Pencarian

Grass For Pillow 2

Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn Bagian 2


Kenji tapi belum pernah bertemu dengannya.
Saat kami sudah jauh dari perumahan terakhir, Akio menghentikan rombongan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 52 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membuka bagian samping gerobak dan menyuruhku keluar. Hari menunjukkan sekitar
paruh kedua Waktu Kambing*, dan udara agak panas, meskipun sudah memasuki musim
gugur. Akio bersinar oleh keringat. Dia melepas sebagian pakaiannya karena harus
mendorong kereta. Dapat kulihat kalau dia lebih berotot dan lebih tinggi dariku. Dia
berjalan ke sungai kecil di pinggir jalan, dan memercikkan air ke kepala dan wajahnya. Yuki,
Keiko, dan bapak tua itu duduk berjongkok di pinggir jalan. Aku hampir tidak mengenali
mereka. Mereka berubah menjadi rombongan seniman, berpura-pura hidup susah dengan
melakukan perjalanan dari kota ke kota, dengan mengandalkan ketrampilan dan kejenakaan.
Orang tua itu menyeringai padaku, menunjukkan giginya yang ompong. Wajahnya
kurus, ekspresif dan agak sinis. Keiko mengacuhkanku. Seperti Akio, di tangannya juga ada
luka yang hampir sembuh, luka akibat tebasan belatiku.
Aku menghela napas panjang. Panasnya udara di sini jauh lebih baik dibandingkan
panasnya ruangan tempat aku dikurung dan di gerobak yang bergoncang-goncang. Di
belakang kami terbentang kota Yamagata, kastilnya yang berwarna putih begitu mencolok di
antara hijaunya pebukitan. Sawah nampak berwarna keemasan. Tak lama lagi waktu panen
tiba. Di barat daya terlihat lembah Terayama yang curam, tapi atap biara tidak terlihat di
balik pepohonan cedar. Nun jauh di atasnya terbentang lipatan demi lipatan gunung,
berubah biru bila dilihat dari jauh, memancarkan kabut sore. Tanpa bersuara kuucapkan
selamat tinggal pada Lord Shigeru, aku merasa enggan untuk berpaling dan melepaskan
ikatan terakhirku dengannya dan dengan hidupku sebagai bangsawan Otori.
Akio memukul bahuku. "Berhenti bermimpi seperti orang bodoh," ucapnya dengan
menggunakan aksen dan dialek yang kasar. "Kini giliranmu mendorong."
Saat malam tiba, aku benar-benar membenci gerobak yang berat dan menyusahkan ini,
yang melepuhkan tangan dan menegangkan punggungku. Mendorongnya di jalan mendaki
sudah cukup buruk, apalagi bila rodanya terperosok di jalan yang berlubang sehingga kami
perlu mengangkatnya, tapi menahannya saat menuruni bukit bahkan jauh lebih sulit lagi.
Aku akan sangat senang membiarkan gerobak ini berjalan cepat ke jurang. Aku
mendambakan kudaku, Raku. Laki-laki tua itu, Kazuo, berjalan di sampingku untuk
membantu menyesuaikan aksen dan mengajari bahasa pribadi di antara seniman yang perlu
aku tahu. Ada bebetnpa kata yang pernah Kenji ajarkan, kata-kata gaul Tribe. Aku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 53 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menirunya sambil membayangkan diriku menjadi Minoru.
Menjelang sore, saat cahaya matahati mulai menghilang, kami menuruni bukit menuju
ke perkampungan. Jalannya datar dan licin. Seorang laki-laki yang berpapasan jalan dan
menyapa kami. Dapat kucium bau asap dan masakan. Di sekelilingku terdengar bunyi-bunyian
perkampungan saat menjelang gelap: percikan air saat petani mandi, anak-anak bermain dan
bertengkar, perempuan yang bergunjing sambil memasak, percikan bara api, kapak
membelah kayu, lonceng kuil, seluruh siklus kehidupan yang pernah mengiringiku tumbuh
besar. Dan aku mendengar sesuatu yang berbeda: dentingan tali kekang, bunyi halus kaki
kuda. "Ada patroli di depan," kataku pada Kazuo.
Dia mengangkat tangan agar rombongan berhenti, lalu berkata pelan pada Akio.
"Minoru bilang ada patroli."
Akio menyipitkan mata ke arahku yang sedang membelakangi matahari terbenam. "Kau
mendengarnya?" "Aku mendengar ringkikan kuda. Siapa lagi kalau bukan patroli?"
Dia mengangguk dan mengangkat bahu seolah-olah ingin berkata, itu tidak masalah.
"Ambil alih gerobak!"
Saat aku menggantikan tempat Akio, Kazuo mulai menyanyikan lagu-lagu indah.
Suaranya bagus. Yuki masuk ke dalam kereta dan mengeluarkan gendang kecil lalu dia
lemparkan pada Akio. Sambil menangkap, Akio mendendangkan lagu yang sama. Yuki juga
mengeluarkan instrumen bersenar satu yang dia mainkan selagi berjalan di samping kami.
Keiko memainkan spinning top, persis seperti yang pernah menarik perhatianku saat di
Inuyama. Sambil bernyanyi dan bermain, kami berjalan mendekati penjaga yang telah memasang
palang bambu tak jauh dari rumah pertama di perkampungan. Ada sekitar sembilan atau
sepuluh orang, dan sebagian besar sedang duduk di tanah sambil makan. Di pakaian mereka
ada simbol beruang, lambang klan Arai, sedangkan umbul-umbul matahari terbenam
Seishuu di pasang di pinggir. Empat ekor kuda sedang mengunyah rumput.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 54 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Sekelompok anak-anak yang sedang berkerumun langsung mendekati kami sambil
bersorak-sorai dan tertawa geli. Kazuo berhenti menyanyi pada bagian syair teka-teki yang
dilontarkan ke anak-anak, lalu berteriak lantang pada para penjaga. "Ada apa, kawan?"
Saat pemimpin patroli berdiri mendekat, kami langsung berlutut.
"Bangunlah," katanya. "Kalian dari mana?" Laki-laki itu memiliki wajah persegi dengan
alis tebal, bibir tipis, dan rahang keras. Dia menyeka sisa nasi di bibirnya dengan punggung
tangan. "Yamagata," Akio menyerahkan gendang ke Yuki dan mengeluarkan sebuah papan.
Nama kami tertulis di papan itu, nama panggung dan izin kerja dari pemerintah kota.
Pemimpin penjaga menatap papan itu beberapa saat, lalu beralih mengamati wajah kami
secara bergantian. Para penjaga menatap Keiko yang sedang memainkan spinning top lebih
dari sekadar rasa tertarik biasa. Bagi mereka, para pemain tidak berbeda dengan pelacur.
Seseorang melontarkan lelucon. Keiko membalasnya dengan tertawa.
Aku bersandar ke gerobak dan menyeka keringat di wajahku.
"Apa keahlian Minoru?" tanya si pemimpin sambil menyerahkan kembali papan nama
ke Akio. "Adikku" Dia pemain juggle. Itulah panggilan jiwa keluarga kami."
"Mari kita lihat," kata si pemimpin, bibir tipisnya mrnyungging senyuman.
Akio tak ragu sedikit pun. "Hai, adik kecil. Tunjukkan keahlianmu pada tuan ini."
Aku menyeka tanganku ke kain pengikat kepala dan mengikatnya kembali. Kuambil
bola-bola dari tas, meraNrrkan berat dan licinnya, dan segera saja aku berubah menjadi
Minoru. Inilah hidupku. Aku tak pernah tahu hidup yang lain: hanya jalan, perkampungan
baru, kecurigaan, dan pandangan benci. Aku melupakan badanku yang letih, kepalaku yang
nyeri dan tanganku yang melepuh. Aku adalah Minoru yang sedang melakukan apa yang
harus kulakukan karena aku telah dewasa.
Bola-bola ini melayang di udara. Pertama-tama aku menggunakan empat bola,
kemudian lima bola. Aku baru menyelesaikan putaran kedua gaya air mancur ketika Akio
menjulurkan kepalanya ke arahku. Kubiarkan bola-bola itu melayang ke arahnya. Dia
menangkap kelima bola dengan santai, melempar ke atas papan lalu dia lemparkan lagi
kepadaku. Bagian papan yang tajam menyentuh telapak tanganku yang melepuh. Aku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 55 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
marah, aku ingin tahu maksudnya: Untuk membongkar penyamaranku" Untuk
mengkhianatiku" Aku kehilangan irama permainan. Papan dan bola-bola itu pun jatuh
semua. Senyuman pemimpin itu langsung lenyap dari wajahnya. Dia melangkah maju. Pada
saat itulah terbetik ide nekat di benakku untuk menyerahkan diri, meminta pengampunan
Arai, lari dari Tribe sebelum terlambat.
Akio mendekatiku. "Dasar idiot!" dia berteriak, lalu menjewer keras telingaku. "Ayah
pasti akan menjerit dari kuburan!"
Pukulan Akio menyadarkanku untuk menjadi Minoru lagi karena tak ada yang dapat
dilakukan. "Maaf, kak," kataku sambil memungut bola; berusaha memainkan bola-bola itu hingga
pemimpin itu tertawa dan mempersilakan kami lewat.
"Datanglah pada pertunjukan kami malam ini!" Keiko berteriak kepada para penjaga.
"Baiklah, nanti malam!" balas mereka.
Kazuo mulai bernyanyi lagi, Yuki memukul gendang. Aku melemparkan papan itu ke
Akio dan menyingkirkan semua bola. Bola-bola menghitam karena darah. Aku lalu
memegang kendali gerobak. Palang telah diangkat dan kami berjalan ke perkampungan.*
LIAN HEARN BUKU KEDUA 56 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
DI HARI terakhir perjalanan, rombongan Kaede berangkat pagi-pagi pada musim gugur
yang sempurna, langit biru cerah, dan udara dingin. Kabut yang bergulung-gulung di bukit
dan di permukaan sungai terlihat seperti jaring laba-laba, dan tanaman merambat terlihat
keperakan. Menjelang siang, cuaca mulai berubah. Sekumpulan awan dengan perlahan
muncul dari barat laut dan angin pun mulai berhembus. Sinar mentari nampak memudar
lebih cepat dan, sebelum datangnya malam, hari mulai hujan.
Sawah, ladang sayuran dan buah-buahan rusak parah akibat badai. Desa-desa seperti
kosong, beberapa orang menatap lusuh pada Kaede, membungkuk hormat dengan sungkan
hanya setelah diancam para pengawal. Kaede tidak tahu apakah mereka mengenali dirinya
atau tidak; ia tak ingin berlama-lama berada di antara orang-orang ini. Namun ia tak kuasa
menahan rasa ingin tahu mengapa kerusakan ini tidak segera diperbaiki, mengapa petani
tidak menyelamatkan apa yang dapat diselamatkan.
Jantung Kaede tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Terkadang debar jantungnya
begitu lambat kala mendapat firasat buruk sehingga ia merasa seperti hendak pingsan. Dan
terkadang debar jantungnya begitu cepat, berdegup kalut antara senang dan takut. Jarak
yang tersisa harus ditempuh rasanya seperti tak berakhir. Kaede takut atas apa yang akan ia
jumpai di rumahnya nanti.
Ia terus menatap lama pemandangan yang pernah akrab di hatinya, jantungnya seakan
melompat ke tenggorokan. Ketika sampai di taman yang dikelilingi dinding dan gerbang, ia
tidak mengenali satu pun juga. Inikah tempat tinggalnya dulu" Rumahnya kini nampak
begitu kecil; tidak dibentengi dan tidak dijaga. Gerbang terbuka lebar. Saat melewati
gerbang, Kaede tak mampu menahan rasa kagetnya.
Shizuka turun dari kuda. Dia mendongak. "Inikah tempatnya, lady?"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 57 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Taman ini!" teriak Kaede. "Apa yang terjadi pada taman ini?"
Di segenap penjuru taman terdapat tanda-tanda keganasan badai. Pohon pinus yang
tercabut akarnya terbentang memalangi aliran sungai. Pohon itu menindih dan merusak
lentera batu. Kaede teringat: hampir setiap malam lentera itu menyala, dan pada setiap
Festival of the Dead*, sebuah lentera dibiarkan terapung hingga ke hilir sungai dan tatapan
ibunya selalu mengiringi kepergian lentera itu sambil mengelus rambut Kaede.
Kaede menatap, tidak mengerti, ke arah taman yang berantakan. Ini pasti bukan hanya
karena badai. Pasti sudah lama tak ada yang membersihkan kolam atau memangkas
tanaman. Inikah rumahnya, salah satu wilayah penting di Barat" Apa yang menimpa Klan
Shirakawa yang dulu begitu megah"
Kuda yang Kaede tunggangi merendahkan kepala lalu menggosok-gosokkan kepalanya
ke tungkai kaki. Kuda itu meringkik dengan tidak sabar dan lelah, berharap pelana dapat
segera dilepaskan dan diberi makan karena kini mereka telah berhenti.
"Di mana para pengawal?" tanya Kaede bingung, "Ke mana semua orang?"
Si Muka Parut, kepala pengawal, membawa kudanya menaiki beranda, memajukan
tubuhnya ke depan dan berteriak, "Halo! Ada orang di dalam?"
"Jangan masuk," teriak Kaede. "Aku yang akan masuk lebih dulu."
Si Lengan Panjang yang berdiri di dekat Kaede memegang tali kekang Raku. Kaede
turun dari punggung Raku dengan dibantu Shizuka. Hujan berganti gerimis, rintik hujan
menetesi rambut dan pakaian Kaede. Taman menyebarkan aroma lembab dan busuk, bau
busuk tanah dan daun-daun yang berjatuhan. Kaede terkenang rumah ini saat ia kecil,
kenangan yang tetap utuh dan bersinar di hatinya selama delapan tahun, begitu kuat tak
tertahankan, lalu bayangan itu lenyap untuk selama-lamanya.
Si Lengan Panjang menyerahkan tali kekang pada seorang pengawal yang berjalan kaki,
seraya menarik pedang, lalu berjalan di depan Kaede. Shizuka mengikuti dari belakang.
Saat melepas sandal hendak naik ke beranda, Kaede merasakan sentuhan kayu yang
masih terasa akrab di kakinya. Tapi ia tak lagi mengenali aroma rumah ini. Rumah ini
seperti rumah orang lain.
Tiba-tiba ada gerakan dari dalam rumah dan si Lengan Panjang segera melompat ke
bayangan itu. Seorang perempuan menjerit kaget. Laki-laki itu menyeretnya ke beranda.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 58 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Lepaskan," kata Kaede marah. "Berani benar kau menyentuhnya?"
"Dia hanya ingin melindungimu," protes Shizuka, tapi Kaede tidak menghiraukan. Ia
mendekat ke gadis itu, meraih tangannya dan memandang wajahnya. Gadis itu hampir
setinggi Kaede, dengan wajah lembut dan mata coklat terang seperti ayahnya.
"Ai" Aku kakakmu, Kaede. Ingatkah kau padaku?"
Gadis itu balik menatapnya. Matanya penuh air mata. "Kakak" Benarkah ini kau"
Tadi... kupikir kau ibuku."
Kaede memeluk erat adiknya, merasakan air mata adiknya berlinang. "Ibu sudah
meninggal?" "Hampir dua bulan lalu. Kata-kata terakhirnya selalu menyebut namamu. Ibu ingin
sekali melihatmu, tapi kabar tentang pernikahanmu telah membuat ibu tenang." Suara Ai
terdengar bimbang, lalu dia menarik diri dari pelukan Kaede. "Kenapa kau datang" Mana
suamimu?" "Kau tidak mendengar kabar dari Inuyama?"
"Tahun ini kami dihantam badai. Banyak penduduk yang mati dan hasil pertanian pun
rusak. Kami hanya mendengar sedikit sekali berita-hanya rumor tentang perang. Setelah
badai berakhir, ada sepasukan bersenjata melewati daerah ini, dan saat itu kami tidak tahu
dengan siapa mereka akan berperang maupun alasannya."
"Pasukan Arai?"
"Kemudian baru kami tahu kalau mereka adalah orang-orang Seishuu yang datang dari
Maruyama dan wilayah selatan. Mereka hendak bergabung dengan Lord Arai untuk
melawan Tohan. Ayah sangat murka karena masih menganggap dirinya sekutu Lord Iida.
Dia mencegah orang-orang itu melewati wilayah kita. Dia mencegat mereka di dekat Gua
Suci. Ketika mereka hendak menjelaskan alasannya, ayah malah menyerang."
"Ayah menyerang mereka" Apakah ayah gugur dalam perang itu?"
