Pencarian

Giri 3

Giri Karya Marc Olden Bagian 3


demikian disimpulkan oleh Sparrowhawk,bisa mengumpulkan orang!
"Sebelum aku memulai dengan Chihara," kata Molise, "Lebih dulu aku
memberitahukan kepadamu," ia menunjuk pada sparrowhawk, "agar kau
menunda keberangkatanmu dari Saigon."
" "Apakah kau sudah gila" Aku sudah dicatat akan meninggalkan tempat
keparat ini dengan helikopter dalam waktu empatpuluh delapan jam."
"Anggaplah ini sebagai permintaanku secara khusus."
Ah, keparat itu memegang diriku dalam cengkeramannya, pikir
Sparrowhawk. Karena pekerjaan di New York itu. Sekarang mesti menari
mengikuti serulingnya. Padahal, apakah gunanya janji suatu pekerjaan yang
membikin kaya itu bagi seorang yang sudah mampus"
"Aku tidak mempunyai niat untuk membusuk di dalam sel penjara vietcong,"
Sparrowhawk berkata. "Limaratus ribu dollar untuk duapuluh empat jam waktumu," Molise berkata.
"Uang itu sudah menunggu dirimu jika kau tiba di New York. Atau, aku dapat
menempatkannya di bank mana saja menurut keinginanmu."
Mata Sparrowhawk menyempit.
Molise menuang wiski lagi ke dalam gelasnya. "Aku bermaksud pulang dan
menghadiahkan transaksi terbesar dalam urusan heroin sejak kita mulai
berurusan dengan bangsat bangsat di sini. Tetapi kini itu akan gagal berkat
tuan Chihara." Sparrowhawk mengetahui persoalannya. Dua hari yang lalu, petugas petugas
bea cukai Saigon telah menerima pemberitahuan bahwa seseorang bermaksud
menyelundupkan 100 kg heroin keluar Vietnam. Lazimnya, petugas pet-tugas
itu disogok dan heroin itu akan diloloskan, dan dalam kasus itu ke kanada, dan
dari sana ke New York. Seluruh Saigon mengetahui bahwa heroin itu, yang
dibeli dengan harga beberapa juta dollar, adalah milik Paul Molise. Dan seluruh
kota juga mengetahui bahwa seseorang yang dipercaya Molise telah
mengkhianatinya. "Chihara yang bermain kayu." Molise berkata. "Jangan bertanya bagaimana
aku mengetahuinya. Pokoknya, aku tahu. Chihara dan semua orang lain berniat
meninggalkan Saigon dengan sebanyak uang yang dapat mereka kumpulkan dan
membawanya. Chihara mempunyai o-rang orang yang tidak dapat kusentuh,
dan yang kumaksudkan adalah orang orang dari istana kepresidenan. Ini
memang zaman edan. Kita semua memainkan perjudian tanpa ada peraturan.
Saigon akan menjadi keranjang sampah, dan tidak ada orang yang perduli.
Tidak ada lagi seorang pun yang memegang janji."
Molise menggelengkan kepala.
"Uangku, heroinku, dan aku tidak bisa berbuat apa pun. Chihara mengatur
suatu transaksi untukku, lalu menjualku, dan aku disuruh pergi dari tempat ini
tanpa mengucap sepatah kata pun." Molise menggumamkan sesuatu dalam itali, matanya penuh
kebencian dan dendam. Membalas dendam. Sparrowhawk merasa bahwa pada saat itulah kehidupannya akan berubah
untuk selamalamanya. Molise berkata, "Chihara keparat itu menerima sepertiga dari yang diterima
bangsat bangsat Vietnam itu dariku. Sejak awal mereka memperdaya diriku.
Tetapi bagaimana pun, beberapa hari lagi, Chihara akan mengangkut muatan
emas dan berlian terakhir dari Saigon. Bersama bagiannya dari heroinku.
Vietcong sudah menduduki lapangan terbang di Bien Hoa. Maka habislah
riwayat pesawat pesawat Chihara itu. Ia telah mempersiapkan keberangkatan
keluar dari sini dengan kapal, yang saat ini tertambat di sungai Saigon.
Molise bercondong ke depan. "Aku menghendaki agar kaubawa Chihara
kepadaku, bersama dengan berlian dan emasnya dan heroinku. Aku tidak akan
dapat menghadap pada ayahku kalau tidak kubereskan urusan di sini itu. Aku
masih ada orang orang yang akan mengatur keberangkatanku dan barang
barang yang dapat kubawa. Tetapi aku tidak mempunyai tenaga yang
kuperlukan untuk membereskan Chihara. Tidak mepunyai penembak penembak.
Lagi pula, aku tidak menghendaki Chihara dalam keadaan mati. Sekedar
mampus tidaklah cukup baginya. Aku menghendaki agar ia menderita. Aku
menghendaki Chihara bangun setiap pagi dan mengetahui bahwa yang
dideritanya itu adalah karena aku."
Chihara telah menebar duri, pikir Sparrowhawk, maka tidak dapat ia
mengharap akan memetik bunga bunga wawar.
Molise berkata. "Aku akan menyerahkannya kepada vietcong. Mereka
memasang harga atas kepalanya dan mereka akan senang mendapatkannya.
Kalau mereka menanganinya, Chihara akan memohon mohon kematian."
"Ia mempunyai isteri dan dua anak perempuan."
Sparrowhawk berkata. "Mereka juga harus dibereskan. Tetapi kau kerjainlah mereka. Sesuatu yang
istimewa sebelum kau membunuh mereka. Pakailah daya khayalmu. Aku
menghendaki agar Chihara menderita dan aku menghendaki ia mengetahui
bahwa aku yang melakukannya."
Sparrowhawk kini meneguk brandi. Yah, itu semua sungguh suatu
perhitungan lengkap dengan Chihara.Namun, ia "Sparrowhawk" tidak melihat
alasan mengapa harus melakukan sesuatu yang istimewa pada isteri dan anak
anak perempuan Chihara itu. Kalaupun ia akan menyetujui untuk melakukan
pekerjaan kotor itu, para wanita itu akan diperlakukan dengan selayaknya."
"Kurasa dapat kauajak Dorian dalam pekerjaan ini," Molise berkata. "Di
manakah nam yang berkedudukan sangat penting telah menghubungi CIA, dan
mengancam akan membongkar rencana itu kecuali jika CIA bersedia membayar,
yang mereka namakan, suatu 'pajak1. Mereka mengancam akan menyerahkan
daftar itu kepada vietcong."
"Kecuali jika CIA bersedia membayar 'pajak' itu."
Molise mengangguk."Dan itu belum semuanya. Juga ada dikatakan, bahwa
orang orang Vietnam selatan memasang mortir dan roket di atas atapatap di
dekat kedutaan besar amerika, untuk menyerang kedutaan besar dan
helikopter helikopter yang mondar mandir membawa keluar orang orang ke
kapal amerika di lepas pantai. Kecuali..... jika CIA membayar 'pajak' itu."
Molise menghela nafas. "Sepuluh juta dollar."
"Ya, dewa," Sparrowhawk meneguk lagi wiski.
Robbie bersiul. Sejenak lamanya hening di didalam ruangan itu. Di luar,
mulai dapat didengar dentuman dentuman roket dan meriam. Bersama setiap
detik, semakin dekatlah vietcong itu.
"Omong kosong tentang 'pajak' itu datang dari pihak Vietnam selatan, tetapi
Chihara ada di belakangnya. Chihara yang memberikan daftar agen agen itu
dan ialah yang memberikan gagasan agar dilakukan pemerasan itu selagi semua
orang dalam kepanikan."
Sparrowhawk memandang tajam pada Molise. "Dan dengan itu, tuan Chihara
sebenarnya hidup atas waktu yang dipinjam, yang sepenuhnya terserah
penentuannya pada dirimu dan tuan Ruttencutter."
Senyum Molise itu sedingin garis bibirnya yang tipis. "Kadang kadang orang
memang mujur sekali dalam hidupnya. Agaknya aku dan Ruttencutter
menginginkan hal yang sama pada saat bersamaan pula."
"Dan tidak begitu mujur bagi tuan Chihara, agaknya."
"Tetapi bagi dirimu juga mujur," Molise memandang ke dalam gelas
minumannya. "Kau masih menghendaki pekerjaan di New York itu, bukan?"
New York November 1981 DI DALAM KANTORNYA di Management Systems Concultants,, Sparrowhawk
selesai membaca halaman terakhir laporan mengenai Michelle Asama itu.
Sparrowhawk tidak jadi memanggil nyonya Rosebery untuk meminta agar
dibuatkan lagi secangkir teh. Sparrowhawk masih ingin menyendiri beberapa
waktu lagi lamanya, untuk berpikir tentang Saigon, tentang yang telah
dilakukannya di sana pada malam terakhir itu.
Villa Chihara. Bau teh, ikan dan kayu manis. Di dalam gedung yang bercat
putih dan besar itu: George Chihara tertelungkup di atas tatami yang tergelar
di atas lantai ruangan duduk. Robbie, dengan lutut di atas tengkuk Chihara,
menyeringai. Sparrowhawk menekan pergelangan tangan kanan Chihara ke atas tatami itu
dan mengarahkan sebuah Colt otomatik .45 pada punggung tangan orang
jepang itu dan selagi Robbie tertawa kecil, pria inggris itu menarik pelatuk
pistol itu. Tiada bunyi tembakan. Tiada peluru.
Namun begitu, Chihara merasakan suatu kenyerian yang sangat.
Pistol .45 itu, sebuah senjata CIA telah diubah hingga dapat menembakkan
anak panah yang menembus tubuh dengan kekuatan peluru dan membunuh
tanpa mengeluarkan suara.
Panah itu menembus tangan Chihara, menembus tulang, urat, lapisan kulit
dan daging, memancang tangan itu pada lantai. Entah bagaimana, tetapi
Chihara berhasil menahan jeritan terlontar dari mulutnya. Ia Cuma mengejang
dan mengertakkan gigi. Beberapa menit sebelumnya, Sparrowhawk, Robbie dan Dorian telah
membunuh ketujuh pengawal di depan villa itu, dengan suatu dadakan
menyergap mereka selagi memuat truk itu dengan peti peti. Kemudian orang
inggris itu bersama kedua orang amerika itu menyerbu masuk ke dalam villa,
membunuh tiga orang pengawal dan dua pelayan lagi. Dan Chihara menjadi
tawanan mereka. Tetapi, sebelum mereka sampai padanya, Chihara
meneriakkan sesuatu dalam jepang. Sebuah perintah" Sebuah peringatan"
Sparrowhawk tidak tahu. Ia tidak mengetahui bahwa tiga orang wanita di
puncak tangga telah berbalik dan lari ke dalam sebuah kamar di lantai atas itu,
mengunci diri di dalam kamar itu.
Pada saat bersamaan, sebuah mobil yang sedang mendekati villa itu dengan
tiba tiba balik dan menghilang.
Pertanyaan pertanyaan yang menuntut jawaban segera.
Orang jepang itu pantang menyerah. Dengan sekuat tenaga dicobanya
melemparkan Robbie dari atas dirinya, dan gagal. Dalam usahanya menahan
Chihara itu, Robbie menekankan ujung sepotong besi ke dalam telinga orang
jepang itu. Namun Chihara terus berlawan. Chihara mengetahui bahwa
Sparrowhawk bakal menggarap tangan kirinya, maka ia bergeser sedemikian
rupa dan mencoba menyembunyikan lengan kiri itu di bawah tubuhnya. Robbie,
namun, menghantam orang jepang itu di atas otot lengan kirinya,
melumpuhkannya. Tanpa sepatah kata pun, Sparrowhawk menarik lengan kiri
itu dari bawah tubuh Chihara, menginjak pergelangan tangan itu
dan sekali lagi menembakkan .45 itu. Panah berujung baja itu menembus jari
jari kelingking dan manis. Darah menyembur ke atas ta-tami itu dan Chihara,
kalap karena kesakitan, nyaris berhasil melemparkan Robbie dari atas dirinya.
Sparrowhawk berkata, "Siapakah yang ada di dalam mobil itu" Apa yang
kaukatakan kepada mereka?"
"Pelayan," Chihara berbisik. "Menyuruh mereka meloloskan diri."
Sparrowhawk melihat pada Robbie, kemudian pada Dorian, yang memegang
sepucuk M-16 yang dibidikkannya pada sejumlah pelayan bangsa Vietnam.
Dorian berkata, "Hai, kukira bangsat itu berbohong. Siapa saja yang di luar tadi
pasti pergi mencari bala bantuan."
Sudah kuduga begitu. Itulah sebabnya kita akan segera keluar dari sini.
Tetapi, sebelumnya, ada tiga orang wanita di lantai atas." Sparrowhawk
melihat pada Chihara. "Mereka bersenjata?"
Chihara diam saja. "Robbie, balikkan tuan itu, dan kau tidak usah segan segan."
Robbie tidak mengenal keseganan.
Kedua tangan Chihara mengucurkan darah. Wajahnya yang bulat itu basah
dengan peluh. Ia berjuang keras melawan rasa kesakitan. Tetapi matanya yang
penuh kebencian, tidak sejenak pun meninggal wajah Sparrowhawk.
Dengan .45 itu, Sparrowhawk menyentuh kantung kemaluan orang Jepang
itu. "Aku tidak akan bertanya sekali lagi."
Chihara cepat mengatakan, "Mereka tidak mempunyai senapan."
"Dorian, kau awasilah keadaan di sini, sementara Robbie dan aku naik ke
atas untuk melihat para wanita itu."
Ada kilatan ganjil di mata Robbie. "Hai, mayor, Paulie mengatakan agar kita
berikan sesuatu yang istimewa pada mereka."
"Aku mengetahui apa yang dikatakn Paulie, tetapi kita akan melakukan
segala sesuatu menurut caraku. Aku tidak menginginkan diri kita terjebak di
sini menghadapi kawan kawan tuan Chihara yang lebih garang. Maka tidak perlu
memperlama urusan di sini. Singkirkan wanita wanita itu secepat mungkin agar
kita bisa cepat meninggalkan tempat ini."
"Andalah boss kami ."
Berdua mereka naik ke lantai " atas. Dengan M-16 masing masing dalam
keadaan siap menembak, mereka mencoba membuka pintu demi pintu. Kamar
terakhir, di sebelah kanan, terkunci dari dalam.
