Pencarian

Taiko 12

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 12


ibu kota. Karena alasan inilah semua upaya diplomatik dipergiat. Persahabatannya dengan marga
Hojo kini mulai membuahkan hasil, tetapi perundingannya dengan marga Uesugi tetap tidak
memuaskan. Dengan demikian, ia terpaksa menunggu sampai bulan kesepuluh sebelum
meninggalkan Kai. Tak lama lagi perbatasan dengan Echigo akan tertutup salju, sehingga mengurangi kekhawatiran
Shingen mengenai Uesugi Kenshin. Pasukannya yang berkekuatan sekitar 30.000 orang antara lain
terdiri atas pasukan wajib militer dari seluruh wilayah kekuasaannya yang mencakup Kai, Shinano,
Suruga. bagian utara Totomi, bagian timur Mikawa, bagian barat Kozuke, sebagian Hida, serta
bagian selatan Ktchu - seluruhnya bernilai hampir 1.300.000 gantang. "Langkah terbaik bagi kita
adalah memperkuat pertahanan," salah satu jendral berkata.
"Paling tidak, sampai ada bala bantuan dari Yang Mulia Nobunaga."
Sebagian orang di Benteng Hamamauu cenderung memilih strategi bertahan. Biarpun semua
samurai di provinsi mereka dikerahkan, kekuatan militer marga Tokugawa tidak mencapai 14.000
orang - tak sampai setengah kekuatan pasukan Takeda. Meski demikian, Ieyasu memerintahkan
mobilisasi umum. "Hah! Masalah ini terlalu mendesak untuk menunggu bala bantuan Yang Mulia Nobunaga."
6 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Semua pengikutnya yakin bahwa para prajurit Oda akan datang membantu karena merasa memiliki
kewajiban moral - atau sekadar untuk membalas jasa atas peran marga Tokugawa di Sungai Ane.
Namun Ieyasu seakan-akan tidak mengharapkan bala bantuan. Sekaranglah waktu yang tepat
untuk memastikan apakah anak buahnya siap menghadapi situasi hidup mati, dan untuk
menyadarkan mereka bahwa mereka harus mengandalkan kekuatan sendiri.
"Kalau maju maupun mundur membawa kita pada kehancuran, bukankah sudah sepantasnya kita
melancarkan serangan habis-habisan, mengukir nama harum sebagai prajurit, dan gugur dengan
gagah berani?" ia bertanya dengan tenang.
Didera kemalangan dan penderitaan sejak masa muda. Ieyasu menjadi laki-laki yang tak pernah
membesar-besarkan urusan sepele. Kini. menghadapi situasi seperti ini, suasana di Benteng
Hamamatsu terasa mendidih. Tapi, meski Ieyasu memilih jalan kekerasan untuk menghadapi
serangan orang-orang Takeda, nada suaranya hampir tak berubah. Karena itu ada beberapa
pengikut yang merasa waswas mengenai perbedaan antara ucapannya dan arti kata-kata itu.
Namun Ieyasu meneruskan persiapan untuk berangkat ke medan pertempuran.
Satu per satu, seperti gigi sisir yang dipatahkan, laporan mengenai setiap kekalahan berdatangan.
Shingen telah menyerang Totomi. Saat ini ada kemungkinan benteng-benteng di Tadaki dan Iida
tidak mempunyai pilihan selain menyerah. Di desa Fukuroi, Kakegawa, dan Kihara, tak ada
sejengkal tanah pun yang tidak diinjak-injak oleh pasukan Kai. Lebih gawat lagi, barisan terdepan
Ieyasu, yang berkekuatan tiga ribu orang dan berada di bawah komando Honda, Okubo, dan Naito,
dipergoki oleh pihak musuh di sekitar Sungai Tenryu. Pasukan Tokugawa mengalami kekalahan
total dan dipaksa mundur ke Hamamatsu.
Laporan ini membuat pucat semua orang di dalam benteng. Tapi dengan diam Ieyasu melanjutkan
persiapan militer. Ia menaruh perhatian khusus pada pengamanan jalur-jalur komunikasi, dan telah
menangani pertahanan daerah itu sampai menjelang akhir bulan kesepuluh. Dan untuk
mengamankan Benteng Futamata di tepi Sungai Tenryu, ia mengirim pasukan tambahan, senjata,
dan perbekalan. Pasukannya meninggalkan Benteng Hamamatsu, maju sampai ke Desa Kanmashi di tepi Sungai
Tenryu, dan menemukan perkemahan pasukan Kai. Setiap posisi berhubungan dengan markas
besar Shingen. seperti jari-jari yang mengelilingi naf.
"Ah, persis seperti yang diduga." Ieyasu pun berdiri di bukit dengan tangan terlipat dan melepaskan
desahan kagum. Biarpun dari kejauhan, panji-panji di perkemahan utama Shingen tampak jelas.
Dari jarak lebih dekat, orang dapat membaca apa yang tertulis. Kata-kata itu merupakan ucapan
Sun Tzu yang tersohor, dikenal oleh kawan maupun lawan.
Cepat bagaikan angin. Hening bagaikan hutan. Bergairah bagaikan api. Diam seperti gunung.
Diam seperti gunung, baik Shingen maupun Ieyasu tidak mengambil tindakan selama beberapa
hari. Dengan Sungai Tenryu di antara kedua perkemahan. musim dingin tiba di bulan kesebelas.
*** Dua hal Melampaui Ieyasu:
Helm bertanduk di kepala Ieyasu Dan Honda Heihachiro.
7 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Salah seorang prajurit Takeda mengibarkan cercaan ini di Bukit Hitoko-tozaka. Di sanalah pasukan
Ieyasu dikalahkan dan dibuat terkocar-kacir - paling tidak, demikianlah pendapat para prajurit
Takeda yang mabuk kemenangan, tapi, seperti diakui dalam sajak itu, marga Tokugawa memiliki
sejumlah orang andal, dan gerak mundur Honda Heihachiro patut dikagumi.
Ieyasu pun bukan lawan ringan. Tapi dalam pertempuran berikut, segenap kekuatan Takeda akan
berhadapan dengan segenap kekuatan Tokugawa. Mereka akan saling menggempur dalam satu
pertempuran yang menentukan seluruh perang.
Bayangan mengenai pertempuran itu justru memacu semangat tempur orang-orang Kai. Begitulah
watak mereka. Shingen memindahkan perkemahan utamanya ke Edaijima dan menyuruh putranya,
Katsuyori, serta Anayama Baisetsu menggerakkan pasukan mereka melawan Benteng Futamata,
diiringi perintah tegas untuk tidak membuang-buang waktu.
Sebagai tindakan balasan, Ieyasu cepat-cepat mengirim bala bantuan, sambil berkata, "Benteng
Futamata merupakan garis pertahanan penting. Jika musuh berhasil merebutnya, mereka memiliki
tempat menguntungkan untuk melancarkan serangan."
Ieyasu sendiri yang membawahi barisan belakang, tapi pasukan Takeda yang selalu berubah-ubah
formasi kembali membentuk susunan baru dan mulai mendesah dari semua sisi. Sepertinya, sekali
saja Ieyasu mengambil langkah keliru, ia akan terputus dari markas besarnya di Hamamatsu.
Persediaan air Benteng Futamata - titik lemah benteng itu - dipotong oleh pihak musuh. Pada satu
sisi, benteng itu berbatasan dengan Sungai Tenryu. dan air yang menopang kehidupan para prajurit
di dalamnya harus ditimba dengan ember yang diturunkan dari sebuah menara. Untuk
menghentikannya, pasukan Takeda meluncurkan rakit-rakit dari arah hulu dan merusak fondasi
menara. Mulai hari itu, para prajurit di dalam benteng menderita kekurangan air, walaupun Sungai
Tenryu mengalir tepat di depan mata mereka.
Pada malam kesembilan belas, pasukan yang bertahan menyerah. Ketika Shingen mendapat kabar
bahwa benteng itu menyerah, ia segera memberikan perintah baru. "Nobumori akan menempati
Benteng Futamata. Sano, Toyoda, dan Iwata akan terus berhubungan dan bersiap-siap di
sepanjang jalur mundur musuh."
Seperti pemain go yang mengawasi langkah setiap bidak, Shingen waspada dengan formasi dan
gerak maju pasukannya. Ke-270.000 prajurit Kai bergerak perlahan tapi pasti, seperu awan hitam,
diiringi tabuhan genderang yang menggema sampai ke langit. Setelah itu pasukan utama Shingen
melintasi Dataran Iidani dan mulai memasuki bagian timur Mikawa.
Menjelang siang, pada ranggal dua puluh satu, kabut merah tampak di Mikatagahara. mencemooh
matahari musim dingin yang tak berdaya. Hawanya cukup dingin untuk mengiris hidung dan telinga
sampai putus. Sudah beberapa hari tak ada hujan, udara pun kering kerontang.
"Ke Iidani!" demikian bunyi perintah yang menimbulkan perbedaan pendapat di antara
jendral-jendral Shingen. "Kalau kita menuju Iidani. berani Yang Mulia hendak mengepung Hamamatsu. Bukankah ini suatu
kesalahan?" 8 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Beberapa orang merasa was-was karena pasukan Oda telah tiba di Hamamatsu, dan tak seorang
pun mengetahui jumlah prajurit yang kini berada di sana. Menurut laporan-laporan rahasia yang
berdatangan sejak pagi hari. kekuatan pihak musuh tak dapat dipastikan. Isi laporan-laporan itu
selalu sama: Desas-desus yang beredar di desa-desa sepanjang jalan memang ada
benarnya - pasukan Oda berkekuatan besar konon sedang menuju ke arah selatan untuk
bergabung dengan pasukan Ieyasu di Hamamatsu. Akan tetapi kabar burung itu pun telah
bercampur dengan berita-berita palsu yang sengaja dilontarkan oleh musuh.
Para jendral Shingen menawarkan pendapat masing-masing.
"Kalau Nobunaga datang dengan pasukan besar dan bertindak sebagai barisan belakang bagi
Hamamatsu. langkah berikut tuanku sebaiknya dipertimbangkan dengan matang."
"Jika serangan terhadap Benteng Hamamatsu berkepanjangan sampai Tahun Baru, pasukan kita
terpaksa melewatkan musim dingin di medan laga. Dengan serangan-serangan mendadak yang
terus dilakukan oleh musuh, perbekalan kita akan menipis dan pasukan kita akan menjadi korban
penyakit. Yang jelas, para prajurit akan menderita."
"Di lain pihak, hamba khawatir mereka mungkin memotong jalur mundur di sepanjang pantai dan di
tempat-tempat lain."
"Kalau barisan belakang Oda memperoleh bala bantuan, pasukan kita akan terjebak di wilayah
musuh - suatu ancaman yang tak mudah diatasi. Kalau ini sampai terjadi, cita-cita tuanku untuk
memasuki Kyoto akan terhalang, dan kita akan terpaksa membuka jalur mundur yang penuh darah.
Berhubung pasukan kita sudah dalam keadaan siaga, mengapa tuanku tidak mengejar tujuan
utama dan maju ke ibu kota daripada menyerang Benteng Hamamatsu?"
Shingen duduk di tengah-tengah para jendral. Kedua matanya nyaris terpejam, menyerupai jarum,
ia mengangguk-angguk ketika mendengar pandangan anak buahnya, lalu berkata dengan hati-hati,
"Semua ucapan kalian memang masuk akal. Tapi aku yakin bala bantuan marga Oda takkan
berkekuatan lebih dari tiga sampai empat ribu orang. Kalaupun sebagian besar pasukan Oda
menuju Hamamatsu. orang-orang Asai dan Asakura yang telah kuhubungi sebelumnya akan
menyerang Nobunaga dari belakang. Selain itu, sang Shogun di Kyoto mengirim pesan kepada
para biksu-prajurit, dan mendesak mereka untuk segera angkat senjata. Orang-orang Oda bukan
ancaman besar bagi kita."
Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan tenang, "Sejak semula keinginanku adalah memasuki
Kyoto. Tapi kalau kita melewati Ieyasu begitu saja sekarang, pada waktu kita berpaling ke Gifu,
Ieyasu akan membantu orang-orang Oda dengan menghadang di belakang kita. Bukankah paling
baik kalau Ieyasu dihancurkan di Benteng Hamamatsu, sebelum orang-orang Oda sempat mengirim
bala bantuan memadai?"
Para jendral tak dapat berbuat apa-apa selain menerima keputusan Shingen, bukan saja karena ia
junjungan mereka, melainkan karena mereka mempercayai keahliannya sebagai penyusun taktik.
Namun, ketika mereka kembali ke resimen masing-masing, di antara mereka ada satu orang,
Yamagata Masakage, yang menatap matahari musim dingin sambil berkata dalam hati, "Orang ini
hidup untuk perang, dan kemampuannya sebagai pemimpin pasukan sungguh luar biasa, tapi kali
ini..." 9 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pada malam hari, laporan mengenai pergantian arah pasukan Kai sampai di Benteng Hamamatsu.
Hanya tiga ribu orang di bawah Takigawa Kazumasu dan Sakuma Nobumori yang tiba di benteng
itu, bala bantuan dari Nobunaga.
"Jumlah yang tak ada artinya," salah seorang pengikut Tokugawa berkomentar kecewa, tapi Ieyasu
tidak memperlihatkan kegembiraan maupun ketidak-puasan. Ketika laporan demi laporan
berdatangan, sebuah rapat perang dimulai. Tidak sedikit jendral Ieyasu yang menganjurkan untuk
mundur sementara ke Okazaki, dan mereka mendapat dukungan para komandan Oda.
Hanya Ieyasu yang tak tergerak, tetap berkeras untuk bertempur. "Apakah kita akan mundur tanpa
melepaskan satu anak panah pun, sementara musuh menghina provinsiku?"
Di sebelah utara Hamamatsu ada sebuah dataran yang lebih tinggi daripada daerah sekitarnya,
lebarnya lebih dari dua mil. sedangkan panjangnya tiga mil - Mikatagahara.
Menjelang fajar pada hari ke-22, pasukan Ieyasu meninggalkan Hamamatsu dan mengambil posisi
di sebelah utara sebuah tebing terjal. Di sanalah mereka menanti kedatangan pasukan Takeda.
Matahari muncul, kemudian langit diselubungi awan. Dengan tenang seekor burung melintasi langit
yang membentang di atas datatan yang tandus dan gersang. Dari waktu ke waktu, para pengintai
kedua pasukan merangkak di tengah rerumputan, menye-rupai bayangan burung, lalu kembali ke
perkemahan masing-masing. Pagi itu pasukan Shingen, yang semula berkemah di dataran itu,
melintasi Sungai Tenryu. terus berbaris, dan mencapai Saigadani beberapa saat setelah siang hari.
Perintah berhenti diberikan pada seluruh pasukan. Oyamada Nobushigc dan para jendral lain
berkumpul di sisi Shingen untuk memastikan posisi musuh yang akan segera berada tepat di depan
mereka. Setelah berpikir sejenak. Shingen memerintahkan agar satu resimen bertugas sebagai
barisan belakang, sementara pasukan utama sesuai rencana terus melintasi Dataran Mikatagahara.
Mereka berada di dekat Desa Iwaibe. Barisan terdepan telah memasuki desa itu. Orang-orang di
kepala iring-iringan yang bagaikan ular ini tak dapat melihat para prajurit di ujung yang satu lagi,
biarpun sambil berdiri di sanggurdi.
