Pencarian

Pusara Keramat 2

Raja Naga 15 Pusara Keramat Bagian 2


hari?" seru Lesmana cemas. Di luar hujan terus mengguyur bumi. Petir seperti
hendak meluluhlantakkan bumi.
Raja Naga menyahut, "Aku tahu. Tetapi...."
Memutus kata-katanya sendiri dia berkata pada
Ratih, "Kita beristirahat dulu sejenak. Karena...
aku akan mempergunakan ilmu 'Rabaan Naga' un-
tuk menemukan totokan itu."
"Mengapa tidak segera kau lakukan saja?"
desis Ratih. "Aku sudah bosan dalam keadaan seperti ini!"
"Dalam keadaan tertotok kau tak mungkin
dapat mempergunakan tenaga dalammu, bahkan
kau tak akan mampu untuk memulihkan kea-
daanmu," sahut Raja Naga pelan.
"Aku tak mengerti maksudmu..."
Lesmana yang menjawab, "Dalam keadaan
tertotok seperti ini kau hanya dapat mengandalkan tenaga yang tersisa belaka
tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin Ilmu 'Rabaan Naga' yang dimiliki Raja
Naga akan dapat membuatmu celaka. Ka-
rena kau, tak bisa menahannya mengingat tenaga
dalammu seperti lenyap."
Ratih mendesis, "Begitukah maksudnya,
Raja Naga?"
"Ya! Begitulah maksudnya. Aku tak ingin
membuatmu celaka. Kendati kau tak bisa memu-
lihkan tenagamu saat ini, tetapi paling tidak biar-kanlah hingga napasmu teratur
dan degup jan- tungmu seirama seperti semula. Kau paham, Ra-
tih?" "Ya, ya...," sahut Ratih sedikit kecewa.
Raja Naga berkata pada Lesmana, "Kau tadi
bilang, kau berjumpa dengan Setan Keris Kembar
dan Kembang Darah. Apakah kau mengetahui se-
suatu dari pertemuan mereka?"
Lesmana hampir saja menceritakan perbua-
tan mesum kedua orang itu, tetapi masih ditahan-
nya mengingat di sana ada Ratih. Lalu dikatakan-
nya, "Tak banyak yang kuketahui kalau keduanya ternyata bersekutu. Ketika aku
tiba di Tanah Kematian, aku juga melihat Setan Keris Kembar ber-
tarung dengan seorang kakek berjuluk Datuk
Meong Moneng yang berhasil memutus tangan kiri
Setan Keris Kembar dan hampir saja memperma-
lukan Ratih!"
Raja Naga mendengar suara Lesmana me-
ninggi, tetapi dibiarkan saja pemuda bertelanjang dada itu meneruskan ucapannya,
"Saat aku menghindari Setan Keris Kembar dan Kembang
Darah, aku memikirkan sesuatu."
"Beri tahu padaku," sahut Raja Naga.
"Kembang Darah menulis, kalau dia mem-
bawa Ratih ke Tanah Kematian. Dan di tempat
berbau busuk itu, ternyata tinggal seorang kakek berjuluk Datuk Meong Moneng.
Keherananku itu
kusampaikan pada Ratih yang memberitahuku ka-
lau Kembang Darah dan Datuk Meong Moneng
bersekutu. Bahkan Kembang Darah telah men-
gambil Bunga Kemuning Biru yang diserahkannya
pada Datuk Meong Moneng. Dan...."
"Tunggu," potong Raja Naga. "Bunga Kemuning Biru berada di tangan Datuk Meong
Mo- neng?" "Itu yang kuketahui."
"Mengherankan."
"Apa maksudmu dengan mengherankan?"
"Sebelum ini aku pernah bertarung dengan
Kembang Darah yang telah membunuh Dewi Pe-
renggut Sukma. Dan perempuan itu memperguna-
kan Bunga Kemuning Biru."
"Astaga! Jadi maksudmu.... Kembang Darah
telah menipu Datuk Meong Moneng dengan mem-
berikan bunga kemuning biru yang palsu?"
"Bisa jadi! Karena aku menyaksikannya
sendiri! Atau... dia memang belum menyerahkan
bunga itu pada Datuk Meong Moneng?"
"Tak mungkin! Menurut Ratih, Kembang
Darah langsung menyerahkan Bunga Kemuning
Biru pada Datuk Meong Moneng."
"Hemmm... berarti yang diberikan Kembang
Darah itu memang bunga yang palsu. Pantas, pan-
tas dia berkata begitu.... "
"Berkata apa?"
Raja Naga menjawab, "Tidak, tidak apa-apa.
Teruskan ceritamu, Lesmana...."
"Sekarang kita sama-sama mengetahui, ka-
lau Setan Keris Kembar dan Kembang Darah ber-
sekutu. Demikian pula Kembang Darah dengan
Datuk Meong Moneng. Tetapi, mengapa Setan Ke-
ris Kembar dan Datuk Meong Moneng bertikai?"
Tak ada yang menjawab pertanyaan Lesma-
na yang lebih banyak ditujukan pada dirinya sen-
diri. Keheningan itu terjaga beberapa saat sampai Raja Naga berkata, "Aku bisa
menduganya. Kembang Darahlah orang yang memainkan semua ini.
Tentunya dia memiliki maksud tertentu dengan
menguasai Bunga Kemuning Biru dan menyerah-
kan bunga yang palsu pada Datuk Meong Moneng.
Dia juga tahu kalau Setan Keris Kembar meng-
hendaki Bunga Kemuning Biru dan dikatakannya
kalau bunga yang diinginkan Setan Keris Kembar
berada di tangan Datuk Meong Moneng."
"Licik!" geram Lesmana, rahangnya mengertak. "Ya! Orang itulah yang membuat
keadaan ini menjadi kacau! Tetapi... mengapa Datuk Meong Moneng... Ah, tidak,
tidak...." Raja Naga berkata pada Ratih, "Apakah kau sudah tenang sekarang?"
"Ya...."
"Baiklah... kita coba lagi untuk menemukan
totokan yang kau alami itu...."
Sementara Raja Naga mengangkat tangan
kanannya setelah memusatkan pikirannya seje-
nak, Lesmana membatin; "Nampaknya ada sesua-tu yang diketahui Raja Naga tetapi
enggan menga- takannya padaku dan Ratih. Mengapa, mengapa
dia bersikap seperti itu" Apakah sebenarnya dia
belum menemukan kejelasan dari apa yang dipi-
kirkannya?"
Di lain kejap Lesmana tak lagi memikirkan
hal itu. Samar-samar dilihatnya tangan kanan Ra-
ja Naga yang terangkat itu seperti bergetar.
"Nampaknya dia telah mengeluarkan ilmu
'Rabaan Naga'. Mudah-mudahan kali ini tak me-
nemukan kesulitan seperti sebelumnya...."
Di pihak lain Ratih tiba-tiba saja merasa tu-
buhnya seperti disergap hawa yang luar biasa dingin. Menyusul hawa panas yang
silih berganti. Berulang kali dia berteriak kesakitan. Lesmana sendiri segera
mendekap kepala gadis itu, memberinya ketegaran hati dalam dekapannya. Sesaat
tadi dia sempat terkejut ketika merasakan betapa dingin
pipi gadis itu. Menyusul terasa panas yang amat
menyengat. Kedua telapak tangannya pun telah
basah oleh keringat yang membasahi sekujur tu-
buh Ratih. Selang beberapa lama terdengar suara Raja
Naga, "Hebat, hebat sekali Kembang Darah!"
"Kau menemukan totokan itu?" tanya Lesmana. "Ya! Totokan itu seperti totokan
biasa sebenarnya tetapi mengandung racun yang sangat ber-
bahaya. Racun itulah yang membuat kita tak mu-
dah menemukan di mana totokan itu berada."
"Gila!! Boma! Apakah kau sudah...."
"Jangan panik! Racun itu telah kupunah-
kan." Lesmana menghela napas lega. "Syukur-
lah...." Ratih merasakan urat darah di atas payu-
dara kanannya disentuh oleh telunjuk Raja Naga.
Lalu ditekan yang membuat tubuhnya mengejut
disusui teriakan, "Aaaaakhhhh!!"
"Boma! Kenapa dengan Ratih?" teriak Lesmana kaget.
"Tak usah cemas. Dia telah berhari-hari da-
lam keadaan tertotok. Tentunya terasa sakit bila totokan itu dibuka."
"Tetapi tubuhku masih belum dapat dige-
rakkan" desis Ratih.
"Kerahkan hawa murnimu pelan-pelan, lalu
kerahkan tenaga dalammu."
Gadis jelita itu menuruti kata-kata Raja Na-
ga. Selang beberapa tarikan napas berlalu, dia mulai dapat menggerakkan kedua
tangannya. Menyu-
sul kakinya. "Oh! Terima kasih, Boma!" desisnya sambil duduk.
"Bersemadilah dulu. Pulihkan tenagamu...."
Ratih melakukan perintah itu. Raja Naga
berkata pada Lesmana, "Aku tak bisa lama di sini.
Aku harus mencari Pusara Keramat. Lesmana, kau
jaga Ratih. Bila dia telah pulih, sebaiknya kau datangi Bukit Tidar. Setelah
urusanku selesai, aku akan mencari kalian di sana. Bahkan kalau mungkin,
mengembalikan Bunga Kemuning Biru pada
kalian...."
"Raja Naga... aku masih memiliki dendam
pada Kembang Darah dan Datuk Meong Moneng!"
Raja Naga tersenyum.
"Lupakan dendammu. Tugasmu adalah
menjaga Ratih. Ikutilah saranku, karena apa yang kita hadapi ini merupakan
lawan-lawan tangguh
yang berotak licik...."
"Tapi...."
Raja Naga sudah memotong, "Pakaianmu te-
lah dikenakan oleh Ratih. Ini ada baju dan jubah putih. Berikan pada Ratih dan
kau bisa memakai
pakaianmu kembali."
