Pencarian

Taiko 16

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 16


menunggunya. dan ia menyadari betapa ia kelihatan bodoh karena masuk ke perangkap
Murashige. Ia bangkit sambil tersenyum. "Kalau begitu, mari kita berangkat. Tak ada yang dapat kulakukan
selain menurut, kalau memang begitu cara Tuan Murashige memperlakukan utusan."
Tanpa berkata apa-apa, para prajurit menggiring Kanbei menyusuri koridor utama. Gemerincing
baju tempur mereka bercampur baur dengan suara langkah. Mereka melewati selasar-selasar dan
tangga-tangga gelap. Kanbei disuruh berjalan di tempat-tempat yang gelap gulita, tak berbeda kalau
matanya diikat dengan kain, dan ia bertanya-tanya kapan mereka akan membunuhnya. Ia sudah
siap meng- hadapi kemungkinan itu, tapi rupanya Murashige tidak memerintahkan demikian. Bagaimanapun,
tempat tak bercahaya yang dilewatinya mungkin sebuah terowongan rumit yang membelah
benteng. Beberapa saat kemudian, sebuah pintu berat dibuka.
"Masuk!" ia diperintahkan, dan setelah berjalan maju sekitar sepuluh langkah, ia menemukan dirinya
di tengah-tengah sebuah sel. Pintu sel menutup di belakangnya. Kali ini Kanbei tertawa keras-keras
ke dalam kegelapan. Lalu ia berpaling ke dinding dan berkata dengan geram, hampir seperti
membaca sajak. "Aku telah masuk perangkap Murashige. Hmm... moral orang-orang semakin rumit
saja. Rupanya sikap yang pantas sudah tidak berlaku."
Ia menebak bahwa ia berada di bawah sebuah gudang senjata. Sejauh yang dapat diketahuinya
dengan meraba-raba dengan telapak kaki, lantai selnya terbuat dari papan-papan kayu yang tebal
dan saling mengunci. Kanbei melangkah dengan tenang, mengikuti keempat dinding. Akhirnya ia
menyimpulkan bahwa sel tempat ia ditawan berukuran tiga puluh meter persegi.
20 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ah, Murashige patut dikasihani. Apa yang dia harapkan dengan menahanku di sini" Keuntungan
apa yang hendak diraihnya?"
Ia duduk bersilang kaki di tempat yang ia kira merupakan tengah-tengah sel. Pantatnya terasa
dingin, tapi sepertinya tidak ada tikar jerami di ruangan itu.
Tiba-tiba ia menyadari bahwa ia tidak disuruh menyerahkan pedang pendeknya, dan berpikir. "Ini
patut disyukuri. Selama aku punya senjata ini... kapan saja aku bisa...."
Dalam hati ia berkata bahwa walaupun pantatnya mati rasa, semangatnya tetap takkan pudar.
Meditasi Zen yang ditekuninya di masa muda mungkin bermanfaat sekarang. Pikiran inilah yang
terlintas dalam benaknya ketika waktu berlalu. Untung saja aku yang datang, adalah pikiran
berikutnya. Seandainya Hideyoshi sendiri yang bertindak sebagai utusan, bencana kecil ini akan
berubah jadi bencana besar.
Tak lama kemudian, seberkas sinar menerangi wajahnya. Dengan tenang Kanbei memandang ke
arah sumber cahaya itu. Sebuah jendela telah dibuka, dan wajah seorang laki-laki muncul di balik
kisi-kisi. Orang itu Araki Murashige.
"Dinginkah di dalam sana, Kanbei?" tanya Murashige.
Kanbei menatapnya, lalu menjawab tenang. "Tidak, tubuhku masih hangat karena sake tadi, tapi
menjelang tengah malam nanti keadaannya mungkin kurang nyaman. Jika Tuanku Hideyoshi
mendengar bahwa Kuroda Kanbei mati beku, dia tentu akan datang sebelum fajar dan memajang
kepalamu di atas gerbang penjara. Murashige, kenapa tidak kaupakai otakmu" Apa yang ingin
kaucapai dengan memenjarakanku di sini?"
Murashige tak sanggup berkata apa-apa, ia juga menyadari bahwa tindakannya telah mencoreng
arang di kening sendiri. Namun akhirnya ia tertawa dengan nada menghina.
"Berhentilah menggerutu, Kanbei. Kau berkata aku tak punya otak, tapi bukankah justru kau yang
masuk perangkap ini?"
"Ejekanmu tak berguna. Tak sanggupkah kau mengucapkan sesuatu yang masuk akal" Ayolah.
Murashige." Murashige tidak mcngatakan apa-apa, dan Kanbei melanjutkan. "Kau tentu menuduhku sebagai ahli
siasat atau setan berakal bulus, tapi aku menangani masalah-masalah besar, bukan tipuan-tipuan
tak berarti. Tak pernah terpikir olehku untuk bersekongkol melawan kawan sendiri, dan menarik
keuntungan. Aku hanya memikirkanmu dan ke-susahan Yang Mulia Hideyoshi. Karena itu aku
datang seorang diri ke sini. Belum mengerti jugakah kau" Bagaimana dengan persahabatan Yang
Mulia Hide-yoshi" Bagaimana dengan kesetiaanmu?"
Murashige tidak tahu harus menjawab apa. Sesaat ia membisu, tapi akhirnya ia bcrkata, "Kau
bicara tentang persahabatan dan prinsip-prinsip moral, tapi kata-kata itu hanya berkilau di masa
damai, bukan" Sekarang berbeda. Negcri ini dilanda perang, dan seluruh dunia kacau-balau. Kalau
kau tidak berkomplot, kau akan menjadi korban persekongkolan orang lain, jika kau tidak
menghantam lebih dulu, orang lain akan menghantammu. Dunia ini begitu suram, sehingga kau
mungkin harus membunuh atau dibunuh dalam waktu sepersekian detik saat kau meraih sumpit.
Sekutu kemarin bisa menjadi musuh hari ini, dan jika seseorang merupakan musuhmu - walaupun
21 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dia temanmu - tak ada pilihan selain memasukkannya ke penjara. Semuanya taktik semata-mata.
Hanya karena kasihan aku belum membunuhmu."
"Ah, begitu rupanya. Sekarang aku memahami pandangan hidupmu, pandanganmu mengenai
peperangan, serta kedalaman akhlakmu. Kau pun tak luput dari kebutaan yang mencirikan zaman
ini, dan aku sudah tak berminat untuk berdiskusi denganmu. Silakan, hancurkanlah dirimu sendiri."
"Apa" Kauanggap aku buta?"
"Benar. Ah, tidak, sekarang pun aku tak sanggup mencampakkan sisa rasa persahabatan. Ada satu
hal lagi yang perlu kuajarkan padamu."
"Apa" Apakah orang-orang Oda mempunyai strategi rahasia?"
"Ini bukan masalah untung-rugi. Kau patut dikasihani. Meski tersohor karena keberanianmu yang
luar biasa, kau tak paham bagaimana caranya hidup di negeri yang kacau-balau ini. Bukan itu saja,
kau juga tidak memiliki keinginan untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan. Kau bukan manusia,
kau lebih hina daripada orang kota atau petani. Berani-beraninya kau mengaku samurai!"
"Apa! Kauanggap aku bukan manusia?" "Benar. Kau binatang."
"Bah!" "Silakan! Marahlah sehebat-hebatnya. Semuanya hanya ditujukan pada dirimu sendiri. Dengar,
Murashige. Jika manusia kehilangan akhlak dan kesetiaan, dunia ini tak lebih dari dunia binatang.
Kita berperang dan terus berperang, dan api persaingan manusia tak pernah padam. Jika kau
hanya memikirkan perang, intrik, dan kekuasaan, serta melupakan akhlak dan perikemanusiaan,
kau bukan saja musuh Yang Mulia Nobunaga. Kau musuh segenap umat manusia, dan merupakan
wabah bagi seluruh dunia. Kalau kau orang semacam itu, dengan senang hati aku akan memuntir
batang lehermu." Setelah mengemukakan pendapatnya secara terus terang, lalu terdiam. Kanbei mendengar
kegegeran. Di luar jendda penjara. Murashige dikelilingi pengikut-pengikut dan para pembantu
pribadinya, dan semua nya berteriak menuntut.
"Dia harus menerima akibatnya!" "Tidak, dia tidak boleh dibunuh!" "Dia keterlaluan."
"Jangan bertindak gcgabah!"
Rupanya Murashige terperangkap di antara mereka yang hendak menarik keluar Kanbei dan
membantainya di tempat, dan mereka yang menyatakan bahwa membunuh Kanbei hanya akan
berakibat buruk. Dan sepertinya ia tak dapat mengambil keputusan.
Namun akhirnya diputuskan kalaupun mereka akan membunuhnya, mereka tak perlu terburu-buru.
Setelah itu suasananya menjadi lebih tenang, dan suara langkah Murashige dan yang lainnya
terdengar menghilang di kejauhan.
Dengan kejadian ini, Kanbei segera memahami keadaan di Benteng Itami.
22 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Walaupun bendera pemberontakan telah jelas-jelas dikibarkan, sampai sekarang pun orang-orang
di dalamnya masih terpecah ke dalam dua kubu. Ada yang hendak memerangi marga Oda dengan
hati panas, dan ada pula yang menyarankan untuk bekerja sama dengan bekas sekutu mereka itu.
Di bawah satu atap, mereka berselisih dalam hampir segala hal, dan situasinya terbaca dengan
mudah. Murashige, yang terjebak di tengah-tengah perselisihan ini, telah mengusir para utusan Nobunaga
dan mempergiat persiapan militernya. Dan kini ia memenjarakan Kanbei.
Kelihatannya dia sedang menuju kehancurannya. Ah, betapa menyedihkan, pikir Kanbei. Tanpa
menyesali nasibnya sendiri, ia menyayangkan ke-bodohan Murashige. Setelah suara-suara di luar
lenyap, lubang jendela ditutup lagi, tapi Kanbei tiba-tiba menyadari bahwa secarik kertas jatuh ke
dalam. Ia memungutnya, tapi tak bisa mengamatinya malam itu. Keadaan di dalam sel begitu gelap,
sehingga jarinya sendiri nyaris tak kelihatan.
Namun, keesokan harinya, ketika cahaya pagi mulai tampak, ia langsung teringat kertas itu dan
membacanya. Kertas itu rupanya sepucuk surat dari Odera Masamoto di Harima, yang ditujukan
pada Araki Murashige. Oknum merepotkan yang sempat kita bicarakan ternyata datang ke sini, memperingatkanku agar
berubah pikiran. Aku mengelabui dia dengan menyuruhnya menanyakan pendapatmu dulu, jadi
kemungkinannya dia tiba di bentengmu bersamaan dengan surat ini. Dia orang yang panjang akal,
jadi selama dia hidup, dia akan tetap menjadi beban. Kalau dia tiba di Benteng Itami, kusarankan
agar kau memanfaatkan kesempatan dan tidak melepaskan dia lagi.
Kanbei terkejut melihat tanggal surat itu, sebab ternyata surat itu ditulis pada hari yang sama
dengan saat ia berbicara dengan Masamoto dan meninggalkan Benteng Gochaku.
"Hmm, kalau begitu dia mengirim surat segera setelah aku pergi," Kanbei bergumam dengan
kagum. Ia tiba-tiba menyadari bahwa dunia ini penuh dengan orang cerdik. Meski demikian, dunia
memandang dirinya - ia yang begitu berupaya menghindari pe-mikiran dangkal dan rencana-recana
picik - sebagai ahli siasat.
"Menarik sekali, bukan" Hidup di dunia ini."
Sambil menatap langit-langit, ia bicara tanpa menyadarinya. Suaranya menggema, seolah-olah ia
berada di dalam gua. Betapa menarik hidup di dunia ini.
Seperti bisa diduga, ada kebohongan dan kebenaran, ada bentuk dan kehampaan, ada kemarahan
dan kegembiraan, ada keyakinan dan ke-bimbangan. Inilah hidup di dunia. Tapi paling tidak selama
beberapa minggu, Kanbei akan terpisah jauh dari dunia.
*** Pasukan penyerbu yang menyebar di sekeliling Itami, Takatsuki, dan Ibangi siap menyerang kapan
saja. Meski demikian, perintah menyerang tak kunjung tiba dari markas besar Nobunaga di Gunung
Amano. Di masing-masing perkemahan, hari demi hari berlalu begitu tenang, sehingga kesabaran
para prajurit mulai menipis. "Belum ada kabar?"
Sudah dua kali pada hari itu Nobunaga mengajukan pertanyaan tersebut. Namun penyebab
23 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kegelisahannya justru berlawanan dengan sumber ketidaksabaran para prajurit. Saat itu kerumitan
posisi marga Oda sudah mencapai taraf luar biasa, bahkan berbahaya - bukan sehubungan dengan
provinsi-provinsi Barat maupun Timur, melainkan malah di sekitar ibu kota, jika ada pilihan,
Nobunaga cenderung tidak bertempur di sini pada waktu ini. Dan ketika hari demi hari berlalu, ia
mencemaskan keputusannya untuk menghindari pertempuran di daerahnya sendiri.
Setiap kali Nobunaga merasa gelisah, Hideyoshi-lah yang menyibukkan pikirannya. Ia ingin
Hideyoshi terus berada di sisinya. Belum lama berselang, sebuah laporan tiba dan jendral yang
begitu diandalkannya itu, yang memberitahunya bahwa Kanbei telah memberikan uraian kepada
bekas majikannya, Odera Masamoto, lalu langsung pergi ke Benteng Itami untuk membujuk
Murashige agar bersedia berunding. Kanbei bahkan bersedia mati dalam tugas ini. Hideyoshi
berpesan, dan memohon agar Nobunaga mau menunggu.
"Kelihatannya dia yakin sekali," ujar Nobunaga. "dan Hideyoshi tidak biasa bersikap lalai."
Tapi biarpun Nobunaga memaksa diri untuk bersabar, suasana di markas besarnya mulai tegang
karena kejengkelan para jendral lain. Setiap kali Hideyoshi melakukan kesalahan sepele,
kedongkolan mereka langsung meledak, seakan-akan sudah lama membara di bawah permukaan.
"Aku tidak mengerti kenapa Hideyoshi mengutus dia! Siapa Kanbei itu" Kalau latar belakangnya
diselidiki, ketahuan bahwa dia pengikut Odera Masamoto. Dan ayahnya pun pengikut senior
Masamoto. Sedangkan Masamoto sendiri bersekongkol dengan Araki Murashige. Mereka membuka
hubungan dengan pihak Mori dan mengkhianati kita. Masamoto dan Murashige sama-sama
mengibarkan bendera pemberontakan di daerah Barat. Bagaimana mungkin Hideyoshi memilih
Kanbei untuk tugas sepenting ini?"
Hideyoshi dicela karena tidak melihat ke depan, dan beberapa orang malah curiga bahwa ia
berunding dengan marga Mori.
Laporan-laporan yang mulai berdatangan membawa informasi yang sama: Odera Masamoto
bukannya tunduk pada uraian Kanbei, ia malah semakin menentang Yang Mulia Nobunaga. Ia
menyebarkan desas-desus mengenai kelemahan-kelemahan pihak Oda, dan ia semakin sering
berkomunikasi dengan orang-orang Mori.
Nobunaga terpaksa mengakui bahwa itu benar. "Tindakan Kanbei tak lebih dari tipu daya.