Sparrowhawk mengangguk kepada Robbie, yang melepaskan serentetan
tembakan ke arah kunci pintu itu. Robbie kemudian menendang pintu itu dan
kedua orang itu menyerbu masuk dengan tubuh merunduk. Keheningan.
Robbie yang paling dulu melihat mereka. Robbie menunjuk,jari telunjuk
menuding ke ranjang besar itu.
Sparrowhawk maju selangkah, kemudian berhenti. Di atas tempat tidur itu
terbaring dua orang wanita jepang berdampingan, tubuh mereka yang
berlumuran darah lemas dalam kematian. Yang seorang berperawakan kecil,
rambutnya bercampur uban; yang seorang lagi masih muda, duapuluhan lebih.
Sebilah pisau penuh darah tergeletak di samping sebuah bantal, sedangkan
sebilah pisau lagi telah terlepas dari tangan wanita yang sudah mati dan
tergeletak di atas lantai. Seorang wanita ketiga, juga berusia duapuluhan,
duduk di sebuah kursi di depan meja rias. Tubuhnya yang berlumuran darah
dengan mata tanpa melihat apa apa memandang ke dalam sebuah kaca cermin
oval. Ketiga wanita itu masing masing telah mengikat pergelangan pergelangan
kaki satu sama lain. Kematian beritual. Sparrowhawk
mengetahui hal itu. Namun begitu ia tidak mengerti apa apa. Mesti ada suatu
alasan bagi ketiga kematian itu, suatu alasan penting. "Mereka membunuh diri,"
bisik Sparrowhawk. "Mengambil nyawa sendiri. Orang orang dungu."
Ia harus mengetahui mengapa mereka melakukan itu. Sparrowhawk tiba tiba
merasa dirinya menjadi lemas, merasa aneh.
Robbie berkata, "Seppuku. Aku pernah membaca tentang itu, tetapi
belum pernah melihatnya sendiri." Robbie seakan akan tidak terpengaruh
sedikit pun oleh keadaan yang di hadapan mereka itu.
Sparrowhawk memandang pada Robbie. "Hara-kiri, maksudmu."
Robbie menggelengkan kepala. "Salah istilah. Hara-kiri memang istilahnya,
tetapi itu pun hanya di pakai orang di luar jepang. Kata sebenarnya adalah
seppuku, yang berarti memotong perut. Samurai dan golongan kelas atas
membunuh diri dengan cara itu sebagai masalah kehormatan . Menghindari
kehilangan muka. Penghinaan."
"Itu sebagian dari urusan karate yang kau praktekkan sepanjang waktu?"
Robbie menggelengkan kepala. "Tidak. Ini tradisi samurai zaman dulu."
Robbie bergerak mendekati ranjang besar itu. "Hai, anda perhatikan itu"
Mereka tidak memotong diri sendiri di perut. Di leher mereka. Memang itulah
cara wanita melakukan seppuku. Menemukan nadi di situ, memotong itu. Dan
pisau pisau itu kai-ken namanya. Senjata khusus bagi kaum wanita.."
Sparrowhawk bergidik. "Ya dewa, dari mana mereka dapatkan ketabahan
itu?" Di lantai bawah, Chihara duduk di atas lantai, kedua tangan yang berdarah
itu di atas pahanya. Darah juga menetes dari tusukan besi oleh Robbie ke
dalam telinganya itu. Chihara menatap pada Sparrowhawk dengan
cemooh dan sikap menantang. Orang inggris itu merasa kikuk. Sesuatu
membisikkan pada dirinya bahwa adalah lebih bijaksana langsung membunuh
pria Jepang itu dan dengan begitu menyudahi pesoalan itu.
"Mati tanpa dikehendaki adalah lebih mudah," Chihara berkata. "Yang sulit
adalah mati dengan patuh."
Kuat sekali keinginan Sparrowhawk membunuh orang itu. Tetapi bukan itu
yang dikehendaki oleh Paul Molise.
Sparrowhawk berkata pada Chihara, "Mereka sudah mati. Itu tidak
mengganggumu?" Pelan pelan, dengan sebuah senyum di atas wajahnya, Chihara
menggelengkan kepala. "Kau berbohong." Chihara memalingkan mukanya.
"Kataku, kau berbohong. Katakan bahwa kau berbohong, kalau tidak, maka
akan kubunuh kau sekarang dan di sini juga."
"Kau tidak akan membunuh aku. Dan para wanita telah lolos darimu. Kami
telah menang. Seorang samurai tidak takut shi."
Sparrowhawk memandang pada Robbie, yang berkata, "'Shi* berarti


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematian." Wanita wanita itu. Kini Sparrowhawk mengetahui apa yang dirasakannya
ketika melihat mereka.Ia merasa takut dan dikibuli, ya..... seakan akan
memang merekalah yang menang.
Chihara mengatakan sesuatu dalam Jepang.
Robbie tersenyum dan menggelengkan kepala, "Tidak mungkin, sahabat.
Tidak akan mungkin." Robbie kemudian memandang pada Sparrowhawk. "Ia
mengatakan, bahwa bahkan kalau kita membunuhnya, ia akan menghabisi kita
semua. Kau, aku, Dorian, Molise. Katanya tidak ada kekuatan yang dapat
menghalanginya. Mengatakan tentang tentang menjangkau dari seberang maut
untuk menghabisi kita berempat."
"Mengapa kaki kaki wanita wanita di atas diikat?"
"Oh, itu sebagian dari upacaranya. Manakala wanita melakukan seppuku
mereka mengikat kaki merapat satu sama lain untuk melindungi kehormatan.
Tidak menghendaki ada pria yang melihat kemaluan mereka dengan kedua kaki
merenggang. Sepanjang waktu, orang Jepang menjaga kesopanan."
Dorian, dengan M-16 masih diarahkan pada para pelayan itu memandang
pada Sparrowhawk. "Bagaimana?"
Sparrowhawk mengangguk. Tidaklah benar bahwa hanya Tuhan yang bisa
menyelesaikan sesuatu. Robbie seperti lazimnya, selalu siap dan tidak perlu di
desak. Pengaman pengaman dilepaskan dan tanpa mengucapkan sepatah kata
pun, mereka bertiga mulai menembaki para pelayan itu. Orang orang Vietnam
yang malang itu, pria dan wanita, menjerit jerit, memohon, mencoba lari.
Tidak seorang pun yang luput. Sparrowhawk mengangkat tangannya. Asap biru mengepul keluar dari
senapan masing masing. Di depan ketiga orang itu tergeletaklah mayat mayat
terbantai itu. Sparrowhawk berbalik. "Bawa orang jepang yang satu ini dan mari kita keluar
dari sini." Di dalam truk itu, Robbie yang mengemudi sedangkan Sparrowhawk duduk
disampingnya. Dorian dan Chihara yang diikat berada di belakang,
disembunyikan oleh peti peti, bagasi dan perkakas rumah tangga. Sparrowhawk
dapat mendengar Dorian memaksa membuka koper koper. Merampok, seperti
biasa Pria dungu, Dorian, dan serakahnya!
Sparrowhawk telah berhasil membujuk Molise membayar seratus ribu dollar
masing masingnya pada Dorian dan Robbie untuk pekerjaan mereka malam itu.
Namun Dorian masih juga seserakah itu!
Tetapi pikiran Sparrowhawk tidak berlama lama dengan kekurangan
kekurangan Dorian itu. Masih ada yang harus dilakukan sehubungan dengan villa
Chihara itu. Setengah mil jauhnya dari desa, truk itu berhenti, dan lewat radio mobil,
Sparrowhawk memerintahkan suatu serangan roket atas villa Chihara itu.
Serangan roket itu, dibarengi dengan memberi kesibukan di tempat lain kepada
Manny Decker selama empatpuluh delapan jam terakhir, menandakan bahwa
Ruttencutter, sekali pun jarang terjadi, adalah seseorang yang memegang janji
yang sudah diberikannya. Dalam malam yang panas itu dan gemuruh meriam meriam di kejauhan, truk
itu meluncur di boulevard boulevard lebar yang sepanjangnya ditanami pohon
pohon asam itu. Tanpa memikirkan lagi tentang shi dan George Chihara, Sparrowhawk
memusatkan pikiran pada limaratus ribu dollar yang dideposito atas namanya di
sebuah bank di liechtenstein, dan juga pada pekerjaan istimewa yang
menantikan dirinya di New York; dan ia berkata pada diri sendiri, bah- J wa
kematian tiga wanita jepang itu tidak mempunyai makna apa pun bagi dirinya.
Sparrowhawk akan membangun suatu kehidupan baru atas mayat mayat
George Chihara dan isteri dan anak anak perempuannya itu. Mengenai ancaman
bahwa akan ada jangkauan dari seberang maut, itu cuma suatu pikiran sinting,
ocehan seorang dungu. Shi, tuan Chihara, adalah akhir segala | galanya, suatu keheningan total.
New York November 1981 SETELAH MEMBACA SEKALI LAGI bahan bahan i mengenai
Michelle Asama itu, mendorong Sparrowhawk menelefon ke belgia. Ia menele-fon NiaL Hinds, seorang pedagang
senjata yang mempunyai gudang gudang di Brussel dan Liege. Hinds organisator
hebat dalam penjualan senjata senjata amerika yang dirampas oleh vietcong.
Hinds adalah seorang yang harus ditanya mengenai George Chihara.
"Akan kuusahakan sebaik baiknya, sahabatku."kata Hinds lewat hubungan
transat lantik itu. "Akan memakan waktu sehari atau dua. Vietcong sialan itu
mempunyai banyak komite revolusioner dan saluran saluran partai yang harus
ditembus." "Secepat mungkinlah, Nial. Kautangani sendiri, oke" Jangan sampai tersiar
keluar. Anggap saja ini suatu penyelidikan pribadi."
"Akan kuhubungi dirimu. Kau berhutang padaku, sahabat."
"Tidak akan kulupakan."
Telefon dari Nial Hinds itu datang dua hari kemudian. Kali itu hubungan
lebih buruk daripada yang pertama; sambungan itu diganggu percakapan
bersilang, terhenti henti. Sparrowhawk hampir tidak dapat mendengar kata
kata pedagang senjata itu, dan itu sangat menjengkelkannya. Dengan
meninggalkan mejanya, dibawanya pesawat telefon ke jendela dan memandang
ke bawah ke atas Manhattan. Hari hari bulan november semakin pendek,
semakin gelap. "Nial, berbicaralah agak keras. Aku ham pir tidak bisa mendengarmu."
" katanya seorang wanita mencoba membebaskan Chihara-mu itu. Ia sudah mati."
"Kapan Chihara mati?"
"Wanita " "Wanita" Nial, katamu wanita. Siapakah ia" Ia ada hubungan keluarga dengan
Chihara" Dapatkah kau menggabarkannya?"
"Hello, Trevor" Hello" Kau masih di situ" Sialan benar, telefon ini. Aku tidak
mendengar Trevore, aku akan berangkat
ke Zimbabwe." "Nial, wanita itu "
Hening. Hubungan itu terputus.
Dengan marah, Sparrowhawk, gagang telefon di tangan satu, pesawat di
tangan lain,- memukul mukul jendela. Tidak puluh hubungan itu. Tidak ada
yang menjawab. Tidak seorang pun. Shi adalah kesudahan segala sesuatu.
Tuan Sparrowhawk, anda tidak apa apa"
Aku mendengar gedoran gedoran " Nyonya Rosebery menyerbu masuk. "Ya dewa, tangan anda!"
Kedua tangan Sparrowhawk itu berdarah.
Seperti kedua tangan George Chihara berdarah malam terakhir di Saigon itu
Bersambung GIRI2 SUATU LEDAKAN BALAS DENDAM MELANJUTKAN YANG
DITINGGALKAN OLEH PARA NINJA
Marc Olden www.ac-zzz.blogspot.com B A S S A I Kata karate, atau bentuk karate, yang Menyangkut pergantian lengan lengan
penghadang secara berulang, yang menunjukkan perubahan dari posisi leaah ke
posisi kuat. Dalam melakukan kata ini, seseorang menyasar pada suatu
kehendak yang sama seperti yang diperlukan untuk merusak binasakan suatu
benteng musuh. DATANG KE LAS VEGAS merupakan suatu tindakan amat berbahaya bagi Dorian
Raymond. Betapa tidak" Ia kini berada di suatu kota, di mana dalam beberapa jam
lagi, Robbie Ambrose mungkin sekali akan memper-kosa dan membunuh
seorang wanita, sebelum naik ke atas gelanggang sebuah hotel di pusat kota,
untuk melawan juara karate kelas berat dari meksiko. Setelah mendapatkan
kamar di sebuah hotel, tetapi merasa terlalu gelisah untuk berdiam terus di
dalam kamarnya, Dorian keluar. Setelah menimbang nimbang pro dan kontra,
Dorian memanggil taxi dan meminta pengemudi mengantarkan dirinya ke
markas besar kepolisian kota itu.
Dorian merasa resah mengenai Robbie.
Keseretan keuangannya 'memaksa' Dorian mempertimbangkan segala
kemungkinan: melaporkan atau menarik keuntungan sendiri dari pengetahuannya tentang Robbie Ambrose itu
Masuk ke dalam markas kepolisian itu agak membangkitkan keriangan
Dorian. Di mana mana polisi adalah polisi; selalu ada saling bantu. Polisi Las
Vegas ramah sekali,menyambut dan melayani Dorian, seorang detektif New
York, sebagai seorang tokoh termashur yang sedang datang berkunjung.
Seakan akan dalam diri Dorian berkumpul bersatu Kojak, Colombo dan Dirty
Harry Dorian tidak merasa sendirian dan kesepian lagi. Seseorang mendapatkan
sebotol Wild Turkey, dan dua jam kemudian, Dorian, dengan jas dilepaskan,
tertawa dan bergurau dengan rekan rekan baru itu. Namun begitu, Dorian tidak
sebentar pun lupa untuk keperluan apa ia berada di Las Vegas itu.
Dorian berkata, "Masih berlakukah ungkapan, bahwa pelacur pelacur
tercantik di dunia adalah di kota ini?"