Habis kata-katanya, anak muda bersisik
pada lengan kanan kiri sebatas siku itu, sudah
melangkah keluar. Dipandanginya cuaca yang ma-
sih mengganas. Kejap berikutnya dia sudah berlari meninggalkan tempat itu.
Lesmana menarik napas panjang.
"Terima kasih, Boma.... Terima kasih...," de-
sisnya pelan, lalu ditutupnya pintu gubuk itu dan ditungguinya Ratih yang masih
bersemadi. Dan tanpa sepengetahuan siapa pun, satu
sosok tubuh yang membiarkan tubuhnya basah
diterpa hujan, keluar dari balik semak belukar di samping kanan gubuk itu. Sosok
ini menyeringai
lebar. Satu pikiran hinggap di benaknya.
Masih menyeringai, orang ini mengendap-
endap mendekati gubuk di mana Lesmana dan Ra-
tih berada. ENAM HUJAN sudah lama berhenti. Senja baru sa-
ja datang. Udara terasa segar laksana pagi hari.
Datuk Meong Moneng menghentikan langkahnya
ketika menangkap gerakan di belakangnya.
"Terkutuk! Rupanya ada yang mengikutiku!"
makinya dalam hati seraya berbalik.
Dilihatnya satu sosok tubuh berpunuk telah
berdiri di hadapannya. Mulut sosok berpunuk itu
mengunyah sirih dengan enaknya, cairan merah
dari sirih itu berlelehan keluar.
"Meong Moneng! Apa kabarmu"!" Kakek
muka kucing berjubah hitam itu menggeram.
"Nyi Bawung! Mengapa kau berada di sini,
hah"! Dan... ke mana perginya si Kontet yang sela-lu bersamamu itu"!" serunya
dengan wajah dite-kuk. Lalu menyambung dalam hati, "Edan! Bagaimana aku tidak
tahu kalau diikuti olehnya" Dari
sikapnya jelas-jelas kalau dia sudah lama mengi-
kutiku!" Sosok berpunuk yang ternyata Nyi Bawung
terkikik. "Tidak perlu berbasa-basi! Aku tahu Bunga
Kemuning Biru berada di tanganmu! Tapi... aku
tak menginginkan lagi benda itu, asalkan kau bersekutu denganku untuk membunuh
Raja Naga!"
Datuk Meong Moneng yang tadi sempat me-
negakkan kepala dengan wajah geram, kali ini ju-
stru mengerutkan keningnya. Mata merahnya tak
berkedip memandang si nenek berpakaian com-
pang-camping yang memperlihatkan sepasang pe-
paya busuk menggayut turun.
"Gila! Siapa lagi yang buka permainan ini,
hingga nenek peot ini mengatakan Bunga Kemun-
ing Biru ada padaku?" desisnya dalam hati. "Keparat! Siapa lagi yang bikin
urusan jadi berantakan ini kalau bukan Kembang Darah! Terkutuk!!"
"Kau tidak menjawab, berarti kuanggap kau
setuju untuk membantuku membunuh Raja Na-
ga!" seru Nyi Bawung sambil maju dua langkah.
"Mengapa kau hendak membunuh pemuda
usil yang banyak campuri urusan orang"!"
"Dia telah membunuh si Kontet!" suara Nyi Bawung mengeras. "Kau dengar, Meong
Moneng" Dia telah membunuh Beliung Kutuk!"
Datuk Meong Moneng tak menjawab.
"Dia mengajakku bergabung untuk mem-
bunuh Raja Naga" Hemm... kesempatan bagus!
Bagus sekali!"
Habis membatin begitu, tiba-tiba saja, ka-
kek muka kucing itu tertawa keras. Menyusul ka-
ta-katanya, "Bila kau memang ingin bersekutu denganku, tak akan pernah kutolak!
Aku juga ingin membunuh pemuda dari Lembah Naga itu ka-
rena dia dapat mendadak muncul untuk menga-
caukan semua rencanaku! Nyi Bawung... Ada satu
hal yang harus kuberitahukan padamu!"
"Katakan!"
"Bunga Kemuning Biru tak berada padaku!"
Bukannya heran atau gusar, Nyi Bawung justru
terkikik. "Kau pandai berdusta rupanya! Pandai se-
kali! Tetapi bagiku itu biasa, biasa dilakukan orang busuk sepertimu!"
"Apa yang kukatakan ini sebuah kebena-


Raja Naga 15 Pusara Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ran!" sambung Datuk Meong Moneng sambil me-
nindih amarahnya diejek seperti itu.
"Oya"!"
"Kembang Darah telah memuslihatiku! Dis-
erahkannya bunga kemuning biru palsu padaku
sementara yang asli ada padanya!"
"O ya?"
"Keparat! Dia masih mengejekku juga"!" geram Datuk Meong Moneng. Lalu berseru
lagi, "Kau dapat membuktikannya nanti, karena saat ini aku
sedang mencari perempuan cabul itu!"
"Busyet! Seingatku dia adalah tempat pe-
lampiasan nafsumu" Ah, laki-laki memang seperti
itu! Puas menghisap sari seorang perempuan, lalu pindah ke perempuan lain!
Bahkan memfitnah perempuan itu! Dasar!"
"Kau dapat membuktikannya!"
"Peduli setan apa yang kau katakan! Kau
bantu aku membunuh Raja Naga, aku akan mem-
bantumu untuk menangkap Kembang Darah!"
"Itu pun lebih baik! Kita berangkat seka-
rang! Aku sudah tak sabar untuk membunuh pe-
muda dari Lembah Naga itu!"
"Setelah semua urusan selesai, kita bahu
membahu untuk membunuh Malaikat Biru agar
dapat menuju ke Pusara Keramat!"
Kepala Datuk Meong Moneng seperti ter-
lempar ke belakang mendengar kata-kata yang tak
disangkanya. Kedua matanya melebar.
Nyi Bawung terkikik.
"Busyet! Kau hendak melihat sepasang
payudaraku yang montok ini agar lebih jelas, atau kau memang heran aku
mengetahui tentang Pusara Keramat"!"
"Perempuan tua ini benar-benar terkutuk!
Dia dapat mengejutkanku! Dan nampaknya... dia
juga tahu tentang sesuatu yang tersimpan di Pusa-ra Keramat," kata Datuk Meong
Moneng dalam ha-ti.
Lalu tertawa untuk menutupi kekagetannya
tadi. "Tak pernah kuketahui kalau kau terlalu banyak tahu, Nyi Bawung!"
"Hik hik hik... karena aku bukanlah orang
yang suka menyimpan segala rahasia! Meong Mo-
neng! Apakah sekarang kau tetap akan menyim-
pan rahasia"!"
"Tak ada lagi rahasia yang bisa kusimpan di hadapanmu!"
"Bagus! Bagus sekali!" Nyi Bawung mem-
buang cairan merah dari mulutnya. "Ciuuhhh!!"
Cairan merah itu menghanguskan semak
belukar. "Dia mau pamer rupanya," dengus Datuk
Meong Moneng dalam hati. "Aku mesti bersabar."
"Katakan padaku, apa yang tersimpan di
Pusara Keramat!"
Kali ini Datuk Meong Moneng tertawa keras.
Tanah berhamburan dan dedaunan beterbangan.
Ranting-ranting pohon pun patah, menimbulkan
suara berderak karena bertabrakan satu sama
lain. Tindakan itu dilakukan untuk membalas apa
yang dilakukan Nyi Bawung.
"Nyi Bawung... ternyata aku salah mengira!
Kau tidak terlalu banyak tahu!"
"Hik hik hik... itulah sebabnya aku mau
mencari tahu!"
"Sayang sekali! Aku pun tidak tahu apa
yang tersimpan di Pusara Keramat!"
"Suaramu tidak bergetar, tidak mengan-
dung tekanan. Bebas mengambang! Ya, kau tidak
berbohong!"
"Apakah kita tetap bersekutu?"
"Urusan itu tetap dijalankan! Dan urusan
Pusara Keramat, adalah urusan sendiri-sendiri!"
sahut Nyi Bawung sambil mendahului melangkah
sambil terkikik-kikik.
Datuk Meong Moneng menggeram dalam
hati. "Kau akan melihat siapa yang berhasil mendapatkan sesuatu di Pusara
Keramat!" *** "Astaga!" seru Raja Naga sambil menghentikan larinya di jalan setapak. Saat ini
malam telah menyelimuti alam kembali. Sepasang mata anak
muda bersisik coklat itu memandang tak berkedip
ke depan "Tidak salah! Yang kulihat tadi memang cahaya berwarna biru, melesat
dengan cepat ke
arah utara! Gila! Pertanda apa ini"!"
Selagi anak muda berambut dikuncir kuda
itu memikirkan apa yang dilihatnya, cahaya biru
itu terlihat lagi di kejauhan.
"Aneh! Cahaya biru itu seperti berwujud sa-
tu sosok tubuh! Gila! Apakah aku sudah gila"!"
Tetapi yang dilihatnya itu memang cahaya
biru yang terus bergerak menjauh. Penasaran
menggumpal di dada Raja Naga. Segera saja dipu-
tuskan untuk mengikuti cahaya biru yang sangat
terang karena malam yang cukup gelap.
Semakin diikuti, cahaya biru Itu semakin
cepat bergerak. Raja Naga jadi jengkel sendiri akan tindakan yang dilakukannya.
Dikerahkan ilmu peringan tubuhnya untuk mengejar cahaya biru itu.
Namun cahaya biru terus semakin menjauh.
Tanpa sepengetahuan Raja Naga semak be-
lukar yang tadi dilewatinya merebak sedikit. Sepasang mata memperhatikan tak
berkedip. "Raja Naga...," desis orang yang mengintip itu. Mendengar ucapan orang itu,
perempuan bertubuh montok yang terlentang di atas tanah
dengan napas masih terengah-engah serentak
bangkit. "Setan Keris Kembar! Apa kau bilang"!"