"Tidak, dia kalah, tentu saja, dan sebagian besar pengawalnya tewas, tapi ayah tetap
hidup. Dia menganggap Arai sebagai pengkhianat dan sok bergaya bangsawan. Mungkin
karena ayah telah bersumpah setia pada Noguchi saat kau dijadikan tawanan."
"Noguchi telah digulingkan, dan aku bukan lagi tawanan. Kini aku bersekutu dengan
Arai," ujar Kaede. LIAN HEARN BUKU KEDUA 59 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Mata adiknya melebar. "Aku tidak mengerti. Aku tak mengerti semua itu." Untuk
pertama kalinya Ai menyadari kehadiran Shizuka dan pengawal di luar. Dia menjadi salah
tingkah. "Maaf, kalian pasti letih. Kalian telah menempuh perjalanan jauh. Kalian semua
pasti lapar." Dia lalu cemberut, dan seketika dia terlihat seperti gadis kecil. "Apa yang harus
kulakukan?" bisiknya. "Kami hanya ada sedikit makanan."
"Mana para pelayan?"
"Kusuruh mereka bersembunyi di hutan ketika kami mendengar ada kuda mendekat.
Mereka akan datang sebelum malam."
"Shizuka," kata Kaede, "Pergi ke dapur dan lihat ada apa saja di sana. Siapkan makan


Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan minum untuk para pengawal. Mereka akan beristirahat di sini malam ini. Aku
memerlukan sepuluh orang untuk tetap di sini bersamaku." Kaede lalu menunjuk si Lengan
Panjang. "Biarlah dia yang memilih kesepuluh orang itu. Sisanya harus segera kembali ke
Inuyama. Jika ada yang mengganggu penduduk dalam perjalanan pulang, mereka akan
menggantinya dengan nyawa."
Shizuka membungkuk. "Lady."
"Akan kutunjukkan jalannya," kata Ai sambil membimbing Shizuka ke bagian belakang
rumah. "Siapa namamu?" tanya Kaede pada si Lengan Panjang.
Dia berlutut di depan Kaede. "Kondo, lady."
"Kau anak buah Lord Arai?"
"Ibuku berasal dari Seishuu. Ayahku, bila aku dapat mempercayakan rahasiaku padamu,
berasal dari Tribe. Aku bertempur bersama Arai di Kushimoto, dan diminta untuk
bergabung dengan pasukannya."
Kaede mengamati Kondo. Orang ini tidak muda lagi. Rambutnya telah beruban, kulit
lehernya telah keriput. Kaede bertanya-tanya bagaimana masa lalu orang ini, tugas apa yang telah dia kerjakan
untuk Tribe, seberapa jauh orang ini bisa dipercaya. Tapi ia memerlukan orang untuk
menangani pengawal, kuda, dan juga untuk menjaga kediaman ini. Kondo telah
menyelamatkan Shizuka, ditakuti dan dihormati anak buah Arai lainnya, serta memiliki
keahlian bertarung yang ia butuhkan.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 60 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku memerlukan bantuan selama beberapa minggu," katanya. "Bisakah aku
mengandalkanmu?" Dia mendongak ke arah Kaede. Di kepekatan malam, Kaede tidak dapat melihat raut
wajah orang itu. Gigi Kondo bersinar putih saat tersenyum, dan saat bicara, suaranya
terdengar tulus, bahkan penuh pengabdian. "Lady Otori dapat mengandalkanku selama
diperlukan." "Kalau begitu, bersumpahlah," kata Kaede, merasa jengah saat berpura-pura seperti
orang yang memiliki kekuasaan meskipun ia tidak yakin apakah ia memang memiliki
kekuasaan. Garis-garis keriput di sekitar mata Kondo berkerut sejenak. Dia menyembah dan
bersumpah setia pada Kaede dan keluarganya. Kaede merasakan nada sinis dalam suara
Kondo. Tribe selalu berpura-pura, pikir Kaede, menggigil. Selain itu, mereka juga hanya
bersumpah pada diri mereka sendiri.
"Pergi dan pilihlah orang yang dapat kau percaya," kata Kaede. "Periksa seberapa
banyak rumput yang ada untuk makanan kuda, dan periksa juga apakah gudang bisa menjadi
tempat beristirahat yang layak."
"Lady Otori," balasnya, dan kembali Kaede merasa seperti mendengar nada sinis. Kaede
ingin tahu seberapa banyak yang orang itu tahu, seberapa banyak yang sudah Shizuka
ceritakan padanya. Setelah beberapa saat, Ai kembali. Dia meraih tangan Kaede dan berkata pelan,
"Haruskah kuberitahu ayah?"
"Di mana Ayah" Bagaimana kondisinya" Apakah dia terluka?"
"Ayah hanya terluka ringan. Tapi bukan soal lukanya... Setclah kematian Ibu, dan
kehilangan banyak pengawal... Ayah selalu melamun, dan dia sering berbicara pada hantu
dan jin." "Kenapa dia tidak bunuh diri?"
"Ketika ditandu ke rumah, Ayah memang ingin bunuh diri." Suara Ai terdengar pecah
dan dia pun menangis. "Aku yang mencegahnya. Aku sangat lemah. Hana dan aku
bergantung padanya dan memohon padanya untuk tidak meninggalkan kami. Aku merebut
senjatanya." Ai memalingkan wajahnya yang berlinang air mata. "Ini salahku. Aku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 61 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
seharusnya berani. Seharusnya aku membantu Ayah bunuh diri, lalu aku bunuh Hana,
kemudian aku bunuh diriku, seperti yang seharusnya dilakukan anak seorang ksatria. Tapi
aku tak mampu. Aku tak sanggup membunuh Hana, dan aku juga tak sanggup
meninggalkannya sendiri. Jadilah kami hidup dengan rasa malu, dan inilah yang membuat
Ayah gila." Kaede berpikir, Aku juga seharusnya bunuh diri begitu mendengar Lord Shigeru dikhianati.
Tapi nyatanya aku tidak melakukannya. Sebaliknya aku malah bunuh Iida. Kaede menyentuh
pipi Ai, mengusap air mata yang berlinang.
"Maafkan aku," bisik Ai. "Aku bersikap lemah."
"Tidak," jawab Kaede. "Kenapa harus mati?" Adiknya baru berumur tiga belas tahun,
dan tidak melakukan kejahatan apa pun. "Mengapa kita harus memilih mati?" ucapnya.
"Kita justru harus hidup. Di mana Hana?"
"Aku menyuruhnya pergi ke hutan bersama pelayan."
Kaede jarang merasa iba, tapi kini perasaan itu muncul. Ia teringat bagaimana Dewi
Putih datang kepadanya. Sang Maha Pengasih telah menghiburnya dengan memberi janji
bahwa Takeo akan kembali kepadanya. Bersamaan dengan janji Dewi Putih, datang pula
tuntutan sifat pengasih yang meminta Kaede harus tetap hidup untuk merawat kedua
adiknya, penduduk, dan anaknya yang belum lahir. Dari luar ia mendengar suara Kondo
memberi perintah, para pengawal berteriak membalas. Seekor kuda meringkik dan yang
lainnya menjawab. Hujan kian deras, menciptakan pola bunyi-bunyian yang terdengar akrab
di hati Kaede. "Aku harus menemui Ayah," ujar Kaede. "Setelah itu kita harus memberi makan
pengawal. Adakah orang desa yang dapat membantu?"
"Beberapa hari sebelum Ibu meninggal, para petani mengirim utusan. Mereka
mengeluhkan pajak beras, keadaan tanggul dan sawah, serta kegagalan panen. Ayah murka.
Dia bahkan menolak berbicara kepada mereka. Ayame membujuk utusan petani untuk tidak
mengganggu karena ibu sedang sakit. Sejak itu semuanya menjadi kacau. Penduduk desa
takut pada ayah"mereka bilang Ayah telah dikutuk."
"Bagaimana dengan tetangga kita?"
"Ada Lord Fujiwara. Dia pernah datang."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 62 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku tidak ingat padanya. Siapa dia?"
"Dia itu aneh. Agak anggun dan dingin. Kata orang dia keturunan ningrat dan pernah
tinggal di ibukota."
"Inuyama?" "Bukan. Tapi ibukota yang sebenarnya, tempat tinggal Kaisar."
"Dia kerabat Kaisar"'
"Kurasa begitu. Cara bicaranya berbeda dengan orang-orang di sekitar sini. Aku hampir
tak mengerti ucapannya. Dia nampak sangat terpelajar. Ayah senang berbicara dengannya
tentang sejarah dan hal-hal klasik."
"Jika dia datang lagi, mungkin aku bisa meminta nasihatnya." Kaede terdiam sejenak. Ia
sedang melawan rasa letih. Tungkainya nyeri dan perutnya terasa berat. Ia ingin berbaring
dan tidur. Dan ia merasa bersalah karena tidak lagi berduka. Bukannya ia tidak sedih atas
kematian ibunya dan rasa malu ayahnya, tapi tak ada lagi tempat di hatinya untuk bersedih
dan tak ada juga energi yang dapat ia berikan.
Kaede mengamati sekeliling ruangan. Bahkan di keremangan ia dapat melihat dengan
jelas alas lantai yang lapuk, dinding yang bernoda air, jendela kertas yang tercabik-cabik. Ai
mengikuti pandangan Kaede. "Aku malu," dia berbisik. "Banyak yang harus dilakukan, tapi
aku tak tahu harus bagaimana."
"Aku mulai teringat keadaan rumah ini dulu," kata Kaede. "Ada sesuatu yang bercahaya
di rumah ini." "Ibu yang membuatnya seperti itu," kata Ai, menangis tersedu-sedu.
"Kita akan membuat rumah ini seperti dulu lagi," Kaede berjanji.
Terdengar suara orang bernyanyi di dapur. Kaede mengenalinya sebagai suara Shizuka,
dan lagu itu adalah lagu yang pernah ia dengar waktu pertama kali berjumpa Shizuka,
sebuah balada cinta tentang desa dan pohon pinus.
Bagaimana bisa dia bernyanyi di saat-saat seperti ini" pikir Kaede, lalu Shizuka berjalan
cepat masuk ke dalam ruangan sambil membawa lampu di kedua tangannya.
"Aku temukan barang-barang ini di dapur," ucapnya, "dan untung saja apinya masih
menyala. Beras dan gandum sedang dimasak. Kondo telah menyuruh pengawal ke desa
untuk membeli beberapa kebutuhan. Para pelayan telah kembali dari hutan."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 63 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Adikku pasti datang bersama mereka," kata Ai dengan nada lega.
"Ya, dia juga membawa sebakul bunga dan jamur. Dia bersikeras ingin memasaknya."
Pipi Ai merona. "Dia memang agak liar," dia menjelaskan.
"Aku ingin melihatnya," kata Kaede. "Setelah itu kau harus mengantarku menemui
Ayah." Ai berjalan keluar, Kaede mendengar kata-kata bantahan dari dapur, dan beberapa saat
kemudian Ai datang bersama seorang gadis cilik berumur sembilan tahun. "Ini kakak kita,
Kaede. Dia pergi saat kau masih bayi,"
Ai memberitahukan Hana, lalu menyuruhnya, "Salami kakakmu."
"Selamat Datang," Hana berbisik, lalu berlutut dan membungkuk. Kaede pun berlutut
di depannya, mengangkat wajah Hana dan menatapnya.
"Aku lebih muda darimu waktu aku pergi dulu," ujar Kaede, seraya mempelajari wajah
halus itu, struktur tulang yang sempurna di balik wajah bulat kekanak-kanakan.
"Dia mirip denganmu, lady," kata Shizuka.
"Kuharap dia akan lebih bahagia," jawab Kaede, dan menarik Hana ke dalam
pelukannya. Ia merasakan tubuh ringan itu mulai bergetar, dan menyadari gadis cilik ini
sedang menangis. "Ibu! Aku ingin Ibu!"
Air mata Kaede berlinang.
"Hush, Hana, jangan menangis." Ai berusaha menenangkan. "Maaf," kata Ai. "Dia
masih berduka. Dia belum diajari bagaimana harus berperilaku."
Tidak apa-apa, dia akan diajari, pikir Kaede, seperti yang harus kulakukan dulu. Dia akan
belajar agar tidak memperlihatkan perasaannya, agar sadar bahwa hidup ini adalah derita dan
duka, agar dia hanya menangis dalam kcsendtrian.
"Kemari," kata Shizuka, sambil memeluk Hana. "Ajari aku cara memasak jamur. Aku
tidak tahu jenis jamur di sini."
Sambil tersenyum hangat Shizuka mantap Kaede.
"Pelayanmu sangat baik," kata Ai setelah Hana dan Shizuka keluar ruangan. "Berapa
lama dia bersamamu?"
"Dia datang kepadaku beberapa bulan lalu, tak lama sebelum aku pergi dari kastil
LIAN HEARN BUKU KEDUA 64 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Noguchi," jawab Kaede. Kedua kakak beradik itu masih duduk di lantai, tidak tahu harus
berkata apa. Hujan semakin deras, air mengalir dari tepi atap bagaikan anak panah yang
membentuk tirai. Hari menjelang malam. Kaede berpikir, Aku tidak boleh memberitahukan Ai
bahwa Lord Arai yang mengirim Shizuka padaku sebagai bagian rencana penggulingan lida, atau
bahwa Shizuka berasal dari Tribe. Aku tidak boleh mengatakan apa-apa padanya. Dia masih
sangat muda, dia belum pernah keluar dari Shirakawa, dia tidak tahu apa pun tentang dunia
luar. "Kurasa kita harus menemui Ayah," kata Kaede.
Namun di saat bersamaan Kaede mendengar suara orang memanggil dari bagian rumah
yang letaknya jauh. "Ai! Ayame!" Terdengar langkah kaki mendekat. Orang itu mengeluh
pelan, "Ah, mereka pasti telah pergi meninggalkan aku. Dasar perempuan tak berguna!"
Dia masuk ke ruangan dan langsung berhenti begitu melihat Kaede.
"Siapa di sana" Apakah kita kedatangan tamu" Siapa yang datang malam-malam begini
dan di saat hujan?" Ai berdiri menghampiri. "Ini Kaede, putri sulung ayah. Dia telah kembali. Dia
selamat." "Kaede?" Dia melangkah maju. Kaede tidak berdiri tapi tetap membungkuk dalamdalam, menyentuhkan keningnya ke lantai.
Ai membantu ayahnya duduk. Laki-laki itu duduk berlutut di depan Kaede. "Tegaklah,
tegaklah," dia berkata dengan tidak sabar. "Mari kita lihat, siapa yang paling buruk di antara
kita berdua." "Ayah?" ujar Kaede saat mengangkat kepala.
"Aku laki-laki yang menanggung malu," ucapnya. "Aku seharusnya sudah bunuh diri.
Tapi aku tidak melakukannya. Aku mayat hidup, hanya separuh diriku yang hidup. Lihatlah
aku, nak." Memang benar bahwa perubahan yang mengenaskan telah menggerogoti ayahnya. Dia
dulu sangat terkendali dan bermartabat. Kini dia kelihatan seperti telah mengelupaskan
dirinya yang dulu. Irisan luka yang hampir sembuh melintang dari pelipis hingga telinga
kirinya; rambutnya dicukur habis karena penuh luka. Dia tidak memakai alas kaki dan
kimononya pun penuh noda, rahangnya gelap karena dihiasi janggut.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 65 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apa yang terjadi?" tanya Kaede sambil berusaha menahan marah. Dia kemari untuk
mencari perlindungan, mencari rumah masa kecilnya yang hilang karena telah
menghabiskan delapan tahun yang penuh duka, tapi ia justru menemukan rumahnya di
ambang kehancuran. Ayahnya membuat gerakan lunglai. "Pentingkah itu" Semuanya telah lenyap, hancur.
Kepulanganmu adalah pukulan terakhir. Apa yang terjadi pada perkawinanmu dengan Lord
Otori" Jangan katakan kalau dia juga mati."
"Itu bukan salahku," ujarnya pahit. "Iida yang membunuhnya."
Bibir ayahnya merapat dan wajahnya memucat. "Kami tidak mendengar apa-apa di
sini." "Iida juga sudah mati," Kaede melanjutkan. "Arai telah mengambil alih Inuyama.
Tohan sudah kalah." Mendengar nama Arai jelas mengganggu Lord Shirakawa. "Pengkhianat itu," dia
berkata gusar, sambil memandang ke kegelapan seolah-olah dia melihat hantu-hantu sedang
berkumpul di situ. "Dia mengalahkan Iida?" Setelah membisu sejenak, dia. melanjutkan,
"Sekali lagi aku di pihak yang kalah. Keluargaku pasti dikutuk. Untuk pertama kalinya aku
senang tidak mempunyai anak laki-laki sebagai pewaris. Shirakawa akan lenyap tanpa perlu
disesali seorang pun."