Seorang letnan menjawab, "Kau mengharap seorang yang sudah beristeri
menjawab pertanyaanmu itu?"
Semua tertawa. Diperlukan beberapa gelas minuman lagi, sebelum Dorian mendapat tahu,
bahwa sudah sebulan lamanya di Las Vegas tidak terjadi peristiwa perkosaanpembunuhan. Medan bagi
Robbie agaknya bersih Ah, sudah waktunya untuk pergi. Dalam keadaan agak mabok, Dorian
merasa sedih harus berpisah dari teman teman baru itu. Ia kembali sendirian.
Sekarang cuma ada dirinya dan Robbie. Satu lawan satu, dan tidak boleh ada
kesalahan sedikit pun! Dua orang polisi mengantar Dorian ke hotelnya, mendesak agar Dorian selalu
menghubungi mereka selama ia berada di kota itu. Sempurna! Mereka
mengetahui bahwa ia, Dorian Raymond berada di kota itu, dan pasti akan
melindungi dirinya. ROBBIE DIHAJAR DAN MENDEKATI KEKALAHAN, situasi yang sungguh,
mengecewakan Dorian, yang mengharapkan lebih banyak dari Robbie.
Di depan Dorian, yang berada di bagian paling
belakang arena pertandingan yang penuh sesak itu,
ada sekelompok orang meksiko
yang ramai ramai minum bir, melambai lambaikan bendera bendera kecil
merah, putih dan hijau dan hingga serak berteriak teriak ketika Hector
Quintero melemparkan Robbie ke tambang tambang dengan serentetan
tendangan tendangan ganas. Quintero itu berlengan panjang dan berperawakan jangkung, tatapan mata tajam dan berberewok.
Ia memiliki pukulan pukulan jab kiri yang dahsyat dan secepat kilat serta
kakinya panjang, yang dipergunakannya dengan mahir sekali. Strategi yang
dipakai Quintero adalah tanpa mengendor menyerang dan mendesak
terus. Menyerang dari suatu jarak. Mempergunakan jab jab dan tendangan tendangan mencegah Robbie mendekat. Tendangan tendangan
jago meksiko itu mengerikan.
Quintero mendaratkan dua pukulan di atas perut Robbie, kemudian berputar
dan menghantam dan mengenai bagian atas pipi Robbie dengan ayunan balik
tinjunya, merobohkan bekas anggota SEAL itu ke atas lutut sebelah. Penonton
penonton yang orang meksiko melompat berdiri dari kursi kursi mereka dan
menjerit jerit, "Quin-tero! Quintero!"
Robbie melompat berdiri seketika. Namun wasit memaksanya dalam
keadaan berdiri menerima hitungan hingga delapan.
Gong berbunyi, mengakhiri ronde keempat. Dengan hitungan tadi, jago
meksiko itu memenangkan dua ronde, Robbie satu ronde, sedangkan satu ronde
lagi berakhir seri. Untuk pertama kalinya, Dorian mulai menjadi sangsi
mengenai Robbie dan perkosaan-pembunuhan perkosaan-pembunuhan
itu. Ketika ia menelefon polisi Las Vegas sebelum masuk ruangan arena
pertandingan itu, Dorian telah mendapat keterangan bahwa tidak ada laporan
perkosaan-pembunuhan yang dilaporkan
Sia sia saja ia membuang waktu"
Begitu banyak yang tergantung pada dibunuhnya seorang wanita oleh Robbie di
Las Vegas itu! Dorian menginginkan sesuatu yang dapat ditimpahkannya pada Robbie, dan
denqan itu barangkali, "ya, barangkali" bisa diperolehnya sesuatu dari
Sparrowhawk. Dan semua itu untuk keuntungan dirinya. Dan semakin ia
memikirkan hal itu, semakin kecewa dan jengkellah Dorian kalau kalau Robbie
ternyata sama sekali bukanlah
pembunuh yang dibayangkannya itu
Sialan kau, Rpbbie. Dorian memutuskan untuk bergabung pada orang orang
meksiko itu dan memasang tarohan atas kemenangan Quintero.
Ronde ke lima. Robbie, dalam celana gi satin warna kuning, dengan sabuk hitam pada
pinggangnya, bergerak maju lebih lambat daripada di ronde ronde sebelumnya.
Bagi Dorian, sikap Robbie itu seperti suatu keengganan untuk terlalu dekat
pada lawannya. Quintero, sebaliknya, maju dengan beringas, langsung
melemparkan tendangan, jab, uppercut uppercut ganas yang pasti menciderai
Robbie seandaikan mengenai sasaran.Tetapi, entah bagaimana, tidak satu pun
serangan Quintero itu berhasil mendarat.
Robbie berkelit, merunduk, melangkah ke samping, dengan berdaya hasil
menghindari jangkauan. Namun, Robbie tidak mencoba melakukan serangan.
Reaksi Quintero yalah menjadi lebih agresif, melemparkan pukulan dan
tendangan secara lebih buas lagi. Seluruh penonton, yang lebih lima ribu orang
banyaknya itu, bersorak sorak memberi semangat kepada Quintero. Kaki
maupun tinju dan tangan jago meksiko itu memegang nyaris mengenai, tetapi
cuma menyerempet muka dan perut Robbie. Dengan segala dukungan
penonton, Quintero tidak berhasil menyentuh Robbie.
Kemudian terjadilah clinch itu. Dengan sikap mencemooh, Quintero
mendorong Robbie melepaskan diri dari clinch itu tanpa menunggu perintah
wasit. Lalu jago meksiko itu dengan kedua tangannya memberi isyarat
agar Robbie maju lagi untuk bertarung. Sorakan sorakan dari penonton. Siulan
siulan mengejek yang ditujukan kepada Robbie, disertai teriakan teriakan,
"Ambrose mengisap. Ambrose banci." Dorian mendengar seseorang berkata:
"Banci pantai timur sialan, cuma itu belaka. Pesolek tanpa pelir. Tidak
mempunyai buah pelir!"
Yah, yang di atas ring itu bukanlah Robbie yang dikenal Dorian. Hingga saat
itu, cuma orang meksiko itu yang bergaya, menghajar Robbie.
Dorian bergeser ke kanan agar dapat melihat dengan lebih jelas. Menonton
dengan berdiri saja sudah harus membayar tigapuluh dollar. Pertarungan paling
hebat sejak pertandingan kejuaraan musim panas yang lalu di Las Vegas itu.
Pada saat itu, di atas ring, seperti Quintero yang mendikte pertandingan.
Mendesak Robbie ke sudut yang satu, kemudian ke sudut yang lain, Quintero


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terus berusaha mendekat untuk melancarkan serangan yang akan
mendatangkan kemenangan dengan KO bagi dirinya.
Itu terjadi kira kira pada pertengahan ronde itu.
Dorian, seumur hidup, tidak akan melupakan yang disaksikannya itu. Sesaat
adalah Robbie yang melangkah mundur dan disoraki penonton. Siulan, ejekan,
caci maki. Dan kemudian Robbie mengangkat lutut kanannya hingga ke dada,
suatu persiapan bagi tendangan lurus ke depan. Quintero, dengan kedua tangan
merendah, berhenti; bercondong ke belakang, menjauhkan diri dari tendangan
yang akan dilancarkan Robbie itu. Tetapi tendangan itu tidak terjadi. Gantinya
itu Robbie dengan lutut masih terangkat itu melesat maju bagaikan seorang
pemain anggar, mendaratkan sebuah jab keras ke atas muka Quintero.
Sebuah kiri menyilang secepat kilat menyusul, mengenai kening Quintero.
Sedemikian keras pukulan itu, sehingga jago meksiko itu memutar dengan mata
kabur dan bersempoyong-an. Dan rentan. Robbie menghujamkan suatu pukul
kiri yang ganas ke ginjal Quintero, membuat orang meksiko itu terangkat
hingga berjinjit. Quintero kini terhuyung ke depan dan berpaling untuk
menghadap ke arah Robbie, tepat pada saatnya untuk menerima tendangan
dengan berputar membalik dari Robbie, yang tepat mengenai perut Quintero
dan melipatkan tubuhnya. Dua uppercut secepat kilat menyusul dan Quintero
ambruk ke atas kanvas. Di depan Dorian itu, orang orang meksiko itu terdiam. Tidak demikian
halnya dengan penonton selebihnya. Mereka melompat berdiri dari tempat
duduk masing masing dan bersorak sorak menyambut berbaliknya situasi di atas
ring itu. Lengan wasit naik dan turun bersama hitungan. Pembantu pembantu
Quintero melompat ke atas ring, menyeret Quintero kembali ke
sudutnya.Seseorang memecahkan sebuah kapsul di bawah hidung orang meksiko
itu dan Quintero bergerak. Kaki kirinya mulai menyentak nyentak tidak
terkendali. Robbie, dengan kedua tangan diangkat sebagai tanda kemenangan,
menghadap pada dua kamera televisi, sedangkan seluruh ruangan itu mulai
berteriak seirama. "Robbie!" "Rob-Bie!" "Rob-Bie!"
Sesuatu dalam adegan di sekeliling dirinya itu menakutkan Dorian. Orang
banyak itu, teriakan teriakan itu, pemusnahan
Quintero secara tiba tiba oleh Robbie
Robbie telah membunuh seseorang di Las Vegas. Dorian tidak bisa mengatakan
siapa dan kapan, tetapi ia yakin itu telah terjadi. Pertarungan
itu tadi telah meyakinkannya. Robbie telah berpura pura di atas ring tadi, selama
pertandingan itu ia mengendalikan diri, memancing jago meksiko
itu sampai diketemukannya kelemahan Quintero
itu. Robbie yang licik. Anak haram jadah itu!
Dorian cepat cepat meninggalkan arena dan hotel itu, khawatir kalau
Robbie akan melihat dirinya. Dorian juga membutuhkan
segelas minuman dan.... sebuah pesawat tele-fon. Di manakah ia, Robbie" Di
manakah wanita yang telah kaubunuh, yang darahnya memberimu kekuatan
untuk melakukan yang baru saja kaulakukan atas diri Victor Quintero itu"
Akan kucari hingga ketemu, Robbie. Kaulihat saja. Akan kudapatkan,
Robbie. LAKE MEAD, tempat peristirahatan tiga puluh mil sebelah timur Las Vegas dan
di perbatasan Arizona-Nevada.
Di sebuah kabin berkamar dua di dekat serumpun pohon pinus, Christina
Cholles memberi sentuhan sentuhan terakhir pada lukisan yang menggambarkan
pemandangan lereng lereng batu karang terjal itu.
Sejak pagi telah turun hujan, dan Christina telah menutup rapat rapat pintu
dan jendela jendela kabin itu. Sebentar lagi lukisan itu sudah akan rampung.
Sementara itu, hujan merembes turun dari suatu kebocoran di atap kabin itu,
membasahi tempat tidur. Ya, Williamn terpaksa harus membetulkan atap itu.
Christina Cholles berusia duapuluh tujuh tahun, seorang wanita berambut
merah, berwajah kurus, dan sepasang mata yang biru itulah kecantikan satu
satunya yang dimilikinya. Christina dan William sama sama bekerja pada
sebuah bank di San Francisco dan mereka berdua sama sama menyukai
ketenangan Arizona dan Nevada. Itu adalah liburan mereka bersama yang
kedua, dan, walaupun menikmati kebersamaan itu, Christina semakin hari
semakin tidak menyukai pekerjaannya.
Christina seorang wakil manager dan itu sudah puncak karir bagi dirinya.
Dalam liburan kali ini, ia dan William akan ada kesempatan untuk
membicarakan hari depan mereka dan tentang suatu pekerjaan lain bagi
Christina. Terdengar ketukan di atas pintu kabin itu. Mula mula, Christina mengira itu
adalah William yang kembali lebih dini dari Las Vegas. "William?"
"Bukan, ma'am. Polisi."
Christina menegang. "Polisi" Ada apakah?" Adakah sesuatu telah terjadi atas
diri William" Aku telah terbang kemari dari San Francisco untuk mengajukan beberapa
pertanyaan kepada anda mengenai pria yang bekerja sama dengan anda."
Christina menarik nafas lega. William tidak apa apa. Urusan bank.
Christina membukakan pintu. Ah, kasihan orang itu. Basah kuyup,
mantelnya, topinya. Kedua tangan pria itu di dalam sakunya. Pria itu
tersenyum dan memperlihatkan lencana nya. Christina seketika
memastikan bahwa pria itu bersahabat, dan tampaknya agak kikuk.
Pria itu berdiri saja dan menunggu, hingga Christina mengundangnya masuk.
Mereka tersenyum satu sama lain. "Seseorang di bank kembali mengutik utik
komputer," kata pria itu. "Menyangkut uang beberapa juta. Dengan uang
sebanyak itu , orang tidak bisa pergi ke, tempat lain kecuali ke Las Vegas.
Maksudku, di manakah ada keramaian yang berlangsung selama duapuluh
empat jam, terus menerus?"
Tiba tiba timbul pikiran itu pada Christina, apakah pria itu berbicara tentang
William" Detektif itu mengeluarkan tangan sebelah dari sakunya dan melepaskan
topinya. Ketika tangan itu keluar dari saku, secarik kertas ikut keluar dan jatuh
ke atas* lantai. Christina membungkuk, memungut kertas itu. Ia sudah mau
mengulurkannya kepada pria itu, tetapi berhenti. Seperti sudah dikenalnya.
Dan sudah terlipat lipat.
Ya dewa, itu surat yang dikirim kepada dirinya oleh bank mengenai suatu
program baru komputer. Mengapa detektif itu mengambilnya dari tempat sampah" Detektif itu mengikuti dirinya"
Dari secarik kertas itu Christina memandang pada detektif itu. Pria itu
tersenyum menyeringai, sambil bermain main dengan
sebuah pentol emas kecil yang tersemat pada cuping telinganya. Pria itu
bersarung tangan. Ketika dengan kakinya, pria itu menendang pintu hingga tertutup kembali,
Christina menggerenyit. Beberapa detik berlalu sebelum Christina dapat
berbicara, "Aku Aku tidak mengerti "
Pria itu melangkah mendekat. "Tidak menjadi soal. Sungguh sungguh tidak
menjadi soal." ADA MASANYA ketika Robbie Ambrose belum bushi, ketika ia bukan seorang
yudawan dan tidak terkalahkan. Ketika itu ia lemah dan wanita wanita
berusaha menghancurkan dirinya. Tetapi pada akhirnya ia berhasil meloloskan
diri dari kelaliman mereka.
