Briliance Of Moon 6
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn Bagian 6
menonton pertunjukkan drama tentang dirinya, tapi boleh mendengar potongan kata-kata
serta senandungnya, musik, tabuhan tambur. Drama itu merasuk ke benaknya hingga tanpa
sadar air matanya berlinang.
Hidup Kaede pun sama pedih dan mengharukan seperti drama itu. Kaede menghabiskan
waktu dengan merenungi dan mencari cara untuk dapat menggambarkan perasaannya sendiri.
Ia hanya tahu sedikit tentang puisi; selain yang pernah ia baca dalam buku-buku milik ayahnya, tapi ia mengumpulkan kata-kata layaknya manik-manik emas dan merangkainya sesuka
hati. Lalu menyimpannya rapat-rapat di hati.
Kaede mulai menyukai kesunyian, di mana puisi tersusun dengan sendirinya, seperti pilarpilar di Gua Suci Shirakawa yang terbentuk karena tetesan air.
Selain Fujiwara, satu-satunya laki-laki yang ia lihat hanyalah Ishida. Tabib itu datang
setiap beberapa hari dan Kaede menikmati kunjungannya, meskipun mereka hampir tidak
bicara. Saat mulai mencari kata-kata untuk memulai pembicaraan dengan tabib itu, Kaede
terhenti akibat teh penenang.
Di sebelah kamar yang menghadap ke taman ada kuil kecil dengan patung Sang Pencerah
dan patung Kannon. Rieko tidak berani mencegah Kaede berdoa di depan patung itu. Begitu
lama ia berlutut hingga doa dan puisi menyatu dan setiap hari dunia tampak penuh makna dan
kesucian. Ia sering bermeditasi dengan memikirkan tentang perang Asagawa dan penyiksaan
Takeo atas anggota Tribe, dan bertanya-tanya apakah keadaan yang menyentuh dirinya ini
bisa memberi jawaban tentang cara berkuasa tanpa melakukan kekerasan. Namun kemudian ia
mengakui: jika berkuasa, ia akan balas dendam pada orang-orang yang telah membuat ia
menderita. Kaede menyalakan dupa di depan kuil dan membiarkan aromanya yang pekat memenuhi
penciumannya dan menyatu dengan udara di sekitarnya. Sebuah lonceng kecil tergantung, dan
dari waktu ke waktu ia ingin sekali memukulnya sekeras mungkin. Ketika akhirnya ia
memukul lonceng itu, gaungnya sampai ke kamar dan para pelayan saling bertukar pandang,
berhati-hati jangan sampai Rieko melihat mereka. Mereka tahu sedikit tentang kisah Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 240 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sehingga mereka kasihan dan semakin mengaguminya.
Ada seorang gadis pelayan yang menarik perhatian Kaede. Ia tahu dari catatan Tribe yang
ia salin untuk Takeo bahwa beberapa anggota Tribe bekerja di rumah Fujiwara, dan hampir
pasti bangsawan itu tidak tahu. Dua orang laki-laki, salah satunya adalah pengurus rumah,
dibayar dari ibukota; agaknya mereka adalah mata-mata yang bertugas untuk melaporkan ke
istana tentang kegiatan sang bangsawan yang diasingkan. Ada dua pelayan di dapur yang
menjual potongan-potongan informasi pada siapa pun yang mau membayar, dan ada seorang
perempuan lagi, seorang pelayan, yang Kaede duga sebagai gadis Tribe.
Saat memperhatikan lebih cermat, Kaede sadar kalau gadis itu mirip Shizuka. Kaede tidak
merindukan Shizuka saat pertama kali berpisah; hidupnya sepenuhnya dihabiskan bersama
Takeo, tapi kini ia sangat merindukan pelayannya itu. Kaede merindukan suara, keceriaan dan
keberaniannya. Di atas segalanya, Kaede ingin mendengar kabar apa saja. Nama gadis itu Yumi. Jika ada
orang yang tahu mengetahui kejadian di dunia luar, pastilah itu orang Tribe. Tapi Kaede
belum pernah berdua dengannya, dan Kaede pun takut mendekatinya, meskipun secara tidak
langsung. Pertama-tama Kaede menduga gadis itu dikirim untuk membunuhnya sebagai
hukuman pada Takeo. Ia memperhatikan gadis itu, bukan karena takut, tapi lebih karena
semacam rasa ingin tahu: bagaimana cara orang itu akan membunuhnya, bagaimana rasanya.
mati, dan apa reaksi pertamanya lega atau menyesal.
Kaede tahu hukuman mati yang dijatuhkan Tribe pada Takeo, diperkuat dengan
kekerasan yang Takeo lakukan saat mengejar mereka di Maruyama. Ia tak mengharapkan
simpati maupun dukungan Tribe. Tapi, tingkah laku gadis itu seakan mengatakan kalau dia
tidak memusuhi Kaede. Seiring hari-hari yang semakin singkat dan dingin, pakaian musim dingin dikeluarkan
untuk dijemur, pakaian musim panas dicuci, dilipat lalu disimpan. Selama dua minggu Kaede
mengenakan kimono antara dua musim dan bersyukur atas kehangatan ekstra yang diberikan
pakaian itu. Rieko dan para pelayan menjahit dan membordir, tapi Kaede tidak diijinkan turut
ambil bagian. la tak terlalu suka menjahit-ia harus berusaha keras dengan tangan kidalnya
hingga terampil"tapi kegiatan itu sebenarnya bisa mengisi hari-hari luang. Kaede tertarik
pada benang yang berwarna-warni dan terpikat dengan bagaimana setangkai bunga atau
LIAN HEARN BUKU KETIGA 241 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON seekor burung tampak hidup di atas bahan sutra tebal. Ia tahu dari Rieko kalau Fujiwara
memerintahkan untuk menjauhkan semua jarum, gunting dan pisau. Bahkan cermin hanya
boleh dipegang Rieko. Kaede memikirkan jarum kecil pemberian Shizuka yang dulu ia
sembunyikan di balik lengan baju, jarum yang ia gunakan untuk membunuh Lord Iida di
Inuyama. Apakah Fujiwara takut ia melakukan hal yang sama"
Rieko selalu memperhatikan apa yang Kaede lakukan, kecuali saat Fujiwara datang
berkunjung. Rieko menemani Kaede ke rumah mandi dan bahkan ke kakus, dia memegangi
kimono tebal di samping Kaede lalu membasuh tangan Kaede di bak air. Saat Kaede datang
bulan, Fujiwara berhenti mengunjunginya.
Waktu berlalu. Pohon plum tidak berbuah maupun berdaun. Suatu pagi, di atas lumut
dan pucuk cemara, tampak samar kilau embun yang membeku. Dimulainya cuaca dingin
membawa berbagai penyakit. Pertama Kaede sakit flu; kepalanya sakit dan tenggorokannya
terasa seperti menelan jarum. Demam membawa mimpi buruk, namun dalam beberapa hari la
sembuh meskipun batuk masih mengganggunya di malam hari. Ishida memberi ramuan kulit
pohon willow dan akar bunga valerian. Rieko juga terserang flu yang jauh lebih parah dari
Kaede. Pada malam ketiga Rieko sakit, terjadi serangkaian gempa kecil. Gempa dan demam
membuat Rieko panik. Dia nyaris tak terkendali. Karena panik, Kaede menyuruh Yumi
memanggil Ishida. Hari telah malam saat tabib itu datang; bulan tiga perempat keperakan bergelayut di
hitamnya langit, dan bintang terlihat seperti titik-titik es yang bercahaya.
Sambil menyuruh Yumi mengambil air panas, Ishida menyeduh ramuan dan menyuruh
Rieko minum. Geliatan kesakitan Rieko semakin berkurang dan tangisnya pun mulai
berkurang. "Dia akan tertidur," kata Ishida. "Yumi boleh memberinya satu dosis lagi bila dia panik."
Saat Ishida bicara, tanah bergetar. Melalui pintu yang terbuka, Kaede melihat bulan
bergetar saat lantai terangkat dan terhenyak. Pelayan lain memekik ketakutan dan berlarian
keluar. "Bumi berguncang seharian," kata Kaede. "Apakah itu pertanda akan ada gempa besar?"
"Siapa tahu?" sahut Ishida. "Sebaiknya Anda matikan lampu sebelum pergi tidur. Aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 242 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan kembali ke rumah dan melihat apa yang sedang anjingku lakukan."
"Anjingmu?" "Jika dia tidur di bawah beranda, tak akan ada gempa besar. Tapi bila dia melolong,
barulah aku cemas." Ishida tertawa kecil dan Kaede sadar ternyata sudah lama sekali sejak terakhir kali ia
melihat tabib itu ceria. Dia seorang pendiam, mandiri, suka mendengar kata hatinya yang
dibimbing oleh kewajibannya pada Fujiwara dan panggilannya sebagai seorang tabib, tapi
Kaede merasakan ada sesuatu yang berbeda padanya malam itu, sesuatu yang muncul di balik
penampilannya yang tenang.
Ishida meninggalkan mereka, dan Yumi ikut masuk ke kamar tidur untuk membantu
Kaede mengganti pakaian. "Tabib itu nampak ceria malam ini," komentar Kaede. Kaede senang tidak ada Rieko yang
mendengar setiap kata-katanya sehingga ia merasa bisa bicara apa adanya. Kimono meluncur
turun dari bahu, dan selagi mengangkat rambut Kaede, Yumi berbisik.
"Itu karena dia bertemua Muto Shizuka."
Kaede merasa darah tersedot habis dari kepalanya. Kaede merasa kamar seakan berputar
di sekelilingnya, bukan karena gempa, tapi karena ia merasa lemah. Yumi memegangi Kaede
untuk menopang, lalu membaringkan ke alas tidur. Dia mengambil baju tidur dan membantu
Kaede memakainya. "Jangan sampai lady sakit lagi," dia bergumam, mengambil sisir untuk merapikan rambut
Kaede. "Apa beritanya?" tanya Kaede pelan.
"Keluarga Muto telah berdamai dengan Lord Otori. Ketua Muto ada bersama Takeo saat
ini." Hanya mendengar nama Takeo disebut, jantung Kaede berdebar kencang, hingga ia
merasa hendak muntah. "Di mana dia?" "Di pesisir, di Shuho. Dia menyerah pada Lord Arai."
Kaede tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Takeo. "Apakah dia aman?"
"Beliau dan Arai bersekutu. Mereka akan menyerang Hagi bersama-sama."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 243 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Perang lagi," gumam Kaede. Perasaan berkecamuk dalam dirinya, membuat matanya
hangat. "Bagaimana dengan adik-adikku?"
"Mereka baik-baik saja. Pernikahan telah diatur untuk Lady Ai dengan keponakan Lord
Akita. Jangan menangis, lady. Jangan sampai ada yang tahu rahasia ini. Hidupku
bergantungmu. Shizuka sudah bersumpah kalau Anda bisa menyembunyikan perasaan."
Kaede berusaha menahan agar air matanya tidak berlinang. "Adikku yang bungsu?"
"Arai ingin menjodohkannya dengan Lord Otori, tapi dia mengatakan tidak berniat
menikah sampai berhasil merebut Hagi."
Kaede merasa hatinya seakan tertusuk jarum. Hal itu tidak pernah terlintas dibenaknya,
tapi tentu saja Takeo akan menikah lagi. Pernikahan Kaede telah dibatalkan; Takeo
diharapkan untuk beristri lagi. Hana adalah pilihan yang tepat, mempererat persekutuan
dengan Fujiwara, memberi Arai penghubung ke Maruyama dan Shirakawa.
"Hana masih anak-anak," ujar Kaede lemas ketika sisir menggaruk rambutnya. Apakah
Takeo telah melupakan dirinya" Akankah Takeo dengan senang hati menerima Hana yang
sangat mirip dengannya" Rasa cemburu melanda dirinya ketika membayangkan Takeo sedang
bersama Makoto. Rasa putus asa menyerang dirinya dengan kekuatan baru. Begitu mendengar
dia menikah, aku harus mati, meskipun aku harus menggigit lidahku sendiri, ia bersumpah
dalam hati, "Anda harus yakin kalau Lord Otori punya rencananya sendiri," bisik Yumi. "Lagipula,
beliau sedang menuju kesini ketika Arai mencegatnya dan mendesaknya kembali ke pesisir.
Badai telah membantunya mundur."
"Dia kemari hendak menolongku?" tanya Kaede. Rasa cemburunya agak berkurang,
tersapu oleh rasa syukur dan secercah harapan.
"Begitu mendengar Anda diculik, beliau langsung siapkan lebih dari seribu prajurit."
Kaede bisa merasakan Yumi gemetar. "Beliau mengirim Shizuka untuk mengatakan bahwa
beliau mencintai Anda dan tak akan membiarkan Anda. Bersabarlah. Beliau akan
menjemput." Terdengar suara dari kamar sebelah, seperti mengigau. Kedua perempuan itu terpaku.
"Temani aku ke kakus," kata Kaede tenang, seakan tak mengatakan hal lain kecuali
"Pegang kimonoku" dan "Sisir rambutku". Kaede sadar resiko yang Yumi ambil dengan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 244 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyampaikan pesan ini, dan ia mencemaskan keselamatan gadis ini.
Yumi mengambil kimono hangat dan memakaikannya pada Kaede. Mereka melangkah
tanpa bersuara ke beranda. Di situ jauh lebih dingin.
"Malam ini akan sangat dingin," komentar Yumi. "Perlukah aku meminta lebih banyak
arang?" Kaede mendengarkan. Malam begitu tenang. Tidak ada angin maupun lolongan anjing.
"Ya, kita berusaha agar tetap hangat."
Di pintu masuk kakus Kaede menanggalkan kimono bulu dari bahunya dan
menyerahkannya pada Yumi. Berjongkok dalam bagian yang gelap, tempat di mana tak
seorang pun bisa melihatnya, Kaede membiarkan kegembiraan masuk ke sekujur badannya.
Mendadak ada kata-kata yang muncul di benaknya, kata yang disampaikan oleh sang dewi:
Bersabarlah. Dia akan menjemputmu.
Hari berikutnya Rieko berangsur membaik; dia bangun dan berpakaian pada waktu yang
biasa dia lakukan, meskipun Kaede memintanya beristirahat lebih lama. Angin musim gugur
yang berhembus dari gunung terasa lebih dingin, tapi Kaede tetap merasakan kehangatan yang
belum ia rasakan sejak ditangkap. Ia berusaha untuk tidak memikirkan Takeo, namun bisikan
pesan Yumi membuat bayangan orang yang begitu ia rindukan selalu muncul di benaknya.
Pesan yang ia terima berdentum begitu keras di benaknya sehingga ia yakin orang lain bisa
mendengarnya. Kaede takut tak sanggup menyimpan rahasia ini. Meskipun tidak bicara atau
bertemu Yumi lagi, tapi ia sadar ada perasaan baru antara mereka, semacam ikatan. Tentu saja,
Rieko dengan mata burung carmorant pasti bisa melihatnya.
Sakit membuat Rieko lebih mudah marah dan lebih jahat dari sebelumnya. Selalu saja dia
menemukan kesalahan, mengeluh tentang makanan, meminta dibuatkan tiga macam teh dan
mengatakan kalau semuanya bau apak. Dia menampar Yumi karena lambat membawakan air
panas, dan dia juga melampiaskan ketakutannya karena gempa hingga Kumiko menangis saat
Rieko. Kumiko biasanya gembira dan ceria selalu membela Rieko karena diberi memberinya
waktu luang yang tidak bisa dinikmati pelayan lain. Tapi pagi ini Kumiko mencemooh,
menertawakan ketakutan Rieko, lupa kalau dirinya juga ketakutan.
Kaede berusaha keluar dari suasana yang tak menyenangkan itu dengan duduk di tempat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 245 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kesukaannya, memandangi taman kecil di luar. Sinar matahari masuk ke ruangan, tapi dalam
beberapa minggu cuaca tak akan secerah ini lagi. Musim dingin akan membuat ruangan ini
semakin suram"apakah Takeo akan datang sebelum musim dingin"
Meskipun tidak bisa melihat gunung, tapi ia membayangkan gunung menjulang tinggi ke
langit yang biru di musim gugur. Saat ini gunung pasti telah diselimuti salju. Tiba-tiba seekor
burung bertengger di pohon cemara, mencicit nyaring lalu terbang melintasi atap, tampak sekilas warna hijau dan putih di sayapnya. Mengingatkannya pada burung yang pernah dilukis
Takeo. Mungkinkah itu pesan untuknya"pesan kalau ia akan segera bebas"
Suara pelayan terdengar makin keras di belakangnya. Kumiko menangis. "Aku tidak
tahan. Jika rumah ini mulai bergetar, aku akan lari. Aku tidak tahan."
"Jadi itu yang kau lakukan semalam! Kau meninggalkan lady sendiri, selagi aku tidur?"
"Yumi selalu menemaninya," jawab Kumiko, sambil menangis.
"Lord Fujiwara memerintahkan bahwa hanya kita berdua yang boleh menemaninya!"
Suara tamparan menggema lagi.
Kaede berpikir tentang burung yang terbang tadi, juga air mata pelayan itu. Pelupuk
matanya sendiri panas. Ia mendengar langkah kaki dan tahu kalau Rieko berdiri di
belakangnya, tapi ia tak berpaling.
"Semalam lady hanya berdua dengan Yumi. Kudengar kalian berbisik. Apa yang kalian
bicarakan?" "Kami berbisik agar kau tak terganggu," sahut Kaede. "Kami membicarakan hal-hal
sepele: angin musim gugur, betapa cemerlangnya rembulan, mungkin. Aku meminta dia
menyisiri rambutku, menemaniku ke kakus."
Rieko berlutut dan berusaha menatap wajah Kaede dari samping. Aroma kuat tubuh
Rieko membuat Kaede terbatuk.
"Jangan ganggu aku," kata Kaede seraya memalingkan wajah. "Kita berdua sedang tidak
sehat. Cobalah agar kita bisa menjalani satu hari yang tenang."
"Sungguh tidak tahu diuntung," ujar Rieko dengan suara sepelan dengung nyamuk. "Dan
sangat bodoh. Lord Fujiwara melakukan apa pun untukmu dan kau masih saja bermimpi
untuk bisa menipunya."
"Kau pasti demam," ujar Kaede. "Kau berkhayal yang tidak-tidak. Bagaimana aku bisa
LIAN HEARN BUKU KETIGA 246 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menipu Lord Fujiwara" Aku tawanannya."
"Istrinya," ralat Rieko. "Dengan menggunakan kata tawanan, itu memperlihatkan betapa
kau masih memberontak melawan suamimu."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kaede diam membisu, hanya menatap pucuk cemara yang menjulang ke angkasa. Pesan
Yumi telah memberinya harapan, tapi sisi lain dari harapan adalah ketakutan akan nasib:
Yumi, Shizuka, dan dirinya sendiri.
"Kau berubah," gumam Rieko. "Kau pikir aku tak bisa membaca ekspresi wajahmu?"
"Aku memang merasa hangat," sahut Kaede. "Mungkin aku demam lagi."
Apakah mereka sudah di Hagi" pikirnya. Apakah Takeo sedang berperang" Semoga dia
diiindungi! Semoga dia tetap hidup!
"Aku hendak berdoa," kata Kaede pada Rieko sambil berlutut di depan kuil. Kumiko
membawa arang dan Kaede menyalakan dupa. Pekatnya aroma dupa menyebar ke seluruh
ruangan, membawa kedamaian yang tak wajar.
Beberapa hari kemudian, ketika Yumi pergi mengambil makan siang, dia tidak kembali.
Pelayan lain datang menggantikan, perempuan yang lebih tua. Dia dan Kumiko menyajikan
makanan tanpa bicara. Mata Kumiko merah. Ketika Kaede bertanya apa yang terjadi, Rieko
membentak, "Dia sakit flu, itu saja."
"Di mana Yumi?" tanya Kaede.
"Kau ingin tahu" Itu membuktikan kecurigaanku."
"Kecurigaan apa?" tanya Kaede. "Apa maksudmu" Aku tidak punya perasaan apa-apa
padanya. Aku hanya ingin tahu di mana dia."
"Kau tak akan bertemu dengannya lagi," kata Rieko dingin. Kumiko mengeluarkan suara
tercekik seolah sedang menahan tangis.
Kaede merasa kedinginan, tapi kulitnya serasa terbakar. la merasa seakan dinding merapat
dan menjepit tubuhnya. Di sore hari, kepalanya terasa sakit sekali; ia minta Rieko memanggil
Ishida. Ketika Ishida datang, Kaede kaget melihat penampilan tabib itu. Beberapa hari lalu dia
begitu riang; kini wajahnya cekung dan muram, matanya kering, kulitnya kelabu. Sikapnya
tetap tenang dan bicaranya pun masih lembut, tapi jelas ada sesuatu yang buruk telah terjadi.
Dan Rieko tahu itu; Kaede yakin akan hal itu dari bibirnya yang berkerut dan matanya
LIAN HEARN BUKU KETIGA 247 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON yang tajam. Tak dapat bertanya pada tabib itu adalah siksaan; tidak tahu apa yang sedang
terjadi di rumah atau di dunia luar membuat Kaede hampir gila. Ishida memberi teh dari kayu
willow dan mengucapkan selamat malam lebih sering dari biasanya. Kaede yakin tak akan
bertemu tabib itu lagi. Meskipun diberi obat penenang, malam itu Kaede tetap gelisah.
Pagi harinya Kaede bertanya lagi tentang menghilangnya Yumi dan kesedihan Ishida.
Saat jawaban yang ia dapat tidak lebih dari tuduhan yang terselubung, ia memutuskan untuk
bertanya langsung pada Fujiwara. Sudah hampir seminggu sejak terakhir kali Kaede bertemu
bangsawan itu; dia menjauhi rumah para perempuan karena takut tertular penyakit. Kaede tak
tahan dengan suasana mencekam yang tidak jelas ini.
"Bisakah kau sampaikan pada Fujiwara bahwa aku ingin bertemu dengannya?" pinta
Kaede pada Rieko saat ia selesai berpakaian.
Rieko pergi, lalu kembali dengan kabar, "Yang Mulia senang hendak ditemui istrinya.
Beliau telah mengatur hiburan istimewa malam ini. Beliau akan menemuimu."
"Aku ingin bicara berdua dengannya," sahut Kaede.
Rieko mengangkat bahu. "Saat ini tidak ada tamu istimewa. Hanya Mamoru. Kau
sebaiknya mandi, dan keramas sekarang agar bisa dikeringkan diterik matahari."
Setelah rambut Kaede kering, Rieko memaksa untuk dilumuri minyak sebelum ditata.
Kaede memakai kimono berlapis kapas yang dipakai di musim dingin, bersyukur dengan
kehangatannya, karena rambut yang basah membuatnya kedinginan. Ia makan sedikit sup di
tengah hari, namun perut dan tenggorokannya seakan menolak semua makanan.
"Kau sangat putih," ujar Rieko. "Lord Fujiwara mengagumi perempuan yang putih." Nada
suaranya yang rendah membuat Kaede gemetar. Sesuatu yang buruk akan terjadi-sedang
terjadi; semua orang sudah tahu kecuali dirinya, dan mereka hanya akan mengatakan bila
mereka sedang senang. Denyut nadinya berpacu dan debarannya terasa hingga di leher dan
perutnya. Bunyi ketukan palu seakan menggemakan debaran di hatinya.
Kaede pergi berlutut di kuil, tapi doa pun tidak berhasil membuat ia tenang. Di
penghujung sore, Mamoru datang dan membimbingnya menuju paviliun, tempat ia pernah
memandangi salju bersama Fujiwara. Meskipun belum gelap, lentera telah dinyalakan di
pohon yang tak berdaun, tungku dinyalakan di beranda. Kaede melirik pada pemuda itu,
berusaha mengamati tingkah lakunya. Pemuda itu sama putihnya dengan dirinya, dan rasanya
LIAN HEARN BUKU KETIGA 248 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede melihat rasa iba pada sorot mata pemuda itu. Ketakutan Kaede semakin menjadi jadi.
Sudah lama sejak terakhir kali Kaede melihat pemandangan seperti yang terbentang di
depannya, taman dan gunung nun jauh di sana tak dapat diungkapkan indahnya. Matahari
senja mengubah puncak gunung yang diselimuti salju menjadi merah muda dan emas, dan
perpaduan warna biru dan keperakan terlihat di langit. Kaede menatap seakan itulah
pemandangan terakhir yang akan ia lihat.
Sambil menyelimutkan Kaede dengan kulit beruang, Mamoru bergumam, "Lord Fujiwara
akan segera datang."
Tepat di depan beranda ada bebatuan putih menonjol yang membentuk pola melingkar.
Ada dua bangunan pos dibangun di tengahnya. Kaede mengernyitkan dahi; kedua bangunan
itu memutus pola bebatuan itu dengan kasar.
Kaede mendengar langkah kaki, gemerisik pakaian.
"Yang Mulia mendekat," ujar Rieko dari belakang, dan mereka membungkuk hingga dahi
menyentuh lantai. Saat duduk di sampingnya, Kaede mencium wewangian khas Fujiwara yang berhembus.
Fujiwara diam lama, dan ketika akhirnya menyuruh duduk tegak, Kaede merasa seperti
mendengar nada marah. Hatinya gemetar. Ia berusaha mengumpulkan keberanian, tapi
keberanian yang selama ini ia miliki telah lenyap. Ia benar-benar ketakutan.
"Senang melihatmu sehat," ujar Fujiwara dengan sikap sopan yang dingin.
Mulut Kaede terasa kering hingga hampir tak bisa bicara. "Ini berkat perawatan Yang
Mulia," bisiknya. "Rieko mengatakan kalau kau ingin bicara denganku."
"Aku selalu ingin ditemani Yang Mulia," Kaede mulai bicara, tapi berhenti saat Fujiwara
menekuk bibir, mencemooh.
Jangan sampai aku ketakutan, mohon Kaede. Jika dia melihat aku ketakutan, dia akan
tahu kalau aku sudah kalah... Dia hanyalah seorang laki-laki; dia bahkan tak ingin aku
memegang jarum. Dia tahu apa yang bisa aku lakukan. Dia tahu akulah yang membunuh Iida.
Kaede menarik napas dalam-dalam.
"Kurasa ada sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tidak aku mengerti. Apakah aku telah
membuat Yang Mulia tersinggung" Mohon diberitahu apa salahku."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 249 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Memang ada sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tak aku mengerti," sahutnya.
"Menurutku, lebih mirip konspirasi. Dan itu terjadi di rumahku sendiri. Aku tak percaya
istriku bisa sekeji itu, tapi Rieko memberitahukan kecurigaannya, dan ada pelayan yang
mempertegas itu sebelum dia mati."
"Kecurigaan apa?" tanya Kaede, tanpa menunjukkan perasaan apa pun.
"Bahwa ada yang menyampaikan pesan untukmu dari Otori."
"Rieko bohong," ujar Kaede, namun suaranya tidak seirama dengan ucapannya.
"Kurasa tidak. Mantan pendampingmu, Muto Shizuka terlihat di wilayah ini. Aku kaget.
Jika ingin bertemu denganmu, seharusnya dia menemuiku. Lalu aku ingat Arai pernah
memanfaatkannya sebagai mata-mata. Pelayan yang mati itu menegaskan bahwa Otori yang
mengirim si perempuan Muto. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, perempuan itu ditemukan di
kamar Ishida. Hatiku hancur: Ishida, pelayan yang paling kupercaya, hampir seperti temanku!
Betapa berbahayanya jika kita tidak bisa mempercayai tabib sendiri. Akan sangat mudah
baginya untuk meracuniku."
"Ishida dapat dipercaya," ujar Kaede. "Dia sangat setia padamu. Bahkan jika memang
Shizuka yang membawa pesan Lord Otori, itu tak ada hubungannya dengan tabib Ishida."