Shingen menoleh dan berkata kepada para pengikut yang mengelilinginya, "Di belakang sedang
terjadi sesuatu." Anak buahnya memandang ke belakang, berusaha menembus debu kuning yang umpak di
kejauhan. Sepertinya barisan belakang mereka sedang diserang musuh.
"Mereka pasti terkepung!
"Jumlah mereka hanya dua ribu atau tiga ribu orang! Kalau mereka terkepung, mereka akan
digulung habis!" Semua jendral merasa kasihan pada orang-orang di balik awan debu itu. Sambil menggenggam tali
kekang masing-masing, mereka menonton dengan perasaan galau. Shingen pun membisu.
Walaupun mereka telah menduga, anak buah mereka dibantai dan roboh satu per satu.
Tentu ada beberapa orang yang memiliki putra, ayah, atau saudara yang tergabung dalam barisan
belakang. Dan ini bukan hanya berlaku bagi para pengikut dan jendral yang berkumpul di sekitar
10 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Shingen. Seluruh pasukan - sampai ke para prajurit infanteri - memandang ke samping sambil terus
berjalan. Menyusul dari belakang, Oyamada Nobushige memacu kudanya ke sisi Shingen. Suara Nobushide
bernada tegang dan terdengar jelas oleh mereka yang berada di dekatnya. Dari atas kudanya ia
berkata. "Tuanku! Kesempatan untuk membantai sepuluh ribu prajurit musuh takkan terulang lagi.
Hamba baru kembali dari mengamati formasi musuh yang menyerang barisan belakang kita.
Masing-masing kesatuan membentuk formasi sayap bangau. Sepintas lalu, mereka tampak seperti
pasukan besar, tapi sesungguhnya garis kedua dan ketiga tidak memiliki kekuatan, Ieyasu dikawal
oleh segelintir prajurit yang nyaris tak berarti apa-apa. Bukan itu saja, resimenresimen mereka
tampak kacau-balau, dan kelihatan jelas bahwa bala bantuan Oda tak ingin bertempur. Jika tuanku
memanfaatkan kesempatan ini dan menyerang, sudah pasti tuanku akan meraih kemenangan."
Setelah mendengar laporan Nobushige, Shingen menoleh ke belakang dan mengutus beberapa
pengintai untuk menyelidiki kebenaran laporan itu.
Mendengar nada suara Shingen, Nobushige mengekang kudanya dan menahan diri.
Dua pengintai memacu kuda masing-masing. Telah diketahui oleh Shingen bahwa pasukan musuh
jauh lebih kecil daripada pasukan mereka, dan Nobushige menghormati keengganan junjungannya
untuk mengambil tindakan tergesa-gesa. Tapi ia sendiri memiliki watak seperti seekor kuda yang
sukar dikendalikan, dan hampir tak sanggup memaksakan diri agar bersabar.
Kesempatan militer dapat menguap secepat kilat menyambar.
Kedua pengintai tadi kembali dan memberikan laporan, "Pengamatan Oyamada Nobushige dan
pengamatan kami persis sama. Ini suatu kesempatan yang diberikan oleh para dewa."
Suara Shingen terdengar menggemuruh. Rumbai-rumbai berwarna putih pada helmnya terguncang
maju-mundur ketika ia memberikan perintah kepada para jendral yang berada di kiri-kanannya.
Sangkakala dibunyikan. Ketika pasukan berkekuatan dua puluh ribu orang itu mendengar bunyinya
yang berkumandang dan ujung depan sampai ke ujung belakang, barisannya langsung pecah,
menyebabkan bumi bergetar. Lalu dengan segera para prajurit Shingen membentuk formasi
menyerupai ikan dan bergerak maju ke arah pasukan Tokugawa, diiringi tabuhan genderang.
Ieyasu terpesona menyaksikan kecepatan yang diperagakan pasukan Shingen, dan bagaimana
pasukan itu bereaksi atas setiap perintah yang diberikan. Ia berkara, "Jika aku sempat mencapai
usia setua Shingen, aku berharap aku pun mampu menggerakkan pasukan besar seterampil dia,
biarpun hanya sekali saja. Setelah melihat bakatnya sebagai pemimpin pasukan, aku enggan
melihatnya terbunuh, walaupun ada yang menawarkan untuk meracuni dia."
Jendral-jendral musuh pun terkagum-kagum melihat kepemimpinan Shingen di medan laga.
Baginya bertempur merupakan seni. Para jendralnya yang perkasa dan prajurit-prajuritnya yang
berani menghiasi kuda, baju tempur, dan panji-panji mereka, agar dapat mencapai dunia berikut
dengan lebih gemilang. Kesannya seakan-akan puluhan ribu rajawali dilepaskan atas perintah
Shingen. Dalam satu tarikan napas, mereka maju, sehingga wajah musuh terlihat di depan mata. Pasukan
Tokugawa berputar bagaikan roda raksasa, mempertahankan formasi sayap bangau, dan
menghadapi lawan seperti bendungan manusia.
11 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Debu yang diterbangkan oleh musuh dan orang-orang mereka sendiri menutupi langit. Hanya
pantulan sinar matahari pada ujung-ujung tombak yang terlihat dalam kegelapan. Pasukan tombak
Kai dan Mikawa telah maju ke garis depan, dan kini saling berhadapan. Pada waktu satu pihak
melepaskan teriakan, pihak satunya segera membalas - hampir seperti gema. Ketika awan debu
mulai mengendap, kedua belah pihak dapat saling melihat, tapi jarak yang memisahkan mereka
masih cukup jauh. Tak seorang pun maju dari kedua barisan tombak yang sejajar.
Pada saat seperti ini, prajurit paling berani pun gemetar ketakutan. Bisa dibilang mereka "ngeri", tapi
ini berbeda sama sekali dari rasa takut biasa. Bukan semangat mereka yang goyah; mereka
gemetar karena perubahan dari kehidupan sehari-hari ke suasana pertempuran. Ini hanya
berlangsung beberapa detik, tapi selama itu kulit mereka merinding dan menjadi semerah jengger
ayam jantan. Bagi sebuah provinsi yang sedang berperang, nyawa seorang prajurit tak berbeda dari nyawa
petani yang membawa pacul. Masing-masing sama berharganya. Dan jika provinsi tersebut runtuh,
semuanya akan ikut binasa. Mereka yang tidak memedulikan pasang-surutnya provinsi mereka dan
hidup bermalas-malasan, menyerupai kotoran yang menempel pada tubuh manusia - lebih tak
bernilai dari satu kedipan mata.
Tapi disamping itu semua, saat pertama kali berhadap-hadapan dengan musuh konon sungguh
mengerikan, langit dan bumi menjadi gelap, biarpun di tengah siang bolong. Orang tak dapat
melihat apa yang berada di depan matanya. Ia tak sanggup maju maupun mundur, dan ia terdorong
ke sana kemari di tengah tombak-tombak.
Dan orang yang cukup berani untuk melangkah maju mendahului yang lain diberi gelar Tombak
Pertama. Orang tersebut dipandang penuh hormat oleh ribuan prajurit di kedua belah pihak. Namun
tidaklah mudah mengayunkan langkah pertama.
Kemudian satu orang melangkah maju.
"Kato Kuroji dari pasukan Tokugawa adalah Tombak Pertama!" seorang samurai berseru. Baju
tempur Kato sederhana saja, dan namanya tidak terkenal. Kemungkinan ia hanya samurai biasa
dari marga Tokugawa.

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang kedua menerobos dari barisan Tokugawa. "Adik Kuroji, Genjiro, adalah Tombak Kedua!"
Kakaknya lenyap dalam barisan musuh dan tertelan dalam kemelut.
"Aku Tombak Kedua! Aku adik Kato Kuroji. Tataplah aku baik-baik, serangga-serangga Takeda!"
Empat atau lima kali Genjiro mengacung-acungkan tombaknya di hadapan pasukan musuh.
Seorang prajurit Kai meneriakkan penghinaan dan menerjang maju. Genjiro terjatuh ke belakang,
tapi sempat meraih tombak yang membentur pelindung dadanya, lalu melompat berdiri sambil
bersumpah serapah. Saat itu rekan-rekannya juga sudah mulai menyerang, tapi orang-orang Takeda pun melakukan hal
yang sama. Pemandangan itu menyerupai dua gelombang darah, tombak, dan baju tempur yang
saling menghantam. Terinjak-injak oleh rekan-rekannya sendiri serta oleh kaki kuda-kuda. Genjiro
memanggil-manggil kakaknya. Sambil merangkak, ia menangkap kaki seorang prajurit Kai dan
menariknya sampai jaruh. Langsung saja ia memenggal kepala orang itu, lalu membuangnya.
12 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Setelah itu, tak seorang pun pernah melihat Genjiro lagi.
Pertempuran pecah dalam suasana kacau-balau, tapi bentrokan antara sayap kanan pasukan
Tokugawa dan sayap kiri pasukan Takeda belum mencapai tingkat kekerasan seperti ini.
Kedua barisan sejajar itu membentang jauh. Gemuruh genderang-genderang dan tiupan
sangkakala terdengar di tengah-tengah awan debu. Entah bagai-mana, para pengikut Shingen
berada agak di belakang. Kedua belah pihak tak sempat menempatkan pasukan senapan di garis
depan, jadi pihak Takeda mengerahkan resimen Mizumata - samurai bersenjata katapel. Batu-batu
yang mereka tembakkan jatuh bagaikan hujan. Lawan mereka pasukan di bawah Sakai Tadatsugu.
dan di belakang itu bala bantuan marga Oda. Tadatsugu duduk di atas kudanya, mendecakkan
lidah dengan kesal. Hujan batu dari garis depan pasukan Kai mengenai kudanya dan membuatnya tak terkendali. Dan
bukan kudanya saja. Kuda-kuda pasukan kavaleri yang menunggu kesempatan di belakang
kesatuan tombak pun memberontak dan meninggalkan formasi.
Pasukan tombak menunggu perintah Tadatsugu yang menahan mereka dengan suara parau.
"Jangan dulu! Tunggu sampai kuberi aba-aba!"
Kesatuan katapel di garis depan bertugas melemahkan kekuatan musuh dan membuka jalan bagi
serangan pasukan utama. Resimen Mizumata sendiri tidak terlalu ditakuti, tapi di belakang mereka
telah menunggu prajurit-prajurit pilihan. Di sinilah panji-panji korps Yamagau, Naito, dan Oyamada
terlihat berkibar. Mereka terkenal berani, bahkan di antara pasukan Kai.
Kelihatannya mereka hendak memancing kita dengan mengerahkan resimen Mizumata, pikir
Tadatsugu. Ia segera memahami strategi musuh, tapi sayap kiri pasukan Tokugawa sudah terlibat
pertempuran jarak dekar, sehingga garis kedua, yang terdiri atas pasukan Oda, harus berjuang
sendiri. Selain itu, ia tidak dapat memastikan bagaimana Ieyasu melihat situasi dari posisinya di
tengah. "Serbu!" Tadatsugu berteriak, membuka mulutnya begitu lebar, sehingga tali helmnya nyaris putus,
la sadar sepenuhnya bahwa ia masuk perangkap lawan, tapi sejak pertempuran pecah ia tak
sanggup meraih keunggulan. Inilah awal kekalahan pasukan Tokugawa dan sekutu-sekutu mereka.
Hujan batu tiba-tiba terhenti. Pada detik yang sama. sekitar tujuh ratus sampai delapan ratus
anggota resimen Mizumata menyingkir ke kiri-kanan, dan mendadak bergerak mundur.
"Habislah kita!" Tadatsugu berseru.
Pada waktu ia melihat garis kedua musuh, semuanya sudah terlambat. Tersembunyi di antara
resimen Mizumata dan pasukan kavaleri ternyata masih ada satu garis lagi - pasukan senapan.
Semua anggotanya menelungkup di tengah rerumputan, dengan senjata siap menembak.
Senapan-senapan meletus bersamaan, dan awan asap naik ke angkasa. Karena sudut tembak
yang rendah, sebagian besar peluru bersarang di kaki prajurit Sakai yang menyerang. Kuda-kuda
mereka memberontak dan tertembak di perut. Para perwira melompat dari pelana sebelum kuda
mereka roboh, dan melarikan diri bersama anak buah mereka, melompati mayat-mayat yang
bergelimpangan. 13 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasukan senapan segera mundur. Berdiam di tempat berarti membiarkan diri dihantam serangan
pasukan tombak marga Oda. Dengan moncong kuda dalam posisi sejajar, korps Yamagata,
pasukan kebanggaan Kai, menerobos maju, tenang dan penuh percaya diri. Mereka segera diikuti
korps Obata. Dalam beberapa menit saja garis Sakai Tadatsugu telah musnah di tangan mereka.
Dengan bangga pasukan Kai melepaskan teriakan-teriakan kemenangan. Tiba-tiba korps Oyamada
mengambil jalan melingkar dan menyerang pasukan Oda - garis penahanan kedua pasukan
Tokugawa - dari samping. Debu beterbangan di bawah kala kuda-kuda mereka. Dalam sekejap
seluruh pasukan Tokugawa telah terkepung pasukan Kai yang menyerupai roda besi.
Ieyasu berdiri di atas bukit, mengamati pasukannya. Kita kalah, ia menyadari. Kekalahan tak
terelakkan lagi. Dengan pandangan lurus ke depan. Torii Tadahiro. jendral terkemuka di bawah Ieyasu, telah
memperingatkan junjungannya untuk tidak mengadakan serangan besar-besaran, melainkan
melancarkan serangan mendadak pada malam hari ke perkemahan musuh. Tapi Shingen yang
penuh tipu daya sengaja memberi umpan dengan menempatkan barisan belakang berkekuatan
kecil, memancing Ieyasu untuk bergerak.
"Kita tidak bisa tetap di sini. Tuanku harus kembali ke Hamamatsu." Tadahiro mendesak. "Lebih
cepat lebih baik." Ieyasu tidak berkata apa-apa.
"Tuanku! Tuanku!" Tadahiro memohon.
Ieyasu tidak menatap wajah Tadahiro. Waktu matahari mulai terbenam, kabut senja dan kegelapan
berangsur-angsur menyelubungi tepi Dataran Mikata-gahara. Diiringi angin dingin, kurir-kurir
berulang kali membawa berita menyedihkan.
"Sakuma Nobumori dari marga Oda digulung habis. Takigawa Kazumasu terpaksa mundur sambil
kocar-kacir, dan Hirate Nagamasa terbunuh. Tinggal Sakai Tadatsugu yang masih bertempur
dengan gagah." "Takeda Katsuyori menggabungkan pasukannya dengan korps Yamagara dan mengepung sayap
kiri kita. Ishikawa Kazumasa terluka. dan Nakane Masateru serta Aoki Hirotsugu tewas."
"Matsudaira Yasuzumi memacu kudanya ke tengah-tengah musuh dan menemui ajal di sana."
"Pasukan di bawah Honda Tadamasa dan Naruse Masayoshi mengincar para pengikur Shingen
dan berhasil menembus jauh ke dalam barisan musuh. Tapi kemudian mereka dikepung oleh
beberapa ribu prajurit, dan tak seorang pun dari mereka kembali dalam keadaan hidup."
