisa terjadi?"
"Kecil sekali," Cassie mengakui.
"Jadi hologram Erek menghilang, dan dia tampil sebagai
android, tapi sekarang dia sudah keluar dari mall, sementara tidak ada
yang memperhatikan," kataku. "Aneh."
"Mungkin tidak," kata Cassie. "Mungkin semua orang hanya
sedang sibuk dan kita semua cuma terlalu paranoid, iya nggak?"
Mungkin, tapi kurasa tidak. Instingku mengatakan ada sesuatu
yang aneh di sini. Tahu kan, aku telah belajar untuk mempercayai kebetulankebetulan.
"Tahu nggak?" kata Jake muram. "Saat Marco dan aku masuk
ke mall, di sana ada banyak sekali mobil teknisi listrik di mana-mana.
Aku dengar salah satu pekerja mengatakan sesuatu tentang semua
kamera pengawas mati. Aku tidak memikirkannya saat itu..."
Apa" Tidak ada rekaman video tentang apa pun yang telah
terjadi, saat mall itu mungkin saja penuh sesak oleh Pengendali" Saat
kamar ganti di The Gap adalah salah satu pintu utama menuju kolam
Yeerk" Tidak mungkin. "Yeerks?" tanya Jake sambil mengerutkan dahinya.
"Mengapa mematikan hologram Erek lalu meyakinkan bahwa
tidak ada bukti yang tertinggal?" tanyaku.
"Kita dilindungi atau dijebak?" tanya Cassie.
"Jadi ini semacam, aku tak tahu, seperti jalan keluar yang aman,
atau apa?" Jake bertanya-tanya.
"Atau apa," gumamku.
Marco.
"Jadi pada dasarnya tidak jauh berbeda dari dirimu sendiri?"
kataku, lalu berharap aku tidak pernah mengatakan hal itu.
Tahu kan, kekuatan morf ini merupakan senjata yang luar biasa.
Tapi kemampuan ini juga seperti pisau bermata dua, karena kalau kau
tinggal dalam satu morf lebih dari dua jam, kau terperangkap di
dalamnya selamanya. Seperti Tobias. Memikirkan Tobias membuatku teringat kembali pada masalah
yang kuhadapi tadi pagi. Aku, mencoba bertingkah normal. Jatuh dari balok
keseimbangan. T.T. mengajakku berkencan.
Adrenalinku mulai berhenti berpacu. Emosi normalku muncul.
Emosi normal seperti rasa bersalah. Rasa bersalah karena aku telah
mempertimbangkan ajakan T.T.
Dan seolah bisa membaca pikiranku, Tobias melayang turun
dan mendarat di atas sebuah pohon beberapa rumah dari halaman
depan rumah Erek.
Jake bergerak mendekati Tobias supaya suaranya bisa
terdengar. "Ada yang mengikuti kami?"
Marco menjelaskan.
si Chee?" tanya Cassie.
mereka akan memperoleh semua jawaban yang mereka butuhkan
dengan sangat cepat. >
Tobias benar. Kalau Yeerk berhasil membuat salah satu dari
kami menjadi Pengendali, semua rahasia kami akan terbongkar.
"Aku tak tahu," kata Cassie sambil menggelengkan kepalanya.
"Kupikir kau benar, Rachel. Ada yang aneh pada kejadian ini."
Dan begitu Jake membuka pintu depan rumah Erek dan kami
melangkah ke dalam, aku tahu kejadian ini akan semakin aneh.
Chapter 6 MR. KING, "ayah" Erek, duduk di sofa. Sebelah tangannya
menggenggam remote control TV, dan yang sebelah lagi memegang
sepotong pretzel. Dia tampak seperti ayah biasa yang sedang bersantai.
Hanya saja hologram manusianya hilang, jadi dia duduk di situ
seperti android yang memparodikan hidup normal. Dan, tentu saja, dia
bukan ayah Erek yang sebenarnya. Dia cuma android yang nyaris
hidup abadi, sedang memainkan perannya.