Fujiwara menatap Kaede seakan tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan. "Mereka
tidur bersama," ujarnya. "Tabib pribadiku berhubungan dengan mata-mata."
Kaede tak menjawab. Ia tidak tahu itu; ia terlalu sibuk pada perasaannya hingga tidak
memperhatikan. Sekarang tampaknya sudah cukup jelas. Ia ingat semua tandanya: begitu
sering Shizuka ke rumah Ishida untuk mengambil ramuan atau teh. Dan sekarang Takeo
mengirim Shizuka membawakan pesan untuknya. Shizuka dan Ishida telah mengambil resiko
dengan saling bertemu dan untuk itu mereka akan dihukum.
Matahari telah terbenam di balik gunung, tapi belum gelap. Cahaya senja menyinari
taman, hampir terhalau oleh cahaya lentera. Seekor gagak yang terbang bernyanyi getir.
"Aku sangat menyukai Ishida," kata Fujiwara, "dan aku tahu kau sayang pada pelayanmu
itu. Ini memang tragedi, tapi kita harus berusaha saling menghibur dalam kesedihan." Dia
bertepuk tangan. "Bawakan sake, Mamoru. Dan kurasa kita akan memulai pertunjukkannya."
Dia mencondongkan badan ke dekat Kaede. "Tidak perlu terburu-buru. Kita punya waktu
semalaman." LIAN HEARN BUKU KETIGA 250 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Masih belum mengerti apa yang dimaksud, Kaede menatap wajah Fujiwara, melihat bibir
kejam serta kulit pucatnya. Ketika Fujiwara melirik ke arah pos di taman, Kaede langsung
menoleh ke arah yang sama. Tiba-tiba ia merasa hampir pingsan; lentera dan bebatuan putih
terasa seperti menggulung-gulung di sekelilingnya. Ia menghela napas dalam-dalam untuk
menenangkan diri. "Jangan lakukan ini," bisik Kaede. "Tak ada untungnya bagi Anda."
Di kejauhan terdengar lolongan anjing tiada henti. Itu anjing perliharaan Ishida, pikir
Kaede, dan hampir percaya kalau itu adalah suara hatinya sendiri, karena lolongan itu
menggambarkan rasa takut dan putus asa.
"Ketidakpatuhan dan ketidaksetiaan padaku harus dihukum," kata Fujiwara, "Dengan cara
yang akan membuat orang lain berkecil hati."
"Bila mereka harus mati, gunakan cara yang cepat," ujar Kaede, "Sebagai balasannya, aku
akan melakukan apa pun yang Anda minta."
"Tapi kau sudah melakukannya," sahut Fujiwara. "Apa lagi yang bisa kau tawarkan
sebagai seorang istri?"
"Kasihanilah mereka," mohon Kaede.
"Welas asih bukanlah sifatku," sahutnya. "Kau tak lagi memiliki kekuatan untuk tawarmenawar, istriku sayang. Kau telah memanfaatkanku demi kepentinganmu, kini aku akan
memanfaatkanmu demi kepentinganku."
Kaede mendengar langkah kaki di atas batu kerikil. Ia menengok ke arah itu seolah
kekuatan tatapannya dapat meraih Shizuka dan menyelamatkannya. Para penjaga berjalan
perlahan menuju pos. Mereka memegang pedang dan peralatan lain yang membuat rasa takut
Kaede naik hingga ke mulut. Wajah mereka muram, hanya satu orang yang menyeringai
gugup. Diapit mereka, Ishida dan Shizuka adalah dua orang bertubuh kecil, tubuh yang lemah
meskipun kuat menahan rasa sakit.
Kedua orang itu tidak bersuara saat diikat di pos, Shizuka mendongak dan menatap
Kaede. Ini tidak boleh terjadi. Mereka akan menelan racun, ujar Kaede pada diri sendiri.
Fujiwara berkata, "Kurasa kami tidak memberi kesempatan sedikit pun pada pelayanmu
itu lolos, tapi akan menarik juga untuk dilihat."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 251 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede tidak tahu siksaan dan kekejaman apa yang telah Fujiwara rencanakan, tapi ia
pernah mendengar cerita-cerita saat di Kastil Noguchi untuk bisa membayangkan siksaan yang
paling buruk. Kaede merasa dirinya hampir kehilangan kendali. Separuh berdiri, berusaha memohon padanya, tapi meskipun kata-kata telah terucap, tak akan terdengar karena ada
gangguan dari gerbang. Para penjaga berseru pendek, dan dua orang masuk ke taman.
Salah satunya adalah Murita, orang yang menyambut Kaede dan menyerang serta
membunuh anak buahnya. Orang itu membawa pedang di tangan kiri; tangan kanannya masih
terluka karena sabetan pedang Kaede. Ia merasa seperti mengenal orang yang satunya lagi.
Kedua orang itu berlutut di hadapan Fujiwara, dan Murita angkat bicara.
"Lord Fujiwara, maaf telah mengganggu, tapi orang ini mengatakan ada kabar penting
dari Lord Arai." Kaede terduduk lagi di lantai, bersyukur atas jeda yang singkat ini. Kaede melirik pada
orang yang datang bersama Murita, memperhatikan tangan serta lengannya yang besar, dan
menyadari dengan kaget kalau itu Kondo. Dia menggelembungkan badan, dan suaranya
berubah. Tapi pasti Murita dan Fujiwara akan mengenali.
"Lord Fujiwara, Lord Arai mengirim salam untuk Anda. Semuanya berjalan sesuai
rencana." "Otori sudah mati?" tanya si bangsawan, sambil melirik pada Kaede.
"Belum," sahut orang itu. "Tapi Lord Arai meminta Anda mengembalikan Muto Shizuka
padanya. Beliau memiliki kepentingan atas orang itu dan berharap agar dia tetap hidup."
Sesaat Kaede merasa harapan mengalir ke dalam hatinya. Fujiwara tak akan berani
menyakiti Shizuka jika Arai menginginkannya kembali.
"Pesan yang aneh," kata Fujiwara, "dan pembawa pesan yang aneh." Dia memberi
perintah pada Murita, "Geledah dia. Aku tidak percaya padanya."
Lolongan anjing terdengar lebih menakutkan. Kaede merasa terjadi keheningan sesaat.
Ketika Murita melangkah ke arah Kondo yang sedang menarik pedang, bumi mengerang dan
terangkat. Beranda melayang ke udara; pepohonan bergoyang lalu tumbang, rumah di
belakangnya berguncang lalu hancur berantakan. Makin banyak anjing yang menggonggong
panik. Burung-burung di sangkar memekik ketakutan. Udara penuh debu. Dari reruntuhan
bangunan terdengar jeritan para pelayan, dan api langsung meretih.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 252 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Tiang beranda yang runtuh hampir menimpa Kaede; lantai terpelanting balik ke arah
rumah, atap terpecah. Matanya penuh dengan butiran debu dan jerami. Sesaat Kaede berpikir
ia terjebak, lalu sadar kalau ia bisa merangkak keluar dan berusaha sekuat tenaga mendaki
lereng yang terbentuk akibat beranda yang berantakan. Dan seakan bermimpi, Kaede melihat
Shizuka terbebas dari ikatan, menendang salah seorang penjaga di selangkangan, merebut
pedangnya, lalu menggorok lehernya. Kondo sudah menghabisi Murita dengan tebasan hingga
nyaris terbelah dua. Fujiwara tergeletak di belakang Kaede, sebagian badannya tertimpa reruntuhan atap.
Tubuhnya terjepit dan tampaknya dia tak bisa bangkit, tapi dia berusaha meraih dan
mencengkeram pergelangan kaki Kaede, untuk pertama kalinya bangsawan itu menyentuh
Kaede. Jarinya dingin dan cengkramannya tak bisa dilepas. Debu membuatnya terbatuk-batuk,
pakaiannya kotor dan tercium bau keringat dan air seni di balik wewangiannya: tapi saat
bicara, suaranya tetap tenang seperti biasa.
"Bila harus mati, mari kita mati bersama," katanya.
Dari belakang Fujiwara, Kaede bisa mendengar api menggeram seperti mahluk hidup.
Asap semakin tebal, menusuk mata dan menutupi bau yang lain.
Kaede menarik diri dan menendang agar dapat melepas cengkraman Fujiwara.
"Aku hanya ingin memilikimu," kata Fujiwara. "Kaulah yang terindah dalam hidupku.
Aku ingin kau menjadi milikku, bukan milik orang lain. Aku ingin memperkuat cintamu pada
Takeo dengan penyangkalan agar dapat kurasakan tragedi atas penderitaanmu."
"Lepaskan," teriak Kaede. la mulai merasakan panasnya api. "Shizuka! Kondo! Tolong
aku!" Shizuka sibuk bertarung dengan penjaga yang lain, bertarung layaknya ksatria. Tangan
Ishida masih terikat di pos. Kondo membunuh seorang penjaga dari belakang, memalingkan
wajahnya ke arah Kaede lalu melangkah ke rumah yang terbakar. Dia melompat ke tepi
beranda. "Lady Otori," katanya, "Aku akan membebaskanmu. Larilah ke taman, ke kolam. Shizuka
akan mengurusmu." Dia bergerak turun dan dengan sengaja memotong pergelangan tangan Fujiwara.
Bangsawan itu menjerit kesakitan dan geram; Cengkramannya di pergelangan kaki Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 253 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON terlepas. Kondo mendorong Kaede ke atas lalu balik ke tepian. "Ambil pedangku. Aku tahu kau
bisa mempertahankan diri."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia menaruh pedang di tangan Kaede dan berkata dengan cepat, "Aku telah bersumpah
setia padamu. Aku bersungguh-sungguh. Aku tak akan membiarkan ada yang menyakitimu
selagi aku hidup. Tapi suatu kejahatan bagi orang dengan derajat sepertiku membunuh
ayahmu. Bahkan sudah lebih dari suatu kejahatan bila menyerang seorang bangsawan dan
membunuhnya. Aku siap menebus kesalahan itu."
Kondo memandang Kaede dengan tatapan sinis lalu tersenyum.
"Lari," katanya. "Lari! Suamimu akan datang menjemputmu."
Kaede mundur. Ia melihat Fujiwara berusaha bangkit, darah mengucur dari tangannya
yang putus. Kondo membelit erat tubuh si bangsawan dengan lengannya yang panjang. Lidah
api menyambar dinding yang rapuh, lalu melahap, menggulung serta mengubur mereka
berdua. Panas dan jeritan melanda Kaede. Dia terbakar, semua hartanya terbakar, pikir Kaede.
Rasanya ia mendengar jeritan Kumiko dari neraka itu dan ingin melakukan sesuatu untuk
menyelamatkannya, namun ketika ia hendak berjalan ke arah rumah, Shizuka menariknya.
"Rambutmu terbakar!"
Kaede menjatuhkan pedang dan menaruh tangannya di kepala dengan panik ketika api
menyambar di rambutnya yang berminyak.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 254 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON MATAHARI terbenam dan bulan muncul di permukaan laut yang tenang, membuat jalur
berwarna keperakan untuk diikuti armada kami. Malam itu sangat terang sehingga barisan
gunung di balik pantai yang kami lewati terlihat jelas. Ombak bergulung di bawah lambung
kapal dan layar terkepak diterpa angin dingin lepas pantai. Dayung berkecipak dalam irama
teratur. Kami datang ke Oshima pagi-pagi sekali. Kabut putih muncul di permukaan laut, dan
Fumio memberitahuku kalau keadaan akan tetap sama selama beberapa malam berikutnya saat
udara semakin dingin. Waktu yang sempurna untuk tujuan kami. Kami menghabiskan hari di
pulau, mengatur ulang perbekalan dari gudang bajak laut dan memuat lebih banyak lagi
pasukan Terada ke kapal. Mereka bersenjatakan pedang, belati dan berbagai senjata lain yang
kebanyakan belum pernah kulihat.
Di penghujung sore kami pergi ke kuil dan membawa sesaji untuk Dewa Ebisu dan
Hachiman, berdoa agar laut tenang dan musuh kalah. Para rahib memberi terompet kerang
untuk setiap kapal dan pemberkatan agar kami beruntung, dan untuk memberi semangat
pasukan, meskipun Fumio bersikap skeptis, menepuk-nepuk senjata apinya dan bergumam,
"Menurutku benda ini lebih hebat!" sementara aku cukup senang bisa berdoa pada tuhan mana
pun, tahu kalau mereka hanyalah wajah-wajah yang berbeda, yang diciptakan manusia, suatu
kebenaran yang tak terbagi.
Bulan yang bersinar penuh sepanjang malam mulai tampak di atas gunung saat kami
berlayar ke Hagi. Kali ini Kenji, Taku dan aku pergi bersama Ryoma dengan kapal yang lebih
kecil namun lebih cepat. Aku menitipkan Zenko pada Fumio, seraya menjelaskan tentang
siapa ayah anak itu, dan membuatnya terkesan akan betapa pentingnya menjaga agar putra
Arai itu tetap hidup. Sebelum fajar menyingsing, kabut mulai terbentuk di permukaan air,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 255 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyelubungi kami selagi mendekati kota yang sedang tertidur. Dari seberang teluk bisa
kudengar kokok pertama ayam dan dentang lonceng pagi dari kuil Tokoji dan Daishoin.
Rencanaku ialah langsung pergi ke kastil. Aku tidak ingin menghancurkan kota atau
melihat Klan Otori membersihkan darah dengan darah. Jika kami bisa membunuh atau
menangkap para pemimpin Otori, besar kemungkinan klan akan langsung berpihak padaku,
tidak terpecahbelah. Begitu pula pendapat para ksatria Otori yang bergabung denganku.
Banyak dari mereka memohon diizinkan untuk menemaniku dan turut ambil bagian dalam
balas dendam lebih dulu karena mereka telah diperlakukan buruk. Tapi tujuanku yaitu
menembus kastil dengan tenang dan diam-diam. Aku hanya akan mengajak Kenji dan Taku.
Aku menempatkan pasukan lainnya di bawah komando Terada.
Bajak laut tua itu berseri-seri kegirangan, tak sabar menanti untuk membuat perhitungan
atas dendam lama. Aku memberinya beberapa petunjuk: kapal-kapal harus tetap di lepas
pantai sampai fajar menyingsing. Lalu mereka harus membunyikan terompet kerang dan
bergerak maju menembus kabut. Sisanya terserah padanya. Aku berharap bisa meyakinkan
kota untuk menyerah; jika tidak, kami akan bertempur sampai ke jembatan untuk membuka
jalan bagi pasukan Arai. Kastil ini dibangun di atas tanjung antara sungai dan laut. Aku tahu itu saat aku datang
untuk diangkat sebagai anak dari Shigeru, bahwa kediaman ini berada di sisi ke arah laut, di
mana ada dinding besar yang menjulang dari air yang mengelilinginya sehingga dianggap tidak
mungkin ditembus. Kenji dan Taku membawa penjepit dari besi serta senjata Tribe lainnya. Aku
bersenjatakan pisau lempar, satu pedang pendek dan Jato.
Bulan telah tenggelam dan kabut semakin tebal. Kapal mengapung tenang menuju pantai
dan menyentuh dinding laut dengan bunyi yang hampir tak terdengar. Satu demi satu kami
memanjat ke dinding dan menghilang.
Aku mendengar langkah kaki di atas kepala kami dan ada yang berteriak, "Siapa di sana"
Sebutkan namamu!" Dari perahu, Ryoma menjawab dengan dialek nelayan Hagi, "Cuma aku. Tersesat di
kabut yang membutakan ini."
"Maksudmu, kau mengencingi tembok," sahut orang kedua. "Pergi! Jika bisa melihatmu,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 256 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan kami panah kau."
Bunyi dayung semakin menjauh. Aku mendesis pada Kenji dan Taku-aku tak bisa melihat
mereka-dan kami mulai memanjat. Pendakian kami berjalan lambat; dinding itu dicuci dua
kali sehari oleh air pasang, tertutup rumput laut dan licin. Namun inci demi inci kami
merangkak naik dan akhirnya sampai di atas. Nyanyian seekor jangkrik tiba-tiba berhenti, lalu
Kenji meniru nyanyian jangkrik itu. Bisa kudengar para penjaga berbicara di sudut bailey.
Sebuah lampu dan tungku menyala di samping mereka. Di belakang mereka terbentang
rumah-rumah, rumah para pemimpin Otori, para pengawal, dan keluarga mereka.
Aku hanya bisa mendengar dua suara, dan itu membuatku kaget. Aku mengira akan ada
lebih banyak orang, tapi dari suaranya aku sadar bahwa sebagian pasukan ditempatkan di
jembatan dan di sepanjang sungai untuk mengantisipasi serangan Arai.
"Kuharap dia menyelesaikannya dengan cepat," gerutu salah seorang dari mereka. "Aku
tidak tahan harus menunggu seperti ini."
"Dia pasti tahu betapa sedikitnya makanan yang ada di kota," yang lainnya menimpali.
"Mungkin dia pikir bisa membuat kita kelaparan."
"Kurasa lebih baik dia di luar sana daripada di dalam sini."
"Nikmati saja selagi kau bisa. Jika kota ini jatuh ke tangan Arai, akan terjadi pertumpahan
darah. Bahkan Takeo lebih suka lari ke arah badai ketimbang menghadapi Arai!"
Aku merasakan keberadaan Taku di sampingku, menemukan bentuk tubuhnya, dan
mendekatkan kepalanya padaku. "Pergi ke balik dinding," aku berbisik di telinganya. "Alihkan
perhatian mereka agar kami bisa sergap dari belakang."
Aku merasakan dia mengangguk dan mendengar suara pelan saat dia menjauh. Kenji dan
aku mengikutinya ke balik dinding. Dengan cahaya tungku, aku melihat satu bayangan kecil
yang melintas cepat dan kemudian terpisah menjadi dua, tanpa suara, seperti hantu.
"Apa itu?" seru salah satu penjaga.
Mereka berdua berdiri dan memandangi kedua sosok Taku. Mudah bagiku dan Kenji:
masing-masing kami sergap seorang penjaga, tanpa bersuara.
Para penjaga baru saja membuat teh, maka kami meminumnya sambil menunggu fajar
menyingsing. Perlahan langit berwarna pucat. Tak ada pemisah antara langit dan air laut;
keduanya membentuk permukaan yang samar. Ketika terompet kerang berbunyi, bulu
LIAN HEARN BUKU KETIGA 257 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kudukku berdiri. Anjing-anjing menjawab dengan lolongan dari pantai.
Aku mendengar suara penghuni rumah yang terbangun: langkah-langkah kaki, tapi belum
terdengar gelisah, teriakan kaget, tapi belum panik. Kasa penutup jendela mulai dibuka dan
pintu-pintu digeser terbuka. Sekelompok penjaga berhamburan keluar, diikuti Shoichi dan
Masahiro yang masih berpakaian tidur dengan pedang terhunus.
Mereka berhenti terpaku saat aku melangkah ke arah mereka, Jato terhunus di tanganku,
kabut melingkar di sekelilingku. Di belakangku kapal pertama mulai nampak; terompet kerang
bernyanyi lagi di permukaan laut dan pantulan suaranya menggema dari gunung di sekitar
teluk. Masahiro mundur selangkah. "Shigeru?" napasnya terengah-engah.
Wajah kakaknya pucat pasi. Mereka melihat orang yang pernah mereka coba bunuh;
mereka melihat pedang Otori di tangannya, dan mereka ketakutan.
Aku berkata dengan lantang, "Aku Otori Takeo, cucu Shigemori, keponakan dan anak
angkat Shigeru. Kuanggap kalian yang bertanggung jawab atas kematian pewaris sah Klan
Otori. Kalian mengirim Shintaro untuk membunuhnya, dan ketika usaha itu gagal, kalian lalu
bersekongkol dengan Iida Sadamu. Iida telah membayar dengan nyawa, dan kini giliran
kalian!" Aku tahu Kenji berdiri di belakangku, dengan pedang terhunus, dan berharap Taku masih
tetap tak terlihat. Aku tak melepaskan tatapanku pada kedua orang di depanku.
Shoichi berusaha tenang. "Pengangkatan dirimu tidak sah. Kami tidak mengakui darah
Otorimu maupun pedang yang kau bawa." Dia berteriak pada pengawalnya. "Habisi mereka!"
Jato seperti bergetar di tanganku saat pedang itu menjadi hidup. Aku sudah siap
menghadapi serangan, tapi tak seorang pengawal pun bergerak. Aku melihat air muka Shoichi
berubah ketika sadar harus melawanku sendirian.
"Aku tak berniat memecah-belah klan," kataku. "Keinginanku inginanku hanyalah
memenggal kepalamu." Rasanya aku sudah cukup memperingatkan mereka. Dapat kurasakan
Jato haus akan darah. Seakan roh Shigeru merasuki diriku dan ingin membalaskan
dendamnya. Shoichi berdiri paling dekat denganku dan aku tahu dia lebih ahli pedang dariku. Aku
harus menyingkirkan dia terlebih dulu. Mereka berdua sebenarnya petarung yang hebat, tapi
LIAN HEARN BUKU KETIGA 258 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kini mereka sudah di usia akhir empat puluhan dan tanpa baju zirah. Aku sedang di masa
puncak, baik kecepatan maupun fisik, dan terbiasa dengan penderitaan dan peperangan. Aku
berhasil membunuh Shoichi dengan tebasan di leher yang membelahnya melintang. Masahiro
mengayunkan pedang ke arahku dari belakang, tapi Kenji menangkis sabetannya, dan saat aku
berbalik untuk menghadapinya, aku melihat ketakutan mengubah raut mukanya. Aku
mendesaknya ke arah dinding. Dia menghindari setiap serangan, berkelit dan menangkis, tapi
pikirannya tidak tertuju kesana. Dia berseru untuk terakhir kalinya pada anak buahnya, namun
tetap saja tak seorang pun bergerak.
Kapal yang pertama berada tidak jauh dari pantai. Masahiro menoleh ke belakang untuk
melihatnya, berpaling lagi dan melihat Jato menghujam tubuhnya. Dia menunduk ketakutan
dan terjatuh ke balik dinding.
Saat aku hendak lompat mengejar, putranya, Yoshitomi, musuh lamaku saat dilatih
bersama, berlari menghampiriku dari arah rumah, diikuti segerombolan saudara dan
sepupunya. Tak seorang pun dari mereka berusia lebih dari dua puluh tahun.
"Aku akan melawanmu, penyihir," pekik Yoshitomi. "Kita lihat apakah kau bisa bertarung
seperti ksatria!" Aku seperti kerasukan, dan saat ini kemarahan Jato telah bangkit dan telah merasakan
darah. Pedang itu bergerak lebih cepat dari pandangan mata. Saat aku mulai kewalahan, Kenji
berada di sampingku. Aku sangat iba pada orang yang mati muda, tapi aku pun gembira
karena mereka juga harus membayar pengkhianatan ayah-ayah mereka. Ketika aku bisa
kembali mengalihkan perhatian pada Masahiro, aku melihat dia muncul ke permukaan air di
dekat perahu kecil di depan barisan kapal. Itu kapal Ryoma. Ryoma menarik rambut ayahnya
dan menggoroknya dengan pisau yang biasa digunakan nelayan membelah perut ikan. Apa
pun kejahatan yang telah Masahiro lakukan, kematiannya jauh lebih buruk dari yang pernah
kubayangkan: dibunuh putranya sendiri selagi berusaha kabur dalam ketakutan.
Aku berpaling ke kerumunan pengawal. `Aku memiliki pasukan besar dari kapal-kapal di
luar sana dan Lord Arai bersekutu denganku. Aku tidak bermusuhan dengan kalian. Kalian
boleh bunuh diri, atau bekerja padaku, atau melawanku satu demi satu. Aku telah memenuhi
kewajiban dan amanat Shigeru."
Masih kurasakan arwah Shigeru merasukiku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 259 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Seorang paling tua di antara mereka maju ke depan. Aku mengenal wajahnya tapi aku
tidak ingat namanya. "Aku Endo Chikara. Banyak dari putra kami telah bergabung dengan Anda. Kami tidak
ingin melawan anakanak kami sendiri. Anda telah melakukan tugas dan hak Anda dengan
cara yang adil dan terhormat. Demi kepentingan Klan Otori, aku siap melayani Anda, Lord
Otori." Begitu dia berlutut, satu demi satu para pengawal mengikutinya. Kenji dan aku berjalan
masuk ke rumah dan menempatkan pengawal untuk menjaga para perempuan dan anak-anak.
Aku berharap para perempuan akan mencabut nyawa mereka sendiri dengan terhormat. Aku
akan memutuskan apa yang akan dilakukan pada anakanaknya nanti. Kami memeriksa semua
tempat-tempat rahasia dan menyapu bersih beberapa mata-mata yang bersembunyi di
dalamnya. Beberapa di antaranya sudah pasti Kikuta, tapi baik di dalam kediaman maupun di
kastil tak ada tanda-tanda keberadaan Kotaro, seperti yang Kenji katakan.
Endo ikut denganku ke kastil. Kepala penjaga di sana juga merasa lega bisa menyerahkan
diri padaku; namanya Miyoshi Satoru: ayah Kahei dan Gemba. Begitu kastil diamankan,
kapal-kapal tiba di pantai dan pasukan turun dari kapal untuk bergerak menelusuri jalan-jalan
kota. Mengambil alih kastil, yang semula kupikir paling sulit, ternyata justru menjadi yang
paling mudah. Meskipun kastil sudah menyerah, ternyata kota tidak menyerah begitu saja.
Jalan-jalan kacau; penduduk berusaha melarikan diri, tapi mereka tak bisa kemana-mana.
Terada dan pasukannya membuat perhitungan mereka sendiri. Ada segerombolan orang Otori
yang bertahan, membuat kami harus mengatasinya dalam duel yang sengit.
Akhirnya kami sampai di tepi sungai bagian barat, tidak jauh dari jembatan batu. Menilai
dari posisi matahari, pasti sudah penghujung senja. Kabut sudah lama hilang, tapi asap dari
rumah-rumah yang terbakar bergelayut di atas sungai. Di seberang sungai, daun maple
berwarna merah cemerlang dan pohon willow di sepanjang tepi sungai berwarna kuning.
Daun-daun yang berguguran mengapung di pusaran arus. Bunga krisan terakhir mekar di
taman. Dari kejauhan aku bisa melihat dinding bata di sepanjang tepi sungai.
Rumahku di sana, pikirku. Aku akan tidur di sana malam ini.
Tapi sungai penuh dengan orang yang berenang dan perahu kecil yang penuh sesak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 260 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sampai ke pinggir, sementara barisan prajurit mendesak ke arah jembatan.
Kenji dan Taku tetap di sampingku, Taku terpana dengan apa yang dilihatnya sebagai
perang. Kami menatap pemandangan itu: sisa-sisa pasukan Otori yang kalah. Aku iba pada
mereka, dan marah pada pemimpin mereka yang telah menyesatkan dan mengkhianati
mereka, meninggalkan mereka bertempur habis-habisan, sementara pemimpin mereka tidur
dengan nyenyak di dalam kastil.
Aku terpisah dari Fumio, tapi kini aku melihat dia bersama sejumlah besar pasukannya
ada di jembatan. Mereka terlihat sedang berdebat dengan sekelompok pemimpin pasukan
Otori. Kami hampiri mereka. Zenko ada bersama Fumio, dan sesaat dia tersenyum pada
adiknya. Mereka berdiri berdekatan tanpa bicara.
"Ini Lord Otori Takeo," kata Fumio pada para prajurit. "Kastil telah menyerah padanya.
Dia yang akan mengatakan pada kalian." Fumio menoleh padaku. "Mereka ingin
menghancurkan jembatan dan bersiap-siap menghadapi pengepungan. Mereka tak
mempercayai Arai. Seminggu terakhir ini mereka bertempur melawannya. Arai ada di
belakang mereka. Mereka bilang satu-satunya harapan adalah menghancurkan jembatan ini."