Sementara kita menunggu kabar gembira dari orang yang tak dapat diandalkan itu, musuh justru
memperkuat diri dan menyempurnakan pertahanan, sehingga pada akhirnya pasukan kita takkan
mencapai apa-apa, tak peduli betapa hebatnya serangan yang kita lancarkan."
Pada titik itulah berita dari Hideyoshi tiba. Namun beritanya tidak menggembirakan. Kanbei belum
juga kembali, dan informasi yang jelas belum berhasil diperoleh. Selain itu, surat itu bernada putus
asa. Nobunaga mendecakkan lidah. Tiba-tiba ia mencampakkan kantong yang semula berisi surat.
"Sudah terlambat!" Tak kuasa menahan diri lebih lama lagi, Nobunaga tiba-tiba membentak, "juru
tulis! Tulis ini sckarang juga dan alamatkan pada Hideyoshi. Suruh dia datang ke sini secepat
mungkin." Kemudian ia menatap Sakuma Nobumori dan berkata. "Aku mendengar bahwa Takenaka Hanbei
mengurung diri di Kuil Nanzen untuk bertetirah.
24 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Masih di sanakah dia?" "Hamba kira masih."
Tanggapan Nobunaga atas jawaban Nobumori menyusul secepat gema. "Kalau begitu, pergilah ke
sana dan sampaikan ini pada Hanbei: putra Kuroda Kanbei, Shojumaru, dikirim sebagai sandera ke
benteng Hanbei oleh Hideyoshi beberapa waktu lalu. Dia harus segera dipancung, dan kepalanya
harus dikirim ke ayahnya di Itami."
Nobumori membungkuk. Sejenak semua orang di sekitar Nobunaga meringkuk ketakutan karena
ledakan amarahnya. Tak ada yang berani bersuara, dan Nobumori pun tidak segera kembali tegak.
Suasana hati Nobunaga dapat berubah dalam sekejap, dan kemarahannya meledak dengan
mudah. Kesabaran yang ia perlihatkan sampai saat itu bukanlah bagian dari watak sesungguhnya.
Kesabaran itu hanyalah akibat dari akal sehatnya. Karena itu, jika ia mencampakkan kendali diri
yang begitu dibencinya dan meninggikan suara, telinganya akan memerah, dan roman mukanya
tiba-tiba terkesan garang.
"Tuanku, bersabarlah sedikit lagi."
"Ada apa, Kazumasu" Kau hendak menegurku?" "Tidak pada tempatnya orang seperti hamba
menegur Yang Mulia, tapi mengapa tuanku tiba-tiba memberi perintah untuk membunuh putra
Kuroda Kanbei" Seyogyanya tuanku mempertimbangkan keputusan ini masak-masak."
"Aku tak perlu pertimbangan lebih lanjut untuk mengetahui pengkhianatan Kanbei. Dia pura-pura
berbicara dengan Odera Masamoto, setelah itu dia sekali lagi mengelabuiku agar aku menyangka
dia berunding dengan Araki Murashige. Sepuluh hari aku menahan diri untuk bertindak, dan
semuanya karena rencana-rencana busuk Kanbei keparat itu. Hideyoshi baru saja melaporkannya.
Hideyoshi pun jera dipermainkan oleh Kanbei."
"Tapi bagaimana kalau tuanku memanggil Hideyoshi untuk mendapatkan laporan lengkap, dan
berbicara dengannya mengenai hukuman untuk putra Kanbei'''
"Usulmu hanya cocok untuk masa damai. Keadaan sekarang tidak memungkinkannya. Dan aku
tidak memanggil Hideyoshi ke sini untuk mendengarkan pendapatnya. Aku ingin tahu bagaimana
dia sampai menimbulkan bencana ini. Cepat bawa pesan itu, Nobumori."
"Baik. tuanku. Hamba akan menyampaikannya pada Hanbei."
Nobunaga semakin muram. Ia berpaling kepada juru tulisnya dan bertanya, "Sudah kautulis
pesanku untuk Hideyoshi?"
"Mungkin Yang Mulia hendak membacanya?"
Surat itu ditunjukkan pada Nobunaga, lalu segera diberikan pada kepala kurir, yang diperintahkan
mengantarkannya ke Harima.
Tapi sebelum kurir itu berangkat, seorang pengikut mengumumkan. "Yang Mulia Hideyoshi baru
saja tiba." "Apa" Hideyoshi?" Roman muka Nobunaga tidak bcrubah, tapi sejenak kemarahannya tampak
berkurang. 25 Pendekar Bodoh Tongkat Dewa Badai m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tak lama kemudian suara Hideyoshi terdengar, ceria seperti biasa. Begitu Nobunaga mendengar
Hideyoshi, ia harus memaksakan diri untuk mempertahankan tampang gusar. Kemarahannya
mencair dalam dada, (http://cerita-silat.mywapblog.com)
26Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:25:26
seperti es mencair di bawah terik matahari, dan ia tak dapat mencegahnya. Sikapnya langsung
berubah begitu ia mengctahui kcdatangan Hideyoshi.
Sambil menyapa para jcndral yang hadir, Hideyoshi memasuki petak bertirai. Ia melewati dewan
jendral dan berlutut dengan santun di hadapan Nobunaga, lalu menatap junjungannya itu.
Nobunaga tidak berkata apa-apa. Ia berusaha menunjukkan kemarahannya. Tak banyak komandan
yang sanggup berbuat sesuatu selain menyembah ketakutan jika berhadapan dengan kebisuan
Nobunaga. Sebenarnya, dari anggota-anggoia keluarga Nobunaga pun tak ada yang sanggup menghadapi
perlakuan seperti itu. Jika jendral-jendral senior seperti Katsuie dan Nobumori menjadi sasaran
kemarahan Nobunaga, mereka langsung pucat pasi. Orang-orang yang sudah banyak makan asam
garam seperti Niwa dan Takigawa menjadi bingung dan tergagap-gagap. Dengan segala
kebijakannya, Akechi Mitsuhide juga tak mampu mengatasinya, dan segenap kasih sayang
Nobunaga pun tak banyak membantu Ranmaru. Tapi sikap Hideyoshi dalam situasi semacam ini
sangat berbeda. Jika Nobunaga marah dan mendelik atau memelototinya, Hideyoshi tidak
menunjukkan reaksi sama sekali. Ia bukannya meremehkan junjungannya. Justru sebaliknya, lebih
dari orang-orang lain, ia mengagung-agungkan Nobunaga. Biasanya ia akan menatap Nobunaga
seperti menatap langit mendung, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Yang Mulia tampak agak gusar, Hideyoshi sedang berkata dalam hati. Ketenangan ini seolah-olah
merupakan bagian dari jati diri Hideyoshi, dan tak ada yang mampu menirunya. Seandainya Katsuie
atau Mitsuhide mencoba mengikuti sikap Hideyoshi, itu berarti mereka menyiram api minyak, dan
kemarahan Nobunaga tentu akan meledak-ledak.
Nobunaga rupanya kalah dalam adu kesabaran ini. Akhirnya ia angkat bicara.
"Hideyoshi, kenapa kau datang ke sini?"
"Hamba datang untuk menerima cercaan Yang Mulia." Hideyoshi menjawab dengan normal.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia selalu siap dengan jawaban yang tepat, pikir Nobunaga. Semakin sukar baginya untuk tetap
bersikap marah. Dengan ketus ia menghardik. "Apa maksudmu, kau datang untuk dicerca" Kaupikir
masalah ini bisa diselesaikan dengan ucapan minta maaf" Kau membuat kesalahan besar yang
bukan saja berpengaruh padaku, melainkan juga pada seluruh pasukan."
"Yang Mulia sudah membaca surat yang hamba kirimkan?"
"Sudah!" "Mengirim Kanbei sebagai penengah jelas-jelas berakhir dengan kegagalan. Sehubungan dengan
ini..." "Kau mencari-cari alasan?"
"Tidak, tapi sebagai tanda penyesalan, hamba menerobos barisan musuh untuk menawarkan
sebuah rencana yang mungkin dapat mengubah bencana ini menjadi keberuntungan. Dengan
1 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
segala hormat hamba mohon agar Yang Mulia sudi memerintahkan semua orang keluar dari sini,
atau berkenan pindah ke tempat lain. Selain itu, jika ada hukuman atas kesalahan hamba, hamba
siap menerimanya." Nobunaga merenung sejenak, lalu meluluskan permohonan Hideyoshi dan menyuruh semua orang
pergi. Para jendral lain terbengong-bengong melihat kejemawaan Hideyoshi, tapi, sambil saling
pandang, mereka tak dapat berbuat apa-apa selain menaati perintah Nobunaga. Di antara mereka
ada yang terheran-heran melihat Hideyoshi tetap lancang, walaupun jelas-jelas telah bersalah. Ada
pula yang mendecakkan lidah sambil mendongkol dan menuduhnya mencari muka. Hideyoshi
seakan-akan tidak memperhatikan mereka, dan ia menunggu sampai hanya ia dan Nobunaga yang
masih tertinggal. Setelah semua orang pergi, wajah Nobunaga agak melunak.
"Nah, usul seperti apa yang membuatmu jauh-jauh datang ke sini dari Harima?"
"Hamba menemukan cara untuk menyerang Itami. Saat itu kira tinggal melancarkan serangan hebat
ke kubu Araki Murashige."
"Dari semula memang sudah begitu. Itami sendiri tidak sebcrapa penting, tapi kalau para
biksu-prajurit Honganji dan Murashige bekerjta sama dengan marga Mori, kita bisa mengalami
kesulitan besar." "Tidak juga. Justru kalau kira bergerak terlalu cepat, sekutu-sekutu kita mungkin kewalahan, dan
kalau di antara mereka ada yang salah langkah, tanggul yang tuanku dirikan dengan begitu cermat
mungkin runtuh seketika."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"
"Hamba sendiri pun sempat habis akal, tapi Takenaka Hanbei, yang berada di ibu kota untuk
bertetirah, dapat memahami situasi yang kita hadapi sekarang." Hideyoshi lalu membeberkan
rencana itu pada Nobunaga, persis seperti yang didengarnya dari Hanbei. Pada dasarnya, rencana
menumpas pemberontakan Benteng Itami menghcndaki korban di pihak Oda sesedikit mungkin.
Tanpa terburu-buru. mereka harus berupaya dulu agar Murashige terkucil, dengan memotong
sayap-sayapnya. Nobunaga menyetujui rencana itu tanpa ragu sedetik pun. Secara garis besar, memang itu yang
hendak dilakukannya. Rencana ditctapkan, dan Nobunaga sama sekali lupa menegur Hideyoshi.
Masih banyak hal yang perlu ditanyakan pada Hideyoshi sehubungan dengan strategi-strategi
belakangan ini. "Karena urusan mendcsak ini sudah selesai, barangkali lebih baik kalau hamba kembali ke Harima
hari ini," ujar Hideyoshi sambil menatap langit malam. Namun Nobunaga berpendapat bahwa
perjalanan darat terlalu berbahaya, dan ia menyuruh Hideyoshi pulang naik kapal pada malam hari.
Karena Hideyoshi akan pulang naik kapal dan masih banyak waktu, junjungannya takkan
membiarkannya pergi tanpa mengisi cawan sake dulu.
Hideyoshi duduk lebih tegak dan bertanya. "Yang Mulia akan membiarkan hamba pergi tanpa
hukuman?" Nobunaga memaksakan senyum. "Hmm, apa yang harus kulakukan?" ia berkelakar.
2 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jika Yang Mulia memaafkan hamba, namun tetap diam seribu bahasa, entah bagaimana sake
yang hamba tcrima dari Yang Mulia berkurang rasa nikmatnya."
Untuk pertama kali Nobunaga tertawa lepas. "Ah, bagus. Ini bagus."
"Kalau begitu," ujar Hideyoshi, seakan-akan dari tadi telah menunggu saat yang tcpat. "Kanbei pun
tak dapat disalahkan, bukan" Sedangkan setahu hamba, kurir yang membawa perintah untuk
memenggal kepala putranya sudah berangkat."
"Tidak, kau tidak bisa menjamin jalan pikiran Kanbei. Bagaimana mungkin kau mengatakan dia
tidak bersalah. Takkan kutarik kembali perintahku untuk membawa kepala putranya ke Benteng
Itami, ini masalah disiplin militer, dan sia-sia saja kau berusaha ikut campur." Dengan
sewenang-wenang Nobunaga menyuruh pengikutnya tutup mulut.
Malam itu Hideyoshi kembali ke Harima, tapi begitu tiba di sana, diam-diam ia mengutus kurir untuk
mengantarkan sepucuk surat pada Hanbei di ibu kota. Isi surat tersebut akan diketahui nanti, tapi
pada dasarnya mencakup keprihatinan Hideyoshi mengenai putra sahabat penasihatnya.
Kurir Nobunaga pun bergegas ke Kyoto. Dalam perjalanan pulang, ia mampir sejenak di Gereja
Kenaikan Yesus Kristus. Ketika kembali ke markas besar Nobunaga di Gunung Amano, ia disertai
seorang padri Jesuit asal Italia, Padri Gnecchi, seorang misionaris yang sudah bertahun-tahun
bermukim di Jepang. Di Sakai, Azuchi, dan Kyoto ada banyak misionaris Nasrani, tapi di antara
orang-orang asing itu, Padri Gnecchi-lah yang paling berkenan di hati Nobunaga. Nobunaga
bukannya tidak menyukai orang Nasrani. Dan walaupun ia telah bertempur melawan orang-orang
Buddha dan mmbumihanguskan kubu-kubu mereka, ia pun tidak membenci ajaran Buddha, sebab
ia mengakui nilai-nilai yang terkandung dalam agama.
Bukan Padri Gnecchi saja, semua misionaris Katolik yang dari waktu ke waktu diundang ke Azuchi
berusaha keras mengajak Nubunaga memeluk agama mereka. Tapi mencoba menyelami hati
nurani Nobunaga sama saja dengan mencoba menyendok bayangan bulan di ember berisi air.
Salah satu padri telah memberi Nobunaga seorang budak kulit hitam yang dibawanya dari seberang
lautan, sebab Nobunaga rupanya tertarik pada orang itu. Setiap kali Nobunaga meninggalkan
bentengnya, biarpun hanya ke Kyoto, budak itu turut serta dalam rombongannya. Para misionaris
merasa agak iri, dan suatu ketika mereka bertanya pada Nobunaga. "Yang Mulia tampak sangat
tertarik pada budak hitam itu. Sesungguhnya hal apa pada dirinya yang membangkitkan minat yang
Mulia?" ".Aku bersikap baik terhadap kalian semua, bukan?" Nobunaga sgera menjawab. Tanggapan ini
dengan jelas memperlihatkan sikap Nobunaga terhadap para misionaris. Perhatian yang
ditunjukkan Nobunaga kepada Padri Gnecchi dan para padri lain pada dasarnya tidak berbeda
dengan perhatiannya kepada budaknya yang berkulit hitam. Ini membawa kita ke hal yang lain.
Ketika Padri Gnecchi pertama kali menghadap Nobunaga, ia membawa sejumlah tanda mata dari
negeri seberang. Daftarnya mencakup sepuluh senapan, delapan teropong, dan kaca pembesar,
lima puluh kulit harimau, sebuah kelambu. dan seratus potong kayu gaharu. Di antara cendera
matanya terdapat barang-barang langka seperti jam, bola dunia, tekstil, dan barang pecah belah.
Nobunaga minta agar hadiah-hadiah itu dipajang, dan ia mengamati semuanya, seperti anak kecil.