Tiba-tiba Tadahiro meraih lengan Ieyasu. dan dengan bantuan jendral-jendral lain, menaikkannya
ke atas kudanya. "Pergi dari sini." kuda itu dibentaknya sambil ditepuk.
Setelah Ieyasu duduk di pelana dan kuda berlari menjauh. Tadahiro dan para pengikut lain menaiki
kuda masing-masing, lalu mengikuti junjungan mereka.
14 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hujan salju mulai turun - mungkin saljunya menunggu sampai matahari terbenam - semakin
mempersulit gerak mundur pasukan yang dikalahkan. Orang-orang berseru bingung. "Yang Mulia...
di mana Yang Mulia?"
"Ke arah manakah markas besar?"
Pasukan senapan Kai membidik prajurit-prajurit musuh yang tengah melarikan diri, melepaskan
tembakan dari tengah-tengah salju yang terbang berputar-putar.
"Mundur!" seorang samurai Tokugawa berseru. "Sangkakala telah memberi aba-aba mundur!"
"Mereka pasti sudah mengungsi ke markas besar." orang lain menimpali.
Bagaikan gelombang pasang, pasukan Tokugawa mundur ke utara. Tapi karena kehilangan arah,
korban di pihak mereka kembali berjatuhan. Akhirnya semua orang mulai mendesak ke satu arah ke
selatan. Ieyasu, yang baru saja lolos dari mara bahaya bersama Torii Tadahiro, menoleh ke arah
orang-orang yang mengikutinya, dan tiba-tiba menghentikan kuda. "Kibarkan panji-panji. Kibarkan
panji-panji dan kumpulkan orang-orang," ia memerintahkan.
Malam telah dekat, dan hujan salju semakin lebai. Para pengikut Ieyasu berkerumun di
sekelilingnya dan membunyikan sangkakala. Sambil melambai-lambaikan panji para komandan,
mereka memanggil-manggil anak buah masing-masing. Perlahan-lahan para prajurit yang kalah itu
mulai berkumpul. Setiap orang bermandikan darah.
Namun korps di bawah komando Baba Noburusa dan Obata Kazusa dari pasukan Kai mengetahui
bahwa pasukan utama musuh berada di sana, lalu segera mulai mendesak dengan busur dan
panah dari satu sisi dan dengan senapan dari sisi yang satu lagi. Rupanya mereka hendak
memotong jalur mundur Ieyasu.
"Tempat ini berbahaya, tuanku. Sebaiknya tuanku segera mundur." Mizuno Sakon mendesak
Ieyasu. Kemudian, sambil berpaling kepada orang-orang, ia memerintahkan. "Lindungilah Yang
Mulia. Aku akan membawa beberapa orang dan menyerang musuh. Siapa saja yang ingin
mengorbankan nyawa bagi Yang Mulia, ikuti aku."
Sakon langsung menerjang ke arah musuh, tanpa menoleh untuk melihat apakah ada yang
mengikutinya. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh prajurit segera menyusul, memacu kuda
masing-masing untuk menantang maut. Hampir seketika ratapan, teriakan, benturan pedang dan
tombak bercampur dengan deru angin yang menerbangkan salju, membentuk pusaran raksasa.
"Sakon tidak boleh mati!" teriak Ieyasu. Sikapnya tidak seperti biasanya. Para pengikut berusaha
mencegahnya dengan meraih kekang kudanya, tapi ia menepiskan mereka, dan pada waktu
mereka bangkit, Ieyasu telah terjun ke tengah pusaran. Penampilannya betul-betul menyerupai
setan. "Tuanku! Tuanku!" mereka berseru-seru.
Ketika Natsume Jirozaemon, perwira yang diberi tanggung jawab atas Benteng Hamamatsu,
15 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mendapat kabar mengenai kekalahan rekan-rekannya, ia segera berangkat bersama sekitar tiga
puluh penunggang kuda untuk memastikan keselamatan Ieyasu. Ketika menemukan junjungannya
tengah terlibat pertempuran sengit, ia melompat turun dari kuda dan berlari ke arah pergulatan, dan
memindahkan tombaknya ke tangan kiri.
"A... apa ini" Kekerasan ini tidak seperti tuanku. Kembalilah ke Hamamatsu! Mundurlah, tuanku!"
Setelah meraih moncong kuda Ieyasu, ia menuntunnya dengan susah payah.
"Jirozaemon" Lepaskan aku! Bodoh betul kau, menghalang-halangiku di tengah-tengah musuh!"
"Kalau hamba bodoh, tuanku lebih bodoh lagi! jika tuanku terbantai di tempat seperti ini, apa makna
segala penderitaan yang tuanku alami sampai sekarang" Tuanku akan dikenang sebagai jendral
pandir. Kalau tuanku memang hendak menonjolkan diri, lakukanlah sesuatu bagi bangsa ini di lain
kesempatan!" Dengan mata berkaca-kaca, Jirozacmon menghardik Ieyasu begitu keras, sehingga
mulutnya nyaris robek dari telinga ke telinga, dan pada saat yang sama, tanpa ampun ia
memukul-mukul kuda Ieyasu dengan tombaknya. Banyak pengikut dan pembantu dekat Ieyasu
yang semalam masih berada bersamanya, tidak terlihat lagi malam ini. Lebih dari tiga ratus anak
buah Ieyasu gugur dalam pertempuran, dan tak seorang pun mengetahui jumlah yang luka-luka.
Sambil memikul beban kekalahan, pasukan Ieyasu berbaris dan kembali ke kota benteng yang
diselimuti salju. Mereka tampak seakan-akan muak pada diri sendiri. Tapi warna merah pada salju
jelas-jelas berasal dari darah para prajurit yang kembali dari medan perang.
"Apa yang terjadi dengan Yang Mulia?" orang-orang itu bertanya dengan mata berkaca-kaca.
Mereka bergerak mundur karena menyangka Ieyasu telah kembali ke benteng, tapi kini mereka
diberitahu oleh para penjaga gerbang bahwa junjungan mereka belum kembali. Apakah ia masih
terkepung musuh, ataukah ia sudah gugur" Apa pun nasib yang menimpa Ieyasu. yang jelas
mereka telah melarikan diri sebelum junjungan mereka, dan mereka begitu malu, sehingga menolak
memasuki benteng. Mereka terus berdiri di luar. mengentak-entakkan kaki dalam hawa dingin.
Tiba-tiba terdengar letusan senapan dari gerbang barat, menambah kebingungan. Ternyata
pasukan musuh telah mendekat. Maut telah siap menjemput mereka. Dan jika orang-orang Takeda
sudah maju sejauh ini, nasib Ieyasu memang patut dipertanyakan.
Karena mengira bahwa saat terakhir marga Tokugawa telah tiba, sambil berteriak mereka berlari kc
arah letusan senapan, siap untuk mati, dengan pandangan hampa tanpa harapan. Ketika
sekelompok dari mereka berdesak-desakan melewati gerbang, mereka hampir bertabrakan dengan
sejumlah orang berkuda yang baru hendak masuk.
Di luar dugaan, penunggang-penunggang kuda itu ternyata para komandan yang baru kembali dari
medan tempur. Teriakan menyedihkan para prajurit berubah menjadi sorak-sorai kegembiraan.
Sambil mengacung-acungkan pedang dan tombak, mereka mengikuti orang-orang yang baru tiba.
Satu penunggang kuda, lalu satu lagi, kemudian yang berikut memasuki benteng; orang kedelapan
ternyata Ieyasu sendiri, sebelah lengan baju tempurnya terkoyak, tubuhnya berlumuran darah dan
salju. "Yang Mulia Ieyasu kembali! Yang Mulia Ieyasu !" Begitu junjungan mereka terlihat, kabar mengenai
kedatangannya diteruskan dari mulut ke mulut. Para prajurit melompat-lompat kegirangan,
seakan-akan lupa diri. 16 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sambil melangkah ke ruang duduk, Ieyasu memanggil dengan lantang, "Hisano! Hisano!"
seolah-olah ia masih berada di medan perang.
Dayang itu segera menghampirinya dan menyem-bah. Api di lentera kecil yang dibawanya tertiup
angin, menerangi profil Ieyasu dengan cahaya kerlap-kerlip. Darah menempel di pipinya, dan
rambutnya acak-acakan. "Ambilkan sisir," ia berkata sambil duduk. Sementara Hisano merapikan rambutnya, ia memberikan
perintah lain, "Aku lapar. Bawakan makanan untukku,"
Setelah makanan yang dimintanya tersaji, ia segera meraih sumpit, tapi tidak segera mulai makan,
melainkan malah berkata, "Buka semua pintu ke serambi."
Walaupun lentera-lentera retah menyala, ruangan itu lebih terang jika pintu-pintu dibuka lebar,
akibat salju yang beterbangan di luar. Samar-samar terlihat sosok-sosok prajurit yang sedang
melepas lelah di serambi. Begitu Ieyasu selesai makan, ia keluar dari ruang duduk dan berkeliling
untuk memeriksa pertahanan, ia memberi perintah kepada Amano Yasukage dan Uemura
Masakatsu untuk bersiap-siap menghadapi serangan musuh. Komandan-komandan lain
ditempatkannya mulai dari gerbang utama sampai pintu utama ke ruang duduk.
"Biarpun seluruh pasukan Kai menyerang dengan segenap kekuatan, kita akan memperlihatkan
kekuatan kita pada mereka. Mereka takkan sanggup merebut sejengkal pun dari tembok-tembok
ini," para komandan berkoar.
Walaupun dengan suara bernada tegang, mereka berusaha menenangkan Ieyasu dan
membesarkan hatinya. Ieyasu memahami maksud mereka dan mengangguk-angguk penuh semangat. Tapi ketika mereka
hendak bergegas ke pos masing-masing, ia memanggil mereka, "Biarkan semua pintu mulai dari
gerbang utama sampai ruang duduk dalam keadaan terbuka. Mengertikah kalian?"
"Apa" Apa maksud tuanku?" Para komandan tampak ragu-ragu. Perintah ini bertentangan dengan
prinsip-prinsip pertahanan yang paling mendasar. Pintu-pintu besi di semua gerbang telah ditutup
rapat. Pasukan musuh telah mendekati kota benteng, mendesak maju untuk menghancurkan
mereka. Mengapa Ieyasu memerintahkan agar pintu air di bendungan dibuka, justru pada saat
gelombang pasang siap menerjang"
Tadahiro berkata. "Tidak, hamba rasa situasinya belum memaksa kita untuk bertindak sejauh itu.
Kalau pasukan kita tiba dari medan laga, kita bisa membuka gerbang agar mereka bisa masuk. Tapi
kita tidak perlu membiarkan gerbang benteng terbuka lebar untuk mereka."
Ieyasu tertawa dan menegur Tadahiro karena salah mengerti. "Ini bukan untuk orang-orang yang
terlambat kembali. Ini langkah persiapan untuk menghadapi pasukan Takeda yang menerjang
bagaikan air bah, penuh keyakinan bahwa mereka akan menang. Dan aku tidak sekadar ingin
gerbang benteng dibuka. Aku ingin lima atau enam api unggun dinyalakan di depan gerbang. Selain
itu, api unggun juga harus berkobar di dalam tembok. Tapi pastikan bahwa pertahanan kita tetap
siaga sepenuhnya. Jangan bersuara dan amati gerak maju musuh."
Strategi nekat macam apa ini" Tanpa ragu sejenak pun, mereka menjalankan perintah itu.
17 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sesuai keinginan Ieyasu semua gerbang dibuka lebar, dan beberapa api unggun menerangi salju,
mulai dari selokan pertahanan sampai ke pintu ruang duduk. Setelah mengamati pemandangan itu,
Ieyasu kembali ke dalam. Kelihatan para jendral senior memahami maksud junjungan mereka, tapi sebagian besar prajurit
mempercayai desas-desus bahwa Shingen telah mati. dan bahwa pasukan Tokugawa telah
kehilangan pemimpin. Padahal sesungguhnya desas-desus itu disebarkan oleh perwira-perwira
Ieyasu sendiri. "Aku lelah. Hisano. Rasanya aku ingin minum secawan sake. Tolong tuangkan sedikit untukku."
Ieyasu kembali ke ruangan utama, dan setelah menghabiskan isi cawan, membaringkan diri. Ia
menarik selimut yang dibawakan Hisano, lalu tertidur pulas.
Tak lama kemudian, pasukan Kai di bawah Baba Nobufusa dan Yamagata Masakage tiba di dekat
selokan pertahanan, siap melancarkan serangan malam.
"Apa ini" Tunggu!" Ketika Baba dan Yamagata menghampiri gerbang, mereka mengekang kuda
masing-masing dan mencegah seluruh pasukan untuk maju tergesa-gesa.
"Jendral Baba, bagaimana menurut Jendral?" Yamagata bertanya sambil menyejajarkan kudanya
dangan kuda rekannya. Ia tampak terheran-heran. Baba pun merasa curiga dan menatap ke arah
gerbang musuh. Di sana, di kejauhan, ia melihat nyala api unggun, baik di luar maupun di balik
gerbang. Dan semua gerbang terbuka lebar. Mereka menghadapi gerbang tanpa gerbang. Situasi
ini menimbulkan pertanyaan yang mengusik.
Air di dalam selokan kelihatan hitam, salju di benteng yang siap siaga berwarna putih. Tak ada
suara apa pun. Jika mereka memasang telinga baik-baik. mereka dapat mendengar api unggun
meretih di kejauhan. Dan seandainya mereka memasang telinga sambil berkonsentrasi penuh,
mereka mungkin men- dengar dengkuran Ieyasu, jendral yang telah menderita kekalahan dan kini tengah bermimpi di
ruang duduk - otak di balik gerbang tanpa gerbang ini.
Yamagata berkata, "Sepertinya serangan kita begitu cepat dan musuh begitu bingung, sehingga
mereka tak sempat menutup gerbang benteng dan kini bersembunyi di dalam. Sebaiknya kita habisi
saja mereka." "Jangan, tunggu." Baba memotong. Ia dikenal sebagai komandan yang pandai
bersiasat. Orang bijak yang memupuk kebijaksanaan dapat tenggelam di dalamnya, ia menjelaskan
pada Yamagata mengapa langkahnya keliru.
"Mengamankan gerbang benteng merupakan langkah logis bagi seseorang yang baru saja
mengalami kekalahan. Tapi dengan membiarkan gerbangnya terbuka lebar dan dengan
menyempatkan diri menyalakan api unggun, Ieyasu membuktikan bahwa dia tak kenal takut.
Tentunya dia sedang menunggu kita menyerang dengan tergesa-gesa. Seluruh perhatiannya hanya
tertuju pada benteng ini, dan dia yakin akan kemenangannya. Lawan kita memang masih muda,
tapi dia Tokugawa Ieyasu. Lebih baik kita jangan bertindak gegabah, agar tidak membawa aib bagi
marga Takeda dan malah menjadi bahan tertawaan di kemudian hari."
Mereka telah mendesak sedemikian jauh, tapi pada akhirnya kedua jendral itu menarik mundur


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasukan mereka. 18 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di dalam benteng, mimpi Ieyasu dibuyarkan oleh salah seorang pembantunya. Ia segera berdiri.