Kulepas tutup kepala agar mereka bisa mengenaliku. Mereka langsung berlutut. "Arai
telah bersumpah untuk mendukungku," ujarku. "Persekutuan ini sah. Begitu tahu kota telah
menyerah, dia akan berhenti menyerang."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meskipun begitu, kita hancurkan saja jembatan ini," kata pemimpin mereka.
Aku memikirkan tukang batu yang dikubur hiduphidup di dalam karyanya sendiri dan
tulisan yang pernah Shigeru bacakan dengan lantang: Klan Otori menyambut keadilan dan
kesetiaan. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan harus waspada. Aku tak ingin menghancurkan
benda yang begitu berharga, dan juga aku tidak melihat kemungkinan mereka bisa
membongkarnya tepat waktu.
"Tidak, biarkan saja," sahutku. 'Aku akan menjawab kesetiaan Lord Arai. Katakan pada
pasukanmu bahwa mereka tak perlu takut jika menyerah dan menerima diriku sebagai
pemimpin mereka." Endo dan Miyoshi tiba dengan menunggang kuda dan aku mengutus mereka untuk
menyampaikan pesan pada prajurit Otori. Sedikit demi sedikit kebingungan mulai
terselesaikan. Kami mengosongkan jembatan dan Endo menyeberangi jembatan untuk
LIAN HEARN BUKU KETIGA 261 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON mengatur kepulangan prajuritnya dengan teratur ke kota. Banyak anggota pasukan cukup
yakin untuk kembali ke tempat mereka semula dan beristirahat, sementara yang lainnya
memutuskan untuk pulang ke rumah, dan bersiap-siap menggarap peternakan dan lahan
mereka. Miyoshi berkata, "Anda sebaiknya menunggang kuda, Lord Takeo," lalu dia berikan
kudanya kepadaku, kuda hitam tampan yang mengingatkanku pada Aoi. Aku naik ke atas
kuda, berjalan menyeberangi jembatan untuk bicara dengan pasukan yang ada di sana,
membuat mereka berteriak kegirangan, lalu berjalan kembali bersama Endo.
Ketika teriakan reda, aku mendengar pasukan Arai sedang mendekat, tapak kaki kuda dan
pasukan. Mereka menuruni lembah, seperti barisan semut bila dilihat dari kejauhan, panji-panji
Kumamoto dan Seishuu berkibar-kibar. Ketika mereka mendekat, aku mengenali Arai dari
kepalanya: kuda berwarna coklat kemerahan, penutup kepala bertanduk rusa jantan, baju zirah
dengan hiasan berwarna merah.
Aku mencondongkan badan untuk berkata pada Kenji, `Alcu harus pergi menemuinya."
Dahi Kenji berkenyit saat menatap tajam ke seberang sungai. "Rasanya ada yang salah,"
ujarnya tenang. "Apa?" "Aku tak tahu. Waspdalah dan jangan sampai ke seberang."
Saat aku memaksa kuda maju, Endo berkata, "Aku pengawal senior Klan Otori. Biarkan
aku yang membawa kabar kalau kami sudah menyerah, Lord Otori."
"Baiklah," kataku. "Katakan agar pasukannya berkemah di tepi sungai sebelah sana lalu
ajak dia ke kota. Setelah itu baru kita bisa mewujudkan kedamaian tanpa lebih banyak
pertumpahan darah di kedua belah pihak."
Endo maju ke jembatan dan Arai berhenti, menunggu di seberang sungai. Endo hampir
menyeberangi separuh jempatan ketika Arai mengangkat tangannya yang memegang kipas
perang berwarna hitam. Sesaat keadaan hening. Zenko berteriak di sampingku, "Mereka membidikan panah."
Arai menurunkan kipas perangnya.
Meskipun itu terjadi tepat di depan mataku, aku tak bisa mempercayainya. Selama
LIAN HEARN BUKU KETIGA 262 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON beberapa waktu aku memandang tak percaya ketika anak panah berjatuhan. Endo langsung
terjatuh, dan pasukan yang berada di tepi sungai, tidak bersenjata dan tidak siap, berguguran
seperti rusa dipanah pemburu.
"Itu dia," kata Kenji, seraya mencabut pedangnya. "Itu yang salah."
Aku pernah dikhianati"tapi itu dilakukan Kenji dan Tribe. Sedangkan pengkhianatan ini
dilakukan oleh ksatria yang telah bersumpah untuk bersekutu denganku. Aku mencabut nyawa
Jo-An untuk ini" Kemarahan dan sakit hati membuat pandanganku menjadi merah. Aku telah
merebut kastil yang sulit ditembus, tetap mempertahankan jembatan, menenangkan pasukan.
Aku telah menyerahkan Hagi, kotaku, pada Arai seperti buah persimmon matang, dan itu
sama artinya dengan menyerahkan Tiga Negara.
Anjing-anjing melolong di kejauhan. Lolongannya seakan menyuarakan jeritan hatiku.
Arai berkuda ke jembatan dan berhenti di tengahnya. Dia melihatku dan melepas penutup
kepalanya. Gerakannya mengejek. Dia sangat yakin pada kekuatan dirinya. "Terima kasih,
Otori," serunya. "Kau telah melakukan pekerjaan dengan sangat bagus. Kau akan menyerah
atau kita harus bertarung untuk memperebutkannya?"
"Kau bisa saja berkuasa di Tiga Negara," seruku membalas. "Tapi kebohonganmu akan
terus diingat, bahkan setelah kematianmu." Aku sudah tahu masih ada pertempuran
terakhirku, dan, seperti yang kuduga, pasti menghadapi Arai. Aku hanya tak menyangka
waktunya tiba begitu cepat.
"Tak akan ada orang yang tersisa untuk mencatatnya," sahutnya sambil mencemooh,
"Karena saat ini aku bermaksud membumihanguskan Otori."
Aku membungkuk dan meraih Zenko, menariknya ke atas kuda di depanku. Kucambut
pedang pendek dan menaruh di lehernya.
"Kedua putramu ada di tanganku. Kau hendak membiarkan mereka mati" Aku akan
membunuh Zenko dan Taku sebelum kau sampai ke sini. Batalkan seranganmu!"
Wajahnya berubah, pucat pasi. Taku berdiri tak bergerak di samping Kenji. Zenko juga
tidak bergerak. Kedua bocah itu menatap ayah yang belum mereka lihat selama bertahuntahun.
Arai tertawa. "Aku mengenalmu, Takeo. Aku tahu kelemahanmu. Kau tidak dibesarkan
sebagai ksatria; kita lihat saja apakah kau bisa membunuh anak-anak."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 263 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Seharusnya aku langsung bertindak kejam, tapi itu tidak kulakukan. Arai tertawa lagi.
"Lepaskan dia," serunya. "Zenko! Kemarilah."
Fumio berseru pelan, tapi jelas, "Takeo, boleh aku menembaknya?"
Aku tak ingat apakah aku menjawabnya. Aku tidak ingat melepaskan Zenko. Aku
mendengar letusan senjata api dan melihat Arai tersentak di pelana saat bola timah
mengenainya, membolongi baju zirah di atas jantungnya. Terdengar teriakan kemarahan dan
ketakutan, dari pasukan di sekelilingnya dan baku hantam terjadi ketika dia mundur; Zenko
berteriak, tapi suara itu tak ada artinya dibanding gemuruh yang terdengar saat bumi di bawah
kaki kudaku terbelah. Pohon-pohon maple yang hanyut terbawa arus menggulung pasukan ke dalam bebatuan
dan tanah ke dalam sungai.
Kudaku ketakutan, melangkah mundur dan menjauh dari jembatan, melemparku ke jalan.
Saat aku berdiri, kehabisan napas, jembatan mengerang bersama suara manusia. Jembatan itu
menjerit, berusaha mempertahankan diri lalu hancur berantakan, membawa semua orang yang
ada di atasnya jatuh ke sungai. Kemudian sungai pun menjadi liar. Dari pertemuan arus,
terjadi banjir dengan air yang berwarna kuning kecoklatan karena bercampur darah. Air
mengalir deras dari tepi sungai hingga ke kota, tak pandang bulu, menyeret perahu dan
makhluk hidup, mengalir dengan cepat ke tepian seberang, tempat arus itu menyapu bersih
sisa-sisa pasukan dari kedua belah pihak, mematahkan perahu seperti sumpit, menenggelamkan manusia dan kuda, lalu menyeret mayat mereka ke laut.
Bumi berguncang keras lagi, dan dari belakang aku mendengar bunyi rumah-rumah yang
runtuh. Aku seakan terpesona: semua yang ada di sekelilingku tampak kabur karena debu dan
suara-suara teredam hingga aku tak bisa mendengar suara dengan jelas. Aku sadar Kenji
berada di sampingku dan Taku berlutut di sisi kakaknya, yang juga terjatuh saat kuda mundur.
Aku melihat Fumio menghampiri melewati kabut, senjata api masih di tangannya.
Aku gemetar karena perasaanku bercampur-aduk, seperti kegirangan: suatu pengakuan
betapa lemahnya kita sebagai manusia saat berhadapan dengan kekuatan alam yang dahsyat,
bercampur dengan rasa syukur pada surga, pada tuhan yang kupikir tak lagi kupercaya, yang
sekali lagi membiarkanku tetap hidup.
Pertempuran terakhirku sudah dimulai dan berakhir dalam sekejap. Tidak terpikirkan lagi
LIAN HEARN BUKU KETIGA 264 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tentang berperang. Satu-satunya perhatian kami kini adalah menyelamatkan kota dari
kebakaran. Banyak dari wilayah di sekitar kastil terbakar habis. Kastil hancur pada gempa yang
pertama, menewaskan sisa-sisa perempuan dan anak-anak yang ada di dalamnya. Aku lega
karena tahu aku tak bisa membiarkan mereka hidup, tapi tidak tega untuk membunuh mereka.
Ryoma tewas, perahunya karam tertimpa bangunan batu. Ketika jasadnya terdampar beberapa
hari kemudian, aku makamkan dia bersama para pemimpin Otori di kuil Daishoin, dengan
nama mereka tertulis di batu nisan.
Selama beberapa hari berikutnya aku nyaris tidak tidur maupun makan. Dengan bantuan
Miyoshi dan Kenji, aku mengatur orang-orang yang selamat untuk membersihkan reruntuhan,
mengubur orang yang tewas, dan merawat orang yang terluka. Melalui hari-hari panjang
penuh duka dan rasa kehilangan, keretakan dalam klan mulai menyatu kembali. Orang-orang
menyakini bahwa gempa yang terjadi merupakan hukuman surga pada Arai atas
pengkhianatannya. Surga jelas sekali berpihak padaku, akulah anak angkat dan keponakan
Shigeru, aku memiliki pedangnya, aku mirip dengannya, dan aku telah membalaskan
dendamnya: klan menerimaku dengan senang hati sebagai pewaris Shigeru. Aku tidak tahu
bagaimana situasi di daerah lain; kami tak mendengar kabar apa pun dari kota lain. Satu hal
yang kusadari hanyalah betapa berat tugasku untuk mengembalikan kedamaian serta
mencegah kelaparan di musim dingin yang akan datang.
Aku tidak tidur di rumah Shigeru pada malam sesudah terjadi gempa, tidak juga pada
hari-hari berikutnya. Aku tidak kuat menahan perasaan pergi ke rumah di dekat kastil karena
takut tempat itu sudah hancur. Aku berkemah bersama Miyoshi di reruntuhan rumahnya yang
tersisa. Tapi kira-kira empat hari setelah gempa, suatu malam Kenji datang setelah aku selesai
makan dan mengatakan bahwa ada yang ingin menemuiku. Dia menyeringai, dan sesaat
kubayangkan mungkin itu Shizuka membawa pesan dari Kaede.
Tapi ternyata yang datang adalah pelayan dari rumah Shigeru, Chiyo dan Haruka.
Mereka tampak lelah dan lemah, dan ketika mereka melihatku, aku takut Chiyo bisa mati
karena terharu. Mereka berdua berlutut, tapi aku minta mereka berdiri dan kupeluk Chiyo
yang berlinang air mata. Tak seorang pun dari kami mampu bicara.
Akhirnya Chiyo berkata, "Pulanglah, Lord Takeo. Rumah telah menantimu."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 265 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Rumah itu masih utuh?"
"Tamannya hancur"air sungai menyapu habis, tapi bangunan rumahnya tidak rusak
parah. Akan kami siapkan untukmu besok."
"Aku akan datang besok sore," aku berjanji.
"Anda akan datang juga, tuan?" katanya pada Kenji.
"Hampir seperti waktu dulu," sahutnya, tersenyum, walaupun kami semua tahu, keadaan
tak akan pernah bisa seperti dulu lagi.
Keesokan harinya Kenji dan aku mengajak Taku dan beberapa penjaga berjalan menyusuri
jalanan yang sudah tak asing lagi. Aku tidak mengajak Zenko. Kematian Arai telah
meninggalkan kesedihan yang mendalam pada anak sulungnya. Aku mencemaskannya,
melihat kebingungan serta kesedihannya, tapi tak ada waktu untuk mengurusnya. Aku curiga
dia berpikir kalau ayahnya mati dengan memalukan dan menimpakan kesalahannya padaku.
Bahkan mungkin dia menyalahkan atau membenciku karena membiarkannya hidup. Aku tak
yakin bagaimana harus memperlakukannya: sebagai pewaris dari bangsawan yang hebat atau
sebagai putra dari orang yang mengkhianatiku. Kupikir yang terbaik baginya saat ini adalah
menjauhkan dia untuk sementara waktu dan menitipkannya pada keluarga Endo Chikara. Aku
tetap berharap ibunya, Shizuka, masih hidup; saat dia kembali kami akan membicarakan
tentang masa depan putranya. Dengan Taku, tak ada keraguan tentangnya; aku akan
merawatnya, anak pertama yang aku impikan untuk dilatih serta diperkerjakan sebagai matamata.
Daerah di sekitar rumah lamaku nyaris tak tersentuh gempa, dan burung-burung
bernyanyi riang di taman. Selagi berjalan melewatinya, aku terkenang betapa dulu aku sering
mendengar nyanyian rumah tentang sungai dan dunia ini, dan mengingat bagaimana pertama
kali aku bertemu Kenji di sudut taman. Nyanyiannya kini telah berubah; aliran sungai
tersumbat, air terjun kering, tapi air sungai masih memukul-mukul dermaga dan dinding.
Haruka menemukan beberapa bunga krisan untuk ditaruh dalam keranjang, seperti yang biasa
dia lakukan, dan aroma tajam musim gugur dari bunga-bunga itu bercampur bau lumpur dan
bau busuk dari sungai. Taman telah hancur, semua ikan mati. Nightingale floor telah
dibersihkan hingga mengkilap, dan saat kami melangkah di atasnya, lantai itu bernyanyi di
bawah kaki kami. LIAN HEARN BUKU KETIGA 266 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Ruangan di lantai bawah rusak karena air dan lumpur, dan Chiyo telah membersihkan
dan menghamparkan alas lantai yang baru, tapi ruangan di lantai atas tidak tersentuh. Dia
telah membersihkan serta memolesnya hingga terlihat sama seperti ketika pertama kali aku
melihatnya, saat aku jatuh cinta pada Shigeru dan rumahnya.
Chiyo meminta maaf karena tak ada air panas untuk mandi sehingga kami mandi dengan
air dingin dan dia berhasil mendapatkan makanan, begitu pula sake. Kami makan di ruangan
lantai atas, seperti yang sering kami lakukan dulu, dan Kenji membuat Taku tertawa dengan
menceritakan betapa menyusahkan dan tidak patuhnya diriku dulu. Perasaanku bercampur
aduk antara sedih dan gembira, dan tersenyum dengan air mata di pelupuk. Tapi apa pun
kesedihanku, aku merasakan kalau arwah Shigeru tenang. Aku seakan bisa melihat
bayangannya yang tanpa suara hadir bersama kami di ruangan ini sambil tersenyum ketika
kami tersenyum. Orang-orang yang membunuhnya sudah mati dan Jato sudah pulang ke
rumah. Akhirnya Taku tertidur, sedangkan Kenji dan aku minum sake selagi memandangi
bulatnya bulan bergerak melintasi taman. Malam itu terasa dingin. Embun seakan membeku,
dan kami menutup daun jendela sebelum pergi tidur. Aku tidur dengan gelisah, pasti akibat
sake, dan terbangun tepat sebelum fajar karena mendengar suara suara yang aneh.
Keadaan rumah tenang. Aku bisa dengar napas Kenji dan Taku di sampingku, dan Chiyo
dan Haruka di kamar bawah. Kami menempatkan penjaga di gerbang, dan masih ada beberapa
anjing di sana. Rasanya aku masih mendengar para penjaga berbicara pelan. Mungkin mereka
yang telah membuatku terbangun.
Aku berbaring lalu mendengarkan selama beberapa saat. Kamar mulai terang saat fajar
terbit. Kuputuskan kalau aku tak mendengar apa-apa dan akan ke kakus sebelum berusaha
tidur. Aku bangkit tanpa bersuara dan menuruni tangga, menggeser pintu dan melangkah
keluar. Aku tidak perlu repot-repot meringankan langkahku, tapi begitu lantainya bernyanyi,
kusadari apa yang tadi aku dengar: langkah ringan di atas papan. Seseorang berusaha masuk ke
rumah dan nyalinya ciut karena lantai itu. Lalu di mana dia sekarang"
Saat aku berpikir, aku harus membangunkan Kenji, setidaknya untuk mengambil senjata,
ketua Kikuta, Kotaro, muncul dari balik kabut taman dan berdiri di depanku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 267 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Selama ini aku hanya pernah melihat dia memakai jubah birunya yang telah pudar,
pakaian perjalanannya. Sekarang ini dia memakai pakaian tempur Tribe berwarna hitam, dan
seluruh kekuatan yang biasa dia sembunyikan kini muncul dalam sosok dan wajahnya,
penjelmaan dari permusuhan Tribe padaku, seorang yang kejam dan keras kepala.
Dia berkata, "Kurasa kau pernah bersumpah untuk menyerahkan hidupmu padaku."
"Kau menghapus kepercayaanku saat kau menyuruh Akio membunuhku," sahutku. "Kini
semua perjanjian kita batal. Dan kau tidak berhak meminta apa pun dariku karena kaulah yang
membunuh ayahku." Dia tersenyum mengejek. "Kau benar, memang aku yang bunuh Isamu," ujarnya.
"Sekarang aku tahu apa yang membuat dia tidak patuh juga: darah Otori." Dia merogoh ke
kantong baju dan aku bergerak cepat untuk menghindari karena kupikir dia hendak
menyerang dengan senjata rahasia, tapi ternyata yang dipegangnya adalah batang kayu pendek.
"Aku ambil ini," katanya, "dan aku mematuhi perintah Tribe, meskipun Isamu dan aku
saudara sepupu dan sahabatku, dan meskipun dia menolak melawanku. Itulah yang disebut
kepatuhan." Kotaro menatap mataku untuk membuatku tertidur, tapi tentu saja aku bisa menahannya.
Kami saling menahan tatapan selama beberapa waktu, tidak seorang pun dari kami mampu
mendominasi. "Kau telah membunuhnya," kataku. "Kau juga memiliki andil dalam kematian Shigeru.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi apa gunanya kematian Yuki?"
Dia berdesis tak sabar dengan cara yang kuingat dan dengan gerakan secepat kilat dia
melempar batang kayu itu ke tanah dan mencabut sebilah belati. Aku berkelit ke samping,
seraya berteriak keras. Aku tak bermimpi bisa mengalahkannya dengan tangan kosong.
Namun, aku terpaksa bertarung sampai ada yang datang membantuku.
Dia melompatiku, membuat gerakan tipuan, lalu bergerak lebih cepat dari pandangan
mata dari arah yang berlawanan untuk memiting leherku dengan satu cekikan kuat; tapi
karena telah menduga gerakannya, aku berkelit melepaskan cengkramannya, lalu
menendangnya dari belakang. Aku lalu memukul tepat di ginjalriya dan mendengar dia
menggerutu. Kemudian aku melompat melewatinya dan dengan tangan kanan kupukul
lehernya. LIAN HEARN BUKU KETIGA 268 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Pisaunya melesat ke atas dan aku merasakan tangan kananku tersayat, memotong jari
manis dan kelingkingku, membuat luka menganga di telapak tanganku. Itulah luka pertamaku
yang nyata dan terasa sangat sakit, lebih buruk dari yang pernah kualami. Saat aku
menghilang, darah mengkhianatiku, menetes ke nightingale floor. Aku berteriak lagi, menjerit
memanggil Kenji, penjaga, lalu membelah sosokku. Sosok keduaku berguling melintasi lantai
sementara tangan kiriku kuarahkan ke mata Kotaro.
Kepalanya tersentak ke samping saat menghindari pukulan, dan kutendang tangannya
yang memegang belati. Dia lompat menjauh dengan kecepatan luar biasa, dan seperti terbang
ke belakang kepalaku. Aku menunduk tepat sebelum dia menendang kepalaku dan melompat
ke udara ketika dia mendarat, selama pertarungan melawan rasa kaget dan kesakitan,
menyadari kalau aku lengah menyerah sedikit saja, aku bisa mati. Aku hendak menendangnya
saat kudengar di lantai atas jendela terbuka dan sebuah benda meluncur cepat.
Kotaro tidak menduganya. Kemudian aku sadar kalau itu adalah Taku. Aku melompat
mencegahnya terjatuh, tapi dia seperti terbang meluncur ke arah Kotaro. Saat perhatian
Kotaro terpecah, aku lalu mengubah lompatanku menjadi tendangan dan menghantamkan
kakiku ke leher Kotaro. Ketika kakiku menjejak lantai, Kenji berteriak dari atas. "Takeo! Ini!" dan dia melempar
Jato ke bawah. Kutangkap pedang dengan tangan kiri. Kotaro meraih Taku, mengayunkan bocah itu di
atas kepalanya, lalu melemparnya ke taman. Kudengar bocah itu tersengal-sengal ketika
mendarat. Kuayunkan Jato di atas kepala lalu menyerangnya. Kotaro menghilang saat
seranganku luput. Tapi karena kini aku sudah memegang senjata, kini dia lebih berhati-hati.
Aku memanfaatkan waktu selama menarik napas. Aku sobek sabuk lalu melilitnya di telapak
tanganku. Kenji melompat dari jendela lantai atas, mendarat di kakinya bak seekor kucing, dan
langsung menghilang. Aku hanya bisa melihat kedua tetua itu samar-samar sementara mereka
berdua bisa saling melihat dengan jelas. Aku pernah bertarung di samping Kenji dan aku tahu
betapa berbahayanya dia, tapi belum pernah kulihat dia melawan orang dengan kemampuan
yang setingkat dengan dirinya. Kenji memegang pedang yang lebih panjang dari Kotaro dan
senjata itu agak lebih menguntungkan baginya, tapi Kotaro sedang putus asa dan memang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 269 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON cerdas. Mereka berdua naik turun di lantai. Lantai menjerit-jerit di bawah kaki mereka.
Kotaro terlihat hampir jatuh, tapi saat Kenji mendekat, dia berhasil bangkit dan menendang
tulang rusuk Kenji. Kedua orang itu membelah sosok mereka. Aku menerjang sosok kedua
Kotaro saat Kenji jungkir balik menjauh. Kotaro berbalik menghadapiku dan aku mendengar
desis lemparan beberapa belati. Kenji melemparnya ke arah leher Kotaro. Pisau pertama kena
sasaran dan kulihat sosok Kotaro mulai samar-samar. Matanya terpaku menatapku. Dia
berusaha menikam belati untuk terakhir kali, tapi tampaknya Jato telah menduga dan
menerjang ke lehernya. Kotaro berusaha mengutukku saat dia sekarat, namun hanya darah
yang keluar dari tenggorokannya yang tergorok sehingga menenggelamkan kata-katanya.
Saat itu matahari sudah tinggi; kami menatap tubuh Kotaro yang berlumuran darah di
bawah cahaya yang pucat, sulit dipercaya kalau orang yang begitu rapuh pernah memiliki
kekuasaan yang begitu besar. Kenji dan aku hanya dapat mengalahkannya dengan
menggabungkan kekuatan kami dan dia memberiku luka di tangan, Kenji mengalami memar
yang parah, dan kemudian kami sadari, tulang rusuk kami yang patah. Taku nampak tegang
da? gemetar, bersyukur karena masih hidup. Para penjaga yang berlarian datang saat
mendengar teriakanku sangat kaget seolah ada setan yang telah menyerangku. Anjing-anjing
semakin gusar ketika mengendus-endus mayat Kotaro, dan memperlihatkan gigi mereka
dengan geraman yang menyeramkan.
Jari-jariku putus, telapak tanganku terluka menganga. Begitu rasa takut dan tegang karena
pertarungan reda, rasa sakitnya mulai terasa, membuatku hampir tak sadarkan diri.
Kenji berkata, "Belatinya mungkin beracun. Kita harus mengamputasi lenganmu sampai
sikut agar tetap hidup." Kepalaku berkunang-kunang karena terguncang, semula aku mengira
dia bercanda, tapi saat melihat raut mukanya yang serius, aku menjadi panik. Aku
memaksanya berjanji untuk tidak melakukan itu. Lebih baik aku mati daripada kehilangan sisa
tangan kananku. Karena bila memang harus diamputasi, kupikir aku tak akan bisa memegang
pedang maupun kuas lagi. Kenji segera membasuh lukaku, meminta Chiyo membawakan arang, sementara para
penjaga berlutut memegangku erat, membakar puntung jari-jari serta pinggiran lukaku lalu
membalutnya ramuan penawar racun.
Belatinya ternyata memang beracun dan aku merasa sangat tersiksa, campur-aduk antara
LIAN HEARN BUKU KETIGA 270 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON rasa sakit, demam dan putus asa. Hari-hari yang panjang dan menyiksa berlalu, aku menyadari
semua orang berpikir kalau aku akan mati. Aku tak percaya kalau aku mati tapi aku tidak bisa
bicara untuk meyakinkan mereka yang masih hidup. Aku terbaring di kamar lantai atas,
menggelepar dan mengoceh pada orang mati.
Mereka berjalan melewatiku, orang-orang yang telah kubunuh, orang-orang yang mati
demi aku, mereka yang telah kubalaskan dendamnya: keluargaku di Mino; kaum Hidden di
Yamagata; Shigeru; Ichiro; orang-orang yang aku bunuh atas perintah Tribe; Yuki; Amano;
Jo-An. Aku ingin mereka hidup lagi, ingin bertemu dan mendengar suara mereka saat masih
hidup; satu demi satu mengucapkan selamat tinggal padaku lalu pergi meninggalkanku yang
sedih dan sendirian. Aku ingin mengikuti mereka, tapi tak kutemukan jalan yang mereka
tempuh. Di saat demam mencapai puncaknya, aku membuka mata dan melihat seorang laki-laki di
dalam kamar. Aku belum pernah melihatnya, tapi aku tahu kalau orang itu adalah ayahku. Dia
memakai pakaian petani seperti yang dikenakan laki-laki di desaku dan tidak membawa
senjata. Dinding-dinding memudar dan aku berada di Mino lagi; desa itu belum terbakar dan
padi-padi di sawah berwarna hijau cemerlang. Aku memperhatikan ayahku bekerja di ladang:
tekun dan damai. Aku mengikutinya mendaki jalan di gunung dan ke dalam hutan, aku tahu
betapa dia sangat senang berkeliaran di sana, di antara hewan dan turnbuhan, karena aku juga
sangat menyukainya. Aku melihat ayahku berpaling saat mendengar suara di kejauhan. Dalam sekejap, dia
mengenali langkah kaki itu: sepupu dan temannya yang datang untuk membunuhnya. Aku
melihat Kotaro muncul di jalan setapak di depan ayahku.