"Jadi, tidak hanya Erek," kataku.
"Tidak," kata Mr. King tanpa bergerak. "Semua Chee telah
dilumpuhkan. Emiter hologram rusak. Pusat tenaga rusak. Tapi pusat
logika, synthesizer bicara, dan Chee-net berfungsi dengan normal."
"Komunikasi antar-Chee," kata Erek. "Kami sudah memiliki
internet sejak nenek moyangmu masih menggambar piktogram di
dinding-dinding piramid."
"Tapi mengapa ini semua terjadi?" tanya Jake. "Bagaimana?"
"Kami tidak tahu," kata Mr. King.
Marco meletakkan Erek di atas sofa dan mulai demorph. Dalam
beberapa menit gorila itu telah mengecil dan bulu hitamnya yang tebal
terisap kembali ke dalam kulit manusia Marco.
"Kau pasti punya penjelasan apa yang bisa melakukan ini.
Kupikir kalian tak bisa dihancurkan," kata Jake. Dia terdengar agak
kesal. Yang sama sekali tidak apa-apa. Aku juga kesal. Kami terbiasa
dengan Chee yang selalu memegang kendali, selalu dapat melakukan
apa saja. Plus, sejauh ini, pagi ini bukan pagi yang menyenangkan.
"Pesawat itu," kata Erek.
"Pesawat itu?" "Pesawat Pemalite."
"Pesawat Pemalite?" ulang Marco. "Pesawat Pemalite apa?"
"Pesawat yang kami sembunyikan jauh di dasar lembah lautan
ribuan tahun yang lalu saat kami mendarat di bumi," kata Erek
menerangkan. "Seharusnya pesawat itu aman dari pengganggu.
Tekanan atmosfer di sana akan membuat manusia menjadi seukuran
marmut." "Eh, seberapa dalam itu?" tanyaku.
"Empat setengah kilometer," kata Mr. King.
Marco bersiul. "Hampir tiga mil dalamnya."
Kami semua memandangnya dengan terkejut.
"Hey," katanya, "kan aku sudah bilang, aku tidak tidur di semua
kelasku." "Chee-net kami berhubungan dengan komputer dalam pesawat
itu," kata Mr. King. "Itu satu-satunya cara untuk melumpuhkan sistem
kami."
TV, dan menyisir bulu-bulu di sayap kanannya.
"Atau apa tujuan mereka melakukan hal ini," tambahku.
"Atau bagaimana memperbaikinya," kata Jake. "Apakah
keadaan ini bisa diperbaiki?"
"Ya, itu mudah saja. Tapi mencapai komputer itu merupakan
tugas yang sangat berbahaya," kata Mr. King.
"Menjadi android yang lumpuh juga tidak aman," kataku.
"Apalagi kalau jelas-jelas ada yang tahu kalian ada di sini dan tak
berdaya." "Bagaimana dengan Chee yang lain?" tanya Cassie.
"Semuanya sama," kata Erek. "Semuanya sudah kehilangan
hologram dan kemampuan mereka untuk bergerak. Kebanyakan aman,
di tempat tersembunyi. Tapi ada dua yang berada di tempat berisiko
tinggi. Yang pertama bekerja sebagai petugas kebersihan di pusat
penelitian nuklir. Saat hologramnya mati, dia berhasil mengunci
dirinya sendiri dalam fasilitas yang digunakan untuk menyimpan
radioaktif." "Paling tidak itu terdengar aman," kata Jake.
"Hanya sampai giliran jaga berganti," kata Mr. King. "Setiap
jam 22.00, semua daerah dalam bangunan itu diperiksa sebelum kru
malam mengambil alih tugas. Siapa pun yang membuat tempat
penyimpanan itu akan melihat teknologi... yang sangat maju... dan
bukan buatan manusia...."
"Kalau Yeerk berhasil menguasai teknologi kami...," kata Erek.
"Jangan berani-berani memikirkannya," gumam Marco.