Keluarga Robbie di Westwood, Los Angeles, telah dikuasai oleh tiga orang
wanita-; ibunya, dua orang bibi dan.... kakak perempuan Robbie. Yang pria
dalam keluarga itu hanya Robbie dan ayahnya, seorang profesor sejarah yang
selalu ketakutan. Selama sepuluh tahun sejak lahirnya, Robbie, yang seorang
anak berambut pirang dan manis, dipaksa memakai pakaian perempuan oleh
seorang ibu yang secara terang terangan lebih menyukai anak perempuannya,
dan memutuskan tidak akan mempunyai anak lagi; melahirkan anak itu penuh
kesakitan. Ibu Robbie juga menolak sex. Sejak itulah ibu dan bapak tidak tidur
bersama. Ibu Robbie dan kedua saudaranya yang tidak kawin itu juga secara
terang terangan menyatakan lebih menyukai rumah tangga tanpa pria. Dalam
kata kata bibinya, Robbie adalah suatu kekeliruan yang tidak dikehendaki.
Pada usia duabelas tahun, Robbie atas desakan dan paksaan kakak
perempuannya, mempunyai hubungan sex dengan kakaknya itu.
Rasa bersalah dan ketakutan jauh melebihi kesenangan yang didapatkan;
kakaknya selalu mengejek dan menertawakan kegugupan dan kecanggungannya, namun terus memaksa dengan mengancam akan
memberitahukan kepada ibu mereka mengenai yang mereka lakukan itu. Ketika
seorang bibinya memergoki mereka, Robbie yang dihajar habis habisan oleh
ketiga wanita tua itu, sedemikian ganas Robbie dihajar sehingga selama
berminggu minggu ia tidak bisa turun dari tempat tidur. Dalam trauma itu,
selama setahun Robbie tidak berbicara.
Ketika berusia limabelas tahun, Robbie mengunjungi ayahnya di kampus
UCLA, dan bersama sama mereka menyaksikan sebuah pameran sejarah dan
kebudayaan Jepang. Pada kesempatan itulah Robbie dengan terpukau
menyaksikan suatu demonstrasi karate. Pria seperti karateka karateka itulah di
mata Robbie tampak sebagai dewa dewa. Betapa besar kekuasaan yang mereka
miliki dengan mempunyai keakhlian seperti itu!
Dengan bantuan ayahnya Robbie mendapatkan buku buku tentang karate dan
seni bela diri lainnya, dan tentang Jepang. Dan Robbie mempelajari semua itu
dengan sepenuh hati. Berjam jam lamanya ia berlatih sendiri, melahap lembar
demi lembar pelajaran dan petunjuk dalam buku buku itu. Dan ketika seorang
pemuda lebih besar dan lebih
tua mengganggu dirinya, Robbie menendang pemuda itu pada rahangnya.
Seorang staf sekolahan itu merampas buku buku Robbie itu, dan Robbie
membakar kamar orang itu untuk mendapatkan kembali buku
bukunya. Diperlukan empat orang staf sekolahan untuk secara fisikal
menundukkan Robbie. Dan itu pun dengan dua orang dari mereka telah
dicederai sedemikian rupa oleh Robbie, sehingga mereka terpaksa dirawat
dirumah sakit. Pada hari berikutnya, orang tuaRobbie diberitahu tentang
pengusiran atas diri Robbie
Setelah kembali di rumah, terjadilah pergeseran hubungan hubungan. Robbie
kini lebih besar, lebih kuat dan lebih percaya pada diri sendiri. Para wanita
dalam sekejap belajar merasa takut pada Robbie.
Sekolah dianggap tidak penting oleh Robbie, ia cuma berpikir tentang
karate, yudo, kendo, berkelahi dengan tongkat. Ia mylai berlatih di dojo dojo
kecil dan di klub klub di Los Angeles..
Pada usia tujuhbelas, Robbie berhak memakai sabuk hitam, ikut bertanding
dalam turnamen turnamen. Robbie sering didiskualifikasi karena sering
menggunakan kekerasan yang tidak pada tempatnya dan karena sering tidak
bisa mengendalikan diri .
Namun, ia jarang dikalahkan. Dan ia kini mampu melindungi ayahnya dari
teror para wanita di rumah.
Suatu ketika, sewaktu ibunya dalam keadaan mata gelap melempar sebuah
naskah sejarah yang dengan susah payah disiapkan oleh ayannya, Robbie
menamparnya sedemikian keras, sehingga rahang ibunya itu keluar dari
mangkokannya. Seorang dari bibinya, yang usil menggeledah kamar Robbie
mengalami patah lengan. Hanya kakak Robbie yang lebih sulit diatasi. Ketika
kakaknya itu pulang dari sekolah tinggi, kakaknya memang pada Robbie tidak
sebagai seorang adik, tetapi sebagai seorang pria. Seorang pria yang menarik.
Dari sorot mata kakaknya, Robbie melihat bahwa kakaknya masih ingat pada
masa lampau itu. Robbie melihat itu dari cara kakaknya'memancing dirinya
dengan kata kata, dari cara kakaknya itu memperagakan tubuh dan buah dada
yang menggiurkan, dari cara kakaknya menyentuh dirinya. Dari senyumnya.
Dan kejadian itu berlangsung beberapa waktu sesudah ulang tahun Robbie
yang ke duapuluh. Kakaknya menunggu hingga rumah itu kosong. Kemudian
datanglah ia ke kamar Robbie, membawakan Imagawayaki, kue Jepang
kesukaan Robbie. Juga ganja dan minuman. Robbie kemudian tidak ingat lagi
bagaimana semua itu terjadi, tetapi itu memang terjadi. Mereka berdua,
telanjang bulat, saling menghasratkan, rasa bersalah dan ketakutan timbul
kembali, dan di atas segala galanya: kenikmatan itu.
Kemudian kakaknya duduk di atas tempat tidur dan mulai mengejek,
menertawakan dan mengancam, seperti yang dilakukannya lama berselang.
Hanya, kali itu, tuduhannya adalah pemerkosaan dan tidak sekedar asrama bagi
Robbie, tetapi penjara. Para wanita itu, ibunya, kedua bibinya dan kakaknya
telah merancang tindakan itu: agar untuk selamanya bebas dari Robbie dan
kembali menguasai rumah itu. Dan tidak ada yang dapat dilakukan Robbie
untuk mencegah mereka. Robbie, dalam kabut ganja dan minuman keras dan merasa dicekam kembali
oleh ketakutan, bangkit dari tempat tidur itu, menangkup dagu kakaknya
dengan tangan kanan, lalu meletakkan tangan kiri di atas kepala kakaknya dan
dengan suatu sentakan keras memutar kepala itu, mematahkan leher
Tidak ada keragu raguan mengenai yang harus dilakukan selanjutnya. Tubuh
telanjang yang lemas itu dibawa Robbie ke kamar mandi, didudukkan di dalam
bak mandi. Dimandikannya. Robbie berlari ke kamar kakaknya, menyambar
jubah mandi dan pakaian dalam kakaknya, kembali ke kamar mandi dan
meletakkan barang barang itu di dekat bak mandi. Setelah menyabun dan
mencuci tubuh itu, didudukkannya di atas lantai, dengan punggung bersandar
pada bak mandi itu. Kemudian, dengan menangkup kepala kakaknya yang basah
itu dengan kedua tangannya, Robbie menghantamkannya dengan sekuat tenaga
pada pinggiran bak mandi itu.
Kematian kakak Robbie itu dinyatakan sebagai akibat suatu kecelakaan,
akibat terjatuh ketika keluar dari bak mandi. Tanda tanda ganja dan alkohol
yang diketemukan dalam tubuh gadis malang itu memperkuat kesimpulan itu.
Namun begitu, Robbie menganggap adalah lebih aman untuk meninggalkan
California, pergi sejauh mungkin dari wanita wanita itu. Vietnam adalah
jawaban yang bertepatan dengan kebutuhannya. Dari 250 orang, Robbie
termasuk seorang dari 6 orang yang diterima untuk pendidikan SEAL.
Di Vietnam, Robbie melakukan pembunuhan pembunuhan atas perintah. Ia
dengan team SEAL bekerja sama dengan CIA, membunuh pemimpin pemimpin
vietcong, merebut senjata dan catatan catatan dan menghancurkan tempat
tempat persembunyian perbekalan. Seperti serdadu serdadu lainnya, setiapkali
keluar bertugas, Robbie menggunakan obat obat bius, ganja, heroin, apa saja.
Obat obat itu membuatnya siaga dan senang dan membunuh setiap perasaan
yang mungkin akan melemahkan diri.
Robbie telah menelan emphetamine dan Dexedrine pada hari ia memperkosa
seorang wanita Vietnam dan, masih berada dalam tubuh wanita itu, digoroknya
leher wanita itu dengan pisau komandonya. Robbie tidak pernah melupakan
hari dan peristiwa itu, karena pada hari itu juga tujuh orang kawannya
dalam SEAL tewas dalam suatu penghadangan yang dilakukan oleh vietcong.
Hanya Robbie seorang yang masih hidup. Dan malam itu, mimpinya yang
bersumber dari obat obat bius itu bukanlah mengenai kawan kawannya yang
tewas, melainkan mengenai diri sendiri dan Hachiman Dai-Bosatsu, dewa
perang. Impian itu mengubah kehidupan Robbie untuk selamanya.
"Berikan korbanan seorang wanita kepadaku," dewa perang itu berkata. "Dan
kau tidak akan pernah dikalahkan dalam pertempuran. Kau akan hidup
selamanya dan menjadi buahi, Kau akan menjadi tidak terkalahkan."
Kebenaran impian itu tidak bisa disangkal.
Dengan membunuh kakaknya dan menteror wanita wanita dalam
keluarganya, ia "Robbie" dapat bertahan hidup. Dan menghindari penjara.
Dan ia telah datang ke Vietnam, dan bertemu dengan mayor Sparrowhawk,
orang inggris yang menjadi ayah kuat yang didambakan Robbie
Segala

Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu yang baik dalam hidupnya berasal dari penguasaan dan penghancuran.
atas kaum wanita Bahkan setelah meninggalkan Vietnam dan pergi ke New York bersama
mayor itu, Robbie terus mendengar suara dewa perang itu. Ganja, heroin,
morfin dan obat obat bius itu
membantu. Membawa dirinya kembali pada Hachiman, kembali pada kekuatan
dan kemenangan. Mengetahui dan bertindak sebagai seorang dan tunggal.
Pengetahuan, pengetahuan 8ejati, hanya datang dari Hachiman.
Robbie percaya. Dan percaya berarti hidup sesuai kepercayaan itu. Robbie
tidak membenci wanita wanita yang dibunuhnya. Ia memerlukan
mereka.Bersama sama mereka disatukan dalam Chi-matsuri, ritus darah yang
diminta Hachiman. Karena mereka itulah Robbie dapat mengalahkan siapa saja.
Robbie berlutut di samping mayat Christina Cholles dan mencium bibir yang
masih hangat itu. Kemudian ia berdiri, merapihkan pakaiannya dan
mengenakan mantel dan topi basah itu sebelum keluar ke dalam hujan. Ia
menjadi bertambah kuat dengan setiap langkah kaki1 ki-nya, energinya mulai
memuai. Kemudian didengarnya itu. Suara desis metal atas metal ketika Hachiman
mencabut pedangnya dan sinar rembulan memantul atas senjata perkasa itu.
Bersinar begitu menyilaukan, hingga hanya seorang yudawan sejati yang
sanggup menatap pada sinar itu dengan mata telanjang.
Di bawah hujan deras itu, Robbie berdiri tegak dan memandang pada sinar
menakjubkan itu. LECLAIR BERKATA KEPADA DECKER, "Besok, kalau kau keluar ke Long Island, kau
akan siap dalam segala hal.Surat perintah, apa saja yang kauperlukan. Kalau
hakim melakukan tugasnya, mungkin tidak akan kauperlukan semua itu. Kita
sedang melakukan yang benar, kita bertiga: kau, aku, nyonya Raymond. Tuan
Manfred, jangan sampai tidak kauberikan kepada wanita itu segala yang
diperlukannya." LeClair melirik pada Decker.
"Dan ia tetap belum mengetahui bahwa dirimu seorang polisi?"
tanyanya. Decker memejamkan mata. "Tidak." "tuan Manfred, kau memang seorang iblis
berlidah perak," LeClair bersandar ke belakang di kursinya, matanya menatap
tajam. "Kau memang pandai menyembunyikan diri dari orang lain. Ya, dalam
hal itu kau memang hebat."
Sebelum berangkat ke Long Island, Decker telah melewatkan malamnya
dengan Michi di apartemen Michi. Ya, ia telah menyembunyikan sebagian
dirinya dari Michi, bagian dirinya dengan Romaine itu. Itu bisa dilemparkan
kepada LeClair. Malam itu ia berniat berbahagia, tanpa perduli biayanya. Tidak
ada yang boleh merusak malamnya bersama Michi.
Untuk makan malam, Michi menghidangkan fugu. Daya tarik fugu terletak pada
bahayanya. Seseorang yang telah makan fugu menjadi anggota dari suatu kultus
misterius dan eksotik. Ada daftar khusus dari orang orang terkenal yang mati
selagi makan fugu itu. Terkilas dalam pikiran Decker, bahwa Michi mungkin sekali bermaksud
menguji dirinya, mau mengetahui hingga sejauh mana ia bersedia masuk lebih
dalam lagi dalam dunia Michi.
Decker menyesap Suntory, wiski jepang. "Sesudah ini," Decker berkata,
"besok tidak akan terasa begitu berbahaya."
"Besok?" Decker menceritakan tentang oditorium baru Paul Molise dan kecurangan
yang berlangsung di sana.
. "Kau akan menangkap Molise?" Michi bertanya.
"Terlebih dulu kami akan menangkap pengacara pengacaranya "merekalah
yang menyusun rencana itu" dan kami akan menguras keterangan dari mereka.
Itu tugas LeClair, dan LeClair jagoan dalam hal itu.