Dengan bola dunia di hadapannya, malam demi malam Nobunaga mendengarkan cerita Padri
3 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Gnecchi mengenai negeri asalnya, Italia: jarak-jarak yang harus diseberangi: perbedaan-perbedaan
antara Eropa bagian utara dan selatan: dan tentang pengembaraannya di India, Annam, Luzon, dan
Cina bagian selatan. Di antara orang-orang yang itu ada satu orang yang bahkan lebih tekun
mendengarkan kisah-kisahnya dan tak pernah kehabisan pertanyaan - Hideyoshi.
"Ahh, syukurlah Tuan datang." Dengan gembira Nobunaga menyambut Gnecchi di perkemahannya.
Misionaris itu dapat bercakap-cakap dalam bahasa Jepang.
"Apa kiranya yang menyebabkan Yang Mulia memanggil hamba ke sini" Rupanya urusannya cukup
penting." "Silakan duduk." Nobunaga menunjuk kursi pendeta Buddha yang sengaja disediakan. Kursi yang
biasa digunakan petinggi Buddha itu dianggap cocok bagi seorang padri.
"Oh, terima kasih," ujar Padri Gnecchi sambil duduk. Ia seperti bidak cadangan pada sebuah papan
catur, bertanya-tanya kapan jasanya akan dimanfaatkan. Dan justru karena itu Nobunaga
mendatangkannya. "Tuan pernah menyerahkan petisi atas nama para misionaris di Jepang, dan memohon izin umuk
mendirikan gereja dan menyebarkan ajaran Nasrani."
"Hamba tidak tahu berapa tahun sudah kami menanti-nanti saat Yang Mulia berkenan meluluskan
permohonan kami." "Sepertinya hari itu sudah dekat."
"Apa" Yang Mulia sudi memperkenankan kami?" "Bukannya tanpa syarat. Seorang samurai tidak
biasa memberikan anugerah khusus pada orang-orang yang belum menunjukkan jasa baik."
"Apa sesungguhnya maksud Yang Mulia?"
"Aku mendengar bahwa putra Takayama Ukon dari Takatsuki menjadi pemeluk ajaran Nasrani
ketika dia berusia sekitar empat belas tahun. Aku bisa membayangkan bahwa Tuan mengenalnya
dengan baik." "Takayama Ukon, Yang Mulia?"
"Seperti Tuan ketahui, dia mendukung pemberontakan Araki Murashige dan mengirim dua anaknya
sebagai sandera ke Itami. Kukira sikapnya itu tidak didasarkan pada alasan kuat."
"Situasi ini memang memilukan, dan kami, teman-teman seimannya, merasa sangat sedih. Entah
berapa banyak doa yang telah kami panjatkan agar beliau tetap dalam perlindungan Yang Maha
Kuasa." "Begitukah" Hmm, Padri Gnecchi, dalam keadaan seperti sckarang, doa-doa yang dipanjatkan di
gereja Tuan rupanya tidak membawa hasil. Kalau kecemasan Tuan mengenai Ukon memang begitu
besar, Tuan tentu akan menaati perintah yang kuberikan sekarang. Kuminta Tuan mendatangi
Benteng Takatsuki dan memberikan pencerahan pada Takayama Ukon mengenai perbuatannya
yang tidak bijaksana."
4 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau itu sesuatu yang dapat hamba kerjakan, hamba bersedia berangkat kapan saja. Tapi setahu
hamba, benteng beliau telah dikepung oleh pasukan Yang Mulia Nobutada serta oleh pasukan
Yang Mulia Fuwa, Maeda, dan Sassa. Barangkali mereka takkan membiarkan kami lewat."
"Aku akan menyiapkan pasukan pengawal dan memberikan surat jalan. Jika para misionaris dapat
menjelaskan masalah ini pada Takayama Ukon dan putranya, serta membujuk mereka untuk
kembali ke dalam barisanku, aku akan memberikan imbaian yang sepadan. Aku akan memberi izin
mendirikan gereja dan kebebasan untuk mewartakan Kabar Gembira. Aku berjanji."
"Oh, Yang Mulia..."
"Tapi tunggu." Nobunaga lalu berkata kepada Padri Gnecchi. Tuan sebaiknya paham bahwa jika
Ukon menolak usul Tuan dan tetap menentangku, aku akan memperlakukan semua orang Kristen
seperti marga Takayama. Aku akan menghancurkan kuil-kuil Tuan, menghapuskan agama Tuan
dari tanah Jepang, dan membinasakan para misionaris dan pengikut-pengikut mereka. Aku ingin
agar kebcrangkatan Tuan disertai kesadaran mengenai hal ini."
Wajah Padri Gnecchi mendadak pucat. Sejenak ia menatap ke bawah. Tak satu pun orang-orang
yang menaiki kapal dan berlayar ke Timur dari Eropa bisa dituduh berhati kecut, tapi ketika duduk di
hadapan Nobunaga dan diperingatkan seperti itu, Padri Gnecchi merasa tubuhnya mengerut karena
takut. Sebaliknya, sosok Nobunaga tak dapat dikatakan menyerupai iblis, dan sesungguhnya
penampilan maupun tutur katanya cukup halus. Tapi telah terukir dalam benak para misionaris
bahwa laki-laki itu tak pernah mengumbar ancaman kosong. Contohnya adalah penghancuran
Gunung Hiei dan penaklukan Nagashima. Dan sebenarnya, semua keputusan yang pernah
dikeluarkan Nobunaga merupakan bukti.
"Hamba akan pergi ke sana. Hamba akan bertindak sebagai utusan, sesuai kehendak Yang Mulia,
dan akan menemui Yang Mulia Ukon," Padri Gnecchi berjanji.
Dikawal sekitar selusin prajurit berkuda, ia mengarah ke jalan yang menuju Takatsuki. Setelah
mengantar Padri Gnecchi, Nobunaga merasa semuanya berjalan sesuai rencana. Tapi Padri
Gnecchi pun, yang seolah-olah dengan mudah diatur-atur, merasa puas. Tak semudah itu ia dapat
dipengaruhi oleh Nobunaga. Warga Kyoto pada umumnya telah menyadari bahwa jarang ada orang
secerdik para padri Jesuit. Bahkan sebelum Nobunaga menyuruhnya menghadap, Padri Gnecchi
sudah berkali-kali berhubungan lewat surat dengan Takayama Ukon. Ayah Ukon acap kali minta
pendapat penasihat rohaninya mengenai masalah yang kini dihadapinya. Dan setiap kali Padri
Gnecchi memberi jawaban yang sama. Menentang kehendak penguasa bukanlah jalan yang benar.
Yang Mulia Nobunaga merupakan junjungan Murashige maupun Ukon.
Ukon telah membeberkan perasaannya dari lubuk hati yang paling dalam.
Kami telah menyerahkan dua anak kami sebagai sandera kepada marga Araki, sehingga istri
maupun ibuku tidak bersedia tunduk pada Yang Mulia Nobunaga. Kalau bukan karena itu, aku pun
tak ingin terlibat dalam pemberontakan ini.
Jadi, Padri Gnecchi tak perlu meragukan ke-berhasilan tugasnya. Ia merasa Ukon belum-belum
sudah setuju dengan usul yang akan diajukannya.
Tak lama kemudian Takayama Ukon mengumumkan bahwa ia tak dapat memalingkan muka saat
agamanya dihancurkan walaupun ia dibenci oleh anak-istri karena membelanya. Kita bisa
5 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengabaikan rumah dan keluarga, tapi tidak Jalan Kebenaran. Diam-diam ia meninggalkan
bentengnya pada suatu malam, dan melarikan diri ke Gereja Kenaikan Yesus Kristus. Ayahnya,
Hida, segera memohon suaka pada Araki Murashige di Itami, dan dengan getir menjelaskan
situasinya. "Kita dikhianati oleh putraku yang hina."
Di kubu Murashige ada banyak orang yang memiliki ikaian erat dengan marga Takayama, sehingga
Murashige tak dapat menjatuhkan hukuman kepada para sandera Takayama. Jadi, meskipun
Murashige bukan orang yang peka, samar-samar ia pun sanggup melihat kepelikan situasi yang
dihadapinya. Tak ada yang bisa dilakukan. Kalau Ukon memang berkhianat, sandera-sandera ini tak berguna."
Karena menganggap kedua anak itu sebagai beban belaka, ia mengembalikan mereka pada ayah
Ukon. Ketika Padri Gnecchi menerima kabar ini, ia beserta Ukon pergi ke Gunung Amano untuk
menghadap Nobunaga. "Tuan berhasil." Nobunaga gembira sekali. Ia berkata pada Ukon bahwa ia akan memberikan tanah
di Harima, lalu memberinya hadiah berupa beberapa potong kimono sutra dan seekor kuda.
"Hamba ingin meninggalkan kehidupan duniawi dan mengabdi pada Yang Maha Kuasa."
Tapi Nobunaga tidak setuju dan berkata, "Belum saatnya orang seusiamu bertindak demikian."
Jadi, pada akhirnya, segala sesuatu berjalan seperti yang direncanakan Nobunaga dan diduga oleh
Padri Gnecchi. Tapi sikap Ukon, yang telah menyelamatkan kedua anaknya, merupakan hasil
kelihaian Padri Gnecchi semata-mata.
Keadaan kemarin tidak dipandang berdasarkan keadaan hari ini, sebab perubahan waktu berjalan
sekejap demi sekejap. Berubah pendirian pun tak ada salahnya. Alasan mengapa orang melakukan
kesalahan dalam mengejar cita-cita dan kehilangan nyawa tak kalah banyak dari jamur di musim
hujan. Bulan Kesebelas telah hampir berakhir, Nakagawa Sebei - orang yang diandalkan bagaikan tangan
kanan sendiri oleh Murashige - tiba-tiba meninggalkan bentengnya dan menyerah pada Nobunaga.
"Ini masa penting bagi seluruh bangsa. Kesalahan-kesalahan kecil tak perlu dihukum," ujar
Nobunaga. Ia bukan saja tidak meminta pertanggung-jawaban Sebei atas kejahatannya, melainkan
malah memberinya tiga puluh keping emas. Sebei menyerah atas desakan Takayama Ukon.
Para jendral Oda tentu saja bertanya-tanya mengapa kedua orang itu diperlakukan begitu baik.
Nobunaga pun menyadari rasa tidak puas di kalangan anak buahnya, namun ia tak dapat berbuat
lain jika masih ingin meraih sasaran militernya.
Upaya perdamaian, diplomasi, dan kesabaran tidak sesuai dengan watak aslinya. Karena itu
musuhmusuhnya terus dihajar dengan serangan-serangan gencar dan sengit. Sebagai contoh,
Nobunaga menyerang Benteng Hanakuma di Hyogo dan tidak menunjukkan bellas kasihan ketika
membakar kuil-kuil dan desa-desa sekitarnya. Pembangkangan sekecil apa pun tidak diampuninya,
entah dilakukan oleh yang tua atau yang muda, laki-laki maupun perempuan. Tapi kini segala siasat
dan gerakan mulai membuahkan hasil.
Araki Murashige terkucil di Benteng Itami, sebuah kubu yang telah kehilangan kedua sayapnya.
6 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Baik Takayama Ukon maupun Nakagawa Sebei tidak tampak lagi dalam barisan tempurnya.
"Kalau kita bergerak sekarang, dia akan tumbang bagaikan boneka pengusir burung di ladang," ujar
Nobunaga. Ia yakin Itami dapat direbut kapan saja ia menghendakinya. Serangan gabungan
dilancarkan pada awal Bulan Kedua Belas. Pada hari pertama, serangan dimulai sebelum hari
terang dan berlanjut sampai kegelapan kembali menyelubungi bumi. Di luar dugaan, ia menghadapi
perlawanan sengit. Komandan salah satu korps penyerang tewas terbunuh, dan korban jiwa serta
luka-luka mencapai ratusan orang.
Pada hari kedua, jumlah korban semakin meningkat, namun pasukan Oda tetap tidak berhasil
menduduki benteng. Bagaimanapun, Murashige tersohor karena keberaniannya, dan
prajurit-prajuritnya banyak yang tak kalah gagah. Kecuali itu, ketika Murashige hendak menggulung
bendera pemberontakan setelah Nobunaga berusaha mencapai perdamaian, justru
anggota-anggota keluarga serta para perwira yang mencegahnya dengan berkata. "Menyerah
sekarang sama saja dengan menyerahkan kepala kita kepadanya."
Gema pertempuran itu dengan cepat menjalar ke seluruh Harima, mengguncang para pejabat di
Osaka. Gaung peristiwa itu merambat sampai ke Tamba dan Sanin.
Di provinsi-provinsi Barat, Hideyoshi segera memulai serangan terhadap Benteng Miki, dan
menyuruh pasukan tambahan di bawah Nobumori dan Tsutsui memaksa pasukan Mori mundur
sampai ke perbatasan Bizen. Ia menduga bahwa begitu marga Mori mendengar seruan-seruan dari
ibu kota, pasukan mereka akan bergerak menuju Kyoto. Di Tamba, marga Harano menganggap
keadaan sedang menguntungkan, dan mulai memberontak. Daerah tersebut berada di bawah
kekuasaan Akechi Mitsuhide dan Hosokawa Fujitaka, dan keduanya bergegas untuk
mempertahankannya. Pihak Honganji dan pasukan Mori berkomunikasi melalui pesan-pesan yang disampaikan lewat jalur
laut, dan musuh-musuh yang kini menghadapi Nobunaga, Hideyoshi, dan Mitsuhide menari
mengikuti irama kedua kekuatan itu.
"Rasanva kita sudah selesai di sini," ujar Nobunaga sambil memandang Benteng Itami. Artinya ia
menganggap segala sesuatu sudah beres. Walau terisolasi, Benteng Itami belum menyerah.
Namun di mata Nobunaga benteng itu sudah takluk. Setelah menemparkan pasukan pengepung, ia
tiba-tiba kembali ke Azuchi.
Penghabisan tahun telah tiba, Nobunaga merencanakan untuk melewatkan Tahun Baru di Azuchi.
Tahun yang telah dilewatinya merupakan tahun penuh gangguan dan operasi militer tak terduga,
tapi ketika memandang jalan-jalan di kota benteng, ia menangkap bayangan seluruh budaya baru
yang sedang terbentuk. Toko-toko, baik besar maupun kecil, berderet-deret dengan rapi,
menunjukkan hasil kebijaksanaan perniagaan yang dijalankan Nobunaga. Penginapan-penginapan
dipadati tamu, sementara di tepi danau, tiang-tiang layar dari kapal-kapal yang sedang berlabuh
menyerupai hutan.

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagian besar perkampungan samurai, dengan jaringan jalan-jalan sempit, maupun kediaman
para jendral terkemuka sudah selesai dikcrjakan. Kuil-kuil pun telah diperluas, dan Padri Gnecchi
juga telah mulai membangun gereja.
Apa yang kita sebut "budaya" sesungguhnya menyerupai kabut - kedua-duanya tak dapat diraba.
Yang bermula sebagai tindakan penghancuran kini tiba-tiba membentuk sebuah budaya baru, tepat
7 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
di depan kaki Nobunaga. Dalam seni musik, seni teater, seni lukis, kesusastraan, seni minum teh,
pakaian, seni memasak, serta arsitektur, sikap dan gaya lama dicampakkan, digantikan oleh yang
baru dan segar. Pola-pola baru untuk kimono wanita pun saling berlomba dalam budaya Azuchi
yang berkembang pesat ini.