Kotaro mengenakan pakaian Tribe berwarna hitam, seperti yang dia pakai ketika
menemuiku. Kedua laki-laki itu berdiri terpaku seakan membeku di depanku: ayahku yang
telah bersumpah tak akan membunuh lagi, dan calon ketua Kikuta yang hidup dengan cara
tukar-menukar kematian dan teror.
Ketika Kotaro mencabut belati, aku berteriak memberi peringatan. Aku berusaha bangkit,
namun tangan-tangan menahanku. Bayangan itu memudar, meninggalkan diriku dalam
kecemasan. Aku sadar kalau aku tak bisa mengubah masa lalu, tapi aku juga sadar, dalam
LIAN HEARN BUKU KETIGA 271 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON serangan demam hebat, bahwa konflik itu masih belum selesai. Betapa pun manusia berupaya
mengakhiri kekerasan, tampaknya mereka tak bisa lari dari kekerasan itu sendiri. Perselisihan
itu akan berlangsung selamanya, kecuali aku menemukan jalan tengah, jalan kedamaian, dan
satu-satunya jalan yang terpikir olehku yaitu menampung semua kekerasan dalam diriku, atas
nama negara dan rakyatku. Aku harus terus berjalan di jalur kekerasan agar semua orang bias
terbebas darinya, seperti halnya aku tidak menganut kepercayaan apa pun sehingga semua
orang bebas menganut apa yang ingin mereka yakini. Aku tak menginginkan jalan kekerasan.
Aku ingin mengikuti cara yang ayahku ajarkan dan bersumpah untuk tidak membunuh, hidup
seperti yang ibuku ajarkan. Kegelapan muncul di sekelilingku dan jika aku menyerah, aku bisa
mengejar ayahku dan perselisihan ini akan berakhir. Tabir yang sangat tipis memisahkanku
dari alam baka, tapi ada suara menggema di balik bayang-bayang.
Hidupmu bukan milikmu lagi. Kedamaian harus dibayar dengan pertumpahan darah.
Di balik perkataan perempuan suci itu, aku mendengar Makoto memanggil-manggil
namaku. Aku tak tahu apakah dia sudah mati atau masih hidup. Ingin kujelaskan padanya apa
yang baru saja aku ketahui dan aku tak mampu menanggung beban atas apa yang telah
kulakukan selama ini. Aku ingin pergi bersama ayahku, namun saat aku berusaha bicara,
Iidahku kelu untuk dapat merangkai katakata. Aku menggeliat dalam kekecewaan, berpikir
kalau kami akan berpisah tanpa sempat mengucapkan kata-kata perpisahan.
Makoto menggenggam erat tanganku. Dia mencondongkan badan dekat padaku dan
berbicara dengan jelas. "Takeo! Aku tahu. Aku mengerti. Tidak apa-apa. Kita akan damai.
Tapi hanya kau yang mampu mewujudkannya. Kau tidak boleh mati. Tetaplah bersama kami!
Kau harus tetap bersama kami demi kedamaian."
Dia terus bicara sepanjang malam, suaranya menghalau hantu dan menghubungkan rohku
dengan dunia ini. Fajar telah menyingsing dan demamku sirna. Aku tertidur nyenyak, dan ketika terbangun,
keadaan yang terang dan jernih telah kembali. Tanganku masih berdenyut namun tidak sesakit
sebelumnya. Kemudian Kenji mengatakan bahwa dia menduga sesuatu yang berasal dari
ayahku, semacam kekebalan dalam darah ahli racun telah melindungiku. Saat itulah aku
katakan padanya kata-kata dalam ramalan, bagaimana putraku yang ditakdirkan untuk membunuhku dan bagaimana aku percaya tak akan mati sebelum saatnya tiba. Dia terdiam lama.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 272 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Baiklah," akhirnya dia berkata. "Hal itu masih jauh di masa depan. Akan kita hadapi bila
sudah tiba waktunya."
Putraku adalah cucu Kenji. Ramalan itu nampak amat kejam bagiku. Aku masih lemah
dan mudah meneteskan air mata. Tubuhku yang lemah membuatku kesal. Tujuh hari lamanya
sebelum aku bisa berjalan keluar, lima belas hari sebelum aku bisa menunggang kuda lagi.
Bulan purnama di bulan kesebelas datang dan pergi. Tak lama lagi akan terjadi titik balik
matahari dan tahun akan segera berganti, salju akan turun. Tanganku berangsur pulih: bekas
luka yang lebar dan jelek hampir menghilangkan tanda keperakan bekas luka bakar yang
kudapat pada hari Shigeru menyelamatkanku, dan garis lurus Kikuta.
Makoto duduk bersamaku siang dan malam tanpa banyak bicara. Aku merasa dia sedang
menyembunyikan sesuatu dariku dan Kenji tahu apa itu. Mereka membawa Hiroshi
menemuiku satu kali dan aku lega karena bocah itu masih hidup. Dengan ceria dia
menceritakan tentang perjalanannya, bagaimana mereka bisa lolos dari gempa dan melihat
sisa-sisa yang sebelumnya merupakan pasukan Arai, dan betapa hebatnya Shun, tapi kurasa dia
setengah berpura-pura. Terkadang Taku, yang cepat bertambah besar dalam waktu sebulan,
datang duduk menemaniku; seperti halnya Hiroshi, dia juga bersikap ceria, tapi wajahnya
pucat dan tegang karena memaksa tertawa. Seiring dengan pulihnya kekuatanku, kusadari
kalau seharusnya kami sudah mendapat kabar dari Shizuka. Jelas terlihat semua orang takut
sesuatu yang terburuk terjadi; tapi aku tak percaya kalau dia sudah mati. Begitu juga dengan
Kaede, karena tak seorang pun dari mereka yang menemuiku saat aku sekarat.
Akhirnya, pada suatu malam, Makoto berkata, "Kami mendapat kabar dari wilayah
selatan. Kerusakan akibat gempa di sana jauh lebih parah. Di kediaman Lord Fujiwara terjadi
kebakaran hebat..." Dia meraih tanganku, "Maaf, Takeo. Tampaknya tak ada yang selamat."
"Fujiwara mati?"
"Ya, dia dipastikan telah mati." Dia berhenti, lalu menambahkan, "Kondo Kiichi juga
mati di sana." Kondo yang kuutus bersama Shizuka....
"Dan temanmu?" tanyaku.
"Dia juga. Mamoru yang malang. Kurasa dia seperti menyambut kematiannya."
Selama beberapa waktu aku diam membisu. Makoto berkata pelan, "Mereka belum
LIAN HEARN BUKU KETIGA 273 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menemukan mayat Lady Kaede, tapi...."
"Aku harus tahu secara pasti," ujarku. "Maukah kau ke sana untuk memastikannya?"
Makoto setuju untuk berangkat keesokan paginya. Aku menghabiskan malam dengan
penuh kekhawatiran memikirkan apa yang akan kulakukan jika tidak ada Kaede di sisiku.
Satu-satu keinginanku adalah ikut dengannya; tapi, bagaimana dengan orang-orang yang
begitu setia padaku" Saat fajar tiba aku menyadari kebenaran kata-kata Jo-An dan Makoto.
Hidupku bukan hanya milikku. Hanya aku yang bisa membawa kedamaian. Aku dikutuk
untuk tetap hidup. Malam itu ada satu hal lagi yang terlintas di benakku, dan aku meminta bertemu dengan
Makoto sebelum dia pergi. Aku mencemaskan catatan yang Kaede bawa ke Shirakawa. Jika
memang harus tetap hidup, aku ingin mendapatkan catatan itu sebelum musim dingin. Karena
aku harus menghabiskan berbulan-bulan merencanakan strategi di musim panas; musuhmusuhku yang masih tersisa tak akan ragu memanfaatkan Tribe untuk melawanku. Aku
merasa harus meninggalkan Hagi pada musim semi dan memperkuat kekuasaanku atas Tiga
Negara, bahkan mungkin menjadikan Inuyama sebagai ibukota. Pikiran itu membuatku
tersenyum pahit, sebab Inuyama berarti Gunung Anjing, dan seakan tempat itu memang
sedang menantikan diriku.
Kusuruh Makoto mengajak Hiroshi. Bocah itu bisa menunjukkan tempat catatan itu
disembunyikan. Aku tak mampu menahan harapan yang melambung bahwa Kaede ada di
Shirakawa-bahwa entah bagaimana Makoto akan membawanya kembali padaku.
Mereka kembali pada hari yang dingin hampir dua minggu kemudian. Aku melihat
mereka sendirian, dan aku hampir mati ditelan kekecewaan. Mereka pulang dengan tangan
kosong. "Nenek yang menjaga kuil tidak mau memberikan catatan itu pada siapa pun kecuali
padamu," urai Makoto. "Maaf, aku tak bisa membujuknya."
Hiroshi berkata dengan penuh semangat, "Kita harus kembali. Aku akan pergi bersama
Lord Otori." "Ya, Lord Otori harus mengambilnya," ujar Makoto. Dia seperti hendak bicara lagi, tapi
dia membatalkannya. "Apa?" desakku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 274 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Dia menatapku dengan ekspresi aneh, antara iba dan kasih sayang. "Kita semua akan
pergi," katanya. "Kita akan mencari tahu kabar mengenai Lady Otori."
Aku ingin pergi, namun aku juga takut perjalananku akan sia-sia dan waktunya sudah
terlambat karena musim dingin akan segera tiba. "Kita bisa terjebak salju di perjalanan,"
kataku. "Aku berencana menghabiskan musim dingin di Hagi."
"Jika yang terburuk terjadi, kau bisa tinggal di Terayama. Aku ingin ke sana dalam
perjalanan pulang. Aku akan tinggal di sana."
"Kau akan meninggalkanku" Mengapa?"
"Ada tugas lain yang harus dikerjakan. Cita-citamu telah tercapai. Aku dipanggil kembali
ke biara." Hatiku luluh lantak. Apakah aku akan kehilangan semua orang yang kusayangi"
Kupalingkan wajahku untuk menyembunyikan perasaanku.
"Saat kau sekarat, aku bersumpah," Makoto melanjutkan. "Aku berjanji pada Sang
Pencerah bahwa jika kau selamat, akan kuabdikan diri demi cita-citamu dengan cara yang
berbeda. Aku telah bertempur dan membunuh di sisimu, dan dengan senang hati aku akan
melakukannya lagi. Tapi hal itu tak akan menyelesaikan apa pun. Seperti tarian musang,
lingkaran kekerasan terus berputar."
Ucapannya terngiang di telingaku. Itu semua kata-kata yang ada di benakku saat aku
dalam keadaan setengah sadar.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika demam kau bicara tentang ayahmu dan juga tentang perintah bagi kaum Hidden
agar tidak membunuh. Sebagai ksatria, sulit bagiku untuk mengerti, tapi sebagai biarawan, itu
adalah perintah yang rasanya harus kucoba dan kuikuti. Di malam itu aku bersumpah untuk
tidalc membunuh lagi. Aku akan mencari kedamaian melalui doa dan meditasi. Aku telah
meninggalkan serulingku di Terayama untuk memanggul senjata. Kini aku akan meninggalkan
senjataku di sini dan kembali untuk mengambil serulingku itu."
Dia tersenyum tipis. "Perkataanku mungkin tak masuk akal. Aku mengambil langkah
pertama dalam perjalanan yang panjang dan sulit, tapi itulah yang akan kulakukan."
Aku tidak menjawabnya. Aku membayangkan Biara Terayama, tempat Shigeru dan
Takeshi dimakamkan, tempat aku pernah dilindungi serta dirawat, tempat aku dan Kaede
menikah. Biara itu berada di jantung Tiga Negara, jiwa dan raga dari tanah air serta hidupku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 275 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Tidak lama lagi Makoto akan tinggal di sana, berdoa untuk kedamaian yang kunantikan,
menjunjung tinggi cita-citaku. Dia akan menjadi satu orang, seperti percikan kecil cairan
pewarna di tong besar, namun bisa kulihat warnanya menyebar selama bertahun-tahun, warna
biru-hijau dengan kata ke damaian yang selalu memanggilku. Dalam pengaruh Makoto, biara
akan menjadi tempat yang damai, seperti yang diharapkan pendiri biara itu.
"Aku tidak meninggalkanmu," katanya lembut. "Aku akan bersamamu dan mendukungmu dengan cara yang berbeda."
Aku kehabisan kata-kata untuk mengucapkan terima kasih: Yang bisa kulakukan
hanyalah berterima kasih dan membiarkan dia pergi.
Kenji, diam-diam didukung oleh Chiyo, menentang keputusanku untuk pergi,
mengatakan kalau aku mencari masalah dengan melakukan perjalanan seperti itu saat belum
benar-benar pulih. Aku merasa semakin sehat setiap hari dan tanganku hampir pulih, meski
masih terasa sakit. Aku sedih telah kehilangan ketangkasan dan berusaha membiasakan tangan
kiriku memegang pedang dan kuas, tapi setidaknya aku memegang tali kekang kuda dengan
tangan itu dan kupikir sudah cukup sehat untuk menunggang kuda. Perhatianku yang utama
adalah membangun Hagi kembali, tapi Miyoshi Kahei dan ayahnya meyakinkan kalau mereka
bisa mengaturnya tanpa kehadiran diriku. Kahei dan anggota pasukanku yang lain tertahan
gempa, tapi berhasil lolos dari bahaya. Kedatangan mereka semakin menambah kekuatan kami
dan mempercepat pemulihan kota. Aku suruh Kahei segera mengirim pesan ke Shuho untuk
mengundang Shiro si tukang kayu dan keluarganya kembali ke Hagi.
Akhirnya Kenji menyerah dan mengatakan, meskipun rusuknya yang patah cukup banyak,
dia akan turut bersamaku karena sadar aku tak menghadapi orang sehebat Kotaro seorang diri.
Aku memaafkan sindirannya, senang dia bersamaku, dan kami juga ajak Taku, tak ingin
meninggalkannya sendiri saat semangatnya sedang turun. Dia dan Hiroshi bertengkar seperti
biasa, tapi Hiroshi menjadi lebih sabar dan Taku tidak sombong lagi. Aku melihat
persahabatan sejati sedang terjalin antara mereka. Aku mengumpulkan semua laki-laki yang
ada kota dan meninggalkan mereka berkelompok untuk membantu membangun kembali desa
dan peternakan yang hancur.
Kami melakukan perjalanan mengikuti retakan akibat gempa yang membelah tanah dari
utara ke selatan. Saat itu hampir pertengahan musim dingin; meskipun terjadi kehilangan dan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 276 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kehancuran, tapi orang-orang bersiap-siap menyambut Tahun Baru; mereka memulai hidup
baru lagi. Hari sangat dingin tapi cerah, permukaan bumi gundul dan musim dingin mulai terasa.
Burung berwarna kelabu lembut berkicau dari balik semak. Kami langsung ke selatan. Malam
hari begitu dingin menusuk dengan bintang-bintang besar, dan setiap pagi diselumuti putihnya salju.
Aku tahu Makoto merahasiakan sesuatu, tapi tidak bisa menduga apakah itu rahasia yang
menyenangkan atau justru menyedihkan. Setiap hari dia nampak lebih ceria. Semangatku
masih mengambang. Aku gembira bisa menunggang Shun lagi, tapi dingin dan sulitnya perjalanan, bersamaan dengan rasa sakit dan cacat di tanganku, lebih menguras tenaga dari yang
kuduga, dan di malam hari tugas di depanku terlalu berat untuk dapat aku selesaikan, terutama
jika Kaede tidak berada di sisiku.
Pada hari ketujuh, kami tiba di Shirakawa. Langit penuh mega dan seluruh bumi tampak
kelabu. Rumah Kaede hancur, tak ada yang tersisa selain abu dan arang.
Rumah itu nampak sangat menyedihkan; kurasa kediaman Fujiwara juga dalam kondisi
yang sama. Aku mendapat firasat kalau Kaede sudah mati dan Makoto sedang membawaku ke
makamnya. Terdengar pekikan keras burung dari balik pohon yang terbakar di samping gerbang, dan
di sawah dua burung ibis berjambul sedang makan, bulu mereka yang berwarna merah muda
bersinar di tanah yang menghitam. Di saat kami berjalan melewati padang rumput, Hiroshi
berseru. "Lord Otori! Lihat!"
Dua kuda betina berderap menghampiri kami, meringkik pada kuda-kuda kami. Ada dua
anak kuda yang sedang belajar jalan, berumur tiga bulan, menurut perkiraanku. Surai dan
ekornya sehitam warna pernis.
"Mereka itu pasti anak Raku!" ujar Hiroshi. "Amano mengatakan kalau kuda betina
Shirakawa mengandung anaknya."
Aku tak bisa melepaskan pandanganku dari mereka. Anak-anak kuda itu seperti anugerah
dari surga yang tak ternilai harganya.
"Salah satunya akan menjadi milikmu," mendapatkannya atas kesetiaanmu."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 277 kataku pada Hiroshi. "Kau pantas KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Bolehkah yang satu lagi untuk Taku?" pinta Hiroshi.
"Tentu!" Kedua bocah itu berteriak kegirangan. Aku menyuruh seorang pengawal membawa kudakuda betina bersama kami dan anak-anak kuda itu berderap mengikuti induknya dan
rombongan kami, berjalan menyusuri Shirakawa menuju Gua Suci.
Aku belum pernah ke sana dan kaget melihat ukuran gua besar di bawah tanah yang ada
air mengalir. Gunung yang menjulang tinggi telah diselimuti salju, bayangannya terpantul di
permukaan sungai musim dingin yang tenang. Di sini dapat kulihat, ditarik oleh tangan alam,
kebenaran yang seutuhnya. Tanah, air dan langit bersanding dengan selaras. Sama seperti saat
di Terayama ketika aku diperlihatkan inti kebenaran yang sesungguhnya; sekarang aku dapat
melihat alam surga yang diperlihatkan oleh bumi.
Ada sebuah pondok di tepi sungai, tepat di depan gerbang kuil. Seorang laki-laki tua
keluar ketika mendengar kuda mendekat, tersenyum mengenali Makoto dan Hiroshi, lalu
membungkuk hormat pada kami.
"Selamat datang, silakan duduk, akan kubuatkan teh untuk kalian. Akan kupanggil
istriku." "Lord Otori datang untuk mengambil kotak yang kami tinggalkan di sini," kata Hiroshi
dengan bergaya seperti orang penting, lalu menyeringai pada Makoto.
"Ya, ya. Akan kuberitahu mereka. Laki-laki tidak boleh masuk, perempuan yang akan
keluar menemui kita."
Selagi dia menuangkan teh di beranda, ada yang keluar dari pondok dan memberi salam
kepada kami. Laki-laki itu berumur setengah baya, baik dan tampak cerdas. Dia
memperkenalkan diri dengan nama Ishida dan aku tahu dia seorang tabib. Sementara dia
menceritakan tentang sejarah gua ini dan airnya yang bisa menyembuhkan, laki-laki tua tadi
dengan cekatan berjalan ke pintu masuk gua, melompat di antara bebatuan besar yang
menonjol. Agak jauh dari gua ada sebuah lonceng perunggu menggantung di bangunan yang
terbuat dari kayu. Laki-laki itu membunyikan anak lonceng yang memantul ke permukaan air,
bergema dan berkumandang dari dalam gunung.
Aku memperhatikan laki-laki tua itu sambil minum teh. Dia tampak mengintip ke dalam
pondok dan mendengarkan. Setelah beberapa saat dia berbalik dan berseru, "Hanya Lord
LIAN HEARN BUKU KETIGA 278 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Otori yang boleh kemari."
Kuletakkan mangkuk teh dan berdiri. Matahari telah menghilang di balik lereng dan
bayangan gunung terpantul di permukaan air. Selagi mengikuti langkah laki-laki tua itu
melompat dari satu batu ke batu lainnya. Aku merasakan sesuatu"seseorang"mendekat ke
arahku. Aku berdiri di sisi laki-laki tua itu, di sebelah lonceng. Dia menatapku dan tersenyum,
senyuman yang hangat dan terbuka.
"Istriku akan datang," katanya. "Dia akan membawa kotak itu." dia berkata sambil tertawa
kecil lalu melanjutkan. "Mereka telah menunggu."
Kini melongok ke dalam gua bawah tanah yang gelap itu. Aku melihat seorang
perempuan tua berpakaian putih. Bisa kudengar langkahnya di bebatuan yang basah dan
diikuti beberapa perempuan di belakangnya. Aliran darahku berdegup-degup di telingaku.
Ketika mereka melangkah keluar, perempuan tua itu membungkuk sampai ke tanah dan
meletakkan kotak itu di kakiku. Shizuka ada tepat di belakangnya, membawa kotak yang
kedua. "Lord Otori," gumamnya.
Aku hampir tidak mendengar suaranya. Aku tidak melihat Shizuka dan perempuan tua
itu. Aku melayangkan pandangan ke belakang mereka, ke arah Kaede.
Aku kenali dia dari lekuk tubuhnya, tapi ada yang berubah pada dirinya. Aku tidak tahu
apa itu. Kepalanya ditutupi sehelai kain dan saat menghampiriku, dia membiarkan kain itu
jatuh di bahunya. Rambutnya tak ada lagi. Pandangan matanya terpaku menatapku. Wajahnya. Ia tidak terluka dan tetap cantik, tapi
aku hampir tidak melihatnya. Kutatap matanya, kuamati penderitaan yang telah dia alami, dan
betapa penderitaan memperhalus dan membuatnya lebih kuat. Mantra tidur Kikuta tak akan
bisa menyentuhnya lagi. Tetap tanpa sepatah kata pun, dia berbalik dan menarik kain itu dari bahunya. Tengkuk
yang begitu sempurna, begitu putih, kini tertutup bekas luka yang kemerahan dan ungu karena
rambutnya telah membakar dagingnya.
Kutaruh tanganku yang cacat di atasnya, menutupi lukanya dengan lukaku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 279 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kami berdiri seperti itu dalam waktu yang lama. Terdengar jeritan keras burung bangau
saat terbang dari sarangnya, nyanyian air tiada henti, dan debaran jantung Kaede. Kami
bernaung di bebatuan yang menggantung, dan aku tidak memperhatikan salju yang mulai
turun. Ketika melihat pemandangan di luar, ternyata bumi telah berubah putih tertutup salju.
Di tepi sungai, anak-anak kuda mengendus-endus salju dengan kagum, salju pertama
yang mereka lihat. Kelak saat salju mencair dan musim semi tiba, warna bulu mereka akan
menjadi abu-abu, seperti warna Raku.
Aku berdoa agar musim semi juga membawa kesembuhan pada tubuh kami yang terluka,
pada pernikahan kami, dan pada tanah air kami. Dan agar di musim semi ini bisa melihat
houou, burung suci, kembali sekali lagi ke Tiga Negara.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 280 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON PENUTUP TIGA NEGARA menikmati hampir lima belas tahun dalam kedamaian dan kemakmuran.
Perdagangan dengan tanah daratan dan kaum barbar membuat kami kaya. Inuyama,
Yamagata, dan Hagi memiliki istana dan kastil yang tak ada bandingannya di seluruh
Delapan Pulau. Istana Otori, kabarnya, bersaing dengan kemegahan istana kaisar.
Ancaman selalu ada"orang kuat seperti Arai Zenko di dalam batas wilayah kami, para
bangsawan di luar Tiga Negara, kaum barbar yang menginginkan bagian yang lebih besar
dari kekayaan kami, bahkan sang kaisar dan kalangan istananya juga takut tersaingi oleh
kami"namun sekarang ini, tahun ketiga puluh dua dalam hidupku, tahun keempat belas
dalam kekuasaanku, kami mampu mengendalikan semuanya dengan menggabungankan kekuatan dengan diplomasi.
Kikuta yang kini dipimpin Akio tidak pernah menyerah untuk menghentikan
perlawanannya kepadaku, dan tubuhku sekarang membawa catatan dari usaha-usaha
pembunuhan mereka padaku. Perjuangan kami melawan mereka terus berlanjut; kami tak
akan bisa membasmi mereka, tapi mata-mata yang aku pertahankan di bawah pengawasan
Kenji dan Taku mampu mengendalikan mereka.
Taku dan Zenko, keduanya sudah menikah dan punya anak. Zenko aku nikahkan
dengan adik iparku, Hana, untuk mengikatnya lebih dekat padaku. Kematian ayah nya yang
tragis terbentang di antara kami dan aku tahu dia akan menjatuhkanku jika dia mampu.
Hiroshi tinggal di rumahku sampai berusia dua puluh tahun, lalu kembali ke Maruyama
tempat dia memegang kendali wilayah itu untuk putri sulungku yang akan mewarisi wilayah
itu dari ibunya. Kaede dan aku mempunyai tiga orang putri: yang sulung kini berusia tiga belas tahun,
kedua adik kembarnya, berusia sebelas tahun. Putri pertama kami mirip ibunya dan tidak
memperlihatkan kemampuan Tribe. Si kembar wajahnya sangat mirip, bahkan garis Kikuta
di telapak tangan mereka. Orang-orang takut pada mereka karena beberapa alasan.
Kenji menemukan putraku sepuluh tahun lalu saat bocah itu berusia lima tahun. Sejak
itu, kami selalu mengawasinya, tapi aku tak membiarkan siapa pun menyakitinya. Aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 281 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sering berpikir lama tentang ramalan itu dan menyimpulkan bahwa bila ini memang
takdirku, aku tak akan bisa menghindar, dan bila bukan-karena ramalan, sama seperti doa,
akan terpenuhi dengan cara yang tak terduga"maka semakin sedikit upayaku
menghindarinya semakin baik. Dan aku tak bisa menyangkal, saat penyakit yang
menggerogoti tubuhku semakin parah dan saat aku ingat bagaimana aku telah mencabut
nyawa ayah angkat, pamanku, Shigeru dengan kematian yang cepat dan terhormat sebagai
ksatria, menghapuskan hinaan dan rasa malu yang dialaminya di bawah kekuasaan Iida
Sadamu, pikiran itu kerap hinggap di benakku, bahwa putraku yang akan membebaskan
diriku, bahwa kematian di tangannya akan kusambut dengan tangan terbuka.
Namun kematianku adalah kisah yang lain, kisah yang tidak dapat diceritakan olehku.**
Nantikan Kelanjutan Kisah TAKEO dan Kaede dalam episode terakhir
KISAH KLAN OTORI IV Dalam buku : The Harsh Cry of the Heron
Catatan Kaki * Waktu Ular: berkisar antara jam 09.00 s/d jam 11.00. [peny]
* Waktu Anjing: berkisar antara jam 19.00 s/d jam 21.00. [peny]
* Waktu Kambing: berkisar antara jam 15.00 s/d jam 17.00. [penyl
* Waktu Monyet-: berkisar antara jam 17.00 s/d jam 19.00. [peny]
* Waktu Tikus: berkisar antara jam 23.00 s/d jam 01.00. [peny]
* Waktu Lembu: berkisar antara jam 01.00 s/d jam 03.00. [peny]
* Waktu Anjing: berkisar antara jam 19.00 s/d jam 21.00. [peny]
* Bailey : Tempat yang dilindungi dinding kastil dan beberapa menara. Bailey digunakan untuk menanam
buah-buahan, memelihara ternak dan juga tempat berlindung saat ada bahaya. [peny]
* Tanabata (atau Festival of the Weaver Star) dirayakan setiap tanggal 7 Juli. Menurut legenda, pada malam itu
bintang Altair dan Vega (yang dianggap mewakili sepasang kekasih) akan bertemu dengan seijin dewa.
[peny] * Waktu Naga: berkisar antara jam 07.00 s/d jam 09.00. [peny]
LIAN HEARN BUKU KETIGA 282 Han Bu Kong 8 Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer Thousand Splendid Suns 6
menonton pertunjukkan drama tentang dirinya, tapi boleh mendengar potongan kata-kata
serta senandungnya, musik, tabuhan tambur. Drama itu merasuk ke benaknya hingga tanpa
sadar air matanya berlinang.