Pengacara pengacara hidup enak. Mereka tidak mau masuk penjara. Kadang
kadang, kalau kami mau membuat seorang terdakwa mengaku, kami
menciduknya pada suatu hari jumaat "
"Menciduk?" "Menangkapnya."
"Oh, begitu." "Kami menangkapnya pada hari jumaat, setelah hari sudah sore, sehingga ia
akan harus tinggal di penjara selama akhir pekan. Pengadilan tutup pada hari
jumaat, sehingga tidak dapat burung kami itu dilepaskan dengan membayar
uang jaminan. Nah, cuma dua atau tiga hari, dan pada hari senin sudah siaplah
tahanan itu mengungkapkan yang ingin kami ketahui. Seburuk itulah berada
dalam penjara itu...."
Michi mengulurkan cangkirnya dan Decker menuangkan sake. Michi berkata,
"Paul Molise telah berhasil menghindari penjara penjara
amerika. Dan bahkan kalau ia dinyatakan bersalah sebagai penjahat,ia masih
mempunyai teman teman yang sangat berkuasa. Telah kauceritakan padaku
mengenai senator Dent dan aku mengetahui tentang orang orang militer dan
intelijen amerika yang menjadi teman temannya di Saigon. Kau benar benar
yakin bahwa sesuatu yang buruk dapat menimpa diri Paul Molise?"
Decker menghela nafas. "Kami cuma dapat berusaha. Tidak dapat berbuat
lain kecuali itu." Decker meletakkan gelas berisi wiskinya, memegang tangan
Michi dan mencium telapaknya. "Malam ini kucoba fugu itu karena kau."
"Aku tahu," Michi tampak senang sekali.
Dan Decker melihat bahwa nyaris saja Michi mengatakan sesuatu. Apakah
Michi bermaksud mengatakan sesuatu mengenai enam tahun perpisahan itu"
Decker berkata, "Telah banyak kesalahan yang kulakukan dalam hidupku,
tetapi sama sekali bukan kesalahan mencintai dirimu. Coba katakan padaku,
apakah aku membohongi diriku sendiri?"
Michi memandang padanya. Ada kesedihan di wajah lembut itu, namun
muncullah senyum itu dan ia berkata, "Tidak. Dari lubuk hatiku kukatakan ini."
Mata Michi berkaca kaca dan dipegangnya tangan Decker, diletakkan di atas
dadanya. "Shinju," ia berbisik.
Shinju, kalaupun dadaku disobek, hanya cinta dan kesetiaan yang akan
ditemukan di dalam dadanya itu. Kata shinju juga menyebut pada bunuh diri
bersama dua orang kekasih. Yaitu yang kadang kadang mengikatkan seutas tali
merah pada kedua tubuh mereka sebelum menceburkan diri ke dalam laut.
Namun, Michi tidak berbicara tentang maut. Ia mengatakan kepada Decker
bahwa ia mencintai Decker dengan sepenuh hati.
"Shinju," Michi mengulangi. Decker bercondong kepadanya dan mencium
mata dan kemudian mulut Michi, sebelum Michi dapat berbicara lagi.
DI LONG ISLAND, Decker menjalankan rencana 210
LeClair dengan sepenuhnya. Ia tiba di sana sekitar waktu makan siang.
Kemudian ia menelefon LeClair dan setelah menunggu kira kira sepuluh menit
pergi ke gedung yang menyimpan peta tempat duduk oditorium itu. Para
pekerja di gedung itu hampir semuanya keluar makan siang.Pegawai yang dinas
dengan mudah diintimidasi dengan telefon dari hakim federal yang
memerintahkan penyerahan peta peta itu kepada Decker. Decker menyimpan
peta peta itu dalam sebuah envelop, memasukkannya ke dalam saku jasnya.
Seorang wanita dengan kaca mata tebal dan mantel kulit yang panjangnya
hingga ke tanah muncul memasuki kantor itu ketika Decker dalam perjalanan
keluar. Pegawai itu segera mendatangi wanita itu dan dengan menunjuk pada
Decker yang sedang pergi, mulai berbisik bisik ke dalam telinga wanita itu.
WANITA itu menggigit bibirnya dan dengan tidak sabaran menunggu jawaban
dari seberang sana telefon.Sialan! Dimitrios memang dungu sekali:
menyerahkan peta peta itu kepada lelaki keparat itu tadi. Pasti akan ributlah
urusan oditorium itu. "Hello, siapakah ini"."
"Livingstone Quarrels."
"Oh, syukurlah. Memang yang kuperlukan. Di sini nyonya Kuhn di kantor
oditorium. Ada persoalan yang harus anda ketahui."
Beberapa menit kemudian, Livingstone Quarrels menelefon? Constantine
Pangalos di Manhattan. "Sungguh sulit dipercaya," bekas jaksa itu berkata, "Orang orang dungu yang
kaupekerjakan di sana! Peta peta itu dapat menjebeloskan kita semua ke
dalam penjara, apakah kau tidak mengerti?"
Quarrels meninggalkan mejanya dan per
gi ke jendela, memandang keluar ke atas tempat parkir, "Connie, aku tidak "
"Yeah, yeah. Bukan kau, bukan aku, tidak ada yang melakukan itu. Ya,
dewa...." "Connie " "Moskowitz, coba kau berhenti merengek. Aku mencoba mencari akal."
Moskowitz. Pangalos hanya memanggil Quarrels pada nama itu kalau sedang
kesal. Di depan jendela itu, Quarrels berkata, "Hai, nanti dulu. Aku melihat ada
orang di tempat parkir di bawah sana. Ia sedang memandang ke arah gedung."
Quarrels melangkah ke samping, agar tidak terlihat oleh orang di bawah itu.
Dengan mencengkeram gagang telefon itu ia berbisik. "Kau pikir itu orangnya,
yang mengambil peta tempat duduk itu?"
"Sialan, kau yang berada disana, bukan" Sedangkan aku ada di sini. Kaupikir
aku ini apa" Orang yang bisa melihat dari jauh" Seperti apakah orang itu?"
Quarrels mengintip lagi. "Sulit dikatakan.
Topinya menutupi mukanya Ah,itu topinya keterjang angin ia mengejarnya.
Orang itu berkumis, langsing " ,
"Aku berani bertaroh bahwa itu bukan lain adalah Decker. Ada telefon dari
seorang hakim federal, dan seorang detektif New York muncul dengan
menunjukkan surat perintahnya. Itu; adalah kelakuan gugus tugas dan seorang
sersan detektif gugus tugas yang berkumis berarti Decker. Sialan! Kita tidak
dapat membiarkannya pergi dengan rencana tempat duduk itu. Coba kau
melihat, apakah Buscaglia masih ada di situ?"
"Ya. Sejak pagi ia di sini dengan beberapa orang penjaga keamanan dari
MSC. Ia mengadakan peninjauan, menunjukkan situasi gedung kepada mereka
itu. Lagi pula, ia dan aku masih harus membicarakan urusan pensiun para
pekerja itu." "Suruhlah Buscaglia menunda dulu urussn berapa banyak ia mau mencuri dari
dana pensiun dan iuran serikat buruh itu. Sekarang ini detektif keparat itu yang
siap menggagalkan penghasilsn seperti itu. Maka segera kauhubungi Buscaglia.
Aku menghendaki peta peta dan rencana tempat duduk itu kembali,
secepatnya." Ada peluh di atas bibir Quarrels. "Connie,
orang itu polisi. Kita tidak dapat.... " "Moskowitz, kau tutuplah bacotmu sebelum kubuang air seni ke dalam alat
telefon ini dan itu mengalir ke dalam mulutmu! Kau ingin meringkuk di dalam
penjara karena melakukan penipuan?"
DI DALAM MOBIL MERCEDES ITU, Decker menghidupkan alat pemanas dan
meniup ke dalam tangannya yang bersarung itu. Setelah terasa hangat di dalam
mobil itu, Decker menghidupkan mesin, tetapi sebelum ia sempat
meninggalkan tempat parkir itu, dua buah mobil muncul entah dari mana dan
segera menghalangi jalan bagi Mercedes itu.
Pintu pintu mobil dibuka, orang orang berlari lari ke arah Decker. Dua di
antara orang orang itu menggenggam senjata api.
Yang seorang, dengan peci merah dan jaket kulit, mengetuk ke atas kaca
jendela mobil Mercedes Decker itu dengan gagang sepucuk .357 Magnum. "Jari
jari tanganmu di atas rambutmu," katanya geram. "Kau berbuat sesuatu yang
bodoh dan akan kulepaskan cuma satu tembakan peringatan menembus dahimu
yang dungu itu." Decker melihat ke arah sebelah kanannya. Penggenggam pistol kedua itu,
berberewok, kekar, berlutut dan memegang sepucuk .22 dengan kedua
tangannya. Arahnya pada telinga Decker.
"Hai, goblok!" berkata yang berpeci merah itu. "Kataku, turun dari mobilmu!"
"Aku seorang polisi. Lencanaku dalam saku jasku. Ada surat surat perintah
federal padaku " "Yang kaudapatkan adalah kesulitan," orang itu membidikkan Magnum itu
pada kening kiri Decker. Decker menggunakan tangan sebelah. Membuka pintu itu pelan pelan, lalu
dengan kaki sebelah mendorong terbuka pintu itu. Decker turun dari mobil,
kedua tangannya di atas kepala.
Yang berpeci merah itu melangkah mundur, pistol tidak berubah arah.
"Lucuti," Seorang pria ketiga, yang memakai rompi abu abu, berjalan mendekati
Decker, menarik mantel dan jas Decker hingga terbuka dengan terlepasnya
kancing kancing, kemudian mencabut sepucuk .38 Smith & Wesson milik
detektif itu. Orang itu memasukkan pistol itu ke dalam sakunya sendiri dan
bergerak mundur. Pria berpeci merah itu juga memasukkan Magnum itu ke dalam saku. "Nah,
kita bereskan sekarang, dungu. Terserah padamu untuk mempersulit dirimu
sendiri atau tidak.' Decker tidak melihat alasan untuk berpura pura tidak
mengerti. Ia menyadari dirinya telah dilihat dari gedung itu.
"Saku kanan mantel," Decker berkata.
'Peci Merah' mencibirkan bibir. Ia sudah siap menangani seorang
pembohong, bukan seorang yang begitu gampang menyerah. Tetapi, masih ada
kesempatan bersenang-senang. 'Peci Merah' melangkah ke depan, mendapatkan
envelop itu, dan melangkah mundur lagi. Melihat sekilas ke dalam envelop itu
sudah cukup. Peta dan rencana penyusunan tempat tempat duduk dalam
oditorium itu.Dengan perasaan puas, 'Peci Merah' menutup kembali envelop itu,
memasukkannya ke dalam saku jasnya. Dari saku lainnya, 'Peci Merah'
mengeluarkan sebuah alat radio tangan. Dipanjangkannya antena pesawat kecil
itu. "Frank di sini. Sudah mendapatkannya.-Ganti."
"Bagus." Terdengar suara dari pesawat kecil itu. "Bingkisan itu?"
"Sudah diamankan. Ganti."
Terdengar kini suara itu dingin dan keras. "Kalian mengetahui apa yang harus
dilakukan. Bereskan secara tuntas."
"Oke. Ganti dan habis."
Frank, si 'Peci Merah' itu, memendekkan kembali antena dan pesawat itu
dimasukkannya kembali ke dalam saku. Ketika ia melangkah mendekat lagi
pada Decker, ketiga orang lainnya mengikutinya, membentuk sebuah setengah
lingkaran di depan Decker, yang berdiri dengan membelakangi mobil Mercedes
itu. Frank mengangkat tangan, berhenti. "Simpan pistol itu, Richie. Kita tidak
usah bertindak gila. Jangan terlalu menarik perhatian."
Senjata api itu tentu saja mengubah seluruh situasi. Namun, airmuka Decker
sedikitpun tidak menunjukkan perubahan, ketika pistol itu menghilang ke
dalam saku 'Richie' itu. Decker menarik nafas dalam dalam, menghitung hingga
tiga sebelum menghembuskannya pelan pelan keluar.
Siap. Frank mengeluarkan sepasang sarung tangan dari kulit, memakainya.
"Sungguh memalukan, sersan detektif! Dihajar di sebuah kota sekecil ini.
Menyedihkan. Kecurian pistolmu, lencanamu, dompet dan mobil. Ditinggalkan
terkapar di tempat parkir. Kami telah menjadi saksi. Banyak saksi lainnya.
Kami melihat orang orang yang melakukannya. Pemuda pemuda belasan tahun
yang sudah sinting. Ketika kami datang, sudah terlambat. Anak anak muda itu
sudah pergi dengan berpencar. Yang lebih menyedihkan lagi, kami tidak
berhasil mengetahui identitas anak anak itu. Ya, sungguh menyedihkan, tetapi
apakah yang dapat kami lakukan, eh?"
Frank yang menyeringai mengejek itu berpaling memandang pada teman
temannya, kemudian memandang kembali pada Decker, yang masih dengan
kedua tangan di atas kepala,
kini bergerak dengan secepat kilat. Kaki Decker melesat, menendang Frank itu
di sulbinya, kaki, lutut dan otot pahanya menghantam tempat empuk itu
sehingga Frank menekuk terlipat dengan mata melotot kesakitan.
Dengan satu gerakan, Decker melepas topi dan dihantamkannya dengan
gerak balik itu ke muka pria berberewok, menghentikan gerak maju orang itu,
lalu melangkah ke belakang pintu terbuka mobil itu dan menghantamkan pintu
itu pada pria yang telah pertama kali menyerang dirinya.Orang itu menubruk
mobil itu dan terkulai ke atas tanah dengan pergelangan dan empat jari
tangannya patah. Dari dua orang penyerang yang masih sisa, yang kedua
duanya berberewok, yang bertubuh tinggi besar, menyerbu maju, merangkul


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Decker. Nafas orang itu berbau bir dan permen. "Babi keparat, giliranmu
sekarang!" Decker menyerang dengan lututnya, dan ketika orang itu melepaskannya,
Decker menyambar kepala orang itu dengan kedua tangannya dan
menggempurkannya ke atas lututnya yang sudah terangkat itu, meremukkan
hidung, gigi, rahang orang itu. Orang itu, dengan berewoknya basah dengan
darahnya sendiri, roboh ke atas tanah, menggeliat geliat dan mengerang erang.