"Apakah kami harus masuk ke dalam pabrik nuklir itu?"
tanyaku. "Tidak," kata Mr. King. "Keamanannya sangat ketat. Kalian
tidak mungkin mengeluarkan Chee itu tanpa diketahui."
"Bagaimana dengan Chee satunya, yang kaubilang ada dalam
situasi buruk?" tanya Jake tenang. Jake selalu tampil sangat tenang
justru kalau sedang panik.
"Dia dalam posisi yang lebih terdesak," kata Mr. King. "Nama
manusianya Lourdes."
"Dia hidup miskin," kata Erek. "Dia orang tunawisma yang
tinggal di jalanan."
"Apa" Kenapa?" tanya Cassie.
"Kami membutuhkan akses ke semua kelas sosial untuk
mengetahui semua aktivitas Yeerk," kata Erek. "Dan tidak usah
merasa sedih. Kalian tahu kan bahwa Chee punya banyak kehidupan.
Dalam samaran manusianya yang sebelum ini, Lourdes adalah bintang
film. Sangat berhasil."
"Dia tinggal di bangunan tak berpenghuni. Sama sekali tidak
ada orang, tapi setengah bangunan itu digunakan untuk menyimpan
barang-barang curian. Tempat itu dikelola oleh penadah bernama
Strake," kata Mr. King melanjutkan. "Kami curiga dia itu Pengendali."
"Pengendali yang menjadi penadah barang curian?" tanyaku
sambil tergelak. "Ya," kata Erek. "Dengan begitu dia punya banyak jalur ke
dalam dunia kejahatan."
"Wow," kataku. "Menjadi android tidak selalu hidup glamor
ya?" "Memang," kata Erek. "Aku menjadi anak SMP."
"Kami mengerti. Di mana Lourdes ini sekarang?" tanyaku.
"Dia berhasil masuk ke dalam lemari di bawah tangga depan,"
kata Mr. King. "Tapi ada masalah: kami memperoleh informasi polisi
akan menyerang tempat itu. Serangan akan dilakukan 20 menit lagi
dan kami yakin paling tidak ada satu Pengendali-manusia dalam tim
SWAT itu." "Dua puluh menit!" Aku nyaris menjerit.
"Waktunya memang sedikit," kata Mr. King minta maaf. "Tapi
kalian mengerti kan kami tidak bisa meminta kalian untuk
menyelamatkan Chee ini. Kemungkinan kalian akan terluka besar
sekali." "Kemungkinan kami akan terluka setiap hari besar sekali," kata
Marco jengkel. "Di mana?" tanya Jake.
Erek memberitahu alamatnya.
"Lebih baik beritahu kami bangunan-bangunan mencolok,"
kataku tak sabar. "Kami akan terbang."
"Tobias, panggil Ax dan ikuti kami," bentak Jake. "Sekarang!"
Aku menyentakkan pintu sampai terbuka dan Tobias tinggal
landas. "Rumah tak berpenghuni di belakang jalan kereta api. Rumah
itu dari bata, dikelilingi bangunan-bangunan rusak dan dekat tempat
pembuangan sampah," kata Mr. King. "Hati-hati. Lingkungan itu
jelek." "Yeah, kami benar-benar takut akan dirampok," kataku sambil
tertawa. "Jadi coba kukatakan sekali lagi," kata Marco. "Kami harus
menyelamatkan Chee yang lumpuh dari tempat penadah barang curian
sebelum para Pengendali menangkapnya. Lalu kami harus menyelam
ke dasar samudra, menemukan pesawat Pemalite, entah bagaimana
masuk ke dalamnya dan mematikan sinyal sebelum jam 22.00 malam
ini supaya Yeerk tidak dapat menangkap Chee yang berada dalam
tempat penyimpanan di fasilitas sampah nuklir. Sudah semua" Atau
kami juga harus menemukan Air Mancur Awet Muda dan membuat
kue rendah kalori yang rasanya seenak kue Mrs. Fields juga?"