Setan Keris Kembar menyahut tanpa meno-
leh, "Raja Naga! Dia berlari ke arah utara!"
"Keparat! Pemuda itu harus mampus!"
"Jangan gegabah!" tahan Setan Keris Kembar. "Aku melihat cahaya kebiruan di
kejauhan dan nampaknya Raja Naga sedang mengikuti cahaya biru itu!"
Kembang Darah yang masih dalam keadaan
polos, memungut kutang merahnya yang segera
dipakai untuk menutupi buah dadanya yang mon-
tok. Lalu dibebatkan kain hitam ke tubuh bagian
bawah. "Peduli setan apa yang kau katakan! Pemuda itu pernah hampir
mencelakakanku! Dia harus
menerima balasan!"
Setan Keris Kembar yang telah berpakaian
dan begitu mendengar suara orang berlari tadi segera mengintip, tak menjawab.
Selang beberapa
saat terdengar ucapannya, "Cahaya biru... cahaya biru... Astaga! Bukankah...
bukankah...."
"Apa yang mau kau katakan?" sahut Kembang Darah kesal.
"Kembang Darah! Nampaknya kita semakin
dekat pada tujuan!"
"Jangan berbelit-belit!"
"Malaikat Biru memiliki ciri seperti itu! Dan aku yakin, cahaya biru itu keluar
dari sosok Malaikat Biru!"
"Maksudmu.... Raja Naga mengejar Malaikat
Biru?" Setan Keris Kembar mengangguk cepat.
"Tetapi menurutmu, Pusara Keramat masih
jauh dari sini! Bagaimana..."
"Itu urusan nanti!" sahut Setan Keris Kembar. "Nampaknya Malaikat Biru hendak
menun- jukkan sesuatu pada Raja Naga!"
"Mengapa?"
"Jangan tanya aku! Tetapi ini adalah sesua-
tu yang penting dan kita tak boleh luput untuk
mengetahuinya!" sahut Setan Keris Kembar sambil melompati ranggasan semak. Kejap
lain dia sudah berlari. Kembang Darah tak beranjak. Wajahnya tegang dengan tatapan penuh sinar
amarah. Tiba- tiba ditepukkan kedua tangannya, yang tak men-
geluarkan suara sedikit pun. Tahu-tahu jatuh se-
suatu dari udara yang segera ditangkapnya. Dita-
tapnya. Bunga Kemuning Biru yang disimpannya
di udara dengan bantuan tenaga dalamnya.
Kejap lain dia sudah menyusul Setan Keris
Kembar. Berjarak dua puluh langkah, pemuda dari
Lembah Naga itu terus berusaha menyusul cahaya
biru yang terus bergerak. Rasa jengkel mulai
membias perasaannya. Tetapi karena penasaran
yang kuat, ditindih rasa jengkelnya itu.
"Aku tidak tahu apakah tindakanku ini bo-
doh atau tidak" Tetapi aku penasaran ingin men-
getahui siapakah orang yang mengeluarkan ca-
haya biru itu?" serunya sambil terus mengejar.
Jauh di belakangnya Kembang Darah yang
telah berhasil menyusul Setan Keris Kembar me-
nahan langkah kakek berjubah hitam itu.
"Aku menuruti apa yang kau katakan! Biar
dendamku untuk sementara kukubur! Tetapi, ke-
hadiran kita jangan sampai diketahui olehnya!"
Setan Keris Kembar mengangguk. Matanya
menghujam pada sepasang bukit putih montok
yang tak pernah puas diciumi dan dihisapnya.
Kembang Darah hanya mendengus. Se-
sungguhnya dia tak dapat lagi menahan kemara-
hannya pada Raja Naga. Diingatnya bagaimana
Raja Naga mempercundanginya, bahkan hampir
membuatnya tewas! Tetapi untuk saat ini, Kem-
bang Darah rela menindih amarah dan dendam-
nya. Di depan Raja Naga tahu-tahu menjejakkan
kaki kanannya di atas tanah.
Wuuuttt!! Tubuhnya melenting ke udara, berputar be-
berapa kali sambil mengerahkan ilmu peringan tu-
buhnya. Jaraknya dengan cahaya biru itu semakin
dekat. Tetapi begitu kedua kakinya hinggap kem-
bali di atas tanah, cahaya biru itu telah menjauh kembali.
"Heiiii! Berhenti!! Siapa kau sebenarnya"!"
serunya penasaran bercampur jengkel.
"Kalau memang cahaya biru berbentuk satu
sosok tubuh itu memang Malaikat Biru, apa yang
hendak dilakukannya?" tanya Kembang Darah pa-da Setan Keris Kembar.
"Aku tidak tahu! Tetapi kuharap, kita men-
dapatkan jejak yang tepat! Hanya sayang, Bunga
Kemuning Biru tidak kita miliki!" sahut Setan Keris Kembar sambil menjaga jarak.
"Mengapa kau memikirkan Bunga Kemun-
ing Biru?"
"Benda itulah yang dapat membunuh Ma-
laikat Biru!"
"Kalau begitu... mengapa pula kita harus
memburu Pusara Keramat"!"
Setan Keris Kembar melirik. Sambil men-
dengus dia berkata, "Ternyata kau cuma bisa me-muasi setiap laki-laki dengan
tubuh montokmu!"
"Apa maksudmu berkata begitu"!' Paras
Kembang Darah memerah.
"Kau tidak tahu, kalau sebenarnya Pusara
Keramatlah yang diburu oleh banyak orang!"
Mata Kembang Darah melebar. Dia tidak
bertanya lagi, tetapi mengikuti langkah Setan Keris Kembar.
TUJUH RAJA Naga yang masih mengejar sosok ber-
cahaya biru itu, mendadak mengerutkan kening-
nya. "Aneh! Sejak tadi cahaya biru itu bergerak lurus, tetapi sekarang dia
berbelok ke kanan! Gila!
Apakah memang itu arah yang ingin ditempuhnya"
Atau ada sesuatu yang menyebabkanhya berbe-
lok?" Sambil terus mencoba mengejar cahaya biru itu. Raja Naga berkata lagi
dalam hati, "Tetapi yang paling pokok, siapa orang yang mengeluarkan cahaya biru
itu"! Tetap kuikuti saja ke mana per-
ginya orang bercahaya biru itu!"
Di belakang Setan Keris Kembar mendesis,
"Kembang Darah! Mungkin kita akan tiba di Pusa-
ra Keramat tanpa bersusah payah harus melewati
dua pohon bersilangan! Mungkin ini jalan potong
yang paling mudah!"
"Mudah-mudahan!" sahut Kembang Darati
yang masih memikirkan kata-kata Setan Keris
Kembar tadi. Dia menyambung dalam hati, "Pusara Keramat" Di dalam pusara itu ada
sesuatu yang tersembunyi" Hemm... pantas, pantas Datuk
Meong Moneng menghendaki Bunga Kemuning Bi-
ru untuk membunuh Malaikat Biru! Karena.... Ma-
laikat Biru merupakan penghalang baginya untuk
mendapatkan sesuatu yang tersimpan di Pusara
Keramat! Dan mengapa dia menyuruhku untuk
membunuh Raja Naga, tentunya karena dia tahu
kalau anak muda itu akan melibatkan diri! Bagus!
Bisa kubayangkan kalau akulah yang akan men-
guasai semua ini!"
Didengarnya kata-kata Setan Keris Kembar,
"Hemmm... baru ku tahu kalau jalan menuju ke Pusara Keramat melewati tempat ini.
Kau lihat, Malaikat Biru terus mengarahkan Raja Naga agar
mengikutinya."
Kembang Darah tidak menyahut. Walaupun
dia memikirkan benda apa kira-kira yang tersim-
pan di Pusara Keramat, tetapi dia juga merasa heran ketika melihat cahaya biru
itu berbelok. "Sejak tadi Malaikat Biru terus melangkah
lurus ke depan. Mengapa tahu-tahu dia berbelok"
Bahkan belokan ini penuh belukar, tidak merupa-
kan jalan setapak. Hemm... ini terlalu aneh! Apakah orang itu hendak menyesatkan
jalan?" Diliriknya Setan Keris Kembar yang sama sekali tidak
merasa aneh akan hal itu. "Sebaiknya, kulihat saja apa yang terjadi."
Di depan, cahaya biru itu semakin lama
semakin menjauh. Raja Naga yang sejak tadi su-
dah keluarkan ilmu peringan tubuhnya namun be-
lum dapat memperpendek jarak, masih berusaha


Raja Naga 15 Pusara Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejarnya. Tetapi tiga kejapan mata kemudian,
cahaya biru itu lenyap secara tiba-tiba.
"Heiii!!" seru pemuda berompi ini tertegun.
Napasnya agak memburu dengan dada turun naik.
Di belakang baik Setan Keris Kembar mau-
pun Kembang Darah sama-sama segera menyeli-
nap ke balik sebuah semak.
Perempuan berkutang merah itu berbisik,
"Aku menangkap gelagat tidak baik."
"Apanya yang tidak baik, hah"!"
"Malaikat Biru tiba-tiba berbelok dan sekarang menghilang!"
"Jangan banyak omong! Tak lama lagi kita
tiba di Pusara Keramat!"
Perempuan berkutang merah itu mengge-
ram pelan. "Dengar baik-baik! Sejak tadi Malaikat Biru tak pernah berbelok, berjalan terus
lurus ke depan! Tahu-tahu dia berbelok dan sekarang lenyap!
Apakah kau tidak merasa aneh?"
Kali ini Setan Keris Kembar mengerutkan
keningnya. Tapi di saat lain dia mendengus,
"Kau terlalu mengada-ngada!"
"Apa maksudmu dengan mengada-ngada?"
suara Kembang Darah mulai meninggi. Tak suka
pendapatnya dilecehkan seperti itu.
"Malaikat Biru menghilang tiba-tiba, itu artinya dia tidak perlu lagi
menunjukkan Jalan me-
nuju ke Pusara Keramat pada Raja Naga. Berarti...
pusara itu ada di sekitar sini."
