Pencarian

Giri 5

Giri Karya Marc Olden Bagian 5


dewa, mengapa kau kembali dalam kehidupanku kalau kau tidak mencintaiku?"
Mata Michi penuh airmata. "Aku mencintaimu. Aku tidak pernah berhenti
mencintaimu. Tidak akan pernah berhenti' mencintaimu. Kalau kau keluar dari
kamar ini dan tidak akan menemuiku lagi, aku masih akan mencintaimu. Hanya
dirimu." "Barangkali aku memang tidak semodern] sebagaimana mestinya, tetapi
kalau kau] mencintai diriku, ya dewa, mengapa kau membuka kakimu untuk
Dorian?" Kata kata itu dimaksud menyakiti, dart
memang demikianlah hasilnya. "Oh, janganlahJ
Manny. Ia tidak berarti apa apa bagiku.
Jangan " "Jangan apa" Jangan menderita jikd seseorang menikam diriku dari
belakang?" "Aku cuma memperalat Dorian. Cuma itu saja artinya bagiku."
Decker berkata, "Kalau begitu dua dengan diriku yang telah kauperalat."
Michi berkata, "Kau tidak datang kemari hanya untuk menanyakan hal
hubunganku dengan Dorian."
"Berita yang tersiar adalah," Decker berkata, "satu satunya urusan yang
harus dikerjakan Sparrowhawk sekarang ini yalah menemukan pembunuh Paul
Molise. Selagi kau bepergian, beberapa orang dari MSC menggeledah
apartemenmu. Aku tidak bisa tidak bertanya tanya apakah tidak ada sesuatu
sangkut paut. Laporan otopsi menyatakan bahwa Molise dibunuh dengan
senjata senjata berbentuk jarum atau sesuatu yang mirip pisau akhli bedah."
Untuk pertama kalinya, Decker kini memandang pada Michi. "Tidak ada
orang yang bertanya padaku, maka tidak kukatakan bahwa itu mungkin sebuah
jarum panjang, jenis yang mungkin diajarkan pemakaiannya dalam latihan
ninja . Banyak dinas rahasia dewasa ini memakai teknik teknik ninja. CIA, KGB,
MI-6, SAS, SEALS dan Baret Hijau memakainya. Dan, tentu saja, dinas rahasia
Jepang." Decker mulai memijat mijat lututnya.
"Kalau ada orang yang dapat melacaki dirimu sebagai anak perempuan
George Chihara, maka orang itu adalah Sparrowhawk. In sangat intelijen dan
seorang yang kejam. Kalau ia sudah bertekad mengetahui tentang
dirimu, ia akan mendapatkan semua keterangan yang dibutuhkannya. Dan
setelah itu cuma tinggal soal waktu untuk "
Decker terus memijat mijat lututnya. Michi berkata, "Untuk apa?"
"Menggunakan yang diketahuinya itu terhadap dirimu."
"Aku tidak memperalat dirimu, Manny." .
"Benar. Aku memberitahukan padamu rencana kami untuk menangkap
Dorian, dan tidak lama sesudah percakapan kita itu, Dorian mampus. Ada bukti
bahwa kau telah berada di dalam apartemen Dorian, dalam kamar tidurnya,
dan kurasa kita berdua sama sama mengetahui bahwa ada alasannya kau
menghendaki kematiannya. Itulah cara samurai, bukan?"
"Aku tidak pernah satu kali pun berbohong padamu.Mungkin telah
kusembunyikan hal hal tertentu, tetapi aku tidak berbohong."
Decker berdiri, kedua tangan dalam saku mantelnya. "Kalau dijelaskan
perbedaan antara dua hal itu padaku, barangkali aku akan mengerti."
"Dan kau sendiri," kata Michi. "Apakah telah kaukatakan pada orang orang di
dalam kehidupanmu, segala galanya mengenai dirimu?"
Kata kata itu mengena betul. Decker memandang pada Michi dengan mata
yang hampir tertutup rapat.
"Ya, Manny," Michi berkata. "Kau memang menyembunyikan juga hal hal
tertentu." "Kauhilang kau tidak berbohong padaku. Kalau begitu, coba katakan: telah
kaubunuh Paul Molise dan Dorian Raymond?"
Michi berputar, membelakangi Decker, diam sejenak lamanya, kemudian
mengangguk dan berkata, "Ya."
Michi berbalik dan melihat Decker mengkeret putus asa. "Adalah menjadi kewajibanku, membunuh mereka," kata Michi. "Aku
samurai." "Ya, dewa." Michi menegakkan diri. "Akan kubunuh pula Sparrowhawk, dan juga Robbie
Ambrose." Decker berdiri, berjalan menjauhi Michi, berhenti, kemudian berbalik dan
menuding ke arah kepala Michi. "Dan apakah yang mesti kulakukan selagi kau
membunuh Orang orang itu. Duduk dalam mobil di luar, dengah mesin tidak dimatikan"
Aku ini seorang polisi, kau ingat" Dan kau melibatkan diriku
" "Dirimu tidak terlibat. Kau mempunyai tugasmu.
Aku mempunyai kewajibanku. Tidak ada dua orang yang melihat dunia . secara nama."
"Bagus. Hebat. Kalau departemen kepolisian di New York tidak mengganggu
kita, masih ada keluarga Molise, Sparrowhawk, Robbie,
dan tidak mustahil suatu gugus tugas federal."
"Mereka tidak dapat membunuh diriku."
"Oh, ya" Tetapi mereka akan berusaha keras."
Michi melangkah mendekat dan ketika berbicara, kata katanya pelan, tetapi
dengan kedahsyatan, "Aku ini sudah mati. Cara samurai adalah kematian."
Michi berjalan ke sofa, duduk, memandang lurus ke depan. "Bagi samurai
adalah penting untuk mati dengan cara yang baik. Kami harus berpikir tentang
kematian, setiap ' hari, setiap saat.Hanya dengan cara itulah kami akan cukup
kuat untuk melakukan tugas kami dengan baik. Aku hanya dapat hidup jika
menghadapi kematian, manakala aku benar benar bersedia dan siap untuk
mati." Michi mengangkat muka, memandang pada Decker. "Aku melihat bagaimana
kalian di barat mempraktekkan seni bela diri. Bagi kalian itu adalah bermain
main dengan gagasan kematian tanpa mati benar benar. Bagiku, maknanya
lebih jauh." Decker berkata, "Kau tidak dapat kembali ke amerika. Bahkan jika aku tidak
melaporkanmu, nyawamu dalam bahaya. Pada suatu hari Paul Molise akan
mengetahui yang telah kaulakukan atas anaknya. Ia pasti akan membunuhmu.
Ia akan dengan sabar mencarimu, membunuhmu. Dan hanya Tuhan mengetahui
apa yang akan dilakukan LeClair padamu. Dan jangan melupakan Sparrowhawk. Ia dan Robbie mengetahui atau tidaklama lagi akan mengetahui
bahwa kau memburu mereka. Kembalilah ke Jepang, Michi. Berangkatlah,
malam ini juga." Michi menggelengkan kepala. "Sialan,"
Decker berkata, "Yang dapat kulakukan untukmu hanyalah memalingkan muka selagi kau melarikan diri."
Decker merasa menyesal seketika kata kata itu diucapkannya.
"Aku ada komitmen pada keluargaku," Michi berkata. "Seseorang haruslah
setia pada sesuatu."
Kata kata itu membuat Decker bertambah herang. Michi juga mengetahui
bahwa Manny cemburu akan Dorian, dan mau menyakiti dirinya karena itu.
"Sialan, sialan!" kata Decker, "Giri atau bukan giri, ini tidak pntut dibela.
Ayahmu sudah matii Kau tidak tliipat menolongnya lagi."
"Menurut kepercayaanku, aku dapat monolong. Aku dapat membantu
ayahku, ibuku, ilnn kakakku. Aku dapat mendatangkan keadilan hiigi mereka.
Aku dapat mendatangkan kodamaian bagi roh mereka. Telah kukatakan imliwa
akan kuceritakan semuanya kepadamu."
Dan Michi menceritakan tentang malam di tiiiigon itu, ketika Sparrowhawk,
Robbie dan Durian, atas perintah Paul Molise, telah ntnndatangi villa Chihara
dan memaksa ibu, lniknk dan teman baik Michi melakukan seppuku.
Seorang agen CIA, Ruttencutter juga ikut terlibat.
Michi berkata, "Ruttencutter dan Paul Molise mengambil emas, berlian
dan narkotika ayahku, kemudian menyerahkan ayahku kepada vietcong.
Ayahku samurai. Ditangkap dan kemudian dihina oleh musuh musuh
adalah lebih buruk daripada kematian.Jauh lebi buruk. Selama tiga
tahun aku berjuang membebaskannya. Aku menggunakan uang, ak
memohon dan aku mengemis pada orang oran yang berkuasa. Aku tidur
dengan orang oran itu, yang kukira dapat membebaskan ayahku Itu
kewajibanku. Selama tiga tahun aku mempunya pengharapan akan membebaskan ayahku
Kemudian adalah kunjunganku terakhir pad ayahku itu. Seorang samurai hanya
takut pad dua jenis kematian. Dipenggal dan disalib Dan mereka, yang
menahannya itu, mengetahu akan hal itu. Maka mereka menyuruhk
menyaksikan bagaimana mereka memengga kepala ayahku. Coba, katakan
padaku, Manny siapakah yang harus membayar atas cara koto dan cara kejam
dan mesum ayahku menemu ajalnya itu?"
Decker berkata, "Entahlah."
"Tetapi aku tahu. Dan teman teman ayahk dalam Jinrai Butai, mereka juga
mengetahui. Mereka adalah orang orang dengan kesetiaan yang kuat, orang
orang dengan ide jelai mengenai kewajiban. Teman teman ayahku tidak memaksa diriku melakukan apa pun. Mereka
hanya mengingatkan padaku bahwa aku adalah samurai, Aku tidak pernah lupa
akan hal itu. Merekalah yang mengatur sehingga uang ayahku dikirim padaku.
Uang dari bank bank di Tokyo, Hongkong, Macao, swis. Uang dan berlian. Aku
kaya raya, tak usah bekerja. Namun aku harus dapat hidup dengan diriku
sendiri, dan kalau aku mati aku harus menghadap pada ayahku, ibuku,
kakakku." Michi berdiri dari sofa itu. "Orang orang dari Jinrai Butai membayar hutang
mereka dengan membantu diriku. Selama tiga tahun mereka mengawasi latihan
latihanku. Aku belajar bertempur. Dan aku belajar menghadapi maut. Aku
berlatih di dojo dojo rahasia. Aku belajar mengetahui bahwa tanganku yang
harus menjangkui keadilan bagi keluargaku. Bahwa itu kewajibanku, bukan
kewajiban orang lain. Kemudian adalah persiapan persiapan yang harus kubuat. Dan tahun ini,
ketika aku sudah siap, setelah informasi secukupnya telah dikumpulkan
mengenai orang orang yang menyerahkan ayahku kepada vietcong, aku
berangkat ke amerika untuk mencari keadilan, liukan membalas dendam,
Manny. Keadilan." Decker berkata, "Kau mencoba menarikku mendekat. Fugu itu. Kau
menyuruhku mengawasi menyesal dan rasa malu karena telah menampar
dirinya."Aku harus menghirup udara segar," Manny berkata. "Aku akan keluar
sebentar, berjalan memutari blok ini. Melempangkan pikiranku. Aku menyesal,
sungguh menyesal. Aku tidak sadar melakukan itu tadi."
Decker berbalik dan bergegas ke pintu.
Decker sudah pergi sebelum Michi dapat mengatakan kepadanya bahwa
tamparan itu tidak berarti sama sekali, bahwa ia, Michi, telah mengalami yang
beribu kali lebih hebat dari itu selama enam tahun yang lalu itu, dan bahwa
ialah, Michi, yang telah menyakiti Manny, yang disesalkannya lebih daripada
apa pun yang pernah dilakukannya.
DICEKAM KEKESALAN karena selalu sendiri, karena kengerian, karena harus
hidup sebagai samurai dan takut bahwa dirinya kehilangan Manny untuk
selamanya, Michi meletakkan kepala di atas meja dan menangis.
Yang manakah yang lebih buruk: kepedihan cinta atau kehilangan kepedihan
itu" Michi tidak tahu jawabannya.
HOTEL Michi sudah' dua mil di belakangnya. Namun Decker tidak tahu ke mana
ia menuju, dan ia juga tidak perduli. Ia kini sudah lebih tenang. Syukurlah. Dan
merasa menyesal karena telah menampar Michi.
Decker berbalik, memandang ke arah ia datang. Ia yang bersalah. Michi
yang benar. Tidak ada dua orang yang melihat dunia secara sama.Michi
mempunyai kewajibannya, kebenarannya, dan ia, Decker, tidak berhak
memaksakan pendiriannya kepada Michi. Michi juga tidak memaksakan
pendirian kepada dirinya. Michi hanya mengungkapkan kebenaran tentang
dirinya, dan memberi pilihan kepadanya. Entah bagaimana, tetapi Decker
merasa bahwa ia telah melakukan pilihan yang salah. Atau, barangkali, tidak
melakukan pilihan sama sekali. Ia harus membetulkan itu. Sekarang. Malam
itu juga. Enam tahun terpisah sudahlah cukup. Yang jelas: ia tidak akan melaporkan hal Michi itu. Dan ia sendiri tidak akan
dapat dituntut karena tidak melaporkan perbuatan perbuatan Michi yang
diketahuinya itu. Membuktikan sesuatu pada zaman sekarang sunqquh sulit.