"Tik-tok," kataku sambil menyeringai. "Tik-tok."
"Kau sakit jiwa," kata Marco.
"Ada satu hal lagi," kata Erek. "Sinyal pesawat Pemalite itu
sudah ditangkap oleh pesawat luar angkasa Yeerk yang ada dalam
orbit. Mungkin mereka sudah ada di bawah sana menanti kalian."
Chapter 7
bercanda saat kami terbang ke arah selatan kota.
dengan yang lain tapi terbang cukup dekat supaya tetap bisa
berkomunikasi dengan bahasa-pikiran.
Saat kami morf, Erek memberitahu bagaimana caranya masuk
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke dalam pesawat Pemalite. Lalu kami bergerak secepat mungkin,
hanya berhenti untuk mengganti channel televisi Erek. Kedua Chee itu
akan terpaksa diam di sana beberapa lama.
Kami terbang ke luar, tidak berusaha menyimpan tenaga kami.
Kami punya cukup energi. Tapi kami tidak punya waktu.
waktunya.> Di depan ada rel kereta api. Juga mobil-mobil bekas, bangunanbangunan rusak, dan
tumpukan sampah. Mata elangku menunjukkan
semuanya: botol minuman keras pecah, botol-botol kecil yang kosong.
Selongsong peluru yang telah dipakai. Puntung-puntung rokok.
Grafiti. Bahkan udaranya terasa berbeda di sini. Lebih gelap. Lebih
pekat. Diberati tidak adanya harapan.
Medan perang telah diduduki musuh. Dan tiba-tiba, aku tidak
yakin kami bisa memenangkannya.
Aku senang Ax tidak ada di situ. Aku tidak ingin harus
menjelaskan hal ini padanya. Dan aku ragu Tobias bisa
menemukannya tepat waktu untuk turut terlibat.
Lagi pula, siapa yang butuh tenaga bantuan" Penjahat mungkin
bisa menakuti orang biasa, tapi bukan kami. Tugas ini bisa dikerjakan
dengan cepat, dan sangat mudah. Sama sekali bukan masalah besar.
besar. Ayo!> Aku menggerakkan sayapku untuk menukik, mengikutinya
turun ke halaman belakang yang penuh semak-semak liar.
Kami punya waktu sekitar lima menit sebelum serangan itu.
Mungkin. Bahkan tidak cukup waktu untuk mendarat, demorph, dan
morf lagi. Ini semua tanda-tanda buruk, tapi...
Tantangan ini membuatku bersemangat!
Aku mendarat di tengah rerumputan dan puing-puing. Aku
langsung mulai demorph menjadi manusia.
Paruhku menggulung ke dalam wajahku. Kepalaku
membengkak dan membesar. Kaki-kakiku memanjang, mengangkatku
ke atas saat bulu-buluku menghilang dan rata menjadi kulit manusia.
Tiba-tiba aku merasa lemah. Untuk beberapa saat aku hanya
seorang gadis. Seorang gadis di tempat yang salah. Sudah waktunya
untuk morf lagi. Menjadi sesuatu yang besar. Sesuatu yang berbahaya.
Sesuatu yang tidak terlalu memedulikan pintu-pintu besi setebal
sembilan milimeter. Jake, Marco, dan Cassie sudah mulai morf mereka. Jake punya
pikiran yang sama denganku: ini tugas yang yang membutuhkan
pukulan kuat. Lupakanlah kehalusan. Tanduk badak sudah mulai
muncul dari kepalanya. Tangan Marco memanjang dan tertutup bulu hitam yang kasar.
Wajah Cassie tumbuh menjadi moncong serigala yang manis.
Aku sebal menjadi yang terakhir. Kututup mataku dan mulai
morf-ku yang berikut dengan terburu-buru.
SPROOOOT! Hidungku memanjang seperti selang pemadam kebakaran.
Proses morf memang tidak pernah enak dilihat. Dan tidak
pernah terduga. Kejadiannya tidak pernah membunuhmu, tapi kadangkadang nyaris
juga. Bagian-bagian tubuh bermunculan atau
menghilang dengan urutan yang aneh.