"Dungu!" geram Kembang Darah geram. "Itu berarti.... Malaikat Biru mengetahui
kalau kita mengikutinya!"
Setan Keris Kembar menoleh dengan mata
sedikit melebar. Dilihatnya pancaran ejekan dari mata Kembang Darah. Dia
mendengus sebelum
menyibakkan semak belukar itu sedikit. Dilihatnya pemuda berompi ungu itu masih
berdiri di tempatnya.
Kembang Darah berkata lagi, "Kau terlalu
dibuai kegembiraan akan menemukan Pusara Ke-
ramat. Apakah kau pikir Malaikat Biru begitu bo-
doh?" "Jangan membuatku gusar!"
"Kau yang membuatku gusar! Tak kau per-
gunakan otakmu untuk memikirkan apa yang se-
benarnya hendak dilakukan Malaikat Biru!"
Kakek yang lengan kirinya telah buntung
itu menggeram, tetapi dibenarkannya juga kata-
kata Kembang Darah.
"Ucapanmu itu bisa jadi benar, tetapi kita
harus membuktikannya!"
"Bagaimana cara kau untuk.... "
Kata-kata Kembang Darah terputus, karena
satu suara penuh wibawa telah mendahului,
"Hemm... pantas, pantas sekali cahaya biru itu menghilang! Rupanya ada dua
cecunguk yang juga
mengikuti!"
Seperti maling kesiangan, keduanya sejenak
gelagapan. Tapi di lain saat sama-sama berdiri tegak. Setan Keris Kembar sudah
melompat dengan
kaki kanan mencuat begitu mengetahui siapa
orang yang barusan keluarkan suara.
Raja Naga menarik mundur wajahnya, lalu
melepaskan pukulan.
Des! Bila saja Setan Keris Kembar tak segera
membuang tubuh, dapat dipastikan dia akan ter-
huyung ke belakang. Karena Raja Naga telah
mempergunakan setengah dari kekuatan tangan-
nya yang dipenuhi sisik coklat.
Sementara itu, Kembang Darah yang sebe-
narnya tak mampu lagi memendam niatnya untuk
membalas dendam, juga sudah meluncur sambil
menjentikkan tangannya
Trikkk! Sraaatt! Beberapa gelombang angin laksana jarum
melesat ke arah Raja Naga yang telah berdiri tegak.
Anak muda itu menjerengkan matanya seraya
mendeham. Gelombang angin itu putus di tengah jalan
terhantam tenaga tak nampak dari kekuatan de-
haman Raja Naga. Dan saat itulah Setan Keris
Kembar telah masuk menyerang disusul Kembang
Darah. "Mungkin inilah sebabnya mengapa orang yang mengeluarkan cahaya biru itu
tiba-tiba berbelok dan menghilang," desis Raja Naga dalam hati sambil
menghindar. "Kembang Darah dan Setan
Keris Kembar! Aku harus bertindak cepat sebelum
Kembang Darah mempergunakan lagi Bunga Ke-
muning Biru."
Kejap lain dijejakkan kaki kanannya untuk
melepaskan jurus 'Barisan Naga Penghancur Ka-
rang'. Disusul kibasan tangan kanan kirinya le-
paskan jurus 'Kibasan Naga Mengurung Lautan'.
Sementara Setan Keris Kembar dapat
menghindar, perempuan berkutang merah meme-
kik tertahan tatkala merasakan betapa derasnya
angin yang keluar dari gerakan tangan kanan kiri Raja Naga. Sambil mundur tiga
langkah, perempuan ini mengatupkan kedua tangannya di depan
dada, lalu diputar dan dipentangkan lebar-lebar.
Wrrrrr!! Blaaammm!! Letupan keras terjadi, tempat itu sesaat se-
perti bergetar. Raja Naga terseret beberapa tindak ke belakang. Begitu kedua
kakinya tegak kembali
di atas tanah, Raja Naga sudah mencelat ke depan dengan gerakan memutar di
udara. Dan tiba-tiba
meluruk dengan kedua kaki siap menghantam da-
da Kembang Darah yang membelalak.
Des! Des! Dada montok perempuan itu telak terhan-
tam hingga tubuhnya terjajar ke belakang. Murid
Dewa Naga itu memang tak mau bertindak ayal,
mengingat Kembang Darah masih memiliki Bunga
Kemuning Biru. Segera diburunya perempuan itu.
Tetapi satu sinar hitam bergelombang dela-
pan kali telah menyongsongnya.
Raja Naga mengertakkan rahangnya sambil
membuang tubuh ke samping kanan.
Blaaarrr!! Sinar hitam bergelombang delapan yang ke-
luar dari keris kakek berlengan kutung. Itu menghantam sebuah pohon hingga
hangus bagian ten-
gahnya! Di pihak lain Kembang Darah telah berdiri
kembali. Dipandanginya pemuda berompi ungu itu
yang berdiri sejarak dua belas langkah dari tem-
patnya. "Astaga! Tatapan matanya benar-benar
membuat jantung orang bisa putus!" desisnya dalam hati. "Waktu itu aku dapat
menandinginya dengan mempergunakan Bunga Kemuning Biru.
Tetapi sekarang, sulit kukeluarkan benda itu mengingat kehadiran Setan Keris
Kembar di sini. Se-
baiknya... kubiarkan saja dulu kakek buntung itu menghadapinya! Bila dia sudah
mampus, itulah saatnya kupergunakan Bunga Kemuning Biru!"
"Pemuda celaka! Menyingkir dari sini sebe-
lum kau mampus!" bentak Setan Keris Kembar bengis. Napasnya memburu. Amarahnya
memblu-dak, mengingat tadi dipecundangi dengan mudah.
Raja Naga tak menjawab. Diliriknya Kem-
bang Darah. "Hemmm... ternyata yang kuduga benar.
Kembang Darah berusaha memanfaatkan keheba-
tan Setan Keris Kembar. Terbukti dia tak mau
mengeluarkan Bunga Kemuning Biru. Ini satu ke-
sempatan...."
Habis membatin demikian, pemuda bersisik
coklat itu sudah menerjang ke arah Kembang Da-
rah. Tetapi sinar hitam bergelombang delapan itu menghalanginya.
Tanpa menghentikan gerakannya. Raja Na-
ga mendorong tangan kanannya.
Wuuusss!! Jlegaaaarr!! Bertemunya gelombang angin yang disem-
burati asap merah dengan sinar hitam bergelom-
bang delapan dari sepasang keris kakek berpa-
kaian hitam itu mengakibatkan ledakan yang he-
bat. Seketika tanah berhamburan ke udara seting-
gi dua tombak. Tiba-tiba terdengar teriakan membelah lan-
git. Satu bayangan hitam telah melesat dari ham-
buran tanah itu didahului sinar hitam bergelom-
bang delapan. Raja Naga yang surut dua langkah mengge-
ram! Sorot matanya yang angker berkilat-kilat
memandang datangnya sinar hitam bergelombang
delapan. Tanpa bergeser dari tempatnya, ditepuk
tangan kanannya.
Wuuttt!! Blaaaaammm!! Masing-masing orang mundur akibat kuat-
nya benturan itu. Tetapi Raja Naga sudah melesat ke depan disertai dorongan
tangan kanan kirinya.
Gelombang angin yang disemburati asap merah
menggebrak. Setan Keris Kembar memekik kaget. Cepat-
cepat dia membuang tubuh ke samping kiri.
Blaaam! Blaaamm!
Tanah di mana dia berpijak tadi terbongkar
ke udara dan tatkala luruh kembali ke bumi, di
tanah itu telah membentuk dua buah lubang yang
mengeluarkan asap!
Raja Naga cepat meluruk ke depan disertai
gerengan yang keras. Tangan kanan kirinya menjo-
tos, disusul dengan satu tendangan yang mengan-
dung tenaga dalam tinggi.
Kendati masih dapat menghindari serangan
itu, tetapi Setan Keris Kembar merasa wajahnya
seperti ditampar, yang segera memerah karena pe-
dih. Napasnya memburu kencang. Kepiasan nam-
pak di wajah penuh keriputnya.
Raja Naga sendiri memang tak mau bertin-
dak ayal. Dia kembali memburu,
Des! Des! Terlontar tubuh Setan Keris Kembar ke be-
lakang dan berhenti setelah menabrak sebuah po-
hon! Tubuhnya terbanting lagi ke depan. Untuk
beberapa saat kakek berlengan buntung ini seperti tak mampu untuk bangkit.
Ketika dia perlahan-lahan bangkit berdiri, terlihat cairan merah telah merembas
di sudut-sudut bibirnya.
Justru kegeramannya bukan ditujukan pa-
da Raja Naga yang telah berdiri tegak tanpa melanjutkan serangan, melainkan pada
Kembang Darah, "Perempuan cabul! Mengapa kau diam saja, hah"!
Kau ingin melihat aku mampus"!"
Kembang Darah mendelik.
Terkutuk! Bentakannya membuatku tak sa-
bar untuk menghancurkan kepalanya! Tetapi ti-
dak, dia masih kubutuhkan! Sebaiknya....
Memutus kata batinnya sendiri, tiba-tiba
Kembang Darah menyibakkan kain hitam yang di-
kenakannya! Paha gempalnya terlihat jelas.
Setan Keris Kembar yang melihat bagian da-
lam Kembang Darah yang tertutup kain merah
jambu menggeram sengit.
"Terkutuk! Rupanya dia hendak mengalah-
kan Raja Naga dengan mempergunakan kemulu-
san tubuhnya! Dasar perempuan tidak tahu...
heiii!!" Setan Keris Kembar membeliak, mulutnya masih membuka. Dilihatnya
Kembang Darah telah
memegang sebuah bunga kemuning berwarna bi-
ru. "Astaga! Apa-apaan ini" Ola... dia... keparat hina! Dia mengelabuiku!!"geramnya
dalam hati. Tanpa melihat Kembang Darah tahu apa
yang dipikiran Setan Keris Kembar. Dia berucap
dingin, "Panjang untuk menjelaskan bagaimana Bunga Kemuning Biru ada padaku!