Hidup Kaede pun sama pedih dan mengharukan seperti drama itu. Kaede menghabiskan
waktu dengan merenungi dan mencari cara untuk dapat menggambarkan perasaannya sendiri.
Ia hanya tahu sedikit tentang puisi; selain yang pernah ia baca dalam buku-buku milik ayahnya, tapi ia mengumpulkan kata-kata layaknya manik-manik emas dan merangkainya sesuka
hati. Lalu menyimpannya rapat-rapat di hati.
Kaede mulai menyukai kesunyian, di mana puisi tersusun dengan sendirinya, seperti pilarpilar di Gua Suci Shirakawa yang terbentuk karena tetesan air.
Selain Fujiwara, satu-satunya laki-laki yang ia lihat hanyalah Ishida. Tabib itu datang
setiap beberapa hari dan Kaede menikmati kunjungannya, meskipun mereka hampir tidak
bicara. Saat mulai mencari kata-kata untuk memulai pembicaraan dengan tabib itu, Kaede
terhenti akibat teh penenang.
Di sebelah kamar yang menghadap ke taman ada kuil kecil dengan patung Sang Pencerah
dan patung Kannon. Rieko tidak berani mencegah Kaede berdoa di depan patung itu. Begitu
lama ia berlutut hingga doa dan puisi menyatu dan setiap hari dunia tampak penuh makna dan
kesucian. Ia sering bermeditasi dengan memikirkan tentang perang Asagawa dan penyiksaan
Takeo atas anggota Tribe, dan bertanya-tanya apakah keadaan yang menyentuh dirinya ini
bisa memberi jawaban tentang cara berkuasa tanpa melakukan kekerasan. Namun kemudian ia
mengakui: jika berkuasa, ia akan balas dendam pada orang-orang yang telah membuat ia
menderita. Kaede menyalakan dupa di depan kuil dan membiarkan aromanya yang pekat memenuhi
penciumannya dan menyatu dengan udara di sekitarnya. Sebuah lonceng kecil tergantung, dan
dari waktu ke waktu ia ingin sekali memukulnya sekeras mungkin. Ketika akhirnya ia
memukul lonceng itu, gaungnya sampai ke kamar dan para pelayan saling bertukar pandang,
berhati-hati jangan sampai Rieko melihat mereka. Mereka tahu sedikit tentang kisah Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 240 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sehingga mereka kasihan dan semakin mengaguminya.
Ada seorang gadis pelayan yang menarik perhatian Kaede. Ia tahu dari catatan Tribe yang
ia salin untuk Takeo bahwa beberapa anggota Tribe bekerja di rumah Fujiwara, dan hampir
pasti bangsawan itu tidak tahu. Dua orang laki-laki, salah satunya adalah pengurus rumah,
dibayar dari ibukota; agaknya mereka adalah mata-mata yang bertugas untuk melaporkan ke
istana tentang kegiatan sang bangsawan yang diasingkan. Ada dua pelayan di dapur yang
menjual potongan-potongan informasi pada siapa pun yang mau membayar, dan ada seorang
perempuan lagi, seorang pelayan, yang Kaede duga sebagai gadis Tribe.
Saat memperhatikan lebih cermat, Kaede sadar kalau gadis itu mirip Shizuka. Kaede tidak
merindukan Shizuka saat pertama kali berpisah; hidupnya sepenuhnya dihabiskan bersama
Takeo, tapi kini ia sangat merindukan pelayannya itu. Kaede merindukan suara, keceriaan dan
keberaniannya. Di atas segalanya, Kaede ingin mendengar kabar apa saja. Nama gadis itu Yumi. Jika ada
orang yang tahu mengetahui kejadian di dunia luar, pastilah itu orang Tribe. Tapi Kaede
belum pernah berdua dengannya, dan Kaede pun takut mendekatinya, meskipun secara tidak
langsung. Pertama-tama Kaede menduga gadis itu dikirim untuk membunuhnya sebagai
hukuman pada Takeo. Ia memperhatikan gadis itu, bukan karena takut, tapi lebih karena
semacam rasa ingin tahu: bagaimana cara orang itu akan membunuhnya, bagaimana rasanya.
mati, dan apa reaksi pertamanya lega atau menyesal.
Kaede tahu hukuman mati yang dijatuhkan Tribe pada Takeo, diperkuat dengan
kekerasan yang Takeo lakukan saat mengejar mereka di Maruyama. Ia tak mengharapkan
simpati maupun dukungan Tribe. Tapi, tingkah laku gadis itu seakan mengatakan kalau dia
tidak memusuhi Kaede. Seiring hari-hari yang semakin singkat dan dingin, pakaian musim dingin dikeluarkan
untuk dijemur, pakaian musim panas dicuci, dilipat lalu disimpan. Selama dua minggu Kaede
mengenakan kimono antara dua musim dan bersyukur atas kehangatan ekstra yang diberikan
pakaian itu. Rieko dan para pelayan menjahit dan membordir, tapi Kaede tidak diijinkan turut
ambil bagian. la tak terlalu suka menjahit-ia harus berusaha keras dengan tangan kidalnya
hingga terampil"tapi kegiatan itu sebenarnya bisa mengisi hari-hari luang. Kaede tertarik
pada benang yang berwarna-warni dan terpikat dengan bagaimana setangkai bunga atau
LIAN HEARN BUKU KETIGA 241 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON seekor burung tampak hidup di atas bahan sutra tebal. Ia tahu dari Rieko kalau Fujiwara
memerintahkan untuk menjauhkan semua jarum, gunting dan pisau. Bahkan cermin hanya
boleh dipegang Rieko. Kaede memikirkan jarum kecil pemberian Shizuka yang dulu ia
sembunyikan di balik lengan baju, jarum yang ia gunakan untuk membunuh Lord Iida di
Inuyama. Apakah Fujiwara takut ia melakukan hal yang sama"
Rieko selalu memperhatikan apa yang Kaede lakukan, kecuali saat Fujiwara datang
berkunjung. Rieko menemani Kaede ke rumah mandi dan bahkan ke kakus, dia memegangi
kimono tebal di samping Kaede lalu membasuh tangan Kaede di bak air. Saat Kaede datang
bulan, Fujiwara berhenti mengunjunginya.
Waktu berlalu. Pohon plum tidak berbuah maupun berdaun. Suatu pagi, di atas lumut
dan pucuk cemara, tampak samar kilau embun yang membeku. Dimulainya cuaca dingin
membawa berbagai penyakit. Pertama Kaede sakit flu; kepalanya sakit dan tenggorokannya
terasa seperti menelan jarum. Demam membawa mimpi buruk, namun dalam beberapa hari la
sembuh meskipun batuk masih mengganggunya di malam hari. Ishida memberi ramuan kulit
pohon willow dan akar bunga valerian. Rieko juga terserang flu yang jauh lebih parah dari
Kaede. Pada malam ketiga Rieko sakit, terjadi serangkaian gempa kecil. Gempa dan demam
membuat Rieko panik. Dia nyaris tak terkendali. Karena panik, Kaede menyuruh Yumi
memanggil Ishida. Hari telah malam saat tabib itu datang; bulan tiga perempat keperakan bergelayut di
hitamnya langit, dan bintang terlihat seperti titik-titik es yang bercahaya.
Sambil menyuruh Yumi mengambil air panas, Ishida menyeduh ramuan dan menyuruh
Rieko minum. Geliatan kesakitan Rieko semakin berkurang dan tangisnya pun mulai
berkurang. "Dia akan tertidur," kata Ishida. "Yumi boleh memberinya satu dosis lagi bila dia panik."
Saat Ishida bicara, tanah bergetar. Melalui pintu yang terbuka, Kaede melihat bulan
bergetar saat lantai terangkat dan terhenyak. Pelayan lain memekik ketakutan dan berlarian
keluar. "Bumi berguncang seharian," kata Kaede. "Apakah itu pertanda akan ada gempa besar?"
"Siapa tahu?" sahut Ishida. "Sebaiknya Anda matikan lampu sebelum pergi tidur. Aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 242 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan kembali ke rumah dan melihat apa yang sedang anjingku lakukan."
"Anjingmu?" "Jika dia tidur di bawah beranda, tak akan ada gempa besar. Tapi bila dia melolong,
barulah aku cemas." Ishida tertawa kecil dan Kaede sadar ternyata sudah lama sekali sejak terakhir kali ia
melihat tabib itu ceria. Dia seorang pendiam, mandiri, suka mendengar kata hatinya yang
dibimbing oleh kewajibannya pada Fujiwara dan panggilannya sebagai seorang tabib, tapi
Kaede merasakan ada sesuatu yang berbeda padanya malam itu, sesuatu yang muncul di balik
penampilannya yang tenang.
Ishida meninggalkan mereka, dan Yumi ikut masuk ke kamar tidur untuk membantu
Kaede mengganti pakaian. "Tabib itu nampak ceria malam ini," komentar Kaede. Kaede senang tidak ada Rieko yang
mendengar setiap kata-katanya sehingga ia merasa bisa bicara apa adanya. Kimono meluncur
turun dari bahu, dan selagi mengangkat rambut Kaede, Yumi berbisik.
"Itu karena dia bertemua Muto Shizuka."
Kaede merasa darah tersedot habis dari kepalanya. Kaede merasa kamar seakan berputar
di sekelilingnya, bukan karena gempa, tapi karena ia merasa lemah. Yumi memegangi Kaede
untuk menopang, lalu membaringkan ke alas tidur. Dia mengambil baju tidur dan membantu
Kaede memakainya. "Jangan sampai lady sakit lagi," dia bergumam, mengambil sisir untuk merapikan rambut
Kaede. "Apa beritanya?" tanya Kaede pelan.
"Keluarga Muto telah berdamai dengan Lord Otori. Ketua Muto ada bersama Takeo saat
ini." Hanya mendengar nama Takeo disebut, jantung Kaede berdebar kencang, hingga ia
merasa hendak muntah. "Di mana dia?" "Di pesisir, di Shuho. Dia menyerah pada Lord Arai."
Kaede tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Takeo. "Apakah dia aman?"
"Beliau dan Arai bersekutu. Mereka akan menyerang Hagi bersama-sama."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 243 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Perang lagi," gumam Kaede. Perasaan berkecamuk dalam dirinya, membuat matanya
hangat. "Bagaimana dengan adik-adikku?"
"Mereka baik-baik saja. Pernikahan telah diatur untuk Lady Ai dengan keponakan Lord
Akita. Jangan menangis, lady. Jangan sampai ada yang tahu rahasia ini. Hidupku
bergantungmu. Shizuka sudah bersumpah kalau Anda bisa menyembunyikan perasaan."
Kaede berusaha menahan agar air matanya tidak berlinang. "Adikku yang bungsu?"
"Arai ingin menjodohkannya dengan Lord Otori, tapi dia mengatakan tidak berniat
menikah sampai berhasil merebut Hagi."
Kaede merasa hatinya seakan tertusuk jarum. Hal itu tidak pernah terlintas dibenaknya,
tapi tentu saja Takeo akan menikah lagi. Pernikahan Kaede telah dibatalkan; Takeo
diharapkan untuk beristri lagi. Hana adalah pilihan yang tepat, mempererat persekutuan
dengan Fujiwara, memberi Arai penghubung ke Maruyama dan Shirakawa.
"Hana masih anak-anak," ujar Kaede lemas ketika sisir menggaruk rambutnya. Apakah
Takeo telah melupakan dirinya" Akankah Takeo dengan senang hati menerima Hana yang
sangat mirip dengannya" Rasa cemburu melanda dirinya ketika membayangkan Takeo sedang
bersama Makoto. Rasa putus asa menyerang dirinya dengan kekuatan baru. Begitu mendengar
dia menikah, aku harus mati, meskipun aku harus menggigit lidahku sendiri, ia bersumpah
dalam hati, "Anda harus yakin kalau Lord Otori punya rencananya sendiri," bisik Yumi. "Lagipula,
beliau sedang menuju kesini ketika Arai mencegatnya dan mendesaknya kembali ke pesisir.
Badai telah membantunya mundur."
"Dia kemari hendak menolongku?" tanya Kaede. Rasa cemburunya agak berkurang,
tersapu oleh rasa syukur dan secercah harapan.
"Begitu mendengar Anda diculik, beliau langsung siapkan lebih dari seribu prajurit."
Kaede bisa merasakan Yumi gemetar. "Beliau mengirim Shizuka untuk mengatakan bahwa
beliau mencintai Anda dan tak akan membiarkan Anda. Bersabarlah. Beliau akan
menjemput." Terdengar suara dari kamar sebelah, seperti mengigau. Kedua perempuan itu terpaku.
"Temani aku ke kakus," kata Kaede tenang, seakan tak mengatakan hal lain kecuali
"Pegang kimonoku" dan "Sisir rambutku". Kaede sadar resiko yang Yumi ambil dengan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 244 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyampaikan pesan ini, dan ia mencemaskan keselamatan gadis ini.
Yumi mengambil kimono hangat dan memakaikannya pada Kaede. Mereka melangkah
tanpa bersuara ke beranda. Di situ jauh lebih dingin.
"Malam ini akan sangat dingin," komentar Yumi. "Perlukah aku meminta lebih banyak
arang?" Kaede mendengarkan. Malam begitu tenang. Tidak ada angin maupun lolongan anjing.
"Ya, kita berusaha agar tetap hangat."
Di pintu masuk kakus Kaede menanggalkan kimono bulu dari bahunya dan
menyerahkannya pada Yumi. Berjongkok dalam bagian yang gelap, tempat di mana tak
seorang pun bisa melihatnya, Kaede membiarkan kegembiraan masuk ke sekujur badannya.
Mendadak ada kata-kata yang muncul di benaknya, kata yang disampaikan oleh sang dewi:
Bersabarlah. Dia akan menjemputmu.
Hari berikutnya Rieko berangsur membaik; dia bangun dan berpakaian pada waktu yang
biasa dia lakukan, meskipun Kaede memintanya beristirahat lebih lama. Angin musim gugur
yang berhembus dari gunung terasa lebih dingin, tapi Kaede tetap merasakan kehangatan yang
belum ia rasakan sejak ditangkap. Ia berusaha untuk tidak memikirkan Takeo, namun bisikan
pesan Yumi membuat bayangan orang yang begitu ia rindukan selalu muncul di benaknya.
Pesan yang ia terima berdentum begitu keras di benaknya sehingga ia yakin orang lain bisa
mendengarnya. Kaede takut tak sanggup menyimpan rahasia ini. Meskipun tidak bicara atau
bertemu Yumi lagi, tapi ia sadar ada perasaan baru antara mereka, semacam ikatan. Tentu saja,
Rieko dengan mata burung carmorant pasti bisa melihatnya.
Sakit membuat Rieko lebih mudah marah dan lebih jahat dari sebelumnya. Selalu saja dia
menemukan kesalahan, mengeluh tentang makanan, meminta dibuatkan tiga macam teh dan
mengatakan kalau semuanya bau apak. Dia menampar Yumi karena lambat membawakan air
panas, dan dia juga melampiaskan ketakutannya karena gempa hingga Kumiko menangis saat
Rieko. Kumiko biasanya gembira dan ceria selalu membela Rieko karena diberi memberinya
waktu luang yang tidak bisa dinikmati pelayan lain. Tapi pagi ini Kumiko mencemooh,
menertawakan ketakutan Rieko, lupa kalau dirinya juga ketakutan.
Kaede berusaha keluar dari suasana yang tak menyenangkan itu dengan duduk di tempat
LIAN HEARN BUKU KETIGA 245 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kesukaannya, memandangi taman kecil di luar. Sinar matahari masuk ke ruangan, tapi dalam
beberapa minggu cuaca tak akan secerah ini lagi. Musim dingin akan membuat ruangan ini
semakin suram"apakah Takeo akan datang sebelum musim dingin"
Meskipun tidak bisa melihat gunung, tapi ia membayangkan gunung menjulang tinggi ke
langit yang biru di musim gugur. Saat ini gunung pasti telah diselimuti salju. Tiba-tiba seekor
burung bertengger di pohon cemara, mencicit nyaring lalu terbang melintasi atap, tampak sekilas warna hijau dan putih di sayapnya. Mengingatkannya pada burung yang pernah dilukis
Takeo. Mungkinkah itu pesan untuknya"pesan kalau ia akan segera bebas"
Suara pelayan terdengar makin keras di belakangnya. Kumiko menangis. "Aku tidak
tahan. Jika rumah ini mulai bergetar, aku akan lari. Aku tidak tahan."
"Jadi itu yang kau lakukan semalam! Kau meninggalkan lady sendiri, selagi aku tidur?"
"Yumi selalu menemaninya," jawab Kumiko, sambil menangis.
"Lord Fujiwara memerintahkan bahwa hanya kita berdua yang boleh menemaninya!"
Suara tamparan menggema lagi.
Kaede berpikir tentang burung yang terbang tadi, juga air mata pelayan itu. Pelupuk
matanya sendiri panas. Ia mendengar langkah kaki dan tahu kalau Rieko berdiri di
belakangnya, tapi ia tak berpaling.
"Semalam lady hanya berdua dengan Yumi. Kudengar kalian berbisik. Apa yang kalian
bicarakan?" "Kami berbisik agar kau tak terganggu," sahut Kaede. "Kami membicarakan hal-hal
sepele: angin musim gugur, betapa cemerlangnya rembulan, mungkin. Aku meminta dia
menyisiri rambutku, menemaniku ke kakus."
Rieko berlutut dan berusaha menatap wajah Kaede dari samping. Aroma kuat tubuh
Rieko membuat Kaede terbatuk.
"Jangan ganggu aku," kata Kaede seraya memalingkan wajah. "Kita berdua sedang tidak
sehat. Cobalah agar kita bisa menjalani satu hari yang tenang."
"Sungguh tidak tahu diuntung," ujar Rieko dengan suara sepelan dengung nyamuk. "Dan
sangat bodoh. Lord Fujiwara melakukan apa pun untukmu dan kau masih saja bermimpi
untuk bisa menipunya."
"Kau pasti demam," ujar Kaede. "Kau berkhayal yang tidak-tidak. Bagaimana aku bisa
LIAN HEARN BUKU KETIGA 246 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menipu Lord Fujiwara" Aku tawanannya."
"Istrinya," ralat Rieko. "Dengan menggunakan kata tawanan, itu memperlihatkan betapa
kau masih memberontak melawan suamimu."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kaede diam membisu, hanya menatap pucuk cemara yang menjulang ke angkasa. Pesan
Yumi telah memberinya harapan, tapi sisi lain dari harapan adalah ketakutan akan nasib:
Yumi, Shizuka, dan dirinya sendiri.
"Kau berubah," gumam Rieko. "Kau pikir aku tak bisa membaca ekspresi wajahmu?"
"Aku memang merasa hangat," sahut Kaede. "Mungkin aku demam lagi."
Apakah mereka sudah di Hagi" pikirnya. Apakah Takeo sedang berperang" Semoga dia
diiindungi! Semoga dia tetap hidup!
"Aku hendak berdoa," kata Kaede pada Rieko sambil berlutut di depan kuil. Kumiko
membawa arang dan Kaede menyalakan dupa. Pekatnya aroma dupa menyebar ke seluruh
ruangan, membawa kedamaian yang tak wajar.
Beberapa hari kemudian, ketika Yumi pergi mengambil makan siang, dia tidak kembali.
Pelayan lain datang menggantikan, perempuan yang lebih tua. Dia dan Kumiko menyajikan
makanan tanpa bicara. Mata Kumiko merah. Ketika Kaede bertanya apa yang terjadi, Rieko
membentak, "Dia sakit flu, itu saja."
"Di mana Yumi?" tanya Kaede.
"Kau ingin tahu" Itu membuktikan kecurigaanku."
"Kecurigaan apa?" tanya Kaede. "Apa maksudmu" Aku tidak punya perasaan apa-apa
padanya. Aku hanya ingin tahu di mana dia."
"Kau tak akan bertemu dengannya lagi," kata Rieko dingin. Kumiko mengeluarkan suara
tercekik seolah sedang menahan tangis.
Kaede merasa kedinginan, tapi kulitnya serasa terbakar. la merasa seakan dinding merapat
dan menjepit tubuhnya. Di sore hari, kepalanya terasa sakit sekali; ia minta Rieko memanggil
Ishida. Ketika Ishida datang, Kaede kaget melihat penampilan tabib itu. Beberapa hari lalu dia
begitu riang; kini wajahnya cekung dan muram, matanya kering, kulitnya kelabu. Sikapnya
tetap tenang dan bicaranya pun masih lembut, tapi jelas ada sesuatu yang buruk telah terjadi.
Dan Rieko tahu itu; Kaede yakin akan hal itu dari bibirnya yang berkerut dan matanya
LIAN HEARN BUKU KETIGA 247 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON yang tajam. Tak dapat bertanya pada tabib itu adalah siksaan; tidak tahu apa yang sedang
terjadi di rumah atau di dunia luar membuat Kaede hampir gila. Ishida memberi teh dari kayu
willow dan mengucapkan selamat malam lebih sering dari biasanya. Kaede yakin tak akan
bertemu tabib itu lagi. Meskipun diberi obat penenang, malam itu Kaede tetap gelisah.
Pagi harinya Kaede bertanya lagi tentang menghilangnya Yumi dan kesedihan Ishida.
Saat jawaban yang ia dapat tidak lebih dari tuduhan yang terselubung, ia memutuskan untuk
bertanya langsung pada Fujiwara. Sudah hampir seminggu sejak terakhir kali Kaede bertemu
bangsawan itu; dia menjauhi rumah para perempuan karena takut tertular penyakit. Kaede tak
tahan dengan suasana mencekam yang tidak jelas ini.
"Bisakah kau sampaikan pada Fujiwara bahwa aku ingin bertemu dengannya?" pinta
Kaede pada Rieko saat ia selesai berpakaian.
Rieko pergi, lalu kembali dengan kabar, "Yang Mulia senang hendak ditemui istrinya.
Beliau telah mengatur hiburan istimewa malam ini. Beliau akan menemuimu."
"Aku ingin bicara berdua dengannya," sahut Kaede.
Rieko mengangkat bahu. "Saat ini tidak ada tamu istimewa. Hanya Mamoru. Kau
sebaiknya mandi, dan keramas sekarang agar bisa dikeringkan diterik matahari."
Setelah rambut Kaede kering, Rieko memaksa untuk dilumuri minyak sebelum ditata.
Kaede memakai kimono berlapis kapas yang dipakai di musim dingin, bersyukur dengan
kehangatannya, karena rambut yang basah membuatnya kedinginan. Ia makan sedikit sup di
tengah hari, namun perut dan tenggorokannya seakan menolak semua makanan.
"Kau sangat putih," ujar Rieko. "Lord Fujiwara mengagumi perempuan yang putih." Nada
suaranya yang rendah membuat Kaede gemetar. Sesuatu yang buruk akan terjadi-sedang
terjadi; semua orang sudah tahu kecuali dirinya, dan mereka hanya akan mengatakan bila
mereka sedang senang. Denyut nadinya berpacu dan debarannya terasa hingga di leher dan
perutnya. Bunyi ketukan palu seakan menggemakan debaran di hatinya.
Kaede pergi berlutut di kuil, tapi doa pun tidak berhasil membuat ia tenang. Di
penghujung sore, Mamoru datang dan membimbingnya menuju paviliun, tempat ia pernah
memandangi salju bersama Fujiwara. Meskipun belum gelap, lentera telah dinyalakan di
pohon yang tak berdaun, tungku dinyalakan di beranda. Kaede melirik pada pemuda itu,
berusaha mengamati tingkah lakunya. Pemuda itu sama putihnya dengan dirinya, dan rasanya
LIAN HEARN BUKU KETIGA 248 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede melihat rasa iba pada sorot mata pemuda itu. Ketakutan Kaede semakin menjadi jadi.
Sudah lama sejak terakhir kali Kaede melihat pemandangan seperti yang terbentang di
depannya, taman dan gunung nun jauh di sana tak dapat diungkapkan indahnya. Matahari
senja mengubah puncak gunung yang diselimuti salju menjadi merah muda dan emas, dan
perpaduan warna biru dan keperakan terlihat di langit. Kaede menatap seakan itulah
pemandangan terakhir yang akan ia lihat.
Sambil menyelimutkan Kaede dengan kulit beruang, Mamoru bergumam, "Lord Fujiwara
akan segera datang."
Tepat di depan beranda ada bebatuan putih menonjol yang membentuk pola melingkar.
Ada dua bangunan pos dibangun di tengahnya. Kaede mengernyitkan dahi; kedua bangunan
itu memutus pola bebatuan itu dengan kasar.
Kaede mendengar langkah kaki, gemerisik pakaian.
"Yang Mulia mendekat," ujar Rieko dari belakang, dan mereka membungkuk hingga dahi
menyentuh lantai. Saat duduk di sampingnya, Kaede mencium wewangian khas Fujiwara yang berhembus.
Fujiwara diam lama, dan ketika akhirnya menyuruh duduk tegak, Kaede merasa seperti
mendengar nada marah. Hatinya gemetar. Ia berusaha mengumpulkan keberanian, tapi
keberanian yang selama ini ia miliki telah lenyap. Ia benar-benar ketakutan.
"Senang melihatmu sehat," ujar Fujiwara dengan sikap sopan yang dingin.
Mulut Kaede terasa kering hingga hampir tak bisa bicara. "Ini berkat perawatan Yang
Mulia," bisiknya. "Rieko mengatakan kalau kau ingin bicara denganku."
"Aku selalu ingin ditemani Yang Mulia," Kaede mulai bicara, tapi berhenti saat Fujiwara
menekuk bibir, mencemooh.
Jangan sampai aku ketakutan, mohon Kaede. Jika dia melihat aku ketakutan, dia akan
tahu kalau aku sudah kalah... Dia hanyalah seorang laki-laki; dia bahkan tak ingin aku
memegang jarum. Dia tahu apa yang bisa aku lakukan. Dia tahu akulah yang membunuh Iida.
Kaede menarik napas dalam-dalam.
"Kurasa ada sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tidak aku mengerti. Apakah aku telah
membuat Yang Mulia tersinggung" Mohon diberitahu apa salahku."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 249 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Memang ada sesuatu yang terjadi, sesuatu yang tak aku mengerti," sahutnya.
"Menurutku, lebih mirip konspirasi. Dan itu terjadi di rumahku sendiri. Aku tak percaya
istriku bisa sekeji itu, tapi Rieko memberitahukan kecurigaannya, dan ada pelayan yang
mempertegas itu sebelum dia mati."
"Kecurigaan apa?" tanya Kaede, tanpa menunjukkan perasaan apa pun.
"Bahwa ada yang menyampaikan pesan untukmu dari Otori."
"Rieko bohong," ujar Kaede, namun suaranya tidak seirama dengan ucapannya.
"Kurasa tidak. Mantan pendampingmu, Muto Shizuka terlihat di wilayah ini. Aku kaget.
Jika ingin bertemu denganmu, seharusnya dia menemuiku. Lalu aku ingat Arai pernah
memanfaatkannya sebagai mata-mata. Pelayan yang mati itu menegaskan bahwa Otori yang
mengirim si perempuan Muto. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, perempuan itu ditemukan di
kamar Ishida. Hatiku hancur: Ishida, pelayan yang paling kupercaya, hampir seperti temanku!
Betapa berbahayanya jika kita tidak bisa mempercayai tabib sendiri. Akan sangat mudah
baginya untuk meracuniku."
"Ishida dapat dipercaya," ujar Kaede. "Dia sangat setia padamu. Bahkan jika memang
Shizuka yang membawa pesan Lord Otori, itu tak ada hubungannya dengan tabib Ishida."
Fujiwara menatap Kaede seakan tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan. "Mereka
tidur bersama," ujarnya. "Tabib pribadiku berhubungan dengan mata-mata."