Tinggal seorang. Si berewok kedua. Orang itu memukul mukulkan besi
pelepas ban ke telapak tangannya yang bersarung, bergerak
memutar ke sebelah kanan Decker. Detektif i-tu pelan pelan melepaskan
mantelnya, matanya sebentar pun tidak melepaskan orang
itu. Orang itu berhenti. Matanya melesat ke tiga temannya yang tergeletak di
atas tanah; yang seorang dengan tangan cidera itu duduk bersandar pada
Mercedes itu. 'Peci Merah' mencoba merangkak. Yang ketiga tidak bergerak.
Pria dengan besi pelepas ban itu ragu. Serang. Atau lari. Decker bergerak maju.
Zanshin. Berkonsentrasi. Decker melemparkan mantelnya ke orang itu. Mendarat, menutupi kepala
dan bahu. Orang itu berteriak, kedua tangannya bergerak gerak gugup.
Decker menyerang. Kiai. Teriakan Decker itu memecah kesunyian di tempat
parkir itu. Sambil berteriak itu dilancarkannya pukulan kiri kanan ke arah
kepala di bawah mantel itu. Konsentrasi penuh. Seluruh sumber mental,
emosional dan fisikal dikerahkan dan dilepaskan pada titik dampak itu.
Hasilnya adalah kekuatan maksimal.
Orang berewok itu roboh ke belakang, kedua lengan terentang lebar, kepala
dan bahu masih terbungkus dalam mantel itu. Ia tergeletak tanpa bergerak
lagi, kaki sebelah tertarik naik melindungi sulbi dan tangan sebelah di dekat
pantat 'Peci Merah'. Decker, siaga, tenang, memperhatikan keadaan di depan dirinya itu. Ia
harus berbicara dengan Frank, si 'Peci Merah', yang tampaknya pemimpin
penyerangan itu. Decker berlutut di belakang Frank, mendudukkannya. Kemudian
dilepaskannya sepatu Frank itu, dan dengan memukul mukul tumit kaki orang
itu, membuatnya siuman kembali.
Wajah Frank pelan pelan mulai berwarna normal kembali. Decker melepas
peci merah itu, menggunakan itu untuk mengusap peluh dingin dari wajah
orang itu. "Nah, tundukkan kepalamu. Ya, begitu. Kini tariklah nafas dalam
dalam, tahan hingga hitungan lima, lalu keluarkan dengan pelan pelan. Bagus.
Kau sekarang bisa berdiri?"
"Oke. Ya dewa, dari mana kau belajar menghantam orang seperti yang
kaulakukan tadi" Decker mencabut Magnum itu dari saku Frank, mengambil kembali envelop
dan ,38-nya sendiri. Juga diambilnya .22 dari pria berewok yang. satu itu. "Kau
berlompat lompatlah di tempat, beberapa kali," Decker berkata pada Frank
yang telah berdiri. Frank melakukan yang dianjurkan Decker
itu. Decker berkata, "Itu akan melepaskan kembali buah buah pelirmu. Agar
kembali ke tempat semula."
"Syukurlah. Ya dewa, rasanya aku ingin mati saja ketika kau menendangku
tadi." Decker memperlihatkan lencana kepada Frank. "Sersan detektif Decker, dan
aku dalam gugus tugas federal." Decker menyentakkan kepala ke arah gedung
oditorium itu. "Siapakah yang menyuruhmu menyerang diriku?"
Frank yang sudah jerah itu mengusap usap sulbinya. "Yah, kaulah yang
menang. Buscaglia. Ia saat ini mungkin sekali sedang menonton dari jendela
kantornya di atas sana. Haram jadah itu semestinya turun sendiri kemari,"
"Ia mengatakan mengapa begitu diinginkannya envelop ini?"
"Bukan Buscaglia yang menghendaki itu. Pengacara yang bernama Pangalos
itulah yang menghendakinya.Ialah, Pangalos, yang kalap karena kau memegang
envelop itu." "Frank, kaubantulah aku. Kau hubungi Buscaglia dengan radiomu itu."
Frank mengeluar pesawat kecil itu, menghidupkannya dan memanggil
Buscaglia. Tidak ada jawaban. Frank seperti orang yang dikhianati.
Decker kini mengulurkan tangannya. "Kucoba, boleh?"
Dengan pesawat kecil itu di tangan, Decker berjalan ke mobil Mercedes dan
lewat atap mobil itu memandang ke arah gedung oditorium itu. Didekatkannya
pesawat radio itu pada mulutnya. "Buscaglia, di sini sersan detektif Decker. Kau
kuberi tigapou-luh detik untuk datang kemari."
Tidak ada jawaban. Decker berbicara lagi. "Sal, aku menghendakimu keluar. Sekarang juga.
Kalau kau tidak keluar, aku akan datang mengambilmu. Kau tidak mempunyai
pengawal cukup banyak untuk menghalangi diriku. Nah, berpikirlah yang sehat
dan keluarlah." Tidak ada jawaban. Decker sudah mau berputar dan memungut mantelnya, ketika ia melihat
seseorang menuruni tangga marmer dan berhenti di kaki tangga itu. Pria yang
sudah mulai botak itu dan dengan memakai kaca mata hitam dan mantel kulit
onta yang tampak mahal itu, mengangkat tangan yang memegang sebuah
pesawat radio kecil juga itu ke mulutnya.
"Aku sudah keluar. Lalu?"
"Berjalanlah kemari."
Sal Buscaglia tidak beranjak dari tempat
itu. Decker menyeringai dan menoleh pada Frank, kemudian balik pada
Buscaglia. Inilah kesenangannya menjadi polisi. Menguasai nyawa orang.
Buscaglia sudah dipaksa hingga sejauh itu.
Pemimpin serikat buruh itu turun dari tangga itu, mulai melangkah ke arah
tempat parkir itu. Tanpa melihat kepada Frank, Decker berkata, "Frank,
kauambilkan mantel dan topiku, tolong. Agar penampilanku layak jika menemui
Sal." Frank mengulurkan yang diminta itu kepada Decker.
"Frank, kurasa temanmu yang duduk bersandar pada mobil, sudah dapat
berjalan. Kukira kedua tangannya hancur. Tolonglah kau pindahkan dia dari
mobil. Dan jangan lupa membawa orang orangmu itu ke klinik untuk dirawat.
Aku yakin Sal akan menanggung
ongkos ongkos pengobatan mereka. Ah itu
dia, sahabat kita Sal. Sepatu suede" Dalam salju begini" Oh, Sal, kau memang
hebat!" Setelah tiba di dekat Mercedes itu, Sal Buscaglia berhenti di dekat bagian
belakang mobil itu. Berwajah muram.
"Katakan yang menjadi gugatanmu. Tuduhanmu. Knlau kau mau menangkap
diriku, katakan dulu apa kesalahanku."
Decker memberi isyarat dengan kepala, "Ayo, naiklah ke dalam mobil, Sal."
Sal Buscaglia menggelengkan kepala.
Dengan tersenyum, Decker naik ke dalam mobil, membanting pintu. Ia
maupun Sal mengetahui bagaimana permainan harus dimainkan. Bagaimana
pun, Sal Buscaglia tidak mau dipermalukan begitu saja di depan orang
orangnya. Buscaglia melangkah maju dan naik ke dalam mobil Mercedes itu, duduk di
samping Decker. Dua kali ia menoleh ke arah gedung oditorium itu, seakan
akan mengharapkan bantuan datang dari sana. Selama dalam perjalanan ke
Manhattan, Sal Buscaglia satu kali pun tidak membuka mulutnya.
MURAKAMI ELECTRONICS bagi Ushiro Kanai adalah seluruh hidupnya.
Cepat atau lambat, Marybelle dan Pangalos akan meminta suatu jawaban
mengenai investasi modal dalam Golden Horizon itu. Namun, tidak akan ada
suatu investasi sebesar dua juta dollar di Atlantic City oleh Murakami, sebelum
Kanai membicarakan pembunuhan Alan Baksted dengan Decker. Pengusaha
yang membuat kesalahan kesalahan senilai dua juta dollar tidak akan menjadi
presiden perusahaan perusahaan multi nasional.
Sekretares Kanai ada di telefon. "Tuan, telah kuhubungi markas distrik
kepolisian , tetapi detektif Decker tidak berada di tempat. Seorang detektif
wanita, Spiceland, yang menjawab. Katanya, ia adalah rekan kerja tuan
Decker." Kanai memejamkan mata dalam kekecewaan., Ia perlu berbicara dengan
Decker-san secepat mungkin. Tetapi barangkali detektif wanita itu dapat menolongnya. Ia masih ingat akan detektif wanita itu.
Bersama Decker, wanita itu telah datang di kantornya, sehari setelah Yoshi,
menantunya, ditikam orang.
"Aku akan berbicara dengan detektif Spiceland itu."
Kanai, dengan gagang telefon pada
telinganya, menjura sopan. "Detektif Spiceland, Kanai di sini."
"Oh, ya. Aku ikut berduka dengan wafatnya tuan Tada. Kalau aku tidak salah
mendengar, anda telah berada di Jepang beberapa waktu lamanya akhir akhir
ini." "Betul. Pemakaman itu. Dan juga ada bis-bis untuk perusahaan kami." Kanai
membalik balik guntingan guntingan koran mengenai pembunuhan Baksted di
atas mejanya. "Aku ingin meminta bantuan anda untuk dapat berhubungan
dengan Decker-san. Aku tidak ingin mengganggu anda, tetapi aku perlu sekali
menghubungi Decker-san."
"Aku ingin sekali dapat membantu anda. Tetapi sungguh sayang, Decker saat
ini berada "kalau aku tidak keliru" di Federal Plaza, membereskan suatu
urusan yang telah mengambil waktu sehari penuh di Long Island."
Kembali kekecewaan itu. Mata Kanai mengikuti kalimat kalimat dalam guntingan koran itu, dan
menangkap sesuatu yang sebelumnya telah diabaikannya. Suatu paragraf kecil
dengan bertanggal Ocean City menulis tentang seorang wanita yang telah
diperkosa dan dibunuh pada malam sama Baksted ditembak mati.
Sesuatu mengenai kematian wanita itu seperti sudah pernah dilihat atau
dibacanya. Kematian yang mungkin karena pukulan seorang
pria yang sangat kuat. Hai, ya. Bulan lalu seorang wanita telah mati dalam
keadaan serupa di Fifth Avenue. Dan pembunuhan pembunuhan itu menyerupai
pembunuhan seorang wanita di San Francisco dan seorang wanita lain lagi di
Dallas, setiap pembunuhan itu terjadi selagi Kanai berada di kota kota itu
dalam suatu bisnis.Hanya ia seorang yang melihat adanya kesamaan kesamaan
dalam pembunuhan pembunuhan itu"
"Ah, ya. Maafkan aku. Aku sedang membaca sesuatu yang menarik perhatian.
Maafkan aku." "Tuan Kanai, aku baru teringat bahwa malam ini akan dilangsungkan
pembukaan pameran lukisan pertama suamiku di New York. Dilangsungkan di
Cleveland Gallery di East Fifty-seventh Street. Mungkin sekali anda dapat
menemui Manny di sana, karena ia telah berjanji padaku akan datang khusus
menghadiri pembukaan pameran itu."
Kanai menjawab. "Aku akan merasa mendapat kehormatan besar jika dapat
menghadiri pembukaan pameran itu."
"Baiklah kalau begitu," Spiceland tertawa. "Aku sendiri akan menyambut
anda di pintu galeri."
Ada alasan lain ia akan menghadiri pembukaan pameran itu: mengetahui
efek Decker-san, pembunuhan atas diri Baksted dan Marybelle Corporation,
atas Murakami. Decker-san, yang seorang karateka. Hai.
Decker-san pasti dapat menempatkan diri dalam pikiran orang gila yang
melakukan pembunuhan pembunuhan ritual itu, pembunuh gila yang adalah
juga seorang karateka. Kanai yakin bahwa pembunuhan pembunuhan itu pekerjaan satu orang.
Hai.Kanai telah memberikan sebuah nama pada pembunuh itu. Kaishaku.
Pelaksana hukuman yang istimewa. Decker-san pasti mengerti. Hanya, akankah
Decker-san bertindak" Dapatkah Decker-san mendesak adanya tindakan
sebelum lebih banyak lagi wanita yang dibunuh" Kanai, seperti semua orang
jepang lainnya, ngeri melihat angka pembunuhan dan kejahatan yang tinggi di
amerika. Kematian Yoko, menantunya, di tangan seseorang seperti kaishaku itu
bisa menghancurkan dirinya.
Ushiro Kanai memilih tiga guntingan koran yang memuat pembunuhan
Baksted dan disertai berita mengenai pembunuhan wanita di Ocean City itu.
Memasukkannya ke dalam saku jasnya. Kanai bertanya dalam hati
apakah Decker atau orang lain dapat menghadapi pembunuh itu
PADA SAAT Ushiro Kanai bersiap siap meninggalkan kantornya untuk pergi ke
Cleveland Gallery, Paul Molise keluar dari gedung kantornya di Park Avenue.
Dengan bahu membungkuk ia berjalan ke arah sebuah mobil yang diparkir di
sudut jalan. Connie Pangalos. Sal Buscaglia. Kedua duanya orang orang dungu!
Urusan di Long Island hari itu, dengan polisi gugus tugas dan penjaga penjaga
keamanan Buscaglia itu tidak hanya salah, itu suatu kebodohan. Bukan
kesalahan Buscaglia. Buscaglia cuma melakukan yang diperintahkan kepadanya.
Kesulitan yang timbul di Long Island itu ditimbulkan oleh Constantine
Pangalos. Padahal Pangalos mesti mengerti. Maka, kini Decker yang memegang
peta dan rencana itu. Ada jalan dan cara untuk mengatasi hal itu. Justru untuk
itulah ada Sparrowhawk dan Management Systems Consultants.
Menghadapi orang orang seperti Manny Decker haruslah dipakai cara cara
halus. Biarkan orang itu menyangka dirinya yang menang, lalu perlihatkan
bahwa ia cuma berlari lari di tempat. Untuk itu, pergunakan uang, otak,
koneksi. Kini bukan itu yang terjadi. Kini Pangalos merusak segala galanya
dan peta dan rencana itu bersama Buscaglia berada di Federal Plaza,
dalam tangan Charles LeClair.