Sekarang... kau lihat saja, bagaimana pemuda celaka itu akan mampus kubunuh!!"
Kejap itu pula disertai pekikan keras, pe-
rempuan berpayudara montok itu melesat ke de-
pan. Bunga Kemuning Biru digerakkan dengan ca-
ra disentak. Wrrrrrr!! Gelombang sinar biru yang mengeluarkan
hawa panas luar biasa menggebrak ganas. Pepo-
honan yang terserempet hawa panas itu seketika
mengering dan berguguran.
Raja Naga segera membuang tubuh ke
samping kanan. Sempat dilihatnya bagaimana
ranggasan semak di belakangnya seketika hangus
terkena hawa panas, dan tanah terbongkar ke
udara setelah terjadi letupan.
"Berbahaya!" desis pemuda bersisik ini. Perlahan-lahan mata angkernya semakin
berkilat- kilat mengerikan. Sisik-sisik coklat yang terdapat di tangan kanan kirinya
sebatas siku, semakin jelas kentara. "Aku harus bertindak cepat!"
Sadar kalau dia tidak bertindak cepat maka
keadaan akan menjadi gawat, dikeluarkannya ilmu
'Naga Mengamuk'. Disertai gerengan keras, anak
muda itu menerjang.
Kembang Darah yang juga pernah mengha-


Raja Naga 15 Pusara Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapi jurus itu pun tak mau bertindak ayal walau-
pun dia tak mau gegabah. Yang terjadi kemudian
sungguh sesuatu yang mengerikan.
Pepohonan tercabut dan terlempar akibat
dorongan desiran angin yang keluar dari tangan
kanan kiri Raja Naga. Paras tampan anak muda
itu meregang tegang. Tatapan matanya angker dan
bertambah angker. Sisik-sisik coklat pada kedua tangannya semakin terang
menyala, berkilat-kilat.
Kemarahan telah mendera dirinya.
Setan Keris Kembar yang geram merasa di-
muslihati Kembang Darah, buru-buru menyingkir
karena merasakan hawa panas yang luar biasa.
"Terkutuk! Aku paham sekarang! Aku pa-
ham!" desisnya berulang-ulang sambil memperhatikan pertarungan ganas itu. "Dia
sengaja menjebakku dengan tubuh mulusnya, agar aku jadi
pengikutnya dan mau membunuh Datuk Meong
Moneng yang dikatakan memiliki Bunga Kemuning
Biru! Setan alas! Perempuan itulah yang menjadi
penyebab buntungnya tangan kiriku ini! Tetapi...
di mana Bunga Kemuning Biru disembunyikannya
selama ini"!"
Pertarungan ganas dan mengerikan itu te-
rus berlangsung. Beberapa kali benturan dahsyat
terjadi. Tempat itu laksana diamuk kiamat. Tanah berhamburan setinggi dua
tombak, beterbangan
menghalangi pandangan. Letupan demi letupan
terdengar keras dan angker.
Hingga suatu ketika, gelombang sinar biru
yang panas luar biasa menderu menyeret tanah
dan bergemuruh dahsyat ke arah Raja Naga yang
segera mendorong kedua tangannya.
Gelombang angin raksasa disaputi asap me-
rah pun menggebrak. Menghantam dahsyat ge-
lombang sinar biru yang mengandung hawa panas
luar biasa. Akibatnya....
Blaaaammm!!! Ledakan luar biasa meletup dahsyat. Tanah
muncrat setinggi empat tombak disertai meng-
hamburnya sinar biru dan asap semburat merah.
Ranggasan semak menghangus. Pepohonan layu
setelah menggugurkan seluruh dedaunannya. Dari
muncratan tanah yang menghalangi pandangan,
terlempar dua sosok tubuh ke belakang.
Raja Naga berusaha menguasai keseimban-
gannya dan segera merangkapkan kedua tangan-
nya di depan dada. Hawa panas tinggi melingkupi
sekujur tubuhnya. Di lain pihak, Kembang Darah
masih terhuyung-huyung dengan bibir mengalir-
kan darah segar. Dijejakkan kaki kanannya hingga huyungan tubuhnya berhenti.
Napasnya terputus-putus dengan sekujur tubuh terasa ngilu.
Segera dikerahkan hawa murninya untuk
menahan rasa sakit yang menghantam dadanya.
Tatapannya penuh bara dendam pada Raja Naga.
"Terkutuk! Bunga Kemuning Biru telah ter-
lihat oleh Setan Keris Kembar! Dan pemuda ini la-gi-lagi mampu mempercundangiku!
Setan alas! Rupanya hanya segini saja kesaktian Bunga Ke-
muning Biru yang digembar-gemborkan mampu
membunuh Malaikat Biru!" geramnya sengit. Tetapi diputuskan untuk tidak segera
menyerang pe- muda itu lagi, karena nafasnya terasa sesak.
Di pihak lain Raja Naga membatin, "Aku
merasa pasti, ada sesuatu pada Bunga Kemuning
Biru yang mungkin hanya diketahui oleh men-
diang Durga Marakayangan atau Malaikat Biru."
Tak ada yang buka mulut. Setan Keris
Kembar, menggeram dalam hati, "Hebat! Bunga kemuning itu memang hebat! Tapi
sungguh keparat perempuan cabul itu yang berhasil menjebakku dalam pusaran
permainannya!"
Keheningan yang terjaga itu tiba-tiba dipe-
cahkan oleh satu suara menggidikkan bulu roma,
"Meoooongg! Perempuan terkutuk! Rupanya kau berada di sini!!"
Menyusul suara tadi, dua sosok tubuh me-
lompat dari sebelah kanan dan hinggap di atas tanah tanpa mengeluarkan suara
sedikit pun. DELAPAN BUKAN hanya Kembang Darah yang terke-
jut melihat siapa orang yang muncul. Setan Keris Kembar sendiri segera diamuk
amarah begitu mengenali salah seorang dari mereka. Di pihak
lain, Raja Naga mundur dua langkah. Dengan so-
rot matanya yang angker, diperhatikannya kedua
orang itu. Kakek berjubah hitam berwajah kucing itu
menggeram pada Kembang Darah, "Perempuan
terkutuk!! Tak pernah kusangka kalau kau me-
mancing di air keruh! Berani memuslihatiku ada-
lah suatu tindakan yang luar biasa!"
Wajah Kembang Darah memucat. "Celaka!
Mengapa dia harus muncul di saat aku terluka da-
lam seperti ini" Menjalankan rencanaku pun seka-
rang ini tak ada gunanya. Setan Keris Kembar bisa membongkar rahasia!"
Datuk Meong Moneng menyeringai. "Paras-
mu menunjukkan ketakutan! Sayang, aku tak
pernah mengampuni orang sepertimu!!"
Belum habis bentakannya kakek muka kuc-
ing itu sudah menerjang ke depan. Tangan kanan
kirinya membentuk cakar yang segera digerakkan.
Desiran angin kuat mendahului gerakannya.
Kembang Darah yang belum berhasil me-
mulihkan tenaganya tersentak. Buru-buru dia
menghindar ke belakang seraya menggerakkan
Bunga Kemuning Biru.
Wrrrrrrr!! Gelombang sinar biru menderu ganas.
Kepala Datuk Meong Moneng menegak
tatkala dirasakan hawa panas mengarah padanya.
Dikatupkan mulutnya, lalu dihamburkan udara di
dalamnya dengan cara menyentak!
Bruuusss!! Hanya sedikit hawa panas itu yang putus di
tengah jalan. Sementara Datuk Meong Moneng ha-
rus melompat ke samping kiri.
"Gila!" bentaknya ketika telah berdiri tegak.
Kembang Darah menyeringai dan berseru
mengejek, "Huh! Kau boleh membanggakan seluruh ilmumu padaku waktu itu, Meong
Moneng! Te- tapi sekarang... jangan berharap kau dapat mem-
perlihatkannya lagi!!"
Habis ejekannya, Kembang Darah sudah
melesat seraya menggerakkan Bunga Kemuning
Biru! Sementara itu nenek berpakaian compang-
camping berpunuk pada punggungnya, memicing-
kan matanya pada Raja Naga. Sinar bahaya berki-
lat-kilat di matanya yang celong.
"Aku telah bersumpah untuk mencabut
nyawamu! Beliung Kutuk! Kau lihatlah apa yang
akan kulakukan padanya!!"
Kejap itu pula dia menerjang ke depan.
Wussss!! Raja Naga yang masih dalam keadaan ter-
luka dalam akibat benturan yang dialaminya tadi
memutuskan untuk menghindari serangan itu.
Selagi dia bergulingan mendadak...
Cuiihhh! Craaaattt!! Cairan merah yang berasal dari kunyahan
sirih Nyi Bawung menyerbu ke arahnya. Masih da-
lam keadaan berguling pemuda berompi ungu ini
memutar tangan kanannya.
Melihat serangannya dapat diputuskan, Nyi
Bawung menerjang dengan cara melompat-lompat
yang lompatannya semakin lama semakin tinggi,
bahkan dua kali melebihi tingginya Raja Naga. Dan setiap kali dia melompat,
laksana sebuah palang
tegak lurus dengan langit, menggebah satu tenaga tak nampak.
"Lagi-lagi dipergunakan ilmu anehnya itu!"
desis Raja Naga dalam hati. Sempat dilihatnya bagaimana Kembang Darah dan Datuk
Meong Mo- neng bertarung dengan sengit. Juga dilihatnya Setan Keris Kembar telah berdiri
dengan memegang
sebilah keris bereluk delapan.
Raja Naga menggereng keras seraya menje-
jakkan kakinya di atas tanah. Bersamaan tanah
yang berhamburan, tubuhnya melenting ke depan.