Inilah Tahun Baru yang kutunggu-tunggu. Tahun Baru bagi bangsa ini. Rasanya tak perlu dijelaskan
bahwa membangun lebih menyenangkan dari-pada menghancurkan, pikir Nobunaga. Ia
membayangkan bahwa budaya baru yang penuh dinamika itu akan datang bagaikan air pasang,
membanjiri provinsi-provinsi Timur, bahkan daerah Barat dan Pulau Kyushu, tanpa menyisakan
sejengkal tanah pun. Nobunaga masih termenung-menung ketika Sakuma Nobumori, dengan punggung disinari matahari
cerah, menyapanya dan melangkah ke dalam ruangan. Mellihat Nobumori, Nobunaga tiba-tiba
teringat. "Ah, betul. Bagaimana kelanjutan urusan itu?" ia langsung bertanya, sambil menyerahkan cawan di
tangannya kepada pelayan yang lalu memberikannya pada Nobumori.
Penuh hormat Nobumori mengangkat cawan itu ke keningnya, dan berkata, "Urusan itu?" Ia
menatap alis junjungannya dengan tajam.
"Betul. Aku sudah menyinggung Shojumaru, bukan" Putra Kanbei yang ditawan sebagai sandera di
benteng Takenaka Hanbei."
"Ah, urusan sandera itu yang dimaksud Tuanku." "Kau kusuruh menyampaikan perintah pada
Hanbei untuk memenggal kepala Shojumaru dan membawanya ke Itami. Tapi setelah itu belum ada
kabar lagi. Kau sudah mendengar sesuatu?"
"Belum, Yang Mulia." Nobumori menggelengkan kepala, dan ketika menjawab, ia rupanya teringat
pada tugasnya tahun lalu. Ia telah menyelesaikan tugasnya, tapi Shojumaru dititipkan pada
Takenaka Hanbei di Mino, jadi perinrah itu tak mungkin dilaksanakan seketika.
"Jika ini kehendak Yang Mulia Nobunaga, hamba akan melaksanakannya, tapi hamba butuh waktu
lebih banyak," jawab Hanbei waktu itu. Ia menanggapi perintah Nobunaga dengan cara lazim, dan
Nobumori, tentu saja, memahaminya.
"Baiklah, aku telah menyampaikan perintah Yang Mulia," Nobumori sempat menambahkan, lalu
segera kembali untuk melapor pada Nobunaga.
Akibat kesibukan-kesibukan yang dihadapinya, Nobunaga rupanya melupakan urusan itu; tapi
sesungguhnya Nobumori pun tak ingat pada nasib Shojumaru. Ia beranggapan bahwa Hanbei akan
langsung melapor pada Nobunaga.
"Tuanku belum menerima kabar mengenai urusan ini dan Hideyoshi maupun Hanbei?"
"Mereka tak pernah menyinggungnya." "Itu agak mencurigakan."
"Kau yakin telah menyampaikan perintahku pada Hanbei?"
"Tuanku tak perlu meragukannya. Tapi belakangan ini Hanbei memang luar biasa lamban."
8 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nobumori bergumam dengan jengkd. "Kalau dia meremehkan urusan yang menyangkut putra
seorang pengkhianat ini, dan belum mengambil tindakan walau telah menerima perintah Yang
Mulia, ketidakpatuhannya tak dapat didiamkan. Saat hamba kembali ke garis depan, hamba akan
mampir di Kyoto dan minta pertanggungjawaban Hanbei."
"Begitu?" Nobunaga berkata sambil lalu. Ketegasannya saat memberikan perintah itu dan cara ia
menanggapinya sekarang mencerminkan dua keadaan mental yang sama sekali berbeda. Namun
ia tidak menyuruh Nobumori melupakan masalahnya, sebab itu akan mencoreng arang di kening
orang yang diberi tugas. Bagaimana reaksi Nobumori" Mungkin ia menduga bahwa Nobunaga menyangkanya
melaksanakan tugasnya dengan tidak benar, sebab ia cepat-cepat menyampaikan ucapan selamat
Tahun Baru, lalu segera mohon diri, dan pada waktu kembali ke Benteng Itami yang sedang
dikepung, ia sengaja mampir ke Kuil Nanzen.
Ia berkata pada biksu yang menyambutnya. "Aku tahu Tuan Hanbei terpaksa berdiam di kamar
karena penyakitnya, tapi kedatanganku dalam rangka tugas dari Yang Mulia Nobunaga."
Permintaan untuk bertemu disampaikannya secara keras dan dalam bentuk perintah. Biksu itu
pergi, segera kembali dan mempersilakan Nobumori mengikutinya. Nobumori hanya
menganggukkan kepala, dan mengikuti biksu itu. Pintu bangunan beratap jerami yang mereka
datangi tertutup rapat, tapi suara batuk yang tak putus-putus - dan mungkin karena Hanbei terpaksa
meninggalkan tempat tidur untuk menyambut tamunya - terdengar dari dalam. Sejenak Nobumori
menunggu di luar. Ia memandang langit dan menyadari bahwa salju akan turun. Walaupun masih
siang, udara terasa dingin di bayang-bayang gunung di sekitar kuil.
"Silakan masuk," sebuah suara berkata dari dalam. dan seorang pembantu membuka pintu geser
ke ruang penerimaan tamu yang berukuran kecil. Sosok kurus majikannya duduk di lantai.
"Selamat datang," Hanbei menyapa. Nobumori langsung masuk, dan setelah membungkuk, ia
segera menjelaskan maksud kedatangannya.
"Tahun lalu aku menyampaikan perintah untuk membunuh Shojumaru, dan menduga bahwa urusan
itu akan segera ditangani. Namun sejak itu belum ada laporan bahwa perintah tersebut sudah
dilaksanakan, dan Yang Mulia Nobunaga pun mulai bertanya-tanya. Hari ini aku ditugaskan untuk
kedua kalinya. Kali ini untuk memastikan apa yang tcrjadi. Aku ingin tahu apa yang akan Tuan
katakan." "Hmm, hmm...," gumam Hanbei. Ia membungkuk sambil menempelkan tangan ke lantai,
memperlihatkan punggung setipis papan. "Apakah ke-cerobohanku telah menimbulkan kecemasan
di hati Yang Mulia" Aku akan bergegas dan berusaha menjalankan kehendak Yang Mulia setelah
penyakitku berangsur-angsur membaik."
"Apa"! Apa kata Tuan?" Nobumori mulai kehilangan kendali diri. Atau Lebih tepat, dilihat dari roman
mukanya, ia begitu marah karena jawaban Hanbei, sehingga tak dapat menahan kegusarannya.
Sambil menghela napas, Hanbei dengan tenang mengamati kebingungan tamunya.
"Kalau begitu... mungkinkah ada yang,..?" Pandangan Nobumori tetap beradu dengan pandangan
Hanbei. Ia batuk tak terkendali, lalu bertanya. "Mungkinkah Tuan belum memenggal kepala sandera
itu" Mungkinkah Tuan belum mengirim kepalanya pada Kuroda Kanbei di Benteng Itami" Itukah
9 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
masalahnya?" "Semuanya persis seperti yang Tuan katakan."
"Persis seperti yang kukatakan" Jawaban Tuan sungguh tidak lazim. Mungkinkah Tuan sengaja
mengabaikan perintah Yang Mulia?"
"Jangan mengada-ada. Aku memahami perintah beliau."
"Kalau begitu, kenapa belum Tuan bunuh anak itu?"
"Dia dipercayakan padaku. Kupikir aku bisa melakukannya kapan saja, tanpa harus terburu-buru."
"Kemurahan hati Tuan terlalu berlebihan. Kelambanan ini harus ada batasnya. Belum pernah aku
merasa sejanggal seperti pada tugas ini."
"Tuan tidak melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas. Sudah jelas bahwa aku sengaja
menunda-nunda urusan ini berdasarkan pertimbanganku sendiri."
"Sengaja?" "Meski aku tahu tugas ini amat penting, secara sembrono perhatianku lebih tertuju pada
penyakit-ku..." "Bukankah sudah cukup kalau Tuan mengutus kurir yang membawa pesan?"
"Tidak. Dia memang sandera dari marga lain, tapi sudah bertahun-tahun dia dipercayakan pada
kita. Orang-orang di sekitar anak yang begitu menyenangkan tentu bersimpati padanya dan pasti
merasa berat untuk membunuhnya. Aku khawatir kalau kemungkinan terburuk terjadi, dan kepala
anak lain dikirim pada Yang Mulia Nobunaga, aku tak dapat mberikan alasan pada Yang Mulia. Jadi
kupikir lebih baik kalau aku sendiri pergi ke sana untuk memenggal kepalanya. Barangkali tak lama
lagi kondisiku akan membaik." Sambil bicara. Hanbei mulai batuk tak terkendali. Ia menutup
mulutnya dengan saputangan, tapi sepertinya ia tak bisa berhenti.
Salah satu pembantu melangkah ke belakang Hanbei dan mulai menggosok-gosok punggungnya.
Nobumori tak dapat berbuat apa-apa selain diam menunggu sampai Hanbei agak tenang. Tapi
duduk di hadapan laki-laki yang berusaha mengendalikan batuknya dan sedang dipijit-pijit mulai
terasa menyiksa. "Mengapa Tuan tidak beristirahat dulu?" Untuk pertama kali nada suara Nobumori mengandung
simpati, namun roman mukanya tetap keras. "Bagai-manapun, dalam beberapa hari mendatang
harus ada tindakan sehubungan dengan perintah Yang Mulia. Aku sungguh heran melihat kelalaian
Tuan, tapi setelah kusampaikan semuanya ini, tak ada lagi yang dapat kulakukan. Aku akan
mengirim surat ke Azuchi untuk menjelaskan situasi apa adanya. Betapa pun parahnya penyakit
Tuan, penundaan lebih lanjut hanya akan memancing kemarahan Yang Mulia. Ini memang tidak
menyenangkan, tapi aku harus menjelaskan semuanya pada beliau!"
Tanpa memedulikan sosok Hanbei yang tampak tersiksa dan masih terus terbatuk-batuk, Nobumori
berdiri, memohon diri, dan pergi. Ketika sampai di serambi, ia berpapasan dengan seorang
perempuan yang membawa baki. Bau ramuan obat tercium jelas.
10 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Perempuan itu cepat-cepat meletakkan bakinya dan menyembah untuk memberi hormat. Nobumori
mengamatinya dengan saksama, mulai dari tangannya yang putih, yang menyentuh lantai kayu,
sampai ke lehernya, dan akhirnya berkata, "Rasanya aku sudah pernah bertemu denganmu. Ah, ya,
betul. Waktu aku diundang ke Nagahama oleh Yang Mulia Nobunaga. Aku ingat kau melayani
beliau waktu itu." "Ya. Hamba diberi izin untuk mengurus kakak hamba, jadi hamba akan menetap di sini selama
beberapa waktu. "Oh, kalau begitu kau adik Hanbei?" "Ya, nama hamba Oyu."
"Kau Oyu," Nobumori bergumam. "Kau cantik." Kemudian ia meneruskan langkahnya.
Oyu hanya mengangguk ketika Nobumori pergi. Suara batuk kakaknya masih terdengar dari balik
pintu geser, dan Oyu lebih cemas kalau ramuan obat yang dibawanya menjadi dingin, daripada
mengenai pendapat tamu ini tentang dirinya. Oyu menduga tamunya sudah pergi, tapi Nobumori
berbalik sekali lagi dan berkata. "Apakah belakangan ini ada kabar dari Yang Mulia Hideyoshi di
Harima?" "Tidak." "Kakakmu sengaja mengabaikan perintah Yang Mulia Nobunaga, tapi ini tak mungkin karena
petunjuk Hideyoshi, bukan" Aku takut junjungan kita mungkin merasa ragu-ragu mengenai ini. Jika
Hideyoshi menyulut kemarahan Yang Mulia, dia berada dalam kesulitan besar. Aku akan
mengatakannya sekali lagi. Kupikir putra Kuroda Kanbei sebaiknya segera dieksekusi." Sambil
menatap langit, Nobumori cepat-cepat pergi. Sosoknya yang menjauh dan atap besar Kuil Nanzen
mulai diselubungi salju. "Tuan Putri!" Di balik pintu geser, suara batuk Hanbei tiba-tiba berhenti, digantikan oleh suara
bingung seorang pembantu. Dengan dada berdebar-debar Oyu membuka pintu dan memandang ke
dalam. Hanbei tengkurap di lantai. Saputangan kertas yang tadi menutupi mulutnya tampak merah
oleh darah segar. BUKU ENAM TOKOH dan TEMPAT SHOJUMARU, putra Kuroda Kanbei
KUMATARO, pengikut Takenaka Hanbei
BESSHO NAGAHARU, penguasa Benteng Miki
GOTO MOTOKUNI, pengikut senior marga Bessho
11 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
IKEDA SHONYU, pengikut senior marga Oda
ANAYAMA BAISETSU, pengikut senior marga Takeda Nishina
NOBUMORI, saudara laki-laki Takeda Katsuyori
SAITO TOSHIMITSU, pengikut senior marga Akechi
YUSHO, pelukis MIKI, benteng Bessho Nagaharu
NIRASAKI, ibu kota baru Kai
TAKATO, benteng Nishina Nobumori
Kewajiban Seorang Pengikut
OPERASI-OPERASI militer di bawah pimpinan Hideyoshi di provinsi-provinsi Barat dan di bawah
pimpinan Mitsuhide di Tamba, serta pengepungan Benteng Itami yang berkepanjangan masih terus
menyibukkan Nobunaga. Operasi militer di provinsi-provinsi Barti dan pengepungan Benteng Itami
masih menghadapi jalan buntu, dan hanya di Tamba ada sedikit kemajuan. Setiap hari tak terhitung
banyaknya surat dan laporan yang datang dari ketiga kawasan itu. Semua dokumen disaring oleh
perwira-perwira staf dan para asisten pribadi, sehingga Nobunaga hanya membaca yang terpenting
saja. Di antara surat-surat ini ada sepucuk surat dari Sakuma Nobumori. Nobunaga membacanya, lalu
mencampakkannya dengan gusar. Orang yang bertugas mengumpulkan surat-surat yang dibuang
adalah pelayan kepercayaan Nobunaga - Ranmaru. Karena menduga perintah Nobunaga
diabaikan, diam-diam ia membaca surat itu. Ternyata tak ada sesuatu pun dalam surat itu yang
mungkin membuat Nobunaga marah. Bunyinya sebagai berikut:
Di luar dugaan hamba, Hanbei ternyata belum mengambil tindakan apa pun untuk melaksanakan
perintah Yang Mulia. Sebagai kurir Yang Mulia, hamba mengingatkannya akan kesalahannya,
mem-beritahunya bahwa jika ia mengabaikan perintah Yang Mulia, hamba akan dituduh lalai.