Itu terjadi begitu saja. Aku telah memiliki sepertiga ukuran
belalai gajah keluar dari wajahku yang masih normal.
Tulang-tulangku tumbuh dan berpindah tempat, membesar
sampai kepalaku cukup sesuai dengan ukuran belalainya - seukuran
dengan mobil Volkswagens yang imut-imut itu.
Kakiku membengkak sampai sebesar tiang telepon. Kulitku
menggelap, menebal menjadi kulit gajah.
Lalu, dalam kecepatan yang memusingkan, kakiku yang
berukuran dahan pohon menjadi seukuran batang pohon. Aku menjadi
sangat tinggi! Tinggiku empat meter, sementara tubuhku membengkak
menjadi timbunan otot seberat tujuh ribu kilogram.
Aku memiliki mata yang sangat awas dan telinga seukuran
handuk pantai. Tiba-tiba terdengar suara pintu mobil dibanting. Blam. Blam.
Blam. "Polisi! Buka pintu!"
Kaca pecah. Kayu hancur. Jake memaki.
Yang lain akan melindungimu. Ayo! Ayo! Ayo!>
Chapter 8 "TIARAP! Tiarap!"
"Tiarap di lantai! Tangan di atas kepala!"
"Kubilang tiarap, jangan bergerak!"
Ada selusin polisi, semuanya berteriak. Berapa lama lagi
sebelum mereka menemukan Chee itu"
Dan kalau polisi yang juga Pengendali itu menemukannya
duluan... Dengan berdebar-debar, aku lari menembus semak-semak
berduri tajam menuju rumah itu. Tanah bergetar di bawahku. Benar
lho! Jake ada di sisiku, menyamakan langkah, mengikutiku karena
mata badaknya tak dapat melihat dengan cukup baik sehingga ia tak
tahu ke mana harus berjalan.
Pintu belakang terbuka dan seorang pria kurus yang kotor
terhuyung keluar. "Eeeee-YEEEEE-uh!" teriakku.
"Ahhhh!" teriaknya, ia berbalik dan lari kembali ke dalam.
Lalu... DOR! DOR! DOR! Tembakan!
membuatnya terbuka, terlepas dari engselnya.
Ia mundur. Aku menabrakkan diriku ke ambang pintu. Aku
memasukkan bahuku ke dalamnya, merusak dan melepaskan kusen
kayunya. Mengangkat tubuhku dan merusak langit-langitnya.
Kepalaku yang besar sudah ada di dalam, di dalam kegelapan.
DOR! DOR! DOR! Cahaya tembakan! Ada yang berteriak. Sesosok gelap berlari di
depanku. Ia tidak mengenakan seragam. Aku menggerakkan belalaiku
dan menjegal perutnya. Ia jatuh dengan keras. Pistol jatuh dari genggamannya.
Aku mundur dan Marco serta Cassie masuk melalui lubang
yang telah dibuat Jake dan aku.
Orang-orang berteriak. Suasananya pengap karena
kebingungan. "Berhenti atau kutembak! Hei! Itu badak"!"
"Hhhhrroooaaar!" geram Marco.
"Oh, man, aku benar-benar mabuk!"
DOR! DOR! Dengkingan tinggi dan tajam menggema.
Serigala. Cassie. Ada yang menembak Cassie!
Dengan marah, aku mendorong ambang pintu belakang dengan
bahuku, kali ini dengan seluruh tenagaku. Batu bata bergeser. Semen
runtuh. Aku mendorong lebih kuat. Batu-batu bata itu bergetar dan
seluruh tembok runtuh. Batu-batu bata berguguran di sekelilingku, di
atasku, tapi aku nyaris tidak merasakannya.
"EEEEEYYEEE!" Sambil berteriak, aku memasuki reruntuhan
itu. Kepulan debu menghalangi pandanganku. Masuk ke dalam paruparuku, membuatku
bersin. "HA-CHIII!" Anginnya meniup seorang gadis yang sedang merokok.