Lihat saja betapa sulitnya membuktikan bahwa Robbie seorang pembunuh.
Sebelum pergi ke Paris, Decker telah berkata kepada LeClair. "Robbie
Ambrose. I-tulah nama yang mau disebutkan Dorian kepadamu itu."
"Kau yakin ?" "Itulah sebabnya aku meninggalkan kalian berdua ketika kau menanyai
Dorian itu. Partnerku dan aku sedang menggarap urusan terhadap Robbie
Ambrose itu. Seperti kau ketahui, kami bertiga berada di Vietnam pada waktu
bersamaan. Dorian, Robbie dan diriku. Di sana sudah tersiar bahwa Robbie
seorang veteran rangkap, orang yang memperkosa wanita wanita Vietnam, lalu
membunuhnya. Sinting. Partnerku sudah jauh dalam penyelidikannya. Kami
sudah mempunyai awal, cuma belum cukup untuk diajukan ke pengadilan."
"Ah, begitu. Dan kau yakin benar mengenai nama itu?"
"Aku yakin." LeClair bertanya, "Liburan pendekmu ini, akan ke mana kau?"
"Tiada tempat khusus yang kutuju."
Decker tidak berniat menyebutkan Paris .
"Bon voyage, selamat jalan. Melaporlah kalau kau sudah kembali."
Decker kini meninggalkan arkade di rue de Rivoli itu dan menghentikan
sebuah taxi. Ia harus kembali ke hotel itu. Kembali pada Michi. Giri. Tidak
mungkin orang hidup tanpa itu. Cepat atau lambat, setiap orang harus
menunaikan tugas dan bertanggung jawab. Decker teringat akan wajah Michi,
harapan dan kekecewaan ketika ia, Decker, tidak menegaskan komitmen
dirinya pada Michi. Decker merasa mual karena rasa salah. Ia akan melempangkan hal itu. Dan
Michi akan senang mendengar bahwa ia, Decker, akan selalu berada di samping
Michi, apa pun yang terjadi. Sudah waktunya bagi dirinya menyatakan
kesetiaan pada satu satunya wanita yang pernah dicintainya.
TIBA DI LANTAI KAMAR Michelle Asama di hotel Richelieu itu, Robbie Ambrose
lewat sebuah pintu darurat menyelinap ke dalam sebuah lorong keluar. Pintu
itu ditutupnya dan ia bersandar pada pintu itu. Butir butir amphetamine itu
berpindah dari telapak tangan bersarung ke dalam mulutnya. Robbie menelan.
Dan mulai merasa satu dengan dewa perang.
Berbalik, ia membuka kembali pintu itu. Pernafasannya merata dan
panca inderanya menjadi tajam sekali. Kekuatan mengalir ke dalam semua
ototnya. Sesudah enam-tahun, ia akan menangkap hantu. Hantu yang
mengancam keselamatan temannya, Sparrowhawk.
Sekarang tiba saatnya untuk membereskan urusan itu.
Robbie keluar dari lorong itu dan masuk ke ruangan depan. Tidak ada orang.
Tanpa mengeluarkan suara didekatinya pintu kamar Michelle Asama,
Jangan beri peringatan. Cari peluang dan sambar itu.
Setibanya

Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di pintu, diangkatnya tasj atase itu menutupi wajahnya. Hachiman Dai-Bosatsu. Bodhisatva Agung, dewa perang. Pedang
yang ditempa dari keempat unsur -metal dan air, kayu dan api.
Robbie mengetuk pada pintu itu. Pelan
Ia siap untuk berbohong, mengatakan bahwa ia mau menyerahkan
karangan bunga atau apa saja. Namun Robbie menjadi heran sekali. Ia
tidak berbohong. Ia mendengar langkah langkah kaki berlari ke pintu. Nalurinya, yang
ditajamkan oleh obat bius dan kekuatan Hachiman, mengatakan bahwa pintu
akan dibuka tan; pertanyaan.
Dan benar. Dibuka lebar. Michi dengan tersenyum dan airmuka masih basah karena airmata berkata,
"Manny "' Robbie melemparkan tas atase itu ke muka Michi dan kakinya bergerak
menendang ke| perut, menghantam Michi ke belakang ke dalam kamar.
Robbie menyerbu masuk, membanting pintu tertutup dan tanpa memberi
kesempatan kepada Michi untuk menguasai diri kembali, Robbie menyerang.
Michi yang tubuhnya melipat, dalam kesakitan dan bergulat untuk bernafas,
melakukan perlawanan dengan gagah berani. Ketika Robbie sudah hampir
berada di atas dirinya, Michi menendang rendah, mengarahkan serangan pada
pergelangan kaki pria itu.
Tetapi Robbie cepat. Ia berhenti, kemudian dalam suatu gerakan itu juga
melangkah ke samping. Tendangan Michi cuma menyerempet pergelangan kaki
itu. Hampir tidak menyakiti sama sekali. Dan tidak memperlambat gerakan
Robbie sendiri. Dengan terengah engah dan pusing, Michi memegang perutnya, bergerak
mundur dari penyerangnya. Robbie mengejarnya. Dengan tangan kanan, Robbie
berpura pura menyerang kepala, dan ketika tangan kanan Michi diangkat untuk
menangkis, sisi kanan iganya terbuka. Robbie mengarahkan tendangan kaki
kirinya ke situ. Michi yang sudah banyak dilemahkan, beraksi secara naluriah.
Tangan kanannya turun untuk menahan tendangan itu, namun tenaganya kecil
dan memakai bakiak jepang itu berakibat hilangnya keseimbangan. Tangkisan
Michi itu lemah dan tidak efektif.
Tendangan Robbie itu menerjang pertahanan dan menghantam iga
iga, merobohkan Michi ke atas lantai dan membuat wajahnya mengerut kesakitan.
Robbie nyaris menendang wajah Michi itu, ketika ia teringat pada sesuatu.
Wajah wanita itu tidak boleh cacat, tidak boleh bertanda cidera. Maka yang
dilakukan Robbie beralih pada dua tendangan lagi ke perut wanita yang sudah
roboh itu. Michi mengeluarkan suara pelan dan mulutnya terbuka selebar
mungkin, namun daya perlawanan Michi sudah habis.
Michi bermandi keringat, hampir tidak sadarkan diri dan tidak merupakan
bahaya bagi pria itu. Robbie membungkuk dan mengangkat tubuh Michi, mencium bau parfum
dan merasakan kehangatan tubuh itu. Dibawanya Michi ke kamar tidur,
membaringkannya selembut mungkin, dan kemudian kembali ke ruangan duduk
itu. Robbie mencari sebuah alat pembuka surat, tetapi mendapatkan yang lebih
baik: pisau pemotong daging.
Kembali ke dalam kamar tidur itu, pisau itu diletakkan di atas meja di
samping tempat tidur, lalu dengan berhati hati membuka kimono Michi,
melihat tubuh telanjang itu. Indah. Yang seorang ini istimewa. Telah lolos dari
tangannya, enam tahun yang lalu. Michi mengerang, membuka mata dan
dengan sekuat tenaga mencoba mengangkat kepala. Robbie belum pernah
terangsang secara sexual seperti pada saat itu.
Michi menyadari bahwa ia akan mati. Tetapi ia menguatkan kemauan untuk
berlawan, untuk tidak menutup matanya. Jangan. Belum.
Robbie merasa mencintai sekali wanita itu. Ya, ia mencintai mereka semua,
setiap wanita yang dipeluk, digauli dan dibunuhnya itu.Tetapi yang seorang ini
betul betul istimewa, sebab yang satu itu seorang pendekar, seorang yang
patut dihormati dan mendapatkan seluruh rasa cinta yang ada pada dirinya.
Robbie membungkuk untuk mencium wanita itu.
Michi bergulat untuk dapat mengangkat bahunya dari tempat tidur
itu. Rasa nyeri meledak dalam seluruh tubuhnya. Memuai, surut, kemudian memuai kembali. Michi bergeser mendekat pada penyerangnya, menyadari yang hendak dilakukan pria itu. Ketika bibir
Robbie menyentuh bibirnya, Michi membalas ciuman itu, menyentuh nyentuh
bibir pria itu dengan ujung lidahnya, menggoda,
mengundangnya merapat. Robbie bersantai, kini mengetahui bahwa wanita itu membalas
cintanya. Lidah wanita itu pelan pelan mendesak masuk ke dalam mulutnya,
dan Robbie dengan suka hati memberikan dirinya, membuka mulutnya,
mencari lidah perempuan itu, rohnya
Rasa kesakitan itu sedemikian rupa menggoncang diri Robbie, sehingga kaki
sebelahnya menjejak dan merobohkan meja di samping tempat tidur itu. Anak
haram jadah! Anjing betina!
Michi telah menggigit dengan sekuat tenaga, menggigit ke dalam bibir
bawah dan lidah pria itu. Dan dengan kuku kuku tangan kanan, Michi mencakar
dan menggaruk sisi kiri wajah pria itu. Membuka luka luka menganga dari
tulang pipi hingga rahang. Michi bergayut pada daging pria itu dengan sisa
tenaga yang semakin habis. Michi merasakan darah pria itu di dalam mulutnya.
Dan ia merasa bahagia. Robbie menghantam dada Michi dua kali, keras. Dan Michi terjatuh kembali
ke atas tempat tidur itu. Dada Michi naik turun bersama siksaan usahanya
mencari udara. Matanya menyala nyala penuh kebencian. Dari semua wanita
yang telah dibunuhnya, yang seorang ini adalah yang pertama yang tidak
memperlihatkan ketakutan. Robbie cepat cepat menjangkau ke sebuah kotak
berisi kertas tisyu, menarik beberapa lembar dan menekanka nya pada
mulutnya yang berdarah. Dengan menggunakan tangan satunya yang bebas,
Robbie mengambil lagi kertas tisyu dari kotak itu, memakainya untuk mengusap
darahnya dari mulut Michi. Michi mencoba mendorongnya pergi, tetapi Michi
terlalu lemah. Setelah mnemasukkan kertas tisyu yang dipakai untuk membersihkan mulut
Michi itu ke dalam saku jasnya, dan masih menempelkan kertas tisyu pada
mulutnya sendiri, Robbie mengambil lagi kertas tisyu, kali ini untuk luka luka
cakaran di atas mukanya itu.
Luka luka yang menimbulkan rasa pedas. Kalau wanita itu telah membikin
cacat wajahnya, maka wanita itu harus mati.
Robbie meninggalkan tempat tidur itu, pergi ke ruangan duduk dan
memungut sebotol berisi sampanye. Masih ada isi sepertiganya. Robbie kembali
ke kamar tidur, bercondong di atas Michi dan menuangkan sisa sampanye itu ke
dalam mulut wanita itu. Robbie meletakkan botol itu di atas lantai, dan ia berdiri dan melepaskan
ikat pinggang celananya. Ia sebenarnya tidak bermaksud menyetubuhi wanita
itu. Tetapi wanita itu telah menggigit dan mencakarnya. Tidak ada yang dapat
menghalanginya menyetubuhi wanita itu.
Cepat sekali. Robbie hampir tidak dapat menahan diri. Selesai dalam
beberapa detik. Kenikmatan yang didapatkan Robbie sedemikian tajam,
sehingga sesaat hampirlah ia lupa diri.
Setelah selesai, Robbie berdiri, menutup celananya, dan dengan tangan
sebelah mengenakan kembali kimono itu pada Michi yang cuma setengah
sadarkan diri. Oh, betapa ia mencintai wanita yang seorang ini!
Michi membuka mata. "Manny
Manny." Robbie menggelengkan kepala. Bukan Manny. Robbie memegang tangan
kanan Michi, dan menggenggamkannya pada pisau potong daging itu, kemudian
menempelkan sisi tajam pisau itu pada sisi kiri leher Michi. Hachiman. Robbie
memotong nadi leher itu. Michi mengejang. Darah menyembur ke atas kimono
itu dan ke atas seprei putih tempat tidur. Robbie melepaskan tangan Michi.
Sidik jari jari Michi kini ada pada gagang pisau itu.
Yang selebih mudah sekali. Robbie menempelkan mata pisau itu pada sisi
kanan leher wanita itu, mengiris dalam. Michi mengerang, mencoba bangun.
Robbie meletakkan tinju bersarung di atas dada wanita itu, menahannya.
Selama kurang lebih semenit, Robbie menyaksikan darah itu mengalir keluar
dari kedua sisi, leher itu. Kemudian dijatuhkannya pisau itu di samping tempat
tidur itu dan ia mengganti kertas kertas tisyu yang ditempelkannya pada
mulutnya itu, sebelum berjalan ke lemari Michi. Robbie mengeluarkan ebuah
ikat pinggang, kembali ke tempat tidur itu dan mengikatkan ikat pinggang itu
pada kedua pergelangan kaki wanita itu.