Hamba kira perintah Yang Mulia akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Masalah ini sangat
membebani hamba, dan dengan segala kerendahan hati hamba memohon kemurahan hati Yang
Mulia. Orang mendapat kesan bahwa di balik kata-katanya. Nobumori terutama mencoba menutup-nutupi
kesalahannya sendiri. Dan sebenarnya memang demikian niatnya. Namun Ranmaru tak melihat
apa yang tersirat. Kemarahan Nobunaga atas surat itu, dan kesadaran bahwa Nobumori telah berubah, baru
12 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
belakangan terwujud nyata. Sampai saai itu, rasanya sukar bagi siapa pun selain Nobunaga untuk
memahami perasaan sesungguhnya. Gelagat yang terlihat hanyalah bahwa Nobunaga tidak tampak
marah karena sikap Hanbei - bahkan setelah menerima surat Nobumori - dan bahwa setelah
kejadian itu, urusan tersebut dilupakan. Nobunaga sendiri memang tidak mempermasalahkannya
lagi. Tapi Hanbei tentu saja tidak menyadari perubahan rumit dalam pemikiran Nobunaga. Akhirnya
bukan Hanbei, melainkan Oyu dan pan pengikut yang merawat Hanbei, yang merasa bahwa Hanbei
harus melakukan sesuatu. Rupanya ia belum memutuskan langkah apa yang akan diambilnya.
Satu bulan berlalu. Pohon-pohon prem sedang berbunga di gerbang utama Kuil Nanzen dan
sekeliling tempat tetirah Hanbei. Hari demi hari berlalu dan matahari pun bertambah hangat, tapi
kondisi Hanbei tidak membaik.
Ia tidak tahan kejorokan, jadi setiap hari ia minta agar kamar tidurnya dipel sampai bersih, dan
setelah itu ia biasa duduk berjemur di serambi.
Adiknya membuatkan teh untuknya, dan satu-satunya kesenangan selama sakit adalah mengamati
uap mengepul-ngepul dari cawan teh, di tengah sinar matahari pagi yang cerah.
"Kakak kelihatan lebih segar pagi ini," Oyu berkata dengan gembira.
Hanbei menggosok pipi dengan tangannya yang kurus. "Rupanya aku pun tak luput dan pengaruh
musim semi, ini menyenangkan. Selama dua atau tiga hari terakhir aku merasa cukup baik," ia
menjawab sambi tersenyum.
Suasana hati dan pancaran wajahnya memang membaik selama dua atau tiga hari terakhir, dan
Oyu merasa senang ketika menatapnya pagi ini. Tapi tiba-tiba ia jadi sedih karena teringat kata-kata
dokter. "Kecil harapan untuk sembuh." Namun Oyu tak mau menyerah pada perasaannya. Berapa
banyak pasien yang pulih setelah dokter mereka menyatakan tak ada harapan lagi" Oyu berjanji
pada diri sendiri bahwa ia akan merawat kakaknya sampai sehat kembali - melihat Hanbei dalam
keadaan sehat merupakan hasrat yang dibaginya bersama Hideyoshi, yang sehari sebelumnya
mengirim surat dari Harima untuk membesarkan hati Hanbei.
"Kalau keadaanmu terus membaik seperti ini, kau pasti sudah sanggup bangun pada waktu
pohon-pohon ceri berbunga."
"Oyu, selama ini aku hanya merepotkanmu, bukan?"
'Kakak jangan bicara begitu."
Hanbei tertawa lemah. "Aku belum pernah mengucapkan terima kasih karena kita kakak-adik, tapi
pagi ini aku merasa harus mengatakan sesuatu. Barangkali karena aku merasa jauh lebih baik."
"Aku bahagia membayangkannya."
"Sudah sepuluh tahun berlalu sejak kita meninggalkan Gunung Bodai."
Waktu berjalan cepat. Kalau kita melihat ke belakang, kita sadar bahwa hidup berlalu seperti
mimpi." "Kau terus berada di sisiku dari waktu itu, membuatkan makananku pagi dan malam, mengurusku.
13 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bahkan menyiapkan obatku."
"Ah, sesungguhnya belum lama. Dulu Kakak terus berkata bahwa Kakak takkan pernah pulih. Tapi
begitu kesehatan Kakak membaik, Kakak bergabung dengan Yang Mulia Hideyoshi, ikut bertempur
di Sungai Ane, Nagashino, dan Echizen. Kakak cukup sehat waktu itu, bukan"
"Kurasa kau benar. Tubuh lemah ini ternyata cukup alot."
"Jadi, asal Kakak mau menjaga diri, kali ini pun Kakak akan sehat lagi. Aku bertekad agar Kakak
dapat kembali seperti semula."
"Aku bukannya ingin mati." "Kakak tidak akan mati!"
"Aku ingin hidup. Aku ingin hidup untuk memastikan dunia ini menemukan kedamaian lagi. Ah,
kalau saja aku sehat, aku bisa membantu junjunganku dengan segenap kemampuanku." Suara
Hanbei mendadak bertambah pelan. Tapi umur manusia, siapa yang tahu" Apa yang dapat
kulakukan dalam keadaan seperti ini?"
Ketika menatap mata kakaknya, hati Oyu terasa pedih. Adakah sesuatu yang disembunyikan
kakaknya" Bunyi lonceng di Kuil Nanzen menandai jam siang. Walaupun seluruh negeri dilanda perang sipil.
orang-orang terlihat memandang pohon-pohon prem yang tengah bcrbunga, dan suara burung
bulbul terdengar di antara kuntum-kuntum bunga yang gugur.
Musim semi tahun itu dianggap menyenangkan, tapi Bulan Kedua belum berlalu. Ketika malam tiba
dan lentera-lentera mulai berkelap-kelip. Hanbei kembali terbatuk-batuk. Di malam hari, Oyu harus
bangun beberapa kali untuk menggosok-gosok punggung kakaknya. Memang ada
pengikut-pengikut lain, tapi Hanbei tidak mau diurus seperti itu oleh mereka.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka semua akan ikut ke medan tempur bersamaku. Tak sepantasnya mereka diminta
menggosok-gosok punggung orang sakit," ia menjelaskan.
Malam itu pun Oyu bangun untuk memijit-mijit punggung kakaknya. Ketika pergi ke dapur untuk
menyiapkan obat, ia tiba-tiba mendengar suara di luar, seakan-akan ada orang yang menyenggol
pagar bambu. Oyu memasang telinga. Ia mendengar suara bisik-bisik di luar.
"Ada lentera. Tunggu sebentar. Pasti ada yang bangun." Suara-suara di luar itu semakin dekat.
Kemudian seseorang mengetuk daun penutup jendela.
"Siapa itu?" tanya Oyu.
"Tuan Putri" Hamba Kumataro dari Kurihara. Hamba baru kembali dari Itami."
"Kumataro ada di luar!" Oyu berseru pada Hanbei. Ia membuka pintu geser di dapur dan melihat
tiga laki-laki berdiri dalam cahaya bintang.
Kumataro meraih ember yang disodorkan Oyu padanya. Ia memanggil kedua rekannya, dan bertiga
mereka pergi ke sumur. 14 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Oyu bertanya-tanya siapa kedua orang itu. Kumataro adalah pengikut yang mereka asuh di Gunung
Kurihara. Pada waktu itu namanya masih Kokuma, tapi kini ia sudah menjadi samurai muda yang
gagah. Setelah Kumataro menimba dan menuangkan air ke dalam ember yang diterimanya dari
Oyu, kedua orang lain itu membersihkan tangan dan kaki dari lumpur dan membilas lengan baju
untuk menghilangkan darah.
Meski malam telah larut. Hanbei menyuruh Oyu menyalakan lentera di ruang tamu yang kecil,
memasukkan beberapa potong arang membara ke dalam anglo, dan mengambil bantal-bantal untuk
para tamu. Ketika Hanbei memberitahunya bahwa salah satu dari kedua orang yang menyertai Kumataro pasti
Kuroda Kanbei, Oyu tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Oyu telah banyak mendengar
berita simpang-siur mengenai Kuroda: bahwa ia ditawan di Benteng Itami sejak tahun lalu, atau
bahwa ia telah menyeberang ke kubu musuh dan tinggal di sana atas kemauannya sendiri.
Biasanya tidak semua pengikut diajak bicara mengenai urusan tugas oleh Hanbei - apalagi
mengenai urusan rahasia seperti ini - sehingga Oyu pun tidak mengetahui ke mana Kumataro pergi
sebelum Tahun Baru, atau mengapa ia pergi umuk waktu begitu lama.
"Oyu, tolong bawakan mantelku," ujar Hanbei. Walau cemas akan kesehatan kakaknya, Oyu tahu
bahwa Hanbei akan berkeras menemui para tamu tanpa memedulikan penyakitnya. Ia memasang
mantel pada bahu kakaknya.
Setelah menyisir rambut dan berkumur, Hanbei keluar ke ruang penerima tamu, tempat Kumataro
dan kedua tamu lainnya sedang duduk menunggu sambil membisu.
Hanbei menanggapi tegur sapa para tamu dengan perasaan mendalam. "Ah, kau selamat!" lalu
duduk dan meraih tangan Kanbei. "Aku mencemaskanmu."
"Kau tak perlu cemas karena aku. Seperti kaulihat, aku baik-baik saja," balas Kanbei.
"Untung saja kau berhasil."
"Rupanya aku telah menimbulkan kekhawatiran dalam dirimu. Aku mohon maaf."
"Bagaimanapun, kita patut bersyukur bahwa kita dipertemukan lagi. Bagiku ini kegembiraan besar."
Tapi siapakah laki-laki yang satu lagi, yang lebih tua, yang memperhatikan Hanbei dan Kanbei
sambil membisu, enggan mengganggu perjumpaan kedua sahabat itu" Akhirnya Kanbei minta agar
ia memperkenalkan diri. "Hamba kira ini bukan pertama kali kita bertemu, tuanku. Hamba pun mengabdi pada Yang Mulia
Hideyoshi, dan hamba sering melihat tuanku dari jauh. Hamba anggota pasukan ninja yang tidak
sering bergaul dengan para samurai lain, jadi mungkin saja Tuanku tak ingat pada hamba. Hamba
keponakan Hachisuka Hikoemon. Watanabe Tenzo. Hamba gembira sekali bisa berkenalan dengan
tuanku." Hanbei menepuk lutut. "Kau Watanabe Tenzo! Aku sudah mendengar banyak mengenaimu. Dan
rasanya aku memang pernah melihatmu sekali-dua kali sebelum ini."
Kumataro berkata, "Hamba secara kebetulan bertemu Tenzo di penjara di Benteng Itami. Rupanya
15 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dia menyusup ke sana dengan maksud yang sama seperti hamba."
"Hamba tidak tahu apakah ini sekadar kebetulan atau memang sudah digariskan oleh para dewa,
tapi hanya karena kami berdua bertemu kami dapat membebaskan Yang Mulia Kanbei. Seandainya
kami bertindak sendiri-sendiri, kami tentu akan terbunuh dalam usaha itu," ujar Tenzo sambil
tersenyum. Tenzo menyusup ke Benteng Itami karena Hideyoshi pun berusaha membebaskan Kuroda Kanbei.
Mula-mula Hideyoshi mengirim urusan untuk membujuk Araki Murashige agar melepaskan Kanbei,
kemudian ia menggunakan jasa seorang biksti Buddha yang dipercaya Murashige dengan maksud
sama. Ia telah menempuh segala cara, tapi Murashige tetap menolak membebaskan Kanbei.
Sebagai upaya terakhir, Hideyoshi memerintahkan Tenzo untuk mengeluarkan Kanbei dari penjara.
Tenzo menyusup ke dalam benteng, lalu memperoleh kesempatan untuk membebaskan Kanbei.
Para penghuni benteng sedang merayakan sesuatu, dan seluruh keluarga Araki Murashige serta
semua pengikutnya berkumpul di ruang pertemuan utama, sementara setiap prajurit memperoleh
jatah sake. Kebetulan malam itu amat gelap, tanpa bulan maupun angin. Tenzo tahu bahwa itulah
waktu untuk bertindak. Ia telah mempelajari medan, dan sedang menyelidiki daerah di bawah
menara ketika ia melihat orang lain mengintai ke dalam penjara, seseorang yang kelihatannya
bukan penjaga. Orang itu tentunya juga menyusup ke dalam Benteng. Ia memperkenalkan diri
sebagai pengikut Takenaka Hanbei, Kumataro.
"Aku agen Yang Mulia Hideyoshi," balas Tenzo. Dengan demikian, keduanya mengetahui bahwa
mereka mengemban tugas yang sama. Bersama-sama mereka mencongkel jendela penjara dan
membebaskan Kanbei. Terselubung kegelapan, mereka melewati tembok pertahanan, mengambil
perahu kecil dari pintu air di belakang selokan, lalu melankan diri.
Setelah mendengarkan penjelasan terperinci mengenai kesulitan-kesulitan yang mereka lalui,
Hanbei berpaling pada Kumataro dan berkaia. "Aku sempat cemas bahwa kau kusuruh
menjalankan tugas yang tak mungkin berhasil, dan aku menyadari bahwa peluangmu hanya satu
atau dua berbanding sepuluh. Ini pasti berkat pertolongan para dewa. Tapi apa yang terjadi pada
hari-hari sesudahnya" Dan bagaimana kalian bisa sampai di sini?"
Kumataro berlutut penuh hormat. Tampaknya ia tidak merasa bangkit karena telah melakukan
sesuatu yang patut dipuji. "Keluar dari benteng ternyata tidak seberapa sukar. Kesulitan
sesungguhnya baru menghadang kemudian. Pasukan Araki berjaga-jaga di sana-sini, di balik pagar
kayu runcing, jadi kami beberapa kali terkepung, dan kadang-kadang kami terpisah satu sama bun
di tengah-tengah tombak dan pedang musuh. Akhirnya kami berhasil menerobos barisan mereka,
tapi Yang Mulia Kanbei sempat mendapat cedera di lutut kiri, dan karenanya kami tak dapat
berjalan jauh. Kami terpaksa bermalam di sebuah gudang jerami. Kami bergerak pada malam hari
dan tidur di kuil-kuil di tepi jalan selama hari terang. Akhirnya kami berhasil sampai ke Kyoto."
Kanbei melanjutkan ceritanya, "Kalau saja kami bisa menghubungi pasukan Oda yang mengepung
Benteng Itami, semuanya tentu lebih mudah. Tapi menurut apa yang kudengar di dalam benteng.
Araki Murashige telah mengumumkan bahwa Yang Mulia Nobunaga mencurigai tindak-tandukku.
Dia memberi-tahu orang-orang bahwa aku sebaiknya pindah ke kubunya, tapi aku hanya
menanggapinya dengan senyum."
Kanbei memaksakan senyum sedih, dan Hanbei mengangguk tanpa bcrkomentar.
16 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pada waktu semua pertanyaan telah terjawab, langit malam sudah kelihatan putih pucat. Oyu
sedang memasak sup di dapur.
Keempat laki-laki itu merasa lelah setelah berbincang-bincang sepanjang malam, dan semuanya
tidur sejenak. Begitu terbangun, mereka melanjutkan pembakaran.
"Oh, ya," Hanbei berkata pada Kanbei. "Aku tahu ini amat mendadak, tapi aku merencanakan untuk
pulang ke Mino hari ini, lalu pergi ke Azuchi untuk menghadap Yang Mulia Nobunaga. Karena aku
akan menyampaikan kisahmu pada Yang Mulia, kusarankan kau langsung menuju Harima."
"Tentu aku tak ingin menyia-nyiakan waktu, biarpun hanya satu hari," ujar Kanbei, tapi kemudian ia
menatap Hanbei dengan ragu. "Kau masih sakit. Bagaimana pengaruh perjalanan mendadak ini
terhadap kesehatanmu?"
"Aku memang sudah berniat pergi ke sana. Kalau aku tunduk pada penyakitku, takkan ada
habis-habisnya. Lagi pula aku merasa lebih sehat belakangan ini."