Nyi Bawung yang saat ini sedang melompat
terkikik. Kaki kanannya dijejakkan, siap meng-
hancurkan kepala Raja Naga yang segera mena-
hannya. Namun anak muda itu harus mengu-
rungkan niatnya menyerang, karena cairan merah
yang keluar dari mulut Nyi Bawung harus dihinda-
rinya. "Kau tak bisa mengelabuiku dengan cara bodohmu ini, Raja Naga!" ejeknya
terus melompat-lompat.
"Nyi Bawung! Aku juga punya urusan den-
gan anak muda itu!" seruan itu terdengar bersamaan sinar hitam bergelombang
delapan kali me-
nerjang ke arah Raja Naga.
"Hik hik hik... kau sudah terluka parah, Setan Keris Kembar! Tapi bila kau
memang ingin ce-
pat mampus, bolehlah kau bersama-sama dengan-
ku bergembira dengannya!"
Setan Keris Kembar tak mempedulikan eje-
kan itu. Diserangnya Raja Naga dengan ganas. Be-
gitu melihat kehadiran Datuk Meong Moneng di
sana, sesungguhnya hatinya marah luar biasa. In-
gin segera diserangnya kakek muka kucing itu.
Tetapi dia juga gusar karena telah dikelabui
oleh Kembang Darah. Makanya dibiarkan saja ke-
dua orang itu saling menyerang. Karena dengan
cara seperti itu, Setan Keris Kembar bukan hanya dapat melampiaskan amarahnya
hanya pada satu
orang. Tetapi keduanya sekaligus yang saling me-
nyerang satu sama lain!
Menghadapi dua serangan ganas yang da-
tang silih berganti, membuat Raja Naga banyak
kehilangan keseimbangan. Bila saja saat ini dia tidak terluka dalam akibat
benturan dengan Kem-
bang Darah, mungkin dia masih dapat mengim-
banginya. Dua kali tendangan kaki kiri Nyi Bawung te-
lak ke dadanya yang membuatnya terhuyung. Da-
rah keluar dari sela-sela bibirnya. Tetapi masih di-usahakan untuk tidak ambruk.
Raja Naga sadar,
sedikit saja dia lengah, maka akan berakibat fatal, Hanya saja, saat ini
tenaganya telah banyak terku-ras! Ilmu 'Naga Mengamuk' yang harus memper-
gunakan tenaga kuat pun tak banyak dapat digu-
nakannya, Bahkan... dess!!
Des!! Jotosan keras Nyi Bawung disusul dengan
tendangan kaki kanan Setan Keris Kembar mem-
buat sosok pemuda dari Lembah Naga itu terlem-
par dan terbanting!
"Inilah saat-saat yang kutunggu!" seru Nyi Bawung, sambil melompat tinggi-tinggi
dia meluruk deras laksana batu besar jatuh dari langit. Kedua kakinya lurus siap
menghantam kepala Raja
Naga yang masih tergeletak!
*** Saat itu pagi telah datang.
Sebelum ajal menjemput Raja Naga, tiba-
tiba saja selarik sinar biru melesat.
Wuuuttt!! "Keparat!!" maki Nyi Bawung sambil berputar dua kali di udara. Serentak
kepalanya dipa-
lingkan ke kanan. Disangkanya Kembang Darah
yang melakukan tindakan itu. Tetapi saat ini Kembang Darah masih terus berkutat
menghadapi se- rangan ganas Datuk Meong Moneng!
Di pihak lain Raja Naga sendiri telah bang-
kit terhuyung-huyung.
"Bukan, bukan Kembang Darah yang mela-
kukannya!" desisnya dan merasakan hawa dingin melingkupi tubuhnya. "Sinar biru
yang barusan itu mengandung hawa dingin, sementara sinar bi-ru yang berasal dari
Bunga Kemuning Biru men-
gandung hawa panas."
Apa yang dipikirkannya singgah pula di be-
nak Nyi Bawung. Ditahannya Setan Keris Kembar
yang siap menyerang Raja Naga kembali.
"Jangan banyak omong!" bentaknya begitu Setan Keris Kembar hendak membuka mulut.
"Seseorang telah datang ke sini, seseorang yang jelas-jelas bukan berpihak pada
kita!" Mendengar kata-kata itu Setan Keris Kem-
bar terdiam. Baru disadarinya kalau hawa dingin
menyergap tubuhnya.
"Malaikat Biru!!" serunya tiba-tiba dengan kepala tegak.
Seruannya itu sudah tentu mengejutkan
orang-orang yang berada di sana. Termasuk Datuk
Meong Moneng yang melompat ke belakang dan
menghentikan serangannya. Kembang Darah sen-
diri berbuat yang sama.
Setan Keris Kembar berseru keras seraya
memutar tubuhnya, "Malaikat Biru! Jangan menjadi seorang pecundang bila takut
mampus! Keluar kau!! Atau... aaakhhhh!!"
Tubuh Setan Keris Kembar mendadak ter-
pelanting di atas tanah. Bersamaan dengan itu, sa-tu cahaya biru nampak melayang
di udara. Berpu-
tar beberapa kali lalu hinggap di atas tanah dengan ringannya.
Lima pasang mata tertuju pada kakek ber-
pakaian biru yang sedang tersenyum. Matanya te-
duh. Wajahnya bijak. Dengan gerakan lembut di-


Raja Naga 15 Pusara Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usap-usap janggut putihnya.
"Semua telah berkumpul di sini. Inilah saat
yang tepat untuk memberitahukan sesuatu yang
telah lama terpendam...."
Datuk Meong Moneng menggeram sengit,
"Kau mencoba mencari selamat dengan bicara seperti itu!"
"Aku ingin semua yang ada di sini selamat,"
sahut kakek bongkok yang dari tubuhnya meman-
car cahaya biru. Lalu dipalingkan kepalanya pada Raja Naga, "Anak muda... telah
kuputuskan kalau kaulah yang kutugaskan untuk menjaga keutuhan
Pusara Keramat dari orang-orang serakah ini! Te-
tapi sayang, dua manusia serakah yang berada di
sini telah membuntuti kita! Pulihkanlah tenagamu dulu...."
Raja Naga merangkapkan kedua tangannya
di depan dada. "Malaikat Biru... akhirnya aku berjumpa ju-
ga dengan orang yang julukannya sering disebut
banyak orang ini. Ternyata dia cahaya yang kulihat dan mengetahui kalau Setan
Keris Kembar serta
Kembang Darah mengikuti...."
Malaikat Biru maju dua langkah ke muka.
"Tak ada yang perlu disembunyikan karena
semua telah terbuka," katanya lembut. "Pusara Keramat... ya, Pusara Keramatlah
yang hendak kalian tuju. Desas-desus yang berpuluh tahun ter-
dengar kemudian terhempas dalam bumi lalu
mencuat lagi ke gendang telinga, telah menyebab-
kan kalian menjadi orang serakah, menjadi orang
terkutuk yang mengorbankan banyak nyawa orang
untuk mendapatkan apa yang tersimpan di Pusara
Keramat. Padahal... tak seorang pun yang tahu
apa yang tersimpan di pusara itu."
"Tak usah banyak bicara! Menyingkir dari
sini dan biarkan kami untuk mengetahui apa yang
tersimpan di Pusara Keramat!" bentak Datuk
Meong Moneng. "Aku tak pernah mengerti, mengapa pusara
itu dianggap keramat hingga dinamakan Pusara
Keramat," sahut Malaikat Biru tak mempedulikan bentakan Datuk Meong Moneng. "Dan
semua ini harus diakhiri hingga tak ada lagi petaka yang datang demi memuaskan
hawa nafsu!"
"Semua ini memang harus diakhiri!" terdengar bentakan Kembang Darah. "Kakek
bercahaya biru! Kau lihat benda apa yang kupegang ini"!"
Malaikat Biru tersenyum.
"Sejak tadi aku tahu benda apa yang kau
pegang itu. Tetapi sayang, benda itu bukanlah mi-likmu!" "Setan tua! Mampuslah
kau!!" Dengan mengerahkan tenaga dalamnya, pe-
rempuan berkutang merah itu menggerakkan tan-
gan kanannya. Serentak sinar biru yang mengan-
dung hawa panas luar biasa menggebrak ke arah
Malaikat Biru. Astaga! Malaikat Biru tidak bergeser dari
tempatnya! Dia tetap tersenyum, tetap berdiri di tempatnya!
Raja Naga berseru seraya mendorong kedua
tangannya, "Menyingkir, Orang tuaaaa!!"
Gelombang angin raksasa yang keluar dari
ilmu 'Naga Mengamuk' luput menghantam sinar
biru berhawa panas yang terus menghantam Ma-
laikat Biru yang tetap tak bergeming di tempatnya.
Blaaaammmm!! Letupan dahsyat terdengar. Sinar biru itu
bermuncratan seiring dengan tanah yang berham-
buran. Raja Naga sendiri menyingkir karena mera-
sa hawa panas yang menyergapnya.
Untuk beberapa lama tanah masih menye-
limuti tubuh Malaikat Biru.
Kembang Darah mendesis pada Datuk
Meong Moneng, "Datuk! Kita lupakan dulu pertikaian di antara kita! Kau lihat,
aku telah menyingkirkan penghalang untuk menuju ke Pusara Ke-
ramat!" "Perempuan setan! Jangan mencoba mengambil keuntungan! Aku akan tetap
membunuh- mu!" Kembang Darah menggeram. "Sejak tadi kau tak mampu menghadapiku! Apakah kau
merasa akan...,"
"Tak ada yang perlu diributkan. Yang harus
diselesaikan adalah agar kita bisa saling menyikapi satu sama lain...."
Lima pasang mata yang berada di sana me-
noleh pada orang yang tadi berbicara. Kepala masing-masing orang seketika
menegak dengan mata
melebar. Malaikat Biru tersenyum dengan sorot ma-
tanya yang teduh.
"Kita sudahi urusan ini dan kita biarkan
Pusara Keramat tetap berada di tempatnya, tanpa
dijamah oleh tangan-tangan kotor kalian."