Kaede tak menjawab. Ia tidak tahu itu; ia terlalu sibuk pada perasaannya hingga tidak
memperhatikan. Sekarang tampaknya sudah cukup jelas. Ia ingat semua tandanya: begitu
sering Shizuka ke rumah Ishida untuk mengambil ramuan atau teh. Dan sekarang Takeo
mengirim Shizuka membawakan pesan untuknya. Shizuka dan Ishida telah mengambil resiko
dengan saling bertemu dan untuk itu mereka akan dihukum.
Matahari telah terbenam di balik gunung, tapi belum gelap. Cahaya senja menyinari
taman, hampir terhalau oleh cahaya lentera. Seekor gagak yang terbang bernyanyi getir.
"Aku sangat menyukai Ishida," kata Fujiwara, "dan aku tahu kau sayang pada pelayanmu
itu. Ini memang tragedi, tapi kita harus berusaha saling menghibur dalam kesedihan." Dia
bertepuk tangan. "Bawakan sake, Mamoru. Dan kurasa kita akan memulai pertunjukkannya."
Dia mencondongkan badan ke dekat Kaede. "Tidak perlu terburu-buru. Kita punya waktu
semalaman." LIAN HEARN BUKU KETIGA 250 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Masih belum mengerti apa yang dimaksud, Kaede menatap wajah Fujiwara, melihat bibir
kejam serta kulit pucatnya. Ketika Fujiwara melirik ke arah pos di taman, Kaede langsung
menoleh ke arah yang sama. Tiba-tiba ia merasa hampir pingsan; lentera dan bebatuan putih
terasa seperti menggulung-gulung di sekelilingnya. Ia menghela napas dalam-dalam untuk
menenangkan diri. "Jangan lakukan ini," bisik Kaede. "Tak ada untungnya bagi Anda."
Di kejauhan terdengar lolongan anjing tiada henti. Itu anjing perliharaan Ishida, pikir
Kaede, dan hampir percaya kalau itu adalah suara hatinya sendiri, karena lolongan itu
menggambarkan rasa takut dan putus asa.
"Ketidakpatuhan dan ketidaksetiaan padaku harus dihukum," kata Fujiwara, "Dengan cara
yang akan membuat orang lain berkecil hati."
"Bila mereka harus mati, gunakan cara yang cepat," ujar Kaede, "Sebagai balasannya, aku
akan melakukan apa pun yang Anda minta."
"Tapi kau sudah melakukannya," sahut Fujiwara. "Apa lagi yang bisa kau tawarkan
sebagai seorang istri?"
"Kasihanilah mereka," mohon Kaede.
"Welas asih bukanlah sifatku," sahutnya. "Kau tak lagi memiliki kekuatan untuk tawarmenawar, istriku sayang. Kau telah memanfaatkanku demi kepentinganmu, kini aku akan
memanfaatkanmu demi kepentinganku."
Kaede mendengar langkah kaki di atas batu kerikil. Ia menengok ke arah itu seolah
kekuatan tatapannya dapat meraih Shizuka dan menyelamatkannya. Para penjaga berjalan
perlahan menuju pos. Mereka memegang pedang dan peralatan lain yang membuat rasa takut
Kaede naik hingga ke mulut. Wajah mereka muram, hanya satu orang yang menyeringai
gugup. Diapit mereka, Ishida dan Shizuka adalah dua orang bertubuh kecil, tubuh yang lemah
meskipun kuat menahan rasa sakit.
Kedua orang itu tidak bersuara saat diikat di pos, Shizuka mendongak dan menatap
Kaede. Ini tidak boleh terjadi. Mereka akan menelan racun, ujar Kaede pada diri sendiri.
Fujiwara berkata, "Kurasa kami tidak memberi kesempatan sedikit pun pada pelayanmu
itu lolos, tapi akan menarik juga untuk dilihat."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 251 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kaede tidak tahu siksaan dan kekejaman apa yang telah Fujiwara rencanakan, tapi ia
pernah mendengar cerita-cerita saat di Kastil Noguchi untuk bisa membayangkan siksaan yang
paling buruk. Kaede merasa dirinya hampir kehilangan kendali. Separuh berdiri, berusaha memohon padanya, tapi meskipun kata-kata telah terucap, tak akan terdengar karena ada
gangguan dari gerbang. Para penjaga berseru pendek, dan dua orang masuk ke taman.
Salah satunya adalah Murita, orang yang menyambut Kaede dan menyerang serta
membunuh anak buahnya. Orang itu membawa pedang di tangan kiri; tangan kanannya masih
terluka karena sabetan pedang Kaede. Ia merasa seperti mengenal orang yang satunya lagi.
Kedua orang itu berlutut di hadapan Fujiwara, dan Murita angkat bicara.
"Lord Fujiwara, maaf telah mengganggu, tapi orang ini mengatakan ada kabar penting
dari Lord Arai." Kaede terduduk lagi di lantai, bersyukur atas jeda yang singkat ini. Kaede melirik pada
orang yang datang bersama Murita, memperhatikan tangan serta lengannya yang besar, dan
menyadari dengan kaget kalau itu Kondo. Dia menggelembungkan badan, dan suaranya
berubah. Tapi pasti Murita dan Fujiwara akan mengenali.
"Lord Fujiwara, Lord Arai mengirim salam untuk Anda. Semuanya berjalan sesuai
rencana." "Otori sudah mati?" tanya si bangsawan, sambil melirik pada Kaede.
"Belum," sahut orang itu. "Tapi Lord Arai meminta Anda mengembalikan Muto Shizuka
padanya. Beliau memiliki kepentingan atas orang itu dan berharap agar dia tetap hidup."
Sesaat Kaede merasa harapan mengalir ke dalam hatinya. Fujiwara tak akan berani
menyakiti Shizuka jika Arai menginginkannya kembali.
"Pesan yang aneh," kata Fujiwara, "dan pembawa pesan yang aneh." Dia memberi
perintah pada Murita, "Geledah dia. Aku tidak percaya padanya."
Lolongan anjing terdengar lebih menakutkan. Kaede merasa terjadi keheningan sesaat.
Ketika Murita melangkah ke arah Kondo yang sedang menarik pedang, bumi mengerang dan
terangkat. Beranda melayang ke udara; pepohonan bergoyang lalu tumbang, rumah di
belakangnya berguncang lalu hancur berantakan. Makin banyak anjing yang menggonggong
panik. Burung-burung di sangkar memekik ketakutan. Udara penuh debu. Dari reruntuhan
bangunan terdengar jeritan para pelayan, dan api langsung meretih.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 252 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Tiang beranda yang runtuh hampir menimpa Kaede; lantai terpelanting balik ke arah
rumah, atap terpecah. Matanya penuh dengan butiran debu dan jerami. Sesaat Kaede berpikir
ia terjebak, lalu sadar kalau ia bisa merangkak keluar dan berusaha sekuat tenaga mendaki
lereng yang terbentuk akibat beranda yang berantakan. Dan seakan bermimpi, Kaede melihat
Shizuka terbebas dari ikatan, menendang salah seorang penjaga di selangkangan, merebut
pedangnya, lalu menggorok lehernya. Kondo sudah menghabisi Murita dengan tebasan hingga
nyaris terbelah dua. Fujiwara tergeletak di belakang Kaede, sebagian badannya tertimpa reruntuhan atap.
Tubuhnya terjepit dan tampaknya dia tak bisa bangkit, tapi dia berusaha meraih dan
mencengkeram pergelangan kaki Kaede, untuk pertama kalinya bangsawan itu menyentuh
Kaede. Jarinya dingin dan cengkramannya tak bisa dilepas. Debu membuatnya terbatuk-batuk,
pakaiannya kotor dan tercium bau keringat dan air seni di balik wewangiannya: tapi saat
bicara, suaranya tetap tenang seperti biasa.
"Bila harus mati, mari kita mati bersama," katanya.
Dari belakang Fujiwara, Kaede bisa mendengar api menggeram seperti mahluk hidup.
Asap semakin tebal, menusuk mata dan menutupi bau yang lain.
Kaede menarik diri dan menendang agar dapat melepas cengkraman Fujiwara.
"Aku hanya ingin memilikimu," kata Fujiwara. "Kaulah yang terindah dalam hidupku.
Aku ingin kau menjadi milikku, bukan milik orang lain. Aku ingin memperkuat cintamu pada
Takeo dengan penyangkalan agar dapat kurasakan tragedi atas penderitaanmu."
"Lepaskan," teriak Kaede. la mulai merasakan panasnya api. "Shizuka! Kondo! Tolong
aku!" Shizuka sibuk bertarung dengan penjaga yang lain, bertarung layaknya ksatria. Tangan
Ishida masih terikat di pos. Kondo membunuh seorang penjaga dari belakang, memalingkan
wajahnya ke arah Kaede lalu melangkah ke rumah yang terbakar. Dia melompat ke tepi
beranda. "Lady Otori," katanya, "Aku akan membebaskanmu. Larilah ke taman, ke kolam. Shizuka
akan mengurusmu." Dia bergerak turun dan dengan sengaja memotong pergelangan tangan Fujiwara.
Bangsawan itu menjerit kesakitan dan geram; Cengkramannya di pergelangan kaki Kaede
LIAN HEARN BUKU KETIGA 253 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON terlepas. Kondo mendorong Kaede ke atas lalu balik ke tepian. "Ambil pedangku. Aku tahu kau
bisa mempertahankan diri."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia menaruh pedang di tangan Kaede dan berkata dengan cepat, "Aku telah bersumpah
setia padamu. Aku bersungguh-sungguh. Aku tak akan membiarkan ada yang menyakitimu
selagi aku hidup. Tapi suatu kejahatan bagi orang dengan derajat sepertiku membunuh
ayahmu. Bahkan sudah lebih dari suatu kejahatan bila menyerang seorang bangsawan dan
membunuhnya. Aku siap menebus kesalahan itu."
Kondo memandang Kaede dengan tatapan sinis lalu tersenyum.
"Lari," katanya. "Lari! Suamimu akan datang menjemputmu."
Kaede mundur. Ia melihat Fujiwara berusaha bangkit, darah mengucur dari tangannya
yang putus. Kondo membelit erat tubuh si bangsawan dengan lengannya yang panjang. Lidah
api menyambar dinding yang rapuh, lalu melahap, menggulung serta mengubur mereka
berdua. Panas dan jeritan melanda Kaede. Dia terbakar, semua hartanya terbakar, pikir Kaede.
Rasanya ia mendengar jeritan Kumiko dari neraka itu dan ingin melakukan sesuatu untuk
menyelamatkannya, namun ketika ia hendak berjalan ke arah rumah, Shizuka menariknya.
"Rambutmu terbakar!"
Kaede menjatuhkan pedang dan menaruh tangannya di kepala dengan panik ketika api
menyambar di rambutnya yang berminyak.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 254 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON MATAHARI terbenam dan bulan muncul di permukaan laut yang tenang, membuat jalur
berwarna keperakan untuk diikuti armada kami. Malam itu sangat terang sehingga barisan
gunung di balik pantai yang kami lewati terlihat jelas. Ombak bergulung di bawah lambung
kapal dan layar terkepak diterpa angin dingin lepas pantai. Dayung berkecipak dalam irama
teratur. Kami datang ke Oshima pagi-pagi sekali. Kabut putih muncul di permukaan laut, dan
Fumio memberitahuku kalau keadaan akan tetap sama selama beberapa malam berikutnya saat
udara semakin dingin. Waktu yang sempurna untuk tujuan kami. Kami menghabiskan hari di
pulau, mengatur ulang perbekalan dari gudang bajak laut dan memuat lebih banyak lagi
pasukan Terada ke kapal. Mereka bersenjatakan pedang, belati dan berbagai senjata lain yang
kebanyakan belum pernah kulihat.
Di penghujung sore kami pergi ke kuil dan membawa sesaji untuk Dewa Ebisu dan
Hachiman, berdoa agar laut tenang dan musuh kalah. Para rahib memberi terompet kerang
untuk setiap kapal dan pemberkatan agar kami beruntung, dan untuk memberi semangat
pasukan, meskipun Fumio bersikap skeptis, menepuk-nepuk senjata apinya dan bergumam,
"Menurutku benda ini lebih hebat!" sementara aku cukup senang bisa berdoa pada tuhan mana
pun, tahu kalau mereka hanyalah wajah-wajah yang berbeda, yang diciptakan manusia, suatu
kebenaran yang tak terbagi.
Bulan yang bersinar penuh sepanjang malam mulai tampak di atas gunung saat kami
berlayar ke Hagi. Kali ini Kenji, Taku dan aku pergi bersama Ryoma dengan kapal yang lebih
kecil namun lebih cepat. Aku menitipkan Zenko pada Fumio, seraya menjelaskan tentang
siapa ayah anak itu, dan membuatnya terkesan akan betapa pentingnya menjaga agar putra
Arai itu tetap hidup. Sebelum fajar menyingsing, kabut mulai terbentuk di permukaan air,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 255 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menyelubungi kami selagi mendekati kota yang sedang tertidur. Dari seberang teluk bisa
kudengar kokok pertama ayam dan dentang lonceng pagi dari kuil Tokoji dan Daishoin.
Rencanaku ialah langsung pergi ke kastil. Aku tidak ingin menghancurkan kota atau
melihat Klan Otori membersihkan darah dengan darah. Jika kami bisa membunuh atau
menangkap para pemimpin Otori, besar kemungkinan klan akan langsung berpihak padaku,
tidak terpecahbelah. Begitu pula pendapat para ksatria Otori yang bergabung denganku.
Banyak dari mereka memohon diizinkan untuk menemaniku dan turut ambil bagian dalam
balas dendam lebih dulu karena mereka telah diperlakukan buruk. Tapi tujuanku yaitu
menembus kastil dengan tenang dan diam-diam. Aku hanya akan mengajak Kenji dan Taku.
Aku menempatkan pasukan lainnya di bawah komando Terada.
Bajak laut tua itu berseri-seri kegirangan, tak sabar menanti untuk membuat perhitungan
atas dendam lama. Aku memberinya beberapa petunjuk: kapal-kapal harus tetap di lepas
pantai sampai fajar menyingsing. Lalu mereka harus membunyikan terompet kerang dan
bergerak maju menembus kabut. Sisanya terserah padanya. Aku berharap bisa meyakinkan
kota untuk menyerah; jika tidak, kami akan bertempur sampai ke jembatan untuk membuka
jalan bagi pasukan Arai. Kastil ini dibangun di atas tanjung antara sungai dan laut. Aku tahu itu saat aku datang
untuk diangkat sebagai anak dari Shigeru, bahwa kediaman ini berada di sisi ke arah laut, di
mana ada dinding besar yang menjulang dari air yang mengelilinginya sehingga dianggap tidak
mungkin ditembus. Kenji dan Taku membawa penjepit dari besi serta senjata Tribe lainnya. Aku
bersenjatakan pisau lempar, satu pedang pendek dan Jato.
Bulan telah tenggelam dan kabut semakin tebal. Kapal mengapung tenang menuju pantai
dan menyentuh dinding laut dengan bunyi yang hampir tak terdengar. Satu demi satu kami
memanjat ke dinding dan menghilang.
Aku mendengar langkah kaki di atas kepala kami dan ada yang berteriak, "Siapa di sana"
Sebutkan namamu!" Dari perahu, Ryoma menjawab dengan dialek nelayan Hagi, "Cuma aku. Tersesat di
kabut yang membutakan ini."
"Maksudmu, kau mengencingi tembok," sahut orang kedua. "Pergi! Jika bisa melihatmu,
LIAN HEARN BUKU KETIGA 256 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON akan kami panah kau."
Bunyi dayung semakin menjauh. Aku mendesis pada Kenji dan Taku-aku tak bisa melihat
mereka-dan kami mulai memanjat. Pendakian kami berjalan lambat; dinding itu dicuci dua
kali sehari oleh air pasang, tertutup rumput laut dan licin. Namun inci demi inci kami
merangkak naik dan akhirnya sampai di atas. Nyanyian seekor jangkrik tiba-tiba berhenti, lalu
Kenji meniru nyanyian jangkrik itu. Bisa kudengar para penjaga berbicara di sudut bailey.
Sebuah lampu dan tungku menyala di samping mereka. Di belakang mereka terbentang
rumah-rumah, rumah para pemimpin Otori, para pengawal, dan keluarga mereka.
Aku hanya bisa mendengar dua suara, dan itu membuatku kaget. Aku mengira akan ada
lebih banyak orang, tapi dari suaranya aku sadar bahwa sebagian pasukan ditempatkan di
jembatan dan di sepanjang sungai untuk mengantisipasi serangan Arai.
"Kuharap dia menyelesaikannya dengan cepat," gerutu salah seorang dari mereka. "Aku
tidak tahan harus menunggu seperti ini."
"Dia pasti tahu betapa sedikitnya makanan yang ada di kota," yang lainnya menimpali.
"Mungkin dia pikir bisa membuat kita kelaparan."
"Kurasa lebih baik dia di luar sana daripada di dalam sini."
"Nikmati saja selagi kau bisa. Jika kota ini jatuh ke tangan Arai, akan terjadi pertumpahan
darah. Bahkan Takeo lebih suka lari ke arah badai ketimbang menghadapi Arai!"
Aku merasakan keberadaan Taku di sampingku, menemukan bentuk tubuhnya, dan
mendekatkan kepalanya padaku. "Pergi ke balik dinding," aku berbisik di telinganya. "Alihkan
perhatian mereka agar kami bisa sergap dari belakang."
Aku merasakan dia mengangguk dan mendengar suara pelan saat dia menjauh. Kenji dan
aku mengikutinya ke balik dinding. Dengan cahaya tungku, aku melihat satu bayangan kecil
yang melintas cepat dan kemudian terpisah menjadi dua, tanpa suara, seperti hantu.
"Apa itu?" seru salah satu penjaga.
Mereka berdua berdiri dan memandangi kedua sosok Taku. Mudah bagiku dan Kenji:
masing-masing kami sergap seorang penjaga, tanpa bersuara.
Para penjaga baru saja membuat teh, maka kami meminumnya sambil menunggu fajar
menyingsing. Perlahan langit berwarna pucat. Tak ada pemisah antara langit dan air laut;
keduanya membentuk permukaan yang samar. Ketika terompet kerang berbunyi, bulu
LIAN HEARN BUKU KETIGA 257 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kudukku berdiri. Anjing-anjing menjawab dengan lolongan dari pantai.
Aku mendengar suara penghuni rumah yang terbangun: langkah-langkah kaki, tapi belum
terdengar gelisah, teriakan kaget, tapi belum panik. Kasa penutup jendela mulai dibuka dan
pintu-pintu digeser terbuka. Sekelompok penjaga berhamburan keluar, diikuti Shoichi dan
Masahiro yang masih berpakaian tidur dengan pedang terhunus.
Mereka berhenti terpaku saat aku melangkah ke arah mereka, Jato terhunus di tanganku,
kabut melingkar di sekelilingku. Di belakangku kapal pertama mulai nampak; terompet kerang
bernyanyi lagi di permukaan laut dan pantulan suaranya menggema dari gunung di sekitar
teluk. Masahiro mundur selangkah. "Shigeru?" napasnya terengah-engah.
Wajah kakaknya pucat pasi. Mereka melihat orang yang pernah mereka coba bunuh;
mereka melihat pedang Otori di tangannya, dan mereka ketakutan.
Aku berkata dengan lantang, "Aku Otori Takeo, cucu Shigemori, keponakan dan anak
angkat Shigeru. Kuanggap kalian yang bertanggung jawab atas kematian pewaris sah Klan
Otori. Kalian mengirim Shintaro untuk membunuhnya, dan ketika usaha itu gagal, kalian lalu
bersekongkol dengan Iida Sadamu. Iida telah membayar dengan nyawa, dan kini giliran
kalian!" Aku tahu Kenji berdiri di belakangku, dengan pedang terhunus, dan berharap Taku masih
tetap tak terlihat. Aku tak melepaskan tatapanku pada kedua orang di depanku.
Shoichi berusaha tenang. "Pengangkatan dirimu tidak sah. Kami tidak mengakui darah
Otorimu maupun pedang yang kau bawa." Dia berteriak pada pengawalnya. "Habisi mereka!"
Jato seperti bergetar di tanganku saat pedang itu menjadi hidup. Aku sudah siap
menghadapi serangan, tapi tak seorang pengawal pun bergerak. Aku melihat air muka Shoichi
berubah ketika sadar harus melawanku sendirian.
"Aku tak berniat memecah-belah klan," kataku. "Keinginanku inginanku hanyalah
memenggal kepalamu." Rasanya aku sudah cukup memperingatkan mereka. Dapat kurasakan
Jato haus akan darah. Seakan roh Shigeru merasuki diriku dan ingin membalaskan
dendamnya. Shoichi berdiri paling dekat denganku dan aku tahu dia lebih ahli pedang dariku. Aku
harus menyingkirkan dia terlebih dulu. Mereka berdua sebenarnya petarung yang hebat, tapi
LIAN HEARN BUKU KETIGA 258 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kini mereka sudah di usia akhir empat puluhan dan tanpa baju zirah. Aku sedang di masa
puncak, baik kecepatan maupun fisik, dan terbiasa dengan penderitaan dan peperangan. Aku
berhasil membunuh Shoichi dengan tebasan di leher yang membelahnya melintang. Masahiro
mengayunkan pedang ke arahku dari belakang, tapi Kenji menangkis sabetannya, dan saat aku
berbalik untuk menghadapinya, aku melihat ketakutan mengubah raut mukanya. Aku
mendesaknya ke arah dinding. Dia menghindari setiap serangan, berkelit dan menangkis, tapi
pikirannya tidak tertuju kesana. Dia berseru untuk terakhir kalinya pada anak buahnya, namun
tetap saja tak seorang pun bergerak.
Kapal yang pertama berada tidak jauh dari pantai. Masahiro menoleh ke belakang untuk
melihatnya, berpaling lagi dan melihat Jato menghujam tubuhnya. Dia menunduk ketakutan
dan terjatuh ke balik dinding.
Saat aku hendak lompat mengejar, putranya, Yoshitomi, musuh lamaku saat dilatih
bersama, berlari menghampiriku dari arah rumah, diikuti segerombolan saudara dan
sepupunya. Tak seorang pun dari mereka berusia lebih dari dua puluh tahun.
"Aku akan melawanmu, penyihir," pekik Yoshitomi. "Kita lihat apakah kau bisa bertarung
seperti ksatria!" Aku seperti kerasukan, dan saat ini kemarahan Jato telah bangkit dan telah merasakan
darah. Pedang itu bergerak lebih cepat dari pandangan mata. Saat aku mulai kewalahan, Kenji
berada di sampingku. Aku sangat iba pada orang yang mati muda, tapi aku pun gembira
karena mereka juga harus membayar pengkhianatan ayah-ayah mereka. Ketika aku bisa
kembali mengalihkan perhatian pada Masahiro, aku melihat dia muncul ke permukaan air di
dekat perahu kecil di depan barisan kapal. Itu kapal Ryoma. Ryoma menarik rambut ayahnya
dan menggoroknya dengan pisau yang biasa digunakan nelayan membelah perut ikan. Apa
pun kejahatan yang telah Masahiro lakukan, kematiannya jauh lebih buruk dari yang pernah
kubayangkan: dibunuh putranya sendiri selagi berusaha kabur dalam ketakutan.
Aku berpaling ke kerumunan pengawal. `Aku memiliki pasukan besar dari kapal-kapal di
luar sana dan Lord Arai bersekutu denganku. Aku tidak bermusuhan dengan kalian. Kalian
boleh bunuh diri, atau bekerja padaku, atau melawanku satu demi satu. Aku telah memenuhi
kewajiban dan amanat Shigeru."
Masih kurasakan arwah Shigeru merasukiku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 259 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Seorang paling tua di antara mereka maju ke depan. Aku mengenal wajahnya tapi aku
tidak ingat namanya. "Aku Endo Chikara. Banyak dari putra kami telah bergabung dengan Anda. Kami tidak
ingin melawan anakanak kami sendiri. Anda telah melakukan tugas dan hak Anda dengan
cara yang adil dan terhormat. Demi kepentingan Klan Otori, aku siap melayani Anda, Lord
Otori." Begitu dia berlutut, satu demi satu para pengawal mengikutinya. Kenji dan aku berjalan
masuk ke rumah dan menempatkan pengawal untuk menjaga para perempuan dan anak-anak.
Aku berharap para perempuan akan mencabut nyawa mereka sendiri dengan terhormat. Aku
akan memutuskan apa yang akan dilakukan pada anakanaknya nanti. Kami memeriksa semua
tempat-tempat rahasia dan menyapu bersih beberapa mata-mata yang bersembunyi di
dalamnya. Beberapa di antaranya sudah pasti Kikuta, tapi baik di dalam kediaman maupun di
kastil tak ada tanda-tanda keberadaan Kotaro, seperti yang Kenji katakan.
Endo ikut denganku ke kastil. Kepala penjaga di sana juga merasa lega bisa menyerahkan
diri padaku; namanya Miyoshi Satoru: ayah Kahei dan Gemba. Begitu kastil diamankan,
kapal-kapal tiba di pantai dan pasukan turun dari kapal untuk bergerak menelusuri jalan-jalan
kota. Mengambil alih kastil, yang semula kupikir paling sulit, ternyata justru menjadi yang
paling mudah. Meskipun kastil sudah menyerah, ternyata kota tidak menyerah begitu saja.
Jalan-jalan kacau; penduduk berusaha melarikan diri, tapi mereka tak bisa kemana-mana.
Terada dan pasukannya membuat perhitungan mereka sendiri. Ada segerombolan orang Otori
yang bertahan, membuat kami harus mengatasinya dalam duel yang sengit.
Akhirnya kami sampai di tepi sungai bagian barat, tidak jauh dari jembatan batu. Menilai
dari posisi matahari, pasti sudah penghujung senja. Kabut sudah lama hilang, tapi asap dari
rumah-rumah yang terbakar bergelayut di atas sungai. Di seberang sungai, daun maple
berwarna merah cemerlang dan pohon willow di sepanjang tepi sungai berwarna kuning.
Daun-daun yang berguguran mengapung di pusaran arus. Bunga krisan terakhir mekar di
taman. Dari kejauhan aku bisa melihat dinding bata di sepanjang tepi sungai.
Rumahku di sana, pikirku. Aku akan tidur di sana malam ini.
Tapi sungai penuh dengan orang yang berenang dan perahu kecil yang penuh sesak
LIAN HEARN BUKU KETIGA 260 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sampai ke pinggir, sementara barisan prajurit mendesak ke arah jembatan.
Kenji dan Taku tetap di sampingku, Taku terpana dengan apa yang dilihatnya sebagai
perang. Kami menatap pemandangan itu: sisa-sisa pasukan Otori yang kalah. Aku iba pada
mereka, dan marah pada pemimpin mereka yang telah menyesatkan dan mengkhianati
mereka, meninggalkan mereka bertempur habis-habisan, sementara pemimpin mereka tidur
dengan nyenyak di dalam kastil.
Aku terpisah dari Fumio, tapi kini aku melihat dia bersama sejumlah besar pasukannya
ada di jembatan. Mereka terlihat sedang berdebat dengan sekelompok pemimpin pasukan
Otori. Kami hampiri mereka. Zenko ada bersama Fumio, dan sesaat dia tersenyum pada
adiknya. Mereka berdiri berdekatan tanpa bicara.
"Ini Lord Otori Takeo," kata Fumio pada para prajurit. "Kastil telah menyerah padanya.
Dia yang akan mengatakan pada kalian." Fumio menoleh padaku. "Mereka ingin
menghancurkan jembatan dan bersiap-siap menghadapi pengepungan. Mereka tak
mempercayai Arai. Seminggu terakhir ini mereka bertempur melawannya. Arai ada di
belakang mereka. Mereka bilang satu-satunya harapan adalah menghancurkan jembatan ini."
Kulepas tutup kepala agar mereka bisa mengenaliku. Mereka langsung berlutut. "Arai
telah bersumpah untuk mendukungku," ujarku. "Persekutuan ini sah. Begitu tahu kota telah
menyerah, dia akan berhenti menyerang."