"Tapi kau harus pulih sepenuhnya. Aku tidak tahu seberapa mendesak urusan yang akan
kaukerjakan, tapi tak bisakah kau menundanya beberapa waktu dan bertetirah di sini?" Kanbei
bertanya. "Aku terus berdoa agar aku cepat sembuh seiring datangnya Tahun Baru, dan kesehatanku pun
kujaga baik-baik. Setelah yakin kau selamat, aku tidak lagi dihantui kecemasan. Aku telah
melakukan kejahatan, dan aku harus menerima hukuman di Azuchi. Rasanya hari ini hari yang baik
untuk bangkit dari tempat tidur dan mengucapkan selamat tinggal."
"Kejahatan yang harus dihukum di Azuchi?"
Baru sekarang Hanbei memberitahu Kanbei bagai-mana ia mengabaikan perintah Nobunaga
selama lebih dari satu tahun.
Kanbei terpukul sekali. Kecurigaan Nobunaga terhadapnya masih dapat dimengerti. Tapi bahwa
Nobunaga memberi perintah agar kepala Shojumaru dipenggal, itu sama sekali di luar dugaan
Kanbei. "Begitukah kejadiannya?" Kanbei mengeluh. Tiba-tiba perasaannya terhadap Nobunaga menjadi
dingin dan hampa. Begitu besar risiko yang telah dipikulnya -
menyusup ke Benteng Itami seorang diri, dipenjara, mempertaruhkan nyawa - tapi akhirnya untuk
siapakah ia berkorban" Pada saat yang sama, ia tak dapat menahan air mata karena kepercayaan
yang diperlihatkan Hideyoshi dan persahabatan Hanbei.
"Aku berutang budi, tapi kenapa kau mau melakukan ini demi putraku" Kalau keadaannya memang
seperti ini, biarlah aku sendiri yang pergi ke Azuchi untuk menjelaskan semuanya."
"Jangan, akulah yang melakukan kejahatan dengan melalaikan perintah. Satu-satunya
permintaanku adalah agar kau bergabung dengan Yang Mulia Hideyoshi di Harima. Entah aku
dianggap bersalah atau tidak, aku tahu bahwa hari-hariku di dunia ini sudah bisa dihitung. Aku
berharap kau secepat mungkin menuju Harima."
17 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hanbei bersujud di hadapan Kanbei, seakan-akan memohon kesediaan sahabatnya itu. Ia
memperlihatkan tekad seseorang yang dirongrong penyakit. Kecuali itu, ia Hanbei, laki-laki yang
sukar tergoyahkan; sekali mengucapkan sesuatu, ia takkan menariknya kembali.
Hari itu kedua sahabat tersebut berpisah, satu menuju ke timur, satu ke barat. Kanbei hendak
bergabung dengan pasukan Hideyoshi di Harima, disertai oleh Watanabe Tenzo. Hanbei bertolak
ke Mino, hanya disertai oleh Kumataro.
Mata Oyu berkaca-kaca ketika ia mengantar kakaknya ke gerbang Kuil Nanzen. Ia membayangkan
bahwa Hanbei mungkin takkan kembali lagi. Para biksu berusaha menghibur Oyu dengan berkata
bahwa kesedihannya akan segera berlalu, tapi akhirnya mereka hampir terpaksa memapahnya
pada waktu kembali dari gerbang utama.
Hanbei pun diusik oleh pikiran serupa, dan kesedihannya bahkan lebih mendalam lagi. Tubuhnya
terayun-ayun di atas kuda ketika ia mendekati sebuah tanjakan.
Tiba-tiba Hanbei menarik tali kekang, seakan-akan baru teringat sesuatu. "Kumataro," ujarnya, "ada
sesuatu yang lupa kukatakan tadi. Aku akan menuliskannya, kuminta kau kembali dan
menyerahkannya pada Oyu." Ia mengambil secarik kertas, menuliskan sesuatu, dan
menyerahkannya pada Kumataro. "Aku akan jalan pelan-pelan, supaya kau bisa menyusul nanti."
Kumataro mengambil surat itu, membungkuk hormat, dan berlari-lari kembali ke kuil.
Bukan cuma sekali aku melakukan kesalahan. Ia berpikir sedih sambil memandang Kuil Nanzen
untuk terakhir kali. Aku tidak menyesal mengenai jalan yang kutempuh, tapi mengenai adikku... Ia
membiarkan kudanya melangkah semaunya.
Jalan yang ditempuh seorang samurai adalah jalan lurus, dan setelah Hanbei turun dari Gunung
Kurihara, tak sekali pun ia menyimpang dari jalan tersebut. Ia pun takkan menyesal seandainya
hidupnya berakhir hari itu. Tapi ia merasa sedih karena Oyu telah menjadi gundik Hideyoshi.
Sebagai kakak Oyu, Hanbei terus-menerus merasa dicela oleh suara hatinya. Bagaimanapun, Oyu
berada di sampingnya ketika tiba waktu untuk menentukan jalannya sendiri, Hanbei berkata dalam
hati. Ia yang harus disalahkan, bukan adiknya. Diam-diam ia mencemaskan tahun-tahun yang
membentang di depan adiknya setelah ia tiada.
Betapa malang kaum perempuan. Kebahagiaan mereka tak pernah bertahan seumur hidup. Hanbei
semakin sedih karena ia merasa telah menodai kesucian Jalan Samurai - jalan yang didasarkan
pada kematian. Entah berapa kali ia merenungkan masalah ini sambil menggcrutu, berpikir bahwa
ia harus mohon maaf pada Hideyoshi dan minta diberhentikan, atau bahwa ia harus membebaskan
diri dari perasaan bersalah dengan meminta agar adiknya hidup dalam pengasingan. Tapi
kesempatan untuk itu tak pernah muncul.
Kim ia akan menempuh perjalanan terakhir dan ia tahu bahwa ia tidak akan kembali, jadi tentu saja
ia hendak menyampaikan pandangannya mengenai urusan ini pada Oyu. Ia tak sanggup berkata
apa-apa ketika Oyu berdiri di hadapannya, tapi sekarang barangkali ia bisa menulis sajak pendek
yang mungkin lebih mudah diterima oleh adiknya. Setelah ia tiada, Oyu mungkin dapat
menggunakan alasan berkabung untuk menjauhkan diri dari kelompok perempuan yang
berkerumun di sekitar kamar tidur Hideyoshi, seperti tanaman rambat di sebuah gerbang.
Pada waktu tiba di kediamannya di Mino, Hanbei segera berziarah ke makam leluhurnya, lalu
18 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mampir sejenak di Gunung Bodai. Sudah lama ia tidak berkunjung ke sana, tapi ia tidak menyerah
pada keinginannya untuk tinggal lebih lama.
Ketika bangun keesokan paginya, ia cepat-cepat merapikan rambut dan memanaskan air untuk
mandi, sesuatu yang jarang dilakukannya.
"Panggil Ito Hanemon ke sini!" ia memerintahkan. Kicauan burung bulbul sering terdengar, baik dari
dataran di sekitar Gunung Bodai maupun dari pohon-pohon di pekarangan benteng.
"Hamba siap menerima perintah, tuanku." Dengan pintu geser di belakangnya, seorang samurai
setengah baya berpenampilan kokoh membungkuk rendah-rendah. Ito adalah wali Shojumaru.
"Hanemon" Masuklah. Hanya kau yang memahami masalah ini secara terperinci, tapi
keberangkatan Shojumaru ke Azuchi akhirnya tak dapat ditunda-tunda lagi. Kita berangkat hari ini
juga. Aku tahu ini mendadak, tapi tolong beritahu semua pembantu dan suruh mereka bersiap-siap
untuk perjalanan ini."
Hanemon memahami kesulitan majikannya. dan wajahnya mendadak pucat.
"Berarti nyawa Tuan Muda Shojumaru..."
Hanbei melihat orang tua itu gemetar, dan untuk menenangkannya ia berkata sambil tersenyum,
"Tidak, kepalanya takkan dipenggal. Aku akan meredakan kemarahan Yang Mulia Nobunaga,
walaupun untuk itu aku harus mengorbankan nyawaku sendiri. Begitu dibebaskan dari Benteng
Itami, ayah Shojumaru langsung menuju garis depan di Harima, suatu bukti bahwa dia tidak
bersalah. Kini tinggal satu hal yang belum terselesaikan, yaitu kelalaianku dalam menjalankan
perintah Yang Mulia."
Tanpa berkata apa-apa, Hanemon menarik diri dan pergi ke kamar Shojumaru. Ketika mendekat, ia
mendengar suara gembira anak itu, diiringi bunyi rebana. Shojumaru diperlakukan begitu baik oleh
marga Takenaka, sehingga sukar untuk membayangkan bahwa ia dititipkan sebagai sandera.
Jadi, ketika para pengasuhnya, yang tidak mengetahui situasi sesungguhnya, mendengar bahwa
mereka harus bersiap-siap untuk melakukan perjalanan, mereka tentu saja cemas akan
keselamatan Shojumaru. Hanemon berusaha menenteramkan hati mereka. "Kalian tak perlu takut. Percayalah pada rasa
keadilan Yang Mulia Hanbei. Kurasa sebaiknya kita serahkan semuanya pada beliau."
Shojumaru tidak tahu apa yang terjadi dan terus bermain dengan riang, memukul rebana dan
menari-nari. Walaupun ia seorang sandera, ia mewarisi ketabahan ayahnya dan menjalani latihan
samurai. Ia sama sekali bukan anak kecil yang takut-takut.
"Apa kata Hanemon?" tanya Shojumaru sambil meletakkan rebana. Melihat roman muka
pengasuhnya, anak itu menyadari bahwa terjadi sesuatu, dan ia pun tampak cemas.
"Tuan Muda tak perlu khawatir." salah satu pengasuhnya menjawab. "Kita harus segera
bersiap-siap untuk pergi ke Azuchi."
"Siapa yang akan pergi ?" "Tuan Muda sendiri."
19 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku ikut juga" Ke Azuchi?"
Para pengasuh memalingkan wajah, agar anak itu tak dapat melihat air mata mereka. Begitu
Shojumaru mendengar kata-kata mereka, ia melompat berdiri dan bertepuk tangan.
"Betulkah" Hore!" Dan ia berlari kembali ke kamarnya. "Aku akan pergi ke Azuchi! Mereka bilang
aku akan pergi bersama Yang Mulia Hanbei. Tak ada lagi menari dan menabuh rebana, berhenti
semuanya!" Kemudian ia bertanya keras-keras. "Pantaskah pakaianku ini?"
Ito masuk dan berkata, "Yang Mulia ingin agar Tuan Muda mandi dan mengatur rambut dengan
rapi." Para pengasuh membawa Shojumaru ke pemandian, menyuruhnya berendam di dalam bak, dan
merapikan rambutnya. Tapi ketika mereka mulai membantunya mengenakan pakaian untuk
perjalanan itu, mereka melihai bahwa baju dalam maupun kimono yang disediakan untuknya terbuat
dari sutra putih - pakaian kematian.
Para pembantu Shojumaru segera menyangka bahwa Ito sengaja berbohong untuk menenangkan
mereka, dan bahwa kepala anak itu akan dipenggal di hadapan Nobunaga. Mereka mulai berurai air
mata lagi, tapi Shojumaru sama sekali tidak memperhatikan mereka dan mengenakan kimono putih,
baju luar dari kain brokat berwarna merah, serta jubah dari sutra Cina. Berpakaian seperti ini dan
diapit oleh kedua pembantunya, ia dibawa ke kamar Hanbei Dalam keadaan riang gembira,
Shojumaru tidak memedulikan wajah sedih para pembantunya. Ia justru mendesak Hanbei. "Mari
kita berangkat." Hanbei akhirnya berdiri dan berkata kepada para pengikutnya. "Tolong urus segala sesuatu setelah
ini." Ketika mereka merenungkan ucapannya kemudian, mereka menyadari bahwa junjungan
mereka memberi tekanan khusus pada kata-kata "setelah ini".
*** Seusai pertempuran di Sungai Ane, Nobunaga telah memberi kesempatan pada Hanbei untuk
menghadapnya. Pada kesempatan itu Nobunaga berkata, "Kudengar dari Hideyoshi bahwa dia
memandangmu bukan sebagai pengikut belaka, melainkan sebagai guru. Harap kauketahui bahwa
aku pun tidak meremehkanmu."
Setelah itu, saat Hanbei diperkenankan menghadap atau sekadar pergi ke Azuchi, Nobunaga
memper- lakukannya seperti pengikutnya sendiri.
Kini Hanbei mendaki jalan ke Benteng Azuchi, membawa serta putra Kanbei, Shojumaru. Didera
penyakit, kelelahan tampak jelas di wajahnya, namun dengan mengenakan pakaian terbaiknya, ia
berjalan langkah demi langkah dengan kepala tegak, menaiki menara tempat Nobunaga duduk.
Kedatangan mereka telah dilaporkan pada Nobunaga semalam sebelumnya, dan ia sudah
menunggu.

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitu jarang aku bertemu denganmu," Nobunaga berkata dengan gembira ketika melihat Hanbei.
"Aku senang kau ada di sini. Mendekatlah. Kau boleh mengambil bantal. Pelayan, ambilkan sesuatu
20 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang bisa diduduki Hanbei." Sambil memperlihatkan simpati yang luar biasa, ia berkata pada
Hanbei yang tetap bersujud penuh hormat. "Sudah membaikkah keadaanmu" Bisa kubayangkan
bahwa kau lelah jiwa-raga karena perang berkepanjangan di Harima. Menurut dokterku, terlalu
berbahaya untuk mengirimmu kembali ke medan tempur sekarang. Dia bilang kau harus beristrahat
penuh selama paling tidak satu-dua tahun lagi."
Selama dua-tiga tahun terakhir. Nobunaga hampir tak pernah mengguna-kan kata-kata sehalus itu
jika berbicara dengan seorang pengikut. Hati Hanbei diliputi kebingungan yang bukan berasal dari
kegembiraan maupun kesedihan.
"Hamba tak patut menerima kemurahan hati seperti ini, Yang Mulia. Di medan laga, hamba jatuh
sakit; setelah kembali, hamba tidak melakukan apa-apa selain menikmati kebaikan hati Yang Mulia.
Hamba hanya orang sakit yang tidak melakukan apa-apa untuk tuanku."
"Tidak benar! Aku akan mengalami kesulitan besar jika kau tidak menjaga kesehatanmu. Jangan
sampai Hideyoshi patah scmangat."
"Hamba mohon Yang Mulia jangan berkata begitu, sebab ucapan Yang Mulia membuat hamba
malu hati," ujar Hanbei. "Sesungguhnya hamba memberanikan diri untuk minta waktu menghadap,
karena tahun lalu Sakuma Nobumori menyampaikan perintah Yang Mulia mengenai eksekusi
Shojumaru. Tapi sampai sekarang ..."
"Tunggu sebentar," Nobunaga memotong. Pandangannya beralih ke pemuda yang berlutut di
samping Hanbei. "Shojumaru-kah itu?"
"Ya. Yang Mulia."
"Hmm, begitu. Dia mirip ayahnya, dan dia kelihatan sedikit berbeda dengan anak-anak lain. Aku
percaya dia memiliki masa depan yang cerah. Urus dia baik-baik, Hanbei."