Habis ucapannya, Malaikat Biru melangkah
meninggalkan tempat itu. Tetapi satu gelombang
sinar biru berhawa panas sudah mengarah pa-
danya. Disusul muncratan cairan merah. Dalam
waktu yang bersamaan, sinar hitam bergelombang
delapan menyerbu pula, berbarengan dengan de-
ruan angin dahsyat!
Raja Naga membeliak melihat serangan be-
runtun yang mengarah pada Malaikat Biru. Dia
mendeham, disusul dengan dorongan kedua tan-
gannya. Cairan merah dan sinar hitam bergelom-
bang delapan kali putus terhantam angin raksasa
bersemburat asap merah. Kedua orang pemilik se-
rangan itu menggeram dan segera menerjang Raja
Naga. Di pihak lain, sinar biru berhawa panas dan gelombang angin dahsyat
menghantam Malaikat
Biru. Lagi-lagi tanah menghambur ke udara, me-
nyelubungi sosoknya yang bercahaya biru.
Kembang Darah tak mau mengulangi kega-
galannya tadi. Dia segera mencelat ke depan se-
raya mendorong tangannya yang memegang Bunga
Kemuning Biru. Blaaaarrrr!! Hamburan tanah itu terhantam hingga se-
makin tinggi ke udara. Tempat itu bergetar bebe-
rapa saat. "Kali ini mustahil kau masih hidup, Malai-
kat Biru!" desisnya puas sambil melirik Datuk Meong Moneng yang menunggu dengan
tegang. Namun satu suara mengejutkan keduanya.
"Kalian terlalu memaksaku untuk bertindak.... "
Keduanya sama-sama menoleh ke samping.
Malaikat Biru telah berdiri di sana sambil tersenyum! Dari sela-sela bibirnya
terlihat mengalir darah kental.
"Gila! Bagaimana dia bisa menghindar"!" se-ru Kembang Darah.
"Kau terlalu dungu mempergunakan Bunga
Kemuning Biru! Kau hanya menghantam hambu-
ran tanah kosong belaka!"
"Setan! Kau lihat apa yang kulakukan ini,
Meong Moneng!!"
Amarah yang sudah berada di ubun-ubun
itu membuat Kembang Darah menjadi semakin
buas dan liar. Dia benar-benar tak mengerti ba-
gaimana mungkin Bunga Kemuning Biru yang di-
katakan mampu membunuh Malaikat Biru tetapi
ternyata tak memiliki kemampuan seperti yang di-
harapkan. Malaikat Biru mendesah pendek sambil
mengusap janggut putihnya. Dia memang tak ber-
geser dari tempatnya, tetapi tangan kanannya di-
angkat dan diputar sedikit.
"Maafkan aku...."
Wuussss!! Sinar biru berhawa dingin menggempur ke
depan, membentur sinar biru berhawa panas. Si-
nar-sinar itu bermuncratan di udara. Tanah seke-
tika bergetar. Pepohonan kembali tumbang. Hawa
panas dan dingin saling tindih. Tempat itu laksana dilanda prahara!
Datuk Meong Moneng melihat sosok Kem-
bang Darah terlempar ke belakang sementara Ma-
laikat Biru tetap berdiri di tempatnya. Segera di-empos tubuhnya untuk
menyongsong tubuh Kem-
bang Darah. Tetapi bukan bermaksud untuk me-
nangkapnya, melainkan untuk merebut Bunga
Kemuning Biru yang dipegang oleh perempuan
berkutang merah itu.
Dalam keadaan kehilangan keseimbangan,
Kembang Darah masih dapat berpikir jernih. Dia
tahu apa yang dihendaki oleh Datuk Meong Mo-
neng. Dicoba untuk mempergunakan Bunga Ke-
muning Biru guna menghalangi niat Datuk Meong
Moneng. Tetapi dadanya yang terasa sesak mem-
buat tenaganya seolah lenyap. Jalan satu-satunya hanya melempar Bunga Kemuning
Biru ke udara! Datuk Meong Moneng menggeram sengit se-
raya melompat. Nyi Bawung yang sedang mendesak Raja
Naga menghentikan serangannya. Cepat pula di-
putar tubuhnya dan melesat ke udara.
"Keparat!!" maki Datuk Meong Moneng gusar. Kakinya dijejakkan ke bawah.
Nyi Bawung terkikik.
"Persekutuan kita berakhir! Aku juga men-
ginginkan bunga itu, Meong Moneng!"
Buk! Buk! Tangannya menangkis jejakkan kaki Datuk
Meong Moneng. Masih berada di udara tiba-tiba
lompatannya bertambah tinggi. Menggebah tenaga
tegak lurus ke arah Datuk Meong Moneng yang
terkejut. Dia berhasil menghindar dengan jalan
menekuk tubuhnya, bahkan....
Crasss!! Kuku-kuku jarinya menyobek pakaian di
lengan kanan Nyi Bawung hingga semakin com-
pang camping. Masing-masing orang hinggap kembali di
atas tanah. Setan Keris Kembar yang melihat Bunga
Kemuning Biru sudah meluncur ke bawah tanpa
ada lagi yang siap mengambilnya, segera mencelat.
Raja Naga tersentak. Segera dijejakkan kaki
kanannya di atas tanah dan melesat lebih cepat
dari Setan Keris Kembar yang masih berusaha
menghalangi dengan kerisnya. Raja Naga berhasil
menghindar, bahkan menendang kakek berlengan
buntung itu hingga ambruk di atas tanah.
Lalu... tap! Bunga Kemuning Biru telah berada di tan-
gannya dan dia segera hinggap di samping kanan
Malaikat Biru. "Pertunjukan telah selesai! Sebaiknya me-
nyingkir!"
"Kau salah besar. Raja Naga! Pertunjukan
belum selesai! Bahkan akulah yang akan meme-
gang peranan!"
Raja Naga memalingkan kepalanya ke kiri.
Dilihatnya dua sosok tubuh dalam keadaan terikat terbanting di atas tanah. Lalu
dilihat satu sosok tubuh berhidung bangir tertawa dengan kaki menginjak kepala
salah seorang yang terikat itu!
SEMBILAN TAWA Datuk Meong Moneng tiba-tiba
menggema. Apa yang telah dilakukan Nyi Bawung
seketika dilupakan.
"Bagus, Pratiwi! Kau muncul pada saat yang
tepat!!" Gadis berhidung bangir itu tersenyum. "Walau agak meleset, tetapi
rencanaku berhasil.
Guru!" Raja Naga menggeram.
"Rupanya ini jawaban dari kejanggalan yang
kurasakan di saat kita bertemu dengan Datuk
Meong Moneng, Pratiwi!"
Gadis berhidung bangir yang menginjak ke-
pala pemuda berpakaian merah itu menyeringai.
"Oya" Raja Naga! Apakah kau ingin melihat
kepala pemuda ini remuk kuinjak"! Cepat serah-
kan Bunga Kemuning Biru itu!"
"Kala kita berjumpa dengan Datuk Meong
Moneng, kakek itu seperti hendak memanggil na-
mamu, Pratiwi! Bahkan dia merasa heran melihat
kau beringas seperti itu padanya! Tetapi kau begi-tu pandai memainkan perananmu
kalau kau se- sungguhnya punya hubungan dengan Datuk
Meong Moneng! Ya, itulah yang kurasakan sebagai
kejanggalan!"
"Kau memang cerdik! Tetapi sayang, ternya-
ta aku lebih cerdik!" seringai Pratiwi. "Cepat lempar Bunga Kemuning Biru bila
tak ingin melihat
kedua sahabatmu ini mampus kubunuh!!"
Raja Naga melihat Lesmana meringis kesa-
kitan. Kegeraman anak muda ini semakin menjadi-
jadi. Sisik coklat pada lengan kanan kirinya sebatas siku semakin kentara.
"Aku tak punya banyak waktu! Cepat!!"
Dengan bengis Pratiwi mengeraskan injakannya.
Lesmana berteriak tertahan. Pratiwi menyepak wa-
jahnya hingga darah keluar dari hidung pemuda
itu. "Keparat!" maki Raja Naga dengan tangan mengepal. Sorot matanya bertambah
angker. Pratiwi tertawa sambil menyepak wajah
Lesmana berkali-kali hingga pemuda itu babak be-
lur. Ratih yang melihat hal itu berseru tertahan,
"Boma! Berikan Bunga Kemuning Biru padanya!
Berikaaaann!!"
Penuh kegeraman Raja Naga akhirnya me-
lempar Bunga Kemuning Biru.
"Tangkap, Guru!' seru Pratiwi.
Datuk Meong Moneng segera menyambar
Bunga Kemuning Biru dan kembali hinggap di atas


Raja Naga 15 Pusara Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanah, kali ini di sisi Pratiwi.
Dia tertawa lebar.
"Menyenangkan! Semuanya berakhir me-
nyenangkan!!"
Di tempatnya Malaikat Biru berbisik, "Ta-
han emosimu, Anak muda. Mereka kini menguasai
semuanya...." Raja Naga hanya mengangguk.
Datuk Meong Moneng berseru keras, "Bun-
ga Kemuning Biru telah kudapatkan! Kumiliki juga dua nyawa yang tak berguna di
sini! Rahasia Pusara Keramat harus segera dipecahkan! Tetapi, seo-
rang manusia harus mampus sekarang sebagai uji
coba!!" Tiba-tiba digerakkan tangan kanannya yang memegang Bunga Kemuning Biru
sementara tata-pannya tetap tajam pada Raja Naga. Raja Naga
sendiri bersiap.
Tetapi yang mengejutkan, Datuk Meong
Moneng justru berbalik ke samping kanan seraya
menggerakkan Bunga Kemuning Biru.
"Mampuslah kau, Kembang Darah!"
Kembang Darah yang tak mampu lagi ber-
gerak karena luka dalam dan kehabisan tenaga,
membeliak lebar seolah bola matanya hendak me-
lompat keluar. Dia masih berusaha untuk meng-
hindari sinar biru yang mengandung hawa panas.