"Kau punya tiga anak perempuan!" Kaede menanggapi, terluka oleh rasa marah.
"Putri sulungku juga dikutuk, membawa kematian bagi laki-laki yang akan dia nikahi!"
"Iida yang menyebabkan Lord Otori mati! Semua itu hanyalah jebakan Iida.
Pernikahanku dirancang agar Lord Otori datang ke Inuyama dan masuk dalam genggaman
Iida." Rintik hujan memukul keras atap, mengaliri tepian genteng. Shizuka membawa
lampu tambahan, meletakkannya di lantai lalu duduk berlutut di belakang Kaede. Aku harus
mengendalikan diri, pikir Kaede. Aku tidak boleh mengatakan semua hal padanya.
Wajah ayah Kaede pucat. "Kau jadi menikah atau tidak?"
Jantung Kaede berdebar kencang. Ia tidak pernah berbohong pada ayahnya. Kini ia
tidak mampu bersuara. Ia menunduk, seakan-akan sedih.
Shizuka lalu berbisik. "Boleh saya bicara, Lord Shirakawa?"
"Siapa dia?" tanya Ayahnya pada Kaede.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 66 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Dia pelayanku. Dialah yang menemaniku sejak di kastil Noguchi."
Ayah Kaede mengangguk ke arah Shizuka. "Apa yang hendak kau katakan?"
"Lady Shirakawa dan Lord Otori telah menikah secara diam-diam di Terayama," kata
Shizuka dengan nada rendah. "Kerabat perempuanmu adalah saksinya, hanya saja dia juga
mati di Inuyama bersama anak gadisnya."
"Maruyama Naomi mati" Kini keadaan semakin buruk. Kekuasaannya akan berpindah
ke keluarga anak tirinya. Kiia mungkin terpaksa menyerahkan Shirakawa kepada mereka
juga."

Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akulah pewaris Lady Maruyama. Dia mempercayakan segalanya kepadaku." kata
Kaede. Lord Shirakawa tertawa mengejek. "Mereka selalu mrmpersengketakan wilayah itu
selama bertahun-tahun. Suaminya adalah sepupu Iida dan didukung oleh Tohan dan
Seishuu. Kau pasti sudah sinting jika berpikir mereka akan membiarkanmu menguasai
wilayah itu." Kaede dapat merasakan Shizuka bergerak pelan di belakangnya. Ayahnya hanyalah
orang pertama dari sekian banyak laki-laki, seluruh klan, bahkan mungkin seluruh Tiga
Negara yang akan berusaha menggagalkannya.
"Bagaimana pun juga, aku berniat mewarisinya."
"Kau harus berjuang untuk mendapatkannya," kata ayahnya dengan sinis.
"Kalau begitu aku akan berjuang." Mereka duduk dalam keheningan di ruangan yang
gelap dengan diiringi rintik hujan yang membasahi taman.
"Kita hanya memiliki beberapa orang pengawal," kata ayahnya, suaranya terdengar
pahit. "Apakah Otori akan membantumu" Kurasa kau harus menikah lagi. Apakah mereka
mengusulkan seseorang?"
"Terlalu cepat untuk memikirkan hal itu," ujar Kaede. "Aku masih berduka." Ia
menghela napas begitu dalam sehingga ia yakin ayahnya bisa mendengar. "Aku sedang
hamil." Lord Shirakawa kembali menatap Kaede, menatap tajam melalui keremangan malam.
"Shigeru memberimu anak?"
Kaede membungkuk untuk menegaskan ucapannya tanpa berani bicara.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 67 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Baiklah," kata ayahnya, tiba-tiba bertingkah riang yang tak semestinya. "Kita harus
merayakannya! Seorang laki-laki mungkin sudah mati, namun benihnya tetap hidup. Ini
sangat luar biasa!" Semula mereka bicara pelan, tapi kini Lord Shirakawa berteriak kencang
secara mengejutkan. "Ayame!"
Kaede terlonjak tanpa sengaja. Ia melihat bagaimana ayahnya kehilangan akal, berayunayun antara senang dan sedih. Hal ini membuat Kaede takut, namun ia berusaha
menyingkirkan ketakutannya itu. Selama ayahnya percaya, ia akan hadapi apa pun yang
mungkin terjadi kelak. Seorang perempuan, Ayame, datang dan berlutut di depan Kaede. "Lady, selamat
datang. Maaf atas penyambutan yang buruk."
Kaede berdiri, meraih lengan perempuan itu dan menariknya berdiri. Mereka
berpelukan. Sosok gigih dan padat yang Kaede ingat berkurang dalam diri perempuan yang
beranjak baya itu. Wewangian orang ini mengingatkan Kaede pada masa kecilnya.
"Ambilkan sake," perintah Ayah Kaede. "Aku ingin bersulang untuk cucuku."
Kaede ketakutan, seakan-akan telah memberi identitas vang salah pada anak ini. "Masih
terlalu dini," katanya pdan. "Jangan dulu dirayakan."
"Kaede!" seru Ayame, menyebut nama Kaede seperti yang dulu biasa dia panggil.
"Jangan bicara seperti itu, jangan mempermainkan takdir."
"Ayo ambilkan sake," ayahnya dengan lantang. "Dan tutup semua jendela. Kenapa di
sini dingin?" Saat Ayame berjalan ke beranda, terdengar langkah kaki, dan suara Kondo memanggil,
"Lady Otori!" Shizuka mendekat ke pintu dan berbincang dengan Kondo.
"Suruh dia masuk," perintah Kaede.
Kondo melangkah ke beranda dan duduk berlutut di pintu. Kaede menyadari
pandangan sekilas laki-laki itu ke sekeliling ruangan seraya mempelajari tata letak rumah,
dan menilai orang-orang di dalamnya. Kondo berbicara pada Kaede, bukan pada Lord
Shirakawa, "Aku berhasil mendapatkan sedikit makanan dari desa. Aku pun telah memilih
beberapa orang yang kau minta. Pemuda yang tadi datang, Amano Tenzo, aku beri dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 68 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tanggung jawab mengurusi kuda. Aku hendak melihat apakah mereka mendapatkan
makanan dan juga untuk menyiapkan penjagaan malam ini."
"Terima kasih. Kita akan bicara lagi besok pagi."
Kondo membungkuk, lalu pergi tanpa bicara.
"Siapa orang itu?" tanya ayahnya. "Kenapa dia tidak meminta pendapat atau ijin
dariku?" "Dia bekerja padaku," balas Kaede.
"Bila dia anak buah Arai, tidak kuijinkan dia tinggal di rumah ini."
"Sudah kukatakan, dia bekerja padaku." Kesabaran Kaede mulai menipis. "Kini kita
bersekutu dengan Lord Arai. Dia telah menguasai sebagian besar Tiga Negara. Dialah
pemimpin kita. Kau harus terima kenyataan itu, Ayah. Iida sudah mati dan kini segalanya
telah berubah." "Apakah itu juga berarti anak perempuan boleh bicara seperti itu pada ayahnya?"
"Ayame," kata Kaede, "tuntun Ayah ke kamar. "Dia akan makan di sana malam ini."
Ketika ayahnya membantah, Kaede meninggikan suara di depan ayahnya untuk yang
pertama kali dalam hidupnya. "Ayah, aku lelah. Kita bicara lagi besok."
Ayame memberi satu tatapan yang Kaede memilih untuk mengabaikannya. "Lakukan
seperti yang kukatakan," Kaede berkata dingin, dan setelah beberapa saat, pelayan itu
menuruti dan menuntun Lord Shirakawa pergi.
"Kau harus makan, lady," kata Shizuka. "Duduklah, akan kuambilkan sesuatu."
"Tolong periksa apakah semua orang sudah diberi makan," ujar Kaede. "Dan tutup
semua jendela." Kaede lalu berbaring sambil mendengarkan rintik hujan. Semua penghuni rumah dan
pengawal telah diberi tempat menginap, disajikan makanan. Malam ini akan aman, bila
Kondo memang bisa dipercaya. Ia membiarkan berbagai kejadian hari ini berlari-lari di
benaknya untuk memikirkan masalah yang harus ia urusi: ayahnya, Hana, kepemimpinan
Shirakawa yang terabaikan, wilayah sengketa Maruyama. Bagaimana ia akan mengklaim dan
mempertahankan apa yang menjadi miliknya"
Seandainya aku laki-laki, pikir Kaede. Semuanya akan mudah. Seandainya aku anak lakilaki, apa yang tidak akan ayah lakukan padaku"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 69 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Kaede menyadari dirinya memiliki kekejaman seorang laki-laki. Saat masih di kastil
Noguchi, ia pernah menusuk scorang penjaga tanpa sadar, sedangkan ia membunuh Iida
dengan sadar. Ia pasti akan membunuh lagi daripada membiarkan laki-laki menyerangnya.
Pikirannya melayang ke Lady Maruyama. Andaikan aku bisa lebih mengenalnya, pikirnya.
Kuharap aku bisa lebih banyak belajar darimu. Aku menyesal atas penderitaan yang aku
timbulkan. Bila saja kita bisa bicara bebas. Kaede seperti melihat seraut wajah cantik Lady
Maruyama di depannya, dan mendengar suaranya lagi. Aku percayakan wilayah dan
pendudukku kepadamu. Jagalah mereka.
Akan kulakukan, janji Kaede. Akan kupelajari caranya.
Kurangnya pendidikan membuat Kaede putus asa, namun ia memutuskan akan mencari
tahu cara menjalankan roda pemerintahan, cara berbicara dengan petani, cara melatih para
laki-laki untuk berperang, semua hal yang biasa diajarkan pada anak-anak laki sejak lahir.
Ayah harus mengajariku, pikirnya. Pekerjaan ini akan memberi dia sesuatu untuk dipikirkan
selain memikirkan dirinya sendiri.,
Kaede merasakan denyut emosi, takut atau malu atau, mungkin, gabungan dari
keduanya. Ia sedang berubah menjadi apa" Apakah ia tidak wajar" Apakah ia diberkahi atau
justru dikutuk" Ia yakin tidak ada perempuan yang pernah berpikir seperti apa yang ia
pikirkan saat ini. Kecuali Lady Maruyama. Dengan berpegang atas apa yang telah ia janjikan
pada kerabatnya itu, Kaede pun akhirnya tertidur.
Keesokan paginya Kaede mengucapkan salam perpisahan pada anak buah Arai, ia
mendesak mereka pergi secepat mungkin. Mereka pun senang bisa segera pergi, tidak sabar
turut serta dalam kampanye Arai ke wilayah Timur sebelum musim dingin. Kaede juga
senang dapat menyingkirkan mereka, khawatir ia tak mampu memberi mereka makan bila
tinggal semalam lagi. Kemudian ia memerintahkan pelayan membersihkan rumah dan
menata taman. Dengan tersipu malu Ayame memberitahukan bahwa tak ada yang dapat
digunakan untuk membayar pekerja. Harta Shirakawa telah habis.
"Kalau begitu, kita yang melakukannya sendiri," kata Kaede dan ketika pekerjaan
dimulai, ia pergi ke istal bersama Kondo.
Seorang pemuda menyambutnya dengan hormat dan tidak bisa menyembunyikan
kegembiraannya. Dia adalah Amano Tenzo, pemuda yang pernah menemani ayahnya ke
LIAN HEARN BUKU KEDUA 70 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kastil Noguchi. Pemuda itu telah Kaede kenal sejak kanak-kanak. Usianya kini sekitar dua
puluh tahun. "Kuda ini sangat bagus," katanya saat membawa Raku dan memasangkan pelana.
"Kuda ini pemberian anak Lord Otori," kata Kaede, sambil menepuk-nepuk leher
Raku. Wajah Amano berseri-seri. "Kuda dari wilayah Otori terkenal karena stamina dan
indera yang bagus. Kuda-kuda mereka biasa mengarungi rawa-rawa dengan dipandu roh air.
Bila kau ijinkan, kita akan mengawinkan kuda ini agar mendapatkan keturunannya tahun
depan." Kaede menyukai cara Amano menyapa dan berbicara padanya tentang hal-hal seperti
itu. Istal dalam kondisi lebih baik ketimbang bagian rumah lainnya, bersih dan tcrawat.
Selain Raku, di istal itu hanya ada kuda jantan milik Amano, empat ekor kuda milik Kondo
dan anak huahnya, serta tiga ekor kuda yang sudah tua dan pincang. Tengkorak-tengkorak
kuda terpancang di tepi atap istal dan angin merintih saat menembus ke rongga mata
mereka yang kosong. Dia tahu tengkorak-tengkorak itu dipajang untuk melindungi dan
menenangkan kuda-kuda di bawahnya, tapi saat ini jumlah tengkoraknya lebih banyak
dibandingkan kuda yang masih hidup.
"Kau benar, kita harus menambah jumlah kuda," ujar Kaede. "Berapa banyak kuda
betina yang kita miliki?"
"Hanya dua atau tiga ekor saat ini."
"Bisakah kita dapat lebih banyak lagi kuda sebelum musim dingin?"
Amano nampak murung. "Peperangan, badai... tahun ini penuh bencana bagi
Shirakawa." "Tunjukkan tempat yang paling parah," kata Kaede. "Temani aku berkuda."
Kepala Raku menegak tinggi dan kedua telinganya terjulur ke depan. Kuda itu seperti
sedang menatap dan mendengarkan. Raku meringkik lembut saat Kaede mendekatinya.
"Kurasa kuda ini merindukan seseorang-tuannya, mungkin," ujar Amano.
"Jangan mencemaskan hewan ini. Dia akan terbiasa dengan kita dan melupakan
tuannya." Kaede menepuk-nepuk leher abu-abu pucat Raku. Aku juga merindukan tuanmu, ia
berbisik pelan. Bisakah kita berdua melupakannya" Ia merasakan ikatan yang semakin kuat
LIAN HEARN BUKU KEDUA 71 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dengan kuda kecil ini. Setiap pagi Kaede berkuda menjelajahi wilayahnya bersama Kondo dan Amano. Setelah
beberapa hari berlalu, seorang laki-laki tua muncul di pintu, dan para pelayan
menyambutnya dengan tangis kegembiraan. Orang itu bernama Shoji Kiyoshi, orang
kepercayaan ayahnya yang sudah tua, terluka dan dikhawatirkan sudah tewas. Dia memiliki
pengetahuan yang luas tentang pemerintahan, desa, dan para petani. Kaede sadar kalau
orang itu bisa mengatakan banyak hal yang perlu ia ketahui. Awalnya Shoji menertawakan
keinginan Kaede, merasa aneh dan lucu bila ada gadis tertarik akan hal seperti itu, namun
ingatan dan kecepatan Kaede menangkap apa yang diajarkan membuat dia kaget. Orang tua
itu mulai membahas berbagai masalah dengan Kaede, dan meskipun Kaede merasakan
ketidaksepakatan Shoji pada dirinya, namun ia merasa dapat mempercayai laki-laki itu.
Ayahnya kurang menaruh perhatian soal pemerintahan sehari-hari, dan Kaede menduga
kalau ayahnya telah bertindak ceroboh, bahkan berlaku tidak adil. Ayahnya terlalu
menyibukkan diri dengan membaca dan menulis di kamarnya. Kaede menemui ayahnya
setiap sore. Tanpa bicara, Lord Shirakawa menghabiskan waktu dengan menatap taman,
melihat Ayame dan pelayan lain bekerja tak mengenal lelah di taman, sambil menggerutu,
mengeluhkan nasibnya. Kaede memohon agar ayahnya mau mengajari berbagai hal, "Perlakukan aku seakanakan aku anak laki-laki," namun ayahnya tidak menanggapi dengan serius.
"Seorang isteri seharusnya patuh dan, jika mungkin, mempercantik diri. Laki-laki tidak
ingin perempuan yang berpikir seperti mereka."
"Laki-laki selalu membutuhkan teman untuk diajak bicara," Kaede mendebatnya.
"Laki-laki tidak bicara pada isterinya, mereka hanya bicara dengan sesamanya," jawab
ayahnya sinis. "Lagipula, kau kan tidak bersuami. Sebaiknya kau menikah lagi."
"Aku tak akan menikah," kata Kaede. "Itu alasannya aku harus belajar. Apa yang
seorang suami akan lakukan untukku, aku akan melakukannya sendiri."
"Kau harus menikah," balas ayahnya singkat. "Kita akan rencanakan pernikahanmu."