"Ya ampun, gajah!" teriak seseorang.
"Panggil bantuan!" teriak seorang polisi. "Ada sirkus lepas di
sini!" Aku mengayunkan belalaiku, menerbangkan beberapa kursi
rusak.
dan mencari di kamar berikutnya. Di lantainya terdapat matras-matras
kotor yang berbau pesing.
Seorang pria berkulit sangat pucat dan bermata hitam, yang
terlalu teler untuk bergerak, hanya berbaring di sana, memandangku.
Aku mengangkat kakinya dan melemparkannya keluar melalui
lubang di dinding. Aku tidak ingin tak sengaja menginjaknya. Biarlah
polisi yang mengurusnya nanti.
orang.> Gelombang marah yang ganas muncul di dalam otakku.
DOR! DOR! DOR! "Aaah! Aku kena!" teriak seorang polisi dalam kegelapan.
kepalaku dan menghancurkan sisa-sisa ambang pintu.
Keadaannya tidak bagus. Tempat ini gila! > teriak Marco.
dengan mobil patroli mereka.>
Ini gila! Kami terjebak di tengah-tengah adu tembak antara
penjahat dan polisi. Yang terpenting yang dilakukan duluan. Orang yang memegang
senjata itu. Orang yang menembak Cassie.
Aku marah. Dan aku besar.
Tak ada yang bisa menghentikanku.
Kayu, plester, dan panel-panel berguguran di sekelilingku
seperti confetti. Aku menghancurkan rumah itu.
Aku terus menyerbu. Aku menuju kamar depan. Dinding-dinding bergetar.
Lantai kayu yang sudah lapuk itu melengkung, retak, dan pecah.
KRRRAAAKKK! Aku tersandung, kakiku masih ke bagian bawah lantai yang
pecah itu. Satu setengah meter dalamnya. Bukan masalah besar. Aku
bangkit dan melewati pecahan-pecahan kayu yang tajam seperti anak
kecil bermain surfing di pantai.
Paku-paku berkarat dan pecahan kayu menusuk kulitku.
Sakit yang tidak seberapa. Bukan masalah. Aku mengangkat
lantai itu dengan gadingku.
Orang yang memegang senjata itu. Aku menginginkannya dan
aku akan mendapatkannya. Lalu tiba-tiba, di sanalah dia.
Berjongkok di depan pintu lemari di bawah tangga.
Dia kotor. Kurus. Matanya kosong.
Dia juga melihatku. Membidikkan senjatanya tepat ke kepalaku.
"Andalite," ia mendesis dan menarik pelatuknya.
Chapter 9 DOR! Sensasi tajam, menyengat. Rasa sangat sakit yang menyebar.
Darah panas keluar dari kepalaku dan membutakan mata
kananku. "EEEEEYYEE-uh!" aku mengayunkan belalaiku seperti
tongkat baseball. Aku merasakannya memukul tubuh kurus orang itu.
UMPH! "Aaarggh!" orang itu melolong, terbang ke seberang ruangan
dan menabrak jendela depan yang kotor. Ia jatuh ke tanah dan tidak
bangkit lagi, kaca pecah menyiraminya.
Melalui denyutan menyakitkan di kepalaku, aku mendengar
suara-suara dari jalan. "Hei, itu Strake! Itu orang yang kita cari. Cepat, borgol dia!"
teriak seorang polisi. "Bagaimana dengan badak ini" Dia merusak mobil patroliku!"
"Hei, tangkap gorila itu sebelum dia mencabut lampu mobil
patroliku!" "Jangan pedulikan mereka sekarang! Ada tim Animal Control
dan dokter hewan datang dari kebun binatang The Garden. Biar
mereka yang mengurus hewan-hewan itu! Tidak usah dekat-dekat!"
Apa" Aku mengerjap agar dapat melihat melalui darah yang
terus mengucur. Dokter hewan dari kebun binatang The Garden" pikirku. Oh,
bagus. Ibu Cassie kan dokter hewan di The Garden!