Tetapi.... "Aaaakkhhhhh!!!"
Blaaaaammm!! Tubuhnya telah terhantam sinar biru itu
sehingga terdorong sepuluh langkah ke belakang.
Dan dia tewas seketika dengan tubuh bolong!
Datuk Meong Moneng terbahak-bahak keras
beberapa saat sebelum diputuskan tiba-tiba. Ma-
tanya tajam pada Nyi Bawung.
"Apakah sekarang kau masih berpikir untuk
memutuskan persekutuan denganku"!"
Nyi Bawung terkikik. Dadanya berdebar.
Masih terkikik dia berkata, "Hik hik hik... kau seperti tidak tahu siapa aku.
Menjilat kakimu pun
aku mau!" "Bagus! Setan Keris Kembar! Bagaimana
dengan kau"!"
Setan Keris Kembar terdiam beberapa saat
sebelum mengangguk-angguk dengan wajah ge-
ram. "Bagus!" seru Datuk Meong Moneng sambil.
terbahak. "Bunuh pemuda itu dan Malaikat Biru!!"
"Guru!" seru Pratiwi tiba-tiba. Gadis berhidung bangir itu menatap Raja Naga
tanpa kedip. "Mengapa harus bersusah payah" Bukankah Guru ingin membunuh Malaikat Biru" Suruh
pemuda itu membunuhnya! Bila dia menolak... kedua ce-
cunguk ini akan mampus kuinjak-injak!"
Makin keras tawa Datuk Meong Moneng.
"Raja Naga! Kau sudah mendengar omongan
muridku! Cepat lakukan!!" serunya seraya melangkah mendekati Ratih. "Kalau
tidak...."
Breeekkk! Pakaian bagian punggung yang dikenakan
Ratih robek. Gadis itu menjerit.
"Aku akan mempermalukan gadis ini di ha-
dapanmu!!"
Bergetar tubuh pemuda dari Lembah Naga
itu. Tetapi dia tidak dapat melakukan apa-apa. Didengarnya Malaikat Biru
berkata, "Ini sudah kele-wat batas...."
Tiba-tiba saja tubuhnya lenyap, yang nam-
pak hanyalah gumpalan cahaya biru belaka yang
segera melesat tanpa bisa diikuti oleh mata ke
arah Datuk Meong Moneng. Kakek muka kucing
itu terkesiap. Dia hendak menggunakan Bunga
Kemuning Biru. Tetapi gumpalan cahaya itu telah
menabraknya hingga tubuhnya terpental ke bela-
kang. Bunga Kemuning Biru yang dipegangnya
terlepas. Raja Naga yang tak menyangka akan hal
itu, segera melesat ke depan. Tap! Bunga Kemun-
ing Biru kini berpindah tangan!
Pratiwi tersentak melihat kenyataan yang
terjadi. Terburu-buru diinjaknya kepala Lesmana
lebih kuat. Tetapi satu gelombang angin telah
membuatnya terpental. Raja Naga melesat cepat
dan menyergap. "Kau tak pantas untuk hidup lebih lama se-
benarnya!!" geramnya dingin dan... tuk!
Tuk! Tubuh gadis berwajah mirip Diah Harum itu
menggelosoh tanpa daya. Mulutnya memaki-maki
keras. Juga memaki Datuk Meong Moneng yang
sedang pontang-panting menghadapi serbuan
gumpalan cahaya biru!
"Dungu! Kakek bodoh! Mengapa kau lengah
seperti itu, hah"!"
Raja Naga mendesis. Ditatapnya Pratiwi pe-
nuh kebencian. "Seorang perempuan seharusnya dapat
mempergunakan hati dan nuraninya untuk bersi-
kap lebih sopan. Tetapi kau, justru memutar ke-
nyataan yang ada."
"Setan bersisik! Buka totokanmu! Ayo, ha-
dapi aku!!" geram Pratiwi sengit.
Raja Naga tak mempedulikannya. Dibu-
kanya ikatan pada Ratih yang segera bangkit
memburu Lesmana yang babak belur.
"Kakang,..."
Lesmana tersenyum lemah, menerima pelu-
kan Ratih setelah dibuka ikatannya oleh Raja Na-
ga. Tiba-tiba saja Ratih berteriak keras seraya menyerbu ke arah Pratiwi. Dua
jotosan yang mengan-
dung tenaga dalam tinggi menghantam dada Pra-
tiwi yang terlempar beberapa langkah.
Raja Naga melengak. Dilihatnya sosok Pra-
tiwi yang kini tergeletak menjadi mayat
"Aku tidak tahu harus menyalahkan siapa?"
desisnya masygul.
Sementara itu, penuh kepuasan, Ratih
kembali pada Lesmana. "Kau tidak apa-apa, Kakang?" Lesmana tersenyum.
Sementara itu Raja Naga melihat sosok Se-
tan Keris Kembar dan Nyi Bawung sudah tak be-
rada di sana. Rupanya kedua orang itu merasa le-
bih baik menyelamatkan diri melihat keadaan te-
lah dikuasai oleh Raja Naga dan Malaikat Biru
Di pihak lain, Datuk Meong Moneng terus
berusaha untuk menghindari gempuran cahaya bi-
ru yang berhawa dingin. Sulit baginya untuk me-
lancarkan serangan balasan, karena sosok Malai-
kat Biru tak terlihat sama sekali kecuali gumpalan cahaya biru belaka.
"Bagaimana bisa kau dan Lesmana berada
di bawah kekuasaan Pratiwi?" tanya Raja Naga sambil melirik Pratiwi yang telah
menjadi mayat. Ditindih perasaan gelisah yang mendadak singgah
di hatinya. Biar bagaimanapun juga, Pratiwi men-
gingatkannya pada mendiang Diah Harum, gadis
yang pertama kali dicintainya dan hingga sekarang masih dicintainya.
Ratih segera menceritakan apa yang terjadi.
Sepeninggal Raja Naga setelah membebaskan toto-
kannya, tiba-tiba muncul seseorang yang langsung menyergap. Dalam keadaan gelap
seperti itu, Lesmana tak bisa berbuat banyak. Dalam waktu sing-
kat saja dia sudah dibuat tidak berkutik. Sementa-ra itu Ratih sendiri belum
pulih benar keadaannya setelah berhari-hari dalam totokan, hingga dia pun dengan
mudah dikalahkan oleh orang yang ternyata Pratiwi.
"Bersyukurlah...," kata Raja Naga pelan. La-lu disodorkannya Bunga Kemuning Biru
pada Ra- tih. "Benda ini milik kalian. Sesuai dengan janjiku, kuserahkan lagi benda ini
walaupun bukan di Bukit Tidar...."
Ratih memandang pemuda gagah itu seje-
nak sebelum mengalihkan pandangannya pada
Lesmana. "Kakang... apakah kita membutuhkan Bun-
ga Kemuning Biru?"
Lesmana tersenyum, lalu menggeleng.
"Tidak, kita sama sekali tidak membutuh-
kan benda itu. Raja Naga... biarlah benda itu kau simpan saja...."
"Aku tak berhak melakukannya...."
"Kalau begitu... mungkin ada yang lebih
berhak...," kata Lesmana sambil melirik ke samping kanan.
Raja Naga mengikuti arah lirikan Lesmana.
Dilihatnya sosok Malaikat Biru yang sedang me-
mandangi mayat Datuk Meong Moneng dengan
penuh kesedihan.
"Aku tak menghendaki hal ini terjadi... sama sekali tak pernah kuhendaki...."
Lalu dia melangkah mendekati Raja Naga.
"Anak muda... sebelum ini kuputuskan untuk me-limpahkan tanggung jawab tentang
Pusara Kera- mat di pundakmu. Tetapi kupikir, biarlah aku
yang menjaganya sampai ajal menjemputku...."
Raja Naga mengangguk. Dapat dirasakan
kepedihan pada suara orang tua itu. Lalu disodorkannya Bunga Kemuning Biru pada
orang tua itu. "Orang tua... mungkin di tanganmu benda
ini akan lebih aman...."
Malaikat Biru memandangi bunga itu seje-
nak sebelum mengambilnya seraya berkata, "Aku sebenarnya tak berhak atas benda
sakti ini. Dulu pun aku mengembalikannya pada Durga Marakayangan. Tetapi...
mungkin ini memang yang ter-
baik seiring dengan niatku untuk tetap berusaha
tidak mengetahui apa yang ada di Pusara Keramat.
Anak muda gagah... apakah kau setuju dengan
ucapanku itu?" Raja Naga mengangguk.
"Ya, itu lebih baik. Orang tua, aku hendak menanyakan sesuatu. Selama ini Bunga
Kemuning Biru dianggap dapat membunuhmu, tetapi menga-
pa kau tidak terkena pengaruh apa-apa dari bunga itu?"
Malaikat Biru mengangkat kepalanya, me-
mandang naungan langit yang cerah.
"Biarlah itu menjadi rahasiaku...."
Habis kata-katanya, kakek bercahaya biru
itu segera meninggalkan tempat yang telah porak
poranda. Raja Naga memandangi kepergiannya
sampai lenyap di balik pohon dengan tatapan ka-
gum. Lalu digalinya lubang untuk menguburkan
mayat Kembang Darah dan Datuk Meong Moneng.
Setelah itu didekatinya Lesmana dan Ratih.
"Kita berpisah di sini...."
"Kau hendak ke mana?" tanya Lesmana.
"Aku tidak tahu hendak ke mana. Tetapi
perjalananku masih panjang.... Sampai berjumpa
lagi!" Kejap lain Raja Naga sudah berlari meninggalkan tempat itu, meninggalkan
Ratih dan Les- mana yang masih berada di sana hingga senja mu-
lai turun.... SELESAI Segera menyusul:
ISTANA GERBANG MERAH
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Kakek Sakti Gunung Muria 2 Si Pedang Kilat Karya Gan K L Tembang Tantangan 11
^