Kaede lega karena ayahnya tidak membicarakan hal itu lagi.
Hampir setiap hari Kaede duduk di dekat ayahnya, duduk berlutut di samping selagi
ayahnya menyiapkan batu tinta dan kuas, mengamati setiap goresan. Kaede bisa membaca
LIAN HEARN BUKU KEDUA 72 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dan menulis berlembar-lembar naskah yang digunakan para perempuan, tapi ayahnya
menulis dalam bahasa laki-laki, bentuk karakternya serapat dan sekokoh jeruji penjara.
Kaede mengamati dengan sabar, sampai suatu hari ayahnya memintanya menulis
karakter-karakter laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
Karena kidal, Kaede mengambil kuas dengan tangan kiri, namun ketika melihat
ayahnya mengerenyitkan dahi, Kaede lalu memindahkan kuas ke tangan kanan. Dengan
menggunakan tangan kanan berarti, seperti biasanya, ia perlu usaha keras untuk menulis. Ia
menulis secara tegas, menirukan gerakan ayahnya. Lord Shirakawa menatap lama hasil
tulisan Kaede. Akhirnya dia berkata, "Kau menulis seperti laki-laki."
"Anggap saja aku laki-laki." Merasa sedang diperhatikan, Kaede balas menatap.
Ayahnya menatap seakan-akan dia tak mengenali putrinya sendiri, seakan-akan Kaede
membuat dia bingung dan terpesona, seperti seekor hewan eksotis.
"Sangat menarik," ujarnya, "melihat seorang gadis dapat mengikuti tulisan laki-laki.
Apalagi aku tidak mempunyai anak laki-laki, dan aku tak akan pernah punya."
Suaranya kian lemah dan tatapannya yang hampa menerawang jauh. Ini satu-satunya
saat dia menyinggung, meskipun hanya samar-samar, tentang kematian istrinya.
Sejak itu, Lord Shirakawa mengajari segala hal yang seharusnya sudah Kaede pelajari
bila ia terlahir sebagai laki-laki. Ayame menentang itu; begitu pula dengan sebagian besar
penghuni rumah ini, khususnya Shoji, tapi Kaede mengacuhkan mereka semua. Ia belajar
dengan cepat, meski banyak hal yang ia pelajari justru membuat ia putus asa.
"Semua yang Ayah katakan hanyalah tentang alasan laki-laki menguasai dunia," Kaede
mengeluh pada Shizuka. "Setiap naskah, setiap hukum menjelaskan dan membenarkan
dominasi laki-laki."
"Itulah dunia," balas Shizuka. Waktu itu hari telah malam dan mereka sedang berbaring
berdampingan, seraya berbisik-bisik. Ai, Hana, dan para pelayan perempuan lainnya tidur di
kamar sebelah. Malam terasa hening, udara dingin.
"Tidak semua orang mempercayai itu. Mungkin ada wilayah lain di mana mereka
berpikir secara berbeda. Bahkan di sini ada beberapa orang yang berani berpikir sebaliknya.
Lady Maruyama, misalnya..." Suara Kaede terdengar lebih pelan lagi. "Kaum Hidden?"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 73 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apa yang kau tahu tentang mereka?" tanya Shizuka sambil tertawa lembut.
"Kau pernah mengatakannya, saat pertama kita bertemu di kastil Noguchi. Kau
mengatakan kalau mereka percaya semua orang diciptakan sejajar oleh tuhan mereka. Saat
itu kupikir kau, dan mereka, pasti sudah gila. Tapi kini, ketika aku belajar bahwa Sang
Pencerah pun berbicara buruk tentang perempuan"atau setidaknya para rahib dan biarawan
yang melakukannya"timbul pertanyaan dalam diriku, kenapa harus begitu?"
"Apa yang kau harapkan?" kata Shizuka. "Laki-lakilah yang menulis sejarah dan naskah
suci. Bahkan puisi. Kau tidak bisa mengubah dunia. Kau justru harus melakukan yang
terbaik dari semua itu."


Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada beberapa penulis perempuan," ujar Kaede. "Aku pernah mendengar dongeng
mereka sewaktu di kastil Noguchi. Namun Ayah melarangku membaca karya mereka karena
menurutnya itu dapat merusak pikiranku."
Kadang-kadang Kaede berpikir ayahnya menyuruh ia membaca hanya karena para
penulis itu mengatakan hal-hal yang buruk tentang perempuan, namun kemudian dia
berpikir mungkin memang tidak ada naskah yang lain. Kaede tidak menyukai Kung Fu Tzu
yang dikagumi ayahnya. Suatu sore, saat sedang menyalin pemikiran bijak yang ayahnya
diktekan, ada tamu datang.
Hari telah berganti malam. Udara terasa lembab dan dingin. Di taman, pucuk bunga
seruni terkulai karena tertindih embun. Para pelayan menghabiskan minggu-minggu
terakhir untuk menyiapkan pakaian musim dingin dan Kaede bersyukur atas kain berlapis
kapas yang ia kenakan di balik kimononya. Duduk sambil menulis dan membaca membuat
tangan dan kakinya kedinginan. Tak lama lagi ia harus menyiapkan tungku... ia
mencemaskan awal musim dingin ini karena mereka masih belum siap.
Ayame terburu-buru mendekati pintu dan berkata dengan gelisah, "Lord Fujiwara
datang, tuan." Kaede berkata, "Aku pergi dulu," lalu dia meletakkan kuas dan berdiri.
"Jangan, kau tunggu di sini. Akan kubuat dia menemuimu. Tentu saja dia datang
karena ingin mendengar kabar yang kau bawa dari Timur."
Ayahnya melangkah keluar untuk menyambut tamu. Setelah berbalik untuk memberi
isyarat pada Kaede, dia lalu berlutut.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 74 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Halaman rumah dipenuhi penunggang kuda dan pelayan sang bangsawan. Lord
Fujiwara keluar dari tandu yang diturunkan di samping batu datar raksasa, batu yang dibawa
ke taman dengan cepat karena tujuan tersebut. Kaede heran ada yang mau datang ke tempat
ini. Ia berharap, dengan rasa bersalah, semoga rombongan ini membawa makanan sendiri.
Kaede berlutut ketika seorang pelayan melepaskan alas kaki bangsawan itu, lalu masuk ke
dalam rumah. Sebelum menunduk, Kaede berusaha melihat sosok laki-laki itu. Orang itu bertubuh
ramping dan tinggi, Wajahnya putih seperti topeng, keningnya tinggi secara tak wajar.
Pakaiannya berwarna lembut terbuat dari kain yang sangat elok. Dia memakai wewangian
yang memabukkan, aroma yang menunjukkan ketegasan dan orisinalitas. Dia balas
bungkukan Lord Shirakawa dengan anggun, dan menanggapi sambutan dengan penuh
sopan santun, diiringi bahasa yang berbunga-bunga.
Kaede tetap tidak bergerak saat orang itu melewati dirinya, aroma wangi tubuh
bangsawan itu sangat menusuk hidung.
"Ini putri sulungku," kata Lord Shirakawa dengan santai, saat dia mengikuti tamunya
masuk. "Otori Kaede."
"Lady Otori," Kaede mendengar Lord Fujiwara mengatakan itu, kemudian, "Aku ingin
bertemu dengannya." "Kemari, anakku," ayahnya berkata tidak sabar dan Kaede masuk dengan tetap berlutut.
"Lord Fujiwara," gumamnya.
"Dia tentu sangat cantik," bangsawan itu berkata. "Coba kulihat wajahnya."
Kaede mengangkat mata dan menjumpai tatapan laki-laki itu.
"Menakjubkan." Di kedalaman matanya yang menyipit dan menyorotkan penghargaan, Kaede melihat
adanya rasa kagum, bukan hasrat. Sikap laki-laki itu membuatnya kaget dan Kaede
tersenyum samar, tapi senyum lepas. Lord Fujiwara nampak sama kagetnya dan garis
bibirnya yang semula mengatup keras berubah lembut.
"Aku pasti telah mengganggumu," dia meminta maaf, pandangannya tertuju ke kuas
dan lembaran kertas milik Kaede. Keingintahuan orang ini muncul. Satu alis matanya naik.
"Sedang belajar?"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 75 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Bukan apa-apa," balas Lord Shirakawa malu-malu. "Ini hanyalah kebodohan seorang
gadis. Kau pasti menganggapku seorang ayah yang dungu."
"Justrunya sebaliknya, aku terkesan." Dia mengambil lembaran yang Kaede tulis.
"Bolehkah?" "Silakan, silakan," Lord Shirakawa berkata.
"Tulisan tangan yang cukup bagus. Orang tak akan percaya ini tulisan seorang gadis."
Kaede merasa pipinya merona. Ia diingatkan kembali akan kenekatannya mempelajari
urusan laki-laki. "Kau menyukai Kung Fu Tzu?" Lord Fujiwara bertanya langsung, dan ini membuat
Kaede makin bingung. "Perasaanku bercampur-aduk," balas Kaede. "Bagiku, Penulis ini hanya memiliki sedikit
kepedulian." "Anakku," ayahnya membantah, namun bibir Lord Fujiwara bergerak sehingga nampak
seperti tersenyum. "Sang penulis tidak mengantisipasi akan dinilai seperti itu," jawabnya ringan. "Aku
yakin kau baru tiba dari Imiyama. Harus kuakui kalau salah satu alasanku kemari yaitu
untuk mengetahui peristiwa yang terjadi di sana."
"Aku tiba sebulan lalu," jawab Kaede. "Tidak langsung dari Inuyama. Aku datang dari
Terayama, tempat Lord Otori dimakamkan."
"Suamimu" Aku belum dengar itu. Aku turut berbelasungkawa."
Pandangannya menyapu sosok Kaede. Tak satu pun bisa lolos darinya, pikir Kaede.
Matanya seperti mata elang.
"Iida yang menyebabkan dia mati," kata Kaede pelan. "Dan Iida dibunuh sebagai
pembalasan dari Otori."
Fujiwara menunjukkan rasa simpatinya, dan Kaede berbicara singkat mengenai Arai dan
situasi di Inuyama. Di balik kesantunan ucapan bangsawan itu, Kaede melihat kalau orang
itu ingin tahu lebih banyak lagi. Hal itu membuat Kaede gelisah, namun ia juga merasa
tergoda. Ia merasa dapat menceritakan segala hal pada Lord Fujiwara dan tak ada yang
membuat orang ini kaget, dan Kaede pun merasa tersanjung akan ketertarikan Lord
Fujiwara pada dirinya yang ditunjukkan dengan jelas.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 76 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Semua ini gara-gara si Arai yang pernah bersumpah setia pada Noguchi," kata Lord
Shirakawa, kembali marah pada musuh utamanya. "Karena pengkhianatan dialah sehingga
aku berperang melawan orang-orang Seishuu di wilayahku sendiri"beberapa di antara
mereka bahkan saudaraku sendiri. Aku merasa dikhianati dan dilangkahi."
"Ayah!" Kaede coba menenangkan. Masalah ayahnya bukanlah urusan Lord Fujiwara,
dan makin sedikit dia membicarakan tentang aibnya, semakin baik.
Bangsawan itu menanggapi pengungkapan ayahnya dengan agak membungkuk.
"Sepertinya Lord Shirakawa terluka."
"Hanya terluka ringan," balasnya. "Lebih baik seandainya aku mati dibunuh. Aku
seharusnya bunuh diri namun kedua putriku membuatku lemah."
Kaede tak ingin mendengar apa-apa lagi. Untung saja mereka disela oleh Ayame yang
datang membawakan teh dan beberapa manisan. Setelah melayani kedua laki-laki itu, Kaede
lalu pamit, meninggalkan ruangan agar mereka dapat berbicara lebih jauh. Mata Fujiwara
menatap kepergian Kaede yang sedang berharap untuk dapat berbicara lagi dengan
bangsawan itu tanpa kehadiran ayahnya.
Kaede tidak ingin langsung menyarankan suatu pertemuan, tapi ia memikirkan cara
untuk dapat mewujudkannya. Beberapa hari kemudian, ayahnya mengabarkan bahwa Lord
Fujiwara mengundang Kaede datang ke istananya untuk melihat-lihat koleksi lukisan dan
harta benda lainnya. "Kau berhasil membuat dia tertarik," kata ayahnya, agak kaget.
Dengan sukacita, meskipun agak cemas, Kaede meminta Shizuka ke istal untuk
menyuruh Amano menyiapkan Raku, dan meminta dia menemani ke kediaman Lord
Fujiwara yang tidak begitu jauh.
"Kau harus menggunakan tandu," kata Shizuka tegas.
"Mengapa?" "Lord Fujiwara berasal dari istana. Dia kerabat kaisar. Kau tidak boleh mengunjunginya
dengan berkuda seperti seorang ksatria." Shizuka terlihat kaku, namun kemudian merusak
kesan itu dengan tertawa terkekeh-kekeh, lalu menambahkan, "Jika kau laki-laki dan
menunggang Raku, ayahmu mungkin akan mengijinkan! Tapi kau harus memberi kesan
sebagai perempuan; kau harus tampil dengan sempurna." Shizuka menatap Kaede dengan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 77 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
pandangan kritis. "Tidak diragukan lagi, dia pasti akan berpikir kalau kau terlalu tinggi."
"Dia pernah mengatakan aku cantik," kata Kaede, tersinggung.
"Dia harus melihatmu mulus tanpa cacat. Seperti porselen, atau lukisan karya Sesshu.
Setelah itu, dia pasti ingin menambahmu sebagai koleksinya."
"Aku tak ingin menjadi koleksinya," jerit Kaede.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" suara Shizuka berubah serius.
Kaede menjawab dalam nada yang serupa. "Aku ingin memperbaiki wilayahku dan
menuntut apa yang menjadi milikku. Aku ingin memiliki kekuasaan seperti yang orang lakilaki miliki."
"Bila itu keinginanmu, maka kau perlu sekutu," jawab Shizuka. "Jika hendak menjadikan
Lord Fujiwara sebagai sekutu, maka kau harus tampil sempurna di depannya. Kirim pesan
yang mengatakan kau sedang kurang sehat. Katakan kalau kau akan mengunjunginya dua
hari lagi sehingga ada waktu untuk bersiap-siap."
Pesan dikirim dan Kaede pun pasrah di tangan Shizuka. Rambutnya dicuci, alis matanya
dicabut agar rapi, kulitnya digosok dengan gandum, badannya dipijat memakai pelembab
lalu digosok lagi. Shizuka mengumpulkan semua pakaian dan memilih beberapa kimono
milik mendiang ibu Kaede. Semua pakaian itu tak lagi baru, namun terbuat dari bahan yang
bermutu dan warnanya"abu-abu seperti warna sayap burung dara, dan ungu seperti warna
semak semanggi"membuat kulit Kaede terlihat putih dan rambutnya bercahaya biru
kehitaman. "Kau begitu cantik sehingga akan mencuri perhatiannya," ucap Shizuka. "Tapi kau juga
harus menggugah minatnya. Jangan terlalu banyak bicara. Aku yakin dia menyukai rahasia.
Bila kau membagi rahasiamu, yakinlah kalau dia akan membayar harga yang pantas untuk
rahasia yang kau berikan."
Malam semakin dingin dengan butiran salju yang mulai berjatuhan, sedangkan di siang
hari langit cerah. Pegunungan tampak cemerlang dengan pohon maple dan sumac yang
berwarna semerah lidah api dengan latar belakang pepohonan cedar yang hijau gelap dan
langit yang biru. Perasaan Kaede bersemangat karena kandungannya, dan saat melangkah keluar dari
tandu dan menginjak taman di kediaman Lord Fujiwara, keindahan yang ada di hadapannya
LIAN HEARN BUKU KEDUA 78 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membuat hatinya tergetar. Inilah suasana musim gugur yang sempurna, yang tak lama lagi
akan hilang akibat badai yang datang menderu-deru dari pegunungan.
Kediaman Lord Fujiwara lebih besar dan lebih terawat dibanding rumah Kaede. Air yang
mengalir melalui taman bergemericik saat terhalang bebatuan saat melalui taman dan
melewati kolam di mana ikan berwarna emas dan merah berenang dengan malas. Bukit
tampak seperti berdiri di atas taman, geinuruh air terjun bergema di kejauhan. Dua ekor
elang memanggil-manggil dari langit yang tak berawan.
Seorang pemuda datang menyambut di anak tangga lalu membimbing Kaede
menyeberangi beranda luas ke ruangan utama di mana Lord Fujiwara telah duduk
menunggu. Di pintu, Kaede berlutut, lalu menunduk hingga dahinya menyentuh lantai.