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Meskipun begitu, kita hancurkan saja jembatan ini," kata pemimpin mereka.
Aku memikirkan tukang batu yang dikubur hiduphidup di dalam karyanya sendiri dan
tulisan yang pernah Shigeru bacakan dengan lantang: Klan Otori menyambut keadilan dan
kesetiaan. Ketidakadilan dan ketidaksetiaan harus waspada. Aku tak ingin menghancurkan
benda yang begitu berharga, dan juga aku tidak melihat kemungkinan mereka bisa
membongkarnya tepat waktu.
"Tidak, biarkan saja," sahutku. 'Aku akan menjawab kesetiaan Lord Arai. Katakan pada
pasukanmu bahwa mereka tak perlu takut jika menyerah dan menerima diriku sebagai
pemimpin mereka." Endo dan Miyoshi tiba dengan menunggang kuda dan aku mengutus mereka untuk
menyampaikan pesan pada prajurit Otori. Sedikit demi sedikit kebingungan mulai
terselesaikan. Kami mengosongkan jembatan dan Endo menyeberangi jembatan untuk
LIAN HEARN BUKU KETIGA 261 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON mengatur kepulangan prajuritnya dengan teratur ke kota. Banyak anggota pasukan cukup
yakin untuk kembali ke tempat mereka semula dan beristirahat, sementara yang lainnya
memutuskan untuk pulang ke rumah, dan bersiap-siap menggarap peternakan dan lahan
mereka. Miyoshi berkata, "Anda sebaiknya menunggang kuda, Lord Takeo," lalu dia berikan
kudanya kepadaku, kuda hitam tampan yang mengingatkanku pada Aoi. Aku naik ke atas
kuda, berjalan menyeberangi jembatan untuk bicara dengan pasukan yang ada di sana,
membuat mereka berteriak kegirangan, lalu berjalan kembali bersama Endo.
Ketika teriakan reda, aku mendengar pasukan Arai sedang mendekat, tapak kaki kuda dan
pasukan. Mereka menuruni lembah, seperti barisan semut bila dilihat dari kejauhan, panji-panji
Kumamoto dan Seishuu berkibar-kibar. Ketika mereka mendekat, aku mengenali Arai dari
kepalanya: kuda berwarna coklat kemerahan, penutup kepala bertanduk rusa jantan, baju zirah
dengan hiasan berwarna merah.
Aku mencondongkan badan untuk berkata pada Kenji, `Alcu harus pergi menemuinya."
Dahi Kenji berkenyit saat menatap tajam ke seberang sungai. "Rasanya ada yang salah,"
ujarnya tenang. "Apa?" "Aku tak tahu. Waspdalah dan jangan sampai ke seberang."
Saat aku memaksa kuda maju, Endo berkata, "Aku pengawal senior Klan Otori. Biarkan
aku yang membawa kabar kalau kami sudah menyerah, Lord Otori."
"Baiklah," kataku. "Katakan agar pasukannya berkemah di tepi sungai sebelah sana lalu
ajak dia ke kota. Setelah itu baru kita bisa mewujudkan kedamaian tanpa lebih banyak
pertumpahan darah di kedua belah pihak."
Endo maju ke jembatan dan Arai berhenti, menunggu di seberang sungai. Endo hampir
menyeberangi separuh jempatan ketika Arai mengangkat tangannya yang memegang kipas
perang berwarna hitam. Sesaat keadaan hening. Zenko berteriak di sampingku, "Mereka membidikan panah."
Arai menurunkan kipas perangnya.
Meskipun itu terjadi tepat di depan mataku, aku tak bisa mempercayainya. Selama
LIAN HEARN BUKU KETIGA 262 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON beberapa waktu aku memandang tak percaya ketika anak panah berjatuhan. Endo langsung
terjatuh, dan pasukan yang berada di tepi sungai, tidak bersenjata dan tidak siap, berguguran
seperti rusa dipanah pemburu.
"Itu dia," kata Kenji, seraya mencabut pedangnya. "Itu yang salah."
Aku pernah dikhianati"tapi itu dilakukan Kenji dan Tribe. Sedangkan pengkhianatan ini
dilakukan oleh ksatria yang telah bersumpah untuk bersekutu denganku. Aku mencabut nyawa
Jo-An untuk ini" Kemarahan dan sakit hati membuat pandanganku menjadi merah. Aku telah
merebut kastil yang sulit ditembus, tetap mempertahankan jembatan, menenangkan pasukan.
Aku telah menyerahkan Hagi, kotaku, pada Arai seperti buah persimmon matang, dan itu
sama artinya dengan menyerahkan Tiga Negara.
Anjing-anjing melolong di kejauhan. Lolongannya seakan menyuarakan jeritan hatiku.
Arai berkuda ke jembatan dan berhenti di tengahnya. Dia melihatku dan melepas penutup
kepalanya. Gerakannya mengejek. Dia sangat yakin pada kekuatan dirinya. "Terima kasih,
Otori," serunya. "Kau telah melakukan pekerjaan dengan sangat bagus. Kau akan menyerah
atau kita harus bertarung untuk memperebutkannya?"
"Kau bisa saja berkuasa di Tiga Negara," seruku membalas. "Tapi kebohonganmu akan
terus diingat, bahkan setelah kematianmu." Aku sudah tahu masih ada pertempuran
terakhirku, dan, seperti yang kuduga, pasti menghadapi Arai. Aku hanya tak menyangka
waktunya tiba begitu cepat.
"Tak akan ada orang yang tersisa untuk mencatatnya," sahutnya sambil mencemooh,
"Karena saat ini aku bermaksud membumihanguskan Otori."
Aku membungkuk dan meraih Zenko, menariknya ke atas kuda di depanku. Kucambut
pedang pendek dan menaruh di lehernya.
"Kedua putramu ada di tanganku. Kau hendak membiarkan mereka mati" Aku akan
membunuh Zenko dan Taku sebelum kau sampai ke sini. Batalkan seranganmu!"
Wajahnya berubah, pucat pasi. Taku berdiri tak bergerak di samping Kenji. Zenko juga
tidak bergerak. Kedua bocah itu menatap ayah yang belum mereka lihat selama bertahuntahun.
Arai tertawa. "Aku mengenalmu, Takeo. Aku tahu kelemahanmu. Kau tidak dibesarkan
sebagai ksatria; kita lihat saja apakah kau bisa membunuh anak-anak."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 263 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Seharusnya aku langsung bertindak kejam, tapi itu tidak kulakukan. Arai tertawa lagi.
"Lepaskan dia," serunya. "Zenko! Kemarilah."
Fumio berseru pelan, tapi jelas, "Takeo, boleh aku menembaknya?"
Aku tak ingat apakah aku menjawabnya. Aku tidak ingat melepaskan Zenko. Aku
mendengar letusan senjata api dan melihat Arai tersentak di pelana saat bola timah
mengenainya, membolongi baju zirah di atas jantungnya. Terdengar teriakan kemarahan dan
ketakutan, dari pasukan di sekelilingnya dan baku hantam terjadi ketika dia mundur; Zenko
berteriak, tapi suara itu tak ada artinya dibanding gemuruh yang terdengar saat bumi di bawah
kaki kudaku terbelah. Pohon-pohon maple yang hanyut terbawa arus menggulung pasukan ke dalam bebatuan
dan tanah ke dalam sungai.
Kudaku ketakutan, melangkah mundur dan menjauh dari jembatan, melemparku ke jalan.
Saat aku berdiri, kehabisan napas, jembatan mengerang bersama suara manusia. Jembatan itu
menjerit, berusaha mempertahankan diri lalu hancur berantakan, membawa semua orang yang
ada di atasnya jatuh ke sungai. Kemudian sungai pun menjadi liar. Dari pertemuan arus,
terjadi banjir dengan air yang berwarna kuning kecoklatan karena bercampur darah. Air
mengalir deras dari tepi sungai hingga ke kota, tak pandang bulu, menyeret perahu dan
makhluk hidup, mengalir dengan cepat ke tepian seberang, tempat arus itu menyapu bersih
sisa-sisa pasukan dari kedua belah pihak, mematahkan perahu seperti sumpit, menenggelamkan manusia dan kuda, lalu menyeret mayat mereka ke laut.
Bumi berguncang keras lagi, dan dari belakang aku mendengar bunyi rumah-rumah yang
runtuh. Aku seakan terpesona: semua yang ada di sekelilingku tampak kabur karena debu dan
suara-suara teredam hingga aku tak bisa mendengar suara dengan jelas. Aku sadar Kenji
berada di sampingku dan Taku berlutut di sisi kakaknya, yang juga terjatuh saat kuda mundur.
Aku melihat Fumio menghampiri melewati kabut, senjata api masih di tangannya.
Aku gemetar karena perasaanku bercampur-aduk, seperti kegirangan: suatu pengakuan
betapa lemahnya kita sebagai manusia saat berhadapan dengan kekuatan alam yang dahsyat,
bercampur dengan rasa syukur pada surga, pada tuhan yang kupikir tak lagi kupercaya, yang
sekali lagi membiarkanku tetap hidup.
Pertempuran terakhirku sudah dimulai dan berakhir dalam sekejap. Tidak terpikirkan lagi
LIAN HEARN BUKU KETIGA 264 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON tentang berperang. Satu-satunya perhatian kami kini adalah menyelamatkan kota dari
kebakaran. Banyak dari wilayah di sekitar kastil terbakar habis. Kastil hancur pada gempa yang
pertama, menewaskan sisa-sisa perempuan dan anak-anak yang ada di dalamnya. Aku lega
karena tahu aku tak bisa membiarkan mereka hidup, tapi tidak tega untuk membunuh mereka.
Ryoma tewas, perahunya karam tertimpa bangunan batu. Ketika jasadnya terdampar beberapa
hari kemudian, aku makamkan dia bersama para pemimpin Otori di kuil Daishoin, dengan
nama mereka tertulis di batu nisan.
Selama beberapa hari berikutnya aku nyaris tidak tidur maupun makan. Dengan bantuan
Miyoshi dan Kenji, aku mengatur orang-orang yang selamat untuk membersihkan reruntuhan,
mengubur orang yang tewas, dan merawat orang yang terluka. Melalui hari-hari panjang
penuh duka dan rasa kehilangan, keretakan dalam klan mulai menyatu kembali. Orang-orang
menyakini bahwa gempa yang terjadi merupakan hukuman surga pada Arai atas
pengkhianatannya. Surga jelas sekali berpihak padaku, akulah anak angkat dan keponakan
Shigeru, aku memiliki pedangnya, aku mirip dengannya, dan aku telah membalaskan
dendamnya: klan menerimaku dengan senang hati sebagai pewaris Shigeru. Aku tidak tahu
bagaimana situasi di daerah lain; kami tak mendengar kabar apa pun dari kota lain. Satu hal
yang kusadari hanyalah betapa berat tugasku untuk mengembalikan kedamaian serta
mencegah kelaparan di musim dingin yang akan datang.
Aku tidak tidur di rumah Shigeru pada malam sesudah terjadi gempa, tidak juga pada
hari-hari berikutnya. Aku tidak kuat menahan perasaan pergi ke rumah di dekat kastil karena
takut tempat itu sudah hancur. Aku berkemah bersama Miyoshi di reruntuhan rumahnya yang
tersisa. Tapi kira-kira empat hari setelah gempa, suatu malam Kenji datang setelah aku selesai
makan dan mengatakan bahwa ada yang ingin menemuiku. Dia menyeringai, dan sesaat
kubayangkan mungkin itu Shizuka membawa pesan dari Kaede.
Tapi ternyata yang datang adalah pelayan dari rumah Shigeru, Chiyo dan Haruka.
Mereka tampak lelah dan lemah, dan ketika mereka melihatku, aku takut Chiyo bisa mati
karena terharu. Mereka berdua berlutut, tapi aku minta mereka berdiri dan kupeluk Chiyo
yang berlinang air mata. Tak seorang pun dari kami mampu bicara.
Akhirnya Chiyo berkata, "Pulanglah, Lord Takeo. Rumah telah menantimu."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 265 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Rumah itu masih utuh?"
"Tamannya hancur"air sungai menyapu habis, tapi bangunan rumahnya tidak rusak
parah. Akan kami siapkan untukmu besok."
"Aku akan datang besok sore," aku berjanji.
"Anda akan datang juga, tuan?" katanya pada Kenji.
"Hampir seperti waktu dulu," sahutnya, tersenyum, walaupun kami semua tahu, keadaan
tak akan pernah bisa seperti dulu lagi.
Keesokan harinya Kenji dan aku mengajak Taku dan beberapa penjaga berjalan menyusuri
jalanan yang sudah tak asing lagi. Aku tidak mengajak Zenko. Kematian Arai telah
meninggalkan kesedihan yang mendalam pada anak sulungnya. Aku mencemaskannya,
melihat kebingungan serta kesedihannya, tapi tak ada waktu untuk mengurusnya. Aku curiga
dia berpikir kalau ayahnya mati dengan memalukan dan menimpakan kesalahannya padaku.
Bahkan mungkin dia menyalahkan atau membenciku karena membiarkannya hidup. Aku tak
yakin bagaimana harus memperlakukannya: sebagai pewaris dari bangsawan yang hebat atau
sebagai putra dari orang yang mengkhianatiku. Kupikir yang terbaik baginya saat ini adalah
menjauhkan dia untuk sementara waktu dan menitipkannya pada keluarga Endo Chikara. Aku
tetap berharap ibunya, Shizuka, masih hidup; saat dia kembali kami akan membicarakan
tentang masa depan putranya. Dengan Taku, tak ada keraguan tentangnya; aku akan
merawatnya, anak pertama yang aku impikan untuk dilatih serta diperkerjakan sebagai matamata.
Daerah di sekitar rumah lamaku nyaris tak tersentuh gempa, dan burung-burung
bernyanyi riang di taman. Selagi berjalan melewatinya, aku terkenang betapa dulu aku sering
mendengar nyanyian rumah tentang sungai dan dunia ini, dan mengingat bagaimana pertama
kali aku bertemu Kenji di sudut taman. Nyanyiannya kini telah berubah; aliran sungai
tersumbat, air terjun kering, tapi air sungai masih memukul-mukul dermaga dan dinding.
Haruka menemukan beberapa bunga krisan untuk ditaruh dalam keranjang, seperti yang biasa
dia lakukan, dan aroma tajam musim gugur dari bunga-bunga itu bercampur bau lumpur dan
bau busuk dari sungai. Taman telah hancur, semua ikan mati. Nightingale floor telah
dibersihkan hingga mengkilap, dan saat kami melangkah di atasnya, lantai itu bernyanyi di
bawah kaki kami. LIAN HEARN BUKU KETIGA 266 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Ruangan di lantai bawah rusak karena air dan lumpur, dan Chiyo telah membersihkan
dan menghamparkan alas lantai yang baru, tapi ruangan di lantai atas tidak tersentuh. Dia
telah membersihkan serta memolesnya hingga terlihat sama seperti ketika pertama kali aku
melihatnya, saat aku jatuh cinta pada Shigeru dan rumahnya.
Chiyo meminta maaf karena tak ada air panas untuk mandi sehingga kami mandi dengan
air dingin dan dia berhasil mendapatkan makanan, begitu pula sake. Kami makan di ruangan
lantai atas, seperti yang sering kami lakukan dulu, dan Kenji membuat Taku tertawa dengan
menceritakan betapa menyusahkan dan tidak patuhnya diriku dulu. Perasaanku bercampur
aduk antara sedih dan gembira, dan tersenyum dengan air mata di pelupuk. Tapi apa pun
kesedihanku, aku merasakan kalau arwah Shigeru tenang. Aku seakan bisa melihat
bayangannya yang tanpa suara hadir bersama kami di ruangan ini sambil tersenyum ketika
kami tersenyum. Orang-orang yang membunuhnya sudah mati dan Jato sudah pulang ke
rumah. Akhirnya Taku tertidur, sedangkan Kenji dan aku minum sake selagi memandangi
bulatnya bulan bergerak melintasi taman. Malam itu terasa dingin. Embun seakan membeku,
dan kami menutup daun jendela sebelum pergi tidur. Aku tidur dengan gelisah, pasti akibat
sake, dan terbangun tepat sebelum fajar karena mendengar suara suara yang aneh.
Keadaan rumah tenang. Aku bisa dengar napas Kenji dan Taku di sampingku, dan Chiyo
dan Haruka di kamar bawah. Kami menempatkan penjaga di gerbang, dan masih ada beberapa
anjing di sana. Rasanya aku masih mendengar para penjaga berbicara pelan. Mungkin mereka
yang telah membuatku terbangun.
Aku berbaring lalu mendengarkan selama beberapa saat. Kamar mulai terang saat fajar
terbit. Kuputuskan kalau aku tak mendengar apa-apa dan akan ke kakus sebelum berusaha
tidur. Aku bangkit tanpa bersuara dan menuruni tangga, menggeser pintu dan melangkah
keluar. Aku tidak perlu repot-repot meringankan langkahku, tapi begitu lantainya bernyanyi,
kusadari apa yang tadi aku dengar: langkah ringan di atas papan. Seseorang berusaha masuk ke
rumah dan nyalinya ciut karena lantai itu. Lalu di mana dia sekarang"
Saat aku berpikir, aku harus membangunkan Kenji, setidaknya untuk mengambil senjata,
ketua Kikuta, Kotaro, muncul dari balik kabut taman dan berdiri di depanku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 267 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Selama ini aku hanya pernah melihat dia memakai jubah birunya yang telah pudar,
pakaian perjalanannya. Sekarang ini dia memakai pakaian tempur Tribe berwarna hitam, dan
seluruh kekuatan yang biasa dia sembunyikan kini muncul dalam sosok dan wajahnya,
penjelmaan dari permusuhan Tribe padaku, seorang yang kejam dan keras kepala.
Dia berkata, "Kurasa kau pernah bersumpah untuk menyerahkan hidupmu padaku."
"Kau menghapus kepercayaanku saat kau menyuruh Akio membunuhku," sahutku. "Kini
semua perjanjian kita batal. Dan kau tidak berhak meminta apa pun dariku karena kaulah yang
membunuh ayahku." Dia tersenyum mengejek. "Kau benar, memang aku yang bunuh Isamu," ujarnya.
"Sekarang aku tahu apa yang membuat dia tidak patuh juga: darah Otori." Dia merogoh ke
kantong baju dan aku bergerak cepat untuk menghindari karena kupikir dia hendak
menyerang dengan senjata rahasia, tapi ternyata yang dipegangnya adalah batang kayu pendek.
"Aku ambil ini," katanya, "dan aku mematuhi perintah Tribe, meskipun Isamu dan aku
saudara sepupu dan sahabatku, dan meskipun dia menolak melawanku. Itulah yang disebut
kepatuhan." Kotaro menatap mataku untuk membuatku tertidur, tapi tentu saja aku bisa menahannya.
Kami saling menahan tatapan selama beberapa waktu, tidak seorang pun dari kami mampu
mendominasi. "Kau telah membunuhnya," kataku. "Kau juga memiliki andil dalam kematian Shigeru.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi apa gunanya kematian Yuki?"
Dia berdesis tak sabar dengan cara yang kuingat dan dengan gerakan secepat kilat dia
melempar batang kayu itu ke tanah dan mencabut sebilah belati. Aku berkelit ke samping,
seraya berteriak keras. Aku tak bermimpi bisa mengalahkannya dengan tangan kosong.
Namun, aku terpaksa bertarung sampai ada yang datang membantuku.
Dia melompatiku, membuat gerakan tipuan, lalu bergerak lebih cepat dari pandangan
mata dari arah yang berlawanan untuk memiting leherku dengan satu cekikan kuat; tapi
karena telah menduga gerakannya, aku berkelit melepaskan cengkramannya, lalu
menendangnya dari belakang. Aku lalu memukul tepat di ginjalriya dan mendengar dia
menggerutu. Kemudian aku melompat melewatinya dan dengan tangan kanan kupukul
lehernya. LIAN HEARN BUKU KETIGA 268 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Pisaunya melesat ke atas dan aku merasakan tangan kananku tersayat, memotong jari
manis dan kelingkingku, membuat luka menganga di telapak tanganku. Itulah luka pertamaku
yang nyata dan terasa sangat sakit, lebih buruk dari yang pernah kualami. Saat aku
menghilang, darah mengkhianatiku, menetes ke nightingale floor. Aku berteriak lagi, menjerit
memanggil Kenji, penjaga, lalu membelah sosokku. Sosok keduaku berguling melintasi lantai
sementara tangan kiriku kuarahkan ke mata Kotaro.
Kepalanya tersentak ke samping saat menghindari pukulan, dan kutendang tangannya
yang memegang belati. Dia lompat menjauh dengan kecepatan luar biasa, dan seperti terbang
ke belakang kepalaku. Aku menunduk tepat sebelum dia menendang kepalaku dan melompat
ke udara ketika dia mendarat, selama pertarungan melawan rasa kaget dan kesakitan,
menyadari kalau aku lengah menyerah sedikit saja, aku bisa mati. Aku hendak menendangnya
saat kudengar di lantai atas jendela terbuka dan sebuah benda meluncur cepat.
Kotaro tidak menduganya. Kemudian aku sadar kalau itu adalah Taku. Aku melompat
mencegahnya terjatuh, tapi dia seperti terbang meluncur ke arah Kotaro. Saat perhatian
Kotaro terpecah, aku lalu mengubah lompatanku menjadi tendangan dan menghantamkan
kakiku ke leher Kotaro. Ketika kakiku menjejak lantai, Kenji berteriak dari atas. "Takeo! Ini!" dan dia melempar
Jato ke bawah. Kutangkap pedang dengan tangan kiri. Kotaro meraih Taku, mengayunkan bocah itu di
atas kepalanya, lalu melemparnya ke taman. Kudengar bocah itu tersengal-sengal ketika
mendarat. Kuayunkan Jato di atas kepala lalu menyerangnya. Kotaro menghilang saat
seranganku luput. Tapi karena kini aku sudah memegang senjata, kini dia lebih berhati-hati.
Aku memanfaatkan waktu selama menarik napas. Aku sobek sabuk lalu melilitnya di telapak
tanganku. Kenji melompat dari jendela lantai atas, mendarat di kakinya bak seekor kucing, dan
langsung menghilang. Aku hanya bisa melihat kedua tetua itu samar-samar sementara mereka
berdua bisa saling melihat dengan jelas. Aku pernah bertarung di samping Kenji dan aku tahu
betapa berbahayanya dia, tapi belum pernah kulihat dia melawan orang dengan kemampuan
yang setingkat dengan dirinya. Kenji memegang pedang yang lebih panjang dari Kotaro dan
senjata itu agak lebih menguntungkan baginya, tapi Kotaro sedang putus asa dan memang
LIAN HEARN BUKU KETIGA 269 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON cerdas. Mereka berdua naik turun di lantai. Lantai menjerit-jerit di bawah kaki mereka.
Kotaro terlihat hampir jatuh, tapi saat Kenji mendekat, dia berhasil bangkit dan menendang
tulang rusuk Kenji. Kedua orang itu membelah sosok mereka. Aku menerjang sosok kedua
Kotaro saat Kenji jungkir balik menjauh. Kotaro berbalik menghadapiku dan aku mendengar
desis lemparan beberapa belati. Kenji melemparnya ke arah leher Kotaro. Pisau pertama kena
sasaran dan kulihat sosok Kotaro mulai samar-samar. Matanya terpaku menatapku. Dia
berusaha menikam belati untuk terakhir kali, tapi tampaknya Jato telah menduga dan
menerjang ke lehernya. Kotaro berusaha mengutukku saat dia sekarat, namun hanya darah
yang keluar dari tenggorokannya yang tergorok sehingga menenggelamkan kata-katanya.
Saat itu matahari sudah tinggi; kami menatap tubuh Kotaro yang berlumuran darah di
bawah cahaya yang pucat, sulit dipercaya kalau orang yang begitu rapuh pernah memiliki
kekuasaan yang begitu besar. Kenji dan aku hanya dapat mengalahkannya dengan
menggabungkan kekuatan kami dan dia memberiku luka di tangan, Kenji mengalami memar
yang parah, dan kemudian kami sadari, tulang rusuk kami yang patah. Taku nampak tegang
da? gemetar, bersyukur karena masih hidup. Para penjaga yang berlarian datang saat
mendengar teriakanku sangat kaget seolah ada setan yang telah menyerangku. Anjing-anjing
semakin gusar ketika mengendus-endus mayat Kotaro, dan memperlihatkan gigi mereka
dengan geraman yang menyeramkan.
Jari-jariku putus, telapak tanganku terluka menganga. Begitu rasa takut dan tegang karena
pertarungan reda, rasa sakitnya mulai terasa, membuatku hampir tak sadarkan diri.
Kenji berkata, "Belatinya mungkin beracun. Kita harus mengamputasi lenganmu sampai
sikut agar tetap hidup." Kepalaku berkunang-kunang karena terguncang, semula aku mengira
dia bercanda, tapi saat melihat raut mukanya yang serius, aku menjadi panik. Aku
memaksanya berjanji untuk tidak melakukan itu. Lebih baik aku mati daripada kehilangan sisa
tangan kananku. Karena bila memang harus diamputasi, kupikir aku tak akan bisa memegang
pedang maupun kuas lagi. Kenji segera membasuh lukaku, meminta Chiyo membawakan arang, sementara para
penjaga berlutut memegangku erat, membakar puntung jari-jari serta pinggiran lukaku lalu
membalutnya ramuan penawar racun.
Belatinya ternyata memang beracun dan aku merasa sangat tersiksa, campur-aduk antara
LIAN HEARN BUKU KETIGA 270 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON rasa sakit, demam dan putus asa. Hari-hari yang panjang dan menyiksa berlalu, aku menyadari
semua orang berpikir kalau aku akan mati. Aku tak percaya kalau aku mati tapi aku tidak bisa
bicara untuk meyakinkan mereka yang masih hidup. Aku terbaring di kamar lantai atas,
menggelepar dan mengoceh pada orang mati.
Mereka berjalan melewatiku, orang-orang yang telah kubunuh, orang-orang yang mati
demi aku, mereka yang telah kubalaskan dendamnya: keluargaku di Mino; kaum Hidden di
Yamagata; Shigeru; Ichiro; orang-orang yang aku bunuh atas perintah Tribe; Yuki; Amano;
Jo-An. Aku ingin mereka hidup lagi, ingin bertemu dan mendengar suara mereka saat masih
hidup; satu demi satu mengucapkan selamat tinggal padaku lalu pergi meninggalkanku yang
sedih dan sendirian. Aku ingin mengikuti mereka, tapi tak kutemukan jalan yang mereka
tempuh. Di saat demam mencapai puncaknya, aku membuka mata dan melihat seorang laki-laki di
dalam kamar. Aku belum pernah melihatnya, tapi aku tahu kalau orang itu adalah ayahku. Dia
memakai pakaian petani seperti yang dikenakan laki-laki di desaku dan tidak membawa
senjata. Dinding-dinding memudar dan aku berada di Mino lagi; desa itu belum terbakar dan
padi-padi di sawah berwarna hijau cemerlang. Aku memperhatikan ayahku bekerja di ladang:
tekun dan damai. Aku mengikutinya mendaki jalan di gunung dan ke dalam hutan, aku tahu
betapa dia sangat senang berkeliaran di sana, di antara hewan dan turnbuhan, karena aku juga
sangat menyukainya. Aku melihat ayahku berpaling saat mendengar suara di kejauhan. Dalam sekejap, dia
mengenali langkah kaki itu: sepupu dan temannya yang datang untuk membunuhnya. Aku
melihat Kotaro muncul di jalan setapak di depan ayahku.
Kotaro mengenakan pakaian Tribe berwarna hitam, seperti yang dia pakai ketika
menemuiku. Kedua laki-laki itu berdiri terpaku seakan membeku di depanku: ayahku yang
telah bersumpah tak akan membunuh lagi, dan calon ketua Kikuta yang hidup dengan cara
tukar-menukar kematian dan teror.