"Aku tidak mati!" ia berseru dan melompat gembira. Seketika ia mengirim pasukan untuk mengejar
musuh. Tapi, sesuai dengan reputasi mereka, Yamagata dan Baba tetap menguasai diri di tengah
kekacauan. Mereka mengadakan perlawanan, menyulut kebakaran di sekitar Naguri, dan
menjalankan sejumlah manuver brilian.
Orang-orang Tokugawa mengalami kekalahan besar, tapi tidak salah kalau dikatakan bahwa
mereka telah memperlihatkan keberanian. Bukan itu saja, mereka sekali lagi berhasil menggagalkan
rencana Shingen untuk maju ke ibu kota, dan memaksanya mundur ke Kai. Banyak orang menjadi
korban. Dibandingkan keempat ratus korban jiwa di pihak Takeda, pasukan Tokugawa kehilangan
jauh lebih banyak prajurit. Korban di pihak mereka berjumlah seribu seratus delapan puluh jiwa.
Pemakaman bagi Mereka yang Hidup
DAUN-DAUN bunga berwarna merah dan pulih terbawa angin dari Benteng Gifu di puncak gunung,
berjatuhan di atap-atap rumah di kota di bawah.
Tahun demi tahun, kepercayaan rakyat terhadap Nobunaga semakin besar - kepercayaan yang
tumbuh dari ketenteraman dalam kehidupan mereka. Hukum ditegakkan secara ketat, tapi ucapan
Nobunaga bukan kata-kata kosong. Janji-janjinya yang menyangkut mata pencaharian rakyat selalu
dipenuhi, dan ini tercermin dalam kesejahteraan mereka.
Umur manusia Hanya lima puluh tahun. Dunia ini Impian belaka....
Warga provinsi mengenal syair-syair yang suka ditembangkan Nobunaga pada waktu ia minum.
Tapi ia mengartikan kata-kata itu dengan cara berbeda daripada para biksu - bahwa dunia tak lebih
dari impian sesaat yang tidak kekal. Adakah sesuatu yang tidak membusuk" adalah bau
kesukaannya, dan setiap kali menyanyikannya, ia meninggikan suara. Bait ini seakan-akan
merumuskan pandangan hidupnya. Seseorang takkan dapat memanfaatkan hidupnya secara
maksimal jika ia tidak merenungkannya secara mendalam. Satu hal diketahui Nobunaga mengenai
kehidupan. Pada akhirnya kita akan mati. Nobunaga sudah berusia 37 tahun, dan baginya hidup ini
tidak bakal berlangsung lama lagi. Dan untuk jangka waktu sedemikian singkat, ambisinya luar
biasa besar. Cita-citanya tak terbatas, dan menghadapi cita-cita serta mengatasi
rintangan-rintangan memberikan kepuasan sepenuhnya. Namun umur manusia telah ditentukan,
Nobunaga pun tak dapat menepis perasaan menyesal.
"Ranmaru, mainkan rebana." Ia hendak menari lagi. Sebelumnya, pada hari itu, ia telah menghibur
seorang utusan dari Ise. Dan sisa harinya dihabiskan dengan minum-minum.
Ranmaru membawa rebana dari ruang sebelah, tapi ia tidak menabuhnya, melainkan berkata.
"Tuanku, Yang Mulia Hideyoshi telah tiba."
Pada suatu ketika, marga Asai dan Asakura tampak akan bergerak, dan mereka mulai
memperlihatkan tanda-tanda keresahan. Tapi setelah Shingen mundur, mereka gemetar ketakutan
di provinsi sendiri dan mulai memperkuat pertahanan masing-masing.
19 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hideyoshi merasa masa damai telah menjelang. Diam-diam dia meninggalkan Benteng Yokoyama,
lalu mengunjungi daerah di sekitar ibu kota. Tak seorang komandan benteng pun, tak peduli betapa
hebatnya kekacauan yang melanda seluruh negeri, akan mengurung diri di dalam bentengnya.
Kadang-kadang mereka pura-pura pergi, tapi sesungguhnya ada di sana. Pada waktu lain mereka
pura-pura ada di sana. tapi sesungguhnya pergi, sebab jalan prajurit menuntut pemanfaatan
kebebasan dan kebohongan secara tepat.
Tentu saja Hideyoshi menempuh perjalanannya sambil menyamar, dan kemungkinan besar itu pula
yang menyebabkan kemunculannya yang tiba-tiba di Gifu.
"Hideyoshi?" Nobunaga menyuruhnya menunggu di ruangan lain. Tak lama kemudian ia masuk dan
duduk. Ia sangat gembira.
Hideyoshi berpakaian sangat sederhana, tak berbeda dari orang biasa pada saat bepergian.
Dengan penampilan seperti inilah ia menyembah. Tapi kemudian ia menengadahkan wajah dan
tertawa. "Tuanku pasti terkejut."
Nobunaga menatap Hideyoshi, seakan-akan tidak memahami maksudnya. "Mengenai apa?" ia
bertanya. "Kedatangan hamba yang mendadak ini."
"Jangan berkelakar. Aku tahu bahwa kau tidak ada di Yokoyama selama dua minggu terakhir."
"Tapi tuanku tidak menduga bahwa hamba akan muncul hari ini, bukan?"
Nobunaga tertawa. "Kaupikir aku buta" Aku yakin kau bermain-main sampai bosan dengan para
pelacur di ibu kota, lalu menyusuri jalan Raya Omi dan mendatangi rumah seorang kaya di
Nagahama, diam-diam memanggil Oyu, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke sini."
Hideyoshi bergumam pelan.
"Kelihatannya justru kau yang terkejut." kata Nobunaga.
"Hamba memang terkejut, tuanku. Ternyata tidak ada yang luput dari penglihatan tuanku."
"Gunung ini cukup tinggi, sehingga aku dapat memandang sejauh sepuluh provinsi. Tapi ada satu
orang yang mengetahui tindak-tandukmu secara lebih terperinci daripada aku. Kau bisa menebak
siapa orangnya?" "Rupanya tuanku telah menyuruh seorang mata-mata untuk mengawasi hamba."
"Bukan, orang itu istrimu sendiri."
"Tuanku bergurau, bukan" Barangkali pengaruh sake.."
"Mungkin saja aku mabuk, tapi aku berkata apa adanya. Istrimu memang tinggal di Sunomata, tapi
jika kau beranggapan bahwa dia berada di tempat jauh, kau keliru sekali."
20 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Oh. Hmm, mungkin hamba memilih waktu yang kurang tepat untuk mengunjungi tuanku. Dengan
seizin tuanku, hamba..."
"Aku tidak menyalahkanmu aras keisenganmu ini." ujar Nobunaga sambil tertawa. "Tak ada
salahnya kau sesekali memandang kembang-kembang ceri. Tapi mengapa tidak kaukunjungi Nene
agar kalian berdua dapat berkumpul lagi?"
"Tentu." "Sudah cukup lama kau tidak bertemu dengannya, bukan?"
"Apakah istri hamba mengganggu tuanku dengan mengirim surat atau semacamnya?"
"Jangan khawatir. Aku hanya bersimpati. Dan bukan pada istrimu saja. Setiap istri harus mengurus
rumah tangga pada waktu suaminya pergi berperang, jadi walaupun waktunya hanya sedikit,
seorang laki-laki seharusnya lebih dulu menunjukkan pada istrinya daripada pada orang lain bahwa
keadaannya baik-baik saja."
"Jika itu kehendak tuanku, tapi..." "Kau menolak?"
"Ya. Meski tidak ada gangguan selama beberapa bulan terakhir, pikiran hamba tidak pernah jauh
dari medan laga." "Membantah, selalu membantah! Apa kau hendak bersilat lidah lagi" tangan lakukan hal yang tidak
perlu." "Hamba menyerah. Hamba akan menarik diri dari sini."
Junjungan dan abdi tertawa bersama-sama. Setelah beberapa saat mereka mulai minum-minum,
dan bahkan menyuruh Ranmaru pergi. Kemudian pembicaraan mereka beralih pada topik serius,
sehingga keduanya merasa perlu merendahkan suara.
Nobunaga bertanya penuh harap. "Jadi, bagaimana keadaan di ibu kota" Kurir-kurir selalu
mondar-mandir, tapi aku ingin mendengar apa saja yang kaulihat di sana.
Jawaban yang akan diberikan Hideyoshi rupanya berkaitan dengan harapan junjungannya.
"Tempat duduk kita agak berjauhan. Mungkin ada baiknya kalau hamba bergeser sedikit untuk
menceritakannya." "Biar aku saja yang pindah." Nobunaga meraih tempat sake dan cawannya, lalu turun dari kursi
kebesaran. "Tutup pintu geser ke ruang sebelah." ia memerintahkan.
Hideyoshi duduk tepat di hadapan Nobunaga dan berkata. "Keadaan di ibu kota belum berubah.
Kecuali bahwa sang Shogun tampak semakin sedih, karena Shingen gagal mencapai ibu kora.
Sekarang dia sudah mulai berkomplot secara terbuka terhadap tuanku."
"Hmm, memang bisa kubayangkan. Shingen sudah sampai di Mikatagahara, tapi kemudian sang
Shogun mendapat kabar bahwa dia terpaksa mundur lagi."
21 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sang Shogun memang pandai berpolitik. Dia gemar memancing di air keruh, memberikan
anugerah pada rakyat, dan secara tak langsung membuat rakyat takut terhadap tuanku.
Pembakaran Gunung Hiei dimanfaatkannya sebagai bahan propaganda, dan sepertinya dia
berusaha menghasut kelompok-kelompok keagamaan lainnya untuk memberontak."
"Bukan keadaan yang menyenangkan."
"Tapi tak perlu dicemaskan. Para biksu-prajurit telah melihat sendiri bagaimana nasib Gunung Hiei.
dan ini cukup meredam semangat juang mereka."
"Hosokawa berada di ibu kota. Kau sempat bertemu dengannya?"
"Yang Mulia Hosokawa telah kehilangan kepercayaan sang Shogun, dan kini mengurung diri di
rumah peristirahatannya."
"Dia diusir oleh Yoshiaki?" tanya Nobunaga. "Rupanya Yang Mulia Hosokawa berpendapat bahwa
cara terbaik untuk melindungi kcshogunan adalah bersekutu dengan tuanku. Beliau
mempertaruhkan reputasinya, dan berulang kali menyarankan hal ini pada Yang Mulia Yoshiaki."
"Kelihatannya Yoshiaki tidak mau mendengarkan pendapat siapa pun."
"Bukan itu saja, pandangannya mengenai sisa kekuatan keshogunan pun berlebihan. Dalam masa
transisi, masa lampau dan masa yang akan datang dipisahkan oleh sebuah bencana. Hampir
semua yang binasa adalah mereka yang tidak menyadari bahwa dunia telah berubah, karena terus
membayangkan kejayaan masa silam."
"Dan menurutmu kita sekarang sedang mengalami bencana seperti itu?"
"Sebenarnya telah terjadi peristiwa yang sangat menggemparkan. Hamba sendiri baru saja
memperoleh beritanya, tapi..."
"Peristiwa apa yang kaumaksud?"
"Hmm. Berita ini belum sempat menyebar, tapi karena terdengar oleh telinga mata-mata andalan
hamba, Watanabe Tenzo, hamba kira beritanya dapat dipercaya."
"Apa yang terjadi?"
"Ini memang mengejutkan, tapi ada kemungkinan bintang penuntun Kai akhirnya padam."
"Apa! Shingen?"
"Pada bulan kedua, dia menyerang Mikawa, dan suatu malam dia tertembak ketika mengepung
Benteng Noda. Itulah yang didengar oleh Tenzo."
Sejenak Nobunaga memandang lurus ke wajah Hideyoshi. Jika benar Shingen telah tiada, arah
perjalanan negeri akan berubah sangat cepat. Nobunaga merasa seolah-olah macan di balik
punggungnya mendadak lenyap, dan ia kaget sekali. Ia ingin meyakini kebenaran cerita yang
disampaikan Hideyoshi. tapi pada saat yang sama ia merasa tak bisa mempercayainya. Begitu
mendengar beritanya, ia merasa luar biasa lega, dan perasaan gembira yang tak dapat dilukiskan
22 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mulai menggelora dalam dirinya.
"Jika ini benar, berarti dunia kehilangan seorang jendral yang andal." ujar Nobunaga. "Dan mulai
sekarang, sejarah berada di tangan kita." Ekspresi wajahnya jauh lebih lugas dibandingkan roman
muka Hideyoshi. Nobunaga bahkan kelihatan seperti orang yang baru saja mendapat hidangan
utama dalam sebuah jamuan, "Dia tertembak, tapi hamba belum tahu apakah dia langsung tewas,
seberapa parah lukanya, atau di mana dia terkena. Tapi hamba mendengar bahwa pengepungan
Benteng Noda mendadak dihentikan. Dan ketika pasukan Shingen mundur ke wilayah Kai.
mereka tidak memperlihatkan semangat juang Takeda yang terkenal itu."
"Bisa dimengerti. Kehebatan para samurai Kai pun tidak banyak artinya jika mereka kehilangan
Shingen." "Laporan rahasia ini hamba terima dari Tenzo ketika hamba dalam perjalanan ke sini.
Jadi hamba langsung mengirimnya kembali ke Kai, untuk mencari kepastian."
"Apakah orang-orang di provinsi lain sudah mendengar kabar ini?"
"Tidak ada tanda-tanda beritanya sudah menyebar. Marga Takeda tentu akan merahasiakannya.
Mereka akan berusaha memberi kesan bahwa Shingen sehat-sehat saja, jadi, jika ada
kebijaksanaan yang dikeluarkan atas nama Shingen, kemungkinannya sembilan berbanding
sepuluh bahwa Shingen tewas, atau se-tidaknya berada dalam kondisi kritis."
Nobunaga mengangguk sambil merenung. Sepertinya ia ingin mendapat kepastian mengenai berita
ini. Tiba-tiba ia mengangkat cawan berisi sake dingin, dan mendesah. Umur manusia hanya lima
puluh tahun... Tapi ia tidak berminat menari. Memikirkan kematian orang lain jauh lebih mengharukan baginya
daripada memikirkan kematiannya sendiri.
"Kapan Tenzo kembali?" "Kira-kira dalam tiga hari."
"Dia akan melapor ke Benteng Yokoyama?" "Tidak, hamba menyuruhnya langsung ke sini." "Kalau
begitu, kau tunggu di sini sampai dia datang."
"Memang itu rencana hamba, tapi jika tuanku berkenan, hamba ingin menunggu perintah
selanjutnya di sebuah penginapan di kota benteng."
"Kenapa?" "Tidak ada alasan khusus."
"Hmm, bagaimana kalau kau tinggal di benteng saja" Temanilah aku untuk beberapa saat."
"Sebenarnya..."
"Payah! Apa kau merasa tidak bebas jika berada di sisiku?"
"Bukan, sebenarnya..." "Sebenarnya apa?"
"Hamba... ehm, hamba meninggalkan teman seperjalanan di penginapan, dan karena hamba
23 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyangka dia akan kesepian, hamba berjanji kembali ke sana pada malam hari."
"Apakah teman seperjalananmu ini seorang perempuan?" Nobunaga tercengang. Perasaannya
akibat berita kematian Shingen begitu berbeda dengan apa yang dipikirkan Hideyoshi.