Alas lantai ruangan ini segar dan baru, warnanya hijau pucat, keharumannya tercium tajam.
Shizuka tetap di luar, duduk bersimpuh di lantai kayu. Ruangan hening. Merasa sedang
diperhatikan oleh Lord Fujiwara, Kaede berusaha memperhatikan ruangan itu sebanyak
yang ia bisa, tanpa menggerakkan kepala atau mata. Alangkah leganya Kaede ketika Lord
Fujiwara akhirnya menyapa dan memintanya agar duduk tegak.
"Aku senang atas kunjunganmu," katanya, dan mereka pun berbasa-basi. Kaede tetap
menjaga suaranya agar lembut dan rendah, sedangkan lawan bicaranya berbicara dengan
bahasa berbunga-bunga yang terkadang sulit diduga maksud kata-kata itu. Kaede hanya
berharap bila ia tidak bicara banyak, maka orang itu akan menganggapnya orang yang
misterius, dan bukan orang yang dungu.
Pemuda yang tadi mengantarnya datang membawa perlengkapan minum teh, dan
Fujiwara yang membuatkan teh, mengaduk-aduknya sehingga berbuih. Mangkuknya terasa
berat, berwarna merah jambu kecoklatan, sungguh menyenangkan saat dilihat dan disentuh.
Kaede memutar-mutar mangkuk yang ia pegang sambil mengaguminya.
"Mangkuk teh ini berasal dari Hagi," katanya. "Dari daerah asal Lord Otori. Dan ini
merupakan mangkuk teh kesukaanku." Setelah beberapa saat, dia melanjutkan, "Kau hendak
ke sana?" Tentu saja aku akan ke sana, pikir Kaede. Bila dia memang suamiku dan aku mengandung
anaknya, aku pasti akan pergi ke rumahnya, ke keluarganya.
"Aku tidak bisa," kata Kaede singkat, seraya menaikkan mata. Seperti biasa, ingatan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 79 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tentang kematian Shigeru, peran yang ia mainkan di dalamnya, dan tindakan balas dendam
saat itu, hampir membuat ia menitikkan air mata, menggelapkan matanya, membuat
matanya berkaca-kaca. "Selalu ada alasannya," dia berkata secara tidak langsung. "Lihat aku sekarang ini.
Makam anak laki-lakiku dan isteriku ada di Ibukota. Kau pasti belum mendengar beritanya:
aku diusir. Beberapa tulisanku membuat para penguasa tidak senang. Setelah aku
diasingkan, kota tertimpa dua kali bencana gempa yang dahsyat dan juga terjadi serangkaian
kebakaran. Umumnya mereka yakin itu adalah ungkapan rasa tidak senang Tuhan karena
telah memperlakukan seorang pelajar yang tak berdaya secara tidak adil. Mereka lalu
memintaku kembali ke ibukota, tapi hidup di sini membuatku bahagia. Aku juga punya
alasan untuk tidak segera mematuhi perintah itu, meskipun kelak aku harus meninggalkan
tempat ini." "Lord Shigeru kini telah menjadi dewa," kata Kaede. "Setiap hari orang datang
berduyun-duyun untuk berdoa di makamnya, di Terayama."
"Kematian Lord Shigeru merupakan kepedihan bagi kita semua, sedangkan aku masih
hidup. Aku terlalu dini untuk menjadi dewa."
Lord Fujiwara telah mengungkapkan tentang dirinya dan kini Kaede merasa harus
melakukan yang sama. "Kedua paman Lord Shigeru menginginkan kematiannya," kata
Kaede. "Itulah mengapa aku tidak mengunjungi mereka."
"Aku hanya mengetahui sedikit tentang Klan Otori," kata Lord Fujiwara, "terlepas dari
kerajinan tembikar mereka yang indah, orang Otori memiliki sifat tertutup. Agak sulit
menjangkau mereka. Dan mereka masih kerabat kaisar." Suaranya ringan, hampir seperti
mengejek, tapi ketika melanjutkan, nada suaranya agak berubah. Nada rasa ingin tahu dalam
suara Lord Fujiwara yang telah Kaede tahu kini muncul lagi. "Maaf jika memaksa, tapi
bagaimana sampai Shigeru mati?"
Selama ini hampir tidak pernah Kaede membicarakan tentang peristiwa yang
menyakitkan di Inuyama hingga ia tidak kuasa ingin mencurahkannya, tapi saat sang
bangsawan mencondongkan badan, Kaede dapat merasakan rasa penasaran Lord Fujiwara,
bukan pada dirinya, tapi untuk mengetahui apa yang telah Kaede derita.
"Aku tak dapat menceritakannya," kata Kaede dengan nada rendah. Ia akan membuat
LIAN HEARN BUKU KEDUA 80 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
laki-laki itu membayar demi rahasianya. "Terlalu menyakitkan."
"Ah," Fujiwara pun menunduk sambil menatapi mangkuk di tangannya. Kaede
mengamati bibir yang menarik dan jari yang lentik. Laki-laki itu meletakkan mangkuk di
lantai dan menatap Kaede, dan dengan sengaja Kaede balas menatap, membiarkan air mata
merebak di matanya, kemudian membuang muka.
"Mungkin suatu saat nanti..." kata Lord Fujiwara dengan lembut.
Mereka duduk tanpa bergerak maupun berbicara selama beberapa saat.
"Kau menggugah rasa ingin tahuku," Lord Fujiwara berkata akhirnya. "Sangat sedikit


Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan yang seperti itu. Mari kutunjukkan kediamanku yang sederhana, dan koleksiku
yang hanya sedikit."
Kaede meletakkan mangkuk kemudian berdiri dengan anggun. Sementara sang
bangsawan mengawasi setiap gerakan Kaede tanpa bergairah seperti laki-laki lainnya.
Kaede menyadari maksud Shizuka. Jika orang itu mengaguminya, maka dia akan
menambahkan Kaede sebagai salah satu koleksinya. Berapa harga yang harus orang itu
bayar demi dirinya dan apa saja yang bisa ia dapatkan" Shizuka membungkuk saat Kaede
dan Lord Fujiwara berjalan melewatinya, dan pemuda yang tadi menyambut
muncul dari kegelapan. Struktur tulang pipi pemuda itu sehalus seorang gadis.
"Mamoru," kata Fujiwara, "Lady Otori sangat baik mau melihat-lihat koleksiku yang
buruk. Ikutlah bersama kami."
Waktu pemuda itu membungkuk hormat pada Kaede, Fujiwara berkata, "Kau harus
belajar darinya. Pelajari dia. Lady ini sangat sempurna."
Kaede mengikuti mereka ke pusat rumah di mana ada halaman dan panggung.
"Mamoru adalah pemain drama," ujar Fujiwara. "Dia memainkan peran perempuan. Aku
ingin mementaskan pagelaran drama di lahan kecil ini."
Halamannya tidak luas, namun sangat indah. Pilar-pilar kayu polos yang menopang atap
berukir ornamen, dan di latar belakang panggung ada lukisan pohon pinus.
"Kau harus menyaksikan pertunjukkan di sini," ujar Fujiwara. "Tak lama lagi kami akan
memulai gladiresik drama Atsumori*. Kami sedang menunggu kedatangan pemain seruling.
Tapi sebelum itu, akan ada pertunjukkan drama The Fulling Block**. Mamoru bisa belajar
darimu dan aku ingin tahu pendapatmu tentang penampilannya."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 81 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Ketika Kaede tidak menanggapi, dia melanjutkan, "Kau tahu tentang drama?"
"Aku pernah menyaksikan beberapa pertunjukan saat di Noguchi," balasnya. "Hanya saja
aku tak tahu banyak."
"Menurut Ayahmu, kau pernah menjadi tawanan di Noguchi."
"Sejak usia tujuh tahun."
"Alangkah aneh hidup yang perempuan jalani," dia berkata.
Mereka berjalan dari panggung ke ruangan tempat menerima tamu dengan pemandangan
taman kecil di luarnya. Sinar matahari masuk hingga ke dalam ruangan dan Kaede bersyukur
atas kehangatannya. Tapi, matahari telah mendekati gunung. Tak lama lagi gunung akan
menyembunyikan matahari, dan bayang-bayang pegunungan akan menutupi lembah. Kaede
menggigil kedinginan. "Ambilkan tungku," perintah Fujiwara. "Lady Otori kedinginan."
Mamoru menghilang sejenak, kemudian datang lagi diikuti seorang laki-laki tua yang
membawa tungku kecil berisi bara.
"Duduklah di dekat tungku itu," kata Fujiwara, "Mudah sekali terserang dingin sekarang
ini." Mamoru meninggalkan ruangan tanpa pernah bicara, gerakan pemuda itu anggun,
terhormat, dan tak bersuara. Sewaktu kembali, dia membawa peti kayu paulownia yang dia
letakkan di lantai dengan hati-hati. Dia pergi dan kembali sebanyak tiga kali sambil
membawa peti atau kotak yang terbuat dari kayu yang berbeda: kayu zelkova, reniara,
danceri yang dipelitur sehingga warna dan urat kayu memperlihatkan usia pohon-pohon itu,
memperlihatkim bekas ranting yang tumbuh kembang, cuaca panas ihn dingin, hujan dan
angin yang dialaminya. Lord Fujiwara membuka kotak-kotak itu satu demi satu dengan gerakan yang pelan dan
sangat berhati-hati. Di dalamnya terhampar beberapa bungkusan, ada beberapa yang
dibungkus berlapis-lapis kain yang indah, meskipun sudah sangat tua: bahan sutra dari
proses anyaman terbaik dan sebagian besar berwarna lembut, tapi apa yang ada di balik kainkain itu jauh mengungguli semua yang pernah Kaede lihat. Sang bangsawan membuka
sctiap lapisan kain pembungkus lalu menaruh dengan hati-hati di depan Kaede. Dia
mengajak Kaede mengangkat, mengelus, dan menyentuhkan ke bibir atau ke alis mata untuk
LIAN HEARN BUKU KEDUA 82 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
merasakan keindahan benda itu, seperti keindahan pada saat dipandang. Lord Fujiwara
kemudian membungkus dan meletakkan koleksinya itu ke tempat semula sebelum
menunjukkan isi peti berikutnya.
"Jarang sekali aku melihat benda-benda ini," dia berkata dengan nada cinta dalam
suaranya. "Setiap pandangan tidak layak yang ditujukan pada benda-benda ini akan
mengurangi nilainya. Hanya membukanya saja sudah menjadi kegiatan erotis bagiku. Dan
berbagi dengan orang yang memiliki tatapan yang menghargai membuat aku senang,
meskipun itu sangat jarang terjadi."
Kaede hanya diam, ia tidak tahu banyak tentang nilai atau tradisi benda-benda di
depannya: mangkuk teh yang terbuat dari tembikar coklat-merah jambu, yang rapuh tapi
juga kuat, batu permata berbentuk Sang Pencerah yang duduk di tengah bunga teratai, kotak
bersepuh emas yang sederhana sekaligus juga rumit. Kaede menatapnya lurus, dan bendabenda indah itu seakan memiliki mata dan balas memandangnya.
Mamoru tidak ikut melihat isi peti, namun setelah beberapa waktu yang terasa berjalan
lambat"bagi Kaede waktu seakan-akan berhenti"pemuda itu kembali membawa kotak
datar, besar. Fujiwara mengeluarkan lukisan dari dalam kotak itu: gambar pemandangan
musim dingin dengan dua burung gagak hitam yang dilatarbelakangi salju di permukaan
tanah. "Ah, Sesshu," bisik Kaede, berkata untuk pertama kalinya.
"Bukan Sesshu, tapi gurunya," bangsawan itu membetulkan. "Ada pepatah mengatakan
bahwa seorang anak tidak bisa mengajari orangtuanya, namun dalam kasus Sesshu, kita
harus mengakui bahwa seorang murid dapat mengungguli gurunya."
"Bukankah ada pepatah: birunya celupan lebih gelap dibandingkan birunya bunga?" balas
Kaede. "Kau menyetujui pepatah itu, kurasa."
"Jika tidak ada anak atau murid yang lebih bijak, berarti tidak akan ada perubahan."
"Dan semua orang akan sangat puas!"
"Hanya mereka yang memiliki kekuasaan," kata Kaede. "Mereka berusaha mempertahankan kekuasaan dan posisi, sementara yang lain melihat kekuasaan itu dan
menginginkannya. Dalam diri laki-laki, yang ada hanyalah kekuasaan, dan mereka berusaha
LIAN HEARN BUKU KEDUA 83 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mewujudkan perubahan. Yang muda menggulingkan yang tua."
"Dan perempuan juga memiliki ambisi?"
"Tidak ada yang bertanya pada mereka," mata Kaede beralih ke lukisan. "Gagak jantan
dan gagak betina, bebek jantan dan bebek betina, rusa jantan dan rusa betina mereka selalu
dilukis bersama, selalu berdampingan."
"Begitulah cara alam menunjukkannya," ujar Lord Fiijiwara. "Lagipula, itulah salah satu
dari lima ajaran Kung Fu Tzu."
"Dan hanya satu dari kelima ajaran itu yang terbuka untuk perempuan. Dan itu pun
hanya dipandang sebagai isteri."
"Begitulah seharusnya perempuan."
"Bisakah perempuan menjadi pemimpin atau teman?" tatapan mata Kaede dan Fujiwara
bertemu. "Untuk ukuran seorang gadis, kau sangat berani," balasnya, di ujung kalimat, Kaede
melihat dia tertawa. Pipi Kaede merona dan menatap kembali lukisan itu.
"Terayama terkenal karena memiliki karya Sesshu," kata Fujiwara. "Kau pernah melihat
lukisan-lukisannya?"
"Ya, Lord Otori ingin Lord Takeo melihat dan menirunya."
"Adik Lord Otori?"
"Anak angkatnya." Hal terakhir yang Kaede inginkan yaitu menceritakan tentang Takeo
pada Lord Fujiwara. Kaede memikirkan hal lain untuk dikatakan, namun semua pikirannya lenyap, kecuali
ingatan pada lukisan yang Takeo berikan, sketsa burung kecil di pegunungan.
"Aku menduga pemuda itu yang balas dendam" Dia pasti sangat berani. Aku ragu
putraku akan bertindak seperti itu demi diriku."
"Dia tidak banyak bicara," kata Kaede ingin terus menceritakan tentang Takeo, tapi takut
melakukannya. "Kau tak akan menduga kalau dia seorang pemberani. Dia senang melukis.
Dia kemudian berubah menjadi orang yang tidak mengenal takut." Kaede mendengar
suaranya sendiri dan berhenti mendadak, merasa kalau dirinya terlalu terbuka pada Lord
Fujiwara. "Ah," kata Fujiwara, dan kembali memandang lukisan dalam waktu lama. "Aku tidak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 84 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
boleh ikut campur dalam urusanmu," akhirnya Lord Fujiwara berkata sambil menatap
Kaede. "Tapi kau pasti akan menikah dengan anak Lord Shigeru itu."
"Ada beberapa pertimbangan lain," kata Kaede, mencoba bicara tanpa beban. "Aku
memiliki Shirakawa dan wilayah Maruyama yang harus kutuntut haknya. Jika aku pergi dan
menutup diri di Hagi, aku akan kehilangan semua itu."
"Untuk ukuran seorang gadis belia, kurasa kau terlalu banyak menyimpan rahasia,"
gumamnya. "Kuharap kelak aku bisa mendengarnya."
Kini Matahari memancarkan sinarnya dari balik pegunungan. Bayang-bayang pohon
cedar raksasa mulai membentang di kediaman ini.
"Hari telah beranjak malam," kata Lord Fujiwara. "Aku menyesal harus melepaskanmu,
tapi aku harus mengirimmu pulang. Kau akan segera datang lagi." Dia lalu menggulung dan
meletakkan lukisan itu ke dalam kotak.
Kaede dapat mencium harum kayu dan daun rue yang ada dalam kotak untuk menangkal
serangga. "Kuucapkan terima kasih dari lubuk hatiku," kata Kaede saat mereka bangkit. Mamoru
telah datang tanpa bersuara, dan membungkuk dalam-dalam waktu Kaede melewatinya.
"Lihat dia, Mamoru," kata Fujiwara. "Amati cara dia berjalan, cara dia membalas
bungkukanmu. Jika kau berhasil mempelajarinya, maka kau bisa menganggap dirimu aktor."
Lord Fujiwara dan Kaede bertukar salam perpisahan, Lord Fujiwara keluar ke beranda
untuk melihat Kaede masuk ke tandu dan mengirim beberapa orang untuk mengawal.
"Kau melakukannya dengan sangat baik," kata Shizuka ketika mereka sampai di rumah.