Dan dia sangat piawai menangani pistol bius.
mulai merasa lemah.
"Tseeeeeer!" "Ya ampun, ada elang juga?" teriak seorang polisi. "Apaan sih
ini, When Animals Attack" Jangan ada yang menembak, kalau tidak
kita bisa-bisa saling tembak!"
sambil melilitkan belalaiku di sekeliling gagang pintu lemari dan
menariknya sampai terbuka.
Sesosok android duduk menyandar di dinding yang kotor.
Sesosok Chee. Seekor serigala yang terluka dan napasnya putus-putus
teronggok di pangkuannya.
Mereka berdua berlumur darah.
tentang kalian. Senang bertemu denganmu."
merasa tidak nyaman dengan pengetahuan Chee itu. Lalu,
Serigala itu menganggkat kepalanya dan menatapku dengan
matanya yang gelap dan memancarkan kesakitan.
sekeliling tubuhnya dan dengan lembut mengangkatnya keluar dari
lemari itu.
Animorphs - 27 Menyelamatkan Pesawat Pemalite di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mundur! Lari! Cepat!"
Jeritan-jeritan. Bunyi tubuh-tubuh bertumbukan. Langkahlangkah kaki.
mengangkat Cassie. Darah mengucur dari luka terbuka yang
memanjang dari leher ke bahunya. Dua barutan mengerikan menghias
lengan kanannya.
meraih ke dalam lemari itu lagi dan mengeluarkan Lourdes dengan
belalaiku. Beratnya sama sekali tidak berarti bagi seekor gajah. Gajah
dapat mengangkat pohon. Android hanya seringan bulu.
Strake berusaha merangkak ke bawah mobil patroli.>
Dengan tersandung-sandung, kami berbalik dalam ruang yang
sempit itu dan langsung menghadapi seorang polisi. Dia berkeringat
dan gemetar. Aku tak bisa menyalahkannya.
Tapi ekspresinya berubah. Aku melihat ketakutan yang lain.
Lalu, kebencian yang sudah kukenal.
"Andalite," katanya.
Sambil menyeringai, polisi itu mengangkat pistolnya dan
menarik pelatuknya. DOR! DOR! DOR! DOR! Cassie mendengking. Marco tersentak, terayun, dan tubuhnya condong ke depan,
menghilang ke dalam lubang lantai yang gelap dan lembap.
Chapter 10 AKU mengerjap, terlalu terkejut untuk bergerak.
Aroma mesiu yang tajam memenuhi udara.
Bunyi letusan itu masih bergema di telingaku.
"Berikan android itu, Andalite," desis polisi itu.
Aku nyaris tidak mendengarnya.
Marco. Cassie. Aku menunduk melihat ke dalam lubang itu.
Mereka terbaring, bertumpukan, kelihatannya sudah mati.
Darah mereka yang gelap mengucur menjadi kolam dan
semakin melebar di atas lantai tanah yang kotor, lingkarannya meluas
mendekati kakiku. Pikiran-pikiran bermunculan dan berkelebatan dalam otakku.
Aku terjepit. Terjebak. Di sisi kananku ada tangga. Di sisi kiriku ada Marco dan
Cassie. Aku terjebak di antara tubuh mereka di bawah dan polisi
Pengendali-manusia itu berdiri terpaku di lantai yang rapuh di
depanku. Kalau aku bergerak ke mana pun kecuali ke depan, aku akan
menginjak Marco dan Cassie.
Tapi kalau maju, aku akan mati.
Tidak ada jawaban. Kalau mereka mati, orang ini sudah membunuh mereka.
Dan sekarang dia akan membunuhku dan mengambil Lourdes.
Dan Yeerk akan menguasai Chee.
Mereka akan semakin kuat dengan teknologi Chee.
Menjadi semakin sulit dikalahkan.
Otot-ototku gemetar dan kebencian menggelapkan hatiku.