"Kembalilah ke penginapan malam ini, tapi besok kau harus datang ke sini. Kau boleh mengajak
'teman seperjalananmu'." Itulah ucapan terakhir Nobunaga pada Hideyoshi sebelum ia berbalik dan
pergi. Yang Mulia memang pandai membaca gelagat, pikir Hideyoshi ketika ia menuju penginapan.
Hideyoshi merasa seperti ditegur, meskipun tidak secara langsung. Inilah kelebihan Nobunaga. Ia
sanggup membungkus kata-katanya, sehingga mampu mengenai sasaran tanpa perlu
mengungkapkan inti permasalahan. Keesokan harinya Hideyoshi pergi ke benteng dengan disertai
Oyu, tapi hal ini tidak menimbulkan kejadian yang tidak mengenakkan baginya.
Nobunaga telah pindah ke ruangan lain, dan berbeda dengan hari sebelumnya, tidak dikelilingi bau
sake. Ia duduk di hadapan Hideyoshi dan Oyu, menatap mereka dari sebuah podium.
"Bukankah kau adik Takcnaka Hanbei?" ia bertanya dengan akrab.
Ini pertama kali Oyu berjumpa dengan Nobunaga. dan kini ia datang bersama Hideyoshi. Oyu
menyembunyikan wajahnya, ia merasa rikuh. Tapi kemudian ia menjawab dengan suara pelan yang
terdengar merdu. "Hamba memperoleh kehormatan karena diperkenankan menghadap tuanku. Tuanku juga telah
melimpahkan rahmat kepada saudara hamba yang lain, Shigeharu."
Nobunaga tampak terkesan. Semula ia bermaksud menggoda Hideyoshi. tapi sekarang ia merasa
bersalah dan menjadi serius. "Sudah membaikkah kesehatan Hanbei?"
"Sudah beberapa waktu hamba tidak berjumpa dengan kakak hamba, tuanku. Dia sedang sibuk
dengan tugas-tugas kemiliterannya, tapi dari waktu ke waktu hamba menerima surat darinya."
"Di mana tempat tinggalmu sekarang?"
"Hamba tinggal di Benteng Choteiken di Fuwa. Hamba mempunyai kerabat di sana."
"Barangkali Watanabe Tenzo sudah kembali." ujar Hideyoshi, mencoba mengalihkan pembicaraan,
tapi Nobunaga lebih cerdik, sehingga tidak dapat dikelabui.
"Apa maksudmu" Rupanya kau sudah mulai linglung. Bukankah kau sendiri yang memberitahuku
bahwa Tenzo baru akan kembali dalam tiga hari?"
Wajah Hideyoshi langsung bersemu merah. Nobunaga tampaknya cukup puas dengan reaksi ini. Ia
memang ingin melihat Hideyoshi salah tingkah sejenak.
Nobunaga mengundang Oyu untuk menghadiri pesta minum malam itu, lalu berkomentar, "Kau
belum pernah melihatku menari. Hideyoshi sudah beberapa kali menyaksikannya."
Menjelang malam Oyu mohon diri, dan Nobunaga tidak berupaya menahannya. Tapi tanpa tedeng
24 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
aling-aling ia berkata pada Hideyoshi, 'Kalau begitu, kau pergi juga."
Pasangan itu meninggalkan benteng. Namun tak lama kemudian Hideyoshi kembali seorang diri. Ia
tampak agak gelisah. "Di manakah Yang Mulia Nobunaga?" Hideyoshi bertanya pada salah satu pelayan junjungannya.
"Yang Mulia baru saja masuk ke kamar tidur beliau."
Setelah mendengar ini, Hideyoshi segera bergegas ke daerah ruang-ruang pribadi, dan minta agar
pengawal yang tengah bertugas jaga menyampaikan sebuah pesan.
"Aku harus menghadap Yang Mulia malam ini." Nobunaga belum tidur, dan begitu Hideyoshi diantar
ke kamarnya, ia minta agar semua orang lain meninggalkan ruangan. Terapi, meski para pengawal
langsung menarik diri. Hideyoshi masih memandang berkeliling dengan gelisah.
"Ada apa, Hideyoshi?"
"Ehm, sepertinya masih ada orang di ruang sebelah."
"Oh, jangan khawatir tentang dia. Itu hanya Ranmaru. Tak jadi masalah kalau dia tetap di sana."
"Hamba tidak sependapat. Dengan segala keren-
dahan hati. hamba minta agar..." "Dia juga harus pergi?"
"Ya." "Ranmaru, kau pergi juga." Nobunaga berbalik dan mengucapkan kata-kata itu ke ruang sebelah.
Ranmaru membungkuk sambil membisu, berdiri, dan pergi.
"Sekarang tidak ada masalah lagi. Ada apa sebenarnya?"
"Setelah hamba mohon diri dan kembali ke kota tadi, hamba bertemu dengan Tenzo."
"Apa! Tenzo sudah kembali?"
"Rupanya dia mengambil jalan pintas lewat pegunungan, tanpa memedulikan siang dan malam,
agar dapat secepatnya tiba di sini. Sekarang sudah pasti bahwa Shingen telah tiada."
"Ah... akhirnya."
"Hamba tidak dapat memberikan laporan terperinci. Tampaknya kelompok orang dalam di Kai
berusaha agar keadaan tetap terlihat seperti biasa, tapi di balik itu suasana pilu sangat terasa."
"Rupanya mereka berupaya merahasiakan bahwa mereka sedang berduka."
"Tentu saja." "Dan provinsi-provinsi lain belum mengetahui apa-apa?"
25 Pendekar Bloon Persekutuan Orang Orang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sejauh ini demikianlah keadaannya."
"Jadi, sekaranglah waktu yang tepat. Kurasa kau telah melarang Tenzo membicarakan hal ini


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan orang lain." "Tuanku tidak perlu cemas mengenai ini."
"Tapi tak sedikit orang tak bermoral di kalangan ninja. Kau mempercayai Tenzo?"
"Dia keponakan Hikocmon, dan kesetiaannya tak perlu diragukan."
"Hmm, kita harus sangat berhati-hati. Berikan imbalan pada Tenzo, tapi jaga agar dia jangan
sampai keluar benteng. Mungkin malah lebih baik kalau dia dipenjarakan sampai urusan ini selesai."
"Jangan, tuanku." "Kenapa?"
"Kalau kita me (http://cerita-silat.mywapblog.com)
26Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:25:00
mperlakukan seseorang seperti itu.
pada kesempatan berikut dia takkan mau mempertaruhkan nyawa seperti yang baru saja
dilakukannya. Dan jika kita tidak mempercayai seseorang, tapi memberikan imbalan padanya, suatu
hari nanti dia mungkin tergoda untuk menerima uang dari pihak musuh."
"Hmm. baiklah. Di mana dia sekarang?"
"Kebetulan sekali Oyu hendak berangkat ke Fuwa tadi, jadi hamba memerinrahkan Tenzo untuk
menyertainya sebagai pengawal tandu."
"Orang itu mempertaruhkan nyawa ketika kembali dari Kai, dan kau langsung menyuruhnya
mengawal gundikmu" Apa Tenzo tidak keberatan?"
"Dia berangkat dengan senang hati. Hamba mungkin majikan yang pandir, tapi dia mengenal
hamba dengan baik." "Kelihatannya kau menangani anak buahmu dengan cara berbeda dari aku."
"Tuanku tidak perlu khawatir. Oyu memang perempuan, tapi jika dia mendapat kesan bahwa Tenzo
akan membocorkan rahasia ini. Oyu pasti akan melindungi kepentingan kita, biarpun dia harus
membunuh Tenzo." "Jangan besar kepala."
"Maaf. Tuanku tahu sifat hamba."
"Bukan itu masalahnya." ujar Nobunaga. "Si Macan dari Kai sudah tiada, jadi kita tak boleh
membuang-buang waktu. Kita harus bergerak sebelum kematian Shingen diketahui dunia luas.
Hideyoshi. Berangkat- lah malam ini juga. Kau harus segera kembali ke Yokoyama."
"Hamba memang bermaksud demikian, jadi hamba menyuruh Oyu pulang ke Fuwa, lalu..."
"Sudahlah. Aku hampir tak punya waktu untuk tidur. Besok pagi-pagi kita kumpulkan pasukan."
Pikiran Nobunaga sejalan dengan pikiran Hideyoshi. Kesempatan yang mereka cari-cari selama
ini - kesempatan untuk menyelesaikan sebuah masalah lama - kini telah terbentang di hadapan
mereka. Masalah itu, tentu saja, mengenyahkan sang Shogun yang selalu membuat onar, sekaligus
memberantas seluruh orde lama.
Sebagai pelaku dalam masa baru yang akan segera menggantikan masa silam. Nobunaga tidak
menunda-nunda pelaksanaan rencananya. Pada hari kedua puluh satu di bulan ketiga, pasukannya
bertolak dari Gifu. Ketika mencapai tepi Danau Biwa, pasukan itu membagi diri menjadi dua.
Setengahnya langsung berada di bawah komando Nobunaga. Ia dan para prajuritnya menaiki
kapal-kapal dan menyeberangi danau ke arah barat. Sisa pasukannya, yang terdiri atas pasukan di
bawah Katsuie, Mitsuhide, dan Hachiya, mengambil jalan darat dan menyusuri tepi selatan danau.
1 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasukan darat menggulung para biksu-prajurit anti-Nobunaga di daerah antara Katada dan
Ishiyama. serta menghancurkan kubu-kubu pertahanan yang didirikan sepanjang jalan.
Para penasihat sang Shogun segera mengadakan rapat.
"Apakah kita harus mengadakan perlawanan?" "Apakah kita harus mengadakan perundingan
damai?" Orang-orang ini menghadapi masalah besar. Mereka belum memberikan tanggapan jelas terhadap
dokumen berisi tujuh belas pasal yang dikirimkan Nobunaga pada Yoshiaki pada hari Tahun Baru.
Dalam dokumen itu, Nobunaga mencantumkan semua keluhannya mengenai Yoshiaki.
"Betapa pongahnya! Akulah sang Shogun!" Yoshiaki berkata dengan geram ketika menerima
dokumen tersebut, tanpa menghiraukan bahwa Nobunaga-lah yang telah melindunginya dan
mengembalikannya ke Istana Nijo. "Kenapa aku harus tunduk pada orang tak berarti seperti
Nobunaga?" Berulang kali Nobunaga mengirim utusan untuk merundingkan persyaratan damai, tapi semuanya
terpaksa kembali tanpa diberi kesempatan bertatap muka. Kemudian, sebagai semacam tindakan
balasan, sang Shogun mendirikan rintangan pada jalan-jalan yang menuju ibu kota.
Kesempatan yang ditunggu-tunggu Nobunaga adalah saat yang tepat untuk mencela Yoshiaki
karena tidak menanggapi Ketujuh Belas Pasal. Kesempatan itu muncul lebih cepat dari yang
diduga - dipercepat oleh kematian Shingen.
Sejarah menunjukkan bahwa orang yang sedang menuju kehancuran selalu berpegang pada
bayangan menggelikan bahwa bukan mereka yang akan jatuh. Yoshiaki pun masuk ke perangkap
itu. Namun Nobunaga melihatnya dari sudut pandang lain lagi, dan berkata.
"Kita juga bisa memanfaatkan dia." Dengan berkata demikian, ia telah merendahkan sang Shogun.
Tetapi para kerabat keshogunan di masa ini tidak memahami nilai mereka sendiri, dan wawasan
mereka terbatas pada masa lalu. Mereka hanya melihat kebudayaan yang ada di ibu kota. dan
menyangka keadaan ini juga berlaku di seantero negeri. Mereka berpegang pada tatanan kaku dari
masa lampau, dan mengandalkan kaum biksu-prajurir Honganji serta para panglima samurai di
daerah-daerah, yang membenci Nobunaga.
Sang Shogun belum juga mengetahui kematian Shingen. Karena ini ia bersikap keras. "Akulah sang
Shogun, tonggak utama golongan samurai. Aku berbeda dengan para biksu di Gunung Hiei.
Seandainya Nobunaga mengarahkan senjatanya ke Istana Nijo, dia akan dicap pengkhianat."
Sikapnya menunjukkan bahwa ia takkan mundur jika ditantang berperang. Tentu saja ia pun
menghubungi marga-marga di sekitar ibu kota, dan mengutus kurir-kurir untuk menyampaikan
pesan penting kepada marga Asai. Asakura, Uesugi, dan Takeda yang tinggal di tempat jauh. Ia
pun tak lupa mempersiapkan pertahanan.
Ketika Nobunaga mendengar ini, ia tertawa dan segera menuju ibu kota, lalu tanpa
mengistirahatkan pasukannya, memasuki Osaka. Mereka yang terkejut adalah para biksu-prajurit
2 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Honganji. Tiba-tiba saja mereka berhadapan dengan pasukan Nobunaga. dan mereka tak tahu apa
yang harus mereka perbuat. Tapi Nobunaga hanya memerintahkan agar prajurit-prajurit membentuk
formasi tempur. "Kita bisa menyerang kapan saja kita mau." katanya. Pada saat ini, lebih dari apa pun, ia ingin
menghindari penggunaan kekuatan militer jika tidak diperlukan. Dan sampai saat ini ia telah
berulang kali mengirim utusan ke Kyoto untuk meminta tanggapan terhadap Ketujuh Belas Pasal.
Jadi. tindakannya sekarang merupakan semacam ultimatum. Namun Yoshiaki memilih bersikap
angkuh. Ia merupakan sang Shogun, dan ia tidak berminat mendengarkan pendapat Nobunaga
mengenai pemerintahannya.
Di antara Ketujuh Belas Pasal terdapat dua pasal yang cukup mengganggu Yoshiaki. Yang penama
menyangkut kejahatan berupa ketidaksetiaan terhadap sang Tenno. Yang kedua membahas
tindak-tanduk Yoshiaki yang dinilai tidak pantas. Meski berkewajiban menjaga ketenteraman seluruh
negeri. Yoshiaki justru menghasut provinsi-provinsi untuk memberontak.
"Percuma saja. Dia takkan menyerah jika ditanyai dengan cara sepeni ini - hanya dengan
pesan-pesan tenulis dan kurir-kurir," Araki Murashige berkata pada Nobunaga.
Hosokawa Fujitaka, yang juga telah bergabung dengan Nobunaga. menambahkan. "Menurut
hamba, sia-sia saja kita berharap sang Shogun akan sadar sebelum jatuh."
Nobunaga mengangguk. Ia pun memahami keadaannya. Tapi kali ini ia tak perlu memakai
kekerasan liar seperti yang dipergunakannya ketika menaklukkan Gunung Hiei, dan ia pun tidak
kekurangan strategi, sampai terpaksa dua kali menggunakan cara yang sama.
"Kembali ke Kyoto!" Nobunaga memberikan perintah ini pada hari keempat di bulan keempat, tapi
ketika itu orang-orang mendapat kesan bahwa ia hanya hendak menggertak dengan memamerkan
kekuatan pasukannya. "Lihat itu! Perkcmahannya takkan berdiri lama. Persis seperti terakhir kali. Nobunaga khawatir
mengenai Gifu dan langsung menarik prajurit-prajuritnya." Yoshiaki berkata dengan gembira. Tapi.
ketika laporan demi laporan mulai berdatangan, roman muka Yoshiaki pun berubah. Ia baru saja
berucap syukur bahwa musuh batal menyerang Kyoto, ketika pasukan Oda memasuki ibu kota dari
jalan raya Osaka. Kemudian, tanpa melepaskan teriakan perang dan dengan lebih tenang
dibandingkan waktu mereka mengadakan latihan, para prajurit mengepung kediaman Yoshiaki.