"Kau berhasil membuat dia penasaran."
"Dia membenciku," ujar Kaede. Ia merasa sangat letih karena pertemuan tadi.
"Walaupun dia membenci perempuan, tapi dia melihat dirimu secara berbeda."
"Sesuatu yang tidak wajar."
"Mungkin," kata Shizuka, tertawa. "Atau sesuatu yang unik dan jarang dimiliki orang
lain."* LIAN HEARN BUKU KEDUA 85 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
KEESOKAN harinya Lord Fujiwara mengirimkan hadiah untuk Kaede, disertai undangan
untuk menghadiri pertunjukan drama di bawah cahaya bulan purnama. Kaede membuka
hadiahnya yang berisi dua kimono, satu kimono lama tapi masih terlihat bagus dan dibordir
dengan indah yang menggarnbarkan para petani dan semak musim gugur yang berwarna
emas dan hijau di atas kain sutera berwarna gading. Sedangkan yang satunya masih baru dan
lebih mewah dengan gambar semak-semak biru dan ungu gelap di atas kain merah jambu
pucat. Hana dan Ai mengagumi kedua kimono itu. Lord Fujiwara juga mengirimkan sejumlah
makanan, burung puyuh dan ikan, buah persimmon dan kue kacang. Hana"karena selalu
mengalami kelaparan"sangat terkesan.
"Jangan sentuh," Kaede memarahi. "Tanganmu kotor."
Tangan Hana memang kotor karena mengumpulkan chestnut, tapi dia benci bila ditegur.
Dia menarik tangannya ke balik punggung dan menatap marah pada Kaede.
"Hana," kata Kaede, berusaha lembut. "Biarkan Ayame mencucikan tanganmu, setelah
itu kau boleh menyentuhnya."
Hubungan ia dengan adiknya itu masih belum akrab. Secara pribadi ia menganggap
Hana terlalu dimanjakan Ayame dan Ai. Ia berharap dapat membujuk ayahnya untuk
mengajari Hana juga karena ia merasa adiknya itu perlu disiplin dan tantangan. Sebenarnya
ia ingin mengajari, tapi kesibukan dan ketidaksabaran yang menghalanginya. Juga ada
banyak hal lain yang harus ia pikirkan selama musim dingin yang panjang ini.
Hana berlari ke dapur, menangis.
"Aku akan membujuknya," kata Ai.
"Kelakuannya seenaknya sendiri," kata Kaede pada Shizuka. "Apa jadinya nanti kalau dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 86 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
keras kepala." Shizuka melemparkan tatapan menyindir pada Kaede tanpa berkata apa-apa.
"Apa?" tanya Kaede, "Apa maksudmu?"
"Dia sepertimu, lady," kata Shizuka lirih.
"Dia memang sepertiku, tapi dia jauh lebih beruntung dariku." Kaede terdiam,
memikirkan perbedaan di antara mereka. Saat seusia Hana, ia ditinggal di kastil Noguchi
selama hampir dua tahun. Mungkin karena cemburu sehingga ia cepat marah pada Hana.
Tapi ia merasa kalau Hana benar-benar bertindak di luar kendali.
Kaede menghela napas panjang sambil memandangi dua kimono indah itu, tak sabar
ingin merasakan kelem butan sutera itu di kulitnya. Ia menyuruh Shizuka mengambil kaca
dan memakaikan kimono yang lebih tua keuntuk melihat warnanya di wajahnya. Kaede
terkesan atas hadiah itu lebih dari yang ia tunjukkan. Rasa tertarik Lord Fujiwara
membuatnya tersanjung. Fujiwara mengatakan bahwa ia telah membangkitkan rasa ingin
tahu; orang itu juga telah membangkitkan rasa ingin tahu Kaede.
Kaede memakai kimono yang lebih tua itu karena ia merasa lebih cocok di suasana di
akhir musim gugur, ketika ia, ayahnya, Shizuka, dan Ai memenuhi undangan Lord Fujiwara
untuk menyaksikan pertunjukan drama. Mereka akan menginap karena drama berakhir
hingga larut malam, dengan diterangi cahaya bulan purnama. Hana, kecewa karena tidak
diajak, tidak keluar untuk mengucapkan selamat tinggal. Kaede berharap ayahnya tidak ikut
pergi karena cemas dan takut ayahnya akan mempermalukan diri sendiri. Namun, Ayahnya
yang merasa tersanjung oleh undangan tersebut, sulit diminta untuk tetap di rumah.
Beberapa aktor, termasuk Mamoru, mementaskan The Fulling Block. Drama itu amat
mengganggu Kaede. Selama kunjungannya yang singkat, Mamoru telah mempelajari dirinya
lebih dari yang ia sadari. Kini Kaede seperti melihat dirinya sedang diperankan tepat di
depan matanya. Kaede seperti melihat gerakan-gerakannya sendiri, mendengarkan suaranya
sendiri, Angin musim gugur menceritakan tentang cinta yang berubah dingin, saat sang
isteri lambat laun menjadi gila karena menunggu kepulangan suaminya.
Cemerlangnya bulan, sentuhan angin. Kata-kata itu menusuk Kaede seperti jarum.
Butiran salju berkilauan di malam yang pucat, mendinginkan hati seperti rintihan angin
malam. LIAN HEARN BUKU KEDUA 87 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Air mata Kaede berlinang. Semua kesendirian dan kerinduan perempuan di panggung
itu, perempuan yang memerankan dirinya, benar-benar tampil seperti Kaede. Seminggu ini
Kaede membantu Ayame menumbuk beberapa kimono suteranya dengan balok agar lembut.
Ayahnya mengomentari tindakan itu dengan mengatakan bahwa bunyi tumbukan yang
berulang-ulang merupakan bunyi-bunyian terindah selama musim gugur. Drama ini
meruntuhkan pertahanan dirinya. Ia amat sangat merindukan Takeo. Jika tidak bisa
memiliki Takeo, ia ingin mati saja. Namun, selagi hatinya hancur berkeping-keping, ia
tersadar untuk tetap hidup demi anak yang dikandungnya. Dan ia seperti merasakan
benturan samar dari gerakan lemah si janin untuk pertama kalinya.
Cemerlangnya bulan di atas panggung terasa dingin. Asap dari tungku melayang-layang


Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke langit. Tabuhan lembut gendang berubah hening. Kelompok kecil yang menyaksikan
drama terpana dikuasai keindahan bulan dan kekuatan emosi yang dimainkan di depan
mereka. Seusai pentas drama, Shizuka dan Ai langsung kembah ke kamar. Ketika beranjak pergi,
Fujiwara meminta Kaede bergabung dengan kelompok laki-laki yang sedang minum sake
dan menyantap hidangan yang eksotis: jamur, kepiting, acar chestnut, dan cumi-cumi kecil
yang dikirim dalam kemasan es dan jerami dari daerah pantai. Para aktor datang bergabung,
topeng mereka telah ditanggalkan. Lord Fujiwara melontarkan pujian dan memberi para
pemeran berbagai hadiah. Kemudian, saat sake telah melonggarkan lidah dan membuat
suasana menjadi gaduh, dia menyapa Kaede pelan.
"Aku senang ayahmu juga datang. Apakah dia sudah pulih?"
"Kau sangat baik kepadanya," balas Kaede. "Perhatianmu sangat berarti bagi kami."
Kaede merasa tak pantas membahas kondisi pikiran ayahnya dengan bangsawan itu, namun
Lord Fujiwara bersikeras.
"Apakah dia sering bermuram durja?"
"Semakin lama Ayahku semakin kurang stabil. Kematian ibuku, perang..." Kaede
memandangi ayahnya yang sedang bercakap-cakap dengan seorang aktor tua. Ayahnya
nampak bersemangat, matanya berseri, namun terlihat setengah sinting.
"Kuharap kau datang kapan saja kau memerlukan bantuanku."
Kaede membungkuk tanpa bicara, menyadari penghormatan luar biasa yang laki-laki itu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 88 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
berikan kepadanya dan juga bingung atas perhatiannya. Kaede belum pernah duduk di
ruangan yang penuh laki-laki sehingga ia merasa risih, tapi ia tidak tahu bagaimana
meninggalkan ruangan dengan sopan. Lord Fujiwara lalu mengubah pembicaraan dengan
luwesnya. "Bagaimana pendapatmu tentang peran yang Mamoru mainkan" Dia belajar darimu
dengan baik sekali, kurasa."
Kaede tidak menjawab, ia mengalihkan pandangan dari ayahnya ke pemuda yang kini
tidak lagi berperan sebagai perempuan, walau masih tersisa bekasnya, bekas sosok Kaede.
"Apa yang bisa kukatakan?" Kaede akhirnya berkata. "Pemuda itu sangat brilian."
"Tapi...?" tanya bangsawan itu.
"Kalian mencuri semuanya dari kami." Kaede hendak mengatakan dengan suara ringan,
namun suaranya terdengar pahit di telinganya.
"Kalian?" Lord Fujiwara mengulangi, agak kaget.
"Laki-laki. Kalian mengambil semuanya dari perempuan. Bahkan penderitaan kami,
penderitaan amat sangat yang kalian akibatkan"kalian curi dan memerankannya seolaholah itu milik kalian."
Matanya mencari-cari wajah Kaede. "Belum pernah aku melihat peran yang lebih
meyakinkan atau lebih hidup dari yang Mamoru mainkan."
"Mengapa peran perempuan tidak dimainkan oleh perempuan?"
"Alangkah anehnya gagasan itu," balas Fujiwara. "Kau pikir kalian lebih asli karena
kalian membayangkan emosinya akrab dengan kalian. Tapi kecerdasan aktor dalam
menciptakan emosi yang tidak dia kenal secara akrab justru menunjukkan kehebatannya."
"Kalian tidak memberi kami apa-apa," kata Kaede. "Kami memberi kalian anak.
Bukankah itu pertukaran yang adil?"
Sekali lagi Kaede merasakan mata laki-laki itu menatap lekat dirinya. Aku tidak menyukai
dia, pikir Kaede, meskipun dia penasaran. Aku tidak berurusan dengan dia lagi, tak peduli apa
yang akan Shizuka katakan.
"Aku telah membuatmu tersinggung," kata laki-laki itu seakan bisa membaca pikiran
Kaede. "Aku sangat tak layak mendapatkan perhatian Lord Fujiwara," ujar Kaede. "Perasaanku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 89 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bukanlah hal penting."
"Aku sangat tertarik pada perasaanmu yang begitu orisinal dan tak terduga."
Kaede tidak menanggapi. Kemudian bangsawan itu melanjutkan, "Kau harus datang
menyaksikan drama berikutnya. Pertunjukkannya berjudul Atsumori. Kami hanya
menunggu pemain seruling. Dia teman lama Mamoru yang tak lama lagi akan datang. Kau
tahu ceritanya?" "Ya," kata Kaede.
Kaede teringat tragedi dalam drama itu. Ia masih memikirkan drama itu hingga ia
berbaring di kamar tamu bersama Ai dan Shizuka: seorang pemuda yang tampan dan
memiliki bakat musik dipenggal kepalanya oleh seorang ksatria yang kejam. Karena
penyesalan yang mendalam, ksatria itu pun menjadi rahib, mencari kedamaian dari Sang
Pencerah. Ia membayangkan arwah Atsumori memanggil dari kegelapan, Berdoalah untukku.
Biarkan rohku lepas bebas.
Semangat yang tidak biasa, emosi yang timbul karma drama itu, dan lambatnya waktu
berjalan membuat Kaede gelisah. Sambil membayangkan Atsumori, si pemain seruling,
pikiran Kaede melayang-layang antara tertidur dan terjaga, dan ia merasa seperti mendengar
alunan nada seruling di taman. Alunan seruling itu mengingatkan Kaede pada sesuatu. Ia
mulai tertidur, dibuai oleh alunan musik, sambil terns mencoba mengingat-ingat.
Tiba-tiba Kaede terjaga. Musik itu pernah ia dengar di Terayama. Seorang biarawan
muda yang memperlihatkan lukisan pada mereka"dia pasti memainkan nada-nada yang
sama ketika itu, begitu menyentuh, penuh dengan kesedihan dan kerinduan"
Kaede mendorong selimutnya dan bangkit perlahan, menggeser jendela agar terbuka dan
mendengarkan. Ia mendengar ketukan pelan, gesekan pintu terbuka, suara Mamoru, dan
suara pemain seruling itu. Di ujung koridor, lampu dalam genggaman seorang pelayan
sekilas menerangi wajah mereka. Kaede tidak bermimpi. Itu dia.
Shizuka berbisik. "Kau baik-baik saja?"
Kaede menutup jendela dan berlutut di samping Shizuka. "Ada seorang biarawan dari
Terayama." "Di sini?" "Dialah pemain seruling yang sedang mereka tunggu."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 90 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Makoto," kata Shizuka.
"Aku tidak tahu namanya. Akankah dia mengenaliku?"
"Bagaimana mungkin dia lupa?" balas Shizuka. "Kita akan pulang lebih awal. Kau harus
pura-pura merasa tidak enak badan. Dia tidak boleh melihatmu. Cobalah tidur sejenak. Aku
akan membangunkanmu saat pagi tiba."
Kaede berbaring, namun rasa kantuk datang begitu lambat. Akhirnya ia tertidur sesaat
dan terbangun saat melihat cahaya fajar di balik daun jendela dan Shizuka sedang berlutut di
sampingnya. Kaede bertanya-tanya apakah mungkin ia bisa pergi secara diam-diam. Penghuni rumah
telah terjaga. Ia mendengar jendela dibuka. Ayahnya selalu bangun lebih awal. Kaede tak
bisa pergi tanpa, setidaknya, pamit padanya.
"Katakan pada Ayah kalau aku merasa kurang sehat dan harus segera pulang. Minta
ayahku meminta maaf pada Lord Fujiwara."
Shizuka datang kembali setelah beberapa saat. "Ayahmu tidak membolehkan kau pergi.
Dia ingin tahu apakah kau cukup sehat untuk menemuinya."
"Di mana dia?" "Di ruangan yang mengarah ke taman. Aku telah meminta teh untuk diantar kemari,
kau kelihatan sangat pucat."
"Bantu aku berpakaian," pinta Kaede. Ia memang merasa lemah dan kurang sehat. Teh
dapat membuatnya agak segar. Ai terbangun, wajahnya yang manis-alami dengan pipi
merah jambu dan mata gelap karena kurang tidur membuatnya terlihat seperti boneka.
"Kaede, ada apa" Apa ada masalah?"
"Aku sakit. Aku harus pulang."
"Aku akan menemanimu." Ai lalu mendorong selimut.
"Akan lebih baik jika kau di sini bersama ayah," Kaede memerintah. "Dan sampaikan
permohonan maafku pada Lord Fujiwara."
Kaede berlutut dan mengusap-usap rambut adiknya. "Tinggallah di sini demi aku," ia
memohon. "Kurasa Lord Fujiwara bahkan tidak memperhatikan keberadaanku," kata Ai. "Dia
hanya memperhatikanmu. Dia begitu terpikat padamu."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 91 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Di taman, burung di sangkar berkicau gembira. Dia akan tahu kebohonganku, dan tak
akan mau bertemu denganku lagi, pikir Kaede. Bukan reaksi bangsawan itu yang ia takutkan,
melainkan reaksi ayahnya.
"Pelayan mengatakan bahwa Lord Fujiwara tidur larut malam sehingga bangau agak
siang," bisik Shizuka. "Pergi dan bicaralah dengan ayahmu. Aku sudah meminta tandu."
Kaede mengangguk tanpa bicara. Ia melangkahi kayu beranda yang dipelitur mengkilap.
Keindahan papan ini sangat memukau. Selagi berjalan ke ruangan ayahnya, Kaede melihat
pemandangan dari taman yang terhampar, sebuah lentera batu dibingkai dedaunan pohon
maple, matahari berkilauan di permukaan air kolam yang tenang, kibasan warna kuning dan
hitam dari ekor burung yang sedang bertengger.
Ayahnya duduk menatap taman. Kaede tak kuasa menahan rasa iba pada ayahnya.
Persahabatan dengan Lord Fujiwara sangat berarti bagi ayahnya.
Di kolam, seekor bangau yang sedang menunggu mangsa diam tak bergerak bak patung.
Kaede berlutut dan menunggu ayahnya bicara.
"Apa-apaan ini, Kaede" Kau sungguh tidak sopan!"