Setelah merapihkan kimono, Robbie memandang pada wanita dalam sekarat
itu, ,merasa lega. Robbie keluar dari kamar tidur itu. Setelah mengintip keluar dan melihat
bahwa tidak ada orang di ruangan depan di luar pintu kamar itu, Robbie
melangkah keluar, menutup pintu. Robbie mendengar lift yang sedang naik. Bahaya. Robbie berlari ke pintu
darurat yang tadi itu, menyelinap ke dalam lorong keluar darurat itu. Robbie
tidak menutup rapat pintu itu. Ia mengintip, dan melihat
yah, dewa! Decker. Detektif itu lewat tepat di dekat pintu darurat itu, berhenti di depan pintu
kamar Michelle Asama dan mengetuk. Robbie tersenyum menyeringai.
Mulutnya terasa sakit,namun begitu Robbie tidak bisa menahan dirinya
menyeringai puas, sebab segala sesuatu telah berjalan dengan lancar, dan
kembali ia telah mengungguli Manfred Decker
Robbie berbalik dan sesaat kemudian menuruni tangga darurat hotel itu.
Kertas kertas tisyu itu masih ditekankannya pada mulutnya, tetapi perasaannya
riang dan puas. DI KENNEDY INTERNATIONAL AIRPORT, Ellen Spi-celand langsung menuju ke
tempat pemeriksaan bea cukai. Ellen Spiceland membenci lapangan lapangan
terbang. Satu satunya alasan ia berada di situ yalah untuk menyambut dan
memperingatkan Manny. Ya, pikir Ellen, betapa besar penderitaan Manny, ketika pacarnya mati
sepuluh hari yang lalu. Ellen dengan berjinjit jinjit mencari dan akhirnya melihat Manny Decker.
Ellen melambaikan tangan, tetapi Manny tidak melihatnya. Ellen memanggil
namanya, dan pada kali ketiga, barulah Manny menoleh dan melihatnya.
Melihat Manny, tangan Ellen melesat ke mulut, terkejut. Penampilan Manny
sungguh mengagetkan. Berat badan Manny jelas telah banyak turun, dan ada lingkaran lingkaran
hitam pada sekeliling matanya yang tampak merah.
Decker seperti di dalam keadaan terlengar. Ketika bagasinya selesai diperiksa
dan Decker menutup kopernya, Ellen menyerbu kepadanya. Decker melingkarkan lengannya pada bahu Ellen.
Ellen bersandar ke belakang, mengusap air mata. "Ya dewa, Manny!
Mengapa kau?" Ellen memeluknya lagi, dan dengan memegang lengan Manny, membawanya
keluar dari terminal itu. "Mereka di Jepang sana tidak memberimu
makan?" Decker mencoba tersenyum. "Oh, mereka memberi makan. Mereka merawat
diriku dengan sempurna."
"Kelihatannya sebaliknya."
Mereka naik ke dalam sebuah taxi, dan setelah kendaraan itu meluncur,
Ellen memijat tangan Decker. "Kau tidak usah berbicara kalau tidak ingin. Ada
datang menjemputmu karena ada yang harus kusampaikan padamu. Aku tidak
ingin kau menerimanya sebagai suatu tamparan di markas distrik."
Decker menatap pada Ellen. Menunggu. Ellen menindas airmata. "LeClair
melepaskan dirimu dari gugus tugas federal itu."
Decker mengeluh, tetapi tidak tampak heran.
Ellen berkata, "Keadaan semakin buruk. Informasi yang kita kumpulkan
mengenai kaishaku itu" LeClair memerintahkan kami menyerahkan semuanya
kepadanya. Daftar turnamen, tanggal tanggal pembunuhan, latar belakang
Robbie Ambrose. Semuanya sekarang di tangan LeClair."
Ellen menguatkan diri menanti reaksi Decker. Tidak ada.
"Aku sudah mendengarnya di Tokyo," Decker berkata. "Seorang bernama
Shigeji Shina memberitahukannya kepadaku. Ia dari intelijens militer Jepang."
"Temanmu?" Ellen terkesan sekali. "Teman Michi. Bersama ayah Michi dalam
perang dunia kedua. Di Tokyo, ia yang mengurus diriku. Aku tinggal di
tempatnya. Ia yang membawa diriku ke kelenteng shinto untuk upacara
penguburan, memperkenalkan diriku pada sejumlah orang. "Dan ia mengetahui
tentang LeClair, tentang yang dilakukan LeClair terhadap dirimu?"
Ada sesuatu yang aneh pada Manny. Di satu pihak tampak dalam goncangan
hebat. Di lain pihak tampak sepenuhnya menguasai diri.
Ellen berkata, "Kau semestinya berlibur. Beristirahat. Makan. Memulihkan
dirimu. Kau berhak berlibur."
"Bulan depan akan kuambil liburanku. Sejauh yang kudengar, kematian
Michi telah diberitakan hingga di sini."
"Ya. Pers menyebut namanya Michelle Asama." Ellen ragu sejenak. "Menurut
surat kabar mungkin ia telah membunuh diri karena bersedih atas Dorian
Raymond." Decker memandang keluar jendela taxi. "Tidak soal apa yang mereka
katakan. Barangkali ada baiknya juga. Yang tidak mereka ketahui tidak akan
menyakitinya. Telah kauselidiki Robbie Ambrose seperti yang kuminta padamu?"
"Lebih dari itu yang kulakukan. Tetapi sebelumnya, ada tindakan dari LeClair
itu. Decker menatap pada Ellen.
Ellen berkata,"LeClair mengumumkan bahwa kau dan aku dan siapa saja
dilarang menyentuh Robbie Ambrose. Mulai sekarang, tuan Ambrose adalah
kepunyaan tuan LeClair, untuk dimanfaatkan sesuka hatinya."
"Berarti bahwa LeClair sedang menggarapnya. LeClair akan memeras Robbie
dengan pembunuhan pembunuhan itu agar menjadi informan terhadap MSC dan
Dent dan mafia itu."
Keparat! Membiarkan orang yang telah membunuh tigapuluh orang wanita,
karena itu dapat membantu karirnya."
"Itu telah dilakukan sebelumnya. Kau juga tahu. Entah berapa kali aku telah
memalingkan muka ketika seorang jaksa atau penuntut federal berdamai
dengan pembunuh pembunuh untuk mendapatkan informasi."
Ellen menggelengkan kepala. "Biar begitu, Robbie Ambrose adalah seorang
yang ingin kulihat dalam kuburnya."
"Katamu kaukerjakan juga yang kuminta itu."
"Ya. Pertama tama kami mengecek pada Interpol dan Bea Cukai amerika.
Robbie Ambrose telah pergi ke Paris, minggu yang lalu. Sehari kemudian tuan
Ambrose kembali ke New York. Dan hari itu juga terbang ke New Orleans untuk
suatu pertandingn karate. Menang seperti biasa. Hingga sejauh ini belum ada
dilaporkan perkosaan dan pembunuhan seorang wanita di kota itu, tetapi kami
masih mengadakan penyelidikan."


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk pertama kali sejak meninggalkan lapangan terbang, Ellen melihat
getar emosi di atas wajah Decker. Dan ketika berbicara, suara Decker keras. "Ia
tidak perlu membunuh seorang di New Orleans. Sudah terpenuhi syarat itu
sebelum ia tiba di sana. Bagaimana, ada tanda tanda luka luka itu pada
wajannya?" Ellen tersenyum. "Itu bagianku sendiri., Ketika ia terbang kembali dari New
Orleans, aku menunggunya di Kennedy Airport. Kuawasi dari jauh, tentu saja.
Orang itu punya cidera cidera muka. Cakaran di atas pipi kiri dan ada sesuatu
yang telah terjadi dengan mulutnya, jahitan pada bibirnya. Jahitan itu mungkin
saja dari pertandingan itu, tetapi luka cakaran itu bukan. Mereka bertanding
dengan memakai sarung tangan."
"Jahitan jahitan itu juga bukan dari pertandingan itu," Decker berkata.
"Para patologis perancis menyatakan Michi telah melakukan bunuh diri. Ada
sedikit alkohol dalam peredaran darahnya. Bukti adanya sanggama menandakan
bahwa ia mungkin bunuh diri setelah bertengkar dengan kekasihnya. Para
patologis perancis itu tidak mempunyai keterangan atas jejas jejas dalam
tubuhnya." Ellen berkata, "Cuma itu saja" Mereka tidak memeriksa lebih jauh?"
Decker memasukkan kedua tangan dalam saku saku mantelnya, bersandar
pada sandaran tempat duduk. "Shigeji Shina yang kusebutkan tadi. Seorang
yang pandai. Ia mempunyai seorang teman, Ishino, namanya, yang adalah
seorang pedagang berlian di Amsterdam. Shina dan Ishino sama sama bersama
ayah Michi dalam perang dunia kedua itu."
"Kau selalu memanggilnya 'Michi*. Surat surat kabar menyebut namanya
Michelle Asama. Michi itu singkatan untuk Michelle?"
Decker mengangkat bahu. "Itu tidak penting. Nah, Ishino itu memiliki
sebuah pesawat terbang pribadi. Ia dan Shina berhasil membujuk pihak
perancis menyerahkan jenazah Michi dan kami menerbangkannya ke Tokyo
dengan pesawat Ishino itu. Di Tokyo, Shina mengerahkan akhli akhli patologinya
sendiri. Dan mereka berhasil mendapatkan informasi mengenai kematian Michi.
Pertama, luka luka dalam Michi bukan disebabkan karena ia terjatuh, tetapi
jejas jejas itu jejas jejas karate. Lain hal lagi, aku sendiri mengetahui bahwa
Michi tidak dalam suasana hati atau pikiran untuk bersanggama. Ia telah
diperkosa." Ellen berbisik. "Robbie Ambrose. Ya dewa Manny, sekarang kufahami
sikapmu." Decker berkata. "Siapa pun yang menendangnya di perutnya dan
iganya, telah sangat menyakitinya. Barangkali telah menyergapnya tanpa diduga duga oleh Michi. Keparat itu kuat, kuat sekali. Kukira Michi
membukakan pintu kamar hotelnya itu menyangka bahwa akulah yang kembali
padanya, dan jahanam itu menyerangnya. Dan masih ada bukti bukti lain,"
Decker melanjutkan dengan suara datar, "Akhli patologi Shina itu menemukan
potongan potongan kulit manusia pada gigi dan kuku kuku Michi. Juga
menemukan contoh darah di bawah kukunya yang bukan tipe darah Michi."
Decker memandang pada Ellen. "Michi telah melakukan perlawanan. Melawan
hingga mati." Ellen menyentuh paha Decker. "Manny, orang itu di tangan kita. Jika tipe
darah itu cocok, dan jika contoh kulit itu cocok, maka bedebah haram jadah itu
dapat kita bekuk." "LeClair akan melindunginya."
"Tidak." "Akan." Ellen menatap pada Decker. "Manny, kita ini berbicara tentang seekor
binatang, seseorang yang telah membunuh wanita wanita karena ia suka
melakukan itu." "Tetapi kita juga berbicara tentang dunia nyata, tentang penegakan hukum.
Orang tidak memperkarakan informan informan dan LeClair kini memusatkan
diri pada satu perkara, mempunyai satu sasaran, yaitu MSC dan Dent.
Menjebloskan Robbie ke dalam penjara tidak akan mendatangkan kejayaan
yang dikejar LeClair. Itulah sebabnya ia melepaskan diriku dari gugus
tugas itu. Itulah sebabnya ia tidak menghendaki aku mendekati Robbie. Robbie
tidak akan masuk penjara sebelum LeClair selesai dengannya. Dan itu pun kalau
Robbie diseret ke pengadilan."
"Tetapi, sebentar. Sebentar. Temanmu Shina itu. Kita bisa mendapatkan
laporan akhli patologi itu."
Decker menggelengkan kepala. "Tidak. Shina tidak akan mengumumkan itu."
"Mengapa?" "Tidak akan diumumkannya itu. Tidak seorang pun di negeri ini mengetahui
tentang itu, kecuali dirimu dan diriku. Dan aku tidak menghendaki kau
menyinggung nyinggung hal itu pada siapa pun."
"Tetapi ini mustahil! Kau mendapat kesempatan untuk menghentikan
Robbie Ambrose dan" "Kaupikir apakah yang akan dilakukan LeClair dengan laporan itu?"
Ellen diam. "Akan dilemari-eskannya itu. Ia akan mengatakan bahwa penyelidikannya
atas MSC dan Dent telah lebih dulu dalam acara."
Mata Ellen berkaca kaca. "Ini tidak benar. Ini tidak adil! Ya, aku tahu,
beginilah dunia yang nyata. Tetapi itu tetap tidaklah adil!"
Decker memegang tangan Ellen. "Aku ingin
kau melakukan beberapa hal untukku. Oke?" "Oke."
"Kita harus berhenti di sesuatu tempat sebelum ke tempatku. Berhenti di
kantor Kanai. Aku ada formulir untuk diserahkan kepadanya.Ia menantikannya.
Katakan padanya bahwa akan kukirim ceknya secepat mungkin."
"Formulir?" "Untuk mengikuti turnamen karate di Paris bulan depan."
Ellen bergeser menjauh. "Kau sudah sinting" Yang kauperlukan adalah
beristirahat. Memulihkan dirimu."