"Kita berada di dekat Istana Kekaisaran. Jangan sampai Yang Mulia terganggu. Kita hanya perlu
mengecam kejahatan-kejahatan Shogun yang lancang ini," Nobunaga memerintahkan.
Tidak terdengar letusan senapan maupun dengung tali busur. Tetapi suasana justru lebih
menyeramkan daripada jika mereka bersorak-sorai.
"Yamato, menurutmu apa yang harus kita lakukan" Apa yang akan dilakukan Nobunaga
terhadapku?" Yoshiaki bertanya pada penasihat seniornya, Mibuchi Yamato.
"Tuanku benar-benar tidak siap. Dan sampai saat ini tuanku belum juga memahami tujuan
Nobunaga" Sudah jelas dia bermaksud menyerang tuanku."
"Ta... tapi... akulah sang Shogun!"
3 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kita hidup di zaman yang serbakacau. Apa gunanya gelar seperti itu" Kelihatannya tuanku hanya
mempunyai dua pilihan: bertempur atau memohon damai." Sambil mengucapkan kata-kata ini, air
mata mulai membasahi pipi Yamato. Bersama Hosokawa Fujitaka, orang yang mulia ini tak pernah
meninggalkan sisi Yoshiaki sejak junjungannya itu masih hidup di pengasingan.
"Aku bertahan bukan karena ingin menegakkan kehormatanku atau mencari kemasyhuran. Aku
juga tidak menjalankan strategi untuk tetap hidup. Aku tahu apa yang akan terjadi besok, tapi entah
kenapa aku tak bisa meninggalkan shogun yang bodoh ini." Yamato pernah berkata. Dalam hati ia
tentu tahu bahwa Yoshiaki tidak patut diselamatkan. Ia sadar bahwa dunia sedang berubah, tapi
sepertinya ia telah bertekad untuk bertahan di Istana Nijo. Usianya telah melewati lima puluh tahun,
seorang jendral yang telah melewati masa jayanya.
"Memohon damai" Adakah alasan mengapa aku. sang Shogun, harus memohon damai pada orang
seperti Nobunaga?" 'Tuanku terlalu terpaku pada gelar Shogun. sehingga satu-satunya jalan yang terbuka untuk tuanku
adalah jalan menuju kehancuran."
"Kau tidak percaya bahwa kira akan menang jika bertempur?"
"Tak ada bukti yang dapat menopang pemikiran itu. Menggelikan sekali jika tuanku mendirikan
pertahanan di tempat ini dengan membayangkan kemenangan."
"Kalau begitu, ke... kenapa kau dan para jendral lain memakai baju tempur yang demikian
mencolok?" "Kami pikir ini cara yang indah untuk gugur. Walaupun keadaannya tanpa harapan, bertahan
sampai mati di sini merupakan akhir yang pantas bagi empat belas generasi shogun. Itulah
kewajiban samurai. Ini semua tak lebih dari mengatur bunga pada upacara pemakaman."
"Tunggu! Jangan menyerang dulu! Turunkan senapan-senapan kalian."
Yoshiaki menghilang di dalam istana dan berunding dengan Hino dan Takaoka, kerabat istana yang
akrab dengannya. Setelah siang, seorang kurir diam-diam diutus dari istana oleh Hino. Kemudian
gubernur Kyoto datang dari pihak Oda, dan menjelang malam, Oda Nobuhiro muncul sebagai
utusan resmi Nobunaga. "Mulai sekarang, aku akan memperhatikan isi setiap pasal," Yoshiaki berjanji pada utusan tersebut.
Dengan wajah getir Yoshiaki mengucapkan kata-kata yang tidak berasal dari lubuk hatinya. Hari itu
ia memohon damai. Pasukan Nobunaga mundur dan dengan tertib kembali ke Gifu.
Namun hanya seratus hari kemudian, pasukan Nobunaga sekali lagi mengepung Istana Nijo. Dan
ini terjadi karena Yoshiaki kembali menjalankan siasat-siasatnya setelah berdamai dengan
Nobunaga. Atap besar Kuil Myokaku di Nijo diterpa hujan Bulan Ketujuh. Kuil itu digunakan sebagai markas
Nobunaga. Sejak pasukannya menyeberangi Danau Biwa, mereka diiringi hujan dan angin
kencang. Tapi ini hanya memperbesar tekad prajurit-prajuritnya. Basah kuyup dan berlepotan
lumpur, mereka mengepung istana sang Shogun, lalu berhenti, menunggu aba-aba untuk
4 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyerbu. Tak ada yang tahu apakah Yoshiaki akan dihukum mati atau ditawan, tapi nasibnya sepenuhnya di
tangan mereka. Pasukan Nobunaga merasa sepeni melihat ke dalam kandang binatang ganas dan
agung yang akan mereka bantai.
Suara Nobunaga dan Hideyoshi terbawa angin. "Apa yang akan tuanku lakukan?" tanya Hideyoshi.
"Sekarang hanya ada satu jalan." Nobunaga bersikap tegas. "Kali ini aku takkan memaafkannya."
"Tapi dialah sang..."
"Percuma saja kau membahas sesuatu yang sudah jelas."
"Apakah tidak ada tempat bagi sedikit pertimbangan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
Ruangan di dalam kuil remang-remang karena hujan di luar. Kombinasi antara panas musim
kemarau dan hujan musim gugur telah menyebabkan emas dan patung-patung Buddha serta
lukisan-lukisan tinta pada pintu-pintu geser pun tampak berjamur.
"Hamba tidak bermaksud mengatakan bahwa tuanku gegabah kalau hamba minta agar tuanku
mempertimbangkan langkah yang akan diambil." kata Hideyoshi. "Tapi kedudukan shogun
merupakan anugerah dari Istana Kekaisaran, jadi masalah ini tak bisa dianggap sepele. Dan
kekuatan-kekuatan yang menentang tuanku akan mendapat alasan untuk menghukum orang yang
membunuh junjungannya, yaitu sang Shogun."
"Kurasa kau benar," jawab Nobunaga.
"Untung saja Yoshialu begitu lemah, sehingga walaupun terperangkap, dia takkan bunuh diri
ataupun keluar untuk bertempur. Dia hanya akan mengunci gerbang-gerbang istana dan berharap
air di selokan pertahanan akan terus naik karena hujan tanpa akhir ini."
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Nobunaga.
"Kita sengaja membuka sebagian pengepungan dan memberikan jalan agar dia bisa melarikan diri.
"Bukankah dia akan menjadi batu sandungan di masa depan" Dia mungkin dimanfaatkan untuk
memperkuat ambisi provinsi lain."
"Tidak," kata Hideyoshi. "Hamba rasa, orang-orang telah muak dengan watak Yoshiaki. Hamba
menduga mereka akan mengerti, bahkan kalau Yoshiaki diusir dari ibu kota, dan mereka akan
memandang tindakan tuanku sebagai hukuman yang setimpal."
Malam itu pasukan pengepung membuka jalan dan sengaja memperlihatkan kekurangan prajurit. Di
dalam istana, para anak buah sang Shogun menyangka ini semacam siasat, dan sampai tengah
malam mereka belum mengambil langkah untuk meninggalkan istana. Tapi ketika hujan sempat
mereda menjelang fajar, sekelompok penunggang kuda mendadak menyeberangi selokan
pertahanan dan melarikan diri dari ibu kota.
Waktu Nobunaga mendapat kepastian bahwa Yoshiaki telah lolos, ia berpidato di hadapan
5 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
prajurit-prajuritnya. "Sasaran kita sudah kosong. Tak banyak gunanya menyerang sasaran kosong,
tapi keshogunan yang bertahan selama empat belas generasi akhirnya menyebabkan kejatuhannya
sendiri. Serang dan kumandangkan teriakan kemenangan! Ini akan merupakan upacara
pemakaman bagi pemerintahan lalim para shogun Ashikaga."
Istana Nijo dihancurkan dengan satu serangan.
Hampir semua pengikut di dalam istana menyerah. Bahkan kedua bangsawan, Hino dan Takaoka,
keluar dan memohon maaf pada Nobunaga. Tapi satu orang, Mibuchi Yamato, dan lebih dari enam
puluh pengikutnya bertempur sampai akhir, tanpa menyerah. Tak satu pun dari mereka melarikan
diri dan tak satu pun dari mereka mengalah. Semuanya menemui ajal dalam pertempuran dan
gugur sebagai samurai. Yoshiaki kabur ke Kyoto dan berkubu di Uji. Sembrono seperti biasa, ia hanya disertai rombongan
kecil. Ketika pasukan Nobunaga tak lama kemudian mendekati markasnya di Kuil Byodoin, Yoshiaki
menyerah tanpa mengadakan perlawanan.
"Semuanya pergi," Nobunaga memerintahkan.
Nobunaga duduk sedikit lebih tegak dan menatap lurus ke arah Yoshiaki.
"Kurasa tuanku belum lupa bahwa tuanku pernah berkata tuanku menganggapku sebagai ayah.
Hari ketika tuanku duduk dalam istana yang kubangun kembali untuk tuanku merupakan hari
bahagia." Yoshiaki membisu. "Tuanku masih ingat?"
"Yang Mulia Nobunaga, aku tidak lupa. Mengapa Tuan menyinggung hari-hari itu sekarang?"
"Tuanku seorang pengecut. Aku tidak bermaksud merampas nyawa tuanku, biarpun dalam keadaan
seperti sekarang. Mengapa Tuan terus menyebarkan kebohongan?"
"Ampunilah aku. Aku bersalah."
"Aku gembira mendengarnya. Tapi tuanku menghadapi masalah berat - walaupun tuanku dilahirkan
dalam posisi shogun."
"Aku ingin mati. Yang Mulia Nobunaga... aku... bersediakah Tuan... membantuku melaksanakan
seppuku?" "Jangan teruskan!" Nobunaga tertawa. "Maafkan kelancanganku, tapi kurasa tuanku
bahkan tidak tahu cara yang tepat untuk membelah perut tuanku. Tak pernah ada kecenderungan
dalam diriku untuk membenci tuanku. Masalahnya, tuanku tak pernah berhenti bermain api, dan
bunga-bunga apinya beterbangan sampai ke provinsi-provinsi lain." "Aku mengerti sekarang."
"Hmm, kurasa lebih baik kalau tuanku mengundurkan diri secara diam-diam. Putra tuanku akan
tinggal bersamaku. Dia akan kubesarkan, sehingga tuanku tak perlu mencemaskan masa
depannya." Yoshiaki dibebaskan dan diberitahu bahwa ia boleh pergi - memasuki pengasingan.
Di bawah penjagaan Hideyoshi. putra Yoshiaki dibawa ke Benteng Wakae. Dengan langkah ini.
Nobunaga membalas kedengkian dengan kebaikan, tapi seperti biasa Yoshiaki menerimanya
dengan penuh prasangka, dan ia merasa putranya telah diambil sebagai sandera. Miyoshi
6 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Yoshitsugu adalah gubernur di Benteng Wakae, dan belakangan Yoshiaki pun ditampung olehnya.
Namun, karena tidak berminat menjadi tuan rumah bagi seorang bangsawan yang merepotkan.
Yoshitsugu segera membuatnya gelisah dengan berkata. "Hamba rasa nyawa tuanku akan
terancam jika tuanku tinggal di sini. Nobunaga bisa saja berubah pikiran dan memerintahkan agar
tuanku dibunuh." Terburu-buru Yoshiaki meninggalkan Benteng Wakae dan pergi ke Kii.
Di sana ia mencoba menghasut para biksu-prajurit Kumano dan Saiga untuk memberontak, dengan
menjanjikan imbalan menggiurkan jika mereka berhasil menundukkan Nobunaga. Yoshiaki
memanfaatkan nama dan wibawa jabatannya, namun yang ia peroleh hanya tawa dan cemooh.
Menurut desas-desus, ia tidak tinggal lama di Kii, melainkan segera menyeberang ke Bizen. Di sana
ia menjadi tanggungan marga Ukita.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan demikian, sebuah era baru dimulai. Bisa dibilang bahwa penghancuran keshogunan
tiba-tiba menguak lapisan awan tebal yang mcnyclimuri langit. Kini sebagian langit biru sudah
terlihat. Tak ada yang lebih menakutkan daripada masa pemerintahan nasional tanpa tujuan, yang
dipimpin oleh orang yang hanya memegang gelar sebagai penguasa. Para samurai berkuasa di
setiap provinsi, melindungi hak istimewa mereka; golongan pendera meraih kekayaan dan
memperbesar wewenangnya. Para bangsawan hanyalah orang-orang kerdil tak berdaya di dalam
istana, hari ini berlindung di balik kaum samurai, keesokan hari memohon-mohon pada golongan
pendeta, lalu menyalahgunakan pemerintahan bagi pertahanan mereka sendiri. Dengan demikian,
kekaisaran terbagi menjadi empat golongan - golongan pendeta, golongan samurai, kerabat
kekaisaran, dan kerabat keshogunan - masing-masing sibuk melancarkan intrik dan siasat.
Sepak terjang Nobunaga membuka mata rakyat. Tapi, walaupun mereka sudah dapat memandang
langit biru, awan-awan tebal belum sepenuhnya lenyap. Tak seorang pun sanggup menebak apa
yang akan terjadi selanjutnya. Selama dua atau tiga tahun terakhir, Jepang telah kehilangan
beberapa tokoh kunci. Dua tahun lalu, Mori Motonari, penguasa wilayah terbesar di bagian barat,
dan Hojo Ujiyasu, penguasa wilayah timur, meninggal dunia. Tetapi bagi Nobunaga,
peristiwa-peristiwa itu kalah penting dibandingkan kematian Takeda Shingen dan pengasingan
Yoshiaki. Bagi Nobunaga, kematian Shingen - yang sejak dulu selalu mengancam dari
utara - membuka kemungkinan baginya untuk memusatkan perhatian ke satu arah, suatu arah yang
menyebabkan pertempuran dan kekacauan tak terelakkan. Tak ada yang meragukan bahwa
setelah runtuhnya keshogunan, marga-marga samurai di setiap provinsi akan mengibarkan
panji-panji dan berlomba-lomba untuk lebih dulu memasuki lapangan permainan.
'Nobunaga telah membakar Gunung Hiei dan menggulingkan sang Shogun. Kejahatannya harus
mendapat ganjaran!'' Ini yang akan menjadi teriakan perang mereka.
Nobunaga menyadari bahwa ia harus mengambil inisiatif dan mengalahkan saingan-saingannya
sebelum mereka sempat membentuk persekutuan untuk melawannya. "Hideyoshi, kau kembali
lebih dulu. Dalam waktu singkat, aku mungkin akan mengun-jungimu di Benteng Yokoyama."
"Hamba akan menanti kedatangan tuanku." Hide-yoshi rupanya sudah menebak arah
perkembangan selanjutnya, dan setelah mengiringi putra Yoshiaki ke Wakae, ia cepat-cepat pulang
ke bentengnya di Yokoyama.