"Kalau begitu, bagaimana dengan perintah Yang Mulia untuk mengirimkan kepalanya?" Tubuh
Hanbei menegang dan ia menatap Nobunaga dengan mantap. Jika Nobunaga berkeras bahwa
kepala anak itu harus dipenggal, Hanbei telah bertekad mempertaruhkan nyawa dengan menegur
junjungannya. Tapi sejak awal pertemuan, tampaknya bukan itu maksud Nobunaga.
Hanbei kini mulai menyadari.
Di bawah tatapan Hanbei, Nobunaga tiba-tiba tertawa keras-keras, seakan-akan tak sanggup lagi
menyembunyikan kebodohannya. "Lupakan semua nya! Aku sendiri langsung menyesal begitu
memberikan perintah itu. Aku memang orang yang mudah curiga. Urusan ini sangat merepotkan,
baik bagi Hideyoshi maupun Kanbei. Tapi Hanbei yang bijak mengabaikan perintahku dan tidak
membantai anak itu. Sesungguhnya, ketika aku mendengar bagaimana kau menangani masalah ini,
aku merasa lega. Mana mungkin aku menyalahkanmu" Akulah yang harus disalahkan. Maafkanlah
aku, tindakanku tidak pada tempatnya." Meski tidak menundukkan kepala atau membungkuk,
Nobunaga tampaknya ingin segera mengalihkan pembicaraan.
Namun kemurahan haii Nobunaga tidak diterima begitu saja oleh Hanbei. Nobunaga menyuruhnya
melupakan semuanya, membiarkan semuanya hanyut terbawa waktu, tapi roman muka Hanbei
tidak memperlihatkan kegembiraan sedikit pun.
21 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kelalaian hamba dalam menjalankan perintah Yang Mulia mungkin berpengaruh pada wibawa
Yang Mulia di kemudian hari. Jika Yang Mulia membiarkan Shojumaru hidup karena Kanbei tidak
bersalah dan telah berjasa, perkenankanlah anak muda ini membuktikan bahwa dia patut menerima
kemurahan hati Yang Mulia. Kecuali itu, tak ada yang lebih menggembirakan bagi hamba selain
menerima perintah Yang Mulia untuk melakukan sesuatu, guna menebus kesalahan hamba."
Hanbei bicara dari lubuk hati yang paling dalam. Sekali lagi ia bersujud dan menunggu tanggapan
Nobunaga. Inilah yang diinginkan Nobunaga sejak awal.
Setelah menerima pengampunan junjungannya untuk kedua kali, Hanbei berbisik agar Shojumaru
mengucapkan terima kasih dengan sopan. Kemudian ia kembali berpaling pada Nobunaga.
"Barangkali ini terakhir kali Yang Mulia dan hamba bertemu dalam hidup ini. Hamba berdoa agar
keberuntungan di medan tempur semakin besar bagi Yang Mulia."
"Perkataanmu agak janggal, bukan" Apakah kau hendak menentang perintahku lagi?" Nobunaga
mendesak Hanbei untuk menjelaskan maksudnya.
"Takkan pernah lagi." Hanbei menggelengkan kepala, lalu menatap Shojumaru. "Hamba mohon
Yang Mulia sudi memperhatikan cara berpakaian anak ini. Dia akan bertolak ke Harima untuk
bertempur di sisi ayahnya. Dia bertekad mengukir nama yang tak kalah harum dari nama Kanbei,
siap menyerahkan segalanya pada nasib."
"Apa" Dia mau maju ke medan tempur?"
"Kanbei samurai tersohor, dan Shojumaru putranya. Hamba mohon Yang Mulia berkenan
memberikan restu padanya. Suatu kebahagiaan tak terhingga jika Yang Mulia memerintahkannya
berperang dengan gagah berani."
"Tapi bagaimana denganmu?"
"Sebagai orang sakit, hamba sangsi bahwa hamba dapat menambah kekuatan pasukan kita, tapi
rasanya ini waktu yang baik untuk menyertai Shojumaru dalam perjalanan menuju medan laga."
"Sanggupkah kau" Bagaimana dengan kesehatanmu?"
"Hamba lahir sebagai samurai, dan meninggal dengan tenang di tempat tidur amatlah memalukan.
Jika ajal tiba, manusia tak kuasa menolaknya."
"Kalau begitu, pergilah. Aku pun mengharapkan segala keberuntungan bagi Shojumaru dalam
pertempurannya yang pertama." Nobunaga memberikan isyarat mata kepada pemuda itu, lalu
menyerahkan sebilah pedang pendek buatan ahli senjata terkemuka. Kemudian ia menyuruh
seorang pengikut mengambil sake, dan mereka minum bersama-sama.
Amanat Hanbei TAK seorang pun dapat meramalkan sebelumnya bahwa Bessho Nagaharu sanggup
22 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mempertahankan Benteng Miki untuk waktu begitu lama. Sudah tiga tahun benteng itu dikepung,
dan selama lebih dari enam bulan hubungan dengan dunia luar diputus oleh pasukan Hideyoshi.
Pasukan Hideyoshi terkesima setiap kali mengamati kesibukan dan mendengar suara orang-orang
di dalam benteng. Mungkinkah sedang terjadi keajaiban" Kadang-kadang mereka percaya bahwa
musuh memiliki kekuatan gaib, sehingga masih dapat bertahan. Mereka terlibat adu ketahanan, dan
pasukan penyerang berada di pihak yang kalah. Tak peduli bagaimana mereka memukul,
menghantam, menendang, dan mencekik, musuh mereka tetap tak berhenti menggeliat.
Jalur perbekalan dan jalur air pasukan penjaga benteng berkekuatan tiga ribu lima ratus orang telah
terputus. Seharusnya mereka sudah terancam kelaparan pada pertengahan Bulan Pertama, tapi
pada akhir bulan itu Benteng Miki belum tertaklukkan juga. Dan kini sudah Bulan Ketiga.
Hideyoshi menyadari kelelahan pasukannya, tapi memaksa diri untuk menyembunyikan rasa
cemas. Janggut kasar yang tumbuh di dagunya serta matanya yang cekung merupakan bukti
kekhawatiran dan keletihan akibat pengepungan berkepanjangan itu.
Aku salah perhitungan, Hideyoshi mengakui dalam hati. Dari semula aku tahu mereka akan
bertahan, tapi aku tak menyangka selama ini. Ia telah menarik pelajaran bahwa perang bukan
sekadar masalah angka dan keuntungan logistik.
Semangat orang-orang di dalam benteng justru semakin berkobar. Sama sekali tak ada tanda-tanda
bahwa mereka mungkin menyerah. Bahwa mereka kehabisan perbekalan, itu tak perlu diragukan.
Para prajurit yang terkepung tentu sudah memakan sapi-sapi dan kuda-kuda mereka, bahkan
akar-akar pohon dan rerumpuran. Segala hal yang menurut Hideyoshi akan menentukan kejatuhan
Benteng ternyata justru memperkokoh semangar dan persatuan pasukan.
Di Bulan Kelima mereka memasuki musim hujan. Mereka berada di daerah pegunungan, jadi
bersama hujan yang turun tanpa henti, semua jalan berubah menyerupai air terjun, dan
selokan-selokan yang semula kosong kini tergenang air lumpur. Orang-orang terus tergelincir pada
waktu naik-turun gunung. dan pengepungan - yang akhirnya mulai menampakkan hasil - sekali lagi
dimentahkan oleh kekuatan alam.
Lutut Kuroda Kanbei yang cedera ketika ia melarikan diri dari Benteng Itami tak pernah pulih benar,
dan ia memeriksa barisan depan dari atas tandu. Setiap kali teringat bahwa ia mungkin akan
pincang seumur hidup, ia selalu memaksakan senyum.
Pada waktu Hanbei melihat kegigihan sahabatnya, ia melupakan penderitaannya sendiri dan mulai
menjalankan tugas beratnya. Staf lapangan Hideyoshi sungguh ganjil. Kedua jendral utamanya,
yang ia hargai bagaikan sepasang permata berkilauan, sama-sama terganggu kesehatannya. Yang
satu menderita penyakit tak tersembuhkan; yang satu lagi terpaksa memimpin pertempuran dari
atas usungan. Tetapi bantuan besar yang diberikan kedua laki-laki itu pada Hideyoshi tidak berupa kepanjangan
akal semata-mata. Setiap kali ia menatap mereka, hatinya tergerak oleh perasaan yang luhur dan
matanya berkaca-kaca. Hanbei dan Kanbei telah menyatu dalam jiwa dan raga, dan hanya karena
inilah semangat pasukan tidak goyah. Paling tidak setengah tahun telah berlalu, tapi kini
perlawanan Benteng Miki mulai melemah. Seandainya pasukan penyerang tidak dipimpin oleh
Hanbei dan Kanbei, Benteng Miki barangkali takkan pernah takluk. Kemudian kapal-kapal Mori
mungkin berhasil menembus kepungan dan membawa perbekalan, atau pasukan mereka melintasi
23 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pegunungan, bergabung dengan pasukan penjaga benteng, dan menghancurkan para penyerbu.
Dan riwayat Hideyoshi akan tamat di tempat itu juga. Dengan semangat seperti ini, ada-kalanya
Hideyoshi pun merasa terlampaui oleh kecerdikan Kanbei. Setengah berkelakar ia menunjukkan
kekagumannya dengan menyebut Kanbei "si Cacat Celaka". Tapi jelas bahwa dalam hati ia sangat
menghormari laki-laki yang begitu diandalkannya itu.
Musim hujan telah lama berakhir, hawa panas musim kemarau pun telah berlalu, dan kesejukan
musim gugur tiba seiring datangnya Bulan Kedelapan. Penyakit Hanbei mendadak bertambah
parah, dan kali ini tampaknya ia takkan pernah lagi mengenakan baju tempur.
Ah, mungkinkah para dewa akhirnya berpaling dariku" Hideyoshi berkeluh kesah. Hanbei terlalu
muda dan terlalu cakap untuk mati. Tak bisakah takdir memberikan lebih banyak waktu padanya"
Hideyoshi mengurung diri di pondok tempat Hanbei terbaring, menemani sahabatnya siang dan
malam, tapi malam itu, ketika ia dipanggil karena urusan penting lainnya, kondisi Hanbei memburuk
dengan cepat. Benteng-Benteng musuh di Takano dan Gunung Hachiman terselubung kabut senja.
Ketika malam tiba, letusan senapan terdengar menggema.
"Tentu saja si Cacat Celaka lagi!" pikir Hideyoshi. "Seharusnya dia jangan menerobos barisan
musuh sejauh itu." Hideyoshi mencemaskan keselamatan Kanbei yang telah menyerang musuh, tapi belum kembali.
Langkah-langkah cepat terdengar mendekat dan berhenti di sampingnya. Ketika ia menoleh,
seseorang sedang bersujud sambil menitikkan air mata.
"Shojumaru?" Setelah Shojumaru tiba di perkemahan di Gunung Hirai, ia sudah beberapa kali terjun ke kancah
pertempuran. Dalam waktu singkat ia telah menjadi laki-laki dewasa yang gagah perkasa. Kira-kira
seminggu sebelumnya, ketika kondisi Hanbei tampak memburuk, Hideyoshi menyuruh Shojumaru
menjaga Hanbei. "Aku yakin Hanbei lebih suka jika kau berada di sampingnya daripada seorang diri. Sebenarnya aku
ingin mengurusnya sendiri, tapi aku takut kalau dia merasa menyusahkanku, keadaannya akan
semakin parah." Bagi Shojumaru, Hanbei merupakan guru sekaligus ayah pengganti. Kini ia menunggui Hanbei
siang dan malam tanpa melepaskan baju tempur, mencurahkan segenap tenaga untuk membuat
ramuan obat dan memenuhi segala kebutuhan Hanbei. Shojumaru inilah yang mendatangi
Hideyoshi dan menyembah sambil berlinang air mata. Seketika dada Hideyoshi scrasa ditusuk.
"Kenapa kau menangis, Shojumaru?" ia menegur pemuda itu.
"Hamba mohon ampun," ujar Shojumaru sambil mengusap-usap mata. "Tuan Hanbei hampir tak
sanggup bicara lagi. Beliau mungkin takkan bertahan sampai tengah malam. Jika Yang Mulia dapat
meninggalkan pertempuran sejenak, sudikah Yang Mulia menemui beliau?"
"Saatnya sudah tiba?" "Ha... hamba kira begitu."
"Itukah yang dikatakan dokter?"
24 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya Tuan Hanbei melarangku menceritakan keada-an beliau kepada Yang Mulia atau siapa pun di
perkemahan ini, tapi dokter dan para pengikut beliau mengatakan bahwa kepergian beliau dari
dunia ini sudah dekat, dan mereka menyarankan agar Yang Mulia segera diberitahu."
Hideyoshi telah mengambil keputusan. "Shoju-maru, dapatkah kau menggantikan tempatku di sini
untuk sementara" Kurasa tak lama lagi ayahmu akan kembali dari medan tempur di Takano."
"Ayah hamba bertempur di Takano?"
"Seperti biasa, dia mengatur segala sesuatu dari tandunya."
"Kalau begitu, perkenankan hamba pergi ke Takano untuk menggantikan ayah hamba di sana.
Hamba akan memberitahunya untuk segera menuju ke sisi Tuan Hanbei."
"Ucapanmu sungguh gagah! Pergilah, kalau keberanianmu memang sebesar itu."
"Selama Tuan Hanbei masih bernapas, ayah hamba tentu ingin berada bersama beliau. Tuan
Hanbei tidak mengatakannya, tapi hamba yakin beliau pun ingin melihat ayah hamba," Shojumaru
berkata dengan gagah, dan sambil menyambar tombak yang kelihatan terlalu besar untuknya,
bergegas menuju bukit-bukit.
Hideyoshi berjalan ke arah berlawanan. Semakin lama langkah-langkahnya semakin panjang.
Cahaya lentera memancar dari salah satu pondok. Di pondok itulah Takenaka Hanbei terbaring,
dan tepat pada saat itu bulan mulai bersinar samar-samar di atas atapnya. Dokter yang dikirim
Hideyoshi berada di samping tempat tidur, sama halnya dengan para pengikut Hanbei. Pondok itu
tak lebih dan pagar kayu, tapi kain penutup seprai telah ditumpuk-tumpuk di atas tikar jerami, dan di
salah satu pojok ada dinding penyekat yang dapat dilipat.
"Hanbei, kau bisa mendengarku" Ini aku, Hideyoshi. Bagaimana keadaanmu?" Hideyoshi duduk di
sisi sahabatnya, menatap wajahnya di atas bantal. Mungkin karena gelap, wajah Hanbei tampak
tembus cahaya, bagaikan permata. Mau tak mau air mata orang yang melihatnya mulai mengalir.
"Bagaimana mungkin seseorang bisa sekurus ini?" Hideyoshi bertanya dalam hati.
Pemandangannya sungguh memilukan; hati Hideyoshi serasa diiris-iris.
"Dokter, bagaimana keadaannya?"
Yang ditanya tak sanggup berkata apa-apa. Kebisuannya menunjukkan bahwa ini hanya masalah
waktu saja, walau sesungguhnya Hideyoshi ingin mendengar bahwa masih ada harapan.
Hanbei menggeser tangannya. Rupanya ia mendengar suara Hideyoshi, dan sambil membuka mata
sedikit, ia berusaha mengatakan sesuatu pada salah satu pembantunya, yang lalu membalas.
"Yang Mulia berkenan mengunjungi tuanku..."
Hanbei mengangguk, tapi kelihatannya ia resah mengenai sesuatu. Sepertinya ia minta dibantu
duduk. "Bagaimana?" si pelayan bertanya sambil menatap Dokter. Dokter itu hampir tak sanggup
menjawab, tapi Hideyoshi memahami maksud Hanbei.