"Aku mengetahui yang kulakukan. Kau serahkan saja formulir ini kepada
Kanai. Shina mengatakan bahwa Kanai dapat memrosesnya segera, karena ia
salah seorang organisator turnamen itu. Ini sudah betul, Ellen, percayalah."
Beberapa saat kemudian Manny berpaling pada Ellen, matanya penuh
airmata. Dengan suara tercekik,
Manny bergulat mengucapkannya. "Kami telah bertengkar. Aku meninggalkannya. Sialan, Ellen, seandainya aku
ada disana, seandainya " Decker berhenti, menelan, bergulat menguasai diri. Kemudian, "Ia berkata,
seseorang haruslah setia pada sesuatu. Ia sendiri begitu. Kepada keluarganya
dan sejauh jauh yang mungkin baginya, ia setia padaku."
Decker mengusap airmata dari mukanya. "Sekarang sudah terlambat aku
menarik kata kata tak patut padanya itu. Yang telah kukatakan, yang telah
kulakukan. Dan aku kini menghendaki janjimu. Jangan sekata patah pun
mengenai laporan itu. Tolonglah, Ellen."
Ellen Spiceland mengangguk. Namun ia tetap tidak sepenuhnya mengerti.
Decker berkata. "Michi berkata, seseorang harus siap untuk mati, maka akan
bereslah segalanya. Kalau sudah begitu maka amanlah. Kini aku mengerti yang
dikatakannya itu. Yang dimaksudkannya.Seandainya aku berada di kamar itu
ketika jahanam itu datang
" Decker menghela nafas. "Kami berdua akan berada di Paris, bulan depan.
Kami berdua." "Siapa" Siapakah 'kami berdua' itu"
"Robbie Ambrose dan aku."
Decker merogo ke dalam sakunya, mengeluarkan sesuatu seperti sehelai
saputangan di mata Ellen. Decker menggelarnya di atas lutunya.
"Apakah itu?" Ellen bertanya.
"Hachimaki. Ikat kepala Jepang. Dulu kepunyaan
ayah Michi. Diwariskan kepada Michi. Shina memberikannya padaku. Ini dipakai pada peristiwa peristiwa penting saja.
"Peristiwa peristiwa penting apa?"
"Kalau mau berangkat perang."
Ellen menjauh ketakutan ketika Decker tersenyum dingin. Di dalam mata
Manny itu, Ellen Spiceland melihat maut.
Kepala Decker bersandar kembali pada punggung tempat duduk itu. "Orang
haruslah setia pada sesuatu di dalam dunia ini."
Beberapa detik kemudian, Manny Decker sudah tertidur.
LECLAIR memperhatikan Robbie menyentuh bekas luka luka segar pada sisi kiri
wajahnya, kemudian tangan Robbie itu bergerak ke luka pada bibir itu. Ketika
kedua pria itu bertemu pertama kalinya beberapa hari yang lalu, luka pada
bibir Robbie itu menunjukkan jahitan jahitan. Jahitan jahitan itu kini sudah
hilang. LeClair berkata,"Kurasa sebaiknya kita membicarakan masa depanmu. Kau
masih percaya bahwa tidak seorang pun di MSC mengetahui bahwa kau bekerja
sama dengan kami?" "Tidak ada, kecuali kalau kau memberitahu mereka.Kau menangkap diriku di
tengah malam buta di apartemenku, menyeret diriku kemari dan melemparkan
tuduhan tuduhan ngawur bahwa aku telah membunuh wanita wanita yang
mengenalnya saja aku tidak!"
"Tidak usah mengenal mereka untuk membunuh mereka."
"Lalu kau mengancam diriku dengan penjara atau rumah sakit gila kecuali
kalau aku mau bekerja sama denganmu."
"Dan kau memang bersedia bekerja sama, Robbie."
"Hanya sekedar untuk melemparkanmu dari punggungku. Itu tidak berarti
bahwa aku bersalah."
"Oke, oke, Robbie. Tidak ada problem." LeClair berkata. "Cuma ini saja yang
mau kuminta darimu, coba kaudengarkan rekaman ini." LeClair membuka
sebuah tas atase. Mengeluarkan sebuah alat perekam kecil. "Kau duduklah,
Robbie. Ini tidak akan lama. Salah satu info yang kauberikan pada kami adalah
lokasi tiga telefon umum yang biasa dipakai Sparrowhawk untuk menghubungi
orang orang Molise itu. Nah, ini salah satu hasil penyadapan yang kami
lakukan.." Robbie mengerutkan dahi. "Yeah, tetapi aku tidak mengatakan sesuatu apa
pun yang memburukkan mayor itu, dan aku juga tidak akan melakukannya."
dengan tersenyum, LeClair menekan beberapa tombol alat perekam itu,
menghidupkannya. Bunyi diputarnya sebuah nomor telefon. Tiga kali bunyi dering.
Gran Sasso berkata, "Yeah?"
"Sparrowhawk di sini. Telah kuterima pesanmu. Ada problem apa?"
"Kami telah berbicara. Alphonse dan aku. Dan kami sampai pada suatu
keputusan." "Yaitu?" "Telah kami periksa tuduhan tuduhan yang dilancarkan pada senator itu.
Dan kami sampai pada kesimpulan bahwa seseorang yang kita semua kenal
telah membuka tentang senator itu. Seseorang dalam organisasi maha hebat
yang semestinya kaujalankan untuk kami."
"Itu sama saja dengan menuduh diriku. Aku tidak menyukai itu."
"Sebabnya kita sekarang bicara secara tidak langsung ini adalah karena kami
khawatir seseorang dalam kantormu melaporkan setiap langkahmu kepada
pihak federal." "Sudikah kau menjelaskan tuduhanmu itu?" Sparrowhawk mulai jengkel.
"Aku mau menegaskan bahwa seseorang yang dekat sekali dengan dirimu
telah membongkar mengenai senator itu. Kaudengar ini?"
Suara Sparrowhawk menjadi melengking.
"Kau mau mengatakan bahwa sekretaresku
" "Kau, dungu!" Nada Gran Sasso itu mematikan. "Jangan kau coba coba
menghina aku. Sekali lagi kau bersikap seperti itu "
"Baiklah, aku mengerti.?"Nah, dengarkan! Aku berbicara tentang temanmu yang muda itu, Robbiemu
itu. Urusan urusan dengan senator yang justru dikerjakan olehnya, atas
perintahmu, itulah yang ternyata dibongkar pada pihak sana."
Sparrowhawk kini memohon. "Anak itu seperti anakku sendiri. Jangan kau
meminta aku mencelakakannya. Aku tidak dapat. Tidak dapat."
"Pokoknya, kita menghadapi suatu problem dan problem itu tidak akan lenyap
dengan sendirinya. Yang kami minta darimu adalah membantu kami
menyingkirkan problem itu."
"Bagaimana?" "Teman mudamu itu mempercayai dirimu. Kaulah jalannya untuk membantu
kami mendekatinya." Hening. Kemudian Sparrowhawk berbicara lagi. "Bukan mendekati. Membunuh. Kau
menghendaki aku membantu kalian membunuhnya."
"Kau mempunyai rumah bagus, pekerjaan bagus, keluarga baik baik. Kuberi
pilihan padamu. Kau boleh mempertahankan semua itu, atau kau tidak akan
mempunyai apa apa. Kau bantu kami membereskan urusan dengan temanmu
yang muda itu, atau kami akan menyuruh orang lain melakukan pekerjaan itu.
Dan kau tidak akan bisa bekerja lagi di amerika. Kau tidak akan bisa tinggal di
amerika. Kau datang ke negeri ini tanpa apa apa, kau pergi tanpa apa apa
pula." Suara Sparrowhawk patah. "Jangan kalian meminta aku melakukan itu.
Jangan. Aku memohon pada kalian."
"Kaulah yang membawanya pada kami. Itu menjadikan dirimu sebagian dari
problem itu. Hei, kaukira aku tidak mempunyai orang orangku dalam kantormu
mengawasi dirimu?" "Memata matai diriku" Kurang ajar!"
Aku mengetahui bahwa telah kaukirim teman mudamu itu ke Paris, dan
selagi ia di sana, seorang.wanita telah mati."
Sparrowehawk meludahkan kata itu, "Haram jadah! Telah kausadap
kantorku. Telah kausadap juga rumahku?"
Hening Bunyi pita yang berputar.
Kemudian Gran Sasso berkata, "Kalau sekali lagi kau berbicara seperti itu
padaku, maka sebelum matahari tenggelam kau sudah mati. Sebelum
matahari tenggelam."
Hening. Gran Sasso: "Barangkali semua ini ada hubungannya dengan Paulie.
Entahlah. Tetapi akan kami ketahui.Percayalah, akan kami ketahui. Urusan
Paulie adalah pekerjaan yang kuserahkan padamu untuk diselidiki hingga
tuntas, tetapi aku tidak pernah menerima jawaban darimu. Aku kini bertanya
tanya sendiri: mengapa" Telah kuminta kau membereskan urusan itu."
"Itu bukan pekerjaan sederhana," Kata Spoarrowhawk, kini merendah. "Kami
masih terus mengerjakan itu."
"Mengerjakan itu! Tetapi sekarang kau garaplah teman mudamu itu. Kau
mau membantu kami: ya atau tidak?"
ROBBIE AMBROSE melompat dari kursinya, menyambar alat rekaman itu,
melemparkannya ke dinding ruangan itu.
LeClair, masih duduk di kursinya, tidak mengangkat kepalanya. "Jawabannya
adalah 'ya"." Robbie mulai terisak isak.
LeClair kini berdiri, mendekat pada Robbie. Menepuk punggung Robbie.
"Jangan terlalu menyalahkannya. Sparrowhawk. Ia mempunyai keluarga, isteri
dan anak perempuanya. Ia telah mencoba melindungimu, bukan?"
Robbie menghela nafas. LeClair berkata lagi? "Seorang seperti dirimu semestinya bergerak bebas di
luar, berlatih. Tetapi untuk bisa begitu kau harus tetap hidup. Kurasa kau
haruslah ditarbh di bawah perlindungan."
"Tidak bisa. Aku mengetahui yang terjadi atas orang orang dalam program
saksi saksi federal. Mereka menjadi gila."


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

:Robbie, kau mendengar sendiri rekaman itu."
"Yeah, telah kudengar rekaman itu. Tetapi jangan taroh diriku di bawah
perlindungan, jangan pula penjara. Teristimewa, jangan penjara. Kaubunuh
saja aku, sekarang. Asal aku tidak dikurung. Aku harus bertanding. Harus ke
Paris bulan Januari untuk turnamen suibin itu."
"Robbie, mari kita bicarakan ini. Oke, bukan perlindungan, bukan penjara.
Bagaimana kalau kita sediakan dojo-mu sendiri, klub karatemu
sendiri di suatu kota lain. Nama lain, dan uang sebanyak yang kauperlukan. Tanpa
penjara. Bagaimana?"
"Aku mau bertanding di Paris. Kaubiarkan aku melakukan itu, dan aku akan
bekerja sama seperti yang kauinginkan. Aku mau memenangkan suibin itu, dan
membuktikan bahwa akulah yang terbaik di dunia."
LeClair menggigit bibir. Memberi dan menerima. "Kapankah pertandingn
itu?" "Mulai minggu kedua bulan Januari. Pertandingan penyisihan akan
berlangsung lima atau enam hari, kemudian babak babak berikutnya hingga ke
final. Dua orang. Tiada bandingannya. Pertandingan terbesar!"
LeClair membalikkan telapak tangan ke atas. "Oke. Pertandingan terakhir.
Kemudian kau dan aku akan membereskan urusan kita di sini."
Robbie tersenyum, walaupun dalam hati menderita. "Jangan khawatir, aku
akan memenuhi bagianku. Aku boleh pergi sekarang?"
"Asal kau berhati hati. Kau mendengar sendiri rekaman itu. Mereka sudah
mengetahui. Sparrowhawk kini ada di pihak mereka. Bukan di pihakmu."
"Aku akan berhati hati. Mereka akan menunggu Sparrowhawk sebelum bisa
bertindak terhadapku. Selama Sparrowhawk tidak mencoba sesuatu, aku
aman." Setelah Robbie pergi- dua orana FBT yang setengahnya hadir di situ untuk
mengawal dan melindungi LeClair, berkata, "Benar benar membiarkannya pergi
ke Paris?" "Terpaksa. Ia bukan tipe yang gampang ditakut takuti. Barangkali akan
kukirimkan beberapa orang mengawalnya. Sesudah Paris pastilah akan lebih
mudah meyakinkannya."
Dalam lift yang menuju ke lobby, LeClair sejenak berpikir tentang
kemungkinan Robbie membunuh seorang wanita lain menjelang turnamen itu.
Begitulah pola Robbie, menurut Decker. Jaksa itu melihat pada surat kabar
yang dibawanya, surat kabar yang menyiarkan berita ke dunia mengenai
Charles Fletcher Maceo LeClair yang telah menjatuhkan senator Terence J.
Dent. Sebelum lift itu tiba di lantai bawah dan lobby itu, LeClair sudah melupakan
kemungkinan Robbie Ambrose memperkosa dan membunuh wanita".
VALERIE SPARROWHAWK yang sedang cemas, berlutut di samping kursi ayahnya.