Pada akhir Bulan Ketujuh, Nobunaga kembali ke Gifu. Pada awal bulan berikutnya, sepucuk surat
7 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan tulisan tangan Hideyoshi yang buruk tiba dari Yokoyama: Kesempatannya sudah matang.
Mari bergerak! Dalam hawa panas di Bulan Kedelapan, pasukan Nobunaga meninggalkan Yanagase dan
memasuki wilayah Echizen . Lawan mereka adalah pasukan Asakura Yoshikage yang berpangkalan
di Ichijogadani. Pada akhir Bulan Ketujuh, Yoshikage menerima pesan mendadak dari Odani, dari
Asai Hisamasa dan putranya, Nagamasa, sekutu-sekutu Yoshikage di bagian utara Omi:
Pasukan Oda menuju utara. Kirim bala bantuan secepatnya. Jika terlambat, kami akan binasa.
Di antara para anggota dewan perang ada yang meragukan kebenaran berita ini, tetapi marga Asai
merupakan sekutu, sehingga sepuluh ribu prajurit dikerahkan secara terburu-buru. Dan ketika
barisan depan ini mencapai Gunung Tagami, mereka menyadari bahwa berita mengenai serangan
pasukan Oda memang benar. Setelah memperoleh kepastian, barisan belakang berkekuatan lebih
dari dua puluh ribu orang dikirim. Asakura Yoshikage menganggap krisis ini sedemikian gawat,
sehingga ia sendiri turun tangan memimpin pasukan. Setiap pertempuran di bagian utara Omi
sangat meresahkan bagi marga Asakura, karena marga Asai merupakan barisan pertama dalam
pertempuran provinsi mereka sendiri.
Baik Asai Hisamasa maupun putranya berada di Benteng Odani. Kira-kira tiga mil dari sana.
Benteng Yokoyama berdiri megah, tempat Hideyoshi berkubu sambil mengamati marga Asai,
bagaikan elang untuk Nobunaga.
Pada awal musim gugur Nobunaga telah menyerang pihak Asai. Ia menundukkan Kinomoto dalam
serangan mendadak melawan pasukan Echizen. Pasukan Oda berhasil merebut lebih dari dua ribu
delapan ratus kepala. Mereka terus mendesak musuh yang kini melarikan diri dari Yanagase,
mengejar mereka dan membanjiri rumput yang mulai mengering dengan darah.
Para prajurit Echizen menyesali kelemahan pasukan mereka. Tetapi para jendral dan prajurit gagah
yang berbalik untuk berperang akhirnya takluk dalam pertempuran. Mengapa mereka begitu lemah"
Mengapa mereka tak mampu menangkis serangan orang-orang Oda" Sebuah kekalahan selalu
disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, dan saat kejatuhan datang secara mendadak. Namun
kalau saat itu tiba, baik kawan maupun lawan tercengang. Tetapi pasang-surut sebuah provinsi
selalu didasarkan atas fenomena alam, dan di sini pun sebenarnya tak ada keajaiban atau
keanehan. Ketidakberdayaan pasukan Asakura dapat dimengerti dengan melihat sikap
panglimanya, Yoshikage. Terperangkap dalam arus prajurit yang melarikan diri dari Yanagase.
Yoshikage tampak kalang kabut.
"Semuanya sudah berakhir! Kita bahkan tak bisa melarikan diri! Aku dan kudaku kehabisan tenaga.
Lari ke pegunungan!" ia berseru. Yoshikage tak punya rencana untuk serangan balasan. Semangat
juangnya tak tersisa sedikit pun. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia turun dari kudanya dan
mencoba bersembunyi di gunung-gunung.
"Apa yang tuanku lakukan?" Sambil memarahinya dengan mara berkaca-kaca, pengikut utama
Yoshikagc. Takuma Mimasaka. menarik ikat pinggang junjungannya. memaksanya kembali menaiki
kuda. dan mendorongnya ke arah Echizen. Kemudian, untuk memberi waktu pada junjungannya
untuk melarikan diri, Takuma Mimasaka mengumpulkan lebih dari seribu prajurit dan menghadapi
pasukan Oda selama mungkin.
Rasanya tak perlu diceritakan bahwa Takuma dan seluruh anak buahnya gugur. Mereka menderita
8 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kekalahan total. Tapi, sementara pengikut-pengikut yang begini setia mengorbankan nyawa,
Yoshikagc mengurung diri di dalam benteng utamanya di Ichijogadani. Namun ia bahkan tak
sanggup mengerahkan semangat tempur untuk mempertahankan tanah leluhurnya.
Tak lama setelah kembali ke bentengnya, ia membawa anak-istrinya dan melarikan diri ke sebuah
kuil di Distrik Ono. Ia berdalih bahwa jika ia tetap bertahan di dalam benteng dan keadaan
bertambah gawat, ia tak punya kesempatan untuk meloloskan diri. Melihat pemimpin mereka
bersikap seperti ini. semua jendral dan prajuritnya membelot.
Musim gugur telah tiba. Nobunaga kembali ke perkemahannya di Gunung Toragoze. Ia telah
mengepung Odani. Sejak kedatangannya, ia tampak luar biasa tenang, seakan-akan ia tinggal
menunggu sampai benteng itu takluk. Setelah kekalahan Echizen yang begitu cepat, ia segera
kembali sementara reruntuhan Ichijogadani masih membara. Kini ia memberikan perintah-perintah.
Maenami Yoshitsugu, jendral Echizen yang telah menyerah, diberi komando atas Benteng
Toyohara. Asakura Kageaki ditunjuk untuk mempenahankan Benteng Ino, dan Toda Yarokuro
diperintahkan menempati benteng di Fuchu. Dengan demikian, Nobunaga memberi tugas pada
sejumlah besar pengikut Asakura yang sudah mengenal kondisi di provinsi tersebut. Akhirnya
Akechi Mitsuhide memperoleh tanggung jawab sebagai pengawas mereka.
Kemungkinan besar tak ada yang lebih pantas mengemban tanggung lawab ini selain Mitsuhide.
Dalam pengembaraannya ia sempat menjadi pengikut marga Asakura dan tinggal di kota benteng
Ichijogadani. Ketika itu ia hanya memperoleh tatapan dingin dari rekan-rekannya. Kini situasinya
terbalik, ia mengawasi bekas majikannya.
Dada Mitsuhide tentu menggelora dengan perasaan bangga dan berbagai emosi lain. Kecerdasan
dan kemampuan Mitsuhide sudah berulang kali menarik perhatian, dan ia telah menjadi salah satu
pengikut favorit Nobunaga. Daya pengamatan Mitsuhide lebih tinggi dibanding sebagian besar
orang lain. dan setelah bertahun-tahun ikut serta dalam pertempuran-pertempuran dan menjalankan
tugas sehari-hari. ia cukup mengenal watak Nobiinaga. Ia memahami roman muka, ucapan, dan
tatapan junjungannya - bahkan dari jauh - sama seperti ia memahami dirinya sendiri.
Setiap hari Mitsuhidc berkali-kali mengutus kurir dari Echizen. Masalah yang paling kecil pun tak
pernah ia putuskan sendiri. Dalam situasi apa pun ia memohon petunjuk Nobunaga. Nobunaga
mengambil keputusan di perkemahan di Gunung Toragoze.
sambil mempelajari catatan dan surat yang dikirim Mitsuhide.
Gunung-gunung yang diselubungi warna-warni musim gugur berbatasan dengan langit biru tak
berawan, yang sebaliknya terpantul pada permukaan air danau di bawah. Kicau burung
mengundang kuap di sana-sini.
Hideyoshi bergegas melintasi pegunungan dari Yokoyama. Sepanjang perjalanan ia bersenda
gurau dengan anak buahnya. Giginya terlihat putih berkilau, setiap kali ia tertawa. Ia menegur
semua orang di sekitarnya ketika mendekati tujuan. Inilah orang yang membangun benteng di
Sunomata. dan kemudian diberi kepercayaan untuk memimpin Benteng Yokoyama. Tanggung
jawab dan kedudukannya di antara jendral-jendral pasukan Oda menanjak cepat sekali, tapi
sikapnya tetap sama. Di antara jendral-jendral lain yang membandingkan tingkah laku Hideyoshi dengan pembawaan
9 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mereka sendiri yang serbaserius, ada yang berpendapat bahwa ia sembrono dan tidak bijaksana,
tapi ada juga yang memandangnya secara berbeda. Mereka ini kerap berkata. "Dia pantas
menduduki posisinya. Dia tidak berubah dari dulu, walaupun upahnya telah naik. Mula-mula dia
seorang pelayan, kemudian seorang samurai, dan tiba-tiba dia telah menjadi komandan benteng.
Tapi dia sendiri tidak berubah. Bisa dibayangkan bahwa dia akan merebut wilayah yang lebih luas
lagi." Hideyoshi baru saja memperlihatkan batang hidungnya di perkemahan. sebelum menarik perhatian
Nobunaga dengan beberapa patah kata. Berdua mereka mendaki lereng gunung.
"Tak tahu diri!" Shibata Katsuie berseru ketika ia dan Sakuma Nobumori berjalan melewati
barak-barak. "Inilah sebabnya dia tidak disukai, padahal seharusnya tak perlu begitu. Tak ada yang
lebih menyebalkan selain mendengarkan orang yang selalu membangga-banggakan kecerdikannya
sendiri." Sambil menyem-burkan kata-kata itu, mereka memperhatikan sosok Hideyoshi melintasi
daerah paya-paya di kejauhan bersama Nobunaga.
"Dia tak pernah mengatakan apa-apa pada kita - tak pernah berkonsultasi."
"Dan bukankah tindakannya sekarang amat berbahaya" Bahkan di siang hari bolong, musuh bisa
bersembunyi di mana-mana di pegunungan ini. Apa jadinya kalau mereka mulai menembak"
"Hmm, itulah Yang Mulia."
"Bukan, ini salah Hideyoshi. Walaupun Yang Mulia dikelilingi banyak orang, Hideyoshi tak
segan-segan melakukan apa saja untuk menarik perhatiannya."
Selain Katsuie dan Nobumori masih ada beberapa komandan lain yang tidak menyukai situasi ini.
Sebagian besar dari mereka menduga bahwa Hideyoshi mengajak Nobunaga ke pegunungan untuk
membahas strategi perang dengan memanfaatkan lidahnya yang fasih. Inilah yang menimbulkan
perasaan tak senang dalam hati mereka.
"Dia tidak mengacuhkan kita - kelompok utama di antara jendral-jendralnya."
Tidak jelas apakah Hideyoshi tidak memahami sifat manusia atau memang memilih untuk tidak
memperhatikannya, tapi nyatanya ia mengajak Nobunaga berjalan-jalan di pegunungan. Sesekali ia
tertawa dengan suara keras, yang sesungguhnya lebih cocok untuk suasana berlibur. Jika pengikut
Hideyoshi dan Nobunaga digabungkan, rombongan pengiring mereka berjumlah tak lebih dari dua
puluh sampai tiga puluh orang.
"Mendaki gunung betul-betul memancing keringat. Apakah hamba bisa membantu tuanku?"
"Jangan menghina."
"Tinggal sedikit lagi."
"Aku belum puas mendaki. Tak adakah gunung yang lebih tinggi dari ini?"
"Sayangnya tidak, paling tidak di sekitar sini. Tapi ini pun sudah cukup tinggi!"
Sambil mengusap keringat dari wajahnya. Nobunaga memandang lembah-lembah di bawah
10 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mereka. Ia melihat pasukan Hideyoshi bersembunyi di antara pepohonan, berjaga-jaga.
"Orang-orang yang menyertai kita sebaiknya berhenti di sini. lebih baik tidak ada rombongan besar
yang melewati titik ini." Hideyoshi dan Nobunaga berjalan sekitar tiga puluh langkah ke punggung
bukit. Di sini tidak ada pohon. Rumput hijau yang cocok untuk makanan kuda tumbuh subur di lereng
gunung. Kedua laki-laki itu maju tanpa bersuara. Mereka seakan-akan memandang ke tengah laut,
ke hamparan luas yang kosong.
"Merunduklah, tuanku." "Seperti ini?"
"Bersembunyilah di tengah rerumputan." Ketika mereka merangkak ke tepi jurang, sebuah benteng
mulai tampak di lembah di bawah mereka.
"Itulah Odani." ujar Hideyoshi sambil menunjuk ke arah benteng itu.
Nobunaga mengangguk dan memandangnya sambil membisu. Matanya diselubungi emosi
mendalam, la tidak sekadar mengamati benteng utama pihak musuh, benteng yang kini telah
terkepung itu merupakan tempat tinggal adik perempuannya, Oichi. yang sudah melahirkan empat
anak sejak menjadi istri penguasa benteng tersebut.
Nobunaga dan Hideyoshi duduk. Bunga-bunga dan ujung rerumpuran menggelitik telinga mereka.
Tanpa berkedip Nobunaga menatap benteng di lembah, lalu berpaling pada Hideyoshi.
"Aku yakin adikku marah padaku. Akulah yang memutuskan bahwa dia harus menikah dengan
anggota marga Asai, bahkan tanpa menanyakan pendapatnya. Dia mendapat pesan bahwa dia
harus berkorban demi kebaikan marga Oda, dan bahwa pernikahan itu diperlukan untuk melindungi
provinsi kita. Hideyoshi, peristiwanya masih terbayang jelas di depan mataku."
"Hamba juga masih mengingatnya," kata Hideyoshi. "Adik tuanku membawa barang dalam jumlah
yang luar biasa, dan tandunya indah sekali. Dia dikelilingi pelayan dan kuda-kuda yang penuh
hiasan. Keberangkatannya menuju tempat pernikahannya di utara Danau Biwa memang sukar
dilupakan." "Ketika itu Oichi masih gadis polos yang baru berusia empat belas tahun."
"Pengantin cilik yang cantik sekali." "Hideyoshi."
"Ya?" "Kau mengerti, bukan" Hariku serasa disayat-sayat..." "Karena alasan yang sama, hamba pun
merasa berat sekali."
Nobunaga menunjuk ke arah benteng dengan dagunya. "Memutuskan untuk menghancurkan
benteng ini tidak sulit, tapi kalau aku memikirkan untuk mengeluarkan Oichi dari sana tanpa
cedera... "Ketika tuanku memberikan perintah pada hamba untuk mempelajari medan di sekitar Benteng
Odani. hamba segera menebak bahwa tuanku merencanakan serangan terhadap orang-orang
11 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Asakura dan Asai. Ucapan hamba mungkin berkesan menyombongkan diri, tapi jika tuanku
memperkenankan hamba berbicara apa adanya - menurut hamba, tampaknya tuanku enggan
mengemukakan perasaan tuanku, apalagi sumber kegelisahan tuanku. Tak sepatutnya hamba
mengatakan ini, tapi sepertinya hamba sudah menemukan satu lagi kelebihan tuanku."
"Kau satu-satunya." Nobunaga berdecak. "Katsuie, Nobumori, dan yang lain memandangku
seakan-akan aku telah membuang-buang waktu selama sepuluh hari terakhir. Wajah mereka
menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak memahami perasaanku. Terutama Katsuie.
Sepertinya dia menertawakanku di balik punggungku."
"Itu karena tuanku masih bimbang."