25 Pendekar Bodoh Kemelut Di Telaga Dewa m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa" Kau hendak duduk" Mengapa tidak berbaring saja?" ia berkata seakan-akan menenangkan
anak kecil. Hanbei menggeleng lemah dan kembali mengatakan sesuatu kepada para
pembantunya. Ia tak sanggup bicara keras-keras. tapi hasratnya terbaca jelas di matanya yang
cekung. Dengan hati-hati mereka mengangkat bagian atas tubuhnya yang tipis bagaikan papan,
tapi ketika mereka hendak mendudukkannya, Hanbd mendorong mereka. Ia menggigit bibir dan
perlahan-tahan turun dari tempat tidur. Tindakan ini menuntut usaha besar dari seorang laki-laki
sakit yang hanya dengan susah payah dapat menarik napas.
Terkesima oleh apa yang mereka lihat, Hideyoshi, si dokter, dan para pengikut Hanbei hanya dapat
menahan napas dan menonton. Akhirnya, setelah merangkak beberapa langkah dari tempat tidur,
Hanbei berlutut di atas tikar jerami, Dengan bahunya yang lancip, lututnya yang kurus, dan
tangannya yang pucat, Hanbei hampir kelihatan seperti anak perempuan. Mulutnya terkatup
rapat-rapat, dan sepertinya ia sedang mengatur napas. Akhirnya ia membungkuk begitu rendah,
sehingga badannya seolah-olah patah.
"Malam ini hamba akan berpisah dengan Yang Muli
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
26Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:25:30
a. Sekali lagi hamba harus menunjukkan terima kasih atas segala kemurahan hati Yang Mulia, yang
hamba peroleh selama bertahun-tahun." Kemudian ia terdiam sejenak. "Entah daun-daun gugur
atau bermekaran, hidup atau mati, kalau kita merenungkannya, kita akan sadar bahwa warna-warni
musim gugur dan musim semi mengisi seluruh alam semesta. Hamba merasa dunia ini merupakan
tempat yang menarik. Tuanku, hamba memiliki hubungan karma dengan tuanku, dan telah
menikmati kemurahan hati tuanku. Jika hamba memandang ke belakang, tiada penyesalan dalam
diri hamba, selain bahwa hamba tak sempat berbuai sesuatu untuk tuanku."
Suara Hanbei pelan sckali, tapi ucapannya meluncur dengan lancar. Semua yang hadir duduk lebih
tegak ketika menyaksikan keajaiban ini. Hideyoshi, terutama, meluruskan punggung, menundukkan
kepala, dan dengan kedua tangan di pangkuan, mendengarkan Hanbei, seakan-akan tak rela
kehilangan sepatah kata pun. Lentera yang hampir padam akan menyala cerah tepat sebelum mati.
Hidup Hanbei kini seperti itu, sekejap saja. Ia terus berbicara, penuh hasrat untuk meninggalkan
kata-kata terakhirnya bagi Hideyoshi.
"Segala kejadian... segala kejadian dan perubahan yang akan dialami dunia sesudah ini, hamba
bersimpati dengan semuanya. Jepang berada di ambang perubahan besar. Hamba ingin melihat
apa yang akan terjadi dengan bangsa ini. Inilah yang tersimpan dalam hati hamba, tapi umur yang
dianugerahkan pada hamba tidak memungkinkannya."
Kata-katanya berangsur-angsur bertambah jelas, dan sepertinya ia berbicara dengan sisa tenaga
terakhir. Sejenak ia berjuang untuk menghirup udara, tapi kemudian ia menahan napas agar dapat
melanjutkan ucapannya. "Tapi... tuanku... tidakkah tuanku merasa terpilih karena dilahirkan di masa seperti ini" Setelah
mengamati tuanku dengan saksama, hamba tak dapat menemukan ambisi untuk menjadi penguasa
selumh negeri." Hanbei terdiam sebentar. "Sampai sekarang, ini suatu kelebihan dan sebagian dari
watak tuanku. Sesungguhnya tak patut hamba menyinggungnya, tapi ketika tuanku menjadi
pembawa sandal Yang Mulia Nobunaga, tuanku melaksanakan tugas itu dengan segenap hati.
Setelah mencapai kedudukan samurai, tuanku mengerahkan seluruh kemampuan untuk
menjalankan tugas-tugas samurai. Tak sekali pun tuanku menoleh ke atas dan berusaha mencapai
kedudukan lebih tinggi lagi. Yang hamba khawatirkan sekarang - sesuai dengan sifat tuanku
ini - tuanku akan menyelesaikan tugas tuanku di provinsi-provinsi Barat, atau melaksanakan tugas
yang diembankan Yang Mulia Nobunaga, atau menundukkan Benteng Miki tanpa memperhatikan
perkembangan dunia maupun mencari jalan untuk menonjolkan diri."
Suasana hening sekali, seakan-akan tak ada orang lain di dalam ruangan. Hideyoshi
mendengarkan uraian Hanbei demikian saksama, hingga seolah-olah tak dapat menegakkan kepala
atau bergerak. "Tetapi... kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk memcgang kendali di zaman seperti ini


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merupakan anugerah dari para dewa. Para panglima perang saling bersaing memperebutkan
kekuasaan, masing-masing mengaku bahwa hanya dirinyalah yang sanggup membawa fajar baru
ke dunia yang dilanda kekacauan, dan menyelamatkan rakyat dari kesusahan. Tetapi Kenshin,
yang begitu hebat, telah menemui ajal. Shingen dari Kai telah tiada; Motonari dari provinsi-provinsi
Barat meninggal dunia dengan pesan agar para penerusnya melindungi warisan mereka dengan
mengenali kemampuan mereka: di samping itu, baik marga Asakura maupun marga Asai telah
tertimpa bencana akibat kesalahan sendiri. Siapa yang akan membawa pemecahan untuk masalah
1 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
ini" Siapa yang memiliki kemampuan membentuk budaya baru untuk era berikut, dan diterima oleh
rakyat" Orang seperti itu lebih sedikit dari jumlah jari di satu tangan."
Hideyoshi tiba-tiba menegakkan kepala, dan mata Hanbei yang cekung tampak menyorot. Hanbei
sudah di ambang maut, dan Hideyoshi pun tak dapat memastikan umur yang diberikan padanya,
tapi sejenak pandangan mereka beradu.
"Hamba maklum, tuanku tentu bingung mendengar ucapan hamba, sebab kini tuanku mengabdi
pada Yang Mulia Nobunaga. Hamba memahami perasaan tuanku. Tuanku dan Yang Mulia Ieyasu
tidak mempunyai semangat yang diperlukan untuk men-
dobrak situasi ini, maupun keyakinan untuk mengatasi segala persoalan yang timbul sampai
sekarang. Siapa, selain Yang Mulia Nobunaga, yang sanggup memimpin negeri sejauh ini melalui
kekacauan zaman" Tapi ini tidak berarti bahwa dunia telah diperbarui melalui sepak terjang beliau.
Hanya dengan menundukkan provinsi-provinsi Barat, menyerang Kyushu, dan berdamai dengan
Shikoku, bangsa ini belum tentu memperoleh kedamaian, keempat golongan rakyat belum tentu
hidup berdampingan secara harmonis, budaya baru belum tentu terbentuk, dan landasan untuk
kesejahteraan generasi-generasi berikut pun belum tentu terwuiud."
Rupanya Hanbei telah merenungkan hal-hal tersebut secara mendalam, menelaah semuanya
dengan berpedoman pada kitab-kitab klasik dari Cina. Ia telah membandingkan pergolakan yang
dihadapi negerinya dengan kejadian-kejadian sejarah, dan telah menganalisis gejolak-gejolak di
balik situasinya dewasa ini.
Selama benahun-tahun menjadi anggota staf lapangan Hideyoshi, ia telah mendapatkan
pandangan umum mengenai perkembangan Jepang. Namun kesimpulannya tetap ia rahasiakan.
Bukankah Hideyoshi "orang berikutnya?" Bahkan di antara para pengikut Hideyoshi sendiri, yang
siang-malam berada di dekatnya, yang kadang-kadang melihatnya bersama istri, berkelakar
mengenai urusan sepele, tampak lesu, dan bicara tak keruan - atau yang membandingkan
penampilannya dengan penampilan para pemimpin marga lain - tak ada satu dari sepuluh yang
menganggap junjungannya memiliki bakat alam yang menonjol. Tapi Hanbei tidak menyesal telah
mengabdi di sisi Hideyoshi atau menghabiskan se-tengah hidupnya demi kepentingan laki-laki itu. Ia
justru bersukacita karena para dewa mempertemukannya dengan junjungan seperti itu, dan ia
merasa tidak menyia-nyiakan hidupnya, sampai ke titik penghabisan.
Jika junjungan ini menjalankan perannya seperti yang kuduga, dan merampungkan tugas besar
yang menanti di masa mendatang, pikir Hanbei, hidupku tidak sia-sia. Dengan semangat dan masa
depan yang dimilikinya, secara garis besar angan-anganku dapat terlaksana. Orang mungkin
berkata aku mati muda, tapi aku mati dengan baik.
"Selain itu," ujar Hanbei, "tak ada lagi yang perlu dikatakan. Hamba mohon tuanku menjaga diri
baik-baik. Percayalah tuanku tak dapat digantikan, dan berusahalah lebih keras lagi setelah hamba
tiada." Begitu Hanbei selesai berbicara, dadanya roboh seperti sepotong kayu busuk. Tak sedikit
pun tersisa tenaga di tangannya yang kurus, yang seharusnya menopang badannya. Wajahnya
membentur lantai, darah segar mulai menggenangi tikar jerami.
Hideyoshi melompat maju dan menahan kepala Hanbei, dan darah yang kini mengalir deras
membasahi pakaiannya. "Hanbei! Hanbei! Kau hendak meninggalkan aku" Kau hendak pergi seorang diri" Apa yang harus
2 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kulakukan di medan tempur kalau kau tak lagi berada di sisiku?" Ia meratap, menangis
sejadi-jadinya, tanpa memedulikan penampilan maupun reputasinya.
Wajah Hanbei yang pucat tampak letih, kepalanya bersandar di pangkuan Hideyoshi. "Mulai
sekarang tuanku tak perlu khawatit mengenai apa pun."
Mereka yang lahir pada pagi hari, mati sebelum malam: dan mereka yang lahir di malam hari, mati
sebelum fajar tiba. Hal ini tidak mutlak mencerminkan pandangan ajaran Buddha mengenai
kefanaan, jadi orang mungkin saja bertanya-tanya. mengapa justru kematian Hanbei yang
melontarkan Hideyoshi ke dalam lembah kesedihan. Bagai-manapun, ia berada di medan perang.
Setiap hari orang tewas bagaikan daun-daun berjatuhan di musim gugur. Tapi kesedihannya begitu
mendalam, sehingga orang-orang yang turut berduka pun terperanjat, dan ketika ia akhirnya
sadar - seperti anak kecil sehabis meraung-raung - dengan hati-hati ia mengangkat tubuh Hanbei
yang dingin dari pangkuan, dan tanpa bantuan meletakkannya di tempai tidur beralas kain putih,
berbisik-bisik, seakan-akan Hanbei masih hidup.
"Gagasan-gagasanmu begitu besar. Kalaupun kau hidup dua atau tiga kali lebih lama dari umur
manusia biasa, mungkin baru setengah dari harapan-harapanmu yang sempat terpenuhi. Kau tak
ingin mati. Seandainya aku menjadi dirimu, aku pun takkan mau mati. Betul, Hanbei" Kau tentu
menyesal karena begitu banyak hal terpaksa kautinggalkan dalam keadaan belum rampung, jika
seorang jenius seperti kau lahir ke dunia, dan kurang dari seperseratus gagasanmu terlaksana,
sudah sewajarnya kau tak ingin mati."
Betapa dalam kasih sayangnya untuk laki-laki itu! Tak henti-hentinya Hideyoshi berkeluh kesah di
hadapan jenazah Hanbei. la tidak merapatkan tangan dan mengucapkan doa, tapi permohonannya
untuk Hanbei seakan-akan tanpa akhir.
Kanbei, yang mengetahui kondisi Hanbei dari putranya, baru tiba sekarang .
"Terlambatkah aku?" Kanbei bertanya cemas. Kaki-
nya yang pincang melangkah secepat mungkin. Ia melihat Hideyoshi yang duduk dengan mata
merah di sisi tempat tidur, dan tubuh Hanbei yang membujur kaku, dingin. Kanbei duduk sambil
mengerang, seolah-olah jiwa-raganya mendadak remuk. Kanbei dan Hideyoshi duduk diam, tanpa
berkata -kata, hanya memandang jasad Hanbei.
Ruangan itu gelap seperti gua, namun tak satu lentera pun dinyalakan. Kain putih di bawah jenazah
tampak seperti salju di dasar sebuah jurang.
"Kanbei," Hideyoshi akhirnya berkata dengan suara sarat oleh duka, "ini sungguh memilukan. Aku
tahu ini takkan mudah, tapi..."
Kanbei tak mampu menjawab. Sepertinya ia pun tak sanggup berpikir jernih. "Ah, aku tak mengerti.
Enam bulan lalu dia masih sehat. Dan sekarang ..." Setelah terdiam sejenak, ia melanjutkan
seakan-akan baru sadar, "Ayolah. Apakah kita hanya akan duduk dan menangis" Kita harus
menyapu ruangan dan memandikan jenazah untuk disemayamkan dalam kebesaran. Kita harus
menyiapkan pemakaman yang pantas."
Sementara Kanbei memberikan perintah, Hide-yoshi menghilang. Dalam cahaya lentera yang
berkelap-kelip, ketika orang-orang mulai bekerja dengan kaku, seseorang menemukan sepucuk
3 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
surat yang ditinggalkan Hanbei di bawah bantalnya. Surat itu ditujukan pada Kanbei, ditulis dua hari
sebelumnya. Mereka mengebumikan Hanbei di Bukit Hirai. Tiupan angin musim gugur menambah suasana pilu.
Kanbei memperlihatkan surat terakhir Hanbei pada Hideyoshi. Isinya tidak menyangkut dirinya;
Hanbei menulis mengenai Hideyoshi, serta rencana-rencananya untuk masa depan. Sebagian surat
itu berbunyi demikian: Kalaupun tubuhku hancur dan tinggal tulang-belulang di dalam tanah, jika tuanku tidak melupakan
ketulusanku dan mengenangku walau hanya sesekali, jiwaku akan terus berembus dan takkan
berhenti mengabdi, bahkan dari dalam liang kubur.
Karena beranggapan bahwa jasa-jasanya tidak memadai, namun tanpa menyesali kematiannya
yang dini, Hanbei menanti ajal dengan berpegang pada keyakinan bahwa ia akan terus mengabdi
junjungannya, meski yang tersisa dari dirinya hanyalah tulang-belulang yang telah memutih. Kini,
pada waktu Hideyoshi merenungkan perasaan Hanbei yang paling dalam, mau tak mau ia
menitikkan air mata. Tak peduli betapa ia berusaha menguasai diri, ia tak kuasa membendung
tangisnya. Akhirnya Kanbei berkata dengan tegas. "Tuanku, seyogyanya tuanku tidak terus berduka seperti ini.
I For You 3 Pendekar Pulau Neraka 49 Iblis Cebol Playboy Dari Nanking 1
^