"Ayah, kurasa kau sudah cukup banyak minum. Dan ini sudah larut malam.
Mengapa kau tidak tidur saja?"
Sparrowhawk menuding pada anaknya, "Hei, nona muda, akulah yang orang
tua di sini." Sparrowhawk memandang ke langit langit. "Kuda pucat. Maut.
Dimulai dulu itu di Saigon keparat. Dorian, Robbie, Molise, diriku sendiri. Juga
Decker. Tuan Decker dan kekasihnya, kau mau lebih tepat."
"Decker itu adalah polisi yang katamu mengejar ayah dan perusahaan ayah."
"Ah, tetapi ia masih harus menangkap kami," Sparrowhawk tampak sedih.
"Seorang lain yang menangkap kami. Robbie, Robbie, Robbie. Ya dewa, apakah
yang harus kuperbuat denganmu" Ya, apaT Apa?"
Valerie memalingkan muka. "Robbie."
Sparrowhawk berpaling pada anaknya. "Kau tidak pernah mengatakan
padaku mengapa kau tidak menyukainya."
Valerie berdiri. Tidak menjawab ayahnya. Telefon berdering. "Ah> ibumu
yang akan menerima itu. Aku tidak bisa bergerak. Kau cemas mengenai ayahmu
yang tua ini, eh?" Valerie membungkuk, mencium rambut ayahnya yang putih perak. "Kau
adalah ayah terbaik yang dapat dipunyai seorang gadis."
Unity Sparrowhawk muncul di pintu. "Dari Washington. Tuan Ruttencutter."
"Katakan padanya aku akan segera datang."
"Baiklah sayang.'"
Tanpa kritik. Tanpa pertanyaan. Sparrowhawk meniupkan sebuah
ciuman ke arah isterinya.Valerie berkata,"Kita ketemu lagi pada waktu makan
malam. Jangan minum lagi, ya"'
Setelah Valerie pergi, Sparrowhawk berhasil turun dari sofa itu dan berdiri,
menyeberangi ruangan itu ke mejanya.
"Oke, manisku," Sparrowhawk berkata pada isterinya, "Sudah kuangkat."
Kemudian ke dalam corong telefon itu, "Hello, hello. Tuan Ruttencutter, eh?"
"Kedengarannya kau mabok. Aku menelefonmu tentang tiga orang mati itu.
Paul Molise, Dorian Raymond dan Michelle Asama."
"Jangan omong kosong. Namanya bukan Michelle Asama, dan kau
mengetahui betul hal itu."
"Aku menelefonmu karena aku telah bertanya tanya pada diri sendiri
mengenai peristiwa peristiwa pada akhir akhir ini."
"Ya dewa, mulai berbicara pada diri sendiri, eh" Sebentar lagi kau akan
mendengar suara suara kecil di telingamu."
"Hmmm. Dorian Raymond, Paul Molise, dan kini anak perempuan George
Chihara. Apakah maknanya itu?"
"Kalau yang kaumaksudkan adalah peristiwa peristiwa enam tahun yang lalu,
yang terjadi pada suatu malam lembab di negeri keparat itu, aku sudah melihat
hubungannya. Siapakah yang berbisik bisik di telingamu?"
"Perusahaan pengacaraku mewakili sejumlah perusahaan raksasa Jepang
yang berusaha di negeri ini. Aku mempunyai hubungan dengan Tokyo. Aku ingin
mengetahui hingga berapa jauh persoalan ini akan berlanjut."
Sparrowhawk tertawa gelak. "Kalau kau khawatir akan dirimu, maka lupakan
saja itu. Tidak akan berlanjut lagi. Anak perempuan Chihara itu yang terakhir
dan ia sudah mati. Agaknya ia satu satunya anggota dari keluarga itu yang
terlewatkan pada malam jahanam itu. Setelah ia tidak di antara orang hidup,
kukira kau boleh bernafas lega."
Ruttencutter memane/menarik nafas lega.
"Ya, sudah cukup membikin gila: melakukan bisnis dalam kota gila
kekuasaan ini tanpa merasa resah kalau kalau ada orang berkeliaran di
belakang dirimu." "Hmmm." Sparrowhawk kesal sekali dengan lawan bicaranya itu. "Kudengar isteriku
memanggilku untuk makan malam. Terima kasih atas perhatianmu."
"Hei, kau mempunyai nomor telefonku. Kalau kau mendengar sesuatu, kau
hubungi diriku, eh?"
"Tentu, tentu. Ciao." Sparrowhawk tersenyum. Dan mendengar gelas pecah
di dapur, kaca jendela; di luar ada anjing anjing jaganya menyalak, galak,
menandakan adanya orang yang masuk.
Sparrowhawk seketika bangkit berdiri, menyambar sebuah Magnum dari laci
mejanya. Tenang. Waspada.
"Daddy, apakah itu tadi?"
Sparrowhawk sudah berlari menuju ke dapur. "Entah. Di manakah kau?"
"Kamar makan, menata meja. Ibu?"
Sparrowhawk lebih dulu sampai di dapur. Dan ia melihat sesuatu yang
membuat dirinya roboh menubruk bingkai pintu, pistolnya terkulai tanpa guna
pada sisi badannya. "Ya dewa, tidak!"
Unity Sparrowhawk tergeletak berlumuran darah di atas lantai dapur itu,
matanya memandang buta ke langit langit. Sebuah panah, dengan hiasan bulu
biru dan putih, telah masuk dari sisi satu lehernya dan keluar pada sisi lainnya.
Valerie menyerbu masuk melewati ayahnya, memandang, dan kemudian
dengan terisak isak melemparkan dirinya ke atas lantai di samping ibunya. "Ibu"
Ibu" Oh, Tuhan, jawablah, ibu!" Valerie mengangkat kepala memandang
pada ayahnya. "Kita harus membawa ibu ke rumah sakit. Bantulah aku. Kita harus berbuat
sesuatu." Terlengar, Sparrowhawk menggelengkan kepala. "Sudah terlambat."
Pelan pelan ia menyeret anaknya berdiri. "Ibumu sudah tiada lagi. Ibumu
sudah tiada." Valerie yang nyaris dalam histeri, menjerit, "Ayah keliru. Kita harus
membawanya " Dan hanya sampai di situ, Valerie melemparkan dirinya ke dalam pelukan
ayahnya. Sparrowhawk menekankan kepala anaknya pada bahunya. Airmatanya
sendiri terasa panas di-atas wajahnya dan ia merasakan sesuatu yang dingin
penuh kekosongan menembus ke dalam hatinya. Ia mengetahui, tetapi tidak
dapat " tidak mau " percaya.
Sparrowhawk mengangkat kepala dan berteriak, "Unity!" dan bergayut erat
erat pada anaknya. Dengan suara yang hampir tidak terdengar oleh Valerie,
Sparrowhawk berbisik, "Mengapa, Robbie, mengapa?"
"AKU IKUT BERDUKA CITA MENDENGAR TENTANG IBU ANDA, NONA
SPARROWHAWK," Decker berkata.
"Valerie." Gadis itu berkata.
Saat itu menjelang natal, dan Decker sudah siap meninggalkan markas
distrik itu. Yaitu sebelum Valerie Sparrowhawk, yang dua kali telah berbicara
dengan Decker lewat telefon, menelefon kembali dan meminta bertemu. Ibu
Valerie terbunuh sepuluh hari berselang oleh sebatang panah berujung baja.
Pihak berwajib menduga seorang pemburu rusa telah melepaskan panah itu dan
panah itu telah melenceng. Hingga saat itu belum ada penangkapan, belum ada
orang yang dicurigai sebagai pelaku itu.
Valerie berkata, "Terima kasih atas kesediaan anda menemui diriku secara
mendadak begini." "Aku senang dapat melayani anda," Gadis itu cantik. Dan tampak jelas
berada dalam tekanan ketegangan.
"Ayahku tidak mau berbicara tentang itu,"Valerie berkata, "Ayahku
mencurigai Robbie Ambrose;telah menyebut nama orang itu segera setelah
ibuku meninggal. Kemudian tidak pernah lagi. Aku menyangka sekembali kami
dari penguburan ibu di inggris, ayah akan mengungkapkan lebih lanjut.
Tetapi " Valerie mengangkat
bahunya. "Soalnya, karena ini mengenai ibuku. Aku harus mengetahui mengapa
seorang pria tega melakukan itu pada ibuku.
Seseorang harus mengatakannya padaku. Aku menaroh harapan bahwa anda
" Decker berkata, "Maksudmu karena kami semua
berada di Saigon pada waktu bersamaan?" "Ayahku sekali atau dua menyebut namamu.
Katanya, kau sedang menyelidiki perusahaannya."
"Sedianya. Aku sekarang dilepas dari tugas itu. Mengenai Robbie, yang dapat
kukatakan mungkin sudah kau ketahui. Robbie tidak menyukai wanita."
"Itu sudah kuketahui sejak lama, sekalipun ia mencoba menyembunyikan hal
itu. Kalau Robbie yang membunuh ibuku, maka itu dilakukannya dengan
sengaja." Decker mengangguk. "Yeah. Itu cara Robbie membalas dendam pada
ayahmu. Kurasa ada hubungan dengan kenyataan bahwa Robbie telah menjadi
seorang informan federal.
Namun, ia kini dilindungi, dan tidak ada orang yang dapat menyentuhnya. Ia
akan muncul dalam suatu turnamen karate bulan depan di Paris, dan sesudah
itu " Valerie berkata, "Coba katakan, setelah Robbie menjadi informan federal,
itu berarti ia akan dibebaskan dari tanggung jawab atas
pembunuhan itu?" "Aku akan berterus terang padamu. Kalau pembesar pembesar federal
sangat memerlukannya, ia bisa dibebaskan dari apa pun."
"Dan itu tidak menggugah dirimu, adanya seorang seperti Robbie berkeliaran
bebas" Tidakkah kau semestinya mengurus orang orang seperti Robbie itu?"
"Ya. Dan percayalah, aku telah berusaha."
"Dan kau telah menyerah kalah. Oh, maafkan aku, tidak layak aku berkata
begitu." "Tidak apa apa, kau berhak sepenuhnya berkata begitu. Teristimewa
sekarang. Tetapi, aku belum menyerah kalah."
Valerie menghela nafas. "Pada saat itu aku tidak perduli siapa pun yang
mengurus hal ini, selama masih ada orang yang melakukannya. "
Decker berdiri dan mengambil jasnya dari kursi. "Apa pun dapat terjadi.
Hei, ini malam menjelang natal dan tidak ada orang menemani diriku
merayakannya. Bolehkah aku mengundang dirimu minum bersamaku?"
Valerie memandang pada Decker, melihat kesedihan di mata pria itu. "Ya,
bukan saat baik bagi seseorang untuk bersendirian, eh?" Valerie berdiri. "Oke,
segelas. Barangkali dua. Aku pun memerlukannya."
SUDAH PUKUL SETENGAH SEBELAS malam menjelang natal itu. Siapa lagi yang
datang berkunjung ke dojo itu"
Setelah menarik nafas dalam dalam Decker, dalam gi-nya, menyeberangi lantai itu dan berhenti di pintu. "Ya?" "LeClair."
LeClair sendirian. "Aku tidak akan lama. Ada sopir menungguku di bawah
dan ia juga ingin segera pulang.Bolehkah aku masuk" Belum pernah datang ke
sebuah dojo." LeClair melangkah masuk dan lewat bahu Decker melihat kedua orang
Jepang yang berdiri di tengah ruangan itu, tanpa senyum di wajah masing
masing. "Ah....Mereka kelihatan seperti berita buruk. Mereka hebat?"
Decker melihat ke arah dua orang Jepang itu. "Boleh dikatakan begitu."
Kedua orang jepang itu adalah orang orang Shina, khusus diterbangkan dari
jepang untuk melatih Decker dua kali dalam sehari, setiap hari selama tiga
minggu. Decker berkata, "Mereka tidak lama lagi harus kembali ke jepang. Masih
banyak tugas pekerjaannya."
"Oh, pekerjaan apa?"
"Melatih orang."
"Misalnya?" "Oh, orang orang seperti pengawal pengawal keluarga kaiser jepang,
pengawal pengawal pengusaha pengusaha top jepang. Mereka juga bekerja
dengan intelijens militer Jepang."
LeClair merogo ke dalam saku mantelnya, mengeluarkan seberkas kertas.
"Yah.... Robbie Ambrose akan ke Paris bulan depan, mengikuti turnamen suibin
itu. Peristiwa besar, eh" Namun, tentu saja kami harus mengambil langkah
langkah pengamanan. Dan. ya dewa, apakah yang kami dapatkan ketika memeriksa daftar peserta
turnamen itu" Nama seorang peserta: Manfred Decker." LeClair memasukkan
kembali berkas kertas itu ke dalam saku. "Kau sedang melakukan suatu
permainan terhadapku, tuan Manfred, dan aku ingin mengetahui apa
permainanmu itu. " Decker menggelengkan kepala. "Ya dan tidak."
"Maksudmu, kau dan kedua temanmu itu bermaksud menghantam orangku
itu?" "Itu suatu ide. Tetapi tidak, yang kumaksudkan adalah mulai satu Januari
aku bukan polisi lagi. Sudah kuajukan permintaan berhenti."