"Maafkan aku, Ayah. Aku merasa kurang sehat," lirihnya. Ketika ayahnya diam
membisu, Kaede meninggikan suara. "Ayah, aku merasa kurang sehat. Aku akan pulang
sekarang." Ayahnya tetap diam, seakan dengan acuh akan membuat putrinya segera pergi. Burung
bangau terbang dengan kepakan sayap yang mendadak. Dua orang laki-laki berjalan ke
taman. Kaede menatap ke sekeliling ruangan, mencari-cari tempat bersembunyi namun tidak
ada. "Selamat pagi!" sapa Lord Shirakawa dengan riang.
Kedua orang itu balas menyapa. Kaede berharap Mamoru pergi tanpa mendekat, namun
perlakuan Lord Fujiwara padanya di pesta laki-laki semalam pasti telah membuat dia
pemberani. Dia mengajak temannya mendekat dan mulai berbasa-basi dengan ayahnya.
Kaede membungkuk dalam, berharap dapat menyembunyikan wajahnya. Mamoru
memperkenalkan nama orang itu, Kubo Makoto, dan menyebut Biara Terayama. Makoto
juga membungkuk. LIAN HEARN BUKU KEDUA 92 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Ini Lord Shirakawa," kata Mamoru, "dan putrinya, Lady Otori."
Biarawan muda itu tidak dapat menahan reaksinya. Wajahnya berubah pucat dan
menatap lekat Kaede. Dia mengenali dan langsung membuka mulut.
"Lady Otori" Kau akhirnya menikahi Lord Takeo" Apakah dia juga di sini?"
Suasana menjadi hening. Ayah Kaede berkata. "Suami anakku adalah Lord Otori
Shigeru." Makoto membuka mulut seolah hendak menyangkal, tapi kemudian dia mem-bungkuk
tanpa bicara. Ayah Kaede mencondongkan badan. "Kau dari Terayama" Kau tidak mengetahui
pernikahan putriku di sana?"
Melihat Makoto diam membisu, Lord Shirakawa lalu berkata pada Kaede tanpa
berpaling, "Tinggalkan kami."
Kaede bangga betapa mantap saat ia menanggapi perintah Ayahnya, "Aku akan pulang.
Sampaikan maafku pada Lord Fujiwara."
Ayahnya diam. Ayah akan membunuhku, pikir Kaede.
Ia membungkuk pada kedua pemuda itu, melihat rasa jengah dan gelisah mereka. Saat
melangkah pergi, ia memaksakan diri agar tidak terburu-buru, tidak menggerakkan kepala,
namun gelombang emosi mulai bergejolak di perutnya. Lebih baik aku mati, pikirnya. Tapi
bagaimana dengan anakku, anak Takeo" Haruskah janin ini ikut mati bersamaku"
Shizuka sedang menunggu di ujung beranda. "Kita bisa pergi sekarang, lady. Kondo
akan menemani kita."
Kaede mengijinkan laki-laki itu mengangkatnya masuk ke dalam tandu. Kaede lega
sudah di dalam tandu yang gelap sehingga tak seorang pun dapat melihat wajahnya. Ayah tak
akan mau melihatku lagi, pikirnya. Dia akan memalingkan wajah dariku bahkan saat dia
membunuhku. Begitu sampai di rumah, Kaede langsung melepas kimono pemberian Lord Fujiwara dan
dengan hati-hati ia melipatnya. Ia mengenakan kimono tua milik ibunya dengan pakaian
dalam tebal di baliknya. Ia merasa kedinginan hingga ke tulang, tapi ia berusaha agar tidak
menggigil. "Kau sudah kembali!" Hana berlari masuk ke kamar. "Mana Ai?"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 93 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Dia masih di rumah Lord Fujiwara."
"Kenapa kakak pulang?" tanya anak kecil itu.
"Aku merasa kurang sehat. Tapi sekarang aku sudah baikan." Mengikuti dorongan hati,
Kaede berkata, "Aku akan memberimu kimono bermotifkan musim gugur yang sangat kau
sukai itu. Kau harus menyimpan dan merawat pakaian ini sampai kau cukup usia untuk
memakainya." "Kau tidak menginginkannya lagi?"
"Aku ingin kau yang memilikinya. Jangan lupa untuk membayangkan dan mendoakan
kakakmu ini saat memakainya."
Hana menatap tajam. "Ke mana kakak akan pergi?" Ketika Kaede tidak membalas, dia
meneruskan, "Jangan pergi lagi, kak."
Tanpa dinyana, Hana mulai terisak-isak, lalu menjerit. "Aku akan merindukanmu!
Jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan aku!"
Ayame datang berlari. 'Ada apa lagi, Hana" Kau tak boleh nakal pada kakakmu."
Shizuka masuk ke kamar. "Ayahmu dalam perjalanan pulang," katanya. "Dia datang
sendiri, menunggang kuda."
"Ayame," kata Kaede, "Bawalah Hana keluar untuk sementara. Ajak dia ke hutan.
Semua pelayan harus ikut denganmu. Aku tidak mau ada orang di rumah."
"Tapi, Lady Kaede, hari masih terlalu pagi dan udara pun sangat dingin."
"Tolong lakukan apa yang kuminta," pinta Kaede. Hana menangis lebih liar saat Ayame
menuntunnya keluar kamar.
"Kesedihan yang membuat dia begitu," kata Shizuka. "Aku takut dia akan semakin
menderita," seru Kaede. "Itulah alasannya dia tidak boleh di sini."
Kaede berdiri dan berjalan ke peti kecil tempat ia menyimpan beberapa barang. Ia ambil
belati dari dalam peti, merasakan beratnya dalam genggaman tangan kirinya yang kini jarang
digunakan. Sebentar lagi tidak akan ada orang yang peduli tangan mana yang ia gunakan.
"Mana yang paling baik, di tenggorokan atau di jantung?"
"Jangan lakukan itu," kata Shizuka pelan. "Kita bisa menyembunyikanmu. Pikirkan anakmu."
"Aku tidak mau lari!" Kaede kaget pada suaranya yang kencang.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 94 lari. Tribe dapat KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW

Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kalau begitu, ijinkan aku memberimu racun. Kematiannya akan cepat dan tidak
menderita. Kau hanya tertidur dan tidak akan pernah?"
Kaede memotong ucapan Shizuka. "Aku anak seorang ksatria. Aku tidak boleh takut
pada kematian. Kau tahbu lebih banyak dari siapa pun juga betapa sering aku ingin bunuh
diri. Pertama-tama aku harus memohon ampun pada ayah, lalu aku akan gunakan belati ini
untuk bunuh diri. Hanya satu pertanyaanku, mana yang lebih baik?"
Shizuka mendekat. "Letakkan di titik ini, di samping lehermu. Tusuk menyamping ke
atas. Itu akan mengiris urat nadimu." Kini suaranya terputus-putus, dan Kaede melihat
Shizuka menitikkan air mata. "Jangan lakukan itu," bisik Shizuka, "Jangan berputus asa."
Kaede memindahkan belati ke tangan kanan. Ia mendengar teriakan penjaga, derap
tapak kuda saat ayahnya berkuda melewati gerbang. Ia mendengar Kondo menyapa ayahnya.
Kaede memandang keluar, ke taman. Sekilas kenangan menghampiri dirinya, bayangan
dirinya yang masih kecil, berlari-lari di beranda dari ayahnya lalu berpindah ke ibunya dan
kembali lagi. Aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya, pikirnya dan berbisik tanpa
bersuara, Ibu, Ibu! Ayahnya melangkah di beranda dan ketika dia melewati pintu masuk, Kaede dan
Shizuka langsung berlutut, kemudian menyembah.
"Anakku," katanya, suaranya terdengar tidak pasti dan tipis. Kaede mendongak dan
melihat wajah ayahnya berlinang air mata, dan mulut komat-kamit. Semula Kaede takut
akan kemarahan ayahnya, namun kini ia melihat kegilaan pada ayahnya, dan itu membuat
lebih takut. "Maafkan aku," Kaede berbisik.
"Aku harus bunuh diri." Lord Shirakawa duduk dengan berat di depan Kaede, mencabut
belati dari sabuknya. Dia memandangi mata belati dalam waktu lama.
"Panggil Shoji," perintah Lord Shirakawa. "Dia harus membantuku. Perintahkan orang
menjemputnya." Saat Kaede tidak juga bereaksi, ayahnya membentak, "Katakan padanya!"
"Aku yang akan pergi," bisik Shizuka, lalu mundur sambil berlutut. Kaede mendengar
Shizuka berkata pada Kondo. Bukannya pergi, laki-laki itu malah melangkah ke beranda
dan Kaede tahu kalau Kondo sedang di luar pintu.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 95 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Lord Shirakawa membuat gerakan mendekat dengan tiba-tiba. Kaede tak kuasa
menahan dirinya tersentak, mengira ayahnya hendak memukul. Lord Shirakawa lalu
berkata, "Tidak ada pernikahan!"
"Maaf," jawab Kaede. 'Aku telah membuatmu malu. Aku siap mati."
"Tapi hamil?" Lord Shirakawa menatap bak ular berbisa yang hendak menyerang.
"Ya, aku hamil."
"Siapa ayahnya" Atau kau tidak tahu?"
"Tidak ada bedanya lagi sekarang," balas Kaede. "Anak ini akan mati bersamaku."
Kaede berpikir, Tusuk menyamping ke atas. Namun bersamaan dengan itu, ia seperti
merasa Langan kecil anaknya mencengkram erat rahim, berusaha mencegah.
"Ya, ya, kau memang harus bunuh diri." suaranya meninggi, melengking. "Adik-adikmu
juga harus bunuh diri. Ini perintahku yang terakhir. Setelah itu keluarga Shirakawa akan
lenyap. Aku tidak akan menunggu Shoji. Aku harus melakukannya sendiri. Inilah tindakan
terhormatku yang terakhir."
Lord Shirakawa melonggarkan sabuk dan membuka kimono, lalu melepas pakaian
dalamnya. "Jangan berpaling," dia berkata pada Kaede. "Kau harus melihatnya. Kau yang
memaksaku melakukan ini." Dia meletakkan ujung mata belati di kulitnya yang berkeriput,
dan menghela napas panjang.
Kaede melihat jari ayahnya menggenggam erat gagang belati, memandang wajah
ayahnya yang berubah. Lord Shirakawa menjerit parau dan belati pun terjatuh dari
tangannya, tak ada darah, tak ada luka. Beberapa teriakan tajam keluar dari mulutnya, dan
kemudian berubah menjadi isak tangis yang memilukan.
"Aku tidak mampu melakukannya," ratap ayahnya. "Seluruh keberanianku lenyap.
Kaulah yang membuatku lemah, dasar perempuan sinting. Ambil saja kehormatan dan
kelaki-lakianku. Kau bukan anakku, kau iblis! Kau menyebabkan kematian semua laki-laki,
kau dikutuk." Dia mengulurkan tangan dan menarik pakaian Kaede dengan kasar. "Biarkan
aku melihatmu," dia berteriak. "Aku ingin melihat apa yang laki-laki inginkan darimu! Beri
aku kematian seperti yang kau berikan pada laki-laki lain."
"Jangan," jerit Kaede, berusaha melepas cengkraman, berusaha mendorong ayahnya
menjauhi. "Ayah, jangan!"
LIAN HEARN BUKU KEDUA 96 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau memanggilku ayah" Aku bukan ayahmu. Anakku adalah anak laki-laki yang tidak
pernah kumiliki; kau dan adik-adikmu yang terkutuk itu telah merampas tempat anak lakilakiku di rahim ibumu!" Kegilaan membuat Lord Shirakawa kuat. Kaede merasakan
kimononya ditarik dari bahu, tangan ayahnya menggeranyangi tubuhnya. Kaede tidak dapat
menggunakan belati; ia tidak sanggup membunuh ayah kandungnya. Selagi bertarung
melawan cengkraman ayahnya, kimono Kaede merosot hingga ke pinggul, menampakkan
tubuhnya. Rambut Kaede terurai, membingkai bahunya yang telanjang.
"Kau memang cantik," teriak Lord Shirakawa. "Kuakui itu. Aku bergairah padamu. Saat
mengajarimu, aku bergairah padamu. Itulah hukuman karena aku bertindak melawan alam.
Kau hancurkan hidupku. Kini, beri aku kematian!"
"Lepaskan aku, Ayah," jerit Kaede, berusaha menenangkan, berharap ayahnya sadar
kembali. "Kau bukan dirimu. Jika harus mati, mari kita lakukan secara terhormat." Namun
semua kata-kata itu terdengar lemah dan tak berarti di wajah delusi ayahnya.
Mata ayahnya basah, bibirnya gemetar. Dia merebut belati Kaede lalu melemparnya ke
seberang ruangan, memegang kedua pergelangan tangan Kaede dengan tangan kiri, lalu dia
tarik. Deegan tangan kanan dia menjangkau bagian bawah rambut Kaede, menariknya ke
camping, berlutut di atas tubuh Kaede dan menyentuhkan bibirnya di tengkuk leher putri
sulungnya itu. Kengerian dan marah menyapu diri Kaede. Ia sudah siap mati, mengikuti aturan keras
dari kalangan klasnya, demi kejormatan keluarganya. Tapi ayahnya, orang yang
mengajarinya aturan itu dengan kaku, orang yang mengajarinya tentang keunggulan laki-laki
telah menyerah pada kegilaan, melepas apa yang ada di balik aturan di kalangan ksatria:
nafsu dan keegoisan laki-laki. Amarah menghidupkan kekuatan yang Kaede tabu
bersemayam dalam dirinya. Ia pun memanggil Dewi Putih. Tolong aku!
Kaede mendengar suaranya sendiri?"Tolong! Tolong!" "dan saat ia menjerit sambil
menangis, cengkraman ayahnya pun mengendur. Dia sudah sadar, pikir Kaede, sambil
mendorong ayahnya. Ia berjuang berdiri, menarik kimono agar menutupi tubuhnya dan
mengikatkan kembali tali pinggang, dan dengan tersandung-sandung Kaede berjalan ke
ruangan paling jauh. Ia terisak-isak karena kaget bercampur marah.
Kaede berpaling dan melihat Kondo berlutut di depan ayahnya yang duduk terkulai
LIAN HEARN BUKU KEDUA 97 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dengan ditopang Shizuka. Lalu Kaede menyadari tatapan mata ayahnya yang hampa. Kondo
telah menghujamkan belati, kelihatannya, ke perut ayahnya dan mengirisnya melintang.
Irisan itu menimbulkan bunyi lembut yang menjijikkan. Darah berdesis dan bergelembung
saat berbuih keluar. Shizuka melepas genggaman di leher Lord Shirakawa, dan tubuh tak bernyawa itu pun
terkulai. Kondo meletakkan belati di tangan kanan Lord Shirakawa.
Rasa mual naik ke tenggorokan Kaede dan ia membungkuk, muntah-muntah. Shizuka
menghampiri, wajahnya tanpa ekspresi. "Semuanya telah berakhir."
"Lord Shirakawa kehilangan akal," kata Kondo, "lalu bunuh diri. Dia sering gila dan
sering mengatakan akan bunuh diri. Dia mati secara terhormat, dengan keberanian yang luar
biasa." Kondo berdiri dan menatap langsung pada Kaede. Terkadang Kaede ingin
memanggil penjaga, mengadukan perbuatan kedua orang itu untuk dihukum mati, tapi
waktu berlalu dan ia tak melakukan itu. Kaede tabu ia tak akan mengungkapkan kejadian ini
kepada siapa pun. Kondo tersenyum samar, "Lady Otori, kau harus menuntut kesetiaan para laki-laki. Kau
harus kuat. Kalau tidak, mereka akan menyerang dan merebut posisimu."
"Aku hampir bunuh diri," kata Kaede pelan. "Tapi kini tampaknya ticlak perlu lagi."
"Memang ticlak perlu." Kondo menyetujui. "Selama kau kuat."
"Kau harus tetap hidup demi anakmu," desak Shizuka. "Tak seorang pun akan peduli
siapa ayahnya asalkan kau cukup berkuasa. Tapi kau harus bertindak cepat. Kondo,
kumpulkan para laki-laki secepat mungkin."
Shizuka lalu menuntun, memandikan, dan mengganti pakaian Kaede. Pikiran Kaede
bergetar karena rasa takut, namun ia tetap berpegang pada keyakinan akan kekuatan dirinya.
Ayahnya telah mati sedangkan ia masih hidup. Ayahnya memang ingin mati; tidak sulit bagi
Kaede untuk berpura-pura bahwa ayahnya memang bunuh diri dan mati secara terhormat,
seperti keinginan ayahnya. Sesungguhnya, pikir Kaede pedih, ia telah memenuhi keinginan
ayahnya, melindungi nama ayahnya. Meskipun ia tidak ingin mematuhi perintah terakhir
ayahnya. Ia tak akan bunuh diri dan ia tak akan membiarkan adiknya mati.