Orang itu telah membunuh sahabatku.
Dia bahkan bisa membunuhku. Baiklah. Tapi dia tidak akan
mendapatkan si Chee. Karena aku akan membunuhnya duluan.
"Berikan android itu, Andalite," ulangnya, mengangkat
pistolnya dan membidik dahiku yang sudah rusak. Dia melangkah
maju, membuat jarak di antara kami tinggal satu setengah meter.
Aku mengangkat belalaiku, mengangkat Lourdes tinggi-tinggi
di atas kepalaku. Kuharap pejuang Chee yang anti-kekerasan ini akan
memaafkanku karena telah menggunakannya sebagai senjata.
"Berikan padaku dan mungkin Viser Three akan
mengasihanimu!" bentaknya. "Kau tidak punya harapan untuk lolos,"
lanjut polisi itu, semakin mendekat. "Teman-temanmu sudah mati dan
giliranmu akan datang."
Aku tidak mau mati. Tapi lebih baik mati sebagai ksatria.
Kelebatan warna hitam dan putih tertangkap ekor mataku.
Apa" Tiba-tiba, makhluk kecil, berbulu, yang tampak tak berbahaya,
seukuran kucing rumahan muncul.
Tampak tak berbahaya, kecuali kau tahu apa yang sedang
kaulihat. Kecuali kau tahu apa arti ekor hitam bergaris putih itu.
Sigung itu - Ax, menurut perkiraanku - berjalan di antara kakikaki raksasaku,
membidikkan bokongnya ke arah Pengendali itu dan
menembak tanpa peringatan.
Udara langsung sesak dengan bau sigung memualkan yang
masih segar dan sangat kuat.
Kau pikir kau tahu bagaimana bau sigung karena pernah
mencium bau sigung yang mati tertabrak di jalanan" Kalau begitu kau
masih belum tahu apa-apa tentang kekuatan senjata kimia
menakjubkan yang menyamar sebagai kucing imut berbulu tebal itu.
"AAARGH!" teriak polisi itu, menutup matanya dengan kedua
tangan dan mundur selangkah.
Aku hampir terjatuh bersamanya. Ax tidak membidik ke
arahku, tapi bahkan tembakannya yang cukup dekat itu sangat
mengerikan.
terinjak. WUUFFFSSS! K-r-r-r-r-ASSH! Flump! Belalaiku, yang diberati android, memukul Pengendali itu,
membuatnya berlutut dan jatuh menembus lantai yang rapuh itu ke
lubang di bawahnya. Dia bergerak sekali lalu terbaring diam. Dia masih bernapas.
Aku tak yakin apakah aku lega melihat kenyataan itu.
Tobias melayang masuk melalui jendela depan yang pecah dan
mendarat seketika.
bius! Kita harus keluar dari sini!>
meletakkan Lourdes di sepotong lantai yang tampak stabil dan
menurunkan belalaiku ke dalam lubang lantai itu.
kegelapan sampai menemukan satu kaki gorila Marco yang berbulu.
Aku melilitkan belalaiku ke sekelilingnya dan mengangkatnya keluar
dari lubang lantai itu. Dia tergantung terbalik di belalaiku, lengannya berayun pelan,
tubuhnya hancur dan lengket karena darah dan debu.
Lalu ia membuka matanya.
menjatuhkannya.
Lantai di sekeliling kami bergetar. Pecahan-pecahan plester
menghujani kami dari langit-langit dan retakan-retakan dinding yang
masih tersisa.
kacanya pecah.
pintu depan.
Aku mengayun Marco ke atas kepalaku dan menjatuhkannya di
atas punggungku yang lebar dan berbulu.
semburnya sambil memegang segenggam bulu-bulu tipis di kepalaku
dan menekankan lututnya ke tubuhku.
Sekali lagi aku meraih ke dalam lubang lantai itu dan melilitkan
Penguasa Alam 2 Gento Guyon 24 Perisai Maut Rahasia Mo-kau Kaucu 8