"Ah, jadi kau akan ikut dalam turnamen itu. Dan kedua orang itu
membantumu dalam latihan mempersiapkan dirimu."
Decker menggaruk kepala. "Yah, tanpa membanggakan diri, aku sudah
dalam kondisi bagus. Cuma memerlukan penggosokan saja,"
LeClair berdiri dari bangku. "Menjadi tua, tuan Manfred. Menjadi tua.


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana pun, tiga pukulan dan habislah 'kondisi'mu."
"Maksudmu, dua kali Robbie telah mengalahkan diriku dan kau pikir itu akan
dilakukannya lagi. Mengalahkan diriku."
"Ada sesuatu yang mengatakan bahwa kau mengira Robbie ada sangkut paut
dengan kematian pacarmu di Paris beberapa minggu yang lalu itu."
"Kau dan aku sama sama mengetahui bahwa memang demikianlah halnya."
LeClair berkata, "Semestinya kau mengetahui bagaimana segala sesuatu itu
berlangsung.Informan, menyiapkan perkara, dan keberengsekan lainnya. Kau
sendiri seorang yang mengetahui urusan dalam itu. Kau mestinya mengerti."
Decker berkata, "Kalau kau berjumpa dengan Robbie, tolong sampaikan
sebuah pesanku padanya. Katakan padanya sutemi. Cuma satu kata itu.
Sutemi." "Sutemi. Apakah artinya itu?"
Decker merentangkan diri. "Kalau kau berlama lama, sopirmu' akan habis
kesabarannya." LeClair berkata, "Telah kulihat Robbie berlatih. Dengan Seth Robinson, yang
pernah menangani tiga juara tinju kelas berat. Harus kukatakan padamu, tuan
Manfred. Kau tidak ada kemungkinan mengalahkan Ambrose."
"Kalau begitu, maka tidak ada yang perlu kaucemaskan, bukan" Informanmu
mengenai MSC dalam keadaan aman, eh" Nah, selamat natal."
"Aku cuma mau mengatakan bahwa aku memerlukannya."
"Kau menghendakinya. Ada bedanya. Tetapi, sudahlah. Sutemi. Ia akan
mengerti." SETELAH berada di dalam mobilnya, LeClair memakai telefon mobil
membangunkan Robbie, yang berada di sebuah rumah pengamanan di Village.
Robbie tertawa. "Woah, itukah yang ia katakan?" "Ya."
"Bukan main. Katakan padanya, itu hebat. Aku mengerti., Katakan padanya
bahwa aku benar benar berharap kami akan bertemu, final, penyisihan, apa
saja. Sutemi, huh?" Robbie tertawa lagi.
Sesudah natal, LeClair menyuruh seorang sekretaresnya mencari arti kata
itu. Sutemi berarti hingga mati.
Minggu Kedua bulan Januari
DI SEBUAH HOTEL di belakang katedral Notre Dame yang menghadap pada
sungai Seine, Decker sedang menjahit. Jas putih gi karate ada di pangkuan, jas
gi kedua digantung pada besi melintang ranjangnya. Decker mengulurkan
tangan mengambil sebuah envelop biru di atas ranjang itu, mengeluarkan
sejumlah butir beras dan sepotong kain abu abu berukuran dua inci persegi dari
envelop itu. Butir butir beras itu diletakkannya di sebelah dalam gi itu, di
dekat bagian jantung, kemudian ditutupi dengan kain abu abu' itu, dan
dijahitnya kain itu pada gi itu.
Kain abu abu itu dipotong dari kimono yang dipakai Michi pada malam ia
dibunuh. Beras itu adalah semmai, beras yang dicuci khusus untuk sajian pada
para dewa dalam upacara penguburan Shinto, ketika Decker bersumpah akan
membunuh Robbie Ambrose, bahkan kalau itu berarti ia sendiri mati da lam
usaha itu. Akil sudah mati, Michi telah berkata. Sejak kematian Michi,
kebenaran kata kata itu berlaku pula bagi Decker.
Decker berpikir tentang Robbie Ambrose. memerlukannya."
"Kau menghendakinya. Ada bedanya. Tetapi, sudahlah. Sutemi. Ia akan
mengerti." SETELAH berada di dalam mobilnya, LeClair memakai telefon mobil
membangunkan Robbie, yang berada di sebuah rumah pengamanan di Village.
Robbie tertawa. "Woah, itukah yang ia katakan?" "Ya."
"Bukan main. Katakan padanya, itu hebat. Aku mengerti., Katakan padanya
bahwa aku benar benar berharap kami akan bertemu, final, penyisihan, apa
saja. Sutemi, huh?" Robbie tertawa lagi.
Sesudah natal, LeClair menyuruh seorang sekretaresnya mencari arti kata
itu. Sutemi berarti hingga mati.
Minggu Kedua bulan Januari
DI SEBUAH HOTEL di belakang katedral Notre Dame yang menghadap pada
sungai Seine, Decker sedang menjahit. Jas putih gi karate ada di pangkuan, jas
gi kedua digantung pada besi melintang ranjangnya. Decker mengulurkan
tangan mengambil sebuah envelop biru di atas ranjang itu, mengeluarkan
sejumlah butir beras dan sepotong kain abu abu berukuran dua inci persegi dari
envelop itu. Butir butir beras itu diletakkannya di sebelah dalam gi itu, di
dekat bagian jantung, kemudian ditutupi dengan kain abu abu1 itu, dan
dijahitnya kain itu pada gi itu.
Kain abu abu itu dipotong dari kimono yang dipakai Michi pada malam ia
dibunuh. Beras itu adalah semmai, beras yang dicuci khusus untuk sajian pada
para dewa dalam upacara penguburan Shinto, ketika Decker bersumpah akan
membunuh Robbie Ambrose, bahkan kalau itu berarti ia sendiri mati da lam
usaha itu. Aku sudah mati, Michi telah berkata. Sejak kematian Michi,
kebenaran kata kata itu berlaku pula bagi Decker.
Decker berpikir tentang Robbie Ambrose.
Sejam yang lalu, mereka berdua telah berhadap hadapan muka. Hanya
sebentar. Decker berlari lari pagi, dan di dekat Place du Carrousel, Decker telah
membelok minggir, memberi jalan kepada tiga pelari pagi yang datang dari
arah berlawanan. Yang seorang berlari di depan, merapatkan jarak antara
dirinya dan Decker. Robbie Ambrose.
Pengawal keamanan Robbie Ambrose yang seorang membuat corong dengan
kedua tangan, dan berteriak, "Kudengar pesanmu." Robbie berlari terus. Decker
melambatkan ayunan kaki, berpaling dan melihat Robbie yang telah lewat itu.
Kedua agen gugus tugas yang dikenali oleh Decker itu juga melambatkan lari
mereka, memandang pada Decker. Tidak seorang pun berbicara. Dan
kemudian, kabut pagi yang tebal itu menelan Robbie yang terus berlari itu.
Sekembalinya di hotel, Decker melihat lihat foto foto yang telah diambil
dari dirinya bersama Michi. Bergandengan tangan di Brooklyn Gardens.
Pandangan Decker beralih pada sebuah boneka kecil sekali di atas meja di
samping ranjangnya. Boneka itu milik Shigeji Shina, orang kedua dalam
intelijens militer jepang. Boneka itu telah dijahitkan pada jubah pemakaman
yang akan dipakai oleh Shina pada penerbangan kamikaze.
Permintaan Decker akan hachimaki Michi telah meyakinkan Shina pada tekad
Decker untuk melakukan pembalasan dendam atas kematian Michi. Sepatah
kata pun tidak diucapkan mengenai niat Decker akan membunuh Robbie
Ambrose. Maka, Decker terbang kembali dari jepang ke amerika disertai dua
instructor seni bela diri yang paling top dari orang orang Shina.
Kedua instruktor itu tidak mengenal ampun dalam melatih dan
meningkatkan kemahiran kemahiran Decker.
Setelah latihan terakhir berakhir, kedua instruktor itu langsung berganti
pakaian di dojo itu dan bersiap berangkat ke lapangan terbang untuk pulang ke
jepang. Yang lebih tua, Daigo, menyerahkan boneka dari Shina itu kepada
Decker, dan untuk pertama kalinya, Daigo itu tersenyum. Dengan sangat
terharu, Decker telah membungkukkan badan, menjura. Ia telah menerima
pujian tertinggi yang dapat diberikan seorang samurai.
DI KAMAR HOTEL itu, Decker memungut boneka itu dan memeriksanya dengan
teliti, mengaguminya. Pikirannya haruslah dalam keadaan mushin, bebas,
jernih, siap bersambut pada setiap serangan tanpa secara sadar berpikir
tentang itu, tidak terikat pada sesuatu teknik apa pun. Shiki soku se ku, ku
soku ze shiki. Bentuk menjadi kekosongan, kekosongan menjadi bentuk.
Telefon berdering. Decker tidak menghiraukannya.
Ia meninggalkan kamarnya, pergi makan siang.
Setelah makan dan berjalan jalan sejenak, Decker kembali ke hotel,
mendatangi meja resepsi dan diberitahu bahwa yang telah menelefon dirinya
itu adalah Valerie Sparrowhawk, yang memujikan kemenangan bagi
dirinya dalam pertandingan
Ada pula sebuah telegram dari Ellen Spiceland, juga memujikan
kemenangan. Ellen sudah menduga duga yang direncanakan partnernya itu,
tetapi tidak berbicara mengenai itu dengan Decker. Ellen cuma
memeluknya dan menangis dan berkata, "Lakukanlah yang harus kaulakukan.
Hanya....hanya " Dan Ellen tidak berkata kata lagi.
AGEN LECLAIR yang ditugaskan mengawal Robbie itu berkata dengan nada
memprotes, "Kami cuma melakukan tugas. Kau telah lari meninggalkan kami
ketika kami berhenti mengawasi Decker, dan selama sejam kami tidak
melihatmu." "Aku telah pergi makan. Aku bermaksud menunggu, tetapi kalian tidak
muncul muncul. Padahal aku sudah lapar sekali. Ayo, kita sekarang turun
minum minum dulu, oke?"
Di dalam lift yang membawa mereka ke bawah, Robbie menyentuh pentol
emas pada daun telinga dan melayangkan pikiran pada wanita pelacur yang
beberapa saat yang lalu telah dibunuhnya. Berambut pirang, muda,
mengemudikan mobilnya sendiri. Mayat wanita itu masih berada di dalam
mobilnya itu, diparkir di Bois de Boulogne. Ya... wanita itu kini bukan milik
calonya lagi. Wanita itu kini milik Hachiman Dai-Bosatsu, Bodhisatva agung,
dewa peperangan. DI MALAM DINGIN ITU, Decker berdiri di seberang hotel Richelieu, dan selama
hampir sejam lamanya berdiri memandang ke arah hotel itu. Dalam pikiran
didengarnya bunyi lembut alat musik koto itu.
Tokyo. Tempat suci Yasukuni.
"Bahkan jika kita mati terpisah, kita akan bertemu lagi dan mekar di taman
ini, yang adalah suatu tempat berlindung bagi semua bunga ."
"Kita akan bertemu di sini sesudah mati, Michi. Aku berjanji."
Pada pukul tujuh, Decker kembali ke hotel. Ia berbaring di atas tempat
tidurnya. Dan menangis hingga tidur membawa kegelapan yang menyudahi rasa pedih itu
8:05 esok harinya Hari Pertama Turnamen Suibin
PENYISIHAN PENYISIHAN PENDAHULUAN akan dimulai tepat pukul 8:30 tepat.
Esok hari sekurang kurangnya separoh jumlah atlet sudah akan disisihkan. Semi
final dan final akan dilangsungkan pada hari jumaat, hari terakhir.
Suara seorang wanita terdengar lewat pengeras suara."Perhatian, perhatian.
Diharap memperhatikan panggilan nama anda. Nama nama berikut ini diharap
melapor ke lapangan satu. Lapangan Satu." Pengumuman ictJ diulangi dalam
jepang, perancis, Jerman, sepanyol. Decker memejamkan mata. Ini bagian
paling buruk. Menunggu. Pada pukul 8:45, ketika nama Decker dipanggil,
pertandingan pertandingan sudah dimulai di dua lapangan. Sejumlah orang
dirawat oleh dokter dokter. Tiga orang telah i digotong keluar lapangan.
Decker ditunjuk ke lapangan tiga.
Decker menarik nafas dalam dalam. Ketika mendengar namanya dipanggil,
dikenakannya hachimaki Michi pada kepalanya, dan dengan alat penguat dan
balut balut lutut di ta ngannya, ia menuruni tangga ke lantai pertandingan yang
dari kayu itu. Lewat pengeras suara terdengar suara seorang pria mengumumkan, "Dan
nama nama yang akan kami sebutkan ini dipersilahkan menuju ke lapangan
empat. Ambrose. Robbie Ambrose."
Decker berjalan terus, tanpa berhenti.
Januari, Jumaat Kedua Turnamen Suibin, Hari Terakhir
SPARROWHAWK dalam keadaan mabok.
Bersama Valerie di sampingnya, Sparrowhawk duduk di barisan paling atas
dari bangku bangku Arene des Sports yang penuh sesak itu.