Kesulitan yang timbul di oditorium itu telah menghasilkan suatu rapat kilat
di kamar belakang sebuah klub sosial di Mulberry Street, di 'Little Itali', antara
Molise, ayahnya yang disebut Don Molise dan Giovanni Gran Sasso, Johnny Sass,
consigliere , penasehat itu. Constantine Pangalos yang sangat gelisah juga hadir
dalam pertemuan itu, dipaksa ikut duduk di dalam ruangan gundul itu dan tidak
ikut berbicara sementara ketiga orang sisilia itu berbicara dalam itali dan
mengambil keputusan keputusan mengenai nasib Pangalos.
Setelah berunding lama, ketiga orang itu memberitahukan kepada Pangalos
bahwa ia telah berbuat dungu sekali dan mulai saat itu harus diam tidak
berbuat apa pun sebelum mereka mengatakannya padanya. Keempat penjaga
yang mengalami cidera itu akan mengadukan Manny Decker. Agar pada akhirnya
tuntutan terhadap Buscaglia pada waktunya akan dicabut kembali.
"Kalau kau tidur, maka itu tidur bagi dirimu sendiri," Johnny Sass berkata
pada Pangalos. "Sedangkan kalau kau bekerja, maka kau bekerja untuk kami.
Yang berarti bahwa kau harus menutup mulut, dan tidak boleh membuat satu
pun kesalahan." Sedangkan yang harus bertanggung jawab
atas kecurangan mengenai tempat duduk oditorium itu adalah Pangalos dan
Quarrels, orang yunani dan orang yahudi itu. Kalau mereka ditangkap, mereka
akan mendapatkan pembela pembela yang paling hebat, dan don Molise
menjamin bahwa perkara itu akan diadili oleh hakim yang 'tepat'. Berkas berkas
akan dicuri, dihancurkan atau di'rawat' sehingga akan menolong mereka. Itu
dapat diserahkan kepada Sparrowhawk dan MSC.
Dengan mendekatkan mukanya pada muka Pangalos, Johnny Sass
mendesiskan kata kata agar Pangalos jangan membuat kesulitan lagi. Pangalos
menyadari bahwa dirinya telah dijatuhi hukuman, dan bahwa maut sudah
dekat.Johnny Sass tidak pernah menyukai Pangalos. Sebagai jaksa, Pangalos
telah menghukum sejumlah teman consigliere itu.
Di sudut jalan dekat mobil Molise diparkir itu, seorang dalam kostum santa
claus membunyikan genta, menganjurkan orang yang berlalu lalang di situ
memberi sumbangan. Molise yang sudah kesal merasa bertambah kesal. Baru
minggu pertama bulan desember dan santa claus hari natal sudah beroperasi
merogo saku orang. Molise naik ke dalam mobil, dan Aldo menutup pintu mobil itu, kemudian
memutari kendaraan itu untuk sendiri naik di belakang stir mobil itu. Molise
sedang bertanya dalam hati apakah tidak sebaiknya ia langsung menemui
isterinya di sekolah anaknya. Anak mereka, Tricia, hari itu akan naik pentas,
menari ballet. Siapa tahu, barangkali Tricia
akan menjadi seorang primadonna
Pikiran itu membuat Molise santai. Dengan mata dipejamkan,Molise
bersandar ke belakang di tempat duduknya. Dan tidak melihat Aldo mati.
Sesosok tubuh langsing dalam pakaian berwarna kelam, dengan wajah


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersembunyi di bawah topi yang pinggirannya lemas sekali, melepaskan diri dari
orang banyak yang menyeberangi jalan di depan mobil yang diparkir itu, dan
berjalan ke jendela terbuka di samping pengemudi. Setelah memastikan bahwa
tidak ada orang melihat, orang itu mengulurkan tangan dari dalam lengan baju,
tangan itu melesat lewat jendela terbuka itu dan memotong leher Aldo dengan
sebuah pisau. Sebilah kai-ken.
Suatu dorongan.... dan sopir yang sekarat itu terjungkal ke lantai bangku
depan mobil itu. Tidak tampak lagi.
Orang misterius itu menarik kembali kedua tangan dari dalam mobil itu,
menyimpan pisau itu dalam saku dan melihat ke sekeliling dirinya. Tidak ada
orang yang melihat. Molise, yang matanya tertutup, merasa hembusan udara dingin ketika pintu
di samping dirinya dibuka dan seseorang naik dan duduk di tempat di samping
dirinya. Sialan. Molise mengerutkan dahi. Semestinya
Aldo, yang juga pengawal pribadinya itu, bersikap lebih waspada.
Michi melepaskan syal yang setengah menutupi wajahnya, membiarkan
Molise melihat mukanya. Kemudian dilepaskannya pula topi yang dipakainya
itu, dan Molise melihat hachimaki, ikat kepala dengan huruf huruf Jinrai Butai,
dan sebuah bulatan merah yang melambangkan matahari terbit: ikat kepala
yang dulu milik ayah Michi.
Molise berkata, "Hai, aku ini harus buru buru pulang. Apakah yang
kauinginkan" Dorian yang menyuruhmu" Begitu?"
Michi berkata, "Kataki-uchi."
"Nona, aku sedikit pun tidak mengerti yang kaukatakan itu, Kataki ... apa?"
"Hutang darah dibayar dengan darah. Pembalasan."
Molise bercondong ke bangku depan.
"Hai, Aldo, kau singkirkanlah lonte sinting
ini. Aku tidak mempunyai waktu untuk "
Michi, yang duduk di sebelah kiri Molise, menghujamkan pinggiran kakinya
yang bersepatu bot itu ke atas pergelangan kaki Molise, membuat Molise
berteriak kesakitan dan membungkuk memegang tempat yang nyeri
melemaskan itu. Ketika Molise bergerak membungkuk itu, Michi membungkuk
pula di atas pria itu, dan menghujamkan sikunya ke atas kepala, tepat di
belakang telinga Molise, yang berakibat terjungkalnya Molise ke atas lantai
mobil itu. Rasa nyeri itu seakan akan membelah kepalanya dan Molise bertanya dalam
hati dengan apa gerangan wanita itu telah menghantam kepalanya. Molise
bergulat agar tetap pada kesadaran, berusaha bangkit, berpegangan pada
tempat duduk dan mendorong diri agar bisa duduk, tetapi ia tidak mampu.
Wanita Jepang itu kini duduk di atas dadanya, kedua lutut menekan kedua
lengannya. Lonte gila! Apakah yang pernah dilakukannya atas diri wanita itu"
Tuhan dan pedosa pedosa berdamai.
Kataki-uchi. Keadilan. Pembalasan. Dengan tangannya. Keadilan amerika
Manny Decker tidak akan memuaskan leluhur Michi.
Tangan Michi mencabut sesuatu dari bagian atas sepatu botnya. Sebuah
jarum baja, panjang empat setengah inci, ujungnya sedemikian tajam,
sehingga suatu sentuhan ringan saja menghasilkan lubang berdarah.
Michi memegangnya dengan kedua tangan, menempatkan ujungnya di bawah
rahang Molise, hanya ragu sepecahan detik, dan kemudian menekan jarum itu
menembus rahang, lidah dan ke dalam langit langit mulut. Molise
bergidik, mengerang, mencoba melempar Michi dari atas dirinya dan gagal
Ya Tuhan, sakitnya! Molise bergulat , tetapi wanita itu sepenuhnya
mengungguli dirinya. Pukulan di belakang telinga itu telah melemaskannya dan
rasa nyeri di dalam mulutnya dan kepala itu mengerikan sekali.
Jarum itu. Mengeluarkan suara sedikit saja, dan lidah akan sobek.
Ada sebatang jarum lagi di dalam tangan wanita itu, dan yang dipegang
sedemikian rupa sehingga Molise dapat melihatnya dengan jelas. Michi
menusukkan jarum itu menembus mata kanan dan ke dalam otak, dan Molise
tidak mengeluarkan sv.ara sedikit pun. Membuat darah menyembur dari
mulutnya. Ah, ia harus melempar wanita itu dari atas dadanya, tetapi semua mulai
menjadi gelap dan ia tidak mempunyai tenaga untuk melakukan itu.
Mulutnya telah penuh dengan darahnya sendiri dan ia ingin menelannya,
tetapi itu berarti lebih banyak kenyerian, karena jarum yang menembus
lidahnya. Paulie Molise tidak pernah melihat jarum yang ketiga itu. Ia hanya
merasakannya. Masuk ke dalam mata kirinya, menembus terus ke dalam otaknya. Molise
mengerang, mengejang dan menjadi lemas.
Dan mati. Michi mencabut jarum jarum yang basah dengan darah itu, menyimpannya
kembali di-dalam saku mantel kulit dan ia bersandar ke belakang di tempat
duduk mobil itu. Matanya menatap pada Molise. Michi membisikkan nama nama
mereka: ayahnya, ibunya, kakaknya. Memejamkan mata, menundukkan kepala.
Ren-chi-shin, rasa malu yang dapat dihapuskan jika orang yang bersalah telah
dilenyapkan. Darah harus dibersihkan dengan darah.
Michi mengenakan kembali topi, menutup mukanya dengan syal itu, turun
dari mobil ke sebelah jalanan dan dalam beberapa detik sudah ditelan oleh
orang banyak yang berlalu lalang itu.
DECKER pelan pelan meniup shakuha-chi, sebuah seruling kayu yang merupakan
hadiah dari Michi pada dirinya. Dari Michi, yang kini bergayut pada lengannya
selagi mereka berdiri di Japanese Garden, bagian dari Brooklyn Botanic
Gardens yang hampir duapuluh lima hektar luasnya itu.
Decker berhenti meniup seruling itu dan memandang pada Michi. Mata Michi
ditujukan pada tempat keramat itu, dan Decker mengetahui, bahwa Michi
sedang memikirkan agama tua itu. Shinto adalah pemujaan alam. Kami-nya,
dewa dewanya, tidak hanya manusia, leluhur, kaisar kaisar, tetapi juga hewan,
batu karang, pohon, sungai, burung, gunung. Shinto adalah juga pensucian
dengan angin dan air. Mulut dan tangan harus dibasuh sebelum memasuki
sebuah tempat keramat,suatu peringatan simbolik pada zaman seseorang tidak
akan diperkenankan memasuki sebuah tempat suci tanpa lebih dulu direndam
di dalam sungai atau laut.
Decker tidak jadi meniup seruling lagi, memasukkan seruling itu ke dalam
sakunya. Biarkanlah Michi berdoa untuk yang telah meninggalkannya dalam
kedamaian. Ya, apakah kata Kanai beberapa malam yang lalu di Cleveland Gallery
itu" "Kalian di barat sini takut bahwa dewa kalian akan mendapati kalian bersalah
melakukan dosa. Kami, orang Jepang, berusaha keras menghindari penghinaan
dan dipermalukan orang. Itu berarti bahwa kami harus menjaga kehormatan
kami, memenuhi yang diharapkan o-rang dari diri kami. Kami tidak dapat hidup
untuk diri sendiri semata. Itulah sebabnya kami bekerja keras dalam bisnis,
menghindari dipermalukan oleh orang."
Menghindari dipermalukan orang. Kemudian, "Menurut surat surat kabar kalian,
pembunuhan atas Alan Baksted masih belum terpecahkan."
"Itu agaknya pekerjaan seorang pembunuh profesional. Malangnya, jika pihak
polisi tidak berhasil memecahkan suatu pembunuhan dalam waktu tujuhpuluh
dua jam, pembunuhan itu lazimnya menjadi suatu kasus terbuka. Artinya, kami
tidak mempunyai saksi saksi, motif motif, petunjuk petunjuk, dan barangkali
tidak akan mendapatkannya juga."
"Ada uang kertas limapuluhan dollar yang disobek menjadi dua diketemukan
di atas mayat tuan Baksted."
"Kukira ia telah mengambil sesuatu yang bukan miliknya."
"Aku telah menerima surat surat dan pesan lewat telefon dari wakil wakil
Mary-belle Corporation. Aku diberitahu bahwa aku kini dapat melihat daftar
penjudi penjudi, yang anda namakan 'daftar umpan' itu."
Giliran Decker. LeClair telah melarang Decker mengatakan sesuatu kepada Kanai itu
mengenai Baksted, Golden Horizon atau mengenai pembunuhan atas diri Paul
Molise Junior. Kanai sendiri sedang menanti mendengar efek, kalau ada, dari dua
pembunuhan itu atas sesuatu investasi yang mungkin akan dilakukannya dalam
Golden Horizon. "Secara resmi, aku tidak dapat berkomentar mengenai kasus itu, Kanai-san.
Aku mengharap anda dapat mengerti."
"Hai. Kewajiban, Decker-san. Maafkan kalau aku mendesak anda
mengungkapkan sesuatu yang semestinya rahasia anda dan atasan anda. Anda
katakan saja rahasia rahasia anda kepada angin dan angin akan
menceritakannya kepada pohon pohon."
Decker teringat pada perlakuan LeClair terhadap Benitez dan DeMain, dan
betapa LeClair mencemooh orang orang yang disingkirkannya.
Decker berkata? "Kanai-san, apakah anda bermaksud membeli salah sebuah
lukisan dalam pameran ini?"
"Pelukisnya berbakat. Sebuah atau dua dari lukisan lukisan yang dipamerkan
di sini mengesankan sekali. Ya, kurasa aku akan membeli sebagai suatu
dorongan pada pelukis itu."
Decker menatap pada Kanai. "Dewasa ini orang membeli barang seni
sebagai suatu investasi. Suatu perlindungan terhadap inflasi. Mereka juga
membeli barang barang yang dapat di'pungut'. Namun, anda tentu mengerti
bahwa orang harus berhati hati terhadap barang barang yang dapat 'dipungut'
tertentu." Decker menyesap minumannya. "Aku sendiri misalnya, akan ragu kalau itu
menyangkut barang yang dapat 'dipungut' seharga, katakanlah, dua juta dollar."
Decker memiringkan kepala, dan menambahkan, "Takai desu. Hai, takai
desu." Terlalu mahal.