"Bagaimana aku tidak bimbang" Kalau kita menghancurkan musuh sedikit demi sedikit, tak perlu
diragukan bahwa Asai Nagamasa dan ayahnya akan menyeret Oichi menuju kematian di tengah
kobaran api bersama mereka."
"Rasanya memang itu yang akan terjadi."
"Hideyoshi, sejak pertama kau bilang perasaanmu sama dengan perasaanku, tapi kau
mendengarkan semuanya ini dengan ketenangan yang luar biasa. Apakah kau mempunyai sebuah
rencana?" "Hamba bukannya tanpa rencana."
"Hmm, kalau begitu mengapa kau tidak menjelaskannya, agar pikiranku bisa tenang kembali?"
"Belakangan ini hamba berusaha keras tidak memberikan saran-saran."
"Kenapa?" "Karena masih banyak orang lain di markas tuanku."
"Kau takut memancing kedengkian" Itu pun bisa mengganggu. Tapi yang paling penting, akulah
yang memutuskan segala sesuatu. Cepat, ceritakan rencanamu."
"Perhatikan benteng itu dengan saksama." Hideyoshi menunjuk Benteng Odani. "Yang membuat
benteng ini istimewa adalah letak ketiga kubu pertahanan yang saling terpisah dan tidak tergantung
satu sama lain. Yang Mulia Hisamasa tinggal di kubu penama, sedangkan putranya. Nagamasa,
beserta Putri Oichi dan anak-anaknya tinggal di kubu ketiga."
"Di sebelah sana?"
"Ya, tuanku. Nah, daerah yang bisa tuanku lihat antara kubu pertama dan ketiga disebut Kubu
Kyogoku, tempat para pengikut senior, yaitu Asai Genba, Mitamura Uemondayu, dan Onogi Tosa
ditempatkan. Jadi, untuk menaklukkan Odani, sebaiknya jangan serang kepala maupun ekornya.
Jika kita bisa merebut Kubu Kyogoku, hubungan antara kedua kubu lain akan terpotong."
"Hmm. Maksudmu, langkah kita yang berikut adalah menyerang Kubu Kyogoku."
"Bukan, jika kita menyerbu kubu itu, kubu penama dan kedua akan segera mengirim bala bantuan.
12 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasukan kita akan diserang dari kedua sisi, dan akan terlibat penempuran sengit. Kalau itu terjadi,
apakah kita harus mendesak maju atau bergerak mundur" Apa pun yang kita pilih, kita tak bisa
memastikan nasib Putri Oichi di dalam benteng."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"
"Strategi terbaik adalah mengirim utusan kepada orang-orang Asai, membeberkan keuntungan dan
kerugian situasi ini dengan jelas, dan mendapatkan benteng dan Putri Oichi tanpa insiden."
"Mestinya kau tahu bahwa aku sudah dua kali mencobanya. Aku telah mengirim kurit ke sana. Aku
memberitahu mereka bahwa jika mereka menyerah, mereka tetap boleh menduduki wilayah
mereka. Aku memastikan mereka mengetahui kekalahan Echizen, tapi baik Nagamasa maupun
ayahnya udak akan menyerah. Mereka benekad untuk memperlihatkan betapa hebatnya mereka,
tapi sesungguhnya 'kehebatan' mereka terbatas pada menggunakan nyawa Oichi sebagai tameng.
Mereka pikir aku takkan melancarkan serangan habis-habisan selama adikku sendiri berada di
benteng itu." "Tapi bukan itu saja. Selama dua tahun berada di Yokoyama, hamba mengamati Nagamasa
dengan cermat, dan dia memiliki bakat dan kemauan keras. Ehm, sudah lama hamba berusaha
menyusun rencana untuk merebut benteng ini, mencari strategi terbaik seandainya suatu waktu kita
harus menyerang. Hamba berhasil merebut Kubu Kyogoku tanpa kehilangan satu orang pun."
"Apa" Apa katamu?" Nobunaga meragukan pen-dengarannya sendiri.
"Kubu kedua yang terlihat di sebelah sana. Orang-orang kita sudah menguasainya," Hideyoshi
mengulangi, "Jadi hamba berkata bahwa tuanku tak perlu khawatir lagi."
"Betulkah?" "Mungkinkah hamba berbohong dalam situasi seperti ini, tuanku?"
"Tapi... aku tak bisa mempercayainya."


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu bisa dimengerti, tapi sebentar lagi tuanku akan mendengarnya dari dua orang yang telah hamba
panggil ke sini. Sudikah tuanku menemui mereka?"
"Siapa kedua orang iiu?"
"Yang pertama seorang biksu bernama Miyabe Zensho. Yang satu lagi Onogi Tosa, komandan
kubu itu." Nobunaga tak sanggup menyembunyikan ke-heranannya. Ia percaya pada Hideyoshi, tapi ia pun
bertanya-tanya bagaimana Hideyoshi berhasil membujuk pengikut senior marga Asai untuk
menyeberang kc pihak meteka.
Hideyoshi menjelaskan situasinya, seakan-akan tidak ada yang luar biasa. "Tidak lama setelah
tuanku menganugerahkan benteng di Yokoyama pada hamba...." ia mengawali ceritanya.
Nobunaga agak terkejut. Ia tak sanggup menatap orang di hadapannya tanpa berkedip-kedip.
Benteng Yokoyama terletak di garis depan kawasan strategis ini. dan pasukan Hideyoshi bertugas
13 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengawasi orang-orang Asai dan Asakura. Nobunaga ingat bahwa ia menempatkan Hideyoshi
untuk sementara di sana. tapi ia tak ingat janji untuk memberikan benteng itu. Tapi sekarang
Hideyoshi berkata bahwa benteng tersebut telah dianugerahkan padanya. Namun untuk sementara
Nobunaga mengesampingkan masalah ini. "Bukankah itu segera setelah serangan terhadap
Gunung Hiei, ketika kau mengunjungiku di Gifu untuk mengucapkan selamat Tahun Baru?" tanya
Nobunaga. "Betul. Dalam perjalanan pulang, Takenaka Hanbei jatuh sakit dan kami terlambat. Ketika kami tiba
di Benteng Yokoyama, hari sudah gelap."
"Aku sedang tidak berminat mendengarkan cerita panjang-lebar, langsung saja kemukakan
maksudmu." "Musuh ternyata mengetahui bahwa hamba tidak ada di benteng, dan sedang melancarkan
serangan malam. Tentu saja mereka dipukul mundur, dan saat iiu kami pun berhasil menangkap
biksu bernama Miyabe Zensho."
"Kau menangkapnya hidup-hidup?"
"Ya. Daripada memenggal kepalanya, kami memutuskan untuk memperlakukannya dengan ramah,
dan kemudian, ketika hamba punya sedikit waktu, hamba memberinya ceramah mengenai masa
yang akan datang dan menunjukkan arti sebenarnya dari kehidupan samurai. Dia lalu berbicara
dengan bekas majikannya, Onogi Tosa, dan membujuknya agar menyerah pada kami."
"Betulkah ini?"
"Medan perang bukan tempat untuk bergurau," kata Hideyoshi.
Nobunaga pun terkagum-kagum akan kecerdikan Hideyoshi. Medan perang bukan tempat untuk
bergurau. Dan seperti dikatakan Hideyoshi, Miyabe Zensho dan Onogi Tosa dibawa ke hadapan
Nobunaga oleh salah seorang pengikut Hideyoshi. Nobunaga minta penjelasan terperinci dari Tosa
untuk memastikan kebenaran cerita Hideyoshi.
Jendral itu menjawab terus terang. "Bukan hamba saja yang memilih menyerah. Kedua pengikut
senior lain yang ditempatkan di Kyogoku juga menyadari bahwa pertempuran melawan Tuan bukan
saja merupakan tindakan bodoh, melainkan juga mempercepat kejatuhan marga dan menyebabkan
pen-deritaan yang tak perlu bagi warga provinsi."
Usia Nagamasa belum mencapai tiga puluh, tapi ia telah diberi empat anak oleh Putri Oichi yang
baru berumur dua puluh tiga tahun. Nagamasa mendiami kubu ketiga di Benteng Odani. yang
sebenarnya terdiri atas tiga benteng yang digabung menjadi satu.
Bunyi tembakan senapan terdengar sampai malam dari jurang di sebelah selatan. Letusan meriam
bergema secara berkala, dan setiap kali langit-langit bergetar, seakan-akan hendak runtuh.
Secara naluri Oichi menatap ke atas dengan matanya yang ketakutan, dan mendekap bayinya lebih
erat ke dadanya. Anak itu masih menyusu. Tak ada angin, tapi jelaga terlihat di mana-mana. dan
cahaya lentera tak henti-hentinya berkedap-kedip.
"Ibu! Aku takut!" Putri keduanya. Hat mi. Menggenggam lengan baju Oichi yang sebelah kanan,
14 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sementara putri sulungnya, Chacha, merangkul lutut kirinya sambil membisu. Namun putranya tak
mau datang ke pangkuan ibunya, walaupun ia masih kecil. Ia mengacungkan anak panah pada
seorang dayang. Inilah pewaris Nagamasa, Manjumaru.
"Aku mau lihat! Aku mau lihat pertempuran!" Manju berteriak kesal sambil memukul dayang tadi
dengan panah yang tak bermata.
"Manju," ibunya menegur, "kenapa kau memukul dia" Ayahmu sedang bertempur. Kau sudah lupa
pesan ayahmu, bagaimana kau harus bersikap kalau ada pertempuran" Kalau kau ditertawakan
para pengikut, kau takkan menjadi jendral yang baik jika kau sudah besar nanti."
Manju sudah cukup besar untuk memahami se-bagian ucapan ibunya.
Sejenak ia mendengarkannya tanpa berkala apa-apa. tapi tiba-tiba ia berseru dengan keras.
"Aku mau lihat pertempuran! Aku mau lihat!" Guru anak itu juga tidak tahu apa yang harus
dilakukan, dan hanya berdiri sambil memandangnya. Saat itu pertempuran agak mereda, tapi
letusan senapan masih terus terdengar. Putri sulung Oichi, Chacha, sudah berusia tujuh tahun, dan
rupanya ia mengerti kesulitan ayahnya, kesedihan ibunya, serta perasaan para prajurit di dalam
benteng. Dengan sikap terlalu dewasa untuk usianya, ia berkata, "Manju! Jangan bikin Ibu tambah gelisah.
Kau pikir ini tidak menakutkan bagi Ibu" Ayah ada di luar sana, berperang melawan musuh. Betul,
kan, Bu?" Ditegur seperti itu. Manju menatap kakaknya dan menerjangnya, masih sambil
mengacungkan anak panah. "Chacha bodoh!"
Chacha menutupi kepala dengan lengan baju dan bersembunyi di balik ibunya.
"Jangan nakal!" Sambil berusaha menenangkan Manju, Oichi mengambil anak panah itu.
Tiba-tiba terdengar suara langkah tergesa-gesa di selasar.
"Apa maksud kalian" Menyerah pada orang-orang Oda" Mereka itu hanya samurai udik yang
datang dari pedalaman Owari. Kalau pikir aku sudi tunduk pada orang seperti Nobunaga" Mereka
tidak setaraf dengan marga Asai!" Tanpa pemberitahuan. Asai Nagamasa melangkah masuk, diikuti
dua atau tiga jendral. Ketika melihat istrinya tidak terancam bahaya di ruangan besar bercahaya remang-remang, ia
merasa lega. "Aku agak lelah." katanya, lalu duduk dan mengendurkan tali baju tempurnya.
Kemudian ia berpesan kepada para jendral di belakangnya. "Melihat perkembangan malam ini,
pasukan musuh mungkin akan melancarkan serangan besar-besaran sekitar tengah malam
Sebaiknya kita beristirahat dulu sekarang."
Ketika para komandan berdiri dan memohon diri. Nagamasa melepaskan desahan lega. Di
tengah-tengah pertempuran pun ia masih ingat bahwa ia juga seorang ayah dan suami.
"Apakah suara tembakan tadi membuatmu takut. Sayang?" ia bertanya pada istrinya.
Dikelilingi oleh anak-anak mereka, Oichi menjawab. "Tidak, kami berada di ruangan ini, jadi
suaranya tidak terlalu mengganggu."
15 Pendekar Bloon Batu Lahat Bakutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Manju dan Chacha tidak ketakutan dan menangis?"
"Kau harus bangga. Mereka bersikap seperti orang dewasa."
"Betul?" ujar Nagamasa sambil memaksakan senyum. Kemudian ia melanjutkan, "Jangan khawatir.
Pasukan Oda melancarkan serangan hebat, tapi kita berhasil memukul mundur mereka dengan
beron-dongan senapan. Biarpun mereka terus menyerbu selama dua puluh atau tiga puluh, bahkan
seratus tahun, kita tidak akan menyerah. Kita marga Asai! Kita tidak akan tunduk pada orang seperti
Nobunaga." Naganiasa mencerca orang-orang Oda, tapi tiba-tiba ia terdiam.
Dengan cahaya lentera di belakangnya, wajah Oichi tampak merapat pada bayi yang sedang
menyusu, inilah adik perempuan Nobunaga! Perasaan Nagamasa teraduk-aduk. Wajah Oichi pun
mirip kakaknya. "Kau menangis?"
"Si kecil kadang-kadang nakal dan menggigit putingku kalau susunya tidak mau keluar."
"Susunya tidak mengalir?" "Tidak."
"Ini karena kau memendam kesedihan, dan karena kau mulai terlalu kurus. Kau seorang ibu, dan
inilah pertempuran sejati seorang ibu."
"Aku tahu." "Aku menduga kau menganggapku suami yang keras."
Oichi merapat ke sisi suaminya, masih sambil mendekap bayinya ke dada. "Aku tidak berpendapat
begini. Kenapa aku harus kesal" Aku menganggapnya sebagai suratan takdir."
"Manusia tak mungkin menerima nasib begitu saja. Kehidupan istri samurai lebih menyakitkan
daripada menelan pedang. Jika kau tidak bertekad dengan sepenuh hati, tekadmu tak ada artinya."
"Aku pun berusaha mencapai pemahaman seperti itu, tapi yang dapat kupikirkan hanya bahwa aku
seorang ibu." "Oichi, pada hari aku menikahimu pun aku tahu bahwa kau takkan menjadi milikku untuk
selama-lamanya. Dan ayahku juga tidak mengizinkan kau menjadi istri sejati orang Asai."
"Apa" Apa katamu?"
"Pada saat seperti ini, seorang laki-laki harus berkata apa adanya. Saat ini takkan terulang kembali,
jadi aku membuka isi hatiku. Ketika Nobunaga mengirimmu untuk menikah denganku, dia sekadar
menjalankan strategi politik. Sejak semula aku bisa membaca isi hatinya." Nagamasa terdiam
sejenak. "Tapi, walaupun aku mengetahui ini. di antara kita tumbuh cinta yang tak dapat dihalangi
oleh apa pun. Kemudian kita dikaruniai empat anak. Sekarang ini kau tidak lagi adik Nobunaga. Kau
istriku dan ibu anak-anakku. Aku takkan membiarkan kau berurai air mata untuk pihak musuh. Jadi.
kenapa badanmu jadi kurus, dan kenapa kau menahan air susu yang seharusnya kauberikan pada
Pedang Golok Yang Menggetarkan 23 Pendekar Bodoh 8 Pusaka Pedang Naga Soccer Love 3
^