Robbie, anakku. Pembunuh isteriku. Kawan seperjuangan yang
menyelamatkan jiwaku di Vietnam; yang berubah menjadi informan polisi,
untuk menghindari penjara karena telah membunuh entah berapa banyak
wanita; yang kupercayai dengan jiwaku; yang hampir kukhianati; dan yang
mengetahui tentang ancaman pengkhianatan itu dan membalas dendam dirinya
dengan membunuh bagian terpenting diriku.
Ketika menjadi jelas, bahwa Robbie dan Decker akan mencapai hari final,
Sparrowhawk menelefon orangnya di perancis agar disediakan tiket.
"Dua lembar tiket," Valerie berkata. "Ia adalah ibuku."
"Apakah maksudmu dengan berkata begitu?"
"Partner Manny, Ellen Spiceland, mengatakan bahwa Manny mempunyai
alasan alasannya untuk berhadapan dengan Robbie dalam turnamen itu.
Kurasa kau mengetahui apakah alasan alasannya itu. Aku minta ayah
mengatakannya padaku."
Dalam penerbangan dari New York ke Paris, Sparrowhawk menjelaskan
semuanya, dengan menutup keterlibatannya sendiri dalam pembunuhan Michi.
Valerie berkata, "Dan kepala gugus tugas itu mengetahui hal hal itu?"
"Ya. Tetapi Robbie tidak akan diseret ke penqadilan atas pembunuhan
pembunuhan itu. Robbie terlalu berharga . LeClair memerlukan Robbie untuk
menjatuhkan MSC dan senator Terry Dent. Dan diriku, tentu saja."
Hampir saja Spoarrowhawk mengatakan yang sebenarnya kepada anaknya.
Melihat airmuka anaknya itu. Tetapi ia diam ketika Valerie berkata, "Satu
satunya orang yang dapat membereskan Robbie, benar benar membereskannya,
adalah Manny Decker. Kalau tidak, maka kematian ibu
" Valerie memalingkan muka, tangan yang dikepalkan pada bibirnya.
DI ARENE DES SPORTS penonton bersorak sorak. Valerie menunjuk ke arah kiri.
Sparrowhawk mengangguk. Dari kamar ganti pakaian, tampak empat orang
karateka keluar dan menuju ke pentas di tengah arena itu.
Decker dan Robbie adalah dua dari para semi finalis. Decker berhadapan
dengan seorang karateka Jerman, sedangkan Robbie berhadapan dengan
seorang yang dipandang favorit juara dalam turnamen ,
seorang karateka jepang dengan kecepatan luar biasa.
Valerie menyelipkan tangannya ke dalam genggaman tangan ayahnya.
Sparrowhawk cuma melihat Unity. Dan bertanya di dalam hati, apakah orang
yang benar yang akan menang.
LECLAIR bersama tiga anggota gugus tugas itu, duduk di atas lantai arena. Ia
memperhatikan karateka Jerman yang jangkung itu mengendapi Decker.
Pertandingan empat menit, tiga point. Keadaan dua-dua. Karateka Jerman itu
hebat. Namun Decker lebih menimbulkan kekaguman LeClair. Decker tampak
jelas sudah cidera. Pincang. Pergelangan kaki kanan dalam balutan, demikian
pula kedua pergelangan tangannya. Tampak ada darah di atas gi Decker, dan
LeClair mengetahui tentang lutut Decker yang cacat itu. Namun begitu, Decker
berkelahi dengan tenang dan pandai. Senjata senjata utama Decker adalah
sapuan kaki dan kecepatan kedua tangannya. Tuan Manfred memang hebat,
tidak dapat disangsikan lagi. Bahkan, mungkin terlalu hebat.
Ide, bahwa Decker akan mencapai final dan akan menciderai Robbie
lebih dari sekedar mencemaskan LeClair. Dan lebih mencemaskan lagi adalah
pengetahuan bahwa Decker bermaksud membunuh Robbie. Sutemi. Bagi LeClair
itu tidak boleh terjadi, selagi ia sudah begitu dekat dengan tujuannya:
menggulung MSC. LeClair telah berniat berbicara dengan tuan Manfred, bahkan.... kalau perlu
menahan Decker hingga berakhirnya turnamen itu.
Tetapi tuan Manfred telah menghilang dari hotelnya. Agaknya, Decker sudah
menduga akan adanya suatu tindakan atau usaha LeClair. Kini sudah terlambat
untuk mencegah terjadinya malapetaka.
LeClair menoleh. Ah.... partner Decker, Ellen Spiceland, bersama suaminya,
juga berada di situ. Sorak sorai membuat LeClair mengarahkan perhatian pada arena
pertandingan. Sialan, ia tidak melihat terjadinya itu. Karateka jerman itu
sudah tergeletak di atas lantai, dengan tinju Decker cuma seinci dari
keningnya. Ippon. Point ketiga. Decker pemenangnya.
Sialan! LeClair menggelengkan kepala. Ia melihat Decker dengan terpincang
pincang meninggalkan tengah arena itu, mengusap darah dari mulut dengan
tangannya. Sekarang tergantung padamu sendiri, Robbie. Sutemi. Kalau
memang itu yang harus terjadi, maka terjadilah. Asal kau pastikan bahwa orang
yang tepat yang berakhir dengan label diikatkan pada jari kakinya.
BERAPA KALI IA TELAH BERTANDING" Decker sudah tidak ingat lagi dengan
presis. Sepuluh, barangkali selosin. Ia cuma mengetahui bahwa setiap
pertandingan telah menjadi semakin berat, penuh tantangan. Namun, ia
mempunyai sebuah rahasia. Ia sudah mati. Ia telah menerima jalan samurai dan
siap mati di dalam arena pertandingan itu. Telah diserahkannya tubuh, pikiran;
yang dapat dilakukannya dengan jiwanya hanyalah mendatangkan keadilan bagi
roh Michi. Ketenangan pada roh Michi.
Dalam keadaan itu, dengan pikiran dibersihkan dari segala ketakutan, ia


Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperhatikan perkelahian Robbie melawan karateka Jepang itu. Kau harus
menang, Robbie. Harus. Pertandingan empat menit. Tiga point.
"Reil" Saling memberi hormat.
"Hajime!" Mulai.
Dalam waktu kurang dari satu menit, karateka Jepang yang gerakan
gerakannya secepat kilat itu telah memperoleh dua angka. Penonton bersorak
sorak. Decker tidak. "Ayo, ayo!" gumamnya. "Ayo, menangkan pertandingan itu,
haram jadah!" Decker mengerahkan seluruh kehendaknya agar Robbie
mendengarnya, bereaksi, berkelahi.
"Ayo, berlawan dan seranglah!" Decker berbisik. "Ayo, balas!"
Dan kemudian, hampir hampir bagaikan suatu mujijat, Robbie bereaksi.
Senjata Robbie yang paling hebat adalah tendangan balik sambil berputar, dan
itu dipergunakannya dengan tepat. Robbie meraih satu angka penuh, dan
dengan cuma beberapa detik sisa waktu ia mengenai karateka Jepang yang
sedang menyerang itu dengan suatu pukulan di wajahnya, yang membuat
karateka jepang itu terhuyung huyung. Tetapi pukulan itu dihitung kebetulan.
Ketika ronde itu berakhir, keadaan adalah dua-dua.
Perpanjangan dua menit diumumkan. Pihak yang lebih dulu memperoleh
angka yang dinyatakan sebagai pemenang. Decker menahan nafas.
Dan seakan akan Robbie telah membaca pikiran karateka Jepang itu.
Sedetik setelah saling memberi hormat, orang Jepang yang selalu agresif itu
melompat ke arah Robbie, yang melancarkan tendangan" baliknya dengan tepat
sekali pada waktunya, mengenai orang jepang itu tepat di perutnya,
menghentikannya setengah di udara. Empat bendera merah diangkat serentak.
Decker, dengan semangat meledak dan merasa lega, seakan akan memimpin
sorak sorai pada si pemenang.
Dari meja para ofisial di depan platform pertandingan, suatu
suara berlogat perancis berkata dalam inggris, "Tuan tuan dan nyonya nyonya,
jangan meninggalkan tempat duduk. Sesudah acara demonstrasi, serentetan
kata dengan senjata oleh sebuah team dari Hongkong, kita akan melanjutkan
pertandingan final memperebutkan kejuaraan dalam turnamen suibin ini.
Pertandingan final itu merupakan pertandingan empat point, enam menit,
antara tuan Manfred Decker dari amerika serikat dan tuan Robbie Ambrose,
juga dari amerika serikat. Pemenang akan menerima trophy suibin."
Penonton bersorak sorak dan bertepuk tangan.
Kedua karateka yang telah kalah, yang jerman dan yang jepang,
mendatangi dan mengucapkan selamat kepada Decker dan Robbie sebelum
meninggalkan gelanggang. Kedua finalis itu meninggalkan platform tetapi tetap di tempat masing
masing. Decker merenung tentang Michi, tentang maut, tentang cinta dan tentang
kewajiban. Decker dan Robbie naik ke atas platform.
Decker melonggarkan alat penguat lutut, menggerak gerakkan lututnya. Ia
duduk dan melepas balut pada pergelangan kaki, mengencangkannya
kembali.Juga balut balut pada kedua pergelangan tangannya, dan ketika ia
memandang ke seberang platform itu, dilihatnya Robbie menatap pada dirinya.
Sutemi. Tiada kata itu diucapkan, namun tergantung di udara di antara mereka
berdua. Suatu peringatan bahwa seorang di antara mereka cuma akan hidup
beberapa menit lagi. Wasit naik ke atas platform. Di keempat sudut, para juri berunding dan
mengambil tempat masing masing. Di sebelah kanan, para dokter dan juru
rawat mendekatkan kursi kursi ke arah platform itu. Juru foto dan juru kamera
sibuk pula mengabadikan saat saat sebelum pertandingan besar dimulai,
Mengabadikan kedua calon juara
Decker menyentuh hidung dan telinga. Tidak ada darah. Ada rasa nyeri
tajam pada iganya, cidera yang sudah dilupakannya. Disingkirkannya itu dari
pikiran. Wasit memberi isyarat, dan kedua karateka berdiri berhadap hadapan,
dalam jarak empat kaki satu sama lain. Mereka saling pandang. Decker melihat
Michi, mendengar suaranya, mendengar Michi memanggil namanya.
Rei!" Mereka saling membungkuk memberi hormat. Kata tetap beradu.
Decker menyentuh hachimaki. Aku sudah mati.
Decker menggigit pelindung mulut. Robbie berbuat sama. Sutemi. "Hajime!"
Robbie menyerang lebih dulu. Bergeser maju, tiba tiba digerakkannya
tangan dalam sebuah jab kiri, disusul pukulan silang kanan. Kedua duanya tidak
mengenai. Memang itu maksudnya. Tendangan balik sambil berputar itulah
senjata Robbie. Keras dan cepat. Mengenai iga iga Decker yang sudah terasa
sakit. "Ippon!" Satu point. Robbie.
Dengan sekuat tenaga Decker menahan diri tidak menyentuh tempat yang
terkena itu. Ia tidak boleh memperlihatkan kepada Robbie bahwa ia terluka.
Wasit menunjuk ke pada titik tempat masing masing. "Rei!" "Hajime!"
Decker menyerang rendah, menggunakan kaki kiri dalam gerak sapuan,
kemudian berputar dan mengarahkan pukulan tinju balik ke kepala Robbie.
Robbie melangkah mundur, merunduk dan membalas dengan tinju kanan ke
arah hati Decker. Decker berkelit, kemudian melancarkan tendangan samping
ke perut Robbie.Robbie bergerak menghindar. Namun, sebelum Decker dapat
melanjutkan tendangan itu, Robbie mengganjal pergelangan kaki Decker yang
cidera itu. Dengan terpincang pincang Decker bergerak mundur dan Robbie
memutarinya, berhenti, berganti haluan, berhenti lagi. Menunggu. Tiba tiba
Robbie melompat ke arah Decker dan melancarkan tendang menyamping, -ke
arah iga cidera itu. Rasa nyeri dirasakan Decker seperti membelah tubuhnya.
"Ippon!" Point kedua. Robbie.
Dan pada saat itulah Decker melihat yang dilakukan Robbie. Dalam suatu
pertandingan empat point, Robbie lebih dulu harus menunjukkan keunggulan.
Akan direbutnya tiga Point. Point keempat adalah kematian Decker.
Aku sudah mati. Tanpa akan kehilangan apa apa, Decker berjudi. Tangan kanan menyerang
muka Robbie sebagai pengalih perhatian, menyapukan kaki kanan ke arah
pergelangan kaki kiri. Secepat kilat, Robbie mengangkat tinggi tinggi kaki
kirinya. Tetapi ia bukannya mundur, diturunkannya kaki kiri itu dan dengan
kaki kanan menendang dua kali ke arah sisi tubuh Decker, landasan kaki kanan
itu menghantam lengan bawah Decker yang sebelah kiri. Tendangan tendangan
itu melemparkan Decker ke atas lantai.
Penonton bersorak sorai dan berdiri dari tempat duduk.
Lengan kiri Decker seperti terbakar. Ia menyadari bahwa lengan kirinya itu
sudah tidak bisa digunakannya lagi. Dengan menggendong lengan kiri itu
dengan tangan kanan, ia mencoba berdiri, tetapi roboh kembali.