Ketika Kotaro mencabut belati, aku berteriak memberi peringatan. Aku berusaha bangkit,
namun tangan-tangan menahanku. Bayangan itu memudar, meninggalkan diriku dalam
kecemasan. Aku sadar kalau aku tak bisa mengubah masa lalu, tapi aku juga sadar, dalam
LIAN HEARN BUKU KETIGA 271 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON serangan demam hebat, bahwa konflik itu masih belum selesai. Betapa pun manusia berupaya
mengakhiri kekerasan, tampaknya mereka tak bisa lari dari kekerasan itu sendiri. Perselisihan
itu akan berlangsung selamanya, kecuali aku menemukan jalan tengah, jalan kedamaian, dan
satu-satunya jalan yang terpikir olehku yaitu menampung semua kekerasan dalam diriku, atas
nama negara dan rakyatku. Aku harus terus berjalan di jalur kekerasan agar semua orang bias
terbebas darinya, seperti halnya aku tidak menganut kepercayaan apa pun sehingga semua
orang bebas menganut apa yang ingin mereka yakini. Aku tak menginginkan jalan kekerasan.
Aku ingin mengikuti cara yang ayahku ajarkan dan bersumpah untuk tidak membunuh, hidup
seperti yang ibuku ajarkan. Kegelapan muncul di sekelilingku dan jika aku menyerah, aku bisa
mengejar ayahku dan perselisihan ini akan berakhir. Tabir yang sangat tipis memisahkanku
dari alam baka, tapi ada suara menggema di balik bayang-bayang.
Hidupmu bukan milikmu lagi. Kedamaian harus dibayar dengan pertumpahan darah.
Di balik perkataan perempuan suci itu, aku mendengar Makoto memanggil-manggil
namaku. Aku tak tahu apakah dia sudah mati atau masih hidup. Ingin kujelaskan padanya apa
yang baru saja aku ketahui dan aku tak mampu menanggung beban atas apa yang telah
kulakukan selama ini. Aku ingin pergi bersama ayahku, namun saat aku berusaha bicara,
Iidahku kelu untuk dapat merangkai katakata. Aku menggeliat dalam kekecewaan, berpikir
kalau kami akan berpisah tanpa sempat mengucapkan kata-kata perpisahan.
Makoto menggenggam erat tanganku. Dia mencondongkan badan dekat padaku dan
berbicara dengan jelas. "Takeo! Aku tahu. Aku mengerti. Tidak apa-apa. Kita akan damai.
Tapi hanya kau yang mampu mewujudkannya. Kau tidak boleh mati. Tetaplah bersama kami!
Kau harus tetap bersama kami demi kedamaian."
Dia terus bicara sepanjang malam, suaranya menghalau hantu dan menghubungkan rohku
dengan dunia ini. Fajar telah menyingsing dan demamku sirna. Aku tertidur nyenyak, dan ketika terbangun,
keadaan yang terang dan jernih telah kembali. Tanganku masih berdenyut namun tidak sesakit
sebelumnya. Kemudian Kenji mengatakan bahwa dia menduga sesuatu yang berasal dari
ayahku, semacam kekebalan dalam darah ahli racun telah melindungiku. Saat itulah aku
katakan padanya kata-kata dalam ramalan, bagaimana putraku yang ditakdirkan untuk membunuhku dan bagaimana aku percaya tak akan mati sebelum saatnya tiba. Dia terdiam lama.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 272 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Baiklah," akhirnya dia berkata. "Hal itu masih jauh di masa depan. Akan kita hadapi bila
sudah tiba waktunya."
Putraku adalah cucu Kenji. Ramalan itu nampak amat kejam bagiku. Aku masih lemah
dan mudah meneteskan air mata. Tubuhku yang lemah membuatku kesal. Tujuh hari lamanya
sebelum aku bisa berjalan keluar, lima belas hari sebelum aku bisa menunggang kuda lagi.
Bulan purnama di bulan kesebelas datang dan pergi. Tak lama lagi akan terjadi titik balik
matahari dan tahun akan segera berganti, salju akan turun. Tanganku berangsur pulih: bekas
luka yang lebar dan jelek hampir menghilangkan tanda keperakan bekas luka bakar yang
kudapat pada hari Shigeru menyelamatkanku, dan garis lurus Kikuta.
Makoto duduk bersamaku siang dan malam tanpa banyak bicara. Aku merasa dia sedang
menyembunyikan sesuatu dariku dan Kenji tahu apa itu. Mereka membawa Hiroshi
menemuiku satu kali dan aku lega karena bocah itu masih hidup. Dengan ceria dia
menceritakan tentang perjalanannya, bagaimana mereka bisa lolos dari gempa dan melihat
sisa-sisa yang sebelumnya merupakan pasukan Arai, dan betapa hebatnya Shun, tapi kurasa dia
setengah berpura-pura. Terkadang Taku, yang cepat bertambah besar dalam waktu sebulan,
datang duduk menemaniku; seperti halnya Hiroshi, dia juga bersikap ceria, tapi wajahnya
pucat dan tegang karena memaksa tertawa. Seiring dengan pulihnya kekuatanku, kusadari
kalau seharusnya kami sudah mendapat kabar dari Shizuka. Jelas terlihat semua orang takut
sesuatu yang terburuk terjadi; tapi aku tak percaya kalau dia sudah mati. Begitu juga dengan
Kaede, karena tak seorang pun dari mereka yang menemuiku saat aku sekarat.
Akhirnya, pada suatu malam, Makoto berkata, "Kami mendapat kabar dari wilayah
selatan. Kerusakan akibat gempa di sana jauh lebih parah. Di kediaman Lord Fujiwara terjadi
kebakaran hebat..." Dia meraih tanganku, "Maaf, Takeo. Tampaknya tak ada yang selamat."
"Fujiwara mati?"
"Ya, dia dipastikan telah mati." Dia berhenti, lalu menambahkan, "Kondo Kiichi juga
mati di sana." Kondo yang kuutus bersama Shizuka....
"Dan temanmu?" tanyaku.
"Dia juga. Mamoru yang malang. Kurasa dia seperti menyambut kematiannya."
Selama beberapa waktu aku diam membisu. Makoto berkata pelan, "Mereka belum
LIAN HEARN BUKU KETIGA 273 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON menemukan mayat Lady Kaede, tapi...."
"Aku harus tahu secara pasti," ujarku. "Maukah kau ke sana untuk memastikannya?"
Makoto setuju untuk berangkat keesokan paginya. Aku menghabiskan malam dengan
penuh kekhawatiran memikirkan apa yang akan kulakukan jika tidak ada Kaede di sisiku.
Satu-satu keinginanku adalah ikut dengannya; tapi, bagaimana dengan orang-orang yang
begitu setia padaku" Saat fajar tiba aku menyadari kebenaran kata-kata Jo-An dan Makoto.
Hidupku bukan hanya milikku. Hanya aku yang bisa membawa kedamaian. Aku dikutuk
untuk tetap hidup. Malam itu ada satu hal lagi yang terlintas di benakku, dan aku meminta bertemu dengan
Makoto sebelum dia pergi. Aku mencemaskan catatan yang Kaede bawa ke Shirakawa. Jika
memang harus tetap hidup, aku ingin mendapatkan catatan itu sebelum musim dingin. Karena
aku harus menghabiskan berbulan-bulan merencanakan strategi di musim panas; musuhmusuhku yang masih tersisa tak akan ragu memanfaatkan Tribe untuk melawanku. Aku
merasa harus meninggalkan Hagi pada musim semi dan memperkuat kekuasaanku atas Tiga
Negara, bahkan mungkin menjadikan Inuyama sebagai ibukota. Pikiran itu membuatku
tersenyum pahit, sebab Inuyama berarti Gunung Anjing, dan seakan tempat itu memang
sedang menantikan diriku.
Kusuruh Makoto mengajak Hiroshi. Bocah itu bisa menunjukkan tempat catatan itu
disembunyikan. Aku tak mampu menahan harapan yang melambung bahwa Kaede ada di
Shirakawa-bahwa entah bagaimana Makoto akan membawanya kembali padaku.
Mereka kembali pada hari yang dingin hampir dua minggu kemudian. Aku melihat
mereka sendirian, dan aku hampir mati ditelan kekecewaan. Mereka pulang dengan tangan
kosong. "Nenek yang menjaga kuil tidak mau memberikan catatan itu pada siapa pun kecuali
padamu," urai Makoto. "Maaf, aku tak bisa membujuknya."
Hiroshi berkata dengan penuh semangat, "Kita harus kembali. Aku akan pergi bersama
Lord Otori." "Ya, Lord Otori harus mengambilnya," ujar Makoto. Dia seperti hendak bicara lagi, tapi
dia membatalkannya. "Apa?" desakku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 274 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Dia menatapku dengan ekspresi aneh, antara iba dan kasih sayang. "Kita semua akan
pergi," katanya. "Kita akan mencari tahu kabar mengenai Lady Otori."
Aku ingin pergi, namun aku juga takut perjalananku akan sia-sia dan waktunya sudah
terlambat karena musim dingin akan segera tiba. "Kita bisa terjebak salju di perjalanan,"
kataku. "Aku berencana menghabiskan musim dingin di Hagi."
"Jika yang terburuk terjadi, kau bisa tinggal di Terayama. Aku ingin ke sana dalam
perjalanan pulang. Aku akan tinggal di sana."
"Kau akan meninggalkanku" Mengapa?"
"Ada tugas lain yang harus dikerjakan. Cita-citamu telah tercapai. Aku dipanggil kembali
ke biara." Hatiku luluh lantak. Apakah aku akan kehilangan semua orang yang kusayangi"
Kupalingkan wajahku untuk menyembunyikan perasaanku.
"Saat kau sekarat, aku bersumpah," Makoto melanjutkan. "Aku berjanji pada Sang
Pencerah bahwa jika kau selamat, akan kuabdikan diri demi cita-citamu dengan cara yang
berbeda. Aku telah bertempur dan membunuh di sisimu, dan dengan senang hati aku akan
melakukannya lagi. Tapi hal itu tak akan menyelesaikan apa pun. Seperti tarian musang,
lingkaran kekerasan terus berputar."
Ucapannya terngiang di telingaku. Itu semua kata-kata yang ada di benakku saat aku
dalam keadaan setengah sadar.
Briliance Of The Moon Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika demam kau bicara tentang ayahmu dan juga tentang perintah bagi kaum Hidden
agar tidak membunuh. Sebagai ksatria, sulit bagiku untuk mengerti, tapi sebagai biarawan, itu
adalah perintah yang rasanya harus kucoba dan kuikuti. Di malam itu aku bersumpah untuk
tidalc membunuh lagi. Aku akan mencari kedamaian melalui doa dan meditasi. Aku telah
meninggalkan serulingku di Terayama untuk memanggul senjata. Kini aku akan meninggalkan
senjataku di sini dan kembali untuk mengambil serulingku itu."
Dia tersenyum tipis. "Perkataanku mungkin tak masuk akal. Aku mengambil langkah
pertama dalam perjalanan yang panjang dan sulit, tapi itulah yang akan kulakukan."
Aku tidak menjawabnya. Aku membayangkan Biara Terayama, tempat Shigeru dan
Takeshi dimakamkan, tempat aku pernah dilindungi serta dirawat, tempat aku dan Kaede
menikah. Biara itu berada di jantung Tiga Negara, jiwa dan raga dari tanah air serta hidupku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 275 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Tidak lama lagi Makoto akan tinggal di sana, berdoa untuk kedamaian yang kunantikan,
menjunjung tinggi cita-citaku. Dia akan menjadi satu orang, seperti percikan kecil cairan
pewarna di tong besar, namun bisa kulihat warnanya menyebar selama bertahun-tahun, warna
biru-hijau dengan kata ke damaian yang selalu memanggilku. Dalam pengaruh Makoto, biara
akan menjadi tempat yang damai, seperti yang diharapkan pendiri biara itu.
"Aku tidak meninggalkanmu," katanya lembut. "Aku akan bersamamu dan mendukungmu dengan cara yang berbeda."
Aku kehabisan kata-kata untuk mengucapkan terima kasih: Yang bisa kulakukan
hanyalah berterima kasih dan membiarkan dia pergi.
Kenji, diam-diam didukung oleh Chiyo, menentang keputusanku untuk pergi,
mengatakan kalau aku mencari masalah dengan melakukan perjalanan seperti itu saat belum
benar-benar pulih. Aku merasa semakin sehat setiap hari dan tanganku hampir pulih, meski
masih terasa sakit. Aku sedih telah kehilangan ketangkasan dan berusaha membiasakan tangan
kiriku memegang pedang dan kuas, tapi setidaknya aku memegang tali kekang kuda dengan
tangan itu dan kupikir sudah cukup sehat untuk menunggang kuda. Perhatianku yang utama
adalah membangun Hagi kembali, tapi Miyoshi Kahei dan ayahnya meyakinkan kalau mereka
bisa mengaturnya tanpa kehadiran diriku. Kahei dan anggota pasukanku yang lain tertahan
gempa, tapi berhasil lolos dari bahaya. Kedatangan mereka semakin menambah kekuatan kami
dan mempercepat pemulihan kota. Aku suruh Kahei segera mengirim pesan ke Shuho untuk
mengundang Shiro si tukang kayu dan keluarganya kembali ke Hagi.
Akhirnya Kenji menyerah dan mengatakan, meskipun rusuknya yang patah cukup banyak,
dia akan turut bersamaku karena sadar aku tak menghadapi orang sehebat Kotaro seorang diri.
Aku memaafkan sindirannya, senang dia bersamaku, dan kami juga ajak Taku, tak ingin
meninggalkannya sendiri saat semangatnya sedang turun. Dia dan Hiroshi bertengkar seperti
biasa, tapi Hiroshi menjadi lebih sabar dan Taku tidak sombong lagi. Aku melihat
persahabatan sejati sedang terjalin antara mereka. Aku mengumpulkan semua laki-laki yang
ada kota dan meninggalkan mereka berkelompok untuk membantu membangun kembali desa
dan peternakan yang hancur.
Kami melakukan perjalanan mengikuti retakan akibat gempa yang membelah tanah dari
utara ke selatan. Saat itu hampir pertengahan musim dingin; meskipun terjadi kehilangan dan
LIAN HEARN BUKU KETIGA 276 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON kehancuran, tapi orang-orang bersiap-siap menyambut Tahun Baru; mereka memulai hidup
baru lagi. Hari sangat dingin tapi cerah, permukaan bumi gundul dan musim dingin mulai terasa.
Burung berwarna kelabu lembut berkicau dari balik semak. Kami langsung ke selatan. Malam
hari begitu dingin menusuk dengan bintang-bintang besar, dan setiap pagi diselumuti putihnya salju.
Aku tahu Makoto merahasiakan sesuatu, tapi tidak bisa menduga apakah itu rahasia yang
menyenangkan atau justru menyedihkan. Setiap hari dia nampak lebih ceria. Semangatku
masih mengambang. Aku gembira bisa menunggang Shun lagi, tapi dingin dan sulitnya perjalanan, bersamaan dengan rasa sakit dan cacat di tanganku, lebih menguras tenaga dari yang
kuduga, dan di malam hari tugas di depanku terlalu berat untuk dapat aku selesaikan, terutama
jika Kaede tidak berada di sisiku.
Pada hari ketujuh, kami tiba di Shirakawa. Langit penuh mega dan seluruh bumi tampak
kelabu. Rumah Kaede hancur, tak ada yang tersisa selain abu dan arang.
Rumah itu nampak sangat menyedihkan; kurasa kediaman Fujiwara juga dalam kondisi
yang sama. Aku mendapat firasat kalau Kaede sudah mati dan Makoto sedang membawaku ke
makamnya. Terdengar pekikan keras burung dari balik pohon yang terbakar di samping gerbang, dan
di sawah dua burung ibis berjambul sedang makan, bulu mereka yang berwarna merah muda
bersinar di tanah yang menghitam. Di saat kami berjalan melewati padang rumput, Hiroshi
berseru. "Lord Otori! Lihat!"
Dua kuda betina berderap menghampiri kami, meringkik pada kuda-kuda kami. Ada dua
anak kuda yang sedang belajar jalan, berumur tiga bulan, menurut perkiraanku. Surai dan
ekornya sehitam warna pernis.
"Mereka itu pasti anak Raku!" ujar Hiroshi. "Amano mengatakan kalau kuda betina
Shirakawa mengandung anaknya."
Aku tak bisa melepaskan pandanganku dari mereka. Anak-anak kuda itu seperti anugerah
dari surga yang tak ternilai harganya.
"Salah satunya akan menjadi milikmu," mendapatkannya atas kesetiaanmu."
LIAN HEARN BUKU KETIGA 277 kataku pada Hiroshi. "Kau pantas KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON "Bolehkah yang satu lagi untuk Taku?" pinta Hiroshi.
"Tentu!" Kedua bocah itu berteriak kegirangan. Aku menyuruh seorang pengawal membawa kudakuda betina bersama kami dan anak-anak kuda itu berderap mengikuti induknya dan
rombongan kami, berjalan menyusuri Shirakawa menuju Gua Suci.
Aku belum pernah ke sana dan kaget melihat ukuran gua besar di bawah tanah yang ada
air mengalir. Gunung yang menjulang tinggi telah diselimuti salju, bayangannya terpantul di
permukaan sungai musim dingin yang tenang. Di sini dapat kulihat, ditarik oleh tangan alam,
kebenaran yang seutuhnya. Tanah, air dan langit bersanding dengan selaras. Sama seperti saat
di Terayama ketika aku diperlihatkan inti kebenaran yang sesungguhnya; sekarang aku dapat
melihat alam surga yang diperlihatkan oleh bumi.
Ada sebuah pondok di tepi sungai, tepat di depan gerbang kuil. Seorang laki-laki tua
keluar ketika mendengar kuda mendekat, tersenyum mengenali Makoto dan Hiroshi, lalu
membungkuk hormat pada kami.
"Selamat datang, silakan duduk, akan kubuatkan teh untuk kalian. Akan kupanggil
istriku." "Lord Otori datang untuk mengambil kotak yang kami tinggalkan di sini," kata Hiroshi
dengan bergaya seperti orang penting, lalu menyeringai pada Makoto.
"Ya, ya. Akan kuberitahu mereka. Laki-laki tidak boleh masuk, perempuan yang akan
keluar menemui kita."
Selagi dia menuangkan teh di beranda, ada yang keluar dari pondok dan memberi salam
kepada kami. Laki-laki itu berumur setengah baya, baik dan tampak cerdas. Dia
memperkenalkan diri dengan nama Ishida dan aku tahu dia seorang tabib. Sementara dia
menceritakan tentang sejarah gua ini dan airnya yang bisa menyembuhkan, laki-laki tua tadi
dengan cekatan berjalan ke pintu masuk gua, melompat di antara bebatuan besar yang
menonjol. Agak jauh dari gua ada sebuah lonceng perunggu menggantung di bangunan yang
terbuat dari kayu. Laki-laki itu membunyikan anak lonceng yang memantul ke permukaan air,
bergema dan berkumandang dari dalam gunung.
Aku memperhatikan laki-laki tua itu sambil minum teh. Dia tampak mengintip ke dalam
pondok dan mendengarkan. Setelah beberapa saat dia berbalik dan berseru, "Hanya Lord
LIAN HEARN BUKU KETIGA 278 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Otori yang boleh kemari."
Kuletakkan mangkuk teh dan berdiri. Matahari telah menghilang di balik lereng dan
bayangan gunung terpantul di permukaan air. Selagi mengikuti langkah laki-laki tua itu
melompat dari satu batu ke batu lainnya. Aku merasakan sesuatu"seseorang"mendekat ke
arahku. Aku berdiri di sisi laki-laki tua itu, di sebelah lonceng. Dia menatapku dan tersenyum,
senyuman yang hangat dan terbuka.
"Istriku akan datang," katanya. "Dia akan membawa kotak itu." dia berkata sambil tertawa
kecil lalu melanjutkan. "Mereka telah menunggu."
Kini melongok ke dalam gua bawah tanah yang gelap itu. Aku melihat seorang
perempuan tua berpakaian putih. Bisa kudengar langkahnya di bebatuan yang basah dan
diikuti beberapa perempuan di belakangnya. Aliran darahku berdegup-degup di telingaku.
Ketika mereka melangkah keluar, perempuan tua itu membungkuk sampai ke tanah dan
meletakkan kotak itu di kakiku. Shizuka ada tepat di belakangnya, membawa kotak yang
kedua. "Lord Otori," gumamnya.
Aku hampir tidak mendengar suaranya. Aku tidak melihat Shizuka dan perempuan tua
itu. Aku melayangkan pandangan ke belakang mereka, ke arah Kaede.
Aku kenali dia dari lekuk tubuhnya, tapi ada yang berubah pada dirinya. Aku tidak tahu
apa itu. Kepalanya ditutupi sehelai kain dan saat menghampiriku, dia membiarkan kain itu
jatuh di bahunya. Rambutnya tak ada lagi. Pandangan matanya terpaku menatapku. Wajahnya. Ia tidak terluka dan tetap cantik, tapi
aku hampir tidak melihatnya. Kutatap matanya, kuamati penderitaan yang telah dia alami, dan
betapa penderitaan memperhalus dan membuatnya lebih kuat. Mantra tidur Kikuta tak akan
bisa menyentuhnya lagi. Tetap tanpa sepatah kata pun, dia berbalik dan menarik kain itu dari bahunya. Tengkuk
yang begitu sempurna, begitu putih, kini tertutup bekas luka yang kemerahan dan ungu karena
rambutnya telah membakar dagingnya.
Kutaruh tanganku yang cacat di atasnya, menutupi lukanya dengan lukaku.
LIAN HEARN BUKU KETIGA 279 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON Kami berdiri seperti itu dalam waktu yang lama. Terdengar jeritan keras burung bangau
saat terbang dari sarangnya, nyanyian air tiada henti, dan debaran jantung Kaede. Kami
bernaung di bebatuan yang menggantung, dan aku tidak memperhatikan salju yang mulai
turun. Ketika melihat pemandangan di luar, ternyata bumi telah berubah putih tertutup salju.
Di tepi sungai, anak-anak kuda mengendus-endus salju dengan kagum, salju pertama
yang mereka lihat. Kelak saat salju mencair dan musim semi tiba, warna bulu mereka akan
menjadi abu-abu, seperti warna Raku.
Aku berdoa agar musim semi juga membawa kesembuhan pada tubuh kami yang terluka,
pada pernikahan kami, dan pada tanah air kami. Dan agar di musim semi ini bisa melihat
houou, burung suci, kembali sekali lagi ke Tiga Negara.*
LIAN HEARN BUKU KETIGA 280 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON PENUTUP TIGA NEGARA menikmati hampir lima belas tahun dalam kedamaian dan kemakmuran.
Perdagangan dengan tanah daratan dan kaum barbar membuat kami kaya. Inuyama,
Yamagata, dan Hagi memiliki istana dan kastil yang tak ada bandingannya di seluruh
Delapan Pulau. Istana Otori, kabarnya, bersaing dengan kemegahan istana kaisar.
Ancaman selalu ada"orang kuat seperti Arai Zenko di dalam batas wilayah kami, para
bangsawan di luar Tiga Negara, kaum barbar yang menginginkan bagian yang lebih besar
dari kekayaan kami, bahkan sang kaisar dan kalangan istananya juga takut tersaingi oleh
kami"namun sekarang ini, tahun ketiga puluh dua dalam hidupku, tahun keempat belas
dalam kekuasaanku, kami mampu mengendalikan semuanya dengan menggabungankan kekuatan dengan diplomasi.
Kikuta yang kini dipimpin Akio tidak pernah menyerah untuk menghentikan
perlawanannya kepadaku, dan tubuhku sekarang membawa catatan dari usaha-usaha
pembunuhan mereka padaku. Perjuangan kami melawan mereka terus berlanjut; kami tak
akan bisa membasmi mereka, tapi mata-mata yang aku pertahankan di bawah pengawasan
Kenji dan Taku mampu mengendalikan mereka.
Taku dan Zenko, keduanya sudah menikah dan punya anak. Zenko aku nikahkan
dengan adik iparku, Hana, untuk mengikatnya lebih dekat padaku. Kematian ayah nya yang
tragis terbentang di antara kami dan aku tahu dia akan menjatuhkanku jika dia mampu.
Hiroshi tinggal di rumahku sampai berusia dua puluh tahun, lalu kembali ke Maruyama
tempat dia memegang kendali wilayah itu untuk putri sulungku yang akan mewarisi wilayah
itu dari ibunya. Kaede dan aku mempunyai tiga orang putri: yang sulung kini berusia tiga belas tahun,
kedua adik kembarnya, berusia sebelas tahun. Putri pertama kami mirip ibunya dan tidak
memperlihatkan kemampuan Tribe. Si kembar wajahnya sangat mirip, bahkan garis Kikuta
di telapak tangan mereka. Orang-orang takut pada mereka karena beberapa alasan.
Kenji menemukan putraku sepuluh tahun lalu saat bocah itu berusia lima tahun. Sejak
itu, kami selalu mengawasinya, tapi aku tak membiarkan siapa pun menyakitinya. Aku
LIAN HEARN BUKU KETIGA 281 KISAH KLAN OTORI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
BRRILIANCE OF THE MOON sering berpikir lama tentang ramalan itu dan menyimpulkan bahwa bila ini memang
takdirku, aku tak akan bisa menghindar, dan bila bukan-karena ramalan, sama seperti doa,
akan terpenuhi dengan cara yang tak terduga"maka semakin sedikit upayaku
menghindarinya semakin baik. Dan aku tak bisa menyangkal, saat penyakit yang
menggerogoti tubuhku semakin parah dan saat aku ingat bagaimana aku telah mencabut
nyawa ayah angkat, pamanku, Shigeru dengan kematian yang cepat dan terhormat sebagai
ksatria, menghapuskan hinaan dan rasa malu yang dialaminya di bawah kekuasaan Iida
Sadamu, pikiran itu kerap hinggap di benakku, bahwa putraku yang akan membebaskan
diriku, bahwa kematian di tangannya akan kusambut dengan tangan terbuka.
Namun kematianku adalah kisah yang lain, kisah yang tidak dapat diceritakan olehku.**
Nantikan Kelanjutan Kisah TAKEO dan Kaede dalam episode terakhir
KISAH KLAN OTORI IV Dalam buku : The Harsh Cry of the Heron
Catatan Kaki * Waktu Ular: berkisar antara jam 09.00 s/d jam 11.00. [peny]
* Waktu Anjing: berkisar antara jam 19.00 s/d jam 21.00. [peny]
* Waktu Kambing: berkisar antara jam 15.00 s/d jam 17.00. [penyl
* Waktu Monyet-: berkisar antara jam 17.00 s/d jam 19.00. [peny]
* Waktu Tikus: berkisar antara jam 23.00 s/d jam 01.00. [peny]
* Waktu Lembu: berkisar antara jam 01.00 s/d jam 03.00. [peny]
* Waktu Anjing: berkisar antara jam 19.00 s/d jam 21.00. [peny]
* Bailey : Tempat yang dilindungi dinding kastil dan beberapa menara. Bailey digunakan untuk menanam
buah-buahan, memelihara ternak dan juga tempat berlindung saat ada bahaya. [peny]
* Tanabata (atau Festival of the Weaver Star) dirayakan setiap tanggal 7 Juli. Menurut legenda, pada malam itu
bintang Altair dan Vega (yang dianggap mewakili sepasang kekasih) akan bertemu dengan seijin dewa.
[peny] * Waktu Naga: berkisar antara jam 07.00 s/d jam 09.00. [peny]
LIAN HEARN BUKU KETIGA 282 Han Bu Kong 8 Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer Thousand Splendid Suns 6