Decker memandang pada Kanai, dan masih sempat melihat orang jepang itu
secara hampir tidak kentara menjura pada dirinya.
"Domo arigato gozai mashite,
Decker-san.' . Decker membalas menjura, sama hampir tidak kentara.
Di depan torii, di Japanese Garden itu, Michi dengan mata tertutup menjura
dalam, kemudian membuka mata dan tersenyum pada Decker. Decker mencium
bibir Michi, dan mereka mulai berjalan lagi, menikmati hari cerah dan udara
bersih dan dingin itu. Ketika mereka berhenti untuk melihat tempat penghidangan teh secara
tradisional, Michi berkata, "Aku berdoa bagi ayahku, ibuku dan kakakku."
"Ah, aku ketinggalan," Decker berkata,
"Semestinya aku juga berdoa, berdoa bahwa kau akan kembali padaku dari
perjalananmu ke eropa."
Michi mencengkeram lengan Decker. "Untuk itu kau tidak perlu berdoa. Aku
akan kembali padamu, aku berjanji."
"Beritahukan padaku waktu pesawatmu mendarat. Aku akan berusaha
menjemputmu, kalau dapat.Oh ya, pada dewa yang manakah kau berdoa,
atau ... itu suatu rahasia?"
Michi tertawa. "Tidak, itu bukan suatu rahasia. Aku telah berdoa pada dewa
setempat, kami setempat, pada dewa yang mana saja yang tinggal di tempat
suci tadi. Setiap desa, setiap kota mempunyai dewanya masing masing, maka telah
kuminta pada dewa Brooklyn "
Decker menyeringai, "Apa?"
Michi berkata dengan khidmat, "Aku telah meminta perlindungan dewa
Brooklyn dan aku dapat berusaha dalam semua hal, agar aku ulet dalam
usahaku dan pantang mundur dalam menunaikan tugasku. Aku juga meminta
kekuatan untuk dapat mengabdi pada kehendak dewata dan, tentu saja, aku
memujinya, sesuai kebiasaan kami."
Decker memandang ke langit. "Dewa Brooklyn. Ada lima distrik di sini.
Apakah itu berarti masing masing mempunyai dewanya sendiri?"
Michi mengangguk, tetap serius. "Dan setiap tempat dalam lima distrik itu,
setiap lingkungan, setiap desa, mempunyai dewa dewa masing masing, banyak
dewanya." "Aku percaya kalau kau yang mengatakan begitu."
"Masih ada lagi doaku. Aku telah berdoa untukmu, agar kau selamat dalam
pekerjaanmu, agar kau tidak menderita cidera."
Decker meraih Michi kepada dirinya. "Yang kumohon dari para dewa adalah
agar penerbanganmu selamat, penerbangan pergi dan penerbangan pulang.
Yang selanjutnya dapatlah kuhadapi sendiri."
Michi menundukkan kepala. "Dengan Paul Molise sudah mati, urusan tidak
menjadi lebih mudah bagimu?"
Decker menggelengkan kepala dan mereka mulai berjalan lagi. "Betapa
menyenangkan seandainya begitu. Malangnya, urusan itu masih ruwet.
Gerombolan itu itu juga, hanya yang seorang itu, Molise, akan digantikan
oleh seseorang lain yang belum kami kenal atau ketahui, yang kebiasaan
kebiasaannya sangat misterius. Yang harus segera kami ketahui kalau mau
mempunyai peluang terhadapnya. Artinya, semua itu mulai dari awal lagi.
Keluarga Molise masih di dalam bisnis itu, demikian pula Management Systems
Consultations. Seorang pemain hilang, seorang pengganti muncul dan
permainan,berjalan terus." Decker diam sejenak, kemudian, "Begini, Michi,
kami sudah dekat sekali mencapai Molise.
Pangalos mestinya dapat kami sudutkan, namun kini, dengan Molise sudah mati, menjadi lain keadaannya.
Pangalos, sekurang kurangnya, sudah menghadapi akhir karirnya.Jadi semuanya
menjadi bahkan lebih ruwet.Kami memerlukan Molise yang hidup, tidak mati.
Dan aku tidak bisa mengambil resiko dengan membuat kesalahan terhadap
LeClair. LeClair pada saat itu berada di Washington, untuk suatu konferensi dengan
departemen kehakiman, untuk menilai apakah kematian Molise akan disusul
dengan suatu suatu peperangan di antara gang gang kejahatan terorganisasi.
LeClair sendiri tidak mengetahui apa jawaban atas pertanyaan itu. Juga Decker
tidak tahu. Jika kematian Paul Molise junior itu suatu tindakan dari gang lain,
maka perang antar gang pastilah akan pecah di antara kelima keluarga mafia di
New York. Pengawal Molise dipotong lehernya. Kematiannya tidak menimbulkan teka
teki. Namun Molise lain lagi soalnya. Sebab kematian adalah sejenis benda
metalik, sesuatu yang panjang dan tajam. Apapun senjata yang dipakai,
pembunuhan itu dilakukan dengan cara berdarah dingin.
Apakah Molise dibunuh sebagai suatu peringatan bagi seseorang lain" Adakah
Molise dihukum oleh seseorang lain dari dunia hitam" Molise senior telah
bersumpah akan membunuh orang atau orang orang yang te
lah membunuh putera yang sangat dicintainya Di Japanese Garden itu,
Decker dan Michi berhenti untuk mengagumi sebuah lampu Kasuga.
Tidaklah layak berpikir tentang kekerasan di tempat yang damai itu, tetapi
Decker tidak bisa menghindari itu. Di Celveland Gallery, Kanai telah menyebut
tentang kaishaku pada Decker dan Ellen Spiceland*. Seorang karateka yang
memperkosa dan membunuh. Ellen telah mendengarkan dengan penuh
perhatian, dan Decker melihat dari wajahnya, bahwa Ellen akan melakukan
segala sesuatu untuk menyelidik lebih dalam perihal kaishaku itu.
Sementara itu, Decker sendiri banyak kesibukan. Gugus tugas itu. Kasus
kasus yang harus ditanganinya bersama Ellen. Lalu tugasnya sebagai pengawas
lapangan. Kaishaku. Dalam perjalanan ke Instruction Building Brooklyn Botanic Garden itu,
Decker menyinggung soal kaishaku itu pada Michi. Selagi mendengarkan, Michi
mencengkeram lengan Decker. "Itu kedengarannya seperti yang dilakukan
serdadu serdadu amerika di Vietnam."
Decker mendadak berhenti. "Ya dewa, kau benar! 'Veteran Dobel', itulah
namanya. Tetapi, apakah kaishaku tidak berbeda?"
Mereka melanjutkan berjalan. "Ya," Michi berkata.
"Kaishaku adalah seperti seorang pendamping bagi seseorang yang akan melakukan seppuku.
Bagi samurai, seppuku adalah kematian yang paling terhormat. Hanya seorang
yang sangat dihormati, diperbolehkan melakukan itu. Ia harus mempunyai
seorang kaishaku, seorang teman yang akhli pedang, dan yang berdiri di
dekatnya, yang membantunya membebaskan diri dari penderitaan jika
kenyerian tidak tertanggungkan


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Kau mengetahui bagaimana seppuku dilakukan." "Ya."
"Menimbulkan kenyerian yang sangat," Michi berkata pelan. "Harus
dimengerti bahwa seseorang bisa kehilangan ketabahan dan tidak bisa
melakukan yang harus dilakukannya untuk menjaga kehormatan. Atau ia bisa
mencoba melarikan diri. Untuk membebaskannya dari kenyerian dan kehilangan
muka, kaishaku itulah yang menggunakan pedangnya, memenggal leher orang
itu. Bagi kami itu adalah perbuatan pertolongan bagi yang melakukan seppuku.
Kaum wanita melakukan seppuku dengan suatu cara lain."
"Bagaimana?" Michi berhenti dan berbalik mengarahkan wajah ke tempat suci di atas bukit
di belakang mereka. "Sebuah nadi di sini." Michi menyentuh sisi lehernya.
Michi lalu berpaling dengan mata basah kepada Decker. "Itu suatu kematian
terhormat bagi orang orang terhormat. Jika seseorang tidak mau dihina atau
dipermalukan oleh musuh musuhnya " Michi tidak sanggup meneruskan kata katanya. Decker meraihnya ke dalam
pelukan. Anak anak seperti Michi dan kakaknya dibesarkan dengan pengetahuan
mengenai seppuku; itu masalah kehormatan bagi mereka.
Peranan apakah yang dimainkan oleh ide itu dalam kehidupan Michi selama
enam tahun terakhir" Decker ingin mengetahui lebih banyak. Namun Decker
diam saja, mendekap saja Michi dalam pelukannya.
Sekalipun anak perempuannya sudah berada di jepang kembali, Kanai masih
hendak melihat kaishaku itu ditangkap. "Aku seorang di antara pendukung
pendukung turnamen suibin di Paris bulan Januari mendatang," Kanai telah
berkata. "Ah, aku tidak mengetahui itu," Decker telah menjawab. "Itu suatu peristiwa
besar." "Hai.Namun akan sangat memalukan sekali kalau kaishaku itu ada di antara
yang bertanding. Aku sangat khawatir bahwa ia akan ikut serta. Ia seorang
yudawan yang akhli, seorang yang mungkin bersambut pada tantangan yang
timbul dalam suatu turnamen seperti itu."
"Bagaimana anda dapat mencegahnya ikut dalam turnamen itu" Maksudku,
bagaimana anda dapat memeriksa latar belakang setiap petanding itu" Yang
akan ikut serta akan ratusan banyaknya dari seluruh dunia."
"Akan merupakan suatu kebaikan besar bagi seni bela diri kalau kami dapat
mencegahnya atau kalau ia dapat ditangkap sebelum berlangsungnya turnamen
itu," Kanai berkata dengan tarikan nafas dalam. "Tidak akan mudah melakukan
itu, namun bukan tidak mungkin."
Tidak olehku, pikir Decker. Aku masih banyak persoalan dengan LeClair.
Di bagian latihan Botanic Garden itu, Decker dan Michi meninjau kursus
kursus yang diselenggarakan disitu mengenai kebudayaan jepang. Di suatu
bagian, Decker mendesak Michi memperlihatkan cara membuat binatang
binatang dari kertas. Sesudah ragu sejenak, Michi melakukan itu. Di depan
pengurus dan murid muridnya, Michi bekerja cepat. Bekerja penuh konsentrasi.
Dan baru setelah selesai, ia mengangkat kepala, rikuh melihat semua dalam
kelas itu mengerumuni dirinya.
Ada air mata dalam mata pengursus itu ketika berkata, "Belum pernah aku
melihat karya seindah itu."
Dengan membungkuk, pengursus itu mencium Michi dan para murid itu
bertepuk tangan. Pengursus itu memegang kujang kertasbuatan Michi itu, "Bolehkah 'aku
menyimpan ini, nona ?"
Michi memandang pada Decker, "Asama. Michelle Asama."
"Nona Asama." "Ya, tentu saja boleh."
Mereka kembali ke Manhattan dengan mobil Mercedes, kendaraan pinjaman
dari gugus tugas itu. Di apartemennya, Michi bercinta dengan Decker dengan kegairahan yang
hampir mengejutkan Decker. Seakan akan lebih menyerupai suatu pergulatan
daripada cinta, hampir hampir seperti yang bergolak dalam pikiran Michi ketika
Decker menyebut seppuku pada Michi . Namun sesaat kemudian Decker pun
terseret dalam pusaran bercinta itu, dan Decker tidak bisa berpikir tentang
yang lain lainnya. Ia hanya merasa. Ia mengalami.
Mereka bercinta di dalam bak mandi. Michi mengguyur Decker dengan air
panas, pensucian, kata Michi. Shinto. Dan kemudian, setelah mereka saling
menyabuni dari kepala hingga kaki, Michi membimbing Decker ke atas lantai,
ke semua tikar di samping t>ak mandi itu, dan memijatnya. Michi merebahkan
diri di atas tubuh Decker, menggosok gosokkan tubuhnya sendiri di atas tubuh
Decker, pelan pelan, dan sekali pun Decker menjadi sepenuhnya bergairah dan
bernafsu, Michi menolak Decker menyetubuhinya. "Tunggu," ia berbisik.
"Tunggu." Michi berdiri di atas punggung Decker, berjalan di atas tubuh Decker itu.
Kemudian ia berlutut di atas tubuh Decker, 'berjalan' di atas lututnya dari bahu
hingga betis Decker. Kenikmatan itu terasa tajam,
yang berbatasan pada kenyerian. Decker mengerang. Kenyerian paling manis
yang pernah dialaminya. Michi kini merebahkan diri di atas tubuh Decker, melakukan masase itu
dengan buah dadanya Ah, sialan! Decker tidak bisa
menahan diri lebih lama lagi. Ia mengejang, bergerak gerak di atas tikar basah
dan berbusa itu dan melepaskan kendali atas dirinya. Michi tidak berhenti.
Dengan duduk di atas betis Decker, pantatnya yang telanjang meluncur di atas
daging Decker. Michi mengangkat kaki sebelah Decker dan menggosok gosokkan
itu pada buah dadanya dan ia pun mengerang. Decker merasa dirinya bernafsu
dan mengeras kembali. Michi memberi isyarat agar Decker berbalik, telentang. Michi mulai
meluncurkan kembali tubuhnya di atas tubuh Decker, mendesak dan menggeliat
padanya, dengan mata terpejam karena rasa kenikmatan. Michi duduk dan
mulai memukuli tubuh Decker dengan pinggiran tangan, dari bahu hingga paha,
menyakiti namun sekali gus merangsang Decker. Decker mengkhayalkannya,
atau ia benar benar meledak lagi" Ya, pada saat saat seperti itu, siapakah yang
mengetahui secara presis"
Michi membimbing Decker ke bak mandi itu, dan bersama sama mereka
berendam. Setelah sabun dibersihkan, mereka mengganti air dalam bak itu
duduk kembali dan bercinta
248 lagi, dengan Michi menunggangi Decker, bergayut pada Decker, bergerak
gerak pelan di atas paha Decker, dengan musik dari koto dari pengeras suara
Lima Centi Meter 1 Sherlock Holmes - Wajah Kuning Dua Menara 4
^