"Tidak ada Point!" Wasit berseru dan mengisyaratkan habis waktu.
Dengan tenang, Robbie berjalan kembali ke tempatnya, sikapnya seperti
orang yang merasa jemu. Ia sudah mengetahui bagaimana
pertandingan itu akan berakhir. Akan berakhir seperti yang di masa lalu.
Dengan satu perbedaan. Decker tidak hanya akan dikalahkannya. Decker akan
mampus. Kepala pusing karena kesakitan, Decker memerlukan bantuan wasit untuk
berdiri dan pergi ke tempatnya.
Disaksikan oleh ribuan pasang mata, seorang dokter perancis memeriksa
lengan kiri Decker, kemudian dokter itu berkata, "Lengan anda patah,
monsieur. Kurasa anda tidak dapat melanjutkan pertandingan ini."
Decker menggelengkan kepala.
Selagi dokter dan kedua jururawat berunding dalam bahasa perancis, wasit
dan beberapa ofisial jepang mendatangi Decker. Decker bangkit berdiri.
Lututnya semakin buruk. "Ikatkan lenganku pada perutku," Decker berkata.
"Aku tidak bisa memperkenankan itu," kata dokter itu. "Ini bukan suatu
pertandingan lagi, monsieur. Dengan hanya lengan sebelah, anda pasti akan
celaka, bahkan mungkin luka fatal, mati. Tidak, aku tidak bisa
memperkenankan anda bertanding terus."
Ushiro Kanai melangkah maju dari rombongan ofisial itu. Decker dan Kanai
saling pandang, kemudian Kanai berkata, "Bagaimana pun ini adalah suatu
pertandingan kejuaraan. Tujuannya adalah mengingatkan dunia
pada semangat samurai. Semangat samurai tidak menerima kekalahan. Jika tuan
Decker merasa ia dapat melanjutkan pertandingan, kami harus menghormati
keinginannya." Giri. Kanai melunasi kewajibannya pada Decker.
"Fou," dokter itu berkata. iSinting.
Lengan yang patah itu dimasukkan ke bawah gi Decker dan diikatkan pada
perutnya, di pergelangan tangan dan lengan bawahnya. Decker menolak
pengobatan. Obat obat hanya akan meredupkan reaksi reaksinya.
Ketika Decker naik kembali ke atas platform, pincang dan berlengan satu
dalam gi yang kepercikan darah, seluruh ruangan arena itu bangkit berdiri dan
bertepuk tangan. Sparrowhawk berdiri. LeClair yang khidmat, berdiri.
Wasit mendekati Robbie, memperingatkan terhadap permainan kasar.
Robbie membungkukkan badan. Kemudian berjalan mendekati Decker,
mengulurkan tangannya. Decker menerima uluran tangan itu tanpa berbicara.
Seluruh penonton bersorak sorak.
"Tuan tuan dan nyonya nyonya, silahkan duduk kembali. Perkenankan kami
melanjutkan pertandingan ini. Hanya tinggal satu menit. Hanya enampuluh
detik. Tuan Ambrose memimpin dengan tiga angka lawan nol."
Satu menit. Enam puluh detik untuk membunuh Robbie. Atau akan
kehilangan untuk selama lamanya peluang itu. Decker berseru pada kami-nya,
pada Michi. Bantulah aku.
Bantulah aku "Rei!" "Hajime!" Robbie menyerang, kemudian berhenti. Sesuatu di wajah Decker itu
mengganggunya. Dan pada saat itulah Hachiman berkata pada Robbie.Kau tidak
bisa membunuh seseorang yang sudah mati. Tidak ada apa pun yang dapat
menghancurkan seseorang yang sudah menerima cara samurai. Ia juga
dilindungi oleh dewa yang paling perkasa, dewa yang lebih kuat dari aku, dewa
yang dulu adalah Michi, wanita itu. Dewa cinta, dewa yang bahkan peperangan
dan kematian tidak dapat menundukkannya, mengalahkannya.
Robbie merasa takut. Hachiman selamanya menjadi dewa terkuat. Tidak
mengenal kekalahan. Tidak ada dewa lain kecuali Hachiman. Namun, selagi
kata kata itu terkilas dalam pikiran Robbie, ia merasa dewa perang itu
menjauhi dirinya. Menjauhi dirinya.
Cepat cepat membunuh Decker. Ya, itulah yang harus dilakukannya. Bunuh
Decker sebelum Hachiman menghilang. Bunuhlah yang terakhir dari hantu
hantu Saigon itu, dan menjadilah bushi segala zaman.
Dengan menggunakan kaki kanan, Robbie melakukan suatu tendangan keras
lurus ke depan, kemudian menarik kaki itu dan dengan seluruh kekuatan yang
ada pada dirinya mengayunkan pukulan silang kanan pada kepala Decker, dan
berteriak, "Hachimannnnnnn!"
Bagi Decker, semua rasa takut telah lenyap. Ia akan bertemu lagi dengan
Michi, bertemu dengan Michi di Yasakuni, di tempat suci di Tokyo itu. Hai, akan
indah sekali untuk mati. Bilamana dua ekor harimau berkelahi, seekor luka, seekor mati.
Decker menyerang. Dan tidak pernah menv a dari bahwa dirinya menyerang.
Ia tidak mem hendakkan aksi itu, tidak mengambil sesuatu keputusan apa pun.
Decker merunduk di bawah pukulan kanan menyilang itu, bercondong
mendekat dan dalam suatu serangan balasan, melancarkan suatu uppercut
kanan ke dalam leher Robbie. Pukulan itu meremukkan lekum, meremukkan
semua tulang tulang rawan. Seketika itu juga, Decker membuka tinjunya,
membalikkan tangan dengan telapak ke atas dan memukul lagi, menyerang
tenggorokan itu sekali lagi, dan kali itu dengan sisi ibujari telapak tangan itu.
Robbie, dengan mata melotot dan kedua tangan pada lehernya, terhuyung
huyung ke belakang. Kiai yang keluar dari mulut Decker itu mendirikan bulu
kuduk, dan keluar dari lubuk dirinya dan melengarkan penonton sehingga sunyi
senyap seluruh ruangan raksasa itu.
Dan sambil berteriak itu, Decker menyapu pada kedua kaki Robbie. Selama sedetik, Robbie, dengan wajah yang
sudah sepenuhnya berubah warna, seperti tergantung di udara, tenggelam
tercekik dalam darahnya sendiri, dan kemudian jatuh ke atas lantai dengan
suara yang membangkitkan mual orang.
Empat bendera putih diangkat tinggi tinggi dan penonton yang bersorak
sorak melompat berdiri. Seruan seruan berirama itu mulai. "Decker. Decker." Tepuk tangan dan
sorak sorai itu tidak mau berhenti.
Hanya para ofisial yang naik ke atae platform, bersama dengan dokter
perancis itu, yang mungkin menduga bahwa Robbif Ambrose sudah mati.
EPILOG Maret DECKER masuk ke dalam kamar mandi, membuka keranjang pakaian dan
meletakkan kai-ken Michi di dasar keranjang itu.
Kai-ken itu telah dibungkusnya dalam senfelai handuk.
Decker sudah mau sikat gigi dan ke tempat tidur ketika telefon
berdering. Ia berlari ke kamar duduk. "Ya?"
"Bagaimana perjalananmu?"
"Memberiku kesempatan untuk
beristirahat. Valerie yang melakukan semua pakerjaan. Ia harus melakukan
riset di Smithsonian, Folger Shakespeare Library dan Library of Congress.
Artinya, aku dibiarkan sfendiri, tetapi aku tidak mengeluh. Kami m lewatkan
sepuluh hari yang menyenangkan bc5rsama."
"Aku senang mendengar itu," Raphael
erkata. "Kau memang memerlukan istirahat
etelah yang telah kaulalui itu. Nah, apakah
au sudah mengambil suatu keputusan"."
"Kuterima pekerjaan itu."
"Bagus. Bagus! Hei, aku sungguh sungguh perasa senang. Orang nomor dua di
MSC. Wah, menggemparkan!"
Decker memandang ke arah kamar tidur. "Sparrowhawk tidak akan menyukai
itu, tetapi kukira itu tidak bisa lain."
"Bukan Sparrowhawk yang memimpin gugus tugas itu," Raphael berkata.
"Aku yang memimpin. Dan, o ya, LeClair tidak mempuriyai pekerjaan lagi.
Perusahaan pengacara itu melepaskannya. LeClair belum mengetahuinya,
tetapi ia akan mendengarnya minggu ini."
"Mengapa?" Decker tidak perduli, tetapi ia ingin tahu.
"Robbie Ambrose, apa lagi kalau bukan itu. Isteri isteri dari dua klien
penting menolak menerima LeClair ke dalam rumph mereka karena caranya
LeClair menangantai urusan Ambrose itu."
"Permainannya itu, maksudmu."
"Dan berbicara mengenai menghancurkan diri sendiri, keadaan Sparrowhawk
kinli semakin buruk. Tidak berhenti hentinya minulii dan yang kuasa tidak
menyukai itu." "Itulah sebabnya mereka menawarkan kedudukan Nomor-Dua itu."
"Ada lagi satu hal yang tidak akan menyenangkan Sparrowhawk. Hari ini
kamj mendapatkan berita itu. Temannya, Ruttencutter.":
Decker duduk dan melilit lilitkan tali telefon pada pergelangan tangannya
yang masih terasa nyeri. "Mengapa dengari Ruttencutter itu?"
"Mayatnya diketemukan pagi ini. Ia sudah dinyatakan hilang selama beberapa
hari. Ternyata ia ke villanya di Maryland, dia kukira ia mempersiapkan tempat
itu untuk musim semi. tidak jauh dari Washington Tetapi, yah, mereka
telah menemukannya dengan lehernya digorok.
Sepertinya perampokan, tetapi tidak ada barangnya yang hilang. Tidak ada petunjuk apa
pum Sparrowhawk dan Ruttencutter

Giri Karya Marc Olden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di Saigon pada waktu
bersamaan di waktu lalu."
Decker berkata, "Aku tahu."
Raphael berkata, "Kau mengenal Lorjigffltn dan Davison, dua agen yang
kami kn Lili mengawal Robbie itu, mereka hingga kini masih tidak habis
membicarakan pertanclinqiin itu. Longman kini mengikuti latihan karut n. Kata
mereka, pertandingan antara knliun berdua itu pertandingan terbaik yang
pernah mereka saksikan, termasuk pertandingan tinju selama sepuluh tahun
terakhir." "Aku terkena diskualifikasi," Decker berkata. "Hampir berakibat diriku
manuk penjara. Syukur ada orang orang jepang LtU yang berhasil
membicarakan peristiwa LtU dengan pihak perancis."
Raphael ragu sejenak. Kemudian, "Nuh, tidak akan kita bicarakan hal itu.
Beqim, aku harus berterus terang padamu. Kuini senang mempunyai orang
dalam di dalam MSC, tetapi nyawamu dalam bahaya. Kau harun menyadari hal
itu. Kalau Gran Sasso sampai mengetahui bahwa kau masih bekerja untuk gugus
tugas itu, maka kau akan dibakarnya hidup hidup." "Aku tahu."
"Terus terang saja, aku tidak mengerti mengapa kau masih mau kembali
dalam pekerjaan keparat ini. Kau sudah bebas dari itu. Setiap perusahaan
keamanan akan bersedia membayar tinggi untuk mendapatkan seorang seperti
dirimu. Mengapa kau mau kembali juga?"
Decker berpikir tentang Michi. Dan tentang Sparrowhawk.
"Giri," Decker berkata. "Dan jangan kau menelefon lewat nomor ini lagi.
Gran Sasso pastilah memata matai diriku dengan ketat. Mulai sekarang, akulah
yang akan menelefon padamu dan padamu saja. Jangan ada orang yang
menelefon diriku, termasuk dirimu. Kalau aku ada sesuatu, akulah yang
bertindak dulu. Cuma itu syaratku."
"Oke. 0, ya..... apakah urusan giri itu?"
Decker menghela nafas. "Kami telah melakukan perjalanan panjang dari
Washington hari ini. Aku sudah lelah sekali. Dan agaknya aku kena selesma.
Bulan Maret tidak pernah menjadi bulan kesayanganku. Akan kuhubungi
dirimu." Decker memutus hubungan itu.
Decker kembali ke kamar mandi, menyikat gigi, kemudian berjalan ke kamar
tidurnya. Setelah melepaskan semua pakaian, ia me nyelipkan tubuhnya ke
bawah selimut di samping Valerie Sparrowhawk.
Hai. Akan diterimanya pekerjaan itu. Dan Valerie akan dapat dimanfaatkan
melawan ayahnya. Decker akan menemukan jalan. Ia selalu bisa mencari jalan.
Decker terbaring di dalam kegelapan kamar itu, membelakangi Valerie.
Kalau ia, Manny Decker, mendengarkandengan teliti, maka ada waktu
waktunya lahampir dapat memastikan telah mendengarsuara lembut alat musik
koto dibawa anginbulan maret yang memukul mukul jendela kamar tidur itu
?"".. TAMAT Lembah Merpati 1 Miss Pesimis Karya Alia Zalea Pusara Keramat 2
^