Kondo mengumpulkan penjaga, dan mengutus beberapa pengawal ke desa untuk
memanggil semua orang. Tak bunuh waktu lama, sebagian besar pengawal ayahnya sudah
LIAN HEARN BUKU KEDUA 98 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
berkumpul. Perempuan memakai pakaian berduka yang baru saja disimpan setelah kematian
istri Lord Shirakawa, dan rahib pun telah dipanggil.
Matahari mencairkan salju. Udara berbau asap dan dawn pines. Setelah kekagetan
pertama Kaede berlalu, muncul perasaan yang hampir tidak ia mengerti, keinginan kuat
untuk melindungi apa yang menjadi miliknya, untuk melindungi adik dan rumahnya, untuk
meyakinkan kalau tak satu pun miliknya hilang atau dicuri. Salah seorang dari kumpulan
laki-laki ini bisa merebut kekuasaannya, mereka tak akan ragu bertindak jika ia
memperlihatkan tanda-tanda lemah. Ia telah melihat kebengisan yang bersemayam di balik
kebaikan hati Shizuka dan penampilan sinis Kondo. Kekejaman kedua orang itu yang
membuat ia selamat dan ia akan menggabungkan itu dengan kekejaman yang ia miliki.
Kaede teringat ketegasan yang ia lihat dalam diri Arai, ketegasan yang membuat orang
patuh, ketegasan yang membawa sebagian besar Tiga Negara berada dalam kendalinya. Kini
ia harus menunjukkan sikap yang serupa. Arai akan menghormati persekutuan mereka,
namun jika orang lain merebut wilayahnya, akankah Arai menangguhkan peperangan" Ia tak
akan membiarkan penduduknya dihancurkan, ia tak akan menyerahkan kedua adiknya
dijadikan tawanan. Kematian masih membayangi, namun semangat baru dalam dirinya tidak mengijinkan
dirinya hanyut. Aku memang berkuasa, pikir Kaede saat melangkah ke beranda untuk
berbicara pada orang yang berkumpul di taman. Sedikit sekali jumlah mereka, Kaede
teringat jumlah pengawal ayahnya. Ada sepuluh orang anak buah Arai yang dipimpin oleh
Kondo, dan ada dua puluh atau lebih yang masih melayani keluarga Shirakawa. Ia hapal
nama-nama mereka. Ia merasa sudah menjadi tugasnya untuk mencari tahu posisi dan
karakter mereka. Shoji adalah orang pertama yang tiba dan bersujud di depan mayat ayahnya. Di
wajahnya masih tersisa jejak air mata. Laki-laki itu berdiri di sisi kanan Kaede, sedangkan
Kondo di sisi kiri. Kaede menyadari rasa segan Kondo pada laid-laki tua itu. Kaede juga
menyadari bahwa sikap Kondo itu hanya pura-pura, seperti yang sering dia lakukan. Tapi
dia membunuh demi diriku, pikirnya. Dia terikat padaku sekarang. Tapi berapa harga yang dia
minta sebagai imbalan"
Para laki-laki berlutut di depan Kaede, kepala menunduk, lalu duduk bersimpuh kembali
LIAN HEARN BUKU KEDUA 99 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
saat Kaede bicara. "Lord Shirakawa, ayahku, telah bunuh diri," kata Kaede. "Itu pilihannya. Meskipun
sangat sedih, aku harus menghargai dan menghormati tindakannya. Ayah telah menunjukku
sebagai pewarisnya. Atas tujuan itulah beliau mengajariku seperti beliau mengajari anak lakilakinya. Aku bermaksud untuk mewujudkan harapannya." Kaede berhenti sejenak,
mendengar kata-kata terakhir ayahnya yang sangat berbeda: Kau hancurkan hidupku. Kini,
beri aku kematian. Namun Kaede tak mau terhanyut oleh pikirannya. Di depan semua orang
yang menatapnya, ia harus memancarkan kekuatan, kekuatan yang membuat matanya
bercahaya dan suaranya sangat menarik. "Aku minta kalian bersumpah setia kepadaku,
seperti yang kalian lakukan pada Ayahku. Karena Lord Arai dan aku bersekutu, maka
kuharap kalian semua yang melayaninya akan tetap melayaniku. Sebagai imbalannya, aku
menawarkan perlindungan dan juga keuntungan bagi kalian. Aku berencana untuk
menggabungkan Shirakawa, dan tahun depan aku juga akan mengambil wilayah yang telah
diwariskan kepadaku di Maruyama. Ayahku akan dimakamkan esok."
Shoji adalah orang pertama yang berlutut di hadapan Kaede. Kondo mengikutinya,
walaupun, lagi-lagi, tindak tanduknya membuat Kaede ngeri. Dia sedang berpura-pura, pikir
Kaede. Sumpah setia tidak berarti apa-apa baginya. Dia berasal dari Tribe. Rencana apa yang
mereka siapkan untukku, yang belum aku ketauid" Bisakah aku mempercayai mereka" Jika aku
tabu Shizuka tidak dapat dipercaya, apa yang akan kulakukan"
Meskipun jantungnya berdebar, namun ia yakin tak seorang pun yang berbaris di
hadapannya bisa menduganya. Kaede menerima sumpah setia mereka, memperhatikan
mereka satu demi satu, mengamati karakter, pakaian, baju baja dan senjata mereka.
Kebanyakan perlengkapan mereka dalam kondisi yang menyedihkan, tali baju baja yang
rusak dan terjuntai-juntai, yang penyok dan retak, namun mereka Semua memiliki panah
dan pedang, dan ia tahu sebagian besar laki-laki ini memiliki kuda.
Semua orang berlutut, kecuali dua orang. Salah satunya adalah laki-laki berbadan seperti
raksasa, Hirogawa. Dia berteriak dengan lantang, "Semua orang menerima kepernimpinan
perempuan, tapi aku belum pernah melayani perempuan dan aku terlalu tua untuk
memulainya." Dia membungkuk hormat acuh tak acuh lalu berjalan ke gerbang dengan
sikap pongah sehingga membuat Kaede murka. Satu orang lagi yang bertubuli lebih kecil,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 100 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Nakao, mengikuti tanpa bicara, bahkan tanpa memberi hormat.
Kondo melihat pada Kaede, "Lady Otori?"
"Bunuh mereka," perintah Kaede, sadar kalau ia harus bersikap kejam, maka itu harus
dimulai sekarang. Kondo bergerak sangat cepat, lebih dari yang Kaede bayangkan mungkin dilakukan,
menebas Nakao sebelurn laki-laki itu sadar apa yang terjadi. Hirogawa berbalik dan menarik
pedangnya. "Kau telah melanggar sumpah setia dan harus mati," Kondo berteriak.
Laki-laki besar itu tertawa. "Kau bukan orang Shirakawa. Siapa yang peduli padamu?"
Dia menggenggam pedang dengan dua belah tangan, bersiap-siap menyerang. Kondo
mengambil langkah cepat ke depan; saat Hirogawa menebas ke bawah, Kondo
menangkisnya dengan pedang, mendorong mata pedang lawan ke samping dengan kekuatan
yang tidak terduga, sambil memegang dan menggunakan pedangnya yang mirip kapak.
Dengan gerakan berbalik, Kondo menebas ke perut Hirogawa yang tidak terlindungi. Kini,
senjatanya yang terlihat lebih mirip gergaji ketimbang kapak meluncur menembus daging.
Ketika Hirogawa terhuyung-huyung, Kondo menyingkir ke sebelah kanan lalu ke belakang
laki-laki itu. Sambil berputar mengitar, dia menebas ke bawah, melubangi punggung lakilaki itu dari bahu hingga pinggang.
Tanpa melihat wajah orang yang dia bunuh, Kondo berputar menghadap orang-orang,
lalu berkata, "Aku melayani Lady Otori Kaede, ahli waris Shirakawa dan Maruyama.
Adakah yang tidak melayaninya sesetia diriku?"
Tidak ada orang yang bergerak. Kaede seperti melihat kemarahan di wajah Shoji, tapi
laki-laki itu hanya mengatupkan bibir, tidak bicara.
Menimbang pengabdian Hirogawa dan Nakao pada ayahnya di masa lalu, Kaede
mengijinkan mayat kedua orang diambil oleh keluarganya. Tapi, karena kedua orang itu
tidak patuh, Kaede memerintahkan Kondo untuk mengusir keluarga mereka dari wilayah
Shirakawa dan menyita tanah mereka.
"Hanya itu yang dapat kau lakukan," Shizuka menenangkan, "Jika dibiarkan hidup,
mereka akan menjadi sumber kekisruhan, bahkan mungkin mereka akan bergabung dengan
musuhmu." LIAN HEARN BUKU KEDUA 101 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id


Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa musuhku?" Kaede berkata. Saat itu hari telah larut malam. Mereka duduk di
ruangan yang sangat Kaede sukai. Meskipun jendela tertutup, namun tungku hampir tak
mampu menghangatkan dinginnya udara malam. Ia menarik lapisan kimono berbulunya
lebih erat ke tubuhnya. Dari ruangan utama terdengar alunan doa para rahib, tetap menjaga
mayat ayahnya. "Nariaki, anak tiri Lady Maruyarna yang menikah dengan sepupu Lord Iida. Dia akan
menjadi lawan utamamu dalam merebut Maruyama."
"Tapi sebagian besar Klan Seishuu membenci Tohan," balas Kaede. "Aku yakin mereka
akan menyambut kita. Lagi pula, akulah pewarisnya yang berhak, kerabat sedarah yang
paling dekat dengan Lady Maruyama."
"Tak seorang pun akan mempertanyakan hakmu," balas Shizuka, "tapi kau harus
berjuang untuk mendapatkannya. Apakah engkau tidak senang dengan wilayah ini, wilayah
Shirakawa?" "Pengawalku hanya sedikit, dan peralatan perang mereka pun sangat menyedihkan," kata
Kaede merenung. "Untuk menjaga Shirakawa yang hanya membutuhkan sedikit pasukan
bersenjata lengkap pun kita tidak mampu. Aku membutuhkan kemakmuran Maruyama.
Saat masa berkabung usai, kau harus mengutus seseorang untuk rnenghadap kepala
pengawal Lady Naomi, Sugita Haruki. Kau sudah kenal orangnya; kita pernah bertemu
dengannya dalam perjalanan ke Tsuwano. Semoga dia masih memegang jabatan itu."
"Siapa yang akan kita utus?"
"Kau atau Kondo. Salah seorang mata-matamu."
"Kau hendak mempekerjakan Tribe?" tanya Shizuka kaget.
"Aku telah mempekerjakanmu," balas Kaede. "Kini aku ingin memanfaatkan
keahlianmu." Kaede hendak bertanya banyak hal pada Shizuka, namun ia merasa lelah, juga
rasa tertekan di rahimnya. Esok atau hari berikutnya aku akan bicara padanya, Kaede berjanji
pada dirinya, tapi sekarang aku harus beristirahat.
Punggungnya terasa nyeri. Ketika berbaring di tempat tidur, ia merasa tak nyaman dan
kantuk tak kunjung datang. Hari ini ia telah melewati saat-saat yang mengerikan dan masih
hidup, namun di saat isak dan tangis serta lantunan doa berhenti, rasa takut yang mendalam
datang melanda. Kata-kata ayahnya terngiang di telinganya. Wajah ayahnya dan kedua
LIAN HEARN BUKU KEDUA 102 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
orang yang mati dibunuh terbayang di pelupuk matanya. Kaede takut hantu mereka akan
datang mengambil kandungannya. Akhirnya Kaede pun tertidur sambil memegang perut.
Ia bermimpi ayahnya datang menyerangnya. Ayahnya menarik belati dari sabuk tapi
bukannya menikam belati perutnya sendiri, tetapi mendekat, memegang tengkuk dan
menusuk perut Kaede. Rasa sakit yang tak tertahankan menyapu dirinya, membuat ia
terbangun sambil menjerit. Rasa sakit menyentaknya lagi dengan berirama. Tungkai kakinya
bermandikan darah. Upacara pemakaman ayahnya akhirnya berlangsung tanpa kehadiran Kaede. Sang janin
telah meluncur keluar dari rahimnya layaknya belut, dan darah kehidupan mengikutinya.
Kemudian demam datang, mengubah pandangan Kaede menjadi merah, membuat lidahnya
mengoceh tak karuan, menyiksanya dengan berbagai pandangan yang tak terlihat.
Shizuka dan Ayame membuat berbagai ramuan, dan dalam keputusasaan, mereka
membakar dupa dan memukul gong untuk mengusir roh jahat, serta memanggil orang suci
dan gadis cenayang untuk mengusir setan.
Setelah tiga hari, tampaknya tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan Kaede. Ai selalu
berada di sisinya. Hana terus menangis. Sekitar waktu Kambing, saat Shizuka keluar
mengambil air, seorang dari pos jaga memanggil.
"Ada tamu datang. Beberapa orang berkuda dan dua tandu. Lord Fujiwara, kurasa."
"Dia tidak boleh masuk," kata Shizuka. "Keadaan telah tercemar darah dan kematian."
Para pengangkat tandu meletakkan kedua tandu di luar pintu gerbang, dan Shizuka
berlutut saat Lord Fujiwara melihat keluar.
"Lord Fujiwara, maafkan aku. Anda tak boleh masuk."
"Aku mendapat kabar kalau Lady Otori sakit parah," balasnya. "Aku ingin berbicara
denganmu di taman." Shizuka tetap berlutut saat bangsawan itu berjalan melewatinya, kemudian dia bangkit
dan mengikuti Lord Fujiwara ke paviliun di tepi sungai. Bangsawan itu melambaikan tangan
pada pelayannya agar pergi, dan berbalik menghadap Shizuka.
"Seberapa serius sakitnya?"
"Kurasa dia tak akan bertahan setelah malam ini." balas Shizuka dengan nada rendah.
"Kami telah berusalia."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 103 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku membawa tabib," kata Lord Fujiwara. "Tunjukkan ke mana dia harus pergi, lalu
kembalilah kemari." Shizuka membungkuk hormat, lalu berjalan kembali ke gerbang di mana seorang lakilaki kecil separuh baya dengan penampilan yang cerdas dan baik hati, muncul clari tandu
kedua. Saat Shizuka mengantarnya ke kamar tempat Kaede berbaring, dia melihat kulit
pucat dan mata tidak fokus tuannya. Napas Kaede cepat dan pampa, kadang menjerit,
apakah meneriakkan rasa takut atau rasa sakit, sungguh sulit diduga.
Ketika Shizuka kembali, Lord Fujiwara sedang berdiri menatap ujung taman, di mana
sungai mengalir membasahi karang. Gemuruh air terjun terdengar sedih. Shizuka berlutut
dan menunggu bangsawan itu bicara.
"Ishida sangat ahli," katanya. "Jangan putus asa."
"Kebaikan Lord Fujiwara sangat berlebih," tutor Shizuka lirih, memikirkan wajah pucat
dan mata liar Kaede. Dia tak sabar ingin kembali pada tuannya, namun dia tak boleh pergi
tanpa seijin bangsawan itu.
"Aku bukanlah orang baik," balasnya. "Aku hanya dibangkitkan oleh hasratku, oleh
egoku. Itu sifatku agar menjadi kejam." Dia menatap sekilas pada Shizuka lalu berkata,
"Berapa lama kau melayani Lady Shirakawa" Kau bukan dari wilayah ini?"
"Saya dikirim kepadanya pada musim panas saat dia masih di kastil Noguchi."
"Siapa yang mengirimmu?"
"Lord Arai." "Benarkah" Dan kau selalu mengirim laporan pada Arai?"
"Apa maksud Lord Fujiwara?" tanya Shizuka.
"Ada sesuatu pada dirimu yang tidak wajar sebagai pelayan. Kau memata-matai dia?"
"Lord Fujiwara terlalu menganggap tinggi kemampuanku," balers Shizuka.
"Kuharap kau tidak memicu kekejamanku."
Shizuka mendengar ancaman di balik kata-kata itu dan tidak berkata apa-apa.
Bangsawan itu lalu melanjutkan seolah-olah sedang bicara pada diri sendiri.
"Kepribadiannya, kehidupannya menyentuhku seperti yang pernah kurasakan. Sudah lama
aku tidak mengalami emosi apa pun. Takkan kubiarkan seorang pun"bahkan kematian"
merebutnya dariku." LIAN HEARN BUKU KEDUA 104 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Semua orang yang melihatnya akan terpesona," bisik Shizuka, "tapi takdir selalu kejam
Dragon Keeper 2 The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Misteri Bayangan Setan 4
^